Pencarian

Bajak Laut Kertapati 1

Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo Bagian 1


Bajak Laut Kertapati Kho Ping Hoo Jilid 1 Semenjak orang Belanda untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di bumi Indonesia
, yakni dalam tahun 1596, mulailah timbul kekacauan-kekacauan yang tadinya tidak
di kenal oleh bangsa Indonesia . Demi keuntungan dan kepentingan kongsi-kongsi
perkapaan Belanda yang mulai dengan pengisapannya pada kekayaan bumi Indonesia,
maka mereka bentuklah Kompeni India Timur Belanda atau Verengde Oost-Indische
Compagnie ( V.O.C ) pada tahun 1602 dan selanjutnay tahun demi tahun mereka
menjelajah di seluruh Indonesia dan memperluas kekuasaan mereka. Bagikan
penyakit kangker menyerang tubuh atau anjing makan tulang, sedikit demi sedikit
Belanda menggerogoti kepulauan Indonesia sehingga akhirnay seluruh daerah lenyap
ditelan oleh kekuasaan mereka. Dan untuk dapat mencapai maksud ini, Belanda
tidak segan-segan menjalankan politik yang sekotor-kotornya dan melakukan tipu
muslihat serndah-rendahnya.
Akan tetapi jangan dikira bahwa Indonesia merupakan roti kiju yang empuk bagi
Belanda, oleh karena semenjak kedatangan mereka, terutaa setelah rakyat
mengetahui akan maksud buruk Belanda, di mana-mana mereka mendapat tantangan
hebat. Tiada hentinay pemberontakan-pemberontakan meletus terhadap Belanda.
Bangsawan-bangsawan berjiwa patriot, pahlawan-pahlawan bangsa yang gagh perkasa
dan sakti mendraguna, memimpin rakyat untuk mengusir Belanda dari tanah air.
Dimana-mana Belanda menghadapi keris-keris telanjang di tangan rakyat, dimulai
semenjak mereka berhasil merebut Jakarta yang mereka jadikan bandar dan diberi
nama Batavia . Bahkan semenjak pertama kali Belanda mendarat di Banten pada
tahun 1596, dibawah pimpinan Cornelis Houtman dan De Keyzer, karena rakyat
mengalami penderitaan yang pertama kali yang timbul dari kekasaran dan kekejaman
mereka, telah terjadi perlawanan-perlawanan terhadap Belanda.
Namun harus diakui bahwa sesungguhnya rakyat Indonesia pada umumnya, dan
khususnya di pulau Jawa, takusah merasa takut dan kalah dalam hal kegagalan dan
kepandaian bertempur dengan Belanda, akan tetapi, dalam menjalankan tipu
muslihat dan kecerdikan, ternyata Belanda lebih unggul. Perlawanan-perlawanan
yang gagah berani dan pantang mundur dari rakyat membuat Belanda menjadi
kuwalahan dan mereka merobah taktik dan siasat mereka. Bujukan-bunjukan halus
dan siasat adu domba dengan umpan berupa suap dan sogok, mulai mereka jalankan.
Apabila bujukan mereka berhasil dan mulai terjadi perpecahan dan kekalutan di
antara pangeran dan para pengikut mereka, yakni memancing ikan di air keruh,
mendekati fihak yang kurang waspada dengan siasat " membantu " yang disertai
syarat-syarat menguntungkan fihak Belanda belaka !
Dengan siasat yang licin dan tipu muslihat rendah ini, Belanda berhasil menipu
banyak pemimpin-pemimpin rakyat dan berhasil membuat mereka dipandang sebagai
sahabat baik oleh para pangeran dan pemimpin yang kurang wasapada.
Ketika Mataram berada dibawah pimpinan sunan Amangkurat I, Belanda mulai
mengulur kukunya yang panjang dan runcing, mempergunakan kelicinannya untuk
menarik keuntngan dari keadaan Mataram yang di masa itu sedang kalut. Pangeran-
pagenran satu dengan yang lain berselisih, sedangkan Sunan yang sudah tua itu
sakit keras. Belanda menghadapi pemberontakan hebat yang dipimpin oleh Trunajaya terhadap
Mataram dan hal ini digunakan oleh Belanda untuk mendekati Mataram. Oleh karena
pemberontakan yang dipimpin oleh Trunajaya ini amat kuat, maka di batavia
Kompeni Belanda mulai menjadi gelisah. Akhirnya dipilih seorang jago tua di
fihak mereka, yakni Cornelis Speelman, seorang ahli siasat yang amat licin dan
cerdik. Dengan muka manis, urusan-urusan Speelman mendatangi Mataram dan pertemuan yang
disertai janji bantuan ini menghasilkan keuntungan yan besar sekali bagi
Belanda, karena mereka dapat memperluas dan menambah perjanjian-perjanjian
dengan kerajaan Mataram Akhirnya, Belanda mengirim tentaranya menyerbu pusat pertahanan Trunajaya, yakni
di Surabaya. Setelah berperang sengit sehari penuh, jatuhlah benteng pertahanan
Trunajaya yang didirikan di dekat Jembatan Merah ( Surabaya ) kepada tangan
Belanda. Peristiwa ini terjadi para tanggal 13 April 1677, dan Trunajaya melarikan diri
ke Kediri di mana ia mendirikan keraton yang megah dan indah.
Speelman tidak pernah menyangka bahwa Trunajaya akan dapat mengumpulkan kembali
kekuatan pasukannya dengan amat cepatnya, maka Belanda tidak terus mengejar
Trunajaya, bahkan lalu menyerang Madura. Kesempatan ini dipergunaka oleh
Trunajaya untuk meluruk ke Mataram dan pada tanggal 12 Juli 1677, dua bulan
setengah semenjak kekalahan, ia berhasil merebut keraton Mataram.
Demikianlah, dengan siasatnya yang licik dan dengan jalan mengadu domba, pada
tahun 1680, jajahan kompeni Belanda di Pulau Jawa telah makin meluas. Dari
Batavia, jajahan mereka ke timur dan setelah sampai ke Laut Hindia, sehingga
boleh di bilang bahwa seluruh Jawa Barat, ada sepertiganya berada dalam jajahan
dan kekuatan Belanda. Juga Semarang dan sekitarnya telah pula menjadi bandar
dari kapal-kapal Belanda, Batavia dan Semarang merupakan pintu-pintu lebar dari
mana mengalir keluar kekayaan bumi Indonesia ! Dan pada sekitar waktu itulah
cerita ini terjadi. Cerita menarik yang sungguhpun bukan merupakan kisah
tercatat dalam buku sejarah, namun cukup menjadi bukti bahwa semenjak dahulu,
banyak terdapat pahlawan-pahlawan bangsa tak terkenal, pahlawan bangsa dan
kesatria-kesatria utama yang berjasa besar, yang telah mengurbankan nyawa demi
nusa dan bangsa , akan tetapi yang sama sekali tak mengharapkan balas dan jasa,
bahkan nama merekapun sama sekali tak pernah didengar oleh rakyat. Betapapun
juga, mereka itu, pahlawan-pahlawan bangsa sejak jaman dahulu sampai sekarang,
pahlawan-pahlawan yang tak terkenal, maklum bahwa perjuangan dan pengorbanan
mereka takkan sia-sia, akan berbunga dan berbuah demi kebahagiaan bangsa
mereka ! Hal dan pengertian ini saja sudah merupakan balas dan jasa yang cukup
mulia bagi mereka ! Sebelum Sunan Amangkurat I mangkat, ia mengangkat Putera Mahkota sebagai
penggantinya, dan Sunan baru ini bernama Sunan Amangkurat II.
Fihak Belanda lalu mempergunakan siasatnya dan mendekati Sunan Amangkurat II
untuk " membantunya " melenyapkan Trunajaya dan sekutunya, Cornelis Sepeelma
lalu mengadakan pertemuan dengan Amnagkurat II di Jepara. Dengan amat pandainya,
Sepeelman dapat mempermainkan lidahnya terhadap Sunan yang masih hijau itu
sehingga diantara mereka lalu dibuat perjanjian yang amat berat sebelah.
Perjanjian ini berisi seperti berikut.
1. Fihak kompeni mengakui Amangkurat II sebagai Sunan yang sah di Mataram.
2. Kompeni memperoleh kemerdekaan berniaga di seluruh kerajaan Mataram, dan
boleh mendirikan tempat pembuatan kapal di Rembang.
3. Kompeni dibebaskan daripada membayar bea pemasukan barang-barang ke seluruh
pelabuhan di Mataram. 4. Daerah jajahan Kompeni diperluas dengan Krawang dan sebagian Priagan, sebagai
batas antara Mataram dan jajahan Belanda ialah Sungai Cimanuk.
5. Semarang dan daerah sekitarnya diserahkan kepada Kompeni.
6. Kompeni memiliki daerah pantai Jawa sebagai barang gadaian, hingga Sunan
dapat melunasi biaya peperangan yang akan dilakukan untuk melenyapkan Trunajaya.
Perjanjian macam ini sesungguhnya bukan merupakan perjanjian lagi, lebih pantas
disebut pengisapan yang amat kurang ajar. Akan tetapi Belanda mencapai
maksudnya. Malam terang bulan di Jepara. Di kota itu berkumpul banyak pasukan, yakni
pasukan pengawal Cornelis Speelman, dan pasukan-pasukan pengiring Sunan
Amangkurat II yang sedang mengadakan pertemuan dengan pemimpin Belanda itu.
Kalau di kota kelihatan ramai dengan gatangnya orang-orang agung dengan sekalian
pengiringnya itu, adalah di pantai Jepara nampak sunyi sekali. Hawa udara sejuk
dan laut nampak tenang, seakan-akan semua penghuninya telah tidur nyenyak. Angin
bersilir perlahan, tak cukup kuat menggerakkan ketenangan laut sehingga hanya
pada permukaan air saja yang bergoyang sedikit, tak sampai menimbulkan ombak.
Bulan bercahaya penuh, membuat air laut nampak kemerah-merahan dan mendatangkan
bayang-bayang yang amat indahnya. Di tepi laut tampak sunyi, perahu-perahu
nelayan berderet-deret di pantai, siap untuk diberangkatkan besok pagi-pagi
sebelum fajar menyingsing. Para nelayan telah mengaso karena besok pagi-pagi
mereka sudah harus mulai dengan pekerjaan mereka. Di ujung barat nampak sebuah
perahu besar dengan layar terguling. Tali-telami layar nampak jelas di bawah
sinar bulan pernama. Diantara jendela-jendela perahu itu, nampak tersembul
keluar beberapa buah laras merlam.
Inilah sebuah kapal layar Belanda yang biasanya digunakan untuk, mengangkut
hasil bumi, atau juga untuk, berperang menyerang pantai ! Bendera Belanda
berkibar di puncak tilang. Akan tetapi, perahu inipun diam tak bergerak dan
nampak sunyi sekali, seakan-akan tidak ada mahluk hidup di atasnya. Memang,
sebagian besar anak kapal telah turun dan mencari kesenangan di darat, dan hanya
ada beberapa orang penjaga saja yang mendapat giliran menjaga kapal, akan tetapi
orang-orang inipun lebih senang tidur mendengar setelah kenyang minuman keras.
Seluruh permukaan laut Jepara bagaikan mati tak bergerak, keculi setitik hitam
kecil yang nampak bergerak maju dan makin lama membesar. Kemudian kelihatanlah
titik hitam itu yang ternyata adalah sebuah perahu kecil berujung runcing dan
didayung dari jurusan timur menuju ke barat.
Perahu ini berwarna hitam seluruhnya, bahkan dayung yang dipegang oleh seorang
penumpangnya juga berwarna hitam. Perahu ini hanya mempunyai seorang penumpang
saja, seorang laki-laki muda belia yang bertubuh tegap. Sepasang lengannya yang
memegang dayung nampak kuat sekali, akan tetapi ia mendayung perahunya dengan
seenaknya. Emat lima kaki dayungnya digerakkan sehingga perahu meluncur cepat,
kemudian ia menunda gerakkan dayungnya dan membiarkan perahu meluncur dengan
halus dan tenang. Dengan pandang mata tajam ia melihat ke arah pantat yang snyi kemudian
pandangannya dialihkan ke arah kapal Belanda yang besar itu penuh perhatian.
Pakaian orang itu sederhana, berbaju hitam dengan lengan baju panjang, tak
berleher. Celananya panjang warna hitam pula, dengan sehelai sarung tenun dikalungkan pada
lehernya. Gagang keris tersembul dari ikat pinggangnya di bawah dada. Melihat
wajah yang masih halus tak berkumis itu, dapat ditaksir bahwa usianya baru dua
puluhan, akan tetapi garis-garis pada mukanya menunjukkan bahwa sudah banyak
pengalaman pahit ia derita, sedangkan sepasang matanya bersinar tajam.
Inilah Kertapati, bajak laut muda yang namanya telah menggemparkan pantai laut
jawa, mulai dari pantai laut tegal sampai jepara ! Ia amat terkenal karena
keberaniannya yang luar biasa, karena kecerdikan dan kegagahannya. Dengan
sekelompok kawan-kawannya yang hanya terdiri dari belasan orang muda saja, ia
berani melakukan pembajakan pada perahu-perahu besar, tak peduli siapa yang amat
sia-sia, bahkan merugikan, karena pernah terjadi anak buah perahu besar yang
terdiri dari dua puluh orang lebih, semuanya dilemparkan ke dalam laut oleh
Kertapati dan lima orang kawannya !
Nelayan " Lebih takut kepada bajak laut Kertapati daripada kepada ikan-ikan
cucut yang ganas dan liar. Setiap kali perahu-perahu nelayan mendapat hasil ikan
yang banyak, mereka tentu akan melakukan pelayaran pulang secara berkelompok,
tidak berani memisahkan diri, untuk menjaga kalau-kalau di tengah laut bertemu
dengan bajak laut Kertapati dengan perahu-perahu kecilnya ayang cepat, dan
berwarna hitam itu ! Baiknya bahwa bajak-bajak laut ini tidak selalu berada di daerah tertentu, akan
tetapi bergerak dan berpindah-pindah sepanjang daerah pantai Tegal sampai
Jepara. Keberanian bajak laut Kertapati memang mengumumkan. Pernah tiga buah perahunya
yang kecil-kecil dengan ditumpangi oleh lima belas orang anak buahnya, menyerbu
sebuah kapal Belanda yang besar dan sedang berlabuh di pelabuhan Semarang. Hal
ini benar-benar melewati batas dan kini nama bajak laut Kertapati tidak hanya
terkenal di kalangan nelayan dan pemerintah Mataram, akan tetapi juga dikenal
oleh Kompeni. Namun, tiap kali Kompeni mengadakan ekspedisi dengan kapal-kapal
perangnya untuk mencari rombongan bajak laut yang menganggu lalu lintas di
lautan itu, tiba-tiba saja perahu-perahu kecil berwarna hitam dan dengan layar
hitam pula itu lenyap tanpa meninggalkan bekas, seakan-akan disembunyikan di
dasar lautan ! Kertapati yang sedang melakukan penyelidikan seorang diri di dalam perahunya,
sama sekali tidak tahu bahwa di dalam bayangan jala-jala ikan yang digantung di
pinggir pantai dan di balik-balik perahu yang berada di tepi laut itu, terdapat
lima orang yang berbisik-bisik dan mengikuti gerak-geriknya ketika seorang
diantara mereka dapat melihat perahu hitam itu dari balik teropongnya. Orang
yang memegang teropong ini adalah seorang serdadu Belanda berpangkat sersan,
sedangkan empat orang yang lain adalah ponggawa-ponggawa Sunan.
Empat orang ponggawa ini telah mendengar bahwa Kertapati berada di daerah
Jepara, maka mereka mempergunakan kesempatan pertemuan dengan para tentara
Belanda untuk membujuk seorang sersan Belanda agar suka bersama mereka
mengadakan penyelidikan dan kalau mungkin penangkapan atas diri kepala bajak
yang terkenal itu. Mereka berempat tak kan berani melakukan pekerjaan berbahaya
ini apabila tidak dapat bantuan seorang sersan yang bersenjata api dan memiliki
teropong yang dapat melihat sesuatu dari jarak amat jauh.
" Lihat ...... ! " kata sersan itu dalam bahasa daerah yang amat kaku, " aku melihat
sebuh perahu hitam dengan seorang baju hitam di dalamnya ! Siapakah dia " "
Seorang ponggawa menghampirinya dan setelah dan setelah diberitahu cara
mempergunakan teropong itu, ia lalu mengintai ke arah perahu kecil yang
terapung-apung di tempat jauh. Setelah memandang beberapa lamanya, ia berseru
perlahan. " Benar ! Dialah Kertapati, bajak laut itu ! Aku kenal bentuk tubuhnya, dan
mukanya licin tak berkumis ! "
Ponggawa-ponggawa lainnya berebutan meminjam teropong dan mereka inipun
mendapatkan bahwa orang di dalam perahu kecil itu memang Kertapati, bajak muda
yang membuat mereka merasa gentar !
Bagus, bagus ! " Sersan belanda itu berkata girang, sambil mempersiapkan
senapannya. " Kita tangkap dia, mati atau hidup dan membagi hadiah yang dijanjikan oleh
Sunan ! " Akan tetapi, tuan sersan, " bantah seorang ponggawa, " bukankah Kompeni juga
menjanjikan hadiah bagi siapa yang dapat menangkap atau menewasakan bajak laut
Kertapati " Kalau kita berhasil, kau boleh ambil semua hadiah dari Kompeni,
sedangkan hadiah dari Gusti Sunan adalah hak kami berempat ! Bukankah ini adil
namanya " " Sersan itu menyumpah dalam bahasanya yang tak dimengerti oleh empat orang
ponggawa itu, lalu katanya sombong, " Kalian hanya ikut saja dan yang akan
berhasil membunuhnya adalah aku dengan, senapanku ini ! " Ia mengangkat
senapannya tinggi-tinggi. " Akan tetapi, biarlah kalian ambil hadiah dari Sunan,
aku tidak membutuhkannya, asal saja kalian memberitahu bahwa seorang sersan
Kompenilah yang telah berhasil membunuh bajak laut itu ! Tanpa bantuan kompeni,
mana kalian orang-orang Mataram menangkap atau membunuhnya " "
Biarpun merasa mendongkol, empat orang ponggawa itu tidak mau membantah dengan
sersan itu, oleh karena memang mereka telah tahu akan kegagahan Kertapati dan
mereka hanya mengandalkan bantuan sersan ini untuk dapat menangkap atau
menewaskan bajak itu. " Sekarang tidak ada angin, dia tidak mungkin mempergnakan layar ! " kata
seorang ponggawa yang faham akan kepandaian mengemudikan perahu.
" Dengan hanya tenaga seorang saja, tak mungkin dia dapat mendayung perahunya
pergi dari kejaran kita. Kita tunggu sampai perahunya pergi dari kejaran kita.
Kita tunggu sampai perahunya mendekati pantai, lalu kita serbu dia dengan
mendayung perahu yang laju. Kalau kita berlima atau berempat mengayuh, mustahil
takkan dapat menyusulnya " Kau yang bertugas mempergunakan senapanmu, tuan
sersan. " Jangan kuatir, dengan sekali ledakan senapanku saja, kepalanya akan hancur ! "
sersan itu menyombong. Kertapati mendayung perahunya dan kini ia menunjukan perahunya ke arah kapal
Belanda yang terapung di pinggir pantai dengan megahnya Kesunyian di atas kapal
itu membuat ia merasa girang karena mklum bahwa anak kapal itu tentu banyak yang
mendarat dan yang menjaga kapal tidak banyak. Dengan berani ia mengambil
keputusan untuk menghampiri dan kalau mungkin naik ke kapal itu !
Akan tetapi, tiba-tiba ia melihat sebuah perahu meluncur cepat dari pantai dan
mengejarnya ! Matanya yang tajam dapat menksir bahwa perahu itu sedikitnya
ditumpangi oleh empat atau lima orang, dan karena perahu itu menuju ke arah
perahunya, ia maklum bahwa mereka itu memang sengaja mengejarnya. Tak mungkin
kalau ada nelayan pergi mencari ikan pada waktu seperti itu, dan juga tidak
mungkin pula perahu itu ditumpangi oleh lebih dari tiga orang nelayan.
Apakah mereka anak buah kapal Belanda itu " Demikian pikirnya sambil mendayung
pergi perahunya, menjauhi kapal, akan tetapi tidak terlalu cepat, karena ia
masih ragu-ragu apakah benar mereka itu anak buah kapal. Kalau bukan, ia tak
usah melarikan diri, karena kalau baru menghadapi lima orang lawan saja, tak
sudi ia melarikan diri ! Ia pernah dikepung oleh belasan orang ponggawa Mataram di darat dan dapat


Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meloloskan diri setelah merobohkan lebih dari dari setengah jumlah lawannya,
apalagi kini hanya lima orang dan yang mengejarnya di atas air pula ! Kalau di
darat Kertapati merupakan seorang yang amat tangguh dan gagah perkasa, di air ia
merupakan dewa laut yang mentakjubkan. Kepandaiannya bermain di air membuat ia
sanggup menghadapi musuh yang banyak jumlahnya.
Akan tetapi setelah perahu yang ditumpangi oleh lima orang itu datang dekat dan
hampir dapat menyusulnya, tiba-tiba terdengar letusan keras dan dari perahu itu
nampak bunag api memancar. Air di dekat perahunya memercik ke atas, tanda bahwa
ada sesuatu yang keras menyambar air itu. Senapan, pikirnya. Akan tetapi
Kertapati tidak menjadi gugup dan dengan tenang lalu melepaskan bajunya yang
hitam. " Sayang tidak kena ! " kata seorang ponggawa ketika melihat betapa tembakan
pertama sersan Belanda itu tidak mengenai sasaran.
Sersan itu menjadi penasaran dan marah. " Jangan mendayung dulu, perahu menjadi
bergerak dan aku tak dapat membidik tepat ! "
Keempat orang ponggawa lalu menahan dayung mereka dan perahu meluncur dengan
tenang. Mereka tidak bergerak untuk memberi kesempatan kepada si sersan menembak
lagi. Kini di atas perahu kecil itu nampak jelas betapa orang berbaju hitam yang
mendayung perahu itu berdiri dengan tegak, seakan-akan menantang untuk menerima
peluru senapan sersan itu !
Sersan itu membidik, dan tiba-tiba terdengar letusan keras untuk kedua kalinya.
" Mampus kau ! " sersan itu berseru keras dan empat orang ponggawa melihat
betapa tubuh yang berdiri di atas perahu kecil itu roboh di dalam perahunya !
Mereka berseru girang, " Kena ...... ! Kena ...... ! " Dan serentak mereka mendayung perahu menyusul perahu
kecil itu. " Jangan lupa melaporkan kepada Sunan bahwa Sersan Zeerot yang menembak mampus
bajak laut itu ! " kata sersan tadi sambil tersenyum-senyum puas.
Kini mereka berada dekat sekali dengan perahu kecil tadi sehingga mereka dapat
melihat dengan jelas ke dalam perahu. Alagkah kaget hati mereka ketika melihat
bahwa " orang " yang mereka lihat roboh tertembak tadi tidak lain hanya sebatang
dayung yang diberi batu hitam !
" Celaka ...... ! seorang ponggawa berseru, akan tetapi pada saat itu juga, perahu
mereka terguncang keras tanpa dapat ditahan lagi perahu itu miring lalu
terbalik, membuat kelima orang itu terlempar ke dalam air !
Sebenarnya yang ditembak itu memang bukan Kertapati, akan tetapi bajak laut muda
yang cerdik itu setelah meninggalkan pakaiannay lalu mengenakan pakaian itu pada
dayungnya dan memegangi dayung sambil bertiarap di dalam perahunya ! Setelah
sersan itu menembak, ia lalu menggerakkan dayungnya yang " menyamar " dan
menggantikan dirinya itu seakan-akan orang terkena tembak dan menjatuhkan di
dalam perahu, sedangkan ia sendiri diam-diam lalu meluncur ke dalam air dan
berpegang pada pinggir perahu sambil mengintai ! Ketika perahu lawan itu sudah
datang dekat, ia menyelam dan berenang di bawah permukaan air menyambut
kedatangan mereka. Ia pegang perahu yang sudah tak didayung lagi itu dengan
kedua tangan dan dengan tenaga yang luas biasa ia berhasil menggulingkan perahu
dan membuat kelima orang penumpangnya jatuh ke dalam air !
Dua orang ponggawa yang tak pandai berenang, segera megap-megap dan sebentar
saja perut mereka menjadi besar dan kembung, penuh air laut yang asin ! Yang dua
orang lagi hendak berenang ke perahu, akan tetapi tiba-tiba setelah kaki mereka
ditangkap oleh kedua tangan Kertapati dan tubuh mereka diseret ke bawah !
Seketika lamanya mereka bergulat dengan air karena tak mampu menyerang orang
yang memegang kaki mereka sampai mereka tidak kuat lagi dan menjadi pingsan
perut kembung ! Sersan Zeerot yang juga pandai berenang, lalu berenang dan berhasil memegang
pinggir perahu, akan tetapi tiba-tiba ia merasa perutnya perih seakan-akan
ditusuk oleh tombak ikan cucut. Tubuhnya menjadi lemas dan pegangannya terlepas.
Ia menjerit kesakitan dan tenggelam tanpa bardaya lagi !
Peristiwa hebat itu terjadi tanpa banyak ribut, hanya disaksikan oleh bulan yang
bergurau dengan mega-mega ditas laut. Peristiwa berikutnya yang terjadi lebih
hebat lagi, membuat nama bajak laut Kertapati makin terkenal dan ditakuti orang
dari segala fihak. Kapal layar Belanda yang berlabuh di tempat itu memang telah ditinggalkan oleg
sebagian besar anak kepalnya yang mendarat dan mencari hiburan di kota Jepara.
Yang diwajibkan menjaga hanya sebanyak sepuluh orang yang rendah kedudukannya,
hanya serdadu-serdadu biasa yang kasar. Serdadu-serdadu ini menghilangkan
kekesalan hatinya, menghibur diri dengan minuman keras, dan ada pula yang
bermain kartu mempertaruhkan uang belanja mereka yang tiada gunanya di dalam
kapal itu. Sambil bersenda-gurau mempercakapkan pengalaman mereka dengan perempuan-
perempuan di tiap pelabuhan yang mereka darati, mereka menghibur diri, dama
sekali tidak melihat adanya bayangan seorang berpakaian hitam yang dengan
cekatan sekali memanjat ke atas kapal melalui rantai jangkar kapal. Bayangan ini
adalah Kertapati yang setelah " membereskan " lima orang pengejarnya tadi, msih
melanjutkan kehendaknya menyelidiki kapal asing itu.
Setelah naik ke tas kapal, ia mengintai dari balik tiang layar dan memandang ke
arah orang-orang kulit putih itu dengan senyum menghina. Ingin ia menerjang dan
meyerang mereka, akan tetapi tentu saja ia tidak mau bertindak demikian sembrono
ketika melihat betapa sepuluh orang itu bersenjata api dan senapan-senapan
mereka terletak dekat. Hanya berarti pembunuhan diri yang bodoh apabila ia menyerang, pikirnya.
Dilihatnya tiga orang telah mabok dan tidur mendengkur di atas geladak kapal,
sedangkan yang tujuh orang masih mengelilingi meja sambil main kartu dan
bersenda gurau. Dengan amat berani dan tabah, Kertapati lalu menyelinap dan cepat memasuki anak
tangga yang membawanya turun ke dalam kapal itu. Telah beberapa kali ia dan
kawan-kawannya menyerbu kapal Belanda dan kini ia mencari kamar yang menjadi
tujuan pemeriksaannya, yakni kamar senjata. Girang sekali hatinya ketika ia
dapat menemukan kamar itu dan melihat banyak senapan berada di tempat itu
berikut obat pasang dan peluru-pelurunya.
Kertapati sendiri amat benci melihat senjata api ini dan tidak sudi
mempergunakannya, akan tetapi banyak kawan-kawannya ingin memilikinya, maka kini
timbul keinginannya untuk mencuri senapan-senapan ini ! Kamar itu diterangi
dengan sebuah lampu minyak yang tergantung di dinding.
Pemuda itu cepat mengumpulkan tujuh pucuk senapan yang kelihatan masih baru,
diikatnya senapan-senapan itu menjadi satu dengan sebuah tambang yang terdapat
di situ, dan ketika ia sedang mengumpulkan obat pasang dan peluru, tiba-tiba
pintu di belakangnya dibuka orang dan tiba-tiba terdengar bentakan keras dalam
bahasa Belanda yang tak dimengertinya. Ketika ia menoleh dengan cepat, ia
melihat seorang opsir Belanda yang bermuka merah sekali telah berdiri di ditu
dengan senapan ditodongkan ke arahnya ! Kembali Belanda itu membentaknya dan
biarpun Kertapati tidak mengerti bahasanya, akan tetapi pemuda ini naklum bahwa
ia diperintahkan untuk mengangkat kedua tangannya.
Akan tetapi, ia berpura-pura bodoh dan tersenyum manis ! Wajahnya menjadi
menarik sekali kalau tersenyum, lenyap sama sekali kekerasan yang tergaris pada
mukanya. Bibir tersenyum mata berseri-seri dan sikap ini selalu mendatangkan
kemenangan padanya. Menurut nasihat gurunya dulu, dalam menghadapi bahaya yang
bagaimana besarpun, ia harus dapat menenangkan hati dan memperlihatkan sikap
gembira, oleh karena selain hal ini dapat membuat ia berkata waspada dan membuat
pikiran dapat berjalan terang untuk mengusahakan sesuatu yang tepat, juga jarang
sekali terdapat orang yang tepat, juga jarang sekali terdapat orang yang mau
membunuh orang tersenyum gembira !
Memang benar, opsir itu yang belum tahu siapa adanya pemuda yang berada di kamar
senjata itu, tadinya masih agak ragu-ragu untuk segera menembak, apalagi setelah
melihat betapa muka itu tersenyum ramah dan gembira, ia tertipu dan tekanan
jarinya pada pelatuk senapan mengendur.
Kamu ...... pencuri ...... " " tanyanya dengan bahasa yang amat kaku. Akan tetapi, saat
yang hanay sedetik itu tak dilewatkan oleh Kertapati yang semenjak tadi menjadi
perisai pertama untuk menyelamatkan diri dan setelah melihat betapa ketegangan
pada lawannya mengendur, tangannya diam-diam menggenggam erat beberapa butir
peluru yang tadinya sedang diperiksa dan dikumpulkannya. Senyumnya melebar an
pada saat opsir Belanda itu membuka mulut bertanya, secepat kilat tangannya
bergerak ke arah lampu dan otomatis tubuhnya menubruk maju ke arah kaki opsir
itu ! Terjadi tiga kali dalam detik yang sama. Pecahaya kaca lampu yang memadamkan
penerangan itu. Meletusnya obat psang dalam senapan di tangan opsir Belanda, dan
berteriaknya opsir itu ketika tiba-tiba sepasang lengan yang amat kuat merangkul
kedua kakinay dan yang membuat ia terpelanting jatuh ! Saat berikutnya, keris di
tangan Kertapati telah mendapat kurban lagi dan lawannya mati dalam gelap tanpa
dapat mengeluarkan suara lagi.
Dengan kecepatan yang luar biasa, Kertapati telah dapat menyambar senapan dan
peluru berikut obat pasang yang tadi dikumpulkan, lalu tubuhnya melompat dan
menaiki anak tangga. Ia telah dapat keluar dari lubang di atas dan bersembunyi
di belakang tiang sebelum kawan-kawan opsir yang bersenda-gurau di atas geladak
mengejar ke tempat itu. Tiga orang serdadu dengan lampu di tangan dan senapan disiapkan, berlari-lari
menuruni anak tangga untuk melihat kawannya yang tadi turun untuk mengambil
tambahan minuman keras. Kawan-kawannya yang lain lalu bersiap pula dengan senapan di tangan. Tiba-tiba
seorang diantara mereka melihat berkelebatnya tubuh Kertapati, maka sambil
berseru ia menembak ke arah pemuda itu !
Kertapati cepat melompat dan berlindung dibalik tiang. Lalu sambil merangkak dan
berlindung di balik tali temali tiang, ia menghampiri pinggir kapal dan melongok
ke bawah di mana ia melihat perahunya menempel dekat rantai jangkar. Ia mengira-
ngira dan segera melemparkan senapan-senapan itu ke bawah, tepat masuk ke dalam
perahunya yang bergoyang-goyang. Suara senapan jatuh di perahunya terdengar oleh
orang-orang Belanda itu, maka mereka lalu mengejarnya. Kalau ia mau, dengan
mudah Kertapati dapat melompat ke air dan meyelamatkan diri, akan tetapi ia
tidak menyerah kalah begitu saja sebelum menimbulkan kerugian di fihak lawan dan
berdaya upaya untuk menyelamatkan perahu dan bedil-bedil yang yang rampasnya.
Maka kembali ia merangkak-rangkak menjauhi mereka dengan gerakan yang cepat
bagaikan seekor tikus. Ia mengambil dua butir peluru yang tadi tercecer, lalu
menyambit ke arah yang berlawanan. Peluru-peluru itu membentur papan dan
menerbitkan bunyi keras. Serentak terdengar senapan-senapan ditembakkan ke arah
suara itu ! Kertapati tersenyum ketika melihat betapa orang-orang itu dengan berendang lalu
berlari memburu ke tempat yang disambit tadi, maka ia cepat melompat ke arah
meja di mana mereka tadi main kartu, mengambil lampu minyak yang berada di atas
meja dan segera melemparkan lampu itu ke atas, ke tempat gulungan layar ! Lampu
itu membentur layar dan minyaknya tumpah, disambar oleh api dan segera layar itu
terbakar ! Orang-orang Belanda tadi segera membalikkan tubuh dan melihat betapa layar telah
berkobar besar, mereka menjadi ribut dan sibuk berusaha memadamkan kebakaran.
Kegaduhan itu dipergunakan untuk lari oleh Kertapati yang dengan enaknya lalu
memanjat turun dari rantai jangkar. Ketika kebakaran pada layar itu dapat
dipadamkan dan orang-orang di atas kapal dengan menyumpah-nyumpah dan marah
sekali mencari-cari pengacau dan pembunuh opsir kawan mereka, Kertapati telah
mendayung perahunya dengan cepat, jauh dari kapal itu !
Dan pada waktu keesokan harinya, pada waktu fajar menyingsing, para nelayan yang
berangkat menuju ke tengah laut untuk mulai pekerjaan mereka menangkap ikan,
menjadi ribut ketika mereka mendapatkan sebuah perahu itu terapung-apung di atas
air san di dalam perahu itu terdapat empat orang ponggawa Sunan yang pingsan
dengan perut kembung ! Selain ini, merekapun mendapatkan mayat seorang sersan
Belanda yang terapung pula dengan perut terluka bekas tusukan keris !
Mereka segera menolong empat orang ponggawa itu, juga membawa mayat itu ke
pantai. Ketika para ponggawa telah ditolong dan air telah dikeluarkan dari perut
mereka sehingga mereka siuman kembali, mereka menceritakan bahwa semua itu
adalah perbuatan bajak laut Kertapati. Maka gemparlah semua orang dan para
nelayan melanjutkan pekerjaan mereka dengan hati kebat-kebit !
Beberapa pekan kemudian. Tepi pantai laut jepara ramai sekali dikunjungi orang.
Gamelan berbunyi semenjak pagi sekali, mengiringi suara tambang yang merdu,
meramaikan suasana dan menggembirakan semua pengunjung. Di sepanjang pantai
didirikan panggung dan tarup dari bambu. Sebagaian besar penduduk Jepara
mengunjungi pantai laut, bahkan para nelayan hari itu senjata tidak pergi
mencari ikan untuk dapat menyaksikan keramaian luar biasa ini.
Keramaian apakah yang seang berlangsung " ternyata bahwa hari ini diadakan
perlombaan dan pemilihan anak-anak kapal yang cakap. Belanda telah bermufakat
dengan para pembesar setempat untuk mencari anak-anak kapal sebagai pelayan dan
pembantu pada kapal-kapal mereka dan untuk mengadakan pemilihan, maka diadakan
perlombaan berenang, bermain di air dan kecakapan mengemudikan perahu berlayar.
Selain itu, juga dalam kesempatan ini, para pembesar hendak berpesta, merayakan
perjanjian perdamaian dan persetujuan yang tercapai antara pembesar Belanda
Speelman dan Sunan Amangkurat II !
Dalam kesempatan ini, para puteri jelita dari gedung-gedung pembesar, mendapat
alasan untuk keluar dari gedung dan kamarnya, untuk ikut menyaksikan keramaian
ini. Mereka ini bersama ayah buda mereka, ikut naik ke atas panggung dan
menyaksikan perlombaan-perlombaan itu, juga memberi kesempatan kepada para
pemuda yang jarang dapat memandang wajah mereka untuk kali ini memandang
sepuasnya dan mengaguminya dengan diam-diam !
Hiburan yang paling ramai, bahkan melebihi ramainya perlombaan-perlombaan itu,
adalah acara bebas yang tidak direncanakan lebih dulu. Seorang isteri
tumenggung, tanpa disengaja telah menjatuhkan tempolongnya ( tempat ludah
sirih ) ke dalam air di depan panggung. Air ini dalam dan jernih sehingga
tempolong itu kelihatan dari atas, menggelinding ke atas dasar pantai. Melihat
hal ini, seorang nelayan muda lalu melompat ke dalam air dan menyelam untuk
mengambilkan tempolong kuningan itu.
Tubuhnya yang bergerak-gerak bagaikan ikan besar itu nampak dari atas dan semua
pembesar, terutama para isteri dan puteri memuji dengan kagum dan girang. Memang
hal ini mendatangkan pemandangan yang amat mengagumkan, jauh lebih menarik
daripada melihat perlombaan perahu atau berenang dari tempat itu. Maka, setelah
nalayan muda itu timbul dari air sambil membawa tempolong dan menyerahkan kepada
penjaga, ia disambut dengan tepuk sorak.
Melihat kegembiraan semua tamu, maka tumenggung itu lalu mengusulkan untuk
membauat permainan sebagai penambah acara, yakni mereka melempar-lemparkan benda
dengan sengaja ke dalam air dan para penonton diperbolehkan terjun dan
mendapatkan benda-benda itu kembali ! Tentu saja untuk ini diadakan hadiah-
hadiah, bahkan karena gembiranya, lalu ditetapkan bahwa benda yang dilemparkan
itu boleh dimiliki oleh para penyelam !
Hal ini mendatangkan kegembiraan besar sekali. Para pemuda lalu memperlihatkan
kesigapan dan kepandaiannya. Dan ternyata bahwa yang paling suka melempar-
lemparkan benda ke dalam air adalah para puteri dan wanita ! Yang dilemparkan ke
dalam air sebagaian besar adalah mata-mata uang. Memang menyenangkan sekali
melihat para pemuda nelayan itu menyelam dan berenang di atas dasar laut, hilir
mudik bagaikan ikan-ikan besar berebut makanan.
Diantara sekian banyakknya penonton yang melihat pertunjukan ini, terdapat
seorang pemuda yang berwajah tampan dan berpotongan tubuh kekar dan tegap.
Kulitnya bersih dan halus, membuat ia kelihatan seperti Arjuna diantara sekian
banyak nelayan yang berkulit haitam terbakar matahari setiap hari. Semenjak tadi
pemuda ini berdiri di dekat panggung, akan tetapi berbeda denagn semua orang
yang menonton para penyelam memperebutkan uang, ia menunjukan pandang matanya
kepada seorang gadis yang duduk di atas panggung.
Gadis ini cantik jelita seperti kebanyakan puteri yang berada di situ, akan
tetapi dalam pandangan pemuda itu, dia adalah gadis yang tercantik diantara
sekian semua wanita yang pernah dijumpainya ! Dara itu bertubuh lagsing,
berkulit kuning lagsat, dan wajahnay manis sekali. Bibirnya seperti gendewa
terpentang, tipis dan merah basah menggairahkan hati, dan yang terindah dari
semua itu adalah sepasang matanya. Inilah mata yang disebut damarkanginan, atau
bagaikandian tertiup angin.
Sinar matanay bagaikan mengandung pengaruh yang menjatuhkan hati pria manapun
juga. Bentuknay lebar agak meruncing di ujung membuat lirikannya tajam sekali.
Dihias bulu mata yang panjang dan lentik, melengkung ke atas membuat mata itu
nampak berseri bergerak-gerak dengan lincah.
Dara juita ini adalah Roro Santi, puteri dari Dipati Wiguna, seorang bangsawan
dari demak yang kini menjadi pembesar di Jepara. Roro Santi terkenal sebagai
bunga Jepara dan kecantikannya telah terkenal diantara semua penduduk Jepara.
Telah tiga bulan ia dipertunagkan dengan Raden Suseno, putera Bupati Randupati
dari Rembang. Akan tetapi, tiap kali orang tuanya hendak melangsungkan
pernikahannya, juita itu selalu menolak dan sambil menagis minat agar supaya
pernikahannay diundurkan karena ia tidka sampai hati meminggalkan dan berpisah
dari orang tuanya. Sebagai puteri tunggal yang amat dimanja dan dicinta, tentu saja kedua orang


Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tuanya tak mau memaksanya dan demikianlah, telah tiga bulan lebih ia
bertunangan, akan tetapi belum juga pernikahan dilangsungkan. Raen Suseno
menjadi tidak sabar, akan tetapi ia tidak berani terlalu mendesak, hanay merasa
cukup puas apabila beberapa hari sekali ia diperbolehkan datang ke Jepara dan
memandang tunagannya dengan dendam birahi yang menggelora di dalam dadanya.
Roro Santi bukannya tidak tahu bahwa pemuda tampan itu telah semenjak tadi
memandangnay dengan mata menyatakan kekagumannya, akan tetapi siapakah diantara
sekian banyaknya laki-laki yang tidak memandangkanya dengan kagum "
Oleh karena itu, ia tidak mengambil perduli, hanya diam-diam ia merasa heran
mengapa diantara nelayan-nelayan yang sederhana itu terdapat seorang pemuda yang
demikian cakapnya. Kegembiraannya bertambah ketika mengetahui bahwa pemuda
itupun mengagumi kecantikannya. Perempuan manakah yang tidak merasa gembira dan
bangga apabila ada mata laki-laki memandangnya dengan kagum " Segalak-galaknya
wanita, biarpun di luar ia mungkin akan marah apabila ada laki-laki lain
memandangnya dengan tajam, akan tetapi tak salah lagi di dalam hatinya ia pasti
merasa amat gembira dan bangga ! Dengan adanya kekaguman yang terpancar keluar
dari mata orang-orang lelaki yang ditunjukan kepadanya, maka tak pecumalah
segala jerih payahnya merawat dan menjaga diri serta bersolek setiap hari !
I luar sangkaan semua orang, pemuda ini bukan lain ialah Kertapati, bajak laut
yang menggemparkan itu ! Dengan menyamar seperti seorang nelayan biasa, ia
mencampurkan dirinya dengan orang banyak untuk ikut menonton keramaian itu dan
sekalian melakuan penyelidiakan untuk keperluan " pekerjaannya " . Ia merasa
heran dan benci kepada matanya sendiri mengapa mata itu tidak mau menurut
kehendaknya. Selama ini, diantara kawan-kawannya, yakni anak buahnya yang membantu
pekerjaannay sebagai bajak laut, ia terkenal sebagai seorang pemuda yang " alim
" dan sama sekali tidak suka membicarakan tentang perempuan-perempuan cantik.
Apabila kawan-kawannya bercakap-cakap soal perempuan, ia menjatuhkan dirinya
tanpa mencurahkan sedikitpun perhatian sungguhpun ia tidak melarang mereka. Akan
tetapi, para anak buah bajak laut itu jangan sekali-kali berani emncoba untuk
menganggu wanita di depannya ! Pernah ia menghajar seorang anak buahnay sampai
setengah mati ketika anak buahnya itu menculik seorang gadis dari perahu yang
mereka rampok. Kini, melihat Roro Santi, menurut kehendaknya, ia tidak mau mengambil perduli
sama sekali dan bahkan tidak ingin melihatnya, akan tetapi aneh, matanay seperti
terkena pesona dan ia tidak dapat menguasainya pula ! Oleh karena itu aia merasa
benci kepaa matanya, kepada hatinya, dan kepada diri sendiri.
" Bodoh ! " bisiknya kepada diri sendiri. " Mata keranjang ! " Ia memaki-maki
diri sendiri seakan-akan yang berbuat itu adalah seorang yag menjadi orang
kedua. Melihat betapa juita itu agaknya tidak mengacuhkan, ia menjadi makin gemas
kepada diri sendiri dan merasa direndahkan. Saking gemasnya, untuk menghukum
diri sendiri, ia lalu terjun ke dalam air, ikut menyelam dan mengejar uang yang
dilempar ke dalam air ! Ia sampai lupa untuk, membuka bajunya dan terjun ke
dalam air dengan pakaian masih lengkap !
Melihat seorang pemuda terjun ke dalam air dengan pakaian lengkap, pecahlah
suara ketawa dari para penonton. Diluar kehendaknya, Kertapati menarik perhatian
semua orang. Apalagi ketika ia memperlihatkan kesigapan dan kecepatannyadi dalam
air yang tiada ubahnya laksana seekor ikan belut itu. Para penyelam lainnya
merasa terkejut sekali karena tiap kali mereka hendak menangkap sebuah mata uang
yang dilemparkan dan tenggelam di depan mereka, tahu-tahu berkelebat bayang-
bayang hitam bagaikan seekor ikan menyambar dan uang itu telah dihahului dan
disaut oleh bayangan hitam yang cepat gerakannya itu. Yang telah mengherankan
lagi ialah kekuatan menyeam pemuda ini, karena lin penyelam setelah menyelam
sekali dan mendapatkan sepotong uang logam itu, dan muncul kembaliuntuk
mengambil napas, akan tetapi Kertapati bermain-main di dalam air bagaikan ikan
dan seakan-akan ia tidak membutuhkan pergantian napas ! Penyelam lain telah tiga
kali mengambil napas di permukaan air, akan tetapi ia masih saja berada di dalam
air ! Akhirnya, setelah kedua tangannya penuh dengan uang logam, Kertapati mncul di
permukaan air. Tepuk-sorak menyambutnya sebagai tanda memuji dan ketika
Kertapati melihat betapa tepuk tangan dan sorakan itu diberikan untuknya, ia
menjadi merasa malu dan sebal. Dilemparkannya kembali semua uang di tangannya
itu ke dalam air sambil tertawa bergelak ! Tentu saja semua orang merasa heran
melihat ini, akan tetapi para nelayan yang melihat demikian banyaknya uang
dilempar ke air, segera ikut menyelam dan sebentar saja uang yang dilempar oleh
Kertapati itu menjadi rebutan di dasar air !
Kertapati kembali memandang ke arah Roro Santi dan kebetulan sekali gadis inipun
sedang memandang ke arahnay dengan mata kagum. Biarpun Kertapati tidak membuka
pakaiannya ketika menyelam, akan tetapi oleh karena kini bajunya basah kuyup,
maka baju itu melekat pada kulit tubuhnya, membuat potongan tubuhnya nampak
nyata. Bahu yang bidang, dada yang menonjol ke depan, lengan yang kuat pinggang yang
kecil itu memang amat mengagumkan, terutama karena tubuh yang gagah ini dimiliki
oleh wajah yang demikian tampan.
Diam-diam Roro Santi memuji ketampanan dan kegagahan pemuda ini dan melihat
betapa pemuda itu melemparkan kembali semua uang yang tadi melemparkan kembali
semua uang yang tadi diambilnya ketika ia menyelam, ia dapat menduga bahwa
pemuda ini pasti bukan seorang nelayan atau petani biasa ! Ksatria dari manakah
dia " Melihat betapa pandang mata pemuda itu ditujukan kepadanya, Roro Santi menjadi
gugup dan merasa betapa mukanya menjadi panas. Ia segera menundukkan mukanya
yang menjadi merah itu dan dengan tangan gemetar ia mencabut tusuk kondenya yang
terbuat daripada emas dihias permata intan. Ia lalu mengerling ke arah Kertapati
yang masih memandangnya, kemudian sengaja melepaskan tusuk konde itu ke dalam
air ! Kertapati melihat geraan ini, juga banyak penyelam yang telah timbul di
permukaan air melihat benda berharga ini terjatuh ke dalam air, maka cepat
mereka menyelam untuk memperebutkannya. Kertapati memandang dengan dada berdebar
aneh, dan ia merasa seakan-akan bahwa tusuk konde itu sengaja dilempar di dalam
air untuknya ! Sebelum ia dapat menekan debar jantugnya, ia telah melompat kembali ke dalam air
! Kertapati melihat gerakan ini, juga banyak penyelm yang telah timbul di
permukaan air melihat benda berharga ini terjatuh ke dalam air, maka cepat
mereka menyelam untuk memperebutkannya. Kertapati memandang dengan dada berdebar
aneh, dan ia merasa seakan-akan bahwa tusuk konde itu sengaja dilempar di dalam
air untuknya ! Sebelum ia dapat menekan debar jantungnya, ia telah melompat kembali ke dalam
air ! Tiga orang penyelam yang terpandai telah meluncur dekat benda itu, akan tetapi
tiba-tiba tubuh mereka terdorong ke kanan dan kiri oleh sepasang lengan yang
luar biasa kuatnya dan sebelum mereka dapat mempertahankannya, tusuk konde itu
telah disambar oleh tangan penyelam baju hitam yang aneh tadi !
Kertapati lalu timbul lagi di permukaan air dan berenang cepat sekali ke darat,
lalu melompat dengan sigapnya ke tas batu karang. Dari situ ia lalu melompat ke
arah panggung dengan tangan kanan dan sekali ia ayun tubuhnya, ia telah naik ke
atas panggung itu, tepat dihadapan Roro Santi yang menjenguk ke bawah untuk
melihat siapa yang berhasil mendapatkan tusuk kondenya !
Untuk sejenak, Roro Santi tertegun dan memandang dengan matanya yang indah itu
terbelalak kepada pemuda yang kini berada dihadapannya. Kertapati tersenyum dan
mengulurkan tangannya yang memegang tusuk konde itu sambil berkata perlahan,
" Terimalah kembali tusuk kondemu ...... kau telah menjatuhkannya ke dalam air
...... " Pemuda itu merasa terheran sendiri mengapa ia merasa begitu gugup sehingga
bicaranyapun terputus-putus dan napasnya tersengal.
Dengan muka merah Roro Santi mengulur tangannya, akan tetapi ia segera
menariknya kembali dan berkata dengan muka tetap tunduk, " Kau ...... ambillah
...... itu menjadi hakmu ! "
Semua orang-orang bagsawan yang duduk ditarup itu, merasa marah dan penasaran
melihat betapa seorang penyelam berani naik ke panggung dan menghadapi Roro
Santi dengan berdiri saja, sedangkan puteri itu duduk di kursi. Alangkah berani
dan kurang ajarnya ! Bahkan andaikata Kertapati naik ke panggung dan menghadapi
puteri itu dengan menyembah dan berlututpun sudah merupakan perbuatan yang
kurang ajar karena tanpa mendapat perkenan mereka, tak seorang nelayan atau
penonton boleh naik ke panggung begitu saja, apalagi mengajak bicara seorang
puteri dipati ! Yang paling marah adalah Raden Suseno yang duduknay tak jauh dari tempat itu.
Dengan hati penuh cemburu dan marah, pemuda ini melihat betapa sinar mata
kertapati menatap wajah tunangannya dengan berani, kurang ajar, dan penuh
perasaan. Ia berdiri dari kursinya dan segera melompat ke depan Kertapati.
" bangsat rendah 1 " ia memaki samnil memandang dengan mata melotot. " Jangan
berlaku kurang ajar ! "
Kertapati memandangnya dengan senyum simpul, seperti seorang dewasa memandang
seoranga nak kecil yang nakal. " Puteri ini menjatuhkan perhiasan rambutnya dan
aku menolong mengambilkannya lalu mengembalikan benda ini kepadanya, mengapa
kurang ajar " "
" Tutup mulut ! Lekas kembalika perhiasan itu kepadaku dan segera enyah dari
sini ! " bentak Raden Suseno marah.
Akan tetapi Kertapati tetap tersenyum dengan wajah tenang. Para bangsawan yang
berada di situ makin tertarik melihat pertengkaran ini, bahkan beberapa orang
opsir Belanda yang menjadi tamu juga memandang dengan tertarik. Mereka semua
kini berdiri dari kursinya dan semua mata, baik yang berada di tas panggung
maupun yang berada di bawah, yakni para nelayan dan penonton, ditujukan ke arah
atas panggung di mana pemuda baju hitam yang aneh itu sedang berdiri berhadapan
dengan Raden Suseno yang sedang marah.
" Benda ini bukan milikmu, enak saja kau memintanya ! "
Raden Suseno makin marah. " Bangsat kurang ajar ! Tidak tahukah kau sedang
berhadapan dengan siapa " Aku adalah Raden Suseno putera bupati dari Rembang,
dan puteri ini adalah tunanganku, Raden Roro Santi ! "
Kertapati segera memotong pembicaraannya dengan membongkokkan tubuh dan berkata.
" Terima kasih atas pemberitahuan nama itu, bukan namamu, akan tetapi nama
puteri ini Roro Santi, alangkah indah nama ini, sesuai benar dengan orangnya
...... " " Keparat ! Lekas berikan barang itu kepadaku ! Atau barangkali kau minta
dihajar dulu " " Raden Suseno sudah menjadi marah sekali maka ia lalu mengayun
tangan kanannya, menempiling ke arah kepala Kertapati. Akan tetapi, dengan
tenang sekali Kertapati merendahkan tubuhnya sehingga tamparan itu lewat di atas
kepalanya, mengenai tempat kosong.
" Pemiliknya telah memberikan kepadaku, kau perduli apa " " katanya, " Kalau kau
menghendaki benda ini, mengapa tadi kau tidak melompat ke dalam air " "
Akan tetapi Raden Suseno taidak mau banyak cakap lagi, wajahnya menjadi pucat
saking marahnya dan ia merasa penasaran sekali betapa tamparannya dihindarkan
dengan mudah oleh pemuda itu. Ia menyerang lagi dengan tonjokan keras ke arah
dada lawannya, dan menyusul dengan tendangan keras dan cepat untuk menendang
tubuh pemda bulu hitam itu agar terlempar ke bawah panggung !
Raden Suseno adalah seorang pemua ahli pencak, maka gerakannya cepat dan
tenaganya kuat. Akan tetapi, ia tidak tahu bahwa ia sedang berhadapan dengan
seorang pendekar yang tinggi ilmu kepandaiannya. Kertapati miringkan tubuh ke
kiri untuk mengelak dari tonjokan ke arah dadanya, kemudian ketika kaki kanan
lawannya yang menendang menyambut dekat, tiba-tiba ia ulur tangan kirinya dan
mendorong tubuh Raden Suseno ke kanan ! Karena tenaga tendangan sendiri ditambah
denagn dorongan lawan, tak dapat tertahan lagi tubuh Raden Suseno terlempar ke
kanan dan jatuh ke bawah panggung ! Terdengar suara " jeburr ! " ketika tubuhnya
menimpa air, disusul suara tertawa yang ditahan-tahan dari para penonton di
bawah panggung ! Pada saat itu, terdengar teriakan orang dari bawah panggung,
" Dia Kertapati ...... ! Dia yang dulu kami kejar-kejar ! Dia Kertapati ! Tangkap
...... ! " Yang berteriak-teriak ini adalah seorang diantara empat ponggawa yang
dulu hendak menangkap Kertapati dengan bantuan seorang sersan Belanda. Ponggawa
itu lupa bahwa kalau bajak laut itu berlaku kejam dan tidak menolong dia dan
tiga orang kawannya ke dalam perahu, tentu mereka berempat telah mati seperti
sersan Belanda itu pula ! Kini ia berteriak-teriak dan berlari menuju ke
panggung itu. Roro Santi terkejut sekali mendengar ini dan ia memandang kepada Kertapati
dengan mata terbelalak dan muka pucat. Jadi inilah bajak laut Kertapati yang
telah menggemparkan seluruh negeri selama beberapa bulan ini "
" Terima kasih atas pemberian benda yang akan kusimpan selama hidupku ini ...... "
Kertapati masih sempat berbisik perlahan sebelum mempersiapkan diri amenghadapi
musuh-musuhnya. Memang, teriakan yang dikeluarkan oleh ponggawa tadi, untuk sejenak membuat
semua orang merasa seakan-akan tubuh mereka menjadi kaku. Mereka berdiri
bagaikan patung memandang kearah pemuda baju hitam yang msih berdiri di depan
Roro Santi, bahkan kini tidka ada orang yang memandang ke dalam air di mana
Raden Suseno sedang berenang ke tepi sambil menyumpah-nyumpah !
Kemudian, serentak timbullah keributan besar ketika para penjaga dan ponggawa,
engan tombak di tangan lalu mengurung punggung di mana Kertapati mengeluarkan
suara ketawa bergelak dan sekali tubuhnya bergerak, ia telah terjun ke dalam
air! Terdengar tembakan yang dilepas dari senjata api di tangan seorang opsir tamu
Belanda, akan tetapi dengan menyelamkan diri ke dalam air, Kertapati dapat
menyelamatkan diri dari peluru yang menyambarnya itu. Opsir-opsir Belanda lain
ketika mendengar bahwa pemua itu adalah bajak laut yang mereka benci, juga sudah
mengeluarkan senjata api masing-masing dan kini dengan membabi-buta mereka
menembak ke dalam air sambil mengira-ngira saja !
Kertapati terus berenang di bawah permukaam air dan ketika ia muncul kembali,
ternyata ia telah berada di tepi yang jauh dari terup itu, lalu melompat ke
darat di mana terdapat banyak penonton. Akan tetapi, apra opsir itu masih
menembakkan senjata api mereka ke arah tempat itu dan dua orang penonton roboh
terkena peluru, sedangkan Kertapati lenyap diantara penonton yang banyak !
Tentu saja hal ini menimbulkan keributan dan geger. Semua penonton berlari
cerai-berai, takut terkena tembakan yang nyasar dan yang lepas dengan ngawur
itu. Ketika tempat itu sudah bersih dari para penonton, ternyata Kertapati telah
lenyap pula tanpa meninggalkan bekas ! Para pnggawa masih mencari ke sana ke
mari dengan hati kebat-kebit karena ketakutan, akan tetapi yang dicari telah
lenyap, entah ke mana perginya !
Perbuatan Kertapati yang amat berani ini mendatangkan kesan mendalam pada semua
orang. Para opsir Belanda makin membencinya dan menggangapnay sebagai pengacau
yang kurang ajar, terutama sekali Raden suseno merasa amat marah dan juga
cemburu sekali. Ia tidak puas akan sikap tunangannya yang memberikan tusuk
kondenya kepada bajak laut jahat itu ! Hanya di dalam dada seorang saja
kertapati menimbulkan kesan yang luar biasa, yakni dalam dada Roro Santi sendiri
! Gadis ini merasa demikian tertarik kepada pemuda baju hitam itu. Ia menganggap
pemuda itu gagah berani, jujur, dan juga tidak menjilat-jilat seperti Raden
Suseno atau lain-lain pemuda dihadapannya. Kekurangajaran dan kekasaran bajak
laut itu menarik hatinya.
Biarpun berkali-kali ia mengerahkan tenaga batinnya untuk menganggap Kertapati
sebagai seorang bajak laut yang kejam, pengacau yang penuh dosa, akan tetapi
perasaan wanitanya berpendapat lain dan anehnya, bayangan pemuda dengan
senyumnya yang manis dan tenang itu sukar sekali diusir dari alam pikirannya !
Opsir Belanda yang pertama-tama melepaskan tembakan ketika Kertapati muncul
dalam keramaian di pantai Jepara itu, adalah seorang berusia kurang dari tiga
puluh tahun, berwajah tampan dan gagah, berambut kekuning-kuningan dan matanya
biru serta tajam sekali. Dia bukanlah seorang opsir biasa, karena sesunguhnya
opsir ini yang namanya Dolleman, adalah seorang kepala pasukan rahasia atau
mata-mata Belanda yang banyak disebar untuk menyelidiki keadaan dan pergerakan
para pengeran di Mataram berhubung dengan pemberontakan-pemberontakan Trnajaya.
Dolleman amat cerdik dan ia telah mempelajari bahasa daerah sehingga dapat
bercakap-cakap alam bahasa itu cukup fasih, sungguhpun lidahnya masih terasa
kaku untuk dapat mengucapkan kata-kata daerah yang sing baginya itu.
Telah banyak jasa yang diperbuat selama ia datang dari negerinya sehingga di
kalangan Kompeni, ia mendapat kepercayaan penuh, bahkan ia mempunyai surat kuasa
untuk menggerakkan semua pasukan Kompeni yang terdapat di mana saja, menurut
perintahnya apabila terjadi sesuatu yang penting.
Selain mendapat tugas untuk mengawal Speelman yang mengunjungi Jepara dan
mengadakan perteuan dengan Sunan, iapun mendapat tugas pula untuk menyelidiki
dan mencari sarang bajak laut Kertapati yang mengacau disepanjang tepi Tegal
sampai Jepara. Maka ketika Kertapati dengan beraninya muncul dalam keramaian di


Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pantai itu, Dolleman segera mengerahkan seluruh pembantunya untuk disebar an
melakukan penyelidikan di sekitar daerah Jepara. Ia merasa yakin bahwa bajak
laut itu tentu berada di sekitar daerah itu dan bersembunyi di sebuah desa.
Dolleman mempunyai banyak sekali kaki tangan yang terdiri dari penduduk pribumi
yang tela makan uang sogokannya, akan tetapi, ia tidak kenal betul kecerdikan
Kertapati, dan tanpa disadarinya seorang diantara kaki tangannya adalah seorang
anak buah bajak laut sendiri ! Oleh karena itu, tentu saja kaki tangannya
melakukan pengejaran dan penyelidikan, mereka tak berhasil menemukan bajak laut
itu, Di dalam rumah penginapan. Dolleman duduk di kamar, sudut bibirnay menjepit
sebatang serutu dan kedua tanagnnya mempermain-mainkan sebatang tangkai pena.
Pikirannay bekerja keras dan ia benar-benar merasa bingung menghadapi bajak laut
kertapati yang amat cerdik itu. Peristiwa terbunuhnya sersan Zeerot dan keadaan
empat kawan ponggawa yang pingsan di dalam perahu, membuat ia dapat menduga
bahwa betapapun juga, sebagai seorang bajak laut, Kertapati masih melindungi
orang-orang sebangsanya. Siapa lagi kalau bukan Kertapatiyang menolong empat
orang ponggawa itu sehingga mereka tidak mati tenggelam " Perbedaan nasib sersan
Zserot dan empat orang ponggawa itu menimbulkan dugaannay bahwa Kertapati
bukanlah bajak laut biasa dan Dolleman mulai menghubungkan keadaan bajak laut
itu dengan pemberontakan Trunajaya. Adakah hubungan antara Kertapati dan
Trunajaya " Untuk mencari sesuatu yangmerupakan titik terang guna mencari jejak untuk
penyelidikan, ia mulai mengenangkan lagi semua peristiwa yang terjadi di dekat
pantai pada waktu keramaian itu.
Terbayanglah di depan matanya yang biru tajam itu ajah Roro Santi yang cantik
jelita, pandang matanya yang amat manis itu.
Terbayang pula betapa Kertapati memandang puteri itu dengan mata penuh perasaan
dan teringatlah ia akan pemberian tusuk konde itu. Tiba-tiba Dolleman
menancapkan penanya di atas meja dan berseru.
" Bagus ...... !! akal inilah yang harus kugunakan !! "
Wajahnya yang cakap menjadi berseri gembira, matanya yang tajam bercahaya terang
ia segera menukar pakaiannya dengan pakaian yang indah dan baru. Kemudian denagn
langkah lebar dan bersiul-siul, ia berjalan keluar dari rumah penginapannya dan
lagsung menuju ke gedung Adipati Wiguna.
Adipati Wiguna menyambutnya dengan ramah tamah dan tamunya duduk di ruang
tengah. Diperintahnay pelayan untuk mengeluarkan hidangan bagi tamu itu, akan
tetapi Dolleman lalu berkata sambil tersenyum.
" Jangan merepotkan diri, tuan Adipati ! Saya hanya ingin bercakap-cakap
sebentar dan karena yang akan saya bicarakan ini adalah suatu hak yang amat
penting, harap tuan Adipati suka menyuruh semua pelayan mengundurkan diri agar
percakapan kita takkan terganggu. "
Biarpun merasa agak heran, Adipati Wiguna lalu memerintahkan semua pelayannya
mundur, kemudian ia menghadapi Dolleman yang duduk di depannay sambil bertanya,
" Perkara apakah gerangan yang hendak kau bicarakan " "
Sebelum mulai bicara, Dolleman mengeluarkan sebungkus cerutu dan menawarkannya
kepada tuan rumah, akan tetapi dengan halus Adipati Wiguna menampiknya sambil
mengucapkan terima kasih. Dolleman mencabut sebatang cerutu dan menyalakannya,
lalau menghisap asap cerutu itu dalam-dalam ke dadanya.
" Tuan Adipati Wiguna, " katanya setelah menghembuskan asap itu keluar dari
mulut dan hidungnya, " telah lama saya mendengar nama tuan Adipati dan kalau
tidak salah tuan Adipati berasal dari Demak, bukan " "
Adipati Wiguna mengganguk dan bangsawan ini cukup mklum bahwa ia sedang
berhadapan dengan seorang opsir penyelidik yang terkenal sekali, maka ia menanti
dengan hati berebar akan kelanjutan dari percakapan ini. Karena tidak mungkin
opsir ini datang sekedar untuk bercakap-cakap angin belaka.
" Memang saya sekeluarga berasal dari Demak tuan Dolleman, " jawabnya menekan
debar jantungnya " belum la asaya dipindahkan ke Jepara dan menjabat pangkat di
sini. " Dolleman mengangguk-angguk dan menyentil-nyentil cerutunya dengan jari sehingga
abunya yang putih jatuh ke atas lantai. " Tuan Adipati, saya telah banyak
mengalami pertempuran-pertempuran, diantaranya pertempura melawan Trunajaya di
Surabaya. Pertemuan saya dengan tuan Adipati mengingatkan saya akan seorang
pemimpin pemberontak pembantu Trunajaya, oleh karena wajahnya mirip sekali
dengan tuan Adipati. "
Biarpun Adipati Wiguna berusaha menetapkan hatinya, namun wajahnay tetap saja
berubah pucat mendengar uapan ini. Ia tersenyum menutupi kegelisahannya dan
berkata, " Kau aneh sekali, tuan letnan ! Tentu saja diantara ribuan manusia di
dunia, banyak yang mirip mukanya, apakah anehnya hal ini " "
Dolleman mengangguk-angguka kepalanya yang berambut kuning keemasan itu. "
Saya tahu, saya tahu ...... akan tetapi anehnya pula, orang inipun berasal dari
Demak ! " Kemudian letnan itu mendekatka kepalanya kepada tuan rumah danmatanya
memandang tajam sekai, seakan-akan berusaha hendak menembus mata Adipati Wiguna
an menjenguk ke dalam hatinya. " Dia itu bernama Wiratman, kenalkah kau
kepadanya, tuan adipati ?" "
Wajah Adipati Wiguna makin pucat dan ia tidak dapat menjawab untuk beebrapa
lama. Ia maklum bahwa letnan Belanda itu telah mengetahui hal ini dan iamerasa
seakan-akan ia berada dalam cengkraman tangan tamunya ini.
Melihat kebimbangan tuan rumah, letnan Dolleman tersenyum dan menarik napas
panjang tanda kepuasan hatinya. " Tuan adipati, jangan kau gelisah. Sesungguhnya
saya sudah tahu belaka bahwa Wirataman itu adalah adik kandungmu ! Akan tetapi,
sekali saja janagn kau berkuatir, tuan Adipati. Biarpun hal ini apabila
diketahui oleh Sunan akan merupakan hal yang hebat dan bahaya akan mengancam
keluargamu, akan tetapi hal ini yang mengetahui hanay saya seorang, dan saya tah
betul bahwa tuan Adipati tidak sama dengan adik kandung yang menjadi pemberontak
itu ! " Kembali Dollemon menghisap cerutunya dan menyadarkan tubuhnya pada kursinya.
" Tuan letnan Dolleman, terima kasih atas kepercayaanmu. Dan ...... dan apakah
kiranya yang dapat saya lakukan untuk membalas kebaikan budimu ini " "
Melihat sikap dan mendengar ucapan Adipati Wiguna yang langsung itu, Dolleman
tertawa bergelak, memperlihatkan giginya yang besar dan putih.
" Ha, ha, tuan Adipati. Saya suka melihat tuan yang bersikap terus terang dan
langsung ini ! Memang harus begini laki-laki menyelesaikan sesuatu persoalan.
Terus terang pula saya menyatakan kepadamu bahwa setelah bertemu dengan puterimu
Roro Santi pada keramaian di pantai kemarin dulu, saya merasa suka kepadanya.
Dengan setulus hati aya, saya mengajukan pinangan untuk puteri tuan adipati
itu ! " Sambil berkata demikian, kembali sepasang mata Dolleman memandang tajam.
Bukan main terkejutnya hati Adipati Wiguna mendengar pinangan yang pernah
diduga-duganya itu. Dia adalah seorang Islam demikianpun semua keluarganya, dan
sungguhpun ia berselisih faham dengan Wiratman yang membela Trunajaya sedangkan
ia tetap bersetia kepada sunan Amangkurat II, namun ia tetap seorang umat islam
yang beribadat dan teguh iman. Bagaimana ia dapat menikahkan puterinya kepada
seorang Belanda, seorang kafir " lagipula, puterinya itu telah dipertunangkan
dengan Raden Suseno, putera bupati di Rembang.
" Tuan letnan, hal ini tak mungkin dapat kuterima ! Puteriku telah bertunangan
dengan putera Bupati Randupati di Rembang dan pula, sebagai seorang Islam, kami
tak mungkin menikahkan puteri kami kepada seorang yan bukan umat Islam ! Harap
kaumengerti akan hal ini dan mintalah saja yang lain. "
Dolleman tertawa lagi dan sikapnya masih tenang. " Kalau begitu tiada jalan lain
bagi saya selain membuka rahasiamu kepada Sunan, biarkan Sunan sendiri yang
menetapkan akibatnya ! "
Tiba-tiba Dolleman tertawa terbahak-bahak, sama sekali tidak memperlihatkan
sikap melawan atau meraba senjata apinya.
" Adipati Wiguna, simpan kembali kerismu itu. Aku hanya main-main saja.
Ketahuilah, di negeri Belanda akupun telah mempunyai seorang isteri yang manis
dan seorang anak, apa kaukira aku benar-benar hendak menikah lagi ! Ha, ha, ha,!
Adipati Wiguna memanang heran, menyimpan kembali kerisnya dan duduk sambil
berkata. " Tuan letnan Dolleman, jangan kau main-main. Apakah maksudmu yang
sesungguhnya " aku sudah tua, jangan kau memprmainkan perasaanku. "
Dolleman membuang putung cerutunyake alam tempolong yang berada di bawah meja,
lalu berkata dengan wajah sungguh-sungguh.
" Tuan Adipati Wiguna, pinaganku ini hanya merupakan siasat untuk memancing
bajak laut Kertapati, agar aku mendapat jaln untuk menangkapnya ! "
" Saya tidka mengerti mksudmu, bentangkanlah yang jelas. "
" Begini tuan Adipati. Pada waktu bajak laut itu muncul di panggung dan
berhadapan dengan puterimu, saya dapat melihat dengan jelas bahwa bajak itu
jatuh cinta kepada puterimu ! Hal ini kuketahui baik-baik dan sungguhpun saya
berani menyatakan bahwa puterimu juga tertarik kepadanya, akan tetapi aku yakin
betul bahwa penjahat itu suka kepada Roro Santi ! Oleh karena itu saya mendapat
akal. Kalau dia mendengar bahwa Roro Santi akan menjadi isteri saya, tentu ia
akan marah dan akan menghalanginay dan demikian, kita mendapat kesempatan untuk
menawan atau membunuhnya ! "
" Jadi ...... tuan hendak menggunakan puteri saya sebagai umpan untuk memancing dia
keluar ...... ?" " tanya Adipati Wiguna dengan muka pucat.
" Benar ! Akan tetapi jangan kuatir, kami akan menjaga keras agar puterimu itu
tidak mengalami sesuatu. Juga dengan pengurbanan ini, berarti Adipati dan
puterinya telah emnunjukkan jasa besar terhadap Mataram. Bukankah bajak laut itu
selain musuh Kompeni, juga merupakan musuh Mataram yang selalu mengacau dan
menggangu lalu lintas di laut " "
Adipati wiguna mengerutkan kening dan berpikir, kemudian berkata ragu-ragu. "
Akan tetapi ...... bagaimana dengan Bupati Randupati dan puterinya " Saya rasa
mereka akan keberatan ! "
Dolleman tersenyum. " Kalau kita jelaskan bahwa pinangan dan penyerahan puterimu
kepada saya ini hanya sandiwara belaka, mengapa mereka berkeberatan "
Saya akan memberitahukan hal ini kepadaatasan saya, juga kepada Sunan, tidak mau
membantu, bukankah berarti bahwa dia membela dan melindungi bajak laut "
kertapati " Apakah dia berani menolak " "
" Akhirnya, karena berada di dalam kekuasaan Dolleman yang cerdik itu. Adipati
Wiguna ! Sekali-kali jangan kau ceritakan kepada Roro Santi, karena hal ini amat
berbahaya. Kalau sampai rahasia ini bocor, maka tentu bajak laut Kertapati akan
mendengar dan taidak mau membiarkan dirinya masuk perangkap ! "
Adipati Wiguna mengangguk-angguk mklum dan mereka berdua lalu pergi ke Rembang
guna berunding denga Bupati Randupati di Rembang. Juga Bupati ini terpaksa
menurut, sedangkan Raden Suseno yang tadinya merasa keberatan, ketika mendengar
bahwa hal ini dilakukan untuk memancing keluar bajak laut Kertapati yang amat
dibencinya, lalu menyatakan persetujuannya !
" sekarang harap tuan Adipati Wiguna suka menyiarkan berita bahwa pertunaga
antara puterimu dan Raden Suseno dibatalkan dan kemudian menyiarkan berita bahwa
puterimu telah ditunangkan dengan seorang letnan Kompeni. Kita sama-sama lihat
apakah hal ini belum cukup kuat untuk memancing keluar Kertapati. Kalau belum
cukup kuat, barulah kita bertindak lebih jauh, yakni mengirimkan puterimu dengan
perahu Kompeni ke Semarang ! Sementara itu, aku akan berusaha menyelidiki di
mana sebenarnya sarang Kertapati itu ! "
Demikian Letnan Dolleman membari pesan terakhir kepada Adpipati wiguna.
*** Dua hari kemudian, seorang laki-laki berkumis panjang melarikan kudanya menuju
ke barat. Laki-laki ini datang dari Jepara dan ketika ia tiba di batas kota, ia
ditahan oleh beberapa orang penjaga. Akan tetapi laki-laki itu mengeluarkan
sehelai kartu yang ada tanda cap dua singa. Membaca kartu keterangan itu, para
penjaga membiarkan ia pergi tanpa berani menganggu, oleh karena kartu ini adalah
tanda bahwa orang ini adalah seorang mata-mata kaki tanagn Kompeni ! Memang
benar, orang ini bernama Jiman, seorang kaki tangan dari Letnan Dolleman. Akan
ettapi, sebenarnya Jiman adalah seorang anak buah bajak laut Kertapati yang
dengan cerdiknya telah mendapat kepercayaan dari Letnan Dolleman, bahkan telah
dijadikan mata-mata dari letnan itu !
Setelah melalui pos penjagaan dengan selamat, Jiman terus membalapkan kudanya
menuju ke barat an akhirnya ia memasuki sebuah dusun di pantai laut, kurang
lebih empat puluh kilometer dari Jepara. Di luar dusun nampak beberapa orang
pemuda nelayan yang menjaga an melihat kedatangan Jiman, mereka lalu
mengantarkan mata-mata itu ke sebuah rumah bambu besar. Di dalam rumah itu
nampak kurang lebih dua puluh orang laki-laki sedang duduk di atas tikar,
agaknya sedang mengadakan rapat.
Inilah tempat berkumpulnya kawanan bajak laut yang dikepalai oleh Kertapati
memang mempunyai banyak tempat-tempat pertemuan di sepanjang pantai, dan ia
mendapat dukungan sepenuhnya ari penduduk dusun yang tahu akan perjuangan !
Perlu diketahui bahwa sebenarnya, Kertapati adalah seorang lejuang yang aktip
dari pemberontakan Trunajaya ! Sungguhpun ia bukan langsung menjadi anak buah
Trunajaya, akan tetapi sebagai seorang yang bersempati kepada pemberontakan
Tunajaya, ia merupakan pembantu sukarela yang telah banyak berjasa. Semenjak
Trunajaya masih bertahan di Surabaya, Kertapati telah banyak membantunay dengan
pengiriman-pengiriman senjata yang dapat dirampasnya dari perahu-perahu Belanda,
atau harta benda yang dapat dirampoknya dari perahu-perahu yang menjadi
kurbannya. Melihat kedatangan Jiman, Kertapati berdiri menyambutnya dan mempersilakan orang
itu duduk. " Jiman, kau membawa berita apakah " " tanyanya dan semua mata dari mereka yang
duduk disitu ditujukan kepada pendatang itu.
" Kertapati, " kata jiman yang telah kenal baik kepada bajak itu, " tidak ada
berita yang penting. Dolleman agaknay telah berputus asa dan tidka mengirim
orang-orangnya untuk mencari jejakmu lagi. Akan tetapi ada sebuah berita aneh
yang membuat aku masih binggung memikirkannya. "
" Apakah itu " "
" Aku mendengar berita bahwa Adipti Wiguna telah membatalkan pertunangan
puterinya dengan putera Bupati Randupati ! Hal ini memang tak ada gunanya
kuberitahukan kepadamu, karena mungkin sekali ini terjadi karena peristiwa
dengan kau dulu itu. Akan tetapi ada berita yang amat aneh mengejutkan, yaitu
Adipati Wiguna setelah membatalkan pertunangan puterinya itu, lalu
mempertunangkan anaknya dengan Dolleman ! "
" Apa ...... ?" " Kertapati terkejut sekali sehingga ia bangkit dari tempat
duduknya, akan tetapi, ketika melihat betapa semua kawannya memandangnya dengan
heran, ia lalu menekan perasaannya dengan muka merah.
" Ah, biarlah, Hal itu apakah sangkut pautnya dengan kita " " Akan tetapi,
sambil berkata demikian, di luar tahuany semua orag, diam-diam ia meraba saku
bajunya di mana tersimpan tusuk konde emas yang pada malam hari sering
dikeluarkan dan dikaguminya itu.
" Semenjak pertunangan itu diumumkan, Dolleman nampak tenang-tenang saja dan
seakan-akan lupa kepada perkerjaannya. Jarang ia keluar pintu dan berdiam saja
di rumah tempat ia menginap " , Jiman melanjutkan ceritanya. " Oleh karena itu,
kami yang menjadi pembantunya, tidak mempunyai pekerjaan sesuatu dan aku
berkesempatan datang kemari. Selain itu, ada sebuah berita lagi. Rombongan
Tumenggung Basirudin akan datang besok pagi dengan perahu dari Semarang.
Kabarnya selain membawa isteri dan anaknya, tumenggung ini membawa banyak
barang-barang berharga. "
Berita ini disambut denagn girang oleh kawan-kawan Kertapati, sungguhpun kepala
bajak itu sendiri nampak tidak begitu gembira, karena hatinya masih penuh dengan
berita tentang pertunagan Roro Santi dengan Dolleman tadi.
"Aku tak dapat lama berdiam di sini, kuatir kalau-kalau menimbulkan kecurigaan."
"Baik, kau kembalilah ke Jepara, Jiman, dan perhatikan kalau-kalau ada perubahan
dari fihak Dolleman, " kata Kertapati. Jiman lalu keluar dan menunggang kudanya
kembali, lalu melarikan kudanya pulang ke Jepara.
" Saudara-saudara, " kata Kertapati kemudian kepada kawan-kawannya, " seperti
telah kuceritakan tadi, sungguhpun Raden Trunajaya dan semua pegikutnya yang
gagah berani telah dikalahkan oleh Kompeni, akan tetapi, berkat bantuan para
saudara yang bersatu hati, kini Raden Trunajaya berhasil menduduki Mataram.
Betapapun juga, hal ini belum berarti bahwa bencana telah lenyap sama sekali.
Saudara semua tahu bahwa kedatangan Kompeni yang mengaakan perundingan dengan
Sunan bukanlah hal yang tidak ada artinya.
Tentu mereka bersepakat untuk sama-sama menggempur Mataram dan merampasnya
kembali dari Raden Trunajaya. Oleh karena itu, kita harus mengumpulkan sebanyak
senjata api dari Belanda, dan juga mengumpulkan harta benda untuk membiayai
pertahanan Raden Trunajaya. "
" Hasil-hsil kita di laut tidak berapa besar, apakah artinya bagi Raden
Trunajaya " " kata seorang anggota. "Karena inilah maka kita harus bekerja keras, dan kalau perlu kita akan serang
Jepara dan merampas harta benda dari para hartawan an bagsawan di sana ! "
" Itu berbahaya sekali ! " seru seorang anak buahnya.
Kertapati tersenyum. " Apakah artinya bahaya " "
Orang yang ebrseru tadi tertawa geli. " Bahaya artinya gembira ! " katanya
karena memang ucapan ini merupakan semboyan mereka sejak dulu !
" Kalau kita atur sebaliknya, apakah susahnya menyerbu kota seperti Jepara " "


Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Demikianlah, dibawah pimpinan Kertapati yang cerdik itu, mereka mengatur siasat
untuk menyerbu Jepara, kemudian ditetapkan bahwa sebelum penyerbuan itu, mereka
lebih dulu akan merampok perahu yang adatang dari Semarang, yakni perahu yang
membawa keluarga Tumenggung Basirudin.
*** Menjelang senjakala, sebuah perahu yang cukup besar berlayar maju menuju ke
timur. Perahu ini datang dari Semarang, membawa penumapang-penumpang untuk
Jepara, yakni keluarga Tumenggung Basirudin berserta anak isteri, para pelayan,
dan beberapa orang saudagar. Karena mklum akan bahaya yang mengancam pada waktu
itu, yakni bajak laut Kertapati, Basirudin dikawal oleh sepasukan penjaga yang
membawa tombak, bahkan tiga orang pemimpin pasukan membawa senapan.
Mereka merasa lega bahwa selama pelayaran itu tidak terdapat gangguan sesuatu
dan kini pelabuhan Jepara telah nampak dari jauh. Ingin mereka lekas-lekas tiba
di kota itu karena sebelum melangkahkan kaki di ambang pintu rumah masing-
masing, mereka belum merasa aman.
Perahu maju perlahan karena angin tak berapa besar. Tiba-tiba seorang penjaga
berseru, " Ada dua perahu di depan ! "
Semua orang menjadi pucat mendengar seruan ini dan memandang ke arah yang
ditnjuk. Benar saja, di depan mereka nampak dua buah perahu melintang dan
terapung-apung di atas air. Akan tetapi perahu-perahu yang berbentuk kecil akan
tetapi panjang itu tidak ada penumpangnya. Dua perahu itu kosong !
Tadinya pengemudi hendak membelokkan perahu, siap untuk menjauhi perahu-perahu
itu, akan tetapi setelah memandang dengan jelas dan mendapat kenyataan bahwa
perahu-perahu itu memang kosong, mereka menjadi lega dan melanjutkan perjalanan,
makin mendekati perahu-perahu tadi.
" Mungkin terlepas dari ikatan! " kata seorang.
" Nelayan-nelayan menakah yang demikian lalai sehingga perahu-perahu mereka
terlepas dan terapung-apung di sini" " tanya orang kedua.
Jilid 2 Perahu-perahu itu bercat hitam ! " terdengar seruan orang lain dengan kaget dan
ngeri karena warna hitam adalah warna yang selalu dipergunakan oleh bajak-bajak
laut Kertapati ! " Perahu-perahu macam itu bukanlah perahu nelayan ! " kata pula orang lain
dengan kaget dan gelisah.
Dan ketika perahu yang mereka tumpangi telah datang dekat dengan perahu-perahu
yang kosong itu, tiba-tiba mereka melihat banyak kepala orang bersembunyi di
balik perahu-perahu itu !
" Bajak ....... ! Bajak laut Kertapati ...... ! " seru seorang penjaga yang segera
menyiapkan tombaknya. Gegerlah dalam perahu besar itu dan tiga orang pemimpin
pasukan yang membawa senapan segera berlari ke depan.
Kini para anak buah bajak yang tadi bersembunyi di belakang perahu, muncul dan
berenang dengan cepat bagaikan serombongan ikan cucut menuju ke perahu yang
hendak dirampok. Tiga orang pemimpin bersenapan lalu menembak ke arah mereka,
akan tetapi tiba-tiba dari balik perahu kecil itu melayang anak panah yang
dengan cepat dan jitu sekali menancap di leher seorang diantara para pemegang
senapan itu. Orang itu menjerit dan senapannya terlepas dari tangannya, jatuh keluar perahu,
ke dalam air ! Dua orang kawanya menjadi terkejut sekali melihat orang ini roboh
denga leher tertancap sebatang anak panah hitam, sehingga mereka menjadi gugup
dan tembakan-tembakan mereka ngawur. Kembali meluncur anak panah dari pasukan
pelindung yang terdiri dari lima orang dan yang bersembunyi di balik perahu
sambil mementang busur dan ributlah orang-orang di atas perahu. Mereka segera
mencari perlindungan dan menjauhi pinggiran perahu.
Hal ini memudahkan rombongan bajak yang dipimpin oleh Kertapati untuk
melemparkan besi-besi pengait ke atas. Besi-nesi itu diikat dengan tambang
sehingga kini banyak tambang tergantung di pinggir perahu. Bagaikan kera-kera
yang gesit para bajak itu naik ke tas melalui tambang dikepalai oleh Kertapati.
Maka terjdilah perang tanding yang hebat di tas perahu itu diantara ponggawa dan
anak buah bajak. Para ponggawa menggunakan tombak dan tameng, sedangkan para
bajak menggunakan parang atau keris. Teriakan-teriakan bercampur denagn suara
senjata gaduh. Anak buah bajak laut itu terdiri dari dua belas orang, sedangkan
para pengawal berjumlah dua puluh orang lebih, akan tetapi para bajak itu
berkelahi dengan hebat sekali.
Terutama Kertapati, pemuda yang sigap ini sama sekali tidak memegang senjata,
kaan tetapi di mana saja ia berada dan tiap kali kaki tangannya bergerak,
bergelimpanglah tubuh para ponggawa kena tendang atau pukul. Dua orang pemimpin
penjaga dengan senapannay tidak berani menembak karena dalam pertempuran kacau
balau itu, sukarlah untuk melepaskan tembakan tanpa membahayakan kawan sendiri,
maka mereka lalu berlari mendekati Kertapati dengan senapan ditodongkan !
Kertapati dapat melihat kedatangan dua orang itu yang menanti sat baik untuk
melepaskan tembakan kepadanya. Dengan cepat, pemuda itu lalu menangkap tanagn
seorang penyerang yang memegang tombak, meninju perutnya sehingga orang itu
mengeluh dan pingsan, kemudian dengan memutar tubuh orang ini di depannya,
Kertapati melangkah maju menyambut kedatangan dua orang pemegang senapan.
Dua orang pemimpin pengawal itu terkejut sekali, akan tetapi mereka tidak berani
menembak karena tembakan mereka tentu akan bersarang ke dalam tubuh kawan
sendiri yang diputar-putar di depan kepala bajak itu, dan selagi mereka masih
ragu-ragu tiba-tiba tubuh ponggawa itu dilontarkan oleh Kertapati ke arah
seorang pemegang senapan ! Dan berbareng dengan melayangnya tubuh itu, ia
sendiri lalu melompat mengikuti dan menubruk pemegang senapan yang satu lagi !
Senapan ditembakkan, akan tetapi karena Kertapati telah memperhitungkan hal ini
dan menubruk dengan gerakan dari samping, maka tembakan itu tidak mengenainya
dan sebelum orang itu dapat menembak lagi, tangan kiri Kertapati telah menangkap
pergelangan tangannya dan tangan kanan pemuda ini melayang ke arah dagu lawan. !
Akan tetapi, ternyata bahwa pemimpin pasukan itu pandai pula bersilat. Dengan
cepat ia dapat mengelak ke samping, akan tetapi terpaksa ia harus melepaskan
senapannya yang oleh Kertapati lalu dirampas dan dipegang larasnya. Pada saat
itu, pemegang senapan tang tadi tertimpa tubuh kawannya yang dilemparkan
sehingga ia jatuh tunggang langgang di atas papan geladak, telah berdiri lagi.
Secepat kilat senapan di tangan Kertapati diayun dan " brak ", senapan lawannya
itu kena dihantam oleh gagang senapan Kertapati sehingga pecah berantakan !
Kertapati tertawa dan melemparkan senapan rampasannya tadi ke laut !
Kini kedua orang pemimpin pasukan itu telah berdiri dan mencabut klewang mereka
! Dengan muka beringas dan kumis berdiri saking marahnya, mereka lalu melangkah
maju dengan tangan kanan yang memegang klewang diangkat tinggi-tinggi sedangkan
tangan kiri dikepal dan dirapatkan di atas pinggang. Inilah sikap atau kuda-kuda
seorang ahli pencak yang pandai !
Kertapati yang bertangan kosong menanti dengan tenang, tubuhnya berdiri dengan
kaki kiri di depan kaki kanan di belakang, agak membungkuk dan sepasang matanya
dengan tajam menatap dua orang lawannya. Seluruh urat-urat dalam tubuhnya
menegang, siap menghadapi serbuan lawan-lawan itu !
Pemimpin pasukan yang berkumis tebal tiba-tiba berseru keras an klewang di
tangannya diayun an dibacokkan ke arah kepala Kertapati dengan kecepatan luar
biasa sehingga bacokan itu mengeluarkan suara bersiutan ! Kertapati tidak
tergesa-gesa mengelak. Dengan tubuh tak bergerak dan mata waspada ia menanti
datangnya klewang yang menyambar kepalanya dan setelah klewang it hampir
mengenai kepala, barulah ia mengelak dengan sedikit gerakan saja.
Ia miringkan tubuh dengan tiba-tiba dan mengerakkan kepalanya, maka senjata
lawan itu menyambar di samping kepalanya mengenai angin. Pada detik berikutnya,
tangan kiri Kertapati yang dibuka dan dimiringkan telaha menyambar ke arah siku
lengan lawan yang memagang klewang !
Akan tetapi ternyata si kumis tebal itu benar-benar pandai silat karena ketika
membacok tadi, tangan kirinya sudah siap sedia melindungi tangan kanan maka
begitu melihat tangan kiri Kertapati menyambar siku kanannya, ia telah dapat
menangkis dengan tangan kiri melalui bawah siku itu ! " Duk ...... ! " ketika dua
lengan beradu dengan keras, si kumis tebal berseru kesakitan dan tubuhnya
terdorong oleh tenaga pukulan Kertapati sehingga terhuyung-huyung ke belakang !
Ia menjadi terkejut sekali karena merasa betapa lengannya seakan-akan beradu
dengan kayu asam yang keras sehingga lengan kirinya terasa sakit sekali. Gerakan
mengelak dari pemuda itu tadi membuat ia mklum bahwa lawannya adalah seorang
ahli silat yang tinggi ilmunya, karena menurut gurunya dulu, makin tinggi ilmu
silat seseorang makin tenang dan cepat gerakannya dan hanya mengelak apabila
serangan lawan telah datang dekat untuk kemudian dibarengi dengan pukulan
balasan yang tiba-tiba dan mematikan !
Kalau saja tadi ia tak berlaku cepat dengan tangkisannya, tentu siku kanannya
telah terpukul dan kalau sikunya tidak terlepas sambungannya, sedikitnya
klewangnya tentu akan terlepas dari pegangan !
Sementara itu, orang kedua yang bermuka bopeng bekas dimakan penyakit cacar,
ketika melihat gagalnya serangan kawannya, lalu menerjang maju dan kali ini
menyerang dengan menusukkan klewangnya yang tajam dan runcing itu ke arah
lambung Kertapati ! Maksudnya hendak menyate tubuh pemuda itu dengan sekali
tusukan. Kembali Kertapati memperlihatkan kesigapannya. Ia melihat berkelebatan
ujung klewang mengarah lambungnya, maka dengan gerakan kakinya, hanya tubuh
atasnya saja yang mendoyong ke kanan sehingga klewang lawan menusuk pinggangnya
sebelah kiri. Saat itu, si kumis tebal telah melompat pula dan menggunakan
kesempatan itu untuk membacok pula dengan klewangnya pada leher Kertapati yang
tubuhnya masih miring ! Agaknya ia ingin memengal leher pemuda itu bagaikan
memenggal leher ayam saja.
Namun Kertapati tidak menjadi gugup. Oleh karena ketika mengelak diri ke kanan
tadi, ia tidak merobah kedudukan kakinya yang masih berada dalam pasangan kuda-
kuda cawang, yaitu kedua kaki terpentang ke kanan kiri dengan betis tegak lurus,
maka ketika klewang si kumis tebal membacok lehernya, ia dapat menggerakkan
kembali tubuhnya kepada kedudukan semula sebelum dibuang ke kanan dan secepat
kilat tangan kirinya yang tadi diangkat ke atas mengelak dari tusukan klewang si
muka bopeng, kini diturunkan dan dengan gerakan yang luar biasa dan berani
sekali ia mengempit klewang si bopeng di bawah ketiaknya ! Si muka bopeng
melihat betapa lawan muda itu berani mengempit klewang yang tajam dan runcing,
cepat membetot senjatanya.
Akan tetapi, kalau tadi ia telah merasa girang dan hendak membuat kulit iga an
lengan yang menegmpit klewangnya menjadi robek dengan betotan klwangnya yang
tajam, kini ia merasa terheran-heran sekali karena klewangnya itu seakan-akan
tercapit oleh catut besi yang kuat. Jangankan dengan satu tangan, bahkan ketika
ia membetot dengan kedua tangannyapun, klewangnya ama sekali tak bergerak !
Kertapati tertawa bergelak dan kaki kirinya menyabar ke arah dua tangan si muka
bopeng yang terpaksa melepaskan kedua tangannya dan melompat mundur ! Si kumis
tebal yang tadi tak berhasil membacok leher, ketika melihat betapa klewang
lawannya telah dapat dirampas, segera menyerang lagi dengan mambabi-buta.
Klewangnya diobat-abitkan bagaikan kitiran angin cepatnya, menyerang bagian atas
dan bawah tubuh Kertapati denagn tubuh jongkok berdiri. Dengan gerakan ini ia
hendak membuat lawanya tiada berkesempatan mengelak lagi. Akan tetapi kini
Kertapati telah mengambil klewang yang tadi dikempitnya.
Ia menanti sampai berkelebat klewang si kumis tebal mendekati tubuhnya, kemudian
ia menggerakkan klewang rampasan tadi sambil berseru keras,
" Lepas senjata !! " Dua batang senjata tajam bertemu. " Traang ! " dan
meluncurkan klewang dari tangan si kumis tebal bagaikan anak panah terlepas dari
busurnya. Kebetulan sekali klewang itu meluncur ke arah Tumenggung Basirudin yang berdiri
denagn penuh kegelisahan di depan pintu kamar perahu itu. Agaknya klewang yang
terbang itu sebentar lagi akan menancap di dadanay tanpa dapat dicegah pula.
Akan tetapi, tiba-tiba Kertapati yang melihat hal ini segera melontarkan klewang
di tangannya yang secepat kilat menyambar menyusul klewang si kumis tebal tadi
dan sebelum klewang itu mengenai tubuh Tumenggung Basirudin, telah tersusul dan
terpukul kesamping oleh klewang yang dilontarkan oleh Kertapati ! Tumenggung
Basirudin menjadi pucat sekali dan segera menyerukan kepada semua ponggawanya
yang telah terdesak hebat,
" Berhenti ...... ! Tahan semua senjata ...... ! Kami menyerah !! "
Mendengar seruan ini, Kertapati juga berseru kepada anak buahnya. " Tahan
serbuan ! " Akan tetapi , kedua orang pemimpin ponggawa yang telah kena dirampas klewangnya
itu, ternyata masih merasa penasaran. Mereka adalh ahli-ahli pencak silat yang
terkenal di Semarang dan mereka bertubuh tinggi besar dan bertenaga kerbau, masa
mereka harus menyerah terhadap seorang pemuda yang tak berapa besar tubuhnya dan
nampak lemah lembut ini "
Di semarang nama Kertapati telah amat terkenal pula dan tadinya kedua orang
inipun merasa gentar mendengar nama itu, akan tetapi kini setelah melihat
orangnya, mereka merasa penasaran kalau sampai dikalahkan. Maka mereka lalu
mempergunakan kesempatan pada waktu Kertapati sedang menengok ke arah anak
buahnya untuk memberi perintah itu, dengan cepat keduanya lalu menubruk maju dan
sepasang lengan mereka yang berurat bagaikan tambang dan panjang serta besar itu
mmeluk tubuh Kertapati ! Si kumis tebal dari kiri memeluk leher dan dada,
sedangkan si muka bopeng dari kanan memeluk pinggang Kertapati.
Jepitan dua pasang lengan ini kuat sekali, melebihi kuatnya belenggu besi,
karena keduanya telah menggunakan pitingan yang mereka sebut " talipati " yakni
yang maksudnya bahwa siapa yang telah terjepit kedua lengan ini pasti takkan
terlepas lagi ! Kami telah dapat menangkapnya ! " si kumis tebal berseru girang.
" Nah, berontaklah kau kalau mampu ! " teriak si muka bopeng denagn sombong.
Sisa para pengawal menjadi girang melihat hal ini, sebaliknya siantara para anak
buah bajak ada yang memanang dengan kuatir. Mereka ini belum mengenal betul
pemimpin mereka, akan tetapi sebagain besar anggota bajak hanya memandang sambil
tersenyum dan menggunakan tangan untuk mencegah mereka yang agaknya henak
membantu Kertapati. Mereka memandang seakan-akan sedang menyaksikan pertandingan
gumul yang menarik ! Nampaknya Kertapati memang tak berdaya, Pemuda ini meronta ke kanan kiri mencoba
untuk meloloskan diri, akan tetapi ia hanya merupakan seekor lalat kecil yang
coba meloloskan diri dari sarang laba-laba yang menangkapnya ! Terdengar suara
gelak tertawa dari beberapa orang ponggawa yang melihat hal ini. Tak seorangpun
menyangka, juga kedua orang kepala ponggawa yang memiting Kertapati itu, bahwa
gerakan Kertapati tadi hanyalah untuk mengacaukan pengeraghan tenaga kedua
lawannya saja. Dengan meronta-ronta itu tenaga lawannya terbagi dan kacau balau
tak dapat di dipusatkan, kemudian terdengar pemuda itu menarik nyaring sekali
dan ia bergerak ambil mengerahkan Aji Belut Putih. Aji Belut Putih inilah yang
membuat Dursasana tokoh pewayangan dari para senopati Kurawa, terkenal sekali
karena kelincahannya. Kedua orang pemimpin ponggawa yang menangkap tubuh kertapati itu tiba-tiba
merasa betapa tubuh pemuda itu menjadi licin bagaikan belut an sebelum mereka
tahu bagaimana pemuda itu bergerak, orang yang mereka piting itu telah merosot
ke bawah dan terlepas dari pegangan dan kempitan mereka ! Kertapati taidak mau
berhenti sampai di situ saja, kedua tangannya bergerak dan " plal ! plak ! "
telapak kedua tangannya telah menampar muka kedua orang itu sehingga membuat
mereka merasa pedas mkanya dan mata mereka menjadi gelap yang membuat mereka
terpaksa menutup kedua mata ! Mereka lalu mengulur tangan ke depan dan menangkap
sekenanya sehingga tanpa disadari mereka saling terkam dan saling piting !
" Aduh, aduh ! kau mencekik leherku ! " teriak si muka bopeng sambil terengah-
engah dan sepuluh kuku jarinya mencengkeram ke depan.
" Aduh ...... ! Kumisku ...... ! jangan tarik-tarik kumisku ...... ! Teriak si kumis tebal
karena si muka bopeng dalam kebingunannya dicekik lehernya itu telah
mencengkeram ke depan dan membetot apa saja yang kena ditangkapnya !
Terdengar gelak tertawa dan kali ini yang tertawa adalah kawan-kawan Kertapati.
Sebelum kedua orang kepala ponggawa itu insaf bahwa mereka telah saling jambak,
tiba-tiba tangan Kertapati memegang dan mencengkeram rambut kepala yang
berdekatan dan kedua kepala itu lalu dibenturkan satu kepala yang lain dengan
kerasnya ! Biarpun hidung merupakan anggota muka yang lunak, akan tetapi kalau saling
dibenturkan dengan kuat-kuat, akan terasa sekali sakitnya. Apalagi kalau yang
membenturkannya Kertapati, maka setelah terdengar suara " blek ! " yang bagi
telinga kedua orang itu terdengar bagaikan letusan gunung Merapi, kedua orang
itu setelah dilepas lalu roboh pingsan dengan hidung mengeluarkan darah !
Kini semua sisa ponggawa baru melihat dengan mata kepala sendiri kehebatan
Kertapati, maka mereka berdiri dengan kaki mengigil, sedangkan Tumenggung
Basirudin lalu berlari masuk ke dalam bilik perahu itu !
" Rampas semua senjata. Jangan menggangu mereka yang tak menyerang ! "
Dia sendiri dengan sigapnya lalu melompat ke dalam bilik, menyusul Tumenggung
tadi. Di dalam kamar itu nampak Tumenggung Basirudin, isterinya, dan anaknya,
yakni seorang gadis cantik yang ebrdiri denagn tegak dan membelalak kedua
matanya tanpa memperlihatkan rsa takut sama sekali.
Inilah Dyah Winarti puteri Tumenggung Basirudin. Ia telah mendengar ribut-ribut
tadi dan mendengar pula bahwa bajak laut Kertapati datang menyerbu, maka gadis


Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang tabah ini menghibur ibunya yang menangis ketakutan.
Kini, melihat datangnya seorang pemuda baju hitam, gadis ini dengan heran
berseru, " Ah, dia ini yang mendapat tusuk konde Roro Santi dulu ! "
" Sst, dialah Kertapati ...... " bisik ayahnya yang berdiri menghadang di depan
isterinya untuk melindungi mereka. Kemudian berkata kepada pemuda itu.
" Kertapati, kau boleh ambil semua barang-barang kami, akan tetapi janganlah kau
mengganggu anak isterilu ! "
" Siapa yang hendak mengganggu " " kata Kertapati sambil tersenyum mengejek,
akan tetapi tiba-tiba ia mendapatkan sebuah akal yang amat baik yang timbul dari
seruan gadis itu. Gadis ini telah kenal kepada Roro Santi, dan selain itu, iapun
memerlukan seorang yang dapat membawanya masuk ke Jepara pada saat penyerbuan
kota itu. Maka ia lalu berkata, " Tumenggung Basirudin, aku tidak mau mengganggu
anakmu, akan tetapi aku hendak meminjam sebentar. "
Apa maksudmu " "
Kertapati tertawa. Tentu saja ia tidak dapat memberitahu apa maksudnya dengan
gadis itu. " Tumenggung Basirudin, kami datang untuk mengambil barang-barang berharga di
perahu ini, dan anakmu akan kami jadikan tawanan agar kami dapat pergi dengan
aman. Jangan kuatir, aku yang tanggung bahwa puterimu takkan terganggu oleh
siapapun juga ! " " Keparat, jangan ganggu anakku ! " Tumenggung Basirudin berseru dan melangkah
maju hendak menerjang. Akan tetapi sebuah dorongan tangan Kertapati membuat
Tumenggung yang lemah itu jatuh tersungkur ! Kemudian Kertapati hendak menendang
tubuh itu, akan tetapi terdengar teriakan Winarti, " Jangan pukul ! Aku akan
ikut padamu ! " Kertapati tersenyum lega ketika Tumenggung Basirudin hendak mencegah anaknya,
Winarti berkata. " Rama, Kertapati bukanlah bajak laut sembarangan yang mau mengganggu wanita.
Aku percaya kepadanya ! "
Demikianlah setelah perahu iti dirampok habis, para bajak laut lalu turun dan
kembali ke dalam perahu. Mereka tak perlu takut untuk diserang dari atas perahu
besar, oleh karena kini mereka mempunyai seorang tawanan yang menjadi tanggungan
atau penjaga keamanan ! Perahu-perahu kcil cat hitam itu lalu meluncur cepat,
menghilang di dalam kegelapan malam mulai mendatang, membawa semua barang
berharga dan juga Winarti yang duduk di dekat Kertapati tanpa takut-takut,
bahkan menggunaka matanya untuk memandang kepada bajak laut muda itu dengan
penuh kekaguman ! " Siapakah namamu, manis " " tanya Kertapati kepada gadis itu tanpa memandang
wajahnya. " Diah Winarti, " jawab gadis itu singkat.
" Tadi kau menyebut nama Roro Santi, kenalkah kau kepada gadis itu " " Kini mata
Kertapati menatapnya dengan tajam, dan heranlah pemuda itu melihat betapa sinar
mata gadis itu memandangnya dengan halus dan mesra !
" Tentu saja kukenal dia, akan tetapi kalau boleh kunasihatkan, tiada gunanya
kau memikirkan dia ! "
" Apa maksudmu " " Kertapati bertanya sambil mengerutkan kening.
Maksudku ...... sia-sia saja kau jatuh cinta kepadanya dan ...... "
" Hai mengapa kau berani berkata selancang itu " " Kertapati membentaknya. "
Siapa bilang bahwa aku ...... mencinta ....... "
Winarti tersenyum memperlihatkan sebaris gigi yang kecil dan putih bersih. "
Kaukira aku tidak melihatmu ketika kau hendak mengembalikan tusuk konde dulu itu
" Aku duduk di dekat Roro Santi ! Kau cinta kepadanya, hal ini mudah diterka,
akan tetapi apakah kehendakmu itu akan tercapai, inlah soal yang sukar sekali !
Pertama, Roro Santi adalah puteri Adipati Wiguna yang berpangkat tinggi, kedua
gadis itu sekarang telah dipertunangkan denagn seorang Letnan Kompeni, ketiga,
kau adalah seorang bajak laut yang dibenci. Maka kunasehatkan kau tadi bahwa
tiada gunanya kau memikirkan dia ! "
Ucapan ini benar-benar menikam ulu hati Kertapati, sungguhpun ia merasa heran
mengapa ia merasa hatinay sakit mendengar ucapan seperti itu. Winarti adalah
seorang gadis yang berpemandangan tajam dan berperasaan halus, maka melihat
kerut di kening Kertapati serta kemuraman yang menyelimuti sinar matanya, ia
lalu berkata sengan suara menghibur,
" Seorang tampan dan gagah seperti aku, msih muda pula, tak perlu merasa putus
asa dan patah hati. Di dunia masih banyak puteri-puteri bangsawan yang cantik
Pendekar Guntur 15 Pendekar Gelandangan - Pedang Tuan Muda Ketiga Karya Khu Lung Dewa Tangan Api 2
^