Pencarian

Jurus Tanpa Bentuk 9

Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira Bagian 9


pendekar. Bertarung dari tempat yang satu ke tempat yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lain, dari lawan satu ke lawan yang lain, sampai takbisa
kuhitung lagi berapa banyak pendekar lawanku tersempurnakan hidupnya melalui diriku.
Sepintas lalu aku tampak mengembara ke sana dan kemari
tanpa tujuan kecuali mencari dan melayani tantangan, tetapi
langkahku mengarah ke satu arah yang jelas, yakni ke utara,
dengan dua tujuan: pertama, mengacak-acak wilayah dan
memancing Naga Hitam keluar mencariku; kedua, aku ingin
melihat laut dan menyeberanginya menuju negeri-negeri yang
jauh. Telah kudengar tentang kapal-kapal asing yang
mendarat di berbagai pelabuhan di pantai utara Yawabumi
dan telah kusaksikan orang-orang asing segala rupa dari
berbagai penjuru menyusuri sungai-sungai ke pedalaman. Jika
mereka semua dapat merantau sampai kemari, mengapa aku
takdapat mengembara ke negeri mereka"
Tentu saja aku masih penasaran, siapakah kiranya yang
mengetahui diriku menewaskan Pendekar Tangan Pedang,
dan bagaimanakah caranya berita itu tersebar" Memang benar
aku telah membayar seorang petani untuk membakar
jenazahnya di atas pancaka, meski aku taktahu apakah
Pendekar Tangan Pedang itu memeluk Siwa, Mahayana, atau
penyembah nenekmoyang di kuburan-kuburan batu, tetapi
aku tak yakin petani itu mengerti siapa lelaki bertangan
buntung yang kedua lengannya diganti pedang tersebut.
Orang-orang awam taktahu menahu dunia persilatan, mereka
hanya mendengar sedikit-sedikit tentang dunia persilatan dari
orang-orang menyoren pedang yang bahkan tidak memiliki
tenaga dalam. Dari orang-orang seperti ini, dunia persilatan
hadir sebagai dongeng. TAK tahulah aku berapa lama waktu sudah berjalan dan
berapa orang sudah tewas di tanganku dalam pertarungan
antarpendekar di dunia persilatan. Setidaknya setiap putaran
hari pasar takkurang dari dua atau tiga orang menantangku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bertarung dan selalu kulayani sampai mereka menemukan
kematian yang telah mereka ketahui akan menimpa.
Dalam setiap pertemuan selalu terjadi percakapan seperti
berikut. "Benarkah dikau yang bergelar Pendekar Tanpa Nama?"
"Aku tidak pernah menyatakan suatu gelar tetapi aku
memang tidak mempunyai nama."
"Itulah nama dikau sekarang, dan nama itu sudah
terdengar di mana-mana sebagai pendekar tanpa tanding,
berilah aku kesempatan mengenal ilmu dikau yang tinggi."
"Ilmu silatku tidaklah tinggi dan aku masih juga ingin
belajar dari dikau, wahai pendekar yang gagah berani."
Setelah itu biasanya kami bertarung sampai salah satu dari
kami mati, meski dalam hal diriku maka lawanku itulah yang
akan mati. Tidak semuanya mati dengan gagah berani, ada
juga yang melarikan diri dan selalu kubiarkan saja meskipun
aku mampu mengejar dan tetap membunuhnya. Mereka yang
melarikan diri ini memang tidak dapat disebut pendekar
karena ilmu silat bagi mereka hanyalah alat untuk mencapai
kekuasaan dalam kemenangan dan bukan jalan menuju
kesempurnaan. Mereka biasanya berasal dari golongan hitam,
atau juga golongan merdeka tetapi yang begitu mementingkan dirinya sendiri sehingga tidak pernah siap
untuk menerima kekalahan.
Seperti perjumpaanku dengan Pendekar Tangan Pedang,
maka perjumpaan dengan para pendekar ini selalu merupakan
pengalaman tersendiri. Ada yang berkelebat dari balik kelam
tiba-tiba di tengah jalan dan langsung melibatkan aku dalam
pertarungan; ada yang menggebrak mendadak di dalam kedai
ketika aku sedang enak-enak makan; ada yang menyerang
diam-diam dari jarak jauh ketika aku sedang tidur-tiduran di
pasar desa yang sepi; ada yang mengirimkan bisikan lewat
angin ketika aku beristirahat dan mengasingkan diri di sebuah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
candi yang sudah rubuh dan ditinggalkan; ada juga yang
mengirimkan surat resmi, tertulis dengan huruf indah di atas
lempengan logam; dan pernah pula ada yang menyebarkan
pemberitaan lisan maupun tertulis bahwa dirinya menantangku bertarung pada saat tertentu, memang karena
tidak dapat mencari untuk menemuiku.
Sebegitu jauh, perjumpaanku dengan Pendekar Tangan
Pedang itulah yang lebih sering kudengar kembali, seperti
terjadi ketika aku masuk dan makan di sebuah kedai.
"Pertarungan antara Pendekar Tangan Pedang dan
Pendekar Tanpa Nama itu berlangsung pada malam yang
gelap gulita saat bulan ditelan Batara Kala tetapi sawah di
penuhi berlaksa kunang-kunang. Saat itu Pendekar Tangan
Pedang sedang bersamadhi di tepi sungai ketika dilihatnya
sesosok bayangan berkelebat cepat, nyaris takbisa diikuti oleh
matanya, melenting di atas sungai dan lenyap di balik
gerumbul pepohonan bambu. Kelebatnya yang sangat cepat
dan keringanan tubuhnya menunjukkan betapa tinggi ilmu
silat yang dikuasainya, dan karena Pendekar Tangan Pedang
merasa belum pernah menjumpai seseorang dengan ilmu
setinggi itu maka dia pun mengejarnya."
Benarkah begitu kejadiannya" Aku heran, bagaimanakah
cara pencerita tersebut, atau siapa pun yang ia dengar
ceritanya, telah melihatnya"
Aku memang berkelebat cepat saat itu dengan perasaan
rawan dan galau, dan barangkali karena itu aku sejenak
lengah dan hilang kewaspadaan. Benarkah Pendekar Tangan
Pedang sedang bersamadhi di tepi sungai pada malam gelap
gulita, ketika aku berkelebat keluar dari kedai dan melenting di
atas permukaan sungai" Pertanyaanku, bagaimanakah
caranya seseorang dapat mengetahuinya tanpa kami ketahui
kehadirannya sama sekali" Cerita ini tidak terlalu seperti
dongeng, itulah sebabnya mengherankan sekali bahwa
seseorang telah dapat mengetahuinya, meski tentu saja
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
orang-orang awam di dalam kedai tersebut kurang memiliki
kesadaran untuk mempertanyakannya. Mungkinkah mereka
tidak mempertanyakan apapun karena memang menerima dan
menikmatimya sebagai dongeng sahaja" Betapa tidak akan
menganggapnya dongeng jika dunia persilatan memang
penuh dengan kejadian luar biasa yang sulit dipercaya"
"Pendekar Tangan Pedang berkelebat, tetapi Pendekar
Tanpa Nama mengetahuinya, dan akhirnya menunggu di
tengah jalan desa di antara sawah-sawah. Pertarungan
mereka tidak bisa diikuti oleh mata."
AKU tidak ingin mengulang cerita ini, ia memang bercerita
tepat seperti kejadiannya, yang membuat aku terheran-heran
karena bagaikan terdapat saksi mata atas seluruh peristiwa
itu. Bukankah ia sudah menyebut diriku sebagai Pendekar
Tanpa Nama" Artinya orang pertama yang menyebarkan cerita
ini mendengar percakapanku dengan Pendekar Tangan
Pedang pada malam buta itu. Aneh sekali! Tidak sembarang
orang dapat menjadi saksi mata tanpa kami ketahui
keberadaannya, jika ilmunya tidak sangat tinggi.
Jika memang ada seseorang yang telah menyaksikan
selengkapnya, semenjak aku berkelebat keluar dari kedai,
dibuntuti Pendekar Tangan Pedang, dan menewaskannya
dengan pukulan Telapak Darah, pastilah kepandaiannya tidak
rendah dan aku harus mengetahui siapa orangnya. Perasaan
diawasi bukanlah perasaan yang nyaman.
Ini berarti aku harus mencari dan menemukan orangnya,
lantas menantangnya bertarung sampai salah seorang di
antara kami perlaya! Namun pikiran ini mengejutkan diriku sendiri. Bukankah
selama ini aku juga diawasi dalam pengertian yang agak mirip
dengan dilindungi" Aku belum melupakan betapa di Desa Balinawan aku telah
didorong jatuh melayang dari puncak tebing yang curam,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hanya untuk disambut kembali sebelum menyentuh tanah,
dan dipaksa untuk menguasai jurus-jurus tertentu melalui
serangan-serangan tajam yang mengarahkan; aku juga tentu
masih sangat teringat betapa seseorang telah menolongku
ketika pingsan karena racun Kera Gila, mengarahkan aku
kepada pendalaman ilmu silat berdasarkan penemuanku
sendiri, bahkan jelas menuliskan pesan tertulis di atas batu
besar di bawah permukaan sungai yang jernih, bahwa aku
perlu waktu sepuluh tahun untuk mampu mengalahkan Naga
Hitam. Apakah mereka orang yang sama, yakni pendeta dari biara
terpencil di atas tebing itu" Siapakah dia sebenarnya" Masih
hidupkah dia sekarang, dan terutama apa maunya" Jika aku
pernah merasa seseorang mungkin menolongku diam-diam
dalam berbagai peristiwa sepuluh tahun yang lalu, masihkah
seseorang yang sama itu mengikuti seluruh tindakanku"
Bagaimanakah kiranya jika seseorang itu ternyata adalah
juga seseorang yang kuduga mengawasiku" Jika tidak,
mungkinkah sebenarnya aku sekarang ini diawasi oleh dua
orang" Apakah mereka saling mengenal ataukah saling
berseteru" Perasaan betapa diriku mungkin diawasi oleh dua orang
tanpa kuketahui membuat aku marah kepada diriku sendiri.
Bagaimana mungkin setelah meningkatkan ilmu pendengaran
Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang sampai berpuluh
kali lipat aku masih dapat diawasi tanpa mengetahui
keberadaan mereka" Aku merasa masih harus meningkatkan
tenaga dalam dan kecepatan bergerakku, agar mampu
mengejar dan menangkap siapapun yang berhasil kupergoki
sedang mengawasi diriku! (Oo-dwkz-oO) AKU keluar dari kedai. Di luar, seseorang ternyata telah
menantiku. Ia bercaping begitu lebar, sehingga bayangannya
menutupi seluruh wajah dan tak bisa kulihat. Kain yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
melapisi caping dari daun pandan itu sudah compang-camping
dan warnanya tak jelas lagi, begitu pula busananya yang
sudah tak berbentuk sama sekali, hanya seperti kain tak
berwarna yang menutup tubuh. Kain itu lebar seperti jubah,
tetapi berlengan begitu lebar sehingga pergerakannya tetap
bebas, menutupi pula sebagian pahanya, diikat dengan kulit
ular pada pinggangnya. Takpernah kulihat orang berbusana
seperti itu di Yawabumi. Aku menghentikan langkah sekitar
duapuluh langkah di hadapannya. Jelas ia menghendaki
pertarungan denganku. Di balik punggungnya tampak menonjol gagang sebuah
senjata yang belum kutahu apa. Ia tampak tegap dan tinggi.
Dari balik caping rambut panjangnya yang merah dan gimbal
tampak lengket satu sama lain. Angin yang bertiup melambai-
lambaikan rambutnya itu, tetapi ketika aku berhenti
melangkah, ia mengangkat tangan kanan, dan angin ternyata
berhenti bertiup. Siang mendadak panas sekali. Aku diam dan menunggu.
Ketika ia menurunkan tangannya itu, angin bertiup kembali
seolah diperintahkannya. Lantas seluruh, sekali lagi seluruh,
dedaunan di sekeliling kedai itu berguguran, bertumpuk rapi di
atas bumi seperti sengaja dipertunjukkan untukku.
Kulihat sekeliling. Pepohonan hanya tersisa ranting-
rantingnya yang meranggas. Bumi bagaikan baru saja
terbakar. INI sebuah siang yang panas. Saat yang sangat tidak enak
untuk bertarung. Namun kita tidak selalu bisa memilih waktu
pertarungan, seperti tidak dapat menentukan waktu kematian.
Seorang pendekar melayani tantangan setiap saat, kapan pun
datangnya, di mana pun tempatnya, siapa pun orangnya,
demi kehormatan sebuah pertarungan dalam pencarian
kesempurnaan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Namun aku tidak peduli kepada semua keajaiban itu. Hanya
memperhatikan baik-baik seluruh gerakan tubuhnya dengan
cermat. Ia mengibaskan tangan kirinya. Kurasakan gelombang
udara yang dahsyat mengempas dan siap menggulung ke
arahku. Kugeser tubuhku ke samping. Maka kedai di
belakangku mendadak pecah berhamburan ke segala arah
tanpa ujud lagi. Tiada lagi kedai itu. Orang-orang yang berada di dalamnya
ketika aku keluar tadi tampaknya juga berhamburan tanpa
bentuk lagi. Kulihat selintas, darah dan daging terciprat dan
menempel di batang-batang pohon. Orang ini pasti kejam
sekali. Ia tertawa terbahak-bahak.
''Huahahahahahaha! Iblis Pemakan Daging mengirimkan
salam Naga Hitam padamu!''
Ah! Naga Hitam! Kemarahanku kepada diriku sendiri karena takmampu
mengungkap siapa yang barangkali telah selalu mengawasiku
mendadak saja seperti tertumpah kepada orang ini. Namun ia
telah melemparkan capingnya yang berputar seperti senjata
cakra ke arahku. Lantas ia sendiri berkelebat ke arahku
sembari mencabut senjata di punggungnya.
Ini serangan yang sulit. Menangkis serangan caping berarti
pertahanan terbuka terhadap serangan Iblis Pemakan Daging,
sedangkan menghindarinya juga tetap disambut serangan
yang sama tanpa kesiapan menghadapinya. Serangan ini


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hanya dapat dihindari dengan masuk ke dalam bumi, tetapi
aku belum pernah me lakukannya. Berbeda dari masuk dan
bertarung di dalam air. Padahal serangan ini berlangsung lebih
cepat dari pikiran! Kujejak bumi di bawahku sehingga lebur jadi debu yang
lebih lembut dari abu, membentuk lubang besar seketika,
merekah dan dengan sendirinya menelan tubuhku. Caping itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
melesat di atas kepalaku, begitu juga senjata yang disabetkan
Iblis Pemakan Daging, yang ternyata merupakan sebilah
ruyung. Dengan ruyung yang bergerigi tajam itu dia
menggebuk, yang dengan tenaga dalam sematang itu akan
membuat tubuh yang digebuknya langsung menjadi daging
cacah. Namun kenapakah ia disebut Iblis Pemakan Daging"
Nanti baru akan kuketahui bahwa Iblis Pemakan Daging selain
mengandalkan ilmu memainkan ruyung, ternyata juga
memainkan ilmu sihir, yang antara lain menuntut agar ia
memakan daging manusia sebagai syarat penguasaan
ilmunya! Sudah kukatakan tadi ia seorang yang kejam, baginya
nyawa manusia tak ada harganya, kecuali sebagai kebutuhan
memenuhi santapannya! Saat itu aku memang belum
mengenal kecenderungannya tersebut, tetapi apa yang
dilakukannya terhadap kedai dan orang-orang yang masih
berada di dalamnya itu telah membuatku merasa wajib
menamatkan riwayat hidupnya. Ini bukan pertarungan antara
pendekar demi kesempurnaan ilmu silat dan kesempurnaan
hidupnya, melainkan antara penjahat berjiwa iblis dan
seseorang yang sedang begitu muak dengan keberadaan
kejahatan itu sendiri. Ini bukan pertarungan untuk merayakan
kehidupan pendekar, dengan saling mengantarkan lawan
menuju kesempurnaan, melainkan pertarungan wajib seorang
pendekar untuk membasmi kejahatan.
Dari dalam lubang, di antara kepulan debu selembut abu,
aku melesat sangat amat tinggi ke atas, dan melihat
kedudukan Iblis Pemakan Daging yang berbalik siap
menyerang kembali ke dalam lubang. Aku me luncur turun
dengan kepala di bawah lebih cepat dari naiknya. Kupanggil
dia. ''Pemakan Daging!'' Ia menolah ke atas, tapi saat itu secepat kilat begitu
mendarat aku telah mengirimkan totokan dengan dua jari
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang membutakan kedua matanya. Ia sabetkan ruyungnya ke
kiri ke kanan tanpa jurus lagi. Aku melompat jungkir balik
sembari menendang punggungnya tanpa tenaga dalam sama
sekali. Lebih dari cukup untuk menjerumuskannya masuk ke
dalam lubang. Ia jatuh terjerembab. Lubang itu cukup dalam untuk
membuatnya takbisa naik lagi. Kurasa keadaannya sekarang
sangat mengenaskan, kebalikan dari sikapnya semula yang
anggun dan begitu yakin akan kemenangan. Namun
mengingat kekejamannya yang pasti telah berlangsung lama
sebagai anak buah Naga Hitam, aku merasa tidak perlu
berbelas kasihan kepadanya sama sekali.
"Pendekar Tanpa Nama!"
Kini ia berteriak ketakutan.
"Bunuhlah aku! Sempurnakanlah aku! Sebelum penduduk
desa merajamku!" Aku baru sadar betapa orang-orang sudah berkerumun di
sekitar lubang besar hasil jejakanku. Orang-orang desa
membawa golok, arit, kapak, tombak, atau sekadar batang
kayu bakar. Mereka mendekat dengan wajah kuyu, sembari
satu persatu menggumam perlahan.
"Iblis itu sudah tidak berdaya sekarang, lebih baik kita
membantainya sekarang, agar dia merasakan hukuman."
"Hukuman apa yang pantas bagi iblis pemakan manusia
ini?" "Pemakan saudara-saudara kita, pemakan anak-anak
kita..." Rupanya ia telah merajalela di daerah tak bertuan yang
sedang kulewati ini. Namun ia terlalu sakti untuk ditundukkan,
lagipula ia bersekutu dengan Naga Hitam.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku melangkah pergi, menyerahkan nasib iblis tersebut
kepada mereka yang selama ini telah ditindasnya.
(Oo-dwkz-oO) Episode 50: [Daerah Tak Bertuan]
DI daerah tak bertuan, kejahatan merajalela tanpa
hambatan. Ini sering terjadi pada tahun-tahun pertama
pergantian kekuasaan. Penguasa lama, betapapun berkuasa
dan berwibawanya dia, akan selalu menghadapi sejumlah
penguasa daerah terpencil yang tidak terlalu mudah dikuasai,
bukan saja karena jarak yang jauh dan sulit, melainkan juga
karena jarak yang jauh membuat lingkaran wibawa seorang
penguasa tidak terlalu berdenyar. Daerah terpencil harus
dikuasai dengan penempatan para pejabat dari pusat
pemerintahan. Namun kebijakan semacam ini bukan tanpa
akibat. Di satu pihak mengukuhkan kekuasaan pusat
pemerintahan, di lain pihak bercokolnya orang asing sebagai
penguasa daerah mengundang semangat perlawanan. Pada
saat pergantian kekuasaan, para pewaris kekuasaan di daerah
terpencil yang sudah lama merasa tertindas di bawah
kekuasaan Rakai Panamkaran, memanfaatkan peluang untuk
merebut kekuasaan di daerah tersebut ketika kedudukan
Rakai Panunggalan yang kini menjadi penguasa Mataram
belum terlalu kokoh. Namun di daerah tak bertuan, terlalu banyak orang merasa
layak berkuasa dengan berbagai alasan yang berbeda-beda.
Ada golongan yang merasa berhak sebagai keturunan
penguasa lama yang ditundukkan, jika tidak dibantai habis
seluruh keluarganya, semasa pemerintahan Rakai Panamkaran; ada golongan yang merasa berhak karena
memang telah menghimpun kekuatan dan merasa mampu
merebut kekuasaan dengan dukungan banyak orang; ada
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
golongan yang sebetulnya mewakili pemerintahan pusat
semasa kekuasaan Rakai Panamkaran, dan kini berpikir untuk
melepaskan diri dari kekuasaan Rakai Panunggalan yang baru
saja naik tahta dan dianggapnya belum mendapat terlalu
banyak dukungan dari para penguasa daerah yang lain.
Di antara berbagai golongan yang berebut kekuasaan di
daerah terpencil itu, pada awal goyahnya kekuasaan pusat
tidak akan ada yang terlalu berkuasa; kedudukan yang satu
dirongrong kedudukan yang lain, dan karena tidak satu
golongan pun mempunyai pasukan yang cukup kuat untuk
mengukuhkan kekuasaan, mereka saling mengirim pembunuh
bayaran, para tikshna, yang akan membunuh siapa pun secara
diam-diam tanpa meninggalkan jejak, atas pesanan siapapun
yang membayarnya. Keadaan ini akan berhenti ketika pusat
pemerintahan mengirimkan pasukan yang kuat, membantai,
menindas, dan menghukum siapapun yang tidak mengakui
kekuasaan dari pusat, lantas bercokol di sana dengan
perwakilan yang akan selalu waspada terhadap setiap gejala
perlawanan dan pemberontakan. Namun orang-orang daerah
terpencil ini agaknya tidak pernah belajar, dan memelihara
minat untuk juga berkuasa di daerah itu setiap kali
kesempatan terbuka. Itulah sebabnya daerah tak bertuan tak hanya menunjuk
kekosongan kekuasaan, melainkan juga kekacauan akibat
pertikaian berbagai golongan yang dapat membingungkan,
apalagi bagi orang asing yang hanya kebetulan me lewati
daerah tak bertuan tersebut seperti diriku. Keadaan semacam
itu bukan tidak merasuk ke dunia persilatan. Para pendekar
dengan kemampuan bersilat yang tinggi sehingga bisa
membantai satu pasukan seperti membalik tangan, sering
tergoda dan memang digoda untuk mendukung salah satu
golongan. Bila harta benda dunia tak cukup menggoda,
kepada mereka ditawarkan sebagian dari kekuasaan, tanpa
pernah mengetahui betapa setelah kekuasaan didapatkan
mereka akan dianggap duri dalam daging yang harus
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dilenyapkan. Pada tahap inilah para ahli racun akan
mendapatkan pekerjaan! KECENDERUNGAN semacam ini, jika kita banyak membaca,
sebenarnyalah merupakan cerita yang selalu berulang. Namun
di Yawabumi tahun 786, berapa banyakkah manusia
membaca, dan apa pula yang mau dibaca" Kitab-kitab disalin
dan disebarkan dengan amat sangat terbatas, selain hanya
dibaca dan dimiliki kasta tertentu. Sebaliknya, cerita lisan
beredar begitu rupa dengan keragaman dan pengembangan
berganda yang tak mungkin dilacak lagi sumbernya.
Menambah kebingungan siapa pun bagi mereka yang ingin
mencari apapun yang dapat dipercaya sebagai kebenaran.
Sesuatu yang sudah telanjur mustahil!
Daerah tak bertuan adalah ladang yang subur bagi
golongan hitam, karena daerah tak bertuan juga berarti
daerah tanpa hukum, dan di daerah tanpa hukum berlakulah
hukum rimba, yakni betapa siapa pun yang paling mampu
memaksakan kekuasaannya, maka dialah yang akan berkuasa.
Dalam ketidakpastian perlindungan di bumi, apakah yang
dapat dilakukan rakyat jelata" Mereka mengharapkan
perlindungan para penguasa langit! Demikianlah, maka pada
suatu malam bulan Asvina saat rembulan terang di daerah
takbertuan itu kusaksikan suatu upacara keagamaan yang
khusyuk. Kulihat penduduk sebuah desa berkumpul di depan
patung Durga Mahisasuramardini.
Kuperhatikan patung itu, memperlihatkan Durga bertangan
delapan yang berdiri dengan sikap tenang, kedua kakinya
berada di atas punggung kerbau dalam sikap abhangga, yakni
berdiri tegak, kepala dan tubuh terletak pada satu garis yang
disebut madhyasutra , kaki kanan sedikit bengkok karena
dilipat. Wajah Durga tampak cantik tapi bertaring. Kudengar
kata-kata pemuka desa yang memimpin upacara ini.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
saya mencari Dewi Durga sebagai pelindungku
yang warnanya seperti api
yang membakar dengan panasnya yang dahsyat
dialah puteri matahari yang dipuja agar memberi hasil
pada setiap upacara korban
hormat kepada kekuatanmu o dewi yang hebat Puja pembuka itu kemudian diteruskan dengan cara
pemujaan Durga seperti pernah kubaca dari Mahabharata,
yakni parva keempat Bhisma-parva, yang diucapkan oleh
Arjuna, dan parva keenam Virata-parva, yang diucapkan oleh
Yudhistira. saya menghormat tuan, kepala para yogin
tuan adalah sama dengan Brahman
tinggal di hutan Mandara Kumari, Kali, isteri Kapala atawa Siva
hitam warnanya hormat kepadamu o Mahakali
Candi, Canda hormat kepadamu Tarini yang dilengkapi keberuntungan
yang berasal dari suku Kata atawa Katyayani
sangatlah dihormati menakutkan Karali sang pemberi kemenangan
dan tuan adalah kemenangan itu sendiri
tuan yang memiliki bendera bulu merak
dihiasi segala jenis permata
memiliki tombak yang hebat
pedang dan perisau kulit adik wanita Kresna ketua gembala lembu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Jyestha yang lahir dalam keluarga gembala Nanda
gemar akan darah Mahisa Kausiki yang berbusana kuning
dengan senyum menawan mulutnya menelan segenap asura
hormat kepadamu yang bahagia di medan perang
Uma pemberi Shaka tuan berwarna putih dan hitam
penghancur asura Kaithaba
bermata keemasan bermata setengah terbuka
berwarna mata abu-abu tuan adalah Veda dan sruti yang sangat suci
tuan sangat berguna bagi brahmana
yang melakukan upacara korban
tuan adalah Jataveda dan tuan selalu hadir di kuil-kuil yang suci
di kota-kota penting Jambhudvipa
di antara ilmu pengetahuan
tuan adalah pengetahuan bagi Brahman
tuan adalah kelepasan dari makhluk yang bertubuh
o Ibu Skanda o Bhagavati Durga! tuan berada dalam darah yang sulit dicapai Svaha, Svadha, Kalaa, Kastha
Sarasvati, Savitri ibu dari Veda dan tuan disebut Vedanta saya menghormati tuan dengan sepenuh hati
dengan kehendakmu berilah kemenangan perang kepada kami
tuan yang tinggal di tempat terpencil
yang menakutkan dan sukar dicapai
di dalam rumah para pemujamu di Patala
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dalam perang tuan menaklukkan Danava


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tuan adalah kantuk Mohini dan tidur Nidra
DALAM pertarungan yang berlangsung sangat cepat, kami
bertukar pukulan beberapa kali, tetapi semua pukulannya
tertahan oleh telapak tanganku sedangkan seluruh pukulan
Telapak Darah masuk dengan telak. Ia terjengkang dengan
mulut memuntahkan darah tetapi sempat melemparkan
sesuatu ke arahku, yang segera kutangkis karena tak sempat
kuhindari. Akibatnya sama sekali tak terduga, benda itu me ledak
tanpa suara dan dengan cahaya sangat terang mengagetkan
serta mengeluarkan asap, sedangkan baunya terasa aneh dan
memabukkan. Kutatap sepintas apa yang terjadi dengan orang-orang di
depan arca, untuk sejenak mereka bagaikan orang yang
tersihir, tetapi lantas bergelimpangan. Aku pun hampir
mengalami nasib yang sama jika tidak segera menahan napas.
Bau yang aneh itu membuat orang-orang menjadi lemas tanpa
daya, dan dalam keadaan seperti itu ledakan cahaya tersebut
membuat segala benda tak bergerak terlihat bergerak.
Terutama arca Durga bertangan delapan tersebut!
Apa yang menjadi firasatku terbukti. Penduduk desa yang
memuja Durga itu dalam kesadaran terbius akan mengira
sesembahan mereka itu telah melemparkan bola-bola berasap
tersebut, dan bukan seseorang yang tidak pernah mereka
ketahui bersembunyi di belakangnya.
Kudorong kedua tangan agar angin pukulan mengembuskan asap yang membius itu, tetapi pengaruhnya
telanjur berakibat ke dalam urat syaraf di dalam otak mereka.
"Durga! Durga! Kami selalu memuja dirimu dan memberi
persembahan korban, apa salah kami!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku mendekati pelempar bola asap bercahaya itu. Ia
mengenakan busana serba hitam agar tak mudah dipergoki
dalam penyusupan malam. Di dadanya banyak jejak Telapak
Darah yang membuat kematiannya terpastikan. Siapakah dia"
Ia mengenakan kain ikat kepala yang juga hitam. Segera
kusingkap pula kain hitam yang melingkari bagian atas
tubuhnya, dan terlihat rajah cakra di dada kanannya.
"Cakrawarti, O" desisku.
Entah rencana besar apa yang sedang berlangsung di
Yawabumi, tetapi ada sejumlah persoalan yang kurasa
berhubungan, yang telah membuat aku sempat mengira
betapa upacara memuja Durga itu memang telah berakhir
dengan kekacauan. Kubongkar kain yang melingkari pinggangnya, selain
terdapat banyak bungkusan racun dan senjata rahasia, seperti
paku, lempengan logam berbentuk bintang dan cakra, jarum-
jarum beracun, ternyata terdapat pula sebuah surat.
Tertulis di atas lontar kalimat seperti berikut:
Cakrawarti kini bekerja untuk Naga Hitam
Tugas pertama menghancurkan kepercayaan
Lenyapkan segera setelah dibaca
Agaknya ini sejenis surat edaran, bersifat rahasia, dan
anggota Cakrawarti yang satu ini telah melakukan
keteledoran. Seharusnya surat ini tak ada lagi pada dirinya
karena telah dimusnahkan. Kuambil surat itu dan segera
menolong orang-orang yang terkapar bergelimpangan dengan
impian buruk dalam kepalanya yang berada di luar kesadaran.
Dengan penyaluran tenaga dalamku mereka dapat disadarkan,
tetapi kenangan atas peristiwa yang baru saja terjadi tidak
bisa dihapus lagi. Bagi mereka, Durga yang mereka puja telah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menyakiti pengabdian dan kepercayaan. Luka di badan mudah
disembuhkan, luka dalam hati tak jelas obatnya.
Dengan surat dan mayat anggota Cakrawarti itu, aku ingin
meyakinkan mereka, bahwa bukan arca Durga Mahisasuramardini yang berdiri di atas kerbau itu yang telah
membuat mereka terkapar tanpa kesadaran. Namun kulihat
mereka sudah tidak peduli kepada arca itu lagi. Mereka saling
menolong setelah bangkit, lantas melangkah terseok-seok
kembali ke desa, tanpa sekalipun menoleh kepada arca itu
lagi. Juga tidak peduli kepadaku sama sekali.
Malam masih kelam. Hanya tersisa lampu minyak kelapa di
antara sesaji di bawah arca. Angin menggoyangkan api,
membuat delapan tangan Durga bagaikan bergerak-gerak,
dan kepalanya menggeleng-geleng takbisa mengerti.
ku menghela napas, segalanya mungkin terjadi di daerah
tak bertuan. (Oo-dwkz-oO) Episode 51: [Hutan Mayat]
SUATU ketika dalam perjalananku tibalah aku di Hutan
Mayat. Barangkali aku tersesat, tetapi barangkali juga aku
sedang tidak peduli berjalan ke mana selama itu menjauhi
jalanan umum, karena di tempat seperti itu akan selalu
terdapat seseorang yang mencegat dan melibatkan aku ke
dalam pertarungan. Padahal, bagi seseorang yang hidup
dalam dunia persilatan, setiap tantangan harus dilayani,
karena diandaikan sebagai jalan menuju kesempurnaan.
Maka kuhindari jalanan, kuhindari keramaian, kuhindari
keadaan apa pun yang sekiranya akan melibatkan aku ke
dalam pertarungan. Bukan karena aku takut dikalahkan,
sebaliknya karena aku terlalu yakin akan mendapatkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kemenangan, yang juga berarti lawanku akan kutewaskan.
Tentu aku sangat menghormati keberanian lawan-lawanku
dan melayaninya dengan sebuah pertarungan adalah cara
terbaik untuk menunjukkan penghormatan tersebut, tetapi jika
lawan yang kuhadapi tidak seimbang, dalam arti jauh berada
di bawah kemampuan, kuanggap pertarungan adalah kesia-
siaan, karena kematian sudah dipastikan.
Pertarungan yang terbaik bagiku adalah pertarungan
dengan lawan yang begitu tinggi ilmu silatnya, sehingga kita
tidak dapat menduga kemampuannya begitu saja kecuali
mengujinya dalam suatu pertarungan. Namun meski
kesempurnaan ilmu silat hanya dapat diuji dalam pertarungan,
adalah suatu kesia-siaan jika suatu pertarungan yang tidak
seimbang dipaksakan, dan tetap dilakukan juga ketika siapa
yang tewas sudah dapat dipastikan. Makna ujian atas
kesempurnaan dalam ilmu persilatan adalah terdapatnya
penemuan tak terduga dalam pertarungan. Dari pertarungan
satu ke pertarungan lain dengan kematian sebagai
kemungkinan, para pendekar terus menerus menyempurnakan
diri dengan berbagai penemuan dari setiap pertarungan. Dari
penemuan demi penemuan itu seorang pendekar mendalami
dan mengembangkan ilmu silatnya untuk mencapai kesempurnaan. Dalam pertarungan setiap pendekar mengerahkan segenap
kemampuannya, dalam arti mengerahkan ilmu silatnya dalam
pencapaian yang paling sempurna, sehingga jika ia
tertewaskan maka ia akan tewas dalam pencapaian
kesempurnaan; sedangkan yang mengalahkannya masih harus
mempelajari penemuan dalam pertarungan itu untuk menuju
kesempurnaan. Suatu penemuan hanya akan terdapat dalam
pertarungan yang penuh dengan ketakterdugaan; itulah
sebabnya dalam pertarungan yang tak seimbang tidak akan
terdapat suatu penemuan, karena dalam pertarungan yang
tidak seimbang segalanya sudah terpastikan, dan pertarungan
menjadi suatu kesia-siaan, karena tidak menyumbangkan apa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pun dalam pencapaian kesempurnaan. Ini berarti pertarungan
yang tidak seimbang harus dihindarkan.
Maka bukan hanya jalan yang dilalui banyak orang yang
kuhindari, dalam kenyataannya aku bahkan menghindari
jalanan itu sendiri. Berkelebat secepat kilat dari tempat ke
tempat tanpa harus terlihat telah menjadi cara hidup seorang
pendekar dari saat ke saat. Dengan Jurus Naga Berlari di Atas
Langit aku melangkah ringan ketika berlari dengan kecepatan
yang tidak bisa diikuti mata di atas pucuk-pucuk padi. Anak-
anak yang menjaga padi menguning dari serangan burung-
burung pipit dengan menggerakkan tali hantu sawah, hanya
akan merasakan adanya bayangan berkelebat tanpa
menyadari bahwa seseorang telah berlari di atas pucuk-pucuk
padi. Dengan cara melakukan perjalanan seperti itu, memang
hanya para pendekar dengan tingkat ilmu s ilat yang tinggi bisa
melihatnya dan ada kalanya mereka memutuskan untuk
segera menyerang saat itu juga. Demikianlah suatu ketika saat
sedang berlari di atas pucuk-pucuk padi seperti itu, karena
menjelang musim panen pedesaaan Yawabumi adalah
bentangan padi menguning yang bagaikan tanpa tepi, di
sampingku tiba-tiba terdapat seseorang yang berlari dengan
kecepatan sama tinggi dan langsung menyerangku.
Aku tidak memperlambat lariku, bahkan mempercepatnya,
dan karena itu ia menyerangku terus sembari tetap sama-
sama berlari. Tidak mudah untuk menyerang dan bertarung
dalam keadaan lari berdampingan dengan kecepatan tinggi
seperti itu, tetapi bagi para pendekar yang sudah sangat tinggi
ilmunya, segala keadaan harus bisa diatasi.
Pendekar ini sangat gagah dan busananya sangat mewah,
bahkan ia mengenakan alas kaki yang disebut sepatu. Ia
mengenakan wdihan ganjar patra sisi atau kain bergambar
sulur-suluran di bagian tepinya dari pinggang ke bawah, dari
pinggang ke atas ia tak berbaju, tetapi kedua lengannya yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kekar bergelang tembaga. Rambutnya yang hitam berkilat
digulung ketat sehingga tampak kalung kulitnya yang
berkantung jimat. Ia tampak sangat tampan dengan kumis
tipis me lintang. Sembari berlari kencang mendampingiku, ia
memutar pedang yang tajam di kedua sisinya itu seperti
baling-ba-ling. Dari pergeseran pedang dengan udara, aku
segera tahu ketajaman pedang itu memang luar biasa. Inilah
jenis pedang yang dapat membelah ketebalan benang (ingat,
ketebalannya, dan bukan panjangnya) menjadi dua. Diputar
seperti baling-baling di sampingku tanpa menoleh sambil
berlari dengan kecepatan tinggi seperti itu, aku bisa mendadak
kehilangan lengan. Aku menggeser lariku ke kanan menjauhinya, tetapi ia
terus memburuku tanpa memberi kesempatan sama sekali.
Serangan tanpa tantangan adalah suatu hal yang belakangan
lebih sering kualami, yang kuperkirakan berasa l dari dua hal:
pertama, barangkali basa-basi memang dianggap tak perlu
lagi dalam pertarungan menuju kematian; kedua, kenyataan
bahwa aku belum pernah terkalahkan betapapun membuat
penantangku waswas dan ingin mendapat peluang untuk
menang dengan serangan mengejutkan.
Karena aku terus bergeser ke kanan dan ia terus
memburuku, maka kami terus berputar-putar dalam suatu
lingkaran besar. Dari pucuk padi aku mengendap ke bawah
sehingga pada sawah tersebut terbentuk lingkaran dari pucuk-
pucuk padi yang terpotong berputar seperti baling-baling itu.
Aku memang tidak membawa senjata, tidak pernah lagi
membawa senjata, karena bahkan ketika belajar Ilmu Pedang
Naga Kembar pun kedua pendekar yang mengasuhku berkata
bahwa kesempurnaan ilmu silat tidak boleh tergantung kepada
senjata. Kesempurnaan ilmu s ilat tidak tergantung kepada ada
atau tidak adanya senjata, dan tentu juga sangat tidak
tergantung kepada senjata macam apa yang dipakainya,
karena diandaikan seorang pendekar dengan tingkat ilmu
sempurna harus mampu menggunakan apa pun yang mungkin
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
diraihnya sebagai senjata, di samping tentu harus tetap
mampu bertarung tanpa senjata. Kuingat kata-kata pasangan
pendekar yang telah menyelamatkan aku dari nasib tak jelas
itu, betapa senjata pusaka dan senjata mustika macam apa
pun tidak menjadi penentu kesempurnaan ilmu dalam dunia
persilatan. Masalahnya dengan pertarungan ini, di tengah lingkaran
yang terbentuk oleh pengejaran diriku oleh pendekar
bersepatu dan berbusana mewah itu terdapatlah seorang anak
yang sedang menarik-narik tali untuk menggerak-gerakkan
hantu sawah. Burung-burung pipit, yang tentu lebih peka
daripada manusia telah beterbangan pergi. Anak berumur
sepuluh tahun yang hanya berkancut ini berdendang sendiri
sembari menggerak-gerakkan tali, tidak menyadari dirinya
berada di tengah suatu pertarungan antara hidup dan mati.
Padahal aku tidak ingin anak ini melihat mayat dengan kepala
terpenggal dalam usia terlalu dini. Maka kuberikan tambahan
tenaga dalam kepada Jurus Naga Berlari di Atas Langit dan
meninggalkan pendekar itu dengan kecepatan yang melebihi
kilat. Pendekar yang hanya mampu bergerak secepat kilat itu
menjadi tertinggal, tetapi dengan penasaran tetap memburuku
yang sengaja menantikannya di tepi hutan yang sunyi.
Saat kulihat pendekar itu mendatang dengan kecepatan
tinggi, aku menyambut kedatangannya masih dengan
kecepatan melebihi kilat, sehingga bagiku ia tampak bergerak
amat lamban. Dengan sangat mudah aku kemudian
mengambil pedang yang kutahu ketajamannya luar biasa itu
dari tangannya, nyaris tanpa sempat disadarinya, lantas
kubabatkan pedang itu ke tengkuknya.
Untuk sesaat tubuhnya yang sudah tanpa kepala itu masih
seperti berlari, sebelum akhirnya meluncur jatuh menyelusup
ke balik semak-semak. Kuperhatikan dua sisi mata pedang itu,
tiada bercak darah sama sekali. Setidaknya pendekar itu harus
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bersyukur memiliki pedang seperti ini, yang telah membuat


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kematiannya dia alami tanpa penderitaan sama sekali.
MEMANDANG pedang yang ternyata pada kedua sisinya
berukir itu, ukiran bergambar kilat menyambar, aku teringat
sebuah nama yang terhubungkan dengan ukiran tersebut,
yakni Pendekar Pedang Kilat. Dari cerita yang pada sebuah
kedai, kudengar kemampuan pedang itu untuk membelah
ketebalan sebuah benang menjadi dua, bukan membelah
kepanjangannya, pertanda ketajaman yang sungguh luar
biasa. Sayang sekali, kemampuan bergerak secepat kilat jauh dari
cukup untuk mengimbangi kecepatan bergerak melebihi kilat
seperti yang telah kuperagakan tadi. Namun ia boleh lega atas
pertarungan yang dilakukannya, karena menemui ajal dalam
pencapaian tertinggi ilmu silatnya, sehingga kematiannya
menjadi titik kesempurnaan hidupnya.
(Oo-dwkz-oO) KUTANCAPKAN pedang itu ke tanah, karena aku tidak
tertarik menggunakannya, lantas melihat ke sekeliling hutan.
Barulah kusadari sekarang, ternyata aku berada di Hutan
Mayat. Ini sebuah hutan yang tidak terlalu lebat, tetapi nyaris
pada setiap pohon, di antara cabang dan ranting-rantingnya
tergeletaklah sesosok mayat! Ada mayat yang masih baru, ada
mayat yang sudah tak berbentuk, dan ada pula yang sudah
tinggal kerangka. Tak terhitung mayat-mayat itu, bagaikan
terdapat pada setiap cabang dan rantingO
Aku sudah lama mendengar tentang Hutan Mayat. Ini
bukan sebuah nama, melainkan suatu istilah, bagi masyarakat
yang tidak menganut jalan Mahayana maupun memuja Siwa,
karena sebelum agama-agama itu datang bersama kapal-kapal
dagang di pantai utara, mereka adalah pemuja arwah para
leluhur, bahkan sejak masa yang jauh lebih silam juga
memuja pohon besar, batu besar, sungai besar, halilintar,
rembulan dan matahari, dan apapun yang mereka andaikan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sebagai sesuatu yang dahsyat, yang tidak pernah cukup
mereka percaya hanya sebagai gejala-gejala alam. Adapun
bagi mereka ini, apabila ada orang mati, mereka percaya
nyawanya masih berada di tubuhnya, dan hanya akan
melayang secara sempurna ke sebuah dunia secara utuh
setelah menjadi kerangka. Mereka letakkan mayat-mayat ini di
atas pohon, agar membusuk dan mencair dengan sendirinya,
atau agar dimakan binatangO
Hari masih siang, tapi hutan ini terasa lembab dan kelam.
Rupa-rupanya pertarungan sambil berlari dengan kecepatan
sangat tinggi itu telah membawa kami ke tempat terpencil
yang jauh sekali. Aku pernah mendengar cerita tentang
peradaban nenekmoyang sebelum dewa-dewa Hindu dikenal
di Yawabumi, dan cara memperlakukan orang mati seperti ini
jauh lebih tua jika dibandingkan dengan cara-cara masyarakat
penyembah leluhur lain yang juga pernah kudengar di
Yawabumi. Bahkan cara-cara meletakkan mayat di atas pohon
itu belum pernah kudengar terdapat di Yawabumi. Sebegitu
jauh kudengar memang berlangsung pada masa sebelum
dewa-dewa turun ke bumi, tetapi bukan di Yawabumi,
melainkan di Jambhudwipa. Namun kini aku berada di Hutan
Mayat, dan sudah jelas kini aku berada di Yawabumi. Berarti
masih banyak hal yang belum kuketahui dengan pasti perihal
masa lalu Yawabumi, dan untuk mengetahui seluk beluk
nenek moyang pemuja leluhur ini tentu lebih sulit lagi, karena
para nenekmoyang tidak mengenal dan dengan sendirinya
tidak meninggalkan tulisan apa punO
Namun itu tidak berarti mereka tidak meninggalkan apa
pun. Sebaliknya, dari perjalanan yang kulakukan bersama
ayah ibuku pada masa lalu ketika aku masih kecil, samar-
samar kuingat kami menemukan tempat masyarakat purba
melaksanakan upacara keagamaannya. Seperti kubur batu
besar yang panjang, dengan gambar-gambar purba pada
dinding dalamnya, seperti garis-garis lurus dan lengkung,
maupun gambar-gambar sederhana tetapi indah tentang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lingkungan hidup mereka, seperti gambar manusia dan
binatang. Pernah juga kami memasuki gua yang dindingnya
terpoles dan tampak terbentuk oleh sentuhan tangan manusia.
Kadang kami temukan batu-batu besar yang tampak seperti
kotak persegi panjang, dalam keadaan berdiri, ditidurkan, atau
saling bertumpu. Semua itu sebetulnya dapat dibaca sebagai
bahasa yang ingin disampaikan kepada setiap orang. Nenek
moyang orang-orang Yawabumi barangkali tidak punya
aksara, tetapi mereka memang berbahasa dan menulis
dengan cara berbeda. DARI keadaan semacam itu ayah dan ibuku menimba
gagasan bagi penyempurnaan ilmu bagi dunia persilatan,
tetapi apa yang kutemukan di Hutan Mayat sekarang ini
membuat aku berpikir tentang suatu keadaan sebelum Hindu
dan Buddha tiba di Y awabumi dari Jambhudwipa.
Aku belum sempat mengolah gagasan apa pun, ketika
sesosok bayangan berkelebat cepat, kali ini melebihi kilat,
sehingga aku harus mengerahkan segenap tenaga dalamku
untuk menambah kecepatan kepada ilmu meringankan
tubuhku, agar terhindar dari jurus-jurus serangannya yang
membingungkan. Namun setiap kali aku bergerak lebih cepat,
dengan mudahnya ia juga menambah kecepatan, sehingga di
dalam hutan itu hanya angin dari gerakan kami berkesiur
dahsyat menerbangkan daun-daun dan menggoyangkan
pepohonan. Gerakannya aneh sekali, tetapi jelas sangat mampu
mengimbangiku. Sangat berbahaya, karena aku tak dapat
menegaskan sosoknya! Berarti ia memang memiliki tenaga
dalam dan daya kecepatan yang tinggi sekali! Sebegitu jauh
aku memang dapat mengimbanginya, tetapi untuk pertama
kalinya aku tidak merasa terlalu pasti, apakah akan bisa
mengalahkannya, terutama karena gerakannya yang aneh,
tetapi juga lugas dan tanpa pernik kerincian gerak yang sering
diperagakan dalam ilmu silat. Pernah kuceritakan tentang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berbagai aliran ilmu silat yang menimba gagasan dari gerak-
gerik binatang dalam pertarungan. Sosok yang menerjangku
kali ini tampak jelas memanfaatkan berbagai gerakan
binatang, tetapi gerakannya sama sekali berbeda dari berbagai
aliran dalam ilmu silat yang meniru gerak binatang. Bahkan
aku berani mengatakan sebetulnya boleh dikatakan bukan
ilmu s ilat sama sekali. Ia menanduk seperti banteng, memagut seperti ular,
mencakar seperti macan, mematil seperti lele, melayang
seperti kupu-kupu, menyeruduk seperti badak, menggasak
seperti gajah, menyengat seperti lebah, menyambar seperti
elang, bertahan seperti kura-kura, menjepit seperti kalajengking, mengganggu seperti nyamuk, mengelak seperti
cicak, menjerat seperti laba-laba, menerkam seperti kucing,
memperdaya seperti bunglon, dan bahkan menggigit seperti
buaya! Semua itu dilakukannya dengan tenaga dalam dan
kecepatan sangat tinggi, seperti yang sudah kukatakan tadi,
kecepatan yang bahkan melebihi kilat. Jika setidaknya aku
takmampu bergerak dengan sama cepatnya, mungkin sudah
sejak tadi nyawaku melayang dengan tubuh hancur lebur.
Bayangan yang bergerak sangat cepat ini sulit ditundukkan
justru karena tampaknya ia tidak mengenal jurus-jurus silat
sama sekali. Sebaliknya, sedikit demi sedikit ia bahkan telah
mengulang kembali jurus-jurus yang sempat kukeluarkan
untuk menyerangku! Aku bagaikan berhadapan dengan
seseorang yang menggunakan Jurus Bayangan Cermin!
Bedanya, ia tidak menggunakan Jurus Bayangan Cermin yang
memang merupakan jurus untuk menyerap dan mengembalikan jurus-jurus, melainkan betul-betul seperti
sedang mempelajari sesuatu untuk dimanfaatkan sebaik-
baiknya. Begitulah dalam kecepatan yang sangat tinggi jurus-
jurus yang kukeluarkan berbalik kembali menyerang diriku.
Memang mudah menghindarinya, tetapi keadaan ini sangat
memusingkan, apalagi ketika ia segera mahir TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menggunakannya berselang-seling dengan gerak-gerik binatang yang tidak seperti jurus-jurus silat itu.
DALAM pertarungan dengan kecepatan melebihi kilat ini,
setelah pukulan-pukulan Telapak Darah selalu berhasil
dihindarkannya, aku memaksa diriku berpikir keras. Bayangan
yang bergerak begitu cepat sehingga tak juga dapat
kutegaskan sosoknya ini tidak mungkin disiasati dengan suatu
jurus dari ilmu silat, karena ia ternyata tidak mengenal ilmu
silat apa pun. Ia telah menyerangku dengan suatu ilmu
pertarungan, katakanlah begitu, yang tidak ada hubungannya
dengan ilmu silat sama sekali. Maka jika aku pun tak akan
dapat menerapkan jurus semacam Jurus Penjerat Naga
kepada lawan seperti ini, tepatnya jurus apa pun selama itu
masih merupakan jurus ilmu silat, memang kiranya jurus apa
pun takkan mempan menundukkannya.
Dalam keadaan seperti ini lawan harus ditundukkan tanpa
ilmu silat. Adapun untuk menundukkan siapa pun tanpa ilmu
silat, artinya harus digunakan suatu akal, dan akal apa pun
yang akan digunakan haruslah berdasarkan pengenalan atas
orangnya. Masalahnya, jangankan mengenal orangnya,
sedangkan untuk menegaskan sosoknya saja tidak kunjung
bisa kulakukan! Kecepatan kami bertarung melebihi kecepatan
kilat. Sebetulnya tidak ada waktu untuk berpikir lagi. Namun
dalam sepuluh tahun ini aku telah belajar membuka ruang
seluas-luasnya dalam celah waktu sesempit apa pun. Adapun
ketika ruang telah menjadi begitu luas, sebegitu leluasa pula
waktu dapat memenuhi ruangnya.
Satu hal penting telah kupikirkan dalam keluasan ruang
yang kudapatkan di antara celah waktu. Jika ia tidak mengenal
satu pun jurus ilmu silat, maka pastilah ia bukan seorang
pendekar, dan jika ia bukan seorang pendekar maka tentunya
ia menyerang bukan karena sedang menguji kemampuan
untuk menuju kesempurnaan. Karena itu, meskipun tingkat
pertarungan ini sangat tinggi nilainya, tidak harus menjadi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pertarungan antara hidup dan mati. Aku tidak harus
membunuhnya dan dia tidak harus membunuhku.
Menjelang senja tiba, di Hutan Mayat itu, kami masih terus
bertarung. (Oo-dwkz-oO) Episode 52: [Penjaga Peradaban]
Kulirik di antara celah kerimbunan hutan, langit telah
menjadi merah. Jika gelap telah menjadi lengkap, kurasa aku
akan menemui kesulitan besar menghadapi lawan yang bukan
hanya belum terlihat sosoknya, dengan kecepatannya yang
melebihi kilat itu, melainkan karena tentunya ia sangat
mengenal hutan ini. Meski dengan ilmu pendengaran
Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang aku dapat
mengetahui kedudukan setiap batang pohon, tetapi dalam
kecepatan melebihi kilat, dengan lawan yang sangat mengenal
lingkungan ini, aku merasa lebih baik bertarung di luar hutan.
Maka sembari bertarung aku pun menggeser terus
kedudukanku, mungkin tanpa disadarinya, sampai keluar dari
Hutan Mayat itu. Namun begitu aku berada di luar batas terakhir pohon-
pohon besar, ia tidak mengejarku. Bahkan ia tiba-tiba
menghilang. Ia ternyata hanya menjaga Hutan Mayat itu, atau
lebih tepat mayat-mayat yang sebelum berubah menjadi
kerangka diandaikan masih menyimpan suatu jiwa. Mayat itu
boleh membusuk dan mencair, bahkan boleh disantap
binatang hutan, selama tidak merusak keutuhan kerangkanya,
karena jika terjadi jiwa yang masih tersimpan itu tidak dapat
lahir kembali di alam abadi dalam wujud yang sama.
Pertarungan berhenti, tetapi aku tahu penjaga Hutan Mayat
itu masih di sana. Mengawasi diriku di balik keremangan. Jika
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
aku masuk lagi meski hanya selangkah, kukira aku mendapat
serangan dahsyat lagi, yang belum tentu lebih ringan dari
sebelumnya, apakah itu dari orang yang sama, ataukah dari
orang lain lagi. Hutan Mayat ini adalah suatu tempat keramat,
dan itu berarti bahwa tempat ini dijaga. Telah berkembang
cerita bahwa Hutan Mayat adalah tempat yang sangat angker,
bahwa para pencari kayu atau pemburu hilang, tidak jarang
pula kembali dari hutan itu dengan pikiran yang sudah
terganggu. Sebagai akibatnya, baru kuperhatikan kemudian,
ternyata memang terdapat berbagai macam sesajen, mulai
dari buah-buah sampai kepala kerbau, yang tampak berderet
di luar hutan, mulai dari yang sudah membusuk tak tersentuh,
sampai yang seperti baru diletakkan tadi pagi.
Kupertajam lagi Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang,
dan aku terkesiap; di balik kekelaman itu tidak hanya satu,
tetapi berpuluh-puluh sosok tampaknya berdiri mengawasiku,
karena memang dapat kudengar dengus nafasnya! Datang
dari manakah mereka" Apakah jauh di dalam Hutan Mayat ini
terdapat pemukiman" Ini tentu suatu pemukiman yang dijaga
dengan segala cara, agar tidak sesuatu pun yang asing dan
tak dikenal menerobos masuk dan mengguncangkan
kehidupan mereka. Sebegitu jauh, memang tiada seorang pun
pernah masuk terlalu jauh ke dalam Hutan Mayat itu tanpa
menjadi gila atau tak kembali sama sekali.
SEMULA aku merasa penasaran,

Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tetapi kemudian kuputuskan untuk tidak mengganggu mereka. Ketika para
penyembah Siwa menyebar kepercayaan mereka dengan
segala daya pikat dalam seni kata-kata maupun berbagai
bentuk kesenian dalam hubungannya dengan upacara agama,
tidaklah semua orang di Y awabumi menerimanya; bahkan bagi
mereka yang tampak seperti menerima dan mengakui
keberadaan dewa-dewa, seperti hanya memanfaatkan
kebudayaan yang datang dari Jambhudwipa itu bagi
kepentingan pemujaan mereka sendiri sahaja. Sebagian orang
menerima dan memanfaatkan kebudayaan baru tersebut,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
apakah itu kebudayaan yang membawa serta Siwa, maupun
kemudian Mahayana; tetapi sebagian yang lain menolaknya
sama sekali, dan mengasingkan diri ke tempat-tempat
terpencil, apakah itu ke puncak gunung, ke gua-gua di tempat
yang sulit dicapai, ke pulau-pulau lain di seberang Yawabumi,
ataupun masuk jauh ke dalam hutan seperti ini.
Ini semua kudengar dahulu kala dalam perbincangan ayah
dan ibuku, ketika kami menemukan tempat-tempat penduduk
asli Yawabumi, keturunan langsung para penghuni gua
tersebut. Mereka membuat patung-patung yang nanti akan
mereka beri nama dan puja sendiri, dengan bahasa yang kami
sama sekali tidak mengerti. Kadang-kadang bahkan kurasakan
bahasa mereka hanya terdengar seperti burung berkicau atau
kera mencerecek. Namun kedua orangtuaku mengingatkan
aku untuk tidak memandang mereka sebelah mata, karena
mereka adalah orang-orang pemberani, yang telah menyeberangi lautan lepas dengan keahlian berlayar yang
tinggi, yang tentu saja tak mungkin berlangsung tanpa ilmu
perbintangan memadai. ''Mereka memiliki peradaban,'' kata ibuku.
''Peradaban macam apa Ibu"'' kataku waktu itu, yang masih
mengira membaca dan menulis sebagai ukuran tinggi dan
rendah peradaban. ''Apakah bukan peradaban namanya jika mereka menanam
pisang, tebu, ketimun, dan juga memanfaatkan pohon kelapa
serta pohon bambu" Mereka memasak kepiting, udang, dan
penyu, yang dicari di laut, selain dengan sengaja memelihara
kerbau dan babi, kemungkinan besar juga sapi, yang memberi
mereka daging dan susu; bukankah itu peradaban juga,
anakku" Berburu dan mencari ikan sangat mereka sukai, dan
mereka melengkapi diri mereka dengan senjata-senjata besi.
Pakaian mereka terbuat dari kulit kayu dan mengerti seni
menganyam; mereka membuat rumah-rumah dari bambu,
kayu, dan rotan; bagaimanakah dikau takkan mengatakannya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sebagai peradaban, anakku" Di Jambhudvipa sebelum Siwa,
Wisnu, dan Brahma dikenal, mereka letakkan mayat di pohon;
di Yawabumi, jauh sebelum orang-orang Jambhudwipa
penyembah Siwa tiba, mereka telah memotong batu-batu
besar menjadi kotak empat persegi panjang dengan sangat
halus dan rapi. Bayangkanlah, anakku, memotong batu
sebesar itu, dengan peralatan yang tentu jauh lebih sederhana
dari sekarang ini, dan menjadikannya sebagai kuburan.
Bagaimana caranya mengangkat dan meletakkan batu sebesar
itu untuk menutupi kotak yang juga terbuat dari batu"
Perhatikanlah bahwa mereka menggunakan akal, wahai,
anakku sayang....'' ''Kenapa orang-orang Jambhudvipa datang sampai kemari
Ibu, dan apa yang mereka lakukan di sini"''
''Anakku, anakku, pertanyaanmu banyak sekali, tetapi
baiklah kujawab seperti yang kuketahui: Tanah Yawabumi
sangatlah subur bagi padi, kemungkinan besar para pedagang
Hindu itu tiba di sini dengan kapal-kapalnya karena alasan
tersebut, untuk menambah perbekalan makanan, dalam
perjalanan ke Negeri Atap Langit. Adalah mereka yang
menyebut pulau kita ini Y avadvipa, anakku, atawa Tanah Padi.
Dari sanalah lambat laun penduduk Yawabumi mengenal
peradaban yang dibawa orang Jambhudvipa, sehingga bukan
hanya lantas dapat kita temukan dari masa lalu barang-barang
hiasan dari gading, kulit kura-kura, dan emas, sebagai
pertukaran dagang,2) tetapi juga agama mereka yang penuh
berisi dewa-dewa itu.'' "JADI, Siwa datang dari negeri lain Ibu" Dan juga
Mahayana?" "Begitulah, anakku, tetapi penduduk Yawabumi menghayati
Siwa dan Mahayana menurut kebutuhan mereka sendiri..."
Aku tertegun mengingat percakapanku dengan ibuku itu, di
tengah gua dengan dinding luas bergambar telapak tangan
yang merah, serta orang-orang memburu makhluk bertanduk
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang tentunya banteng atau kerbau liar. Di gua itu pula kami
menemukan dan mempelajari senjata-senjata mereka seperti
batu-batu pipih yang dapat mengiris, memotong, dan juga
membunuh... Dari gambar telapak tangan yang sangat banyak itulah
Sepasang Naga dari Celah Kledung tersebut mengembangkan
ilmu pukulan Telapak Darah, yang akan mereka gunakan
manakala bertarung tanpa senjata. Tidak aneh bagiku
sekarang jika penjaga Hutan Mayat yang sakti itu selalu bisa
menghindarinya dengan mudah, bahkan meniru dan
menggunakannya untuk menyerangku juga dengan sangat
mudah. Sekarang mereka semua ada di sana, di depanku dengan
napas yang jelas tertangkap telingaku, tanpa bisa kulihat.
(Oo-dwkz-oO) SEMENJAK itu aku masih sering mendengar dengus dan
helaan napas mereka, seperti berada di dekat-dekat telingaku,
meskipun diriku sedang berada entah di mana. Tidak pernah
bisa kuduga seperti apa sosok mereka, tetapi sejauh kuingat
dari pemukiman yang pernah kami singgahi, memang terdapat
bentuk tubuh, wajah, dan warna kulit yang tidak terlalu sama.
Mereka itukah penduduk asli Yawabumi, ataukah berabad-
abad sebelumnya juga datang entah darimana dan ada lagi
jenis penduduk asli lain yang sebelumnya sudah bermukim
pula, semua itu menjadi kemungkinan untuk menduga-duga.
Mengingat cara melakukan perjalanan adalah berjalan kaki,
adalah wajar untuk menduga betapa mereka baru tiba di
Yawabumi setelah berabad-abad lamanya pula. Dengan
begitu, siapakah kami" Keturunan pendatang ataukah
campuran pendatang dengan penduduk asli yang sudah
bermukim di Yawabumi sejak keberadaannya pertama kali di
bumi" Mungkinkah terdapat berbagai gelombang kedatangan
dalam jarak ribuan tahun ini, dan mungkinkah juga masih
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terdapat suatu gelombang perpindahan sebelum orang-orang
Jambhudvipa membawa Siwa dan Mahayana ke Yawabumi"
MUNGKINKAH kami keturunan orang-orang yang terakhir
ini" Aku melangkah pergi dengan suatu keharuan mengingat
usaha manusia untuk mempertahankan keberadaan jiwa
mereka, yang lebih tenang bersama pemujaan leluhur mereka
itu, tetapi mempunyai akibat yang jelas kepada keberadaan
tubuh mereka, yakni hidup terasing, jauh dari pergaulan
dengan manusia lainnya. Masih terhirup olehku bau asap
kemenyan, ketika aku pergi dengan kepala penuh tanda
tanya: Sampai kapan mereka akan bertahan" Masih kukagumi
kedahsyatan gerak dan tenaga dalam penjaga peradaban
yang tidak kelihatan itu; jika semua orang yang kudengar
helaan napasnya memiliki ilmu setinggi itu, barangkali ketika
aku memasuki batas hutan itu lagi akan langsung mati.
Sungguh di setiap pojok hutan yang gelap, bagaikan terdapat
seorang pendekar yang mahasakti. Dengan kenyataan
semacam itu, kadang aku takmengerti, kenapa diriku belum
juga terkalahkan dan mati.
Begitulah aku masih melakukan perjalanan di daerah tak
bertuan. Aku masih mengarah ke utara dengan harapan
mencapai pantai, sembari berpikir juga tentang Naga Hitam.
Kapankah terakhir kali aku mendengar namanya" Kukira ketika
Iblis Pemakan Daging mengaku dirinya membawa salam Naga
Hitam. Hmm. Dulu aku ingin segera menempurnya dan
sekarang pun masih juga, tetapi dahulu aku berpikir seperti itu
barangkali untuk mengatasi ketakutanku, karena pembayangan diriku atas Naga Hitam sebagai tokoh besar
persilatan. Para naga memang selalu terbayangkan sebagai
tokoh besar dengan segenap dongeng yang melingkupi
dirinya, tetapi di antara mereka hanya Naga Hitam yang
semakin lama semakin ditakuti sebagai tokoh penyebar
kejahatan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dahulu aku ingin segera berhadapan dengannya, mungkin
karena tidak ingin merasakan ketakutan lebih lama; tetapi
sekarang ketakutan itu hilang sama sekali. Mungkin karena
sekarang aku jauh lebih percaya diri atas ilmu silat yang
kukuasai. Apalagi setiap kali menghadapi lawan dengan Jurus
Bayangan Cermin, dengan semakin sempurnanya jurus ini,
maka bukan hanya aku mampu mengembalikan serangan
lawan dengan jurus yang sama meski serba kebalikannya,
melainkan semakin berarti menyerapnya pula. Meski sekarang
aku cenderung lebih suka menghindari lawan, karena
kemenangan yang terlalu mudah dipastikan telah membuat
aku bosan, sebelumnya aku begitu bersemangat untuk
menghadapi setiap tantangan, karena dengan menyerap ilmu
lawan aku mendapat banyak keuntungan. Bukan sekadar
menambah jumlah ilmu atau jurus tertentu dalam ilmu
persilatan, melainkan karena kemungkinan untuk mengolahnya sebagai pembelajaran dan penggubahan ilmu
baru dalam dunia persilatan itu.
Maka kepada lawan yang ilmu silatnya menarik, sering
kulayani dalam pertarungan yang berlama-lama, karena
semakin lama kami bertarung semakin keluar semua jurusnya,
dan semakin terserap segalanya ke dalam perbendaharaan
jurus-jurusku. Bukanlah mengulangnya kembali secara persis
dan terbalik itu yang menarik bagiku, melainkan kemungkinan
penggabungan berbagai jurus tersebut yang kemudian
melebur menjadi sesuatu yang baru sehingga bisa kumainkan
jurus tombak untuk ilmu pedang, jurus cambuk berduri untuk
ilmu tangan kosong, dan jurus pisau terbang untuk ilmu toya
dan ilmu kipas yang dimainkan berselang-seling atau dijadikan
satu. Jurus trisula bisa kumainkan dengan dua golok, jurus-
jurus senjata rantai untuk ilmu jala.
DENGAN membiarkan lawan mengeluarkan semua ilmunya
juga akan membuatnya mati lebih puas ketika kukalahkan,
karena terbunuh sebelum sempat mengeluarkan ilmu apa pun
ibarat kata bisa membuat arwahnya penasaran. Namun
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terhadap lawan dengan tingkat ilmu yang sangat tinggi, sikap
semacam itu tidak dapat dilakukan, karena sikap terbaik
adalah membunuh lawan pada kesempatan pertama ketika itu
bisa dilakukan. Meski tentu saja Jurus Bayangan Cermin akan
tetap menyerap jurus-jurus lawan tanpa bisa ditahan. Hanya
setelah terlalu banyak lawan yang menyerang tanpa perkiraan
atas kemampuan maka pertarungan menjadi tidak lagi terlalu
menantang. Itulah yang membuat hatiku kini terbelah, apakah
aku melayani dan memburu Naga Hitam, ataukah menuruti
naluri pengembaraan, yang sementara ini memanggil-
manggilku menuju lautan. Aku kini berada dalam sebuah pedati yang ditarik sapi,
yang mengangkut batu-batu untuk pembangunan candi.
"Enam tahun lalu...," kata pengemudi pedati itu tiba-tiba di
tengah malam buta, seperti tahu aku taktidur dan hanya
melamun saja, "sejak enam tahun lalu, seluruh rancang
bangun candi-candi ini diubah, membuat pekerjaanku tidak
kunjung selesa i sampai hari ini."
Enam tahun lalu. Itu artinya tahun 790.
"Apa yang terjadi Bapak?"
"Candi-candi yang ketika dibangun maksudnya untuk Siwa,
sekarang diubah untuk Mahayana," katanya.
Kudengar memang pengaruh Mahayana yang mendesak di
bagian selatan, daerah yang sudah penuh dengan candi-candi
Siwa, ketika Mahayana makin kuat pengaruhnya, yang berarti
penguasanya berganti agama, dan kemudian juga pengikut
dan sebagian besar rakyatnya.
"Coba pikir, berapa tahun candi itu sudah dibangun"
Dirancang tata letaknya limabelas tahun lalu, sudah dibangun
limas berundak seperti biasanya candi Siwa, eh sekarang
diteruskan dengan cara Mahayana. Pembangunan semua
candi yang belum selesai tiba-tiba berhenti, dan waktu
berlanjut rancangannya berubah...."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sementara pedati berjalan ia terus berkeluh kesah bahwa
pembangunan candi-candi itu telah membuat ia harus
meninggalkan keluarga dan sawah ladangnya, dan itu berarti
mengacaukan hidupnya. "Sahaya tidak mengerti kenapa agama man apun harus
membuat rakyat susah. Apakah Sang Buddha sendiri minta
dibuatkan stupa pemujaan untuknya" Apakah dewa-dewa
memang benar meminta candi pemujaan yang mengorbankan
begitu banyak manusia demi dirinya, dan bukan raja-raja
sahaja yang membangun segala kemegahan ini untuk
menunjukkan betapa dirinya sangat berkuasa?"
Itu juga pertanyaanku sejak lama. Agama-agama besar
telah menggerakkan Yawabumi, tetapi bukan karena
kehendak dewa-dewa di atas langit, melainkan dorongan
manusia untuk menunjukkan kekuasaannya.


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jadi, mau dibawa ke manakah batu-batu ini Bapak?"
"Masih jauh ke sebelah timur, Anak, sudah sebelas tahun
ini batu-batu pilihan diangkut dari berbagai penjuru ke sebuah
bukit di antara dua sungai. Lima tahun pertama, hanya batu-
batu yang dikumpulkan dari dua sungai itu, dan karena masih
kurang, maka harus didatangkan pula batu dari tempat-
tempat lain. K ini batu-batu itu mulai diratakan pada empat sisi
dengan ukuran-ukuran tertentu, banyak sekali jumlahnya,
tentu untuk mendirikan suatu bangunan yang besar sekali...."
Pedati merayap menembus malam sementara pikiranku
mengembara. Suatu peristiwa besar sedang berlangsung di
Yawabumi, dan betapa diriku tidak mengikuti perkembangan
sama sekali! (Oo-dwkz-oO) Episode 53: [Benih Aksara dan Piring Matahari]
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
SETELAH sepuluh tahun menghilang karena mendalami
ilmu silat, aku baru menyadari betapa waktu yang semula
terasa pendek bagiku, bisa berarti sangat banyak bagi orang-
orang awam, yang bahkan tidak pernah menyadari betapa
dunia persilatan itu ada.
Selama lima tahun beribu-ribu orang dikerahkan mengangkut batu-batu besar dari berbagai penjuru dan pada
tahun-tahun berikutnya batu-batu itu diratakan pada empat
sisinya dalam berbagai ukuran, lantas setelah itu disusun
seperti teras mengitari sebuah bukit dengan bentuk empat
persegi. Dari sini memang terbayang, bahwa jika batu-batu
empat persegi itu disusun terus ke atas, maka bukit itu akan
tertutup sama sekali dan terbentuklah suatu bangunan batu
raksasa. Namun pada tahun 796, belum ada yang dapat
dibayangkan dari sana, kecuali bahwa letaknya yang terdapat
di antara empat gunung, dan mata rantai perbukitan
menunjukkan betapa keberadaannya di tempat tersebut
sangatlah diperhitungkan. Berdiri di puncak bukit yang belum
tertutup batu, bukit-bukit itu tampak seperti manusia
merebahkan diri di punggung bukit. Hidung, bibir, dan dahinya
terbentuk dengan jelas, yang kurasa tak mungkin tiada terlihat
oleh para perancang bangunan batu besar ini.
"Perancang bangunan itu bernama Gunadharma, tetapi
sahaya belum pernah melihatnya, karena jika ia datang
melakukan pengawasan, kepala kami harus tunduk dan tetap
bekerja," ujar tukang pedati itu semalam.
Ketika tiba di sana, memang begitu banyak terlihat batu-
batu besar yang sudah terbelah, tentu untuk mempermudah
pengangkutannya, yang jika diambil dari kedua sungai di
sekitar bukit tersebut, tidaklah memanfaatkan pedati
melainkan beribu-ribu manusia yang mengungkit batu-batu
besar itu dengan batang-batang kayu, setapak demi setapak,
sampai tiba di sekeliling bukit tersebut. Batu-batu yang lebih
kecil, baik pecahan batu besar maupun memang ukurannya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kecil, tetapi masih berat juga, diangkut dengan pikulan. Satu
batu dipikul oleh dua orang. Artinya seribu batu memerlukan
dua ribu pemikul, sedangkan di sekitar bukit itu setidaknya
lima ribu orang dikerahkan untuk mengangkut batu kali
berkali-kali setiap hari. Ketika batu-batu di tepi kedua sungai
itu masih tidak mencukupi, batu-batu tetap didatangkan dari
tempat yang lebih jauh. Seluruh pekerjaan ini memengaruhi kehidupan sehari-hari
di Yawabumi; membahagiakan mereka yang menyerahkan
hidup dan matinya untuk agama; tetapi mengacaukan
kehidupan mereka yang menolak meski wajib menyerahkan
jiwa dan raganya. Ketika Rakai Panamkaran yang naik tahta
tahun 746 memberikan tanah di Kalasan untuk sebuah candi
Buddha, pengaruh Siwa sebetulnya masih sangat kuat. Kini
limapuluh tahun sudah berlalu, candi-candi Siwa yang masih
setengah jalan terhenti pembangunannya, dan hanya
berlanjut dengan pengalihan sebagai candi Buddha.
Meski hampir setiap prasasti menunjukkan kebijakan agar
kedua agama dapat hidup bersama, di bawah permukaan
berlangsung perseteruan diam-diam maupun terus terang.
Hampir pasti, meski atas nama agama, bukanlah demi
kepentingan agama itu sendiri. Perseteruan antarmanusia
hampir selalu merupakan perseteruan kepentingan kekuasaan.
Tak harus kekuasaan atas wilayah, tetapi juga dan terutama
kekuasaan atas makna kebenaran.
PADAHAL setiap orang selalu memberi makna kebenaran
sesuai dengan kepentingannya sendiri. Dalam kemelut
berbagai kepentingan inilah kehidupan telah tergerakkan. Di
sini, di puncak bukit yang kelak akan menjadi puncak candi
terbesar ini, kulihat punggung-punggung tembaga yang
berkilat dalam cahaya matahari. Di puncak bukit aku berpikir,
jika agama apa pun membebaskan jiwa manusia, seberapa
besar manusia-manusia yang mengangkut batu-batu itu, dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
setengah mati meratakannya sampai dianggap sempurna,
memiliki kemerdekaannya sendiri"
Para pembangun kuil raksasa, seberapa jauh mereka
pelajari agama" Kutatap langit di atasku. Cahaya putih
berkilauan menggulung diriku.
dalam jantungnya sendiri orang harus membayangkan matahari dalam bentuk piring
di atasnya tempatkan benih dalam bentuk aksara orang harus memusatkan perhatian
kepada pikirannya sendiri
yang telah disempurnakan hakekatnya
dilambangkan sebagai dewa pelindungnya
ista devata yang muncul dari benih-aksara
yang terletak di atas piring-matahari
di dalam jantungnya Di sekitar bukit terdengar gemerisik daun-daun kelapa
tertiup angin, kulihat tupai me lompat dari daun ke daun. Di
bawah pohon-pohon kelapa itu terlihat atap-atap gubuk
sementara yang dibangun oleh para pekerja dan di antara
gubuk-gubuk kadang terlihat para bhiksu dengan kepala tanpa
rambut dan berjubah kuning, berjalan membawa tongkat dan
batok kelapa. Pada sebagian besar gubuk yang tanpa dinding
itu bergelimpangan para pekerja yang sakit, sementara di luar
gubuk, terik matahari menyapu punggung-punggung dengan
keringat berkilat memantul bagaikan lesatan cahaya. Kadang-
kadang di antara mereka yang sakit melemparkan sisa nasi,
tetapi seperti dengan sengaja supaya tidak masuk ke mangkuk
melainkan ke arah badan, bahkan kepala para bhiksu. Namun
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
para bhiksu itu tampaknya memang memiliki kesabaran luar
biasa. Terdapat celah suatu lembah di antara perbukitan dan di
sanalah terlihat anak sungai yang suara gemericiknya
bergema dibawa angin sampai kemari. Angin itulah yang
membawa suara berdentang-dentang seperti logam menyentuh batu. Aku mengamati lagi, tidak semua
mengangkut batu, melainkan sebagian sudah mulai menatah
pada dinding teras paling bawah. Sekitar 160 orang menatah
di hadapan batu-batu yang sudah halus di hadapan mereka.
Aku melesat ke bawah, dan bergerak sangat cepat tanpa
mereka ketahui betapa aku berada di sekitar mereka.
Kulihat petunjuk tentang apa yang harus digambarkan pada
dinding teras tersebut. Sebagian gambar memang belum
terpahat dengan baik, tetapi bisa kuikuti sedikit gerak-gerak
gambar-gambar tersebut. Misalnya terlihat orang-orang sibuk
bergunjing, seperti dalam kehidupan sehari-hari. . Orang-
orang menari, seperti tarian orang-orang Jambhudvipa yang
pernah kulihat suatu kali. Orang-orang yang menikmati
kehidupan dengan bercakap-cakap sembari makan dan
minum. Seseorang yang memainkan seruling, dan seorang
lelaki berkumis yang sedang memeluk pinggang seorang
perempuan, dan perempuan itu seperti bergerak-gerak antara
menolak dan pura-pura menolak. Di belakang perempuan itu,
seorang pelayan dengan telinga berlubang besar tampak
menawarkan kendi arak dan dua orang di belakangnya lagi
memperhatikan, seperti ikut menikmati bagaimana lelaki
berkumis tersebut bermain-main dengan perempuan itu.
'BUKANKAH semuanya sudah diperhitungkan dengan
matang, sematang-matangnya"''
''Tentu mereka menggunakan Kitab Manasara-Silpasastra
dan Silpaprakasa, tetapi kita juga tahu para pembangun stupa
dan kuil-kuil tidak selalu setia dan sering menyimpang dari
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ketentuannya. Masalahnya, belum pernah ada bangunan
sebesar ini sebelumnya.''
''Aku tidak mengerti satu hal, bagaimana rancang bangun
suatu bentuk harus diikatkan dengan igama tertentu. Tahu
kan isi prasasti di selatan itu"''
''Yah, itu sangat menyusahkan, untung kita tidak harus
membongkar dasar yang sudah dibangun.''
Mereka berbincang di tengah suara pemahatan yang
berdentang-dentang. Pecahan batu bertebaran di bawah dan
debunya membuat kulit mereka bagaikan dilumuri serbuk.
Berbagai gambaran terbentuk menjadi nyata, selain ketiga
penari dan pemain seruling tadi, terlihat pula seseorang
memukul tetabuhan, seperti kendang, sembari menandak-
nandak. Cerita gambar ini belum selesai, bagaimana jadinya
nanti jika gambar-gambar sudah selesai dan melingkari
seluruh bukit ini" Tentang Maha Karmawibhangga, belum pernah kubaca
kitabnya, tetapi pernah kudengar tentang isinya sebagai
ajaran Mahayana tentang alur atau gelombang kehidupan
manusia, bahwa baik buruknya nasib ditentukan oleh
perbuatan atau karma. Karena wibhangga berarti gelombang,
dan hukum karma berarti hukum sebab akibat, maka
ditunjukkan betapa gelombang kehidupan manusia sebagai
gelombang sebab dan akibat perbuatan manusia sendiri. Jika
candi ini telah berdiri nanti, maka seluruh cerita bergambar ini
tidak akan berkesinambungan, melainkan terputus-putus di
sekeliling candi, dan hanya bisa diurutkan melalui pradaksina,
pemutaran ke kanan, yang berawal dari sudut tenggara,
berputar ke sudut barat daya, barat laut, dan berakhir ke
timur laut dan sisi timur. Tiada terbayangkan olehku akan
seberapa besarnya bangunan ini nanti!
Cerita gambar adalah kehidupan sehari-hari manusia. Dari
lima bingkai yang sedang dikerjakan di sudut tenggara itu
telah kutafsirkan sesuatu, tetapi dari susunan keseluruhan 160
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bingkainya nanti harus diperhatikan bahwa dalam menggambarkan hukum karma, bagian kanan bingkai
merupakan sebab, dan bagian kiri adalah akibatnya. Maka
bingkai pertama sampai ke 117 nanti menggambarkan satu
macam perbuatan dengan akibatnya; lantas bingkai ke 118
sampai ke 160 nanti bercerita tentang berbagai akibat yang
timbul karena satu macam perbuatan. Kukira dalam
penggambaran kehidupan sehari-hari inilah, para pemahat
Yawabumi akan mendapat peluang untuk menawarkan
tafsiran mereka sendiri terhadap segala cerita yang datang
dari Jambhudvipa, karena kehidupan sehari-hari yang mereka
kenal tentu adalah kehidupan sehari-hari di Y awabumi.
Maka telah kudengar para pemahat ini berbincang tentang
gambar petak sawah padi, ladang yang harus jelas terlihat
ditanami padi gaga, dan betapa tikus adalah musuh para
petani. Begitu pula gambar mata pencarian penduduk
Yawabumi yang lain, seperti menangkap ikan, berburu,
beternak, berjualan buah, yang akan diwujudkan me lalui
penggambaran orang menjala, menggotong ikan tambra,
pemburu mengikat dan membunuh babi hutan, orang
memelihara ayam dan babi, maupun beternak ikan di kolam.
Dalam kehidupan sehari-hari itu tentu tidak ketinggalan
adanya para penari, dari istana maupun jalanan dengan para
pengiringnya, pengemis, dukun beranak, dan perampok.
Mereka berbicara betapa harus tergambarkan kehidupan
Yawabumi sampai kepada orang menyalakan tungku,
memasak di kuali, merawat orang sakit, cara mengurus
jenazah, bahkan juga cara duduk yang tidak resmi dengan
kedua kaki di atas tempat duduk.
Begitu pula busana tokoh maupun orang-orang biasa. Mulai
dari busana lengkap dengan perhiasannya, seperti perempuan
berdada terbuka yang mengenakan kain panjang sebatas
mata kaki, ikat pinggang susun dan ikat pinggul berhias
permata yang tentu harus tampak serasi dengan uncal.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
BEGITU juga dengan gelang kaki dan tangan, kelat bahu
polos atau berhias, tali penanda kasta yang disebut upawita,
selendang, subang dan berbagai perhiasan yang melengkapi
busananya. Rambut tentu harus diperlihatkan yang dihiasi
jamang dan mahkota, yakni jata-makuta atawa rambut yang
dipintal bersusun ke atas, atau mahkota berbentuk bakul yang
disebut karanda-makuta, yang selama ini menandai golongan
raja, bangsawan, dan orang-orang kaya.
Aku mengikuti terus perbincangan mereka, karena memang
sangat menarik. Mereka perbincangkan bahwa betapapun sulit
tugas mereka sebagai pemahat yang tidak dibayar, tetap
harus terlihat bagaimana lelaki Yawabumi selain mengenakan
ikat dada, memakai busana yang sama dengan perempuan,
hanya kainnya kadang sebatas lutut, dan perhiasan rambutnya


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak jauh berbeda. Adapun rambutnya dapat berhiaskan
kirita-makuta, yakni mahkota tinggi seperti kerucut dipenggal.
Para bangsawan menurut mereka nanti akan tampak duduk
ditempat yang ditinggikan, tentu saja dalam bangunan yang
tampak megah, tampak dihormati mereka yang lebih rendah
kedudukannya, seperti dayang-dayang yang menyembah.
Begitu rinci pembicaraannya, sampai kepada bagaimana
membedakan orang kaya, bangsawan, dan raja, yang
busananya sama saja, melalui sikap ketika orang kaya
tersebut menghadap raja. Perbedaan tingkat berbagai golongan masyarakat, lelaki
maupun perempuan, menurut mereka juga harus diperlihatkan
dengan jelas. Perempuan dari kalangan jelata akan
digambarkan berbusana kain sebatas lutut dibelit di pinggang,
lelakinya mengenakan kain pendek yang dilipat, dipahatkan
ketika sedang masak, mengobati orang sakit, berjualan, atau
duduk. Busana pendeta tentunya jubah panjang, dengan
membiarkan pundak kanan terbuka. Berkepala gundul,
berambut pendek, dan tanpa jenggot, jika dimaksudkan
sebagai bhiksu; dan tentu bersanggul dan berjenggot jika
maksudnya adalah pertapa yang disebut sramana.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Bagaimana dengan peristiwa keagamaan"''
Terdengar salah seorang bertanya, dan dijawab dengan
sebuah rancangan seperti berikut.
''Kita akan menggambarkan adegan berguru dan adegan
bertukar pikiran, baik dengan bhiksu maupun sramana,
misalnya gambaran seorang pendeta memberi wejangan
tentang isi pustaka.'' ''Bagaimana dengan caitya"''
''Tentu itu juga!'' Caitya adalah upacara pemujaan di muka candi. Pemahat
yang ditanya tadi menyambung.
''Kita akan menggambarkan orang memuja arca di suatu
bangunan suci, adegan orang mempersembahkan benda
persajian, orang duduk bersila dengan tangan memuja...''
''Dan itu disambung ke sini kukira.''
Kulihat ia hampir selesai memahat adegan empat orang
membawa panji-panji, dengan perintah tertulis pataka di
atasnya. Dalam Maha Karmavibhangga memang disebutkan,
seperti yang pernah kudengar, jika seseorang mempersembahkan pataka, maka ia akan mencapai
parinirwana. Aku tercenung mendengar perbincangan dan semangat
orang-orang yang bagi dunia persilatan hanya orang-orang
awam. Aku merasa sangat miskin dan ketinggalan. Aku
memang masih muda, baru berumur 25, tetapi mendadak saja
telah membuang waktu begitu banyak. Sepuluh tahun aku
tenggelam menekuni ilmu persilatan yang tak pernah
kurasakan sebagai lama, dalam kenyataannya kini aku merasa
terasing dari dunia. ''He, siapa kamu!'' TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Seorang pengawas tiba-tiba menegurku. Ia bertelanjang
dada dan hanya mengenakan kain putih melibat pinggangnya.
''Berdiri melamun tidak bekerja! Kamu orang mana"''
(Oo-dwkz-oO) Episode 54: [S-a-s-t-i...]
DENGAN ilmu meringankan tubuh yang mendekati
sempurna, aku memang dapat bergerak melebihi kilat, dan
dengan cara seperti itu maka gerakanku tidak dapat diikuti
mata orang awam. Dengan begitu, selama aku bergerak
dengan ilmu meringankan tubuh, tidak satu makhluk pun akan
mampu melihat pergerakanku, kecuali jika ilmu meringankan
tubuhnya pun mendekati sempurna. Namun jika aku tidak
bergerak sama sekali, tentu saja siapa pun akan dapat melihat
diriku. Apalagi ketika perhatianku terserap oleh gambaran
kehidupan sehari-hari yang sedang dipahatkan pada dinding
itu. Pengawas tersebut tidak menunggu jawabanku dan
langsung menyerang dengan sebuah pukulan tenaga kasar,
tetapi bahkan jika ia menggunakan tenaga dalam, tentu saja
terlalu mudah bagiku untuk menghindarinya. Aku berkelebat
melesat ke atas dan menghilang, meskipun masih berada di
sana juga. Aku berkeliling sebentar dengan kecepatan kilat
menengok setiap sudut yang sedang dikerjakan itu. Mereka
bekerja serempak di tenggara, barat daya, barat laut, timur
laut, maupun sisi timur tempat awal dan akhir penggambaran
Karmawibhangga atau gelombang sebab akibat dari baik dan
buruknya kehidupan manusia itu. Aku terkesan dengan
kepekaan para pemahat itu terhadap berbagai macam hal,
makhluk hidup maupun benda mati, benda alam maupun
karya manusia, yang berada di sekitarnya. Penggambaran itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membuat yang tergambar maupun yang digambarkannya
penuh dengan makna. Jika segala penggambaran yang terpahat pada batu-batu
keras ini tak lekang dimakan zaman, betapa luar biasa
sumbangan para pemahat, para perancang bangunan, raja-
raja, maupun rakyat yang telah memberikan kehidupannya
untuk mendirikan stupa prasada ini,1) bagi kehidupan dunia
pada masa yang akan datang. Kekagumanku terhadap
rencana besar itu membuat aku nyaris melupakan penderitaan
yang kuduga telah diakibatkannya.
"Dia di sana! Kejar! Kejar! Kejar!"
Kini para pengawal yang memiliki ilmu berusaha
mengejarku. Betapapun pembangunan candi sebesar ini tidak
luput dari beban pertentangan kepentingan. Kehadiran diriku
yang tak dikenal tampaknya telah mengakibatkan bermacam-
macam penafsiran yang satu sama lain tidak kuketahui
hubungannya. Dari delapan penjuru angin, sekitar dua puluh pengawas
pekerjaan yang sebetulnya merupakan pengawal rahasia
istana, melesat secepat kilat. Aku tidak melihat mereka tadi,
apakah itu berarti mereka berada di antara para pekerja,
menyamar sebagai pemahat atau tukang batu"
Itulah yang membuat aku bertanya-tanya sekarang:
Mengapa hal itu harus dilakukan"
Aku berada di puncak bukit, merasakan angin sejuk bertiup
dari arah gunung, tetapi matahari tetap saja berkilau
menyilaukan. Para pengawal rahasia istana dengan pedang
mereka yang berwarna perak, tampak sangat bernafsu untuk
segera menangkap diriku. Mereka berkelebat di antara cahaya,
pedang keperakan mereka memantulkan cahaya, dan mereka
pun bergerak secepat cahaya, patutlah dikatakan mereka
memang bergerak secepat kilat. Namun bagi siapa pun yang
mampu bergerak melebihi kilat, kecepatan duapuluh pengawal
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
rahasia istana itu bagaikan suatu gerak yang amat lamban,
selamban-lambannya lamban, sehingga aku setiap kali dapat
menjepit pedang mereka dengan dua jari saja, menjepit dan
membuangnya, atau kadang-kadang memakainya untuk
meladeni mereka sampai pedang-pedang mereka itu terpental.
Ketika tiada lagi seorang pun di antara mereka yang
memegang pedang, aku masih memegang dua pedang di
tangan kiri dan kanan, dan mendadak saja aku dirasuki
kerinduan memainkan pedang.
Kutancapkan kedua pedangku di tanah.
''Kubiarkan kalian hidup jika sudi menjawab semua
pertanyaanku.'' Kulihat wajah-wajah mereka seperti berharap-harap cemas.
Sadarkah mereka betapa nyawa mereka ibarat telur di ujung
tanduk" Mereka yang tidak mendalami dunia persilatan sangat
sering kurang mengerti ukuran tinggi rendahnya ilmu. Para
pengawal rahasia istana seharusnya terdiri dari orang-orang
berilmu tinggi, tetapi aku kini me lihat mereka sebagai orang-
orang yang tidak berpengalaman. Kalaupun di antara mereka
ada yang berilmu tinggi, terdapat kemungkinan mereka tidak
mengenal dunia persilatan sama sekali.
Namun kini mereka mengenalku. Aku tidak merasa terlalu
berminat mencabut nyawa hari ini. Jadi kuberi mereka
kesempatan mempertahankan hidupnya tanpa melalui
pertarungan. ''Apakah kiranya yang ingin ditanyakan oleh Tuan
Pendekar"'' Aku masih terdiam. Mungkin dalam dunia persilatan aku
memang telah mengalahkan para pendekar ternama yang
tinggi ilmu silatnya, tetapi pengetahuanku tentang kehidupan
sehari-hari, karena dibesarkan dalam keterasingan bersama
Sepasang Naga dari Celah Kledung, kusadari tidak seimbang
dengan ilmu silatku. Padahal aku menginginkan pengetahuan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang memadai untuk mempertimbangkan segenap keputusanku. Jika seorang pendekar harus membasmi
kejahatan, maka aku merasa harus yakin bahwa para tokoh
golongan hitam yang kubunuh memang adalah orang-orang
jahat, dan bukan sekadar diresmikan sebagai jahat oleh orang
banyak maupun kerajaan. Pertarungan kepentingan dalam
dunia kekuasaan, begitulah pemikiranku, sangat mungkin
melahirkan fitnah, yang dalam kurun waktu tertentu akan
diterima sebagai kebenaran. Aku ingat kata-kata ibuku.
''Jika dikau mengembara sebagai pendekar di dunia
persilatan, anakku, dikau akan terpaksa juga menjelajahi
berbagai wilayah yang dihuni banyak orang. Itulah yang
disebut masyarakat, tempat berbagai kepentingan ibarat roh
yang mencari tubuhnya. Jangan sampai dikau dapat
dimanfaatkan oleh mereka Anakku, mereka tidak memang
tidak memiliki ilmu silat, tetapi lembing kata-katanya sangat
berbahaya dan mempengaruhi orang banyak. Hati-hatilah
Anakku. Hanya dengan pengetahuan yang cukup atas
kehidupan di sekitarmu, dikau akan dapat membuat keputusan
yang tidak akan terlalu mengecewakan dirimu sendiri.''
Apakah yang ingin kuketahui" Aku tidak boleh malu
mengajukan pertanyaan-pertanyaan bodoh.
''Orang-orang yang bekerja ini, dari mana datangnya
mereka"'' Mereka saling berpandangan.
''Orang-orang ini abdi Yang Mulia Samarattungga,
penguasa kami dari Wangsa Sailendra, wahai Tuan Pendekar,
mereka penduduk di sekitar bukit ini.''
''Apakah mereka pemeluk Mahayana"''
''Sebagian saja Tuan, sebagian lagi pemeluk Siwa.''
Aku kurang mengerti, barangkali mereka melihatku
mengernyitkan dahi. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Bahkan tanah ini disumbangkan oleh Wangsa Sanjaya,
Tuan.'' ''Disumbangkan"'' Nada suaraku jelas meragukannya. Namun mereka terus
berbicara. ''Sebagai abdi kerajaan Mataram, para penduduk wajib
bekerja untuk negara dalam jumlah hari tertentu dalam
setahun,4) Tuan, dan kini mereka dimanfaatkan untuk
membangun candi ini.'' Aku teringat persawahan yang kulewati. Mula-mula
tanahnya dibajak, lantas ditanami, baru kemudian dialirkan air
melalui saluran-saluran yang dibangun untuk itu, lantas tinggal
menunggu panen. Bahkan semenjak penanaman, banyak
tugas sudah diambil alih kaum perempuan, sampai kepada
pengusiran burung dan belalang, yang juga melibatkan anak-
anak kecil. Maka di wilayah yang penduduknya bersawah,
dalam waktu tertentu yang cukup panjang, tersedialah
sejumlah besar tenaga manusia yang dapat disalurkan kepada
berbagai kerja pengabdian khalayak, termasuk mendirikan
bangunan-bangunan keagamaan. Barangkali justru tersedianya jumlah tenaga manusia yang besar itu menjadi
penyebab lahirnya gagasan dalam kepala raja-raja untuk
membangun candi-candi besar.
Terbetik sesuatu dalam kepalaku.
''Katakan dengan jujur kepadaku, apa sebenarnya tugas
kalian di sini"'' Mereka lagi-lagi saling berpandangan.
''Mencegah para pekerja melarikan diri, Tuan.''
Apakah ini artinya" Betapapun raja bukanlah penguasa
tunggal suatu wilayah. Meskipun wilayahnya tidak dibatasi
oleh suatu kesepakatan, tetap saja terbatasi oleh Dharma,
hukum semesta seperti yang ditafsirkan oleh para pendeta
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dan rahib Buddhis, yang merupakan penjaga kepentingan
khalayak. Dharma menentukan sejumlah peraturan bagi
khalayak, suatu ketentuan atas kesamaan hak dan kewajiban
antara raja dan bawahannya, terutama pendeta dan rahib,
tetapi juga seluruh penduduk. Atas haknya memungut pajak
dan menerima pelayanan, raja diharapkan mampu mengatasi
musuh dari luar dan dari dalam, mengatasi kekacauan dan
bencana alam, seperti banjir, kekeringan, wabah penyakit, dan
gunung meletus. Adalah menjadi kepentingan raja, bahwa
bagiannya tetap selalu terpertahankan dalam kesepakatan
bersama ini. Maka raja harus menjaga agar tanah yang telah
ditanami tetap terjaga kesuburannya, supaya tidak usah
melakukan banyak hal lain lagi agar rakyatnya tidak
melakukan perpindahan besar-besaran ke wilayah di luar
kekuasaannya. Jika ternyata diperlukan pengawal rahasia istana untuk
menjaga agar mereka yang bekerja tidak melarikan diri,
bukankah itu berarti ada yang tidak berjalan dalam
kesepakatan bersama ini"
''Banyakkah mereka yang lari"''


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mereka masih saling berpandangan. Aku harus pandai-
pandai memberi makna di balik segala gerak-gerik semacam
itu. ''Setelah kami mulai berjaga tidak lagi Tuan Pendekar,
bahkan sebaliknya kami melindungi mereka dari gangguan
para penjahat.'' Mereka mengalihkan persoalan. Tentu banyak yang lari.
Bahkan aku sering berjumpa dengan rombongan orang-orang
tanpa kejelasan, yakni mereka yang pergi meninggalkan
tanahnya dan mencari tanah-tanah baru di bawah
perlindungan raja lain di selatan. Tidak sedikit di antara
mereka yang mencoba peruntungan nasibnya di daerah
takbertuan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Gangguan para penjahat" Apa yang dicari penjahat di
tempat seperti ini" Tiada harta untuk dirampok, tiada pusaka
untuk dicuri, dan tiada perempuan untuk diperkosa.
''Para penjahat itu,'' kata mereka seperti menjelaskan,
''mereka datang hanya untuk membunuh....''
''Hanya untuk membunuh tanpa dasar" Membunuh demi
pembunuhan itu sendiri"''
''Ya, Tuan Pendekar, sebelum kami datang, para pekerja
yang lari sering dikembalikan lagi dalam keadaan sudah
terpotong-potong.'' ''Pekerja yang tidak lari" Apakah juga dipotong-potong"''
''Ada juga Tuan, diculik lantas dipotong-potong.''
''Siapa mereka" Apakah kalian pernah menangkap atau
bentrok dengan mereka"''
''Semenjak kami datang, mereka tidak pernah mengganggu
lagi Tuan, makanya seseorang yang tidak dapat dikenali
seperti Tuan telah mengundang kecurigaan. Maafkan
kepicikan kami Tuan. Belum ada seorang pun di antara kami
yang pernah berjumpa dengan seorang pendekar dari dunia
persilatan.'' Kutemukan lagi sasti. Namun ini bukan sasti yang memang
berarti membunuh sebagai bagian dari bhavana yang terdiri
atas empat desa. bagian yang harus diciptakan
dalam pikiran sama dengan jumlah yaitu empat sasti-bhavana, usmi-bhavana,
wrddha-bhavana, agra-bhavana
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sasti yang kukembangkan dalam Jurus Dua Pedang Menulis
Kematian adalah bagian dari keterbandingan bhavana dengan
empat nirvedha-bhagiya atau keadaan yang mendukung
pencapaian pengertian secara mendalam. Empat keadaan itu
adalah panas (usma-gata), puncak (murdha-gata), keteguhan
(ksanti), dan yang terbaik dalam dunia (laukikagra-dharma).
Itulah yang kukembangkan dengan Dua Pedang: seperti
kembar, tetapi dengan perbedaan yang menonjol antara sasti
yang artinya membunuh dan ksanti yang artinya keteguhanJurus Dua Pedang Menulis Kematian sebetulnya
telah menjadi jurus ilmu silat yang mengantarkan seseorang
kepada keheningan, jadi membunuh dari kata sasti dalam
jurus itu mengantarkan seseorang kepada kemungkinan untuk
menjadi sempurna. Ini tidak sama dengan pembunuhan yang
dilakukan dengan curang hanya untuk memotong-mo-tongnya
agar menimbulkan ketakutan dan kengerian.
''Apa yang terjadi dengan para pekerja setelah kalian
datang"'' ''Mereka merasa lebih tenang, Tuan, bahkan takut kembali
pulang.'' Aku berpikir sejenak, lantas kukatakan kepada mereka.
''Kalian boleh memilih, apakah bertarung melawan aku
sampai mati, atau pergi dari s ini selama tiga hari.''
Mereka kembali saling memandang. Sudah jelas mereka
tidak mungkin selamat jika melawanku.
''Kenapa kami harus pergi selama tiga hari T uan"''
''Karena akulah yang akan berjaga untuk kalian, tetapi
jangan katakan ada seseorang yang menjaga tempat ini
setelah kalian pergi.'' Mereka saling memandang lagi.
''Tapi ke mana kami harus pergi Tuan" Jika kami kembali
ke istana, kami akan dihukum mati!''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Itu bukan urusanku! Kalian harus bertarung me lawanku
sampai mati kalau masih tetap tinggal di s ini.''
Kuambil kembali kedua pedang yang tertancap di tanah itu,
seolah siap menggunakannya untuk menghadapi mereka.
Mata mereka terbeliak. Tanpa menunggu terlalu lama mereka segera berkelebat
menghilang. Tinggal aku sendiri dalam terik matahari di puncak bukit
itu. Angin bertiup sangat kencang, membawa bunyi ratusan
pahat menempa batu. (Oo-dwkz-oO) Episode 55: [Pembantaian Malam]
PADA malam pertama setelah para pengawal rahasia istana
itu pergi, belum terdapat kejadian yang berarti. Namun ketika
semua pemahat dan tukang batu masih terlelap di bawah
gubuk-gubuk di kaki bukit, aku memergoki sesosok bayangan
yang berkelebat dari sudut ke sudut, seperti melakukan
pengawasan. Sambil tetap tergolek di antara para pekerja, aku
juga mengawasinya dengan kewaspadaan tinggi. Siapa tahu ia
tidak sekadar mengawasi, melainkan langsung menculik,
membunuh, dan barangkali langsung memotong-motongnya.
Apakah sebenarnya yang diawasi oleh sesosok bayangan
yang berkelebat dari balik pohon yang satu ke balik pohon
yang lain ini" Dengan satu dan lain cara ia telah mengetahui
bahwa para pengawal rahasia istana sudah tidak berjaga lagi;
memang itulah tujuanku mengusir mereka pergi, yakni
memancing para pembunuh gelap itu agar datang lagi. Dari
percakapan dengan para pengawal rahasia istana, aku telah
menduga sesuatu, yang kini ingin kubuktikan, dan tiada jalan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lain kecuali menghadapi para pembunuh ini sendiri, dengan
cara memancingnya kemari.
Kubiarkan ia mengendap-endap dan berkelebat, sampai ia
menjauh dan mengundurkan diri. Namun begitu ia
menghilang, aku berkelebat membuntuti tanpa diketahuinya.
Mula-mula ia melenting dari pohon ke pohon, melesat di sela
cabang, lantas terbang ke pucuknya. Dari pucuk ke pucuk ia
melenting di bawah cahaya rembulan. Keluar dari hutan, ia
melayang turun dan hinggap dengan ringan di atas punggung
seekor kuda yang sedang makan rumput. Seperti mengerti
kuda itu langsung berlari tanpa diperintah lagi.
Sesosok bayangan di atas punggung seekor kuda
menderap dan melaju di bawah cahaya rembulan. Aku
mengikutinya dari kejauhan, berlari di atas pucuk-pucuk
rerumputan. Begitu ringan tubuhku dan begitu sebentar
kakiku berada di pucuk-pucuk itu, sampai tiada sebutir embun
pun terjatuh karena sentuhan kakiku. Kuda itu menderap
sepanjang jalan desa yang membelah persawahan. Seandainya aku takharus mengejarnya, tentu aku bisa
menikmati pemandangan sawah yang telah menjadi
permadani dengan sepuhan perak nan lembut, tempat orang-
orangan seolah menjadi hidup, menjadi seseorang yang
menikmati malam bermandi tebaran cahaya.
Kuda itu melaju cepat sekali karena penunggangnya terus
menerus melecutnya, tetapi bagiku sungguh terlalu lambat,
sehingga barangkali aku telah berlari terlalu dekat di belakang
kuda itu, yang kemudian memang menjadi gelisah. Setiap kali
kuda itu mendengus, penunggangnya menengok ke belakang,
tetapi saat itu aku sudah melompat setinggi pohon. Ketika
kepalanya kembali melihat ke depan, aku sudah turun lagi
tanpa suara dan terus berlari di belakangnya. Begitulah
seterusnya, apabila dia menengok, aku selalu sudah
takterlihat. Aku tidak dapat membayangkan jika ternyata ada
yang menyaksikan kejadian ini.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kemudian, ketika dari jauh terlihat api unggun di depan
sebuah pondok dan jelas kuda ini menuju ke sana, aku
memperlambat lariku, mengambil jarak, lantas berkelebat
menghilang. Lelaki itu juga berhenti sejenak, turun dari
kudanya, dan berjalan kaki sambil menuntun kuda tersebut ke
arah api unggun. Di dekat api, ia berhenti dan mengucapkan sesuatu yang
kudengar seperti suatu bahasa sandi. Ini berarti mereka tidak
saling mengenal. ''Suralaya.'' ''Suralayapada.'' ''Suralayasabha.'' ''Suraloka.'' Sepintas lalu ini seperti kata sandi yang mudah, karena
semuanya berarti sorga,1) tetapi siapa yang akan tahu
urutannya" Karena bagi setiap kata yang diucapkan,
urutannya tidaklah sama, sehingga bagi yang menyusup tanpa
pengetahuan atas setiap padanan, tentu akan gagal
menjawab uji sandi tersebut.
Setelah penunggang kuda itu duduk, barulah ia berkata-
kata. Kuperhatikan, meskipun busana mereka semua seperti
orang awam dalam kehidupan sehari-hari, gerak-gerik mereka
menunjukkan pemahaman atas dunia persilatan. Setiap orang
membawa pisau belati panjang berkilat yang semuanya
melekat di tubuh mereka. ''Memang tidak ada lagi pengawal rahasia istana di tempat
itu. Jadi betul keterangan yang kita dapat, bahwa para
pengawal yang ditugaskan menjaga sejak siang tadi makan
dan minum di sebuah kedai, sebagian bahkan menginap di
rumah pelacuran takjauh dari s ini.''
'Kenapa mereka tiba-tiba pergi" Itu yang penting bagi
kami.'' TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Orang-orang kita di kedai dan rumah pelacuran itu
berkata, mereka boleh libur karena keadaan sudah aman.
Makanya tak seorang pun menjaga tempat itu.''
''Apakah itu tidak aneh" Setidaknya mereka bisa libur
bergantian. Apakah kamu yakin ini bukan jebakan"''
''Aku mengawasi sejak sore, memang tidak seorang pun
dari duapuluh pengawal rahasia istana ada di sana.''
''Apakah mereka tidak menyamar dan menghindari
pengawasan"'' ''Kita sudah mendapat daftar yang bertugas di s ini maupun
di istana, kalau salah seorang di antara mereka berjaga
sekarang, kita pasti mengetahuinya.''
''Hmm. Keadaan ini sangat baik untuk kita, tapi kita
lanjutkan pekerjaan kita besok malam saja.''
Aku bersembunyi di balik gundukan batu kali yang besar,
dan memang ada sungai kecil di sana, tempat kuda mereka
bisa minum. Perbincangan mereka dapat kudengar dengan
jelas. ''Apakah kita akan memotong-motongnya lagi"''
''Tidak, kita akan menggantungnya di pohon-pohon, atau
pada tiang yang akan kita pasang di depan gubuk-gubuk itu.''
''Bagaimana kalau para pengawal itu sudah kembali besok"
Mengapa tidak kita lakukan saja malam ini" Untuk apa
menunggu lama-lama"''
''Kita harus hati-hati, ini baru malam pertama. Kalau
mereka sudah kembali besok, berarti tugas kita pun sudah
mencapai maksudnya.'' Orang-orang di sekitarnya mengangguk-angguk tanda
setuju. Mereka terus bercakap, tetapi sudah tidak terlalu
penting lagi bagiku. Di sekitar api unggun, mereka tampak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menyantap daging bakar yang disiram arak. Kukira mereka
tidak akan menyerang malam ini.
Kuingat apa yang kudengar tadi, mereka tidak akan
memotong-motong korban pembantaian mereka itu, melainkan akan menggantungnya. Seperti bermaksud
menyebarkan ketakutan. Mengapa di dunia ini ada orang-orang yang seperti
bermaksud menyebarkan ketakutan"
Tiba kembali di rumah-rumah gubuk di kaki bukit,
kuperhatikan orang-orang yang lelap tertidur. T idak semuanya
tidur. Beberapa terbangun dan mengunyah sirih sembari
memandang rembulan. ''Mengapa tidak tidur, Bapak" Bukankah besok masih ada
pekerjaan berat menanti"''
''Susah tidur, Anak, teringat keluarga di tempat asal...''
Aku menghela napas. Orang-orang desa jarang berpisah
dari keluarganya. Mereka pergi ke sawah atau berburu di
hutan, tetapi tidak akan lebih jauh dari itu. Mungkin saja
berhari-hari pergi bertapa di gua-gua, tetapi jangkauan
wilayah dan lama kepergiannya jelas. Satu atau dua orang
memang pergi mengembara, dan satu atau dua orang
mungkin mengembara dalam dunia persilatan, tetapi mereka
ini adalah orang-orang yang sudah tidak diharapkan kembali.
Kurebahkan diriku pada balai-balai bambu di antara para
pekerja yang tidur mendengkur. Dari tempatku menggeletak
terlihat garis tepi sebagian dinding bangunan paling dasar itu
menjadi garis putih karena cahaya bulan. Kubayangkan berapa
lama akan mencapai kelengkapannya sampai ke puncak.


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Katanya pada setiap tingkat akan terdapat lorong-lorong
berdinding luar dan juga berpintu, lengkap dengan stupa
menjulang, arca-arca Buddha, dan segala cerita sepanjang
dinding yang bukan sekadar berasal dari kehidupan sehari-hari
seperti Karmawibhangga, melainkan juga sebagian riwayat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hidup Sang Buddha dalam Lalitav istara, kisah-kisah Jatakamala dan Avadana, serta akhirnya kisah Gandavyuha.
Aku teringat seorang pengawas bangunan yang mewakili
pejabat agama di istana, yang kuingat karena tampak begitu
tua dan renta, berkata, ''Bangunan suci ini akan mengikuti
petunjuk Sang Buddha sendiri, ketika ia menentukan bentuk
dan tatanan stupa, dengan cara melipat jubahnya, lalu
meletakkan pinggan yang biasa dipakainya mengemis,
kemudian di atasnya ia lengkapi dengan tongkatnya sebagai
mahkota,'' ujarnya di antara pemahatan Karmawibhangga di
dinding tenggara kemarin.
Disebutnya, dengan penjelasan itu telah tertunjukkan
ketiga ciri utama stupa, yakni sebuah dasar persegi, tutup
setengah bundar, dan puncak berbentuk bulan panjang.
Ketiganya mewujudkan perlambangan alam semesta yang
dibagi menjadi tiga unsur, yakni Kamadhatu atau unsur Nafsu,
Rupadhatu atau unsur Wujud, dan Arupadhatu atau unsur
Takberwujud. Ketiganya lebur dalam suatu bangunan yang
akan menjadi indah dan megah.
'Sebagai persembahan bangsa kita kepada dunia,'' katanya.
Dari balai-balai ini aku memandang bukit yang disiram
cahaya bulan tersebut. Belum dapat kubayangkan bagaimana
candi setinggi bukit itu akan berwujud.
(Oo-dwkz-oO) MALAM kedua setelah para pengawal rahasia istana tidak
lagi berjaga, aku meronda di luar lingkungan gubuk-gubuk
tempat para pekerja tidur, sementara para pekerja itu, ratusan
pemahat dan ribuan tukang batu, telah kuminta untuk
waspada. Barangkali mereka tidak percaya kepadaku, dan
memang mereka tidak punya alasan untuk percaya, karena
bukankah pertarunganku dengan duapuluh pengawal rahasia
istana saat itu tidak terlihat oleh mata orang awam" Demikian
juga percakapanku dengan para pengawal di atas puncak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bukit, bahwa mereka harus pergi selama tiga hari, hanyalah
didengar angin yang berlalu. Lagipula aku hanyalah seseorang
yang tidak dikenal dan tiba-tiba saja telah berada di antara
mereka. Namun, meski mereka tidak percaya, aku berusaha
mempengaruhi mereka. ''Para pengawal sedang pergi dari tempat ini. Kudengar
mereka berpesta pora dan mabuk-mabukan di rumah
pelacuran. Mengapa kalian begitu yakin pembunuh yang telah
memotong-motong tubuh saudara-saudara kita tidak akan
datang lagi ke mari" Kalian boleh tidak percaya kepadaku,
tetapi semestinyalah kalian waspada malam ini. Bertanyalah
kalian kepada diri kalian sendiri, jika gerombolan pembunuh
itu datang lagi kemari, mampukah kalian membela diri"i
Maka ternyata ada juga yang tidak bisa tidur meski
kelelahan memaksanya merebahkan diri. Cahaya rembulan
dengan segera menyiram permukaan bumi. Kupandang sekilas
ribuan tubuh yang bergeletakan, dengan latar belakang
tumpukan batu-batu, yang sudah berbentuk empat persegi
panjang maupun yang belum disentuh sama sekali. Memang
perlu pengabdian luar biasa dari orang banyak untuk
membangun sebuah candi raksasa, tetapi jika pun pengabdian
takbisa terlalu luar biasa, suatu cara untuk membuat orang
dengan suka atau taksuka terpaksa mengabdi, kiranya telah
dilakukan pula. Itulah yang sedang kucari jawabannya malam
ini. Kemudian, siraman cahaya keperakan rembulan yang
lembut itu bagaikan tersibak-sibak oleh sejumlah bayangan
yang berkelebat. Disusul oleh sejumlah bayangan lain dan
sejumlah bayangan lain lagi. Mereka bergerak menyebar
dengan cepat. Betapa lincah mereka bergerak di balik bayang-
bayang kehitaman, mereka tampak terlatih dalam penyusupan
malam. Mereka hanya berkancut dan berikat kepala, tetapi
wajah mereka tertutup kain yang melibat kepala mereka,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sehingga hanya kelihatan matanya. Itulah mata harimau
kumbang di tengah malam yang menembus kegelapan, siap
menerkam mangsanya dalam sekejap tanpa peringatan.
Mereka mengendap-endap dengan pisau di tangan. Apakah
mereka masih hanya berminat menggantung para korban
seperti kudengar kemarin malam, ataukah tetap melakukan
pemotongan" Mereka semua sudah memegang pisau di
tangannya dan tidak terlihat membawa senjata yang lain.
Semua ini sudah direncanakan! Maka harus bertindak,
sebelum terjebak dalam perangkap, yang sama sekali belum
dapat ditebak! Seseorang telah berhenti di depan salah satu
pekerja yang tertidur nyenyak, dan mengangkat pisau
panjangnya yang berkilat, untuk segera menikam!
Aku segera berteriak dengan tenaga dalam, terdengar
keras untuk membangunkan setiap orang.
''Awas! Pembunuhan! Banguuuun! Banguuuuun! Pembunuhan!'' Sekitar lima ribu orang tergeletak di sana, masih ditambah
hampir seribu pemahat, dan ratusan penyelenggara segala
keperluan, mulai dari makanan, obat-obatan, dan banyak hal
Menumpas Gerombolan Lalawa Hideung 1 Wiro Sableng 001 Empat Berewok Dari Goa Sanggreng Pukulan Si Kuda Binal 2
^