Bayangan Berdarah 11
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen Bagian 11
Cung-cu dengan membawa aku serta enci Giok Lan
meninggalkan perkampungan Pek Hoa San-cung, kau
mengganggu kami...."
Tok So Yok Ong tertawa dingin tiada hentinya.
Heeee heee.... kau anggap dengan menyebutkan nama Jen
Bok Hong aku lantas jeri" demi menolong selembar jiwa
putriku, aku tak akan perduli hubunganku dengan Jen Bok
Hong. Mendadak badannya mencelat ketengah udara menyingkir
dari hadapan Kiem Lan dan langsung menubruk ke arah Siauw
Ling. Kiem Lan segera putar pedangnya mengirim sebuah
babatan kedepan coba menghadang jalan pergi Si raja Obat
bertangan keji ini. Tok So Yok Ong segera putar tangan kanannya dan
didorong kedepan, segulung hawa pukulan meluncur keluar
menahan datangnya serangan pedang Kiem Lan. sedang
badannya laksana kilat meneruskan terjangannya ke arah
Siauw Ling. Kepandaian silat yang dimiliki Tok So Yok Ong benar2 luar
biasa, menanti tubuh Kiem Lan telah meloncat ketengah udara
waktu itulah Tok So Yok Ong sudah berada disisi sang
pemuda, tangan kanannya segera bergerak sepat menotok
tiga buah jalan darahnya.
Ketika itu semedi Siauw Ling sedang mencapai taraf yang
sangat penting, walaupun ia mendengar suara pembicaraan
kedua oran gitu tak bisa bercabang-cabang karena itu tanpa
mendapat perlawanan apapun Tok So Yok Ong berhasi
menotok jalan darahnya. Melihat kejadian itu Kiem Lan semakin gelisah, pedangnya
diputar sedemikian rupa mengirim tiga buah serangan gencar.
Dengan gerakan yang sangat mudah dan ringan Tok So
Yok Ong berhasil memunahkan ketiga buah serangan itu dan
menangkis pedang Kiem Lan sehingga miring kesamping,
ujarnya dingin, "Memandang diatas wajah Jen Bok Hong,
loohu tidak ingin melukai selembar jiwamu, tapikalau sampai
menimbulkan hawa amarah loohu.... Hmm! jangan salahkan
aku tidak akan mengikat hubunganmu dengan Jen Bok Hong
lagi" "Cepat lepaskan dirinya!" jerit Kiem Lan dengan suara yang
melengking. Pedangnya ber-turut2 melancarkan serangan berantai, satu
jurus lebih hebat dari jurus yang lain.
Tok So Yok Ong menggerakkan tangan kanannya menahan
datangnya serangan pedang Kiem Lan, tangan kiri didorong ke
atas punggung Siauw Ling membuyarkan hawa murni yang
sedang berkumpul disana sehingga tidak sampai menimbulkan
luka. Dalam sekejap mata Kiem Lan melancarkan dua puluh jurus
serangan, tapi dengan sangat mudah berhasil dipunahkan
semua oleh Tok So Yok Ong.
Karena cemas dan kaget gadis ini mulai mengucurkan air
mata. Mendadak terdengar ujung baju tersampok angin,
serentetan cahaya putih meluncur datang langsung menusuk
badan Si raja Obat bertangan keji itu.
Kiem Lan berpaling setelah ditemukan orang itu bukan lain
adalah Giok Lan ia menangis sejadi2nya.
"Siauw-moay tidak becus dan tak berhasil menghalangi
dirinya, Siauw Siangkong kena ditangkap."
"Urusan yang sudah lewat tak perlu diributkan lagi, saat ini
menolong orang lebih penting" tukas Giok Lan cepat.
Pedangnya berubah berulang kali mendesak dan meneter
musuhnya. Semangat Kiem Lan bangkit kembali iapun putar badan
melancarkan serangan2 gencar.
Walau kepandaian silat yang dimiliki Tok So Yok Ong
sangat lihay tapi pada saat ini disamping ia harus cabangkan
pikiran untuk salurkan hawa murni melancarkan peredaran
darah dalam tubuh Siauw Ling ia harus pula melawan
serangan musuh, keadaannya agak keteter.
Apalagi keadaan dari kedua orang gadis ini sudah mirip
manusia kalap saja serangan pedang mengikuti aliran
mengadu jiwa dan semua ancaman ditunjukkan ke-bagian2
yang bahaya jadi ia terdesak dan timbullah hawa amarah di
dalam hati. Sambil tertawa dingin serunya.
"Budak2 yang tak tahu diri karena memandang diatas
wajah Jen Bok Hong loohu tidak ingin melukai diri kalian tapi
kalau kamu berdua menteter loohu sedemikian rupa. Hmm!
jangan salahkan aku akan turun tangan melukai kalian!"
Hawa murninya segera disalurkan ketangan kanan dan perlahan-
lahan didorong keluar. Segulung hawa pukulan yang maha dahsyat dengan cepat
menggulung keluar mengancam tubuh Kiem Lan.
Buru-buru Kiem Lan menggerakkan pedangnya menangkis,
sedang telapak kirinya dengan sepenuh tenaga menangkis
datangnya serangan pukulan tersebut.
Terasa datangnya tenaga dorongan tersebut dahsyat
laksana gulungan ombak ditengah samudra ketika bentrok
dengan tenaga pukulannya seluruh tubuh bergetar badanpun
tak kuasa lagi muncur tujuh, delapan langkah ke belakang
dengan sempoyongan dan akhirnya roboh terjengkang.
Ketika Giok Lan melihat Kiem Lan terpukul roboh hatinya
sangat terperanjat ia tahu dengan kekuatan seorang diri pasti
bukan tandingan pihak musuh tapi ia nekad, dengan
mempertaruhkan jiwanya ia melancarkan sebuah tusukan
dengan jurus "Tiang Hong Tjing Thian" atau pelangi Merah
melati langit, menggunakan kesempatan sebelum Tok So Yok
Ong menarik kembali telapak tangannya yang didorong
kedepan. Tok So Yok Ong mendengus dingin.
"Hmm! budak celaka kau cari mati
Tangan kanannya ditarik lantas didorong ke pemudam
sekali lagi ia mengirim sebuah pukupan dahsyat.
Giok Lan sidayang cilik ini mana bisa tahan menerima
datangnya serangan Si raja Obat bertangan Keji yang
demikian dahsyat" bersama2 dengan pedangnya ia terpukul
mencelak ke belakang menhantam diatas pohon besar.
"Brak....!" tak tahan lagi ia terpelanting dan roboh tak
berkutik Sinar mata Si raja Obat bertangan keji berkilat sambil
menyapu sekejap wajah kedua orang dayang yang
menggeletak ditanah gumamnya seorang diri, "Loohu tidak
cabut jiwa kalian bukannya karena takut pada Jen Bok Hong.
Hmm! sekalipun kalian laporkan peristiwa ini kepadanya loohu
takkan jeri!" Sembari berbicara ia sambar badan Siauw Ling dan berlalu
dari sana. Malam semakin kelam ditengah kegelapan yang mencekam
hutan lebat tersebut dalam dua tiga kali tikungan saja
bayangan tubuh si raja obat bertangan Keji serta Siauw Ling
telah lenyap. Kiem Lan meronta bangun lebih dulu menghembuskan
napas panjang lambat2 mendekati Giok Lan memeluk lengan
saudaranya dan berbisik lirih.
"Enci bagaimana keadaanmu?"
Termakan oleh hantaman si Raja obat bertangan keji
sehingga tubuhnya menumbuk pohon Giok Lan merasakan
darah panas bergolak dalam rongga dadanya membuat ia
hampir2 jatuh tidak sadarkan diri tergoncang oelh bayangan
Kiem Lan ia segera tersadar kembali.
"Aku tidak mengapa, diamana Siauw Ling!" serunya.
"Siauw Siangkong diculik oleh Si raja Obat bertangan keji!"
"Aai.... diculik pergi "
Mendadak terdengar ujung baju tersampok angin
menggema datang disusul munculnya dua sosok bayangan
manusia. Dalam keadaan seperti ini baik Kiem Lan maupun giok Lan
sudah tiada kemampuan untuk bertempur kembali seandainya
orang ini mengandung maksud bermmusuhkan maka terpaksa
mereka hanay menantikan dirinya dibelenggu.
"Didepan apakah nona Kiem Lan?" terdengar orang
menegur dengan suara cemas.
Berhubung Kiem Lan tidak tahu orang yang munculkan diri
itu sahabat atau lawannya, lagipula menyadari mereka berdua
sudah tiada berkekuatan untuk melakukan perlawanan lagi
maka ia tetap menundukkan kepalanya rendah
Kini, sehabis mendengar teguran tersebut, merasakan pula
bahwa nada suaranya amat dikenal lambat2 ia mendongak.
Setelah melihat jelas siapakah mereka, seketika ia berseru
tertahan dan mengucurkan air mata, ujarnya menahan isak
tandis. "Kedatangan kalian berdua terlambat satu langkah!"
Orang yang baru datang bukan lain adalah ;tiong Cho Siang
Ku atau sepasang pedagang dari Tiong Cho.
"Kenapa?" teriak si Sie poa emas Sang Pat dengan nada
cemas. "Siauw Toako telah pergi kemana?"
"Dia.... dia kena diculik oleh si Raja Obat Bertangan keji"
"Si Raja Obat bertangan keji" makhluk tua inipun sudah
ikut munculkan diri dikota Koei Tjhiu?"
Luka yang diderita Kiem Lan tidak ringan setelah berganti
napas dua kali ia baru menjawab
"Sudah banyak tahun Si Raja Obag Bertangan Keji
bersahabat dengan Shen Bok Hong pelbagai obat beracun
serta pbat pemabok yang dimiliki Shen Bok Hong adalah hasil
karya dari si raja Obat Bertangan keji itu"
Sang Pat menengok skejap ke arah Tu Kioe lalu ujarnya.
"Loo Djie-te saat ini bukan wakut yang tepat untuk bercakap2,
kita harus berusaha menolong nona berdua lebih
dahulu" Tu Kioe mengangguk, dari sakunya ia ambil keluar sebuah
botol tersebut dari porselen dan mengeluarkan dua biji pil
pemunah. lalu katanya. "Nona berdua harap menelan pil ini lebih dulu.
"Tidak sempat lagi" tukas Giok Lan dengan hati cemas.
"Budak berdua tidak perlu kalian kuatirkan, lebih baik kalian
berdua cepat-cepat pergi mengejar Si Raja Obat bertangan
keji itu. "Ditengah malam buta begini susah buat kita untuk
menemukan kembali jejaknya, kalau benar ia mempunyai
hubungan dengan Jen Bok Hong selama banyak tahun, aku
pikir perbuatannya ini pasti didasarkan atas perintah Shen Bok
Hong. "Bukan, bukan" kembali Giok Lan menukas "Ia hendak
menolong jiwa putrinya"
"Menolong putrinya" Apa sangkut pautnya dengan Siauw
Ling?" Sang Pat tercengang.
"Pernah budak mendengar cerita dari Siauw ya, katanya
poutri si raja obat bertangan keji mengidap suatu penyakit
aneh dimana seluruh darah dalam tubuhnya harus diganti
dengan darah bersih dengan demikian kesehatannya baru bisa
sembuh seperti sedia kala. Darah Siauw ya.... darah...." ia
berbatuk keras dan tak kuasa muntahkan darah segar.
Sang Pat segera tempelkan telapak kanannya ke atas
punggung Giok Lan, hiburnya dengan suara lembut.
"Nona tak usah gelisah, kalau benar tujuan si raja Obat
bertangan keji menculik Siauw Thay-hiap karena mengandung
maksud2 tertentu untuk beberapa waktu ia tak akan
mencelakai jiwanya, luka nona jauh lebih penting Cayhe akan
bantu melancarkan pernapasanmu kemudian baru berusaha
menemukan si raja Obat bertangan keji"
Sementara berbicara, tenaga murninya bagaikan
gelombang ditengah samudra menerjang masuk ke dalam
tubuh Giok Lan melalu jalan darah "Ming Bun Hiat".
Dalam hantaman yang dilancarkan Si Raja Obat Bertangan
Keji tadi, sebenarnya ia dapat membinasakan Giok Lan serta
Kiem Lan saat itu juga namun berhubung kedua orang dayang
itu adalah anggota perkampungan Seratus Bunga atau Pek
Hoa San-cung lagipula si Raja obat Bertangan Keji ada
hubungan yang erat dengan Jhen Bok Hong, maka ia tidak
turun tangan terlalu berat. Dengan andalkan tenaga
pukulannya yang besar dia hanya melukai kedua orang ini
belaka. Setelah memperoleh bantuan tenaga dalam dari Sang Pat,
dengan cepat darah panas yang bergolak dalam dada Giok
Lan bisa teratasi ia menghembuskan napas panjang dan
berseru. "Tidak bisa jadi, kita harus pergi mencari Siauw siangkong,
seumpama kedatangan kita rada terlambat, kemungkinan
besar si Raja Obat bertangan Keji telah menghisap habis
darah siangkong" "Tidak salah" kata Tu Kioe membenarkan. "Kita harus
cepat-cepat mencari Siauw Toako!"
"Ilmu silat yang dimiliki si Raja Obat bertangan Keji amat
lihay" kata Sang Pat dengan suara perlahatn. "Dengan
andalkan kekuatan kita beberapa orang sulit rasanya untuk
menemukan jejak mereka...."
Sinar matanya dialihkan ke arah Tu Kioe dan sambungnya
lebih lanjut. "Panggil seekor anjing raksasa kita, tidak sampai dua jam
tidak sulit buat kita untuk mengetahui tempat
persembunyiannya" "Aakh.... benar, siauwte benar2 bodoh!" buru-buru Tu Kioe
putar badan dan berlalu, Setelah memandang keadaan cuaca, ujar Sang Pat.
"Menggunakan peluang yang demikian bagusnya harap
nona berdua baik2 beristirahat sebentar seandainya Si raja
Obat bertangan keji tidak berlalu terlalu jauh, kita masih bisa
memenuhi pertemuan besok hari sesuai dengan rencana.
Setelah kedua orang dayang itu berlega hati teringat pula
harus melakukan perjalanan jauh dalam pencarian nanti,
mereka berdua segera pejamkan mata mengatur pernapasan.
Sepertanak nasi kemudian Tu Kioe muncul dengan
membawa seekor anjing raksasa berwarna hitam, Sang Pat
segera kemak kemik mengeluarkan kata2 yang tidak
dimengerti agaknya ia sedang berbicara dengan anjing hitam
itu, kemudian sambil menuntun binatangnya ia berputar satu
lingkaran diempat penjuru, dan secara tiba-tiba melepaskan
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tali cekalannya. Anjing hitam itu segera menggetarkan bulu2 badannya
yang panjang dan berdiri tegak setelah itu meloncat beberapa
depa kedepan dan lari ke arah muka.
Melihat arah yang dituju anjing raksasa itu bukan lain
adalah arah dimana si Raja Obat bertangan keji berlalu Giok
Lan kegirangan setengah mati tak kuasa teriaknya.
"Benar, benar sekali, tak disangka anjing raksasa berwarna
hitam ini mempunyai kegunaan sedemikian besarnya".
Mendadak Sang Pat bersuit rendah, anjing hitam yang telah
lari kedepan segera berhenti dan berjalan balik berdiri empat,
lima depa didepan Sang Pat memandang ke arah majikannya
dan se-akan2 sedang menanti perintah.
Kembali si Siepoa emas Sang Pat berkemak kemik
memperdengarkan ucapan yang tak dimengerti manusia.
Anjing hitam itu putar badan kembali dan lari kemuka, hanya
saja kecepatannya tidak lagi seperti tadi.
"Eeeeeei.... apa maksudmu berbuat demikian" tanya Giok
Lan tercengang. "Luka nona berdua belum sembuh, tidak baik untuk
melakukan perjalanan cepatm, didamping itu menurut
dugaanku si raja obat bertangan keji belum pergi terlalu jauh,
seandainya kita bergerak terlalu cepat, ujung baju yang
tersampok angin akan menimbulkan suara ditengah malam
buta seperti ini suara tersebut dapat berkumandang sampai
sejauh sepuluh tombak, tindakan ini bukankah sama arti
memukul rumput mengejutkan ular?"
"Tidak salah!" Giok Lan mengangguk, ia menggerakkan
badannya berkelebat ke arah depan.
Mengikuti dibelakang anjing raksasa berwarna hitam itu,
beberaoa orang tersebut mengitari hutan tadi sebanyak dua
kali kemudian baru bergerak ke arah Utara.
Diam2 Tu Kioe mengerutkan dahi bisiknya lirih
"Coba lihat si raja obat bertangan keji mengitari hutan ini
sebanyak dua kali entah apa maksudnya berbuat demikian?"
"Ia hendak memeriksa dahulu apakah dalam hutan
bersembunyi jago-jago lihay yang mengincar dirinya atau
tidak" jawab Sang Pat.
Setelah mengatur pernapasan beberapa waktu kendati
semangat Giok Lan serta Kiem Lan suah jauh lebih baikan,
namun rasa sakit masih menyerang dalam tubuh mereka
gertak gigi dan dengan paksakan diri meneruskan perjalanan
kedepan. Sianjing raksasa berwarna hitam itu setelah menerobos
keluar dari hutan meneruskan larinya lurus ke arah sebelah
Utara. Beberapa orang lainnya mengikuti dari belakang dengan
andalkan meringankan tubuh tiap langkah kaki mereka sama
sekali tidak meninggalkan sedikit suarapun.
Empat, lima li dengan cepat telah dilalui, akhirnya anjing
raksasa pembawa jalan itu berhenti ditengah sebuah tanah
pekuburan yang luas. Anjing raksasa itu berhenti tepat didepan sebuah kuburan
besar yang menonjol ke arah luar, sikapnya seakan2 hendak
melakukan tubrukan sedangkan matanya dengan tajam
memperhatikan kuburan itu tak berkedip. Melihat kejadian ini
Sang Pat seera berkata lirih.
"Ditempat ini?"
"Dalam kuburan tersebut!" seru Tu Kioe tercengang.
Seumpama anjing raksasa kita tidak salah membawa jalan,
seharusnya tempat inilah sasaran kita. kau jaga baik2 anjing
kita jangan biarkan dia menggonggong sendiri, aku akan
kesana melakukan pemeriksaan."
Dengan gesit ia meloncat kedepan.
Usia kuburan besar ini sudah tua sekali. diatas kuburan
penuh ditumbuhi rerumput setinggi setengah pinggang, Sang
Pat mengitar kuburan itu satu kali, sedikitpun tidak salah
dibawah semak ia temukan banyak tanah galian baru, ia
segera menyingkap semak2 tersebut dan memeriksa lebih
teliti. Dibawah sorotan cahaya bintang yang redup muncul
sebuah gua yang luasnya ada dua depa ditutupi oleh
rerumputan. Agaknya si raja obat bertangan keji mengira tampat itu
cukup rahasia dan tak mungkin ada orang bisa
menemukannya sehingga dengan ceroboh ia tidak
menutupinya kembali dengan sebangsa dedaunan.
Sang Pat pusatkan seluruh perhatiannya untuk mendengar,
secara lapat2 ia menangkap adanya suara pembicaraan
manusia dari dalam kuburan.
Si raja Obat Bertangan keji adalah seorang manusia
kenamaan dalam dunia persilatan Sang Pat tidak berani
berlaku gegabah secara berhati2 ia mundur ke belakang minta
Giok Lan, Kiem Lan dengan membawa anjing raksasa itu
menanti ditempat kejauhan, lalu kepada Tu Kioe bisiknya lirih.
"Loo-jie ilmu silat yang dimiliki si raja Obat bertangan keji
sangat luar biasa, Toako pun terjatuh ketangannya, dengan
adanya beberapa masalah yang menyulitkan membuat kita
jadi sulit untuk turun tangan sekuat tenaga, apalagi bertindak
secara gegabah" "Siauwte akan bekerja mengikuti perintah Toako!"
Dengan langkah hati2 Sang Pat membawa Tu Kioe berjalan
kembali kedepan kuburan besar, telinga kanan ditempelkan
kemulut gua dan mendengarkan suara2 yang ada di dalam
dengan penuh perhatian. Terdenar suara Siauw Ling berkumandang keluar dari
dalam kuburan ia sedang berkata
"Kau memiliki julukan si Raja Obat. dalam soal ilmu
pertabiban serta obat2an tentu memiliki kemampuan yang
lebih hebat dari orang lain, mengapa kau tidak coba
menciptakan Obat mustajab yang bisa digunakan untuk
menyembuhkan penyakit yang diderita putrimu?"
Seorang kakek tua dengan suara sedih segera
menyambung. Selama banyak tahun Loohu sudah menjelajahi seluruh
kolong langit baik Utara maupun Selatan tempat2 terkenal
sudah kudatangi sayang belum berhasil juga kudapatkan obat
mujarab yang bisa digunakan untuk menyembuhkan putriku.
dan belum pernah kutemukan pula orang yang cocok untuk
dimintai bantuannya menolong siauw-li. Hanya saudara cilik
seorang adalah satu2nya manusia yang paling cocok semoga
kau suka menghadiahkan bantuanmu loohu akan merasa
sangat berterima kasih. Siauw Ling menghela napas, ujarnya lirih.
"Aku sudah kau tawan, mati hidupku sudah berada
ditanganmu mengapa kau masih memohon secara demikian
kepadaku?" "Tabiat putriku ramah dan welas kasih" ujar si orang tua itu
dengan nada serak. "Seandainya ia sadar dan tahu bahwa aku
sedang memaksa kau untuk memberikan darahmu kepadanya,
ia akan bersikeras tidak mau menerimanya, waktu itu Loohu
tak bisa memaksa dirinya lagi dengan kekerasan"
"Jadi maksudmu mohon kepadaku agar aku tidak beri tahu
kepadanya kalau kau yang paksa aku berikan darahku
kepadanya?" "Memang demikian adanya Siauw Tahyhiap berjiwa
pendekar dan bersemangat jantan, bagaimanapun juga kau
sudah pasti mati, mengapa tidak mau berbuat kebaikan untuk
menolong putriku?" Sang Pat yang mendengar ucapan itu diam2 merasa
hatinya tercekat, ia berpikir.
"Persoalan besar yang menyangkut mati hidup seseorang
mana boleh dirundingkan seenak maunya sendiri?"
Sementara itu Siauw Ling telah menghela napas panjang
dan katanya. "Korbankan diri sendiri untuk menolong orang lain adalah
suatu perbuatan mulia namun dalam keadaan dan sitausi
seperti ini cayhe masih belum rela mati"
Mendadak terlihat cahaya api berkelebat secara tiba-tiba
ruangan dalam kuburan itu jadi terang benderang.
Sang Pat segera melongok kedalam, tampak olehnya diatas
mati berlapisan selembar permadani warna merah berbaring
seorang gadis muda. batu2 batas disekitar peti sudah digali
dan sebagai gantinya empat dinding tergantung kain sutar
warna merah, jelas untuk membuat tempat ini sebagai tempat
tinggalnya sementa si raja obat bertangan keji telah
mengeluarkan banyak tenaga maupun pikiran.
Siauw Ling dan si raja obat bertangan keji duduk disisi peti
mati, tetapi jauh jaraknya dari mulut gua. bayangan tubuh
memencar dibalik dinding terkena cahaya lampu. Sang Pat
cukup memandang kedua orang itu sudah dapat melihat jelas
bagaimana gerak gerik mereka berdua.
Terdengar si raja obat bertangan keji setelah menghela
napas panjang berkata lagi, "Kematianmu pada saat ini sudah
pasti, persoalan bukan menyangkut tentang rela atau tidak
loohu berjanji akan membantu dirimu dengan obat2an dan
mengurangi rasa penderitaan yang menyerang dirimu, agar
kau bisa mati dengan lebih tenang dan tenteram".
"Aku masih ada persoalan pribadi yang belum kuselesaikan,
sekalipun mati aku mati dalam keadaan tidak meram!!!"
"Persoalan pribadi apa" katakan saja secara terus terang,
setelah jiwa siauw-li ketolongan loohu pasti akan bantu
menyelesaikan masalahmu!"
"Eeeeei....! sekalipun kuucapkan juga percuma, lebih baik
tak usah kuutarakan, sekarang kau boleh mulai turun tangan".
Sang Pat merasakan jantungnya berdebar keras, pikirnya,
"Posisi dari si raja obat bertangan keji saat ini terletak disudut
jalan mati dalam kuburan itu, sekalipun diam2 aku turun
tangan membokongpun belum tentu bisa mencapai sasaran
agaknya aku harus masuk sendiri ke dalam kuburan
tersebut!!!" Sang Pat adalah manusia cerdik, banyak akal dan teliti
dalam menyelesaikan segala masalah, walaupun hatinya
tegang pikiran tidak kacau setelah meninjau keadaan situasi,
memperhitungkan tindakan selanjutnya dalam menghadapi
gerakan si raja obat bertangan keji, mendadak ia tarik napas
panjang2 lambung yang gemuk dan gendut lambar2 menyusut
diikuti badannya merendah dan melayang masuk ke dalam
ruang kuburan. Senjata sie-poa emas ditangan kirinya bergeletar, cahaya
tajam berkilauan menusuk pandangan dan melindungi seluruh
badan, sementara tangan kanannya secepat kilat
mencengkeram sang dara yang berbaring diatas peti mati.
Si raja obat bertangan keji mimpipun tidak menyangka
ditengah kuburan yang sunyi dan terpencil bisa muncul
seorang asing, menanti ia sadar akan bahaya dara diatas peti
mati itu sudah terjatuh ketangan Sang Pat, hatinya jadi
terkesiap semangat bertempur punah dan lambat2 ia
menurunkan kembali telapaknya ke bawah.
"Lepaskan dirinya" katanya lirih. "Badan gadisitu sangat
lemah napasnya amat lirih ia tak boleh menjumpai hal2 yang
mengejutkan hatinya lagi"
Menyadari perhitungannya tidak meleset, si raja obat
bertangan keji benar2 memandang putrinya yang hampir mati
bagaikan barang mustika nyali Sang Pat makin bertambah
besar ia mendongak tertawa ter-bahak2.
"Jarakku dengan putrimu hanya terpaut beberapa coen,
asalkan kau tidak turun tangan secara gegabah cayhe pun
tidak bakal melukai putri kesayanganmu"
Semangat jantan si raja obat bertangan keji punah, ia
menghela napas panjang. "Loohu tiada ikatan dendam maupun sakit hati dengan
kalian sepasang dari Tiong Chiu, tapikalian bersikap demikian
tak tahu adat kepadaku merusak rencanaku untuk menolong
jiwa putriku, sebenarnya apa maksud kalian"....
"Haa.... haa.... hal ini harus salahkah mengapa Yok Ong
salah mencari orang?"
"Salah mencari orang" salah mencari siapa?" tanya Tok So
Yok Ong keharuan. "Siauw Ling, tahukah kau apa hubungan Siauw Ling dengan
kami sepasang pedagang dari Tiong Chiu?"
JILID 16 "Terang2an Siauw Ling adalah Sam Cungcu dari
perkampungan Pek Hoa Sancung, apa sangkut pautnya
dengan kalian sepasang pedagang dari Tiong Chiu" Teriak si
raja obat gusar. "Sedikitpun tidak salah! dia memang sam Cungcu dari
perkampungan Pek Hoa Sancung, namun iapun Liong Tauw
Toako dari kami sepasang pedagang dari Tiong Chiu!"
"Kau tidak usah ngaco belo kalian Tiong Tjhiu Siang Ku
rata2 sudah berusia empat puluh tahunan sedangkan Siauw
Ling baru saja menanjak kedewasaannya, terjun ke dalam
dunia persilatan belum ada setahun...."
Sang Pat mendengus dingin, tukasnya.
"Perkenalan kami bersaudara dengan Siauw Ling toako
sudah terjadi pada lima tahun berselang perkataan ini kau
suka percaya tidak?"
"Aaai...." Dengan sedih Si raja obat Bertangan Keji
menghela napas panjang "Katakanlah syarat apa yang hendak
kalian ajukan" bagaimanapun juga selama hidup sepasang
pedagang dari Tiong Chiu hanya mengutamakan
keuntungan...." Haa haa haa.... kali ini sengaja kami tidak biarkan Yok Ong
berhasil menebak tepat kami mohon Yok Ong suka
melepaskan Liong-tauw toako kami"
"Apa?" melepaskan Siauw Ling?" teriak Yok Ong atau si raja
obat bertangan keji terperanjat.
"Tidak salah, lepaskan Siauw Ling!"
"Setelah aku lepaskan Siauw Ling siapa lagi yang dapat
menggantikan dia untuk menyembuhkan penyakit putriku?"
"Yok Ong lihay dalam ilmu pertabiban dan disebut sebagai
ahli nomor wahid diseluruh kolong langit aku pikir kau tentu
masih memiliki cara yang lain"
"Loohu sudah berusaha dengan susah payah selama
sepuluh tahun baru kali ini kutemukan manusia yang paling
coock untuk menyembuhkan penyakit putriku, kalau kau
paksakan dirimu melepaskan Siauw Ling, bukankah hal ini
sama artinya hendak merampas jiwa putri loohu dengan
kekerasan...." "Nyawa putrimu adalah nyawa, apakah keselamatan Liongtau
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
toako kami bukan termasuk nyawa! tegur Sang Pat dingin.
Tubuh Si raja Obat bertangan keji yang kurus kering
kelihatan gemetar keras, dari sepasang matanya
memancarkan cahaya tajam yang mengandung kebencian.
"Baik, ini hari kalian sepasang pedagang dari Tiong Tjhiu
telah menggagalkan rencana baik loohu, dikemudian hari
bakal ada seratus bahkan selaksa nyawa jago lihay Bulim yang
harus dikorbankan untuk menebus kesalahan yang telah
lakukan ini hari " teriak Yok Ong dingin.
Pada mulanya Sang Pat dibikin tertegun diikuti ia tertawa
hambar. "Urusan dikemudian hari kiga bicarakan lain kali saja, lebih
baik cayhe membicarakan persoalan menurut keadaan siatuasi
pasa saat ini. Seumpama Yok Ong tidak mau dilepaskan Siauw
Ling, maka putrimu...."
"Kau hendak menggunakan keselamatn putriku untuk
menggertak loohu?" tak Tok So Yok Ong sangat gusar.
"Apa yang kucapkan bukan gertak sambal belaka, namun
suatu kenyataan yang benar2 terjadi" jawab Sang Pat dingin,
"Apakah Yok Ong beranggapan cayhe tidak berani melukai
putrimu?" Sepasang meta Si raja Obat bertangan keji yang pada
mulanya memancarkan cahaya kebuasan seketika berubah
jadi ramah dan penuh kasih sayang, sambil memandang sang
gadis yang berbaring diatas peti mati ujarnya.
"Baiklah, loohu akan melepaskan diri Siauw Ling."
Tangan kanannya segera diayun menepuk bebas jalan
darah Siauw Ling yang tertotok.
Setelah jalan darahnya bebas, sambil angkat bahu lambat2
Siauw Ling bangun berdiri lalu ujarnya.
"Nasib cayhe memang tidak sampai sesial yang kau
bayangkan dua kali usaha anda menjumpai kegagalan total,
namun terhadap perasaan cinta kasihmu sebagai seorang
ayah kepada putrinya dalam hati kecil cayhe merasa sangat
kagum dan terhormat."
Hmm! pada suatu hari aku pasti dapat menangkap kembali
dirimu, menggunakan darahmu untuk menolong selembar jiwa
putriku" Siauw Ling berpaling, sambil memandang gadis muda yang
berbaring diatas peti mati ia hela napas panjang.
"Eeeei.... membunuh seorang untuk menolong seorang,
memang suatu perbuatan kebajikan...."
"Asal bisa menolong jiwa putriku, kenapa tidak boleh
kubunuh seratus bahkan selaksa jiwa manusia?" sambung Yok
Ong cepat. "Tetapi kelembutan, keramah tamahan serta kehalusan
budi putrimu jauh berbeda dengan caramu berpikir!"
"Aku hendak kmenolong selembar jiwanya sekalipun harus
memaksa ia salah menafsir niatku, akupun tak bisa berbuat
apa2". "Dikolong langit rasa sayang orang tua terhadap anaknya
adalah mulia, kau bertabiat keji, kejam, sadis dingin dan kaku,
namun terhadap putri sendiri bersikap demikian sayang begitu
cinta...." Ia merandek, lalu tambahnya, "Apakah dikolong langit
kecuali darah segar aku orang she-Siauw benar2 sudah tak
ada obat yang bisa digunakan untuk menolong selembar jiwa
putrimu?" Si raja obat bertangan keji seperti mau mengucapkan
sesuatu tapi niatnya dibatalkan kembali setelah termenung
beberapa saat jawabnya. "Dikolong langit mungkin ada obat mujarab namun hingga
kini belum berhasil loohu temukan"
Diam2 Siauw Ling salurkan hawa murninya mengelilingi
seluruh badan, melakukan persiapan setelah itu sambil
berpaling ke arah Sang Pat katanya, "Kau naiklah terlebih
dahulu!" Sang Pat sadar ilmu silat yang dimiliki Siauw Ling jauh lebih
lihay beberapa kali lipat dari kepandaian sendiri karena itu ia
tidak banyak bicara lagi setelah melepaskan cengkeramannya
pada pergelangan gadis itu ia enjotkan badannya meloncat
keluar dari gua itu. Gerakan tubuh si raja obat bertangan keji betul2 luar biasa
cepatnya barusan badan Sang Pat meloncat ke atas tangan
kanannya telah berkelebat mengancam urat nadi
dipergelangan Siauw Ling.
Siauw Ling pun cukup waspada sejak semula ia sudah bikin
persiapan, tentu saja serangan seperti ini tak bakal
merobohkan dirinya, telapak kiri diayun balas mencengkeram
ke arah datangnya telapak tangan To So Yok Ong.
Lima jari Si raja Obat dipentangkan, dari serangan
mencengkeram berubah jadi serangan telapak. Brak! dengan
keras lawan keras ia menerima datangnya serangan itu,
Kedua belah pihak sama2 merasakan hatinya bergetar
keras. hasil dari bentrokan barusan menunjukkan bahwasanya
kekuatan mereka seimbang.
Dapam pada itu sementara telapak kanan Si raja Obat
bertangan keji menerima datangnya serangan Siauw Ling
dengan keras lawan keras, tangan kirinya tanpa mengeluarkan
sedikit suarapun menotok keluar.
Sikut kanan Siauw Ling menekan kebawah balik menumbuk
urat nadi diatas tubuh si Raja Obat bertangan keji, gerakan ini
memaksa Yok Ong harus tekuk pergelangan menarik kembali
serangannya. Seketika ia terlambat bergerak, Siauw Ling telah merebut
posisi yang sangat bagus ini, ia melancarkan serangan balasan
telapak maupun jari sama menerjang kedepan mengirim enam
jurus serangan. Keenam jurus serangan ini datangnya cepat
laksana kilat, Tok So Yok Ong kedesak hebat sampai mundur
dua langkah ke belakang, dengan susah payah akhirnya
berhasil juga ia punahkan datangnya keenam buah serangan
tersebut. "Jangan melukai diriku....!" Teriaknya dengan nada cemas.
"Hmm! Seumpama aku tidak memandang diatas wajah
putrimu, ini hari aku Siauw Ling tak akan lepas tangan begitu
saja" jawab Siauw Ling ketus.
"Loohu sama sekali tidak jeri kepadamu!"
"Heee.... heee.... sudah dua kali kau gagal membokong
diriku, kau jangan harap ada peristiwa untuk ketiga kalinya.
Ia mengepos napas dan laksana kilat menerobos keluar
dari dalam kuburan. Sang Pat serta Tu Kioe dengan senjata terhunus menanti
diluar gua, melihat Siauw Ling muncul tanpa kekurangan
sesuatu apapun berbareng segera berseru.
"Toako! kau telah melukai si raja obat bertangan keji?"
"Tidak, walaupun si raja obat bertangan keji amat kejam
dan sadis, namun putrinya adalah seorang gadis berhati welas
dan patut dikasihani!"
Tu Kioe masih belum berlega hati, kembali ia bertanya
dengan nada lirih, "Apakah kau sudah bergebrak dengan si raja obat
bertangan keji!" "Barusan kami saling menyerang beberapa jurus dengan
gerakan tercepat namun belum berhasil menentukan siapa
menang siapa kalah. Ia takut aku melukai putrinya dan tidak
suka meneruskan pertarungan itu!"
"Nah kalau begitu bagus sekali Tu Kioe tersenyum
Selembar wajah yang setiap harinya diliputi kekusutan,
ucapan selalu dingin kaku dan tiada irama serta susah
kelihatan senyuman yang tersungging dibibir ini setelah
tertawa terpancarlah betapa kasih dan sayangnya perasaan
hati kecil orang ini. "Seluruh tubuh si raja obat bertangan keji penuh dengan
racun ia terhitung jago ahli menggunakan racun nomor satu
dikolong langit kita tak boleh berdiam terlalu lama disini ayoh
cepat kita pergi!" seru Sang Pat.
Dengan Tu Kioe membawa jalan, setelah bergabung
dengan Kiem Lan serta Giok Lan buru-buru mereka
meneruskan perjalanannya kedepan.
Secara tiba-tiba Siauw Ling teringat akan satu persoalan
sembari berhenti berlari ujarnya.
"Seumpama si raja obat bertangan Keji melaporkan
peristiwa yang terjadi malam ini Toa Cungcu dari
perkampungan Pek Hoa Sancung ia pasti akan mengirim jagojago
lihay untuk memperketat penjagaan disekeliling penjara
dimana orang tuaku ditahan sekalipun kita berhasi
lmenyelundup masuk ke dalam perkampungan Pek Hoa
Sancung sedikit banyak harus mengeluarkan banyak akal dan
pikiran untuk mensukseskan rencana kita"
Giok Lan yang mendengar perkataan itu segera tersenyum,
katanya. "Tentang soal ini harap siangkong berlega hati perbuatan si
raja obat bertangan Keji mengejar2 Siangkong timbul
berdasarkan kepentingan pribadi walaupun Shen Bok Hong
mempunyai ikatan persahabatan dengan dirinya namun kalau
kita tinjau dari tabiat Shen Bok Hong ia tidak bakal
mengabulkan niat pribadi si raja obat bertangan keji sehingga
berakibat menggagalkan rencana besarnya menurut pendapat
budak Si raja obat bertangan keji pasti tidak berani
membicarakan persoalan ini dengan Shen Bok Hong"
"Aku lihat se-akan2 semua orang yang ada pada jeri
terhadap Shen Bok Hong benarkah begitu?" Siauw Ling
mengerutkan dahi. "Tidak salah hal ini dikarenakan tabiat Shen Bok Hong yang
licik, keji dan kejam, salah kawan bisa jadi lawan. Bukan saja
anak buahnya pada jeri terhadap dirinya, sekalian sahabat2
yang pernah tinggal di perkampungannya pun leme kelamaan
timbul perasaan jeri yang luar biasa dihati mereka terhadap
Toa Cung-cu ini" "Kalau demikian adanya, lebih baik kita bekerja sesuai
dengan rencana semula" Simbrung Sang Pat "Be Boen Hwie
sudah menyetujui permintaanku!"
"Permintaan apa?"
"Sudah lama ia mengagumi ilmu silat serta semangat
jantan yang toako miliki asalkan toako benar2 telah
melepaskan diri dari ikatan perkampungan Pek Hoa San-cung
ia akan berusaha sekuat tenaga untuk membantu
perjuangan." Perlahan-lahan Siauw Ling mengangguk.
"Aaai....! Tak bisa disalahkan kalau ia tidakmenaruh
kepercayaan kepadaku dalam kenyataan nama busuk Shen
Bok Hong memang sudah benar2 tersohor, tindakan maupun
perbuatannya terlalu keji. Setiap orang yang pernah
berhubungan dengan pihak perkampungan Pek Hoa Sancung
rata2 orang kangouw sama menaruh rasa jeri yang tak terkira
terhadap orang itu!"
"Memang benar demikian adanya" Sang Pat mengangguk
dan tertawa. "Siauwte sudah atur tempat pertemuan dengan
diri Be Boen Hwie dan ia sudah setuju untuk melakukan
persiapan menyambut kedatangan kita"
"Maaf kalau budak banyak bicara" mendadak Giok Lan
menimbrung. "Apakah saudara Sang Pat pernah
membicarakan dengan dirinya secara bagaimana kita
melakukan persiapan?"
"Soal ini sih belum pernah kubicarakan dalam keadaan
seperti ini dia masih belum suka mengutarakan maksud2nya
tentu saja kitapun tak bisa membicarakan persoalan ini"
"Menurut apa yang budak ketahui selama banyak tahun
Shen Bok Hong bersembunyi dalam perkampungan Pek Hoa
Sancung kecuali ia melatih diri dengan beberapa macam ilmu
silat yang maha dahsyat iapun sudah sedia payung sebelum
hujan, secara diam2 ia melatih anak buahnya, dibelakang
loteng Wang Hoa Loo terdapat sebuah bangunan bawah tanah
yang kuat dan tertutup dari pandangan orang, Ruang Rahasia
ini kecuali Shen Bok Hong pribadi siapapun dilarang
memasukinya...." mendadak merah padam selembar
wajahnya, air mata setetes demi setetes jatuh berlinang.
"Eeeeei.... lagi baik2 berbicara. kenapa secara mendadak
mengucurkan air mata?" pikir Tu Kioe dalam hati kecilnya "Air
mata perempuan kiranya begitu gampang dan begitu leluasa
dapat dikeluarkan kapan saja dan dimana saja."
Sebaliknya Sang Pat sudah dapat menemukan letak
kesedihan hati yang menimpa Giok Lan, segera hiburnya.
"Shen Bok Hong banyak melakukan perbuatan keji, dan
terkutuk, orang yang dicelakainya sudah tak terhitung dengan
jari tangan, Nona tak usah terlalu bersedih hati."
Giok Lan menggunakan ujung bajunya mengusap kering
bekas air mata diatas wajah, kemudian terusnya.
"Tempo dulu, budak selalu memperoleh kasih sayang dan
sikap manja darinya, dimana ia berada disitu aku selalu
mendampingi setengah jengkalpun tak pernah berpisah. oleh
karena itu lebih banyak yang kuketahui tentang dirinya dari
pada orang lain." "Apakah nona pernah memasuki ruang rahasia tersebut?"
tanya Sang Pat. "Tidak pernah walaupun ketika itu aku dimanja dan
disayang namun diriku dilarang juga untuk melangkah masuk
ke dalam ruang rahasia tersebut barang sejengkalpun namun
menurut apa yang budak lihat serta dengar jago-jago lihay
yang dilatih dalam ruang rahasia tersebut barulah benar2 anak
buah Shen Bok Hong. Tabiatnya licik, keji dan banyak akal tak
pernah ia sudi mempercayai seseorang, hanya kepada anak
buha pilihan serta didikannya sendiri barulah ia
sukamenurunkan ilmu silatnya"
Sang Pat keheranan tak kuasa ia bertanya.
"Apakah selama ini orang2 ini terus menerus tinggal di
dalam ruang rahasia tersebut" dan tidak pernah keluar barang
sejengkalpun?" Giok Lan mengangguk membenarkan.
"Cara Shen Bok Hong mendidik orang2 ini sangat aneh dan
istimewa sekali namun berhubung selama ini tak pernah ada
orang yang menemukan maka persoalannya makin lama
semakin misterius...."
Timbul perasaan ingin tahu dalam hati Siauw Ling, buruburu
tanyanya. "Kata2 sesumbar apakah itu?"
"Katanya pada saat Lima Naga menjadi sempurnya saat itu
pula waktunya untukmerajai seluruh kolong langit."
Pengetahuan Sang Pat amat luas, peristiwa dalam dunia
persilatan boleh dihitung tak sebuah persoalanpun yang lolos
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari perhatiannya namun kali ini iapun dibikin kelabakan dan
berdiri terbingung, sembari garuk2 kepalanya yang tak gatal
gumamnya seorang diri. "Apa yang diartikan Lima Naga...."
"Keadaan yang lebih jelas budak tidak tahu mungkin lima
naga ini menunjukkan lima orang manusia. mungkin juga
mengartikan lima macam benda aneh!"
"Aku lihat lebih besar kemungkinannya Lima Naga itu
adalah lima manusia daripada lima benda."
"Perduli dia manusia atau benda. yang pasti Lima Naga
tentu luar biasa lihaynya,"
"Tentu saja tak bakal salah, lalu bagaimana selanjutnya?"
"Bagaimana persoalan selanjutnya budak kurang tahu,
namun setelah Shen Bok Hong berani bicara bagitu sesumbar
dan berani pula menentang seluruh umat Bulim dikolong langit
aku pikir Lima Naganya mungkin sudah hampir mencapai
kesempurnaan!" "Kalau Shen Bok Hong belum memiliki suatu hal yang bisa
diandalkan, tidak mungkin ia berani melakukan banyak
perbuatan yang menggemparkan setelah ia munculkan diri
kembali ke dalam dunia persilatan."
"Apa yang budak ketahui sudah habis sedang mengenai
apa tindakan Sang Pat selanjutnya, silahkan Sang-ya ambil
keputusan?" "Tentang soal ini cayhe sendiripun sukar mengambil
keputusan, menanti setelah berunding dengan Be Boen Hwie
nanti kita baru ambil keputusan."
Tiba-tiba Giok Lan teringat kembali akan satu persoalan,
ujarnya. "Keputusan dari perundingan yang diadakan oleh Sang-ya
serta Be Boen Hwie memutuskan bahwa siangkong hendak
menyaru sebagai pembantu Be Boen Hwie menyelundup
masuk ke dalam perkampungan Pek Hoa Sancung,menurut
apa yang budak ketahui, setelah berada di dalam
perkampungan antara majikan serta pembantu akan dipisahpisahkan
dan berdiam dalam tempat yang berbeda. dengan
demikian bukankah masing-masing pihak tak bisa saling
berhubungan?" "Tentang soal ini aku sejak semula sudah memikirkannya
tetapi tujuan kita yang terpenting adalah menyelundup masuk
ke dalam perkampungan Pek Hoa Sancung."
Sang Pat merandek sejenak kemudian terusnya lebih jauh.
"Setiap orang yang menerima undangan memperoleh juga
sebuah tanda pengenal yang terbuat dari perak dengan
andalkan tanda pengenal tersebut para undangan baru bisa
masuk ke dalam perkampungan. Satu tanda pengenal berlaku
untuk dua orang perduli dia pengiring atau bukan pokoknya
satu tanda pengenal tak boleh kelewat dari dua orang
jumlahnya." "Satu tanda pengenal hanya berlaku untuk dua orang" tibatiba
Tu Kioe menimbrung dari samping. "Seandainya kita bisa
mendapatkan dua buah tanda pengenal lagi bukankah semua
rombongan bisa masuk ke dalam perkampungan Pek Hoa
Sancung dengan leluasa?"
"Sedikitpun tidak salah! tapi harus kemana kita cari tanda
pengenal tersebut" dewasa ini sekalipun kita berani membayar
selaksa tahil emas murni untuk sebuah lencana tanda
pengenalpun tentu pemiliknya suka menjual kepada kita"
"Kapan kau berjanji akan bertemu dengan Be Boen Hwie?"
"Bedok siang, sorenya masuk ke dalam perkampungan"
"Terlalu singkat waktunya, kalau memperoleh waktu yang
lebih banyak tiada halangan kita palsukan beberapa buah
lencana tanda pengenal itu"
"Memalsu?" "Kenapa tidak" sekaligus kita membuat delapan atau
sepuluh buah kemudian kita hadiahkan kepada orang lain, kita
kacau dahulu perkampungan Pek Hoa San-cung mereka
sehingga hati mereka tidak tenteram."
"Dalam lencana tanda pengenal itu tentu sudah diberi
tanda rahasia" tukas Giok Lan dari samping "Seumpama kita
memalsukan belum tentu bisa berhasil mengelabuhi
pemeriksaan mereka. "Tidak mengapa, kita tunggu saja sementara rombongan
jago dalam jumlah banyak yang hendak memasuki
perkampungan kita gabungkan diri dengan rombongan itu
agar mereka dibikin kelabakan setengah mati" demikian ujar
Tu Kioe. "Walaupun cara ini tidak begitu sempurnya" ujar Sang Pat
memperdengarkan pendapatnya "Namun bisa juga kita coba,
sampai dimana waktunya kita berempat bisa menelundup
masuk ke dalam perkampungan secara terang2an tak usah
lagi harus menyaru sebagai orang bawahan, pelayan dan
menyelundup masuk melalui pintu samping"
"Para penjaga pintu kebanyakan merupakan jago-jago
paling lihay yang ada didala perkampungan" kata Giok Lan
"Aku takut kita bakal menjumpai kesulitan dalam usahanya
menyelundup masuk secara terang2an, lebih baik kita
nyelonong saja dari pintu samping karena tindakan ini jauh
lebih aman!" Tu Kioe tertawa katanya. "Kau belum tahu bagaimanakah kemampuanku di dalam
memalsukan barang dan dalam memalsukan ukir2an sekalipun
kita tidak berhasil menemukan tanda rahasia asalkan ukiran
secara garis besarnya tidak meleset tentu kita dapat
mengelabui mereka, Kalau nona tidak percaya sampai
waktunya boleh nona periksa lebih dahulu"
Sepasang mata Giok Lan yang jeli dan memancarkan
cahaya tajam dengan tajam melototi wajah Tu Kioe sementara
dalam hati batinnya, "Tak kusangka manusia semacam inipun
masih memiliki kemampuan untuk mengukir!"
Tu Kioe mendehem ringan, sambil tertawa tegurnya,
"Nona, kau tak usah memandang diriku semacam itu.
setelah pekerjaan ini kulaksanakan selesai, kau bisa bedakan
apakah ucapanku palsu atau tidak...."
Sinar matanya dialihkan ke atas wajah Sang Pat, lalu
katanya. "Persoalan yang paling sulit dewasa ini adalah secara
bagaimana menemukan Be Boen Hwie serta meminjam
sebentar tanda pengenalnya seumpama sampai besok siang
baru bisa kita dapatkan benda tersebut. ketika itu sekalipun
ada bahan belum tentu bisa kukerjakan dalam keadaan seperti
itu. terpaksa kita harus bekerja menurut cara lama yang
diusulkan nona Giok Lan menyelundup masuk lewat pintu
belakang. Sang Pat berjalan pulang pergi satu lingkaran, akhirnya ia
mengangguk dan sahutnya lirih.
"Baik! kalian tunggu saja disini aku akan pergi mencari Be
Boen Hwie" ia enjot badannya, dalam dua tiga kali loncatan
bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Sepeninggalnya Sang Pat, Tu Kioe segera berpaling ke arah
Giok Lan sembari berkata "Seandainya aku tidak menggunakan cara tersebut untu
kmemanasi hatinya belum tentu dia mau mendapatkan tanda
pengenal Be Boen Hwie dengan segenap tenaga"
"Telah lama kudengar kalian Sepasang Pedagang dari Tiong
Chiu hidup bagaikan saudara kandung persaudaraan dipegang
teguh hingga titik darah penghabisan kenapa sekarang
diantara kalian sendiri saling menggunakan akal2nya untuk
menipu pihak yang lain?"
Tu Kioe tersenyum. "Bagaimanapun juga perbuatanku ini tidak sampai
menimbulkan kecelakaan yang membahayakan
jiwanya,masing-masing pihak saling menggunakan akal
hubunganmalah terasa semakin erat dan terbuka kau anggap
Sang Loo-toa benar2 berlalu karena gusar terbakar oleh
kata2ku?" "Aku melihat dengan mata kepala sendiri apakah
kesemuanya pura2 belaka?"
"Ia hanya menggunakan persoalan itu seperti alasan untuk
berlalu kalau ia sudah ambil keputusan tidak pergi sekalipun
kau panasi hatinya lebih hebat pun ia tak akan ambil peduli"
"Ooouw.... kiranya begitu"
"Dikolong langit asalkan dia disebut Loo-toa kebanyakan
jauh lebih lihay daripada yang jadi Loo-jienya"
Giok Lan tersenyum ia lantas alihkan pokok pembicaraan
kesoal lain tanyanya. "Kau lihat Sang Loo-toa bisa berhasil mendapatkan tanda
pengenal itu atau tidak?"
"Menurut penglihatan Tu loo-jie, Be Boen Hwie tak akan
bisa menangkan Loo-toa kami setelah ia berlalu ini berarti ada
delapan bagian bisa berhasil mendapatkan barang yang dicari"
"Dia minta kita menanti kedatangannya disini,mengapa kita
tidak beristirahat mempergunakan kesempatan yang dimikian
bagusnya ini?" Pikiran Tu Kioe sedikit bergerak, pikirnya.
"Luka yang diderita kedua orang dayang ini belum sembuh
harus pula mengkuti kami berlari sejauh ini. sejak semula
badannya tentu sudah letih sekali...." karena berpikir demikian
ia memang seharusnya beristirahat secara baik2
menggunakan kesempatan ini"
Keadaan luka Giok Lan maupun Kiem Lan pada dasarnya
memang belum sembuh, harus melakukan perjalanan jauh
pula selama ini, sejak semula sudah menunjukkan gejala
kambuh namun mereka bersikeras mempertahankan diri.
Menanti Tu Kioe sudah memberi kesanggupan mereka baru
pejamkan mata duduk mengatur pernapasan.
Menanti kedua orang dayang itu sudah benar2 tenang
diam2 Tu Kioe baru berjalan mendekati Siauw Ling dan
berbisik lirih. "Kedua orang nona ini sama2 terluka ditangan Si raja Obat
bertangan keji, namun karena harus mengejar toako, dengan
membawa luka mereka melakukan perjalanan...."
"Aku tahu mereka sangat lelah, sudah sepantasnya kalau
mereka baik2 beristirahat."
Tabiat Tu Kioe sangat kaku dan tidak suka bicara. Siauw
Ling pun sedang menjumpai kesulitan dan tak ingin banyak
bicara selesai berkata ia lantas mendongak dan melanjutkan
lamunannya, Tu Kioe mendehem ringan lambat2 ia berjalan ke atas
tumpukan bantuan beberapa tombak diluar kalangan dan
duduk disana. Malam yang gelap semakin sunyi ditengah pegunungan nan
jauh dari kota kecuali hembusan angin malam yang bertiup
sepoi2 hanya kicauan burung malam dari tempat kejauhan
menambahkan keseraman suasana disana.
Tiba-tiba anjing raksasa berwarna hitam yang sedang
berjongkok disisi Giok Lan meloncat bangun dan segera
menubruk ke arah sebelah Timur.
Sementara itu Giok Lan serta Kiem Lan sedang berada pada
saat paling gawat, walaupun mereka mendengar suara namun
tidak berkutik. Sebaliknya Siauw Ling serta Tu Kioe ber-sama2 meloncat
bangun, sambil mengempos napas Siauw Ling bergerak
mengejar ke arah mana anjing tadi berlari. sedang mulutnya
dengan ilmu menyampaikan suara ia berseru
"Saudara Tu, baik2 menjaga keselamatan kedua orang
nona," Gerakannya sangat cepat, di dalam dua kali loncatan
tubuhnya sudah berada enam tujuh tombak jauhnya.
Dalam pada itu Tu Kioe sudah bangun berdiri siap
mengejar anjing raksasa itu, sudah lama ia bergaul dengan
anjing2 dan betapa tajam penglihatan maupun pendengaran
binatang tersebut sekalipun jagoan lihay yang memiliki
kepandaian luar biasa pun tak akan lolos dari pengawasannya.
Namun setelah dilihatnya Siauw Ling berkelebat kedepan lebih
dahulu terpaksa ia meloncat mundur dan berjaga2 disisi kedua
orang dayang itu. Giok Lan jadi orang waspada dan banyak akal, buru-buru
hawa murninya digiring kembali kepusar kemudian
membukamatanya. - - - - - - - 32 Terlihat badan Tu Kioe yang tinggi kurus berdiri
menghadang didepan mereka sepasang matanya dengan
tajam menyapu empat penjuru, keadaan ini jelas
menunjukkan apabila ia telah menemukan suatu tanda bahaya
segera ujarnya. "Tu-ya apa yang sedang kau periksa?"
"Tidak mengapa 1" jawab Tu Kioe sembari melirik sekejap
Giok Lan. "Silahkan nona atur pernapasan baik2, cayhe akan
melindungi keselamatan nona berdua"
Sinar mata Giok Lan putar kekiri berpaling kekanan sekejap
tidak menemukan Siauw Ling ada disana tak tertahan
tanyanya "Dimana siangkong?"
"Ia pergi mengejar anjing raksasa tersebut".
"Ilmu silat yang dimiliki siangkong walaupun sangat lihay,
sayang ia tidak memiliki pengalaman dalam dunia persilatan
gampang dibokong orang, lebih baik Tu-ya mengejar dirinya
disamping menjaga segala kemungkinan".
"Kalau aku pergi siapa yang akan melindungi keselamatan
nona berdua?" "Tidak mengapa budak telah selesai mengatur pernapasan
aku bisa melindungi keselamatan enci Kiem Lan, Tu-ya
silahkan berlalu dengan hati lega".
"Baik 1 seumpama nona menjumpai tanda-tanda bahaya,
segera bersuitlah nyaring mendengar tanda tersebut cayhe
segera akan kembali memberi bantuan"
"Akan kuingan selalu, tu-ya silahkan cepat-cepat berlalu!"
Baru saja ia selesai bicara, tampak segumpal bayangan
hitam laksana kilat menubruk kebawah lutut Tu Kioe,
bayangan itu bukan lain adalah anjing raksasa berwarna hitam
miliknya. Mengikuti dibelakang anjing raksasa itu adalah dua sosok
bayangan manusia yang muncul berbareng. disebelah kiri
adalah Siauw Ling sedang disebelah kanan bukan lain si
Segulung Angin Peng Im adanya.
"Aku kira siapa yang telah datang, kiranya kau sipengemis
cilik" sapa Tu Kioe dingin.
"Beruntung ada anjing pintar peliharaanmu, kalau tidak aku
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sipengemis kembali akan kehilangan kesempatan sebagus ini".
"Kesempatan apa?"
"Tidak lama kalian meninggalkan panggung diatas air
tersebut, makin dipikir aku pengemis cilik makin merasa tidak
enak, karena itu secara diam2 aku molor keluar dari gedung
pertemuan untuk mencari kalian, berkat pemberi tahuan dai
anak murid kami yang mendayung perahu. sepanjang jalan
aku mengejar datang, namun setengah malaman telah
kubuang dengan sia2, tidak berhasil juga kutemukan jejak
kalian, kalau bukan secara kebetulan bertemu dengan anjing
hitam raksasa ini, mungkin aku pengemis cilik harus mencari
entah kemana lagi". "Tanpa membedakan mana putih mana hitam Be Boen
Hwie memaksa kami mengundurkan diri dari pangggung
diatas telaga, perbuatan ini jelas menunjukkan kalau mereka
tidak pandang sebelah matapun terhadap dirimu, namun
terhadap kami dua bersaudara, tindakan ini betul2 merupakan
suatu penghinaan, setelah lewati kesempatan ini hari, aku
pasti akan memperlihatkan sedikit kelihayan kepadanya".
Oleh beberapa patah kata sindiran yang amat tajam ini
selembar wajah Peng Im seketika berubah jadi merasa pedas,
untuk sesaat ia dibikin ter-sipu2 dan bungkam dalam seribu
bahasa. Giok Lan adalah seorang gadis cerdik merasakan keadaan
mulai jadi kaku buru-buru timbrungnya dari samping.
"Peng-ya tak usah masukkan ucapan itu ke dalam hati. Tu
JIe-ya kami ini memang paling suka bergurau dengan orang"
Peng Im adalah seorang manusia beradat keras ia gagah
namun mudah tersinggung kena disindir oleh beberapa kata
Tu Kioe yang pedas hatinya merasa sangat tidak enak ia
merasa kalau tidak mengumbar napsu hatinya terasa mangkel
kalau diumbar iapun merasa tidak enak.
Kini setelah mendengar beberapa patah perkataan Giok Lan
dengan gampang sekali perasaan tersebut dilenyapkan segera
ujarnya. "Tu Jie-ya kau tak usah membuat susah aku sipengemis
cilik Be Boen Hwie memaksa kalian mengundurkan diri dari
panggung terapung, perbuatan ini memang memalui kalian
namun posisi aku sipengemis cilik tidak seberapa baik dari
keadaan kalian, aku jauh lebih merasa serba salah karena itu
aku sipengemis lebih baik mandah dimaki oleh guruku, segera
kuambil keputusan sendiri untuk mengumpulkan anak murid
kami siap menantikan perintah kalian"
Tu Kioe kontan mendongak tertawa ter-bahak2 setelah
habis mendengar perkataan itu, "Kalau begitu kau pengemis
cilik masih boleh dianggap seorang sahabat yang boleh diajak
berhubungan" Dalam pada itu dengan langkah ter-buru-buru Sang Pat
munculkan diri pula disana.
"Apakah Be Boen Hwie sudah menyetujuinya?" tanya Siauw
Ling cepat. Sang Pat tersenyum. "Be Boen Hwie tak berhasil kujumpai hanya saja beruntung
perjalanan siauw-te kali ini tidak sia2 belaka"
"Bagaimana" kau berhasil mencuri dapat sebuah tanda
pengenal?" "Tidak salah" jawab Sang Pat sambil tersenyum. "Benda
tersebut memang didapatkan dari jalan mencuri hanya saja
siauw-heng tidak memiliki kemampuan untuk berbuat
demikian" "Jadi kau telah bertemu dengan sipencuri sakti Siang
Hwie?" Beberapa tombak dari tempat kegelapan tiba-tiba
berkumandang keluar suara gelak tertawa seseorang.
"Haa.... haa.... sungguh tak disangka Tu-heng masih ingat
dengan aku si pencuri tua, sudah dua puluh tahun lamanya
kita tidak pernah berjumpa?"
Ketika semua orang berpaling, tampak seorang manusia
kate kecil kurus lambat2 berjalan mendekat.
Orang ini berusia lima puluh tahun, jenggot sepanjang
dada sedangkan bajunya kasar, sepasang mata memancarkan
cahaya tajam. "Pencuri tua, selama banyak tahun tidak kedengaran
beritamu lagi, selama ini kau bersembunyi dimana?" tegur Tu
Kioe. "Pada dua puluh tahun berselang siauwte salah mencuri
sehingga kena dihantam luka oleh seseorang" ujar Sipencuri
Sakti Siang Hwie sambil tertawa. "Hatiku jadi panas karena itu
kupilih tempat yang sunyi untuk memperdalam kepandaianku
mencuri setelah kuyakini bahwa kali ini tak bakal gagal, maka
aku muncul kembali di dalam dunia persilatan!"
Kiem Lan serta Giok Lan yang mendengar ucapan itu tak
bisa menahan rasa gelinya lagi.
Mendengar ia ditertawakan sinar mata Siang Hwie segera
dialihkan ke arah kedua orang dayang itu kemudian tegurnya
dingin, "Apa yang kalian tertawakan" Apakah mentertawakan
kepandaian cari ayam begal anjing dari loohu ini suatu
pekerjaan yang kurang sedap dipandang...."
"Siang-ya jangan marah dahulu, budak berdua tidak
mengandung maksud tersebut, disini aku mohon maaf
kepadamu" kata Giok Lan buru-buru.
"Siang Hwie tertawa terbahak2
"Haa.... haa.... disini aku sipencuri tua balas memberi
hormat" Setelah menjura tambahnya
"Nona, silahkan menerimanya kembali"
Giok Lan alihkan sinar matanya ke arah pencuri tersebut.
tampaklah sebatang tusuk konde emas terletak ditelapak
kanannya seketika pikirannya rada bergerak dan tanpa terasa
telah meraba kerambut sendiri.
Entah sejak kapan sebatang tusuk konde emas yang ada
disanggulnya telah dicuri oleh pencuri sakti tersebut, ia jadi
terperanjat seraya menerima kembali tusuk kondenya, dayang
ini berkata. "Terima kasih atas pengembalian benda milikku ini"
"Tjttt.... jttjttt.... seandainya aku pencuri tua mau cari akhli
waris maka nona adalah sasaranku terutama" puji Siang Hwie
sambil menunjukan jempolnya.
Giok Lan tersenyum mulutnya tetap membungkam dalam
seribu bahasa sementara hatinya berpikir.
"Siapa yang kesudian belajar kepandaian mencuri seperti
ini" "Eeei.... pencuri tua" tegur Sang Pat dengan hati gelisah.
"Jangan bersilat lidah terus menerus dengan bocah cilik mari
kuperkenalkan dua orang sahabat...."
Sambil menuding ke arah Siauw Ling terusnya
"Dia adalah Liong Tauw Toako kami Siauw Ling.
Siang Hwie memandang sekejap ke arah Sang Pat lalu
memandang sekejap pula ke arah Siauw Ling dan ujarnya.
"Mengangkat seorang bocah cilik sebagai Liong-tauw toako
makin tua sepasang pedagang dari Tiong Chiu semakin
tolol...." Namun ia segera menjura dan berkata lebih lanjut
"Aku sipencuri tua selamanya menyebut sepasang
pedagang dari Tiong Tjhiu sebagai saudara, mengikuti
sebutan kalian aku sipencuri tua harus menyebut dirimu
sebagai Liong-tauw toako pula".
"Tidak berani, tidak berani. Siang-heng terlalu
merendahkan diri" buru-buru Siauw Ling merendah.
Sang Pat mendongak tertawa ter-bahak2.
"Toako, kau tak usah mendengarkan omongan sipencuri
tua yang kukoay, dalam hati kecilnya mungkin merasa tidak
puas, toako, lebih baik kau tunjukkan sedikit kepandaian agar
ia menambah pengetahuannya".
Siauw Ling tertawa hambar, ia bungkam dalam seribu
bahasa. "Eeeei pencuri tua" tegur Tu Kioe pula dengan nada dingin.
"Kau tak usah lain mulut lain dihati, kesempatan dikemudian
hari masih panjang pada suatu hari aku akan paksa kau
mengagumi kepandaian dari Siauw toako kami"
"Baik baik...." Siang Hwie menanggapi sambi tertawa. "Aku
pencuri tua selamanya tidak kucurkan air mata sebelum
melihat peti mati. sebutan Liong-tauw toako kali ini hitung2
kusebutkan dengan memandang diatas wajah kalian sepasang
pedagang dari Tiong Tjhiu lain kali aku pencuri tua harus
meninjau dulu kepandaian silat asli dari Siauw Loo-te lebih
dahulu sebelum menyebut dengan hati ikhlas"
Siauw Ling sadar bagi jago-jago gagah dunia kangouw
pada umumnya tak bisa menaklukkan mereka sebelum
mereka menyerah benar2, karena itu iapun tidak
memikirkannya di dalam hati.
"Pencuri tua" ujar Sang Pat lebih lanjut. "Toako kami
berjiwa besar ia tidak akan memikirkan perkataanmu ke dalam
hati...." Ia berpaling menuding ke arah Peng Im dan ujarnya lebih
jauh "Saudara ini adalah anak murid ketua Shen dari Kay Pang
sisegulung angin Peng Im"
"Aku sipengemis cilik!" Peng Im menjura penuh hormat.
"Ooouw....! aku sipencuri tua pernah beberapa kali
berjumpa dengan Shen pangcu hanya saja peristiwa ini terjadi
pada dua puluh tahun berselang"
"Pada waktu itu aku sipengemis cilik masih belum menjadi
anak murid suhuku" "Haa.... haa...." Siang Hwie tertawa. "Kalau pada waktu itu
kau sudah menjadi anak murid Shen Pangcu ini hari kita tak
usah dipekenalkan orang lain lagi"
Pada dasarnya watak Peng Im memang cerdik banyak akal,
mengerti orang tua itu ingin mengangkat kedudukannya lebih
tinggi ia lantas berkata sambil tertawa.
"Sayang, sayang.... kalau tempo dulu aku sipengemis cilik
sudah menjadi anak murid guruku maka ini hari aku tak dapat
saling menyebut sebagai saudara dengan diri Siang-heng"
Nah! ini dia akhirnya ketemu batu juga. Seru Sang Pat
bersorak. "Eeee pencuri tua, aku lihat kali ini kau sudah jatuh
kecundang sipengemis cilik sudah memperoleh keuntungan
buat dirinya sendiri".
Siang Hwie pun tertawa. "Aku tahu pengemis memang paling susah disakunya pun
tidak membawa uang sangat banyak, sekalipun aku pencuri
tua ingin bikin dia kheki pun rasanya tidak tega untuk turun
tangan". Dalam pada itu Tu Kioe mendongak melihat cuaca,
kemudian menimbrung, "Loo-toa, waktu sudah tidak pagi lagi
kalau ingin memalsukan lencana tanda pengenal saat ini kita
harus sudah mulai". Dari sakunya lambat lambat Sang Pat mengambil keluar
sebuah lencana tanda pengenal terbuat dari perak dan
disodorkan kedepan. katanya.
"Entah dari mana sipencuri tua ini berhasil mencopet
sebuah lencana tanda pengenal ini"
Tu Kioe menerima tanda pengenal itu dan diperiksanya
dengan teliti namun sebentar saja alisnya telah dikerutkan
rapat2. Kiranya ukiran diatas lencana tadi amat ruwet, rapat dan
luar biasa indahnya tidak gampang untu kmemalsukan benda
semacam itu. "Tu Loo-jie!" Goda Siang Hwie sambil tersenyum. "Sudah
lama aku sipencuri tua mendengar bahwa kau pandai
memalsukan benda2 sulit coba kau lihat harus membutuhkan
waktu berapa lama untuk memalsukan lencana tanda
pengenal tersebut" "Ukiran diatas lencana tanda pengenal ini amat lembut,
ruwet dan rapat sekali sungguh berada diluar dugaan aku Tu
Kioe, agaknya sehari semalam belum tentu bisa berhasil
memalsukan sebuah lencana tanda pengenal yang amat persis
dan cocok seperti aslinya"
"Waktu sehari semalam masih belum terhitung waktu untuk
beristirahat, kalau dihitung mulai sekarang sedikit banyak
harus membutuhkan dua hari lamanya?"
"Kurang lebih begitulah!"
"Kalau harus tunggu begitu lama sekalipun pertemuan para
jago dalam perkampungan Pek Hoa ;san-cung belum berakhir,
sedikit banyak sudah mendekati pada akhirnya, keramaian
seperti ini kita gagal untuk menontonnya aku lihat lebih baik
aku sipencuri tua memperlihatkan kepandaianku!"
"Toako, dua orang dayang, Loo-jie pengemis cilik, pencuri
tua dan aku semuanya tujuh orang" diam2 Sang Pat
memperhitungkan. "Dua oran gselembar lencana tanda
pengenal, paling sedikit harus ada tiga buah". segera ia
berkata "Pencuri tua, paling sedikit kau harus mendapatkan tiga
buah lencana lagi. "Tidak, dua sudah cukup! selah Siauw Ling.
"Apakah toako ada rencana bagus untuk memasuki
perkampungan tersebut?"
"Kau sudah sanggupi Be Boen Hwie untuk ikut sertakan
diriku sebagai pelayan untuk memasuki perkampungan itu,
aku tak boleh mengingkari janji yang telah diucapkan!"
"Tindakan itu dilakukan karena dalam keadaan terpaksa,
sekarang setelah kita memiliki lencana tanda pengenal mana
boleh kami biarkan toako menyaru sebagai pembantu Be Boen
Hwie sehingga merendahkan martabat toako?"
"Soal ini sih tidak mengapa, aku bisa berjalan ber-sama2
mereka gerak gerikku akan bertambah leluasa"
"Tidak salah" pikir Sang Pat dalam hatinya. "Perjalanan kita
kali ini adalah menyelundup masuk ke dalam perkampungan
lawan kemudian mencari kesempatan untuk menolong kedua
orang tuanya, untuk mensukseskan tindakan ini dibutuhkan
banyak pembantu seumpama tidak memperoleh bantuan dari
para jago yang dipimpin Be Boen Hwie belum tentu urusan
bisa diselesaikan dengan sukses...."
Karena berpikir demikian ia lantas bertawa dan
mengangguk, kepada Siang Hwie katanya.
"Eeei pencuri tua, curilah dua batang lencana lagi sudah
cukup, rasanya tak perlu mencari terlalu banyak"
"Dua atau tiga bukan suatu pekerjaan yang menyulitkan"
Siang Hwie tersenyum, "Hanya saja aku pencuri tua harus
membawa seorang pembantu sehingga seandainya aku gagal
ada orang yang kirim laporan kepada kalian"
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Watak pencuri tua ini sangan kukoay entah ia sedang
mempersiapkan permainan apa lagi?" pikir Sang Pat.
Dengan alis berkerut ia segera menawarkan diri.
"Bagaimana kalau siauwte yang mengiringi kepergianmu
ini?" "Perutmu terlalu gemuk lagi pula wajahmu tampang tauke
kalau berjalan ber-sama2 aku sipencuri tua malah
menurunkan pamorku, tidak bis jadi, tidak bisa jadi" buru-buru
Siang Hwie geleng kepala.
Tu Kioe kuatir ia menyusahkan Siauw Ling buru-buru
sambungnya. "Bagaimana dengan siauw-te?"
"Tidak bisa jadi! wajahmu dingin dan sama sekali tidak
berperasaan. Orang2 yang melihat wajahmu sebelum tahu persoalan
sudah timbul tiga bagian rasa benci"
"Bagaimana kalau sipengemis cilik?" kata Sang Pat.
"Dia semakin tak boleh jadi kalau aku sipencuri tua berjalan
ber-sama2 sipengemis orang lain akan menaruh perhatian
kepada kita" "Lalu kau hendak membawa siapa?"
"Haa.... haa.... kalau aku sipencuri tua membawa seorang
bocah cilik, maka perhatian semua akan tercurahkan pada
bocah tersebut. nah kalau dalam keadaan seperti ini aku turun
tangan, maka pekerjaan akan jauh lebih gampang dan
leluasa." "Jadi kau hendak membawa Giok Lan?" seru Sang Pat
sambil menghembuskan napas panjang, "Soal ini harus kau
rundingkan secara pribadi dengan dirinya. orang lain adalah
nona cantik berusia belasan, mau atau tidak melakukan
perjalanan bersama2 kau sipencuri tua. hal ini susah
dipastikan!" Giok Lan segera tersenyum serunya.
"Budak suka mengiringinya, hanya saja...."
"Hanya saja kenapa?"
"Budak sejak kecil dibesarkan dalam perkampungan Pek
Hoa San-cung, padahal disetiap peloksok kota Koei Tjhiu telah
tersebuar mata2 dari pihak perkampungan...."
"Soal ini tidak mengapa" tukas siang Hwie cepat, "Aku
pencuri tua bisa mengubah raut wajahnya. urusan tak boleh
terlambat lagi, bagaimana kalau sekarang juga kita
berangkat?" Giok Lan secara jmenjura ke arah Siauw Ling katanya,
"Siangkong, budak akan berangkat mengikuti Siang-ya.
sebentar kemudian aku bisa kembali"
"Terlalu merepotkan dirimu"
Siang Hwie memeriksa keadaan cuaca lalu katanya,
"Sebelum siang nanti, kita berjumpa muka dihutan sebelah
depan, nah selamat tinggal"
Bersama Giok Lan ia segera berlalu dari sana.
Sepeninggalnya sang pencuri sakti serta Giok Lan, Sang Pat
lantas berlalu berbisik kepada Siauw Ling, "Kepandaian
mencuri dari sipencuri tua sangan lihay, dikolong langit tiada
keduanya namun semangatnya jantan dan ia berjiwa
pendekar, dua puluh tahun berselang, nama besarnya harum
semerbak dalam dunia persilatan, setelah ia berani bicara
sesumbar, aku rasa ia tentu mempunyai keyakinan besar".
"Nama besar sipencuri sakti walaupun kurang sedap
didengar, namun kalau dibandingkan dengan manusia2
berwajah halus dan suci namun kenyataannya manusia licik
yang sangat berbahaya, ia jauh lebih menang satu tingkat...."
Ia menghela napas panjang, setelah berhenti sebentar
terusnya, Kau sudah berjanji hendak bertemu muka dimana
dengan Be Boen Hwie?"
"Apakah toako sudah mengambil keputusan. Pertama kita
tak boleh mengingkari janji, kedua, urusan menyangkut suatu
masalah yang amat besar, kalau tidak berhasil aku menolong
orang tuaku, maka penjagaan disekitar perkampungan Pek
Hoa Sancung akan semakin diperketat dengan watak Shen
Bok Hong, kedua orang tuaku mungkin bisa disiksa dan
dianiaya...." Ia kerutkan dahinya, kemudian dengan nada tegas
terusnya, "Seumpama aku gagal menolong kedua orang tuaku, aku
sudah ambil keputusan untuk bertempur sampai titik darah
penghabisan dalam perkampungan Pek Hoa San-cung"
"Toako harap berlega hati" Sang Pat menanggapi dengan
wajah serius. "Kita saling menyebut sebagai saudara, orang
tua toako sama pula dengan orang tuaku, serta Tu Kioe. Kalau
kedua orang tua itu tak bisa ditolong keluar dari
perkampungan Pek Hoa San-cung kamipun bersumpah tidak
akan keluar lagi dari perkampungan dalam keadaan hidup2."
"Cinta kasih kalian berdua sungguh membuat ku merasa
terharu entah sampai kalan budi ini baru bisa kubalas" kata
Siauw Ling secara tibaw semakin menjura.
"Kita adalah saudara sendiri, toako kalau dmeikian sungkan
terhadap kami bukankah sama halnya memandang asing
terhadap kami" "Selamanya beberapa hari ini hatiku selalu tersembunyi
akan suatu persoalan rasanya sebelum kuutarakan keluar
hatiku tidak tenteram"
"Silahkan toako utarakan secara terus terang mau terjun ke
dalam air kami ikut terjun ke air, mau meloncat ke dalam api
kami ikut ke api" "Kau serta saudara Tu mengangkat diriku sebagai loo-toa
diantara kalian untuk kesudian kalian aku sangat berterima
kasih, namun karena peristiwa ini justru membuat hatiku
merasa tidak tenteram, mengapa kita tidak angkat saudara
menurut umur saja" siauw-te suka berada diurutan
terakhir...." "Tidak bisa jadi, tidak bisa jadi...." Buru-buru Sang Pat
menukas sambil goyangkan tangannya berulang kali. "Di
dalam dunia persilatan tiada urutan menurut usia, siapa yang
lebih lihay dia lebih terhormat kedudukannya. Ilmu silat yang
toako miliki jauh lebih lihay berkali kali lipat daripada kami,
lagipula sejak aku serta saudara Tu berjumpa dengan toako,
kami menyadari bahwa tingkah laku serta perbuatan kami
pada masa yang lampau terlalu mementingkan diri sendiri,
kami sudah ambil keputusan sejak kini mengikuti Toako untuk
melakukan beberapa buah peristiwa yang menggemparkan
agar dapat pula menebus dosa2 serta kesalahan-lahan yang
pernah kami lakukan tempo dulu".
Dengan wajah Sang Pat yang bulat, telinga besar, perut
gemuk serta raut muka seorang tauke, sekilas pandang serasa
amat ramah sekali, namun dalam mengucapkan beberapa
kata diatas wajah yang ramah telah terlintas keseriusan dan
penuh kegagahan yang me-nyala2 tidak malu ia disebut
sebagai seorang pendekar sejati.
Siauw Ling lantas tersenyum, ujarnya, "Setelah kalian
berdua menunjukkan betapa serius dan jujurnya maksud hati
kalian, bilamana aku menampik lebih jauh aku rasa malah
bakal mendatangkan perasaan antipatik di hati kalian.
Dikemudian hari bilamana usaha kalian berhasil
menguntungkan umat Bu-lim, aku pasti akan berusaha untuk
mengumumkan kepada Bu-lim bahwa sana, Sepasang
pedagang dari Tiong Tjhiu telah berubah gelar menjadi
sepasang Dermawan dari Tiong Tjhiu".
"Haa.... ha...." Sang Pat tertawa terbahak2. Asalkan sejak
kini kita bisa berbuat banyak kebajikan sudah cukup untuk
menenteramkan hati kami, soal nama kosong siauwte tidak
memikirkannya di dalam hati."
Ia merandek sejenak setelah tukar napas terusnya lebih
jauh. "Aku berjanji dengna Be Boen Hwie akan bertemu sewaktu
sang surya telah berada ditengah awang2 kalau benar toako
tidak ingin mengingkari janji siauwte pun tidak akan
menasehati lebih jauh"
Siauw Ling memeriksa keadaan cuaca, lantas berkata.
"Mari kita menjumpai dahulu diri Be Boen Hwie, setelah itu
kalian boleh pergi menjumpai si Pencuri Sakti Siang Hwie."
"Selama ini Be Boen Hwie serta para jago dari daratan
Tionggoan menaruh rasa was2 atas diri toako setelah
perjumpaan nanti aku takut kita bakal memperoleh banyak
sindiran serta olok2an pedas dari para jago...."
"Soal ini, siauw-heng percaya masih bisa bersabar diri."
"Baik! kalau demikian adanya kita segera berangkat hanya
saja kalau terlalu banyak orang rasanya kurang leluasa lebih
baik siauw te seorang saja yang mengiringi toako berangkat
kesana." Siauw Ling pun menyadari bahwa Be Boen Hwie serta para
jago Tionggoan rata2 masih menaruh curiga yang sangat tebal
terhadap dirinya perjalanan kali ini lebih mendekati dengan
menempuh bahaya Be Boen Hwie sekalian para jago tentu
akan berusaha membatasi lingkungan geraknya, namun
teringat akan bantuan yang diharapkan dari pihak para jago
dan mengerti dengan andalkan kekuatan Sang Pat sekalian
susah menghadapi serangan para jago perkampunan Pek Hoa
Sancung, sambil tertawa ia mengangguk.
"Baik! merepotkan saudara harus mengantar diri"
Kembali Sang Pat memesan wanti2 kepada Tu Kioe setelah
membawa Siauw Ling berlalu dari sana.
Setelah berjalan kurang lebih enam tujuh li, sampailah
mereka berdua ditepi sebuah sungai kecil. Dengan wajah
serius dan bersungguh2 kata Sang Pat.
"Toako, walaupun Be Boen Hwie sangat mengagumi ilmu
silatmu, hatinya masih amat mencurigai tingkah lakumu harap
toako suka berhati2."
"Sebelum urusan mencapai sukses aku akan berusaha
menahan segala sindiran serta penghinaan saudara Sang tak
usah kuatir." Selesai berbicara pemuda she Siauw ini segera pejam mata
mengatur pernapasan. Sinar sang surya mengusir kegelapan yang mencekam
seluruh jagat. cahaya ke-emas2an menyinari seluruh
permukaan bumi mengikuti aliran sungai. dari tempat
kejauhan muncul sebuah sampan kecil yang lambat2 bergerak
mendekati tempat dimana kedua orang itu berada.
Seorang pemuda gagah berpakaian ringkas warna hitam
meloncat ke atas tepian, sementara sampan kecil semula
putar haluan dan dengan cepatnya menghilang kembali dibalik
tumbuhan gelaga. Lambat2 Sang Pat bangun berdiri seraya menjura sapanya.
"Ketua Be ternyata betil2 pegang janji"
Sinar mata Be Boen Hwie berkelebat seraya balas memberi
hormat katanya. "Maaf kalian berdua harus menanti sangat lama"
"Persoalan yang kita rundingkan kemarin hari apakah dari
pihak Be-heng menjumpai kesulitan?"
"Setelah siauw-te menyanggupi perduli bagaimana
kesulitan yang akan tiba rasanya masih dapat kuatasi...." sinar
matanya per-lahan-lahan dialihkan ke atas tubuh Siauw Ling
dan terusnya, "Hanya saja harus menurunkan derajat Sam
Cung-cu, siauw-te merasa hatiku tidak tentram".
Siauw Ling merasakan sebutan "Sam Cung-cu" yang
diucapkkan Be Boen Hwie amat menusuk telinga, namun ia
tetap bersabar sembari menjura sahutnya, "Be-heng suka
membantu usahaku siauw-te merasa sangat berterima kasih
sekali", "Be-heng!" ujar Sang Pat kemudian, "Aku titipkan toako
kami kepadamu, siauw-te akan mohon diri terlebih dulu".
"Silahkan Sang-heng berlalu, maaf cayhe tidak mengantar".
"Tidak berani merepotkan dirimu!" dalam beberapa kali
loncatan saja si sie-poa emas ini sudah lenyap dari
pandangan, Siauw Ling baru menjura sambil berkata, "Kapan
cayhe harus mulai menyaru?"
Dari dalam jubah lebarnya Be Boen Hwie ambil keluar
sebuah buntalan kain hijau dan diangsurkan kedepan katanya,
"Di dalam buntalan ada satu stel pakaian serta sebungkus
obat untuk menyaru silahkan Siauw heng berganti pakaian
lebih dahulu kemudian baru mengubah wajahnya".
Dengan perasaan hati tidak enak Siauw Ling menerima
bungkusan itu kemudian berjalan masuk kebalik semak,
setelah tukar pakaian menggunakan sedikit air telaga ia mulai
mempolesi wajah sendiri dengan obat dalam bungkusan
tersebut. Seorang pemuda tampan yang mempesonakan hati
perempuan dalam sekejap telah mengalami perubahan besar,
Siauw Ling telah berubah jadi seorang pemuda berwajah
kuning pucat serta mengerikan.
Menjumpai dandandan tersebut Be Boen Hwie tersenyum,
"Siauw heng, sore ini bersama2 siauwte kita akan masuk ke
dalam perkampungan Seratus Bunga guna menghadiri
perjamuan, lebih baik untuk sementara waktu namamu pun
seharusnya diganti."
Tidak salah, harap Be heng suka memberi sebuah nama
untuk diriku!" Be Boen Hwie termenung sejenak, ujarnya.
"Semoga Siauwheng berhasil mencapai tujuan dengan
lancar, dan berhasil menolong ayah serta ibumu dari
cengkeraman iblis.... bagaimana kalau nama samaranmu Be
Seng?" "Bagus sekali!!"
Kemudian Be Boen Hwie mendongak memeriksa keadaan
cuaca, setelah itu katanya lagi.
"Mari kita masuk kota Koei-tjhin dulu untuk bersantap sekenyang2nya
setelah itu baru memasuki perkampungan Pek
Hoa Sancung, entah bagaimana menurut pendapat Siauwheng?"
"Siauw-te turuti kemauan saja!"
"Jikalau demikian adanya mari kita segera berangkat!"
"Siauw-te mulai detik ini adalah pelayan Be heng bilamana
Be-heng ada urusan silahkan diperintah saja"
Be Boen Hwie segera tersenyum.
"Waah harus menyusahkan dirimu membuat hatiku kurang
tenang! tapi kalau memang demikian kemauanmu sebagai
usaha untuk menolong ayah dan ibumu, baiklah untuk
sementara waktu aku akan menjadi majikanmu!"
Selesai bicara ia putar badan dan berlalu.
Siauw Ling pun tidak banyak bertanya lagi mengikuti dari
belakang Be Boen Hwie iapun berlalu.
Setelah berada dikota Koei-tjhin mereka berdua dapat
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melihat banyak jago-jago Bu-lim yang menunggang kuda
jempolan, menyoren senjata tajam berlalu lalang ditengah
jalan raya. Demikianlah Be Boen Hwie dengan membawa Siauw Ling
berhenti didepan sebuah rumah makan bertingkat, setelah
memperhatikan beberapa saat keadaan disekelilingnya
lambat2 mereka naik ke atas loteng.
Diatas loteng penuh dengan jago-jago Bu-lim yang
melepaska lelah sehingga kursi meja hampir boleh dikata tak
ada yang kosong, kecuali meja yang menghadap jalan raya
sebelah timur disana hanya duduk seorang lelaki setengah
baya berbaju warna kuning, dua tempat duduknya masih
kosong. Be Boen Hwie segera melangkah mendekati meja tersebut
dan duduk. Sementara Siauw Ling menyaru sebagai apa mirip
apa iapun segera berdiri dibelakang manusia she-Be itu.
Melihat ada tamu lain duduk dihadapannya lelaki gagah
bermantel kuning itu angkat muka memandang sekejap ke
arah Be Boen Hwie bibirnya kelihatan bergerak seperti mau
mengutarakan sesuatu namun akhirnya niat ini dibatalkan.
Dalam pada itu Be Boen Hwie merasa raut muka lelaki
bermantel kuning itu serasa sangat dikenal hanya untuk
beberapa saat lamanya tidak teringat siapakah nama
sebenarnya. Be Boen Hwie panggil pelayan untuk memesan sayur dan
arak. setelah itu berpaling ke arah Siauw Ling sembari
berkata. "Ayoh, kaupun duduklah dan bersantap lebih dulu!"
Siauw Ling mengibakan, dengan sikap yang amat kaku dan
kurang leluasa ia ambil tempat duduk disamping Be Boen
Hwie. Suasana dalam loteng rumah makan itu sangat ramai dan
penuh dengan suara hiruk pikuk manusia yang keluar masuk
tiada hentinya bagaikan aliran air sungai dan kebanyakan
merupakan jago-jago dunia persilatan,
Melihat keadaan itu Siauw Ling lantas berpikir dalam
hatinya. "Sebenarnya berapa banyak jago Bulim yang diundang
Shen Bok Hong" kepada begitu banyak orang2 dunia
persilatan yang bermunbulan di dalam kota Kioe Tjhiu ini...."
Mereka buru-buru bersantap, setelah membayar rekening
dan turun dari loteng, sengaja Be Boen Hwie keliling kota satu
lingkaran dahulu sebelum meneruskan perjalanannya, menuju
ke perkampungan Pek Hoa San-cung.
Setibanya disuatu tempat yang sunyi dan jauh dari
keramaian, Be Boen Hwie memperlambat langkahnya dan
berbisik kepada Siauw Ling dengan suara lirih, "Kita sudah
keliling kota berberapa kali namun belum juga menjumpai
jago-jago dari partai Sauwlim maupun partai Bu tong barang
segelintir manusiapun, kalau benar Shen Bok Hong tiada
maksud mengundang jago-jago dari kalangan lurus untuk
menghadiri pertemuannya, mengapa ia memberi sebuah kartu
undangan kepada aku Be Boen Hwie" .... kejadian ini sungguh
mencurigakan sekali! Pepatah kuno mengatakan: Tiada
perjamuan tang bermaksud baik, aku lihat dalam perjauman
yang bakal berlangsung nanti, ada kemungkinan besar Shen
Bok Hong akan memperlihatkan permainan setannya aku rasa
setelah kita masuk ke dalam perkampungan Pek Hoa Sancung,
mungkin antara kau dengan aku tak bisa berada jadi
satu terus menerus Siauw-heng! kalau sampai terjadi hal
seperti ini, kau harus baik2 jaga diri".
"Terima kasih atas perhatianmu, setelah berada di dalam
perkampungan Pek Hoa San-cung, aku akan berusaha keras
untuk selalu berada disampingmu....!"
"Apakah Sang Pat serta Tu Kioe pun akan menghadiri
pertemuan ini?" "Mereka memiliki tanda pengenal khusus dari
perkampungan Pek Hoa San cung, tidak sulit untuk
menyelundup masuk ke dalam kampung!"
"Kalau benar demikian bagus lagi, ilmu silat yang dimiliki
Sepasang pedagang dari Tiong Tjhiu sangat lihay, seandainya
merekapun berada di dalam perkampungan Pek Hoa San cung
maka setiap saat kita bisa memperoleh bantuan yang amat
berharga". "Cayhe tidak akan ambil keputusan secara gegabah, harap
Be-heng berlega hati".
Be Boen Hwie tersenyum, ia tidak bicara lagi dan
meneruskan perjalanan menuju perkampungan seratus bunga.
Jalanan yang terbentang antara kota Koei-Tjhiu sampai
perkampungan Pek Hoa San-cung boleh dikata sangat hapal
bagi Siauw Ling, sekalipun ia diharuskan berjalan dengan
mata merampun bisa sampai ditempat tujuan dengan selamat,
sekalipun begitu ia mengikuti terus dibelakang Be Boen Hwie.
Beberapa saat kemudian sampailah kedua orang itu
diperkampungan Pek Hoa San-cung.
Walaupun sudahlama Be Boen Hwie mendengar nama
besar Perkampungan Pek Hoa San cung namun belum pernah
ia kunjungi tempat ini. Sekarang setibanya diperkampungan tersebut kepalanya
segera didongakkan untuk memperhatikan keadaan
disekeliling tempat itu. Tampak pohon dan bunga memenuhi sekeliling
perkampungan setelah melewati sebuah halaman luas berdiri
sebuah loteng yang tinggi menulang keangkasa, dengan
ketajaman mata Be Boen Hwie serta Siauw Ling secara lapat2
mereka dapat melihat adanya bayangan manusia yang bergerak2
diatas loteng. "Be-heng!" bisik Siauw Ling. "Dipandang sepintas lalu seakan2
perkampungan Seratus bunga ini sama sekali tiada
penjagaannya sangat ketat melebihi sebuah istana kaisar
dibalik pepohonan serta bunga2 yang lebat tersembunyi
bebarapa puluh orang jago lihay dari perkampungan mereka"
"Ehmm! terima kasih atas petunjuk Siauw heng" kata Be
Boen Hwie sambil mengangguk.
Sementara mereka berbicara, mendadak dari balik
pepohonan muncul dua orang lelaki berbaju hijau dengan
langkah cepat menyambut kedatangan mereka, dari jauh
mereka telah menjura sembari menegur, "Apakah kalian
berdua datang untuk memenuhi undangan?"
"Tidak salah!" jawab Be Boen Hwie sambil balas menjura.
Mendadak kedua orang lelaki berbaju hijau itu menyingkir
kekedua belah samping sambil bongkokkan badan memberi
hormat. "Silahkan kemari!"
Sebetulnya Be Boen Hwie hendak memeriksa dulu keadaan
disekeliling perkampungan Pek Hoa San-cung, namun pada
saat ini terpaksa ia harus berganti niat dan mengikuti kedua
orang lelaki berbaju hijau itu maju kedepan.
Setelah mengelilingi hutan bambu, pemandangan berubah.
Tampak sebuah loteng yang tinggi dan megah dikelilingi
aneka bunga yang menyiarkan bau semerbak muncul didepan
mata. Dua belas orang bocah berbaju biru berdiri disebelah
kiri dan dua belas orang dayang cantik berbaju merah berdiri
disebelah kanan. Beberapa meja lebar ber-deret2 didepan
pintu besar. Dengan demikian, jalan untuk lewat hanya seluas dua
orang jalan berbareng belaka.
Tentu saja melewati pengawasan sedemikian ketatnya tidak
gampang ada orang yang bisa menyelinap masuk tanpa
ketahuan. Dibelakang meja besar disamping pintu duduk dua orang
kakek berjenggot yang memakai baju warna kuning,
dibelakang mereka berdua berdiri pula dua orang lelaki kekar
berpakaian singsat. Dengan sepasang mata yang amat tajam dari Be Boen
Hwie. dalam sekilas pandang ia dapat melihat bahwasanya
kedua orang lelaki kekar yang berdiri dibelakang masingmasing
kakek tua merupakan jago Bulim yang sempurna
dalam Gweekang maupun lweekang.
Diam2 ia mengempos semangat, hawa murni disalurkan
mengelilingi seluruh badan bersiap sedia menghadapi segala
kemungkinan, kemudian selangkah demi selangkah maju
kedepan. Dengan kencang Siauw Ling menguntil dari belakang, jarak
antara mereka berdua tidak lebih dari dua depa.
Ketika itu wajahnya sudah berubah karena obat penyaru
yang sangat mujarab, dari seorang pemuda ganteng yang
menggiurkan setiap gadis kini telah berubah jadi seorang lelaki
berwajah kuning pucat. Sekalipun demikian dari sepasang
matanya lapat2 memancarkan cahaya yang dingin dan
menggidikkan hati. Sementara itu Be Boen Hwie telah berjalan kesisi meja
didepan pintu besar. Kedua orang kakek tua itu ber-sama2
berdiri kemudian menjura dengan sikap sangat menghormat.
"Tamu terhormat silahkan tinggalkan nama terlebih
dahulu!" ujarnya perlahan.
"Ketua Liok-lim sekitar Propinsi Hoo-lam, Auw-pak, Auw-
Lam serta Kiang-si Be Boen Hwie adanya!" jawab orang she
Be sambil tertawa hambar.
"Oouw....! kiranya Be Toa-ya!" seru kakek yang ada
disebelah kiri sambil menjura. "Dapatkah kau tinggalkan nama
besarmu?" Sembari berkata sepasang tangannya angsurkan sebuah pit
kepadanya. Be Boen Hwie tidak banyak bicara ia terima Pit tersebut
kemudian mencantumkan namanya diatas sebuah kain sutera
putih yang sudah dibentangkan diatas meja panjang.
Kemudian terdengar kakek yang ada disebelah kanan
sambil tertawa berkata lagi.
"Harap toa-ya suka memaklumi dapatkah kau perlihatkan
tanda pengenal Gien-pay...."
Tidak menanti pihak lawan menyelesaikan kata2nya. Be
Boen Hwie merogoh ke dalam sakunya dan mengangsurkan
tanda pengenal perak itu kedepan.
Setelah menerima tanda pengenal tadi dengan amat teliti
sekali kakek tua itu memeriksa sekeliling benda tersebut
kemudian diangsurkan kembali seraya berkata.
"Be-ya harap kau baik2 menyimpan benda ini"
Be Boen Hwie kontan mengerutkan sepasang alisnya
setelah mendengar teguran ini, agaknya ia ada maksud
mengumbar hawa amarahnya tetapi akhirnya berhasil juga
menyabarkan diri dan menerima tanda pengenal itu untuk
dimasukkan ke dalam saku.
Sinar mata kakek tua sebelah kiri sekarang dialihkan ke
atas tubuh Siauw Ling dan memperhatikan dengan pandangan
curiga, menanti Be Boen Hwie telah menyimpan kembali tanda
pengenalnya ia baru berkata lambat2.
"Apa hubungan orang ini dengan Be Piauw Pacu?"
"Seorang pembantu pribadi" jawab Be Boen Hwie dingin.
"Bukankah diatas kartu undangan sudah diterangkan amat
jelas bahwa setiap lembar lencana Gien-pay berlaku untuk dua
orang" apakah tindakan cayhe ini dianggap kesalahan besar"
"Be Cong Piauw Pacu jangan marah2 dulu!" seru kakek
yang ada disebelah kiri sambil tertawa paksa. buru-buru ia
menjura mohon maaf "Hamba hanya melakukan tugas atas
perintah Cungcu kami, demi tanggung jawab yang berat atas
keamanan perkampungan terpaksa kami harus menanyakan
sampai jelas asal usulnya. dengan demikian kamipun bisa
menyediakan pula tempat beristirahat bagi pelayan Be-ya
ini...." Sinar matanya segera dialihkan ke atas tubuh Siauw Ling
dan bertanya lebih jauh, "Siauw-ko, siapakah namamu?"
"Be Seng!" Sembari berkata ia melanjutkan langkahnya kedepan!
Terdengar kakek tua yang ada disebelah kanan segera
berteriak lantang, Tjong Piauw Pacu dari Propinsi Hoo-lan, Auw lam serta
Kiang si Be Boen Hwie. Be Toa ya beserta pelayannya Be Seng
tiba! Seorang dayang cantik berbaju merah serta seorang
kacung berbaju biru buru-buru berlari memberi hormat.
"Menyambut kedatangan Be ya" serunya berbareng.
"Hmm! sungguh banyak lagak mereka" pikir Be Boen Hwie
dalam hati ia segera ulapkan tangannya.
"Sudahlan, tak usah banyak adat!" ia mencegah.
Dayang cantik berbaju merah itu tertawa.
"Budak akan membawa jalan buat Be-ya!" katanya, ia
segera putar badan dan berjalan kedepan.
Be Boen Hwie tidak banyak bicara ia mengikuti dari
belakang dayang tadi disusul Siauw Ling dan terskhir kacung
baju biru itu berjalan dipaling buncit.
"Didepan ada yang bukakan jalan, dibelakang ada pengikut,
sungguh suatu penjagaan yang amat ketat" pikir Be Boen
Hwie dalam hatinya. JILID 17 Dayang berbaju merah itu membawa mereka berdua
memasuki sebuah pintu yang dihias dengan amat mentereng,
melewati sebuah lorong berpermadani merah dan berhenti di
depan pintu ruangan kemudian dengan suara lantang dayang
itu berseru "Tjong Piauw Pacu dari Propinsi Hoo-lam, Auw-lam, Auwpak
serta Kiang-si, Be Boen Hwie, Be Toa-ya tiba!"
Bersamaan dengan munculnya suara itu dari balik ruangan
lambat2 muncul seorang pemuda berpakaian perlente
menyambut kedatangannya. Menjumpai orang yang barusan muncul ini Siauw Ling
merasa terkesiap, buru-buru ia tundukkan kepalanya rendah2,
tarik napas panjang dan menarik kembali sinar matanya yang
tajam. Pemuda perlente itu setelah tiba didepan pintu ruangan
segera rangkap tangannya menjura.
"Siauw-te Tjioe Tjau Liong sudah lama mengagumi nama
besar Be-heng!" serunya keras. "Ini hari bisa memperoleh
kunjungan anda hal ini merupakan suatu kebanggaan dari
perkampungan Pek Hoa Sancung kami"
Be Boen Hwie segera balas memberi hormat dan
menjawab. "Tidak berani merepotkan Tjio Jie Cungcu datang
menyambut sendiri disini aku orang she Be ucapkan banyak
terima kasih"
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Haa.... haa.... Be-heng terlalu serius menanggapi persoalan
ini" Tjioe Tjau Liong tertawa ter-bahak2 sambil menggandeng
pergelangan kiri Be Boen Hwie mereka melangkah masuk ke
dalam ruangan. Dengan kepala ditundukkan rendah2 Siauw Ling mengikuti
dari belakang Be Boen Hwie masuk pula ke dalam ruangan.
Jumlah orang yang berada di dalam ruangan tidak begitu
banyak kurang lebih hanya tujuh delapan orang belaka, Tjioe
Tjau Liong pun tidak memperkenalkan orang2 itu kepada diri
Be Boen Hwie, ia langsung masuk ke dalam pintu ruangan dan
berkata sambi ltertawa. "Be-heng jauh2 datang kemari harap beristirahat dahulu di
Ruang Bambu Hijau. Malam nanti siauw-te akan membuka
perjamuan untuk menghormati kedatangan Be-heng"
Selama ini Siauw Ling tundukkan kepalanya terus menerus,
mengikuti dibelakang Be Boen Hwie ia malangkah menuju ke
Ruang Bambu Hijau. Ruang Bambu Hijau ini merupakan ruang peling jelek
diantara empat ruang penyambut tamu terhormat dalam
perkampungan Pek Hoa Sancung kalau dibandingkan dengan
Pesanggrahan bunga Lan-hoa, Loteng Bunga Bwee serta
Pagoda Bunga Motan ruangan bambu hijau ini merupakan
ruang yang terbelakang. Siauw Ling sudah beberapa waktu menjabat sebagai Sam
cungcu dari perkampungan Pek Hoa Sancung, justru hanya
Ruang Bambu Hijau saja yang belum pernah ia kunjungi.
Jelas hal ini menunjukkan apabila Tjong Piauw Pacu dari
Propinsi Hoo-lam Auw-pak, Auw-lam serta Kiang-si ini tidak
mendapat penghargaan sama sekali dari pihak perkampungan
Seratus bunga. Tjioe Tjau Liong membawa Be Boen Hwie berdua mengitari
beberapa kelompok bunga2an yang lebat kemudian memasuki
hutan bambu yang lebat dan rindang.
Beberapa ruangan indah bergenting merah tampak
tersebar dibalik hutan bambu hijau yang lebat itu.
Tjioe Tjauw Liong membawa Be Boen Hwie berjalan
mendekati seuah ruangan lalu sambil tertawa ujarnya.
"Disinilah tempat istirahat Be-heng, berhubung selama
beberapa hari ini dalam perkampungan Pek Hoa Sancung
kedatangan banyak tamu terhormat ruangan dalam kampung
tidak cukup untuk menerimanya karena itu harap Be heng
suka memaafkan apabila selama beberapa hari ini harus
berdiam digua siput seperti ini"
"Terima kasih. terima kasih...." jawab Be Boen Hwie sambil
tertawa hambar. "Sudah lama siauw-te mendengar nama
besar perkampungan seratus bunga, setelah melihat sendiri ini
hari baru kuketahui kalau suasana disini betul2 nyaman
beraneka bunga mekar dimana mana dan keadaannya mirip
berada dalam kahyangan"
"Be-heng terlalu memuji!" Tjioe Tjau Liong tersenyum.
Sembari bicara ia mengetuk tiga kali ke atas pintu ruangan
tersebut. Dua lembar pintu berwarna merah terbentang lebar,
seorang dayang cilik berwajah cantik muncul didepan pintu.
"Orang ini adalah Be-ya!" ujar Tjioe Tjau Liong sambil
menuding ke arah diri Be Boen Hwie. "Dia adalah tamu
terhormat dari perkampungan Pek Hoa San-cung kita, kau
harus baik2 melayani dirinya.
Dayang cilik itu mengiakan, lalu bongkokkan diri memberi
hormat katanya. "Be-ya silahkan masuk!"
"Apakah di dalam setiap ruangan yang ada disini sudah
tersedia seorang dayang cantik yang sengaja melayani
keperluan tamu terhormat yang diundang datang" pikir Be
Boen Hwie di dalam hati. Sekalipun ia berpikir demikian, langkahnya tidak berhenti
dan segera berjalan masuk.
Tjioe Tjau Liong tetap berhenti diluar pintu ruangan, pada
saat itu sembari menjura ia berkata
"Apabila Be-heng ingin makan minum, perintah saja kepada
dayang itu, dia bisa melayani segala keperluanmu. Siauw-te
masih harus menyambut tamu maaf kalau tak dapat kutemani
lebih jauh." "Tjioe-heng silahkan berlalu!"
"Dalam perjamuan malam nanti, siauwte akan datang lagi
untuk mengundang dirimu!" ujar Tjioe Tjau Liong lebih lanjut
sambil tertawa. kemudian putar badan dan berlalu dengan
langkah lebar. Dayang cantik itu berbaju berwarna hijau dengan gaun
warna hijau pula, pupur yang dipakai amat tipis sekali
sehingga kelihatan sikapnya yang masih polos dan kekanak2an.
Tampak ia membongkokkan badan memberi hormat, lalu
dengan suara yang manja ujarnya,
"Budak bernama Hong Tju bilamana Be-ya ada perintah
silahkan diutarakan kepada budak"
"Sudah lamakah nona berdiam dalam perkampungan Pek
Hoa Sancung" tanya Be Boen Hwie sambil tersenyum.
"Sejak kecil budak dibesarkan dalam perkampungan Pek
Hoa Sancung, sudah lama tak kuketahui lagi nama maupun
asal usulku...." Ia merandek sejenak, kemudian tambahnya.
"Silahkan Beya memeriksa keadaan dari pondok ini. apabila
merasa kurang sesuai atau berkenan dihati, budak akan
segera menggantikannya sesuai dengan keinginan Be-ya."
Selesai bicara ia bergerak lebih dahulu untuk membawa
jalan. Mendorong sebuah pintu yang dilapisi oleh horden, di
dalam merupakan sebuah ruang tidur yang kecil tapi mungil
dan indah sekali kelambu berwarna merah jambu dengan
permadani diatas lantai berwarna merah darah, pada ujung
tembok sebelah Timur berdiri sebuah amben. dua buah pot
yang berisikan bunga merah indah terletak didekat jendela
dan menyiarkan bau harum yang semerbak.
Atau dengan perkataan lain dalam ruangan itu berwarna
serba merah dan tidak kelihatan warna kedua kecuali merah.
"Be-Toa-ya puaskah dengan ruangan ini?" tanya Hong Tju
sambil tertawa. "Bagus sih bagus. hanya perabotnya terlalu menyolok, rada
mirip kamar tidur seorang gadis perawan!" jawab Be Boen
Hwie sambil tertawa hambar.
"Seumpama budak bukan sengaja dikirim kemari untuk
melayani Be-toa-ya, mungkin selama hidup tiada rejeki tinggal
di dalam ruang Bambu hijau ini"
Sewaktu bicara biji matanya mengerling manja suara
tertawanya merdu menawan menimbulkan gairah rangsangan
yang hebat bagi hati kaum lelaki.
Melihat kesemuanya itu pikiran Be Bun Hwie rada bergerak
segera pikirnya dalam hati.
"Aah benarlah sudah. Shen Bok Hong sengaja mengatur
penyambutan semacam ini bukan lain sedang menjalankan
siasat perempuan cantik sebagai umpan, agar para tetamunya
tanpa sadar telah terjerumus dalam jebakan perempuan.
Aaai....! dalam pertemuan para jago semacam ini entah ada
berapa banyak yang bisa lolos dari perangkap perempuan
semacam ini?" Berpikir demikian, lambat2 ia mengundurkan diri dari dalam
ruangan. Hong Tju pun ikut berlalu dari dalam ruangan, biji mata
mengerling indah dan melirik sekejap ke arah Siauw Ling lalu
tanyanya sambil tertawa. "Apakah orang ini adalah pelayan Be-ya?"
"Hamba Be Seng!" jawab Siauw Ling.
"Dibelakang sana ada sebuah kamar kecil yang untuk
sementara waktu jadi tempat pondokanmu, mari ikutilah
diriku!" selesai bicara ia lantas berlalu.
Siauw Ling mengikuti dibelakang Hong Tju berjalan
keujung pesanggrahan Hong Tju segera mendorong sebuah
pintu kayu yang tertutup rapat berkata sambil tertawa.
"Beheng silahkan beristirahat, segala soal pelayanan atas
diri Be toa-ya tak perlu merepotkan diri siauw-ko lati!"
Kemudian ia tutup pintu dan berlalu.
Ruangan itu merupakan suatu ruangan kecil yang buruk
lagi sumpek, kecuali bale2 serta sebuah meja tidak terdapat
benda lainnya, Siauw Ling yang teringat akan kejayaan serta
kewibawaannya sewaktu berada di dalam perkampungan Pek
Hoa Sancung tempo dulu kemudian dibandingkan dengan
keburukan dari ruang kecil ini tak kuasa lagi tertawa geli.
Be Boen Hwie duduk diatas sebuah kursi dalam ruangan
kecil itu, setelah menarik napas panjang hawa murni dari
pusar disalurkan mengelilingi seluruh badan, kemudian
pejamkan matanya mengatur pernapasan.
Dasar dia memang seorang manusia yang cermat, sejak
masuk ke dalam ruang tidur segera terasa olehnya bahwa dari
dalam ruangan menyiarkan segulung bau harum yang sangat
aneh membuat setiap orang yang mencium menjadi mabok
dibuatnya, timbul kewaspadaan dalam hati, pikirnya, "Ruang
tidur itu diatur serba merah bagaikan kamar pengantin saja,
ditambah pula dengan bau harum yang memabokkan, dayang
cantik yang genit dan manja jelas Shen Bok Hong ada maksud
menjebak tetamunya, aku harus berhati2 menghadapi segala
kemungkinan...." Tiba-tiba terdengar suara langkah manusia berkumandang
memecahkan kesunyian. Hong Tju dengan langkah manja
berjalan masuk ke dalam ruangan.
Be Boen Hwie buka sedikit sepasang matanya untuk
memandang sekejap ke arah Hong Tju, lalu pura2 tidak
melihat dan tetap duduk tak berkutik ditempat semula.
Hong Tju meneruskan langkahnya berjalan kesisi Be Boen
Hwie dan berhenti, lalu dengan suara lembut ia berkata, "Be
toa-ya, jauh2 kau datang kemari tentu badan terasa sangat
letih, budak telah menyiapkan air panas buat Be-ya mandi,
setelah cuci badan barulah beristirahat dalam kamar"
"Tidak berani merepotkan nona" jawab Be Boen Hwie
hambar, ia buka sepasang matanya memandang sekejap ke
arah Hong Tju. "Segala sesuatunya bisa cayhe lakukan sendiri,
silahkan nona pergi beristirahat!"
"Budak mendapat perintah untuk melayani Be toa-ya,
perduli Be toa-ya hendak suruh budak berbuat apapun budak
tidak akan menampik"
"Kurang ajar! perbuatan Shen Bok Hong ternyata benar2
rendah dan hina...." maki Be Boen Hwie di dalam hatinya.
"Siasat perempuan cantikpun ia siapkan. Aku lihat dayang ini
sudah mendapat tugas khusus untuk menjebak diriku sampai
masuk perangkap. Kalau ditinjau dari raut mukanya tidak mirip
perempuan cabul tetapi mengapa ia rela melakukan perbuatan
yang demikian rendah dan terkutuk akan kugoda dirinya dan
akan kulihat bagaimana reaksinya"
Karena berpikir demikian ia lantas tersenyum dan berkata.
"Wajah nona cantik jelita sikapmu pun agung dan
berwibawa aku lihat kau tidak mirip seorang dayang yang
khusus melayani orang"
Seumpama bisa mendapat sanjungan dari Be-ya, budak
merasa sangat berterima kasih sekali"
"Aku harus berbuat bagaimana untuk menyanjung dirimu?"
"Asalkan Be-ya suka mengungkap sepatah dua patah kata
tentang budak dihadapan Toa cungcu kami sudahlan cukup"
"Mengungkap soal apa?"
Mendadak merah padam selembar wajah Hong Tju,
kepalanya ditundukkan rendah2, jawabnya lirih.
"Asalkan Be-ya suka mengatakan kepada Toa cungcu kami
kalau Be-ya sangat suka dengan budak hal ini sudah lebih dari
cukup" "Urusan ini gampang sekali" ujar Be Boen Hwie sambil
tertawa. "Hanya belum kuketahui apa yang ia berikan kepada
diri nona" "Toa cungcu kami jadi orang sosial dan berjiwa besar ia
dapat membingkiskan budak untuk Be-ya miliki selamanya"
"Ha.... ha.... dia memang sangat sosial, hanya sayang....!"
Be Boen Hwie tertawa ter-bahak2.
"Apanya yang sayang?"
"Sayang macam nona yang cantiknya melebihi bidadari
cayhe merasa tidak punya rejeki untuk menerimanya."
Merah padam selembar wajah Hong Tju. ia tundukkan
kepalanya rendah2. "Dengan kedudukanku sebagai dayang serta memiliki raut
muka yang jelek, tentu saja tidak pantas untuk melayani diri
Be-ya!" "Nona salah besar. kalau kita bicarakan menurut raut wajah
yang nona miliki maka kau boleh terhitung sebagai seorang
gadis yang memiliki kecantikan wajah seperti bunga hanya
sayang ilmu silat yang cayhe latih adalah ilmu sakti Perjaka,
pantangan paling utama adalah mendekati kaum wanita, oleh
sebab itu harapan nona hanya bisa aku terima di dalam hati
belaka. Mendengar ucapan itu senyuman genit kembali muncul
kembali menghiasi wajah Hong Tju katanya
"Budak tidak mengharapkan yang muluk2, cukup bisa
melayani Be-ya setiap saat dan mendampingi diri Be-ya
dimanapun juga hatiku sudah merasa amat puas sekali."
"Budak ini ada maksud untuk menyerahkan tubuhnya untuk
aku nikmati" pikir Be Boen Hwie dalam hati. "Agaknya kalau
tidak cepat kuhapuskan pikiran itu dari dalam hatinya. ia tidak
akan bosan2nya coba merayu diriku. aku harus segera
bertindak!" Dengan wajah nona yang cantik serta suara yang merdu
mempesonakan hati, boleh terhitung kau adalah seorang gadis
yang menawan hati cayhe mengerti keadaan seperti itu tentu
akan menggoncangkan hati manusia. namun sayang aku sama
sekali tak terpengaruh."
"Hmmm!" Hong Tju seketika itu juga menghela napas
sesudah mendengar ucapan dari Be Boen Hwie ini. "Setelah
Be-ya berkata demikian, kendati wajah budakmu lebih tebal
lagipula tidak akan berani banyak memohon diri Be-ya lagi
untuk mengajak aku meninggalkan perkampungan Pek Hoa
San-cung ini!" Ia merandek sejenak lalu katanya.
"Namun budak menerima tugas untuk melayani diri Be-ya,
selama Be-ya masih berada di dalam perkampungan Pek Hoa
Sancung ini, budak harus selalu mendampingi diri Be-ya
berada serta mendengarkan segala perintahmu!"
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Selesai bicara sambil tertawa ia berlalu.
Melihat kepergian dayang genit tadi Be Boen Hwie kembali
berpikir dalam hatinya. "Shen Bok Hong betul2 luar biasa. Cukup untk melatih
kaum dayang yang begini pandai merayu serta pandai bicara
sudah bukan suatu pekerjaan yang sangat gampang, agaknya
tidak sedikit yang akan terjerumus ke dalam siasat perempuan
cantik ini" Hong Tju yang genit dan manja dalam waktu singkat telah
berubah jadi serius sewaktu menghidangkan air teh,
memasang hio wajahnya selalu tunduk rendah2, hal ini
membuat Be Boen Hwie yang memandangnya dari samping
merasa sangat tidak tenteram.
Hidangan air teh maupun makanan dari dayang itu Be Boen
Hwie tidak berani menjamah maupun mencicipinya karena ia
teringat akan kekejian Shen Bok Hong kemungkinan sekali di
dalam air teh serta hidangan tersebut telah dicampuri dengan
obat beracun yang tak berwujut tanpa bau. Menanti Hong Tju
telah berlalu iapun mengeluarkan rangsum yang sudah
dipersiapkan lebih dahulu untuk menangsal perut.
Melihat air teh serta hidangan yang dipersiapkan sama
sekali tidak dijamah Hong Tju pun tidak ambil banyak bicara
dengan mulut membungkam hidangan itu diberesi kembali.
Sementara itu Siauw Ling yang ada di dalam kamar kecil,
karena teringat akan keselamatan orang tuanya dan
mengingat kemungkinan besar bakal terjadi suatu pertarungan
sengit, ia segera menutup pintu dan mulai mengatur
pernapasan. Ketika sang surya telah lenyap dibalik bukit Tjioe Tjau Liong
muncul menepati janji sambil menggandeng tangan Be Boen
Hwie ujarnya. "Siauwte telah mempersiapkan arak serta hidangan yang
khusus untuk menjamu atas kedatangan Be-heng"
"Merepotkan kalian saja, sungguh membuat siauwte
merasa tidak tenteram!"
"Telah lama siauwte mendengar akan nama besar Be-heng.
ini hari bisa berjumpa sungguh amat beruntung."
Dalam pada itu Siau Ling yang telah selesai mengatur
pernapasan setengah harian saat ini semangatnya berkobar2
dengan kepala ditundukkan ia berdiri dibelakang Be Boen
Hwie. Walaupun wajahnya sudah diseru, namun pemuda ini tidak
berani adu mata dengan Tjioe Tjau Liong.
Sebaliknya walaupun Tjioe Tjau Liong terkenal akan
ketelitiannya iapun sama sekali tidak menyangka Siauw Ling
yang memiliki watak tinggi hati ternyata sudi menyaru sebagai
pelayan orang lain untuk menyelundup masuk ke dalam
perkampungannya. Selama ini ia tidak ambil perhatian sama sekali, sambil
menggandeng tangan Be Boen Hwie diajaknya memasuki
ruangan besar. Siauw Ling dengan kencang mengikuti dari belakangan Be
Boen Hwie, ia ada maksud untuk ikut memasuki ruangan
besar dimana pemuda ini akan melakukan penelitian apakah
Sang Pat sekalian sudah berhasil menyelundup ke dalam
perkampungan Pek Hoa Sancung atau belum.
Kendati dalam hati kecil Tjioe Tjau Liong sangat tidak ingin
pelayan dari Be Boen Hwie ini ikut hadir dalam perjamuan,
namun berhubung Be Boen Hwie berlagak pilon dan tidak
banyak bicara Tjioe Tjau Liong merasa tidak leluasa untuk
ambil keputusan sendiri dan mengundurkan pelayan tersebut.
Setelah melewati beberapa kebun bunga yang luas,
sampailah mereka disuatu ruangan besar yang terang
benderang oleh cahaya lampu.
Perjamuan dalam ruangan itu sudah dimulai sekitar meja
besar telah duduk empat orang lelaki kekar.
Sinar mata Siauw Ling berputar, tampak olehnya dalam
ruang besar yang terang benderang hanya tertera sebuah
meja perjamuan, segera timbul perasaan heran dalam hatinya
ia berpikir. "Dalam pertemuan para enghiong hoohan yang
diselenggarakan di dalam perkampungan Pek Hoa Sancung ini
telah diundang para jago dari seluruh kolong langit, mengapa
jumlah tamu yang hadir hanya sedemikian sedikitnya?"
Sementara ia masih berpikir badannya telah ikut masuk ke
dalam ruangan dan berdiri tegak disisi tembok.
Tjioe Tjau Liong menarik tangan Be Boen Hwie mendekati
meja perjamuan lalu sambil menyapa keempat orang yang
telah hadir disana terlebih dahulu ujarnya
"Saudara2 sekalian ini hari siauw-te ingin memperkenalkan
seorang jago yang telah tersohor dikolong langit kepada tju-wi
sekalian" Keempat orang itu sama2 angkat kepala dan alihkan sinar
matanya ke atas kebun Be Boen Hwie.
Sambil menuding orang she Be ini, Tjioe Tjau Liong
meneruskan kata2nya. "Saudara ini adalah Be Boen Hwie. Beheng yang tersohor
sebagai Tjong Piauw Pacu dari Propinsi Hoo-lam, Auw-pak,
Auw-lam serta Kiang Si!"
Tiga orang diantara keempat tamu yang hadir dalma meja
perjamuan itu bersama bangun berdiri seraya menjura.
"Sudah lama kami mengagumi nama besar Beheng,
beruntung ini hari kita dapat saling berjumpa.
Diantara keempat orang itu hanya sang siucay setengah
baya yang berbaju putih, berwajah pucat pasi bagaikan mayat
dan duduk di sebelah Utara tetap tak berkutik dari tempat
duduknya sikap orang ini seakan2 sama sekali tidak
mendengar bilamana Tjioe Tjau Liong sedang
memperkenalkan seseorang kepadanya. Be Boen Hwie melirik
sekejap ke arah siucay berbaju putih itu kemudian balas
memberi hormat kepada ketiga orang itu.
"Tidak berani.... tidak berani...."
Tjioe Tjau Liong sendiripun berlagak pilon atas sikap sang
siucay berbaju putih yang tetap duduk tan berkutik dari
tempatnya semula sambil menuding ke arah tiga orang yang
sedang menjura ujarnya. "Mereka bertiga adalah Thay San Sam Hiong atau tiga
manusia gagah dari gunung Tahy san Ong bersaudara.
"Siauw-te Ong Tong!" ujar lelaki yang ada disebelah
Selatan memperkenalkan diri.
"Siauw-te Ong Kie!" sambung lelaki yang ada disisi Ong
Tong memperkenalkan diri "Siauw-te Ong Huang!" terakhir lelaki yang ada disebelah
Barat berseru. "Selamat bertemu, selamat bertemu!" buru-buru Be Boen
Hwie menjura. Setelah itu Tjioe Tjau Liong baru menuding ke arah siucay
berbaju putih itu sambil ujarnya
"Saudara ini adalah Tong Hay Sin Phu atau si Peramal sakti
dari Lautan Timur Suma Kan adanya!"
"Orang ini sombong sekali akupun tak usah sungkan2
terhadap dirinya...." pikir Be Boen Hwie yang pada dasarnya
sudah amat mendongkol terhadap orang itu.
Lambat2 ia ambil tempat duduk, sementara dengan nada
hambar jawabnya "Ooouw....! ternyata Suma-heng adanya."
Suma Kan kontan tertawa dingin.
"Heee.... heee.... raut muka Be Tjiong Piauw Pacu tidak
terlalu bagus. dalam waktu dekat bakal menjumpai bencana
berdarah!" Sepanjang hidup siauwte paling tidak percaya dengan
segala macam ramalah manusia" jawab Be Boen Hwie,
tertawa dingin. "Kalau Beheng tidak percaya, kita lihat saja nanti hasilnya!
Cayhe akan bicara lebih tegas lagi. mulai ini hari sampai tiga
hari mendatang, seandainya Be Tjong Piauw Pacu tak
menjumpai bencana berdarah maka sejak itu siauwte tidak
akan menggunakan sebutan Si peramal sakti dari Lautan
Timur lagi!" Mendengar ucapan itu diutarakan demikian yakin dan
tegas, tak urung Be Boen Hwie dibikin kaget juga. ia angkat
kepala memandang sekejap ke arah Suma Kan dan akhirnya
berkata lirih. "Terima kasih atas petunjukmu?"
Suma Kan mendongak tertawa terbahak2, ia angkat cawan
araknya dan sekali teguk menghabiskan isinya.
Menjumpai Suma Kan telah mulai meneguk arak, buru-buru
Tjioe Tjau Liong pun angkat cawan araknya sembari berseru
"Tjuwi, silahkan!"
Selama ini Be Boen Hwie masih menaruh kewaspadaan
yang tinggi walaupun ia sudah meneguk arak dalam cawannya
namun selama ini tidak ditelan ke dalam perut, dengan
meminjam kesempatan mengeluarkan sapu tangan ia
tumpahkan kembali arak tadi ke dalam kain tersebut.
Menanti dilihatnya Suma Kan serta Ong bersaudara makan
minum dengan riangnya tanpa menimbulkan reaksi apapun
lama kelamaan ia baru berani minum arak sambil bersantap.
Dalam perjamuan kali ini, kecuali suara Tjio Tjau Liong
yang mengajak tamunya minum arak, semua orang jarang
sekali bicara. Pertemuan tersebut diselesaikan dalam waktu
singkat. Setelah perjamuan selesai tiba-tiba si Peramal sakti dari
Lautan Timur ambil lkeluar tiga biji mata uang dari dalam
sekunya kemudian dicekal dalam sepasang tangan dan diTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
kocok2 beberapa kali dan disebar ke atas meja. Setelah
diperiksa sejenak ia bergumam seorang diri,
"oouw....! di dalam perkampunan Pek Hoa Sancung sudah
kemasukan mata2 dalam jumlah tidak sedikit"
Be Boen Hwie terperanjat mendengar ocehannya itu diam2
Pergolakan Di Istana Langkat 2 Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Istana Berdarah 1
Cung-cu dengan membawa aku serta enci Giok Lan
meninggalkan perkampungan Pek Hoa San-cung, kau
mengganggu kami...."
Tok So Yok Ong tertawa dingin tiada hentinya.
Heeee heee.... kau anggap dengan menyebutkan nama Jen
Bok Hong aku lantas jeri" demi menolong selembar jiwa
putriku, aku tak akan perduli hubunganku dengan Jen Bok
Hong. Mendadak badannya mencelat ketengah udara menyingkir
dari hadapan Kiem Lan dan langsung menubruk ke arah Siauw
Ling. Kiem Lan segera putar pedangnya mengirim sebuah
babatan kedepan coba menghadang jalan pergi Si raja Obat
bertangan keji ini. Tok So Yok Ong segera putar tangan kanannya dan
didorong kedepan, segulung hawa pukulan meluncur keluar
menahan datangnya serangan pedang Kiem Lan. sedang
badannya laksana kilat meneruskan terjangannya ke arah
Siauw Ling. Kepandaian silat yang dimiliki Tok So Yok Ong benar2 luar
biasa, menanti tubuh Kiem Lan telah meloncat ketengah udara
waktu itulah Tok So Yok Ong sudah berada disisi sang
pemuda, tangan kanannya segera bergerak sepat menotok
tiga buah jalan darahnya.
Ketika itu semedi Siauw Ling sedang mencapai taraf yang
sangat penting, walaupun ia mendengar suara pembicaraan
kedua oran gitu tak bisa bercabang-cabang karena itu tanpa
mendapat perlawanan apapun Tok So Yok Ong berhasi
menotok jalan darahnya. Melihat kejadian itu Kiem Lan semakin gelisah, pedangnya
diputar sedemikian rupa mengirim tiga buah serangan gencar.
Dengan gerakan yang sangat mudah dan ringan Tok So
Yok Ong berhasil memunahkan ketiga buah serangan itu dan
menangkis pedang Kiem Lan sehingga miring kesamping,
ujarnya dingin, "Memandang diatas wajah Jen Bok Hong,
loohu tidak ingin melukai selembar jiwamu, tapikalau sampai
menimbulkan hawa amarah loohu.... Hmm! jangan salahkan
aku tidak akan mengikat hubunganmu dengan Jen Bok Hong
lagi" "Cepat lepaskan dirinya!" jerit Kiem Lan dengan suara yang
melengking. Pedangnya ber-turut2 melancarkan serangan berantai, satu
jurus lebih hebat dari jurus yang lain.
Tok So Yok Ong menggerakkan tangan kanannya menahan
datangnya serangan pedang Kiem Lan, tangan kiri didorong ke
atas punggung Siauw Ling membuyarkan hawa murni yang
sedang berkumpul disana sehingga tidak sampai menimbulkan
luka. Dalam sekejap mata Kiem Lan melancarkan dua puluh jurus
serangan, tapi dengan sangat mudah berhasil dipunahkan
semua oleh Tok So Yok Ong.
Karena cemas dan kaget gadis ini mulai mengucurkan air
mata. Mendadak terdengar ujung baju tersampok angin,
serentetan cahaya putih meluncur datang langsung menusuk
badan Si raja Obat bertangan keji itu.
Kiem Lan berpaling setelah ditemukan orang itu bukan lain
adalah Giok Lan ia menangis sejadi2nya.
"Siauw-moay tidak becus dan tak berhasil menghalangi
dirinya, Siauw Siangkong kena ditangkap."
"Urusan yang sudah lewat tak perlu diributkan lagi, saat ini
menolong orang lebih penting" tukas Giok Lan cepat.
Pedangnya berubah berulang kali mendesak dan meneter
musuhnya. Semangat Kiem Lan bangkit kembali iapun putar badan
melancarkan serangan2 gencar.
Walau kepandaian silat yang dimiliki Tok So Yok Ong
sangat lihay tapi pada saat ini disamping ia harus cabangkan
pikiran untuk salurkan hawa murni melancarkan peredaran
darah dalam tubuh Siauw Ling ia harus pula melawan
serangan musuh, keadaannya agak keteter.
Apalagi keadaan dari kedua orang gadis ini sudah mirip
manusia kalap saja serangan pedang mengikuti aliran
mengadu jiwa dan semua ancaman ditunjukkan ke-bagian2
yang bahaya jadi ia terdesak dan timbullah hawa amarah di
dalam hati. Sambil tertawa dingin serunya.
"Budak2 yang tak tahu diri karena memandang diatas
wajah Jen Bok Hong loohu tidak ingin melukai diri kalian tapi
kalau kamu berdua menteter loohu sedemikian rupa. Hmm!
jangan salahkan aku akan turun tangan melukai kalian!"
Hawa murninya segera disalurkan ketangan kanan dan perlahan-
lahan didorong keluar. Segulung hawa pukulan yang maha dahsyat dengan cepat
menggulung keluar mengancam tubuh Kiem Lan.
Buru-buru Kiem Lan menggerakkan pedangnya menangkis,
sedang telapak kirinya dengan sepenuh tenaga menangkis
datangnya serangan pukulan tersebut.
Terasa datangnya tenaga dorongan tersebut dahsyat
laksana gulungan ombak ditengah samudra ketika bentrok
dengan tenaga pukulannya seluruh tubuh bergetar badanpun
tak kuasa lagi muncur tujuh, delapan langkah ke belakang
dengan sempoyongan dan akhirnya roboh terjengkang.
Ketika Giok Lan melihat Kiem Lan terpukul roboh hatinya
sangat terperanjat ia tahu dengan kekuatan seorang diri pasti
bukan tandingan pihak musuh tapi ia nekad, dengan
mempertaruhkan jiwanya ia melancarkan sebuah tusukan
dengan jurus "Tiang Hong Tjing Thian" atau pelangi Merah
melati langit, menggunakan kesempatan sebelum Tok So Yok
Ong menarik kembali telapak tangannya yang didorong
kedepan. Tok So Yok Ong mendengus dingin.
"Hmm! budak celaka kau cari mati
Tangan kanannya ditarik lantas didorong ke pemudam
sekali lagi ia mengirim sebuah pukupan dahsyat.
Giok Lan sidayang cilik ini mana bisa tahan menerima
datangnya serangan Si raja Obat bertangan Keji yang
demikian dahsyat" bersama2 dengan pedangnya ia terpukul
mencelak ke belakang menhantam diatas pohon besar.
"Brak....!" tak tahan lagi ia terpelanting dan roboh tak
berkutik Sinar mata Si raja Obat bertangan keji berkilat sambil
menyapu sekejap wajah kedua orang dayang yang
menggeletak ditanah gumamnya seorang diri, "Loohu tidak
cabut jiwa kalian bukannya karena takut pada Jen Bok Hong.
Hmm! sekalipun kalian laporkan peristiwa ini kepadanya loohu
takkan jeri!" Sembari berbicara ia sambar badan Siauw Ling dan berlalu
dari sana. Malam semakin kelam ditengah kegelapan yang mencekam
hutan lebat tersebut dalam dua tiga kali tikungan saja
bayangan tubuh si raja obat bertangan Keji serta Siauw Ling
telah lenyap. Kiem Lan meronta bangun lebih dulu menghembuskan
napas panjang lambat2 mendekati Giok Lan memeluk lengan
saudaranya dan berbisik lirih.
"Enci bagaimana keadaanmu?"
Termakan oleh hantaman si Raja obat bertangan keji
sehingga tubuhnya menumbuk pohon Giok Lan merasakan
darah panas bergolak dalam rongga dadanya membuat ia
hampir2 jatuh tidak sadarkan diri tergoncang oelh bayangan
Kiem Lan ia segera tersadar kembali.
"Aku tidak mengapa, diamana Siauw Ling!" serunya.
"Siauw Siangkong diculik oleh Si raja Obat bertangan keji!"
"Aai.... diculik pergi "
Mendadak terdengar ujung baju tersampok angin
menggema datang disusul munculnya dua sosok bayangan
manusia. Dalam keadaan seperti ini baik Kiem Lan maupun giok Lan
sudah tiada kemampuan untuk bertempur kembali seandainya
orang ini mengandung maksud bermmusuhkan maka terpaksa
mereka hanay menantikan dirinya dibelenggu.
"Didepan apakah nona Kiem Lan?" terdengar orang
menegur dengan suara cemas.
Berhubung Kiem Lan tidak tahu orang yang munculkan diri
itu sahabat atau lawannya, lagipula menyadari mereka berdua
sudah tiada berkekuatan untuk melakukan perlawanan lagi
maka ia tetap menundukkan kepalanya rendah
Kini, sehabis mendengar teguran tersebut, merasakan pula
bahwa nada suaranya amat dikenal lambat2 ia mendongak.
Setelah melihat jelas siapakah mereka, seketika ia berseru
tertahan dan mengucurkan air mata, ujarnya menahan isak
tandis. "Kedatangan kalian berdua terlambat satu langkah!"
Orang yang baru datang bukan lain adalah ;tiong Cho Siang
Ku atau sepasang pedagang dari Tiong Cho.
"Kenapa?" teriak si Sie poa emas Sang Pat dengan nada
cemas. "Siauw Toako telah pergi kemana?"
"Dia.... dia kena diculik oleh si Raja Obat Bertangan keji"
"Si Raja Obat bertangan keji" makhluk tua inipun sudah
ikut munculkan diri dikota Koei Tjhiu?"
Luka yang diderita Kiem Lan tidak ringan setelah berganti
napas dua kali ia baru menjawab
"Sudah banyak tahun Si Raja Obag Bertangan Keji
bersahabat dengan Shen Bok Hong pelbagai obat beracun
serta pbat pemabok yang dimiliki Shen Bok Hong adalah hasil
karya dari si raja Obat Bertangan keji itu"
Sang Pat menengok skejap ke arah Tu Kioe lalu ujarnya.
"Loo Djie-te saat ini bukan wakut yang tepat untuk bercakap2,
kita harus berusaha menolong nona berdua lebih
dahulu" Tu Kioe mengangguk, dari sakunya ia ambil keluar sebuah
botol tersebut dari porselen dan mengeluarkan dua biji pil
pemunah. lalu katanya. "Nona berdua harap menelan pil ini lebih dulu.
"Tidak sempat lagi" tukas Giok Lan dengan hati cemas.
"Budak berdua tidak perlu kalian kuatirkan, lebih baik kalian
berdua cepat-cepat pergi mengejar Si Raja Obat bertangan
keji itu. "Ditengah malam buta begini susah buat kita untuk
menemukan kembali jejaknya, kalau benar ia mempunyai
hubungan dengan Jen Bok Hong selama banyak tahun, aku
pikir perbuatannya ini pasti didasarkan atas perintah Shen Bok
Hong. "Bukan, bukan" kembali Giok Lan menukas "Ia hendak
menolong jiwa putrinya"
"Menolong putrinya" Apa sangkut pautnya dengan Siauw
Ling?" Sang Pat tercengang.
"Pernah budak mendengar cerita dari Siauw ya, katanya
poutri si raja obat bertangan keji mengidap suatu penyakit
aneh dimana seluruh darah dalam tubuhnya harus diganti
dengan darah bersih dengan demikian kesehatannya baru bisa
sembuh seperti sedia kala. Darah Siauw ya.... darah...." ia
berbatuk keras dan tak kuasa muntahkan darah segar.
Sang Pat segera tempelkan telapak kanannya ke atas
punggung Giok Lan, hiburnya dengan suara lembut.
"Nona tak usah gelisah, kalau benar tujuan si raja Obat
bertangan keji menculik Siauw Thay-hiap karena mengandung
maksud2 tertentu untuk beberapa waktu ia tak akan
mencelakai jiwanya, luka nona jauh lebih penting Cayhe akan
bantu melancarkan pernapasanmu kemudian baru berusaha
menemukan si raja Obat bertangan keji"
Sementara berbicara, tenaga murninya bagaikan
gelombang ditengah samudra menerjang masuk ke dalam
tubuh Giok Lan melalu jalan darah "Ming Bun Hiat".
Dalam hantaman yang dilancarkan Si Raja Obat Bertangan
Keji tadi, sebenarnya ia dapat membinasakan Giok Lan serta
Kiem Lan saat itu juga namun berhubung kedua orang dayang
itu adalah anggota perkampungan Seratus Bunga atau Pek
Hoa San-cung lagipula si Raja obat Bertangan Keji ada
hubungan yang erat dengan Jhen Bok Hong, maka ia tidak
turun tangan terlalu berat. Dengan andalkan tenaga
pukulannya yang besar dia hanya melukai kedua orang ini
belaka. Setelah memperoleh bantuan tenaga dalam dari Sang Pat,
dengan cepat darah panas yang bergolak dalam dada Giok
Lan bisa teratasi ia menghembuskan napas panjang dan
berseru. "Tidak bisa jadi, kita harus pergi mencari Siauw siangkong,
seumpama kedatangan kita rada terlambat, kemungkinan
besar si Raja Obat bertangan Keji telah menghisap habis
darah siangkong" "Tidak salah" kata Tu Kioe membenarkan. "Kita harus
cepat-cepat mencari Siauw Toako!"
"Ilmu silat yang dimiliki si Raja Obat bertangan Keji amat
lihay" kata Sang Pat dengan suara perlahatn. "Dengan
andalkan kekuatan kita beberapa orang sulit rasanya untuk
menemukan jejak mereka...."
Sinar matanya dialihkan ke arah Tu Kioe dan sambungnya
lebih lanjut. "Panggil seekor anjing raksasa kita, tidak sampai dua jam
tidak sulit buat kita untuk mengetahui tempat
persembunyiannya" "Aakh.... benar, siauwte benar2 bodoh!" buru-buru Tu Kioe
putar badan dan berlalu, Setelah memandang keadaan cuaca, ujar Sang Pat.
"Menggunakan peluang yang demikian bagusnya harap
nona berdua baik2 beristirahat sebentar seandainya Si raja
Obat bertangan keji tidak berlalu terlalu jauh, kita masih bisa
memenuhi pertemuan besok hari sesuai dengan rencana.
Setelah kedua orang dayang itu berlega hati teringat pula
harus melakukan perjalanan jauh dalam pencarian nanti,
mereka berdua segera pejamkan mata mengatur pernapasan.
Sepertanak nasi kemudian Tu Kioe muncul dengan
membawa seekor anjing raksasa berwarna hitam, Sang Pat
segera kemak kemik mengeluarkan kata2 yang tidak
dimengerti agaknya ia sedang berbicara dengan anjing hitam
itu, kemudian sambil menuntun binatangnya ia berputar satu
lingkaran diempat penjuru, dan secara tiba-tiba melepaskan
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tali cekalannya. Anjing hitam itu segera menggetarkan bulu2 badannya
yang panjang dan berdiri tegak setelah itu meloncat beberapa
depa kedepan dan lari ke arah muka.
Melihat arah yang dituju anjing raksasa itu bukan lain
adalah arah dimana si Raja Obat bertangan keji berlalu Giok
Lan kegirangan setengah mati tak kuasa teriaknya.
"Benar, benar sekali, tak disangka anjing raksasa berwarna
hitam ini mempunyai kegunaan sedemikian besarnya".
Mendadak Sang Pat bersuit rendah, anjing hitam yang telah
lari kedepan segera berhenti dan berjalan balik berdiri empat,
lima depa didepan Sang Pat memandang ke arah majikannya
dan se-akan2 sedang menanti perintah.
Kembali si Siepoa emas Sang Pat berkemak kemik
memperdengarkan ucapan yang tak dimengerti manusia.
Anjing hitam itu putar badan kembali dan lari kemuka, hanya
saja kecepatannya tidak lagi seperti tadi.
"Eeeeeei.... apa maksudmu berbuat demikian" tanya Giok
Lan tercengang. "Luka nona berdua belum sembuh, tidak baik untuk
melakukan perjalanan cepatm, didamping itu menurut
dugaanku si raja obat bertangan keji belum pergi terlalu jauh,
seandainya kita bergerak terlalu cepat, ujung baju yang
tersampok angin akan menimbulkan suara ditengah malam
buta seperti ini suara tersebut dapat berkumandang sampai
sejauh sepuluh tombak, tindakan ini bukankah sama arti
memukul rumput mengejutkan ular?"
"Tidak salah!" Giok Lan mengangguk, ia menggerakkan
badannya berkelebat ke arah depan.
Mengikuti dibelakang anjing raksasa berwarna hitam itu,
beberaoa orang tersebut mengitari hutan tadi sebanyak dua
kali kemudian baru bergerak ke arah Utara.
Diam2 Tu Kioe mengerutkan dahi bisiknya lirih
"Coba lihat si raja obat bertangan keji mengitari hutan ini
sebanyak dua kali entah apa maksudnya berbuat demikian?"
"Ia hendak memeriksa dahulu apakah dalam hutan
bersembunyi jago-jago lihay yang mengincar dirinya atau
tidak" jawab Sang Pat.
Setelah mengatur pernapasan beberapa waktu kendati
semangat Giok Lan serta Kiem Lan suah jauh lebih baikan,
namun rasa sakit masih menyerang dalam tubuh mereka
gertak gigi dan dengan paksakan diri meneruskan perjalanan
kedepan. Sianjing raksasa berwarna hitam itu setelah menerobos
keluar dari hutan meneruskan larinya lurus ke arah sebelah
Utara. Beberapa orang lainnya mengikuti dari belakang dengan
andalkan meringankan tubuh tiap langkah kaki mereka sama
sekali tidak meninggalkan sedikit suarapun.
Empat, lima li dengan cepat telah dilalui, akhirnya anjing
raksasa pembawa jalan itu berhenti ditengah sebuah tanah
pekuburan yang luas. Anjing raksasa itu berhenti tepat didepan sebuah kuburan
besar yang menonjol ke arah luar, sikapnya seakan2 hendak
melakukan tubrukan sedangkan matanya dengan tajam
memperhatikan kuburan itu tak berkedip. Melihat kejadian ini
Sang Pat seera berkata lirih.
"Ditempat ini?"
"Dalam kuburan tersebut!" seru Tu Kioe tercengang.
Seumpama anjing raksasa kita tidak salah membawa jalan,
seharusnya tempat inilah sasaran kita. kau jaga baik2 anjing
kita jangan biarkan dia menggonggong sendiri, aku akan
kesana melakukan pemeriksaan."
Dengan gesit ia meloncat kedepan.
Usia kuburan besar ini sudah tua sekali. diatas kuburan
penuh ditumbuhi rerumput setinggi setengah pinggang, Sang
Pat mengitar kuburan itu satu kali, sedikitpun tidak salah
dibawah semak ia temukan banyak tanah galian baru, ia
segera menyingkap semak2 tersebut dan memeriksa lebih
teliti. Dibawah sorotan cahaya bintang yang redup muncul
sebuah gua yang luasnya ada dua depa ditutupi oleh
rerumputan. Agaknya si raja obat bertangan keji mengira tampat itu
cukup rahasia dan tak mungkin ada orang bisa
menemukannya sehingga dengan ceroboh ia tidak
menutupinya kembali dengan sebangsa dedaunan.
Sang Pat pusatkan seluruh perhatiannya untuk mendengar,
secara lapat2 ia menangkap adanya suara pembicaraan
manusia dari dalam kuburan.
Si raja Obat Bertangan keji adalah seorang manusia
kenamaan dalam dunia persilatan Sang Pat tidak berani
berlaku gegabah secara berhati2 ia mundur ke belakang minta
Giok Lan, Kiem Lan dengan membawa anjing raksasa itu
menanti ditempat kejauhan, lalu kepada Tu Kioe bisiknya lirih.
"Loo-jie ilmu silat yang dimiliki si raja Obat bertangan keji
sangat luar biasa, Toako pun terjatuh ketangannya, dengan
adanya beberapa masalah yang menyulitkan membuat kita
jadi sulit untuk turun tangan sekuat tenaga, apalagi bertindak
secara gegabah" "Siauwte akan bekerja mengikuti perintah Toako!"
Dengan langkah hati2 Sang Pat membawa Tu Kioe berjalan
kembali kedepan kuburan besar, telinga kanan ditempelkan
kemulut gua dan mendengarkan suara2 yang ada di dalam
dengan penuh perhatian. Terdenar suara Siauw Ling berkumandang keluar dari
dalam kuburan ia sedang berkata
"Kau memiliki julukan si Raja Obat. dalam soal ilmu
pertabiban serta obat2an tentu memiliki kemampuan yang
lebih hebat dari orang lain, mengapa kau tidak coba
menciptakan Obat mustajab yang bisa digunakan untuk
menyembuhkan penyakit yang diderita putrimu?"
Seorang kakek tua dengan suara sedih segera
menyambung. Selama banyak tahun Loohu sudah menjelajahi seluruh
kolong langit baik Utara maupun Selatan tempat2 terkenal
sudah kudatangi sayang belum berhasil juga kudapatkan obat
mujarab yang bisa digunakan untuk menyembuhkan putriku.
dan belum pernah kutemukan pula orang yang cocok untuk
dimintai bantuannya menolong siauw-li. Hanya saudara cilik
seorang adalah satu2nya manusia yang paling cocok semoga
kau suka menghadiahkan bantuanmu loohu akan merasa
sangat berterima kasih. Siauw Ling menghela napas, ujarnya lirih.
"Aku sudah kau tawan, mati hidupku sudah berada
ditanganmu mengapa kau masih memohon secara demikian
kepadaku?" "Tabiat putriku ramah dan welas kasih" ujar si orang tua itu
dengan nada serak. "Seandainya ia sadar dan tahu bahwa aku
sedang memaksa kau untuk memberikan darahmu kepadanya,
ia akan bersikeras tidak mau menerimanya, waktu itu Loohu
tak bisa memaksa dirinya lagi dengan kekerasan"
"Jadi maksudmu mohon kepadaku agar aku tidak beri tahu
kepadanya kalau kau yang paksa aku berikan darahku
kepadanya?" "Memang demikian adanya Siauw Tahyhiap berjiwa
pendekar dan bersemangat jantan, bagaimanapun juga kau
sudah pasti mati, mengapa tidak mau berbuat kebaikan untuk
menolong putriku?" Sang Pat yang mendengar ucapan itu diam2 merasa
hatinya tercekat, ia berpikir.
"Persoalan besar yang menyangkut mati hidup seseorang
mana boleh dirundingkan seenak maunya sendiri?"
Sementara itu Siauw Ling telah menghela napas panjang
dan katanya. "Korbankan diri sendiri untuk menolong orang lain adalah
suatu perbuatan mulia namun dalam keadaan dan sitausi
seperti ini cayhe masih belum rela mati"
Mendadak terlihat cahaya api berkelebat secara tiba-tiba
ruangan dalam kuburan itu jadi terang benderang.
Sang Pat segera melongok kedalam, tampak olehnya diatas
mati berlapisan selembar permadani warna merah berbaring
seorang gadis muda. batu2 batas disekitar peti sudah digali
dan sebagai gantinya empat dinding tergantung kain sutar
warna merah, jelas untuk membuat tempat ini sebagai tempat
tinggalnya sementa si raja obat bertangan keji telah
mengeluarkan banyak tenaga maupun pikiran.
Siauw Ling dan si raja obat bertangan keji duduk disisi peti
mati, tetapi jauh jaraknya dari mulut gua. bayangan tubuh
memencar dibalik dinding terkena cahaya lampu. Sang Pat
cukup memandang kedua orang itu sudah dapat melihat jelas
bagaimana gerak gerik mereka berdua.
Terdengar si raja obat bertangan keji setelah menghela
napas panjang berkata lagi, "Kematianmu pada saat ini sudah
pasti, persoalan bukan menyangkut tentang rela atau tidak
loohu berjanji akan membantu dirimu dengan obat2an dan
mengurangi rasa penderitaan yang menyerang dirimu, agar
kau bisa mati dengan lebih tenang dan tenteram".
"Aku masih ada persoalan pribadi yang belum kuselesaikan,
sekalipun mati aku mati dalam keadaan tidak meram!!!"
"Persoalan pribadi apa" katakan saja secara terus terang,
setelah jiwa siauw-li ketolongan loohu pasti akan bantu
menyelesaikan masalahmu!"
"Eeeeei....! sekalipun kuucapkan juga percuma, lebih baik
tak usah kuutarakan, sekarang kau boleh mulai turun tangan".
Sang Pat merasakan jantungnya berdebar keras, pikirnya,
"Posisi dari si raja obat bertangan keji saat ini terletak disudut
jalan mati dalam kuburan itu, sekalipun diam2 aku turun
tangan membokongpun belum tentu bisa mencapai sasaran
agaknya aku harus masuk sendiri ke dalam kuburan
tersebut!!!" Sang Pat adalah manusia cerdik, banyak akal dan teliti
dalam menyelesaikan segala masalah, walaupun hatinya
tegang pikiran tidak kacau setelah meninjau keadaan situasi,
memperhitungkan tindakan selanjutnya dalam menghadapi
gerakan si raja obat bertangan keji, mendadak ia tarik napas
panjang2 lambung yang gemuk dan gendut lambar2 menyusut
diikuti badannya merendah dan melayang masuk ke dalam
ruang kuburan. Senjata sie-poa emas ditangan kirinya bergeletar, cahaya
tajam berkilauan menusuk pandangan dan melindungi seluruh
badan, sementara tangan kanannya secepat kilat
mencengkeram sang dara yang berbaring diatas peti mati.
Si raja obat bertangan keji mimpipun tidak menyangka
ditengah kuburan yang sunyi dan terpencil bisa muncul
seorang asing, menanti ia sadar akan bahaya dara diatas peti
mati itu sudah terjatuh ketangan Sang Pat, hatinya jadi
terkesiap semangat bertempur punah dan lambat2 ia
menurunkan kembali telapaknya ke bawah.
"Lepaskan dirinya" katanya lirih. "Badan gadisitu sangat
lemah napasnya amat lirih ia tak boleh menjumpai hal2 yang
mengejutkan hatinya lagi"
Menyadari perhitungannya tidak meleset, si raja obat
bertangan keji benar2 memandang putrinya yang hampir mati
bagaikan barang mustika nyali Sang Pat makin bertambah
besar ia mendongak tertawa ter-bahak2.
"Jarakku dengan putrimu hanya terpaut beberapa coen,
asalkan kau tidak turun tangan secara gegabah cayhe pun
tidak bakal melukai putri kesayanganmu"
Semangat jantan si raja obat bertangan keji punah, ia
menghela napas panjang. "Loohu tiada ikatan dendam maupun sakit hati dengan
kalian sepasang dari Tiong Chiu, tapikalian bersikap demikian
tak tahu adat kepadaku merusak rencanaku untuk menolong
jiwa putriku, sebenarnya apa maksud kalian"....
"Haa.... haa.... hal ini harus salahkah mengapa Yok Ong
salah mencari orang?"
"Salah mencari orang" salah mencari siapa?" tanya Tok So
Yok Ong keharuan. "Siauw Ling, tahukah kau apa hubungan Siauw Ling dengan
kami sepasang pedagang dari Tiong Chiu?"
JILID 16 "Terang2an Siauw Ling adalah Sam Cungcu dari
perkampungan Pek Hoa Sancung, apa sangkut pautnya
dengan kalian sepasang pedagang dari Tiong Chiu" Teriak si
raja obat gusar. "Sedikitpun tidak salah! dia memang sam Cungcu dari
perkampungan Pek Hoa Sancung, namun iapun Liong Tauw
Toako dari kami sepasang pedagang dari Tiong Chiu!"
"Kau tidak usah ngaco belo kalian Tiong Tjhiu Siang Ku
rata2 sudah berusia empat puluh tahunan sedangkan Siauw
Ling baru saja menanjak kedewasaannya, terjun ke dalam
dunia persilatan belum ada setahun...."
Sang Pat mendengus dingin, tukasnya.
"Perkenalan kami bersaudara dengan Siauw Ling toako
sudah terjadi pada lima tahun berselang perkataan ini kau
suka percaya tidak?"
"Aaai...." Dengan sedih Si raja obat Bertangan Keji
menghela napas panjang "Katakanlah syarat apa yang hendak
kalian ajukan" bagaimanapun juga selama hidup sepasang
pedagang dari Tiong Chiu hanya mengutamakan
keuntungan...." Haa haa haa.... kali ini sengaja kami tidak biarkan Yok Ong
berhasil menebak tepat kami mohon Yok Ong suka
melepaskan Liong-tauw toako kami"
"Apa?" melepaskan Siauw Ling?" teriak Yok Ong atau si raja
obat bertangan keji terperanjat.
"Tidak salah, lepaskan Siauw Ling!"
"Setelah aku lepaskan Siauw Ling siapa lagi yang dapat
menggantikan dia untuk menyembuhkan penyakit putriku?"
"Yok Ong lihay dalam ilmu pertabiban dan disebut sebagai
ahli nomor wahid diseluruh kolong langit aku pikir kau tentu
masih memiliki cara yang lain"
"Loohu sudah berusaha dengan susah payah selama
sepuluh tahun baru kali ini kutemukan manusia yang paling
coock untuk menyembuhkan penyakit putriku, kalau kau
paksakan dirimu melepaskan Siauw Ling, bukankah hal ini
sama artinya hendak merampas jiwa putri loohu dengan
kekerasan...." "Nyawa putrimu adalah nyawa, apakah keselamatan Liongtau
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
toako kami bukan termasuk nyawa! tegur Sang Pat dingin.
Tubuh Si raja Obat bertangan keji yang kurus kering
kelihatan gemetar keras, dari sepasang matanya
memancarkan cahaya tajam yang mengandung kebencian.
"Baik, ini hari kalian sepasang pedagang dari Tiong Tjhiu
telah menggagalkan rencana baik loohu, dikemudian hari
bakal ada seratus bahkan selaksa nyawa jago lihay Bulim yang
harus dikorbankan untuk menebus kesalahan yang telah
lakukan ini hari " teriak Yok Ong dingin.
Pada mulanya Sang Pat dibikin tertegun diikuti ia tertawa
hambar. "Urusan dikemudian hari kiga bicarakan lain kali saja, lebih
baik cayhe membicarakan persoalan menurut keadaan siatuasi
pasa saat ini. Seumpama Yok Ong tidak mau dilepaskan Siauw
Ling, maka putrimu...."
"Kau hendak menggunakan keselamatn putriku untuk
menggertak loohu?" tak Tok So Yok Ong sangat gusar.
"Apa yang kucapkan bukan gertak sambal belaka, namun
suatu kenyataan yang benar2 terjadi" jawab Sang Pat dingin,
"Apakah Yok Ong beranggapan cayhe tidak berani melukai
putrimu?" Sepasang meta Si raja Obat bertangan keji yang pada
mulanya memancarkan cahaya kebuasan seketika berubah
jadi ramah dan penuh kasih sayang, sambil memandang sang
gadis yang berbaring diatas peti mati ujarnya.
"Baiklah, loohu akan melepaskan diri Siauw Ling."
Tangan kanannya segera diayun menepuk bebas jalan
darah Siauw Ling yang tertotok.
Setelah jalan darahnya bebas, sambil angkat bahu lambat2
Siauw Ling bangun berdiri lalu ujarnya.
"Nasib cayhe memang tidak sampai sesial yang kau
bayangkan dua kali usaha anda menjumpai kegagalan total,
namun terhadap perasaan cinta kasihmu sebagai seorang
ayah kepada putrinya dalam hati kecil cayhe merasa sangat
kagum dan terhormat."
Hmm! pada suatu hari aku pasti dapat menangkap kembali
dirimu, menggunakan darahmu untuk menolong selembar jiwa
putriku" Siauw Ling berpaling, sambil memandang gadis muda yang
berbaring diatas peti mati ia hela napas panjang.
"Eeeei.... membunuh seorang untuk menolong seorang,
memang suatu perbuatan kebajikan...."
"Asal bisa menolong jiwa putriku, kenapa tidak boleh
kubunuh seratus bahkan selaksa jiwa manusia?" sambung Yok
Ong cepat. "Tetapi kelembutan, keramah tamahan serta kehalusan
budi putrimu jauh berbeda dengan caramu berpikir!"
"Aku hendak kmenolong selembar jiwanya sekalipun harus
memaksa ia salah menafsir niatku, akupun tak bisa berbuat
apa2". "Dikolong langit rasa sayang orang tua terhadap anaknya
adalah mulia, kau bertabiat keji, kejam, sadis dingin dan kaku,
namun terhadap putri sendiri bersikap demikian sayang begitu
cinta...." Ia merandek, lalu tambahnya, "Apakah dikolong langit
kecuali darah segar aku orang she-Siauw benar2 sudah tak
ada obat yang bisa digunakan untuk menolong selembar jiwa
putrimu?" Si raja obat bertangan keji seperti mau mengucapkan
sesuatu tapi niatnya dibatalkan kembali setelah termenung
beberapa saat jawabnya. "Dikolong langit mungkin ada obat mujarab namun hingga
kini belum berhasil loohu temukan"
Diam2 Siauw Ling salurkan hawa murninya mengelilingi
seluruh badan, melakukan persiapan setelah itu sambil
berpaling ke arah Sang Pat katanya, "Kau naiklah terlebih
dahulu!" Sang Pat sadar ilmu silat yang dimiliki Siauw Ling jauh lebih
lihay beberapa kali lipat dari kepandaian sendiri karena itu ia
tidak banyak bicara lagi setelah melepaskan cengkeramannya
pada pergelangan gadis itu ia enjotkan badannya meloncat
keluar dari gua itu. Gerakan tubuh si raja obat bertangan keji betul2 luar biasa
cepatnya barusan badan Sang Pat meloncat ke atas tangan
kanannya telah berkelebat mengancam urat nadi
dipergelangan Siauw Ling.
Siauw Ling pun cukup waspada sejak semula ia sudah bikin
persiapan, tentu saja serangan seperti ini tak bakal
merobohkan dirinya, telapak kiri diayun balas mencengkeram
ke arah datangnya telapak tangan To So Yok Ong.
Lima jari Si raja Obat dipentangkan, dari serangan
mencengkeram berubah jadi serangan telapak. Brak! dengan
keras lawan keras ia menerima datangnya serangan itu,
Kedua belah pihak sama2 merasakan hatinya bergetar
keras. hasil dari bentrokan barusan menunjukkan bahwasanya
kekuatan mereka seimbang.
Dapam pada itu sementara telapak kanan Si raja Obat
bertangan keji menerima datangnya serangan Siauw Ling
dengan keras lawan keras, tangan kirinya tanpa mengeluarkan
sedikit suarapun menotok keluar.
Sikut kanan Siauw Ling menekan kebawah balik menumbuk
urat nadi diatas tubuh si Raja Obat bertangan keji, gerakan ini
memaksa Yok Ong harus tekuk pergelangan menarik kembali
serangannya. Seketika ia terlambat bergerak, Siauw Ling telah merebut
posisi yang sangat bagus ini, ia melancarkan serangan balasan
telapak maupun jari sama menerjang kedepan mengirim enam
jurus serangan. Keenam jurus serangan ini datangnya cepat
laksana kilat, Tok So Yok Ong kedesak hebat sampai mundur
dua langkah ke belakang, dengan susah payah akhirnya
berhasil juga ia punahkan datangnya keenam buah serangan
tersebut. "Jangan melukai diriku....!" Teriaknya dengan nada cemas.
"Hmm! Seumpama aku tidak memandang diatas wajah
putrimu, ini hari aku Siauw Ling tak akan lepas tangan begitu
saja" jawab Siauw Ling ketus.
"Loohu sama sekali tidak jeri kepadamu!"
"Heee.... heee.... sudah dua kali kau gagal membokong
diriku, kau jangan harap ada peristiwa untuk ketiga kalinya.
Ia mengepos napas dan laksana kilat menerobos keluar
dari dalam kuburan. Sang Pat serta Tu Kioe dengan senjata terhunus menanti
diluar gua, melihat Siauw Ling muncul tanpa kekurangan
sesuatu apapun berbareng segera berseru.
"Toako! kau telah melukai si raja obat bertangan keji?"
"Tidak, walaupun si raja obat bertangan keji amat kejam
dan sadis, namun putrinya adalah seorang gadis berhati welas
dan patut dikasihani!"
Tu Kioe masih belum berlega hati, kembali ia bertanya
dengan nada lirih, "Apakah kau sudah bergebrak dengan si raja obat
bertangan keji!" "Barusan kami saling menyerang beberapa jurus dengan
gerakan tercepat namun belum berhasil menentukan siapa
menang siapa kalah. Ia takut aku melukai putrinya dan tidak
suka meneruskan pertarungan itu!"
"Nah kalau begitu bagus sekali Tu Kioe tersenyum
Selembar wajah yang setiap harinya diliputi kekusutan,
ucapan selalu dingin kaku dan tiada irama serta susah
kelihatan senyuman yang tersungging dibibir ini setelah
tertawa terpancarlah betapa kasih dan sayangnya perasaan
hati kecil orang ini. "Seluruh tubuh si raja obat bertangan keji penuh dengan
racun ia terhitung jago ahli menggunakan racun nomor satu
dikolong langit kita tak boleh berdiam terlalu lama disini ayoh
cepat kita pergi!" seru Sang Pat.
Dengan Tu Kioe membawa jalan, setelah bergabung
dengan Kiem Lan serta Giok Lan buru-buru mereka
meneruskan perjalanannya kedepan.
Secara tiba-tiba Siauw Ling teringat akan satu persoalan
sembari berhenti berlari ujarnya.
"Seumpama si raja obat bertangan Keji melaporkan
peristiwa yang terjadi malam ini Toa Cungcu dari
perkampungan Pek Hoa Sancung ia pasti akan mengirim jagojago
lihay untuk memperketat penjagaan disekeliling penjara
dimana orang tuaku ditahan sekalipun kita berhasi
lmenyelundup masuk ke dalam perkampungan Pek Hoa
Sancung sedikit banyak harus mengeluarkan banyak akal dan
pikiran untuk mensukseskan rencana kita"
Giok Lan yang mendengar perkataan itu segera tersenyum,
katanya. "Tentang soal ini harap siangkong berlega hati perbuatan si
raja obat bertangan Keji mengejar2 Siangkong timbul
berdasarkan kepentingan pribadi walaupun Shen Bok Hong
mempunyai ikatan persahabatan dengan dirinya namun kalau
kita tinjau dari tabiat Shen Bok Hong ia tidak bakal
mengabulkan niat pribadi si raja obat bertangan keji sehingga
berakibat menggagalkan rencana besarnya menurut pendapat
budak Si raja obat bertangan keji pasti tidak berani
membicarakan persoalan ini dengan Shen Bok Hong"
"Aku lihat se-akan2 semua orang yang ada pada jeri
terhadap Shen Bok Hong benarkah begitu?" Siauw Ling
mengerutkan dahi. "Tidak salah hal ini dikarenakan tabiat Shen Bok Hong yang
licik, keji dan kejam, salah kawan bisa jadi lawan. Bukan saja
anak buahnya pada jeri terhadap dirinya, sekalian sahabat2
yang pernah tinggal di perkampungannya pun leme kelamaan
timbul perasaan jeri yang luar biasa dihati mereka terhadap
Toa Cung-cu ini" "Kalau demikian adanya, lebih baik kita bekerja sesuai
dengan rencana semula" Simbrung Sang Pat "Be Boen Hwie
sudah menyetujui permintaanku!"
"Permintaan apa?"
"Sudah lama ia mengagumi ilmu silat serta semangat
jantan yang toako miliki asalkan toako benar2 telah
melepaskan diri dari ikatan perkampungan Pek Hoa San-cung
ia akan berusaha sekuat tenaga untuk membantu
perjuangan." Perlahan-lahan Siauw Ling mengangguk.
"Aaai....! Tak bisa disalahkan kalau ia tidakmenaruh
kepercayaan kepadaku dalam kenyataan nama busuk Shen
Bok Hong memang sudah benar2 tersohor, tindakan maupun
perbuatannya terlalu keji. Setiap orang yang pernah
berhubungan dengan pihak perkampungan Pek Hoa Sancung
rata2 orang kangouw sama menaruh rasa jeri yang tak terkira
terhadap orang itu!"
"Memang benar demikian adanya" Sang Pat mengangguk
dan tertawa. "Siauwte sudah atur tempat pertemuan dengan
diri Be Boen Hwie dan ia sudah setuju untuk melakukan
persiapan menyambut kedatangan kita"
"Maaf kalau budak banyak bicara" mendadak Giok Lan
menimbrung. "Apakah saudara Sang Pat pernah
membicarakan dengan dirinya secara bagaimana kita
melakukan persiapan?"
"Soal ini sih belum pernah kubicarakan dalam keadaan
seperti ini dia masih belum suka mengutarakan maksud2nya
tentu saja kitapun tak bisa membicarakan persoalan ini"
"Menurut apa yang budak ketahui selama banyak tahun
Shen Bok Hong bersembunyi dalam perkampungan Pek Hoa
Sancung kecuali ia melatih diri dengan beberapa macam ilmu
silat yang maha dahsyat iapun sudah sedia payung sebelum
hujan, secara diam2 ia melatih anak buahnya, dibelakang
loteng Wang Hoa Loo terdapat sebuah bangunan bawah tanah
yang kuat dan tertutup dari pandangan orang, Ruang Rahasia
ini kecuali Shen Bok Hong pribadi siapapun dilarang
memasukinya...." mendadak merah padam selembar
wajahnya, air mata setetes demi setetes jatuh berlinang.
"Eeeeei.... lagi baik2 berbicara. kenapa secara mendadak
mengucurkan air mata?" pikir Tu Kioe dalam hati kecilnya "Air
mata perempuan kiranya begitu gampang dan begitu leluasa
dapat dikeluarkan kapan saja dan dimana saja."
Sebaliknya Sang Pat sudah dapat menemukan letak
kesedihan hati yang menimpa Giok Lan, segera hiburnya.
"Shen Bok Hong banyak melakukan perbuatan keji, dan
terkutuk, orang yang dicelakainya sudah tak terhitung dengan
jari tangan, Nona tak usah terlalu bersedih hati."
Giok Lan menggunakan ujung bajunya mengusap kering
bekas air mata diatas wajah, kemudian terusnya.
"Tempo dulu, budak selalu memperoleh kasih sayang dan
sikap manja darinya, dimana ia berada disitu aku selalu
mendampingi setengah jengkalpun tak pernah berpisah. oleh
karena itu lebih banyak yang kuketahui tentang dirinya dari
pada orang lain." "Apakah nona pernah memasuki ruang rahasia tersebut?"
tanya Sang Pat. "Tidak pernah walaupun ketika itu aku dimanja dan
disayang namun diriku dilarang juga untuk melangkah masuk
ke dalam ruang rahasia tersebut barang sejengkalpun namun
menurut apa yang budak lihat serta dengar jago-jago lihay
yang dilatih dalam ruang rahasia tersebut barulah benar2 anak
buah Shen Bok Hong. Tabiatnya licik, keji dan banyak akal tak
pernah ia sudi mempercayai seseorang, hanya kepada anak
buha pilihan serta didikannya sendiri barulah ia
sukamenurunkan ilmu silatnya"
Sang Pat keheranan tak kuasa ia bertanya.
"Apakah selama ini orang2 ini terus menerus tinggal di
dalam ruang rahasia tersebut" dan tidak pernah keluar barang
sejengkalpun?" Giok Lan mengangguk membenarkan.
"Cara Shen Bok Hong mendidik orang2 ini sangat aneh dan
istimewa sekali namun berhubung selama ini tak pernah ada
orang yang menemukan maka persoalannya makin lama
semakin misterius...."
Timbul perasaan ingin tahu dalam hati Siauw Ling, buruburu
tanyanya. "Kata2 sesumbar apakah itu?"
"Katanya pada saat Lima Naga menjadi sempurnya saat itu
pula waktunya untukmerajai seluruh kolong langit."
Pengetahuan Sang Pat amat luas, peristiwa dalam dunia
persilatan boleh dihitung tak sebuah persoalanpun yang lolos
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari perhatiannya namun kali ini iapun dibikin kelabakan dan
berdiri terbingung, sembari garuk2 kepalanya yang tak gatal
gumamnya seorang diri. "Apa yang diartikan Lima Naga...."
"Keadaan yang lebih jelas budak tidak tahu mungkin lima
naga ini menunjukkan lima orang manusia. mungkin juga
mengartikan lima macam benda aneh!"
"Aku lihat lebih besar kemungkinannya Lima Naga itu
adalah lima manusia daripada lima benda."
"Perduli dia manusia atau benda. yang pasti Lima Naga
tentu luar biasa lihaynya,"
"Tentu saja tak bakal salah, lalu bagaimana selanjutnya?"
"Bagaimana persoalan selanjutnya budak kurang tahu,
namun setelah Shen Bok Hong berani bicara bagitu sesumbar
dan berani pula menentang seluruh umat Bulim dikolong langit
aku pikir Lima Naganya mungkin sudah hampir mencapai
kesempurnaan!" "Kalau Shen Bok Hong belum memiliki suatu hal yang bisa
diandalkan, tidak mungkin ia berani melakukan banyak
perbuatan yang menggemparkan setelah ia munculkan diri
kembali ke dalam dunia persilatan."
"Apa yang budak ketahui sudah habis sedang mengenai
apa tindakan Sang Pat selanjutnya, silahkan Sang-ya ambil
keputusan?" "Tentang soal ini cayhe sendiripun sukar mengambil
keputusan, menanti setelah berunding dengan Be Boen Hwie
nanti kita baru ambil keputusan."
Tiba-tiba Giok Lan teringat kembali akan satu persoalan,
ujarnya. "Keputusan dari perundingan yang diadakan oleh Sang-ya
serta Be Boen Hwie memutuskan bahwa siangkong hendak
menyaru sebagai pembantu Be Boen Hwie menyelundup
masuk ke dalam perkampungan Pek Hoa Sancung,menurut
apa yang budak ketahui, setelah berada di dalam
perkampungan antara majikan serta pembantu akan dipisahpisahkan
dan berdiam dalam tempat yang berbeda. dengan
demikian bukankah masing-masing pihak tak bisa saling
berhubungan?" "Tentang soal ini aku sejak semula sudah memikirkannya
tetapi tujuan kita yang terpenting adalah menyelundup masuk
ke dalam perkampungan Pek Hoa Sancung."
Sang Pat merandek sejenak kemudian terusnya lebih jauh.
"Setiap orang yang menerima undangan memperoleh juga
sebuah tanda pengenal yang terbuat dari perak dengan
andalkan tanda pengenal tersebut para undangan baru bisa
masuk ke dalam perkampungan. Satu tanda pengenal berlaku
untuk dua orang perduli dia pengiring atau bukan pokoknya
satu tanda pengenal tak boleh kelewat dari dua orang
jumlahnya." "Satu tanda pengenal hanya berlaku untuk dua orang" tibatiba
Tu Kioe menimbrung dari samping. "Seandainya kita bisa
mendapatkan dua buah tanda pengenal lagi bukankah semua
rombongan bisa masuk ke dalam perkampungan Pek Hoa
Sancung dengan leluasa?"
"Sedikitpun tidak salah! tapi harus kemana kita cari tanda
pengenal tersebut" dewasa ini sekalipun kita berani membayar
selaksa tahil emas murni untuk sebuah lencana tanda
pengenalpun tentu pemiliknya suka menjual kepada kita"
"Kapan kau berjanji akan bertemu dengan Be Boen Hwie?"
"Bedok siang, sorenya masuk ke dalam perkampungan"
"Terlalu singkat waktunya, kalau memperoleh waktu yang
lebih banyak tiada halangan kita palsukan beberapa buah
lencana tanda pengenal itu"
"Memalsu?" "Kenapa tidak" sekaligus kita membuat delapan atau
sepuluh buah kemudian kita hadiahkan kepada orang lain, kita
kacau dahulu perkampungan Pek Hoa San-cung mereka
sehingga hati mereka tidak tenteram."
"Dalam lencana tanda pengenal itu tentu sudah diberi
tanda rahasia" tukas Giok Lan dari samping "Seumpama kita
memalsukan belum tentu bisa berhasil mengelabuhi
pemeriksaan mereka. "Tidak mengapa, kita tunggu saja sementara rombongan
jago dalam jumlah banyak yang hendak memasuki
perkampungan kita gabungkan diri dengan rombongan itu
agar mereka dibikin kelabakan setengah mati" demikian ujar
Tu Kioe. "Walaupun cara ini tidak begitu sempurnya" ujar Sang Pat
memperdengarkan pendapatnya "Namun bisa juga kita coba,
sampai dimana waktunya kita berempat bisa menelundup
masuk ke dalam perkampungan secara terang2an tak usah
lagi harus menyaru sebagai orang bawahan, pelayan dan
menyelundup masuk melalui pintu samping"
"Para penjaga pintu kebanyakan merupakan jago-jago
paling lihay yang ada didala perkampungan" kata Giok Lan
"Aku takut kita bakal menjumpai kesulitan dalam usahanya
menyelundup masuk secara terang2an, lebih baik kita
nyelonong saja dari pintu samping karena tindakan ini jauh
lebih aman!" Tu Kioe tertawa katanya. "Kau belum tahu bagaimanakah kemampuanku di dalam
memalsukan barang dan dalam memalsukan ukir2an sekalipun
kita tidak berhasil menemukan tanda rahasia asalkan ukiran
secara garis besarnya tidak meleset tentu kita dapat
mengelabui mereka, Kalau nona tidak percaya sampai
waktunya boleh nona periksa lebih dahulu"
Sepasang mata Giok Lan yang jeli dan memancarkan
cahaya tajam dengan tajam melototi wajah Tu Kioe sementara
dalam hati batinnya, "Tak kusangka manusia semacam inipun
masih memiliki kemampuan untuk mengukir!"
Tu Kioe mendehem ringan, sambil tertawa tegurnya,
"Nona, kau tak usah memandang diriku semacam itu.
setelah pekerjaan ini kulaksanakan selesai, kau bisa bedakan
apakah ucapanku palsu atau tidak...."
Sinar matanya dialihkan ke atas wajah Sang Pat, lalu
katanya. "Persoalan yang paling sulit dewasa ini adalah secara
bagaimana menemukan Be Boen Hwie serta meminjam
sebentar tanda pengenalnya seumpama sampai besok siang
baru bisa kita dapatkan benda tersebut. ketika itu sekalipun
ada bahan belum tentu bisa kukerjakan dalam keadaan seperti
itu. terpaksa kita harus bekerja menurut cara lama yang
diusulkan nona Giok Lan menyelundup masuk lewat pintu
belakang. Sang Pat berjalan pulang pergi satu lingkaran, akhirnya ia
mengangguk dan sahutnya lirih.
"Baik! kalian tunggu saja disini aku akan pergi mencari Be
Boen Hwie" ia enjot badannya, dalam dua tiga kali loncatan
bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Sepeninggalnya Sang Pat, Tu Kioe segera berpaling ke arah
Giok Lan sembari berkata "Seandainya aku tidak menggunakan cara tersebut untu
kmemanasi hatinya belum tentu dia mau mendapatkan tanda
pengenal Be Boen Hwie dengan segenap tenaga"
"Telah lama kudengar kalian Sepasang Pedagang dari Tiong
Chiu hidup bagaikan saudara kandung persaudaraan dipegang
teguh hingga titik darah penghabisan kenapa sekarang
diantara kalian sendiri saling menggunakan akal2nya untuk
menipu pihak yang lain?"
Tu Kioe tersenyum. "Bagaimanapun juga perbuatanku ini tidak sampai
menimbulkan kecelakaan yang membahayakan
jiwanya,masing-masing pihak saling menggunakan akal
hubunganmalah terasa semakin erat dan terbuka kau anggap
Sang Loo-toa benar2 berlalu karena gusar terbakar oleh
kata2ku?" "Aku melihat dengan mata kepala sendiri apakah
kesemuanya pura2 belaka?"
"Ia hanya menggunakan persoalan itu seperti alasan untuk
berlalu kalau ia sudah ambil keputusan tidak pergi sekalipun
kau panasi hatinya lebih hebat pun ia tak akan ambil peduli"
"Ooouw.... kiranya begitu"
"Dikolong langit asalkan dia disebut Loo-toa kebanyakan
jauh lebih lihay daripada yang jadi Loo-jienya"
Giok Lan tersenyum ia lantas alihkan pokok pembicaraan
kesoal lain tanyanya. "Kau lihat Sang Loo-toa bisa berhasil mendapatkan tanda
pengenal itu atau tidak?"
"Menurut penglihatan Tu loo-jie, Be Boen Hwie tak akan
bisa menangkan Loo-toa kami setelah ia berlalu ini berarti ada
delapan bagian bisa berhasil mendapatkan barang yang dicari"
"Dia minta kita menanti kedatangannya disini,mengapa kita
tidak beristirahat mempergunakan kesempatan yang dimikian
bagusnya ini?" Pikiran Tu Kioe sedikit bergerak, pikirnya.
"Luka yang diderita kedua orang dayang ini belum sembuh
harus pula mengkuti kami berlari sejauh ini. sejak semula
badannya tentu sudah letih sekali...." karena berpikir demikian
ia memang seharusnya beristirahat secara baik2
menggunakan kesempatan ini"
Keadaan luka Giok Lan maupun Kiem Lan pada dasarnya
memang belum sembuh, harus melakukan perjalanan jauh
pula selama ini, sejak semula sudah menunjukkan gejala
kambuh namun mereka bersikeras mempertahankan diri.
Menanti Tu Kioe sudah memberi kesanggupan mereka baru
pejamkan mata duduk mengatur pernapasan.
Menanti kedua orang dayang itu sudah benar2 tenang
diam2 Tu Kioe baru berjalan mendekati Siauw Ling dan
berbisik lirih. "Kedua orang nona ini sama2 terluka ditangan Si raja Obat
bertangan keji, namun karena harus mengejar toako, dengan
membawa luka mereka melakukan perjalanan...."
"Aku tahu mereka sangat lelah, sudah sepantasnya kalau
mereka baik2 beristirahat."
Tabiat Tu Kioe sangat kaku dan tidak suka bicara. Siauw
Ling pun sedang menjumpai kesulitan dan tak ingin banyak
bicara selesai berkata ia lantas mendongak dan melanjutkan
lamunannya, Tu Kioe mendehem ringan lambat2 ia berjalan ke atas
tumpukan bantuan beberapa tombak diluar kalangan dan
duduk disana. Malam yang gelap semakin sunyi ditengah pegunungan nan
jauh dari kota kecuali hembusan angin malam yang bertiup
sepoi2 hanya kicauan burung malam dari tempat kejauhan
menambahkan keseraman suasana disana.
Tiba-tiba anjing raksasa berwarna hitam yang sedang
berjongkok disisi Giok Lan meloncat bangun dan segera
menubruk ke arah sebelah Timur.
Sementara itu Giok Lan serta Kiem Lan sedang berada pada
saat paling gawat, walaupun mereka mendengar suara namun
tidak berkutik. Sebaliknya Siauw Ling serta Tu Kioe ber-sama2 meloncat
bangun, sambil mengempos napas Siauw Ling bergerak
mengejar ke arah mana anjing tadi berlari. sedang mulutnya
dengan ilmu menyampaikan suara ia berseru
"Saudara Tu, baik2 menjaga keselamatan kedua orang
nona," Gerakannya sangat cepat, di dalam dua kali loncatan
tubuhnya sudah berada enam tujuh tombak jauhnya.
Dalam pada itu Tu Kioe sudah bangun berdiri siap
mengejar anjing raksasa itu, sudah lama ia bergaul dengan
anjing2 dan betapa tajam penglihatan maupun pendengaran
binatang tersebut sekalipun jagoan lihay yang memiliki
kepandaian luar biasa pun tak akan lolos dari pengawasannya.
Namun setelah dilihatnya Siauw Ling berkelebat kedepan lebih
dahulu terpaksa ia meloncat mundur dan berjaga2 disisi kedua
orang dayang itu. Giok Lan jadi orang waspada dan banyak akal, buru-buru
hawa murninya digiring kembali kepusar kemudian
membukamatanya. - - - - - - - 32 Terlihat badan Tu Kioe yang tinggi kurus berdiri
menghadang didepan mereka sepasang matanya dengan
tajam menyapu empat penjuru, keadaan ini jelas
menunjukkan apabila ia telah menemukan suatu tanda bahaya
segera ujarnya. "Tu-ya apa yang sedang kau periksa?"
"Tidak mengapa 1" jawab Tu Kioe sembari melirik sekejap
Giok Lan. "Silahkan nona atur pernapasan baik2, cayhe akan
melindungi keselamatan nona berdua"
Sinar mata Giok Lan putar kekiri berpaling kekanan sekejap
tidak menemukan Siauw Ling ada disana tak tertahan
tanyanya "Dimana siangkong?"
"Ia pergi mengejar anjing raksasa tersebut".
"Ilmu silat yang dimiliki siangkong walaupun sangat lihay,
sayang ia tidak memiliki pengalaman dalam dunia persilatan
gampang dibokong orang, lebih baik Tu-ya mengejar dirinya
disamping menjaga segala kemungkinan".
"Kalau aku pergi siapa yang akan melindungi keselamatan
nona berdua?" "Tidak mengapa budak telah selesai mengatur pernapasan
aku bisa melindungi keselamatan enci Kiem Lan, Tu-ya
silahkan berlalu dengan hati lega".
"Baik 1 seumpama nona menjumpai tanda-tanda bahaya,
segera bersuitlah nyaring mendengar tanda tersebut cayhe
segera akan kembali memberi bantuan"
"Akan kuingan selalu, tu-ya silahkan cepat-cepat berlalu!"
Baru saja ia selesai bicara, tampak segumpal bayangan
hitam laksana kilat menubruk kebawah lutut Tu Kioe,
bayangan itu bukan lain adalah anjing raksasa berwarna hitam
miliknya. Mengikuti dibelakang anjing raksasa itu adalah dua sosok
bayangan manusia yang muncul berbareng. disebelah kiri
adalah Siauw Ling sedang disebelah kanan bukan lain si
Segulung Angin Peng Im adanya.
"Aku kira siapa yang telah datang, kiranya kau sipengemis
cilik" sapa Tu Kioe dingin.
"Beruntung ada anjing pintar peliharaanmu, kalau tidak aku
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sipengemis kembali akan kehilangan kesempatan sebagus ini".
"Kesempatan apa?"
"Tidak lama kalian meninggalkan panggung diatas air
tersebut, makin dipikir aku pengemis cilik makin merasa tidak
enak, karena itu secara diam2 aku molor keluar dari gedung
pertemuan untuk mencari kalian, berkat pemberi tahuan dai
anak murid kami yang mendayung perahu. sepanjang jalan
aku mengejar datang, namun setengah malaman telah
kubuang dengan sia2, tidak berhasil juga kutemukan jejak
kalian, kalau bukan secara kebetulan bertemu dengan anjing
hitam raksasa ini, mungkin aku pengemis cilik harus mencari
entah kemana lagi". "Tanpa membedakan mana putih mana hitam Be Boen
Hwie memaksa kami mengundurkan diri dari pangggung
diatas telaga, perbuatan ini jelas menunjukkan kalau mereka
tidak pandang sebelah matapun terhadap dirimu, namun
terhadap kami dua bersaudara, tindakan ini betul2 merupakan
suatu penghinaan, setelah lewati kesempatan ini hari, aku
pasti akan memperlihatkan sedikit kelihayan kepadanya".
Oleh beberapa patah kata sindiran yang amat tajam ini
selembar wajah Peng Im seketika berubah jadi merasa pedas,
untuk sesaat ia dibikin ter-sipu2 dan bungkam dalam seribu
bahasa. Giok Lan adalah seorang gadis cerdik merasakan keadaan
mulai jadi kaku buru-buru timbrungnya dari samping.
"Peng-ya tak usah masukkan ucapan itu ke dalam hati. Tu
JIe-ya kami ini memang paling suka bergurau dengan orang"
Peng Im adalah seorang manusia beradat keras ia gagah
namun mudah tersinggung kena disindir oleh beberapa kata
Tu Kioe yang pedas hatinya merasa sangat tidak enak ia
merasa kalau tidak mengumbar napsu hatinya terasa mangkel
kalau diumbar iapun merasa tidak enak.
Kini setelah mendengar beberapa patah perkataan Giok Lan
dengan gampang sekali perasaan tersebut dilenyapkan segera
ujarnya. "Tu Jie-ya kau tak usah membuat susah aku sipengemis
cilik Be Boen Hwie memaksa kalian mengundurkan diri dari
panggung terapung, perbuatan ini memang memalui kalian
namun posisi aku sipengemis cilik tidak seberapa baik dari
keadaan kalian, aku jauh lebih merasa serba salah karena itu
aku sipengemis lebih baik mandah dimaki oleh guruku, segera
kuambil keputusan sendiri untuk mengumpulkan anak murid
kami siap menantikan perintah kalian"
Tu Kioe kontan mendongak tertawa ter-bahak2 setelah
habis mendengar perkataan itu, "Kalau begitu kau pengemis
cilik masih boleh dianggap seorang sahabat yang boleh diajak
berhubungan" Dalam pada itu dengan langkah ter-buru-buru Sang Pat
munculkan diri pula disana.
"Apakah Be Boen Hwie sudah menyetujuinya?" tanya Siauw
Ling cepat. Sang Pat tersenyum. "Be Boen Hwie tak berhasil kujumpai hanya saja beruntung
perjalanan siauw-te kali ini tidak sia2 belaka"
"Bagaimana" kau berhasil mencuri dapat sebuah tanda
pengenal?" "Tidak salah" jawab Sang Pat sambil tersenyum. "Benda
tersebut memang didapatkan dari jalan mencuri hanya saja
siauw-heng tidak memiliki kemampuan untuk berbuat
demikian" "Jadi kau telah bertemu dengan sipencuri sakti Siang
Hwie?" Beberapa tombak dari tempat kegelapan tiba-tiba
berkumandang keluar suara gelak tertawa seseorang.
"Haa.... haa.... sungguh tak disangka Tu-heng masih ingat
dengan aku si pencuri tua, sudah dua puluh tahun lamanya
kita tidak pernah berjumpa?"
Ketika semua orang berpaling, tampak seorang manusia
kate kecil kurus lambat2 berjalan mendekat.
Orang ini berusia lima puluh tahun, jenggot sepanjang
dada sedangkan bajunya kasar, sepasang mata memancarkan
cahaya tajam. "Pencuri tua, selama banyak tahun tidak kedengaran
beritamu lagi, selama ini kau bersembunyi dimana?" tegur Tu
Kioe. "Pada dua puluh tahun berselang siauwte salah mencuri
sehingga kena dihantam luka oleh seseorang" ujar Sipencuri
Sakti Siang Hwie sambil tertawa. "Hatiku jadi panas karena itu
kupilih tempat yang sunyi untuk memperdalam kepandaianku
mencuri setelah kuyakini bahwa kali ini tak bakal gagal, maka
aku muncul kembali di dalam dunia persilatan!"
Kiem Lan serta Giok Lan yang mendengar ucapan itu tak
bisa menahan rasa gelinya lagi.
Mendengar ia ditertawakan sinar mata Siang Hwie segera
dialihkan ke arah kedua orang dayang itu kemudian tegurnya
dingin, "Apa yang kalian tertawakan" Apakah mentertawakan
kepandaian cari ayam begal anjing dari loohu ini suatu
pekerjaan yang kurang sedap dipandang...."
"Siang-ya jangan marah dahulu, budak berdua tidak
mengandung maksud tersebut, disini aku mohon maaf
kepadamu" kata Giok Lan buru-buru.
"Siang Hwie tertawa terbahak2
"Haa.... haa.... disini aku sipencuri tua balas memberi
hormat" Setelah menjura tambahnya
"Nona, silahkan menerimanya kembali"
Giok Lan alihkan sinar matanya ke arah pencuri tersebut.
tampaklah sebatang tusuk konde emas terletak ditelapak
kanannya seketika pikirannya rada bergerak dan tanpa terasa
telah meraba kerambut sendiri.
Entah sejak kapan sebatang tusuk konde emas yang ada
disanggulnya telah dicuri oleh pencuri sakti tersebut, ia jadi
terperanjat seraya menerima kembali tusuk kondenya, dayang
ini berkata. "Terima kasih atas pengembalian benda milikku ini"
"Tjttt.... jttjttt.... seandainya aku pencuri tua mau cari akhli
waris maka nona adalah sasaranku terutama" puji Siang Hwie
sambil menunjukan jempolnya.
Giok Lan tersenyum mulutnya tetap membungkam dalam
seribu bahasa sementara hatinya berpikir.
"Siapa yang kesudian belajar kepandaian mencuri seperti
ini" "Eeei.... pencuri tua" tegur Sang Pat dengan hati gelisah.
"Jangan bersilat lidah terus menerus dengan bocah cilik mari
kuperkenalkan dua orang sahabat...."
Sambil menuding ke arah Siauw Ling terusnya
"Dia adalah Liong Tauw Toako kami Siauw Ling.
Siang Hwie memandang sekejap ke arah Sang Pat lalu
memandang sekejap pula ke arah Siauw Ling dan ujarnya.
"Mengangkat seorang bocah cilik sebagai Liong-tauw toako
makin tua sepasang pedagang dari Tiong Chiu semakin
tolol...." Namun ia segera menjura dan berkata lebih lanjut
"Aku sipencuri tua selamanya menyebut sepasang
pedagang dari Tiong Tjhiu sebagai saudara, mengikuti
sebutan kalian aku sipencuri tua harus menyebut dirimu
sebagai Liong-tauw toako pula".
"Tidak berani, tidak berani. Siang-heng terlalu
merendahkan diri" buru-buru Siauw Ling merendah.
Sang Pat mendongak tertawa ter-bahak2.
"Toako, kau tak usah mendengarkan omongan sipencuri
tua yang kukoay, dalam hati kecilnya mungkin merasa tidak
puas, toako, lebih baik kau tunjukkan sedikit kepandaian agar
ia menambah pengetahuannya".
Siauw Ling tertawa hambar, ia bungkam dalam seribu
bahasa. "Eeeei pencuri tua" tegur Tu Kioe pula dengan nada dingin.
"Kau tak usah lain mulut lain dihati, kesempatan dikemudian
hari masih panjang pada suatu hari aku akan paksa kau
mengagumi kepandaian dari Siauw toako kami"
"Baik baik...." Siang Hwie menanggapi sambi tertawa. "Aku
pencuri tua selamanya tidak kucurkan air mata sebelum
melihat peti mati. sebutan Liong-tauw toako kali ini hitung2
kusebutkan dengan memandang diatas wajah kalian sepasang
pedagang dari Tiong Tjhiu lain kali aku pencuri tua harus
meninjau dulu kepandaian silat asli dari Siauw Loo-te lebih
dahulu sebelum menyebut dengan hati ikhlas"
Siauw Ling sadar bagi jago-jago gagah dunia kangouw
pada umumnya tak bisa menaklukkan mereka sebelum
mereka menyerah benar2, karena itu iapun tidak
memikirkannya di dalam hati.
"Pencuri tua" ujar Sang Pat lebih lanjut. "Toako kami
berjiwa besar ia tidak akan memikirkan perkataanmu ke dalam
hati...." Ia berpaling menuding ke arah Peng Im dan ujarnya lebih
jauh "Saudara ini adalah anak murid ketua Shen dari Kay Pang
sisegulung angin Peng Im"
"Aku sipengemis cilik!" Peng Im menjura penuh hormat.
"Ooouw....! aku sipencuri tua pernah beberapa kali
berjumpa dengan Shen pangcu hanya saja peristiwa ini terjadi
pada dua puluh tahun berselang"
"Pada waktu itu aku sipengemis cilik masih belum menjadi
anak murid suhuku" "Haa.... haa...." Siang Hwie tertawa. "Kalau pada waktu itu
kau sudah menjadi anak murid Shen Pangcu ini hari kita tak
usah dipekenalkan orang lain lagi"
Pada dasarnya watak Peng Im memang cerdik banyak akal,
mengerti orang tua itu ingin mengangkat kedudukannya lebih
tinggi ia lantas berkata sambil tertawa.
"Sayang, sayang.... kalau tempo dulu aku sipengemis cilik
sudah menjadi anak murid guruku maka ini hari aku tak dapat
saling menyebut sebagai saudara dengan diri Siang-heng"
Nah! ini dia akhirnya ketemu batu juga. Seru Sang Pat
bersorak. "Eeee pencuri tua, aku lihat kali ini kau sudah jatuh
kecundang sipengemis cilik sudah memperoleh keuntungan
buat dirinya sendiri".
Siang Hwie pun tertawa. "Aku tahu pengemis memang paling susah disakunya pun
tidak membawa uang sangat banyak, sekalipun aku pencuri
tua ingin bikin dia kheki pun rasanya tidak tega untuk turun
tangan". Dalam pada itu Tu Kioe mendongak melihat cuaca,
kemudian menimbrung, "Loo-toa, waktu sudah tidak pagi lagi
kalau ingin memalsukan lencana tanda pengenal saat ini kita
harus sudah mulai". Dari sakunya lambat lambat Sang Pat mengambil keluar
sebuah lencana tanda pengenal terbuat dari perak dan
disodorkan kedepan. katanya.
"Entah dari mana sipencuri tua ini berhasil mencopet
sebuah lencana tanda pengenal ini"
Tu Kioe menerima tanda pengenal itu dan diperiksanya
dengan teliti namun sebentar saja alisnya telah dikerutkan
rapat2. Kiranya ukiran diatas lencana tadi amat ruwet, rapat dan
luar biasa indahnya tidak gampang untu kmemalsukan benda
semacam itu. "Tu Loo-jie!" Goda Siang Hwie sambil tersenyum. "Sudah
lama aku sipencuri tua mendengar bahwa kau pandai
memalsukan benda2 sulit coba kau lihat harus membutuhkan
waktu berapa lama untuk memalsukan lencana tanda
pengenal tersebut" "Ukiran diatas lencana tanda pengenal ini amat lembut,
ruwet dan rapat sekali sungguh berada diluar dugaan aku Tu
Kioe, agaknya sehari semalam belum tentu bisa berhasil
memalsukan sebuah lencana tanda pengenal yang amat persis
dan cocok seperti aslinya"
"Waktu sehari semalam masih belum terhitung waktu untuk
beristirahat, kalau dihitung mulai sekarang sedikit banyak
harus membutuhkan dua hari lamanya?"
"Kurang lebih begitulah!"
"Kalau harus tunggu begitu lama sekalipun pertemuan para
jago dalam perkampungan Pek Hoa ;san-cung belum berakhir,
sedikit banyak sudah mendekati pada akhirnya, keramaian
seperti ini kita gagal untuk menontonnya aku lihat lebih baik
aku sipencuri tua memperlihatkan kepandaianku!"
"Toako, dua orang dayang, Loo-jie pengemis cilik, pencuri
tua dan aku semuanya tujuh orang" diam2 Sang Pat
memperhitungkan. "Dua oran gselembar lencana tanda
pengenal, paling sedikit harus ada tiga buah". segera ia
berkata "Pencuri tua, paling sedikit kau harus mendapatkan tiga
buah lencana lagi. "Tidak, dua sudah cukup! selah Siauw Ling.
"Apakah toako ada rencana bagus untuk memasuki
perkampungan tersebut?"
"Kau sudah sanggupi Be Boen Hwie untuk ikut sertakan
diriku sebagai pelayan untuk memasuki perkampungan itu,
aku tak boleh mengingkari janji yang telah diucapkan!"
"Tindakan itu dilakukan karena dalam keadaan terpaksa,
sekarang setelah kita memiliki lencana tanda pengenal mana
boleh kami biarkan toako menyaru sebagai pembantu Be Boen
Hwie sehingga merendahkan martabat toako?"
"Soal ini sih tidak mengapa, aku bisa berjalan ber-sama2
mereka gerak gerikku akan bertambah leluasa"
"Tidak salah" pikir Sang Pat dalam hatinya. "Perjalanan kita
kali ini adalah menyelundup masuk ke dalam perkampungan
lawan kemudian mencari kesempatan untuk menolong kedua
orang tuanya, untuk mensukseskan tindakan ini dibutuhkan
banyak pembantu seumpama tidak memperoleh bantuan dari
para jago yang dipimpin Be Boen Hwie belum tentu urusan
bisa diselesaikan dengan sukses...."
Karena berpikir demikian ia lantas bertawa dan
mengangguk, kepada Siang Hwie katanya.
"Eeei pencuri tua, curilah dua batang lencana lagi sudah
cukup, rasanya tak perlu mencari terlalu banyak"
"Dua atau tiga bukan suatu pekerjaan yang menyulitkan"
Siang Hwie tersenyum, "Hanya saja aku pencuri tua harus
membawa seorang pembantu sehingga seandainya aku gagal
ada orang yang kirim laporan kepada kalian"
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Watak pencuri tua ini sangan kukoay entah ia sedang
mempersiapkan permainan apa lagi?" pikir Sang Pat.
Dengan alis berkerut ia segera menawarkan diri.
"Bagaimana kalau siauwte yang mengiringi kepergianmu
ini?" "Perutmu terlalu gemuk lagi pula wajahmu tampang tauke
kalau berjalan ber-sama2 aku sipencuri tua malah
menurunkan pamorku, tidak bis jadi, tidak bisa jadi" buru-buru
Siang Hwie geleng kepala.
Tu Kioe kuatir ia menyusahkan Siauw Ling buru-buru
sambungnya. "Bagaimana dengan siauw-te?"
"Tidak bisa jadi! wajahmu dingin dan sama sekali tidak
berperasaan. Orang2 yang melihat wajahmu sebelum tahu persoalan
sudah timbul tiga bagian rasa benci"
"Bagaimana kalau sipengemis cilik?" kata Sang Pat.
"Dia semakin tak boleh jadi kalau aku sipencuri tua berjalan
ber-sama2 sipengemis orang lain akan menaruh perhatian
kepada kita" "Lalu kau hendak membawa siapa?"
"Haa.... haa.... kalau aku sipencuri tua membawa seorang
bocah cilik, maka perhatian semua akan tercurahkan pada
bocah tersebut. nah kalau dalam keadaan seperti ini aku turun
tangan, maka pekerjaan akan jauh lebih gampang dan
leluasa." "Jadi kau hendak membawa Giok Lan?" seru Sang Pat
sambil menghembuskan napas panjang, "Soal ini harus kau
rundingkan secara pribadi dengan dirinya. orang lain adalah
nona cantik berusia belasan, mau atau tidak melakukan
perjalanan bersama2 kau sipencuri tua. hal ini susah
dipastikan!" Giok Lan segera tersenyum serunya.
"Budak suka mengiringinya, hanya saja...."
"Hanya saja kenapa?"
"Budak sejak kecil dibesarkan dalam perkampungan Pek
Hoa San-cung, padahal disetiap peloksok kota Koei Tjhiu telah
tersebuar mata2 dari pihak perkampungan...."
"Soal ini tidak mengapa" tukas siang Hwie cepat, "Aku
pencuri tua bisa mengubah raut wajahnya. urusan tak boleh
terlambat lagi, bagaimana kalau sekarang juga kita
berangkat?" Giok Lan secara jmenjura ke arah Siauw Ling katanya,
"Siangkong, budak akan berangkat mengikuti Siang-ya.
sebentar kemudian aku bisa kembali"
"Terlalu merepotkan dirimu"
Siang Hwie memeriksa keadaan cuaca lalu katanya,
"Sebelum siang nanti, kita berjumpa muka dihutan sebelah
depan, nah selamat tinggal"
Bersama Giok Lan ia segera berlalu dari sana.
Sepeninggalnya sang pencuri sakti serta Giok Lan, Sang Pat
lantas berlalu berbisik kepada Siauw Ling, "Kepandaian
mencuri dari sipencuri tua sangan lihay, dikolong langit tiada
keduanya namun semangatnya jantan dan ia berjiwa
pendekar, dua puluh tahun berselang, nama besarnya harum
semerbak dalam dunia persilatan, setelah ia berani bicara
sesumbar, aku rasa ia tentu mempunyai keyakinan besar".
"Nama besar sipencuri sakti walaupun kurang sedap
didengar, namun kalau dibandingkan dengan manusia2
berwajah halus dan suci namun kenyataannya manusia licik
yang sangat berbahaya, ia jauh lebih menang satu tingkat...."
Ia menghela napas panjang, setelah berhenti sebentar
terusnya, Kau sudah berjanji hendak bertemu muka dimana
dengan Be Boen Hwie?"
"Apakah toako sudah mengambil keputusan. Pertama kita
tak boleh mengingkari janji, kedua, urusan menyangkut suatu
masalah yang amat besar, kalau tidak berhasil aku menolong
orang tuaku, maka penjagaan disekitar perkampungan Pek
Hoa Sancung akan semakin diperketat dengan watak Shen
Bok Hong, kedua orang tuaku mungkin bisa disiksa dan
dianiaya...." Ia kerutkan dahinya, kemudian dengan nada tegas
terusnya, "Seumpama aku gagal menolong kedua orang tuaku, aku
sudah ambil keputusan untuk bertempur sampai titik darah
penghabisan dalam perkampungan Pek Hoa San-cung"
"Toako harap berlega hati" Sang Pat menanggapi dengan
wajah serius. "Kita saling menyebut sebagai saudara, orang
tua toako sama pula dengan orang tuaku, serta Tu Kioe. Kalau
kedua orang tua itu tak bisa ditolong keluar dari
perkampungan Pek Hoa San-cung kamipun bersumpah tidak
akan keluar lagi dari perkampungan dalam keadaan hidup2."
"Cinta kasih kalian berdua sungguh membuat ku merasa
terharu entah sampai kalan budi ini baru bisa kubalas" kata
Siauw Ling secara tibaw semakin menjura.
"Kita adalah saudara sendiri, toako kalau dmeikian sungkan
terhadap kami bukankah sama halnya memandang asing
terhadap kami" "Selamanya beberapa hari ini hatiku selalu tersembunyi
akan suatu persoalan rasanya sebelum kuutarakan keluar
hatiku tidak tenteram"
"Silahkan toako utarakan secara terus terang mau terjun ke
dalam air kami ikut terjun ke air, mau meloncat ke dalam api
kami ikut ke api" "Kau serta saudara Tu mengangkat diriku sebagai loo-toa
diantara kalian untuk kesudian kalian aku sangat berterima
kasih, namun karena peristiwa ini justru membuat hatiku
merasa tidak tenteram, mengapa kita tidak angkat saudara
menurut umur saja" siauw-te suka berada diurutan
terakhir...." "Tidak bisa jadi, tidak bisa jadi...." Buru-buru Sang Pat
menukas sambil goyangkan tangannya berulang kali. "Di
dalam dunia persilatan tiada urutan menurut usia, siapa yang
lebih lihay dia lebih terhormat kedudukannya. Ilmu silat yang
toako miliki jauh lebih lihay berkali kali lipat daripada kami,
lagipula sejak aku serta saudara Tu berjumpa dengan toako,
kami menyadari bahwa tingkah laku serta perbuatan kami
pada masa yang lampau terlalu mementingkan diri sendiri,
kami sudah ambil keputusan sejak kini mengikuti Toako untuk
melakukan beberapa buah peristiwa yang menggemparkan
agar dapat pula menebus dosa2 serta kesalahan-lahan yang
pernah kami lakukan tempo dulu".
Dengan wajah Sang Pat yang bulat, telinga besar, perut
gemuk serta raut muka seorang tauke, sekilas pandang serasa
amat ramah sekali, namun dalam mengucapkan beberapa
kata diatas wajah yang ramah telah terlintas keseriusan dan
penuh kegagahan yang me-nyala2 tidak malu ia disebut
sebagai seorang pendekar sejati.
Siauw Ling lantas tersenyum, ujarnya, "Setelah kalian
berdua menunjukkan betapa serius dan jujurnya maksud hati
kalian, bilamana aku menampik lebih jauh aku rasa malah
bakal mendatangkan perasaan antipatik di hati kalian.
Dikemudian hari bilamana usaha kalian berhasil
menguntungkan umat Bu-lim, aku pasti akan berusaha untuk
mengumumkan kepada Bu-lim bahwa sana, Sepasang
pedagang dari Tiong Tjhiu telah berubah gelar menjadi
sepasang Dermawan dari Tiong Tjhiu".
"Haa.... ha...." Sang Pat tertawa terbahak2. Asalkan sejak
kini kita bisa berbuat banyak kebajikan sudah cukup untuk
menenteramkan hati kami, soal nama kosong siauwte tidak
memikirkannya di dalam hati."
Ia merandek sejenak setelah tukar napas terusnya lebih
jauh. "Aku berjanji dengna Be Boen Hwie akan bertemu sewaktu
sang surya telah berada ditengah awang2 kalau benar toako
tidak ingin mengingkari janji siauwte pun tidak akan
menasehati lebih jauh"
Siauw Ling memeriksa keadaan cuaca, lantas berkata.
"Mari kita menjumpai dahulu diri Be Boen Hwie, setelah itu
kalian boleh pergi menjumpai si Pencuri Sakti Siang Hwie."
"Selama ini Be Boen Hwie serta para jago dari daratan
Tionggoan menaruh rasa was2 atas diri toako setelah
perjumpaan nanti aku takut kita bakal memperoleh banyak
sindiran serta olok2an pedas dari para jago...."
"Soal ini, siauw-heng percaya masih bisa bersabar diri."
"Baik! kalau demikian adanya kita segera berangkat hanya
saja kalau terlalu banyak orang rasanya kurang leluasa lebih
baik siauw te seorang saja yang mengiringi toako berangkat
kesana." Siauw Ling pun menyadari bahwa Be Boen Hwie serta para
jago Tionggoan rata2 masih menaruh curiga yang sangat tebal
terhadap dirinya perjalanan kali ini lebih mendekati dengan
menempuh bahaya Be Boen Hwie sekalian para jago tentu
akan berusaha membatasi lingkungan geraknya, namun
teringat akan bantuan yang diharapkan dari pihak para jago
dan mengerti dengan andalkan kekuatan Sang Pat sekalian
susah menghadapi serangan para jago perkampunan Pek Hoa
Sancung, sambil tertawa ia mengangguk.
"Baik! merepotkan saudara harus mengantar diri"
Kembali Sang Pat memesan wanti2 kepada Tu Kioe setelah
membawa Siauw Ling berlalu dari sana.
Setelah berjalan kurang lebih enam tujuh li, sampailah
mereka berdua ditepi sebuah sungai kecil. Dengan wajah
serius dan bersungguh2 kata Sang Pat.
"Toako, walaupun Be Boen Hwie sangat mengagumi ilmu
silatmu, hatinya masih amat mencurigai tingkah lakumu harap
toako suka berhati2."
"Sebelum urusan mencapai sukses aku akan berusaha
menahan segala sindiran serta penghinaan saudara Sang tak
usah kuatir." Selesai berbicara pemuda she Siauw ini segera pejam mata
mengatur pernapasan. Sinar sang surya mengusir kegelapan yang mencekam
seluruh jagat. cahaya ke-emas2an menyinari seluruh
permukaan bumi mengikuti aliran sungai. dari tempat
kejauhan muncul sebuah sampan kecil yang lambat2 bergerak
mendekati tempat dimana kedua orang itu berada.
Seorang pemuda gagah berpakaian ringkas warna hitam
meloncat ke atas tepian, sementara sampan kecil semula
putar haluan dan dengan cepatnya menghilang kembali dibalik
tumbuhan gelaga. Lambat2 Sang Pat bangun berdiri seraya menjura sapanya.
"Ketua Be ternyata betil2 pegang janji"
Sinar mata Be Boen Hwie berkelebat seraya balas memberi
hormat katanya. "Maaf kalian berdua harus menanti sangat lama"
"Persoalan yang kita rundingkan kemarin hari apakah dari
pihak Be-heng menjumpai kesulitan?"
"Setelah siauw-te menyanggupi perduli bagaimana
kesulitan yang akan tiba rasanya masih dapat kuatasi...." sinar
matanya per-lahan-lahan dialihkan ke atas tubuh Siauw Ling
dan terusnya, "Hanya saja harus menurunkan derajat Sam
Cung-cu, siauw-te merasa hatiku tidak tentram".
Siauw Ling merasakan sebutan "Sam Cung-cu" yang
diucapkkan Be Boen Hwie amat menusuk telinga, namun ia
tetap bersabar sembari menjura sahutnya, "Be-heng suka
membantu usahaku siauw-te merasa sangat berterima kasih
sekali", "Be-heng!" ujar Sang Pat kemudian, "Aku titipkan toako
kami kepadamu, siauw-te akan mohon diri terlebih dulu".
"Silahkan Sang-heng berlalu, maaf cayhe tidak mengantar".
"Tidak berani merepotkan dirimu!" dalam beberapa kali
loncatan saja si sie-poa emas ini sudah lenyap dari
pandangan, Siauw Ling baru menjura sambil berkata, "Kapan
cayhe harus mulai menyaru?"
Dari dalam jubah lebarnya Be Boen Hwie ambil keluar
sebuah buntalan kain hijau dan diangsurkan kedepan katanya,
"Di dalam buntalan ada satu stel pakaian serta sebungkus
obat untuk menyaru silahkan Siauw heng berganti pakaian
lebih dahulu kemudian baru mengubah wajahnya".
Dengan perasaan hati tidak enak Siauw Ling menerima
bungkusan itu kemudian berjalan masuk kebalik semak,
setelah tukar pakaian menggunakan sedikit air telaga ia mulai
mempolesi wajah sendiri dengan obat dalam bungkusan
tersebut. Seorang pemuda tampan yang mempesonakan hati
perempuan dalam sekejap telah mengalami perubahan besar,
Siauw Ling telah berubah jadi seorang pemuda berwajah
kuning pucat serta mengerikan.
Menjumpai dandandan tersebut Be Boen Hwie tersenyum,
"Siauw heng, sore ini bersama2 siauwte kita akan masuk ke
dalam perkampungan Seratus Bunga guna menghadiri
perjamuan, lebih baik untuk sementara waktu namamu pun
seharusnya diganti."
Tidak salah, harap Be heng suka memberi sebuah nama
untuk diriku!" Be Boen Hwie termenung sejenak, ujarnya.
"Semoga Siauwheng berhasil mencapai tujuan dengan
lancar, dan berhasil menolong ayah serta ibumu dari
cengkeraman iblis.... bagaimana kalau nama samaranmu Be
Seng?" "Bagus sekali!!"
Kemudian Be Boen Hwie mendongak memeriksa keadaan
cuaca, setelah itu katanya lagi.
"Mari kita masuk kota Koei-tjhin dulu untuk bersantap sekenyang2nya
setelah itu baru memasuki perkampungan Pek
Hoa Sancung, entah bagaimana menurut pendapat Siauwheng?"
"Siauw-te turuti kemauan saja!"
"Jikalau demikian adanya mari kita segera berangkat!"
"Siauw-te mulai detik ini adalah pelayan Be heng bilamana
Be-heng ada urusan silahkan diperintah saja"
Be Boen Hwie segera tersenyum.
"Waah harus menyusahkan dirimu membuat hatiku kurang
tenang! tapi kalau memang demikian kemauanmu sebagai
usaha untuk menolong ayah dan ibumu, baiklah untuk
sementara waktu aku akan menjadi majikanmu!"
Selesai bicara ia putar badan dan berlalu.
Siauw Ling pun tidak banyak bertanya lagi mengikuti dari
belakang Be Boen Hwie iapun berlalu.
Setelah berada dikota Koei-tjhin mereka berdua dapat
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melihat banyak jago-jago Bu-lim yang menunggang kuda
jempolan, menyoren senjata tajam berlalu lalang ditengah
jalan raya. Demikianlah Be Boen Hwie dengan membawa Siauw Ling
berhenti didepan sebuah rumah makan bertingkat, setelah
memperhatikan beberapa saat keadaan disekelilingnya
lambat2 mereka naik ke atas loteng.
Diatas loteng penuh dengan jago-jago Bu-lim yang
melepaska lelah sehingga kursi meja hampir boleh dikata tak
ada yang kosong, kecuali meja yang menghadap jalan raya
sebelah timur disana hanya duduk seorang lelaki setengah
baya berbaju warna kuning, dua tempat duduknya masih
kosong. Be Boen Hwie segera melangkah mendekati meja tersebut
dan duduk. Sementara Siauw Ling menyaru sebagai apa mirip
apa iapun segera berdiri dibelakang manusia she-Be itu.
Melihat ada tamu lain duduk dihadapannya lelaki gagah
bermantel kuning itu angkat muka memandang sekejap ke
arah Be Boen Hwie bibirnya kelihatan bergerak seperti mau
mengutarakan sesuatu namun akhirnya niat ini dibatalkan.
Dalam pada itu Be Boen Hwie merasa raut muka lelaki
bermantel kuning itu serasa sangat dikenal hanya untuk
beberapa saat lamanya tidak teringat siapakah nama
sebenarnya. Be Boen Hwie panggil pelayan untuk memesan sayur dan
arak. setelah itu berpaling ke arah Siauw Ling sembari
berkata. "Ayoh, kaupun duduklah dan bersantap lebih dulu!"
Siauw Ling mengibakan, dengan sikap yang amat kaku dan
kurang leluasa ia ambil tempat duduk disamping Be Boen
Hwie. Suasana dalam loteng rumah makan itu sangat ramai dan
penuh dengan suara hiruk pikuk manusia yang keluar masuk
tiada hentinya bagaikan aliran air sungai dan kebanyakan
merupakan jago-jago dunia persilatan,
Melihat keadaan itu Siauw Ling lantas berpikir dalam
hatinya. "Sebenarnya berapa banyak jago Bulim yang diundang
Shen Bok Hong" kepada begitu banyak orang2 dunia
persilatan yang bermunbulan di dalam kota Kioe Tjhiu ini...."
Mereka buru-buru bersantap, setelah membayar rekening
dan turun dari loteng, sengaja Be Boen Hwie keliling kota satu
lingkaran dahulu sebelum meneruskan perjalanannya, menuju
ke perkampungan Pek Hoa San-cung.
Setibanya disuatu tempat yang sunyi dan jauh dari
keramaian, Be Boen Hwie memperlambat langkahnya dan
berbisik kepada Siauw Ling dengan suara lirih, "Kita sudah
keliling kota berberapa kali namun belum juga menjumpai
jago-jago dari partai Sauwlim maupun partai Bu tong barang
segelintir manusiapun, kalau benar Shen Bok Hong tiada
maksud mengundang jago-jago dari kalangan lurus untuk
menghadiri pertemuannya, mengapa ia memberi sebuah kartu
undangan kepada aku Be Boen Hwie" .... kejadian ini sungguh
mencurigakan sekali! Pepatah kuno mengatakan: Tiada
perjamuan tang bermaksud baik, aku lihat dalam perjauman
yang bakal berlangsung nanti, ada kemungkinan besar Shen
Bok Hong akan memperlihatkan permainan setannya aku rasa
setelah kita masuk ke dalam perkampungan Pek Hoa Sancung,
mungkin antara kau dengan aku tak bisa berada jadi
satu terus menerus Siauw-heng! kalau sampai terjadi hal
seperti ini, kau harus baik2 jaga diri".
"Terima kasih atas perhatianmu, setelah berada di dalam
perkampungan Pek Hoa San-cung, aku akan berusaha keras
untuk selalu berada disampingmu....!"
"Apakah Sang Pat serta Tu Kioe pun akan menghadiri
pertemuan ini?" "Mereka memiliki tanda pengenal khusus dari
perkampungan Pek Hoa San cung, tidak sulit untuk
menyelundup masuk ke dalam kampung!"
"Kalau benar demikian bagus lagi, ilmu silat yang dimiliki
Sepasang pedagang dari Tiong Tjhiu sangat lihay, seandainya
merekapun berada di dalam perkampungan Pek Hoa San cung
maka setiap saat kita bisa memperoleh bantuan yang amat
berharga". "Cayhe tidak akan ambil keputusan secara gegabah, harap
Be-heng berlega hati".
Be Boen Hwie tersenyum, ia tidak bicara lagi dan
meneruskan perjalanan menuju perkampungan seratus bunga.
Jalanan yang terbentang antara kota Koei-Tjhiu sampai
perkampungan Pek Hoa San-cung boleh dikata sangat hapal
bagi Siauw Ling, sekalipun ia diharuskan berjalan dengan
mata merampun bisa sampai ditempat tujuan dengan selamat,
sekalipun begitu ia mengikuti terus dibelakang Be Boen Hwie.
Beberapa saat kemudian sampailah kedua orang itu
diperkampungan Pek Hoa San-cung.
Walaupun sudahlama Be Boen Hwie mendengar nama
besar Perkampungan Pek Hoa San cung namun belum pernah
ia kunjungi tempat ini. Sekarang setibanya diperkampungan tersebut kepalanya
segera didongakkan untuk memperhatikan keadaan
disekeliling tempat itu. Tampak pohon dan bunga memenuhi sekeliling
perkampungan setelah melewati sebuah halaman luas berdiri
sebuah loteng yang tinggi menulang keangkasa, dengan
ketajaman mata Be Boen Hwie serta Siauw Ling secara lapat2
mereka dapat melihat adanya bayangan manusia yang bergerak2
diatas loteng. "Be-heng!" bisik Siauw Ling. "Dipandang sepintas lalu seakan2
perkampungan Seratus bunga ini sama sekali tiada
penjagaannya sangat ketat melebihi sebuah istana kaisar
dibalik pepohonan serta bunga2 yang lebat tersembunyi
bebarapa puluh orang jago lihay dari perkampungan mereka"
"Ehmm! terima kasih atas petunjuk Siauw heng" kata Be
Boen Hwie sambil mengangguk.
Sementara mereka berbicara, mendadak dari balik
pepohonan muncul dua orang lelaki berbaju hijau dengan
langkah cepat menyambut kedatangan mereka, dari jauh
mereka telah menjura sembari menegur, "Apakah kalian
berdua datang untuk memenuhi undangan?"
"Tidak salah!" jawab Be Boen Hwie sambil balas menjura.
Mendadak kedua orang lelaki berbaju hijau itu menyingkir
kekedua belah samping sambil bongkokkan badan memberi
hormat. "Silahkan kemari!"
Sebetulnya Be Boen Hwie hendak memeriksa dulu keadaan
disekeliling perkampungan Pek Hoa San-cung, namun pada
saat ini terpaksa ia harus berganti niat dan mengikuti kedua
orang lelaki berbaju hijau itu maju kedepan.
Setelah mengelilingi hutan bambu, pemandangan berubah.
Tampak sebuah loteng yang tinggi dan megah dikelilingi
aneka bunga yang menyiarkan bau semerbak muncul didepan
mata. Dua belas orang bocah berbaju biru berdiri disebelah
kiri dan dua belas orang dayang cantik berbaju merah berdiri
disebelah kanan. Beberapa meja lebar ber-deret2 didepan
pintu besar. Dengan demikian, jalan untuk lewat hanya seluas dua
orang jalan berbareng belaka.
Tentu saja melewati pengawasan sedemikian ketatnya tidak
gampang ada orang yang bisa menyelinap masuk tanpa
ketahuan. Dibelakang meja besar disamping pintu duduk dua orang
kakek berjenggot yang memakai baju warna kuning,
dibelakang mereka berdua berdiri pula dua orang lelaki kekar
berpakaian singsat. Dengan sepasang mata yang amat tajam dari Be Boen
Hwie. dalam sekilas pandang ia dapat melihat bahwasanya
kedua orang lelaki kekar yang berdiri dibelakang masingmasing
kakek tua merupakan jago Bulim yang sempurna
dalam Gweekang maupun lweekang.
Diam2 ia mengempos semangat, hawa murni disalurkan
mengelilingi seluruh badan bersiap sedia menghadapi segala
kemungkinan, kemudian selangkah demi selangkah maju
kedepan. Dengan kencang Siauw Ling menguntil dari belakang, jarak
antara mereka berdua tidak lebih dari dua depa.
Ketika itu wajahnya sudah berubah karena obat penyaru
yang sangat mujarab, dari seorang pemuda ganteng yang
menggiurkan setiap gadis kini telah berubah jadi seorang lelaki
berwajah kuning pucat. Sekalipun demikian dari sepasang
matanya lapat2 memancarkan cahaya yang dingin dan
menggidikkan hati. Sementara itu Be Boen Hwie telah berjalan kesisi meja
didepan pintu besar. Kedua orang kakek tua itu ber-sama2
berdiri kemudian menjura dengan sikap sangat menghormat.
"Tamu terhormat silahkan tinggalkan nama terlebih
dahulu!" ujarnya perlahan.
"Ketua Liok-lim sekitar Propinsi Hoo-lam, Auw-pak, Auw-
Lam serta Kiang-si Be Boen Hwie adanya!" jawab orang she
Be sambil tertawa hambar.
"Oouw....! kiranya Be Toa-ya!" seru kakek yang ada
disebelah kiri sambil menjura. "Dapatkah kau tinggalkan nama
besarmu?" Sembari berkata sepasang tangannya angsurkan sebuah pit
kepadanya. Be Boen Hwie tidak banyak bicara ia terima Pit tersebut
kemudian mencantumkan namanya diatas sebuah kain sutera
putih yang sudah dibentangkan diatas meja panjang.
Kemudian terdengar kakek yang ada disebelah kanan
sambil tertawa berkata lagi.
"Harap toa-ya suka memaklumi dapatkah kau perlihatkan
tanda pengenal Gien-pay...."
Tidak menanti pihak lawan menyelesaikan kata2nya. Be
Boen Hwie merogoh ke dalam sakunya dan mengangsurkan
tanda pengenal perak itu kedepan.
Setelah menerima tanda pengenal tadi dengan amat teliti
sekali kakek tua itu memeriksa sekeliling benda tersebut
kemudian diangsurkan kembali seraya berkata.
"Be-ya harap kau baik2 menyimpan benda ini"
Be Boen Hwie kontan mengerutkan sepasang alisnya
setelah mendengar teguran ini, agaknya ia ada maksud
mengumbar hawa amarahnya tetapi akhirnya berhasil juga
menyabarkan diri dan menerima tanda pengenal itu untuk
dimasukkan ke dalam saku.
Sinar mata kakek tua sebelah kiri sekarang dialihkan ke
atas tubuh Siauw Ling dan memperhatikan dengan pandangan
curiga, menanti Be Boen Hwie telah menyimpan kembali tanda
pengenalnya ia baru berkata lambat2.
"Apa hubungan orang ini dengan Be Piauw Pacu?"
"Seorang pembantu pribadi" jawab Be Boen Hwie dingin.
"Bukankah diatas kartu undangan sudah diterangkan amat
jelas bahwa setiap lembar lencana Gien-pay berlaku untuk dua
orang" apakah tindakan cayhe ini dianggap kesalahan besar"
"Be Cong Piauw Pacu jangan marah2 dulu!" seru kakek
yang ada disebelah kiri sambil tertawa paksa. buru-buru ia
menjura mohon maaf "Hamba hanya melakukan tugas atas
perintah Cungcu kami, demi tanggung jawab yang berat atas
keamanan perkampungan terpaksa kami harus menanyakan
sampai jelas asal usulnya. dengan demikian kamipun bisa
menyediakan pula tempat beristirahat bagi pelayan Be-ya
ini...." Sinar matanya segera dialihkan ke atas tubuh Siauw Ling
dan bertanya lebih jauh, "Siauw-ko, siapakah namamu?"
"Be Seng!" Sembari berkata ia melanjutkan langkahnya kedepan!
Terdengar kakek tua yang ada disebelah kanan segera
berteriak lantang, Tjong Piauw Pacu dari Propinsi Hoo-lan, Auw lam serta
Kiang si Be Boen Hwie. Be Toa ya beserta pelayannya Be Seng
tiba! Seorang dayang cantik berbaju merah serta seorang
kacung berbaju biru buru-buru berlari memberi hormat.
"Menyambut kedatangan Be ya" serunya berbareng.
"Hmm! sungguh banyak lagak mereka" pikir Be Boen Hwie
dalam hati ia segera ulapkan tangannya.
"Sudahlan, tak usah banyak adat!" ia mencegah.
Dayang cantik berbaju merah itu tertawa.
"Budak akan membawa jalan buat Be-ya!" katanya, ia
segera putar badan dan berjalan kedepan.
Be Boen Hwie tidak banyak bicara ia mengikuti dari
belakang dayang tadi disusul Siauw Ling dan terskhir kacung
baju biru itu berjalan dipaling buncit.
"Didepan ada yang bukakan jalan, dibelakang ada pengikut,
sungguh suatu penjagaan yang amat ketat" pikir Be Boen
Hwie dalam hatinya. JILID 17 Dayang berbaju merah itu membawa mereka berdua
memasuki sebuah pintu yang dihias dengan amat mentereng,
melewati sebuah lorong berpermadani merah dan berhenti di
depan pintu ruangan kemudian dengan suara lantang dayang
itu berseru "Tjong Piauw Pacu dari Propinsi Hoo-lam, Auw-lam, Auwpak
serta Kiang-si, Be Boen Hwie, Be Toa-ya tiba!"
Bersamaan dengan munculnya suara itu dari balik ruangan
lambat2 muncul seorang pemuda berpakaian perlente
menyambut kedatangannya. Menjumpai orang yang barusan muncul ini Siauw Ling
merasa terkesiap, buru-buru ia tundukkan kepalanya rendah2,
tarik napas panjang dan menarik kembali sinar matanya yang
tajam. Pemuda perlente itu setelah tiba didepan pintu ruangan
segera rangkap tangannya menjura.
"Siauw-te Tjioe Tjau Liong sudah lama mengagumi nama
besar Be-heng!" serunya keras. "Ini hari bisa memperoleh
kunjungan anda hal ini merupakan suatu kebanggaan dari
perkampungan Pek Hoa Sancung kami"
Be Boen Hwie segera balas memberi hormat dan
menjawab. "Tidak berani merepotkan Tjio Jie Cungcu datang
menyambut sendiri disini aku orang she Be ucapkan banyak
terima kasih"
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Haa.... haa.... Be-heng terlalu serius menanggapi persoalan
ini" Tjioe Tjau Liong tertawa ter-bahak2 sambil menggandeng
pergelangan kiri Be Boen Hwie mereka melangkah masuk ke
dalam ruangan. Dengan kepala ditundukkan rendah2 Siauw Ling mengikuti
dari belakang Be Boen Hwie masuk pula ke dalam ruangan.
Jumlah orang yang berada di dalam ruangan tidak begitu
banyak kurang lebih hanya tujuh delapan orang belaka, Tjioe
Tjau Liong pun tidak memperkenalkan orang2 itu kepada diri
Be Boen Hwie, ia langsung masuk ke dalam pintu ruangan dan
berkata sambi ltertawa. "Be-heng jauh2 datang kemari harap beristirahat dahulu di
Ruang Bambu Hijau. Malam nanti siauw-te akan membuka
perjamuan untuk menghormati kedatangan Be-heng"
Selama ini Siauw Ling tundukkan kepalanya terus menerus,
mengikuti dibelakang Be Boen Hwie ia malangkah menuju ke
Ruang Bambu Hijau. Ruang Bambu Hijau ini merupakan ruang peling jelek
diantara empat ruang penyambut tamu terhormat dalam
perkampungan Pek Hoa Sancung kalau dibandingkan dengan
Pesanggrahan bunga Lan-hoa, Loteng Bunga Bwee serta
Pagoda Bunga Motan ruangan bambu hijau ini merupakan
ruang yang terbelakang. Siauw Ling sudah beberapa waktu menjabat sebagai Sam
cungcu dari perkampungan Pek Hoa Sancung, justru hanya
Ruang Bambu Hijau saja yang belum pernah ia kunjungi.
Jelas hal ini menunjukkan apabila Tjong Piauw Pacu dari
Propinsi Hoo-lam Auw-pak, Auw-lam serta Kiang-si ini tidak
mendapat penghargaan sama sekali dari pihak perkampungan
Seratus bunga. Tjioe Tjau Liong membawa Be Boen Hwie berdua mengitari
beberapa kelompok bunga2an yang lebat kemudian memasuki
hutan bambu yang lebat dan rindang.
Beberapa ruangan indah bergenting merah tampak
tersebar dibalik hutan bambu hijau yang lebat itu.
Tjioe Tjauw Liong membawa Be Boen Hwie berjalan
mendekati seuah ruangan lalu sambil tertawa ujarnya.
"Disinilah tempat istirahat Be-heng, berhubung selama
beberapa hari ini dalam perkampungan Pek Hoa Sancung
kedatangan banyak tamu terhormat ruangan dalam kampung
tidak cukup untuk menerimanya karena itu harap Be heng
suka memaafkan apabila selama beberapa hari ini harus
berdiam digua siput seperti ini"
"Terima kasih. terima kasih...." jawab Be Boen Hwie sambil
tertawa hambar. "Sudah lama siauw-te mendengar nama
besar perkampungan seratus bunga, setelah melihat sendiri ini
hari baru kuketahui kalau suasana disini betul2 nyaman
beraneka bunga mekar dimana mana dan keadaannya mirip
berada dalam kahyangan"
"Be-heng terlalu memuji!" Tjioe Tjau Liong tersenyum.
Sembari bicara ia mengetuk tiga kali ke atas pintu ruangan
tersebut. Dua lembar pintu berwarna merah terbentang lebar,
seorang dayang cilik berwajah cantik muncul didepan pintu.
"Orang ini adalah Be-ya!" ujar Tjioe Tjau Liong sambil
menuding ke arah diri Be Boen Hwie. "Dia adalah tamu
terhormat dari perkampungan Pek Hoa San-cung kita, kau
harus baik2 melayani dirinya.
Dayang cilik itu mengiakan, lalu bongkokkan diri memberi
hormat katanya. "Be-ya silahkan masuk!"
"Apakah di dalam setiap ruangan yang ada disini sudah
tersedia seorang dayang cantik yang sengaja melayani
keperluan tamu terhormat yang diundang datang" pikir Be
Boen Hwie di dalam hati. Sekalipun ia berpikir demikian, langkahnya tidak berhenti
dan segera berjalan masuk.
Tjioe Tjau Liong tetap berhenti diluar pintu ruangan, pada
saat itu sembari menjura ia berkata
"Apabila Be-heng ingin makan minum, perintah saja kepada
dayang itu, dia bisa melayani segala keperluanmu. Siauw-te
masih harus menyambut tamu maaf kalau tak dapat kutemani
lebih jauh." "Tjioe-heng silahkan berlalu!"
"Dalam perjamuan malam nanti, siauwte akan datang lagi
untuk mengundang dirimu!" ujar Tjioe Tjau Liong lebih lanjut
sambil tertawa. kemudian putar badan dan berlalu dengan
langkah lebar. Dayang cantik itu berbaju berwarna hijau dengan gaun
warna hijau pula, pupur yang dipakai amat tipis sekali
sehingga kelihatan sikapnya yang masih polos dan kekanak2an.
Tampak ia membongkokkan badan memberi hormat, lalu
dengan suara yang manja ujarnya,
"Budak bernama Hong Tju bilamana Be-ya ada perintah
silahkan diutarakan kepada budak"
"Sudah lamakah nona berdiam dalam perkampungan Pek
Hoa Sancung" tanya Be Boen Hwie sambil tersenyum.
"Sejak kecil budak dibesarkan dalam perkampungan Pek
Hoa Sancung, sudah lama tak kuketahui lagi nama maupun
asal usulku...." Ia merandek sejenak, kemudian tambahnya.
"Silahkan Beya memeriksa keadaan dari pondok ini. apabila
merasa kurang sesuai atau berkenan dihati, budak akan
segera menggantikannya sesuai dengan keinginan Be-ya."
Selesai bicara ia bergerak lebih dahulu untuk membawa
jalan. Mendorong sebuah pintu yang dilapisi oleh horden, di
dalam merupakan sebuah ruang tidur yang kecil tapi mungil
dan indah sekali kelambu berwarna merah jambu dengan
permadani diatas lantai berwarna merah darah, pada ujung
tembok sebelah Timur berdiri sebuah amben. dua buah pot
yang berisikan bunga merah indah terletak didekat jendela
dan menyiarkan bau harum yang semerbak.
Atau dengan perkataan lain dalam ruangan itu berwarna
serba merah dan tidak kelihatan warna kedua kecuali merah.
"Be-Toa-ya puaskah dengan ruangan ini?" tanya Hong Tju
sambil tertawa. "Bagus sih bagus. hanya perabotnya terlalu menyolok, rada
mirip kamar tidur seorang gadis perawan!" jawab Be Boen
Hwie sambil tertawa hambar.
"Seumpama budak bukan sengaja dikirim kemari untuk
melayani Be-toa-ya, mungkin selama hidup tiada rejeki tinggal
di dalam ruang Bambu hijau ini"
Sewaktu bicara biji matanya mengerling manja suara
tertawanya merdu menawan menimbulkan gairah rangsangan
yang hebat bagi hati kaum lelaki.
Melihat kesemuanya itu pikiran Be Bun Hwie rada bergerak
segera pikirnya dalam hati.
"Aah benarlah sudah. Shen Bok Hong sengaja mengatur
penyambutan semacam ini bukan lain sedang menjalankan
siasat perempuan cantik sebagai umpan, agar para tetamunya
tanpa sadar telah terjerumus dalam jebakan perempuan.
Aaai....! dalam pertemuan para jago semacam ini entah ada
berapa banyak yang bisa lolos dari perangkap perempuan
semacam ini?" Berpikir demikian, lambat2 ia mengundurkan diri dari dalam
ruangan. Hong Tju pun ikut berlalu dari dalam ruangan, biji mata
mengerling indah dan melirik sekejap ke arah Siauw Ling lalu
tanyanya sambil tertawa. "Apakah orang ini adalah pelayan Be-ya?"
"Hamba Be Seng!" jawab Siauw Ling.
"Dibelakang sana ada sebuah kamar kecil yang untuk
sementara waktu jadi tempat pondokanmu, mari ikutilah
diriku!" selesai bicara ia lantas berlalu.
Siauw Ling mengikuti dibelakang Hong Tju berjalan
keujung pesanggrahan Hong Tju segera mendorong sebuah
pintu kayu yang tertutup rapat berkata sambil tertawa.
"Beheng silahkan beristirahat, segala soal pelayanan atas
diri Be toa-ya tak perlu merepotkan diri siauw-ko lati!"
Kemudian ia tutup pintu dan berlalu.
Ruangan itu merupakan suatu ruangan kecil yang buruk
lagi sumpek, kecuali bale2 serta sebuah meja tidak terdapat
benda lainnya, Siauw Ling yang teringat akan kejayaan serta
kewibawaannya sewaktu berada di dalam perkampungan Pek
Hoa Sancung tempo dulu kemudian dibandingkan dengan
keburukan dari ruang kecil ini tak kuasa lagi tertawa geli.
Be Boen Hwie duduk diatas sebuah kursi dalam ruangan
kecil itu, setelah menarik napas panjang hawa murni dari
pusar disalurkan mengelilingi seluruh badan, kemudian
pejamkan matanya mengatur pernapasan.
Dasar dia memang seorang manusia yang cermat, sejak
masuk ke dalam ruang tidur segera terasa olehnya bahwa dari
dalam ruangan menyiarkan segulung bau harum yang sangat
aneh membuat setiap orang yang mencium menjadi mabok
dibuatnya, timbul kewaspadaan dalam hati, pikirnya, "Ruang
tidur itu diatur serba merah bagaikan kamar pengantin saja,
ditambah pula dengan bau harum yang memabokkan, dayang
cantik yang genit dan manja jelas Shen Bok Hong ada maksud
menjebak tetamunya, aku harus berhati2 menghadapi segala
kemungkinan...." Tiba-tiba terdengar suara langkah manusia berkumandang
memecahkan kesunyian. Hong Tju dengan langkah manja
berjalan masuk ke dalam ruangan.
Be Boen Hwie buka sedikit sepasang matanya untuk
memandang sekejap ke arah Hong Tju, lalu pura2 tidak
melihat dan tetap duduk tak berkutik ditempat semula.
Hong Tju meneruskan langkahnya berjalan kesisi Be Boen
Hwie dan berhenti, lalu dengan suara lembut ia berkata, "Be
toa-ya, jauh2 kau datang kemari tentu badan terasa sangat
letih, budak telah menyiapkan air panas buat Be-ya mandi,
setelah cuci badan barulah beristirahat dalam kamar"
"Tidak berani merepotkan nona" jawab Be Boen Hwie
hambar, ia buka sepasang matanya memandang sekejap ke
arah Hong Tju. "Segala sesuatunya bisa cayhe lakukan sendiri,
silahkan nona pergi beristirahat!"
"Budak mendapat perintah untuk melayani Be toa-ya,
perduli Be toa-ya hendak suruh budak berbuat apapun budak
tidak akan menampik"
"Kurang ajar! perbuatan Shen Bok Hong ternyata benar2
rendah dan hina...." maki Be Boen Hwie di dalam hatinya.
"Siasat perempuan cantikpun ia siapkan. Aku lihat dayang ini
sudah mendapat tugas khusus untuk menjebak diriku sampai
masuk perangkap. Kalau ditinjau dari raut mukanya tidak mirip
perempuan cabul tetapi mengapa ia rela melakukan perbuatan
yang demikian rendah dan terkutuk akan kugoda dirinya dan
akan kulihat bagaimana reaksinya"
Karena berpikir demikian ia lantas tersenyum dan berkata.
"Wajah nona cantik jelita sikapmu pun agung dan
berwibawa aku lihat kau tidak mirip seorang dayang yang
khusus melayani orang"
Seumpama bisa mendapat sanjungan dari Be-ya, budak
merasa sangat berterima kasih sekali"
"Aku harus berbuat bagaimana untuk menyanjung dirimu?"
"Asalkan Be-ya suka mengungkap sepatah dua patah kata
tentang budak dihadapan Toa cungcu kami sudahlan cukup"
"Mengungkap soal apa?"
Mendadak merah padam selembar wajah Hong Tju,
kepalanya ditundukkan rendah2, jawabnya lirih.
"Asalkan Be-ya suka mengatakan kepada Toa cungcu kami
kalau Be-ya sangat suka dengan budak hal ini sudah lebih dari
cukup" "Urusan ini gampang sekali" ujar Be Boen Hwie sambil
tertawa. "Hanya belum kuketahui apa yang ia berikan kepada
diri nona" "Toa cungcu kami jadi orang sosial dan berjiwa besar ia
dapat membingkiskan budak untuk Be-ya miliki selamanya"
"Ha.... ha.... dia memang sangat sosial, hanya sayang....!"
Be Boen Hwie tertawa ter-bahak2.
"Apanya yang sayang?"
"Sayang macam nona yang cantiknya melebihi bidadari
cayhe merasa tidak punya rejeki untuk menerimanya."
Merah padam selembar wajah Hong Tju. ia tundukkan
kepalanya rendah2. "Dengan kedudukanku sebagai dayang serta memiliki raut
muka yang jelek, tentu saja tidak pantas untuk melayani diri
Be-ya!" "Nona salah besar. kalau kita bicarakan menurut raut wajah
yang nona miliki maka kau boleh terhitung sebagai seorang
gadis yang memiliki kecantikan wajah seperti bunga hanya
sayang ilmu silat yang cayhe latih adalah ilmu sakti Perjaka,
pantangan paling utama adalah mendekati kaum wanita, oleh
sebab itu harapan nona hanya bisa aku terima di dalam hati
belaka. Mendengar ucapan itu senyuman genit kembali muncul
kembali menghiasi wajah Hong Tju katanya
"Budak tidak mengharapkan yang muluk2, cukup bisa
melayani Be-ya setiap saat dan mendampingi diri Be-ya
dimanapun juga hatiku sudah merasa amat puas sekali."
"Budak ini ada maksud untuk menyerahkan tubuhnya untuk
aku nikmati" pikir Be Boen Hwie dalam hati. "Agaknya kalau
tidak cepat kuhapuskan pikiran itu dari dalam hatinya. ia tidak
akan bosan2nya coba merayu diriku. aku harus segera
bertindak!" Dengan wajah nona yang cantik serta suara yang merdu
mempesonakan hati, boleh terhitung kau adalah seorang gadis
yang menawan hati cayhe mengerti keadaan seperti itu tentu
akan menggoncangkan hati manusia. namun sayang aku sama
sekali tak terpengaruh."
"Hmmm!" Hong Tju seketika itu juga menghela napas
sesudah mendengar ucapan dari Be Boen Hwie ini. "Setelah
Be-ya berkata demikian, kendati wajah budakmu lebih tebal
lagipula tidak akan berani banyak memohon diri Be-ya lagi
untuk mengajak aku meninggalkan perkampungan Pek Hoa
San-cung ini!" Ia merandek sejenak lalu katanya.
"Namun budak menerima tugas untuk melayani diri Be-ya,
selama Be-ya masih berada di dalam perkampungan Pek Hoa
Sancung ini, budak harus selalu mendampingi diri Be-ya
berada serta mendengarkan segala perintahmu!"
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Selesai bicara sambil tertawa ia berlalu.
Melihat kepergian dayang genit tadi Be Boen Hwie kembali
berpikir dalam hatinya. "Shen Bok Hong betul2 luar biasa. Cukup untk melatih
kaum dayang yang begini pandai merayu serta pandai bicara
sudah bukan suatu pekerjaan yang sangat gampang, agaknya
tidak sedikit yang akan terjerumus ke dalam siasat perempuan
cantik ini" Hong Tju yang genit dan manja dalam waktu singkat telah
berubah jadi serius sewaktu menghidangkan air teh,
memasang hio wajahnya selalu tunduk rendah2, hal ini
membuat Be Boen Hwie yang memandangnya dari samping
merasa sangat tidak tenteram.
Hidangan air teh maupun makanan dari dayang itu Be Boen
Hwie tidak berani menjamah maupun mencicipinya karena ia
teringat akan kekejian Shen Bok Hong kemungkinan sekali di
dalam air teh serta hidangan tersebut telah dicampuri dengan
obat beracun yang tak berwujut tanpa bau. Menanti Hong Tju
telah berlalu iapun mengeluarkan rangsum yang sudah
dipersiapkan lebih dahulu untuk menangsal perut.
Melihat air teh serta hidangan yang dipersiapkan sama
sekali tidak dijamah Hong Tju pun tidak ambil banyak bicara
dengan mulut membungkam hidangan itu diberesi kembali.
Sementara itu Siauw Ling yang ada di dalam kamar kecil,
karena teringat akan keselamatan orang tuanya dan
mengingat kemungkinan besar bakal terjadi suatu pertarungan
sengit, ia segera menutup pintu dan mulai mengatur
pernapasan. Ketika sang surya telah lenyap dibalik bukit Tjioe Tjau Liong
muncul menepati janji sambil menggandeng tangan Be Boen
Hwie ujarnya. "Siauwte telah mempersiapkan arak serta hidangan yang
khusus untuk menjamu atas kedatangan Be-heng"
"Merepotkan kalian saja, sungguh membuat siauwte
merasa tidak tenteram!"
"Telah lama siauwte mendengar akan nama besar Be-heng.
ini hari bisa berjumpa sungguh amat beruntung."
Dalam pada itu Siau Ling yang telah selesai mengatur
pernapasan setengah harian saat ini semangatnya berkobar2
dengan kepala ditundukkan ia berdiri dibelakang Be Boen
Hwie. Walaupun wajahnya sudah diseru, namun pemuda ini tidak
berani adu mata dengan Tjioe Tjau Liong.
Sebaliknya walaupun Tjioe Tjau Liong terkenal akan
ketelitiannya iapun sama sekali tidak menyangka Siauw Ling
yang memiliki watak tinggi hati ternyata sudi menyaru sebagai
pelayan orang lain untuk menyelundup masuk ke dalam
perkampungannya. Selama ini ia tidak ambil perhatian sama sekali, sambil
menggandeng tangan Be Boen Hwie diajaknya memasuki
ruangan besar. Siauw Ling dengan kencang mengikuti dari belakangan Be
Boen Hwie, ia ada maksud untuk ikut memasuki ruangan
besar dimana pemuda ini akan melakukan penelitian apakah
Sang Pat sekalian sudah berhasil menyelundup ke dalam
perkampungan Pek Hoa Sancung atau belum.
Kendati dalam hati kecil Tjioe Tjau Liong sangat tidak ingin
pelayan dari Be Boen Hwie ini ikut hadir dalam perjamuan,
namun berhubung Be Boen Hwie berlagak pilon dan tidak
banyak bicara Tjioe Tjau Liong merasa tidak leluasa untuk
ambil keputusan sendiri dan mengundurkan pelayan tersebut.
Setelah melewati beberapa kebun bunga yang luas,
sampailah mereka disuatu ruangan besar yang terang
benderang oleh cahaya lampu.
Perjamuan dalam ruangan itu sudah dimulai sekitar meja
besar telah duduk empat orang lelaki kekar.
Sinar mata Siauw Ling berputar, tampak olehnya dalam
ruang besar yang terang benderang hanya tertera sebuah
meja perjamuan, segera timbul perasaan heran dalam hatinya
ia berpikir. "Dalam pertemuan para enghiong hoohan yang
diselenggarakan di dalam perkampungan Pek Hoa Sancung ini
telah diundang para jago dari seluruh kolong langit, mengapa
jumlah tamu yang hadir hanya sedemikian sedikitnya?"
Sementara ia masih berpikir badannya telah ikut masuk ke
dalam ruangan dan berdiri tegak disisi tembok.
Tjioe Tjau Liong menarik tangan Be Boen Hwie mendekati
meja perjamuan lalu sambil menyapa keempat orang yang
telah hadir disana terlebih dahulu ujarnya
"Saudara2 sekalian ini hari siauw-te ingin memperkenalkan
seorang jago yang telah tersohor dikolong langit kepada tju-wi
sekalian" Keempat orang itu sama2 angkat kepala dan alihkan sinar
matanya ke atas kebun Be Boen Hwie.
Sambil menuding orang she Be ini, Tjioe Tjau Liong
meneruskan kata2nya. "Saudara ini adalah Be Boen Hwie. Beheng yang tersohor
sebagai Tjong Piauw Pacu dari Propinsi Hoo-lam, Auw-pak,
Auw-lam serta Kiang Si!"
Tiga orang diantara keempat tamu yang hadir dalma meja
perjamuan itu bersama bangun berdiri seraya menjura.
"Sudah lama kami mengagumi nama besar Beheng,
beruntung ini hari kita dapat saling berjumpa.
Diantara keempat orang itu hanya sang siucay setengah
baya yang berbaju putih, berwajah pucat pasi bagaikan mayat
dan duduk di sebelah Utara tetap tak berkutik dari tempat
duduknya sikap orang ini seakan2 sama sekali tidak
mendengar bilamana Tjioe Tjau Liong sedang
memperkenalkan seseorang kepadanya. Be Boen Hwie melirik
sekejap ke arah siucay berbaju putih itu kemudian balas
memberi hormat kepada ketiga orang itu.
"Tidak berani.... tidak berani...."
Tjioe Tjau Liong sendiripun berlagak pilon atas sikap sang
siucay berbaju putih yang tetap duduk tan berkutik dari
tempatnya semula sambil menuding ke arah tiga orang yang
sedang menjura ujarnya. "Mereka bertiga adalah Thay San Sam Hiong atau tiga
manusia gagah dari gunung Tahy san Ong bersaudara.
"Siauw-te Ong Tong!" ujar lelaki yang ada disebelah
Selatan memperkenalkan diri.
"Siauw-te Ong Kie!" sambung lelaki yang ada disisi Ong
Tong memperkenalkan diri "Siauw-te Ong Huang!" terakhir lelaki yang ada disebelah
Barat berseru. "Selamat bertemu, selamat bertemu!" buru-buru Be Boen
Hwie menjura. Setelah itu Tjioe Tjau Liong baru menuding ke arah siucay
berbaju putih itu sambil ujarnya
"Saudara ini adalah Tong Hay Sin Phu atau si Peramal sakti
dari Lautan Timur Suma Kan adanya!"
"Orang ini sombong sekali akupun tak usah sungkan2
terhadap dirinya...." pikir Be Boen Hwie yang pada dasarnya
sudah amat mendongkol terhadap orang itu.
Lambat2 ia ambil tempat duduk, sementara dengan nada
hambar jawabnya "Ooouw....! ternyata Suma-heng adanya."
Suma Kan kontan tertawa dingin.
"Heee.... heee.... raut muka Be Tjiong Piauw Pacu tidak
terlalu bagus. dalam waktu dekat bakal menjumpai bencana
berdarah!" Sepanjang hidup siauwte paling tidak percaya dengan
segala macam ramalah manusia" jawab Be Boen Hwie,
tertawa dingin. "Kalau Beheng tidak percaya, kita lihat saja nanti hasilnya!
Cayhe akan bicara lebih tegas lagi. mulai ini hari sampai tiga
hari mendatang, seandainya Be Tjong Piauw Pacu tak
menjumpai bencana berdarah maka sejak itu siauwte tidak
akan menggunakan sebutan Si peramal sakti dari Lautan
Timur lagi!" Mendengar ucapan itu diutarakan demikian yakin dan
tegas, tak urung Be Boen Hwie dibikin kaget juga. ia angkat
kepala memandang sekejap ke arah Suma Kan dan akhirnya
berkata lirih. "Terima kasih atas petunjukmu?"
Suma Kan mendongak tertawa terbahak2, ia angkat cawan
araknya dan sekali teguk menghabiskan isinya.
Menjumpai Suma Kan telah mulai meneguk arak, buru-buru
Tjioe Tjau Liong pun angkat cawan araknya sembari berseru
"Tjuwi, silahkan!"
Selama ini Be Boen Hwie masih menaruh kewaspadaan
yang tinggi walaupun ia sudah meneguk arak dalam cawannya
namun selama ini tidak ditelan ke dalam perut, dengan
meminjam kesempatan mengeluarkan sapu tangan ia
tumpahkan kembali arak tadi ke dalam kain tersebut.
Menanti dilihatnya Suma Kan serta Ong bersaudara makan
minum dengan riangnya tanpa menimbulkan reaksi apapun
lama kelamaan ia baru berani minum arak sambil bersantap.
Dalam perjamuan kali ini, kecuali suara Tjio Tjau Liong
yang mengajak tamunya minum arak, semua orang jarang
sekali bicara. Pertemuan tersebut diselesaikan dalam waktu
singkat. Setelah perjamuan selesai tiba-tiba si Peramal sakti dari
Lautan Timur ambil lkeluar tiga biji mata uang dari dalam
sekunya kemudian dicekal dalam sepasang tangan dan diTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
kocok2 beberapa kali dan disebar ke atas meja. Setelah
diperiksa sejenak ia bergumam seorang diri,
"oouw....! di dalam perkampunan Pek Hoa Sancung sudah
kemasukan mata2 dalam jumlah tidak sedikit"
Be Boen Hwie terperanjat mendengar ocehannya itu diam2
Pergolakan Di Istana Langkat 2 Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Istana Berdarah 1