Anak Naga 17
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung Bagian 17
Tong." "Ya." Thio Han Liong mengangguk
"Kita harus memburu waktu, maka bagaimana kalau kita
berangkat sekarang?"
"Ng" Jie Lian ciu manggut-manggut. Mereka berpamit
kepada para ketua, lalu meninggalkan kuil siauw Lim sie
menuju gunung Bu Tong. Beberapa hari kemudian, mereka sudah tiba di gunung Bu
Tong. song wan Kiauw Jie Lian ciu Jie Thay Giam dan Thio
song Kee menemani Thio Han Liong ke ruang meditasi
menemui Thio sam Hong. Begitu memasuki ruang meditasi itu, Thio Han Liong segera
bersujud di hadapan guru besar tersebut.
"Sucouw...." "Han Liong...." Betapa girangnya Thio sam Hong.
"Duduklah" Thio Han Liong segera duduki begitu pula song wan Kiauw
dan lainnya. Thio sam Hong terus memandang pemuda itu
sambil tersenyum lembut, kemudian manggut-manggut seraya
bertanya. "Han Liong, bagaimana keadaan ayah dan ibumu?"
"Kedua orangtuaku baik-baik saja," jawab Thio Han Liong.
"Hanya... mereka merasa enggan meninggalkan pulau
Hong Hoang To." "Ngmm" Thio sam Hong manggut-manggut.
"Memang lebih baik Bu Ki dan isterinya hidup tenang di
sana. Kini aku sudah semakin tua...."
"Sucouw...." "Aaaah..." Thio sam Hong menghela nafas panjang.
"Setiap manusia harus mati, begitu pula aku. Paling lama
aku cuma bisa bertahan beberapa tahun lagi. Tapi aku merasa
puas sekali, sebab... engkau telah besar dan berkepandaian
begitu tinggi. oh ya, kenapa engkau masih belum mau kawin?"
"Sucouw...." Wajah Thio Han Liong kemerah-merahan.
"Setelah tugas-tugasku selesai, barulah aku kawin."
"Apa tugas-tugasmu itu?" tanya Thio sam Hong penuh
perhatian. "Itu...." Thio Han Liong menutur tentang janjinya kepada
Kam Ek Thian yang di gunung Altai dan Tong Hai sianli.
"Karena janji itu, aku harus mencari Yo Ngie Kuang dan
mengunjungi pulau Khong Khong To."
"Ngmm" Thio sam Hong manggut-manggut.
"Apa yang engkau janjikan, haruslah ditepati. Jangan
mencemarkan nama sendiri lantaran mengingkari janji, itu
tidak baik." "Ya, sucouw." Thio Han Liong mengangguk.
"Han Liong" Thio sam Hong tersenyum lembut.
"Setelah itu, engkau harus kawin, karena... aku ingin
menyaksikan engkau berkeluarga."
"Ya, sucouw." Thio Han Liong mengangguk lagi, wajahnya
tampak agak kemerah-merahan.
"Baiklah," ujar Thio sam Hong sambil memejamkan
matanya. "Kalian boleh meninggalkan ruang ini, aku mau
beristirahat." Thio Han Liong bersujud lagi, lalu bersama song Wan
Kiauw dan lainnya meninggalkan ruang meditasi itu, menuju
ke ruang depan. "Aaaah..." song wan Kiauw menghela nafas panjang
setelah duduk. "Suhu sudah tua sekali...."
"Oleh karena itu..." sambung Jie Lian ciu sambil
memandang Thio Han Liong.
"Setelah beres tugas-tugasmu itu, engkau harus segera
kawin." "Itu...." Thio Han Liong menundukkan kepala.
"Ya." "Han Liong" song Wan Kiauw memandangnya seraya
berkata. "Engkau harus kawin sebelum sucouwmu wafat, beliau
pasti gembira sekali menyaksikan engkau berkeluarga."
"Ya." Thio Han Liong manggut.
"Setelah semua urusan itu beres, aku... pasti kawin."
"Tentunya engkau sudah punya kekasih kan?" tanya Jie
Lian ciu sambil tersenyum.
"Ya." Thio Han Liong memberitahukan.
"Dia adalah.... An Lok Keng cu, putri Cu Goan Ciang."
"Maksudmu Putri kaisar" " Jie Lian ciu terbelalak begitu
pula yang lain. "Ayahmu setuju?"
"Setuju." Thio Han Liong mengangguk
"Syukurlah " Jie Lian ciu tersenyum.
"Apabila engkau sempat, ajaklah dia ke mari menemui
sucouwmu" "Ya." Thio Han Liong manggut-manggut dengan wajah
agak kemerah-merahan. "Han Liong " Jie Lian ciu menatapnya dalam-dalam.
"Tong Hai sianli kelihatannya amat menyukaimu. Kalau
bertemu dia engkau harus berterus terang kepadanya, bahwa
engkau sudah punya kekasih. Itu agar menghindari hal-hal
yang tak diinginkan."
"Dan..." tambah song Wan Kiauw.
"Engkau jangan menyinggung perasaannya. Apabila
perasaannya tersinggung, dia pasti menimbulkan bencana
dalam rimba persilatan Tionggoan."
"Aku akan bicara baik-baik dengannya, sama sekali tidak
akan menyinggung perasaannya," ujar Thio Han Liong.
"Bagus." song Wan Kiauw tersenyum.
"Oh ya, kenapa engkau harus mencari Yo Ngie Kuang?"
"Sebab...." Thio Han Liong menutur tentang itu.
"Maka aku harus mencarinya."
"Oooh" song Wan Kiauw manggut-manggut.
"Jadi dia mencuri kitab pusaka Lian Hoa Cin Keng milik Kam
Ek Thian?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk kemudian bangkit dari
tempat duduknya. "Aku mau mohon pamit."
"Baiklah." song Wan Kiauw manggut-manggut dan
berkesan. "Begitu semua urusanmu beres, ajaklah An Lok Kong cu ke
mari" "Ya." Thio Han Liong bersujud, lalu meninggalkan gunung
Bu Tong untuk mencari Yo Ngie Kuang.
Bab 60 Lam Khie Terkena Pukulan Beracun
Agak bingung juga Thio Han Liong melakukan perjalanan,
karena tidak tahu harus ke mana mencari Yo Ngie Kuang.
Beberapa hari kemudian, ia tiba di sebuah kota yang cukup
besar. Ketika ia sedang berjalan santai, mendadak melihat
seorang tua memasuki rumah makan.
Begitu melihat orangtua itu, Thio Han Liong segera
mengikutinya, ke dalam rumah makan tersebut.
"Pak Hong Lociancwee" seru Thio Han Liong memanggil
orangtua itu. "Han Liong" sahut orangtua itu dan tampak girang sekali,
ternyata memang Pak Hong (si Gila Dari Utara).
"Duduklah di sini"
Thio Han Liong mengangguk lalu duduk di hadapan Pak
Hong, sedangkan Pak Hong langsung memesan beberapa
macam hidangan dan arak wangi.
"Locianpwee...." Thio Han Liong tersenyum.
"Tak disangka kita berjumpa di sini."
"Sungguh kebetulan" pak Hong tertawa gembira.
"Oh ya, engkau dan Dewi Kecapi berhasil mencari Bu sim
Hoatsu?" Thio Han Liong mengangguk kemudian menutur tentang
kejadian itu sejelas-jelasnya dan Pak Hong mendengar dengan
penuh perhatian. "Aaaah...." Pak Hong menghela nafas panjang.
"Akhirnya Bu sim Hoatsu yang jahat itu mati juga Dewi
Kecapi sudah pulang ke daerahnya?"
"Dia sudah pulang ke daerahnya."
"Han Liong" Pak Hong menatapnya sambil bertanya.
"Kenapa engkau berada di kota ini" sebetulnya engkau mau
ke mana?" "Aku sedang mencari seseorang, namun tidak tahu harus
ke mana mencarinya." Thio Han Liong meng- gelenggelengkan
kepala. "Maka tanpa sengaja aku tiba di kota ini."
"Engkau mencari siapa?"
"Yo Ngie Kuang."
"Yo Ngie Kuang?" gumam Pak Hong.
"Aku tidak pernah mendengar nama tersebut. sebetulnya
siapa dia?" "Dia...." Thio Han Liong menceritakan tentang Kam Ek
Thian yang tinggal di gunung Altai.
"Yo Ngie Kuang adalah murid ayah Kam Ek Thian, namun
ketika Kam Ek Thian, dan isterinya ke Tionggoan menyusul
siauw Cui, Yo Ngie Kuang justru mencuri sebuah kitab
pusaka." "Oh?" Pak Hong terbelalak.
"Kitab pusaka apa?"
"Lian Hoa Cin Keng."
"Lian Hoa Cin Keng?" pak Hong mengerutkan kening.
"Kalau begitu, Kam Ek Thian berasal dari aliran Lian Hoa
(Bunga Teratai)?" "Ya " Thio Han Liong mengangguk
"Kok Locian-pwee tahu?"
"Guruku yang memberitahukan kepadaku." sahut Pak
Hong. "Aliran Lian Hoa itu tidak pernah memasuki daerah
Tionggoan. engkau sungguh beruntung memperoleh Thian
ciok sin sui itu" "Yaah" Thio Han Liong tersenyum.
"Kalau sebelumnya aku tidak menyelamatkan nyawa siauw
Cui, putri Kam Ek Thian, mungkin agak sulit bagiku
memperoleh Thian ciok sin sui"
"Ngmm" Pak Hong manggut-manggut.
"oh ya, aku dengar belum lama ini aliran Tong Hai
memasuki daerah , Tionggoan, bahkan berhasil mengalahkan
beberapa ketua partai besar di Tionggoan."
"Betul" Thio Han Liong mengangguk
"Engkau yang berhasil menundukkan Tong Hai sianli, maka
mereka pulang ke Tong Hai. Ya, kan?" Pak Hong tersenyum.
"Ya." "Han Liong" Pak Hong tertawa gelak.
"Secara langsung engkau telah mengharumkan rimba
persilatan Tionggoan. Aku kagum dan merasa bangga sekali."
"Locianpwee...." Thio Han Liong menghela nafas panjang.
"Karena itu, aku diundang ke pulau Khong Khong To di
pulau Tong Hai. " "oh?" Pak Hong tertegun.
"Kenapa engkau diundang ke sana?"
"Untuk menterjemahkan sebuah kitab bertulisan Thian Tok
sebab ayah Tong Hai sianli tidak mengerti tulisan Thian Tok."
"Ternyata begitu" Pak Hong tertawa.
"Terus terang aku pun tidak mengerti tulisan Thian Tok. oh
ya siapa yang mengajarmu tulisan India?"
"BuBeng siansu." Thio Han Liong memberitahukan.
"Maka aku mengerti tulisan Thian Tok."
"oooh" Pak Hong manggut-manggut.
"Kalau begitu, engkau juga bisa berbahasa Thian Tok?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk
"Hebat engkau" Pak Hong mengacungkan jempolnya ke
hadapan Thio Han Liong sambil tersenyum.
"Itu sungguh di luar dugaan, oh ya, kitab apa itu?"
"Kitab Ih Kin Keng." Thio Han Liong memberitahukan.
"Kalau tidak salah, kitab itu adalah kitab ilmu silat."
"oooh" Pak Hong manggut-manggut dan bertanya.
"Kapan engkau akan berangkat ke pulau Khong Khong To?"
"Dalam waktu tiga bulan, sebab aku masih harus mencari
Yo Ngie Kuang," jawab Thio Han Liong.
"Kalau begitu..." Wajah pak Hong berseri.
"Masih keburu."
"Maksud Locianpwee?" tanya Thio Han Liong heran.
"Han Liong" pak Hong menjelaskan.
"Aku baru datang dari Tayli, tujuanku memang
mencarimu." "Kenapa Locianpwee mencariku?"
"Aku ke Tayli menemui Lam Khie, ternyata dia...."
Pak Hong menggeleng-gelengkan kepala.
"Dia berbaring di tempat tidur...."
"Lam Khie Locianpwee sakit?" tanya Thio Han Liong
terkejut. "Dia terkena pukulan beracun," jawab Pak Hong.
"Kalau dia tidak memiliki Lweekang tinggi, mungkin telah
binasa." "Oh?" Thio Han Liong mengerutkan kening.
"Siapa yang memukulnya?"
"Dia tidak mau memberitahukan kepadaku." Pak Hong
menggeleng-gelengkan kepala.
"Katanya tiada obat yang dapat memunahkan racun itu,
dan dia hanya bisa bertahan satu bulan lagi. oleh karena itu
aku cepat-cepat kembali ke Tionggoan mencarimu. sebab aku
tahu engkau mahir ilmu pengobatan, siapa tahu engkau dapat
menyembuhkannya." "Kalau begitu, kita masih sempat ke Tayli kan?"
"Ya." "Baiklah." Thio Han Liong manggut-manggut.
"Usai makan kita langsung berangkat ke Tayli."
"Itu yang kuharapkan," sahut Pak Hong.
"Han Liong, engkau memang seorang pendekar muda yang
berhati mulia, selalu mementingkan orang lain."
Seusai makan mereka berdua lalu meninggalkan rumah
makan itu, dan langsung menuju daerah Tayli. Karena harus
memburu waktu, maka mereka menggunakan ilmu ginkang,
agar bisa tiba di Tayli selekasnya. Kira-kira sepuluh hari
kemudian, mereka berdua sudah tiba di daerah Tayli. pak
Hong mengajak Thio Han Liong ke tempat tinggal Lam Khie.
Pemandangan di tempat tinggal Lam Khie sungguh indah
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menakjubkan. sayup,sayup terdengar suara gemuruh air
terjun bagaikan alunan musik. Tak seberapa lama kemudian,
tampak sebuah gubuk di hadapan mereka.
"Itu gubuk Lam Khie." Pak Hong memberitahukan.
"Mari kita ke sana"
Thio Han Liong mengangguk dan mengikuti Pak Hong
menuju gubuk itu. Perlahan-lahan Pak Hong mendorong pintu
gubuk tersebut. Tampak Lam Khie berbaring di ranjang kayu.
"Lam Khie" seru Pak Hong.
"Aku membawa Han Liong ke mari, mudah-mudahan dia
bisa mengobatimu" "Pak Hong...." Lam Khie menggeleng-gelengkan kepala,
kemudian memandang Thio Han Liong dengan mata redup,
"Engkau...." "Locianpwee" Thio Han Liong mendekatinya, lalu
memeriksanya dengan cermat sekali.
"Untung Locianpwee memiliki Lweekang yang amat tinggi.
Kalau tidak, nyawa Locianpwee pasti sudah melayang."
katanya. "Aaaah." Lam Khie menghela nafas panjang.
"Aku... aku sudah tidak tahan lagi...."
"Han Liong, bagaimana keadaan Lam Khie, apakah masih
bisa ditolong?" "Keadaan Lam Khie Locianpwee sudah parah sekali, tapi
masih bisa ditolong." sahut Thio Han Liong memberitahukan.
"Sebab aku membawa pemunah racun yang diramu dengan
daun dan akar soat san Ling che. obat pemunah racun itu
dapat menyembuhkan Lam Khie Locianpwee."
"Oh?" Wajah Pak Hong berseri.
"Syukurlah" Thio Han Liong mengambil dua butir obat pemunah racun,
lalu dimasukkan ke mulut Lam Khie.
"Locianpwee," ujar Thio Han Liong.
"Percayalah Locianpwee pasti bisa sembuh"
Lam Khie tersenyum getir. Mendadak Thio Han Liong
membopongnya dan itu membuat pak Hong terbelalak.
"Eh" Mau dibopong ke mana?"
"Ke depan," sahut Thio Han Liong sambil membopong Lam
Khie ke halaman, lalu menaruhnya ke bawah.
"Locianpwee duduk bersila, aku akan membantu
Locianpwee mendesak ke luar racun yang di dalam tubuh
Locianpwee." "Han Liong...." Lam Khie menggeleng-gelengkan kepala
sambil duduk bersila. "Tidak mungkin aku akan sembuh...."
Thio Han Liong tersenyum. la duduk di belakang Lam Khie.
sepasang telapak tangannya ditempelkan di punggung
orangtua itu, kemudian mengerahkan Kiu Yang sin Kang ke
dalam tubuhnya. Seketika juga Lam Khie merasakan adanya aliran hangat
menerobos ke dalam tubuhnya melalui punggungnya, karena
itu, ia pun mencoba menghimpun Lwee-kangnya sambil
memejamkan matanya. Pak Hong berdiri diam di situ sambil menatap mereka
dengan penuh perhatian. Berselang beberapa saat Lam Khie
muntah. "Uaaakh Uaaakh..." Lam Khie memuntahkan cairan kehijauhijauan.
setelah itu, wajahnya yang semula agak kehijauhijauan
mulai berubah kemerah-merahan.
Setelah Lam Khie muntah, tak lama Thio Han Liong
berhenti mengerahkan Kiu Yang sin Kang lalu bangkit berdiri
"Bagaimana Han Liong?" tanya Pak Hong.
"Racun yang ada di dalam tubuh Lam Khie Locianpwee
sudah punah," jawab Thio Han Liong memberitahukan.
"Dua hari lagi Lam Khie Locianpwee pasti pulih."
"Oooh" Pak Hong menarik nafas lega.
"Syukurlah" Di saat bersamaan, Lam Khie bangkit berdiri, lalu
memandang Thio Han Liong dengan penuh rasa haru.
"Terima kasih, Han Liong," ucapnya.
"Locianpwee" Thio Han Liong tersenyum.
"Jangan berterimakasih kepadaku, tapi berterima kasihlah
kepada Pak Hong Locianpwee"
"Pak Hong, terima kasih," ucap Lam Khie.
"Ha ha ha" Pak Hong tertawa.
"Syukurlah engkau tidak mampus, aku gembira sekali"
"Pak Hong, aku telah berhutang budi kepadamu. Aku...."
"Lam Khie," potong Pak Hong.
"Jangan berkata begitu, aku merasa tidak enak"
"Locianpwee," ujar Thio Han Liong mendadak.
"Aku mohon pamit."
"Han Liong" Pak Hong melotot.
"Engkau sudah gila ya" Baru datang sudah mau pulang.
Jangan begitu" "Locianpwee..." Thio Han Liong menghela nafas panjang.
"Aku harus memburu waktu mencari Yo Ngie Kuang."
"Han Liong" Lam Khie menatapnya lembut.
"Biar bagaimanapun engkau tidak boleh begitu cepat
kembali ke Tionggoan, harus tinggal di Tayli beberapa hari."
"Tapi...." "Tidak ada tapi-tapian, pokoknya engkau harus tinggal di
Tayli beberapa hari" tandas Pak Hong.
"Locianpwee...."
"Han Liong," ujar Lam Khie.
"Aku akan mengajakmu pergi menemui Raja Tayli yaitu
Toan Hong Ya." "Aku...." "Jangan menolak Han Liong" sela Pak Hong.
"Itu tidak baik, "
"Baiklah." Thio Han Liong manggut-manggut.
"oh ya, Lam Khie Locianpwee. Siapa yang melukaimu?"
"Tan Beng Song," jawab Lam Khie sambil menarik nafas
panjang. "Adik seperguruanku."
"Oh?" Thio Han Liong dan Pak Hong tertegun.
"Kenapa dia melukai Locianpwee dengan pukulan
beracun?" "Aaaah.." Lam Khie menghela nafas panjang lagi.
"Dua puluh tahun yang lalu, aku memergokinya melakukan,
suatu kejahatan, maka aku lapor kepada guru. Karena itu, dia
diusir oleh guru. Sejak itu dia amat dendam padaku. Tak
disangka dua puluh tahun kemudian, dia justru ke mari
melukaiku." "Kepandaiannya lebih tinggi dari Locianpwee?" tanya Thio
Han Liong heran. "Yaah" Lam Khie menggeleng-gelengkan kepala.
"Dua puluh tahun lalu kepandaiannya masih di bawahku.
Namun tak disangka dua puiuh tahun kemudian,
kepandaiannya begitu tinggi. Aku... aku hanya dapat bertahan
dua puluh jurus saja."
"Lam Khie," tanya Pak Hong.
"Tahukah engkau ilmu pukulan apa itu?"
"Aku tidak tahu. Namun yang jelas ilmu pukulan itu
mengandung racun," sahut Lam Khie.
"Untung aku memiliki Lweekang sakti Hud Bun Pan Yok sin
Kang, maka aku bisa bertahan hingga saat ini. Kalau tidak,
aku pasti sudah binasa."
Bagian 31 "Ha ha ha" Pak Hong tertawa gelak.
"Engkau memang panjang umur. Kalau aku tidak berhasil
mencari Han Liong, engkau pasti binasa."
"Betul." Lam Khie manggut-manggut sambil tersenyum.
"Ayoh, mari kita masuk ke gubuk" Pak Hong dan Thio Han
Liong mengangguk, kemudian mereka bertiga masuk ke
gubuk itu. "Han Liong" Lam Khie memandangnya seraya bertanya,
"Bagaimana keadaanmu selama ini?"
"Aku...." Thio Han Liong menceritakan semua dan
menambahkan. "Kini aku harus mencari Yo Ngie Kuang dan pergi ke pulau
Khong Khong To." "Ngmm" Lam Khie manggut-manggut.
"Itu memang harus engkau laksanakan, sebab engkau telah
berjanji." "Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Han Liong" Lam Khie memberi usul. "Apabila dalam waktu
dua bulan engkau tidak berhasil mencari Yo Ngie Kuang, maka
engkau harus pergi ke pulau Khong Khong To."
"Betul." Thio Han Liong manggut-manggut.
"Terimakasih atas petunjuk Locianpwee."
Mereka bertiga terus bercakap-cakap. Tak terasa hari
sudah gelap. Dua hari kemudian, Lam Khie sudah pulih. la
mengajak Pak Hong dan Thio Han Liang ke istana Tayli
menemui Toan Hong Ya. Dengan penuh kegembiraan dan kehangatan Raja Tayli
menyambut kedatangan mereka, lalu mempersilakan mereka
duduk, dan para dayang segera menyuguhkan arak wangi.
"Ha ha ha" Toan Hong Ya tertawa gembira sambil
mengangkat cawannya.. "Mari kita bersulang"
Mereka bersulang sambil tertawa. setelah itu Lam Khie
berkata memberitahukan kepada Raja Tayli.
"Han Liong mahir ilmu pengobatan. Kalau Pak Hong tidak
membawanya ke tempat tinggalku, aku... aku pasti sudah
binasa." "Lho?" Toan Hong Ya terkejut.
"Kenapa?" "Sebab aku terkena pukulan beracun...." Lam Khie menutur
tentang kejadian itu. "Kini aku telah pulih berkat jasa Han Liong."
"Oooh" Toan Hong Ya manggut-manggut.
"Sungguh di luar dugaan, padahal Han Liong masih muda"
"Kepandaiannya amat tinggi," sambung pak Hong.
"Kami berdua bukan tandingannya."
"oh?" Toan Hong Ya tampak kurang percaya.
"Benarkah itu?"
"Benar." Lam Khie manggut-manggut.
"Kepandaiannya memang amat tinggi sekali."
"Bukan main" Toan Hong Ya semakin kagum pada Thio
Han Liong. Di saat bersamaan, tampak seorang dayang tergopohgopoh
memasuki ruang itu dengan wajah pucat pasi.
"Hong Ya" lapor dayang itu.
"Penyakit Putra Mahkota kambuh, sekujur badannya dingin
sekali" "Cepat panggil tabib" sahut Toan Hong Ya.
"Tabib istana sedang bepergian...."
"Hah?" Wajah Toan Hong Ya langsung berubah pucat pias,
kemudian bangkit berdiri dan berjalan mondar-mandir sambil
bergumam. "Celaka Betul-betul celaka"
"Hong Ya," ujar Pak Hong.
"Bagaimana kalau Han Liong yang memeriksa Putramu
itu?" "Itu...." Toan Hong Ya memandang Thio Han Liong.
"Hong Ya," ujar Thio Han Liong sungguh-sungguh.
"Aku bersedia mengobati Putra Hong Ya."
"Baik." Toan Hong Ya manggut-manggut.
"Mari ikut aku ke kamar Putraku"
Toan Hong Ya melangkah ke dalam diikuti Lam Khie, Pak
Hong dan Thio Han Liong. Tak lama kemudian, sampailah mereka di sebuah kamar.
Para dayang yang berdiri di sana segera memberi hormat,
Toan Hong Ya segera melangkah ke dalam dan diikuti Lam
Khie, Pak Hong dan Thio Han Liong.
"Putraku...." Toan Hong Ya menghampiri Toan Chuan Ke
yang berbaring di tempat tidur. Anak itu berusia sekitar dua
belas tahun, badannya kurus sekali.
"Bagaimana keadaanmu?"
"Ayahanda, ananda...." Toan chuan Kie menatap Toan
Hong Ya dengan mata redup,
"Hong Ya," tanya Thio Han Liong.
"Bolehkah aku mulai memeriksanya?"
"Silakan" sahut Toan Hong Ya.
Thio Han Liong mulai memeriksa nadi Toan chuai Kie.
Kemudian keningnya tampak berkerut-kerut. Lama sekali
barulah ia berhenti memeriksanya.
"Han Liong..." tanya Toan Hong Ya cemas.
"Bagai mana keadaan Putraku?"
"Hong Ya," Thio Han Liong memberitahukan.
"Kalau Lam Khie Locianpwee tidak mengajakku ke mari
putra Hong Ya pasti tidak tertolong."
"oh?" Toan Hong Ya menatapnya.
"Kalau begitu.."
"Hong Ya tidak usah cemas." Thio Han Liong KM senyum.
"Aku sanggup menyembuhkan penyakitnya."
"Han Liong," tanya Toan Hong Ya.
"sebetulnya Putraku mengidap penyakit apa" Kenapa tabib
istana dan tabib lain tidak mengetahuinya?"
"Putra Hong Ya mengidap penyakit Hian Thian pui Cok
(Kekurangan Hawa Hangat) di dalam tubuhnya sehingga
tubuhnya kian hari kian bertambah lemah." Thio Han Liong
memberitahukan. "itu adalah penyakit bawaan lahir, lagipula Putra Hong Ya
lahir tujuh bulan. Karena itu, kondisi badannya amat lemah
ketika lahir." "Betul." Toan Hong Ya manggut-manggut.
"Karena itu, maka sejak lahir putra Hong Ya sudah
diberikan obat kuat yang tidak cocok dengan tubuhnya maka
membuat tubuhnya sering kedinginan ketika ia mulai tumbuh
besar." Thio Han Liong menjelaskan.
"oh karena itu, tubuhnya harus diisi dengan hawa hangat"
"Han Liong..." ujar Toan Hong Ya.
"Tolonglah Putraku"
"Ng" Thio Han Liong mengangguk, lalu membuka baju
Toan chuan Kie. setelah itu, sepasang telapak tangannya
ditempelkan pada pusar anak itu, sekaligus mengerahkan Kiu
Yang sin Kang ke dalam tubuhnya.
Toan Hong Ya, Lam Khie dan Pak Hong terus
memperhatikan. Berselang beberapa saat, wajah Toan chuan
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kie yang pucat pias tampak mulai memerah, bahkan tubuhnya
tidak menggigil lagi. Betapa girangnya Toan Hong Ya menyaksikan keadaan
putranya begitu pula Lam Khie dan Pak Hong.
Thio Han Liong tampak tersenyum, kemudian berhenti
mengerahkan Kiu Yang sin Kangnya.
"Adik kecil," ujarnya lembut.
"Engkau jangan khawatir, sebab kini engkau sudah
sembuh, hanya masih harus makan obat."
"Terimakasih," ucap Toan chuan Kie.
Thio Han Liong segera membuka resep. lalu diberikan
kepada Toan Hong Ya. "Beli tiga bungkus saja. setelah makan obat itu, Putra Hong
Ya pasti sehat seperti anak lain." katanya.
"Terimakasih, Han Liong," ucap Toan Hong Ya sambil
menerima resep itu "Terimakasih...."
"Ayahanda" panggil Toan chuan Kie sambil bangun.
"Ananda sudah tidak merasa dingin lagi."
"Jangan bangun, Nak Tetaplah berbaring di tempat tidur
saja" ujar Toan Hong Ya.
"Tidak apa-apa, Hong Ya," sela Thio Han Liong.
"Dia memang harus bergerak, tidak boleh terus berbaring
di tempat tidur." "oooh" Toan Hong Ya manggut-manggut.
"Kakak..." Toan chuan Kie mendekati Thio Han Liong.
"Kakak sungguh hebat, aku ingin seperti Kakak"
"Bagus" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Kalau begitu engkau harus berguru kepada Lam Khie
Locianpwee." "Ya." Toan chuan Kie mengangguk.
"Han Liong" Lam Khie heran.
"Kenapa engkau menyuruh dia berguru kepadaku?"
"sebab Locianpwee memiliki ilmu Hud Bun Pan Yok sin
Kang, yang amat bermanfaat bagi tubuhnya."
"oooh" Lam Khie manggut-manggut.
"Ternyata begitu Baiklah aku pasti menerimanya sebagai
murid." "Ha ha ha" Toan Hong Ya tertawa gelak.
"Engkau memang saudaraku yang baik Ha ha ha..."
"Aaah..." Lam Khie menghela nafas panjang.
"Tidak percuma aku mengajak Han Liong ke mari. Dia
menyelamatkan nyawaku dan nyawa Chuan Kie. Kita
berhutang budi kepadanya."
"Lam Khie Locianpwee, jangan berkata begitu" ujar Thio
Han Liong cepat. "Aku... aku menjadi tidak enak"
"Ha ha ha" Toan Hong Ya tertawa terbahak-bahak
"Han Liong, kami memang berhutang budi kepadamu"
"Hong Ya" Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Jangan berkata begitu. Menolong sesama manusia adalah
tugas kita bersama."
"Bagus, bagus" Toan Hong Ya manggut-manggut
"Kalau aku memberimu uang emas atau uang perak
tentunya engkau akan menolak. Ya kan?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Karena itu..." ujar Toan Hong Ya serius.
"Aku akan menghadiahkan suatu benda kepadamu. Itu
hadiah dari Raja Bhutan untukku. Namun alangkah baiknya ku
hadiahkan kepadamu."
"Hong Ya...." "Engkau jangan menolak, sebab engkau mahir ilmu
pengobatan, maka benda itu amat berguna bagimu." seru
Toan Hong Ya. "Hong Ya," tanya Pak Hong.
"sebetulnya engkau ingin menghadiahkan apa kepada Han
Liong?" "Im Ko (Buah Yang Mengandung Hawa Dingin" jawab Toan
Hong Ya memberitahukan. "Hadiah dari Raja Bhutan, kini akan kuhadiahkan kepada
Han Liong." "Im Ko?" Thio Han Liong terperanjat.
"Itu buah yang langka, tergolong buah ajaib pula."
"BetuL" Toan Hong Ya manggut-manggut
"Raja Bhutan pun memberitahukan kepadaku. Namun
beliau sama sekali tidak tahu cara makannya, maka buah itu
beliau hadiahkan kepadaku."
"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Akupun tidak tahu khasiat buah itu, jadi lebih baik
kuhadiahkan kepadamu saja," ujar Toan Hong Ya sambil
tersenyum. "sebab engkau mahir ilmu pengobatan tentunya tahu harus
diapakan buah itu." "Tapi...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Buah itu amat berharga, lebih baik Toan Hong Ya
menyimpannya." "Percuma." Toan Hong Ya menggeleng-gelengkan kepala.
"sudah hampir sepuluh tahun aku menyimpan buah lm Ko
itu, buktinya tidak bermanfaat bagiku. oleh karena itu,
alangkah baiknya kuhadiahkan kepadamu."
"Tapi...." "Han Liong," desak Lam Khie.
"Engkau tidak boleh menolak, sebab kemungkinan besar
ada gunanya engkau menyimpan buah itu."
"Baiklah." Thio Han Liong mengangguk.
"Aku akan ke kamarku mengambil buah itu," ujar Toan
Hong Ya lalu berjalan ke kamarnya. Tak seberapa lama
kemudian ia sudah kembali dan membawa sebuah kotak kecil.
"Han Liong, buah itu kusimpan di dalam kotak kecil ini.
Terimalah" "Terimakasih, Hong Ya," ucap Thio Han Liong sambil
menerima kotak kecil itu, kemudian disimpan di dalam
bajunya. "Han Liong," tanya Pak Hong ingin mengetahuinya.
"Bolehkah engkau memberitahukan tentang khasiat obat
itu?" "Khasiatnya mempertinggi Lweekang orang yang belajar lm
Kang (Tenaga Yang Mengandung Hawa Dingin)."
"Itupun harus tahu dosisnya, sebab kalau kelebihan dosis,
orang tersebut akan berubah jadi banci."
"oh?" Pak Hong terbelalak.
"Bagaimana kalau wanita yang memakannya?"
"Apabila kelebihan dosis, maka seumur hidup wanita itu
tidak bisa punya anak, maka harus tahu jelas mengenai itu."
Thio Han Liong menjelaskan.
"Aku tahu tentang buah itu dari BuBeng siansu."
"oooh" Pak Hong manggut-manggut.
"Han Liong, sungguh luas pengetahuanmu Aku semakin
kagum pada mu. " "Locianpwee...." Wajah Thio Han Liong tampak kemerahmerahan.
"Jangan terlampau memuji diriku"
"Engkau memang luar biasa." Pak Hong menggelenggelengkan
kepala. "Engkau mahir silat, sastra dan lain sebagainya. Itu
membuat kami kagum sekali."
"Betul." Toan Hong Ya manggut-manggut.
"Han Liong, boleh dikatakan engkau Pendekar sakti."
"Hong Ya...." Thio Han Liong menundukkan kepala.
"Han Liong," Lam Khie menepuk bahunya.
"Engkau memang pemuda yang baiki sama sekali tidak
bersifat angkuh. Aku salut kepadamu, sungguh"
"Locianpwee...." Thio Han Liong mendongakkan kepalanya,
kemudian memandang Toan Hong Ya seraya berkata.
"Hong Ya, aku mau mohon pamit."
"Apa?" Toan Hong Ya terbelalak.
"Kenapa begitu cepat?"
"Sebab aku harus cepat-cepat kembali ke Tionggoan
mencari seseorang. setelah itu, aku masih memburu waktu
untuk ke Tong Hai." Thio Han Liong memberitahukan.
"Oleh karena itu, aku harus mohon pamit sekarang."
"Han Liong, bagaimana kalau engkau berangkat esok saja
agar kita bisa mengobrol malam ini?" kata Toan Hong Ya
dengan tersenyum. Thio Han Liong berpikir sejenak, kemudian
mengangguk, "Ya, Hong Ya." "Ha ha ha" Toan Hong Ya tertawa gembira. "Pokoknya
malam ini aku harus menjamu kalian Ha ha ha..."
Malam harinya, Toan Hong Ya menjamu mereka bertiga,
bahkan perjamuan itu dimeriahkan pula dengan musik dan
berbagai tarian. Keesokan harinya, berangkatlah Thio Han
Liong kembali ke Tionggoan.
Bab 61 Berlayar Ke Pulau Khong Khong To
Begitu tiba di Tionggoan, Thio Han Liong langsung mencari
Yo Ngie Kuang. Namun sudah dua bulan ia mencari ke sana ke
mari, sama sekali tidak menemukan jejak pemuda itu.
Akhirnya ia mengambil keputusan untuk berangkat ke pesisir
Timur, untuk berlayar ke pulau Khong Khong To.
Oleh karena itu, ia mulai melakukan perjalanan ke Timur
Justru sungguh di luar dugaan, di tengah perjalanan ia
berjumpa dengan Ouw Yang Bun, yang sedang mencari
putrinya. "Saudara Han Liong...." Betapa gembiranya Ouw Yang Bun.
"Tak disangka kita berjumpa di sini"
"Saudara Ouw Yang Bun" Thio Han Liong tersenyum,
kemudian memegang bahunya seraya bertanya,
"Bagaimana keadaanmu selama ini?"
"Baik-baik saja. Bagaimana keadaanmu?"
"Aku pun baik-baik saja." Thio Han Liong memandangnya
seraya berkata. "Sungguh kebetulan kita berjumpa di sini"
"oh ya, Aku...." Wajah Ouw Yang Bun tampak murung
sekali. "Belum berhasil menemukan putriku, dia entah di mana?"
"Justru aku akan katakan barusan sungguh kebetulan kita
berjumpa di sini," sahut Thio Han Liong.
"Sebab aku akan menyampaikan kabar berita kepadamu
mengenai putrimu itu."
"Oh" Engkau tahu dia berada di mana?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk dan memberitahukan.
"Bu sim Hoatsu telah binasa, namun putrimu tidak
bersamanya...." Thio Han Liong menutur tentang semua itu. Ouw Yang Bun
mendengar dengan penuh perhatian dan wajahnya mulai
tampak berseri. "oooh" la menarik nafas lega.
"Jadi kini Putriku berada di gunung Altai?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Engkau boleh ke sana menengoknya."
"Saudara Han Liong...." Ouw Yang Bun menatap haru.
"Terimakasih...."
"Kalau engkau bertemu Paman Kam Ek Thian tolong
memberitahukan bahwa aku masih terus mencari Yo Ngie
Kuang" pesan Thio Han Liong.
"Ya." Ouw Yang Bun mengangguk.
"oh ya, kalau engkau bertemu guruku, tolong beritahukan
bahwa aku sedang pergi ke gunung Altai"
"Baik," Thio Han Liong manggut-manggut.
"Maaf, aku harus melanjutkan perjalanan"
"Saudara Han Liong, aku berhutang budi kepadamu," ujar
Ouw Yang Bun. "Mudah-mudahan kelak aku dapat membalas sampai
jumpa" Ouw Yang Bun melesat pergi, sedangkan Thio Han Liong
menarik nafas lega lalu melanjutkan perjalanannya .
Sementara Ouw Yang Bun terus melakukan perjalanan ke
gunung Altai. Tujuh delapan hari kemudian, ia sudah tiba di
kaki gunung itu Ketika ia sedang mendaki, mendadak muncul
dua wanita menghadangnya. Mereka ternyata Yen Yen dan
lng lng. "Berhenti" bentak Yen Yen sambil menatapnya tajam.
"Siapa engkau dan ada apa datang ke mari?"
"Maaf" Ouw Yang Bun segera memberi hormat.
"Namaku Ouw Yang Bun. Kebetulan aku berjumpa Thio
Han Liong. Dia menyuruhku ke mari menengok putriku."
"Oh?" Yen Yen mengerutkan kening.
"Putrimu bernama ouw Yang Hui sian?"
"Betul, betul." Wajah Ouw Yang Bun langsung berseri.
"Mari ikut kami ke puncak" ajak Yen Yen.
Mereka lalu melesat ke puncak gunung itu dan tak
seberapa lama kemudian mereka sudah tiba di sana. Yen Yen
dan lng lng mengajaknya masuk ke rumah Kam Ek Thian.
"Silakan duduk" ucap Yen Yen.
"Aku akan melapor dulu. Engkau tunggu di sini, jangan ke
mana-mana" "Ya." Ouw Yang Bun duduk,
Yen Yen masuk ke dalam, namun tidak lama kemudian
sudah kembali bersama Kam Ek Thian dan Lie Hong suan.
Ouw Yang Bun segera bangkit dari tempat duduknya dan
langsung memberi hormat kepada mereka.
"Silakan duduk" ucap Kam Ek Thian sambil duduk dan Lie
Hong suan duduk di sisinya.
"Terimakasih," ucap Ouw Yang Bun sambil duduk,
"Engkau Ouw Yang Bun, ayah ouw Yang Hui sian?" tanya
Kam Ek Thian. "Ya." Ouw Yang Bun mengangguk.
"Aku bertemu Thio Han Liong. Dia yang memberitahukan
kepadaku maka aku ke mari."
"oooh" Kam Ek Thian manggut-manggut.
"oh ya" Ouw Yang Bun memberitahukan.
"Dia menyuruhku bilang kepada Tuan bahwa dia masih
terus mencari Yo Ngie Kuang."
"Ngmm" Kam Ek Thian manggut-manggut lagi, kemudian
memandang Yen Yen seraya berkata,
"Bawa Hui sian ke mari"
"Ya." Yen Yen segera masuk ke dalam. Tak seberapa lama
kemudian, wanita itu sudah kembali bersama ouw Yang Hui
sian dan Kam siauw Cui. Begitu melihat Ouw Yang Bun, gadis
kecil itu langsung berseru sambil berlan lari menghampirinya.
"Ayah Ayah" "Nak" Mata Ouw Yang Bun bersimbah air. la memeluk
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
putrinya erat-erat lalu membelainya dengan penuh kasih
sayang. "Nak.." "Ayah..." seru Hui sian terisak-isak.
"Paman dan Bibi yang menyelamatkanku dari tangan
pendeta jahat itu " "Ayah sudah tahu." Ouw Yang Bun terus membelai nya.
"Ayah gembira sekali."
"Paman mau membawa Adik Hui sian pulang ke
Tionggoan?" tanya Kam siauw Cui mendadak.
"Tidak." Ouw Yang Bun menggelengkan kepala.
"Dia boleh tetap tinggal di sini menemanimu. "
"oh?" Wajah Kam siauw Cui berseri.
"Terimakasih, Paman."
"Ouw Yang Bun" Kam Ek Thian menatapnya.
"Engkau masih ingin kembali ke Tionggoan?"
"Tuan, sebetulnya aku sudah bosan berkecimpung dalam
rimba persilatan, maka kalau Tuan mengijinkan, aku... aku
ingin tinggal di sini," jawab Ouw Yang Bun sungguh-sungguh
dan menambahkan. "Pemandangan di sini amat indah sekali. Di sini merupakan
tempat tinggal yang tenang dan damai."
"oh?" Kam Ek Thian tersenyum.
"Betulkah engkau ingin tinggal di sini?"
"Ya." Ouw Yang Bun mengangguk.
"Baiklah." Kam Ek Thian manggut-manggut.
"Engkau boleh tinggal di sini."
"Terimakasih Tuan, terimakasih," ucap Ouw Yang Bun
dengan rasa haru. "Ayah" Betapa gembiranya ouw Yang Hui sian. Kemudian
gadis kecil itu pun mengucapkan terimakasih kepada Kam Ek
Thian dan Lie Hong suan. "Terima kasih, Paman, terimakasih Bibi."
"Ha ha ha" Kam Ek Thian tertawa gembira, lalu
memandang Lie Hong suan seraya berkata,
"isteriku, mudah-mudahan Han Liong dapat mencari Yo
Ngie Kuang secepatnya, jadi urusan itu tidak terus terganjel
dalam hati kita" "Ya." Lie Hong suan manggut-manggut.
"Aku yakin Han Liong pasti berhasil mencari Yo Ngie Kuang,
aku yakin itu." "Kalau kitab itu sudah kembali ke tangan kita, tentu kita
dapat berlega hati," ujar Kam Ek Thian.
"Mudah-mudahan Han Liong dapat membujuknya
mengembalikan kitab itu"
"Mudah-mudahan" sahut Lie Hong suan dan mengusulkan.
"Suamiku, setelah kitab itu dikembalikan, alangkah baiknya
di bakar saja." "Betul." Kam Ek Thian manggut-manggut.
"Aku setuju. Kitab itu memang harus dibakar, agar tidak
menimbulkan masalah lagi."
Sementara itu, Thio Han Liong telah tiba di pesisir Timur.
Tampak beberapa buah kapal berlabuh di sana. Thio Han
Liong mendekati salah sebuah kapal tersebut. Di saat
bersamaan, muncul beberapa orang menghampirinya.
"Siapa saudara, mau apa ke mari?" tanya salah seorang
dari mereka sambil menatapnya dengan penuh perhatian.
"Namaku Thio Han Liong. Aku ke mari mencari orang yang
bersedia mengantarku ke pulau Khong Khong To."
"oooh" Mereka segera memberi hormat.
"Ternyata Thio siauhiap Maaf, kami tidak mengetahuinya "
"Tidak apa-apa." Thio Han Liong tersenyum.
"Thio siauhiap." salah seorang memberitahukan.
"Sudan dua bulan lebih kami menunggu di sini, itu adalah
perintah dari sianli."
"Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Saudara-saudara, apakah kalian sudi mengantarku ke
pulau Khong Khong To?" tanyanya.
"Itu memang tugas kami," sahut salah seorang itu sambil
tertawa. "Thio siauhiap. mari ikut kami ke kapal."
" Ya." Thio Han Liong, mengangguk, lalu mengikuti mereka
ke kapal. Berselang beberapa saat kemudian, tampak sebuah kapal
mulai meninggalkan pesisir itu. setelah berlayar dua hari,
barulah kapal itu sampai di pulau Khong Khong To.
Sebelum berlabuh, salah seorang awak kapal memasang
kembang api, kemudian kembang api itu meluncur ke atas.
Thio Han Liong tahu ilu merupakan suatu tanda untuk pihak
Khong Khong To. Ketika kapal berlabuh, Thio Han Liong melihat belasan
orang berdiri di darat. Tampak pula Tong Hai sianli berdiri di
sana dengan wajah cerah ceria.
"Mari kita turun" ajak salah seorang sambil tersenyum.
"Sianli sudah menunggu di sana."
Thio Han Liong mengangguk dan sekaligus meloncat turun
ke hadapan Tong Hai sianli. Betapa kagumnya pihak Khong
Khong To, sebab dengan jarak hampir tiga puluh depa Thio
Han Liong hanya sekali meloncat sudah sampai di hadapan
Tong Hai sianli. "Han Liong...." Tong Hai sianli memandangnya dengan
mata berbinar-binar. "Sudah lama aku menunggu kedatanganmu."
"Maaf." ucap Thio Han Liong.
"Karena ada sedikit halangan, maka aku terlambat datang."
"Aku kira engkau ingkar janji," bisik Tong Hai sianli.
"Kalau dalam bulan ini engkau belum datang, aku pasti ke
Tionggoan." "Aku tidak akan ingkar janji," sahut Thio Han Liong sambil
tersenyum dan menambahkan.
"Apa yang telah kujanjikan, pasti kutepati."
"Bagus" Tong Hai sianli sok Ceng manggut-manggut.
"Aku paling senang pemuda yang bersifat demikian."
"Oh?" Thio Han Liong tersentak.
"Sok Ceng...." "Eh" Aku...." Wajah Tong Hai sianli kemerah-merahan,
kemudian menundukkan kepala.
"Sok Ceng," ujar Thio Han Liong.
"Tolong antar aku menemui ayahmu agar urusanku di sini
cepat beres" "Baik." Tong Hai sianli mengangguk, lalu mengantar Thio
Han Liong ke tempat tinggalnya.
Gadis itu berjalan dengan santai sekali, bahkan sesekali ia
pun mencuri meliriknya. "Sungguh indah pemandangan di sini dan hawa udaranya
pun amat sejuk menyegarkan" ujar Thio Han Liong sambil
menarik nafas dalam-dalam menghirup udara.
"Engkau suka pulau ini?" tanya Tong Hai sianli mendadak.
"Suka." Thio Han Liong mengangguk,
"Kalau begitu...." Tong Hai sianli mengerlingnya.
"Engkau boleh tinggal di sini."
"Itu tidak mungkin, sebab aku masih ada urusan di
Tionggoan." sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.
"Han Liong...." Tong Hai sianli ingin mengatakan sesuatu,
namun ditelan kembali dan wajahnya tampak kemerahmerahan.
"Ya, ada apa?" sahut Thio Han Liong.
"Ti... tidak." Tong Hai sianli agak tergagap.
"Maksudku... ayahku pasti gembira sekali atas
kedatanganmu." "oh?" Thio Han Liong tersenyum.
Berselang beberapa saat, terlihat sebuah bangunan yang
amat besar dan indah sekali dan belasan penjaga berdiri di
depan pintu pagar. Begilu melihat Tong Hai sianli, mereka
segera memberi hormat. "Sianli, Tocu (Majikan Pulau) sudah menunggu di ruang
depan." Tong Hai sianli manggut-manggut, kemudian memandang
Thio Han Liong seraya berkata,
"Mari kita masuk."
"Ya." Thlo Han Llong mengangguk.
Setelah melewati halaman yang amat luas, barulah sampai
di depan rumahnya. sambil tersenyum Tong Hai sianli
mengajak Thio Han Liong masuk. para penjaga langsung
memberi hormat, lalu memandang Thio Han Liong seraya
berkata. "Silakan masuk Tuan Muda Thlo"
"Terima kasih" ucap Thio Han Liong lalu mengikuti Tong
Hai sianli masuk ke dalam.
Tampak seorang lelaki berusia enam puluhan duduk di
sana. Ketika melihat Thio Han Liong lelaki itu tertawa gelak.
"Locianpwee, terimalah hormatku" ucap Thio Han Liong
sambil memberi hormat kepada lelaki tua itu.
"Ha ha ha" Lelaki tua itu ternyata Tong Hay sianjin, ayah
Tong Hay sianli. "Silakan duduk"
"Terimakasih" ucap Thio Han Liong sambil duduk,
"Ayah, dia adalah Thio Han Liong." Tong Hai sianli
memperkenalkan. "Han Liong, orangtua ini adalah ayahku."
Thio Han Liong manggut-manggut, sedangkan Tong Hai
sianjin terus tertawa gelak.
"Ha ha ha Ayah sudah tahu Ayah sudah tahu." Tong Hai
sianli memandang Thio Han Liong dengan penuh perhatian.
"Bagus, bagus Memang tampan dan sopan santun Ha ha
ha..." "Ayah...." Wajah Tong Hai sianli memerah.
"Ngmmm" Tong Hai sian jin manggut-manggut.
"Tong Hai sianli, memang aku yang mengutusnya ke
Tionggoan. Tapi... dia malah membuat onar di sana."
"Ayah" Tong Hai sianli cemberut.
"Aku tidak membuat onar di sana, melainkan menuruti
perintah Ayah." "Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa terbahak-bahak.
"Kalau Thio Han Liong tidak muncul menundukkanmu,
bukankah engkau akan bertambah angkuh?"
"Ayah...." Tong Hai sianli membanting-banting kaki.
"Han Liong memang berkepandaian tinggi, dia dapat
mengalahkanku." "Ngmm" Tong Hai sianjin manggut-manggut, kemudian
menatap Thio Han Liong seraya bertanya,
"Han Liong, siapa orangtuamu?"
"Ayahku bernama Thio Bu Ki, ibuku bernama Thio Beng."
"Hah?" Tong Hai sianjin terbelalak.
"Thio Bu Ki, ketua Beng Kauw itu ayahmu?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Pantas engkau berkepandaian begitu tinggi, ternyata
engkau Putra Thio Bu Ki"
"Tocu kenal ayahku?"
"Aku tidak pernah ke Tionggoan, bagaimana mungkin aku
kenal ayahmu" Tapi... aku pernah mendengar mengenai sepak
terjang ayahmu. Dia seorang pahlawan yang merobohkan
Dinasti Goan (Mongol). sudah lama kudengar nama besar
ayahmu. Kini ayahmu berada di mana?"
"Tinggal di culau Hong Hoang To di laut Pak Hai." .
"Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa.
"Aku tinggal di pulau Khong Khong To di Tong Hai, dia
tinggal di culau Hong Hoang To di Pak Hai. Itu sungguh cocok
sekali Ha ha ha..." "Tocu...?" Thio Han Liong heran akan ucapan Tong Hay
sianjin. "Han Liong," tanya Tong Hay sianjin.
"Tahukah engkau apa sebabnya kami mengundangmu ke
mari?" "Tahu." Thio Han Liong mengangguk.
"Untuk menterjemahkan sebuah kitab yang bertulisan Thian
Tok" "Betul." Tong Hay sianjin manggut-manggut.
"Selain itu akupun ingin menguji kepandaianmu. "
"Tocu...." Thio Han Liong mengerutkan kening.
"Jangan menolak" ujar Tong Hay sianjin sambil tersenyum.
"Aku akan mengujimu dengan tiga jurus pukulan, engkau
boleh menangkis dan menyerangku pula."
"Tocu...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Engkau tidak boleh menolak, sebab kalau engkau
menolak, sama saja tidak menghargaiku," tandas Tong Hai
Sianjin. "Harap engkau mengerti"
"Baiklah." Thio Han Liong mengangguk.
"Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa gembira.
"Bagus, bagus. Mari kita ke tengah-tengah ruangan.
Thio Han Liong mengangguk, kemudian mereka berdua
bangkit berdiri dan berjalan ke tengah-tengah ruangan.
Mereka berdua berdiri berhadap-hadapan. Kemu-dian Tong
Hai Sianjin tersenyum seraya berkata.
"Cara kita bertanding begini saja," usul Tong Hai sianjin.
"Aku menyerangmu tiga jurus, setelah itu barulah engkau
menyerangku tiga jurus juga."
"Baik" Thio Han Liong mengangguk dan bertanya.
"Bolehkah berkelit?"
"Tentu boleh." Tong Hai sianjin manggut-manggut.
"Bahkan juga boleh menangkis."
"Kalau begitu...," ujar Thio Han Liong.
"Silakan Tocu menyerang lebih dulu aku akan berusaha
berkelit atau menangkis"
"Hati-hati" Tong Hai sianjin mengerahkan Lwee-kangnya,
sehingga wajahnya tampak memerah.
Thio Han Liong pun segera mengerahkan Kiu Yang sin
Kang. la tahu bahwa Tong Hat sianjin berkepandaian amat
tinggi, lagiputa tidak main-main.
"Jurus pertama" seru Tong Hai sianjin sambil menyerang.
Betapa dahsyatnya serangan itu sehingga menimbulkan
suara menderu- deru bagaikan ombak.
Terkejut juga Thio Han Liong akan serangan itu maka
segeralah ia meloncat mundur. Akan tetapi, di saat ia
meloncat mundur, di saat itu pula Tong Hai sianjin sudah
menyerangnya dengan jurus ke dua, membuat Thu Han Liong
tidak sempat berkelit, namun masih sempat baginya
mengerahkan Kian Kun Taylo sin Kang, lalu menangkis
serangan itu dengan jurus Kian Kun Taylo Bu Pien ( Alam
semesta Tiada Batas). Blaaam Terdengar suara benturan yang
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memekak kan telinga. Tong Hai Sianjin terhuyung-huyung ke belakang beberapa
langkah, sedangkan Thio Han Liong hanya mundur dua
langkah. Itu sungguh mengejutkan para penonton. Bahkan
Tong Hai sianli, nyaris menjerit saking terkejutnya.
"Bukan main" ujar Tong Hai sianjin setelah berdiri tegak.
"Han Liong, engkau sungguh hebat. Pantas putriku kalah
menghadapimu Nah ini jurus ke tiga Hati-hati lah"
Thio Han Liong mengangguk, Di saat bersamaan Tong Hai
sianjin menyerangnya dengan sepenuh tenaga Thio Han Liong
ingin berkelit, tapi terlambat sehingga ia terpaksa menangkis
serangan yang amat dahsyat itu. Menggunakan jurus Kian Kun
Taylo Kwi Cong (segala Galanya Kembali Ke Alam semesta).
Blaaammmm.. .Terdengar suara benturan yang amat keras,
bahkan terasa bergoncang pula ruangan itu
Blaaammmm Thio Han Llong terhuyung ke belakang,
sedangkan Tong Hal sianjin terpental hampir tujuh depa.
Namun setelah itu, ia masih dapat berdiri tegak.
"Ayah..." seru Tong Hai sianli sambil melesat ke ayahnya.
"Ayah terluka?"
"Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa gelak.
"Kalau Han Liong tidak bermurah hati kepada ayah, saat ini
ayah pasti sudah terkapar jadi mayat."
"Ayah...." Tong Hai sianli menarik nafas lega.
"Syukurlah Ayah tidak terluka sama sekali"
"Tocu" Thio Han Liong mendekatinya sambil memberi
hormat. "Aku... aku mohon maaf"
"Tidak apa-apa." Tong Hai sianjin tersenyum dan
memandangnya dengan penuh kekaguman.
"Engkau sungguh hebat, maka engkau tidak perlu
menyerangku lagi, aku pasti tak kuat menangkis
seranganmu." "Tocu...." Thio Han Liong merasa tidak enak dalam hati.
"Sekali lagi aku mohon maaf...."
"Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa gelak.
"Jangan merasa tidak enak dalam hati, sebab aku yang
mendesak mu bertanding tiga jurus"
"Han Liong...." wajah Tong Hai sianli berseri-seri
"Tak kusangka engkau dapat mengalahkan ayahku."
"Aku...." Thio Han Liong menundukkan kepala.
"Mari kita kembali ke tempat duduk" ajak Tong Hai sianjin.
Mereka kembali ke tempat duduk. Tong Haisianpr
menatapnya dengan penuh kekaguman.
"llmu apa yang engkau gunakan tadi?"
"Kian Kun Taylo sin Kang."
"Siapa yang mengajarmu?"
"BuBeng siansu."
"Han Liong...." Tong Hai sianjin menghela napas panjang.
"Sungguh hebat ilmu itu. Kalau tadi engkau tidak
mengurangi Lweekangmu, aku pasti sudah binasa."
"Tocu...." "Han Liong...." Tong Hai sianjin menatapnya.
"Pantas engkau tidak mau bertanding denganku. Ternyata
engkau sudah tahu aku pasti kalah."
"Tocu, jangan berkata begitu, aku... aku menjadi tidak
enak." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Terus terang, ketika sok Ceng memberitahukan kepadaku,
bahwa engkau berkepandaian tinggi sekali, aku sama sekali
tidak percaya. Maka tadi aku... aaah Malah mempermalukan
diri sendiri..." "Tocu, aku mohon maaf"
"Tidak apa-apa." Tong Hai sianjin tertawa.
"Ha ha Aku justru merasa girang sekali. sekarang aku akan
ke kamar mengambil kitab itu."
Tong Hai sianjin segera pergi ke kamarnya, sedangkan
Tong Hai sianli terus menatap Thio Han Liong dengan mata
tak berkedip. "Eeeh?" Thio Han Liong tercengang.
"Kenapa engkau menatapku dengan cara begitu?"
"Aku..." sahut Tong Hai sianli sambil menundukkan kepala.
"Aku kagum sekali padamu."
"sok Ceng...." Thio Han Liong menghela nafas panjang.
Di saat bersamaan, tampakTong Hai sianjin kembali ke
ruangan itu dengan membawa sebuah kitab.
"Inilah kitab yang bertulisan Thian Tok, Bisakah engkau
menterjemahkannya?" "Mudah-mudahan" jawab Thio Han Liong.
Tong Hai sianjin menyerahkan kitab itu kepada Thio Han
Liong. setelah menerima kitab itu, mulailah Thio Han Liong
membacanya. "Han Liong," tanya Tong Hai sianli.
"Engkau mengerti semua tulisan itu?"
"Mengerti." Thio Han Liong mengangguk.
"Oh?" Mulut Tong Hai sianli ternganga lebar
"Engkau memang hebat sekali."
"Kalau mau belajar, engkau pun pasti mengerti." ujar Thio
Han Liong. Tong Hai sianli tidak mau menyia-nyiakan kesempatan.
Maka gadis itu langsung berkata.
"Han Liong, ajarilah aku tulisan Thian Tok"
"Itu...." Thio Han Liong tertegun.
"Aku... aku tidak punya waktu."
"Apa?" Tong Hai sianli cemberut.
"Tadi engkau bilang mau mengajarku, sekarang malah
bilang tidak punya waktu Bagaimana sih engkau?"
"Tadi aku bilang kalau engkau mau belajar, aku tidak bilang
mau mengajarmu, lho"
"Nah" Tong Hai sianli tersenyum.
"Aku justru mau belajar, maka engkau harus mengajarku"
"Eeeh...." Thlo Han Llong terbelalak.
"Han Liong" Tong Hai sianjin tersenyum.
"Ajarilah dia agar tidak merasa kecewa"
"Tapi aku harus segera kembali ke Tionggoan"
"Tinggallah di sini beberapa hari.Tidak akan merepotkanmu
kan?" ujar Tong Hai sianjin sambil tertawa kemudian bertanya.
"Sebetulnya kitab apa itu?"
"Ih Kin Keng (Kitab Pusaka Pemindahan Urat Nadi)" Thio
Han Liong memberitahukan.
"Kitab ini pasti berasal dari Thian Tok, berisi semacam
pelajaran ilmu Lweekang tingkat tinggi."
"Oh?" Tong Hai sianjin tampak gembira sekali
"Han Liong, kapan engkau akan mulai
menterjemahkannya" "
"Sekarang." "Kalau begitu.. aku akan menyuruh sok Ceng untuk
mengantarmu ke kamar. Lebih tenang engkau
menterjemahkannya di dalam kamar."
"Cukup di sini saja." Thio Han Liong tersenyum.
"Sebab aku pun akan mengajar sok Ceng tulisan Thian
tok." "Oh?" Tong Hai sianjin melirik putrinya.
"Han Liong," ujar Tong Hai sianli sambil memandangnya.
"Bukankah lebih baik di dalam kamar saja?"
"Lebih baik di sini, sebab tidak baik kita berdua berada di
dalam kamar." sahut Thio Han Liong.
"Engkau...." Wajah Tong Hai sianli kemerah-merahan
"Engkau...." "Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa gelak.
"sok ceng, cepatlah siapkan kertas, pit dan tinta hitam"
"Ya." Tong Hai sianli segera menyiapkan semua itu di atas
meja. "Han Liong" Tong Hai sianjin tersenyum.
"Engkau boleh mulai menterjemahkan kitab itu."
Thio Han Liong mengangguk, lalu duduk dekat meja itu.
Tong Hai sianli segera duduk di sisinya dengan wajah berseriseri.
"Ketika berada di kuil siauw Limsie, engkau kok bisa
menulis huruf Thian Tok?" tanya Thio Han Liong mendadak.
"Aku cuma meniru," sahut Tong Hai sianli sambil
tersenyum. "Tapi sama sekali tidak tahu artinya."
" Kalau begitu...." Thio Han Liong manggut-manggut.
"Aku akan mulai mengajarmu sekaligus menterjemahkan
kitab ini." "Apakah tidak akan mengganggu konsentrasimu?" tanya
Tong Hai sianli lembut. "Tentu tidak" "Han Liong, sebetulnya aku tidak berniat belajar tulisan
Thian Tok...." Tong Hai sianli merendahkan suaranya.
"Hanya saja... ingin mendekatimu."
"Aaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang
kemudian mulai menterjemahkan kitab itu dengan tulisan Han.
"Eeeh?" Tong Hai sianli tercengang.
"Kenapa engkau menghela nafas panjang" Apakah ada
sesuatu terganjal dalam hatimu?"
"Tidak." Thio Han Liong menggelengkan kepala
"sok Ceng, kalau mau mengobrol, lebih baik tunggu aku
selesai menterjemahkan kitab ini."
"Ya." Tong Hai sianli mengangguk. Gadis itu terus
memperhatikan Thio Han Liong yang sedang menterjemahkan
kitab itu. Betapa kagumnya akan tulisan Thio Han Liong yang
begitu indah, dan itu sungguh di luar dugaannya.
Kitab itu tidak begitu tebal, maka Thio Han Liong tidak
begitu lama menyelesaikannya dan itu sungguh mengejutkan
Tong Hai sianli. "Ayah Ayah" seru gadis itu "Ayah...."
Tong Hai sianjin yang duduk diam dengan mata
terpejamkan itu tampak tersentak.
"Ada apa, ada apa?" sahutnya.
"Ayah, Han Liong sudah usai menterjemahkan kitab itu."
Tong Hai sianli memberitahukan.
"Hah" Apa?" Tong Hai sianjin terbelalak.
"Be.. begitu cepat?"
"Memang sudah selesai," sahut Thio Han Liong, lalu
mengembalikan kitab itu sekaligus menyerahkan kertas kertas
yang bertulisan Han. "Harap Tocu simpan baik-baik jangan sampai terjatuh ke
tangan penjahat" Tong Hai sianjin mengangguk sambil menerima kitab dan
kertas-kertas tersebut, kemudian membacanya dan tak lama
wajahnya tampak berseri-seri.
"lni... ini merupakan pelajaran Lweekang yang amat tinggi"
ujarnya sambil tertawa gembira.
"oleh karena itu, janganlah sampai terjatuh ke tangan
penjahat" Thio Han Liong mengingatkan.
"Jangan khawatir Aku pasti menyimpannya dengan hatihati
sekali." sahut Tong Hai sianjin.
"Oh ya, bagaimana kalau kita belajar bersama?"
"Terimakasih, Tocu," ucap Thio Han Liong.
"Itu tidak perlu, sebab aku sudah menghafalnya . "
"Apa?" Tong Hai sianjin terbelalak.
"Engkau... engkau telah menghafal seluruhnya?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk dan memberitahukan.
"Apabila Tocu berhasil menguasai ilmu itu, maka Tocu pun
tidak mempan ditotok, sebab Tocu dapat menggeserkan
semua jalan darah di tubuh Tocu. selain itu, Lweekang Tocu
pun pasti bertambah tinggi."
"oh?" Tong Hai sianjin semakin kagum pada Thio Han
Liong, lalu membaca lagi dan tiba-tiba keningnya berkerut.
"Ada apa, Ayah?" tanya Tong Hai sianli.
"Ayah kurang mengerti yang ini...." Tong Hai sianjin
menghela nafas panjang. "Dalam sekali artinya."
"Yang mana?" tanya Thio Han Liong.
"Yang ini." Tong Hai sianjin memberitahukan.
Thio Han Liong segera membacanya. setelah itu ia pun
memberi penjelasan kepada Tong Hai sianjin agar Tocu itu
mengerti. "Oooh" Tong Hai sianjin manggut-manggut mengerti.
Thio Han Liong terus menjelaskan seluruhnya, dan itu
sungguh menggembirakan Tong Hai sianjin, maka ia terus
tertawa. "Ha ha ha" Tong Hai sianjin menatapnya.
"Han Liong, engkau betul-betul hebat seandainya aku
berhasil menguasai ilmu itu, belum tentu aku dapat
mengalahkanmu." "Tocu.... "Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala
dan berkata, "Keangkuhan justru akan menjatuhkan diri sendiri Aku
harap Tocu tidak akan bersifat begitu, agar aku tidak sia-sia
menterjemahkan kitab itu."
"Han Liong...." Tong Hai Sianjin menatapnya sambil
tersenyum. "Terimakasih atas nasihatmu."
"Tocu, aku mohon maaf, karena terlampau lancang...."
"Tidak apa-apa malahan aku sangat berterimakasih
padamu," sahut Tong Hai sianjin, kemudian memandang
putrinya seraya berkata, "Sok Ceng, antar Han Liong ke kamar untuk beristirahat"
"Ya, Ayah." Tong Hai sianli mengangguk, kemudian segera
mengantar Thio Han Liong ke kamar.
Tak seberapa lama kemudian mereka sampai di depan
sebuah kamar. Tong Hai sianli membuka pintu kamar itu
seraya bertanya. "Han Liong, merasa cocokkan engkau dengan kamar ini?"
"Cocok" Thio Han Liong mengangguk, lalu melangkah
memasuki kamar itu dan duduk. Tong Hai sianli mengikutinya
dan lalu duduk di hadapannya. Tentunya membuat Thio Han
Liong merasa tidak enak. "sok Ceng...." "Aku ingin bercakap-cakap sejenak denganmu, boleh kan?"
"Memang boleh. Tapi... tidak baik engkau berada di dalam
kamar ini. Lebih baik kita bercakap-cakap di luar."
"Engkau...." Tong Hai sianli cemberut Kemudian dengan
perlahan-lahan gadis itu bangkit berdiri
"Baiklah nanti malam kita bercakap-cakap di halaman
belakang saja." "Di halaman belakang?" tanya Thio Han Liong.
"Keluar dari kamar ini, engkau belok ke kiri" Tong Hai sianli
memberitahukan.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sampai di ujung terdapat sebuah pintu, keluar dari pintu
itu adalah halaman belakang. Di sana terdapat taman bunga
yang indah." "oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Baiklah malam ini aku pasti ke sana. Lebih leluasa kita
bercakap-cakap di sana daripada di sini."
"Engkau...." Tong Hai sianli menggeleng-gelengkan kepala.
Setelah itu barulah ia meninggalkan kamar tersebut.
Seketika juga Thio Han Liong menarik nafas lega. Ternyata
ia telah mengambil keputusan, yakni malam ini ia akan
berterus terang kepada Tong Hai sianli, bahwa ia sudah punya
tunangan, agar gadis tersebut tidak menaruh cinta
kepadanya.. Malam harinya, Thio Han Liong pergi ke halaman belakang
itu. sampai di sana, ia melihat Tong Hai sianli sedang duduk
sambil memandang bulan purnama.
"sok Ceng...." Thio Han Liong mendekatinya.
"oh Han Liong" Tong Hai sianli tersenyum.
"Engkau sudah ke mari"
"Ya." Thio Han Liong berdiri di sisinya.
"Aku tidak tahu bahwa malam ini ternyata malam bulan
purnama." "Bukan main indahnya malam ini..." ujar Tong Hai sianli
dengan suara rendah, kemudian memandang Thio Han Liong
dengan lembut sekali. "Sungguh mengesankan malam ini"
"sok Ceng...." Thio Han Liong ingin berterus terang, namun
merasa berat membuka mulut.
"Ada apa, Han Liong?" tanya Tong Hai sianli dengan suara
rendah. "Engkau mau bilang apa?"
"sok Ceng" Thio Han Liong menarik nafas dalam-dalam.
"Aku harus berterus terang agar urusan tidak berlarut."
"Urusan apa?" "Aku tahu bagaimana perasaanmu terhadapku, tapi...."
Thio Han Liong memberanikan diri memberitahukan.
"Aku... aku sudah punya tunangan."
"oh?" Tong Hai sianli mengerutkan kening, kemudian
tersenyum. "Itu tidak jadi masalah. Walau engkau sudah punya
tunangan, bukankah kita tetap boleh berteman?"
"Tentu boleh." Thio Han Liong manggut-manggut.
"Nah" Tong Hai sianli tersenyum lagi.
"Itu sudah cukup bagiku. oh ya, bolehkah aku tahu siapa
tunanganmu?" "An Lok Keng cu." Thio Han Liong memberitahukan.
"Dia adalah Putri kaisar...."
"Aku yakin dia pasti cantik sekali. Kalau tidak bagaimana
mungkin engkau akan mencintainya?"
"Dia memang cantik jelita, tapi yang paling penting dia
berpengertian, lemah lembut dan amat mencintaiku."
"Engkau pun amat mencintainya, bukan"
"Ya." "Sungguh bahagia An Lok Kong Cu itu" ujar Tong Hai sianli
sambil menghela nafas panjang.
"Nasibnya amat beruntung...."
"sok Ceng "Thio Han Liong tersenyum.
"Percayalah Kelak engkau pun akan bertemu pemuda yang
baik" "Mudah-mudahan" ucap Tong Hai sianli.
"sok Ceng, aku pikir... lebih baik aku kembali ke Tionggoan
esok" ujar Thio Han Liong.
"sebab masih ada urusan yang harus kuselesaikan."
"Aaaah..." Tong Hai sianli menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku ingin menahanmu di sini, tapi...."
"sok Ceng, aku masih harus mencari seseorang, maka
harus segera kembali ke Tionggoan. Aku harap engkau
maklum dan mengerti"
"Han Liong...." Tong Hai sianli ingin mengatakan sesuatu,
namun dibatalkannya, kemudian menghela nafas panjang.
"sok Ceng, aku mohon maaf karena telah menyinggung
perasaanmu...." "Engkau tidak menyinggung perasaanku." Tong Hai sianli
tersenyum getir. "Memang ada baiknya engkau berterus terang, jadi aku
tidak terus mengharap."
"sok Ceng, aku akan kembali ke Tionggoan esok pagi," ujar
Thio Han Liong dan menambahkan.
"semoga kita akan berjumpa kelak"
"Aaah..." Tong Hai sianli memandang ke bulan yang
bersinar terang itu "Malam purnama itu merupakan malam kenangan bagiku.
setiap malam bulan purnama, aku pasti akan teringat padamu.
Namun sebaliknya... engkau pasti akan melupakan diriku yang
tinggal di pulau Khong Khong To ini."
"sok Ceng," sahut Thio Han Liong.
"Engkau adalah teman baikku, tentunya aku tidak akan
melupakanmu." "Aku tahu...." Mata Tong Hai sianli mulai basah.
"Engkau cuma menghibur diriku."
"Aku berkata sesungguhnya, sama sekali tidak
menghiburmu. Percayalah" Thio Han Liong menatapnya.
"Aku percaya, terima kasih." ucap Tong Hai sianli.
"sok Ceng" Thio Han Liong menarik nafas dalam dalam.
"Aku mau kembali ke kamar...."
"Silakan" "Engkau?" "Aku mau duduk di sini."
"Maaf" ucap Thio Han Liong.
"Aku kembali ke kamar...."
Thio Han Liong melangkah pergi. Tak seberapa lam.,
kemudian berkelebat sosok bayangan ke hadapan Tong Hai
sianli. "sok Ceng...." "Ayah" panggil Tong Hai sianli. Ternyata sosok bayangan
itu adalah Tong Hai sianjin.
"Sudah lamakah Ayah berada di tempat ini?"
"Sebelum Thio Han Liong ke mari, ayah sudah bersembunyi
di balik pohon." Tong Hai sianjin mem beritahukan.
"Ayah melihat engkau duduk seorang diri di sini. Karena
ingin tahu kenapa engkau duduk seorang diri di sini, maka
ayah bersembunyi di balik pohon, tak lama muncullah Thio
Han Liong...." "Ayah mendengar semua percakapan kami?"
"Ya." Tong Hai sianjin mengangguk.
"Kalau ayah datang belakangan, Thio Han Liong pasti
mendengar suara langkahku."
"Ayah, dia... dia sudah punya tunangan," ujar Tong Hai
sianli sambil terisak-isak dan air mata meleleh
"Nak" Tong Hai sianjin menghela nafas panjang
"Sudahlah, jangan dipikirkan lagi, biarlah dia kembali ke
Tionggoan esok pagi"
"Ayah...." Tong Hai sianli mendekap di dadanya
"Nasib ku buruk sekali, bertemu pemuda idaman hati sudah
punya tunangan. Aaaah..."
Keesokan harinya, Thio Han Liong berpamit kepada long
Hai sianjin dan Putrinya. Tong Hai sianjin menepuk bahunya
seraya berkata. "Han Liong, kapan engkau mau ke mari" Pintu pulau ini
terbuka untukmu. Hanya saja... belum tentu engkau akan ke
mari." Thio Han Liong tersenyum.
"Apabila aku sempat, aku pasti ke mari mengunjungi Tocu."
"Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa gelak.
"Mudah-mudahan"
"Tocu, aku berangkat sekarang," ucap Thio Han Liong
sambil memberi hormat. "selamat jalan, Han Liong" sahut Tong Hai sianjin.
"sampai jumpa, Tocu" ucap Thio Han Liong, lalu melangkah
pergi. Tong Hai sianli mengantarnya sampai di pantai. Wajah
gadis itu tampak murung sekali, maka ibalah hati Thio Han
Liong melihatnya. "Han Liong...."
"Sok Ceng" Thio Han Liong memegang bahu Tong Hai
sianli. "Engkau adalah gadis yang baik kelak pasti bertemu
pemuda tampan yang baik pula."
"Han Liong...." Tong Hai sianli terisak-isak.
"Aku... aku tidak akan melupakanmu selamanya."
"sok Ceng...." Thio Han Liong terharu mendengarnya.
"Selamat tinggal"
Thio Han Liong meloncat ke kapal. Tong Hai sianli masih
berdiri di tempat. Walau kapal itu sudah mulai berlayar, tak
henti-hentinya gadis itu melambaikan tangannya ke arah kapal
dengan air mata berderai-derai.
Bab 62 Bertemu orang Yang Dicari
Sampai di Tionggoan, Thio Han Liong mulai mencari Yo
Ngie Kuang lagi. Akan tetapi ia sama sekali tidak menemukan
jejak orang tersebut, sebaliknya malah muncul suatu kejadian
yang amat mengejutkannya.
Ternyata ketika mencari Yo Ngie Kuang, Thio Han Liong
menemukan mayat-mayat kaum rimba persilatan, yang mati
karena terkena semacam pukulan beracun. setelah memeriksa
mayat-mayat itu, terkejutlah Thio Han Liong.
"Locianpwee" panggil Thio Han Liong.
Tong Koay menolehkan kepalanya. Ketika melihat Thio Han
Liong, ia tampak girang. "Han Liong...."
Thio Han Liong segera memeriksanya. sejenak kemudian
keningnya tampak berkerut, ternyata Tong Koay terluka
karena pukulan beracun. "Locianpwee terkena pukulan beracun," ujar Thio Han
Liong sambil memasukkan sebutir obat pemunah racun ke
mulut Tong Koay. Tong Koay segera duduk bersila dan kemudian
menghimpun Lweekangnya. Thio Han Liong duduk di
belakangnya, sekaligus membantunya dengan Kiu Yang sin
Kang. Berselang sesaat, Tong Koay memuntahkan cairan kehijauhijauan
dan barulah Thio Han Liong berhenti mengerahkan
Lweekangnya membantu Tong Koay.
"Aaah..." Tong Koay menarik nafas lega sambil bangkit
berdiri. "Han Liong, kalau tidak kebetulan engkau muncul di sini,
nyawaku pasti akan melayang."
"Locianpwee, siapa yang melukaimu?"
"Aku sama sekali tidak mengenalnya," jawab Tong Koay
sambil menghela nafas panjang.
"Aku melihat dia membunuh para kaum rimba persilatan,
maka aku lalu bertarung dengannya. Namun... tak disangka
kepandaiannya begitu tinggi dan memiliki ilmu pukulan
beracun. Puluhan jurus kemudian, aku terluka tapi masih
sempat melarikan diri"
"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Han Liong...." Tong Koay memandangnya dengan penuh
rasa terima kasih. "Engkau menyelamatkan nyawaku lagi."
"Locianpwee" Thio Han Liong tersenyum.
"Jangan berkata begitu, Locianpwee harus berterima kasih
kepada Thian (Tuhan)."
"Betul." Tong Koay manggut-manggut.
"oh ya, Han Liong, pernahkah engkau bertemu muridku?"
"Pernah." "Tahukah engkau dia berada di mana?"
"Locianpwee...." Thio Han Liong menutur semua itu,
kemudian menambahkan. "Kini Ouw Yang Bun berada di gunung Altai."
"syukurlah dia berkumpul kembali dengan putrinya" ucap
Tong Koay dan bertanya. "oh ya, bolehkah aku ke sana menengok mereka?"
"Tentu boleh." Thio Han Liong mengangguk,
"silakan Lociancwee ke sana"
"Baik" Tong Koay manggut-manggut.
"Kalau begitu, aku berangkat sekarang. Han Liong sampai
jumpa " "sampai jumpa, Locianpwee" sahut Thio Han Liong.
Tong Koay melesat pergi. setelah itu barulah Thio Han
Liong melanjutkan perjalanan mencari Yo Ngie Kuang.
la telah mengambil keputusan, apabila berhasil mencari Yo
Ngie Kuang, ia akan segera kembali ke Kota raja, sebab dia
harus membawa An Lok Kong cu pergi mengunjungi Thio sam
Hong sucouwnya. Akan tetapi ia sama sekali tidak menemukan
jejak orang yang dicarinya, dan itu sungguh nyaris
membuatnya putus asa. Ketika Thio Han Liong berada di sebuah lembah, tiba-tiba
terdengar suara orang bertarung. Pemuda itu langsung
melesat ke tempat tersebut. Dilihatnya dua orang sedang
bertarung dengan sengit sekali. Yang seorang berusia lima
puluhan, sedangkan yang satu lagi masih muda. Begitu
melihat pemuda itu, Thio Han Liong hampir berseru girang,
karena pemuda itu adalah orang yang dicarinya, yakni orang
yang pernah dilihatnya di sebuah rimba berlatih ilmu silat.
Sementara pertarungan itu semakin sengit. Walau orangtua
itu menyerangnya bertubi-tubi, namun pemuda itu tetap dapat
berkelit, dan sekaligus balas menyerang.
Mendadak orangtua itu menghentikan serangannya,
kemudian menatapnya dengan dingin sekali.
"Hei Banci" bentaknya.
"Bersiap-siaplah untuk mampus. Aku akan mengeluarkan
pukulan beracun untuk mencabut nyawamu"
"orangtua jahat" sahut pemuda itu bernada wanita.
"Engkaulah yang akan mampus"
"Hmm" dengus pemuda itu dingin, kemudian mendadak
menyerangnya. Betapa terkejutnya Thio Han Liong. Ternyata ia melihat
sepasang tangan orangtua itu agak memerah pertanda
pukulan itu amat beracun. oleh karena itu ia lalu
menampakkan diri, siap membantu pemuda itu.
Tiba-tiba Thio Han Liong tersentak sebab teringat akan
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sesuatu. Mungkinkah orangtua itu adalah Tan Beng song,
mantan adik seperguruan Lam Khie" Tanyanya dalam hati.
Sementara pertarungan itu semakin seru dan sengit, boleh
dikatakan mati-matian pula. Di saat orangtua itu
mengeluarkan ilmu pukulan beracun, pemuda itu pun
mengeluarkan ilmu simpanannya.
Kini mereka berdua berubah menjadi bayangan. Ke dua
bayangan itu berkelebat ke sana ke mari laksana kilat. Namun
Thio Han Liong masih dapat mengikuti pertarungan ke dua
orang itu. Puluhan jurus kemudian, mendadak terdengar suara
jeritan, lalu tampak sosok bayangan terpental.
"Aaakh..." Ternyata yang menjerit orangtua tersebut.
"Hi hi hi" Pemuda itu tertawa cekikikan.
"Bagaimana" siapa yang roboh sekarang?"
"Hmm" dengus orangtua itu dingin.
"sekarang engkau menang, tapi tunggu balasanku"
Usai berkata begitu, tiba-tiba orangtua itu melesat pergi.
Pemuda itu terus tertawa cekikikan, lalu memandang Thio Han
Liong. "saudara, kenapa dari tadi engkau terus berdiri di situ?"
"Aku amat kagum akan kepandaianmu," sahut Thio Han
Liong sambil tersenyum. "oh ya, engkau kenal orangtua itu?"
"Tidak kenal." Pemuda itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Tapi tadi dia memberitahukan, bahwa dia bernama Tan
Beng Song." "oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Ternyata memang dia"
"Engkau kenal dia?"
"Aku tidak kenal dia, tapi tahu tentang dirinya." Thio Han
Liong memberitahukan. "Dia adalah mantan adik seperguruan Lam Khie, tapi sudah
lama diusir dari pintu perguruan."
"oooh" Pemuda itu manggut-manggut, kemudian
memandang Thio Han Liong seraya bertanya.
"oh ya, kenapa dari tadi engkau terus menatapku" Apakah
ada keanehan pada diriku?"
"Maaf Engkau bernama Yo Ngie Kuang?"
"Hah?" Pemuda itu terkejut.
"Engkau... engkau kok tahu namaku?"
"Aku pernah melihatmu berlatih ilmu silat, namun pada
waktu itu aku tidak berani mengganggumu. Setelah itu aku
pergi ke gunung Altai...."
"Apa?" Pemuda itu tersentak.
"Mau apa engkau pergi ke gunung Altai?"
"Menemui Kam Ek Thian untuk meminta Thian Ciok Sin
Sui...." Thio Han Liong menutur tentang kejadian itu dan
menambahkan, "oleh karena itu, aku menyanggupinya mencarimu."
"Aaaah..." Pemuda bernama Yo Ngie Kuang itu jatuh
terduduk, kemudian menangis terisak-isak.
"Aku bersalah karena telah mencuri Lian Hoa Cin Keng itu."
"Sudahlah, jangan menangis Lebih baik engkau pulang ke
gunung Altai mengembalikan kitab itu kepada Kam Ek Thian."
"Aku... aku...." Air mata Yo Ngie Kuang meleleh.
"Kini aku menyesal sekali. Walau kepandaianku tinggi, tapi
apa gunanya" Aku... telah berubah menjadi banci gara-gara
mempelajari Lian Hoa Cin Keng."
"saudara, bolehkah aku tahu bagaimana perubahan itu?"
tanya Thio Han Liong mendadak. Yo Ngie Kuang menatapnya
dalam-dalam, setelah itu barulah menjawab.
"Aku terkesan baik padamu, maka aku... aku akan
memberitahukan." Yo Ngie Kuang menghela nafas panjang.
"Mulai sejak aku belajar ilmu silat yang tercantum dalam
kitab itu, lambat laun suaraku mulai berubah menjadi suara
wanita. setelah itu alat kelaminku mulai berubah pula. Kian
hari kian bertambah kecil, maka kini aku telah berubah
menjadi banci." Bagian 32 "Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Maaf, bolehkah aku bertanya lagi sesuatu?"
"Silakan" "Lian Hoa Sin Kang itu mengandung hawa panas atau hawa
dingin?" "Hawa dingin." "Bolehkah aku memeriksa nadimu sebentar?"
"Engkau...." Yo Ngie Kuang menatapnya dengan penuh
perhatian. "Engkau mahir ilmu pengobatan?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Aku belum tahu namamu, bolehkah engkau
memberitahukan padaku?" tanya Yo Ngie Kuang mendadak.
"Aku bernama Thio Han Liong."
"Saudara Thio" Yo Ngie Kuang tersenyum.
"Engkau sungguh baik sekali"
"Engkau pun amat ramah," sahut Thio Han Liong dan mulai
memeriksa nadi Yo Ngie Kuang.
Berselang beberapa saat, barulah Thio Han Liong berhenti
memeriksanya seraya berkata.
"Lweekang yang engkau pelajari itu memang mengandung
semacam hawa dingin, dan itu merubah dirimu meniadi banci"
"Kalau begitu...." Yo Ngie Kuang mulai terisak-isak lagi.
"Aku harus bagaimana?"
"Engkau harus berlatih Lweekang itu hingga sempurna,
agar engkau menjadi seorang gadis." Thio Han Liong
memberitahukan. "Kalau tidak engkau tetap menjadi banci."
"Aaaah..." keluh Yo Ngie Kuang.
"Bagaimana mungkin aku akan berhasil berlatih Lweekang
itu?" "saudara Yo" Thio Han Liong tersenyum.
"Aku bersedia membantumu."
"Membantuku?" Yo Ngie Kuang terbelalak.
"Bagaimana mungkin engkau dapat membantuku?"
"Mudah-mudahan aku dapat membantumu"
"Membantuku berubah menjadi seorang gadis?"
"Ya" Thio Han Liong mengangguk.
"itu lebih baik daripada engkau menjadi banci. Lagi pula
engkau sudah tidak bisa berubah kembali menjadi anak lelaki."
"Kalau bisa berubah menjadi anak gadis, itu masih tidak
apa-apa. Tapi... apakah engkau dapat membantuku?" Yo Ngie
Kuang masih tampak ragu. "Aku memiliki buah Im Ko, hadiah dari raja Tayli." Thio Han
Liong memberitahukan. "Kalau engkau makan buah ilu, Lweekangmu pasti
bertambah tinggi dan seluruh tubuhmu pasti akan mengalami
perubahan." "Maksudmu berubah menjadi tubuh anak gadis?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk sambil mengambil kotak
kecil itu dari dalam bajunya.
Setelah itu, dibukanya kotak kecil tersebut. Walau buah Im
Ko itu telah kering, tapi tetap menyiarkan aroma yang amat
harum. "buah Im Ko?" tanya Yo Ngie Kuang.
"Ya." Thio Han Liong menyerahkan buah tersebut kepada
Yo Ngie Kuang seraya berkata,
"Makanlah buah ini, aku akan menjagamu di sini"
"Terimakasih." ucap Yo Ngie Kuang sambil menerima buah
itu, dan kemudian dimakannya.
Berselang beberapa saat, Yo Ngie Kuang merasa darahnya
bergolak, dan itu membuatnya terperanjat sekali.
"Han Liong, darahku bergolak."
"Tidak apa-apa," sahut Thio Han Liong.
"cepatlah engkau duduk bersila dan mengerahkan Lian Hoa
sin Rang" Yo Ngie Kuang mengangguk lalu segera duduk bersila dan
mengerahkan Lian Hoa sing Kang.
Thio Han Liong duduk di hadapannya, dan terus
memperhatikan Yo Ngie Kuang. sedangkan pemuda itu
tampak seakan pingsan dan sepasang matanya terpejam.
Hampir dua hari satu malam keadaan Yo Ngie Kuang dalam
keadaan begitu. sementara Thio Han Liong tetap duduk di
hadapannya, dan memandangnya dengan perasaan takjub,
karena kini kulit Yo Ngie Kuang sudah berubah begitu halus
dan wajah tampak cantik sekali.
Perlahan-lahan Yo Ngie Kuang membuka matanya. Ketika
melihat Thio Han Liong duduk di hadapannya ia tersenyum
lembut. "Han Liong...."
"saudara Yo" Thio Han Liong terbelalak, karena suara Yo
Ngie Kuang sudah berubah menjadi suara anak gadis, bahkan
dadanya pun tampak agak menonjol.
"Engkau...." "Han Liong, terima kasih atas kebaikanmu tetap menjagaku
di sini," ujar Yo Ngie Kuang sambil memandangnya.
"Sudah berapa lama engkau duduk di hadapanku?"
"Hampir dua hari satu malam," Thio Han Liong
memberitahukan. "Apa?" Yo Ngie Kuang terbelalak.
"Hampir dua hari satu malam?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk dan bertanya,
"Apakah engkau melihat ada perubahan pada dirimu?"
"Ada." Yo Ngie Kuang mengangguk.
"Kini aku merasa...."
"Merasa apa?" "Merasa...." Yo Ngie Kuang kelihatan malu-malu, kemudian
menjerit terkejut. "Haaah...?" "Ada apa?" Thio Han Liong tersentak.
"Dadaku...." Ternyata Yo Ngie Kuang memiliki sepasang
payudara. "Saudara Yo, kini engkau sudah berubah meniadi anak
gadis." Thio Han Liong memberitahukan sambil tersenyum.
"oh?" Yo Ngie Kuang tersipu dan berkata,
"Han Liong, engkau tunggu di sini sebentar, aku mau ke
belakang pohon itu Engkau tidak boleh mengintip ya"
"Ya." Thio Han Liong manggut-manggut.
Yo Ngie Kuang segera pergi ke belakang sebuah pohon.
Tak seberapa lama ia sudah kembali ke tempat itu dengan
wajah kemerah-merahan. "Han Liong," ujarnya dengan suara rendah.
"Kini aku betul-betul telah berubah menjadi anak gadis."
"Engkau yakin?"
"Tadi aku ke belakang pohon itu untuk...." Yo Ngie Kuang
menundukkan kepala seraya berkata,
"Malu ah kuberitahukan."
"Untuk apa engkau tadi ke belakang pohon?" tanya Thio
Han Liong. "Aku... aku memeriksa...." Wajah Yo Ngie Kuang tampak
memerah. "Aku memeriksa alat kelaminku."
"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Syukurlah kini engkau sudah menjadi anak gadis, aku
mengucapkan selamat kepadamu."
"Terima kasih," ucap Yo Ngie Kuang sambil tersenyum.
"Kalau tanpa bantuanmu, tentunya aku tetap menjadi
banci. oleh karena itu, aku... aku berhutang budi kepadamu."
"saudara Yo, engkau jangan berkata begitu"
"Hihi Hi" Yo Ngie Kuang tertawa geli.
"Aku sudah menjadi anak gadis, tapi engkau tetap
memanggilku saudara Hi hi hi...."
"Kalau begitu, aku harus memanggilmu apa?" tanya Thio
Han Liong sambil memandangnya.
"Apa ya?" Yo Ngie Kuang tampak bingung.
"Namaku Ngie Kuang, itu nama lelaki. Bagaimana kalau
engkau memberi nama padaku?"
"Maksudmu nama Ngie Kuang diganti?"
"Ya." Yo Ngie Kuang manggut-manggut.
"Kini aku sudah berubah menjadi anak gadis, tentunya
harus memakai nama gadis pula."
"Betul. Kalau begitu engkau kunamai.... Yo Pit Loan,
bagaimana menurutmu?" tanya Thio Han Liong sambil
memandangnya. "Baik." Yo Ngie Kuang manggut-manggut sambil
tersenyum. "Mulai sekarang namaku Yo Pit Loan."
"Pit Loan." ujar Thio Han Liong.
"Aku harap engkau pulang ke gunung Altai saja"
"Han Liong...." Yo Pit Loan menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku sudah tidak punya muka berjumpa dengan kakak
seperguruanku itu, sebab aku telah mencuri kitab Lian Hoa Cin
Keng, lagi pula kini aku telah berubah menjadi anak gadis."
"Itu tidakjadi masalah."
"Han Liong" Yo Pit Loan menatapnya lembut.
"Aku amat berterima kasih atas maksud baikmu. Tapi biar
bagaimana pun aku tidak akan pergi menemui kakak
seperguruanku itu." "Kalau begitu...." Thio Han Liong mengerutkan kening.
"Bagaimana kitab Lin Hoa Cin Kong itu?"
"Bolehkah aku minta bantuanmu?" tanya Yo Pit Loan
mendadak, "Apa yang dapat kubantu?" Thio Han Liong balik bertanya
sambil memandangnya. "Tolong antarkan kitab Lian Hoa Cin Kong ke gunung Altai."
"Itu...." Thio Han Liong berpikir sejenak, kemudian
mengangguk. "Baiklah." "Terimakasih, Han Liong," ucap Yo Pit Loan sambil
mengeluarkan kitab tersebut dari dalam bajunya, lalu
diserahkan kepada Thio Han Liong.
Thio Han Liong menerima kitab tersebut, kemudian
dimasukkannya ke dalam bajunya.
"Pit Loan," ujar Thio Han Liong berjanji.
"Aku pasti mewakilimu mengembalikan kitab ini kepada
Kam Ek Thian." "Terimakasih." Yo Pit Loan menatapnya lembut.
"Han Liong, engkau sungguh baik sekali. oh ya, engkau
sudah punya kekasih?"
"Aku sudah punya tunangan."
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Siapa tunanganmu?"
"An Lok Kong Cu."
"Maksudmu dia Putri Kaisar?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk dan memberitahukan.
"Aku sudah berhasil mencarimu, maka sudah waktunya aku
kembali ke Kota raja menengoknya."
"Han Liong, sampaikan salamku kepadanya" pesan Yo Pit
Loan. "Baik," Thio Han Liong manggut-manggut.
"Aku pasti sampaikan kepadanya."
"Terimakasih," ucap Yo Pit Loan sambil menundukkan
kepala. "Han Liong, aku berhutang budi kepadamu, maka aku
harus menjadi pelayanmu."
"Jangan berkata begitu Kita adalah teman. Lagipula engkau
sama sekali tidak berhutang budi padaku."
"Han Liong...." Yo Pit Loan terharu sekali.
"Aku... aku tidak akan melupakanmu selamanya."
"Pit Loan," sahut Thio Han Liong sambil memegang
bahunya. "Akupun ingat selalu padamu."
"Han Liong..." Mata Yo Pit Loan mulai basah.
"Kalau engkau tidak memberikan buah Im Ke itu kepadaku,
tentunya aku tetap menjadi banci."
"Pit Loan" Thio Han Liong menatapnya lembut
"Maaf, aku harus segera ke Kota raja Aku... mohon pamit."
"Kapan kita akan berjumpa lagi?"
"Kita pasti berjumpa kembali kelak," sahut Thio Han Liong
dan menambahkan, "setelah ke Kota raja, barulah aku ke gunung Altai
mengembalikan kitab Lian Hoa Cin Keng."
"Terima kasih, Han Liong."
"Pit Loan, sampai jumpa" ucap Thio Han Liong, lalu melesat
pergi. "sampai jumpa, Han Liong" sahut Yo Pit Loan lalu menangis
terisak-isak dan air matanya meleleh deras membasahi pipinya
yang putih mulus itu. Kini Thio Han Liong melakukan perjalanan menuju ke Kota
raja. Begitu terbayang wajah An Lok Kong cu ia tersenyumsenyum.
Justru saat itu mendengar suara rintihan-rintihan
yang lirih di semak-semak. la mengerut kan kening dan
melesat ke semak-semak itu.
Dilihatnya beberapa orang tergeletak tak bergerak. Wajah
mereka kehijau-hijauan pertanda terkena pukulan beracun.
Thio Han Liong membungkukkan badannya untuk
memeriksa mereka. Namun ia menggeleng-gelengkan kemala,
karena mereka sudah tak bisa ditolong lagi.
"Kami... kami...." salah seorang dari mereka masih dapat
mengeluarkan suara. "Kami murid Bu Tong Pay.."
"Hah?" Thio Han Liong tersentak.
"Kalian murid Bu-Tong Pay?"
"Ya." orang itu mengangguk lemah.
"Tolong... tolong beritahukan kepada guru...."
"Baik," Thlo Han Liong manggut-manggut.
"siapa yang melukai kalian" Apakah Tan Beng song?"
"orang itu.. sudah tua sekali. Dia... dia yang melukai
kami...." Berkata sampai di situ, nafas orang itu putus.
"Aaaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang.
"Timbul lagi suatu kejadian. Aku harus kembali ke gunung
Bu Tong atau ke Kotaraja?" gumamnya.
Thio Han Liong berdiri termangu-mangu, akhirnya dia
mengambil keputusan untuk kembali ke Kota raja. setelah
mengambil keputusan itu, ia mengubur mayat-mayat murid Bu
Tong Pay itu, lalu melanjutkan perjalanan ke Kota raja.
Beberapa hari kemudian, Thio Han Liong sudah tiba di
Kotaraja. Dapat dibayangkan betapa gembiranya Cu Goan
ciang. "Yang Mulia...." Thio Han Liong memberi hormat.
"Han Liong" cu Goan ciang memegang bahunya.
"Syukurlah engkau telah kembali Putriku amat rindu
padamu." "Maafkan aku, Yang Mulia" ucap Thio Han Liong.
"Ha ha ha" Cu Goan ciang tertawa gelak.
"Han Liong, cepatlah engkau ke istana menemui Putriku
Tapi... alangkah baiknya engkau membuat kejutan, sebab dia
sama sekali tidak menduga engkau kembali hari ini."
"Baik." Thio Han Liong tersenyum geli sambil manggutmanggut.
"Aku akan mengejutkannya . "
"Bagus Ha ha ha..." Cu Goan ciang tertawa gelak.
Thio Han Liong segera ke istana An Lok. sampai di sana ia
melihat An Lok Kong cu sedang duduk di taman ditemani Lan
Lan, dayang pribadinya. Thio Han Liong tersenyum kemudian
melesat ke belakang pohon, dan bersembunyi di situ sambil
mengintip. "Aaaah..." An Lok Kong cu menghela nafas panjang dan
bergumam. "Kenapa hingga saat ini Kakak Han Liong belum kembali?"
"Kong cu harus bersabar," ujar Lan Lan.
"Jangan pergi mencari Tuan Muda Thio seperti tempo hari.
Yang Mulia pasti gusar sekali"
"Tapi...." An Lok Kong cu menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku rindu sekali kepadanya."
"Biar bagaimanapun, Kong Cu harus sabar menunggu." Lan
Lan mengingatkan. "Apakah Kong Cu sudah lupa, apa yang dialami Kong cu
gara-gara pergi mencari Tuan Muda Thio?"
"Lan Lan, aku amat mencintainya." An Lok Kongcu
memberitahukan. "itu membuatku ingin pergi mencarinya."
"Kalau begitu, Kong Cu harus tetap berada di dalam istana
menunggunya," sahut Lan Lan.
"Jangan pergi mencarinya, sebab akan membahayakan diri
Kongcu Yang Mulia pun pasti gusar sekali."
"Aaaah..." An Lok Kong Cu menghela nafas.
"Kalau dia kembali, aku tidak mau berpisah dengannya lagi
Ke mana dia pergi aku pasti mendampinginya."
"Kong cu...." Lan Lan tertawa geli.
"Mudah-mudahan Tuan Muda Thio lekas kembali Kalau
tidak. Kongcu pasti akan sakit rindu."
"Engkau...." An Lok Kong cu melotot.
Thio Han Liong yang bersembunyi di belakang pohon pun
nyaris tertawa geli. Tapi ia juga terharu akan cinta An Lok
Kong Cu kepadanya. Thio Han Liong mengerahkan Lweekang,
kemudian mengirim suara ke arah An Lok Kong Cu.
"Adik An Lok Adik An Lok" suaranya amat halus lembut.
"Hah?" An Lok Kong cu tersentak dan langsung bangkit
berdiri. "Kakak Han Liong Kakak Han Liong"
"Kong cu...." Lan Lan terbelalak.
"Ada apa?" "Barusan aku mendengar suara Kakak Han Liong, dia... dia
memanggilku." An Lok Kong cu memberitahukan
"Tapi kenapa aku tidak mendengar suara apa pun?" Lan
Lan mengerutkan kening. "Mungkin Kong cu salah dengar."
"Aku tidak salah dengar, itu memang suaranya," sahut An
Lok Kong cu sambil menengok ke sana ke mari.
"Adik An Lok Aku sudah kembali" suara Thio Han Liong
mengalun ke dalam telinganya, dan itu sungguh membuat An
Lok Kong cu terkejut sekali.
"Lan Lan, aku mendengar suaranya lagi."
"oh?" Wajah Lan Lan berubah pucat.
"Kong cu...." "Lan Lan...." suara An Lok Kong cu bergemetar.
"Apakah... Kakak Han Liong telah terjadi sesuatu?"
"Maksud Kong cu...." Lan Lan tampak ketakutan.
"Tapi... sekarang belum malam, tidak mungkin ada arwah
berkeliaran di siang hari."
"Kakak Han Liong Kakak Han Liong" Air mata An L.ok Kong
cu mulai meleleh. "Engkau... engkau tidak boleh terjadi apa-apa."
"Adik An Lok Adik An Lok" suara Thio Han Liong
mengalunkan lagi ke dalam telinga An Lok Kong cu.
"Aku sudah kembali"
"Kakak Han Liong Kakak Han Liong" An Lok Kong cu berlari
ke sana ke mari dengan wajah pucat pias.
"Kakak Han Liong, engkau berada di mana?"
"Kong cu...." sekujur tubuh Lan Lan mulai menggigil saking
takutnya, namun dayang itu sama sekali tidak mendengar
suara Thio Han Liong. "Kakak Han Liong Kakak Han Liong" An Lok Kong cu jatuh
terduduk, kemudian menangis terisak-isak,
Di saat bersamaan, muncullah Thio Han Liong dan
belakang pohon, lalu perlahan-lahan mendekati An Lok Kong
cu. Ketika melihat kemunculan Thio Han Liong, Lan Lan
berteriak-teriak ketakutan.
"Ada setan Ada setan"
Sedangkan An Lok Kong cu memandang Thio Han Liong
dengan mata terbelalak, sama sekali tidak berkedip.
"Adik An Lok" panggil Thio Han Liong.
"Kakak Han Liong" An Lok Kong cu bangkit berdiri.
"Engkau... engkau... bukan arwah kan?"
"Adik An Lok" Thio Han Liong tersenyum, lalu
menggenggam tangan gadis itu erat-erat.
"Aku sudah kembali."
"Kakak Han Liong...." An Lok Kong cu langsung mendekap
di dadanya. Sementara Lan Lan masih memandang Thio Han Liong
dengan ketakutan, dan itu membuat Thio Han Liong
tersenyum geli. Kemudian ia membelai-belai An Lok Kong cu.
Justru mendadak An Lok Kong cu terus memukul dadanya,
ternyata ia mengambek, "Kakak Han Liong Engkau jahat sekali, kenapa engkau tega
menggodaku?" "Boleh kan?" Thio Han Liong tertawa.
"Ayahmu yang menyuruhku membuat kejutan, maka aku
membuat suatu kejutan untukmu."
"Engkau jahat Engkau jahat" An Lok Kong cu masih terus
memukuli dada Thio Han Liong.
"Engkau membuat diriku nyaris pingsan."
"Adik An Lok," ucap Thio Han Liong.
"Aku minta maaf, jangan terus memukul dadaku"
"Kakak Han Liong...." An Lok Kong cu berhenti memukul
dadanya. "Apakah sakit?"
"Tentu tidak," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.
"sebab engkau memukul dadaku dengan penuh kasih
sayang." "oh?" An Lok Kong cu tertawa kecil.
"Kakak Han Liong, mari kita duduk"
Thio Han Liong mengangguk, mereka berdua lalu duduk,
Lan Lan memandang mereka sejenak, kemudian tersenyumsenyum
sambil meninggalkan taman itu.
"Kakak Han Liong...." An Lok Kong cu memandangnya.
"Kenapa begitu lama engkau baru kembali?"
"Engkau tahu kan" Aku harus ke Tong Hai dan mencari Yo
Ngie Kuang, tentunya membutuhkan waktu," sahut Thio Han
Liong. "Kini semua urusan itu sudah beres."
"oh?" Wajah An Lok Kong cu berseri.
"Jadi engkau sudah berhasil mencari orang itu?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk dan menceritakan
semua kejadian itu. "oleh karena itu, aku harus ke gunung Bu Tong.."
"Apa?" Wajah An Lok Kong Cu langsung berubah.
"Engkau mau pergi lagi?"
"Ya." "Tidak boleh Pokoknya engkau tidak boleh pergi" tegas An
Lok Kong cu. "Aku tidak mau berpisah denganmu lagi pokoknya tidak
mau" "Adik An Lok" Thio Han Liong tersenyum.
"Maksudku kita pergi bersama. Aku pun tidak mau berpisah
denganmu." "Hoh?" Wajah An Lok Kong cu tersenyum, kemudian
menatapnya dalam-dalam seraya bertanya,
"Tong Hat sianli itu cantik sekali?"
"Dia memang cantik, namun engkau jauh lebih cantik dari
gadis yang mana pun," sahut Thio Han Liong sungguhsungguh.
"Lagi pula aku hanya mencintaimu dan akupun telah
memberitahukannya bahwa aku sudah punya tunangan."
"Oooh" An Lok Kong cu menarik nafas lega.
"oh ya, engkau tahu siapa pembunuh murid-murid Bu Tong
pay itu?" "Semula aku mengira Tan Beng song, tapi salah seorang
murid Bu Tong pay itu masih sempat memberitahukan, bahwa
pembunuh itu adalah seorang yang sudah tua sekali,
sedangkan Tan Beng song baru berusia lima puluhan. oleh
karena itu, aku yakin bukan dia."
"oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut, kemudian
tertawa sambil bertanya, "Kakak Han Liong, betulkah Yo Ngie Kuang itu berubah
menjadi anak gadis?"
"Betul." Thio Han Liong mengangguk.
"Tapi kalau aku tidak memberikannya buah Im Ke, dia
tetap menjadi banci."
"Setelah berubah menjadi anak gadis, apakah parasnya
cantik?" "Cukup cantik," Thio Han Liong memberitahukan.
"Dia kuberi nama Yo Pit Loan."
"Nama yang indah." An Lok Kong cu tersenyum.
"Sekarang dia berada di mana?"
"Entahlah." Thio Han Liong menggelengkan kepala.
"Adik An Lok, kita ke gunung Bu Tong sesungguhnya untuk
mengunjungi sucouwku, sebab beliau ingin melihatmu."
"Malu ah" "Apa?" Thio Han Liong terbelalaki lalu tertawa geli.
"Tumben engkau omong begitu"
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Engkau...." Wajah An Lok Kong cu kemerah-merahan.
"Kalau begitu, kita harus memberitahukan kepada ayahku."
"Tentu." Thio Han Liong mengangguk.
"selain ke gunung Bu Tong, kita pun harus ke gunung
Altai." "Mau apa ke sana?"
"Mengembalikan kitab Lian Hoa Cing Kong kepada Kam Ek
Thian," sahut Thio Han Liong dan menambahkan,
"Pemandangan di sana indah sekali. Aku yakin engkau pasti
menyukai tempat itu."
"oh?" An Lok Kong cu tampak girang sekali.
"Kakak Han Liong, bagaimana kalau sekarang kita pergi
memberitahukan kepada ayahku?"
"Tidak usah terburu-buru," sahut Thio Han Liong.
"Tunggu beberapa hari barulah kita minta ijin untuk pergi"
"Baik." An Lok Kong cu mengangguk sambil tersenyum
manis. Beberapa hari kemudian, Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu menghadap Cu Goan ciang. Kaisar itu menyambut mereka
dengan wajah berseri-seri, kelihatannya juga ingin
menanyakan sesuatu. "Yang Mulia" Thio Han Liong memberi hormat.
"Ayahanda, terimalah hormat Ananda" ucap An Lok Kong
cu sambil memberi hormat.
"Ha ha ha" Cu Goan ciang tertawa.
"Kalian duduklah"
Thio Han Liong dan An Lok Kong cu lalu duduk. Cu Goan
ciang memandang mereka seraya bertanya.
"Kalian ke mari menghadapku, tentunya ingin
menyampaikan sesuatu, bukan?"
"Ya" Thio Han Liong mengangguk.
"Ngmmm" Cu Goan ciang manggut-manggut.
"Han Liong, kini engkau sudah tiada urusan apa-apa lagi,
bukan?" "Masih ada sedikit urusan yang harus kuselesaikan, Yang
Mulia," jawab Thio Han Liong.
"Urusan apa?" "Aku harus mengajak Adik An Lok ke gunung Bu Tong
untuk menemui sucouwku, lalu pergi ke gunung Altai."
"oh?" Cu Goan ciang mengerutkan kening.
"Yaaah Kukira sudah tiada urusan lagi, maka aku ingin
menyuruh kalian melangsungkan pernikahan Tapi..."
"Ayahanda," ujar An Lok Kong cu dengan wajah agak
kemerah-merahan. "Guru besar Thio sam Hong sudah tua sekali, beliau ingin
bertemu kami, setelah itu ananda dan Kakak Han Liong ke
gunung Altai untuk mengembalikan sebuah kitab pusaka."
"Ngmm" Cu Goan ciang manggut-manggut.
"Baiklah. Tapi setelah itu kalian harus segera menikah"
"Ya, Ayahanda." An Lok Kong cu mengangguk,
"Nak" Cu Goan ciang menatap putrinya.
"Engkau harus membawa pedang pusaka."
"Ya, Ayahanda." An Lok Kong cu mengangguk lagi.
"Engkau pergi bersama Han Liong, tentunya ayah berlega
hati," ujar cu Goan ciang sambil tersenyum.
"Karena Han Liong pasti melindungimu, dan menjagamu
baik-baik." "Ya, Yang Mulia," ujar Thio Han Liong.
"Aku pasti melindungi dan menjaga Adik An Lok baik-baik."
"Aku mempercayaimu." Cu Goan ciang tertawa.
"Apabila semua urusan itu sudah beres, cepatlah kalian
menikah dan... jangan berkecimpung di dalam rimba
persilatan lagi, itu sungguh membahayakan diri kalian"
"Ya." Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mengangguk.
"Kapan kalian akan berangkat?" tanya Cu Goan ciang.
"Besok pagi, Yang Mulia," jawab Thio Han Liong.
"Baiklah," Cu Goan ciang manggut-manggut dan berpesan,
"setelah semua urusan itu beres, kalian harus cepat-cepat
pulang" "Ya." Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mengangguk
serentak. Bab 63 Mengunjungi Thio sam Hong Dan Mengembalikan
Kitab Pusaka Thio Han Liong dan An Lok Kong cu melakukan perjalanan
ke gunung Bu Tong dengan penuh kegembiraan, bahkan
kadang-kadang mereka pun bercanda ria. Dalam perjalanan
ini, Thio Han Liong selalu memberi petunjuk kepada gadis itu
mengenai ilmu silat, sehingga ilmu silat An Lok Kong cu
mengalami kemajuan pesat. Walau mereka tidur sekamar di
penginapan, namun Thio Han Liong selalu menjaga tata tertib
dan kesopanan, maka tidak mengherankan kalau An Lok Kong
cu bertambah kagum kepadanya.
"Kakak Han Liong..." ujar An Lok Kong cu ketika mereka
duduk berhadapan di dalam kamar penginapan.
"Malam ini engkau tidur di ranjang, biar aku tidur di kursi
saja." "Adik An Lok" Thio Han Liong tersenyum.
"Tidak baik engkau tidur di kursi. Kalau aku membiarkanmu
tidur di kursi, berarti aku tidak menyayangi mu lho"
"Tapi...." "Adik An Lok, turutilah perkataanku"
"Ya." An Lok Kong cu mengangguk, kemudian menatapnya
lembut. "Kakak Han Liong, kira-kira berapa hari lagi kita akan tiba
ke gunung Bu Tong?" "Empat lima hari lagi, sebab kita tidak perlu melakukan
perjalanan dengan tergesa-gesa," ujar Thio Han Liong dan
menambahkan, "ini adalah kesempatan untuk pesiar."
"Terimakasih, Kakak Han Liong," ucap An Lok Kong cu.
"oh ya setelah semua urusan itu beres, engkau tidak akan
berkecimpung di rimba persilatan lagi, bukan?"
"Ng" Thio Han Liong mengangguk dan melanjutkan dengan
suara rendah. "Kita harus menikah lalu hidup tenang di pulau Hong Hoang
To." Wajah An Lok Kong cu ceria.
"Itu sungguh menyenangkan, setiap hari aku akan bermain
dengan bu-rung-burung Hong Hoang."
"Bagus, bagus"ThioHan Liong tertawa. "
"Burung-burung Hong Hoang itu pasti girang sekali. Aku...
aku sudah rindu pada mereka."
Thio Han Liong dan An Lok Kong cu bercakap-cakap hingga
larut malam, setelah itu barulah mereka tidur. An Lok Kong cu
tidur di ranjang, sedangkan Thio Han Liong tidur di kursi.
Keesokan harinya, mereka melanjutkan perjalanan ke
gunung Bu Tong. Dua hari kemudian, mereka tiba di sebuah
kota dan langsung ke rumah makan.
Di saat mereka sedang bersantap, tampak beberapa kaum
rimba persilatan memasuki rumah makan itu, lalu duduk dekat
meja Thio Han Liong. Mereka bersantap sambil bercakap-cakap. Berselang sesaat
salah seorang dari mereka bertanya kepada teman-temannya.
"Apakah kalian tahu, belum lama ini telah muncul seorang
iblis tua dan muridnya?"
"Kami sudah mendengar tentang itu iblis tua itu... sungguh
kejam dan menyeramkan. Dia memiliki ilmu pukulan beracun,
bahkan sekujur badannya beracun. siapa yang menyentuh
tubuhnya, pasti mati seketika."
"oh" Engkau tahu siapa dia?"
"sama sekali tidak tahu, iblis tua dan muridnya itu sering
membunuh para murid partai besar. Belum lama ini, lima
murid Hwa San pay mati terkena pukulan beracun, dan itu
pasti perbuatan iblis tua dan muridnya."
"Mereka berasal dari mana?"
"Entahlah. Yang jelas mereka berdua bukan orang
Tionggoan." Mendengar sampai di sini, Thio Han Liong pun
mengerutkan kening, kemudian berbisik.
"Adik An Lok, kini dalam, rimba persilatan timbul petaka
lagi, untung engkau sudah kebal terhadap racun"
"Kakak Han Liong, tahukah engkau siapa iblis tua dan
muridnya itu?" tanya An Lok Kong cu.
"Muridnya pasti Tan Beng Song. Tapi aku sama sekali tidak
tahu siapa iblis tua itu," jawab Thio Han Liong sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
"Mungkin sucouwku tahu tentang iblis tua itu. Akan
kutanyakan kepada beliau."
"Kalau begitu.." ujar An Lok Kong cu.
"Yang membunuh para murid Bu Tong Pay juga iblis tua
itu?" "Tidak salah." Thio Han Liong mengangguk.
"Nah Usai makan, kita harus melanjutkan perjalanan,
jangan membuang-buang waktu lagi."
"Baik," An Lok Kong cu tersenyum.
Usai makan, mereka melanjutkan perjalanan lagi menuju
gunung Bu Tong. Dua hari kemudian, mereka sudah tiba di
gunung tersebut. Betapa gembiranya Jie Lian ciu, song wan Kiauw dan
lainnya. Mereka menyambut kedatangan Thio Han Liong dan
An Lok Kong cu sambil tertawa.
"Han Liong.,.." Jie Lian ciu memegang bahunya.
"syukurlah engkau membawa An Lok Kong Cu ke mari,
sebab dari kemarin guru terus menyinggungmu"
"oh?" "suhu ingin sekali bertemu An Lok Kong cu." song Wan
Kiauw memberitahukan sambil tersenyum.
"Kakek Jie," tanya Thio Han Liong mendadak.
"Apa kah belum lama ini Kakek Jie pernah mengutus
beberapa murid pergi ke tempat lain?"
"Benar." Jie Lian ciu manggut-manggut.
"Aku mengutus Ta nBun Heng, Lle Tek Kuang dan Lim
Tiong Ham pergi ke markas Kay Pang. Tapi... hingga kini
mereka belum kembali."
"Kakek Jie...." Thio Han Liong memberitahukan
"Mereka telah meninggal terkena pukulan beracun."
"Apa?" Jie Lian Ciu dan lainnya tersentak.
"siapa yang membunuh mereka?"
"Han Liong," tanya song Wan Kiauw.
"Darimana engkau tahu tentang itu?"
"Kebetulan aku berjumpa mereka dalam keadaan sekarat,"
jawab Thio Han Liong. "salah seorang memberitahukan, bahwa mereka adalah
murid Bu Tong Pay dan mengatakan pembunuh itu adalah
seorang yang sudah tua sekali."
"siapa orang yang sudah tua sekali itu?" gumam Jie Lian
Cu. "Ketika kami makan di sebuah rumah makan, kami
mendengar pembicaraan beberapa kaum rimba persilatan
tentang kemunculan seorang iblis tua bersama muridnya, iblis
tua itu memiliki ilmu pukulan beracun, bahkan sekujur
badannya pun beracun. siapa yang menyentuh badannya,
pasti mati seketika."
"oh?" Jie Lian cu dan lainnya tertegun.
"siapa iblis tua itu?"
"Kakek Jie...." Thio Han Liong memberitahukan.
"Murid iblis tua itu bernama Tan Beng song, mantan adik
seperguruan Lam Khie."
"Kok engkau tahu tentang itu?" Jie Lian ciu heran.
"Aku dan Pak Hong ke Tayli..." Thio Han Liong menutur
tentang itu "Tapi aku sama sekali tidak tahu tentang iblis tua itu,
mungkin sucouw tahu."
"Aaaah..." Jie Lian ciu menghela nafas panjang.
"Timbul petaka lagi dalam rimba persilatan, itu sungguh di
luar dugaan" "oh ya, Han Liong, engkau sudah pergi ke Tong Hai?" tanya
Song Wan Kiauw sambil menatapnya.
"Sudah." Thio Han Liong mengangguk,
"Bahkan aku sudah berhasil mencari Yo Ngie Kuang. Kini
dia kuberi nama Yo Pit Loan, sebab dia sudah berubah
menjarti anak gadis."
"Apa?" Song Wan Kiauw terbelalak.
"Itu... itu bagai mana mungkin?"
"Itu memang benar, aku menyaksikannya sendiri" sahut
Thio Han Liong danmemberitahukan tentang kejadian
tersebut. "Maka kuberi nama Yo Pit Loan."
"Ternyata begitu" Song Wan Kiauw manggut-manggut.
"Kalau engkau tidak memberinya buah Im Ko, dia pasti
tetap menjadi banci. Ya, kan?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk,
"Kalau begitu, kini kepandaiannya pasti sudah tinggi
sekali," ujar Jie Lian Ciu.
"Betul." Thio Han Liong mengangguk lagi dan
memberitahukan, "Siapa yang terkena pukulannya, pasti mati beku seperti
es." "Oh?" Jie Lian Ciu terbelalak.
"Kalau dia berubah jahat, bukankah...."
"Dia tidak akan berubah jahat, sebab pada dasarnya dia
tidak berhati jahat. Maka, aku memberinya buah Im Ko itu
untuk menolongnya," ujar Thio Han Liong dan menambahkan,
"sebetulnya dia ingin menjadi pelayanku tapi kutolak."
"Enak saja mau menjadi pelayanmu" ujar An Lok Kong Cu
tanpa sadar, dan itu membuat Jie Lian Ciu dan lainnya
tertawa gelak. "Ha ha ha Han Liong, An Lok Kong Cu cemburu lho" ujar
Song Wan Kiauw. "Lain kali engkau harus hati-hati berbicara, tangan asal
bicara" "Kakek Song" Thio Han Liong tersenyum.
"Aku berkata sesungguhnya, lagipula aku pun sudah
memberitahukan padanya bahwa aku sudah punya tunangan."
"oooh" song Wan Kiauw manggut-manggut.
"Engkau pun berterus terang pada Tong Hai sianli?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk,
"Bagus" Jie Lian ciu manggut-manggut. "sebagai lelaki
sejati harus berani berterus terang, juga tidak boleh
menyeleweng di belakang sang kekasih."
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya, Kakek Jie."
"Ha ha ha" song Wan Kiauw tertawa gelak.
"Han Liong bukan pemuda semacam itu. Kalaupun ada
bidadari turun dari kahyangan, dia pun tidak akan tergoda."
"Sebab tidak ada bidadari turun dari kahyangan, maka dia
tidak akan tergoda," ujar An Lok Kong cu.
"Tapi kalau benar ada bidadari turun dari kahyangan, dia
pasti akan tergoda."
"Adik An Lok" Thio Han Liong menggeleng-gelengkan
kepala. "Aku tidak akan begitu, engkau harus mempercayaiku."
"Kakak Han Liong" An Lok Kong cu tersenyum.
"Aku tahu engkau tidak akan begitu, ini cuma gurauan
saja." "Benar." song Wan Kiauw manggut-manggut, lalu kembali
pada pokok pembicaraan. "Kita semua sama sekali tidak tahu siapa iblis tua itu.
Mungkinkah guru tahu?" .
"Mungkin." Jie Lian ciu mengangguk.
"Maka kita harus bertanya kepada guru."
"Kalau begitu, sekarang kita menemui guru bersama Han
Liong dan An Lok Kong cu," ujar song Wan Kiauw.
"Baik," Jie Lian ciu manggut-manggut.
Mereka ke ruang meditasi. Begitu mendengar suara
langkah, Thio sam Hong yang sedang bersemadi di ruang itu
langsung membuka matanya. Ketika melihat Thio Han Liong
bersama seorang gadis, wajah guru besar itu tampak berseri.
"Guru" Jie Lian ciu dan lainnya memberi hormat, setelah itu
barulah duduk di hadapan Thio sam.
"Sucouw" panggil Thio Han Liong sambil bersujud. An Lok
Kong cu pun ikut bersujud di sisinya.
"Ha ha ha" Thio sam Hong tertawa gembira sambil
menatap An Lok Kong cu. "Engkau pasti Putri Cu Goan ciang Ya, kan?"
"Ya, sucouw." An Lok Kong cu mengangguk.
"Bagus, bagus" Thio sam Hong terus tertawa gembira.
"Aku harap masih bisa menyaksikan kalian berdua
melangsungkan pernikahan oh ya, kapan kalian berdua akan
menikah?" "Mungkin tidak lama lagi," sahut Thio Han Liong dengan
wajah agak kemerah-merahan.
"Han Liong...." Thio sam Hong tersenyum lembut.
"sebaiknya kalian berdua menikah selekasnya, sebab aku
sudah tua sekali, sewaktu-waktu pasti akan pulang ke alam
baka." "sucouw jangan berkata begitu, sucouw masih segarbugar."
"Aaaah..." Thio sam Hong menghela nafas panjang.
"Usia ku sudah seratus lebih aku sendiri pun sudah lupa
lebih berapa. Mungkin lima puluh atau lebih dari itu. Rasanya
aku cuma kuat bertahan beberapa tahun lagi."
"Guru...." Jie Lian ciu dan lainnya langsung tampak
murung. "Guru pasti bisa hidup sampai dua ratus tahun."
"Ha ha Untuk apa aku hidup terlalu lama" Bukankah akan
menyiksa diriku sendiri?" ujar Thio sam Hong, kemudian
menggeleng-gelengkan kepala.
"Sucouw," tanya Thio Han Liong mendadak.
"Pernahkah sucouw mendengar tentang seorang iblis tua
yang sekujur badannya beracun?"
"Seorang iblis tua yang sekujur badannya beracun?" tanya
Thio sam Hong dengan wajah berubah,
"iblis tua itujuga memiliki ilmu pukulan beracun?"
"Betul." Thio Han Liong mengangguk.
"Aaaah..." Thio sam Hong menghela nafas panjang,
"iblis tua itu muncul lagi dalam rimba persilatan?"
"Ya. Dia muncul bersama muridnya." Thio Han Liong
memberitahukan sambil memandang Thio sam Hong.
"Mereka berdua membunuh para murid partai besar."
"oh?" Thio sam Hong mengerutkan kening.
"Apakah murid-murid kalian juga ada yang mereka bunuh?"
"Tidak ada," sahut Jie Lian ciu, agar tidak membebani
pikiran Thio sam Hong. "Bolehkah Guru menceritakan tentang iblis tua itu?"
"Tujuh delapan tahun yang lampau, mendadak dalam
rimba persilatan muncul seorang pembunuh, yang mengaku
dirinya datang dari Ban Tok To." Thio sam Hong mulai
menceritakan. "orang itu terus membantai kaum rimba persilatan. setelah
itu secara tiba-tiba orang tersebut menghilang entah ke mana,
sehingga menimbulkan kabar berita yang tak menentu
mengenai dirinya." "Guru yakin orang itu adalah iblis tua yang baru muncul
itu?" tanya Jie Lian ciu.
"orang itu memiliki ilmu pukulan beracun, bahkan sekujur
badannya pun beracun. Maka guru yakin orang itu adalah iblis
tua yang baru muncul itu," sahut Thio sam Hong dan
menambahkan, "Dulu kepandaiannya sudah begitu tinggi, apalagi kini.
Maka, kalian harus berhati-hati menghadapinya, dan lebih baik
jangan cari urusan dengannya, sebab guru khawatir kalian
bukan lawannya." "Guru, Han Liong dapat mengalahkannya?" tanya song Wan
Kiauw mendadak. "Entahlah." Thio sam Hong menggelengkan kepala.
"Paling baik menghindarinya, agar selamat."
"Ya." Jie Lian ciu dan lainnya mengangguk.
"Apabila dia ke mari, beritahukan kepada guru" pesan Thio
sam Hong. "Biar guru yang menghadapinya. "
"Ya." Jie Lian ciu dan lainnya menganggguk lagi. Tapi
apabila iblis tua itu muncul di gunung Bu Tong, tentu mereka
tidak akan memberitahukan kepada Thio sam Hong.
"Han Liong, kapan engkau akan kembali ke Kotaraja?"
tanya Thio sam Hong. "setelah kami ke gunung Altai," jawab Thio Han Liong.
"Lho?" Thio sam Hong terbelalak.
"Mau apa engkau ke gunung Altai, yang dekat perbatasan
Mongol itu?" "Aku harus mengembalikan sebuah kitab pusaka kepada Ek
Thian" Thio Han Liong menutur tentang itu.
"oooh" Thio sam Hong manggut-manggut.
"setelah itu kalian pasti melangsungkan pernikahan,
bukan?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"setelah pernikahan, kalian akan tinggal di mana?" Thio
sam Hong memandang mereka.
"Kami akan tinggal di pulau Hong Hoang To." Thio Han
Liong memberitahukan. "Kami pun tidak akan mencampuri urusan rimba persilatan
lagi." "Bagus, bagus" Thio sam Hong manggut-manggut.
"Memang lebih baik kalian hidup tenang, damai dan
bahagia di pulau itu."
"Ya, sucouw." Thio Han Liong mengangguk,
"oh ya" Thio sam Hong menatap Thio Han Liong seraya
bertanya, "Kapan kalian berangkat ke gunung Altai?"
"Besok" jawab Thio Han Liong.
"Baiklah." Thio sam Hong manggut-manggut.
"Besok kalian boleh langsung berangkat, tidak usah
berpamit padaku" "Ya, sucouw." Thio Han Liong mengangguk,
"Aku mau beristirahat, kalian boleh meninggalkan ruang
meditasi ini," ujar Thio sam Hong sambil memejamkan
matanya. Jie Lian ciu dan lainnya segera meninggalkan ruang
meditasi itu, kembali ke ruang depan.
"Han Liong, bagaimana Yo Ngie Kuang itu?" tanya Song
Wan Kiauw setelah duduk, "Bukan Yo Ngie Kuang, melainkan Yo Pit Loan," sahut Thio
Han Liong sambil tersenyum.
"Dia pasti baik-baik saja. Namun aku tidak tahu dia berada
di mana." "Oooh" Song Wan Kiauw manggut-manggut.
"Kakak Han Liong, aku ingin sekali bertemu Yo Pit Loan."
ujar An Lok Kong cu. "Memangnya kenapa?" Thio Han Liong heran.
"ingin menyaksikan suatu keajaiban," sahut An Lok Kong
Cu sambil tersenyum. "Yaitu anak lelaki berubah menjadi anak gadis."
"Engkau...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala
sambil tersenyum. "Aku yakin kita pasti berjumpa dengannya kelak."
"Itu yang kuharapkan," ujar An Lok Kong Cu.
"Han Liong" tanya Jie Lian Ciu bergurau.
Sengkala Angin Darah 2 Raja Naga 19 Dewa Pengasih Pisau Kekasih 1
Tong." "Ya." Thio Han Liong mengangguk
"Kita harus memburu waktu, maka bagaimana kalau kita
berangkat sekarang?"
"Ng" Jie Lian ciu manggut-manggut. Mereka berpamit
kepada para ketua, lalu meninggalkan kuil siauw Lim sie
menuju gunung Bu Tong. Beberapa hari kemudian, mereka sudah tiba di gunung Bu
Tong. song wan Kiauw Jie Lian ciu Jie Thay Giam dan Thio
song Kee menemani Thio Han Liong ke ruang meditasi
menemui Thio sam Hong. Begitu memasuki ruang meditasi itu, Thio Han Liong segera
bersujud di hadapan guru besar tersebut.
"Sucouw...." "Han Liong...." Betapa girangnya Thio sam Hong.
"Duduklah" Thio Han Liong segera duduki begitu pula song wan Kiauw
dan lainnya. Thio sam Hong terus memandang pemuda itu
sambil tersenyum lembut, kemudian manggut-manggut seraya
bertanya. "Han Liong, bagaimana keadaan ayah dan ibumu?"
"Kedua orangtuaku baik-baik saja," jawab Thio Han Liong.
"Hanya... mereka merasa enggan meninggalkan pulau
Hong Hoang To." "Ngmm" Thio sam Hong manggut-manggut.
"Memang lebih baik Bu Ki dan isterinya hidup tenang di
sana. Kini aku sudah semakin tua...."
"Sucouw...." "Aaaah..." Thio sam Hong menghela nafas panjang.
"Setiap manusia harus mati, begitu pula aku. Paling lama
aku cuma bisa bertahan beberapa tahun lagi. Tapi aku merasa
puas sekali, sebab... engkau telah besar dan berkepandaian
begitu tinggi. oh ya, kenapa engkau masih belum mau kawin?"
"Sucouw...." Wajah Thio Han Liong kemerah-merahan.
"Setelah tugas-tugasku selesai, barulah aku kawin."
"Apa tugas-tugasmu itu?" tanya Thio sam Hong penuh
perhatian. "Itu...." Thio Han Liong menutur tentang janjinya kepada
Kam Ek Thian yang di gunung Altai dan Tong Hai sianli.
"Karena janji itu, aku harus mencari Yo Ngie Kuang dan
mengunjungi pulau Khong Khong To."
"Ngmm" Thio sam Hong manggut-manggut.
"Apa yang engkau janjikan, haruslah ditepati. Jangan
mencemarkan nama sendiri lantaran mengingkari janji, itu
tidak baik." "Ya, sucouw." Thio Han Liong mengangguk.
"Han Liong" Thio sam Hong tersenyum lembut.
"Setelah itu, engkau harus kawin, karena... aku ingin
menyaksikan engkau berkeluarga."
"Ya, sucouw." Thio Han Liong mengangguk lagi, wajahnya
tampak agak kemerah-merahan.
"Baiklah," ujar Thio sam Hong sambil memejamkan
matanya. "Kalian boleh meninggalkan ruang ini, aku mau
beristirahat." Thio Han Liong bersujud lagi, lalu bersama song Wan
Kiauw dan lainnya meninggalkan ruang meditasi itu, menuju
ke ruang depan. "Aaaah..." song wan Kiauw menghela nafas panjang
setelah duduk. "Suhu sudah tua sekali...."
"Oleh karena itu..." sambung Jie Lian ciu sambil
memandang Thio Han Liong.
"Setelah beres tugas-tugasmu itu, engkau harus segera
kawin." "Itu...." Thio Han Liong menundukkan kepala.
"Ya." "Han Liong" song Wan Kiauw memandangnya seraya
berkata. "Engkau harus kawin sebelum sucouwmu wafat, beliau
pasti gembira sekali menyaksikan engkau berkeluarga."
"Ya." Thio Han Liong manggut.
"Setelah semua urusan itu beres, aku... pasti kawin."
"Tentunya engkau sudah punya kekasih kan?" tanya Jie
Lian ciu sambil tersenyum.
"Ya." Thio Han Liong memberitahukan.
"Dia adalah.... An Lok Keng cu, putri Cu Goan Ciang."
"Maksudmu Putri kaisar" " Jie Lian ciu terbelalak begitu
pula yang lain. "Ayahmu setuju?"
"Setuju." Thio Han Liong mengangguk
"Syukurlah " Jie Lian ciu tersenyum.
"Apabila engkau sempat, ajaklah dia ke mari menemui
sucouwmu" "Ya." Thio Han Liong manggut-manggut dengan wajah
agak kemerah-merahan. "Han Liong " Jie Lian ciu menatapnya dalam-dalam.
"Tong Hai sianli kelihatannya amat menyukaimu. Kalau
bertemu dia engkau harus berterus terang kepadanya, bahwa
engkau sudah punya kekasih. Itu agar menghindari hal-hal
yang tak diinginkan."
"Dan..." tambah song Wan Kiauw.
"Engkau jangan menyinggung perasaannya. Apabila
perasaannya tersinggung, dia pasti menimbulkan bencana
dalam rimba persilatan Tionggoan."
"Aku akan bicara baik-baik dengannya, sama sekali tidak
akan menyinggung perasaannya," ujar Thio Han Liong.
"Bagus." song Wan Kiauw tersenyum.
"Oh ya, kenapa engkau harus mencari Yo Ngie Kuang?"
"Sebab...." Thio Han Liong menutur tentang itu.
"Maka aku harus mencarinya."
"Oooh" song Wan Kiauw manggut-manggut.
"Jadi dia mencuri kitab pusaka Lian Hoa Cin Keng milik Kam
Ek Thian?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk kemudian bangkit dari
tempat duduknya. "Aku mau mohon pamit."
"Baiklah." song Wan Kiauw manggut-manggut dan
berkesan. "Begitu semua urusanmu beres, ajaklah An Lok Kong cu ke
mari" "Ya." Thio Han Liong bersujud, lalu meninggalkan gunung
Bu Tong untuk mencari Yo Ngie Kuang.
Bab 60 Lam Khie Terkena Pukulan Beracun
Agak bingung juga Thio Han Liong melakukan perjalanan,
karena tidak tahu harus ke mana mencari Yo Ngie Kuang.
Beberapa hari kemudian, ia tiba di sebuah kota yang cukup
besar. Ketika ia sedang berjalan santai, mendadak melihat
seorang tua memasuki rumah makan.
Begitu melihat orangtua itu, Thio Han Liong segera
mengikutinya, ke dalam rumah makan tersebut.
"Pak Hong Lociancwee" seru Thio Han Liong memanggil
orangtua itu. "Han Liong" sahut orangtua itu dan tampak girang sekali,
ternyata memang Pak Hong (si Gila Dari Utara).
"Duduklah di sini"
Thio Han Liong mengangguk lalu duduk di hadapan Pak
Hong, sedangkan Pak Hong langsung memesan beberapa
macam hidangan dan arak wangi.
"Locianpwee...." Thio Han Liong tersenyum.
"Tak disangka kita berjumpa di sini."
"Sungguh kebetulan" pak Hong tertawa gembira.
"Oh ya, engkau dan Dewi Kecapi berhasil mencari Bu sim
Hoatsu?" Thio Han Liong mengangguk kemudian menutur tentang
kejadian itu sejelas-jelasnya dan Pak Hong mendengar dengan
penuh perhatian. "Aaaah...." Pak Hong menghela nafas panjang.
"Akhirnya Bu sim Hoatsu yang jahat itu mati juga Dewi
Kecapi sudah pulang ke daerahnya?"
"Dia sudah pulang ke daerahnya."
"Han Liong" Pak Hong menatapnya sambil bertanya.
"Kenapa engkau berada di kota ini" sebetulnya engkau mau
ke mana?" "Aku sedang mencari seseorang, namun tidak tahu harus
ke mana mencarinya." Thio Han Liong meng- gelenggelengkan
kepala. "Maka tanpa sengaja aku tiba di kota ini."
"Engkau mencari siapa?"
"Yo Ngie Kuang."
"Yo Ngie Kuang?" gumam Pak Hong.
"Aku tidak pernah mendengar nama tersebut. sebetulnya
siapa dia?" "Dia...." Thio Han Liong menceritakan tentang Kam Ek
Thian yang tinggal di gunung Altai.
"Yo Ngie Kuang adalah murid ayah Kam Ek Thian, namun
ketika Kam Ek Thian, dan isterinya ke Tionggoan menyusul
siauw Cui, Yo Ngie Kuang justru mencuri sebuah kitab
pusaka." "Oh?" Pak Hong terbelalak.
"Kitab pusaka apa?"
"Lian Hoa Cin Keng."
"Lian Hoa Cin Keng?" pak Hong mengerutkan kening.
"Kalau begitu, Kam Ek Thian berasal dari aliran Lian Hoa
(Bunga Teratai)?" "Ya " Thio Han Liong mengangguk
"Kok Locian-pwee tahu?"
"Guruku yang memberitahukan kepadaku." sahut Pak
Hong. "Aliran Lian Hoa itu tidak pernah memasuki daerah
Tionggoan. engkau sungguh beruntung memperoleh Thian
ciok sin sui itu" "Yaah" Thio Han Liong tersenyum.
"Kalau sebelumnya aku tidak menyelamatkan nyawa siauw
Cui, putri Kam Ek Thian, mungkin agak sulit bagiku
memperoleh Thian ciok sin sui"
"Ngmm" Pak Hong manggut-manggut.
"oh ya, aku dengar belum lama ini aliran Tong Hai
memasuki daerah , Tionggoan, bahkan berhasil mengalahkan
beberapa ketua partai besar di Tionggoan."
"Betul" Thio Han Liong mengangguk
"Engkau yang berhasil menundukkan Tong Hai sianli, maka
mereka pulang ke Tong Hai. Ya, kan?" Pak Hong tersenyum.
"Ya." "Han Liong" Pak Hong tertawa gelak.
"Secara langsung engkau telah mengharumkan rimba
persilatan Tionggoan. Aku kagum dan merasa bangga sekali."
"Locianpwee...." Thio Han Liong menghela nafas panjang.
"Karena itu, aku diundang ke pulau Khong Khong To di
pulau Tong Hai. " "oh?" Pak Hong tertegun.
"Kenapa engkau diundang ke sana?"
"Untuk menterjemahkan sebuah kitab bertulisan Thian Tok
sebab ayah Tong Hai sianli tidak mengerti tulisan Thian Tok."
"Ternyata begitu" Pak Hong tertawa.
"Terus terang aku pun tidak mengerti tulisan Thian Tok. oh
ya siapa yang mengajarmu tulisan India?"
"BuBeng siansu." Thio Han Liong memberitahukan.
"Maka aku mengerti tulisan Thian Tok."
"oooh" Pak Hong manggut-manggut.
"Kalau begitu, engkau juga bisa berbahasa Thian Tok?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk
"Hebat engkau" Pak Hong mengacungkan jempolnya ke
hadapan Thio Han Liong sambil tersenyum.
"Itu sungguh di luar dugaan, oh ya, kitab apa itu?"
"Kitab Ih Kin Keng." Thio Han Liong memberitahukan.
"Kalau tidak salah, kitab itu adalah kitab ilmu silat."
"oooh" Pak Hong manggut-manggut dan bertanya.
"Kapan engkau akan berangkat ke pulau Khong Khong To?"
"Dalam waktu tiga bulan, sebab aku masih harus mencari
Yo Ngie Kuang," jawab Thio Han Liong.
"Kalau begitu..." Wajah pak Hong berseri.
"Masih keburu."
"Maksud Locianpwee?" tanya Thio Han Liong heran.
"Han Liong" pak Hong menjelaskan.
"Aku baru datang dari Tayli, tujuanku memang
mencarimu." "Kenapa Locianpwee mencariku?"
"Aku ke Tayli menemui Lam Khie, ternyata dia...."
Pak Hong menggeleng-gelengkan kepala.
"Dia berbaring di tempat tidur...."
"Lam Khie Locianpwee sakit?" tanya Thio Han Liong
terkejut. "Dia terkena pukulan beracun," jawab Pak Hong.
"Kalau dia tidak memiliki Lweekang tinggi, mungkin telah
binasa." "Oh?" Thio Han Liong mengerutkan kening.
"Siapa yang memukulnya?"
"Dia tidak mau memberitahukan kepadaku." Pak Hong
menggeleng-gelengkan kepala.
"Katanya tiada obat yang dapat memunahkan racun itu,
dan dia hanya bisa bertahan satu bulan lagi. oleh karena itu
aku cepat-cepat kembali ke Tionggoan mencarimu. sebab aku
tahu engkau mahir ilmu pengobatan, siapa tahu engkau dapat
menyembuhkannya." "Kalau begitu, kita masih sempat ke Tayli kan?"
"Ya." "Baiklah." Thio Han Liong manggut-manggut.
"Usai makan kita langsung berangkat ke Tayli."
"Itu yang kuharapkan," sahut Pak Hong.
"Han Liong, engkau memang seorang pendekar muda yang
berhati mulia, selalu mementingkan orang lain."
Seusai makan mereka berdua lalu meninggalkan rumah
makan itu, dan langsung menuju daerah Tayli. Karena harus
memburu waktu, maka mereka menggunakan ilmu ginkang,
agar bisa tiba di Tayli selekasnya. Kira-kira sepuluh hari
kemudian, mereka berdua sudah tiba di daerah Tayli. pak
Hong mengajak Thio Han Liong ke tempat tinggal Lam Khie.
Pemandangan di tempat tinggal Lam Khie sungguh indah
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menakjubkan. sayup,sayup terdengar suara gemuruh air
terjun bagaikan alunan musik. Tak seberapa lama kemudian,
tampak sebuah gubuk di hadapan mereka.
"Itu gubuk Lam Khie." Pak Hong memberitahukan.
"Mari kita ke sana"
Thio Han Liong mengangguk dan mengikuti Pak Hong
menuju gubuk itu. Perlahan-lahan Pak Hong mendorong pintu
gubuk tersebut. Tampak Lam Khie berbaring di ranjang kayu.
"Lam Khie" seru Pak Hong.
"Aku membawa Han Liong ke mari, mudah-mudahan dia
bisa mengobatimu" "Pak Hong...." Lam Khie menggeleng-gelengkan kepala,
kemudian memandang Thio Han Liong dengan mata redup,
"Engkau...." "Locianpwee" Thio Han Liong mendekatinya, lalu
memeriksanya dengan cermat sekali.
"Untung Locianpwee memiliki Lweekang yang amat tinggi.
Kalau tidak, nyawa Locianpwee pasti sudah melayang."
katanya. "Aaaah." Lam Khie menghela nafas panjang.
"Aku... aku sudah tidak tahan lagi...."
"Han Liong, bagaimana keadaan Lam Khie, apakah masih
bisa ditolong?" "Keadaan Lam Khie Locianpwee sudah parah sekali, tapi
masih bisa ditolong." sahut Thio Han Liong memberitahukan.
"Sebab aku membawa pemunah racun yang diramu dengan
daun dan akar soat san Ling che. obat pemunah racun itu
dapat menyembuhkan Lam Khie Locianpwee."
"Oh?" Wajah Pak Hong berseri.
"Syukurlah" Thio Han Liong mengambil dua butir obat pemunah racun,
lalu dimasukkan ke mulut Lam Khie.
"Locianpwee," ujar Thio Han Liong.
"Percayalah Locianpwee pasti bisa sembuh"
Lam Khie tersenyum getir. Mendadak Thio Han Liong
membopongnya dan itu membuat pak Hong terbelalak.
"Eh" Mau dibopong ke mana?"
"Ke depan," sahut Thio Han Liong sambil membopong Lam
Khie ke halaman, lalu menaruhnya ke bawah.
"Locianpwee duduk bersila, aku akan membantu
Locianpwee mendesak ke luar racun yang di dalam tubuh
Locianpwee." "Han Liong...." Lam Khie menggeleng-gelengkan kepala
sambil duduk bersila. "Tidak mungkin aku akan sembuh...."
Thio Han Liong tersenyum. la duduk di belakang Lam Khie.
sepasang telapak tangannya ditempelkan di punggung
orangtua itu, kemudian mengerahkan Kiu Yang sin Kang ke
dalam tubuhnya. Seketika juga Lam Khie merasakan adanya aliran hangat
menerobos ke dalam tubuhnya melalui punggungnya, karena
itu, ia pun mencoba menghimpun Lwee-kangnya sambil
memejamkan matanya. Pak Hong berdiri diam di situ sambil menatap mereka
dengan penuh perhatian. Berselang beberapa saat Lam Khie
muntah. "Uaaakh Uaaakh..." Lam Khie memuntahkan cairan kehijauhijauan.
setelah itu, wajahnya yang semula agak kehijauhijauan
mulai berubah kemerah-merahan.
Setelah Lam Khie muntah, tak lama Thio Han Liong
berhenti mengerahkan Kiu Yang sin Kang lalu bangkit berdiri
"Bagaimana Han Liong?" tanya Pak Hong.
"Racun yang ada di dalam tubuh Lam Khie Locianpwee
sudah punah," jawab Thio Han Liong memberitahukan.
"Dua hari lagi Lam Khie Locianpwee pasti pulih."
"Oooh" Pak Hong menarik nafas lega.
"Syukurlah" Di saat bersamaan, Lam Khie bangkit berdiri, lalu
memandang Thio Han Liong dengan penuh rasa haru.
"Terima kasih, Han Liong," ucapnya.
"Locianpwee" Thio Han Liong tersenyum.
"Jangan berterimakasih kepadaku, tapi berterima kasihlah
kepada Pak Hong Locianpwee"
"Pak Hong, terima kasih," ucap Lam Khie.
"Ha ha ha" Pak Hong tertawa.
"Syukurlah engkau tidak mampus, aku gembira sekali"
"Pak Hong, aku telah berhutang budi kepadamu. Aku...."
"Lam Khie," potong Pak Hong.
"Jangan berkata begitu, aku merasa tidak enak"
"Locianpwee," ujar Thio Han Liong mendadak.
"Aku mohon pamit."
"Han Liong" Pak Hong melotot.
"Engkau sudah gila ya" Baru datang sudah mau pulang.
Jangan begitu" "Locianpwee..." Thio Han Liong menghela nafas panjang.
"Aku harus memburu waktu mencari Yo Ngie Kuang."
"Han Liong" Lam Khie menatapnya lembut.
"Biar bagaimanapun engkau tidak boleh begitu cepat
kembali ke Tionggoan, harus tinggal di Tayli beberapa hari."
"Tapi...." "Tidak ada tapi-tapian, pokoknya engkau harus tinggal di
Tayli beberapa hari" tandas Pak Hong.
"Locianpwee...."
"Han Liong," ujar Lam Khie.
"Aku akan mengajakmu pergi menemui Raja Tayli yaitu
Toan Hong Ya." "Aku...." "Jangan menolak Han Liong" sela Pak Hong.
"Itu tidak baik, "
"Baiklah." Thio Han Liong manggut-manggut.
"oh ya, Lam Khie Locianpwee. Siapa yang melukaimu?"
"Tan Beng Song," jawab Lam Khie sambil menarik nafas
panjang. "Adik seperguruanku."
"Oh?" Thio Han Liong dan Pak Hong tertegun.
"Kenapa dia melukai Locianpwee dengan pukulan
beracun?" "Aaaah.." Lam Khie menghela nafas panjang lagi.
"Dua puluh tahun yang lalu, aku memergokinya melakukan,
suatu kejahatan, maka aku lapor kepada guru. Karena itu, dia
diusir oleh guru. Sejak itu dia amat dendam padaku. Tak
disangka dua puluh tahun kemudian, dia justru ke mari
melukaiku." "Kepandaiannya lebih tinggi dari Locianpwee?" tanya Thio
Han Liong heran. "Yaah" Lam Khie menggeleng-gelengkan kepala.
"Dua puluh tahun lalu kepandaiannya masih di bawahku.
Namun tak disangka dua puiuh tahun kemudian,
kepandaiannya begitu tinggi. Aku... aku hanya dapat bertahan
dua puluh jurus saja."
"Lam Khie," tanya Pak Hong.
"Tahukah engkau ilmu pukulan apa itu?"
"Aku tidak tahu. Namun yang jelas ilmu pukulan itu
mengandung racun," sahut Lam Khie.
"Untung aku memiliki Lweekang sakti Hud Bun Pan Yok sin
Kang, maka aku bisa bertahan hingga saat ini. Kalau tidak,
aku pasti sudah binasa."
Bagian 31 "Ha ha ha" Pak Hong tertawa gelak.
"Engkau memang panjang umur. Kalau aku tidak berhasil
mencari Han Liong, engkau pasti binasa."
"Betul." Lam Khie manggut-manggut sambil tersenyum.
"Ayoh, mari kita masuk ke gubuk" Pak Hong dan Thio Han
Liong mengangguk, kemudian mereka bertiga masuk ke
gubuk itu. "Han Liong" Lam Khie memandangnya seraya bertanya,
"Bagaimana keadaanmu selama ini?"
"Aku...." Thio Han Liong menceritakan semua dan
menambahkan. "Kini aku harus mencari Yo Ngie Kuang dan pergi ke pulau
Khong Khong To." "Ngmm" Lam Khie manggut-manggut.
"Itu memang harus engkau laksanakan, sebab engkau telah
berjanji." "Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Han Liong" Lam Khie memberi usul. "Apabila dalam waktu
dua bulan engkau tidak berhasil mencari Yo Ngie Kuang, maka
engkau harus pergi ke pulau Khong Khong To."
"Betul." Thio Han Liong manggut-manggut.
"Terimakasih atas petunjuk Locianpwee."
Mereka bertiga terus bercakap-cakap. Tak terasa hari
sudah gelap. Dua hari kemudian, Lam Khie sudah pulih. la
mengajak Pak Hong dan Thio Han Liang ke istana Tayli
menemui Toan Hong Ya. Dengan penuh kegembiraan dan kehangatan Raja Tayli
menyambut kedatangan mereka, lalu mempersilakan mereka
duduk, dan para dayang segera menyuguhkan arak wangi.
"Ha ha ha" Toan Hong Ya tertawa gembira sambil
mengangkat cawannya.. "Mari kita bersulang"
Mereka bersulang sambil tertawa. setelah itu Lam Khie
berkata memberitahukan kepada Raja Tayli.
"Han Liong mahir ilmu pengobatan. Kalau Pak Hong tidak
membawanya ke tempat tinggalku, aku... aku pasti sudah
binasa." "Lho?" Toan Hong Ya terkejut.
"Kenapa?" "Sebab aku terkena pukulan beracun...." Lam Khie menutur
tentang kejadian itu. "Kini aku telah pulih berkat jasa Han Liong."
"Oooh" Toan Hong Ya manggut-manggut.
"Sungguh di luar dugaan, padahal Han Liong masih muda"
"Kepandaiannya amat tinggi," sambung pak Hong.
"Kami berdua bukan tandingannya."
"oh?" Toan Hong Ya tampak kurang percaya.
"Benarkah itu?"
"Benar." Lam Khie manggut-manggut.
"Kepandaiannya memang amat tinggi sekali."
"Bukan main" Toan Hong Ya semakin kagum pada Thio
Han Liong. Di saat bersamaan, tampak seorang dayang tergopohgopoh
memasuki ruang itu dengan wajah pucat pasi.
"Hong Ya" lapor dayang itu.
"Penyakit Putra Mahkota kambuh, sekujur badannya dingin
sekali" "Cepat panggil tabib" sahut Toan Hong Ya.
"Tabib istana sedang bepergian...."
"Hah?" Wajah Toan Hong Ya langsung berubah pucat pias,
kemudian bangkit berdiri dan berjalan mondar-mandir sambil
bergumam. "Celaka Betul-betul celaka"
"Hong Ya," ujar Pak Hong.
"Bagaimana kalau Han Liong yang memeriksa Putramu
itu?" "Itu...." Toan Hong Ya memandang Thio Han Liong.
"Hong Ya," ujar Thio Han Liong sungguh-sungguh.
"Aku bersedia mengobati Putra Hong Ya."
"Baik." Toan Hong Ya manggut-manggut.
"Mari ikut aku ke kamar Putraku"
Toan Hong Ya melangkah ke dalam diikuti Lam Khie, Pak
Hong dan Thio Han Liong. Tak lama kemudian, sampailah mereka di sebuah kamar.
Para dayang yang berdiri di sana segera memberi hormat,
Toan Hong Ya segera melangkah ke dalam dan diikuti Lam
Khie, Pak Hong dan Thio Han Liong.
"Putraku...." Toan Hong Ya menghampiri Toan Chuan Ke
yang berbaring di tempat tidur. Anak itu berusia sekitar dua
belas tahun, badannya kurus sekali.
"Bagaimana keadaanmu?"
"Ayahanda, ananda...." Toan chuan Kie menatap Toan
Hong Ya dengan mata redup,
"Hong Ya," tanya Thio Han Liong.
"Bolehkah aku mulai memeriksanya?"
"Silakan" sahut Toan Hong Ya.
Thio Han Liong mulai memeriksa nadi Toan chuai Kie.
Kemudian keningnya tampak berkerut-kerut. Lama sekali
barulah ia berhenti memeriksanya.
"Han Liong..." tanya Toan Hong Ya cemas.
"Bagai mana keadaan Putraku?"
"Hong Ya," Thio Han Liong memberitahukan.
"Kalau Lam Khie Locianpwee tidak mengajakku ke mari
putra Hong Ya pasti tidak tertolong."
"oh?" Toan Hong Ya menatapnya.
"Kalau begitu.."
"Hong Ya tidak usah cemas." Thio Han Liong KM senyum.
"Aku sanggup menyembuhkan penyakitnya."
"Han Liong," tanya Toan Hong Ya.
"sebetulnya Putraku mengidap penyakit apa" Kenapa tabib
istana dan tabib lain tidak mengetahuinya?"
"Putra Hong Ya mengidap penyakit Hian Thian pui Cok
(Kekurangan Hawa Hangat) di dalam tubuhnya sehingga
tubuhnya kian hari kian bertambah lemah." Thio Han Liong
memberitahukan. "itu adalah penyakit bawaan lahir, lagipula Putra Hong Ya
lahir tujuh bulan. Karena itu, kondisi badannya amat lemah
ketika lahir." "Betul." Toan Hong Ya manggut-manggut.
"Karena itu, maka sejak lahir putra Hong Ya sudah
diberikan obat kuat yang tidak cocok dengan tubuhnya maka
membuat tubuhnya sering kedinginan ketika ia mulai tumbuh
besar." Thio Han Liong menjelaskan.
"oh karena itu, tubuhnya harus diisi dengan hawa hangat"
"Han Liong..." ujar Toan Hong Ya.
"Tolonglah Putraku"
"Ng" Thio Han Liong mengangguk, lalu membuka baju
Toan chuan Kie. setelah itu, sepasang telapak tangannya
ditempelkan pada pusar anak itu, sekaligus mengerahkan Kiu
Yang sin Kang ke dalam tubuhnya.
Toan Hong Ya, Lam Khie dan Pak Hong terus
memperhatikan. Berselang beberapa saat, wajah Toan chuan
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kie yang pucat pias tampak mulai memerah, bahkan tubuhnya
tidak menggigil lagi. Betapa girangnya Toan Hong Ya menyaksikan keadaan
putranya begitu pula Lam Khie dan Pak Hong.
Thio Han Liong tampak tersenyum, kemudian berhenti
mengerahkan Kiu Yang sin Kangnya.
"Adik kecil," ujarnya lembut.
"Engkau jangan khawatir, sebab kini engkau sudah
sembuh, hanya masih harus makan obat."
"Terimakasih," ucap Toan chuan Kie.
Thio Han Liong segera membuka resep. lalu diberikan
kepada Toan Hong Ya. "Beli tiga bungkus saja. setelah makan obat itu, Putra Hong
Ya pasti sehat seperti anak lain." katanya.
"Terimakasih, Han Liong," ucap Toan Hong Ya sambil
menerima resep itu "Terimakasih...."
"Ayahanda" panggil Toan chuan Kie sambil bangun.
"Ananda sudah tidak merasa dingin lagi."
"Jangan bangun, Nak Tetaplah berbaring di tempat tidur
saja" ujar Toan Hong Ya.
"Tidak apa-apa, Hong Ya," sela Thio Han Liong.
"Dia memang harus bergerak, tidak boleh terus berbaring
di tempat tidur." "oooh" Toan Hong Ya manggut-manggut.
"Kakak..." Toan chuan Kie mendekati Thio Han Liong.
"Kakak sungguh hebat, aku ingin seperti Kakak"
"Bagus" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Kalau begitu engkau harus berguru kepada Lam Khie
Locianpwee." "Ya." Toan chuan Kie mengangguk.
"Han Liong" Lam Khie heran.
"Kenapa engkau menyuruh dia berguru kepadaku?"
"sebab Locianpwee memiliki ilmu Hud Bun Pan Yok sin
Kang, yang amat bermanfaat bagi tubuhnya."
"oooh" Lam Khie manggut-manggut.
"Ternyata begitu Baiklah aku pasti menerimanya sebagai
murid." "Ha ha ha" Toan Hong Ya tertawa gelak.
"Engkau memang saudaraku yang baik Ha ha ha..."
"Aaah..." Lam Khie menghela nafas panjang.
"Tidak percuma aku mengajak Han Liong ke mari. Dia
menyelamatkan nyawaku dan nyawa Chuan Kie. Kita
berhutang budi kepadanya."
"Lam Khie Locianpwee, jangan berkata begitu" ujar Thio
Han Liong cepat. "Aku... aku menjadi tidak enak"
"Ha ha ha" Toan Hong Ya tertawa terbahak-bahak
"Han Liong, kami memang berhutang budi kepadamu"
"Hong Ya" Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Jangan berkata begitu. Menolong sesama manusia adalah
tugas kita bersama."
"Bagus, bagus" Toan Hong Ya manggut-manggut
"Kalau aku memberimu uang emas atau uang perak
tentunya engkau akan menolak. Ya kan?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Karena itu..." ujar Toan Hong Ya serius.
"Aku akan menghadiahkan suatu benda kepadamu. Itu
hadiah dari Raja Bhutan untukku. Namun alangkah baiknya ku
hadiahkan kepadamu."
"Hong Ya...." "Engkau jangan menolak, sebab engkau mahir ilmu
pengobatan, maka benda itu amat berguna bagimu." seru
Toan Hong Ya. "Hong Ya," tanya Pak Hong.
"sebetulnya engkau ingin menghadiahkan apa kepada Han
Liong?" "Im Ko (Buah Yang Mengandung Hawa Dingin" jawab Toan
Hong Ya memberitahukan. "Hadiah dari Raja Bhutan, kini akan kuhadiahkan kepada
Han Liong." "Im Ko?" Thio Han Liong terperanjat.
"Itu buah yang langka, tergolong buah ajaib pula."
"BetuL" Toan Hong Ya manggut-manggut
"Raja Bhutan pun memberitahukan kepadaku. Namun
beliau sama sekali tidak tahu cara makannya, maka buah itu
beliau hadiahkan kepadaku."
"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Akupun tidak tahu khasiat buah itu, jadi lebih baik
kuhadiahkan kepadamu saja," ujar Toan Hong Ya sambil
tersenyum. "sebab engkau mahir ilmu pengobatan tentunya tahu harus
diapakan buah itu." "Tapi...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Buah itu amat berharga, lebih baik Toan Hong Ya
menyimpannya." "Percuma." Toan Hong Ya menggeleng-gelengkan kepala.
"sudah hampir sepuluh tahun aku menyimpan buah lm Ko
itu, buktinya tidak bermanfaat bagiku. oleh karena itu,
alangkah baiknya kuhadiahkan kepadamu."
"Tapi...." "Han Liong," desak Lam Khie.
"Engkau tidak boleh menolak, sebab kemungkinan besar
ada gunanya engkau menyimpan buah itu."
"Baiklah." Thio Han Liong mengangguk.
"Aku akan ke kamarku mengambil buah itu," ujar Toan
Hong Ya lalu berjalan ke kamarnya. Tak seberapa lama
kemudian ia sudah kembali dan membawa sebuah kotak kecil.
"Han Liong, buah itu kusimpan di dalam kotak kecil ini.
Terimalah" "Terimakasih, Hong Ya," ucap Thio Han Liong sambil
menerima kotak kecil itu, kemudian disimpan di dalam
bajunya. "Han Liong," tanya Pak Hong ingin mengetahuinya.
"Bolehkah engkau memberitahukan tentang khasiat obat
itu?" "Khasiatnya mempertinggi Lweekang orang yang belajar lm
Kang (Tenaga Yang Mengandung Hawa Dingin)."
"Itupun harus tahu dosisnya, sebab kalau kelebihan dosis,
orang tersebut akan berubah jadi banci."
"oh?" Pak Hong terbelalak.
"Bagaimana kalau wanita yang memakannya?"
"Apabila kelebihan dosis, maka seumur hidup wanita itu
tidak bisa punya anak, maka harus tahu jelas mengenai itu."
Thio Han Liong menjelaskan.
"Aku tahu tentang buah itu dari BuBeng siansu."
"oooh" Pak Hong manggut-manggut.
"Han Liong, sungguh luas pengetahuanmu Aku semakin
kagum pada mu. " "Locianpwee...." Wajah Thio Han Liong tampak kemerahmerahan.
"Jangan terlampau memuji diriku"
"Engkau memang luar biasa." Pak Hong menggelenggelengkan
kepala. "Engkau mahir silat, sastra dan lain sebagainya. Itu
membuat kami kagum sekali."
"Betul." Toan Hong Ya manggut-manggut.
"Han Liong, boleh dikatakan engkau Pendekar sakti."
"Hong Ya...." Thio Han Liong menundukkan kepala.
"Han Liong," Lam Khie menepuk bahunya.
"Engkau memang pemuda yang baiki sama sekali tidak
bersifat angkuh. Aku salut kepadamu, sungguh"
"Locianpwee...." Thio Han Liong mendongakkan kepalanya,
kemudian memandang Toan Hong Ya seraya berkata.
"Hong Ya, aku mau mohon pamit."
"Apa?" Toan Hong Ya terbelalak.
"Kenapa begitu cepat?"
"Sebab aku harus cepat-cepat kembali ke Tionggoan
mencari seseorang. setelah itu, aku masih memburu waktu
untuk ke Tong Hai." Thio Han Liong memberitahukan.
"Oleh karena itu, aku harus mohon pamit sekarang."
"Han Liong, bagaimana kalau engkau berangkat esok saja
agar kita bisa mengobrol malam ini?" kata Toan Hong Ya
dengan tersenyum. Thio Han Liong berpikir sejenak, kemudian
mengangguk, "Ya, Hong Ya." "Ha ha ha" Toan Hong Ya tertawa gembira. "Pokoknya
malam ini aku harus menjamu kalian Ha ha ha..."
Malam harinya, Toan Hong Ya menjamu mereka bertiga,
bahkan perjamuan itu dimeriahkan pula dengan musik dan
berbagai tarian. Keesokan harinya, berangkatlah Thio Han
Liong kembali ke Tionggoan.
Bab 61 Berlayar Ke Pulau Khong Khong To
Begitu tiba di Tionggoan, Thio Han Liong langsung mencari
Yo Ngie Kuang. Namun sudah dua bulan ia mencari ke sana ke
mari, sama sekali tidak menemukan jejak pemuda itu.
Akhirnya ia mengambil keputusan untuk berangkat ke pesisir
Timur, untuk berlayar ke pulau Khong Khong To.
Oleh karena itu, ia mulai melakukan perjalanan ke Timur
Justru sungguh di luar dugaan, di tengah perjalanan ia
berjumpa dengan Ouw Yang Bun, yang sedang mencari
putrinya. "Saudara Han Liong...." Betapa gembiranya Ouw Yang Bun.
"Tak disangka kita berjumpa di sini"
"Saudara Ouw Yang Bun" Thio Han Liong tersenyum,
kemudian memegang bahunya seraya bertanya,
"Bagaimana keadaanmu selama ini?"
"Baik-baik saja. Bagaimana keadaanmu?"
"Aku pun baik-baik saja." Thio Han Liong memandangnya
seraya berkata. "Sungguh kebetulan kita berjumpa di sini"
"oh ya, Aku...." Wajah Ouw Yang Bun tampak murung
sekali. "Belum berhasil menemukan putriku, dia entah di mana?"
"Justru aku akan katakan barusan sungguh kebetulan kita
berjumpa di sini," sahut Thio Han Liong.
"Sebab aku akan menyampaikan kabar berita kepadamu
mengenai putrimu itu."
"Oh" Engkau tahu dia berada di mana?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk dan memberitahukan.
"Bu sim Hoatsu telah binasa, namun putrimu tidak
bersamanya...." Thio Han Liong menutur tentang semua itu. Ouw Yang Bun
mendengar dengan penuh perhatian dan wajahnya mulai
tampak berseri. "oooh" la menarik nafas lega.
"Jadi kini Putriku berada di gunung Altai?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Engkau boleh ke sana menengoknya."
"Saudara Han Liong...." Ouw Yang Bun menatap haru.
"Terimakasih...."
"Kalau engkau bertemu Paman Kam Ek Thian tolong
memberitahukan bahwa aku masih terus mencari Yo Ngie
Kuang" pesan Thio Han Liong.
"Ya." Ouw Yang Bun mengangguk.
"oh ya, kalau engkau bertemu guruku, tolong beritahukan
bahwa aku sedang pergi ke gunung Altai"
"Baik," Thio Han Liong manggut-manggut.
"Maaf, aku harus melanjutkan perjalanan"
"Saudara Han Liong, aku berhutang budi kepadamu," ujar
Ouw Yang Bun. "Mudah-mudahan kelak aku dapat membalas sampai
jumpa" Ouw Yang Bun melesat pergi, sedangkan Thio Han Liong
menarik nafas lega lalu melanjutkan perjalanannya .
Sementara Ouw Yang Bun terus melakukan perjalanan ke
gunung Altai. Tujuh delapan hari kemudian, ia sudah tiba di
kaki gunung itu Ketika ia sedang mendaki, mendadak muncul
dua wanita menghadangnya. Mereka ternyata Yen Yen dan
lng lng. "Berhenti" bentak Yen Yen sambil menatapnya tajam.
"Siapa engkau dan ada apa datang ke mari?"
"Maaf" Ouw Yang Bun segera memberi hormat.
"Namaku Ouw Yang Bun. Kebetulan aku berjumpa Thio
Han Liong. Dia menyuruhku ke mari menengok putriku."
"Oh?" Yen Yen mengerutkan kening.
"Putrimu bernama ouw Yang Hui sian?"
"Betul, betul." Wajah Ouw Yang Bun langsung berseri.
"Mari ikut kami ke puncak" ajak Yen Yen.
Mereka lalu melesat ke puncak gunung itu dan tak
seberapa lama kemudian mereka sudah tiba di sana. Yen Yen
dan lng lng mengajaknya masuk ke rumah Kam Ek Thian.
"Silakan duduk" ucap Yen Yen.
"Aku akan melapor dulu. Engkau tunggu di sini, jangan ke
mana-mana" "Ya." Ouw Yang Bun duduk,
Yen Yen masuk ke dalam, namun tidak lama kemudian
sudah kembali bersama Kam Ek Thian dan Lie Hong suan.
Ouw Yang Bun segera bangkit dari tempat duduknya dan
langsung memberi hormat kepada mereka.
"Silakan duduk" ucap Kam Ek Thian sambil duduk dan Lie
Hong suan duduk di sisinya.
"Terimakasih," ucap Ouw Yang Bun sambil duduk,
"Engkau Ouw Yang Bun, ayah ouw Yang Hui sian?" tanya
Kam Ek Thian. "Ya." Ouw Yang Bun mengangguk.
"Aku bertemu Thio Han Liong. Dia yang memberitahukan
kepadaku maka aku ke mari."
"oooh" Kam Ek Thian manggut-manggut.
"oh ya" Ouw Yang Bun memberitahukan.
"Dia menyuruhku bilang kepada Tuan bahwa dia masih
terus mencari Yo Ngie Kuang."
"Ngmm" Kam Ek Thian manggut-manggut lagi, kemudian
memandang Yen Yen seraya berkata,
"Bawa Hui sian ke mari"
"Ya." Yen Yen segera masuk ke dalam. Tak seberapa lama
kemudian, wanita itu sudah kembali bersama ouw Yang Hui
sian dan Kam siauw Cui. Begitu melihat Ouw Yang Bun, gadis
kecil itu langsung berseru sambil berlan lari menghampirinya.
"Ayah Ayah" "Nak" Mata Ouw Yang Bun bersimbah air. la memeluk
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
putrinya erat-erat lalu membelainya dengan penuh kasih
sayang. "Nak.." "Ayah..." seru Hui sian terisak-isak.
"Paman dan Bibi yang menyelamatkanku dari tangan
pendeta jahat itu " "Ayah sudah tahu." Ouw Yang Bun terus membelai nya.
"Ayah gembira sekali."
"Paman mau membawa Adik Hui sian pulang ke
Tionggoan?" tanya Kam siauw Cui mendadak.
"Tidak." Ouw Yang Bun menggelengkan kepala.
"Dia boleh tetap tinggal di sini menemanimu. "
"oh?" Wajah Kam siauw Cui berseri.
"Terimakasih, Paman."
"Ouw Yang Bun" Kam Ek Thian menatapnya.
"Engkau masih ingin kembali ke Tionggoan?"
"Tuan, sebetulnya aku sudah bosan berkecimpung dalam
rimba persilatan, maka kalau Tuan mengijinkan, aku... aku
ingin tinggal di sini," jawab Ouw Yang Bun sungguh-sungguh
dan menambahkan. "Pemandangan di sini amat indah sekali. Di sini merupakan
tempat tinggal yang tenang dan damai."
"oh?" Kam Ek Thian tersenyum.
"Betulkah engkau ingin tinggal di sini?"
"Ya." Ouw Yang Bun mengangguk.
"Baiklah." Kam Ek Thian manggut-manggut.
"Engkau boleh tinggal di sini."
"Terimakasih Tuan, terimakasih," ucap Ouw Yang Bun
dengan rasa haru. "Ayah" Betapa gembiranya ouw Yang Hui sian. Kemudian
gadis kecil itu pun mengucapkan terimakasih kepada Kam Ek
Thian dan Lie Hong suan. "Terima kasih, Paman, terimakasih Bibi."
"Ha ha ha" Kam Ek Thian tertawa gembira, lalu
memandang Lie Hong suan seraya berkata,
"isteriku, mudah-mudahan Han Liong dapat mencari Yo
Ngie Kuang secepatnya, jadi urusan itu tidak terus terganjel
dalam hati kita" "Ya." Lie Hong suan manggut-manggut.
"Aku yakin Han Liong pasti berhasil mencari Yo Ngie Kuang,
aku yakin itu." "Kalau kitab itu sudah kembali ke tangan kita, tentu kita
dapat berlega hati," ujar Kam Ek Thian.
"Mudah-mudahan Han Liong dapat membujuknya
mengembalikan kitab itu"
"Mudah-mudahan" sahut Lie Hong suan dan mengusulkan.
"Suamiku, setelah kitab itu dikembalikan, alangkah baiknya
di bakar saja." "Betul." Kam Ek Thian manggut-manggut.
"Aku setuju. Kitab itu memang harus dibakar, agar tidak
menimbulkan masalah lagi."
Sementara itu, Thio Han Liong telah tiba di pesisir Timur.
Tampak beberapa buah kapal berlabuh di sana. Thio Han
Liong mendekati salah sebuah kapal tersebut. Di saat
bersamaan, muncul beberapa orang menghampirinya.
"Siapa saudara, mau apa ke mari?" tanya salah seorang
dari mereka sambil menatapnya dengan penuh perhatian.
"Namaku Thio Han Liong. Aku ke mari mencari orang yang
bersedia mengantarku ke pulau Khong Khong To."
"oooh" Mereka segera memberi hormat.
"Ternyata Thio siauhiap Maaf, kami tidak mengetahuinya "
"Tidak apa-apa." Thio Han Liong tersenyum.
"Thio siauhiap." salah seorang memberitahukan.
"Sudan dua bulan lebih kami menunggu di sini, itu adalah
perintah dari sianli."
"Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Saudara-saudara, apakah kalian sudi mengantarku ke
pulau Khong Khong To?" tanyanya.
"Itu memang tugas kami," sahut salah seorang itu sambil
tertawa. "Thio siauhiap. mari ikut kami ke kapal."
" Ya." Thio Han Liong, mengangguk, lalu mengikuti mereka
ke kapal. Berselang beberapa saat kemudian, tampak sebuah kapal
mulai meninggalkan pesisir itu. setelah berlayar dua hari,
barulah kapal itu sampai di pulau Khong Khong To.
Sebelum berlabuh, salah seorang awak kapal memasang
kembang api, kemudian kembang api itu meluncur ke atas.
Thio Han Liong tahu ilu merupakan suatu tanda untuk pihak
Khong Khong To. Ketika kapal berlabuh, Thio Han Liong melihat belasan
orang berdiri di darat. Tampak pula Tong Hai sianli berdiri di
sana dengan wajah cerah ceria.
"Mari kita turun" ajak salah seorang sambil tersenyum.
"Sianli sudah menunggu di sana."
Thio Han Liong mengangguk dan sekaligus meloncat turun
ke hadapan Tong Hai sianli. Betapa kagumnya pihak Khong
Khong To, sebab dengan jarak hampir tiga puluh depa Thio
Han Liong hanya sekali meloncat sudah sampai di hadapan
Tong Hai sianli. "Han Liong...." Tong Hai sianli memandangnya dengan
mata berbinar-binar. "Sudah lama aku menunggu kedatanganmu."
"Maaf." ucap Thio Han Liong.
"Karena ada sedikit halangan, maka aku terlambat datang."
"Aku kira engkau ingkar janji," bisik Tong Hai sianli.
"Kalau dalam bulan ini engkau belum datang, aku pasti ke
Tionggoan." "Aku tidak akan ingkar janji," sahut Thio Han Liong sambil
tersenyum dan menambahkan.
"Apa yang telah kujanjikan, pasti kutepati."
"Bagus" Tong Hai sianli sok Ceng manggut-manggut.
"Aku paling senang pemuda yang bersifat demikian."
"Oh?" Thio Han Liong tersentak.
"Sok Ceng...." "Eh" Aku...." Wajah Tong Hai sianli kemerah-merahan,
kemudian menundukkan kepala.
"Sok Ceng," ujar Thio Han Liong.
"Tolong antar aku menemui ayahmu agar urusanku di sini
cepat beres" "Baik." Tong Hai sianli mengangguk, lalu mengantar Thio
Han Liong ke tempat tinggalnya.
Gadis itu berjalan dengan santai sekali, bahkan sesekali ia
pun mencuri meliriknya. "Sungguh indah pemandangan di sini dan hawa udaranya
pun amat sejuk menyegarkan" ujar Thio Han Liong sambil
menarik nafas dalam-dalam menghirup udara.
"Engkau suka pulau ini?" tanya Tong Hai sianli mendadak.
"Suka." Thio Han Liong mengangguk,
"Kalau begitu...." Tong Hai sianli mengerlingnya.
"Engkau boleh tinggal di sini."
"Itu tidak mungkin, sebab aku masih ada urusan di
Tionggoan." sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.
"Han Liong...." Tong Hai sianli ingin mengatakan sesuatu,
namun ditelan kembali dan wajahnya tampak kemerahmerahan.
"Ya, ada apa?" sahut Thio Han Liong.
"Ti... tidak." Tong Hai sianli agak tergagap.
"Maksudku... ayahku pasti gembira sekali atas
kedatanganmu." "oh?" Thio Han Liong tersenyum.
Berselang beberapa saat, terlihat sebuah bangunan yang
amat besar dan indah sekali dan belasan penjaga berdiri di
depan pintu pagar. Begilu melihat Tong Hai sianli, mereka
segera memberi hormat. "Sianli, Tocu (Majikan Pulau) sudah menunggu di ruang
depan." Tong Hai sianli manggut-manggut, kemudian memandang
Thio Han Liong seraya berkata,
"Mari kita masuk."
"Ya." Thlo Han Llong mengangguk.
Setelah melewati halaman yang amat luas, barulah sampai
di depan rumahnya. sambil tersenyum Tong Hai sianli
mengajak Thio Han Liong masuk. para penjaga langsung
memberi hormat, lalu memandang Thio Han Liong seraya
berkata. "Silakan masuk Tuan Muda Thlo"
"Terima kasih" ucap Thio Han Liong lalu mengikuti Tong
Hai sianli masuk ke dalam.
Tampak seorang lelaki berusia enam puluhan duduk di
sana. Ketika melihat Thio Han Liong lelaki itu tertawa gelak.
"Locianpwee, terimalah hormatku" ucap Thio Han Liong
sambil memberi hormat kepada lelaki tua itu.
"Ha ha ha" Lelaki tua itu ternyata Tong Hay sianjin, ayah
Tong Hay sianli. "Silakan duduk"
"Terimakasih" ucap Thio Han Liong sambil duduk,
"Ayah, dia adalah Thio Han Liong." Tong Hai sianli
memperkenalkan. "Han Liong, orangtua ini adalah ayahku."
Thio Han Liong manggut-manggut, sedangkan Tong Hai
sianjin terus tertawa gelak.
"Ha ha ha Ayah sudah tahu Ayah sudah tahu." Tong Hai
sianli memandang Thio Han Liong dengan penuh perhatian.
"Bagus, bagus Memang tampan dan sopan santun Ha ha
ha..." "Ayah...." Wajah Tong Hai sianli memerah.
"Ngmmm" Tong Hai sian jin manggut-manggut.
"Tong Hai sianli, memang aku yang mengutusnya ke
Tionggoan. Tapi... dia malah membuat onar di sana."
"Ayah" Tong Hai sianli cemberut.
"Aku tidak membuat onar di sana, melainkan menuruti
perintah Ayah." "Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa terbahak-bahak.
"Kalau Thio Han Liong tidak muncul menundukkanmu,
bukankah engkau akan bertambah angkuh?"
"Ayah...." Tong Hai sianli membanting-banting kaki.
"Han Liong memang berkepandaian tinggi, dia dapat
mengalahkanku." "Ngmm" Tong Hai sianjin manggut-manggut, kemudian
menatap Thio Han Liong seraya bertanya,
"Han Liong, siapa orangtuamu?"
"Ayahku bernama Thio Bu Ki, ibuku bernama Thio Beng."
"Hah?" Tong Hai sianjin terbelalak.
"Thio Bu Ki, ketua Beng Kauw itu ayahmu?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Pantas engkau berkepandaian begitu tinggi, ternyata
engkau Putra Thio Bu Ki"
"Tocu kenal ayahku?"
"Aku tidak pernah ke Tionggoan, bagaimana mungkin aku
kenal ayahmu" Tapi... aku pernah mendengar mengenai sepak
terjang ayahmu. Dia seorang pahlawan yang merobohkan
Dinasti Goan (Mongol). sudah lama kudengar nama besar
ayahmu. Kini ayahmu berada di mana?"
"Tinggal di culau Hong Hoang To di laut Pak Hai." .
"Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa.
"Aku tinggal di pulau Khong Khong To di Tong Hai, dia
tinggal di culau Hong Hoang To di Pak Hai. Itu sungguh cocok
sekali Ha ha ha..." "Tocu...?" Thio Han Liong heran akan ucapan Tong Hay
sianjin. "Han Liong," tanya Tong Hay sianjin.
"Tahukah engkau apa sebabnya kami mengundangmu ke
mari?" "Tahu." Thio Han Liong mengangguk.
"Untuk menterjemahkan sebuah kitab yang bertulisan Thian
Tok" "Betul." Tong Hay sianjin manggut-manggut.
"Selain itu akupun ingin menguji kepandaianmu. "
"Tocu...." Thio Han Liong mengerutkan kening.
"Jangan menolak" ujar Tong Hay sianjin sambil tersenyum.
"Aku akan mengujimu dengan tiga jurus pukulan, engkau
boleh menangkis dan menyerangku pula."
"Tocu...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Engkau tidak boleh menolak, sebab kalau engkau
menolak, sama saja tidak menghargaiku," tandas Tong Hai
Sianjin. "Harap engkau mengerti"
"Baiklah." Thio Han Liong mengangguk.
"Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa gembira.
"Bagus, bagus. Mari kita ke tengah-tengah ruangan.
Thio Han Liong mengangguk, kemudian mereka berdua
bangkit berdiri dan berjalan ke tengah-tengah ruangan.
Mereka berdua berdiri berhadap-hadapan. Kemu-dian Tong
Hai Sianjin tersenyum seraya berkata.
"Cara kita bertanding begini saja," usul Tong Hai sianjin.
"Aku menyerangmu tiga jurus, setelah itu barulah engkau
menyerangku tiga jurus juga."
"Baik" Thio Han Liong mengangguk dan bertanya.
"Bolehkah berkelit?"
"Tentu boleh." Tong Hai sianjin manggut-manggut.
"Bahkan juga boleh menangkis."
"Kalau begitu...," ujar Thio Han Liong.
"Silakan Tocu menyerang lebih dulu aku akan berusaha
berkelit atau menangkis"
"Hati-hati" Tong Hai sianjin mengerahkan Lwee-kangnya,
sehingga wajahnya tampak memerah.
Thio Han Liong pun segera mengerahkan Kiu Yang sin
Kang. la tahu bahwa Tong Hat sianjin berkepandaian amat
tinggi, lagiputa tidak main-main.
"Jurus pertama" seru Tong Hai sianjin sambil menyerang.
Betapa dahsyatnya serangan itu sehingga menimbulkan
suara menderu- deru bagaikan ombak.
Terkejut juga Thio Han Liong akan serangan itu maka
segeralah ia meloncat mundur. Akan tetapi, di saat ia
meloncat mundur, di saat itu pula Tong Hai sianjin sudah
menyerangnya dengan jurus ke dua, membuat Thu Han Liong
tidak sempat berkelit, namun masih sempat baginya
mengerahkan Kian Kun Taylo sin Kang, lalu menangkis
serangan itu dengan jurus Kian Kun Taylo Bu Pien ( Alam
semesta Tiada Batas). Blaaam Terdengar suara benturan yang
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memekak kan telinga. Tong Hai Sianjin terhuyung-huyung ke belakang beberapa
langkah, sedangkan Thio Han Liong hanya mundur dua
langkah. Itu sungguh mengejutkan para penonton. Bahkan
Tong Hai sianli, nyaris menjerit saking terkejutnya.
"Bukan main" ujar Tong Hai sianjin setelah berdiri tegak.
"Han Liong, engkau sungguh hebat. Pantas putriku kalah
menghadapimu Nah ini jurus ke tiga Hati-hati lah"
Thio Han Liong mengangguk, Di saat bersamaan Tong Hai
sianjin menyerangnya dengan sepenuh tenaga Thio Han Liong
ingin berkelit, tapi terlambat sehingga ia terpaksa menangkis
serangan yang amat dahsyat itu. Menggunakan jurus Kian Kun
Taylo Kwi Cong (segala Galanya Kembali Ke Alam semesta).
Blaaammmm.. .Terdengar suara benturan yang amat keras,
bahkan terasa bergoncang pula ruangan itu
Blaaammmm Thio Han Llong terhuyung ke belakang,
sedangkan Tong Hal sianjin terpental hampir tujuh depa.
Namun setelah itu, ia masih dapat berdiri tegak.
"Ayah..." seru Tong Hai sianli sambil melesat ke ayahnya.
"Ayah terluka?"
"Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa gelak.
"Kalau Han Liong tidak bermurah hati kepada ayah, saat ini
ayah pasti sudah terkapar jadi mayat."
"Ayah...." Tong Hai sianli menarik nafas lega.
"Syukurlah Ayah tidak terluka sama sekali"
"Tocu" Thio Han Liong mendekatinya sambil memberi
hormat. "Aku... aku mohon maaf"
"Tidak apa-apa." Tong Hai sianjin tersenyum dan
memandangnya dengan penuh kekaguman.
"Engkau sungguh hebat, maka engkau tidak perlu
menyerangku lagi, aku pasti tak kuat menangkis
seranganmu." "Tocu...." Thio Han Liong merasa tidak enak dalam hati.
"Sekali lagi aku mohon maaf...."
"Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa gelak.
"Jangan merasa tidak enak dalam hati, sebab aku yang
mendesak mu bertanding tiga jurus"
"Han Liong...." wajah Tong Hai sianli berseri-seri
"Tak kusangka engkau dapat mengalahkan ayahku."
"Aku...." Thio Han Liong menundukkan kepala.
"Mari kita kembali ke tempat duduk" ajak Tong Hai sianjin.
Mereka kembali ke tempat duduk. Tong Haisianpr
menatapnya dengan penuh kekaguman.
"llmu apa yang engkau gunakan tadi?"
"Kian Kun Taylo sin Kang."
"Siapa yang mengajarmu?"
"BuBeng siansu."
"Han Liong...." Tong Hai sianjin menghela napas panjang.
"Sungguh hebat ilmu itu. Kalau tadi engkau tidak
mengurangi Lweekangmu, aku pasti sudah binasa."
"Tocu...." "Han Liong...." Tong Hai sianjin menatapnya.
"Pantas engkau tidak mau bertanding denganku. Ternyata
engkau sudah tahu aku pasti kalah."
"Tocu, jangan berkata begitu, aku... aku menjadi tidak
enak." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Terus terang, ketika sok Ceng memberitahukan kepadaku,
bahwa engkau berkepandaian tinggi sekali, aku sama sekali
tidak percaya. Maka tadi aku... aaah Malah mempermalukan
diri sendiri..." "Tocu, aku mohon maaf"
"Tidak apa-apa." Tong Hai sianjin tertawa.
"Ha ha Aku justru merasa girang sekali. sekarang aku akan
ke kamar mengambil kitab itu."
Tong Hai sianjin segera pergi ke kamarnya, sedangkan
Tong Hai sianli terus menatap Thio Han Liong dengan mata
tak berkedip. "Eeeh?" Thio Han Liong tercengang.
"Kenapa engkau menatapku dengan cara begitu?"
"Aku..." sahut Tong Hai sianli sambil menundukkan kepala.
"Aku kagum sekali padamu."
"sok Ceng...." Thio Han Liong menghela nafas panjang.
Di saat bersamaan, tampakTong Hai sianjin kembali ke
ruangan itu dengan membawa sebuah kitab.
"Inilah kitab yang bertulisan Thian Tok, Bisakah engkau
menterjemahkannya?" "Mudah-mudahan" jawab Thio Han Liong.
Tong Hai sianjin menyerahkan kitab itu kepada Thio Han
Liong. setelah menerima kitab itu, mulailah Thio Han Liong
membacanya. "Han Liong," tanya Tong Hai sianli.
"Engkau mengerti semua tulisan itu?"
"Mengerti." Thio Han Liong mengangguk.
"Oh?" Mulut Tong Hai sianli ternganga lebar
"Engkau memang hebat sekali."
"Kalau mau belajar, engkau pun pasti mengerti." ujar Thio
Han Liong. Tong Hai sianli tidak mau menyia-nyiakan kesempatan.
Maka gadis itu langsung berkata.
"Han Liong, ajarilah aku tulisan Thian Tok"
"Itu...." Thio Han Liong tertegun.
"Aku... aku tidak punya waktu."
"Apa?" Tong Hai sianli cemberut.
"Tadi engkau bilang mau mengajarku, sekarang malah
bilang tidak punya waktu Bagaimana sih engkau?"
"Tadi aku bilang kalau engkau mau belajar, aku tidak bilang
mau mengajarmu, lho"
"Nah" Tong Hai sianli tersenyum.
"Aku justru mau belajar, maka engkau harus mengajarku"
"Eeeh...." Thlo Han Llong terbelalak.
"Han Liong" Tong Hai sianjin tersenyum.
"Ajarilah dia agar tidak merasa kecewa"
"Tapi aku harus segera kembali ke Tionggoan"
"Tinggallah di sini beberapa hari.Tidak akan merepotkanmu
kan?" ujar Tong Hai sianjin sambil tertawa kemudian bertanya.
"Sebetulnya kitab apa itu?"
"Ih Kin Keng (Kitab Pusaka Pemindahan Urat Nadi)" Thio
Han Liong memberitahukan.
"Kitab ini pasti berasal dari Thian Tok, berisi semacam
pelajaran ilmu Lweekang tingkat tinggi."
"Oh?" Tong Hai sianjin tampak gembira sekali
"Han Liong, kapan engkau akan mulai
menterjemahkannya" "
"Sekarang." "Kalau begitu.. aku akan menyuruh sok Ceng untuk
mengantarmu ke kamar. Lebih tenang engkau
menterjemahkannya di dalam kamar."
"Cukup di sini saja." Thio Han Liong tersenyum.
"Sebab aku pun akan mengajar sok Ceng tulisan Thian
tok." "Oh?" Tong Hai sianjin melirik putrinya.
"Han Liong," ujar Tong Hai sianli sambil memandangnya.
"Bukankah lebih baik di dalam kamar saja?"
"Lebih baik di sini, sebab tidak baik kita berdua berada di
dalam kamar." sahut Thio Han Liong.
"Engkau...." Wajah Tong Hai sianli kemerah-merahan
"Engkau...." "Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa gelak.
"sok ceng, cepatlah siapkan kertas, pit dan tinta hitam"
"Ya." Tong Hai sianli segera menyiapkan semua itu di atas
meja. "Han Liong" Tong Hai sianjin tersenyum.
"Engkau boleh mulai menterjemahkan kitab itu."
Thio Han Liong mengangguk, lalu duduk dekat meja itu.
Tong Hai sianli segera duduk di sisinya dengan wajah berseriseri.
"Ketika berada di kuil siauw Limsie, engkau kok bisa
menulis huruf Thian Tok?" tanya Thio Han Liong mendadak.
"Aku cuma meniru," sahut Tong Hai sianli sambil
tersenyum. "Tapi sama sekali tidak tahu artinya."
" Kalau begitu...." Thio Han Liong manggut-manggut.
"Aku akan mulai mengajarmu sekaligus menterjemahkan
kitab ini." "Apakah tidak akan mengganggu konsentrasimu?" tanya
Tong Hai sianli lembut. "Tentu tidak" "Han Liong, sebetulnya aku tidak berniat belajar tulisan
Thian Tok...." Tong Hai sianli merendahkan suaranya.
"Hanya saja... ingin mendekatimu."
"Aaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang
kemudian mulai menterjemahkan kitab itu dengan tulisan Han.
"Eeeh?" Tong Hai sianli tercengang.
"Kenapa engkau menghela nafas panjang" Apakah ada
sesuatu terganjal dalam hatimu?"
"Tidak." Thio Han Liong menggelengkan kepala
"sok Ceng, kalau mau mengobrol, lebih baik tunggu aku
selesai menterjemahkan kitab ini."
"Ya." Tong Hai sianli mengangguk. Gadis itu terus
memperhatikan Thio Han Liong yang sedang menterjemahkan
kitab itu. Betapa kagumnya akan tulisan Thio Han Liong yang
begitu indah, dan itu sungguh di luar dugaannya.
Kitab itu tidak begitu tebal, maka Thio Han Liong tidak
begitu lama menyelesaikannya dan itu sungguh mengejutkan
Tong Hai sianli. "Ayah Ayah" seru gadis itu "Ayah...."
Tong Hai sianjin yang duduk diam dengan mata
terpejamkan itu tampak tersentak.
"Ada apa, ada apa?" sahutnya.
"Ayah, Han Liong sudah usai menterjemahkan kitab itu."
Tong Hai sianli memberitahukan.
"Hah" Apa?" Tong Hai sianjin terbelalak.
"Be.. begitu cepat?"
"Memang sudah selesai," sahut Thio Han Liong, lalu
mengembalikan kitab itu sekaligus menyerahkan kertas kertas
yang bertulisan Han. "Harap Tocu simpan baik-baik jangan sampai terjatuh ke
tangan penjahat" Tong Hai sianjin mengangguk sambil menerima kitab dan
kertas-kertas tersebut, kemudian membacanya dan tak lama
wajahnya tampak berseri-seri.
"lni... ini merupakan pelajaran Lweekang yang amat tinggi"
ujarnya sambil tertawa gembira.
"oleh karena itu, janganlah sampai terjatuh ke tangan
penjahat" Thio Han Liong mengingatkan.
"Jangan khawatir Aku pasti menyimpannya dengan hatihati
sekali." sahut Tong Hai sianjin.
"Oh ya, bagaimana kalau kita belajar bersama?"
"Terimakasih, Tocu," ucap Thio Han Liong.
"Itu tidak perlu, sebab aku sudah menghafalnya . "
"Apa?" Tong Hai sianjin terbelalak.
"Engkau... engkau telah menghafal seluruhnya?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk dan memberitahukan.
"Apabila Tocu berhasil menguasai ilmu itu, maka Tocu pun
tidak mempan ditotok, sebab Tocu dapat menggeserkan
semua jalan darah di tubuh Tocu. selain itu, Lweekang Tocu
pun pasti bertambah tinggi."
"oh?" Tong Hai sianjin semakin kagum pada Thio Han
Liong, lalu membaca lagi dan tiba-tiba keningnya berkerut.
"Ada apa, Ayah?" tanya Tong Hai sianli.
"Ayah kurang mengerti yang ini...." Tong Hai sianjin
menghela nafas panjang. "Dalam sekali artinya."
"Yang mana?" tanya Thio Han Liong.
"Yang ini." Tong Hai sianjin memberitahukan.
Thio Han Liong segera membacanya. setelah itu ia pun
memberi penjelasan kepada Tong Hai sianjin agar Tocu itu
mengerti. "Oooh" Tong Hai sianjin manggut-manggut mengerti.
Thio Han Liong terus menjelaskan seluruhnya, dan itu
sungguh menggembirakan Tong Hai sianjin, maka ia terus
tertawa. "Ha ha ha" Tong Hai sianjin menatapnya.
"Han Liong, engkau betul-betul hebat seandainya aku
berhasil menguasai ilmu itu, belum tentu aku dapat
mengalahkanmu." "Tocu.... "Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala
dan berkata, "Keangkuhan justru akan menjatuhkan diri sendiri Aku
harap Tocu tidak akan bersifat begitu, agar aku tidak sia-sia
menterjemahkan kitab itu."
"Han Liong...." Tong Hai Sianjin menatapnya sambil
tersenyum. "Terimakasih atas nasihatmu."
"Tocu, aku mohon maaf, karena terlampau lancang...."
"Tidak apa-apa malahan aku sangat berterimakasih
padamu," sahut Tong Hai sianjin, kemudian memandang
putrinya seraya berkata, "Sok Ceng, antar Han Liong ke kamar untuk beristirahat"
"Ya, Ayah." Tong Hai sianli mengangguk, kemudian segera
mengantar Thio Han Liong ke kamar.
Tak seberapa lama kemudian mereka sampai di depan
sebuah kamar. Tong Hai sianli membuka pintu kamar itu
seraya bertanya. "Han Liong, merasa cocokkan engkau dengan kamar ini?"
"Cocok" Thio Han Liong mengangguk, lalu melangkah
memasuki kamar itu dan duduk. Tong Hai sianli mengikutinya
dan lalu duduk di hadapannya. Tentunya membuat Thio Han
Liong merasa tidak enak. "sok Ceng...." "Aku ingin bercakap-cakap sejenak denganmu, boleh kan?"
"Memang boleh. Tapi... tidak baik engkau berada di dalam
kamar ini. Lebih baik kita bercakap-cakap di luar."
"Engkau...." Tong Hai sianli cemberut Kemudian dengan
perlahan-lahan gadis itu bangkit berdiri
"Baiklah nanti malam kita bercakap-cakap di halaman
belakang saja." "Di halaman belakang?" tanya Thio Han Liong.
"Keluar dari kamar ini, engkau belok ke kiri" Tong Hai sianli
memberitahukan.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sampai di ujung terdapat sebuah pintu, keluar dari pintu
itu adalah halaman belakang. Di sana terdapat taman bunga
yang indah." "oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Baiklah malam ini aku pasti ke sana. Lebih leluasa kita
bercakap-cakap di sana daripada di sini."
"Engkau...." Tong Hai sianli menggeleng-gelengkan kepala.
Setelah itu barulah ia meninggalkan kamar tersebut.
Seketika juga Thio Han Liong menarik nafas lega. Ternyata
ia telah mengambil keputusan, yakni malam ini ia akan
berterus terang kepada Tong Hai sianli, bahwa ia sudah punya
tunangan, agar gadis tersebut tidak menaruh cinta
kepadanya.. Malam harinya, Thio Han Liong pergi ke halaman belakang
itu. sampai di sana, ia melihat Tong Hai sianli sedang duduk
sambil memandang bulan purnama.
"sok Ceng...." Thio Han Liong mendekatinya.
"oh Han Liong" Tong Hai sianli tersenyum.
"Engkau sudah ke mari"
"Ya." Thio Han Liong berdiri di sisinya.
"Aku tidak tahu bahwa malam ini ternyata malam bulan
purnama." "Bukan main indahnya malam ini..." ujar Tong Hai sianli
dengan suara rendah, kemudian memandang Thio Han Liong
dengan lembut sekali. "Sungguh mengesankan malam ini"
"sok Ceng...." Thio Han Liong ingin berterus terang, namun
merasa berat membuka mulut.
"Ada apa, Han Liong?" tanya Tong Hai sianli dengan suara
rendah. "Engkau mau bilang apa?"
"sok Ceng" Thio Han Liong menarik nafas dalam-dalam.
"Aku harus berterus terang agar urusan tidak berlarut."
"Urusan apa?" "Aku tahu bagaimana perasaanmu terhadapku, tapi...."
Thio Han Liong memberanikan diri memberitahukan.
"Aku... aku sudah punya tunangan."
"oh?" Tong Hai sianli mengerutkan kening, kemudian
tersenyum. "Itu tidak jadi masalah. Walau engkau sudah punya
tunangan, bukankah kita tetap boleh berteman?"
"Tentu boleh." Thio Han Liong manggut-manggut.
"Nah" Tong Hai sianli tersenyum lagi.
"Itu sudah cukup bagiku. oh ya, bolehkah aku tahu siapa
tunanganmu?" "An Lok Keng cu." Thio Han Liong memberitahukan.
"Dia adalah Putri kaisar...."
"Aku yakin dia pasti cantik sekali. Kalau tidak bagaimana
mungkin engkau akan mencintainya?"
"Dia memang cantik jelita, tapi yang paling penting dia
berpengertian, lemah lembut dan amat mencintaiku."
"Engkau pun amat mencintainya, bukan"
"Ya." "Sungguh bahagia An Lok Kong Cu itu" ujar Tong Hai sianli
sambil menghela nafas panjang.
"Nasibnya amat beruntung...."
"sok Ceng "Thio Han Liong tersenyum.
"Percayalah Kelak engkau pun akan bertemu pemuda yang
baik" "Mudah-mudahan" ucap Tong Hai sianli.
"sok Ceng, aku pikir... lebih baik aku kembali ke Tionggoan
esok" ujar Thio Han Liong.
"sebab masih ada urusan yang harus kuselesaikan."
"Aaaah..." Tong Hai sianli menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku ingin menahanmu di sini, tapi...."
"sok Ceng, aku masih harus mencari seseorang, maka
harus segera kembali ke Tionggoan. Aku harap engkau
maklum dan mengerti"
"Han Liong...." Tong Hai sianli ingin mengatakan sesuatu,
namun dibatalkannya, kemudian menghela nafas panjang.
"sok Ceng, aku mohon maaf karena telah menyinggung
perasaanmu...." "Engkau tidak menyinggung perasaanku." Tong Hai sianli
tersenyum getir. "Memang ada baiknya engkau berterus terang, jadi aku
tidak terus mengharap."
"sok Ceng, aku akan kembali ke Tionggoan esok pagi," ujar
Thio Han Liong dan menambahkan.
"semoga kita akan berjumpa kelak"
"Aaah..." Tong Hai sianli memandang ke bulan yang
bersinar terang itu "Malam purnama itu merupakan malam kenangan bagiku.
setiap malam bulan purnama, aku pasti akan teringat padamu.
Namun sebaliknya... engkau pasti akan melupakan diriku yang
tinggal di pulau Khong Khong To ini."
"sok Ceng," sahut Thio Han Liong.
"Engkau adalah teman baikku, tentunya aku tidak akan
melupakanmu." "Aku tahu...." Mata Tong Hai sianli mulai basah.
"Engkau cuma menghibur diriku."
"Aku berkata sesungguhnya, sama sekali tidak
menghiburmu. Percayalah" Thio Han Liong menatapnya.
"Aku percaya, terima kasih." ucap Tong Hai sianli.
"sok Ceng" Thio Han Liong menarik nafas dalam dalam.
"Aku mau kembali ke kamar...."
"Silakan" "Engkau?" "Aku mau duduk di sini."
"Maaf" ucap Thio Han Liong.
"Aku kembali ke kamar...."
Thio Han Liong melangkah pergi. Tak seberapa lam.,
kemudian berkelebat sosok bayangan ke hadapan Tong Hai
sianli. "sok Ceng...." "Ayah" panggil Tong Hai sianli. Ternyata sosok bayangan
itu adalah Tong Hai sianjin.
"Sudah lamakah Ayah berada di tempat ini?"
"Sebelum Thio Han Liong ke mari, ayah sudah bersembunyi
di balik pohon." Tong Hai sianjin mem beritahukan.
"Ayah melihat engkau duduk seorang diri di sini. Karena
ingin tahu kenapa engkau duduk seorang diri di sini, maka
ayah bersembunyi di balik pohon, tak lama muncullah Thio
Han Liong...." "Ayah mendengar semua percakapan kami?"
"Ya." Tong Hai sianjin mengangguk.
"Kalau ayah datang belakangan, Thio Han Liong pasti
mendengar suara langkahku."
"Ayah, dia... dia sudah punya tunangan," ujar Tong Hai
sianli sambil terisak-isak dan air mata meleleh
"Nak" Tong Hai sianjin menghela nafas panjang
"Sudahlah, jangan dipikirkan lagi, biarlah dia kembali ke
Tionggoan esok pagi"
"Ayah...." Tong Hai sianli mendekap di dadanya
"Nasib ku buruk sekali, bertemu pemuda idaman hati sudah
punya tunangan. Aaaah..."
Keesokan harinya, Thio Han Liong berpamit kepada long
Hai sianjin dan Putrinya. Tong Hai sianjin menepuk bahunya
seraya berkata. "Han Liong, kapan engkau mau ke mari" Pintu pulau ini
terbuka untukmu. Hanya saja... belum tentu engkau akan ke
mari." Thio Han Liong tersenyum.
"Apabila aku sempat, aku pasti ke mari mengunjungi Tocu."
"Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa gelak.
"Mudah-mudahan"
"Tocu, aku berangkat sekarang," ucap Thio Han Liong
sambil memberi hormat. "selamat jalan, Han Liong" sahut Tong Hai sianjin.
"sampai jumpa, Tocu" ucap Thio Han Liong, lalu melangkah
pergi. Tong Hai sianli mengantarnya sampai di pantai. Wajah
gadis itu tampak murung sekali, maka ibalah hati Thio Han
Liong melihatnya. "Han Liong...."
"Sok Ceng" Thio Han Liong memegang bahu Tong Hai
sianli. "Engkau adalah gadis yang baik kelak pasti bertemu
pemuda tampan yang baik pula."
"Han Liong...." Tong Hai sianli terisak-isak.
"Aku... aku tidak akan melupakanmu selamanya."
"sok Ceng...." Thio Han Liong terharu mendengarnya.
"Selamat tinggal"
Thio Han Liong meloncat ke kapal. Tong Hai sianli masih
berdiri di tempat. Walau kapal itu sudah mulai berlayar, tak
henti-hentinya gadis itu melambaikan tangannya ke arah kapal
dengan air mata berderai-derai.
Bab 62 Bertemu orang Yang Dicari
Sampai di Tionggoan, Thio Han Liong mulai mencari Yo
Ngie Kuang lagi. Akan tetapi ia sama sekali tidak menemukan
jejak orang tersebut, sebaliknya malah muncul suatu kejadian
yang amat mengejutkannya.
Ternyata ketika mencari Yo Ngie Kuang, Thio Han Liong
menemukan mayat-mayat kaum rimba persilatan, yang mati
karena terkena semacam pukulan beracun. setelah memeriksa
mayat-mayat itu, terkejutlah Thio Han Liong.
"Locianpwee" panggil Thio Han Liong.
Tong Koay menolehkan kepalanya. Ketika melihat Thio Han
Liong, ia tampak girang. "Han Liong...."
Thio Han Liong segera memeriksanya. sejenak kemudian
keningnya tampak berkerut, ternyata Tong Koay terluka
karena pukulan beracun. "Locianpwee terkena pukulan beracun," ujar Thio Han
Liong sambil memasukkan sebutir obat pemunah racun ke
mulut Tong Koay. Tong Koay segera duduk bersila dan kemudian
menghimpun Lweekangnya. Thio Han Liong duduk di
belakangnya, sekaligus membantunya dengan Kiu Yang sin
Kang. Berselang sesaat, Tong Koay memuntahkan cairan kehijauhijauan
dan barulah Thio Han Liong berhenti mengerahkan
Lweekangnya membantu Tong Koay.
"Aaah..." Tong Koay menarik nafas lega sambil bangkit
berdiri. "Han Liong, kalau tidak kebetulan engkau muncul di sini,
nyawaku pasti akan melayang."
"Locianpwee, siapa yang melukaimu?"
"Aku sama sekali tidak mengenalnya," jawab Tong Koay
sambil menghela nafas panjang.
"Aku melihat dia membunuh para kaum rimba persilatan,
maka aku lalu bertarung dengannya. Namun... tak disangka
kepandaiannya begitu tinggi dan memiliki ilmu pukulan
beracun. Puluhan jurus kemudian, aku terluka tapi masih
sempat melarikan diri"
"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Han Liong...." Tong Koay memandangnya dengan penuh
rasa terima kasih. "Engkau menyelamatkan nyawaku lagi."
"Locianpwee" Thio Han Liong tersenyum.
"Jangan berkata begitu, Locianpwee harus berterima kasih
kepada Thian (Tuhan)."
"Betul." Tong Koay manggut-manggut.
"oh ya, Han Liong, pernahkah engkau bertemu muridku?"
"Pernah." "Tahukah engkau dia berada di mana?"
"Locianpwee...." Thio Han Liong menutur semua itu,
kemudian menambahkan. "Kini Ouw Yang Bun berada di gunung Altai."
"syukurlah dia berkumpul kembali dengan putrinya" ucap
Tong Koay dan bertanya. "oh ya, bolehkah aku ke sana menengok mereka?"
"Tentu boleh." Thio Han Liong mengangguk,
"silakan Lociancwee ke sana"
"Baik" Tong Koay manggut-manggut.
"Kalau begitu, aku berangkat sekarang. Han Liong sampai
jumpa " "sampai jumpa, Locianpwee" sahut Thio Han Liong.
Tong Koay melesat pergi. setelah itu barulah Thio Han
Liong melanjutkan perjalanan mencari Yo Ngie Kuang.
la telah mengambil keputusan, apabila berhasil mencari Yo
Ngie Kuang, ia akan segera kembali ke Kota raja, sebab dia
harus membawa An Lok Kong cu pergi mengunjungi Thio sam
Hong sucouwnya. Akan tetapi ia sama sekali tidak menemukan
jejak orang yang dicarinya, dan itu sungguh nyaris
membuatnya putus asa. Ketika Thio Han Liong berada di sebuah lembah, tiba-tiba
terdengar suara orang bertarung. Pemuda itu langsung
melesat ke tempat tersebut. Dilihatnya dua orang sedang
bertarung dengan sengit sekali. Yang seorang berusia lima
puluhan, sedangkan yang satu lagi masih muda. Begitu
melihat pemuda itu, Thio Han Liong hampir berseru girang,
karena pemuda itu adalah orang yang dicarinya, yakni orang
yang pernah dilihatnya di sebuah rimba berlatih ilmu silat.
Sementara pertarungan itu semakin sengit. Walau orangtua
itu menyerangnya bertubi-tubi, namun pemuda itu tetap dapat
berkelit, dan sekaligus balas menyerang.
Mendadak orangtua itu menghentikan serangannya,
kemudian menatapnya dengan dingin sekali.
"Hei Banci" bentaknya.
"Bersiap-siaplah untuk mampus. Aku akan mengeluarkan
pukulan beracun untuk mencabut nyawamu"
"orangtua jahat" sahut pemuda itu bernada wanita.
"Engkaulah yang akan mampus"
"Hmm" dengus pemuda itu dingin, kemudian mendadak
menyerangnya. Betapa terkejutnya Thio Han Liong. Ternyata ia melihat
sepasang tangan orangtua itu agak memerah pertanda
pukulan itu amat beracun. oleh karena itu ia lalu
menampakkan diri, siap membantu pemuda itu.
Tiba-tiba Thio Han Liong tersentak sebab teringat akan
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sesuatu. Mungkinkah orangtua itu adalah Tan Beng song,
mantan adik seperguruan Lam Khie" Tanyanya dalam hati.
Sementara pertarungan itu semakin seru dan sengit, boleh
dikatakan mati-matian pula. Di saat orangtua itu
mengeluarkan ilmu pukulan beracun, pemuda itu pun
mengeluarkan ilmu simpanannya.
Kini mereka berdua berubah menjadi bayangan. Ke dua
bayangan itu berkelebat ke sana ke mari laksana kilat. Namun
Thio Han Liong masih dapat mengikuti pertarungan ke dua
orang itu. Puluhan jurus kemudian, mendadak terdengar suara
jeritan, lalu tampak sosok bayangan terpental.
"Aaakh..." Ternyata yang menjerit orangtua tersebut.
"Hi hi hi" Pemuda itu tertawa cekikikan.
"Bagaimana" siapa yang roboh sekarang?"
"Hmm" dengus orangtua itu dingin.
"sekarang engkau menang, tapi tunggu balasanku"
Usai berkata begitu, tiba-tiba orangtua itu melesat pergi.
Pemuda itu terus tertawa cekikikan, lalu memandang Thio Han
Liong. "saudara, kenapa dari tadi engkau terus berdiri di situ?"
"Aku amat kagum akan kepandaianmu," sahut Thio Han
Liong sambil tersenyum. "oh ya, engkau kenal orangtua itu?"
"Tidak kenal." Pemuda itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Tapi tadi dia memberitahukan, bahwa dia bernama Tan
Beng Song." "oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Ternyata memang dia"
"Engkau kenal dia?"
"Aku tidak kenal dia, tapi tahu tentang dirinya." Thio Han
Liong memberitahukan. "Dia adalah mantan adik seperguruan Lam Khie, tapi sudah
lama diusir dari pintu perguruan."
"oooh" Pemuda itu manggut-manggut, kemudian
memandang Thio Han Liong seraya bertanya.
"oh ya, kenapa dari tadi engkau terus menatapku" Apakah
ada keanehan pada diriku?"
"Maaf Engkau bernama Yo Ngie Kuang?"
"Hah?" Pemuda itu terkejut.
"Engkau... engkau kok tahu namaku?"
"Aku pernah melihatmu berlatih ilmu silat, namun pada
waktu itu aku tidak berani mengganggumu. Setelah itu aku
pergi ke gunung Altai...."
"Apa?" Pemuda itu tersentak.
"Mau apa engkau pergi ke gunung Altai?"
"Menemui Kam Ek Thian untuk meminta Thian Ciok Sin
Sui...." Thio Han Liong menutur tentang kejadian itu dan
menambahkan, "oleh karena itu, aku menyanggupinya mencarimu."
"Aaaah..." Pemuda bernama Yo Ngie Kuang itu jatuh
terduduk, kemudian menangis terisak-isak.
"Aku bersalah karena telah mencuri Lian Hoa Cin Keng itu."
"Sudahlah, jangan menangis Lebih baik engkau pulang ke
gunung Altai mengembalikan kitab itu kepada Kam Ek Thian."
"Aku... aku...." Air mata Yo Ngie Kuang meleleh.
"Kini aku menyesal sekali. Walau kepandaianku tinggi, tapi
apa gunanya" Aku... telah berubah menjadi banci gara-gara
mempelajari Lian Hoa Cin Keng."
"saudara, bolehkah aku tahu bagaimana perubahan itu?"
tanya Thio Han Liong mendadak. Yo Ngie Kuang menatapnya
dalam-dalam, setelah itu barulah menjawab.
"Aku terkesan baik padamu, maka aku... aku akan
memberitahukan." Yo Ngie Kuang menghela nafas panjang.
"Mulai sejak aku belajar ilmu silat yang tercantum dalam
kitab itu, lambat laun suaraku mulai berubah menjadi suara
wanita. setelah itu alat kelaminku mulai berubah pula. Kian
hari kian bertambah kecil, maka kini aku telah berubah
menjadi banci." Bagian 32 "Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Maaf, bolehkah aku bertanya lagi sesuatu?"
"Silakan" "Lian Hoa Sin Kang itu mengandung hawa panas atau hawa
dingin?" "Hawa dingin." "Bolehkah aku memeriksa nadimu sebentar?"
"Engkau...." Yo Ngie Kuang menatapnya dengan penuh
perhatian. "Engkau mahir ilmu pengobatan?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Aku belum tahu namamu, bolehkah engkau
memberitahukan padaku?" tanya Yo Ngie Kuang mendadak.
"Aku bernama Thio Han Liong."
"Saudara Thio" Yo Ngie Kuang tersenyum.
"Engkau sungguh baik sekali"
"Engkau pun amat ramah," sahut Thio Han Liong dan mulai
memeriksa nadi Yo Ngie Kuang.
Berselang beberapa saat, barulah Thio Han Liong berhenti
memeriksanya seraya berkata.
"Lweekang yang engkau pelajari itu memang mengandung
semacam hawa dingin, dan itu merubah dirimu meniadi banci"
"Kalau begitu...." Yo Ngie Kuang mulai terisak-isak lagi.
"Aku harus bagaimana?"
"Engkau harus berlatih Lweekang itu hingga sempurna,
agar engkau menjadi seorang gadis." Thio Han Liong
memberitahukan. "Kalau tidak engkau tetap menjadi banci."
"Aaaah..." keluh Yo Ngie Kuang.
"Bagaimana mungkin aku akan berhasil berlatih Lweekang
itu?" "saudara Yo" Thio Han Liong tersenyum.
"Aku bersedia membantumu."
"Membantuku?" Yo Ngie Kuang terbelalak.
"Bagaimana mungkin engkau dapat membantuku?"
"Mudah-mudahan aku dapat membantumu"
"Membantuku berubah menjadi seorang gadis?"
"Ya" Thio Han Liong mengangguk.
"itu lebih baik daripada engkau menjadi banci. Lagi pula
engkau sudah tidak bisa berubah kembali menjadi anak lelaki."
"Kalau bisa berubah menjadi anak gadis, itu masih tidak
apa-apa. Tapi... apakah engkau dapat membantuku?" Yo Ngie
Kuang masih tampak ragu. "Aku memiliki buah Im Ko, hadiah dari raja Tayli." Thio Han
Liong memberitahukan. "Kalau engkau makan buah ilu, Lweekangmu pasti
bertambah tinggi dan seluruh tubuhmu pasti akan mengalami
perubahan." "Maksudmu berubah menjadi tubuh anak gadis?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk sambil mengambil kotak
kecil itu dari dalam bajunya.
Setelah itu, dibukanya kotak kecil tersebut. Walau buah Im
Ko itu telah kering, tapi tetap menyiarkan aroma yang amat
harum. "buah Im Ko?" tanya Yo Ngie Kuang.
"Ya." Thio Han Liong menyerahkan buah tersebut kepada
Yo Ngie Kuang seraya berkata,
"Makanlah buah ini, aku akan menjagamu di sini"
"Terimakasih." ucap Yo Ngie Kuang sambil menerima buah
itu, dan kemudian dimakannya.
Berselang beberapa saat, Yo Ngie Kuang merasa darahnya
bergolak, dan itu membuatnya terperanjat sekali.
"Han Liong, darahku bergolak."
"Tidak apa-apa," sahut Thio Han Liong.
"cepatlah engkau duduk bersila dan mengerahkan Lian Hoa
sin Rang" Yo Ngie Kuang mengangguk lalu segera duduk bersila dan
mengerahkan Lian Hoa sing Kang.
Thio Han Liong duduk di hadapannya, dan terus
memperhatikan Yo Ngie Kuang. sedangkan pemuda itu
tampak seakan pingsan dan sepasang matanya terpejam.
Hampir dua hari satu malam keadaan Yo Ngie Kuang dalam
keadaan begitu. sementara Thio Han Liong tetap duduk di
hadapannya, dan memandangnya dengan perasaan takjub,
karena kini kulit Yo Ngie Kuang sudah berubah begitu halus
dan wajah tampak cantik sekali.
Perlahan-lahan Yo Ngie Kuang membuka matanya. Ketika
melihat Thio Han Liong duduk di hadapannya ia tersenyum
lembut. "Han Liong...."
"saudara Yo" Thio Han Liong terbelalak, karena suara Yo
Ngie Kuang sudah berubah menjadi suara anak gadis, bahkan
dadanya pun tampak agak menonjol.
"Engkau...." "Han Liong, terima kasih atas kebaikanmu tetap menjagaku
di sini," ujar Yo Ngie Kuang sambil memandangnya.
"Sudah berapa lama engkau duduk di hadapanku?"
"Hampir dua hari satu malam," Thio Han Liong
memberitahukan. "Apa?" Yo Ngie Kuang terbelalak.
"Hampir dua hari satu malam?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk dan bertanya,
"Apakah engkau melihat ada perubahan pada dirimu?"
"Ada." Yo Ngie Kuang mengangguk.
"Kini aku merasa...."
"Merasa apa?" "Merasa...." Yo Ngie Kuang kelihatan malu-malu, kemudian
menjerit terkejut. "Haaah...?" "Ada apa?" Thio Han Liong tersentak.
"Dadaku...." Ternyata Yo Ngie Kuang memiliki sepasang
payudara. "Saudara Yo, kini engkau sudah berubah meniadi anak
gadis." Thio Han Liong memberitahukan sambil tersenyum.
"oh?" Yo Ngie Kuang tersipu dan berkata,
"Han Liong, engkau tunggu di sini sebentar, aku mau ke
belakang pohon itu Engkau tidak boleh mengintip ya"
"Ya." Thio Han Liong manggut-manggut.
Yo Ngie Kuang segera pergi ke belakang sebuah pohon.
Tak seberapa lama ia sudah kembali ke tempat itu dengan
wajah kemerah-merahan. "Han Liong," ujarnya dengan suara rendah.
"Kini aku betul-betul telah berubah menjadi anak gadis."
"Engkau yakin?"
"Tadi aku ke belakang pohon itu untuk...." Yo Ngie Kuang
menundukkan kepala seraya berkata,
"Malu ah kuberitahukan."
"Untuk apa engkau tadi ke belakang pohon?" tanya Thio
Han Liong. "Aku... aku memeriksa...." Wajah Yo Ngie Kuang tampak
memerah. "Aku memeriksa alat kelaminku."
"oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Syukurlah kini engkau sudah menjadi anak gadis, aku
mengucapkan selamat kepadamu."
"Terima kasih," ucap Yo Ngie Kuang sambil tersenyum.
"Kalau tanpa bantuanmu, tentunya aku tetap menjadi
banci. oleh karena itu, aku... aku berhutang budi kepadamu."
"saudara Yo, engkau jangan berkata begitu"
"Hihi Hi" Yo Ngie Kuang tertawa geli.
"Aku sudah menjadi anak gadis, tapi engkau tetap
memanggilku saudara Hi hi hi...."
"Kalau begitu, aku harus memanggilmu apa?" tanya Thio
Han Liong sambil memandangnya.
"Apa ya?" Yo Ngie Kuang tampak bingung.
"Namaku Ngie Kuang, itu nama lelaki. Bagaimana kalau
engkau memberi nama padaku?"
"Maksudmu nama Ngie Kuang diganti?"
"Ya." Yo Ngie Kuang manggut-manggut.
"Kini aku sudah berubah menjadi anak gadis, tentunya
harus memakai nama gadis pula."
"Betul. Kalau begitu engkau kunamai.... Yo Pit Loan,
bagaimana menurutmu?" tanya Thio Han Liong sambil
memandangnya. "Baik." Yo Ngie Kuang manggut-manggut sambil
tersenyum. "Mulai sekarang namaku Yo Pit Loan."
"Pit Loan." ujar Thio Han Liong.
"Aku harap engkau pulang ke gunung Altai saja"
"Han Liong...." Yo Pit Loan menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku sudah tidak punya muka berjumpa dengan kakak
seperguruanku itu, sebab aku telah mencuri kitab Lian Hoa Cin
Keng, lagi pula kini aku telah berubah menjadi anak gadis."
"Itu tidakjadi masalah."
"Han Liong" Yo Pit Loan menatapnya lembut.
"Aku amat berterima kasih atas maksud baikmu. Tapi biar
bagaimana pun aku tidak akan pergi menemui kakak
seperguruanku itu." "Kalau begitu...." Thio Han Liong mengerutkan kening.
"Bagaimana kitab Lin Hoa Cin Kong itu?"
"Bolehkah aku minta bantuanmu?" tanya Yo Pit Loan
mendadak, "Apa yang dapat kubantu?" Thio Han Liong balik bertanya
sambil memandangnya. "Tolong antarkan kitab Lian Hoa Cin Kong ke gunung Altai."
"Itu...." Thio Han Liong berpikir sejenak, kemudian
mengangguk. "Baiklah." "Terimakasih, Han Liong," ucap Yo Pit Loan sambil
mengeluarkan kitab tersebut dari dalam bajunya, lalu
diserahkan kepada Thio Han Liong.
Thio Han Liong menerima kitab tersebut, kemudian
dimasukkannya ke dalam bajunya.
"Pit Loan," ujar Thio Han Liong berjanji.
"Aku pasti mewakilimu mengembalikan kitab ini kepada
Kam Ek Thian." "Terimakasih." Yo Pit Loan menatapnya lembut.
"Han Liong, engkau sungguh baik sekali. oh ya, engkau
sudah punya kekasih?"
"Aku sudah punya tunangan."
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Siapa tunanganmu?"
"An Lok Kong Cu."
"Maksudmu dia Putri Kaisar?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk dan memberitahukan.
"Aku sudah berhasil mencarimu, maka sudah waktunya aku
kembali ke Kota raja menengoknya."
"Han Liong, sampaikan salamku kepadanya" pesan Yo Pit
Loan. "Baik," Thio Han Liong manggut-manggut.
"Aku pasti sampaikan kepadanya."
"Terimakasih," ucap Yo Pit Loan sambil menundukkan
kepala. "Han Liong, aku berhutang budi kepadamu, maka aku
harus menjadi pelayanmu."
"Jangan berkata begitu Kita adalah teman. Lagipula engkau
sama sekali tidak berhutang budi padaku."
"Han Liong...." Yo Pit Loan terharu sekali.
"Aku... aku tidak akan melupakanmu selamanya."
"Pit Loan," sahut Thio Han Liong sambil memegang
bahunya. "Akupun ingat selalu padamu."
"Han Liong..." Mata Yo Pit Loan mulai basah.
"Kalau engkau tidak memberikan buah Im Ke itu kepadaku,
tentunya aku tetap menjadi banci."
"Pit Loan" Thio Han Liong menatapnya lembut
"Maaf, aku harus segera ke Kota raja Aku... mohon pamit."
"Kapan kita akan berjumpa lagi?"
"Kita pasti berjumpa kembali kelak," sahut Thio Han Liong
dan menambahkan, "setelah ke Kota raja, barulah aku ke gunung Altai
mengembalikan kitab Lian Hoa Cin Keng."
"Terima kasih, Han Liong."
"Pit Loan, sampai jumpa" ucap Thio Han Liong, lalu melesat
pergi. "sampai jumpa, Han Liong" sahut Yo Pit Loan lalu menangis
terisak-isak dan air matanya meleleh deras membasahi pipinya
yang putih mulus itu. Kini Thio Han Liong melakukan perjalanan menuju ke Kota
raja. Begitu terbayang wajah An Lok Kong cu ia tersenyumsenyum.
Justru saat itu mendengar suara rintihan-rintihan
yang lirih di semak-semak. la mengerut kan kening dan
melesat ke semak-semak itu.
Dilihatnya beberapa orang tergeletak tak bergerak. Wajah
mereka kehijau-hijauan pertanda terkena pukulan beracun.
Thio Han Liong membungkukkan badannya untuk
memeriksa mereka. Namun ia menggeleng-gelengkan kemala,
karena mereka sudah tak bisa ditolong lagi.
"Kami... kami...." salah seorang dari mereka masih dapat
mengeluarkan suara. "Kami murid Bu Tong Pay.."
"Hah?" Thio Han Liong tersentak.
"Kalian murid Bu-Tong Pay?"
"Ya." orang itu mengangguk lemah.
"Tolong... tolong beritahukan kepada guru...."
"Baik," Thlo Han Liong manggut-manggut.
"siapa yang melukai kalian" Apakah Tan Beng song?"
"orang itu.. sudah tua sekali. Dia... dia yang melukai
kami...." Berkata sampai di situ, nafas orang itu putus.
"Aaaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang.
"Timbul lagi suatu kejadian. Aku harus kembali ke gunung
Bu Tong atau ke Kotaraja?" gumamnya.
Thio Han Liong berdiri termangu-mangu, akhirnya dia
mengambil keputusan untuk kembali ke Kota raja. setelah
mengambil keputusan itu, ia mengubur mayat-mayat murid Bu
Tong Pay itu, lalu melanjutkan perjalanan ke Kota raja.
Beberapa hari kemudian, Thio Han Liong sudah tiba di
Kotaraja. Dapat dibayangkan betapa gembiranya Cu Goan
ciang. "Yang Mulia...." Thio Han Liong memberi hormat.
"Han Liong" cu Goan ciang memegang bahunya.
"Syukurlah engkau telah kembali Putriku amat rindu
padamu." "Maafkan aku, Yang Mulia" ucap Thio Han Liong.
"Ha ha ha" Cu Goan ciang tertawa gelak.
"Han Liong, cepatlah engkau ke istana menemui Putriku
Tapi... alangkah baiknya engkau membuat kejutan, sebab dia
sama sekali tidak menduga engkau kembali hari ini."
"Baik." Thio Han Liong tersenyum geli sambil manggutmanggut.
"Aku akan mengejutkannya . "
"Bagus Ha ha ha..." Cu Goan ciang tertawa gelak.
Thio Han Liong segera ke istana An Lok. sampai di sana ia
melihat An Lok Kong cu sedang duduk di taman ditemani Lan
Lan, dayang pribadinya. Thio Han Liong tersenyum kemudian
melesat ke belakang pohon, dan bersembunyi di situ sambil
mengintip. "Aaaah..." An Lok Kong cu menghela nafas panjang dan
bergumam. "Kenapa hingga saat ini Kakak Han Liong belum kembali?"
"Kong cu harus bersabar," ujar Lan Lan.
"Jangan pergi mencari Tuan Muda Thio seperti tempo hari.
Yang Mulia pasti gusar sekali"
"Tapi...." An Lok Kong cu menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku rindu sekali kepadanya."
"Biar bagaimanapun, Kong Cu harus sabar menunggu." Lan
Lan mengingatkan. "Apakah Kong Cu sudah lupa, apa yang dialami Kong cu
gara-gara pergi mencari Tuan Muda Thio?"
"Lan Lan, aku amat mencintainya." An Lok Kongcu
memberitahukan. "itu membuatku ingin pergi mencarinya."
"Kalau begitu, Kong Cu harus tetap berada di dalam istana
menunggunya," sahut Lan Lan.
"Jangan pergi mencarinya, sebab akan membahayakan diri
Kongcu Yang Mulia pun pasti gusar sekali."
"Aaaah..." An Lok Kong Cu menghela nafas.
"Kalau dia kembali, aku tidak mau berpisah dengannya lagi
Ke mana dia pergi aku pasti mendampinginya."
"Kong cu...." Lan Lan tertawa geli.
"Mudah-mudahan Tuan Muda Thio lekas kembali Kalau
tidak. Kongcu pasti akan sakit rindu."
"Engkau...." An Lok Kong cu melotot.
Thio Han Liong yang bersembunyi di belakang pohon pun
nyaris tertawa geli. Tapi ia juga terharu akan cinta An Lok
Kong Cu kepadanya. Thio Han Liong mengerahkan Lweekang,
kemudian mengirim suara ke arah An Lok Kong Cu.
"Adik An Lok Adik An Lok" suaranya amat halus lembut.
"Hah?" An Lok Kong cu tersentak dan langsung bangkit
berdiri. "Kakak Han Liong Kakak Han Liong"
"Kong cu...." Lan Lan terbelalak.
"Ada apa?" "Barusan aku mendengar suara Kakak Han Liong, dia... dia
memanggilku." An Lok Kong cu memberitahukan
"Tapi kenapa aku tidak mendengar suara apa pun?" Lan
Lan mengerutkan kening. "Mungkin Kong cu salah dengar."
"Aku tidak salah dengar, itu memang suaranya," sahut An
Lok Kong cu sambil menengok ke sana ke mari.
"Adik An Lok Aku sudah kembali" suara Thio Han Liong
mengalun ke dalam telinganya, dan itu sungguh membuat An
Lok Kong cu terkejut sekali.
"Lan Lan, aku mendengar suaranya lagi."
"oh?" Wajah Lan Lan berubah pucat.
"Kong cu...." "Lan Lan...." suara An Lok Kong cu bergemetar.
"Apakah... Kakak Han Liong telah terjadi sesuatu?"
"Maksud Kong cu...." Lan Lan tampak ketakutan.
"Tapi... sekarang belum malam, tidak mungkin ada arwah
berkeliaran di siang hari."
"Kakak Han Liong Kakak Han Liong" Air mata An L.ok Kong
cu mulai meleleh. "Engkau... engkau tidak boleh terjadi apa-apa."
"Adik An Lok Adik An Lok" suara Thio Han Liong
mengalunkan lagi ke dalam telinga An Lok Kong cu.
"Aku sudah kembali"
"Kakak Han Liong Kakak Han Liong" An Lok Kong cu berlari
ke sana ke mari dengan wajah pucat pias.
"Kakak Han Liong, engkau berada di mana?"
"Kong cu...." sekujur tubuh Lan Lan mulai menggigil saking
takutnya, namun dayang itu sama sekali tidak mendengar
suara Thio Han Liong. "Kakak Han Liong Kakak Han Liong" An Lok Kong cu jatuh
terduduk, kemudian menangis terisak-isak,
Di saat bersamaan, muncullah Thio Han Liong dan
belakang pohon, lalu perlahan-lahan mendekati An Lok Kong
cu. Ketika melihat kemunculan Thio Han Liong, Lan Lan
berteriak-teriak ketakutan.
"Ada setan Ada setan"
Sedangkan An Lok Kong cu memandang Thio Han Liong
dengan mata terbelalak, sama sekali tidak berkedip.
"Adik An Lok" panggil Thio Han Liong.
"Kakak Han Liong" An Lok Kong cu bangkit berdiri.
"Engkau... engkau... bukan arwah kan?"
"Adik An Lok" Thio Han Liong tersenyum, lalu
menggenggam tangan gadis itu erat-erat.
"Aku sudah kembali."
"Kakak Han Liong...." An Lok Kong cu langsung mendekap
di dadanya. Sementara Lan Lan masih memandang Thio Han Liong
dengan ketakutan, dan itu membuat Thio Han Liong
tersenyum geli. Kemudian ia membelai-belai An Lok Kong cu.
Justru mendadak An Lok Kong cu terus memukul dadanya,
ternyata ia mengambek, "Kakak Han Liong Engkau jahat sekali, kenapa engkau tega
menggodaku?" "Boleh kan?" Thio Han Liong tertawa.
"Ayahmu yang menyuruhku membuat kejutan, maka aku
membuat suatu kejutan untukmu."
"Engkau jahat Engkau jahat" An Lok Kong cu masih terus
memukuli dada Thio Han Liong.
"Engkau membuat diriku nyaris pingsan."
"Adik An Lok," ucap Thio Han Liong.
"Aku minta maaf, jangan terus memukul dadaku"
"Kakak Han Liong...." An Lok Kong cu berhenti memukul
dadanya. "Apakah sakit?"
"Tentu tidak," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.
"sebab engkau memukul dadaku dengan penuh kasih
sayang." "oh?" An Lok Kong cu tertawa kecil.
"Kakak Han Liong, mari kita duduk"
Thio Han Liong mengangguk, mereka berdua lalu duduk,
Lan Lan memandang mereka sejenak, kemudian tersenyumsenyum
sambil meninggalkan taman itu.
"Kakak Han Liong...." An Lok Kong cu memandangnya.
"Kenapa begitu lama engkau baru kembali?"
"Engkau tahu kan" Aku harus ke Tong Hai dan mencari Yo
Ngie Kuang, tentunya membutuhkan waktu," sahut Thio Han
Liong. "Kini semua urusan itu sudah beres."
"oh?" Wajah An Lok Kong cu berseri.
"Jadi engkau sudah berhasil mencari orang itu?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk dan menceritakan
semua kejadian itu. "oleh karena itu, aku harus ke gunung Bu Tong.."
"Apa?" Wajah An Lok Kong Cu langsung berubah.
"Engkau mau pergi lagi?"
"Ya." "Tidak boleh Pokoknya engkau tidak boleh pergi" tegas An
Lok Kong cu. "Aku tidak mau berpisah denganmu lagi pokoknya tidak
mau" "Adik An Lok" Thio Han Liong tersenyum.
"Maksudku kita pergi bersama. Aku pun tidak mau berpisah
denganmu." "Hoh?" Wajah An Lok Kong cu tersenyum, kemudian
menatapnya dalam-dalam seraya bertanya,
"Tong Hat sianli itu cantik sekali?"
"Dia memang cantik, namun engkau jauh lebih cantik dari
gadis yang mana pun," sahut Thio Han Liong sungguhsungguh.
"Lagi pula aku hanya mencintaimu dan akupun telah
memberitahukannya bahwa aku sudah punya tunangan."
"Oooh" An Lok Kong cu menarik nafas lega.
"oh ya, engkau tahu siapa pembunuh murid-murid Bu Tong
pay itu?" "Semula aku mengira Tan Beng song, tapi salah seorang
murid Bu Tong pay itu masih sempat memberitahukan, bahwa
pembunuh itu adalah seorang yang sudah tua sekali,
sedangkan Tan Beng song baru berusia lima puluhan. oleh
karena itu, aku yakin bukan dia."
"oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut, kemudian
tertawa sambil bertanya, "Kakak Han Liong, betulkah Yo Ngie Kuang itu berubah
menjadi anak gadis?"
"Betul." Thio Han Liong mengangguk.
"Tapi kalau aku tidak memberikannya buah Im Ke, dia
tetap menjadi banci."
"Setelah berubah menjadi anak gadis, apakah parasnya
cantik?" "Cukup cantik," Thio Han Liong memberitahukan.
"Dia kuberi nama Yo Pit Loan."
"Nama yang indah." An Lok Kong cu tersenyum.
"Sekarang dia berada di mana?"
"Entahlah." Thio Han Liong menggelengkan kepala.
"Adik An Lok, kita ke gunung Bu Tong sesungguhnya untuk
mengunjungi sucouwku, sebab beliau ingin melihatmu."
"Malu ah" "Apa?" Thio Han Liong terbelalaki lalu tertawa geli.
"Tumben engkau omong begitu"
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Engkau...." Wajah An Lok Kong cu kemerah-merahan.
"Kalau begitu, kita harus memberitahukan kepada ayahku."
"Tentu." Thio Han Liong mengangguk.
"selain ke gunung Bu Tong, kita pun harus ke gunung
Altai." "Mau apa ke sana?"
"Mengembalikan kitab Lian Hoa Cing Kong kepada Kam Ek
Thian," sahut Thio Han Liong dan menambahkan,
"Pemandangan di sana indah sekali. Aku yakin engkau pasti
menyukai tempat itu."
"oh?" An Lok Kong cu tampak girang sekali.
"Kakak Han Liong, bagaimana kalau sekarang kita pergi
memberitahukan kepada ayahku?"
"Tidak usah terburu-buru," sahut Thio Han Liong.
"Tunggu beberapa hari barulah kita minta ijin untuk pergi"
"Baik." An Lok Kong cu mengangguk sambil tersenyum
manis. Beberapa hari kemudian, Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu menghadap Cu Goan ciang. Kaisar itu menyambut mereka
dengan wajah berseri-seri, kelihatannya juga ingin
menanyakan sesuatu. "Yang Mulia" Thio Han Liong memberi hormat.
"Ayahanda, terimalah hormat Ananda" ucap An Lok Kong
cu sambil memberi hormat.
"Ha ha ha" Cu Goan ciang tertawa.
"Kalian duduklah"
Thio Han Liong dan An Lok Kong cu lalu duduk. Cu Goan
ciang memandang mereka seraya bertanya.
"Kalian ke mari menghadapku, tentunya ingin
menyampaikan sesuatu, bukan?"
"Ya" Thio Han Liong mengangguk.
"Ngmmm" Cu Goan ciang manggut-manggut.
"Han Liong, kini engkau sudah tiada urusan apa-apa lagi,
bukan?" "Masih ada sedikit urusan yang harus kuselesaikan, Yang
Mulia," jawab Thio Han Liong.
"Urusan apa?" "Aku harus mengajak Adik An Lok ke gunung Bu Tong
untuk menemui sucouwku, lalu pergi ke gunung Altai."
"oh?" Cu Goan ciang mengerutkan kening.
"Yaaah Kukira sudah tiada urusan lagi, maka aku ingin
menyuruh kalian melangsungkan pernikahan Tapi..."
"Ayahanda," ujar An Lok Kong cu dengan wajah agak
kemerah-merahan. "Guru besar Thio sam Hong sudah tua sekali, beliau ingin
bertemu kami, setelah itu ananda dan Kakak Han Liong ke
gunung Altai untuk mengembalikan sebuah kitab pusaka."
"Ngmm" Cu Goan ciang manggut-manggut.
"Baiklah. Tapi setelah itu kalian harus segera menikah"
"Ya, Ayahanda." An Lok Kong cu mengangguk,
"Nak" Cu Goan ciang menatap putrinya.
"Engkau harus membawa pedang pusaka."
"Ya, Ayahanda." An Lok Kong cu mengangguk lagi.
"Engkau pergi bersama Han Liong, tentunya ayah berlega
hati," ujar cu Goan ciang sambil tersenyum.
"Karena Han Liong pasti melindungimu, dan menjagamu
baik-baik." "Ya, Yang Mulia," ujar Thio Han Liong.
"Aku pasti melindungi dan menjaga Adik An Lok baik-baik."
"Aku mempercayaimu." Cu Goan ciang tertawa.
"Apabila semua urusan itu sudah beres, cepatlah kalian
menikah dan... jangan berkecimpung di dalam rimba
persilatan lagi, itu sungguh membahayakan diri kalian"
"Ya." Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mengangguk.
"Kapan kalian akan berangkat?" tanya Cu Goan ciang.
"Besok pagi, Yang Mulia," jawab Thio Han Liong.
"Baiklah," Cu Goan ciang manggut-manggut dan berpesan,
"setelah semua urusan itu beres, kalian harus cepat-cepat
pulang" "Ya." Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mengangguk
serentak. Bab 63 Mengunjungi Thio sam Hong Dan Mengembalikan
Kitab Pusaka Thio Han Liong dan An Lok Kong cu melakukan perjalanan
ke gunung Bu Tong dengan penuh kegembiraan, bahkan
kadang-kadang mereka pun bercanda ria. Dalam perjalanan
ini, Thio Han Liong selalu memberi petunjuk kepada gadis itu
mengenai ilmu silat, sehingga ilmu silat An Lok Kong cu
mengalami kemajuan pesat. Walau mereka tidur sekamar di
penginapan, namun Thio Han Liong selalu menjaga tata tertib
dan kesopanan, maka tidak mengherankan kalau An Lok Kong
cu bertambah kagum kepadanya.
"Kakak Han Liong..." ujar An Lok Kong cu ketika mereka
duduk berhadapan di dalam kamar penginapan.
"Malam ini engkau tidur di ranjang, biar aku tidur di kursi
saja." "Adik An Lok" Thio Han Liong tersenyum.
"Tidak baik engkau tidur di kursi. Kalau aku membiarkanmu
tidur di kursi, berarti aku tidak menyayangi mu lho"
"Tapi...." "Adik An Lok, turutilah perkataanku"
"Ya." An Lok Kong cu mengangguk, kemudian menatapnya
lembut. "Kakak Han Liong, kira-kira berapa hari lagi kita akan tiba
ke gunung Bu Tong?" "Empat lima hari lagi, sebab kita tidak perlu melakukan
perjalanan dengan tergesa-gesa," ujar Thio Han Liong dan
menambahkan, "ini adalah kesempatan untuk pesiar."
"Terimakasih, Kakak Han Liong," ucap An Lok Kong cu.
"oh ya setelah semua urusan itu beres, engkau tidak akan
berkecimpung di rimba persilatan lagi, bukan?"
"Ng" Thio Han Liong mengangguk dan melanjutkan dengan
suara rendah. "Kita harus menikah lalu hidup tenang di pulau Hong Hoang
To." Wajah An Lok Kong cu ceria.
"Itu sungguh menyenangkan, setiap hari aku akan bermain
dengan bu-rung-burung Hong Hoang."
"Bagus, bagus"ThioHan Liong tertawa. "
"Burung-burung Hong Hoang itu pasti girang sekali. Aku...
aku sudah rindu pada mereka."
Thio Han Liong dan An Lok Kong cu bercakap-cakap hingga
larut malam, setelah itu barulah mereka tidur. An Lok Kong cu
tidur di ranjang, sedangkan Thio Han Liong tidur di kursi.
Keesokan harinya, mereka melanjutkan perjalanan ke
gunung Bu Tong. Dua hari kemudian, mereka tiba di sebuah
kota dan langsung ke rumah makan.
Di saat mereka sedang bersantap, tampak beberapa kaum
rimba persilatan memasuki rumah makan itu, lalu duduk dekat
meja Thio Han Liong. Mereka bersantap sambil bercakap-cakap. Berselang sesaat
salah seorang dari mereka bertanya kepada teman-temannya.
"Apakah kalian tahu, belum lama ini telah muncul seorang
iblis tua dan muridnya?"
"Kami sudah mendengar tentang itu iblis tua itu... sungguh
kejam dan menyeramkan. Dia memiliki ilmu pukulan beracun,
bahkan sekujur badannya beracun. siapa yang menyentuh
tubuhnya, pasti mati seketika."
"oh" Engkau tahu siapa dia?"
"sama sekali tidak tahu, iblis tua dan muridnya itu sering
membunuh para murid partai besar. Belum lama ini, lima
murid Hwa San pay mati terkena pukulan beracun, dan itu
pasti perbuatan iblis tua dan muridnya."
"Mereka berasal dari mana?"
"Entahlah. Yang jelas mereka berdua bukan orang
Tionggoan." Mendengar sampai di sini, Thio Han Liong pun
mengerutkan kening, kemudian berbisik.
"Adik An Lok, kini dalam, rimba persilatan timbul petaka
lagi, untung engkau sudah kebal terhadap racun"
"Kakak Han Liong, tahukah engkau siapa iblis tua dan
muridnya itu?" tanya An Lok Kong cu.
"Muridnya pasti Tan Beng Song. Tapi aku sama sekali tidak
tahu siapa iblis tua itu," jawab Thio Han Liong sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
"Mungkin sucouwku tahu tentang iblis tua itu. Akan
kutanyakan kepada beliau."
"Kalau begitu.." ujar An Lok Kong cu.
"Yang membunuh para murid Bu Tong Pay juga iblis tua
itu?" "Tidak salah." Thio Han Liong mengangguk.
"Nah Usai makan, kita harus melanjutkan perjalanan,
jangan membuang-buang waktu lagi."
"Baik," An Lok Kong cu tersenyum.
Usai makan, mereka melanjutkan perjalanan lagi menuju
gunung Bu Tong. Dua hari kemudian, mereka sudah tiba di
gunung tersebut. Betapa gembiranya Jie Lian ciu, song wan Kiauw dan
lainnya. Mereka menyambut kedatangan Thio Han Liong dan
An Lok Kong cu sambil tertawa.
"Han Liong.,.." Jie Lian ciu memegang bahunya.
"syukurlah engkau membawa An Lok Kong Cu ke mari,
sebab dari kemarin guru terus menyinggungmu"
"oh?" "suhu ingin sekali bertemu An Lok Kong cu." song Wan
Kiauw memberitahukan sambil tersenyum.
"Kakek Jie," tanya Thio Han Liong mendadak.
"Apa kah belum lama ini Kakek Jie pernah mengutus
beberapa murid pergi ke tempat lain?"
"Benar." Jie Lian ciu manggut-manggut.
"Aku mengutus Ta nBun Heng, Lle Tek Kuang dan Lim
Tiong Ham pergi ke markas Kay Pang. Tapi... hingga kini
mereka belum kembali."
"Kakek Jie...." Thio Han Liong memberitahukan
"Mereka telah meninggal terkena pukulan beracun."
"Apa?" Jie Lian Ciu dan lainnya tersentak.
"siapa yang membunuh mereka?"
"Han Liong," tanya song Wan Kiauw.
"Darimana engkau tahu tentang itu?"
"Kebetulan aku berjumpa mereka dalam keadaan sekarat,"
jawab Thio Han Liong. "salah seorang memberitahukan, bahwa mereka adalah
murid Bu Tong Pay dan mengatakan pembunuh itu adalah
seorang yang sudah tua sekali."
"siapa orang yang sudah tua sekali itu?" gumam Jie Lian
Cu. "Ketika kami makan di sebuah rumah makan, kami
mendengar pembicaraan beberapa kaum rimba persilatan
tentang kemunculan seorang iblis tua bersama muridnya, iblis
tua itu memiliki ilmu pukulan beracun, bahkan sekujur
badannya pun beracun. siapa yang menyentuh badannya,
pasti mati seketika."
"oh?" Jie Lian cu dan lainnya tertegun.
"siapa iblis tua itu?"
"Kakek Jie...." Thio Han Liong memberitahukan.
"Murid iblis tua itu bernama Tan Beng song, mantan adik
seperguruan Lam Khie."
"Kok engkau tahu tentang itu?" Jie Lian ciu heran.
"Aku dan Pak Hong ke Tayli..." Thio Han Liong menutur
tentang itu "Tapi aku sama sekali tidak tahu tentang iblis tua itu,
mungkin sucouw tahu."
"Aaaah..." Jie Lian ciu menghela nafas panjang.
"Timbul petaka lagi dalam rimba persilatan, itu sungguh di
luar dugaan" "oh ya, Han Liong, engkau sudah pergi ke Tong Hai?" tanya
Song Wan Kiauw sambil menatapnya.
"Sudah." Thio Han Liong mengangguk,
"Bahkan aku sudah berhasil mencari Yo Ngie Kuang. Kini
dia kuberi nama Yo Pit Loan, sebab dia sudah berubah
menjarti anak gadis."
"Apa?" Song Wan Kiauw terbelalak.
"Itu... itu bagai mana mungkin?"
"Itu memang benar, aku menyaksikannya sendiri" sahut
Thio Han Liong danmemberitahukan tentang kejadian
tersebut. "Maka kuberi nama Yo Pit Loan."
"Ternyata begitu" Song Wan Kiauw manggut-manggut.
"Kalau engkau tidak memberinya buah Im Ko, dia pasti
tetap menjadi banci. Ya, kan?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk,
"Kalau begitu, kini kepandaiannya pasti sudah tinggi
sekali," ujar Jie Lian Ciu.
"Betul." Thio Han Liong mengangguk lagi dan
memberitahukan, "Siapa yang terkena pukulannya, pasti mati beku seperti
es." "Oh?" Jie Lian Ciu terbelalak.
"Kalau dia berubah jahat, bukankah...."
"Dia tidak akan berubah jahat, sebab pada dasarnya dia
tidak berhati jahat. Maka, aku memberinya buah Im Ko itu
untuk menolongnya," ujar Thio Han Liong dan menambahkan,
"sebetulnya dia ingin menjadi pelayanku tapi kutolak."
"Enak saja mau menjadi pelayanmu" ujar An Lok Kong Cu
tanpa sadar, dan itu membuat Jie Lian Ciu dan lainnya
tertawa gelak. "Ha ha ha Han Liong, An Lok Kong Cu cemburu lho" ujar
Song Wan Kiauw. "Lain kali engkau harus hati-hati berbicara, tangan asal
bicara" "Kakek Song" Thio Han Liong tersenyum.
"Aku berkata sesungguhnya, lagipula aku pun sudah
memberitahukan padanya bahwa aku sudah punya tunangan."
"oooh" song Wan Kiauw manggut-manggut.
"Engkau pun berterus terang pada Tong Hai sianli?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk,
"Bagus" Jie Lian ciu manggut-manggut. "sebagai lelaki
sejati harus berani berterus terang, juga tidak boleh
menyeleweng di belakang sang kekasih."
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya, Kakek Jie."
"Ha ha ha" song Wan Kiauw tertawa gelak.
"Han Liong bukan pemuda semacam itu. Kalaupun ada
bidadari turun dari kahyangan, dia pun tidak akan tergoda."
"Sebab tidak ada bidadari turun dari kahyangan, maka dia
tidak akan tergoda," ujar An Lok Kong cu.
"Tapi kalau benar ada bidadari turun dari kahyangan, dia
pasti akan tergoda."
"Adik An Lok" Thio Han Liong menggeleng-gelengkan
kepala. "Aku tidak akan begitu, engkau harus mempercayaiku."
"Kakak Han Liong" An Lok Kong cu tersenyum.
"Aku tahu engkau tidak akan begitu, ini cuma gurauan
saja." "Benar." song Wan Kiauw manggut-manggut, lalu kembali
pada pokok pembicaraan. "Kita semua sama sekali tidak tahu siapa iblis tua itu.
Mungkinkah guru tahu?" .
"Mungkin." Jie Lian ciu mengangguk.
"Maka kita harus bertanya kepada guru."
"Kalau begitu, sekarang kita menemui guru bersama Han
Liong dan An Lok Kong cu," ujar song Wan Kiauw.
"Baik," Jie Lian ciu manggut-manggut.
Mereka ke ruang meditasi. Begitu mendengar suara
langkah, Thio sam Hong yang sedang bersemadi di ruang itu
langsung membuka matanya. Ketika melihat Thio Han Liong
bersama seorang gadis, wajah guru besar itu tampak berseri.
"Guru" Jie Lian ciu dan lainnya memberi hormat, setelah itu
barulah duduk di hadapan Thio sam.
"Sucouw" panggil Thio Han Liong sambil bersujud. An Lok
Kong cu pun ikut bersujud di sisinya.
"Ha ha ha" Thio sam Hong tertawa gembira sambil
menatap An Lok Kong cu. "Engkau pasti Putri Cu Goan ciang Ya, kan?"
"Ya, sucouw." An Lok Kong cu mengangguk.
"Bagus, bagus" Thio sam Hong terus tertawa gembira.
"Aku harap masih bisa menyaksikan kalian berdua
melangsungkan pernikahan oh ya, kapan kalian berdua akan
menikah?" "Mungkin tidak lama lagi," sahut Thio Han Liong dengan
wajah agak kemerah-merahan.
"Han Liong...." Thio sam Hong tersenyum lembut.
"sebaiknya kalian berdua menikah selekasnya, sebab aku
sudah tua sekali, sewaktu-waktu pasti akan pulang ke alam
baka." "sucouw jangan berkata begitu, sucouw masih segarbugar."
"Aaaah..." Thio sam Hong menghela nafas panjang.
"Usia ku sudah seratus lebih aku sendiri pun sudah lupa
lebih berapa. Mungkin lima puluh atau lebih dari itu. Rasanya
aku cuma kuat bertahan beberapa tahun lagi."
"Guru...." Jie Lian ciu dan lainnya langsung tampak
murung. "Guru pasti bisa hidup sampai dua ratus tahun."
"Ha ha Untuk apa aku hidup terlalu lama" Bukankah akan
menyiksa diriku sendiri?" ujar Thio sam Hong, kemudian
menggeleng-gelengkan kepala.
"Sucouw," tanya Thio Han Liong mendadak.
"Pernahkah sucouw mendengar tentang seorang iblis tua
yang sekujur badannya beracun?"
"Seorang iblis tua yang sekujur badannya beracun?" tanya
Thio sam Hong dengan wajah berubah,
"iblis tua itujuga memiliki ilmu pukulan beracun?"
"Betul." Thio Han Liong mengangguk.
"Aaaah..." Thio sam Hong menghela nafas panjang,
"iblis tua itu muncul lagi dalam rimba persilatan?"
"Ya. Dia muncul bersama muridnya." Thio Han Liong
memberitahukan sambil memandang Thio sam Hong.
"Mereka berdua membunuh para murid partai besar."
"oh?" Thio sam Hong mengerutkan kening.
"Apakah murid-murid kalian juga ada yang mereka bunuh?"
"Tidak ada," sahut Jie Lian ciu, agar tidak membebani
pikiran Thio sam Hong. "Bolehkah Guru menceritakan tentang iblis tua itu?"
"Tujuh delapan tahun yang lampau, mendadak dalam
rimba persilatan muncul seorang pembunuh, yang mengaku
dirinya datang dari Ban Tok To." Thio sam Hong mulai
menceritakan. "orang itu terus membantai kaum rimba persilatan. setelah
itu secara tiba-tiba orang tersebut menghilang entah ke mana,
sehingga menimbulkan kabar berita yang tak menentu
mengenai dirinya." "Guru yakin orang itu adalah iblis tua yang baru muncul
itu?" tanya Jie Lian ciu.
"orang itu memiliki ilmu pukulan beracun, bahkan sekujur
badannya pun beracun. Maka guru yakin orang itu adalah iblis
tua yang baru muncul itu," sahut Thio sam Hong dan
menambahkan, "Dulu kepandaiannya sudah begitu tinggi, apalagi kini.
Maka, kalian harus berhati-hati menghadapinya, dan lebih baik
jangan cari urusan dengannya, sebab guru khawatir kalian
bukan lawannya." "Guru, Han Liong dapat mengalahkannya?" tanya song Wan
Kiauw mendadak. "Entahlah." Thio sam Hong menggelengkan kepala.
"Paling baik menghindarinya, agar selamat."
"Ya." Jie Lian ciu dan lainnya mengangguk.
"Apabila dia ke mari, beritahukan kepada guru" pesan Thio
sam Hong. "Biar guru yang menghadapinya. "
"Ya." Jie Lian ciu dan lainnya menganggguk lagi. Tapi
apabila iblis tua itu muncul di gunung Bu Tong, tentu mereka
tidak akan memberitahukan kepada Thio sam Hong.
"Han Liong, kapan engkau akan kembali ke Kotaraja?"
tanya Thio sam Hong. "setelah kami ke gunung Altai," jawab Thio Han Liong.
"Lho?" Thio sam Hong terbelalak.
"Mau apa engkau ke gunung Altai, yang dekat perbatasan
Mongol itu?" "Aku harus mengembalikan sebuah kitab pusaka kepada Ek
Thian" Thio Han Liong menutur tentang itu.
"oooh" Thio sam Hong manggut-manggut.
"setelah itu kalian pasti melangsungkan pernikahan,
bukan?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"setelah pernikahan, kalian akan tinggal di mana?" Thio
sam Hong memandang mereka.
"Kami akan tinggal di pulau Hong Hoang To." Thio Han
Liong memberitahukan. "Kami pun tidak akan mencampuri urusan rimba persilatan
lagi." "Bagus, bagus" Thio sam Hong manggut-manggut.
"Memang lebih baik kalian hidup tenang, damai dan
bahagia di pulau itu."
"Ya, sucouw." Thio Han Liong mengangguk,
"oh ya" Thio sam Hong menatap Thio Han Liong seraya
bertanya, "Kapan kalian berangkat ke gunung Altai?"
"Besok" jawab Thio Han Liong.
"Baiklah." Thio sam Hong manggut-manggut.
"Besok kalian boleh langsung berangkat, tidak usah
berpamit padaku" "Ya, sucouw." Thio Han Liong mengangguk,
"Aku mau beristirahat, kalian boleh meninggalkan ruang
meditasi ini," ujar Thio sam Hong sambil memejamkan
matanya. Jie Lian ciu dan lainnya segera meninggalkan ruang
meditasi itu, kembali ke ruang depan.
"Han Liong, bagaimana Yo Ngie Kuang itu?" tanya Song
Wan Kiauw setelah duduk, "Bukan Yo Ngie Kuang, melainkan Yo Pit Loan," sahut Thio
Han Liong sambil tersenyum.
"Dia pasti baik-baik saja. Namun aku tidak tahu dia berada
di mana." "Oooh" Song Wan Kiauw manggut-manggut.
"Kakak Han Liong, aku ingin sekali bertemu Yo Pit Loan."
ujar An Lok Kong cu. "Memangnya kenapa?" Thio Han Liong heran.
"ingin menyaksikan suatu keajaiban," sahut An Lok Kong
Cu sambil tersenyum. "Yaitu anak lelaki berubah menjadi anak gadis."
"Engkau...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala
sambil tersenyum. "Aku yakin kita pasti berjumpa dengannya kelak."
"Itu yang kuharapkan," ujar An Lok Kong Cu.
"Han Liong" tanya Jie Lian Ciu bergurau.
Sengkala Angin Darah 2 Raja Naga 19 Dewa Pengasih Pisau Kekasih 1