Pencarian

Meraba Matahari 6

Meraba Matahari Karya Sh Mintardja Bagian 6


membicarakan tentang keberadaan Raden Ayu Prawirayuda di Paranganom. Yang
Ebook by Dewi Kangzusi 386 Kang Zusi http://kangzusi.com/
kemudian ditanyakan oleh Kangjeng Adipati Kateguhan adalah
peredaran musim yang banyak menyimpang di Kateguhan.
KiTumenggung Wiradapa dan Ki Tumenggung Sanggayuda
tidak terlalu lama berada di dalem kadipaten. Ketika persoalan
yang, terpenting telah selesai dibicarakannya, maka
keduanyapun kemudian telah minta diri.
"Baiklah paman. Sekali lagi pesanku, baktiku kepada
paman Adipati Prangkusuma di Paranganom."
"Hamba Kangjeng Adipati. Hamba berdua akan
menyampaikannya demikian kami menghadap."
"Terima kasih, paman."
Demikianlah, maka kedua orang Tumenggung itupun
segera meninggalkan Kateguhan. Seperti yang mereka
katakan kepada Ki Partabawa, mereka tidak lagi singgah di
rumah orang tua itu. Mereka berdua langsung menempuh perjalanan kembali ke
Paranganom. Satu perjalanan yang panjang, melintasi lembah,
ngarai dan lereng-lereng perbukitan serta menembus padang
perdu, tanah-tanah berbatu padas dan berkapur, serta
melewati tepi hutan yang lebat.
Sekali-sekali mereka haras berhenti beristirahat. Sekali
mereka berhenti di padang rumput, sekali di pinggir sungai.
Namun merekapun. berhenti pula disebuah kedai. Tenyata
bukan hanya kuda mereka sajalah yang lelah, haus dan lapar.
Tetapi penunggangnyapun lelah, haus dan lapar pula.
.Sambil tersenyum Ki Tumenggung Wiradapa yang duduk di
sudut kedai itu berdesis " Ini merupakan padang rumput yang
baik bagi kita. Kedai ini cukup besar dan dagangan yang
Ebook by Dewi Kangzusi 387 Kang Zusi http://kangzusi.com/
digelarpun ada bermacam-macam, sehingga seseorang yang
masuk kedalam kedai ini tidak akan dikecewakan."
Ki Tumenggung Sanggayuda mengangguk sambil
menjawab " "Ya. Bahkan jenis makanan yang tidak kita kenal namanya
ada disini." "Jenis makanan khusus setempat yang tidak ada di
Paranganom." "Apakah kakang Tumenggung ingin membeli oleh-oleh
buat keluarga?" Ki Tumenggung Tertawa. Katanya "Lain kali, jika aku tidak
sedang mengemban tugas."
"Bukankah membeli oleh-oleh disini tidak mengganggu
tugas kita" " "Tetapi kita akan kemalaman di jalan, adi Tumenggung.
Jika kita membeli oieh-oleh sekarang ini, sementara esok kita
langsung menghadap Kangjeng Adipati, apakah. oleh-oleh
yang kita beli masih tetap segar?"
Ki, Tumenggung Sanggayuda mengangguk-angguk.
Katanya "Ya. Sampai dirumah, oleh-oleh itu tidak lagi dapat
dimakan." Sejenak kemudian, maka pelayan kedai itupun sudah
menghidangkan minuman dan makan yang dipesan oleh
kedua orang Tumenggung dari Paranganom itu. Minuman
hangat, nasi hangat dengan lauk serta sayur yang menggelitik
hidung. Ebook by Dewi Kangzusi 388 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Tetapi ternyata suasana di kedai" itu tidak begitu ramah kepada keduanya.
Seorang yang berpakaian bagus, bersih dan rapi, tiba-tiba saja mendekati
keduanya sambil bertanya "Agaknya kalian buka orang kademangan ini."
Ki Wiradapa yang tidak tahu maksud orang itu dengan serta merta saja menjawab
"Ya, Ki sanak. Kami memang buka penghuni kademangan ini. Kami hanyalah orang
lewat yang kehausan."
"Kalian berdua akan pergi kemana dan datang dari mana?"
Kedua orang Tumenggung itu merasa ragu untuk menjawab. Tetapi orang itu
mendesaknya " Apakah kalian merahasiakannya?"
"Tidak, Ki Sanak" Ki Tumenggung Wiradapa tidak dapat mengelak " kami baru saja
dari Kateguhan. Kami adalah orang-orang Paranganom."
"Orang-orang Paranganom" Jadi kalian datang dari Paranganom?"
"Ya, Ki Sanak. Kami adalah orang-orang Paranganom yang berkunjung pada saudara
kami di Kateguhan." "Siapakah paman kalian itu " Aku orang Kateguhan. Aku mcngenal orang-orang yang
tinggal di kademangan induk pusat pemerimahan Kateguhan.
"Namanya Ki Partabawa"
"Ki Partabawa yang, pernah menjadi bebahu di kademangan induk Kateguhan " Ayah
Ki Sana yang kemudian menggantikannya?"
Ebook by Dewi Kangzusi 389 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Ya, Ki Sanak. Kau kenal pamanku itu ?"
"Tentu aku mengenalnya. Aku adalah kenalan baik Ki Sana, anak Ki Partabawa."
"Ki Partabawa adalah pamanku. Ki Sana itu adik sepupuku."
Orang itu mengangguk-angguk. Namun tiba-tiba saja berkata "Apakah kau tidak
berbohong, Ki Sanak."
"Kenapa aku harus berbohong" "
"Siapa namamu?"
"Wiradapa. Dan ini saudaraku Ki Sanggayuda."
"Ki Sana tidak pernah menceriterakan kepadaku, bahwa ia mempunyai saudara yang
tinggal di Paranganom."
"Apakah ia harus menceriterakan segala-galanya kepada orang lain " Jika kau
tinggal di kademangan ini, maka jarak kademangan ini dengan kademangan induk
Kadipaten Kateguhan itu cukup jauh, sehingga kau tidak mempunyai banyak waktu
untuk berbicara dengan Sana atau adik-adiknya?"
"Aku pernah tinggal di kademangan induk di pusat pemerintahan Kateguhan itu, Ki
Sanak. Aku seorang saudagar yang menjelajahi daerah Kateguhan."
"Kau juga sering pergi ke Paranganom" "
"Buat apa aku pergi ke Paranganom " Paranganom adalah sarang kejahatan. Brandal,
kecu, perampok, penyamun dan Ebook by Dewi Kangzusi
390 Kang Zusi http://kangzusi.com/
sebangsanya. Nah, apakah kalian dua orang diantara para
penjahat itu yang sedang mengamati daerah Kateguhan?"
"Jangan berkata begitu, Ki Sanak" sahut Ki Tumenggung
Wiradapa. "Jika bukan bagian dari mereka, lalu apa " Orang-orang
yang merasa dirinya terhormat di Paranganom segan
menginjakkan kakinya di Kateguhan. Dengan sombong
mereka memandang Kateguhan sebagai tempat sampan yang
harus dihindari." "Kenapa orang-orang Kateguhan menganggap orang-orang
Paranganom tidak mau menginjakkan kakinya di Kateguhan "
Kenapa anggapan yang salah itu justru merebak pada saat-
saat kami menghendaki pendekatan?"
"Tentu Raden Ayu Prawirayuda itu yang menyebarkan
fitnah di Paranganom, bahwa Kateguhan adalah daerah yang
tabu untuk disentuh."
"Tidak, Ki Sanak. Tidak ada rasa permusuhan di
Paranganom terhadap Kateguhan. Kami masih tetap
menganggap bahwa kami masih bersaudara. Kami tidak
mempunyai alasan apa-apa untuk membuat jarak dengan
Kateguhan." "Sudahlah. Kalian tidak usah sesorah disini. Sekarang,
kalian harus mengakui bahwa kalian adalah bagian dari para
perusuh di Paranganom."
"Jangan begitu. Aku datang ke Kateguhan dengan maksud
baik. Menengok pamanku yang sudah lama tidak bertemu."
"Ki Sana adalah orang yang paling benci terhadap orang-
orang Paranganom. Ceritamu bahwa kau adalah kemanakan Ki
Ebook by Dewi Kangzusi 391 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Partabawa adalah khayalan saja untuk mencoba mengelabuhi
kami." "Tidak, Ki Sanak. Kami berkata sebenarnya."
Namun i ha liha saja orang itupun berkata kepada orang
orang yang ada didalam kedai itu " Saudara-saudaraku. Kita
harus berani menunjukkan kepada Orang-orang Paranganom,
bahwa kita adalah orang-orang yang terhormat. Kita tidak
mau direndahkan, apalagi dianggap sampah yang berada di
lubang pembuangan sampah. Karena itu, maka marilah kita
perlakuan orang-orang Paranganom ini sesuai dengan
kesombongan mereka. Kita ambil baju, ikat fcepala dan kain
panjangnya. Kita ambil setagen, kamus dan timangnya.
Kecuali jika timang itu berharga dan terbuat dari. emas,
biarlah timang itu dibawanya agar mereka tidak dapat
mcnuduh kita ingin merampoknya. Jika kerisnya keris yang
baik dan mahal harganya, biarlah mereka bawa pulang ke
Paranganom. Kami tidak membutuhkannya. Kami tidak
merampok. Kami hanya ingin membalas penghinaan mereka
dengan penghinaan pula."
Wajah kedua orang Tumenggung itu menjadi tegang. Ki
Tumenggung Sanggayuda yang cepat tersinggung itupun
berrkata "Ki Sanak. Masih ada waktu untuk merenungkan
niatmu itu. Kami, siapapun kami, tentu tidak akan bersedia
dihinakan seperti itu. Kami tentu akan menolaknya dan
mempertahankan harga diri kami."
Orang itu tertawa. Katanya " Kalian hanya berdua. Apa
yang dapat kalian lakukan berdua" Kami akan menangkap
kalian beramai-ramai. Kami akan melepas baju kalian, kain
panjang kalian dan ikat kepala kalian. Biarlah kalian pulang
dengan celana hitam kalian. Biarlah kalian menjadi tontonan
orang sepanjang jalan. Perbatasan Kateguhan dan
Paranganom sudah tidak terlalu jauh."
Ebook by Dewi Kangzusi 392 Kang Zusi http://kangzusi.com/
" Ki Sanak " suara Ki Tumenggung Sanggayuda meninggi
kalian tidak akan dapat melihat aku berkuda tanpa baju dan
ikat kepala. Jika kalian memaksa, maka yang akan kalian
tonton adalah mayat kami berdua."
Wajah orang yang berpakaian rapi dan bersih, yang
mengaku seorang saudagar itu terkejut mendengar jawaban
Ki Tumenggung Sanggayuda. Dengan serta merta iapun
biikaia "Aku tidak berniat membunuh siapapun. Tetapi aku
hanya ingin membalas penghinaan orang Paranganom dengan
penghinaan pula" "Kami tidak akan membiarkan diri kami dihina. Sudah aku
katakan, bahwa aku akan mempertahankan diri kami sampai
batas terakhir. Mati."
Saudagar itu menjadi ragu-ragu. Kata-kata Ki Tumenggung
Sanggayuda itu diucapkan dengan tegas dan tanpa ragu-ragu.
Karena itu, maka saudagar itu justru harus berpikir dua tiga
kali.Dalam pada itu, Ki Tumenggung Sanggayuda berkata "
Jika kami berdua mati disini, maka berita kematian itu akan
sampai di telinga orang-orang Paranganom. Jika permusuhan
antara Paranganom dan Kateguhan itu memang ada, maka
biarlah kematian kami berdua akan meniup api permusuhan
itu menjadi semakin besar. Orang-orang Paranganom tidak
akan membiarkan dua orang warganya mati tanpa melakukan
kesalahan apa-apa di Kateguhan."
Saudagar itu menjadi semakin bimbang. Nampaknya orang
yang bernama Ki Sanggayuda itu bersungguh-sungguh. Orang
itu sama sekali tidak menjadi gentar berada diantara sekian
banyak orang-orang Kateguhan.
Ebook by Dewi Kangzusi 393 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Namun tiba-tiba terdengar suara seorang yang duduk bersama beberapa orang yang
lain " Bagus. Aku senang mendengar kata-kata jantannya. Kita akan melihat,
apakah ia berkata sebenarnya atau sekedar satu gertakan yang tidak berarti apa-
apa." Semua orang yang ada didalam kedai itu berpaling. Mereka melihat seorang yang
berkumis tebal melintang bangkit berdiri. Bahkan kemudian ia melangkah maju
sambil berkata "Aku akan membunuh kalian berdua, jika kalian berdua menolak untuk dihinakan."
Suasanapun semakin tegang. Apalagi ketika tiga orang yang lainpun bangkit
berdiri pula. Seorang yang berkepala bundar dan bermata cekung tertawa sambil
berkata"Sudah lama kami tidak mendapatkan permainan yang menarik.
Sekarang kami menemukannya disini."
Terasa jantung kedua Tumenggung itu bergejolak. Bahkan Ki Sanggayuda hampir
tidak dapat menahan diri lagi.
Namun orang yang mengaku saudagar itulah yang ke?mudian berkata "Kami tidak
menghendaki kematian siapa-siapa. Kami hanya akan membalas sakit hati kami."
"Tetapi kau dengar tantangannya. Jika kau menarik niatmu, maka bukan kita yang
membalas sakit hati karena penghinaan orang-orang Paranganom. Tetapi kitalah
yang justru saat ini dihinakan lebih dalam lagi oleh hanya dua orang Paranganom
yang berada di tengah-tengah kita orang-orang Kateguhan"
"Tetapi kematian akan berakibat semakin memburuknya hubungan antara Paranganom
dan Kateguhan." Ebook by Dewi Kangzusi 394 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Itulah yang kita inginkan. Jika hubungan yang buruk itu memuncak, maka
Kateguhan harus mengusulkan kepada Kangjeng Sultan di Tegal angkap, agar Tegal
angkap tidak mencampuri pertentangan antara Paranganom dan Kateguhan, sehingga
biarlah Paranganom dan Kateguhan sendirilah yang menyelesaikan persoalan-
persoalan diantara mereka."
"Tetapi sebaiknya kita tidak membunuh siapa-siapa"
berkata saudagar itu kemudian.
"Kamilah yang akan membunuh."
"Akibatnya akan buruk sekali."
"Paranganom tidak akan mengetahui bahwa dua orang warganya mati disini. Tidak
akan ada saksi. Tidak akan ada orang yang mengaku melihat sebuah pembunuhan atas
dua .orang Paranganom. Jika ada yang mencobanya, meskipun ia orang Kateguhan, iapun
akan mati juga." "Jika kematiann.ya tidak didengar oleh Paranganom, lalu apa gunanya" Orang-orang
Paranganom tidak akan merasakan pembalasan apapun dari orang-orang Kateguhan
karena mereka tidak mengetahui dan tidak mendengar apa-apa yang terjadi."
"Mereka akan tetap merasa kehilangan. Biarlah mereka mencari. Mereka tentu akan
menduga bahwa kedua orangnya telah dibunuh di Kateguhan. Tetapi mereka tidak


Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan dapat membuktikannya."
"Aku berkeberatan."
Orang berkumis melintang itu tertawa terbahak-bahak.
Katanya "Temyata kaulah yang pengecut. Itulah sebabnya
Ebook by Dewi Kangzusi 395 Kang Zusi http://kangzusi.com/
orang-orang Paranganom selalu menghina dan merendahkan
orang-orang Kateguhan karena sebagian dari orang-orang
Kateguhan memang pengecut. Nah, minggirlah. Jangan ikut
campur. Tetapi jika kau berkhianat dan bersaksi atas kematian
kedua-orang itu, niaka kau dan keluargamu akan kami tumpas
pula." "Nah, dua orang Paranganom yang malang. Kalian berdua
akan mati. Mayat kalian akan di kubur di gumuk kecil itu.
Kematiaan kalian akan membangkitkan kepercayaan diri yang
lebih besar dari orang-orang Kateguhan."
Ki Sanggayuda benar-benar telah kehabisan kesabaran.
Karena itu, maka iapun berkata dengan nada suara yang berat
dan bergetar "Jika kalian sudah benar-benar berniat
membunuh, maka akupun tidak akan menahan diri, jika aku
harus membunuh.- "Orang-orang Paranganom memang orang-orang yang
sombong. Sekarang bersiaplah untuk mati. Ingat, tidak akan
ada saksi yang melihat kematianmu. Tidak akan ada orang
yang pernah mengatakan bahwa di gumuk kecil itu telah
dikubur dua orang Paranganom yang sombong, tetapi yang
nasibnya buruk sekali."
Namun Ki Tumenggung Wiradapa masih sempat berkata
"kami akan menunggu kalian di luar Ki Sanak. Kami tidak ingin
merusakkan perabot yang ada di kedai ini."
"Bagus. Temyata kalian cukup tenang menghadapi
kematian kalian. Baik. Kami akan membunuhmu di luar kedai
ini." Ketika Ki Tumenggung Wiradapa dan Ki Tumenggung
Sanggayuda beranjak dari tempatnya, orang berkumis
Ebook by Dewi Kangzusi 396 Kang Zusi http://kangzusi.com/
melintang itu berteriak "Jangan biarkan keduanya melarikan
diri." Tetapi saudagar itu justru bertanya kepada orang yang
berkumis melintang - Kalian itu siapa Ki Sanak "."
"Kau terlambat bertanya, Ki Sanak. Siapapun kami, tetapi
kami akan tetap menjunjung tinggi harga diri orang-orang
Kateguhan." Saudagar itu tidak bertanya lebih jauh. Orang-orang itu
nampaknya begitu garang. Sesaat kemudian Ki Tumenggung Wiradapa dan Ki
Tumenggung Sanggayuda telah berada di halaman kedai itu.
Sejenak kemudian, empat orang yang nampak garang dan
kasar telah turun ke halaman pula.
Ki Tumenggung Sanggayudalah yang sudah tidak sabar
lagi. Karena itu, Ki Tumenggunglah yang justru melangkah
mendekati keempat orang itu sambil berkata "Bersiaplah. Aku
tidak ingin berbicara lagi."
Sikap itu sungguh mengejutkan. Keempat orang itu tidak
mengira, bahwa orang Paranganom itulah yang justru
mendahuluinya. Sebenarnyalah, Ki Tumenggung Sanggayuda tidak
menunggu lagi. Tiba-tiba saja tangannya telah terayun dengan
cepatnya menghantam wajah orang yang berkumis lebat itu.
Demikian kerasnya, sehingga orang itu telah berputar
kesamping sambil berteriak kesakitan namun sekaligus
rnengumpat kasar. "Iblis kau, he" "
Ebook by Dewi Kangzusi 397 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Ki Sanggayuda tidak menghiraukannya. Kakinya dengan cepat terayun meyambar dada
orang yang kepalanya bulat, bermata cekung.
Orang im terlempar beberapa langkah surat dan kemudian jatuh menimpa dinding
kedai. Dengan demikian, maka kawan-kawan merekapun segera bergeser menjauh. Bahkan
orang yang berkumis melintang itupun meloncat mengambil jarak sambil berkata
"licik kau orang Paranganom. Kau menyerang saat kami belum bersiap."
"Apakah aku licik " Jika kalian ingin berkelahi dengan jantan , marilah. Kita
berdua. Siapakah dua orang diantara kalian yang akan mati."
Kata-kata Ki Tumenggung Sanggayuda benar-benar membuat orang-orang yang kemudian
mengerumuninya menjadi berdebar-debar. Sementara itu, empat orang yang larang
itu telah bersiap pula menghadapi mereka berdua.
"Kalian dengar tantanganku " Orang-orang Paranganom adalah orang-orang yang
jantan yang berkelahi seorang melawan seorang."
"Persetan dengan kejantanan orang-orang Paranganom.
Yang penting bagi kami sekarang adalah menghinakan kalian dan membunuh kalian."
"Bagus. Kita akan segera mulai. Jangan hanya berbicara saja dan kemudian
menganggap kami licik."
Keempat orang itupun segera bersikap. Namun ternyata mereka terkejut juga ketika
Ki Sangayuda meloncat sambil berputar. Kakinya melingkar menebas langsung
mengenai kening salah seorang diantara empat orang itu.
Ebook by Dewi Kangzusi 398 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Orang itupun terlempar dengan kerasnya menimpa
kawannya yang berdiri disebelahnya. Dua orang itupun jatuh
berguling di tanah. Namun dua orang kawannya tidak sempat membantu
keduanya bangkit. Dengan garangnya Ki Tumenggung
Sanggayudapun telah menyerang mereka berdua. Seorang
terdorong surut beberapa langkah karena kaki Ki Sanggayuda
yang mengenai lambungnya, seorang lagi terdorong surut
sehingga hampir saja kehilangan keseimbangannya pula,
karena tangan Ki Sanggayuda yang menghantam kening.
Ki Tumenggung Wiradapa berdiri saja termangu-mangu. Ia
tidak berbuat apa-apa melihat sikap Ki Tumenggung
Sanggayuda yang benar-benar merasa tersinggung.
Demikianlah sejenak kemudian, Ki Tumenggung
Sanggayuda telah bertempur seorang diri melawan keempat
orang yang akan membunuhnya itu. Betapapun keempat
orang itu mengerahkan kemampuan mereka, namun mereka
bukanlah lawan yang seimbang bagi Ki Tumenggung
Sanggayuda yang memiliki ilmu yang tinggi itu.
Ketika orang yang berkumis melintang itu berteriak
memberi aba-aba kepada kawan-kawannya, maka suaranya-
pun terputus ketika kaki Ki Tumenggung Sanggayuda
menghantam dadanya. Orang itu terlempar beberapa langkah. Kemudian jatuh
terbanting ditanah. Sejenak orang itu tidak bergerak. Tulang punggungnya
rasa-rasanya bagaikan menjadi patah.
Ebook by Dewi Kangzusi 399 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Sementara itu, tiga orang kawannya masih bertempur melawan Ki Tumenggung
Sanggayuda. Namun mereka seakan-akan sudah tidak berdaya. Serangan-serangan Ki
Sanggayuda tidak lagi dapat mereka tangkis atau mereka Imidari.
Orang yang kepalanya bundar, seakan-akan telah kehilangan seluruh tenaganya.
Ketika tangan Ki Tumenggung Sanggayuda terjulur mengenai dadanya, orang itu
terhuyung-huyung sejenak. Namun kemudian ia telah kehilangan keseimbangannya dan
jatuh terguling seperti sebatang pohon pisang yang roboh.
Dua orang kawannya berusaha untuk serentak menyerang Ki Tumenggung dari dua
sisi. Tetapi dengan cepatnya Ki Tumenggung melenting. Dengan demikian maka
keduanyapun justru telah berbenturan. Keduanyapun jatuh terguling di tanah.
Sejenak Ki Tumenggung Sanggayuda berdiri termangu-mangu. Sementara itu, orang
yang berkumis melintang uupun telah berdiri tegak. Meskipun demikian,
punggungnya terasa nyeri sekali.
"Sekarang, apa maumu?" bertanya Ki Tumenggung Sanggayuda.
Orang itu termangu-mangu sejenak.
Karena orang itu tidak segera menjawab, maka Ki Tumenggung Sanggayudapun berkata
"Cobalah membunuh aku, agar aku mempunyai alasan untuk membunuhmu."
Orang itu masih berdiri saja mematung." Cepat lakukan.
Atau kau memang seorang yang sangat licik sehingga kau sudah menjadi ketakutan"
Kau telah menyebut orang yang
Ebook by Dewi Kangzusi 400 Kang Zusi http://kangzusi.com/
mengurungkan niatnya untuk menghinakan aku sebagai
pengecut. Dengan wajah tengadah kau berteriak, bahwa ada
juga orang Kateguhan yang pengecut. Ternyata orang itu
adalah kau sendiri."
Orang itu masih belum menjawab. Karena itu Ki
Tumenggung Sanggayudapun berkata "Baik. Jika kau tidak
mau menjawab, maka itu berarti bahwa kau tetap
menantangku. Karena kau sudah bemiat untuk membunuhku,
maka sekarang akupun akan membunuhmu. Kemudian aku
akan melarikan kudaku melintasi perbatasan. Oang-orang
Kateguhan tidak mempunyai wewenang lagi untuk
menangkapku. Jika orang-orang Kateguhan marah. biarlah
Kateguhan menyerang Paranganom. Aku akan segera minta
Kangjeng Adipati untuk menyiapkan prajurit serta memberikan
laporan kepada Kangjeng Sultan Tegal angkap. Kangjeng
Sultan tentu akan merunut siapakah yang bersalah dan
siapakah yang benar."
Orang berkumis melintang itu menjadi pucat. Ia tidak
dapat mengingkari kenyataan, bahwa berempat ia tidak dapat
mengalahkan satu orang saja dari kedua orang Paranganom
itu.Sejenak ia termangu-mangu. Namun kemudian iapun
berteriak "He, orang-orang Kateguhan. Apakah kalian
membiarkan kedua orang ini semakin menghina kita orang-
orang Kateguhan" Marilah. Kita bersama-sama menangkap
kedua orang itu. Membunuh mereka dengan cara yang paling
menyakitkan bagi keduanya."
Suasana menjadi semakin tegang. Beberapa orang yang
berdiri mengerumuni perkelahian itu justru diam mematung.
"Marilah. Bangkitlah. Jangan membiarkan orang-orang
Paranganom semakin menghina dan merendahkan kita."
Ebook by Dewi Kangzusi 401 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Orang yang mengaku saudagar dan yang telah menyulut api keributan itu berdiri
dengan jantung yang berdebaran.
Orang yang berkumis melintang itupun memandanginya dengan mata yang bagaikan
menyala. Katanya "He, kau. Ki Sudagar. Turunlah ke arena. Ajak kawan-kawanmu
untuk menghinakan orang-orang Paranganom ini."
Tetapi saudagar itu tidak bergerak. Tubuhnya bagaikan membeku. Ia menjadi sangat
menyesal atas gagasannya yang telah menimbulkan persoalan yang gawat, yang
mengancam keselamatan jiwa.
Karena saudara itu diam membeku, maka orang berkumis melintang itu mendekatinya.
Dengan garangnya orang itu menggapai baju saudagar itu sambil berkata lantang "
Kenapa kau diam saja" Temyata kau pengecut yang paling buruk di Kateguhan. Kau
sulut api, tetapi kau kemudian telah mencuci tangan."
Tetapi saudagar itu menggeleng. Katanya " Sudah aku katakan, bahwa aku tidak
ingin membunuh siapa-siapa."
"Persetan kau. Lalu apa yang akan kau lakukan dengan gagasanmu itu. Baiklah.
Jika kau tidak mau membunuh siapa-siapa, lakukan apa yang kau katakan. Kau akan
menghinakan kedua orang itu. Melucuti pakaiannya dan membiarkan mereka pulang ke
Paranganom. Lakukan.. Lakukan sekarang."
Tetapi saudagar itu menggeleng. Katanya " Tidak. Kita tidak dapat ingkar. bahwa
orang itu berilmu sangat tinggi.
Seorang saja diantara mereka telah berhasil mengalahkan kalian berempat. Apalagi
jika mereka bergerak kedua-duanya."
"Tetapi mereka tidak akan dapat melawan kita semuanya jika kita bersama-sama
melawan mereka." Ebook by Dewi Kangzusi 402 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Tidak, Ki Sanak. Aku tidak mau."
"Jika kau tidak mau, justru aku akan membunuhmu."
Saudagar itu mengerutkan dahinya. Namun tangannya segera menepis tangan orang
berkumis melintang yang menggenggam bajunya sambil berkata " Jangan paksa aku."
"Setan kau." Orang berkumis melintang itupun mengayunkan tangannya untuk menampar wajah
saudagar yang tidak mau melakukan sebagaimana dikatakannya itu. Tetapi tiba-tiba
saja saudagar itu menangkapnya dan memilinnya kebelakang. Dipeganginya tangan
yang dipilinnya itu kuat-kuat sambil berkata" Kau jangan mencari musuh, Ki
Sanak." Orang itu menyeringai kesakitan. Ia tidak dapat melepaskan tangannya. Apalagi
punggungnya terasa sangat sakit.
"Lepaskan, Lepaskan" teriak orang itu.
"Kau harus tahu, bahwa kau bukan orang yang tidak terkalahkan disini. Meskipun
aku tidak akan dapat bertuat apa-apa dihadapan orang Paranganom yang berilmu
sangat tinggi itu, tetapi aku tidak dapat kau takut-takuti."
"Lepaskan tanganku, lepaskan."
"Kau harus berjanji untuk tidak mengulanginya."
"Aku berjanji."
"Kau harus minta maaf."
Ebook by Dewi Kangzusi 403 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Aku minta maaf." .
Saudagar itu melepaskan tangan orang berkumis melintang itu sambil mendorongnya.
Demikian kerasnya, sehingga orang itu jatuh terjerembab.
Orang itupun menggeliat. Kemudian berusaha untuk bangkit.
Ternyata wajah orang itu menjadi kotor oleh debu yang mclekat karena
keringatnya. Dari sela-sela bibirnya mengalir darah dari bibirnya yang pecah.
Orang yang mengaku saudagar itupun kemudian melangkah mendekati Ki Tumenggung
Sanggayuda. "Kau akan mencoba melawanku " geram Ki Tumenggung Sanggayuda yang jantungnya
masih terasa panas. "Tidak, Ki Sanak. Kami ingin minta maaf. Kami tidak akan berani berbuat apa-apa
atas Ki Sanak berdua."
Ki Tumenggung Sanggayuda termangu-mangu sejenak, Namun kemudian iapun menggeram
" Satu pengalaman yang buruk selama perjalananku dari rumah paman Partabawa."
"Sekali lagi. kami minta maaf. Kami berjanji untuk tidak mengganggu perjalanan
kalian berdua." Ki Tumenggung Sanggayuda tidak segera menjawab.
Sementara itu orang yang mengaku saudagar itu berkata selanjutnya "Untunglah
kalian masih mengekang diri. Jika kalian berdua menjadi marah bersama-sama, maka
aku tidak dapat membayangkan, apa yang terjadi. Mungkin akan benar-benar jatuh
korban jiwa ditempat ini. Jika itu terjadi, akulah yang paling bersalah."


Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ebook by Dewi Kangzusi 404 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Ki Tumenggung Sanggayuda tidak menjawab. Iapun kemudian melangkah justru
meninggalkannya. "Kakang Wiradapa, marilah kita tinggalkan tempat Ini.
Semakin lama kita.disini, aku menjadi semakin muak. Aku justru takut kalau aku
tidak dapat mengekang diriku lagi- "
Ki Tumenggung Wiradapa tersenyum. Katanya "Kau masih tetap dapat mengendalikan
diri. Marilah kita pergi."
Keduanyapun kemudian melangkah ke kuda-kuda mereka.
Sejenak kemudian keduanya telah meloncat naik. Ketika kuda-kuda itu mulai
bergerak, Ki Tumenggung Sanggayuda masih berkata "Jika kalian masih penasaran,
kami akan datang lagi pada kesempatan lain. Sakit hatiku tidak dapat lenyap
begitu saja seperti noda-noda pada pakaian yang larut setelah dicuci."
"Kami minta maaf yang sebesar-besamya, Ki Sanak.
Bab 18 - Terot Di Rumah Aden Ayu
"Sikap orang-orang Kateguhan seperti inilah yang membuat jarak antara Kateguhan
dan Paranganom menjadi semakin jauh."
Saudagar itu tidak sempat menjawab. Ki Tumenggung Sanggayudapun segera melarikan
kudanya. Disusul oleh Ki Tumenggung Wiradapa.
"Gila orang-orang Kateguhan " geram Ki Tumenggung Sanggayuda ketika Ki
Tumenggung Wiradapa menyusulnya.
Ki Tumenggung Wiradapa tidak menjawab. Ia hanya tersenyum saja sambil
menggerakkan kendali kudanya.
Ebook by Dewi Kangzusi 405 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Dalam pada itu, empat orang yang kesakitan masih merangkak-rangkak menepi.
Merekapun kemudian duduk di lincak bambu di depan kedai itu. Saudagar yang
merasa telah menyulut api pertentangan itupun berdiri dihadapan orang yang
berkumis melintang itu sambil berkata "Jika kau menganggap bahwa persoalan ini
belum selesai, maka kau akan berurusan dengan aku. Mungkin kau mempunyai banyak
kawan yang dapat kau gerakkan untuk memusuhi aku. Tetapi aku juga mempunyai
banyak orang yang akan melindungi aku."
Orang berkumis melintang itu tidak menjawab. Sementara itu, saudagar itupun
pergi menemui pemilik kedai yang menjadi gemetar itu.
Saudagar itupun memberikan beberapa keping uang sambil berkata "Hitung
kerugianmu. Jika uangku kurang, katakan. Besok akan aku tambah lagi." -
"Terima kasih, Ki Sudagar " berkata pemilik kedai itu.
Sebenarnyalah tidak ada perabotnya yang rusak. Tetapi ada beberapa orang yang
tidak sempat membayar karena mereka tergesa-gesa pergi karena ketakutan."
Dalam pada itu, kedua orang" Tumenggung itupun melarikan kuda mereka dengan
kencangnya. Perbatasan antara kadipaten Paranganom dan kadipaten Kateguhan
memang tidak terlalu jauh lagi.
Karena itu, maka beberapa saat kemudian, merekapun telah melintasi perbatasan
kedua kadipaten yang kedua-duanya berada di dalam lingkaran kuasa Kangjeng
Sultan di Tegal angkap. Ebook by Dewi Kangzusi 406 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Demikian keduanya berada di tlatah kadipaten Paranganom, maka Ki Tumenggung
Sanggayuda mengekang kudanya, sehingga.seakan-akan berhenti sama sekali.
Ki Tumenggung Wiradapa agak terdorong beberapa -
langkah maju. Namun iapun segera berhenti menunggu kuda Ki Tumenggung Sanggayuda
yang berjalan selangkah-langkah.
"Ada apa adi Tumenggung?" bertanya Ki Tumenggung Wiradapa."
"Alangkah segarnya udara kadipaten Paranganom.
Demikian kita melewati gapura yang berada di perbatasan itu, rasa-rasanya aku
telah meninggalkan neraka yang panasnya melampaui panasnya api arang batok
kelapa." Ki Tumenggung Wiradapa tersenyum. Katanya " Orang Kateguhan sendiri telah
membuat lingkungannya menjadi sangar, sehingga akhirnya orang-orang Paranganom
akan benar-benar merasa segan untuk pergi ke Kateguhan."
"Bukankah itu karena salah mereka sendiri, kakang"
"Ya. Itu adalah salah mereka sendiri."
" Apakah kita perlu memberikan laporan kepada Kangjeng Adipati ?"
"Kita akan melaporkan secara umum saja, adi Tumenggung. Kita tidak perlu
memberikan laporan terperinci"
Ki Tumenggung Sanggayuda mengangguk-angguk.
Katanya " Ya. Kita akan memberikan laporan secara umum saja."
Ebook by Dewi Kangzusi 407 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Dalam pada itu, maka haripun menjadi semakin muram.
Matahari menjadi semakin rendah dan sejenak kemudian menyusup dibalik
pegunungan, Cahaya layung yang kekuningan, dengan tajamnya menusuk pengliliatan.
"Kita akan bermalam di jalan, kakang berkata Ki Tumenggung Sanggayuda.
"Kita akan melintasi sebuah padukuhan. Kita akan minta untuk diijinkan bermalam
di banjar padukuhan itu. "Didepan kita itu agaknya sebuah padukuhan yang agak besar.
"Tetapi masih terlalu sore untuk berhenti. Kita akan berjalan terus sampai wayah
sepi bocah." "Kakang. Bukankah malam ini malang terang bulan. Anak-anak akan bermain sampai
jauh malam." "Kita akan sempat menonton di halaman banjar padukuhan berikutnya."
Ki Tumenggung Sanggayuda mengangguk.
Sebenarnyalah bahwa malam itu adalah malam bulan terang.
Bahkan rasa-rasanya bulan terlalu cepat terbit. Sebelum cahaya layung hilang
dari wajah langit, maka bulan sudah mulai nampak diatas cakrawala.
Sejenak kemudian, kedua orang Tumenggung itu memasuki sebuah padukuhan yang agak
besar. Demikian mereka menyusup gerbang padukuhan, maka haripun terasa mulai
gelap. Cahaya matahari yang tersisa telah menjadi Ebook by Dewi Kangzusi
408 Kang Zusi http://kangzusi.com/
semakin kabur, sedangkan cahaya bulan masih terhalang
dedaunan. Tetapi kedua orang Tumenggung itu memang tidak akan
berhenti dan bermalam di banjar padukuhan itu, meskipun
keduanya berkuda lewat jalan induk yang melintas didepan
banjar. Banjar padukuhan itu nampak terang oleh lampu yang
sudah dinyalakan di pendapa. Bahkan di pendapa itu nampak
ada beberapa orang yang duduk melingkar diatas tikar pandan
yang putih. "Agaknya sedang ada pertemuan di banjar berkata Ki
Tumenggung Wiradapa. "Ya. Mungkin pertemuan para bebahu. Orangnya tidak
begitu banyak." Ki Tumenggung .Wiradapa mengangguk angguk Demikian
mereka mendekati pintu gerbang keluar dari padukuhan itu,
mereka sudah melihat beberapa brang anak yang berdiri di
regol halaman rumah yang luas Nampaknya mereka baru
bersiap-siap untuk bermain-main di halaman yang luas itu.
Beberapa saat kemudian, keduanya telah terlepas dari
mulut jalan induk padukuhan itu. Didalam cerahnya cahaya
bulan yang menyiram bulak panjang dihadapan mereka,
mereka melihat diujung bulak sebuah padukuhan pula.
Nampaknya juga padukuhan yang agak besar,
Keduanya tidak melarikan kuda mereka lagi. Agaknya kuda
mereka sudah mulai menjadi letih.
Dalam pada itu, bulanpun memanjat semakin tinggi.
Cahayanya terpantul di daun-daun padi yang subur. Air yang
tergenang di kotak-kotak sawah nampak berkilat-kilat.
Ebook by Dewi Kangzusi 409 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Sedangkan air yang mengalir di parit, terdengar gericik
dengan iramanya yang lembut.
Beberapa saat kemudian, keduanya telah mendekati
padukuhan berikutnya. Demikian mereka sampai di pintu
gerbang, maka mereka sudah mendengar suara tembang
anak-anak yang sedang bermain.
"Sekarang hari apa, kakang Tumenggung?" bertanya Ki
Tumenggung Sanggayuda. "Kenapa?" "Apakah sekarang hari Senin Wage ?"
"Ya." "Besok Selasa Kliwon?"
"Ya. Kenapa " Apakah kau takut malam Selasa Kliwon " "
"Bukan aku takut malam Selasa Kliwon. Tetapi tembang
anak-anak itu." "Ada apa dengan tembang mereka?"
"Mereka melagukan dendang ilir-ilir"
" Kenapa dengan ilir-ilir ?"
"Apakah kau tidak pernah bermain dimasa kanak-kanak,
kakang Tumenggung?" Ki Tumenggung Wiradapa mengerutkan dahinya. Tetapi ia
tidak segera menjawab. Ebook by Dewi Kangzusi 410 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Ki Tumenggung Sanggayudalah yang kemudian berkata
"Anak-anak itu mendendangkan tembang ilir-ilir. Mereka tentu bermain nini
towong." "Nini towong. Masih sesore ini " Aku dahulu juga sering bermain nini towong.
Tetapi kami mulai tepat ditengah malam."
"Anak-anak yang sudah remaja dan bahkan yang sudah menginjak dewasa memang
bermain nini towong mulai tengah malam. Tetapi anak-anak bermain nini towong
sejak malam turun." "Apakah bisa jadi juga?"
"Ya. Aku pernah mencoba dimasa kanak-kanakku." Ki Tumenggung Wiradapa itu
menganguk-angguk. Beberapa saat kemudian, maka merekapun telah memasuki padukuhan itu. Banjar
padukuhan itu terletak tidak terlalu jauh dari pintu gerbang padukuhan.
Padukuhan itu bukan padukuhan yang terlalu asing bagi kedua orang Tumenggung
itu. Meskipun mereka belum pernah secara khusus mendatangi padukuhan itu, tetapi
mereka telah pernah melewati padukuhan itu.
"Kita akan langsung menemui penunggu banjar " berkata Ki Tumenggung Wiradapa.
"Apakah tidak lebih baik kita menemui Ki Bekel?"
"Nanti kita pergi ke rumah Ki Bekel. AKu ingin melihat, apakah nini towong itu
bisa jadi. Menilik suara tembang itu, anak-anak itu bermain di banjar."
Ebook by Dewi Kangzusi 411 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Ki Tumenggung Sanggayuda mengangguk sambil tersenyum. Tetapi ia tidak menjawab.
Demikianlah keduanyapun langsung menuju ke banjar.
Di pintu regol banjar padukuhan, keduanyapun turun dari kuda dan menuntunnya
memasuki halaman. Anak-anak yang sedang bermain itu sempat berpaling.
Tetapi mereka segera kembali lagi memusatkan perhatian mereka kepada permainan
mereka. Nini towong. Ki Tumenggung Sanggayuda dan Ki Tumenggung Wiradapa tidak ingin mengganggu anak-
anak yang sedang bermain nini towong itu. Karena itu, maka keduanyapun langsung
mengikat kuda mereka pada patok-patok kayu di sebelah pendapa. Kemudian
keduanyapun duduk di tangga sambil menyaksikan anak-anak yang sedang bermain.
Anak-anak yang ada di halaman banjar itu telah terbagi dua. Sekelompok di
Selatan dan sekelompok yang lain beberapa langkah di sebelah Utara. Keduanya
memegang tali panjang. Diantara kedua kelompok itu terikat sebuah siwur
tempurung kelapa bertangkai bambu. Siwur itulah yang kemudian diberi berpakaian
seperti seorang gadis kecil.
Diriasnya batok kelapa itu menyempai wajah. Digambarnya mata, hidung dan mulut
dengan enjet. Kemudian kelompok anak-anak itu bersama-sama mendengarkan lagu ilir-ilir sambil
menggerakkan tali yang mengikat siwur diantara kedua kelompok itu. Semakin lama
semakin keras. Irama dendang merekapun menjadi semakin cepat pula.
Ki Tumenggung Wiradapa menjadi tegang. Lebih tegang dari saat ia melihat Ki
Tumenggung Sanggayuda berkelahi melawan ampat orang di kedai itu.
Ebook by Dewi Kangzusi 412 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Ki Tumenggung Wiradapa itu justru bangkit berdiri ketika
anak-anak yang bermain nini towong itu menjerit-jerit. Mereka
tidak lagi melantunkan lagu ilir-ilir. Ada yang menjerit karena
kegembiraan yang melonjak. Mereka merasa berhasil dengan
permainan mereka. Nini towong itu mampu melonjak-lonjak,
sehingga kedua kelompok anak-anak itu harus memeganginya
dengan kencang agar nini towong itu tidak terlepas. Tetapi
ada yang menjerit-jerit karena ketakutan, bahwa permainan
mereka telah kerasukan. Kedua kelompok anak-anak itu semakin lama semakin
keras menarik permainan mereka sambil berteriak-teriak.
Sementara itu nini towong mereka yang mereka anggap
menjadi hidup itu melonjak-lonjak semakin tinggi. Tali yang
menghubungkan kedua kelompok anak-anak dengan nini
towong ditengahnya itu menjadi semakin tegang.
Ketika anak-anak itu berteriak-teriak semakin keras,
^maka tiba-tiba saja tali itupun putus. Kedua kelompok anak
itu terlempar dan jatuh saling menindih.
Riuhnya bukan main. Bergegas dan berebut dahulu mereka
bangkit berdiri dan berlari menjauhi siwur yang terpelanting
jatuh. Ki Tumenggung Wiradapa tertawa. Iapuri kemudian duduk
kembali disebelah Ki Sanggayuda.
Sejenak kemudian, anak-anak yang berlari berpencar itu
telah berkerumun kembali. Perlahan-lahan mereka maju
mendekati nini towong mereka yang terbaring diam.
"Nini towongnya mati " berteriak seorang diantara anak-
anak itu. Ebook by Dewi Kangzusi 413 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Seorang anak laki-laki yang menginjak usia remajanya melangkah perlahan-lahan
mendekat. Seperti seekor kucing yang sedang merunduk seekor tikus.
Namun kemudian anak itu berjongkok disebelah nini towongnya yang tidak bergerak
sambil berteriak Ya. Nini towongnya mati."
Seorang gadis kecil yang nampaknya pemberani telah datang mendekat pula. Gadis
kecil itu langsung menggapai nini towong yang terbaring diam itu.
"Mati " katanya "nini towong ini sudah tidak bergerak sama sekali."
"Mari, kita buat lagi."
"Tidak bisa. Hanya sekali. Jika kita ingin membuat lagi, kita harus mencuri
siwur lagi." Ki Wiradapapun berdesis " Kenapa harus mencuri ?"
"Untuk dibuat nini towong, bukankah siwur itu harus dicuri di rumah
seseorang"jawab Ki Sanggayuda.
"Kalau tidak?" "Tidak akan jadi "
"Bukankah banyak siwur di pinggir jalan " Aku lihat dibeberapa regol halaman
terdapat gentong berisi air bersih untuk disediakan bagi para pejalan kaki yang
haus. Bukankah disetiap persediaan air itu terdapat siwur batok kelapa untuk


Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

minum." Ebook by Dewi Kangzusi 414 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Ya. Tetapi nampaknya yang lain sudah menjadi jemu dan akan bermain dengan jenis
permainan yang lain."
Ki Wiradapa mengangguk-angguk. Namun kemudian"
iapun berkata "Kita tunggu mereka menemukan permainan yang lain. Marilah kita
temui penunggu banjar ini untuk minta ijin bermalam disini."
Keduanyapun bangkit berdiri. Merekapun kemudian berjalan menuju ke rumah yang
berada di belakang banjar itu.
Agaknya penunggu banjar itu masih duduk-duduk di ruang dalam bersama isterinya
dan anaknya yang masih baru dapar berjalan. Karena itu ketika Ki Tumenggung
Sanggayuda mengetuk pintunya, maka penunggu banjar itu segera turun dari amben
bambunya yang agak besar langsung menuju ke pintu.
"Siapa di luar?" bertanya penunggu banjar itu.
"Akru Ki Sanak " jawab Ki Tumenggung Sanggayuda.
Penunggu banjar itupun membuka pintunya yang memang belum diselarak.
"Marilah Ki Sanak, silakan masuk."
Namun Ki Tumenggung Wiradapapun menyahut " Terima kasih. Kami hanya akan mohon.
ijin untuk bermalam di banjar ini. Kami kemalaman dalam perjalanan."
"O " penunggu banjar itupun melangkah keluar " maaf Ki Sanak. Kami sebenarnya
tidak berkeberatan memberi kesempatan Ki Sanak berdua bermalam di banjar ini.
Tetapi tempatnya hanya sangat sederhana."
Ebook by Dewi Kangzusi 415 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Tidak apa-apa. Jika kami diijinkan bermalam di banjar ini, kami mengucapkan
terima kasih," "Ada amben yang agak besar di serambi belakang banjar ini, Ki Sanak. Jika kalian
tidak berkeberatan, silahkan. Ada sumur dan pakiwan di samping rumah kecil yang
aku huni itu. Jika kalian ingin membersihkan diri atau mandi."
"Terima kasih."
"Aku minta maaf, jika hanya tempat sajalah yang dapat kami sediakan. Itupun
tempat yang sangat sederhana "
"Sudah cukup, Ki Sanak. Terima kasih."
"Kalian berkuda ?"
"Ya." "Sayang, aku tidak mempunyai persediaan makanan kuda.
Tetapi banyak rumput di kebun belakang. Barangkali dapat sekedar mengurangi
perasaan lapar kuda kalian. Jangan takut kuda kalian akan hilang. Meskipun di
sepanjang perbatasan ini kadang-kadang terdengar suara kentongan, kadang-kadang
tiga pukulan terturut-turut, kadang-kadang lima dan bahkan kadang-kadang titir,
tetapi padukuhan ini tetap aman."
"Baik, Ki Sanak. Kami akan membawa kuda kami ke kebun belakang."
"Silahkan. Tetapi seperti yang aku katakan, aku tidak dapat memberikan pelayanan
yang sebaik-baiknya."
Ketika kemudian penunggu banjar itu masuk kembali ke dalam rumahnya, maka Ki
Tumenggung Wiradapa dan Ki Ebook by Dewi Kangzusi
416 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Tumenggung Sanggayuda kembali duduk di tangga pendapa
banjar untuk menyaksikan anak-anak yang sedang bermain.
Mereka menyaksikan anak-anak itu berdiri dalam
lingkaran. Kemudian berputar sambil mendendangkan lagu
jamuran. "Kita bawa kuda kita ke belakang, kakang Tumenggung "
berkata Ki Sanggayuda " biarlah kuda itu dapat makan rumput
serba sedikit." Ki Tumenggung Wiradapapun mengangguk. Katanya " Kita
beri minum saja dahulu di sumur."
Demikian mereka mengikat kuda mereka di kebun
belakang banjar yang banyak mmpumya, maka keduanya
kembali menyaksikan anak-anak bermain. Tidak lagi jamuran,
tetapi mereka bermain surkulon surwetan.
"Anak-anak itu belum mengantuk sudah wayah sepi uwong
" berkata Ki Tumenggung Wiradapa.
"Jika mereka sedang bermain di terang bulan, maka
mereka akan dapat bertahan sampai lewat tengah malam "
sahut Ki Tumenggung Sanggayuda.
Sebenarnyalah anak-anak itu masih saja nampak segar
sampai menjelang tengah malam. Mereka masih bermain
soyang yang riuh. Nampaknya Ki Wiradapa sangat tertarik melihat anak-anak
bermain. Ia betah duduk di tangga sampai lewat tengah
malam. Ketika anak-anak itu menjadi letih, dan bersepakat
untuk berhenti bermain, maka merekapun segera
menghambur pulang ke rumah masing-masing tanpa perasaan
takut. Anak-anak yang biasanya tidak berani ke pakiwan
Ebook by Dewi Kangzusi 417 Kang Zusi http://kangzusi.com/
sendiri setelah gelap, tiba-tiba saja menjadi berani pulang dari
banjar sendirian lewat tengah malam.
Ketika halaman itu menjadi sepi, maka Ki Tumenggung
Wiradapa dan Ki Tumenggung Sanggayudapun bangkit berdiri.
Tiga orang anak muda memasuki regol halaman banjar dan
melangkah langsung menuju ke pendapa.
Ketiga orang anak muda itu tertegun ketika mereka
melihat dua orang yang bangkit berdiri di tangga pendapa.
"Siapa kalian?" bertanya salah seorang anak muda itu.
"Kami pejalan yang minta ijin menginap di banjar ini."
"Kalian sudah berbicara dengan penunggu banjar ini ?"
"Sudah anak-anak muda "
Anak anak muda itu mengangguk-angguk. Seorang yang
lainpun bertanya " Kenapa kalian duduk saja di tang-ga.
Bukankah di serambi belakang ada amben yang cukup besar
uniuk kalian pakai tidur berdua ?"
"Kami nonton anak-anak bermain di terang bulan."
"O " Anak-anak muda itupun kemudian naik ke pendapa sambil
berkata" Silahkan beristirahat."
"Terima kasih anak-anak muda "
Namun sebelum mereka beranjak, penunggu banjar itu
telah naik dari tangga samping sambil membawa minuman
hangat. Iapun kemudian berpaling kepada Ki Tumenggung
Ebook by Dewi Kangzusi 418 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Wiradapa dan Ki Tumenggung Sanggayuda " Marilah Ki Sanak.
Duduklah bersama anak-anak yang meronda. Mereka anak-
anak malas yang baru datang lewat tengah malam."
"Aku sudah ada di prapatan itu sejak wayah sepi bocah,
kang. Tetapi halaman ini sangat ramai. Aku dan kawan-kawan
ini duduk-duduk saja adi prapatan."
"Dimana kawanmu yang dua lagi ?"
"Mereka masih duduk di prapatan mengamati anak-anak
yang mengambur pulang itu.".
Sejenak kemudian, maka Ki Tumenggung Wiradapa dan Ki
Tumenggung Sanggayudapun telah ikut duduk di pendapa.
Sementara itu dua orang lagi yang bertugas ronda di banjar
itu telah datang pula. Selain minuman hangat, penunggu banjar itupun telah
merebus ketela pohon dengan santan dan garam.
Ki Tumenggung Wiradapa dan Ki Tumenggung
Sanggayuda ikut makan ketela pohon yang masih mengepul
itu bersama anak-anak yang sedang meronda. Beberapa
pertanyaan harus dijawab oleh kedua orang Tumenggung itu.
Namun sampai saatnya mereka meninggalkan pendapa turun
ke serambi belakang, mereka tidak pernah menyatakan diri
mereka sebagai Tumenggung di Paranganom.
Keduanya sempat tidur beberapa saat. Namun mereka
mendengar ketika anak-anak muda itu meninggalkan pendapa
banjar menjelang dini hari.
Kedua orang Tumenggung itupun segera bangkit pula dan
langsung pergi ke pakiwan.
Ebook by Dewi Kangzusi 419 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Sebelum matahari terbit, keduanyapun telah siap untuk meneruskan perjalanan.
"Kita akan minta din kepada penunggu banjar ini, adi Tumenggung."
"Marilah " sahut Ki Sanggayuda.
"Aku ingin memberitahukan kepadanya, siapa kita sebenarnya. Memang ada beberapa
kemungkinan. Ia menjadi gembira atau justru sebaliknya karena ia tidak dapat
menyambut kita dengan sebaiknya-baiknya."
"Kita beritahukan kepadanya, bahwa kita sudah merasa sangat puas dengan
pelayanannya." Ki Tumenggung Wiradapapun mengangguk-angguk.
Sejenak kemudian, maka mereka berduapun telah minta diri kepada penunggu banjar
itu serta isterinya. Seorang anaknya masih baru dapat berjalan. Kakaknya, sudah
dapat berlari-lari dan berbicara beberapa kalimat dengan pengertian yang sudah
runtut. "Umur mereka hanya ampat belas bulan " berkata penunggu banjar itu. Isterinya
hanya menunduk saja sambil tersenyum.
"Ki Sanak " berkata Ki Tumenggung Wiradapa " kami akan melanjutkan perjalanan.
Jika kalian sempat pergi ke Paranganom, aku persilahkan kalian singgah di rumah
kami." "Terima kasih, Ki Sanak " Kami akan mencoba mencarinya di Paranganom."
"Jika kalian mencari kami, maka kalian dapat bertanya kepada orang-orang yang
tinggal disebelah Barat alun-alun.
Ebook by Dewi Kangzusi 420 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Ki Sanak berdua tinggal di sebelah. Barat alun-alun"
"Ya." "Jika aku bertanya kepada mereka yang tinggal di sebelah
Barat alun-alun, aku harus berkata bahwa aku mencari
rumah siapa?" "Bertanyalah rumah salah seorang dari kami berdua. Kami
tinggal berdekatan."
"Nama kalian atau barangkali pekerjaan kalian?"
"Bertanyalah rumah Ki Tumenggung Wiradapa atau Ki
Tumenggung Sanggayuda."
"Ki Tumenggung" Apakah kalian tinggal di rumah Ki
Tumenggung?" "Aku adalah Tumenggung Wiradapa"
"Aku adalah Tumenggung Sanggayuda itu"
"Jadi Ki Sanak berdua ini Tumenggung" Apakah benar
pendengaranku?" "Ya, Ki Sanak. Kami berdua adalah Tumenggung di
Paranganom yang baru saja menjalankan tugas ke Kateguhan.
Kami diperintahkan oleh Kangjeng Adipati Parangkusuma di
Paranganom untuk menghadap Adipati Yudapati di
Kateguhan." "Ampun Ki Tumenggung berdua Kami mohon ampun. Kami
tidak tahu sama sekali bahwa yang datang semalam adalah
dua orang Tumenggung dari Paranganom."
Ebook by Dewi Kangzusi 421 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Penunggu banjar itupun berlutut sambil mengangguk
dalam-dalam. Namun Ki Tumenggung Wiradapapun menarik
lengannya sambil berkata "Bangkidah. Berdirilah."
Ki Tumenggung Sanggayudapun telah mencegah isteri
penunggu banjar itu ketika perempuan yang menjadi bingung
itu ikut berlutut seperti suaminya
"Kami mohon ampun, Ki Tumenggung."
"Kenapa kau mohon ampun. Kau sudah berbuat baik. Aku
mengucapkan terima kasih atas kebaikanmu;"
"Kenapa Ki Tumenggung tidak mengatakan sejak
semalam." "Aku ingin tahu apa yang kau lakukan kepada orang
kebanyakan. Kau tentu akan menerima dengan baik dan
barangkali terlalu baik jika kami langsung mengaku, bahwa
kami berdua adalah dua orang.Tumenggung dari Paranganom.
Tetapi ternyata bahwa kau bersikap baik kepada orang
kebanyakan. Kau terima dengan baik dan kau perlakukan
dengan baik. Di malam hari kau beri kami makan dan minum."
"Kami tidak menghidangkan makan malam."
"Ketela rebus itu di mulut kami semalam jauh lebih nikmat
dari semangkuk nasi wuduk dengan segala kelengkapannya,
termasuk daging ayam dan telur."
"Kami mohon ampun."
"Tidak ada yang harus diampuni. Kau tidak melakukan
kesalahan apa-apa" Ebook by Dewi Kangzusi 422 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Penunggu banjar itu menunduk dalam-dalam. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya
Bahkan wajahnya menjadi pucat sedangkan suaranya menjadi sedikit bergetar.
"Nah, sekarang kami akan minta diri " berkata Ki Tumenggung Wiradapa sambil
mengambil beberapa keping uang di kantong ikat pinggangnya yang lebar.
Diberikannya uang itu kepada anak penunggu banjar yang sudah dapat berlari-lari.
"Ini. Nanti buat membeli gelali. Bukankah kau tidak sedang batuk?"
"Anak itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian uang yang beberapa keping itu
diterimanya. Dua keping diantaranya jatuh ketanah karena kedua tangannya terlalu
kecil untuk menggenggam semua uang pemberian Ki Tumenggung Wiradapa itu."
"Terima kasih Ki Tumenggung" berkata isteri penunggu banjar itu sambil
membungkuk dalam-dalam. Kedua orang Tumenggung itupun kemudian minta diri.
Mereka telah mengambil kuda mereka yang semalam suntuk dibiarkan saja di kebun
belakang untuk makan rumput.
Perjalanan mereka masih agak panjang. Tetapi mereka berharap, sebelum tengah
hari mereka sudah sampai di Paranganom. Mereka bernial langsung menghadap
Kangjeng Adipati Paranganom jika Kangjeng Adipati bersedia menerimanya
Sepeninggal Ki Tumenggung Wiradapa dan Ki Tumenggung Sanggayuda, penunggu banjar
itu masih saja gelisah. Namun isterinya justru sibuk mcnghitung keping uang yang
ditinggalkan oleh Ki Tumenggung Wiradapa di tangan-tangan kecil anaknya yang
sulung. Ebook by Dewi Kangzusi 423 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Banyak sekali, kang" berkata isteri penunggu banjar itu.
"Mereka orang baik. Kapan-kapan aku berniat untuk datang menghadap Ki Tumenggung
berdua. Pada saat-saat pekerjaan kita longgar. Tidak ada kerja di sawah, serta
Ki Bekel tidak berkeberatan dan memberi ijin kita meninggalkan banjar ini barang
dua hari." "Kita" Maksud kakang, aku juga ikut?"
"Ya"

Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Anak-anak ini?"
"Tentu mereka akan ikut pula."
"Menggendong anak-anak sampai ke Paranganom"
Bukankah Paranganom itu jauh?"
Penunggu banjar itu menarik nafas panjang. Katanya - Jika saja kita mempunyai
pedati." "Kang. Bukankah sering ada pedati dari kota yang datang kemari" Para saudagar
yang sedang mencari dagangan?"
"Mereka datang untuk membeli kambing. Apakah kita akan minta diperkenankan ikut
bersama mereka dan duduk berdesakkan dengan kambing-kambing didalam pedati?"
Isterinya mengangguk-angguk. Katanya"Kasihan juga anak-anak kita, ya kang.
Tetapi bukankah kadang-kadang ada pedati yang membawa hasil kerajinan bambu dari
padukuhan kita?" "Ya Mungkin kita dapat berbicara dengan mereka"
Ebook by Dewi Kangzusi 424 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Uang yang ditinggalkan Ki Tumenggung Wiradapa temyata sangat menggembirakan
keluarga yang sederhana itu.
Dalam pada itu, Ki Tumenggung Wiradapa dan Ki Tumenggung Sanggayuda melarikan
kuda mereka di jalan yang panjang. Ketika matahari mulai naik, maka sinamya
terasa menggatalkan kulit.
"Kita berharap menjelang tengah hari kita sudah akan sampai ke dalem
kadipaten"desis Ki Tumenggung Wiradapa Dalam pada itu, di Paranganom, pagi itu
Raden Ayu Prawirayuda dan puterinya Raden Ajeng Rantamsari telah menghadap
Kangjeng Adipati Parangkusuma. Kangjeng Adipati menjadi agak terkejut, bahwa di
hari yang masih pagi itu, keduanya sudah berada di dalem kadipaten.
"Marilah kangmbok, silahkan " Kangjeng Adipati menerima keduanya di serambi
samping. "Kami mohon ampun dimas. Mungkin kedatangan kami sangat mengganggu dimas, karena
hari masih pagi." "Apakah ada sesuatu yang sangat penting, kakangmbok"
"Dimas, semalam kami menjadi ketakutan di rumah."
"Kenapa?" Raden Ayu Prawirayuda menarik nafas dalam-dalam. Iapun berpaling kepada Raden
Ajeng Rantamsari sambil berkata
"Ampun dimas. Rantamsari hampir saja menjadi pingsan."
"Apa yang telah terjadi ?"
Ebook by Dewi Kangzusi 425 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Semalam seseorang atau lebih telah dengan sengaja mengganggu ketenangan
keluarga kami, dimas. Di tengah malam Rantamsari terbangun dari tidumya."
Kangjeng Adipati mendengarkan laporan itu dengan sungguh-sungguh. Namun tiba-
tiba saja Raden Ayu Prawirayuda itupun berkata "Biarlah Rantamsari saja yang
menyampaikannya dimas."
Kangjeng Adipati mengangguk-angguk. Katanya " Silahkan.
Silahkan Rantamsari?"
"Hamba menjadi sangat ketakutan, paman Adipati. Di tengah malam hamba terbangun.
Hamba rasa ada yang sengaja mengetuk pintu bilik hamba. Karena itu, maka hamba
telah membuka pintu itu dengan hati-hati. Tetapi temyata tidak ada seorangpun di
ruang dalam. Hamba mengira bahwa ibundalah yang telah mengetuk pintu bilik hamba
Karena itu, maka hambapun pergi ke bilik ibunda. Sementara itu, lampu di ruang
dalam hanya remang-remang saja. Apalagi mata hamba rasa-rasanya bam separuh
terbuka. Sehingga hamba tidak melihat sebelumnya apa yang teronggok didepan
bilik tidur ibunda. Ketika kaki hamba menyentuh benda yang teronggok di depan
bilik ibunda baru hamba mencoba memperhatikannya. Namun yang mula-mula hamba
lihat adalah darah. Karena itulah, maka hambapun menjerit.
Agaknya ibunda terkejut mendengar jeritan hamba. Dengan tergesa-gesa ibundapun
membuka pintu dan melangkah keluar. Tetapi kaki ibundapun segera tersentuh oleh
benda yang teronggok didepan pintu. Ibundapun menjerit pula Kami berdua hanya
hanya dapat berpelukan sehingga dua orang abdi masuk ke ruang dalam. Temyata
benda yang teronggok dalam genangan darah itu adalah seekor kucing yang lehemya
telah menganga Abdi yang membuang dan membersihkan ruang itulah yang bercerita
tentang kucing itu paman Adipati."
Ebook by Dewi Kangzusi 426 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Kangjeng Adipati menarik nafas panjang. Dengan nada datar iapun berkata Siapakah
yang telah mengganggu kakangmbok dan Rantamsari."
"Aku merasa takut sekali dimas " berkata Raden Ayu Prawirayuda"apalagi
Rantamsari." "Baiklah, kakangmbok. Aku akan menugaskan beberapa orang prajurit untuk
mengawasi tempat tinggal kakangmbok.
Sekarang kakangmbok berada di Paranganom, sehingga karena itu, maka ketentraman
dan ketenangan hidup kakangmbok mempakan tanggung jawabku."
"Aku mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga dimas. Dimas sudah bersedia
memberi tempat tinggal bagi kami berdua Bahkan dengan segala kelengkapannya
serta mengatur kehidupan kami disini. Sekarang kami masih juga mengganggu dimas
Adipati karena kami berdua menjadi ketakutan."
"Aku akan mengusut sampai tuntas kakangmbok. Siapakah yang telah mengganggu
ketenangan kakangmbok. Biarlah para prajurit nanti mengamati apa yang sudah
terjadi. Pintu yang mungkin rusak atau cara lain dari seseorang memasuki bagian
dalam tempat tinggal kakangmbok itu."
"Terima kasih, dimas. Tetapi hamba yang tidak tahu diri ini masih ingin
mengajukan permohonan. Tetapi segala sesuatunya terserah kepada dimas Adipati,
apakah permohonanku ini diijinkan atau tidak"
"Jika masih dalam batas kewajaran, serta aku mampu membantunya, aku tentu tidak
berkeberatan." "Dimas " suara Raden Ayu Prawirayuda menurun "
menurut dugaanku, yang terjadi di tempat tinggalku itu bukan Ebook by Dewi
Kangzusi 427 Kang Zusi http://kangzusi.com/
sesuatu yang wajar. Yang melakukan perbuatan yang
mengerikan itu tentu bukan orang kebanyakan. Aku justru
menghubungkan dengan kemarahan angger Adipati Yudapati
kepadaku sehingga mengusirku. Agaknya kemarahan itu
masih belum mereda."
Kangjeng Adipati Prangkusuma mengangguk-angguk kecil.
Sementara itu Raden Ayu Prawirayuda berkata selanjutnya
"Dimas Adipati. Jika dimas berkenan, untuk sementara aku
mohon prajurit terbaik dari Paranganomlah yang akan
menemani kami berdua. Menurut pendengaranku, angger
Madyasta bersama tiga orang Senapati muda dari Paranganom
telah berhasil menghancurkan gerombolan perampok di desa
Panjer." "Jadi maksud kakangmbok, yang kakangmbok kehendaki
melindungi kakangmbok dan Rantamsari adalah puteraku
Madyasta dan ketiga orang Senapati muda yang baru saja
berhasil menghancurkan gerombolan perusuh di Panjer ?"
"Jika adimas berkenan. Dengan demikian tidak diperlukan
jumlah orang terlalu banyak. Sementara itu, aku masih juga
mencemaskan orang-orang berilmu tinggi yang dikirim dengan
sengaja untuk mengganggu ketentraman hidupku atau bahkan
kemudian membinasakan kami berdua."
Kangjeng Adipati Prangkusuma mengangguk-angguk.
"Dimas Adipati. Rumah yang dimas berikan bagi kami
berdua itu adalah rumah yang besar. Gandok sebelah kanan
dan sebelah kiri adalah ruang-ruang yang kosong. Jika dimas
berkenan, angger Madyasta dan ketiga orang Senapati muda
itu dapat tinggal untuk sementara di rumah kami. Masih ada
beberapa bilik kosong di ruang dalam yang dapat
Ebook by Dewi Kangzusi 428 Kang Zusi http://kangzusi.com/
dipergunakan oleh angger Madyasta. Sedangkan para
Senapati itu dapat berada di gandok."
Kangjeng Adipati Prangkusuma itupun kemudian
menjawab "Kakangmbok. Jika hal itu dapat memberikan
ketenangan bagi kakangmbok serta Rantamsari, baiklah. Aku
tidak berkeberatan memenuhi permintaan kakangmbok itu,
Aku akan memanggil Madyasta dan memerintahkannya
membawa ketiga orang Senapati muda itu ke rumah
kakangmbok. Tetapi aku minta diketahul, bahwa ketiga orang
Senapati muda itu mempunyai tugas mereka masing-masing
yang tidak dapat terlalu lama mereka tinggalkan."
"Bukankah mereka tidak pergi kemana-mana. Mereka tetap
berada di dalam kota, sehingga jika perlu. mereka dapat
kembali ke tugas mereka kapan saja."
Kangjeng Adipati mengangguk-angguk pula. Katanya "
Baiklah. Hari ini, sebelum gelap. mereka sudah akan be-rada
di rumah kakangmbok. Madyasta bersama ketiga orang
Senapati muda itu. Mereka akan berada di rumah kakangmbok
untuk beberapa hari. Jika keadaan menjadi semakin baik.
disiang hari mereka akan bergantian berada di barak mereka
masing-masing. Perlahan-lahan mereka akan digantikan
beberapa orang prajurit pilihan."
"Segala sesuatunya terserah kepada dimas Adipati."
Beberapa saat kemudian. maka Raden Ayu Prawirayuda
dan Raden Ajeng Rantamsari itupun mohon diri. Mereka
akan menunggu kehadiran Raden Madyasta serta para
Senapati muda yang telah mampu menghancurkan
gerombolan perusuh di daerah perbatasan.
Sepeninggal Raden Ayu Prawirayuda, maka Kangjeng
Adipati Prangkusumapun telah memanggil puteranya, Raden
Madyasta. Ebook by Dewi Kangzusi 429 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Bibimu baru saja datang menemui aku, Madyasta."
"Bibi Prawirayuda maksud ayahanda?"
"Ya." "Apakah ada yang penting?"
Kangjeng Adipatipun kemudian telah menceritakan kembali, apa yang telah
diceriterakan oleh Raden Ajeng Rantamsari.
"Apakah bibi dan kakangmbok Rantamsari menjadi ketakutan?"
"Ya." "Bukankah bibi pernah menjadi Srikandi Paranganom" "
Jilid 6 Bab 19 - Tugas Yang Aneh "TETAPI bibimu menjadi semakin tua, Madyasta. Kecuali itu, mungkin bibimu
membayangkan, bahwa yang datang itu tentu orang berilmu tinggi dan bahkan
mungkin tidak hanya seorang. Mereka adalah orang-orang yang mendapat tugas
tertentu di rumah bibimu Prawirayuda. Bahkan bibimu menghubungkan peristiwa itu
dengan kemarahan kakangmasmu Adipati Yudapati di Kateguhan."
"Ayahanda. Bibi sekarang sudah berada di Paranganom.
Kakangmas Yudapati tidak mempunyai wewenang lagi untuk Ebook by Dewi Kangzusi
430 Kang Zusi http://kangzusi.com/
mengganggunya. Jika itu masih juga dilakukannya, maka ia
akan berhadapan dengan kekuatan yang ada di Paranganom."
"Itulah sebabnya, maka bibimu mohon perlindunganku."
"Apakah ayahanda akan memerintahkan hamba untuk
memilih beberapa orang prajurit terbaik untuk menjaga rumah
bibi Prawirayuda?" "Madyasta. Aku memang akan memberi perintah
kepadamu. Tetapi tidak untuk memilih sekelompok prajurit
terbaik. Bibimu justru menginginkan kau bersama tiga orang
Senapati muda yang beberapa hari yang lalu bersamamu
menghancurkan segerombolan brandal di Panjer."
"Hamba sendiri.ayahanda?"
"Ya." "Hamba bersama kakang Rembana, Sasangka dan
Wismaya?" "Ya." "Kenapa harus hamba dan ketiga orang Senapati itu"
Bukankah ayahanda dapat memerintahkan sekelompok
prajurit pilihan untuk berada di rumah bibi Prawirayuda".
Mereka akan dilcngkapi dengan kentongan yang dapai
memberikan isyarat kepada lingkungannya, jika keadaan
memaksa sehingga mereka sendiri tidak dapat mengatasinya."
"Bibimu merasa tenang jikka kau dan ketiga orang
Senapati yang telah berhasil menghancurkan gerombolan di
Panjer itu bcrada disana untuk sementara. Bibimu
membayangkan babwa yang melakukan itu ada sangkut
pautnya dengan kakangmumu Adipati Kateguhan. Sehingga
Ebook by Dewi Kangzusi 431 Kang Zusi http://kangzusi.com/
orang-orang yang datang itu tidak hanya beberapa orang
penjahat kecil. Tetapi mereka adalah orang-orang yang
berilmu tinggi." Raden Madyasta termangu-mangu sejenak. Katanya
dengan nada berat "Bukanya hamba menolak perintah
ayahanda. Tetapi bukankah tugas ini bukan tugas yang amat
berat. Untuk menggantikan kami berempat, dapat ditugaskan
prajurit yang jumlahnya tiga kali lipat, yang dapat mengawasi
rumah itu di segala sisinya."
"Aku mengerti, Madyasta. Tugas ini memang bukan
tugasmu dan bukan pula tugas ketiga orang Senapati muda
im. Tetapi biarlah meskipun hanya sepekan saja kau penuhi
keinginan bibimu im."
"Jika ayahanda menghendaki, hamba akan menjalaninya."
"Baik. Sampaikan perintahku kepada Rembana, Sasangka
dan Wismaya" "Hamba ayahanda. Apakah hamba harus membawa
mereka menghadap atau hamba akan langsung membawa
mereka ke rumah bibi?"
"Pergilah langsung ke rumah bibimu. Kau tidak perlu lagi
menghadap. Rumah bibimu cukup besar untuk memberi
tempat bagi kahan berempat."
"Hamba ayahanda. Hamba bersama ketiga orang .
Senapati muda itu akan langsung pergi ke rumah bibi nanti
sore." "Jangan menunggu malam. Bibimu akan menjadi sangat
gehsah." Ebook by Dewi Kangzusi 432 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Hamba ayahanda."
Sejenak kemudian, maka Raden Madyastapun mohon diri.
Ia merasakan tugas yang dibebankan kepadanya itu adalah tugas yang aneh. Tugas
yang sebenarnya dapat dilakukan oleh para prajurit. Bukan harus dilakukannya
sendiri. Sedangkan para Senapati muda itu juga mempunyai tugas mereka masing:masing,
sehingga keberadaan mereka di rumah bibinya akan terasa sangat menjemukan. Raden
Madyasta dan ketiga orang Senapati muda itu akan merasa membuang waktu dengan
sia-sia. Tetapi Raden Madyasta tidak dapat mcnolak, pertimbangan ayahandanya tentu bukan


Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekedar tentang tugas semata-mata. Tetapi juga karena ayahandanya menghormati
saudara tuanya, Kangjeng Adipati Prawirayuda yang sudah tidak ada lagi.
Pagi itu juga, Raden Madyasta telah melarikan kudanya menemui Rembana, Sasangka
dan Wismaya. Mula-mula ketiganya mengira, bahwa mereka akan mendapat tugas baru ditempat
lain, yang perlu segera mendapat penyelesaian. Namun perintah yang mereka terima
adalah, bahwa mereka harus berada di rumah Raden Ayu Prawirayuda yang merasa
terancam oleh perbuatan orang yang tidak dikenal.
"Kapan kita harus mulai tinggal di pesanggrahan itu?"
bertanya Rembana. Sasangka tertawa. Katanya " Jangan meremehkan tugas ini. Siapa tahu bahwa yang
datang adalah hantu-hantu yang mempunyai kekuatan melebihi kekuatan manusia."
Ebook by Dewi Kangzusi 433 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Mungkin. Tetapi bagaimanapun juga tidak ada mahluk yang dapat mengalahkan
manusia di dunia ini. Karena itu, seandainya hal itu dilakukan oleh hantu-hantu
sekalipun, kita akan mengatasinya."
Seperti biasanya Wismaya hanya tersenyum saja. Ia tidak banyak berbicara,
meskipun kadang-kadang ia dapat bergurau pula.
Dalam pada itu, maka Raden Madyastapun berkata "Nanti malam kita harus sudah
berada di rumah bibi."
"Apakah kami harus menghadap Raden di dalem Kadipaten?"
'Tidak. Kita akan langsung berangkat ke rumah bibi."
'Kita masing-masing pergi ke sana sendiri?"
'Kita akan berkumpul di barak kakang Wismaya. Kita akan berangkat bersama-sama
dari barak itu." 'Baiklah. Kita akan berkumpul sebelum senja. Kemudian kita akan bersama-sama
menuju ke rumah Raden Ayu Prawirayuda " desis Wismaya.
Namun Rembanapun bertanya " Apakah kita tidak perlu menghadap kangjeng Adipati
lebih dahulu?" "Tidak " jawab Raden Madyasta " ayahanda sudah memerintahkan kepadaku untuk
bersama kalian langsung saja menuju ke rumah bibi."
Ketiga orang Senapati muda itu mengangguk-angguk.
Ebook by Dewi Kangzusi 434 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Agaknya Raden Madyasta merasa kerasan tinggal di barak prajurit. Ia berada di
barak Wismaya sampai lewat tengah hari. Sementara itu Rembana dan Sasangka telah
mendahuluinya meninggalkan barak Wismaya.
Pada saat Raden Madyasta masih berada di barak Wismaya, menjelang tengah hari Ki
Tumenggung Wiradana dan ki Tumenggung Sanggayuda telah datang menghadap Kangjeng
Adipati Prangkusuma. Mereka datang dari Kateguhan langsung pergi ke dalem
kadipaten. Kangjeng Adipati yang mendapat laporan dari seorang prajurit salah seorang
narpacundaka yang bertugas telah memerintahkan kepadanya untuk mempersilahkan
kedua orang Tumenggung im duduk menunggu di pringgitan.
Tetapi mereka tidak lama menunggu. Sejenak kemudian Kangjeng Adipatipun telah
berada di pringgitan pula.
"Apakah kalian baru datang dari Kateguhan?"
"Ya, Kangjeng Adipati. Kami berdua baru datang dari Kateguhan: Kami berdua
langsung menghadap Kangjeng Adipati.
"Apakah kalian merasa letih?"
" Tidak Kangjeng. Kami tidak merasa letih. Semalam kami dapat beristirahat
dengan baik di sebuah banjar padukuhan.'
Kangjeng Adipati mcngangguk-angguk. Iapun kemudian bertanya Bukankah kalian
tidak menemui hambatan yang berarti di pcrjalanan?"
Ki Tumenggung Wiradapapun berpaling kepada Ki Tumenggung Sanggayuda. Namun
kemudian Ki Tumenggung Ebook by Dewi Kangzusi 435 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Wiradapa itupun menjawab "Tidak ada Kangjeng Adipati. Kami
hanya bertemu dengan orang-orang Kateguhan yang nakal
disamping mereka yang baik dan ramah."
Kangjeng Adipati mengangguk-angguk. Katanya "
Sukurlah. Bagaimana keadaan angger Adipati Yudapati?"
"Baik, Kangjeng. Kangjeng Adipati Yudapati ada dalam
keadaan baik. Ketika kami mohon diri, maka Kangjeng
Adipatipun berpesan agar baktinya kami sampaikan kepada
Kangjeng Adipati di Paranganom. Salamnya buat Raden
Madyasta, Raden Wignyana dan rakyat Paranganom."
"Anak yang baik. Aku bangga terhadapnya."
'Kami berduapun diterima dengan baik, Kangjeng Adipati."
"Sukurlah " Kangjeng Adipati mcngangguk-angguk. Namun
kemudian Kangjeng Adipati itupun bertanya "Paman, apakah
paman berdua akan beristirahat dahulu?"
'Kami tidak letih Kangjeng " jawab Ki Tumenggung
Sanggayuda "perjalanan yang menyenangkan."
"Bagaimana dengan rakyat Kateguhan?"
Kedua orang Tumenggung itu menarik nafas panjang.
Setelah saling berpandangan sejenak, maka Ki Tumenggung
Wiradapapun berkata "Itulah yang menjadi persoalan,
Kangjeng " "Kenapa?" "Sikap mereka sama sekali tidak lagi bersahabat. Apalagi
menganggap kami sebagai saudara mereka."
Ebook by Dewi Kangzusi 436 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Apa yang telah terjadi?"
'Adi Tumenggung Sanggayuda dapat menceritakan pengalamannya menghadapi orang-
orang Kateguhan. Bahkan saudara sepupuku sendiri, Kangjeng."
'Ceritakan, kakang Tumenggung Sanggayuda. Agaknya ceritera itu akan menjadi
ceritera yang cukup menarik."
'Ampun Kangjeng. Hamba mohon ampun bahwa hamba akan berceritera lebih dahulu
justru sebelum hamba berdua menyampaikan laporan tugas yang harus kami jalani
berdua." Kangjeng Adipati Prangkusuma justru tersenyum. Katanya
" Kakang. Aku justru ingin mendengar ceriteramu lebih dahulu daripada laporan
tentang mgasmu." "Hamba Kangjeng Adipati " Ki Tumenggung Sanggayuda itu berhenti sejenak. Ia
mencoba mencari ujung dari-mana ia akan mulai dengan ceriteranya.
Ki Tumenggung Sanggayudapun kemudian telah menceriterakan sikap orang-orang
Kateguhan terhadap orang-orang Paranganom. Mereka menganggap orang-orang
Paranganom terlalu sombong dan merendahkan bahkan menghina orang-orang
Kateguhan. "Aku terpaksa harus berkelahi, Kangjeng. Baru kemudian aku merasa malu juga
kepada diri sendiri. Orang-orang tua ini masih juga turun berkelahi di pinggir
jalan." Kangjeng Adipati Paranganom tertawa. Katanya " Tetapi bukankah kakang tidak
mengaku sebagai seorang Tumenggung dari Paranganom?"
Ebook by Dewi Kangzusi 437 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Ketika aku berkelahi, aku memang tidak mengaku, bahwa aku seorang Tumenggung,
Kakang Tumenggung Wiradapa lebih senang menjadi penonton. Dibiarkannya aku
berkelahi sendiri melawan beberapa orang sekaligus.'
'Benar kakang Tumenggung Wiradapa"'
"Ya, Kangjeng. Tetapi maksudku adalah, agar mereka tahu betapa orang orang
Paranganom tidak dapat direndahkan.
Seorang saja diantara orang orang Paranganom mampu melawan empal orang dari
Kateguhan. Empat orang yang dianggap garang dan memiliki kemampuan."
Kangjeng Adipati sudah tidak tertawa lagi, ia bahkan menjadi prihatin mendengar
ceritera Ki Tumenggung Sanggayuda itu. Bahkan ketika Ki Tumenggung Wiradapa
menambah ceritera itu dengan sikap saudara sepupunya sendiri.
"Tentu ada yang meniupkan kebencian im ketelinga rakyat Kateguhan " berkata
Kangjeng Adipati " bukankah selama ini kita tidak berbuat apa-apa yang dapat
menyakiti hati orang-orang Kateguhan" Apa mungkin karena kehadiran kakangmbok
Prawirayuda di Paranganom atau karena kekalahan brandal di Panjer"'
'Agaknya memang demikian, Kangjeng Adipati. Tetapi kami berdua tidak dapat
mencari, siapakah yang telah meniupkan kebencian itu."
'Kangjeng Tumenggung. Mungkin aku perlu bertemu dan berbicara langsung dengan
angger Adipati Yudapati."
'Tetapi sebaiknya tidak dalam wakiu yang dekat, Kangjeng.
Ki a harus mencoba mencari jawabnya, kenapa orang-orang Kateguhan telah
merentang jarak dengan Paranganom.
Ebook by Dewi Kangzusi 438 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Sebelum Kangjeng Adipali bcrtemu dan berbicara dengan
Kangjeng Adipati Yudapati, sebaiknya Kangjeng Adipati
menugaskan beberapa orang prajurit sandi."
'Selama ini kita belum pemah mendapat laporan yang
memuaskan. Bukankah ada beberapa orang yang sudah
berada di Kateguhan untuk mencari keterangan. Terutama
pada saat kerusuhan merebak di perbatasan?"
'Kita masih belum bersungguh-sungguh, Kangjeng. Hanya
beberapa orang yang mencari keterangan ke daerah
Kateguhan. Sebaiknya kita meningkatkan pengamatan kita
untuk mencari keterangan tentang sikap orang Kateguhan
itu." 'Ya Aku sependapat kakang."
'Biarlah kami berdua mengaturnya, Kangjeng Adipati."
'Terima kasih, kakang. Selanjutnya aku ingin mendengar
laporan kakang tentang keberadaan Kakangmbok Prawirayuda
di Paranganom. Kenapa kakangmbok telah diusir dari
Kateguhan." "Ampun, Kangjeng Adipati. jika benar keterangan
Kangjeng Adipati Yudapati serta Ki Tumenggung Reksadrana
tentang Raden Ayu Prawirayuda, maka yang dilakukan Kang:
jeng Adipati Yudapati bukan sesuatu yang berlebihan."
Wajah Kangjeng Adipati Prangkusuma nampak menjadi
semakin bersungguh-sungguh.
"Kenapa " "
"Ampun Kangjeng Adipati. Agaknya Kangjeng Adipati
Yudapati tidak sampai hati untuk mengatakannya. Maka yang
Ebook by Dewi Kangzusi 439 Kang Zusi http://kangzusi.com/
diperintahkannya untuk memberikan keterangan adalah Ki Tu-
menggung Reksadrana."
'Apa katanya?" 'Raden Ayu Prawirayuda telah melanggar angger-angger
bebrayan." " Begitu beratkah kesalahan kakangmbok Prawirayuda ?"
'Ya, Kangjeng Adipati."
'Katakan, apa yang sudah dilakukan oleh kakangmbok
Prawirayuda " Ki Tumenggung Wiradapa menarik nafas dalam-dalam.
Namun iapun kemudian mengulangi apa yang sudah
dikatakan oleh Ki Tumenggung Reksadrana dihadapan
Kangjeng Adipati Yudapati sendiri.
Kangjeng Adipati Prangkusuma mendengarkannya dengan
sungguh-sungguh. Keningnya bekerut. Sekali-sekali Kangjeng
Adipati itu mengangguk-angguk. Namun kemudian menarik
nafas panjang. Ketika Ki Tumenggung Wiradapa mengakhiri
keterangannya, maka Kangjeng Adipati Prangkusuma itupun
bekata " Itukah kenyataan yang telah terjadi atas kakangmbok
Prawirayuda?" "Tetapi apakah kita begitu saja dapat mempercayainya,
Kangjeng Adipati?" suara Ki Tumenggung Sanggayuda datar
dan terasa agak ragu. Kangjeng Adipati termangu-mangu sejenak. Kemudian
iapun menjawab 'Sepanjang pengcnalanku atas angger Adipati
Ebook by Dewi Kangzusi 440 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Yudapati, ia adalah anak muda yang jujur. Aku kira angger
Adipati Yudapati tidak akan membuat ceritera ngaya-wara
agar dapat mengusir ibu tirinya dari kadipaten.'
'Jadi, mcnurut Kangjeng Adipati, Raden Ayu Prawirayuda
memang berbuat sebagaimana dikatakan oleh Ki Tumenggung
Reksadrana dihadapan Kangjeng Adipati Yudapati itu?"
"Ya, Aku kira memang demikian."
Kedua orang Tumenggung im mengangguk-angguk.
Namun kemudian Kangjeng Adipati Prangkusumapun berkata "
Meskipun demikian, kita masih perlu mencari kebenaran dari
keterangan ini." "Apakah Kangjeng Adipati akan memanggil dan bertanya
langsung kepada Raden Ayu Prawirayuda?"
'Nampaknya kurang bijaksana jika aku segera memanggil
kakangmbok Prawirayuda. Mungkin diperlukan waktu atau
keterangan-keterangan yang lain."
'Hamba sependapat Kangjeng Adipati. Memang diperlukan
waktu"berkata Ki Tumenggung Wiradapa.
'Baiklah, kakang. Persoalan ini akan kami telusuri
kemudian. Tetapi bukankah kita tidak perlu tergesa-gesa agar
kita tidak salah langkah?"
"Hamba Kangjeng Adipati."
"Jangan beritahu Madyasta dan Wignyana lebih
dahulu." Ebook by Dewi Kangzusi 441 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Kedua orang Tumenggung im termangu-mangu, sementara Kangjeng Adipatipun berkata
" Pagi tadi kakangmbok Prawirayuda telah datang menghadap."
Kedua orang Tumenggung itulah yang kemudian mendengarkan dengan sungguh-sungguh
ketika Kangjeng Adipati membertahukan kepada mereka, bahwa Raden Ayu Prawirayuda
menjadi ketakutan. "Jika Madyasta mendengar sebagaimana dikatakan oleh Tumenggung Reksadrana, maka
ia akan menjadi kecewa terhadap bibinya Mungkin ia menentukan sikap sendiri dan
membatalkan kesediaannya untuk berada di rumah bibinya bersama Rembana, Sasangka
dan Wismaya " "Ya Kangjeng." "Karena itu, biarlah untuk sementara.anak itu serta adiknya jangan
mengetahuinya. Apalagi jika ternyata kelak keterangan Ki Reksadrana itu tidak
seluruhnya benar." "Hamba Kangjeng Adipati."
"Sikap orang-orang Kateguhan, para perusuh di perbatasan serta keraguan pada
angger Adipati Yudapati sehingga ia tidak dapat mengatakannya sendiri, membuai
persoalan kita dengan Kateguhan perlu untuk mendapat penilaian yang secermat-
cermatnya " "Hamba Kangjeng Adipati."
'Nah, bagaimana menurut pendapat kakang berdua tentang para perusuh di
perbatasan itu?" 'Kami berdua tidak dapat melihat bayangan permusuhan
itu pada Kangjeng Adipati Yudapati."
Ebook by Dewi Kangzusi

Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

442 Kang Zusi http://kangzusi.com/
'Mudah-mudahan angger Yudapati benar-benar tidak
tersentuh oleh peristiwa yang meresahkan diperbatasan itu."
Seperti yang Kangjeng Adipati katakan, kita masih perlu
waktu." "Nah, aku mengucapkan terima kasih atas jcrih payah
kakang Tumenggung berdua Banyak hal yang kalian dengar
dan kalian lihat sepanjang perjalanan kalian. Kitapun
mengetahui sikap orang-orang Kateguhan terhadap orang-
orang Paranganom sekarang."
'Hamba Kangjeng Adipati."
'Nah, sekarang kalian berdua dapat beristirahat."
'Dimanakah Raden Madyasta dan Raden Wignyana
sekarang?" Madyasta sedang menghubungi Rembana Sasangka dan
Wismaya Sedangkan Wignyana sedang sibuk dengan kudanya
yang baru." 'Raden Wismaya memang seorang penggemar kuda.
Tetapi perhatian Raden Madyasta terhadap kuda agak berbeda
" "Ya Perhatian Madyasta agak berbeda Ia senang berada di
barak-barak prajurit. Makan dan tidur bersama mereka."
Kedua orang Tumenggung itu tertawa
Sejenak kemudian, maka kedua orang Tumenggung itupun
mohon diri. Mereka masih belum pulang karena dari
Kateguhan mereka langsung menghadap Kangjeng Adipati.
Ebook by Dewi Kangzusi 443 Kang Zusi http://kangzusi.com/
'Baik, kakang. Tetapi sekali lagi aku berrpesan, jangan
beritahukan Madyasta dan Wignyana tentang bibinya. Kita
masih harus meyakinkan kebenarannya.
'Hamba Kangjeng Adipati " Jawab kedua orang
Tumenggung itu hampir berbareng.
Ketika kedua orang Tumenggung itu keluar dari gerbang
dalem kadipaten, mereka berhenti sejenak. Dengan nada
berat Ki Tumenggung Sanggayudapun berkata "Agak aneh,
kakang. Permohonan Raden Ayu Prawirayuda sebenarnya
melampaui kebutuhan."
"Dalam keadaan yang wajar memang demikian, adi. Tetapi
mungkin sekali yang wajar memang demikian, adi. Tetapi
mungkin sekali Raden Ayu Prawirayuda benar benar berada
dalam ketakutan. Ia juga merasa bersalah kepada Kangjeng
Adipati Yudapati. Sebenarnya perasaan bersalah itulah yang
telah memburunya. Sehingga bayang bayang tindak kekerasan
selalu mcngikutinya. Agaknya Raden Ayu Prawirayuda itu
merasa, seakan akan tempat tiggalnya itu setiap malam
didatangi oleh orang orang yang garang. Yang diutus oleh
Kangjeng Adipati Yudapati untuk mencelakainya,
"Tetapi anehnya, kakang. Ancaman itu tidak sekedar
berada di angan-angan Raden Ayu Prawirayuda. Tetapi sudah
berujud dalam kewadagan. Kedua orang perempuan yang
tinggal di rumah itu tentu akan ketakutan melihat bangkai
seekor kucing didalam rumah. Darah dan tentu saja luka di
tubuh kucing itu. Apalagi bagi Raden Ajeng Rantamsari."
Ki Tumenggung Wiradapa mengangguk-anguk. Katanya
"Ya. Agaknya memang ada sesuatu yang harus diselidiki."
Ebook by Dewi Kangzusi 444 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Namun keduanya tidak memperpanjang pembicaraan mereka. Keduanyapun kemudian
telah naik ke punggung kuda mereka dan melarikan kuda mereka ke arah yang
berbeda. Dalam pada itu, ketika malam menjadi semakin rendah, maka ketika orang Senapati
muda itu telah berkumpul. Mereka sudah memberikan pesan pesan khusus kepada anak
buah mereka di barak. 'Jika perlu, susul aku ke rumah Raden Ayu Prawirayuda'
Berkata Rembana kepada kepercayaannya 'tugas ini adalah tugas yang aneh bagiku."
"Apakah kakang Rembana tidak dapat menugaskan kepada orang lain untuk
menjalankan perintah ini" Jika Raden Ayu Prawirayuda menganggap keadaan sangat
gawat, kakang Rembana dapat memerintahkan dua atau tiga orang dari barak ini,
kemudian dua atau tiga orang dari barak kakang Sasangka dan kakang Wismaya."
Rembana menggeleng. Katanya "Kangjeng Adipati menyebut namaku, nama Sasangka dan
Wismaya. Bahkan nama Raden Madyasta, sehingga kami berempat harus berada di
rumah Raden Ayu Prawirayuda untuk sementara. Aku tidak tahu seberapa panjang
sebutan sementara itu."
Kepercayaan Rembana itu hanya dapat mengangguk-angguk.
Demikian pula Sasangka dan Wismaya. Anak buah merekapun sempat merasa heran,
bahwa ketika orang Senapati muda yang dianggap mempunyai kelebihan di kadipaten
Paranganom itu harus bertugas di rumah Raden Ayu Prawirayuda bersama Raden
Madyasta. Tugas yang sebenarnya dapat dilakukan oleh orang lain.
Tetapi perintah Kangjeng Adipati itu harus dijalankannya.
Ebook by Dewi Kangzusi 445 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Disore hari, menjelang senja, Raden Madyasta bersama
tiga orang Senapati muda pilihan itu telah pergi ke rumah
Raden Ayu Prawirayuda. Mereka berjalan kaki dari barak
Wismaya yang tidak terlalu jauh dari rumah Raden Ayu
Prawirayuda itu. Diperjalanan itu Wismayapun berkata "Seandainya
Kangjeng Adipati menye'rahkan pengamanan rumah Raden
Ayu Pawir'ayiuda itu kepadaku, maka aku akan dapat
mengatur dari barakku. Bukankah jaraknya tidak terlalu jauh
sehingga segala sesuatunya dapat aku awasi langsung."
"Banyak cara yang sebenarnya dapat ditempuh selain cara
yang satu ini. Tetapi justru cara inilah yang dipilih."
Wismaya mengangguk-angguk.
Beberapa saat kemudian mereka berjalan melewati bulak
yang pendek. Terasa udara yang sudah mulai menjadi sejuk
oleh angin dari Selatan di sore hari. Mataharipun menjadi
rendah. Sinarnya yang kemerah-merahan masih bergayut
di.bibir mega yang mengalir lambat mengarungi langit yang
biru Gunung disisi Utara nampak menjulang tinggi, Puncaknya
yang seakan akan menggapai langil Itupun nampak merah-
merahan bagaikan membara,
Ketika mereka memasuki gerbang padukuhan diseberang
bulak kecil itu, maka langitpun sudah menjadi semakin
muram. 'Bibi tentu sudah menunggu' berkata Madyasta kepada
kelika orang Senapati muda itu.
'Masih belum malam " jawab Rembana_
Ebook by Dewi Kangzusi 446 Kang Zusi http://kangzusi.com/
'Di regol halaman tempat tinggal bibi Prawirayuda, telah
dinyalakan oncor." 'Ya " Sasangka mengangguk " senja di bawah pepohonan
yang rimbun agaknya sudah nampak terlalu gelap sehingga
sudah perlu dinyalakan oncor itu."
Madyasta tidak menjawab. Tetapi langkahnya menjadi
semakin cepat. Sejenak kemudian, mereka telah berdiri di tengah-tengah
halaman yang luas itu. Sepasang pohon sawo kecik yang
besar berdiri tegak di halaman depan, sehingga udara di
rumah itu terasa sejuk, meskipun di tengah hari yang terik.
Sedangkan di seputar lialaman itupun tumbuh beberapa
batang pohon yang rimbun. Disudul kanan halaman itu
tumbuh sebatang pohon kemiri yang besar. Buahnya
bergayutan diujung-ujung dahan. Jika angm bertiup, maka
buah kemiri yang sudah tua, runtuh di tanah. Para pembantu
yang berada di rumah itu selalu memungutnya dan
membawanya ke dapur. Disudut yang lain terdapat pohon salam yang tidak kalah
besarnya. Daunnyalah yang sering dipetik untuk menyedap
masakan. Meskipun buahnya yang kecil-kecil dan berwama
merah jika sudah masak rasanya manis-manis asam dan
segar, tetapi buah salam itu lebih banyak berhamburan di
tanah. Ada pula dua batang pohon gayam di halaman.
"Marilah " berkata Madyasta kemudian kepada ketiga
orang Senapati itu. Keempat orang itupun kemudian melangkah memasuki
pintu regol halaman rumah Raden Ayu Prawirayuda.
Ebook by Dewi Kangzusi 447 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Namun langkah mereka tertegun di tengah-tengah
halaman. Mereka melihat Raden Wignyana justru turun dari
tangga pendapa. Dibelakangnya berdiri Raden Ayu
Prawirayuda. 'Aku mohon diri, bibi " berkata Raden Wignyana.
'Ya, ngger. Sampaikan kepada adimas Adipati, bahwa
pesannya telah aku terima. Terima kasih atas perhatian
adimas Adipati." 'Ya, bibi." Raden Wignyanapun kemudian melangkah ke regol
halaman. Namun langkahnya juga terhenti ketika ia
berpapasan dengan Raden Madyasta bersama ketiga orang
Senapati muda itu. 'Dimas " sapa Raden Madyasta.
'Silakan, kangmas. Aku sudah mohon diri."
'Ada perlu apa, dimas?"
Aku diutus oleh ayahanda, kangmas."
'Sudah selesai?" 'Sudah kangmas. Pesan ayahanda sudah aku sam paikan
kepada bibi." "Aku justru ditugaskan ayahanda untuk berada di rumah
ini, dimas. Untuk menjaga ketentraman dan ketenangan hati
bibi Prawirayuda." Ebook by Dewi Kangzusi 448 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Tentu saja untuk menjaga keselamatan kakangmbok Rantamsari, kangmas."
"Ya. Tentu saja, dimas. Seisi rumah ini." .
Raden Wignyana tersenyum. Namun sambil mengangguk hormat, iapun berkata "
Silahkan kakangmas. Aku mohon diri-
" Raden Wignyana tidak menunggu jawaban kakaknya.
Iapun segera melangkah menuju ke regol. Sejenak kemudian, maka Raden Wignyana
itupun telah hilang dibalik pintu regol halaman.
Sejenak Raden Madyasta termangu mangu. Namun Wismayapun berdesis Raden
Madyasta." Raden Ayu Prawirayuda menunggu Raden di tangga pendapa."
Raden Madyasta tergagap. Dengan serta-merta iapun menyahut "Baik. Baik. Marilah
kita menghadap." Keempat orang itupun kemudian melangkah ke tangga pendapa.
"Marilah ngger " Raden Ayu Prawirayuda yang sudah berdiri di tangga itu
mempersilakan. Raden Madyasta dan ketiga orang Senapati muda itupun segera naik ke pendapa dan
kemudian duduk di pringgitan.
"Bibi " berkata Raden Madyasta " kami menjunjung perintah ayahanda Adipati,
untuk melindungi bibi sekeluarga serta seisi rumah ini.'
"Terima kasih, ngger' sahut Raden Ayu Prawirayuda "aku memang memohon kepada
adimas Adipati, agar angger Ebook by Dewi Kangzusi
449 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Madyasta serta para Senapati pilihan yang telah berhasil
menumpas para perampok di perbatasan untuk tinggal
bersama kami." 'Kami akan berada di rumah ini untuk beberapa hari, bibi.
Maksudku, untuk sementara."
'Adimas Adipati tidak memberikan batasan waktu."
'Tetapi kami mempunyai tugas-tugas kami sendiri, bibi.
Aku harus berada di kadipaten serta belajar mengatur
pemerintahan. Sedangkan para Senapati itu mempunyai
kewajiban mereka sendiri-sendiri. Jika kami bertugas di rumah
ini, tentu hanya untuk waktu yang pendek."
"Bukankah tugas-tugas lainnya dapat dilimpahkan kepada
orang lain?" "Tetapi ketiga orang Senapati ini bertanggung jawab atas
pasukan mereka masing-masing."
Raden Ayu Prawirayuda tersenyum. Katanya " Kangjeng
Adipati akan mengatur segala sesuatunya, ngger. Tetapi
baiklah. Angger serta para Senapati itu hanya akan berada
disini untuk sementara sampai kita semuanya yakin, bahwa
tidak akan terjadi apa-apa lagi di rumah ini."
Raden Madyasta mengangguk. Katanya "Ya, bibi.
Sementara itu selama kami berada disini, bibi tidak usah
merasa cemas. Kami akan berusaha untuk mengatasi jika
terjadi sesuatu." "Terima kasih Raden. Terutama para Senapati yang telah
bersedia tinggal bersama kami. Kehadiran angger Madyasta
serta para Senapati membuat kami seisi rumah ini menjadi
Ebook by Dewi Kangzusi 450 Kang Zusi http://kangzusi.com/
tenang. Kamipun yakin, bahwa tidak akan ada orang atau
sekelompok orang yang akan berani mengganggu kami lagi."
"Semoga bibi." "Nah, kami sudah menyiapkan bilik di gandok kanan dan
kiri bagi ketiga Senapati muda ini. Sedangkan sebuah bilik
khusus yang ada di ruang dalam, kami sediakan bagi angger
Madyasta." Tetapi Raden Madyasta itu segera menjawab " Tidak perlu
bibi. Aku akan berada di gandok bersama para Senapati. Jika
aku terpisah dari mereka, maka aku akan menjadi kesepian."
"Bagaimana mungkin angger akan berada di gandok,
sedangkan kami berada di dalam rumah. Rumah ini adalah
rumah Adimas Adipati Prangkusuma."
"Aku berada disini dalam tugas bibi. Bagaimana aku dapat
mengatur tugas bersama jika tempat kami terpisah. Justru
dimalam hari kami harus lebih ketat mengawasi rumah ini."
"Bukankah angger tinggal mengalur, sementara ketiga
orang Senapati pililian ini akan menjalankannya dengan
sangat baik." Raden Madyasta tertawa. Katanya - Terima kasih, bibi. Aku
akan berada diantara mereka. Sebaiknya bibi tidak usah
mempertimbangkan kedudukanku. Aku datang membawa
tugas bersama para Senapati, sehingga aku merupakan


Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bagian dari kelompok kecil ini."
Dapatkah angger Madyasta menanggalkan kedudukan
angger sebagai putera Kangjeng Adipati Prangkusuma?"
Ebook by Dewi Kangzusi 451 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Kenapa tidak, bibi. Dalam tugas ini, tidak ada putera Kangjeng Adipati atau
bukan. Kami bersama-sama melaksanakan perintah untuk melindungi bibi beserta
keluarganya." Raden Ayu Prawirayuda mengangguk-angguk. Katanya "
Baiklah, jika itu yang angger kehendaki. Sebenarnyalah aku hanya merasakan
keseganan untuk menganggap angger Madyasta sebagaimana orang lain. Tetapi jika
hal itu angger sendiri yang menghendaki, maka aku tidak akan dapat berbuat
lain." Terima kasih atas perhatian bibi kepadaku. Tetapi seperti yang aku katakan,
biarlah kami berada di gandok. Justru untuk kepentingan tugas-tugas kami. Kami
berempat akan berada di gandok kulon. Bukankah ada dua bilik di gandok kulon
yang dapat kami pergunakan?"
Angger dan para Senapati masing-masing dapat mempergunakan satu bilik di gandok
kanan dan kiri." Kami akan berada di sisi yang sama, bibi. Mungkin kami memerlukan waktu yang
sangat pendek untuk saling berhubungah serta mengambil keputusan."
Raden Ayu Prawirayuda menarik nafas panjang. Katanya
"Baiklah, ngger. Segala sesuatunya terserah kepada angger."
"Terima kasih, bibi. Sekarang, biarlah kami berada di gandok."
Tetapi sebelum mereka beranjak, seorang gadis keluar dari pintu pringgitan
sambil membawa beberapa mangkuk minuman hangat.
Ebook by Dewi Kangzusi 452 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Kami telah merepotkan kangrribok Rantamsari " desis Raden Madyasta.
"Tidak dimas. Aku hanya tinggal menyuguhkan kepada dimas serta para Senapati."
"Terima kasih, kangmbok "
Namun ketika Raden Ajeng Rantamsari beringsut setelah meletakkan mangkuk-mangkuk
itu dihadapan Raden Madyasta serta ketiga orang Senapati, Raden Ayu
Prawirayudapun berkata "Duduklah dahulu, Rantamsari. Kau harus memperkenalkan
dirimu dengan para Senapati yang akan melindungi kita, bersama adikmu Raden
Madyasta. Mereka akan tinggal disini untuk sementara, sehingga kita yakin, bahwa
peristiwa sebagaimana yang pernah terjadi itu tidak akan terjadi lagi."
Raden Ajeng Rantamsaripun kemudian duduk disisi ibunya.
Iapun sempat memandang ketiga orang Senapati muda itu berganti-ganti. Wajah
wajah yang cerah, penuh kepercayaan diri. Mata yang bercahaya menatap masa depan
mereka dengan penuh pengharapan.
Namun Raden Ajeng Rantamsari itupun segera menundukkan wajahnya. Disadarinya,
bahwa ia adalah seorang gadis yang duduk diantara beberapa orang anak muda yang
sebelumnya belum dikenalnya kecuali Raden Madyasta, adik sepupunya, meskipun
agaknya umur Madyasta lebih banyak dari umurnya. Namun menurut darah keturunan,
sepengetahuan Raden Ajeng Rantamsari, Madyasta adalah adiknya.
Raden Ajeng Prawirayudalah yang kemudian memperkenalkan Raden Ajeng Rantamsari
dengan ketiga orang Senapati muda itu. Tetapi untuk menyebut nama
Ebook by Dewi Kangzusi 453 Kang Zusi http://kangzusi.com/
mereka, maka Raden Ajeng Prawirayuda minta kepada
Madyasta untuk melakukannya.
"Angger Madyasta mengenal para Senapati ini dengan
baik. Agar tidak salah ucap, biarlah angger saja yang
menyebut nama-nama mereka."
Madyasta tersenyum. Para Senapati itupun tersenyum
pula. , Namun Madyastapun kemudian berkata " Biarlah mereka
menyebutkan nama-nama mereka sendiri saja bibi. tentu tidak
akan salah lagi." Raden Ayu Prawirayuda justru tertawa. Katanya "Baiklah.
Biarlah mereka menyebut nama-nama mereka sendiri."
"Namaku Wismaya, Raden Ajeng " suara Wismaya
terdengar berat. Untuk beberapa saat, yang lain menunggu. Mungkin ada
yang akan dikatakannya lagi. Tetapi ternyata Wismaya tidak
berkata apa apa lagi. Semua orang sempat memandang kepadanya. Tetapi
Wismaya sudah menundukkan wajahnya.
Karena Wismaya tidak akan berbicara lagi, maka yang
kemudian berkata adalah Sasangka " Namaku Sasangka
Raden Ajeng. Aku sudah bertugas cukup lama didalam
lingkungan keprajuritan di Paranganom."
Yang teraklhir memperkenalkan diri adalah Rembana.
Katanya Raden Ajeng tentu belum pernah mendengar
namaku. Namaku Rembana Mungkin nama yang kurang
menarik. Aku memasuki dunia keprajuritan hampir berbareng
Ebook by Dewi Kangzusi 454 Kang Zusi http://kangzusi.com/
dengan Sasangka dan Wismaya. Jika ada selisih tentu hanya
dalam hi-tungan satu dua hari."
Karena Rembana mengangguk hormat, maka Raden Ajeng
Rantamsaripun mengangguk hormat pula. Bahkan Raden
Ajeng Rantamsari itupun bertanya " Kakang berasal
darimana?" "Aku adalah orang Paranganom asli, Raden Ajeng."
"Maksudku dari daerah mana?"
"O " Rembana tertawa Katanya"Aku orang dari kaki bukit
Pudak Seketi, Ayahku orang Pudak Seketi. Ibuku juga berasal
dari Pudak Seketi." "Jadi kakang berasal dari Bukit Pudak Seketi" Jika kita
berdiri di pintu gerbang kota sebelah Selatan, kita melihat
sebuah bukit yang tidak terlalu tinggi. Bukankah itu bukit
Pudak Seketi?" "Ya, Raden Ajeng. Itulah bukit Pudak Seketi."
"Yang kelihatan hijau?"
"Ya. Bukit itu terlalu banyak penghuninya. Terbanyak di
lereng sebelah Utara Tetapi di kaki bukit itu terdapat beberapa
padukuhan yang besar. Sedang di puncak bukit itu adalah
hutan pohon pandan yang lebat. Jika masa berbunga, wajah
bukit dipenuhi oleh bunga pandan yang disebut pudak. Itulah
sebabnya maka bukit itu disebut Bukit Pudak Seketi."
"Bukit itu sangat menarik, kakang. Setiap kali aku berada
di pintu gerbang kota sebelah Selatan, aku selalu memandangi
bukit itu bcrlama lama. Sebenarnyalah aku ingin menginjakkan
Ebook by Dewi Kangzusi 455 Kang Zusi http://kangzusi.com/
kakiku di bukit itu. Rasa-rasanya jika aku berdiri di puncak
bukit itu, tanganku akan dapat menggapai langit."
"Silahkan, Raden Ajeng. Jika Raden Ajeng ingin pergi ke
bukit itu, aku akan mengantarkannya."
"Rantamsari " potong Raden Ayu Prawirayuda " sudahlah.
Kau justru membicarakan Bukit Pudak Seketi. Bukankah kita
sedang membicarakan perlindungan terhadap rumah kita?"
"Aku mohon maaf ibu. Bukit itu sangat menarik
perhatianku." "Angger Madyasta" berkata Raden Ayu Prawirayuda
"Sekarang silahkan angger serta para Senapati nunum lebih
dahulu. Kemudian silahkan beristirahat. Malam sudah turun.
Mungkin angger akan mcmbagi tugas untuk malam ini. Aku
kira, angger Madyasta sudah mengenal rumah ini dengan
baik. Pintu-pintunya, longkangan serta ruangan-ruangan yang
ada di dalamnya. Bahkan sampai ke dapur sekalipun."
"Ya. Bibi. Aku memang pernah mengenalnya." Tetapi
biarlah nanti setelah kami mandi dan berbenah diri, kami akan
melihat-lihat seluruh lingkungan rumah ini. Dari dinding kebun
dan halaman sampai ke sentong-sentong yang ada
didalamnya. Bahkan sampai ke ruang tidur bibi."
"Silahkan ngger. Tentu bukan hanya ruang tidurku, tetapi
juga bilik Rantamsari."
"Ya,bibi." "Nah, sekarang silahkan beristirahat. Jika angger Madyasta
memilih berada di bilik gandok, apaboleh buat. Sebenarnyalah
bahwa sebuah ruang di dalam sudah disiapkan bagi angger."
Ebook by Dewi Kangzusi 456 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Terima kasih, bibi."
Demikianlah, setelah minum minuman hangat yang dihidangkan oleh Raden Ajeng
Rantamsari, maka Raden Madyasta serta ketiga orang Senapati itupun telah pergi
ke bilik yang berada di gandok kulon.
Bab 20 - Pandangan Pertama
Ternyata bilik di gandok itu cukup luas. Pembaringan yang ada di dalam bilik
itupun cukup besar untuk masing-masing berdua
Raden Madyasta berada di satu bilik dengan Sasangka, sementara Rembana berada di
satu bilik dengan Wismaya Sejenak kemudian, maka bergantian mereka telah pergi
ke pakiwan untuk mandi. Demikian mereka selesai berbenah diri, maka Raden Ajeng Rantamsari telah menemui
Raden Madyasta untuk mempersilahkannya masuk ke ruang dalam.
"Makan malam sudah tersedia dimas. Marilah, silahkan dimas serta para Senapati
untuk makan malam." "Terima kasih kangmbok. Kami akan segera datang."
"Ibu sudah menunggu di ruang dalam."
"O. Baiklah. Kami akan segera datang."
Raden Madyastapun segera mengajak ketiga orang Senapati muda itu pergi ke ruang
dalam. Agaknya Raden Ayu Prawirayuda sudah menyiapkan makan bagi mereka.
Ebook by Dewi Kangzusi 457 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Apakah setiap hari kami akan mendapat makan seperti ini sehari tiga kali" "
bertanya para Senapati itu didalam hatinya.
Sementara itu Raden Madyastapun berkata " Kami akan sangat merepotkan bibi jika
bibi harus menyediakan makan bagi kami seperti ini."
"Bukankah bukan aku sendiri yang melakukannya.?"
"Benar bibi. Tetapi maaf, bibi. Bagi kami, para prajurit, makan yang bibi
sediakan agak berlebihan. Kecuali yang bibi sediakan mi hanyalah sekali ini
saja, saat kami mulai menapak pada tugas kami di rumah ini."
Raden Ayu hawirayuda tersenyum. Katanya " Aku akan memperhatikan ngger Tetapi
jika sekali-sekali aku lupa, sehingga yang kami hidangkan seperti kali ini, aku
mohon maaf." "Raden Ayu. Jika yang dihidangkan setiap kali seperli ini, maka pada saat aku
pulang ke barak, maka semua pakaian keprajuritanku tidak dapat aku pakai lagi "
sahut Rembana "Kenapa?" yang bertanya adalah Raden Ajeng Rantamsari.
"Semuanya tentu sudah tidak cukup lagi. Berat badanku, akan menjadi berlipat dua
Disini aku hanya tidur saja dan makan seperti ini. Ada daging lembu, daging
kambing, daging ayam, gurameh, udang, telur dan masih banyak lagi."
"Baiklah"berkata Raden Ayti Prawirayuda kemudian aku berjanji untuk hanya kali
ini. Besok dan seterusnya, angger Madyasta dan para Senapati ini sudah aku
anggap sebagai keluarga sendiri, sehingga apa yang aku hidangkanpun sebagaimana
aku menghidangkan bagi keluarga kami sehari-hari."
Ebook by Dewi Kangzusi 458 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Raden Madyasta tersenyum. Katanya " Tetapi bibi jangan salah paham. Aku tidak
bermaksud menolak kebaikan hati bibi."
Raden Ayu Prawirayuda menyahut sambil tersenyum pula
"Aku mengerti maksud angger Madyasta dan para Senapati."
Sejenak kemudian, maka Raden Madyasta dan para Senapati muda itupun makan
bersama dilayani langsung oleh Raden Ayu Prawirayuda serta Raden Ajeng
Rantamsari. Seperti yang dikatakan oleh Madyasta, maka setelah selesai makan, maka Madyasta
dan ketiga orang Senapati muda itu mencoba mengenali tempat mereka bertugas.
Meskipun malam sudah menjadi semakin gelap, tetapi keempat orang itu masih juga
melihat-lihat keadaan kebun yang terhitung luas di belakang rumah yang dihuni
oleh Raden Ayu Prawirayuda itu.
"Dindingnya cukup tinggi " desis Sasangka
"Ya Tanpa mempergunakan alat, tangga atau tali misalnya sulit untuk meloncati
dinding ini " sahut Rembana
"Kecuali orang-orang tertentu yang memiliki kelebihan"
gumam Wismaya seolah-olah ditujukan kepada diri sendiri.
Kawan-kawannya tidak menyahut lagi. Mereka memperhatikan Raden Madyasta yang
meraba-raba dinding yang terhitung tinggi itu.
Beberapa puluh langkah mereka menelusuri dinding di kebun belakang. Kemudian
dinding di halaman samping yang sama tingginya
Ebook by Dewi Kangzusi 459 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Bahkan dinding halaman di bagian depanpun sama pula tingginya Sehingga tidak
mudah untuk dapat memasuki halaman itu jika pintu regolnya ditutup dan
diselarak. Namun nampaknya Raden Ayu Prawirayuda tidak pernah memerintahkan para
abdi untuk menyelarak pintu regol.
Dari mengamati dinding halaman dan kebun belakang, maka Raden Madyasta dan para
Senapati itu memperhatikan semua bangunan yang ada Bangunan induk, gandok kanan
dan kiri, dapur, kandang yang kosong, lumbung, longkangan dan pinm seketeng.
"Bagaimana mungkin seseorang dapat masuk ke dalam rumah itu tanpa merusak pintu"
desis Rembana "Bangunan ini selain pendapanya yang joglo, maka yang lain adalah limasan. Tidak
ada bangunan yang berbentuk kampung kecuali lumbung dan kandang yang kosong itu.
Sedangkan lumbung dan kandang itu tidak berhubungan dengan rumah induk " sahut
Wismaya. Sasangka mengangguk-angguk. Katanya " Tidak ada tutup keyong disini. Selain
merusak pintu, orang hanya dapat masuk ke dalam dengan merobek atap atau
dinding." Raden Madyasta mengangguk-angguk. Dengan suara yang dalam iapun berkata " Orang
yang dapat membunuh kucing didalam rurnah tanpa merusak pintu dan bagian-bagian
rumah lainnya adalah orang yang berilmu tinggi. Adalah kewajiban kita untuk
menghadapinya Agaknya itu adalah salah satu alasan ayahanda, kenapa harus kita
yang berada di rumah iri .
Bukan orang lain." Ketiga orang Senapati itupun mengangguk-angguk.
Merekapun kemudian menyadari, bahwa mereka tidak dapat meremehkan tugas yang
dibebankan di pundak mereka Ebook by Dewi Kangzusi
460 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Demikianlah, sejak hari itu, Raden Madyasta serta ketiga
orang Senapati itu menjadi bagian dari rumah yang besar itu.
Mereka segera berusaha menyesuaikan diri mereka. Mereka
tidak ingin menjadi orang-orang yang harus dilayani. Mereka
tidak berpegang pada tugas-tugas mereka saja sehingga tidak
mau melakukan pekerjaan yang lain.
Raden Madyasta yang pernah hidup di padepokan serta
para Senapati yang tidak pernah sempat bermanja-manja,
telah lebur dalam kerja sehari-hari dengan seisi rumah itu.
Meskipun Raden Ayu Prawirayuda serta Raden Ajeng


Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rantamsari berusaha mencegahnya, tetapi Raden Madyasta
dan para Senapati itu selalu mengisi jambangan di pakiwan.
Masing-masing menimba air sehingga jambangan menjadi
penuh kembali setelah mereka mandi. Bahkan dalam waktu-
waktu luang, mereka telah ikut membantu melakukan kerja
para abdi di rumah itu. Sasangka sama sekali tidak merasa
canggung untuk menggali tempat sampah di kebun belakang.
Sementara itu Rembana mempunyai kesenangan tersendiri.
Jika ia melihat seorang abdi membelah kayu bakar dengan
kapak, maka Rembana selalu datang dari mengambil
kapaknya dari tangan abdi itu,
"Jangan. Nanti aku dimarahi Raden Ayu atau Raden
Ajeng." Rembana tersenyum. Katanya "Bukan salahmu. Kau tidak
akan dimarahi. Lakukan kerja yang lain. Biarlah kayu ini aku
selesaikan.- "Tetapi....." "Sudahlah. Barangkali kau dapat mengerjakan pekerjaan
lain di kebun belakang."
Ebook by Dewi Kangzusi 461 Kang Zusi http://kangzusi.com/
Abdi itu kebingungan. Namun orang itupun kemudian pergi ke kebun belakang.
Tetapi di kebun belakang, iapun menjadi bingung pula karena ia melihat Sasangka
sedang menggali tempat sampah yang lebih besar dari kebiasaan para abdi membuat
tempat sampah. "Begitu besarnya?" bertanya abdi yang kebingungan.
"Bukankah dengan begitu tidak akan cepat penuh?" Abdi itu tidak menjawab. Tetapi
iapun segera meninggalkan Sasangka dan pergi ke halaman samping.
Yang dilakukan kemudian adalah memanjat sebatang pohon jambu air untuk memotong
dahan-dahan dan rantingnya yang'sudah kelihatan menjadi tua dan lapuk.
Dalam pada itu, dari hari ke hari, hubungan Raden Madyasta serta para Senapati
itu dengan keluarga Raden Ayu Prawirayuda menjadi seinakin akrab. Raden Ajeng
Rantamsari adalah seorang gadis yang meningkat dewasa. Adalah. wajar sekali jika
hatinyapun niulai tersentuh oleh kehadiran anak-anak muda di rumahnya. Apalagi
setiap hari mereka berhubungan. Raden Ajeng Rantamsarilah yang selalu
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan anak-anak muda itu.
Kebersihan biliknya, kebersihan lingkungannya, makan serta minum mereka.
Namun para Senapati muda itu, bahkan Raden Madyasta tidak pernah memberikan
pakaian mereka yang kotor untuk dicuci oleh para abdi.
Kenapa dimas keberatan jika pakaian dimas dicuci oleh seorang abdi" " bertanya
Raden Ajeng Rantamsari. Ebook by Dewi Kangzusi 462 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Kami harus dapat melakukannya sendiri, kangmbok"
jawab Raden Madyasta. "Tetapi apa salahnya selama dimas dan para Senapati disini, para abdi melayani
dimas." Raden Madyasta tersenyum. Katanya - Sudahlah kangmbok, keberadaan kami disini
jangan membuat keluarga ini menjadi terlalu sibuk. Jika demikian, maka kehadiran
kami disini, justru akan memperberat beban kangmbok serta bibi."
Raden Ajeng Rantamsari tersenyum. Katanya "Kami juga sudah mengganggu dimas
serta para para Senapati yang seharusnya bertugas di tempat lain."
Raden Madyasta tertawa. Katanya "Kami dapat saja bertugas dimana-mana, kangmbok.
Baru-baru ini kami justru bertugas di Panjer."
"Baiklah, dimas. Tetapi jika ada sesuatu yang perlu, dimas jangan segan-segan
mengatakan kepadaku atau langsung kepada ibu."
"Baik, kangmbok."
Ketika Raden Ajeng Rantamsari meninggalkan Raden Madyasta, maka iapun langsung
pergi ke dapur. Tetapi langkahnya tertegun ketika ia melihat dari pintu dapur
yang menghadap ke belakang, Rembana sibuk membelah kayu di kebun belakang.
Dengan serta-merta Raden Ajeng Rantamsaripun memanggil Tarji, seorang abdi laki-
laki di rumah itu. "Raden Ajeng memanggil aku?" bertanya Tarji.
Ebook by Dewi Kangzusi 463 Kang Zusi http://kangzusi.com/
"Kenapa kau biarkan kakang Rembana membelah kayu"
Bukankah itu bukan pekerjaannya?"
"Aku sudah berusaha Den Ajeng. Tetapi Ki Lurah Rembana tidak menghiraukannya.
Bahkan kemarin Ki Lurah Sasangka telah menggali tempat pembuangan sampah di
kebun , belakang. Aku juga tidak dapat mencegahnya"
Naga Pembunuh 6 Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung Iblis Penghela Kereta 1
^