Pencarian

5 Jagoan 5 Raja 4

5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng Bagian 4


semangkin gelap. Angin yang dingin meniup tidak hentinya. Lama-lama tentara yang tadinya
merasa nyaman tertiup angin itu, sekarang mulai merasakan tidak enak. Tubuhnya sakit
dan kepala mereka mulai pening. Memang ternyata tempat itu sangat berbahaya. Bukan tidak
mungkin tentara dan kuda akan binasa karenanya.
Waktu itu Raja Cee Hoan Kong dan Koan Tiong sedang berdampingan di atas kuda
mereka.Melihat dan merasakan keadaan yang kurang nyaman itu Koan Tiong berbisik
pada Raja Cee Hoan Kong. "Hamba pernah mendengar di daerah utara ada padang pasir yang sangat berbahaya!
Barangkali ini tempatnya. Lebih baik jangan kita teruskan pengejaran ini," bisik
Koan Tiong. Bab 11 Raja Cee Hoan Kong terkejut, buru-buru dia mengeluarkan perintah supaya
tentaranya segera mundur. Karena keadaan sudah mulai gelap, tentara Cee sudah menyalakan obor
untuk menerangi jalan yang akan mereka lewati.
Tetapi tiba-tiba obor-obor itu padam disambar angin yang sangat kencang.
Kejadian ini membuat tentara yang berjalan saling bertabrakan karena gelap. Sekalipun
berkali-kali mereka pasang kembali obor mereka, tetapi selalu padam lagi tertiup angin.
Koan Tiong mengikuti Raja Cee Hoan Kong melarikan kudanya dengan kencang. Tetapi
sebelumnya dia sudah memberi tahu anak buahnya yang berjalan di depan supaya
membunyikan gembreng. Dengan demikian Koan Tiong berharap anak buahnya bisa
mengikuti mereka dari belakang dengan bantuan suara gembreng.
Langit telah gelap-gulita, hawa pun dingin sekali, arah timur, barat, utara dan
selatan, empat penjuru tidak kelihatan. Semua serba gelap. Dengan membabi-buta tentara Cee
berlomba lari sekuat-kuatnya. Mereka tidak tahu sudah berapa jauhnya dan sampai di mana"
Mereka lari ketakutan bagaikan dikejar hantu saja.
Sesudah berlari sampai setengah mati, mereka baru merasakan agak nyaman. Angin
yang tidak nyaman itu sekarang telah tidak terasa lagi. Mereka beramai-ramai duduk
untuk melepaskan lelah. Di langit sekarang mereka bisa menyaksikan cahaya rembulan
yang baru muncul. Raja Cee Hoan Kong mengeluarkan perintah agar tentaranya mendirikan tenda sambil
menunggu datangnya fajar. Tatkala cahaya merah mulai bersinar di ufuk timur,
suara burung yang berkicau mulai terdengar riuh sekali, suatu tanda hari sudah pagi. Segera
Raja Cee Hoan Kong memeriksa tentara dan panglimanya. Ternyata semua panglima dan tentaranya
selamat, kecuali Kho Hek seorang yang tidak kelihatan. Tetapi tentara dan kuda-kuda
mereka sebagian telah binasa. Melihat markas tentaranya berada di tepi jurang gunung yang berbahaya dan
keadaannya sangat sunyi, Koan Tiong khawatir musuh datang menyerang, hal itu sungguh
berbahaya sekali. Maka itu Koan Tiong memerintahkan tentaranya mencari jalan untuk
meninggalkan tempat itu. Perintah itu segera dilaksanakan. Sesudah tenda-tenda tentara dirobohkan,
pasukan Cee berangkat meninggalkan tempat itu. Tetapi sungguh aneh, mereka berjalan menuju
ke timur - buntu, berbalik menuju ke barat - tertutup, dan berjalan memutar pun sama saja.
Mereka sudah berjalan lama sekali dan sudah banyak yang kelelahan, tetapi belum juga
mereka menemukan jalan untuk keluar dari situ.
Waktu itu wajah Cee Hoan Kong jadi pucat, karena pikirannya sangat kusut.
Koan Tiong yang cerdas dan tidak mudah putus asa itu berkata kepada Cee Hoan
Kong. "Hamba pernah mendengar cerita orang, katanya kuda-kuda tua di daerah ini bisa
mengenali jalan-jalan di negeri Bu Ciong dan San-jiong. Kuda-kuda itu khabarnya kebanyakan
berasal dari daerah utara. Coba perintahkan saja pada Houw Ji Pan supaya memilih
beberapa ekor kuda tua. Kemudian kuda-kuda itu kita lepaskan. Kita tinggal mengikuti ke mana
kuda-kuda itu berjalan. Maka kita akan bisa keluar dan menemukan jalan yang benar." kata
Koan Tiong. Raja Cee Hoan Kong menuruti saran itu, dia perintahkan Houw Ji Pan melaksanakan
siasat tersebut. Begitu kuda-kuda tua itu dilepas oleh tentara Cee, kuda itu berjalansendiri.
Sedang panglima dan tentara Cee mengikuti kuda tua itu berjalan. Sesudah berjalan berbelok-belok
tidak karuan, akhirnya benar saja kuda-kuda tua itu bisa menemukan jalan dan sampai
keluar dari mulut jurang. "O, sungguh kasihan tentara Cee yang menanggung sengsara. Ke manakah Jenderal
Hong Hoa yang menyesatkan pasukan Cee itu?" begitu pikir Koan Tiong. "Pantas Hong Hoa
melarikan kudanya demikian cepat. Ke mana Jenderal Kho Hek dia bawa?"
** Dikisahkan perjalanan Hong Hoa bersama Kho Hek.
Sesudah berjalan sekian lamanya, Kho Hek menoleh ke belakang. Dia kaget karena
dia tidak melihat pasukan Raja Cee yang jumlahnya banyak ada di belakang mereka. Dia minta
agar Hong Hoa mau menunggu sebentar agar bisa bersama-sama. Jenderal Hong Hoa tidak
meladeni permintaan Kho Hek, malah dia perintahkan tentaranya berjalan lebih
cepat lagi. Akhirnya Jenderal Kho Hek jadi curiga. Dia tahan kudanya tidak mau mengikuti
kehendak Hong Hoa. Tapi Hong Hoa segera menarik dan mendesak Kho Hek agar mengikuti
kehendaknya. Saat itu Kho Hek sadar bahwa Hong Hoa berniat jahat. Kho Hek
melakukan perlawanan tetapi terlambat Hong Hoa sudah memerintahkan anak buahnya menangkap
Kho Hek yang segera mereka ikat kaki dan tangannya. Kemudian mereka meneruskan
perjalanan dan Kho Hek mereka jadikan tawanan.
Ketika Hong Hoa sampai di gunung Yan-san, dia langsung menemui Tap Li Oh. Raja
Kho- tiong ini tampak senang melihat Hong Hoa datang dengan wajah berseri-seri.
"Bagaimana, apa kau sudah berhasil memancing mereka?" tanya Raja Tap Li Oh.
"Tentu, tuanku!!" kata Hong Hoa sambil tertawa.
"Syukurlah!" kata Tap Li Oh girang.
"Tetapi, mana Raja Bit Louw?" kata Tap Li Oh terkejut. "Mengapa Raja Bit Louw
tidak ikut kemari" Apa dia terkepung musuh?"
"Akh, dasar dia memang sedang sial!" sahut Hong Hoa. Dia pura-pura berduka.
"Kenapa dia?" tanya Tap Li Oh.
"Ketika ada di gunung Ma-pian-san sedang melawan musuh, dia kalah tentaranya
menderita rusak berat, dia dan panglimanya meninggal di medan perang." kata Tap Li Oh.
"O, kasihan!" kata Tap Li Oh.
"Tetapi, tuanku jangan berduka. Dengan pura-pura menyarah aku sudah berhasil
menjebak tentara Cee bersama rajanya ke padang pasir! Hamba juga berhasil menawan
panglima mereka bernama Kho Hek." kata Hong Hoa.
Mendengar laporan itu Tap Li Oh girang juga. Dia perintahkan tawanan itu dibawa
menghadap kepadanya. Tidak berapa lama dengan dikawal oleh beberapa prajurit Kho Hek dibawa
menghadap. Kho Hek berdiri dengan gagah tidak mau berlutut di hadapan raja Kho-riong tersebut.
Melihat sikap Kho Hek yang gagah, Tap Li Oh suka padanya.
"Jenderal, jika kau suka aku mau memakaimu!" kata Tap Li Oh. Kho Hek tertawa
terbahak- bahak. "Hm! Kau jangan mimpi, aku tidak suka mengabdi padamu!" kata Kho Hek dengan
gagah. Tap Li Oh kaget. Dia awasi jenderal itu.
"Kau jahanam terkutuk!" kata Kho Hek sambil menunjuk ke arah Hong Hoa. "Kau
curang menipu Rajaku dan aku dan kau bawa aku kemari. Tetapi ingat tidak lama lagi
pasukan Rajaku akan tiba. Kalian akan dibinasakan semua!"
Jenderal Hong Hoa gusar sekali, dia melompat dan menghunus pedangnya. Dia tebas
batang leher Kho Hek hingga tewas.
Sesudah itu Tap Li Oh menghimpun angkatan perangnya akan menyerang ke kota Bu-
te-shia. Ketika Yan Cong Kong mendengar laporan dan melihat sendiri tentara bangsa Kho-
tiok datang dan mengepung kota, dia terkejut. Dia juga tidak mengetahui ke mana Raja
Cee Hoan Kong pergi. Dia heran bagaimana tentara musuh bisa datang begitu mendadak.
Ditambah lagi tentara yang ada di bawah perintahnya sangat sedikit. Dia yakin tidak akan
sanggup melawan musuh. Serangan musuh malah sudah dimulai. Terpaksa dia memerintahkan tentaranya
menyalakan api. Kemudian menerjang keluar kota. Mereka langsung kabur ke gunung
Toan- cu-san. Kejadian tersebut terjadi pada saat pasukan Raja Cee Hoan Kong baru saja keluar
dari padang pasir See-cek. Sesudah pasukannya segar kembali Raja Cee Hoan Kong memerintahkan
tentaranya segera kembali ke Bu-te-shia.
Di sepanjang jalan kelihatan rakyat yang panik meninggalkan kota Bu-te-shia.
Melihat keadaan demikian Koan Tiong jadi curiga, dia perintahkan anak buahnya
bertanya pada rakyat yang panik itu.
Beberapa di antaranya memberi keterangan.
"Kami dengar tentara Kho-tiok sudah berhasil mengusir tentara negeri Yan. Kami
adalah rakyat kota Bu-te-shia yang bersembunyi atas perintah Raja Sekarang kami.akan
kembali ke kota Bu-te-shia!" kata orang itu.
Sesudah mendapat laporan itu Raja Cee Hoan Kong terkejut, wajahnya berubah
menjadi pucat. "Jangan khawatir, Tuanku," kata Koan Tiong pada Cee Hoan Kong, "aku sudah
menyiapkan sebuah tipu-muslihat untuk menghancurkan musuh."
"Lakukanlah," kata Cee Hoan Kong.
Koan Tiong memerintahkan Houw Ji Pan membawa tentaranya. Mereka diperintahkan
supaya menyamar menjadi rakyat negeri Kho-tiok. Kemudian mereka membaur bercampur
dengan rakyat Kho-tiok dan masuk ke dalam kota. Mereka mendapat perintah khusus dari
Koan Tiong pada tengah malam mereka harus menebitkan kebakaran besar untuk
mengacaukan musuh. Sesudah Houw Ji Pan berangkat, Koan Tiong memerintahkan pada Si Tiao menyerang
pintu kota selatan, Lian Ci melabrak pintu kota barat, Pangeran Kai Hong menyerang
pintu kota timur. Hanya pintu kota utara yang tidak diganggu, karena memang sengaja agar
musuh kabur dari sana. Tetapi Koan Tiong telah memerintahkan Ong-cu Seng Hu dan Sek Peng untuk
menyembunyikan tentara mereka di luar pintu kota tersebut. Mereka harus menunggu
sampai Tap Li Oh keluar kota, baru mereka mencegat dan menangkapnya. Begitu Koan Tiong
selesai mengatur anak buahnya, dia dan Raja Cee Hoan Kong menarik mundur tentaranya dan
mendirikan perkemahan jauhnya dari Bu-te-shia sekitar 10 li.
Pada saat pihak Cee sedang mengatur siasat, waktu itu Tap Li Oh baru memadamkan
kebakaran di dalam kota. Sesudah itu dia memerintahkan anak buahnya memanggil
rakyat negerinya supaya kembali ke kota Bu-te-shia. Dia perintahkan Hong Hoa
mengumpulkan angkatan perang, bersiap untuk bertempur melawan musuh.
Sorenya tiba-tiba dari empat penjuru kota terdengar suara letusan meriam. Segera
dari juru kabar datang memberi laporan pada raja Kho-tiok.
"Tentara Cee sudah sampai dengan berbareng mereka telah mengepung pintu kota."
kata pelapor tersebut. Mendengar laporan itu bukan main kagetnya Hong Hoa.
"Sungguh aneh pasukan Cee bisa datang begitu cepat!" kata Hong Hoa.
Buru-buru dia pimpin tentara dan rakyat negeri naik ke atas kota untuk menjaga
dengan ketat benteng kota. Pada tengah malam, mendadak di beberapa tempat yang letaknya di dalam kota
terbit kebakaran. Jenderal Hong Hoa menjadi semakin repot, dia perintahkan anak buahnya
mencari keterangan siapa yang sudah membakar kota.
Waktu itu Houw Ji Pan bersama sepuluh orang pengikutnya sudah sampai di depan
pintu kota selatan. Mereka merusak pintu kota. Begitu melihat pintu kota terbuka, Si Tiao
memberi tanda pada tentaranya untuk menerjang masuk ke dalam kota.
Melihat pintu kota telah rusak Jenderal Hong Hoa merasa tidak punya harapan
untuk bisa mempertahankan kota lagi. Buru-buru dia angkat Tap Li Oh dan dinaikkan ke atas
kudanya, dengan tergesa-gesa mencari jalan untuk menyingkirkan diri. Dia mendapat kabar
di pintu kota utara tidak dijaga oleh tentara musuh, mereka lari ke pintu utara, membuka


5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pintu kota dan mengaburkan kuda sekencang-kencangnya.
Tetapi sebelum bisa kabur jauh, tiba-tiba di depan mereka kelihatan banyak
sekali obor. Kemudian disusul oleh suara genderang dan sorak-sorai tentara musuh. Mereka
kaget setengah mati seolah nayawanya melayang.
Pasukan Cee itu terbagi di dua jalan, yang satu dipimpin oleh Ong-cu Seng Hu dan
yang lainnya dipimpin oleh Sek Peng. Mereka langsung menyerang.
Jenderal Hong Hoa maju bersama kudanya untuk bertempur melawan Ong-cu Seng Hu,
sedang Gut Lut Kouw melawan Sek Peng. Pertempuran mereka seru sekali, tetapi
sebelum ada keputusan siapa yang menang atau kalah, Pangeran Kai Hong, Si Tiao dan Houw
Ji Pan dari pasukan Cee datang. Mereka mengepung Hong Hoa dan rajanya.
Jenderal Hong Hoa tertimpa musibah dia tewas di tangan Houw Ji Pan, Tap Li Oh
tertangkap oleh Ong-cu Seng Hu, Gut Lut Kouw terbunuh oleh Sek Peng, sedang tentara musuh
sebagian besar telah binasa. Pertempuran berlangsung sampai siang hari. Sesudah musuh dikalahkan Ong-cu Seng
Hu bersama panglima lainnya menyambut Raja Cee Hoan Kong yang mereka persilahkan
masuk ke dalam kota. Raja Cee Hoan Kong memerintahkan agar Tap Li Oh dibawa menghadap. Sesudah
diterangkan dosanya Raja Tap Li Oh dihukum mati. Kemudian Raja Cee memerintahkan
menggantung kepala raja itu di pintu kota utara.
Di antara tentara Jiong ada yang cerita bagaimana Kho Hek tapa ampun telah
dibunuh. Raja Cee Hoan Kong sangat sedih. Dia menghela napas dan mencatat jasa-jasa Kho
Hek. Ketika Raja Yan Cong Kong sudah mendapat kabar bahwa Raja Cee berhasil
memenangkan peperangan, dia girang sekali. Buru-buru Raja Yan ini kembali ke Bu-te-shia akan
menemui Raja Cee. Pertemuan kedua raja itu sangat menggembirakan, Raja Yan menghaturkan terima
kasih pada Raja Cee. "Dari tempat yang jauh aku datang membantumu. " kata Raja Cee. "Untung aku
berhasil mengalahkan bangsa San-jiong dan Kho-tiok. Tanahnya aku hadiahkan kepadamu.
Silakan kau kelola." "Hamba tidak berani menerima hadiah itu," kata Raja Yan. "Cukup asal hamba bisa
menjaga tanah pusaka dari leluhur hamba saja."
"Negeri bangsa Jiong dan Kho-tiok berdekatan dengan negaramu. Tetapi sangat jauh
dengan negaraku. Aku ingin negara itu tetap aman, jadi kupercayakan kepadamu. Aku harap
anda tidak menolak pemberian ini. " kata Raja Cee bersungguh-sungguh. "Hanya ingat
bila negerimu sudah aman dan makmur, jangan lupa mengirim upeti ke Kerajaan Ciu. Itu
sudah cukup bagiku!" "O, sungguh susah bisa bersahabat dengan Raja seperti anda. Kebaikan anda sangat
luar biasa! Aku ucapkan banyak terima kasih atas semua ini. Entah kapan aku bisa
membalas budimu ini." kata Raja Yan.
Raja Cee tertawa. Dia menasihati Raja Yan dan bersyukur jika Raja Yan mau tetap
berserikat dengannya. Setelah kembali ke negeri Yan dan sesudah membagi-bagi hadiah pada
yang berjasa termasuk Raja dari negeri Bu Ciong, Raja Cee akan kembali ke negaranya.
Karena tentaranya pun sudah cukup istirahat.
Di sepanjang jalan saat Raja Yan dan Cee pulang, mereka menyaksikan pemandangan
yang memilukan hati, banyak tempat-tempatyang rusaklantaranperang.
Ketika berjalan hampir sampai di Kui-cu-kwan, mereka berpapasan dengan pasukan
Pao Siok Gee yang datang menyambut.
Raja Cee Hoan Kong merasa senang, dia puji kecakapan Pao Siok Gee dalam mengurus
perbekalan tentaranya. Sesudah sampai di negeri Yan terpaksa Raja Cee harus
berpisah dengan Raja Yan. Raja Cee berpesan agar siaga supaya musuh tidak mengacau
kembali. Kemudian mereka berpisah karena Cee Hoan Kong akan kembali ke negaranya.
Raja Yan mengantarkan Raja Cee sampai sejauh 50 li dari negaranya. Kejadian ini
membuat Raja Cee terharu sekali. Raja Cee Hoan Kong menghadiahkan tanah untuk Raja Yan
Cong Kong yang baik hati itu. Ketika mereka berrpisah mereka menangis sedih.
Sejak saat itu dan selanjutnya negara Yan menjadi bertambah luas dan makmur
karena mendapat tambahan tanah hadiah dari Raja Cee. Kemudian negeri Yan menjadi negara
besar di bagian utara Tiongkok.
Ketika semua Raja Muda mendengar dan mengetahui bagaimana Raja Cee yang begitu
baik, mau membantu negeri Yan memerangi musuhnya. Juga Raja Cee tidak merasa sayang
pada tanah miliknya dan dihadiahkan kepada negara Yan, mereka merasa kagum dan taat.
Sekarang mereka sudah tidak merasa cemas negara mereka akan dicaplok oleh negara
Cee. Mereka malah memuji kebijaksanaan Raja Cee tersebut.
Dalam perjalanan pulang Raja Cee Hoan Kong sampai di tapal batas antara negeri
Louw dan negeri Cee. Di tempat itu dia disambut oleh Louw Cong Kong yang mengucapkan
selamat atas keberhasilan Raja Cee tersebut.
Melihat Raja Louw begitu hormat dan mencintai Raja Cee, maka dengan senang hati
Raja Cee menghadiahkan barang-barang milik bangsa Jiong kepada Raja Louw. Tentu saja
Raja Louw girang bukan main. Waktu itu masa pemerintahan Louw Cong Kong pada tahun yang ke-32 atau
pemerintahan Baginda Ciu Hui Ong tahun ke-15. Pada bulan Pe-gwe (bulan delapan Imlek) Louw
Cong Kong meninggal dunia, karena itu di negeri Louw terjadi kekacauan yang hebat.
Sesudah Raja Louw meninggal dunia, negeri Louw jadi kalut sekali. Pangeran Keng
Hu alias Tiong, adalah kakak tiri dari Raja Louw Cong Kong. Sedang adik satu ibu Keng Hu
bernama Gee alias Siok, masih terhitung adik tiri dari Raja Louw Cong Kong juga.
Raja Louw Cong Kong mempunyai adik satu ibu bernama Pangeran Yu. Nama pangeran
Yu diambil dari tanda di tengah telapak tangannya yaitu mirip huruf "Yu"
(Sahabat/teman). Nama aliasnya dipanggil Kui, sehingga dia juga disebut Kui Yu. Tiga bersaudara
itu sekali pun diberi jabatan sebagai Tay-hu, tetapi karena ada embel-embel saudara kandung
dan saudara tiri, ditambah lagi memang Kui Yu lebih pandai dari dua saudaranya, maka
tidak heran Raja Louw Cong Kong lebih mencintai dan percaya kepada Kui Yu.
Ketika Raja Louw Cong Kong baru berkuasa tiga tahun, dia pernah pergi jalan-
jalan ke panggung di tanah Long. Dari atas panggung itu ia melihat anak perempuan orang
she Tong bernama Beng Jim. Paras Beng Jim demikian elok, sehingga sangat menarik hati
Raja Louw Cong Kong. Semakin dipandang semakin tergoda sang raja ini. Akhirnya timbul
niatnya, lalu Raja Louw memerintahkan budaknya memanggil gadis tersebut.
Ketika ditawari akan dijadikan isteri Raja Louw, Beng Jim merasa khawatir, kelak
ia akan disia-siakan oleh Raja Louw. Maka itu dia menolak kehendaknya Raja Louw Cong
Kong. Tetapi karena Raja Louw Cong Kong ingin sekali mendapatkan nona manis itu. Dan
sang raja seperti orang yang lupa daratan. Raja Louw berkata, "Kemarilah nona manis! Jika
kau mau jadi isteriku, kau akan kujadikan permaisuri!"
Beng Jim yang cerdik, berkata pada Raja Louw Cong Kong. Dia mau dinikahi asal
Raja Louw mau bersumpah untuk menepati janjinya itu. Karena sedang tergila-gila oleh
Beng Jim tanpa berpikir panjang, Raja Louw dengan senang bersumpah di hadapan Beng Jim.
Begitulah malam itu Raja Louw Cong Kong mengajak Beng Jim bermalam di atas
ranggon. Esok harinya Beng Jim dibawa pulang ke istana. Mereka hidup manis dan bahagia
selama setahun lebih, kemudian Beng Jim melahirkan seorang anak lelaki yang diberi nama
Pan. Waktu itu Raja Louw Cong Kong hendak mengangkat Beng Jim menjadi permaisuri.
Kemudian Raja Louw memohon kepada ibunya, Bun Kiang, supaya sang ibu memberi
izin untuk mengangkat Beng Jim menjadi permaisuri.
Ibusuri Bun Kiang tidak meluluskan permintaan putranya itu, karena dia sudah
menetapkan bahwa Raja Louw Cong Kong harus menikah dengan puteri Raja Cee Siang Kong dari
negeri Cee. Ketika itu putri Raja Cee Siang Kong masih bayi, Raja Louw harus menunggu hampir
selama 20 tahun lagi baru boleh menikah. Maka dalam tempo demikian lamanya, meski pun
Beng Jim belum diangkat menjadi permaisuri, tetapi ia sudah memegang kekuasaan di
istana, sehingga seperti dia sudah menjadi permaisuri.
Setelah putri Raja Cee Siang Kong yang bernama Kiang Si dewasa, dia dinikahkan
dengan Raja Louw serta menjadi permaisuri. Ketika itu Beng Jim sedang sakit keras. Dia
tidak bisa bangun dari tempat tidurnya. Tidak berselang beberapa lama, dia melepaskan
napasnya yang penghabisan. Dengan memakai aturan penguburan seorang selir, Raja Louw Cong Kong
menguburkan jenazah Beng Jim.
Sesudah sekian lama menjadi suami istri Kiang Si belum punya anak juga; sedang
adiknya yang menjadi permaisuri ke-dua dari Raja Louw, telah melahirkan seorang putra
yang diberi nama Ke. Raja Louw Cong Kong mempunyai seorang gundik atau selir she Hong. Dia putri Raja
Si Kouw, dan telah melahirkan seorang putra yang diberi nama Sin. Selir Hong Si
hendak menitipkan Sin kepada Kui Yu, supaya di kemudian hari Sin bisa menjadi ahli
waris. Tapi Kui Yu menolak dengan mengatakan, "Chu Pan usianya lebih tua."
Dengan demikian Hong Si pun tidak berani mengeluarkan keinginannya itu. Sekali
pun Raja Louw Cong Kong telah mengangkat Kiang Si menjadi permaisuri, tetapi ia tidak
mencintainya. Luarnya saja dia memberlakukan aturan, tetapi sebenarnya dia tidak
begitu perhatian kepada Kiang Si.
Memang Kiang Si seorang perempuan yang kurang bahagia, karena Raja Louw Cong
Kong tidak mencukupi kesenangan batinnya. Tidak heran kalau dia senantiasa merasa
sangat mendongkol. Pada suatu hari Kiang Si melihat Pangeran Keng Hu yang berperawakan tegap dan
parasnya cakep. Tanpa disadarinya dia jatuh cinta kepadanya. Diam-diam Kiang Si
memerintahkan budaknya yang bisa dipercaya menyampaikan maksud hatinya. Pangeran Keng Hu pun
menyatakan setuju. Kedua orang durhaka itu melakukan hubungan rahasia. Hubungan
percintaan mereka semakin menjadi erat. Kemudian Kiang Si mengadakan persekutuan
rahasia dengan Siok Gee. Mereka sepakat suatu ketika mereka akan mengangkat
Pangeran Keng Hu menjadi Raja dan Siok Gee yang akan menjadi perdana menterinya.
Tatkala Raja Louw Cong Kong sudah yang ke-31 tahun menjadi raja, terjadilah
musibah di negaranya. Sudah berbulan-bulan tidak turun hujan. Akibatnya tanaman banyak yang
rusak dan orang-orang banyak yang terserang penyakit. Raja Louw Cong Kong hendak
mengadakan sembahyang untuk minta hujan.
Sehari di muka sebelum upacara sembahyang dilaksanakan, di paseban rumah pejabat
she Liang (turunannya Liang Cu) diadakan acara hiburan musik Tionghoa. Menteri Liang
mempunyai seorang anak perempuan yang cantik sekali. Pangeran Pan mencintai
gadis itu. Bahkan saat memadu cinta Pangeran Pan berjanji, jika kelak dia menjadi raja,
maka gadis itu akan diangkat menjadi permaisurinya.
Suatu saat ketika ada keramaian di rumah pejabat Liang itu. Nona Liang naik ke
tangga yang disandarkan ke tembok. Maksudnya untuk menonton permainan musik tersebut. Pada
saat si nona manis sedang memuaskan matanya, ketika itu Gi Jin Kiat (tukang kuda bernama
Kiat) melihat dia. Gi Jin Kiat menghampiri dan sengaja bernyanyi demikian nyanyiannya:
"Kembang To yang bagus dan licin, di musim Tang (salju) yang dingin bertambah
wangi,. Dalam hati seperti terkancing, tapi tidak bisa melewati tembok yang tinggi,.
Ingin sekali bersama-sama memiliki sayap, berubah menjadi belibis berjalan
pergi." Ketika itu Pangeran Pan pun ada di rumah menteri Liang. Dia juga hendak
menyaksikan keramaian itu. Ketika dia dengar nyanyian itu, dia jadi curiga. Kemudian pergi
keluar hendak menyelidik. Saat itu Pangeran Pan melihat Gi Jin Kiat sedang bertingkah genit di
hadapan

5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kekasihnya. "Akh, kurang ajar sekali jahanam ini!" gerutu Pangeran Pan dengan sangat marah.
Pangeran Pan memerintahkan orangnya menangkap tukang kuda itu. Kemudian Gi Jin
Kiat dicambuk 300 kali. Darahnya berhamburan di tanah. Sesudah Gi Jin Kiat menangis
sesambatan dan minta-minta ampun, barulah siksaan itu dihentikan.
Ketika Pangeran Pan pulang ke istana, dia memberi tahu ayahnya tentang kejadian
itu. "Karena Gi Jin Kiat melakukan pelanggaran, maka aku hajar dia setengah mati,"
kata Pangeran Pan. Mendengar laporan Pangeran Pan, Raja Louw Cong Kong pucat wajahnya.
"Jika Gi Jin Kiat melanggar aturan, seharusnya kau bunuh saja dia! Jangan cuma
dicambuk begitu. Aku tahu benar kegagahan Gi Jin Kiat. Bisa dikatakan di kolong langit
tidak ada tandingannya. Kau telah menghajar dia sampai setengah mati. Pasti dia dendam
kepadamu. Aku khawatir suatu saat dia membalas dendam padamu!" kata Raja Louw Cong Kong.
"O, Ayah jangan khawatir soal itu!" kata Pangeran Pan. "Dia manusia, aku pun
manusia. Mengapa aku harus takut kepadanya!"
Dugaan Raja Louw Cong Kong ternyata benar terjadi. Sedikit pun tidak meleset.
Karena dihajar, Gi Jin Kiat sakit hati kepada Pangeran Pan. Sebisanya dia hendak
membalas dendam. Gi Jin Kiat kemudian melamar kerja kepada Pangeran Keng Hu. Karena Gi Jin Kiat
mengetahui Pangeran Keng Hu sedang berusaha mendapatkan tahta, pasti pangeran
itu berniat menyingkirkan Pangeran Pan, begitu pikir Jin Kiat.
Pada tahun berikutnya di musim Ciu, Raja Louw Cong Kong sakit keras. Dia yakin
penyakitnya sulit disembuhkan kembali. Raja Louw merasa curiga melihat kelakuan
Pangeran Keng Hu. Raja juga menduga pasti Pangeran Siok Gee ikut dalam komplotan itu.
Raja Louw sengaja memanggil Pangeran Siok Gee. Raja Louw dengan berpura-pura bertanya.
"Menurutmu siapa yang pantas diangkat menjadi raja, apabila aku menutup mata?"
kata Louw Cong Kong. Mendengar pertanyaan Raja Louw, Pangeran Siok Gee girang sekali. Kemudian
Pangeran Siok Gee menjawab. "Dari semua Pangeran, Pangeran Keng Hu-lah yang terpandai. Jika Pangeran Keng Hu
yang menjadi raja, maka negeri Louw akan aman dan tentram. Karena sudah lumrah,
ketika kandanya meninggal, sang adiklah yang menggantikan kedudukannya!" kata Siok Gee.
Jawaban Siok Gee membuat Raja Louw terperanjat. Tetapi dia diam saja. Sesudah
Siok Gee meninggalkannya, buru-buru Raja Louw memanggil Pangeran Kui Yu menghadap. Kepada
Pangeran Kui Yu baginda pun menanyakan siapa yang pantas menggantikan dirinya,
jika dia wafat. "Bukankah Tuanku dulu pernah berjanji hendak mengangkat Beng Jim menjadi
permaisuri?" kata Pangeran Kiu Yu. "Sekarang sesudah Beng Jim tidak mendapatkan kedudukan
itu, pantaskah Tuanku sekarang mengabaikan putranya?"
"Ya, kau benar. Tetapi Siok Gee memberi saran padaku, lebih baik aku mengangkat
Keng Hu. Bagaimana pendapatmu?" kata Raja Louw Cong Kong dengan napas tersengal-sengal.
"Keng Hu seorang yang kejam, dia tidak kenal budi dan persaudaraan," kata Kui
Yu. "Siok Gee menyarankan Keng Hu menjadi raja, karena dia saudara kandung Keng Hu. Mereka
berkomplot, maka itu jangan Tuanku hiraukan sarannya. Sekali pun hamba harus
mati, hamba tetap akan membela Pangeran Pan!"
Raja Louw Cong Kong mengangguk tanda setuju, tetapi tidak bisa bicara lagi.
Baginda kelihatan sangat kelelahan.
Pangeran Kui Yu sangat sedih melihat penyakit kakaknya yang begitu berat. Dengan
amat berat Kui Yu pamit. Kemudian Kui Yu memerintahkan budak istana pergi ke rumah
Pangeran Siok Gee. Dia berpesan pada pesuruh itu.
"Katakan pada Pangeran, atas perintah Raja Louw Cong Kong meminta agar Pangeran
Siok Gee menunggu di rumah Tay-hu Kiam Kui. Karena ada utusan Raja yang hendak datang
ke tempat itu menemuinya!" kata Kui Yu.
Ketika pesuruh Kui Yu sampai dan mengabarkan perintah Kui Yu. Bukan main
senangnya Siok Gee mendengar khabar itu. Dia bergegas pergi ke rumah Tay-hu Kiam Kui.
Tetapi sebelum Siok Gee tiba di rumah Kiam Kui, Pangeran Kui Yu sudah mengirim sebotol
arak yang sudah dicampur racun dan bulu burung Tim. Bersama barang itu disertakan
sepucuk surat kepada Kiam Kui. Dengan pesan agar Kiam Kui menyerahkan arak dan surat itu
kepada Pangeran Siok Gee. Kedatangan Siok Gee disambut dengan hormat oleh Kiam Kui. Sesudah Siok Gee
dipersilahan duduk,Kiam KiumenyerahkansuratdariPangeran KuiYu.
Dengan sangat girang Siok Gee menyambut surat itu karena dia menduga bunyi surat
itu pasti membawa keberuntungan bagi dirinya. Dengan hati-hati sekali dia buka surat itu
dan membacanya: "Raja Louw memerintahkan untuk menghadiahkan kematian kepada Pangeran. Jika
Pangeran bersedia meminum arak itu akan segera mati, tetapi anak dan cucu turun-temurun
tidak akan kehilangan kedudukannya. Jika menolak, maka Pangeran dan semua sanak-keluarga
Pangeran akan dihabisi seluruhnya.
Kui Yu" Bukan main kagetnya Pangeran Siok Gee setelah membaca surat itu, wajahnya pucat
sekali dan sekujur tubuhnya gemetar. Dengan wajah kecut dan mata berkedip-kedip dia
menghadap ke arah Kiam Kui, seperti mau minta dikasihani.
"Lekas minum arak itu, Pangeran!" kata Kiam Kui sambil menyodorkan arak
bercampur racun itu. "Ampun, Tay-hu, kasihanilah jiwaku!" ratap Siok Gee yang tidak mau menerima
botol arak itu. Karena Siok Gee menolak maka Kiam Kui lalu memegang kepala Siok Gee dan memaksa
meminumkan racun tersebut ke mulut sang pangeran. Sungguh manjur racun tersebut.
Seketika itu juga Siok Gee membelalakan matanya. Kemudia roboh. Dari mata,
hidung maupun mulut sang pangeran keluar darah. Maka tewaslah Siok Gee dengan sia-sia.
Kiam Kui segera mengurus jenazah Siok Gee dan dia mengirim laporan kepada Kui Yu.
Pada malam itu Raja Louw Cong Kong menutup mata.
Kui Yu segera mengangkat Pangeran Pan serta mengurus urusan perkabungan atas
wafatnya Raja Louw. Kemudian Kui Yu juga mengeluarkan maklumat pada rakyat, pada tahun
depan menjadi tahun pertama Raja baru duduk di tahtanya.
Semua negara yang mendapat khabar tentang wafatnya Raja Louw, mereka semua
mengirim utusan untuk menyatakan ikut berduka-cita. Jenazah Raja Louw Cong Kong kemudian
dikebumikan dengan upacara yang sangat indah.
** Pada musim Tang (Sakju) di bulan Cap-gwe (bulan sepuluh Imlek), karena kakek
luar Pangeran Pan, Tong Sin (ayah Beng Jim), meninggal dunia. Pangeran Pan berangkat
ke rumah keluarga Tong untuk menjenguk.
Sudah lama Pangeran Keng Hu sedang mencari jalan hendak membunuh Pangeran Pan,
saat mendapat kesempatan yang baik ini, dia segera memanggil Gi Jin Kiat. Ketika Gi
Jin Kiat datang, Keng Hu bertanya.
"Apa kau masih ingat sakit hatimu pada orang yang menghajarmu?" kata Keng Hu.
"O, masih! Aku tidak bisa melupakannya!" sahut Gi Jin Kiat dengan gemas. "Apa
sudah tiba saatnya aku melakukan pembalasan?"
"Ya, sudah! Ibarat naga atau ular bersayap terpisah dari air, dengan mudah orang
bisa membinasakannya. Begitu keadaan musuh besarmu saat ini. Sekarang dia berada di
rumah keluarga Tong. Segera kau ke sana bunuh dia! Dengan demikian aku akan menjadi
Rajamu!" kata Keng Hu. "Jika Pangeran bersedia bertanggung jawab, mengapa aku tidak berani melaksanakan
perintah itu!" jawab Gi Jin Kiat.
"Baik!" kata Keng Hu.
Gi Jin Kiat senang sekali, dia segera membawa sebilah pisau tajam, sesudah pamit
pada Keng Hu, dia berangkat ke rumah famili Tong.
Tiba di sana hari pun hampir tengah malam. Gi Jin Kiat langsung memanjat tembok
dan masuk ke dalam pekarangan rumah famili Tong. Sesampai di dalam Gi Jin Kiat
bersembunyi di sebuah pondokan yang letaknya ada di ruang bagian luar.
Ketika fajar menyingsing, seorang budak keluarga Tong dari dalam rumah membuka
pintu hendak pergi mengambil air. Melihat kesempatan baik itu Gi Jin Kiat mengikuti
masuk ke dalam rumah. Dia langsung menghampiri sampai ke kamar Pangeran Pan.
Waktu itu Pangeran Pan sedang turun dari ranjang dan hendak memakai kasut atau
sandalnya, setelah melihat Gi Jin Kiat dia terkejut.
"Mau apa kau datang kemari?" bentak Pangeran Pan.
"O, aku datang untuk membalas dendam atas perlakuanmu tahun lalu!" jawab Gi Jin
Kiat. Gi Jin Kiat yang telah maju langsung menyerbu, sedang Pangeran Pan segera
mengambil pedang yang diletakan di kepala ranjangnya. Pangeran Pan membacok Gi Jin Kiat,
sehingga dahinya terluka. Gi Jin Kiat karena sangat marah, meski pun sudah terluka berat,
dia tidak rasakan, dengan tangan kirinya dia menangkap pedang Pangeran Pan, dan dengan
tangan kanan mencabut pisau terus menikam iga Pangeran Pan.
"O! Celaka aku kali ini!" teriak Pangeran Pan.
Kemudian tubuhnya terguling ke lantai.
"Mampuslah kau!" teriak Gi Jin Kiat sambil menusuk tubuh Pangeran Pan berulang-
ulang. Tidak lama kemudian nyawa Pangeran Pan melayang ke alam baka. Ketika para budak
di rumah itu mendengar suara jeritan Pangeran Pan, semua kaget sekali. Buru-buru
mereka melaporkan hal itu kepada famili Tong.
"Celaka Kongcu Pan telah dibunuh oleh seorang penjahat!" lapor mereka.
Serempak para famili Tong masing-masing membawa senjata tajam, secara bersamaan
menyerang pada Gi Jin Kiat.
Waktu itu Gi Jin Kiat baru merasakan luka sangat sakit, dia tidak bisa melawan
sebagaimana mestinya. Maka tubuh Gi Jin Kiat pun tercincang hingga hancur.
Mendengar khabar tentang kecelakaan yang terjadi atas Pangeran Pan sehingga
pangeran tewas. Kui Yu yakin pasti semua itu perbuatan Keng Hu. Karena Kui Yu khawatir
ikut terembet-rembet, segera dia menyingkirkan diri ke negeri Tan.
Pangeran Keng Hu pura-pura marah kepada Gi Jin Kiat. Dia menjatuhkan semua
kesalahan kepada si pembunuh tersebut. Dia perintahkan agar pasukan istana membereskan
seluruh sanak keluarga Gi Jin Kiat. Ini untuk membuktikan bahwa Keng Hu sangat peduli
atas kematian Pangeran Pan tersebut. Dengan demikian Pangeran Keng Hu hendak menarik
dukungan dan simpatik rakyat kepadanya.
Kemudian Keng Hu pergi menemui Kiang Si untuk menceritakan tentang hal itu.
Alangkah girangnya Kiang Si setelah mengetahui Pangeran Pan sudah binasa. Dia
hendak segera mengangkat Keng Hu menjadi raja.
"O, sekarang belum saatnya," kata Keng Hu pada kekasihnya, "karena dua Pangeran
lagi belum terbunuh! Maka aku belum boleh bertindak!"
"Kalau begitu apa kita harus mengangkat Pangeran Sin?" tanya Kiang Si.
"O, jangan!" sahut Keng Hu. "Pangeran Sin usianya lebih tua, pasti akan mendapat
kesulitan. Lebih baik kita angkat Pangeran Kee."
Kiang Si menuruti jalan pikiran Keng Hu tersebut. Pangeran Keng Hu segera
menjalankan upacara berkabung atas wafatnya Pangeran Pan. Kemudian dia sendiri pergi ke
negeri Cee untuk memberi tahu bahwa Pangeran Pan telah wafat. Kemudian Keng Hu menyuap Si
Tiao supaya membantu bicara pada Raja Cee Hoan Kong, agar Raja Cee mensahkan
pengangkatan Pangeran Kee menjadi raja di negeri Louw.
Atas bantuan Raja Cee yang sudah digosok oleh Si Tiao, Pangeran Kee yang baru
berumur 8 tahun itu, diangkat menjadi raja bergelar Bin Kong.
Raja Louw Bin Kong adalah putera Siok Siang, sedang Siok Siang adalah adik
permaisuri Kiang Si. Louw Bin Kong terhitung cucu luar dari Raja Cee Hoan Kong. Sekali pun
Raja Louw Bin Kong masih sangat muda, tetapi otaknya jernih dan pikirannya tajam.
Dengan hanya melihat tingkah-laku orang, dia bisa tahu bahwa Pangeran Keng Hu dan Kiang
Si atau Ai Kiang hendak berkhianat kepadanya. Maka tidak heran di dalam istana dia takut
pada setan

5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perempuan, sedang di luar istana dia ngeri kepada iblis lelaki itu.
Oleh karena Raja Louw Bin Kong mengetahui pada masa itu famili luarnya, Raja Cee
Hoan Kong sangat berpengaruh. Dia menganggap perlu untuk minta bantuan kepada famili
luarnya itu. Maka dengan tidak membuang waktu lagi, Raja Louw Bin Kong mengirim utusan
ke negeri Cee. Utusan itu membawa pesan Louw Bin Kong yang memohon pada Raja Cee
Hoan Kong untuk bisa bertemu di tanah Lok-kouw (Tanah milik negeri Cee). Permohonan
Raja Louw Bin Kong itu oleh Raja Cee Hoan Kong dikabulkan.
Tatkala Raja Louw Bin Kong sudah tiba di tanah Lok-kouw dan bertemu dengan Raja
Cee Hoan Kong, sambil memegang lengan baju Raja Cee, Louw Bin Kong menceritakan
secara perlahan-lahan. Bagaimana Pangeran Keng Hu punya niat buruk terhadapnya. Dia
bercerita begitu dengan tidak hentinya mengucurkan air mata.
Raja Cee Hoan Kong menjadi kasihan sekali pada Louw Bin Kong. Dengan sangat
terharu dia berkata, "O, anakku, kau tidak perlu khawatir. Kau akan kubantu. Sekarang coba
kau katakan padaku, di antara para menteri yang ada di negeri Louw, siapa yang paling pandai
dan bisa dipercaya?" "Hanya Kui Yu yang paling pandai, dan dia dapat diandalkan.Tetapi sekarang dia
sudah menyingkirkan diri ke negeri Tan."
"Mengapa dia tidak kau panggil pulang saja?"
"Hamba khawatir Keng Hu curiga dan akan menghalangi kehendakku." kata Louw Bin
Kong. "Bilang saja aku yang mengingnkannya begitu, siapa yang berani membantahku?"
"Ya, kalau begitu baiklah," kata Louw Bin Kong dengan girang. Louw Bin Kong
menghaturkan terima kasih.
Kemudian satu sama lain berpisah dan pulang ke negaranya masing-masing.
Begitu sampai di negeri Louw, Raja Louw Bin Kong mengirim utusan ke negara Tan.
Utusan itu membawa pesan begini: Atas perintah Raja Cee Hoan Kong, maka Pangeran Kui Yu
dipanggil pulang ke negara Louw. Raja Louw Bin Kong berjanji akan menunggu
kedatangannya di tanah Long.
Ketika Kui Yu sudah sampai di tanah Long, Raja Louw Bin Kong mengajaknya naik
kereta bersama-sama pulang ke negeri Louw. Sesampai mereka di istana, Louw Bin Kong
segera mengangkat Kui Yu menjadi Perdana Menteri. Kemudian Raja Louw mengeluarkan
maklumat, bahwa diangkatnya Kui Yu atas saran dan permintaan Raja Cee Hoan Kong.
Sehingga semua menteri terpaksa tunduk pada keputusan itu.
Waktu itu jatuh pada tahun pemerintahan Kaisar Ciu Hui Ong yang ke-enam.
Initahun pertama RajaLouw Bin Kongmemerintah dinegara Louw.
Pada musim Tang (Gugur), karena Raja Cee merasa khawatir para menteri di negeri
Louw tidak melaksanakan kehendaknya dengan baik. Raja Cee memerintahkan Tay-hu Tiong
Sun Ciu datang ke negara Louw. Tujuannya untuk memantau dengan seksama, dan
mengawasi tigkah-laku Pangeran Keng Hu.
Waktu Tiong Sun Ciu bertemu dengan Raja Louw Bin Kong, Raja Louw yang masih
kecil hanya menangis saja. Tetapi tidak bisa bicara. Melihat hal itu Tiong Sun Ciu
mengerti apa yang terjadi pada Louw Bin Kong. Tiong Sun Ciu lalu menghiburnya. Kemudian Tiong
Sun Ciu menemui Pangeran Sin. Tiong Sun Ciu berbincang dengan Pangeran Sin. Ternyata
pangeran ini cekatan dan pandai bicara.
"Nah, ini baru orang yang pantas dan bisa membereskan negara," pikir Tiong Sun
Ciu. Dia memuji kepandaian Pangeran Sin tersebut.
Sesudah itu Tiong Sun Ciu pamit. Tiong Sun Ciu berkunjung ke tempat Pangeran Kui
Yu. "Jagalah Pangeran Sin dengan baik, segera usahakan untuk menyingkirkan Pangeran
Keng Hu!" kata Tiong Sun Ciu.
Perdana Menteri Kui Yu memperlihatkan telapak tangannya pada Tiong Sun Ciu.
Melihat kelakuan Kui Yu tersebut Tiong Sun Ciu segera sadar, bahwa Kui Yu
bermaksud mengatakan. Jika cuma seorang diri saja, dia tidak bisa bergerak dengan
sempurna. Tiong Sun Ciu berjanji akan memberi tahu rajanya, bila terjadi keributan dia tidak akan
tinggal diam. Setelah berbincang sejenak, Tiong Sun Ciu pamit, pergi ke gedung tamu yang
memang disediakan untuk dia bermalam.
Malamnya Pangeran Keng Hu berkunjung ke tempat Tiong Sun Ciu bermalam. Dia
membawa berbagai persembahkan yang banyak.
Tiong Sun Ciu sudah mengerti maksud kedatangannya itu. Dengan sangat mendongkol
dia berkata, "Jika Kong-cu bisa bekerja setia kepada negerimu, Rajaku akan senang
sekali. Kau tidak perlumenyuapkudengansegalabingkisan!"kataTiong Sun
Ciu. Meski pun Keng Hu berulang-ulang mengucapkan kata-kata manis, dan meminta supaya
barang antarannya diterima. Tiong Sun Ciu tetap menolak. Keng Hu cemas dan kesal
sekali. Buru-buru dia pamit pulang.
Pada esok harinya.... Tiong Sun Ciu pamit pada Raja Louw Bin Kong dan pulang kembali ke negeri Cee.
Begitu sampai di negerinya dan berjumpa dengan Raja Cee Hoan Kong, dia sampaikan
apa yang dialaminya di negeri Louw.
"Tuanku, menurut pendapat hamba, jika Keng Hu tidak disingkirkan, maka kekacauan
di negara Louw tidak akan beres-beres!" kata Tiong Sun Ciu.
"Kalau begitu, apa tidak lebih baik aku kerahkan angkatan perang kita untuk
mengusir dia?" tanya Cee Hoan Kong. "Kejahatan Keng Hu belum kentara benar, tidak ada alasan yang cukup kuat untuk
membasmi dia!" kata Tiong Sun Ciu. "Menurut hamba, Keng Hu sudah tidak senang di bawah
perintah lagi, maka bisa dipastikan di negeri Louw bakal terjadi huru-hara. Sebaiknya
kita tunggu berberapa saat. Bila apa yang hampa perkirakan itu terjadi, barulah kita
singkirkan dia! Dengan demikian alasan kita kuat untuk membasminya!"
"Ya, kau benar," kata Raja Cee Hoan Kong.
Dugaan dari Tiong Sun Ciu benar-benar terjadi.
Pada tahun ke-dua pemerintahan Raja Louw Bin Kong, napsu Keng Hu hendak merampas
tahta kerajaan semakin keras. Dia agak ragu-ragu, karena Raja Louw Bin Kong
adalah cucu luar dari Raja Cee Hoan Kong. Ditambah lagi di samping Raja Louw ada Perdana
Menteri Kui Yu. Kui Yu dengan sepenuh hati membantunya. Keng Hu tak berani segera
bertindak. Pada suatu hari...... Pada saat Keng Hu sedang duduk terpekur dengan pikiran kusut, tiba-tiba penjaga
pintu menghadap. "Di luar ada Tay-hu Pok I minta bertemu." kata anak buahnya.
Buru-buru Keng Hu keluar untuk menyambut. Dia ajak tamunya masuk ke kamar
tulisnya. Sesudah itu dia persilakan tamunya itu duduk.
"Tay-hu apa maksud kedatanganmu ini?" tanya Keng Hu.
"Aku punya beberapa bau sawah, letaknya dekat sawah milik Tay-hu Sin Put Hai,"
kata Pok I dengan sangat marah. "Semua sawahku sudah dirampas oleh Sin Put Hai dengan
paksa! Masalah ini sudah aku adukan kepada Cu-kong. Tetapi Cu-kong sengaja melindungi Sin Put
Hai. Mungkin karena dia gurunya. Malah Cu-kong membujuk aku supaya aku mengalah
saja kepada Put Hai. Hal ini tidak kusukai, maka aku datang pada Pangeran supaya kau
membantu meluruskan perkara ini. Dan kau mau membujuk Cu-kong supaya berlaku adil!"
Mendengar pengaduan Pok I tersebut seolah Keng Hu punya harapan bagus. Karena
dia bisa menggunakan Pok I sebagai alat untuk mencapai tujuannya. Segera dia perintahkan
semua anak buahnya merngundurkan diri dari hadapan mereka.
"Usia Cu-kong masih sangat muda, dia belum tahu apa-apa," kata Keng Hu. "Baik
akan aku bicarakan masalah ini. Aku rasa dia akan menurut pada nasihatku." kata Keng Hu
sesudah mereka tiggal berdua saja. "Apalagi jika kau mau membantu usaha besarku, maka
urusanmu akan beres sendirinya, bagaimana?"
"Tetapi Kui Yu ada di sini. jika aku bergerak, aku khawatir malah berbalik kita
yang akan celaka." kata Pok I.
"Hai, mengapa kau harus takut kepada Kui Yu" Kau jangan khawatir! Bukankah Cu-
kong kita itu masih seperti anak-anak" Di waktu malam dia sering keluar dari pintu
istana untuk jalan-jalan di pasar" Maka jika kau menyembunyikan orang di dekat pintu istana.
Saat dia keluar segera kalian tikam dia. Kemudian sebarkan khabar bahwa pembunuhan itu
dilakukan oleh seorang penjahat! Siapa yang tahu itu perrbuatan kita?" kata Keng Hu.
"Kemudian pasti Kok-bo (Ibunegara) Kiang Si akan mengangkatku menjadi Raja. Saat
itu akan kuusir Kui Yu, kemudian kita bunuh Sin Put Hai. Kemudian kukembalikan
sawah- sawahmu. Bahkan kau akan kuberi pangkat. Apa itu tidak bagus?"
Bujukan Keng Hu menarik perhatian Pok I malah dia berjanji dan bersedia bekerja
sama dengan Keng Hu. Sesudah berbincang lagi beberapa saat, Pok I pamit pulang.
Beberapa hari kemudian......
Dengan giat Pok I berusaha mencari orang gagah yang mau melaksanakan tugas yang
diberikannya. Suatu hari dia bertemu dengan Ciu Ah yang siap melakukan tugas
dari Pok I tersebut. Ciu Ah dijanjikan akan diberi hadiah besar, jika dia berhasil
menyelesaikan tugasnya dengan baik. Ciu Ah dibekali sebilah pisau yang tajam, dan diminta bersembunyi
di dekat pintu keluar istana. Mungkin sudah nasib, Raja Louw Bin Kong harus meninggal. Malam itu dia keluar
dari istana hendak pergi jalan-jalan.
Kesempatan itu oleh Ciu Ah tidak disia-siakan. Saat Louw Bin Kong lengah, Ciu Ah
menikamkan pisau belatinya hingga Louw Bin Kong akhirnya tewas. Para pengikut
Raja Louw Bin Kong kaget, mereka berteriak-teriak.
"Ada penjahat! Ada penjahat!"
Mereka langsung mengepung Ciu Ah. Dengan sigap anak buah Louw Bin Kong berhasil
menangkap Ciu Ah. Ketika mereka beramai-ramai akan menyeret Ciu Ah, Pok I
bersama anak buahnya tiba. Mereka langsung berhadapan dengan anak buah Louw Bin Kong.
Karena kalah banyak anak buah Louw Bin Kong lari tunggang-langgang. Sedang Ciu Ah
berhasil mereka rebut kembali dari tangan anak buah Louw Bin Kong. Sesudah mendengar
peristiwa itu Keng Hu segera pergi ke rumah Sin Put Hai dan langsung membunuhnya.
Ketika Kui Yu mendengar khabar telah terjadi huru-hara di istana, sekalipun
masih malam dan gelap Kui Yu menemui Pangeran Sin. Dia bangunkan Pangeran Sin dan
menceritakan kejadian yang menimpa Raja Louw. Sehingga bagi Pangeran Sin sangat berbahaya
jika tidak pergi dari negeri Louw. Maka Kui Yu lalu mengajak Pangeran Sin melarikan diri ke
negeri Chu. Rakyat sangat suka pada Kui Yu, setelah mereka mengetahui Raja Louw telah tewas
dibunuh dan perdana mentri Kui Yu pergi ke negeri orang mereka kalap. Mereka marah
sekali kepada Pok I dan sangat benci kepada Keng Hu.
Hari itu juga terjadi kekacauan besar. Pasar dan toko ditutup. Ribuan rakyat
berbondong- bondong mendatangi rumah Pok I. Kemudian mereka mengamuk dan membunuh apa saja
yang mereka temukan di sana. Dengan demikian Pok I dan sanak-keluarganya habis
dibasmi seluruhnya. Sesudah keluarga Pok I habis, massa bergerak dan akan membunuh Keng
Hu. Semakin lama massa jadi bertambah banyak jumlahnya.
Keng Hu sadar rakyat Louw kurang suka kepadanya, maka menurut jalan pikirannya
waktu itu, lebih baik dia segera menyingkirkan diri saja. Jika tidak maka pasti dia
akan celaka. Sebelum kaburdan menentukan akan kaburkemana,KengHu berpikir.
"Ketika Raja Cee ingin pulang ke negaranya, Raja Cee pernah meminjam tentara
negeri Ki hingga dia bisa kembali Jika mereka aku suap dengan barang berharga, dan Raja Ki
tersebut bersedia membujuk Raja Cee, maka jiwaku akan selamat!" begitu Keng Hu berpikir.
Sesudah pikirannya mantap, Keng Hu berdandan seperti seorang saudagar atau
pedagang. Sengaja dia isi gerobaknya dengan barang-barang berharga. Dengan hati berdebar
dan rasa khawatir Keng Hu diam-diam berangkatcara ke negeri Ki akan minta bantuan.
Mendengar Keng Hu mencari selamat sendiri dan sudah kabur ke negeri Ki, Kiang Si
jadi tak tenang. Malah dia berniat menyusul kekasihnya yang kabur itu ke negeri Ki.
"Jangan Tuanku, jangan pergi ke sana," kata budaknya coba mencegah. "Lantaran
Tuanku bersekongkol dengan Keng Hu, hingga Tuanku berdosa pada Raja dan rakyat negeri
Louw. Jika Tuanku pergi menyusul dia dan bergabung kembali, pasti orang tidak mau.
Mereka akan mencari Tuanku sampai dapat. Ingat Tuanku, Kui Yu ada di negeri Chu. Dia sangat
disayang

5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

oleh rakyat Louw. Lebih baik Tuanku ke sana untuk minta dilindungi oleh Pangeran
Kui Yu dan minta belas-kasihannya."
Usul budaknya itu disetujui oleh Kiang Si. Maka buru-buru Kiang Si pun melarikan
diri ke negeri Chu. Begitu sampai di negeri Chu, dia minta bertemu dengan Pangeran Kui
Yu. Tetapi sayang sang pangeran menolak bertemu dengannya.
Setelah Kui Yu tahu Keng Hu dan Kiang Si telah kabur dari negeri Louw, dia ajak
Pangeran Sin pulang ke negeri Louw, tetapi sebelum pulang ke negeri Louw, Kui Yu
melaporkan kesulitan negeri Louw pada Raja Cee.
Ketika khabar buruk itu sampai kepada Raja Cee Hoan Kong, Raja Cee berunding
dengan Tiong Sun Ciu: "Sekarang negeri Louw sudah kehilangan rajanya, apa baik jika
negeri itu kita ambil alih?" kata Raja Cee.
"Jangan, kita tidak boleh berbuat begitu," cegah Tiong Sun Ciu. "Negeri Louw
sebuah negeri yang memperhatikan benar peraturan. Sekalipun negerinya kacau, lantaran
menterinya berontak, tetapi itu hanya untuk sementara waktu saja. Apalagi Pangeran Sin
sangat cerdas, ditambah lagi dia dibantu oleh Pangeran Kui Yu yang mampu membereskan masalah
kekacauan di negeri Louw. Maka dalam waktu singkat negeri Louw akan aman
sentausa. Itu lebih baik. Maka sebaiknya Tuanku membantu mereka!"
Raja Cee Hoan Kong setuju pada pendapat Sun Tiong Ciu. Maka dia perintahkan Kho
He membawa3000tentara CeekeLam-yang untuk membantu negeriLouw.
Tatkala Kho He sampai di negeri Louw, ketika itu Pangeran Sin dan Kui Yu baru
saja pulang ke negerinya. Dengan manis budi Pangeran Sin dan Kui Yu menyambut kedatangan Kho He, dan
mereka menghaturkan terima kasih atas bantuan dari Raja Cee tersebut.
Melihat wajah Pangeran Sin yang cakep dan angker, sedang bicaranya sangat sopan,
Kho He merasa senang dan sayang kepadanya. Waktu itu juga Kho He berdamai dengan Kui Yu
untuk mengangkat Pangeran Sin menjadi raja dan bergelar Louw Hi Kong. Kho He pun
memerintahkan tentaranya membantu rakyat Louw membangun kota Lok-bun. Mereka
juga ikut mengamankan negeri Louw dari gangguan negeri Ki dan Chu.
Setelah semua urusan beres, Kui Yu memerintahkan pada Pangeran He Su supaya ikut
dengan Kho He ke negeri Cee untuk mengucapkan terima kasih pada Raja Cee. Kui Yu juga
mengirim utusan ke negeri Ki untuk minta bantuan agar Raja Ki membunuh Keng Hu
dan dijanjikan akan diberi hadiah besar.
** Ketika Keng Hu melarikan diri ke negeri Ki, dia sengaja membawa barang berharga
dan mempersembahkannya kepada Raja Ki. Dengan demikian kedatangan Keng Hu ke sana
diterima dengan baik oleh Raja Ki. Tetapi setelah datang utusan dari negeri Louw
yang meminta supaya Keng Hu dibinasakan dan dia dijanjikan akan diberi hadiah besar,
maka timbul pikiran tamak dari Raja Ki. Raja Ki segera memerintahkan orang menemui
Keng Hu. Orang itu menyampaikan pesan Raja Ki.
"Negeri Ki sangat kecil, karena Keng Hu menumpang di sini, Raja Louw kurang
senang. Jika karena gara-gara itu, negeri Ki harus berperang dengan negeri Louw, Raja kami
khawatir negeri Ki akan hancur berantakan. Maka Raja kami berharap, Anda meninggalkan
negeri kami." kata utusan Raja Ki.
Ucapan utusan Raja KI itu membuat Keng Hu kaget, ia jadi berduka sekali. Dia
langsung bengong dan memikirkan nasibnya yang buruk itu. Sesudah utusan pergi Keng Hu
jadi bingung harus ke mana dia pergi" Karena Keng Hu terlalu lama mengambil putusan,
Raja Ki kurang senang. Kemudian Raja Ki mengirim orang untuk mengusir Keng Hu.
Mau tidak mau maka terpaksa Keng Hu harus angkat kaki dari negeri Ki. Dia
teringat kepada Si Tiao yang sudah pernah makan suap darinya, maka dia berharap dia bisa
membantu kepadanya. Dari negeri Ki lalu Keng Hu pergi menuju ke negeri Cee.
Dasar orang jahat seperti anjing gudik, sampai ke mana pun dia datang pasti akan
diusir orang, begitu juga nasib Keng Hu sekarang. Ketika dia berjalan dan sampai di
perbatasan negeri Cee, pembesar yang bertugas di perbatasan negeri Cee, karena tahu
kejahatannnya, lalu menahan Keng Hu di sebuah pondok di tanah bun-sui.
Waktu itu Pangeran He Su yang baru saja menemui Raja Cee dalam perjalanan
pulang, sampai di Bun-sui. Begitu dia bertemu dengan Keng Hu, dan mengetahui betapa
menderitanya Keng Hu, lalu mengajak Keng Hu pulang ke negeri Louw. Tapi Keng Hu
tahu diri berdosa besar, dia menolak ajakan Pangeran He Su tersebut. Dia hanya
berpesan dan minta tolong. "Tolong kau sampaikan permintaan ampunku kepada Raja yang baru dan kepada Kui
Yu, jika aku diberi ampun baru aku berani pulang." kata Keng Hu.
Pangeran He Su berjanji bersedia membantu Keng Hu mengajukan permohonan
ampunnya. Begitu sampai di negeri Louw, sesudah mengisahkan perjalannya sebagai utusan ke
negeri Cee pada Louw Hi Kong dan Kui Yu, Pangeran He Su lalu menceritakan kesusahan
Keng Hu dan menyampaikan permohonan ampunnya.
Mendengar keadaan Keng Hu begitu Raja Louw Hi Kong jadi kasihan pada Keng Hu dan
hendak meluluskan permohonannya.
"Jangan, Tuanku jangan ampuni dia," kata Kui Yu coba mencegah. "Jika seseorang
yang berani membunuh seorang Raja tidak dibinasakan, hal ini akan menjadi contoh yang
buruk di kemudian hari." Raja Louw Hi Kong menuruti nasihat dari Kui Yu dan mengurungkan niatnya memberi
ampun. Kemudian dengan diam-diam Kui Yu menemui He Su.
"Kau pergi temui Keng Hu, katakan padanya. Jika dia mau bunuh diri, maka sanak
familinya akan selamat. Tetapi jika tidak jangan salahkan aku!" kata Kui Yu tegas.
Pangeran He Su menerima baik perintah itu, dia pergi lagi ke Bun-sui akan
menemui Keng Hu. Sesampai di tempat tersebut dia merasa berat sekali untuk menyampaikan pesan
Kui Yu tersebut. Kemudian He Su menangis terisak-isak di depan pintu rumah Keng Hu.
Mendengar ada orang menangis di depan pondoknya, Keng Hu terkejut. Dia mengenali suara He
Su, karena itu dia menggelengkan kepalanya.
"O, Allah kalau begini aku harus mati!" ratap Keng Hu. Dia sudah putus harapan.
"He Su tidak langsung masuk menemuiku, tetapi dia menangis begitu sedih, pasti
permohonan ampunku ditolak." Sehabis berkata begitu Keng Hu membuka angkin (ikat pinggang), dengan angkin itu
dia menggantung diri di sebuah pohon sehingga mati.
Ketika He Su mengetahui Keng Hu sudah mati, dia rawat jenazahnya sebagaimana
mestinya, kemudian baru dia pulang untuk melaporkan peristiwa itu kepada Louw Hi Kong.
Meski pun sang paman jahat, tetapi mendengar kematiannya Louw Hi Kong berduka juga.
Ketika Louw Hi Kong dan Kui Yu sedang duduk membicarakan kematian Keng Hu, tiba-
tiba tiba kabar Raja Ki datang hendak minta uang hadiah atas meninggalnya Keng Hu.
Raja Ki mengutus adiknya yang bernama Eng No.
"O, mana bisa begitu!" kata Kui Yu dengan mendongkol. "Orang Ki tidak pernah
menangkap Keng Hu dan mengantarkannya ke sini.Mana bisa mendapat ganjaran!"
Kui Yu minta izin akan mengerahkan pasukan menyambut kedatangan Eng No sebagai
utusan Raja Ki itu. Raja Louw Hi Kong meloloskan pedang yang tersangkut di pinggangnya, kemudian dia
serahkan kepada Kui Yu. "Nama pedang ini Beng-lo, panjangnya tidak sampai satu kaki, tajamnya tidak ada
bandingannya. Pedang ini boleh dianggap sebagai barang wasiat, Paman." kata Louw
Hi Kong. Kui Yu menghaturkan terima kasih atas pemberian itu, lalu dia sandang pedang
Beng-lo tersebut di pinggangnya. Sesudah itu dia pamit pada Louw Hi Kong, dia pimpin
tentaranya ke tanah Li (tanah milik negeri Louw).
Di tempat itu baik Kui Yu, maupun Pangeran Eng No sudah mengatur angkatan
perangnya untuk bertempur. Kui Yu berpikir keras.
"Raja Louw baru diangkat menjadi Raja, urusan negara belum rapih. Jika harus
berperang dan aku kalah, pasti akibatnya buruk sekali. Aku tahu Eng No gagah, tetapi dia
bodoh. Lebih baik akan aku gunakan akal untuk mengalahkannya." Pikir Kui Yu.
Begitu sudah mantap dengan rencananya, Kui Yu keluar dari barisannya dan minta
bicara dengan Eng No. Eng No tidak keberatan, dia keluar dari barisannya untuk menemui
Kui Yu. "Kongcu, sebenarnya kita berdua yang saling bermusuhan. Maka tidak pantas kita
menyeret tentara kita yang tidak berdosa. Aku dengar kau gagah dan pandai berperang. "
kata Kui Yu. "Jika kau bersedia mari kita bertarung satu lawan satu. Mari kita buktikan siapa
yang paling jagioan di antara kita?"
"Ya, begitu baik!" sahut Eng No dengan angkuh.
Mereka segera memerintahkan tentaranya mundur. Kemudian Kui Yu dan Eng No
berkelahi satu lawan satu. Mereka saling serang-menyerang. Mereka masing-masing
mengeluarkan kemampuannya. Tetapi sesudah 50 jurus lebih belum ketahuan muncul pemenangnya.
Putera Kui Yu, yang bernama Hang Hu, usianya baru 8 tahun, dia sangat disayang
oleh Kui Yu. Saat itu dia ikut dalam barisan dan menyaksikan ayahnya bertarung. Melihat
ayahnya belum memenangkan pertarungan, anak ini tiba-tiba berteriak-teriak.
"Beng-lo ada di mana! . . . . Beng-lo ada di mana!" teriaknya.
Teriakan putera Kui Yu itu membuat Kui Yu sadar. Dia pura-pura terdesak dan
mundur supaya Eng No maju mengejarnya. Saat Eng No mengejar, Kui Yu mengelak. Dengan
cepat dia cabut pedang Beng-lo dari sarungnya. Begitu Eng No sudah dekat Kui Yu
menebas tubuhnya. Maka sekali tebas Eng No pun binasa. Tetapi pada pedang itu tidak
terlihat ada tanda darah sedikit pun. Tentara Ki yang melihat tuannya telah binasa semua berlarian simpang-siur
seperti daun kering tertiup angin. Kui Yu segera memimpin tentaranya pulang sambil bernyanyi.
Kedatangan Kui Yu disambut oleh Raja Louw Hi Kong sendiri di sebuah lapangan.
Sesudah kembali ke istana Raja Louw mengangkat Kui Yu menjadi Perdana Menterinya.
"Tuanku tidak perlu memberi kemuliaan terlalu besar pada hamba,," kata Kui Yu.
"Hamba dengan Keng Hu dan Siok Gee sama-sama turunan raja almarhum. Karena hendak
membela tanah Louw, hamba telah meracun Siok Gee dan menggantung Keng Hu. Karena demi
negara, terpaksa hamba membinasakan mereka! Sekarang kedua pangeran sudah
lenyap, jika hamba terima hadiah dari Tuanku maka hamba sangat malu."
"Tapi mereka berdua jahat! Apa tidak boleh aku memberi karunia pada Paman?" kata
Louw Hi Kong. "Tidak, memang tidak ada salahnya," sahut Kui Yu. "Meski pun mereka berniat
jahat, tetapi perbuatannya belum terbukti! Maka hamba usul agar Tuanku membebaskan keluarganya
dan mengangkat kembali keluarga mereka. Dengan demikian hubungan persaudaran kita
tetap kekal!" kata Kui Yu.
"Ya, baiklah," sahut Hi Kong, yang segera mengizinkan Kong-sun Go dan Kong-sun
Chu, masing-masing putra Keng Hu dan Siok Gee meneruskan jabatan ayah mereka. Yang
satu dihadiahi tanah di Seng, yang lain mendapat tanah di Houw. Sementara Kui Yu
tetap menjadi perdana menteri. *** Pada tahun pemerintahan Kaisar Ciu Hui Ong yang ke-17.....
Bangsa Tek menyerang ke negeri Heng, dari situ mereka berpindah menyerang ke
negeri We. Raja We karena tidak tahan, mengirim utusan minta bantuan kepada Raja Cee.
Tetapi Raja Cee yang sudah berjanji hendak membantunya, tidak segera mengerahkan tentaranya,
karena masih menunggu sampai musim Cun. Pada musim Cun itulah baru Raja Cee akan
mengerahkan tentaranya. Dia akan bergabung dengan tentara Raja Muda yang lain.
Karena saat diminta bantuan tentara Cee masih kelelahan sehabis melabrak bangsa Jiong.
Di musim Tang, menteri dari negeri We yang bernama Leng Sok, datang ke negeri
Cee. Dia memberitahu pada Cee Hoan Kong.
"Bangsa Tek telah menghancurkan negeri We dan membunuh Raja We I Kong." kata
menteri

5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Leng Sok. "Sekarang kedatangan hamba kemari hendak menyambut Pangeran Hui akan
diangkat menjadi raja di negeri We."
Alangkah kagetnya Raja Cee Hoan Kong ketika mendengar khabar buruk itu. Sedikit
pun dia tidak menyangka negeri We begitu cepat runtuhnya.
(Kisah ini mundur sedikit ke belakang.) Ketika tahun pemerintahan Kaisar Ciu Hui
Ong ke-9. Raja We I Kong ketika itu baru bertahta di negeri We. Setelah menjadi raja
sembilan tahun lamanya, sifatnya berubah menjadi buruk. Dia selalu bersenang-senang dan malas.
Dia juga sombong sekali. Tegasnya dia tidak mau menghiraukan urusan negara.
Kegemaran We I Kong adalah memelihara burung bangau. Setiap hari dan setiap dia
keluar berjalan-jalan selalu membawa sekawanan burung bangaunya. Dia samakan burung
bangau itu seperti pengikutnya. Orang-orang yang merawat burung bangaunya digaji bagus.
Raja We juga membiarkan anak buahnya memeras rakyat. Hasil pajaknya oleh dia dipakai
berfoya- foya. Raja We tidak memperdulikan rakyatnya menderita kelaparan, asalkan bangau-
bangaunya gemuk-gemuk. Pangeran Hui adalah paman dari Raja We I Kong. Sudah berkali-kali Pangeran Hui
menasihati Raja We. Tetapi Raja We I Kong tidak mau mendengarkan nasihatnya.
Buru-buru Pangeran Hui pindah ke negeri Cee. Raja Cee Hoan Kong malah menikahkan
dia dengan anak perempuan famili Raja Cee. Pangeran Hui pun jadi betah tinggal di
negeri Cee. Raja bangsa Tek, So Mhoa namanya. Dia mempunyai beberapa ribuan tentara. Setiap
saat dia berniat mengacau di daratan Tiongkok. Tatkala Raja So Mhoa mendengar khabar Raja
Cee pergi menyerang kaum Jiong, dia gusar sekali,
"Jika Raja Cee berani menyerang ke negeri yang jauh, pasti dia juga suatu ketika
bisa menyerang negaraku," kata Raja So Mhoa. "Sebelum mereka menyerang ke negaraku,
lebih baik aku dahului mereka!"
Kemudian raja bangsa Tek ini mengerahkan 20.000 tentaranya menyerang ke negeri
Heng. Mereka berhasil menaklukkan Raja negeri Heng. Kemudian serangan mereka
dipindahkan ke negeri We. Ketika bangsa Tek mulai menyerang negeri We, waktu itu We I Kong hendak memuat
bangau-bangaunya ke dalam kereta, karena dia akan pergi jalan-jalan. Dia kaget
sekali ketika tiba-tiba diberi tahu, bahwa orang Tek datang menyerang negaranya. Dia batalkan
niatnya berjalan-jalan.Lalu menyiapkan angkatanperang untukmenghadapi
musuh. Raja We I Kong memberi hadiah sebuah gelang batu giok kepada Cio Ki Cu; dan
hadiah anak panah pada Leng Sok. Dia minta mereka berjaga mengamankan negaranya.
"Sekarang urusan di dalam negeri semua aku serahkan kepada kalian berdua," kata
We I Kong. "Di dalam peperangan ini, jika aku tidak bisa mengalahkan bangsa Tek,
pasti aku tidak akan pulang kembali."
Dua Tay-hu tersebut merasa terharu mendengar ucapan junjungannya itu. Dengan air
mata berlinang-linang mereka berjanji akan memperhatikan pesan tersebut.
Sesudah meninggalkan pesan itu, We I Kong mengumpulkan kereta perang dan
tentaranya. Dia memerintahkan Ki Khong menjadi Tay-ciang (Jenderal Besar), I Pek menjadi
pembantunya, Ui I menjadi Sian-hong (Pemimpin Pasukan Pelopor), Khong Eng Ce
memimpin pasukan bala-bantuan di bagian belakang. Raja We keluar akan membangun
perkemahannya. Bab 12 Malam harinya, Raja We I Kong melakukan perondaan di markasnya. Ketika itu dia
hanya sendirian saja. Dia ingin tahu bagaimana keadaan tentaranya. Saat itu dia
mendengar tentaranya banyak yang bernyanyi demikian bunyi nyanyian itu:
"Burung bangau makan makanan enak, rakyat menghabisan tenaganya bekerja di
sawah. Burung bangau naik di kereta, rakyat memegang senjata mengadu jiwa.
Senjata bangsa Tek sangat tajam, sungguh tidak bisa diremehkan.
Jika dicoba melawan perang, dari sepuluh bagian tinggal hidup dua orang.
Burung bangau sekarang di mana adanya"
Membuat aku ngeri melakukan pekerjaan yang sia-sia!"
Mendengar nyanyian itu We I Kong jadi sangat berduka, dia tidak tahu bagaimana
caranya harus berdaya agar bisa menggembirakan hati tentaranya.
Kesulitan jadi bertambah karena Ki Khong menjalankan aturan terlalu keras,
sehingga balatentara menjadi semakin tidak senang.
Ketika tentara bangsa Tek datang, Ki Khong melihat mereka cuma beberapa ribu
orang saja banyaknya. Sedang pasukan itu tampak kalut, dia jadi girang sekali, dia pikir
bangsa Tek itu pengecut dan tidak mengerti mengatur pasukan. Dia perintahkan tentaranya
membunyikan genderang perang, dia maju menerjang tentara Tek. Bangsa Tek hanya melawan
sebentar, mereka berpura-pura kalah dan lari serabutan.
Ki Khong mengira musuh tersebut kabur sebenarnya. Dia perintahkan anak buahnya
mengejar. Setelah sampai di Eng-tek, tiba-tiba terdengar suara sorakan riuh
sekali, sesaat kemudian barisan We jadi terpecah menjadi tiga bagian. Dengan demikian mereka
jadi tidak bisa saling membantu. Tentara We memang tidak punya keberanian untuk berperang, begitu mengetahui
mereka sudah terjebak ke dalam tipu-muslihat musuh, mereka langsung melemparkan
senjatanya dan meninggalkan kereta perang untuk melarikan diri.
Saat itu We I Kong sedang terkepung oleh tentara Tek dan kepungannya itu
berlapis-lapis. Melihat gelagat kurang baik itu, Ki Khong memberi saran pada We I Kong supaya
merobohkan bendera kerajaan dan Raja We harus segera menyamar menjadi serdadu
untuk melarikan diri. Tetapi Raja We menolak saran tersebut.
"Aku tahu rakyat tidak menyukaiku. Jika aku tidak bisa menang perang, biarlah
aku binasa di medan perang saja! Biar supaya rakyatku puas!" kata We I Kong dengan gagah.
Tidak lama tentara We di bagian depan maupun belakang semua sudah musnah.
Ui I telah binasa di tangan musuh. Khong Eng Ce karena ketakutan tertangkap oleh
musuh, dia telah bunuh diri. Makin lama tentara Tek mengepung makin hebat, sehingga I Pek pun terguling dari
kereta perangnya karena terkena anak panah. Raja We I Kong dan Ki Khong sial mereka
mati dicincang sampai hancur. Tay-su Liong Kut dan Le Kong tertangkap hidup-hidup.
Ketika bangsa Tek hendak menbunuhnya, dia tersenyum dan berkata, "Aku berdua berpangkat
Tay- su di negeri We, aku yangmengatur upacara sembahyang di negeri ini.
Jika kau mau mengizinkan kami pulang dulu, aku akan menyiapkan upacara
sembahyang untuk keselamatanmu. Tetapi jika kau bunuh kami berdua, pasti malaikat dan iblis
tidak suka padamu, hingga jangan harap kau bisa dapat negeri We."
Orang Tek memang percaya soal tahyul, mereka meluluskan permintaan itu. Begitu
bebas kedua Taysu itu naik kereta mereka dan langsung kabur ke negeri We.
Ketika itu Leng Sok sedang meronda memeriksa kota, saat dia melihat ada kereta
perang dilarikan demikian kencang dan sesampainya di bawah kota kelihatan dinaiki oleh
dua Tay- su, dia kaget sekali. "Mengapa Raja kita tidak ikut kembali?" tanya Leng Sok.
"Cu-kong dan tentaranya sudah binasa sama sekali!" teriak Hoa Liong Kut.
"Balatentara bangsa Tek sangat gagah perkasa dan jumlahnya besar sekali. Kita harus segera
menyelamatkan diri!"
Leng Sok membuka pintu kota supaya kedua Tay-su bisa masuk.
"Tidak, aku tidak mau masuk ke dalam kota," kata Le Khong dengan suara terharu.
"Aku keluar bersama-sama Cu-kong, tetapi masuk kota tidak bersama-sama dengannya, itu
namanya bukan seorang menteri yang setia. Akh, sudahlah, lebih baik kita ikut
Cu-kong kita ke alam baka!" Sehabis berkata begitu dia cabut pedangnya dan menggorok lehernya hingga binasa.
Tetapi Hoa Liong Kut berpikir lain seorang Tay-su sangat penting, jika dia ikut
bunuh diri seperti Le Khong, dia khawatir buku sejarah akan hilang karena itu dia langsung
masuk kota. Leng Sok dan Ciu Ki Cu cepat-cepat mengajak keluarga Raja We ke istana, malam
itu juga dengan kereta kecil mereka keluar dari kota menuju ke Timur. Begitu juga Hoa
Liong Kut sambil memeluk buku hikayat negara We ikut melarikan diri.
Mendengar dua Tay-hu telah kabur mengajak keluarga raja pergi.
"Tahukah kau di mana Raja kita telah binasa?" tanya Hong Yan pada seorang budak.
Budak tersebut menunjuk ke onggokan daging berlumuran darah, sambil menangis dia
berkata. "Itulah jenazah Raja kita! Aku menyaksikan Raja kita dicincang oleh musuh! Aku
bisa menyaksikannya karena aku pura-pura mati dan kakiku terluka parah." kata budak
tersebut. "O, Tuhan! Mengapa Cu Kong jadi begini!" ratap Hong Yan.
Hatinya hancur karena sangat terharu melihat mayat sudah tidak berbentuk itu.
Hong Yan memberi hormat ke arah tumpukan daging manusia itu.
"O sungguh malang nasibmu, Tuanku. Jenazahmu tidak ada yag menguburkan. Baiklah
hatimu yang belum hancur akan kumasukkan ke tubuhku." kata Hong Yan.
Sesudah itu Hong Yan berpesan.
"Jika aku sudah mati, hati Raja We kau masukkan ke dalam tubuhku, sebagai ganti
peti mati. Lalu kau kubur jenazah bersama hati Raja We di tengah hutan. Kelak jika ada Raja
We yang baru, beritahu di mana kuburan hati Raja We. Kau ceritakan juga apa yang telah
terjadi atas Raja kita." kata Hong Ya.
Sesudah itu dia cabut pedangnya lalu bunuh diri. Anak buahnya kaget, tetapi
tidak sempat mencegahnya. Pengikut Hong Yan menuruti apa pesan Hong Yan kepadanya. Sesudah
hati Raja We dimasukkan ke dalam perut Hong Yan, mayat Hong Yan dinaikan ke atas
sebuah kereta. Budak yang kakinya terluka itu juga dinaikan bersama. Sesudah
menguburkan jenazah Hong Yan maka mereka menyeberangi sungai Huang-hoo akan mencari kabar ke mana
perginya sanak famili Raja We.
** Ketika sampai di tepi sungai Hoang-hoo (Sungai Kuning), Cio Ki Cu memimpin
Pangeran Sin naik perahu lebih dulu, sedang Leng Sok mengumpulkan rakyat yang menyusul
mereka di belakangnya. Dari situ mereka harus pergi ke Cu-ip.
Sesampai di kota Cu-ip, Leng Sok dan Ciu Ki Cu berdamai. Mereka berpendapat
harus diangkat seorang raja baru. Maka mereka sepakat mengangkat Pangeran Sin menjadi
Raja We dengan gelar We Tai Kong.
Mendengar di negeri We telah ada raja baru, Raja Song dan Raja Khouw mengirim
utusan untuk mengucapkan selamat kepada We Tai Kong yang baru jadi raja. Pemberian
selamat itu dibalas dengan ucapan terima kasih.
Raja We Tai Kong sebelum menjadi raja pun tubuhnya kurang sehat dan sering
sakit-sakitan. Ketika dinobatkan menjadi raja, We Tai Kong sedang sakit keras. Jadi hanya
beberapa hari saja dia menyandang gelar raja, kemudian meninggal.
Wafatnya We Tai Kong membuat Cio Ki Cu dan Leng Sok serta rakyat We jadi sangat
berduka. Sesudah selesai menguburkan jenazah Raja We Tai Kong, Leng Sok pergi ke
negeri Cee untuk menyambut kedatangan Pangeran Hui.
Kedatangan Leng Sok membuat Raja Cee Hoan Kong sangat terkejut, dia merasa
menyesal tidak dapat datang menolong, sehingga negeri We berantakan dan We I Kong mati
dibunuh musuh. Tetapi Raja Cee merasa bersyukur karena Pangeran Hui bakal jadi raja.
Raja Cee Hoan Kong menghadiahkan seperangkat kereta bersama kuda-kuda bagus kepada
Pangeran Hui, lima pasang pakaian sembahyang, kerbau, kambing, babi dan ayam masing-
masing tiga ratus ekor. Selanjutnya Raja Cee memerintahkan Pangeran Bu Kui memimpin 300 kereta perang
untuk mengantarkan Pangeran Hui ke negeri We. Dan dipesan agar Pangeran Bu Kui
membantu membangun kembali kota We.
Pangeran Hui menghaturkan terima kasih atas budi kebaikan Raja Cee Hoan Kong
kepadanya. Sesudah itu Pangeran Hui mengucapkan selamat berpisah.
Ketika Pangeran Hui baru berjalan dan sampai di kota Cu-ip, mereka bertemu
dengan anak buah Hong Yan almarhum. Dia sedang membawa budak yang kakinya patah itu. Anak
buah Hong Yan langsung menemui raja baru itu. Dia menceritakan bagaimana dia telah
mengubur hati Raja We di dalam perut Hong Yan. Jenazah Hong Yan dikuburkan di suatu
tempat. Mendengar cerita anak buah Hong Yan, Pangeran Hui tidak hentinya menangis. Dia
sangat terharu atas terjadinya musibah pada keluarganya itu. Segera dia perintahkan
orang membawa

5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

peti mati pergi ke Eng-tek untuk mengurus jenazah almarhum I Kong. Baru kemudian
dia mengenakan pakaian berkabung atas wafatnya I Kong dan Tai Kong dua raja We itu.
Dia juga ingat kepada Hong Yan yang begitu setia kepada rajanya.
Ketika mendengar khabar bagaimana Raja Cee Hoan Kong begitu memegang teguh
janjinya dan budinya luhur, banyak Raja Muda yang mengirim utusan untuk turut berduka
cita. Sekarang Pangeran Hui yang menjadi raja di negeri We. Dia bergelar We Bun Kong.
Dia berusaha memajukan negara dan rakyatnya. We Bun Kong mendapat pujian sebagai
raja yang bijaksana. Ketika Pangeran Bu Kui mau pulang ke negeri Cee, sengaja dia tinggalkan
sebahagian tentaranya untuk membantu membetulkan kota yang rusak. Ketika sudah pulang
kepada Raja Cee Hoan Kong diceritakan, bagaimana raja yang baru itu hidup hemat. Mau bekerja
keras dan rajin. Begitu juga tentang kesetiaan Hong Yan pada junjungannya.
"Akh, sungguh mengherankan," kata Hoan Kong sambil menarik napas, "seorang raja
lalai kewajibannya, tokh masih ada menterinya yang begitu setia.Kalau begitu memang
pantas negeri We tidak boleh musnah."
Koan Tiong mengusulkan, sebaiknya Raja Cee mengajak semua Raja muda membantu
membangun ibukota baru untuk negeri We. Raja Cee Hoan Kong setuju, dia hendak
mengumpulkan Raja-raja muda, namun mendadak negeri Heng mengirim utusan memberi
khabar. "Bangsa Tek kembali menyerang ke negeri Heng, kami tidak tahan mohon bantuan!"
kata utusan tersebut. "Apa perlu kita menolong negeri Heng?" tanya Raja Cee Hoan Kong pada Koan Tiong.
"Semua Raja-raja Muda bersedia tunduk pada negeri Cee, mereka menganggap negeri
Cee kuat dan bisa membantu mereka jika ada bahaya. Jika kita tidak mau membantu
mereka untuk apa kita menjadi jago di antara mereka?" kata Koan Tiong..
"Kalau begini negeri Heng dan negeri We punya kepentingan yang sama. Mana yang
harus ditolong lebih dahulu?" kata Raja Cee.
"Amankan dahulu negeri Heng dari ancaman bangsa Tek, sesudah beres, baru kita
bantu negeri We membangun Ibukotanya," kata Koan Tiong. Raja Cee Hoan Kong setuju.
Segera dia mengirim khabar ke negeri Song, Louw, Co dan Chu. Mereka diminta masing-
masing mengerahkan pasukan perangnya berkumpul di Liap-pak (tanah Heng).
Sesampai pasukan Cee di Liap-pak hampir berbareng dengan pasukan dari negeri
Song dan Co. Di tempat itu Koan Tiong mengatur siasat dan berkata pada Raja Cee Hoan
Kong. "Orang Tek sedang berkonsentrasi menyerang negeri Heng," kata Koan Tiong.
"Semangat bangsa Tek masih tinggi dan gagah. Jika kita serang mereka maka kita harus
menggunakan kekuatan dua kali lipat. Sebaliknya untuk membantu belum habis kekuatannya, maka
jasa kita dianggap kecil." "Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Raja Cee.
"Untuk sementara waktu, kita harus menunggu sampai Raja Heng tidak sanggup
menangkis serangan bangsa Tek. Maka tentara Heng akan rusak berat, sedang tentara bangsa
Tek sudah kelelahan. Saat itu baru kita turun tangan mengusir bangsa Tek. Dengan demikian
kita bisa mengalahkannya dengan gampang. Ini namanya siasat menggunakan sedikit tenaga,
mendapat pahala besar!" kata Koan Tiong.
Raja Cee Hoan Kong setuju. Dengan alasan masih menunggu kedatangan pasukan Louw
dan Chu, Raja Cee menahan tentaranya. Dia mengirim mata-mata untuk menyelidiki
keadaan di medan perang. Dua bulan lamanya tentara gabungan pihak Cee berada di Liap-pak, selama dua
bulan itu bangsa Tek menyerang kota Heng semakin sengit. Siang dan malam tidak hentinya.
Maka habislah kekuatan tentara Heng. Mereka dengan mati-matian mencoba menerobos
kepungan bangsa Tek. Baru saja juru kabar memberi laporan pada Cee Hoan Kong, apa yang
terjadi atas tentara Heng. Orang-orang Heng, lelaki dan perempuan serempak berdatangan.
Mereka berlindung di perkemahan tentara Cee. Raja negeri Heng, Siok Gan berlutut sambil
menangis minta tolong. Raja Cee Hoan Kong segera membangunkan Siok Gan. Dengan manis Raja
Cee menghiburnya. Sesudah itu baru Raja Cee mengajak Raja Song dan Raja Co bersama-sama
mengerahkan tentaranya hendak mengusir bangsa Tek. Raja Tek, So Mhoa, karena sudah berhasil
merampok harta Raja Heng, tidak bersemangat untuk berperang lagi, ketika
mendapat khabar pasukan dari tiga negara hampir sampai. Dia memerintahkan tentaranya membakari
rumah- rumah penduduk. Mereka lalu kabur ke arah Utara.
Ketika pasukan gabungan bersama Raja Heng masuk ke dalam kota, mereka hanya
menyaksikan kobaran api raksasa yang menghabisi rumah penduduk kota. Sedang
bangsa Tek sudah kabur semua. Raja Cee Hoan Kong mengeluarkan perintah untuk memadamkan api kebakaran.
"Apakah kota ini masih layak ditinggali?" tanya Raja Cee.
"Aku rasa tidak bisa lagi, karena bangsa Tek telah merusakannya," sahut Raja
Heng dengan terharu. "Sekarang bagaimana pendapatmu" Mau memperbaiki kota yang hancur, atau mau
membangun yang baru?" tanya Raja Cee.
"Rakyat kami semua kabur ke tanah I-gi. Jika Tuanku merasa kasihan pada kami,
kami akan membangun kota baru di I-gi saja," kata Siok Gan.
Raja Cee Hoan Kong meluluskan permohonan Raja Heng, dia perintahkan tentara
ketiga negara untuk membantu membangun kota baru di I-gi. Raja Cee juga mengirim
berbagai binatang peliharaan untuk bibit seperti sapi, kerbau, kuda, ayam dan sebagainya.
Ini dimaksudkan agar kota yang baru itu sempurna adanya.
Raja negeri Heng, Sio Gan bersama rakyatnya jadi girang sekali. Setelah urusan
di negeri Heng jadi beres, Raja Song dan Raja Co pamit pada Raja Cee hendak pulang ke
negerinya. Tapi Cee Hoan Kong mencegahnya, dia ajak mereka menolong negeri We. Karena
negeri Heng sudah dibuatkan kota baru, seharusnya negeri We pun dibuatkan kota. Ajakan
ini diterima baik oleh Raja Song dan Raja Co.
Berangkatlah pasukan tentara tiga negara mereka berangkat dari negeri Heng pergi
ke negeri We. Ketika Raja We Bun Kong mendapat kabar Raja Cee Hoan Kong akan datang ke
negaranya, dia segera datang menyambut. Raja Cee sangat senang melihat Raja We hidupnya
demikian sederhana. Raja Cee Hoan Kong memberitahu maksud kedatangannya, yaitu hendak memperbaiki
kota Raja We. Kemudian bertanya pada Raja We Bun Kong.
"Kota mana yang anda setujui untuk kota raja?" kata Raja Cee.
"Aku berniat mendirikannya di Couw-kiu," sahut We Bun Kong. "Cuma biaya
mendirikannya tidak kecil. Hamba rasa biaya sebesar itu tidak mungkin bisa
dipikul oleh kami, sebuah negara yang hampir musnah!" kata Raja We.
"Tidak usah kau cemaskan masalah itu," kata Raja Cee. "Semua biaya pembangunan.
Biar aku yang tanggung!" Raja Cee Hoan Kong memerintahkan tentara dari tiga negara pergi ke Couw-kiu.
Mereka ditugaskan untuk mendirikan ibukota di sana. Sedang semua bahan dan biaya
didatangkan dari negeri Cee. Sesudah kota selesai dibangun, Cee Hoan Kong mempersilakan Raja We
meninggalinya. Tentu saja Raja We girang dan sangat berterima kasih pada Cee Hoan Kong.
Sesudah semua beres, raja-raja itu kembali ke negerinya masing-masing.
Oleh karena Raja Cee Hoan Kong telah membangun kembali tiga buah negara yang
hampir musnah. Pertama dia telah mengangkat Hi Kong menjadi Raja Louw, membangun kota
I-gi untuk negara Heng. Membangun kota Couw-kiu untuk negara We. Maka ketiga negara
itu menganggungkan Kerajaan Cee. Dari kelima negara, Cee Hoan Konglah yang terhitung
paling terkenal. Di antara Ngo Pa (Lima Raja Jago), Cee Hoan Kong adalah
jagonya. *** Waktu itu Raja Cee sangat terkenal, tetapi di negeri Couw, Couw Seng Ong
mengandalkan Leng-i Pangeran Bun (Touw Kok O-to) untuk mengurus pemerintahan negaranya.
Dengan demikian negaranya jadi makmur dan tentaranya sangat kuat. Tidak heran jika Raja
Couw Seng Ong senantiasa berniat merebut kedudukan sebagai Jago di Tiongkok.
Sejak Couw Seng Ong mendengar Raja Cee telah membantu Raja Louw, dia jadi kurang
senang. Dia khawatir negaranya akan berada di bawah para Raja Muda yang
tergabung dengan negeri Cee itu. "Aku berpendapat, Raja Cee tidak boleh dibiarkan berbuat semena-mena," kata Couw
Seng Ong pada Chu Bun. "Dia hanya berpura-pura menyiarkan kebajikan, padahal dia
memikat hati para Raja Muda agar takluk kepadanya. Sedang aku tinggal statis di bagian
timur sungai Han-sui. Dengan demikian kebaikanku tidak membangkitkan kebaikan. Sedang
kegagahanku pun tenggelam di mata para raja muda. Aku sangat malu. Itu sebabnya aku ingin
mencoba kekuatan Raja Cee itu!"
"Jangan, kita belum pantas untuk berselisih dengan negeri Cee," kata Chu Bun.
"Buat mendapatkan gelar Hong Pek, Raja Cee telah bekerja keras hampir 30 tahun
lamanya. Dengan menggunakan alasan hendak menjunjung tinggi "Dewan Kerajaan Ciu", maka banyak
Raja- raja Muda yang bersedia takluk kepadanya. Itu sebabnya kita belum boleh
bermusuhan dengannya. Letak negeri The ada di antara bagian Selatan dan Utara. Negeri itu
mirip tenggorokan daerah Tiong-goan (Tiongkok). Manakala Tuanku punya niat hendak
menjagoi di Tiong-goan, jika belum mendapatkan negeri The pasti tidak akan berhasil."
Raja Couw memerintahkan panglimanya memimpin 200 kereta perang dan pasukannya
menyerang ke negeri The. Ketika mendengar Raja Couw menyerang, Raja The sangat
khawatir dia perintahkan Tam Pek memimpin pasukan Tje menjaga pintu kota. Lalu
mengutus orang untuk minta bantuan kepada Raja Cee.
Ketika utusan negeri The sampai dan melaporkan keadaan negaranya. Serta meminta
pada Raja Cee agar membantu mereka. Raja Cee memanggil semua Raja Muda dalam
perserikatannnya agar membantu negeri The.
Ketika Touw Ciang maju sampai ke perbatasan negeri The, dia kaget saat mendengar
pasukan bantuan dari negeri Cee telah datang. Maka karena tak akan sanggup melawan, dia
menarik mundur pasukannya. Raja Couw Seng Ong mendengar kabar ini. Dia marah kepada Touw
Ciang yang tanpa berperang sudah mundur. Dia loloskan pedang di pinggangnya yang
dia serahkan pada Touw Liam. "Segera kau berangkat, penggal kepala Touw Ciang!" kata Couw Seng Ong.
Touw Liam terpaksa menerima pedang itu. Tetapi walau bagaimana dia adalah kakak
Touw Ciang. Mana tega dia membunuh adik sendiri. Ketika bertemu dengan adiknya, Touw
Liam menceritakan perintah Couw Seng Ong agar membunuh dia. Tentu saja Touw Ciang
kaget. "Jangan cemas," kata Topuw Liam. "Aku sudah punya siasat untuk menyelamatkan
jiwamu." Kata Touw Liam. "Raja The pasti sudah tahu kau menarik mundur pasukanmu. Mereka
pasti tidak mengira kau akan segera balik kembali. Jika kau kembali dan menyerang
mereka secara tiba-tiba, maka aku yakin mereka akan kalah. Sesudah mendapat kemenangan, baru
kau pulang. Bukan hukuman malah kau berpahala."
Touw Ciang senang dia turuti nasihat kakaknya itu.
"Terima kasih, Kak." kata Touw Ciang.
Dia bagi tentaranya menjadi dua bagian. Dia memimpin pasukan depan. Sedang Touw
Liam memimpin pasukan belakang.
Dalam perjalanan kembali ke negeri The, Touw Ciang melarang tentaranya
membunyikan genderang maupun mengibarkan bendera mereka. Diam-diam mereka maju menyerang dan
masuk kembali ke perbatasan negeri The. Saat itu kebetulan dia betemu dengan Tam
Pek yang sedang memeriksa kereta perang mereka.
Mendengar tentara musuh datang, Tam Pek tidak mengetahui musuh dari mana, karena
dia tidak menduga Touw Ciang bakal kembali lagi. Dengan tergesa-gesa dia pimpin
pasukannya untuk melakukan perlawanan.


5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Saat Tam Pek asyik bertarung melawan Touw Ciang, datang Touw Liam membantu Touw
Ciang. Diserang dari dua jurusan Tam Pek kaget dan kebingungan. Pasukan The jadi
kacau- balau. Karena dikepung dari dua jurusan. Tam Pek yang gugup agak lengah, dia terhajar
oleh ruyung milik Touw Ciang. Dia terguling dan ditangkap oleh tentara Touw Ciang.
Touw Liam berhasil mengobrak-abrik pasukan The hingga berantakan. Sesudah
berhasil menawan Tam Pek, Touw Ciang akan maju terus menyerang tentara The. Tetapi Touw
Liam mencegah niat adiknya itu.
"Kita sudah menang, lebih baik kembali saja. Kau pun sekarang sudah luput dari
hukuman mati Raja Couw!" kata Touw Liam.
Nasihat sang kakak kembali diturut oleh Touw Ciang. Lalu dia pimpin pasukannya
pulang. Begitu sampai di negeri Couw dia menghadap pada Raja Couw Seng Ong.
"Touw Ciang! Aku dengar kau telah mundur dari medan perang. Sekarang kau berani
datang menemuiku!" kata Raja Couw.
"Memang benar hamba mundur, tetapi itu cuma siasat hamba untuk kembali memukul
musuh, Tuanku. Buktinya hamba menang!" kata Touw Ciam berbohong.
"Ya, kau boleh bilang begitu!" kata Raja Couw Seng Ong dengan hati masih
mendongkol. "Karena kau berhasil menangkap panglima musuh, maka kuampuni kesalahanmu! Negeri
The belum takluk, mengapa kau sudah menarik mundur angkatan perang kita?"
"Karena tentara hamba sedikit, jika maju terus hamba khawatir gagal, sehingga
merusak nama baik tentara Couw," sahut Touw Ciang.
Dia kaget dan hatinya berdebar-debar ditegur begitu.
"O, kau gunakan alasan tentaramu sedikit," kata Raja Couw dengan marah. "Nah,
sekarang aku tambah dengan 299 kereta perang dan tentara. Kau harus berangkat lagi jika
kau tidak bisa mengalahkan Kerajaan The, kau jangan kembali lagi ke sini!"
"Tuanku, izinkan aku ikut dengan adikku ke medan perang," kata Touw Liam. "Jika
adikku tidak bisa mengalahkan Kerajaan The, maka jika adik hamba tak berhasil
menaklukan negeri The. Dia akan hamba ikat dan akan hamba bawa ke hadapan Tuanku!"
"Baik, kau kuzinkan pergi bersamanya. Kau boleh bawa 400 kereta perang dan
tentara untuk memerangi negeri The!" kata Couw Seng Ong.
Touw Liam diangkat menjadi Jenderal Besar, sedang Touw Ciang menjadi
pembantunya. Mereka berangkat bersama-sama ke negeri The.
Ketika Raja The mendengar kabar Tam Pek tertangkap oleh musuh, dia perintahkan
anak buahnya pergi ke negeri Cee untuk minta bantuan. Mendengar khabar itu, Koan
Tiong berkata pada Raja Cee Hoan Kong. "Dalam beberapa tahun ini, Tuanku telah menolong negeri Yan, membereskan
kekacauan di negeri Louw, membangun kota untuk negeri Heng, dan menyempurnakan negeri We,
sehingga kepribadian Tuanku tersiar di seluruh negeri. Keangkeran Tuanku
termasyur di kalangan Raja-raja Muda. Sehingga jika Tuanku akan menggunakan tenaga mereka,
mereka siap membantu. Jika Tuanku ingin menyelamatkan negeri The, serang saja negeri
Couw. Tetapi jika mau menyerang negeri Couw, Tuanku harus membuat perserikatan dengan
semua Raja-raja Muda." Kata Koan Tiong.
"Jika kita harus mengadakan pertemuan dengan semua Raja-raja Muda, itu akan
makan waktu," kata Raja Cee. "Dengan demikian orang-orang Couw sempat melakukan
persiapan. Maka akan sulit kita menang melawan mereka!"
"Bukankah sudah lama Tuanku berniat melabrak negeri Coa, karena dia membantah
tidak mau tunduk di bawah perintah Tuanku?" kata Koan Tiong. "Letak negeri bersambung
dengan negeri Couw. Jika kita gunakan alasam hendak menghajar negeri Coa, tetapi
sesampai di sana kita berbalik menyerang negeri Couw. Pasti orang Couw tidak akan menyangka kita
akan menyerang mereka! siasat ini dinamakan : Bergerak saat musuh tidak menduga."
Raja Cee Hoan Kong mengangguk dan setuju pada saran Koan Tiong ini. Dia segera
menghubungi semua Raja Muda agar bersiap-siap. Mereka harus menunggu perintah
dan langsung bergerak. Pada suatu hari....... Raja dari negeri Kang dan negeri Ui mengirim utusan minta berserikat dengan
negeri Cee. Sebelum meluluskan permintaan itu, Raja Cee Hoan Kong berunding dulu dengan Koan
Tiong. Bab 13 "Negeri Kang dan negeri Ui karena tidak tahan oleh kekejaman raja dari negeri
Couw, telah mengirim utusan datang ke sini untuk minta berserikat. Aku pikir aku hendak
menerima permohonan mereka. Kelak jika kita menyerang negeri Couw, akan aku minta mereka
membantu kita dari dalam. Bagaimana menurut Tiong-hu, boleh tidak?" kata Raja
Cee. "Menurut hamba lebih baik permintaan mereka ditolak saja," kata Koan Tiong,
"sebab negeri Kang dan negeri Ui sangat jauh dari negeri Cee dan lebih dekat dengan negeri
Couw. Selama mereka tunduk pada negeri Couw, negara mereka tetap utuh!"
"Alasan Tiong-hu?" kata Raja Cee.
"Jika mereka bergabung dengan kita dan memutuskan hubungan dengan negeri Couw,
pasti Raja Couw akan marah besar. Suatu ketika Couw akan menyerang mereka. Jika sudah
begitu mereka minta bantuan pada kita. Mau tidak mau kita harus menolong mereka, tetapi
jaraknya terlampau jauh. Jika kita tidak menolonginya, itu artinya kita melanggar
perjanjian perserikatan. Padahal semua Raja Muda sudah takluk kepada Cee, apa itu bukan
jadi berabe buat kita" Negara mereka negara kecil." kata Koan Tiong.
"Tetapi negeri yang begitu jauh karena mendengar kehebatan kita, dia mengirim
utusan ke tempat kita. Jika permohonan mereka kita tolak, apa itu tidak akan berakibat
buruk. Misalnya dari negeri yang jauh jadi kurang kepercayaan kepada kita." kata Raja Cee.
"Jika Tuanku berpikir begitu, apa boleh buat terima saja mereka! Tetapi Tuanku
beri tanda ucapan hamba di tembok, supaya di kemudian hari tidak lupa tentang kejadian
ini." kata Koan Tiong. Raja Cee Hoan Kong menurut kata-kata Koan Tiong dicatat. Baru dia panggil utusan
negeri Kang dan Ui. "Permohonan kalian dikabulkan. Tetapi ingat di musim Cun pada bulan satu kami
akan menyerang ke negeri Couw. Kalian harus membantu kami." kata Raja Cee.Utusan itu
berjanji akan memperhatikan pesan Raja Cee.
"Selain itu negeri Si telah membantu negeri Couw melakukan kejahatan. Mereka
juga harus diserang!" kata utusan itu.
"Baik, akan kutaklukan dulu negeri Si, baru aku serang negeri Couw!" kata Raja
Cee berjanji. Setelah utusan negeri Kang dan Ui pulang, Raja Cee Hoan Kong menulis surat
kepada Raja Ci yang negerinya dekat dengan negeri Si, dia minta Raja Ci supaya mengerahkan
tentaranya membasmi negeri Si. Perintah Raja Cee Hoan Kong segera dilaksanakan oleh Raja Ci, dia serang negeri
Si. Raja Ci berhasil mengalahkan negeri Si. Raja Cee memerintahkan Raja Ci menempatkan
tentaranya di kota raja Si. Raja Louw Hi Kong mengutus Kui Yu ke negeri Cee untuk minta maaf, karena negeri
Louw sedang bertikai dengan negeri Chu dan negeri Ki, sehingga mereka tidak bisa
membantu Raja Cee dalam masalah negeri Heng dan negeri We. Dia juga mengucapkan selamat,
karena negeri Kang dan Ui telah berserikat.
"Jika Raja Cee akan berperang Raja kami siap membantu," kata Kui Yu.
Raja Cee Hoan Kong senang juga menerima Kui Yu.
"Tidak lama lagi kami akan menyerang ke negeri Couw!" kata Raja Cee.
"Hamba berjanji akan membantu," kata Kui Yu.
Sesudah itu pulanglah Kui Yu ke negaranya.
Saat Raja Cee sedang mengadakan persiapan untuk menyerang negeri Couw. Saat itu
tentara Couw sudah sampai di perbatasan negeri The.
Ketika Raja The Bun Kong mengetahui kedatangan tentara Couw itu, dia kaget.
Sekarang pasukan Couw datang dengan lebih besar jumlahnya. Karena khawatir negara dan
rakyatnya hancur lebur, Raja The akan memilih untuk minta berdamai saja.
"Jangan! Kita tidak boleh menyerah!" kata Khong Siok. "Ketika negeri Cee
berselisih dengan negeri Couw. Itu semua karena kita. Raja Cee sangat baik kepada kita, sebaliknya
sekarang kita akan melupakan jasanya. Ini sungguh tidak pantas sekali. Sebaiknya kita
bertahan, pasti Raja Cee akan datang membantu kita!"
Raja The Bun Kong berpikir. "Ucapan Khong Siok ada benarnya," pikir Raja The.
Segera dia mengutus orang ke negeri Cee untuk minta bantuan. Ketika utusan Raja
The sampai, Raja Cee kaget. Tetapi segera dia mengatur siasat.
"Katakan pada Rajamu, dia harus menyebarkan khabar bohong. Katakan tidak lama
lagi bala- bantuan dari negeri Cee akan segera tiba. Pasti Raja Couw kaget dan akan
mengendurkan serangannya. Ingat suatu saat aku minta Raja The mengirim pasukan untuk bersama-
sama menyerang ke negeri Couw!" kata Raja Cee.
"Baik, Tuanku. Hal ini akan hamba sampaikan pada Raja kami," kata utusan itu.
Sesudah itu utusan itu pulang ke negaranya dan menyampaikan pesan Raja Cee.
Sementara itu Raja Cee Hoan Kong mengirim utusan ke negeri-negeri serikatnya.
Mereka harus berkumpul di suatu tempat, kemudian bersama-sama menyerang ke negeri Couw.
*** Setelah berganti tahun, pada awal musim Cun bulan Chia-gwe (bulan satu Imlek),
Raja Cee Hoan Kong mengerahkan angkatan perangnya akan menyerang ke negeri Coa. Koan
Tiong diangkat menjadi kepala perang, Si Tiao menjadi Sian Hong (Pemimpin Pasukan
Pelopor), Sek Peng, Pin Si Bu, Pao Siok Gee dan Pangeran Kai Hong menjadi kepala pasukan
pembantu. Sekalipun Raja Coa sudah tahu negerinya bakal kedatangan musuh, karena merasa
punya andalan negeri Couw yang sangat kuat, dia tidak merasa gentar sedikit pun. Dia
juga tidak bersiaga. Ketika pasukan gabungan yang dipimpin Raja Cee tiba, baru dia mengatur
tentaranya untuk menangkis serangan tersebut.
Si Tiao yang bawa barisan depan mulai menyerang, dari pagi sampai sore dia
melabrak negeri Coa. Tetapi tidak berhasil merebut benteng musuh. Terpaksa dia harus berhenti
untuk istirahat karena hari pun mulai gelap.
Setelah megetahui Si Tao yang menjadi Sian Hong dari barisan Cee, Raja Coa Bok
Kong jadi sangat girang. Karena dia sudah tahu siapa Si Tiao.
Pada tengah malam Raja Coa perintahkan anak buahnya dengan diam-diam
mengantarkan barang bingkisan yang berharga mahal kepada Si Tiao. Dia minta supaya Si Tiao
tidak menyerang kotanya dengan sungguh hati.
Memang Si Tiao ini manusia serakah. Dengan senang dia terima bingkisan itu.
Karena ingin dianggapbaik,SiTiaomembukarahasiakekuatanangkatan
perang Cee. "Raja kami pura-pura akan menyerang negeri Coa, tetapi sebenarnya akan menghajar
negeri Couw!" kata Si Tiao pada uitusan Raja Coa. "Jika rajamu mau selamat segera
tinggalkan kota itu. Karena tentara gabungan akan menghancurkannya!"
Ketika itu utusan Raja Coa kembali dan menceritakan apa yang dikatakan Si Tiao
kepada Raja Coa, sehingga sang raja sangat terkejut. Malam itu juga dia bawa
keluarganya. Dia minta dibukakan pintu kota dan kabur ke negeri Couw. Rakyat yang mendapat khabar
bocoran segera berlarian simpang-siur.
Esok harinya...... Melihat kota negeri Coa sepi Si Tiao memimpin pasukannya masuk ke dalam kota.
Sesudah itu segera dia mengirim utusan melapor pada Raja Cee bahwa dia telah berhasil
menduduki kota musuh. Raja Coa Bok Kong yang melarikan diri telah sampai di negeri Couw, langsung dia
menemui Raja Couw Seng Ong, kemudian dia menceritakan apa yang akan dilakukan tentara
gabungan negeri Cee seperti yang diceritakan oleh Si Tiao kepadanya. Raja Couw sebenarnya
memang sedang mencari tahu tentang rencana serta gerak-geriknya pasukan Raja Cee.
Sesudah memperoleh keterangan dari Raja Coa segera dia bersiap-siap. Dia akan menangkis
serangan

5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

musuh yang akan segera tiba. Dia perinrahkan Touw Ciang agar pasukannya ditarik
mundur. "Batalkan serangan ke negeri The, tarik kembali seluruh angkatan perang kita!"
perintah Raja Couw pada utusan. Utusan itu segera menyusul Touw Ciang yang akan menyerang ke negeri The.
Dengan tergesa-gesa pasukan Couw yang dipimpin oleh Touw Ciang dan Touw Liam
bergegas kembali ke negeri Couw. Kemudian disiagakan untuk menghadapi serangan
mendadak dari tentara gabungan negeri Cee.
Selang beberapa hari kemudian, Raja Cee bersama pasukan perangnya sampai di kota
Raja Coa. Di situ Si Tiao menyambut kedatangannya. Dia menceritakan bahwa dia
berhasil merebut kota raja negeri Coa.
"Raja Coa sendiri telah melarikan diri. Mungkin ke negeri Couw." kata Si Tiao.
Selang beberapa hari kemudian pasukan perang dari tujuh negara sudah tiba.
Mereka berturut- turut berdatangan. Pertama-tama Raja Seng Hoan Kong, Raja Louw Hi Kong, Raja Tan
Soan Kong, Raja We Bun Kong, Raja The Bun Kong, Raja Cee Ciao Kong dan Raja Khouw Bok
Kong, semua membawa pasukan perang yang tampaknya sangat gagah.
Di antara Raja-raja Muda itu, Raja Khouw Bok Kong yang sekalipun sedang sakit
telah memaksakan diri memimpin pasukan perangnya datang lebih awal ke tanah Coa.
Dengan demikian Raja Cee Hoan Kong menjadi sangat hormat dan memperhatikannya.
Pada malam itu penyakit Raja Khouw Bok Kong menjadi bertambah sangat berat, dan
akhirnya meninggal dunia.
Raja Cee bersama Raja-raja Muda yang lain menyatakan berduka-cita. Selama tiga
hari mereka tinggal di negeri Coa untuk mengurus jenazah dan perkabungan atas
wafatnya Raja Khouw. Raja Cee berpesan pada pejabat negara Khouw supaya jenazah Raja Khouw
dibawa pulang ke negaranya. Dan diizinkan dimakamkan dengan upacara raja-raja agung.
Sesudah mengurus soal perkabungan, Raja Cee Hoan Kong baru mengajak semua Raja-
raja Muda mengerahkan pasukan perang untuk menyerang ke negeri Couw.
Tiba di perbatasan negeri Couw, di tempat itu kelihatan seorang yang berpakaian
sangat rapi. Orang itu sengaja menghadangkan keretanya di tepi jalan. Dia sengaja menghadang
lajunya angkatan perang gabungan tersebut.
"Apa yang datang ini pasukan perang Raja Cee?" seru orang itu. "Jika benar harap
tahan dulu! Aku mau bicara sebentar dengan Raja Cee. Namaku Kut Goan, selain sebagai
famili Raja Couw atas perintah Rajaku, aku sudah lama menunggu kedatangan Raja Cee di
sini!" Tentara gabungan negeri Cee yang berjalan di muka segera menyampaikan pesan
orang yang mengakubernamaKutGoantersebut kepada RajaCeeHoanKong.
Mendengar laporan itu Raja Cee keheranan, dia bertanya pada Koan Tiong:
"Heran sekali. Bagaimana orang Couw bisa tahu lebih dulu bakal sampainya
angkatan perang gabungan ini?" kata Raja Cee.
"O, jelas pasti ada orang yang sudah membocorkan rahasia kita!" sahut Koan Tiong
dengan mendongkol. "Sekarang jelas, jika Raja Couw sudah mengirim utusan untuk mencegat
angkatan perang kita, sudah pasti mereka sudah siaga dan mengatur angkatan
perangnya." "Lalu bagaimana akal kita sekarang?" kata Raja Cee.
"Sabar jangan cemas. Hamba akan menemui utusan itu dan akan hamba tegur dia. Dia
akan hamba ajak adu bicara sampai dia malu sendiri. Akhirnya mereka takluk tanpa kita
harus berperang dengan mereka!" kata Koan Tiong.
Sesudah berkata begitu, Koan Tiong keluar dari barisannya, begitu bertemu dengan
Kut Goan dia memberi hormat. Kut Goan membalas hormat yang disampaikan oleh Koan Tiong.
"Rajaku telah mendengar, Maharaja Cee telah mengerahkan angkatan perang gabungan
akan berkunjung ke negeri Couw. Karena itu dia memerintahkan aku sebagai utusan
menunggu di sini. Bahkan Raja kami mengatakan Raja Cee dan Couw masing-masing punya wilayah
dan kekuasaan di masing-masing wilayahnya. Misalnya Raja Cee berkuasa di lautan
Utara. Sedangkan Raja Couw berkuasa di lautan Selatan. Sudah sekian lama belum pernah
terjadi perselisihan di antara mereka. Tetapi sekarang tiba-tiba pasukan gabungan dari
negeri Cee datang ke tempat kami. Karena itu kami mohom diberi keterangan apa maksudnya?"
"Atas izin Kaisar Ciu, Raja kami membuat perserikatan Raja-raja Muda dengan
tujuan menjunjung tinggi "Dewan Kerajaan Ciu". Sejak dulu Raja Couw selalu mengirim
upeti rumput mao pada Kaisar Ciu." kata Koan Tiong. "Akibat Raja Couw tak mengirim
rumput Mao, maka di negara Ciu tidak punya bahan untuk arak yang baik. Ditambah lagi
ketika Kaisar Ciu Ciao Ong memaklumkan perang ke Selatan, dia tidak pernah kembali lagi
ke negaranya. Menurut keterangan, beliau hilang di daerah Couw. Untuk masalah-
masalah itulah Raja kami datang sebagai wakil Kerajaan Ciu untuk meminta penjelasan."
"Sebenarnya bukan cuma negeri Couw yang menghentikan mengantar upeti, negara
lain pun banyak yang tidak lagi mengantar upeti," kata Kut Goan. "Tetapi jika Kerajaan
Ciu menurut agar kami mengantar rumput mao, kami akan mengusahakannya. Tetapi mengenai tidak
kembalinya Kaisar Ciu Ciao Ong, dan Raja Cee akan menimpakan kesalahan itu pada
Raja Couw, hamba tidak terima. Mengenai wafatnya Kaisar Ciu tersebut, banyak
saksinya. Menurut saksi mata wafatnya Kaisar Ciu Ciao Ong, karena perahunya terbalik di
sungai. Jika Raja anda mau menyelidikinya, dan bertanya-tanya pada orang-orang yang hidup di
sepanjang sungai pasti mendapat keterangan yang lebih pasti lagi. Nah sekian
dulu, hal ini akan aku sampaikan pada Rajaku."
Sesudah berkata begitu, Kut Goan mengundurkan keretanya pulang. Koan Tiong pun
kembali untuk menemui Raja Cee Hoan Kong.
"Orang-orang Couw sangat tangguh, mereka tak bisa kita kalahkan dengan adu
lidah, kita harus maju untuk mendesak mereka!" kata Koan Tiong.
Koan Tiong segera memerintahkan seluruh angkatan perang gabungan maju terus.
Mereka bergerak dan kini sudah sampai di Keng-san (tanah negeri Couw). Di tempat ini
tentaranya diperintahkan membangun perkemahan. Mereka bertahan di sana.
Di antara Raja-raja Muda banyak yang heran, mereka tidak tahu apa maksud Koan
Tiong bertahan di tempat itu. Dari negeri jauh mereka datang untuk memerangi negeri
Couw, sampai di situ malah Koan Tiong memerintahkan mereka bertahan di Keng-san. Koan
Tiong tidak langsung memerintahkan mereka menyeberangi sungai Han. Tidak heran banyak
Raja Muda yang bertanya kepada Koan Tiong tentang maksud Koan Tiong tersebut.
"Raja Couw mengirim seorang utusan, maka aku yakin mereka sudah siap-siaga."
kata Koan Tiong. "Dalam perang jika sudah dimulai, tidak mudah untuk damai kembali. Kita
menempatkan pasukan di sini, maksudya untuk menunjukkan keangkeran pasukan kita.
Apabila Raja Couw merasa ngeri melihat tentara gabungan yang begini banyak,
niscaya dia akan mengirim utusan lagi untuk berunding dan minta damai. Coba bayangkan,
ketika kita datang dengan niat memerangi negeri Couw; kemudian kita pulang saat negeri Couw
minta damai dan takluk. Bukankah hasilnya sama juga, kita telah mencapai maksud kita
dengan baik?" Mendengar ucapan Koan Tiong banyak Raja Muda yang belum yakin pada ucapan itu.
Mereka berpikir sangat mustahil, negeri Couw yang terkenal tangguh tiba-tiba
akan menyerah begitu saja tanpa berperang. Tidak heran jika di tempat berkumpul pasukan
gabungan terjadi perdebatan. Masing-masing mengajukan argumentasi sendiri-sendiri. Tetapi diskusi
itu tidak satu pun yang menjadi keputusan yang final.
*** Pada saat Raja Couw Seng Ong mendapat keterangan dari Raja Coa Bok Kong bahwa
Raja Cee bersama Raja-raja Muda yang lain hendak menyerang negerinya, dia jadi merasa
khawatir. Kemudian dia menganggkat Touw Kok O-to (Chu Bun) menjadi panglima
perang, untuk memimpin angkatan perang berjaga di sebelah Selatan sungai Han-sui. Chu
Bun hanya menunggu. Jika angkatan perang musuh sudah menyeberangi sungai, dia harus segera
memaklumkan peperangan yang hebat.
Pada suatu hari, juru kabar datang melapor pada Raja Couw Seng Ong.
"Entah mengapa tentara musuh mendirikan kemah mereka di Keng-san. " kata
pelapor. Sebelum Raja Couw bisa berkata apa-apa, Chu Bun menyampaikan pendapatnya.
"Koan Tiong sangat paham ilmu perang, jika dia pikir siasatnya belum sempurna
pasti dia tidak akan menyerang." kata Chu Bun. "Sekarang tentaranya bertahan di Keng-san.
Pasti dia sedang menjalankan siasat. Sebaiknya Tuanku mengirim utusan untuk memata-matai
mereka. Apakah pasukannya kuat atau lemah" Baru kita pikirkan apa yang harus kita
jalankan. Damai atau perang?" "Ya, aku mengerti, Chu Bun," kata Raja Couw Seng Ong. "Tetapi siapa yang harus
pergi menjadi utusan lagi?"
"Kut Goan sudah kenal dengan Koan Tiong lebih baik suruh dia yang pergi lagi ke
sana," kata Chu Bun. "Tetapi kepergian hamba untuk membicarakan soal damai atau perang?" kata Kut
Goan pada Raja Couw Seng Ong. "Jika untuk urusan damai dengan senang hamba bersedia pergi.
Jika masalah perang, sebaiknya Tuanku menyuruh menteri yang lain saja. Dulu hamba
sudah janji akan mengurus urusan mengantarkan rumput mao ke negeri Ciu."
"Dalam hal ini aku memberi kuasa penuh kepadamu," sahut Raja Couw Seng Ong, "apa
itu berdamai atau perang! Kau boleh mengambil putusan sendiri, aku tidak akan
menyalahkan kau." Kut Goan pamit pada Raja Couw Seng Ong untuk pergi ke perkemahan musuh.
Kala Kut Goan sampai di perkemahan Cee, dia menemui penjaga.
"Tolong sampaikan pada Rajamu, aku Kut Goan ingin bertemu untuk membicarakan
masalah penting," kata Kut Goan.
Penjaga masuk dan melapor. Mendengar laporan itu Koan Tiong berkata pada Raja
Cee Hoan Kong. "Kedatangan utusan Couw kembali, pasti hendak membicarakan soal perdamaian,
harap Tuanku suka berlaku hormat kepadanya." kata Koan Tiong.
Cee Hoan Kong manggut-manggut.
"Baik! Izinkan dia masuk!" kata Raja Cee.
Kedatangan Kut Goan disambut dengan hormat oleh Cee Hoan Kong, sesudah itu
utusan Couw itu dipersilakan duduk. Baru Raja Cee bertanya.
"Apa maksud kedatangan Sian-seng kemari?" kata Raja Cee.
"Karena Rajaku tidak mengantar upeti, sehingga Tuanku sudah datang memeranginya.
Karena itu Rajaku mengaku salah," kata Kut Goan.
"Jika tidak keberatan, harap Tuanku menarik mundur pasukan perang Tuanku dulu.
Pasti Rajaku akan datang untuk minta berdamai."
"Jika Tay-hu bisa membujuk Rajamu melaksanakan aturan dan mau mengantar upeti,
itu sudah cukup apa yang diinginkan oleh Kaisae Ciu," kata Raja Cee. "Maka aku pun
tidak perlu cari ribut lagi." "Hamba berjanji akan mengaturnya," kata Kut Goan.
Sesudah memberi kepastianKut Goan pamitakan kembali kenegaranya.
Begitu sampai Kut Goan melaporkan apa yang dia bicarakan dengan Raja Cee kepada
Raja Couw. "Hamba sudah berunding dengan Raja Cee. Dia bersedia mundur beberapa li dari
Keng-san. Sedang hamba berjanji akan mengatur pengiriman upeti ke negeri Ciu. Hamba harap
Tuanku tidak melanggar perjanjian hingga membuat malu seluruh bangsa Couw!" kata Kut
Goan. Selang sesaat kemudian sesudah Kut Goan melapor, juru kabar datang memberi
kabar. "Sekarang tentara Cee bersama pasukan raja yang lain sedang membongkar kemah
mereka. Tidak lama lagi mereka akan meninggalkan Keng-san!" kata si pelapor.
Raja Couw masih belum percaya, dia kirim mata-matanya untuk mencari keterangan
lebih jauh. Ketika itu juru kabar sudah kembali lagi.
"Benar, pasukan gabungan itu sudah mundur 30 li jauhnya dari tempat semula.
Sekarang mereka membangun perkemahan di Siao-leng. Mereka bilang mereka agak jerih pada
tentara Couw!" kata mata-mata itu.
Mendengar laporan itu dengan sangat menyesal Raja Couw berkata. "Jika mundurnya
Raja Cee karena jerih kepada kita, sungguh sayang sekali kita sudah berjanji hendak
mengirim upeti!" "Apa Tuanku punya niat hendak ingkar janji?" kata Chu Bun. "Apa yang Raja-raja


5 Jagoan 5 Raja Cun Ciu Cho Coan Karya Tjho Tjioe Beng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu telah lakukan itu untuk menunjukan bahwa mereka memegang kepercayaan, jika sampai kita
ingkar janji, sungguh sangat tidak baik."
Raja Couw tercengang, dia berpikir ucapan Chu Bun sangat pantas, sehingga mau
tidak mau dia terpaksa mengawal delapan gerobak terisi emas, kain sutera dan barang lain.
Mereka pergi ke Siao-leng untuk memberi hadiah kepada delapan Raja Muda dan sebuah gerobak
berisi rumput mao untuk diantar ke negeri Ciu.
Waktu itu Raja Khouw Hi Kong telah memerintahkan Pek To memimpin pasukan perang
untuk berkumpul di Siao-leng, karena dia merasa berhutang budi pada Raja Cee
Hoan Kong, sebab jenazah ayahnya, Khouw Bok Kong, telah diantarkan ke negerinya dan
diizinkan dikubur dengan upacara agung.
Kedatangan Pek To membuat Raja Cee Hoan Kong girang, dia puji sikap Raja Khouw
Hi Kong setia pada perserikatan.
Ketika Raja Cee Hoan Kong menerima khabar Kut Goan datang lagi, Raja Cee segera
waspada. Dia perintahkan pasukan semua Raja Muda siaga. Siapa tahu kedatangan
pasukan Cee akan menyerang mereka.
Sesampai Kut Goan di perkemahan tentara gabungan, dia langsung menemui Raja Cee.
Kut Goan menyerahkan kiriman barang dari rajanya. Tentu saja Raja Cee dan kawan-
kawannya girang. Barang itu dibagi-bagikan di antara raja dan anak buahnya. Sesudah
memeriksa antaran rumput mao, Raja Cee berpesan.
"Sebaiknya anda yang mengantarkan ke Kerajaan Ciu!" kata Raja Cee pada Kut Goan.
"Apakah Tay-hu sudah pernah melihat angkatan perang Tiongkok?" tanya Cee Hoan
Kong. "Karena hamba tinggal di Selatan, belum pernah melihatnya. Hamba sangat
bersyukur jika Tuanku mau menunjukannya kepada hamba." Kata Kut Goan.
Cee Hoan Kong mengajak Kut Goan naik kereta bersamanya, mereka menjalankan
kereta itu untuk melakukan pemeriksaan barisan tentara Raja-raja Muda. Karena banyaknya
perjalanan mereka cukup makan waktu.
Tidak lama dari pasukan Cee terdengar suara genderang. Kemudian suara genderang
disambut oleh pasukan lainnya, sehingga suaranya gemuruh sekali.
"Coba Tay-hu perhatikan," kata Cee Hoan Kong dengan angkuh, "aku memiliki
angkatan perang demikian besar. Apa jika kami berperang tidak akan menang?"
Kut Goan tersenyum, dia berkata: "Kehebatan Tuanku hingga bisa menjadi pemimpin
Perserikatan Raja Muda di Tiongkok, semua karena Tuanku bernaung di bawah Kaisar
Ciu! Memang Tuanku sendiri bijaksana, sehingga raja mana yang berani membantah"
Tetapi sebaliknya, jika Tuanku hanya mengandalkan tentara Tuanku dan kegagahan
sendiri..... Ambil contoh negeri Couw kami. Sekalipun terhitung negara kecil, dia punya Hong-
Tengkorak Hitam 2 Joko Sableng Tabir Asmara Hitam Nisan Batu Mayit 1
^