Pencarian

Sejuknya Kampung Halaman 2

Sejuknya Kampung Halaman Seri Arya Manggada 4 Karya Sh Mintardja Bagian 2


rasanya terlalu sepi. Tidak seorangpun dijumpainya di jalan-
jalan. Anak kecil yang dilihatnya justru berlari ketakutan dan
hilang di balik regol. Ketika ia berpaling kepada Ki Pandi, maka dilihatnya dahi Ki
Pandipun berdesis "Apakah sejak dahulu padukuhan ini terlalu
lengang" "Tidak" jawab Manggada "padukuhan ini terhitung
padukuhan yang besar. Jalan ini merupakan jalan induk yang
paling banyak dilalui orang di padukuhan ini. Betapa sepinya
sebuah padukuhan, tetapi tentu tidak sesepi ini"
Ki Pandi mengangguk-angguk. Katanya "Apakah ada
sesuatu yang membuat padukuhan ini terlalu sepi"
"Memang mungkin Ki Pandi. Tetapi apa" sahut Manggada.
Ki Pandi mengerutkan dahinya. Namun kemudian iapun
bertanya "Apakah rumahmu berada di sisi lain dari padukuhan
ini?" bertanya Ki Pandi.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Rumah kami ada ditengah-tengah padukuhan" jawab
Manggada. Ki Pandi mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak berbicara
apapun lagi. Ketiga orang itu berjalan semakin ke dalam. Namun
suasananya masih saja tetap lengang.
Mereka semakin berdebar-debar ketika melihat seorang
anak yang akan berlari melintasi jalan padukuhan. Tetapi
ketika anak itu melihat mereka, maka iapun segera berbalik
dan berlari masuk ke dalam regol halaman rumahnya.
Ketiga orang itu memperhatikan keadaan itu dengan dahi
yang berkerut. Teka-teki itu rasa-rasanya semakin menggelitik. Namun ketegangan perasaan mereka menjadi berkurang
ketika mereka melihat seorang yang berjalan sambil
membawa cangkul di pundaknya. Orang itupun nampaknya
agak tergesa, sehingga langkahnya pun menjadi panjang-
panjang. "Paman Wangking" desisi Manggada yang mempercepat
langkanya pula. Beberapa langkah sebelum mereka berpapasan, orang itu
tiba-tiba telah berbelok turun ke jalan yang lebih kecil. Namun
Manggada itu berlari-lari mandapatkannya sambil memanggil
namanya "Paman. Paman Wangking"
Orang itu memang berhenti. Wajahnya menjadi tegang.
Namun dengan tajamnya ia memandangi Manggada yang
berlari-lari mendapatkannya sambil bertanya "Paman, apakah
paman tidak ingat lagi kepadaku"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau siapa?" bertanya orang yang dipanggilnya Wangking
itu. "Aku Manggada" "Manggada, he kaukah itu"
"Ya paman. Aku Manggada. Paman ingat sekarang"
Orang itu meletakkan cangkulnya. Ditepuknya pundak
Manggada sambil berkata "Kau sudah sebesar ini sekarang.
Hampir saja aku tidak mengenalmu lagi. Dimana saja kau
selama ini" "Aku berada di rumah paman" jawab Manggada. Lalu
katanya "Ini adik sepupuku. Dan ini Ki Pandi. Seseorang yang
banyak membantuku dalam perjalanan hidupku"
Orang itu berpaling kepada Ki Pandi sambil mengangguk
hormat. Sementara itu Ki Pandipun berkata "Adalah kebetulan
bahwa kami menempuh perjalanan yang searah"
"Jika ada kesempatan, silahkan singgah di rumahku Ki
Pandi" berkata orang itu "rumahku tinggal beberapa langkah
saja dari sini" "Terimakasih Ki Wangking. Besok, aku akan memerlukan
singgah" jawab Ki Pandi.
"Aku sudah agak lama meninggalkan ayah dan ibu, paman.
Aku ingin melihatnya lebih dahulu. Besok aku antar Ki Pandi
singgah di rumah Ki Wangking" berkata Manggada. Namun
kemudian Iapun bertanya "Tetapi rasa-rasanya padukuhan ini
menjadi sangat sepi sekarang, paman. Biasanya rumah-rumah
belum menutup pintu di saat seperti ini"
"Sebentar lagi senja turun" jawab Ki Wangking.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya. Tetapi suasananya terasa lain sekali dengan hari-hari
yang pernah aku saksikan di padukuhan ini beberapa tahun
yang lalu" berkata Manggada kemudian "bahkan aku melihat
anak-anak yang ketakutan melihat kami lewat"
Ki Wangkingpun melihat sekelilingnya. Rasa-rasanya
memang aneh, bahwa orang itu nampak gelisah. Padahal
sejak dilahirkan, Ki Wangking tinggal di padukuhan itu. Bahkan
kemudian katanya "Baiklah Manggada. Pulanglah. Ayah dan
ibumu tentu sudah menunggu" namun kemudian ditambahkannya "menurut pengetahuanku di rumahmu kini
sedang ada tamu. Tetapi aku kurang tahu, siapakah tamu di
rumahmu itu. "Tamu?" bertanya Manggada.
"Ya. Tetapi saatnya memang agak kurang tepat. Tetapi
tamu di rumahmu itu tentu tidak tahu apa yang sedang terjadi
di padukuhan ini" berkata Ki Wangking.
"Apakah yang sebenarnya terjadi?" bertanya Manggada.
"Ayahmu akan dapat mengatakan kepadamu nanti. Cepat-
cepat sajalah pulang" berkata Ki Wangking. Namun kemudian
iapun berkata dengan nada gelisah "Marilah. Aku juga ingin
segera sampai ke rumah"
"Terima kasih, paman" sahut Manggada.
Ternyata Ki Wangking itupun segera melangkah sambil
menjinjing cangkulnya "Marilah anak-anak muda. Marilah Ki
Pandi. Aku tunggu kalian singgah"
Manggada, Laksana dan Ki Pandi menjadi semakin heran.
Namun kemudian merekapun segera melanjutkan langkah
mereka. Mereka justru semakin ingin cepat-cepat sampai ke
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rumah Manggada untuk mengetahui apa yang tengah terjadi
di padukuhan itu. Di tikungan, mereka melihat seorang perempuan melintas.
Cepat sekali. Namun Manggada segera mengenal perempuan
itu. Karena itu, maka iapun telah memanggilnya "Bibi, bibi
Gangsal" Perempuan itu memang berpaling. Ketika ia melihat
Manggada maka iapun berkata tertahan "Apakah aku
berhadapan dengan Manggada yang sering mamanjat pohon
duwet di rumah sebelah"
"Ya bibi. Bukankah rumah sebelah itu rumah Pamrih, anak
yang umurnya sebayaku kawan memanjat pohon duwet itu"
"Manggada" Perempuan itu mengangguk-angguk "Kau
sudah begitu besar. Tetapi kemana kau selama ini?" bertanya
perempuan itu. "Aku berada di rumah paman, bibi" jawab Manggada.
Perempuan itu nampaknya masih ingin bertanya lebih
panjang. Tetapi tiba-tiba wajahnya berkerut. Katanya
"Pulanglah ngger. Bukankah kau belum sampai ke rumahmu"
"Belum bibi" jawab Manggada.
"Nah, pulanglah, sebentar lagi senja turun" berkata
perempuan itu "aku juga harus segera pulang"
Manggada tidak sempat memperkenalkan saudara sepupunya dan Ki Pandi. Namun bahwa semua orang
nampaknya merasa gelisah, menjadi semakin terasa. Sehingga
karena itu, maka Manggada pun semakin ingin cepat sampai
di rumah. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, mereka bertiga tidak berhenti lagi. Mereka
tidak lagi bertemu dengan seorang pun. Ketika senja turun,
maka semua pintu rumah menjadi semakin tertutup rapat.
Mereka bertiga hanya dapat melihat cahaya lampu minyak
yang menyusup di antara lubang dinding yang tidak rapat.
Sementara regol-regol halaman pada umurnya memang tidak
tertutup rapat. Ketika Manggada sampai dilmuka regol halaman rumahnya,
maka pintu rumahnyapun sudah tertutup. Tetapi pintu
regolnya masih sedikit terbuka.
Rumah Manggada adalah sebuah rumah yang sedang.
Lengkap dengan pringgitan, pendapa dan gandok. Dua buah
seketheng di sebelah-menyebelah pendapa memisahkan
longkangan dengan halaman depan yang memang agak luas.
Jantung Manggada terasa bergejolak semakin cepat.
Kepada Ki Pandi Manggada itu berkata "Inilah rumahku, Ki
Pandi" Ki Pandi mengangguk-angguk. Katanya "Rumah yang
bagus" "Rumah yang sederhana" sahut Manggada.
"Tetapi rumahmu terpelihara dengan rapi, Manggada.
Bersih dan terawat baik"
"Ayah dan ibu memang senang merawat rumah, termasuk
halamannya dan tanam-tanaman di atasnya" jawab Manggada. Ki Pandi mengangguk-angguk, sementara itu senjapun
menjadi semakin temaram. Di pendapa rumah orang tua
Manggada, lampu sudah menyala. Demikian pula di serambi
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gandok dan bahkan di seketheng. Namun rumah itu nampak
sepi. Ketiga orang itupun kemudian memasuki halaman rumah.
Manggada mempersilahkan Ki Pandi naik ke pendapa dan
duduk di atas tikar pandan yang memang sudah digelar di
pringgitan. Manggada yang menjadi berdebar-debar mendekati pintu
pringgitan. Sementara Laksana ikut saja di belakangnya.
Perlahan-lahan Manggada mengetuk pintu. Semula ia ingin
mengganggu kedua orang tuanya dan mengejutkan mereka.
Namun karena suasana nampaknya tidak menguntungkan,
maka niatnya diurungkan. Ia tidak mau benar-benar membuat
orang tuanya benar-benar terkejut.
Ternyata ketukannya itu segera didengar oleh orang yang
berada di belakang pintu. Sesaat Manggada dan Laksana
mendengar orang-orang berbisik di dalam. Baru kemudian
dengan suara yang ragu terdengar seseorang bertanya "Siapa
di luar" Meskipun sudah lama Manggada meninggalkan rumahnya,
namun Manggada masih ingat benar. Suara itu suara ayahnya.
Karena itu, maka Manggada itupun segera menyahut "Ini
kami ayah. Manggada dan Laksana"
"Manggada dan Laksana" terdengar suara perempuan. Ibu
Manggada. Sejenak kemudian pintu pringgitan itupun terbuka. Dengan
tergesa-gesa seseorang telah mengangkat selarak pintu.
Ketika pintu dibuka, maka ayah dan ibu Manggada berdiri di
muka pintu. Demikian mereka melihat Manggada, maka
ibunya segera memeluknya, sementara ayah Manggada
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memegangi kedua bahu Laksana sambil mengguncang-
guncangnya. Seperti anaknya, maka Laksana nampak tumbuh
menjadi anak muda yang kokoh kuat. Tangan ayah Manggada
segera merasakan betapa kerasnya tulang-tulang Laksana dan
betapa liat kulitnya. Namun yang kemudian terkejut adalah Manggada dan
Laksana. Ternyata di belakang ayah dan ibu Manggada berdiri
ayah dan ibu Laksana. "Ayah dan ibu ada disini?" bertanya Laksana gagap.
Ibu Laksanapun memeluknya pula. Setitik air mata menetes
di bahu anaknya. Ia menahan tangis ketika melepas anaknya
itu pergi bersama Manggada. Tetapi setelah kegelisahan
mencengkam jantungnya, maka kini ia bertemu lagi dengan
anaknya. "Marilah, masuklah" ayah Manggada mampersilahkan
keduanya. Tetapi Manggada berkata "Ayah. Aku datang bersama
seseorang. Seseorang yang telah banyak membantu dan
bahkan melindungi aku selama dalam perjalanan"
Ayah Manggada mengerutkan dahinya Namun kemudian
katanya "Persilahkan ia masuk"
Manggadapun kemudian melangkah mendekati Ki Pandi
diikuti oleh ayahnya. Ki Pandipun kemudian telah bangkit
berdiri pula. Dengan hormat ia mengangguk dalam-dalam.
Demikian pula ayah Manggada, sementara Manggada berkata
"Ki Pandi. Ini Ayahku. Kebetulan ayah dan ibu Laksana pun
ada disini pula" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kepada ayahnya, Manggada telah memperkenalkan Ki Pandi
pula. Dikatakannya bahwa selama dalam perjalanan Ki Pandi
telah banyak berbuat bagi Manggada dan Laksana.
"Aku mempersilahkan Ki Pandi duduk di dalam saja"


Sejuknya Kampung Halaman Seri Arya Manggada 4 Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ayahnya mempersilahkan. Memang tidak terbiasa bagi orang yang baru dikenalnya
langsung dipersilahkan duduk di ruang dalam. Biasanya
seorang tamu diterima di pendapa atau di pringgitan.
Tetapi Ki Pandi yang sudah menangkap suasana di
padukuhan itupun mengerti, kenapa ia dipersilahkan masuk ke
ruang dalam. Demikianlah, maka sejenak kemudian, mereka sudah
berada di ruang dalam rumah keluarga Manggada. Suasana
yang gembira meliputi pertemuan itu.
"Aku sudah hampir sepuluh hari berada di rumah ini"
berkata Ki Citrabawa kepada Manggada dan Laksana "sejak
kalian meninggalkan rumah kami, maka kami tidak lagi
mendengar kabar beritanya. Kami berharap kalian datang
menengok kami. Tetapi sampai kegelisahan kami memuncak,
kalian sama sekali tidak muncul. Ketika kami tidak tahan lagi,
terutama ibumu, maka kami telah pergi menyusul kalian.
Demikian kami sampai di rumah ini, kegelisahan itu justru
semakin bertambah, karena ternyata kalian belum sampai di
rumah ini" "Maafkan kami paman" jawab Manggada dengan nada
rendah. "Ketika paman dan bibimu datang kemarin Manggada, serta
menceritakan bahwa kalian sudah lama berangkat meninggalkan rumah pamanmu, jantungku dan jantung ibumu
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rasa-rasanya akan terlepas dari tangkainya" berkata ayah
Manggada. Manggada dan Laksana hanya menundukkan kepalanya
saja. Mereka memang bersalah, karena dengan demikian
maka mereka telah membuat kedua keluarga mereka sangat
gelisah. Apalagi setelah Ki Citrabawa datang mengunjungi Ki
Kertasana, ayah Manggada.
"Aku bertemu dengan kedua anak muda ini di belakang
hutan Jatimalang" berkata Ki Pandi menyela.
"Hutan Jatimalang" Ki Citrabawa mengulang hampir tidak
percaya "kenapa kalian sampai ke belakang hutan Jatimalang"
"Ceriteranya panjang paman" jawab Manggada.
"Baiklah" berkata Ki Citrabawa "besok kalian harus
berceritera panjang sepanjang perjalanan kalian"
"Baik paman. Namun yang dapat kami beritahukan,
seandainya kami tidak bertemu dengan Ki Pandi dan
Panembahan Lebdagati, mungkin kami memang tidak akan
dapat sampai ke rumah ini"
Tetapi Ki Pandipun menyahut "Aku hanya menjadi penunjuk
jalan karena agaknya keduanya kebingungan"
"Kami mengucapkan terima kasih Ki Pandi" berkata Ki
Kertasana sambil mengangguk-angguk. Lalu katanya selanjutnya "agaknya mereka telah bertualang"
"Itulah yang kami cemaskan, kakang" sahut Ki Citrabawa
"karena itu, aku sudah banyak berpesan ketika mereka
meninggalkan rumahku, bahwa mereka tidak perlu merasa
perlu untuk mencoba kemampuan mereka terhadap siapapun
dan terhadap apapun"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manggada dan Laksana hanya berdiam diri saja. Namun Ki
Pandilah yang kemudian berkata "Mereka memang tidak
berusaha untuk mencoba ilmu mereka dengan siapapun.
Tetapi agaknya mereka tertarik untuk menjenguk betapa
jauhnya cakrawala. Jika kemudian mereka harus mempertahankan dirinya, itu adalah perbuatan yang wajar
bagi setiap orang yang merasa terancam. Namun satu hal
yang dapat dibanggakan dari kedua anak muda itu adalah,
dorongan nurani mereka untuk membantu kesulitan orang
lain" Ki Kertasana dan Ki Citrabawa mengangguk-angguk. Satu
kebanggaan memang bergejolak di dalam dada orang-orang
tua Manggada dan Laksana itu. Namun Ki Kertasana itu
berkata "Tetapi selama ini dada kami bagaikan dipanggang di
atas api" Ki Pandi tersenyum, katanya "Selama perjalanan mereka,
kedua anak muda ini tentu mendapat banyak sekali
pengalaman meskipun kadang-kadang cukup berbahaya.
Namun Tuhan Yang Maha Pengasih masih tetap melindungi
mereka" Dalam pada itu, maka Nyi Kertasana dan Nyi Citrabawa pun
telah minta diri pergi ke dapur untuk membuat minuman dan
menyiapkan makan malam. Demikian kedua orang perempuan itu meninggalkan ruang
dalam, maka Manggada yang sudah tidak sabar lagi itupun
bertanya "Ayah. Ketika kami memasuki padukuhan Gemawang
ini terasa suasananya terasa agak berbeda. Apakah hal seperti
itu hanya terjadi di padukuhan Gemawang atau diseluruh
Kademangan Kalegen?"
"Suasana apa yang kau rasakan?" bertanya Ki Kertasana.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lengang dan gelisah" jawab Manggada.
Ki Kertasana mengangguk-angguk. Katanya "Ya. Suasana
itu telah mencengkam padukuhan ini. Meskipun juga sedikit
terasa di padukuhan lain di Kademangan Kalegen, tetapi tidak
sedalam di padukuhan Gemawang"
"Kenapa demikian ayah" Apa yang telah terjadi disini"
bertanya Manggada pula. "Satu kebetulan, dalam suasana yang mencengkam itu,
paman dan bibimu datang kemari, sehingga mereka tidak
dapat melihat-lihat suasana yang sewajarnya di padukuhan ini.
Apalagi karena kalian berdua masih belum sampai di rumah.
Kegelisahan yang mencengkam padukuhan ini masih ditambah
lagi dengan kegelisahan yang mencuat dari dada ini"
Manggada dan Laksana saling berpandangan sejenak.
Namun kemudian keduanya telah menunduk lagi.
Sementara itu, Ki Kertasana melanjutkan "Kegelisahan ini
bermula dari berita bahwa dua orang kakak beradik yang
sudah lama hilang dari padukuhan ini akan kembali lagi.
0o-dw-o0 http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 2 "HANYA karena dua orang yang telah lama pergi akan kembali, maka padukuhan ini menjadi sangat gelisah?" bertanya Laksana. "Ya. Itulah yang terjadi" jawab Ki Kertasana. Lalu katanya "Tetapi persoalannya talak hanya sekedar dua orang kakak beradik itu akan kembali pulang. Tetapi tentu ada persoalan lain yang menyangkut kepulangan mereka itu" "Persoalan apa yang telah memhuat sesisi pedukuhan mi
gelisah, ayah" bertanya Manggada.
"Apakah kau masih ingat dua orang penghuni padukuhan
ini yang bernama Wira Sabet dan Sina Gentong" bertanya Ki
Kertasana "Nah, mereka berdua itulah yang akan pulang"
Manggada mencoba mengingat-ingat. Kemudian anak muda
itu mangangguk-angguk sambil berkata "Ya. Aku ingat
keduanya rumah mereka yang seorang berada di dekat banjar
dan yang seorang lagi di sebelah padukuhan. Anak Ki Wira
Sabet itu sebaya dengan aku. la kawan bermain waktu aku
masih belum meninggalkan padukuhuan ini"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nah, apakah kau ingat bagaimana Ki Wira Sabet itu pergi"
bertanya ayahnya. Manggada termangu-mangu sejenak. Namun kemudian ia
menggelengkan kepalanya sambil berdesis "Tidak. Aku tidak
ingat" Ki Kertasana termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
katanya "Ceriteranya memang sangat tidak menarik.
Seumurmu waktu itu, kau tentu tidak banyak mengerti. Tetapi
sekarang kau sudah dewasa, maka tidak ada salahnya jika kau
mengerti alasan kepergian mereka berdua"
Manggada dan Laksana mendengarkan ceritera ayahnya
dengan sungguh-sungguh. Sementara Ki Kertasana meneruskannya "Saat itu Sura Gentong masih nampak jauh
lebih muda dari sekarang Ia ternyata telah berhubungan
dengan seorang perempuan yang sudah bersuami, sementara
ia sendiri telah beristeri. Ketika orang-orang padukuhan ini
sedang memikirkan untuk menyelasaikan persoalannya yang
rumit, maka yang tidak diharapkan itu telah terjadi. Sura
Gentong dan perempuan itu menjadi gila. Agaknya mereka
sepakat untuk mengambil jalan pintas. Sura Gentong
membunuh isterinya dan perempuan itu meracun suaminya
sampai mati. Tetapi keduanya tidak sempat melarikan diri
seperti yang direncanakan. Keduanya gagal melarikan diri
karena tetangga-tetangga yang mendengar keributan di
rumah Sura Gentong yang membunuh isterinya itu segera
mengepungnya dipimpin langsung oleh Ki Jagabaya. Tetapi hal
itu didengar pula oleh kakak Sura Gentong. Wira Sabet
ternyata membela adiknya. Ketika, terjadi ketegangan dan
bahkan kemudian keributan, maka Wira Sabet justru telah
melukai Ki Jagabaya. Untunglah bahwa nyawa Ki Jagabaya
dapat diselamatkan. Namun Wira Sabet dan Sura Gentong
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ternyata berhasil melarikan diri, luput dari kejaran orang-orang
pedukuhan ini" Manggada mengangguk-angguk. Katanya "Ya. Aku ingat
keributan yang terjadi itu. Tetapi aku memang tidak tahu
sebabnya" "Nah, sejak saat itu. Wira Sabet dan Sura Gentong menjadi
buruan dan tidak berani lagi menginjakkan kakinya di
padukuhan ini" "Tetapi sekarang mereka akan kembali" bertanya Manggada. "Ya. Itulah yang menggelisahkan" jawab ayahnya.
"Kenapa menggelisahkan" Kenapa orang-orang padukuhan
ini tidak bersikap sebagaimana beberapa tahun yang lalu"
Bersama-sama menghadapi keduanya. Bukankah dengan
demikian maka keduanya tidak akan berani berbuat apa-apa
sebagaimana saat itu" bertanya Manggada.
"Ternyata keadaannya sudah berubah. Lebih dari lima
tahun keduanya berguru kepada seorang yag sakti di kaki
Gunung Kendeng. Nah. dengan ilmu yang tinggi itu, mereka
kembali ke kampung halaman. Bahkan bukan hanya berdua,
tetapi bersama kawan-kawan seperguruan mereka"
"Darimana orang-orang padukuhan ini mengetahuinya
bahwa keduanya akan kembali bersama saudara-saudara
seperguruan mereka?" bertanya Manggada pula.
"Wira Sabet dan Sura Gentong telah menemui seseorang
yang sedang berada di sawah. Ia sengaja memberitahukan hal
itu untuk disebar-luaskan kapada penghuni padukuhan ini.
Bahkan dengan pesan, mereka pada suatu saat akan datang
untuk menuntut balas. Sura Gentong semakin mendendam
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sejak perempuan yang menjadi sumber persoalan itu ternyata
telah mati pula "Apakah orang-orang di padukuhan ini membunuhnya"
bertanya Laksana. "Tidak. Perempuan itu memang ditangkap waktu itu dan


Sejuknya Kampung Halaman Seri Arya Manggada 4 Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dibawa ke rumah Ki Jagabaya. Tetapi perempuan itu sangat
menyesali perbuatannya. Ia sudah terlanjur membunuh
suaminya. Sementara itu ia tidak berhasil melarikan diri
bersama Sura Gentong, karena Sura Gentong sendiri harus
menghindari kemarahan orang-orang padukuhan ini. Karena
itu, maka dalam penyesalan yang tidak tertahankan,
perempuan itu telah membunuh diri di ruang tahanannya.
Ketika seorang pembantu di rumah Ki Jagabaya akan
memberikan makan paginya, ternyata perempuan itu sudah
meninggal, tergantung pada selendangnya yang diikatkan
pada rusuk atap rumah dengan memanjat geledeg bambu
yang ada di bilik itu"
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Sementara Ki
Pandi mengerutkan dahinya. Dengan suara berat Ki Pandi itu
berdesis "Satu sisi gelap dari kehidupan seseorang. Betapapun
manusia dianugerahi akal dan pikiran, namun kadang-kadang
manusia sendiri tidak mampu memanfaatkan dengan baik"
Manggada dan Laksanapun segera teringat kehidupan
beberapa jenis binatang di hutan. Mereka tidak mempunyai
akal dan pikiran sebagaimana manusia, sehingga mereka tidak
tahu arti baik dan buruk. Tidak pula tahu benar dan salah.
Dalam pada itu, Ki Kertasana itupun berkata selanjutnya
"Nah, keadaan itulah yang telah membuat suasana padukuhan
ini menjadi gelisah. Bahkan Ki Jagabaya menjadi gelisah pula.
Dalam keadaan yang sulit ini, ia tidak berhasil mendapat
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dukungan dari siapapun di padukuhan ini, karena semua
orang dibayangi oleh ketakutan untuk membantunya"
"Tetapi jika orang-orang padukuhan ini bergerak bersama-
sama, maka Wira Sabet dan Sura Gentong tentu akan berpikir
dua kali untuk membalas dendam. Bagaimanapun juga
mereka tentu tidak ingin hidup dalam suasana yang buruk,
yang diwarnai permusuhan dan dendam, sehingga setiap
bangun dari tidur, ia sudah merasa dikelilingi oleh musuh-
musuhnya" "Tetapi tidak ada orang yang berani melakukannya,
memusuhi keduanya akan dapat berarti mati bagi mereka"
berkata Ki Kertasana dengan sungguh sungguh.
"Apakah ayah menduga keduanya akan sampai hati
membunuh tetangga mereka sendiri" bertanya Manggada.
"Ya, Iblis telah singgah dan bahkan menetap di hati
mereka. Dendam itu telah membuat jantung mereka
membara" Manggada dan Laksana saling berpandangan sejenak.
Namun kemudian Manggada telah berpaling kepada Ki Pandi
dan kemudian kepada pamannya. Meskipun agak ragu namun
Manggada itupun bertanya "Paman. Seperti kedua orang itu,
kami juga baru pulang. Apakah menurut paman, kami dapat
membantu Ki Jagabaya yang mengalami kesulitan, bahkan
mungkin kegelisahan yang sangat"
Ki Citrabawa menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Jika kau
merasa terdorong untuk membantu mereka yang hidupnya
terancam oleh dendam dan kekelaman hati. maka kalian dapat
melakukannya. Tetapi jika baru sekedar ingin memamerkan
kemampuan kalian, maka lebih baik kalian tinggal di belakang
pintu tertutup sebagaimana orang lain di padukuhan ini"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kami benar-benar ingin membantu, paman. Bukankah
dengan demikian, maka banyak kerja yang terbengkalai, orang
yang pergi ke sawah dengan tergesa-gesa pulang dan
menutup pintu. Perempuan yang pergi ke pasar di pagi hari
pun harus berlari-lari pula. Sedang anak-anak tidak lagi berani
bermain di halaman" jawab Manggada.
Ki Citrabawa mengangguk-angguk, katanya "Baiklah jika
demikian. Besok, pergilah ke rumah Ki Jagabaya, mungkin
kalian juga harus menemui Ki Bekel"
"Baik paman" jawab Manggada "Besok, kami akan menemui
mereka" "Tetapi ingnat Manggada. Keduanya tidak berdiri sendiri.
Mereka sudah terikat dalam satu keluarga sebuah perguruan.
Karena itu. maka saudara-saudara seperguruan mereka akan
melibatkan diri pula jika harga diri mereka diganggu"
"Baik, paman" jawab Manggada "kami akan berhati-hati"
"Nah, kau dengar Laksana" berkata ayahnya "kau bukan
anak padukuhan Gemawang. Karena itu, kau harus sangat
berhati-hati jika kau melibatkan diri ke dalam persoalan ini"
"Ya ayah" jawab Laksana "aku akan mengingat semua
petunjuk kakang Manggada, karena kakang Manggada tentu
lebih mengetahui medannya daripada aku"
"Selanjutnya aku tentu akan mohon paman untuk tetap
tinggal untuk sementara disini. Bahkan aku juga mohon Ki
Pandi untuk tinggal bersama kami"' berkata Manggada
kemudian. Ki Pandi tersenyum katanya "Jika hanya untuk menemani
kalian berdua, aku tentu tidak berkeberatan"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, Ki Pandi, tetapi satu hal yang hendaknya Ki Pandi
ingat, bukankah Ki Pandi akan mengajari kami membunyikan
seruling sampai kami benar-benar mampu melagukan
gending-gending kewiraan, namun juga kidung kesejukan dan
kedamaian?" Ki Pandi justru tertawa, sementara Ki Kertasana dan Ki
Citrabawa hanya termangu-mangu saja.
Namun baik Ki Kertasana maupun Ki Citrabawa telah
menduga bahwa Ki Pandi yang nampaknya tidak lebih dari
seorang yang bertubuh bongkok, namun ia tentu seorang
yang berilmu tinggi. Tetapi pembicaraan itupun terputus, kerena Nyi Kertasana
dan Nyi Citrabawa telah memasuki ruangin itu pula sambil
membawa hidangan makan malam bagi mereka
Setelah makan malam, Manggada dan Laksana masih
duduk-duduk di ruang dalam bersama keluarganya dan
pamannya serta Ki Pandi. Laksana telah bercerita panjang
lebar tentang pengembaraannya dan agaknya sulit untuk
dikekang, sekali-sekali anak muda itu telah bercerita pula
tentang Ki Pandi. "Ah, anak itu ternyata memang senang bergurau" sahut Ki
Pandi sambil tersenyum "ia juga senang memuji seseorang
agak berlebihan. Tetapi aku tahu, ia tidak bermaksud apa-apa
kecuali sekedar bergurau"
Ki Kertasana dan Ki Citrabawa tertawa. Dengan nada
rendah Ki Kertasana berkata "Laksana memang senang
bergurau, tetapi aku mempercayainya"
Ki Pandipun tertawa juga. Tetapi ia masih berkata "Aku
justru menjadi berdebar-debar jika ceritera angger Laksana itu
dipercaya. Karena hal itu akan merupakan beban bagiku"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Laksana justru tertunduk diam meskipun ia harus menahan
tertawanya. Malam itu Manggada dan Laksana menjadi anak-anak muda
yang dimanjakan. Mereka tidur di bilik yang bersih diterangi
lampu minyak di atas ajug-ajug di sudut biliknya serta
disediakan selimut kain panjang untuk melawan angin.
Tetapi kedua orang anak muda itu justru merasa canggung.
Sebulan lamanya mereka berada di tengah-tengah hutan yang
lebat, dengan hanya sekedar menggunakan kulit kayu sebagai
pengganti pakaiannya. Justru karena itu, maka mereka tidak segera dapat tidur,
untuk beberapa saat mereka masih saja berbincang kesana-
kemari. Namun akhirnya pembicaraan mereka tersangkut pada
persoalan yang sedang membuat padukuhan Gemawang di
Kademangan Kalegen itu terasa panas.
"Besok kita akan menemui Ki Jagabaya" desis Manggala.
"Ya" sahut Laksana "kita akan melibatkan diri langsung,
justru aku ingin menemui dengan kedua orang itu"
"Jika sudah bertemu?" bertanya Manggada.
Laksana menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia tidak
menjawab, Bahkan kemudian ia memiringkan tubuhnya
membelakangi Manggada sambil menguap.
"Aku ingin tidur" desisnya.
Di bilik yang berada di gandok, Ki Pandi justru sudah tidur
nyenyak. Orang tua itu seakan-akan dengan sengaja telah
mengosongkan dirinya dari berbagai macam persoalan dan
ingin benar-benar menikmati istirahatnya. Di umurnya yang
semakin tua Ki Pandi yang terbiasa bertualang itu, sekali-sekali
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
juga ingin berada dalam lingkungan keluarga yang sewajarnya
seperti di rumah Ki Kertasana itu.
Tetapi pagi-pagi benar Ki Pandi sudah bangun. Ketika
Manggada pergi ke sumur untuk menimba air mengisi
pakiwan, Ki Pandi justru sudah mengisi pakiwan itu sampai
penuh. "Sebaiknya aku dan Laksana sajalah yang mengisi
jambangan di pakiwan itu, Ki Pandi" berkata Manggada.
Ki Pandi tersenyum. Katanya "Bukankah aku sekali-sekali
juga ingin mandi di pakiwan?"
"Maksudku, biar sajalah Ki Pandi mandi. Tetapi kami sajalah
yang mengisinya" "Bukankah sama saja" Asal jambangan itu tidak menjadi
kosong" jawab Ki Pandi.
"Tetapi sebaiknya kami yang muda-muda sajalah yang
mengisinya. Agaknya itu akan lebih pantas"
Ki Pandi menepuk bahu Manggada sambil berkata "Aku
akan mandi kau isi kembali jambangan itu"
Demikianlah, setelah mandi dan berbenah diri, maka Ki
Pandi, Manggada dan Laksana telah duduk di serambi gandok.
Namun kemudian merekapun diminta untuk masuk ke ruang
dalam untuk minum minuman hangat yang telah disediakan
oleh Nyi Kertasana serta beberapa potong makanan yang
dibuat oleh Nyi Citrabawa.
Sambil makan, maka Manggada dan Laksana kembali
menyatakan keinginannya untuk menemui Ki Jagabaya.
"Baiklah" sahut Ki Kertasana "tetapi sekali lagi aku pesan kepada kalian, agar
kalian berhati-hati. Kalian harus
menyesuaikan diri dengan semua rencana Ki Jagabaya. Kalian
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jangan membuat rencana tersendiri tanpa setahu Ki Jagabaya.
Apalagi memotong kebijaksanaan Ki Jagabaya"
"Baiklah ayah. Jika kami menemui Ki Jagabaya hari ini. kami
baru akan menjajagi persoalan yang sebenarnya dihadapi oleh
seisi padukuhan ini. Kami tentu akan memohon pertimbangan
ayah dan paman Citrabawa. Selebihnya tentu juga Ki Pandi"
jawab Manggada. "Pergilah. Bawa diri kalian baik-baik"pesan Ki Kertasana.
Sejenak kemudian, maka Manggada dan Laksana telah
menyusuri jalan padukuhan menuju ke rumah Ki Jagabaya.
Seperti yang telah mereka lihat, padukuhan Gemawang itu
menjadi sangat lengang. Bahkan keduanya hampir tidak pernah menjumpai orang-
orang yang pernah mereka kenal. Anak-anak kecil juga tidak
bermain-main di halaman. Mereka pada umumnya lebih
senang bermain di longkangan rumahnya.
Manggada dan Laksana berjalan dengan jantung yang
berdebar-debar. Seisi padukuhan Gemawang itu memang
benar-benar sedang dicengkam oleh kegelisahan.
Ketika mereka sampai di regol halaman rumah Ki Jagabaya,
maka regol itu tertutup pula. Tetapi ketika Manggada
mendorong regol itu, maka regol itupun terbuka. Ternyata
regol itu tidak diselarak dari dalam.
Dengan ragu-ragu keduanya menuju ke pendapa, tetapi
mereka tidak melihat siapapun.
Karena itu, maka mereka telah pergi ke pintu seketeng.
Ternyata pintu seketeng itu tertutup, bahkan diselarak dari
dalam. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedua anak muda itu berpandangan sejenak. Namun
kemudian Manggadapun berdesis "Aku akan mencoba
mengetok pintu seketeng ini. Mudah-mudahan ada yang
mendengar" Laksana mengangguk sambil menjawab "Ya. Kita memang
harus mengetuk pintu. Atau melingkari gandok dan langsung
pergi ke dapur" Manggadapun kemudian mengetuk pintu seketeng itu.
Perlahan-lahan. Namun karena tidak ada seorangpun yang
menyahut, maka iapun megetuk semakin keras.
Untuk beberapa saat memang tidak ada yang menyahut.
Tetapi kemudian keduanya mendengar langkah orang menuju
ke pintu. Dengan nada berat terdengar seseorang bertanya
"Siapa di luar?"
"Aku" sahut Manggada.
"Aku, siapa" bertanya suara itu pula.
"Manggada" "Manggada" A ku belum pernah mendengar nama itu"
Manggada termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
iapun berkata "Aku anak Ki Kertasana"
"Anak Ki Kertasana" Bukankah anak Ki Kertasana tidak
berada di rumahnya?"
"Ya. Tetapi kemarin aku sudah pulang"
Nampaknya suara Manggada cukup meyakinkan. Karena
itu. maka terdengar orang di belakang pintu seketeng itu
mengangkat selarak dan kemudian mendorong pintu sehingga
terbuka. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yang berdiri di belakang pintu ternyata seorang anak muda
yang sedikit lebih tua dari Manggada dan Laksana. Namun
Manggada segera dapat mengenalinya. Anak muda itu tentu
anak Ki Jagabaya. "Bukankah kau Sampurna" bertanya Manggada. Anak muda
itu mengerutkan dahinya. Tetapi iapun segera teringat. Anak
muda itu adalah Manggada. Kawannya bermain, meskipun
umurnya berselisih dua tiga tahun.
"Marilah Manggada, masuklah. Kita duduk di serambi"


Sejuknya Kampung Halaman Seri Arya Manggada 4 Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkata Sampurna yang wajahnya menjadi cerah.
Manggada dan Laksana melangkah masuk. Manggada
kemudian telah memperkenalkan Laksana, adik sepupunya itu.
Ketiganyapun kemudian melangkah ke pandapa setelah
Sampurna menyelarak pintu itu lagi.
Sambil melangkah ke serambi samping, Manggadapun
bertanya "Apakah kau akan pergi ke satu upacara?"
"Tidak" jawab Sampurna "aku tidak akan pergi ke mana-
mana" "Tetapi kau berpakaian lengkap" sahut Manggada.
Sampurna mendorong kerisnya kepunggungnya. Katanya
"Aku tidak akan pergi ke sebuah upacara. Tetapi dalam
keadaan seperti sekarang ini, maka aku merasa perlu untuk
selalu bersiap-siap"
Manggada mengangguk-angguk. Katanya "Ya. Aku melihat
suasana yang menegangkan"
"Apakah Ki Kertasana tidak berceritera tentang keadaan
padukuhan Gemawang di saat-saat terakhir?" bertanya
Sampurna. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya Ayah sudah berceritera" jawab Manggada.
Sampurna menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian
iapun membuka pintu serambi dan sekali lagi mempersilahkan
kedua anak-anak muda itu duduk di serambi samping.
"Seluruh padukuhan ini terasa sangat sepi" berkata
Manggala kemudian. "Ya, seluruh padukuhan ini sedang dibayangai oleh
ketakutan. Berita akan kembalinya Wira Sabet dan Sura
Gentong telah membuat semua orang menjadi gelisah.
Termasuk ayah. Karena ayah dianggap musuh utama kedua
orang itu" jawab Sampurna.
"Dimana Ki Jagabaya sekarang?" bertanya Manggada.
"Ayah sedang pergi ke rumah Ki Bekel. Bagaimanapun juga,
ayah harus tetap menjalankan tugasnya. Meskipun ia harus
bekerja sendiri" jawab Sampurna.
"Kenapa sendiri" Bagaimana dengan bebahu padukuhan ini
dan apakah hal ini sudah dilaporkan kepada Ki Demang
Kalegen?" "Ki Bekel sudah memberikan laporan. Namun tidak banyak
yang dapat dilakukan oleh Ki Demang di Kalegen. Agaknya
nama Wira Sabet dan Sura Gentong benar-benar ditakuti.
Apalagi setelah diketahui bahwa Wira Sabet dan Sura Gentong
ternyata lelah bekerja sama dengan Ki Sapa Aruh"
"Ki Sapa Aruh" Maksudmu ada seseorang yang bernama
Sapa Aruh" bertanya Manggada.
"Ya. Memang nama yang aneh. Tetapi orang yang bernama
Sapa Aruh itu adalah orang yang memang ditakuti. Bukan
hanya di Kademangan Kalegen, tetapi untuk satu lingkungan
yang luas" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku belum pernah mendengar nama itu. Ayahpun tidak
menyebut nama Ki Sapa Aruh" berkata Manggada.
"Nama itu sudah lama dikenal. Tetapi bahwa Wira Sabet
dan Sura Gentong diketahui berhubungan dengan Ki Sapa
Aruh itu memang baru beberapa hari ini. Kabar yang diterima
Ki Bekel tentang hal itu justru dari Kademangan. Mungkin Ki
kertasana memang belum mengetahui hal itu"
Manggada mengangguk-angguk. Katanya "Sebelum orang-
orang padukuhan ini mengetahui bahwa Wira Sabet dan Sura
Gentong berhubungan dengan Ki Sapa Aruh. mereka sudah
menjadi ketakutan. Apalagi jika kemudian mereka mengetahuinya. "Ya. Sebagaimana para bebahu Kademangan dan bahkan Ki Demang sendiri menjadi gelisah karenanya"
"Apakah Wira Sabet dan Sura
Gentong itu telah mengupah Ki
Sapa Aruh untuk membantu mereka" bertanya Laksana.
"Tetapi ingat Manggada. Keduanya tidak berdiri sendiri.
Mereka sudah terikat dalam satu
keluarga sebuah perguruan. Karena itu, saudara-saudara seperguruannya akan melibatkan diri pula jika harga diri mereka tersinggung"
"Agaknya tidak demikian" jawab Sampurna "Ki Sapa Aruh
memang sengaja melibatkan diri karena kepentingannya
sendiri. Jika ia berpihak kepada Wira Sabet dan Sura Gentong,
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maka hal itu akan dapat mengesahkan tindakan-tindakan yang
diambilnya kemudian yang jutru bagi kepentingannya sendiri.
Merampok dan perbuatan-perbuatan serupa"
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Sementara
Sampurna berkata "Karena itu, maka agaknya ayah tidak
dapat bersandar kepada siapapun juga kecuali kepada dirinya
sendiri. Tetapi ayah sudah bertekad, apapun yang terjadi,
ayah akan tetap berpijak pada tugas kewajibannya"
"Apakah di seluruh Kademangan ini benar-benar tidak ada
orang yang dapat diajak bekerja bersamanya" Ki Jagabaya
Kademangan Kalegen misalnya"
"Pada umumnya mereka tidak mau terlibat dalam
permusuhan dengan Ki Sapa Aruh karena mencampuri
persoalan orang lain. Agaknya persoalan antara ayah dan
kedua orang kakak beradik itu dianggap persoalan pribadi
sehingga siapa yang melibatkan diri dianggap mencampuri
persoalan orang lain"
"Kedudukan Ki Jagabaya memang menjadi sulit" berkata
Manggada. "Itulah sebabnya ayah memanggil aku pulang"
"O" Manggada mengerutkan keningnya "kemana kau
selama ini sehingga kau harus dipanggil pulang"
"Aku berguru kepada kakek yang juga guru ayah semasa
mudanya Tetapi karena ayah kemudian sendiri menghadapi
persoalan yang terhitung gawat, maka aku telah dipanggil
pulang" jawab Sampurna
Pembicaraan mereka tiba-tiba terhenti. Seorang gadis
keluar sambil membawa minuman hangat. Agaknya Nyi
Jagabaya mengetahui bahwa di serambi ada dua orang tamu.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikian gadis itu meletakkan mangkuk-mangkuk minuman, maka Sampurna itupun bertanya kepada Manggada
"Kau ingat anak ini?"
Manggada termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
iapun menjawab "Ya. Tentu"
"Siapa" bertanya Sampurna lagi.
Manggada mulai membayangkan masa remajanya. Gadis itu
adalah adik Sampurna. Di masa remaja anak-anak padukuhan
Gemawang tidak membatasi permainan antara anak-laki-laki
dan perempuan. Kadang-kadang mereka bermain bersama.
Namun kadang-kadang memang bermain terpisah antara anak
laki-laki dan perempuan. Tiba-tiba saja meluncur dari sela-sela bibirnya "Tantri,
lengkapnya Endang Bintarti"
"Ingatanmu ternyata cukup cerah. Tantri, siapakah anak
muda ini" Kau tentu masih mengenalnya"
Tantri yang masih masih berdiri sambil memegang nampan
itu termangu-mangu. Namun wajahnya mulai menjadi
semburat merah. Anak muda itu memang kawan bermainnya
di masa kanak kanak. Tetapi kini ia sudah seorang anak muda
yang mulai menginjak dewasa. Sedang dirinya sendiripun
sudah menjadi seorang gadis.
Tetapi kakaknya itu mendesaknya. "He, kau ingat
namanya?" Tantri itu menunduk. Tetapi kemudian terdengar ia
menyahut nama "Manggada"
"Nah, kau ternyata masih ingat. Ia memang Manggada.
Sedang yang seorang lagi adalah saudara sepupunya.
Namanya Laksana. Aku juga baru mengenalnya"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tantri mengangguk hormat Sementara itu Laksanapun
mengangguk pula sambil mencoba untuk tersenyum.
Tetapi Tantri tidak lama berdiri di serambi itu. Iapun
kemudian telah meninggalkan tamu-tamunya kembali ke
dapur. Kepada ibunya Tantri berceritera bahwa kedua orang
tamu kakaknya itu adalah Manggada dan adik sepupunya.
"Manggada" ibunya mengingat-ingat.
"Anak laki-laki Ki Kertasana" sahut Tantri.
"O" ibunya mengangguk-angguk "bukankah ia sudah lama
meninggalkan padukuhan ini?"
"Ya. Bahkan Manggada pergi lebih dahulu daripada kakang
Sampurna" Ibunya masih saja mengangguk-angguk "Ya. Berselisih
beberapa tahun" Di serambi, Sampurna telah mempersilahkan Manggada dan
Laksana minum. Sampurnapun menceriterakan pula bahwa ia
pergi kemudian setelah Manggada beberapa tahun mendahuluinya. "Kedatanganmu tentu memberikan sedikit ketenangan bagi
ayahmu" berkata Manggada.
"Aku memang akan mencoba membantu tugas ayah
meskipun aku tahu bahwa Wira Sabet dan Sura Gentong
memiliki ilmu yang tinggi setelah ia menempa diri dalam
sebuah perguruan. Apalagi setelah keduanya menghubungkan
namanya dengan Ki Sapa Aruh. Kekuatan meieka benar-benar
menggetarkan jantung. Tetapi ayah tidak dapat ingkar akan
kewajibannya apapun yang terjadi. Karena aku anaknya, maka
akupun harus membantunya sejauh dapat aku lakukan"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Dengan nada
rendah Laksana berkata "Satu tugas yang sangat berat"
"Ya" jawab Sampurna "menurut kenyataannya, kami hanya
berdua saja. Aku dan ayah. Sementara itu, jumlah kawan-
kawan Wira Sabet dan Sura Gentong belum dapat kami
ketahui. Mungkin lima, mungkin enam atau bahkan lebih"
"Jika hanya lima atau enam, kenapa orang se Kademangan
tidak berani melawan mereka" bertanya Laksana. "Betapapun
tinggi ilmunya, namun melawan orang se Kademangan, maka
sulit bagi mereka untuk dapat menang"
"Tetapi korbannya tentu banyak sekali. Nah, orang-orang
Kademangan ini tidak mau menjadi salah seorang dari korban
yang berjatuhan itu. Isteri-isteri merekapun berkeberatan.
Demikian pula ayah dan ibu mereka atau kekasih mereka"
"Tetapi bukankah kita tidak tahu, siapakah korban itu
kemudian" sahut Manggada.
"Justru karena itu. Setiap orang merasa bahwa korban itu
kemungkinan adalah diri mereka, suami mereka atau anak-
anak mereka yang telah mereka besarkan sejak anak itu lahir"
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Sementara
itu. Sampurna berkata "Tetapi biarlah. Ayah akan tetap
bekerja dengan apa yang ada padanya"
Manggada dan Laksana saling berpandangan sejenak,
namun kemudian Manggada pun berkata kepada Sampurna
"Sebenarnya aku sudah mendengar keberatan terutama
orang-orang padukuhan ini, untuk membantu ayahmu yang
dianggap sebagai musuh bebuyutan oleh kedua orang itu,
meskipun ayahmu tidak bersalah. Seharusnya, ayahmulah
yang mendendam, karena ayahmu. pernah dilukai sampai
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keadaannya sangat gawat. Namun justru kedua orang itulah
yang mendendam ayahmu"
"Perempuan yang akan melarikan diri dengan Sura Gentong
itu meninggal di rumah ini." jawab Sampurna "meskipun
perempuan itu membunuh dirinya sendiri, namun dendam
kedua orang itu ditujukan terutama kepada ayah. Merekapun
mengira bahwa kemarahan orang-orang padukahan itu kepada
keduanya sehingga keduanya harus mengalami perlakuan
buruk adalah karena ayah telah menghasut orang-orang
sepadukuhan" Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Meskipun
agak ragu, Manggadapun kemudian berkata "Sampurna,
kedatanganku kemari, sebenarnyalah karena aku ingin
menghadap Ki Jagabaya. Setelah kami mendengar kesulitan
yang dihadapi ayahmu, maka kami berniat untuk menyatakan


Sejuknya Kampung Halaman Seri Arya Manggada 4 Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesediaan diri kami sekeluarga untuk ikut membantunya.
Mungkin tenaga kami sekeluarga tidak berarti apa-apa bagi Ki
Jagabaya, tetapi kami hanya ingin memancing keberanian
orang-orang padukuhan ini untuk bangkit. Jika berhasil dan
kemudian banyak orang yang menyatakan kesediaannya
membantu kesulitan Ki Jagabaya. Maka rasa-rasanya kami
dapat mengatasi kedua orang itu meskipun kemudian ia
bekerja sama dengan Ki Sapa Aruh"
Sampurna mengerutkan dahinya. Namun kemudian ia
tersenyum sambil bertanya "Jadi kau dan keluargamu
menyatakan bersedia untuk membantu ayah?"
"Ya, seperti yang aku katakan tadi, yang penting bukan
kemampuan kami. Tetapi kesediaan kami hendaknya dapat
membangunkan orang-orang Gemawang khususnya. Kami
ingin menggelitik setiap laki-laki di padukuhan ini"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus Manggada Ayah tentu akan mengucapkan terima
kasih yang sangat besar kepadamu dan keluargamu" jawab
Sampurna. Namun kemudian nada suaranya menurun "tetapi
jika terjadi sesuatu atas keluargamu atau satu dua di antara
keluargamu, maka kami akan merasa tetah bersalah karena
kami telah menyeret keluargamu ke dalam bencana"
"Tidak Sampurna" jawab Manggada "persoalannya bukan
sekedar ayahmu. Apa yang dnakukan ayahmu itu adalah
karena ayahmu seorang Jagabaya. Seandainya ayahmu bukan
seorang Jagabaya, maka agaknya iapun tidak akan terlibat
sangat jauh dalam persoalan ini"
Sampurna memandang Manggada dan Laksana berganti-ganti. Keduanya masih
sangat muda. Beberapa tahun
lebih muda dari dirinya sendiri.
"Manggada" berkata Sampurna kemudian "jika kau
menyatakan bersedia untuk membantu ayah bersama keluargamu, berapa orang keluargamu yang sanggup benar-benar membantu ayah
dalam pengertian yang paling
keras Maksudku, apakah kalian
bersedia untuk bertempur?"
"Tentu Sampurna" jawab Manggada "kami tentu akan
bersedia bertempur yang tentu saja setingkat dengan
kemampuan kami. Sedangkan yang aku maksud sekeluarga
adalah keluarga kami yang terdiri dari lima orang laki-laki Kami
berdua, ayah, paman yang kebetulan ayah Laksana ini, dan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang tamu kami. Seorang yang sudah tua. Tetapi dalam
ketuaannya, ia masih nampak kuat dan tegar"
Sampurna mengangguk-angguk. Katanya "Kami mengucapkan terima kasih. Tetapi aku minta kalian berpikir
dua tiga kali, jika kaitan memang sudah mantap, maka biarlah
ayah mengumumkannya. Mudah-mudahan seperti yang kalian
maksudkan, orang yang lain akan terpancing dan mengikuti
jejak kalian" "Kami sudah berpikir dengan masak" jawab Manggada "jika
Ki Jagabaya tidak berkeberatan, maka kami benar-benar akan
melakukannya. Seperti juga Ki Jagabaya, adapun yang terjadi
pada keluarga kami" Sampurna menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Terima
kasih. Aku akan menyampaikannya kepada ayah"
"Nanti sore aku akan datang lagi untuk mohon keterangan
langsung dan Ki Jagabaya, apakah Ki Jagabaya akan setuju
atau tidak" "Ayah tentu akan setuju, karena ayah memang memerlukan
kawan. Jika kemudian ayah tidak setuju, itu tentu bukan
karena ayah tidak mempercayai kebersihan hati kalian, tetapi
semata-mata ayah tidak ingin menyulitkan kedudukan
keluargamu di padukuhan ini" berkata Sampurna.
Demikianlah, maka Manggada dan Laksanapun kemudian
telah minta diri. Namun Sampurna menahannya sejenak agar
mereka dapat bertemu dengan ibunya.
Nyi Jagabaya telah mengajak Tantri untuk menemui
Manggada dan Laksana. Ternyata demikian Nyi Jagabaya
melihat Manggada, maka ia tidak melupakan wajah itu.
Apalagi Manggada memang sering bermain di rumahnya,
karena ia adalah kawan bermain Tantri dan Sampurna.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manggada dan Laksana mohon maaf, ketika Nyi Jagabaya
menahan mereka, agar mereka menunggu Ki Jagabaya.
"Nanti sore kami akan datang lagi Nyi" jawab Manggada.
Demikianlah, maka Manggada dan Laksanapun meninggalkan rumah Ki Jagabaya. Sampurna mengantar
mereka sampai di regol halaman. Demikian Manggada dan
Laksana turun ke jalan, maka Sampurna itupiun berpesan
"Berhati-hatilah kalian berdua. Jalan menjadi sepanas bara
api" Manggada dan Laksana tersenyum. Sambil mengangguk-
angguk Manggada menjawab "Aku akan berhati-hati"
Sampurna menunggu beberapa saat di regol halaman
rumahnya yang jarang terbuka meskipun tidak diselarak Baru
ketika Manggada dan Laksana melangkah beberapa puluh
langkah, maka Sampurnapun segera menutup pintu dan
masuk lewat pintu seketeng yang kemudian telah diselaraknya
pula. Ketika kemudian Sampurna menyatakan keinginan Manggada sekeluarga untuk membantu Ki Jagabaya. maka Nyi
Jagabayapun berkata "Kita dapat mengucapkan terima kasih
dan bangkit kembali dengan harapan-harapan, atau sebaliknya
kita merasa kasihan kepada keluarga Ki Kertasana karena
dengan langkah yang diambilnya itu. mereka akan terancam"
Sampurna mengangguk-angguk pula. Dengan nada dalam
ia berkata "Biarlah ayah memutuskan. Tetapi tanpa tanpa
bantuan orang lain, maka segala usaha ayah tentu akan sia-
sia, kita tahu kedua orang itu telah menempa diri dilandasi
oleh dendam yang menyala di hati mereka. Apalagi mereka
telah bekerjasama dengan Ki Sapa Aruh yang namanya sangat
ditakuti itu" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ibunya menarik nafas dalam-dalam. Sebagai isteri seorang
Jagabaya, maka iapun harus siap menghadapi keadaan seperti
itu. Nyi Jagabaya juga menyadari sepenuhya tentang tugas
tugas yang diemban oleh suaminya sebagai seorang yang
bertanggung jawab terhadap ketenangan hidup seisi
padukuhan. Nyi Jagabaya itupun bergumam hampir kepada dirinya
sendiri "Justru karena itu, apakah keluarga Ki Kertasana itu
menyadari sepenuhnya akan akibat yang dapat terjadi atas
langkah yang diambilnya" Apakah keluarga Ki Kertasana itu
memiliki sekedar kemampuan untuk melindungi diri mereka"
Sampurna termangu-mangu sejenak. Tetapi iapun kemudian bertanya "Niat itu sendiri harus kita hargai, ibu
Tetapi untuk selanjutnya biarlah ayah yang menentukan.
Ketika kemudian Ki Jagabaya kembali dari rumah Ki Bekel,
maka Sampurnapun segera menemui ayahnya serta menyampaikan kesediaan keluarga Ki Kertasana untuk
membantunya jika terjadi sesuatu karena dendam Wira Sabet
dan Sura Gentong. Ki Jagabaya menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada
dalam ia berkata "Satu langkah yang berani. Aku tentu akan
mengucapkan terima kasih"
"Ibu justru mencemaskan nasib mereka" ayahnya berkata
berkata itu kepada Sampurna kemudian.
"Tetapi aku tentu tidak dapat mencegahnya. Jika aku
menolak akan dapat terjadi salah paham. Kita akan dapat
dianggap merendahkan keluarga itu. Apalagi secara jujur, kita
memang memerlukan kesediaan orang-orang padukuhan ini
untuk bangkit" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Manggada juga mengatakan, bahwa keluarganya ingin
memancing sikap para penghuni padukuhan ini"
"Baiklah. Aku akan menemui mereka" berkata Ki Jagabaya.
"Manggada akan kembali kemari nanti" berkata Sampurna.
"Biarlah aku pergi ke rumah Ki Kertasana. Disana aku dapat
bertemu bukan saja dengan anak-anak itu. Tetapi juga
dengan orang tuanya. Mudah mudahan yang dikatakan
Manggada itu bukan sekedar mimpi seorang anak muda tanpa
mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinannya
lebih jauh" berkata Ki Jagabaya.
Sampurna mengangguk-angguk. Sebenarnya ia ingin ikut
pergi ke rumah Ki Kertasana, tetapi ia tidak dapat
meninggalkan ibu dan adiknya tanpa kawan seorangpun.
Pembantu yang ada di rumah itu tentu tidak akan dapat
berbuat sesuatu jika datang bahaya mengancam ibu dan
adiknya. Karena itu, menjelang sore hari, Ki Jagabaya telah pergi
sendiri ke rumah Ki Kertasana, mendahului kedatangan
Manggada dan Laksana di rumahnya.
Kedatangan Ki Jagabaya memang mengejutkan. Karena itu
dengan tergopoh-gopoh Ki Kertasana mempersilahkan ki
Jagabaya naik ke pendapa.
"Kedatangan Ki Jagabaya tidak kami duga. Anakku tadi
memang berniat menghadap Ki Jagabaya. Sore ini ia sudah
bersiap-siap untuk menghadap pula sebagaimana dijanjikannya" berkata Ki Kertasana.
Ki Jagabaya tersenyum, katanya "Aku memang ingin datang
ke rumahmu, disini aku dapat bertemu dengan anakmu
dengan Ki Kertasana sendiri, dengan sepupunya dan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pamannya, ia mengatakan bahwa ada beberapa orang laki laki
di rumah ini" "Benar Ki Jagabaya. Adikku ada disini pula" jawab Ki
Kertasana. "Nah, aku ingin bertemu dan berbicara dengan mereka
sehubungan dengan kedatangan anakmu ke rumahku yang
ditemui oleh anakku, Sampurna"
"Ya, Ki Jagabaya. Manggada memang mengatakan bahwa
di rumah Ki Jagabaya ia ditemui oleh angger Sampurna,
karena Ki Jagabaya sedang pergi ke rumah Ki Bekel" jawab Ki
Kertasana. "Apakah Ki Kertasana tidak berkeberatan jika aku bertemu
dengan mereka" bertanya Ki Jagabaya.
"Tentu tidak Ki Jagabaya. Baiklah, aku akan memanggil
mereka untuk menemui Ki Jagabaya"
Ki Kertasana itupun kemudian telah masuk ke ruang dalam.
Dipanggilnya Ki Citrabawa. Ki Pandi, Manggada dan Laksana
untuk menemui Ki Jagabaya.
Demikian mereka duduk di pendapa, maka Ki Kertasanapun
telah memperkenalkan mereka kepada Ki Jagabaya kecuali
Manggada yang memang pernah dikenal oleh Ki Jagabaya saat
Manggada masih remaja, karena Manggada adalah kawan
Sampurna dan sering bermain ke rumahnya.
Ki Jagabaya mengangguk-angguk. Kemudian katanya
"Menurut anakmu Manggada, yang agaknya telah mendengar
persoalan yang terjadi di padukuhan Gemawang ini. Ki
Kertasana sekeluarga telah menyatakan diri bersedia
membantu tugas-tugasku sebagai seorang Jagabaya. Dalam
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hal ini mengalami kegelisahan orang-orang Gemawang karena
tingkah laku Wira Sabet dan Sura Gentong"
Ki Kertasana menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada
rendah ia menjawab "Ki Jagabaya. Keinginan itu datang dari
anakku dan sepupunya setelah mereka melihat kejanggalan
yang terjadi di padukuhan ini. Lengang dan gelisah. Karena


Sejuknya Kampung Halaman Seri Arya Manggada 4 Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keduanya berniat dengan sungguh-sungguh, maka kami yang
tua-tua tentu tidak akan begitu saja melepaskan mereka.
Karena itu, maka kami menyatakan untuk bersedia ikut
bersama mereka" "Aku mengucapkan terima kasih Ki Kertasana. Aku memang
menunggu kesediaan orang-orang padukuhan ini untuk
bersama-sama mengatasi persoalan yang sedang kita hadapi
bersama. Tetapi ternyata bahwa hati orang-orang Gemawang
memang tidak lebih besar dari biji sawi. Kecil, kerdil dan
'pengecut. Karena itu, pernyataan yang diucapkan oleh
Manggada itu telah menggetarkan hatiku dan anakku. Rasa-
rasanya pada saat-saat yang paling gawat ini kami tidak
sendiri" "Ki Jagabaya" berkata Ki Kertasana "kesediaan kami untuk
bersama-sama dengan Ki Jagabaya dalam hal ini, bukan
karena kami memiliki kemampuan lebih baik dari tetangga-
tetangga kami. Tetapi semata-mata karena kami merasa ikut
bertanggung jawab atas keselamatan padukuhan Gemawang
ini. Lebih dari itu, kami berharap bahwa kesediaan kami ini
akan dapat memancing keberanian laki-laki Gemawang
manghadapi persoalan yang gawat atas padukuhan dan
tatanan kehidupannya"
Ki Jagabaya mengangguk-angguk. Katanya "Kami mengerti
Ki Kertasana. Kami memang memerlukan sikap seperti itu.
Namun demikian, maka biarlah kedua anak dan kemenakanmu
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu mengerti, bahwa persoalan yang kita hadapi memang
sangat gawat. Orang-orang Gemawang tidak berani bukan
saja menghadapi, bahkan menyebut namanyapun mereka
sudah gemetar. Menurut berita yang aku terima dari
Kademangan, Wira Sabet dan Sura Gentong sudah
menyatukan dirinya dengan Ki Sapa Aruh"
"Aku juga baru mendengar dari Manggada setelah
manggada pulang dari rumah Ki Jagabaya" jawab Ki
Kertasana. "Nah. hubungan kedua orang itu dengan Ki Sapa Aruh telah
membuat kedudukan mereka menjadi semakin menakutkan
Orang-orang Gemawang, bahkan orang-orang Kademangan
Kalegen menjadi semakin ketakutan" berkata Ki Jagabaya
"bukan maksudku menakut-nakuti kalian, tetapi aku minta
kalian mengetahui dengan pasti, apa yang sedang kita hadapi
sekarang" "Medannya memang sangat gawat, Ki Jagabaya. Tetapi jika
kita tidak bangkit, maka apa yang akan terjadi dengan
padukuhan ini?" "Jadi kalian sudah tahu pasti, apa yang sedang kita hadapi
sekarang di Gcmawang Ki Kertasana" bertanya Ki Jagabaya.
"Ya. Ki Jagabaya. Sekali lagi, kami hanya berniat untuk
memancing keberanian orang-orang Gemawang" jawab Ki
Kertasana. "Kemungkinan yang sangat buruk akan dapat terjadi atas
kalian sekeluarga jika Wira Sabet dan Sura Gentong
menganggap bahwa kalian ikut bersalah. Sebagaimana aku
maka kalian harus menerima hukuman, sementara orang-
orang Gemawang udak juga berani bangkit"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa boleh buat, Ki Jagabaya. Tetapi aku harap setidak-
tidaknya ada beberapa orang yang yang bersedia membantu
Ki Jagabaya sebagaimana kami lakukan"
Ki Jagabaya mengangguk-angguk Dengan nada dalam ia
berkata "Aku sangat menghargai sikapmu Ki Kertasana
Seberapapun bantuan yang kau berikan, tentu akan sangat
berarti bagi kami. Setidak-tidaknya akan semakin mendorong
hati kami untuk menjalankan tugas kami. karena ternyata
masih ada juga orang yang menghargai tugas-tugas kami"
"Itu sebenarnya adalah tugas kami orang padukuhan,
karena apa yang Ki Jagabaya lakukan itu adalah karena
kedudukan Ki Jagabaya. Sementara kami, orang-orang
padukuhan inilah yang membebankan kedudukan itu di
pundak Ki Jagabaya" Ki Jagabaya tersenyum. Katanya "Sudah lama aku tidak
mendengar seseorang mengatakan hal itu, Ki Kertasana.
Karena itu, maka hatiku rasa-rasanya membengkak mendengar kata-katamu"
"Aku tidak bermaksud apa-apa, Ki Jagabaya. Aku
mengatakan apa adanya sesuai dengan perasaanku" sahut Ki
Kertasana. "Baiklah. Jika demikian maka aku menjadi semakin mantap"
berkata Ki Jagabaya, yang kemudian telah minta diri untuk
kembali pulang. Tetapi Ki Kertasana masih menahannya ketika kemudian
minuman dan makananpun dihidangkan.
Demikianlah, maka kedatangan Ki Jagabaya ke rumah Ki
Kertasana itu mempunyai arti tersendiri bagi keluarga Ki
Kertasana. Mereka seakan-akan telah terikat dalam satu
persetujuan dengan Ki Jagabaya, bahwa mereka akan
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membantu kesulitan-kesulitan yang akan dialami oleh Ki
Jagabaya dalam tugasnya, terutama untuk menghadapi Wira
Sabet dan Sura Gentong. Bahkan kemudian orang yang
bernama Ki Sapa Aruh itu.
Namun hal itu memang sudah mereka kehendaki. Mereka
memang berniat untuk ikut membebaskan padukuhan mereka
dari ketakutan. Sepeninggal Ki Jagabaya, Ki Kertasana telah memberitahukan kepada Manggada dan Laksana, bahwa
mereka untuk selanjutnya tidak akan dapat mencuci tangan
jika terjadi sesuatu. "Kami mengerti ayah" sahut Manggada "mudah mudahan
yang kita lakukan tidak sia-sia"
"Baiklah. Meskipun demikian kalian tidak perlu berkeliling
padukuhan dan menyatakan diri sebagai orang-orang yang
mempunyai keberanian untuk membantu Ki Jagabaya" pesan
Ki Kertasana. "Tetapi bagaimana kami dapat memancing pendapat orang-
orang padukuhan ini jika kami tidak berceritera kepada
mereka" bertanya Manggada.
"Serahkan kepada Ki Jagabaya" jawab Ki Kertasana "biarlah
Ki Jagabaya berbicara dengan orang-orang padukuhan ini.
Dengan demikian tidak akan ada orang yang menganggap kita
terlalu sombong sekedar untuk mendapatkan pujian"
Manggada mengangguk-angguk. Sementara Laksana bertanya "Tetapi bukankan kami dibenarkan untuk mendorong
dan mempengaruhi orang-orang padukuhan ini, terutama
anak-anak mudanya untuk bangkit?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Kertasana termangu mangu sejenak Namun kemudian
jawabnya "Ya. Tetapi masih dalam batas kewajaran saja"
Demikianlah, maka Manggada dan Laksanapun telah minta
diri kepada Ki Kertasana dan Ki Citrabawa. Mereka ingin
melihat-lihat keadaan padukuhan yang lengang itu. Setidak-
tidaknya orang-orang padukuhan itu tidak terlalu dalam
dicengkam oleh ketakutan.
"Seperti yang dikatakan oleh kakang Kertasana, kalian tidak
perlu memamerkan ilmu kalian di sepanjang jalan. Kalian juga
tidak perlu menepuk dada dan menyatakan bahwa kalian
sama sekali tidak merasa ketakutan karena ulah Wira Sabet
dan Sura Gentong" pesan Ki Citrabawa.
"Tentu tidak ayah. Kami tidak akan mengatakan apa-apa
kecuali berjalan-jalan saja"
"Jangan terlalu lama. Sebelum senja kalian harus sudah
kembali pulang" pesan Ki Kertasana.
Demikianlah, maka Manggada dan Laksana itupun telah
turun ke jalan Mereka memang melihat jalan-jalan yang masih
lengang. Namun yang dikatakan Laksana pertama kali demikian
mereka meninggalkan regol halaman rumah adalah "Gadis
yang disebut Tantri itu sangat cantik"
"Kau sudah mulai lagi" sahut Manggada "mana lebih cantik.
Winih atau Tantri atau siapa?"
Laksana tersenyum. Katanya "Banyak gadis-gadis cantik
dimana-mana" "Setidak-tidaknya menurut penglihatan matamu"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak. Bukan hanya penglihatan mataku. He, apakah kau
tidak mengatakan bahwa Winih cantik. Dan kemudian Tantri
juga cantik" jawab Laksana.
"Sudahlah. Kita tidak berbicara tentang gadis-gadis cantik
saja" sahut Manggada.
Laksana tertawa. Katanya "Baiklah. Sekarang kita berbicara
tentang jalan yang sepi ini"
Namun keduanya kemudian tertarik melihat seorang petani
yang berlari-lari kecil sambil menjinjing cangkulnya. Ketika
kemudian mereka berpapasan dengan orang itu. maka
Manggadapun menyapanya "Paman Langgeng. Bukankah
paman itu paman Langgeng"
Orang itu berhenti. Tetapi nampak ia masih sangat gelisah.
"Kau siapa" orang itu bertanya
"Aku Manggada, anak Ki Kertasana"
"O. Jadi kau sudah pulang" bertanya orang itu.
"Ya, paman" jawab Manggada.
Namun dengan gelisah orang yang dipanggil paman
Langgeng itu berkata "Pulanglah Bukan waktunya untuk
berjalan menyusuri padukuhan"
"Ada apa" bertanya Manggada.
"Cepat, mari ikut aku" ajak orang itu. Langgeng itu tidak
menunggu lagi. Dengan tergesa-gesa ia meninggalkan tempat
itu sambil berkata sekali lagi "Cepat. Ikut aku"
Manggada dan Laksana yang memang ingin tahu itupun
segera berlari-lari kecil mengikuti Langgeng. Dengan nada
tinggi Manggada masih bertanya "Ada apa sebenarnya
paman?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Langgeng tidak menjawab. Namun ia berjalan semakin
cepat. Manggada dan Laksana yang mengikutinya berjalan
semakin cepat pula. Beberapa saat kemudian, merekapun telah memasuki
sebuah regol halaman yang langsung ditutup oleh Langgeng.
Tetapi nampaknya sengaja tidak terlalu rapat dan tidak
diselarak pula. "Marilah. Masuklah" ajak Langgeng.
Rumah Langgeng bukan rumah orang berada. Karena itu,
maka rumahnya bukan rumah joglo. Pendapanya hanya
sebumbungan rumah bentuk limasan.
Langgeng mangajak Manggada dan Laksana langsung
masuk ke ruang dalam. Pulutnya memang tidak diselarak dari
dalam. Namun demikian mereka masuk, maka Langgeng telah
menyelarak pintu itu. "Kenapa diselarak" bertanya Manggada.
"Agar tidak dimasuki orang" jawab Langgeng.
"Kenapa regol itu tidak diselarak" desak Laksana.
"Tidak boleh" jawab Langgeng.
"Siapa yang tidak memperbolehkan?" bertanya Laksana.
"Wira Sabet dan Sura Gentong" jawab Langgeng.
Manggada dan Laksana saling berpandangan sejenak.
Namun kemudian Manggada bertanya "Siapakah yang
mengatakan bahwa Wira Sabet dan Sura Gentong melarang
menyelarak pintu regol halaman?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Setiap orang mengatakan demikian. Dari mulut ke mulut
Wira Sabet dan Sura Gentong tidak senang melihat pintu regol
ditutup rapat, apalagi diselarak"
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Agaknya
berita dari mulut ke mulut yang agaknya ditaati oleh semua
orang merupakan pertanda, seberapa besarnya pengaruh
nama Wira Sabet dan Sura Gentong. Apalagi kemudian
ditambah dengan orang yang namanya saja telah menggetarkan jantung. Dan bahkan jarang orang yang berani
menyebut nama itu. Ki Sapa Aruh.
Dalam pada itu, ketika kemudian mereka duduk di amben
bambu di ruang dalam itu. Manggada bertanya "Tetapi kenapa
paman berlari-lari dari sawah sampai ke rumah paman"
"Seorang yang datang dari ujung melihat Wira Sabet lewat
bersama dengan dua orang kawannya"
"Hanya melihat Wira Sabet lewat" bertanya Manggada.
"Bukan hanya melihat, tetapi itu dapat berarti satu bencana
yang sulit dihindari" jawab Langgeng.
"Kenapa bencana. Bukankah orang yang memberitahukan
hal itu kepada paman juga tidak mengalami sesuatu" bertanya
Laksana yang menjadi keheranan.
"Itu hanya dapat terjadi satu di antara seribu" jawab
Langgeng yang masih saja berdebar-debar.
"Apakah pernah ada orang yang mengalami bencana
setelah melihat Wira Sabet atau Sura Gentong" Bukankah
maksudnya mereka telah dianiaya oleh kedua orang itu?"


Sejuknya Kampung Halaman Seri Arya Manggada 4 Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertanya Laksana pula. Langgeng termangu-mangu sejenak la memang mencoba
mengingat-ingat. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah ada orang yang pernah mengalaminya"
Namun kemudian iapun menggeleng "Agaknya memang
belum" "Nah" berkata Manggada "aku percaya bahwa belum ada
orang yang mengalami bencana itu karena bencana itu
memang belum terjadi kecuali di dalam angan-angan setiap
orang" "Tetapi Wira Sabet dan Sura Gentong memang menakutkan" berkata Langgeng dengan dahi yang berkerut.
"Ya. Aku percaya. Mereka memang menakutkan, karena
mereka memiliki ilmu yang tinggi. Tetapi lebih menakutkan
lagi adalah namanya di dalam angan-angan setiap orang di
padukuhan ini" berkata Manggada.
Langgeng menarik nafas dalam-dalam. Namun bagaimanapun juga bulu tengkuknya akan berdiri setiap ia
mendengar nama Wira Sabet dan Sura Gentong. A palagi nama
Ki Sapa Aruh. Adalah di luar sadarnya, bahwa Langgeng itu telah
mengintip keluar lewat lubang dinding di sebelah pintu lereg.
Semula ia tidak melihat sesuatu. Yang dilihatnya adalah daun
pintu regolnya yang tidak tertutup rapat.
Namun tiba-tiba saja daun pintu regol itu bergerak.
Perlahan-lahan pintu itu teibuka. langgeng melihat sebuah
kepala, yang tersembul dari balik pintu regolnya.
Langgeng hampir menjadi pingsan. Tubuhnya menjadi
gemetar dan keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.
Dengan kedua tangan Langgeng bergayut pada tiang di
sebelah pintu itu. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kenapa kau paman" bertanya Manggada dan Laksana
hampir berbareng, keduanyapun berlari mendekatinya.
"Lihat, siapa itu" desis Langgeng.
Manggadapun kemudian telah mengintip pula dari lubang
dinding itu. Dilihatnya seseorang berdiri bertolak pinggang
memandangi halaman yang kosong itu dari sudut sampai ke
sudut. Manggada segera dapat mengenali orang itu
sebagaimana ia mengenalinya sebelum ia meninggalkan
padukuhan itu. Di telinga Laksana Manggada itu berdesis
"Orang itu adalah Wira Sabet"
Laksana tidak menunggu. Didorongnya saja Manggada
agar Laksana itu mendapat
kesempatan untuk meiihat orang yang disebut Wira Sabet
itu. Wira Sabet masih berdiri di
pintu regol yang terbuka. Di
luar pintu nampak dua orang
yang berdiri termangu-mangu.
"Hanya tiga orang" desis
Laksana. Manggada mengerti maksud Laksana. Namun ia menggeleng sambil berkata lirih "Kita belum siap"
Laksana terdiam sejenak. Namun kemudian iapun berdesis
"Tidak lebih dari seekor kucing hutan"
"Sst" Manggada meletakkan jari-jari telunjuknya di
mulutnya. Katanya "Telinganya sangat tajam"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keduanya terdiam ternyata Wira Sabet itu tidak melangkah
memasuki halaman rumah itu, tetapi ia berputar dan
melangkah keluar. Sesaat kemudian, lapun telah hilang dari
penglihatan bersama dengan kedua orang pengiringnya.
Laksana menarik nafas dalam-dalam. Namun kedua anak
muda itu terkejut ketika mereka berpaling kepada Langgeng
yang duduk di amben bambu. Wajahnya pucat, keringatnya
membasahi seluruh tubuhnya, bahkan pakaiannya, sedangkan
bibirnya menjadi gemetar.
"Kau kenapa paman" bertanya Manggada yang mendekatinya. Suaranya menjadi gagap. Katanya "Orang-orang itu......"
"Ya. Aku masih mengenalnya, la adalah Wira. Sabet" sahut
Manggada. "Ya. Ia sudah sampai ke regol rumah ini" Langgeng masih
seperti orang menggigil kedinginan.
"Tetapi bukankah ia tidak berbuat apa-apa" bertanya
Manggada "bukankah ia hanya lewat dan berhenti sesaat di
regol rumah paman" Langgeng mengangguk-angguk. Namun katanya "Untunglah bibimu tidak ada di rumah. Jika ia tahu Wira Sabet
berdiri di regol, aku kira ia sudah menjadi pingsan"
Mangada menarik nafas dalam-dalam. Namun ia sadar,
bahwa dengan cara itu Wira Sabet dan Sura Gentong ingin
mematangkan keadaan, sehingga datang saatnya ia benar-
benar menguasai padukuhan ini dan sekaligus membalas
dendam kepada Ki Jagabaya.
Sementara itu Laksanapun bertanya kepada Langgeng
"Dimana bibi sekarang, paman?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ia berada di rumah orang tuanya untuk sementara" jawab
langgeng. "Jadi paman sendiri" bertanya Laksana pula.
"Ya, Aku sendiri. Barangkali itu lebih baik daripada setiap
kali bibimu pingsan ketakutan"
Manggada dan Laksana hanya mengangguk-angguk saja.
Namun apa yang terjadi atas Langgeng adalah gambaran
tentang para penghuni padukuhan Gemawang itu.
Untuk beberapa saat lamanya, Manggada dan Laksana
berada di rumah Langgeng. Namun kemudian keduanyapun
minta diri untuk kembali "Orang itu masih belum jauh. Bagaimana jika mereka
kembali dan berpapasan dengan kalian di jalan?"
"Kenapa" Asal aku tidak berbuat apa-apa, aku kira mereka
pun tidak akan berbuat apa apa pula" jawab Manggada.
"Jangan mencari kesulitan Manggada" berkata Langgeng.
"Tidak paman. Aku akan berusaha untuk tidak betemu
dengan Wira Sabet. Bukankah Wira Sabet pergi ke Selatan"
Nah. aku akan pergi ke Utara"
Ternyata Langgeng tidak dapat menahan Manggada dan
Laksana. Keduama berkeras untuk meninggalkan rumah itu
"Menurut pesan ayah. sebelum senja aku sudah harus
berada di rumah" berkata Manggada.
Langgeng terpaksa melepaskan mereka. Namun, demikian
kedua orang anak muda itu keluar dari pintu rumahnya turun
ke halaman, maka pintu itupun telah ditutup dan diselarak.
Tetapi Langgeng mengamati Manggada dan Laksana dai
lubang dinding. Baru setelah ia yakin, Manggada dan Laksana
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengambil arah yang berlawanan dengan Wira Sabet.
Langgeng itu beringsut dan duduk di amben bambu yang
besar di ruang dalam rumahnya.
Dalam pada itu. Manggada dan Laksana memang menuju
ke arah yang yang berlainan dengan arah yang ditempuh Wira
Sabet. Tetapi Manggada telah mengajak Laksana untuk
menempuh jalan melingkar, sehingga mereka akan dapat
berpapasan langsung dengan orang yang sangat ditakuti itu.
Sebenarnyalah ketika mereka muncul di sebuah tikungan,
maka dari arah yang lain. mereka melihat Wira Sabet bersama
dua orang kawannya menuju ke arahnya.
"Kita temui orang itu" berkata Manggada.
"Apakah kita akan membuat penyelesaian" bertanya
Laksana. "Tidak sekarang. Sura Gentong dan Ki Sapa Aruh akan
dapat menghancurkan padukuhan ini Tetapi juga dapat terjadi
sebaliknya, kitalah yang tidak akan dapat pulang"
"Jadi untuk apa kita menemuinya" bertanya Laksana pula.
"Aku yang akan berbicara. Sesuaikan saja sikapmu"
Laksana menarik nafas dalam-dalam. Namun Manggada masih
berkata "Tetapi kau harus tetap berhati-hati. Ada beberapa
kemungkinan dapat terjadi"
Laksana mengangguk, sementara itu Wira Sabet telah
menjadi semakin dekat. Agaknya Wira Sabetpun menjadi heran melihat dua orang
anak muda yang berjalan justru menyongsongnya. Dengan
kening yang berkerut ia bertanya kepada kawannya "Siapakah
anak-anak gila itu" A pakah mereka sengaja menantang aku?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedua orang kawannya tidak menjawab Mereka memang
belum mengenal, siapakah kedua orang anak muda itu.
Dalam pada itu, bagaimanapun jaga Manggada dan
Laksana menjadi berdebar-debar Tetapi Manggada sudah
bertekad untuk menemui orang yang ditakuti di seluruh
padukuhan dan bahkan Kademangan Kalegen itu.
Wajah Wira Sabet benar-benar menjadi tegang. Semakin
dekat Manggada dan Laksana, kerut di dahi Wira Sabet itu
menjadi semakin dalam. Namun beberapa langkah di hadapannya. Manggada dan
Laksana telah berhenti. Dipandanginya wajah Wira Sabet
dengan saksama, sehingga Wira Sabet menjadi semakin
heran, bahwa anak-anak muda itu berani memandangnya
seperti itu. Tetapi sebelum Wira Sabet berbuat sesuatu. Manggada
telah melangkah mendekatinya sambil tertawackecil. Sekali ia
mengangguk hormat sambil berkata "Paman. Bukankah aku
berhadapan dengan paman Wira Sabet?"
Wira Sabet termangu-mangu sejenak. Wajahnya memang
nampak seram. Namun dengan nada ringan Manggada
bertanya "Apakah paman lupa kepadaku?"
"Kau ini siapa" bertanya Wira Sabet.
"Aku Manggada, paman. Aku anak Ki Kertasana. Bukankah
aku sering bermain di jalan di depan rumah paman waktu itu.
Tetapi kemudian aku memang pergi meninggalkan padukuhan
ini bertahun-tahun, karena aku berada di rumah pamanku.
Aku telah diangkat menjadi anaknya. Nah. ini adalah anak
pamanku itu. Sehingga dengan demikian, kami telah menjadi
dua bersaudara" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wira Sabet masih saja termangu-mangu. Sementara
Manggada meneruskan "Bukankah di muka rumah paman
Wira Sabet terdapat sebatang pohon manggis. Paman sering
memberi aku manggis dan bahkan sering mengijinkan aku
memanjat pohon duwet di sebelah pendapa rumah paman"
Manggada berhenti sejenak, lalu "Tetapi aku masih remaja
waktu itu. Dan itu sudah terjadi bertahun-tahun yang lalu.
Tetapi jika paman masih mengijinkan, aku masih ingin juga
memanjat pohon duwet itu"
Wira Sabet justru menjadi bingung menanggapi sikap
Manggada Selama ini tidak seorangpun penghuni padukuhan
itu yang berani menyapanya. Bahkan orang-orang akan
menyingkir dan bersembunyi. Wira Sabet memang berbangga
bahwa ia ditakuti oleeh seisi padukuhan dan bahkan seisi
Kademangan. Namun keadaan yang tiba-tiba tanpa diduganya itu justru
telah merambah, menyentuh perasaannya yang paling dalam
Karena itu, maka di luar sadarnya. Wira Sabet berkata "Jika
kau mau, ambillah. Duwet itu sedang berbuah sekarang.
Tetapi aku sendiri tidak ada di rumah itu"
"O, apakah paman Wira Sabet telah pindah rumah. Atau
sering bepergian jauh" Tetapi bukankah bibi ada di rumah?"
bertanya Manggada. Wira Sabet memang bertambah bingung menanggapi sikap
Manggada. Namun Wira Sabet itu sempat bertanya "Sejak
kapan kau pulang?" "Kemarin, paman" jawab Manggada. Lalu katanya "Saudara
sepupuku, yang kemudian telah menjadi saudaraku setelah
aku diangkat anak oleh paman, ingin melihat-lihat padukuhan
ini. Tetapi rasa-rasanya padukuhan ini semakin lama menjadi
semakin mundur" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah ayahmu tidak menceriterakan apa-apa tentang
padukuhan ini" bertanya Wira Sabet pula.
"Ayah sudah berceritera bahwa air dari sungai kecil itu
sudah berhasil diangkat naik dan dapat mengaliri sawah di
bulak sebelah Selatan padukuhan ini, sehingga hasil padi telah
meningkat. Tetapi disisi lain ayah juga menceriterakan bahwa
orang-orang padukuhan ini menjadi malas bekerja. Rumput-


Sejuknya Kampung Halaman Seri Arya Manggada 4 Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rumput dibiarkan tumbuh di sela-sela batang padi. Bahkan air
yang sudah terangkat itu lebih banyak disia-siakan. Apalagi
pekerjaan-pekerjaan yang lain semakin lama menjadi semakin
tidak dihiraukan" Wira Sabet mengerutkan dahinya. Namun kemudian ia pun
memotong kata-kata Manggada "Ayahmu benar. Itulah
gambaran kehidupan padukuhan ini sekarang Semua orang
menjadi malas dan kehilangan gairah untuk bekerja. Semua ini
adalah kesalahan bebahu padukuhan yang tidak mampu
menggerakkan para penghuni padukuhan ini. Karena itu, maka
harus ada pembaharuan di padukuhan ini"
Manggada mengangguk-angguk. Katanya "Jadi, yang
dikatakan ayah itu benar" Semula aku meragukannya. Karena
itu. maka aku dan saudaraku ini ingin melihat perkembangan
terakhir padukuhan Gemawang ini"
Namun Wira Sabet berkata "Pulanglah. Bertanyalah kepada
ayahmu apa yang sebenarnya terjadi"
"Baiklah paman. Tetapi apakah paman bersedia singgah di
rumah kami. Ayah ada di rumah sekarang. Pada kesempatan
lain, aku akan datang lagi ke rumah paman untuk memanjat
pohon duwet itu lagi. Atau barangkali pohon manggis jika
musimnya manggis berbuah.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pergilah kesana. Rumahku itu kosong sekarang. Tetapi aku
ijinkan kau mengambil manggis dan duwet"
"Terima kasih paman. Nah. sekarang paman mau pergi
kemana atau dari mana?"
"Seperti kau. Melihat-lihat kemalasan orang-orang padukuhan ini" Manggada tidak bertanya lagi. Wira Sabetpun kemudian
telah melangkah melanjutkan perjalanannya. Namun ia masih
berpesan "Pulanglah. Bertanyalah apa yang terjadi di
padukuhan ini" "Baik paman" jawab Manggada. Demikianlah, maka Wira
Sabetpun berjalan terus. Manggada dan Laksana masih termangu-mangu sejenak.
Namun kemudian Laksana itupun berkata "Nampaknya ia
masih seperti orang kebanyakan. Ia masih mau menjawab
pertanyaan-pertanyaanmu"
"Mudah-mudahan ia masih dapat diajak berbicara. Tetapi
entahlah dengan Sura Gentong. Apalagi Ki Sapa Aruh"
Keduanyapun kemudian telah melangkah pula menuju ke
arah yang berbeda. Namun kemudian keduanya telah
memutuskan untuk segera pulang dan memberitahukan
perjumpaannya dengan Wira Sabet.
Di rumah, kedua anak muda itu menceriterakan apa yang
mereka alami Sikap Langgeng yang ketakutan serta tanggapan
Wira Sabet terhadap mereka berdua. Nampaknya Wira Sabet
masih dapat diajak berbicara. Mungkin juga tentang hal-hal
yang lebih besar tentang padukuhan Gemawang ini.
Tetapi Ki Kertasana itupun berkata "Kemungkinan yang
sangat tipis. Jika ia bersikap sebagaimana kebanyakan orang,
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu karena ia mengahadapi satu keadaan yang tiba-tiba, yang
sebelumnya tidak pernah diduganya. Tetapi apa yang
dilakukan oleh Wira Sabet dan Sura Gentong selama ini,
nampaknya dengan sengaja mereka berusaha untuk menkut-
nakuti semua orang Gemawang, dan bahkan seisi kademangan Kalegen" Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Sementara
ayahnya itupun berkata selanjutnya "Tetapi lebih dari Wira
Sabet, Sura Gentong adalah orang yang kasar dan garang.
Sedangkan orang yang bernama Ki Sapa Aruh itu. secara
pribadi aku belum mengenalnya. Tetapi nama itu memang
cukup menggetarkan jantung orang yang mendengarnya"
Manggada dan Laksana masih saja menganguk-angguk.
Sementara itu Ki Citrabawapun berkata "Sesuai dengan
keterangan kakang Kertasana. maka kalian harus berhati-hati
jika kalian bertemu, berpapasan apalagi berhubungan dengan
Wira Sabet. Lebih lebih lagi dengan Sura Gentong atau Ki Sapa
Aruh. A gaknya peristiwa yang pernah melemparkannya keluar
dari padukuhan ini. telah membuat jiwa mereka meledak-ledak
selain sifat dan watak mereka yang memang kasar"
Manggada dengan nada rendah menjawab "Baik, paman.
Kami akan selalu memperhatikan keadaan"
"Tetapi apakah kau benar-benar akan pergi ke rumah Wira
Sabet" bertanya Ki Kertasana.
"Ya" jawab Manggada "kami memang benar-benar ingin
datang ke rumahnya. Kami berharap bahwa Wira Sabet itu
masih juga menyadari akan pentingnya kendali penalaran atas
segala tingkah lakunya Sehingga ia tidak berdiri di atas
lambaran dendam semata-mata"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah" berkata Ki Kertasana "tetapi seperti pesan
pamanmu, berhati-hatilah. Orang-orang seperti Wira Sabet
memang tidak dapat dijajagi sikapnya. Apa yang kau lihat
akan dapat berubah setiap saat"
"Besok kami akan pergi ke rumahnya, ayah" berkata
Manggada kemudian. Ayahnya mengangguk- angguk. Namun katanya "Aku
kira ia tidak mudah ditemui di
rumahnya. Meskipun demikian,
kanan dapat mencobanya. Tetapi jika kalian tidak menemuinya di rumahnya yang lebih sering kosong,
jangan mencoba mencari ke
tempat lain. Apalagi di luar
padukuhan ini" Manggada mengangguk kecil. Katanya "Baik ayah.
Rasa-rasanya memang sulit
untuk mnecari tempat tinggalnya di luar padukuhan
ini" Untuk beberapa lamanya mereka masih berbincang-bincang
tentang padukuhan yang lengang itu. Namun kemudian,
setelah makan malam, maka Manggada dan Laksanapun telah
duduk di serambi bersama Ki Pandi.
Ki Pandi yang lebih banyak diam dalam pembicaraan
tentang keadaan padukuhan itu. berkata "Angger berdua,
kalian memang harus sangat berhati-hati menghadapi
persoalan ini. Orang yang bernama Sapa Aruh itu memang
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang berilmu tinggi. Aku tidak mengira bahwa ia berkeliaran
sampai ke tempat ini. Bahkan mungkin sudah cukup lama.
ternyata ia telah menjadi hantu yang menakut-nakuti
lingkungan ini. Aku kagum melihat keberanian Ki Jagabaya
serta kesetiaannya pada tugasnya Tetapi aku tidak yakin.
apakah ia memiliki bekal yang cukup untuk menghadapi
orang-orang seperti Wira Sabet. Sura Gentong dan kawan-
kawannya. Apalagi orang yang bernama Ki Sapa Aruh itu.
Karena itu, ia memang memerlukan orang lain untuk
membantunya. Bahkan mungkin lebih tepat disebut melindunginya" "Anak Ki jagabaya itu juga baru pulang dari perguruannya
karena dipanggil oleh ayahnya" berkata Manggada.
"Aku belum pernah melihat anak itu. Mudah-mudahan ia
mempunyai bekal ilmu yang tinggi. Tetapi berdua dengan
ayahnya, maka keadaannya akan menjadi sangat gawat.
Sampai saat ini rasa-rasanya Wira Sabet dan Sura Gentong
masih belum berbuat sesuatu kecuali menakut-nakuti orang-
orang Gemawang. Karena itu. mereka masih belum berbuat
sesuatu atas Ki Jagabaya dan anaknya. Namun pada suatu
ketika Ki Jagabaya dan anaknya tentu akan diselesaikan
dengan cepat jika tidak mendapat bantuan yang cukup"
Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Dengan nada
dalam Laksana itu berdesis "Agaknya memang sulit untuk
membangkitkan keberanian orang-orang padukuhan ini"
"Tetapi kita masih dapat berharap. Sedangkan harapan lain.
kita dapat berbicara dengan Wira Sabet" sahut Manggada.
"Nampaknya sulit untuk menembus kekerasan hati Wira
Sabet dan Sura Gentong mengingat lalar belakang
kehidupannya sebagaimana diceiriterakan oleh Ki Kertasana.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun demikian tidak ada salahnya untuk berbicara dengan
Orang itu" Manggada mengerutkan dahinya. Katanya "Setidak-tidaknya
uimik menunjukkan kepada mereka, bahwa ada orang yang
tidak menjadi ketakutan karena solah tingkahnya itu"
"Kau melangkah terlalu cepat" berkata Ki Pandi "aku setuju,
tetapi jangan tergesa-gesa. Jika mungkin kita dapat melihat
serba sedikit tentang kekuatan yang ada di belakangnya selain
Ki Sapa Aruh" Manggada dan Laksana memahami betapa luasnya
pengalaman Ki Pandi merasakan kebenaran pesan itu. Tanpa
mengetaui serba sedikit apa yang mereka hadapi, maka rasa-
rasanya mereka akan dapat terjebak ke dalam satu pusaran
kekuatan yang tidak dapat mereka lawan, atau setidak-
tidaknya mereka tidak sempat memperhitungkan cara untuk
mengatasinya. Malam itu Ki Pandi masih memberikan pesan-pesan khusus
menghadapi orang-orang yang jantungnya telah hangus
dibakar oleh api dendam. Orang-orang yang demikian agaknya
sudah sulit untuk membuat pertimbangan-pertimbangan yang
wajar. Sementara Ki Sapa Aruh dapat bekerja sama dengan
mereka meskipun latar belakang kepantingannya berbeda.
Menjelang tengah malam, pembicaraan mereka baru
berakhir. Manggada dan Laksanapun segera menuju ke
biliknya. Demikian pula dengan Ki Pandi.
Di hari berikutnya. Manggada dan Laksana benar-benar
ingin pergi ke rumah Wira Sabet. Ki Kertasana dan Ki Citra-
bawa masih juga memberikan beberapa pesan. Karena
mereka menyadari, betapa orang yang bernama Wira Sabet
itu sangat berbahaya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesaat kemudian, ketika matahari mulai naik. Manggada
dan Laksana sudah turun ke jalan. Jalan-jalan di padukuhan
masih tetap lengang. Namun Manggada dan Laksana melihat
satu dua orang pergi ke sawah dengan tergesa-gesa.
Orang-orang yang berpapasan di jalan sempit juga bertanya
kapan anak itu pulang. Seorang yang rambutnya sudah putih,
berjalan dengan tenang menyusuri tanggul parit sambil
memanggul cangkul. Tidak seperti orang yang lain yang
nampak selalu tergesa-gesa, maka orang tua itu telah menarik
perhatian Manggada dan Laksana.
Karena itu, maka keduanyapun telah mendekatinya.
Manggadapun segera dapat mengenalinya. Karena itu.
maka Manggadapun segera bertanya "Kakek. Apakah kakek
ingat kepadaku, yang dahulu sering mengganggu kakek jika
kakek membuat gula kelapa?"
Orang tua itu mengerinyitkan alisnya. Dengan suaranya
yang lemah ia bertanya "Kau siapa, he?"
"Manggada. kek. Anak Ki Kertasana"
"O, Jadi kau anak Kertasana" Sekarang kau sudah besar.
Sudah sebesar ayahmu. He. siapakah anak muda itu"
"Namanya Laksana kek. Sepupuku" jawab Manggada.
"Kemana kau selama ini?" bertanya kakek itu.
"Di rumah paman. kek. Membantu menggarap sawah"
jawab Manggada sambil berjalan di sebelah kakek itu.
"Kau pulang pada saat yang kurang baik. Manggada"
"Aku tahu, kek. Ayah sudah berceritera" jawab Manggada
"tetapi kenapa kakek nampaknya tidak terpengaruh oleh
keadaan di padukuhan ini"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang itu tertawa. Katanya "Bukankah aku sudah tua" Buat
apa aku ikut-ikutan menjadi ketakutan seperti orang lain" Aku
sudah tidak berarti apa-apa lagi. Aku tidak mempunyai
tanggungan seorangpun lagi. Tidak ada isteri, tidak ada anak"
"Tetapi bukankah kakek mempunyai isteri dan anak"
bertanya Manggada "Dahulu Manggada. Dahulu aku mempunyai isteri dan anak.
Tetapi isteriku itu sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.
Sedang anakku pergi tidak menentu" jawab orang tua itu.
Manggada mengangguk-angguk sambil berdesis "Maaf kek.
Aku tidak tahu bahwa nenek sudah meninggal. Aku


Sejuknya Kampung Halaman Seri Arya Manggada 4 Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyatakan ikut berduka kek"
"Terima kasih. Manggada. Tetapi. Kematian tidak selalu
merupakan kedukaan. Aku kira Tuhan Yang Maha Kuasa
sudah menentukan yang paling baik bagi nenekmu itu. Jika ia
masih hidup, maka hatinya akan selalu tersiksa" jawab orang
tua itu. Manggada mulai merenung. Ia mulai mencoba mengingat
keluarga kakek itu. Sementara kakek itupun berkata
"Manggada. Sepeninggal nenekmu, aku sudah bukan apa-apa
lagi" Wajah Manggada menjadi tegang. Keringatnya mulai
mengalir membasahi punggungnya. Ia baru teringat tentang
orang tua itu. Orang tua itu adalah ayah Wira Sabet dan Sura
Gentong. Karena itu, maka Manggadapun menjadi sangat gelisah.
Bahkan ia menjadi gagap "Tetapi, tetapi......."
Laksana menjadi heran melihat sikap Manggada. Tetapi
sebelum ia berkata sesuatu, orang tua itu tersenyum sambil
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkata "Kau tidak usah menyesali pertanyaanmu, ngger.
Sudah sekian tahun kau pergi, sehingga tentu ada sesuatu
yang kau lupakan. Juga tentang anak-anakku. Aku sama sekali
tidak merasa tersinggung, Manggada. Wira Sabet dan Sura
Gentong memang anak-anakku. Keduanyalah yang telah
membuat padukuhan ini menjadi seperti kuburan. Itulah
sebabnya aku mengatakan bahwa kepergian nenekmu adalah
satu hal yang terbaik bagi nenekmu, meskipun dengan
demikian, maka aku merasa bahwa hidupku sebenarnya telah
berakhir sejak nenekmu meninggal"
Laksana yang mendengar kata-kata kakek itu menarik nafas
dalam-dalam, ia mengerti, kenapa Manggada menjadi gagap
dan bahkan kebingungan. "Aku mohon maaf, kek" berkata Manggada kemudian.
Kakek tua itu berhenti. Ditatapnya wajah Manggada dan
Laksana berganti-ganti. Dengan nada lembut ia berkata
"Kalian berdua adalah anak-anak muda yang sedang tumbuh.
Kau dapat bercermin pada pengalaman hidupmu dan
pengalaman orang lain. Kau dapat membaca yang manakah
yang baik dan yang pantas kau lakukan dan yang manakah
yang tidak baik dan tidak pantas kau lakukan. Karena
sebenarnyalah kita dapat membedakan, mana yang baik dan
mana yang tidak baik"
"Ya kek" jawab Manggada. Sementara itu, keringatnya
masih saja mengalir di kening dan punggungnya.
"Sudahlah. Lupakan pembicaraan kita. Kau jangan menjadi
gelisah karenanya. Aku juga akan melupakannya" berkata
orang tua itu. "Tetapi bukankah kakek memaafkan aku" bertanya
Manggada pula. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tentu ngger. Tentu. Jika kita tidak memaafkan kesalahan
orang lain kepada kita, maka Tuhan Yang Maha Pengampun
pun tidak akan memaafkan kesalahan-kesalahan kita" jawab
orang tua itu. "Terima kasih, kek" berkata Manggada kemudian.
Kakek tua itu menepuk bahunya. Kemudian iapun bertanya
"Sekarang kalian akan kemana" bertanya kakek tua itu.
Manggada yang masih gelisah tidak berbohong. Jawabnya
"Aku akan pergi ke rumah paman Wira Sabet, kek. Kemarin
aku bertemu. Paman Wira Sabet menjanjikan kepadaku,
bahwa aku diijinkan mengambil buah duwet dan manggis jika
kebetulan berbuah." Wajah kakek itu justru menegang. Dengan dahi yang
berkerut ia bertanya "Dimana kau bertemu dengan pamanmu
Wira Sabet?" "Di lorong sebelah kek. Paman sedang berjalan-jalan di
padukuhan.ini. Kami bertemu dan berbicara beberapa saat.
Ternyata paman Wira Sabet juga tidak lupa kepadaku. Ketika
aku minta diijinkan untuk mengambil duwet dan manggis
sebagaimana masa remajaku, maka paman Wira Sabet tidak
berkeberatan" "Tetapi bukankah kau sudah mendengar ceritera tentang
pamanmu Wira Sabet dan Sura Gentong" bertanya orang tua
itu. "Sudah kek. Tetapi ternyata paman Wira Sabet masih
bersikap wajar kepadaku"
Orang tua itu mengangguk-angguk. Katanya "Mudah
mudahan masih ada tersisa betapapun tipisnya, kesadaran
atas tata pergaulan antara sesamanya"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manggada tidak menjawab. Namun ia melihat mata orang
tua itu menjadi basah. Tetapi orang tua itu kemudian justru tersenyum dan
berkata "Singgahlah di rumahku ngger. Aku hidup seperti
sekarang" "Baiklah kek. Nanti aku akan singgah di rumah kakek.
Tetapi bukankah kakek sekarang akan pergi ke sawah"
Orang tua itu mengangguk-angguk. Katanya "Ya. Aku akan
pergi ke sawah. Tidak ada orang yang mengairi sawah. Di
padukuhan ini tidak ada orang yang bersedia membantuku
lagi. Mereka semakin lama menjadi semakin jauh. Apalagi
akhir-akhir ini setelah ada kabar bahwa kedua orang anakku
itu akan pulang" "Jika kakek tidak berkeberatan, aku akan membantu kakek"
Mata orang tua itu menjadi redup dan bahkan nampak
menjadi basah lagi. Namun dengan cepat ia menguasai
perasaannya dan berkata "Terima kasih A ku masih kuat untuk
melakukan sendiri anak anak muda. Tetapi sekali lagi aku
berharap, datanglah ke rumahku. Aku masih membuat gula
kelapa seperti dulu"
"Sudah setua kakek ini masih juga menyadap legen
kelapa?" "Apakah aku sudah nampak tua sekali" bertanya orang itu
sambil tersenyum. "Kakek memang sudah nampak tua. Tetapi kakek masih
nampak tegar menghadapi hari-hari yang keras bagi kakek"
"Sudahlah" berkata orang itu "aku akan pergi ke sawah
mumpung masih pagi" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Silahkan kek. Aku akan mengunjungi rumah paman Wira
Sabet. Mudah-mudahan ia ada di rumah"
Sekali lagi orang itu menepuk bahu Manggada. kemudian
Laksana. Namun kemudian orang tua itu telah melangkah
pergi menyusuri tanggul parit menuju ke sawah.
Manggada dan Laksana berdiri termangu-mangu. Dengan
menyesal Manggada berkata "Aku agaknya sudah pikun.
Kenapa aku lupa bahwa orang tua itu adalah ayah paman Wira
Sabet dan Sura Gentong. Perasaan orang tua itu tentu
tersinggung. Namun ia berusaha untuk menahan diri"
"Tetapi orang tua itupun dapat mengerti sikap kita, kakang.
Karena itu ia tidak marah" sahut Laksana.
"Ia tidak marah kepada kita. Tetapi seakan-akan aku telah
menaburkan garam pada luka di hatinya"
Laksanapun kemudian berkata "Tetapi ia cukup bijaksana.
Ia tentu benar-benar akan melupakannya sebagaimana
dikatakannya" "Ya" Manggada mengangguk "aku juga yakin"
"Nanti atau besok, kita singgah di rumahnya" berkata
Laksana "agaknya orang tua itu juga merasa sepi"
Manggada dan Laksana masih memandangi orang tua yang
berjalan di tanggul parit itu. Ketika seseorang yang muncul
dari sebuah lorong dan berjalan searah dengan orang tua itu,
maka orang itu telah berusaha mencari jalan lain. Mengambil
jalan pintas. "Agaknya orang-orang padukuhan ini juga menjauhinya"
berkata Manggada. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Laksana mengangguk-angguk. Namun iapun kemudian
berkata "Sudahlah. Kita lanjutkan saja rencana kita untuk
mengunjungi rumah Wira Sabet"
Berdua mereka telah berjalan lagi menuju ke rumah Wira
Sabet. Tetapi seperti yang sudah diduga, rumah itu memang
kosong. Rerumputan liar tumbuh di halaman yang kotor oleh
daun-daun kering yang berguguran dari pepohonan tanpa
pernah dibersihkan. Agaknya keluarga Ki Wira Sabetpun telah
meninggalkan padukuhan itu. Sedangkan rumah itupun
menjadi kosong. Tetapi ternyata pohon manggis di halaman rumah itu
berbuah lebat. Tidak seorangpun berani memasuki halaman
itu dan apalagi mengambil buah dari pepohonan yang tumbuh
di atasnya. Manggada dan Laksana termangu-mangu sejenak Mereka
ragu-ragu untuk memasuki halaman itu meskipun mereka
sudah mendapat ijin dari Wira Sabet itu sendiri.
Untuk beberapa saat keduanya berdiri termangu-mangu.
'Tidak seorangpun nampak berjalan di jalan yang melewati
depan rumah Wira Sabet. "Marilah, kita lihat rumah sebelah" berkata Manggada.
"Apakah kita akan singgah di rumah itu?" bertanya Laksana.
"Ya Hanya sebentar. Kita ingin mendapat sedikit keterangan
tentang rumah Wira Sabet itu"
Laksana mengangguk-angguk mengiakan. Karena itu, maka
berdua mereka menuju ke regol halaman rumah di sebelah
rumah Wira Sabet. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Rumah itu memang tidak terlalu besar Tetapi nampak
bersih dan terawat. Sangat berbeda dengari rumah Wira Sabet
yang memang kosong itu."
"Aku kenal orang yang tinggal di rumah ini" berkata
Manggada. Lalu katanya pula" Namanya paman Resa.
Lengkapnya Resadana"
Laksana hanya mengangguk-angguk saja.
Seperti rumah Langgeng, maka pintu regolnya tidak
diselarak. Tetapi pintu rumah itu tertutup rapat dan bahkan
tentu diselarak dari dalam.
Manggadapun kemudian mengetuk pintu rumah itu
perlahan-lahan. Tetapi tidak segera terdengar jawaban dari dalam, sehingga
ketukan itu harus diulang beberapa kali.
Baru sesaat kemudian, terdengar langkah menuju ke pintu.
Terasa bahwa langkah itu tersendat dan ragu.
"Siapa" terdengar suara seorang perempuan.
"Aku Manggada, anak Ki Kertasana" jawab Manggada.
"Manggada. Benarkah kau Manggada" terdengar suara itu
lagi. masih penuh keragu-raguan.
Manggada ternyata masih mengenal suara itu. Karena itu,
maka iapun menjawab "Ya bibi. Aku Manggada. Bibi Resa
tentu masih ingat aku"
Sejenak kemudian terdengar selarak pintu diangkat.
Seorang perempuan separo baya berdiri di muka pintu.
Demikian ia melihat Manggada, maka iapun tersenyum
sambil bertanya "Kapan kau datang Manggala. Bukankah
sudah lama kau meninggalkan padukuhan ini?"
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dua hari yang lalu, bibi" lalu Manggadapun telah
memperkenalkan Laksana "ini adalah saudara sepupuku, bibi"
"Marilah. Masuklah" Nyi Resa itu mempersilahkan
Manggada ragu-ragu sejenak. Namun Nyi Resa itupun
berkata "Marilah. Duduklah di dalam. Pamanmu ada di
belakang" Manggada dan Laksanapun kemudian telah masuk di ruang
dalam. Sementara itu. Nyi Resapun segera menutup pintu
rumahnya rapat-rapat. Sejenak kemudian, maka Ki Resapun telah dipanggil pula.
Seperti Nyi Resa, maka Ki Resapun telah mempertanyakan
kapan Manggada itu pulang.
"Kau sekarang telah menjadi anak muda yang dewasa.
tubuhmu nampak berkembang dengan baik. Sejak kanak-
kanak kau memang sudah nampak bahwa kau akan tumbuh
menjadi seorang anak muda yang gagah"
"Ah. paman masih saja suka memuji" jawab Manggada.
"Tidak. Aku tidak sekedar memuji, tetapi aku berkata
sebenarnya?" "Terima kasih, paman" jawab Manggada
Namun kemudian Ki Resa itupun bertanya "Tetapi bukankah
ayahmu telah menceriterakan apa yang terjadi di padukuhan
ini?" "Sudah paman. Maksud paman tentang paman Wira Sabet
dan paman Sura Gentong?"
"Ya. Tentang mereka" jawab Ki Resa.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manggadapun kemudian menceritakan perjumpaannya
dengan Wira Sabet kemarin, ia memang datang untuk melihat
rumah Wira Sabet. "Jadi kau sudah bertemu dan berbicara dengan Wira Sabet"
bertanya Ki Resa dengan heran
"Ya, paman. Aku sudah mengatakan pula bahwa aku ingin
memanjat pohon manggis atau pohon duwet di halaman
rumahnya. Paman Wira Sabet ternyata tidak berkeberatan.
Namun ternyata rumah itu agaknya sudah lama kosong.
Bahkan tidak seorangpun keluarganya yang tinggal"
"Rumah itu memang sudah lama kosong. Ketika Wira Sabet
melarikan diri dari rumahnya, masih ada keluarganya yang
menunggui rumah itu. Namun kemudian merekapun telah
pergi pula dan rumah itu ditinggalkan kosong" berkata Ki
Resadana" Manggada dan Laksana mengangguk-angguk. Tetapi iapun
kemudian bertanya "Lalu dimana paman Wira Sabet sekarang
tinggal?" Ki Resa itu menggeleng. Katanya "Tidak seorangpun yang
tahu ngger. Tidak ada orang yang berani bertanya. Bahkan
melihat Wira Sabet di kejauhanpun orang-orang padukuhan ini


Sejuknya Kampung Halaman Seri Arya Manggada 4 Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah melarikan diri. Wira Sabet dan Sura Gentong adalah
lambang dari kesulitan dan bencana"
"Tetapi ia tidak berbuat apa-apa ketika kami bertemu
kemarin" berkata Manggada kemudian.
"Meskipun demikian, kau harus berhati-hati, ngger.
Perjumpaanmu berikutnya, akan dapat menimbulkan kemungkinan yang lain. Ketika ia sadar bahwa kau adalah
bagian dari isi padukuhan ini, maka kau akan dianggap
sebagai musuhnya pula" berkata Ki Resa itu kemudian.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manggada termangu-mangu sejenak, sementara Laksana
itupun bertanya "Tetapi paman, apakah selama ini paman
tidak pernah merasa diganggu oleh Wira Sabet yang
rumahnya hanya bersebelahan dengan rumah paman?"
"Aku memang tidak ngger. Tetapi Wira Sabet dan Sura
Gentong itu sampai saat ini dengan teratur tengah melakukan
usaha untuk menakut-nakuti para penghuni padukuhan ini"
"Ternyata seisi padukuhan ini memang menjadi ketakutan.
Sementara Ki Jagabaya masih tetap setia kepada tugasnya itu
harus bekerja seorang diri" sahut Manggada.
Ki Resa menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada rendah
Ki Resa itu berkata "Sebenarnya orang-orang padukuhan ini
juga merasa berkewajiban membantunya. Tetapi kami tidak
berdaya sama sekali"
"Dahulu seisi padukuhan ini mampu mengusir paman Wira
Sabet dan pamar Sura Gentong" desis Manggada.
"Tetapi keadaannya sudah berbeda. Dahulu mereka bukan
orang-orang berilmu. Tetapi tidak lebih dan kita semuanya.
Sekarang, Wira Sabet dan Sura Gentong adalah orang berilmu
tinggi" "Tetapi jika kita semuanya bangkit bersama-sama, apakah
kita masih juga tidak mampu berbuat apa-apa" bertanya
Manggada. Ki Resadana menarik nafas dalam-dalam. Kemudian
katanya dengan nada berat "Kita tidak akan selalu bersama-
sama setiap saat. Pada saat kita sendiri-sendiri itulah, nyawa
kita semuanya terancam. Hari ini dua orang, besok dua orang
dan demikian pu!a di hari-hari berikutnya. Bukankah itu sangat
mengerikan" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manggada dan Laksana melihat kecemasan membayang di
wajah orang itu. Meskipun demikian Manggada masih juga
berkata "Paman, bukankah kita dapat menyiapkan anak-anak
muda dan laki-laki yang masih mampu untuk mengangkat
senjata untuk meronda setiap saat Kita dapat mengatur dan
membagi waktu sebaik-baiknya untuk melakukan pengamanan
padukuhan ini. Kita isi gardu-gardu di ujung-ujung lorong.
Siang dan malam" "Jika kita berada di sawah atau di ladang" bertanya Ki
Resadana. Lalu katanya "Apalagi aku yang tinggal di sebelah
dinding halaman rumahnya"
Manggada dan Laksana menyadari, bahwa ia tidak akan
dapat mendesak Ki Resadana untuk ikut bersamanya memihak
Ki Jagabaya. Karena itu, maka Manggada itupun kemudian
berkata "Baiklah paman. Kami dapat mengerti perasaan
paman. Namun kami berdua mempertimbangkan untuk dapat
berbuat sesuatu agar keadaan padukuhan ini menjadi tenang
kembali, apapun caranya"
Wajah Ki Resadana menjadi tegang. Katanya "Meskipun kau
berasal dari padukuhan ini, ngger. Tetapi kau termasuk orang
baru disini. Kau tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Mungkin Ki Kertasana sudah berceritera. Tetapi kau tidak
dapat membayangkan keadaan yang sesungguhnya di
padukuhan ini" "Aku mengerti, paman. Tetapi apakah kita akan
membiarkan Ki Jagabaya terhimpit sendirian oleh kuasa Wira
Sabet dan Sura Gentong dengan kesetiaannya kepada
tugasnya?" "Tetapi kami sayang akan jiwa kami. Ngger" jawab Ki
Resadana dengan nada dalam.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Manggada dan Laksana akhirnya hanya dapat mengangguk-
angguk. Bahkan kemudian Manggada itupun berkata "Baiklah
paman. Kami mohon diri. Kami masih ingin melihat-lihat
padukuhan yang sepi ini. Tetapi duwet di halaman rumah
paman Wira Sabet itu berbuah lebat. Aku ingin memanjatnya"
"Jangan ngger. Kau jangan membuat persoalan dengan
orang itu. Sangat berbahaya bagimu" cegah Ki Resadana.
"Tetapi aku sudah bertemu sendiri dengan Paman Wira
sabet. Aku diijinkan memanjat pohon duwet dan pohon
manggis di halaman rumahnya" jawab Manggada.
Ki Resadana menarik nafas dalam-dalam Manggada dan
Laksana itu ternyata tidak mau mendengarkan peringatannya.
Sebenarnyalah setelah Manggada dan Laksana minta diri,
maka keduanya benar-benar pergi ke halaman rumah Wira
Sabet yang kosong dan menjadi sangat kotor. Seperti yang
dikatakan, maka Manggada dan Laksana benar-benar telah
memanjat pohon manggis dan pohon duwet.
Dari halaman rumahnnya, Ki Resadana itu melihat
keduanya bergayut dari satu cabang ke cabang yang lain.
Apalagi Manggada yang memanjat pohon duwet yang telah
menjadi besar dan tinggi.
Ternyata yang melihat anak-anak muda memanjat itu
bukan hanya Ki Resadana. Beberapa orang yang lain dengan
tidak sengaja melihat juga keduanya memanjat.
Melihat tingkah kedua orang anak muda itu, beberapa
orang tetangga Wira Sabet menjadi tegang. Tetapi mereka
tidak dapat berbuat sesuatu. Orang yang tinggal di rumah
yang berseberangan dengan rumah Wira Sabet itu terpaksa
keluar dari regol halamannya untuk memperingatkan kedua
anak muda itu. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi di luar regol orang itu melihat Ki Resadana yang
sambil melihat ke kedua ujung jalan, turun juga ke jalan.
"Siapakah anak-anak muda itu?" bertanya orang yang
tinggal di seberang jalan.
"Anak Ki Kertasana" jawab Ki Resadana.
"Apakah anak-anak itu tidak tahu apa yang mereka
lakukan" bertanya orang di seberang jalan.
Ki Resadana memang mendekati mereka Sekali lagi ia
memanggil Manggada. Namun Manggada sambil tersenyum
berkata "Duwet putih ini memang manis paman. Sejak kecil
aku sudah sering memanjat pohon ini"
"Turunlah ngger" minta Ki Resadana "keadaan sudah
berubah. Itu terjadi sepuluh tahun yang lalu"
"Bagi kami, keadaan tidak berubah" jawab Manggada.
Ki Resadana dan orang di seberang jalan menjadi semakin
gelisah. Apalagi mereka sudah mendengar bahwa kemarin
Wira Sabet telah memasuki padukuhan itu. Bahkan kedua
anak muda itu telah bertemu pula dengan mereka
Selagi Ki Resadana dan dua orang dari seberang jalan
termangu-mangu, maka seseorang telah berjalan tergesa-
gesa, bahkan berlari-lari sambil memanggul cangkulnya.
Ketika Ki Resadana bertanya, maka orang itu menjawab
sambil meneruskan langkahnya "Wira Sabet datang lagi
bersama pengawalnya"
"Celaka" desis Ki Resadana. Sementara itu kedua orang
yang lain dengan tergesa-gesa telah masuk regol halaman
rumah mereka masing-masing.
"Ngger, kau dengar, bahwa Wira Sabet memasuki
padukuhan ini lagi" teriak ki Resadana.
http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak apa-apa, paman. Aku sudah mendapat ijinnya"
jawab Manggada. Resadana tidak menunggu lebih lama lagi. lapun tidak ingin
bertemu dengan Wira Sabet, karena kemungkinan yang buruk
akan dapat terjadi atas dirinya.
Karena itu, maka Ki Resadanapun segera masuk regol
halaman rumahnya. Sekali iagi ia masih sempat memandang
Manggada dan Laksana yang memanjat semakin tinggi.
Namun kemudian. Ki Resadana itu telah masuk ke dalam
rumahnya dengan jantung yang berdebar-debar. Bagaimanapun juga Ki Resadana ini telah mencemaskan nasib
kedua orang anak muda yang menurut pendapatnya tidak
mengetahui keadaan yang sebenarnya di padukuhan itu.
Sebenarnyalah, beberapa saat kemudian. Wira Sabet itu
Rahasia Makam Mahesa 2 Tiga Dara Pendekar Seri Thiansan Jiang Hu San Nu Xia Kang Ouw Sam Lie Hiap Karya Liang Ie Shen Titisan Dewi Kwan Im 1
^