Anak Naga 18
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung Bagian 18
"Kalau engkau belajar ilmu silat yang dari kitab pusaka itu,
apa yang akan terjadi atas dirimu?"
"Tentunya akan berubah menjadi banci."
"Jangan" ujar An Lok Kong Cu cepat.
"Aku pasti celaka"
"Ha ha ha" Jie Lian Ciu danlainnya tertawa gelak. "Ha ha
ha..." Keesokan harinya, Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu
berpamit keparta Jie Lian Ciu dan lainnya, lalu meninggalkan
gunung Bu Tong ke gunung Altai.
Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu terus melakukan
perjalanan ke gunung Altai. Dalam perjalanan ini Thio Han
Liong terus memberi petunjuk kepada An Lok Kong Cu
mengenai ilmu silat. oleh karena itu, tidak mengherankan
kalau ilmu silat An Lok Kong Cu bertambah tinggi.
Sepuluh hari kemudian, barulah mereka tiba di gunung
Altai. Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mendaki gunung itu
sambil menikmati keindahannya. Mendadak berkelebat
beberapa bayangan ke arah mereka dan terdengar pula suara
bentakan. "Berhenti" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu segera berhenti. Di
saat bersamaan melayang turun beberapa wanita. Begtiu
melihat Thio Han Liong, mereka terbelalak dan langsung
memberi hormat. "Maaf, kami tidak tahu Thio siauhiap yang ke mari, maka
kami telah membentak siauhiap."
"Tidak apa-apa." Thio Han Liong tersenyum.
"oh ya, ini adalah An Lok Kong cu, tunanganku."
"An Lok Kong cu," ucap mereka sambil memberi hormat.
"selamat datang di tempat kami"
"Terima kasih," sahut An Lok Kong cu dan balas memberi
hormat. "Ayoh, mari ikut kami ke puncak" ajak salah seorang dari
mereka. Thio Han Liong mengangguk. Mereka semua lalu melesat
ke atas gunung itu. Tak seberapa lama kemudian, mereka
sudah sampai di tempat tinggal Kam Ek Thian. Muncul Yen
Yen dan Ing Ing. Keduanya gembira sekali ketika melihat Thio
Han Liong. "Thio siauhiap" seru mereka serentak.
"Bibi Yen Yen, Bibi Ing Ing" Thio Han Liong segera
memberi hormat. "Thio siauhiap." tanya Yen Yen sambil tersenyum.
"Gadis ini tunanganmu?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Adik An Lok, mereka berdua adalah Bibi Yen Yen dan Bibi
Ing Ing." An Lok Kong cu segera memberi hormat. Yen Yen dan Ing
Ing juga memberi hormat kepadanya.
"Mari kita masuk" ajak Yen Yen dan memberitahukan,
"Tong Koay dan ouw Yang Bun berada di sini."
"oh?" Thio Han Liong girang sekali.
Mereka semua masuk. Tampak Kam Ek Thian dan Lie Hong
Suan sedang duduk di sana dengan wajah ceria.
"Paman, Bibi" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu memberi
hormat kepada mereka. "Han Liong" Kam Ek Thian dan Lie Hong suan tertawa
gembira. "Gadis ini tentu tunanganmu. Ya, kan?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk,
"Dia adalah An Lok Kong cu."
"Ha ha ha" Kam Ek Thian tertawa gelak.
"Tak disangka tempatku ini dikunjungi Putri Kaisar ini
sungguh di luar dugaan"
"Han Liong, An Lok Kong cu, silakan duduk" ucap Lie Hong
suan dengan ramah dan lembut.
"Terimakasih." Thio Han Liong dan An Lok Kong cu duduk,
Di saat bersamaan, muncullah Tong Koay, ouw Yang Bun,
ouw Yang Hui sian dan Kam siauw Cui.
"Ha ha ha" Tong Koay tertawa gembira.
"Han Liong, tak disangka engkau ke mari"
"Locianpwee" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu segera
memberi hormat. "Han Liong, aku merasa cocok dengan tempat ini, maka
aku tinggal di sini," ujar Tong Koay.
"Betul, saudara Han Liong," sambung ouw Yang Bun.
"Aku amat berterima kasih kepadamu, aku diperbolehkan
tinggal di sini bersama Putriku."
"Saudara ouw Yang Bun" Thio Han Liong tersenyum.
"Syukurlah" "Han Liong," ujar Tong Koay memberitahukan.
"Aku sudah mengambil keputusan tidak akan berkecimpung
di dunia persilatan lagi. Aku ingin hidup tenang dan damai di
sini." "Memang lebih baik begitu," ujar Thio Han Liong.
"Kini timbul petaka lagi dalam rimba persilatan."
"Petaka apa?" tanya Tong Koay sambil mengerutkan
kening. "Muncul seorang iblis tua dan muridnya." Thio Han Liong
memberitahukan. "Mereka membunuh para murid partai besar dengan ilmu
pukulan beracun dan sudah banyak murid-murid partai besar
yang mereka bunuh." "oh?" Tong Koay mengerutkan kening.
"siapa iblis tua itu?"
"Tidak begitu jelas," sahut Thio Han Liong.
"Murid nya adalah Tan Beng song, mantan adik
seperguruan Lam Khie Locianpwee."
"Hah?" Tong Koay terbelalak.
"Sungguh diluar dugaan, ternyata Tan Beng song berguru
pada si iblis Tua itu"
"Menurut sucouwku, si iblis Tua itu berasal dari Ban Tok To
(Pulau selaksa Racun)," ujar Thio Han Liong dan
menambahkan, "Tujuh delapan tahun yang lalu pernah muncul di
Tionggoan, tapi setelah itu menghilang entah ke mana."
"Han Liong," tanya Tong Koay.
"Bagaimana reaksi para ketua partai besar?"
"Aku belum bertemu dengan mereka. Maka, bagaimana
reaksi mereka aku tidak tahu." Thio Han Liong menggelenggelengkan
kepala. "Aaah..." Tong Koay menghela nafas panjang.
"Han Liong" Kam Ek Thian memandangnya seraya
bertanya. "Engkau sudah berhasil mencari Yo Ngie Kuan?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk, lalu menyerahkan kitab
Lian Hoa Cin Kong keparta Kam Ek Thian.
"Terimakasih, Han Liong," ucap Kam Ek Thian sambil
menerima kitab pusaka itu.
"Kenapa dia tidak ke mari?" tanyanya kemudian.
"Dia merasa malu bertemu Paman dan Bibi, maka
menitipkan kitab pusaka itu kepadaku untuk dikembalikan
kepada Paman." "Han Liong" Wajah Kam Ek Thian tampak murung.
"Dia berada di mana sekarang dan bagaimana keadaannya
?" "Aku tidak tahu dia ke mana,"jawab Thio Han Liong.
"Keadaannya baik-baik -aja, tapi kini dia telah berubah
menjadi anak gadis."
"Apa?" Kam Ek Thian tertegun.
"Dia telah berubah menjadi anak gadis" Kalau begitu,
Lweekangnya sudah mencapai tingkat tertinggi?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk,
"Itu... itu tidak mungkin" Kam Ek Thian menggelenggelengkan
kepala. "Tidak mungkin"
"Paman, aku memberinya buah Im Ko, maka Lweekangnya
menjadi sempurna, setelah itu dirinya berubah menjadi anak
gadis." "oooh" Kam Ek Thian manggut-manggut.
"Han Liong, dari mana engkau memperoleh buah itu?"
"Hadiah dari Raja Tayli," sahut Thio Han Liong dan menutur
tentang kejadian itu Kam Ek Thian manggut-manggut mendengar penuturan itu.
Namun sebaliknya wajah Tong Koay malah berubah pucat.
"Tak disangka Tan Beng song sudah berkepandaian begitu
tinggi, apalagi si iblis Tua, gurunya itu"
"Han Liong" Kam Ek Thian memandangnya dengan penuh
rasa haru. "Kami amat berterima kasih kepadamu, sebab engkau telah
menolong Yo Ngie Kuan."
"Paman, kini dia bernama Yo Pit Loan, aku yang memberi
nama padanya," ujar Thio Han Liong dengan tersenyum.
"oooh" Kam Ek Thian manggut-manggut.
"Han Liong, betulkah dia telah berubah menjadi anak
gadis?" tanya Lie Hong suan.
"Betul." Thio Han Liong mengangguk,
"Dia telah memeriksa sendiri alat kelaminnya."
"oooh" Lie Hong suan menarik nafas dalam-dalam.
"Sungguh merupakan suatu keajaiban"
"Tapi kalau tidak makan buah Im Ke pemberian Han Liong,
dia pasti tetap menjadi banci," ujar Kam Ek Thian dan
menambahkan, "Dia sungguh beruntung memakan buah Im Ko, sebab
kepandaiannya bertambah tinggi."
"Sifat dan gerak-geriknya juga akan berubah seperti anak
gadis?" tanya Lie Hong suan.
"Tentu." Kam Ek Thian manggut-manggut dan tertawa.
"Kalau dia ke mari, aku harus memanggilnya sumoy, bukan
sutee lagi." "Dia tidak akan ke mari." Lie Hong suan menghela nafas
panjang, kemudian memandang Thio Han Liong seraya
berkata, "kalau engkau bertemu dia lagi, bujuklah agar dia mau
datang ke mari" "Ya, Bibi." Thio Han Liong mengangguk.
Kam siauw Cui yang diam dari tadi mendadak membuka
mulut. "Kakak Han Liong, apakah gadis yang cantik jelita itu
tunanganmu?" "Betul, siauw Cui," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.
"Adik An Lok, dia adalah siauw Cui."
"oooh" An Lok Kong cu menatapnya lembut.
"Adik siauw Cui, Kakak Han Liong sering menceritakan
dirimu kepadaku." "oh?" Kam siauw Cui tampak gembira sekali.
"Kakak adalah Putri Kaisar?"
"Ya." An Lok Kong cu mengangguk.
"Kakak," ujar Kam siauw Cui sambil tersenyum.
"Kelak kalau ada kesempatan, aku pasti ke Kota raja
mengunjungi Kakak," "Aku pasti menyambutmu dengan penuh kegembiraan,"
sahut An Lok Kong cu. "Tapi setelah aku menikah dengan Kakak Han Liong, kami
akan tinggal di pulau Hong Hoang To."
"Tidak apa-apa." Kam siauw Cui tertawa lagi.
"Aku akan ke sana mengunjungi kalian."
"Aku ikut," sela ouw Yang Hui sian.
"Aku pasti mengajakmu," ujar Kam siauw Cui berjanji.
"Kita pun akan ke Kotaraja."
"Asyik" ouw Yang Hui sian tertawa gembira.
Kam Ek Thian, Lle Hong Suan, Tong Koay dan ouw Yang
Bun saling memandang, kemudian mereka menggelenggelengkan
kepala. "Han Liong, bagaimana kalau kalian tinggal di sini beberapa
hari?" "Itu...." Thio Han Liong memandang An Lok Kong cu.
"Ng" An Lok Kong cu mengangguk,
"Baik, Paman," ujar Thio Han Liong.
"Kami akan tinggal di sini beberapa hari agar Adik An Lok
bisa menikmati keindahan pemandangan di sini."
"Bagus, bagus" Kam Ek Thian tertawa gembira.
"Ha ha ha. Malam ini aku akan mengadakan perjamuan,
kita bersantap bersama sambil bersulang"
"Itu akan merepotkan Paman dan Bibi. Lebih baik Paman
tidak usah mengadakan perjamuan," ujar Thio Han Liong.
"Tidak akan merepotkan kami. Lagipula entah kapan kalian
akan ke mari mengunjungi kami, maka aku harus
memanfaatkan kesempatan ini menjamu kalian."
"Terima kasih, Paman," ucap Thio Han Liong.
Malam harinya, Kam Ek Thian mengadakan perjamuan.
Mereka bersantap sambil bersulang, sehingga suasana malam
itu tampak semarak. Beberapa hari kemudian, berangkatlah
Thio Han Liong dan An Lok Kong cu kembali ke Tionggoan.
Bab 64 Berjumpa Teman Lama
Sampai di Tionggoan, Thio Han Liong mengajak An Lok
Kong cu berpesiar ke berbagai tempat yang indah panorama
nya. Itu sungguh menggembirakan An Lok Kong cu, sehingga
wajah gadis itu terus berseri-seri.
"Kakak Han Liong," ujar An Lok Kong cu ketika mereka
duduk beristirahat di bawah sebuah pohon.
"Alangkah indahnya pemandangan di sini, rasanya aku
betah bermalam di sini." ,
"oh?" Thio Han Liong tersenyum.
"Tapi lebih baik kita bermalam di penginapan saja agar
engkau tidak digigit nyamuk hutan."
"Udara di sini amat dingin, bagaimana mungkin ada
nyamuk hutan?" "Nyamuk hutan tidak takut dingin. Ayolah, mari kita pergi."
ajak Thio Han Liong. An Lok Kong cu mengangguk, kemudian mereka
meninggalkan tempat itu. Ketika hari mulai senja, mereka
sudah memasuki sebuah kota kecil.
"Kakak Han Liong, aku sudah lapar," bisik An Lok Kong cu.
"Kita makan dulu baru mencari penginapan. "
"Baik." Thio Han Liong manggut-manggut.
Mereka memasuki sebuah rumah makan, kemudian
seorang pelayan menghampiri mereka dengan sikap
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghormat sekali. "Tuan mau pesan makanan dan arak apa?" tanya pelayan
itu. "Beberapa macam hidangan istimewa dan arak wangi,"
sahut An Lok Kong cu. "Ya, Nyonya" Pelayan itu mengangguk, lalu melangkah
pergi. "Adik An Lok, pelayan itu menyebutmu nyonya," bisik Thio
Han Liong. "Engkau...." Wajah An Lok Kong cu memerah.
"Konyol ah" Thio Han Liong tertawa kecil. Tak segerapa lama kemudian
pelayan itu menyajikan hidangan-hidangan dan arak wangi.
Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mulai bersantap. Pada
saat bersamaan seorang lelaki dan seorang wanita memasuki
rumah makan itu Begitu melihat dua orang itu, Thio Han Liong
terbelalak dan wajahnya tampak berseri.
"Kakak Han Liong" An Lok Kong cu heran.
"Engkau kenal mereka?"
"Kenal." Thio Han Liong mengangguk.
"Mereka adalah suami isteri. Lelaki itu bernama seng Hwi,
isterinya bernama su Hong sek, ketua partai Kay Pang."
"oh?" An Lok Kong cu langsung memperhatikan mereka.
Thio Han Liong bangkit dari tempat duduknya dan berseru
dengan penuh kegembiraan.
"saudara tua saudara tua"
Lelaki itu menoleh kepalanya. Ketika melihat Thio Han
Liong, ia pun terbelalak dengan mulut ternganga lebar.
"Suamiku, siapa pemuda itu?" tanya su Hong sek
"Dia adalah Thio Han Liong."
"Apa?" su Hong sek tertegun.
"Dia... Thio Han Liong?"
"Ya." seng Hwi mengangguk,
"Mari kita ke sana"
Mereka menghampiri Thio Han Liong. Seketika juga Thio
Han Liong dan An Lok Kong cu bangkit berdiri
"saudara tua" Thio Han Liong memberi hormat.
"saudara kecil...." seng Hwi menatapnya dengan penuh
perhatian. "Tidak salah, engkau memang Thio Han Liong Ha ha ha..."
"Han Liong...." Su Hong Sek memandangnya dengan penuh
kegembiraan. "Tak disangka kita berjumpa di sini"
"Betul." Thio Han Liong tersenyum.
"sungguh di luar dugaan"
"Han Liong," tanya seng Hwi.
"siapa gadis ini?"
"An Lok Kong cu." Thio Han Liong memberitahukan.
"Dia adalah tunanganku."
"oh?" seng Hwi tersenyum.
"Kalau begitu, kami harus mengucapkan selamat
kepadamu." "Terima kasih," ucap Thio Han Liong dengan wajah
kemerah-merahan. "Ayoh, mari kita duduk"
Mereka duduk. Pelayan segera menambah arak wangi.
Mulailah mereka bersulang sambil tertawa riang gembira,
setelah itu barulah mereka bercakap-cakap.
"saudara kecil, kenapa kalian berada di kota ini?" tanya
seng Hwi. "Kami pesiar ke sana ke mari, maka tiba di kota ini." sahut
Thio Han Liong menutur. "Kami dari gunung Altai."
"Dari gunung Altai?" seng Hwi tercengang.
"Ada apa di sana?"
"Kami ke sana untuk mengembalikan sebuah kitab Lian Hoa
Cin Keng." Thio Han Liong menutur.
"Kini kami pesiar ke sana ke mari."
"sungguh menakjubkan" ujar su Hong sck sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
"Lelaki bisa berubah menjadi wanita, itu agak tak masuk
akal." "Pemuda itu mempelajari kitab Lian Hoa Cin Keng, lalu
berubah menjadi banci," ujar seng Hwi menjelaskan.
"Kemudian makan buah Im Ko pemberian Han Liong. Buah
itu membantu proses tubuhnya, sehingga dirinya berubah
menjadi wanita." "Kalau begitu..." Su Hong Sek mengerutkan kening.
"Apabila ia berubah jahat, bukankah akan menimbulkan
bencana dalam rimba persilatan?"
"istriku" seng Hwi menggeleng-gelengkan kepala.
"Kini dalam rimba persilatan telah timbul suatu petaka."
"saudara tua sudah tahu tentang kemunculan seorang iblis
tua dan muridnya?" tanya Thio Han Liong.
"Aaah..." seng Hwi menghela nafas panjang.
"Murid si iblis Tua itu...."
"Apa yang telah terjadi?" tanya Thio Han Liong sambil
menatapnya. "Apakah si iblis Tua dan muridnya itu juga membunuh para
anggota Kay Pang?" "Tidak, tapi...." seng Hwi menghela nafas panjang lagi.
"Mereka menculik Putra kami."
"oh?" Thio Han Liong terbelalak.
"Kalian sudah punya anak?"
"Ya." seng Hwi mengangguk.
"Anak lelaki, kini sudah berumur lima tahun, dia bernama
seng Kiat Hiong." "saudara tua, siapa yang menculik Putramu?" tanya Thio
Han Liong. "Tan Beng song." seng Hwi memberitahukan.
"Dia murid si iblis Tua itu."
"Kapan dia menculik Putramu?"
"Dua bulan yang lalu." seng Hwi menghela nafas panjang.
"Hingga saat ini kami belum bisa membunuh Tan Beng
Song. Kami khawatir... dia telah membunuh Putra kami."
"saudara tua," ujar Thio Han Liong.
"Aku yakin dia belum membunuh Kiat Hiong."
"Kok engkau yakin itu?" seng Hwi heran.
"Kalau dia mau membunuhnya, tentunya tidak usah
menculiknya," sahut Thio Han Liong.
"Bisa saja membunuhnya di tempat. Ya, kan?"
"Betul." su Hong sek ketua Kay Pang mengangguk.
"Kalau begitu, kami agak tenang."
"Tetua Kay Pang tidak berusaha mencarinya?" tanya Thio
Han Liong. "ci Hoat dan coan Kang Tianglo juga sedang mencarinya,"
sahut su Hong sek. "Mudah-mudahan mereka berhasil mencarinya, sebab kami
berdua harus segera kembali ke markas"
"Kalau begitu...," ujar Thio Han Liong sungguh-sungguh.
"Kami akan membantu kalian mencarinya."
"Terimakasih," ucap su Hong sek dan seng Hwi serentak.
"oh ya sucouwku memberitahukan, kalau tidak salah Si iblis
Tua itu berasal dari pulau Ban Tok To," ujar Thio Han Liong
dan mengingatkan. "Jika kalian berjumpa iblis Tua itu, lebih baik menjauhinya.
Karena dia memiliki ilmu pukulan beracun, bahkan sekujur
badannya pun beracun. siapa yang tersentuh badannya pasti
mati seketika." "oh?" seng Hwi terkejut.
"Kalau begitu... siapa yang dapat membasminya?"
"Han Liong," tanya su Hong sek sambil menatapnya.
"Apakah engkau mampu membasminya?"
"Entahlah." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Tapi... aku dan Adik An Lok kebal terhadap racun apa
pun." "Syukurlah" ucap seng Hwi.
"Aku yakin kalian ber dua dapat membasmi si iblis Tua itu"
"Mudah-mudahan" Thio Han Liong manggut-manggut
"Han Liong," pesan seng Hwi.
"Apabila engkau berhasil mencari Putraku, aku harap kalian
segera ke markas Kay Pang"
"Baik." Thio Han Liong mengangguk.
"Han Liong...." su Hong sek memberi hormat.
"Seharusnya aku menghaturkan terima kasih kepada
kalian." "Jangan berkata begitu" Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu segera balas memberi hormat.
"Aku dan saudara tua adalah kawan Baik, tentunya kami
harus bantu dalam hal itu."
"Han Liong...." Betapa terharunya su Hong sek
"Kami tidak akan melupakan budi kalian."
"jangan berkata begitu, aku jadi tidak enak" Thio Han Liong
menggeleng-gelengkan kepala.
"oh ya" Tiba-tiba su Hong sek teringat sesuatu, kemudian
memandang An Lok Kong cu seraya bertanya,
"Engkau adalah Putri Kaisar?"
"Ya." An Lok Kong cu mengangguk.
"Bagus" su Hong sek tersenyum.
"Tapi apakah ayahmu merestui kalian?"
"Ayahku sudah bertemu ke dua orangtua Kakak Han
Liong," jawab An Lok Kong cu memberitahukan.
"Telah sirna kesalahpahaman mereka, kini mereka akrab
kembali, karena ayahku sudah minta maaf kepada Paman Bu
Ki." "oooh" su Hong sek manggut-manggut.
"Syukurlah kalau begitu, sebab kami semua tahu bahwa
Thio Bu Ki yang berjasa."
"Betul." An Lok Kong cu mengangguk.
"Ayahku pun mengaku begitu, Paman Bu Ki telah
memaafkan ayahku." "Ha ha ha" Seng Hwi tertawa,
"Kalian berdua memang merupakan pasangan yang serasi,
aku mengucapkan selamat kepada kalian. Kapan kalian
menikah, jangan lupa undang kami"
Bagian 33 "Baik," Thio Han Liong mengangguk dengan wajah agak
kemerah-merahan. Mereka bercakap-cakap lagi, setelah itu barulah mereka
berpisah. Seng Hwi dan Su Hong Sek pulang ke markas Kay
Pang, sedangkan Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu ke
penginapan. Keesokan harinya, Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu
meninggalkan kota itu menuju ke arah Selatan. Mereka pesiar
sambil mencari Seng Kiat Hiong, Putra Seng Hwi yang diculik
Tan Beng Song. Ketika Thio IHan Liong dan An Lok Kong Cu sedang
menikmati panorama di sekitar lembah. Tiba-tiba mereka
mendengar suara rintihan di balik sebuah batu besar, dan itu
membuat mereka saling memandang.
"Adik An Lok" Thio Han Liong memberitahukan.
"Itu adalah suara rintihan orang teriuka parah."
"Oh?" An Lok Kong cu mengerutkan kening.
"Kalau begitu, mari kita ke sana melibat siapa dia"
"Baik," Thio IHan Liong mengangguk.
Mereka berdua melesat ke balik batu itu. Tampak dua
orangtua berpakaian compang-camping tergeletak di sana.
Begitu melihat ke dua orangtua itu, tersentaklah hati Thio Han
Liong, karena ke dua orangtua itu adalah Ci Hoat dan coang
Kang Tiang lo dari Kay Pang.
"Locianpwee Locianpwee" Thio Han Liong segera
memeriksa mereka, namun kemudian menggeleng-gelengkan
kepala. "Kakak Han Liong," bisik An Lok Kong cu.
"Bagaimana mereka, apakah masih bisa ditolong?"
"Tidak tertolong lagi," sahut Thio Han Liong.
"sebab racun telah menyerang jantung mereka."
"Anak muda...." Ci Hoat Tianglo mulai bersuara.
"Engkau...." "Locianpwee, aku Thio Han Liong. Locianpwee pasti masih
ingat kepadaku," ujar Thio Han Liong.
"Thio Han Liong...." wajah Ci Hoat Tianglo agak berseri.
"Kami... kami sedang mencari seng Kiat Hiong, tapi...."
"Locianpwee, kami sudah berjumpa dengan seng Hwi dan
su Hong sek. Kami sudah tahu tentang itu. oh ya, siapa yang
melukai Locianpwee?"
"Ban... Ban Tok Lo Mo," sahut Ci Hoat Tianglo lemah.
"Thio... Thio siauhiap. tolong... tolong beritahukan kepada
su... su Hong seki bahwa... kami belum... berhasil mencari...
seng... Kiat Hiong...."
"Aku pasti memberitahukan kepadanya."
"Terimakasih, Thio... siauhiap... kami minta tolong... cari...
seng Kiat... Hiong...."
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Te... terima kasih...." Kepala Ci Hoat Tianglo terkulai dan
nafasnya putus seketika. "Aaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang. Tak
disangka Ci Hoat dan Coan Kang Tianglo mati secara
mengenaskan" "Kakak Han Liong," tanya An Lok Keng cu.
"Ban Tok Lo Mo (iblis Tua selaksa Racun) adalah orang
yang diceritakan sucouw?"
"Mungkin tidak salah." Thio Han Liong manggut-manggut.
"Kini dia membunuh ke dua Tianglo Kay Pang itu, pihak Kay
Pang pasti akan menuntut balas."
"Kakak Han Liong," tanya An Lok Kong cu memandang ke
dua sosok mayat itu. "Bagaimana kalau kita mengubur ke dua mayat itu?"
"Baik," Thio Han Liong mengangguk,
setelah mengubur ke dua mayat itu, barulah mereka
meninggalkan lembah tersebut. Kini perasaan mereka agak
tercekam, karena menyaksikan kematian ke dua Tianglo itu.
"Aaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang.
"Adik An Lok, menurutmu apakah Ban Tok Lo Mo akan
pergi ke gunung Bu Tong?"
"Menurutku...," An Lok Keng cu berpikir sejenak lalu
berkata. "Sementara ini Ban Tok Lo Mo masih tidak berani ke
gunung Bu Tong, karena dia pasti merasa segan kepada
sucouw."
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tapi...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Sucouw sudah begitu tua, aku khawatir...."
"Jangan khawatir...." An Lok Kong cu tersenyum.
"Aku yakin sucouwmu masih kuat menghadapi Ban Tok Lo
Mo." "Kok engkau begitu yakin?"
"sebab sucouw tidak pernah kawin, maka Lwee-kangnya
pasti tinggi sekali."
"oh?" Thio Han Liong tertawa.
"Kalau begitu, aku pun tidak mau kawin...."
"Apa?" An Lok Kong cu melotot.
"Kalau engkau tidak mau kawin, bagaimana aku?"
"Bukankah masih banyak pemuda lain...."
"Engkau...." Mendadak An Lok Kong cu mencubit lengannya
dan itu membuat Thio Han Liong menjerit kesakitan.
"Aduuuh" "Rasakan" "Kenapa engkau mencubit lenganku?"
"Siapa suruh engkau bicara yang bukan-bukan" engkau
mau menyia-nyiakan diriku ya?"
"Adik An Lok" Thio Han Liong tersenyum.
"Aku cuma bercanda."
"Hmm" dengus An Lok Kong cu.
"Kalau benar engkau begitu, aku pasti bunuh diri lo"
"Adik An Lok...." Thio Han Liong cepat-cepat
menggenggam tangannya. "Maafkanlah aku Tadi... aku cuma bercanda, maka jangan
disimpan dalam benakmu" An Lok Kong cu tersenyum.
"Kakak Han Liong, Aku... aku bicara begitu cuma ingin
mengejutkanmu." "Adik An Lok, mulai sekarang aku tidak akan bicara yang
bukan-bukan lagi" ujar Thio Han Liong berjanji.
"Kakak Han Liong...." An Lok Kong cu mendekap di
dadanya. "Adik An Lok" Thio Han Liong membelainya dengan penuh
kasih sayang. Thio Han Liong dan An Lok Kong cu pesiar ke lempat yang
indah. Hari itu mereka duduk di bawah sebuah pohon di
pinggir sungai. "Kakak Han Liong," ujar An Lok Kong cu sambil
memandang air sungai itu.
"Sungguh jernih air sungai itu, rasanya ingin sekali aku
mandi." "Kalau rasanya ingin sekali, mandilah" sahut Thio Han
Liong. "Aku tidak akan mengintip. percayalah"
"Kalau engkau mau mengintip. itu pun tidak apa-apa,"
sahut An Lok Kong cu sambil tersenyum.
"Asal jangan orang lain yang mengintipku."
"Adik An Lok...." Thio Han Liong tertawa, namun mendadak
mengerutkan kening, dan itu mengherankan An Lok Kong cu.
"Ada apa?" "Aku mendengar suara pertarungan."
"Oh?" An Lok Kong cu segera pasang kuping. Lama sekali
barulah ia mendengar suara itu.
"Betul. Itu memang suara pertarungan."
"Heran?" gumam Thio Han Liong.
"siapa yang bertarung di tempat sepi ini?"
"Kakak Han Liong," ajak An Lok Kong cu.
"Kita pergi lihat yuk?"
Thio Han Liong berpikir sejenak, kemudian mengangguk, la
bersama An Lok Kong cu melesat ke arah suara pertarungan
itu. sampai di sana, mereka melihat seorang nenek sedang
bertarung dengan lelaki tua, tampak pula seorang anak kecil
berdiri di tempat itu. Begitu melihat nenek dan lelaki tua itu, air muka Thio Han
Liong berubah, dan itu tidak terlepas dari mata An Lok Kong
cu. "Engkau kenal mereka?" tanya gadis itu.
"Nenek itu adalah Im sie Popo-Kwee In Loan." Thio Han
Liong memberitahukan. "Lelaki tua itu... Tan Beng song. Kenapa mereka
bertarung?" Di saat bersamaan, terdengarlah seruan anak kecil itu
sambil bertepuk tangan. "Popo Hajar lelaki jahat itu Popo, tampar pipi kirinya"
Plak Ploook.. Im sie Popo menampar pipi Tan Beng song,
kemudian tertawa terkekeh-kekeh.
"He he he Anak manis, popo sudah menampar pipinya,"
seru Im sie Popo. "Lihatlah pipinya, bukankah sudah membengkak?"
"Hi hi Hi" Anak kecil itu tertawa geli.
"Popo, hajarlah dia lagi"
"Baik" Im sie Popo manggut-manggut.
"Popo akan menghajarnya lagi, popo ingin tahu pipinya
masih tahan ditampar apa tidak"
"Dasar nenek gila" bentak Tan Beng song sambil
menyerangnya dengan ilmu pukulan beracun. Namun Im Sie
Popo berkelit ke sana ke mari dengan gampang sekali,
kemudian mendadak tangannya bergerak. Plak Plok Plaaak
"Aduuuh" jerit Tan Beng song kesakitan. la terhuyunghuyung
ke belakang beberapa langkah.
"Hi hi Hi" Anak kecil itu tertawa gembira.
"Popo sungguh hebat Popo sungguh hebat"
Di saat itulah Thio Han Liong dan An Lok Kong cu
memunculkan diri Begitu melihat kemunculan mereka, Tan
Beng song langsung melesat pergi.
"Mau kabur ke mana?" teriak Im sie Popo.
"Popo Biar dia pergi" seru anak kecil itu.
Padahal Im sie Popo sudah mau melesat pergi mengejar
Tan Beng song, tapi begitu mendengar suara seruan anak
kecil itu, langsung dibatalkan nya.
"Anak manis...." im sie Popo membalikkan badannya, dan
ia terbelalak ketika melihat Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu. "Im sie Popo" Thio Han Liong memberi hormat.
"Apakah Popo masih ingat padaku?"
"Siapa kalian?" im sie Popo menatap mereka dengan mata
tak berkedip. "Aku Thio Han Liong dan dia An Lok Kong cu," sahut Thio
Han Liong sambil mendekati anak kecil itu.
"Jangan mendekati anak manis itu" bentak Im sie Popo.
"Popo," sahut anak kecil itu sambil tersenyum.
"Paman ini bukan orang jahat, biar dia mendekatiku."
"Ya." Im sie Popo mengangguk.
"Adik kecil," tanya Thio Han Liong.
"engkau bernama seng Kiat Hiong?"
"Betul." Anak kecil itu manggut-manggut.
"Kok Paman tahu aku bernama seng Kiat Hiong?"
"Aku sudah berjumpa dengan kedua orangtua mu." Thio
Han Liong memberitahukan.
"Aku dan ke dua orangtuamu adalah kawan Baik, maka
engkau tidak perlu takut padaku."
"Paman tampan sekali, tentunya bukan orang jahat," sahut
seng Kiat Hiong lalu memandang An Lok Kong cu.
"Bibi amat cantik, pasti isteri paman."
"Adik manis...." wajah An Lok Kong cu kemerah-merahan.
Mendadak Im sie Popo melesat ke hadapan seng Kiat
Hiong, kemudian memeluknya erat-erat.
"Cucuku, jangan takut, Popo pasti melindungimu"
"Terimakasih, Popo," ucap seng Kiat Hiong.
Cucuku, Popo harus mengajarmu ilmu silat," ujar im sie
Popo. "Jadi engkau tidak akan diculik penjahat lagi."
"oh?" seng Kiat Hiong tampak gembira sekali.
"Betulkah Popo mau mengajarku ilmu silat?"
"Betul." Im sie Popo mengangguk.
"Engkau mau menjadi muridku?"
"Mau." seng Kiat Hiong segera berlutut di hadapan im sie
Popo. "suhu, terimalah hormatku"
"He he he" Im sie "Popo tertawa gembira.
"Muridku bangunlah"
Seng Kiat Hiong bangkit berdiri Im sie Popo segera
menariknya untuk meninggalkan tempat itu, namun Thio Han
Liong cepat-cepat menghadang mereka.
"Tunggu" "Eeeh?" Im sie Popo melotot.
"Mau apa engkau?"
Thio Han Liong tidak meladeninya, melainkan berkata
kepada seng Kiat Hiong dengan wajah serius.
"Kiat Hiong, aku telah berjanji kepada ke dua orang tuamu,
bahwa apabila aku berhasil mencarimu, maka aku akan
membawamu pulang ke markas Kay Pang."
"oh?" Wajah seng Kiat Hiong berseri.
"Betulkah itu?"
"Betul." Thio Han Liong manggut-manggut sambil
tersenyum lembut. "Tidak boleh" bentak Im sie Popo mendadak.
"Dia muridku, maka harus ikut aku"
"Im sie Popo," sahut Thio Han Liong.
"sebaiknya engkau ikut seng Kiat Hiong ke markas Kay
Pang" "Tidak mau" Im sie Popo menggeleng-gelengkan kepala.
"Kiat Hiong," bisik An Lok Kong cu.
"Bujuk Popo itu agar mau ikut ke markas Kay Pang, sebab
ke dua orangtua mu amat mencemaskanmu"
"Ya." seng Kiat Hiong manggut-manggut, kemudian
memandang Im sie Popo seraya berkata.
"Suhu, mari ikut Kiat Hiong ke markas Kay Pang, ke dua
orangtua ku pasti senang sekali."
"oh?" Im sie Popo menatapnya.
"Engkau senang, kalau aku ikut ke markas Kay Pang?"
"Senang sekali, suhu."
"Bagus" Im sie Popo tertawa.
"Tapi panggillah aku Popo, jangan memanggilku suhu"
"Ya, Popo." seng Kiat Hiong mengangguk.
Itu membuat Im sie Popo girang bukan main, dan langsung
menggendongnya sambil berlari-lari kecil.
Thio Han Liong dan An Lok Kong cu saling memandang,
setelah itu mereka pun tersenyum.
"Aku tak menyangka Im sie Popo begitu sayang kepada
anak kecil," ujar Thio Han Liong.
"Kakak Han Liong," tanya An Lok Kong cu.
"Engkau tidak bisa mengobatinya?"
"Syaraf otaknya telah rusak, tidak bisa diobati lagi." sahut
Thio Han Liong dan menambahkan,
"Lebih baik dia begitu, jadi dia tidak berhati jahat."
"Dulu dia berhati jahat?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Dia bernama Kwee In Loan, mantan ketua Hiat Mo Pang."
"oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut.
"Paman," tanya seng Kiat Hiong mendadak.
"Kapan kita berangkat ke markas Kay Pang?"
"Sekarang," sahut Thio Han Liong.
"im sie Popo, tolong gendong dia"
"Hi hi Hi" Im sie Popo tertawa.
"Dia cucuku, tentu aku harus menggendongnya."
"Terimakasih, Popo," ucap seng Kiat Hiong.
"Hi h H i" Im sie Popo tertawa gembira.
"Im sie Popo, ikuti kami" ujar Thio Han Liong lalu menarik
An Lok Kong cu untuk diajak melesat pergi. Im sie Popojuga
melesat pergi. la menggendong seng Kiat Hiong sambil terus
tertawa gembira. Betapa gembiranya seng Hwi dan su Hong sek tapi ketika
melihat Im sie Popo menggendong seng Kiat Hiong
berubahlah air muka mereka, sekaligus memandang Thio Han
Liong. Thio Han Liong cepat-cepat memberi isyarat, agar seng Hwi
dan su Hong sek berlega hati.
"Ayah ibu" seru seng Kiat Hiong yang masih dalam
gendongan im sie Popo. "Kiat Hiong" panggil Su Hong sek dengan mata basah.
"Popo, dia adalah ibuku, cepat turunkan aku"
"Baik," Im sie Popo segera menurunkan seng Kiat Hiong.
"Ibu...." seng Kiat Hiong langsung mendekap di dada
ibunya. "Popo itu yang menolongku"
"oh?" su Hong sek segera memberi hormat.
"Terimakasih...."
"Hi hi hi" Im sie Popo tertawa.
"Aku Poponya dan dia cucuku."
"silakan duduk, Popo" ucap seng Hwi, kemudian berbisik,
"Han Liong, bukankah dia adalah Kwee In Loan" Kenapa
menjadi gila?" "Dia terpukul ke bawah jurang...." Thio Han Liong
memberitahukan. "Dia tidak mati, tetapi berubah menjadi tidak waras. Itu
ada baiknya juga, karena dia tidak berhati jahat lagi."
"oooh" seng Hwi menarik nafas lega.
"Han Liong," tanya su Hong sek.
"Di mana engkau berjumpa dengan mereka?" Thio Han
Liong memberitahukan dan su Hong sek manggut-manggut.
"Ayah, Ibu," ujar seng Kiat Hiong.
"Popo berkepandaian tinggi sekali, katanya mau
mengajarku ilmu silat"
"Betul, betul," sahut Im sie Popo sambil tertawa.
"Dia cucuku dan juga muridku"
"Popo boleh mengajarnya ilmu silat, namun harus di
markas ini," ujar su Hong sek.
"Tidak boleh mengajaknya ke mana-mana."
"Ya, ya." Im sie Popo mengangguk,
"Kiat Hiong," ujar seng Hwi. "Ajak Popo ke belakang"
"Ya, ayah," Seng Kiat Hiang segera mengajak Im Sie Popo
ke belakang. Sambil tertawa nenek itu mengikuti seng Kiat
Hiong ke belakang. "Han Liong, kenapa Kwee In Loan menjadi gila?"
"Mungkin urat syarafnya terbentur sesuatu di dasar jurang,
maka dia berubah menjadi gila," jawab Thio Han Liong.
"Apakah tidak membahayakan Kiat Hiong?" tanya seng Hwi.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tidak," Thio Han Liong tersenyum.
"sebab kini dia tidak berhati jahat lagi, malahan sebaliknya
amat menyayangi anak kecil itu."
"Syukurlah" ucap seng Hwi.
"oh ya" Thio Han Liong teringat sesuatu, kemudian berkata
dengan wajah murung. "Aku... telah berjumpa dengan ci Hoat dan Coan Kang
Tianglo...." "oh?" Hatisu Hong sek berdebar-debar tegang. la telah
melihat perubahan wajah Thio Han Liong, maka yakin telah
terjadi sesuatu atas diri ke dua Tianglo itu.
"Bagaimana mereka?" tanyanya.
"Mereka...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan
kemala. "sudah mati." "Haah?" Mata su Hong sek langsung basahi sedangkan
seng Hwi menghela nafas panjang.
"Han Liong, siapa yang membunuh mereka?"
"Ketika kutemukan, mereka sudah sekarat." Thio Han Liong
memberitahukan. "Tapi ci Hoat Tianglo masih sempat memberitahukan
kepadaku, siapa yang melukai mereka."
"siapa yang melukai mereka hingga binasa?" tanya seng
Hwi. "Ban Tok Lo Mo, guru Tan Beng song," sahut Thio Han
Liong dan menambahkan. "Aku dan Adik An Lok yang mengubur mereka."
"Di mana engkau mengubur mereka?" tanya seng Hwi.
Thio Han Liong memberitahukan, setelah itu ia pun
berpesan. "saudara tua, untuk sementara ini janganlah engkau .
mencari Ban Tok LoMo"
"Kenapa?" tanya seng Hwi.
"sebab, kepandaian si iblis Tua itu amat tinggi. lagipula
mahir menggunakan racun. Itu akan membahayakan dirimu,"
sahut Thio Han Liong. "oleh karena itu kalian harus bersabar."
"Tapi...." su Hong sek manangis terisak-isak,
"Kematian ke dua Tianglo...."
"Memang harus dibalas kematian ke dua Tianglo, namun
harus pula memperhitungkan kepandaian Ban Tok Lo Mo."
"Aaah..." su Hong sek menghela nafas panjang.
"Han Liong, apa yang engkau katakan memang benar."
"Kalau begitu...." seng Hwi menggeleng-gelengkan kepala.
"Kapan kami boleh mencari Ban Tok Lo Mo?"
"Jangan pergi mencarinya" sahut Thio Han Liong.
"Biar dia yang ke mari. Tapi sebelum dia ke mari, kalian
harus mengatur suatu jebakan."
"Ngmm" seng Hwi manggut-manggut.
"Kepandaian Im sie Popo juga amat tinggi. Kelihatannya dia
menuruti perkataan Kiat Hiong. Apabila Ban Tok Lo Mo ke
mari, Kiat Hiong harus menyuruh Im - sie Popo
menghadapinya . " "Han Liong...." wajah Seng Hwi berseri.
"Idemu sungguh cemerlang. Aku pun yakin Im sie Popo
masih dapat melawan Ban Tok Lo Mo, sedangkan kami akan
menjebaknya." "Terus terang, aku ingin membasmi Ban Tok Lo Mo, tapi
tidak tahu dia berada di mana," ujar Thio Han Liong sungguhsungguh.
"Kalau kami bertemu Ban Tok Lo Mo, kami pasti
membasminya . " "Han Liong" seng Hwi menatapnya.
"Engkau dapat membasminya?"
"Mudah-mudahan" sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.
"Han Liong," ujar su Hong sek.
"Aku yakin engkau dapat membasmi Ban Tok Lo Mo itu."
"Terima kasih atas keyakinanmu padaku," ucap Thio Han
Liong, kemudian mengambil beberapa butir obat pemunah
racun dan diberikan kepada seng Hwi. "saudara tua, sebelum
menghadapi Ban Tok LoMo, makanlah obat pemunah racun ini
dulu" "Terima kasih, Han Liong." seng Hwi menerima obat itu,
kemudian diserahkan kepada su Hong sek untuk disimpan.
"Harus diberikan kepada Im sie Popo juga," pesan Thio Han
Liong. "Apabila dia akan menghadapi Ban Tok LoMo."
"Ya." seng Hwi mengangguk.
"Baiklah." Thio Han Liong dan An Lok Keng cu bangkit
berdiri "Kami mau mohon pamit." seng Hwi menahannya.
"Jangan begitu cepat, esok pagi saja"
"Tapi...." Thio Han Liong memandang An Lok Keng cu
seakan minta pendapat. An Lok Kong cu manggut-manggut
seraya berkata. "Kakak Han Liong, memang ada baiknya kita bermalam di
sini." "Bagus, bagus" seng Hwi tampak gembira sekali.
"Ha ha ha..." "Malam ini aku akan mengadakan perjamuan. Kita
bersantap bersama sambil bersulang," sela su Hong sek
sambil tersenyum. Malam harinya, seng Hwi dan su Hong sek betul-betut
menjamu mereka. Hadir pula Im sie Popo dan seng Kiat
Hiong. Im sie Popo bersantap sambil tertawa-tawa gembira,
bahkan sering mengambil makanan untuk seng Kiat Hiong.
Keesokan harinya, Thio Han Liong dan An Lok Kong cu
meninggalkan markas Kay Pang. Mereka melakukan
perjalanan tanpa arah tujuan, namun amat menggembirakan.
Bab 65 Pertandingan Di Pulau Khong Khong To
Panorama di gunung Pek Yun san sungguh indah
menakjubkan. Tampak Thio Han Liong dan An Lok Kong cu
berdiri di puncak gunung itu sambil menikmati keindahannya.
"Kakak Han Liong," ujar An Lok Kong cu dengan suara
rendah. "Bukan main indahnya pemandangan di sini, rasanya kita
berada di sorga." "Adik An Lok" Thio Han Liong memberitahukan.
"Pemandangan di pulau Hong Hoang To lebih indah. Di
sana banyak kabut, sedangkan di sini banyak awan putih."
"oh?" An Lok Kong cu tersenyum.
"Kalau begitu, bagaimana kalau engkau ajak aku ke sana?"
"Setelah kita resmi menjadi suami isteri, barulah aku akan
mengajakmu ke sana." sahut Thio Han Liong.
"Lho" Memangnya kenapa?"
"Kita harus kembali ke Kotaraja untuk menikah, lalu
berangkat ke pulau Hong Hoang To. Kalau sudah berada di
pulau itu, kita sudah jarang ke Tionggoan lagi."
"oooh" An Lok Kong Cu manggut-manggut.
"Tapi bukankah kita sekarang boleh ke pulau Hong Hoang
To?" "Memang boleh, namun...." Thio Han Liong mengerutkan
kening. "Ada apa?" tanya An Lok Kong cu dengan penuh rasa
heran. "Aku sedang memikirkan Ban Tok Lo Mo dan muridnya,"
sahut Thio Han Liong sambil menghela nafas panjang.
"Engkau khawatir mereka akan menyerang Bu Tong Pay?"
tanya An Lok Kong cu mendadak.
"Memang itu yang kukhawatirkan," Thio Han Liong
manggut-manggut. "Sebab Sucouw sudah begitu tua."
"Kakak Han Liong," ujar An Lok Kong cu sambil tersenyum.
"Aku punya usul."
"Usul apa?" "Kita ke gunung Bu Tong saja."
"Itu...." Wajah Thio Han Liong tampak berseri. "Sebetulnya
aku memang berpikir begitu, tapi aku khawatir engkau tidak
mau, maka... aku diam saja, tidak berani bertanya padamu."
"Kakak Han Liong" An Lok Kong Cu tersenyum.
"Lain kali kalau ada apa-apa, jangan disimpan dalam hati,
curahkan saja" "Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Engkau memang berpengertian, aku gembira sekali."
"Kakak Han Liong, mari kita berangkat.Jangan buangbuang
waktu di sini " "Baik, Mari kita berangkat sekarang"
Kedatangan Thio Han Liong dan An Lok Kong cu, tentunya
amat mengherankan Jie Lian Ciu, song Wan Kiauw dan
lainnya, tapi juga menggembirakan mereka.
"Kakek...." Thio Han Liong dan An Lok Kong cu memberi
hormat. "Han Liong " Jie Lian ciu menatap mereka sambil
tersenyum lembut. "Tak kusangka kalian ke mari lagi"
"Han Liong," tanya song Wan Kiauw.
"Engkau membawa suatu berita penting ke mari?"
"Cukup penting," sahut Thio Han Liong dan bertanya.
"Apakah Ban Tok Lo Mo tidak pernah muncul di sini?"
"Ban Tok lo Mo?" song Wan Kiauw tercengang.
"Ban Tok Lo Mo adalah si iblis Tua itu." Thio Han Liong
memberitahukan. "Ban Tok Lo Mo memang orang yang diceritakan sucouw."
"oh?" song wan Kiauw mengerutkan kening.
"Karena itu kalian ke mari?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Duduklah" ucap Jie Lian ciu.
Thio Han Liong dan An Lok Kong cu duduk, setelah itu
barulah Thio Han Liong berkata.
"Kami bertemu seng Hwi dan su Hong sek, ketua Kay Pang.
Mereka sedang mencari Putra mereka."
"siapa yang menculik seng Kiat Hiong?" tanya Jie Lian ciu.
"Tan Beng song, murid Ban Tok Lo Mo," jawab Thio Han
Liong, lalu menutur tentang kejadian itu
"Kini im sie Popo tinggal di markas Kay pang."
"oooh" Jie Lian ciu manggut-manggut.
"Tapi...." Thio Han Liong menghela nafas panjang.
"ci Hoat dan Kang Tianglo sudah meninggal."
"oh?" Jie Lian ciu dan lainnya terkejut.
"siapa yang membunuh mereka?"
"Ban Tok Lo Mo," sahut Thio Han Liong.
"Racun telah menyerang jantung mereka, dan aku tidak
bisa menyelamatkan nyawa mereka."
"Aaah..." Jie Lian ciu menghela nafas panjang.
"Tak disangka ci Hoat dan coan Kang Tianglo mati begitu
mengenaskan" "Han Liong" song Wan Kiauw menatapnya. "Kalian datang
ke mari karena urusan itu?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Tapi juga khawatir Ban Tok Lo Mo dan muridnya
menyerbu ke mari." "oooh" song Wan Kiauw tersenyum.
"Han Liong, engkau sungguh baik sekali"
"Kakek song, jangan berkata begitu" ujar Thio Han Liong.
"oh ya bagaimana keadaan Sucouw?"
"Baik-baik saja," jawab song Wan Kiauw.
"Tapi... guru telah berpesan, jangan ada yang
mengganggunya." "Kalau begitu aku tidak perlu menengoknya," ujar Thio Han
Liong. "Agar tidak mengganggunya."
"Ngmm," song Wan Kiauw manggut-manggut.
"Han Liong, tentunya engkau dan An Lok Kong Cu akan
tinggal di sini. Ya, kan?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Sebab aku mau menunggu kemunculan Ban Tok Lo Mo
dan muridnya, aku harus membasmi mereka."
"Han Liong," ujar Jie Lian ciu.
"Ban Tok Lo Mo dan muridnya itu memang harus dibasmi,
engkau tidak boleh memberi ampun kepada mereka."
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Han Liong," ujar Jie Lian ciu.
"An Lok Kong cu tidur di kamar tamu, engkau tidur di
kamar belakang," "Baik, Kakek Jie." Thio Han Liong tersenyum.
"Hanya saja... kami telah merepotkan Kakek."
"Ha ha ha" Jie Lian ciu tertawa gelak.
"sesungguhnya kamilah yang merepotkanmu, karena
engkau dan An Lok Kong cu harus kemari melindungi Bu Tong
pay." "Kakek...." Thio Han Liong menggelengkan kepala.
"Jangan berkata begitu, membuat hatiku jadi tidak enak"
"Baiklah." Jie Lian ciu tersenyum.
"sekarang antar-lah An Lok Kong cu ke kamarnya,"
"Ya." Thio Han Liong mengantar An Lok Kong cu ke kamar
tamu. sampai di sana, Thio Han Liong membuka pintu kamar
itu. "Adik An Lok, bagaimana" Engkau merasa cocok dengan
kamar ini?" "Cocok." An Lok Kong cu mengangguk, lalu melangkah ke
dalam lalu duduk di pinggir ranjang.
"Bersih sekali kamar ini, aku pasti bisa tidur nyenyak di
sini." "Syukurlah" ucap Thio Han Liong sambil tersenyum.
"Nanti menjelang senja, aku akan mengajakmu ke puncak
gunung ini untuk menikmati keindahan panoramanya."
"oh" An Lok Kong cu girang bukan main.
"Kakak Han Liong, engkau baik sekali terhadapku."
"Engkau calon isteriku, tentunya aku harus baik dan
menyayangimu," ujar Thio Han Liong dengan suara rendah,
kemudian menggenggam tangan gadis itu erat-erat.
"Kakak Han Liong...." An Lok Kong cu langsung mendekap
di dadanya. "Adik An Lok" Thio Han Liong membelainya.
Ketika hari mulai senja, Thio Han Liong menemani An Lok
Kong cu pergi ke puncak gunung untuk menikmati panorama
di senja hari. 0oo0 Sementara itu, dalam sebuah kuil tua yang terletak di
gunung Wu san, tampak dua orang sedang duduk. seorang
sudah tua sekali, dan yang seorang lagi berusia lima puluhan.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
siapa mereka" Mereka ternyata Ban Tok Lo Mo dan Tan Beng
song muridnya. "Ha ha ha" Ban Tok Lo Mo tertawa gelak.
"Aku sudah membunuh ke dua Tianglo Kay Pang itu. Pihak
Kay Pang pasti kalut sekali Ha ha ha..."
"Guru memang hebat-" ujar Tan Beng song.
"Tapi engkau malah tidak becus" sahut Ban Tok Lo Mo.
"sungguh memalukan gurumu"
"Guru, aku...."
"Diam" bentak Ban Tok Lo Mo.
"Tujuh delapan tahun yang lampau, kukira diriku sudah
berkepandaian tinggi, maka aku pergi ke Tionggoan. Tak
tahunya begitu banyak jago di sana, akhirnya aku dipaksa
untuk pulang ke pulau Ban Tok To. sejak itu aku terus
berlatih, dan kini aku telah berhasil menguasai berbagai
macam ilmu pukulan beracun Ha ha ha..."
"Kalau begitu..," ujar Tan Beng song dengan suara rendah.
"Guru harus membunuh para ketua partai besar, barulah
Guru bisa disebut jago tanpa tanding di kolong langit."
"Ngmm" Ban Tok Lo Mo manggut-manggut. "Kudengar
dalam rimba persilatan Tionggoan, muncul seorang pendekar
muda, bernama Thio Han Liong. Betulkah itu?"
"Betul." Tan Beng song mengangguk.
"Kepandaian-nya sungguh tinggi sekali, tiada seorang jago
di Tionggoan dapat menandinginya."
"oh?" Ban Tok Lo Mo tertawa dingin.
"Apabila bertemu aku, dia pasti mampus di tanganku"
"Aku yakin Guru dapat membunuhnya."
"Ha ha ha"Ban Tok Lo Mo tertawa terbahak-bahak.
"Siapa yang mampu menangkis ilmu pukulan beracunku"
Begitu pula Thio Han Liong itu Ha ha ha..."
"Guru..." ujar Tan Beng song.
"Dulu aku pernah mendengar, Guru bermusuhan dengan
pihak pulau Khong Khong To."
"Betul." Ban Tok Lo Mo mengangguk.
"Beberapa puluh tahun yang lalu, aku pernah dikalahkan
oleh ayah Tong Hai sianjin. Kami cuma bertanding sepuluh
jurus, pada jurus ke sembilan, aku terpental beberapa depa,
sedangkan ayah Tong Hai sianjin hanya terdorong beberapa
langkah saja. Itu pertanda Lweekangku lebih rendah, maka
aku mengaku kalah." "Kalau begitu....," ujar Tan Beng song hati-hati.
"Pihak pulau Khong Khong Tojuga berkepandaian tinggi."
"Tidak salah," sahut Ban Tok Lo Mo.
"Tapi kini mereka semua sudah bukan tandinganku lagi."
"oh?" Wajah Tan Beng song tampak berseri.
"Guru aku punya usul."
"Usui apa?" Ban Tok Lo Mo menatapnya.
"Beritahukan Kalau usulmu itu bagus dan bisa dipakai, pasti
kuterima." "Guru" Tan Beng song tersenyum.
"Alangkah baiknya kalau kita ke pulau Khong Khong To."
"Ke Khong Khong To?" Ban Tok Lo Mo mengerutkan
kening. "Untuk apa kita ke sana?"
"Menaklukkan Tong Hai sianjin," sahut Tan Beng song
serius. "Setelah Guru menaklukkan Tong Hai sianjin, sudah barang
tentu pihak Khong Khong To di bawah perintah Guru."
Ban Tok Lo Mo manggut-manggut.
"Maksudmu menaklukkan pihak Khong Khong To untuk
membantu kita?" "Ya." Tan Beng song mengangguk.
"Kalau pun pada waktu itu para ketua bergabung, kita
sudah tidak takut kepada mereka." Ban Tok Lo Mo tertawa
gelak. "Ha ha ha Usulmu tepat mengenai sasaran, maka kuterima
dengan Baik," "Terimakasih, Guru," ucap Tan Beng song dengan wajah
berseri-seri. "Aku yakin Guru pasti bisa meraih gelar sebagai jago tanpa
tanding di kolong langit." tambahnya.
"Ha ha ha" Ban Tok Lo Mo tertawa terbahak-bahak,
"Itulah tujuanku datang di Tionggoan"
"Guru, kapan kita berlayar ke pulau Khong Khong To?"
"Besok pagi kita berangkat ke pesisir Timur, lalu berlayar
kepulau itu," sahut Ban Tok Lo Mo.
"Ha ha ha Tong Hai sianjin pasti tidak menduga kita akan
ke sana Ha ha ha..."
Keesokan harinya, berangkatlah Ban Tok Lo Mo dan
muridnya kepesisir Timur untuk berlayar kepulau Khong Khong
To. Ban Tok Lo Mo dan Tan Beng song telah tiba di pulau
Khong Khong To. Mereka, guru dan murid itu duduk di
hadapan Tong Hai sianjin, sedangkan di samping Tocu itu
duduk Tong Hai sianli. Gadis itu menatap Ban Tok Lo Mo dan
Tan Beng song dengan dingin sekali.
"Sungguh menggembirakan kedatangan ciancwee" ujar
Tong Hai sianjin. "Bolehkah aku tahu, ada urusan apa Cianpwee datang ke
mari?" "Ha ha ha"Ban Tok Lo Mo tertawa.
"Aku ke mari tentunya punya suatu urusan penting."
"Harap cianpwee sudi memberitahukan"
"Puluhan tahun yang lalu, ayahmu pernah mengalahkan
aku. oleh karena itu...." Ban Tok Lo Mo memberitahukan.
"Tujuanku ke mari untuk menebus kekalahan itu."
"Maksud Cianpwee bertarung dengan aku?" tanya Tong Hai
sianjin dengan kening berkerut.
"Bukan bertarung, melainkan bertanding," sahutBan Tok Lo
Mo. " cukup bertanding sepuluh jurus saja."
"Cianpwee...." "Jangan menolak" Ban Tok Lo Mo menatapnya tajam.
"Kalau engkau dapat bertahan sampai sepuluh jurus, maka
aku dan muridku akan meninggalkan pulau ini. Tapi apabila
engkau kalah, maka kalian semua harus di bawah perintahku."
"omong kosong" bentak Tong Hai sianli.
"sok Ceng" Tong Hai sianjin menatapnya.
"Jangan turut bicara"
"Ha ha ha"Ban Tok Lo Mo tertawa gelak.
"Putrimu amat cantik, tapi galak sekali."
"Cianpwee" Kening Tong Hai sianjin berkerut-kerut.
"Jadi kita harus bertanding dengan syarat itu?"
"Ya." Ban Tok Lo Mo manggut-manggut.
"Baiklah" Tong Hai sianjin mengangguk, lalu berjalan ke
tengah-tengah ruangan itu
"Ha ha" Ban Tok Lo Mo meloncat ke hadapannya.
"Kalau engkau dapat bertahan sepuluh jurus, aku pasti
meninggalkan pulau ini Tapi apabila engkau kalah, kalian
semua harus dibawah perintahku"
"Baik" Tong Hai sianjin mengangguk sambil mengerahkan
Lweekang. "Bersiap-siaplah" ujar Ban Tok Lo Mo.
"Ilmu pukulanku amat beracun engkau harus berhati-hati"
"Terimakasih atas peringatan Cianpwee" sahut Tong Hai
sianjin. "Aku sudah siap menerima pukulan Cianpwee"
"Bagus" Ban Tok Lo Mo tertawa, kemudian mendadak
menyerang dengan ilmu pukulan beracun.
"Hati-hati, Ayah" seru Tong Hai sianli cemas.
Di saat bersamaan, Tong Hai sianjin berkelit. Namun
serangan susulan dari Ban Tok Lo Mo sudah mengarah
kepadanya. Apa boleh buat Tong Hai sianjin menangkis,
sehingga menimbulkan suara benturan.
"Hah?" Ban Tok Lo Mo tertegun.
"Engkau tidak apa-apa?"
"Terima kasih atas kemurahan hati Cianpwee" ucap Tong
Hai sianjin. "Karena tidak melukaiku dengan pukulan beracun"
"Hmm" dengus Ban Tok Lo Mo dingin.
"Tak kusangka engkau kebal terhadap racun Nah, coba
tangkis Ban Tok ciang (ilmu Pukulan selaksa Racun)"
Tong Hai sianjin tidak menyahut, melainkan terus
mengerahkan ilmu Ih Kin Keng yang belum lama dipelajarinya.
Mendadak Ban Tok Lo Mo menyerangnya. Bukan main
terkejutnya Tong Hai sianjin, sebab sepasang telapak tangan
Ban Tok Lo Mo mengeluarkan asap kehijau-hijauan.
Tong Hai sianjin tidak berani menangkis, melainkan berkelit
ke sana ke mari menghindari serangan-serangan yang
dilancarkan Ban Tok Lo Mo. Tak terasa pertandingan mereka
telah melewati delapan jurus, dan itu sungguh membuat Ban
Tok Lo Mo penasaran. Tiba-tiba ia memekik keras, lalu menyerang Tong Hai
sianjin dengan sepenuh tenaga. Tong Hai sianjin masih dapat
berkelit pada jurus kesembilan, namun terpaksa menangkis
pada jurus ke sepuluh, karena tidak sempat berkelit. Blaaam
Terdengar suara benturan keras.
Blaaam. Ban Tok Lo Mo terhuyung-huyung ke belakang beberapa
langkah, begitu pula Tong Hai sianjin. setelah berdiri tegak
Tong Hai sianjin berkata sambil tersenyum.
"Ban Tok Lo Mo Cianpwee, aku dapat bertahan sepuluh
jurus," "Engkau...." Ban Tok Lo Mo terbelalak.
"Engkau kebal terhadap racun?"
"Ya." Tong Hai sianjin mengangguk.
"Sesuai dengan janji, maka Cianpwee harus segera
meninggalkan pulau ini."
"Baik," Ban Tok Lo Mo mengangguk.
"Beng song, mari kita pergi"
Setelah mereka pergi, Tong Hai sianli segera melesat ke
arah Tong Hai sianjin, "Ayah Ayah" Wajah gadis itu berseri-seri.
"Tak kusangka kepandaian ayah sudah begitu maju pesat.
"Nak, Tong Hai sianjin menggeleng-gelengkan kepala.
"Mari kita ke kamar, ayah ingin bicara"
"Ya." Tong Hai sianli mengangguk,
Mereka berdua menuju ke kamar. sampai di kamar itu,
Tong Hai sianjin langsung membaringkan dirinya ke tempat
tidur "Nak,..," ujar Tong Hai sianjin dengan suara rendah.
"Ayah telah terkena pukulan beracun."
"oh?" Bukan main terkejutnya Tong Hai sianli.
"Bagaimana keadaan ayah?"
"Aaah..." Tong Hai sianjin menghela nafas panjang.
"Ayah menggunakan ilmu In Kin Keng, maka dapat
menggeserkan racun itu kejalan darah Wan Kut Hiat
dipergelangan tangan. Tapi, kalau dalam waktu dua bulan
tidak memperoleh obat pemunah racun, racun itu pasti
menjalar dan nyawa ayah pun pasti melayang."
"Ayah...," Wajah Tong Hai sianli berubah pucat pasi.
"Harus bagaimana?"
"Terus terang...," ujar Tong Hai sianjin memberitahukan.
"Hanya ada satu orang yang dapat menyelamatkan ayah."
"Siapa orang itu?"
"Thio Han Liong."
"Dia?" Tong Hai sianli terbelalak.
"Ya." Tong Hai sianjin manggut-manggut.
"Dia mahir ilmu pengobatan, ayah yakin dia pasti dapat
menyelamatkan ayah."
"Kalau begitu aku akan segera berangkat ke Tionggo.an
mencarinya," ujar Tong Hai sianli, yang telah mengambil
keputusan itu. "Baik." Tong Hai sianjin manggut-manggut.
"Ajaklah beberapa orang dan ingat, jangan lewat dua
bulan" "Ya, Ayah." Tong Hai sianli mengangguk.
"Kalau begitu, aku berangkat sekarang saja. Aku akan
mengajak Bibi Ciu dan Bibi Gouw."
Tong Hai sianjin menatapnya, kemudian menghela nafas
panjang. "Tionggoan begitu luas, bagaimana mungkin engkau
dapat mencarinya?" "Ayah tenang saja Aku pasti dapat mencarinya, percayalah"
ujar Tong Hai sianli, lalu meninggalkan kamar itu.
Thio Han Liong, An Lok Kong Cu , Jie Lian ciu dan lainnya
duduk bercakap-cakap di ruang depan.
"Heran" gumam Jie Lian ciu.
"Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak ke mari, bahkan tiada
kabar beritanya. Bukankah itu sungguh mengherankan?"
"Memang mengherankan," sahut Thio Han Liong sambil
mengerutkan kening. "Mungkinkah Ban Tok Lo Mo dan muridnya sudah pulang
ke pulau Ban Tok To?"
"Mungkin." song Wan Kiauw manggut-manggut.
"Kalau tidak bagaimana mungkin tiada kabar beritanya?"
"Masuk akal." Jie Lian ciu mengangguk.
"Tapi... kenapa mendadak mereka pulang ke pulau Ban Tok
To?" "Mungkinkah ada seorang jago mengalahkan mereka, maka
mereka terpaksa pulang ke pulau itu?" ujar Thio Han Liong,
menduga. Jie Lian ciu manggut-manggut. "Itu memang
mungkin...." Mendadak salah seorang murid Jie Lian ciu me masuki
ruangan itu, lalu memberi hormat dan melapor.
"Guru, Tong Hai sianli ingin bertemu Thio siauhiap"
"Apa?" Jie Lian ciu tertegun.
"Kok dia tahu Thio Han Liong berada di sini" Ada urusan
apa dia ingin bertemu Han Liong?"
"Katanya ada urusan penting," sahut murid Jie Lian ciu itu.
"Baik." Jie Lian ciu manggut-manggut.
"Undang dia ke mari"
"Ya." Tak segerapa lama kemudian, tampak Tong Hai sianli
berjalan ke dalam bersama Bibi ciu dan Bibi Gouw. Begitu
melihat Thio Han Liong, berserilah wajah gadis itu.
"Han Liong" seru Tong Hai sianli tak tertahan, lalu memberi
hormat kepada Jie Lian Ciu dan lainnya.
"Silakan duduk, ucap Jie Lian ciu sambit menatapnya
tajam.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tong Hai sianli dan ke dua wanita itu duduk. sedangkan An
Lok Kong Cu terus menatapnya.
"Nona," tanya song Wan Kiauw.
"Ada urusan apa Nona ke mari menemui Han Liong?"
"Ayahku terluka, hanya Han Liong yang dapat
mengobatinya," sahut Tong Hai sianli.
"Maka aku ke mari mencarinya."
"Kok engkau tahu aku berada di sini?" Thio Han Liong
heran. "Aku ke kuil siauw Lim sie bertanya kepada Kong Bun Hong
Tio. Padri tua itu menyuruhku ke mari," jawab Tong Hai sianli.
"Sungguh kebetulan engkau berada di sini"
"Siapa yang melukai ayahmu?" tanya Jie Lian ciu.
"Ban Tok Lo Mo." Tong Hai sianli memberitahukan, lalu
menutur tentang itu dan menambahkan.
"Ayahku mengeluarkan ilmu Ih Kin Keng, maka dapat
menggeserkan racun itu ke jalan darah Wan Kut Hiat yang di
pergelangan tangan. Tapi... itu cuma dapat bertahan dua
bulan, setelah itu racun akan menjalar dan nyawa ayahku
pasti melayang." "Engkau sungguh beruntung" ujar Thio Han Liong.
"Kalau aku tidak berada di sini, ayahmu pasti tidak akan
tertolong." "Han Liong, cepatlah ikut aku ke pulau Khong Khong To"
Tong Hai sianli tampak tidak sabaran.
"Aku tidak perlu ikut ke sana," sahut Thio Han Liong sambil
tersenyum. "Aku akan memberikanmu dua butir obat pemunah racun
untuk ayahmu. setelah ayahmu makan obat pemunah racun
ini, dalam waktu tiga hari pasti pulih."
"oh?" Tong Hai sianli kurang percaya.
"Engkau tidak bohong?"
"Untuk apa aku membohongimu?" Thio Han Liong
tersenyum, kemudian memberikan dua butir obat pemunah
racun kepada Tong Hai sianli.
"Terimakasih, Han Liong," ucap Tong Hai sianli sambil
menerima obat itu "Bungkus dengan kertas ini" Thio Han Liong juga
memberikannya selembar kertas.
"Terimakasih" Tong Hai sianli membungkus ke dua butir
obat pemunah racun itu, lalu disimpan ke dalam bajunya.
setelah itu, ia memandang Thio Han Liong seraya bertanya,
"Nona itu tunanganmu?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk dan memperkenalkan
mereka. Mereka berdua saling memberi hormat. Tong Hai
sianli memandang An Lok Kong Cu sambil tersenyum.
"Engkau sungguh cantik, pantas Han Liong begitu
mencintaimu" "Engkau pun cantik sekali," sahut An Lok Keng Cu dengan
tersenyum lembut. "Kakak Han Liong sudah menceritakan tentang dirimu
kepadaku." "oh?" Tong Hai sianli tertawa kecil.
"Dia memang pemuda yang amat Baik, bahkan setia sekali.
Dia sama sekali tidak mau menyeleweng di belakangmu. Terus
terang, aku sudah jatuh hati padanya ketika pertama kali
bertemu." "oh, y a" " An Lok Keng Cu tersenyum lagi.
"Tapi...." Tong Hai sianli menggeleng-gelengkan kepala.
"Dia memberitahukan kepadaku, bahwa dia sudah punya
tunangan. Nah, itu membuktikannya amat setia. Kalau
pemuda lain, mungkin sudah bermain cinta denganku. Namun
Han Liong Tidak, itu sungguh mengagumkan"
"Kakak Han Liong juga sudah menceritakan kepadaku
tentang itu...." "An Lok Kong cu, engkau sungguh beruntung" ujar Tong
Hai sianli. "Punya calon suami yang begitu mencintaimu. Aku... aku
jadi cemburu nih" "Tong Hai sianli," ujar An Lok Keng cu.
"Engkau adalah gadis yang cantik dan baik budi, aku yakin
engkau akan bertemu pemuda idaman hatimu."
"Mudah-mudahan" sahut Tong Hai sianli. setelah itu ia
bangkit berdiri sambil memberi hormat.
"Maaf, aku mohon pamit"
"Baiklah." Thio Han Liong manggut-manggut.
"Engkau memang harus segera pulang. oh ya, simpan baikbaik
obat itu" "Ya." Tong Hai sianli menatapnya.
"Han Liong, kami pihak pulau Khong Khong To berhutang
budi kepadamu." "Jangan berkata begitu" Thio Han Liong tersenyum.
"Ketua Bu Tong...." Tong Hai sianli memberi hormat kepada
mereka. "sampai jumpa" Tong Hai sianli dan pengikutnya meninggalkan ruang itu
sampai di pintu gadis itu menoleh untuk memandang Thio Han
Liong. setelah itu barulah ia melesat pergi.
"Aaaah..." Jie Lian ciu menghela nafas panjang.
"Tak disangka Ban Tok Lo Mo dan muridnya datang di
Khong Khong To" "Pantas sekian lama tiada kabar beritanya," ujar Song wan
Kiauw sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Entah ada permusuhan apa di antara Ban Tok Lo Mo
dengan ayah Tong Hai sianli?"
"Han Liong," tanya Jie Lian ciu.
"Engkau yakin, dua butir obat pemunah racun itu dapat
menyelamatkan nyawa ayah Tong Hai sianli?"
"Aku yakin," sahut Thio Han Liong manggut-manggut.
"sebab Tong Hai sianjin memiliki ilmu In Kin Keng, maka
dia dapat bertahan dua bulan. setelah makan obat pemunah
racun itu, dia pasti pulih."
"syukurlah" ucap Jie Lian Ciu.
"Kakek.." ujar Thio Han Liong. "Kini Ban Tok Lo Mo pasti
sudah berada di Tionggoan. Aku dan Adik An Lok terpaksa
harus tinggal di sini lagi."
"Tidak apa-apa," sahut Jie Lian Ciu sambil tertawa.
"Kami senang sekali kamu tinggal di sini."
"Terima kasih, Kakek Jie," ucap Thio Han Liong.
"Aaah...." Mendadak song Wan Kiauw menghela nafas
panjang. "Tak disangka Tong Hai sianli merupakan gadis yang baik,
bahkan tahu diri dan bersikap terbuka pula."
"Benar." Thio Han Liong mengangguk.
"Ketika dia sampai di pintu, kenapa menoleh lagi
memandangmu?" tanya An Lok Keng Cu mendadak tidak
bernada cemburu. "Mungkin dia tahu..." sahut Thio Han Liong menduga.
"sulit berjumpa dengan kita lagi."
"oooh" An Lok Kong Cu manggut-manggut.
"Kelihatannya dia amat mencintaimu lho"
"Kira- kira begitulah." Thio Han Liong tersenyum.
"Tapi aku yakin dia akan bertemu pemuda idaman hatinya."
"Itu yang kuharapkan," ujar An Lok Keng cu.
"Kini Ban Tok LoMo dan muridnya sudah berada di
Tionggoan, entah apa yang akan terjadi lagi?" song wan
Kiauw menggeleng-gelengkan kepala, kemudian menghela
nafas panjang. "Aaaah..."
Tong Hai sianli telah tiba di pulau Khong Khong To. Tidak
sampai satu bulan ia sudah pulang. Betapa gembiranya Tong
Hai sianjin yang berbaring di tempat tidur. la memandang
putrinya dengan rasa haru.
"Nak..." "Ayah" panggil Tong Hai sianli dengan mata basah.
"Aku... aku sudah bertemu Han Liong"
"Kenapa dia tidak ikut ke mari?" tanya Tong Hai sianjin.
"Dia bilang tidak usah ke mari, tapi memberiku dua butir
obat pemunah racun." Tong Hai sianli memasukkan ke dua
butir obat pemunah racun itu ke dalam mulutnya.
"Kata Han Liong, setelah ayah makan obat pemunah racun
ini, Dalam waktu tiga hari ayah pasti pulih."
"oh?" Tong Hai sianjin tersenyum, dan sekaligus menelan
ke dua butir obat pemunah racun yang di dalam mulutnya.
"Ayah...." Mendadak air mata Tong Hai sianli meleleh.
"Nak" Tong Hai sianli tercengang.
"Kenapa engkau?"
"Aku... aku sudah berjumpa dengan An Lok Keng Cu,
tunangan Han Liong," sahut Tong Hai sianli terisak-isak.
"Gadis itu memang cantik sekali, bahkan lemah lembut
pula." "oooh" Tong Hai sianjin menghela nafas panjang.
"Engkau menangis di hadapan mereka?"
"Tidak," Tong Hai sianli menggelengkan kepala.
"Di hadapan mereka aku justru bersikap biasa dan gembira,
tapi... hatiku seperti tertusuk-tusuk ribuan jarum...."
"Nak" Tong Hai sianjin tersenyum.
"Sudahlah Jangan dipikirkan lagi, kelak engkau pasti
bertemu pemuda idaman hati, percayalah"
"Ayah" Tong Hay sianli menggeleng-gelengkan kepala.
"Sulit bertemu pemuda seperti Han Liong."
"jangan khawatir" Hibur Tong Hai sianjin.
"Ayah yakin engkau pasti akan bertemu pemuda seperti
Han Liong. Engkau harus percaya itu"
"Aaah..." Tong Hai sianli menghela nafas panjang.
"oh ya" Tong Hai sianjin mengalihkan pembicaraan.
"Di mana engkau bertemu mereka?"
"Di gunung Bu Tong." Tong Hai sianli memberitahukan.
"Begitu aku tiba di Tionggoan, aku langsung ke kuil siauw
Lim sic bertanya kepada Keng Bun Hong Tio. Ketua siauw Lim
Pay itu menyuruhku ke partai Bu Tong, maka aku segera
berangkat ke sana. Kebetulan Han Liong dan An Lok Keng cu
berada di sana." "Nak" Tong Hai sianjin membelainya.
"Kalau Han Liong tidak berada di sana, nyawa ayah pasti
melayang." "Ayah...." Tong Hai sianli terisak-isaki
"Aku baru jatuh cinta, tapi...."
"Nak," Tong Hai sianjin menggeleng-gelengkan kepala.
"Jangan dipikirkan lagi tentang itu"
Tong Hai sianli mengangguk, namun air matanya tetap
berderai-derai membasahi pipinya.
Dua hari kemudian, Tong Hai sianjin sudah sembuh. Betapa
gembiranya Tocu itu, kemudian bangun dari tempat tidur.
"Ayah...." Tong Hai sianli terkejut ketika melihat ayahnya
bangun. "Ayah sudah sembuh?"
Tong Hai sianjin mengangguk.
"Kini racun itu telah punah, ayah sudah pulih."
"Ayah...." Tong Hai sianli menghela nafas panjang.
"Kita berhutang budi lagi kepada Han Liong. Entah
bagaimana kita membalasnya?"
"Nak, " Tong Hai sianjin menarik nafas dalam-dalam.
"Dia tidak berharap kita membalas budinya. Dia pendekar
muda yang berhati bajik,"
"Ayah kalau dia sudi menerima, aku pun rela menjadi
pelayannya," ujar Tong Hai sianli sungguh-sungguh.
"Nak...." Tong Hai sianjin menggeleng-gelengkan kepala.
Hatinya merasa iba terhadap putrinya.
"sudahlah jangan terus memikirkan Han Liong, anggaplah
dia adalah kakakmu...."
Walau sudah dua bulan berlalu, Thio Han Liong dan An Lok
Kong cu masih tetap tinggal di gunung Bu Tong. Dalam kurun
waktu dua bulan, sama sekali tidak ada kabar beritanya
mengenai Ban Tok Lo Mo dan muridnya, dan itu sungguh
mengherankan Han liong, An Lok Kong Cu Jie Lian ciu dan
lainnya. "Tiada kabar beritanya mengenai Ban Tok LoMo dan
muridnya, mungkinkah mereka sudah pulang ke pulau Ban
Tok To?" ujar lie Lian ciu sambil mengerutkan kening.
"Alangkah baiknya kalau dia dan muridnya pulang kepulau
itu," sahut song Wan Kiauw.
"Rimba persilatan jadi aman."
"Apakah mungkin Ban Tok Lo Mo dan muridnya pulang
kepulau itu?" gumam Thio Han Liong.
"Aku justru khawatir...."
"Apa yang engkau khawatirkan, Han Liong?" tanya Jie Lian
ciu. "Ban Tok Lo Mo dan muridnya sedang mengatur rencana
busuk" sahut Thio Han Liong.
"itu tidak mungkin. "jie Lian ciu menggelengkan kepala.
"Aku malah yakin dia dan muridnya telah pulang ke pulau
Ban Tok To." "Mudah-mudahan begitu" ucap song Wan Kiauw.
"Han Liong...." Jie Lian ciu menatapnya seraya berkata.
"seharusnya kalian berdua pergi pesiar, tapi... tertahan di
sini, sehingga waktu kalian tersita habis disini...."
"Kakek Jie, jangan berkata begitu," ujar Thio Han Liong.
"sebaliknya justru kami yang merepotkan Kakek Jie."
"Han Liong "jie Lian ciu tersenyum.
"Menurut aku, Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak akan
muncul di sini. Kalau kalian ingin pergi pesiar, tentunya kami
tidak akan menahan."
"Lebih baik tunggu beberapa hari lagi," sahut Thio Han
Liong. "setelah itu barulah kami akan pergi."
"Baiklah." Jie Lian ciu manggut-manggut.
Malam harinya Thio Han Liong dan An Lok Kong cu duduk
di halaman sambil bercakap- cakap.
"Adik An Lok," tanya Thio Han Liong lembut.
"Be-berapa hari lagi kita akan meninggalkan gunung Bu
Tong ini. Kita mau pergi pesiar atau kembali ke Kota raja?"
"Itu terserah engkau saja," sahut An Lok Keng cu sambil
tersenyum. "Aku menurut kemauanmu."
"Menurut aku...."Thio Han Liong berpikir, kemudian
berkata. "Rasanya pesiar kita sudah cukup, lebih baik kita kembali
ke Kota raja menemui ayahmu."
"Baik," An Lok Keng cu mengangguk.
"Ayah pasti gembira sekali melihat kita pulang."
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Betul." Thio Han Uong manggut-manggut.
"oh ya Adik An Lok Bagaimana kalau kita...."
"Kenapa kita?" "Mohon restu ayahmu."
"Maksudmu kita menikah?" tanya An Lok Keng cu dengan
wajah agak kemerah-merahan.
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"setelah itu kita menikah di istana, barulah kita berangkat
ke pulau Hong Hoang To."
"Aku setuju, Kakak Han Liong," ujar An Lok Keng cu
lembut. "Tapi...." Thio Han Liong menarik nafas dalam-dalam.
"Kita harus menunggu beberapa hari lagi, karena aku
khawatir Ban Tok Lo Mo dan muridnya akan muncul di sini."
"Kakak Han Liong, sudah dua bulan tiada kabar berita
tentang mereka, mungkin mereka sudah pulang ke pulau Ban
Tok To," ujar An Lok Keng cu.
"Aku justru khawatir...." Thio Han Liong meng- gelenggelengkan
kepala. "Mereka sedang mengatur suatu rencana jahat."
"Kakak Han Liong" An Lok Kong cu menatapnya lembut
"Tidak perlu engkau mengkhawatirkan itu."
"Agar hatiku lebih tenang, maka kita harus menunggu
beberapa hari lagi, barulah kita kembali ke Kota raja"
"Aku menurutimu saja."
"Adik An Lok" Thio Han Liong menggenggam tangannya
erat-erat. "Engkau sungguh berpengertian, aku kagum kepadamu,"
Beberapa hari kemudian, mereka berdua lalu meninggalkan
gunung Bu Tong, tujuan mereka kembali ke Kota raja.
Bab 66 Pak Hong Terluka Di dalam sebuah kuil tua yang terletak di gunung Wu san,
tampak seorang tua renta duduk bersila dengan mata
terpejam, di hadapannya duduk lelaki berusia lima puluhan.
siapa mereka berdua itu" Ternyata adalah Ban Tok Lo Mo dan
Tan Beng song, muridnya. Lama sekali barulah orangtua renta itu membuka matanya,
ditatapnya Tan Beng song dengan tajam sekali. "suhu...."
"Aaaah..." Ban Tok Lo Mo menghela nafas panjang.
"Tak kusangka Tong sianjin itu berkepandaian begitu tinggi,
bahkan kebal terhadap racun."
"Suhu," ujar Tan Beng song.
"Kenapa suhu tidak mau membunuhnya?"
"Kami cuma bertanding sepuluh jurus, kenapa aku harus
membunuhnya?" sahut Ban Tok Lo Mo.
"Lagipula dia kebal terhadap racun, maka tidak gampang
membunuhnya." "Lalu apa rencana suhu sekarang?"
"Aku justru sedang memikirkan itu. Engkau masih punya
suatu ide?" "Kemarin suhu melukai Pak Hong, maka kaum rimba
persilatan pasti tahu akan keberadaan kita di Tionggoan oleh
karena itu...." Tan Beng song melanjutkan.
"Kita harus segera bertindak agar para ketua partai itu
tidak bergabung melawan kita."
"Maksudmu?" "Kita turun tangan lebih dulu terhadap para ketua."
"Ngmmm" Ban Tok Lo Mo manggut-manggut.
"Menurutmu, kita harus turun tangan dulu terhadap ketua
mana?" "Ketua Hwa san dan Khong Tong dulu, setelah itu barulah
ketua Kun Lun, GoBi dan lainnya."
"Bagus" Ban Tok Lo Mo tertawa gelak.
"Ha ha ha Dengan cara demikian, maka para ketua itu tidak
akan dapat bergabung"
"Kalau suhu sudah membunuh para ketua itu, tentu suhu
menjadi jago tanpa tanding di kolong langit."
"Betul" Ban Tok Lo Mo tertawa terbahak-bahaki
"Ha ha ha Tujuh delapan tahun yang lampau, aku pernah
dihina oleh kaum rimba persilatan Tionggoan, kini sudah
waktunya aku mencuci bersih penghinaan itu Ha ha ha..."
"Kenapa pada waktu itu kaum rimba persilatan Tionggoan
menghina suhu?" tanya Tan Beng song.
"Karena kepandaianku masih belum begitu tinggi, maka
mereka menghinaku yang ingin menjagoi rimba persilatan
Tionggoan." Ban Tok Lo Mo memberitahukan.
"Karena itu, aku pulang ke pulau Ban Tok To dan berlatih
terus-menerus...." "oooh" Tan Beng song manggut-manggut.
"oh ya, aku justru tidak habis pikir tentang Tong Hai
sianjin. Bagaimana dia bisa kebal terhadap racun?"
"Akupun tidak mengerti." Ban Tok Lo Mo menggelenggelengkan
kepala. "Mungkin dia memiliki semacam ilmu yang dapat
memunahkan racunku."
"Itu bagaimana mungkin?" Tan Beng song meng-gelenggelengkan
kepala. "Ilmu pukulan suhu amat beracun, siapa yang terkena ilmu
pukulan suhu, pasti tidak tertolong. Tapi... Tong Hai sianjin
itu" "Kepandaiannya memang sudah tinggi sekali." Ban Tok Lo
Mo menghela nafas panjang.
"sayang tidak dapat kukalahkan dia dalam sepuluh jurus.
Kalau aku berhasil mengalahkannya, dia dan para anak
buahnya pasti di bawah perintahku."
"suhu...." Tan Beng song menatapnya.
"siauw Lim Pay amat terkenal, apakah kepandaian suhu
dapat mengalahkan mereka?"
"Kong Bun dan Kong Ti masih bukan tandinganku, namun
yang kusegani adalah Thio sam Hong, cikat bakal Bu Tong Pay
itu." "suhu tidak sanggup mengalahkan Thio sam Hong?"
"Biar bagaimana pun aku harus menghormatinya. Lagipula
belum tentu aku sanggup mengalahkannya. oleh karena itu,
kita tidak boleh membunuh ketua Bu Tong Pay itu."
"suhu...." Tan Beng song tercengang.
"cukup melukainya saja," ujar Ban Tok Lo Mo.
"oh ya Benarkah Thio Han Liong punya hubungan dengan
Bu Tong Pay?" "Kalau tidak salah kakeknya adalah murid Thio sam Hong,"
jawab Tan Beng song memberitahukan.
"suhu, kepandaian Thio Han Liong sudah sulit diukur
berapa tinggi...." "oh?" Ban Tok Lo-Mo mengerutkan kening.
"Kalau aku bertemu dia, pasti kubunuh"
"Suhu," tanya Tan Beng song.
"Kira-kira kapan kita akan mulai membunuh ketua Hwa san
Pay dan Khong Tong Pay?"
"Kapan aku mau membunuh mereka, aku pasti
memberitahukanmu," sahut Ban Tok Lo Mo.
"Jadi engkau tidak usah banyak bertanya."
"Ya, suhu." Tan Beng song mengangguk.
Dengan adanya pembicaraan itu, maka tidak lama lagi
rimba persilatan akan timbul suatu petaka.
Bagian 34 Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu terus melakukan
perjalanan kembali ke Kotaraja. Wajah gadis itu tampak cerah
ceria. Maklum mereka berdua kembali ke Kotaraja untuk
menikah tentunya amat menggirangkan gadis itu.
Malam ini Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu menginap di
sebuah penginapan. Mereka bercakap-cakap di dalam kamar.
"Kakak Han Liong, perlukah kita mengundang para pejabat
tinggi di istana?" tanya An Lok Kong Cu mendadak.
"Itu terserah engkau saja," sahut Thio Han Liong sambil
tersenyum. "Tapi jangan menyelenggarakan pesta besar, cukup kitakita
saja." "Pasti kuberitahukan kepada ayah." An Lok Kong Cu
tersenyum manis. "Oh ya, Kakak Han Uong, mungkinkah Ban Tok Lo Mo dan
muridnya telah kembali ke pulau Ban Tok To?"
"Entahlah." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Mudah-mudahan mereka sudah kembali ke sana"
"Han Liong...." Ketika An Lok Kong Cu ingin mengatakan
sesuatu, mendadak terdengar suara rintihan di kamar sebelah.
Suara itu membuat mereka berdua saling memandang.
"Sepertinya suara rintihan orang terluka," ujar Thio Han
Liong sambil mengerutkan kening.
"Entah siapa yang terluka itu?"
"Bagaimana kalau kita melihat sebentar?" tanya An Lok
Kong Cu. "Jangan" Thio Han Liong menggelengkan kepala. "Sebab
kita belum tahu siapa orang itu. Lebih baik jangan
menimbulkan suatu urusan."
An Lok Keng Cu mengangguk. Di saat bersamaan terdengar
suara ketukan pintu kamar, maka Thio Han Liong segera
bertanya. "Siapa?" "Pelayan" Terdengar suara sahutan di luar.
"Mengantar teh wangi"
"Masuklah" ujar Thio Han Liong.
"Pintu kamar tidak di kunci."
Pintu kamar terbuka. Tampak seorang pelayan masuk ke
dalam kamar itu membawa teh wangi, lalu ditaruh di atas
meja. "Pelayan" panggil Thio Han Liong.
"Ya, Tuan." sahut pelayan. "Tuan mau pesan apa?"
"Tahukah engkau siapa yang merintih- rintih di kamar
sebelah?" tanya Thio Han Liong.
"Seorangtua." Pelayan memberitahukan.
"Sudah beberapa hari dia terbaring di tempat tidur."
"Dia tidak memanggil tabib?"
"Semua tabib di kota ini sudah diundang, tapi tidak mampu
mengobatinya. sebab orang tua itu terkena racun."
"Oh?" Thio Han Liong mengerutkan kening. "Terima kasih."
ucapnya. Pelayan itu meninggalkan kamar tersebut. Kemudian Thio
Han Liong memandang An Lok Kong cu seraya berkata,
"Adik An Lok, mari kita ke kamar sebelah menjenguk
orangtua itu" "Baik." An Lok Kong cu mengangguk,
Mereka berdua segera ke kamar sebelah. Thio Han Liong
mengetuk pintu kamar itu, tapi tiada sahutan hanya terdengar
suara rintihan. Perlahan-lahan Thio Han Liong mendorong
pintu kamar itu, kemudian bersama An Lok Kong cu berjalan
ke dalam. Tampak seorang tua berbaring di tempat tidur. Begitu
melihat orangtua tersebut, terkejutlah Thio Han Liong, karena
orangtua itu adalah Pak Hong (si Gila Dari Utara).
"Locianpwee..." panggil Thio Han Liong.
Pak Hong membuka matanya. Ketika melihat Thio Han
Liong, wajahnya tampak agak berseri.
"Han Liong..." katanya lemah.
Thio Han Liong segera memeriksanya, kemudian menarik
nafas lega seraya berkata,
"Masih dapat ditolong."
"Syukurlah" ucap An Lok Keng cu.
Thio Han Liong mengeluarkan sebutir obat pemunah racun,
lalu dimasukkan ke mulut Pak Hong.
Berselang beberapa saat, wajah Pak Hong mulai tampak
segar, bahkan setelah itu ia pun bangun duduk.
"Terima kasih, Han Liong," ucapnya. " Engkau telah
menyelamatkan nyawaku."
"Jangan berkata begitu, Locianpwee" Thio Han Liong
tersenyum. "oh ya, siapa yang melukai Locianpwee?"
"Aaah..." Pak Hong menghela nafas panjang. "Ban Tok Lo
Mo." "Haah?" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu tersentak.
"Ban Tok Lo Mo?"
"Ya." Pak Hong mengangguk. "Dia adalah guru Tan Beng
song...." "Ternyata Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak pulang ke
pulau Ban Tok To, melainkan masih berada di Tionggoan."
Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Han Liong" Pak Hong memberitahukan.
"Ban Tok Lo Mo sungguh licik, kepandaiannya pun amat
tinggi sekali terutama ilmu pukulan beracunnya. Kalau aku
tidak cepat-cepat kabur, aku pasti mati."
"Locianpwee terkena ilmu pukulan beracunnya?"
"Kalau aku terkena ilmu pukulan beracunnya, aku pasti
sudah terkapar menjadi mayat." Pak Hong menggelenggelengkan
kepala. "Aku cuma terkena hawa ilmu pukulan itu."
"Oh?" Thio Han Liong mengerutkan kening. "Pantas
Locianpwee dapat bertahan sampai sekarang."
"Aaah..." Pak Hong menghela nafas panjang.
"Dia memiliki ilmu pukulan Ban Tok Ciang yang amat
beracun. Kalau engkau menghadapinya, haruslah berhatihati."
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Oh ya" Pak Hong menatapnya seraya bertanya,
"Kenapa engkau berada di kota ini?"
"Kami sedang menuju ke Kotaraja." Thio Han Liong
memberitahukan. "Kami dari gunung Bu Tong."
"Oooh" Pak Hong manggut-manggut sambil tersenyum.
"Han Liong, gadis ini pasti An Lok Kong cu tunanganmu. Ya,
kan?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"oh ya" tanya Pak Hong.
"Kalian ke Bu Tong Pay mengunjungi Guru Besar Thio sam
Hong?" "Ya, tapi juga menunggu kemunculan Ban Tok Lo Mo dan
muridnya," jawab Thio Han Liong.
"Aku sudah tahu mengenai sepak terjangnya, namun
sekian bulan Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak memunculkan
diri di sana. Maka kami mengambil keputusan untuk kembali
ke Kotaraja." "Aaah..." Pak Hong menghela nafas panjang lagi.
"Kalau tidak kebetulan kalian berada di penginapan ini,
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nyawaku pasti melayang."
"Locianpwee mau ke mana?"
"Aku mau kembali ke tempat tinggalku, tapi justru bertemu
Ban Tok Lo Mo. Dia langsung menyerangku dengan ilmu
pukulan Ban Tok ciang. Aku bergerak cepat mengambil
langkah seribu, namun tetap tersambar hawa pukulanya,
sehingga membuat diriku keracunan."
"Kini Locianpwee sudah pulih, lalu Locianpwee mau ke
mana?" "Aku mau kembali ke tempat tinggalku." Pak Hong
memberitahukan. "Oh ya, Lam Khie masih tetap berada di istana Tayli."
"Locianpwee," ujar Thio Han Liong.
"Buah Im Ko hadiah dari Toan Hong Ya telah kuberikan
kepada seseorang, orang itu yang makan buah Im Ko
tersebut." "Itu tidak apa-apa. Tentunya orang itu amat membutuhkan
buah Im Ko itu, kalau tidak, bagaimana mungkin engkau
memberikannya?" "Benar." Thio Han Liong manggut-manggut.
"Kalau tidak makan buah Im Ko dia tetap menjadi banci."
"Eh?" Pak Hong terbelalak.
"Aku tidak mengerti. Bolehkah engkau menjelaskannya?"
"Orang itu masih muda, bernama Yo Ngie Kuang. Lantaran
mempelajari kitab Lian Hoa Cin Keng, maka tubuhnya
berubah...." Thio Han Liong menutur tentang itu.
"Haah?" Mulut Pak Hong ternganga lebar.
"Itu... itu merupakan suatu kejadian yang amat sulit
dipercaya. Kedengarannya tak masuk akal sama sekali."
"Tapi nyata." Thio Han Liong tersenyum.
"Kini dia bernama Yo Pit Loan dan berkepandaian amat
tinggi." "Han Liong," tanya Pak Hong bergurau.
"Apakah kelak dia akan berubah menjadi anak lelaki lagi?"
"Tentu tidak," sahut Thlo Han Llong.
"Kalau begitu...." Pak Hong tertawa.
"Dia bisa punya anak?"
"Tentu." Thio Han Liong mengangguk.
"Sebab kini dia sudah menjadi gadis tulen."
"Itu sungguh luar biasa siapa pun tidak akan percaya." Pak
Hong menggeleng-gelengkan kepala.
"Kalau bukan engkau yang beritahukan, aku sendiri pun
tidak akan percaya."
"Kalau dia tidak makan buah Im Ko yang kuberikan itu, dia
tidak akan bisa berubah menjadi anak gadis," ujar Thio Han
Liong. "Itu sudah merupakan takdirnya harus menjadi wanita."
"Dia berada di mana sekarang?"
"Entahlah." Thio Han Liong menggelengkan kepala.
"Alangkah baiknya aku bisa bertemu dia." ujar Pak Hong
sambil tertawa. "Aku ingin kenal pemuda yang berubah menjadi anak
gadis." "Mudah-mudahan Locianpwee bisa bertemu dia" Thio Han
Liong tersenyum dan bertanya,
"Kapan Locianpwee akan pergi?"
"Esok pagi. Kalian?"
"Sama," sahut Thio Han Liong.
"Maaf, Locianpwee, kami mau kembali ke kamar...."
"Ha ha ha" Pak Hong tertawa gelak. "Silakan, silakan"
Wajah Thio Han Liong dan An Lok Kong cu kemerahmerahan,
kemudian mereka kembali ke kamar.
"Adik An Lok," ujar Thio Han Liong sambil menghela nafas
panjang. "Tak disangka Ban Tok Lo Mo dan muridnya berada di
Tionggoan." "Ya." An Lok Kong cu manggut-manggut.
"Itu memang di luar dugaan, bahkan dia melukai Pak Hong
Locianpwee." "Kalau kita tidak berada di penginapan ini, Locianpwee itu
pasti binasa," ujar Thio Han Liong.
"Sungguh hebat ilmu pukulan beracun itu Hanya tersambar
hawa-nya saja menjadi begitu, bagaimana kalau terkena
langsung" Pak Hong Locianpwee pasti mati seketika."
"Kakak Han Liong," tanya An Lok Kong cu
"Apakah kita dapat menahan ilmu pukulan beracun itu?"
"Tentu dapat." Thio Han Liong mengangguk.
"Sebab kita kebal terhadap racun apa pun."
"Tapi...." "Percayalah" Thio Han Liong tersenyum.
"Ilmu pukulan beracun yang dimiliki Ban Tok Lo Mo tidak
akan dapat melukai kita."
"oooh" An Lok Kong cu menarik nafas lega.
"Kakak Han Liong...."
"Ada apa" Katakanlah" ujar Thio Han Liong lembut.
"Kini kita sudah tahu Ban Tok Lo Mo berada di Tionggoan,
lalu apa rencana kita?"
"Maksudmu?" "Kita terus melanjutkan perjalanan kembali ke Kotaraja
atau kembali ke Bu Tong Pay?"
"Itu bagaimana menurutmu saja."
"Aku tahu...." An Lok Kong cu menatapnya. "Tidak mungkin
engkau akan melanjutkan perjalanan kembali ke Kotaraja lagi.
Ya, kan?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk,
"Kalau begitu, mari kita kembali ke Bu Tong Pay saja" ajak
An Lok Kong cu. "Itu tidak mungkin, sebab sudah begitu jauh." Thio Han
Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku jadi bingung...."
"Kakak Han Liong" An Lok Kong cu tersenyum. "Jangan
bingung, coba dipikirkan saja"
"Ng" Thio Han Liong manggut-manggut dan mulai berpikir,
lama sekali mendadak ia bersorak.
"Adik An Lok" "Ada apa?" "Kita ke markas Kay Pang saja," sahut Thio Han Liong.
"Sebab dari sini ke sana hanya membutuhkan waktu dua
hari, alangkah baiknya kita ke sana."
"Baik." An Lok Kong cu mengangguk.
Keesokan harinya, Pak Hong kembali ke tempat tinggalnya,
sedangkan Thio Han Liong dan An Lok Kong cu berangkat ke
markas Kay Pang. Thio Han Liong dan An Lok Kong cu singgah di sebuah
rumah makan. Kebetulan mereka berdua duduk di dekat
beberapa kaum rimba persilatan yang sedang bersantap
sambil bercakap-cakap. Di saat Thio Han Liong dan An Lok
Kong cu saling memandang ketika mulai bersantap. Ternyata
beberapa kaum rimba persilatan itu membicarakan tentang
Ban Tok Lo Mo dan muridnya, maka Thio Han Liong dan An
Lok Kong cu mendengarkan pembicaraan itu dengan penuh
perhatian. "Kini rimba persilatan sudah tidak aman lagi, sebab muncul
Ban Tok Lo Mo dan muridnya."
"Betul. Mereka guru dan murid sering membunuh kaum
rimba persilatan golongan putih. Entah apa tujuan mereka
berbuat begitu?" "Tentunya ingin menguasai rimba persilatan."
"Heran" Entah berasal dari mana Ban Tok Lo Mo dan
muridnya itu" Kenapa mereka mendadak muncul dalam rimba
persilatan?" "Aku justru tidak habis pikir, kenapa tujuh partai besar
tinggal diam" Apakah para ketua itu takut kepada Ban Tok Lo
Mo dan muridnya?" "Lagi pula... Thio Han Liong, pendekar muda itu pun tiada
kabar beritanya, padahal kini dia amat dibutuhkan."
"Engkau kenal Thio Han Liong?"
"Tidak kenal. Engkau?"
"Aku pun tidak kenal. Kita orang-orang rimba persilatan
golongan rendahan, bagaimana mungkin akan kenal pendekar
muda itu?" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu saling memandang,
kemudian tersenyum sambil mendengarkan pembicaraan
mereka . "Tapi... justru kita yang sering memperoleh berita baru
dunia persilatan, sebab kita selalu pasang kuping ke sana ke
mari Ha ha ha" "Apakah ada berita baru lagi?"
"Kalau begitu, engkau pasti belum tahu."
"Tentang apa?" "Belum lama ini, dalam rimba persilatan telah muncul
seorang gadis yang cantik jelita, julukannya adalah Lian Hoa
Nio Cu (Nona Bunga Teratai)."
Mendengar sampai di situ, mata Thio Han Liong terbelalak.
"Kakak Han Liong, engkau kenal Lian Hoa Nio Cu itu?"
tanya An Lok Kong cu. "Tidak kenal, tapi... Lian Hoa...." Thlo Han Liong
menatapnya. "Engkau tidak teringat sesuatu?"
"Tentang apa?" "Lian Hoa Cin Keng."
"Oh" Maksudmu Lian Hoa Nio Cu itu adalah Yo Pit Loan?"
"Kukira memang dia." Thio Han Liong mengangguk.
"Kita dengar lagi pembicaraan mereka"
"Engkau kenal Lian Hoa Nio Cu itu?" Beberapa kaum rimba
persilatan itu mulai melanjutkan pembicaraan.
"Sama sekali tidak kenal. Tapi aku sudah mendengar
tentang Lian Hoa Nio Cu itu. Dia selalu duduk di dalam tandu
mewah, yang digotong oleh empat lelaki bertubuh kekar."
"Engkau tahu dia berasal dari perguruan mana?"
"Tidak tahu. Tapi kepandaiannya amat tinggi sekali, bahkan
dia pun sering membasmi kaum golongan hitam."
"Kalau begitu, dia pasti musuh Ban Tok Lo Mo. sebab Ban
Tok Lo Mo dan muridnya sering membantai kaum golongan
putih. sedangkan Lian Hoa Nio Cu itu justru membasmi kaum
golongan hitam. Mudah-mudahan Lian Hoa Nio Cu itu dapat
membasmi Ban Tok Lo Mo dan muridnya"
"Kaum rimba persilatan memang berharap begitu. Tapi...
Lian Hoa Nio Cu itu bersifat aneh."
"Aneh bagaimana?"
"Tidak mau bergaul dengan jago yang mana pun. seorang
jago yang cukup terkenal tertarik padanya, dan berusaha
mendekatinya, namun Lian Hoa Nio Cu malah menantangnya
bertanding, dan hanya dalam sepuluh jurus jago itu sudah
dikalahkannya" "Wuah bukan main Kalau begitu, tiada seorang pun jago
muda yang sanggup menandinginya "
"Ada." "Siapa?" "Thio Han Liong."
"Ha ha ha Bagaimana mungkin Thio siauhiap mau
bertanding dengan Lian Hoa Nio Cu itu?"
"Memangnya kenapa?"
"Thio siauhiap adalah pemuda yang gagah, tentunya tidak
mau bertanding dengan Lian Hoa Nio Cu. Lagipula bagaimana
mungkin mereka akan berjumpa?"
Mendengar sampai di situ, An Lok Kong cu tersenyum
sambil berbisik-bisik di dekat telinga Thio Han Liong.
"Engkau sudah mendengar bukan" Mereka berharap
engkau bertanding dengan Lian Hoa Nio Cu. Kelihatannya
mereka ingin menjodohkanmu dengan Lian Hoa Nio Cu."
"Adik An Lok" Thio Han Liong tersenyum geli.
"Tak kusangka engkau suka bergurau juga."
"Kakak Han Liong, terus terang... aku ingin sekali berjumpa
Yo Pit Loan," ujar An Lok Kong cu sungguh-sungguh.
"Aku ingin tahu bagaimana parasnya, apakah betul cantik
sekali?" "Mudah-mudahan engkau berjumpa dia" ucap Thio Han
Liong sambil tersenyum. "Agar hatimu puas dan tidak merasa penasaran lagi."
Bab 67 Lian Hoan Nio cu Thio Han Liong dan An Lok Kong cu melanjutkan perjalanan
ke markas Kay Pang. Dalam perjalanan ini, mereka sering
melihat mayat-mayat golongan hitam bergelimpangan di
mana-mana. "Adik An Lok," ujar Thio Han Liong ketika beristirahat di
bawah sebuah pohon. "Aku yakin itu adalah perbuatan Lian Hoa Nio Cu."
"Heran" sahut An Lok Kong cu.
"Kenapa dia memusuhi kaum golongan hitam?"
"Entahlah." Thio Han Liong menggelengkan kepala.
"Sebab aku tidak tahu jelas mengenai riwayat hidupnya."
"Tapi itu ada baiknya juga. Kaum penjahat memang harus
dibasmi." "Itu... itu agak sadis." Thio Han Liong menghela nafas
panjang. "Kalau aku bertemu dia, akan kunasihati."
"Kakak Han Liong...."
Mendadak Thio Han Liong memberi isyarat agar gadis itu
diam. Ternyata ia mendengar suara langkah.
"Engkau mendengar sesuatu?" tanya An Lok Kong cu
dengan suara rendah. Thio Han Liong mengangguk. Berselang beberapa saat,
barulah An Lok Kong cu mendengar suara langkah itu.
Tak seberapa lama, tampak sebuah tandu digotong empat
orang bertubuh kekar yang tidak memakai baju. Dada ke
empat orang itu bertato harimau.
Tandu itu melayang cepat sekali. Itu membuktikan bahwa
ke empat penggotongnya memiliki ginkang yang amat tinggi.
Thio Han Liong kagum melihatnya.
"Kakak Han Liong, yang duduk di dalam tandu itu...."
"Lian Hoa Nio Cu?"
"Bukankah orang-orang tadi mengatakan, bahwa Lian Hoa
Nio Cu duduk di dalam tandu?"
"Kalau begitu...."
Sebelum Thio Han Liong melanjutkan, mendadak tandu itu
sudah berhenti. An Lok Kong Cu dan Thio Han Liong
mengarahkan pandangannya ke tirai tandu. Tampak tirai itu
terbuka dengan perlahan-lahan dan seorang gadis cantik jelita
melangkah turun dengan lemah gemulai.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Terbelalaklah Thio Han Liong, sebab kulit muka gadis itu
putih halus bagaikan saiju.
"Kakak Han Liong," bisik An Lok Kong cu.
"Gadis itu adalah Yo Pit Loan?"
"Betul" Thio Han Liong mengangguk,
"Tak disangka dia begitu cantik...." An Lok Kong cu
menggeleng-gelengkan kepala.
"Kalau aku tidak mendengar duluan darimu, tentu tidak
akan percaya, bahwa dulu dia anak lelaki."
Tidak salah. Gadis cantik jelita itu ternyata Yo Pit Loan. la
berjalan lemah gemulai mendekati Thio Han Liong. setelah
dekat, ia langsung memberi hormat dengan wajah berseri.
"Han Liong, terimalah hormatku"
"Pit Loan...." Thio Han Liong sebera balas memberi hormat.
"Tak disangka kita berjumpa di sini."
"Memang tak disangka, tapi amat menggembirakan," sahut
Yo Pit Loan. "Oh ya Gadis ini...."
"An Lok Kong cu, tunanganku." Thio Han Liong
memberitahukan. "Oooh" Yo Pit Loan tersenyum.
"An Lok Kong cu, selamat bertemu"
"Selamat bertemu, Pit Loan" sahut An Lok Kong cu sambil
menatapnya. "Tak kusangka engkau sangat cantik,"
"Oh ya?" Yo Pit Loan tersenyum lagi.
"Semua itu berkat bantuan Han Liong, yang memberiku
buah Im Ko." "Pit Loan, jangan berkata begitu" Thio Han Liong
menggelengkan kepala. "Aku berkata sesungguhnya. Kalau tiada buah Im Ko, kini
aku masih tetap menjadi banci." Yo Pit Loan menghela nafas
panjang. "Oleh karena itu, aku banyak berhutang budi kepada Han
Liong." "Pit Loan, buah Im Ko itu hadiah dari Toan Hong Ya...."
"Aku tetap berhutang budi kepadamu." Yo Pit Loan
tersenyum, kemudian memandang An Lok Kong cu seraya
berkata, "Engkau sungguh cantik, pantas Han Liong sangat
mencintaimu. Engkau pasti bahagia, karena Han Liong adalah
pemuda yang amat baik."
"Terima kasih." An Lok Kong cu terkesan baik kepada Yo Pit
Loan. "Oh ya, kalau aku tidak mendengar dari Kakak Han Liong,
aku tidak percaya apa yang telah terjadi atas dirimu."
"Jangankan engkau...." Yo Pit Loan tertawa kecil.
"Aku sendiri pun hampir tidak percaya. Bayangkan. Dulu
aku adalah seorang pemuda, tapi kini bisa berubah menjadi
anak gadis. Bukankah itu sungguh ajaib sekali?"
"Memang." An Lok Kong cu mengangguk,
"Sikap dan gerak-gerikmu pun persis seperti anak gadis,
begitu pula suara dan lain sebagainya."
"Terus terang, setelah makan buah im Ko pemberian Han
Liong, aku pun tidak percaya bahwa diriku telah berubah
menjadi anak gadis. oleh karena itu, aku segera memeriksa
alat kelaminku, memang telah berubah menjadi alat kelamin
wanita. Dapat dibayangkan, betapa gembiranya hatiku ketika
itu." "Pit Loan," tanya An Lok Kong cu mendadak.
"Apakah engkau merasa menyesal atas perbuatan dirimu?"
"Tentu tidak," sahut Yo Pit Loan jujur.
"Ketika aku menjadi banci, aku memang merasa menyesal
sekali. Tapi setelah berubah menjadi anak gadis, itu sungguh
menggembirakan." "Oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut.
"Pit Loan" Thio Han Liong memandangnya seraya bertanya,
"Lian Hoa Nio Cu adalah engkau?"
"Ya." Yo Pit Loan mengangguk,
"Itu adalah julukanku."
"Kenapa engkau membunuh kaum rimba persilatan
golongan hitam?" tanya Thio Han Liong lagi.
"Sebab..." Mendadak Yo Pit Loan memandang jauh ke
depan. "Ayah, ibu dan kakak-kakakku dibantai oleh para penjahat.
Kalau guru terlambat muncul, aku pun pasti mati. oleh karena
itu, kini aku mulai membantai para penjahat."
"Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Tapi... bukankah engkau boleh memusnahkan kepandaian
mereka, tidak usah membunuh?"
"Han Liong" Yo Pit Loan menatapnya lembut
"Engkau memang berhati bajik, namun aku tidak akan
memberi ampun kepada para penjahat. Aku masih ingat,
ibuku meratap-ratap mohon para penjahat itu jangan
membunuh kakak-kakakku, tapi para penjahat itu tetap
membunuh kakak-kakakku sambil tertawa, kemudian mereka
pun memperkosa ibuku lalu membunuhnya. Nah, apakah aku
harus mengampuni para penjahat?"
Thio Han Liong diam, setelah itu menghela nafas panjang.
Tiba-tiba ia teringat sesuatu dan langsung bertanya.
"Kok kulit mukamu bertambah putih dan halus?" .
"Mungkin pengaruh dari buah Im Ko, parasku kian hari kian
bertambah cantik," sahut Yo Pit Loan sambil tersenyum.
"Aku... aku merasa girang sekali."
"Oh ya. Betulkah ada seorang jago muda jatuh hati
kepadamu, tapi engkau malah menantangnya bertanding, dan
tidak sampai sepuluh jurus dia sudah kalah?" tanya Thio Han
Liong mendadak. "Betul." Yo Pit Loan mengangguk, "Kepandaian mereka
begitu rendah, tapi berani coba-coba mendekatiku. sungguh
tak tahu diri mereka"
"Pit Loan" Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Engkau tidak boleh memilih lelaki berdasarkan ilmu silat,
yang penting rasa cinta dan kesetiaan."
"Hi hi Hi" Yo Pit Loan tertawa cekikikan.
"Tiada pemuda lain yang sepertimu, aku tidak akan
menikah selama-lamanya."
"Pit Loan...." Thio Han Liong menghela nafas panjang
"An Lok Kong cu" Yo Pit Loan memandangnya sambil
tersenyum lembut. "Engkau sungguh beruntung, mendapatkan calon suami
begitu baik, tampan dan berkepandaian tinggi pula."
"Pit Loan," ujar An Lok Kong cu.
"Kelak engkau pun akan bertemu lelaki yang seperti Kakak
Han Liong." "An Lok Kong cu" Yo Pit Loan tersenyum.
"Aku sama sekali tidak memikirkan itu, hanya ingin
membasmi para penjahat saja."
"Oh ya" Thio Han Liong memandangnya.
"Engkau sudah mendengar tentang Ban Tok Lo Mo dan
muridnya?" "Aku justru sedang mencari mereka." sahut Yo Pit Loan.
"Aku ingin membasmi mereka."
"Tapi engkau harus berhati-hati" pesan Thio Han Liong.
"Sebab Ban Tok Lo Mo memiliki ilmu pukulan yang amat
beracun." "Ya." Yo Pit Loan mengangguk.
Thio Han Liong mengeluarkan dua butir obat pemunah
racun, lalu diberikan kepada Yo Pit Loan seraya berkata,
"Ini adalah obat pemunah racun. Apabila engkau bertemu
Ban Tok Lo Mo, cepatlah makan sebutir, agar tidak terkena
racunnya." "Terima kasih atas perhatianmu, Han Liong," ucap Yo Pit
Loan terharu sambil menerima ke dua butir obat pemunah
racun itu, kemudian dibungkusnya dengan sapu tangan,
setelah itu barulah dimasukkan ke dalam bajunya.
"Pit Loan," tanya Thio Han Liong.
"Engkau mau ke mana?"
"Mencari Ban Tok Lo Mo dan muridnya," jawab Yo Pit Loan.
"Aku harus membasmi mereka."
"Tapi biar bagaimanapun juga engkau harus berhati-hati,
sebab Ban Tok Lo Mo berkepandaian tinggi sekali."
"Ya." Yo Pit Loan mengangguk, lalu memandang An Lok
Kong Cu. "Tempo hari aku bilang rela menjadi pelayannya, tapi dia
menolak. Kini aku di hadapanmu mengatakan itu, apakah
engkau akan menerimaku?"
"Itu terserah Kakak Han Liong," sahut An Lok Kong Cu
sambil tersenyum lembut. "Han Liong, bagaimana?" tanya Yo Pit Loan.
"Pit Loan" Thio Han Liong tersenyum.
"Kita adalah teman baik, tentunya aku menolak apabila
engkau mau menjadi pelayanku."
"Aaaah..." Yo Pit Loan menghela nafas panjang.
"Begini," ujar An Lok Kong cu mengusulkan.
"Alangkah baiknya kalian menjadi kakak adik saja."
"Kakak adik?" Wajah Yo Pit Loan berseri.
"Tapi... mana mungkin Han Liong akan menganggapku
sebagai adiknya?" Mendadak Thio Han Liong memegang bahunya, dan
menatapnya dalam-dalam seraya berkata.
"Pit Loan, engkau adalah adikku."
"Kakak" Betapa terharunya Yo Pit Loan. "Han Liong, engkau
adalah kakakku yang tercinta."
"Adik" Thio Han Liong tersenyum.
"Kakak...." Yo Pit Loan mendekap di dadanya.
Thio Han Liong membelainya lembut, sedangkan An Lok
Kong Cu manggut-manggut sambil tertawa gembira.
Setelah itu, Yo Pit Loan pun merangkul An Lok Keng Cu
erat-erat seraya bertanya,
"Perlukah sekarang aku memanggilmu Kakak Ipar?"
"Kami... kami belum menikah lho" sahut An Lok Kong cu
dengan wajah agak kemerah- merahan.
"Kalau begitu, aku tetap memanggilmu An Lok Kong cu,"
ujar Yo Pit Loan sambil tersenyum.
"Setelah kalian menikahi barulah aku memanggilmu Kakak
Ipar." An Lok Kong cu tersenyum. Di saat itulah mendadak Yo Pit
Loan dan Thio Han Liong saling memandang dengan wajah
serius. Itu sungguh mengherankan An Lok Kong cu.
"Ada apa, sih?"
"Ada orang datang," sahut Thio Han Liong, lalu
memandang ke atas sebuah pohon.
Tak seberapa lama kemudian, dari atas pohon itu melayang
turun sosok bayangan. sebelum bayangan itu menginjak
tanah, Yo Pit Loan sudah siap menyerangnya.
"Tunggu" cegah Thio Han Liong.
"Dia adalah Pak Hong Locianpwee."
"Ha ha ha" Ternyata benar, orang itu memang Pak Hong.
"Han Liong sungguh tajam matamu"
"Bukankah Locianpwee mau pulang" Kenapa malah ke
mari?" tanya Thio Han Liong dengan rasa heran.
"Aku memang mau pulang, tapi di tengah jalan melihat
sebuah tandu yang mencurigakan. Maka, aku terus mengikuti
tandu itu dalam jarak tertentu agar tidak diketahui orang yang
duduk di dalamnya. Akhirnya aku sampai di sini. Ha ha ha"
"Locianpwee" Thio Han Liong tersenyum.
"Dia adalah Yo Pit Loan, yang pernah kuceritakan."
"Yo Pit Loan?" Pak Hong terbelalak.
"Lelaki yang berubah menjadi wanita itu?"
"Betul." Thio Han Liong mengangguk.
"Bukan main" Pak Hong terus memandang Yo Pit Loan
dengan mata tak berkedip.
Itu membuat Yo Pit Loan tertawa geli, kemudian dengan
sengaja bergaya di hadapan Pak Hong.
"Aduuh" Pak Hong teriak sambil menggeleng-gelengkan
kepala. "Kalau aku masih muda, mungkin aku sudah jatuh berlutut
di hadapanmu" "Oh, ya?" Yo Pit Loan tersenyum.
"Kalau tidak mendengar dari Han Liong, aku pasti tidak
akan percaya, bahwa dulu engkau anak lelaki."
"Itu memang benar," ujar Yo Pit Loan sambil menghela
nafas panjang. "Kalau Kakak tidak memberiku buah Im Ko, tentunya aku
masih tetap menjadi banci yang amat menyiksa diriku."
"Oooh" Pak Hong manggut-manggut.
"Eeeh" siapa kakakmu?"
"Han Liong." "Kalian sudah mengangkat saudara?"
"Kira-kira begitulah."
"Kalau begitu, aku memberi selamat kepada kalian," ucap
Pak Hong lalu tertawa gelak. "Ha ha ha..."
"Locianpwee," ujar Thio Han Liong sambil tersenyum.
"Kini Locianpwee pasti tidak merasa penasaran lagi,
bukan?" "Betul." Pak Hong mengangguk.
"Karena aku sudah berjumpa Yo Pit Loan."
"Mungkin Locianpwee belum tahu, bahwa dia adalah Lian
Hoa Nio Cu." Thio Han Liong memberitahukan.
"Oh?" Pak Hong tertegun. "Dia adalah Lian Hoa Nio Cu
yang sering membasmi para penjahat?"
"Tidak salah," sahut Thio Han Liong. "Dia memang Lian
Hoa Nio Cu." "Ha ha ha" Pak Hong tertawa gelak. Ternyata engkau
adalah Lian Hoa Nio Cu yang mulai terkenal itu"
"Terimakasih atas pujian Locianpwee," ucap Yo Pit Loan.
"Tapi" Pak Hong mengerutkan kening.
"Engkau harus lebih berhati-hati, sebab banyak golongan
hitam ingin membunuhmu."
"Alangkah baiknya kalau mereka memunculkan diri
mencariku, jadi aku tidak usah bersusah payah mencari
mereka," ujar Yo Pit Loan sungguh-sungguh.
"Locianpwee" Thio Han Liong memberitahukan.
"Dia pun sedang mencari Ban Tok Lo Mo dan muridnya. Dia
ingin membasmi mereka berdua."
"Oh?" Pak Hong tertegun.
"Kalau begitu, engkau harus berhati-hati, sebab Ban Tok Lo
Mo memiliki ilmu pukulan yang amat beracun."
"Locianpwee" YoPit Loan tersenyum.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kakak sudah memberiku obat pemunah racun, maka aku
tidak takut akan ilmu pukulan beracun."
"Oooh" Pak Hong manggut-manggut. "Baiklah sekarang
aku mau pulang ke tempat tinggalku, semoga kita berjumpa
kembali" Pak Hong langsung melesat pergi. Berselang sesaat, Yo Pit
Loanpun berpamit kepada Thio Han Liong dan An Lok Keng
Cu. "Maaf, Kakak dan An Lok Keng Cu Aku mau mohon pamit
melanjutkan perjalanan, mudah-mudahan kita akan berjumpa
kembali" "Adik" Thio Han Liong menggenggam tangan Yo Pit Loan.
"Hati-hati kalau menghadapi Ban Tok Lo Mo"
"Ya." Yo Pit Loan mengangguk. "Kakak, An Lok Kong cu,
sampai jumpa" Yo Pit Loan melesat ke dalam tandu. Tak lama tandu itu
pun melayang cepat meninggalkan tempat itu.
"Aaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang.
"Tak disangka kita bertemu Pit Loan dan Pak Hong di sini."
"Kakak Han Liong" An Lok Kong cu tersenyum.
"Aku sama sekali tidak menduga Pit Loan begitu cantik,
padahal sebelumnya dia adalah lelaki."
"Kulit mukanya berubah begitu putih dan halus, itu adalah
pengaruh khasiat buah Im Ko." Thio Han Liong
memberitahukan. "Kini dia betul-betul merupakan gadis yang cantik jelita."
"Tapi" An Lok Kong cu menggeleng-gelengkan kepala.
"Apakah dia akan menikah kelak?"
"Entahlah." Thio Han Liong menghela nafas panjang.
"Tadi dia sudah bilang, tidak mau menikah selamalamanya.
" "Seandainya dia bertemu pemuda yang cocok, aku yakin
dia pasti akan menikah," ujar An Lok Keng cu.
"Mudah-mudahan" ucap Thio Han Liong.
"Oh ya, kini engkau sudah tidak merasa penasaran lagi,
bukan?" "Ya." An Lok Keng cu mengangguk,
"Sebab aku sudah berjumpa Pit Loan. Namun rasa
cemburuku sedikit timbul."
"Oh, ya?" Thio Han Liong tersenyum.
"Mulai sekarang dia adalah adikku, engkau tidak usah
merasa cemburu lagi."
"Kakak Han Liong...." An Lok Keng cu menatapnya lembut.
"Aku merasa bangga sekali, karena setiap orang pasti
memujimu sebagai pemuda yang baik, bahkan juga
mengatakan aku beruntung, dan pasti hidup bahagia di
sisimu." "Adik An Lok...." Thio Han Liong menggenggam tangannya
erat-erat, kemudian berbisik,
"Aku memang harus membahagiakanmu."
"Terima kasih, Kakak Han Liong," ucap An Lok Kong cu
dengan mesra. setelah itu barulah mereka melanjutkan
perjalanan menuju markas Kay Pang.
Betapa gembiranya seng Hwi dan su Hong seki ketua Kay
Pang ketika melihat kedatangan Thio Han Liong dan An Lok
Kong cu. "Han Liong...." seng Hwi memegang bahunya.
"Aku tidak menyangka kalau kalian akan ke mari lagi. Ayoh,
silakan duduk" "Terima kasih," ucap Thlo Han Liong lalu duduk. An Lok
Kong cu duduk di sisinya dengan wajah berseri-seri.
"Kalian berdua dari mana?" tanya su Hong sek lembut.
"Kami dari gunung Bu Tong. sebetulnya kami ingin kembali
ke Kotaraja, tapi di tengah jalan ketika kami bermalam di
penginapan...." Thio Han Liong menutur tentang itu.
"Karena itu, niat untuk kembali ke Kotaraja kami batalkan."
"Oh?" seng Hwi dan su Hong Sek mengerutkan kening.
"Ternyata Ban Tok Lo Mo dan muridnya masih berada di
Tionggoan. Untung Pak Hong juga berada di penginapan itu.
Kalau tidak, nyawanya pasti sulit ditolong."
"Tapi Pak Hong masih bisa bertahan sampai satu bulan,
hanya saja... akan tersiksa sekali," ujar Thio Han Liong.
"Locianpwee itu cuma tersambar angin pukulan Ban Tok Lo
Mo, namun menjadi begitu."
"Sungguh beracun ilmu pukulan itu" su Hong sek
menggeleng-gelengkan kepala, kemudian memandang Thio
Han Liong seraya bertanya,
"Engkau sudah mendengar tentang Lian Hoa Nio Cu?"
"Sudah." Thio Han Liong mengangguk dan menambahkan,
"Bahkan kami pun sudah bertemu dia."
"Oh?" su Hong sek tertegun.
"Engkau tahu siapa dia?"
"Tahu jelas sekali," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.
"Dia adalah Yo Pit Loan, yang pernah kuceritakan itu."
"Yo Pit Loan?" su Hong sek dan seng Hwi terbelalak.
"Maksudmu adalah Yo Ngie Kuang yang berubah jadi anak
gadis itu?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Kini dia bertambah cantik, karena terpengaruh oleh
khasiat buah Im Ko."
"Bukan main" seng Hwi menggeleng-gelengkan kepala.
"Kini para penjahat akan menggigil begitu mendengar
namanya, sebab dia tidak pernah memberi ampun kepada
para penjahat." "Han Liong," tanya su Hong sek.
"Engkau tahu apa sebabnya dia begitu dendam terhadap
para penjahat?" "Ayah ibu dan kakak-kakaknya dibunuh oleh para
penjahat," jawab Thio Han Liong memberitahukan.
"Maka kini dia mulai membasmi para penjahat, bahkan dia
pun sedang mencari Ban Tok Lo Mo dan muridnya. Dia ingin
membasmi mereka." "Oh?" Su Hong Sek mengerutkan kening.
"Ban Tok Lo Mo amat beracun, apakah Lian Hoa Nio Cu
sanggup melawannya?"
"Pasti sanggup," sahut Thio Han Liong.
"Sebab aku sudah memberinya dua butir obat pemunah
racun, agar dia tidak terkena racun."
"Oooh" su Hong sek manggut-manggut.
"Han Liong," tanya seng Hwi.
"Apakah kepandaian Lian Hoa Nio Cu dapat mengalahkan
Ban Tok Lo Mo?" "Tentang itu, aku tidak begitu tahu," jawab Thio Han Liong.
"Sebab aku tidak pernah menyaksikan kepandaian Ban Tok
Lo Mo. Namun menurutku tidak gampang bagi Ban Tok Lo Mo
mengalahkan Lian Hoa Nio Cu."
"Mudah-mudahan Lian Hoa Nio Cu dapat membasmi Ban
Tok Lo Mo dan muridnya itu" ucap su Hong sek.
"Kalau tidak, rimba persilatan pasti dilanda banjir darah."
"Memang sudah mulai banjir darah," ujar seng Hwi.
"Sebab Ban Tok Lo Mo dan muridnya telah membunuh
begitu banyak kaum rimba persilatan golongan putih."
"Oh ya" Thio Han Liong menengok ke sana ke mari.
"Kenapa tidak kelihatan Kiat Hiong?"
"Dia sedang belajar ilmu silat di halaman belakang." su
Hong sek memberitahukan dengan wajah berseri-seri.
"Tak kusangka im sie Popo begitu menyayanginya. Kalau
kami memarahi Kiat Hiong, nenek itu yang tidak senang dan
sering membelanya." "Oh?" Thio Han Liong manggut-manggut "Syukurlah"
"Karena itu...." su Hong sek menggeleng-gelengkan kepala.
"Membuat Kiat Hiong semakin manja."
"Bagaimana kemajuan Kiat Hiong dalam hal ilmu silat?"
tanya Thio Han Liong. "Sudah cukup maju," sahut su Hong seki
"Aku justru tidak habis pikir, Kwee In Loan yang sudah
tidak waras itu malah begitu sabar terhadap Kiat Hiong, juga
mengajarnya dengan penuh perhatian."
"Dulu Kwee In Loan begitu jahat. Tapi setelah tidak waras
ia malah menjadi baik hati. Itu sungguh di luar dugaan," ujar
Thio Han Liong sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Tapi aku agak tenang dia berada di sini, sebab dia masih
sanggup melawan Ban Tok Lo Mo."
"Han Liong" su Hong sek menatapnya dengan penuh rasa
terimakasih. "Kedatangan kalian sungguh mengharukan kami"
"Su Pang cu" Thio Han Liong tersenyum. "Jangan berkata
begitu, sebab akan membuat hatiku merasa tidak enak."
"oh ya" su Hong sek bangkit berdiri.
"Han Liong dan An Lok Keng cu, bagaimana kalau kita ke
halaman belakang melihat Kiat Hiong belajar ilmu silat?"
"Baik." Thio Han Liong dan An Lok Keng cu mengangguk.
Kisah Bangsa Petualang 1 Putri Bong Mini 01 Sepasang Pendekar Dari Selatan Kampung Setan 5
"Kalau engkau belajar ilmu silat yang dari kitab pusaka itu,
apa yang akan terjadi atas dirimu?"
"Tentunya akan berubah menjadi banci."
"Jangan" ujar An Lok Kong Cu cepat.
"Aku pasti celaka"
"Ha ha ha" Jie Lian Ciu danlainnya tertawa gelak. "Ha ha
ha..." Keesokan harinya, Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu
berpamit keparta Jie Lian Ciu dan lainnya, lalu meninggalkan
gunung Bu Tong ke gunung Altai.
Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu terus melakukan
perjalanan ke gunung Altai. Dalam perjalanan ini Thio Han
Liong terus memberi petunjuk kepada An Lok Kong Cu
mengenai ilmu silat. oleh karena itu, tidak mengherankan
kalau ilmu silat An Lok Kong Cu bertambah tinggi.
Sepuluh hari kemudian, barulah mereka tiba di gunung
Altai. Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mendaki gunung itu
sambil menikmati keindahannya. Mendadak berkelebat
beberapa bayangan ke arah mereka dan terdengar pula suara
bentakan. "Berhenti" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu segera berhenti. Di
saat bersamaan melayang turun beberapa wanita. Begtiu
melihat Thio Han Liong, mereka terbelalak dan langsung
memberi hormat. "Maaf, kami tidak tahu Thio siauhiap yang ke mari, maka
kami telah membentak siauhiap."
"Tidak apa-apa." Thio Han Liong tersenyum.
"oh ya, ini adalah An Lok Kong cu, tunanganku."
"An Lok Kong cu," ucap mereka sambil memberi hormat.
"selamat datang di tempat kami"
"Terima kasih," sahut An Lok Kong cu dan balas memberi
hormat. "Ayoh, mari ikut kami ke puncak" ajak salah seorang dari
mereka. Thio Han Liong mengangguk. Mereka semua lalu melesat
ke atas gunung itu. Tak seberapa lama kemudian, mereka
sudah sampai di tempat tinggal Kam Ek Thian. Muncul Yen
Yen dan Ing Ing. Keduanya gembira sekali ketika melihat Thio
Han Liong. "Thio siauhiap" seru mereka serentak.
"Bibi Yen Yen, Bibi Ing Ing" Thio Han Liong segera
memberi hormat. "Thio siauhiap." tanya Yen Yen sambil tersenyum.
"Gadis ini tunanganmu?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Adik An Lok, mereka berdua adalah Bibi Yen Yen dan Bibi
Ing Ing." An Lok Kong cu segera memberi hormat. Yen Yen dan Ing
Ing juga memberi hormat kepadanya.
"Mari kita masuk" ajak Yen Yen dan memberitahukan,
"Tong Koay dan ouw Yang Bun berada di sini."
"oh?" Thio Han Liong girang sekali.
Mereka semua masuk. Tampak Kam Ek Thian dan Lie Hong
Suan sedang duduk di sana dengan wajah ceria.
"Paman, Bibi" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu memberi
hormat kepada mereka. "Han Liong" Kam Ek Thian dan Lie Hong suan tertawa
gembira. "Gadis ini tentu tunanganmu. Ya, kan?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk,
"Dia adalah An Lok Kong cu."
"Ha ha ha" Kam Ek Thian tertawa gelak.
"Tak disangka tempatku ini dikunjungi Putri Kaisar ini
sungguh di luar dugaan"
"Han Liong, An Lok Kong cu, silakan duduk" ucap Lie Hong
suan dengan ramah dan lembut.
"Terimakasih." Thio Han Liong dan An Lok Kong cu duduk,
Di saat bersamaan, muncullah Tong Koay, ouw Yang Bun,
ouw Yang Hui sian dan Kam siauw Cui.
"Ha ha ha" Tong Koay tertawa gembira.
"Han Liong, tak disangka engkau ke mari"
"Locianpwee" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu segera
memberi hormat. "Han Liong, aku merasa cocok dengan tempat ini, maka
aku tinggal di sini," ujar Tong Koay.
"Betul, saudara Han Liong," sambung ouw Yang Bun.
"Aku amat berterima kasih kepadamu, aku diperbolehkan
tinggal di sini bersama Putriku."
"Saudara ouw Yang Bun" Thio Han Liong tersenyum.
"Syukurlah" "Han Liong," ujar Tong Koay memberitahukan.
"Aku sudah mengambil keputusan tidak akan berkecimpung
di dunia persilatan lagi. Aku ingin hidup tenang dan damai di
sini." "Memang lebih baik begitu," ujar Thio Han Liong.
"Kini timbul petaka lagi dalam rimba persilatan."
"Petaka apa?" tanya Tong Koay sambil mengerutkan
kening. "Muncul seorang iblis tua dan muridnya." Thio Han Liong
memberitahukan. "Mereka membunuh para murid partai besar dengan ilmu
pukulan beracun dan sudah banyak murid-murid partai besar
yang mereka bunuh." "oh?" Tong Koay mengerutkan kening.
"siapa iblis tua itu?"
"Tidak begitu jelas," sahut Thio Han Liong.
"Murid nya adalah Tan Beng song, mantan adik
seperguruan Lam Khie Locianpwee."
"Hah?" Tong Koay terbelalak.
"Sungguh diluar dugaan, ternyata Tan Beng song berguru
pada si iblis Tua itu"
"Menurut sucouwku, si iblis Tua itu berasal dari Ban Tok To
(Pulau selaksa Racun)," ujar Thio Han Liong dan
menambahkan, "Tujuh delapan tahun yang lalu pernah muncul di
Tionggoan, tapi setelah itu menghilang entah ke mana."
"Han Liong," tanya Tong Koay.
"Bagaimana reaksi para ketua partai besar?"
"Aku belum bertemu dengan mereka. Maka, bagaimana
reaksi mereka aku tidak tahu." Thio Han Liong menggelenggelengkan
kepala. "Aaah..." Tong Koay menghela nafas panjang.
"Han Liong" Kam Ek Thian memandangnya seraya
bertanya. "Engkau sudah berhasil mencari Yo Ngie Kuan?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk, lalu menyerahkan kitab
Lian Hoa Cin Kong keparta Kam Ek Thian.
"Terimakasih, Han Liong," ucap Kam Ek Thian sambil
menerima kitab pusaka itu.
"Kenapa dia tidak ke mari?" tanyanya kemudian.
"Dia merasa malu bertemu Paman dan Bibi, maka
menitipkan kitab pusaka itu kepadaku untuk dikembalikan
kepada Paman." "Han Liong" Wajah Kam Ek Thian tampak murung.
"Dia berada di mana sekarang dan bagaimana keadaannya
?" "Aku tidak tahu dia ke mana,"jawab Thio Han Liong.
"Keadaannya baik-baik -aja, tapi kini dia telah berubah
menjadi anak gadis."
"Apa?" Kam Ek Thian tertegun.
"Dia telah berubah menjadi anak gadis" Kalau begitu,
Lweekangnya sudah mencapai tingkat tertinggi?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk,
"Itu... itu tidak mungkin" Kam Ek Thian menggelenggelengkan
kepala. "Tidak mungkin"
"Paman, aku memberinya buah Im Ko, maka Lweekangnya
menjadi sempurna, setelah itu dirinya berubah menjadi anak
gadis." "oooh" Kam Ek Thian manggut-manggut.
"Han Liong, dari mana engkau memperoleh buah itu?"
"Hadiah dari Raja Tayli," sahut Thio Han Liong dan menutur
tentang kejadian itu Kam Ek Thian manggut-manggut mendengar penuturan itu.
Namun sebaliknya wajah Tong Koay malah berubah pucat.
"Tak disangka Tan Beng song sudah berkepandaian begitu
tinggi, apalagi si iblis Tua, gurunya itu"
"Han Liong" Kam Ek Thian memandangnya dengan penuh
rasa haru. "Kami amat berterima kasih kepadamu, sebab engkau telah
menolong Yo Ngie Kuan."
"Paman, kini dia bernama Yo Pit Loan, aku yang memberi
nama padanya," ujar Thio Han Liong dengan tersenyum.
"oooh" Kam Ek Thian manggut-manggut.
"Han Liong, betulkah dia telah berubah menjadi anak
gadis?" tanya Lie Hong suan.
"Betul." Thio Han Liong mengangguk,
"Dia telah memeriksa sendiri alat kelaminnya."
"oooh" Lie Hong suan menarik nafas dalam-dalam.
"Sungguh merupakan suatu keajaiban"
"Tapi kalau tidak makan buah Im Ke pemberian Han Liong,
dia pasti tetap menjadi banci," ujar Kam Ek Thian dan
menambahkan, "Dia sungguh beruntung memakan buah Im Ko, sebab
kepandaiannya bertambah tinggi."
"Sifat dan gerak-geriknya juga akan berubah seperti anak
gadis?" tanya Lie Hong suan.
"Tentu." Kam Ek Thian manggut-manggut dan tertawa.
"Kalau dia ke mari, aku harus memanggilnya sumoy, bukan
sutee lagi." "Dia tidak akan ke mari." Lie Hong suan menghela nafas
panjang, kemudian memandang Thio Han Liong seraya
berkata, "kalau engkau bertemu dia lagi, bujuklah agar dia mau
datang ke mari" "Ya, Bibi." Thio Han Liong mengangguk.
Kam siauw Cui yang diam dari tadi mendadak membuka
mulut. "Kakak Han Liong, apakah gadis yang cantik jelita itu
tunanganmu?" "Betul, siauw Cui," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.
"Adik An Lok, dia adalah siauw Cui."
"oooh" An Lok Kong cu menatapnya lembut.
"Adik siauw Cui, Kakak Han Liong sering menceritakan
dirimu kepadaku." "oh?" Kam siauw Cui tampak gembira sekali.
"Kakak adalah Putri Kaisar?"
"Ya." An Lok Kong cu mengangguk.
"Kakak," ujar Kam siauw Cui sambil tersenyum.
"Kelak kalau ada kesempatan, aku pasti ke Kota raja
mengunjungi Kakak," "Aku pasti menyambutmu dengan penuh kegembiraan,"
sahut An Lok Kong cu. "Tapi setelah aku menikah dengan Kakak Han Liong, kami
akan tinggal di pulau Hong Hoang To."
"Tidak apa-apa." Kam siauw Cui tertawa lagi.
"Aku akan ke sana mengunjungi kalian."
"Aku ikut," sela ouw Yang Hui sian.
"Aku pasti mengajakmu," ujar Kam siauw Cui berjanji.
"Kita pun akan ke Kotaraja."
"Asyik" ouw Yang Hui sian tertawa gembira.
Kam Ek Thian, Lle Hong Suan, Tong Koay dan ouw Yang
Bun saling memandang, kemudian mereka menggelenggelengkan
kepala. "Han Liong, bagaimana kalau kalian tinggal di sini beberapa
hari?" "Itu...." Thio Han Liong memandang An Lok Kong cu.
"Ng" An Lok Kong cu mengangguk,
"Baik, Paman," ujar Thio Han Liong.
"Kami akan tinggal di sini beberapa hari agar Adik An Lok
bisa menikmati keindahan pemandangan di sini."
"Bagus, bagus" Kam Ek Thian tertawa gembira.
"Ha ha ha. Malam ini aku akan mengadakan perjamuan,
kita bersantap bersama sambil bersulang"
"Itu akan merepotkan Paman dan Bibi. Lebih baik Paman
tidak usah mengadakan perjamuan," ujar Thio Han Liong.
"Tidak akan merepotkan kami. Lagipula entah kapan kalian
akan ke mari mengunjungi kami, maka aku harus
memanfaatkan kesempatan ini menjamu kalian."
"Terima kasih, Paman," ucap Thio Han Liong.
Malam harinya, Kam Ek Thian mengadakan perjamuan.
Mereka bersantap sambil bersulang, sehingga suasana malam
itu tampak semarak. Beberapa hari kemudian, berangkatlah
Thio Han Liong dan An Lok Kong cu kembali ke Tionggoan.
Bab 64 Berjumpa Teman Lama
Sampai di Tionggoan, Thio Han Liong mengajak An Lok
Kong cu berpesiar ke berbagai tempat yang indah panorama
nya. Itu sungguh menggembirakan An Lok Kong cu, sehingga
wajah gadis itu terus berseri-seri.
"Kakak Han Liong," ujar An Lok Kong cu ketika mereka
duduk beristirahat di bawah sebuah pohon.
"Alangkah indahnya pemandangan di sini, rasanya aku
betah bermalam di sini." ,
"oh?" Thio Han Liong tersenyum.
"Tapi lebih baik kita bermalam di penginapan saja agar
engkau tidak digigit nyamuk hutan."
"Udara di sini amat dingin, bagaimana mungkin ada
nyamuk hutan?" "Nyamuk hutan tidak takut dingin. Ayolah, mari kita pergi."
ajak Thio Han Liong. An Lok Kong cu mengangguk, kemudian mereka
meninggalkan tempat itu. Ketika hari mulai senja, mereka
sudah memasuki sebuah kota kecil.
"Kakak Han Liong, aku sudah lapar," bisik An Lok Kong cu.
"Kita makan dulu baru mencari penginapan. "
"Baik." Thio Han Liong manggut-manggut.
Mereka memasuki sebuah rumah makan, kemudian
seorang pelayan menghampiri mereka dengan sikap
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghormat sekali. "Tuan mau pesan makanan dan arak apa?" tanya pelayan
itu. "Beberapa macam hidangan istimewa dan arak wangi,"
sahut An Lok Kong cu. "Ya, Nyonya" Pelayan itu mengangguk, lalu melangkah
pergi. "Adik An Lok, pelayan itu menyebutmu nyonya," bisik Thio
Han Liong. "Engkau...." Wajah An Lok Kong cu memerah.
"Konyol ah" Thio Han Liong tertawa kecil. Tak segerapa lama kemudian
pelayan itu menyajikan hidangan-hidangan dan arak wangi.
Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mulai bersantap. Pada
saat bersamaan seorang lelaki dan seorang wanita memasuki
rumah makan itu Begitu melihat dua orang itu, Thio Han Liong
terbelalak dan wajahnya tampak berseri.
"Kakak Han Liong" An Lok Kong cu heran.
"Engkau kenal mereka?"
"Kenal." Thio Han Liong mengangguk.
"Mereka adalah suami isteri. Lelaki itu bernama seng Hwi,
isterinya bernama su Hong sek, ketua partai Kay Pang."
"oh?" An Lok Kong cu langsung memperhatikan mereka.
Thio Han Liong bangkit dari tempat duduknya dan berseru
dengan penuh kegembiraan.
"saudara tua saudara tua"
Lelaki itu menoleh kepalanya. Ketika melihat Thio Han
Liong, ia pun terbelalak dengan mulut ternganga lebar.
"Suamiku, siapa pemuda itu?" tanya su Hong sek
"Dia adalah Thio Han Liong."
"Apa?" su Hong sek tertegun.
"Dia... Thio Han Liong?"
"Ya." seng Hwi mengangguk,
"Mari kita ke sana"
Mereka menghampiri Thio Han Liong. Seketika juga Thio
Han Liong dan An Lok Kong cu bangkit berdiri
"saudara tua" Thio Han Liong memberi hormat.
"saudara kecil...." seng Hwi menatapnya dengan penuh
perhatian. "Tidak salah, engkau memang Thio Han Liong Ha ha ha..."
"Han Liong...." Su Hong Sek memandangnya dengan penuh
kegembiraan. "Tak disangka kita berjumpa di sini"
"Betul." Thio Han Liong tersenyum.
"sungguh di luar dugaan"
"Han Liong," tanya seng Hwi.
"siapa gadis ini?"
"An Lok Kong cu." Thio Han Liong memberitahukan.
"Dia adalah tunanganku."
"oh?" seng Hwi tersenyum.
"Kalau begitu, kami harus mengucapkan selamat
kepadamu." "Terima kasih," ucap Thio Han Liong dengan wajah
kemerah-merahan. "Ayoh, mari kita duduk"
Mereka duduk. Pelayan segera menambah arak wangi.
Mulailah mereka bersulang sambil tertawa riang gembira,
setelah itu barulah mereka bercakap-cakap.
"saudara kecil, kenapa kalian berada di kota ini?" tanya
seng Hwi. "Kami pesiar ke sana ke mari, maka tiba di kota ini." sahut
Thio Han Liong menutur. "Kami dari gunung Altai."
"Dari gunung Altai?" seng Hwi tercengang.
"Ada apa di sana?"
"Kami ke sana untuk mengembalikan sebuah kitab Lian Hoa
Cin Keng." Thio Han Liong menutur.
"Kini kami pesiar ke sana ke mari."
"sungguh menakjubkan" ujar su Hong sck sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
"Lelaki bisa berubah menjadi wanita, itu agak tak masuk
akal." "Pemuda itu mempelajari kitab Lian Hoa Cin Keng, lalu
berubah menjadi banci," ujar seng Hwi menjelaskan.
"Kemudian makan buah Im Ko pemberian Han Liong. Buah
itu membantu proses tubuhnya, sehingga dirinya berubah
menjadi wanita." "Kalau begitu..." Su Hong Sek mengerutkan kening.
"Apabila ia berubah jahat, bukankah akan menimbulkan
bencana dalam rimba persilatan?"
"istriku" seng Hwi menggeleng-gelengkan kepala.
"Kini dalam rimba persilatan telah timbul suatu petaka."
"saudara tua sudah tahu tentang kemunculan seorang iblis
tua dan muridnya?" tanya Thio Han Liong.
"Aaah..." seng Hwi menghela nafas panjang.
"Murid si iblis Tua itu...."
"Apa yang telah terjadi?" tanya Thio Han Liong sambil
menatapnya. "Apakah si iblis Tua dan muridnya itu juga membunuh para
anggota Kay Pang?" "Tidak, tapi...." seng Hwi menghela nafas panjang lagi.
"Mereka menculik Putra kami."
"oh?" Thio Han Liong terbelalak.
"Kalian sudah punya anak?"
"Ya." seng Hwi mengangguk.
"Anak lelaki, kini sudah berumur lima tahun, dia bernama
seng Kiat Hiong." "saudara tua, siapa yang menculik Putramu?" tanya Thio
Han Liong. "Tan Beng song." seng Hwi memberitahukan.
"Dia murid si iblis Tua itu."
"Kapan dia menculik Putramu?"
"Dua bulan yang lalu." seng Hwi menghela nafas panjang.
"Hingga saat ini kami belum bisa membunuh Tan Beng
Song. Kami khawatir... dia telah membunuh Putra kami."
"saudara tua," ujar Thio Han Liong.
"Aku yakin dia belum membunuh Kiat Hiong."
"Kok engkau yakin itu?" seng Hwi heran.
"Kalau dia mau membunuhnya, tentunya tidak usah
menculiknya," sahut Thio Han Liong.
"Bisa saja membunuhnya di tempat. Ya, kan?"
"Betul." su Hong sek ketua Kay Pang mengangguk.
"Kalau begitu, kami agak tenang."
"Tetua Kay Pang tidak berusaha mencarinya?" tanya Thio
Han Liong. "ci Hoat dan coan Kang Tianglo juga sedang mencarinya,"
sahut su Hong sek. "Mudah-mudahan mereka berhasil mencarinya, sebab kami
berdua harus segera kembali ke markas"
"Kalau begitu...," ujar Thio Han Liong sungguh-sungguh.
"Kami akan membantu kalian mencarinya."
"Terimakasih," ucap su Hong sek dan seng Hwi serentak.
"oh ya sucouwku memberitahukan, kalau tidak salah Si iblis
Tua itu berasal dari pulau Ban Tok To," ujar Thio Han Liong
dan mengingatkan. "Jika kalian berjumpa iblis Tua itu, lebih baik menjauhinya.
Karena dia memiliki ilmu pukulan beracun, bahkan sekujur
badannya pun beracun. siapa yang tersentuh badannya pasti
mati seketika." "oh?" seng Hwi terkejut.
"Kalau begitu... siapa yang dapat membasminya?"
"Han Liong," tanya su Hong sek sambil menatapnya.
"Apakah engkau mampu membasminya?"
"Entahlah." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Tapi... aku dan Adik An Lok kebal terhadap racun apa
pun." "Syukurlah" ucap seng Hwi.
"Aku yakin kalian ber dua dapat membasmi si iblis Tua itu"
"Mudah-mudahan" Thio Han Liong manggut-manggut
"Han Liong," pesan seng Hwi.
"Apabila engkau berhasil mencari Putraku, aku harap kalian
segera ke markas Kay Pang"
"Baik." Thio Han Liong mengangguk.
"Han Liong...." su Hong sek memberi hormat.
"Seharusnya aku menghaturkan terima kasih kepada
kalian." "Jangan berkata begitu" Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu segera balas memberi hormat.
"Aku dan saudara tua adalah kawan Baik, tentunya kami
harus bantu dalam hal itu."
"Han Liong...." Betapa terharunya su Hong sek
"Kami tidak akan melupakan budi kalian."
"jangan berkata begitu, aku jadi tidak enak" Thio Han Liong
menggeleng-gelengkan kepala.
"oh ya" Tiba-tiba su Hong sek teringat sesuatu, kemudian
memandang An Lok Kong cu seraya bertanya,
"Engkau adalah Putri Kaisar?"
"Ya." An Lok Kong cu mengangguk.
"Bagus" su Hong sek tersenyum.
"Tapi apakah ayahmu merestui kalian?"
"Ayahku sudah bertemu ke dua orangtua Kakak Han
Liong," jawab An Lok Kong cu memberitahukan.
"Telah sirna kesalahpahaman mereka, kini mereka akrab
kembali, karena ayahku sudah minta maaf kepada Paman Bu
Ki." "oooh" su Hong sek manggut-manggut.
"Syukurlah kalau begitu, sebab kami semua tahu bahwa
Thio Bu Ki yang berjasa."
"Betul." An Lok Kong cu mengangguk.
"Ayahku pun mengaku begitu, Paman Bu Ki telah
memaafkan ayahku." "Ha ha ha" Seng Hwi tertawa,
"Kalian berdua memang merupakan pasangan yang serasi,
aku mengucapkan selamat kepada kalian. Kapan kalian
menikah, jangan lupa undang kami"
Bagian 33 "Baik," Thio Han Liong mengangguk dengan wajah agak
kemerah-merahan. Mereka bercakap-cakap lagi, setelah itu barulah mereka
berpisah. Seng Hwi dan Su Hong Sek pulang ke markas Kay
Pang, sedangkan Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu ke
penginapan. Keesokan harinya, Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu
meninggalkan kota itu menuju ke arah Selatan. Mereka pesiar
sambil mencari Seng Kiat Hiong, Putra Seng Hwi yang diculik
Tan Beng Song. Ketika Thio IHan Liong dan An Lok Kong Cu sedang
menikmati panorama di sekitar lembah. Tiba-tiba mereka
mendengar suara rintihan di balik sebuah batu besar, dan itu
membuat mereka saling memandang.
"Adik An Lok" Thio Han Liong memberitahukan.
"Itu adalah suara rintihan orang teriuka parah."
"Oh?" An Lok Kong cu mengerutkan kening.
"Kalau begitu, mari kita ke sana melibat siapa dia"
"Baik," Thio IHan Liong mengangguk.
Mereka berdua melesat ke balik batu itu. Tampak dua
orangtua berpakaian compang-camping tergeletak di sana.
Begitu melihat ke dua orangtua itu, tersentaklah hati Thio Han
Liong, karena ke dua orangtua itu adalah Ci Hoat dan coang
Kang Tiang lo dari Kay Pang.
"Locianpwee Locianpwee" Thio Han Liong segera
memeriksa mereka, namun kemudian menggeleng-gelengkan
kepala. "Kakak Han Liong," bisik An Lok Kong cu.
"Bagaimana mereka, apakah masih bisa ditolong?"
"Tidak tertolong lagi," sahut Thio Han Liong.
"sebab racun telah menyerang jantung mereka."
"Anak muda...." Ci Hoat Tianglo mulai bersuara.
"Engkau...." "Locianpwee, aku Thio Han Liong. Locianpwee pasti masih
ingat kepadaku," ujar Thio Han Liong.
"Thio Han Liong...." wajah Ci Hoat Tianglo agak berseri.
"Kami... kami sedang mencari seng Kiat Hiong, tapi...."
"Locianpwee, kami sudah berjumpa dengan seng Hwi dan
su Hong sek. Kami sudah tahu tentang itu. oh ya, siapa yang
melukai Locianpwee?"
"Ban... Ban Tok Lo Mo," sahut Ci Hoat Tianglo lemah.
"Thio... Thio siauhiap. tolong... tolong beritahukan kepada
su... su Hong seki bahwa... kami belum... berhasil mencari...
seng... Kiat Hiong...."
"Aku pasti memberitahukan kepadanya."
"Terimakasih, Thio... siauhiap... kami minta tolong... cari...
seng Kiat... Hiong...."
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Te... terima kasih...." Kepala Ci Hoat Tianglo terkulai dan
nafasnya putus seketika. "Aaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang. Tak
disangka Ci Hoat dan Coan Kang Tianglo mati secara
mengenaskan" "Kakak Han Liong," tanya An Lok Keng cu.
"Ban Tok Lo Mo (iblis Tua selaksa Racun) adalah orang
yang diceritakan sucouw?"
"Mungkin tidak salah." Thio Han Liong manggut-manggut.
"Kini dia membunuh ke dua Tianglo Kay Pang itu, pihak Kay
Pang pasti akan menuntut balas."
"Kakak Han Liong," tanya An Lok Kong cu memandang ke
dua sosok mayat itu. "Bagaimana kalau kita mengubur ke dua mayat itu?"
"Baik," Thio Han Liong mengangguk,
setelah mengubur ke dua mayat itu, barulah mereka
meninggalkan lembah tersebut. Kini perasaan mereka agak
tercekam, karena menyaksikan kematian ke dua Tianglo itu.
"Aaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang.
"Adik An Lok, menurutmu apakah Ban Tok Lo Mo akan
pergi ke gunung Bu Tong?"
"Menurutku...," An Lok Keng cu berpikir sejenak lalu
berkata. "Sementara ini Ban Tok Lo Mo masih tidak berani ke
gunung Bu Tong, karena dia pasti merasa segan kepada
sucouw."
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tapi...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Sucouw sudah begitu tua, aku khawatir...."
"Jangan khawatir...." An Lok Kong cu tersenyum.
"Aku yakin sucouwmu masih kuat menghadapi Ban Tok Lo
Mo." "Kok engkau begitu yakin?"
"sebab sucouw tidak pernah kawin, maka Lwee-kangnya
pasti tinggi sekali."
"oh?" Thio Han Liong tertawa.
"Kalau begitu, aku pun tidak mau kawin...."
"Apa?" An Lok Kong cu melotot.
"Kalau engkau tidak mau kawin, bagaimana aku?"
"Bukankah masih banyak pemuda lain...."
"Engkau...." Mendadak An Lok Kong cu mencubit lengannya
dan itu membuat Thio Han Liong menjerit kesakitan.
"Aduuuh" "Rasakan" "Kenapa engkau mencubit lenganku?"
"Siapa suruh engkau bicara yang bukan-bukan" engkau
mau menyia-nyiakan diriku ya?"
"Adik An Lok" Thio Han Liong tersenyum.
"Aku cuma bercanda."
"Hmm" dengus An Lok Kong cu.
"Kalau benar engkau begitu, aku pasti bunuh diri lo"
"Adik An Lok...." Thio Han Liong cepat-cepat
menggenggam tangannya. "Maafkanlah aku Tadi... aku cuma bercanda, maka jangan
disimpan dalam benakmu" An Lok Kong cu tersenyum.
"Kakak Han Liong, Aku... aku bicara begitu cuma ingin
mengejutkanmu." "Adik An Lok, mulai sekarang aku tidak akan bicara yang
bukan-bukan lagi" ujar Thio Han Liong berjanji.
"Kakak Han Liong...." An Lok Kong cu mendekap di
dadanya. "Adik An Lok" Thio Han Liong membelainya dengan penuh
kasih sayang. Thio Han Liong dan An Lok Kong cu pesiar ke lempat yang
indah. Hari itu mereka duduk di bawah sebuah pohon di
pinggir sungai. "Kakak Han Liong," ujar An Lok Kong cu sambil
memandang air sungai itu.
"Sungguh jernih air sungai itu, rasanya ingin sekali aku
mandi." "Kalau rasanya ingin sekali, mandilah" sahut Thio Han
Liong. "Aku tidak akan mengintip. percayalah"
"Kalau engkau mau mengintip. itu pun tidak apa-apa,"
sahut An Lok Kong cu sambil tersenyum.
"Asal jangan orang lain yang mengintipku."
"Adik An Lok...." Thio Han Liong tertawa, namun mendadak
mengerutkan kening, dan itu mengherankan An Lok Kong cu.
"Ada apa?" "Aku mendengar suara pertarungan."
"Oh?" An Lok Kong cu segera pasang kuping. Lama sekali
barulah ia mendengar suara itu.
"Betul. Itu memang suara pertarungan."
"Heran?" gumam Thio Han Liong.
"siapa yang bertarung di tempat sepi ini?"
"Kakak Han Liong," ajak An Lok Kong cu.
"Kita pergi lihat yuk?"
Thio Han Liong berpikir sejenak, kemudian mengangguk, la
bersama An Lok Kong cu melesat ke arah suara pertarungan
itu. sampai di sana, mereka melihat seorang nenek sedang
bertarung dengan lelaki tua, tampak pula seorang anak kecil
berdiri di tempat itu. Begitu melihat nenek dan lelaki tua itu, air muka Thio Han
Liong berubah, dan itu tidak terlepas dari mata An Lok Kong
cu. "Engkau kenal mereka?" tanya gadis itu.
"Nenek itu adalah Im sie Popo-Kwee In Loan." Thio Han
Liong memberitahukan. "Lelaki tua itu... Tan Beng song. Kenapa mereka
bertarung?" Di saat bersamaan, terdengarlah seruan anak kecil itu
sambil bertepuk tangan. "Popo Hajar lelaki jahat itu Popo, tampar pipi kirinya"
Plak Ploook.. Im sie Popo menampar pipi Tan Beng song,
kemudian tertawa terkekeh-kekeh.
"He he he Anak manis, popo sudah menampar pipinya,"
seru Im sie Popo. "Lihatlah pipinya, bukankah sudah membengkak?"
"Hi hi Hi" Anak kecil itu tertawa geli.
"Popo, hajarlah dia lagi"
"Baik" Im sie Popo manggut-manggut.
"Popo akan menghajarnya lagi, popo ingin tahu pipinya
masih tahan ditampar apa tidak"
"Dasar nenek gila" bentak Tan Beng song sambil
menyerangnya dengan ilmu pukulan beracun. Namun Im Sie
Popo berkelit ke sana ke mari dengan gampang sekali,
kemudian mendadak tangannya bergerak. Plak Plok Plaaak
"Aduuuh" jerit Tan Beng song kesakitan. la terhuyunghuyung
ke belakang beberapa langkah.
"Hi hi Hi" Anak kecil itu tertawa gembira.
"Popo sungguh hebat Popo sungguh hebat"
Di saat itulah Thio Han Liong dan An Lok Kong cu
memunculkan diri Begitu melihat kemunculan mereka, Tan
Beng song langsung melesat pergi.
"Mau kabur ke mana?" teriak Im sie Popo.
"Popo Biar dia pergi" seru anak kecil itu.
Padahal Im sie Popo sudah mau melesat pergi mengejar
Tan Beng song, tapi begitu mendengar suara seruan anak
kecil itu, langsung dibatalkan nya.
"Anak manis...." im sie Popo membalikkan badannya, dan
ia terbelalak ketika melihat Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu. "Im sie Popo" Thio Han Liong memberi hormat.
"Apakah Popo masih ingat padaku?"
"Siapa kalian?" im sie Popo menatap mereka dengan mata
tak berkedip. "Aku Thio Han Liong dan dia An Lok Kong cu," sahut Thio
Han Liong sambil mendekati anak kecil itu.
"Jangan mendekati anak manis itu" bentak Im sie Popo.
"Popo," sahut anak kecil itu sambil tersenyum.
"Paman ini bukan orang jahat, biar dia mendekatiku."
"Ya." Im sie Popo mengangguk.
"Adik kecil," tanya Thio Han Liong.
"engkau bernama seng Kiat Hiong?"
"Betul." Anak kecil itu manggut-manggut.
"Kok Paman tahu aku bernama seng Kiat Hiong?"
"Aku sudah berjumpa dengan kedua orangtua mu." Thio
Han Liong memberitahukan.
"Aku dan ke dua orangtuamu adalah kawan Baik, maka
engkau tidak perlu takut padaku."
"Paman tampan sekali, tentunya bukan orang jahat," sahut
seng Kiat Hiong lalu memandang An Lok Kong cu.
"Bibi amat cantik, pasti isteri paman."
"Adik manis...." wajah An Lok Kong cu kemerah-merahan.
Mendadak Im sie Popo melesat ke hadapan seng Kiat
Hiong, kemudian memeluknya erat-erat.
"Cucuku, jangan takut, Popo pasti melindungimu"
"Terimakasih, Popo," ucap seng Kiat Hiong.
Cucuku, Popo harus mengajarmu ilmu silat," ujar im sie
Popo. "Jadi engkau tidak akan diculik penjahat lagi."
"oh?" seng Kiat Hiong tampak gembira sekali.
"Betulkah Popo mau mengajarku ilmu silat?"
"Betul." Im sie Popo mengangguk.
"Engkau mau menjadi muridku?"
"Mau." seng Kiat Hiong segera berlutut di hadapan im sie
Popo. "suhu, terimalah hormatku"
"He he he" Im sie "Popo tertawa gembira.
"Muridku bangunlah"
Seng Kiat Hiong bangkit berdiri Im sie Popo segera
menariknya untuk meninggalkan tempat itu, namun Thio Han
Liong cepat-cepat menghadang mereka.
"Tunggu" "Eeeh?" Im sie Popo melotot.
"Mau apa engkau?"
Thio Han Liong tidak meladeninya, melainkan berkata
kepada seng Kiat Hiong dengan wajah serius.
"Kiat Hiong, aku telah berjanji kepada ke dua orang tuamu,
bahwa apabila aku berhasil mencarimu, maka aku akan
membawamu pulang ke markas Kay Pang."
"oh?" Wajah seng Kiat Hiong berseri.
"Betulkah itu?"
"Betul." Thio Han Liong manggut-manggut sambil
tersenyum lembut. "Tidak boleh" bentak Im sie Popo mendadak.
"Dia muridku, maka harus ikut aku"
"Im sie Popo," sahut Thio Han Liong.
"sebaiknya engkau ikut seng Kiat Hiong ke markas Kay
Pang" "Tidak mau" Im sie Popo menggeleng-gelengkan kepala.
"Kiat Hiong," bisik An Lok Kong cu.
"Bujuk Popo itu agar mau ikut ke markas Kay Pang, sebab
ke dua orangtua mu amat mencemaskanmu"
"Ya." seng Kiat Hiong manggut-manggut, kemudian
memandang Im sie Popo seraya berkata.
"Suhu, mari ikut Kiat Hiong ke markas Kay Pang, ke dua
orangtua ku pasti senang sekali."
"oh?" Im sie Popo menatapnya.
"Engkau senang, kalau aku ikut ke markas Kay Pang?"
"Senang sekali, suhu."
"Bagus" Im sie Popo tertawa.
"Tapi panggillah aku Popo, jangan memanggilku suhu"
"Ya, Popo." seng Kiat Hiong mengangguk.
Itu membuat Im sie Popo girang bukan main, dan langsung
menggendongnya sambil berlari-lari kecil.
Thio Han Liong dan An Lok Kong cu saling memandang,
setelah itu mereka pun tersenyum.
"Aku tak menyangka Im sie Popo begitu sayang kepada
anak kecil," ujar Thio Han Liong.
"Kakak Han Liong," tanya An Lok Kong cu.
"Engkau tidak bisa mengobatinya?"
"Syaraf otaknya telah rusak, tidak bisa diobati lagi." sahut
Thio Han Liong dan menambahkan,
"Lebih baik dia begitu, jadi dia tidak berhati jahat."
"Dulu dia berhati jahat?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Dia bernama Kwee In Loan, mantan ketua Hiat Mo Pang."
"oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut.
"Paman," tanya seng Kiat Hiong mendadak.
"Kapan kita berangkat ke markas Kay Pang?"
"Sekarang," sahut Thio Han Liong.
"im sie Popo, tolong gendong dia"
"Hi hi Hi" Im sie Popo tertawa.
"Dia cucuku, tentu aku harus menggendongnya."
"Terimakasih, Popo," ucap seng Kiat Hiong.
"Hi h H i" Im sie Popo tertawa gembira.
"Im sie Popo, ikuti kami" ujar Thio Han Liong lalu menarik
An Lok Kong cu untuk diajak melesat pergi. Im sie Popojuga
melesat pergi. la menggendong seng Kiat Hiong sambil terus
tertawa gembira. Betapa gembiranya seng Hwi dan su Hong sek tapi ketika
melihat Im sie Popo menggendong seng Kiat Hiong
berubahlah air muka mereka, sekaligus memandang Thio Han
Liong. Thio Han Liong cepat-cepat memberi isyarat, agar seng Hwi
dan su Hong sek berlega hati.
"Ayah ibu" seru seng Kiat Hiong yang masih dalam
gendongan im sie Popo. "Kiat Hiong" panggil Su Hong sek dengan mata basah.
"Popo, dia adalah ibuku, cepat turunkan aku"
"Baik," Im sie Popo segera menurunkan seng Kiat Hiong.
"Ibu...." seng Kiat Hiong langsung mendekap di dada
ibunya. "Popo itu yang menolongku"
"oh?" su Hong sek segera memberi hormat.
"Terimakasih...."
"Hi hi hi" Im sie Popo tertawa.
"Aku Poponya dan dia cucuku."
"silakan duduk, Popo" ucap seng Hwi, kemudian berbisik,
"Han Liong, bukankah dia adalah Kwee In Loan" Kenapa
menjadi gila?" "Dia terpukul ke bawah jurang...." Thio Han Liong
memberitahukan. "Dia tidak mati, tetapi berubah menjadi tidak waras. Itu
ada baiknya juga, karena dia tidak berhati jahat lagi."
"oooh" seng Hwi menarik nafas lega.
"Han Liong," tanya su Hong sek.
"Di mana engkau berjumpa dengan mereka?" Thio Han
Liong memberitahukan dan su Hong sek manggut-manggut.
"Ayah, Ibu," ujar seng Kiat Hiong.
"Popo berkepandaian tinggi sekali, katanya mau
mengajarku ilmu silat"
"Betul, betul," sahut Im sie Popo sambil tertawa.
"Dia cucuku dan juga muridku"
"Popo boleh mengajarnya ilmu silat, namun harus di
markas ini," ujar su Hong sek.
"Tidak boleh mengajaknya ke mana-mana."
"Ya, ya." Im sie Popo mengangguk,
"Kiat Hiong," ujar seng Hwi. "Ajak Popo ke belakang"
"Ya, ayah," Seng Kiat Hiang segera mengajak Im Sie Popo
ke belakang. Sambil tertawa nenek itu mengikuti seng Kiat
Hiong ke belakang. "Han Liong, kenapa Kwee In Loan menjadi gila?"
"Mungkin urat syarafnya terbentur sesuatu di dasar jurang,
maka dia berubah menjadi gila," jawab Thio Han Liong.
"Apakah tidak membahayakan Kiat Hiong?" tanya seng Hwi.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tidak," Thio Han Liong tersenyum.
"sebab kini dia tidak berhati jahat lagi, malahan sebaliknya
amat menyayangi anak kecil itu."
"Syukurlah" ucap seng Hwi.
"oh ya" Thio Han Liong teringat sesuatu, kemudian berkata
dengan wajah murung. "Aku... telah berjumpa dengan ci Hoat dan Coan Kang
Tianglo...." "oh?" Hatisu Hong sek berdebar-debar tegang. la telah
melihat perubahan wajah Thio Han Liong, maka yakin telah
terjadi sesuatu atas diri ke dua Tianglo itu.
"Bagaimana mereka?" tanyanya.
"Mereka...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan
kemala. "sudah mati." "Haah?" Mata su Hong sek langsung basahi sedangkan
seng Hwi menghela nafas panjang.
"Han Liong, siapa yang membunuh mereka?"
"Ketika kutemukan, mereka sudah sekarat." Thio Han Liong
memberitahukan. "Tapi ci Hoat Tianglo masih sempat memberitahukan
kepadaku, siapa yang melukai mereka."
"siapa yang melukai mereka hingga binasa?" tanya seng
Hwi. "Ban Tok Lo Mo, guru Tan Beng song," sahut Thio Han
Liong dan menambahkan. "Aku dan Adik An Lok yang mengubur mereka."
"Di mana engkau mengubur mereka?" tanya seng Hwi.
Thio Han Liong memberitahukan, setelah itu ia pun
berpesan. "saudara tua, untuk sementara ini janganlah engkau .
mencari Ban Tok LoMo"
"Kenapa?" tanya seng Hwi.
"sebab, kepandaian si iblis Tua itu amat tinggi. lagipula
mahir menggunakan racun. Itu akan membahayakan dirimu,"
sahut Thio Han Liong. "oleh karena itu kalian harus bersabar."
"Tapi...." su Hong sek manangis terisak-isak,
"Kematian ke dua Tianglo...."
"Memang harus dibalas kematian ke dua Tianglo, namun
harus pula memperhitungkan kepandaian Ban Tok Lo Mo."
"Aaah..." su Hong sek menghela nafas panjang.
"Han Liong, apa yang engkau katakan memang benar."
"Kalau begitu...." seng Hwi menggeleng-gelengkan kepala.
"Kapan kami boleh mencari Ban Tok Lo Mo?"
"Jangan pergi mencarinya" sahut Thio Han Liong.
"Biar dia yang ke mari. Tapi sebelum dia ke mari, kalian
harus mengatur suatu jebakan."
"Ngmm" seng Hwi manggut-manggut.
"Kepandaian Im sie Popo juga amat tinggi. Kelihatannya dia
menuruti perkataan Kiat Hiong. Apabila Ban Tok Lo Mo ke
mari, Kiat Hiong harus menyuruh Im - sie Popo
menghadapinya . " "Han Liong...." wajah Seng Hwi berseri.
"Idemu sungguh cemerlang. Aku pun yakin Im sie Popo
masih dapat melawan Ban Tok Lo Mo, sedangkan kami akan
menjebaknya." "Terus terang, aku ingin membasmi Ban Tok Lo Mo, tapi
tidak tahu dia berada di mana," ujar Thio Han Liong sungguhsungguh.
"Kalau kami bertemu Ban Tok Lo Mo, kami pasti
membasminya . " "Han Liong" seng Hwi menatapnya.
"Engkau dapat membasminya?"
"Mudah-mudahan" sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.
"Han Liong," ujar su Hong sek.
"Aku yakin engkau dapat membasmi Ban Tok Lo Mo itu."
"Terima kasih atas keyakinanmu padaku," ucap Thio Han
Liong, kemudian mengambil beberapa butir obat pemunah
racun dan diberikan kepada seng Hwi. "saudara tua, sebelum
menghadapi Ban Tok LoMo, makanlah obat pemunah racun ini
dulu" "Terima kasih, Han Liong." seng Hwi menerima obat itu,
kemudian diserahkan kepada su Hong sek untuk disimpan.
"Harus diberikan kepada Im sie Popo juga," pesan Thio Han
Liong. "Apabila dia akan menghadapi Ban Tok LoMo."
"Ya." seng Hwi mengangguk.
"Baiklah." Thio Han Liong dan An Lok Keng cu bangkit
berdiri "Kami mau mohon pamit." seng Hwi menahannya.
"Jangan begitu cepat, esok pagi saja"
"Tapi...." Thio Han Liong memandang An Lok Keng cu
seakan minta pendapat. An Lok Kong cu manggut-manggut
seraya berkata. "Kakak Han Liong, memang ada baiknya kita bermalam di
sini." "Bagus, bagus" seng Hwi tampak gembira sekali.
"Ha ha ha..." "Malam ini aku akan mengadakan perjamuan. Kita
bersantap bersama sambil bersulang," sela su Hong sek
sambil tersenyum. Malam harinya, seng Hwi dan su Hong sek betul-betut
menjamu mereka. Hadir pula Im sie Popo dan seng Kiat
Hiong. Im sie Popo bersantap sambil tertawa-tawa gembira,
bahkan sering mengambil makanan untuk seng Kiat Hiong.
Keesokan harinya, Thio Han Liong dan An Lok Kong cu
meninggalkan markas Kay Pang. Mereka melakukan
perjalanan tanpa arah tujuan, namun amat menggembirakan.
Bab 65 Pertandingan Di Pulau Khong Khong To
Panorama di gunung Pek Yun san sungguh indah
menakjubkan. Tampak Thio Han Liong dan An Lok Kong cu
berdiri di puncak gunung itu sambil menikmati keindahannya.
"Kakak Han Liong," ujar An Lok Kong cu dengan suara
rendah. "Bukan main indahnya pemandangan di sini, rasanya kita
berada di sorga." "Adik An Lok" Thio Han Liong memberitahukan.
"Pemandangan di pulau Hong Hoang To lebih indah. Di
sana banyak kabut, sedangkan di sini banyak awan putih."
"oh?" An Lok Kong cu tersenyum.
"Kalau begitu, bagaimana kalau engkau ajak aku ke sana?"
"Setelah kita resmi menjadi suami isteri, barulah aku akan
mengajakmu ke sana." sahut Thio Han Liong.
"Lho" Memangnya kenapa?"
"Kita harus kembali ke Kotaraja untuk menikah, lalu
berangkat ke pulau Hong Hoang To. Kalau sudah berada di
pulau itu, kita sudah jarang ke Tionggoan lagi."
"oooh" An Lok Kong Cu manggut-manggut.
"Tapi bukankah kita sekarang boleh ke pulau Hong Hoang
To?" "Memang boleh, namun...." Thio Han Liong mengerutkan
kening. "Ada apa?" tanya An Lok Kong cu dengan penuh rasa
heran. "Aku sedang memikirkan Ban Tok Lo Mo dan muridnya,"
sahut Thio Han Liong sambil menghela nafas panjang.
"Engkau khawatir mereka akan menyerang Bu Tong Pay?"
tanya An Lok Kong cu mendadak.
"Memang itu yang kukhawatirkan," Thio Han Liong
manggut-manggut. "Sebab Sucouw sudah begitu tua."
"Kakak Han Liong," ujar An Lok Kong cu sambil tersenyum.
"Aku punya usul."
"Usul apa?" "Kita ke gunung Bu Tong saja."
"Itu...." Wajah Thio Han Liong tampak berseri. "Sebetulnya
aku memang berpikir begitu, tapi aku khawatir engkau tidak
mau, maka... aku diam saja, tidak berani bertanya padamu."
"Kakak Han Liong" An Lok Kong Cu tersenyum.
"Lain kali kalau ada apa-apa, jangan disimpan dalam hati,
curahkan saja" "Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Engkau memang berpengertian, aku gembira sekali."
"Kakak Han Liong, mari kita berangkat.Jangan buangbuang
waktu di sini " "Baik, Mari kita berangkat sekarang"
Kedatangan Thio Han Liong dan An Lok Kong cu, tentunya
amat mengherankan Jie Lian Ciu, song Wan Kiauw dan
lainnya, tapi juga menggembirakan mereka.
"Kakek...." Thio Han Liong dan An Lok Kong cu memberi
hormat. "Han Liong " Jie Lian ciu menatap mereka sambil
tersenyum lembut. "Tak kusangka kalian ke mari lagi"
"Han Liong," tanya song Wan Kiauw.
"Engkau membawa suatu berita penting ke mari?"
"Cukup penting," sahut Thio Han Liong dan bertanya.
"Apakah Ban Tok Lo Mo tidak pernah muncul di sini?"
"Ban Tok lo Mo?" song Wan Kiauw tercengang.
"Ban Tok Lo Mo adalah si iblis Tua itu." Thio Han Liong
memberitahukan. "Ban Tok Lo Mo memang orang yang diceritakan sucouw."
"oh?" song wan Kiauw mengerutkan kening.
"Karena itu kalian ke mari?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Duduklah" ucap Jie Lian ciu.
Thio Han Liong dan An Lok Kong cu duduk, setelah itu
barulah Thio Han Liong berkata.
"Kami bertemu seng Hwi dan su Hong sek, ketua Kay Pang.
Mereka sedang mencari Putra mereka."
"siapa yang menculik seng Kiat Hiong?" tanya Jie Lian ciu.
"Tan Beng song, murid Ban Tok Lo Mo," jawab Thio Han
Liong, lalu menutur tentang kejadian itu
"Kini im sie Popo tinggal di markas Kay pang."
"oooh" Jie Lian ciu manggut-manggut.
"Tapi...." Thio Han Liong menghela nafas panjang.
"ci Hoat dan Kang Tianglo sudah meninggal."
"oh?" Jie Lian ciu dan lainnya terkejut.
"siapa yang membunuh mereka?"
"Ban Tok Lo Mo," sahut Thio Han Liong.
"Racun telah menyerang jantung mereka, dan aku tidak
bisa menyelamatkan nyawa mereka."
"Aaah..." Jie Lian ciu menghela nafas panjang.
"Tak disangka ci Hoat dan coan Kang Tianglo mati begitu
mengenaskan" "Han Liong" song Wan Kiauw menatapnya. "Kalian datang
ke mari karena urusan itu?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Tapi juga khawatir Ban Tok Lo Mo dan muridnya
menyerbu ke mari." "oooh" song Wan Kiauw tersenyum.
"Han Liong, engkau sungguh baik sekali"
"Kakek song, jangan berkata begitu" ujar Thio Han Liong.
"oh ya bagaimana keadaan Sucouw?"
"Baik-baik saja," jawab song Wan Kiauw.
"Tapi... guru telah berpesan, jangan ada yang
mengganggunya." "Kalau begitu aku tidak perlu menengoknya," ujar Thio Han
Liong. "Agar tidak mengganggunya."
"Ngmm," song Wan Kiauw manggut-manggut.
"Han Liong, tentunya engkau dan An Lok Kong Cu akan
tinggal di sini. Ya, kan?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Sebab aku mau menunggu kemunculan Ban Tok Lo Mo
dan muridnya, aku harus membasmi mereka."
"Han Liong," ujar Jie Lian ciu.
"Ban Tok Lo Mo dan muridnya itu memang harus dibasmi,
engkau tidak boleh memberi ampun kepada mereka."
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Han Liong," ujar Jie Lian ciu.
"An Lok Kong cu tidur di kamar tamu, engkau tidur di
kamar belakang," "Baik, Kakek Jie." Thio Han Liong tersenyum.
"Hanya saja... kami telah merepotkan Kakek."
"Ha ha ha" Jie Lian ciu tertawa gelak.
"sesungguhnya kamilah yang merepotkanmu, karena
engkau dan An Lok Kong cu harus kemari melindungi Bu Tong
pay." "Kakek...." Thio Han Liong menggelengkan kepala.
"Jangan berkata begitu, membuat hatiku jadi tidak enak"
"Baiklah." Jie Lian ciu tersenyum.
"sekarang antar-lah An Lok Kong cu ke kamarnya,"
"Ya." Thio Han Liong mengantar An Lok Kong cu ke kamar
tamu. sampai di sana, Thio Han Liong membuka pintu kamar
itu. "Adik An Lok, bagaimana" Engkau merasa cocok dengan
kamar ini?" "Cocok." An Lok Kong cu mengangguk, lalu melangkah ke
dalam lalu duduk di pinggir ranjang.
"Bersih sekali kamar ini, aku pasti bisa tidur nyenyak di
sini." "Syukurlah" ucap Thio Han Liong sambil tersenyum.
"Nanti menjelang senja, aku akan mengajakmu ke puncak
gunung ini untuk menikmati keindahan panoramanya."
"oh" An Lok Kong cu girang bukan main.
"Kakak Han Liong, engkau baik sekali terhadapku."
"Engkau calon isteriku, tentunya aku harus baik dan
menyayangimu," ujar Thio Han Liong dengan suara rendah,
kemudian menggenggam tangan gadis itu erat-erat.
"Kakak Han Liong...." An Lok Kong cu langsung mendekap
di dadanya. "Adik An Lok" Thio Han Liong membelainya.
Ketika hari mulai senja, Thio Han Liong menemani An Lok
Kong cu pergi ke puncak gunung untuk menikmati panorama
di senja hari. 0oo0 Sementara itu, dalam sebuah kuil tua yang terletak di
gunung Wu san, tampak dua orang sedang duduk. seorang
sudah tua sekali, dan yang seorang lagi berusia lima puluhan.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
siapa mereka" Mereka ternyata Ban Tok Lo Mo dan Tan Beng
song muridnya. "Ha ha ha" Ban Tok Lo Mo tertawa gelak.
"Aku sudah membunuh ke dua Tianglo Kay Pang itu. Pihak
Kay Pang pasti kalut sekali Ha ha ha..."
"Guru memang hebat-" ujar Tan Beng song.
"Tapi engkau malah tidak becus" sahut Ban Tok Lo Mo.
"sungguh memalukan gurumu"
"Guru, aku...."
"Diam" bentak Ban Tok Lo Mo.
"Tujuh delapan tahun yang lampau, kukira diriku sudah
berkepandaian tinggi, maka aku pergi ke Tionggoan. Tak
tahunya begitu banyak jago di sana, akhirnya aku dipaksa
untuk pulang ke pulau Ban Tok To. sejak itu aku terus
berlatih, dan kini aku telah berhasil menguasai berbagai
macam ilmu pukulan beracun Ha ha ha..."
"Kalau begitu..," ujar Tan Beng song dengan suara rendah.
"Guru harus membunuh para ketua partai besar, barulah
Guru bisa disebut jago tanpa tanding di kolong langit."
"Ngmm" Ban Tok Lo Mo manggut-manggut. "Kudengar
dalam rimba persilatan Tionggoan, muncul seorang pendekar
muda, bernama Thio Han Liong. Betulkah itu?"
"Betul." Tan Beng song mengangguk.
"Kepandaian-nya sungguh tinggi sekali, tiada seorang jago
di Tionggoan dapat menandinginya."
"oh?" Ban Tok Lo Mo tertawa dingin.
"Apabila bertemu aku, dia pasti mampus di tanganku"
"Aku yakin Guru dapat membunuhnya."
"Ha ha ha"Ban Tok Lo Mo tertawa terbahak-bahak.
"Siapa yang mampu menangkis ilmu pukulan beracunku"
Begitu pula Thio Han Liong itu Ha ha ha..."
"Guru..." ujar Tan Beng song.
"Dulu aku pernah mendengar, Guru bermusuhan dengan
pihak pulau Khong Khong To."
"Betul." Ban Tok Lo Mo mengangguk.
"Beberapa puluh tahun yang lalu, aku pernah dikalahkan
oleh ayah Tong Hai sianjin. Kami cuma bertanding sepuluh
jurus, pada jurus ke sembilan, aku terpental beberapa depa,
sedangkan ayah Tong Hai sianjin hanya terdorong beberapa
langkah saja. Itu pertanda Lweekangku lebih rendah, maka
aku mengaku kalah." "Kalau begitu....," ujar Tan Beng song hati-hati.
"Pihak pulau Khong Khong Tojuga berkepandaian tinggi."
"Tidak salah," sahut Ban Tok Lo Mo.
"Tapi kini mereka semua sudah bukan tandinganku lagi."
"oh?" Wajah Tan Beng song tampak berseri.
"Guru aku punya usul."
"Usui apa?" Ban Tok Lo Mo menatapnya.
"Beritahukan Kalau usulmu itu bagus dan bisa dipakai, pasti
kuterima." "Guru" Tan Beng song tersenyum.
"Alangkah baiknya kalau kita ke pulau Khong Khong To."
"Ke Khong Khong To?" Ban Tok Lo Mo mengerutkan
kening. "Untuk apa kita ke sana?"
"Menaklukkan Tong Hai sianjin," sahut Tan Beng song
serius. "Setelah Guru menaklukkan Tong Hai sianjin, sudah barang
tentu pihak Khong Khong To di bawah perintah Guru."
Ban Tok Lo Mo manggut-manggut.
"Maksudmu menaklukkan pihak Khong Khong To untuk
membantu kita?" "Ya." Tan Beng song mengangguk.
"Kalau pun pada waktu itu para ketua bergabung, kita
sudah tidak takut kepada mereka." Ban Tok Lo Mo tertawa
gelak. "Ha ha ha Usulmu tepat mengenai sasaran, maka kuterima
dengan Baik," "Terimakasih, Guru," ucap Tan Beng song dengan wajah
berseri-seri. "Aku yakin Guru pasti bisa meraih gelar sebagai jago tanpa
tanding di kolong langit." tambahnya.
"Ha ha ha" Ban Tok Lo Mo tertawa terbahak-bahak,
"Itulah tujuanku datang di Tionggoan"
"Guru, kapan kita berlayar ke pulau Khong Khong To?"
"Besok pagi kita berangkat ke pesisir Timur, lalu berlayar
kepulau itu," sahut Ban Tok Lo Mo.
"Ha ha ha Tong Hai sianjin pasti tidak menduga kita akan
ke sana Ha ha ha..."
Keesokan harinya, berangkatlah Ban Tok Lo Mo dan
muridnya kepesisir Timur untuk berlayar kepulau Khong Khong
To. Ban Tok Lo Mo dan Tan Beng song telah tiba di pulau
Khong Khong To. Mereka, guru dan murid itu duduk di
hadapan Tong Hai sianjin, sedangkan di samping Tocu itu
duduk Tong Hai sianli. Gadis itu menatap Ban Tok Lo Mo dan
Tan Beng song dengan dingin sekali.
"Sungguh menggembirakan kedatangan ciancwee" ujar
Tong Hai sianjin. "Bolehkah aku tahu, ada urusan apa Cianpwee datang ke
mari?" "Ha ha ha"Ban Tok Lo Mo tertawa.
"Aku ke mari tentunya punya suatu urusan penting."
"Harap cianpwee sudi memberitahukan"
"Puluhan tahun yang lalu, ayahmu pernah mengalahkan
aku. oleh karena itu...." Ban Tok Lo Mo memberitahukan.
"Tujuanku ke mari untuk menebus kekalahan itu."
"Maksud Cianpwee bertarung dengan aku?" tanya Tong Hai
sianjin dengan kening berkerut.
"Bukan bertarung, melainkan bertanding," sahutBan Tok Lo
Mo. " cukup bertanding sepuluh jurus saja."
"Cianpwee...." "Jangan menolak" Ban Tok Lo Mo menatapnya tajam.
"Kalau engkau dapat bertahan sampai sepuluh jurus, maka
aku dan muridku akan meninggalkan pulau ini. Tapi apabila
engkau kalah, maka kalian semua harus di bawah perintahku."
"omong kosong" bentak Tong Hai sianli.
"sok Ceng" Tong Hai sianjin menatapnya.
"Jangan turut bicara"
"Ha ha ha"Ban Tok Lo Mo tertawa gelak.
"Putrimu amat cantik, tapi galak sekali."
"Cianpwee" Kening Tong Hai sianjin berkerut-kerut.
"Jadi kita harus bertanding dengan syarat itu?"
"Ya." Ban Tok Lo Mo manggut-manggut.
"Baiklah" Tong Hai sianjin mengangguk, lalu berjalan ke
tengah-tengah ruangan itu
"Ha ha" Ban Tok Lo Mo meloncat ke hadapannya.
"Kalau engkau dapat bertahan sepuluh jurus, aku pasti
meninggalkan pulau ini Tapi apabila engkau kalah, kalian
semua harus dibawah perintahku"
"Baik" Tong Hai sianjin mengangguk sambil mengerahkan
Lweekang. "Bersiap-siaplah" ujar Ban Tok Lo Mo.
"Ilmu pukulanku amat beracun engkau harus berhati-hati"
"Terimakasih atas peringatan Cianpwee" sahut Tong Hai
sianjin. "Aku sudah siap menerima pukulan Cianpwee"
"Bagus" Ban Tok Lo Mo tertawa, kemudian mendadak
menyerang dengan ilmu pukulan beracun.
"Hati-hati, Ayah" seru Tong Hai sianli cemas.
Di saat bersamaan, Tong Hai sianjin berkelit. Namun
serangan susulan dari Ban Tok Lo Mo sudah mengarah
kepadanya. Apa boleh buat Tong Hai sianjin menangkis,
sehingga menimbulkan suara benturan.
"Hah?" Ban Tok Lo Mo tertegun.
"Engkau tidak apa-apa?"
"Terima kasih atas kemurahan hati Cianpwee" ucap Tong
Hai sianjin. "Karena tidak melukaiku dengan pukulan beracun"
"Hmm" dengus Ban Tok Lo Mo dingin.
"Tak kusangka engkau kebal terhadap racun Nah, coba
tangkis Ban Tok ciang (ilmu Pukulan selaksa Racun)"
Tong Hai sianjin tidak menyahut, melainkan terus
mengerahkan ilmu Ih Kin Keng yang belum lama dipelajarinya.
Mendadak Ban Tok Lo Mo menyerangnya. Bukan main
terkejutnya Tong Hai sianjin, sebab sepasang telapak tangan
Ban Tok Lo Mo mengeluarkan asap kehijau-hijauan.
Tong Hai sianjin tidak berani menangkis, melainkan berkelit
ke sana ke mari menghindari serangan-serangan yang
dilancarkan Ban Tok Lo Mo. Tak terasa pertandingan mereka
telah melewati delapan jurus, dan itu sungguh membuat Ban
Tok Lo Mo penasaran. Tiba-tiba ia memekik keras, lalu menyerang Tong Hai
sianjin dengan sepenuh tenaga. Tong Hai sianjin masih dapat
berkelit pada jurus kesembilan, namun terpaksa menangkis
pada jurus ke sepuluh, karena tidak sempat berkelit. Blaaam
Terdengar suara benturan keras.
Blaaam. Ban Tok Lo Mo terhuyung-huyung ke belakang beberapa
langkah, begitu pula Tong Hai sianjin. setelah berdiri tegak
Tong Hai sianjin berkata sambil tersenyum.
"Ban Tok Lo Mo Cianpwee, aku dapat bertahan sepuluh
jurus," "Engkau...." Ban Tok Lo Mo terbelalak.
"Engkau kebal terhadap racun?"
"Ya." Tong Hai sianjin mengangguk.
"Sesuai dengan janji, maka Cianpwee harus segera
meninggalkan pulau ini."
"Baik," Ban Tok Lo Mo mengangguk.
"Beng song, mari kita pergi"
Setelah mereka pergi, Tong Hai sianli segera melesat ke
arah Tong Hai sianjin, "Ayah Ayah" Wajah gadis itu berseri-seri.
"Tak kusangka kepandaian ayah sudah begitu maju pesat.
"Nak, Tong Hai sianjin menggeleng-gelengkan kepala.
"Mari kita ke kamar, ayah ingin bicara"
"Ya." Tong Hai sianli mengangguk,
Mereka berdua menuju ke kamar. sampai di kamar itu,
Tong Hai sianjin langsung membaringkan dirinya ke tempat
tidur "Nak,..," ujar Tong Hai sianjin dengan suara rendah.
"Ayah telah terkena pukulan beracun."
"oh?" Bukan main terkejutnya Tong Hai sianli.
"Bagaimana keadaan ayah?"
"Aaah..." Tong Hai sianjin menghela nafas panjang.
"Ayah menggunakan ilmu In Kin Keng, maka dapat
menggeserkan racun itu kejalan darah Wan Kut Hiat
dipergelangan tangan. Tapi, kalau dalam waktu dua bulan
tidak memperoleh obat pemunah racun, racun itu pasti
menjalar dan nyawa ayah pun pasti melayang."
"Ayah...," Wajah Tong Hai sianli berubah pucat pasi.
"Harus bagaimana?"
"Terus terang...," ujar Tong Hai sianjin memberitahukan.
"Hanya ada satu orang yang dapat menyelamatkan ayah."
"Siapa orang itu?"
"Thio Han Liong."
"Dia?" Tong Hai sianli terbelalak.
"Ya." Tong Hai sianjin manggut-manggut.
"Dia mahir ilmu pengobatan, ayah yakin dia pasti dapat
menyelamatkan ayah."
"Kalau begitu aku akan segera berangkat ke Tionggo.an
mencarinya," ujar Tong Hai sianli, yang telah mengambil
keputusan itu. "Baik." Tong Hai sianjin manggut-manggut.
"Ajaklah beberapa orang dan ingat, jangan lewat dua
bulan" "Ya, Ayah." Tong Hai sianli mengangguk.
"Kalau begitu, aku berangkat sekarang saja. Aku akan
mengajak Bibi Ciu dan Bibi Gouw."
Tong Hai sianjin menatapnya, kemudian menghela nafas
panjang. "Tionggoan begitu luas, bagaimana mungkin engkau
dapat mencarinya?" "Ayah tenang saja Aku pasti dapat mencarinya, percayalah"
ujar Tong Hai sianli, lalu meninggalkan kamar itu.
Thio Han Liong, An Lok Kong Cu , Jie Lian ciu dan lainnya
duduk bercakap-cakap di ruang depan.
"Heran" gumam Jie Lian ciu.
"Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak ke mari, bahkan tiada
kabar beritanya. Bukankah itu sungguh mengherankan?"
"Memang mengherankan," sahut Thio Han Liong sambil
mengerutkan kening. "Mungkinkah Ban Tok Lo Mo dan muridnya sudah pulang
ke pulau Ban Tok To?"
"Mungkin." song Wan Kiauw manggut-manggut.
"Kalau tidak bagaimana mungkin tiada kabar beritanya?"
"Masuk akal." Jie Lian ciu mengangguk.
"Tapi... kenapa mendadak mereka pulang ke pulau Ban Tok
To?" "Mungkinkah ada seorang jago mengalahkan mereka, maka
mereka terpaksa pulang ke pulau itu?" ujar Thio Han Liong,
menduga. Jie Lian ciu manggut-manggut. "Itu memang
mungkin...." Mendadak salah seorang murid Jie Lian ciu me masuki
ruangan itu, lalu memberi hormat dan melapor.
"Guru, Tong Hai sianli ingin bertemu Thio siauhiap"
"Apa?" Jie Lian ciu tertegun.
"Kok dia tahu Thio Han Liong berada di sini" Ada urusan
apa dia ingin bertemu Han Liong?"
"Katanya ada urusan penting," sahut murid Jie Lian ciu itu.
"Baik." Jie Lian ciu manggut-manggut.
"Undang dia ke mari"
"Ya." Tak segerapa lama kemudian, tampak Tong Hai sianli
berjalan ke dalam bersama Bibi ciu dan Bibi Gouw. Begitu
melihat Thio Han Liong, berserilah wajah gadis itu.
"Han Liong" seru Tong Hai sianli tak tertahan, lalu memberi
hormat kepada Jie Lian Ciu dan lainnya.
"Silakan duduk, ucap Jie Lian ciu sambit menatapnya
tajam.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tong Hai sianli dan ke dua wanita itu duduk. sedangkan An
Lok Kong Cu terus menatapnya.
"Nona," tanya song Wan Kiauw.
"Ada urusan apa Nona ke mari menemui Han Liong?"
"Ayahku terluka, hanya Han Liong yang dapat
mengobatinya," sahut Tong Hai sianli.
"Maka aku ke mari mencarinya."
"Kok engkau tahu aku berada di sini?" Thio Han Liong
heran. "Aku ke kuil siauw Lim sie bertanya kepada Kong Bun Hong
Tio. Padri tua itu menyuruhku ke mari," jawab Tong Hai sianli.
"Sungguh kebetulan engkau berada di sini"
"Siapa yang melukai ayahmu?" tanya Jie Lian ciu.
"Ban Tok Lo Mo." Tong Hai sianli memberitahukan, lalu
menutur tentang itu dan menambahkan.
"Ayahku mengeluarkan ilmu Ih Kin Keng, maka dapat
menggeserkan racun itu ke jalan darah Wan Kut Hiat yang di
pergelangan tangan. Tapi... itu cuma dapat bertahan dua
bulan, setelah itu racun akan menjalar dan nyawa ayahku
pasti melayang." "Engkau sungguh beruntung" ujar Thio Han Liong.
"Kalau aku tidak berada di sini, ayahmu pasti tidak akan
tertolong." "Han Liong, cepatlah ikut aku ke pulau Khong Khong To"
Tong Hai sianli tampak tidak sabaran.
"Aku tidak perlu ikut ke sana," sahut Thio Han Liong sambil
tersenyum. "Aku akan memberikanmu dua butir obat pemunah racun
untuk ayahmu. setelah ayahmu makan obat pemunah racun
ini, dalam waktu tiga hari pasti pulih."
"oh?" Tong Hai sianli kurang percaya.
"Engkau tidak bohong?"
"Untuk apa aku membohongimu?" Thio Han Liong
tersenyum, kemudian memberikan dua butir obat pemunah
racun kepada Tong Hai sianli.
"Terimakasih, Han Liong," ucap Tong Hai sianli sambil
menerima obat itu "Bungkus dengan kertas ini" Thio Han Liong juga
memberikannya selembar kertas.
"Terimakasih" Tong Hai sianli membungkus ke dua butir
obat pemunah racun itu, lalu disimpan ke dalam bajunya.
setelah itu, ia memandang Thio Han Liong seraya bertanya,
"Nona itu tunanganmu?"
"Ya." Thio Han Liong mengangguk dan memperkenalkan
mereka. Mereka berdua saling memberi hormat. Tong Hai
sianli memandang An Lok Kong Cu sambil tersenyum.
"Engkau sungguh cantik, pantas Han Liong begitu
mencintaimu" "Engkau pun cantik sekali," sahut An Lok Keng Cu dengan
tersenyum lembut. "Kakak Han Liong sudah menceritakan tentang dirimu
kepadaku." "oh?" Tong Hai sianli tertawa kecil.
"Dia memang pemuda yang amat Baik, bahkan setia sekali.
Dia sama sekali tidak mau menyeleweng di belakangmu. Terus
terang, aku sudah jatuh hati padanya ketika pertama kali
bertemu." "oh, y a" " An Lok Keng Cu tersenyum lagi.
"Tapi...." Tong Hai sianli menggeleng-gelengkan kepala.
"Dia memberitahukan kepadaku, bahwa dia sudah punya
tunangan. Nah, itu membuktikannya amat setia. Kalau
pemuda lain, mungkin sudah bermain cinta denganku. Namun
Han Liong Tidak, itu sungguh mengagumkan"
"Kakak Han Liong juga sudah menceritakan kepadaku
tentang itu...." "An Lok Kong cu, engkau sungguh beruntung" ujar Tong
Hai sianli. "Punya calon suami yang begitu mencintaimu. Aku... aku
jadi cemburu nih" "Tong Hai sianli," ujar An Lok Keng cu.
"Engkau adalah gadis yang cantik dan baik budi, aku yakin
engkau akan bertemu pemuda idaman hatimu."
"Mudah-mudahan" sahut Tong Hai sianli. setelah itu ia
bangkit berdiri sambil memberi hormat.
"Maaf, aku mohon pamit"
"Baiklah." Thio Han Liong manggut-manggut.
"Engkau memang harus segera pulang. oh ya, simpan baikbaik
obat itu" "Ya." Tong Hai sianli menatapnya.
"Han Liong, kami pihak pulau Khong Khong To berhutang
budi kepadamu." "Jangan berkata begitu" Thio Han Liong tersenyum.
"Ketua Bu Tong...." Tong Hai sianli memberi hormat kepada
mereka. "sampai jumpa" Tong Hai sianli dan pengikutnya meninggalkan ruang itu
sampai di pintu gadis itu menoleh untuk memandang Thio Han
Liong. setelah itu barulah ia melesat pergi.
"Aaaah..." Jie Lian ciu menghela nafas panjang.
"Tak disangka Ban Tok Lo Mo dan muridnya datang di
Khong Khong To" "Pantas sekian lama tiada kabar beritanya," ujar Song wan
Kiauw sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Entah ada permusuhan apa di antara Ban Tok Lo Mo
dengan ayah Tong Hai sianli?"
"Han Liong," tanya Jie Lian ciu.
"Engkau yakin, dua butir obat pemunah racun itu dapat
menyelamatkan nyawa ayah Tong Hai sianli?"
"Aku yakin," sahut Thio Han Liong manggut-manggut.
"sebab Tong Hai sianjin memiliki ilmu In Kin Keng, maka
dia dapat bertahan dua bulan. setelah makan obat pemunah
racun itu, dia pasti pulih."
"syukurlah" ucap Jie Lian Ciu.
"Kakek.." ujar Thio Han Liong. "Kini Ban Tok Lo Mo pasti
sudah berada di Tionggoan. Aku dan Adik An Lok terpaksa
harus tinggal di sini lagi."
"Tidak apa-apa," sahut Jie Lian Ciu sambil tertawa.
"Kami senang sekali kamu tinggal di sini."
"Terima kasih, Kakek Jie," ucap Thio Han Liong.
"Aaah...." Mendadak song Wan Kiauw menghela nafas
panjang. "Tak disangka Tong Hai sianli merupakan gadis yang baik,
bahkan tahu diri dan bersikap terbuka pula."
"Benar." Thio Han Liong mengangguk.
"Ketika dia sampai di pintu, kenapa menoleh lagi
memandangmu?" tanya An Lok Keng Cu mendadak tidak
bernada cemburu. "Mungkin dia tahu..." sahut Thio Han Liong menduga.
"sulit berjumpa dengan kita lagi."
"oooh" An Lok Kong Cu manggut-manggut.
"Kelihatannya dia amat mencintaimu lho"
"Kira- kira begitulah." Thio Han Liong tersenyum.
"Tapi aku yakin dia akan bertemu pemuda idaman hatinya."
"Itu yang kuharapkan," ujar An Lok Keng cu.
"Kini Ban Tok LoMo dan muridnya sudah berada di
Tionggoan, entah apa yang akan terjadi lagi?" song wan
Kiauw menggeleng-gelengkan kepala, kemudian menghela
nafas panjang. "Aaaah..."
Tong Hai sianli telah tiba di pulau Khong Khong To. Tidak
sampai satu bulan ia sudah pulang. Betapa gembiranya Tong
Hai sianjin yang berbaring di tempat tidur. la memandang
putrinya dengan rasa haru.
"Nak..." "Ayah" panggil Tong Hai sianli dengan mata basah.
"Aku... aku sudah bertemu Han Liong"
"Kenapa dia tidak ikut ke mari?" tanya Tong Hai sianjin.
"Dia bilang tidak usah ke mari, tapi memberiku dua butir
obat pemunah racun." Tong Hai sianli memasukkan ke dua
butir obat pemunah racun itu ke dalam mulutnya.
"Kata Han Liong, setelah ayah makan obat pemunah racun
ini, Dalam waktu tiga hari ayah pasti pulih."
"oh?" Tong Hai sianjin tersenyum, dan sekaligus menelan
ke dua butir obat pemunah racun yang di dalam mulutnya.
"Ayah...." Mendadak air mata Tong Hai sianli meleleh.
"Nak" Tong Hai sianli tercengang.
"Kenapa engkau?"
"Aku... aku sudah berjumpa dengan An Lok Keng Cu,
tunangan Han Liong," sahut Tong Hai sianli terisak-isak.
"Gadis itu memang cantik sekali, bahkan lemah lembut
pula." "oooh" Tong Hai sianjin menghela nafas panjang.
"Engkau menangis di hadapan mereka?"
"Tidak," Tong Hai sianli menggelengkan kepala.
"Di hadapan mereka aku justru bersikap biasa dan gembira,
tapi... hatiku seperti tertusuk-tusuk ribuan jarum...."
"Nak" Tong Hai sianjin tersenyum.
"Sudahlah Jangan dipikirkan lagi, kelak engkau pasti
bertemu pemuda idaman hati, percayalah"
"Ayah" Tong Hay sianli menggeleng-gelengkan kepala.
"Sulit bertemu pemuda seperti Han Liong."
"jangan khawatir" Hibur Tong Hai sianjin.
"Ayah yakin engkau pasti akan bertemu pemuda seperti
Han Liong. Engkau harus percaya itu"
"Aaah..." Tong Hai sianli menghela nafas panjang.
"oh ya" Tong Hai sianjin mengalihkan pembicaraan.
"Di mana engkau bertemu mereka?"
"Di gunung Bu Tong." Tong Hai sianli memberitahukan.
"Begitu aku tiba di Tionggoan, aku langsung ke kuil siauw
Lim sic bertanya kepada Keng Bun Hong Tio. Ketua siauw Lim
Pay itu menyuruhku ke partai Bu Tong, maka aku segera
berangkat ke sana. Kebetulan Han Liong dan An Lok Keng cu
berada di sana." "Nak" Tong Hai sianjin membelainya.
"Kalau Han Liong tidak berada di sana, nyawa ayah pasti
melayang." "Ayah...." Tong Hai sianli terisak-isaki
"Aku baru jatuh cinta, tapi...."
"Nak," Tong Hai sianjin menggeleng-gelengkan kepala.
"Jangan dipikirkan lagi tentang itu"
Tong Hai sianli mengangguk, namun air matanya tetap
berderai-derai membasahi pipinya.
Dua hari kemudian, Tong Hai sianjin sudah sembuh. Betapa
gembiranya Tocu itu, kemudian bangun dari tempat tidur.
"Ayah...." Tong Hai sianli terkejut ketika melihat ayahnya
bangun. "Ayah sudah sembuh?"
Tong Hai sianjin mengangguk.
"Kini racun itu telah punah, ayah sudah pulih."
"Ayah...." Tong Hai sianli menghela nafas panjang.
"Kita berhutang budi lagi kepada Han Liong. Entah
bagaimana kita membalasnya?"
"Nak, " Tong Hai sianjin menarik nafas dalam-dalam.
"Dia tidak berharap kita membalas budinya. Dia pendekar
muda yang berhati bajik,"
"Ayah kalau dia sudi menerima, aku pun rela menjadi
pelayannya," ujar Tong Hai sianli sungguh-sungguh.
"Nak...." Tong Hai sianjin menggeleng-gelengkan kepala.
Hatinya merasa iba terhadap putrinya.
"sudahlah jangan terus memikirkan Han Liong, anggaplah
dia adalah kakakmu...."
Walau sudah dua bulan berlalu, Thio Han Liong dan An Lok
Kong cu masih tetap tinggal di gunung Bu Tong. Dalam kurun
waktu dua bulan, sama sekali tidak ada kabar beritanya
mengenai Ban Tok Lo Mo dan muridnya, dan itu sungguh
mengherankan Han liong, An Lok Kong Cu Jie Lian ciu dan
lainnya. "Tiada kabar beritanya mengenai Ban Tok LoMo dan
muridnya, mungkinkah mereka sudah pulang ke pulau Ban
Tok To?" ujar lie Lian ciu sambil mengerutkan kening.
"Alangkah baiknya kalau dia dan muridnya pulang kepulau
itu," sahut song Wan Kiauw.
"Rimba persilatan jadi aman."
"Apakah mungkin Ban Tok Lo Mo dan muridnya pulang
kepulau itu?" gumam Thio Han Liong.
"Aku justru khawatir...."
"Apa yang engkau khawatirkan, Han Liong?" tanya Jie Lian
ciu. "Ban Tok Lo Mo dan muridnya sedang mengatur rencana
busuk" sahut Thio Han Liong.
"itu tidak mungkin. "jie Lian ciu menggelengkan kepala.
"Aku malah yakin dia dan muridnya telah pulang ke pulau
Ban Tok To." "Mudah-mudahan begitu" ucap song Wan Kiauw.
"Han Liong...." Jie Lian ciu menatapnya seraya berkata.
"seharusnya kalian berdua pergi pesiar, tapi... tertahan di
sini, sehingga waktu kalian tersita habis disini...."
"Kakek Jie, jangan berkata begitu," ujar Thio Han Liong.
"sebaliknya justru kami yang merepotkan Kakek Jie."
"Han Liong "jie Lian ciu tersenyum.
"Menurut aku, Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak akan
muncul di sini. Kalau kalian ingin pergi pesiar, tentunya kami
tidak akan menahan."
"Lebih baik tunggu beberapa hari lagi," sahut Thio Han
Liong. "setelah itu barulah kami akan pergi."
"Baiklah." Jie Lian ciu manggut-manggut.
Malam harinya Thio Han Liong dan An Lok Kong cu duduk
di halaman sambil bercakap- cakap.
"Adik An Lok," tanya Thio Han Liong lembut.
"Be-berapa hari lagi kita akan meninggalkan gunung Bu
Tong ini. Kita mau pergi pesiar atau kembali ke Kota raja?"
"Itu terserah engkau saja," sahut An Lok Keng cu sambil
tersenyum. "Aku menurut kemauanmu."
"Menurut aku...."Thio Han Liong berpikir, kemudian
berkata. "Rasanya pesiar kita sudah cukup, lebih baik kita kembali
ke Kota raja menemui ayahmu."
"Baik," An Lok Keng cu mengangguk.
"Ayah pasti gembira sekali melihat kita pulang."
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Betul." Thio Han Uong manggut-manggut.
"oh ya Adik An Lok Bagaimana kalau kita...."
"Kenapa kita?" "Mohon restu ayahmu."
"Maksudmu kita menikah?" tanya An Lok Keng cu dengan
wajah agak kemerah-merahan.
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"setelah itu kita menikah di istana, barulah kita berangkat
ke pulau Hong Hoang To."
"Aku setuju, Kakak Han Liong," ujar An Lok Keng cu
lembut. "Tapi...." Thio Han Liong menarik nafas dalam-dalam.
"Kita harus menunggu beberapa hari lagi, karena aku
khawatir Ban Tok Lo Mo dan muridnya akan muncul di sini."
"Kakak Han Liong, sudah dua bulan tiada kabar berita
tentang mereka, mungkin mereka sudah pulang ke pulau Ban
Tok To," ujar An Lok Keng cu.
"Aku justru khawatir...." Thio Han Liong meng- gelenggelengkan
kepala. "Mereka sedang mengatur suatu rencana jahat."
"Kakak Han Liong" An Lok Kong cu menatapnya lembut
"Tidak perlu engkau mengkhawatirkan itu."
"Agar hatiku lebih tenang, maka kita harus menunggu
beberapa hari lagi, barulah kita kembali ke Kota raja"
"Aku menurutimu saja."
"Adik An Lok" Thio Han Liong menggenggam tangannya
erat-erat. "Engkau sungguh berpengertian, aku kagum kepadamu,"
Beberapa hari kemudian, mereka berdua lalu meninggalkan
gunung Bu Tong, tujuan mereka kembali ke Kota raja.
Bab 66 Pak Hong Terluka Di dalam sebuah kuil tua yang terletak di gunung Wu san,
tampak seorang tua renta duduk bersila dengan mata
terpejam, di hadapannya duduk lelaki berusia lima puluhan.
siapa mereka berdua itu" Ternyata adalah Ban Tok Lo Mo dan
Tan Beng song, muridnya. Lama sekali barulah orangtua renta itu membuka matanya,
ditatapnya Tan Beng song dengan tajam sekali. "suhu...."
"Aaaah..." Ban Tok Lo Mo menghela nafas panjang.
"Tak kusangka Tong sianjin itu berkepandaian begitu tinggi,
bahkan kebal terhadap racun."
"Suhu," ujar Tan Beng song.
"Kenapa suhu tidak mau membunuhnya?"
"Kami cuma bertanding sepuluh jurus, kenapa aku harus
membunuhnya?" sahut Ban Tok Lo Mo.
"Lagipula dia kebal terhadap racun, maka tidak gampang
membunuhnya." "Lalu apa rencana suhu sekarang?"
"Aku justru sedang memikirkan itu. Engkau masih punya
suatu ide?" "Kemarin suhu melukai Pak Hong, maka kaum rimba
persilatan pasti tahu akan keberadaan kita di Tionggoan oleh
karena itu...." Tan Beng song melanjutkan.
"Kita harus segera bertindak agar para ketua partai itu
tidak bergabung melawan kita."
"Maksudmu?" "Kita turun tangan lebih dulu terhadap para ketua."
"Ngmmm" Ban Tok Lo Mo manggut-manggut.
"Menurutmu, kita harus turun tangan dulu terhadap ketua
mana?" "Ketua Hwa san dan Khong Tong dulu, setelah itu barulah
ketua Kun Lun, GoBi dan lainnya."
"Bagus" Ban Tok Lo Mo tertawa gelak.
"Ha ha ha Dengan cara demikian, maka para ketua itu tidak
akan dapat bergabung"
"Kalau suhu sudah membunuh para ketua itu, tentu suhu
menjadi jago tanpa tanding di kolong langit."
"Betul" Ban Tok Lo Mo tertawa terbahak-bahaki
"Ha ha ha Tujuh delapan tahun yang lampau, aku pernah
dihina oleh kaum rimba persilatan Tionggoan, kini sudah
waktunya aku mencuci bersih penghinaan itu Ha ha ha..."
"Kenapa pada waktu itu kaum rimba persilatan Tionggoan
menghina suhu?" tanya Tan Beng song.
"Karena kepandaianku masih belum begitu tinggi, maka
mereka menghinaku yang ingin menjagoi rimba persilatan
Tionggoan." Ban Tok Lo Mo memberitahukan.
"Karena itu, aku pulang ke pulau Ban Tok To dan berlatih
terus-menerus...." "oooh" Tan Beng song manggut-manggut.
"oh ya, aku justru tidak habis pikir tentang Tong Hai
sianjin. Bagaimana dia bisa kebal terhadap racun?"
"Akupun tidak mengerti." Ban Tok Lo Mo menggelenggelengkan
kepala. "Mungkin dia memiliki semacam ilmu yang dapat
memunahkan racunku."
"Itu bagaimana mungkin?" Tan Beng song meng-gelenggelengkan
kepala. "Ilmu pukulan suhu amat beracun, siapa yang terkena ilmu
pukulan suhu, pasti tidak tertolong. Tapi... Tong Hai sianjin
itu" "Kepandaiannya memang sudah tinggi sekali." Ban Tok Lo
Mo menghela nafas panjang.
"sayang tidak dapat kukalahkan dia dalam sepuluh jurus.
Kalau aku berhasil mengalahkannya, dia dan para anak
buahnya pasti di bawah perintahku."
"suhu...." Tan Beng song menatapnya.
"siauw Lim Pay amat terkenal, apakah kepandaian suhu
dapat mengalahkan mereka?"
"Kong Bun dan Kong Ti masih bukan tandinganku, namun
yang kusegani adalah Thio sam Hong, cikat bakal Bu Tong Pay
itu." "suhu tidak sanggup mengalahkan Thio sam Hong?"
"Biar bagaimana pun aku harus menghormatinya. Lagipula
belum tentu aku sanggup mengalahkannya. oleh karena itu,
kita tidak boleh membunuh ketua Bu Tong Pay itu."
"suhu...." Tan Beng song tercengang.
"cukup melukainya saja," ujar Ban Tok Lo Mo.
"oh ya Benarkah Thio Han Liong punya hubungan dengan
Bu Tong Pay?" "Kalau tidak salah kakeknya adalah murid Thio sam Hong,"
jawab Tan Beng song memberitahukan.
"suhu, kepandaian Thio Han Liong sudah sulit diukur
berapa tinggi...." "oh?" Ban Tok Lo-Mo mengerutkan kening.
"Kalau aku bertemu dia, pasti kubunuh"
"Suhu," tanya Tan Beng song.
"Kira-kira kapan kita akan mulai membunuh ketua Hwa san
Pay dan Khong Tong Pay?"
"Kapan aku mau membunuh mereka, aku pasti
memberitahukanmu," sahut Ban Tok Lo Mo.
"Jadi engkau tidak usah banyak bertanya."
"Ya, suhu." Tan Beng song mengangguk.
Dengan adanya pembicaraan itu, maka tidak lama lagi
rimba persilatan akan timbul suatu petaka.
Bagian 34 Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu terus melakukan
perjalanan kembali ke Kotaraja. Wajah gadis itu tampak cerah
ceria. Maklum mereka berdua kembali ke Kotaraja untuk
menikah tentunya amat menggirangkan gadis itu.
Malam ini Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu menginap di
sebuah penginapan. Mereka bercakap-cakap di dalam kamar.
"Kakak Han Liong, perlukah kita mengundang para pejabat
tinggi di istana?" tanya An Lok Kong Cu mendadak.
"Itu terserah engkau saja," sahut Thio Han Liong sambil
tersenyum. "Tapi jangan menyelenggarakan pesta besar, cukup kitakita
saja." "Pasti kuberitahukan kepada ayah." An Lok Kong Cu
tersenyum manis. "Oh ya, Kakak Han Uong, mungkinkah Ban Tok Lo Mo dan
muridnya telah kembali ke pulau Ban Tok To?"
"Entahlah." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Mudah-mudahan mereka sudah kembali ke sana"
"Han Liong...." Ketika An Lok Kong Cu ingin mengatakan
sesuatu, mendadak terdengar suara rintihan di kamar sebelah.
Suara itu membuat mereka berdua saling memandang.
"Sepertinya suara rintihan orang terluka," ujar Thio Han
Liong sambil mengerutkan kening.
"Entah siapa yang terluka itu?"
"Bagaimana kalau kita melihat sebentar?" tanya An Lok
Kong Cu. "Jangan" Thio Han Liong menggelengkan kepala. "Sebab
kita belum tahu siapa orang itu. Lebih baik jangan
menimbulkan suatu urusan."
An Lok Keng Cu mengangguk. Di saat bersamaan terdengar
suara ketukan pintu kamar, maka Thio Han Liong segera
bertanya. "Siapa?" "Pelayan" Terdengar suara sahutan di luar.
"Mengantar teh wangi"
"Masuklah" ujar Thio Han Liong.
"Pintu kamar tidak di kunci."
Pintu kamar terbuka. Tampak seorang pelayan masuk ke
dalam kamar itu membawa teh wangi, lalu ditaruh di atas
meja. "Pelayan" panggil Thio Han Liong.
"Ya, Tuan." sahut pelayan. "Tuan mau pesan apa?"
"Tahukah engkau siapa yang merintih- rintih di kamar
sebelah?" tanya Thio Han Liong.
"Seorangtua." Pelayan memberitahukan.
"Sudah beberapa hari dia terbaring di tempat tidur."
"Dia tidak memanggil tabib?"
"Semua tabib di kota ini sudah diundang, tapi tidak mampu
mengobatinya. sebab orang tua itu terkena racun."
"Oh?" Thio Han Liong mengerutkan kening. "Terima kasih."
ucapnya. Pelayan itu meninggalkan kamar tersebut. Kemudian Thio
Han Liong memandang An Lok Kong cu seraya berkata,
"Adik An Lok, mari kita ke kamar sebelah menjenguk
orangtua itu" "Baik." An Lok Kong cu mengangguk,
Mereka berdua segera ke kamar sebelah. Thio Han Liong
mengetuk pintu kamar itu, tapi tiada sahutan hanya terdengar
suara rintihan. Perlahan-lahan Thio Han Liong mendorong
pintu kamar itu, kemudian bersama An Lok Kong cu berjalan
ke dalam. Tampak seorang tua berbaring di tempat tidur. Begitu
melihat orangtua tersebut, terkejutlah Thio Han Liong, karena
orangtua itu adalah Pak Hong (si Gila Dari Utara).
"Locianpwee..." panggil Thio Han Liong.
Pak Hong membuka matanya. Ketika melihat Thio Han
Liong, wajahnya tampak agak berseri.
"Han Liong..." katanya lemah.
Thio Han Liong segera memeriksanya, kemudian menarik
nafas lega seraya berkata,
"Masih dapat ditolong."
"Syukurlah" ucap An Lok Keng cu.
Thio Han Liong mengeluarkan sebutir obat pemunah racun,
lalu dimasukkan ke mulut Pak Hong.
Berselang beberapa saat, wajah Pak Hong mulai tampak
segar, bahkan setelah itu ia pun bangun duduk.
"Terima kasih, Han Liong," ucapnya. " Engkau telah
menyelamatkan nyawaku."
"Jangan berkata begitu, Locianpwee" Thio Han Liong
tersenyum. "oh ya, siapa yang melukai Locianpwee?"
"Aaah..." Pak Hong menghela nafas panjang. "Ban Tok Lo
Mo." "Haah?" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu tersentak.
"Ban Tok Lo Mo?"
"Ya." Pak Hong mengangguk. "Dia adalah guru Tan Beng
song...." "Ternyata Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak pulang ke
pulau Ban Tok To, melainkan masih berada di Tionggoan."
Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Han Liong" Pak Hong memberitahukan.
"Ban Tok Lo Mo sungguh licik, kepandaiannya pun amat
tinggi sekali terutama ilmu pukulan beracunnya. Kalau aku
tidak cepat-cepat kabur, aku pasti mati."
"Locianpwee terkena ilmu pukulan beracunnya?"
"Kalau aku terkena ilmu pukulan beracunnya, aku pasti
sudah terkapar menjadi mayat." Pak Hong menggelenggelengkan
kepala. "Aku cuma terkena hawa ilmu pukulan itu."
"Oh?" Thio Han Liong mengerutkan kening. "Pantas
Locianpwee dapat bertahan sampai sekarang."
"Aaah..." Pak Hong menghela nafas panjang.
"Dia memiliki ilmu pukulan Ban Tok Ciang yang amat
beracun. Kalau engkau menghadapinya, haruslah berhatihati."
"Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Oh ya" Pak Hong menatapnya seraya bertanya,
"Kenapa engkau berada di kota ini?"
"Kami sedang menuju ke Kotaraja." Thio Han Liong
memberitahukan. "Kami dari gunung Bu Tong."
"Oooh" Pak Hong manggut-manggut sambil tersenyum.
"Han Liong, gadis ini pasti An Lok Kong cu tunanganmu. Ya,
kan?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"oh ya" tanya Pak Hong.
"Kalian ke Bu Tong Pay mengunjungi Guru Besar Thio sam
Hong?" "Ya, tapi juga menunggu kemunculan Ban Tok Lo Mo dan
muridnya," jawab Thio Han Liong.
"Aku sudah tahu mengenai sepak terjangnya, namun
sekian bulan Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak memunculkan
diri di sana. Maka kami mengambil keputusan untuk kembali
ke Kotaraja." "Aaah..." Pak Hong menghela nafas panjang lagi.
"Kalau tidak kebetulan kalian berada di penginapan ini,
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nyawaku pasti melayang."
"Locianpwee mau ke mana?"
"Aku mau kembali ke tempat tinggalku, tapi justru bertemu
Ban Tok Lo Mo. Dia langsung menyerangku dengan ilmu
pukulan Ban Tok ciang. Aku bergerak cepat mengambil
langkah seribu, namun tetap tersambar hawa pukulanya,
sehingga membuat diriku keracunan."
"Kini Locianpwee sudah pulih, lalu Locianpwee mau ke
mana?" "Aku mau kembali ke tempat tinggalku." Pak Hong
memberitahukan. "Oh ya, Lam Khie masih tetap berada di istana Tayli."
"Locianpwee," ujar Thio Han Liong.
"Buah Im Ko hadiah dari Toan Hong Ya telah kuberikan
kepada seseorang, orang itu yang makan buah Im Ko
tersebut." "Itu tidak apa-apa. Tentunya orang itu amat membutuhkan
buah Im Ko itu, kalau tidak, bagaimana mungkin engkau
memberikannya?" "Benar." Thio Han Liong manggut-manggut.
"Kalau tidak makan buah Im Ko dia tetap menjadi banci."
"Eh?" Pak Hong terbelalak.
"Aku tidak mengerti. Bolehkah engkau menjelaskannya?"
"Orang itu masih muda, bernama Yo Ngie Kuang. Lantaran
mempelajari kitab Lian Hoa Cin Keng, maka tubuhnya
berubah...." Thio Han Liong menutur tentang itu.
"Haah?" Mulut Pak Hong ternganga lebar.
"Itu... itu merupakan suatu kejadian yang amat sulit
dipercaya. Kedengarannya tak masuk akal sama sekali."
"Tapi nyata." Thio Han Liong tersenyum.
"Kini dia bernama Yo Pit Loan dan berkepandaian amat
tinggi." "Han Liong," tanya Pak Hong bergurau.
"Apakah kelak dia akan berubah menjadi anak lelaki lagi?"
"Tentu tidak," sahut Thlo Han Llong.
"Kalau begitu...." Pak Hong tertawa.
"Dia bisa punya anak?"
"Tentu." Thio Han Liong mengangguk.
"Sebab kini dia sudah menjadi gadis tulen."
"Itu sungguh luar biasa siapa pun tidak akan percaya." Pak
Hong menggeleng-gelengkan kepala.
"Kalau bukan engkau yang beritahukan, aku sendiri pun
tidak akan percaya."
"Kalau dia tidak makan buah Im Ko yang kuberikan itu, dia
tidak akan bisa berubah menjadi anak gadis," ujar Thio Han
Liong. "Itu sudah merupakan takdirnya harus menjadi wanita."
"Dia berada di mana sekarang?"
"Entahlah." Thio Han Liong menggelengkan kepala.
"Alangkah baiknya aku bisa bertemu dia." ujar Pak Hong
sambil tertawa. "Aku ingin kenal pemuda yang berubah menjadi anak
gadis." "Mudah-mudahan Locianpwee bisa bertemu dia" Thio Han
Liong tersenyum dan bertanya,
"Kapan Locianpwee akan pergi?"
"Esok pagi. Kalian?"
"Sama," sahut Thio Han Liong.
"Maaf, Locianpwee, kami mau kembali ke kamar...."
"Ha ha ha" Pak Hong tertawa gelak. "Silakan, silakan"
Wajah Thio Han Liong dan An Lok Kong cu kemerahmerahan,
kemudian mereka kembali ke kamar.
"Adik An Lok," ujar Thio Han Liong sambil menghela nafas
panjang. "Tak disangka Ban Tok Lo Mo dan muridnya berada di
Tionggoan." "Ya." An Lok Kong cu manggut-manggut.
"Itu memang di luar dugaan, bahkan dia melukai Pak Hong
Locianpwee." "Kalau kita tidak berada di penginapan ini, Locianpwee itu
pasti binasa," ujar Thio Han Liong.
"Sungguh hebat ilmu pukulan beracun itu Hanya tersambar
hawa-nya saja menjadi begitu, bagaimana kalau terkena
langsung" Pak Hong Locianpwee pasti mati seketika."
"Kakak Han Liong," tanya An Lok Kong cu
"Apakah kita dapat menahan ilmu pukulan beracun itu?"
"Tentu dapat." Thio Han Liong mengangguk.
"Sebab kita kebal terhadap racun apa pun."
"Tapi...." "Percayalah" Thio Han Liong tersenyum.
"Ilmu pukulan beracun yang dimiliki Ban Tok Lo Mo tidak
akan dapat melukai kita."
"oooh" An Lok Kong cu menarik nafas lega.
"Kakak Han Liong...."
"Ada apa" Katakanlah" ujar Thio Han Liong lembut.
"Kini kita sudah tahu Ban Tok Lo Mo berada di Tionggoan,
lalu apa rencana kita?"
"Maksudmu?" "Kita terus melanjutkan perjalanan kembali ke Kotaraja
atau kembali ke Bu Tong Pay?"
"Itu bagaimana menurutmu saja."
"Aku tahu...." An Lok Kong cu menatapnya. "Tidak mungkin
engkau akan melanjutkan perjalanan kembali ke Kotaraja lagi.
Ya, kan?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk,
"Kalau begitu, mari kita kembali ke Bu Tong Pay saja" ajak
An Lok Kong cu. "Itu tidak mungkin, sebab sudah begitu jauh." Thio Han
Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku jadi bingung...."
"Kakak Han Liong" An Lok Kong cu tersenyum. "Jangan
bingung, coba dipikirkan saja"
"Ng" Thio Han Liong manggut-manggut dan mulai berpikir,
lama sekali mendadak ia bersorak.
"Adik An Lok" "Ada apa?" "Kita ke markas Kay Pang saja," sahut Thio Han Liong.
"Sebab dari sini ke sana hanya membutuhkan waktu dua
hari, alangkah baiknya kita ke sana."
"Baik." An Lok Kong cu mengangguk.
Keesokan harinya, Pak Hong kembali ke tempat tinggalnya,
sedangkan Thio Han Liong dan An Lok Kong cu berangkat ke
markas Kay Pang. Thio Han Liong dan An Lok Kong cu singgah di sebuah
rumah makan. Kebetulan mereka berdua duduk di dekat
beberapa kaum rimba persilatan yang sedang bersantap
sambil bercakap-cakap. Di saat Thio Han Liong dan An Lok
Kong cu saling memandang ketika mulai bersantap. Ternyata
beberapa kaum rimba persilatan itu membicarakan tentang
Ban Tok Lo Mo dan muridnya, maka Thio Han Liong dan An
Lok Kong cu mendengarkan pembicaraan itu dengan penuh
perhatian. "Kini rimba persilatan sudah tidak aman lagi, sebab muncul
Ban Tok Lo Mo dan muridnya."
"Betul. Mereka guru dan murid sering membunuh kaum
rimba persilatan golongan putih. Entah apa tujuan mereka
berbuat begitu?" "Tentunya ingin menguasai rimba persilatan."
"Heran" Entah berasal dari mana Ban Tok Lo Mo dan
muridnya itu" Kenapa mereka mendadak muncul dalam rimba
persilatan?" "Aku justru tidak habis pikir, kenapa tujuh partai besar
tinggal diam" Apakah para ketua itu takut kepada Ban Tok Lo
Mo dan muridnya?" "Lagi pula... Thio Han Liong, pendekar muda itu pun tiada
kabar beritanya, padahal kini dia amat dibutuhkan."
"Engkau kenal Thio Han Liong?"
"Tidak kenal. Engkau?"
"Aku pun tidak kenal. Kita orang-orang rimba persilatan
golongan rendahan, bagaimana mungkin akan kenal pendekar
muda itu?" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu saling memandang,
kemudian tersenyum sambil mendengarkan pembicaraan
mereka . "Tapi... justru kita yang sering memperoleh berita baru
dunia persilatan, sebab kita selalu pasang kuping ke sana ke
mari Ha ha ha" "Apakah ada berita baru lagi?"
"Kalau begitu, engkau pasti belum tahu."
"Tentang apa?" "Belum lama ini, dalam rimba persilatan telah muncul
seorang gadis yang cantik jelita, julukannya adalah Lian Hoa
Nio Cu (Nona Bunga Teratai)."
Mendengar sampai di situ, mata Thio Han Liong terbelalak.
"Kakak Han Liong, engkau kenal Lian Hoa Nio Cu itu?"
tanya An Lok Kong cu. "Tidak kenal, tapi... Lian Hoa...." Thlo Han Liong
menatapnya. "Engkau tidak teringat sesuatu?"
"Tentang apa?" "Lian Hoa Cin Keng."
"Oh" Maksudmu Lian Hoa Nio Cu itu adalah Yo Pit Loan?"
"Kukira memang dia." Thio Han Liong mengangguk.
"Kita dengar lagi pembicaraan mereka"
"Engkau kenal Lian Hoa Nio Cu itu?" Beberapa kaum rimba
persilatan itu mulai melanjutkan pembicaraan.
"Sama sekali tidak kenal. Tapi aku sudah mendengar
tentang Lian Hoa Nio Cu itu. Dia selalu duduk di dalam tandu
mewah, yang digotong oleh empat lelaki bertubuh kekar."
"Engkau tahu dia berasal dari perguruan mana?"
"Tidak tahu. Tapi kepandaiannya amat tinggi sekali, bahkan
dia pun sering membasmi kaum golongan hitam."
"Kalau begitu, dia pasti musuh Ban Tok Lo Mo. sebab Ban
Tok Lo Mo dan muridnya sering membantai kaum golongan
putih. sedangkan Lian Hoa Nio Cu itu justru membasmi kaum
golongan hitam. Mudah-mudahan Lian Hoa Nio Cu itu dapat
membasmi Ban Tok Lo Mo dan muridnya"
"Kaum rimba persilatan memang berharap begitu. Tapi...
Lian Hoa Nio Cu itu bersifat aneh."
"Aneh bagaimana?"
"Tidak mau bergaul dengan jago yang mana pun. seorang
jago yang cukup terkenal tertarik padanya, dan berusaha
mendekatinya, namun Lian Hoa Nio Cu malah menantangnya
bertanding, dan hanya dalam sepuluh jurus jago itu sudah
dikalahkannya" "Wuah bukan main Kalau begitu, tiada seorang pun jago
muda yang sanggup menandinginya "
"Ada." "Siapa?" "Thio Han Liong."
"Ha ha ha Bagaimana mungkin Thio siauhiap mau
bertanding dengan Lian Hoa Nio Cu itu?"
"Memangnya kenapa?"
"Thio siauhiap adalah pemuda yang gagah, tentunya tidak
mau bertanding dengan Lian Hoa Nio Cu. Lagipula bagaimana
mungkin mereka akan berjumpa?"
Mendengar sampai di situ, An Lok Kong cu tersenyum
sambil berbisik-bisik di dekat telinga Thio Han Liong.
"Engkau sudah mendengar bukan" Mereka berharap
engkau bertanding dengan Lian Hoa Nio Cu. Kelihatannya
mereka ingin menjodohkanmu dengan Lian Hoa Nio Cu."
"Adik An Lok" Thio Han Liong tersenyum geli.
"Tak kusangka engkau suka bergurau juga."
"Kakak Han Liong, terus terang... aku ingin sekali berjumpa
Yo Pit Loan," ujar An Lok Kong cu sungguh-sungguh.
"Aku ingin tahu bagaimana parasnya, apakah betul cantik
sekali?" "Mudah-mudahan engkau berjumpa dia" ucap Thio Han
Liong sambil tersenyum. "Agar hatimu puas dan tidak merasa penasaran lagi."
Bab 67 Lian Hoan Nio cu Thio Han Liong dan An Lok Kong cu melanjutkan perjalanan
ke markas Kay Pang. Dalam perjalanan ini, mereka sering
melihat mayat-mayat golongan hitam bergelimpangan di
mana-mana. "Adik An Lok," ujar Thio Han Liong ketika beristirahat di
bawah sebuah pohon. "Aku yakin itu adalah perbuatan Lian Hoa Nio Cu."
"Heran" sahut An Lok Kong cu.
"Kenapa dia memusuhi kaum golongan hitam?"
"Entahlah." Thio Han Liong menggelengkan kepala.
"Sebab aku tidak tahu jelas mengenai riwayat hidupnya."
"Tapi itu ada baiknya juga. Kaum penjahat memang harus
dibasmi." "Itu... itu agak sadis." Thio Han Liong menghela nafas
panjang. "Kalau aku bertemu dia, akan kunasihati."
"Kakak Han Liong...."
Mendadak Thio Han Liong memberi isyarat agar gadis itu
diam. Ternyata ia mendengar suara langkah.
"Engkau mendengar sesuatu?" tanya An Lok Kong cu
dengan suara rendah. Thio Han Liong mengangguk. Berselang beberapa saat,
barulah An Lok Kong cu mendengar suara langkah itu.
Tak seberapa lama, tampak sebuah tandu digotong empat
orang bertubuh kekar yang tidak memakai baju. Dada ke
empat orang itu bertato harimau.
Tandu itu melayang cepat sekali. Itu membuktikan bahwa
ke empat penggotongnya memiliki ginkang yang amat tinggi.
Thio Han Liong kagum melihatnya.
"Kakak Han Liong, yang duduk di dalam tandu itu...."
"Lian Hoa Nio Cu?"
"Bukankah orang-orang tadi mengatakan, bahwa Lian Hoa
Nio Cu duduk di dalam tandu?"
"Kalau begitu...."
Sebelum Thio Han Liong melanjutkan, mendadak tandu itu
sudah berhenti. An Lok Kong Cu dan Thio Han Liong
mengarahkan pandangannya ke tirai tandu. Tampak tirai itu
terbuka dengan perlahan-lahan dan seorang gadis cantik jelita
melangkah turun dengan lemah gemulai.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Terbelalaklah Thio Han Liong, sebab kulit muka gadis itu
putih halus bagaikan saiju.
"Kakak Han Liong," bisik An Lok Kong cu.
"Gadis itu adalah Yo Pit Loan?"
"Betul" Thio Han Liong mengangguk,
"Tak disangka dia begitu cantik...." An Lok Kong cu
menggeleng-gelengkan kepala.
"Kalau aku tidak mendengar duluan darimu, tentu tidak
akan percaya, bahwa dulu dia anak lelaki."
Tidak salah. Gadis cantik jelita itu ternyata Yo Pit Loan. la
berjalan lemah gemulai mendekati Thio Han Liong. setelah
dekat, ia langsung memberi hormat dengan wajah berseri.
"Han Liong, terimalah hormatku"
"Pit Loan...." Thio Han Liong sebera balas memberi hormat.
"Tak disangka kita berjumpa di sini."
"Memang tak disangka, tapi amat menggembirakan," sahut
Yo Pit Loan. "Oh ya Gadis ini...."
"An Lok Kong cu, tunanganku." Thio Han Liong
memberitahukan. "Oooh" Yo Pit Loan tersenyum.
"An Lok Kong cu, selamat bertemu"
"Selamat bertemu, Pit Loan" sahut An Lok Kong cu sambil
menatapnya. "Tak kusangka engkau sangat cantik,"
"Oh ya?" Yo Pit Loan tersenyum lagi.
"Semua itu berkat bantuan Han Liong, yang memberiku
buah Im Ko." "Pit Loan, jangan berkata begitu" Thio Han Liong
menggelengkan kepala. "Aku berkata sesungguhnya. Kalau tiada buah Im Ko, kini
aku masih tetap menjadi banci." Yo Pit Loan menghela nafas
panjang. "Oleh karena itu, aku banyak berhutang budi kepada Han
Liong." "Pit Loan, buah Im Ko itu hadiah dari Toan Hong Ya...."
"Aku tetap berhutang budi kepadamu." Yo Pit Loan
tersenyum, kemudian memandang An Lok Kong cu seraya
berkata, "Engkau sungguh cantik, pantas Han Liong sangat
mencintaimu. Engkau pasti bahagia, karena Han Liong adalah
pemuda yang amat baik."
"Terima kasih." An Lok Kong cu terkesan baik kepada Yo Pit
Loan. "Oh ya, kalau aku tidak mendengar dari Kakak Han Liong,
aku tidak percaya apa yang telah terjadi atas dirimu."
"Jangankan engkau...." Yo Pit Loan tertawa kecil.
"Aku sendiri pun hampir tidak percaya. Bayangkan. Dulu
aku adalah seorang pemuda, tapi kini bisa berubah menjadi
anak gadis. Bukankah itu sungguh ajaib sekali?"
"Memang." An Lok Kong cu mengangguk,
"Sikap dan gerak-gerikmu pun persis seperti anak gadis,
begitu pula suara dan lain sebagainya."
"Terus terang, setelah makan buah im Ko pemberian Han
Liong, aku pun tidak percaya bahwa diriku telah berubah
menjadi anak gadis. oleh karena itu, aku segera memeriksa
alat kelaminku, memang telah berubah menjadi alat kelamin
wanita. Dapat dibayangkan, betapa gembiranya hatiku ketika
itu." "Pit Loan," tanya An Lok Kong cu mendadak.
"Apakah engkau merasa menyesal atas perbuatan dirimu?"
"Tentu tidak," sahut Yo Pit Loan jujur.
"Ketika aku menjadi banci, aku memang merasa menyesal
sekali. Tapi setelah berubah menjadi anak gadis, itu sungguh
menggembirakan." "Oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut.
"Pit Loan" Thio Han Liong memandangnya seraya bertanya,
"Lian Hoa Nio Cu adalah engkau?"
"Ya." Yo Pit Loan mengangguk,
"Itu adalah julukanku."
"Kenapa engkau membunuh kaum rimba persilatan
golongan hitam?" tanya Thio Han Liong lagi.
"Sebab..." Mendadak Yo Pit Loan memandang jauh ke
depan. "Ayah, ibu dan kakak-kakakku dibantai oleh para penjahat.
Kalau guru terlambat muncul, aku pun pasti mati. oleh karena
itu, kini aku mulai membantai para penjahat."
"Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut.
"Tapi... bukankah engkau boleh memusnahkan kepandaian
mereka, tidak usah membunuh?"
"Han Liong" Yo Pit Loan menatapnya lembut
"Engkau memang berhati bajik, namun aku tidak akan
memberi ampun kepada para penjahat. Aku masih ingat,
ibuku meratap-ratap mohon para penjahat itu jangan
membunuh kakak-kakakku, tapi para penjahat itu tetap
membunuh kakak-kakakku sambil tertawa, kemudian mereka
pun memperkosa ibuku lalu membunuhnya. Nah, apakah aku
harus mengampuni para penjahat?"
Thio Han Liong diam, setelah itu menghela nafas panjang.
Tiba-tiba ia teringat sesuatu dan langsung bertanya.
"Kok kulit mukamu bertambah putih dan halus?" .
"Mungkin pengaruh dari buah Im Ko, parasku kian hari kian
bertambah cantik," sahut Yo Pit Loan sambil tersenyum.
"Aku... aku merasa girang sekali."
"Oh ya. Betulkah ada seorang jago muda jatuh hati
kepadamu, tapi engkau malah menantangnya bertanding, dan
tidak sampai sepuluh jurus dia sudah kalah?" tanya Thio Han
Liong mendadak. "Betul." Yo Pit Loan mengangguk, "Kepandaian mereka
begitu rendah, tapi berani coba-coba mendekatiku. sungguh
tak tahu diri mereka"
"Pit Loan" Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Engkau tidak boleh memilih lelaki berdasarkan ilmu silat,
yang penting rasa cinta dan kesetiaan."
"Hi hi Hi" Yo Pit Loan tertawa cekikikan.
"Tiada pemuda lain yang sepertimu, aku tidak akan
menikah selama-lamanya."
"Pit Loan...." Thio Han Liong menghela nafas panjang
"An Lok Kong cu" Yo Pit Loan memandangnya sambil
tersenyum lembut. "Engkau sungguh beruntung, mendapatkan calon suami
begitu baik, tampan dan berkepandaian tinggi pula."
"Pit Loan," ujar An Lok Kong cu.
"Kelak engkau pun akan bertemu lelaki yang seperti Kakak
Han Liong." "An Lok Kong cu" Yo Pit Loan tersenyum.
"Aku sama sekali tidak memikirkan itu, hanya ingin
membasmi para penjahat saja."
"Oh ya" Thio Han Liong memandangnya.
"Engkau sudah mendengar tentang Ban Tok Lo Mo dan
muridnya?" "Aku justru sedang mencari mereka." sahut Yo Pit Loan.
"Aku ingin membasmi mereka."
"Tapi engkau harus berhati-hati" pesan Thio Han Liong.
"Sebab Ban Tok Lo Mo memiliki ilmu pukulan yang amat
beracun." "Ya." Yo Pit Loan mengangguk.
Thio Han Liong mengeluarkan dua butir obat pemunah
racun, lalu diberikan kepada Yo Pit Loan seraya berkata,
"Ini adalah obat pemunah racun. Apabila engkau bertemu
Ban Tok Lo Mo, cepatlah makan sebutir, agar tidak terkena
racunnya." "Terima kasih atas perhatianmu, Han Liong," ucap Yo Pit
Loan terharu sambil menerima ke dua butir obat pemunah
racun itu, kemudian dibungkusnya dengan sapu tangan,
setelah itu barulah dimasukkan ke dalam bajunya.
"Pit Loan," tanya Thio Han Liong.
"Engkau mau ke mana?"
"Mencari Ban Tok Lo Mo dan muridnya," jawab Yo Pit Loan.
"Aku harus membasmi mereka."
"Tapi biar bagaimanapun juga engkau harus berhati-hati,
sebab Ban Tok Lo Mo berkepandaian tinggi sekali."
"Ya." Yo Pit Loan mengangguk, lalu memandang An Lok
Kong Cu. "Tempo hari aku bilang rela menjadi pelayannya, tapi dia
menolak. Kini aku di hadapanmu mengatakan itu, apakah
engkau akan menerimaku?"
"Itu terserah Kakak Han Liong," sahut An Lok Kong Cu
sambil tersenyum lembut. "Han Liong, bagaimana?" tanya Yo Pit Loan.
"Pit Loan" Thio Han Liong tersenyum.
"Kita adalah teman baik, tentunya aku menolak apabila
engkau mau menjadi pelayanku."
"Aaaah..." Yo Pit Loan menghela nafas panjang.
"Begini," ujar An Lok Kong cu mengusulkan.
"Alangkah baiknya kalian menjadi kakak adik saja."
"Kakak adik?" Wajah Yo Pit Loan berseri.
"Tapi... mana mungkin Han Liong akan menganggapku
sebagai adiknya?" Mendadak Thio Han Liong memegang bahunya, dan
menatapnya dalam-dalam seraya berkata.
"Pit Loan, engkau adalah adikku."
"Kakak" Betapa terharunya Yo Pit Loan. "Han Liong, engkau
adalah kakakku yang tercinta."
"Adik" Thio Han Liong tersenyum.
"Kakak...." Yo Pit Loan mendekap di dadanya.
Thio Han Liong membelainya lembut, sedangkan An Lok
Kong Cu manggut-manggut sambil tertawa gembira.
Setelah itu, Yo Pit Loan pun merangkul An Lok Keng Cu
erat-erat seraya bertanya,
"Perlukah sekarang aku memanggilmu Kakak Ipar?"
"Kami... kami belum menikah lho" sahut An Lok Kong cu
dengan wajah agak kemerah- merahan.
"Kalau begitu, aku tetap memanggilmu An Lok Kong cu,"
ujar Yo Pit Loan sambil tersenyum.
"Setelah kalian menikahi barulah aku memanggilmu Kakak
Ipar." An Lok Kong cu tersenyum. Di saat itulah mendadak Yo Pit
Loan dan Thio Han Liong saling memandang dengan wajah
serius. Itu sungguh mengherankan An Lok Kong cu.
"Ada apa, sih?"
"Ada orang datang," sahut Thio Han Liong, lalu
memandang ke atas sebuah pohon.
Tak seberapa lama kemudian, dari atas pohon itu melayang
turun sosok bayangan. sebelum bayangan itu menginjak
tanah, Yo Pit Loan sudah siap menyerangnya.
"Tunggu" cegah Thio Han Liong.
"Dia adalah Pak Hong Locianpwee."
"Ha ha ha" Ternyata benar, orang itu memang Pak Hong.
"Han Liong sungguh tajam matamu"
"Bukankah Locianpwee mau pulang" Kenapa malah ke
mari?" tanya Thio Han Liong dengan rasa heran.
"Aku memang mau pulang, tapi di tengah jalan melihat
sebuah tandu yang mencurigakan. Maka, aku terus mengikuti
tandu itu dalam jarak tertentu agar tidak diketahui orang yang
duduk di dalamnya. Akhirnya aku sampai di sini. Ha ha ha"
"Locianpwee" Thio Han Liong tersenyum.
"Dia adalah Yo Pit Loan, yang pernah kuceritakan."
"Yo Pit Loan?" Pak Hong terbelalak.
"Lelaki yang berubah menjadi wanita itu?"
"Betul." Thio Han Liong mengangguk.
"Bukan main" Pak Hong terus memandang Yo Pit Loan
dengan mata tak berkedip.
Itu membuat Yo Pit Loan tertawa geli, kemudian dengan
sengaja bergaya di hadapan Pak Hong.
"Aduuh" Pak Hong teriak sambil menggeleng-gelengkan
kepala. "Kalau aku masih muda, mungkin aku sudah jatuh berlutut
di hadapanmu" "Oh, ya?" Yo Pit Loan tersenyum.
"Kalau tidak mendengar dari Han Liong, aku pasti tidak
akan percaya, bahwa dulu engkau anak lelaki."
"Itu memang benar," ujar Yo Pit Loan sambil menghela
nafas panjang. "Kalau Kakak tidak memberiku buah Im Ko, tentunya aku
masih tetap menjadi banci yang amat menyiksa diriku."
"Oooh" Pak Hong manggut-manggut.
"Eeeh" siapa kakakmu?"
"Han Liong." "Kalian sudah mengangkat saudara?"
"Kira-kira begitulah."
"Kalau begitu, aku memberi selamat kepada kalian," ucap
Pak Hong lalu tertawa gelak. "Ha ha ha..."
"Locianpwee," ujar Thio Han Liong sambil tersenyum.
"Kini Locianpwee pasti tidak merasa penasaran lagi,
bukan?" "Betul." Pak Hong mengangguk.
"Karena aku sudah berjumpa Yo Pit Loan."
"Mungkin Locianpwee belum tahu, bahwa dia adalah Lian
Hoa Nio Cu." Thio Han Liong memberitahukan.
"Oh?" Pak Hong tertegun. "Dia adalah Lian Hoa Nio Cu
yang sering membasmi para penjahat?"
"Tidak salah," sahut Thio Han Liong. "Dia memang Lian
Hoa Nio Cu." "Ha ha ha" Pak Hong tertawa gelak. Ternyata engkau
adalah Lian Hoa Nio Cu yang mulai terkenal itu"
"Terimakasih atas pujian Locianpwee," ucap Yo Pit Loan.
"Tapi" Pak Hong mengerutkan kening.
"Engkau harus lebih berhati-hati, sebab banyak golongan
hitam ingin membunuhmu."
"Alangkah baiknya kalau mereka memunculkan diri
mencariku, jadi aku tidak usah bersusah payah mencari
mereka," ujar Yo Pit Loan sungguh-sungguh.
"Locianpwee" Thio Han Liong memberitahukan.
"Dia pun sedang mencari Ban Tok Lo Mo dan muridnya. Dia
ingin membasmi mereka berdua."
"Oh?" Pak Hong tertegun.
"Kalau begitu, engkau harus berhati-hati, sebab Ban Tok Lo
Mo memiliki ilmu pukulan yang amat beracun."
"Locianpwee" YoPit Loan tersenyum.
Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kakak sudah memberiku obat pemunah racun, maka aku
tidak takut akan ilmu pukulan beracun."
"Oooh" Pak Hong manggut-manggut. "Baiklah sekarang
aku mau pulang ke tempat tinggalku, semoga kita berjumpa
kembali" Pak Hong langsung melesat pergi. Berselang sesaat, Yo Pit
Loanpun berpamit kepada Thio Han Liong dan An Lok Keng
Cu. "Maaf, Kakak dan An Lok Keng Cu Aku mau mohon pamit
melanjutkan perjalanan, mudah-mudahan kita akan berjumpa
kembali" "Adik" Thio Han Liong menggenggam tangan Yo Pit Loan.
"Hati-hati kalau menghadapi Ban Tok Lo Mo"
"Ya." Yo Pit Loan mengangguk. "Kakak, An Lok Kong cu,
sampai jumpa" Yo Pit Loan melesat ke dalam tandu. Tak lama tandu itu
pun melayang cepat meninggalkan tempat itu.
"Aaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang.
"Tak disangka kita bertemu Pit Loan dan Pak Hong di sini."
"Kakak Han Liong" An Lok Kong cu tersenyum.
"Aku sama sekali tidak menduga Pit Loan begitu cantik,
padahal sebelumnya dia adalah lelaki."
"Kulit mukanya berubah begitu putih dan halus, itu adalah
pengaruh khasiat buah Im Ko." Thio Han Liong
memberitahukan. "Kini dia betul-betul merupakan gadis yang cantik jelita."
"Tapi" An Lok Kong cu menggeleng-gelengkan kepala.
"Apakah dia akan menikah kelak?"
"Entahlah." Thio Han Liong menghela nafas panjang.
"Tadi dia sudah bilang, tidak mau menikah selamalamanya.
" "Seandainya dia bertemu pemuda yang cocok, aku yakin
dia pasti akan menikah," ujar An Lok Keng cu.
"Mudah-mudahan" ucap Thio Han Liong.
"Oh ya, kini engkau sudah tidak merasa penasaran lagi,
bukan?" "Ya." An Lok Keng cu mengangguk,
"Sebab aku sudah berjumpa Pit Loan. Namun rasa
cemburuku sedikit timbul."
"Oh, ya?" Thio Han Liong tersenyum.
"Mulai sekarang dia adalah adikku, engkau tidak usah
merasa cemburu lagi."
"Kakak Han Liong...." An Lok Keng cu menatapnya lembut.
"Aku merasa bangga sekali, karena setiap orang pasti
memujimu sebagai pemuda yang baik, bahkan juga
mengatakan aku beruntung, dan pasti hidup bahagia di
sisimu." "Adik An Lok...." Thio Han Liong menggenggam tangannya
erat-erat, kemudian berbisik,
"Aku memang harus membahagiakanmu."
"Terima kasih, Kakak Han Liong," ucap An Lok Kong cu
dengan mesra. setelah itu barulah mereka melanjutkan
perjalanan menuju markas Kay Pang.
Betapa gembiranya seng Hwi dan su Hong seki ketua Kay
Pang ketika melihat kedatangan Thio Han Liong dan An Lok
Kong cu. "Han Liong...." seng Hwi memegang bahunya.
"Aku tidak menyangka kalau kalian akan ke mari lagi. Ayoh,
silakan duduk" "Terima kasih," ucap Thlo Han Liong lalu duduk. An Lok
Kong cu duduk di sisinya dengan wajah berseri-seri.
"Kalian berdua dari mana?" tanya su Hong sek lembut.
"Kami dari gunung Bu Tong. sebetulnya kami ingin kembali
ke Kotaraja, tapi di tengah jalan ketika kami bermalam di
penginapan...." Thio Han Liong menutur tentang itu.
"Karena itu, niat untuk kembali ke Kotaraja kami batalkan."
"Oh?" seng Hwi dan su Hong Sek mengerutkan kening.
"Ternyata Ban Tok Lo Mo dan muridnya masih berada di
Tionggoan. Untung Pak Hong juga berada di penginapan itu.
Kalau tidak, nyawanya pasti sulit ditolong."
"Tapi Pak Hong masih bisa bertahan sampai satu bulan,
hanya saja... akan tersiksa sekali," ujar Thio Han Liong.
"Locianpwee itu cuma tersambar angin pukulan Ban Tok Lo
Mo, namun menjadi begitu."
"Sungguh beracun ilmu pukulan itu" su Hong sek
menggeleng-gelengkan kepala, kemudian memandang Thio
Han Liong seraya bertanya,
"Engkau sudah mendengar tentang Lian Hoa Nio Cu?"
"Sudah." Thio Han Liong mengangguk dan menambahkan,
"Bahkan kami pun sudah bertemu dia."
"Oh?" su Hong sek tertegun.
"Engkau tahu siapa dia?"
"Tahu jelas sekali," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.
"Dia adalah Yo Pit Loan, yang pernah kuceritakan itu."
"Yo Pit Loan?" su Hong sek dan seng Hwi terbelalak.
"Maksudmu adalah Yo Ngie Kuang yang berubah jadi anak
gadis itu?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk.
"Kini dia bertambah cantik, karena terpengaruh oleh
khasiat buah Im Ko."
"Bukan main" seng Hwi menggeleng-gelengkan kepala.
"Kini para penjahat akan menggigil begitu mendengar
namanya, sebab dia tidak pernah memberi ampun kepada
para penjahat." "Han Liong," tanya su Hong sek.
"Engkau tahu apa sebabnya dia begitu dendam terhadap
para penjahat?" "Ayah ibu dan kakak-kakaknya dibunuh oleh para
penjahat," jawab Thio Han Liong memberitahukan.
"Maka kini dia mulai membasmi para penjahat, bahkan dia
pun sedang mencari Ban Tok Lo Mo dan muridnya. Dia ingin
membasmi mereka." "Oh?" Su Hong Sek mengerutkan kening.
"Ban Tok Lo Mo amat beracun, apakah Lian Hoa Nio Cu
sanggup melawannya?"
"Pasti sanggup," sahut Thio Han Liong.
"Sebab aku sudah memberinya dua butir obat pemunah
racun, agar dia tidak terkena racun."
"Oooh" su Hong sek manggut-manggut.
"Han Liong," tanya seng Hwi.
"Apakah kepandaian Lian Hoa Nio Cu dapat mengalahkan
Ban Tok Lo Mo?" "Tentang itu, aku tidak begitu tahu," jawab Thio Han Liong.
"Sebab aku tidak pernah menyaksikan kepandaian Ban Tok
Lo Mo. Namun menurutku tidak gampang bagi Ban Tok Lo Mo
mengalahkan Lian Hoa Nio Cu."
"Mudah-mudahan Lian Hoa Nio Cu dapat membasmi Ban
Tok Lo Mo dan muridnya itu" ucap su Hong sek.
"Kalau tidak, rimba persilatan pasti dilanda banjir darah."
"Memang sudah mulai banjir darah," ujar seng Hwi.
"Sebab Ban Tok Lo Mo dan muridnya telah membunuh
begitu banyak kaum rimba persilatan golongan putih."
"Oh ya" Thio Han Liong menengok ke sana ke mari.
"Kenapa tidak kelihatan Kiat Hiong?"
"Dia sedang belajar ilmu silat di halaman belakang." su
Hong sek memberitahukan dengan wajah berseri-seri.
"Tak kusangka im sie Popo begitu menyayanginya. Kalau
kami memarahi Kiat Hiong, nenek itu yang tidak senang dan
sering membelanya." "Oh?" Thio Han Liong manggut-manggut "Syukurlah"
"Karena itu...." su Hong sek menggeleng-gelengkan kepala.
"Membuat Kiat Hiong semakin manja."
"Bagaimana kemajuan Kiat Hiong dalam hal ilmu silat?"
tanya Thio Han Liong. "Sudah cukup maju," sahut su Hong seki
"Aku justru tidak habis pikir, Kwee In Loan yang sudah
tidak waras itu malah begitu sabar terhadap Kiat Hiong, juga
mengajarnya dengan penuh perhatian."
"Dulu Kwee In Loan begitu jahat. Tapi setelah tidak waras
ia malah menjadi baik hati. Itu sungguh di luar dugaan," ujar
Thio Han Liong sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Tapi aku agak tenang dia berada di sini, sebab dia masih
sanggup melawan Ban Tok Lo Mo."
"Han Liong" su Hong sek menatapnya dengan penuh rasa
terimakasih. "Kedatangan kalian sungguh mengharukan kami"
"Su Pang cu" Thio Han Liong tersenyum. "Jangan berkata
begitu, sebab akan membuat hatiku merasa tidak enak."
"oh ya" su Hong sek bangkit berdiri.
"Han Liong dan An Lok Keng cu, bagaimana kalau kita ke
halaman belakang melihat Kiat Hiong belajar ilmu silat?"
"Baik." Thio Han Liong dan An Lok Keng cu mengangguk.
Kisah Bangsa Petualang 1 Putri Bong Mini 01 Sepasang Pendekar Dari Selatan Kampung Setan 5