5 Jagoan 5 Raja 3
5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng Bagian 3
Kui Kok kaget bukan main sampai kursi yang diduduknya bergetar. Karena takut dan
ngeri dia menggorok lehernya dengan sebilah pedang. Ciok Kui dan Cu Kim binasa dalam
keributan itu. Pian Hek dan Ciam Hu tertawan oleh rakyat mereka diserahkan
kepada Baginda Ciu Hui Ong. Sedang Ong Cu Tui dengan Sek Sok berhasil kabur. Untung mereka
terkejar dan ditawan oleh tentara Kek dan The. Semua pengkhianat itu kemudian dihukum
mati semuanya. Setelah Baginda Ciu Hui Ong naik tahta kembali, dia memberi hadiah kepada Raja
The berupa tanah-tanah dimulai dari Houw-bouw terus ke timur. Sedang Raja Kek diberi
hadiah tanah di Ciu-coan dan tempat arak. Kedua raja itu mengucapkan terima kasih.
Sesudah itu mereka pamit pada Baginda, masing-masing memimpin tentaranya kembali ke
negerinya. Di tengah jalan Raja The Le Kong jatuh sakit, setelah pulang ke negerinya tidak
berapa lama dia meninggal. Semua pembesar mengangkat Si Cu Ciat mejadi Raja The menggantikan
Raja The Le Kong, beliau bergelar Bun Kong.
** Pada tahun pemerintahan Kaisar Ciu Hui Ong ke-empat, di musim Ciu (Semi) bulan
Cit-gwe (bulan tujuh Imlek). Permaisuri Bun Kiang jatuh sakit. Sakitnya keras dan tidak
bisa diobati lagi. Maka tidak berapa lama Permaisuri Bu meninggal. Sebelum meninggal ketika
sedang sekarat, beliau berpesan kepada Louw Cong Kong.
"Kau harus segera menikah dengan puteri dari negeri Cee. Ingat kau harus dengan
sepenuh hati membantu Raja Cee dan jangan putus hubungan famili," kata Permaisuri Bun.
Sesudah ibunya meninggal Raja Louw Cong Kong sedih sekali. Dia makamkan jenazah
ibunya dengan baik. Raja Louw Cong Kong sangat memperhatikan pesan terakhir ibunya. Pada tahun itu
juga Raja Louw Cong Kong membicarakan urusan perkawinannya dengan puteri dari negeri Cee.
Tetapi niatnya untuk menikah mendapat hambatan dari menterinya.
"Masa berkabung atas meninggalnya Lau-hu-jin Bun Kiang belum selesai, hamba rasa
kurang pantas jika Tuanku langsung membicarakan soal perkawinan," kata Co We
"Sebaiknya kita tunggu lagi sampai tiga tahun kemudian, sesudah lepas berkabung
baru kita bicarakan urusan perkawinam itu. Hamba rasa masih belum terlambat."
"Tetapi ibuku berpesan aku harus segera menikah dengan puteri negeri Cee," sahut
Louw Cong Kong. "Memang jika sedang berkabung segera menikah itu kurang pantas, cuma
jika harus menunggu sampai tiga tahun lamanya, sesudah lepas berkabung itu terlalu
lama. Sekarang aku mau bersikap adil, aku mau mengambil jalan tengah saja."
Semua menteri tidak ada yang berani membantah kehendak rajanya. Tepat pada akhir
tahun, Raja Louw merundingkan masalah perkawinannya. Dia mengutus orang untuk
membicarakan perkawinan itu dan lamarannya kepada Raja Cee. Dia berjanji akan datang sendiri
ke negeri Cee untuk melangsungkan pernikahannya. Raja Cee tidak setuju dan agak keberatan,
karena Raja Louw belum lepas berkabung. Dia minta urusan pernikahan itu supaya ditunda
saja dulu. Sampai tahun pemerintahan Ciu Hui Ong yang ke tujuh, masalah pernikahan baru
ditetapkan. Harinya dipilih di musim Ciu (Semi) karena dianggap hari baik. Waktu itu Louw Cong Kong
sudah menjadi raja selama 24 tahun, dan umurnya sudah 37 tahun.
** Ketika telah tiba saat pernikahan itu Raja Louw berangkat ke negeri Cee. Maka
pernikahan pun dilangsungkan dengan meriah. Sesudah selesai pernikahan, Raja Louw membawa
Permaisuri Kang-si pulang ke negeri Louw. Permaisuri juga disebut Permaisuri Ai-
kiang. Sejak saat itu negeri Cee dan negeri Louw bersahabat kekal.
Suatu hari...... Raja Cee menggabungkan tentaranya dengan tentara Louw, maksudnya akan melabrak
bangsa Ci dan menyerang bangsa Jiong (Mongol). Kemudian dua bangsa itu semuanya
berhasil mereka kalahkan. Pada tahun pemerintahan Ciu Hui Ong ke-sepuluh, bangsa Ci dan Jiong sudah tunduk
benar di bawah pengaruh negeri Cee.
Melihat pengaruh negeri Cee semakin besar, Raja The Bun Kong jadi semakin
khawatir. Buru-buru Raja The mengirim utusan untuk minta berserikat lagi. Waktu itu semua
negara- negara kecil, kecuali negeri Couw, semuanya sudah di bawah kekuasaan negeri Cee.
Raja Cee Hoan Kong sangat senang. Raja Cee mengadakan pesta besar untuk menyenangkan anak
buah dan tentaranya. Setelah minum arak sampai mabuk, Pao Siok Gee sambil memegang cawan arak datang
ke hadapan Raja Cee Hoan Kong. Dia menuang secawan arak untuk mengucapkan selamat
kepada Raja Cee. Raja Cee Hoan Kong menyambut arak itu yang terus dia minum hingga cawan itu
kering. "Hari ini aku senang sekali minum arak bersama kalian!" kata Raja Cee.
"Setahu hamba seorang Raja yang budiman dan bijaksana, baik dalam suka dan duka
tidak melupakan kesusahan. Tuanku tidak lupa saat sebelum menjadi Raja; begitu juga
Koan Tiong. Dia harus ingat saat dia masih dikerangkeng. Leng Cek jangan melupakan saat dia
masih jadi penggembala kerbau." kata Pao Siok Ge.
Buru-buru Raja Cee Hoan Kong bangkit dari tempat duduknya sambil memberi hormat
kepada Pao Siok Gee. "Banyak terima kasih untuk nasihatmu! Jika semua menteri tidak melupakan
kesengsaraan aku pun gembira." kata Raja Cee.
Pesta besar berlangsung sampai semua orang puas, akhirnya pesta pun ditutup.
Para pembesar pulang ke rumahnya masing-masing.
Selang beberapa hari kemudian.....
Datang orang melapor. "Tadi baru saja tiba Siao Pek Liauw utusan Baginda Ciu Hui Ong datang
berkunjung, " kata pelapor itu. Buru-buru Raja Cee Hoan Kong menyambut dengan gembira kedatangan Siao Pek Liauw
itu. Sesudah menjalankan adat istiadat, Siao Pek Liauw menyampaikan maksud
kedatangannya. "Baginda Ciu Hui Ong memberi gelar Hong Pek (Raja Muda Yang Mulia) kepada Tuanku
Raja Cee. Tuanku mendapat izin untuk menghukum raja-raja pembangkang." kata Siao
Pek Liauw. "Terima kasih," kata Raja Cee. "Apa perintah beliau?"
"Raja We dulu telah membantu Ong Cu Tui mengusir Baginda, Baginda sakit hati
kepadanya. Baginda minta agar Raja Cee menghukumnya," kata utusan itu.
"Hamba akan memperhatikan perintah Baginda!" kata Raja Cee.
Sesudah berbasa-basi sebentar Siao Pek Liauw pamit kembali ke negeri Ciu.
Pada tahun pemerintahan Ciu Hui Ong ke-sebelas, Raja Cee Hoan Kong memimpin
pasukan perang menyerang ke negeri We.
Waktu itu We Hui Kong sudah meninggal. Puteranya yang bernama Ci sudah menjadi
raja. Raja We yang bergelar We I Kong langsung melakukan perlawanan. Tetapi sial Raja
We menderita kalah besar. Buru-buru kembali ke kota dan menutup pintu kota secara
ketat. Raja Cee Hoan Kong marah tentaranya terus menyerang. Dalam marahnya Raja Cee
menyebut-nyebut dosa raja We. Mendengar hal itu, Raja We sadar bahwa Raja Cee
hendak balas dendam kepada ayahnya.
"Oh, kalau begitu almarhum Raja We punya kesalahan besar! Tetapi aku tidak punya
sangkut-paut dengan dosa ayahku itu." pikir Raja We I Kong.
Dia perintahkan putera sulungnya yang bernama Kai Hong. Dia membawa lima gerobak
bingkisan berharga diserahkan pada Raja Cee. Raja We juga minta berdamai.
Ketika Kai Hong sampai dia langsung menghadap. Kemudian menyerahkan hadiah-
hadiah dari ayahnya pada Cee Hoan Kong.
"Ayah hamba tidak berdosa, itu sebabnya dia mohon dimaafkan dan minta damai."
kata Kai Hong. "Menurut aturan Baginda almarhum, jika ayahnya berdosa, anak cucunya tidak
terlibat dosa," kata Cee Hoan Kong. "Jika Raja We sudah menerima salah mau menurut
perintah BagindaCiu, akupuntidakusah memperpanjangmasalah
ini." Kai Hong atas nama ayahnya mengucapkan terima kasih. Kai Hong tahu negeri Cee
makmur dan kuat. Maka dia minta ikut dan ingin mengabdi pada Raja Cee.
"Kau putera sulung Raja We," kata Cee Hoan Kong heran, "menurut peraturan, kau
kelak bakal jadi pengganti ayahmu. Mengapa kau mau menjadi mentriku?"
"Tuanku seorang Raja yang bijaksana saat ini," sahut Kai Hong, "aku lebih
beruntung jika bekerja di tempat Tuanku, dibanding menjadi raja di negeri We."
Mendengar jawaban Kai Hong tersebut Raja Cee Hoan Kong mengira Kai Hong sangat
mencinta dirinya. Raja Cee setuju dan mengangkat Kai Hong menjadi menteri.
Ketika Raja Cee pulang ke negaranya Kai Hong ikut ke negeri Cee. Di sana Kai
Hong menginginkan dirinya lebih disayang oleh Raja Cee. Dia selalu memuji-muji
kecantikan putri Raja We.1) 1). Yang dipuji-puji oleh Kay Hong putri Raja We yang bungsu. Dulu We Hui Kong
telah memberikan putrinya
untuk ikut bersama putri Kaisar Ciu menikah dengan Raja Cee. Sedang putri yang
dipuji-puji oleh Kay Hong
adik kandungnya sendiri. Raja Cee Hoan Kong memang sangat senang pada perempuan cantik, dia jadi girang
mendengar pujian Kai Hong atas dirinya dan putri Raja We itu. Dengan tidak membuang waktu lagi, Raja
Cee mengirim utusan mengantarkan barang bingkisan untuk melamar nona yang cantik itu untuk dijadikan
selirnya. Permintaan Raja Cee tidak ditolak oleh We I Kong yang takut pada Raja Cee. Raja
We langsung menyerahkan nona We Ki dibawa ke negeri Cee. Bukan main girangnya Raja Cee setelah melihat
sendiri nona We Ki sesungguhnya sangat elok sekali. Untuk membedakan kakak nona Ki dengan adiknya,
Raja Cee memberi nama We Ki Besar dan We Ki Kecil. Keduanya sangat disayang oleh Raja Cee.
Bab 6 Di kisahkan di negeri Chin .......
Raja negeri Chin yang bergelar Chin Hian Kong, ketika masih menjadi Putra
Mahkota, dia telah menikah dengan putri Ke Ki.
Sekalipun sudah lama menikah, tetapi belum punya turunan, dia kawin lagi dengan
cucu raja bangsa Kian-jiong, Ho Ki namanya. Dari cucu raja bangsa Kian-jiong ini Raja Chin
memperoleh anak lelaki yang dia beri nama Tiong Ji. Kemudian Raja Chin menikah
lagi dengan putri bangsa Siao-jiong she Un. Dari nona Un dia mendapat seorang putera
yang diberi nama Ie Gouw. Pada masa ayahnya yang bernama Chin Bu Kong masih menjadi raja di negeri Chin,
ketika hendak meninggal, Raja Chin Bun Kong yang sudah tua itu melamar putri negeri
Cee. Raja Cee Hoan Kong meluluskan lamaran Chin Bu Kong tersebut, Raja Cee
menyerahkan keponakannya, yaitu Cee Kiang.
Waktu itu Chin Bu Kong sudah sangat tua, sudah tentu dia tidak bisa
membahagiakan dan menyenangkan perempuan lagi. Sementara Cee Kiang yang usianya masih sangat muda,
parasnya elok sekali, ditambah lagi dia sangat genit. Ketika Chin Hian Kong
melihat Cee Kiang yang sangat cantik, dia sangat tertarik pada ie-nya itu. Diam-diam mereka
mengadakan hubungan gelap dengan sang ibu tiri itu.
Hubungan cinta antara ibu tiri dengan anak suaminya itu sangat erat sekali. Dari
hubungan gelap itu maka lahirlah seorang anak. Chin Hian Kong khawatir hubungan gelapnya
akan ketahuan oleh ayahnya. Maka dia kirim "anak haram" atau "anak dari hubungan
gelapnya" itu pada seorang she Sin. Dan anak itu diberi nama Sin Seng.
Ketika Chin Bu Kong sudah meninggal dunia dan Chin Hian Kong sudah menggantikan
ayahnya menjadi Raja Chin, karena istri Chin Hian Kong yang bernama Ke Ki sudah
lama meninggal dunia, Chin Hian Kong lalu mengangkat Cee Kiang, bekas selir ayahnya
menjadi Hong-houw (Permaisuri). Ketika itu Tiong Ji sudah berumur 21 tahun; sedang Ie Gouw lebih tua umurnya
dari Sin Seng. Tetapi karena Sin Seng menjadi putera permaisuri, maka menurut peraturan
istri tua dan istri muda, bukan menurut aturan putera yang lebih tua dan putera yang muda.
Maka Sin Seng kemudian diangkat menjadi Putra Mahkota.
Untuk mendidik dan memimpin Sin Seng, Chin Hian Kong mengangkat Tay-hu Touw Goan
Koan menjadi Guru Besar puteranya itu dan Li Kek menjadi guru pembantu.
Kemudian Cee Kiang melahirkan lagi seorang anak perempuan; tetapi sejak
melahirkan anak perempuan itu, Cee Kiang tertimpa bencana. Dia terserang penyakit hebat hingga
5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sampai ajalnya. Chin Hian Kong kemudian menikah lagi dengan adik Ke Ki yang bernama Ke
Kun. Ke Kun inilah yang diminta untuk merawat putri Cee Kiang.
Tatkala Chin Hoan Kong sudah menjadi raja selama 15 tahun, pada suatu hari dia
mengerahkan angkatan perangnya untuk menaklukan negeri Li Jiong.
Dalam peperangan itu Raja Chin Hian Kong mendapat kemenangan besar; Raja Li
Jiong minta berdamai dan dia bersedia mempersembahkan kedua putrinya, yang besar
bernama Li Ki dan yang ke-dua bernama Siao Ki. Raja Chin Hian Kong girang sekali mendapat
dua putri yang cantik-cantik itu, segera dia bawa pulang ke negerinya.
Keelokkan Li Ki sebanding dengan Sit-kui, tetapi kejahatannya mirip dengan So
Tat Ki di zaman Kaisar Tiu Ong. Dia pandai berbagai tipu-muslihat, bukan itu saja dalam
hubungan sex pun dia sangat mahir. Tidak heran Raja Chin Hian Kong jadi sangat puas. Tetapi
celakanya dia juga sering ikut campur dalam urusan pemerintahan. Sedang segala sarannya
pada Chin Hian Kong selalu berhasil.
Oleh karena Li Ki begitu pandai serta sangat cantik, sehingga Chin Hian Kong
jadi jatuh hati benar kepadanya. Setiap saat di mana pun Chin Hian Kong berada, Li Ki tidak
boleh jauh dari sisinya. ** Selang setahun kemudian Li Ki melahirkan seorang anak lelaki, anak tersebut
diberi nama He Ce. Lewat setahun kemudian, Siao Ki juga melahirkan seorang putera yang diberi
nama Tok Cu. Waktu itu Raja Chin Hian Kong sudah sangat tergila-gila pada Li Ki, dia senang
karena Li Ki melahirkan anak lelaki. Raja Cee lupa cinta-kasih Cee Kiang almarhum. Malah raja
hendak mengangkat Li Ki menjadi Permaisuri. Niatnya itu dia bicarakan dengan semua
menteri- menterinya. "Menurut adat-istiadat Permaisuri tidak boleh ada dua orang," kata Su Souw.
"Maka jika Li Ki dan Siao Ki diangkat menjadi Hong-houw (Permaisuri), maka itu tidak sesuai
dengan aturuan yang berlaku selama ini."
Beberapa menteri dan pejabat negara membenarkan pendapat Su Souw tersebut.
Tetapi Chin Hian Kong tidak mau mengerti. Malah dia uring-uringan karena keinginannya
ditentang. Dengan tidak mempedulikan nasihat menteri-menterinya, Raja Cin mengangkat Li Ki
menjadi Hong-houw (Permaisuri) dan Saio Ki menjadi Ci Hui (Permaisuri ke-dua). Karena
tidak sependapat diam-diam Su Souw pergi menemui Tay-hu Li Kek.
"Negeri Chin hampir musnah, apa yang harus kita lakukan?" kata Li Kek.
Mendengar keterangan Su Souw tersebut Li Kek terperanjat, dengan hati berdebar-
debar dia bertanya, "Siapa yang akan meruntuhkan Kerajaan Chin?"
"Pasti Li Jiong," sahut Su Souw.
Li Kek bengong terlongong-longong, dia tidak mengerti apa maksud ucapan Su Souw
tersebut. "Pada masa Raja He Kiat menyerang ke negeri Yu Si, Raja Yu Si menyerahkan
putrinya yang bernama Moai Hi. Karena Baginda Kiat sangat mencintai Moai Hi, sehingga Kerajaan
He musnah," kata Su Souw. "Begitu juga Baginda Im Tiu ketika melabrak negeri Yu
Souw, Raja Yu Souw (Tiu Ong) menyerahkan anak perempuan yang bernama So Tat Ki, karena
Baginda Tiu Ong sangat mencintai So Tat Ki, akhirnya Kerajaan Im musnah. Sedang bukti
yang paling akhir yaitu Baginda Ciu Yu Ong yang memerangi negeri Yu Po, Raja dari negeri Yu
Po menyerahkan putrinya yang bernaama Po Su, akhirnya Kerajaan See Ciu (Ciu Barat)
musnah. Sekarang Raja negeri Chin, sesudah menaklukan negeri Li Jiong, Raja Chin telah
mengambil dua orang putrinya yang sekarang sangat disayang oleh beliau. Apa tidak bisa
terjadi negeri Chin pun kelak akan musnah?"
Li Kek menggelengkan kepalanya dia jadi berduka sekali, dan Li Kek membenarkan
dugaan Su Souw tersebut. Sesudah berbincang-bincang beberapa saat, Su Souw pamit pada Li Kek. Dia kembali
ke rumahnya. Selang sesaat sesudah Su Souw meningalkan rumah Li Kek, Kwee Yan juga
datang berkunjung ke rumah Li Kek. Pada kawan sejawatnya ini Li Kek memberitahu
apa yang tadi dikatakan oleh Su Souw kepadanya.
"Tidak, aku rasa bukan begitu," kata Kwe Yan. "Menurut dugaanku, di negeri Chin
hanya akan terjadi huru-hara besar, jika harus musnah, itu belum saatnya."
"Bagaimana kau bisa mengatakan begitu?" tanya Li Kek.
"Negeri Chin sebuah negara besar, pada saat ini sangat kuat dan maju. Jika
terjadi huru-hara, negeri lain tidak akan bisa menghancurkannya. Karena huru-hara itu pasti bisa
dipadamkan! Malah aku kira suatu saat negeri Chin akan menjadi jago di antara negeri-negeri
kecil. Bahkan akan mengangkat pamor Kerajaan Ciu!"
"Menurut pendapatmu huru-hara itu akan terjadi kapan?" kata Li Kek.
"Aku rasa kurang dari sepuluh tahun lagi."
Li Kek mencatat ucapan Kwe Yan di dalam buku hariannya untuk dijadikan
peringatan baginya. Setelah berbincang-bincang sekian lamanya, Kwe Yan permisi akan pulang,
dia diantar oleh Li Kek sampai di depan pintu luar.
** Sejak Raja Chin Hian Kong mengangkat Li Ki menjadi Permaisuri, semakin hari
cintanya semakin kekal, sehingga timbul niat Raja Chin hendak mengangkat He Ce menjadi
Si-cu (Putera Mahkota). Pada suatu hari Raja Chin menyampaikan niatnya itu kepada Li Ki. Mendengar niat
Raja Chin Hian Kong mengangkat putera Li Ki menjadi Putera Mahkota, Li Ki menundukan
kepalanya sambil berpikir. "Memang ini yang aku sangat harap-harapkan," pikir Li Ki. "Tetapi, Sin Seng
sudah diangkat menjadi putera Mahkota. Jika tanpa sebab mengubah kedudukan Sin Seng, aku
khawatir semua menteri tidak akan sepakat. Pasti mereka akan menolak putusan Raja Chin
yang aneh itu. Apalagi Tiong Ji dan Ie Gouw sangat akrab dengan Sin Seng. Ach, sudahlah,
jika ketiga Kong-cu (Pangeran) itu masih ada di sini, tidak ada gunanya masalah itu
dibicarakan. Percuma saja dan sia-sia saja. Paling benar aku harus menjalankan tipu-muslihat
yang halus, supaya sekali bergerak akan berhasil."
Sesudah pikirannya tetap, Li Ki berlutut di hadapan Raja Chin Hian Kong sambil
berkata dengan suara sedih. "Jangan, Tuanku! Jangan Tuanku lakukan!" kata Li Ki. "Jangan lupa ketika Sin
Seng diangkat, semua Raja Muda mengetahuinya. Sin Seng pandai dan tidak bersalah.
Jika karena Tuanku sangat mencintaku dan anakku, lalu Tuanku menyingkirkan Sin Seng, maka
orang di seluruh benua ini akan mengutuk Tuanku! Dari pada aku harus menanggung malu
seumur hidupku, lebih baik aku bunuh diri saja!"
"Oh, jangan! Jika kau tidak setuju ya sudah, mengapa kau harus berkata begitu?"
kata Raja Chin Hian Kong. Buru-buru dia bangunkan Li Ki yang sedang berlutut di
hadapannya. Raja Chin mengira ucapan "jantung hatinya" itu sangat tulus dan ikhlas.
** Di antara menteri-menteri baginda Chin, ada dua Ta-hu (Menteri Besar) yang Chin
Hian Kong paling sayang dan dia percayai. Yang seorang bernama Liang Ngo, yang satu
lagi bernama Tong Koan Ngo. Dua pembesar itu menjadi mata-mata Chin Hian Kong untuk
menyelidiki keadaan di luaran. Hanya sayang perangai mereka kejam dan tamak atau
serakah. Lantaran sangat dipercaya mereka berani berbuat semena-mena dan sok berkuasa.
Orang- orang di negeri Chin menamakan mereka Ji Ngo (Dua Ngo).
Selain mereka berdua ada lagi seorang yang berasal dari tanah Yu Si. Usianya
masih sangat muda, parasnya cakep. Kepandaian orang ini banyak dan sangat pandai bicara.
Orang ini sangat disayang oleh Chin Hian Kong, sehingga dia bebas keluar masuk istana
baginda tanpa gangguan. Di luar tahu Chin Hian Kong Permaisuri Li Ki punya hubungan rahasia dengan Yu
Si. Bahkan Yu Si menjadi kekasih gelap sang permaisuri ini. Tentang maksud baginda
dan rencana baginda mengangkat puteranya menjadi raja, oleh Li Ki disampaikan pada
Yu Si. Li Ki minta bantuan kepada Yu Si untuk menyingkirkan ke-tiga pangeran, Sin Seng,
Tiong Ji, dan Ie Gouw, supaya He Ce, bisa merebut kedudukan Sin Seng.
"Untuk menyingkirkan mereka ke tempat jauh, harus ada alasan yang kuat. Misalnya
mereka diminta untuk menjaga tapal batas negara," kata Yu Si. "Tetapi itu tidak mudah.
Harus ada usulan pejabat dari luar kota. Kebetulan sekarang Dua Ong sedang sangat
berluasa. Mari kita suap mereka berdua agar mereka mau mengajukan usul untuk meminta ketiga pangeran
itu bertugas di perbatasan!"
Li Ki setuju pada rencana yang dibuat oleh Yu Si, bahkan dia anggap sangat
sempurna. Li Ki mengambil emas dan kain sutera yang bagus, barang-barang itu diserahkan kepada
Yu Si untuk diantarkan kepada Dua Ngo yang serakah itu. Yu Si membawa barang berharga
itu ke rumah dua pejabat busuk tersebut. Kedatangan Yu Si disambut dengan manis oleh
tuan rumah. "Hong-houw (Permaisuri) meminta pada hamba untuk membawa hadiah ini. Hamba harap
Tuan-tuan mau menerimanya," kata Yu Si.
"O, Hong-houw begitu baik, beliau sangat meperhatikan pada kami bedua," kata dua
menteri korup itu. "Kami rasa Hong-houw mungkin punya tugas untuk kami berdua, katakan
saja! Kami berdua tidak berani menerima hadiah beliau ini."
Yu Si segera menceritakan satu persatu dengan jelas, apa yang Li Ki inginkan
dari mereka berdua. Setelah mendengar penjelasan dari Yu Si, kedua menteri korup itu
mengangguk. Sesudah berpikir sejenak kemudian mereka mengajukan sebuah syarat.
"Kami berdua siap melaksanakan tugas dari Hong-houw, tetapi kami harus dibantu
oleh Tong Koan Ngo," kata mereka.
"Oh, jangan takut! Semua itu sudah dipikirkan oleh Hong-houw. " kata Yu Si.
Mendengar keterangan dari Yu Si mereka sangat girang, sesudah membenahi barang
hadiah dari Hong-houw, mereka langsung ikut dengan Yu Si. Mereka bersama-sama pergi ke
rumah Tong Koan Ngo. Begitu mereka sampai di rumah Tong Koan Ngo, tuan rumah menyambut kedatangan
mereka dengan senang hati. Sesudah mereka dipersilakan duduk, tuan rumah bertanya.
"Apa maksud kedatangan kalian semua?" tanya Tong Koan Ngo.
Pertama-tama Yu Si menyerahkan barang bingkisan dari Permaisuri Li Ki kepada
tuan rumah, baru kemudian dia menceritakan bagaimana rencana Permaisuri Li Ki yang
sebenarnya. Dua orang menteri korup itu membantu menjelaskan keterangan Yu Si pada Tong Koan
Ngo. Seperti kedua menteri korup itu Tong Koan Ngo memang orangnya tamak atau
serakah. Melihat barang bingkisan yang berharga mahal itu, matanya jadi berkunang-kunang
dan silau. Dia pikir jika usaha mereka bisa berhasil, mereka bakal bisa lebih berpengaruh.
Dengan gembira dia lalu berjanji siap melaksanakan tugas tersebut. Sesudah mengatur
siasat yang akan dijalankan, dua menteri pengkhianat dan Yu Si pulang.
Esok harinya...... Ketika Raja Chin Hian Kong sedang mengadakan sidang dengan para pembesar di
istananya, dua orang menteri yang diberi gelar Ji Ngo (Dua Ngo) bangkit dari tempat
duduknya dan mulai bicara. "Kota Kiok-ah, sebuah kota yang telah ditinggalkan oleh Raja kita almarhum. "
kata menteri korup itu. "Di tempat itu telah dibangun kelenteng Raja almarhum. Sedang tanah Po dan Kut
ada di dekat tempat tinggal bangsa Jiong dan Tek. Di tempat itu batas negara kita.
Kedudukan tiga tempat itu sangat penting, maka harus ditempatkan orang yang paling bisa
dipercaya mengawasinya. Jika di Kiok-ah tidak ditempatkan seorang pembesar, maka rakyat di
sana
5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merasa tidak tenteram. Jangan lupa bangsa Jiong dan Tek sewaktu-waktu akan
datang mengganggu penduduk."
"Siapa orangnya yang paling pantas untuk bertugas di sana?" tanya Raja Chin Hian
Kong. "Menurut hamba Tuanku bisa memerintahkan Putera Mahkota Sin Seng menjadi pejabat
di Kiok-ah, sedang Pangeran Tiong Ji dan Pangeran Ie Gouw menjadi pembesar di Po
dan Kut. Dengan demikian negeri Chin akan tetap aman sentausa." jawab menteri korup itu.
"Ucapanmu benar sekali," kata Raja Chin Hian Kong. "Tetapi ingat Sin Seng,
Putera Mahkota. Apa pantas dia tinggal jauh dari Ibukota negara?"
"Putera Mahkota terhitung Wakil Raja. Sedang Kiok-ah terhitung kota besar yang
ke dua setelah Ibukota Kerajaan. Jika bukan Putera Mahkota Sin Seng yang tinggal di
sana, jelas tidak pantas," kata Tong Koan Ngo ikut mempengaruhi raja.
"Baiklah, tempatkan Putera Mahkota Sin Seng di Kiok-ah agar diurus olehnya.
Tetapi Po dan Kut tanahnya gersang. Bagaimana aku bisa memerintahkan Tiong Ji dan Ie Gouw
pergi ke sana menjaganya?" kata Chin Hian Kong.
"Memang, jika di sana tidak dibangun kota jadi kosong, tetapi jika sudah
dibangun kedua tempat itu akan menjadi dua kota yang ramai," kata Tong Koan Ngo.
"Bagus," kata dua rekan Tong Koan Ngo. "Karena ini negeri Chin akan mempunyai
dua kota yang baru. Dengan tempat-tempat itu dijaga oleh orang terpercaya, maka negara
Chin akan bertambah kuat dan kokoh."
Raja Chin Hian Kong bisa diakali oleh dua menteri dorna tersebut, karena mereka
pun dibanu oleh Tong Koan Ngo. Raja malah girang sekali, sehingga rencana busuk menteri-
menterinya dia anggap suatu keberuntungan untuk masa depan kerajaannya.
Raja Chin Hian Kong memerintahkan Tio Siok untuk segera meninggikan kota Kiok-ah
dan juga memperluas daerahnya; kota tersebut kemudian diberi nama kota Sin-shia
(Kota Baru). Sedang Su Kui diperintahkan membangun kota di tanah Po dan Kut.
Di antara orang-orang yang menerima perintah itu, Su Kui tahu benar apa yang
sedang terjadi. Dia tahu keinginan Permaisuri Li Ki yang hendak merebut posisi Sin Seng untuk
puteranya. Maka dengan sengaja dia membuat kota itu sembarangan saja. Ketika ada orang yang
bertanya kepadanya dia acuh tak acuh.
"Mengapa dua kota tersebut tidak dibangun dengan kuat dan bagus?" tanya orang.
Sambil tertawa Su Kiu menjawab, "Beberapa tahun lagi pun kedua tempat ini akan
menjadi daerah musuh, untuk apa dibangun terlalu kuat?" kata Su Kui.
Sesudah Sin Seng, Tiong Ji dan Ie Gouw tinggal di tempat yang jauh, di istana
hanya tinggal Pangeran He Ce dan Tok Cu. Sejak saat itu kelakuan Li Ki jadi semakin angkuh.
Waktu itu keadaan negeri Chin sedang kokoh-kokohnya, negeri ini memiliki menteri
yang pandai dan tentaranya sangat kuat dan gagah.
Pada suatu hari...... Raja Chin Hian Kong yang serakah telah mengajak Putera Mahkota Sin Seng, Tat-hu
Tio Siok dan Pit Ban, mereka mengerahkan pasukan menyerang ke negeri Keng, negeri
Hok dan negeri Gwi. Dalam peperangan itu Chin Hian Kong beruntung bisa mengalahkan
ketiga negara tersebut. Dalam peperangan tersebut Sin Seng berpahala besar, sehingga Permaisuri Li Ki
jadi semakin khawatir kepadanya. Maka itu dia jadi semakin giat mencari akal untuk
mencelakakan Sin Seng. ** Dikisahkan di negeri Couw........
Putera Raja Couw yang bernama Him Pi dan Him Tan sekalipun sama-sama dilahirkan
oleh Permaisuri Sit-kui yang cantik, tetapi Him Tan lebih pandai dari kandanya.
Permaisuri Bun sangat sayang kepadanya dan rakyat negeri Couw pun suka.
Tatkala Him Pi telah menggantikan kedudukan ayahnya menjadi raja, hati Him Pi
tidak tenram. Dia selalu merasa khawatir pada sang adik yang cerdas itu. Dia juga tahu
ibunya dan rakyat negeri Couw lebih suka kepada adiknya. Him Pi sangat cemas dan khawatir,
karena suatu ketika nanti dia akan disingkirkan oleh adiknya itu. Tidak heran sehingga
acapkali dia mencari kesalahan Him Tan dan hendak dibinasakannya. Tetapi karena banyak
menteri yang menyukai Him Tan, usaha Him Pi membunuh adiknya selalu gagal.
Him Pi sangat suka berburu binatang di hutan, dia tidak mau mengurus urusan
pemerintahan. Sekalipun dia sudah menjadi raja tiga tahun lamanya, tidak kelihatan hasil
kerjanya untuk negara. Him Tan mengetahui kakaknya itu dengki terhadapnya dan hendak membinasakan dia.
Terpaksa senantiasa dia pun berikhtiar untuk membinasakan kakakanya itu. Dia
akan mendahului kakaknya sebelum dia dibunuh oleh sang kakak.
Pada suatu hari..... Ketika Him Pi sedang pergi berburu, Him Tan menggunakan kesempatan yang baik
itu. Dia memerintahkan orangnya untuk membunuh Him Pi, sesudah Him Pi meninggal. Him Tan
memberi tahu ibunya bahwa kakaknya, Him Pi telah meninggal karena sakit.
Sekalipun Sit-kui alias Permaisuri Bun merasa curiga, tetapi dia tidak mencari
tahu lebih jauh tentang kematian putera sulungnya itu. Kemudian Sit-kui memerintahkan semua
menterinya agar segera mengangkat Him Tan menjadi raja bergelar Couw Seng Ong.
Ong-cu Sian atau yang disebut juga Chu Goan, adalah adik dari Raja Couw Bun Ong,
atau paman Him Tan. Chu Goan telah diangkat menjadi Leng-i (Perdana Menteri) di
negeri Couw. Chu Goan seorang yang keji dan berpikiran cupet. Sejak kandanya, Couw Bun Ong
meninggal dunia, ketika itu Him Pi dan Him Tan masih sangat muda. Chu Goan yang
berpangkat tinggi itu jadi angkluh. Dia melihat keelokan Sit-kui bekas isteri
kandanya seperti setangkai bunga Bouw-tan (Bunga Mawar atau Ros) yang sedang mekar, atau seperti
bulan purnama yang bercahaya gilang-gumilang. Maka timbul pikiran buruknya. Senantiasa
dia ingin merampas tahta kerajaan dan mengambil Permaisuri Bun (Sit-kui) yang cantik
menjadi isterinya. Sekalipun Chu Goan sudah lama bermaksud buruk begitu, tetapi karena takut pada
Tay-hu Pek Pi yang jujur dan pandai. Chu Goan terpaksa menahan keinginannya itu.
** Pada tahun pemerintahan Ciu Hui Ong yang ke-sebelas........
Karena Touw Pek Pi terserang penysakit berbahaya, dan akhirnya dia meninggal
dunia. Meninggalnya Touw Pek Pi sangat menggembirakan hati Chu Goan. Memang hal itu
yang dia harap-harap setiap saat. Bahkan jika Giam Lo Ong atau Raja Akherat itu
sahabatnya, sudah lama Chu Goan akan meminta bantuannyauntukmembinasakanPekPi.
Sejak kematian Touw Pek Pi tidak seorang pun yang diindahkan lagi oleh Chu Goan.
Kemudian dia membangun sebuah gedung besar di samping istana bekas isteri
kakaknya. Sesudah jadi, ia tinggal di sana, dan setiap hari Chu Goan memerintahkan orang
memainkan musik. Nyanyian yang dipersembahkan sangat merdu. Semua itu dimaksudkan Chu Goan
untuk menarik perhatian Permaisuri Bun yang dia rindukan sejak dahulu. Ketika
itu permaisuri Bun belum mengetahui bahwa Chu Goan membangun gedung dan tinggal di
sebelah istananya. Setiap hari siang dan malam Permaisuri Bun mendengar suara
musik dan nyanyian yang merdu tidak hentinya. Dia heran lalu bertanya kepada budaknya.
"Hei, apa kau dengar suara musik yang merdu itu?" tanya Permaisuri Bun.
"Ya, Tuanku," sahut budak itu dengan hormat.
"Kau juga mendengar suara orang menyanyi?"
"Ya, mendengar, Tuanku."
"Siapa yang membuat pesta sepanjang hari?"
"Leng-i Chu Goan, Tuanku." sahut sang budak.
"Di mana?" "Di gedung Leng-i yang baru."
Permaisuri Bun menggelengkan kepalanya, sambil menghela napas ia berkata, "Waktu
Raja Couw almarhum masih hidup dan berkuasa, dia rajin sekali. Tiap hari senantiasa
dia latih dan memimpin tentara, sehingga angkatan perang Couw sangat kuat. Banyak Raja-raja
Muda yang takut kepadanya. Mereka datang mengantar upeti tidak berhentinya. Angkatan perang Couw sudah 10
tahun tidak pergi ke daerah Tiongkok. Chu Goan bukan berusaha untuk membangun kembali
pamor negeri Couw, malah terus bersenang-senang di dekat istanaku. Sungguh kurangajar
sekali dia!" Melihat Permaisuri Bun tidak senang pada Chu Goan, budak itu menyampaikan ucapan
Permaisuri Bun tersebut kepada Chu Goan.
Mendengar laporan budak itu Chu Goan marah dan berkata, "O, kalau begitu
Permaisuri belum melupakan Tiongkok" Aku pun tidak akan melupakannya! Baiklah, akan
kulabrak negeri The. Jika aku tidak bisa menalukkannya, aku bukan seorang laki-laki!"
Begitu Chu Goan sesumbar di depan budak itu.
Budak Permaisuri Bun meyampaikan omongan Chu Goan kepada Permaisuri Bun.
Mendengar laporan budaknya itu Permaisuri Bun sangat girang. Dia mengira Chu
Goan memiliki kepandaian dan keberanian untuk itu.
Chu Goan yang ingin dipuji oleh Permaisuri Bun dan dianggap gagah, dia
menyiapkan angkatan perang dan memerintahkan Touw Gi Kiang dan Touw Gouw memimpin pasukan
depan. Ong Sun Yu dan Ong Sun Ke memimpin pasukan belakang. Dia sendiri memimpin
pasukaninduk.Angkatan peranginiberangkat menuju kenegeri
The. Ketika pasukan Couw sudah hampir sampai di negeri The, juru kabar dari negeri
The melaporkan kedatangan tentara Couw pada rajanya.
Mendengar laporan itu The Bun Kong kaget. Dia kumpulkan semua menterinya untuk
diajak berunding. "Tentara negeri Couw sangat kuat dan jumlah mereka pun besar sekali," kata Touw
Siok, "hamba rasa pasukan perang kita tidak akan sanggup melawan mereka. Lebih baik
kita minta berdamai saja." "Belum lama telah mengadakan perserikatan dengan negeri Cee. Aku yakin jika Raja
Cee mendengar kita diserang musuh, mereka akan datang menolong kita! Lebih baik kita
jaga saja kota kita dengan kuat. Kita tunggu datangnya bala-bantuan dari negeri Cee." kata
Su Siok. "Tidak, aku tidak setuju!" kata Si Cu putera Raja The Bun Kong. "Jika Ayah
memberi izin, aku bersedia memimpin pasukan perang."
Pendapat tiga orang itu sangat berlainan itu membuat The Bun Kong kesal dan
bingung. Dia tidak tahu harus mengambil putusan yang mana yang lebih baik. Melihat raja
mereka bingung, Siok Ciam menyampailan pendapatnya.
"Di antara tiga usul yang disampaikan tadi, hamba setuju pada usul Su Siok.
Menurut dugaan hamba jika kota kita jaga keras, tidak lama tentara Couw itu akan mundur
sendiri." kata Siok Ciam. "Ach, masa bisa jadi begitu!" kata The Bun Kong dengan alis mengkerut. "Angkatan
perang itu dipimpin oleh Cu Goan sendiri. Bagaimana bisa semudah itu mundur?"
"Dugaan hamba sangat berdasar dan ada alasannya," kata Siok Ciam..
"Bagaimana menurut dugaanmu dan alasannya itu?" kata Raja The.
"Hamba mendengar khabar Chu Goan sedang tergila-gila kepada Permaisuri Bun. Dia
menyerang ke sini hanya mau mencari muka saja. Dia ingin memamerkan
keberaniannya pada Permaisuri Bun. Hamba punya resep untuk membuat dia mundur teratur." kata
Siok Ciam. Raja The Bun Kong diam saja seperti orang yang sedang berpikir. Saat usul sedang
dipertimbangkan bagaimana akan diambil putusan, tiba-tiba seorang juru kabar
datang memberi laporan. "Tentara dari negeri Couw sudah berhasil merebut kota Kit-kwan dan kini sudah
masuk dan berada di luar ibukota. Sekarang mereka sedang berusaha masuk ke pintu Sun-bun
(nama pintu bagian luar halaman istana) dan hampir sampai di Kui-ci (jalan raja di
dalam pekarangan istana raja)." kata si pelapor.
"Wah, celaka, tentara Couw sudah datang mendesak kita!" seru Touw Siok dengan
cemas. "Oh, jangan takut, aku akan melaksanakan tipuku ini!" kata Siok Ciam dengan
mantap. Sehabis berkata begitu Siok Ciam mengeluarkan perintah pada semua tentara The
supaya mereka bersembunyi di dalam kota. Semua pintu kota harus dibuka lebar seperti
biasa. Begitu juga rakyat negeri yang berjalan pulang-pergi dinasihati agar tidak boleh
kelihatan gentar atau ketakutan. Ketika pasukan Couw yang dipimpin oleh Touw Gi Kiang dan Touw Gouw sudah sampai,
mereka melihat di kota raja The tenang-tenang saja. Melihat hal itu mereka jadi
5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
curiga. "Ah barangkali musuh sudah mengatur bai-hok (Pasukan sembunyi untuk menjebak
mereka), kita harus hati-hati!" kata Touw Gi Kiang.
Karena itu mereka tidak berani menerjang ke dalam kota. Tetapi mereka segera
mundur lima li jauhnya dari kota raja The. Di sana mereka mendirikan perkemahan tentaranya.
Tidak berapa lama pasukan besar yang dipimpin oleh Cu Goan telah sampai di
tempat itu. Pasukan induk ini disambut oleh Touw Gi Kiang dan Touw Gouw. Mereka segera
memberi tahu keadaan kota Raja The pada Chu Goan.
Chu Goan memang orang berpikiran pendek dan cupet. Setelah mendengar keterangan
itu dia jadi panik. Dengan jantung berdebar-debar dia naik ke tempat yang tinggi akan
melakukan pemantauan ke kota raja The. Dia lihat bendera-bendera di dalam kota teratur
rapih dan tentara The berbaris siap untuk berperang.
Sesudah melihat hal itu Chu Goan bengong sampai seketika lamanya. Dia menarik
napas seperti orang yang sangat berduka.
"Ya, memang aku sudah tahu. Di negeri The ada tiga orang menteri yang pandai dan
budiman," kata Chu Goan. "Mereka sangat mahir mengatur siasat perang. Sekarang
jika aku serang dan pasukanku rusak berat, mana aku punya muka untuk menemui Permaisuri
Bun?" pikir Chu Goan. Sambil menggelengkan kepalanya Chu Goan lalu berkata.
"Akan kukirim mata-mata untuk menyelidiki keadaan. Jika ini cuma sekedar sebuah
tipuan, baru kita serang mereka!" kata Chu Goan pada anak buahnya.
Semua panglimanya membenarkan pendapat Cu Goan tersebut. Maka dengan hati
sedikit lega Chu Goan berjalan perlahan-lahan. Dia turun dari tempat yang tinggi itu akan
kembali ke kemahnya, tetapi dia tidak segera menyebarkan mata-matanya untuk menyelidiki
keadaan musuh. Hati Chu Goan tetap sangsi dan ragu-ragu.
** Esok harinya...... Ong Sun Yu yang memimpin pasukan bagian belakang telah melaporkan pada Cu Goan.
"Raja Cee dan Raja Song juga Raja Louw telah datang dengan pasukan besar
membantu negeri The!" demikan kata utusan dari Ong Sun Yu pada Chu Goan. Mendengar
laporan itu Chu Goan terkejut, dengan sangat gugup dan khawatir dia berkata pada anak
buahnya. "Oh, ini tidak boleh dianggap enteng," kata Chu Goan. "Jika Raja-raja Muda
menghadang jalan pulang kita, artinya kita diserang dari depan dan dari belakang. Sudah
pasti angkatan perang kita akan rusak berat! Kita sudah bisa merampas kota Kui-ci, itu sudah
bisa dikatakan cukup bagus!" Lebih baik sekarang kita pulang saja." kata Chu Goan.
Melihat pemimpin mereka begitu pengecut, para panglima pun ikut jerih. Mereka
setuju pada rencana Chu Goan untuk pulang ke negaranya.
Malam itu juga Chu Goan memerintahkan tentaranya membenahi semua barang-barang
mereka. Sesudah selesai dibereskan dengan diam-diam mereka berangkat kembali ke
negaranya. Chu Goan khawatir jika tentara The mengetahui mereka pulang, tentara
The akan mengejar mereka. Sengaja mereka tidak membongkar perkemahan mereka. Begitu pun
bendera besar mereka, dia tinggalkan tetap berkibar di tempatnya.
Setelah pasukan perangnya sudah keluar dari perbatasan negeri The, Chu Goan
memerintahkan tentaranya membunyikan tambur dan gembreng. Mereka juga
diperintahkan supaya bernyanyi menyanyikan lagu kemenangan. Dengan demikian dia berharap
Permaisuri Bun memuji keperkasaannya dan kagum kepadanya.
Ketika hampir sampai di negeri Couw, Chu Goan sengaja mengirim juru kabar
mendahului kedatangannya kepada Permaisuri Bun. Dikatakan oleh utusan itu bahwa Leng-i Chu
Goan sesudah mendapat kemenangan besar telah pulang kembali ke negerinya.
Mendengar laporan itu Permaisuri Bun tersenyum. Dia berkata kepada pesuruh Chu
Goan, "Oh, syukurlah! Jika betul begitu dan dia bisa menaklukan musuh, sungguh baik.
Ini harus diumumkan ke seluruh negeri Couw untuk membuat terang pamor Kerajaan Couw!" kata
Permaisuri Bun. Kemudian adakan sembahyang di kelenteng almarhum Raja Couw agar
rohnya ikut senang! Untuk apa memberitahu aku, aku ini hanya seorang janda!"
Pesuruh itu segera menyampaikan keterangan Permaisuri Bun kepada Chu Goan.
Sindiran yang begitu pedas ini telah membuat Chu Goan jadi malu sekali.
Tatkala Raja Couw Seng Ong mengetahui Chu Goan karena takut tanpa berperang
telah mundur, Raja Couw jadi kurang senang kepada sang paman. Mulai saat itu dia benci
sekali pada pamannya itu. ** Malam itu pada saat tentara Couw sibuk membereskan berkemas-kemas, Siok Ciam di
atas kota The rajin meronda. Dia mengajak beberapa anak buahnya pergi memeriksa di
sekeliling kota. Semalam-malaman dia tidak tidur barang sekejap pun. Setelah terang tanah
(siang hari), dia awasi perkemahan tentara Couw seketika lamanya. Tiba-tiba Siok Ciam tertawa
terbahak- bahak. Jari tangannya menunjuk ke arah benteng musuh.
"Ha, ha, ha, lihatlah ke arah perkemahan itu! Kemah-kemah itu sudah kosong,
tentara Couw sudah kabur semua!" kata Siok Ciam.
Anak buah Siok Ciam tidak percaya ucapan atasannya. Mereka minta agar Siok Ciam
menjelaskan mengapa atasannya itu mengatakan perkemahan musuh telah kosong.
"Perkemahan tentara merupakan tempat tentara dan panglima berada. Dari sana
angkatan perang diatur rapi. Yang pasti di tempat itu akan terdengar suara tentara yang
riuh sekali," kata Siok Ciam. "Tetapi sekarang, benteng itu lengang! Aku melihat sekawanan
burung hinggap di atas tenda-tenda itu. Burung-burung itu berkicau sangat gembira.
Jelas di kemah itu sudah tidak ada orangnya! Aku rasa pasukan negeri Cee dengan sekutunya telah
datang akan membantu kita! Karena tahu tentara Cee datang, Chu Goan buru-buru kabur!"
Tidak berapa lama sehabis Siok Ciam mengucapkan kata-katanya, benar saja segera
datang juru kabar membawa warta.
"Raja Cee bersama sekutunya datang. Tetapi mereka baru sampai di perbatasan
negeri The, tentara negeri Couw sudah ditarik mundur." kata utusan itu.
Mendengar keterangan utusan itu semua panglima negeri The kagum dan memuji
kepandaian Siok Ciam. Raja The segera mengirim utusan untuk mengucapkan terima kasihnya
kepada Raja Cee. Dikisahkan di negeri Couw .....
Sepulang dari negeri The dan Chu Goan tidak berhasil mengalahkan negeri
tersebut. Dia kesal dan mendongkol sekali. Apalagi Chu Goan mengetahui Raja Couw Seng Ong kurang
senang kepadanya. Ditambah lagi siang dan malam dia terkenang saja pada kecantikan
Permaisuri Bun. Terkadang Chu Goan mendapat impian yang tidak karuan. Hal itu membuat dia
tidak enak makan dan tidak enak tidur. Niatnya akan merampas tahta kerajaan jadi
semakin keras. Tetapi niat itu belum juga bisa dilaksanakan. Pikiran Chu Goan maju-mundur. Dia
masih takut jika hal itu dia lakukan Permaisuri Bun akan marah. Dengan demikian dia
akan kehilangan "jantung hatinya". Maka dia putuskan akan mendapatkan si cantik dulu,
baru merebut tahta. ** Pada suatu hari.... Permaisuri Bun agak kurang sehat. Mendengar kabar itu Chu Goan jadi bersemangat.
Timbul harapannya yang sudah lama terpendam itu. Dengan berpura-pura hendak menanyakan
kesehatan Permaisuri Bun, dia pergi ke istana Raja. Di sana dia tinggal tiga
hari lamanya. Para pengikut Cu Goan yang berjumlah hampir 200 orang, diperintahkan berjaga di
luar istana. Ketika Tay-hu (Menteri Besar) Touw Liam mendengar kabar tentang kelakuan Chu
Goan, buru-buru dia pergi ke istana raja. Begitu sampai di sebuah kamar yang terhias
indah, dia lihat Chu Goan sedang ada di depan sebuah kaca besar. Dia sedang menyisir rambutnya
dengan tingkah ceriwis. "Hm, apa yang sedang kau kerjakan di sini, Leng-i?" Touw Liam menegur sambil
menggelengkan kepalanya. "Apa kau kira ini tempatmu berhias" Hayo, Leng-i, lekas
keluar dari sini!" Chu Goan yang berharap Permaisuri Bun jatuh cinta kepadanya, itu sebabnya selama
tiga hari dia selalu berhias. Sebentar-bentar dia pandang wajahnya di kaca. Dia berjalan
hilir-mudik di depan kamar Permaisuri Bun. Dia harap Permaisuri Bun akan menegurnya.
Ketika itu Chu Goan sedang berhias dengan pikiran bimbang. Dia jadi terperanjat
mendengar teguran Touw Liam. Bahkan Touw Liam yang memergokinya langsung mengusir dia.
Tentu saja kejadian ini membuat dia jadi mendongkol sekali. Dengan mata melotot dia
menyahut. "Tempat ini tempat keluarga kami, apa hubungannya denganmu?" bentak Chu Goan.
"Aturan dari mana yang kau jalankan?" balas Touw Liam. "Tahukah kau demi
kemuliaan Raja, seorang adik Raja pun dilarang melanggar adat-istiadat. Ditambah lagi
tempat ini berdekatan dengan istana Ibusuri. Sekarang silakan keluar!"
"Hm, kau jangan banyak bicara di hadapanku!" kata Chu Goan."Jangan lupa kekuasan
di negeri Couw ada di tanganku! Sungguh berani kau kurangajar kepadaku!"
Ketika Touw Liam mau bicara lagi, Chu Goan sudah berteriak memanggil anak
buahnya. "Prajurit, tangkap orang ini!"kata Chu Goan dengan kasar.
Anak buah Chu Goan langsung menangkap Touw Liam yang segera diikat pada sebuah
tiang istana. Keributan di luar kamar Permaisuri Bun telah didengar oleh Permaisuri
Bun. Segera dia memerintahkan budaknya mengintai. Dia ingin tahu apa yang sedang terjadi.
Tidak lama budaknya sudah kembali melapor.
"Di luar Leng-i Chu Goan sedang bertengkar dengan Menteri Touw Liam. Sekarang
Menteri Touw Liam sudah ditangkap dan diikat oleh anak buah Chu Goan." kata budak
tersebut. "Menteri Touw Liam menyebut Cu Goan tidak sopan, dia berani berada di dekat
kamar Tuanku sampai tiga hari tiga malam. Entah untuk apa?"
Mendengar laporan itu Permaisuri Bun kaget. Apalagi merndengar Touw Liam
ditangkap. Segera dia perintahkan budaknya memanggil Touw-kok O-to. Dia minta agar menteri
ini membereskan masalah keributan di istananya.
Begitu mendengar kabar itu Touw-kok O-to buru-buru menemui Raja Couw Seng Ong.
Dia langsung melaporkan apa yang terjadi di istana Ibunda Raja tersebut.Raja Couw
marah bukan main. Dia berkata pada Touw Gouw, Touw Gi Kiang dan Touw Pan, juga Touw-kok O-to
agar pada tengah malam mereka bersama-sama menangkap Chu Goan.
Tepat pada tengah malam Touw Gouw, Touw Gi Kiang dan Touw Pan mengerahkan
pasukan. Mereka mengepung istana Permaisuri Bun. Anak buah Cu Goan mencoba menghalang-
halangi mereka, tetapi pasukan ini langsung melabraknya sehingga mereka bubar
semua. Ketika itu Chu Goan sedang tidur dan bermimpi indah di sebuah kamar. Ketika
mendengar suara ribut-rubut Chu Goan bangun dari tidurnya. Dia sadar dengan kaget dan tahu
istana sudah dikepung oleh pasukan istana. Buru-buru Chu Goan mengambil pedangnya. Dia
berjalan keluar akan melawan. Kebetulan Chu Goan berpapasan dengan Touw Pan yang
juga memegang sebilah pedang. Touw Pan hendak masuk ke dalam istana. Chu Goan
mengenali Touw Pan yaitu putera Touw Kok O-to.
"Astaga, kiranya kau yang membuat gaduh itu, hai bocah!" bentak Chu Goan.
"Bukan aku yang membuat gaduh, tetapi aku ingin menumpas biang kerusuhan!" sahut
Touw Pan dengan gagah. Touw Pan langsung mengangkat pedangnya menyerang Chu Goan.
Buru-buru Chu Goan menangkis serangan Touw Pan dengan pedangnya. Chu Goan pun
membalas menyerang. Di tempat itu mereka berdua bertarung dengan hebat. Baru
bertarung beberapa jurus, Touw Gi dan Touw Gouw tiba-tiba muncul di tempat itu. Mereka
beramai- ramai membantu Touw Pan mengepung Chu Goan.
Bab 7 Karena dikepung oleh tiga orang famili Touw yang gagah perkasa, Chu Goan tidak
mampu menghadapi mereka. Terpaksa Chu Goan mundur ke arah pintu dengan maksud hendak
melarikan diri dari istana. Tetapi sebelum tercapai maksudnya, pedang Touw Pan
sudah keburu menyamber ke kepalanya. Pada saat itu juga Chu Goan tersungkur jatuh ke
lantai dan tewas. Ketika Touw Kok O-to melihat Touw Liam terikat di tiang istana, buru-buru
dia membukakan ikatan pada tubuh Touw Liam.
Sesudah kekacauan dipadamkan mereka berlutut di depan pintu kamar Permaisuri
5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bun. Dengan sikap menghormat mereka menanyakan kesehatan Sang Ratu juga menjelaskan
apa yang telah terjadi di depan kamarnya. Mereka menjelaskan bahwa Chu Goan telah
binasa. "Terima kasih atas cape-lelah kalian semua!" kata Permaisuri Bun.
Sesudah semua menteri memberi hormat, kemudian mereka meninggalkan istana Sang
Ratu. Esok harinya, ketika Raja Couw Seng Ong Him Tan ada di istana, sesudah semua
menteri menjalankan kehormatan, Raja Couw memerintahkan anak buahnya untuk membunuh
habis sanak keluarga Chu Goan. Raja memerintahkan menempelkan maklumat di jalan-jalan
yang penting. Memberitahukan pada rakyat bahwa Chu Goan berdosa besar hingga dihukum
mati. Raja memberi hadiah pada famili Touw yang berjasa itu. Di antara kaum Touw,
Touw-kok O- to yang paling pandai mengatur pemerintahan. Dialah menteri negeri Couw yang
paling utama. Dia putera dari Touw Pek Pi. Kakek Touw-kok O-to bernama Touw Jiak Go,
ibunya seorang putri Raja In. Ketika meninggal usia Touw Pek Pi masih sangat muda.
Terpaksa Touw Pek Pi ikut dengan ibunya tinggal di negeri In. Ketika Touw Pek Pi sudah
dewasa, dia mengadakan hubungan gelap dengan putri Raja In. Ketika putri Raja In itu hamil
dan ketahuan oleh ibunya, si nyonya melarang orang buka rahasia. Kemudian putrinya
dilarang berhubungan lagi dengan Touw Pek Pi.
Touw Pek Pi karena malu pergi ke negeri Couw dan bekerja di negerii Couw. Putri
In melahirkan seorang anak lelaki, Nyonya Raja In takut suaminya mengetahui rahasia
itu. Dia memerintahkan budaknya membungkus bayi tersebut dengan baju dan membuangnya di
suatu tempat dalam sebuah rimba.
Pada suatu hari Bong Tek, Raja In melihat ada seekor harimau sedang menyusui
bayi. Ketika pulang ke istana dia memberitahu isterinya. Nyonya Raja terpaksa berterus
terang. Bahwa putri mereka telah mengadakan hubungan gelap dengan Touw Pek Pi. Hubungan itu
sampai melahirkan seorang anak lelaki. Karena takut dimarahi oleh sang raja, maka anak
itu dibuang ke tengah rimba. "Mungkin anak yang sedang disusui oleh harimau itu, anak putri kita Tuanku?"
kata Ratu. Mendengar keterangan itu bukan main girangnya Raja In. Dia tidak gusar, malah
girang sekali. Dia perintahkan anak buahnya mengambil anak bayi yang disusui oleh
harimau itu. Kemudian dia memerintahkan menterinya mengantarkan putri dan bayinya itu ke
tempat Touw Pek Pi di negeri Couw. Tentu saja Touw Pek Pi girang bukan main. Dia
menghaturkan terima kasih atas budi baik Raja In tersebut. Karena menurut ucapan orang Couw
kata susu itu disebut Kok, dan kata harimau disebut O-to, maka dengan mengambil maksud kata
susu macan, bayi itu dia beri nama Touw-kok O-to alias Cu Bun.
Sesudah Touw-kok O-to dewasa, dia belajar ilmu pemerintahan dan kemiliteranm.
Touw Pek Pi sudah menjadi menteri di negeri Couw dia meninggal dunia. Maka Touw-kok O-to-
lah yang meneruskan jabatan ayahnya.
Sesudah Chu Goan meninggal posisi Leng-i di negeri Couw telah lowong. Raja Couw
berniat mengangkat Touw Liam menjadi Leng-i untuk menggantikan Cu Goan.
"Tuanku hamba tidak punya kepandaian untuk menjadi seorang Leng-i," kata Touw
Liam menolak kedudukan itu. "Saat ini negeri Cee bermusuhan dengan negeri Couw. Raja
Cee memakai Koan Tiong dan Leng Cek sebagai penasihatnya. Kepandaian mereka sangat
tinggi. Tidak heran jika negerinya jadi kaya-raya dan tentaranya sangat kuat. Kepandaian
hamba mana bisa dibandingkan dengan mereka berdua. Apabila Tuanku hendak memperkuat
pertahanan negara Couw juga untuk menjadi jago di Tiong-goan (Tiongkok). Hamba
rasa Tuanku harus memakai Touw-kok O-to. Jika bukan dia hamba tidak yakin akan
berhasil!" kata Touw Liam. Baginda sadar Touw-kok O-to sangat dihormati oleh semua menteri di negeri Couw.
Sesudah mendengar dukungan dari Touw Liam pada Touw-kok O-to, Baginda pun setuju sekali
mengangkat Touw-kok O-to menjadi Perdana Menterinya.
Raja Couw Seng Ong segera mengangkat Touw-kok O-to menjadi Leng-i di negeri
Couw. Orang-orang di negeri Couw dilarang memanggil namanya dengan Touw-kok O-to,
melainkan memanggilnya dengan sebutan Chu Bun saja.
Ketika itu jatuh pada tahun pemerintahan Raja Ciu Hui Kong yang ke-13. Sejak
Touw-kok O- to alias Chu Bun menerima jabatan menjadi Leng-i, dia senantiasa berusaha untuk
memajukan negeri Couw. Chu Bun sadar negeri Couw sangat lemah. Kekayaan terbesar berada di
tangan para menteri baginda. Karena itu dia bermaksud mengatur kekayaan negeri Couw
dengan baik. Lalu dia membuat undang-undang dengan tujuan agar semua menteri di negara
Couw mengembalikan harta mereka; separuh saja kepada negara. Tetapi Chu Bun bukan
sekedar memberi gagasan saja. Dia malah menjadi pelopor pertama yang mengembalikan
separuh dari harta miliknya kepada negara. Pelaksanaan pengembalian kekayaan ini terutama
dimulai dari marga Touw dulu. Karena tindakan Chu Bun ini tidak seorang pun menteri di negeri
Couw yang membangkang. Mereka dengan sukarela mengembalikan sawah, tanah dan usaha
mereka separuhnya kepada negara.
Melihat posisi, kota Teng-shia sangat bagus. Di bagian selatan kota Teng-shia
terlindung oleh sungai Siang-tam-hoo, sedang di bagian utaranya terlindung oleh sungai Han-kang-
hoo. Menurut pendapat Chu Bun di tempat itu sangat baik untuk sebuah Ibukota negara.
Kemudian Chu Bun mengajukan gagasan itu pada Raja Couw. Dengan senang hati Raja Couw pun
menyetujuinya. Sesudah istana itu selesai dibangun, Raja Couw pun pindah dari kota Tam-yang ke
kota Teng- shia,nama kotaitudigantidengan nama yangbarudisebutTeng-
touw. Selain itu, Chu Bun dengan giat melatih angkatan perang negeri Couw. Dia juga
menempatkan orang-orang yang pandai mengurus tentara maupun negara. Dia
mendapatkan seorang bernama Kut Goan dan Touw Ciang untuk membantu mengurus pemerintahan di
negeri Couw dengan baik. Karena kepandaian Chu Bun dalam mengurus pemerintahan di negeri Couw, ditambah
lagi dia dibantu oleh orang-orang yang pandai, maka dalam waktu singkat negeri Couw
menjadi sangat makmur, aman dan tentram sekali.
** Ketika Raja Cee Hoan Kong mendengar tentang kemajuan di negeri Couw, dia kaget.
Tetapi segera dia mengetahui mengapa negeri Couw bisa begitu maju dan makmur. Rupanya
Raja Couw pandai menempatkan orang-orang yang luar biasa kemampuannya. Raja Cee Hoan
Kong menjadi agak gentar pada negeri Couw ini. Dia khawatir suatu saat kemajuan
dan kekuatan tentara negeri Couw itu akan menjadi bahaya bagi negaranya. Karena itu
dia berniat hendak mengajak semua Raja Muda di Tiongkok mengerahkan tentara mereka untuk
menyerang lebih dahulu pada negeri Couw; sebelum mereka didahului oleh negeri
Couw tersebut. Tetapi sebelum melaksanakan niatnya itu Cee Hoan Kong menyampaikan
maksudnya itu kepada Koan Tiong.
"Raja Couw telah mengangkat dirinya menjadi Kaisar di bagian selatan Tiongkok.
Daerah mereka sangat luas dan angkatan perangnya pun sangat kuat. Aku rasa sekalipun
Kaisar Ciu yang kuat tidak akan bisa menaklukannya," kata Koan Tiong. "Apalagi sekarang
Raja Couw sangat mengandalkan Chu Bun untuk mengurus pemerintahan. Sehingga keadaan
negerinya demikian aman. Karena itu tidak mudah kita kalahkan dengan kekuatan angkatan
perang kita! Sedang Tuanku baru mampu menggabungkan semua Raja Muda, tetapi belum bisa
menyenangkan semua orang. Bahkan belum mampu menaklukkan setiap hati Raja Muda
yang bergabung dengan kita. Maka hamba khawatir angkatan perang semua Raja Muda pun
tidak bisa kita gunakan dengan leluasa. Maka Tuanku harus melakukan berbagai kebajikan
supaya semua Raja Muda takluk hatinya. Untuk menaklukan negeri Couw, kita harus
menundanya dulu dan menunggu saat yang baik, baru kita bergerak. Dengan demikian usaha kita
baru bisa berhasil dengan baik!"
Mendengar nasihat Koan Tiong tersebut, Raja Cee mengangguk. Dia sadar akan
kelemahannya itu. Tetapi kemudian Raja Cee berkata lagi.
"Selama ini negeri Ciang masih berdaulat, mereka belum takluk kepada kita, apa
tidak lebih baik kita serang saja mereka?" kata Raja Cee Hoan Kong.
"Sekalipun negeri Ciang sangat kecil, tetapi leluhur mereka berasal dari turunan
Kiang Tay Kong,*) mereka satu She (Marga) dengan Raja Cee. Jika kita menghancurkan sesama
satu She, hal ini menjadi kurang pantas. Lebih baik Tuanku perintahkan Ong-cu Seng Hu
memimpin pasukan perang pergi meronda di kota Ki, seolah-olah Tuanku mau
menyerang negeri Ciang. Dengan berbuat demikian pasti Raja Ciang jadi ketakutan dan datang
menakluk, sehingga tidak usah mendapat nama buruk kita bisa mendapatkan daerahnya." kata
Koan Tiong. Raja Cee Hoan Kong setuju pada pendapat Koan Tiong, begitulah dia langsung
menjalankan siasat tersebut. Benar saja Raja Ciang jadi ketakutan ketika melihat gerakan
tentara Cee yang hendakmenyerang kewilayahnya. Diasegera menyatakan ketaatnya.
Raja Cee Hoan Kong memuji kepandaian Koan Tiong.
"Hai, sesungguhnya harus kuakui, Tiong-hu memang seorang yang pandai!" kata Raja
Cee Hoan Kong. ** Pada suatu hari, saat Raja Cee sedang berunding dengan para menterinya. Tiba-
tiba ada anak buahnya yang melapor. "Tuanku dari negeri Yan telah datang seorang utusan. Dia mengatakan negerinya
kedatangan tentara bangsa San-jiong. Raja Yan minta bantuan pada Tuanku." kata pelapor itu.
Mendengar khabarituKoanTiong berkatapada RajaCeeHoanKong.
"Jika Tuanku hendak menyerang negeri Couw, Tuanku harus menundukkan dulu bangsa
Jiong, jika bahaya dari bangsa Jiong sudah lenyap, baru Tuanku akan berhasil
menaklukan negeri Couw!" kata Koan Tiong.
*) Kiang Tay Kong adalah nama Kiang Cu Gee. Tokoh terkenal dalam Roman klasik
Tiongkok berjudul "Hong
Sin". Letak negeri San-jiong di tanah Leng-ci. Negara itu di bagian barat berbatasan
dengan negeri Yan, di sebelah timur dan selatan dekat dengan negeri Cee dan Couw. Bangsa San-
jiong dinilai sangat jahat oleh orang Tiongkok. Mereka mengandalkan daerahnya yang
dilindungi gunung yang tinggi-tinggi, hutan yang lebat dan angkatan perang yang kuat.
Karena itu mereka tidak mau tunduk kepada negara lain. Mereka juga sering masuk ke wilayah
Tiongkok untuk melakukan kerusuhan dan perampokan secara semena-mena.
Mendengar khabar Raja Cee hendak menjadi jago di benua Tiongkok, dengan sengaja
Raja bangsa San-jiong mengerahkan angkatan perang mereka yang besar, datang mengacau
di negeri Yan. Maksud mereka hendak merenggangkan hubungan antara negeri Yan dan
negeri Cee. Raja negeri Yan, Yan Cong Kong, karena merasa tidak sanggup menangkis serangan
bangsa San-jiong, dia perintahkan seorang utusan untuk minta pertolongan ke negeri Cee.
Mendengar khabar negeri Yan diserang oleh bangsa San-jiong, Koan Tiong langsung
memberi saran pada Raja Cee Hoan Kong.
"Kita harus segera mengirim bala-bantuan ke negeri Yan." kata Koan Tiong.
Tetapi Cee Hoan Kong sangsi. Melihat Raja Cee Hoan Kong ragu-ragu Koan Tiong
berkata dengan sabar. "Pada saat ini negeri yang berbahaya bagi kita, di selatan adalah negeri Couw.
Di bagian Utara bangsa San-jiong, dan di bagian barat bangsa Tek. Mereka mirip duri dalam
daging! Maka itu menjadi tugas Tuanku untuk melenyapkan mereka. Sekalipun bangsa Jiong
tidak mengusik negeri Yan, tetapi kita tetap harus berusaha menaklukkan mereka.
Apalagi negeri Yan sudah mereka serang dan raja negeri Yan datang minta
pertolongan kepada kita. Mau tidak mau kita harus menyapu bersih bangsa San-jiong itu sampai
tuntas!"
5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kata Koan Tiong. Mendengar keterangan Koan Tiong tersebut Raja Cee Hoan Kong setuju juga pada
saran dari Koan Tiong tersebut. Selang beberapa hari Raja Cee sudah menyiapkan pasukan
perangnya, kemudian berangkat ke negeri Yan.
** Raja bangsa San-jiong bernama Bit Louw. Sudah dua bulan dia mengacau di negeri
Yan. Mereka telah berhasil merampas harta-benda dan anak-isteri rakyat biasa. Mereka
juga melakukan bermacam-macam kejahatan. Tetapi setelah mereka mendengar pasukan Cee
sudah hampir tiba, mereka merasa jerih juga. Raja San-jiong mengajak tentaranya
pulang dengan membawa barang rampasan ke negaranya.
Ketika pasukan Cee sampai di San-bun-kwan (tanah negara Yan), mereka telah
disambut oleh Raja Yan yang menghaturkan terima kasih kepada Raja Cee atas kesediaannya
membantu mereka. Karena dengan tidak menghiraukan perjalanan yang jauh, Raja Cee datang
menolong. Karena ketakutan bangsa San-jiong pulang ke negaranya. Dengan sikap
yang hormat dan merendah Raja Cee membalasnya.
"Ini sudah menjadi kewajiban kami membantu sesama Raja Muda," kata Raja Cee Hoan
Kong. "Tetapi bangsa San-jiong yang kabur berhasil membawa hasil jarahan mereka," kata
Koan Tiong kurang puas, "pasti mereka akan datang lagi karena mereka belum jera.
Mereka belum merasakan hajaran yang hebat dari kita. Jika tentara kita sudah mundur, orang
San-jiong akan datang kembali. Sebaiknya kita gunakan saat yang baik ini untuk melabrak mereka
sekarang juga! Dengan demikian kita bisa menyingkirkan bahaya di kemudian hari."
"Aku sependapat dengan Tiong-hu," kata Raja Cee Hoan Kong.
Raja Yan sangat girang, ia ingin bangsa San-jiong itu musnah sama sekali dari
muka bumi. "Dari sini ke arah timur sekitar 10 li ada sebuah negeri bernama Bu Ciong,
sekalipun raja di Bu Ciong bangsa Jiong juga, tetapi mereka tidak tunduk pada pengaruh bangsa San-
jiong. Maka itu kita bisa minta bantuan pada mereka untuk menjadi penunjuk jalan." kata
Raja Yan. Raja Cee Hoan Kong girang, dia sediakan emas dan perak sebanyak-banyaknya.
Kemudian memerintahkan Sek Peng mengantarkan bingkisan itu kepada Raja di Bu Ciong.
Tatkala Sek Peng sudah sampai di Bu Ciong, dia serahkan bingkisan itu kepada
Raja Bun Ciong. Sesudah bingkisan diterima dan setelah berbincang sesaat Sek Peng
menjelaskan maksud kunjungannya. "Raja kami ingin minta bantuan dari tuanku untuk menjadi penunjuk jalan ke
tempat bangsa San-jiong. Jika tuanku tidak keberatan bantuan itu sangat kami harapkan." kata
Sek Peng. Karena Raja Bu Ciong sudah mendapat bingkisan, dia langsung setuju saja.
"Baik karena mereka juga musuh kami," kata Raja Bu Ciong.
Dia memerintahkan panglima bernama Houw Ji Pan memimpin 2000 tentara Bu Ciong
membantu Raja Cee berperang melawan bangsa San-jiong.
Bab 8 Berangkatlah angkatan perang gabungan ini. Sesudah 200 li jauhmya, Raja Cee Hoan
Kong melihat jalan di pegunungan itu sangat sempit dan berbahaya. Kemudian dia
bertanya kepada Raja Yan. "Tuanku, apa nama tempat ini?" kata Raja Cee.
"Tempat ini disebut Kui-cu," sahut Raja Yan Cong Kong, dari sini kaum Pak Ji Ong
berjalan keluar masuk." Koan Tiong mengusulkan agar Cee Hoan Kong membagi kereta perangnya. Separuh
perbekalan mereka ditinggalkan di tempat itu. Dia juga memerintahkan tentaranya
menebang pohon besar untuk tempat berkemah. Tempat itu juga dijadikan tempat menyimpan
perbekalan mereka. Pao Siok Gee bertugas menjaga di tempat itu. Dialah yang
mengurus pengangkutan ransum dan lain-lain keperluan tentara gabungan itu. Apabila
pasukan makanan kurang, Pao Siok Gee harus mengambilnya di negeri Yan atau negeri Cee.
Sesudah itu Cee Hoan Kong memerintahkan tentaranya istirahat selama tiga hari.
Bagi tentara yang sakit mereka sengaja ditinggalkan karena Raja Cee hanya akan membawa yang
sehat dan segar, sehingga tidak menghambat perjalanan mereka.
** Sejak pulang dari Tiongkok, setiap hari Raja bangsa San-jiong itu bersenang-
senang saja. Mereka berhasil membawa pulang hasil jarahannya cukup banyak. Ketika Raja San-
jiong sedang bersenang-senang, tiba-tiba juru kabarnya datang memberi laporan.
"Tuanku tentara negeri Cee datang menyerang!" kata si pelapor itu.
Mendengar laporan itu Bit Louw kaget bukan alang-kepalang. Dengan sangat
tergesa-gesa dia memanggil panglima perangnya yang bernama Sok Moai untuk diajak berdamai.
"Sok Moai, musuh datang. Bagaimana kita harus menghadapinya?" tanya Bit Louw.
"Menurut dugaan hamba musuh sekarang pasti masih kelelahan. Mereka baru saja
melakukan perjalanan yang sangat jauh. Saat mereka sedang membangun kemah-kemah mereka,
kita boleh menyerang mereka dengan mendadak. Hamba rasa kita akan mendapat kemenangan
besar!" kata Sok Moai.
Raja Bit Louw setuju pada pendapat Sok Moai. Kemudian Sok Moai diperintahkan
membawa 3000 prajurit maju ke medan perang.
Sok Moai memimpin tentaranya; tetapi sebagian dia suruh bersembunyi di sela-sela
gunung. Jika musuh masuk perangkap mereka maka mereka harus mengepung tentara Cee yang
sedang kelelahan itu. Pasukan yang sebagian lagi langsung menantang perang.
Houw Ji Pan bersama pasukannya berpapasan dengan panglima Sok Moai. Dengan tidak
banyak bicara lagi mereka langsung bertempur. Serangan Houw Ji Pan ditangkis
oleh Sok Moai. Tidak lama pertempuran hebat pun terjadi. Sok Moai yang sudah menyiapkan
jebakan, setelah bertarung beberapa jurus, pura-pura kalah dan kabur ke dalam rimba.
Mengira musuh sungguh-sungguh sudah kalah, Houw Ji Pan memberi tanda agar anak
buahnya mengejar musuh. Ketika Sok Moai sampai di hutan dan mengetahui musuh mengejarnya, Sok Moai
girang. Dia berteriak memberi tanda pada tentaranya yang bersembunyi. Teriakan itu disambut
oleh sorak-sorai yang riuh sekali, dan dari sela-sela gunung segera keluar tentara
Jiong menerjang barisan Houw Ji Pan. Serangan ini mengacaukan pasukan Houw Ji Pan, sehingga
terpecah menjadi dua bagian, karena tengahnya diserang hebat oleh tentara Sok Moai.
Houw Ji Pan baru sadar bahwa dia telah terjebak ke dalam tipu-muslihat musuh.
Dia kaget dan buru-buru memberi perintah mundur.
"Mundur! Mundur!" teriak Houw Ji Pan.
Tetapi komando dari Houw Ji Pan tidak banyak artinya, karena sudah terlambat.
Tentara San- jiong sudah mengepung mereka dengan rapat sekali. Sekalipun Houw Ji Pan sudah
bertarung mati-matian, dia tidak bisa menembus kepungan musuh. Malah lebih celaka lagi,
kuda Houw Ji Pan binasa. Houw Ji Pan jadi bertambah susah. Saat Houw Ji Pan sedang
terancam bahaya, beruntung angkatan perang Raja Cee sampai. Ong-cu Seng Hu datang melabrak
kepungan bangsa San-jiong untuk menolong Houw Ji Pan.
Semula harapan Sok Moai bisa menangkap Houw Ji Pan, tetapi tidak diduga pasukan
Cee datang. Harapan Sok Moai pun gagal, malah tentaranya sendiri rusak berat dan
terpaksa dia harus melarikan diri. Melihat tentaranya banyak yang binasa, Houw Ji Pan menyesali dirinya. Ketika
Houw Ji Pan bertemu dengan Raja Cee Hoan Kong dia merasa malu sekali. Melihat Houw Ji Pan
sangat berduka, Raja Cee Hoan Kong segera mengerti bagaimana perasaan panglima itu
karena kalah perang. Dia mencoba menghibur panglima itu.
"Dalam perang menang dan kalah sudah biasa," kata Raja Cee Hoan Kong. "Harap
Jenderal jangan bersusah hati."
Untuk menghibur Houw Ji Pan dan menyatakan bahwa dia tidak menyesali kekalahan
Houw Ji Pan itu, Raja Cee menghadiahkan seekor kuda yang bagus pada Houw Ji Pan. Houw
Ji Pan mengucapkan terima kasih kepada Raja Cee. Dia girang sekali, Cee Hoan Kong
sangat baik budi. Maka sebisanya dia hendak mengorbankan seluruh tenaga dan jiwanya untuk
membalas kebaikan Raja Cee tersebut.
Pasukan besar negeri Cee bergerak menuju ke arah timur. Sesudah 30 li jauhnya,
mereka sampai di sebuah gunung bernama Hok-liong-san. Tempat itu sangat penting. Cee
Hoan Kong bersamaYanCong Kongmembangunkemahmereka ditempatitu.
Ong-cu Seng Hu dan Pin Si Bu mendirikan dua benteng di kaki gunung tersebut.
Mereka melindungi markasnya dengan cara menggandeng-gandengkan kereta perang mereka.
Mereka juga melakukan penjagaan yang ketat.
** Esok harinya.... Bit Louw mengajak Sok Moai dan 10.000 tentaranya menantang. Tetapi tantangan itu
tidak diladeni oleh tentara Cee. Bit Louw jadi sangat gusar. Berkali-kali dia maju
untuk menerjang, tetapi selalu gagal dan harus mundur kembali. Mereka terhalang oleh kereta-
kereta perang negeri Cee. Demikian kokohnya pertahanan negeri Cee, tidak ubahnya seperti
sebuah tembok kota saja. Dari balik kereta-kereta perang tentara Cee tidak hentinya ribuan
anak panah menyambar ke arah tentara San-jiong.
Sampai lohor Koan Tiong yang berada di atas gunung menyaksikan tentara Jiong
jumlahnya makin berkurang. Semua tentara itu telah turun dari kuda mereka dan mereka
berbaring di tanah. Mulut mereka kelihatan tidak henti-hentinya mengomel. Koan Tiong menepuk-
nepuk bahu Houw Ji Pan sambil berkata.
"Jenderal, sekarang sudah tiba saatnya anda membalas dendam." kata Koan Tiong.
"Baiklah," kata Houw Ji Pan dengan girang. Houw Ji Pan langsung memimpin
tentaranya keluar dari benteng kereta perang. Pasukan Houw Ji Pan bergerak menyerang musuh.
Melihat suasana saat itu mencurigakan Sek Peng berkata pada Koan Tiong, "Menurut
penglihatanku, aku rasa Raja San-jiong sudah mengatur tipu-muslihat." kata Sek
Peng. "Harap Tiong-hu berhati-hati."
"Benar, aku pun menduga begitu," sahut Koan Tiong. Koan Tiong memerintahkan Ong-
cu Seng Hu memimpin pasukan keluar dari bagian kiri, Pin Si Bu memimpin pasukan
sebelah kanan. Mereka diperintahan melabrak tentara musuh yang diperkirakan sedang
bersembunyi. Dugaan Sek Peng dan Koan Tiong memang benar. Melihat tentara Cee hanya berjaga
di markasnya saja dan tidak mau berperang. Raja San-jiong lalu mencari akal.
Kemudian dia bagi tentaranya menjadi dua bagian; pasukan pertama diperintahkan bersembunyi di
sela-sela gunung. Sedang yang sebagian lagi sengaja diperintahkan turun dari kuda-kuda
merela. Mereka juga diperintah mencaci-maki tidak hentinya. Semua itu maksudnya untuk
memancing tentara Cee supaya mau berperang dengan mereka.
Ketika pasukan Houw Ji Pan keluar menyerang, tentara San-jiong berpura-pura
ketakutan. Mereka sengaja meninggalkan kuda mereka dan lari terbirit-birit ke suatu tempat.
Tetapi baru saja Houw Ji Pan mengejar mereka, justru pada saat itu Houw Ji Pan mendengar
suara gembreng dari bentengnya. Maka terpaksa dia urungkan niatnya dan kembali ke
bentengnya. Melihat Houw Ji Pan tidak mengejar pasukan San-jiong, Bit Louw segera berteriak
memanggil tentaranya yang bersembunyi di sela-sela gunung. Kemudian dengan
berbareng mereka menerjang musuh. Tapi Bit Louw tidak menyangka Ong-cu Seng Hu dan Pin Si
Bu bersama pasukannya datang membokong mereka dari belakang. Dengan demikian
tentara San-jiong jadi kalang-kabut.
Di tempat itu segera terjadi pertempuran yang hebat. Ong-cu Seng Hu bertempur
melawan Bit Louw. Pin Si Bu bertarung melawan Sok Moai. Tentara Cee bertanding dengan
tentara San- jiong secara mati-matian.
Bit Louw dan Sok Moai merasa tidak tahan menghadapi kehebatan musuh. Mereka
membalikkan kuda mereka dan buru-buru kabur. Tentaranya sebagian besar telah
binasa oleh tentara Cee. Sesudah berhasil membunuh tentara Jiong, Ong-cu Seng Hu dan Pi Sin
Bu pun berhasil merampas persenjataan dan ransum musuh. Sesudah itu baru mereka
kumpulkan tentaranya danpulangke markasmereka dengan kemenanganbesar.
Sementara Bit Louw yang melarikan diri sudah sampai di markasnya. Ketika dia
memeriksa sisa tentaranya, dia kaget. Sekarang sisa tentaranya tinggal sedikit.
"Harap Tuanku jangan putus asa," kata Sok Moai. "Hamba punya siasat untuk
5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengusir musuh!" "Apa rencanamu?" tanya Bit Louw.
"Hamba duga, jika mereka maju terus, mereka pasti harus lewat di selat Hong-tay-
san. Tempatkan pertahanan yang tangguh di mulut jalan. Tutup dengan balok dan batu-
batu besar. Di bagian depannya kita gali parit untuk pertahanan. Dengan cara demikian hamba
rasa kita akan menang!" kata Sok Moai. Bit Louw mengangguk. Kemudian Sok Moai melanjutkan
bicaranya. "Di gunung Hok-liong-san sejauh 20 li tidak terdapat mata air. Untuk air minum
dan masak mereka harus mengambilnya dari sungai Ti-sui. Jika sungai itu kita bendung,
niscaya tentara musuh akan kekurangan air minum. Pada saat mereka panik dan kebingungan, kita
serang mereka! Hamba rasa kita akan memperoleh kemenangan. Kita kirim utusan ke negara
Kho- tiok untuk minta bala-bantuan. Bagaimana pendapat Tuanku?" kata Sok Moai. "Ya,
bagus, bagus! Aku setuju pada rencanamu!" kata Bit Louw sambil tersenyum girang.
Mereka segera bersiap-siap melaksanakan rencana yang telah dirancang oleh Sok
Moai itu. ** Di markas tentara Cee......
Ketika itu Koan Tiong sedang keheranan, karena tentara San-jiong yang mendapat
labrakan hebat secara beruntun tidak bergerak. Koan Tiong jadi curiga, dia menduga musuh
sedang mengatur siasat. Buru-buru Koan Tiong menyebarkan mata-mata ke berbagai tempat.
Mereka sengaja disebar untuk mencari keterangan di mana saat itu posisi musuh.
Tidak berapa lama mata-mata Koan Tiong sudah datang melapor.
"Musuh telah menutup jalan besar di mulut gunung Hong-tay-san dengan balok dan
batu-batu besar." kata mata-mata itu.
Mendengar laporan tersebut Koan Tiong terkejut, dia bertanya kepada Houw Ji Pan.
"Ciang Kun (Jenderal), selain jalan yang ditutup oleh musuh, apakah masih ada
jalan yang lainnya atau tidak?" kata Koan Tiong.
Mendengar pertanyaan Koan Tiong Jenderal Houw Ji Pan pun bengong. Dia berpikir
sebentar, kemudian baru dia menjawab.
"Jika kita mengambil jalan dari Hong-tay-san, sejauh 15 li dari sini kita akan
sampai di sarang bangsa San-jiong. Jika mau mengambil jalan lain, bisa juga. Tetapi harus dari
arah jalan menuju ke Tay-kwan. Dari sana belok ke arah bukit Ci-moa-nia. Sesudah itu kita
keluar dari mulut gunung Ceng-san. Tidak lama lagi kita akan sampai di sarang mereka. Di
tempat ini gunungnya sangat tinggi dan jalannya pun sangat berbahaya. Kereta perang dan
kuda sulit bergerak." kata Houw Ji Pan.
Mendengar penjelasan itu Koan Tiong duduk diam seperti orang yang sedang
berpikir keras. Sebelum Koan Tiong mengambil keputusan, tiba-tiba datang panglima bernama Lian
Ci menghadap. "Tuanku, celaka kita! Raja Jiong telah menutup sungai, sehingga tentara kita
tidak punya air untuk masak dan minum!" kata Lian Ci. "Bagaimana sekarang?"
"Oh, sungguh celaka!" kata Houw Ji Pan terperanjat. "Di bukit Ci-moa-nia kita
harus berjalan beberapa hari lamanya, baru bisa sampai ke tempat tujuan. Jika tidak ada air
untuk masak dan minum kuda-kuda kita, sungguh sangat berbahaya sekali!"
"Mengapa kita harus putus asa?" kata Cee Hoan Kong. "Jika mereka bendung sungai
itu, toh kita bisa menggali sumur untuk mendapatkan air!"
"Ya, Tuanku benar," kata Sek Peng, "setahu hamba, di tempat yang ada lubang
semutnya, di situ pasti kita bisa mendapatkan mata air. Maka kita harus mencari dulu tempat
tinggal semut. Dengan demikian pekerjaan menggali sumur tidak akan gagal."
Raja Cee Hoan Kong setuju dengan pendapat Sek Peng. Ketika pasukan itu benar-
benar bergerak ke bukit Ci-moa-nia; Raja Cee Hoan Kong mengeluarkan perintah.
"Barangsiapa yang bisa lebih dahulu mendapatkan lubang semut, atau air maka
mereka akan diberi hadiah." kata Raja Cee.
Maka dikerahkannya tentara Cee untuk mencari lubang semut, karena dia yikin
bakal menemukan mata air di lubang semut itu. Terpaksa mereka kembali dengan tangan
hampa, dan melaporkan bahwa usaha mereka telah gagal.
Sebelum Raja Cee Hoan Kong bicara, Sek Peng sudah mendahuluinya berkata.
"Sifat semut, di musim dingin dia mendekati hawa yang hangat, dan pasti mereka
tinggal di tempat yang terang. Sebaliknya di musim panas, mereka mencari udara sejuk, dan
pasti semut-semut itu tinggal di tempat yang teduh! Bulan ini jatuh pada musim dingin,
maka kita harus menggali sumur di tempat yang terang, hamba yakin kita bisa menemukan mata
air itu! Jika sembarangan gali saja, hal itu hanya membuang tenaga percuma saja!" kata
Sek Peng. Tentara Cee menuruti nasihat Sek Peng tersebut. Mereka menuruni tebing gunung,
di tempat yang terang itulah mereka mulai menggali lubang. Memang benar mereka beruntung
menemukan mata air yang jernih dan enak diminum.
Keberhasilan anak buahnya menemukan mata air atas jasa Sek Peng yang
berpengetahuan banyak itu, membuat Raja Cee Hoan Kong sangat kagum.
"Aku kagum pada Sek Peng, kepandaiannya mirip seorang nabi!" kata Cee Hoan Kong.
Sesudah itu Raja Cee Hoan Kong memberi nama mata air tersebut dengan sebutan
"Seng Cun" (Mata air dari Nabi), dan gunung Hok-liong-san pun diubah namanya menjadi
Liong- coan-san. Seluruh bala-tentara Cee mendapat air, dan mereka bersorak-sorak gembira sekali.
** Tatkala Bit Louw mendapat kabar tentara Cee tidak kehabisan air minim. Raja Bit
Louw jadi khawatir dan cemas. Dia berkata kepada Sok Moai:
"Barangkali mereka dibantu oleh malaikat, apa saja yang kita rencanakan pada
mereka, selalu gagal!" kata Bit Louw.
"Harap Tuanku tidak khawatir," kata Sok Moai. "Sekalipun tentara Cee tidak
kekurangan air, tetapi mereka datang dari tempat yang jauh. Sudah pasti mereka tidak boleh
kehabisan makanan. Jika kita terus bertahan di benteng, dan mereka tidak bisa maju. Lama
kelamaan mereka akan kehabisan bahan makanan. Terpaksa mereka mundur sendiri!"
Bit Louw yang tadinya murung mendengar nasihat Sok Moai jadi girang kembali. Dia yakin
kali ini siasat yang akan dijalankannya pasti berhasil. Sejak hari itu anak
buahnya diperintahkan berjaga-jaga saja. Sedang Bit Louw sendiri bersenang-senang dengan
perempuan cantik sambil minum arak. Ketika itu seolah bangsa San-jiong tidak
sedang berperang. Koan Tiong dari pihak Cee mengadakan peninjauan. Dia melihat tentara San-jiong
tidak bergerak sama sekali. Koan Tiong heran lalu berpikir.
"Mereka tidak menghiraukan kami. Aku tahu mereka berharap tentara Cee kehabisan
bahan makanan..." pikir Koan Tiong. "Mereka juga sudah menutup jalan untuk tentara Cee
mengangkut bahan makanan."
Buru-buru Koan Tiong mengatur siasat. Dia mengeluarkan perintah.
"Pin Si Bu dan Houw Ji Pan, kalian berdua bawa pasukan kalian dan harus berpura-
pura hendak pulang ke Kui-cu untuk mengambil ransum. Diam-diam kalian bawa pasukanmu
ke bukit Ci-moa-nia. Dalam enam hari kalian harus sudah bisa sampai di sarang
bangsa San- jiong. Dan kau Lian Ci, setiap hari kau pergi ke gunung Hong-tay-san untuk
menantang perang. Dengan demikian bangsa San-jiong tidak curiga pasukan kita sedang
bergerak ke markas mereka!" kata Koan Tiong.
Bab 9 Selang enam hari kemudian......
Sengaja setiap hari selama seminggu Liang Ci pergi menantang perang, tetapi
tentara Jiong tidak mau keluar untuk bertempur.
Ketika itu Koan Tiong memperkirakan Pin Si Bu bersama Houw Ji Pan dan pasukannya
sudah hampir sampai di sarang bangsa San-jiong. Koan Tiong segera menyiapkan
angkatan perangnya untuk menerjang ke benteng musuh.
Segera Koan Tiong memerintahkan semua anak buahnya mengangkut sekarung tanah.
Tanah tersebut dimaksudkan untuk menutupi galian yang dibuat oleh musuh. Begitu
pasukan Cee sampai, mereka harus melemparkan karung berisi tanah itu ke dalam lubang atau
parit. Lama kelamaan parit itu akan tertutup kembali dan bisa dilewati oleh kereta perang
tentara Cee. Begitu persiapan pasukan Cee yang besar jumlahnya sudah beres, mereka bergerak
maju sambil bersorak-sorak. Ketika mereka sudah sampai di mulut gunung, sambil
bersorak-sorak dan mengangkuti tanah mereka singkirkan batu besar dan balok yang menghadang di
mulut jalan. Ketika serangan yang bergelombang itu datang, Raja Bit Louw dan Jenderal Sok
Moai sedang enak-enak berpesta-pora sambil minum arak. Mendengar suara teriakan dan sorak-
sorai yang riuh sekali, mereka kaget. Tiba-tiba anak buahnya datang melapor.
"Tentara Cee sudah datang menyerang masuk dari mulut gunung." kata anak buahnya.
Dengan sangat tergopoh-gopoh raja San-jing bersama Jenderal Sok Moai mengambil
senjata mereka. Mereka naik ke atas kuda hendak menyambut serangan musuh. Tetapi di saat
sedang panik datang laporan baru.
"Dari sebelah barat pasukan Cee datang menyerang!" kata pelapor tersebut.
Mendengar kabar tersebut Jenderal Sok Moai bingung, karena yakin tidak akan
mampu membendung serangan musuh yang bagaikan air bah itu. Buru-buru Sok Moai mengajak
Raja Bit Louw melarikan diri ke arah tenggara.
Ketika Pin Si Bu melihat raja dan jenderal bangsa San-jiong kabur, dia mencoba
mengejarnya. Dia kejar mereka sampai beberapa li jauhnya, tetapi karena melihat
jalan gunung tersebut sangat berbahaya, sementara orang San-jiong melarikan kudanya
seperti terbang, Pin Si Bu tidak yakin bisa menyusul mereka. Maka apa boleh buat
terpaksa Pin Si Bu kembali. Dalam peperangan ini tentara Cee berhasil merampas perbekalan dan kuda-kuda
serta kerbau, kambing maupun alat senjata musuh. Sedang perempuan-perempuan rampasan dari
negeri Yan pun sudah bisa dibebaskan kembali. Karena tidak punya pilihan, rakyat bangsa
San-jiong bersedia menyerah kepada Raja Cee Hoan Kong.
"Ke mana kaburnya Raja kalian?" kata Cee Hoan Kong.
"Negeri kami bertetangga dengan negeri Kho-tiok, kami sangat rukun. Dulu Raja
kami mengirim utusan untuk minta bantuan pada mereka. Tetapi sebelum bantuan datang,
kami sudah dikalahkan oleh tuanku! Kami rasa mungkin Raja kami lari ke sana!" kata
orang yang ditanya. "Apakah negeri Kho-tiok itu kuat?" tanya Raja Cee. "Berapa jauhnya negeri itu
dari sini?" "Kho-tiok sebuah negara cukup besar terletak di sebelah tenggara," sahut orang
itu. "Dari sini sekitar 100 li jauhnya. Di negeri itu ada sungai bernama Pi-ji, jika kita sudah
menyeberangi sungai itu, maka kita sudah ada di tapal batas negeri Kho-tiok. Tetapi jalan dan
pegunungannya sangat berbahaya!"
"Aku tidak peduli bagaimana berbahayanya," kata Raja Cee. "Aku pikir bangsa Kho-
tiok sahabat bangsa San-jiong, pasti sama jahatnya! Aku tidak takut mereka kuat,
tetapi kami harus menaklukkannya, baru aku puas!"
Mendengar niat Raja Cee ini, rakyat bangsa San-jiong jadi ngeri. Ketika itu Kho
Hek yang mendapat perintah dari Pao Siok Gee untuk mengangkut 50 kereta ransum sudah
kembali. Hal ini menambah kegembiraan Raja Cee. Sesudah istirahat mereka kemudian meneruskan
perjalanan mereka. *** Raja Bit Louw dan Jenderal Sok Moai dan sisa pasukannya kabur ke negeri Kho-
tiok. Begitu sampai mereka langsung menemui Tap Li Oh raja negeri Kho-tiok. Bit Louw berlutut
di hadapannya sambil menangis. Kemudian Bit Louw menceritakn kekalahannya dari
tentara negeri Cee. Mendengar pengaduan Bit Louw, Tap Li Oh terkejut. Dia bangunkan Bit Louw yang
sedang berlutut di hadapannya. "Aku menyesal belum sempat mengirim pasukan kepadamu," kata Tap Li Oh. "Baru-
baru ini aku terserang penyakit, jadi agak kurang sehat. Aku tidak mengira serangan
tentara Cee begitu cepat."
5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Raja Bit Louw tetap berduka.
"Untuk sementara kau boleh tinggal dulu bersamaku," kata Tap Li Oh melanjutkan
ucapannya. "Di negeriku terdapat sungai bernama Pi-ji, dalamnya sulit dijajaki.
Mereka tidak akan mampu menyeberang sungai itu, jika mereka tidak memakai rakit untuk
menyeberang. Mereka tidak akan sampai ke mari, kecuali punya sayap! Karena lama bertahan di
seberang sana, lama-lama makanan mereka akan habis. Akhirnya terpaksa mereka harus
mundur. Saat itu aku akan mengambil daerahmu yang sudah mereka duduki!" kata Tap Li Oh.
"Aku masih khawatir tentara Cee itu pandai-pandai. Mereka bisa membuat rakit
sendiri," kata Hong Hoa. "Aku rasa sepanjang tepi sungai harus kita jaga ketat! Selain mencegah musuh
menyeberang, sebelum mereka bergerak sudah terpantau oleh kita."
"Pendapatmu tidak masuk akal," kata Tap Li Oh. "Seandainya benar mereka bisa
membuat rakit sendiri, mustahil kita tidak mengetahuinya"!"
Raja Tap Li Oh tidak mempedulikan saran Jenderal Hong Hoa. Dia terlalu yakin
pada kehebatan sungai Pi-ji. Akibatnya dia jadi lengah dan kurang siaga. Bahkan
gerak-gerik musuhpun tidak mereka pantau. Malah dia ajak sahabatnya Bit Louw bersenang-
senang. Dikisahkan di pihak angkatan perang Cee.....
Ketika Raja Cee Hoan Kong dan pasukan perangnya sudah berjalan kira-kira 10 li
jauhnya. Hoan Kong menyaksikan gunung berjajar-jejer menghadang di depannya. Di sana-sini
batu- batu besar dan terjal terhampar luas, semak belukar dan pohon-pohonnya sangat
lebat. Keadaan medan seperti itu sungguh sangat menyulitkan bagi kereta perang tentara
Cee bisa bergerak. Raja Cee jadi cemas bukan main.
Hanya Koan Tiong yang tetap tenang dan sedikit pun dia tidak gentar melihat
keadaan itu. Dia tidak kehabisan akal. Koan Tiong terpekur mencari siasat. Tidak berapa lama
dia mulai mengeluarkan perintahnya.
"Di tempat ini kita harus membangun perkemahan tentara!" kata Koan Tiong.
"Dengan demikian pasukan kita bisa istirahat dengan baik."
Segera anak buahnya membuat markas mereka dengan cepat. Sesudah selesai mereka
pun istirahat. Ada yang masak nasi ada yang masak air minum dan sebagainya. Sesudah
mereka makan kenyang dan cukup istirahat, kembali Koan Tiong mengeluarkan perintah.
"Sekarang kalian kumpulkan kayu-kayu kering, rumput kering dan apa saja yang
mudah terbakar! Sesudah itu barang-barang yang mudah terbakar itu letakan di hutan
rimba itu. Lalu kalian bakar!" kata Koan Tiong.
"Baik, Tiong-hu!" jawab anak buahnya.
Tentara Cee bekerja keras mengumpulkan bahan yang mudah terbakar, tidak berapa
lama bahan-bahan itu sudah terkumpul cukup banyak. Sesudah itu hutan tersebut mereka
bakar. Tidak berapa lama api pun sudah berkobar menghanguskan pepohonan, rumput-rumput
yang tinggi dan sebagainya. Tempat yang tadinya hutan-rimba dan semak-belukar, kini rumput dan pohon itu
telah berubah menjadi lautan api raksasa. Lima hari lima malam lamanya api raksasa itu
berkobar- kobar, seolah-olah lautan api saja. Akibat kobaran api itu rumput-rumput telah
berubah menjadi debu, pohon-pohon telah menjadi areng. Binatang-binatang buas atau
beracun pun tidak ketahuan ke mana larinya.
Sesudah kobaran api raksasa itu padam, Koan Tiong memerintahkan tentaranya
membuka jalan. Mereka membongkar dan menggali bukit dijadikan jalan setapak di samping-
samping gunung. Dengan demikian kereta perang dan kuda bisa berjalan dengan sedikit
leluasa tanpa halangan. Para panglima Cee menyatakan kekhawatirannya. Mereka menyaksikan banyak sekali
gunung yang tinggi dan berbahaya. Gunung-gunung itu menghadang di tengah jalan yang
akan mereka lalui. Situasi ini terutama sangat menyulitkan bagi pasukan kereta perang
mereka bergerak. "Kuda-kuda bangsa Jiong bisa berlari cepat di tempat ini. Mereka sudah terbiasa
dengan daerah ini. Sebaliknya kereta perang kita tidak bisa bergerak begitu seperti
kuda-kuda mereka!" kata Koan Tiong pada semua panglima Cee.
"Karena itu pasukan kita jadi tidak bersemangat!" kata panglimanya.
"Akan kutulis dua buah lagu untuk membangkitkan semangat mereka." kata Koan
Tiong. "Lagu apa, Tiong-hu?" tanya mereka.
"Lagu naik dan turun gunung," jawab Koan Tiong sambil tersenyum.
Kemudian Koan Tiong membuat syair atau nyanyian "Naik Gunung" dan Turun Gunung".
Sesudah selesai dia perintahkan semua panglimanya mempelajari nyanyian itu.
Kemudian nyanyian itu diajarkan pada tentaranya.
Nyanyian "Naik Gunung" ciptaan Koan Tiong itu syairnya demikian:
"Gunung berderet-deret jalan pun terputar-putar.
Pohon berbaris batu berderet seperti lankan.
Awan tipis membuat udara dingin dan segar.
Kami giring kereta kami naik ke gunung yang tinggi.
Hong Pek pegang les Ji-ji memegang cambuk membuat larinya kencang.
Seperti juga burung terbang yang memiliki sayap kekar.
Bertolak mendaki ke atas gunung dengan tidak merasa sukar."
Sedang "Nyanyian Turun Gunung" berbunyi demikian:
"Naik gunung tidak susah turun gunung lebih mudah.
Roda menggelinding mantap tidak menyimpang.
Suara kereta berderit-derit seperti mendengar suara balang.
Melewati beberapa tikungan sampai di tanah rata yang terang.
Habiskan rumah kaum Jiong yang sering bikin orang bimbang.
Musnahkan negeri Kho-tiok beroleh ganjaran berjalan pulang."
Begitu semua tentara Cee sudah bisa menyanyikan kedua lagu itu, mereka bergerak
maju. Sambil berjalan dan berderap mereka menyanyikan nyanyian itu dengan bersemangat.
Tentara jadi bersemangat dan senang sekali. Dengan demikian mereka melupakan rasa lelah
mereka saat berjalan. Dengan tidak terasa kereta-kereta perang itu bergerak naik turun
gunung dengan cepat. Setelah berjalan melewati beberapa gunung, akhirnya mereka sampai di sebuah
bukit yang tinggi sekali. Kereta-kereta perang besar dan kecil berjalan dengan lancar.
Tetapi suatu ketika deretan kereta ini berhenti tidak bisa berjalan terus.
Tidak lama datang orang melapor pada Cee Hoan Kong.
"Di depan kita ada bukit yang sangat berbahaya! Bukit itu tinggi sekali, dan di
kedua tepi bukit itu penuh batu yang terjal dan licin. Hanya ada jalan setapak kecil
sekali. Jalan itu hanya bisa dilewati sebuah kereta perang saja!" kata prajurit yang melapor.
Mendengar laporan itu Cee Hoan Kong terkejut. Dia khawatir dan berkata.
"Oh, jika di tempat ini ada tentara musuh bersembunyi, jika mereka menyerang,
pasti kita akan mendapat kerusakan besar!" kata Raja Cee Hoan Kong.
Pada saat Cee Hoan Kong sedang kebingungan, tiba-tiba dari sudut gunung dia
melihat seekor makhluk keluar. Makhluk itu mirip manusia. Tetapi jelas bukan manusia, binatang
pun bukan binatang. Panjang makhluk itu kira-kira satu kaki lebih. Mengenakan baju merah
dan kopiah berwarna ungu. Sepasang kaki makhluk itu tidak memakai sepatu. Makhluk itu
datang ke hadapan Cee Hoan Kong sambil memberi hormat tiga kali. Sikap makhluk itu seperti
orang sedang menyambut tamunya. Sesudah mengusap bajunya dan menggerakkan tangan
kanannya, makhluk itu menghilang di balik gunung. Melihat kejadian itu Raja Cee
Hoan Kong jadi semakin khawatir, lalu dia bertanya kepada Koan Tiong.
"Apa kau melihatnya, Tiong-hu?" kata Cee Hoan Kong.
"Tidak," sahut Perdana Menteri itu.
Raja Cee Hoan Kong menceritakan apa yang dilihatnya tadi.
"Oh, bagus! Dalam nyanyian hamba, hamba juga menyebut makhluk itu Ji-ji," kata
Koan Tiong dengan girang. "Apa Ji-ji itu?" tanya Cee Hoan Kong heran.
"Hamba dengar di tanah utara ada malaikat gunung bernama Ji-ji," kata Koan
Tiong. "Dia memperlihatkan diri pada calon Raja Jagoan. Pasti itu makhluk yang disebut Ji-
ji! Dia bersikap hormat, tandanya dia minta tuanku mengerahkan angkatan perang. Dia usap
bajunya, dia memberi tanda di depan kita ada mata air. Dia gerakan tangan kanannya,
artinya air sungai bagian kanan dalam sekali. Dia minta tuanku mengambil jalan di sebelah kirinya!"
Mendengar keterangan itu Cee Hoan Kong manggut-manggut. Dia kagum juga merasa
aneh sekali. Bab 10 "Jika di depan kita ada sungai yang menghadang," kata Koan Tiong, "sebaiknya
kita tahan tentara kita di sini! Kita atur penjagaan dengan baik. Pertama-tama kita kirim
orang untuk menyelidiki keadaan sungai itu. Harus kita ketahui berapa dalam dan ceteknya air
sungai itu. Kemudian baru tentara kita dimajukan."
Cee Hoan Kong setuju pada pendapat Koan Tiong. Kemudian dia perintahkan seorang
mata- mata pergi mencari tahu keadaan sungai dan posisi musuh mereka saat itu.
Tidak berapa lama mata-mata yang dikirim tersebut sudah kembali lagi melapor
kepada Cee Hoan Kong. "Turun dari gunung sekitar lima li jauhnya, di situ menghadang sebuah sungai
bernama Pi-ji. Sungai itu luas dan dalam sekali. Sekalipun di musim Tang (dingin/salju) air
sungai itu tidak bisa beku. Tadinya di tempat itu disediakan rakit-rakit untuk orang menyeberangi
sungai tersebut, tetapi sekarang rakit-rakit itu sudah diangkut oleh raja Kho-tiok ke
seberang sana! Maksudnya supaya tentara Cee tidak bisa menyeberangi sungai tersebut. Semakin
kita ke sebelah kanan, air sungai itu semakin dalam. Tetapi jika terus berjalan ke
sebelah kiri kira- kira tiga li jauhnya, sekalipun sungainya lebih luas, tapi airnya sangat
dangkal. Jika orang turun dan berjalan kaki di air tersebut, dalamnya hanya sebatas lutut saja."
"Hai, kalau begitu terbukti alamat malaikat Ji-ji itu benar!" kata Cee Hoan Kong
girang. "Syukur, sungguh syukur sekali!" kata Yan Cong Kong. "Sepengetahuanku, orang
belum pernah mengetahui ada bagian sungai Pi-ji yang bisa diseberangi dengan cara
dituruni atau ngerobok?" "Dari sini ke Kota-raja Kho-tiok masih berapa jauh?" tanya Cee Hoan Kong.
"Lewat sungai Pi-ji kita berjalan lagi menuju ke arah timur," sahut Raja Yan,
"pertama kita akan bertemu gunung Toan-cu-san, ke-dua gunung Ma-pian-san, ke-tiga gunung Song-
cu-san. Kita terus berjalan melewati tiga gunung tersebut, sesudah 30 li jauhnya, kita
akan menemukan tiga buah kuburan raja Kho-tiok di zaman Kerajaan Siang. Sesudah
berjalan lagi 20 li maka sampailah kita di kota Bu-te-shia, yaitu ibukota negeri Kho-tiok."
Dengan tidak menunggu sampai Raja Cee Hoan Kong bicara, Houw Ji Pan minta izin
akan bergerak bersama angkatan perangnya lebih dahulu.
"Tunggu dulu, sekarang pasukan perang kita harus diatur lagi," kata Koan Tiong.
"Jika tentaramu saja yang maju sendiri, bagaimana jika dihadang oleh musuh. Kau akan
terkepung sendiri. Maka pasukan harus dipecah dan bergerak dari dua jurusan!"
Raja Cee Hoan Kong dan panglima yang lain pun sepakat pada pendapat Koan Tiong
tersebut. Koan Tiong segera memerintahkan tentaranya menebang bambu untuk dibuat
rakit atau getek. Karena pekerjaan itu dikerjakan oleh orang banyak, ditambah lagi Cee
Hoan Kong sangat baik pada semua tentaranya. Maka dengan gembira mereka mengerjakan rakit
itu dengan cepat sekali. Dalam waktu singkat sudah ratusan rakit selesai.
Koan Tiong segera memerintahkan agar rakit-rakit itu dimuati kereta perang dan
kuda mereka. Kemudian rakit itu diseret ke tepi sungai. Begitu seluruh rakit sudah
terkumpul di kaki gunung, Koan Tiong membagi tentara Cee menjadi dua bagian. Ong-cu Seng Hu
dan Kho Hek mengepalai satu pasukan tentara. Pasukan tersebut dijadikan barisan
depan. Dengan naik rakit mereka akan menyeberang dari sebelah kanan. Kong-cu (Pangeran) Kai
Hong dan Si Tiao ikut bersama Raja Cee Hoan Kong membawa pasukan belakang untuk menjadi
pasukan pembantu. Pin Si Bu dan Houw Ji Pan mengepalai satu pasukan tentara
barisan depan. Dengan cara menerjuni sungai itu, mereka menyeberang dari sebelah kiri.
Koan Tiong dan Lian Ci ikut bersama Yan Cong Kong memimpin barisan belakang.
Sesudah ada di seberang pasukan itu berkumpul di gunung Toan-cu-san.
5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Raja negeri Kho-tiok, Tap Li Oh tinggal di kota Bu-te-shia. Karena sudah lama
tidak mendapat kabar tentang pasukan Cee yang ada di seberang sungai, dia
memerintahkan mata- matanya untuk menyelidik di sungai Pi-ji. Ketika mata-matanya itu sampai di tepi
sungai, saat itu mata-mata itu melihat seluruh sungai sudah penuh oleh rakit-rakit bambu
tentara Cee. Di atas rakit terdapat kereta perang, kuda-kuda dan tentara Cee yang siap
menyeberangi sungai Pi-ji. Melihat hal itu buru-buru mata-mata itu pulang dan melapor pada Tap Li
Oh. Mendengar laporan dari mata-matanya, bukan main kagetnya Tap Li Oh. Segera dia
perintahkan Jenderal Hong Hoa mengepalai 5000 tentara untuk menghadang majunya
tentara musuh. Raja Bit Louw kaget dan merasa ngeri, tetapi karena malu, dia diam dan mencoba
menabahkan hatinya. "Biar aku dan Sok Moai yang akan memimpin pasukan depan!" kata Bit Louw.
"Tidak usah!" kata Jenderal Hong Hoa. "Orang yang sudah menjadi pecundang tidak
ada gunanya diajak maju lagi ke medan perang!"
Raja Bit Louw dan Jenderal Sok Moai mendongkol sekali, tetapi tidak bisa bicara
apa-apa. Dengan sombong Jenderal Hong Hoa naik kuda berangkat ke medan perang. Melihat
jenderalnya yang gagah berani itu, Tap Li Oh senang sekali. Dia yakin panglima
perangnya itu akan mampu mengusir musuh mundur dari negerinya. Tetapi dia merasa kasihan
kepada Bit Louw yang duduk bengong saja seperti patung. Lalu dia hibur Bit Louw dengan
manis. "Gunung Toan-cu-san yang letaknya di bagian barat-daya, merupakan jalan yang
sangat penting. Aku harap kau bersama Sok Moai mau menjaga tempat itu. Aku akan
menyusul belakangan!" kata Tap Li Oh.
Raja Bit Louw setuju menerima perintah itu, sekalipun hatinya sangat mendongkol
kepada Jenderal Hong Hoa yang telah menghinanya.
Sebelum pasukan Jenderal Hong Hoa sampai ke tepi sungai, mereka telah berpapasan
dengan pasukan Kho Hek yang berjalan di depan.
Kedua pasukan itu dengan tidak banyak bicara lagi langsung serang-menyerang
dengan seru sekali. Memang benar tenaga Jenderal Hong Hoa sangat kuat. Baru bertarung
beberapa jurus Kho Hek tidak sanggup melawannya. Ketika Kho Hek berniat kabur, untunglah Ong-cu
Seng Hu sudah keburu datang. Melihat musuh yang baru datang, Hong Hoa meninggalkan Kho Hek dan menyerang Ong-
cu Seng Hu; serangan itu langsung disambut, sehingga mereka berdua jadi bertempur
dengan seru sekali. Kali ini Hong Hoa ketemu tandingannya, sehingga sekalipun sudah
bertempur 50 jurus lebih, belum ada yang menang atau kalah.
Sementara itu Raja Cee bersama pasukan besarnya telah sampai, Pangeran Kai Hong
di sebelah kanan, Si Tiao di sebelah kiri, dengan berbareng datang menerjang
pasukan musuh. Jenderal Hong Hoa ketika melihat datangnya bala-tentara Cee seperti sekawanan
lebah banyaknya, dia jadi panik dan merasa jerih, buru-buru dia balikkan kudanya untuk
melarikan diri. Panglima dan tentara Cee segera mengamuk dengan sengit, sehingga 5000 tentara
Kho-tiok telah binasa lebih dari separuhnya. Sisanya semua menyerah pada pasukan Cee.
Setelah Jenderal Hong Hoa kabur cukup jauh dari medan pertempuran, dan suara
riuh pun sudah tidak kedengaran lagi, barulah dia berani menoleh ke belakang. Bukan main
kagetnya, sebab tidak seorang pun tentaranya yang ikut bersamanya. Sambil uring-uringan
dia melarikan kuda tunggangnya, ketika hampir sampai di gunung Toan-cu-san, dia
menjadi semakin kaget, sebab di tempat itu sudah penuh pasukan berbendera negeri Cee,
Yan dan Bu Ciong. Ternyata itu pasukan Pin Si Bu dan yang lainnya yang telah menyeberangi sungai
dengan cara ngerobok (masuk) ke sungai Pi-ji. Mereka juga sudah bisa menduduki gunung milik
tentara musuh. "Wah, kali ini celaka aku!" pikir Hong Hoa yang gemetar sekujur tubuhnya,
Dia tahan kudanya dan tidak berani lewat di tempat itu. Sesudah diam seketika
lamanya dan sudah dapat berpikir, dia tinggalkan kudanya. Dengan menyamar menjadi penebang
kayu, dari jalan kecil dia merayap di kaki gunung, dengan demikian selamatlah dia.
Ketika itu tentara Raja Cee Hoan Kong sudah mendapat kemenangan besar. Dia
bersama tentaranya maju dan sudah sampai di gunung Toan-cu-san. Di sini seluruh tentara
Cee bergabung dengan yang lainnya. Mereka segera mendirikan perkemahan mereka di
tempat itu. ** Dikisahkan Raja Bit Louw yang mendapat perintah dari Tap Li Oh. Dia bersama
Jenderal Sok Moai memimpin pasukannya, tetapi baru berjalan sampai di gunung Ma-pian-san, dia
telah mendapat kabar bahwa gunung Toan-cu-san sudah diduduki oleh musuh. Karena
angkatan perang Cee sangat tangguh, Bit Louw tidak berani merebut kembali gunung itu.
Kemudian dia mendirikan perkemahannya di gunung Ma-pian-san.
Ketika Jenderal Hong Hoa sudah berjalan cukup jauh dan sampai di gunung Ma-pian-
san. Hong Hoa mengenali pasukan perang yang ada di situ orang sendiri. Kebetulan
sekali pada waktu itu perutnya sedang kelaparan. Dia berharap di tempat itu dia bisa
mendapatkan makanan untuk mengisi perutnya. Buru-buru dia datang ke perkemahan itu. Begitu
sampai Hong Hoa langsung bertanya pada pengawal perkemahan.
"Siapa pemimpin pasukannya?" kata Hong Hoa.
"Raja Bit Louw!" jawab yang ditanya.
Mendengar jawaban itu Jenderal Hong Hoa jadi tidak enak hati. Dia ingat di depan
rajanya dia telah menghina Raja Bit Louw dan panglimanya itu. Jika raja negeri San-jiong
itu mengetahui dia kalah, pasti dia akan diejeknya. Tadinya Hong Hoa akan meneruskan
kembali perjalannya dengan menahan lapar ke kota Bu-te-shia, tetapi karena perutnya
sangat kelaparan, terpaksasekalipun malu diamasukjugakeperkemahan
itu. Melihat Jenderal Hong Hoa datang dalam keadaan payah, Raja Bit Louw segera
mengetahui, bahwa Hong Hoa telah kalah perang. Karena Bit Louw masih ingat bagaimana Hong
Hoa telah mengejek dia, maka Bit Louw berpikir.
"Inilah saatnya aku membalas ejekannya!" pikir Bit Louw.
"Aku dengar kau jago perang dan tidak pernah kalah, eh mengapa kau berpakaian
begini dan datang sendirian kemari?" kata Bit Louw sinis sambil tersenyum.
Mendengar ejekan itu Hong Hoa malu bukan main. Mukanya berubah merah, tetapi
saking kelaparan, apa boleh buat dia ceritakan tentang kekalahanya. Kemudian dia dengan
terpaksa menebalkan mukanya minta makanan.
Kembali Bit Louw tersenyum dan menyindir, dengan sengaja dia tidak mau memberi
apa yang diminta oleh Hong Hoa, tetapi hanya memerintahkan orangnya memberinya nasi
kering dan air mentah saja. Jenderal Hong Hoa sangat mendongkol, tetapi dia tidak berani berkata apa-apa.
Terpaksa dia makan nasi kering itu sekedar untuk menahan rasa laparnya. Kemudian dia minta
diberi seekor kuda tunggang, karena dari situ ke kota Bu-te-shia perjalanannya masih
sangat jauh. Sengaja Bit Louw memberinya seekor kuda yang kaki terluka dan agak pincang.
Jenderal Hong Hoa tidak berani menampik pemberian itu, lalu dia pamit pada Bit
Louw dan berangkat menuju ke kota Bu-te-shia.
Begitu Hong Hoa sudah pergi, Bit Louw dan Sok Moai tertawa terbahak-bahak.
Mereka senang sekali sebab sudah bisa membalas penghinaan pada panglima yang sombong
itu. Di sepanjang jalan Hong Hoa merasa gemas dan kesal sekali kepada Bit Louw,
karena selain sudah dihina, dia juga dikasih kuda yang jalannya pincang, sehingga memperlambat
perjalanannya. Mulut Hong Hoa tidak hentinya mengomel panjang pendek, dia merasa
sangat sakit hati dan bersumpah akan membalas hinaan tersebut. Begitu sampai di kota
Bu-te-shia, langsung Hong Hoa menemuin Tap Li Oh, dan langsung melapor.
"Karena di tepi sungai Pi-ji tidak dijaga, sehingga tentara musuh bisa
menyebrang dengan gampang. Begitu sampai hamba dikalahkan oleh panglima Cee." kata Hong Hoa.
Raja Tap Li Oh kaget dan kebingungan. Wajahnya berubah pucat pasi. Melihat hal
itu perdana menterinya yang bernama Gut Lut Kouw menghiburnya.
"Tuanku jangan cemas," kata Gut Lut Kouw. "Aku masih bisa berdaya mengusir
musuh!" "Bagaimana caranya?" tanya Tap Li Oh.
"Di sebelah utara negeri kita ada sebuah padang pasir yang disebut See-cek.
Tempat itu sangat gersang. Rumput dan tumbuh-tumbuhan di sana tidak jadi karena tidak ada
air setetespun." kata Gut Lut Kouw. "Sejak dahulu kala tempat itu dijadikan tempat
membuang mayat orang yang meninggal di negeri ini. Tidak heran jika di tempat itu
bergeletakan tulang- belulang manusia. Celakannya, kata orang di tempat itu ada angin jahat sering
bertiup. Jika ada orang yang terserang angin itu bisa celaka."
"Hm! Sungguh berbahaya!" kata Tap Li Oh.
"Benar, tuanku. Selain gersang tempat itu jalannya sulit dikenali. Jika ada
orang salah jalan sulit bisa keluar dari situ. Kita harus mengirim orang yang berpura-pura tunduk
pada tentara Cee. Orang ini harus memancing musuh supaya terjebak masuk ke daerah itu. Dengan
tidak usah berperang musuh akan rusak berat. Jika mereka sudah tidak bersemangat lagi,
kita labrak mereka habis-habisan!" kata Gut Lut Kouw.
"Apa tentara Cee bisa kita pancing ke sana?" kata Tap Lie Oh masih sangsi.
"Sudah pasti mereka akan datang," sahut Gut Lut Kouw. "Caranya memancing mereka
begini: Tuanku bersama keluarga harus bersembunyi di Yang-san. Rakyat harus
meninggalkan kota dan bersembunyi juga. Dengan demikian kota jadi sunyi-senyap.
Perintahkan seorang panglima tuanku untuk pura-pura menyerah. Jika ditanya
katakan pada Raja Cee, bahwa tuanku sudah kabur ke See-cek untuk meminjam tentara. Jika
mereka mendengar penjelasan ini, pasti Raja Cee akan mengejar kita ke See-cek. Jelas
mereka akan masuk ke dalam jebakan kita, bukan?" kata Gut Lut Kouw.
Raja Tap Lie Oh sangat girang dia tertawa terbahak-bahak.
"Aku setuju," kata Tap Li Oh.
"Tuanku izinkan hamba menjalankan tipu pura-pura menyerah pada mereka!" kata
Jenderal Hong Hoa. "Ya, baik, aku izinkan!" kata Tap Lie Oh.
Raja memerintahkan 1000 tentaranya kepada Hong Hoa dengan pesan harus berhati-
hati. Hong Hoa berjanji akan memperhatikan pesan itu, lalu ia pamit pergi akan
melaksanakan tipu-muslihatnya. Raja Tap Li Oh mengeluarkan perintah pula agar rakyat negeri pergi bersembunyi
di sela-sela gunung, sedang dia dan seluruh menterinya bersama keluarganya pergi bersembunyi
juga. Dengan demikian keadaan kota Bu-te-shia menjadi kosong dan sepi sekali.
Ketika Hong Hoa baru sampai di tengah jalan mencari akal. Dia berpikir bagaimana
caranya supaya Raja Cee mau percaya bahwa dia takluk sungguh-sungguh. Sesudah dipikir-
pikir, akhirnya dia mendapat ide bagus.
"Sebaiknya aku bunuh Raja Bit Louw dengan membawa kepala raja San-jiong itu,
pasti Raja Cee akan percaya sekali aku takluk kepadanya. Dengan demikian aku juga bisa
membalas sakit hatiku." pikir Hong Hoa. "Rajaku pun, aku rasa tidak akan marah aku
membunuh dia. Karena ini demi berhasilnya tipu-muslihat Gut Lut Kouw!"
Sesudah berpikir begitu Hong Hoa pergi ke gunung Ma-pian-san akan menemui Bit
Louw. Waktu itu Raja Bit Louw masih belum bertempur dengan pasukan Cee, karena masing-
masing tidak berani sembarangan maju perang. Ketika Raja Bit Louw mendapat kabar
Jenderal Hong Hoa datang dengan membawa bala-bantuan, dengan sangat girang dia
keluar dari bentengnya dan menyambut kedatangannya.
Melihat Raja Bit Louw datang menyambut, dengan menggunakan saat yang baik itu,
Hong Hoa mengayunkan goloknya menabas leher Raja Bit Louw hingga terjatuh ke tanah
dan tewas. Melihat rajanya dibunuh, Jenderal Sok Moai sangat marah, segera dia mengambil
5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
golok dan naik kuda, langsung menyerang Hong Hoa. Tetapi Hong Hoa tidak tinggal diam, dia
melakukan perlawan yang hebat. Maka terjadilah peperangan yang kacau antara
pasukan Bit Louw dengan pasukan Hong Hoa.
Berperang belum beberapa jurus, Sok Moai merasa tidak sanggup melawan Hong Hoa,
dia melarikan kudanya ke benteng Houw Ji Pan untuk menyerahkan diri. Tetapi Houw Ji
Pan tidak menerima begitu saja, dia perintahkan tentaranya menangkap Sok Moai, dan
segera dipenggal batang lehernya. Setelah Hong Hoa mengalahkan tentara Raja Bit Louw,
dia pimpin pasukannya ke markas tentara Cee dengan maksud menyarah. Sesampai di
benteng tentara Cee, Hong Hoa minta bertemu dengan Raja Cee. Di hadapan Raja Cee dia
serahkan kepala Raja Bit Louw. "Di mana rajamu sekarang?" tanya Cee Hoan Kong.
"Raja kami sudah kabur ke daerah See-cek, dia akan minta bantuan. Hamba sudah
menasihatinya supaya menyarah, tetapi Raja hamba menolak. Hamba sendiri segera
datang untuk minta ampun kepada tuanku," kata Hong Hoa. "Jika tuanku mau hamba bersedia
menjadi penunjuk jalan mengejar mereka!"
Mendengar keterangan Jenderal Hong Hoa yang rapih, ditambah dia membawa bukti
kepala Raja Bit Louw, Raja Cee Hoan Kong jadi percaya sekali pada keterangannya. Raja
Cee langsung setuju dan minta Hong Hoa menjadi penunjuk jalan bagi mereka. Maka
berangkatlah tentara gabungan pimpinan Cee Hoan Kong menuju ke See-cek dan akan
dituntun jalannya oleh Jenderal Hong Hoa yang baru menyerah. Karena khawatir Tap
Lie Oh keburu kabur jauh, Raja Cee Hoan Kong meninggalkan rekannya Raja Yan Cong Kong
dan tentaranya untuk menjaga kota yang baru direbutnya. Raja Cee membawa seluruh
angkatan perangnya. Sekalipun masih lelah Cee Hoan Kong bernafsu mengejar musuh.
Jenderal Hong Hoa girang sekali hatinya. Kebetulan Raja Cee Hoan Kong pun setuju
dia berjalan di depan sebagai penunjuk jalan. Dia hanya didampingi oleh Jenderal Kho
Hek dari tentara Cee. Berangkatlah Raja Cee Hoan Kong dengan cepat menuju ke See-cek.
Dengan bersemangat tentara Cee seperti berlomba maju terus.
Sekalipun tentara Raja Cee Hoan Kong telah berjalan cepat, tetapi mereka masih
saja ketinggalan jauh oleh Hong Hoa. Mereka semua jadi sangat heran. Anehnya tidak
lama Jenderal Hong Hoa pun sudah tidak kelihatan lagi bayang-bayangannya. Lenyap
seperti ditelan hantu. Sementara langit pun mulai gelap tandanya hari telah sore. Sejauh mata memandang
yang tampak hanya hamparan padang pasir saja. Yang tampak hanya padang pasir yang
rata dan remang-remang putih. Kabut bergulung-gulung membuat cahaya langit menjadi
Gelang Perasa 1 Wiro Sableng 018 Pendekar Pedang Akhirat Asmara Darah Tua Gila 1
Kui Kok kaget bukan main sampai kursi yang diduduknya bergetar. Karena takut dan
ngeri dia menggorok lehernya dengan sebilah pedang. Ciok Kui dan Cu Kim binasa dalam
keributan itu. Pian Hek dan Ciam Hu tertawan oleh rakyat mereka diserahkan
kepada Baginda Ciu Hui Ong. Sedang Ong Cu Tui dengan Sek Sok berhasil kabur. Untung mereka
terkejar dan ditawan oleh tentara Kek dan The. Semua pengkhianat itu kemudian dihukum
mati semuanya. Setelah Baginda Ciu Hui Ong naik tahta kembali, dia memberi hadiah kepada Raja
The berupa tanah-tanah dimulai dari Houw-bouw terus ke timur. Sedang Raja Kek diberi
hadiah tanah di Ciu-coan dan tempat arak. Kedua raja itu mengucapkan terima kasih.
Sesudah itu mereka pamit pada Baginda, masing-masing memimpin tentaranya kembali ke
negerinya. Di tengah jalan Raja The Le Kong jatuh sakit, setelah pulang ke negerinya tidak
berapa lama dia meninggal. Semua pembesar mengangkat Si Cu Ciat mejadi Raja The menggantikan
Raja The Le Kong, beliau bergelar Bun Kong.
** Pada tahun pemerintahan Kaisar Ciu Hui Ong ke-empat, di musim Ciu (Semi) bulan
Cit-gwe (bulan tujuh Imlek). Permaisuri Bun Kiang jatuh sakit. Sakitnya keras dan tidak
bisa diobati lagi. Maka tidak berapa lama Permaisuri Bu meninggal. Sebelum meninggal ketika
sedang sekarat, beliau berpesan kepada Louw Cong Kong.
"Kau harus segera menikah dengan puteri dari negeri Cee. Ingat kau harus dengan
sepenuh hati membantu Raja Cee dan jangan putus hubungan famili," kata Permaisuri Bun.
Sesudah ibunya meninggal Raja Louw Cong Kong sedih sekali. Dia makamkan jenazah
ibunya dengan baik. Raja Louw Cong Kong sangat memperhatikan pesan terakhir ibunya. Pada tahun itu
juga Raja Louw Cong Kong membicarakan urusan perkawinannya dengan puteri dari negeri Cee.
Tetapi niatnya untuk menikah mendapat hambatan dari menterinya.
"Masa berkabung atas meninggalnya Lau-hu-jin Bun Kiang belum selesai, hamba rasa
kurang pantas jika Tuanku langsung membicarakan soal perkawinan," kata Co We
"Sebaiknya kita tunggu lagi sampai tiga tahun kemudian, sesudah lepas berkabung
baru kita bicarakan urusan perkawinam itu. Hamba rasa masih belum terlambat."
"Tetapi ibuku berpesan aku harus segera menikah dengan puteri negeri Cee," sahut
Louw Cong Kong. "Memang jika sedang berkabung segera menikah itu kurang pantas, cuma
jika harus menunggu sampai tiga tahun lamanya, sesudah lepas berkabung itu terlalu
lama. Sekarang aku mau bersikap adil, aku mau mengambil jalan tengah saja."
Semua menteri tidak ada yang berani membantah kehendak rajanya. Tepat pada akhir
tahun, Raja Louw merundingkan masalah perkawinannya. Dia mengutus orang untuk
membicarakan perkawinan itu dan lamarannya kepada Raja Cee. Dia berjanji akan datang sendiri
ke negeri Cee untuk melangsungkan pernikahannya. Raja Cee tidak setuju dan agak keberatan,
karena Raja Louw belum lepas berkabung. Dia minta urusan pernikahan itu supaya ditunda
saja dulu. Sampai tahun pemerintahan Ciu Hui Ong yang ke tujuh, masalah pernikahan baru
ditetapkan. Harinya dipilih di musim Ciu (Semi) karena dianggap hari baik. Waktu itu Louw Cong Kong
sudah menjadi raja selama 24 tahun, dan umurnya sudah 37 tahun.
** Ketika telah tiba saat pernikahan itu Raja Louw berangkat ke negeri Cee. Maka
pernikahan pun dilangsungkan dengan meriah. Sesudah selesai pernikahan, Raja Louw membawa
Permaisuri Kang-si pulang ke negeri Louw. Permaisuri juga disebut Permaisuri Ai-
kiang. Sejak saat itu negeri Cee dan negeri Louw bersahabat kekal.
Suatu hari...... Raja Cee menggabungkan tentaranya dengan tentara Louw, maksudnya akan melabrak
bangsa Ci dan menyerang bangsa Jiong (Mongol). Kemudian dua bangsa itu semuanya
berhasil mereka kalahkan. Pada tahun pemerintahan Ciu Hui Ong ke-sepuluh, bangsa Ci dan Jiong sudah tunduk
benar di bawah pengaruh negeri Cee.
Melihat pengaruh negeri Cee semakin besar, Raja The Bun Kong jadi semakin
khawatir. Buru-buru Raja The mengirim utusan untuk minta berserikat lagi. Waktu itu semua
negara- negara kecil, kecuali negeri Couw, semuanya sudah di bawah kekuasaan negeri Cee.
Raja Cee Hoan Kong sangat senang. Raja Cee mengadakan pesta besar untuk menyenangkan anak
buah dan tentaranya. Setelah minum arak sampai mabuk, Pao Siok Gee sambil memegang cawan arak datang
ke hadapan Raja Cee Hoan Kong. Dia menuang secawan arak untuk mengucapkan selamat
kepada Raja Cee. Raja Cee Hoan Kong menyambut arak itu yang terus dia minum hingga cawan itu
kering. "Hari ini aku senang sekali minum arak bersama kalian!" kata Raja Cee.
"Setahu hamba seorang Raja yang budiman dan bijaksana, baik dalam suka dan duka
tidak melupakan kesusahan. Tuanku tidak lupa saat sebelum menjadi Raja; begitu juga
Koan Tiong. Dia harus ingat saat dia masih dikerangkeng. Leng Cek jangan melupakan saat dia
masih jadi penggembala kerbau." kata Pao Siok Ge.
Buru-buru Raja Cee Hoan Kong bangkit dari tempat duduknya sambil memberi hormat
kepada Pao Siok Gee. "Banyak terima kasih untuk nasihatmu! Jika semua menteri tidak melupakan
kesengsaraan aku pun gembira." kata Raja Cee.
Pesta besar berlangsung sampai semua orang puas, akhirnya pesta pun ditutup.
Para pembesar pulang ke rumahnya masing-masing.
Selang beberapa hari kemudian.....
Datang orang melapor. "Tadi baru saja tiba Siao Pek Liauw utusan Baginda Ciu Hui Ong datang
berkunjung, " kata pelapor itu. Buru-buru Raja Cee Hoan Kong menyambut dengan gembira kedatangan Siao Pek Liauw
itu. Sesudah menjalankan adat istiadat, Siao Pek Liauw menyampaikan maksud
kedatangannya. "Baginda Ciu Hui Ong memberi gelar Hong Pek (Raja Muda Yang Mulia) kepada Tuanku
Raja Cee. Tuanku mendapat izin untuk menghukum raja-raja pembangkang." kata Siao
Pek Liauw. "Terima kasih," kata Raja Cee. "Apa perintah beliau?"
"Raja We dulu telah membantu Ong Cu Tui mengusir Baginda, Baginda sakit hati
kepadanya. Baginda minta agar Raja Cee menghukumnya," kata utusan itu.
"Hamba akan memperhatikan perintah Baginda!" kata Raja Cee.
Sesudah berbasa-basi sebentar Siao Pek Liauw pamit kembali ke negeri Ciu.
Pada tahun pemerintahan Ciu Hui Ong ke-sebelas, Raja Cee Hoan Kong memimpin
pasukan perang menyerang ke negeri We.
Waktu itu We Hui Kong sudah meninggal. Puteranya yang bernama Ci sudah menjadi
raja. Raja We yang bergelar We I Kong langsung melakukan perlawanan. Tetapi sial Raja
We menderita kalah besar. Buru-buru kembali ke kota dan menutup pintu kota secara
ketat. Raja Cee Hoan Kong marah tentaranya terus menyerang. Dalam marahnya Raja Cee
menyebut-nyebut dosa raja We. Mendengar hal itu, Raja We sadar bahwa Raja Cee
hendak balas dendam kepada ayahnya.
"Oh, kalau begitu almarhum Raja We punya kesalahan besar! Tetapi aku tidak punya
sangkut-paut dengan dosa ayahku itu." pikir Raja We I Kong.
Dia perintahkan putera sulungnya yang bernama Kai Hong. Dia membawa lima gerobak
bingkisan berharga diserahkan pada Raja Cee. Raja We juga minta berdamai.
Ketika Kai Hong sampai dia langsung menghadap. Kemudian menyerahkan hadiah-
hadiah dari ayahnya pada Cee Hoan Kong.
"Ayah hamba tidak berdosa, itu sebabnya dia mohon dimaafkan dan minta damai."
kata Kai Hong. "Menurut aturan Baginda almarhum, jika ayahnya berdosa, anak cucunya tidak
terlibat dosa," kata Cee Hoan Kong. "Jika Raja We sudah menerima salah mau menurut
perintah BagindaCiu, akupuntidakusah memperpanjangmasalah
ini." Kai Hong atas nama ayahnya mengucapkan terima kasih. Kai Hong tahu negeri Cee
makmur dan kuat. Maka dia minta ikut dan ingin mengabdi pada Raja Cee.
"Kau putera sulung Raja We," kata Cee Hoan Kong heran, "menurut peraturan, kau
kelak bakal jadi pengganti ayahmu. Mengapa kau mau menjadi mentriku?"
"Tuanku seorang Raja yang bijaksana saat ini," sahut Kai Hong, "aku lebih
beruntung jika bekerja di tempat Tuanku, dibanding menjadi raja di negeri We."
Mendengar jawaban Kai Hong tersebut Raja Cee Hoan Kong mengira Kai Hong sangat
mencinta dirinya. Raja Cee setuju dan mengangkat Kai Hong menjadi menteri.
Ketika Raja Cee pulang ke negaranya Kai Hong ikut ke negeri Cee. Di sana Kai
Hong menginginkan dirinya lebih disayang oleh Raja Cee. Dia selalu memuji-muji
kecantikan putri Raja We.1) 1). Yang dipuji-puji oleh Kay Hong putri Raja We yang bungsu. Dulu We Hui Kong
telah memberikan putrinya
untuk ikut bersama putri Kaisar Ciu menikah dengan Raja Cee. Sedang putri yang
dipuji-puji oleh Kay Hong
adik kandungnya sendiri. Raja Cee Hoan Kong memang sangat senang pada perempuan cantik, dia jadi girang
mendengar pujian Kai Hong atas dirinya dan putri Raja We itu. Dengan tidak membuang waktu lagi, Raja
Cee mengirim utusan mengantarkan barang bingkisan untuk melamar nona yang cantik itu untuk dijadikan
selirnya. Permintaan Raja Cee tidak ditolak oleh We I Kong yang takut pada Raja Cee. Raja
We langsung menyerahkan nona We Ki dibawa ke negeri Cee. Bukan main girangnya Raja Cee setelah melihat
sendiri nona We Ki sesungguhnya sangat elok sekali. Untuk membedakan kakak nona Ki dengan adiknya,
Raja Cee memberi nama We Ki Besar dan We Ki Kecil. Keduanya sangat disayang oleh Raja Cee.
Bab 6 Di kisahkan di negeri Chin .......
Raja negeri Chin yang bergelar Chin Hian Kong, ketika masih menjadi Putra
Mahkota, dia telah menikah dengan putri Ke Ki.
Sekalipun sudah lama menikah, tetapi belum punya turunan, dia kawin lagi dengan
cucu raja bangsa Kian-jiong, Ho Ki namanya. Dari cucu raja bangsa Kian-jiong ini Raja Chin
memperoleh anak lelaki yang dia beri nama Tiong Ji. Kemudian Raja Chin menikah
lagi dengan putri bangsa Siao-jiong she Un. Dari nona Un dia mendapat seorang putera
yang diberi nama Ie Gouw. Pada masa ayahnya yang bernama Chin Bu Kong masih menjadi raja di negeri Chin,
ketika hendak meninggal, Raja Chin Bun Kong yang sudah tua itu melamar putri negeri
Cee. Raja Cee Hoan Kong meluluskan lamaran Chin Bu Kong tersebut, Raja Cee
menyerahkan keponakannya, yaitu Cee Kiang.
Waktu itu Chin Bu Kong sudah sangat tua, sudah tentu dia tidak bisa
membahagiakan dan menyenangkan perempuan lagi. Sementara Cee Kiang yang usianya masih sangat muda,
parasnya elok sekali, ditambah lagi dia sangat genit. Ketika Chin Hian Kong
melihat Cee Kiang yang sangat cantik, dia sangat tertarik pada ie-nya itu. Diam-diam mereka
mengadakan hubungan gelap dengan sang ibu tiri itu.
Hubungan cinta antara ibu tiri dengan anak suaminya itu sangat erat sekali. Dari
hubungan gelap itu maka lahirlah seorang anak. Chin Hian Kong khawatir hubungan gelapnya
akan ketahuan oleh ayahnya. Maka dia kirim "anak haram" atau "anak dari hubungan
gelapnya" itu pada seorang she Sin. Dan anak itu diberi nama Sin Seng.
Ketika Chin Bu Kong sudah meninggal dunia dan Chin Hian Kong sudah menggantikan
ayahnya menjadi Raja Chin, karena istri Chin Hian Kong yang bernama Ke Ki sudah
lama meninggal dunia, Chin Hian Kong lalu mengangkat Cee Kiang, bekas selir ayahnya
menjadi Hong-houw (Permaisuri). Ketika itu Tiong Ji sudah berumur 21 tahun; sedang Ie Gouw lebih tua umurnya
dari Sin Seng. Tetapi karena Sin Seng menjadi putera permaisuri, maka menurut peraturan
istri tua dan istri muda, bukan menurut aturan putera yang lebih tua dan putera yang muda.
Maka Sin Seng kemudian diangkat menjadi Putra Mahkota.
Untuk mendidik dan memimpin Sin Seng, Chin Hian Kong mengangkat Tay-hu Touw Goan
Koan menjadi Guru Besar puteranya itu dan Li Kek menjadi guru pembantu.
Kemudian Cee Kiang melahirkan lagi seorang anak perempuan; tetapi sejak
melahirkan anak perempuan itu, Cee Kiang tertimpa bencana. Dia terserang penyakit hebat hingga
5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sampai ajalnya. Chin Hian Kong kemudian menikah lagi dengan adik Ke Ki yang bernama Ke
Kun. Ke Kun inilah yang diminta untuk merawat putri Cee Kiang.
Tatkala Chin Hoan Kong sudah menjadi raja selama 15 tahun, pada suatu hari dia
mengerahkan angkatan perangnya untuk menaklukan negeri Li Jiong.
Dalam peperangan itu Raja Chin Hian Kong mendapat kemenangan besar; Raja Li
Jiong minta berdamai dan dia bersedia mempersembahkan kedua putrinya, yang besar
bernama Li Ki dan yang ke-dua bernama Siao Ki. Raja Chin Hian Kong girang sekali mendapat
dua putri yang cantik-cantik itu, segera dia bawa pulang ke negerinya.
Keelokkan Li Ki sebanding dengan Sit-kui, tetapi kejahatannya mirip dengan So
Tat Ki di zaman Kaisar Tiu Ong. Dia pandai berbagai tipu-muslihat, bukan itu saja dalam
hubungan sex pun dia sangat mahir. Tidak heran Raja Chin Hian Kong jadi sangat puas. Tetapi
celakanya dia juga sering ikut campur dalam urusan pemerintahan. Sedang segala sarannya
pada Chin Hian Kong selalu berhasil.
Oleh karena Li Ki begitu pandai serta sangat cantik, sehingga Chin Hian Kong
jadi jatuh hati benar kepadanya. Setiap saat di mana pun Chin Hian Kong berada, Li Ki tidak
boleh jauh dari sisinya. ** Selang setahun kemudian Li Ki melahirkan seorang anak lelaki, anak tersebut
diberi nama He Ce. Lewat setahun kemudian, Siao Ki juga melahirkan seorang putera yang diberi
nama Tok Cu. Waktu itu Raja Chin Hian Kong sudah sangat tergila-gila pada Li Ki, dia senang
karena Li Ki melahirkan anak lelaki. Raja Cee lupa cinta-kasih Cee Kiang almarhum. Malah raja
hendak mengangkat Li Ki menjadi Permaisuri. Niatnya itu dia bicarakan dengan semua
menteri- menterinya. "Menurut adat-istiadat Permaisuri tidak boleh ada dua orang," kata Su Souw.
"Maka jika Li Ki dan Siao Ki diangkat menjadi Hong-houw (Permaisuri), maka itu tidak sesuai
dengan aturuan yang berlaku selama ini."
Beberapa menteri dan pejabat negara membenarkan pendapat Su Souw tersebut.
Tetapi Chin Hian Kong tidak mau mengerti. Malah dia uring-uringan karena keinginannya
ditentang. Dengan tidak mempedulikan nasihat menteri-menterinya, Raja Cin mengangkat Li Ki
menjadi Hong-houw (Permaisuri) dan Saio Ki menjadi Ci Hui (Permaisuri ke-dua). Karena
tidak sependapat diam-diam Su Souw pergi menemui Tay-hu Li Kek.
"Negeri Chin hampir musnah, apa yang harus kita lakukan?" kata Li Kek.
Mendengar keterangan Su Souw tersebut Li Kek terperanjat, dengan hati berdebar-
debar dia bertanya, "Siapa yang akan meruntuhkan Kerajaan Chin?"
"Pasti Li Jiong," sahut Su Souw.
Li Kek bengong terlongong-longong, dia tidak mengerti apa maksud ucapan Su Souw
tersebut. "Pada masa Raja He Kiat menyerang ke negeri Yu Si, Raja Yu Si menyerahkan
putrinya yang bernama Moai Hi. Karena Baginda Kiat sangat mencintai Moai Hi, sehingga Kerajaan
He musnah," kata Su Souw. "Begitu juga Baginda Im Tiu ketika melabrak negeri Yu
Souw, Raja Yu Souw (Tiu Ong) menyerahkan anak perempuan yang bernama So Tat Ki, karena
Baginda Tiu Ong sangat mencintai So Tat Ki, akhirnya Kerajaan Im musnah. Sedang bukti
yang paling akhir yaitu Baginda Ciu Yu Ong yang memerangi negeri Yu Po, Raja dari negeri Yu
Po menyerahkan putrinya yang bernaama Po Su, akhirnya Kerajaan See Ciu (Ciu Barat)
musnah. Sekarang Raja negeri Chin, sesudah menaklukan negeri Li Jiong, Raja Chin telah
mengambil dua orang putrinya yang sekarang sangat disayang oleh beliau. Apa tidak bisa
terjadi negeri Chin pun kelak akan musnah?"
Li Kek menggelengkan kepalanya dia jadi berduka sekali, dan Li Kek membenarkan
dugaan Su Souw tersebut. Sesudah berbincang-bincang beberapa saat, Su Souw pamit pada Li Kek. Dia kembali
ke rumahnya. Selang sesaat sesudah Su Souw meningalkan rumah Li Kek, Kwee Yan juga
datang berkunjung ke rumah Li Kek. Pada kawan sejawatnya ini Li Kek memberitahu
apa yang tadi dikatakan oleh Su Souw kepadanya.
"Tidak, aku rasa bukan begitu," kata Kwe Yan. "Menurut dugaanku, di negeri Chin
hanya akan terjadi huru-hara besar, jika harus musnah, itu belum saatnya."
"Bagaimana kau bisa mengatakan begitu?" tanya Li Kek.
"Negeri Chin sebuah negara besar, pada saat ini sangat kuat dan maju. Jika
terjadi huru-hara, negeri lain tidak akan bisa menghancurkannya. Karena huru-hara itu pasti bisa
dipadamkan! Malah aku kira suatu saat negeri Chin akan menjadi jago di antara negeri-negeri
kecil. Bahkan akan mengangkat pamor Kerajaan Ciu!"
"Menurut pendapatmu huru-hara itu akan terjadi kapan?" kata Li Kek.
"Aku rasa kurang dari sepuluh tahun lagi."
Li Kek mencatat ucapan Kwe Yan di dalam buku hariannya untuk dijadikan
peringatan baginya. Setelah berbincang-bincang sekian lamanya, Kwe Yan permisi akan pulang,
dia diantar oleh Li Kek sampai di depan pintu luar.
** Sejak Raja Chin Hian Kong mengangkat Li Ki menjadi Permaisuri, semakin hari
cintanya semakin kekal, sehingga timbul niat Raja Chin hendak mengangkat He Ce menjadi
Si-cu (Putera Mahkota). Pada suatu hari Raja Chin menyampaikan niatnya itu kepada Li Ki. Mendengar niat
Raja Chin Hian Kong mengangkat putera Li Ki menjadi Putera Mahkota, Li Ki menundukan
kepalanya sambil berpikir. "Memang ini yang aku sangat harap-harapkan," pikir Li Ki. "Tetapi, Sin Seng
sudah diangkat menjadi putera Mahkota. Jika tanpa sebab mengubah kedudukan Sin Seng, aku
khawatir semua menteri tidak akan sepakat. Pasti mereka akan menolak putusan Raja Chin
yang aneh itu. Apalagi Tiong Ji dan Ie Gouw sangat akrab dengan Sin Seng. Ach, sudahlah,
jika ketiga Kong-cu (Pangeran) itu masih ada di sini, tidak ada gunanya masalah itu
dibicarakan. Percuma saja dan sia-sia saja. Paling benar aku harus menjalankan tipu-muslihat
yang halus, supaya sekali bergerak akan berhasil."
Sesudah pikirannya tetap, Li Ki berlutut di hadapan Raja Chin Hian Kong sambil
berkata dengan suara sedih. "Jangan, Tuanku! Jangan Tuanku lakukan!" kata Li Ki. "Jangan lupa ketika Sin
Seng diangkat, semua Raja Muda mengetahuinya. Sin Seng pandai dan tidak bersalah.
Jika karena Tuanku sangat mencintaku dan anakku, lalu Tuanku menyingkirkan Sin Seng, maka
orang di seluruh benua ini akan mengutuk Tuanku! Dari pada aku harus menanggung malu
seumur hidupku, lebih baik aku bunuh diri saja!"
"Oh, jangan! Jika kau tidak setuju ya sudah, mengapa kau harus berkata begitu?"
kata Raja Chin Hian Kong. Buru-buru dia bangunkan Li Ki yang sedang berlutut di
hadapannya. Raja Chin mengira ucapan "jantung hatinya" itu sangat tulus dan ikhlas.
** Di antara menteri-menteri baginda Chin, ada dua Ta-hu (Menteri Besar) yang Chin
Hian Kong paling sayang dan dia percayai. Yang seorang bernama Liang Ngo, yang satu
lagi bernama Tong Koan Ngo. Dua pembesar itu menjadi mata-mata Chin Hian Kong untuk
menyelidiki keadaan di luaran. Hanya sayang perangai mereka kejam dan tamak atau
serakah. Lantaran sangat dipercaya mereka berani berbuat semena-mena dan sok berkuasa.
Orang- orang di negeri Chin menamakan mereka Ji Ngo (Dua Ngo).
Selain mereka berdua ada lagi seorang yang berasal dari tanah Yu Si. Usianya
masih sangat muda, parasnya cakep. Kepandaian orang ini banyak dan sangat pandai bicara.
Orang ini sangat disayang oleh Chin Hian Kong, sehingga dia bebas keluar masuk istana
baginda tanpa gangguan. Di luar tahu Chin Hian Kong Permaisuri Li Ki punya hubungan rahasia dengan Yu
Si. Bahkan Yu Si menjadi kekasih gelap sang permaisuri ini. Tentang maksud baginda
dan rencana baginda mengangkat puteranya menjadi raja, oleh Li Ki disampaikan pada
Yu Si. Li Ki minta bantuan kepada Yu Si untuk menyingkirkan ke-tiga pangeran, Sin Seng,
Tiong Ji, dan Ie Gouw, supaya He Ce, bisa merebut kedudukan Sin Seng.
"Untuk menyingkirkan mereka ke tempat jauh, harus ada alasan yang kuat. Misalnya
mereka diminta untuk menjaga tapal batas negara," kata Yu Si. "Tetapi itu tidak mudah.
Harus ada usulan pejabat dari luar kota. Kebetulan sekarang Dua Ong sedang sangat
berluasa. Mari kita suap mereka berdua agar mereka mau mengajukan usul untuk meminta ketiga pangeran
itu bertugas di perbatasan!"
Li Ki setuju pada rencana yang dibuat oleh Yu Si, bahkan dia anggap sangat
sempurna. Li Ki mengambil emas dan kain sutera yang bagus, barang-barang itu diserahkan kepada
Yu Si untuk diantarkan kepada Dua Ngo yang serakah itu. Yu Si membawa barang berharga
itu ke rumah dua pejabat busuk tersebut. Kedatangan Yu Si disambut dengan manis oleh
tuan rumah. "Hong-houw (Permaisuri) meminta pada hamba untuk membawa hadiah ini. Hamba harap
Tuan-tuan mau menerimanya," kata Yu Si.
"O, Hong-houw begitu baik, beliau sangat meperhatikan pada kami bedua," kata dua
menteri korup itu. "Kami rasa Hong-houw mungkin punya tugas untuk kami berdua, katakan
saja! Kami berdua tidak berani menerima hadiah beliau ini."
Yu Si segera menceritakan satu persatu dengan jelas, apa yang Li Ki inginkan
dari mereka berdua. Setelah mendengar penjelasan dari Yu Si, kedua menteri korup itu
mengangguk. Sesudah berpikir sejenak kemudian mereka mengajukan sebuah syarat.
"Kami berdua siap melaksanakan tugas dari Hong-houw, tetapi kami harus dibantu
oleh Tong Koan Ngo," kata mereka.
"Oh, jangan takut! Semua itu sudah dipikirkan oleh Hong-houw. " kata Yu Si.
Mendengar keterangan dari Yu Si mereka sangat girang, sesudah membenahi barang
hadiah dari Hong-houw, mereka langsung ikut dengan Yu Si. Mereka bersama-sama pergi ke
rumah Tong Koan Ngo. Begitu mereka sampai di rumah Tong Koan Ngo, tuan rumah menyambut kedatangan
mereka dengan senang hati. Sesudah mereka dipersilakan duduk, tuan rumah bertanya.
"Apa maksud kedatangan kalian semua?" tanya Tong Koan Ngo.
Pertama-tama Yu Si menyerahkan barang bingkisan dari Permaisuri Li Ki kepada
tuan rumah, baru kemudian dia menceritakan bagaimana rencana Permaisuri Li Ki yang
sebenarnya. Dua orang menteri korup itu membantu menjelaskan keterangan Yu Si pada Tong Koan
Ngo. Seperti kedua menteri korup itu Tong Koan Ngo memang orangnya tamak atau
serakah. Melihat barang bingkisan yang berharga mahal itu, matanya jadi berkunang-kunang
dan silau. Dia pikir jika usaha mereka bisa berhasil, mereka bakal bisa lebih berpengaruh.
Dengan gembira dia lalu berjanji siap melaksanakan tugas tersebut. Sesudah mengatur
siasat yang akan dijalankan, dua menteri pengkhianat dan Yu Si pulang.
Esok harinya...... Ketika Raja Chin Hian Kong sedang mengadakan sidang dengan para pembesar di
istananya, dua orang menteri yang diberi gelar Ji Ngo (Dua Ngo) bangkit dari tempat
duduknya dan mulai bicara. "Kota Kiok-ah, sebuah kota yang telah ditinggalkan oleh Raja kita almarhum. "
kata menteri korup itu. "Di tempat itu telah dibangun kelenteng Raja almarhum. Sedang tanah Po dan Kut
ada di dekat tempat tinggal bangsa Jiong dan Tek. Di tempat itu batas negara kita.
Kedudukan tiga tempat itu sangat penting, maka harus ditempatkan orang yang paling bisa
dipercaya mengawasinya. Jika di Kiok-ah tidak ditempatkan seorang pembesar, maka rakyat di
sana
5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merasa tidak tenteram. Jangan lupa bangsa Jiong dan Tek sewaktu-waktu akan
datang mengganggu penduduk."
"Siapa orangnya yang paling pantas untuk bertugas di sana?" tanya Raja Chin Hian
Kong. "Menurut hamba Tuanku bisa memerintahkan Putera Mahkota Sin Seng menjadi pejabat
di Kiok-ah, sedang Pangeran Tiong Ji dan Pangeran Ie Gouw menjadi pembesar di Po
dan Kut. Dengan demikian negeri Chin akan tetap aman sentausa." jawab menteri korup itu.
"Ucapanmu benar sekali," kata Raja Chin Hian Kong. "Tetapi ingat Sin Seng,
Putera Mahkota. Apa pantas dia tinggal jauh dari Ibukota negara?"
"Putera Mahkota terhitung Wakil Raja. Sedang Kiok-ah terhitung kota besar yang
ke dua setelah Ibukota Kerajaan. Jika bukan Putera Mahkota Sin Seng yang tinggal di
sana, jelas tidak pantas," kata Tong Koan Ngo ikut mempengaruhi raja.
"Baiklah, tempatkan Putera Mahkota Sin Seng di Kiok-ah agar diurus olehnya.
Tetapi Po dan Kut tanahnya gersang. Bagaimana aku bisa memerintahkan Tiong Ji dan Ie Gouw
pergi ke sana menjaganya?" kata Chin Hian Kong.
"Memang, jika di sana tidak dibangun kota jadi kosong, tetapi jika sudah
dibangun kedua tempat itu akan menjadi dua kota yang ramai," kata Tong Koan Ngo.
"Bagus," kata dua rekan Tong Koan Ngo. "Karena ini negeri Chin akan mempunyai
dua kota yang baru. Dengan tempat-tempat itu dijaga oleh orang terpercaya, maka negara
Chin akan bertambah kuat dan kokoh."
Raja Chin Hian Kong bisa diakali oleh dua menteri dorna tersebut, karena mereka
pun dibanu oleh Tong Koan Ngo. Raja malah girang sekali, sehingga rencana busuk menteri-
menterinya dia anggap suatu keberuntungan untuk masa depan kerajaannya.
Raja Chin Hian Kong memerintahkan Tio Siok untuk segera meninggikan kota Kiok-ah
dan juga memperluas daerahnya; kota tersebut kemudian diberi nama kota Sin-shia
(Kota Baru). Sedang Su Kui diperintahkan membangun kota di tanah Po dan Kut.
Di antara orang-orang yang menerima perintah itu, Su Kui tahu benar apa yang
sedang terjadi. Dia tahu keinginan Permaisuri Li Ki yang hendak merebut posisi Sin Seng untuk
puteranya. Maka dengan sengaja dia membuat kota itu sembarangan saja. Ketika ada orang yang
bertanya kepadanya dia acuh tak acuh.
"Mengapa dua kota tersebut tidak dibangun dengan kuat dan bagus?" tanya orang.
Sambil tertawa Su Kiu menjawab, "Beberapa tahun lagi pun kedua tempat ini akan
menjadi daerah musuh, untuk apa dibangun terlalu kuat?" kata Su Kui.
Sesudah Sin Seng, Tiong Ji dan Ie Gouw tinggal di tempat yang jauh, di istana
hanya tinggal Pangeran He Ce dan Tok Cu. Sejak saat itu kelakuan Li Ki jadi semakin angkuh.
Waktu itu keadaan negeri Chin sedang kokoh-kokohnya, negeri ini memiliki menteri
yang pandai dan tentaranya sangat kuat dan gagah.
Pada suatu hari...... Raja Chin Hian Kong yang serakah telah mengajak Putera Mahkota Sin Seng, Tat-hu
Tio Siok dan Pit Ban, mereka mengerahkan pasukan menyerang ke negeri Keng, negeri
Hok dan negeri Gwi. Dalam peperangan itu Chin Hian Kong beruntung bisa mengalahkan
ketiga negara tersebut. Dalam peperangan tersebut Sin Seng berpahala besar, sehingga Permaisuri Li Ki
jadi semakin khawatir kepadanya. Maka itu dia jadi semakin giat mencari akal untuk
mencelakakan Sin Seng. ** Dikisahkan di negeri Couw........
Putera Raja Couw yang bernama Him Pi dan Him Tan sekalipun sama-sama dilahirkan
oleh Permaisuri Sit-kui yang cantik, tetapi Him Tan lebih pandai dari kandanya.
Permaisuri Bun sangat sayang kepadanya dan rakyat negeri Couw pun suka.
Tatkala Him Pi telah menggantikan kedudukan ayahnya menjadi raja, hati Him Pi
tidak tenram. Dia selalu merasa khawatir pada sang adik yang cerdas itu. Dia juga tahu
ibunya dan rakyat negeri Couw lebih suka kepada adiknya. Him Pi sangat cemas dan khawatir,
karena suatu ketika nanti dia akan disingkirkan oleh adiknya itu. Tidak heran sehingga
acapkali dia mencari kesalahan Him Tan dan hendak dibinasakannya. Tetapi karena banyak
menteri yang menyukai Him Tan, usaha Him Pi membunuh adiknya selalu gagal.
Him Pi sangat suka berburu binatang di hutan, dia tidak mau mengurus urusan
pemerintahan. Sekalipun dia sudah menjadi raja tiga tahun lamanya, tidak kelihatan hasil
kerjanya untuk negara. Him Tan mengetahui kakaknya itu dengki terhadapnya dan hendak membinasakan dia.
Terpaksa senantiasa dia pun berikhtiar untuk membinasakan kakakanya itu. Dia
akan mendahului kakaknya sebelum dia dibunuh oleh sang kakak.
Pada suatu hari..... Ketika Him Pi sedang pergi berburu, Him Tan menggunakan kesempatan yang baik
itu. Dia memerintahkan orangnya untuk membunuh Him Pi, sesudah Him Pi meninggal. Him Tan
memberi tahu ibunya bahwa kakaknya, Him Pi telah meninggal karena sakit.
Sekalipun Sit-kui alias Permaisuri Bun merasa curiga, tetapi dia tidak mencari
tahu lebih jauh tentang kematian putera sulungnya itu. Kemudian Sit-kui memerintahkan semua
menterinya agar segera mengangkat Him Tan menjadi raja bergelar Couw Seng Ong.
Ong-cu Sian atau yang disebut juga Chu Goan, adalah adik dari Raja Couw Bun Ong,
atau paman Him Tan. Chu Goan telah diangkat menjadi Leng-i (Perdana Menteri) di
negeri Couw. Chu Goan seorang yang keji dan berpikiran cupet. Sejak kandanya, Couw Bun Ong
meninggal dunia, ketika itu Him Pi dan Him Tan masih sangat muda. Chu Goan yang
berpangkat tinggi itu jadi angkluh. Dia melihat keelokan Sit-kui bekas isteri
kandanya seperti setangkai bunga Bouw-tan (Bunga Mawar atau Ros) yang sedang mekar, atau seperti
bulan purnama yang bercahaya gilang-gumilang. Maka timbul pikiran buruknya. Senantiasa
dia ingin merampas tahta kerajaan dan mengambil Permaisuri Bun (Sit-kui) yang cantik
menjadi isterinya. Sekalipun Chu Goan sudah lama bermaksud buruk begitu, tetapi karena takut pada
Tay-hu Pek Pi yang jujur dan pandai. Chu Goan terpaksa menahan keinginannya itu.
** Pada tahun pemerintahan Ciu Hui Ong yang ke-sebelas........
Karena Touw Pek Pi terserang penysakit berbahaya, dan akhirnya dia meninggal
dunia. Meninggalnya Touw Pek Pi sangat menggembirakan hati Chu Goan. Memang hal itu
yang dia harap-harap setiap saat. Bahkan jika Giam Lo Ong atau Raja Akherat itu
sahabatnya, sudah lama Chu Goan akan meminta bantuannyauntukmembinasakanPekPi.
Sejak kematian Touw Pek Pi tidak seorang pun yang diindahkan lagi oleh Chu Goan.
Kemudian dia membangun sebuah gedung besar di samping istana bekas isteri
kakaknya. Sesudah jadi, ia tinggal di sana, dan setiap hari Chu Goan memerintahkan orang
memainkan musik. Nyanyian yang dipersembahkan sangat merdu. Semua itu dimaksudkan Chu Goan
untuk menarik perhatian Permaisuri Bun yang dia rindukan sejak dahulu. Ketika
itu permaisuri Bun belum mengetahui bahwa Chu Goan membangun gedung dan tinggal di
sebelah istananya. Setiap hari siang dan malam Permaisuri Bun mendengar suara
musik dan nyanyian yang merdu tidak hentinya. Dia heran lalu bertanya kepada budaknya.
"Hei, apa kau dengar suara musik yang merdu itu?" tanya Permaisuri Bun.
"Ya, Tuanku," sahut budak itu dengan hormat.
"Kau juga mendengar suara orang menyanyi?"
"Ya, mendengar, Tuanku."
"Siapa yang membuat pesta sepanjang hari?"
"Leng-i Chu Goan, Tuanku." sahut sang budak.
"Di mana?" "Di gedung Leng-i yang baru."
Permaisuri Bun menggelengkan kepalanya, sambil menghela napas ia berkata, "Waktu
Raja Couw almarhum masih hidup dan berkuasa, dia rajin sekali. Tiap hari senantiasa
dia latih dan memimpin tentara, sehingga angkatan perang Couw sangat kuat. Banyak Raja-raja
Muda yang takut kepadanya. Mereka datang mengantar upeti tidak berhentinya. Angkatan perang Couw sudah 10
tahun tidak pergi ke daerah Tiongkok. Chu Goan bukan berusaha untuk membangun kembali
pamor negeri Couw, malah terus bersenang-senang di dekat istanaku. Sungguh kurangajar
sekali dia!" Melihat Permaisuri Bun tidak senang pada Chu Goan, budak itu menyampaikan ucapan
Permaisuri Bun tersebut kepada Chu Goan.
Mendengar laporan budak itu Chu Goan marah dan berkata, "O, kalau begitu
Permaisuri belum melupakan Tiongkok" Aku pun tidak akan melupakannya! Baiklah, akan
kulabrak negeri The. Jika aku tidak bisa menalukkannya, aku bukan seorang laki-laki!"
Begitu Chu Goan sesumbar di depan budak itu.
Budak Permaisuri Bun meyampaikan omongan Chu Goan kepada Permaisuri Bun.
Mendengar laporan budaknya itu Permaisuri Bun sangat girang. Dia mengira Chu
Goan memiliki kepandaian dan keberanian untuk itu.
Chu Goan yang ingin dipuji oleh Permaisuri Bun dan dianggap gagah, dia
menyiapkan angkatan perang dan memerintahkan Touw Gi Kiang dan Touw Gouw memimpin pasukan
depan. Ong Sun Yu dan Ong Sun Ke memimpin pasukan belakang. Dia sendiri memimpin
pasukaninduk.Angkatan peranginiberangkat menuju kenegeri
The. Ketika pasukan Couw sudah hampir sampai di negeri The, juru kabar dari negeri
The melaporkan kedatangan tentara Couw pada rajanya.
Mendengar laporan itu The Bun Kong kaget. Dia kumpulkan semua menterinya untuk
diajak berunding. "Tentara negeri Couw sangat kuat dan jumlah mereka pun besar sekali," kata Touw
Siok, "hamba rasa pasukan perang kita tidak akan sanggup melawan mereka. Lebih baik
kita minta berdamai saja." "Belum lama telah mengadakan perserikatan dengan negeri Cee. Aku yakin jika Raja
Cee mendengar kita diserang musuh, mereka akan datang menolong kita! Lebih baik kita
jaga saja kota kita dengan kuat. Kita tunggu datangnya bala-bantuan dari negeri Cee." kata
Su Siok. "Tidak, aku tidak setuju!" kata Si Cu putera Raja The Bun Kong. "Jika Ayah
memberi izin, aku bersedia memimpin pasukan perang."
Pendapat tiga orang itu sangat berlainan itu membuat The Bun Kong kesal dan
bingung. Dia tidak tahu harus mengambil putusan yang mana yang lebih baik. Melihat raja
mereka bingung, Siok Ciam menyampailan pendapatnya.
"Di antara tiga usul yang disampaikan tadi, hamba setuju pada usul Su Siok.
Menurut dugaan hamba jika kota kita jaga keras, tidak lama tentara Couw itu akan mundur
sendiri." kata Siok Ciam. "Ach, masa bisa jadi begitu!" kata The Bun Kong dengan alis mengkerut. "Angkatan
perang itu dipimpin oleh Cu Goan sendiri. Bagaimana bisa semudah itu mundur?"
"Dugaan hamba sangat berdasar dan ada alasannya," kata Siok Ciam..
"Bagaimana menurut dugaanmu dan alasannya itu?" kata Raja The.
"Hamba mendengar khabar Chu Goan sedang tergila-gila kepada Permaisuri Bun. Dia
menyerang ke sini hanya mau mencari muka saja. Dia ingin memamerkan
keberaniannya pada Permaisuri Bun. Hamba punya resep untuk membuat dia mundur teratur." kata
Siok Ciam. Raja The Bun Kong diam saja seperti orang yang sedang berpikir. Saat usul sedang
dipertimbangkan bagaimana akan diambil putusan, tiba-tiba seorang juru kabar
datang memberi laporan. "Tentara dari negeri Couw sudah berhasil merebut kota Kit-kwan dan kini sudah
masuk dan berada di luar ibukota. Sekarang mereka sedang berusaha masuk ke pintu Sun-bun
(nama pintu bagian luar halaman istana) dan hampir sampai di Kui-ci (jalan raja di
dalam pekarangan istana raja)." kata si pelapor.
"Wah, celaka, tentara Couw sudah datang mendesak kita!" seru Touw Siok dengan
cemas. "Oh, jangan takut, aku akan melaksanakan tipuku ini!" kata Siok Ciam dengan
mantap. Sehabis berkata begitu Siok Ciam mengeluarkan perintah pada semua tentara The
supaya mereka bersembunyi di dalam kota. Semua pintu kota harus dibuka lebar seperti
biasa. Begitu juga rakyat negeri yang berjalan pulang-pergi dinasihati agar tidak boleh
kelihatan gentar atau ketakutan. Ketika pasukan Couw yang dipimpin oleh Touw Gi Kiang dan Touw Gouw sudah sampai,
mereka melihat di kota raja The tenang-tenang saja. Melihat hal itu mereka jadi
5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
curiga. "Ah barangkali musuh sudah mengatur bai-hok (Pasukan sembunyi untuk menjebak
mereka), kita harus hati-hati!" kata Touw Gi Kiang.
Karena itu mereka tidak berani menerjang ke dalam kota. Tetapi mereka segera
mundur lima li jauhnya dari kota raja The. Di sana mereka mendirikan perkemahan tentaranya.
Tidak berapa lama pasukan besar yang dipimpin oleh Cu Goan telah sampai di
tempat itu. Pasukan induk ini disambut oleh Touw Gi Kiang dan Touw Gouw. Mereka segera
memberi tahu keadaan kota Raja The pada Chu Goan.
Chu Goan memang orang berpikiran pendek dan cupet. Setelah mendengar keterangan
itu dia jadi panik. Dengan jantung berdebar-debar dia naik ke tempat yang tinggi akan
melakukan pemantauan ke kota raja The. Dia lihat bendera-bendera di dalam kota teratur
rapih dan tentara The berbaris siap untuk berperang.
Sesudah melihat hal itu Chu Goan bengong sampai seketika lamanya. Dia menarik
napas seperti orang yang sangat berduka.
"Ya, memang aku sudah tahu. Di negeri The ada tiga orang menteri yang pandai dan
budiman," kata Chu Goan. "Mereka sangat mahir mengatur siasat perang. Sekarang
jika aku serang dan pasukanku rusak berat, mana aku punya muka untuk menemui Permaisuri
Bun?" pikir Chu Goan. Sambil menggelengkan kepalanya Chu Goan lalu berkata.
"Akan kukirim mata-mata untuk menyelidiki keadaan. Jika ini cuma sekedar sebuah
tipuan, baru kita serang mereka!" kata Chu Goan pada anak buahnya.
Semua panglimanya membenarkan pendapat Cu Goan tersebut. Maka dengan hati
sedikit lega Chu Goan berjalan perlahan-lahan. Dia turun dari tempat yang tinggi itu akan
kembali ke kemahnya, tetapi dia tidak segera menyebarkan mata-matanya untuk menyelidiki
keadaan musuh. Hati Chu Goan tetap sangsi dan ragu-ragu.
** Esok harinya...... Ong Sun Yu yang memimpin pasukan bagian belakang telah melaporkan pada Cu Goan.
"Raja Cee dan Raja Song juga Raja Louw telah datang dengan pasukan besar
membantu negeri The!" demikan kata utusan dari Ong Sun Yu pada Chu Goan. Mendengar
laporan itu Chu Goan terkejut, dengan sangat gugup dan khawatir dia berkata pada anak
buahnya. "Oh, ini tidak boleh dianggap enteng," kata Chu Goan. "Jika Raja-raja Muda
menghadang jalan pulang kita, artinya kita diserang dari depan dan dari belakang. Sudah
pasti angkatan perang kita akan rusak berat! Kita sudah bisa merampas kota Kui-ci, itu sudah
bisa dikatakan cukup bagus!" Lebih baik sekarang kita pulang saja." kata Chu Goan.
Melihat pemimpin mereka begitu pengecut, para panglima pun ikut jerih. Mereka
setuju pada rencana Chu Goan untuk pulang ke negaranya.
Malam itu juga Chu Goan memerintahkan tentaranya membenahi semua barang-barang
mereka. Sesudah selesai dibereskan dengan diam-diam mereka berangkat kembali ke
negaranya. Chu Goan khawatir jika tentara The mengetahui mereka pulang, tentara
The akan mengejar mereka. Sengaja mereka tidak membongkar perkemahan mereka. Begitu pun
bendera besar mereka, dia tinggalkan tetap berkibar di tempatnya.
Setelah pasukan perangnya sudah keluar dari perbatasan negeri The, Chu Goan
memerintahkan tentaranya membunyikan tambur dan gembreng. Mereka juga
diperintahkan supaya bernyanyi menyanyikan lagu kemenangan. Dengan demikian dia berharap
Permaisuri Bun memuji keperkasaannya dan kagum kepadanya.
Ketika hampir sampai di negeri Couw, Chu Goan sengaja mengirim juru kabar
mendahului kedatangannya kepada Permaisuri Bun. Dikatakan oleh utusan itu bahwa Leng-i Chu
Goan sesudah mendapat kemenangan besar telah pulang kembali ke negerinya.
Mendengar laporan itu Permaisuri Bun tersenyum. Dia berkata kepada pesuruh Chu
Goan, "Oh, syukurlah! Jika betul begitu dan dia bisa menaklukan musuh, sungguh baik.
Ini harus diumumkan ke seluruh negeri Couw untuk membuat terang pamor Kerajaan Couw!" kata
Permaisuri Bun. Kemudian adakan sembahyang di kelenteng almarhum Raja Couw agar
rohnya ikut senang! Untuk apa memberitahu aku, aku ini hanya seorang janda!"
Pesuruh itu segera menyampaikan keterangan Permaisuri Bun kepada Chu Goan.
Sindiran yang begitu pedas ini telah membuat Chu Goan jadi malu sekali.
Tatkala Raja Couw Seng Ong mengetahui Chu Goan karena takut tanpa berperang
telah mundur, Raja Couw jadi kurang senang kepada sang paman. Mulai saat itu dia benci
sekali pada pamannya itu. ** Malam itu pada saat tentara Couw sibuk membereskan berkemas-kemas, Siok Ciam di
atas kota The rajin meronda. Dia mengajak beberapa anak buahnya pergi memeriksa di
sekeliling kota. Semalam-malaman dia tidak tidur barang sekejap pun. Setelah terang tanah
(siang hari), dia awasi perkemahan tentara Couw seketika lamanya. Tiba-tiba Siok Ciam tertawa
terbahak- bahak. Jari tangannya menunjuk ke arah benteng musuh.
"Ha, ha, ha, lihatlah ke arah perkemahan itu! Kemah-kemah itu sudah kosong,
tentara Couw sudah kabur semua!" kata Siok Ciam.
Anak buah Siok Ciam tidak percaya ucapan atasannya. Mereka minta agar Siok Ciam
menjelaskan mengapa atasannya itu mengatakan perkemahan musuh telah kosong.
"Perkemahan tentara merupakan tempat tentara dan panglima berada. Dari sana
angkatan perang diatur rapi. Yang pasti di tempat itu akan terdengar suara tentara yang
riuh sekali," kata Siok Ciam. "Tetapi sekarang, benteng itu lengang! Aku melihat sekawanan
burung hinggap di atas tenda-tenda itu. Burung-burung itu berkicau sangat gembira.
Jelas di kemah itu sudah tidak ada orangnya! Aku rasa pasukan negeri Cee dengan sekutunya telah
datang akan membantu kita! Karena tahu tentara Cee datang, Chu Goan buru-buru kabur!"
Tidak berapa lama sehabis Siok Ciam mengucapkan kata-katanya, benar saja segera
datang juru kabar membawa warta.
"Raja Cee bersama sekutunya datang. Tetapi mereka baru sampai di perbatasan
negeri The, tentara negeri Couw sudah ditarik mundur." kata utusan itu.
Mendengar keterangan utusan itu semua panglima negeri The kagum dan memuji
kepandaian Siok Ciam. Raja The segera mengirim utusan untuk mengucapkan terima kasihnya
kepada Raja Cee. Dikisahkan di negeri Couw .....
Sepulang dari negeri The dan Chu Goan tidak berhasil mengalahkan negeri
tersebut. Dia kesal dan mendongkol sekali. Apalagi Chu Goan mengetahui Raja Couw Seng Ong kurang
senang kepadanya. Ditambah lagi siang dan malam dia terkenang saja pada kecantikan
Permaisuri Bun. Terkadang Chu Goan mendapat impian yang tidak karuan. Hal itu membuat dia
tidak enak makan dan tidak enak tidur. Niatnya akan merampas tahta kerajaan jadi
semakin keras. Tetapi niat itu belum juga bisa dilaksanakan. Pikiran Chu Goan maju-mundur. Dia
masih takut jika hal itu dia lakukan Permaisuri Bun akan marah. Dengan demikian dia
akan kehilangan "jantung hatinya". Maka dia putuskan akan mendapatkan si cantik dulu,
baru merebut tahta. ** Pada suatu hari.... Permaisuri Bun agak kurang sehat. Mendengar kabar itu Chu Goan jadi bersemangat.
Timbul harapannya yang sudah lama terpendam itu. Dengan berpura-pura hendak menanyakan
kesehatan Permaisuri Bun, dia pergi ke istana Raja. Di sana dia tinggal tiga
hari lamanya. Para pengikut Cu Goan yang berjumlah hampir 200 orang, diperintahkan berjaga di
luar istana. Ketika Tay-hu (Menteri Besar) Touw Liam mendengar kabar tentang kelakuan Chu
Goan, buru-buru dia pergi ke istana raja. Begitu sampai di sebuah kamar yang terhias
indah, dia lihat Chu Goan sedang ada di depan sebuah kaca besar. Dia sedang menyisir rambutnya
dengan tingkah ceriwis. "Hm, apa yang sedang kau kerjakan di sini, Leng-i?" Touw Liam menegur sambil
menggelengkan kepalanya. "Apa kau kira ini tempatmu berhias" Hayo, Leng-i, lekas
keluar dari sini!" Chu Goan yang berharap Permaisuri Bun jatuh cinta kepadanya, itu sebabnya selama
tiga hari dia selalu berhias. Sebentar-bentar dia pandang wajahnya di kaca. Dia berjalan
hilir-mudik di depan kamar Permaisuri Bun. Dia harap Permaisuri Bun akan menegurnya.
Ketika itu Chu Goan sedang berhias dengan pikiran bimbang. Dia jadi terperanjat
mendengar teguran Touw Liam. Bahkan Touw Liam yang memergokinya langsung mengusir dia.
Tentu saja kejadian ini membuat dia jadi mendongkol sekali. Dengan mata melotot dia
menyahut. "Tempat ini tempat keluarga kami, apa hubungannya denganmu?" bentak Chu Goan.
"Aturan dari mana yang kau jalankan?" balas Touw Liam. "Tahukah kau demi
kemuliaan Raja, seorang adik Raja pun dilarang melanggar adat-istiadat. Ditambah lagi
tempat ini berdekatan dengan istana Ibusuri. Sekarang silakan keluar!"
"Hm, kau jangan banyak bicara di hadapanku!" kata Chu Goan."Jangan lupa kekuasan
di negeri Couw ada di tanganku! Sungguh berani kau kurangajar kepadaku!"
Ketika Touw Liam mau bicara lagi, Chu Goan sudah berteriak memanggil anak
buahnya. "Prajurit, tangkap orang ini!"kata Chu Goan dengan kasar.
Anak buah Chu Goan langsung menangkap Touw Liam yang segera diikat pada sebuah
tiang istana. Keributan di luar kamar Permaisuri Bun telah didengar oleh Permaisuri
Bun. Segera dia memerintahkan budaknya mengintai. Dia ingin tahu apa yang sedang terjadi.
Tidak lama budaknya sudah kembali melapor.
"Di luar Leng-i Chu Goan sedang bertengkar dengan Menteri Touw Liam. Sekarang
Menteri Touw Liam sudah ditangkap dan diikat oleh anak buah Chu Goan." kata budak
tersebut. "Menteri Touw Liam menyebut Cu Goan tidak sopan, dia berani berada di dekat
kamar Tuanku sampai tiga hari tiga malam. Entah untuk apa?"
Mendengar laporan itu Permaisuri Bun kaget. Apalagi merndengar Touw Liam
ditangkap. Segera dia perintahkan budaknya memanggil Touw-kok O-to. Dia minta agar menteri
ini membereskan masalah keributan di istananya.
Begitu mendengar kabar itu Touw-kok O-to buru-buru menemui Raja Couw Seng Ong.
Dia langsung melaporkan apa yang terjadi di istana Ibunda Raja tersebut.Raja Couw
marah bukan main. Dia berkata pada Touw Gouw, Touw Gi Kiang dan Touw Pan, juga Touw-kok O-to
agar pada tengah malam mereka bersama-sama menangkap Chu Goan.
Tepat pada tengah malam Touw Gouw, Touw Gi Kiang dan Touw Pan mengerahkan
pasukan. Mereka mengepung istana Permaisuri Bun. Anak buah Cu Goan mencoba menghalang-
halangi mereka, tetapi pasukan ini langsung melabraknya sehingga mereka bubar
semua. Ketika itu Chu Goan sedang tidur dan bermimpi indah di sebuah kamar. Ketika
mendengar suara ribut-rubut Chu Goan bangun dari tidurnya. Dia sadar dengan kaget dan tahu
istana sudah dikepung oleh pasukan istana. Buru-buru Chu Goan mengambil pedangnya. Dia
berjalan keluar akan melawan. Kebetulan Chu Goan berpapasan dengan Touw Pan yang
juga memegang sebilah pedang. Touw Pan hendak masuk ke dalam istana. Chu Goan
mengenali Touw Pan yaitu putera Touw Kok O-to.
"Astaga, kiranya kau yang membuat gaduh itu, hai bocah!" bentak Chu Goan.
"Bukan aku yang membuat gaduh, tetapi aku ingin menumpas biang kerusuhan!" sahut
Touw Pan dengan gagah. Touw Pan langsung mengangkat pedangnya menyerang Chu Goan.
Buru-buru Chu Goan menangkis serangan Touw Pan dengan pedangnya. Chu Goan pun
membalas menyerang. Di tempat itu mereka berdua bertarung dengan hebat. Baru
bertarung beberapa jurus, Touw Gi dan Touw Gouw tiba-tiba muncul di tempat itu. Mereka
beramai- ramai membantu Touw Pan mengepung Chu Goan.
Bab 7 Karena dikepung oleh tiga orang famili Touw yang gagah perkasa, Chu Goan tidak
mampu menghadapi mereka. Terpaksa Chu Goan mundur ke arah pintu dengan maksud hendak
melarikan diri dari istana. Tetapi sebelum tercapai maksudnya, pedang Touw Pan
sudah keburu menyamber ke kepalanya. Pada saat itu juga Chu Goan tersungkur jatuh ke
lantai dan tewas. Ketika Touw Kok O-to melihat Touw Liam terikat di tiang istana, buru-buru
dia membukakan ikatan pada tubuh Touw Liam.
Sesudah kekacauan dipadamkan mereka berlutut di depan pintu kamar Permaisuri
5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bun. Dengan sikap menghormat mereka menanyakan kesehatan Sang Ratu juga menjelaskan
apa yang telah terjadi di depan kamarnya. Mereka menjelaskan bahwa Chu Goan telah
binasa. "Terima kasih atas cape-lelah kalian semua!" kata Permaisuri Bun.
Sesudah semua menteri memberi hormat, kemudian mereka meninggalkan istana Sang
Ratu. Esok harinya, ketika Raja Couw Seng Ong Him Tan ada di istana, sesudah semua
menteri menjalankan kehormatan, Raja Couw memerintahkan anak buahnya untuk membunuh
habis sanak keluarga Chu Goan. Raja memerintahkan menempelkan maklumat di jalan-jalan
yang penting. Memberitahukan pada rakyat bahwa Chu Goan berdosa besar hingga dihukum
mati. Raja memberi hadiah pada famili Touw yang berjasa itu. Di antara kaum Touw,
Touw-kok O- to yang paling pandai mengatur pemerintahan. Dialah menteri negeri Couw yang
paling utama. Dia putera dari Touw Pek Pi. Kakek Touw-kok O-to bernama Touw Jiak Go,
ibunya seorang putri Raja In. Ketika meninggal usia Touw Pek Pi masih sangat muda.
Terpaksa Touw Pek Pi ikut dengan ibunya tinggal di negeri In. Ketika Touw Pek Pi sudah
dewasa, dia mengadakan hubungan gelap dengan putri Raja In. Ketika putri Raja In itu hamil
dan ketahuan oleh ibunya, si nyonya melarang orang buka rahasia. Kemudian putrinya
dilarang berhubungan lagi dengan Touw Pek Pi.
Touw Pek Pi karena malu pergi ke negeri Couw dan bekerja di negerii Couw. Putri
In melahirkan seorang anak lelaki, Nyonya Raja In takut suaminya mengetahui rahasia
itu. Dia memerintahkan budaknya membungkus bayi tersebut dengan baju dan membuangnya di
suatu tempat dalam sebuah rimba.
Pada suatu hari Bong Tek, Raja In melihat ada seekor harimau sedang menyusui
bayi. Ketika pulang ke istana dia memberitahu isterinya. Nyonya Raja terpaksa berterus
terang. Bahwa putri mereka telah mengadakan hubungan gelap dengan Touw Pek Pi. Hubungan itu
sampai melahirkan seorang anak lelaki. Karena takut dimarahi oleh sang raja, maka anak
itu dibuang ke tengah rimba. "Mungkin anak yang sedang disusui oleh harimau itu, anak putri kita Tuanku?"
kata Ratu. Mendengar keterangan itu bukan main girangnya Raja In. Dia tidak gusar, malah
girang sekali. Dia perintahkan anak buahnya mengambil anak bayi yang disusui oleh
harimau itu. Kemudian dia memerintahkan menterinya mengantarkan putri dan bayinya itu ke
tempat Touw Pek Pi di negeri Couw. Tentu saja Touw Pek Pi girang bukan main. Dia
menghaturkan terima kasih atas budi baik Raja In tersebut. Karena menurut ucapan orang Couw
kata susu itu disebut Kok, dan kata harimau disebut O-to, maka dengan mengambil maksud kata
susu macan, bayi itu dia beri nama Touw-kok O-to alias Cu Bun.
Sesudah Touw-kok O-to dewasa, dia belajar ilmu pemerintahan dan kemiliteranm.
Touw Pek Pi sudah menjadi menteri di negeri Couw dia meninggal dunia. Maka Touw-kok O-to-
lah yang meneruskan jabatan ayahnya.
Sesudah Chu Goan meninggal posisi Leng-i di negeri Couw telah lowong. Raja Couw
berniat mengangkat Touw Liam menjadi Leng-i untuk menggantikan Cu Goan.
"Tuanku hamba tidak punya kepandaian untuk menjadi seorang Leng-i," kata Touw
Liam menolak kedudukan itu. "Saat ini negeri Cee bermusuhan dengan negeri Couw. Raja
Cee memakai Koan Tiong dan Leng Cek sebagai penasihatnya. Kepandaian mereka sangat
tinggi. Tidak heran jika negerinya jadi kaya-raya dan tentaranya sangat kuat. Kepandaian
hamba mana bisa dibandingkan dengan mereka berdua. Apabila Tuanku hendak memperkuat
pertahanan negara Couw juga untuk menjadi jago di Tiong-goan (Tiongkok). Hamba
rasa Tuanku harus memakai Touw-kok O-to. Jika bukan dia hamba tidak yakin akan
berhasil!" kata Touw Liam. Baginda sadar Touw-kok O-to sangat dihormati oleh semua menteri di negeri Couw.
Sesudah mendengar dukungan dari Touw Liam pada Touw-kok O-to, Baginda pun setuju sekali
mengangkat Touw-kok O-to menjadi Perdana Menterinya.
Raja Couw Seng Ong segera mengangkat Touw-kok O-to menjadi Leng-i di negeri
Couw. Orang-orang di negeri Couw dilarang memanggil namanya dengan Touw-kok O-to,
melainkan memanggilnya dengan sebutan Chu Bun saja.
Ketika itu jatuh pada tahun pemerintahan Raja Ciu Hui Kong yang ke-13. Sejak
Touw-kok O- to alias Chu Bun menerima jabatan menjadi Leng-i, dia senantiasa berusaha untuk
memajukan negeri Couw. Chu Bun sadar negeri Couw sangat lemah. Kekayaan terbesar berada di
tangan para menteri baginda. Karena itu dia bermaksud mengatur kekayaan negeri Couw
dengan baik. Lalu dia membuat undang-undang dengan tujuan agar semua menteri di negara
Couw mengembalikan harta mereka; separuh saja kepada negara. Tetapi Chu Bun bukan
sekedar memberi gagasan saja. Dia malah menjadi pelopor pertama yang mengembalikan
separuh dari harta miliknya kepada negara. Pelaksanaan pengembalian kekayaan ini terutama
dimulai dari marga Touw dulu. Karena tindakan Chu Bun ini tidak seorang pun menteri di negeri
Couw yang membangkang. Mereka dengan sukarela mengembalikan sawah, tanah dan usaha
mereka separuhnya kepada negara.
Melihat posisi, kota Teng-shia sangat bagus. Di bagian selatan kota Teng-shia
terlindung oleh sungai Siang-tam-hoo, sedang di bagian utaranya terlindung oleh sungai Han-kang-
hoo. Menurut pendapat Chu Bun di tempat itu sangat baik untuk sebuah Ibukota negara.
Kemudian Chu Bun mengajukan gagasan itu pada Raja Couw. Dengan senang hati Raja Couw pun
menyetujuinya. Sesudah istana itu selesai dibangun, Raja Couw pun pindah dari kota Tam-yang ke
kota Teng- shia,nama kotaitudigantidengan nama yangbarudisebutTeng-
touw. Selain itu, Chu Bun dengan giat melatih angkatan perang negeri Couw. Dia juga
menempatkan orang-orang yang pandai mengurus tentara maupun negara. Dia
mendapatkan seorang bernama Kut Goan dan Touw Ciang untuk membantu mengurus pemerintahan di
negeri Couw dengan baik. Karena kepandaian Chu Bun dalam mengurus pemerintahan di negeri Couw, ditambah
lagi dia dibantu oleh orang-orang yang pandai, maka dalam waktu singkat negeri Couw
menjadi sangat makmur, aman dan tentram sekali.
** Ketika Raja Cee Hoan Kong mendengar tentang kemajuan di negeri Couw, dia kaget.
Tetapi segera dia mengetahui mengapa negeri Couw bisa begitu maju dan makmur. Rupanya
Raja Couw pandai menempatkan orang-orang yang luar biasa kemampuannya. Raja Cee Hoan
Kong menjadi agak gentar pada negeri Couw ini. Dia khawatir suatu saat kemajuan
dan kekuatan tentara negeri Couw itu akan menjadi bahaya bagi negaranya. Karena itu
dia berniat hendak mengajak semua Raja Muda di Tiongkok mengerahkan tentara mereka untuk
menyerang lebih dahulu pada negeri Couw; sebelum mereka didahului oleh negeri
Couw tersebut. Tetapi sebelum melaksanakan niatnya itu Cee Hoan Kong menyampaikan
maksudnya itu kepada Koan Tiong.
"Raja Couw telah mengangkat dirinya menjadi Kaisar di bagian selatan Tiongkok.
Daerah mereka sangat luas dan angkatan perangnya pun sangat kuat. Aku rasa sekalipun
Kaisar Ciu yang kuat tidak akan bisa menaklukannya," kata Koan Tiong. "Apalagi sekarang
Raja Couw sangat mengandalkan Chu Bun untuk mengurus pemerintahan. Sehingga keadaan
negerinya demikian aman. Karena itu tidak mudah kita kalahkan dengan kekuatan angkatan
perang kita! Sedang Tuanku baru mampu menggabungkan semua Raja Muda, tetapi belum bisa
menyenangkan semua orang. Bahkan belum mampu menaklukkan setiap hati Raja Muda
yang bergabung dengan kita. Maka hamba khawatir angkatan perang semua Raja Muda pun
tidak bisa kita gunakan dengan leluasa. Maka Tuanku harus melakukan berbagai kebajikan
supaya semua Raja Muda takluk hatinya. Untuk menaklukan negeri Couw, kita harus
menundanya dulu dan menunggu saat yang baik, baru kita bergerak. Dengan demikian usaha kita
baru bisa berhasil dengan baik!"
Mendengar nasihat Koan Tiong tersebut, Raja Cee mengangguk. Dia sadar akan
kelemahannya itu. Tetapi kemudian Raja Cee berkata lagi.
"Selama ini negeri Ciang masih berdaulat, mereka belum takluk kepada kita, apa
tidak lebih baik kita serang saja mereka?" kata Raja Cee Hoan Kong.
"Sekalipun negeri Ciang sangat kecil, tetapi leluhur mereka berasal dari turunan
Kiang Tay Kong,*) mereka satu She (Marga) dengan Raja Cee. Jika kita menghancurkan sesama
satu She, hal ini menjadi kurang pantas. Lebih baik Tuanku perintahkan Ong-cu Seng Hu
memimpin pasukan perang pergi meronda di kota Ki, seolah-olah Tuanku mau
menyerang negeri Ciang. Dengan berbuat demikian pasti Raja Ciang jadi ketakutan dan datang
menakluk, sehingga tidak usah mendapat nama buruk kita bisa mendapatkan daerahnya." kata
Koan Tiong. Raja Cee Hoan Kong setuju pada pendapat Koan Tiong, begitulah dia langsung
menjalankan siasat tersebut. Benar saja Raja Ciang jadi ketakutan ketika melihat gerakan
tentara Cee yang hendakmenyerang kewilayahnya. Diasegera menyatakan ketaatnya.
Raja Cee Hoan Kong memuji kepandaian Koan Tiong.
"Hai, sesungguhnya harus kuakui, Tiong-hu memang seorang yang pandai!" kata Raja
Cee Hoan Kong. ** Pada suatu hari, saat Raja Cee sedang berunding dengan para menterinya. Tiba-
tiba ada anak buahnya yang melapor. "Tuanku dari negeri Yan telah datang seorang utusan. Dia mengatakan negerinya
kedatangan tentara bangsa San-jiong. Raja Yan minta bantuan pada Tuanku." kata pelapor itu.
Mendengar khabarituKoanTiong berkatapada RajaCeeHoanKong.
"Jika Tuanku hendak menyerang negeri Couw, Tuanku harus menundukkan dulu bangsa
Jiong, jika bahaya dari bangsa Jiong sudah lenyap, baru Tuanku akan berhasil
menaklukan negeri Couw!" kata Koan Tiong.
*) Kiang Tay Kong adalah nama Kiang Cu Gee. Tokoh terkenal dalam Roman klasik
Tiongkok berjudul "Hong
Sin". Letak negeri San-jiong di tanah Leng-ci. Negara itu di bagian barat berbatasan
dengan negeri Yan, di sebelah timur dan selatan dekat dengan negeri Cee dan Couw. Bangsa San-
jiong dinilai sangat jahat oleh orang Tiongkok. Mereka mengandalkan daerahnya yang
dilindungi gunung yang tinggi-tinggi, hutan yang lebat dan angkatan perang yang kuat.
Karena itu mereka tidak mau tunduk kepada negara lain. Mereka juga sering masuk ke wilayah
Tiongkok untuk melakukan kerusuhan dan perampokan secara semena-mena.
Mendengar khabar Raja Cee hendak menjadi jago di benua Tiongkok, dengan sengaja
Raja bangsa San-jiong mengerahkan angkatan perang mereka yang besar, datang mengacau
di negeri Yan. Maksud mereka hendak merenggangkan hubungan antara negeri Yan dan
negeri Cee. Raja negeri Yan, Yan Cong Kong, karena merasa tidak sanggup menangkis serangan
bangsa San-jiong, dia perintahkan seorang utusan untuk minta pertolongan ke negeri Cee.
Mendengar khabar negeri Yan diserang oleh bangsa San-jiong, Koan Tiong langsung
memberi saran pada Raja Cee Hoan Kong.
"Kita harus segera mengirim bala-bantuan ke negeri Yan." kata Koan Tiong.
Tetapi Cee Hoan Kong sangsi. Melihat Raja Cee Hoan Kong ragu-ragu Koan Tiong
berkata dengan sabar. "Pada saat ini negeri yang berbahaya bagi kita, di selatan adalah negeri Couw.
Di bagian Utara bangsa San-jiong, dan di bagian barat bangsa Tek. Mereka mirip duri dalam
daging! Maka itu menjadi tugas Tuanku untuk melenyapkan mereka. Sekalipun bangsa Jiong
tidak mengusik negeri Yan, tetapi kita tetap harus berusaha menaklukkan mereka.
Apalagi negeri Yan sudah mereka serang dan raja negeri Yan datang minta
pertolongan kepada kita. Mau tidak mau kita harus menyapu bersih bangsa San-jiong itu sampai
tuntas!"
5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kata Koan Tiong. Mendengar keterangan Koan Tiong tersebut Raja Cee Hoan Kong setuju juga pada
saran dari Koan Tiong tersebut. Selang beberapa hari Raja Cee sudah menyiapkan pasukan
perangnya, kemudian berangkat ke negeri Yan.
** Raja bangsa San-jiong bernama Bit Louw. Sudah dua bulan dia mengacau di negeri
Yan. Mereka telah berhasil merampas harta-benda dan anak-isteri rakyat biasa. Mereka
juga melakukan bermacam-macam kejahatan. Tetapi setelah mereka mendengar pasukan Cee
sudah hampir tiba, mereka merasa jerih juga. Raja San-jiong mengajak tentaranya
pulang dengan membawa barang rampasan ke negaranya.
Ketika pasukan Cee sampai di San-bun-kwan (tanah negara Yan), mereka telah
disambut oleh Raja Yan yang menghaturkan terima kasih kepada Raja Cee atas kesediaannya
membantu mereka. Karena dengan tidak menghiraukan perjalanan yang jauh, Raja Cee datang
menolong. Karena ketakutan bangsa San-jiong pulang ke negaranya. Dengan sikap
yang hormat dan merendah Raja Cee membalasnya.
"Ini sudah menjadi kewajiban kami membantu sesama Raja Muda," kata Raja Cee Hoan
Kong. "Tetapi bangsa San-jiong yang kabur berhasil membawa hasil jarahan mereka," kata
Koan Tiong kurang puas, "pasti mereka akan datang lagi karena mereka belum jera.
Mereka belum merasakan hajaran yang hebat dari kita. Jika tentara kita sudah mundur, orang
San-jiong akan datang kembali. Sebaiknya kita gunakan saat yang baik ini untuk melabrak mereka
sekarang juga! Dengan demikian kita bisa menyingkirkan bahaya di kemudian hari."
"Aku sependapat dengan Tiong-hu," kata Raja Cee Hoan Kong.
Raja Yan sangat girang, ia ingin bangsa San-jiong itu musnah sama sekali dari
muka bumi. "Dari sini ke arah timur sekitar 10 li ada sebuah negeri bernama Bu Ciong,
sekalipun raja di Bu Ciong bangsa Jiong juga, tetapi mereka tidak tunduk pada pengaruh bangsa San-
jiong. Maka itu kita bisa minta bantuan pada mereka untuk menjadi penunjuk jalan." kata
Raja Yan. Raja Cee Hoan Kong girang, dia sediakan emas dan perak sebanyak-banyaknya.
Kemudian memerintahkan Sek Peng mengantarkan bingkisan itu kepada Raja di Bu Ciong.
Tatkala Sek Peng sudah sampai di Bu Ciong, dia serahkan bingkisan itu kepada
Raja Bun Ciong. Sesudah bingkisan diterima dan setelah berbincang sesaat Sek Peng
menjelaskan maksud kunjungannya. "Raja kami ingin minta bantuan dari tuanku untuk menjadi penunjuk jalan ke
tempat bangsa San-jiong. Jika tuanku tidak keberatan bantuan itu sangat kami harapkan." kata
Sek Peng. Karena Raja Bu Ciong sudah mendapat bingkisan, dia langsung setuju saja.
"Baik karena mereka juga musuh kami," kata Raja Bu Ciong.
Dia memerintahkan panglima bernama Houw Ji Pan memimpin 2000 tentara Bu Ciong
membantu Raja Cee berperang melawan bangsa San-jiong.
Bab 8 Berangkatlah angkatan perang gabungan ini. Sesudah 200 li jauhmya, Raja Cee Hoan
Kong melihat jalan di pegunungan itu sangat sempit dan berbahaya. Kemudian dia
bertanya kepada Raja Yan. "Tuanku, apa nama tempat ini?" kata Raja Cee.
"Tempat ini disebut Kui-cu," sahut Raja Yan Cong Kong, dari sini kaum Pak Ji Ong
berjalan keluar masuk." Koan Tiong mengusulkan agar Cee Hoan Kong membagi kereta perangnya. Separuh
perbekalan mereka ditinggalkan di tempat itu. Dia juga memerintahkan tentaranya
menebang pohon besar untuk tempat berkemah. Tempat itu juga dijadikan tempat menyimpan
perbekalan mereka. Pao Siok Gee bertugas menjaga di tempat itu. Dialah yang
mengurus pengangkutan ransum dan lain-lain keperluan tentara gabungan itu. Apabila
pasukan makanan kurang, Pao Siok Gee harus mengambilnya di negeri Yan atau negeri Cee.
Sesudah itu Cee Hoan Kong memerintahkan tentaranya istirahat selama tiga hari.
Bagi tentara yang sakit mereka sengaja ditinggalkan karena Raja Cee hanya akan membawa yang
sehat dan segar, sehingga tidak menghambat perjalanan mereka.
** Sejak pulang dari Tiongkok, setiap hari Raja bangsa San-jiong itu bersenang-
senang saja. Mereka berhasil membawa pulang hasil jarahannya cukup banyak. Ketika Raja San-
jiong sedang bersenang-senang, tiba-tiba juru kabarnya datang memberi laporan.
"Tuanku tentara negeri Cee datang menyerang!" kata si pelapor itu.
Mendengar laporan itu Bit Louw kaget bukan alang-kepalang. Dengan sangat
tergesa-gesa dia memanggil panglima perangnya yang bernama Sok Moai untuk diajak berdamai.
"Sok Moai, musuh datang. Bagaimana kita harus menghadapinya?" tanya Bit Louw.
"Menurut dugaan hamba musuh sekarang pasti masih kelelahan. Mereka baru saja
melakukan perjalanan yang sangat jauh. Saat mereka sedang membangun kemah-kemah mereka,
kita boleh menyerang mereka dengan mendadak. Hamba rasa kita akan mendapat kemenangan
besar!" kata Sok Moai.
Raja Bit Louw setuju pada pendapat Sok Moai. Kemudian Sok Moai diperintahkan
membawa 3000 prajurit maju ke medan perang.
Sok Moai memimpin tentaranya; tetapi sebagian dia suruh bersembunyi di sela-sela
gunung. Jika musuh masuk perangkap mereka maka mereka harus mengepung tentara Cee yang
sedang kelelahan itu. Pasukan yang sebagian lagi langsung menantang perang.
Houw Ji Pan bersama pasukannya berpapasan dengan panglima Sok Moai. Dengan tidak
banyak bicara lagi mereka langsung bertempur. Serangan Houw Ji Pan ditangkis
oleh Sok Moai. Tidak lama pertempuran hebat pun terjadi. Sok Moai yang sudah menyiapkan
jebakan, setelah bertarung beberapa jurus, pura-pura kalah dan kabur ke dalam rimba.
Mengira musuh sungguh-sungguh sudah kalah, Houw Ji Pan memberi tanda agar anak
buahnya mengejar musuh. Ketika Sok Moai sampai di hutan dan mengetahui musuh mengejarnya, Sok Moai
girang. Dia berteriak memberi tanda pada tentaranya yang bersembunyi. Teriakan itu disambut
oleh sorak-sorai yang riuh sekali, dan dari sela-sela gunung segera keluar tentara
Jiong menerjang barisan Houw Ji Pan. Serangan ini mengacaukan pasukan Houw Ji Pan, sehingga
terpecah menjadi dua bagian, karena tengahnya diserang hebat oleh tentara Sok Moai.
Houw Ji Pan baru sadar bahwa dia telah terjebak ke dalam tipu-muslihat musuh.
Dia kaget dan buru-buru memberi perintah mundur.
"Mundur! Mundur!" teriak Houw Ji Pan.
Tetapi komando dari Houw Ji Pan tidak banyak artinya, karena sudah terlambat.
Tentara San- jiong sudah mengepung mereka dengan rapat sekali. Sekalipun Houw Ji Pan sudah
bertarung mati-matian, dia tidak bisa menembus kepungan musuh. Malah lebih celaka lagi,
kuda Houw Ji Pan binasa. Houw Ji Pan jadi bertambah susah. Saat Houw Ji Pan sedang
terancam bahaya, beruntung angkatan perang Raja Cee sampai. Ong-cu Seng Hu datang melabrak
kepungan bangsa San-jiong untuk menolong Houw Ji Pan.
Semula harapan Sok Moai bisa menangkap Houw Ji Pan, tetapi tidak diduga pasukan
Cee datang. Harapan Sok Moai pun gagal, malah tentaranya sendiri rusak berat dan
terpaksa dia harus melarikan diri. Melihat tentaranya banyak yang binasa, Houw Ji Pan menyesali dirinya. Ketika
Houw Ji Pan bertemu dengan Raja Cee Hoan Kong dia merasa malu sekali. Melihat Houw Ji Pan
sangat berduka, Raja Cee Hoan Kong segera mengerti bagaimana perasaan panglima itu
karena kalah perang. Dia mencoba menghibur panglima itu.
"Dalam perang menang dan kalah sudah biasa," kata Raja Cee Hoan Kong. "Harap
Jenderal jangan bersusah hati."
Untuk menghibur Houw Ji Pan dan menyatakan bahwa dia tidak menyesali kekalahan
Houw Ji Pan itu, Raja Cee menghadiahkan seekor kuda yang bagus pada Houw Ji Pan. Houw
Ji Pan mengucapkan terima kasih kepada Raja Cee. Dia girang sekali, Cee Hoan Kong
sangat baik budi. Maka sebisanya dia hendak mengorbankan seluruh tenaga dan jiwanya untuk
membalas kebaikan Raja Cee tersebut.
Pasukan besar negeri Cee bergerak menuju ke arah timur. Sesudah 30 li jauhnya,
mereka sampai di sebuah gunung bernama Hok-liong-san. Tempat itu sangat penting. Cee
Hoan Kong bersamaYanCong Kongmembangunkemahmereka ditempatitu.
Ong-cu Seng Hu dan Pin Si Bu mendirikan dua benteng di kaki gunung tersebut.
Mereka melindungi markasnya dengan cara menggandeng-gandengkan kereta perang mereka.
Mereka juga melakukan penjagaan yang ketat.
** Esok harinya.... Bit Louw mengajak Sok Moai dan 10.000 tentaranya menantang. Tetapi tantangan itu
tidak diladeni oleh tentara Cee. Bit Louw jadi sangat gusar. Berkali-kali dia maju
untuk menerjang, tetapi selalu gagal dan harus mundur kembali. Mereka terhalang oleh kereta-
kereta perang negeri Cee. Demikian kokohnya pertahanan negeri Cee, tidak ubahnya seperti
sebuah tembok kota saja. Dari balik kereta-kereta perang tentara Cee tidak hentinya ribuan
anak panah menyambar ke arah tentara San-jiong.
Sampai lohor Koan Tiong yang berada di atas gunung menyaksikan tentara Jiong
jumlahnya makin berkurang. Semua tentara itu telah turun dari kuda mereka dan mereka
berbaring di tanah. Mulut mereka kelihatan tidak henti-hentinya mengomel. Koan Tiong menepuk-
nepuk bahu Houw Ji Pan sambil berkata.
"Jenderal, sekarang sudah tiba saatnya anda membalas dendam." kata Koan Tiong.
"Baiklah," kata Houw Ji Pan dengan girang. Houw Ji Pan langsung memimpin
tentaranya keluar dari benteng kereta perang. Pasukan Houw Ji Pan bergerak menyerang musuh.
Melihat suasana saat itu mencurigakan Sek Peng berkata pada Koan Tiong, "Menurut
penglihatanku, aku rasa Raja San-jiong sudah mengatur tipu-muslihat." kata Sek
Peng. "Harap Tiong-hu berhati-hati."
"Benar, aku pun menduga begitu," sahut Koan Tiong. Koan Tiong memerintahkan Ong-
cu Seng Hu memimpin pasukan keluar dari bagian kiri, Pin Si Bu memimpin pasukan
sebelah kanan. Mereka diperintahan melabrak tentara musuh yang diperkirakan sedang
bersembunyi. Dugaan Sek Peng dan Koan Tiong memang benar. Melihat tentara Cee hanya berjaga
di markasnya saja dan tidak mau berperang. Raja San-jiong lalu mencari akal.
Kemudian dia bagi tentaranya menjadi dua bagian; pasukan pertama diperintahkan bersembunyi di
sela-sela gunung. Sedang yang sebagian lagi sengaja diperintahkan turun dari kuda-kuda
merela. Mereka juga diperintah mencaci-maki tidak hentinya. Semua itu maksudnya untuk
memancing tentara Cee supaya mau berperang dengan mereka.
Ketika pasukan Houw Ji Pan keluar menyerang, tentara San-jiong berpura-pura
ketakutan. Mereka sengaja meninggalkan kuda mereka dan lari terbirit-birit ke suatu tempat.
Tetapi baru saja Houw Ji Pan mengejar mereka, justru pada saat itu Houw Ji Pan mendengar
suara gembreng dari bentengnya. Maka terpaksa dia urungkan niatnya dan kembali ke
bentengnya. Melihat Houw Ji Pan tidak mengejar pasukan San-jiong, Bit Louw segera berteriak
memanggil tentaranya yang bersembunyi di sela-sela gunung. Kemudian dengan
berbareng mereka menerjang musuh. Tapi Bit Louw tidak menyangka Ong-cu Seng Hu dan Pin Si
Bu bersama pasukannya datang membokong mereka dari belakang. Dengan demikian
tentara San-jiong jadi kalang-kabut.
Di tempat itu segera terjadi pertempuran yang hebat. Ong-cu Seng Hu bertempur
melawan Bit Louw. Pin Si Bu bertarung melawan Sok Moai. Tentara Cee bertanding dengan
tentara San- jiong secara mati-matian.
Bit Louw dan Sok Moai merasa tidak tahan menghadapi kehebatan musuh. Mereka
membalikkan kuda mereka dan buru-buru kabur. Tentaranya sebagian besar telah
binasa oleh tentara Cee. Sesudah berhasil membunuh tentara Jiong, Ong-cu Seng Hu dan Pi Sin
Bu pun berhasil merampas persenjataan dan ransum musuh. Sesudah itu baru mereka
kumpulkan tentaranya danpulangke markasmereka dengan kemenanganbesar.
Sementara Bit Louw yang melarikan diri sudah sampai di markasnya. Ketika dia
memeriksa sisa tentaranya, dia kaget. Sekarang sisa tentaranya tinggal sedikit.
"Harap Tuanku jangan putus asa," kata Sok Moai. "Hamba punya siasat untuk
5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengusir musuh!" "Apa rencanamu?" tanya Bit Louw.
"Hamba duga, jika mereka maju terus, mereka pasti harus lewat di selat Hong-tay-
san. Tempatkan pertahanan yang tangguh di mulut jalan. Tutup dengan balok dan batu-
batu besar. Di bagian depannya kita gali parit untuk pertahanan. Dengan cara demikian hamba
rasa kita akan menang!" kata Sok Moai. Bit Louw mengangguk. Kemudian Sok Moai melanjutkan
bicaranya. "Di gunung Hok-liong-san sejauh 20 li tidak terdapat mata air. Untuk air minum
dan masak mereka harus mengambilnya dari sungai Ti-sui. Jika sungai itu kita bendung,
niscaya tentara musuh akan kekurangan air minum. Pada saat mereka panik dan kebingungan, kita
serang mereka! Hamba rasa kita akan memperoleh kemenangan. Kita kirim utusan ke negara
Kho- tiok untuk minta bala-bantuan. Bagaimana pendapat Tuanku?" kata Sok Moai. "Ya,
bagus, bagus! Aku setuju pada rencanamu!" kata Bit Louw sambil tersenyum girang.
Mereka segera bersiap-siap melaksanakan rencana yang telah dirancang oleh Sok
Moai itu. ** Di markas tentara Cee......
Ketika itu Koan Tiong sedang keheranan, karena tentara San-jiong yang mendapat
labrakan hebat secara beruntun tidak bergerak. Koan Tiong jadi curiga, dia menduga musuh
sedang mengatur siasat. Buru-buru Koan Tiong menyebarkan mata-mata ke berbagai tempat.
Mereka sengaja disebar untuk mencari keterangan di mana saat itu posisi musuh.
Tidak berapa lama mata-mata Koan Tiong sudah datang melapor.
"Musuh telah menutup jalan besar di mulut gunung Hong-tay-san dengan balok dan
batu-batu besar." kata mata-mata itu.
Mendengar laporan tersebut Koan Tiong terkejut, dia bertanya kepada Houw Ji Pan.
"Ciang Kun (Jenderal), selain jalan yang ditutup oleh musuh, apakah masih ada
jalan yang lainnya atau tidak?" kata Koan Tiong.
Mendengar pertanyaan Koan Tiong Jenderal Houw Ji Pan pun bengong. Dia berpikir
sebentar, kemudian baru dia menjawab.
"Jika kita mengambil jalan dari Hong-tay-san, sejauh 15 li dari sini kita akan
sampai di sarang bangsa San-jiong. Jika mau mengambil jalan lain, bisa juga. Tetapi harus dari
arah jalan menuju ke Tay-kwan. Dari sana belok ke arah bukit Ci-moa-nia. Sesudah itu kita
keluar dari mulut gunung Ceng-san. Tidak lama lagi kita akan sampai di sarang mereka. Di
tempat ini gunungnya sangat tinggi dan jalannya pun sangat berbahaya. Kereta perang dan
kuda sulit bergerak." kata Houw Ji Pan.
Mendengar penjelasan itu Koan Tiong duduk diam seperti orang yang sedang
berpikir keras. Sebelum Koan Tiong mengambil keputusan, tiba-tiba datang panglima bernama Lian
Ci menghadap. "Tuanku, celaka kita! Raja Jiong telah menutup sungai, sehingga tentara kita
tidak punya air untuk masak dan minum!" kata Lian Ci. "Bagaimana sekarang?"
"Oh, sungguh celaka!" kata Houw Ji Pan terperanjat. "Di bukit Ci-moa-nia kita
harus berjalan beberapa hari lamanya, baru bisa sampai ke tempat tujuan. Jika tidak ada air
untuk masak dan minum kuda-kuda kita, sungguh sangat berbahaya sekali!"
"Mengapa kita harus putus asa?" kata Cee Hoan Kong. "Jika mereka bendung sungai
itu, toh kita bisa menggali sumur untuk mendapatkan air!"
"Ya, Tuanku benar," kata Sek Peng, "setahu hamba, di tempat yang ada lubang
semutnya, di situ pasti kita bisa mendapatkan mata air. Maka kita harus mencari dulu tempat
tinggal semut. Dengan demikian pekerjaan menggali sumur tidak akan gagal."
Raja Cee Hoan Kong setuju dengan pendapat Sek Peng. Ketika pasukan itu benar-
benar bergerak ke bukit Ci-moa-nia; Raja Cee Hoan Kong mengeluarkan perintah.
"Barangsiapa yang bisa lebih dahulu mendapatkan lubang semut, atau air maka
mereka akan diberi hadiah." kata Raja Cee.
Maka dikerahkannya tentara Cee untuk mencari lubang semut, karena dia yikin
bakal menemukan mata air di lubang semut itu. Terpaksa mereka kembali dengan tangan
hampa, dan melaporkan bahwa usaha mereka telah gagal.
Sebelum Raja Cee Hoan Kong bicara, Sek Peng sudah mendahuluinya berkata.
"Sifat semut, di musim dingin dia mendekati hawa yang hangat, dan pasti mereka
tinggal di tempat yang terang. Sebaliknya di musim panas, mereka mencari udara sejuk, dan
pasti semut-semut itu tinggal di tempat yang teduh! Bulan ini jatuh pada musim dingin,
maka kita harus menggali sumur di tempat yang terang, hamba yakin kita bisa menemukan mata
air itu! Jika sembarangan gali saja, hal itu hanya membuang tenaga percuma saja!" kata
Sek Peng. Tentara Cee menuruti nasihat Sek Peng tersebut. Mereka menuruni tebing gunung,
di tempat yang terang itulah mereka mulai menggali lubang. Memang benar mereka beruntung
menemukan mata air yang jernih dan enak diminum.
Keberhasilan anak buahnya menemukan mata air atas jasa Sek Peng yang
berpengetahuan banyak itu, membuat Raja Cee Hoan Kong sangat kagum.
"Aku kagum pada Sek Peng, kepandaiannya mirip seorang nabi!" kata Cee Hoan Kong.
Sesudah itu Raja Cee Hoan Kong memberi nama mata air tersebut dengan sebutan
"Seng Cun" (Mata air dari Nabi), dan gunung Hok-liong-san pun diubah namanya menjadi
Liong- coan-san. Seluruh bala-tentara Cee mendapat air, dan mereka bersorak-sorak gembira sekali.
** Tatkala Bit Louw mendapat kabar tentara Cee tidak kehabisan air minim. Raja Bit
Louw jadi khawatir dan cemas. Dia berkata kepada Sok Moai:
"Barangkali mereka dibantu oleh malaikat, apa saja yang kita rencanakan pada
mereka, selalu gagal!" kata Bit Louw.
"Harap Tuanku tidak khawatir," kata Sok Moai. "Sekalipun tentara Cee tidak
kekurangan air, tetapi mereka datang dari tempat yang jauh. Sudah pasti mereka tidak boleh
kehabisan makanan. Jika kita terus bertahan di benteng, dan mereka tidak bisa maju. Lama
kelamaan mereka akan kehabisan bahan makanan. Terpaksa mereka mundur sendiri!"
Bit Louw yang tadinya murung mendengar nasihat Sok Moai jadi girang kembali. Dia yakin
kali ini siasat yang akan dijalankannya pasti berhasil. Sejak hari itu anak
buahnya diperintahkan berjaga-jaga saja. Sedang Bit Louw sendiri bersenang-senang dengan
perempuan cantik sambil minum arak. Ketika itu seolah bangsa San-jiong tidak
sedang berperang. Koan Tiong dari pihak Cee mengadakan peninjauan. Dia melihat tentara San-jiong
tidak bergerak sama sekali. Koan Tiong heran lalu berpikir.
"Mereka tidak menghiraukan kami. Aku tahu mereka berharap tentara Cee kehabisan
bahan makanan..." pikir Koan Tiong. "Mereka juga sudah menutup jalan untuk tentara Cee
mengangkut bahan makanan."
Buru-buru Koan Tiong mengatur siasat. Dia mengeluarkan perintah.
"Pin Si Bu dan Houw Ji Pan, kalian berdua bawa pasukan kalian dan harus berpura-
pura hendak pulang ke Kui-cu untuk mengambil ransum. Diam-diam kalian bawa pasukanmu
ke bukit Ci-moa-nia. Dalam enam hari kalian harus sudah bisa sampai di sarang
bangsa San- jiong. Dan kau Lian Ci, setiap hari kau pergi ke gunung Hong-tay-san untuk
menantang perang. Dengan demikian bangsa San-jiong tidak curiga pasukan kita sedang
bergerak ke markas mereka!" kata Koan Tiong.
Bab 9 Selang enam hari kemudian......
Sengaja setiap hari selama seminggu Liang Ci pergi menantang perang, tetapi
tentara Jiong tidak mau keluar untuk bertempur.
Ketika itu Koan Tiong memperkirakan Pin Si Bu bersama Houw Ji Pan dan pasukannya
sudah hampir sampai di sarang bangsa San-jiong. Koan Tiong segera menyiapkan
angkatan perangnya untuk menerjang ke benteng musuh.
Segera Koan Tiong memerintahkan semua anak buahnya mengangkut sekarung tanah.
Tanah tersebut dimaksudkan untuk menutupi galian yang dibuat oleh musuh. Begitu
pasukan Cee sampai, mereka harus melemparkan karung berisi tanah itu ke dalam lubang atau
parit. Lama kelamaan parit itu akan tertutup kembali dan bisa dilewati oleh kereta perang
tentara Cee. Begitu persiapan pasukan Cee yang besar jumlahnya sudah beres, mereka bergerak
maju sambil bersorak-sorak. Ketika mereka sudah sampai di mulut gunung, sambil
bersorak-sorak dan mengangkuti tanah mereka singkirkan batu besar dan balok yang menghadang di
mulut jalan. Ketika serangan yang bergelombang itu datang, Raja Bit Louw dan Jenderal Sok
Moai sedang enak-enak berpesta-pora sambil minum arak. Mendengar suara teriakan dan sorak-
sorai yang riuh sekali, mereka kaget. Tiba-tiba anak buahnya datang melapor.
"Tentara Cee sudah datang menyerang masuk dari mulut gunung." kata anak buahnya.
Dengan sangat tergopoh-gopoh raja San-jing bersama Jenderal Sok Moai mengambil
senjata mereka. Mereka naik ke atas kuda hendak menyambut serangan musuh. Tetapi di saat
sedang panik datang laporan baru.
"Dari sebelah barat pasukan Cee datang menyerang!" kata pelapor tersebut.
Mendengar kabar tersebut Jenderal Sok Moai bingung, karena yakin tidak akan
mampu membendung serangan musuh yang bagaikan air bah itu. Buru-buru Sok Moai mengajak
Raja Bit Louw melarikan diri ke arah tenggara.
Ketika Pin Si Bu melihat raja dan jenderal bangsa San-jiong kabur, dia mencoba
mengejarnya. Dia kejar mereka sampai beberapa li jauhnya, tetapi karena melihat
jalan gunung tersebut sangat berbahaya, sementara orang San-jiong melarikan kudanya
seperti terbang, Pin Si Bu tidak yakin bisa menyusul mereka. Maka apa boleh buat
terpaksa Pin Si Bu kembali. Dalam peperangan ini tentara Cee berhasil merampas perbekalan dan kuda-kuda
serta kerbau, kambing maupun alat senjata musuh. Sedang perempuan-perempuan rampasan dari
negeri Yan pun sudah bisa dibebaskan kembali. Karena tidak punya pilihan, rakyat bangsa
San-jiong bersedia menyerah kepada Raja Cee Hoan Kong.
"Ke mana kaburnya Raja kalian?" kata Cee Hoan Kong.
"Negeri kami bertetangga dengan negeri Kho-tiok, kami sangat rukun. Dulu Raja
kami mengirim utusan untuk minta bantuan pada mereka. Tetapi sebelum bantuan datang,
kami sudah dikalahkan oleh tuanku! Kami rasa mungkin Raja kami lari ke sana!" kata
orang yang ditanya. "Apakah negeri Kho-tiok itu kuat?" tanya Raja Cee. "Berapa jauhnya negeri itu
dari sini?" "Kho-tiok sebuah negara cukup besar terletak di sebelah tenggara," sahut orang
itu. "Dari sini sekitar 100 li jauhnya. Di negeri itu ada sungai bernama Pi-ji, jika kita sudah
menyeberangi sungai itu, maka kita sudah ada di tapal batas negeri Kho-tiok. Tetapi jalan dan
pegunungannya sangat berbahaya!"
"Aku tidak peduli bagaimana berbahayanya," kata Raja Cee. "Aku pikir bangsa Kho-
tiok sahabat bangsa San-jiong, pasti sama jahatnya! Aku tidak takut mereka kuat,
tetapi kami harus menaklukkannya, baru aku puas!"
Mendengar niat Raja Cee ini, rakyat bangsa San-jiong jadi ngeri. Ketika itu Kho
Hek yang mendapat perintah dari Pao Siok Gee untuk mengangkut 50 kereta ransum sudah
kembali. Hal ini menambah kegembiraan Raja Cee. Sesudah istirahat mereka kemudian meneruskan
perjalanan mereka. *** Raja Bit Louw dan Jenderal Sok Moai dan sisa pasukannya kabur ke negeri Kho-
tiok. Begitu sampai mereka langsung menemui Tap Li Oh raja negeri Kho-tiok. Bit Louw berlutut
di hadapannya sambil menangis. Kemudian Bit Louw menceritakn kekalahannya dari
tentara negeri Cee. Mendengar pengaduan Bit Louw, Tap Li Oh terkejut. Dia bangunkan Bit Louw yang
sedang berlutut di hadapannya. "Aku menyesal belum sempat mengirim pasukan kepadamu," kata Tap Li Oh. "Baru-
baru ini aku terserang penyakit, jadi agak kurang sehat. Aku tidak mengira serangan
tentara Cee begitu cepat."
5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Raja Bit Louw tetap berduka.
"Untuk sementara kau boleh tinggal dulu bersamaku," kata Tap Li Oh melanjutkan
ucapannya. "Di negeriku terdapat sungai bernama Pi-ji, dalamnya sulit dijajaki.
Mereka tidak akan mampu menyeberang sungai itu, jika mereka tidak memakai rakit untuk
menyeberang. Mereka tidak akan sampai ke mari, kecuali punya sayap! Karena lama bertahan di
seberang sana, lama-lama makanan mereka akan habis. Akhirnya terpaksa mereka harus
mundur. Saat itu aku akan mengambil daerahmu yang sudah mereka duduki!" kata Tap Li Oh.
"Aku masih khawatir tentara Cee itu pandai-pandai. Mereka bisa membuat rakit
sendiri," kata Hong Hoa. "Aku rasa sepanjang tepi sungai harus kita jaga ketat! Selain mencegah musuh
menyeberang, sebelum mereka bergerak sudah terpantau oleh kita."
"Pendapatmu tidak masuk akal," kata Tap Li Oh. "Seandainya benar mereka bisa
membuat rakit sendiri, mustahil kita tidak mengetahuinya"!"
Raja Tap Li Oh tidak mempedulikan saran Jenderal Hong Hoa. Dia terlalu yakin
pada kehebatan sungai Pi-ji. Akibatnya dia jadi lengah dan kurang siaga. Bahkan
gerak-gerik musuhpun tidak mereka pantau. Malah dia ajak sahabatnya Bit Louw bersenang-
senang. Dikisahkan di pihak angkatan perang Cee.....
Ketika Raja Cee Hoan Kong dan pasukan perangnya sudah berjalan kira-kira 10 li
jauhnya. Hoan Kong menyaksikan gunung berjajar-jejer menghadang di depannya. Di sana-sini
batu- batu besar dan terjal terhampar luas, semak belukar dan pohon-pohonnya sangat
lebat. Keadaan medan seperti itu sungguh sangat menyulitkan bagi kereta perang tentara
Cee bisa bergerak. Raja Cee jadi cemas bukan main.
Hanya Koan Tiong yang tetap tenang dan sedikit pun dia tidak gentar melihat
keadaan itu. Dia tidak kehabisan akal. Koan Tiong terpekur mencari siasat. Tidak berapa lama
dia mulai mengeluarkan perintahnya.
"Di tempat ini kita harus membangun perkemahan tentara!" kata Koan Tiong.
"Dengan demikian pasukan kita bisa istirahat dengan baik."
Segera anak buahnya membuat markas mereka dengan cepat. Sesudah selesai mereka
pun istirahat. Ada yang masak nasi ada yang masak air minum dan sebagainya. Sesudah
mereka makan kenyang dan cukup istirahat, kembali Koan Tiong mengeluarkan perintah.
"Sekarang kalian kumpulkan kayu-kayu kering, rumput kering dan apa saja yang
mudah terbakar! Sesudah itu barang-barang yang mudah terbakar itu letakan di hutan
rimba itu. Lalu kalian bakar!" kata Koan Tiong.
"Baik, Tiong-hu!" jawab anak buahnya.
Tentara Cee bekerja keras mengumpulkan bahan yang mudah terbakar, tidak berapa
lama bahan-bahan itu sudah terkumpul cukup banyak. Sesudah itu hutan tersebut mereka
bakar. Tidak berapa lama api pun sudah berkobar menghanguskan pepohonan, rumput-rumput
yang tinggi dan sebagainya. Tempat yang tadinya hutan-rimba dan semak-belukar, kini rumput dan pohon itu
telah berubah menjadi lautan api raksasa. Lima hari lima malam lamanya api raksasa itu
berkobar- kobar, seolah-olah lautan api saja. Akibat kobaran api itu rumput-rumput telah
berubah menjadi debu, pohon-pohon telah menjadi areng. Binatang-binatang buas atau
beracun pun tidak ketahuan ke mana larinya.
Sesudah kobaran api raksasa itu padam, Koan Tiong memerintahkan tentaranya
membuka jalan. Mereka membongkar dan menggali bukit dijadikan jalan setapak di samping-
samping gunung. Dengan demikian kereta perang dan kuda bisa berjalan dengan sedikit
leluasa tanpa halangan. Para panglima Cee menyatakan kekhawatirannya. Mereka menyaksikan banyak sekali
gunung yang tinggi dan berbahaya. Gunung-gunung itu menghadang di tengah jalan yang
akan mereka lalui. Situasi ini terutama sangat menyulitkan bagi pasukan kereta perang
mereka bergerak. "Kuda-kuda bangsa Jiong bisa berlari cepat di tempat ini. Mereka sudah terbiasa
dengan daerah ini. Sebaliknya kereta perang kita tidak bisa bergerak begitu seperti
kuda-kuda mereka!" kata Koan Tiong pada semua panglima Cee.
"Karena itu pasukan kita jadi tidak bersemangat!" kata panglimanya.
"Akan kutulis dua buah lagu untuk membangkitkan semangat mereka." kata Koan
Tiong. "Lagu apa, Tiong-hu?" tanya mereka.
"Lagu naik dan turun gunung," jawab Koan Tiong sambil tersenyum.
Kemudian Koan Tiong membuat syair atau nyanyian "Naik Gunung" dan Turun Gunung".
Sesudah selesai dia perintahkan semua panglimanya mempelajari nyanyian itu.
Kemudian nyanyian itu diajarkan pada tentaranya.
Nyanyian "Naik Gunung" ciptaan Koan Tiong itu syairnya demikian:
"Gunung berderet-deret jalan pun terputar-putar.
Pohon berbaris batu berderet seperti lankan.
Awan tipis membuat udara dingin dan segar.
Kami giring kereta kami naik ke gunung yang tinggi.
Hong Pek pegang les Ji-ji memegang cambuk membuat larinya kencang.
Seperti juga burung terbang yang memiliki sayap kekar.
Bertolak mendaki ke atas gunung dengan tidak merasa sukar."
Sedang "Nyanyian Turun Gunung" berbunyi demikian:
"Naik gunung tidak susah turun gunung lebih mudah.
Roda menggelinding mantap tidak menyimpang.
Suara kereta berderit-derit seperti mendengar suara balang.
Melewati beberapa tikungan sampai di tanah rata yang terang.
Habiskan rumah kaum Jiong yang sering bikin orang bimbang.
Musnahkan negeri Kho-tiok beroleh ganjaran berjalan pulang."
Begitu semua tentara Cee sudah bisa menyanyikan kedua lagu itu, mereka bergerak
maju. Sambil berjalan dan berderap mereka menyanyikan nyanyian itu dengan bersemangat.
Tentara jadi bersemangat dan senang sekali. Dengan demikian mereka melupakan rasa lelah
mereka saat berjalan. Dengan tidak terasa kereta-kereta perang itu bergerak naik turun
gunung dengan cepat. Setelah berjalan melewati beberapa gunung, akhirnya mereka sampai di sebuah
bukit yang tinggi sekali. Kereta-kereta perang besar dan kecil berjalan dengan lancar.
Tetapi suatu ketika deretan kereta ini berhenti tidak bisa berjalan terus.
Tidak lama datang orang melapor pada Cee Hoan Kong.
"Di depan kita ada bukit yang sangat berbahaya! Bukit itu tinggi sekali, dan di
kedua tepi bukit itu penuh batu yang terjal dan licin. Hanya ada jalan setapak kecil
sekali. Jalan itu hanya bisa dilewati sebuah kereta perang saja!" kata prajurit yang melapor.
Mendengar laporan itu Cee Hoan Kong terkejut. Dia khawatir dan berkata.
"Oh, jika di tempat ini ada tentara musuh bersembunyi, jika mereka menyerang,
pasti kita akan mendapat kerusakan besar!" kata Raja Cee Hoan Kong.
Pada saat Cee Hoan Kong sedang kebingungan, tiba-tiba dari sudut gunung dia
melihat seekor makhluk keluar. Makhluk itu mirip manusia. Tetapi jelas bukan manusia, binatang
pun bukan binatang. Panjang makhluk itu kira-kira satu kaki lebih. Mengenakan baju merah
dan kopiah berwarna ungu. Sepasang kaki makhluk itu tidak memakai sepatu. Makhluk itu
datang ke hadapan Cee Hoan Kong sambil memberi hormat tiga kali. Sikap makhluk itu seperti
orang sedang menyambut tamunya. Sesudah mengusap bajunya dan menggerakkan tangan
kanannya, makhluk itu menghilang di balik gunung. Melihat kejadian itu Raja Cee
Hoan Kong jadi semakin khawatir, lalu dia bertanya kepada Koan Tiong.
"Apa kau melihatnya, Tiong-hu?" kata Cee Hoan Kong.
"Tidak," sahut Perdana Menteri itu.
Raja Cee Hoan Kong menceritakan apa yang dilihatnya tadi.
"Oh, bagus! Dalam nyanyian hamba, hamba juga menyebut makhluk itu Ji-ji," kata
Koan Tiong dengan girang. "Apa Ji-ji itu?" tanya Cee Hoan Kong heran.
"Hamba dengar di tanah utara ada malaikat gunung bernama Ji-ji," kata Koan
Tiong. "Dia memperlihatkan diri pada calon Raja Jagoan. Pasti itu makhluk yang disebut Ji-
ji! Dia bersikap hormat, tandanya dia minta tuanku mengerahkan angkatan perang. Dia usap
bajunya, dia memberi tanda di depan kita ada mata air. Dia gerakan tangan kanannya,
artinya air sungai bagian kanan dalam sekali. Dia minta tuanku mengambil jalan di sebelah kirinya!"
Mendengar keterangan itu Cee Hoan Kong manggut-manggut. Dia kagum juga merasa
aneh sekali. Bab 10 "Jika di depan kita ada sungai yang menghadang," kata Koan Tiong, "sebaiknya
kita tahan tentara kita di sini! Kita atur penjagaan dengan baik. Pertama-tama kita kirim
orang untuk menyelidiki keadaan sungai itu. Harus kita ketahui berapa dalam dan ceteknya air
sungai itu. Kemudian baru tentara kita dimajukan."
Cee Hoan Kong setuju pada pendapat Koan Tiong. Kemudian dia perintahkan seorang
mata- mata pergi mencari tahu keadaan sungai dan posisi musuh mereka saat itu.
Tidak berapa lama mata-mata yang dikirim tersebut sudah kembali lagi melapor
kepada Cee Hoan Kong. "Turun dari gunung sekitar lima li jauhnya, di situ menghadang sebuah sungai
bernama Pi-ji. Sungai itu luas dan dalam sekali. Sekalipun di musim Tang (dingin/salju) air
sungai itu tidak bisa beku. Tadinya di tempat itu disediakan rakit-rakit untuk orang menyeberangi
sungai tersebut, tetapi sekarang rakit-rakit itu sudah diangkut oleh raja Kho-tiok ke
seberang sana! Maksudnya supaya tentara Cee tidak bisa menyeberangi sungai tersebut. Semakin
kita ke sebelah kanan, air sungai itu semakin dalam. Tetapi jika terus berjalan ke
sebelah kiri kira- kira tiga li jauhnya, sekalipun sungainya lebih luas, tapi airnya sangat
dangkal. Jika orang turun dan berjalan kaki di air tersebut, dalamnya hanya sebatas lutut saja."
"Hai, kalau begitu terbukti alamat malaikat Ji-ji itu benar!" kata Cee Hoan Kong
girang. "Syukur, sungguh syukur sekali!" kata Yan Cong Kong. "Sepengetahuanku, orang
belum pernah mengetahui ada bagian sungai Pi-ji yang bisa diseberangi dengan cara
dituruni atau ngerobok?" "Dari sini ke Kota-raja Kho-tiok masih berapa jauh?" tanya Cee Hoan Kong.
"Lewat sungai Pi-ji kita berjalan lagi menuju ke arah timur," sahut Raja Yan,
"pertama kita akan bertemu gunung Toan-cu-san, ke-dua gunung Ma-pian-san, ke-tiga gunung Song-
cu-san. Kita terus berjalan melewati tiga gunung tersebut, sesudah 30 li jauhnya, kita
akan menemukan tiga buah kuburan raja Kho-tiok di zaman Kerajaan Siang. Sesudah
berjalan lagi 20 li maka sampailah kita di kota Bu-te-shia, yaitu ibukota negeri Kho-tiok."
Dengan tidak menunggu sampai Raja Cee Hoan Kong bicara, Houw Ji Pan minta izin
akan bergerak bersama angkatan perangnya lebih dahulu.
"Tunggu dulu, sekarang pasukan perang kita harus diatur lagi," kata Koan Tiong.
"Jika tentaramu saja yang maju sendiri, bagaimana jika dihadang oleh musuh. Kau akan
terkepung sendiri. Maka pasukan harus dipecah dan bergerak dari dua jurusan!"
Raja Cee Hoan Kong dan panglima yang lain pun sepakat pada pendapat Koan Tiong
tersebut. Koan Tiong segera memerintahkan tentaranya menebang bambu untuk dibuat
rakit atau getek. Karena pekerjaan itu dikerjakan oleh orang banyak, ditambah lagi Cee
Hoan Kong sangat baik pada semua tentaranya. Maka dengan gembira mereka mengerjakan rakit
itu dengan cepat sekali. Dalam waktu singkat sudah ratusan rakit selesai.
Koan Tiong segera memerintahkan agar rakit-rakit itu dimuati kereta perang dan
kuda mereka. Kemudian rakit itu diseret ke tepi sungai. Begitu seluruh rakit sudah
terkumpul di kaki gunung, Koan Tiong membagi tentara Cee menjadi dua bagian. Ong-cu Seng Hu
dan Kho Hek mengepalai satu pasukan tentara. Pasukan tersebut dijadikan barisan
depan. Dengan naik rakit mereka akan menyeberang dari sebelah kanan. Kong-cu (Pangeran) Kai
Hong dan Si Tiao ikut bersama Raja Cee Hoan Kong membawa pasukan belakang untuk menjadi
pasukan pembantu. Pin Si Bu dan Houw Ji Pan mengepalai satu pasukan tentara
barisan depan. Dengan cara menerjuni sungai itu, mereka menyeberang dari sebelah kiri.
Koan Tiong dan Lian Ci ikut bersama Yan Cong Kong memimpin barisan belakang.
Sesudah ada di seberang pasukan itu berkumpul di gunung Toan-cu-san.
5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Raja negeri Kho-tiok, Tap Li Oh tinggal di kota Bu-te-shia. Karena sudah lama
tidak mendapat kabar tentang pasukan Cee yang ada di seberang sungai, dia
memerintahkan mata- matanya untuk menyelidik di sungai Pi-ji. Ketika mata-matanya itu sampai di tepi
sungai, saat itu mata-mata itu melihat seluruh sungai sudah penuh oleh rakit-rakit bambu
tentara Cee. Di atas rakit terdapat kereta perang, kuda-kuda dan tentara Cee yang siap
menyeberangi sungai Pi-ji. Melihat hal itu buru-buru mata-mata itu pulang dan melapor pada Tap Li
Oh. Mendengar laporan dari mata-matanya, bukan main kagetnya Tap Li Oh. Segera dia
perintahkan Jenderal Hong Hoa mengepalai 5000 tentara untuk menghadang majunya
tentara musuh. Raja Bit Louw kaget dan merasa ngeri, tetapi karena malu, dia diam dan mencoba
menabahkan hatinya. "Biar aku dan Sok Moai yang akan memimpin pasukan depan!" kata Bit Louw.
"Tidak usah!" kata Jenderal Hong Hoa. "Orang yang sudah menjadi pecundang tidak
ada gunanya diajak maju lagi ke medan perang!"
Raja Bit Louw dan Jenderal Sok Moai mendongkol sekali, tetapi tidak bisa bicara
apa-apa. Dengan sombong Jenderal Hong Hoa naik kuda berangkat ke medan perang. Melihat
jenderalnya yang gagah berani itu, Tap Li Oh senang sekali. Dia yakin panglima
perangnya itu akan mampu mengusir musuh mundur dari negerinya. Tetapi dia merasa kasihan
kepada Bit Louw yang duduk bengong saja seperti patung. Lalu dia hibur Bit Louw dengan
manis. "Gunung Toan-cu-san yang letaknya di bagian barat-daya, merupakan jalan yang
sangat penting. Aku harap kau bersama Sok Moai mau menjaga tempat itu. Aku akan
menyusul belakangan!" kata Tap Li Oh.
Raja Bit Louw setuju menerima perintah itu, sekalipun hatinya sangat mendongkol
kepada Jenderal Hong Hoa yang telah menghinanya.
Sebelum pasukan Jenderal Hong Hoa sampai ke tepi sungai, mereka telah berpapasan
dengan pasukan Kho Hek yang berjalan di depan.
Kedua pasukan itu dengan tidak banyak bicara lagi langsung serang-menyerang
dengan seru sekali. Memang benar tenaga Jenderal Hong Hoa sangat kuat. Baru bertarung
beberapa jurus Kho Hek tidak sanggup melawannya. Ketika Kho Hek berniat kabur, untunglah Ong-cu
Seng Hu sudah keburu datang. Melihat musuh yang baru datang, Hong Hoa meninggalkan Kho Hek dan menyerang Ong-
cu Seng Hu; serangan itu langsung disambut, sehingga mereka berdua jadi bertempur
dengan seru sekali. Kali ini Hong Hoa ketemu tandingannya, sehingga sekalipun sudah
bertempur 50 jurus lebih, belum ada yang menang atau kalah.
Sementara itu Raja Cee bersama pasukan besarnya telah sampai, Pangeran Kai Hong
di sebelah kanan, Si Tiao di sebelah kiri, dengan berbareng datang menerjang
pasukan musuh. Jenderal Hong Hoa ketika melihat datangnya bala-tentara Cee seperti sekawanan
lebah banyaknya, dia jadi panik dan merasa jerih, buru-buru dia balikkan kudanya untuk
melarikan diri. Panglima dan tentara Cee segera mengamuk dengan sengit, sehingga 5000 tentara
Kho-tiok telah binasa lebih dari separuhnya. Sisanya semua menyerah pada pasukan Cee.
Setelah Jenderal Hong Hoa kabur cukup jauh dari medan pertempuran, dan suara
riuh pun sudah tidak kedengaran lagi, barulah dia berani menoleh ke belakang. Bukan main
kagetnya, sebab tidak seorang pun tentaranya yang ikut bersamanya. Sambil uring-uringan
dia melarikan kuda tunggangnya, ketika hampir sampai di gunung Toan-cu-san, dia
menjadi semakin kaget, sebab di tempat itu sudah penuh pasukan berbendera negeri Cee,
Yan dan Bu Ciong. Ternyata itu pasukan Pin Si Bu dan yang lainnya yang telah menyeberangi sungai
dengan cara ngerobok (masuk) ke sungai Pi-ji. Mereka juga sudah bisa menduduki gunung milik
tentara musuh. "Wah, kali ini celaka aku!" pikir Hong Hoa yang gemetar sekujur tubuhnya,
Dia tahan kudanya dan tidak berani lewat di tempat itu. Sesudah diam seketika
lamanya dan sudah dapat berpikir, dia tinggalkan kudanya. Dengan menyamar menjadi penebang
kayu, dari jalan kecil dia merayap di kaki gunung, dengan demikian selamatlah dia.
Ketika itu tentara Raja Cee Hoan Kong sudah mendapat kemenangan besar. Dia
bersama tentaranya maju dan sudah sampai di gunung Toan-cu-san. Di sini seluruh tentara
Cee bergabung dengan yang lainnya. Mereka segera mendirikan perkemahan mereka di
tempat itu. ** Dikisahkan Raja Bit Louw yang mendapat perintah dari Tap Li Oh. Dia bersama
Jenderal Sok Moai memimpin pasukannya, tetapi baru berjalan sampai di gunung Ma-pian-san, dia
telah mendapat kabar bahwa gunung Toan-cu-san sudah diduduki oleh musuh. Karena
angkatan perang Cee sangat tangguh, Bit Louw tidak berani merebut kembali gunung itu.
Kemudian dia mendirikan perkemahannya di gunung Ma-pian-san.
Ketika Jenderal Hong Hoa sudah berjalan cukup jauh dan sampai di gunung Ma-pian-
san. Hong Hoa mengenali pasukan perang yang ada di situ orang sendiri. Kebetulan
sekali pada waktu itu perutnya sedang kelaparan. Dia berharap di tempat itu dia bisa
mendapatkan makanan untuk mengisi perutnya. Buru-buru dia datang ke perkemahan itu. Begitu
sampai Hong Hoa langsung bertanya pada pengawal perkemahan.
"Siapa pemimpin pasukannya?" kata Hong Hoa.
"Raja Bit Louw!" jawab yang ditanya.
Mendengar jawaban itu Jenderal Hong Hoa jadi tidak enak hati. Dia ingat di depan
rajanya dia telah menghina Raja Bit Louw dan panglimanya itu. Jika raja negeri San-jiong
itu mengetahui dia kalah, pasti dia akan diejeknya. Tadinya Hong Hoa akan meneruskan
kembali perjalannya dengan menahan lapar ke kota Bu-te-shia, tetapi karena perutnya
sangat kelaparan, terpaksasekalipun malu diamasukjugakeperkemahan
itu. Melihat Jenderal Hong Hoa datang dalam keadaan payah, Raja Bit Louw segera
mengetahui, bahwa Hong Hoa telah kalah perang. Karena Bit Louw masih ingat bagaimana Hong
Hoa telah mengejek dia, maka Bit Louw berpikir.
"Inilah saatnya aku membalas ejekannya!" pikir Bit Louw.
"Aku dengar kau jago perang dan tidak pernah kalah, eh mengapa kau berpakaian
begini dan datang sendirian kemari?" kata Bit Louw sinis sambil tersenyum.
Mendengar ejekan itu Hong Hoa malu bukan main. Mukanya berubah merah, tetapi
saking kelaparan, apa boleh buat dia ceritakan tentang kekalahanya. Kemudian dia dengan
terpaksa menebalkan mukanya minta makanan.
Kembali Bit Louw tersenyum dan menyindir, dengan sengaja dia tidak mau memberi
apa yang diminta oleh Hong Hoa, tetapi hanya memerintahkan orangnya memberinya nasi
kering dan air mentah saja. Jenderal Hong Hoa sangat mendongkol, tetapi dia tidak berani berkata apa-apa.
Terpaksa dia makan nasi kering itu sekedar untuk menahan rasa laparnya. Kemudian dia minta
diberi seekor kuda tunggang, karena dari situ ke kota Bu-te-shia perjalanannya masih
sangat jauh. Sengaja Bit Louw memberinya seekor kuda yang kaki terluka dan agak pincang.
Jenderal Hong Hoa tidak berani menampik pemberian itu, lalu dia pamit pada Bit
Louw dan berangkat menuju ke kota Bu-te-shia.
Begitu Hong Hoa sudah pergi, Bit Louw dan Sok Moai tertawa terbahak-bahak.
Mereka senang sekali sebab sudah bisa membalas penghinaan pada panglima yang sombong
itu. Di sepanjang jalan Hong Hoa merasa gemas dan kesal sekali kepada Bit Louw,
karena selain sudah dihina, dia juga dikasih kuda yang jalannya pincang, sehingga memperlambat
perjalanannya. Mulut Hong Hoa tidak hentinya mengomel panjang pendek, dia merasa
sangat sakit hati dan bersumpah akan membalas hinaan tersebut. Begitu sampai di kota
Bu-te-shia, langsung Hong Hoa menemuin Tap Li Oh, dan langsung melapor.
"Karena di tepi sungai Pi-ji tidak dijaga, sehingga tentara musuh bisa
menyebrang dengan gampang. Begitu sampai hamba dikalahkan oleh panglima Cee." kata Hong Hoa.
Raja Tap Li Oh kaget dan kebingungan. Wajahnya berubah pucat pasi. Melihat hal
itu perdana menterinya yang bernama Gut Lut Kouw menghiburnya.
"Tuanku jangan cemas," kata Gut Lut Kouw. "Aku masih bisa berdaya mengusir
musuh!" "Bagaimana caranya?" tanya Tap Li Oh.
"Di sebelah utara negeri kita ada sebuah padang pasir yang disebut See-cek.
Tempat itu sangat gersang. Rumput dan tumbuh-tumbuhan di sana tidak jadi karena tidak ada
air setetespun." kata Gut Lut Kouw. "Sejak dahulu kala tempat itu dijadikan tempat
membuang mayat orang yang meninggal di negeri ini. Tidak heran jika di tempat itu
bergeletakan tulang- belulang manusia. Celakannya, kata orang di tempat itu ada angin jahat sering
bertiup. Jika ada orang yang terserang angin itu bisa celaka."
"Hm! Sungguh berbahaya!" kata Tap Li Oh.
"Benar, tuanku. Selain gersang tempat itu jalannya sulit dikenali. Jika ada
orang salah jalan sulit bisa keluar dari situ. Kita harus mengirim orang yang berpura-pura tunduk
pada tentara Cee. Orang ini harus memancing musuh supaya terjebak masuk ke daerah itu. Dengan
tidak usah berperang musuh akan rusak berat. Jika mereka sudah tidak bersemangat lagi,
kita labrak mereka habis-habisan!" kata Gut Lut Kouw.
"Apa tentara Cee bisa kita pancing ke sana?" kata Tap Lie Oh masih sangsi.
"Sudah pasti mereka akan datang," sahut Gut Lut Kouw. "Caranya memancing mereka
begini: Tuanku bersama keluarga harus bersembunyi di Yang-san. Rakyat harus
meninggalkan kota dan bersembunyi juga. Dengan demikian kota jadi sunyi-senyap.
Perintahkan seorang panglima tuanku untuk pura-pura menyerah. Jika ditanya
katakan pada Raja Cee, bahwa tuanku sudah kabur ke See-cek untuk meminjam tentara. Jika
mereka mendengar penjelasan ini, pasti Raja Cee akan mengejar kita ke See-cek. Jelas
mereka akan masuk ke dalam jebakan kita, bukan?" kata Gut Lut Kouw.
Raja Tap Lie Oh sangat girang dia tertawa terbahak-bahak.
"Aku setuju," kata Tap Li Oh.
"Tuanku izinkan hamba menjalankan tipu pura-pura menyerah pada mereka!" kata
Jenderal Hong Hoa. "Ya, baik, aku izinkan!" kata Tap Lie Oh.
Raja memerintahkan 1000 tentaranya kepada Hong Hoa dengan pesan harus berhati-
hati. Hong Hoa berjanji akan memperhatikan pesan itu, lalu ia pamit pergi akan
melaksanakan tipu-muslihatnya. Raja Tap Li Oh mengeluarkan perintah pula agar rakyat negeri pergi bersembunyi
di sela-sela gunung, sedang dia dan seluruh menterinya bersama keluarganya pergi bersembunyi
juga. Dengan demikian keadaan kota Bu-te-shia menjadi kosong dan sepi sekali.
Ketika Hong Hoa baru sampai di tengah jalan mencari akal. Dia berpikir bagaimana
caranya supaya Raja Cee mau percaya bahwa dia takluk sungguh-sungguh. Sesudah dipikir-
pikir, akhirnya dia mendapat ide bagus.
"Sebaiknya aku bunuh Raja Bit Louw dengan membawa kepala raja San-jiong itu,
pasti Raja Cee akan percaya sekali aku takluk kepadanya. Dengan demikian aku juga bisa
membalas sakit hatiku." pikir Hong Hoa. "Rajaku pun, aku rasa tidak akan marah aku
membunuh dia. Karena ini demi berhasilnya tipu-muslihat Gut Lut Kouw!"
Sesudah berpikir begitu Hong Hoa pergi ke gunung Ma-pian-san akan menemui Bit
Louw. Waktu itu Raja Bit Louw masih belum bertempur dengan pasukan Cee, karena masing-
masing tidak berani sembarangan maju perang. Ketika Raja Bit Louw mendapat kabar
Jenderal Hong Hoa datang dengan membawa bala-bantuan, dengan sangat girang dia
keluar dari bentengnya dan menyambut kedatangannya.
Melihat Raja Bit Louw datang menyambut, dengan menggunakan saat yang baik itu,
Hong Hoa mengayunkan goloknya menabas leher Raja Bit Louw hingga terjatuh ke tanah
dan tewas. Melihat rajanya dibunuh, Jenderal Sok Moai sangat marah, segera dia mengambil
5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
golok dan naik kuda, langsung menyerang Hong Hoa. Tetapi Hong Hoa tidak tinggal diam, dia
melakukan perlawan yang hebat. Maka terjadilah peperangan yang kacau antara
pasukan Bit Louw dengan pasukan Hong Hoa.
Berperang belum beberapa jurus, Sok Moai merasa tidak sanggup melawan Hong Hoa,
dia melarikan kudanya ke benteng Houw Ji Pan untuk menyerahkan diri. Tetapi Houw Ji
Pan tidak menerima begitu saja, dia perintahkan tentaranya menangkap Sok Moai, dan
segera dipenggal batang lehernya. Setelah Hong Hoa mengalahkan tentara Raja Bit Louw,
dia pimpin pasukannya ke markas tentara Cee dengan maksud menyarah. Sesampai di
benteng tentara Cee, Hong Hoa minta bertemu dengan Raja Cee. Di hadapan Raja Cee dia
serahkan kepala Raja Bit Louw. "Di mana rajamu sekarang?" tanya Cee Hoan Kong.
"Raja kami sudah kabur ke daerah See-cek, dia akan minta bantuan. Hamba sudah
menasihatinya supaya menyarah, tetapi Raja hamba menolak. Hamba sendiri segera
datang untuk minta ampun kepada tuanku," kata Hong Hoa. "Jika tuanku mau hamba bersedia
menjadi penunjuk jalan mengejar mereka!"
Mendengar keterangan Jenderal Hong Hoa yang rapih, ditambah dia membawa bukti
kepala Raja Bit Louw, Raja Cee Hoan Kong jadi percaya sekali pada keterangannya. Raja
Cee langsung setuju dan minta Hong Hoa menjadi penunjuk jalan bagi mereka. Maka
berangkatlah tentara gabungan pimpinan Cee Hoan Kong menuju ke See-cek dan akan
dituntun jalannya oleh Jenderal Hong Hoa yang baru menyerah. Karena khawatir Tap
Lie Oh keburu kabur jauh, Raja Cee Hoan Kong meninggalkan rekannya Raja Yan Cong Kong
dan tentaranya untuk menjaga kota yang baru direbutnya. Raja Cee membawa seluruh
angkatan perangnya. Sekalipun masih lelah Cee Hoan Kong bernafsu mengejar musuh.
Jenderal Hong Hoa girang sekali hatinya. Kebetulan Raja Cee Hoan Kong pun setuju
dia berjalan di depan sebagai penunjuk jalan. Dia hanya didampingi oleh Jenderal Kho
Hek dari tentara Cee. Berangkatlah Raja Cee Hoan Kong dengan cepat menuju ke See-cek.
Dengan bersemangat tentara Cee seperti berlomba maju terus.
Sekalipun tentara Raja Cee Hoan Kong telah berjalan cepat, tetapi mereka masih
saja ketinggalan jauh oleh Hong Hoa. Mereka semua jadi sangat heran. Anehnya tidak
lama Jenderal Hong Hoa pun sudah tidak kelihatan lagi bayang-bayangannya. Lenyap
seperti ditelan hantu. Sementara langit pun mulai gelap tandanya hari telah sore. Sejauh mata memandang
yang tampak hanya hamparan padang pasir saja. Yang tampak hanya padang pasir yang
rata dan remang-remang putih. Kabut bergulung-gulung membuat cahaya langit menjadi
Gelang Perasa 1 Wiro Sableng 018 Pendekar Pedang Akhirat Asmara Darah Tua Gila 1