Asmara Si Pedang Tumpul 1
Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo Bagian 1
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lanjutan Si Pedang Tumpul
Karya : Kho Ping Hoo Diupload ANDU di Indozone
Ebook oleh : Dewi KZ http://kangzusi.com/ atau http://
http://dewikz.byethost22.com/
1. Sepasang Iblis Penggali Mayat
Garis puncak-puncak gunung di barat itu nampak jelas,
seolah ada Tangan Ajaib yang membuat goresan tebal.
Bahkan rimbun daun pohon-pohonan di sekitar puncak
nampak, juga lembah dan ngarai, tonjolan bukit dan lekuk
jurang. Makin ke bawah, hutan-hutan itu nampak semakin
nyata dan semakin hijau, berbeda dengan yang di dekat
puncak, yang berwarna kebiruan dan terkadang
disembunyikan di balik tirai awan tipis. Matahari senja yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendatangkan kecerahan pada puncak-puncak gunung itu,
seolah sang matahari sebelum menghilang di balik sana untuk
menunaikan tugas di belahan bumi yang sana, ingin
meninggalkan kesan yang indah.
Permainan sinar matahari yahg dipantulkan awan basah di
udara melukiskan lengkung pelangi di sebelah utara.
Lengkung setengah lingkaran, mengingatkan kita pada
dongeng kuno bahwa lengkung pelangi itu merupakan tangga
para bidadari yang hendak turun ke bumi! Kadang-kadang
nampak serombongan burung melintasi langit, bergerak-gerak
membentuk garis yang aneh, ada kalanya nampak seperti
bentuk seekor naga yang sedang melayang-layang. Dari barat
nampak mahluk terbang yang bukan burung, namun yang
terbangnya demikian laju, menuju ke timur, menyongsong
kegelapan di timur. Kalau segala macam burung beterbangan
pulang ke sarang mereka setelah sehari penuh bekerja
mencari makan, binatang kelelawar itu sebaliknya
meninggalkan sarang untuk mulai bekerja! Mereka bekerja di
malam hari dan tidur di siang hari.
Pria muda yang berdiri di lereng itu menghadap ke barat,
seperti terpesona, seolah merasa dirinya tenggelam ke dalam
suasana yang hening dan indah itu, suasana yang agung dan
dalam. Seluruhnya merupakan kesatuan yang tak terpisahkan
bahkan dirinya menjadi sebagian dari pada kebesaran alam
itu. Tidak ada satupun yang kurang, tidak ada pula yang lebih.
Sudah pas, sebuah keadaan sempurna tanpa kemarin tanpa
esok. Semua menuju ke mulut kegelapan yang sudah siap
untuk menelan segala yang nampak, kegelapan sang malam.
Pemuda ltu menghela napas panjang dan terdengar
suaranya seperti rintihan lirih, bersama helaan napasnya.
"Tuhan Maha Besar ........!" dan dipejamkan kedua matanya sejenak dengan hati
penuh haru dan rasa syukur kepada Sang
Maha Kuasa atas segala kurniah yang telah dirasakannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sampai saat itu. Kemudian dia teringat bahwa dia harus
melanjutkan perjalanan, menuju ke puncak di depan itu, yaitu
di Pek-in-kok (Lembah Awan Putih) di pegunungan Ho-lan-san
ini. Sebelum melanjutkan langkahnya, dia menoleh ke timur
dan nampaklah sungai Kuning (Huang-ho) yang panjang
seperti seekor ular naga. Nampak pula genteng rumah-rumah
pedesaan sepanjang lereng dan kaki bukit, juga samar-samar
nampak pula kota Yin-coan di tepi sungai itu. Kembali, dia
menghela napas panjang. Baru dua tahun lebih dia
meninggalkan tempat ini, dan waktu yang hampir seribu hari
lamanya itu kini terasa seperti baru kemarin dulu saja. Betapa
cepatnya sang waktu terbang lalu kalau tidak diperhatikan.
Teringat dia akan nasihat mendiang ibunya tentang waktu.
"Waktu lewat dengan cepatnya, hidup adalah waktu yang
cepat berlalu, oleh karena itu, isilah waktu yang singkat itu
dengan perbuatan yang bermanfaat bagi manusia dan dunia,
anakku." Kembali dia menghela napas, lalu melanjutkan mendaki
lereng menuju Lembah Awan Putih di depan.
Kalau ada orang melihatnya pada waktu itu, dia tentu akan
terkejut dan heran melihat ada orang dapat mendaki lereng
sedemikian cepatnya. Nampaknya dia melangkah biasa saja,
namun tubuhnya meluncur cepat ke depan seperti terbang!
Sekali melangkah, tubuhnya meluncur sampai dua tiga meter.
Karena pemuda itu mahir ilmu berlari cepat seperti terbang,
sebelum malam tiba dia sudah sampai di tempat yang dituju.
Lembah Awan Putih! Tempat yang amat dikenalnya, pernah
menjadi kampung halamannya selama bertahun-tahun. Dan
kini dia berdiri di depan sebuah pondok yang reyot karena
tidak terpelihara. Pondok itu dikepung tumbuhah-tumbuhan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang lebat, bahkan tumbuh-tumbuhan merayap sampai
memenuhi gentengnya. "Suhu (guru) ......," pemuda itu mengeluh, hatinya kecewa karena keadaan pondok
itu jelas menunjukkan bahwa gurunya
tidak kembali ke pondok itu, bahwa dia tidak akan bertemu
gurunya di tempat itu seperti yang diharapkannya semula. Kini
semakin yakin hatinya bahwa kekecewaan menjadi ekor dari
keinginan dan harapan. Hanya dia yang tidak mempunyai
keinginan dan harapan apapun, akan bebas dari pada
kekecewaan. Akan tetapi, mungkinkah manusia hidup tanpa
keinginan dan harapan"
Dia meninggalkan pondok tanpa mencoba untuk membuka
daun pintu yang reyot itu. Dengan langkah cepat diapun
menuju ke utara di mana dahulu jenazah dua orang gurunya
yang lain dimakamkan. Dia ingin melihat kuburan itu sebelum
gelap, dan untuk menghormati makam kedua orang gurunya,
diperjalanan mendaki bukit tadi dia telah mengumpulkan
banyak bunga, terutama mawar. Dia tidak dapat meniru
kebiasaan orang Han yang menghormati makam leluhur
dengan upacara sembahyang dan penyuguhan korban berupa
masakan-masakan dan makanan. Ibunya mengajarkan
kepadanya bahwa yang wajib dipuja dan disembah hanya
Tuhan Yang Maha Esa. Berkunjung ke makam hanya untuk membuktikan bahwa
dia selalu masih teringat akan kebaikan guru-gurunya, masih
menghormati mereka yang sudah tiada, dan perasaan sayang
itu dinyatakan dengan penaburan bunga dan membersihkan
makam, dan doa-doa yang disampaikan adalah doa
permohonan kepada Tuhan agar roh dua orang gurunya
mendapat pengampunan dari Tuhan Yang Maha Pengampun.
Diapun maklum bahwa sembahyangan di depan makam
dengan mengorbankan masakan-masakan itupun mungkin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memiliki tujuan yang sama, untuk menyatakan rasa kasih
sayang mereka kepada yang mati. Akan tetapi hal itu
dianggapnya berlebihan, karena pada akhirnya mereka yang
menyuguhkan makanan itu yang akan menghabiskan makan
itu sendiri. Sungguh merupakan bentuk prihatin yang amat
aneh baginya, bertentangan dengan perasaannya, oleh karena
itu, dia tidak sanggup menirunya.
Kini dia berdiri di depan dua buah makam itu dan dia
terbelalak, wajahnya berubah pucat. Jelas nampak betapa dua
buah makam itu telah dibongkar orang!
Agaknya perbuatan itu belum lama dilakukan orang. Tanah
yang digali itu masih baru. Dan kedua buah peti mati itupun
sudah terbuka! Dia menghampiri dan menjenguk isi peti.
Tulang-tulang berserakan, akan tetapi yang amat
mengejutkan hatinya, kedua peti mati itu hanya berisi tu lang-
tulang saja, tidak ada tengkoraknya! Tengkorak kedua orang
gurunya telah lenyap! "Ya Allah, siapa yang melakukan perbuatan terkutuk ini"
Kejam benar ........," Dia berlutut dan menutupkan kembali kedua buah peti itu,
akan tetapi tidak menimbunkan tanah
kembali karena dia akan mencari dulu dua tengkorak suhunya
untuk dikembalikan ke tempat semula, di dalam peti mereka.
Akan tetapi ke mana dia harus mencari"
Malam mulai datang menyelimuti bumi. Dia teringat bahwa
nanti bulan akan muncul dan melihat iangit demikian terang,
malam nanti amat cerah. Dia akan melakukan penyelidikan
kalau bulan telah bersinar nanti.
Dengan langkah gontai pemuda itu kembali ke pondok. Di
dalam keremangan cuaca senja, tubuhnya nampak tinggi
tegap dan gagah. Langkahnya gontai, lentur seperti langkah
seekor harimau. Tubuhnya yang tegak dengan bahu yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bidang. Di punggungnya terikat sebuah buntalan pakaian yang
bentuknya agak panjang, memudahkan orang menduga
bahwa dalam buntalan itu terdapat pula sebatang pedang
dengan sarungnya. Pakaiannya sederhana sekali, dari kain
tebal yang awet berwama biru, sepatu hitam, dan kepalanya
tertutup sebuah caping lebar seperti yang biasa dipakai para
petani di daerah Sin-kiang.
Kini dia tiba di depan pondok. Dibukanya pintu itu. agak
sukar karena macet. Dia mengerahkan sedikit tenaga dan
daun pintu itu terbuka. Cuaca belum gelap benar sehingga di
masih dapat melihat keadaan dalam pondok. Wajahnya cerah.
Ternyata, keadaan dalam pondok itu cukup bersih dan perabot
rumah yang dahulu masih lengkap. Ada bangku, ada meja,
bahkan dipan kayu di situ, lima buah banyaknya, masih ada.
Seolah baru ditinggal kemarin saja, dia menghampiri sudut
di mana terdapat sebuah meja besar dan ternyata di situ
masih terdapat banyak lilin. Juga alat pembuat api masih ada.
Segera dinyalakannya tiga batang lilin dan ditaruh di atas meja di tengah
ruangan. Kini, cahaya tiga batang lilin besar itu
cukup terang, menyinari Wajahnya ketika dia duduk
termenung di atas bangku, menghadap lilin di atas meja
setelah membersihkan debu dari bangku dan meja dengan
sebuah sapu bulu ayam. Dia seorang laki-laki yang masih muda. Duapuluh dua atau
dua puluh tiga tahun usianya. Kulit muka, leher dan
tangannya gelap, akan tetapi tidak hitam sekali , seperti kulit petani yang
setiap hari ditimpa sinar matahari. Wajahnya
tampan dan .gagah. Dahinya lebar, alisnya hitam tebal
berbentuk golok, matanya tidak sipit, lebar bersinar aneh.
Hidungnya tinggi, agak besar, bersama mulutnya yang berbibir
tebal membayangkan keteguhan hati. Dagunya juga berlekuk
dan keras. Muka itu bersih, tidak ditumbuhi jenggot dan kumis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena selalu dicukurnya. Wajah seorang pemu da yang
jantan. Namanya Sin Wan. Sin Wan begitu saja, tanpa nama
keturunan karena mendiang ayahnya adalah seorang Uighur
Kasak bemama Abdullah, dan ibu kandungnya seorang wanita
cantik berbangsa Uighur pula, beragama lslam, bernama
Jubaedah. Ayah kandungnya terbunuh oleh seorang datuk
sesat bernama Se Jit Kong yang berjuluk Si Tangan Api,
seorang Kasak yang sakti dan jahat.
Ketika ayah kandungnya terbunuh, dia masih dalam
kandungan ibunya dan untuk menyelamatkan kandungannya
itulah ibunya yang cantik jelita, rela diperisteri Si Tangan Api.
Setelah menjadi isteri datuk itu. Jubaedah disebut Ju Bi Ta.
Agaknya Se Jit Kong ' yang berdarah campuran itu ingin
mengangkat namanya dl dunia kang-ouw, maka dia
menggunakan nama bangsa Han.
Se Jit Kong yang ingin menonjolkan kesaktiannya, telah
melakukan perbuatan yang berlebihan. Tidak saja dia
menantang dan mengalahkan banyak tokoh pendekar di dunia
persilatan, juga dia bahkan mencuri banyak pusaka istana
kaisar. Hal ini menggegerkan dunia kangouw dan para tokoh
kangouw, juga kaisar sendiri, minta pertolongan Sam-sian,
tiga orang datuk besar dunia persilatan, untuk mencari Se Jit
Kong dan merampas kembali pusaka-pusaka istana itu.
Sam-sian (Tiga Dewa) berhasil merampas kembali pusaka-
pusaka itu dan Se Jit Kong yang dikalahkan Sam-sian,
membunuh diri. Setelah Se Jit Kong tewas, barulah Jubaedah
membuka rahasia kepada Sin Wan. Anak laki-laki yang sampai
usia sepuluh tahun menganggap Se Jit Kong sebagai ayah
kandungnya itu baru tahu bahwa Se Jit Kong sama sekali
bukan ayahnya, bahkan pembunuh ayah kandungnya! Dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
setelah membuka rahasia ini, Jubaedah juga membunuh diri di
depan mayat suaminya. Sem?a kenangan ini terbayang dalam benak Sin Wan ketika
dia duduk termenung memandangi api lilin. Setelah Se Jit
Kong dan ibu kandungnya tewas, dia menjadi yatim piatu dan
menjadi murid Sam-sian yang terdiri dari tiga orang, yaitu Ciu
Sian (Dewa Arak) Tong Kui, Kiam-sian (Dewa Pedang) Low
Sun, dan Pek-mau-sian (Dewa Rambut Putih) Thio Ki. Dia
diajak Sam-sian menyerahkan pusaka-pusaka kepada kaisar.
Ketika diberi hadiah, Kiam-sian memilih pedang tumpul yang
kemudian diberikan kepada Sin Wan.
Dan di kota raja inilah, Sam-sian mendapatkan murid baru,
seorang anak perempuan bernama Lim Kui Siang, yatim piatu
karena orang, tuanya yang bangsawan pengurus gudang
pusaka dibunuh Se Jit Kong ketika datuk ini mencuri pusaka.
Sam-sian merasa kasihan dan menerima Kui Siang menjadi
murid mereka. Sin Wan menghela napas panjang ketika dia teringat akan
semua itu. Ketika bertanding melawan Bi-coa Sianli (Dewi Ular
Cantik) Cu Sui In, seorang tokoh sesat wanita yang amat lihai,
Kiam-sian dan Pek-mau-sian tewas, dan wanita cantik itu
terluka parah. Ciu Sian tidak membunuhnya dan
membiarkannya pergi. Semenjak itu, Ciu Sian menggembleng
Sin Wan dan Kui Siang dengan ilmu simpanan, yang dirangkai
oleh Sam-sian, dan dinamakan Sam-sian Sin-ciang (Tangan
Sakti Tiga Dewa). Kemudian, Ciu Sian menyuruh kedua orang
muridnya turun gunung setelah menyatakan keinginannya
agar kedua orang murid berjodoh.
"Sumoi (adik seperguruan) ........," Sin Wan mengeluh
ketika dia teringat kepada Kui Siang. Mereka saling mencinta,
akan tetapi kemudian tanpa disengaja, gadis itu mengetahui
bahwa dia adalah anak tiri dan juga murid mendiang Se Jit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kong, musuh besar gadis itu yang telah menghancurkan
keluarganya. Kui Siang marah dan meninggalkannya, memutuskan
perhubungan di antara mereka. Gadis itu tentu kini telah
Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi pengawal pribadi Pangeran Yung Lo di Peking, seperti
yang ditawarkan oleh pangeran itu kepadanya. Dia telah
kehilangan sumoinya, gadis dan wanita pertama yang
dicintanya. Dan dia kehilangan pula gurunya yang terakhir, biarpun
guru tak resmi. Juga seorang yang amat dihormati dan
dikasihinya, yaitu Pek-sim Lo-kai Bu Lee Ki. Dia ditinggalkan
kakek itu yang merasa tidak senang pula mendengar bahwa
dia adalah putera tiri mendiang Se Jit Kong yang amat jahat.
Dia telah kehilangan segalanya dan dalam keadaan patah hati
itu dia berkunjung ke lembah ini, Lembah Awan Putih, untuk
mencari gurunya yang tinggal seorang, seorang di antara
Sam-sian, yaitu Dewa Arak.
Semua pengalaman itu terbayang dalam ingatan Sin Wan,
membuat dia termenung. Akan tetapi ketika bayangan itu tiba
pada waktu dia berkunjung ke depan makam mendiang Kiam-
sian dan Pek-mau-sian, dia segera sadar dari lamunannya.
Kuburan kedua orang gurunya tercinta itu dibongkar orang,
dan tengkorak mereka dicuri orang! Dia sadar sepenuhnya
kini, telah meninggalkan dunia lamunannya. Seketika lenyap
pula semua kedukaan yang tadi menggerogoti hati dan
pikirannya. Dan bagaikan sinar terang yang mengusir kegelapan yang
tadi menyelubungi batinnya, kini nampaklah jelas olehnya
bahwa semua kesedihan, semua rasa duka hanya merupakan
permainan dari pikirannya sendiri belaka. Pikiran yang
mengenang masa lalu, menghubungkan dengan bayangan
masa depan, menimbulkan kemuraman dari iba diri, dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muncullah rasa duka nestapa. Seolah-olah di dunia ini hanya
dia seorang yang hidup menderita kedukaan. Duka timbul
akibat kecewa, akibat iba diri, dan semua ini hanyalah ulah
pikiran yang mengenang masa lalu.
Masa lalu telah lewat, telah mati! Demikian dia berbisik
sambil mengepal tinju. Masa depan hanya bayangan! Yang
penting sekarang, saat ini! Hidup adalah saat demi saat yang
harus dihadapi dengan tabah, yang harus dihadapi dengan
waspada, menempuh segala macam tantangan dan
tantangan, berusaha sedapat mungkin untuk mengatasinya!
Itulah hidup. Bukan membiarkan diri tenggelam ke dalam
kenangan pahit masa lalu dan bayangan menggelisahkan
masa depan. Hidup merupakan perjuangan menghadapi setiap
tantangan. Tidak lari dari kenyataan, melainkan menghadapi
tantangan dan berusaha menanggulanginya, mengatasinya,
itulah seni kehidupan! Didasari penyerahan kepada Yang Maha
Kuasa, maka segala sesuatu dapat dihadapinya dengan tabah.
Segala hal hanya dapat terjadi atas kehendak Tuhan! Sesal
dan duka tiada gunanya. Berusaha sedapat mungkin, akan
tetapi menyerahkan keputusan terakhir kepada Allah Maha
Kasih. Sin Wan bangkit dari bangkunya, melangkah ke pintu
depan. Dia membuka daun pintu dan angin berembus masuk,
memadamkan tiga batang lilin yang menyala di atas meja.
Kegelapan karena padamnya lilin justeru mempertajam cahaya
bulan yang sudah muncul. Sin Wan memasuki kembali pondok
yang kini remang-remang, mengeluarkan sebatang pedang
dari dalam buntalan pakaian yang tadi dia letakkan di atas
meja dan mengikatkan sarung pedang di punggungnya.
Pedang itu merupakan pedang yang sarung dan gagangnya
nampak butut dan jelek, walaupun bersih dan terpelihara.
Sebatang pedang yang butut, dan kalau dihunus, orang akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mentertawakannya. Bukan hanya sarung. dan gagangnya
yang butut, akan tetapi pedang itu sendiripun jelek dan sama
sekali tidak meyakinkan. Selain buatannya kasar seperti pedang yang belum jadi,
belum matang ditempa, juga pedang itu tidak tajam dan tdak
runcing, melainkan tumpul. Pedang tumpul! Namun pemiliknya
merawatnya degan hati-hati, menganggapnya sebagai sebuah
pusaka yang ampuh, dan memang kenyataannya, pedang
yang tumpul dan buruk rupanya itu adalah sebatang pusaka
kuno yang ampuh. Sin Wan mendapatkannya dari mendiang
Kiam-sian, sebagai hadiah dari Kaisar Thai Cu karena Sam-sian
telah berhasil merampas kembali pusaka-pusaka istana yang
dicuri mendiang Se Jit Kong.
Sin Wan keluar dari pondok, menutupkan kembali daun
pintu dan mulailah dia melakukan penyelidikan di bawah sinar
bulan yang cukup terang. Sinar bulan sepotong di langit bersih
mendatangkan cahaya yang kehijauan, redup akan tetapi
cukup terang, nyaman dan sejuk. Ujung daun-daun pohon
nampak berseri bermandikan cahaya bulan. Dia segera
menuju ke makam kedua orang gurunya. Begitu dia tiba di
situ, tiba-tiba dia mendengar suara berciutan sambung
menyambung. Suara apakah itu"
Dia menoleh ke kiri karena dari sanalah datangnya suara
itu. Seperti suara burung mencuit-cuit nyaring. Akan tetapi,
malam-malam begini mana ada burung berkicau" Dia sudah
mengenal suara burung malam, burung hantu, dan tidak ada
burung malam yang suaranya seperti itu.
"Culiiiiiit .......! Cuiiiiittt .........!!"
Suara itu berulang terus dan Sin Wan cepat menghampiri
ke arah suara. Suara itu semakin nyaring dan kini dia dapat
menangkap suara desir angin pukulan yang dahsyat! Tentu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saja dia terkejut dan heran. Dia kini menyelinap dan
menyusup di antara pohon dan semak belukar, menghampiri
tempat itu dan mengintai.
Apa yang dilihatnya membuat Sin Wan terbelalak. Banyak
pohon roboh seperti ditebang di tempat itu, dan pohon-pohon
itu berserakan. Tempat itu kini terbuka seluas tidak kurang
dari limabelas tombak kali duapuluh tombak, dan tempat itu
cukup terang karena tidak terhalang sinar bulan. Di sudut
kanan dan kiri, terpisah antara sepuluh tombak, nampak
tumpukan tengkorak! Ada puluhan buah tengkorak manusia
besar kecil tertumpuk di situ, menjadi dua tumpukan bukit
kecil dan di atas masing-masing bukit tengkorak itu duduk
bersila seorang kakek dan seorang nenek!
Sungguh amat menyeramkan keadaan di situ walaupun
kakek dan nenek itu wajahnya tidak menyeramkan. Bahkan
kakek itu masih memiliki wajah yang tampan, dan nenek
itupun masih cantik walaupun usia mereka sudah sekitar
enampuluh tahun. Tubuh kakek itu masih tinggi tegap dengan
pakaian serba putih, juga nenek itu masih ramping dalam
pakaian yang serba putih pula. Pakaian mereka terbuat dari
sutera halus yang mengkilat tertimpa sinar bulan yang redup.
Yang aneh dan menyeramkan hanya wama muka mereka.
Kakek itu mukanya merah seperti dicat atau dilumuri darah,
sedangkan muka wanita itu putih pucat seperti muka mayat.
Sin Wan memandang dengan jantung berdebar. Bukan
keadaan kakek dan nenek itu yang membuat hatinya tegang,
akan tetapi cara mereka berlatih. Kedua orang itu duduk di
atas tumpukan tengkorak, seperti patung. Akan tetapi, kedua
tangan kedua mereka bergerak saling dorong dari jarak jauh
dan dari kedua telapak tangan mereka itulah keluar suara
bercuitan tadi! Dan angin pukulan menyambar dari tangan
mereka. Kiranya mereka itu sedang latihan ilmu pukulan jarak
jauh yang amat kuat dan ampuh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Teringatlah Sin Wan akan keterangan Pek-sim Lo-kai
(Pengemis Tua Hati Putih) Bu Lee Ki bahwa di dunia kang-ouw
terdapat banyak tokoh yang amat lihai. Banyak terdapat para
datuk yang memiliki ilmu kepandalan tinggi. Dan di antara
mereka memang terdapat dua aliran, yaitu aliran putih dan
aliran hitam, atau mereka yang menjadi pendekar dan mereka
yang menjadi penjahat. Bahkan sifat-sifat ilmu merekapun
dapat dijadikan tanda apakah tokoh itu termasuk golongan
sesat ataukan golongan pendekar. Dia pernah mendengar pula
tentang ilmu pukulan yang mengandung hawa beracun, dan
melihat cara kedua orang ini berlatih, dia dapat menduga
bahwa mereka tentulah termasuk golongan sesat yang lihai
sekali! Agaknya kedua orang itu telah menghentikan latihan saling
pukul dari jarak jauh. Sin Wan melihat ke arah tengkorak-
tengkorak itu dan teringatlah dia akan dua buah tengkorak
mendiang Kiam-sian dan Pek-mau-sian. Kedua buah tengkorak
itu lenyap. Siapalagi kalau bukan dua manusia iblis ini yang
telah mengambilnya" Tentu dua buah tengkorak guru-gurunya
berada di antara tumpukan tengkorak itu. Hatinya terasa
panas. Kurang ajar, pikimya. Dua orang itu sungguh tidak
memiliki prikemanusiaan. Mempelajari ilmu dengan cara
merusak kuburan orang, bahkan mengambil tengkorak orang
untuk dijadikan tempat latihan. Keji sekali!
Terdengar suara tawa yang sungguh menyeramkan. Tawa
yang tinggi merdu, melengking nyaring seperti bukan suara
manusia. Ketika Sin Wan memandang, dia bergidik. Wanita
itulah yang bersuara karena ia menggerak-gerakkan kepala
dan pundaknya, akan tetapi anehnya, mulut dan muka yang
pucat itu sama sekali tidak bergerak, seolah muka itu
tersembunyi di balik topeng.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hi..hi..hi..hik, Ang-ko (kakak Merah), ternyata engkau
tidak dapat melebihi aku dalam penggunaan ilmu Toat-beng
Tok-ciang (Tangan Beracun Pencabut Nyawa)! Jangan katakan
bahwa engkau lebih unggul, Ang-ko!"
Kakek itu tidak tertawa, juga wajahnya yang merah darah
itu sama sekali tidak bergerak, seperti topeng. Mulutnya juga
tidak bergerak ketika terdengar suaranya, "Huh, Pek-moi (adik Putih), kita
sedang memperdalam ilmu untuk menghadapi
musuh-musuh dan merebut kedudukan tertinggi di dunia
persilatan, tidak perlu kita saling mengungguli. Kita maju
bersama, hidup berdua dan mati bersama. Agaknya Toat-beng
Tok-ciang yang kita latih sudah cukup dapat diandalkan,
hanya ilmu kita Touw-kut-ci (Jari penembus tulang) yang
belum memuaskan hatiku. Kita harus latih lagi dengan tekun."
Keduanya tidak nampak bergerak, akan tetapi tahu-tahu
tubuh mereka melayang turun dari atas tumpukan tengkorak
dan dalam keadaan masih bersila mereka kini pindah ke atas
tanah. Diam-diam Sin Wan terkejut. Kedua orang itu agaknya
tidak hanya lihai dalam ilmu pukulan jarak jauh, akan tetapi
juga telah memiliki ginkang tingkat tinggi sehingga dalam
keadaan duduk bersila, tubuh mereka mampu melayang dan
berpindah tempat! Kini keduanya mengambil tengkorak satu demi satu, dan
melempar setiap tengkorak ke atas Ketika tengkorak itu
melayang turun, mereka menyambut dengan tusukan jari
tangan mereka. Jari mana saja yang mereka pergunakan
untuk menyambut, tentu dapat menembus tengkorak
sehingga seluruh lima jari tangan dipergunakan semua.
Setelah tangan kanan, lalu latihan itu diganti dengan tangan
kiri. Kedua orang itu seperti berlumba dan ternyata keduanya
sama tangkas dan sama kuat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kini mengertilah Sin Wan mengapa tengkorak-tengkorak itu
berlubang-lubang. Kiranya dipergunakan untuk latihan ilmu
menotok dengan jari yang amat lihai. Dia mengerutkan
alisnya, membayangkan betapa tengkorak kedua orang
gurunya juga dijadikan bulan-bulan latihan jari tangan itu.
Sungguh kasihan sekali, sudah mati masih diganggu oleh
golongan sesat! Tiba-tiba terdengar wanita itu mengeluarkan pekik aneh
dan sebuah tengkorak yang tadi disambut tusukan jari
tangannya, tidak tertembus dan menggelinding di dekat
kakinya. "Huh, engkau gagal, Pek-moi" Sungguh memalukan sekali!"
kakek itu menegur ketika dia melihat rekannya itu gagal
menembus tengkorak itu dengan jari tangannya.
Wanita itu memungut tengkorak tadi dengan tangan
kirinya, lalu diperiksanya dengan teliti.
"Heei, Ang-ko. Tengkorak ini belum ada lubangnya, berarti
masih baru. Dan keadaannya sungguh berbeda dengan
tengkorak biasa. Keras bukan main sehingga tidak tertembus
jari tanganku!" "Masih baru" Hemm, dari mana kita memperoleh tengkorak
paling akhir?" tanya Ang Bin Moko (Iblis Muka Merah) sambil menyambut tengkorak
yang dilemparkan kepadanya oleh Pek
Bin Moli (Iblis Betina Muka Putih).
"Bukankah dari dua buah makam di Lembah Awan Putih
sebelah itu" Baru tiga hari kita membongkar makam dan
mengambil tengkorak dari sana.
"Huh, benar! Aku ingat sekarang. Ada dua buah tengkorak
kita ambil. Coba cari yang sebuah lagi, Pek-moi!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pek Bin Moli segera mencari tengkorak kedua di antara
tumpukan tengkorak itu. Tidak sukar menemukannya karena
tengkorak baru ini belum berlubang seperti tengkorak-
tengkorak lainnya. "Ini dia! Wah, yang ini juga keras sekali, dan tentunya agak
aneh, menonjol ke belakang!" teriak wanita itu tanpa
menggerakkan bibir. Sin Wan yang mengintai, mendengarkan dengan jantung
berdebar. Tak salah lagi. Dua tengkorak Yang mereka anggap
aneh dan keras itu pastilah tengkorak kedua orang gurunya,
dan tengkorak yang bagian belakangnya menonjol pastilah
tengkorak mendiang Pek-mau-sian (Dewa Rambut Putih). Dia
melihat betapa kakek dan nenek itu berulang-ulang
mengerahkan tenaga dan mencoba untuk melubangi
tengkorak itu dengan jari tangan mereka, akan tetapi agaknya
usaha mereka sia-sia belaka.
"Aih, Ang-ko, kenapa kita tidak berhasil melubangi
tengkorak-tengkorak ini" Apakah latihan kita selama ini kurang
berhasil?" nenek itu berseru, suaranya mengandung
kekecewaan. "Tidak, Pek-moi. Buktinya, tengkorak yang lain dengan
mudah.dapat kita tembusi dengan jari tangan kita. Dua buah
tengkorak ini memang istimewa. Aku dapat menduga bahwa
dua buah tengkorak ini tentu milik dua orang yang sakti, dan
latihan tenaga sakti telah meresap ke dalam tengkorak ini
sehingga menjadi keras. Ini menguntungkan sekali, Pek-moi.
Kita masak dua buah tengkorak ini sampai hancur menjadi
Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bubur dan ini merupakan obat kuat yang luar biasa, dapat
menguatkan tulang-tulang kita!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar ini, Sin Wan tidak dapat menahan hatinya lagi.
Tengkorak kedua orang gurunya sudah dicuri, kini malah akan
dimasak dan dijadikan obat kuat! Dia keluar dari tempat
persembunyiannya. "Harap ji-wi (anda berdua) tidak mengganggu tengkorak
orang-orang yang sudah meninggal dunia."
Dua orang kakek dan nenek itu terkejut dan menoleh,
memandang kepada Sin Wan dengan sinar mata mengandung
keheranan. Bagaimana mungkin ada seorang pemuda
bersembunyi di dekat situ dan mereka sampai tidak
mengetahuinya" Dari kenyataan ini saja mereka berdua yang
sudah berpengalaman dapat mengetahui bahwa pemuda itu
bukan orang lemah. Bagaimanapun juga, mereka berdua
menjadi marah. "Hei, orang muda! Siapakah engkau berani lancang
menganggu kami?" "Ang-ko, darahnya dapat kita pergunakan untuk
menyempunakan Toat-beng Tok-ciang kita, dan. tengkoraknya
yang masih basah dapat kita pergunakan pula untuk
memperkuat Touw-kut-ci kita!" terdengar nenek itu
melengking, Sin Wah menjura kepada dua orang yang masih bersila di
dekat tumpukan tengkorak dan terpisah cukup jauh itu.
"Harap ji-wi locianpwe (dua orang tua gagah) suka
memaafkan. Saya bukan datang mengganggu, melainkan
hendak mohon agar jiwi mengembalikan dua buah tengkorak
mendiang guru-guru saya itu. Kalau mengembalikannya agar
saya dapat mengubumya kembali, saya akan melupakan
bahwa ji-wi pernah membongkar makam mereka dan
mengambil tengkorak mereka."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
,Kakek dan nenek itu saling pandang, kemudian si nenek
mengeluarkan suara tawanya yang menyeramkan.
"Hi..hi..hi..hi..hik, Ang-ko, dia minta dua buah tengkorak ini.
Kenapa tidak kita berikan kepadanya?"
"Huh, engkau menghendaki tengkorak-tengkorak ini, orang
muda" Nah, terimalah dan mampuslah!" Kakek itu
melontarkan tengkorak di tangannya. Dua buah tengkorak itu
menyambar bagaikan peluru meriam saja ke arah Sin Wan
dari kanan kiri! Terdengar suara bersiut nyaring ketika dua
buah tengkorak itu melayang.
Dari luncuran dua buah tengkorak itu, Sin Wan dapat
menilai bahwa tenaga luncuran itu dahsyat bukan main. Kalau
dia mengelak atau menangkis, mungkin tengkorak-tengkorak
itu akan hilang atau rusak, dan kalau dia menyambut dengan
tangan, mungkin dia tidak akan mampu menahan tenaga
luncuran dari kanan kiri yang amat dahsyat itu. Dia dapat
berpikir cepat dan tubuhnya sudah mencelat ke atas,
berjungkir balik dan dengan tubuh di atas, kedua tangannya
menyambut dua buah tengkorak yang meluncur ke arahnya
tadi. Seperti telah diduganya, tenaga luncuran itu kuat bukan
main sehingga biarpun kedua tangannya mampu menangkap
tengkorak-tengkorak itu, tenaga luncuran membuat tubuhnya
terpental ke atas! Sin Wan memang sudah memperhitungkan
hal ini. Dia membiarkan tubuhnya terpental ke atas, lalu
membuat gerakan jungkir balik untuk mematahkan tenaga
luncuran itu, kemudian dengan tenang dia melayang turun di
tempat semula. Dengan sikap tenang seolah tidak pernah
terjadi sesuatu, dia lalu mengeluarkan saputangan, mengikat
kedua tengkorak itu dan menalikannya tergantung di lehernya.
Dua buah tengkorak itu tergantung di depan dada.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ang Bin Moko dan Pek Bin Moli terbelalak. Mereka memang
sudah menduga bahwa pemuda itu memiliki kepandaian pula,
akan tetapi sama sekali tidak mengira bahwa dia selihai itu.
Mereka tadi sudah yakin bahwa sambitan tengkorak itu akan
membuat pemuda itu tewas!
Melihat pemuda itu sama sekali tidak tewas bahkan berhasil
menerima dua buah tengkorak itu, Ang Bin Moko menjadi
penasaran dan marah sekali. Dia menggerakkan kedua
tangannya dan terdengar bunyi bercuitan. Itulah ilmu pukulan
jarak jauh Toat-beng Tok-ciang yang tadi dilatih bersama Pek
Bin Moli. Melihat ini, Pek Bin Moli seperti diingatkan saja dan nenek inipun
dari tempat ia duduk bersila, menggerakkan
kedua tangan memukul dengan ilmu itu.
Ada baiknya bahwa tadi Sin Wan telah melihat kedua orang
itu berlatih ilmu Toat-beng Tok-ciang, maka diapun tidak
berani memendang rendah. Dia segera mengelak dengan
geseran kaki yang membuat dia melangkah ke sana sini
berputar-putar, kadang meloncat dan gerakannya cepat
seperti burung saja. Dia telah menggunakan langkah ajaib yang terkandung
dalam ilmunya Sam-sian (Tangan Sakti Tiga Dewa), yang
bersumber dari ilmu Hui-niauw-soan (Langkah Berputar
Burung Terbang). Dengan gerakannya yang aneh dan gesit
ini, semua sambaran hawa pukulan Toat-beng Tok-ciang luput
dari sasaran, apalagi kedua tangan pemuda itu mengebut ke
sana sini dengan pukulan yang bersumber dari Ciu-san Pek-
ciang (Tangan Putih Dewa Arak) dari kedua tangannya itu
menyambar tenaga sakti yang beruap putih dan yang dapat
menangkis hawa pukulan yang menyambar terlalu dekat.
2. Sirnanya Kedukaan Hati
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kakek dan nenek iblis itu terkejut. Sungguh sukar dipercaya
betapa seorang pemuda mampu menghindarkan diri dari
serangan mereka yang menggunakan ilmu baru mereka itu!
Saking kaget, heran dan penasaran, kini keduanya tidak lagi
memandang rendah dan seperti tadi, tanpa nampak
menggerakkan tubuh, keduanya telah melayang dan tahu-
tahu. mereka berdua sudah berdiri berhadapan dengan Sin
Wan, hanya dalam jarak tiga meter!
Sin Wan memberi hormat, dengan mengangkat ke dua
tangan depan dada, "Banyak terima kasih atas petunjuk ji-wi locianpwe. Sekarang
perkenankan saya untuk pergi mengubur
kembali peti mati kedua orang guru saya."
"Tidak begitu mudah, orang muda. Katakan, siapa guru-
gurumu itu!" kata kakek iblis muka merah.
"Mereka adalah mendiang suhu Kiam-sian dan mendiang
suhu Pek-mau-sian," jawab Sin Wan sejujurnya.
Nenek iblis itu mengeluarkan teriakan melengking.
"Iihhhhhh ........!" Ia memandang Sin Wan penuh perhatian.
"Dua di antara Sam-sian?"
"Benar, locianpwe."
"Huh-huh, kalau begitu, pantas saja tengkorak mereka
demikian keras. Bukan hanya tengkorak mereka yang amat
berguna, juga semua tulang mereka. Orang muda, kami
membutuhkan tengkorak dan tulang-tulang mereka. Berikan
kepada kami dan kami akan mengampuni dan membiarkanmu
pergi." Sin Wan mengerutkan alisnya. "Ji-wi locianpwe sungguh
keterlaluan. Apakah kesalahan kedua orang guruku sehingga
sampai mereka telah wafat dan menjadi tulang, jiwi masih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ingin mengganggu mereka" Saya adalah murid mereka, sudah
menjadi kewajiban saya untuk menjaga dan melindungi
makam dan kehormatan mereka. Saya tidak akan
menyerahkan dua buah tengkorak ini kepada ji-wi, juga tidak
membolehkan mengambil tulang kerangka kedua orang suhu
saya." "Bocah sombong, agaknya engkau sudah bosan hidup!"
teriak nenek itu dan ia sudah menerjang Sin Wan dengan
kedua tangan terbuka. Tangan kirinya mencengkeram ke arah
dua buah tengkorak yang tergantung di dada Sin Wan,
sedangkan,tangan kanannya mencengkeram ke arah kepala.
Sin Wan maklum betapa setiap batang jari tangan dari nenek
itu mengandung kekuatan dahsyat, bukan saja kerasnya
seperti baja dan dapat menembus tengkorak kepalanya, akan
tetapi juga mengandung hawa beracun yang amat berbahaya.
Dengan kelincahan gerakannya, dia mengelak dan
tubuhnya bergeser ke kiri sehingga terkaman lawan ke arah
dadanya untuk merampas tengkorak itu luput: Akan tetapi,
tangan yang mencengkeram ke arah kepalanya mengikuti
gerakan kepalanya dan melanjutkan serangannya. Melihat ini,
Sin Wan mengerahkan tenaga Thian-te Sin-kang (Tenaga
Sakti Langit Bumi) dan menangkis dari samping. Pergelangan
tangannya bertemu dengan pergelangan tangan wanita itu.
"Dukkkk!" Keduanya tergetar dan nenek itu mengeluarkan seruan kaget. Tak
disangkanya bahwa pemuda itu memiliki
tenaga yang dapat mengimbangi tenaganya sendiri, bahkan
hawa beracun dari tangannya tidak mempengaruhinya. Kini ia
menyerang lagi bertubi-tubi dengan totokan-totokan maut dari
jari-jari tangannya yang mengandung ilmu Touw-kut-ci.
Namun, Sin Wan sudah siap siaga. Dia mengelak,
menangkis dan membalas serangan nenek itu sambil
memainkan ilmu andalannya, yaitu Sam-sian Sin-ciang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan permainan ilmu hebat ini, dia dapat mengimbangi si
nenek sakti, bahkan mampu mendesaknya.
"Huh-huh, bocah ini akan berbahaya kelak kalau tidak
dibunuh sekarang!" tiba-tiba kakek, muka merah berkata dan ketika dia bergerak,
ada angin menyambar dahsyat. Sin Wan
cepat melompat, ke belakang dan tangan kakek itu meluncur
lewat dalam serangan totokan yang ganas sekali.
Kini Sin Wan terpaksa harus menghadapi pengeroyokan
dua orang itu. Dia masih bertahan dengan Sam-sian Sin-ciang,
akan tetapi tidak mendapat kesempatan untuk membalas, dan
perlahan-lahan dia terdesak. Dia teringat akan ilmu yang baru
saja dia pelajari dari kakek Bu Lee Ki, maka dia mengeluarkan
suara melengking dan tiba-tiba saja tubuhnya berubah
menjadi gasing yang berputar cepat seperti angin puyuh!
Inilah ilmu Langkah Angin Puyuh yang dia pelajari dari Pek-
sim Lo-kai Bu Lee Ki. Menghadapi gerakan aneh yang membuat tubuh pemuda
itu berpusing seperti itu, kakek dan nenek iblis itu menjadi
tercengang dan kehilangan sasaran. Mereka sedang
memainkan Touw-kut-ci, yaitu semacam ilmu menotok dengan
jari tangan, membutuhkan sasaran yang tepat. Kini tubuh itu
berpusing seperti gasing, membuat mereka tidak tahu ke arah
mana mereka harus menujukan serangan mereka.
Dua orang itu lalu melolos senjata mereka dari pinggang.
Ternyata kakek muka merah itu memiliki sebuah senjata golok
yang punggungnya seperti gergaji, tipis dan berkilauan saking
tajamnya. Begitu dia menggerakkan goloknya, terdengar bunyi
nyaring berdesing dan nampak kilat menyambar.
Juga nenek Pek Bin Moli mengeluarkan senjatanya yang
berbentuk seekor ular! Ular yang sudah mati, panjangnya ada
dua meter dan besarnya seperti lengan tangannya. Ular itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
agaknya telah direndam semacam racun yang membuat ular
itu tetap lemas seperti hidup, ulet dan kuat dapat menahan
bacokan senjata tajam, dan dari pangkal sampai ke ujung
mengandung racun berbahaya. Ketika ia memutar senjatanya
ini, nampak gulungan sinar hitam dan tercium bau amis yang
memuakkan. Melihat dua orang lawannya telah, menggunakan senjata
yang amat berbahaya, Sin Wan juga cepat menghunus
pedangnya sambil meloncat jauh ke belakang. Dua orang itu
memandang kepadanya, dan melihat pedang di tangan Sin
Wan, mereka tak dapat menahan tawa ejekan mereka.
"Hi..hi..hi..hik, Ang-ko. Lihat, anak itu sudah gila rupanya, menghadapi kita
dengan sebatang pedang rombengan!"
"Huh-huh, bocah ini lumayan juga, Pek-moi. Tentu
darahnya amat baik untuk kita, dan ingat, jangan pandang
rendah pedang itu. Dia murid Sam-sian, tentu tidak akan
menggunakan pedang sembarangan."
Keduanya lalu menyerang dengan ganas. Sin Wan
menggerakkan pedangnya untuk melindungi tubuhnya,
memainkan Jit-kong Kiam-sut (Ilmu Pedang Sinar Matahari)
yang pernah dipelajarinya dari mendiang Kiam-sian. Ilmu
pedang ini pernah mengangkat nama Si Dewa Pedang Louw
Sun dan merupakan ilmu pedang pilihan. Apalagi Sin Wan
mempergunakan pedang tumpul yang ampuh, maka dirinya
seperti dilindungi benteng baja yang amat kuat.
Golok di tangan Ang Bin Moko dan sabuk ular di tangan Pek
8in Moli tak mampu menembus lingkaran sinar bergulung di
sekeliling tubuh Sin Wan. Kedua senjata ampuh itu selalu
membalik seperti tertolak perisai yang selain amat kuat, juga
mengandung tenaga atau daya tolak yang luar biasa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi, tentu saja Sin Wan berada dalam keadaan
yang terdesak dan terancam. Dalam sebuah pertandingan,
tidak mungkin seseorang hanya mengandalkan pertahanan
belaka, tanpa mampu balas menyerang. Apalagi dia dikeroyok
oleh dua orang yang amat lihai. Dia sama sekali tidak mampu
membalas karena serangan kedua orang lawannya itu datang
bertubi-tubi dan sambung menyambung, yang berikut lebih
dahsyat dari pada yang lalu. Kalau hanya mengelak dan
menangkis terus, tanpa mampu membalas sedikitpun,
akhimya setelah kekurangan tenaga dia akan terkena juga
oleh senjata lawan. Dua orang manusia iblis itu diam-diam kagum bukan main.
Tak pernah mereka bermimpi bahwa hari ini mereka akan
bertemu dengan seorang pemuda sehebat itu. Masih begitu
muda, akan tetapi mampu menandingi pengeroyokan mereka
berdua. Padahal, tadinya mereka hampir yakin bahwa mereka
berdua akan mampu mengalahkan tokoh-tokoh persilatan lain
dan akah berhasil merebut kedudukan sebagai jagoan nomor
satu di dunia persilatan!
Yang amat mengherankan mereka adalah bahwa Sam-sian
sendiri dahulu belum tentu akan mampu mengalahkan
mereka. Kenapa sekarang muridnya yang masih begini muda
mampu bertahan sampai seratus jurus lebih terhadap
pengeroyokan mereka" Mereka tidak tahu bahwa seperti juga
mereka, Sam-sian telah bersama-sama merangkai iimu silat
baru, yaitu Sam-sian Sin-ciang yang telah dikuasai Sin Wan
sehingga dibandingkan dengan kepandaian guru-gurunya
Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dahulu, pemuda itu kini lebih tangguh dari pada mereka.
Dengan penasaran, Ang Bin Moli dan Pek Bin Moli sekarang
menambahi serangan mereka dengan selingan pukulan jarak
jauh mereka yang baru dilatih, yaitu Toat-beng Tok-ciang.
Setiap kali mereka meloncat ke belakang, mereka melontarkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pukulan jarak jauh dan disusul oleh serangan senjata mereka
dari jarak yang dekat. Kombinasi serangan ini ternyata merepotkan Sin Wan.
Suara bercuitan yang menyambar-nyambar itu bahkan lebih
berbahaya dibandingkan sambaran kedua senjata itu. Dia
memutar pedang tumpul dan juga mengerahkan tenaga
Thian-te Sin-kang pada tangan kiri untuk menangkis hawa
pukulan beracun yang menyambar-nyambar itu. Biarpun
demikian, beberapa kali dia sempat terhuyung dan keadaan
gawat. Agaknya takkan lama lagi pemuda perkasa ini akan
roboh juga, tidak kuat menahan gelombang serangan Iblis
Muka Merah dan Iblis Betina Muka Putih.
"Siiing ........!" untuk kesekian kalinya, sinar golok menyambar dahsyat ke arah
leher Sin Wan. Pemuda ini yang
tadinya terhuyung ketika menangkis serangan pukulan jarak
jauh Pek Bin Moli, tidak sempat menangkis dan cepat
merendahkan tubuh sehlngga golok itu menyambar ke atas
kepalanya, nyaris membabat rambutnya. Dan pada saat itu,
terdengar bunyi bersiut keras dan senjata ular panjang di
tangan Pek 8in Moli menyambar ke arah pinggang pemuda itu.
Sin Wan nampaknya tak mampu menghindar dan ular itu
bagaikan hidup, telah melilit pinggang Sin Wan.
"Hi..hi..hik ......!" Pek Bin Moli tertawa dan menarik senjatanya yang telah
membelit pinggang yang sudah nampak
tidak berdaya itu. Tubuh Sin Wan tertarik, akan tetapi
alangkah kaget rasa hati wanita itu ketika tiba-tiba Sin Wan
yang nampak tak berdaya dan tubuhnya terbetot tadi
menggerakkan pedang ke arah pergelangan tangannya yang
memegang ujung sabuk ular!
"Ihh .......!" Ia menarik tangannya.
"Brett!" Pedang tumpul menyambar ke arah sabuk itu dan ular itu terpotong
menjadi dua! Gerakan pemuda itu sungguh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tak pernah disangka lawan. Dia telah menggunakan ilmu yang
baru saja dia pelajari dari Pek-sim Lo-kai Bu Lee Ki, yaitu
mempergunakan tenaga "mengalah untuk menang". Nenek itu meloncat ke belakang dan
wajahnya yang putih pucat itu
menjadi agak kemerahan. Kemudian ia mengeluarkan suara
melengking tinggi dan menggunakan sabuk yang tinggal satu
meter lebih itu untuk menyerang lagi.
Kembali Sin Wan terdesak. Pada saat itu, terdengar suara
orang tertawa dan disusul ucapan yang gembira.
"Heh..heh..ho..ho..ho! Kiranya sepasang iblis tanpa malu-malu mengeroyok seorang
muda. Kulihat kemajuan kalian hanya
dalam kecurangan saja, dan dengan modal ini kalian ingin
merajai dunia persilatan" Ha..ha..ha!"
Sin Wan meloncat ke belakang dan wajahnya berseri.
Belum melihat orangnya saja dia sudah mengenal suara itu.
Dan kini, pemilik suara itu berada di situ. Seorang kakek
berusia kurang lebih enampuluh lima tahun, mukanya merah
segar seperti orang mabok, perutnya gendut seperti anak-
anak berpenyakit cacingan, pakaiannya tambal-tambalan dan
sikapnya ugal-ugalan, mulutnya tersenyum nakal.
"Suhu .....!!" Sin Wan berseru gembira sekali. Kakek itu memang gurunya, orang
yang sedang dicari-carinya, Ciu-sian
(Dewa Arak) Tong Kui, seorang di antara Sam-sian!
Ciu Sian tertawa bergelak. "Ha..ha..ha..ha, lihat mereka lari terbirit-birit.
Dasar licik, biar mereka sudah memiliki ilmu
kepandaian setinggi langit, kalau melihat keadaan tidak
menguntungkan, mereka akan lari."
"Suhu, terima kasih, suhu. Tadi hampir saja teecu sudah
tidak kuat bertahan lagi. Kalau suhu tidak cepat datang ....."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ha..ha..ha, mereka memang berbahaya sekali, Sin Wan.
Akan tetapi kulihat tadi, pertandingan itu berat sebelah.
Pertama, engkau dikeroyok dua. Ke dua, kalau mereka
menyerang dengan ganas untuk membunuh engkau hanya
bertahan saja, sama sekali tidak mempunyai niat merobohkan
mereka. Sin Wan, aku khawatir, kelak sikapmu yarg suka
mengalah itu akan mencelakai dirimu sendiri. Akan tetapi,
mengapa engkau berkelahi dengan sepasang iblis itu?"
Sin Wan menjatuhkan diri berlutut di depan kaki kakek itu.
"Suhu, apakah selama ini suhu baik-baik saja" Teecu datang ke sini mencari suhu,
karena teecu merindukan suhu. Dan di
sini teecu bertemu dengan mereka dan ........."
"Ehh" Tengkorak siapa itu yang tergantung di dadamu?"
"Ini adalah tengkorak mendiang suhu Kiam-Sian dan suhu
Pek-mau-sian." "Eh" Kenapa begitu" Apa yang terjadi" Aku baru saja tiba
dan melihat bekas lilin di atas meja di pondok, maka aku
mencarimu ke sini." "Suhu, ketika teecu datang ke sini untuk mencari suhu,
teecu langsung menuju ke makam kedua suhu. Ternyata
kedua makam itu telah dibongkar orang dan bahkan peti
matinya dibuka, dan tengkorak di dalamnya lenyap. Teecu
menanti sampai malam tiba dan bulan muncul, dan teecu
melakukan penyelidikan. Ketika teecu mendengar suara, teecu
menghampiri tempat ini dan melihat kedua orang itu sedang
melatih ilmu pukulan jarak jauh sambil duduk di atas
tumpukan tengkorak itu. Dan di antara tengkorak-tengkorak
itu, terdapat dua tengkorak ini yang menurut mereka.adalah
tengkorak dari suhu Kiam-sian dan suhu Pek-mau-sian. Teecu
segera minta dikembalikannya tengkorak-tengkorak ini.
Mereka menyerang teecu dan terjadi perkelahian tadi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siancai ......! Sungguh, untuk mencapai tujuan, orang
sesat tidak pantang mempergunakan cara apapun juga.
Tengkorak yang berserakan di sisi berlubang-lubang, tentu
mereka melatih diri dengan ilmu sesat."
"Menurut pendengaran teecu, mereka tadi melatih ilmu
Toat-beng Tok-ciang dan Touw-kut-ci."
"Ahhh! Kalau kedua ilmu itu sudah mereka latih sempurna.
akan sukar menandingi mereka. Marl, kita urus dulu kerangka
dan tengkorak kedua orang gurumu. Kasihan sekali kalian,
Kiam-sian dan Pek-mau-sian, sampai sudah matipun tubuh
kalian masih diganggu orang jahat!" Mereka berdua lalu
meninggalkan tempat itu dan pergi ke makam dua orang
anggauta Sam-sian. Dengan hati-hati Sin Wan mengembalikan dua buah
tengkorak itu ke peti masing-masing. Hanya kepala yang
menonjol ke belakang dari satu di antara dua tengkorak itu
yang menjadi pegangannya bahwa itu adalah tengkorak Pek-
mau-sian. Di bawah sinar bulan yang sudah berada di atas kepala, Ciu
Sian melihat dua buah peti mati yang terbuka itu dan sejenak
dia tertegun. Lalu dia menarik napas panjang.
"Kiam-sian dan Pek-mau-sian, kalau kalian sudah menjadi
seperti ini, siapalagi yang mengenali kalian" Tidak perduli
kerangka kalian ini kerangka dua orang datuk persilatan yang
ternama, atau kerangka raja, atau kerangka seorang jembel
miskin yang papa; siapa yang akan mengetahuinya" Semua
kalau sudah mati akan sama saja, tidak ada gunanya kecuali
untuk menakut-nakuti anak kecil. Bersama daging kulit yang
membentuk rupa berbeda-beda, lenyap pula segaia macam
martabat, kedudukan, kehormatan, kekayaan dan kepandaian.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kiam-sian dan Pek-mau-sian, tidakkah lebih baik kalau sisa-
sisamu ini dilenyapkan saja sama sekali agar tidak
meninggalkan pemandangan yang tidak sedap ini?"
Sin Wan membiarkan gurunya bicara sendiri kepada
kerangka dalam dua buah peti mati itu. Setelah suhunya
berhenti bicara, baru dia bertanya, "Suhu, apa yang akan suhu lakukan dengan
kerangka kedua suhu ini" Menguburkan
mereka kembali?" "Untuk kemudian kalau tidak terjaga dibongkar orang pula"
Atau digerogoti tikus, cacing atau semut sehingga akan habis
sedikit demi sedikit" Tidak, Sin Wan. Kita perabukan saja
mereka dan aku yakin mereka tidak akan keberatan kalau
mereka masih dapat melihat betapa sisa-sisa mereka
diperabukan." "Akan tetapl , suhu, teecu pernah mendengar dari
mendiang ibu bahwa orang matl harus dikubur, dikembalikan
kepada bumi dari mana jasad ini berasal. Berasal dari tanah
dan dikembalikan kepada tanah, bukankah itu sudah tepat
sekali?" "Bukan hanya unsur tanah yang membentuk tubuh
manusia, Sin Wan. Ada empat unsur, yaitu tanah, air, api dan
udara. Nah, kalau kita bakar menjadi abu, itupun berarti
kembali ke asalnya. Dikembalikan ke tanah menjadi debu,
dikembalikan ke api menjadi abu, apa bedanya" Setelah mati,
jasmani tidak ada artinya lagi, tidak perlu diributkan. Kalau
jiwa masih berada di dalam badan, nah, barulah jasmani perlu
diperhatikan dan dirawat baik-baik, dijaga baik-baik dalam
keadaan bersih karena badan merupakan anugerah bagi jiwa,
memungkinkan jiwa hidup di dunia ini. Akan tetapi aneh.
Selagi hidup, badan tidak diperhatikan, dirusak malah karena
hendak menuruti segala perintah nafsu daya rendah, kalau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah mati, badan tidak dihuni jiwa lagi, diributkan. Sungguh
lucu!" Sin Wan tidak dapat membantah pendapat Ciu Sian. Dia
menurut saja dan membantu suhunya membakar dua
kerangka dan tengkorak itu sampai menjadi abu.
"Sewaktu kami tinggal di sini, Kiam-sian dan Pek-mau-sian
amat menyenangi tempat ini. Karena itu, kita biarkan sisa
mereka, yaitu abu ini agar menikmati tempat ini sebebasnya."
Setelah berkata demikian, Ciu Sian mengajak muridnya ke
puncak Pek-in-kok dan mereka berdua menaburkan kedua abu
kerangka yang tidak banyak itu ke udara. Angin malam
menyambar abu itu dan membawanya bertebaran di seluruh
lembah. Hampir pagi hari keduanya kembali ke pondok, karena
bulanpun sudan surut ke barat. Sin Wan menyalakan lilin dan
merekapun duduk berhadapan di atas bangku, terhalang
meja. "Nah, sekarang ceritakanlah semua pengalamanmu, Sin
Wan. Di mana sumoimu sekarang dan mengapa ia tidak ikut
denganmu ke sini?" Ciu Sian bertanya setelah meneguk arak
dari guci araknya. Guci araknya itu indah dan antik karena benda itu hadiah
dari Kaisar Thai-cu kepadanya. Dia mendapatkan hadiah guci
arak berikut arak tua yang sudah lama habis, mendiang Kiam-
sian mendapatkan hadiah Pedang Tumpul yang kini menjadi
millk Sin Wan, sedangkan mendiang Pek-mau-sian menerima
hadiah sebuah kitab kamus dan suling perak. Kitab kamus itu
kini disimpan Sin Wan dan suling peraknya disimpan Kui
Siang. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan singkat Sin Wan menceritakan pengalamannya
selama dia dan sumoinya, Lim Kui Siang, berpisah
meninggalkan gurunya ini setahun lebih yang lalu setelah Ciu
Sian menggembleng mereka selama setahun dalam sebuah
hutan di puncak bukit yang terpencil. Dia dan Kui Siang
bertemu dengan kakek sakti Pek-Sim Lo-kai Bu Lee Ki, bahkan
menjadi tamu undangan Pangeran Yung Lo di Peking bersama
kakek itu. Kemudian mereka berdua menerima petunjuk dalam ilmu
silat dari kakek Bu Lee Ki, membantu kakek itu menertibkan
kembali para pimpinan kai-pang (perkumpulan pengemis),
juga membantu Pek-sim Lo-kai Bu Lee Ki untuk memenangkan
perebutan kedudukan pemimpin besar sekalian kai-pangcu
(ketua perkumpulan pengemis). Juga dia menceritakan betapa
dia dan sumoinya telah diberi anugerah kedudukan oleh
Pangeran Yung Lo. Dia akan dijadikan seorang panglima muda
sedangkan Kui Siang diangkat menjadi pengawal pribadi sang
pangeran. "Ha..ha, bagus sekali kalau begitu!" Ciu-sian tertawa bangga mendengar murid-
muridnya mendapatkan pengharagaan dari Pangeran Yung Lo yang menjadi raja muda
di Peking. "Pangeran Yung Lo adalah seorang pangeran yang
gagah perkasa, menjadi raja muda yang berkuasa di daerah
utara. Beliau yang berjasa besar membendung para pengacau
dari utara, dan beliau yang bekerja keras membersihkan
orang-orang Mongol yang masih ingin merebut kembali
kekuasaan di negeri ini."
"Memang beliau seorang pangeran yang gagah dan
bijaksana, suhu." "Kalau begitu, kenapa engkau berada di sini mencariku"
Dan di mana Kui Siang sekarang" Kenapa kalian berpisah?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sin Wan menghela napas panjang. Kalau pertanyaan
suhunya ini diajukan beberapa pekan yang lalu, mungkin saja
dia akan menangis saking sedihnya. Akan tetapi, luka itu
sudah hampir mengering, kedukaan itu sudah kehilangan
sengatnya. Dia hanya merasa nelangsa, tidak terbenam duka
yang menekan. "Suhu, locianpwe Bu Lee Ki dan sumoi, dua orang yang
selama ini akrab dengan teecu, telah menjauhkan diri dari
teecu. Tanpa disengaja, mereka berdua mendengar bahwa
teecu adalah anak tiri mendiang Se Jit Kong. Mendengar itu,
Bu-locianpwe yang kini menjadi thai-pangcu merasa tidak
semestinya bergaul dengan teecu, kecuali kalau kelak teecu
dapat membuktikan bahwa teecu tidaklah jahat seperti
mendiang ayah tiri teecu itu. Adapun sumoi ........."
Dewa Arak mengerutkan alisnya. "Bagaimana dengan Kui
Siang?" Sin Wan termenung. "Suhu, teecu sama sekali tidak dapat
menyalahkan sumoi. Suhu tahu bahwa keluarga sumoi hancur
oleh Se Jit Kong. Kalau ia mendengar teecu anak tiri Se Jit
Kong kemudian ia memisahkan diri, hal itu sudah
sepantasnya. Mereka telah meninggalkan teecu agar jangan
tercemar oleh nama busuk teecu yang berlepotan dosa Se.Jit
Kong. Bahkan mungkin saja Pangeran Yung Lo akan bersikap
lain kalau mendengar teecu anak tiri Se Jit Kong. Teecu sudah
Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kehilangan segalanya, maka teecu teringat kepada suhu dan
mencari ke sini ......"
Mendengar ucapan yang menyedihkan itu, Dewa Arak
tertawa bergelak! Kalau orang lain yang berhadapan dengan
Cui-sian, dia pasti akan tersinggung, setidaknya akan
penasaran dan heran. Mendengar kesengsaraan muridnya
malah tertawa bergelak seperti orang kegirangan! Akan tetapi
Sin Wan sudah mengenal watak suhunya ini dengan baik,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maka diapun tidak merasa heran. Dia tahu bahwa suhunya ini
amat sayang kepadanya, akan tetapi kakek ini tidak pernah
mau memperlihatkan apa yang dirasakannya.
"Ha..ha..ha..ha, sepatutnya engkau bersyukur karena telah
merasakan banyak kekecewaan dan kepahitan. Itulah
pengalaman terbaik dalam kehidupan ini. Bagaikan orang
berlayar di samudera, betapa akan menjemukan kalau lautan
itu selalu tenang saja, tak pernah bergelombang. Justeru
menempuh gelombang itulah yang membuat kita sadar bahwa
kita ini hidup! Engkau harus berani menghadapinya dan
mengatasinya. Jangan sembunyi dalam kecengengan. Manusia
hidup matang dalam tempaan pengalaman hidup yang serba
pahit. Orang akan menjadi besar oleh gemblengan kepahitan
hidup, sebaliknya orang akan menjadi dungu dan malas oleh
maboknya kemanisan hidup. Kesusahan dan keprihatinan
membuat orang bijaksana, sebaliknya kesenangan dan
kemakmuran membuat orang menjadi tumpul dan lengah."
Sin Wan menghela napas panjang. "Teecu mengerti apa
yang suhu maksudkan. Akan tetapi, suhu, bagaimana teecu
tidak akan bersedih" Antara teecu dan sumoi telah terjalin
hubungan batin yang amat akrab, kami saling mencinta dan
sekarang hubungan itu putus begitu saja. Teecu merasa
seperti sehelai daun kering yang rontok, terjatuh ke dalam air, terbawa arus air
tanpa daya ......." Kembali kakek itu tertawa bergelak. "Ha..ha..ha..ha,
ucapanmu itu membikin malu guru-gurumu yang telah
menggemblengmu, Sin Wan. Menjadi daun kering membusuk
terbawa arus air sungai. Phuah! Pendekar macam apa ini"
Berkeluh kesah, menangis .dan cengeng! Duka itu hanya
permainan pikiran saja, Sin Wan. Pikiran yang sudah
dicengkeram nafsu hanya memikirkan kesenangan bagi diri
sendiri. Nafsu selalu mengejar kesenangan, selalu menjauhi
ketidak senangan. Kesenangan itu tersembunyi di mana-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mana, kadang mengenakan jubah bersih, seperti musang
berbulu ayam. Nafsu mendorong kita untuk menonjolkan diri
dan penonjolan diri inipun bukan lain hanyalah kesenangan.
Kita menginginkan kekayaan, kedudukan, kepandaian, ke
mashuran melalui perbuatan baik atau melalui karya-karya
mengagumkan, semua itupun menjadi tempat persembunyian
kesenangan. Dan kalau pengejaran kesenangan itu gagal,
maka datanglah kecewa, nelangsa dan iba diri yang membawa
duka. Engkau merasakan kesenangan dalam hubungan
kasihmu dengan sumoimu, merasakan kesenangan dalam
hubungan baikmu dengan Bu Lee Ki si jembel tua itu. Ketika
mereka memisahkan diri menjauhimu,engkau kehilangan
kesenangan itu dan menjadi kecewa, iba diri dan berduka.
Engkau menyiksa diri dan menjadi cengeng dan itu suatu
perbuatan yang sama sekali keliru."
"Teecu mengerti, suhu. Akan tetapi, teecu tidak dapat
membohongi diri sendiri. Hati teecu memang terasa nyeri dan
perih, bagaimana teecu dapat melenyapkannya" Apakah teecu
narus memaksa diri untuk menghilangkan duka ini yang amat
menyiksa" Harus menekan perasaan dan melupakan semua
kenangan lama?" "Sin Wan, tidak ada hubungannya sama sekali antara
peristiwa yang terjadi di luar diri dengan keadaan batin yang
berduka. Peristiwa itu suatu kenyataan, suatu kejadian yang
wajar saja sebagai akibat dari suatu sebab tertentu. Adapun
duka di hati itu adalah karena ulah nafsu dalam pikiran sendiri.
Suatu peristiwa terjadi. Titik. Apakah hal itu menimbulkan
duka atau tidak, tergantung dari cara engkau menerima dan
menghadapinya! Kalau engkau kini hendak berusaha
melenyapkan duka itu, coba renungkan, siapakah engkau
yang kini hendak menghilangkan duka" Bukankah itu juga
engkau yang berduka sekarang ini" Keinginan untuk tidak
berduka sama saja dengan si duka itu sendiri. Setelah melihat
bahwa duka mendatangKan kesengsaraan, maka pikiran kini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencari jalan untuk melepaskan diri dari ketidak senangan itu,
tentu saja agar menjadi senang! Engkau terseret dalam
lingkaran setan kalau begitu, Sin Wan."
Pemuda itu tertegun. Bingung. "Lalu, apa yang harus teecu
lakukan untuk menghilangkan duka ini, suhu?"
"Kalau engkau masih ingin mengubah keadaan, berarti
engKau masih terseret dalam lingkungan itu. Yang ingin
mengubah itu adalah si keadaan itu sendiri, masih dalam satu
ruangan yang dikuasai nafsu. Kalau aku menjawab bahwa
engkau jangan melakukan apa-apa, maka jangan melakukan
apa-apa inipun masih sama saja, masih satu usaha untuk
mengubah keadaan." "Wah, teecu menjadi bingung, Suhu."
Kakek itu tertawa lagi, dan meneguk arak dari guci
araknya. Setelah tiga kali tegukan, barulah dia bicara. "Sin Wan, dahulu ketika
ibumu meninggal dunia, engkau
mengucapkan sebaris kalimat dari agama ibumu yang sampai
sekarang masih teringat olehku. Kalimat itu berbunyi: Dari
Allah kembali kepada Allah. Nah, kenapa engkau lupakan itu"
Kenapa engkau tidak mengembalikan dan menyerahkan saja
kepada Tuhan" Serahkan segalanya dengan penuh
kepasrahan, penuh keikhlasan, penuh kesabaran. Dengan
bekal penyerahan total dan mutlak ini, amatilah dirimu sendiri, amatilah duka
dalam dirimu itu tanpa ingin mengubah, tanpa
ingin menghilangkannya. Hanya kekuasaan Tuhan sajalah
yang akan menertibkan semua bentuk nafsu yang menguasai
dirimu." Wajah Sin Wan berseri. "Terima kasih, suhu! Ya Allah. ya
Tuhan, dengan adanya Tangan Tuhan yang membimbing,
kenapa hamba melupakan ini dan menjadi lemah, cengeng
dan putus asa" Terima kasih, suhu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat betapa muridnya seketika dapat terbebas dari
cengkeraman duka, Dewa Arak tertawa lagi dengan
senangnya. "Ha..ha..ha, itu baru benar! Sin Wan, tadi aku
melihat ketika engkau menghadapi sepasang iblis.
Kepandaianmu sudah maju pesat dan engkau pasti akan
mampu mengalahkan mereka kalau saja Sam-sian Sin-ciang
sudah kau kuasai dengan sempurna. Sayang engkau belum
matang. Biarlah kita menggunakan waktu beberapa bulan di
sini untuk mematangkan ilmu yang kau kuasai itu, karena ada
tugas penting yang akan kuserahkan kepadamu!"
"Tugas apakah, suhu?" tanya Sin Wan penuh semangat.
Dan pada saat itu, tidak ada sedikitpun bekas kedukaannya
yang tadi. Memang, duka hanyalah sebuah kenangan belaka.
Kalau tidak dikenang, tidak diingat, dukapun tidak ada!
"Sin Wan, baru-baru ini aku berkunjung ke kota raja dan
sempat bertemu dengan Sribaginda Kaisar. Beliau merasa
khawatir melihat keadaan di dalam negeri. Kerajaan Beng
yang baru ini masih menghadapi banyak ancaman, terutama
sekali dari bangsa Mongol yang selalu berusaha keras untuk
merebut kembali kekuasaan di selatan, dan para bajak laut
Jepang yang merupakan gangguan di sepanjang pantai timur.
Beliau khawatir sekali kalau-kalau pengaruh Mongol yang
mungkin akan mengirim orang pandai, akan membuat
beberapa orang pejabat berkhianat. Pasukan keamanan tidak
dapat berbuat banyak menghadapi penyusupan mata-mata
Mongol yang pandai. Selain itu, juga berita tentang akan
diadakannya pemilihan bengcu (pemimpin) bagi dunia
persilatan, cukup menimbulkan kekhawatiran kaisar karena
pertandingan antara datuk-datuk besar di dunia persilatan
dapat saja mendatangkan pertempuran besar dan kekacauan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lalu apa yang dapat teecu lakukan, suhu?" tanya Sin Wan, merasa dirinya kecil
menghadapi permasalahan negara yang
demikian gawat dan besar.
"Kaisar minta bantuanku untuk melakukan penyelidikan
terhadap semua itu, terutama sekali terhadap gerakan mata-
mata Mongol, juga aku diminta untuk mengadakan
pendekatan kepada semua calon bengcu dan membujuk agar
mereka melakukan pemilihan bengcu dengan cara yang
damai, tidak sampai menimbulkan pertempuran. Aku tidak
berani dan tidak tega menolak permintaan Sribaginda, akan
tetapi akupun menyadari bahwa aku sudah tua dan tidak ada
kegairahan lagi dalam hatiku untuk bertualang. Oleh karena
itu, aku teringat kepadamu dan aku datang ke sini dengan
harapan akan menantimu tahu engkau sewaktu-waktu akan
datang. Eh, tidak tahunya kedatangan kita di sini bersamaan
waktunya. Ini namanya jodoh. Sin Wan. Agaknya Tuhan
menghendaki bahwa engkaulah yang akan menunaikan tugas
itu, mewakili aku." 2.3. Pangeran Kerajaan Bhutan
Sin Wan mengerutkan alisnya, diam-diam merasa gentar.
"Akan tetapi, bagaimana mungkin teecu dapat melakukan
tugas itu, suhu" Teecu hanya seorang berkebangsaan Uighur
yang yatim piatu dan miskin, mana mungkin teecu memiliki
kemampuan untuk melaksanakan tugas yang demikian besar
dan penting" Bahkan teecu hanya anak tiri seorang penjahat
besar ........." "Ha..ha..ha, memang baik sekali untuk berendah hati Sin
Wan, akan tetapi jangan sekali-kali berendah diri! Engkau
memiliki kemampuan itu, aku percaya, asal engkau sudah
mematangkan semua ilmumu. Nah, aku akan membantumu
mematangkan ilmumu. Dan tentang nama yang berlepotan
dosa Se Jit Kong, justeru inilah kesempatan baik bagimu untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencuci bersih noda yang mencemarkan namamu. Nah,
sanggupkah engkau?" Tergugah semangat Sin Wan. "Teecu mentaati semua
perintah dan petunjuk suhu!"
Kakek itu tertawa girang dan mulailah dia membuka rahasia
ilmu-ilmu yang telah dipelajari Sin Wan, memberi petunjuk
sehingga dalam waktu singkat, pemuda yang tingkat
kepandaiannya memang sudah menyamai guru-gurunya itu,
memperoleh kemajuan pesat sekali. Setelah dia menguasai
benar Sam-sian Sin-ciang dengan sempurna, baru dia
menyadari bahwa dengan ilmu itu, apalagi ditambah bantuan
Pedang Tumpul, dia akan sanggup menghadapi dan mengatasi
lawan-lawan seperti sepasang iblis tempo hari.
0oo0 Rombongan berkuda itu terdiri dari duabelas orang
berpakaian seragam yang mengawal seorang pemuda dan
seorang setengah tua yang dari pakaiannya dapat diduga
bahwa mereka berdua adalah bangsawan-bangsawan
kerajaan Bhutan. Juga selosin perajurit itu adalah perajurit
Bhutan dengan baju perang yang berkilauan. Pemuda itu
sendiri bertubuh jangkung, wajahnya tampan seperti wanita,
juga gerak-geriknya lembut, tidak jantan.
Dia adalah seorang pangeran Bhutan dari selir, bernama
Pangeran Ramamurti, berusia duapuluh lima tahun.
Sedangkan laki-laki setengah tua itu adalah pamannya dari
ibu, bernama Balkan. Rombongan kuda itu nampak lelah,
tanda bahwa mereka telah melakukan perjalanan jauh.
Mereka memang datang dari Kerajaan Bhutan dan kini mereka
mendaki Bukit Ular, sebuah di antara bukit-bukit di
pegunungan Himalaya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Matahari sudah naik tinggi dan hari itu cerah. Namun, tidak
ada orang nampak di lereng bukit itu, bahkan dusun hanya
terdapat di kaki bukit. Bukit Ular ini memang merupakan bukit
yang terkenal di daerah itu, tidak ada orang berani mendaki
bukit itu tanpa ijin dari penghuni. Siapakah penghuni bukit itu yang amat
ditakuti orang" Di puncak Bukit Ular terdapat sebuah bangunan besar
seperti istana. Di situ tinggal See-thian Coa-ong (Raja Dunia
Barat) Cu Kiat, seorang di antara para datuk besar dunia
persilatan di waktu itu. Raja Ular itu berusia sekitar enampuluh delapan tahun,
tubuhnya tinggi kurus, matanya tajam seperti
mata harimau, alisnya tebal dan matanya sipit seperti mata
orang Mongol aseli, sipit dengan kedua ujungnya menurun.
Kumis dan jenggotnya tebal dan mulutnya selalu dihias
senyum mengejek. Biarpun See-thian Coa-ong Cu Kiat mempunyai banyak
isteri, namun dia hanya mempunyai seorang anak saja,
seorang wanita bernama Cu Sui In yarig kini telah berusia
empatpuluh tiga tahun dan tidak menikah. Seperti juga
ayahnya, Cu Sui In yang merupakan anak tunggal ini memiiiki
ilmu kepandaian yang hebat, bahkan ia telah membuat nama
besar di dunia kangouw dan mendapat julukan Bi-Coa Sianli
(Dewi Ular Cantik). Biarpun usianya sudah empatpuluh tiga tahun, akan tetapi
ia cantik dan kelihatan jauh lebih muda, seperti baru tigapuluh tahun saja.
Pakaiannya selalu mewah dan pesolek, alisnya
melengkung hitam dan matanya tajam seperti mata ayahnya.
Wajahnya cantik, hidung mancung dan mulutnya
menggairahkan. Tubuhnya padat ramping penuh daya tarik.
Selain ayah dan anak yang ditakuti orang di dunia kangouw
itu, masih ada seorang gadis lagi yang menjadi penghuni
gedung itu. Ia seorang gadis berusia duapuluh dua tahun,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
wajahnya manis, dengan lesung pipit menghias mulutnya yang
selalu dihias senyum. Mukanya bulat dan kulitnya putih
kemerahan, hidungnya lucu dapat kembang kempis.
Gadis ini bernama Tang Bwe Li dan biasa dipanggil Lili di
rumah itu, tentu saja dengan sebutan nona kalau yang
memanggil para pelayan. Ia tadinya merupakan murid dari Bi-
Coa Sianli Cu Sui In, akan tetapi akhirnya karena ia diambil
murid pula oleh See-thian Coa-ong, ia lalu memanggll Suci
(kakak seperguruan) kepada Cu Sui In, hal yang
menyenangkan hati Dewi Ular itu.
Selain mereka bertiga ditambah belasan orang selir See-
thian Coa-ong, di puncak itu tinggal pula tigapuluh orang laki-
Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
laki yang menjadi anak buah dan pelayan See-thian Coa-ong.
Puncak itu ditakuti orang bukan hanya karena penghuninya
akan tetapi juga karena di daerah puncak itu terdapat banyak
ular-ular berbisa. Ular-ular ini memang sengaja dikumpulkan
dan dibiarkan hidup di situ oleh See-thian Coa-ong yang
merupakan pawang ular yang lihai sehingga tepatlah kalau
puncak itu disebut Puncak Bukit Ular, sesuai pula dengan
penghuninya yang berjuluk Raja Ular dan puterinya, Dewi
Ular. Rombongan berkuda itu berhenti di lereng dekat puncak, di
depan sebuah pintu gerbang yang merupakan batas tempat
tinggal dan wilayah kekuasaan See-thian Coa-ong.
"Kenapa berhenti di sini, paman?" tanya Pangeran
Ramamurti kepada pamannya.
"Penghuni puncak adalah seorang datuk besar, dan nama
bukit ini Bukit Ular, kita harus berhati-hati. Pula, sebagai tamu kita harus
sopan karena di gapura ini tidak nampak penjaga."
Balkan yang berpengalaman itu lalu memerintahkan pasukan
untuk menyembunyikan terompet yang terbuat dari pada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tanduk. Segera terdengar bunyi sasangkala memecah
kesunyian tempat itu. Pada saat itu, See-thian Coa-ong sedang menghadapi meja
makan, sedang makan siang ditemani puterinya, Bi-coa Sianli,
dan dilayani para selirnya yang masih muda-muda dan cantik-
cantik. Tang Bwe Li atau Lili tidak nampak karena gadis itu
memang selalu ingin makan sendiri, tidak beramai-ramai
bersama sucinya dan gurunya. Bi-coa Sianli Cu Sui In yang
telah selesai makan, ketika mendengar bunyi sasangkala ltu,
segera bangkit berdiri. "Kurasa mereka sudah datang, ayah. Aku akan menyambut
mereka dulu di ruang tamu. Nanti setelah segalanya beres,
akan kuhadapkan mereka kepada ayah."
See-thian Coa-ong hanya mengangguk saja tanpa
menjawab, agaknya hatinya tidak tertarik dan dia lebih
mencurahkan perhatian kepada masakan di atas meja.
Cu Sui In lalu meninggalkan ruangan makan dan menyuruh
anak buah di situ pergi menyambut para tamu dan membawa
mereka ke ruangan tamu, sedangkan ia sendiri mencari Lili.
Gadis itu berada di kamarnya, sedang membaca kitab sejarah.
"Lili, cepat engkau berdandan," kata Cu Sui In.
Lili melepaskan bukunya dan memandang kepada wanita
cantik itu dengan mata dilebarkan. Wanita ini dahulu gurunya
sejak ia masih kecil, kemudian menjadi sucinya. Hubungan
antara mereka akrab sekali dan Lili merasa amat sayang
kepada gurunya atau sucinya itu. "Suci, kenapa aku harus
berdandan?" tanyanya heran.
"Kita akan menyambut tamu agung dan aku ingin engkau
kelihatan cantik." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aih, siapa sih tamu agung itu, suci" Aku jadi ingin sekali tahu."
"Dia seorang pangeran. Hayo cepatlah, akupun mau
bertukar pakaian baru," kata Sui In yang meninggalkan
sumoinya, memasuki kamarnya sendiri untuk berganti
pakaian. Lili bersungut-sungut setelah Sui In pergi. Ia seorang gadis
yang wataknya jujur dan galak, wajar dan tidak pesolek
seperti sucinya. Ia paling tidak suka untuk mencari muka, dan
sekarang pun, mendengar bahwa ia harus bersolek karena
akan menyambut tamu agung, seorang pangeran, hatinya
memberontak. Akan tetapi, iapun segan dan tidak berani membangkang
terhadap perintah sucinya yang juga gurunya itu, maka
dengan uring-uringan iapun berganti pakaian. Akan tetapi ia
membiarkan wajahnya tanpa bedak dan gincu, hal yang
sebetuInya juga tidak ada gunanya karena kulit mukanya
sudah putih kemerahan tanpa bedak, dan bibirnya sudah
terlalu merah basah tanpa gincu. Rambutnya yang sedikit
kusut itu bahkan menambah kemanisan wajahnya.
Rombongan Pangeran Ramamurti sudah disambut oleh
anak buah See-thian Coa-ong dan diajak naik ke puncak.
Kemudian, pangeran itu bersama pamannya dipersilakan
menunggu di ruangan tamu, sedangkan duabelas orang
pengawal mereka dijamu oleh anak buah Bukit Ular dengan
ramah dan hormat seperti diperintahkan Dewi Ular.
Ramamurti dan Balkan menanti di ruangan tamu yang luas
itu dengan hati berdebar. Kedatangan mereka memang telah
dijanjikan dua bulan yang lalu mereka bertemu dengan Bi-coa
Sianli Cu Sui In yang sedang berkunjung ke daerah Bhutan.
Bahkan wanita cantik yang lihai ini menyelamatkan Pangeran
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ramamurti dan Balkan yang sedang berburu binatang dan
dikepung oleh belasan orang pemberontak yang menjadi
pelarian. Cu Sui In yang menjadi penolong, itu diundang ke
istana dan dijamu dengan hormat.
Kemudian, ketika mendengar bahwa Cu Sui In mempunyai
seorang sumoi yang masih gadis. Balkan mengusulkan agar
sumoinya itu dijodohkan dengan Pangeran Ramamurti yang
juga belum menikah. Tentu saja usul ini sudah
dipertimbangkan masak-masak oleh Balkan dan disetujui oleh
sang pangeran. Dan usul inipun mengandung pamrih tertentu, yaitu mereka
mengharapkan bahwa dengan adanya dukungan seorang isteri
yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, maka kedudukan
Pangeran Ramamurti akan menjadi semakin kuat. Pada waktu
itu memang terjadi semacam persaingan di antara para
pangeran Bhutan yang hendak hendak memperebutkan
kekuasaan. Dan Sui In juga menyatakan persetujuannya! Tentu saja
Sui In menerima usul itupun tidak sembarangan saja,
melainkan sudah dipertimbangkannya baik-baik. Dia melihat
kedudukan pemuda itu cukup kuat, sebagai seorang pangeran
Kerajaan Bhutan dan siapa tahu, kelak dapat dengan bantuan
Lili menjadi raja di Bhutan! Itulah sebabnya ia menyatakan
persetujuannya, dan minta agar mereka datang mengajukan
pinangan secara sah pada hari itu.
Ketika Sui In memberitahukan ayahnya tentang usul
perjodohan dengan pangeran Bhutan, See-thian Coa-ong
menanggapinya dengan acuh saja. Sui In juga belum
memberitahu kepada Lili. Biasanya, gadis itu selalu taat
kepadanya, maka sekali inipun ia merasa yakin bahwa Lili
akan mentaatinya. Apalagi, Pangeran Ramamurti bukan
seorang pemuda yang buruk rupa. Dia cuKup tampan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terpelajar, kaya raya, berkedudukan tinggi masih muda. Mau
apalagi" Ketika dari pintu sebelah dalam muncul dua orang wanita
cantik, Balkan dan Ramamurti cepat bangkit berdiri dan
membungkuk dengan hormat sambil merangkap kedua tangan
di depan dada sebagai salam.
"Cu-lihiap (pendekar wanita Cu)!" kata mereka sambil
memberi hormat dan pandang mata Ramamurti melekat
kepada gadis yang berdiri di sebelah kiri Cu Sui In. Betapa
cantik jelita dan manisnya gadis itu, pikirnya dengan hati
berdebar girang. Gadis secantik bidadari ini yang diusulkan
menjadi isterinya" Seribu kali dia setuju!
"Saudara Balkan, dan Pangeran Ramamurti, selamat datang
dan silakan duduk. Perkenalkan, ini adalah sumoiku bernama
Tang Bwe Li atau yang biasa kami panggil Lili."
"Tang-siocia (nona Tang)!" kata Balkan memberi hormat yang segera dibalas sambil
lalu oleh Lili. "Nona Lili" Ah, kiranya nona adalah seorang puteri yang
cantik jelita seperti bidadari ......" kata Pangeran Ramamurti.
Lili tersenyum geli karena merasa lucu. Sikap pangeran itu
mengingatkan ia akan pertunjukan sandiwara di panggung
yang pernah ditontonnya ketika ia bersama Sui In merantau
ke daerah timur yang ramai.
"Apakah engkau ini seorang pangeran sungguhan" Seorang
pangeran aseli?" ia bertanya.
"Lili!" bentak sucinya. "Jangan main-main di depan pangeran!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aih, suci, aku tidak main-main. Aku hanya bertanya karena dia mengingatkan aku
akan pangeran yang kita lihat bermain
di panggung sandiwara itu. Betul tidak, suci?"
Mau tidak mau Sui In tersenyum geli. Lili memang gadis
lincah jenaka yang jujur dan tak pernah mengenal takut.
"Hushh, jangan sembarangan saja. Dia ini adalah seorang
pangeran sejati, Pangeran Ramamurti dari Kerajaan Bhutan."
"Ah, kiranya begitu" Maaf, karena yang membedakan
antara orang biasa dan pangeran hanya pakaiannya, dan yang
dipanggung itupun memakai pakaian seperti itu. Selamat
datang pangeran dan silakan duduk," kata Lili dengan sikap wajar sehingga
Pangeran Ramamurti tidak tersinggung,
bahkan merasa gembira sekali. Saking girangnya, dia menoleh
kepada pamannya dan berkata dalam bahasanya sendiri,
bahasa Bhutan, "Paman, aku mau, Paman, mau sekali ..... aku setuju ......!"
Tiba-tiba Lili bertanya, "Engkau mau apa, pangeran" Mau
sekali apa" Dan apa yang kau setujui tadi?"
Pangeran Ramamurti menjadi kaget setengah mati.
Mukanya berubah kemerahan. Tak disangkanya bahwa Lili
mengerti bahasa Bhutan! Gadis ini memang seorang kutu
buku, suka mempelajari bahasa-bahasa. Bukan saja bahasa
Bhutan, Nepal, juga bahasa Tibet dan bahasa daerah lainnya
ia pelajari. "Eh ..... ah .... mau anu ...... mau duduk, aku ...... aku setuju untuk duduk
dan bicara ......." jawab pangeran itu
gagap. Lili mengerutkan alis dan tertawa geli karena ia sendiri sama sekali
tidak tahu apa maksud kunjungan ini, sama sekali
tidak mengira bahwa yang dimaksudkan pangeran itu adalah
mau dan setuju sekali menikah dengannya!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi di dalam kagetnya, pangeran itu menjadi
semakin kagum dan suka mendengar gadis itu pandai pula
berbahasa Bhutan. Sungguh sukar dicari keduanya gadis
seperti ini. Cantik jelita, pandai ilmu silat dan tentu boleh
diandalkan sebagai sumoi dari Cu Sui In yang telah dia lihat
sendlri kelihaiannya, ditambah pandai berbahasa Bhutan pula.
"Pangeran Ramamurti, dan saudara Balkan, sebelum kita
membicarakan urusan mari kupersilakan menghadap ayahku
dulu, kemudian menerima sambutan kami dengan jamuan
makan. Setelah itu; baru kita bicara."
Tentu saja pihak tamu, pangeran dan pamannya itu hanya
dapat menerima, apalagi perjalanan jauh membuat mereka
lelah, haus dan lapar. Sambutan dengan jamuan makan, tentu
saja akan menyenangkan sekali. Mereka lalu diantar
memasuki ruangan dalam di mana See-thian Coa-ong telah
menanti dengan sikap acuh.
Lili yang belum mengetahui bahwa kunjungan itu
bermaksud melamar dirinya, mengikuti dari belakang sambil
tersenyum-senyum. Ia masih merasa lucu melihat betapa
sucinya demikian menghormati seorang pangeran yang
dianggapnya terlalu banyak lagak itu. Apakah Sucinya yang
sejak kecil diketahuinya sebagai seorang wanita yang
memandang rendah kaum pria itu kini tiba-tiba tertarik dan
jatuh cinta kepada pangeran ini" Hampir ia terkekeh dan
menahan tawa sambil menutupi mulutnya dengan tangan.
Betapa lucunya kalau sucinya jatuh cinta kepada pangeran
yang dianggapnya masih kekanak-kanakan ini!
Dewi Ular yang mengajak dua orang tamunya masuk,
segera memperkenalkan mereka kepada ayahnya. See-thian
Coa-ong duduk di kursinya dengan sikap angkuh berwibawa.
Jelas bahwa datuk ini tidak mau memperlihatkan kerendahan
diri terhadap pangeran itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ayah, inilah Pangeran Ramamurti dan pamannya, saudara
Balkan seperti yang pernah kuceritakan itu," kata Bi-coa Sianli dengan nada
suara bangga. "Locianpwe, terimalah hormat kami," kata Balkan dan
pangeran itupun memberi hormat dengan merangkap kedua
tangan di depan dada, agak membungkuk akan tetapi tidak
berkata apapun. "Hemm, duduklah!" kata See-thian Coa-ong,
mempersilakan dua orang itu duduk seperti mempersilakan
dua orang tamu biasa saja. Jelas terbayang pada wajah dua
orang tamu itu betapa mereka menjadi salah tingkah, bingung
oleh sikap acuh kakek itu. Lili tidak mampu menahan tawanya.
"Suhu, dia itu adalah seorang pangeran tulen, pangeran
dari negara Bhutan. Hebat, bukan?" katanya.
"Apanya yang hebat?" See-thian Coa-ong bertanya sambil menoleh kepada muridnya
itu, alisnya berkerut. "Haiii, tidak banggakah suhu menerima tamu seorang
pangeran" Ingat, suhu tidak setiap hari ada pangeran datang
berkunjung. Pangeran itu putera raja, suhu, masih panas-
panas keluar dari istana kerajaan!" Lili yang semakin geli melihat sikap
suhunya, menambahkan. "Hem, apa anehnya raja dan pangeran" Sudah sering aku
dijamu raja-raja di istana mereka. Raja-raja juga manusia
biasa seperti kita, apa bedanya"
"Bagaimana bisa sama, suhu" Dalam sebuah negara, raja
hanya ada seorang saja, dan pangeran juga hanya beberapa
orang. Tentu berbeda dengan orang-orang biasa seperti kita."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Ramamurti tidak begitu pandai berbahasa Han,
akan tetapi dia paham apa yang dibicarakan. Dia merasa
gembira bukan main mendengar gadis yang dicalonkan
menjadi jodohnya dan yang sekaligus telah membuatnya jatuh
bangun dalam cinta itu, membuatnya tergila-gila, memuji-
mujinya dan berkeras mengatakan bahwa pangeran adalah
manusia luar biasa, lain dari pada yang lain. Ini saja sudah
merupakan lampu hijau baginya. Diapun kurang enak
mendengar kakek itu agaknya memandang rendah pangeran,
akan tetapi untuk memperlihatkan bahwa dia cukup rendah
hati, diapun berkata sambil tersenyum ramah.
"Aih, nona Lili. Apa yang diucapkan locianpwe ini benar
sekali. Biarpun aku seorang pangeran yang mungkin kelak
menjadi raja, akan tetapi aku adalah manusia biasa yang tidak
ada bedanya dengan orang lain. Lihat, hidungku satu, mata
dan telingaku dua, mulutku satu, jari tanganku masing-masing
lima. Sama, bukan?" Pangeran itu menunjuk hidung, telinga, mata dan mulut, lalu
membuka sepuluh jari tangannya,
Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memperlihatkannya kepada Lili. Gadis ini tidak dapat menahan
tawanya sampai terpingkal-pingkal.
"Lili, bersikaplah yang pantas di depan tamu!" Cu Sui In menegur sumoinya.
Lili adalah seorang gadis yang sejak kecil digembleng oleh
tokoh-tokoh seperti Dewi Ular kemudian Raja Ular yang
merupakan orang-orang aneh di dunia kangouw. Ia sendiripun
ketularan watak aneh mereka yang tidak sudi dikekang oleh
peraturan apapun juga. Oleh karena itu, ketika tertawa tadi,
Lili juga tidak menahan diri dan tertawa lepas-lepas dengan
mulut ternganga, hal yang bagi wanita Han pada umumnya
dianggap tidak bersusila!
"Ehh, mengapa, suci" Apakah aku bersikap tidak pantas"
Apanya yang tidak pantas?" Lili membantah. Jangankan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekarang wanita itu telah menjadi kakak seperguruannya,
ketika masih disebut subo (ibu guru) sekalipun, ia suka
membantah kalau memang dianggap ia yang benar. Ia
memang taat dan segan, akan tetapi tidak membuta.
"Engkau tertawa tanpa terkendali!" tegur sucinya.
"Ahh" Aku merasa senang dan geli, ingin tertawa lalu aku
tertawa, kenapa tidak pantas" Kalau aku ingin tertawa lalu
kutahan dan kusembunyikan, barulah tidak pantas. Bukankah
begitu, pangeran" Tolong katakan, apakah aku tadi bersikap
tidak pantas di depan pangeran?" Lili mendekatkan mukanya, dicondongkan ke
depan, ke arah pangeran itu.
Pangeran Ramamurti menggosok-gosok hidungnya,
nampak senang sekali. "Aih, tidak, sama sekali ......."
"Maksudmu tidak pantas?"
"Pantas ....... pantas .......!!" jawab pangeran itu berulang-ulang sehingga
Lili menjadi semakin geli dan.tertawa lagi.
Cu Sui In sudah tahu akan watak nakal dan lincah suka
menggoda orang dari sumoinya, dan pada saat itu, kebetulan
pelayan datang melapor bahwa hidangan untuk menjamu
tamu sudah tersedia di meja ruangan makan.
"Silakan, Pangeran Ramamurti dan Saudara Balkan. Mari
silakan makan minum dulu, baru kita nanti bicara." Cu Sui In mempersilakan.
"Mari kita temani tamu-tamu kita, Lili."
"Akan tetapi aku sudah makan, suci."
"Biarlah, kita minum-minum saja sekedar menemani
mereka. Akupun sudah makan tadi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
See-thian Coa-ong yang bersikap acuh, hanya mengangguk
ketika dua orang tamu itu permisi. Mereka pergi ke ruangan
makan dan untuk mencegah agar sumoinya yang nakal itu
tidak menggoda lagi tarrunya, Cu Sui In sendiri yang melayani
mereka dengan suguhan arak, anggur dan masakan-masakan
yang lezat, dibantu oleh para pelayan wanita.
"Sambil makan minum, kami hendak memperlihatkan tarian
yang khas dari tempat tinggal Pangeran," kata Cu Sui In dan sang pangeran
mengangguk-angguk girang. Sui In memberi
isyarat kepada para pelayan dan terdengarlah suara dua buah
yang-kim (kecapi) ditabuh dengan suara melengking merdu,
lalu disusul suara suling. Sehelai tirai sutera diangkat
perlahan-lahan dan nampaklah tiga orang wanita cantik yang
bermain suling dan dua yang-kim itu.
Kemudian, dari kamar bagian dalam, muncul lima orang
gadis. Mereka berlari-lari kecil di atas jari-jari kaki mereka
seolah meluncur saja, dan kelima orang gadis itu muda-muda
dan cantik-cantik, mengenakan pakaian serba tipis yang
menggairahkan. Kemudian, setelah mereka memberi hormat
ke arah tamu, mulailah mereka menari mengikuti suara yang-
kim dan suling. Dan Pangeran Ramamurti terpesona. Di negerinya juga
banyak terdapat penari yang pandai menari perut, akan tetapi
gerakan lima orang penari ini lain sekali. Tubuh mereka yang
ramping berlenggang-lenggok seperti tubuh ular!
Lengking suling itu makin meninggi dan tiba-tiba saja Lili
bangkit, dari tempat duduknya dan diapun menari dengan
gerakan yang berlenggang lenggok seperti ular pula. Lima
orang penari itu tersenyum dan mereka menari-nari
mengelilingi Lili, merupakan paduan yang serasi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Ramamurti semakin terpesona dan tiada hentinya
mulutnya mengeluarkan suara pujian. Lili memang suka sekali
menari. Setiap kali melihat tarian, apalagi mendengar suara
yang-kim dan suling memainkan lagu yang amat dikenalnya
itu, lagu ular, ia tidak dapat menahan dirinya untuk tidak ikut menari!
Para pemain musik dan penari itu sudah tahu akan
kesukaan Lili, maka mereka tersenyum dan tiba-tiba peniup
suling itu memainkan lagu lain. Sulingnya melengking-lengking
dan mengandung getaran aneh. Lili juga mengubah gerakan
tarinya dan lima orang penari itu kini duduk mengellingi dan
bersimpuh, bertepuk tangan mengiringi musik dan tarian.
"Ular ...... ular ......!!" seru Ramamurti dan Balkan sambil mengangkat kaki
tinggi-tinggi ke atas kursi ketika mereka
melihat puluhan ular memasuki ruangan itu dari segala
penjuru. "Harap kalian tenang, tidak apa-apa," Cu Sui In sambil tersenyum.
Dua orang tamu itu lupa makan. Kini mereka terbelalak
dengan heran, kagum bercampur khawatir melihat betapa
lima orang penari itu sudah bangkit lagi menari di sekeliling Lili dan seperti
juga Lili yang memainkan dua ekor ular putih yang
nampak ganas, lima orang penari itu menari dengan ular-ular
bergantungan di tubuh. Ini baru benar-benar tari ular, pikir pangeran itu dengan
kagum. Di negerinya juga ada tari ular, ada pula pawang ular.
Akan tetapi biasanya, dalam tarian, ular itu, si penari
menggunakan ular-ular yang sudah dijinakkan dan tidak dapat
menyerang atau menggigit lagi. Akan tetapi enam orang
penari ini mempermainkan ular-ular liar yang agaknya tadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertarik dan berdatangan setelah mendengar tiupan suling
istimewa itu. Setelah suara suling mengusir pergi ular-ular itu dan tarian
dihentikan, Pangeran Ramamurti dan Balkan bertepuk tangan
memuji. Kemudian, setelah dua orang tamu itu selesai makan,
mereka diajak menghadap lagi ke ruangan dalam di mana
See-thian Coa-ong masih duduk.
"Nah, sekarang harap ji-wi (kalian berdua) beritahukan
maksud kunjungan ji-wi kepada kami," kata Cu Sui In kepada dua orang tamunya,
Para pelayan sudah disuruh keluar dari
ruangan itu dan disitu hanya ada dua orang tamu itu dan di
pihak tuan rumah tiga orang. Sikap See-thian Coa-Ong masih
acuh saja. Kalau Sui In merasa setuju dan bangga sekali
menyambut usul perjodohan antara Lili dan Pangeran Bhutan,
ayahnya tidak demikian. See-thian Coa-ong tidak menolak,
akan tetapi jaga tidak gembira dan acun saja, menyerahkan
urusan itu kepada puterinya dan kepada Lili sendiri.
"Locianpwe dan Cu-lihiap, kunjungan kami ini bermaksud
untuk menyambung persesuaian pendapat di antara kami dan
Cu-lihiap ketika lihiap berkunjung ke negeri kami dua bulan
yang lalu, yaitu kami datang untuk meminang nona Tang Bwe
Li agar menjadi jodoh Pangeran Ramamurti ....."
"Gila......! Lancang .....!!" Tiba-tiba Lili meloncat bangun dari kursinya,
mukanya merah, matanya mencorong
memandang ke arah dua orang tamu itu membuat mereka
terkejut. Lili, hentikan itu!" Cu Sui In membentak, juga marah.
"Sikapnya tidak patut dan memalukan!"
"Tapi ....... tapi, suci ..... mereka ini kurang ajar kepadaku!"
bantah Lili. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Engkau yang kurang ajar! Sudah jamaknya gadis dewasa
seperti engkau dilamar orang, dan tidak seperti itu sikap
seorang gadis yang menerima lamaran. Kau diamlah, ini
urusan orang-orang tua!"
"Tidak suci. Aku tidak mau! Aku tidak sudi berjodoh dengan dia!"
"Lili, ini sudah keterlaluan!" Cu Sui In juga bangkit dan mukanya berubah merah
karena marah dan malu. "Suci katakan aku keterlaluan" Suci sendiri sampai
sekarang tidak mau menikah dan malah hendak memaksaku
menikah, itu baru namanya keterlaluan! Kenapa tidak suci saja
yang berjodoh dengan pangeran ini?" Setelah berkata
demikian, Lili mengepal tinju hendak menyerang kedua orang
tamu itu, membuat Pangeran Ramamurti menjadi pucat
ketakutan. "Lili, mundur kau!" bentak See-thian Coa-ong dan
mendengar bentakan gurunya ini, Lili mengendur, matanya
menjadi merah dan basah. Ia membanting kakinya dan lari
keluar dari ruangan itu, ke kamarnya.
Setelah gadis itu pergi, sejenak dalam ruangan itu sunyi.
Sunyi yang menegangkan hati. Kemudian terdengar Pangeran
Ramamurti berkata dalam bahasanya sendiri kepada Balkan.
"Paman, mari kita, pulang saja. Kalau lamaran kita ditolak, untuk apa kita lama
di sini?" Mendengar ini, Sui In cepat berkata. "Harap ji-wi
memaafkan sumoiku. Ia memang keras hati dan tentu saja ia
merasa malu. Kami harap ji-wi suka bersabar. Aku yang akan
membujuknya. Sekarang ini kami belum dapat mengambil
keputusan mengenai pinangan ji-wi. Baiklah, nanti bulan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
depan saja kami akan mengirim berita keputusan kami. Sekali
lagi, harap maafkan."
Ucapan itu merupakan permintaan maaf dan juga
pengusiran secara halus. Memang Sui In yang merasa tidak
enak sekali oleh sikap Lili tadi, merasa bahwa lebih baik kalau dua orang
tamunya itu, pergi saja dulu.
Balkan dan pangeran itu lalu berpamit. Lebih dulu mereka
berpamit kepada See-thian Coa-ong dan kakek ini yang sejak
tadi diam saja dan acuh, tiba-tiba bertanya kepada Pangeran
Ramamurti, "Engkau ini seorang pangeran, kenapa tidak
mencari jodoh seorang puteri bangsawan" Orang seperti
engkau ini bagaimana mungkin kelak dapat mengendalikan
seorang isteri seperti Lili?" Dia tertawa bergelak dan seperti
biasa, senyum dan tawa kakek ini selalu mengandung ejekan
dan memandang rendah orang lain.
Pangeran Ramamurti tidak menjawab. Dia dan pamannya
lalu berpamit kepada Sui In dan meninggalkan puncak Bukit
Ular, diikuti pasukan kecil pengawal mereka.
"Berhenti ......" Lili yang berdiri di tengah jalan itu mengangkat tangan kanan
ke atas, memberi isyarat kepada
pasukan berkuda itu untuk berhenti. Pangeran Ramamurti dan
Balkan menahan kendali kuda mereka, demikian pula duabelas
orang pengawal mereka. Melihat bahwa yang menghentikan mereka adalah Lili yang
nampak demikian gagah dan cantik, berdiri tegak di tengah
jalan, kedua kaki terpentang, tangan kiri di pinggang dan
tangan kanan diangkat ke atas, wajah Pangeran Ramamurti
yang tadinya murung itu menjadi gembira sekali. Dia meloncat
turun dari atas kudanya, wajahnya yang tampan tersenyum.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aih, kiranya nona Lili! Nona, apakah engkau menghadang
di sini untuk mengucapkan selamat jalan kepadaku?" Dalam
suaranya terkandung penuh harapan.
"Pangeran Ramamurti, engkau telah menghinaku dan
sekarang masih mengharapkan aku untuk mengucapkan
selamat jalan kepadamu" Aku menghadang untuk memberi
hajaran kepada kalian yang telah menghinaku!"
Melihat sikap gadis itu dan mendengar ucapannya, wajah
pangeran itu menjadi pucat dan dia melangkah mundur.
Pamannya, Balkan, sudah melompat turun pula dari atas
kudanya dan dia menghadapi gadis itu dengan sikap tenang.
2.4. Pengawal Keluarga Raja Muda
"Maaf, nona Tang Bwe Li, kami sungguh tidak mengerti
kenapa nona marah kepada kami" Kami datang dengan baik-
baik dan dengan sikap hormat untuk meminang diri nona.
Bagaimana nona dapat mengatakan bahwa kami telah
menghinamu?" "Tidak menghinaku, ya" Bagus! Kalian datang melamarku
begitu saja, tanpa lebih dulu memberi tahu aku, tidak
menyelidiki dulu apakah aku suka atau tidak. Memangnya aku
ini sebuah boneka yang tidak mempunyai pikiran sendiri" Atau
aku ini seekor kuda saja yang boleh kalian tawar dan hendak
membeliku dengan kedudukan dan hartamu" Kalian telah
membikin aku malu!" Balkan adalah seorang dari golongan rakyat biasa, akan
tetapi karena kakaknya perempuan menjadi isteri raja Bhutan,
maka dia merasa dirinya besar dan telah menjadi seorang
bangsawan tinggi paman dari Pangeran Ramamurti. Kini,
melihat sikap Lili yang sama sekali tidak memandang sebelah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mata kepada keponakannya dan kepadanya, timbullah
kemarahannya. Gadis ini terlalu menghina, pikirnya.
"Nona Tang Bwe Li, ingatlah bahwa yang meminangmu
adalah seorang pangeran kerajaan Bhutan! Biasanya, di
Bhutan, kalau pangeran menghendaki seorang wanita, cukup
dengan melambaikan tangan saja dan setiap orang wanita
akan datang menyerahkan diri dengan bangga, karena
mengingat bahwa nona adalah bangsa lain, maka kami
mempergunakan cara yang sopan dan lajim, melakukan
pinangan dengan resmi. Bahkan sebelum kami datang
meminang, kami telah membicarakannya dengan lihiap Cu Sui
In dan ia telah menyetujuinya. Sepatutnya nona merasa
terhormat dan bangga, bukan merasa terhina. Ini sungguh
tidak adil sekali!" Mendapat jawaban seperti ini, kemarahan Lili bagaikan api
disiram minyak, makin berkobar. "Bagus! Kalian sudah
menghinaku, masih menyalahkan aku. Kalian harus dihajar
agar tidak berani muncul lagi ke sini, tidak lagi menyinggung
urusan perjodohan!" Balkan juga marah. Gadis ini terlalu menghina, sepantasnya
kalau ditawan dan dibawa ke Bhutan, dipaksa menikah
dengan Pangeran Ramamurti! Dia memberi isyarat kepada
pasukan pengawal. "Tangkap nona yang lancang mulut ini!"
Duabelas orang pengawal itu sudah berloncatan turun dari
atas kuda dan seperti segerombolan anjing pemburu
mengeroyok seekor kelinci, mereka sudah menerjang ke arah
Lili dengan tangan terjulur panjang. Melihat kecantikan gadis
itu, mereka bergairah dan seolah berlumba untuk
memperebutkan gadis itu, agar mereka dapat lebih dulu
Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menerkam, memeluk dan menangkapnya. Mereka berlumba
untuk dapat meraba tubuh yang padat itu, atau setidaknya
bersentuhan lengan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi, mereka itu bukan seperti segerombolan anjing
pemburu memperebutkan seekor kelinci, melainkan
segerombolan anjing pemburu bertemu dengan seekor
harimau betina yang galak dan kuat! Lili menyambut mereka
dengan terjangan kaki tangannya. Gerakannya demikian
tangkas, cepat dan Kuat sekali sehingga duabelas orang
pengawal yang merupakan pengawal pilihan itu terpelanting
ke kanan kiri! Mereka terbanting dan mengaduh-aduh,
mengalami patah tulang, babak belur dan benjol-benjol.
Dan bagaikan seekor burung walet, tubuh Lili sudah
menyambar ke arah Balkan dan Pangeran Ramamurti. Dua
orang bangsawan ini terkejut dan hendak melarikan diri, akan
tetapi sebuah tendangan membuat Balkan tersungkur dan
sekali Lili menjulurkan tangan, ia telah mencengkeram pundak
pangeran itu. "Nona, apa kesalahanku, lepaskan!" kata pangeran itu
meronta-ronta. "Engkau lancang berani meminangku, ya?" Lili membentak dan tangannya menampar
beberapa kali. Kedua pipi pangeran
itu menjadi merah membengkak. Lili mendorongnya dan
diapun terjengkang. "Engkau harus dihajar agar jangan berani lagi, datang ke
sini!" kakinya menendang dan pangeran yang sedang merangkak bangun itu terlempar
lagi. "Lili, tahan!" terdengar bentakan nyaring dan Lili yang sudah hendak
menggerakkan kakinya, menahan
tendangannya. Ia menoleh dan ternyata Sui In telah berdiri di
situ dengan sikap marah. Sementara itu, Balkan yang sudah
bangkit, menolorg Pangeran Ramamurti, memapahnya dan
bersama anak buah mereka yang sudah bangkit pula, mereka
mencari kuda mereka, menunggang kuda dan rombongan itu
pergi meninggalkan tempat itu tanpa pamit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lili, engkau sungguh keterlaluan sekali! Apakah engkau
sudah mulai berani menentang aku" Katakan, apakah engkau
hendak menantang aku?" Cu Sui In marah sekali, matanya
mencorong dan kedua tangannya bertolak pinggang.
Melihat ini, Lili menjatuhkan diri berlutut menghadap wanita
yang pernah menjadi gurunya dan kini menjadi sucinya ini. Ia
berlutut dan kedua matanya basah, akan tetapi ia
mengeraskan hatinya sehingga tidak sampai menangis. Ia
bukan takut walaupun ia tahu bahwa ia tidak akan mampu
menandingi sucinya, akan tetapi ia berduka sekali melihat
sucinya demikian marah kepadanya dan sorot matanya seperti
membencinya. "Suci, sejak aku dapat mengingat, sejak kecil sekali suci
memeliharaku, merawat dan mendidik aku. Suci sayang
kepadaku dan akupun amat sayang kepadamu. Bagaimana
mungkin aku tidak akan mentaatimu" Suci, apapun yang suci
perintahkan, akan kutaati, dan aku akan membela suci dengan
taruhan nyawa sekalipun. Akan tetapi, ........ mengenai
perjodohanku ...... bagaimana aku dapat melempar diriku ke
dalam nasib yang akan menentukan selama hidupku" Suci,
kalau aku menikah, berarti aku berpisah dari suci, dan hidup
selamanya di samping seorang laki-laki yang tidak kucinta.
Bagaimana mungkin ini" Suci, kalau aku bersalah dan suci
hendak menghukumku, silakan. Biar dihukum matipun aku
rela, dan aku tetap tidak akan mau dijodohkan dengan laki-
laki yang tidak kucinta."
Sui In tersenyum mengejek. "Huh, cinta" Mana ada cinta
dalam hati kaum pria" Kalau sudah melampiaskan nafsu
mereka, mereka akan bosan dan tidak memperdulikan kita
lagi. Cinta" Cinta laki laki adalah palsu, rayuan kosong hanya
untuK memikat. Laki-laki seperti laba-laba yang memikat
kupu-kupu terperangkap di sarangnya, kalau sudah dihisap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sampai kering, bangkai kupu-kupu akan di campakkan begitu
saja. Aku menjodohkan engkau dengan seorang pangeran, itu
berarti hidupmu akan terjamin, mulia, terhormat, kecukupan
sampai semua keturunanmu kelak. Namamu terjunjung tinggi,
namaku dan nama ayahku ikut terangkat. Seorang pangeran,
apalagi kalau kelak menjadi raja, tidak akan mencampakkan
isterinya begitu saja. Paling banyak dia menambah selir, akan
tetapi isterinya akan tetap dimuliakan orang. Aku menyetujui
perjodohan itu demi kebaikanmu, kenapa engkau menolak?"
"Maaf, suci. Bagaimanapun juga, hati ini tidak merelakan
kalau badan ini kuserahkan kepada orang yang tidak kucintai.
Aku siap menerima hukuman asal suci jangan marah lagi
kepadaku." Sui In tersenyum, lalu menarik napas panjang. "Kalau aku
marah, sejak tadi sudah kubunuh engkau! boleh saja engkau
menolak lamaran, akan tetapi tidak perlu bersikap kasar,
apalagi menyakiti rombongan pangeran itu. Sudahlah, apa
engkau sudah mempunyai pilihan hati, seorang pria yang
kaucinta dan kauharapkan menjadi jodohmu?"
Karena besar dalam lingkungan orang aneh, Lili juga
menjadi seorang gadis yang berwatak aneh. Yang oleh wanita
pada umumnya dianggap sebagai hal yang memalukan,
mungkin baginya sama sekali tidak memalukan, dan
sebaliknya. Ia menjunjung kegagahan, wajar dan jujur,
walaupun seringkali mengandalkan kekuatan dan kekerasan.
"Sudah, suci," jawabnya tegas.
Sui In mengerutkan alisnya, merasa penasaran dan heran
mengapa ia tidak tahu bahwa Lili mempunyai seorang pacar!
"Siapa dia" Pemuda dekat sini?"
"Dia orang jauh dan suci juga sudah mengenalnya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau amat cinta padanya?"
"Aku cinta padanya, kagum, dan juga penasaran dan
benci." "Ehh" Siapa pria aneh itu?"
"Dia Sin Wan, suci."
"Sin Wan ......" Seperti pernah kudengar nama itu."
"Tentu saja. Dia murid dan putera mendiang Tangan Api Se
Jit Kong." "Aih, benar. Dia murid pula dari Sam-sian, bukan" Aihh, dia yang pernah memukuli
pantatmu ketika engkau kecil itu?"
"Benar, akan tetapi aku sudah membalas memukuli
pantatnya berikut bunganya. Aku .... aku hanya mau berjodoh
dengan dia, suci." "Sudahlah. Engkau bilang selalu taat kepadaku. Sekarang
aku akan memberimu sebuah tugas, maukah engkau
melakukannya untuk aku?"
"Katakan apa tugas itu, suci. Akan kulakukan walau dengan
pengorbanan nyawa sekalipun."
"Mungkin saja engkau akan berkorban nyawa, karena
orang yang kuingin agar kau bunuh ini memiliki ilmu
kepandaian yang lihai sekali."
"Suci ingin aku membunuh orang" Boleh saja, akan tetapi
aku harus tahu lebih dulu apa kesalahannya dan mengapa
pula suci hendak membunuhnya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dia seorang pendekar yang perkasa, seorang tokoh
Butong-pai yang sukar dicari tandingannya, terutama sekali
ilmu pedangnya amat ditakuti orang. Akan tetapi, aku yakin
engkau akan mampu menandinginya dan mengalahkannya.
Namanya Bhok Cun Ki berjuluk Sin-kiam-eng (Pendekar
Pedang Sakti), usianya sekitar empatpuluh lima tahun. Dia
seorang pendekar perantau, tidak tentu tempat tinggalnya.
Akan tetapi kalau engkau pergi ke Butong-pai dan mencari
keterangan di markas Butong-pai, tentu engkau akan dapat
memperoleh keterangan di mana adanya Sin-kiam-eng Bhok
Cun Ki." "Hal itu mudah dilakukan, suci. Akan tetapi suci belum
mengatakan mengapa suci hendak membunuhnya dan apa
pula kesalahannya." "Hemm, engkau bilang selalu taat kepadaku, kenapa
sekarang kuberi tugas engkau ribut-ribut mendesak aku agar
menceritakan sebab-sebabnya."
"Suci, aku tidak melupakan nasihat suhu. Kita tidak perlu
berpihak kepada golongan manapun, akan tetapi kita harus
bertanggung-jawab atas semua perbuatan kita. Itu namanya
baru gagah. Setiap perbuatan kita harus dilandasi alasan kuat
sehingga kita tidak ragu-ragu melaksanakannya. Nah, karena
itu, aku ingin agar aku mengetahui apa alasannya maka aku
harus membunuh Sin-kiam-eng Bhok Cun Ki itu."
Bi-coa Sianli (Dewi Ular Cantik) Cu Sui In biasanya
berwatak keras, galak dan tidak sabar terhadap orang lain.
Akan tetapi terhadap Lili ia tak pernah memperlihatkan sikap
kerasnya itu. Ia terlalu sayang kepada muridnya yang kini
menjadi sumoinya itu dan kini mendengar ucapannya Lili, ia
bahkan tersenyum. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lili sendiri terpesona kalau melihat sucinya tersenyum.
Senyum sucinya itu belum tentu ia lihat seminggu sekali!
Kalau sucinya, yang biasanya berwajah dingin itu tersenyum,
ia benar-benar pantas disebut dewi karena nampak cantik
jelita dan anggun. Betapa senyum seseorang dapat membuat
wajahnya menjadi hidup dan cerah, bagaikan matahari muncul
dari balik awan hitam. "Lili, engkau ingin tahu sebabnya" Sebabnya adalah karena
Bhok Cun Ki itu adalah kekasihku ......."
Lili memandang sucinya dengan mata dibelalakkan lebar-
lebar, dan kini Cu Sui In yang terpesona penuh kagum.
Sumoinya ini memang cantik jelita, akan tetapi kalau matanya
dibelalakkan seperti itu, sepasang mata itu menjadi besar dan
bercahaya seperti bintang, sehingga wajah itu manis bukan
main. "Aihhn, suci. Ini namanya puncak keanehan! Kalau dia itu
kekasih suci, kenapa harus dibunuh?"
"Duapuluh tiga tahun yang lalu, ketika aku berusia
duapuluh tahun dan dia berusia duapuluh dua tahun, kami
saling mencinta dan kami saling bersumpah untuk sehidup
semati. Aku bahkan telah menyerahkan segala-galanya yang
ada padaku kepadanya, menyerahkan jiwa ragaku kepadanya,
akan tetapi ..... setelah dia mengetahui bahwa aku adalah
puteri See-thian Coa-ong, dia yang menganggap dirinya
seorang pendekar Butong-pai lalu mundur dan meninggalkan
aku, memutuskan hubungan. Padahal, aku telah menyerahkan
segalanya. Dia telah mengkhianatiku dan kemudian menikah
dengan seorang puteri bangsawan."
Wajah Lili berubah merah karena marah. "Suci! Kenapa
sekian lamanya suci diam saja" Laki-laki pengkhianat seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu sudah selayaKnya dibunuh. Kenapa dahulu suci tidak
mencarinya dan membunuhnya" Dia tidak pantas hidup!"
Cu Sui In menggeleng kepala dengan wajah sedih dan
beberapa kali ia mengnela napas, panjang. "Sudah kucoba
untuk mengeraskan hati, namun sia-sia, Lili. Aku, ..... aku
tidak tega membununnya, aku tetap mencintanya, sampai
sekarang. Karena itu aku minta bantuanmu ......."
"Suci, engkau membikin aku bingung. Kalau suci sampai
sekarang tetap mencintanya, kenapa suci melepaskannya
begitu saja" Kenapa suci tidak bunuh saja perempuan yang
merampasnya dan paksa dia menjadi suami suci?"
Sepasang mata Dewi ular Cantik itu mencorong marah.
"Tidak! Aku tidak sudi mengemis cintanya! Tidak usah banyak komentar. Mau atau
tidak engkau melaksanakan tugas yang
kuberikan padamu?" "Tentu saja, suci. Aku siap melaksanakannya aku siap
membelamu biar harus mempertaruhkan nyawaku."
"Lili ....... Sui In merangkul dan mencium kedua pipi gadis
itu. "Engkau memang anak baik, engkau sumoi yang baik.
Pergilah, Lili, cari dia sampai dapat, kemudian bunuh dia,
bunuh isterinya, bunuh anak mereka kalau ada. Lakukan itu
untuk aku yang menderita selama duapuluh tiga tahun ini."
"Baik, suci. Jangan khawatir. Aku akan mencarinya, aku
akan membunuhnya berikut anak isterinya. Pengorbanan suci
yang selama duapuluh tiga tahun ini harus ditebus dengan
nyawa mereka. Suci selama puluhan tahun menderita, tidak
mau berdekatan dengan pria, semua itu demi cinta suci
kepadanya. Akan tetapi dia malah meninggalkan suci dan
menikah dengan perempuan lain!" Lili mengepal tinju.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nah, berangkatlah, Lili. Dengan ilmu pedangmu Pek-coa
Kiam-sut, aku yakin engkau akan mampu mengalahkan ilmu
pedangnya dari Butong-pai."
Ketika Lili berpamit kepada gurunya, dan menceritakan
tugas yang diberikan Cu Sui In kepadanya, See-thian Coa-ong
menggeleng-gelengkan kepala. "Manusia bisa gila karena
cinta. Sui In mengubur dendam selama duapuluh tahun lebih
dalam hatinya dan sekarang menghendaki engkau yang
mewakilinya. Bahkan ketika aku hendak turun tangan, ia
selalu melarang. Sekarang aku tahu, kiranya ia menanti
sampai engkau dewasa dan memiliki kemampuan untuk
mewakilinya. Kiranya selama ini ia menanam dendamnya
karena ia sendiri tidak tega meiakukannya, ha..ha..ha!"
Setelah Lili hendak berangkat, Cu Sui In mengantarnya
sampai ke bawah puncak. Lili, kalau sudah selesai tugasmu,
jangan pulang ke sini. Tahun depan aku dan ayah akan pergi
ke Thai-san, di mana akan diadakan pemilihan bengcu sebagai
pemimpin seluruh dunia persilatan dan merupakan jago nomor
satu. Nah, di sanalah kita bertemu, tahun depan sebulan
sesudah Perayaan Musim Semi atau Sin-cia. Kalau engkau
kembali ke sini, aku khawatir kita tidak akan dapat saling
bertemu. Kalau kita bertemu di sana, engkau dapat
memperkuat rombongan ayah."
"Baik, suci." Mereka berangkulan dan saling berciuman, lalu Lili menggunakan
ilmu berlari cepat menuruni Puncak Bukit
Ular, diikuti pandang mata Cu Sui In yang kini nampak
tersenyum, akan tetapi kedua matanya basah air mata!
0oo0 Malam itu gelap sekali. Di langit tidak ada bulan, tidak ada
bintang karena semua bintang tertutup oleh awan hitam.
Gelap gulita dan hawa udara amat dinginnya. Musim salju
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendekati akhir, namun justeru hawa udara dingin sampai
Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menusuk tulang. Semua air membeku dan gerimis salju
hampir tidak pernah berhenti.
Karena malam demikian gelap dan dingin, maka kota
Peking, walaupun merupakan ibu kota ke dua setelah Nan-
king, malam itu sunyi sekali. Orang-orang lebih suka berada di
dalam rumah yang dihangatkan perapian. Kalaupun terpaksa
keluar rumah karena keperluan penting, mereka mengenakan
pakaian kapas atau bulu yang tebal, menutupi kepala dan
muka. Namun, tetap saja hawa dingin menyusup ke dalam
badan, bibir pecah-pecah dan pernapasan terasa sesak.
Di dalam istana Raja Muda Yung-Lo sendiri nampak sunyi.
Para penjaga mengaman dan menyamankan diri di dalam
gardu-gardu penjagaan yang dihangatkan dengan perapian.
Yang terpaksa melakukan perondaan, berpakaian tebal dan
Kitab Mudjidjad 12 Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo Rahasia Dewa Asmara 1
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lanjutan Si Pedang Tumpul
Karya : Kho Ping Hoo Diupload ANDU di Indozone
Ebook oleh : Dewi KZ http://kangzusi.com/ atau http://
http://dewikz.byethost22.com/
1. Sepasang Iblis Penggali Mayat
Garis puncak-puncak gunung di barat itu nampak jelas,
seolah ada Tangan Ajaib yang membuat goresan tebal.
Bahkan rimbun daun pohon-pohonan di sekitar puncak
nampak, juga lembah dan ngarai, tonjolan bukit dan lekuk
jurang. Makin ke bawah, hutan-hutan itu nampak semakin
nyata dan semakin hijau, berbeda dengan yang di dekat
puncak, yang berwarna kebiruan dan terkadang
disembunyikan di balik tirai awan tipis. Matahari senja yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendatangkan kecerahan pada puncak-puncak gunung itu,
seolah sang matahari sebelum menghilang di balik sana untuk
menunaikan tugas di belahan bumi yang sana, ingin
meninggalkan kesan yang indah.
Permainan sinar matahari yahg dipantulkan awan basah di
udara melukiskan lengkung pelangi di sebelah utara.
Lengkung setengah lingkaran, mengingatkan kita pada
dongeng kuno bahwa lengkung pelangi itu merupakan tangga
para bidadari yang hendak turun ke bumi! Kadang-kadang
nampak serombongan burung melintasi langit, bergerak-gerak
membentuk garis yang aneh, ada kalanya nampak seperti
bentuk seekor naga yang sedang melayang-layang. Dari barat
nampak mahluk terbang yang bukan burung, namun yang
terbangnya demikian laju, menuju ke timur, menyongsong
kegelapan di timur. Kalau segala macam burung beterbangan
pulang ke sarang mereka setelah sehari penuh bekerja
mencari makan, binatang kelelawar itu sebaliknya
meninggalkan sarang untuk mulai bekerja! Mereka bekerja di
malam hari dan tidur di siang hari.
Pria muda yang berdiri di lereng itu menghadap ke barat,
seperti terpesona, seolah merasa dirinya tenggelam ke dalam
suasana yang hening dan indah itu, suasana yang agung dan
dalam. Seluruhnya merupakan kesatuan yang tak terpisahkan
bahkan dirinya menjadi sebagian dari pada kebesaran alam
itu. Tidak ada satupun yang kurang, tidak ada pula yang lebih.
Sudah pas, sebuah keadaan sempurna tanpa kemarin tanpa
esok. Semua menuju ke mulut kegelapan yang sudah siap
untuk menelan segala yang nampak, kegelapan sang malam.
Pemuda ltu menghela napas panjang dan terdengar
suaranya seperti rintihan lirih, bersama helaan napasnya.
"Tuhan Maha Besar ........!" dan dipejamkan kedua matanya sejenak dengan hati
penuh haru dan rasa syukur kepada Sang
Maha Kuasa atas segala kurniah yang telah dirasakannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sampai saat itu. Kemudian dia teringat bahwa dia harus
melanjutkan perjalanan, menuju ke puncak di depan itu, yaitu
di Pek-in-kok (Lembah Awan Putih) di pegunungan Ho-lan-san
ini. Sebelum melanjutkan langkahnya, dia menoleh ke timur
dan nampaklah sungai Kuning (Huang-ho) yang panjang
seperti seekor ular naga. Nampak pula genteng rumah-rumah
pedesaan sepanjang lereng dan kaki bukit, juga samar-samar
nampak pula kota Yin-coan di tepi sungai itu. Kembali, dia
menghela napas panjang. Baru dua tahun lebih dia
meninggalkan tempat ini, dan waktu yang hampir seribu hari
lamanya itu kini terasa seperti baru kemarin dulu saja. Betapa
cepatnya sang waktu terbang lalu kalau tidak diperhatikan.
Teringat dia akan nasihat mendiang ibunya tentang waktu.
"Waktu lewat dengan cepatnya, hidup adalah waktu yang
cepat berlalu, oleh karena itu, isilah waktu yang singkat itu
dengan perbuatan yang bermanfaat bagi manusia dan dunia,
anakku." Kembali dia menghela napas, lalu melanjutkan mendaki
lereng menuju Lembah Awan Putih di depan.
Kalau ada orang melihatnya pada waktu itu, dia tentu akan
terkejut dan heran melihat ada orang dapat mendaki lereng
sedemikian cepatnya. Nampaknya dia melangkah biasa saja,
namun tubuhnya meluncur cepat ke depan seperti terbang!
Sekali melangkah, tubuhnya meluncur sampai dua tiga meter.
Karena pemuda itu mahir ilmu berlari cepat seperti terbang,
sebelum malam tiba dia sudah sampai di tempat yang dituju.
Lembah Awan Putih! Tempat yang amat dikenalnya, pernah
menjadi kampung halamannya selama bertahun-tahun. Dan
kini dia berdiri di depan sebuah pondok yang reyot karena
tidak terpelihara. Pondok itu dikepung tumbuhah-tumbuhan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang lebat, bahkan tumbuh-tumbuhan merayap sampai
memenuhi gentengnya. "Suhu (guru) ......," pemuda itu mengeluh, hatinya kecewa karena keadaan pondok
itu jelas menunjukkan bahwa gurunya
tidak kembali ke pondok itu, bahwa dia tidak akan bertemu
gurunya di tempat itu seperti yang diharapkannya semula. Kini
semakin yakin hatinya bahwa kekecewaan menjadi ekor dari
keinginan dan harapan. Hanya dia yang tidak mempunyai
keinginan dan harapan apapun, akan bebas dari pada
kekecewaan. Akan tetapi, mungkinkah manusia hidup tanpa
keinginan dan harapan"
Dia meninggalkan pondok tanpa mencoba untuk membuka
daun pintu yang reyot itu. Dengan langkah cepat diapun
menuju ke utara di mana dahulu jenazah dua orang gurunya
yang lain dimakamkan. Dia ingin melihat kuburan itu sebelum
gelap, dan untuk menghormati makam kedua orang gurunya,
diperjalanan mendaki bukit tadi dia telah mengumpulkan
banyak bunga, terutama mawar. Dia tidak dapat meniru
kebiasaan orang Han yang menghormati makam leluhur
dengan upacara sembahyang dan penyuguhan korban berupa
masakan-masakan dan makanan. Ibunya mengajarkan
kepadanya bahwa yang wajib dipuja dan disembah hanya
Tuhan Yang Maha Esa. Berkunjung ke makam hanya untuk membuktikan bahwa
dia selalu masih teringat akan kebaikan guru-gurunya, masih
menghormati mereka yang sudah tiada, dan perasaan sayang
itu dinyatakan dengan penaburan bunga dan membersihkan
makam, dan doa-doa yang disampaikan adalah doa
permohonan kepada Tuhan agar roh dua orang gurunya
mendapat pengampunan dari Tuhan Yang Maha Pengampun.
Diapun maklum bahwa sembahyangan di depan makam
dengan mengorbankan masakan-masakan itupun mungkin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memiliki tujuan yang sama, untuk menyatakan rasa kasih
sayang mereka kepada yang mati. Akan tetapi hal itu
dianggapnya berlebihan, karena pada akhirnya mereka yang
menyuguhkan makanan itu yang akan menghabiskan makan
itu sendiri. Sungguh merupakan bentuk prihatin yang amat
aneh baginya, bertentangan dengan perasaannya, oleh karena
itu, dia tidak sanggup menirunya.
Kini dia berdiri di depan dua buah makam itu dan dia
terbelalak, wajahnya berubah pucat. Jelas nampak betapa dua
buah makam itu telah dibongkar orang!
Agaknya perbuatan itu belum lama dilakukan orang. Tanah
yang digali itu masih baru. Dan kedua buah peti mati itupun
sudah terbuka! Dia menghampiri dan menjenguk isi peti.
Tulang-tulang berserakan, akan tetapi yang amat
mengejutkan hatinya, kedua peti mati itu hanya berisi tu lang-
tulang saja, tidak ada tengkoraknya! Tengkorak kedua orang
gurunya telah lenyap! "Ya Allah, siapa yang melakukan perbuatan terkutuk ini"
Kejam benar ........," Dia berlutut dan menutupkan kembali kedua buah peti itu,
akan tetapi tidak menimbunkan tanah
kembali karena dia akan mencari dulu dua tengkorak suhunya
untuk dikembalikan ke tempat semula, di dalam peti mereka.
Akan tetapi ke mana dia harus mencari"
Malam mulai datang menyelimuti bumi. Dia teringat bahwa
nanti bulan akan muncul dan melihat iangit demikian terang,
malam nanti amat cerah. Dia akan melakukan penyelidikan
kalau bulan telah bersinar nanti.
Dengan langkah gontai pemuda itu kembali ke pondok. Di
dalam keremangan cuaca senja, tubuhnya nampak tinggi
tegap dan gagah. Langkahnya gontai, lentur seperti langkah
seekor harimau. Tubuhnya yang tegak dengan bahu yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bidang. Di punggungnya terikat sebuah buntalan pakaian yang
bentuknya agak panjang, memudahkan orang menduga
bahwa dalam buntalan itu terdapat pula sebatang pedang
dengan sarungnya. Pakaiannya sederhana sekali, dari kain
tebal yang awet berwama biru, sepatu hitam, dan kepalanya
tertutup sebuah caping lebar seperti yang biasa dipakai para
petani di daerah Sin-kiang.
Kini dia tiba di depan pondok. Dibukanya pintu itu. agak
sukar karena macet. Dia mengerahkan sedikit tenaga dan
daun pintu itu terbuka. Cuaca belum gelap benar sehingga di
masih dapat melihat keadaan dalam pondok. Wajahnya cerah.
Ternyata, keadaan dalam pondok itu cukup bersih dan perabot
rumah yang dahulu masih lengkap. Ada bangku, ada meja,
bahkan dipan kayu di situ, lima buah banyaknya, masih ada.
Seolah baru ditinggal kemarin saja, dia menghampiri sudut
di mana terdapat sebuah meja besar dan ternyata di situ
masih terdapat banyak lilin. Juga alat pembuat api masih ada.
Segera dinyalakannya tiga batang lilin dan ditaruh di atas meja di tengah
ruangan. Kini, cahaya tiga batang lilin besar itu
cukup terang, menyinari Wajahnya ketika dia duduk
termenung di atas bangku, menghadap lilin di atas meja
setelah membersihkan debu dari bangku dan meja dengan
sebuah sapu bulu ayam. Dia seorang laki-laki yang masih muda. Duapuluh dua atau
dua puluh tiga tahun usianya. Kulit muka, leher dan
tangannya gelap, akan tetapi tidak hitam sekali , seperti kulit petani yang
setiap hari ditimpa sinar matahari. Wajahnya
tampan dan .gagah. Dahinya lebar, alisnya hitam tebal
berbentuk golok, matanya tidak sipit, lebar bersinar aneh.
Hidungnya tinggi, agak besar, bersama mulutnya yang berbibir
tebal membayangkan keteguhan hati. Dagunya juga berlekuk
dan keras. Muka itu bersih, tidak ditumbuhi jenggot dan kumis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena selalu dicukurnya. Wajah seorang pemu da yang
jantan. Namanya Sin Wan. Sin Wan begitu saja, tanpa nama
keturunan karena mendiang ayahnya adalah seorang Uighur
Kasak bemama Abdullah, dan ibu kandungnya seorang wanita
cantik berbangsa Uighur pula, beragama lslam, bernama
Jubaedah. Ayah kandungnya terbunuh oleh seorang datuk
sesat bernama Se Jit Kong yang berjuluk Si Tangan Api,
seorang Kasak yang sakti dan jahat.
Ketika ayah kandungnya terbunuh, dia masih dalam
kandungan ibunya dan untuk menyelamatkan kandungannya
itulah ibunya yang cantik jelita, rela diperisteri Si Tangan Api.
Setelah menjadi isteri datuk itu. Jubaedah disebut Ju Bi Ta.
Agaknya Se Jit Kong ' yang berdarah campuran itu ingin
mengangkat namanya dl dunia kang-ouw, maka dia
menggunakan nama bangsa Han.
Se Jit Kong yang ingin menonjolkan kesaktiannya, telah
melakukan perbuatan yang berlebihan. Tidak saja dia
menantang dan mengalahkan banyak tokoh pendekar di dunia
persilatan, juga dia bahkan mencuri banyak pusaka istana
kaisar. Hal ini menggegerkan dunia kangouw dan para tokoh
kangouw, juga kaisar sendiri, minta pertolongan Sam-sian,
tiga orang datuk besar dunia persilatan, untuk mencari Se Jit
Kong dan merampas kembali pusaka-pusaka istana itu.
Sam-sian (Tiga Dewa) berhasil merampas kembali pusaka-
pusaka itu dan Se Jit Kong yang dikalahkan Sam-sian,
membunuh diri. Setelah Se Jit Kong tewas, barulah Jubaedah
membuka rahasia kepada Sin Wan. Anak laki-laki yang sampai
usia sepuluh tahun menganggap Se Jit Kong sebagai ayah
kandungnya itu baru tahu bahwa Se Jit Kong sama sekali
bukan ayahnya, bahkan pembunuh ayah kandungnya! Dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
setelah membuka rahasia ini, Jubaedah juga membunuh diri di
depan mayat suaminya. Sem?a kenangan ini terbayang dalam benak Sin Wan ketika
dia duduk termenung memandangi api lilin. Setelah Se Jit
Kong dan ibu kandungnya tewas, dia menjadi yatim piatu dan
menjadi murid Sam-sian yang terdiri dari tiga orang, yaitu Ciu
Sian (Dewa Arak) Tong Kui, Kiam-sian (Dewa Pedang) Low
Sun, dan Pek-mau-sian (Dewa Rambut Putih) Thio Ki. Dia
diajak Sam-sian menyerahkan pusaka-pusaka kepada kaisar.
Ketika diberi hadiah, Kiam-sian memilih pedang tumpul yang
kemudian diberikan kepada Sin Wan.
Dan di kota raja inilah, Sam-sian mendapatkan murid baru,
seorang anak perempuan bernama Lim Kui Siang, yatim piatu
karena orang, tuanya yang bangsawan pengurus gudang
pusaka dibunuh Se Jit Kong ketika datuk ini mencuri pusaka.
Sam-sian merasa kasihan dan menerima Kui Siang menjadi
murid mereka. Sin Wan menghela napas panjang ketika dia teringat akan
semua itu. Ketika bertanding melawan Bi-coa Sianli (Dewi Ular
Cantik) Cu Sui In, seorang tokoh sesat wanita yang amat lihai,
Kiam-sian dan Pek-mau-sian tewas, dan wanita cantik itu
terluka parah. Ciu Sian tidak membunuhnya dan
membiarkannya pergi. Semenjak itu, Ciu Sian menggembleng
Sin Wan dan Kui Siang dengan ilmu simpanan, yang dirangkai
oleh Sam-sian, dan dinamakan Sam-sian Sin-ciang (Tangan
Sakti Tiga Dewa). Kemudian, Ciu Sian menyuruh kedua orang
muridnya turun gunung setelah menyatakan keinginannya
agar kedua orang murid berjodoh.
"Sumoi (adik seperguruan) ........," Sin Wan mengeluh
ketika dia teringat kepada Kui Siang. Mereka saling mencinta,
akan tetapi kemudian tanpa disengaja, gadis itu mengetahui
bahwa dia adalah anak tiri dan juga murid mendiang Se Jit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kong, musuh besar gadis itu yang telah menghancurkan
keluarganya. Kui Siang marah dan meninggalkannya, memutuskan
perhubungan di antara mereka. Gadis itu tentu kini telah
Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi pengawal pribadi Pangeran Yung Lo di Peking, seperti
yang ditawarkan oleh pangeran itu kepadanya. Dia telah
kehilangan sumoinya, gadis dan wanita pertama yang
dicintanya. Dan dia kehilangan pula gurunya yang terakhir, biarpun
guru tak resmi. Juga seorang yang amat dihormati dan
dikasihinya, yaitu Pek-sim Lo-kai Bu Lee Ki. Dia ditinggalkan
kakek itu yang merasa tidak senang pula mendengar bahwa
dia adalah putera tiri mendiang Se Jit Kong yang amat jahat.
Dia telah kehilangan segalanya dan dalam keadaan patah hati
itu dia berkunjung ke lembah ini, Lembah Awan Putih, untuk
mencari gurunya yang tinggal seorang, seorang di antara
Sam-sian, yaitu Dewa Arak.
Semua pengalaman itu terbayang dalam ingatan Sin Wan,
membuat dia termenung. Akan tetapi ketika bayangan itu tiba
pada waktu dia berkunjung ke depan makam mendiang Kiam-
sian dan Pek-mau-sian, dia segera sadar dari lamunannya.
Kuburan kedua orang gurunya tercinta itu dibongkar orang,
dan tengkorak mereka dicuri orang! Dia sadar sepenuhnya
kini, telah meninggalkan dunia lamunannya. Seketika lenyap
pula semua kedukaan yang tadi menggerogoti hati dan
pikirannya. Dan bagaikan sinar terang yang mengusir kegelapan yang
tadi menyelubungi batinnya, kini nampaklah jelas olehnya
bahwa semua kesedihan, semua rasa duka hanya merupakan
permainan dari pikirannya sendiri belaka. Pikiran yang
mengenang masa lalu, menghubungkan dengan bayangan
masa depan, menimbulkan kemuraman dari iba diri, dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muncullah rasa duka nestapa. Seolah-olah di dunia ini hanya
dia seorang yang hidup menderita kedukaan. Duka timbul
akibat kecewa, akibat iba diri, dan semua ini hanyalah ulah
pikiran yang mengenang masa lalu.
Masa lalu telah lewat, telah mati! Demikian dia berbisik
sambil mengepal tinju. Masa depan hanya bayangan! Yang
penting sekarang, saat ini! Hidup adalah saat demi saat yang
harus dihadapi dengan tabah, yang harus dihadapi dengan
waspada, menempuh segala macam tantangan dan
tantangan, berusaha sedapat mungkin untuk mengatasinya!
Itulah hidup. Bukan membiarkan diri tenggelam ke dalam
kenangan pahit masa lalu dan bayangan menggelisahkan
masa depan. Hidup merupakan perjuangan menghadapi setiap
tantangan. Tidak lari dari kenyataan, melainkan menghadapi
tantangan dan berusaha menanggulanginya, mengatasinya,
itulah seni kehidupan! Didasari penyerahan kepada Yang Maha
Kuasa, maka segala sesuatu dapat dihadapinya dengan tabah.
Segala hal hanya dapat terjadi atas kehendak Tuhan! Sesal
dan duka tiada gunanya. Berusaha sedapat mungkin, akan
tetapi menyerahkan keputusan terakhir kepada Allah Maha
Kasih. Sin Wan bangkit dari bangkunya, melangkah ke pintu
depan. Dia membuka daun pintu dan angin berembus masuk,
memadamkan tiga batang lilin yang menyala di atas meja.
Kegelapan karena padamnya lilin justeru mempertajam cahaya
bulan yang sudah muncul. Sin Wan memasuki kembali pondok
yang kini remang-remang, mengeluarkan sebatang pedang
dari dalam buntalan pakaian yang tadi dia letakkan di atas
meja dan mengikatkan sarung pedang di punggungnya.
Pedang itu merupakan pedang yang sarung dan gagangnya
nampak butut dan jelek, walaupun bersih dan terpelihara.
Sebatang pedang yang butut, dan kalau dihunus, orang akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mentertawakannya. Bukan hanya sarung. dan gagangnya
yang butut, akan tetapi pedang itu sendiripun jelek dan sama
sekali tidak meyakinkan. Selain buatannya kasar seperti pedang yang belum jadi,
belum matang ditempa, juga pedang itu tidak tajam dan tdak
runcing, melainkan tumpul. Pedang tumpul! Namun pemiliknya
merawatnya degan hati-hati, menganggapnya sebagai sebuah
pusaka yang ampuh, dan memang kenyataannya, pedang
yang tumpul dan buruk rupanya itu adalah sebatang pusaka
kuno yang ampuh. Sin Wan mendapatkannya dari mendiang
Kiam-sian, sebagai hadiah dari Kaisar Thai Cu karena Sam-sian
telah berhasil merampas kembali pusaka-pusaka istana yang
dicuri mendiang Se Jit Kong.
Sin Wan keluar dari pondok, menutupkan kembali daun
pintu dan mulailah dia melakukan penyelidikan di bawah sinar
bulan yang cukup terang. Sinar bulan sepotong di langit bersih
mendatangkan cahaya yang kehijauan, redup akan tetapi
cukup terang, nyaman dan sejuk. Ujung daun-daun pohon
nampak berseri bermandikan cahaya bulan. Dia segera
menuju ke makam kedua orang gurunya. Begitu dia tiba di
situ, tiba-tiba dia mendengar suara berciutan sambung
menyambung. Suara apakah itu"
Dia menoleh ke kiri karena dari sanalah datangnya suara
itu. Seperti suara burung mencuit-cuit nyaring. Akan tetapi,
malam-malam begini mana ada burung berkicau" Dia sudah
mengenal suara burung malam, burung hantu, dan tidak ada
burung malam yang suaranya seperti itu.
"Culiiiiiit .......! Cuiiiiittt .........!!"
Suara itu berulang terus dan Sin Wan cepat menghampiri
ke arah suara. Suara itu semakin nyaring dan kini dia dapat
menangkap suara desir angin pukulan yang dahsyat! Tentu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saja dia terkejut dan heran. Dia kini menyelinap dan
menyusup di antara pohon dan semak belukar, menghampiri
tempat itu dan mengintai.
Apa yang dilihatnya membuat Sin Wan terbelalak. Banyak
pohon roboh seperti ditebang di tempat itu, dan pohon-pohon
itu berserakan. Tempat itu kini terbuka seluas tidak kurang
dari limabelas tombak kali duapuluh tombak, dan tempat itu
cukup terang karena tidak terhalang sinar bulan. Di sudut
kanan dan kiri, terpisah antara sepuluh tombak, nampak
tumpukan tengkorak! Ada puluhan buah tengkorak manusia
besar kecil tertumpuk di situ, menjadi dua tumpukan bukit
kecil dan di atas masing-masing bukit tengkorak itu duduk
bersila seorang kakek dan seorang nenek!
Sungguh amat menyeramkan keadaan di situ walaupun
kakek dan nenek itu wajahnya tidak menyeramkan. Bahkan
kakek itu masih memiliki wajah yang tampan, dan nenek
itupun masih cantik walaupun usia mereka sudah sekitar
enampuluh tahun. Tubuh kakek itu masih tinggi tegap dengan
pakaian serba putih, juga nenek itu masih ramping dalam
pakaian yang serba putih pula. Pakaian mereka terbuat dari
sutera halus yang mengkilat tertimpa sinar bulan yang redup.
Yang aneh dan menyeramkan hanya wama muka mereka.
Kakek itu mukanya merah seperti dicat atau dilumuri darah,
sedangkan muka wanita itu putih pucat seperti muka mayat.
Sin Wan memandang dengan jantung berdebar. Bukan
keadaan kakek dan nenek itu yang membuat hatinya tegang,
akan tetapi cara mereka berlatih. Kedua orang itu duduk di
atas tumpukan tengkorak, seperti patung. Akan tetapi, kedua
tangan kedua mereka bergerak saling dorong dari jarak jauh
dan dari kedua telapak tangan mereka itulah keluar suara
bercuitan tadi! Dan angin pukulan menyambar dari tangan
mereka. Kiranya mereka itu sedang latihan ilmu pukulan jarak
jauh yang amat kuat dan ampuh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Teringatlah Sin Wan akan keterangan Pek-sim Lo-kai
(Pengemis Tua Hati Putih) Bu Lee Ki bahwa di dunia kang-ouw
terdapat banyak tokoh yang amat lihai. Banyak terdapat para
datuk yang memiliki ilmu kepandalan tinggi. Dan di antara
mereka memang terdapat dua aliran, yaitu aliran putih dan
aliran hitam, atau mereka yang menjadi pendekar dan mereka
yang menjadi penjahat. Bahkan sifat-sifat ilmu merekapun
dapat dijadikan tanda apakah tokoh itu termasuk golongan
sesat ataukan golongan pendekar. Dia pernah mendengar pula
tentang ilmu pukulan yang mengandung hawa beracun, dan
melihat cara kedua orang ini berlatih, dia dapat menduga
bahwa mereka tentulah termasuk golongan sesat yang lihai
sekali! Agaknya kedua orang itu telah menghentikan latihan saling
pukul dari jarak jauh. Sin Wan melihat ke arah tengkorak-
tengkorak itu dan teringatlah dia akan dua buah tengkorak
mendiang Kiam-sian dan Pek-mau-sian. Kedua buah tengkorak
itu lenyap. Siapalagi kalau bukan dua manusia iblis ini yang
telah mengambilnya" Tentu dua buah tengkorak guru-gurunya
berada di antara tumpukan tengkorak itu. Hatinya terasa
panas. Kurang ajar, pikimya. Dua orang itu sungguh tidak
memiliki prikemanusiaan. Mempelajari ilmu dengan cara
merusak kuburan orang, bahkan mengambil tengkorak orang
untuk dijadikan tempat latihan. Keji sekali!
Terdengar suara tawa yang sungguh menyeramkan. Tawa
yang tinggi merdu, melengking nyaring seperti bukan suara
manusia. Ketika Sin Wan memandang, dia bergidik. Wanita
itulah yang bersuara karena ia menggerak-gerakkan kepala
dan pundaknya, akan tetapi anehnya, mulut dan muka yang
pucat itu sama sekali tidak bergerak, seolah muka itu
tersembunyi di balik topeng.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hi..hi..hi..hik, Ang-ko (kakak Merah), ternyata engkau
tidak dapat melebihi aku dalam penggunaan ilmu Toat-beng
Tok-ciang (Tangan Beracun Pencabut Nyawa)! Jangan katakan
bahwa engkau lebih unggul, Ang-ko!"
Kakek itu tidak tertawa, juga wajahnya yang merah darah
itu sama sekali tidak bergerak, seperti topeng. Mulutnya juga
tidak bergerak ketika terdengar suaranya, "Huh, Pek-moi (adik Putih), kita
sedang memperdalam ilmu untuk menghadapi
musuh-musuh dan merebut kedudukan tertinggi di dunia
persilatan, tidak perlu kita saling mengungguli. Kita maju
bersama, hidup berdua dan mati bersama. Agaknya Toat-beng
Tok-ciang yang kita latih sudah cukup dapat diandalkan,
hanya ilmu kita Touw-kut-ci (Jari penembus tulang) yang
belum memuaskan hatiku. Kita harus latih lagi dengan tekun."
Keduanya tidak nampak bergerak, akan tetapi tahu-tahu
tubuh mereka melayang turun dari atas tumpukan tengkorak
dan dalam keadaan masih bersila mereka kini pindah ke atas
tanah. Diam-diam Sin Wan terkejut. Kedua orang itu agaknya
tidak hanya lihai dalam ilmu pukulan jarak jauh, akan tetapi
juga telah memiliki ginkang tingkat tinggi sehingga dalam
keadaan duduk bersila, tubuh mereka mampu melayang dan
berpindah tempat! Kini keduanya mengambil tengkorak satu demi satu, dan
melempar setiap tengkorak ke atas Ketika tengkorak itu
melayang turun, mereka menyambut dengan tusukan jari
tangan mereka. Jari mana saja yang mereka pergunakan
untuk menyambut, tentu dapat menembus tengkorak
sehingga seluruh lima jari tangan dipergunakan semua.
Setelah tangan kanan, lalu latihan itu diganti dengan tangan
kiri. Kedua orang itu seperti berlumba dan ternyata keduanya
sama tangkas dan sama kuat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kini mengertilah Sin Wan mengapa tengkorak-tengkorak itu
berlubang-lubang. Kiranya dipergunakan untuk latihan ilmu
menotok dengan jari yang amat lihai. Dia mengerutkan
alisnya, membayangkan betapa tengkorak kedua orang
gurunya juga dijadikan bulan-bulan latihan jari tangan itu.
Sungguh kasihan sekali, sudah mati masih diganggu oleh
golongan sesat! Tiba-tiba terdengar wanita itu mengeluarkan pekik aneh
dan sebuah tengkorak yang tadi disambut tusukan jari
tangannya, tidak tertembus dan menggelinding di dekat
kakinya. "Huh, engkau gagal, Pek-moi" Sungguh memalukan sekali!"
kakek itu menegur ketika dia melihat rekannya itu gagal
menembus tengkorak itu dengan jari tangannya.
Wanita itu memungut tengkorak tadi dengan tangan
kirinya, lalu diperiksanya dengan teliti.
"Heei, Ang-ko. Tengkorak ini belum ada lubangnya, berarti
masih baru. Dan keadaannya sungguh berbeda dengan
tengkorak biasa. Keras bukan main sehingga tidak tertembus
jari tanganku!" "Masih baru" Hemm, dari mana kita memperoleh tengkorak
paling akhir?" tanya Ang Bin Moko (Iblis Muka Merah) sambil menyambut tengkorak
yang dilemparkan kepadanya oleh Pek
Bin Moli (Iblis Betina Muka Putih).
"Bukankah dari dua buah makam di Lembah Awan Putih
sebelah itu" Baru tiga hari kita membongkar makam dan
mengambil tengkorak dari sana.
"Huh, benar! Aku ingat sekarang. Ada dua buah tengkorak
kita ambil. Coba cari yang sebuah lagi, Pek-moi!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pek Bin Moli segera mencari tengkorak kedua di antara
tumpukan tengkorak itu. Tidak sukar menemukannya karena
tengkorak baru ini belum berlubang seperti tengkorak-
tengkorak lainnya. "Ini dia! Wah, yang ini juga keras sekali, dan tentunya agak
aneh, menonjol ke belakang!" teriak wanita itu tanpa
menggerakkan bibir. Sin Wan yang mengintai, mendengarkan dengan jantung
berdebar. Tak salah lagi. Dua tengkorak Yang mereka anggap
aneh dan keras itu pastilah tengkorak kedua orang gurunya,
dan tengkorak yang bagian belakangnya menonjol pastilah
tengkorak mendiang Pek-mau-sian (Dewa Rambut Putih). Dia
melihat betapa kakek dan nenek itu berulang-ulang
mengerahkan tenaga dan mencoba untuk melubangi
tengkorak itu dengan jari tangan mereka, akan tetapi agaknya
usaha mereka sia-sia belaka.
"Aih, Ang-ko, kenapa kita tidak berhasil melubangi
tengkorak-tengkorak ini" Apakah latihan kita selama ini kurang
berhasil?" nenek itu berseru, suaranya mengandung
kekecewaan. "Tidak, Pek-moi. Buktinya, tengkorak yang lain dengan
mudah.dapat kita tembusi dengan jari tangan kita. Dua buah
tengkorak ini memang istimewa. Aku dapat menduga bahwa
dua buah tengkorak ini tentu milik dua orang yang sakti, dan
latihan tenaga sakti telah meresap ke dalam tengkorak ini
sehingga menjadi keras. Ini menguntungkan sekali, Pek-moi.
Kita masak dua buah tengkorak ini sampai hancur menjadi
Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bubur dan ini merupakan obat kuat yang luar biasa, dapat
menguatkan tulang-tulang kita!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar ini, Sin Wan tidak dapat menahan hatinya lagi.
Tengkorak kedua orang gurunya sudah dicuri, kini malah akan
dimasak dan dijadikan obat kuat! Dia keluar dari tempat
persembunyiannya. "Harap ji-wi (anda berdua) tidak mengganggu tengkorak
orang-orang yang sudah meninggal dunia."
Dua orang kakek dan nenek itu terkejut dan menoleh,
memandang kepada Sin Wan dengan sinar mata mengandung
keheranan. Bagaimana mungkin ada seorang pemuda
bersembunyi di dekat situ dan mereka sampai tidak
mengetahuinya" Dari kenyataan ini saja mereka berdua yang
sudah berpengalaman dapat mengetahui bahwa pemuda itu
bukan orang lemah. Bagaimanapun juga, mereka berdua
menjadi marah. "Hei, orang muda! Siapakah engkau berani lancang
menganggu kami?" "Ang-ko, darahnya dapat kita pergunakan untuk
menyempunakan Toat-beng Tok-ciang kita, dan. tengkoraknya
yang masih basah dapat kita pergunakan pula untuk
memperkuat Touw-kut-ci kita!" terdengar nenek itu
melengking, Sin Wah menjura kepada dua orang yang masih bersila di
dekat tumpukan tengkorak dan terpisah cukup jauh itu.
"Harap ji-wi locianpwe (dua orang tua gagah) suka
memaafkan. Saya bukan datang mengganggu, melainkan
hendak mohon agar jiwi mengembalikan dua buah tengkorak
mendiang guru-guru saya itu. Kalau mengembalikannya agar
saya dapat mengubumya kembali, saya akan melupakan
bahwa ji-wi pernah membongkar makam mereka dan
mengambil tengkorak mereka."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
,Kakek dan nenek itu saling pandang, kemudian si nenek
mengeluarkan suara tawanya yang menyeramkan.
"Hi..hi..hi..hi..hik, Ang-ko, dia minta dua buah tengkorak ini.
Kenapa tidak kita berikan kepadanya?"
"Huh, engkau menghendaki tengkorak-tengkorak ini, orang
muda" Nah, terimalah dan mampuslah!" Kakek itu
melontarkan tengkorak di tangannya. Dua buah tengkorak itu
menyambar bagaikan peluru meriam saja ke arah Sin Wan
dari kanan kiri! Terdengar suara bersiut nyaring ketika dua
buah tengkorak itu melayang.
Dari luncuran dua buah tengkorak itu, Sin Wan dapat
menilai bahwa tenaga luncuran itu dahsyat bukan main. Kalau
dia mengelak atau menangkis, mungkin tengkorak-tengkorak
itu akan hilang atau rusak, dan kalau dia menyambut dengan
tangan, mungkin dia tidak akan mampu menahan tenaga
luncuran dari kanan kiri yang amat dahsyat itu. Dia dapat
berpikir cepat dan tubuhnya sudah mencelat ke atas,
berjungkir balik dan dengan tubuh di atas, kedua tangannya
menyambut dua buah tengkorak yang meluncur ke arahnya
tadi. Seperti telah diduganya, tenaga luncuran itu kuat bukan
main sehingga biarpun kedua tangannya mampu menangkap
tengkorak-tengkorak itu, tenaga luncuran membuat tubuhnya
terpental ke atas! Sin Wan memang sudah memperhitungkan
hal ini. Dia membiarkan tubuhnya terpental ke atas, lalu
membuat gerakan jungkir balik untuk mematahkan tenaga
luncuran itu, kemudian dengan tenang dia melayang turun di
tempat semula. Dengan sikap tenang seolah tidak pernah
terjadi sesuatu, dia lalu mengeluarkan saputangan, mengikat
kedua tengkorak itu dan menalikannya tergantung di lehernya.
Dua buah tengkorak itu tergantung di depan dada.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ang Bin Moko dan Pek Bin Moli terbelalak. Mereka memang
sudah menduga bahwa pemuda itu memiliki kepandaian pula,
akan tetapi sama sekali tidak mengira bahwa dia selihai itu.
Mereka tadi sudah yakin bahwa sambitan tengkorak itu akan
membuat pemuda itu tewas!
Melihat pemuda itu sama sekali tidak tewas bahkan berhasil
menerima dua buah tengkorak itu, Ang Bin Moko menjadi
penasaran dan marah sekali. Dia menggerakkan kedua
tangannya dan terdengar bunyi bercuitan. Itulah ilmu pukulan
jarak jauh Toat-beng Tok-ciang yang tadi dilatih bersama Pek
Bin Moli. Melihat ini, Pek Bin Moli seperti diingatkan saja dan nenek inipun
dari tempat ia duduk bersila, menggerakkan
kedua tangan memukul dengan ilmu itu.
Ada baiknya bahwa tadi Sin Wan telah melihat kedua orang
itu berlatih ilmu Toat-beng Tok-ciang, maka diapun tidak
berani memendang rendah. Dia segera mengelak dengan
geseran kaki yang membuat dia melangkah ke sana sini
berputar-putar, kadang meloncat dan gerakannya cepat
seperti burung saja. Dia telah menggunakan langkah ajaib yang terkandung
dalam ilmunya Sam-sian (Tangan Sakti Tiga Dewa), yang
bersumber dari ilmu Hui-niauw-soan (Langkah Berputar
Burung Terbang). Dengan gerakannya yang aneh dan gesit
ini, semua sambaran hawa pukulan Toat-beng Tok-ciang luput
dari sasaran, apalagi kedua tangan pemuda itu mengebut ke
sana sini dengan pukulan yang bersumber dari Ciu-san Pek-
ciang (Tangan Putih Dewa Arak) dari kedua tangannya itu
menyambar tenaga sakti yang beruap putih dan yang dapat
menangkis hawa pukulan yang menyambar terlalu dekat.
2. Sirnanya Kedukaan Hati
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kakek dan nenek iblis itu terkejut. Sungguh sukar dipercaya
betapa seorang pemuda mampu menghindarkan diri dari
serangan mereka yang menggunakan ilmu baru mereka itu!
Saking kaget, heran dan penasaran, kini keduanya tidak lagi
memandang rendah dan seperti tadi, tanpa nampak
menggerakkan tubuh, keduanya telah melayang dan tahu-
tahu. mereka berdua sudah berdiri berhadapan dengan Sin
Wan, hanya dalam jarak tiga meter!
Sin Wan memberi hormat, dengan mengangkat ke dua
tangan depan dada, "Banyak terima kasih atas petunjuk ji-wi locianpwe. Sekarang
perkenankan saya untuk pergi mengubur
kembali peti mati kedua orang guru saya."
"Tidak begitu mudah, orang muda. Katakan, siapa guru-
gurumu itu!" kata kakek iblis muka merah.
"Mereka adalah mendiang suhu Kiam-sian dan mendiang
suhu Pek-mau-sian," jawab Sin Wan sejujurnya.
Nenek iblis itu mengeluarkan teriakan melengking.
"Iihhhhhh ........!" Ia memandang Sin Wan penuh perhatian.
"Dua di antara Sam-sian?"
"Benar, locianpwe."
"Huh-huh, kalau begitu, pantas saja tengkorak mereka
demikian keras. Bukan hanya tengkorak mereka yang amat
berguna, juga semua tulang mereka. Orang muda, kami
membutuhkan tengkorak dan tulang-tulang mereka. Berikan
kepada kami dan kami akan mengampuni dan membiarkanmu
pergi." Sin Wan mengerutkan alisnya. "Ji-wi locianpwe sungguh
keterlaluan. Apakah kesalahan kedua orang guruku sehingga
sampai mereka telah wafat dan menjadi tulang, jiwi masih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ingin mengganggu mereka" Saya adalah murid mereka, sudah
menjadi kewajiban saya untuk menjaga dan melindungi
makam dan kehormatan mereka. Saya tidak akan
menyerahkan dua buah tengkorak ini kepada ji-wi, juga tidak
membolehkan mengambil tulang kerangka kedua orang suhu
saya." "Bocah sombong, agaknya engkau sudah bosan hidup!"
teriak nenek itu dan ia sudah menerjang Sin Wan dengan
kedua tangan terbuka. Tangan kirinya mencengkeram ke arah
dua buah tengkorak yang tergantung di dada Sin Wan,
sedangkan,tangan kanannya mencengkeram ke arah kepala.
Sin Wan maklum betapa setiap batang jari tangan dari nenek
itu mengandung kekuatan dahsyat, bukan saja kerasnya
seperti baja dan dapat menembus tengkorak kepalanya, akan
tetapi juga mengandung hawa beracun yang amat berbahaya.
Dengan kelincahan gerakannya, dia mengelak dan
tubuhnya bergeser ke kiri sehingga terkaman lawan ke arah
dadanya untuk merampas tengkorak itu luput: Akan tetapi,
tangan yang mencengkeram ke arah kepalanya mengikuti
gerakan kepalanya dan melanjutkan serangannya. Melihat ini,
Sin Wan mengerahkan tenaga Thian-te Sin-kang (Tenaga
Sakti Langit Bumi) dan menangkis dari samping. Pergelangan
tangannya bertemu dengan pergelangan tangan wanita itu.
"Dukkkk!" Keduanya tergetar dan nenek itu mengeluarkan seruan kaget. Tak
disangkanya bahwa pemuda itu memiliki
tenaga yang dapat mengimbangi tenaganya sendiri, bahkan
hawa beracun dari tangannya tidak mempengaruhinya. Kini ia
menyerang lagi bertubi-tubi dengan totokan-totokan maut dari
jari-jari tangannya yang mengandung ilmu Touw-kut-ci.
Namun, Sin Wan sudah siap siaga. Dia mengelak,
menangkis dan membalas serangan nenek itu sambil
memainkan ilmu andalannya, yaitu Sam-sian Sin-ciang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan permainan ilmu hebat ini, dia dapat mengimbangi si
nenek sakti, bahkan mampu mendesaknya.
"Huh-huh, bocah ini akan berbahaya kelak kalau tidak
dibunuh sekarang!" tiba-tiba kakek, muka merah berkata dan ketika dia bergerak,
ada angin menyambar dahsyat. Sin Wan
cepat melompat, ke belakang dan tangan kakek itu meluncur
lewat dalam serangan totokan yang ganas sekali.
Kini Sin Wan terpaksa harus menghadapi pengeroyokan
dua orang itu. Dia masih bertahan dengan Sam-sian Sin-ciang,
akan tetapi tidak mendapat kesempatan untuk membalas, dan
perlahan-lahan dia terdesak. Dia teringat akan ilmu yang baru
saja dia pelajari dari kakek Bu Lee Ki, maka dia mengeluarkan
suara melengking dan tiba-tiba saja tubuhnya berubah
menjadi gasing yang berputar cepat seperti angin puyuh!
Inilah ilmu Langkah Angin Puyuh yang dia pelajari dari Pek-
sim Lo-kai Bu Lee Ki. Menghadapi gerakan aneh yang membuat tubuh pemuda
itu berpusing seperti itu, kakek dan nenek iblis itu menjadi
tercengang dan kehilangan sasaran. Mereka sedang
memainkan Touw-kut-ci, yaitu semacam ilmu menotok dengan
jari tangan, membutuhkan sasaran yang tepat. Kini tubuh itu
berpusing seperti gasing, membuat mereka tidak tahu ke arah
mana mereka harus menujukan serangan mereka.
Dua orang itu lalu melolos senjata mereka dari pinggang.
Ternyata kakek muka merah itu memiliki sebuah senjata golok
yang punggungnya seperti gergaji, tipis dan berkilauan saking
tajamnya. Begitu dia menggerakkan goloknya, terdengar bunyi
nyaring berdesing dan nampak kilat menyambar.
Juga nenek Pek Bin Moli mengeluarkan senjatanya yang
berbentuk seekor ular! Ular yang sudah mati, panjangnya ada
dua meter dan besarnya seperti lengan tangannya. Ular itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
agaknya telah direndam semacam racun yang membuat ular
itu tetap lemas seperti hidup, ulet dan kuat dapat menahan
bacokan senjata tajam, dan dari pangkal sampai ke ujung
mengandung racun berbahaya. Ketika ia memutar senjatanya
ini, nampak gulungan sinar hitam dan tercium bau amis yang
memuakkan. Melihat dua orang lawannya telah, menggunakan senjata
yang amat berbahaya, Sin Wan juga cepat menghunus
pedangnya sambil meloncat jauh ke belakang. Dua orang itu
memandang kepadanya, dan melihat pedang di tangan Sin
Wan, mereka tak dapat menahan tawa ejekan mereka.
"Hi..hi..hi..hik, Ang-ko. Lihat, anak itu sudah gila rupanya, menghadapi kita
dengan sebatang pedang rombengan!"
"Huh-huh, bocah ini lumayan juga, Pek-moi. Tentu
darahnya amat baik untuk kita, dan ingat, jangan pandang
rendah pedang itu. Dia murid Sam-sian, tentu tidak akan
menggunakan pedang sembarangan."
Keduanya lalu menyerang dengan ganas. Sin Wan
menggerakkan pedangnya untuk melindungi tubuhnya,
memainkan Jit-kong Kiam-sut (Ilmu Pedang Sinar Matahari)
yang pernah dipelajarinya dari mendiang Kiam-sian. Ilmu
pedang ini pernah mengangkat nama Si Dewa Pedang Louw
Sun dan merupakan ilmu pedang pilihan. Apalagi Sin Wan
mempergunakan pedang tumpul yang ampuh, maka dirinya
seperti dilindungi benteng baja yang amat kuat.
Golok di tangan Ang Bin Moko dan sabuk ular di tangan Pek
8in Moli tak mampu menembus lingkaran sinar bergulung di
sekeliling tubuh Sin Wan. Kedua senjata ampuh itu selalu
membalik seperti tertolak perisai yang selain amat kuat, juga
mengandung tenaga atau daya tolak yang luar biasa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi, tentu saja Sin Wan berada dalam keadaan
yang terdesak dan terancam. Dalam sebuah pertandingan,
tidak mungkin seseorang hanya mengandalkan pertahanan
belaka, tanpa mampu balas menyerang. Apalagi dia dikeroyok
oleh dua orang yang amat lihai. Dia sama sekali tidak mampu
membalas karena serangan kedua orang lawannya itu datang
bertubi-tubi dan sambung menyambung, yang berikut lebih
dahsyat dari pada yang lalu. Kalau hanya mengelak dan
menangkis terus, tanpa mampu membalas sedikitpun,
akhimya setelah kekurangan tenaga dia akan terkena juga
oleh senjata lawan. Dua orang manusia iblis itu diam-diam kagum bukan main.
Tak pernah mereka bermimpi bahwa hari ini mereka akan
bertemu dengan seorang pemuda sehebat itu. Masih begitu
muda, akan tetapi mampu menandingi pengeroyokan mereka
berdua. Padahal, tadinya mereka hampir yakin bahwa mereka
berdua akan mampu mengalahkan tokoh-tokoh persilatan lain
dan akah berhasil merebut kedudukan sebagai jagoan nomor
satu di dunia persilatan!
Yang amat mengherankan mereka adalah bahwa Sam-sian
sendiri dahulu belum tentu akan mampu mengalahkan
mereka. Kenapa sekarang muridnya yang masih begini muda
mampu bertahan sampai seratus jurus lebih terhadap
pengeroyokan mereka" Mereka tidak tahu bahwa seperti juga
mereka, Sam-sian telah bersama-sama merangkai iimu silat
baru, yaitu Sam-sian Sin-ciang yang telah dikuasai Sin Wan
sehingga dibandingkan dengan kepandaian guru-gurunya
Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dahulu, pemuda itu kini lebih tangguh dari pada mereka.
Dengan penasaran, Ang Bin Moli dan Pek Bin Moli sekarang
menambahi serangan mereka dengan selingan pukulan jarak
jauh mereka yang baru dilatih, yaitu Toat-beng Tok-ciang.
Setiap kali mereka meloncat ke belakang, mereka melontarkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pukulan jarak jauh dan disusul oleh serangan senjata mereka
dari jarak yang dekat. Kombinasi serangan ini ternyata merepotkan Sin Wan.
Suara bercuitan yang menyambar-nyambar itu bahkan lebih
berbahaya dibandingkan sambaran kedua senjata itu. Dia
memutar pedang tumpul dan juga mengerahkan tenaga
Thian-te Sin-kang pada tangan kiri untuk menangkis hawa
pukulan beracun yang menyambar-nyambar itu. Biarpun
demikian, beberapa kali dia sempat terhuyung dan keadaan
gawat. Agaknya takkan lama lagi pemuda perkasa ini akan
roboh juga, tidak kuat menahan gelombang serangan Iblis
Muka Merah dan Iblis Betina Muka Putih.
"Siiing ........!" untuk kesekian kalinya, sinar golok menyambar dahsyat ke arah
leher Sin Wan. Pemuda ini yang
tadinya terhuyung ketika menangkis serangan pukulan jarak
jauh Pek Bin Moli, tidak sempat menangkis dan cepat
merendahkan tubuh sehlngga golok itu menyambar ke atas
kepalanya, nyaris membabat rambutnya. Dan pada saat itu,
terdengar bunyi bersiut keras dan senjata ular panjang di
tangan Pek 8in Moli menyambar ke arah pinggang pemuda itu.
Sin Wan nampaknya tak mampu menghindar dan ular itu
bagaikan hidup, telah melilit pinggang Sin Wan.
"Hi..hi..hik ......!" Pek Bin Moli tertawa dan menarik senjatanya yang telah
membelit pinggang yang sudah nampak
tidak berdaya itu. Tubuh Sin Wan tertarik, akan tetapi
alangkah kaget rasa hati wanita itu ketika tiba-tiba Sin Wan
yang nampak tak berdaya dan tubuhnya terbetot tadi
menggerakkan pedang ke arah pergelangan tangannya yang
memegang ujung sabuk ular!
"Ihh .......!" Ia menarik tangannya.
"Brett!" Pedang tumpul menyambar ke arah sabuk itu dan ular itu terpotong
menjadi dua! Gerakan pemuda itu sungguh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tak pernah disangka lawan. Dia telah menggunakan ilmu yang
baru saja dia pelajari dari Pek-sim Lo-kai Bu Lee Ki, yaitu
mempergunakan tenaga "mengalah untuk menang". Nenek itu meloncat ke belakang dan
wajahnya yang putih pucat itu
menjadi agak kemerahan. Kemudian ia mengeluarkan suara
melengking tinggi dan menggunakan sabuk yang tinggal satu
meter lebih itu untuk menyerang lagi.
Kembali Sin Wan terdesak. Pada saat itu, terdengar suara
orang tertawa dan disusul ucapan yang gembira.
"Heh..heh..ho..ho..ho! Kiranya sepasang iblis tanpa malu-malu mengeroyok seorang
muda. Kulihat kemajuan kalian hanya
dalam kecurangan saja, dan dengan modal ini kalian ingin
merajai dunia persilatan" Ha..ha..ha!"
Sin Wan meloncat ke belakang dan wajahnya berseri.
Belum melihat orangnya saja dia sudah mengenal suara itu.
Dan kini, pemilik suara itu berada di situ. Seorang kakek
berusia kurang lebih enampuluh lima tahun, mukanya merah
segar seperti orang mabok, perutnya gendut seperti anak-
anak berpenyakit cacingan, pakaiannya tambal-tambalan dan
sikapnya ugal-ugalan, mulutnya tersenyum nakal.
"Suhu .....!!" Sin Wan berseru gembira sekali. Kakek itu memang gurunya, orang
yang sedang dicari-carinya, Ciu-sian
(Dewa Arak) Tong Kui, seorang di antara Sam-sian!
Ciu Sian tertawa bergelak. "Ha..ha..ha..ha, lihat mereka lari terbirit-birit.
Dasar licik, biar mereka sudah memiliki ilmu
kepandaian setinggi langit, kalau melihat keadaan tidak
menguntungkan, mereka akan lari."
"Suhu, terima kasih, suhu. Tadi hampir saja teecu sudah
tidak kuat bertahan lagi. Kalau suhu tidak cepat datang ....."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ha..ha..ha, mereka memang berbahaya sekali, Sin Wan.
Akan tetapi kulihat tadi, pertandingan itu berat sebelah.
Pertama, engkau dikeroyok dua. Ke dua, kalau mereka
menyerang dengan ganas untuk membunuh engkau hanya
bertahan saja, sama sekali tidak mempunyai niat merobohkan
mereka. Sin Wan, aku khawatir, kelak sikapmu yarg suka
mengalah itu akan mencelakai dirimu sendiri. Akan tetapi,
mengapa engkau berkelahi dengan sepasang iblis itu?"
Sin Wan menjatuhkan diri berlutut di depan kaki kakek itu.
"Suhu, apakah selama ini suhu baik-baik saja" Teecu datang ke sini mencari suhu,
karena teecu merindukan suhu. Dan di
sini teecu bertemu dengan mereka dan ........."
"Ehh" Tengkorak siapa itu yang tergantung di dadamu?"
"Ini adalah tengkorak mendiang suhu Kiam-Sian dan suhu
Pek-mau-sian." "Eh" Kenapa begitu" Apa yang terjadi" Aku baru saja tiba
dan melihat bekas lilin di atas meja di pondok, maka aku
mencarimu ke sini." "Suhu, ketika teecu datang ke sini untuk mencari suhu,
teecu langsung menuju ke makam kedua suhu. Ternyata
kedua makam itu telah dibongkar orang dan bahkan peti
matinya dibuka, dan tengkorak di dalamnya lenyap. Teecu
menanti sampai malam tiba dan bulan muncul, dan teecu
melakukan penyelidikan. Ketika teecu mendengar suara, teecu
menghampiri tempat ini dan melihat kedua orang itu sedang
melatih ilmu pukulan jarak jauh sambil duduk di atas
tumpukan tengkorak itu. Dan di antara tengkorak-tengkorak
itu, terdapat dua tengkorak ini yang menurut mereka.adalah
tengkorak dari suhu Kiam-sian dan suhu Pek-mau-sian. Teecu
segera minta dikembalikannya tengkorak-tengkorak ini.
Mereka menyerang teecu dan terjadi perkelahian tadi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siancai ......! Sungguh, untuk mencapai tujuan, orang
sesat tidak pantang mempergunakan cara apapun juga.
Tengkorak yang berserakan di sisi berlubang-lubang, tentu
mereka melatih diri dengan ilmu sesat."
"Menurut pendengaran teecu, mereka tadi melatih ilmu
Toat-beng Tok-ciang dan Touw-kut-ci."
"Ahhh! Kalau kedua ilmu itu sudah mereka latih sempurna.
akan sukar menandingi mereka. Marl, kita urus dulu kerangka
dan tengkorak kedua orang gurumu. Kasihan sekali kalian,
Kiam-sian dan Pek-mau-sian, sampai sudah matipun tubuh
kalian masih diganggu orang jahat!" Mereka berdua lalu
meninggalkan tempat itu dan pergi ke makam dua orang
anggauta Sam-sian. Dengan hati-hati Sin Wan mengembalikan dua buah
tengkorak itu ke peti masing-masing. Hanya kepala yang
menonjol ke belakang dari satu di antara dua tengkorak itu
yang menjadi pegangannya bahwa itu adalah tengkorak Pek-
mau-sian. Di bawah sinar bulan yang sudah berada di atas kepala, Ciu
Sian melihat dua buah peti mati yang terbuka itu dan sejenak
dia tertegun. Lalu dia menarik napas panjang.
"Kiam-sian dan Pek-mau-sian, kalau kalian sudah menjadi
seperti ini, siapalagi yang mengenali kalian" Tidak perduli
kerangka kalian ini kerangka dua orang datuk persilatan yang
ternama, atau kerangka raja, atau kerangka seorang jembel
miskin yang papa; siapa yang akan mengetahuinya" Semua
kalau sudah mati akan sama saja, tidak ada gunanya kecuali
untuk menakut-nakuti anak kecil. Bersama daging kulit yang
membentuk rupa berbeda-beda, lenyap pula segaia macam
martabat, kedudukan, kehormatan, kekayaan dan kepandaian.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kiam-sian dan Pek-mau-sian, tidakkah lebih baik kalau sisa-
sisamu ini dilenyapkan saja sama sekali agar tidak
meninggalkan pemandangan yang tidak sedap ini?"
Sin Wan membiarkan gurunya bicara sendiri kepada
kerangka dalam dua buah peti mati itu. Setelah suhunya
berhenti bicara, baru dia bertanya, "Suhu, apa yang akan suhu lakukan dengan
kerangka kedua suhu ini" Menguburkan
mereka kembali?" "Untuk kemudian kalau tidak terjaga dibongkar orang pula"
Atau digerogoti tikus, cacing atau semut sehingga akan habis
sedikit demi sedikit" Tidak, Sin Wan. Kita perabukan saja
mereka dan aku yakin mereka tidak akan keberatan kalau
mereka masih dapat melihat betapa sisa-sisa mereka
diperabukan." "Akan tetapl , suhu, teecu pernah mendengar dari
mendiang ibu bahwa orang matl harus dikubur, dikembalikan
kepada bumi dari mana jasad ini berasal. Berasal dari tanah
dan dikembalikan kepada tanah, bukankah itu sudah tepat
sekali?" "Bukan hanya unsur tanah yang membentuk tubuh
manusia, Sin Wan. Ada empat unsur, yaitu tanah, air, api dan
udara. Nah, kalau kita bakar menjadi abu, itupun berarti
kembali ke asalnya. Dikembalikan ke tanah menjadi debu,
dikembalikan ke api menjadi abu, apa bedanya" Setelah mati,
jasmani tidak ada artinya lagi, tidak perlu diributkan. Kalau
jiwa masih berada di dalam badan, nah, barulah jasmani perlu
diperhatikan dan dirawat baik-baik, dijaga baik-baik dalam
keadaan bersih karena badan merupakan anugerah bagi jiwa,
memungkinkan jiwa hidup di dunia ini. Akan tetapi aneh.
Selagi hidup, badan tidak diperhatikan, dirusak malah karena
hendak menuruti segala perintah nafsu daya rendah, kalau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah mati, badan tidak dihuni jiwa lagi, diributkan. Sungguh
lucu!" Sin Wan tidak dapat membantah pendapat Ciu Sian. Dia
menurut saja dan membantu suhunya membakar dua
kerangka dan tengkorak itu sampai menjadi abu.
"Sewaktu kami tinggal di sini, Kiam-sian dan Pek-mau-sian
amat menyenangi tempat ini. Karena itu, kita biarkan sisa
mereka, yaitu abu ini agar menikmati tempat ini sebebasnya."
Setelah berkata demikian, Ciu Sian mengajak muridnya ke
puncak Pek-in-kok dan mereka berdua menaburkan kedua abu
kerangka yang tidak banyak itu ke udara. Angin malam
menyambar abu itu dan membawanya bertebaran di seluruh
lembah. Hampir pagi hari keduanya kembali ke pondok, karena
bulanpun sudan surut ke barat. Sin Wan menyalakan lilin dan
merekapun duduk berhadapan di atas bangku, terhalang
meja. "Nah, sekarang ceritakanlah semua pengalamanmu, Sin
Wan. Di mana sumoimu sekarang dan mengapa ia tidak ikut
denganmu ke sini?" Ciu Sian bertanya setelah meneguk arak
dari guci araknya. Guci araknya itu indah dan antik karena benda itu hadiah
dari Kaisar Thai-cu kepadanya. Dia mendapatkan hadiah guci
arak berikut arak tua yang sudah lama habis, mendiang Kiam-
sian mendapatkan hadiah Pedang Tumpul yang kini menjadi
millk Sin Wan, sedangkan mendiang Pek-mau-sian menerima
hadiah sebuah kitab kamus dan suling perak. Kitab kamus itu
kini disimpan Sin Wan dan suling peraknya disimpan Kui
Siang. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan singkat Sin Wan menceritakan pengalamannya
selama dia dan sumoinya, Lim Kui Siang, berpisah
meninggalkan gurunya ini setahun lebih yang lalu setelah Ciu
Sian menggembleng mereka selama setahun dalam sebuah
hutan di puncak bukit yang terpencil. Dia dan Kui Siang
bertemu dengan kakek sakti Pek-Sim Lo-kai Bu Lee Ki, bahkan
menjadi tamu undangan Pangeran Yung Lo di Peking bersama
kakek itu. Kemudian mereka berdua menerima petunjuk dalam ilmu
silat dari kakek Bu Lee Ki, membantu kakek itu menertibkan
kembali para pimpinan kai-pang (perkumpulan pengemis),
juga membantu Pek-sim Lo-kai Bu Lee Ki untuk memenangkan
perebutan kedudukan pemimpin besar sekalian kai-pangcu
(ketua perkumpulan pengemis). Juga dia menceritakan betapa
dia dan sumoinya telah diberi anugerah kedudukan oleh
Pangeran Yung Lo. Dia akan dijadikan seorang panglima muda
sedangkan Kui Siang diangkat menjadi pengawal pribadi sang
pangeran. "Ha..ha, bagus sekali kalau begitu!" Ciu-sian tertawa bangga mendengar murid-
muridnya mendapatkan pengharagaan dari Pangeran Yung Lo yang menjadi raja muda
di Peking. "Pangeran Yung Lo adalah seorang pangeran yang
gagah perkasa, menjadi raja muda yang berkuasa di daerah
utara. Beliau yang berjasa besar membendung para pengacau
dari utara, dan beliau yang bekerja keras membersihkan
orang-orang Mongol yang masih ingin merebut kembali
kekuasaan di negeri ini."
"Memang beliau seorang pangeran yang gagah dan
bijaksana, suhu." "Kalau begitu, kenapa engkau berada di sini mencariku"
Dan di mana Kui Siang sekarang" Kenapa kalian berpisah?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sin Wan menghela napas panjang. Kalau pertanyaan
suhunya ini diajukan beberapa pekan yang lalu, mungkin saja
dia akan menangis saking sedihnya. Akan tetapi, luka itu
sudah hampir mengering, kedukaan itu sudah kehilangan
sengatnya. Dia hanya merasa nelangsa, tidak terbenam duka
yang menekan. "Suhu, locianpwe Bu Lee Ki dan sumoi, dua orang yang
selama ini akrab dengan teecu, telah menjauhkan diri dari
teecu. Tanpa disengaja, mereka berdua mendengar bahwa
teecu adalah anak tiri mendiang Se Jit Kong. Mendengar itu,
Bu-locianpwe yang kini menjadi thai-pangcu merasa tidak
semestinya bergaul dengan teecu, kecuali kalau kelak teecu
dapat membuktikan bahwa teecu tidaklah jahat seperti
mendiang ayah tiri teecu itu. Adapun sumoi ........."
Dewa Arak mengerutkan alisnya. "Bagaimana dengan Kui
Siang?" Sin Wan termenung. "Suhu, teecu sama sekali tidak dapat
menyalahkan sumoi. Suhu tahu bahwa keluarga sumoi hancur
oleh Se Jit Kong. Kalau ia mendengar teecu anak tiri Se Jit
Kong kemudian ia memisahkan diri, hal itu sudah
sepantasnya. Mereka telah meninggalkan teecu agar jangan
tercemar oleh nama busuk teecu yang berlepotan dosa Se.Jit
Kong. Bahkan mungkin saja Pangeran Yung Lo akan bersikap
lain kalau mendengar teecu anak tiri Se Jit Kong. Teecu sudah
Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kehilangan segalanya, maka teecu teringat kepada suhu dan
mencari ke sini ......"
Mendengar ucapan yang menyedihkan itu, Dewa Arak
tertawa bergelak! Kalau orang lain yang berhadapan dengan
Cui-sian, dia pasti akan tersinggung, setidaknya akan
penasaran dan heran. Mendengar kesengsaraan muridnya
malah tertawa bergelak seperti orang kegirangan! Akan tetapi
Sin Wan sudah mengenal watak suhunya ini dengan baik,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maka diapun tidak merasa heran. Dia tahu bahwa suhunya ini
amat sayang kepadanya, akan tetapi kakek ini tidak pernah
mau memperlihatkan apa yang dirasakannya.
"Ha..ha..ha..ha, sepatutnya engkau bersyukur karena telah
merasakan banyak kekecewaan dan kepahitan. Itulah
pengalaman terbaik dalam kehidupan ini. Bagaikan orang
berlayar di samudera, betapa akan menjemukan kalau lautan
itu selalu tenang saja, tak pernah bergelombang. Justeru
menempuh gelombang itulah yang membuat kita sadar bahwa
kita ini hidup! Engkau harus berani menghadapinya dan
mengatasinya. Jangan sembunyi dalam kecengengan. Manusia
hidup matang dalam tempaan pengalaman hidup yang serba
pahit. Orang akan menjadi besar oleh gemblengan kepahitan
hidup, sebaliknya orang akan menjadi dungu dan malas oleh
maboknya kemanisan hidup. Kesusahan dan keprihatinan
membuat orang bijaksana, sebaliknya kesenangan dan
kemakmuran membuat orang menjadi tumpul dan lengah."
Sin Wan menghela napas panjang. "Teecu mengerti apa
yang suhu maksudkan. Akan tetapi, suhu, bagaimana teecu
tidak akan bersedih" Antara teecu dan sumoi telah terjalin
hubungan batin yang amat akrab, kami saling mencinta dan
sekarang hubungan itu putus begitu saja. Teecu merasa
seperti sehelai daun kering yang rontok, terjatuh ke dalam air, terbawa arus air
tanpa daya ......." Kembali kakek itu tertawa bergelak. "Ha..ha..ha..ha,
ucapanmu itu membikin malu guru-gurumu yang telah
menggemblengmu, Sin Wan. Menjadi daun kering membusuk
terbawa arus air sungai. Phuah! Pendekar macam apa ini"
Berkeluh kesah, menangis .dan cengeng! Duka itu hanya
permainan pikiran saja, Sin Wan. Pikiran yang sudah
dicengkeram nafsu hanya memikirkan kesenangan bagi diri
sendiri. Nafsu selalu mengejar kesenangan, selalu menjauhi
ketidak senangan. Kesenangan itu tersembunyi di mana-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mana, kadang mengenakan jubah bersih, seperti musang
berbulu ayam. Nafsu mendorong kita untuk menonjolkan diri
dan penonjolan diri inipun bukan lain hanyalah kesenangan.
Kita menginginkan kekayaan, kedudukan, kepandaian, ke
mashuran melalui perbuatan baik atau melalui karya-karya
mengagumkan, semua itupun menjadi tempat persembunyian
kesenangan. Dan kalau pengejaran kesenangan itu gagal,
maka datanglah kecewa, nelangsa dan iba diri yang membawa
duka. Engkau merasakan kesenangan dalam hubungan
kasihmu dengan sumoimu, merasakan kesenangan dalam
hubungan baikmu dengan Bu Lee Ki si jembel tua itu. Ketika
mereka memisahkan diri menjauhimu,engkau kehilangan
kesenangan itu dan menjadi kecewa, iba diri dan berduka.
Engkau menyiksa diri dan menjadi cengeng dan itu suatu
perbuatan yang sama sekali keliru."
"Teecu mengerti, suhu. Akan tetapi, teecu tidak dapat
membohongi diri sendiri. Hati teecu memang terasa nyeri dan
perih, bagaimana teecu dapat melenyapkannya" Apakah teecu
narus memaksa diri untuk menghilangkan duka ini yang amat
menyiksa" Harus menekan perasaan dan melupakan semua
kenangan lama?" "Sin Wan, tidak ada hubungannya sama sekali antara
peristiwa yang terjadi di luar diri dengan keadaan batin yang
berduka. Peristiwa itu suatu kenyataan, suatu kejadian yang
wajar saja sebagai akibat dari suatu sebab tertentu. Adapun
duka di hati itu adalah karena ulah nafsu dalam pikiran sendiri.
Suatu peristiwa terjadi. Titik. Apakah hal itu menimbulkan
duka atau tidak, tergantung dari cara engkau menerima dan
menghadapinya! Kalau engkau kini hendak berusaha
melenyapkan duka itu, coba renungkan, siapakah engkau
yang kini hendak menghilangkan duka" Bukankah itu juga
engkau yang berduka sekarang ini" Keinginan untuk tidak
berduka sama saja dengan si duka itu sendiri. Setelah melihat
bahwa duka mendatangKan kesengsaraan, maka pikiran kini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencari jalan untuk melepaskan diri dari ketidak senangan itu,
tentu saja agar menjadi senang! Engkau terseret dalam
lingkaran setan kalau begitu, Sin Wan."
Pemuda itu tertegun. Bingung. "Lalu, apa yang harus teecu
lakukan untuk menghilangkan duka ini, suhu?"
"Kalau engkau masih ingin mengubah keadaan, berarti
engKau masih terseret dalam lingkungan itu. Yang ingin
mengubah itu adalah si keadaan itu sendiri, masih dalam satu
ruangan yang dikuasai nafsu. Kalau aku menjawab bahwa
engkau jangan melakukan apa-apa, maka jangan melakukan
apa-apa inipun masih sama saja, masih satu usaha untuk
mengubah keadaan." "Wah, teecu menjadi bingung, Suhu."
Kakek itu tertawa lagi, dan meneguk arak dari guci
araknya. Setelah tiga kali tegukan, barulah dia bicara. "Sin Wan, dahulu ketika
ibumu meninggal dunia, engkau
mengucapkan sebaris kalimat dari agama ibumu yang sampai
sekarang masih teringat olehku. Kalimat itu berbunyi: Dari
Allah kembali kepada Allah. Nah, kenapa engkau lupakan itu"
Kenapa engkau tidak mengembalikan dan menyerahkan saja
kepada Tuhan" Serahkan segalanya dengan penuh
kepasrahan, penuh keikhlasan, penuh kesabaran. Dengan
bekal penyerahan total dan mutlak ini, amatilah dirimu sendiri, amatilah duka
dalam dirimu itu tanpa ingin mengubah, tanpa
ingin menghilangkannya. Hanya kekuasaan Tuhan sajalah
yang akan menertibkan semua bentuk nafsu yang menguasai
dirimu." Wajah Sin Wan berseri. "Terima kasih, suhu! Ya Allah. ya
Tuhan, dengan adanya Tangan Tuhan yang membimbing,
kenapa hamba melupakan ini dan menjadi lemah, cengeng
dan putus asa" Terima kasih, suhu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat betapa muridnya seketika dapat terbebas dari
cengkeraman duka, Dewa Arak tertawa lagi dengan
senangnya. "Ha..ha..ha, itu baru benar! Sin Wan, tadi aku
melihat ketika engkau menghadapi sepasang iblis.
Kepandaianmu sudah maju pesat dan engkau pasti akan
mampu mengalahkan mereka kalau saja Sam-sian Sin-ciang
sudah kau kuasai dengan sempurna. Sayang engkau belum
matang. Biarlah kita menggunakan waktu beberapa bulan di
sini untuk mematangkan ilmu yang kau kuasai itu, karena ada
tugas penting yang akan kuserahkan kepadamu!"
"Tugas apakah, suhu?" tanya Sin Wan penuh semangat.
Dan pada saat itu, tidak ada sedikitpun bekas kedukaannya
yang tadi. Memang, duka hanyalah sebuah kenangan belaka.
Kalau tidak dikenang, tidak diingat, dukapun tidak ada!
"Sin Wan, baru-baru ini aku berkunjung ke kota raja dan
sempat bertemu dengan Sribaginda Kaisar. Beliau merasa
khawatir melihat keadaan di dalam negeri. Kerajaan Beng
yang baru ini masih menghadapi banyak ancaman, terutama
sekali dari bangsa Mongol yang selalu berusaha keras untuk
merebut kembali kekuasaan di selatan, dan para bajak laut
Jepang yang merupakan gangguan di sepanjang pantai timur.
Beliau khawatir sekali kalau-kalau pengaruh Mongol yang
mungkin akan mengirim orang pandai, akan membuat
beberapa orang pejabat berkhianat. Pasukan keamanan tidak
dapat berbuat banyak menghadapi penyusupan mata-mata
Mongol yang pandai. Selain itu, juga berita tentang akan
diadakannya pemilihan bengcu (pemimpin) bagi dunia
persilatan, cukup menimbulkan kekhawatiran kaisar karena
pertandingan antara datuk-datuk besar di dunia persilatan
dapat saja mendatangkan pertempuran besar dan kekacauan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lalu apa yang dapat teecu lakukan, suhu?" tanya Sin Wan, merasa dirinya kecil
menghadapi permasalahan negara yang
demikian gawat dan besar.
"Kaisar minta bantuanku untuk melakukan penyelidikan
terhadap semua itu, terutama sekali terhadap gerakan mata-
mata Mongol, juga aku diminta untuk mengadakan
pendekatan kepada semua calon bengcu dan membujuk agar
mereka melakukan pemilihan bengcu dengan cara yang
damai, tidak sampai menimbulkan pertempuran. Aku tidak
berani dan tidak tega menolak permintaan Sribaginda, akan
tetapi akupun menyadari bahwa aku sudah tua dan tidak ada
kegairahan lagi dalam hatiku untuk bertualang. Oleh karena
itu, aku teringat kepadamu dan aku datang ke sini dengan
harapan akan menantimu tahu engkau sewaktu-waktu akan
datang. Eh, tidak tahunya kedatangan kita di sini bersamaan
waktunya. Ini namanya jodoh. Sin Wan. Agaknya Tuhan
menghendaki bahwa engkaulah yang akan menunaikan tugas
itu, mewakili aku." 2.3. Pangeran Kerajaan Bhutan
Sin Wan mengerutkan alisnya, diam-diam merasa gentar.
"Akan tetapi, bagaimana mungkin teecu dapat melakukan
tugas itu, suhu" Teecu hanya seorang berkebangsaan Uighur
yang yatim piatu dan miskin, mana mungkin teecu memiliki
kemampuan untuk melaksanakan tugas yang demikian besar
dan penting" Bahkan teecu hanya anak tiri seorang penjahat
besar ........." "Ha..ha..ha, memang baik sekali untuk berendah hati Sin
Wan, akan tetapi jangan sekali-kali berendah diri! Engkau
memiliki kemampuan itu, aku percaya, asal engkau sudah
mematangkan semua ilmumu. Nah, aku akan membantumu
mematangkan ilmumu. Dan tentang nama yang berlepotan
dosa Se Jit Kong, justeru inilah kesempatan baik bagimu untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencuci bersih noda yang mencemarkan namamu. Nah,
sanggupkah engkau?" Tergugah semangat Sin Wan. "Teecu mentaati semua
perintah dan petunjuk suhu!"
Kakek itu tertawa girang dan mulailah dia membuka rahasia
ilmu-ilmu yang telah dipelajari Sin Wan, memberi petunjuk
sehingga dalam waktu singkat, pemuda yang tingkat
kepandaiannya memang sudah menyamai guru-gurunya itu,
memperoleh kemajuan pesat sekali. Setelah dia menguasai
benar Sam-sian Sin-ciang dengan sempurna, baru dia
menyadari bahwa dengan ilmu itu, apalagi ditambah bantuan
Pedang Tumpul, dia akan sanggup menghadapi dan mengatasi
lawan-lawan seperti sepasang iblis tempo hari.
0oo0 Rombongan berkuda itu terdiri dari duabelas orang
berpakaian seragam yang mengawal seorang pemuda dan
seorang setengah tua yang dari pakaiannya dapat diduga
bahwa mereka berdua adalah bangsawan-bangsawan
kerajaan Bhutan. Juga selosin perajurit itu adalah perajurit
Bhutan dengan baju perang yang berkilauan. Pemuda itu
sendiri bertubuh jangkung, wajahnya tampan seperti wanita,
juga gerak-geriknya lembut, tidak jantan.
Dia adalah seorang pangeran Bhutan dari selir, bernama
Pangeran Ramamurti, berusia duapuluh lima tahun.
Sedangkan laki-laki setengah tua itu adalah pamannya dari
ibu, bernama Balkan. Rombongan kuda itu nampak lelah,
tanda bahwa mereka telah melakukan perjalanan jauh.
Mereka memang datang dari Kerajaan Bhutan dan kini mereka
mendaki Bukit Ular, sebuah di antara bukit-bukit di
pegunungan Himalaya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Matahari sudah naik tinggi dan hari itu cerah. Namun, tidak
ada orang nampak di lereng bukit itu, bahkan dusun hanya
terdapat di kaki bukit. Bukit Ular ini memang merupakan bukit
yang terkenal di daerah itu, tidak ada orang berani mendaki
bukit itu tanpa ijin dari penghuni. Siapakah penghuni bukit itu yang amat
ditakuti orang" Di puncak Bukit Ular terdapat sebuah bangunan besar
seperti istana. Di situ tinggal See-thian Coa-ong (Raja Dunia
Barat) Cu Kiat, seorang di antara para datuk besar dunia
persilatan di waktu itu. Raja Ular itu berusia sekitar enampuluh delapan tahun,
tubuhnya tinggi kurus, matanya tajam seperti
mata harimau, alisnya tebal dan matanya sipit seperti mata
orang Mongol aseli, sipit dengan kedua ujungnya menurun.
Kumis dan jenggotnya tebal dan mulutnya selalu dihias
senyum mengejek. Biarpun See-thian Coa-ong Cu Kiat mempunyai banyak
isteri, namun dia hanya mempunyai seorang anak saja,
seorang wanita bernama Cu Sui In yarig kini telah berusia
empatpuluh tiga tahun dan tidak menikah. Seperti juga
ayahnya, Cu Sui In yang merupakan anak tunggal ini memiiiki
ilmu kepandaian yang hebat, bahkan ia telah membuat nama
besar di dunia kangouw dan mendapat julukan Bi-Coa Sianli
(Dewi Ular Cantik). Biarpun usianya sudah empatpuluh tiga tahun, akan tetapi
ia cantik dan kelihatan jauh lebih muda, seperti baru tigapuluh tahun saja.
Pakaiannya selalu mewah dan pesolek, alisnya
melengkung hitam dan matanya tajam seperti mata ayahnya.
Wajahnya cantik, hidung mancung dan mulutnya
menggairahkan. Tubuhnya padat ramping penuh daya tarik.
Selain ayah dan anak yang ditakuti orang di dunia kangouw
itu, masih ada seorang gadis lagi yang menjadi penghuni
gedung itu. Ia seorang gadis berusia duapuluh dua tahun,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
wajahnya manis, dengan lesung pipit menghias mulutnya yang
selalu dihias senyum. Mukanya bulat dan kulitnya putih
kemerahan, hidungnya lucu dapat kembang kempis.
Gadis ini bernama Tang Bwe Li dan biasa dipanggil Lili di
rumah itu, tentu saja dengan sebutan nona kalau yang
memanggil para pelayan. Ia tadinya merupakan murid dari Bi-
Coa Sianli Cu Sui In, akan tetapi akhirnya karena ia diambil
murid pula oleh See-thian Coa-ong, ia lalu memanggll Suci
(kakak seperguruan) kepada Cu Sui In, hal yang
menyenangkan hati Dewi Ular itu.
Selain mereka bertiga ditambah belasan orang selir See-
thian Coa-ong, di puncak itu tinggal pula tigapuluh orang laki-
Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
laki yang menjadi anak buah dan pelayan See-thian Coa-ong.
Puncak itu ditakuti orang bukan hanya karena penghuninya
akan tetapi juga karena di daerah puncak itu terdapat banyak
ular-ular berbisa. Ular-ular ini memang sengaja dikumpulkan
dan dibiarkan hidup di situ oleh See-thian Coa-ong yang
merupakan pawang ular yang lihai sehingga tepatlah kalau
puncak itu disebut Puncak Bukit Ular, sesuai pula dengan
penghuninya yang berjuluk Raja Ular dan puterinya, Dewi
Ular. Rombongan berkuda itu berhenti di lereng dekat puncak, di
depan sebuah pintu gerbang yang merupakan batas tempat
tinggal dan wilayah kekuasaan See-thian Coa-ong.
"Kenapa berhenti di sini, paman?" tanya Pangeran
Ramamurti kepada pamannya.
"Penghuni puncak adalah seorang datuk besar, dan nama
bukit ini Bukit Ular, kita harus berhati-hati. Pula, sebagai tamu kita harus
sopan karena di gapura ini tidak nampak penjaga."
Balkan yang berpengalaman itu lalu memerintahkan pasukan
untuk menyembunyikan terompet yang terbuat dari pada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tanduk. Segera terdengar bunyi sasangkala memecah
kesunyian tempat itu. Pada saat itu, See-thian Coa-ong sedang menghadapi meja
makan, sedang makan siang ditemani puterinya, Bi-coa Sianli,
dan dilayani para selirnya yang masih muda-muda dan cantik-
cantik. Tang Bwe Li atau Lili tidak nampak karena gadis itu
memang selalu ingin makan sendiri, tidak beramai-ramai
bersama sucinya dan gurunya. Bi-coa Sianli Cu Sui In yang
telah selesai makan, ketika mendengar bunyi sasangkala ltu,
segera bangkit berdiri. "Kurasa mereka sudah datang, ayah. Aku akan menyambut
mereka dulu di ruang tamu. Nanti setelah segalanya beres,
akan kuhadapkan mereka kepada ayah."
See-thian Coa-ong hanya mengangguk saja tanpa
menjawab, agaknya hatinya tidak tertarik dan dia lebih
mencurahkan perhatian kepada masakan di atas meja.
Cu Sui In lalu meninggalkan ruangan makan dan menyuruh
anak buah di situ pergi menyambut para tamu dan membawa
mereka ke ruangan tamu, sedangkan ia sendiri mencari Lili.
Gadis itu berada di kamarnya, sedang membaca kitab sejarah.
"Lili, cepat engkau berdandan," kata Cu Sui In.
Lili melepaskan bukunya dan memandang kepada wanita
cantik itu dengan mata dilebarkan. Wanita ini dahulu gurunya
sejak ia masih kecil, kemudian menjadi sucinya. Hubungan
antara mereka akrab sekali dan Lili merasa amat sayang
kepada gurunya atau sucinya itu. "Suci, kenapa aku harus
berdandan?" tanyanya heran.
"Kita akan menyambut tamu agung dan aku ingin engkau
kelihatan cantik." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aih, siapa sih tamu agung itu, suci" Aku jadi ingin sekali tahu."
"Dia seorang pangeran. Hayo cepatlah, akupun mau
bertukar pakaian baru," kata Sui In yang meninggalkan
sumoinya, memasuki kamarnya sendiri untuk berganti
pakaian. Lili bersungut-sungut setelah Sui In pergi. Ia seorang gadis
yang wataknya jujur dan galak, wajar dan tidak pesolek
seperti sucinya. Ia paling tidak suka untuk mencari muka, dan
sekarang pun, mendengar bahwa ia harus bersolek karena
akan menyambut tamu agung, seorang pangeran, hatinya
memberontak. Akan tetapi, iapun segan dan tidak berani membangkang
terhadap perintah sucinya yang juga gurunya itu, maka
dengan uring-uringan iapun berganti pakaian. Akan tetapi ia
membiarkan wajahnya tanpa bedak dan gincu, hal yang
sebetuInya juga tidak ada gunanya karena kulit mukanya
sudah putih kemerahan tanpa bedak, dan bibirnya sudah
terlalu merah basah tanpa gincu. Rambutnya yang sedikit
kusut itu bahkan menambah kemanisan wajahnya.
Rombongan Pangeran Ramamurti sudah disambut oleh
anak buah See-thian Coa-ong dan diajak naik ke puncak.
Kemudian, pangeran itu bersama pamannya dipersilakan
menunggu di ruangan tamu, sedangkan duabelas orang
pengawal mereka dijamu oleh anak buah Bukit Ular dengan
ramah dan hormat seperti diperintahkan Dewi Ular.
Ramamurti dan Balkan menanti di ruangan tamu yang luas
itu dengan hati berdebar. Kedatangan mereka memang telah
dijanjikan dua bulan yang lalu mereka bertemu dengan Bi-coa
Sianli Cu Sui In yang sedang berkunjung ke daerah Bhutan.
Bahkan wanita cantik yang lihai ini menyelamatkan Pangeran
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ramamurti dan Balkan yang sedang berburu binatang dan
dikepung oleh belasan orang pemberontak yang menjadi
pelarian. Cu Sui In yang menjadi penolong, itu diundang ke
istana dan dijamu dengan hormat.
Kemudian, ketika mendengar bahwa Cu Sui In mempunyai
seorang sumoi yang masih gadis. Balkan mengusulkan agar
sumoinya itu dijodohkan dengan Pangeran Ramamurti yang
juga belum menikah. Tentu saja usul ini sudah
dipertimbangkan masak-masak oleh Balkan dan disetujui oleh
sang pangeran. Dan usul inipun mengandung pamrih tertentu, yaitu mereka
mengharapkan bahwa dengan adanya dukungan seorang isteri
yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, maka kedudukan
Pangeran Ramamurti akan menjadi semakin kuat. Pada waktu
itu memang terjadi semacam persaingan di antara para
pangeran Bhutan yang hendak hendak memperebutkan
kekuasaan. Dan Sui In juga menyatakan persetujuannya! Tentu saja
Sui In menerima usul itupun tidak sembarangan saja,
melainkan sudah dipertimbangkannya baik-baik. Dia melihat
kedudukan pemuda itu cukup kuat, sebagai seorang pangeran
Kerajaan Bhutan dan siapa tahu, kelak dapat dengan bantuan
Lili menjadi raja di Bhutan! Itulah sebabnya ia menyatakan
persetujuannya, dan minta agar mereka datang mengajukan
pinangan secara sah pada hari itu.
Ketika Sui In memberitahukan ayahnya tentang usul
perjodohan dengan pangeran Bhutan, See-thian Coa-ong
menanggapinya dengan acuh saja. Sui In juga belum
memberitahu kepada Lili. Biasanya, gadis itu selalu taat
kepadanya, maka sekali inipun ia merasa yakin bahwa Lili
akan mentaatinya. Apalagi, Pangeran Ramamurti bukan
seorang pemuda yang buruk rupa. Dia cuKup tampan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terpelajar, kaya raya, berkedudukan tinggi masih muda. Mau
apalagi" Ketika dari pintu sebelah dalam muncul dua orang wanita
cantik, Balkan dan Ramamurti cepat bangkit berdiri dan
membungkuk dengan hormat sambil merangkap kedua tangan
di depan dada sebagai salam.
"Cu-lihiap (pendekar wanita Cu)!" kata mereka sambil
memberi hormat dan pandang mata Ramamurti melekat
kepada gadis yang berdiri di sebelah kiri Cu Sui In. Betapa
cantik jelita dan manisnya gadis itu, pikirnya dengan hati
berdebar girang. Gadis secantik bidadari ini yang diusulkan
menjadi isterinya" Seribu kali dia setuju!
"Saudara Balkan, dan Pangeran Ramamurti, selamat datang
dan silakan duduk. Perkenalkan, ini adalah sumoiku bernama
Tang Bwe Li atau yang biasa kami panggil Lili."
"Tang-siocia (nona Tang)!" kata Balkan memberi hormat yang segera dibalas sambil
lalu oleh Lili. "Nona Lili" Ah, kiranya nona adalah seorang puteri yang
cantik jelita seperti bidadari ......" kata Pangeran Ramamurti.
Lili tersenyum geli karena merasa lucu. Sikap pangeran itu
mengingatkan ia akan pertunjukan sandiwara di panggung
yang pernah ditontonnya ketika ia bersama Sui In merantau
ke daerah timur yang ramai.
"Apakah engkau ini seorang pangeran sungguhan" Seorang
pangeran aseli?" ia bertanya.
"Lili!" bentak sucinya. "Jangan main-main di depan pangeran!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aih, suci, aku tidak main-main. Aku hanya bertanya karena dia mengingatkan aku
akan pangeran yang kita lihat bermain
di panggung sandiwara itu. Betul tidak, suci?"
Mau tidak mau Sui In tersenyum geli. Lili memang gadis
lincah jenaka yang jujur dan tak pernah mengenal takut.
"Hushh, jangan sembarangan saja. Dia ini adalah seorang
pangeran sejati, Pangeran Ramamurti dari Kerajaan Bhutan."
"Ah, kiranya begitu" Maaf, karena yang membedakan
antara orang biasa dan pangeran hanya pakaiannya, dan yang
dipanggung itupun memakai pakaian seperti itu. Selamat
datang pangeran dan silakan duduk," kata Lili dengan sikap wajar sehingga
Pangeran Ramamurti tidak tersinggung,
bahkan merasa gembira sekali. Saking girangnya, dia menoleh
kepada pamannya dan berkata dalam bahasanya sendiri,
bahasa Bhutan, "Paman, aku mau, Paman, mau sekali ..... aku setuju ......!"
Tiba-tiba Lili bertanya, "Engkau mau apa, pangeran" Mau
sekali apa" Dan apa yang kau setujui tadi?"
Pangeran Ramamurti menjadi kaget setengah mati.
Mukanya berubah kemerahan. Tak disangkanya bahwa Lili
mengerti bahasa Bhutan! Gadis ini memang seorang kutu
buku, suka mempelajari bahasa-bahasa. Bukan saja bahasa
Bhutan, Nepal, juga bahasa Tibet dan bahasa daerah lainnya
ia pelajari. "Eh ..... ah .... mau anu ...... mau duduk, aku ...... aku setuju untuk duduk
dan bicara ......." jawab pangeran itu
gagap. Lili mengerutkan alis dan tertawa geli karena ia sendiri sama sekali
tidak tahu apa maksud kunjungan ini, sama sekali
tidak mengira bahwa yang dimaksudkan pangeran itu adalah
mau dan setuju sekali menikah dengannya!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi di dalam kagetnya, pangeran itu menjadi
semakin kagum dan suka mendengar gadis itu pandai pula
berbahasa Bhutan. Sungguh sukar dicari keduanya gadis
seperti ini. Cantik jelita, pandai ilmu silat dan tentu boleh
diandalkan sebagai sumoi dari Cu Sui In yang telah dia lihat
sendlri kelihaiannya, ditambah pandai berbahasa Bhutan pula.
"Pangeran Ramamurti, dan saudara Balkan, sebelum kita
membicarakan urusan mari kupersilakan menghadap ayahku
dulu, kemudian menerima sambutan kami dengan jamuan
makan. Setelah itu; baru kita bicara."
Tentu saja pihak tamu, pangeran dan pamannya itu hanya
dapat menerima, apalagi perjalanan jauh membuat mereka
lelah, haus dan lapar. Sambutan dengan jamuan makan, tentu
saja akan menyenangkan sekali. Mereka lalu diantar
memasuki ruangan dalam di mana See-thian Coa-ong telah
menanti dengan sikap acuh.
Lili yang belum mengetahui bahwa kunjungan itu
bermaksud melamar dirinya, mengikuti dari belakang sambil
tersenyum-senyum. Ia masih merasa lucu melihat betapa
sucinya demikian menghormati seorang pangeran yang
dianggapnya terlalu banyak lagak itu. Apakah Sucinya yang
sejak kecil diketahuinya sebagai seorang wanita yang
memandang rendah kaum pria itu kini tiba-tiba tertarik dan
jatuh cinta kepada pangeran ini" Hampir ia terkekeh dan
menahan tawa sambil menutupi mulutnya dengan tangan.
Betapa lucunya kalau sucinya jatuh cinta kepada pangeran
yang dianggapnya masih kekanak-kanakan ini!
Dewi Ular yang mengajak dua orang tamunya masuk,
segera memperkenalkan mereka kepada ayahnya. See-thian
Coa-ong duduk di kursinya dengan sikap angkuh berwibawa.
Jelas bahwa datuk ini tidak mau memperlihatkan kerendahan
diri terhadap pangeran itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ayah, inilah Pangeran Ramamurti dan pamannya, saudara
Balkan seperti yang pernah kuceritakan itu," kata Bi-coa Sianli dengan nada
suara bangga. "Locianpwe, terimalah hormat kami," kata Balkan dan
pangeran itupun memberi hormat dengan merangkap kedua
tangan di depan dada, agak membungkuk akan tetapi tidak
berkata apapun. "Hemm, duduklah!" kata See-thian Coa-ong,
mempersilakan dua orang itu duduk seperti mempersilakan
dua orang tamu biasa saja. Jelas terbayang pada wajah dua
orang tamu itu betapa mereka menjadi salah tingkah, bingung
oleh sikap acuh kakek itu. Lili tidak mampu menahan tawanya.
"Suhu, dia itu adalah seorang pangeran tulen, pangeran
dari negara Bhutan. Hebat, bukan?" katanya.
"Apanya yang hebat?" See-thian Coa-ong bertanya sambil menoleh kepada muridnya
itu, alisnya berkerut. "Haiii, tidak banggakah suhu menerima tamu seorang
pangeran" Ingat, suhu tidak setiap hari ada pangeran datang
berkunjung. Pangeran itu putera raja, suhu, masih panas-
panas keluar dari istana kerajaan!" Lili yang semakin geli melihat sikap
suhunya, menambahkan. "Hem, apa anehnya raja dan pangeran" Sudah sering aku
dijamu raja-raja di istana mereka. Raja-raja juga manusia
biasa seperti kita, apa bedanya"
"Bagaimana bisa sama, suhu" Dalam sebuah negara, raja
hanya ada seorang saja, dan pangeran juga hanya beberapa
orang. Tentu berbeda dengan orang-orang biasa seperti kita."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Ramamurti tidak begitu pandai berbahasa Han,
akan tetapi dia paham apa yang dibicarakan. Dia merasa
gembira bukan main mendengar gadis yang dicalonkan
menjadi jodohnya dan yang sekaligus telah membuatnya jatuh
bangun dalam cinta itu, membuatnya tergila-gila, memuji-
mujinya dan berkeras mengatakan bahwa pangeran adalah
manusia luar biasa, lain dari pada yang lain. Ini saja sudah
merupakan lampu hijau baginya. Diapun kurang enak
mendengar kakek itu agaknya memandang rendah pangeran,
akan tetapi untuk memperlihatkan bahwa dia cukup rendah
hati, diapun berkata sambil tersenyum ramah.
"Aih, nona Lili. Apa yang diucapkan locianpwe ini benar
sekali. Biarpun aku seorang pangeran yang mungkin kelak
menjadi raja, akan tetapi aku adalah manusia biasa yang tidak
ada bedanya dengan orang lain. Lihat, hidungku satu, mata
dan telingaku dua, mulutku satu, jari tanganku masing-masing
lima. Sama, bukan?" Pangeran itu menunjuk hidung, telinga, mata dan mulut, lalu
membuka sepuluh jari tangannya,
Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memperlihatkannya kepada Lili. Gadis ini tidak dapat menahan
tawanya sampai terpingkal-pingkal.
"Lili, bersikaplah yang pantas di depan tamu!" Cu Sui In menegur sumoinya.
Lili adalah seorang gadis yang sejak kecil digembleng oleh
tokoh-tokoh seperti Dewi Ular kemudian Raja Ular yang
merupakan orang-orang aneh di dunia kangouw. Ia sendiripun
ketularan watak aneh mereka yang tidak sudi dikekang oleh
peraturan apapun juga. Oleh karena itu, ketika tertawa tadi,
Lili juga tidak menahan diri dan tertawa lepas-lepas dengan
mulut ternganga, hal yang bagi wanita Han pada umumnya
dianggap tidak bersusila!
"Ehh, mengapa, suci" Apakah aku bersikap tidak pantas"
Apanya yang tidak pantas?" Lili membantah. Jangankan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekarang wanita itu telah menjadi kakak seperguruannya,
ketika masih disebut subo (ibu guru) sekalipun, ia suka
membantah kalau memang dianggap ia yang benar. Ia
memang taat dan segan, akan tetapi tidak membuta.
"Engkau tertawa tanpa terkendali!" tegur sucinya.
"Ahh" Aku merasa senang dan geli, ingin tertawa lalu aku
tertawa, kenapa tidak pantas" Kalau aku ingin tertawa lalu
kutahan dan kusembunyikan, barulah tidak pantas. Bukankah
begitu, pangeran" Tolong katakan, apakah aku tadi bersikap
tidak pantas di depan pangeran?" Lili mendekatkan mukanya, dicondongkan ke
depan, ke arah pangeran itu.
Pangeran Ramamurti menggosok-gosok hidungnya,
nampak senang sekali. "Aih, tidak, sama sekali ......."
"Maksudmu tidak pantas?"
"Pantas ....... pantas .......!!" jawab pangeran itu berulang-ulang sehingga
Lili menjadi semakin geli dan.tertawa lagi.
Cu Sui In sudah tahu akan watak nakal dan lincah suka
menggoda orang dari sumoinya, dan pada saat itu, kebetulan
pelayan datang melapor bahwa hidangan untuk menjamu
tamu sudah tersedia di meja ruangan makan.
"Silakan, Pangeran Ramamurti dan Saudara Balkan. Mari
silakan makan minum dulu, baru kita nanti bicara." Cu Sui In mempersilakan.
"Mari kita temani tamu-tamu kita, Lili."
"Akan tetapi aku sudah makan, suci."
"Biarlah, kita minum-minum saja sekedar menemani
mereka. Akupun sudah makan tadi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
See-thian Coa-ong yang bersikap acuh, hanya mengangguk
ketika dua orang tamu itu permisi. Mereka pergi ke ruangan
makan dan untuk mencegah agar sumoinya yang nakal itu
tidak menggoda lagi tarrunya, Cu Sui In sendiri yang melayani
mereka dengan suguhan arak, anggur dan masakan-masakan
yang lezat, dibantu oleh para pelayan wanita.
"Sambil makan minum, kami hendak memperlihatkan tarian
yang khas dari tempat tinggal Pangeran," kata Cu Sui In dan sang pangeran
mengangguk-angguk girang. Sui In memberi
isyarat kepada para pelayan dan terdengarlah suara dua buah
yang-kim (kecapi) ditabuh dengan suara melengking merdu,
lalu disusul suara suling. Sehelai tirai sutera diangkat
perlahan-lahan dan nampaklah tiga orang wanita cantik yang
bermain suling dan dua yang-kim itu.
Kemudian, dari kamar bagian dalam, muncul lima orang
gadis. Mereka berlari-lari kecil di atas jari-jari kaki mereka
seolah meluncur saja, dan kelima orang gadis itu muda-muda
dan cantik-cantik, mengenakan pakaian serba tipis yang
menggairahkan. Kemudian, setelah mereka memberi hormat
ke arah tamu, mulailah mereka menari mengikuti suara yang-
kim dan suling. Dan Pangeran Ramamurti terpesona. Di negerinya juga
banyak terdapat penari yang pandai menari perut, akan tetapi
gerakan lima orang penari ini lain sekali. Tubuh mereka yang
ramping berlenggang-lenggok seperti tubuh ular!
Lengking suling itu makin meninggi dan tiba-tiba saja Lili
bangkit, dari tempat duduknya dan diapun menari dengan
gerakan yang berlenggang lenggok seperti ular pula. Lima
orang penari itu tersenyum dan mereka menari-nari
mengelilingi Lili, merupakan paduan yang serasi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Ramamurti semakin terpesona dan tiada hentinya
mulutnya mengeluarkan suara pujian. Lili memang suka sekali
menari. Setiap kali melihat tarian, apalagi mendengar suara
yang-kim dan suling memainkan lagu yang amat dikenalnya
itu, lagu ular, ia tidak dapat menahan dirinya untuk tidak ikut menari!
Para pemain musik dan penari itu sudah tahu akan
kesukaan Lili, maka mereka tersenyum dan tiba-tiba peniup
suling itu memainkan lagu lain. Sulingnya melengking-lengking
dan mengandung getaran aneh. Lili juga mengubah gerakan
tarinya dan lima orang penari itu kini duduk mengellingi dan
bersimpuh, bertepuk tangan mengiringi musik dan tarian.
"Ular ...... ular ......!!" seru Ramamurti dan Balkan sambil mengangkat kaki
tinggi-tinggi ke atas kursi ketika mereka
melihat puluhan ular memasuki ruangan itu dari segala
penjuru. "Harap kalian tenang, tidak apa-apa," Cu Sui In sambil tersenyum.
Dua orang tamu itu lupa makan. Kini mereka terbelalak
dengan heran, kagum bercampur khawatir melihat betapa
lima orang penari itu sudah bangkit lagi menari di sekeliling Lili dan seperti
juga Lili yang memainkan dua ekor ular putih yang
nampak ganas, lima orang penari itu menari dengan ular-ular
bergantungan di tubuh. Ini baru benar-benar tari ular, pikir pangeran itu dengan
kagum. Di negerinya juga ada tari ular, ada pula pawang ular.
Akan tetapi biasanya, dalam tarian, ular itu, si penari
menggunakan ular-ular yang sudah dijinakkan dan tidak dapat
menyerang atau menggigit lagi. Akan tetapi enam orang
penari ini mempermainkan ular-ular liar yang agaknya tadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertarik dan berdatangan setelah mendengar tiupan suling
istimewa itu. Setelah suara suling mengusir pergi ular-ular itu dan tarian
dihentikan, Pangeran Ramamurti dan Balkan bertepuk tangan
memuji. Kemudian, setelah dua orang tamu itu selesai makan,
mereka diajak menghadap lagi ke ruangan dalam di mana
See-thian Coa-ong masih duduk.
"Nah, sekarang harap ji-wi (kalian berdua) beritahukan
maksud kunjungan ji-wi kepada kami," kata Cu Sui In kepada dua orang tamunya,
Para pelayan sudah disuruh keluar dari
ruangan itu dan disitu hanya ada dua orang tamu itu dan di
pihak tuan rumah tiga orang. Sikap See-thian Coa-Ong masih
acuh saja. Kalau Sui In merasa setuju dan bangga sekali
menyambut usul perjodohan antara Lili dan Pangeran Bhutan,
ayahnya tidak demikian. See-thian Coa-ong tidak menolak,
akan tetapi jaga tidak gembira dan acun saja, menyerahkan
urusan itu kepada puterinya dan kepada Lili sendiri.
"Locianpwe dan Cu-lihiap, kunjungan kami ini bermaksud
untuk menyambung persesuaian pendapat di antara kami dan
Cu-lihiap ketika lihiap berkunjung ke negeri kami dua bulan
yang lalu, yaitu kami datang untuk meminang nona Tang Bwe
Li agar menjadi jodoh Pangeran Ramamurti ....."
"Gila......! Lancang .....!!" Tiba-tiba Lili meloncat bangun dari kursinya,
mukanya merah, matanya mencorong
memandang ke arah dua orang tamu itu membuat mereka
terkejut. Lili, hentikan itu!" Cu Sui In membentak, juga marah.
"Sikapnya tidak patut dan memalukan!"
"Tapi ....... tapi, suci ..... mereka ini kurang ajar kepadaku!"
bantah Lili. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Engkau yang kurang ajar! Sudah jamaknya gadis dewasa
seperti engkau dilamar orang, dan tidak seperti itu sikap
seorang gadis yang menerima lamaran. Kau diamlah, ini
urusan orang-orang tua!"
"Tidak suci. Aku tidak mau! Aku tidak sudi berjodoh dengan dia!"
"Lili, ini sudah keterlaluan!" Cu Sui In juga bangkit dan mukanya berubah merah
karena marah dan malu. "Suci katakan aku keterlaluan" Suci sendiri sampai
sekarang tidak mau menikah dan malah hendak memaksaku
menikah, itu baru namanya keterlaluan! Kenapa tidak suci saja
yang berjodoh dengan pangeran ini?" Setelah berkata
demikian, Lili mengepal tinju hendak menyerang kedua orang
tamu itu, membuat Pangeran Ramamurti menjadi pucat
ketakutan. "Lili, mundur kau!" bentak See-thian Coa-ong dan
mendengar bentakan gurunya ini, Lili mengendur, matanya
menjadi merah dan basah. Ia membanting kakinya dan lari
keluar dari ruangan itu, ke kamarnya.
Setelah gadis itu pergi, sejenak dalam ruangan itu sunyi.
Sunyi yang menegangkan hati. Kemudian terdengar Pangeran
Ramamurti berkata dalam bahasanya sendiri kepada Balkan.
"Paman, mari kita, pulang saja. Kalau lamaran kita ditolak, untuk apa kita lama
di sini?" Mendengar ini, Sui In cepat berkata. "Harap ji-wi
memaafkan sumoiku. Ia memang keras hati dan tentu saja ia
merasa malu. Kami harap ji-wi suka bersabar. Aku yang akan
membujuknya. Sekarang ini kami belum dapat mengambil
keputusan mengenai pinangan ji-wi. Baiklah, nanti bulan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
depan saja kami akan mengirim berita keputusan kami. Sekali
lagi, harap maafkan."
Ucapan itu merupakan permintaan maaf dan juga
pengusiran secara halus. Memang Sui In yang merasa tidak
enak sekali oleh sikap Lili tadi, merasa bahwa lebih baik kalau dua orang
tamunya itu, pergi saja dulu.
Balkan dan pangeran itu lalu berpamit. Lebih dulu mereka
berpamit kepada See-thian Coa-ong dan kakek ini yang sejak
tadi diam saja dan acuh, tiba-tiba bertanya kepada Pangeran
Ramamurti, "Engkau ini seorang pangeran, kenapa tidak
mencari jodoh seorang puteri bangsawan" Orang seperti
engkau ini bagaimana mungkin kelak dapat mengendalikan
seorang isteri seperti Lili?" Dia tertawa bergelak dan seperti
biasa, senyum dan tawa kakek ini selalu mengandung ejekan
dan memandang rendah orang lain.
Pangeran Ramamurti tidak menjawab. Dia dan pamannya
lalu berpamit kepada Sui In dan meninggalkan puncak Bukit
Ular, diikuti pasukan kecil pengawal mereka.
"Berhenti ......" Lili yang berdiri di tengah jalan itu mengangkat tangan kanan
ke atas, memberi isyarat kepada
pasukan berkuda itu untuk berhenti. Pangeran Ramamurti dan
Balkan menahan kendali kuda mereka, demikian pula duabelas
orang pengawal mereka. Melihat bahwa yang menghentikan mereka adalah Lili yang
nampak demikian gagah dan cantik, berdiri tegak di tengah
jalan, kedua kaki terpentang, tangan kiri di pinggang dan
tangan kanan diangkat ke atas, wajah Pangeran Ramamurti
yang tadinya murung itu menjadi gembira sekali. Dia meloncat
turun dari atas kudanya, wajahnya yang tampan tersenyum.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aih, kiranya nona Lili! Nona, apakah engkau menghadang
di sini untuk mengucapkan selamat jalan kepadaku?" Dalam
suaranya terkandung penuh harapan.
"Pangeran Ramamurti, engkau telah menghinaku dan
sekarang masih mengharapkan aku untuk mengucapkan
selamat jalan kepadamu" Aku menghadang untuk memberi
hajaran kepada kalian yang telah menghinaku!"
Melihat sikap gadis itu dan mendengar ucapannya, wajah
pangeran itu menjadi pucat dan dia melangkah mundur.
Pamannya, Balkan, sudah melompat turun pula dari atas
kudanya dan dia menghadapi gadis itu dengan sikap tenang.
2.4. Pengawal Keluarga Raja Muda
"Maaf, nona Tang Bwe Li, kami sungguh tidak mengerti
kenapa nona marah kepada kami" Kami datang dengan baik-
baik dan dengan sikap hormat untuk meminang diri nona.
Bagaimana nona dapat mengatakan bahwa kami telah
menghinamu?" "Tidak menghinaku, ya" Bagus! Kalian datang melamarku
begitu saja, tanpa lebih dulu memberi tahu aku, tidak
menyelidiki dulu apakah aku suka atau tidak. Memangnya aku
ini sebuah boneka yang tidak mempunyai pikiran sendiri" Atau
aku ini seekor kuda saja yang boleh kalian tawar dan hendak
membeliku dengan kedudukan dan hartamu" Kalian telah
membikin aku malu!" Balkan adalah seorang dari golongan rakyat biasa, akan
tetapi karena kakaknya perempuan menjadi isteri raja Bhutan,
maka dia merasa dirinya besar dan telah menjadi seorang
bangsawan tinggi paman dari Pangeran Ramamurti. Kini,
melihat sikap Lili yang sama sekali tidak memandang sebelah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mata kepada keponakannya dan kepadanya, timbullah
kemarahannya. Gadis ini terlalu menghina, pikirnya.
"Nona Tang Bwe Li, ingatlah bahwa yang meminangmu
adalah seorang pangeran kerajaan Bhutan! Biasanya, di
Bhutan, kalau pangeran menghendaki seorang wanita, cukup
dengan melambaikan tangan saja dan setiap orang wanita
akan datang menyerahkan diri dengan bangga, karena
mengingat bahwa nona adalah bangsa lain, maka kami
mempergunakan cara yang sopan dan lajim, melakukan
pinangan dengan resmi. Bahkan sebelum kami datang
meminang, kami telah membicarakannya dengan lihiap Cu Sui
In dan ia telah menyetujuinya. Sepatutnya nona merasa
terhormat dan bangga, bukan merasa terhina. Ini sungguh
tidak adil sekali!" Mendapat jawaban seperti ini, kemarahan Lili bagaikan api
disiram minyak, makin berkobar. "Bagus! Kalian sudah
menghinaku, masih menyalahkan aku. Kalian harus dihajar
agar tidak berani muncul lagi ke sini, tidak lagi menyinggung
urusan perjodohan!" Balkan juga marah. Gadis ini terlalu menghina, sepantasnya
kalau ditawan dan dibawa ke Bhutan, dipaksa menikah
dengan Pangeran Ramamurti! Dia memberi isyarat kepada
pasukan pengawal. "Tangkap nona yang lancang mulut ini!"
Duabelas orang pengawal itu sudah berloncatan turun dari
atas kuda dan seperti segerombolan anjing pemburu
mengeroyok seekor kelinci, mereka sudah menerjang ke arah
Lili dengan tangan terjulur panjang. Melihat kecantikan gadis
itu, mereka bergairah dan seolah berlumba untuk
memperebutkan gadis itu, agar mereka dapat lebih dulu
Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menerkam, memeluk dan menangkapnya. Mereka berlumba
untuk dapat meraba tubuh yang padat itu, atau setidaknya
bersentuhan lengan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi, mereka itu bukan seperti segerombolan anjing
pemburu memperebutkan seekor kelinci, melainkan
segerombolan anjing pemburu bertemu dengan seekor
harimau betina yang galak dan kuat! Lili menyambut mereka
dengan terjangan kaki tangannya. Gerakannya demikian
tangkas, cepat dan Kuat sekali sehingga duabelas orang
pengawal yang merupakan pengawal pilihan itu terpelanting
ke kanan kiri! Mereka terbanting dan mengaduh-aduh,
mengalami patah tulang, babak belur dan benjol-benjol.
Dan bagaikan seekor burung walet, tubuh Lili sudah
menyambar ke arah Balkan dan Pangeran Ramamurti. Dua
orang bangsawan ini terkejut dan hendak melarikan diri, akan
tetapi sebuah tendangan membuat Balkan tersungkur dan
sekali Lili menjulurkan tangan, ia telah mencengkeram pundak
pangeran itu. "Nona, apa kesalahanku, lepaskan!" kata pangeran itu
meronta-ronta. "Engkau lancang berani meminangku, ya?" Lili membentak dan tangannya menampar
beberapa kali. Kedua pipi pangeran
itu menjadi merah membengkak. Lili mendorongnya dan
diapun terjengkang. "Engkau harus dihajar agar jangan berani lagi, datang ke
sini!" kakinya menendang dan pangeran yang sedang merangkak bangun itu terlempar
lagi. "Lili, tahan!" terdengar bentakan nyaring dan Lili yang sudah hendak
menggerakkan kakinya, menahan
tendangannya. Ia menoleh dan ternyata Sui In telah berdiri di
situ dengan sikap marah. Sementara itu, Balkan yang sudah
bangkit, menolorg Pangeran Ramamurti, memapahnya dan
bersama anak buah mereka yang sudah bangkit pula, mereka
mencari kuda mereka, menunggang kuda dan rombongan itu
pergi meninggalkan tempat itu tanpa pamit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lili, engkau sungguh keterlaluan sekali! Apakah engkau
sudah mulai berani menentang aku" Katakan, apakah engkau
hendak menantang aku?" Cu Sui In marah sekali, matanya
mencorong dan kedua tangannya bertolak pinggang.
Melihat ini, Lili menjatuhkan diri berlutut menghadap wanita
yang pernah menjadi gurunya dan kini menjadi sucinya ini. Ia
berlutut dan kedua matanya basah, akan tetapi ia
mengeraskan hatinya sehingga tidak sampai menangis. Ia
bukan takut walaupun ia tahu bahwa ia tidak akan mampu
menandingi sucinya, akan tetapi ia berduka sekali melihat
sucinya demikian marah kepadanya dan sorot matanya seperti
membencinya. "Suci, sejak aku dapat mengingat, sejak kecil sekali suci
memeliharaku, merawat dan mendidik aku. Suci sayang
kepadaku dan akupun amat sayang kepadamu. Bagaimana
mungkin aku tidak akan mentaatimu" Suci, apapun yang suci
perintahkan, akan kutaati, dan aku akan membela suci dengan
taruhan nyawa sekalipun. Akan tetapi, ........ mengenai
perjodohanku ...... bagaimana aku dapat melempar diriku ke
dalam nasib yang akan menentukan selama hidupku" Suci,
kalau aku menikah, berarti aku berpisah dari suci, dan hidup
selamanya di samping seorang laki-laki yang tidak kucinta.
Bagaimana mungkin ini" Suci, kalau aku bersalah dan suci
hendak menghukumku, silakan. Biar dihukum matipun aku
rela, dan aku tetap tidak akan mau dijodohkan dengan laki-
laki yang tidak kucinta."
Sui In tersenyum mengejek. "Huh, cinta" Mana ada cinta
dalam hati kaum pria" Kalau sudah melampiaskan nafsu
mereka, mereka akan bosan dan tidak memperdulikan kita
lagi. Cinta" Cinta laki laki adalah palsu, rayuan kosong hanya
untuK memikat. Laki-laki seperti laba-laba yang memikat
kupu-kupu terperangkap di sarangnya, kalau sudah dihisap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sampai kering, bangkai kupu-kupu akan di campakkan begitu
saja. Aku menjodohkan engkau dengan seorang pangeran, itu
berarti hidupmu akan terjamin, mulia, terhormat, kecukupan
sampai semua keturunanmu kelak. Namamu terjunjung tinggi,
namaku dan nama ayahku ikut terangkat. Seorang pangeran,
apalagi kalau kelak menjadi raja, tidak akan mencampakkan
isterinya begitu saja. Paling banyak dia menambah selir, akan
tetapi isterinya akan tetap dimuliakan orang. Aku menyetujui
perjodohan itu demi kebaikanmu, kenapa engkau menolak?"
"Maaf, suci. Bagaimanapun juga, hati ini tidak merelakan
kalau badan ini kuserahkan kepada orang yang tidak kucintai.
Aku siap menerima hukuman asal suci jangan marah lagi
kepadaku." Sui In tersenyum, lalu menarik napas panjang. "Kalau aku
marah, sejak tadi sudah kubunuh engkau! boleh saja engkau
menolak lamaran, akan tetapi tidak perlu bersikap kasar,
apalagi menyakiti rombongan pangeran itu. Sudahlah, apa
engkau sudah mempunyai pilihan hati, seorang pria yang
kaucinta dan kauharapkan menjadi jodohmu?"
Karena besar dalam lingkungan orang aneh, Lili juga
menjadi seorang gadis yang berwatak aneh. Yang oleh wanita
pada umumnya dianggap sebagai hal yang memalukan,
mungkin baginya sama sekali tidak memalukan, dan
sebaliknya. Ia menjunjung kegagahan, wajar dan jujur,
walaupun seringkali mengandalkan kekuatan dan kekerasan.
"Sudah, suci," jawabnya tegas.
Sui In mengerutkan alisnya, merasa penasaran dan heran
mengapa ia tidak tahu bahwa Lili mempunyai seorang pacar!
"Siapa dia" Pemuda dekat sini?"
"Dia orang jauh dan suci juga sudah mengenalnya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau amat cinta padanya?"
"Aku cinta padanya, kagum, dan juga penasaran dan
benci." "Ehh" Siapa pria aneh itu?"
"Dia Sin Wan, suci."
"Sin Wan ......" Seperti pernah kudengar nama itu."
"Tentu saja. Dia murid dan putera mendiang Tangan Api Se
Jit Kong." "Aih, benar. Dia murid pula dari Sam-sian, bukan" Aihh, dia yang pernah memukuli
pantatmu ketika engkau kecil itu?"
"Benar, akan tetapi aku sudah membalas memukuli
pantatnya berikut bunganya. Aku .... aku hanya mau berjodoh
dengan dia, suci." "Sudahlah. Engkau bilang selalu taat kepadaku. Sekarang
aku akan memberimu sebuah tugas, maukah engkau
melakukannya untuk aku?"
"Katakan apa tugas itu, suci. Akan kulakukan walau dengan
pengorbanan nyawa sekalipun."
"Mungkin saja engkau akan berkorban nyawa, karena
orang yang kuingin agar kau bunuh ini memiliki ilmu
kepandaian yang lihai sekali."
"Suci ingin aku membunuh orang" Boleh saja, akan tetapi
aku harus tahu lebih dulu apa kesalahannya dan mengapa
pula suci hendak membunuhnya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dia seorang pendekar yang perkasa, seorang tokoh
Butong-pai yang sukar dicari tandingannya, terutama sekali
ilmu pedangnya amat ditakuti orang. Akan tetapi, aku yakin
engkau akan mampu menandinginya dan mengalahkannya.
Namanya Bhok Cun Ki berjuluk Sin-kiam-eng (Pendekar
Pedang Sakti), usianya sekitar empatpuluh lima tahun. Dia
seorang pendekar perantau, tidak tentu tempat tinggalnya.
Akan tetapi kalau engkau pergi ke Butong-pai dan mencari
keterangan di markas Butong-pai, tentu engkau akan dapat
memperoleh keterangan di mana adanya Sin-kiam-eng Bhok
Cun Ki." "Hal itu mudah dilakukan, suci. Akan tetapi suci belum
mengatakan mengapa suci hendak membunuhnya dan apa
pula kesalahannya." "Hemm, engkau bilang selalu taat kepadaku, kenapa
sekarang kuberi tugas engkau ribut-ribut mendesak aku agar
menceritakan sebab-sebabnya."
"Suci, aku tidak melupakan nasihat suhu. Kita tidak perlu
berpihak kepada golongan manapun, akan tetapi kita harus
bertanggung-jawab atas semua perbuatan kita. Itu namanya
baru gagah. Setiap perbuatan kita harus dilandasi alasan kuat
sehingga kita tidak ragu-ragu melaksanakannya. Nah, karena
itu, aku ingin agar aku mengetahui apa alasannya maka aku
harus membunuh Sin-kiam-eng Bhok Cun Ki itu."
Bi-coa Sianli (Dewi Ular Cantik) Cu Sui In biasanya
berwatak keras, galak dan tidak sabar terhadap orang lain.
Akan tetapi terhadap Lili ia tak pernah memperlihatkan sikap
kerasnya itu. Ia terlalu sayang kepada muridnya yang kini
menjadi sumoinya itu dan kini mendengar ucapannya Lili, ia
bahkan tersenyum. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lili sendiri terpesona kalau melihat sucinya tersenyum.
Senyum sucinya itu belum tentu ia lihat seminggu sekali!
Kalau sucinya, yang biasanya berwajah dingin itu tersenyum,
ia benar-benar pantas disebut dewi karena nampak cantik
jelita dan anggun. Betapa senyum seseorang dapat membuat
wajahnya menjadi hidup dan cerah, bagaikan matahari muncul
dari balik awan hitam. "Lili, engkau ingin tahu sebabnya" Sebabnya adalah karena
Bhok Cun Ki itu adalah kekasihku ......."
Lili memandang sucinya dengan mata dibelalakkan lebar-
lebar, dan kini Cu Sui In yang terpesona penuh kagum.
Sumoinya ini memang cantik jelita, akan tetapi kalau matanya
dibelalakkan seperti itu, sepasang mata itu menjadi besar dan
bercahaya seperti bintang, sehingga wajah itu manis bukan
main. "Aihhn, suci. Ini namanya puncak keanehan! Kalau dia itu
kekasih suci, kenapa harus dibunuh?"
"Duapuluh tiga tahun yang lalu, ketika aku berusia
duapuluh tahun dan dia berusia duapuluh dua tahun, kami
saling mencinta dan kami saling bersumpah untuk sehidup
semati. Aku bahkan telah menyerahkan segala-galanya yang
ada padaku kepadanya, menyerahkan jiwa ragaku kepadanya,
akan tetapi ..... setelah dia mengetahui bahwa aku adalah
puteri See-thian Coa-ong, dia yang menganggap dirinya
seorang pendekar Butong-pai lalu mundur dan meninggalkan
aku, memutuskan hubungan. Padahal, aku telah menyerahkan
segalanya. Dia telah mengkhianatiku dan kemudian menikah
dengan seorang puteri bangsawan."
Wajah Lili berubah merah karena marah. "Suci! Kenapa
sekian lamanya suci diam saja" Laki-laki pengkhianat seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu sudah selayaKnya dibunuh. Kenapa dahulu suci tidak
mencarinya dan membunuhnya" Dia tidak pantas hidup!"
Cu Sui In menggeleng kepala dengan wajah sedih dan
beberapa kali ia mengnela napas, panjang. "Sudah kucoba
untuk mengeraskan hati, namun sia-sia, Lili. Aku, ..... aku
tidak tega membununnya, aku tetap mencintanya, sampai
sekarang. Karena itu aku minta bantuanmu ......."
"Suci, engkau membikin aku bingung. Kalau suci sampai
sekarang tetap mencintanya, kenapa suci melepaskannya
begitu saja" Kenapa suci tidak bunuh saja perempuan yang
merampasnya dan paksa dia menjadi suami suci?"
Sepasang mata Dewi ular Cantik itu mencorong marah.
"Tidak! Aku tidak sudi mengemis cintanya! Tidak usah banyak komentar. Mau atau
tidak engkau melaksanakan tugas yang
kuberikan padamu?" "Tentu saja, suci. Aku siap melaksanakannya aku siap
membelamu biar harus mempertaruhkan nyawaku."
"Lili ....... Sui In merangkul dan mencium kedua pipi gadis
itu. "Engkau memang anak baik, engkau sumoi yang baik.
Pergilah, Lili, cari dia sampai dapat, kemudian bunuh dia,
bunuh isterinya, bunuh anak mereka kalau ada. Lakukan itu
untuk aku yang menderita selama duapuluh tiga tahun ini."
"Baik, suci. Jangan khawatir. Aku akan mencarinya, aku
akan membunuhnya berikut anak isterinya. Pengorbanan suci
yang selama duapuluh tiga tahun ini harus ditebus dengan
nyawa mereka. Suci selama puluhan tahun menderita, tidak
mau berdekatan dengan pria, semua itu demi cinta suci
kepadanya. Akan tetapi dia malah meninggalkan suci dan
menikah dengan perempuan lain!" Lili mengepal tinju.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nah, berangkatlah, Lili. Dengan ilmu pedangmu Pek-coa
Kiam-sut, aku yakin engkau akan mampu mengalahkan ilmu
pedangnya dari Butong-pai."
Ketika Lili berpamit kepada gurunya, dan menceritakan
tugas yang diberikan Cu Sui In kepadanya, See-thian Coa-ong
menggeleng-gelengkan kepala. "Manusia bisa gila karena
cinta. Sui In mengubur dendam selama duapuluh tahun lebih
dalam hatinya dan sekarang menghendaki engkau yang
mewakilinya. Bahkan ketika aku hendak turun tangan, ia
selalu melarang. Sekarang aku tahu, kiranya ia menanti
sampai engkau dewasa dan memiliki kemampuan untuk
mewakilinya. Kiranya selama ini ia menanam dendamnya
karena ia sendiri tidak tega meiakukannya, ha..ha..ha!"
Setelah Lili hendak berangkat, Cu Sui In mengantarnya
sampai ke bawah puncak. Lili, kalau sudah selesai tugasmu,
jangan pulang ke sini. Tahun depan aku dan ayah akan pergi
ke Thai-san, di mana akan diadakan pemilihan bengcu sebagai
pemimpin seluruh dunia persilatan dan merupakan jago nomor
satu. Nah, di sanalah kita bertemu, tahun depan sebulan
sesudah Perayaan Musim Semi atau Sin-cia. Kalau engkau
kembali ke sini, aku khawatir kita tidak akan dapat saling
bertemu. Kalau kita bertemu di sana, engkau dapat
memperkuat rombongan ayah."
"Baik, suci." Mereka berangkulan dan saling berciuman, lalu Lili menggunakan
ilmu berlari cepat menuruni Puncak Bukit
Ular, diikuti pandang mata Cu Sui In yang kini nampak
tersenyum, akan tetapi kedua matanya basah air mata!
0oo0 Malam itu gelap sekali. Di langit tidak ada bulan, tidak ada
bintang karena semua bintang tertutup oleh awan hitam.
Gelap gulita dan hawa udara amat dinginnya. Musim salju
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendekati akhir, namun justeru hawa udara dingin sampai
Asmara Si Pedang Tumpul Lanjutan Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menusuk tulang. Semua air membeku dan gerimis salju
hampir tidak pernah berhenti.
Karena malam demikian gelap dan dingin, maka kota
Peking, walaupun merupakan ibu kota ke dua setelah Nan-
king, malam itu sunyi sekali. Orang-orang lebih suka berada di
dalam rumah yang dihangatkan perapian. Kalaupun terpaksa
keluar rumah karena keperluan penting, mereka mengenakan
pakaian kapas atau bulu yang tebal, menutupi kepala dan
muka. Namun, tetap saja hawa dingin menyusup ke dalam
badan, bibir pecah-pecah dan pernapasan terasa sesak.
Di dalam istana Raja Muda Yung-Lo sendiri nampak sunyi.
Para penjaga mengaman dan menyamankan diri di dalam
gardu-gardu penjagaan yang dihangatkan dengan perapian.
Yang terpaksa melakukan perondaan, berpakaian tebal dan
Kitab Mudjidjad 12 Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo Rahasia Dewa Asmara 1