Bajak Laut Kertapati 2
Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo Bagian 2
jelita ! " Kertapati mau-tak-mau tersenyum juga mendengar ucapan ini. Alangkah tabahnya
gadis ini. Sebagai seorang tawanan yang ebrada di tangan bajak-bajak laut,
baukannya merasa takut, bahkan kini menjadi penasihat dan pengiburnya dalam hal
asmara. Keberanian gadis itu membuat Kertapati menjadi agak gembira, maka sengaja ia
melayani percakapan itu dan berkata,
" Bukankah tadi aku bilang bahwa aku adalah seorang bajak laut yang dibenci "
Puteri bagsawan mana yang sudi kepadaku " "
Kini jawaban Winarti yang disertai pandang mata lembut dan penuh perasaan,
benar-benar membuat Kertapati terkejut. Gadis itu berkata. " Banyak terdapat
puteri-puteri bangsawan cantik jelita yang lebih menyinta seorang bajak laut
yang muda, rupawan an gagah perkasa, daripada seorang teruna bagsawan atau
pangeran yang bertubuh lemah, berpenyakitan, dan biasanay hanya mengumpulkan
selir, sebanyaknya aja ! Aku sendiri ...... akupun tidak suka dan benci sekali melihat pemuda bangsawan macam
itu ! Dan ...... bajak laut hanyalah merupakan nama saja, merupakan sebutan seperti halnay
pakaian yang dipakai. Kalau pakaian itu ditinggalkan dibuang jauh-jauh di laut
dan kemudian diganti dengan pakaian lain yang bersih, siapa yang akan tahu kalau
Kertapati adalah bekas seorang bajak laut yang ditakuti " Dan aku ...... kiranya aku
akan dapat menolongmu dalam hal ini , yakni ..... kalau kau kehendaki ...... "
Tiba-tiba Kertapati tertawa bergelak. " Minggirkan perahu ! " katanya kepada
anak buahnya yang mendayung perahunya. Para anak buahnya merasa heran mendengar
perintah ini karena mereka msih jauh dari perkampungan yang makam hari ini akan
dijadikan tempat persembunyian. Tapi mereka merasa girang melihat betapa
Kertapati yang biasanya " alim " terhadap wanita itu, kini bahkan dengan tangan
sendiri menculik seorang gadis. Dan melihat kecantikan puteri ini, diam-diam
mereka mengharapkan agak kali ini Kertapati benar-benar akan memilih jodohnya !
Maka, bukan main kecewa dan keheranan mereka ketika melihat bahwa setelah perahu
menempel di tepi pantai, Kertapati lalu menarik tanagn gadis itu turun dari
perahu dan berkata, " Nah, sampai di sini saja. Winarti ! Dan tetang nasihatmu
tadi ...... akan kupikir-pikirkan baik-baik. Terima kasih ! " Sambil tertawa Kertapati
lalu melompat ke atas perahunya lagi dan menyuruh anak buahnya mendayung pergi.
" Kertapati ! Jangan tinggalkan aku seorang diri di sini ...... aku takut ! "
Winarti berteriak-teriak sambil memandang ke sekelilingnay yang sunyi dan gelap,
" Ha, ha, ha, ! Kau tidak takut kepada bajak laut Kertapati, masa sekarang kau
takut kepada malam gelap " Ha, ha, ha ! " Terdengar suara ketawa Kertapati dan
kawannya makin menjauh dan melenyap berbareng dengan lenyapnya bayangan perahu
mereka. Winarti menjadi binggung. Kembali ia memandang ke sekelilingnya yang gelap.
Sinar bulan yang suram muram mebuat pohon-pohon besar nampak bagaikan raksasa
hitam tinggi besar dan angin laut yang tertiup membuat raksasa-raksasa itu
bergerak-gerak seakan-akan handak menerkamnya. Winarti berlutut di atas pasir
pantai dan menutupi kedua matanya dengan tangan, lalu menangis !
" Dengar, kawan-kawan. Kalian harap lekas membawa barang-barang ini ke tempat
kawan-kawan kita yang lain. Adakah persiapan untuk penyerbuan kota jepara yang
akan kulalukakn pada besok malam ! Kerahkan semua kawan-kawan, bahkan tambahan
balabantuan dari kampung-kampung yang ebrdekatan. Kita harus memberi pukulan
keras dan mendatangkan hasil yang besar kali ini agar cepat dapat kita kirimkan
ke Mataram ! Kalian boleh berkumpul di gerbang berat, menanti tiada yang akan
kuberi dengan panah api. "
" Kau sendiri bagaiamana akan dapat masuk ke Jepara " Wajahmu telah dikenal dan
setelah perahu Tumenggung Basirudin itu tiba di Jepara, tentu penjagaan akan
diperkuat ! " kata seorang kawannya.
" Mudah saja, aku sudah mempunyai " kunci masuk " yang merupakan seorang gadis
cantik. " Kawan-kawannya memandang heran, akan tetapi kemudian mereka dapat menduga, maka
terdengar suara ketawa disana-sini. Kertapati lalu mengatur siasat penyerbuan
itu dan memberi pesan kepada semua kawannya bagaimana harus menyerbu Jepara pada
besok malam. Kemudian ia berkata.
" Jangan lupa, kawan-kawan, karena mungkin aku tidak akan mempunyai kesempatan
untuk mengulang pesanan ini. Kelima ahli panah kita, Harjo, Wiro Mangun, Dibyo
dan Kartiko, harus menyerang rumah penginapan Dolleman untuk menarik pertahanan
kota di tempat itu. Serang sambil berpencar, tipu mereka dengan panah-panah
kembar, dan jangan lupa bawa karung-karung pasir untuk tempat berlindung mereka.
" Setelah memberi pesan dengan teliti sekali, ia lalu berpaling kepaad seorang
anggota bajak yang sudah agak tua, bertanya, " Dirun, kau bawa perabot-perabotmu
" " " Ada, ada dalam saku bajuku, " jawab orang itu.
" Nah, maro kaurobah mukaku, jangan terlalu muda, juag jangan terlalu tua, cukup
saja untuk menarik kepercayaan seorang gadis tanpa menimbulkan jijik. Ia duduk
di atas pasir dan Dirun mulai " merobah " muka kepala bajak muda itu dengan
jari-jari yang amat cekatan. Pekerjaan ini dilakukan hanya dibawah penerangan
beberapa batang obor yang mereka nyalakan.
Winarti masih duduk ditepi laut seorang diri, kadang-kadang menangis, kadang-
kadang mengibur diri sambil menarik napas panjang. Tak lama lagi, hari akan
terang kembali dan aku bisa mencari jalan pulang atau minta tolong kepada orang
kampung yang kujumpai di jalan, demikian ia menghibur diri sendiri dan menekan
rasa takutnya. Akan tetapi kalau ia teringat kepada Kertapati, tak terasa air
matanya mengalir turun kembali. Ia merasa amat kecewa, karena pemuda yang luar
biasa, tampan dan gagah perkasa itu agaknya sama sekali tidak tertarik
kepadanya. Yang menyakitkan perasaannya ialah bahwa pemuda itu tidak menaruh
kasian kepadanya ! Alangkah kejamnya, meninggalkan aku seorang diri di tempat seperti ini.
Ah, dia tidak berjantung, tidak berperasaan, tak kenal perikemanusiaan ! Winarti
mengomel panjang-pendek di dalam hatinya dan mencoba untuk menanam rasa benci di
dalam hatinya. Akan tetapi, diam-diam ia harus akui bahwa tak mungkin baginya
untuk membenci pemuda itu. Ia kagumi kegagahannya, dan wajah itu ..... terutama
matanya yang tajam tak mau hilang saja dari bayang-bayang lamunannya !
Ah, pikirnya sambil mengigit bibir, kalau dia berganti pakaian, berganti nama,
dan menjadi ...... mantu ayahku, siapa yang akan menyangka bahwa ayahku, siapa yang
akan meyangka bahwa dia adalah bajak laut Kertapati " Alangkah bahagianya
bersuamikan seorang gagah perkasa ..... ah, akan tetapi ia sombong, sombong dan
kejam ! Aku benci padanya ..... benci ! Ia menangis lagi.
Tengah malam telah lewat dan keadaan makin sunyi membuat hati Winarti makin
gelisah dan takut. Sebetulnya bukan tak ada orang sama sekali di sekitar tempat
itu, karena semenjak tadi, di luar tahunya Winarti, ada sepasang mata yang tajam
dan bersembunyi di balik bulu mata yang sudah keputih-putihan dan pelupuk mata
yang agak sipit dan berkeriput.
Ini adalah mata seorang laki-laki setengah tua yang berpakaian sebagai seorang
petani, baju biru panjang penuh tambalan, celana panjang samapi bawah lutut, jga
penuh tambalan, rambutnya yang telah banyak uban itu tertutup oleh sehelai ikat
hitam dan sarungnya diselempangkan pada pundak kirinya.
Kakek ini berdehem perlahan dan muncul dari tempat persembunyiannya. Winarti
yang sedang menangis terkejut sekali hingga serentak ia bangun berdiri. Akan
tetapi, ketika ia melihat seorang setengah tua berdiri tak jauh dari situ, ia
menjadi setengah tua berdiri bertindak menghampiri ia berkata.
" Pak tua ..... kau tolonglah aku ..... "
Kakek itu melihat di bawah sinar bulan yang suram betapa seorang gadis cantik
berlari kepadanya, maka ia segera membelalakkan matanya dan nampak terkejut
sekali. " Ya Jagat Dewa Patara ..... ! " ia memuji. " Bagaimana di tempat seperti ini
muncul seorang kuntilanak " Hai iblis ! Pergilah dan jangan ganggu Pak Sumpil !
Aku sudah tua dan takkan tertarik oleh kecantikanmu ! " Sambil berkata demikian,
kakek itu mengangkat kedua tangannya seakan-akan ia berdoa !
Sungguhpun ia tadi baru saja menangis, akan tetapi melihat kelakuan kakek itu,
Winarti tertawa terkekeh-kekeh sehingga kakek itu makin ketakutan dan mundur dua
langkah. " Pak tua ...... atau Pak Sumpil kalau memang itu namamu. Aku bukan kuntilanak !
Lihatlah, apakah punggungku bolong " " Sambil berkata demikian, Winarti lalu
memutar tubuhnya memperlihatkan punggungnya yang halus, bersih dan sama sekali
tidak bolong. " Bukan kuntilanak ...... " Maaf ...... kalau begitu, siapakah den ajeng ini "
Mengapa seorang wanita muda seperti den ajeng berada di tempat ini pada saat
seperti ini " " Kakek itu menghampiri dengan membungkuk-nungkuk memberi hormat.
" Saya adalah puteri Tumenggung Basirudin di Jepara. Siapakah kau , pak " Apakah
namamu Pak Sumpil" "
Kakek itu nampak tertegun mendengar bahwa puteri ini adalah anak seorang
tumenggung, maka ia segera memberi hormat dan berkata. " Memang benar nama hamba
Pak Sumpil, karena selain menjadi petani, hamba suka mencari dan mengumpulkan
sumpil ( keong kecil ), maka hamba disebut Pak Sumpil. Mengapa den ajeng berada
di tempat ini seorang diri " "
Dengan girang karena telah bertemu dengan seorang dusun, Winarti lalu
menceritakan bahwa ia telah diculik oleh bajak laut Kertapati dan diturunkan di
situ. " Maka, harap kau suka tolong aku, Pak Sumpil. Antarkan aku ke Jepara, ayah
tentu akan memberi hadiah besar kepadamu ! "
Pak Sumpil segera menyanggupi dan berkata, " Karena malam gelap. Lebih baik kita
berangkat besok pagi-pagi, den ajeng, lebih baik kita berangkat besok pagi-pagi,
den ajeng. Kalau den ajeng suka, dan den ajeng boleh mengaso atau tidur, hamba
yang menjaga. " Akan tetapi Winarti tak dapat tidur, dan setelah Pak Sumpil membuat api unggun
untuk mengusir dingin dan nyamuk , ia malah mengajak kakek itu bercakap-cakap.
" Telah lama hamba dan sekalian saudara-saudara di kampung mendengar nama bajak
laut Kertapati. Bahkan belakangan ini orang-orang mengabarkan bahwa bajak laut
itu hendak menikah dengan seorang puteri Jepara yang ebrnama Roro Santi !
Betulkah berita ini, den ajeng " "
" Bohong ! Bagaimana seorang bajak laut yang jahat bisa menikah denagn seorang
puteri Adipati " Menggelikan ! Andaikata Roro Santi sendiri setuju, tak mungkin
ayahnya memberi ijin. Pula, Adipati Wiguna telah memberikan puterinay itu kepada
letnan Kompeni, mereka sudah bertunangan ! "
Kakek itu nampak kaget. "Apa ?" Menikahkan puterinya dengan seorang Kompeni "
Aneh benar !! Belum pernah hamba mendengar berita seaneh ini selama hamba
hidup." " Ini kehendak Adipati Wiguna, siapa bisa menghalanginya " "
" Apakah den ajeng Roro Santi juga sudah setuju dinikahkan dengan seorang
Belanda yang bermata biru dan berambut kuning " "
Winarti menggeleng kepalanya. " Jangankan kepada seorang letnan Kompeni, bahkan
pada tunangannya yang dulupun, Roro Santi tidak pernah merasa suka.
Padahal tunangannya yang dulu, Raden Suseno, adalah seorang pemuda yang cukup
tampan dan gagah ! "
" Seorang gadis yang keras hati dan tak mudah jatuh cinta ...... " kakek itu berkata
perlahan, " diwaktu hamba masih muda dulu, pernah hamba bertemu dengan seorang
gadis seperti itu. "
" Benarkah, Pak Sumpil " Tentu pengalamanmu banyak sekali tentang watak-watak
wanita, bukan " Kau agaknya bukan seorang alim di waktu mudamu, pak ! "
Kakek itu tertawa bergelak. " Ah, hamba hanyalah seorang dusun, dan wanita-
wanita yang hamba kenalpun hanya perempuan-perempuan tani dan nelayan. "
" Menurut pendapatku, pak, seorang gadus seperti Roro Santi itu kalau sudah
menjatuhkan hatinya kepada seseorang, akan dibelanya sapai mati ! "
Setelah mendengar ucapan Winarti yang terakhir ini, kakek itu nampak tak ingin
banyak bicara lagi dan Winarti yang kini tidak merasa takut lagi lalu
menyandarkan tubuhnya pada batang pohon dan tertidur.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Winarti diantar oleh Pak Sumpil menuju
ke Jepara. Akan tetapi, oleh karena perjalanan melalui hutan dan jalan yang amat
sukar, sedangkan sebagai puteri bangsawan Winarti tak biasa berjalan jauh, maka
perjalanan itu makan waktu sampai sehari ! Gadis itu sama sekali tidka tahu
bahwa kalau sekiranya mereka mengambil jalan langsung dan tidak berputar-putar
dulu, tak sampai setengah hari mereka akan sampai di Jepara.
Menjelang senja mereka memasuki gerbang pintu Jepara dan para penjaga ketika
melihat Winarti diantar pulang oleh seorang petani itu, menjadi girang sekali.
Segera mereka memberitahukan hal ini kepada Tumenggung Basirudin yang segera
datang menjemput puterinya Winarti bertangis-tangisan dengan ayah-ibunya dan
ketika kedua orang tuanya itu mendengar bahwa puteri mereka selamat dan tidak
terganggu oleh bajak laut kertapati, mereka merasa bersukur sekali.
Winarti menuturkan jasa Pak Sumpit yang mengantarkan sampai ke kota Jepara, maka
dengan berterima kasih sekali Tumenggung Basirudin lalu memberi hadiah uang dan
pakaian. Pak Sumpit mengucapkan banyak terima kasih, kemudian ia diperkenankan untuk
bermalam di situ, mendapat tempat di bagian para nelayan. Akan tetapi Pak Sumpit
menyembah dan mengajukan permohonan.
" Gusti Tumenggung, banyak terima kasih hamba haturkan atas segala kurnia paduka
kepada hamba yang sesungguhnya tidak melakukan sesuatu yang patut diberi jasa.
Hamba adalah seorang dusun yang baru pertama kali semenjak puluhan tahun yang
lalu melihat kota Jepara yang demikian indah. Oleh karena itu, karena besok
pagi-pagi hamba harus kembali ke pondok hamba karena kuatir kalau-kalau anak
cucu hamba mencari-cari, apabila diperkenankan, malam hari ini hamba tak hendak
tidur. Hamba ingin menikmati keindahan kota Jepara dan berjalan-jalan di kota. "
Semua orang tertawa mendengar ini. " Tentu saja boleh, Pak Sumpil. Bahkan pintu
samping akan kusuruh buka saja sehingga sewaktu-waktu kau datang, kau dapat
terus masuk ke belakang, " jawab Tumenggung Basirudin ramah.
Pak Sumpil lalu minta diri dan keluar dari gedung tumenggung.
Dengan langkah perlahan dan memandang ke kanan kiri dengan penuh kekaguman,
berjalan-jalan seorang diri di kota Jepara.
Seorang penunggang kuda lewat cepat di dekatnya. Pak Sumpil menengok memberi
isarat dengan tangan kirinya. Penunggang kuda itu lewat terus seakan-akan tidka
melihatnya, akan tetapi tak lama kemudian ia datang kembali dan melemparkan
segulung kertas yang jatuh dekat kaki Pak Sumpil. Kakek ini berhenti berjalan,
mengeluarkan slepai tembakaunya. Ketika ia menyalakan sebatang rokok klobot,
tiba-tiba slepainya terlepas dari tangan. Ia mengambilnya dan kertas gulungan
itupun terbawa oleh jarinya. Lalu ia melanjutkan perjalanannya sambil tunduk
membaca tulisan di kertas gulungan itu, yang hanya sebaris.
Kawan-kawan siap, gerbang selatan lemah. Kita serbu di sana.
" Bagus, Jiman ! " Kertapati tersenyum, karena kakek atau Pak Sumpil itu
sebenarnya memang Kertapati sendiri yang menyamar dan mempergunakan Winarti
sebagai " perisai " atau " kunci masuk " sehingga ia dapat memasuki Jepara tanpa
banyak menimbulkan kecurigaan.
Jiman sendiri tadi tidak mengenalnya, demikian sempurna samaran yang dilakukan
oleh Kertapati itu, akan tetapi ketika melihat tanda isarat yang diberikan oleh
Kertapati, barulah Jiman mengenalnya. Pembantu ini memang semenjak tadi telah
merasa gelisah karena tidak melihat Kertapati yang menurut kata kawan-kawan
berada di dalam kota. Setelah membaca surat itu yang lalu disobek-sobek dan dimasukkan ke saku bajunya
untuk disebar di sepanjang jalan sedikit demi sedikit. Kertapati lalu
melanjutkan perjalanannya dengan langkah perlahan dan lemah menuju ke selatan.
Memang benar sebagaimana laporan Jiman, yang menjaga di gerbang ini hanya tiga
orang penjaga. Pada saat Kertapati tiba di situ, Jiman telah mendahuluinya dan kini pembantunya
itu nampak sedang bercakap-cakap dengan mereka. Jiman adalah seorang pembantu
Letnan Dolleman yang banyak dikenal oleh para penjaga.
" He, pak tua ! " Jiman menegur ketika Kertapati berjalan dekat pintu gerbang. "
Kau hendak pergi ke mana " "
Sambil terbatuk-batuk seperti seorang kakek yang menderita penyakit mengguk,
Kertapati berjalan terseok-seok menghampiri mereka, kemudian berkata.
" Aku ........ adalah Pak Sumpil yang tadi mengantarkan pulang puteri Gusti
Tumenggung. Waah, aku mendapat hadiah banyak sekali, coba lihat hadiah ini,
alagkah indahnya ...... " sambil berkata demikian ia mengeluarkan sesuatu dari
sakunya dan menggenggam dengan kedua tangan.
Tiga orang penjaga menjadi tertarik hatinya dan karena hadiah yang dikeluarkan
dari saku itu agaknya kecil sekali sehingga tidak nampak dari tempat mereka,
mereka bertiga lalu melangkah maju untuk melihat benda di dalam kedua tangan
kakek itu. Akan tetapi, alagkah kaget mereka ketika melihat bahwa kedua tanagn itu kosong
tak terisi apa-apa ! Selagi mereka hendak menegur, secepat kilat kedua lengan
Pak Sumpil bergerak dan tahu-tahu leher dua orang penjaga telah dijepit dengan
lengannya sedemikian kerasnya sehingga tak dapat mengeluarkan teriakan sama
Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekali. Pada saat itu juga, Jiman telah memukul kepala penjaga ketiga dengan gagang
kerisnya sehingga penjaga itu roboh pingsan. Setelah membuat ketiga orang
penjaga itu tak berdaya dan menyeret tubuh mereka ke dalam semak-semak di dekat
gardu, Kertapati dan Jiman lalu membuka pintu gerbang. Jiman lari ke kudanya dan
mengambil busur dan anak panah. Tak lama kemudian, dari gerbang itu meluncurlah
anak panah yang dipasangi api keluar dari pintu gerbang.
Mereka menanti sebentar dan tak lama kemudian berserabutanlah kawan-kawan mereka
berlari datang dari balik-balik pohon. Tanpa banyak ribut karena memang telah
diatur terlebih dahulu, mereka memecah rombongan menjadi beberapa bagian,
mendatangi gedung-gedung besar yang telah menjadi bagian masing-masing !
Suasana sunyi senyap, akan tetapi tak lama kemudian, ributlah seluruh Jepara
oleh bunyi kentungan yang dipukul bertalu-talu dan bersaut-sautan. Titir ! Tanda
ada perampok menyerang kota. Akan tetapi rumah manakah yang dirampok " Demikian
banyaknya kentungan berbunyi pada saat yang sama ! Para penjaga menjadi panik
dan tiba-tiba terdengar tembakan-tembakan senjata api di gedung tempat para
Kompeni bermalam ! Berlari-larilah para penjaga ke tempat itu dan hanya beberapa
orang penjaga saja yang mendatangi rumah-rumah yang didatangi perampok, karena
sebagaian besar berlari menuju ke arah datangnya suara senjata api. Mereka
merasa lebih aman berlindung di belakang Kompeni yang bersenjata api !
Para penjaga dan Kompeni menjadi panik ketika rumah itu diserang dengan anak-
anak panah yang meluncur itu, dapat diguga bahwa fihak penyerang sedikitnya
tentu ada dua puluh orang. Kompeni yang berada di dalam rumah itu hanya ada dua
belas orang, termasuk Dolleman yang memaki kalang kabut. Letnan ini lalu
memimpin kawan-kawannya untuk menembak ke arah penyerbu, akan tetapi para
penyerbu itu selain berlindung di balik batang-batang pohon, juga ternyata
membawa karung-karung pasir yang ditumpuk-tumpuk di dekat pohon itu !
" Setan jahanam ! " seru Dolleman marah sekali. " Bagaimana mereka dapat masuk
ke kota " " Ketika mendengar bahwa mereka datang dari pintu selatan, Dolleman makin marah.
Telah lama ia mencurigai Jiman dan malam hari ini adalah giliran Jiman untuk
melakukan pengawasan terhadap para penjaga !
Sementara itu, para anak buah bajak laut dengan mudah telah dapat memasuki
gedung-gedung bagian mereka dan mengambil harta benda yang dapat mereka bawa.
Kertapati sendiri dengan dikawani oleh empat orang kawannya, menyerbu ke gedung
Wiguna dan beberapa orang penjaga yang masih berada di situ dengan mudah saja
dapat mereka bikin tak berdaya. Adipati Wiguna sekeluarga bersembunyi di dalam
kamar mereka karena ketika Adipati Wiguna hendak ikut menghadapi perampok, ia
dipegang oleh isterinya yang mencegahnya.
" Biarlah mereka membawa semua harta benda, apakah artinya itu bagi kita " Kalau
kau sampai terkena bencana, bagaimanakah dengan kami " " isterinya mencegah,
juga Roro Santi mencegah ayahnya.
Kertapati setelah berhasil mengabil barang-barang berharga yang terbuat daripada
emas, lalu memimpin kawan-kawannya untuk meninggalkan gedung itu, akan tetapi ia
bertemu dengan seorang kawannya yang terluka pada pundaknya.
" Wiji ! Kau terluka " Bagaimana kawan-kawan " "
" Celaka, Kertapati ! Lima orang kawan kita yang menyerburumah Kompeni telah
tertawan ! " Kagetlah Kertapati mendengar ini. Lima orang ahli panahnya tertawan
" Dengan depat Wiji menuturkan bahwa kelima orang itu telah kena tipu oleh
Dolleman. Ketika Jiman datang ke tempat itu, tiba-tiba ia ditodong oleh Dolleman
dan dipaksa untuk mengambil jalan memutar, menghampiri lima orang ahli panah
itu. Mereka tidak mau memanah melihat Jiman, tidak tahunya di belakang Jiman ini
terdapat Dolleman dan seorang lain yang memegang senjata api ! Untuk menyerang
Kompeni itu, tentu tubuh Jiman yang dijadikan perisai akan terkena, maka
terpaksa di bawah todongan Dolleman dan kawannya, kelima orang ahli panah itu
mengangkat tangan dan tertawan !
" Keparat ! " seru Kertapati. " Beri tanda agar semua segera berlari keluar ! "
Setelah Wiji berlari pergi untuk menjalankan perintah ini. Kertapati sendiri
lalu berlari masuk kembali ke gedung Adipati Wiguna !
Alangkah kagetnya hati Adipati Wiguna sekeluarga ketika tiba-tiba pintu kamar
itu tertendang dari luar dan masuklah seorang pemuda baju hitam dengan keris di
tangan ! " Kertapati ! " terdengar Adipati Wiguna dan Roro Santi berseru hampir
berbareng. " Diam dan jangan bergerak ! " Kertapati mengancam. " Kawan-kawanku tertawan,
dan Roro Santi kujadikan tawananku untuk kelak ditukar ! " Sebelum semua orang
sadar, ia telah menubruk maju dan cepat sekali tubuh gadis itu telah berada
dalan penodongannya. Adipati Wiguna hendak menyerang, akan tetapi Kertapati
membentak. " Kau tidak sayangi jiwa anakmu sendiri " " Kerisnya diangkat dan ditempelkan ke
arah dada Roro Santi, sehingga Adipati Wiguna melangkah mundur lagi denagn
pucat. Kertapati lalu melompat dan menghilang ke dalam gelap, gadis itu meronta-
ronta dalam pondongannya !
Geger dan ributlah kota Jepara dengan adanya serangan itu. Setelah para
penyerang itu melarikan diri jauhm barulah para penjaga itu mencari-cari dan
memburu ke sana ke mari !
Ketika Kertapati berkumpul dengan anak buahnya, ternyata bahwa dua orang kawan
mereka tewas, tiga dengan Jiman yang ditembak mati oleh Dolleman, empat orang
luka-luka dan lima orang ahli panah tertawan ! Akan tetapi hasil rampasan mereka
amat banyak dan mereka membayangkan betapa akan gembiranya Trunajaya menerima
bantuan ini ! *** " Kau ...... pemuda yang berahlak rendah ! Kau ksatria yang sesat dan membikin malu
nama keluargamu sendiri ! " Di dalam gubuk tempat ia ditahan, Roro Santi berdiri
dan menudingkan, jari telunjuknya ke arah muka Kertapati yang telah meninggalkan
samarannya, Wajah gadis itu merah dan matanya bersinar-sinar, memandang dengan
penuh kemarahan. Kertapati duduk di atas sebuah bangku, menatap wajah Roro Santi dengan penuh
kekaguman, Alangkah indahnya mata itu kalau sedang marah, memancarkan cahaya
berapi-api. Alis yang kecil panjang menghitam itu lebih manis lagi ketika
dikerutkan. Bagaikan terpesona Kertapati menatap bibir yang bergerak-gerak, mencela dan
memakinya itu. " Sudah cukupkah " atau masih ada lagi " Kalau masih ada, teruskan, nanti datang
giliranku ! " jawabnya sambil tersenyum dan Roro Santi merasa agak binggung
melihat senyum itu. Senyum itu nampak demikian manis dan manarik hatinya
sehingga diam-diam ia merasa kemarahannya memuncak.
" Kau pemuda tidka tahu malu ! Orang gagah perkasa yang rendah budi membikin
malu bangsa sendiri ! Kau menbajak, merampok, bahkan berani menculik puteri-
puteri bangsawan ! Pekerjaan apakah yang lebih rendah daripada semua kejahatan
yang kaulakukan itu " "
Kertapati mendengarkan sambil tersenyum dan mengangguk-angguk.
Kau menculik Winarti dan menghinanya ! Sekarang kau tidak hanya merampok
penduduk Jepara termasuk atahku, akan tetapi juga berani menculik aku ! Kau
mencemarkan nama dan kehormatan keluarga kami, sekarang aku sudah kau tawan, mau
bunuh lekas bunuhlah ! " Sambil mengangkat dadanya Roro Santi memandang dengan
menantang, akan tetapi dari dua matanya melompat keluar dua titik air mata !
" Sudah cukupkah " " kata Kertapati dengan suara halus dan tenang. Sekarang
giliranku. Kau tadi bertanya apakah ada kejahatan yang lebih rendah daripada
perbuatanku " Banyak ! Perbuatan orang tuamu, perbuatan para bangsawan di
Jepara, bahkan perbuatanmu sendiri jauh lebih rendah ! "
" Apa katamu ?" Perbuatanku yang mana yang kau anggap rendah " "
" Sebagai seorang puteri bangsawan, seorang imat Islam pula, kau telah
menyediakan dirimu untuk menjadi jodoh seorang kafir, seorang Belanda yang
banyak mendatangkan malapetaka bagi bangsa kita sendiri ! "
" Keparat ! Jangan sembarangan membuka mulut ! Siapa sudi menjadi jodohnya "
Aku ...... aku tidak sudi ! "
" Akan tetepai kau tidka melawan kehendak ayahmu. Pertunaganmu dengan Dolleman
bukan rahasia lagi ! "
" Aku ...... aku terpaksa, harus tunduk kepada ayahku, dan ...... dan hal ini sama
sekali bukan urusanmu, kau perduli apa " " kembali dara itu memandang marah
dengan mata menantang. " Tentu saja aku perduli ! Orang lain yang manapun kalau hendak dijodohkan
dengan mata-mata Kompeni musuh kita itu, tentu membuat hatiku tak seneng.
Apalagi ...... kau ! " " Kalau aku mengapa ! "
" Kau ...... kau ...... aku harus melarang hal ini terjadi, biarpun akan kuhalangi
dengan nyawaku. Aku rela kau menjadi jodoh keparat Kompeni itu atau ...... jodoh
siapa saja !! " " Kau gila ! Ada hak apakah kau atas diriku maka kau berani berkata demikian " "
" Hal yang timbul karena perasaan kita, perasaanku dan perasaanmu. Santi, ikatan
hati kita tak akan putus sedemikian mudahnya ! "
Roro Santi memandang denagn mata terbelalak. " Apa maksudmu ...... ?"
Kini wajah Kertapati nampak bersungguh-sungguh. Lenyaplah senyum mengejek tadi
dari bibirnya dan matanya yang tadi berseri jenaka kini berubah sayu dan pandang
matanay mesra ditujukan ke arah wajah gadis itu. " Santi, semenjak kau memberi
tusuk konde itu ...... kita saling mencintai. Kau tahu akan hal ini sama baiknya
dengan aku, dan jangan kau menipu hatimu sendiri ! "
" Tidak ....... ! Bohong ...... Tak mungkin aku menyita seorang bajak, seorang perampok,
lebih-lebih ...... seorang penghianat yang mencelakakan bangsa sendiri ! "
" Diam ! " Kertapati membentak marah dan melompat lalu memegang kedua pundak
Roro Santi. " Dengarlah, gadis ...... ! Kau boleh menyebut aku apa saja akan tetapi
jangan sekali-kali menyebutku penghianat. Aku tidak mau ! Apalagi kalau keluar
dari mulutmu dan mulut orang-orang yang bersekutu dengan Belanda ! Kau mau
dipertunagkan dengan Kompeni, ayahmu bersetia kepada Sunan yang untuk
mempertahankan gelar dan singgasana, rela membuat kita diperbudak oleh orang-
orang kafir ! Apakah orang-orang macam kalian itu patut menyebutku seorang
penghianat " " Sambil berkata demikian, dalam kemarahannya Kertapati mengguncang-ngguncang
kedua pundak Roro Santi yang tak berdaya dalam pegangan sepasang tangan yang
kuat itu sehingga gadis ini mulai menangis !
Melihat air amata yang membanjir keluar dari kedua mata Roro Santi, lemaslah
tubuh Kertapati dan kekerasan hatinya hancur luluh sama sekali. Tanpa
disadarinya, tangannya masih memegang pundak gadis itu, menarik tubuh itu ke
dadanya dan sesaat kemudian ia mendekap kepala dan dada orang yang dikasihinya
itu ke dada ! Bagaikan terkena pesona dan hilang ingatan, untuk beberapa lamanya Roro Danti
menangis sambil menyandar keningnya pada dada yang bidang dan kuat itu. Hal ini
mendatangkan rasa damai dan tentram kepadanya.
" Kalau saja ...... kau bukan bajak laut Kertapati ...... dan aku ....... Aku bukan Roro
Santi puteri seorang Adipati ...... " bisiknya perlahan.
Kertapati tidak menjawab, hanya mempererat dekapananya.
Akan tetapi, tiba-tiba Roro Santi merenggutkan tubuhnya dari pelukan itu dan
berkata dengan wajah pucat, " Tidak ...... tidak !! Ini tidak mungkin ! Kertapati
kaudengarlah baik-baik karena kurasa kau mesih mempunyai cukup kebijaksanaan
untuk menimbang dengan adil. Jangan kaukira bahwa aku demikian gila dan suka
kepada Kompeni juga mendengar percakapan-percakapan antara ayah dan ibu, mereka
juga tidak suka kepada Kompeni ! akan tetapi, ayah adalah seorang ponggawa
kerajaan yang harus setia kepada junjungan. Dan aku...... aku adalah puteri tunggal
dari orang tuaku, maka aku betapapun juga harus berbakti dan tunduk. Aku tahu
bahwa ayah dan ibu tidak begitu gila untuk mempertunangkan aku dengan Kompeni
itu apabila tidak ada hal yang amat memaksa mereka. Dan kalau menolak ...... pasti
ayah akan mendapat bencana ! Sebagai seorang anak yang berbakti, tentu saja aku
harus membela orang tuaku, biarpun untuk itu aku harus berkorban nyawa ! "
" Lebih baik berkorban nyawa daripada mengurbankan kesucianmu sebagai gadis
bangsawan yang beribadat kepada seorang Kompeni ! " kata Kertapati gemas.
" Apa kaukira aku akan tunduk begitu saja, Kertapati " Aku tunduk hanay untuk
membela orang tuaku, akan tetapi, Dolleman hanya akan dapat menjamah mayatku ! "
Sambil berkata demikian Roro Santi berdiri tegak dengan kepala dikedikan.
Wajahnya ang masih basah air mata itu nampak pucat, akan tetapi membayangkan
kegagahan dan ketabahan hati
" Santi, alangkah gagahnya kau ! Hatiku tidak rela melepasmu untuk menjadi
korban keganasan Kompeni dan ketamakan ayahmu ! Jangan kau pergi meninggalkan
aku, Santi ! " " Akan tetapi ayahku ...... "
" Ayamu membela fihak yang sesat, jangan dipikirkan lagi ! "
Roro Santi memandang marah. " Kertapati ! Tentu saja kau tidka mengerti tentang
cintakasih antara orang tua dna anak, tidak kenal akan rasa bakti terhadap orang
tua di dalam hati anak ! Agaknya kau ...... kau tak pernah berbakti kepada orang
tuamu ! Oleh karen aitu agaknya maka kau tersesat dan menjadi seorang bajak, seorang
perampok ! " Tiba-tiba pucatlah wajah Kertapati. Bibirnya gemetar, ternyata bahwa ia sedang
menderita pukulan batin dan menahan keperihan hati yang hebat mendengar ucapan
itu. Kemudian katanya perlahan,
" Santi, ayah, ibu, semua saudaraku telah tewas karena peluru senapan Kompeni di
banten. Kebaktian apalagi yang dapat kulakukan selain memusuhi Kompeni dan kaki
tangan serta sekutunya " "
" Oh ...... maafkan aku, Kertapati, " kata Roro Santi dengan suara perlahan dan
terharu, dan kini pandangannya terhadap pemuda itu sama sekali berobah.
" Jangan kaukira bahwa semua hasil rampokan dan rampasan yang kulakukan bersama
anak buahku itu kami pakai untuk kepentingan sendiri. Tidak ! Semua harta benda
yang kami dapatkan, kami kirim untuk mambantu pemberontakkan-pemberontakan para
pemimpin rakyat terhadap Kompeni. Maka, janganlah kau memandang terlampau rendah
dan hina kepadaku, Santi ...... " Suara Kertapati bukan bersifat menyombong, bahkan
terdengar sebagai seorang terdakwa yang membela diri dan minta dikasihani.
" Kertapati ....... Kertapati ...... " kata Roro Santi perlahan sambil memandang dengan
air mata berlinang. " Sekarang aku merasa menyesal mengapa aku dilahirkan
sebagai seorang puteri bangsawan, ....... Aku ingin menjadi seorang gadis dusun agar
dapat ...... membantumu ....... ! "
" Santi ...... ! " Kertapati melangkah maju dan kembali memeluk dara itu yang kini
telah menyerahkan hatiku bulat-bulat terhdap pemuda yang memang semenjak
pertemuan pertama kali telah menarik hatinya itu.
Pada saat itu, dari luar pintu rumah terdengar panggilan, " Kertapati ! "
Sepasang teruna remaja itu cepat-cepat memisahkan diri dan melepaskan pelukan.
" Masuklah, Karim ! " kata Kertapati yang mengenali suara kawannya itu.
Seorang pemuda bertubuh kecil masuk dan matanya mengerling ke arah Roro Santi
yang memandangnya dengan tenang. Kalau Karim memiliki mata tajam, tentu ia akan
melihat betapa mata gadis itu berbeda sekali dengan kemarin nampak sedih dan
amrah, kini nampak berseri-seri dan seakan-akan cahaya baru timbul dari manik
matanya ! " Kompeni mengumumkan bahwa kelima orang kawan kita yang tertawan, akan
dibebaskan apabila kita megembalikan puteri Adipati ini. Kompeni mengajak
bertukar tawanan, satu lawan lima ! "
" Baik. " Kertapati mengangguk. " Siapkan kudaku ! "
Karim keluar lagi dengan muka girang karena kawan-kawannya yang tertawan akan
dibebaskan kembali. Setelah Karim pergi Kertapati duduk dengan muka muram dan
kening dikerutkan, sikap yang belum pernah nampak pada diri anak muda ini
sebelum Roro Santi masuk ke lubuk hatinya ! Pemuda ini biasanya berani, tabah,
gembira dan tak pernah menyusahkan sesuatu, akan tetapi sekarang, baru saja ia
bertukar kasih dengan Roro Santi, ia sudah menderita kekawatiran, kesedihan dan
kebingungan karena perpisahan dari kekasihnya ini !
Dalam hal ini, ada betulnya juga kata setengah orang bahwa penderitaan laki-laki
datang dari wanita ! Akan tetapi, tak dapat disangkal pula bahwa segala
kebahagiaan laki-laki timbul dari wanita pula !
Roro Santi mklum akan jalan pikiran Kertapati, maka ia lalu mendekat dan
menaruhkan tangannya ke atas pundak kepala bajak yang duduk di atas bangku itu.
" Kertapati, kedudukan dan kebaktian kira merupakan jurang yang lebar dan dalam
yang memisahkan kita. Akan tetapi, jangan kau gelisah. Sebagaimana yang telah
kau katakan tadi, orang macam Dolleman atau laki-laki yang manapun juga, hanya
akan dapat menjamah tubuhku yang sudah menjadi mayat ! "
Kertapati berdiri dan memegang tangan gadis itu. Sepuluh jari tangan mereka
saling genggam erat-erat merupakan sumpah atau janji bisu yang tak terdengar
oleh telinga akan tetapi telah mengukir di dalam hati masing-masing.
" Santi, kau memberi kekuatan kepadaku untuk melanjutkan tugasku, bahkau kau
menjadi penambah semangat bagiku ! Karena aku tahu bahwa sungguhpun kau berdiri
Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di seberang sana, akan tetapi hatimu berada di dekatku selalu. Jangan kuatir,
kekasihku, siapapun orangnya yang berani mengganggumu, akan berhadapan dengan
Kertapati, dan akan merasakan pembalasan tangan Kertapati ! Kita pasti akan,
bertemu kembali Santi ! "
Sambil menekan tangan pemuda itu Roro Santi berkata dengan air mata berlinang. "
Pasti Kertapati, akupun yakin akan hal ini ! "
Kuda telah dipersiapkan dan Kertapati berkata kepada kawan-kawannya yang berada
di depan rumah itu. " Kawan-kawan, aku sendiri akan mengantarkan puteri ini kembali ke Jepara, untuk
ditukar dengan lima orang kawan-kawan kita ! "
" Akan tetapi, baagaimana kalau ini merupakan suatu perangkap untukmu, Kertapati
" " kata seorang kawannya.
Pemuda itu tersenyum. " Mereka takkan mencelakakan [uteri ini, dan kalian tahu
bahwa aku tak begitu bodoh untuk mudah saja masuk dalam perangkap seperti seekor
tikus ! " Dengan sigapnya, ia lalu membantu Roro Santi naik ke atas kudanya yang
ebrbulu dawuk ( kelabu ) kemudian ia melompat di belakang gadis itu dan
membalapkan kudanya yang berlari congklang.
" Alangkah senengnya hidupku apabila setiap hari aku dapat bersama kau
menunggang kuda seperti sekarang ini ! " kata Kertapati sambil menghela napas.
Mendengar ucapan ini, Roro Santi juga menarik napas panjang.
Setelah tiba di luar pintu gerbang, Kertapati menahan kudanya.
" Hati-hati Kertapati, aku kuatir kalau-kalau Kompeni akan menipumu, " berkata
Roro Santi engan tubuh gemetar.
Akan tetapi pada saat itu, dari pintu gerbang muncul sepasukan penjaga dan
beberapa orang serdadu yang dikepalai oleh Dolleman sendiri. Mereka mengiringkan
lima orang kawan-kawan Kertapati yang dibelenggu dengan rantai panjang pada
lengan mereka. " Kertapati ! " Dolleman berseru dari jauh. " Kau lepaskan tunanganku dan aku
akan membebaskan lima orang kawan-kawanmu ! "
Bukan main mendongkolnya hati Kertapati mendengar Dolleman menyebut Roro Santi
sebagai tunangannya. Akan tetapi ia menahan marahnya dan tertawa menghina.
" Siapakah yang sudi mempercayai omongan palsu yang keluar dari mulut Kompeni
" Kaukira aku tidak tahu bahwa begitu puteri ini tiba ditempatmu, kau dan kaki
tanganmu akan menembak kami berenam " Ha, mukamu menjadi makin merah ! Tak perlu
kau merasa malu karena rahasia hatimu telah kuketahui. Lebih baik kau lekas
pergi, aku tak sudi berurusan dengan Kompeni. Puteri ini adalah anak dari
Adipati Wiguna, maka biarlah Adipati Wiguna sendiri yang berurusan dengan aku
dan mengadakan pertukaran tawanan ini ! "
Marahlah Dolleman mendengar ini " Kertapati, kau menghina Kompeni ! Akan tiba
masanya kau dan seluruh gerombolanmu mampus ditangan Kompeni ! " kata Dolleman.
" Ha, ha, Dolleman, bagi kami, ancaman-ancaman dan bujukan-bujukan Kompeni tak
berharga sedikitpun juga. Lekas kau pergi dan biar Adipati Wiguna sendiri
menjemput puetrinya ! " Kertapati mengusir pula.
Setelah menyumpah-nyumpah karena merasa terhina sekali, akhirnya Dolleman
mengalah dan menarik mundur pasukannya. Tak lama kemudian, Wiguna sendiri datang
dan mengiringkan lima orang anggota bajak laut itu. Adipati Wiguna merasa
terharu sekali melihat puterinya, maka ia lalu berlari-lari menghampiri
Kertapati dan puterinya. " Santi ...... ! " ayah yang merasa bahagia ini lalu memeluk puterinya dan menatap
wajahnya seperti orang menyelidik. " Bagaimana, Santi " Kau tak apa-apa, nak ?"
Roro Santi atersenyum dan menggelengkan kepalanya. " Kertapati bukanlah penjahat
yang suka mengganggu wanita seperti para pangeran muda ayah. Saya diperlakukan
baik sekali. ...... "
" Syukur ..... dan terima kasih, Kertapati. " Akan tetapi kertapati tak
memperhatikan mereka, karena sedang sibuk untuk melepaskan belenggu yang
mengikat tangan kelima kawannya setelah menerima kuncinya dari tangan Wiguna.
" Kertapati, kau hati-hatilah, " kemudian terdengar Adipati Wiguna berbisik, "
mungkin sekali perjalananmu pulang akan dicegat oleh Dolleman ! "
Mendengar ini, pucatlah wajah Roro Santi, dan Kertapati memandang dengan tajam
kepada Adipati Wiguna seakan-akan hendak menjenguk isi hati orang tua itu.
" Pernah kau mendengar nama Wirataman yang membantu Trunajaya " Dia adalah adik
kandungku ! Kau berlaku baik terhadap anakku ! " Setelah mengeluarkan ucapan
singkat ini kepada Kertapati yang mendengar dengan muka terheran, Adipati Wiguna
lalu manrik tangan anaknya, diajak kembali ke dalam kota. Beberapa kali Roro
Santi menengok, akan tetapi Kertapati yang merasa kuatir kalau-kalau terdahului
oleh Dolleman, telah memberi perintah kilat kepada lima orang kawannya. Mereka
berunding sebentar, lalu enam orang itu berlari cepat memasuki hutan dengan
terpencar ! Oleh karena ini, biarpun Dolleman dan pasukannay telah mencegat
perjalanan kertapati, mereka tidak menjumpai enam orang itu, hanya melihat
seekor kuda tanpa penunggang yang berlari cepat bagaikan setan ! sekali lagi
Dolleman menympah-nyumpah karena merasa telah dipermainkan oleh Kertapati.
Semenjak pertemuannya dengan Roro Santi, kawanan bajak laut Kertapati makin
mengganas, dan kini sasaran penyerbuan mereka semata-mata hanyalah perahu-perahu
Kompeni. Perahu-perahu kecil panjang yangberwarna hitam dan berlayar hitam pula
itu, muncul di mana-mana bagaikan setan-setan laut. Memang, Kertapati mendapat
benyak pengikut yang setia dan kini ia melakukan operasi dengan berpencar
menjadi tiga kelompok. Dan tiga kelompok inilah yang selalu mengganggu di
sepanjang pantai, dan kini daerah mereka diperpanjang sampai Tuban.
Pada waktu itu, semenjak mengadakan janjian dengan Sunan Amangkurat II untuk
membantu usaha Sunan itu merampas kembali Mataram dari tangan Trunajaya, Kompeni
lalu mengumpulkan kekuatan balatentaranya. Sudah menjadi siasat dan kelicikan
Kompeni untuk mempergunakan tenaga orang lain, mengadu domba penduduk pribumi
sendiri, mengadakan pengaruh " uang sogokan " yangebrasal dari perasan bumi
Indonesia sendiri ! Demikianlah, maka mereka mendatangkan pasukan-pasukan yang
besar jumlahnya yang terdiri dari bermacam-macam bangsa yakni diantaranya orang-
orang Mardika, Melayu, Makasar, Ambon, dan sebagainya. Orang-orang Belanda
sendiri yang ikut dalam pasukan itu tentu saja menjadi opsir-opsirnya !
Pasukan-pasukan ini didatangkan dari luar Pulau Jawa untuk disatukan dengan
pasukan-pasukan dari Amangkurat II sendiri dan kemudian untuk dipimpin melakukan
penyerbuan besar-besaran ke Mataram !
Pada waktu itulah maka Kertapati menjalankan perjuangan yang hebat. Perahu-
perahu Kompeni yang membawa pasyukan-pasukan ini, seringkali mendapat gangguan
hebat. Penyerangan para bajak laut itu memang dahsyat dan mengerikan.
Pada waktu malam gelap, perahu Kompeni itu tiba-tiba waktu malam gelap, perahu
Kompeni itu tiba-tiba diserang oleh panah-panah api yang meluncur dari
sekelilingnya. Mereka sukar sekali membalas oleh karena perahu-perahu bajak itu
hitam dan tidak memakai api penerangan.
Pada saat tembakan ditujukan ke arah tempat dari mana meluncur panah api, perahu
itu dengan cepatnya telah pergi ke lain bagian. Tiap kali panah api dilepas,
perahu bajak yang ringan, runcing dan panjang itu bergerak maju cepat-cepat
sehingga peluru-peluru Kompeni hanya mengenai air kosong apabila perahu Kompeni
itu telah mulai terbakar layar-layarnya dan semua anak perahu terpaksa melompat
ke dalam air ! Dengan cara demikian, tidak kurang dari enam buah perahu kena dihancurkan oleh
anak buah bajak laut. Kertapati, dan entah berapa banyak pasukan yang mampus
karena terbakar atau tenggelam !
Dalam penyerangan-penyerangan ini. Kertapati selalu berada di depan dan
serngkali pemuda ini melakukan perbuatan-perbuatan berani luar biasa yang amat
menggumkan. Pernah ia menyamar sebagai seorang nelayan tua yang menjala ikan dan
ketika perahu Kompeni lewat, ia memberi tanda bahwa ia melihat adanya bajak laut
! Tentu saja ia lalu dinaikkan ke perahu untuk ditanya lebih jelas.
" Tadi hamba melihat lima buah perahu berlayar ke barat, " demikian katanya
dengan tubuh gemetar dan bibirnya yang keriputan menggigil. " perahu-perahu
kecil panjang berwarna hitam ...... "
Dan ketika kapten belanda datang mendekatinya secepat kilat Kertapati
menangkapnya, mengancam dengan keris di lambung kapten itu dan menyeretnya ke
kamar mesin ! Tak seorangpun diantara penumpang perahu berani menyerang atau
menembak, kuatir kalau-kalau akan mencelakai kapen Belanda itu. Kemudian, sambil
mempergunakan kapten itu sebagai perisai, kertapati membakar kamar mesin lalu
menyeret kapten itu ke geladak dan bersama-sama melempar diri ke dalam air !
Ketika anak buah kapten itu sibuk hendak menolong kaptennya, tiba-tiba api yang
dilepas oleh Kertapati telah menjalar menyabar bahan bakar sehingga perahu itu
meledak dan terbakar hebat ! Kertapati sendiri telah selamat dan di angkat oleh
kawan-kawannya yang telah menanti-nanti dengan hati berdebar menyaksikan
perbuatan pemimpin mereka itu dari jauh !
Masih banyak hal-hal yang luar biasa dan penuh keberanian dilakukan oleh
Kertapati dan anak buahnya. Bahkan mereka pernah mencoba untuk membakar sebuah
kapal Kompeni yang amat besar dan diperlengkapi dengan meriam-meriam. Kapal itu
sedang berlabuh di pelabuhan Semarang yang besar dan terdapat banyak penjaga,
nemun bajak laut Kertapati tak kenal takut dan berani mencobanya !
Biarpun mereka hanya berhasil membakar layarnya saja dengan api karen akeburu
datang serbuan dari para penjaga sehingga seorang anak buah Kertapati tewas kena
tembak, namun perbuatan ini membuat nama bajak laut itu makin ditakuti.
Dolleman makin merasa benci dan marah kepada Kertapai oleh karena kegagalannya
untuk menangkap atau membunuh bajak laut itu membuat ia mendapat teguran hebat
dari atasannya di Semarang.
" Percuma saja kau menyebut dirimu sebagai mata-mata dan penyelidik yang
terpandai an tercakap di seluruh Hindia, " atasannya itu menegurnya " Baru
menghadapi seorang bajak laut kecil seperti Kertapati saja kau tidak berdaya !
Tahu-tahu kau bahwa Dewan Hindia telah menegurku karena gangguan-gangguan
Kertapati itu " Mulai sekarang kau harus kembali ke Semarang, tiada gunanya kau
tinggal berbulan-bulan di Jepara kalau tidak mampu membekuk Kertapati. Biar aku
menugaskan kepada lain orang ! "
Marah, malu, dan mendongkol mengaduk-aduk pikiran dan hati Doleman ketika ia
mendengar teguran ini. " Berilah aku ketika barang sebulan lagi, " katanya memohon, " kalau dalam
sebulan aku tidak dapat menangkapnya, lebih baik aku dikirim kembali ke Negeri
Belanda ! " Akhirnya atasannya memberi waktu sebulan kepadanya dan dengan hati mendongkol
lalu kembali ke Jepara. Ia maklum bahwa biarpun pada waktu itu Kertapati tidka
berada disekitar Jepara karena seringkali bajak laut itu muncul di daerah
Semarang, akan tetapi ia tahu bahwa di daerah Jepara banyak terdapat mata-mata
dan anak buah bajak laut sendiri bukan kawan-kawan atau anak buahnya " Buktinya
Jiman yang ditembaknya dulu, yang menjadi orang kepercayaannya, ternyata juga
menjadi anak buah bajak laut Kertapati !
Sehari semalam Dolleman tidka keluar dari kamarnya, memeras otak dan mencari
siasat. Ia teringat kepada Adipati Wiguna. Dapatkah adipati itu dipercaya " Ia
mulai merasa curiga kepada Adipati Wiguna semenjak Roro Santi dikirim kembali
oleh Kertapati. Siapa lagi kalau bukan Adipati Wiguna yang membuat Kertapati dan
kawan-kawannay tahu bahwa ia dan pasukannya mencegat jalan pulangnya " akan
tetapi masih ada kemungkinan -kemungkinan lain, misalnya memang mungkin bajak
laut yang cerdik itu sengaja berpencar karena merasa curiga dan berlaku hati-
hati, atau boleh jadi yang emmbocorkannya adalah orang lain, seorang diantaranya
para penjaga sendiri misalnya ! Ah, ia menjadi binggung dan mulai merasa curiga
kepada semua orang ! Bahkan kepada Roro Santi ia menaruh curiga ! Setidak-
tidaknya gadis itu pernah berdua dengan kepala bajak itu dan ia tahu pula betapa
gagah dan tampannya Kertapati sehingga melihat pandang mata mereka ketika duduk
diatas kuda berdua, ah ...... siapa tahu "
Akhirnya ia mengambil keputusan. " Tidak ada jalan lain yang cukup menguntungkan
aku ! katanya kepada diri sendiri. " Dengan akal ini, seandainya aku tak
berhasil menangkap Kertapati sebagai gantinya aku akan mendapatkan Roro Santi
...... " ia meramkan matanya dan membayangkan bentuk tubuh yang menggairahkan dan
wajah yang cantik jelita itu, " cukup menarik untuk menghibur kedukaanku apabila
aku gagal dalam pekerjaan ini ! "
Setelah mengambil keputusan yang agaknya memuaskan, hatinya ini, Dolleman lalu
melempar tubuhnya di atas tempat tidur dan mendengkurlah dia seperti babi
disembelih. " Dia terlalu jahat ! Sukar sekali untuk menangkapnya, maka tidak ada jalan
lain, tuan Adipati, akal ini harus dijalankan ! " Dolleman mendesak.
Adipati Wiguna mengerutkan kening dan sebetulnya ia tidak setuju sekali. " Akan
tetapi, tuan Letnan, kalau mereka menyerbu perahumu, anakku akan berada dalam
bahaya. Pula, bukankah pertunangan itu hanya sekadar memancing kertapati
belaka " Bagaimana dengan pertunagan anakku dengan putera Bupati Randupati " Juga, anakku
tentu akan merasa keberatan, karena namanya akan cemar, menjadi ejekan orang ......
" " Mengapa, tuan Adipati " Aku tidak bermaksud buruk. Hanya pura-pura saja
puterimu ikut aku ke Semarang untuk menjalankan upacara pernikahan. Kau dan yang
lain-lain boleh mendahului ke Semarang dengan jalan darat dan menjemput puterimu
di pelabuhan Semarang. Aku hanya membutuhkan puterimu di atas perahu saja,
sepanjang pelayaran dari Jepara ke Semarang. Muncul atau tidaknya ertapati,
pasti puterimu akan tiba di Semarang dengan selamat. Aku menjamin ! "
Tetap saja Adipati Wiguna ragu-ragu. Perjalanan perahu dari Jepara ke Semarang
makan waktu sehari, apalagi kalau angin kecil. Dan ia tidak percaya kepada
Letnan yang bermata biru tajam ini. Telah beberapa kali letnan Belanda ini
memperlihatkan tingkah laku yang kurang sopan, yakni ia menanyakan keadaan Roro
Santi, seringkali minta supaya gadis itu keluar ikut bercakap-cakap dan membawa
hadiah-hadiah untuk Roro Santi. Pendeknya, sikap seorang laki-laki yang suka
kepada seorang gadis. Bahkan, ketika Roro Santi pernah menegur sikapnya yang gak terlalu berani itu,
ia menjawab sambil tertawa. " Bukankah kita sudah bertunangan " "
Sikap-sikap yang diperlihatkan oleh Dolleman itulah yang membuat Adipati Wiguna
merasa kuwatir dan tidak percaya akan keselamatan anaknya apabila ikut dengan
perahu Dolleman. " Namun, betapa juga aku masih tidak rela apabila anakku ikut dengan perahumu,
tuan letnan. Kalau bajak laut itu muncul dan menyerang, bagimana nasib Roro
Santi anakku " "
" Jangan kuatir, kalau mereka muncul, Kertapati dan kawan-kawannay pasti akan
kutangkap atau kubinasakan di laut ! "
Adipati Wiguna mempertawakannya di dalam hati, akan tetapi ia menarik napas
panjang dan berkata. " Sudah banyak kali ucapan seperti ini dikeluarkan, akan
tetapi kenyatannya sehingga kini Kertapati masih belum tertangkap ! "
" Sekarang ini lain lagi, tuan Adipati ! " kata Dolleman penasaran. " Saya
sengaja memperlengkapi kapal ini dengan meriam-meriam baik dan juga sepasukan
Kompeni bersenjata api. Kalau pancingan ini berhasil dan Kertapai berani
mennampakkan diri, pasti dia dan kaki tangannya akan hancur lebur ! "
" Akan tetapi ..... "
Dolleman menjadi habis sabar. Ia berdiri dari kursinya dan berkata. " Tuan
Adipati, apakah kau tidak percaya kepada aku, Letnan Dolleman dari Kompeni " Tak
perlu kita berpanjang cerita, tuan Adipati tinggal piliha satu antara dua.
Setuju dan mengijinkan Roro Santi ikut dengan kapalku ke Semarang atau, kau
sekeluarga kutangkap dengan tuduhan membantu dan melindungi bajak laut Kertapati
! " Adipati Wiguna juga berdiri dengan muka pucat. " Kompeni takkan percaya
kepadamu, apa buktinya " "
Dolleman menyeringai. " Buktinya " Ha, ha, ha ! Masih ingatkah kau kepada adik
kandungmu Wiratman " Aku bisa mendakwa kau sebagai pelindung Kertapati dan
pembantu pemberontak Trunajaya ! "
Lemaslah tubuh Adipati Wiguna. Semenjak dulu memang ia merasa berada di dalam
cengkaraman kekuasaan Belanda ini dan ia tahu bahwa kalau hal itu dilakukan oleh
Dolleman, berarti dai sekeluarga tidak saja akan menderita bencana hebat, akan
tetapi juga nama keluarganya akan rusak !
" Dolleman, " katanya perlahan, " biarkan aku berpikir dan mempertimbangkan soal
ini sebaik-baiknya dulu. "
Senyum kemenangan membayang di bibir letnan itu, dan ia bergerak hendak
meninggalkan tuan rumah sambil berkata. " Kapalku akan berangkat sore-sore untuk
memberi kesempatan kepada bajak-bajak laut itu melakukan serangannya di malam
hari. Ingat, tuan Adipati, anakmu kauperbantukan untuk memancing keluar
Kertapati, atau sekeluarga akan kutangkap dan dibawa ke Semarang sebagai orang-
orang tangkapan, atau ditahan di penjara sini ! " Lalu ia pergi meninggalkan
Adipati Wiguna yang duduk dengan muka pucat di tas kursinya.
Jilid 3 Ketika Adipati Wiguna menceritakan hal ini kepada istrinya dan kepada Roro
Santi, kedua orang wanita itu menangis tersedu-sedu. Akan tetapi Roro Santi lalu
menghapus air matanya dan menghibur ibunya dengan kata-kata penuh kepercayaan.
"Ibu, sudahlah jangan ibu bersedih. Aku percaya bahwa Kertapati tentu akan muncul dan takkan membiarkan kita
diperhina oleh Kompeni!"
Kepada Adipati Wiguna dan istrinya telah diceritakan oleh gadis itu tentang
keadaan bajak laut Kertapati yang sebenarnya adalah seorang pembantu Trunajaya
Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan seorang yang benci kepada Kompeni, karena selain Kompeni telah membunuh
keluarga pemuda itu, juga dianggapnya bahwa Kompeni menimbulkan malapetaka di
tanah air. Maka mereka kini tidak benci lagi kepada Kertapati, bahkan atas bujukan dan
pandangan-pandangan Roro Santi, kini Adipati Wiguna seakan-akan terbuka matanya
dan diam-diam ia membenarkan perjuangan adik kandungnya yang membantu Trunajaya!
Kemudian, antara anak, ibu, dan ayah ini terjadi perundingan rahasia untuk
mengatur siasat, dan kalau mungkin bahkan membantu Kertapati untuk menghancurkan
Kompeni yang sekarang telah terasa oleh mereka akan kejahatan dan penindasannya.
Adipati Wiguna lalu mengumumkan bahwa puterinya hendak "diboyong, oleh
tunangannya, yakni Letnan Dolleman, ke Semarang dan akan merayakan upacara
pernikahan di Semarang! Biarpun berita ini diterima dengan hati mendongkol oleh
semua penduduk, akan tetapi mereka merasa tidak heran, oleh karena mereka telah
tahu bahwa puteri Adipati itu telah bertunangan dengan seorang Kompeni, dan
keheranan mereka telah dihabiskan ketika mendengar berita pertunangan itu.
Betapapun juga, banyak orang yang segera mengirim "sumbangan" kepada keluarga
pengantin. Tidak ketinggalan para lurah-lurah dusun mengirimkan sumbangan-
sumbangan berupa barang-barang berharga besar kecil, dari perhiasan rambut dari
emas yang kecil sampai sumbangan-sumbangan berupa lemari-lemari pakaian berkaca,
peti pakaian berukir, dan lain-lain. Orang-orang yang datang mengantarkan
barang-barang sumbangan ini keluar masuk tiada habisnya!
Diam-diam Dolleman yang amat cerdik itu lalu menyebar puluhan orang mata-matanya
untuk menyelidiki kalau-kalau diantara orang-orang yang mengantarkan barang-
barang sumbangan itu terdapat bajak laut Kertapati yang pandai menyamar, atau
orang-orang yang mencurigakan. Pintu gerbang juga dijaga keras dan setiap
penyumbang yang datang dari luar kota diamat-amati.
Bupati Randupati dari Rembang ketika mendengar berita ini menjadi marah sekali.
"Adipati Wiguna sungguh kurang ajar! Apakah dia hendak mempermainkan aku?"
Raden Suseno dengan muka merah berkata, "Ayah, biar anak pergi ke Jepara
sekarang juga dan bicara dengan hati terbuka dengan paman Adipati!"
Pemuda itu lalu menunggang kudanya dan membalap ke Jepara dengan hati yang amat
panas. Ketika ia tiba di Jepara, orang-orang yang melihat pemuda ini memasuki
kota dengan muka merah dan membalapkan kudanya, diam-diam memperhatikan dan
maklum akan kemarahan bekas tunangan Roro Santi ini. Akan hebat sekarang, mereka
berkata dan sebagaimana sudah menjadi kebiasaan orang-orang yang suka sekali
melihat terjadinya hal-hal yang menghebohkan, maka sebentar saja, setelah Raden
Suseno turun dari kudanya dan berlari memasuki pendopo gedung Adipati Wiguna, di
depan pendopo banyak berkumpul orang-orang yang ingin melihat kelanjutan
peristiwa itu. Para penjaga yang telah mengenal pemuda itu, tidak berani menghalangi ketika
Raden Suseno mengeluarkan kata-kata tegurnya.
"Paman Adipati! Apakah artinya semua ini" Benarkah berita yang sampai di Rembang
bahwa Roro Santi hendak diboyong ke Semarang oleh Letnan Dolleman?"
Oleh karena di situ terdapat banyak pelayan, maka Adipati Wiguna lalu berkata
sabar, "Raden Suseno, marilah kita masuk ke dalam dan bicara dengan baik-baik dan
jelas. Mereka masuk ke dalam dan bicara dengan baik-baik dan jelas.
Mereka masuk ke perdalaman dan di situ Raden Suseno disambut oleh isteri Adipati
Wiguna dan juga Roro Santi terdapat pula di situ. Setelah berada di tempat yang
tidak ada orang luar ini, Raden Suseno berkata lagi.
"Saya diutus oleh rama untuk menanyakan hal ini kepada paman. Kami menghendaki
penjelasan dan keterangan yang adil! Paman tentu maklum bahwa dengan membiarkan
Roro Santi pura-pura bertunangan dengan Letnan Dolleman, fihak kami telah
memberi pengertian dan kesabaran luar biasa, akan tetapi mengapa agaknya orang
tidak menaruh perindahan kepada kami?" Apakah sengaja keluarga Bupati Randupati
hendak dipermaikan orang semau-maunya?"
"Tenang, tenang, Raden Suseno!" berkata Adipati Wiguna sambil menarik napas
panjang. "Tenang dan sabarlah. Kami sama sekali tidak hendak mempermainkan kau atau
ramamu, karena sesungguhnya kami melakukan hal ini dengan terpaksa benar?"
Kemudian ia lalu menceritakan tentang maksud Dolleman hendak mempergunakan Roro
Santi sebagai umpan untuk yang penghabisan kali, dengan ancaman-ancaman hendak
menangkap atas tuduhan membantu pemberontakan dan bajak apabila ia menolak.
Apakah yang dapat kami lakukan, Raden" Menolak berarti kami sekeluarga akan
mengalami bencana yang lebih hebat lagi. Oleh karena itu, terpaksa kami menurut,
bukankah hal ini hanya sebagai pura-pura saja!"
Sementara itu, Roro Santi yang mendengarkan percakapan itu, melihat sikap-sikap
kasar dan keras dari Raden Suseno terhadap ayahnya, merasa marah dan mendongkol
dan marah sekali Keluarganya sedang mengalami bencana, pemuda yang
dipertunangkan kepadanya ini bukannya datang menghibur atau memberi pertolongan,
malahan datang-datang marah dan menuntut!
Raden Suseno, "tiba-tiba Roro Santi berkata sambil memandang tajam, "kalau kau
memang laki-laki, bangsawan dan ksatria utama, mengapa kau tidak segera pergi
mencari Dolleman itu dan membunuhnya atau menantangnya berkelahi " Apa artinya
kau datang mendesak-desak kami yang sudah terdesak dan terjepit" Untuk berlaku
marah-marah kepada orang yang sudah tidak berdaya, bukankah laku seorang
ksatria, tiap orangpun bisa!"
Muka Raden Suseno yang tadinya merah karena marah itu, kini menjadi pucat. "Tapi
......tapi ...... " ia tak dapat melanjutkan katanya, dan Adipati Wiguna yang merasa
kasihan kepadanya dan menganggap ucapan Roro Santi tadi keterlaluan berkata
menghibur. "Sudahlah, Raden Suseno, apakah yang dapat kami lakukan terhadap mereka"
Kekuasaan Kompeni amat besar, terutama semenjak mereka mengadakan pertemuan
dengan Gusti Sunan dulu. Kita menentang berarti bencana. Kita harus bersabar,
karena kau sendiri tahu betapa besarnya kekuasaan Letnan Dolleman."
Raden Suseno menarik napas dan menggertakan giginya. "Sudah bosan saya terhadap
kekuasaan asing ini! Kalau sampai terjadi sesuatu dengan Roro Santi, aku takkan
tinggal diam! Dolleman harus bertanggung jawab!" Setelah mengucapkan kata keras
ini, dengan muka marah Raden Suseno lalu pergi meninggalkan gedung itu tanpa
pamit. Dengan disaksikan oleh banyak orang-orang bangsawan dan penduduk Jepara, juga
Raden Suseno yang berdiri di tempat agak jauh sambil menggigit bibirnya, Roro
Santi naik ke atas kapal, dijemput oleh Letnan Dolleman yang mengenakan pakaian
prajurit yang mewah dan indah.
Sesuai dengan kehendak Dolleman, tak seorangpun pelayan dan pengiring boleh
ikut, dan Roro Santi hanya dikawani oleh barang-barangnya yang sebagian besar
didapat dari sumbangan orang. Sebuah tandu, sebuah peti pakaian berukir indah,
dan beberapa kopor kayu ikut diangkut naik ke atas perahu besar itu dan
diletakkan di dalam kamar Roro Santi yang telah disediakan di situ, sebuah kamar
yang cukup mewah, indah, dan besar. Roro Santi merasa dirinya asing ketika masuk
ke dalam kamar ini akan tetapi hatinya tenang dan sedikitpun tidak
memperlihatkan rasa takut gelisah.
Kapal itu mulai bergerak menengah, diikuti oleh sorak-sorai para pengantar di
pantai. Dianatara sorak-sorai ini terdengar isak tangis isteri Adipati dan suaminya
berdiri diam dengan muka pucat dan bibir bergerak-gerak. Adipati Wiguna sedang
berdoa untuk keselamatan puteri tunggalnya.
"Semoga segala usaha yang direncanakan takkan gagal dan Tuhan akan membantu
Kertapati ............. " demikian berkali-kali Adipati Wiguna berdoa.
Tanpa diketahui oleh siapapun juga, bahkan isterinya sendiripun tidak
diberitahu, Adipati Wiguna dalam keadaan terdesak itu telah mengadakan hubungan
dengan Kertapati. Ia mengirim sepucuk surat kepada bajak laut itu dengan
perantaran seorang pembantu bajak laut yang banyak terdapat di Jepara dan yang
telah dikenalnya. Hari itu juga, yakni hari kemarin ia menerima surat balasan
dari Kertapati yang menyatakan bahwa ia boleh membiarkan Roro Santi ikut naik ke
kapal Dolleman, dan menyerahkan keselamatan gadis itu dalam tangan Kertapati.
Surat selengkapnya berbunyi seperti berikut:
Paman Adipati Wiguna, Biarkan Roro Santi ikut dengan Dolleman, jangan khawatir, hamba akan menjaga
keselamatannya. Lebih baik jangan suruh anak paman membawa seorang pelayan pun,
kecuali peti pakaian yang akan paman Adipati terima sebagai sumbangan. Peti itu
jangan dibuka-buka dan taruhkan di kamar Roro Santi, berikut barang-barang lain,
Hamba sendiri akan menjaganya dan kawan-kawan hamba akan menyusul.
Selanjutnya marilah kita mohon doa semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membantu kita!
Kertapati Dengan bunyi surat Kertapati ini selalu bergema di dalam hatinya Adipati Wiguna
tiada hentinya berdoa untuk keselamatan puterinya. Ia menaruh kepercayaan
sepenuhnya kepada Kertapati, karena ia maklum bahwa pemuda itu benar-benar luar
biasa. Bahkan dari penuturan dan sikap Roro Santi setelah dibebaskan dari
tawanan bajak laut itu, ia dapat menduga bahwa antara puterinya dan Kertapati
terdapat ikatan cinta kasih yang mendalam! Belum pernah ada nama laki-laki yang
dapat membuat wajah puterinya berseri apabila nama itu disebutnya. Bahkan nama
Raden Susenopun hanya mendatangkan kerut sebal pada wajahnya.
Hal inipun diketahui oleh isterinya karena isterinya pernah menyatakan
kekawatirannya. Namun Adipati Wiguna tidak sependapat dengan isterinya dan ia
bukannya khawatir, bahkan diam-diam merasa girang. Setelah mendengar penuturan
Roro Santi tentang keadaan dan perjuangan Kertapati, barulah pendirian dan
pandangannya terhadap bajak laut itu. Apalagi setelah kemudian mendengar betapa
bajak laut Kertapati berkali-kali menyerang dan menghancurkan perahu-perahu
Kompeni di Laut Jawa, kekagumannya makin meningkat.
Kita ikuti perahu yang membawa Roro Santi menuju ke Semarang itu. Perahu besar
atau kapal layar itu diperlengkapi dengan empat buah meriam di kanan kiri dan
mulut meriam yang menonjol keluar dari lubang-lubang di kanan kiri kapal itu
merupakan ancaman bagi bajak-bajak laut yang berani datang menggangu. Selain
ini, kapal itu membawa sepasukan Kompeni yang terdiri dari penembak-penembak
ulung yang sengaja didatangkan oleh Dolleman dari Semarang. Jumlah pasukan ini
empat puluh orang, semuanya ahli tembak dan bersenjata senapan.
Dolleman sengaja menyuruh juru mudi untuk melayarkan kapal itu agak ke tengah
laut. Ia sendiri dengan sebuah teropong (kiyker) di tangan, berdiri di geladak
dan mengintai ke sana ke mari. Sebentar lagi, hari menjadi gelap dan matahari
yang tadi masih nampak terapung di titik pertemuan antara air dan langit, kini
telah lenyap sehingga terpaksa lampu-lampu di kapal itu di nyalakan sehingga
keadaan menjadi terang. Dolleman lalu menyerahkan teropongnya kepada seorang
penjaga dan ia sendiri pergi ke kamar minum untuk membasahi kerongkongannya
dengan bir. Ia perlu minum bir untuk menghentikan goncangan-goncangan hatinya
yang berdebar-debar. Siapa yang takkan merasa gelisah " Malam ini adalah malam
penentuan baginya, yakni gagal atau berhasil! Soalnya sekarang hanyalah:
munculnya bajak laut Kertapati atau tidak. Kalau muncul, ia pasti akan berhasil.
Untuk ini ia telah mengatur penjagaan sebaik-baiknya. Ia sengaja tidak membawa
terlalu banyak pengawal agar tidak menakutkan Kertapati, akan tetapi ia maklum
bahwa tak jauh dari situ, sepaukan yang amat kuat berada di lain kapal,
mengintai dan mengawal kapalnya dengan diam-diam dan siap menyerbu apabila ada
bajak laut meyerang kapalnya! Yang ia khawatirkan hanyalah kalau-kalau
pancingannya takkan berhasil dan Kertapati tidak muncul! Ia teringat kepada Roro
Santi. Pantas saja Kertapati menyintainya! Laki-laki manakah yang tidak akan
kagum melihatnya dan jatuh cinta kepadanya"
Dolleman meninggalkan kamar minum dan melangkah menuju ke kamar Roro Santi.
Kasihan gadis manis itu seorang diri saja di kamarnya, demikian ia berpikir
sambil tersenyum menyeringai . Gadis cantik seperti itu tidak seharusnya berdiam
seorang diri di dalam kamar. Daripada menjadi kurban serangan angin di atas
geladak yang amat dingin, lebih baik duduk bercakap-cakap dengan dara jelita itu
di dalam kamar yang hangat!
Ketika ia mendorong daun pintu, ia melihat Roro Santi sedang duduk di atas dipan
sambil bertopang dagu, Dolleman tertegun dan berdiri di ambang pintu, memandang
kagum. Alangkah manisnya dagu itu, berlekuk indah di bagian bawahnya. Kalah dagu
patung Venus yang pernah dilihatnya di museum di negerinya! Dan rambut itu!
Hitam panjang berikal mayang, terurai di atas pundak dan punggung! Alangkah
hebatnya kulit tubuh itu, luar biasa! Gadis-gadis dinegerinya tidak ada yang
berkulit demikian halusnya, berwarna campuran putih kuning gelap, halus dan
bersih! Dolleman melangkah maju, menatap wajah manis itu dengan pandang mata kagum.
"Letnan Doleman, apakah keperluanmu maka kau masuk ke dalam kamarku tanpa ijin?"
tanya Roro Santi. Sikapnya agung seakan-akan seorang permaisuri raja menegur
hamba sahayanya. Dolleman tersenyum menyeringai lalu duduk di atas sebuah bangku di depan gadis
itu. "Roro Santi, perlukah bagi seorang pria untuk minta ijin lebih dahulu apabila ia
memasuki kamar tunangannya, bahkan yang boleh disebut sudah menjadi isterinya?"
Merah wajah Roro Santi mendengar ini. Ia marah sekali, akan tetapi dalam
pandangan Dolleman, ia menjadi makin cantik saja.
"Dolleman, kau mabok dan jangan kau berani berlaku kurang sopan!" tegurnya.
Akan tetapi Dolleman tertwa bergelak lalu berdiri dan melangkah maju, duduk di
atas dipan di dekat Roro Santi. "Ha, ha, manis, memang aku mabok! Mabok melihat
kau sedemikian cantik jelita. Seperti kau ini agaknya dewi-dewi kahyangan yang
diceritakan dalam dongeng-dongeng bangsamu!" Ia mengulur tangan hendak memegang
pundak Roro Santi, akan tetapi gadis itu mengelak dan berdiri dari tempat
duduknya. "Dolleman, jangan kau kurang ajar! Lupakah kau akan janjimu kepada ayah?"
"Ha, ha, ha! Manisnya kalau marah! Santi ...... aku ........aku hampir menahan rinduku
kepadamu. Marilah, manis beri ciuman kepadaku, kepada tunanganmu!"
"Keparat!" Roro Santi memaki sambil mencbut kerisnya yang kecil. "Kau majulah
kalau sudah bosan hidup! Awas, kalau kau berlaku tidak sopan, keris inilah yang
akan menamatkan riwayatmu atau akan melenyapkan nyawaku! Kulit tubuhku yang
tersentuh tanganmu akan kubeset, aku tak sudi tersentuh oleh tanganmu yang
kotor! Pergi!!" Untuk sejenak Dolleman tertegun, akan tetapi pengaruh bir telah naik di
kepalanya dan sikap Roro Santi yang gagah itu dalam pandangan matanya menambah
kecantikan gadis itu. Ia melangkah maju. Akan tetapi pada saat itu, dari luar
pintu kamar terdengar seruan dalam bahasa Belanda yang berarti, "Perahu-perahu
bajak sudah tampak!"
Dolleman menoleh ke pintu lalu menjawab, "Jangan turun tangan dulu, biarkan
mereka datang dekat!" Setelah berkata demikian, kembali dia menghadapi Roro
Santi dan berkata, "Berlakulah manis kepadaku, Santi! Mari kita merayakan saat
kemenangan kita!" Wajah Dolleman menjadi berkilat karena peluh mulai membasahi
mukanya. "Kertapati telah muncul dan sebentar lagi ia dan kawan-kawannya akan
dihancurkan! Mari, mari kau datang dekat .............. !"
"Keparat jahanam! Jangan datang dekat!" seru Roro Santi dengan marah, akan
tetapi tiba-tiba Dolleman melompat cepat. Gerakan ini sama sekali tak disangka
oleh Roro Santi. Gadis itu mengangkat kerisnya, akan tetapi sekali menyampok
dengan tangannya, keris itu terlepas dari pegangan Roro Santi dan menimpa peti
kayu besar yang berada di sudut kamar.
Keris kecil yang menimpa peti besar itu bagaikan pembuka sumbat botol wasiat
dalam cerita kuno tentang jin, karena pada saat itu juga tiba-tiba tutup peti
besar itu terbuka dari dalam dan dari dalam peti itu melompat keluar dua tubuh
orang yang dengan sigapnya lalu berlompatan menerkam Dolleman!
Dolleman yang telah memegang tangan Roro Santi yang meronta-ronta, menjadi
terkejut sekali ketika melihat betapa tiba-tiba saja dua orang laki-laki berdiri
di hadapannya. Ketika ia memandang, matanya terbelalak dan mulutnya celangap
karena seorang diantara dua laki-laki itu bukan lain ialah ........ Kertapati
sendiri! Ketika masuk ke dalam kamar itu, Dolleman tidak membawa senapannya,
maka kini ia mencabut pedangnya dan membuka mulut hendak berteriak memanggil
penjaga. Akan tetapi, secepat kilat Kertapati menubruknya dengan seruan geram.
"Dolleman bangsat rendah! Bersiaplah untuk binasa!" Dolleman mengangkat
pedangnya, akan tetapi dengan kecepatan dan kesigapan luar biasa tangan
Kertapati menangkap pergelangan tangan kanannya dan tangan kanan mengirim
pukulan ke arah ulu hati Dolleman! Tubuh yang tinggi besar itu terlempar dan
pedangnya terlepas dari pegangan, sedangkan kerongkongannya yang tadinya hendak
mengeluarkan teriakan memanggil kawan, hanya dapat mengeluarkan keluhan karena
sakit saja. Sebelum ia dapat berdiri lagi, keris di tangan Kertapati telah menembus
jantungnya dan matilah Letnan Dolleman pada saat itu juga!
Roro Santi juga merasa amat terkejut. Sementara ia melihat Kertapati dan seorang
laki-laki lain keluar dari peti itu, ia hanya berdiri mepet dinding dengan mata
terbelalak, seakan-akan tidak percaya kepada kedua matanya sendiri.
Ia hanya diberitahu oleh ayahnya bahwa Kertapati telah diberitahu dan ia diminta
supaya percaya akan pertolongan Kertapati. Sama sekali tak pernah disangkanya
bahwa Kertapati bersama seorang kawannya telah bersembunyi di dalam peti besar
Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu! Sebelum Dolleman datang ia telah memikir dengan heran apa gerangan isi peti
yang besar itu, dan ketika ia mencoba untuk mencoba untuk membuka tutupnya,
ternyata bahwa peti itu tertutup dari dalam dan tak dapat dibuka! Tidak tahunya
bahwa di dalamnya adalah Kertapati dengan seorang anak buahnya.
Pada saat Kertapati menancapkan kerisnya di dada Dolleman, dari luar terdengar
suara mendatangi. Kawan Kertapati segera memadamkan lampu kamar itu dan ketika
dari luar terdengar suara orang bertanya. "Letnan, mereka kini telah datang
dekat!" maka kawan Kertapati yang bertubuh tinggi besar itu mengeluarkan jawaban yang
membuat Roro Santi tertegun dan terheran-heran. Jawaban itu dikeluarkan dalam
bahasa Belanda yang lancar dan suaranya benar-benar tiada bedanya dengan suara
Dolleman tadi! Orang tinggi besar ini memang sengaja dibawa oleh Kertapati,
karena ia adalah seorang bekas anggauta Kompeni Belanda yang telah menjadi anak
buahnya dan pandai bicara bahasa Belanda. Memang hal ini telah direncanakan
semula oleh Kertapati yang cerdik. Orang itu yang bernama Bandi, menjawab suara
di luar itu dengan sebuah perintah.
"Jangan tembak dulu. Padamkan semua lampu di bawah, biarkan lampu di puncak
tiang saja yang menyala agar mereka tidak melihat berapa banyak adanya pasukan
kita!" Di dalam gelap, Roro Santi dan Kertapati saling bertemu dan ketika Roro Santi
merasa betapa ia dipeluk oleh kekasihnya itu, barulah ia maklum bahwa peristiwa
yang dilihatnya tadi bukanlah impian semata. Mereka lalu keluar dari kamar itu
dan karena penerangan di bawah dipadamkan sesuai dengan dengan perintah Dolleman
palsu itu, maka mudahlah bagi Kertapati untuk menyelinap ke bagian belakang
kapal itu. Di atas kapal itu, yakni di pinggir sebelah belakang, memang disediakan beberapa
buah perahu kecil yang disediakan untuk pertolongan-pertolongan darurat sewaktu-
waktu terjadi bahaya. Kertapati meraba-raba dan di dalam gelap ia melepaskan ikatan sebuah perahu
kecil itu. Tiba-tiba, sebuah bayangan muncul dari dalam gelap dan membentak.
"Siapa?"" Kertapati menjawab dengan sebuah tusukan kerisnya ke arah dada orang itu, akan
tetapi ternyata orang itu cukup gesit karena dapat mengelak sambil membalas
dengan serangan pedangnya dan berteriak. "Ada penjahat ....... !" Akan tetapi
teriakannya kandas dan tubuhnya terlempar keluar ke dalam laut ketika Kertapati
cepat menyerbu dan melemparkannya!
"Cepat, mari ikut, Santi! Pegang tangan kiriku erat-erat!" bisik Kertapati yang
berhasil melepaskan ikatan perahu kecil tadi. Perahu itu jatuh ke air dan
Kertapati sambil memegang tangan Roro Santi, lalu melompat ke dalam air pula!
Orang-orang yang mendengar seruan tadi, segera memburu ke tempat itu seorang
diantaranya membawa sebuah lentera, akan tetapi ketika tiba di situ, mereka
tidak berhasil melihat sesuatu. Seorang diantaranya melihat bahwa sebuah perahu
kecil lenyap, maka ia memberitahukan hal ini kepada kawan-kawannya. Semua orang
terkejut dan segera berlari mencari Dolleman. Akan tetapi yang dicarinya tidak
nampak, maka tak kemudian terdengarlah ribut-ribut di atas kapal itu.
"Mana Letnan Dolleman ?"" terdengar pertanyaan.
"Aduh, ini ada seorang kawan kita rebah mandi darah !" seru seorang.
"Di sini juga! Seorang kawan kita sudah mati!"
"Mana Letnan Dolleman ?" seru yang lain.
Ribut dan paniklah semua orang dalam kegelapan itu. Tiba-tiba terdengar perintah
yang keluar dengan kerasnya dari atas. Suara Dolleman memerintah, "Lekas putar
kapal ke kiri dan maju perlahan ! Jangan menembak dulu, tunggu perintahku !"
Semua orang memandang ke atas dan melihat bayangan Dolleman yang tinggi besar
itu telah berdiri di tempat penjaga dekat puncak tiang menara. Jurumudi menurut
perintah ini dengan hati terheran-heran karena dengan memutar kapal seperti ini,
mereka kini berada di depan para perahu-perahu bajak laut yang kian berada di
belakang mereka! Tiba-tiba, dari arah perahu-perahu bajak yang hitam itu, mulai meluncur panah-
panah api yang beterbangan bagaikan bintang berpindah tempat! Semua anak panah
dapat mengenai kapal dengan tepat berkat cahaya penerangan yang masih dipasang
di puncak tiang ! "Celaka, mereka menyerang ! Padamkan lampu di atas !" Terdengar seorang di
geladak berseru dan cepat-cepat ia menggunakan sepatunya untuk memadamkan yang
membakar ketika sebatang anak panah menancap di atas geladak dekat tempat ia
berdiri. "Mana Letnan " Mengapa tidak memberi aba-aba balas menembak ?" tanya seorang
dengan bingung. "Kapal seharusnya diputar lagi ke kanan agar kita bisa mempergunakan meriam!"
seru pula seorang. Akan tetapi Letnan Dolleman yang berada di atas itu ternyata
bungkam saja. Tiba-tiba seorang berlari-lari dari bawah melalui anak tangga. Orang ini membawa
sebuah lentera dan napasnya terengah-engah ketika ia berseru, "Celaka ...! Letnan
Dolleman telah tewas ...... ! Puteri telah lenyap ...... !"
Semua orang terkejut. "Kau gila?" seru seorang sambil menuding ke atas. "Itu
Letnan Dolleman ! Siapa bilang dia tewas ?"
Beberapa orang berlari ke dalam kantor ke dalam kamar Roro Santi dan segera
mereka keluar sambil berteriak-teriak. "Benar, Dolleman telah mati ! Yang di
atas itu Dolleman palsu ! Tembak dia ! Seret dia turun !"
Memang yang di atas tempat penjaga itu adalah Bandi. Tadi di dalam gelap, ia
telah membunuh dua orang penjaga dengan kerisnya dan ia sendiri lalu memanjat
naik untuk melihat gerakan kawan-kawannya. Maka ia lalu memberi perintah untuk
memutar kapal ke kiri agar kedudukan kawannya itu tidak terancam oleh meriam-
meriam di kanan kiri kapal !
Kini mendengar bahwa rahasianya telah terbuka, ia tertawa bergelak-gelak dan
segera ia memegang sebuah tali dan mengayun tubuhnya ke bawah ! Beberapa orang
serdadu menembakkan tetapi meleset dan setelah Bandi berada di bawah, mereka
tidak berani menembak, takut kalau-kalau pelurunya akan mengenai kawan sendiri.
"Tangkap ! Bunuh !" mereka berseru dan menyerbu Bandi yang telah mencabut
kelewangnya. Bajak laut yang tinggi besar ini dikurung dan dikeroyok. Ia
mengamuk dan setelah merobohkan tiga orang lawan dengan kelewangnya, akhirnya ia
kena tertusuk juga pada pundaknya. Ia melompat dan menerjang keluar dari
kepungan, lalu berlari ke pinggir kapal. Akan tetapi malang, sebelum bajak yang
gagah berani dan cerdik ini dapat melompat ke air, terdengar tembakan dan peluru
menembus dadanya dan tubuhnya lalu terjungkal ke dalam air dalam keadaan tak
bernyawa pula ! Pada saat itu, panah-panah api makin hebat dan deras datangnya sehingga sebagian
kapal itu telah mulai terkena api. Para serdadu yang kehilangan pemimpin iti
menjadi panik. Sebagian orang memadamkan api dan sebagian pula menembakkan
senapan mereka ke arah perahu-perahu kecil. Beberapa orang telah terkena anak
panah dengan tepat sehingga di sana-sini sudah nampak mayat-mayat
bergelimpangan. Akan tetapi mereka dapat mengusai keadaan dan setelah kapal
diputar ke kanan, maka mulai berdentumlah meriam-meriam kapal itu.
Para bajak laut menjadi kewalahan. Beberapa buah mereka hancur atau terbalik.
Terpaksa yang masih ada lalu melarikan perahu merek menjahui kapal itu dengan
terpencar. Sementara itu, setelah melompat ke dalam air, pertama-tama Kertapati menolong
Roro Santi yang dipeluknya dan dibawa berenang mengejar perahu yang dijatuhkan
tadi. Setelah membalikkan perahu itu, ia lalu membantu Roro Santi naik ke dalam
perahu dan segera mendayung perahu itu menghilang di dalam gelap menuju ke
tempat perahu-perahu anak buahnya yang berada di belakang kapal. Di atas geladak
kapal Kompeni itu sedang terjadi keributan, maka tak seorangpun memperhatikan
gerakan Kertapati ini. Biarpun Kertapati berada di tengah-tengah mereka, akan tetapi para bajak laut
itu tak berdaya menghadapi semburan peluru meriam yang hebat dari kapal musuh
itu. Kertapati lalu memberi perintah untuk mundur dan melarikan diri. Akan tetapi,
tak pernah disangkanya bahwa Dolleman benar-benar hebat dan cerdik. Baru saja
mereka berhasil menjauhkan diri dari kapal Kompeni itu, tiba-tiba sebuah kapal
lain yang lebih besar dan lebih lengkap menghadang perjalanan mereka !
Suara senapan memberondong dari atas kapal itu dan hampir seluruh anak buah
bajak laut Kertapati yang melakukan perlawanan mati-matian dengan anak-anak
panah mereka, habis disapu oleh peluru senapan para sedadu. Musuh terlalu
banyak, dan senjata mereka lebih baik, ditambah pula kedudukan mereka yang
terlindung di atas kapal yang besar itu.
Setelah Kertapati kena tembak pundaknya dan pingsan di atas pangkuan Roro Santi,
maka pertempuran berhenti. Hanya beberapa orang anak buah Kertapati yang
berhasil menyelamatkan diri dengan jalan terjun ke air dan menyelam lalu
menjatuhkan diri mempergunakan kepandaian renang mereka.
Kertapati sendiri tertawan. Orang-orang di atas kapal ketika mendapat kenyataan
bahwa dua orang yang berada di perahu kecil itu adalah Kertapati sendiri yang
sedang pingsan dan Roro Santi yang duduk menangis di dalam perahu, lalu menolong
dan mengangkat mereka ke dalam kapal. Setelah berada di kapal dan melihat betapa
kedua tangan Kertapati yang sudah pingsan dan penuh darah dadanya itu
dibelenggu, Roro Santi menjerit dan roboh pingsan pula !
Bajak laut Kertapati dibawa ka Jepara, oleh karena Kompeni berpendapat bahwa
lebih baik bajak laut yang terkenal itu menjalankan hukum tembak di kota Jepara
agar umum dapat menyaksikannya dan menjadi takut untuk mencontoh perbuatannya
yang merugikan Kompeni. Roro Santi telah dijemput oleh ayahnya dan kembali ke gedungnya. Setiap hari
gadis ini hanya menangis dan sedih.
Kompeni mengumumkan bahwa bajak laut Kertapati akan ditembak mati pada hari
Jumat Kliwon di pinggir laut, di bagian yang dalam. Di situ telah dibuat sebuah
jembatan sampai ke bagian air yang dalam, di mana bajak laut itu akan
menjalankan hukumannya. Semua penduduk dipersilahkan menyaksikan hukuman bajak
laut ini. Hari Jumat Kliwon. Di tepi pantai telah penuh orang. Para bangsawan keluar dari
gedung masing-masing dan ikut pula menyaksikan penyelenggaraan hukuman besar
itu, bahkan orang-orang dari dusun-dusun yang jauh pada datang berbondong-
bondong untuk menyaksikan hukuman yang hendak dijatuhkan kepada bajak laut yang
ternama itu, bajak laut muda yang mempunyai banyak pengikut dan pencinta, akan
tetapi juga mempunyai banyak pembenci itu !
Adipati Wiguna juga hadir, bersama Roro Santi yang berwajah pucat. Mereka
mendapatkan tempat yang terdepan, oleh karena Kompeni menganggap bahwa keluarga
inilah yang mendapat gangguan paling besar dari Kertapati sehingga tentu ingin
menyaksikan dari dekat betapa musuh besarnya tewas ! Juga para Kompeni
menganggap bahwa Roro Santi adalah tunangan Letnan Dolleman yang dibunuh oleh
Kertapati, maka tentu saja gadis ini merasa sakit hati terhadap bajak laut itu !
Di dekat gadis itu nampak Raden Suseno, tunangan yang menjaga gadis itu dengan
penuh perhatian dan ia merasa amat kasihan melihat gadis tunangannya ini yang
telah mengalami banyak penderitaan.
Jam sembilan tepat, serombongan Kompeni datang berbaris mengiringkan Kertapati.
Bajak laut ini nampak pucat sekali oleh karena luka di pundaknya mengeluarkan
banyak darah dan ia tidak dirawat sama sekali, bahkan menerima banyak pukulan
siksaan dalam penahanannya itu. Akan tetapi ia berjalan menuju ke tepi pantai,
ia tersenyum-senyum dan sepasang matanya bercahaya, sama sekali tidak kelihatan
takut. Air mata banyak mengucur keluar ketika orang-orang menyaksikan pemuda teruna
yang tampan ini berjalan dengan gagah dan bersemangat, seakan-akan maut yang
menantinya merupakan jantung hatinya yang berdiri tersenyum melambaikan tangan
kepadanya. Kertapati lalu diikat di ujung jembatan itu pada sebatang tiang yang sudah
disediakan, dan para serdadu lalu mengundurkan diri untuk memberi ketika kepada
seorang pembesar Kompeni dari Semarang yang akan mengucapkan pidato !
Pembesar itu adalah seorang Belanda yang berkepala botak, yang maju dan berdiri
menghadapi semua penonton, membelakangi Kertapati dan berkata dalam bahasa
daerah yang kaku. "Tuan-tuan dan nyonya-nyonya sekalian. Hari ini akan dilangsungkan hukum tembak
kepada Kertapati, seorang penjahat besar, seorang bajak laut, perampok yang amat
jahat dan berbahaya. Dengan dihukumnya penjahat ini, maka sekali lagi Kompeni
telah menolong tuan-tanah dan nyonya-nyonya dari gangguan seorang penjahat yang
berbahaya !" "Bohong ...... !" tiba-tiba terdengar teriakan dari tengah-tengah penonton yang
berdesak-desakan. "Kompenilah perampok dan bajak yang sejahat-jahatnya !"
Para penjaga lalu mengejar ke arah suara itu, akan tetapi mereka menjadi bingung
karena siapakah yang harus ditangkap " Di situ terdapat banyak sekali orang,
laki-laki dan wanita, tua dan muda, bahkan ada pula anak-anak. Maka pemimpinnya
mengangkat pundak, dan tertawa suara menyeramkan. Yang tertawa adalah Kertapati.
"Ha, ha, ha ! Kompeni Belanda !! Baru saja kamu mendengar teriakan rakyat ! Kau
boleh membunuh aku, akan tetapi kamu takkan kuasa membunuh teriakan itu ! Pekik
dan teriak perlawanan terhadap kamu akan berkumandang sepanjang masa. Seorang
Kertapati boleh ditembak, akan tetapi ribuan, laksaan, ya bahkan seluruh rakyat
akan bangkit dan berontak mengusirmu dari tanah air kami !
Ya sekarang kamu boleh berlaku sewenang-wenang, boleh memaksa rakyat datang
menyaksikan pembunuhan yang kamu lakukan seorang keluarga mereka, akan tetapi
tunggulah saja ...... tunggulah datangnya pembalasan rakyat !"
Belanda botak itu menjadi pucat dan gugup, lalu memberi dengan tangannya.
"Penembakan segera dilakukan !" teriaknya.
Pada saat itu, tiba-tiba Roro Santi melompat turun dari kursinya dan berlari-
lari di sepanjang jembatan kecil itu menghampiri Kertapati. Sambil menangis
tersedu-sedu ia memeluk tubuh Kertapati.
"Kertapati ........ " bisiknya dan ia tak dapat menahan membanjirnya air mata.
"Santi ....... Santi ...... kekasihku ! Jangan kau memberatkan pengurbananku dengan air
matamu, jiwa hatiku ...... Tenanglah dan berlakulah tabah ....... Kematian bukan apa-apa
bagi Kertapati !" Roro Santi mendekap kepala pemuda itu, dipeluknya, diciuminya diantara hujan air
mata, kemudian ia mencabut kerisnya dan dibukanya ikatan tangan dan kaki
Kertapati. Ketika beberapa orang serdadu memburu ke arahnya, ia lalu membalikkan
tubuh dengan keris di tangan, memandang bagaikan seekor harimau betina
melindungi anaknya. "Majulah ! Kerisku akan membedah perutmu ! Keparat kejam ! Bajingan hinadina!
Kertapati bukan pengecut, ia takkan lari ! Tak usah dibelenggu, ia tidak takut
mati !" Para penjaga itu mundur kembali dengan ragu-ragu dan Roro Santi kembali
menghampiri Kertapati yang segera memeluk dan mencium keningnya.
"Roro Santi, kekasihku. Pergilah kau kembali ke tempatmu dan relakanlah aku
mati. Hanya pesanku, kau dan keluargamu, kau dan putera-puteramua kelak, jangan
sekali-kali kena bujuk Kompeni yang bermulut manis ! Kompeni hanya akan
mendatangkan malapetaka dan sengsara bagi keturunanmu ........ ingatlah hal ini
baik-baik, Santi .......... ." Dengan air mata mengalir Roro Santi hanya memandang dan menggangguk-angguk.
Pada saat itu, Raden Suseno yang memburu ke situ telah tiba dengan sambil
menarik-narik tangan Roro Santi, ia membujuk gadis itu untuk kembali ke
tempatnya. Pemandangan yang amat mengharukan tadi telah membuat para penonton menangis
tersedu-sedu. Bahkan Raden Suseno sendiri, ketika melihat betapa Roro Santi
berpeluk-pelukan dengan Kertapati, tidak merasa cemburu, bahkan seakan-akan ada
sesuatu yang naik ke kerongkongannya yang membuat ia menggigit bibir menahan
runtuhnya air mata dari kedua pelupuk matanya ! Adipati Wiguna menutup muka
dengan kedua tangannya dan air mata mengalir dari celah-celah jari tangannya !
Setengah memaksa, Raden Suseno menarik Roro Santi mundur dari jembatan itu.
Pemimpin Kompeni memberi tanda dengan tangan dan tiba-tiba.
"Dar ! Dar ....... !! Dar !!!" Lebih dari tujuh pucuk senapan memuntahkan cahaya api
dan peluru yang semua menyambar ke tubuh Kertapati. Tubuh itu terkulai,
terhuyung-huyung di atas jembatan, kedua tangan memegang dada .......
"Kertapati ..... !" Roro Santi menjerit dan Raden Suseno tak kuasa menahannya
ketika ia memberontak dan berlari cepat sekali memburu kepada Kertapati.
"San ........ ti ......... " Kertapati berbisik dan memandang dengan senyum dan matanya
mulai kabur. "Kertapati ....... !" Santi menubruk tubuh yang hendak roboh itu dan memeluknya
erat-erat hingga darah yang keluar dari lubang-lubang di tubuh pemuda itu
membasahi tubuhnya pula. Raden Suseno diikuti oleh para penjaga mengejar, akan
tetapi tiba-tiba Roro Santi menghardik.
"Jangan dekat !" Ia menarik kerisnya dan mengancam, akan tetapi karena amat
kuatir, Raden Suseno tetap melangkah maju. Melihat ini, Roro Santi lalu memeluk
tubuh Kertapati lebih erat lagi lalu melempar dirinya ke bawah jembatan bersama-
sama Kertapati ! Yang nampak di atas papan jembatan kini hanyalah ceceran darah
yang tadi mengucur keluar dari dada dan lambung Kertapati.
Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Santi ....... !" Raden Suseno memekik dan ikut pula melompat ke dalam air, akan
tetapi terlambat ! Ia hanya mendapatkan dua tubuh yang sudah tak bernyawa lagi
dalam keadaan berpelukan mulai tenggelam di dalam laut. Tubuh Kertapati penuh
luka peluru, sedangkan keris yang tadi dipegang oleh Roro Santi menancap di dada
kiri gadis itu ! Semua orang menangis ketika kedua jenazah itu dikeluarkan. Dan para anggauta
Kompeni yang berada di situ hanya dapat memandang marah ketika melihat betapa
semua orang menghormati kedua jenazah itu seakan-akan yang mati adalah orang-
orang agung ! Akan tetapi mereka tidak berani menentang rakyat yang demikian
banyaknya dan yang mulai memandang kepada mereka dengan mata merah !
Terpaksa mereka lalu meninggalkan tempat itu dengan kepala tunduk.
Beberapa hari kemudian, setelah jenazah Kertapati dan Roro Santi dimakamkan,
Jepara kehilangan beberapa orang lagi, yakni Adipati Wiguna, Bupati Randupati,
Raden Suseno dan Tumenggung Basirudin yang kesemuanya melarikan diri menyeberang
ke Mataram untuk membantu pemberontakan Trunajaya ! Mereka semua ini diilhami
oleh perjuangan dan kegagahan Kertapati, maka diam-diam Kompeni mencatat bahwa
pembunuhan yang dilakukan atas diri bajak laut Kertapati itu sama sekali tak
dapat disebut sebuah kemenangan, karena selain anak buah bajak Kertapati masih
banyak yang mendatangkan gangguan bagi mereka, juga banyak para bangsawan dan
rakyat Jepara menyeberang kepada Trunajaya !
Demikianlah, kisah ini ditutup dengan catatan bahwa ucapan-ucapan terakhir yang
keluar dari mulut pahlawan teruna Kertapati itu ternyata terbukti karena
sungguhpun tak lama kemudian Trunajaya gagal dan tewas, selanjutnya tiada
hentinya rakyat berusaha untuk mengusir musuh besarnya, yaitu Kompeni Belanda !
Tamat Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 8 Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung Pedang Sinar Emas 13
jelita ! " Kertapati mau-tak-mau tersenyum juga mendengar ucapan ini. Alangkah tabahnya
gadis ini. Sebagai seorang tawanan yang ebrada di tangan bajak-bajak laut,
baukannya merasa takut, bahkan kini menjadi penasihat dan pengiburnya dalam hal
asmara. Keberanian gadis itu membuat Kertapati menjadi agak gembira, maka sengaja ia
melayani percakapan itu dan berkata,
" Bukankah tadi aku bilang bahwa aku adalah seorang bajak laut yang dibenci "
Puteri bagsawan mana yang sudi kepadaku " "
Kini jawaban Winarti yang disertai pandang mata lembut dan penuh perasaan,
benar-benar membuat Kertapati terkejut. Gadis itu berkata. " Banyak terdapat
puteri-puteri bangsawan cantik jelita yang lebih menyinta seorang bajak laut
yang muda, rupawan an gagah perkasa, daripada seorang teruna bagsawan atau
pangeran yang bertubuh lemah, berpenyakitan, dan biasanay hanya mengumpulkan
selir, sebanyaknya aja ! Aku sendiri ...... akupun tidak suka dan benci sekali melihat pemuda bangsawan macam
itu ! Dan ...... bajak laut hanyalah merupakan nama saja, merupakan sebutan seperti halnay
pakaian yang dipakai. Kalau pakaian itu ditinggalkan dibuang jauh-jauh di laut
dan kemudian diganti dengan pakaian lain yang bersih, siapa yang akan tahu kalau
Kertapati adalah bekas seorang bajak laut yang ditakuti " Dan aku ...... kiranya aku
akan dapat menolongmu dalam hal ini , yakni ..... kalau kau kehendaki ...... "
Tiba-tiba Kertapati tertawa bergelak. " Minggirkan perahu ! " katanya kepada
anak buahnya yang mendayung perahunya. Para anak buahnya merasa heran mendengar
perintah ini karena mereka msih jauh dari perkampungan yang makam hari ini akan
dijadikan tempat persembunyian. Tapi mereka merasa girang melihat betapa
Kertapati yang biasanya " alim " terhadap wanita itu, kini bahkan dengan tangan
sendiri menculik seorang gadis. Dan melihat kecantikan puteri ini, diam-diam
mereka mengharapkan agak kali ini Kertapati benar-benar akan memilih jodohnya !
Maka, bukan main kecewa dan keheranan mereka ketika melihat bahwa setelah perahu
menempel di tepi pantai, Kertapati lalu menarik tanagn gadis itu turun dari
perahu dan berkata, " Nah, sampai di sini saja. Winarti ! Dan tetang nasihatmu
tadi ...... akan kupikir-pikirkan baik-baik. Terima kasih ! " Sambil tertawa Kertapati
lalu melompat ke atas perahunya lagi dan menyuruh anak buahnya mendayung pergi.
" Kertapati ! Jangan tinggalkan aku seorang diri di sini ...... aku takut ! "
Winarti berteriak-teriak sambil memandang ke sekelilingnay yang sunyi dan gelap,
" Ha, ha, ha, ! Kau tidak takut kepada bajak laut Kertapati, masa sekarang kau
takut kepada malam gelap " Ha, ha, ha ! " Terdengar suara ketawa Kertapati dan
kawannya makin menjauh dan melenyap berbareng dengan lenyapnya bayangan perahu
mereka. Winarti menjadi binggung. Kembali ia memandang ke sekelilingnya yang gelap.
Sinar bulan yang suram muram mebuat pohon-pohon besar nampak bagaikan raksasa
hitam tinggi besar dan angin laut yang tertiup membuat raksasa-raksasa itu
bergerak-gerak seakan-akan handak menerkamnya. Winarti berlutut di atas pasir
pantai dan menutupi kedua matanya dengan tangan, lalu menangis !
" Dengar, kawan-kawan. Kalian harap lekas membawa barang-barang ini ke tempat
kawan-kawan kita yang lain. Adakah persiapan untuk penyerbuan kota jepara yang
akan kulalukakn pada besok malam ! Kerahkan semua kawan-kawan, bahkan tambahan
balabantuan dari kampung-kampung yang ebrdekatan. Kita harus memberi pukulan
keras dan mendatangkan hasil yang besar kali ini agar cepat dapat kita kirimkan
ke Mataram ! Kalian boleh berkumpul di gerbang berat, menanti tiada yang akan
kuberi dengan panah api. "
" Kau sendiri bagaiamana akan dapat masuk ke Jepara " Wajahmu telah dikenal dan
setelah perahu Tumenggung Basirudin itu tiba di Jepara, tentu penjagaan akan
diperkuat ! " kata seorang kawannya.
" Mudah saja, aku sudah mempunyai " kunci masuk " yang merupakan seorang gadis
cantik. " Kawan-kawannya memandang heran, akan tetapi kemudian mereka dapat menduga, maka
terdengar suara ketawa disana-sini. Kertapati lalu mengatur siasat penyerbuan
itu dan memberi pesan kepada semua kawannya bagaimana harus menyerbu Jepara pada
besok malam. Kemudian ia berkata.
" Jangan lupa, kawan-kawan, karena mungkin aku tidak akan mempunyai kesempatan
untuk mengulang pesanan ini. Kelima ahli panah kita, Harjo, Wiro Mangun, Dibyo
dan Kartiko, harus menyerang rumah penginapan Dolleman untuk menarik pertahanan
kota di tempat itu. Serang sambil berpencar, tipu mereka dengan panah-panah
kembar, dan jangan lupa bawa karung-karung pasir untuk tempat berlindung mereka.
" Setelah memberi pesan dengan teliti sekali, ia lalu berpaling kepaad seorang
anggota bajak yang sudah agak tua, bertanya, " Dirun, kau bawa perabot-perabotmu
" " " Ada, ada dalam saku bajuku, " jawab orang itu.
" Nah, maro kaurobah mukaku, jangan terlalu muda, juag jangan terlalu tua, cukup
saja untuk menarik kepercayaan seorang gadis tanpa menimbulkan jijik. Ia duduk
di atas pasir dan Dirun mulai " merobah " muka kepala bajak muda itu dengan
jari-jari yang amat cekatan. Pekerjaan ini dilakukan hanya dibawah penerangan
beberapa batang obor yang mereka nyalakan.
Winarti masih duduk ditepi laut seorang diri, kadang-kadang menangis, kadang-
kadang mengibur diri sambil menarik napas panjang. Tak lama lagi, hari akan
terang kembali dan aku bisa mencari jalan pulang atau minta tolong kepada orang
kampung yang kujumpai di jalan, demikian ia menghibur diri sendiri dan menekan
rasa takutnya. Akan tetapi kalau ia teringat kepada Kertapati, tak terasa air
matanya mengalir turun kembali. Ia merasa amat kecewa, karena pemuda yang luar
biasa, tampan dan gagah perkasa itu agaknya sama sekali tidak tertarik
kepadanya. Yang menyakitkan perasaannya ialah bahwa pemuda itu tidak menaruh
kasian kepadanya ! Alangkah kejamnya, meninggalkan aku seorang diri di tempat seperti ini.
Ah, dia tidak berjantung, tidak berperasaan, tak kenal perikemanusiaan ! Winarti
mengomel panjang-pendek di dalam hatinya dan mencoba untuk menanam rasa benci di
dalam hatinya. Akan tetapi, diam-diam ia harus akui bahwa tak mungkin baginya
untuk membenci pemuda itu. Ia kagumi kegagahannya, dan wajah itu ..... terutama
matanya yang tajam tak mau hilang saja dari bayang-bayang lamunannya !
Ah, pikirnya sambil mengigit bibir, kalau dia berganti pakaian, berganti nama,
dan menjadi ...... mantu ayahku, siapa yang akan menyangka bahwa ayahku, siapa yang
akan meyangka bahwa dia adalah bajak laut Kertapati " Alangkah bahagianya
bersuamikan seorang gagah perkasa ..... ah, akan tetapi ia sombong, sombong dan
kejam ! Aku benci padanya ..... benci ! Ia menangis lagi.
Tengah malam telah lewat dan keadaan makin sunyi membuat hati Winarti makin
gelisah dan takut. Sebetulnya bukan tak ada orang sama sekali di sekitar tempat
itu, karena semenjak tadi, di luar tahunya Winarti, ada sepasang mata yang tajam
dan bersembunyi di balik bulu mata yang sudah keputih-putihan dan pelupuk mata
yang agak sipit dan berkeriput.
Ini adalah mata seorang laki-laki setengah tua yang berpakaian sebagai seorang
petani, baju biru panjang penuh tambalan, celana panjang samapi bawah lutut, jga
penuh tambalan, rambutnya yang telah banyak uban itu tertutup oleh sehelai ikat
hitam dan sarungnya diselempangkan pada pundak kirinya.
Kakek ini berdehem perlahan dan muncul dari tempat persembunyiannya. Winarti
yang sedang menangis terkejut sekali hingga serentak ia bangun berdiri. Akan
tetapi, ketika ia melihat seorang setengah tua berdiri tak jauh dari situ, ia
menjadi setengah tua berdiri bertindak menghampiri ia berkata.
" Pak tua ..... kau tolonglah aku ..... "
Kakek itu melihat di bawah sinar bulan yang suram betapa seorang gadis cantik
berlari kepadanya, maka ia segera membelalakkan matanya dan nampak terkejut
sekali. " Ya Jagat Dewa Patara ..... ! " ia memuji. " Bagaimana di tempat seperti ini
muncul seorang kuntilanak " Hai iblis ! Pergilah dan jangan ganggu Pak Sumpil !
Aku sudah tua dan takkan tertarik oleh kecantikanmu ! " Sambil berkata demikian,
kakek itu mengangkat kedua tangannya seakan-akan ia berdoa !
Sungguhpun ia tadi baru saja menangis, akan tetapi melihat kelakuan kakek itu,
Winarti tertawa terkekeh-kekeh sehingga kakek itu makin ketakutan dan mundur dua
langkah. " Pak tua ...... atau Pak Sumpil kalau memang itu namamu. Aku bukan kuntilanak !
Lihatlah, apakah punggungku bolong " " Sambil berkata demikian, Winarti lalu
memutar tubuhnya memperlihatkan punggungnya yang halus, bersih dan sama sekali
tidak bolong. " Bukan kuntilanak ...... " Maaf ...... kalau begitu, siapakah den ajeng ini "
Mengapa seorang wanita muda seperti den ajeng berada di tempat ini pada saat
seperti ini " " Kakek itu menghampiri dengan membungkuk-nungkuk memberi hormat.
" Saya adalah puteri Tumenggung Basirudin di Jepara. Siapakah kau , pak " Apakah
namamu Pak Sumpil" "
Kakek itu nampak tertegun mendengar bahwa puteri ini adalah anak seorang
tumenggung, maka ia segera memberi hormat dan berkata. " Memang benar nama hamba
Pak Sumpil, karena selain menjadi petani, hamba suka mencari dan mengumpulkan
sumpil ( keong kecil ), maka hamba disebut Pak Sumpil. Mengapa den ajeng berada
di tempat ini seorang diri " "
Dengan girang karena telah bertemu dengan seorang dusun, Winarti lalu
menceritakan bahwa ia telah diculik oleh bajak laut Kertapati dan diturunkan di
situ. " Maka, harap kau suka tolong aku, Pak Sumpil. Antarkan aku ke Jepara, ayah
tentu akan memberi hadiah besar kepadamu ! "
Pak Sumpil segera menyanggupi dan berkata, " Karena malam gelap. Lebih baik kita
berangkat besok pagi-pagi, den ajeng, lebih baik kita berangkat besok pagi-pagi,
den ajeng. Kalau den ajeng suka, dan den ajeng boleh mengaso atau tidur, hamba
yang menjaga. " Akan tetapi Winarti tak dapat tidur, dan setelah Pak Sumpil membuat api unggun
untuk mengusir dingin dan nyamuk , ia malah mengajak kakek itu bercakap-cakap.
" Telah lama hamba dan sekalian saudara-saudara di kampung mendengar nama bajak
laut Kertapati. Bahkan belakangan ini orang-orang mengabarkan bahwa bajak laut
itu hendak menikah dengan seorang puteri Jepara yang ebrnama Roro Santi !
Betulkah berita ini, den ajeng " "
" Bohong ! Bagaimana seorang bajak laut yang jahat bisa menikah denagn seorang
puteri Adipati " Menggelikan ! Andaikata Roro Santi sendiri setuju, tak mungkin
ayahnya memberi ijin. Pula, Adipati Wiguna telah memberikan puterinay itu kepada
letnan Kompeni, mereka sudah bertunangan ! "
Kakek itu nampak kaget. "Apa ?" Menikahkan puterinya dengan seorang Kompeni "
Aneh benar !! Belum pernah hamba mendengar berita seaneh ini selama hamba
hidup." " Ini kehendak Adipati Wiguna, siapa bisa menghalanginya " "
" Apakah den ajeng Roro Santi juga sudah setuju dinikahkan dengan seorang
Belanda yang bermata biru dan berambut kuning " "
Winarti menggeleng kepalanya. " Jangankan kepada seorang letnan Kompeni, bahkan
pada tunangannya yang dulupun, Roro Santi tidak pernah merasa suka.
Padahal tunangannya yang dulu, Raden Suseno, adalah seorang pemuda yang cukup
tampan dan gagah ! "
" Seorang gadis yang keras hati dan tak mudah jatuh cinta ...... " kakek itu berkata
perlahan, " diwaktu hamba masih muda dulu, pernah hamba bertemu dengan seorang
gadis seperti itu. "
" Benarkah, Pak Sumpil " Tentu pengalamanmu banyak sekali tentang watak-watak
wanita, bukan " Kau agaknya bukan seorang alim di waktu mudamu, pak ! "
Kakek itu tertawa bergelak. " Ah, hamba hanyalah seorang dusun, dan wanita-
wanita yang hamba kenalpun hanya perempuan-perempuan tani dan nelayan. "
" Menurut pendapatku, pak, seorang gadus seperti Roro Santi itu kalau sudah
menjatuhkan hatinya kepada seseorang, akan dibelanya sapai mati ! "
Setelah mendengar ucapan Winarti yang terakhir ini, kakek itu nampak tak ingin
banyak bicara lagi dan Winarti yang kini tidak merasa takut lagi lalu
menyandarkan tubuhnya pada batang pohon dan tertidur.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Winarti diantar oleh Pak Sumpil menuju
ke Jepara. Akan tetapi, oleh karena perjalanan melalui hutan dan jalan yang amat
sukar, sedangkan sebagai puteri bangsawan Winarti tak biasa berjalan jauh, maka
perjalanan itu makan waktu sampai sehari ! Gadis itu sama sekali tidka tahu
bahwa kalau sekiranya mereka mengambil jalan langsung dan tidak berputar-putar
dulu, tak sampai setengah hari mereka akan sampai di Jepara.
Menjelang senja mereka memasuki gerbang pintu Jepara dan para penjaga ketika
melihat Winarti diantar pulang oleh seorang petani itu, menjadi girang sekali.
Segera mereka memberitahukan hal ini kepada Tumenggung Basirudin yang segera
datang menjemput puterinya Winarti bertangis-tangisan dengan ayah-ibunya dan
ketika kedua orang tuanya itu mendengar bahwa puteri mereka selamat dan tidak
terganggu oleh bajak laut kertapati, mereka merasa bersukur sekali.
Winarti menuturkan jasa Pak Sumpit yang mengantarkan sampai ke kota Jepara, maka
dengan berterima kasih sekali Tumenggung Basirudin lalu memberi hadiah uang dan
pakaian. Pak Sumpit mengucapkan banyak terima kasih, kemudian ia diperkenankan untuk
bermalam di situ, mendapat tempat di bagian para nelayan. Akan tetapi Pak Sumpit
menyembah dan mengajukan permohonan.
" Gusti Tumenggung, banyak terima kasih hamba haturkan atas segala kurnia paduka
kepada hamba yang sesungguhnya tidak melakukan sesuatu yang patut diberi jasa.
Hamba adalah seorang dusun yang baru pertama kali semenjak puluhan tahun yang
lalu melihat kota Jepara yang demikian indah. Oleh karena itu, karena besok
pagi-pagi hamba harus kembali ke pondok hamba karena kuatir kalau-kalau anak
cucu hamba mencari-cari, apabila diperkenankan, malam hari ini hamba tak hendak
tidur. Hamba ingin menikmati keindahan kota Jepara dan berjalan-jalan di kota. "
Semua orang tertawa mendengar ini. " Tentu saja boleh, Pak Sumpil. Bahkan pintu
samping akan kusuruh buka saja sehingga sewaktu-waktu kau datang, kau dapat
terus masuk ke belakang, " jawab Tumenggung Basirudin ramah.
Pak Sumpil lalu minta diri dan keluar dari gedung tumenggung.
Dengan langkah perlahan dan memandang ke kanan kiri dengan penuh kekaguman,
berjalan-jalan seorang diri di kota Jepara.
Seorang penunggang kuda lewat cepat di dekatnya. Pak Sumpil menengok memberi
isarat dengan tangan kirinya. Penunggang kuda itu lewat terus seakan-akan tidka
melihatnya, akan tetapi tak lama kemudian ia datang kembali dan melemparkan
segulung kertas yang jatuh dekat kaki Pak Sumpil. Kakek ini berhenti berjalan,
mengeluarkan slepai tembakaunya. Ketika ia menyalakan sebatang rokok klobot,
tiba-tiba slepainya terlepas dari tangan. Ia mengambilnya dan kertas gulungan
itupun terbawa oleh jarinya. Lalu ia melanjutkan perjalanannya sambil tunduk
membaca tulisan di kertas gulungan itu, yang hanya sebaris.
Kawan-kawan siap, gerbang selatan lemah. Kita serbu di sana.
" Bagus, Jiman ! " Kertapati tersenyum, karena kakek atau Pak Sumpil itu
sebenarnya memang Kertapati sendiri yang menyamar dan mempergunakan Winarti
sebagai " perisai " atau " kunci masuk " sehingga ia dapat memasuki Jepara tanpa
banyak menimbulkan kecurigaan.
Jiman sendiri tadi tidak mengenalnya, demikian sempurna samaran yang dilakukan
oleh Kertapati itu, akan tetapi ketika melihat tanda isarat yang diberikan oleh
Kertapati, barulah Jiman mengenalnya. Pembantu ini memang semenjak tadi telah
merasa gelisah karena tidak melihat Kertapati yang menurut kata kawan-kawan
berada di dalam kota. Setelah membaca surat itu yang lalu disobek-sobek dan dimasukkan ke saku bajunya
untuk disebar di sepanjang jalan sedikit demi sedikit. Kertapati lalu
melanjutkan perjalanannya dengan langkah perlahan dan lemah menuju ke selatan.
Memang benar sebagaimana laporan Jiman, yang menjaga di gerbang ini hanya tiga
orang penjaga. Pada saat Kertapati tiba di situ, Jiman telah mendahuluinya dan kini pembantunya
itu nampak sedang bercakap-cakap dengan mereka. Jiman adalah seorang pembantu
Letnan Dolleman yang banyak dikenal oleh para penjaga.
" He, pak tua ! " Jiman menegur ketika Kertapati berjalan dekat pintu gerbang. "
Kau hendak pergi ke mana " "
Sambil terbatuk-batuk seperti seorang kakek yang menderita penyakit mengguk,
Kertapati berjalan terseok-seok menghampiri mereka, kemudian berkata.
" Aku ........ adalah Pak Sumpil yang tadi mengantarkan pulang puteri Gusti
Tumenggung. Waah, aku mendapat hadiah banyak sekali, coba lihat hadiah ini,
alagkah indahnya ...... " sambil berkata demikian ia mengeluarkan sesuatu dari
sakunya dan menggenggam dengan kedua tangan.
Tiga orang penjaga menjadi tertarik hatinya dan karena hadiah yang dikeluarkan
dari saku itu agaknya kecil sekali sehingga tidak nampak dari tempat mereka,
mereka bertiga lalu melangkah maju untuk melihat benda di dalam kedua tangan
kakek itu. Akan tetapi, alagkah kaget mereka ketika melihat bahwa kedua tanagn itu kosong
tak terisi apa-apa ! Selagi mereka hendak menegur, secepat kilat kedua lengan
Pak Sumpil bergerak dan tahu-tahu leher dua orang penjaga telah dijepit dengan
lengannya sedemikian kerasnya sehingga tak dapat mengeluarkan teriakan sama
Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekali. Pada saat itu juga, Jiman telah memukul kepala penjaga ketiga dengan gagang
kerisnya sehingga penjaga itu roboh pingsan. Setelah membuat ketiga orang
penjaga itu tak berdaya dan menyeret tubuh mereka ke dalam semak-semak di dekat
gardu, Kertapati dan Jiman lalu membuka pintu gerbang. Jiman lari ke kudanya dan
mengambil busur dan anak panah. Tak lama kemudian, dari gerbang itu meluncurlah
anak panah yang dipasangi api keluar dari pintu gerbang.
Mereka menanti sebentar dan tak lama kemudian berserabutanlah kawan-kawan mereka
berlari datang dari balik-balik pohon. Tanpa banyak ribut karena memang telah
diatur terlebih dahulu, mereka memecah rombongan menjadi beberapa bagian,
mendatangi gedung-gedung besar yang telah menjadi bagian masing-masing !
Suasana sunyi senyap, akan tetapi tak lama kemudian, ributlah seluruh Jepara
oleh bunyi kentungan yang dipukul bertalu-talu dan bersaut-sautan. Titir ! Tanda
ada perampok menyerang kota. Akan tetapi rumah manakah yang dirampok " Demikian
banyaknya kentungan berbunyi pada saat yang sama ! Para penjaga menjadi panik
dan tiba-tiba terdengar tembakan-tembakan senjata api di gedung tempat para
Kompeni bermalam ! Berlari-larilah para penjaga ke tempat itu dan hanya beberapa
orang penjaga saja yang mendatangi rumah-rumah yang didatangi perampok, karena
sebagaian besar berlari menuju ke arah datangnya suara senjata api. Mereka
merasa lebih aman berlindung di belakang Kompeni yang bersenjata api !
Para penjaga dan Kompeni menjadi panik ketika rumah itu diserang dengan anak-
anak panah yang meluncur itu, dapat diguga bahwa fihak penyerang sedikitnya
tentu ada dua puluh orang. Kompeni yang berada di dalam rumah itu hanya ada dua
belas orang, termasuk Dolleman yang memaki kalang kabut. Letnan ini lalu
memimpin kawan-kawannya untuk menembak ke arah penyerbu, akan tetapi para
penyerbu itu selain berlindung di balik batang-batang pohon, juga ternyata
membawa karung-karung pasir yang ditumpuk-tumpuk di dekat pohon itu !
" Setan jahanam ! " seru Dolleman marah sekali. " Bagaimana mereka dapat masuk
ke kota " " Ketika mendengar bahwa mereka datang dari pintu selatan, Dolleman makin marah.
Telah lama ia mencurigai Jiman dan malam hari ini adalah giliran Jiman untuk
melakukan pengawasan terhadap para penjaga !
Sementara itu, para anak buah bajak laut dengan mudah telah dapat memasuki
gedung-gedung bagian mereka dan mengambil harta benda yang dapat mereka bawa.
Kertapati sendiri dengan dikawani oleh empat orang kawannya, menyerbu ke gedung
Wiguna dan beberapa orang penjaga yang masih berada di situ dengan mudah saja
dapat mereka bikin tak berdaya. Adipati Wiguna sekeluarga bersembunyi di dalam
kamar mereka karena ketika Adipati Wiguna hendak ikut menghadapi perampok, ia
dipegang oleh isterinya yang mencegahnya.
" Biarlah mereka membawa semua harta benda, apakah artinya itu bagi kita " Kalau
kau sampai terkena bencana, bagaimanakah dengan kami " " isterinya mencegah,
juga Roro Santi mencegah ayahnya.
Kertapati setelah berhasil mengabil barang-barang berharga yang terbuat daripada
emas, lalu memimpin kawan-kawannya untuk meninggalkan gedung itu, akan tetapi ia
bertemu dengan seorang kawannya yang terluka pada pundaknya.
" Wiji ! Kau terluka " Bagaimana kawan-kawan " "
" Celaka, Kertapati ! Lima orang kawan kita yang menyerburumah Kompeni telah
tertawan ! " Kagetlah Kertapati mendengar ini. Lima orang ahli panahnya tertawan
" Dengan depat Wiji menuturkan bahwa kelima orang itu telah kena tipu oleh
Dolleman. Ketika Jiman datang ke tempat itu, tiba-tiba ia ditodong oleh Dolleman
dan dipaksa untuk mengambil jalan memutar, menghampiri lima orang ahli panah
itu. Mereka tidak mau memanah melihat Jiman, tidak tahunya di belakang Jiman ini
terdapat Dolleman dan seorang lain yang memegang senjata api ! Untuk menyerang
Kompeni itu, tentu tubuh Jiman yang dijadikan perisai akan terkena, maka
terpaksa di bawah todongan Dolleman dan kawannya, kelima orang ahli panah itu
mengangkat tangan dan tertawan !
" Keparat ! " seru Kertapati. " Beri tanda agar semua segera berlari keluar ! "
Setelah Wiji berlari pergi untuk menjalankan perintah ini. Kertapati sendiri
lalu berlari masuk kembali ke gedung Adipati Wiguna !
Alangkah kagetnya hati Adipati Wiguna sekeluarga ketika tiba-tiba pintu kamar
itu tertendang dari luar dan masuklah seorang pemuda baju hitam dengan keris di
tangan ! " Kertapati ! " terdengar Adipati Wiguna dan Roro Santi berseru hampir
berbareng. " Diam dan jangan bergerak ! " Kertapati mengancam. " Kawan-kawanku tertawan,
dan Roro Santi kujadikan tawananku untuk kelak ditukar ! " Sebelum semua orang
sadar, ia telah menubruk maju dan cepat sekali tubuh gadis itu telah berada
dalan penodongannya. Adipati Wiguna hendak menyerang, akan tetapi Kertapati
membentak. " Kau tidak sayangi jiwa anakmu sendiri " " Kerisnya diangkat dan ditempelkan ke
arah dada Roro Santi, sehingga Adipati Wiguna melangkah mundur lagi denagn
pucat. Kertapati lalu melompat dan menghilang ke dalam gelap, gadis itu meronta-
ronta dalam pondongannya !
Geger dan ributlah kota Jepara dengan adanya serangan itu. Setelah para
penyerang itu melarikan diri jauhm barulah para penjaga itu mencari-cari dan
memburu ke sana ke mari !
Ketika Kertapati berkumpul dengan anak buahnya, ternyata bahwa dua orang kawan
mereka tewas, tiga dengan Jiman yang ditembak mati oleh Dolleman, empat orang
luka-luka dan lima orang ahli panah tertawan ! Akan tetapi hasil rampasan mereka
amat banyak dan mereka membayangkan betapa akan gembiranya Trunajaya menerima
bantuan ini ! *** " Kau ...... pemuda yang berahlak rendah ! Kau ksatria yang sesat dan membikin malu
nama keluargamu sendiri ! " Di dalam gubuk tempat ia ditahan, Roro Santi berdiri
dan menudingkan, jari telunjuknya ke arah muka Kertapati yang telah meninggalkan
samarannya, Wajah gadis itu merah dan matanya bersinar-sinar, memandang dengan
penuh kemarahan. Kertapati duduk di atas sebuah bangku, menatap wajah Roro Santi dengan penuh
kekaguman, Alangkah indahnya mata itu kalau sedang marah, memancarkan cahaya
berapi-api. Alis yang kecil panjang menghitam itu lebih manis lagi ketika
dikerutkan. Bagaikan terpesona Kertapati menatap bibir yang bergerak-gerak, mencela dan
memakinya itu. " Sudah cukupkah " atau masih ada lagi " Kalau masih ada, teruskan, nanti datang
giliranku ! " jawabnya sambil tersenyum dan Roro Santi merasa agak binggung
melihat senyum itu. Senyum itu nampak demikian manis dan manarik hatinya
sehingga diam-diam ia merasa kemarahannya memuncak.
" Kau pemuda tidka tahu malu ! Orang gagah perkasa yang rendah budi membikin
malu bangsa sendiri ! Kau menbajak, merampok, bahkan berani menculik puteri-
puteri bangsawan ! Pekerjaan apakah yang lebih rendah daripada semua kejahatan
yang kaulakukan itu " "
Kertapati mendengarkan sambil tersenyum dan mengangguk-angguk.
Kau menculik Winarti dan menghinanya ! Sekarang kau tidak hanya merampok
penduduk Jepara termasuk atahku, akan tetapi juga berani menculik aku ! Kau
mencemarkan nama dan kehormatan keluarga kami, sekarang aku sudah kau tawan, mau
bunuh lekas bunuhlah ! " Sambil mengangkat dadanya Roro Santi memandang dengan
menantang, akan tetapi dari dua matanya melompat keluar dua titik air mata !
" Sudah cukupkah " " kata Kertapati dengan suara halus dan tenang. Sekarang
giliranku. Kau tadi bertanya apakah ada kejahatan yang lebih rendah daripada
perbuatanku " Banyak ! Perbuatan orang tuamu, perbuatan para bangsawan di
Jepara, bahkan perbuatanmu sendiri jauh lebih rendah ! "
" Apa katamu ?" Perbuatanku yang mana yang kau anggap rendah " "
" Sebagai seorang puteri bangsawan, seorang imat Islam pula, kau telah
menyediakan dirimu untuk menjadi jodoh seorang kafir, seorang Belanda yang
banyak mendatangkan malapetaka bagi bangsa kita sendiri ! "
" Keparat ! Jangan sembarangan membuka mulut ! Siapa sudi menjadi jodohnya "
Aku ...... aku tidak sudi ! "
" Akan tetepai kau tidka melawan kehendak ayahmu. Pertunaganmu dengan Dolleman
bukan rahasia lagi ! "
" Aku ...... aku terpaksa, harus tunduk kepada ayahku, dan ...... dan hal ini sama
sekali bukan urusanmu, kau perduli apa " " kembali dara itu memandang marah
dengan mata menantang. " Tentu saja aku perduli ! Orang lain yang manapun kalau hendak dijodohkan
dengan mata-mata Kompeni musuh kita itu, tentu membuat hatiku tak seneng.
Apalagi ...... kau ! " " Kalau aku mengapa ! "
" Kau ...... kau ...... aku harus melarang hal ini terjadi, biarpun akan kuhalangi
dengan nyawaku. Aku rela kau menjadi jodoh keparat Kompeni itu atau ...... jodoh
siapa saja !! " " Kau gila ! Ada hak apakah kau atas diriku maka kau berani berkata demikian " "
" Hal yang timbul karena perasaan kita, perasaanku dan perasaanmu. Santi, ikatan
hati kita tak akan putus sedemikian mudahnya ! "
Roro Santi memandang denagn mata terbelalak. " Apa maksudmu ...... ?"
Kini wajah Kertapati nampak bersungguh-sungguh. Lenyaplah senyum mengejek tadi
dari bibirnya dan matanya yang tadi berseri jenaka kini berubah sayu dan pandang
matanay mesra ditujukan ke arah wajah gadis itu. " Santi, semenjak kau memberi
tusuk konde itu ...... kita saling mencintai. Kau tahu akan hal ini sama baiknya
dengan aku, dan jangan kau menipu hatimu sendiri ! "
" Tidak ....... ! Bohong ...... Tak mungkin aku menyita seorang bajak, seorang perampok,
lebih-lebih ...... seorang penghianat yang mencelakakan bangsa sendiri ! "
" Diam ! " Kertapati membentak marah dan melompat lalu memegang kedua pundak
Roro Santi. " Dengarlah, gadis ...... ! Kau boleh menyebut aku apa saja akan tetapi
jangan sekali-kali menyebutku penghianat. Aku tidak mau ! Apalagi kalau keluar
dari mulutmu dan mulut orang-orang yang bersekutu dengan Belanda ! Kau mau
dipertunagkan dengan Kompeni, ayahmu bersetia kepada Sunan yang untuk
mempertahankan gelar dan singgasana, rela membuat kita diperbudak oleh orang-
orang kafir ! Apakah orang-orang macam kalian itu patut menyebutku seorang
penghianat " " Sambil berkata demikian, dalam kemarahannya Kertapati mengguncang-ngguncang
kedua pundak Roro Santi yang tak berdaya dalam pegangan sepasang tangan yang
kuat itu sehingga gadis ini mulai menangis !
Melihat air amata yang membanjir keluar dari kedua mata Roro Santi, lemaslah
tubuh Kertapati dan kekerasan hatinya hancur luluh sama sekali. Tanpa
disadarinya, tangannya masih memegang pundak gadis itu, menarik tubuh itu ke
dadanya dan sesaat kemudian ia mendekap kepala dan dada orang yang dikasihinya
itu ke dada ! Bagaikan terkena pesona dan hilang ingatan, untuk beberapa lamanya Roro Danti
menangis sambil menyandar keningnya pada dada yang bidang dan kuat itu. Hal ini
mendatangkan rasa damai dan tentram kepadanya.
" Kalau saja ...... kau bukan bajak laut Kertapati ...... dan aku ....... Aku bukan Roro
Santi puteri seorang Adipati ...... " bisiknya perlahan.
Kertapati tidak menjawab, hanya mempererat dekapananya.
Akan tetapi, tiba-tiba Roro Santi merenggutkan tubuhnya dari pelukan itu dan
berkata dengan wajah pucat, " Tidak ...... tidak !! Ini tidak mungkin ! Kertapati
kaudengarlah baik-baik karena kurasa kau mesih mempunyai cukup kebijaksanaan
untuk menimbang dengan adil. Jangan kaukira bahwa aku demikian gila dan suka
kepada Kompeni juga mendengar percakapan-percakapan antara ayah dan ibu, mereka
juga tidak suka kepada Kompeni ! akan tetapi, ayah adalah seorang ponggawa
kerajaan yang harus setia kepada junjungan. Dan aku...... aku adalah puteri tunggal
dari orang tuaku, maka aku betapapun juga harus berbakti dan tunduk. Aku tahu
bahwa ayah dan ibu tidak begitu gila untuk mempertunangkan aku dengan Kompeni
itu apabila tidak ada hal yang amat memaksa mereka. Dan kalau menolak ...... pasti
ayah akan mendapat bencana ! Sebagai seorang anak yang berbakti, tentu saja aku
harus membela orang tuaku, biarpun untuk itu aku harus berkorban nyawa ! "
" Lebih baik berkorban nyawa daripada mengurbankan kesucianmu sebagai gadis
bangsawan yang beribadat kepada seorang Kompeni ! " kata Kertapati gemas.
" Apa kaukira aku akan tunduk begitu saja, Kertapati " Aku tunduk hanay untuk
membela orang tuaku, akan tetapi, Dolleman hanya akan dapat menjamah mayatku ! "
Sambil berkata demikian Roro Santi berdiri tegak dengan kepala dikedikan.
Wajahnya ang masih basah air mata itu nampak pucat, akan tetapi membayangkan
kegagahan dan ketabahan hati
" Santi, alangkah gagahnya kau ! Hatiku tidak rela melepasmu untuk menjadi
korban keganasan Kompeni dan ketamakan ayahmu ! Jangan kau pergi meninggalkan
aku, Santi ! " " Akan tetapi ayahku ...... "
" Ayamu membela fihak yang sesat, jangan dipikirkan lagi ! "
Roro Santi memandang marah. " Kertapati ! Tentu saja kau tidka mengerti tentang
cintakasih antara orang tua dna anak, tidak kenal akan rasa bakti terhadap orang
tua di dalam hati anak ! Agaknya kau ...... kau tak pernah berbakti kepada orang
tuamu ! Oleh karen aitu agaknya maka kau tersesat dan menjadi seorang bajak, seorang
perampok ! " Tiba-tiba pucatlah wajah Kertapati. Bibirnya gemetar, ternyata bahwa ia sedang
menderita pukulan batin dan menahan keperihan hati yang hebat mendengar ucapan
itu. Kemudian katanya perlahan,
" Santi, ayah, ibu, semua saudaraku telah tewas karena peluru senapan Kompeni di
banten. Kebaktian apalagi yang dapat kulakukan selain memusuhi Kompeni dan kaki
tangan serta sekutunya " "
" Oh ...... maafkan aku, Kertapati, " kata Roro Santi dengan suara perlahan dan
terharu, dan kini pandangannya terhadap pemuda itu sama sekali berobah.
" Jangan kaukira bahwa semua hasil rampokan dan rampasan yang kulakukan bersama
anak buahku itu kami pakai untuk kepentingan sendiri. Tidak ! Semua harta benda
yang kami dapatkan, kami kirim untuk mambantu pemberontakkan-pemberontakan para
pemimpin rakyat terhadap Kompeni. Maka, janganlah kau memandang terlampau rendah
dan hina kepadaku, Santi ...... " Suara Kertapati bukan bersifat menyombong, bahkan
terdengar sebagai seorang terdakwa yang membela diri dan minta dikasihani.
" Kertapati ....... Kertapati ...... " kata Roro Santi perlahan sambil memandang dengan
air mata berlinang. " Sekarang aku merasa menyesal mengapa aku dilahirkan
sebagai seorang puteri bangsawan, ....... Aku ingin menjadi seorang gadis dusun agar
dapat ...... membantumu ....... ! "
" Santi ...... ! " Kertapati melangkah maju dan kembali memeluk dara itu yang kini
telah menyerahkan hatiku bulat-bulat terhdap pemuda yang memang semenjak
pertemuan pertama kali telah menarik hatinya itu.
Pada saat itu, dari luar pintu rumah terdengar panggilan, " Kertapati ! "
Sepasang teruna remaja itu cepat-cepat memisahkan diri dan melepaskan pelukan.
" Masuklah, Karim ! " kata Kertapati yang mengenali suara kawannya itu.
Seorang pemuda bertubuh kecil masuk dan matanya mengerling ke arah Roro Santi
yang memandangnya dengan tenang. Kalau Karim memiliki mata tajam, tentu ia akan
melihat betapa mata gadis itu berbeda sekali dengan kemarin nampak sedih dan
amrah, kini nampak berseri-seri dan seakan-akan cahaya baru timbul dari manik
matanya ! " Kompeni mengumumkan bahwa kelima orang kawan kita yang tertawan, akan
dibebaskan apabila kita megembalikan puteri Adipati ini. Kompeni mengajak
bertukar tawanan, satu lawan lima ! "
" Baik. " Kertapati mengangguk. " Siapkan kudaku ! "
Karim keluar lagi dengan muka girang karena kawan-kawannya yang tertawan akan
dibebaskan kembali. Setelah Karim pergi Kertapati duduk dengan muka muram dan
kening dikerutkan, sikap yang belum pernah nampak pada diri anak muda ini
sebelum Roro Santi masuk ke lubuk hatinya ! Pemuda ini biasanya berani, tabah,
gembira dan tak pernah menyusahkan sesuatu, akan tetapi sekarang, baru saja ia
bertukar kasih dengan Roro Santi, ia sudah menderita kekawatiran, kesedihan dan
kebingungan karena perpisahan dari kekasihnya ini !
Dalam hal ini, ada betulnya juga kata setengah orang bahwa penderitaan laki-laki
datang dari wanita ! Akan tetapi, tak dapat disangkal pula bahwa segala
kebahagiaan laki-laki timbul dari wanita pula !
Roro Santi mklum akan jalan pikiran Kertapati, maka ia lalu mendekat dan
menaruhkan tangannya ke atas pundak kepala bajak yang duduk di atas bangku itu.
" Kertapati, kedudukan dan kebaktian kira merupakan jurang yang lebar dan dalam
yang memisahkan kita. Akan tetapi, jangan kau gelisah. Sebagaimana yang telah
kau katakan tadi, orang macam Dolleman atau laki-laki yang manapun juga, hanya
akan dapat menjamah tubuhku yang sudah menjadi mayat ! "
Kertapati berdiri dan memegang tangan gadis itu. Sepuluh jari tangan mereka
saling genggam erat-erat merupakan sumpah atau janji bisu yang tak terdengar
oleh telinga akan tetapi telah mengukir di dalam hati masing-masing.
" Santi, kau memberi kekuatan kepadaku untuk melanjutkan tugasku, bahkau kau
menjadi penambah semangat bagiku ! Karena aku tahu bahwa sungguhpun kau berdiri
Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di seberang sana, akan tetapi hatimu berada di dekatku selalu. Jangan kuatir,
kekasihku, siapapun orangnya yang berani mengganggumu, akan berhadapan dengan
Kertapati, dan akan merasakan pembalasan tangan Kertapati ! Kita pasti akan,
bertemu kembali Santi ! "
Sambil menekan tangan pemuda itu Roro Santi berkata dengan air mata berlinang. "
Pasti Kertapati, akupun yakin akan hal ini ! "
Kuda telah dipersiapkan dan Kertapati berkata kepada kawan-kawannya yang berada
di depan rumah itu. " Kawan-kawan, aku sendiri akan mengantarkan puteri ini kembali ke Jepara, untuk
ditukar dengan lima orang kawan-kawan kita ! "
" Akan tetapi, baagaimana kalau ini merupakan suatu perangkap untukmu, Kertapati
" " kata seorang kawannya.
Pemuda itu tersenyum. " Mereka takkan mencelakakan [uteri ini, dan kalian tahu
bahwa aku tak begitu bodoh untuk mudah saja masuk dalam perangkap seperti seekor
tikus ! " Dengan sigapnya, ia lalu membantu Roro Santi naik ke atas kudanya yang
ebrbulu dawuk ( kelabu ) kemudian ia melompat di belakang gadis itu dan
membalapkan kudanya yang berlari congklang.
" Alangkah senengnya hidupku apabila setiap hari aku dapat bersama kau
menunggang kuda seperti sekarang ini ! " kata Kertapati sambil menghela napas.
Mendengar ucapan ini, Roro Santi juga menarik napas panjang.
Setelah tiba di luar pintu gerbang, Kertapati menahan kudanya.
" Hati-hati Kertapati, aku kuatir kalau-kalau Kompeni akan menipumu, " berkata
Roro Santi engan tubuh gemetar.
Akan tetapi pada saat itu, dari pintu gerbang muncul sepasukan penjaga dan
beberapa orang serdadu yang dikepalai oleh Dolleman sendiri. Mereka mengiringkan
lima orang kawan-kawan Kertapati yang dibelenggu dengan rantai panjang pada
lengan mereka. " Kertapati ! " Dolleman berseru dari jauh. " Kau lepaskan tunanganku dan aku
akan membebaskan lima orang kawan-kawanmu ! "
Bukan main mendongkolnya hati Kertapati mendengar Dolleman menyebut Roro Santi
sebagai tunangannya. Akan tetapi ia menahan marahnya dan tertawa menghina.
" Siapakah yang sudi mempercayai omongan palsu yang keluar dari mulut Kompeni
" Kaukira aku tidak tahu bahwa begitu puteri ini tiba ditempatmu, kau dan kaki
tanganmu akan menembak kami berenam " Ha, mukamu menjadi makin merah ! Tak perlu
kau merasa malu karena rahasia hatimu telah kuketahui. Lebih baik kau lekas
pergi, aku tak sudi berurusan dengan Kompeni. Puteri ini adalah anak dari
Adipati Wiguna, maka biarlah Adipati Wiguna sendiri yang berurusan dengan aku
dan mengadakan pertukaran tawanan ini ! "
Marahlah Dolleman mendengar ini " Kertapati, kau menghina Kompeni ! Akan tiba
masanya kau dan seluruh gerombolanmu mampus ditangan Kompeni ! " kata Dolleman.
" Ha, ha, Dolleman, bagi kami, ancaman-ancaman dan bujukan-bujukan Kompeni tak
berharga sedikitpun juga. Lekas kau pergi dan biar Adipati Wiguna sendiri
menjemput puetrinya ! " Kertapati mengusir pula.
Setelah menyumpah-nyumpah karena merasa terhina sekali, akhirnya Dolleman
mengalah dan menarik mundur pasukannya. Tak lama kemudian, Wiguna sendiri datang
dan mengiringkan lima orang anggota bajak laut itu. Adipati Wiguna merasa
terharu sekali melihat puterinya, maka ia lalu berlari-lari menghampiri
Kertapati dan puterinya. " Santi ...... ! " ayah yang merasa bahagia ini lalu memeluk puterinya dan menatap
wajahnya seperti orang menyelidik. " Bagaimana, Santi " Kau tak apa-apa, nak ?"
Roro Santi atersenyum dan menggelengkan kepalanya. " Kertapati bukanlah penjahat
yang suka mengganggu wanita seperti para pangeran muda ayah. Saya diperlakukan
baik sekali. ...... "
" Syukur ..... dan terima kasih, Kertapati. " Akan tetapi kertapati tak
memperhatikan mereka, karena sedang sibuk untuk melepaskan belenggu yang
mengikat tangan kelima kawannya setelah menerima kuncinya dari tangan Wiguna.
" Kertapati, kau hati-hatilah, " kemudian terdengar Adipati Wiguna berbisik, "
mungkin sekali perjalananmu pulang akan dicegat oleh Dolleman ! "
Mendengar ini, pucatlah wajah Roro Santi, dan Kertapati memandang dengan tajam
kepada Adipati Wiguna seakan-akan hendak menjenguk isi hati orang tua itu.
" Pernah kau mendengar nama Wirataman yang membantu Trunajaya " Dia adalah adik
kandungku ! Kau berlaku baik terhadap anakku ! " Setelah mengeluarkan ucapan
singkat ini kepada Kertapati yang mendengar dengan muka terheran, Adipati Wiguna
lalu manrik tangan anaknya, diajak kembali ke dalam kota. Beberapa kali Roro
Santi menengok, akan tetapi Kertapati yang merasa kuatir kalau-kalau terdahului
oleh Dolleman, telah memberi perintah kilat kepada lima orang kawannya. Mereka
berunding sebentar, lalu enam orang itu berlari cepat memasuki hutan dengan
terpencar ! Oleh karena ini, biarpun Dolleman dan pasukannay telah mencegat
perjalanan kertapati, mereka tidak menjumpai enam orang itu, hanya melihat
seekor kuda tanpa penunggang yang berlari cepat bagaikan setan ! sekali lagi
Dolleman menympah-nyumpah karena merasa telah dipermainkan oleh Kertapati.
Semenjak pertemuannya dengan Roro Santi, kawanan bajak laut Kertapati makin
mengganas, dan kini sasaran penyerbuan mereka semata-mata hanyalah perahu-perahu
Kompeni. Perahu-perahu kecil panjang yangberwarna hitam dan berlayar hitam pula
itu, muncul di mana-mana bagaikan setan-setan laut. Memang, Kertapati mendapat
benyak pengikut yang setia dan kini ia melakukan operasi dengan berpencar
menjadi tiga kelompok. Dan tiga kelompok inilah yang selalu mengganggu di
sepanjang pantai, dan kini daerah mereka diperpanjang sampai Tuban.
Pada waktu itu, semenjak mengadakan janjian dengan Sunan Amangkurat II untuk
membantu usaha Sunan itu merampas kembali Mataram dari tangan Trunajaya, Kompeni
lalu mengumpulkan kekuatan balatentaranya. Sudah menjadi siasat dan kelicikan
Kompeni untuk mempergunakan tenaga orang lain, mengadu domba penduduk pribumi
sendiri, mengadakan pengaruh " uang sogokan " yangebrasal dari perasan bumi
Indonesia sendiri ! Demikianlah, maka mereka mendatangkan pasukan-pasukan yang
besar jumlahnya yang terdiri dari bermacam-macam bangsa yakni diantaranya orang-
orang Mardika, Melayu, Makasar, Ambon, dan sebagainya. Orang-orang Belanda
sendiri yang ikut dalam pasukan itu tentu saja menjadi opsir-opsirnya !
Pasukan-pasukan ini didatangkan dari luar Pulau Jawa untuk disatukan dengan
pasukan-pasukan dari Amangkurat II sendiri dan kemudian untuk dipimpin melakukan
penyerbuan besar-besaran ke Mataram !
Pada waktu itulah maka Kertapati menjalankan perjuangan yang hebat. Perahu-
perahu Kompeni yang membawa pasyukan-pasukan ini, seringkali mendapat gangguan
hebat. Penyerangan para bajak laut itu memang dahsyat dan mengerikan.
Pada waktu malam gelap, perahu Kompeni itu tiba-tiba waktu malam gelap, perahu
Kompeni itu tiba-tiba diserang oleh panah-panah api yang meluncur dari
sekelilingnya. Mereka sukar sekali membalas oleh karena perahu-perahu bajak itu
hitam dan tidak memakai api penerangan.
Pada saat tembakan ditujukan ke arah tempat dari mana meluncur panah api, perahu
itu dengan cepatnya telah pergi ke lain bagian. Tiap kali panah api dilepas,
perahu bajak yang ringan, runcing dan panjang itu bergerak maju cepat-cepat
sehingga peluru-peluru Kompeni hanya mengenai air kosong apabila perahu Kompeni
itu telah mulai terbakar layar-layarnya dan semua anak perahu terpaksa melompat
ke dalam air ! Dengan cara demikian, tidak kurang dari enam buah perahu kena dihancurkan oleh
anak buah bajak laut. Kertapati, dan entah berapa banyak pasukan yang mampus
karena terbakar atau tenggelam !
Dalam penyerangan-penyerangan ini. Kertapati selalu berada di depan dan
serngkali pemuda ini melakukan perbuatan-perbuatan berani luar biasa yang amat
menggumkan. Pernah ia menyamar sebagai seorang nelayan tua yang menjala ikan dan
ketika perahu Kompeni lewat, ia memberi tanda bahwa ia melihat adanya bajak laut
! Tentu saja ia lalu dinaikkan ke perahu untuk ditanya lebih jelas.
" Tadi hamba melihat lima buah perahu berlayar ke barat, " demikian katanya
dengan tubuh gemetar dan bibirnya yang keriputan menggigil. " perahu-perahu
kecil panjang berwarna hitam ...... "
Dan ketika kapten belanda datang mendekatinya secepat kilat Kertapati
menangkapnya, mengancam dengan keris di lambung kapten itu dan menyeretnya ke
kamar mesin ! Tak seorangpun diantara penumpang perahu berani menyerang atau
menembak, kuatir kalau-kalau akan mencelakai kapen Belanda itu. Kemudian, sambil
mempergunakan kapten itu sebagai perisai, kertapati membakar kamar mesin lalu
menyeret kapten itu ke geladak dan bersama-sama melempar diri ke dalam air !
Ketika anak buah kapten itu sibuk hendak menolong kaptennya, tiba-tiba api yang
dilepas oleh Kertapati telah menjalar menyabar bahan bakar sehingga perahu itu
meledak dan terbakar hebat ! Kertapati sendiri telah selamat dan di angkat oleh
kawan-kawannya yang telah menanti-nanti dengan hati berdebar menyaksikan
perbuatan pemimpin mereka itu dari jauh !
Masih banyak hal-hal yang luar biasa dan penuh keberanian dilakukan oleh
Kertapati dan anak buahnya. Bahkan mereka pernah mencoba untuk membakar sebuah
kapal Kompeni yang amat besar dan diperlengkapi dengan meriam-meriam. Kapal itu
sedang berlabuh di pelabuhan Semarang yang besar dan terdapat banyak penjaga,
nemun bajak laut Kertapati tak kenal takut dan berani mencobanya !
Biarpun mereka hanya berhasil membakar layarnya saja dengan api karen akeburu
datang serbuan dari para penjaga sehingga seorang anak buah Kertapati tewas kena
tembak, namun perbuatan ini membuat nama bajak laut itu makin ditakuti.
Dolleman makin merasa benci dan marah kepada Kertapai oleh karena kegagalannya
untuk menangkap atau membunuh bajak laut itu membuat ia mendapat teguran hebat
dari atasannya di Semarang.
" Percuma saja kau menyebut dirimu sebagai mata-mata dan penyelidik yang
terpandai an tercakap di seluruh Hindia, " atasannya itu menegurnya " Baru
menghadapi seorang bajak laut kecil seperti Kertapati saja kau tidak berdaya !
Tahu-tahu kau bahwa Dewan Hindia telah menegurku karena gangguan-gangguan
Kertapati itu " Mulai sekarang kau harus kembali ke Semarang, tiada gunanya kau
tinggal berbulan-bulan di Jepara kalau tidak mampu membekuk Kertapati. Biar aku
menugaskan kepada lain orang ! "
Marah, malu, dan mendongkol mengaduk-aduk pikiran dan hati Doleman ketika ia
mendengar teguran ini. " Berilah aku ketika barang sebulan lagi, " katanya memohon, " kalau dalam
sebulan aku tidak dapat menangkapnya, lebih baik aku dikirim kembali ke Negeri
Belanda ! " Akhirnya atasannya memberi waktu sebulan kepadanya dan dengan hati mendongkol
lalu kembali ke Jepara. Ia maklum bahwa biarpun pada waktu itu Kertapati tidka
berada disekitar Jepara karena seringkali bajak laut itu muncul di daerah
Semarang, akan tetapi ia tahu bahwa di daerah Jepara banyak terdapat mata-mata
dan anak buah bajak laut sendiri bukan kawan-kawan atau anak buahnya " Buktinya
Jiman yang ditembaknya dulu, yang menjadi orang kepercayaannya, ternyata juga
menjadi anak buah bajak laut Kertapati !
Sehari semalam Dolleman tidka keluar dari kamarnya, memeras otak dan mencari
siasat. Ia teringat kepada Adipati Wiguna. Dapatkah adipati itu dipercaya " Ia
mulai merasa curiga kepada Adipati Wiguna semenjak Roro Santi dikirim kembali
oleh Kertapati. Siapa lagi kalau bukan Adipati Wiguna yang membuat Kertapati dan
kawan-kawannay tahu bahwa ia dan pasukannya mencegat jalan pulangnya " akan
tetapi masih ada kemungkinan -kemungkinan lain, misalnya memang mungkin bajak
laut yang cerdik itu sengaja berpencar karena merasa curiga dan berlaku hati-
hati, atau boleh jadi yang emmbocorkannya adalah orang lain, seorang diantaranya
para penjaga sendiri misalnya ! Ah, ia menjadi binggung dan mulai merasa curiga
kepada semua orang ! Bahkan kepada Roro Santi ia menaruh curiga ! Setidak-
tidaknya gadis itu pernah berdua dengan kepala bajak itu dan ia tahu pula betapa
gagah dan tampannya Kertapati sehingga melihat pandang mata mereka ketika duduk
diatas kuda berdua, ah ...... siapa tahu "
Akhirnya ia mengambil keputusan. " Tidak ada jalan lain yang cukup menguntungkan
aku ! katanya kepada diri sendiri. " Dengan akal ini, seandainya aku tak
berhasil menangkap Kertapati sebagai gantinya aku akan mendapatkan Roro Santi
...... " ia meramkan matanya dan membayangkan bentuk tubuh yang menggairahkan dan
wajah yang cantik jelita itu, " cukup menarik untuk menghibur kedukaanku apabila
aku gagal dalam pekerjaan ini ! "
Setelah mengambil keputusan yang agaknya memuaskan, hatinya ini, Dolleman lalu
melempar tubuhnya di atas tempat tidur dan mendengkurlah dia seperti babi
disembelih. " Dia terlalu jahat ! Sukar sekali untuk menangkapnya, maka tidak ada jalan
lain, tuan Adipati, akal ini harus dijalankan ! " Dolleman mendesak.
Adipati Wiguna mengerutkan kening dan sebetulnya ia tidak setuju sekali. " Akan
tetapi, tuan Letnan, kalau mereka menyerbu perahumu, anakku akan berada dalam
bahaya. Pula, bukankah pertunangan itu hanya sekadar memancing kertapati
belaka " Bagaimana dengan pertunagan anakku dengan putera Bupati Randupati " Juga, anakku
tentu akan merasa keberatan, karena namanya akan cemar, menjadi ejekan orang ......
" " Mengapa, tuan Adipati " Aku tidak bermaksud buruk. Hanya pura-pura saja
puterimu ikut aku ke Semarang untuk menjalankan upacara pernikahan. Kau dan yang
lain-lain boleh mendahului ke Semarang dengan jalan darat dan menjemput puterimu
di pelabuhan Semarang. Aku hanya membutuhkan puterimu di atas perahu saja,
sepanjang pelayaran dari Jepara ke Semarang. Muncul atau tidaknya ertapati,
pasti puterimu akan tiba di Semarang dengan selamat. Aku menjamin ! "
Tetap saja Adipati Wiguna ragu-ragu. Perjalanan perahu dari Jepara ke Semarang
makan waktu sehari, apalagi kalau angin kecil. Dan ia tidak percaya kepada
Letnan yang bermata biru tajam ini. Telah beberapa kali letnan Belanda ini
memperlihatkan tingkah laku yang kurang sopan, yakni ia menanyakan keadaan Roro
Santi, seringkali minta supaya gadis itu keluar ikut bercakap-cakap dan membawa
hadiah-hadiah untuk Roro Santi. Pendeknya, sikap seorang laki-laki yang suka
kepada seorang gadis. Bahkan, ketika Roro Santi pernah menegur sikapnya yang gak terlalu berani itu,
ia menjawab sambil tertawa. " Bukankah kita sudah bertunangan " "
Sikap-sikap yang diperlihatkan oleh Dolleman itulah yang membuat Adipati Wiguna
merasa kuwatir dan tidak percaya akan keselamatan anaknya apabila ikut dengan
perahu Dolleman. " Namun, betapa juga aku masih tidak rela apabila anakku ikut dengan perahumu,
tuan letnan. Kalau bajak laut itu muncul dan menyerang, bagimana nasib Roro
Santi anakku " "
" Jangan kuatir, kalau mereka muncul, Kertapati dan kawan-kawannay pasti akan
kutangkap atau kubinasakan di laut ! "
Adipati Wiguna mempertawakannya di dalam hati, akan tetapi ia menarik napas
panjang dan berkata. " Sudah banyak kali ucapan seperti ini dikeluarkan, akan
tetapi kenyatannya sehingga kini Kertapati masih belum tertangkap ! "
" Sekarang ini lain lagi, tuan Adipati ! " kata Dolleman penasaran. " Saya
sengaja memperlengkapi kapal ini dengan meriam-meriam baik dan juga sepasukan
Kompeni bersenjata api. Kalau pancingan ini berhasil dan Kertapai berani
mennampakkan diri, pasti dia dan kaki tangannya akan hancur lebur ! "
" Akan tetapi ..... "
Dolleman menjadi habis sabar. Ia berdiri dari kursinya dan berkata. " Tuan
Adipati, apakah kau tidak percaya kepada aku, Letnan Dolleman dari Kompeni " Tak
perlu kita berpanjang cerita, tuan Adipati tinggal piliha satu antara dua.
Setuju dan mengijinkan Roro Santi ikut dengan kapalku ke Semarang atau, kau
sekeluarga kutangkap dengan tuduhan membantu dan melindungi bajak laut Kertapati
! " Adipati Wiguna juga berdiri dengan muka pucat. " Kompeni takkan percaya
kepadamu, apa buktinya " "
Dolleman menyeringai. " Buktinya " Ha, ha, ha ! Masih ingatkah kau kepada adik
kandungmu Wiratman " Aku bisa mendakwa kau sebagai pelindung Kertapati dan
pembantu pemberontak Trunajaya ! "
Lemaslah tubuh Adipati Wiguna. Semenjak dulu memang ia merasa berada di dalam
cengkaraman kekuasaan Belanda ini dan ia tahu bahwa kalau hal itu dilakukan oleh
Dolleman, berarti dai sekeluarga tidak saja akan menderita bencana hebat, akan
tetapi juga nama keluarganya akan rusak !
" Dolleman, " katanya perlahan, " biarkan aku berpikir dan mempertimbangkan soal
ini sebaik-baiknya dulu. "
Senyum kemenangan membayang di bibir letnan itu, dan ia bergerak hendak
meninggalkan tuan rumah sambil berkata. " Kapalku akan berangkat sore-sore untuk
memberi kesempatan kepada bajak-bajak laut itu melakukan serangannya di malam
hari. Ingat, tuan Adipati, anakmu kauperbantukan untuk memancing keluar
Kertapati, atau sekeluarga akan kutangkap dan dibawa ke Semarang sebagai orang-
orang tangkapan, atau ditahan di penjara sini ! " Lalu ia pergi meninggalkan
Adipati Wiguna yang duduk dengan muka pucat di tas kursinya.
Jilid 3 Ketika Adipati Wiguna menceritakan hal ini kepada istrinya dan kepada Roro
Santi, kedua orang wanita itu menangis tersedu-sedu. Akan tetapi Roro Santi lalu
menghapus air matanya dan menghibur ibunya dengan kata-kata penuh kepercayaan.
"Ibu, sudahlah jangan ibu bersedih. Aku percaya bahwa Kertapati tentu akan muncul dan takkan membiarkan kita
diperhina oleh Kompeni!"
Kepada Adipati Wiguna dan istrinya telah diceritakan oleh gadis itu tentang
keadaan bajak laut Kertapati yang sebenarnya adalah seorang pembantu Trunajaya
Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan seorang yang benci kepada Kompeni, karena selain Kompeni telah membunuh
keluarga pemuda itu, juga dianggapnya bahwa Kompeni menimbulkan malapetaka di
tanah air. Maka mereka kini tidak benci lagi kepada Kertapati, bahkan atas bujukan dan
pandangan-pandangan Roro Santi, kini Adipati Wiguna seakan-akan terbuka matanya
dan diam-diam ia membenarkan perjuangan adik kandungnya yang membantu Trunajaya!
Kemudian, antara anak, ibu, dan ayah ini terjadi perundingan rahasia untuk
mengatur siasat, dan kalau mungkin bahkan membantu Kertapati untuk menghancurkan
Kompeni yang sekarang telah terasa oleh mereka akan kejahatan dan penindasannya.
Adipati Wiguna lalu mengumumkan bahwa puterinya hendak "diboyong, oleh
tunangannya, yakni Letnan Dolleman, ke Semarang dan akan merayakan upacara
pernikahan di Semarang! Biarpun berita ini diterima dengan hati mendongkol oleh
semua penduduk, akan tetapi mereka merasa tidak heran, oleh karena mereka telah
tahu bahwa puteri Adipati itu telah bertunangan dengan seorang Kompeni, dan
keheranan mereka telah dihabiskan ketika mendengar berita pertunangan itu.
Betapapun juga, banyak orang yang segera mengirim "sumbangan" kepada keluarga
pengantin. Tidak ketinggalan para lurah-lurah dusun mengirimkan sumbangan-
sumbangan berupa barang-barang berharga besar kecil, dari perhiasan rambut dari
emas yang kecil sampai sumbangan-sumbangan berupa lemari-lemari pakaian berkaca,
peti pakaian berukir, dan lain-lain. Orang-orang yang datang mengantarkan
barang-barang sumbangan ini keluar masuk tiada habisnya!
Diam-diam Dolleman yang amat cerdik itu lalu menyebar puluhan orang mata-matanya
untuk menyelidiki kalau-kalau diantara orang-orang yang mengantarkan barang-
barang sumbangan itu terdapat bajak laut Kertapati yang pandai menyamar, atau
orang-orang yang mencurigakan. Pintu gerbang juga dijaga keras dan setiap
penyumbang yang datang dari luar kota diamat-amati.
Bupati Randupati dari Rembang ketika mendengar berita ini menjadi marah sekali.
"Adipati Wiguna sungguh kurang ajar! Apakah dia hendak mempermainkan aku?"
Raden Suseno dengan muka merah berkata, "Ayah, biar anak pergi ke Jepara
sekarang juga dan bicara dengan hati terbuka dengan paman Adipati!"
Pemuda itu lalu menunggang kudanya dan membalap ke Jepara dengan hati yang amat
panas. Ketika ia tiba di Jepara, orang-orang yang melihat pemuda ini memasuki
kota dengan muka merah dan membalapkan kudanya, diam-diam memperhatikan dan
maklum akan kemarahan bekas tunangan Roro Santi ini. Akan hebat sekarang, mereka
berkata dan sebagaimana sudah menjadi kebiasaan orang-orang yang suka sekali
melihat terjadinya hal-hal yang menghebohkan, maka sebentar saja, setelah Raden
Suseno turun dari kudanya dan berlari memasuki pendopo gedung Adipati Wiguna, di
depan pendopo banyak berkumpul orang-orang yang ingin melihat kelanjutan
peristiwa itu. Para penjaga yang telah mengenal pemuda itu, tidak berani menghalangi ketika
Raden Suseno mengeluarkan kata-kata tegurnya.
"Paman Adipati! Apakah artinya semua ini" Benarkah berita yang sampai di Rembang
bahwa Roro Santi hendak diboyong ke Semarang oleh Letnan Dolleman?"
Oleh karena di situ terdapat banyak pelayan, maka Adipati Wiguna lalu berkata
sabar, "Raden Suseno, marilah kita masuk ke dalam dan bicara dengan baik-baik dan
jelas. Mereka masuk ke dalam dan bicara dengan baik-baik dan jelas.
Mereka masuk ke perdalaman dan di situ Raden Suseno disambut oleh isteri Adipati
Wiguna dan juga Roro Santi terdapat pula di situ. Setelah berada di tempat yang
tidak ada orang luar ini, Raden Suseno berkata lagi.
"Saya diutus oleh rama untuk menanyakan hal ini kepada paman. Kami menghendaki
penjelasan dan keterangan yang adil! Paman tentu maklum bahwa dengan membiarkan
Roro Santi pura-pura bertunangan dengan Letnan Dolleman, fihak kami telah
memberi pengertian dan kesabaran luar biasa, akan tetapi mengapa agaknya orang
tidak menaruh perindahan kepada kami?" Apakah sengaja keluarga Bupati Randupati
hendak dipermaikan orang semau-maunya?"
"Tenang, tenang, Raden Suseno!" berkata Adipati Wiguna sambil menarik napas
panjang. "Tenang dan sabarlah. Kami sama sekali tidak hendak mempermainkan kau atau
ramamu, karena sesungguhnya kami melakukan hal ini dengan terpaksa benar?"
Kemudian ia lalu menceritakan tentang maksud Dolleman hendak mempergunakan Roro
Santi sebagai umpan untuk yang penghabisan kali, dengan ancaman-ancaman hendak
menangkap atas tuduhan membantu pemberontakan dan bajak apabila ia menolak.
Apakah yang dapat kami lakukan, Raden" Menolak berarti kami sekeluarga akan
mengalami bencana yang lebih hebat lagi. Oleh karena itu, terpaksa kami menurut,
bukankah hal ini hanya sebagai pura-pura saja!"
Sementara itu, Roro Santi yang mendengarkan percakapan itu, melihat sikap-sikap
kasar dan keras dari Raden Suseno terhadap ayahnya, merasa marah dan mendongkol
dan marah sekali Keluarganya sedang mengalami bencana, pemuda yang
dipertunangkan kepadanya ini bukannya datang menghibur atau memberi pertolongan,
malahan datang-datang marah dan menuntut!
Raden Suseno, "tiba-tiba Roro Santi berkata sambil memandang tajam, "kalau kau
memang laki-laki, bangsawan dan ksatria utama, mengapa kau tidak segera pergi
mencari Dolleman itu dan membunuhnya atau menantangnya berkelahi " Apa artinya
kau datang mendesak-desak kami yang sudah terdesak dan terjepit" Untuk berlaku
marah-marah kepada orang yang sudah tidak berdaya, bukankah laku seorang
ksatria, tiap orangpun bisa!"
Muka Raden Suseno yang tadinya merah karena marah itu, kini menjadi pucat. "Tapi
......tapi ...... " ia tak dapat melanjutkan katanya, dan Adipati Wiguna yang merasa
kasihan kepadanya dan menganggap ucapan Roro Santi tadi keterlaluan berkata
menghibur. "Sudahlah, Raden Suseno, apakah yang dapat kami lakukan terhadap mereka"
Kekuasaan Kompeni amat besar, terutama semenjak mereka mengadakan pertemuan
dengan Gusti Sunan dulu. Kita menentang berarti bencana. Kita harus bersabar,
karena kau sendiri tahu betapa besarnya kekuasaan Letnan Dolleman."
Raden Suseno menarik napas dan menggertakan giginya. "Sudah bosan saya terhadap
kekuasaan asing ini! Kalau sampai terjadi sesuatu dengan Roro Santi, aku takkan
tinggal diam! Dolleman harus bertanggung jawab!" Setelah mengucapkan kata keras
ini, dengan muka marah Raden Suseno lalu pergi meninggalkan gedung itu tanpa
pamit. Dengan disaksikan oleh banyak orang-orang bangsawan dan penduduk Jepara, juga
Raden Suseno yang berdiri di tempat agak jauh sambil menggigit bibirnya, Roro
Santi naik ke atas kapal, dijemput oleh Letnan Dolleman yang mengenakan pakaian
prajurit yang mewah dan indah.
Sesuai dengan kehendak Dolleman, tak seorangpun pelayan dan pengiring boleh
ikut, dan Roro Santi hanya dikawani oleh barang-barangnya yang sebagian besar
didapat dari sumbangan orang. Sebuah tandu, sebuah peti pakaian berukir indah,
dan beberapa kopor kayu ikut diangkut naik ke atas perahu besar itu dan
diletakkan di dalam kamar Roro Santi yang telah disediakan di situ, sebuah kamar
yang cukup mewah, indah, dan besar. Roro Santi merasa dirinya asing ketika masuk
ke dalam kamar ini akan tetapi hatinya tenang dan sedikitpun tidak
memperlihatkan rasa takut gelisah.
Kapal itu mulai bergerak menengah, diikuti oleh sorak-sorai para pengantar di
pantai. Dianatara sorak-sorai ini terdengar isak tangis isteri Adipati dan suaminya
berdiri diam dengan muka pucat dan bibir bergerak-gerak. Adipati Wiguna sedang
berdoa untuk keselamatan puteri tunggalnya.
"Semoga segala usaha yang direncanakan takkan gagal dan Tuhan akan membantu
Kertapati ............. " demikian berkali-kali Adipati Wiguna berdoa.
Tanpa diketahui oleh siapapun juga, bahkan isterinya sendiripun tidak
diberitahu, Adipati Wiguna dalam keadaan terdesak itu telah mengadakan hubungan
dengan Kertapati. Ia mengirim sepucuk surat kepada bajak laut itu dengan
perantaran seorang pembantu bajak laut yang banyak terdapat di Jepara dan yang
telah dikenalnya. Hari itu juga, yakni hari kemarin ia menerima surat balasan
dari Kertapati yang menyatakan bahwa ia boleh membiarkan Roro Santi ikut naik ke
kapal Dolleman, dan menyerahkan keselamatan gadis itu dalam tangan Kertapati.
Surat selengkapnya berbunyi seperti berikut:
Paman Adipati Wiguna, Biarkan Roro Santi ikut dengan Dolleman, jangan khawatir, hamba akan menjaga
keselamatannya. Lebih baik jangan suruh anak paman membawa seorang pelayan pun,
kecuali peti pakaian yang akan paman Adipati terima sebagai sumbangan. Peti itu
jangan dibuka-buka dan taruhkan di kamar Roro Santi, berikut barang-barang lain,
Hamba sendiri akan menjaganya dan kawan-kawan hamba akan menyusul.
Selanjutnya marilah kita mohon doa semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membantu kita!
Kertapati Dengan bunyi surat Kertapati ini selalu bergema di dalam hatinya Adipati Wiguna
tiada hentinya berdoa untuk keselamatan puterinya. Ia menaruh kepercayaan
sepenuhnya kepada Kertapati, karena ia maklum bahwa pemuda itu benar-benar luar
biasa. Bahkan dari penuturan dan sikap Roro Santi setelah dibebaskan dari
tawanan bajak laut itu, ia dapat menduga bahwa antara puterinya dan Kertapati
terdapat ikatan cinta kasih yang mendalam! Belum pernah ada nama laki-laki yang
dapat membuat wajah puterinya berseri apabila nama itu disebutnya. Bahkan nama
Raden Susenopun hanya mendatangkan kerut sebal pada wajahnya.
Hal inipun diketahui oleh isterinya karena isterinya pernah menyatakan
kekawatirannya. Namun Adipati Wiguna tidak sependapat dengan isterinya dan ia
bukannya khawatir, bahkan diam-diam merasa girang. Setelah mendengar penuturan
Roro Santi tentang keadaan dan perjuangan Kertapati, barulah pendirian dan
pandangannya terhadap bajak laut itu. Apalagi setelah kemudian mendengar betapa
bajak laut Kertapati berkali-kali menyerang dan menghancurkan perahu-perahu
Kompeni di Laut Jawa, kekagumannya makin meningkat.
Kita ikuti perahu yang membawa Roro Santi menuju ke Semarang itu. Perahu besar
atau kapal layar itu diperlengkapi dengan empat buah meriam di kanan kiri dan
mulut meriam yang menonjol keluar dari lubang-lubang di kanan kiri kapal itu
merupakan ancaman bagi bajak-bajak laut yang berani datang menggangu. Selain
ini, kapal itu membawa sepasukan Kompeni yang terdiri dari penembak-penembak
ulung yang sengaja didatangkan oleh Dolleman dari Semarang. Jumlah pasukan ini
empat puluh orang, semuanya ahli tembak dan bersenjata senapan.
Dolleman sengaja menyuruh juru mudi untuk melayarkan kapal itu agak ke tengah
laut. Ia sendiri dengan sebuah teropong (kiyker) di tangan, berdiri di geladak
dan mengintai ke sana ke mari. Sebentar lagi, hari menjadi gelap dan matahari
yang tadi masih nampak terapung di titik pertemuan antara air dan langit, kini
telah lenyap sehingga terpaksa lampu-lampu di kapal itu di nyalakan sehingga
keadaan menjadi terang. Dolleman lalu menyerahkan teropongnya kepada seorang
penjaga dan ia sendiri pergi ke kamar minum untuk membasahi kerongkongannya
dengan bir. Ia perlu minum bir untuk menghentikan goncangan-goncangan hatinya
yang berdebar-debar. Siapa yang takkan merasa gelisah " Malam ini adalah malam
penentuan baginya, yakni gagal atau berhasil! Soalnya sekarang hanyalah:
munculnya bajak laut Kertapati atau tidak. Kalau muncul, ia pasti akan berhasil.
Untuk ini ia telah mengatur penjagaan sebaik-baiknya. Ia sengaja tidak membawa
terlalu banyak pengawal agar tidak menakutkan Kertapati, akan tetapi ia maklum
bahwa tak jauh dari situ, sepaukan yang amat kuat berada di lain kapal,
mengintai dan mengawal kapalnya dengan diam-diam dan siap menyerbu apabila ada
bajak laut meyerang kapalnya! Yang ia khawatirkan hanyalah kalau-kalau
pancingannya takkan berhasil dan Kertapati tidak muncul! Ia teringat kepada Roro
Santi. Pantas saja Kertapati menyintainya! Laki-laki manakah yang tidak akan
kagum melihatnya dan jatuh cinta kepadanya"
Dolleman meninggalkan kamar minum dan melangkah menuju ke kamar Roro Santi.
Kasihan gadis manis itu seorang diri saja di kamarnya, demikian ia berpikir
sambil tersenyum menyeringai . Gadis cantik seperti itu tidak seharusnya berdiam
seorang diri di dalam kamar. Daripada menjadi kurban serangan angin di atas
geladak yang amat dingin, lebih baik duduk bercakap-cakap dengan dara jelita itu
di dalam kamar yang hangat!
Ketika ia mendorong daun pintu, ia melihat Roro Santi sedang duduk di atas dipan
sambil bertopang dagu, Dolleman tertegun dan berdiri di ambang pintu, memandang
kagum. Alangkah manisnya dagu itu, berlekuk indah di bagian bawahnya. Kalah dagu
patung Venus yang pernah dilihatnya di museum di negerinya! Dan rambut itu!
Hitam panjang berikal mayang, terurai di atas pundak dan punggung! Alangkah
hebatnya kulit tubuh itu, luar biasa! Gadis-gadis dinegerinya tidak ada yang
berkulit demikian halusnya, berwarna campuran putih kuning gelap, halus dan
bersih! Dolleman melangkah maju, menatap wajah manis itu dengan pandang mata kagum.
"Letnan Doleman, apakah keperluanmu maka kau masuk ke dalam kamarku tanpa ijin?"
tanya Roro Santi. Sikapnya agung seakan-akan seorang permaisuri raja menegur
hamba sahayanya. Dolleman tersenyum menyeringai lalu duduk di atas sebuah bangku di depan gadis
itu. "Roro Santi, perlukah bagi seorang pria untuk minta ijin lebih dahulu apabila ia
memasuki kamar tunangannya, bahkan yang boleh disebut sudah menjadi isterinya?"
Merah wajah Roro Santi mendengar ini. Ia marah sekali, akan tetapi dalam
pandangan Dolleman, ia menjadi makin cantik saja.
"Dolleman, kau mabok dan jangan kau berani berlaku kurang sopan!" tegurnya.
Akan tetapi Dolleman tertwa bergelak lalu berdiri dan melangkah maju, duduk di
atas dipan di dekat Roro Santi. "Ha, ha, manis, memang aku mabok! Mabok melihat
kau sedemikian cantik jelita. Seperti kau ini agaknya dewi-dewi kahyangan yang
diceritakan dalam dongeng-dongeng bangsamu!" Ia mengulur tangan hendak memegang
pundak Roro Santi, akan tetapi gadis itu mengelak dan berdiri dari tempat
duduknya. "Dolleman, jangan kau kurang ajar! Lupakah kau akan janjimu kepada ayah?"
"Ha, ha, ha! Manisnya kalau marah! Santi ...... aku ........aku hampir menahan rinduku
kepadamu. Marilah, manis beri ciuman kepadaku, kepada tunanganmu!"
"Keparat!" Roro Santi memaki sambil mencbut kerisnya yang kecil. "Kau majulah
kalau sudah bosan hidup! Awas, kalau kau berlaku tidak sopan, keris inilah yang
akan menamatkan riwayatmu atau akan melenyapkan nyawaku! Kulit tubuhku yang
tersentuh tanganmu akan kubeset, aku tak sudi tersentuh oleh tanganmu yang
kotor! Pergi!!" Untuk sejenak Dolleman tertegun, akan tetapi pengaruh bir telah naik di
kepalanya dan sikap Roro Santi yang gagah itu dalam pandangan matanya menambah
kecantikan gadis itu. Ia melangkah maju. Akan tetapi pada saat itu, dari luar
pintu kamar terdengar seruan dalam bahasa Belanda yang berarti, "Perahu-perahu
bajak sudah tampak!"
Dolleman menoleh ke pintu lalu menjawab, "Jangan turun tangan dulu, biarkan
mereka datang dekat!" Setelah berkata demikian, kembali dia menghadapi Roro
Santi dan berkata, "Berlakulah manis kepadaku, Santi! Mari kita merayakan saat
kemenangan kita!" Wajah Dolleman menjadi berkilat karena peluh mulai membasahi
mukanya. "Kertapati telah muncul dan sebentar lagi ia dan kawan-kawannya akan
dihancurkan! Mari, mari kau datang dekat .............. !"
"Keparat jahanam! Jangan datang dekat!" seru Roro Santi dengan marah, akan
tetapi tiba-tiba Dolleman melompat cepat. Gerakan ini sama sekali tak disangka
oleh Roro Santi. Gadis itu mengangkat kerisnya, akan tetapi sekali menyampok
dengan tangannya, keris itu terlepas dari pegangan Roro Santi dan menimpa peti
kayu besar yang berada di sudut kamar.
Keris kecil yang menimpa peti besar itu bagaikan pembuka sumbat botol wasiat
dalam cerita kuno tentang jin, karena pada saat itu juga tiba-tiba tutup peti
besar itu terbuka dari dalam dan dari dalam peti itu melompat keluar dua tubuh
orang yang dengan sigapnya lalu berlompatan menerkam Dolleman!
Dolleman yang telah memegang tangan Roro Santi yang meronta-ronta, menjadi
terkejut sekali ketika melihat betapa tiba-tiba saja dua orang laki-laki berdiri
di hadapannya. Ketika ia memandang, matanya terbelalak dan mulutnya celangap
karena seorang diantara dua laki-laki itu bukan lain ialah ........ Kertapati
sendiri! Ketika masuk ke dalam kamar itu, Dolleman tidak membawa senapannya,
maka kini ia mencabut pedangnya dan membuka mulut hendak berteriak memanggil
penjaga. Akan tetapi, secepat kilat Kertapati menubruknya dengan seruan geram.
"Dolleman bangsat rendah! Bersiaplah untuk binasa!" Dolleman mengangkat
pedangnya, akan tetapi dengan kecepatan dan kesigapan luar biasa tangan
Kertapati menangkap pergelangan tangan kanannya dan tangan kanan mengirim
pukulan ke arah ulu hati Dolleman! Tubuh yang tinggi besar itu terlempar dan
pedangnya terlepas dari pegangan, sedangkan kerongkongannya yang tadinya hendak
mengeluarkan teriakan memanggil kawan, hanya dapat mengeluarkan keluhan karena
sakit saja. Sebelum ia dapat berdiri lagi, keris di tangan Kertapati telah menembus
jantungnya dan matilah Letnan Dolleman pada saat itu juga!
Roro Santi juga merasa amat terkejut. Sementara ia melihat Kertapati dan seorang
laki-laki lain keluar dari peti itu, ia hanya berdiri mepet dinding dengan mata
terbelalak, seakan-akan tidak percaya kepada kedua matanya sendiri.
Ia hanya diberitahu oleh ayahnya bahwa Kertapati telah diberitahu dan ia diminta
supaya percaya akan pertolongan Kertapati. Sama sekali tak pernah disangkanya
bahwa Kertapati bersama seorang kawannya telah bersembunyi di dalam peti besar
Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu! Sebelum Dolleman datang ia telah memikir dengan heran apa gerangan isi peti
yang besar itu, dan ketika ia mencoba untuk mencoba untuk membuka tutupnya,
ternyata bahwa peti itu tertutup dari dalam dan tak dapat dibuka! Tidak tahunya
bahwa di dalamnya adalah Kertapati dengan seorang anak buahnya.
Pada saat Kertapati menancapkan kerisnya di dada Dolleman, dari luar terdengar
suara mendatangi. Kawan Kertapati segera memadamkan lampu kamar itu dan ketika
dari luar terdengar suara orang bertanya. "Letnan, mereka kini telah datang
dekat!" maka kawan Kertapati yang bertubuh tinggi besar itu mengeluarkan jawaban yang
membuat Roro Santi tertegun dan terheran-heran. Jawaban itu dikeluarkan dalam
bahasa Belanda yang lancar dan suaranya benar-benar tiada bedanya dengan suara
Dolleman tadi! Orang tinggi besar ini memang sengaja dibawa oleh Kertapati,
karena ia adalah seorang bekas anggauta Kompeni Belanda yang telah menjadi anak
buahnya dan pandai bicara bahasa Belanda. Memang hal ini telah direncanakan
semula oleh Kertapati yang cerdik. Orang itu yang bernama Bandi, menjawab suara
di luar itu dengan sebuah perintah.
"Jangan tembak dulu. Padamkan semua lampu di bawah, biarkan lampu di puncak
tiang saja yang menyala agar mereka tidak melihat berapa banyak adanya pasukan
kita!" Di dalam gelap, Roro Santi dan Kertapati saling bertemu dan ketika Roro Santi
merasa betapa ia dipeluk oleh kekasihnya itu, barulah ia maklum bahwa peristiwa
yang dilihatnya tadi bukanlah impian semata. Mereka lalu keluar dari kamar itu
dan karena penerangan di bawah dipadamkan sesuai dengan dengan perintah Dolleman
palsu itu, maka mudahlah bagi Kertapati untuk menyelinap ke bagian belakang
kapal itu. Di atas kapal itu, yakni di pinggir sebelah belakang, memang disediakan beberapa
buah perahu kecil yang disediakan untuk pertolongan-pertolongan darurat sewaktu-
waktu terjadi bahaya. Kertapati meraba-raba dan di dalam gelap ia melepaskan ikatan sebuah perahu
kecil itu. Tiba-tiba, sebuah bayangan muncul dari dalam gelap dan membentak.
"Siapa?"" Kertapati menjawab dengan sebuah tusukan kerisnya ke arah dada orang itu, akan
tetapi ternyata orang itu cukup gesit karena dapat mengelak sambil membalas
dengan serangan pedangnya dan berteriak. "Ada penjahat ....... !" Akan tetapi
teriakannya kandas dan tubuhnya terlempar keluar ke dalam laut ketika Kertapati
cepat menyerbu dan melemparkannya!
"Cepat, mari ikut, Santi! Pegang tangan kiriku erat-erat!" bisik Kertapati yang
berhasil melepaskan ikatan perahu kecil tadi. Perahu itu jatuh ke air dan
Kertapati sambil memegang tangan Roro Santi, lalu melompat ke dalam air pula!
Orang-orang yang mendengar seruan tadi, segera memburu ke tempat itu seorang
diantaranya membawa sebuah lentera, akan tetapi ketika tiba di situ, mereka
tidak berhasil melihat sesuatu. Seorang diantaranya melihat bahwa sebuah perahu
kecil lenyap, maka ia memberitahukan hal ini kepada kawan-kawannya. Semua orang
terkejut dan segera berlari mencari Dolleman. Akan tetapi yang dicarinya tidak
nampak, maka tak kemudian terdengarlah ribut-ribut di atas kapal itu.
"Mana Letnan Dolleman ?"" terdengar pertanyaan.
"Aduh, ini ada seorang kawan kita rebah mandi darah !" seru seorang.
"Di sini juga! Seorang kawan kita sudah mati!"
"Mana Letnan Dolleman ?" seru yang lain.
Ribut dan paniklah semua orang dalam kegelapan itu. Tiba-tiba terdengar perintah
yang keluar dengan kerasnya dari atas. Suara Dolleman memerintah, "Lekas putar
kapal ke kiri dan maju perlahan ! Jangan menembak dulu, tunggu perintahku !"
Semua orang memandang ke atas dan melihat bayangan Dolleman yang tinggi besar
itu telah berdiri di tempat penjaga dekat puncak tiang menara. Jurumudi menurut
perintah ini dengan hati terheran-heran karena dengan memutar kapal seperti ini,
mereka kini berada di depan para perahu-perahu bajak laut yang kian berada di
belakang mereka! Tiba-tiba, dari arah perahu-perahu bajak yang hitam itu, mulai meluncur panah-
panah api yang beterbangan bagaikan bintang berpindah tempat! Semua anak panah
dapat mengenai kapal dengan tepat berkat cahaya penerangan yang masih dipasang
di puncak tiang ! "Celaka, mereka menyerang ! Padamkan lampu di atas !" Terdengar seorang di
geladak berseru dan cepat-cepat ia menggunakan sepatunya untuk memadamkan yang
membakar ketika sebatang anak panah menancap di atas geladak dekat tempat ia
berdiri. "Mana Letnan " Mengapa tidak memberi aba-aba balas menembak ?" tanya seorang
dengan bingung. "Kapal seharusnya diputar lagi ke kanan agar kita bisa mempergunakan meriam!"
seru pula seorang. Akan tetapi Letnan Dolleman yang berada di atas itu ternyata
bungkam saja. Tiba-tiba seorang berlari-lari dari bawah melalui anak tangga. Orang ini membawa
sebuah lentera dan napasnya terengah-engah ketika ia berseru, "Celaka ...! Letnan
Dolleman telah tewas ...... ! Puteri telah lenyap ...... !"
Semua orang terkejut. "Kau gila?" seru seorang sambil menuding ke atas. "Itu
Letnan Dolleman ! Siapa bilang dia tewas ?"
Beberapa orang berlari ke dalam kantor ke dalam kamar Roro Santi dan segera
mereka keluar sambil berteriak-teriak. "Benar, Dolleman telah mati ! Yang di
atas itu Dolleman palsu ! Tembak dia ! Seret dia turun !"
Memang yang di atas tempat penjaga itu adalah Bandi. Tadi di dalam gelap, ia
telah membunuh dua orang penjaga dengan kerisnya dan ia sendiri lalu memanjat
naik untuk melihat gerakan kawan-kawannya. Maka ia lalu memberi perintah untuk
memutar kapal ke kiri agar kedudukan kawannya itu tidak terancam oleh meriam-
meriam di kanan kiri kapal !
Kini mendengar bahwa rahasianya telah terbuka, ia tertawa bergelak-gelak dan
segera ia memegang sebuah tali dan mengayun tubuhnya ke bawah ! Beberapa orang
serdadu menembakkan tetapi meleset dan setelah Bandi berada di bawah, mereka
tidak berani menembak, takut kalau-kalau pelurunya akan mengenai kawan sendiri.
"Tangkap ! Bunuh !" mereka berseru dan menyerbu Bandi yang telah mencabut
kelewangnya. Bajak laut yang tinggi besar ini dikurung dan dikeroyok. Ia
mengamuk dan setelah merobohkan tiga orang lawan dengan kelewangnya, akhirnya ia
kena tertusuk juga pada pundaknya. Ia melompat dan menerjang keluar dari
kepungan, lalu berlari ke pinggir kapal. Akan tetapi malang, sebelum bajak yang
gagah berani dan cerdik ini dapat melompat ke air, terdengar tembakan dan peluru
menembus dadanya dan tubuhnya lalu terjungkal ke dalam air dalam keadaan tak
bernyawa pula ! Pada saat itu, panah-panah api makin hebat dan deras datangnya sehingga sebagian
kapal itu telah mulai terkena api. Para serdadu yang kehilangan pemimpin iti
menjadi panik. Sebagian orang memadamkan api dan sebagian pula menembakkan
senapan mereka ke arah perahu-perahu kecil. Beberapa orang telah terkena anak
panah dengan tepat sehingga di sana-sini sudah nampak mayat-mayat
bergelimpangan. Akan tetapi mereka dapat mengusai keadaan dan setelah kapal
diputar ke kanan, maka mulai berdentumlah meriam-meriam kapal itu.
Para bajak laut menjadi kewalahan. Beberapa buah mereka hancur atau terbalik.
Terpaksa yang masih ada lalu melarikan perahu merek menjahui kapal itu dengan
terpencar. Sementara itu, setelah melompat ke dalam air, pertama-tama Kertapati menolong
Roro Santi yang dipeluknya dan dibawa berenang mengejar perahu yang dijatuhkan
tadi. Setelah membalikkan perahu itu, ia lalu membantu Roro Santi naik ke dalam
perahu dan segera mendayung perahu itu menghilang di dalam gelap menuju ke
tempat perahu-perahu anak buahnya yang berada di belakang kapal. Di atas geladak
kapal Kompeni itu sedang terjadi keributan, maka tak seorangpun memperhatikan
gerakan Kertapati ini. Biarpun Kertapati berada di tengah-tengah mereka, akan tetapi para bajak laut
itu tak berdaya menghadapi semburan peluru meriam yang hebat dari kapal musuh
itu. Kertapati lalu memberi perintah untuk mundur dan melarikan diri. Akan tetapi,
tak pernah disangkanya bahwa Dolleman benar-benar hebat dan cerdik. Baru saja
mereka berhasil menjauhkan diri dari kapal Kompeni itu, tiba-tiba sebuah kapal
lain yang lebih besar dan lebih lengkap menghadang perjalanan mereka !
Suara senapan memberondong dari atas kapal itu dan hampir seluruh anak buah
bajak laut Kertapati yang melakukan perlawanan mati-matian dengan anak-anak
panah mereka, habis disapu oleh peluru senapan para sedadu. Musuh terlalu
banyak, dan senjata mereka lebih baik, ditambah pula kedudukan mereka yang
terlindung di atas kapal yang besar itu.
Setelah Kertapati kena tembak pundaknya dan pingsan di atas pangkuan Roro Santi,
maka pertempuran berhenti. Hanya beberapa orang anak buah Kertapati yang
berhasil menyelamatkan diri dengan jalan terjun ke air dan menyelam lalu
menjatuhkan diri mempergunakan kepandaian renang mereka.
Kertapati sendiri tertawan. Orang-orang di atas kapal ketika mendapat kenyataan
bahwa dua orang yang berada di perahu kecil itu adalah Kertapati sendiri yang
sedang pingsan dan Roro Santi yang duduk menangis di dalam perahu, lalu menolong
dan mengangkat mereka ke dalam kapal. Setelah berada di kapal dan melihat betapa
kedua tangan Kertapati yang sudah pingsan dan penuh darah dadanya itu
dibelenggu, Roro Santi menjerit dan roboh pingsan pula !
Bajak laut Kertapati dibawa ka Jepara, oleh karena Kompeni berpendapat bahwa
lebih baik bajak laut yang terkenal itu menjalankan hukum tembak di kota Jepara
agar umum dapat menyaksikannya dan menjadi takut untuk mencontoh perbuatannya
yang merugikan Kompeni. Roro Santi telah dijemput oleh ayahnya dan kembali ke gedungnya. Setiap hari
gadis ini hanya menangis dan sedih.
Kompeni mengumumkan bahwa bajak laut Kertapati akan ditembak mati pada hari
Jumat Kliwon di pinggir laut, di bagian yang dalam. Di situ telah dibuat sebuah
jembatan sampai ke bagian air yang dalam, di mana bajak laut itu akan
menjalankan hukumannya. Semua penduduk dipersilahkan menyaksikan hukuman bajak
laut ini. Hari Jumat Kliwon. Di tepi pantai telah penuh orang. Para bangsawan keluar dari
gedung masing-masing dan ikut pula menyaksikan penyelenggaraan hukuman besar
itu, bahkan orang-orang dari dusun-dusun yang jauh pada datang berbondong-
bondong untuk menyaksikan hukuman yang hendak dijatuhkan kepada bajak laut yang
ternama itu, bajak laut muda yang mempunyai banyak pengikut dan pencinta, akan
tetapi juga mempunyai banyak pembenci itu !
Adipati Wiguna juga hadir, bersama Roro Santi yang berwajah pucat. Mereka
mendapatkan tempat yang terdepan, oleh karena Kompeni menganggap bahwa keluarga
inilah yang mendapat gangguan paling besar dari Kertapati sehingga tentu ingin
menyaksikan dari dekat betapa musuh besarnya tewas ! Juga para Kompeni
menganggap bahwa Roro Santi adalah tunangan Letnan Dolleman yang dibunuh oleh
Kertapati, maka tentu saja gadis ini merasa sakit hati terhadap bajak laut itu !
Di dekat gadis itu nampak Raden Suseno, tunangan yang menjaga gadis itu dengan
penuh perhatian dan ia merasa amat kasihan melihat gadis tunangannya ini yang
telah mengalami banyak penderitaan.
Jam sembilan tepat, serombongan Kompeni datang berbaris mengiringkan Kertapati.
Bajak laut ini nampak pucat sekali oleh karena luka di pundaknya mengeluarkan
banyak darah dan ia tidak dirawat sama sekali, bahkan menerima banyak pukulan
siksaan dalam penahanannya itu. Akan tetapi ia berjalan menuju ke tepi pantai,
ia tersenyum-senyum dan sepasang matanya bercahaya, sama sekali tidak kelihatan
takut. Air mata banyak mengucur keluar ketika orang-orang menyaksikan pemuda teruna
yang tampan ini berjalan dengan gagah dan bersemangat, seakan-akan maut yang
menantinya merupakan jantung hatinya yang berdiri tersenyum melambaikan tangan
kepadanya. Kertapati lalu diikat di ujung jembatan itu pada sebatang tiang yang sudah
disediakan, dan para serdadu lalu mengundurkan diri untuk memberi ketika kepada
seorang pembesar Kompeni dari Semarang yang akan mengucapkan pidato !
Pembesar itu adalah seorang Belanda yang berkepala botak, yang maju dan berdiri
menghadapi semua penonton, membelakangi Kertapati dan berkata dalam bahasa
daerah yang kaku. "Tuan-tuan dan nyonya-nyonya sekalian. Hari ini akan dilangsungkan hukum tembak
kepada Kertapati, seorang penjahat besar, seorang bajak laut, perampok yang amat
jahat dan berbahaya. Dengan dihukumnya penjahat ini, maka sekali lagi Kompeni
telah menolong tuan-tanah dan nyonya-nyonya dari gangguan seorang penjahat yang
berbahaya !" "Bohong ...... !" tiba-tiba terdengar teriakan dari tengah-tengah penonton yang
berdesak-desakan. "Kompenilah perampok dan bajak yang sejahat-jahatnya !"
Para penjaga lalu mengejar ke arah suara itu, akan tetapi mereka menjadi bingung
karena siapakah yang harus ditangkap " Di situ terdapat banyak sekali orang,
laki-laki dan wanita, tua dan muda, bahkan ada pula anak-anak. Maka pemimpinnya
mengangkat pundak, dan tertawa suara menyeramkan. Yang tertawa adalah Kertapati.
"Ha, ha, ha ! Kompeni Belanda !! Baru saja kamu mendengar teriakan rakyat ! Kau
boleh membunuh aku, akan tetapi kamu takkan kuasa membunuh teriakan itu ! Pekik
dan teriak perlawanan terhadap kamu akan berkumandang sepanjang masa. Seorang
Kertapati boleh ditembak, akan tetapi ribuan, laksaan, ya bahkan seluruh rakyat
akan bangkit dan berontak mengusirmu dari tanah air kami !
Ya sekarang kamu boleh berlaku sewenang-wenang, boleh memaksa rakyat datang
menyaksikan pembunuhan yang kamu lakukan seorang keluarga mereka, akan tetapi
tunggulah saja ...... tunggulah datangnya pembalasan rakyat !"
Belanda botak itu menjadi pucat dan gugup, lalu memberi dengan tangannya.
"Penembakan segera dilakukan !" teriaknya.
Pada saat itu, tiba-tiba Roro Santi melompat turun dari kursinya dan berlari-
lari di sepanjang jembatan kecil itu menghampiri Kertapati. Sambil menangis
tersedu-sedu ia memeluk tubuh Kertapati.
"Kertapati ........ " bisiknya dan ia tak dapat menahan membanjirnya air mata.
"Santi ....... Santi ...... kekasihku ! Jangan kau memberatkan pengurbananku dengan air
matamu, jiwa hatiku ...... Tenanglah dan berlakulah tabah ....... Kematian bukan apa-apa
bagi Kertapati !" Roro Santi mendekap kepala pemuda itu, dipeluknya, diciuminya diantara hujan air
mata, kemudian ia mencabut kerisnya dan dibukanya ikatan tangan dan kaki
Kertapati. Ketika beberapa orang serdadu memburu ke arahnya, ia lalu membalikkan
tubuh dengan keris di tangan, memandang bagaikan seekor harimau betina
melindungi anaknya. "Majulah ! Kerisku akan membedah perutmu ! Keparat kejam ! Bajingan hinadina!
Kertapati bukan pengecut, ia takkan lari ! Tak usah dibelenggu, ia tidak takut
mati !" Para penjaga itu mundur kembali dengan ragu-ragu dan Roro Santi kembali
menghampiri Kertapati yang segera memeluk dan mencium keningnya.
"Roro Santi, kekasihku. Pergilah kau kembali ke tempatmu dan relakanlah aku
mati. Hanya pesanku, kau dan keluargamu, kau dan putera-puteramua kelak, jangan
sekali-kali kena bujuk Kompeni yang bermulut manis ! Kompeni hanya akan
mendatangkan malapetaka dan sengsara bagi keturunanmu ........ ingatlah hal ini
baik-baik, Santi .......... ." Dengan air mata mengalir Roro Santi hanya memandang dan menggangguk-angguk.
Pada saat itu, Raden Suseno yang memburu ke situ telah tiba dengan sambil
menarik-narik tangan Roro Santi, ia membujuk gadis itu untuk kembali ke
tempatnya. Pemandangan yang amat mengharukan tadi telah membuat para penonton menangis
tersedu-sedu. Bahkan Raden Suseno sendiri, ketika melihat betapa Roro Santi
berpeluk-pelukan dengan Kertapati, tidak merasa cemburu, bahkan seakan-akan ada
sesuatu yang naik ke kerongkongannya yang membuat ia menggigit bibir menahan
runtuhnya air mata dari kedua pelupuk matanya ! Adipati Wiguna menutup muka
dengan kedua tangannya dan air mata mengalir dari celah-celah jari tangannya !
Setengah memaksa, Raden Suseno menarik Roro Santi mundur dari jembatan itu.
Pemimpin Kompeni memberi tanda dengan tangan dan tiba-tiba.
"Dar ! Dar ....... !! Dar !!!" Lebih dari tujuh pucuk senapan memuntahkan cahaya api
dan peluru yang semua menyambar ke tubuh Kertapati. Tubuh itu terkulai,
terhuyung-huyung di atas jembatan, kedua tangan memegang dada .......
"Kertapati ..... !" Roro Santi menjerit dan Raden Suseno tak kuasa menahannya
ketika ia memberontak dan berlari cepat sekali memburu kepada Kertapati.
"San ........ ti ......... " Kertapati berbisik dan memandang dengan senyum dan matanya
mulai kabur. "Kertapati ....... !" Santi menubruk tubuh yang hendak roboh itu dan memeluknya
erat-erat hingga darah yang keluar dari lubang-lubang di tubuh pemuda itu
membasahi tubuhnya pula. Raden Suseno diikuti oleh para penjaga mengejar, akan
tetapi tiba-tiba Roro Santi menghardik.
"Jangan dekat !" Ia menarik kerisnya dan mengancam, akan tetapi karena amat
kuatir, Raden Suseno tetap melangkah maju. Melihat ini, Roro Santi lalu memeluk
tubuh Kertapati lebih erat lagi lalu melempar dirinya ke bawah jembatan bersama-
sama Kertapati ! Yang nampak di atas papan jembatan kini hanyalah ceceran darah
yang tadi mengucur keluar dari dada dan lambung Kertapati.
Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Santi ....... !" Raden Suseno memekik dan ikut pula melompat ke dalam air, akan
tetapi terlambat ! Ia hanya mendapatkan dua tubuh yang sudah tak bernyawa lagi
dalam keadaan berpelukan mulai tenggelam di dalam laut. Tubuh Kertapati penuh
luka peluru, sedangkan keris yang tadi dipegang oleh Roro Santi menancap di dada
kiri gadis itu ! Semua orang menangis ketika kedua jenazah itu dikeluarkan. Dan para anggauta
Kompeni yang berada di situ hanya dapat memandang marah ketika melihat betapa
semua orang menghormati kedua jenazah itu seakan-akan yang mati adalah orang-
orang agung ! Akan tetapi mereka tidak berani menentang rakyat yang demikian
banyaknya dan yang mulai memandang kepada mereka dengan mata merah !
Terpaksa mereka lalu meninggalkan tempat itu dengan kepala tunduk.
Beberapa hari kemudian, setelah jenazah Kertapati dan Roro Santi dimakamkan,
Jepara kehilangan beberapa orang lagi, yakni Adipati Wiguna, Bupati Randupati,
Raden Suseno dan Tumenggung Basirudin yang kesemuanya melarikan diri menyeberang
ke Mataram untuk membantu pemberontakan Trunajaya ! Mereka semua ini diilhami
oleh perjuangan dan kegagahan Kertapati, maka diam-diam Kompeni mencatat bahwa
pembunuhan yang dilakukan atas diri bajak laut Kertapati itu sama sekali tak
dapat disebut sebuah kemenangan, karena selain anak buah bajak Kertapati masih
banyak yang mendatangkan gangguan bagi mereka, juga banyak para bangsawan dan
rakyat Jepara menyeberang kepada Trunajaya !
Demikianlah, kisah ini ditutup dengan catatan bahwa ucapan-ucapan terakhir yang
keluar dari mulut pahlawan teruna Kertapati itu ternyata terbukti karena
sungguhpun tak lama kemudian Trunajaya gagal dan tewas, selanjutnya tiada
hentinya rakyat berusaha untuk mengusir musuh besarnya, yaitu Kompeni Belanda !
Tamat Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 8 Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung Pedang Sinar Emas 13