Pencarian

Bayangan Berdarah 16

Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen Bagian 16


yang aneh sakti dan ampuh namun memang merupakan
barisan yang paling tepat untuk digunakan menghadapi
musuh dalam jumlah banyak dengan kekuatan yang kecil.
Siauw Ling yang selama ini selalu mengawasi keadaan
empat penjuru dapat merasakan pula tekanan yang semakin
besar dari pihak luar, di antara boesu2 berbaju hitam itu tidak
sedikit terdapat jago yang memiliki ilmu silat lihay seandainya
Sun Put Shia tidak turun tangan setiap saat mungkin barisan
roda berputar ini akan menemui kehancuran dan banyak
korban akan segera berjatuhan.
Agaknya Sun Put Shia sendiripun tidak pernah menyangka
kalau dalam perkampungan Pek Hoa San Cung mempunyai
jago-jago Bu-lim yang begini dahsyatnya dalam jumlah
banyak, diam2 hatinya terperanjat pikirnya, "Agaknya bukan
suatu pekerjaan yang gampang bagi kami untuk terjang keluar
dari perkakmpungan Pek Hoa San Cung ini...."
Terasalah daya tekanan yang muncul dari empat penjuru
makin lama semakin besar dan semakin kuat. seluruh barisansudah tak dapat bergerak barang setengah langkahpun
bahkan barisanpun makin lama makin terdesak hingga mulai
mengecil dan arenanya semakin sempit.
Tiba-tiba terdengar dengusan berat menggema di angkasa,
sahabat kangouw yang berpatner dengan Be Boen Hwie
menjaga posisi sayap kanan kena tersambar pedang lawan
dan melukai tempat pentingnya seketika itu juga orang tadi
roboh ke atas tanah. Lelaki yang ada di dalam barisan segera keluar mengisi
kekosongan tersebut. Pertempuran yang terjadi kali ini betul2 suatu pertarungan
sengit yang jarang ditemui dalam dunia persilatan membuat
orang yang menyaksikan kejadian itu jadi berdebar dan kebat
kebit. Berada dalam posisi yang sangat berbahaya, mau tak mau
terpaksa Siauw Ling harus turun tangan membantu Thay-san
Jien Hauw, secara diam2 ia melepaskan ilmu jari Siuw-Loo-Ci
dan membinasakah tujuh delapan orang boe-su berbaju
hitam. Mula2 keadaan yang paling berbahaya dari barisan itu
adalah posisi barisan belakang, tetapi berada dalam
perlindungan Siauw Ling yang tidak segan2 turun tangan keji,
keadaan dapat pulih kembali dalam kemantapan, sebaliknya
tekanan pada dua sayap jadi semakin berat dan keadaan
makin kritis. Terdengar dua kali jeritan ngeri berkumandang datang, dua
orang pembantu pada sayap roboh terluka parah.
Hong Coe serta seorang lelaki berbaju hitam segera maju
mengisi kekosongan tersebut.
Demikianlah pertempuran sengit yang amat mengerikan ini
berlangsung hampir satu jam lamanya, meskipun dari pihak
boe-su2 berbaju hitam mengurung diempat penjuru
mengalami kerugian besar dengan banyaknya korban
berjatuhan namun dari pihak barisan roda berputar dibawah
pimpinan Sun Put Shia pun mengalami kerugian pula yang
tidak kecil jumlahnya. Walaupun Thay-san Jien Hauw mendapat bantuan Siauw
Ling dengan segenap tenaga, namun setelah bertarung
beberapa waktu lamanya, berhubung tenaga dalam yang
menderita kerugian besar serta banyak darah yang mengalir
mereka tak sanggup bertarung lagi dan terpaksa
mengundurkan diri. Mau tak mau Siauw Ling serta seorang pembantu lainnya
mengisi kekosongan ini dan bertarung secara blak2an.
Untuk menjaga rahasia pribadi selama ini Siauw Ling tidak
berani terlalu menyolok dalam memberikan perlawanannya
dari seorang boe-su berbaju hitam ia rampas sebilah pedang
dan gunakan senjata itu untuk menahan serbuan musuh ia
cuma mengutamakan pertahanan belaka dan tidak bermaksud
melepaskan serangan mematikan yang melukai pihak lawan.
Kembali pertarungan berlangsung sepertanak nasi lamanya,
lelaki yang bersanding dengan Siauw Ling tiba-tiba tertusuk
oleh sambaran pedang yang datang dari samping dan tempat
kematian seketika itu juga seorang itu roboh binasa.
Sewaktu Siauw Ling menemukan akan kejadian itu buruburu
ia siap menolong namun terlambat sudah.
Barisan roda berputar pun mengalami kehancuran total
berhubung para jago yang terluka serta binasa terlalu banyak.
Hong Coe telah terluka. Be Boen Hwie, Suma Kan sipengemis
kelaparan pun sama2 termakan babatan pedang lawan
pertama karena tenaga dalam yang dimiliki ketiga orang itu
amat sempurna dimana mereka segera menahan aliran darah
dengan hawa murninya, kedua luka mereka tidak begitu prah
dan masih sanggup melanjutkan pertarungan maka untuk
sementara mereka masih sanggup memepertahankan diri.
meski dalam tenaga dalam serta jurus serangan mereka tidak
sehebat tadi lagi. Dengan begitu diantara rombongan tersebut suma Sun Put
Shia, sipadri pemabok serta Siauw Ling tidak ada orang yang
mana sama sekali tidak terluka.
Thay-san Jie Hauw serta Hong Coe tak dapat bertempur
lebih jauh berhubung luka yang mereka derita amat parah
sedang delapan sisanya telah mati binasa semua.
Secara beruntut Sun Put Shia melepaskan serangan
ampuhnya melukai dua puluh orang Boesu berbaju hitam
meski demikian berhubung jumlah pihak lawan semakin lama
makin banyak maka keadaan mereka terdesak hebat.
Sipengemjis tua ini segera bersuit nyaring panjang dan
berseru, "Mari kita bertarung sampai titik darah penghabisan,
meskipun harus mati nama besar kita akan selalu terkenang
dalam dunia persilatan. aku sipengemis tua akan buka jalan
lebih dulu. Be-heng serta Suma-heng harap suka melindungi
mereka yang menderita luka parah."
Sementara itu siap melayang kebarisan depan mendadak
Hong Coe dengan suara yang lemah berkata.
"Loocianpwee, didepan sana terdapat barisan aneh, dibalik
kebun bunga tadi terpasang alat jebakan, sekalipun berhasil
menembusi kepungan para bow-su berbaju hitam ini, susah
bagi kita untuk keluar dari perkampungan Pek Hoa San
Cung...." Dengan napas tersengkal2 ia hembuskan napas panjang,
kemudian terusnya, "Satu2nya jalan yang dapat kita tempuh
sekarang hanyalah mencari tempat yan gkokoh untuk
mempertahankan diri lebih dahulu setelah beristirahat baru
kita lanjutkan usaha lain".
Ucapan ini membuat Sun Put Shia tertegun segera pikirnya,
"Ucapan ini sedikitpun tidak salah, apabila kita bersikeras
hendak menerjang keluar dari perkampungan Pek Hoa San
Cung mungkin selembar jiwa sendiripun sukar
dipertahankan...." Segera ia bertanya, "Nona tahukan kau apakah sekitar
tempat ini terdapat suatu tempat yang bisa digunakan untuk
mempertahankan diri?"
Tiba-tiba Hong Coe melototkan sepasang matanya
mengawasi empat penjuru setelah itu sahutnya, "Mari kita
terjang ke arah Timur, lima tombak disebelah sana dibalik
sebuah hutan bunga terdapat benteng batu yang terbuat dari
batu hijau, asal kita bisa mencapai tempat itu dan merampas
benteng batu itu dengan cepat bahawa bisa dilewati!"
Karena harus mengucapkan kata2 itu maka selesai
berbicara napasnya ter-sengkal2 darah mengucur keluar
semakin deras dari mulut lukanya.
Kiranya berhubung gadis itu harus bicara maka ia tak dapat
salurkan hawa murninya untuk mencegah mengalirnya darah
dari dalam badan. Siauw Ling segera meloncat kedepan menotok dua buah
jalan darah ditubuh Hong Coe setelah mencegah mengalirnya
darh lebih jauh telapak kanan laksana kilat melancarkan
delapan buah serangan berantai melukai dua orang boe-su
berbaju hitam. Karena keadaan yang mendesak mau tak mau Siauw Ling
harus mengeluarkan kepandaiannya delapan buah serangan
ini dilancarkan dengan kecepatan sukar dilukiskan dengan
kata2, dan bukan lain merupakan jurus ampuh dari ilmu
pukulan kilat berantai. Untung boe-su berbaju hitam yang mengurung barisan
mereka dari empat penjuru ber-lapis2 sehingga Shen Bok
Hong tidak dapat menyaksikan perbuatan Siauw Ling kalau
tidak, asal ketua Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San
Cung dapat menyaksikan ilmu telapak kilat berantainya maka
ia segera akan kenali siapakah Siauw Ling.
Para boe-su berbaju hitam kembali menerjang kedepan
dengan hebatnya. meskipun korban di pihak mereka sangat
banyak namun jumlah merekapun sangat banyak bahkan
setiap orang tidak jeri mati, dengan nekad mereka terjang
terus tiada hentinya. Be Boen Hwie, Suma Kan, sipadri pemabok serta
sipengemis kelaparan benar2 kewalahan, sekarang mereka
cuma bisa mempertahankan diri belaka. sedangkan tugas
untuk melindungi Thay-san Jie Hauw serta Hong Coe pun
sama sekali terjatuh ketangan Siauw Ling serta Sun Put Shia.
Masih untung ilmu silat yang dimiliki Tiang loo dari Kay
Pang ini sangat lihay, tenaga dalam yang dimilikipun amat
sempurna, setiap pukulan yang ia lancarkan memaksa boe-su2
berbaju hitam itu tak sanggup mendekati mereka.
Siauw Ling yang telah mengenakan sarung tangan kulit ular
pun tidak takut akan bacokan golok dan tusukan pedang,
sambil melancarkan pukulan untuk membendung serangan
musuh tiada hentinya ia melepaskan ilmu jari Siuw Loo Ci
untuk melukai lawan walaupun sepintas lalu angin pukulannya
tidak lebih hebat dari Sun Put Shia namun lebih banyak korban
yang berjatuhan ditangannya.
Ditengah pertarungan sengit, mendadak terdengar Sun Put
Shia membentak keras sepasang telapak didorong kedpan
sejajar dada segulung angin pukulan yang maha dahsyat
laksana gulungan ombak ditengah samudra menyapu
kedepan, boe-su2 diempat penjuru sekelilingnya termakan
oleh angin pukulan ini seketika terdesak mundur ke belakang.
Namun boe-su2 berbaju hitam itu tetap nekad menerjang
kedepan setelah terdesak ke belakang.
Sun Put Shia mulai merasa bahwa satu2nya jalan untuk
mempertahankan hidup adalah berusaha untuk merampas
suatu posisi yang kukuh untuk mempertahankan diri, maka ia
berputar ke arah sebelah Timur dan segera menerjang
mati2an ke arah situ. Be Boen Hwie serta Suma Kan pun sama2 membentak
keras, menggunakan sisa tenaga yang dimilikinya pedang
serta roda emas mereka berputar makin dahsyat dengan
melindungi Sun Put Shia dari sayap kiri serta sayap kanan
mereka ikut menerjang kemuka.
Tahy-san Jie Hauw yang menderita luka parah setelah
menyaksikan situasi serta keadaan tersebut tak tahan lagi
segera menghela napas panjang.
"Harap cuwi sekalian tak usah mengurusi kami berdua lagi
berlalulah sendiri."
Si Padri pemabok yang mendengar ucapan itu segera
tertawa panjang. sahutnya.
"Sudah separuh abad aku si hweesio gede hidup dikolong
langit, bertarungpun sudah ratusan kali belum pernah aku
merasa puas bertarung macam ini hari. saudara berdua tak
usah kuatir ayoh terjang terus kedepan?"
Telapak kanannya segera melepaskan pukulan, tangan kiri
mengambil cupu2. setelah meneguk beberapa tegukan arak
tiba-tiba ia buka mulutnya dan menyembur serentetan air arak
keempat penjuru. Terdengar jeritan ngeri berkumandang saling susul
menyusul empat orang boe-su berbaju hitam sambil menutupi
wajah sendiri buru-buru mengundurkan diri dari kalangan,
mereka telah terluka oleh semburan arak sipadri pemabok
yang telah menggunakan sisa tenaga lweekang hasil
latihannya selama puluhan tahun.
Dengan adanya kejadian ini maka boesu berbaju hitam
yang hendak menerjang dari belakang seketika terbendung
oleh gerakan rekannya yang mengundurkan diri.
Ditengah gelak tertawa yang keras si Padri pemabok
menyambar tubuh loo-toa dari Thay-san Hien Hauw dan
segera menerjang kedepan.
Sipengemis kelaparan tidak ambil diam, dengan tangan
kanan putar kuali besinya menyampok miring lima bilah
pedang yang mengancam datang. tangan kirinya segera
menyambar loo-jie dari Thay-san Jie Hauw dan iktu menerjang
pula kedepan. Sun Put Shia, Suma Kan serta Be Boen Hwie dengan
membentuk barisan segi tiga melanjutkan terjangannya
kemuka. Siauw Ling kerutkan dahinya dengan suara lirih ia lantas
bertanya, "Nona Hong, apakah kau dapat berjalan sendiri?"
Pada saat itu Hong Coe pun dapat menyadari bahwa Siauw
Ling adalah seorang jago yang memiliki ilmu silat amat lihay
meskipun pakaian yang dikenakan adalah baju seorang
pelayan, segera sahutnya, "Jangan merepotkan diri budak,
segeralah kau teruskan terjangan kemuka...."
"Bagaimana mungkin dirimu tidak diatur?"
Tangan kirinya menyambar dan memeluk pinggang Hong
Coe. tangan kanan mengeluarkan ilmu tangan kosong untuk
merampas senjata lawan, setelah berhasil mendapatkan
sebilah pedang ia mendengus dingin, pedangnya didorong
kedepan, laksana serentetan awan putih darah segar muncrat
keempat penjuru dua orang boesu berbaju hitam yang
menghadang didekatnya berhasil ia babat sampai tubuhnya
terpotong jadi dua bagian.
Disamping menggunakan babatan telapak serta totokan jari
untuk melukai dua puluh orang lebih, dengan pedangpun
Siauw Ling merobohkan beberapa korban. kehebatan sianak
muda ini membuat Boesu2 berbaju hitam itu tak berani maju
lagi kedepan meskipun mereka berani dan nekad, apalagi
menyaksikan kehebatan pedang Siauw Ling, sebaris boesu
yang ada dipaling depan segera mengundurkan diri ketika
menyaksikan sianak muda itu menerjang kedepan.
Begitulah dengan Sun Put Shie sebagai membuka jalan,
mereka terjang terus kedepan. Sipengemis tua itu
menggerakkan sepasang telapaknya melancarkan serangan


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mematikan, angin pukulan bagaikan gelombang dahsyat
menggulung tiada hentinya.
Para boesu yang menghadang didepan, termakan oleh
gulungan angin pukulan itu kontan tersambar dan jatuh
pontang panting kekedua belah sisi, ambil kesempatan itu
mereka melanjutkan terjangannya terus.
Suma Kan serta Be Boen Hwie melindungi posisi sipengemis
tua itu dari sayap kiri serta sayap kanan namun berhubung
kehebatan angin pukulan Sun Put Shia, bukan musuh yang
ada di depan saja bahkan musuh2 dikedua belah sisi kena
tergetar mundur oleh serangannya.
Hong Coe segera mengempos tenaga, tiada hentinya ia
memberi petunjuk jalan buat rombongan itu.
Tidak selang seperminum teh kemudian, tidak salah lagi
mereka berhasil menerjang kedepan sebuah hutan bunga dan
secara lapat2 benteng batu dalam hutan itupun dapat terlihat.
Dengan gerakan yang cepat Sun Put Shia melancarkan
beberapa serangan berantai diiringi angin pukulan yang maha
dahsyat. hanya dalam jarak yang dekat ia sudah melepaskan
ratusan buah pukulan. Meskipun tenaga dalamnya amat sempurna namun
bagaimanapun juga iapun terdiri dari darah dan daging,
setelah melepaskan pukulan sebanyak ratusan kali napasnya
mulai ter-engah2 dan tenaganya banyak berkurang.
Boesu2 berbaju hitam itu bergerombol didepan barisan
bunga itu makin lama semakin banyak dan kepunganpun
semakin tebal agaknya merekapun tahu maksud tujuan para
jago dan berusaha keras untuk menghalangi maksud mereka
itu. Sun Put Shia sadar apabila membiarkan para boe-su itu
membentuk barisan maka kekuatan penghalang mereka
semakin besar maka ia mengempos napas, sambil membentak
keras sepasang telapaknya berputar dan menubruk kemuka.
Segulung angin pukulan yang maha dahsyat menerjang
kedepan membuat dua orang boesu yang menghadang
dibarisan paling depan menjerit ngeri dan muntah darah
segar. Seolah2 sudah kemasukan iblis. seluruh rambut dan
janggut Sun Put Shia pada berdiri tegak sepasang mata
melotot bulat, telapak yang dilancarkan semakin nekad,
dimana tangan kanannya berkelebat seorang boesu telah kena
ditangkap. ia segera cekal sepasang kaki orang itu dan
digunakan sebagai senjata menyapu kawan2nya.
Mengikuti sapuan tadi deruan angin puyuh menderu2 dan
melanda keseluruh penjuru.
Boesu- berbaju hitam itu memang bernyali dan tidak takut
mati namun menyaksikan ilmu silat Sun Put Shia ditambah
pula menyaksikan rekan2nya digunakan sebagai senjata
mereka jadi jeri. senjata tajam buru-buru ditarik kembali dan
masing-masing membuyarkan diri.
Begitulan dibawah sapuan yang maha dahsyat dengan
menggunakan boesu itu, dengan cepatnya mereka berhasil
menerjang kedepan benteng batu itu, sekali tendang ia hajar
pintu benteng tadi. Braak....! diiringi suara keras pintu yang amat kuat seketika
terhajar hancur oleh tendangan Sun Put Shia.
Menanti ia berpaling tampaklah sipadri pemabok serta
sipengemis kelaparan sekalian masih tertahan kurang lebih
satu tombak lebih oleh selapis boe-su, agaknya mereka tak
sanggup menerjang kedepan.
Dalam pada itu muncul pula puluhan orang boesu berbaju
hitam dengan bersenjatakan pedang jelas2 mereka ada
maksud untuk merampas benteng batu itu dari tangan musuh.
Setelah mengalami terjangan nekad barusan Sun Put Shia
mulai merasa badannya sangat lelah, bahkan iapun sadar asal
ia tinggalkan benteng batu itu maka benteng tadi seketika
akan diduduki boesu2 berbaju hitam itu maka apabila sampai
saatnya ia hendak merebut kembali benteng tadi maka
banyaklah kerepotan bakal ditemui.
Sebaliknya apabila ia tidak berbalik untuk menolong
rekan2nya, meskipun jaraknya masih ada beberapa tombak,
dengan kekuatan Sipadri pemabok sekalianpun belum tentu
bisa menerjang datang dengan mudah.
Sementara ia masih ragu2 mendadak tampaklah boesu
berbaju hitam yang menghadang jalan pergi rombongan it
sama2 menyingkir kekedua belah sisi.
Tampaklah seorang pemuda berwajah kuning sambil
mengendong Hong Coe yang terluka parah serta mencekal
sebilah pedang sedang menerjang keluar dengan hebatnya,
pedang dalam tangannya bagaikan roda berputar tiada
hentinya, siapa yang berani menghadang apabila tidak terluka
pasti mati, begitu hebat kepandaiannya sampai membuat Sun
Put Shia terkejut dan kagum.
Pemuda tersebut bukan lain adalah Siauw Ling.
Kiranya setelah ia saksikan Sun Put Shia berhasil mendekati
benteng batu itu sedangkan Sipadri pemabok sekalian kena
terhadang dan sulit untuk melanjutkan terjangannya kemuka
bahkan kelihatan nyata para jago sudah kecapaian dan
kehabisan tenaga, ia sadar apabila dibiarkan terus maka
korban yang jatuh ada dipihaknya akan bertambah banyak,
hatinya jadi amat gelisah. pedangnya segera diputar dan
menerjang kemuka dengan segenap tenaga.
Cung San Pek pandai dan menguasai pelbagai jurus pedang
dari perguruan besar dalam kolong langit setelah berlatih dan
peras otak selama puluhan tahun akhirnya ia berhasil
menciptakan serangkaian ilmu pedang yang terdiri dari inti sari
ilmu pedang pelbagai partai.
Dalam keadaan cemas tanpa pikir panjang lagi Siauw Ling
telah mengeluarkan jurus ampuh itu, dimana pedangnya
berkelebat cepat, telengas dan ganas. cahaya pedang
menyambar darah segar muncrat keempat penjuru, tak
seorang korbanpun berhasil meloloskan diri.
Boesu2 itu jadi keder dan jeri sendiri menyaksikan
kehebatan Siauw Ling. mereka sama2 mengundurkan diri dan
membuka jalan baginya. Siauw Ling tidak berbuat malang malang tanggung. setelah
menunjukkan kehebatannya secara beruntun ia
membinasakan tiga puluh orang dalam waktu sekejap mata.
Si padri pemabok, sipengemis kelaparan serta Be Boen
Hwie sekalian jadi makin bersemangat mengikuti Siauw Ling
dari belakang mereka terjang ke arah benteng batu itu.
Sun Put Shia membentak keras dengan ilmu Pay-san Ciang
ia kirim sebuah pukulan dahsyat mengundurkan musuh dari
sebelah kiri. Siauw Ling pun mengeluarkan jurus "Pat Hong Hong Yu"
atau Hujan Badai didelapan penjuru, ditengah berkelebatnya
cahaya pedang secara beruntun ia melukai tiga orang dan
berhasil mengundurkan musuh dari sebelah kanan.
Tidak selang beberapa saat rombongan itu sudah tiba
didepan pintu benteng Sun Put Shia segera menyingkir untuk
membuka jalan. Siauw Ling pun putar badan menghadang
kejaran lawan Si padri pemabok sekalian dengan cepat
melewati pintu dan masuk ke dalam benteng.
Menanti semua orang sudah selamat Sun Put Shia baru
tertawa terbahak2 "Saudara cilik cepatlah masuk ke dalam benteng untuk
beristirahat biar aku sipenemis tua yang berjaga didepan pintu
seorang diri?" "Kalau begitu merepotkan diri Loo cianpwee" seru Siauw
Ling, ia putar badan dan segera ikut masuk ke dalam benteng.
Tampak Be Boen Hwie melemparkan kipasnya ke atas
tanah dan duduk bersanding diatas dinding, wajahnya pucat
pias, darah segar mengucur keluar tiada hentinya membasahi
seluruh tubuh. Suma Kan pun mendeprot diatas tanah sepasang roda
emasnya ada disisi tubuhnya, ia sedang duduk bersemedi.
lengan kiripun terluka dan darah segar masih mengucur keluar
tiada hentinya. Sipengemis kelaparan terluka pada dua bagian saat inipun
sedang duduk bersila sambil mengatur pernapasan.
Sebaliknya sipadri pemabok yang biasanya berwajah cerah
dan merah saat ini telah berubah jadi kuning kehijau2an.
Tahy-san Jie Hauw berbaring diatas tanah. merekapun
sedang mengatur pernapasan.
Pokoknya dalam menghadapi pertarungan yang amat
sengit ini, agaknya setiap orang telah kehabisan tenaga.
Siauw Ling mengawasi sekejap keadaan para jago yang
kelelahan itu, kemudian pikirnya di dalam hati, "Seandainya
pertempuran sengit ini berlangsung setengah jam lebih lama
dan disini tak ada benteng batu entah berapa banyak jago
yang akan menemui ajalnya dibawah ujung pedang boesu2
berbaju hitam itu...."
Ia tarik napas panjang. dirasakan semangat serta
kekuatannya masih segar bugar dan sama sekali tidak terasa
capai diam2 ia keheranan.
"Semua orang kecapaian dan kehabisan tenaga mengapa
aku sendiri tidak merasakan hal itu?"
Terdengar suara gembrengan dipukul ber-talu2 para boesu
berbaju hitam yang ada diluar benteng batu mendadak
menghentikan usahanya untuk menerjang ke dalam benteng.
Walaupun serangan telah berhenti namun mereka sama
sekali tidak mengundurkan diri bahkan mengurung benteng itu
rapat2. Per-lahan-lahan Siauw Ling meletakkan Hong Coe ke atas
tanah, setelah itu keluar pintu benteng dan bisiknya lirih, "Loo
cianpwee. bagaimana kalau kau beristirahat sebentar?"
Sun Put Shia berpaling, menyaksikan sinar mata Siauw Ling
masih tajam dan ia tidak kelihatan lelah, segera pujinya
dengan suara lirih, "Sepasang mata dari aku sipengemis tua
benar2 sudah melamur. ilmu silat yang kau miliki amat lihay.
sungguh sukar ditemui manusia lihay macam kau dalam
ratusan tahun belakangan"
Siauw Ling yang menyaksikan Sun Put Shia pun hanya
merasa sedikit lelah namun semangatnya msih segar, diam2
ikut merasa kagum katanya, "Tenaga lweekang yang dimiliki
Loo cianpwee amat sempurna, boanpwee pun merasa amat
kagum" "Haaa.... haaa.... haaa.... tadi aku sipengemis tua memang
rada merasa tidak tahan, tapi asal diberi beberapa
kesempatan untuk menghembuskan napas, seluruh tenaga
yang aku miliki segera akan pulih kembali seperti sedia kala"
Kiranya ilmu yang dimiliki Sun Put Shia adalah Koen Goan
Tong Cu King, dengan dasar yang kuat ia mempunyai tenaga
yang hebat, meskipun kecapaian asal beristirahat sebentar
saja tenaganya segera akan pulih kembali seperti sedia kala.
"Luka yang diderita Si padri arak, sipengemis kelaparan
serta Be Cong Piauw Pacu agaknya tidak ringan dalam
beberapa jam mendatang mereka belum bisa pulihkan kembali
tenaganya" kata Siauw Ling.
"Tidak mengapa, benteng batu ini kuatnya luar biasa dan
cuma ada satu pintu masuk belaka merepotkan saudara cilik
suka naik ke atas loteng dan periksa sebentar apakah disitu
ada pintu atau jendela yang bisa digunakan untuk
penyusupan" seandainya ada kita masing-masing menjaga
satu tempat. pintu ini sempit lagi sulit digunakan untuk
menyerang secara berkelompok, sekalipun Shen Bok Hong
memiliki ribuan laksa tentarapun jangan harap bisa
menembusi pertahanan benteng ini"
Siauw Ling mengiakan dan segera naik ke atas loteng.
Benteng batu yang terbuat dari batu hijau itu berdiri pada
tanah seluas dua tombak persegi dengan tinggi cuma satu
tombak semuanya terdiri dari dua tingkat entah apa gunanya
Shen Bok Hong mendirikan benteng itu, yang jelas tempat ini
amat bersih sekali. Siauw Ling segera salurkan hawa murninya melindungi
badan kemudian selangkah demi selangkah naik ke atas
ketingkat dua. Tampak dinding empat penjuru amat kuat dan cuma
terdapat sebuah jendela kecil belaka bahkan jendela kecil
itupun tertutup oleh papan besi yang kuat sehingga hanya
meninggalkan sedikit lubang hawa belaka ia jadi keheranan,
pikirnya, "Apa gunanya Shen Bok Hong mendirikan benteng
batu ini" bahkan bangunannyan begitu kokoh dan kuat?"
Tingkat kedua dihubungkan dengan tingkat pertama oleh
sebuah tangga diantara keuda tingkat itupun dipisahkan oleh
sebuah pintu besi yang sangat kuat, setelah turun dari loteng
Siauw Ling segera mengunci pintu besi itu rapat2.
Kiranya ia sudah punya perhitungan, sekali pun pada
tingkat kedua terdapat pintu rahasia dimana berhasil
ditembusi oleh pihak lawan namun untuk menuju ketingkat
bawah mereka harus melalui dahulu pintu besi itu.
Menanti ia tiba dibawah tampaklah Sun Put Shia sedang
duduk bersandar diatas dinding, waktu itu para boesu berbaju
hitam telah membubarkan diri, suasana pulih kembali dalam
ketenangan dan sedikitpun tidak kedengaran suara.
Bukan begitu saja bahkan kutungan lengan serta mayat2
yang bergelimpangan diatas tanah pun sudah tersapu pergi.
Suasana diempat penjuru tercekam dalam keheningan serta
kesunyian yang secara lapat2 malah mendatangkan perasaan
ngeri bagi setiap orang. "Loocianpwee!" tegur Siauw Ling seraya mendehem.
"Ada urusan apa?"
"Cayhe rasa luka yang diderita Thay-san Jie Hauw amat
parah, apabila tidak cepat-cepat ditolong mungkin...."
Dari sakunya Sun Put Shia segera ambil keluar sebuah
kotak kumala. setelah itu ujarnya.
"Di dalam kotak kumala dari saku pengemis tua ini terdapat
dua belas butir pil mujarab untuk menyembuhkan luka.
ambillah dan berikan masing-masing orang sebutir, semoga
saja sebelum kentongan ketiga malam nanti kekuatan mereka
bisa pulih kembali guna mempersiapkan diri dalam
menghadapi pertarungan berikutnya."
Siauw Ling menerima kotak tersebut dan sesuai dengan
perintahnya ia bagikan pil itu setiap orang sebutir.
Sang Surya telah tenggelam dibalik gunung, magribpun
menjelang datang. Siauw Ling yang secara diam2 menghitung tanpa terasa
mereka sudah berada dalam benteng batu itu selama dua jam.
Yang aneh, selama dua jam ini dari pihak perkampungan
Pek Hoa San Cung sama sekali tidak menunjukkan suatu


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tandapun, tak seorang manusiapun yang munculkan diri,
seolah2 Shen Bok Hong telah lupa kalau dalam benteng itu
masih ada musuh.... Dalam sekejap itulah air muka para jago telah berhasil pulih
kembali seperti sedia kala.
Sipadri pemabok segera membuka matanya mengawasi
empat penjuru, setealh itu dengan suara lirih tanyanya.
"Apakah boe-su berbaju hitam itu pernah melancarkan
serangan kembali ke arah benteng kita!"
"Tidak!" jawab Siauw Ling seraya menggeleng.
Diikuti sipengemis kelaparan, Suma Kan serta Be Boen
Hwie pun mendusin dari semedinya.
Be Boen Hwie segera merobek secarik kain untuk
membalut luka pedang diatas badannya.
"Cong Piauw Pacu bagaimana dengan keadaan lukamu?"
tegur Siauw Ling lirih. "Tenaga dalamku telah pulih kembali, sebagian besar,
sedang luka luarpun hanya luka kecil dikulit belaka, tidak
mengapa!" Maksud ucapannya ia masih sanggup dan sudah siap
menghadapi pertarungan lebih jauh.
Suma Kan pun pungut kembali senjata roda emasnya dari
atas tanah lalu sambil tertawa ujranya, "Waah.... waah....
hebat, ngeri, pertempuran yang kualami saat ini betul2
merupakan suatu pertarungan sengit yang benar2 luar biasa.
belum pernah kualami pertempuran macam ini".
Sementara itu sipadri pemabok telah ambil cupu2 araknya,
setelah digoyangkan beberapa kali ia menghela napas,
katanya, "Waduuh.... aku sihweesio pemabok sudah kehabisan
arak, cialat, bisa cialat ini.... ular dalam perutku sudah mulai
ber-kaok2 minta diisi!"
"Sayang akupun sudah kehabisan beras untuk ditanak"
sambung sipengemis kelaparan sambil menaruh kuali besinya.
Haruslah diketahui dalam perjamuan tadi para jago tidak
ada yang bersantap maupun minum karena kuatir di dalam
sayur serta arak itu telah dicampuri racun, apalagi setelah
mengalami pertarungan sengit setiap orang merasa perutnya
amat lapar. Pada saat itulah Thay-san Jie Hauw pun telah mendusin
tapi berhubung luka yang mereka derita sangat parah dan
banyak kehilangan darah maka meskipun sudah mendusin
namun mereka tak bisa berkutik.
"Be-ya!" ujar Hong Coe dengan suara lirih. "Harap Sun Looya
segeramengundurkan diri kemari untuk beristirahat, dalam
beberapa saat ini Shen Bok Hong tidak akan mengirim orang
untuk menyerang benteng batu ini".
"Biar aku yang pergi memanggilnya kembali" kata Siauw
Ling sambil bangun berdiri.
"Tak usah, budak ada urusan hendak disampaikan kepada
cuwi sekalian!" Sementara Be Boen Hwie siap bangun berdiri mengundang
Sun Put Shia, sipengemis tua itu dengan langkah lebar telah
berjalan datang, katanya, "Nona ada urusan apa kau panggil
aku sipangemis tua?"
Setelah istirahat beberapa waktu semangat Hong coe telah
banyak pulih kembali, ia meronta bangun dan katanya, "Ada
beberpa patah kata yang amat penting hendak budak
sampaikan kepada kalian harap cuwi sekalian suka baik2
mengingatnya di dalam hati...."
Ia menghembuskan napas panjang, kemudian
sambungnya, "Mungkin Shen Bok Hong hendak menyerang
kita dengan api dan membakar kita hidup2 kemungkinan pula
ia hendak menggunakan binatang beracun untuk meracuni
kita sampai mati atau mungkin pula mengepung kita rapat2
agar kita mati kelaparan...."
Beberapa jalan kematian yang diutarakan gadis itu seketika
membuat wajah para jago berubah amat serius, mereka
bungkam dalam seribu bahasa.
"Perduli bagaimanapun juga malam ini kita harus
menerjang keluar dari kepungan" sambung Hong Coe sambil
tertawa sedih. Bukannya budak hendak besarkan kehebatan
lawan dan memunahkan semangat sendiri, asal ada tiga orang
diantara kita bisa meninggalkan tempat ini dalam keadaan
hidup kejadian ini sudah patut dibanggakan"
"Belum tentu begitu" seru Siauw Ling dengan alis berkerut.
"Aaai! apa yang budak ucapkan adalah kata2 sejujurnya,
mau percaya atau tidak budak tak berani memaksakan, tetapi
menurut apa yang kuketahui dan ingin kusampaikan kepada
Cuwi sekalian, setelah meninggalkan kepungan bergeraklah
menuju ke Timur, sebab sebelah Timur adalah gunung. asal
bisa masuk ke dalam gunung itu berarti kalian berhasil
menyelamatkan separuh jiwa kalian...."
Ia tarik napas panjang2, kemudian sambungnya, "Menurut
apa yang budak ketahui, setiap kentongan ketiga Shen Bok
Hong tentu akan bersemedi selama setengah jam lebih, inilah
kesempatan yang paling baik buat kita untuk meloloskan diri
budak sadar bahwa tidak mungkin aku bisa hidup lebih jauh,
mengikuti cuwi sekalian hanya akan mendatangkan kerepotan
belaka...." Ia merandek lalu tambahnya, "Entah Shen Bok HOng
dengan menggunakan cara apa ia berhasil menciptakan
delapan orang bayangan berdarah sebagai badan tetironnya,
mereka memiliki ilmu silat yang amat lihay dan setiap saat
memakai baju warna merah, apabila cuwi sekalian berjumpa
dengan mereka sukalah bertindak hati2. aaai.... kedudukan
sangat rendah, apa yang diketahuinyapun hanya terbatas
sampai disini, harap cuwi sekalian baik2 jaga diri budak akan
berangkat duluan" Tiba-tiba ia angkat telapak tangan kanannya dan segera
ditabokan ke atas ubun2 sendiri.
Sun Put Shia, adalah seorang jago kawakan yang
mempunyai pengalaman amat luas. dari nada ucapan Hong
Coe tadi tahu bila gadis ini ada maksud untuk bunuh diri,
maka sejak tadi ia sudah memperhatikan dengan seksama
oleh sebab itulah ketika Hong Coe angkat telapak kanannya
Sun Put Shia telah bertindak selangkah lebih cepat.
Baru saja telapak kanan Hong Coe menempel diatas
ubun2nya, serangan totokan yang dilepaskan Sun Put Shia
telah tiba. Hong Coe tidak bisa angkat tangan kanannya dan
segera terkulai lemas kebawah.
"Nona Hong, mengapa kau cari mati?" tegur Sun Put Shia
dengan wajah serius. "Ilmu silat yang budak miliki amat cetek, tetap hiduppun
hanya akan merepotkan cuwi sekalian belaka, maka jauh lebih
baik kalau aku berangkat lebih dahulu."
"Benarkah begitu?"
"Maksud hati budak benar2 memang demikian adanya."
"Aaaaah...." Sun Put Shia menghela napas panjang. "Aku
sipengemis tuapun percaya kalau kau bukan sengaja untuk
membohongi diriku. hatimu untuk ambil keputusan pendek
tentu disebabkan pelbagai persoalan, kau takut setelah
tertawan kembali oleh Shen Bok Hong harus merasakan
siksaan keji menurut peraturan perkampungan Pek Hoa San
Cung, maka dari pada hidup sia2 maka lebih baik ambil
keputusan untuk mati, bukankah begitu...."
"Tentang soal ini.... tentang soal ini...."
"Mungkin hati kecilmu belum berpikir sampai kesitu tapi
ingatan serta maksud tersebut telah tertanam dalam2 didasar
hatimu!" "Setelah diungkap locianpwee, budakpun mempunyai
perasaan ini...." sahut Hong Coe sambil menghela napas sedih.
Tiba-tiba tampak baangan manusia berkelebat lewat,
seorang boesu berbaju hitam laksana kilat telah meloncat
masuk ke dalam benteng. Sun Put Shia segera putar tangan kanannya melancarkan
sebuah pukulan membendung pintu masuk benteng batu itu
kemudian serunya dengan suara berat, "Jangan bunuh dirinya,
tangkap saja dalam keadaan hidup2"
Sembari berkata ia sudah meloncat keluar dari pintu
benteng dan berjaga dari luar.
Sementara itu sipadri pemabok serta pengemis kelaparan
serta Suma Kan sekalian telah mendusin maka kekuatan
dalam ruangan itupun cukup kuat untuk menghadapi boesu
tadi. Be Boen Hwie segera meloncat bangun, kipasnya langsung
dibabat ke arah tubuh boe-su tadi.
Boesu berbaju hitam itu menyingkir kesamping seraya
melepaskan satu pukulan untuk membendung serangan kipas
Be Boen Hwie ambil kesempatan itu ia menyingkir kesamping
sapanya, "Be-heng!...."
Be bOen Hwie tertegun kipasnya segera berkelebat
menangkis roda emas ditangan kanan Suma Kan setelah itu
bentaknya, "Siapakah anda?"
"Siauwte Siang Hwie!"
"Kau adalah Siang-heng" aah maaf siauwte telah menyalahi
dirimu!...." "Dengan menempuh bahaya siauwte menerjang masuk ke
dalam benteng batu ini hal tersebut dikarenakan ada satu
persoalan penting hendak disampaikan kepada Be-heng"
"Mereka semua adalah rekan2 seperjuangan apakah
maksud kedatangan Siang-heng silahkan diutarakan saja
secara blak2an" "Siauw-te serta Tiong Chiu Siang Ku dibawah bantuan Kiem
Lan, Giok Lan telah menjanjikan waktu untuk turun tangan
maka aku sengaja datang kemari untuk memberi kabar
kepada Be Cong Piauw Pacu".
"Cuwi sekalian berhasil dimana" mengapa aku tidak
temukan jejak kalian?" tanya Siauw Ling.
"Kalau kaupun berhasil menemukan jejak kami apakah
kami tidak ditemukan oleh Shen Bok HOng lebih dahulu?"
"Eei.... apakah Kiem Lan serta Giok Lan cici pun telah
datang kemari?" mendadak semangat Hong Coe berkobar
kembali. Siang Hwie melirik sekejap ke arah Hong Coe lantas
mengangguk. "Ia sudah datang!"
"Sekarang ada dimana?"
"Ber-sama2 aku sipencuri tua telah bersembunyi diantara
para boe-su berbaju hitam!"
"Sipengemis cilik serta Tiong Chiu Siang KU" dimana
mereka?" sela Siauw Ling kembali.
"Semuanya berada...."
Mendadak terdengar Sun Put Shia membentak keras, diikuti
berkumandangnya dua dengusan berat agaknya dua orang
boesu berbaju hitam yang berusaha mendekati benteng batu
itu berhasil dilukai oleh pukulannya.
"Jangan melukai orang sendiri!" seru Be Boen Hwie cepat.
"Tidak mengapa, sebelum aku sipencuri tua menyampaikan
berita ini keluar mereka tidak bakal berani bergerak secara
sembarangan" "Apakah kau hendak kesana lagi?"
"Tidak bisa kalau aku pergi kesana lagi maka apabila tidak
dibunuh tentu harus pura2 terluka, agar mereka tidak
menaruh curiga kepadaku atau paling sedikit mengurangi
kecurigaan mereka" "Apabila Siang-heng suka tinggal disini, keadaan ini jauh
lebih baik lagi sebab berarti telah membantu banyak buat
pihak kami" "Bukannya tidak mau. apabila aku sipencuri tua ingin hidup
dua tahun lagi maka aku harus tetap berdiam disini" dari
dalam sakunya segera ia ambil keluar secarik peta dan
dibentangkan diatas tanah kemudian ujarnya.
"Disini terdapat sebuah peta yang melukiskan keadaan
perkampungan Pek Hoa San Cung ini dengan nyata, bahkan
terdapat pula jalan yang harus ditempuh dan arah manakah
lebih banyak terdapat jebakan mereka?"
Para jago sama2 melongok untuk memeriksa peta tersebut.
Tampak peta itu dilukis lengkap sekali dengan Loteng Wang
Hoa Loo sebagai pusat banyak tempat disekeliling tempat itu
pernah didatangi para jago.
Siang Hwie lantas menuding ke arah sebuah rumah hitam
dibelakang loteng Wang Hoa Loo yang tertutup oleh
pepohonan, katanya, "Menurut berita yang berhasil didapat
Giok Lan, kedua orang tua itu terkurung ditempat ini"
Siauw Ling segera merasakan jantungnya berdebar keras
namun ia berusaha untuk menahan golakan itu dan
membungkam. pikirnya, "Agaknya apabila bukan Kiem Lan
atau Giok Lan yang datang kemari sulit untuk mendapatkan
berita dimanakah kedua orang tuaku terkurung...."
Terdengar Siang Hwie berkata kembali
"Disekeliling rumah hitam itu penjagaan diatur ketat sekali
dan apa yang terlukis diatas peta inipun merupakan bagian2
penting yang ada dalam perkampungan Pek Hoa San Cung
belaka, yang benar2 disetiap tempat terdapat penjagaan yang
tak kalah ketatnya" Pada waktu itu setiap orang yang ada dalam benteng batu
kecuali Be Boen Hwie serta Siauw Ling sebagian besar para
jago lainnya belum tahu kalau orang tua dari Siauw Ling
terkurung dalam perkampungan Pek Hoa San Cung, maka
mendengar perkataan tersebut mereka jadi tercengang dan
melongo. "Eeeeei.... sebenarnya apa yang sedang kalian
rundingkan?" tegur sipadri pemabok kemudian.
Siang Hwie mendongak dan melirik sekejap ke arah sipadri
pemabok. kemudian serunya tercengang, "Eeeei.... jadi kalian
belum tahu?" "Tidak ada orang yang beritahu kepada aku sihweesio,
tentu saja aku tidak tahu!!"
Berhubung Be Boen Hwie merasa persoalan ini menyangkut
suatu masalah yang amat besar sedang pada saat itupun
setiap orang hanya berhaarp bisa meloloskan diri dalam
keadaan selamat dari perkampungan Pek Hoa San Cung maka
ia duga tentu tak ada orang yang suka menempuh bahaya
dengan menerjang kejantung perkampungan, maka ia tidak
ingin menerangkan agar setiap orang bisa menentukan
pilihannya masing-masing.
Untuk beberapa saat lamanya suasana jadi hening.
"Orang tua cayhe telah ditangkap oleh Shen Bok Hong itu,
Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San Cung dan sekarang
dikurung dalam rumah hitam dibelakang loteng Wang Hoa


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Loo...." Sinar matanya menyapu Be bOen Hwie serta Siang Hwie
sekejap kemudian sambungnya.
"Berkat bantuan dari Be Cong Piauw Pacu serta Siang-heng
yang suka menyusup perkampungan Pek Hoa San Cung kami
ada maksud untuk menolong kedua orang tuaku, persoalan ini
tiada sangkut pautnya dengan cuwi sekalian gunakan saja
kesempatan selagi kami sekalian menolong orang terjang dan
berusahalah lolos dari perkampungan ini."
"Sebenarnya siapakah kau!" tegur pengemis kelaparan
"Cayhe adalah Siauw Ling"
Begitu ucapan tersebut diutarakan sipengemis kelaparan
serta sipadri pemabok sekalian jadi terpreanjat. sinar mata
mereka sama2 dialihkan ke atas wajah Siauw Ling.
"Sebenarnya kau adalah Siauw Ling yang mana?" tanya
sipadri pemabok setelah tarik napas panjang2. "Aaai...."
sebetulnya dalam kolong langit terdapat berapa orang Siauw
Ling" aku sihweesio gede sudah menjumpai dua orang Siauw
Ling, tapi masih ada seorang yang telah lama kudengar
namanya namun belum pernah bertemu muka"
"Cayhe adalah Siauw Ling yang asli"
"Tentang persoalan ini panjang sekali kalau diceritakan"
sambung Be Boen Hwie. "Siauw-heng ini bukan saja adalah
Siauw Ling yang asli, bahkan iapun pernah menjadi Sam
Cung-cu dari perkampungan Pek Hoa SAn-cung...."
Segera ia menceritakan apa yang diketahuinya kepada
semua orang. Si pengemis kelaparan melirik sekejap ke arah Siauw Ling
selesai mendengar kisah itu, kemudian katanya, "Kau benar2
sebutir mutiara yang tersembunyi di dalam tanah masih
ingatkah ketika pertama kali kau jumpa dengan aku
sipengemis?" "Tentu saya masih ingat!"
"Sekarang nona Gak berada dimana?"
"Tentang persoalan ini cayhe sendiripun tidak tahu."
Berbicara sampai disitu sipengemis kelaparan segera
mendongak dan ujarnya kepada Be boen Hwie, "Cong Piauw
Pacu menolong orang adalah persoalan penting, aku sipeminta2
ikut ambil bagian." "Haaa.... haaa.... persoalan jadi begini aku sihweesio
pemabok pun terpaksa ikut ambil bagian, bagaimana boleh
kan?" sambung sipadri pemabok sambil tertawa terbahak2.
JILID 23 Suma Kan pun segera menjura, katanya, "Siauw-heng,
siauwte percaya remalanku ampuh tapi kali ini aku tidak
berhasi lmenghitung kalau kau adalah Siauw-heng yang
memiliki ilmu silat amat lihay, untuk kesalahan ini aku harus
dihukum untuk turut ambil bagian dalam usaha ini"
"Maksud baik cuwi sekalian siauwte merasa amat berterima
kasih" Dengan perasaan terharu Siauw Ling menjura dan
mengucapkan terima kasih atas kesediaan para jago untuk
membantu dirinya. "Walaupun luka yang kami derita belum sembuh namun
kamipun rela membantu usaha Siauw-hen!" ujar Thay-san Jie
Hauw pula. Sementara Siauw Ling hendak mengucapkan terima kasih
mendadak Hong Coe telah bangkit berdiri sambil berkata,
"Sam-ya thayjien harap kau jangan salahkan diri hamba.
budak punya mata ternyata tak berbiji dan tidak kenali
kehadiran Sam-ya" "Tidak berani.... tidak berani, nona Hong! sejak hari ini
kedudukan kita adalah sama, kita harus saling berhubungan
bagaikan saudara sendiri"
"Budak tidak berani mempunyai pikiran tersebut...."
Mendadak terdengar Sun Put Shia menghembuskan napas
panjang2 dan berkata, "Be Cong Piauw Pacu masukkan pula
aku sipengemis tua dalam daftarmu itu !"
Siauw Ling pernah menyaksikan kehebatan ilmu silatnya. ia
merasa amat gembir karena bisa peroleh bantuan pengemis
ini buru-buru ia menjura.
"Terima kasih atas kesediaan loocianpwee!"
Sun Put Shia tertawa hambar, ia tidak menjawab.
Agaknya Be Boen Hwie sama sekali tidak menduga kalau
para enghiong yang ada dalam ruangan ternyata suka
memberi bantuannya. bukan saja kekuatan mereka makin
bertambah bahkan mencerminkan pula persatuan di tubuh
para jago segera ia berkata, "Atas bantuan yang akan cuwi
berikan atas nama Siauw-heng cayhe ucapkan banyak terima
kasih...." Ia menjura kepada semua orang setelah itu sambungnya,
"Sebelum memasuki perkampungan Pek Hoa San Cung untuk
menolong orang kau telah menyusun rencana dan ambil
keputusan untuk turun tangan pada kentongan kedua malam
ini...." Dari dalam sakunya ia ambil keluar secarik saputangan
warna putih kemudian katanya kembali, "Apabila cuwi sekalian
mempunyai saputangan warna putih ambillah keluar dan
kenakan dilengan kiri sebagai tanda."
setelah itu sambil melirik sekejap ke arah Siang Hwie
katanya "Apakah Siang-heng masih ada pesan lain?"
Siang Hwie tersenyum. "Bukankah cuwi sekalian sudah merasa amat lapar" aku
sipencuri tua segera akan menghadiahkan sedikit bahan
makanan buat kalian."
Kalau tidak diungkap mungkin tidak mengapa, setelah
dikatakan maka semua jago merasakan perutnya
keroncongan, bahkan Sun Put shia serta Siauw Ling pun
merasakan perutnya sangat lapar sehingga sukar ditahan lagi.
Dari sakunya Siang Hwie ambil keluar sebuah buntelan
warna putih dan ambil keluar sebungkus kain putih yang
segera dibagikan kepada para jago, tiap orang mendapat
sebungkus disamping secarik kain putih sebagai tanda.
Menanti Be Boen Hwie membuka bungkusan kain putih itu
dan mencium bau harum ikan daging sambil tertawa ia lantas
berseru, "Aaaah kiranya bubuk daging sapi!"
"Bubuk daging sapi ini aku sipencuri tua dapatkan dari luar
perkampungan Pek Hoa San Cung maka jumlahnya terbatas
sekali, aku cuma bisa menolong cuwi sekalian untuk menahan
lapar untuk sewaktu2"
Sembari berkata ia ambil keluar satu bungkus dan didahar
lebih dahulu. Demikianlah setelah menghabiskan satu bungkus bubuk
daging sapi, maka semangat para jago pun pulih kembali.
Menanti para jago itu sudah dibagi kelompok penolong dan
kelompok bertahan Be Boen Hwie pun pejamkan mata
bersemedi lebih dahulu. Udara semakin gelap dan malampun menjelang tiba angin
berhembus kencang diluar benteng menimbulkan suara
berisik. Sun Put Shia menengok keluar tampaklah awan tebal
menutupi seluruh jagad malam itu amat gelap sekali, tidak
nampak bintang dilangit dan tak tampak musuh disekeliling
tempat itu. suasana sunyi senyap tak kedengaran sedikit
suarapun, keadaanpun gelap gulita karena tak ada lampu.
Malam itu benar2 suatu malam yang gelap gulita.
Si Pencuri Sakti diam2 menghitung waktu, menanti
kentongan pertama telah lewat mendadak ia bangun berdiri
sambil berseru, "Kita harus segera berangkat!"
Setelah bersantap apalagi mengatur pernapasan beberapa
saat lamanya semangat para jago telah menjadi segar
kembali. Walaupun luka yang diderita Thay-san Jie Haauw tidak
ringan namun setelah mengatur pernapasan beberapa saat
lamanya kekuatannya telah pulih kembali, mereka segera
membalut lukanya siap turun tangan menghadapi musuh.
Menyaksikan semua jago telah bangun berdiri, sambil
tersenyum Sun Put Shia lantas berkata, "Mari, biarlah aku
sipengemis tua yang membuka jalan"
Siang Hwie percepat langkahnya mendekati kesisi tubuh
sipengemis tua itu lalu katanya, "Bagaimana kalau aku
sipencuri tua jadi pembantu Sun Put Shia?"
Seraya berkata sepasang tangannya diayun ketengah
udara, dua gulung bayangan hitam sebesar kepalan segera
meluncur ketengah angkasa.
Blumm....! Bluumm....! diiringi ledakan keras ketika dua
gulung bayangan hitam sebesar kepalan itu meluncur dua tiga
tombak dari mereka dan menumbuk diatas pohon segera
meledak dan memancarlah kobaran api warna biru yang
segera menyambar semua benda disekelilingnya.
Begitu dahsyat jilatan api itu, dengan cepatnya kebun
bunga itu sudah berkobar dalam lautan api.
Meminjam cahaya api itulah para jago bergerak kedepan,
mereka tidak temukan sesosok bayangan manusiapun seolah2
boesu berbaju hitam tersebut telah lenyap ditelan oleh
kegelapan. Setelah menyapu sekeliling tempat itu diam2 Siauw Ling
berpikir, "Mungkinkah orang it benar2 sudah membuyarkan
diri...." Belum habis ia berpikir tiba-tiba terdengar desiran tajam
menyambar datang, dua batang anak panah telah meluncur
ke arah mereka. Sebatang anak panah meluncur ke arah Sun Put Shia yang
sedang membuka jalan sedang anak panah lainnya
mengancam ke arah Be Boen Hwie.
sun Put Shia segera ayun tangan kanannya untuk
menyambut anak panah itu, ia rasakan tenaga luncur panah
tersebut luar biasa sekali sehingga hampir2 saja lepas tangan,
hatinya jadi tergerak segera teriaknya keras, "Kekuatan anak
panah itu sangat kuat harap cuwi sekalian ber-hati2!"
Sementara itu anak panah yang datang belakangan telah
tiba dihadapan Be Boen Hwie, orang she Be ini segera ayun
kipasnya membabat rontok anak panah tersebut.
Kobaran api yang membakar kebun bunga itu berkobar
makin besar dan makin luas namun tidak tampak sesosok
bayangan manusiapun yang muncul.
"Mari ikuti diri cayhe?" seru Siang Hwie setelah
menentukan arah, ia berputar menuju ke arah sebelah kiri.
Sejak meluncur datangnya dua batang anak panah tadi
lama sekali tidak terlihat gerakan lainnya bahkan sepanjang
empat lima tombak telah mereka lalui namun tak ada
seorangpun yang menghadang atau mencegat jalan pergi
mereka. Menanti mereka berpaling kembali, tampaklah kobaran api
yang membakar kebun bunga tadi telah padam. jelas hal ini
menunjukkan bahwa sekeliling kebun bunga yang terbakar
tadi bukannya tak ada manusia melainkan mereka tak ada
yang turun tangan mencegah.
Awan menutupi jagad semakin tebal hujanpun sebentar lagi
akan membasahi permukaan bumi. begitu gelap suasana
ketika itu sehingga lima jari sendiri pun sukar terlihat
meskipun para jago memiliki ketajaman mata yang melebihi
manusia biasa, namun berada ditengah pepohonan yang lebat
mereka hanya dapat menangkap pemandangan sekitar lima
depa dihadapannya belaka.
Dengan suara lirih Siang Hwie segera berkata, "Suruh
mereka gunakan tangan kiri untuk memegang baju orang
yang berada didepannya, gunakan tangan kanan untuk
bersiap sedia menghadapi setiap serangan musuh yang setiap
saat mungkin akan membokong kita!...."
"Baik! aku sipengemis tua akan berjalan lebih dahulu untuk
buka jalan. apabila ada mara bahaya aku sipengemis tua
segera akan beritahu kepada kalian semua"
Sehabis berkata ia lantas berjalan lebih dahulu.
"Merepotkan diri Sun-heng!" sahut Siang Hwie, ia lantas
perintahkan orang yang ada di belakangnya untuk mencekal
ujung baju sendiri. Para jago mengikuti permintaannya dan
segera maju kedepan secara lambat2.
Ditengah perjalanan tiba-tiba tercium bau amis
menggulung datang, begitu amis bau itu sehingga membuat
perut terasa jadi mual. Sebelum Siang Hwie mengetahui apa yang terjadi, dengan
suara berat Sun Put Shia telah berseru, "Ada sekawanan ular
berbisa sedang bergerak datang suruh mereka siapkan senjata
hadapi ular itu dengan berhati2!"
Sembari bicara ia telah melepaskan dua babatan
membinasakan puluhan ekor ular yang mendekati tubuhnya.
Belum sempat Siang Hwie menyampaikan keadaan tersebut
kepada para jago agar mereka suka membentuk lingkaran
untuk bersama2 menghadapi serangan ular berbisa itu, secara
otomatis para jago telah membentuk gerakan melingkar.
Haruslah diketahui para jago yang ikut dalam rombongan
tersebut sebagian besar merupakan jago-jago kangouw yang
sudah lama melakukan perjalanan dalam dunia persilatan,
pengalaman serta pengetahuan mereka amat luas sekali.
ketika mencium bau ular berbisa mereka segera tahu bahwa
dengan jalan barisan melingkar saja mereka baru dapat
bertahan terhadap serangan rombongan ular itu.
Dari dalam sakunya Siang Hwie ambil keluar sebuah batu
api dan menyulutnya. Meminjam sinar api tersebut maka tampaklah kurang lebih
empat depat dihadapan mereka membujur dua ekor ular yang
amat besar, dibelakang ular2 itu mengikuti kawanan ular yang
tak terhitung jumlahnya. Sementara itu Sun Put Shia telah mengundurkan diri dan
bergabung dengan para jago untuk ber-sama2 menghadapi
ancaman bahaya. "Susah buat kita untuk melawan ular beracun begitu
banyaknya, lebih baik dibakar saja dengan api!" kata Be Boen
Hwie. Belum habis ia berkata api ditangan Siang Hwie telah
padam. Dengan kepandaian silat yang dimiliki beberapa orang ini,
apabila berada ditengah siang bolong meskipun ada berpuluh2
bahkan be-ribu2 ekor ular pun mereka tidak akan
pandang sebelah mata, tapi keadaan pada saat ini jauh
berbeda suasana begitu gelap gulita sehingga untuk melihat
lima jari sendiripun susah meskipun para jago memiliki gerak
gerik yang lincah tak urung merasa bergidik juga.
Dengan cepat Siang Hwie mengeluarkan batu korek apinya


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kembali untuk membuat obor pada saat itulah gerombolan
ular itu sudah berapa tujuh delapan mereka.
Bau amis yang sangat memuakkan berhembus datang tiada
hentinya membuat perut jadi mual.
Dari tempat kejauhan terdengarlah suara seseorang yang
amat nyaring berkumandang datang.
"Kalian sudah terkurung ditengah kepungan kawanan ular
berbisa, asal aku turunkan perintah maka kawanan ular itu
akan segera menerjang kedepan dari empat arah delapan
penjuru malam ini gelap gulita susah memandang
pemandangan dihadapannya meskipun kalian memiliki
serangkaian ilmu silat yang amat lihay belum tentu bisa
menghadapi serbuan kawanan ularku yang akan muncul dari
delapan penjuru ini....!!
- - - - - - - 37 Ia merandek sejenak, setelah itu sambungnya.
"Thian mengharapkan umatnya berbuat kebajikan, loohu
tidak ingin melakukan perbuatan yang merugikan orang lain
apabila membinasakan dirimu. Mulai sekarang hingga waktu
setengah hio nanti akan kuberi kesempatan bagi kalian untuk
berpikir, apakah kalian hendak melakukan duel melawan
kawanan ular itu ataukah hendak menyerah. Loohu akan
gunakan tambur sebagai tanda apabila tambur kesepuluh
telah dibunyikan cuwi sekalian belum juga menyerah maka
loohu segera akan menggerakkan barisan ular ini."
Selesai bicara tamburpun dibunyian satu kali.
Sun Put Shia mengawasi keadaan disekeliling tempat itu
dengan sinar mata tajam. ia temukan ular yang ada disekitar
mereka sedang menjulurkan lidah mereka tiada hentinya, para
jago telah terkepung ketat dan ular2 itu pun sudah siap
melakukan terjangan. Pengalamannya amat luas, sekilas pandang ia dapat tahu
kalau ular2 berbisa itu sudah dilatih dan dipelihara oleh
seorang ahli ular. alisnya langsung berkerut, pikirnya, "Entah
berapa banyak ular beracun yang berkumpul di dalam hutan
ini! kalau ingin lolos dari barisan ular ini rasanya bukan suatu
pekerjaan gampang...."
Untuk beberapa saat lamanya ia tak sanggup mengambil
keputusan bagaimana harus bertindak menghadapi kejadian
itu. "Siang-heng apakah kau dapat melepaskan api?" bisik Be
Boen Hwie lirih. Karena setelah dipikir bolak balik ia merasa kecuali
menggunakan api rasanya tak ada cara lain, yang lebih tepat
lagi untuk menghadapi kawanan ular tersebut.
Obor yang dibuat Siang Hwie kembali padam ditangah
kegelapan ia berbisik lirih, "Kita bisa pikirkan cara untuk
melepaskan api, apakah pihak perkampungan Pek Hoa San
Cung tidak bisa memikirkan akan hal tersebut" mungkin
mereka sudah bikin persiapan"
"Ditinjau dari situasi yang kita hadapi saat ini rasanya cuma
menggunakan api saja baru dapat mengundurkan ular
tersebut, apabila Shen Bok Hong sudah bikin persiapan maka
kitapun hanya bisa bertindak sambil berpikir coba kita lihat
dahulu permainan setan apa lagi yang hendak mereka lakukan
kemudian kita baru cari akal untuk menghadapinya."
Mendadak terdengar Suma Kan berkata,
"Harap cuwi sekalian berlega hati. menurut ramalan yang
barusan siauwte lakukan diantara kita tak seorangpun yang
akan mati binasa terpagut ular berbisa itu."
Ditengah situasi yang kritis dan berbahaya ternyata ia
masih ada waktu senggang untuk meramal, meskipun
perbuatannya membuat orang jadi mesem namun tak urung
mendatangkan pula hiburan bagi mereka.
Kata Sun Put Shia, "Sekeliling tempat ini jarang ada
pepohonan, rumputpun jarang sekali, meskipun melepaskan
apipun belum tentu bisa mendesak mundur kawanan ular
tersebut". "Tapi kitapun tak bisa duduk sambil menanti mati bukan?"
sela Be Boen Hwie. "Ia telah memberi batas waktu bagi kita untuk berpikir,
inilah kesempatan baik buat kita untuk mencari akal guna
menghadapi kawanan ular ini!"
"Aaai....! seandainya Tiong Chiu Siang Ku berada disini
rasanya kitapun tidak bakal terkurung dalam barisan ular!"
keluh Siang Hwie sambil menghela napas panjang.
Kawan2 Bu-lim dikolong langit semuanya tahu kalau Sang
Pat adalah seorang manusia yang paling banyak
mengumpulkan barang2 berharga, barang antik serta barang2
aneh. Boleh dibilang sejak jaman dahulu kala sampai sekarang
cuma dia seorang yang punya koleksi barang sebanyak itu
maka tidak aneh kalau siapapun percaya hanya dialah yang
punya benda untuk menaklukkan kawanan ular.
Tong.... kentongan kedua sudah dibunyikan.
"Mengulur waktu terus bukan suatu tindakan yang tepat"
pikir Siauw Ling. "Aku harus menemukan suatu cara yang
tepat untuk menghadapi keadaan ini...."
Sembari berpikir dengan langkah lebar ia lantas berjalan
memasuki barisan ular itu.
Ternyata secara tiba-tiba ia punya satu pikiran aneh, ia
menduga ular besar yang membawa jalan bagi rombongan
ular tersebut kemungkinan besar merupakan pemimpin dari
kawanan ular itu, maka ia merasa apabila dua ekor ular besar
tadi dibinasakan niscaya berisan ular itu akan hancur
berantakan. Walaupun apa yang dipikirkannya mungkin benar dan ia
memiliki sepasang mata yang amat tajam, bukanlah suatu
pekerjaan enteng baginya untuk menemukan dua ekor ular
raksasa yang membawa jalan diantara laksaan ekor ular itu.
Bau amis yang memualkan tersiar keluar menyelimuti
seluruh angkasa. tampaklah kalau ular dari pelbagai jenis ular
beracun menongol keangkasa dan bergerak kesana kemari
jangan dikata terpagut. cukup memandang rombongan ular
itupun sudah membuat hati berdebar keras dan bulu kuduk
pada bangun berdiri. Agaknya kawanan ular itu dikekang dan dikendalikan oleh
sesuatu yang tersembunyi, walaupun kepalanya diangkat ke
atas sambil menjulurkan lidah dan siap melakukan tubrukan
namun ular2 itu tetap tak berkutik dari tempatnya semula.
Siauw Ling memang diakui memiliki ilmu silat yang sangat
lihay namun berhadapan dengan ular beracun yang begitu
banyak tak urung ia gelagapan sehingga keringat dingin
mengucur keluar membasahi tubuhnya.
Mendadak terdengar suara langkah manusia berkumandang
datang dari belakang tubuhnya. ketika ia berpaling tampaklah
Suma Kan telah datang menghampiri dirinya sambil berbisik,
"Sewaktu siauwte ada dilautan Timur tempo dulu aku pernah
belajar ilmu menangkap binatang beracun. sebenarnya
menangkap ular merupakan kepandaian dasarku tetapi setelah
menghadapi kawanan ular yang begitu banyak dewasa ini
siauw-te merasa tidak tega untuk turun tangan Tetapi tidak
seharusnya kalau kita biarkan mereka mengurung kita semua
dalam barisan ular. kita harus mencari akal untuk
mengahancurkan barisan ular tersebut".
"Ucapan Suma heng sedikitpun tidak salah" Siauw Ling
mengangguk. "Tetapi siauw-tepun merasa bingung bagaimana
kita harus turun tangan menghadapi kawanan ular itu"
seandainya siauw re harus menghadapi sepasukan musuh
tanpa pikir panjang akan kuserbu orang itu tapi menghadapi
barisan ular ini...."
"Memang agak sulit buat kita untuk menghadapi kawanan
ular ini, Siauwte punya akal bagus."
"Suma-heng, kalau kau punya akal cepat katakan, mari kita
rundingkan dengan akalmu itu" dengan cepat sianak muda itu
menyambung. "Gerak-gerik kawanan ular ini laksana sebuah barisan, aku
duga tentu ada orang yang mengendalikan ular2 itu secara
diam2. aku pikir asalkan kita berhasil menemukan orang yang
mengendalikan kawanan ular itu dan menangkap dirinya,
niscaya kawanan ular itu bisa kita paksakan untuk ditarik
kembali. bukankah begitu?"
"Hm ucapanmu bukankah sama artinya perkataan tak
berguna" pikir Siauw Ling di dalam hati, "Tak usah kau
ucapkan pun aku sudah tahu akan cara ini!"
Namun tanyanya juga. "Tolong tanya apakah cara yang berhasil Suma-heng
dapatkan itu!" "Kita berusaha untuk membuat obor kemudian seorang
membawa sebuah obor dan membentuk sebuah barisan
memanjang, dengan tangan kiri mencekal obor tangan kanan
membawa senjata kita terjang keluar barisan ular itu."
"Em.... cara ini memang termasuk sebuah cara untuk
kmencari selamat" kembali sianak muda itu berpikir. "Tapi kita
harus mencari obor2 ditu dimana" .... aaai.... agaknya semua
cara yang ia usulkan tak berguna semua!"
Tong.... kembali suara tambur bertalu memecahkan
kesunyian. Jantung Siauw Ling tergetar keras. segera pikirnya,
"Para jago bisa terkurung disini karena urusanku, aku tak
boleh duduk berpeluk tangan belaka sambil menunggu
kematian, Bagaimanapun juga aku harus menempuh
bahaya...." Karena berpikir demikian ia lantas berkata dengan suara
lirih, "Dewasa ini situasi dan keadaan sangat mendesak,
terpaksa aku harus coba menerjang kedepan dengan
menempuh bahaya" Ia patahkan sebuah ranting kayu kemudian setelah dicekal
erat2 teriaknya. "Daripada kita menunggu sampai barisan ular itu
menunjukkan kelihayannya lebih baik kita serbu lebih dahulu.
Cayhe akan bukakan jalan bagi kalian semua".
Ia putar ranting ditangannya kemudian disapu kedepan.
Angin pukulan men-deru2, kawanan ular terbang
melayang, dalam sekali serangan ia suah membinasakan beratus2
ekor ular. Melihat kehebatan sianak muda itu Suma Kan segera
simpan senjata roda emasnya dan tertawa ter-bahak2.
"Haa.... haa.... haa.... menggunakan ranting sebagai ganti
senjata, suatu cara yang bagus sekali untuk menghadapi
kawanan ular" serunya.
Iapun mematahkan sebuah ranting kemudian dicekalnya
erat2. Cara ini dengan cepat ditiru oleh para jago lainnya, maka
dalam sekejap mata semua orang sudah mencekal sebatang
ranting sebagai senjata. Kebun bunga itu tidak luas arenanya namun daun tumbuh
subur dan rindang, ketika ranting itu disapu keluar dengan
disertai tenaga dalam maka terhembuslah segulung angin
serangan yang maha dahsyat, ular2 itu tak kuat menahan diri,
banyak diantaranya yang mati terbabat jadi dua bagian.
Begitulah di dalam sekejap mata ribuan ekor ular beracun
itu telah mati binasa tersapu angin pukulan yang dilancarkan
oleh para jago namun jumlah ular yang berhasil dibinasakan
sama sekali tidak berkurang bahkan jumlahnya makin lama
semakin banyak. Dalam pada itu kentongan kesepuluh sudah dibunyikan,
kawanan ularpun segera menerjang dari delapan arah empat
penjuru dan menyerang para jago dengan dahsyatnya.
Walaupun begitu kekuatan yang terpancar keluar lewat
ranting2 kayu dari para jagopun tidak kalah hebatnya. satu
tombak disekeliling tubuh mereka terbungkus oleh selapis
hawa murni, tak mungkin bagi kawanan ular itu untuk
mendesak tiba. Tiba-tiba terdengar suara suitan aneh yang tinggi
melengking berkumandang datang, suaranya tinggi dan
sangat menusuk telinga membuat hati setiap orang tergetar
keras. "Hati2...." Suma Kan segera berteriak lantang "Suitan itu
menandakan kalau pawang ular itu sedang memberi petunjuk
kepada kawanan untuk menyerang, harap cuwi sekalian
pertinggi kewaspadaan!"
Baru saja ucapan itu selesai diutarakan mendadak dua titik
cahaya hijau menerjang datang ke arah para jago, makin lama
jaraknya terpaut semakin dekat, cahaya hijau itupun semakin
kuat dalam sekejap mata kedua titik hijau tadi sudah berada
kurang lebih dua tombak dihadapan para jago.
Siauw Ling adalah jago paling lihay diantara jago lainnya,
dengan sepasang matanya yang tajam ia dapat lihat benda itu
merupakan sepasang mata dari seekor ular raksasa ia
tertegun dan segera bertanya kepada Suma Kan.
"Suma-heng makluk yang sedang bergerak datang bukan
lain adalah seekor ular raksasa bagaimana kita harus
menghadapi dirinya"!"
Suma Kan mengamati pula mahluk itu beberapa saat
hatinya merasa sangat kaget
"Sungguh besar ular raksasa ini....!" batinnya.
Ia lantas berseru. "Siauw-heng lebih baik kita sambit dan lukai dulu sepasang
matanya dengan senjata rahasia beracun!"
"Terima kasih atas petunjukmu Suma-heng!"
Kendati mereka berdua ber-cakap2 namun selama ini
batang ranting ditangan mereka sama sekali tidak berhenti,
sebentar kesana sebentar kemari dalam sekejap mata kembali
be-ratus2 ekor ular kena disapu sampai patah jadi dua bagian.
Pada saat itulah.... mendadak dari kawanan ular sebelah
utara terjadi kegaduhan, kawanan ular itu sama2 menyingkir
kekedua belah samping dan membuka sebuah jalan.
Kejadian anehh ini mencengangkan para jago mereka
sama2 berpaling maka terlihatlah seorang boesu berbaju
hitam sedang berlari mendekat dengan amat cepatnya.
dimana ia bergerak kawanan ular sama2 menyingkir
kesamping. Siauw Ling amat terperanjat.
"Ilmau silat apakah yang dimiliki orang itu" sungguh luar
biasa" pikirnya dalam hati. "Bukan saja ia dapat bergerak
dengan leluasa ditengah kurungan kawanan ular bahkan ular2
itu pun tak berani mendekati tubuhnya"
Ketika itu dalam genggamannya sudah siap dua batang
ranting dipersiapkan untuk menghajar sepasang mata ular


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

raksasa itu sebagai senjata tetapi setelah menyaksikan
kelihayan orang itu hatinya tergetar, ia batalkan niatnya untuk
menghadapi sang ular dan bersiap2 menghadapi si orang
berbaju hitam itu lebih dahulu.
"Toako pertolongan siauwte datang agak terlambat harap
kau suka memberi maaf atas keteledoranku ini" mendadak
terdengar serentetan suara yang sangat dikenal
berkumandang datang tatkala ia sudah siap untuk turun
tangan. Ketika suara itu berkumandang masuk ke dalam telinga
Siauw Ling sianak muda ini segera kenali suara itu sebagai
suara dari Sang Pat si Sie Poa emas. hatinya bersyukur dan
lega. "Oooouw....! sungguh berbahaya, hampir2 saja bencana
merenggut jiwa kami semua, untung ia keburu datang!"
pikirnya. Dengan ilmu menyampakan suara ia lantas berseru.
"San-heng siauw-heng berada disini!"
Mendengar suara itu boesu berbaju hitam itu putar arah
dan berlari menuju ke arah Siauw Ling berada.
Kembali terlihat kawanan ular itu sama2 menyingkir
kesamping, secara otomatis mereka memberikan sebuah jalan
buat si orang berbaju hitam itu.
Siauw Ling segera bergerak mundur memberikan sebuah
tempat pijak buat dirinya ambil kesempatan itu boesu berbaju
hitam tadi meloncat masuk dan berhenti disisi Siauw Ling
Suma Kan merasa amat cemas tatkala menyaksikan
seorang boesu berbaju hitam berhasil menerjang datang.
tangan kirinya langsung bergerak dan sebuah serangan sudah
dilepaskan membabat punggung orang itu.
Untung Siauw Ling cukup waspada dan berpandangan
tajam. ia putar telapak menyambut datangnya serangan dari
Suma Kan lalu serunya "Jangan menyerang orang sendiri!"
Orang yang barusan datang tidak lain adalah Sie Poa emas
Sang Pat terlihatlah ditangannya mencekal sebuah benda yang
besarnya bagaikan telur ayam, serentetan bau belirang yang
amat menusuk penciuman tersiar keluar tiada hentinya.
Dalam pada itu kawanan ular diempat penjuru sama2
menyingkir kembali kesamping. mereka julurkan lidah siap
menubruk kemuka namun tak seekorpun diantara ular2 itu
berani bergerak mendekat.
Bahkan ular raksasa yang memancarkan cahaya hijau dari
sepasang matanyapun sama sekali tidak berkutik.
"Benda apakah yang kau bawa di dalam genggaman itu?"
Siauw Ling menegur lirih. "kenapa begitu lihay" sampai
kawanan ularpun tak berani mendekati dirimu?"
Sang Pat tertawa dan menjawab, "Benda ini bukan lain
adalah inti dari belirang dan merupakan obar beracun paling
utama untuk melawan kawanan ular. Asalkan ada benda ini
ditangan maka pelbagai macam ular tak berani mendekat, kita
bisa hentikan bergeraknya kawanan ular itu tanpa membuang
banyak tenaga!" "Oouw kiranya begitu Cuwi sekalian harap segera berhenti
bergerak!" teriak Siauw Ling kepada sahabat2nya.
Sejak dimulainya pertarungan melawan kawanan ular,
sudah ada beberapa jago yang diantaranya merasa napasnya
ter-sengkal2 sebab kepandaian silat mereka rada cetek, kini
mendengar seruan Siauw Ling merekapun sama2 berhenti.
Tampaklah Boe-su berbaju hitam yang berdiri disisi Siauw
Ling mendadak ayunkan telapaknya, kawanan ular yang ada
diempat penjuru segera sama2 mengundurkan diri ke
belakang. Setelah ada pengalaman atas kehadiran Siang Hwie yang
menyaru sebagai boesu berbaju hitam kehadiran Sang Pat kali
ini tidak begitu mengagetkan para jago lagi.
"Harap cuwi sekalian suka mengikuti dibelakang tubuhku"
kata Boesu berbaju hitam itu secara tiba-tiba kemudian ia
putar badan dan berlalu dengan langkah lebar.
Dimana ia tiba kawanan ular sama2 menyingkir kesamping,
terbukalah sebuah jalan lewat bagi para jago untuk
meninggalkan tempat itu. Suitan panjang kembali berkumandang, kali ini segulung
demi segulung saling menyambung tiada berkeputusan,
mengikuti suitan tadi kawanan ular disekeliling tempat itu
sama2 bergerak namun tak seekorpun berani menubruk ke
arah para jago. Dengan demikian dalam sekejap mata Sang Pat sudah
membawa kawanan jago itu lolos dari kurungan barisan ular.
Ketika mereka mendongak maka tampaklah sebuah loteng
yang sangat tinggi telah menjulang dihadapan mereka,
ternyata mereka sudah tiba dipusat perkampungan seratus
bunga yaitu loteng Penengok Bunga.
Ketika itu suasana diatas loteng Wang Hoa Loo gelap
gulita, tak nampak sedikit cahayapun suasana sunyi senyap
dan sangat hening. Menuding ke arah sekelompok bayangan hitam San Pat
berkata "Ditempat itulah dua orang tua kita terkurung dan ditahan.
Sipengemis cilik, Tu Kiee, Kiem Lan, Giok Lan semuanya
sedang berjaga2 disekeliling kamar hitam dan siap menanti
saat yang baik untuk turun tangan. Perbuatan kita ini sudah
mengacaukan penjagaan Shen Bok Hong mimpipun ia tak
menyangka kalau kita bisa menyusup ke dalam Boesu berbaju
hitamnya, nona Giok Lan hapal dengan keadaan dalam
perkampungan iapun mendapat simpatik dari setiap orang,
banyak sekali enci dan adik di dalam perkampungan Pek Hoa
San Cung ini secara diam2 memberi bantuan kepadanya. atas
bantuannya itulah maka pekerjaan kita dapat berjalan dengan
lancar. Siauw Ling sangat terharu sekali, tanyanya dengan nada
berat. "Apakah ayah dan ibuku benar2 berada di dalam kamar
hitam itu?" "Menurut kabar berita yang berhasil didapatkan nona Giok
Lan, kedua orang tua itu benar2 ada disana".
"Ada orang yang menjaga ruang tahanan tersebut?"
"Tentang soal ini aku kurang tahu, aku cuma lihat pintu
berwarna hitam yang ada didepan ruangan tadi selalu tertutup
rapat2, kami tidak berani mendekati tempat itu secara
gegabah dan tidak leluasa pula untuk menjenguk ke dalam
sambil membobolkan pintu maka adakah pengawal yang
menjaga ruang hitam tadi kami kurang begitu jelas"
Siauw Ling termenung dan berpikir sejenak dengan
seksama akhirnya ia berseru, "Baiklah! mari kita masuk
kedalam!" "Menurut perkataan nona Giok Lan katanya rumah hitam
itu dibangun sangat kuat sekali dangan pelbagai macam ilmu
silatpun tidak sanggup untuk menjebolkan pintu itu" kata Sang
Pat. "Apakah tiada cara lain untuk memasuki ruangan itu?"
"Lebih baik seandainya kita berhasil mendapatkan kunci
pintu itu kalau tidak terpaksa kita harus gunakan tenaga atau
pedang mustika mematahkan tiang penyangga di dalam pintu
besiitu". Kembali Siauw Ling berpikir sejenak tiba-tiba serunya,
"Sekeliling tempat ini merupakan sebuah tanah datar yang
sangat tidak menguntungkan posisi kita, tak baik buat kita
untuk berdiam terlalu lama disini mari kita menuju keluar
rumah hitam itu". Sang Pat tidak menjawab ia segera membawa saudara
angkatnya itu mendekati rumah hitam tersebut.
Tampaklah dua orang Boesu berbaju hitam berdiri menjaga
didepan pintu dengan wajah angker.
Siauw Ling segera siapkan ilmu jari Siuw-Loo-Sin-Cienya
untuk membinasakan kedua orang itu namun untung sebelum
ia sempat turun tangan Sang Pat sudah menegur, "Sahabat
Tu! cepat kemari!" Beosu berbaju hitam yang disebelah kiri mengiakan. buruburu
ia lari mendekat sambil bertanya, "Loo-toakah?" apakah
kau telah berjumpa dengan Lion Tauw Toako?"
Ternyata orang itu bukan lain adalah Liong Bian Thiat Pit
sipena besi berwajah dingin Tu Kioe adanya.
Diam2 Siauw Ling bersyukur, pikirnya, "Aah sungguh
beruntung aku tidak turun tangan lebih dahulu, kalau tidak
niscaya aku akan menyesal sepanjang masa...."
"Bagaimana dengan beberapa orang Boesu berbaju hitam
itu?" tanya Sang Pat dengan suara lirih.
"Agaknya beberapa orang keparat cilik itu sudah menaruh
curiga kepada kita maka siauwte serta sipengemis cilik segera
turun tangan membinasakan mereka semua".
"Apakah nona Giok Lan sudah kembali?"
"Belum!" "Saudara Tu!" Siauw Ling segera menegur dengan suara
lirih. Tu Kioe berpaling, ia awasi sejenak sianak muda itu sambil
menjura jawabnya, "Toako, setelah kau menyaru hampir2 saja
siauwte tidak kenali dirimu lagi.
Siauw Ling tersenyum. "Mari kita menengok kesana apakah sudah ditemukan cara
lain untuk membuka pintu rumah hitam ini?" ia bertanya.
"Sudah beberapa kali siauwte serta sipengemis cilik
berusaha untuk membobolkan pintu ini namun setiap kali
usaha kami selalu gagal."
"Kalau begitu biarlah siauwte periksa sendiri sahut Siauw
Ling cepat, ia sangat menguatirkan keselamatan orang tuanya
maka dengan langkah lebar sianak muda itu berjalan kerumah
hitam. Terlihatlah bangunan rumah yang disebut rumah hitam itu
berwarna hitam semua. tak diketahui terbuat dari benda
apakah bangunan tersebut diam2 Siauw Ling kerahkan
tenaganya lalu dengan tangan kanan ia dorong pintu hitam itu
keras2. Terasa pintu tadi kuat dan sangat kokoh dorongannya
barusan sama sekali tidak menunjukkan hasil apapun.
Siauw Ling kerutkan dahiniya, ia sangat tidak puas dengan
kejadian itu. Hawa murninya segera disalurkan sekali lagi, lalu
dengan sekuat tenaga menendang pintu besi itu.
Hasilnya pintu hitam tadi tetap tak berkutik barang sedikit
jua. "Aaah.... agaknya kecuali mendapatkan kunci dari pintu
hitam ini tak mungkin bagi diriku untuk membuka pintu
tersebut dengan cara lain" pikir Siauw Ling.
Sementara itu masih kebingungan, kembali muncul seorang
boesu berbaju hitam yang punya perawakan kecil pendek lari
menuju ke arahnya. Siauw Ling segera mengempor tenaga, sebelum telapaknya
didorong kemuka suatu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia
segera batalkan niatnya dan turunkan telapaknya kembali.
Boesu berbaju hitam itu segera menjura ke arah Be Boen
Hwie seraya menegur, "Be-ya budak adalah Giok Lan
dimanakah Sam-ya sekarang berada?"
Kiranya Giok Lan pun tak dapat membedakan dimanakah
majikannya berada setelah Siauw Ling menyaru sebagai
pembantu dari Be Boen Hwie.
Memperoleh pertanyaan itu sinar mata Be Boen Hwie
segera digeserkan ke atas wajah Siauw Ling.
Giok Lan mendusin, buru-buru ia bongkokkan badan
menjura seraya menyapa "Budak Giok Lan menghunjuk hormat buat Siauw ya...."
Mendadak ia teringat bahwa Siauw Ling sudah melarang
mereka menyebut dirinya dengan sebutan tersebut, buru-buru
dayang itu tutup mulut kembali.
"Barusan Siang-heng serta saudara Sang beritahu
kepadaku, tentang keberhasilan kita sekarang ini tidak lain
berkat bantuan nona yang amat besar" kata sianak muda itu.
"Sam-ya kosen dan lihay, budak tidak berani menerima
pahala tersebut...." ia merandek sejenak kemudian
meneruskan, "Budak berhasil mendapatkan satu gebung
kunci2 pintu cuma entah kunci yang mana yang merupakan
kunci pintu hitam ini"
Sembari berkata dari sakunya ia ambil keluar ber-puluh2
batang kunci berwarna hitam dan segera diserahkan kepada
majikannya. Siauw Ling terima kunci itu lalu diperiksa dengan seksama
sedikitpun tidak salah diatas pintu besi ia temukan adanya
sebuah lubang kunco "Tentang pekerjaan ini lebih baik serahkan saja kepada aku
sipencuri tua!" bisik Siang Hwie segera.
Siauw Ling mengiakan, ia lantas angsurkan kunci2 tadi
kepadanya. Siang Hwie terima kunci itu lalu diperiksa sejenak.
kemudian iapun memeriksa lubang kunci diatas pintu hitam
setelah itu sambil menggelang serunya, "Nona Giok kau salah
ambil, tak ada sebuah kuncipun yang cocok dengan lubang
kunci diatas pintu hitam ini",
Giok Lan merogoh ke dalam sakunya dan kembali
mengambil keluar dua batang kunci lalu diserahkan
ketangannya. "Disini masih ada dua buah kunci lagi" katanya "Kalau
inipun tidak benar maka sia2lah usahaku selama ini"
Siang Hwie memeriksa sekejap dua buah kunci itu
kemudian ia ambil salah satu diantaranya dan dimasukkan
kealam lubang kunci diatas pintu.
Tangannya berputar kekiri lalu berputar pula kekanan
beberapa kali, diiringi suara bercuitan terbukalah pintu besi
tadi. Melihat pintu besi itu akhirnya terbuka juga Siauw Ling
kegirangan segera pujinya, "Kepandaian sakti Siang-heng
betul2 luar biasa siauw-te merasa sangat kagum".
Dimulut ia ajak Siang Hwie berbicara sementara badannya
sudah bergerak masuk ke dalam ruangan hitam itu.
"Sam-ya hati2!" Giok Lan memperingatkan dengan hati
cemas. Belum habis ia berseru, tubuh Siauw Ling yang sudah
menerjang masuk ke dalam ruangan tiba-tiba mengundurkan
diri kembali keluar. "Kenapa?" Sang Pat segera bertanya dengan nada lirih.
"Di dalam ruangan kembali terdapat sebuah pintu besi yang
kuat dan kokoh.

Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aaaai....! aku takut usaha kita selama ini akan sia2
belaka.... Giok Lan tidak dengan cepat ia terjang masuk ke dalam
ruangan ketika tangannya meraba tidak salah lagi disana
kembali terdapat sebuah pintu besi yang sangat kuat.
Siang Hwie menyusul masuk dari belakang ia membuat api
dan menyinari sekeliling tempat itu.
Sebagai seorang pencuri sakti ia punya pengalaman yang
sangat dalam membongkar kunci2 pintu, maka sekali pandang
lubang kunci tadi mendadak ia tersenyum serunya, "Aaaai
kalian tak usah kuatir cuma pekerjaan enteng semacam ini tak
bakal menyusahkan aku pencuri tua"
"Jadi maksud Siang-too cianpwee, kau punya keyakinan
untuk membuka pintu besi ini?" tanya Giok Lan cemas.
"Marilah kita coba."
Dari sakunya sipencuri tua itu mengambil keluar sebuah
Kunci serba bisa kemudian dimasukkan ke dalam lubang kunci
dan diputarnya beberapa kali, setealh itu telapaknya langsung
hamtamkan ke atas kunci besi itu.
Braaak! diiringi suara kera, pintu besi itu segera terbentang
lebar. Kiranya di dalam pemeriksaannya sekilas pandang tadi
Siang hwie menemukan apabila kunci pintu itu hanya sebuah
kunci biasa dan bukan terbuat secara istimewa, maka dalam
hatinya ia sudah punya keyakinan untuk membuka pintu tadi.
"Sudah terbuka pintunya?" tanya Siauw Ling sambil
menyerbu kedalam. "Untung tidak ku-sia2kan harapanmu!"
Sekali tendang Siauw Ling membuka pintu besi itu
kemudian menerjang masuk kedalam.
Laksana kilat Giok Lan, membuat sebuah obor sebagai
penerangan, seketika itu juta seluruh ruangan yang gelap jadi
terang benderang bagaikan disiang hari.
Dimana cahaya obor memancarkan sinarnya. tampaklah
diujung ruangan duduk seorang kakek tua yang berambut
kusut dan berpakaian kumal.
Disisi kakek tua tadi duduk seorang nyonya setengah baya
yang berambut kusut dan berpakaian kumal pula.
Sekilas pandang Siauw Ling kenali kedua orang itu bukan
lain adalah orang tuanya ia segera menubruk maju jatuhkan
diri berlutut dan berseru, "Putramu yang tak berbakti Siauw
Ling datang menghunjuk hormat buat ayah dan ibu berdua!"
Walaupun rambut kakek tua itu kusut dan bajunya kumal
namun wajahnya kelihatan tenang dan mantap secara lapat2
menunjukkan wibawa yang sangat besar.
Tampak ia membuka matanya secara perlahan-lahan
setealh memperhatikan sejenak wajah Siauw Ling segera
ujranya. "Apakah kau adalah Ling-jie?"
"Benar, aku adalah Siauw Ling putra yang tak berbakti"
buru-buru sianak muda itu menyahut "Budi kebaikan orang
tua belum sempat kubalas, sekarang aku malah mencelakai
kau orang tua, dosa ini sangat besar, silahkan ayah memberi
hukuman kepadaku...."
"Aaaai.... sungguh banyak perubahan pada dirimu, sampai
ayahpun tidak kenal akan dirimu kembali?"
Kiranya sewaktu masih kecil Siauw Ling berbadan lemah
dan banyak sakit. lagipula saat ini ia sedang menyaru, maka
walaupun mereka adalah ayah ibu kandungnya, namun kedua
orang tua itu tak kenali dirinya lagi.
"Dia bukan Ling-jie!" terdengar nyonya setengah baya itu
berseru keras. "Kita jangan sampai terjebak di dalam
perangkapannya?" "Ibu, apakah kau sudah tidak kenali, kembali suara
ananda?" Sepasang mata nyonya itu berkedip, lama sekali ia baru
menjawab, "Walaupun suaranya mirip namun kulit tubuh
putraku putih bersih. sedangkan wajahmu kuning ke
pucat2an" "Ibu, pada saat ini diatas wajah ananda sedang dipolesi
dengan obat untuk menyaru"
Giok Lan segera angkat tinggi obornya dan ikut berlutut ke
atas tanah. Hujien dia benar2 adalah Siauw Ling...." serunya.
Nyonya itu tertawa dingin, seraya jengeknya
"Sebetulnya kau adalah seorang pria atau seorang gadis?"
Kiranya ketika Giok Lan memakai baju hitam wajahnya
dipolesi dengan angus dan menyaru sebagai Boesu berbaju
hitam namun suaranya sama sekali tidak berubah dan tetap
merdu dan lembut bagaikan nyanyian burung nuri.
"Budak adalah Giok Lan" segera dayang itu
memperkenalkan diri. "Apabila kau adalah seorang budak apa sebabnya memakai
baju seorang pria?" "Budak sudah terbiasa berkelana dalam dunia kangouw.
dalam keadaan terpaksa kami harus berbuat demikian"
"Ehm....! mungkin ia berbuat demikian karena ingin
menolong kita" sambung kakek tua itu sambil mengangguk.
"Orang ini bukan putraku" seru nyonya setengah baya
tersebut sambil menuding ke arah Siauw Ling. "Sedangkan
perempuan berbaju lelaki ini tiada hubungan sanak maupun
keluarga dengan kita mengapa mereka harus menolong kita?"
Terdengar suara bentakan keras serta bentrokan senjata
suah mulai berkumandang datang dari luar rumah hitam itu
agaknya pertarungan sudah mulai berlangsung.
Dengan air mata bercucuran Siauw Ling kembali memohon,
"Ooh ibu! ananda benar2 adalah Siauw Ling. aku adalah Lingjie
yang dibesarkan dalam bopongan ibu...."
"Hm! jangan bicara lebih banyak lagi" hardik nyonya itu.
"Sekalipun kalian tidak beri makan beberapa hari lagi dan
menyiksa kami lebih berat namun, kesadaranku tidak akan
berkurang." "Ayah, apakah kau bisa kenali suara ananda" Siauw Ling
segera berpaling ke arah kakek tua itu.
"Aaah.... walaupun aku tak bisa mendapatkan bayanganmu
seperti dahulu namun suaramu memang mirip seperti Ling-jie,
dan dari sikap serta tingkah lakumu aku duga memang kau
benar2 adalah Ling-jie!"
"Ayah harap kau suka menerangkan tentang ananda
dihadapan ibu...." "Aaaa...." kembali Siauw thay jien menghela napas
panjang. "Selama beberapa waktu ibumu harus mengalami
pelbagai pengalaman yang menyeramkan, mengerikan serta
menyiksa batinnya ia sudah peroleh pukulan batin yang sangat
besar. sehingga untuk beberapa waktu mungkin terlalu sulit
bagiku untuk memberi keterangan kepadanya. Aaaai.... dalam
kenyataan aku serta ibumu sudah jadi burung di dalam
sangkar mau dibunuhpun gampang sekali, aku percaya tak
mungkin pihak mereka mengirim seseorang untuk menyaru
sebagai putraku!" Mendadak suatu ingatan berkelebat dalam hati Siauw Ling,
pikirnya, "Ketika aku meninggalkan rumah, waktu itu aku baru
berusia dua tiga belas tahunan badanku lemah dan
berpenyakitan setiap saat kemungkinan besar mati. Sebaliknya
sekarang bukan saja badanku kekar dan tegap bahkan
mendapat pula didikan ilmu silat dari tiga orang guruku,
ditambah pula obat penyaruan sudah mengubah wajah asliku
sekalipun kedua orang tuaku tidak disiksa oleh musuhpun, tak
mungkin mereka bisa kenali diriku. persoalan paling penting
yang harus dilakukan sekarang adalah bagaimana caranya
menyelamatkan kedua orang tuaku dari mara bahaya
kemudian kubersihkan wajahku dari penyaruan. sampai
waktunya aku rasa mereka bakal kenali diriku dengan
sendirinya" Karena berpikir demikian ia lantas mengubah rencananya
kepada Giok Lan ia berbisik, "Nona harap kau dengan Kiem
Lan suka melindungi ibuku...."
"Budak terima perintah"
Pada saat itulah dari tempat luar berkumandang datang
suara dari Sun Put Shia sedang berteriak, "Pada saat ini waktu
berharga bagaikan emas tak baik untuk kita berdiam terlalu
lama disini ayoh cepat kita terjang keluar"
Siauw Ling segera berjongkok sambil berkata. "Ayah,
bagaimana kalau ananda menggendong dirimu untuk keluar
dari sini?" Mendadak Siauw Ling maju kedepan, ia putuskan dahulu
tali yang membelenggu tubuh kedua orang itu dengan pisau
belati. lalu katanya "Siauw-heng menurut penglihatan aku sipencuri tua lebih
baik kita totok jalan darah dari orang tua itu, haruslah
diketahui dalam usaha kita menerjang keluar dari
perkampungan Pek Hoa San Cung, mungkin suatu
pertarungan sengit tak bisa terhindar lagi, bilamana kedua
orang tuamu tidak kenal ilmu silat, lebih baik jalan darahnya
ditotok saja. sebab hal ini jauh lebih aman."
"Ucapan Siang-heng sedikitpun tidak salah!"
Giok Lan segera maju kedepan menotok jalan darah Siauw
Hujien lalu melepaskan ikat pinggang dan menggendong
tubuh nyonya itu dipunggungnya.
Siang Hwie menyusul dari belakang dan menotok pula jalan
darah dari Siauw Thayjien.
Melihat kejadian itu Siauw Ling menghela napas panjang,
gumamnya seorang diri, "Keadaan memaksa aku harus
bertindak demikian, harap ayah dan ibu suka memaafkan
kelancanganku ini" Sementara ia hendak menggendong pula ayangnya tibatiba
Tu Kioe berseru, "Toako tunggu sebentar!"
"Ada urusan apa?"
Ilmu silat Toako sangat lihay kau sangat dibutuhkan
tenaganya dalam penyerbuan kita nanti maka ada baiknya
empek diserahkan saja kepada siauwte daripada nantinya
toako merasa kurang leluasa dalam setiap gerak gerikmu"
Siauw Ling merasa ucapan ini tidak salah maka iapun
setuju. "Apabila demikian adanya, terpaksa aku harus merepotkan
dirimu!" Tu Kioe masuk ke dalam ruangan, berjongkok dan
menggendong Siauw Thayjien dipunggungnya.
"Saudara Tu, nona Giok Lan harap kalian suka mengikuti
dibelakang tubuhku!" seru Siauw Ling kemudian setelah kedua
orang itu selesai mengikat tubuh orang tuanya dengan tubuh
mereka. "Toako tak usah kuatir!"
Dengan langkah lebar Siauw Ling keluar dari dalam
ruangan ketika itu ia temukan Sun Put Shia sedang putar
sepasang telapaknya membendung serangan dari sekelompok
Boesu berbaju hitam. Sang Pat segera ambil keluar senjata Sie poa emasnya dari
saku dan ia loncat didepan Tu Kioe.
Be Boen Hwie serta Suma Kan masing-masing berjalan
kesisi kanan dan melindungi dari sayap kanan.
Sedangkan sipendeta pemabok serta sipengemis kelaparan
melangkah kekiri melindungi sayap kiri.
Siang Hwie membuntuti dibelakang Tu Kioe sedang Kiem
Lan membuka jalan bagi Giok Lan dan Hong Coe mengikuti
dibelakang Giok Lan. Thay-san Jie Hauw pun merasa semangatnya berkobar,
mereka segera siapkan senjata untuk menghadapi musuh
tangguh. Dalam pada itu dari balikkebun bunga disekeliling rumah
hitam itu sudah bermunculan bayangan2 manusia, suasana
gelap gulita tak nampak sedikit cahayapun, agaknya pihak
lawan sedang siapkan kekuatan untuk menghancurkan Siauw
Ling sekalian. Tiba-tiba Siauw Ling berpaling, kepada Sang Pat serta Sing
Hwie serunya, "Luka yang diderita Thay-san Jie Hauw belum
sembuh sama sekali harap kalian berdua suka menggantikan
kedudukan mereka dengan berjaga dibarisan belakang"
Sang Pat mengiakan ia loncat ke belakang duluan.
Siang Hwie adalah seorang pencuri berwatak sombong dan
paling benci diatur atau diperintah orang namun menyaksikan
sikap Sang Pat terhadap Siauw Ling begitu menghormat
terpaksa sambil menahan rasa mangkel iapun berpindah ke
belakang. Diam2 Siauw Ling menghitung jumlah orang dipihaknya,
mendadak ia temukan bahwa segulung angin Peng Im lenyap
tak berbekas tak tahan segera tanyanya, "Saudara Tu kemana
perginya Peng Im?" "Pengemis cilik itu sangat cerdik, ia sudah menguasahi
tanda rahasia dari para boesu berbaju hitam untuk
mengadakan hubungan, harap toako tak usah menguatirkan
keselamatannya jawab Tu Kioe.
"Aaai.... semoga saja ia aman tenteram dan tidak
menjumpai peristiwa apapun"
Selesai berseru dengan langkah lebar ia segera maju
kedepan. Dalam pada itu ber-puluh2 orang Boesu berbaju hitam
yang menghalangi jalan pergi mereka tak sanggup menahan
serangan dahsyat dari Sun Put Shia, mereka kena digempur
sampai mundur terus ke belakang.
Dengan begitu kecuali kerlipan cahaya yang memancar
keluar dari balik pepohonan, beberapa tombak dari mereka
serta berkelebatnya bayangan manusia suasana telah pulih
dalam kesunyian. Loteng Wang Hoa Loo yang tinggi menjulang keangkasa
itupun tak nampak adanya cahaya lampu ditengah kegelapan
loteng tersebut berdiri dengan angkernya laksana bayangan
iblis yang mengerikan. Buru-buru Siauw Ling berjalan mendekati Sun Put Shia lalu
berkata dengan suara lirah, "Loocianpwee kau sudah
menghadapi serangan musuh berulang kali, selama ini tiada
kesempatan bagimu untuk beristirahat, pada saat ini silahkan
cianpwee mengundurkan diri untuk beristirahat biarlah tugas
membuka jalan serahkan kepada cayhe".
Sun Put Shia sudah tahu kalau sianak muda ini memiliki
ilmu silat yang sangat lihay, bahkan kalau membicarakan soal
kehebatan ia masih jauh diatas kepandaiannya sendiri.
mendengar ucapan itu segera sahutnya, "Tenaga lweekang
Siauw-heng amat lihay...."
Ia merandek sepasang matanya menyapu sekejap ke arah


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pepohonan diempat penjuru, kemudian sambungnya kembali;
"Apakah pembicaraan soal kekuatan tak mungkin pihak
perkampungan Pek Hoa San Cung lepas tangan begitu saja,
kini mereka menghentikan penyerangan aku rasa pihak
mereka tentu sedang mempersiapkan suatu rencana busuk."
"Boanpwee pun punya perasaan demikian kemungkinan
besar mereka sedang mengatur barisan yang amat keji
disekeliling kebun bunga yang hendak kita lalui."
"Seandainya kita dapat melalkukan gerakan yang cepat
laksana kilat, ambil kesempatan sebelum persiapan mereka
selesai. maka aku rasa kita pasti akan berhasil menembusi
kurungan mereka. "Boanpwee pun punya rencana demikian"
"Kalau begitu janganlah buang waktu dengan percuma
lagi?" "Aku berharap bantuan dari loocianpwee suka menghadapi
segala kemungkinan serta mengawasi seluruh pasukan, agar
jangan sampai rombongan kita terbelah oleh serangan
musuh." "Aku sipengemis tua akan berusaha sekuat tenaga!"
"Kalau begitu aku ucapkan banyak terima kasih dahulu atas
bantuan dari cianpwee!"
Sianak muda itu percepat langkahnya menerjang ke dalam
hutan bunga yang membentang di hadapannya.
"Kekuatan musuh amat kuat dan jumlah kita amat sedikit"
seru Sun Put Shia dengan suara berat "Maka dari itu kita
harus melakukan pertarungan kilat, aku minta cuwi sekalian
suka turun tangan dengan segenap tenaga. asal kita bisa
menerjang laksana kilat maka tidak sulit bagi kita semua untuk
meloloskan diri dari perkampungan Pek Hoa San Cung."
Dalam kenyataan tak usah Sun Put Shia memberi
peringatan, sipendeta pemabok, pengemis kelaparan, Be Boen
Hwie serta Suma Kan yang ada di sayap kiri serta sayap kanan
sudah percepat langkahnya membuntuti Siauw Ling yang
sudah ada didepan kini mendengar seruan tersebut langkah
mereka semakin dipercepat.
Tiba-tiba Kiem Lan percepat langkahnya mendekati Siauw
Ling kemudian berseru lirih, "Kita terjang ke arah Barat!"
Siauw Ling mengiakan, ia putar badan dan ganti menyerbu
ke arah Barat. Setelah berjalan tiga empat tombak jauhnya toba2
terdengar desiran angin tajam berkumandang memecahkan
kesunyian, serentetan anak panah meluncur ke arah mereka.
Para jago segera putar senjata tajam masing-masing untuk
menyampok rontok anak2 panah itu.
Pada waktu itulah dari balik hutan bunga berkumandang
keluar suara dari Cioe Cau Liong berseru mengancam
"Kalian semua telah terjebak di dalam kepungan yang
sangat kuat apabila kalian tidak buang senjata menyerah
kalah maka itu berarti kalian sudah mencari jalan mati buat
diri sendiri...." Dari permbicaraan tersebut Siauw Ling merasa Cioe Cau
Liong berada kurang lebih empat tombak dihadapannya
namun berhubung tubuhnya tertutup oleh lebatnya
pepohonan maka ia tak sanggup menemukan tempat
persembunyiannya. Hujan anak panah yang dilepaskan tadi tak lebih hanya
menghadang sejenak terjangan para jago, dibawah pimpinan
Siauw Ling kembali mereka menerjang ke arah hutan.
"Cuwi sekalian harap segera berhenti apabila kalian tak
suka mendengarkan nasehay cayhe jangan salahkan kalau
pihak perkampungan Pek Hoa San Cung kita akan turun
tangan keji!" suara ancaman dari Cioe Cau Liong kembali
berkumandang keluar. Dari suara itu Siauw Ling merasa bahwa Ketua kedua dari
perkampungan seratus bunga ini sudah berpindah tempat.
Siauw Ling amat gusar sekali namun ia tak mau buka suara
sebab ia sadar bahwa apabila ia buka suara maka pihak lawan
tentu akan kenali siapakah dia dari ucapan tersebut.
Ketika Sioe Sau Liong selesai mengakhiri ucapannya
mendadak terdengar suara bambu yang sangat berisik
berkumandang keluar dari balik hutan.
Suara itu amat keras dan nyaring disusul dari balik hutan
sekeliling tempat itu penuh dengan suara bambu yang dipukul
keras2. Siauw Ling berhenti dan melakukan pencarian disekeliling
tempat itu dengan berhentinya sianak muda itu para jago
lainnya pun sama2 berhenti.
Tiba-tiba terdengar Sun Put Shia berseru, "Kita jangan
sampai terkena siasat mereka!"
Weeess....! sebuah pukulan angin kosong dilepaskan ke
arah pepohonan yang berada beberapa tombak dihadapannya.
Tenaga lweekang Sun Put Shia amat sempurna, dalam
serangannya ini disertai angin pukulan yang maha dahsyat,
daun dan bunga segera berguguran.
Laksana kilat Siauw Ling pun mengikuti jejak Sun Put Shia.
ia segera meloncat ke dalam pepohonan tersebut.
Tampaklah dua orang boesu berbaju hitam menggeletak
kaku ditempat itu, jiwa mereka sudah melayang termakan
oleh angin pukulan Sun Put Shia yang maha dahsyat itu.
Setelah kejadian ini, suasana disekeliling hutan segera
menjadi sunyi senyap kembali suara bambu lenyap tak
berbekas, begitu sunyi dan hening suasananya sehingga
mendatangkan rasa bergidik bagi siapapun.
"Cepat lepaskan mantel, siap sedia menghadapi serangan
senjata rahasia!" mendadak terdengar Sun Put Shia berteriak.
Sebelum ia selesaikan ucapan tersebut desiran tajam telah
berkumandang datang. sebuah anak panah bersuara dengan
dahsyatnya meluncur tiba.
Mengikuti desiran anak panah bersuara tadi, desiran angin
tajam seketika berkumandang dari empat penjuru.
Dalam sekejap mata, hujan anak panah bermunculan dari
delapan arah empat penjuru.
Suasana amat gelap gulita sehingga susah melihat
pemandangan dihadapannya dalam keadaan seperti ini harus
pula menghadapi hujan anak panah, meski ilmu silat yang
dimiliki para jago amat lihaypun tak urung dibikin kelabakan
juga. Ditengah desiran angin tajam, terdengar suara dengusan
berat berkumandang ketengah udara beruntun Thay-san Jie
Hauw termakan oleh anak panah.
Luka yang diderita kedua orang itu belum sembuh sama
sekali, kini termakan oleh anak panah, gerakan tubuhnya jadi
lamban tidak ampuh lagi dibawah hujan anak panah yang
amat dahsyat secara beruntun tubuh mereka terkena puluhan
batang anak panah lagi, diiringi jeritan ngeri kedua orang jago
tersebut roboh binasa ke atas tanah.
Melihat kematian Thay san Jie Hauw, suatu ingatan
berkelebat dalam benak Siauw Ling pikirnya, "Terlalu parah
buat kami untuk menghadapi hujan panah ditengah kegelapan
yang mencekam aku harus berusaha untu kmelukai tukang2
panah itu, dengan demikian kami baru bisa lolos dari
kurungan. Dalam pada itu tampak sipengemis kelaparan sedang putar
kuali besinya menyampok rontok anak panah itu.
Menyaksikan senjata sipengemis kelaparan yang luar biasa.
lagipula anak panah yang datang dari arah kiri terlalu minim
sianak muda itu merasa bahwa setengah jam lagi pun dari
posisi sayakp kiri tak akan terancam mara bahaya.
Keadaan Be Boen Hwie serta Suma Kan yang ada disayap
kanan, sebaliknya rada ngotot ditengah hujan anak panah
yang sangat rapat mereka putar senjata roda emas serta kipas
sedemikian rupa sehingga membentuk selapis dinding cahaya
yang kuat. Tu Kioe serta Giok Lan yang bertanggung jawab untuk
melindungi keselamatan Siauw Thayjien serta Siauw Hujien
sama2 berjongkok ke atas tanah senjata pit besi serta pedang
mereka menyampok rontok sisa anak panah yang berhasil
lolos dari kurungan cahaya kipas serta roda.
Dengan cepat Siauw Ling mengawasi situasi medan. ia tahu
bilamana keadaan tersebut dibiarkan berlangsung terus, maka
dipihaknya bakal jatuh korban lebih besar. ia gigit bibir lalu
berseru kepada Sun Put shia, "Loocianpwee. apakah kau
sudah temukan dimanakah tukang panah itu berkumpul?"
Sambil menyampok rontok anak panah itu sun Put Shia
mengangguk. "Agaknya ini hari aku sipengemis tua harus membuka
pantangan untuk membunuh!" serunya
"Silahkan loocianpwee suka turunkan perintah agar mereka
tetap tertahan disini dan jangan bergerak, cayhe ingin
mengiringi loocianpwee untuk membersihkan tukan2 panah
disekeliling tempat ini, entah bagaimana menurut pendapat
loocianpwee!" "Haaa.... haaa.... bagus. bagus sekali. kalau meemang kau
punya keberanian ini, tentu saja aku sipengemis tua akan
mengiringi kemauanmu."
"Kalau begitu cayhe akan bukakan jalan buat cianpwee!"
Ditengah bentakan keras badannya meloncat kedepan,
tangan kirinya mencekap sebuah ranting kayu yang dipungut
dari atas tanah untuk pukul rontok anak panah tersebut.
sedangkan tangan kanannya menyambut datangnya anak
panah yang kemudian dilempar kembali dengan disertai
tenaga dahsyat. Sun Put Shia mengintil dari belakang dengan menggunakan
ilmu mreingankan tubuh "Pat Loh Kan San" setelah menerjang
ke dalam gutan sebelah kanan teriaknya.
"Harap cusi sekalian suka berjaga2 ditempat semula. aku
sipengemis tua akan melakukan pembersihan lebih dahulu.
Dengan kerahkan segenap kemampuannya kedua orang itu
menerjang masuk ke dalam hutan laksana kilatan cahaya kilat.
Mendadak tampak cahaya api berkelebat ditengah hutan
mendadak muncul sebuah obor.
Dibawah sorotan cahaya api tampaklah puluan orang
tukang panah sedang mementang gendewa dan melepaskan
anak panah. Sepasang telapak Sun Put Shia dengan cepat bekerja keras
angin pukulan men-deru2 sebelum ia tiba ditempat dimana
dua orang tukang panah yang berada paling dekat dengan
dirinya sudah roboh binasa.
Siauw Ling pun menayunkan telapak kirinya diikuti sang
tubuh menerjang kemuka, babatan telapak tendangan kaki
dalam sekejap mata berhasil melukai empat orang.
Obor yang muncul secara tiba-tiba tadi telah banyak
membantu usaha kedua orang itu dalam melaksanakan
tugasnya ketika cahaya api masih berkilat tadi kedua orang
tokoh sakti tersebut menunjukkan kelihayannya menghantam,
menotok menendang dan membabat, dalam sekejap mata
puluhan orang tukang panah sudah roboh binasa.
Tukang2 panah lainnya yang nyaris lolos dari kematian jadi
keder setelah menyaksikan kelihayan kedua orang itu mereka
tak berani berdiam diri lebih lama lagi disana buru-buru putar
badan dan melarikan diri tunggang langgang.
Tukang2 panah yang diserang Siauw Ling berdua
merupakan pasukan inti yang menghalangi jalan pergi para
jago setelah mereka kena dibasmi maka hujan anak panahpun
semakin berkurang. Sipengemis kelaparan sambi putar kuali besi ditangannya
segera buka jalan lebih dahulu membawa rombongan Siauw
Ling sekalian meneruskan perjalanan ke arah depan.
Sun Put Shia serta Siauw Lingpun segera menggabungkan
diri dengan para jago setelah selesai membasmi kawanan
musuh penyerbuan dilanjutkan lagi ke arah muka.
Selama ini Giok Lan selalu menguatirkan keselamatan
Siauw Hujien, ketika hujan badai telah berhenti buru-buru
tanyanya kepada Kiem Lan, "Cici, coba periksalah yang
seksama apakah Siauw Hujien terluka atau tidak?"
Kiem Lan memeriksa seluruh tubuh Siauw Hujien kemudian
mengeleng. "Tidak!" "Aaai.... cici kalau begitu cepatlah membantu siangkong,
beritahu kepadanya situasi dalam perkampungan ini"
Kiem Lan mengiakan, sebelum ia sempat menyusul Siauw
Ling tiba-tiba terdengar suitan panjang yang amat nyaring
telah berkumandang datang.
Dalam pada itu hujan panah pun telah berhenti. sekalipun
satu dua batang anak panahpun tak kelihatan muncul dalam
gelanggang, agaknya mereka sudah keluar dari daerah hujan
panah yang disiapkan pihak perkampungan Pek Hoa San
Cung. Mendadak Sun Put Shia berhenti. katanya dengan suara
berat, "Aku berharap cuwi sekalian suka menyembunyikan diri
lebih dahulu, biarlah aku sipengemis tua memeriksa keadaan
lebih dahulu, Shen Bok Hong adalah seorang manusia licik
yang banyak akal, entah jebakan2 apalagi yang sudah ia
siapkan...." Belum habis ia berkata mendadak tiga tombak dihadapan
mereka berkelebat serentetan cahaya obor.
Tampaklah obor yang diangkat ke atas itu berputar tiada
hentinya, diikuti cahaya api segera bermunculan dari empat
penjuru, dalam sekejap mata ber-puluh2 buah obor sudah
muncul dihadapan j=para jago.
Obor2 tadi muncul dalam posisi setengah lingkaran dengan
demikian maka jalan pergi para jago kembali terhadang.
Sun Put shia segera ulapkan tangan kanannya para jago
sama2 berjongkok ke atas tanah.
Tampaklah obor2 tersebut tiada hentinya bergoyang seakan2
ada seseorang yang sedang mengadakan hubungan
dengan orang lain. Siauw Ling mendongak memeriksa keadaan cuaca, ia rasa
kentongan ketiga sudah tiba mendadak hatinya bergerak
pikirnya, "Apabila aku tidak berusaha untuk menerjang keluar
dari perkampungan Pek Hoa San Cung sebelum Shen Bok
Hong mendusin mungkin lebih banyak kesulitan yang bakal
kujumpai...." Buru-buru serunya dengan suara lirih, "Loocianpwee harap
memimpin pasukan menanti disini, cayhe akan melakukan
pemeriksaan sejenak kedepan sana"
Sun Put Shia tahu ilmu silatnya lihay maka ia tidak
menghalangi maksud sianak muda itu.
Siauw Ling segera meloncat kedepan, melampaui


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pepohonan dan menerjang kehadapan sebuah obor yang
sedang bergoyang. Ia sambar obor tadi dengan telapaknya namun sebelum
usahanya sempat terlaksana tiba-tiba cahaya golok berkelebat
lewat, dari pepohonan sebelah kiri telah menyambar datang
sebilah golok langsung membabat pergelangannya.
Siauw Ling memakai sarung tangan terbuat dari kulit ular,
ia tidak takut golok maupun pedang. lima jari tangan
kanannya segera dipentangkan mencengkeram golok tersebut
lalu ditarik sekuat tenaga.
Tubuh boesu berbaju hitam yang mencekal golok itu
seketika tertarik keluar dari tempat persembunyiannya, Siauw
Ling putar telapak kiri segera membabat ke arah dada orang
itu. Dalam keadaan seperti ini Siauw Ling sedang merasa
gelisah sekali, serangannya dilancarkan cepat lagi berat.
sebelum boesu berbaju hitam itu sempat men-jerit2 kaget
dadanya sudah terhajar telak. tak ampun lagi ia muntah darah
segar dan roboh binasa. JILID 24 Selesai membinasakann boesu tersebut, Siauw Ling
melanjutkan usahanya merampas obor tersebut.
Mendadak terdengar jeritan tajam berkumandang dari sisi
pohon, sesosok bayangan hitam loncat keluar dari pepohonan
dan menubruk ke arahnya. Siauw Ling tidak sempat putar badan lagi, laksana kilat ia
putar telapak kirinya mengirim sebuah babatan.
Bluumm....! dengan telak serangannya bersarang ditubuh
bayangan tersebut, terdengar jerit melengking menggema
diangkasa, tubuh bayangan tadi mencelat ke arah belakang.
Dari jeritan itu Siauw Ling dapat menangkap suara tersebut
tidak mirip suara manusia ia jadi tercengang. ketika ia
menengok tampaklah bayanganhitam itu sudah mencelat dua
tombak jauhnya dari kalangan dan lenyap dibalik pepohonan.
Sementara ia masih berdiri tertegun, kembali muncul
sesosok bayangan hitam dari sisi kiri langsung menubruk ke
arahnya. Kali ini Siauw Ling sudah bikin persiapan, ia mengempos
tenaga badannya mendadak mundur tiga depa ke belakang,
telapak kanannya berkelebat mencengkeram bayangan hitam
itu. Siauw Ling segera melihat ke arah bayangan tersebut,
ternyata mahluk yang dicekal olehnya saat ini bukan lain
adalah seekor monyet berbulu hitam. ia jadi jengkel. sambil
melemparkan monyet tadi kedepan makinya, "Sialan.... sampai
monyetpun digunakan untuk mencelakai orang...."
Tiba-tiba Kiem Lan percepat langkahnya mendekati sianak
muda itu, serunya, "Siangkong cepat mundur!"
Walaupun dalam hati Siauw Ling tidak ingin kembali,
namun ia tahu ucapan tersebut pasti mengandung maksud
tertentu maka ia segera mengundurkan diri.
"Apakah mahluk hitam yang barusan kau tangkap adalah
seekor monyet berbulu hitam?" tanya Kiem Lan kemudian.
"Benar hm, agaknya permainan setan dari perkampungan
Pek Hoa San Cung sudah hampir habis digunakan."
"Apakah kau tergigit"
"Karena kurang hati2 tangan kiriku sudah kena tergigit oleh
monyet itu." "Bagian mana yang tergigit?" tanya Kiem Lan cemas.
"Cepat salurkan hawa murni dan tutup seluruh peredaran
darah, kemudian papas kutung tangan kirimu ini."
"Kenapa?" "Ditubuh serta mulut monyet itu penuh mengandung racun
keji, apabila kau tidak cepat-cepat mengutungkan tangan
kirimu itu, maka setelah daya racunnya bekerja kau akan
menjadi gila. jangan dikata budak sekalipun Loo-ya serta
Hujien tidak akan kau kenali lagi."
"Aaaa, benarkah ada kejadian seperti ini?"
"Siangkoan urusan tak boleh ditunda lagi" seru Kiem Lan
sambil mengucurkan air mata saking gelisahnya. "Pada saat ini
tiada waktu bagi budak untuk banyak bicara, cepat-cepatlah
kutungi dahulu lengan kirimu...."
Diam2 Siauw Ling atur napas melakukan pemeriksaan, ia
tidak temukan tanda-tanda keracunan maka serunya.
"Aku baik sekali!"
"Siangkoan benarkah kau tidak merasakan tanda-tanda
keracunan?" "Apakah aku sedang membohongi dirimu?"
"Sungguh aneh sekali, seluruh tubuh monyet itu
mengandung racun keji dan daya karyanya luar biasa, jangan
dikata kena tergigit sekalipun tersentuh dengan bulu tubuhnya
pun sudah cukup membuat seseorang keracunan, bahkan
daya kerja racun itu cepat sekali tetapi siangkong...."
Siauw Ling tahu, ia bisa tidak terluka sebab lengannya
memakai sarung tangan dari kulit ular yang kebal terhadap
segalam macam racun, diam2 ia bersyukur segera bisiknya
lirih, "Kalau begitu cepat-cepatlah beritahu kepada mereka,
hati2 dengan racun ditubuh monyet2 itu"
Kiem Lan ingin mengucapkan sesuatu namun akhirnya ia
batalkan niat tersebut, akhirnya ia putar badan dan segera
menyampaikan pesan dari Siauw Ling itu kepada Sun Put Shia.
Di dalam beberapa waktu yang amat singkat itulah, situasi
dalam kalangan sudah berubah kembali, dari balik pepohonan
per-lahan-lahan muncullah belasan orang boesu berbaju
hitam, ditangan kiri mereka membawa tameng dan ditangan
kanannya mencekal sebuah tabung besi yang panjangnya
beberapa depa dengan besar seibu jari.
"Aaah! delapan belas Kiem Kong" bisik Kiem Lan dengan
nada terperanjat. "Apa sih yang dimaksud delapan belas Kiem Kong?"
"Boesu bertameng ini semuanya berjumlah delapan belas
orang dan kesemuanya merupakan jago-jago pilihan dari Shen
Toa Cungcu...." Karena sudah kebiasaan memanggil dengan sebutan Toa
Cungcu,maka tanpa sadar ia sudah salah bicara, buru-buru
gantinya, "Mereka semua adalah jago-jago pilihan Shen Bok
Hong yang digabung jadi satu, bukan saja diatas tameng
terdapat lima bilah pedang pendek dan mengandung racun
keji bahkan di dalam tabung besi yang ada ditangan kanan
merekapun tersimpan jarum2 terbang yang sangat beracun,
tabung itu semuanya ada dua belas buah, dengan meminjam
perlindungan dari tameng2 itu mereka melakukan pertarungan
jarak dekat dengan pihak musuh, jarum racun dalam
tabungpun sangat halus bagaikan bulu, barang siapa yang
terhajar pasti mati, senjata macam ini paling susah untuk
dihadapi...." Ia menghela napas panjang, kemudian sambungnya,
"Terhadap delapan belas Kiem Kongnya ini shen Bok Hong
amat sayang sekali, ia tidak akan membiarkan mereka
menghadapi musuh secara sembarangan, sungguh tak nyana
pada malam ini ia sudah melanggar kebiasaannya".
"Sungguhkan ucapanmu itu?" tanya Sun Put Shia setelah
tertegun beberapa saat lamanya.
"Budak sama sekali tidak berbohong barang sekejap
katapun". "Delapan Kiem Kong dari kulit Siauw-lim-Si sudah menjagoi
dunia, kini Shen Bok Hong meniru dengan delapan belas Kiem
Kong, sekalipun bertambah dengan jumlah orang satu kai lipat
apa yang perlu kita takuti?" seru Be Boen Hwie.
Walaupun sun Put Shia membungkam namun ia tak berani
memandang enteng pihak lawan, sebab sebagai orang yang
berpengetahuan luas ia tahu senjata tameng merupakan suatu
Kisah Para Pendekar Pulau Es 19 Joko Sableng 28 Lembah Patah Hati Muslihat Cinta Iblis 1
^