Bayangan Berdarah 4
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen Bagian 4
merangkak telapaknya didepan dada.
"Mana....mana....thaysu terlalu memuji."
Melihat hasil kemenangan yang diperoleh sang pemuda air
muka sipengemis kelaparan berubah hebat dengan cepat ia
meloncat masuk ke dalam kalangan.
"Bangsat cilik tidak nyana kau memiliki kepandaian
sedemikian dahsyatnya aku sipeminta2 ingin minta
petunjukmu" teriaknya dingin.
Tanpa banyak cingcong kuali besar ditangannya dengan
sejejar dada didorong kemuka.
"Cayhe sudah lama mendengar nama besar sihweesio
pemabok serta sipengemis kelaparan...."
"Sudahlah kau tak usah pura2 lagi lebih baik kita selesaikan
dulu persoalan ini diatas silat" potong sipengemis kelaparan
cepat. "Sungguh licik orang2 ini" diam2 Kiem Lan berpikir setelah
mendengar tantangan sipengemis kelaparan terhadap diri
Siauw Ling. "kendati ilmu silat yang dimiliki Samya amat
lihaypun tidak mungkin bisa menangkan begitu banyak jago
secara bergilir bilamana hal ini diteruskan maka akhirnya
kekalahan akan jatuh ketangannya...."
Selagi ia membongkar rahasia tersebut agar Siauw Ling
menyadari pada waktu itulah sang pemuda telah meloloskan
pedang. "Baik silahkan kau turun tangan...."
Setelah berturut2 Siauw Ling berhasil mengalahkan Poh
Thian Seng sipendekar pincang Ciang Toa Hay dan Ci Kuang
Thaysu dari Siauw lim pay sipengemis kelaparan tak berani
lagi memandang musuhnya terlalu enteng. Kuali besinya
dengan cepat digerakan menghantam batok kepala lawan.
Ia menggunakan kuali besi sebagai senjata tajam, jurus
serta perubahanpun hasil ciptaan sendiri gerakannya sangat
aneh. Ketika Siauw Ling melihat kuali besi itu menekan ke
arahnya pedang panjang segera digerakkan menotok keluar.
Siapa nyana sipengemis kelaparan sama sekali tak
menghindarkan dari datangnya bentrokan pedang dengan
senjata kuali mengambil kesempatan tersebut senjatanya
dibabat ke arah pergelangan tangan Siauw Ling.
Kiranya kuali besi ini mempunyai kegunaan yang demikian
lihaynya. Buru-buru badannya mundur ke belakang. Pergelangan
ditekan kebawah dengan kritis berhasil meloloskan diri dari
datangnya serangan tersebut dengan cepat pedangnya
diangkat menangkis serangan kuali besi itu.
"Haaa....haaa....bagaimana rasanya kuali besi dari aku
sipengemis tua?" seru sipengemis kelaparan sambil tertawa
terbahak2. "Luar biasa hebatnya."
Ditengah suara tertawa dan kata2 bergurau sipengemis
kelapran telah menerjang kembali kedepan kuali besinya
digerakkan menghajar kesana membabat kemari dengan
sekenanya serangan yang digunakan pun sama sekali tidak
mirip dengan sebuah jurus serangan lagi.
Siauw Ling tidak berani berayal hawa murni segera
disalurkan mengelilingi seluruh badan setiap babatannya tentu
meninggalkan selapis hawa pedang yang dahsyat.
Hal ini memaksa sipengemis kelaparan walaupun
menyerang dengan gerakan aneh tidak berhasil juga
menangkan diri Siauw Ling.
Tidak selang beberapa saat kemudian masing-masing pihak
telah saling menyerang sebanyak puluhan jurus.
Rasa kejut dan terperanjat yang semula memenuhi benak
Siauw Ling perlahan-lahan meluncur pedangpun digerakkan
dengan tenaga penuh melancarkan serangan balasan.
Kiem Lan yang melihat Siauw Ling mundur tiada hentinya ia
menganggap pemuda itu sudah kehabisan tenaga hatinya jadi
murung dan sedih. Dengan cepat ia letakkan Giok Lan ke atas tanah selagi siap
mencabut keluar pedangnya untuk bantu melancarkan
serangan mendadak Siauw Ling tidak mundur lagi kini ia saling
berebut menyerang dengan sipengemis kelaparan.
Sreeeet! dalam tiga, lima jurus dia berhasil memulihkan
kembali posisinya yang terdesak.
Untuk menjaga nama baik sendiri sipengemis kelaparan
mau tak mau harus berebut menyerang dengan sepenuh
tenaga untuk menangkan pertarungan ini sebaliknya Siauw
Ling demi melenyapkan tuduhan yang bukan2 dari mereka
bertekad bulat pula menangkan pertarungan ini hari.
Tapi berhubung senjata yang digunakan sipengemis
kelaparan sangat aneh untuk sesaat dia tidak berhasil
menemukan titik kelemahan untuk kalahkan pihak lawan
sedikitpun ia dapat merebut kembali posisinya yang terdesak.
Selama ini sihweesio pemabok menonton pertarungan
sambil meneguk arak tiada hentinya setelah pertarungan
mencapai seratus jurus mendadak ia mengendorkan teko arak
ditangannya sepasang mata yang semula kelihatan mabok
mendadak memancarkan cahaya tajam yang menggidikan
memperhatikan kedua orang itu tak berkedip.
Pada waktu itu pertarungan antara sipengemis kelaparan
dan Siauw Ling mencapai puncak kritis yang menentukan
siapa menang siapa kalah mendadak tampak segulung
bayangan hitam dengan membentuk serentetan cahaya putih
beterbangan memenuhi angkasa.
Bayangan putih dan hitam itu hanya berkelebat sebentar
saja kemudian memisah kembali.
Sambil melintangkan pedang didada Siauw Ling berdiri
keren ditengah kalangan. "Terima kasih atas bantuan saudara suka mengalah
kepadaku" katanya seraya menjura.
Selama ini ia selalu mengingat budi luhur sihweesio
pemabok serta sipengemis kelaparan tempo dulu yang pernah
membantu dirinya oleh karena itu sikap terhadap mereka
berdua amat menghormat. Dengan termangu2 sipengemis kelaparan melototi diri
Siauw Ling lama sekali dia baru berkata lambat2,
"Kekalahanku kali ini adalah kekalahanku yang kedua selama
aku dengan sipengemis tua berkelana dalam Bulim yang kalah
tak akan banyak bicara lagi nah! selamat berpisah."
Perlahan-lahan dia putar badan dan berjalan pergi
wajahnya kelihatan amat sedih dan pilu.
"Eeeei sipengemis busuk jangan pergi dulu biar aku
sihweesio pemabok akan rebut kembali kekalahan yang
barusan kau derita" tiba-tiba sihweesio pemabok berteriak
keras. "Kaupun tak akan menangkan dirinya sudahlah tak usah
pamerkan kejelekanmu dihadapan umum" sahut sipengemis
kelaparan tanpa berpaling lagi.
Mendengar ucapan itu sihweesio pemabok jadi tertegun dia
segera alihkan sinar matanya ke atas wajah Siauw Ling.
Tampak olehnya wajah pemuda tersebut tetap tenang
sepasang matanya memancarkan cahaya berkilat sekalipun
telah lama bertarung sedikitpun tidak menunjukkan keletihan.
Hatinya terperanjat diam2 pikirnya, "Sungguh luar biasa
sempurnanya tenaga sinkang sibocah cilik ini bila kulihat
wajahnya amat tampan dan halus berduri sedikitpun tidak
menunjukkan hawa jahat mengapa ia bisa menggabungkan
diri dengan pihak lawan perkampunga Pek Hoa San cung dan
bantu Djen Bok Hong melakukan kejahatan...."
Terdengar sipengemis kelaparan kembali berkata,
"Eeeei....sihweesio pemabok ayoh cepat kita berlalu dari sini
selama hidup kita tak bakal ada kesempatan untuk
menangkan dirinya lagi...."
"Omong kosong" potong sihweesio pemabok cepat. "Jikalau
aku sihweesio pemabok tidak mencoba dulu kepandaiannya
dalam hati benar2 merasa tidak rela...."
Seraya ulapkan tangannya ke arah Siauw Ling serunya,
"Hati2lah! aku sihweesio akan minta petunjukmu."
"Silahkan cayhe pasti akan mengiringi sekuat mungkin."
Dengan langkah lebar sihweesio pemabok berjalan kedepan
dan berhenti kurang lebih enam tujuh depa dihadapan Siauw
Ling. Mendadak ia silangkan pedangnya didepan dada.
"Tetamu tak akan menekan tuan rumah silahkan kau turun
tangan terlebih dahulu."
"Terima kasih."
Belum habis pemuda ini bicara mendadak sihweesio
pemabok membentangkan mulutnya lebar2 serentetan air
memancar keluar dengan dahsyatnya.
Ketika pancaran air berada beberapa depa ditengah
kalangan segulung bau arak yang menusuk hidung segera
berhembus memenuhi angkasa.
Siauw Ling segera salurkan hawa murninya mengelilingi
seluruh tubuh. Sepasang pergelangan bersama2 didorong
keluar. Segulung angin pukulan yang santar dengan cepat
menggulung keluar menyahut datangnya siraman arak
tersebut. Terkena hadangan angin pukulan yang sangat kuat
terjangan arak yang santar bagaikan anak panah itu jadi buyar
dan muncrat keempat penjuru bagaikan hujan deras sekeliling
beberapa depa terkurung dalam muncratan arak.
Walaupun arak tadi berhasil dihajar pencar oleh Siauw Ling
ada pula beberapa tetes pancaran arak tetap menerjang ke
arah pemuda itu. Diam2 Siauw Ling salurkan tenaga sinkangnya membentuk
tenaga khie kang melindungi seluruh badan oleh karena itu
sekalipun sisa arak sempat mengancam tubuh Siauw Ling
sehingga hampir mendekati setengah depa lebih tapi dengan
cepat bersama2 rontok kembali ketanah bagaikan menjumpai
selapis dinding baja yang rapat dan kuat.
Kali ini sihweesio pemabok tak dapat menahan rasa kejut
dalam hatinya lagi ia berseru tertahan, "Aaaakh....ilmu
khiekang pelindung badan."
Tanpa banyak cingcong ia putar badan lari menyusul
sipengemis kelaparan yang telah berlalu terlebih dahulu.
Kiranya kepandaian menyembur arak dri sihweesio
pemabok ini merupakan suatu kepandaian silat yang
mengandal hawa murni dia telan dulu arak tersebut ke dalam
perut kemudian dengan tekanan hawa kweekang yang
didorong dari dalam pusar menyambar keluar sekalipun
akhirnya sambaran itu menemui rintangan tapi dengan secara
arak memencar rintik2 air hujan meluncur lebih lanjut melukai
lawannya. Bahkan lingkungan serangan itupun dapat meluas
mencapai beberapa depa setiap orang yang terkena serangan
jangan harap bisa meloloskan diri.
Tetapi hawa khiekang pelindung badan dari Siauw Ling
benar2 membuat sihweesio pemabok merasa terperanjat ia
mengerti semburan araknya akan gagal setiap kali berjumpa
dengan hawa khiekang pelindung badan macam begini.
Oleh karena itu walaupun diluaran ia tidak bicara dalam
hati sudah mengaku kalah tidak aneh kalau sihweesio
pemabok itu langsung putar badan menyusul kawannya
sipengemis kelaparan yang telah berlalu terlebih dahulu.
Saat ini dalam kalangan kecuali Siauw Ling, Kiem Lan serta
Giok Lan dan Tong Sam Kauw yang telah menelan pil racun
penyusut tinggal Poh Thian Seng serta Coe Koen San dua
orang. Poh Thian Seng sudah menderita kekalahan ditangan Siauw
Ling pertama kali tadi bagaimanapun juga tak mungkin
baginya dengan tebalkan muka untuk menantang Siauw Ling
bergebrak kembali. Dengan demikian tinggal Coe Koen San seorang yang
belum turun tangan. Watak Coe Koen San walaupun konyol dan kekanak-2kan
tapi ia tahu apabila nama besarnya dalam urutan nama masih
belum sanggup menyaingi sihweesio pemabok bila dibicarakan
dalam soal kepandaian silat susah mengungguli Tji Kuang
Thaysu dan terbukti ketiga orang itu menderita kalah ditangan
Siauw Ling tak usah dipikirpun jelas tertera apabila dirinya
pasti menderita kalah jika diharuskan turun tangan dengan
menantang pemuda ini. Tapi dalam keadaan seperti ini ia tidak ingin mnegundurkan
diri dengan begitu saja karena bila ia berbuat demikian maka
nama besarnya akan lebih hancur dari pada menderita
kekalahan. Terpaksa sambil melepaskan sepasang roda bergeriginya
membentuk selapis cahaya hijau ujarnya, "Dengan andalkan
sepasang roda bergerigi ini loohu ingin minta petunjuk ilmu
pedang dari Sam Cungcu."
Bukannya mempersiapkan diri sebaliknya Siauw Ling malah
merangkap tangannya menjura.
"Loocianpwee masih ingatkah dengan cayhe?" sapanya
sambil tersenyum. Waktu itu Coe Koen San telah pasang kuda2 siap
melancarkan serangan dahsyat dalam hatinya bukan saja tiada
maksud dan kepercayaan untuk merebut kemenangan ini
bahkan ia tahu dirinya pasti menderita kekalahan.
Oleh karena itu setelah sepasang senjata roda bergeriginya
mencekal ditangan seluruh perhatian dipusatkan menjadi satu
untuk mempersiapkan diri melancarkan serangan terlebih
dahulu. Siapa nyana justru ketika itulah Siauw Ling mengungkap
kembali persoalan tempo dulu.
Coe Koen San kelihatan tertegun perlahan-lahan ia menarik
kembali sepasang senjata roda bergeriginya.
"Bukankah kau adalah Siauw Ling yang beberapa tahun ini
menggemparkan seluruh dunia persilatan sudah lama Loohu
mendengar nama besarmu beruntung ini hari kita bisa
berjumpa." "Walaupun cayhe juga bernama Siauw Ling tapi bukankah
Siauw Ling yang pernah menggegerkan dunia persilatan" kata
Siauw Ling sambil menghela napas panjang.
Ia merasa urusan ini sangat ruwet dan untuk sesaat tidak
berhasil menemukan kata2 yang cocok untuk memberi
penerangan. Tampak Coe Koen San kerutkan dahinya.
"Dikolong langit sebetulnya ada berapa orang yang
bernama Siauw Ling" makin mendengar loohu semakin
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bingung." "Coba loocianpwee berpikir lebih teliti lagi kau pernah
berjumpa berapa orang Siauw Ling."
Mendadak serunya keras, "Aaaach! sekarang Loohu sudah
ingat kurang lebih lima tahun berselang Loohu pernah
berjumpa dengan seorang bocah kurus yang lemah dan
berpenyakitan agaknya bocah itupun bernama Siauw Ling
kemudian aku menghantar dirinya naik kegunung Bu tong san
dan sejak itu jejaknya tidak kuketahui lagi."
"Masih ingat bagaimana wajah si Siauw Ling itu?"
"Soal ini sih Loohu kurang begitu jelas secara lapat2 aku
masih ingat badan bocah ini walaupun berpenyakitan tapi
mulutnya tajam pandai bicara bahkan nyalinya sangat besar."
"Loocianpwee inginkah kau orang tua berjumpa kembali
dengan Siauw Ling yang pernah kau jumpai tempo dulu?"
Mendadak Coe Koen San menghela napas panjang.
"Aaaai bocah itu sangat cocok dengan diri loohu" katanya
perlahan. "Hanya sayang badannya menderita penyakit aneh
yang susah disembuhkan tubuhnya amat lemah ditambah pula
kecil2 sudah terperosok ke dalam persoalan dunia persilatan
dia benar2 tersiksa....aku dengar ia menemui ajalnya tercebur
ke dalam sungai...."
Mendengar perhatian yang diberikan orang tua iini
kepadanya begitu besar Siauw Lingpun menghela napas sedih
katanya, "Terima kasih atas perhatian Loocianpwee cayhe
bukan lain adalah Siauw Ling yang dahulu berbadan lemah
dan berpenyakitan." Sepasang mata Coe Koen San kontan terbelalak lebar2
dengan tajam ia perhatikan Siauw Ling dari atas kebawah
mendadak dengan gusar bentaknya, "Omong kosong loohu
bukan manusia sembarangan jangan kau coba hendak menipu
diriku." Siauw Ling mengerti orang ini pada dasarnya memang
berwatak konyol ia tidak gusar oleh sikap yang kasar dari si
orang tua tersebut sambil tersenyum jawabnya, "Lima tahun
berselang sewaktu cayhe berjumpa dengan Loocianpwee
diatas sebuah puncak gunung disana masih ada pula enci
Gakku...." "Maksudmu Gak Siauw Tjha" sela Coe Koen San.
"Tidak salah kemudian kita berjumpa pula dengan Tiong
Cho Siang Ku...." "Sedikitpun tidak salah" teriak Coe Koen San tersentak
kaget. "Bagaimana kau bisa tahu dengan demikian jelas?"
Diam2 Siauw Ling merasa geli pikirnya, "Orang ini benar2
tolol dan otaknya bebal sudah kuterangkan begitu jelas masih
tak mau percaya tapi disinilah letak bagian menarik sekali ia
percayai ucapan seseorang selama hidup tak akan berubah
kembali." Ia segera tersenyum ujarnya, "Cayhe bukan lain adalah
Siauw Ling yang ikut hadir waktu itu sudah tentu semua
persoalan dapat kuketahui dengan jelas."
Sekali lagi dnegan teliti Coe Koen San memperhatikan
tubuh Siauw Ling dari atas sampai kebawah tapi sebentar
kemudian ia sudah menggeleng berulang kali.
"Tidak mirip, tidak mirip loohu tak akan berhasil kau
tipu...." "Secara bagaimana kau baru suka percaya?"
"Perduli kau ingin bicara sampai dunia ambruk samudra
keringpun sekali tidak percaya aku tetap tidak percaya."
Melihat keketusan si orang tua itu Siauw Ling termenung
berpikir keras mendadak hatinya agak bergerak.
"Aaaach baiklah akan kuceritakan satu persoalan setelag
mendengar kisah ini cianpwee pasti percaya dengan diriku"
katanya seraya tertawa. "Dalam kelopak mata loohu selamanya belum pernah
kemasukan sebutir pasirpun coba kau katakan! akan kulihat
apakah ucapanmu ini bisa membuat loohu jadi percaya atau
tidak." "Aku masih ingat waktu itu cayhe pernah mengelus jenggot
cianpwee yang panjang sembari memuji jenggotmu yang
sangat bagus." Coe Koen San termenung berpikir sebentar pengalamannya
tempo dulu mendadak ia tersentak kaget.
"Tidak salah memang pernah kejadian begitu."
"Sekarang Loocianpwee percaya bukan."
"Kau....kau sungguh2 dirinya?"
"Mengapa cayhe harus menipu diri Loocianpwee."
Mendadak Coe Koen San membuang senjata roda
bergeriginya ke atas tanah dan mencekal tangan Siauw Ling
erat2. "Ooouw Siauw Loote lima tahun tak berjumpa tak kusangka
kau sudah sedemikian tingginya."
Kendati nadanya agak bebal tapi setiap patah kata
diutarakan dengan sejujur hati.
Sejak Siauw Ling meninggalkan perguruan dia selalu hidup
dan bergelintingan ditengah suasana penuh mara bahaya
serta kelicikan ia menganggap setiap manusia bermaksud
jelek terhadap dirinya tapi kini menerima sambutan yang
begitu hangat dan mesra dari si orang tua ini hatinya jadi
terharu dua titik air mata jatuh berlinang.
Sembari goyangkan tangan Siauw Ling ujar Coe Koen San
lebih lanjut, "Bocah baik agaknya dikolong langit benar2
terdapat obat mujarab yang bisa menggantikan semua
tulang2mu dengan badanmu yang lemah dan berpenyakitan
tempo dulu sekarang berubah jadi gagah dan ganteng
sungguh bagaikan berganti dengan seorang yang lain jangan
dikata loohu sekalipun Gak Siauw Tjha setelah berjumpa
dengan dirimu belum tentu ia bisa mengenalimu kembali."
"Pengalaman yang boanpwee alami susah diucapkan
dengan sepatah dua patah kata lain kali boanpwee pasti akan
menceritakan kesemuanya ini kepada diri Loocianpwee...."
Mendadak Coe Koen San melepaskan sepasang tangan
Siauw Ling dan pungut kembali senjata roda bergerigi yang
menggeletak diatas tanah.
"Apakah Djen Bok Hong yang mengubah badanmu yang
lemah berpenyakitan itu menjadi gagah seperti sekarang dan
dia pula yang mewariskan pelajaran ilmu silat sedahsyat ini
kepadamu?" "Bukan, kepandaian silat yang boanpwee dapatkan adalah
hasil dari suatu pertemuan aneh bila dipikir bagaikan dalam
impian belaka." "Manusia hidup dikolong langit harus dapat membedakan
mana budi dan mana dendam" sela Coe Koen San dengan
dingin. "Walaupun Djen Bok Hong sudah banyak melakukan
kejahatan sehingga bila ditumpuk melebihi sebuah bukit
sepasang tangannya telah berpelepotan darah tapi setelah ia
melepaskan budi kepadamu sekalipun terhitung kau habis
bantu dirinya melakukan perbuatan jahat hal inipun
merupakan suatu keadaan yang apa boleh buat dikemudian
hari loohu tentu akan bantu kau menjelaskan persoalan ini
kepada seluruh jago Bulim."
"Apa yang cayhe ucapkan benar2 merupakan kenyataan"
ujar Siauw Ling sambil menghela napas panjang. "Kepandaian
silat yang kumiliki saat ini sama sekali tiada sangkut pautnya
dengan Djen Bok Hong...."
"Lalu apa sebabnya kau menggabungkan diri dengan pihak
perkampungan Pek Hoa San cung?" timbrung Coe Koen San.
"Hal ini harus salahkan pengalamanku yang cetek tidak
mengerti akan bahaya serta kelicikan Bulim dan untuk
pertama kalinya terjunkan diri ke dalam dunia persilatan bila
tidak begitu tak mungkin urusan bisa ribut macam begitu
aaaai sekali salah melangkah selama hidup harus menanggung
penyesalan justru tindakanku inilah membuat para jago dari
seluruh dunia persilatan memandang rendah watak aku Siauw
Ling." Perlahan-lahan Coe Koen San menghela napas panjang.
"Aaaai....orang mana tiada pengalaman hal ini tak dapat
disalahkan dirimu setelah mengetahui salah jalan seharusnya
cepat-cepatlah berpaling kejalan yang benar...."
Mendadak air mukanya berubah keren, dengan suara keras
sambungnya lebih jauh, "Mengapa kau masih juga turun
tangan keji dan secara beruntun membinasakan orang jago
Bulim" terhadap jago lain mungkin loohu tidak mengenali
watak tapi sinelayan tua dari keresidenan Sam Siang telah
kukenal hampir puluhan tahun lamanya bagaimana watak
serta perbuatannya loohu mengetahui sangat jelas ia jadi
orang mulia penuh kebajikan selama ini belum pernah
mempunyai musuh besar mengapa tanpa memilih putih atau
biru kau lukai dirinya dengan senjata rahasia beracunmu
sehingga menemui ajal?"
Sinar mata Siauw Ling berkilat.
"Tjoe Thayhiap pun percaya apabila kesembilan jago lihay
Bulim itu mati ditangan aku Siauw Ling?" tanyanya serius.
"Suara orang banyak bagaikan emas murni orang2
mengatakan perbuatan ini kaulah yang melakukan apalagi Poh
Thayhiap melihat dan mendengar dengan mata telinga sendiri
bagaimana aku tidak dapat mempercayai berita tersebut."
"Mereka mati ditangan Djen Bok Hong...." kata Siauw Ling
sepatah demi sepatah. "Djen Bok Hongpun telah datang?" seru Coe Koen San
tertegun. "Benar ia sudah datang" Siauw Ling mengangguk. "Tapi
selama ini ia selalu bersembunyi ditempat kegelapan dan tak
suka unjuk muka berturut2 ia melukai sembilan orang jago
Bulim justru karena bermaksud hendak memfitnah diriku...."
Ia berpaling memandang sekajap wajah Kiem Lan
kemudian menambahkan, "Jikalau bukan dia yang ceritakan
persoalan ini kepadaku bahkan aku sendiripun tidak tahu
kejadian tersebut." "Kau sungguh2 telah menjumpai dirinya?" sinar mata Coe
Koen San dialihkan ke arah Kiem Lan senjata roda
bergeriginya ditarik kembali dan tangan kanan mengelus
jenggot. "Semuanya aku lihat dan dengar dengan mata telingaku
sendiri sepatah katapun tidak bohong."
Mendengar suara Kiem Lan halus lagi merdu Coe Koen San
kerutkan alisnya. "Sebenarnya kau lelaki atau perempuan?"
"Budak Kiem Lan perempuan menyaru lelaki."
"Oooo kiranya begitu coba kau ceritakan kisah tersebut
agar akupun bisa bantu membersihkan Siauw Ling dari segala
tuduhan." "Waktu itu Samya menderita luka parah karena kehabisan
tenaga ia roboh tidak sadarkan diri mendadak Toa Cungcu
munculkan dirinya disana dan langsung menotok jalan darah
Samya dan membimbingnya ke dalam kereta sedang ia sendiri
bersembunyi dalam kereta dimana secara beruntun melukai
sembilan orang jagoan lihay yang melakukan pengejaran dari
belakang." "Setelah itu ia melayang pergi dari kereta kisah ini
kedengarannya sangat gampang tapi siapa yang mau
percaya?" Sembari mengelus jenggot Coe Koen San gelengkan
kepalanya berulang kali. "Loohu percaya inilah salah satu siasat dari ketiga puluh
empat siasat bagus yang disebut mematahkan bunga
disambung pada kayu hal ini tak perlu diherankan lagi."
Orang ini benar2 konyol terhadap ucapan tersebut ia sama
sekali tidak menaruh curiga.
Poh Thian Seng yang selama ini berdiri disamping tanpa
mengucapkan sepatah katapun mendadak menimbrung dari
samping. "Sebetulnya panglima perang yang telah kalah bertempur
tidak berhak banyak bicara tapi dalam hati cayhe ada
beberapa persoalan yang tidak mengerti apabila tak
kutanyakan rasanya tidak tahan...."
"Entah Poh heng ada urusan apa" siauwte pasti akan
pentang telinga mendengarkan ucapanmu."
"Dari kesembilan jagoan Bulim yang terluka ada delapan
orang telah menemui ajalnya hanya Sin Tui Hong Khek dari
Hong Jen Sam Yu yang masih hidup orang ini memiliki ilmu
meringankan tubuh yang lihay tiada tandingan dikolong langit
dialah orang pertama yang berhasil mengejar kereta tersebut
dalam jarak yang dekat asalkan ia dapat bicara urusan ini
tidak sulit untuk dibikin jelas...."
"Entah dimanakah sekarang dia berada?" tanya Siauw Ling
dengan nada cemas. "Harap Poh heng suka membawa
siauwte pergi kesana mungkin sekali cayhe dapat memberikan
sedikit bantuan untuk menyembuhkan luka yang sedang ia
derita." Poh Thian Seng termenung berpikir sejenak dia sendiripun
tidak berani mengambil keputusan.
"Tentang hal tersebut aku harus minta persetujuan dari
hweesio pemabok serta sipengemis kelaparan terlebih dahulu
kemudian baru bisa memberi keputusan...." katanya.
Siauw Ling mengerti orang ini tentu masih menaruh curiga
terhadap dirinya karena itu ia tidak banyak bicara lagi sembari
berpaling memandang sekejap wajah Coe Koen San katanya,
"Setelah Loocianpwee suka mempercayai ucapan cayhe harap
kau orang tua mau bantu pula aku orang dalam menerangkan
persoalan ini." Ia masih teringat akan pesan Lam Ih Kong yang
mengharuskan dia berbicara dengan tingkatan yang sama
terhadap siapapun juga tapi kini ia sebut Coe Koen San
sebagai Loocianpwee hal tersebut disebabkan ia teringat
sewaktu pertama kali berkenalan dengan dirinya ia baru
berusia dua belas tiga belas tahunan sedang waktu itu jenggot
putih Coe Koen San telah terurai sepanjang dada tidaklah
aneh kalau ia sebut dia sebagai Loocianpwee.
"Setelah Loohu mempercayai ucapanmu sudah tentu akan
bantu pula menjelaskan persoalan ini dihadapan para jagi
Bulim." Coe Koen San menyanggupi permintaan pemuda ini.
"Tapi berhubung nama busuk Djen Bok Hong telah tersohor
diseluruh kolong langit sedang kau pun telah menggabungkan
diri dengan pihak perkampungan Pek Hoa San cung. Aku rasa
persoalan ini tak dapat dibikin jelas dalam waktu singkat
dikemudian hari aku harap kau masih suka sedikit bersabar."
"Asalkan Loocianpwee suka mewakili diriku untuk
menerangkan persoalan ini kepada para jago Bulim aku rasa
lebih dari cukup sedangkan mengenai mereka mau percaya
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
atau tidak tak seorangpun yang dapat memaksa pandangan
mereka!" "Saudara cilik asalkan kau dapat melepaskan diri dari
belenggu perkampungan Pek Hoa San cung ini berarti dapat
menghilangkan pula rasa curiga para jago Bulim terhadap
dirimu...." "Hingga detik ini masih susah untuk berbuat demikian"
Siauw Ling menggeleng perlahan. "Hal tersebut baru dapat
diputusi setelah berjumpa kembali dengan Djen Bok Hong."
"Djen Bok Hong adalah manusia yang berhati licik
berpendirian keji dan bertangan telengas" tukas Kiem Lan dari
samping. "Setelah Samya terperosok ke dalam jebakan
mereka untuk melepaskan diri seharusnya menantikan suatu
saat yang beruntung baru bertindak...."
Ia berpaling dan memandang sekejap wajah Giok Lan serta
Tong Sam Kauw lalu tambahnya, "Kalian berdua dapat melihat
nona yang patut dikasihani ini?"
Mendengar ucapan tersebut sinar mata Coe Koen San serta
Poh Thian Seng bersama2 dialihkan ke atas wajah Tong Sam
Kauw serta Giok Lan. "Entah siapakah mereka berbuat dan terkena bokongan
yang bagaimana sehingga terluka?" tanya mereka berdua
hampir berbareng. "Yang seorang adalah sahabat karib budak dan merupakan
kawan seiring senasib yang bersama2 melayani Samya
sebagai dayang sedang yang lain adalah seorang jago lihay
dari Bulim." "Siapa...." sela Poh Thian cepat.
"Nona Tong Sam Kauw. Orang2 yang sering melakukan
perjalanan melalui jalan raya selatan maupun barat mungkin
tidak kenal kalau nama Tong Sam Kauw tapi nama besar
keluarga Tong dari Su Tzuan rasanya seluruh kolong langit
mengenalinya bukan."
"Ehmm...." Coe Koen San mengangguk. "Selama ratusan
tahun keluarga Tong dari Su Tzuan selalu menggemparkan
dunia persilatan mereka berdiri sebagai sebuah perguruan
yang berdiri sendiri entah apakah kedudukan nona Tong Sam
Kauw dari keluarga Tong tersebut?"
"Kedudukan serta asal usul nona Tong sangat berlainan
dengan asal usul kami kakak adik berdua dia adalah cucu
perempuan dari Tong Koo Thay."
"Bagus sekali kiranya Djen Bok Hong begitu bernyali berani
mencari gara2 dengan mereka semua orang dikolong langit
mengerti apabila senjata rahasia keluarga Tong di Su Tzuan
sangat beracun selama ratusan tahun selalu dianggap sebagai
sumber dari segala macam senjata rahasia tidak nyana Djen
Bok Hong berani tidak pandang sebelah matapun terhadap
keluarga Tong." "Sinar mata kedua orang nona ini sayu air mukanya pucat
agaknya ia sudah terkena racun obat pemabok yang sangat
lihay" sela Poh Thian Seng tiba-tiba.
"Kalau terkena obat pemabok saja tidak suatu perbuatan
yang keji dari Djen Bok Hong justru yang mengeram dalam
tubuh mereka adalah racun penyusut tulang asalkan racun ini
mulai bekerja maka penderitaan yang dirasakan sipenderita
luar biasa dahsyatnya membuat orang tidak berani berpikir
lebih lanjut...." Ia berpaling memandang sekejap wajah Siauw Ling lalu
sambungnya lebih lanjut, "Siauw Samya adalah seorang
pendekar sejati yang mulia hatinya dan mengutamakan
kebajikan kalau mau ia daoat melepaskan kami untuk
melarikan diri sendiri tapi ia tidak tega meninggalkan kami
akhirnya ia berbuat demikian ia harus menemui banyak
kesulitan semacam ini hari ia dituduh sipembunuh jago-jago
Bulim." Demi membersihkan nama baik Siauw Ling tanpa berpikir
panjang bagaimanakah akibatnya gadis ini telah menceritakan
semua kisah yang telah terjadi. Tetapi setelah ucapan tersebut
meluncur keluar ia baru teringat kembali akan kekuatan pihak
perkampungan Pek Hoa San cung dalam menjaga rahasia2nya
siapa yang berani membocorkan rahasia ia bakal mendapat
siksaan yang hebat minta mati tak dapat hiduppun menderita.
Teringat hal tersebut hatinya seketika tergetar keras
keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh
tubuhnya. "Aku rasa kalian berdua telah mengetahui keadaan yang
sebenarnya bukan?" ujar Siauw Ling seraya menjura. "Semoga
dihadapan para enghiong hoohan itu dari kolong langit kalian
dapat membela aku Siauw Ling dengan beberapa patah kata
sebelum itu cayhe ucapkan banyak terima kasih terlebih
dahulu, gunung nan hijau air nan cerah selamanya tak akan
berubah lain waktu kita berjumpa kembali."
"Tunggu sebentar!" mendadak Coe Koen San membentak
keras. Waktu itu Siauw Ling sudah melangkah pergi mendengar
teriakan tersebut ia segera berhenti dan berpaling.
"Entah Coe Thayhiap masih ada urusan apalagi?"
"Setelah kedua orang nona ini menelan pil racun penyusut
tulang entah kapankah racun tersebut mulai bekerja?"
"Kurang lebih tujuh hari setelah menelan obat racun itu
jikalau terlalu lelah atau menderita luka maka daya bekerja
racun itu akan lebih parah lagi."
"Semisalnya racun mereka mulai bekerja apa yang hendak
kalian perbuat?" "Djen Bok Hong pernah berjanji sebelum racun tersebut
mulai bekerja ia akan hantar obat pemusnah buat kami."
"Perkataan dari Djen Bok Hong mana boleh dipercaya"
jikalau sampai waktunya ia tidak datang?"
"Terpaksa kita jalan setapak berpikir selangkah."
Sembari mengelus jenggotnya Coe Koen San berjalan bolak
balik tiada hentinya jelas ia sedang memikirkan suatu
persoalan yang mengalutkan pikirannya.
Mendadak Kiem Lan menimbrung dari samping, "Selama
tindakan Toa Tjungtju selalu keji tapi ia tak berani mencelakai
Sam Tjungtju berhubung Sam Tjungtju mempunyai sangkut
paut yang sangat besar dengan masa mendatang
perkampungan Pek Hoa San cung karena inilah memaksa ia
harus menempuh bahaya coba bersembunyi dibalik kereta
sembari membinasakan sembilan orang jago lihay secara
beruntung maksudnya dengan tindakan ini agar bisa
mengundang datang musuh tangguh bagi Samya agar semua
jago Bulim diseluruh kolong langit memandang Siauw Ling
sebagai penjahat nomor wahid dan paksa ia tak dapat tempat
untuk tancapkan kaki setelah terdesak dalam keadaan begitu
mau tak mau Samya harus bergabung kembali ke dalam
perkampungan Pek Hoa San cung dan rela berbakti dan jual
nyawa buat Djen Toa Tjungtju."
"Tidak salah, tidak salah" puji Coe Koen San sambil
mengangguk. "Maksud Djen Bok Hong pasti begini."
"Setelah Loocianpwee mengetahui keadaan yang
sebenarnya ini berarti sepasang pundak kau orang tua
mendapat beban seberat seribu kali."
"Kenapa pundak Loohu memikul beban seberat seribu kali"
apa maksudmu?" tanya Coe Koen San tertegun.
"Seluruh jago Bulim yang ada dikolong langit telah
menganggap Samya sebagai seorang bajingan yang paling
keparat seorang penjahat yang telah banyak melakukan
kejahatan dan kini hanya Coe Thayhiap seorang yang
mengetahui keadaan sebenarnya apabila Siauw Ling adalah
seorang pendekar sejati yang suci bersih bila kau tidak
memberi pandangan serta penjelasan maka seluruh jago
Bulim dalam kolong langit dengan gusar akan memusuhi diri
Samya jangan dikata Siauw Ling berbakat bagus sekalipun
manusia terbuat dari tanah liatpun mempunyai sifat tanah
liatnya dalam keadaan kepepet dan terdesak kemungkinan
besar suatu pertarungan seru akan segera berkobar darah
akan mengalir menjadi sebuah selokan kesalah pahaman
makin pertebal setelah berada dalam keadaan begini para jagi
dalam kolong langit semakin menuduh Siauw Ling sebagai
pembantu setia Djen Bok Hong dalam melakukan kejahatan
setelah begini satu2nya jalan bagi Samya untuk berlindung
adalah baik dan menggabungkan diri kembali dengan
perkampungan Pek Hoa San cung...."
"Pendapat yang tinggi pendapat yang tinggi loohu pasti
akan berjalan mengelilingi kolong langit untuk menerangkan
keadaan yang sebenarnya dari Siauw Ling" seru Coe Koen San
sembari mengangguk. Mendadak Poh Thian Seng maju dan menjura kepada diri
Siauw Ling katanya, "Kiranya Siauw heng adalah seorang
manusia bersih yang sama sekali tak bernoda tadi siauwte
membuat kesalah pahaman harap kau jangan salahkan
diriku." Buru-buru Siauw Ling balas memberi hormat.
"Hal ini hanya dapat menyalahkan usia Siauwte masih kecil
dan urusan apapun tidak tahu sehingga terperosok dalam
lumpur kehidupan hal ini bagaimana boleh disalahkan kepada
Cuwi sekalian" katanya sembari tertawa getir. "Setelah
kujumpai Djen Bok Hong tentu akan kuusahakan sekuat
mungkin untuk menasehati dia cuci tangan dan
mengundurkan diri dari dunia persilatan sehingga tidak
mencelakai orang2 Bulim lagi."
Poh Thian Seng yang mendengar ucapan pemuda ini
bersemangat ia menghela napas ringan.
"Orang yang berhati bijak dan orang yang berhati jahat
kebanyakan memiliki kepandaian silat yang lihay aku takut
ucapan mulia dari Siauw heng hanya mendatangkan bencana
buat dirimu sendiri."
Ia merandek sejenak kemudian terusnya, "Setelah Siauwte
selesai upacara penguburan adik angkatku pasti akan
mengikuti disamping Coe Thayhiap untuk membikin bersih
nama Siauw heng dalam Bulim."
"Siauwte merasa sangat berterima kasih atas kemurahan
hati kalian, terimalah satu penghormatan dulu dariku" sembari
berkata dia menjura dalam2 kepada kedua orang itu.
"Siauw heng baik2lah berjaga diri siauwte mohon diri
terlebih dahulu" kata Poh Thian Seng sembari balas memberi
hormat ia segera putar badan dan berlalu dengan langkah
lebar. Coe Koen San pun menyimpan kembali sepasang senjata
roda Cing Kang Jie Gwat Siang Loennya.
"Menurut apa yang loohu ketahui. Perbuatan yang mereka
lakukan kali ini telah tersebar luas diseluruh dunia persilatan
semua jago lihay dari kalangan Bulim telah berkumpul semua
disini siap bersama2 mencegah terjadinya suatu peristiwa
yang mengerikan." "Peristiwa yang mengerikan" peristiwa apakah itu?"
"Menurut kabar yang tersiar dalam Bulim katanya jago-jago
lihay dari perkampungan Pek Hoa San cung dibawah pimpinan
Siauw Ling telah bergerak sebagai barisan pelopor dengan
ditunjangi Djen Bok Hong sebagai barisan muncul kembali
dalam dunia persilatan, dia akan membasmi Bulim Su Toa Sian
atau empat pujangga dari Bulim kemudian melenyapkan Lam
Hay Ngio Siong atau lima manusia ganas dari Lam Hay setelah
itu mencuci Go bie san dengan darah dan terakhir perguruan
Cing Shia pay...." "Siapa yang sebarkan berita ini?" seru Siauw Ling
tercengang. "Cayhe tidak lebih hanya pulang kedusun untuk
menengok orang tuaku."
"Dari mana asalnya berita ini loohu sendiri juga tak tahu
peristiwa ini telah tersebar luas diseluruh Bulim terutama
didaerah selatan Sihweesio pemabok, sipengemis kelaparan,
sipendekar pincang serta loohu tidak lebih hanya merupakan
serombongan pertama yang tiba terlebih dahulu makin
keselatan rintangan yang kau temui semakin banyak. Saudara
cilik kau harus baik2 jaga diri."
"Setelah loocianpwee mengetahui apabila Samya hanya
kena fitnah belaka harap kau suka mewakili dirinya memberi
keterangan kepada para jago lainnya" sambung Kiem Lan
cepat. "Hal ini sudah tentu cuma jago Bulim yang berkumpul
ditempat ini terlalu banak jumlahnya hanya loohu seorang
rasanya terlalu sulit untuk mengetahui kesemuanya ini
sungguh sayang sihweesio pemabok serta sipengemis
kelaparan lebih dahulu bila kedua orang inipun bisa
memahami keadaan yang sebenarnya dan suka munculkan diri
untuk meredakan kesalah pahaman ini kekalutanpun dengan
cepat bisa diatasi."
"Aaaai untuk menjatuhkan tuduhan kepada seseorang
seharusnya punya bukti yang kuat" kata Siauw Ling sambil
menghela napas panjang. "Jikalau mereka masih bersikeras tanpa memandang mana
putih mana hitam mencap diriku sebagai seorang bajingan
yang banyak berbuat dosa hal inipun merupakan suatu
kejadian yang tak bisa dihindari lagi."
"Setelah urusan jadi begini kami berharap saudara cilik
suka bersabar Loohu mohon pamit terlebih dahulu."
Tanpa menanti jawaban dari Siauw Ling lagi buru-buru ia
berjalan meninggalkan tempat itu.
Sembari memandang bayangan punggung Coe Koen San
yang terburu-buru berlalu Siauw Ling duduk kembali ke atas
tanah gumamnya seorang diri, "Semua jago Bulim yang ada
dikolong langit menuduh aku Siauw Ling sebagai seorang
pembunuh apakah aku harus menyerahkan tengkukku untuk
mereka gantung?" Melihat pemuda itu melamun Kiem Lan berjalan
menghampirinya. "Samya" ujarnya halus. "Emas murni tak takut dibakar api
asalkan Samya bisa bersabar sedikit pada suatu saat urusan
akan menjadi terang dengan sendirinya waktu itu seluruh jago
lihay yang ada dikolong langit baru merasa malu dan
menyesal terhadap diri Samya."
Siauw Ling tertawa getir ia bangun kembali.
"Aaaai sekalipun perjalanan selanjutnya penuh dengan
rintangan dan mara bahaya kitapun tak dapat duduk terpekur
terus menerus disini ayoh berangkat."
Kiem Lan tersenyum manis sedikit menghibur hati sang
pemuda yang sedang risau katanya, "Walaupun keadaan kita
sangat berbahaya nyanyian kemaian bergema dari empat
penjuru tapi budak sama sekali tidak jeri dari pada berada
dalam perkampungan Pek Hoa San cung aku rasa disini jauh
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lebih aman." Sebenarnya Siauw Ling yang melihat ia harus membokong
Giok Lan sembari menggandeng pula Tong Sam Kauw
keadaannya sangat mengenaskan tapi memandang wajahnya
yang penuh dihiasi dengan senyuman semangat pemuda ini
pun bangkit kembali pikirnya, "Kiem Lan tidak lebih hanya
seorang gadis berusia belasan tahun tapi ia bisa dibikin
gembira walaupun berada dalam keadaan bahaya aku Siauw
Ling sebagai seorang lelaki sejati apakah tak mampu melebihi
seorang perempuan pun?"
Berpikir sampai disitu tanpa terasa semangat jantannya
berkobar kembali sembari busungkan dada dengan langkah
lebar ia melanjutkan perjalanan kedepan.
Setelah keluar dari hutan dari tempat kejauhan tampak
seorang nenek tua berambut putih bertongkat bambu berdiri
menanti kedatangannya dibawah sebuah pohon besar
wajahnya serius dengan sepasang mata memancarkan cahaya
tajam sedang melototi diri Siauw Ling tak berkedip.
Melihat munculnya nenek tua itu Siauw Ling merasakan
hatinya tergetar keras pikirnya, "Sepasang mata Chee Toa Nio
memancarkan cahaya penuh napsu aku takut kedatangannya
tidak bermaksud baik...."
"Heee....heee....bocah cilik. Kionghie...." terdengar Chee
Toa Nio berseru dengan suara yang dingin dan hambar.
"Cayhe sedang murung dan kesal siapa yang perlu
mendapat kionghiemu itu?"
"Kau dapat keluar dari hutan dalam keadaan hidup2
bukankah hal ini merupakan suatu kejadian yang patut diucapi
kionghie?" "Ooooouw....kiranya begitu terima kasih atas perhatianmu."
"Cuma....heee....heee....heee....kaupun tak usah bergembira
dahulu" sambung Chee Toa Nio lebih lanjut dengan suara
dingin. "Para jago yang berkumpul disini makin lama makin
hebat rombongan jago Bulim yang barusan kau temui tidak
lebih merupakan dari suatu pertunjukkan pembukaan belaka
kejadian yang bakal kau temui kemudian akan beratus2 kali
lipat lebih mengerikan."
"Entah apa maksudnya menakut2ti diriku dengan ucapan
tersebut?" diam2 pikir Siauw Ling setelah mendengar ucapan
sinenek tua itu. Dengan cepat sahutnya, "Cayhe mengucapkan terima kasih
banyak atas perhatian yang popo berikan kepadaku."
JILID 6 "Ehmm...." Chee Toa Nio mengangguk. "Menurut apa yang
kuketahui anak murid keempat pujangga besar dari Bulim
sudah pada berdatangan semua."
"Aku sudah tahu" ia putar badan siap pergi dari sana."
"Disamping itu masih ada lagi jago-jago lihay dari partai Go
Bie serta partai Tjing Shia" teriak Chee Toa Nio menyambung.
"Si Lam San Sin Ih atau sitabib sakti dari gunung Lam San
yang tersohor banyak akalpun sudah datang semua kau tak
bakal mampu menghadapi mereka."
"Waaah kalau begitu suasana akan makin ramai jikalau
cayhe beruntung bisa lolos dari mara bahaya ini hari pasti
akan kudatangi mereka satu persatu mengucapkan terima
kasih atas perhatian yang mereka berikan kepadaku."
"Heee....heeee....Lam San Sin Ih angkat nama bersama2
Tok So Yok Ong sekalipun kepandaian silatmu lebih baguspun
jangan harap bisa lolos dari cengkeramannya."
"Ehmm ucapannya ini memang tidak salah" pikir Siauw Ling
dalam hatinya. "Semisalnya secara diam2 ia lepaskan racun
untuk melukai diriku siapa yang dapat menghindar?"
Terdengar Chee Toa Nio melanjutkan kembali kata2nya,
"Melihat beberapa lembar jiwa kecil kalian hanya bisa
bertahan sampai besok siang aku merasa sedikit kasihan
terhadap kalian....aku takut untuk meloloskan diri dari
hadangan nanti malampun kamu tak mampu."
Walaupun dalam hati kecilnya Siauw Ling menjumpai
berbagai persoalan yang meragukan hatinya tapi melihat
sikapnya yang dingin dan kaku ia jadi malas banyak bertanya
selesai nenek tua itu berbicara ia tertawa hambar.
"Terima kasih atas petunjuk yang popo berikan cayhe tentu
bertindak lebih hati2."
"Kurang ajar, tahukah kau mengapa aku beritahukan
kesemuanya ini kepadamu?" tiba-tiba Chee Toa Nio marah2
tongkatnya diketukkan diatas tanah berulang kali.
Siauw Ling termangu2 dibikinnya.
"Cayhe kurang tahu"
"Dalam keadaan serta situasi macam begini hanya aku
seorang diri yang bisa menolong keempat lembar jiwa kalian."
"Apa" karena tidak mengerti maksud sinenek tua itu Siauw
Ling berseru tertahan demi kami berempat apakah Loo popo
rela bantu kami melawan para enghiong hoohan dari seluruh
kolong langit?" "Hmm asalkan kau suka menyanggupi suatu permintaanku
aku akan berusaha menolong jiwa kalian berempat."
"Urusan apa" mungkinkah dapat cayhe laksanakan?"
"Sudah tentu dapat kau kerjakan."
Lama sekali Siauw Ling termenung putar otak tapi belum
juga berhasil peroleh jawaban yang mengena akhirnya ia
ulapkan tangannya. "Mati hidup cayhe bukan terhitung suatu persoalan yang
terlalu memusingkan kepala" katanya perlahan. "Tapi kedua
orang nona yang sedang menderita sakit ini telah kehabisan
daya kekuatan untuk melindungi diri sendiri jikalau mereka
turun tangan secara demikian terus menerus dan dengan
senjata rahasia mengancam keselamatan kami mungkin yang
kena bencana bukan aku melainkan kedua orang nona ini
terlebih dahulu...."
"Selama hidup aku tak pernah menaruh rasa iba hati atau
rasa kasian kepada orang lain yang kuat menindas yang lemah
hal iu adalah merupakan kejadian yang jamak."
"Maksud cayhe...."
"Aku tahu bukankah maksudmu minta aku memandang
wajah kedua nona yang terluka ini suka turun tangan secara
suka rela" potong Chee Toa Nio cepat.
Selagi Siauw Ling siap berbicara kembali nenek tua itu
berebut bicara terlebih dahulu.
"Selama hidupku aku belum pernah bekerja tanpa
menerima imbalan yang berarti lebih baik kita bicarakan soal
barter kita kali ini."
"Jikalau demikian adanya persilahkan Loo popo ajukan
syaratnya semisalnya cayhe sanggup melakukannya tentu
akan kusanggupi bila tak dapat kuterima cayhepun tidak
terlalu menyia2kan waktu Loo popo."
Sinar mata Chee Toa Nio perlahan-lahan dialihkan ke atas
wajah sang pemuda lalu ujarnya lambat2, "Sebenarnya kalau
dibicarakan permintaanku bukanlah suatu pekerjaan yang
terlalu berat asal kau merelaka diri dipinjamkan selama tiga
hari kepadaku syarat ini boleh dihitung telah terpenuhi."
"Apa" pinjam aku selama tiga hari" seorang manusia hidup
mana mungkin bisa dipinjam2kan kepada orang, belum
pernah kudengar berita selucu dan seaneh ini."
Tiba-tiba Chee Toa Nio tertawa terkekeh2.
"Heee....heee....kau jangan salah paham aku sudah lanjut
usia sekalipun masih genit dan bernapsu birahi tidak mungkin
kucari seorang bocah semuda kau untuk melampiaskan napsu
birahi tersebut." Merah padam selembar wajah Siauw Ling sehabis
mendengar ucapan itu. "Ngaco belo...."
Kembali Chee Toa Nio tertawa terkekeh2.
"Yang kumaksud dengan meminjam adalah minta kau pergi
menyaru sebagai seseorang kemudian bersama diriku
menghadiri suatu perjamuan sehabis perjamuan itu selesai
aku akan lepaskan dirimu kembali...."
"Kau suruh aku menyaru sebagai siapa?" sela sang
pemuda. Perlahan-lahan Chee Toa Nio menghela napas panjang.
"Menyaru sebagai seornag cucuku dengan usiaku yang
telah begini tua rasanya masih pantas jadi nenekmu bukan?"
"Seorang lelaki sejati tidak akan berganti she tak akan
berganti nama2 boleh aku Siauw Ling pergi menyaru sebagai
anggota keluarga Chee kalian?"
"Siapa yang dapat menyesuaikan diri dengan keadaan
dialah bila kau tidak sudi mengabulkam permintaanku aku
takut kamu berempat susah meloloskan diri dari sore hari ini
juga. Dari pada menderita kerugian besar mengapa tidak kau
terima saja permintaanku ini pikirkan tiga kali sebelum
mengambil keputusan."
"Hmm! kalau mereka benar2 tidak mau lepas tangan aku
Siauw Ling terpaksa akan unjuk gigi" seru sang pemuda
dengan sepasang mata berkilat.
"Setelah memperoleh jalan selamat apa gunanya bersikeras
mencari keonaran dan mara bahaya buat diri sendiri apalagi
aku hanya pinjam dirimu selama tiga hari setelah lewat tiga
hari kau adalah tetap bernama Siauw Ling."
Siauw Ling makin tercengang dan keheranan dengan
permintaan sinenek tua ini pikirnya dalam hati, "Sungguh aneh
sekali belum pernah kutemui berita aneh macam
begini....masih ada orang minta aku menyaru sebagai cucunya
selama tiga hari." Terdengar Chee Toa Nio melanjutkan ucapannya.
"Apalagi daya kerja racun yang mengeram dalam tubuh
kedua nona ini sudah berada diambang pintu kendati
kepandaian silatmu sangat lihay belum tentu dapat kau
lindungi keselamatan jiwa mereka. Eeeei bocah muda pikirlah
masak2 bila kau suka bekerja sama kita beberapa orang
sama2 memperoleh keuntungan kalau berpencar kedua belah
pihak akan menderita luka."
"Persoalan ganti nama aku Siauw Ling sudah pastikan diri
tak mau melakukan tapi kalau pekerjaan ini dapat
menghasilkan keuntungan kedua belah pihak mungkin bisa
kupertimbangkan lagi tapi kau harus terangkan dulu apa
alasanmu berbuat demikian setelah kupikir kembali baru
keputusan bisa diambil."
"Jika demikian urusan ini perlu dirundingkan kembali?"
"Walaupun semua jago Bulim yang ada dikolong langit
menaruh kesalah pahaman terhadap aku orang she Siauw tapi
seorang lelaki sejati lebih memikirkan kebajikan daripada
keselamatan." kata Siauw Ling dengan wajah serius. "Mereka
mendesak aku hingga menemui jalan buntu hal itu merupakan
urusan mereka sendiri pokoknya aku tak ingin melakukan
perbuatan yang merugikan orang lain Loo popo kau baik2lah
berpikir jikalau ingin membantu dirimu untuk melakukan
pekerjaan mencelakai orang lain leih baik urusan tak perlu
dirundingkan lebih lanjut."
"Penawaran setinggi langit baik kalau dibayar kontan" seru
Chee Toa Nio sambil tertawa. "Asalkan kau berniat begitu
urusanpun lebih mudah untuk diselesaikan tempat ini tidak
leluasa untuk bercakap2 bagaimana kalau kalian duduk
sejenak dalam gubuk reyotku ini."
"Baik silahkan popo membawa jalan."
Chee Toa Nio tersenyum ia putar badan dan berlalu.
Siauw Ling mengikuti dari belakang mendadak dengan
langkah lebar Kiem Lan mengejar kesisinya seraya berbisik,
"Samya kau harus berhati2 aku lihat sinenek tua ini tidak mirip
orang baik2." "Ehmmmm urusan ini memang rada kukoay kita harus
bekerja mengikuti keadaan" sahut Siauw Ling seraya
mengangguk. Chee Toa Nio termasuk orang jagoan yang memiliki
kepandaian silat sangat lihay pandangan mata serta
pendengarannya amat tajam melebihi siapapun kendati suara
pembicaraan kedua orang itu amat lirih tapi tak sepatah
katapun yang berhasil lolos dari pendengarannya.
Tapi ia pura2 belagak pilon dan percepat langkahnya
menuju kedepan. Gubuk tempat tinggal sinenek tua ini berada beberapa li
jauhnya dari tempat semula tidak selang beberapa saat orang
itupun sudah tiba ditempat tujuan.
Sikap Chee Toa Nio yang semula dingin, sombong dan
hambar kini berubah seratus delapan puluh derajat sembari
putar badan ia menyambut kedatangan tetamunya dengan
sikap hormat. Dengan langkah lebar Siauw Ling berjalan masuk ke dalam
hatinya saat ini merasa iba.
Tidak disangka olehnya satu dua jam berselang mereka
masih bergerak dengan begitu sengit ternyata kini ia disambut
oleh bekas lawannya dengan sikap hormat.
Perubahan yang terjadi boleh dibilang seratus delapan
puluh derajat dari keadaan semula.
Tampak Chee Toa Nio turun tangan menghidangkan sendiri
dua cawan air teh buat Siauw Ling serta Kiem Lan kemudian
sambil tertawa ujarnya, "Air teh Song Cu Siang Swie Teh ini
belum pernah kugunakan untuk menyambut kedatangan
tetamu tapi lain halnya dengan kali ini. Silahkan kalian berdua
mencicipi dahulu secawan air teh untuk segarkan dulu badan
yang letih setelah itu kita baru bicarakan persoalan kita."
Walaupun gubuk tersebut jelek reyot tapi cawan teko serta
air tehnya merupakan barang berharga.
Setelah bergerak selama beberapa jam melawan para jago
dunia persilatan saat ini Siauw Ling merasakan perutnya lapar
mulutnya dahaga mendengar tawaran itu ia lantas ambil
cawannya untuk diteguk. Mendadak terdengar Kiem Lan mendehem berat Siauw Ling
mengerti ia sedang memberi peringatan kepadanya jangan
minum air teh tersebut terpaksa diletakkannya kembali cawan
kumala tadi ke atas meja.
Melihat tindakan sang pemuda sambil tersenyum Chee Toa
Nio berpaling sekejap ke arah Kiem Lan lalu angkat cawan
yang berada dihadapannya dan sekali teguk menghabiskan isi
cawan tersebut. "Sam Cungcu tahukah kau mengapa aku bisa memilih
tempat sesunyi dan terpencil macam begini untuk melanjutkan
hidup?" "Cayhe tidak tahu."
"Tempat ini tiada syarat yang cukup untuk disebut
menyenangkan memiliki pemandangan yang menarik hati
siapapun tidak bakal suka memilih tempat tinggal segersang
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan sesunyi ini." "Aku rasa Loo popo memilih tempat ini tentu ada alasan2
tertentu." "Sedikitpun tidak salah karena pohon tua berusia ribuan
tahun inilah aku jadi kerasan untuk berdiam dalam gubuk
sereyot dan sejelek ini selama hampir puluhan tahun
lamanya." Agaknya ia mengerti akan dirinya salah bicara tidak
menunggu Siauw Ling bertanya buru-buru ia mengubah nada
suaranya, "Sewaktu aku berdiam ditempat ini ada seorang
bocah berusia delapan tahun hidup bersama2 diriku siapa tahu
mendadak dua tahun berselang cucuku itu lenyap tak
berbekas sebetulnya aku hendak pergi mencari dirinya tetapi
ada janji terlebih dahulu dengan seseorang dan suatu
persoalan yang belum kuselesaikan maka tertangguhlah
maksudku untuk pergi mencari dirinya."
Mendadak sepasang matanya memerah dua titik air mata
jatuh menetes membasahi pipinya.
Melihat sikap sang nenek yang begitu sedih karena
kehilangan cucunya diam2 Siauw Ling ikut merasa beriba hati
ia merasa tidak tega pikirnya, "Usia telah lanjut hidup
sebatang kara ditempat ini keadaannya memang patut
dikasihani dahulu ia tentu hidup berduaan dengan cucunya
tapi sekarang sejak cucunya hilang ia jadi sengsara
kesedihannya tentu tak terkendalikan lagi."
Ingin sekali pemuda ini menghibur sinenek tersebut dengan
beberapa patah kata tapi tak diketahui olehnya apa yang
harus ia ucapkan akhirnya dengan sedih ia ikut menghela
napas panjang. Buru-buru Chee Toa Nio mengusap kering air mata yang
membasahi wajahnya dengan paksakan diri perlihatkan wajah
gembira sambungnya lebih lanjut, "Tapi aku telah menerima
sepucuk surat dari seorang sahabat karibku yang mengundang
aku serta cucuku yang lenyap untuk menghadiri suatu
perjamuan tapi cucuku telah lenyap dua tahun lamanya
hingga kini tiada kabar berita lagi sekrang aku suruh pergi
kemanakah mencari balik dirinya?"
"Seharusnya secara terus terang kau beritahukan kepada
orang itu apa yang sebenarnya telah terjadi apa gunanya kau
minta aku untuk menyaru sebagai dirinya?"
"Watak sahabat karibku itu amat kukoay walaupun kami
sudah bersahabat hampir mendekati puluhan tahun lamanya
tapi sekali bentrok suatu pertarungan sengit tak akan
terhindar kalau aku terus terang katakan cucuku lenyap ia
pasti tak akan percaya sewaktu aku sedang murung dan kesal
karena urusan inilah mendadak teringat kembali olehku akan
diri Sam Cungcu usiamu hampir sama dengan usia cucuku
yang hilang kalau kau suka bantu diriku selama tiga hari
setelah kawanku tadi pergi kau tetap bernama Siauw Ling dan
akupun tak akan minta bantuanmu dengan sia2 belaka
dengan kerahkan segala kemampuan akan kubantu kalian
lolos dari cegatan2 jago-jago lihay."
"Sebetulnya urusan ini bukan merupakan suatu halangan
yang besar dalam kerja sama kita" kata Siauw Ling sesudah
termenung sebentar. "Yang belum cayhe pahami justru apa
sebabnya kawan karibmu ingin sekali menjumpai cucumu
tersebut?" Bibir Chee Toa Nio tampak sedikit bergerak mau
mengucapkan sesuatu tetapi segera dibatalkan kembali
mengambil kesempatan berbatuk2 ujarnya, "Dahulu kita saling
bermusuhan dan makin dendam ini makin pertebal tapi
akhirnya karena cucuku itu urusan jadi beres permusuhan
mereda disusul dengan suatu persahabatan. Kini apalagi aku
tidak membawa serta cucuku untuk menghindari perjamuan
tersebut pihaknya tentu menaruh curiga apabila cucuku ada
apa2 justru aku tidak ingin terjadi bentrokan lagi pada saat
itu." "Cayhe masih tidak paham...."
"Bagian mana yang tak kau pahami boleh kau tanyakan
kepadaku." "Berapa besar usia Loo popo ini tahun?"
"Enam puluh enam tahun."
"Loo popo sudah berusia enam puluh enam tahun umur
kawan karibmu paling sedikit tentu sudah berada setengah
abad ke atas." "Ia lebih tua beberapa tahun dariku tahun ini kawan
karibmu tersebut sudah berusia tujuh puluh tahun."
"Nah itulah dia kalian adalah manusia2 berusia enam puluh
tahunan ke atas perpisahan kalianpun sudah ada sepuluh
tahun lebih waktu itu cucumu paling tidak hanya berusia
delapan sembilan tahun bagaimana mungkin kawan karibmu
itu bisa memandang begitu penting seorang bocah yang sama
sekali tak mengerti urusan?"
"Apa sebabnya ia bersikap demikian kalau dibicarakan
kembali terlalu panjang Sam Cungcu jika kau tidak percaya
nah lihatlah sendiri surat undangan ini."
Dari dalam sakunya ia ambil keluar secarik surat undangan
lalu diangsurkan kedepan.
Siauw Ling menerima surat undangan itu dan dibaca isinya.
"Dalam sekejap mata perpisahan kita telah berlalu sepuluh
tahun setiap saat kupikirkan keadaanmu."
"Besok siang ada sebuah tandu akan datang menjemput
dirimu untuk datang berkunjung kemari harap kau suka bawa
serta cucumu." Chee Toa Nio menghela napas panjang katanya, "Isi surat
ini diluaran sepertinya lagi mengundang kedatanganku
padahal yang ia pentingkan adalah ucapan yang terakhir
setelah kupikir bolak balik akhirnya kurasa bahwa hanya Sam
Cungcu seorang yang paling sesuai untuk membantu diriku
karena itulah dengan memberanikan diri kuundang
kedatangan Sam Cungcu datang kemari guna diajak berunding
harap Sam Cungcu suka membantu diriku kali ini."
"Persoalan ini sungguh merupakan suatu persoalan yang
mengherankan cayhe harus berpikir dan menimbang dahulu
sebelum ambil keputusan" kata Siauw Ling seraya
mengembalikan surat undangan tersebut.
"Baik" Chee Toa Nio segera bangun berdiri. "Kalian
berundinglah aku mohon diri terlebih dahulu."
"Loo popo silahkan berlalu."
Setelah menerima kembali surat undangan itu Chee Toa
Nio mohon diri dan mengundurkan diri dari ruangan.
Menanti orang itu berlalu Siauw Ling baru memandang
sekejap wajah Kiem Lan. "Sudah kau dengar?"
"Sudah!" "Urusan ini sedikit rada mengherankan membuat orang
merasa ragu dan curiga tapi bila kudengar dari nada Chee Toa
Nio yang begitu memohon tidak mungkin palsu."
"Pikiran budak bagaikan terbang diawang2 saja" seru Kiem
Lan pula setelah termenung sejenak. "Dalam dunia kangouw
memang tidak sedikit jagoan lihay yang tidak melupakan
kawan2 karibnya tapi apabila dikatakan seorang kakek tua
yang berusia tujuh puluh tahun ternyata tidak melupakan
seorang bocah berusia belasan hal ini membuat orang merasa
kurang percaya...." Mendadak ia memperendah nada suaranya.
"Dibalik kesemua ini tentu ada hal2 yang kukoay maksud
budak jangan sekali2 kita sanggupi permintaannya."
Sepasang alis Siauw Ling berkerut ia bungkam dengan otak
berputar keras lama sekali baru katanya, "Aku Siauw Ling
mana boleh menyanggupi permintaan nenek tua itu untuk
ganti she ganti nama."
Mendadak horden tampak bergoyang tahu2 Chee Toa Nio
sudah muncul kembali dari ruang belakang.
"Selama hidup belum pernah kumohon bantuan orang lain"
katanya penuh kesedihan. "Tidak kusangka setelah berusia
begini tua ternyata harus mohon bantuan orang lain...."
Suaranya kedengaran begitu mengenaskan begitu
merengek dan memohon membuat hati orang merasa tak tega
apalagi wajah sinenek itupun kelihatan bertambah tua keriput
diatas wajahnya makin bertambah banyak rasanya....
Dengan langkah yang berat selangkah demi selangkah ia
berjalan menghampiri Siauw Ling ujarnya seraya
mengangsurkan tangan kanannya kemuka.
"Kalau Sam Cungcu suka membantu diriku, aku rela
menghadiahkan dua butir pil mujarab untuk memusnahkan
luka racun yang diderita kedua orang nona tersebut."
Siauw Ling menunduk memperlihatkan benda yang berada
ditelapak tangannya sedikitpun tidak salah sebuah botol
kumala kecil tampak sedang diangsurkan ke arahnya."
Dengan cepat ia menggeleng dan tertawa.
"Maksud baik Loo popo biarlah cayhe terima dalam hati
racun yang mengeram dalam tubuh kedua orang nona
tersebut merupakan pil racun penyusut tulang itu dari
perkampungan Pek Hoa San cung kecuali obat pemusnah
yang mereka buat sendiri dikolong langit tak ada obat
pemusnah lain yang manjur untuk menyembuhkan racun
tersebut." "Sam Cungcu jangan terlalu pandang enteng kedua butir pil
pemusnah racun ini jikalau hanya terkena racun keji bisa saja
aku tak bakal suka mengeluarkan obat ini untuk kalian."
Ia merandek untuk menghela napas panjang kemudian
sambungnya lebih lanjut, "Pil ini sudah kusimpan hampir
mendekati tiga puluh tahun lamanya ini merupakan barang
peninggalan Kiem Hauw si raja racun yang pernah
menggemparkan seluruh dunia persilatan enam puluh tahun
berselang setelah mengarungi seluruh penjuru dunia akupun
hanya berhasil mendapatkan dua butir saja perduli racun
sedahsyat apapun asal menelan pil ini racun tersebut seketika
akan punah sama sekali walaupun Kiem Hauw tempo dulu
tidak membuka perguruan tapi menurut apa yang kuketahui
dalam kolong langit saat ini jago-jago penggunaan racun yang
ada kebanyakan merupakan ahli warisnya semua Siauw
Thayhiap bila kau tak percaya bagaimana kalau kita coba?"
"Benda sedemikian berharganya kalau digunakan tidak
pada tempatnya bukankah amat sayang?"
"Siauw Thayhiap boleh berlega hati jikalau aku tidak
mempunyai pegangan sepuluh bagian mencapai sukses mana
berani kunasehati dirimu untuk coba obat pemusnah itu."
Teringat akan kesukaran2 yang dialaminya selama
melakukan perjalanan barusan ditambah pula teringat akan
penderitaan Giok Lan sewaktu racun tersebut itu mulai bekerja
Siauw Ling merasa jantungnya berdebar keras ia bermaksud
untuk menerima tawaran sinenek tua guna memusnakan
racun yang mengeram ditubuh mereka sehingga dapat
mengurangi beban sendiri disamping memberi bala bantuan
kepadanya. Ketika ia berpaling terlihatlah Kiem Lan dengan sepasang
mata penuh rasa memohon sedang memandang ke arahnya
jelas ia kena digerakan hatinya oleh ucapan Chee Toa Nio
barusan. Dalam sekejap mata pikirannya jadi bergolak teringat
apabila ia terima pemberian obat pemusnah tersebut untuk
memusnahkan racun yang mengeram dalam tubuh Giok Lan
serta Tong Sam Kauw ini berarti iapun harus balas jasa baik
tersebut dengan berganti nama menyaru sebagai cucu Chee
Toa Nio. Sekalipun tiga hari sangat cepat akan berlalu tapi rasa malu
ini tak akan lenyap sepanjang masa.
Ketika ia sedang kebingungan mendadak terbayang
kembali keadaan Giok Lan dan Tong Sam Kauw sewaktu
menahan penderitaan mengerutnya tulang, hatinya mulai
goyah. Terdengar Chee Toa Nio berkata kembali, "Siauw Thayhiap
kau boleh mencoba kemujarapan pil pemusnah tersebut
apabila obat tadi tidak berhsil memusnahkan racun yang
mengeram dalam tubuh kedua nona itu aku rela sepanjang
masa berbakti sebagai budakmu dan menjalankan semua
perintah yang kau berikan."
"Loo popo terlalu merendah."
Ia segera terima botol tersebut tapi dengan cepat
diletakkan kembali. "Kenapa?" seru Chee Toa Nio dengan air muka berubah
hebat. "Apakah Siauw Cungcu curiga aku sedang gunakan
siasat?" "Aku sih tidak pernah punya pikiran demikian hanya ada
beberapa patah kata hendak kuterangkan terlebih dahulu."
"Silahkan!" "Apabila obat pemusnah dari Loo popo ternyata mujarab
dan berhasil memusnahkan racun mereka cayhepun tidak
akan banyak bicara segera mengikuti popo untuk menghadiri
perjamuan yang diadakan kawan karibmu itu."
"Walaupun namanya tersohor diseluruh kolong langit
semua orang menaruh rasa jeri kepadanya tapi ia tak akan
mencelakai dirimu soal ini kau boleh berlega hati."
"Setelah cayhe menyanggupi untuk pergi sekalipun naik
kegunung menerobosi hutan pedang tak akan kutolak kembali
hanya cayhe harus terangkan dulu aku boleh ikut popo
menghadiri perjamuan tersebut tapi namaku tak akan
kuganti." "Asal kau suka ikut menghadiri perjamuan itu dalam
pandangan sudah tentu akan menganggap kau sebagai
angkatan muda keluarga Chee kami."
"Perduli bagaimanakah pendapatnya aku tak dapat
mengaku secara terus terang dengan mulutku sendiri."
"Baik" akhirnya Chee Toa Nio mengangguk menyetujui
permintaan itu. "Sampai waktunya kau harus mendengar
semua perkataanku sehingga jangan sampai rahasia
konangan." "Baik." Diambilnya botol kumala berisi obat pemusnah itu
membuka tutupnya dan mengeluarkan dua butir pil warna
putih sebesar kacang kedelai kemudian seraya berpaling
memandang sekejap wajah Chee Toa Nio katanya, "Loo popo
harap kau perhatikan dengan cermat apakah pil ini tidak salah
lagi?" "Asal obat ini mengakibatkan celaka bagi kedua orang nona
ini aku rela menggunakan selembar jiwaku untuk ditukar
dengan kedua lembar jiwa mereka."
Air muka Siauw Ling berubah serius secara berpisah ia
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
masukkan kedua pil tadi ke dalam mulut Giok Lan serta Tong
Sam Kauw. Bersamaan dengan gerakan pemuda tersebut sepasang
telapak Kiem Lan berbareng menotok bebas jalan darah Giok
Lan yang tertotok. Terdengar Giok Lan menjerit keras badannya roboh ke atas
tanah dan sakit yang hebat.
Kiranya sejak racun dalam badannya mulai bekerja sebelum
waktunya selama ini racun tersebut selalu kambuh dan tak
pernah berhenti. Tapi berhubung jalan darahnya tertotok sehingga ia
jatuhkan tidak sadarkan diri sekalipun sakitnya luar biasa tak
sepatah katapun bisa dijerit keluar.
Lain halnya setelah jalan darah itu dibebaskan rasa saking
mengerutnya tulang mulai terasa dan tak kuasa lagi ia
menjerit seperti babi disembelih.
Melihat keadaan dari gadis itu air muka Siauw Ling berubah
hebat seraya melirik sekejap wajah Chee Toa Nio.
"Loo popo aku harap mulai sekarang hawa singkangmu
disalurkan mengelilingi seluruh badan karena selamanya cayhe
tak ingin turun tangan secara membokong apabila kedua
orang nona ini salah menelan obat sehingga mencelakai
jiwanya cayhe dengan sekuat tenaga akan berusaha
membinasakan dirimu sebagai pembalasan dendam atas
kematian mereka." Chee Toa Nio membungkam agaknya dia tidak mendengar
ucapan dari Siauw Ling ini.
"Sungguh aneh sekali....sungguh aneh...." terdengar ia
bergumam seorang diri. "Selamanya obat ini amat mujarab
kenapa nona ini kelihatan begitu tersiksa?"
Sudah berapa tahun lamanya Kiem Lan hidup
berdampingan bagaikan kakak beradik dengan Giok Lan
sekarang melihat penderitaan Giok Lan yang begitu
mengenaskan tak kuasa lagi air mata bercucuran membasahi
bajunya. Mendadak terpengar Tong Sam Kauw berseru tertahan
badan yang semula duduk bersila kini roboh ke atas tanah
wajah yang semula putih bersih bagaikan salju kini dilapisi
dengan segulung hawa hitam dari mulut tiada hentinya
muntahkan darah bercampur air hitam.
Siauw Ling mulau menegang hawa sinkang disalurkan ke
dalam lengan kanan lalu perlahan-lahan diangkat siap
mengirim sebuah serangan mematikan.
"Loo popo berhati2lah" serunya memperingatkan.
Selagi ia suap melancarkan serangan mendadak terdengar
Chee Toa Nio menghela napas panjang.
"Sungguh dahsyat racun yang mengeram dalam tubuh
gadis2 ini...." Tiba-tiba badannya berkelebat kesisi Tong Sam Kauw lalu
membimbing bangun dirinya.
Melihat perubahan yang terjadi didepan mata Siauw Ling
turunkan kembali telapak tangannya.
Ketika ia berpaling kembali tampak olehnya Giok Lan tidak
menjerit2 sembari bergelindingan lagi air mukanya seperti
halnya dengan Tong Sam Kauw dilapisi segulung hawa hitam.
Air hitam yang kental tiada hentinya muncrat keluar dari
mulut sedang napas mulai jadi teratur kembali.
Kiem Lan buru-buru berjongkok membangunkan badan
Giok Lan yang masih gemetar keras tangan kanannya
dihantamkan ke atas punggung Giok Lan.
Perubahan ini mengakibatkan baik atau buruk belum dapat
diterka Siauw Ling pada saat seperti ini terpaksa ia duduk
menanti perubahan selanjutnya.
Mendadak segulung bau busuk yang aneh dan saking
menusuk hidung menyebar memenuhi angkasa bau itu hebat
sekali membuat dada terasa mual mau muntah.
Siauw Ling segera mengerutkan alisnya.
"Apa yang telah terjadi?"
"Aaaaii sudah baik sudah baik" tiba-tiba Chee Toa Nio
menghembuskan napas panjang ia memandang sekejap wajah
Siauw Ling lalu tambahnya, "Setelah mereka muntah dan
berak2 menandakan bahwa obat pemusnah itu sangat manjur
silahkan keluar ruangan untuk sementara karena aku hendak
gantikan pakaian yang ia kenakan."
Siauw Ling mengerti bahwa kepandaian silat yang ia miliki
sangat lihay jikalau sampai bergebrak Kiem Lan bukan
tandingannya bila ia mengundurkan diri keluar ruangan dan ia
turun tangan pada waktu itu.
Sekalipun hatinya ragu2 dan curiga terpaksa ia keluar juga
dengan hati berat. Kurang lebih sepertanak nasi kemudian dari dalam ruangan
terdengar kembali suara Chee Toa Nio berseru, "Sam Cungcu
silahkan masuk." Menanti Siauw Ling masuk kembali ke dalam ruangan
pemandangan disana telah berubah seratus delapan puluh
derajat tampak Tong Sang Kauw serta Giok Lan duduk
berjajar diatas tanah sepasang mata mereka terpejam rapat
hawa murni disalurkan mengelilingi seluruh badan sedangkan
hawa hitam yang meliputi wajahnya sudah jauh berkurang.
"Beruntung aku berhasil menolong jiwa mereka berdua
sekarang kedua orang nona tersebut telah lolos dari mara
bahaya hanya entah bagaimana dengan kesanggupan Sam
Cungcu terhadap permintaanku tadi?" kata Chee Toa Nio
sambil tertawa. "Perkataan seorang lelaki sejati selamanya tak pernah
diubah setelah aku Siauw Ling menyanggupi permintaanmu
apakah sekarang aku bisa berubah pendapat lagi?"
Mendadak Tong Sam Kauw membuka sepasang matanya
yang sayu tak bercahaya. "Siauw heng terima kasih atas pertolonganmu" katanya
sembari coba meronta bangun.
"Jangan bergerak....jangan bergerak...." teriak Chee Toa
Nio sangat terperanjat melihat gadis itu coba meronta bangun.
"Racun yang mengeram dala tubuh nona belum habis tersapu
keluar semua dari badan kesehatanmu pulih dan kekuatan
masih lemah cepat dengarkan nasehatku untuk tetap duduk
tenang sambil salurkan tenaga murni mengelilingi badan."
Wakti itu Tong Sam Kauw telah meronta bangun tapi kena
ditangkap sepasang tangan Chee Toa Nio dan dipaksa duduk
kembali ketempat semula. Perlahan-lahan Siauw Ling menghela napas panjang.
"Nona bedua bisa memperoleh bantuan dari Thian sehingga
racun yang mengeram dalam tubuh dapat lenyap dengan
demikian cayhepun bisa mengurangi kemurungan hatiku lagi."
"Hal ini mana bisa menyalahkan diri Samya" sambung Giok
Lan dengan lemah. "Lebih baik kalian berdua jangan terlalu banyak bicara"
potong Chee Toa Nio dengan cepat. "Dalam empat jam
kemudian sisa racun akan bersih dengan sendirinya ketika itu
kendati ada selaksa patah kata hendak diutarakan boleh kalian
ucapkan sepuas hati...."
"Perkataan Loo popo ini sedikitpun tidak salah" ujar Siauw
Ling pula sembari tertawa hambar. "Sisa racun yang
mengeram dalam tubuh kalian masih belum lenyap sekalipun
telah menelan pil mujarab hadiahnya kamu semua harus atur
pernapasan." "Menurut pendapatku" tiba-tiba Chee Toa Nio
mengusulkan. "Lebih baik untuk sementara waktu Sam
Cungcu menyingkir dahulu dengan demikian mungkin bisa
dihindari dari banyak percakapan yang tak berguna."
Siauw Ling menurut ia putar badan berjalan keluar dari
gubuk menuju kesisi pohon tua berusia ribuan tahun itu.
Dari sana ia pandang pemandangan ditempat kejauhan
teringat sepasang orang tuanya yang telah lama ditinggalkan
hati terasa amat sedih dan susah ditahan.
"Entah bagaimana dengan ayah serta ibu saat ini sejak
beberapa tahun berselang ia tinggalkan rumah tanpa pamit
dan hingga kini tiada kabar berita tentang dirinya entah
berapa banyak air mata yang sudah mereka cucurkan?"
Saking sedihnya tak terasa air mata mengucur keluar
membasahi pipinya pandangan jadi buram.
Mendadak terdengar suara kibasan sayap burung
berkumandang datang dan seekor burung merpati berwarna
putih melayang turun dari atas dahan pohon yang rindang
setelah terbang satu kalangan kemudian meluncur ke arah
rumah gubuk tersebut. Melihat hal itu Siauw Ling merasa hatinya sedikit bergerak
pikirnya, "Chee Toa Nio mengasingkan disini ia jarang
berhubungan dengan para jago Bulim lalu dari mana
datangnya burung pos ini?"
Selagi dia merasa curiga Chee Toa Nio dengan langkah
ringan telah muncul diambang pintu tangannya membawa
secarik kertas putih wajahnya serius penuh ketegangan.
Burung pos berwarna putih yang kelihatan terbang
mengitari rumah gubuk tadi kini berada diatas pundak kirinya.
"Agaknya apa yang dikatakan tidak pernah mengadakan
hubungan dengan kawan2 Bulim hanya merupakan ucapan
kosong belaka." Selagi ia berpikir Chee Toa Nio telah tiba disisinya sembari
menyerahkan surat yang ada ditangannya kepada Siauw Ling.
Pemuda kita segera menerimanya dan membaca isi surat
tersebut. "Loocianpwee sudah lama mengasingkan diri dari
keramaian Bulim kenapa karena orang lain rela mengikat
permusuhan dengan kawan2 dunia persilatan setelah
membaca surat ini kami harap pemberian muka kepada kami
agar suka mengusir Siauw Ling sekalian berempat dari rumah
Loocianpwee." "Sebelum sang surya lenyap disebelah barat kami harap
permintaan itu sudah dilaksanakan bila membangkang
walaupun boanpwee ada maksud membelai loocianpweepun
tidak mampu berbuat banyak."
Surat itu singkat sekali dan dibawahnya tercantum sebuah
tulisan Hwie atau artinya terbang.
Sehabis membaca surat itu Siauw Ling mendongak
menghela napas panjang. "Kesalah pahaman kawan2 Bulim dikolong langit terhadap
diriku ternyata sudah sedalam ini kelihatannya urusan bisa
dibikin selesai dengan andalkan ucapan belaka."
Sinar matanya dialihkan ke arah Chee Toa Nio lalu
tambahnya, "Bagaimana menurut pandangan Loo popo?"
"Kalau aku tak bermaksud melindungi kalian, apa gunanya
kuhadiahkan kedua butir pil mujarap tersebut buat nona
berdua?" "Loo popo berbuat demikian hanya karena ingin pinjam
cayhe menyaru sebagai cucumu selama tiga hari nilai yang
harus kau bayar tak terlalu besar."
"Urusan telah jadi begini akupun tak ingin berpikir lebih
banyak, sekalipun harus mengikat permusuhan dengan para
jago Bulim yang ada dikolong langitpun merupakan hal yang
apa boleh buat." "Kita tidak saling mengenal, pemberian obat mujarab cukup
membuat cayhe sekalian merasa sangat berterima kasih
menurut pendapat cayhe lebih baik Loo popo jangan ikut
campur dalam air keruh kali ini, biarlah cayhe hadapi serangan
mereka seorang diri. Bila beruntung aku tidak mati besok
siang akan kutemani diri Loo popo untuk menghadiri
perjamuan yang diadakan kawan karibmu itu."
"Kalau tidak beruntung kau mati dalam pertarungan
tersebut?" "Ketika itu cayhepun sudah mati, sudah tentu tak dapat
kupenuhi janjiku itu" sahut Siauw Ling setelah tertegun
sejenak. "Justru karena itulah aku tidak mengharapkan kau mati
dalam pertarungan yang bakal terjadi sekalipun dikolong langit
dapat kucari kembali orang yang suka menyaru sebagai
cucuku tapi dalam waktu singkat kau diharuskan aku pergi
kemana untuk menemukan kembali" demi perjamuan yang
akan diadakan besok pagi mau tidak mau aku harus berusaha
sekuat tenaga untuk melindungi keselatan."
"Tentang hal ini aku lihat tidak usah" seru Siauw Ling
cepat. Chee Toa Nio berdiam diri tiba-tiba dia robek kertas tadi
jadi dua bagian sebagian tetap dipegang sedang bagian yang
lain dimasukkan ke dalam tabung tembaga yang terikat
dibawah sayap burung merpati tersebut kemudian lepaskan
burung tadi keangkasa. Dengan sebat burung merpati tadi terbang keawang2
dalam sekejap mata telah lenyap dari pandangan.
Menanti burung merpati tadi lenyap dari pandangan Siauw
Ling berpaling dan bertanya kepada diri Chee Toa Nio dengan
suara lirih. "Popo siapakah menulis surat barusan" agaknya ia sangat
kenal dengan Loo popo."
"Hal ini sudah tentu selamanya aku tidak suka bersurat2an
dengan seorang manusia tanpa nama."
Melihat nenek itu tak ingin mengutarakan asal usul dan
kedudukan orang itu Siauw Lingpun tak bertanya lebih jauh ia
mendongak memeriksa keadaan cuaca lalu katanya lagi, "Satu
jam lagi sang surya aka lenyap diufuk barat saat2 inilah
merupakan waktu yang paling tepat bagi pihak lawan untuk
melakukan serangan Loo popo apakah kau mempunyai
persiapan untuk mengatasi persoalan ini?"
Chee Toa Nio termenung beberapa waktu ia berpikir
sebelum menjawab. "Saat ini hanya ada dua jalan saja untuk mengatasi hal
tersebut pertama jauh2 menyingkir agar mereka menubruk
tempat kosong...." "Waaah....waaah....cara ini tidak cocok" tukas sang pemuda
dengan cepat. "Menurut dugaanku kalau tidak salah semua
gerak gerik kita saat ini sudah berada dalam pengawasan
mereka." "Kalau begitu kita harus lakukan dengan cara kedua yaitu
bertarung mati2an melawan mereka tapi untuk mengambil
jalan yang kedua ini kita perlu mengadakan persiapan2
sehingga kalau maju bisa menyerang dan kalau mundur bisa
bertahan." "Mau bergebrak atau bertahan bagi cayhe itu urusan
enteng tapi justru yang cayhe kuatirkan apakah sebelum sang
surya lenyap disebelah barat luka racun yang diderita nona
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tong Sam Kauw serta Giok Lan berdua bisa sembuh...."
"Sekalipun racun yang mengeram dalam tubuh mereka bisa
diatasi" sela Chee Toa Nio. "Tapi kekuatan tubuh mereka
belum pulih dalam dua belas jam mendatang mereka masih
tidak berkekuatan untuk menghadapi serangan musuh."
"Aaaai jika kita tinjau dari nada ucapan dalam surat
tersebut musuh yang hendak menyerang nanti berjumlah
tidak sedikit sedang pihak kita hanya tiga orang disamping
harus bertahan masih pula harus memecah perhatian guna
melindungi keselamatan kedua orang nona yang belum
sembuh dari lukanya bila cara kita bertahan tidak sempurna
aku takut kegagalan yang kita temui berakibatkan lebih
fatal...." "Memang hal itu perlu dikuatirkan tapi cukup kita berusaha
untuk mempertahankan diri hingga besok siang bala bantuan
segera akan tiba disini."
"Maksud bala bantuan dari sahabat karibmu?"
"Tidak salah sekalipun ia turun tangan bukan karena aku
demi keselamatanmu ia pasti memberi bantuannya."
"Tapi kami tidak saling mengenal" seru Siauw Ling
bimbang. "Benar kau sebagai Siauw Ling tentu tidak kenal dengan dia
tapi ia tak akan memandang kau sebagai manusia she Siauw
ia akan menolong dirimu sebagai cucuku."
Mendadak suara terompet yang serak dari tempat kejauhan
suara itu mengalun memenuhi angkasa mendatangkan yang
tidak sedap dalam hati. "Bagus sekali" teriaknya. "Sebelum kita merundingkan
siasat untuk menghadapi mereka pihak mereka sudah mulai
bergerak." "Benar" seru Siauw Ling menyambung setelah melihat
keadaan cuaca. "Batas2 waktu yang ditentukan masih panjang
mengapa dia sudah mulai menyerang lebih pagian?"
"Aku rasa mereka mulai gusar karena melihat aku
merobek2 surat yang mereka kirimkan sehingga serangan
dipercepat." "Jikalau demikian adanya kita harus buru-buru menyusun
rencana dalam menghadapi mereka. Menurut pendapat cayhe
ada baiknya Loo popo bertanggung jawab atas keselamatan
nona Tong berdua biar cayhe seorang yang menyambut
kedatangan mereka." "Sudah, sudah cukup tak usah kau teruskan lagi
ucapannmu itu caramu ini tak bisa jalan" potong Chee Toa Nio
tidak menunggu pemuda tersebut menyelesaikan
kata2nya."Jumlah mereka sangat banyak mana mungkin kau
bisa menghadapi serangan mereka dengan tenaga seorang"
pepatah mengatakan mau pukul ular hajar dulu kepalanya
mau tangkap bajingan tawan dulu pemimpinnya kita harus
berusaha menangkap dulu sang pemimpin yang pegang
kekuasaan tertinggi dalam gerakan kali ini."
Ia merandek sejenak lalu sambungnya lagi, "Eeeeei
bagaimana dengan kepandaian silat sibocah perempuan yang
tidak keracunan itu?"
"Seharusnya boleh dihitung jago kelas dua."
"Senjata rahasia keluarga Tong dari Su Tzuan sudah
tersohor dalam Bulim sejak ratusan tahun berselang" ujar
Chee Toa Nio sesudah termenung sebentar. "Kalau Tong Sam
Kauw tidak terluka ia merupakan orang pembantu yang paling
baik kini kita terpaksa harus mengandalkan kekuatan kita
bertiga sama2 bertempur dengan membentuk sebuah barisan
segitiga dengan pertahanan ini kita kangan memberi
kesempatan kepada mereka untuk menerjang dekat rumah
gubuk ini." "Tak bisa jadi!" tukas Siauw Ling tak setuju. "Sekalipun
dengan turun tangan berbareng kekuatan kita makin
bertambah dalam menghadapi segala perubahan tapi
penjagaan terhadap keselamatan kedua orang nona yang
masih lemah itu bukankah sangat kendor."
"Justru karena soal inilah aku merasa serba susah kekuatan
kita bertiga masih bisa bertahan satu hari satu malam dari
serbuan mereka ke dalam rumah gubuk itu, aku bisa saja
membawa mereka berdua bersembunyi diruang bawah tanah.
Tapi yang kutakuti adalah kekuatan musuh terlalu besar
hingga kita sendiripun tidak kuat bertahan dan harus
mengundurkan diri pinjam cuaca gelap ditengah malam. Kalau
sampai begitu kita tak bisa menjaga keselamatan kedua orang
nona yang berada di dalam ruang bawah tanah itu lagi."
"Bagaimana dengan ruangan rahasiamu itu cukup kuat
untuk bertahan dari serbuan mereka."
"Kuat sih kuat orang yang tidak mengerti cara membuka
pintu rahasia itu jangan harap bisa menerjang ke dalam justru
satu2nya kekurangan adalah ruangan rahasia itu tidak punya
jalan rahasia lain yang menghubungkan tempat itu dengan
tempat lain." "Menurut pendapat cayhe lebih baik kita hantar kedua
orang nona ini bersembunyi di dalam ruangan rahasia dengan
demikian pikiran kita tak usah dikacaukan dengan rasa kuatir
atas keselamatan mereka lagi kita dapat pusatkan semua
perhatian untuk menghadapi pihak lawan yang datang
menyerang." "Kalau demikian adanya bukankah kita harus
mempertahankan gubuk ini mati2an?" kata Chee Toa Nio
seraua berpaling dan memandang sekejap gubuknya.
"Menurut pandangan cayhe hanya jalan ini yang paling
sesuai." Akhirnya Chee Toa Nio mengambil keputusan dalam
hatinya ia mengangguk. "Baiklah kita berbuat begini saja dan kedua nona itu akan
kuhantar dulu ke dalam ruangan rahasia."
Kurang lebih seperminum teh Chee Toa Nio muncul kembali
bersama2 Kiem Lan. Nenek tua itu memandang sejenak keadaan ditempat
kejauhan lalu memandang pula pohon tua yang berdaun
rimbun ujarnya lirih, "Aaaai....semoga saja pohon tua yang
telah berusia seribu tahun ini bisa lewati peristiwa ini dalam
keadaan utuh." Tiba-tiba Kiem Lan bergeser kesisi Siauw Ling lalu berbisik
lirih, "Kamar rahasia dari Tjhe Loocianpwee itu sangat kuat
dan aman sekali sekalipun mereka lepaskan api membakar
gubuk inipun tidak akan membahayakan keselamatan nona
Tong serta enci Giok Lan."
Siauw Ling menghembuskan napas panjang sehabis
mendengar perkataan dari gadis tersebut.
"Oooo justru yang paling kukuatirkan adalah mereka
lepaskan api membakar gubuk ini tapi kalau memang
demikian kenyataannya hatikupun bisa lega."
"Samya dimana bisa mengampuni orang ampunilah mereka
tindakanmu jangan terlalu telengas."
"Soal itu susah dikatakan aku akan lihat dulu bagaimana
tindakan mereka terhadap kita."
"Samya kau sudah banyak bersabar dan kinipun Tjoe Koen
San serta Poh Thian San telah menyanggupi untuk jelaskan
duduknya persoalan Samya kepada jago-jago kalangan Bulim
aku rasa tidak lama kemudian peristiwa ini bisa dibikin terang
Samya kalau kau tak bisa menahan sabar lagi dan turun
tangan melukai orang bukankah jasa2 baik mereka akan
hancur berantakan?" "Aaaai! perkataanmu sedikitpun tidak salah...." Siauw Ling
mengangguk dan hela napas panjang.
Kiem Lan tertawa mesem sambungnya, "Racun keji yang
bersarang ditubuh nona Tong serta enci Giok Lan menurut
keadaan sebetulnya kecuali Djen Toa Cungcu dikolong langit
tak ada orang yang bisa menolongnya lagi tapi justru mereka
sudah berjumpa dengan Chee Loocianpwee dan berkata
pemberian obat mujarabnya jiwa nona Tong serta enci Giok
Lan bisa ditolong dari lembah maut ini membuktikan apalagi
pepatah yang mengatakan orang budiman selalu mendapat
berkah dari Thian bukan kosong belaka dan hal ini makin
mempertebal maksud budak untuk banyak berbuat amal."
Sreet! tiba-tiba sebatang anak panah bersuara meluncur
datang menembusi angkasa.
Melihat datangnya anak panah bersuara itu Chee Toa Nio
tertawa dingin tongkatnya segera digetarkan membabat jatuh
datangnya serangan tersebut ujarnya, "Mereka sudah bersiap
melakukan serbuannya coba kau lihat ada baiknya aku bantu
kalian melawan mereka...."
"Lebih baik Loo popo berdiri diluar kalangan" tukas Siauw
Ling sebelum nenek itu menyelesaikan kata2nya.
Mendadak Chee Toa Nio gusar.
"Omong kosong bila aku tidak ingin membantu kalian
sekalipun kamu berlutut mohon dan merengek2pun tak
berguna tapi sekali aku tidak sekali aku sudah menyanggupi
sekalipun kamu tidak setujupun tak bisa menahan niatku ini."
"Baik, baiklah! loocianpwee jangan marah2 dulu" buru-buru
Kiem Lan berseru sambil tersenyum manis. "Jikalau Chee
Loocianpwee ada niat membantu kita sekuat tenaga sudah
tentu akan kami sambut bantuan loocianpwee ini dengan
senang hati silahkan kau orang tua segera ambil pucuk
pimpinan dan mulai atur siasat."
"Musuh yang datang menyerang berjumlah sangat banyak"
kata Chee Toa Nio tidak sungkan2 lagi. "Dan pihak kita hanya
tiga orang belaka hal ini sangat tidak menguntungkan kita
kalau bergebrak saling berhadapan menurut pendapatku lebih
baik kita masing-masing mempertahankan satu bagian tempat
kedudukan dan bergebrak dengan saling bantu membantu."
Sinar matanya dia alihkan ke arah Kiem Lan lalu
sambungnya, "Nona dapatkah kau menggunakan senjata
rahasia." "Bisa sih bisa hanya kurang sempurna."
"Bagus sekali silahkan nona bertahan di dalam rumah
gubuk itu sedang aku serta Siauw Cungcu akan menahan
serangan musuh dikedua samping gubuk ini kita batasi
sekeliling gubuk sebagai tempat pertahanan jangan kasih
kesempatan kepada mereka untuk mendesak terlalu dekat!"
"Baik akan cayhe ikuti petunjuk dari Loo popo." Siauw Ling
pun akhirnya mengangguk. Sejak Lam Ih Kong memberi wanti2 kepadanya untuk tidak
menyebut semua jago Bulim yang ada dikolong langit dengan
sebutan Loocianpwee tidak terkecuali pula dengan Chee Toa
Nio kali ini ia hanya menyebutnya sebagai Loo popo.
ooooo0ooooo "Loocianpwee!" kata Kiem Lan lirih. "Budak ada beberapa
patak ucapan, entah dapatkah kuutarakan?"
"Kalau ada pertanyaan katakan saja secara blak2an."
"Antara kira dengan para jago Bulim yang melakukan
penyerangan tiada ikatan dendam ataupun sakit hati, rasanya
tidak perlu buat kita untuk turun tangan keji terhadap mereka
menurut pendapat budak kalau tidak terpaksa lebih baik
jangan kita lukai orang."
"Mereka datang menyerang dengan hati berlapis2 sikap
mereka tidak lebih mirip bajingan2 tengik ini menandakan
kalau mereka semua tidak pandang sebelah matapun
terhadap aku sinenek tua kalau tidak kuberi sedikit pelajaran
kepada mereka dikemudian hari aku sinenek tua mana punya
muka untuk tancapkan kaki kembali di dalam dunia
persilatan." Kembali Kiem Lan akan menasehati nenek itu dengan
beberapa patah kata atau pada saat itu pula terdengar suara
desiran tajam berkumandang datang sebatang anak panah
dengan kecepatan laksana kilat kembali meluncur datang.
Kali ini Chee Toa Nio tidak menggerakkan tongkatnya untuk
menyampok jatuh datangnya anak panah tersebut ia hanya
menggetar miring datangnya anak panah tadi sehingga
berganti arah dan menancap diatas pohon tua disisinya.
Sungguh hebat datangnya serangan barusan ternyata
ujung anak panah terbenam sedalam enam tujuh coen diatas
pohon tersebut bahkan ekor anak panah tadi bergetar tiada
hentinya. Melihat kelihayan anak panah tersebut Siauw Ling merasa
amat terperanjat. "Datangnya serangan anak panah barusan sangat ganas
dan hebat ini menandakan tenaga kweekang yang dimiliki
pihak lawan sangat mengejutkan hati" serunya terasa.
Air muka Chee Toa Nio pun ikut berubah hebat setelah
melihat kehebatan serangan anak panah tersebut.
"Oooouw bagus, bagus sekali tidak kusangka diapun ikut
hadir dalam serbuan ini" katanya dingin.
"Siapa?" "Sin Cian Kan Koen atau panah sakti penyapu jagad Tong
Yen Khie." "Ia bisa menggunakan gendewa keras yang berkekuatan
begitu besar kepandaian silatnya pasti tidak lemah" seru
Siauw Ling. "Orang ini memiliki tenaga dalam yang maha sakti ia bisa
merentangkan gendewa seberat seribu kali senjata yang
digunakanpun mempunyai bobot mati yang mengerikan."
"Oooo begitu" senjata apa yang ia gunakan?"
"Sebuah senjata palu berantai perak yang panjangnya ada
satu tombak lebih dua depa."
Nenek tua ini merandek sejenak untuk tukar napas lalu
sambungnya lebih lanjut, "Kau harus bersikap sangat hati2
waktu berjumpa dengan dirinya janganlah menyampok
datangnya serangan anak panah dengan gunakan senjatamu
jangan terima serangan keras lawan keras dengan senjata
tajamnya." "Terima kasih atas petunjukmu."
"Samya kau harus berhati2" seru Kiem Lan pula dengan
suara berat. Sembari berseru gadis ini meloncat masuk ke
dalam gubuk untuk menempati pos penjagaan.
Sepeninggalnya gadis Kiem Lan pemuda she Siauw ini
berpaling ke arah Chee Toa Nio sembari berkata, "Loo popo
bagaimana kalau kita bersembunyi dahulu diatas pohon tua ini
disamping menyelidiki gerakan mereka?"
Tidak menunggu jawaban lagi ia mengempos napas dengan
gerakan lurus melayang naik setinggi satu tombak tangan kiri
menyambar batang pohon kemudian sekali ayun
menyembunyikan badannya dibalik ranting serta dedaun yang
lebat. "Oooouw....sungguh indah ilmu meringankan tubuhnya"
puji Chee Toa Nio lirih.
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Iapun menutulkan tongkatnya ketanah sedang sang badan
melayang keangkasa ikut bersembunyi dibalik dedaunan yang
lebat. Tidak lama kedua orang itu menyembunyikan diri dua
sosok bayangan manusia dengan cepatnya telah muncul
didepan mata. Meminjam lubang2 diantara dedaunan Siauw Ling
mengintip kebawah tertampak olehnya orang itu berusia
kurang lebih tiga puluh tahunan badannya terbungkus oleh
pakaian singsat dengan ditangan mencekal sebilah golok
tunggal. Agaknya kedua orang itu menaruh rasa jeri terhadap
kelihayan Chee Toa Nio sewaktu tiba kurang lebih empat lima
tombak didepan rumah gubuk tersebut mereka berhenti.
"Loo popo siapakah kedua orang ini?" bisik
Siauw Ling dengan ilmu menyampaikan suaranya.
"Tidak lebih dua orang prajurit tak bernama yang
ditugaskan menyelidiki keadaan sini."
"Perlu kita tangkap dulu kedua orang ini dan dikasih sedikit
hajaran...." "Apa bangganya menangkap prajurit2 tak bernama"
biarkan saja mereka disana."
"Ketika itu ada kembali empat sosok bayangan manusia
melayang datang kedepan rumah gubuk itu."
"Orang yang berada dipaling depan adalah seorang lelaki
berjubah biru langit dengan perawakan yang tinggi kekar
mata cemerlang hidung mancung dan mencekal sebuah kipas
ditangan." "Dibelakang orang itu mengikuti tiga orang lelaki kekar
yang masing-masing mencekal sebuah senjata toya terbuat
dari perak kecuali orang yang ada disebelah kiri disamping
membawa toya dipunggungnya tersoren pula sebilah pedang
panjang...." "Kenal kau dengan orang2 ini?" bisik Chee Toa Nio lirih.
"Tidak kenal mungkin Loo popo kenal dengan mereka."
"Orang ini adalah salah seorang pendekar muda yang
berwatak aneh dan menggetarkan seluruh dunia persilatan
walaupun ia baru lima tahun terjunkan diri ke dalam dunia
kangouw tapi semua jago Bulim yang ada di Ih Ouw Siang dan
Kan empat keresidenan besar berhasil dikuasainya kini ia
diangkat sebagai Cong Piauw Pacu dari keempat keresidenan
tersebut" ujarnya Chee Toa Nio kasih keterangan.
Ia merandek sebentar untuk melirik sekejap ke arah Siauw
Ling lalu sambungnya lebih jauh, "Sebetulnya sudah banyak
tahun aku tidak mencampuri urusan dunia kangouw lagi
terhadap bakat2 muda yang muncul dalam Bulim serta
peristiwa2 yang terjadi dewasa ini tidak mau tahu tapi orang
ini setelah berhasil menduduki kursi Cong Piauw Pacu dari
empat keresidenan beberapa kali pernah datang
menyambangi diriku bahkan minta aku muncul kembali
kedunia persilatan guna membantu dirinya."
"Disamping kesemuanya ini ia bercerita pula akan kacaunya
Bulim saat ini dia berkata bahwa lima tahun kemudian dalam
Bulim tentu akan terjadi suatu peristiwa penjagalan manusia
yang belum pernah dijumpai selama ini menurut dia ia
munculkan diri dalam Bulimpun karena ingin menolong
bencana ini...." "Hmm perkataan orang ini sangat menarik hati dan aku
hampir2 saja aku tertarik oleh ucapannya sejak itu hari di
dalam setengah tahun ia sudah datang sebanyak tiga kali dan
tiga kali pula kena kutolak. Tidak sangkanya untuk keempat
kalinya ia datang kemari pula aku terdesak dan akhirnya tutup
pintu tidak menjumpai dirinya."
"Ketika itu akupun bersembunyi diatas pohon sambil secara
diam2 mengawasi gerak geriknya ternyata selama empat jam
dengan sabar ditunggunya kemunculanku didepan pintu
kesabaran yang ia miliki benar2 melebihi orang lain...."
Kembali nenek tua itu merandek untuk periksa keadaan
disekitar pohon setelah itu tambahnya lebih lanjut, "Hitung2
imamku cukup kuat bertahan selama tiga empat jam diatas
pohon ini. Mungkin ia menyadari juga akan keteguhan hatiku
sehingga matikan niatnya untuk mengundang aku muncul
kembali dalam dunia persilatan."
Siauw Ling yang setengah harian lamanya mendengarkan
cerita nenek ini tapi belum juga mengetahui nama si orang
yang diceritakan kini tak bisa menahan sabar lagi.
"Loo popo tahukah kau siapa nama orang ini?" tanyanya.
"Sudah tentu aku tahu. Dia bernama Be Boen Hwie...."
Tiba-tiba terdengar suara bentakan nyaring berkumandang
datang memutuskan ucapan sinenek itu.
"Loocianpwee adalah seorang jago yang bernama baik
dalam dunia persilatan apa gunanya kau orang tua melindungi
seorang bajungan tengik yang banyak melakukan kejahatan
dan sepasang tangannya berpelepotan darah sehingga
bentrok dengan jago-jago Bulim dari kolong langit."
Terdengar orang itu merandek sejenak lalu menyambung
kembali, "Selamanya boanpwee kagum dan menghormati
watak2 kesatria loocianwpee sehingga selama ini berusaha
melarang anak buah kami melanggar daerah loocianpwee
sebatas pohon tua ini. Tapi keadaan ini hari jauh berbeda
kecuali boanpwee masih ada lagi paderi2 sakti dari Siauw lim
pay serta jago-jago Bulim lainnya dari seluruh kolong langit.
Saat ini mereka sedang beristirahat disebuah hutan kurang
lebih dua li dari tempat ini. Setelah banyak tenaga dan
mengutarakan banyak kata akhirnya mereka memberi
persetujuan agar boanpwee untuk terakhir kalinya menasehati
diri Loocianpwee untuk jangan mencampuri urusan ini ucapan
cayhehanya terbatas sampai disini saja mohon loocianpwee
suka berpikir tiga kali sebelum bertindak."
"Gerak gerik orang ini tidak jelek dikemudian hari ia pasti
berhasil merebut suatu kedudukan terhormat dalam Bulim...."
bisik Siauw Ling setelah memandang sekejap wajah Be Boen
Hwie. "Tidak usah dikemudian hari" tukas Chee Toa Nio. "Dengan
posisinya saat ini sebagai Cong Piauw Pacu empat keresidenan
besar kedudukannya tidak berada dibawah kedudukan
seorang ciangbunjien perguruan besar...."
"Orang ini begitu susah dihadapi biarlah cayhe yang hadapi
dirinya." "Untuk bergebrak melawan dirinya bukan saja kau harus
mempunyai aneka ilmu silat yang ruwet untuk menghadapi
segala perobahan bahkan jangan sekali2 tertarik oleh
ucapannya yang menggerakkan hati."
"Akan kuingat semua Loo popo harap berlega hati...."
Pemuda ini tidak memberi kesempatan pada Chee Toa Nio
untuk melanjutkan kata2nya mendadak ia mengempos napas
dan melayang turun dari balik dedaunan.
Sinar mata Be Boen Hwie berkilat sewaktu melihat gerakan
Siauw Ling sewaktu turun melayani ke atas permukaan tanah
bibirnya bergerak seperti mau mengucapkan sesuatu tapi
dibatalkan niatnya itu. Kipas yang ada ditangan kanan segera
diangkat sejajar dada sedang tangan kiri disiapkan dari arah
samping. Silelaki kekar yang berada disebelah kiri diantara ketiga
orang itupun dengan gerakan secepat kilat meloloskan pedang
yang tersoren pada punggungnya.
Jelas mereka telah menyadari menghadapi musuh tangguh
setelah melihat gerakan yang indah dan enteng dari Siauw
Ling waktu melayang turun kepermukaan tanah barusan.
Sikap Siauw Ling sangat tenang ia melirik sekejap wajah Be
Boen Hwie lalu melangkah kedepan lambat2 terhadap barisan
yang telah mempersiapkan diri ia tidak ambil pusing bahkan
memandang sekejappun tidak.
Ternyata Be Boen Hwie seorang jago yang berilmu tebal
kipas yang semula berada ditangan kanan kini dipindahkan
ketangan kiri dengan cepat sedang pedang yang berada
ketangan kanan terhadap tindakan Siauw Ling yang mendekat
sama sekali tidak mencegah maupun menegur.
Lain halnya dengan ketiga orang lelaki kekar yang berdiri
dibelakang Be Boen Hwie mereka tidak bisa menahan sabar
dan mulai menggerakkan toyanya menyerang dari kedua
belah sayap kiri dan kanan sehingga posisi mereka saat ini
berbentuk barisan segitiga yang kuat.
Mendadak Siauw Ling berhenti tangan kanannya secepat
kilat meloloskan pedang panjang yang tersoren diatas
punggung. "Siapakah saudara?" terdengar Be Boen Hwie menegur
sembari tertawa dingin tiada hentinya.
"Cayhe Siauw Ling."
"Oooo....kiranya Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa
San cung selamat berjumpa selamat berjumpa."
"Terima kasih saudara adalah Be Boen Hwie."
"Benar cayhe bernama Be Boen Hwie."
"Dan merupakan Cong Piauw cu dari Ih Ouw Sian Kan
empat keresidenan besar" sambung sang pemuda lebih lanjut.
"Gerombolan liar Bulim tak bisa dibandingkan dengan
kecermelangan nama perkampungan Pek Hoa San cung" tukas
Be Boen Hwie dengan cepat.
Suasana untuk beberapa waktu jadi sunyi seperminum teh
kemudian Siauw Ling kembali memecahkan kesunyian
ujarnya, "Kita tidak saling kenal mengenal, apa sebabnya
saudara memimpin jago-jago Bulim untuk memusuhi aku
orang she Siauw?" "Apa pula kesalahan orang2 Bulim dikolong langit sehingga
Siauw Cungcu begitu tega turun tangan keji menjagali mereka
apalagi diantara kesembilan korban kejahatanmu salah satu
diantaranya merupakan pembantu setiaku. Jangan dikata aku
harus menuntut balas buat sang korban yang menemui
ajalnya ditanganmu cukup perbuatan Siauw Cungcu yang bikin
keonaran didaerah kekuasaan cayhe sudah cukup memaksa
aku Be Boen Hwie tak bisa berpeluk tangan lagi."
"Heee....perkampungan Pek Hoa San cungpun didirikan
diatas daerah kekuasaan sebagai Cong Piauw Pacu empat
keresidenan besar mengapa perkampungan itu tidak kau
urusi?" jengek Siauw Ling dingin. "Kalau kau Be Boen Hwie
betul2 seorang Cong Piauw Pacu dari Ih Ouw Siang Kan empat
keresidenan besar yang baik seharusnya kau pergi cari gara2
dengan mereka orang2 perkampungan Pek Hoa San cung."
Merah padam selembar wajah Be Boen Hwie.
"Menurut pendapat cayhe saat inipun masih belum
terlambat untuk melakukannya...." dia coba membela diri.
"Hmm kau tidak lebih karena jeri akan nama besar Djen
Bok Hong dan tidak berani mencari gara2 dengan pihak
perkampungan Pek Hoa San cung haaa....haaa....kalau saat ini
yang kau hadapi bukan aku Siauw Ling melainkan Djen Bok
Hong." "Kalau Djen Bok Hong lalu kenapa?" tukas Be Boen Hwie
sangat gusar. "Kalau yang kau hadapi saat ini adalah Djen Bok Hong aku
berani bertaruh seratus persen kau Cong Piauw Pacu tak akan
berani munculkan diri untuk melawan dirinya...."
Ia merandek dan mendongak tertawa terbahak2
sambungnya, "Pada saat ini bukan saja kau orang she Be
seorang diri kendati semua jago yang berani mencari gara2
dengan aku Siauw Ling pada saat inipun tak seorang yang
berani mencabut kumis harimau dengan mencari gara2
dengan Djen Bok Hong...."
Sekalipun beberapa patah kata ini diucapkan dengan nada
menyindir tapi dalam kenyataan memanglah demikian.
Air muka Be Boen Hwie berubah sangat hebat sinar
matanya berkilat alis mencuat ke atas dengan penuh
kegusaran bentaknya, "Selama ini Djen Bok Hong
bersembunyi dalam perkampungan Pek Hoa San cung tak
berani berkutik peristiwa munculnya kembali orang itu ke
dalam dunia persilatanpun baru terjadi beberapa bulan ini.
Apakah kau anggap perkampungan Pek Hoa San cung betul2
sudah menjadi sarang tempat bersembunyi yang sangat
kokoh" Hmmm kali ini kau sebagai orang she Be akan
bereskan kau sebagai Sam Cungcu kemudian baru cari Djen
Bok Hong untuk sekalian meringkusnya."
"Oooouw bualanmu sungguh besar kau takut hanya aku
Siauw Ling pun kau tak sanggup memenangkannya."
"Haaa....haaa....haaa....sungguh indah ucapanmu Be Boen
Hwie tertawa gelak untuk menyalur hawa gusar yang susah
dikendalikan itu. "Sam Cungcu bisa melukai sembilan orang
jago-jago Bulim secara beruntun ini membuktikan apabila
kepandaian silat yang kau miliki sangat lihay aku orang she Be
siap menanti petunjukmu."
"Cong Piauw cu" tiba-tiba tiga orang laki2 bersenjatakan itu
berkata secara serentak. "Untuk membunuh seekor ayam apa
faedahnya menggunakan golok pembunuh kerbau tak usah
Cong Piauw cu repot2 turun tangan sendiri biarlah cukup kami
bertiga yang menghadapinya."
Sembari berseru tiga batang tongkat perak dengan
memancarkan cahaya berkilauan menyambar memenuhi
angkasa dengan menerjang dari tiga arah yang berlawanan
mereka gempur Siauw Ling habis2an.
Pedang panjang yang ada ditangan Siauw Ling segera
bergerak dengan menggunakan jurus Thian Lie san hoa atau
dewi langit menyebar bunga ditengah berkelebatnya cahaya
keperak2an berkuntum2 bunga pedang menyebar memenuhi
angkasa tubuhpun dengan cepat berhasil lolos keluar dari
tengah gencetan ketiga buah serangan gabungan tersebut.
Melihat berlapis2nya kuntum bunga pedang yang menutupi
seluruh angkasa dalam hati ketiga orang lelaki kekar itu
merasa terperanjat pikirnya, "Nama besar perkampungan Pek
Hoa San cung ternyata bukan nama kosong belaka
kepandaian silat yang dimiliki orang ini sungguh aneh."
Karena berpikir demikian toya perak yang dilancarkan
kedepan mengikuti jalannya pikiran ditarik kembali untuk
melindungi keselamatan sendiri.
Menggunakan kesempatan sewaktu ketiga orang itu
mengubah posisinya dari kedudukan menyerang jadi
kedudukan bertahan Siauw Ling meloncat keluar dari
kepungan ketiga orang itu dan menerjang kehadapan Be Boen
Hwie. "Ingin melukai orang tanpa sebab lebih baik kuminta
pelajaran dari ilmu silat Cong Piauw Pacu yang lihay."
Be Boen Hwie yang melihat gerakan pemuda itu sangat
cekatan dan di dalam beberapa kali kelebatan saja dengan
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mudah berhasil lolos dari kepungan ketiga orang itu hatinya
jadi terkesiap pikirnya, "Tidak aneh orang ini bisa melukai
sembilan orang jago Bulim secara beruntun kepandaian silat
yang ia miliki ternyata sangat lihay."
Terdengar tiga kali suara bentakan keras bergema
memecahkan kesunyian ketiga orang lelaki kekar bersenjata
toya perak itu sekali lagi menubruk kedepan senjata toya
perak yang ada ditangan mereka dengan berpisah dari tiga
arah yang berlawanan menotok badan Siauw Ling.
Ketika Siauw Ling berhasil meloloskan diri dari kepungan
mereka bertiga lelaki2 kekar itu merasa kehilangan muka.
Karena itu serangan gabungan mereka kali ini dilancarkan
dengan sangat hebat kekuatan serangan toya mereka
menggulung laksana amukan ombak. Arah yang ditujukan
dada bagian yang sama. "Oooouw....jumlah musuh lebih banyak dari padaku. Aku
harus kacaukan dulu kedudukan mereka" pikir Siauw Ling
dalam hati. "Mereka bertiga bukan tandinganku" katanya cepat. "Cayhe
tidak...." Karena berpikiran demikian pedangnya didorong keluar
dengan gerakan menggulung tenaga lunak berhawa Im yang
dikumpulkan sekitar pedang segera menempel diatas toya
perak yang datang dari sebelah kanan dan merosot kebawah
mengikuti gerakan mereka setelah itu pedangnya bergerak
lebih kedepan diimbangi majunya badan kesisi tubuh musuh.
Ujung pedang khusus mencari pergelangan kanan sang
lelaki yang mencekal toya.
Dalam gerakannya ini bukan saja Siauw Ling berhasil
menghindarkan diri dari datangnya serangan bahkan
menghindarkan diri dari datangnya serangan bahkan mengirim
pula pukulan balasan hebat ke arah lawannya. Serangan toya
dari timur maupun utara sama2 menemui sasaran kosong.
Silelaki kekar yang ada disebelah barat waktu melihat
Siauw Ling berani saling mengadu kekuatan dengan bentrokan
pedangnya diatas toya, diam2 merasa girang pikirnya,
"Salahmu sendiri cari penyakit dengan berbuat begini...."
Tenaga murninya dikerahkan semua dan mendorong keluar
ia berharap bisa menggetar lepas pedang yang dicekal Siauw
Ling. Siapa nyana ketika pedang Siauw Ling bentrok dengan toya
peraknya bukan saja ia tak berhasil pukul lepas senjata lawan
malahan toya sendiri yang kena terhisap diatas pedang itu.
Kali ini dia baru terperanjat dalam pada itu Siauw Ling
sudah menerjang lebih kedepan ujung pedangnya berkelebat
mengancam pergelangan tangan kanan.
Gerakan ini dilakukan cepat bagaikan menyerang mendesak
hampir2 dilakukan dalam waktu yang bersamaan.
Lelaki kekar tersebut tak bisa berkutik lagi tanpa pikir
panjang ia kendorkan cekalan toyanya.
Tangan kiri Siauw Ling berkelebat ia tak membiarkan toya
tersebut jatuh ketanah dan di dalam sekali sambaran
dicekalnya senjata tersebut dalam genggaman.
Saat ini pedangnya masih mengandung sisa tenaga yang
cukup kuat untuk melukai atau mencabut jiwa lelaki kekar
tersebut asalkan ia mau dan getarkan pergelangan kanannya
kedepan tapi pemuda she Siauw ini tidak ingin turun tangan
keji dengan menggunakan kesempatan tersebut.
Mendadak kaki kirinya melancarkan sebuah tendangan kilat
ke arah muka. Tendangan ini muncul dengan kecepatan luar biasa bahkan
jauh ada diluar dugaan siapapun jua.
Braaak! dengan telak tendangan tersebut bersarang pada
tengkuk lelaki kekar itu.
Kontan badan orang itu mencelat ke belakang dan
terpental empat lima depa dari tempat itu.
Serangan balasan Siauw Ling bukan saja dalam satu jurus
berhasil menghancurkan kepungan tiga orang itu bahkan
berhasil merebut senjata lawan dan menentang roboh
diantaranya kehebatan ilmu silatnya segera mempesonakan
hati semua orang. Kedua orang yang berada disebelah timur dan utara berdiri
termangu2 sedangkan Be Boen Hwie berada dalam keadaan
melengak. Tapi sebentar saja kedua orang lelaki itu telah tersadar
kembali toya mereka diputar sedemikian rupa mengelilingi
tubrukan mereka menghajar batok lawan.
Setelah mengetahui sampai dimanakah kekuatan lawan
Siauw Ling masukkan kembali pedangnya kembali ke dalam
sarung hawa kweekang disalurkan mengelilingi badan lengan
yang kuat mendadak diputar kencang menyambut kedatangan
serangan toya itu dengan keras lawan keras.
Traaaaaang suara bentrokan senjata tajam berkumandang
memenuhi angkasa silelaki yang berada disebelah timur
kehilangan senjata toyanya karena tergetar lepas dari cekalan
sedang lelaki yang berada disebelah utara kendati senjatanya
tidak sampai lepas sepasang lengannya tergetar kaku dan linu
untuk beberapa waktu ia tak sanggup mengangkat senjatanya
kembali. Agaknya Siauw Ling sama sekali tidak menyangka ia
memiliki tenaga kweekang sesempurna ini setelah melengak
sejenak pemuda itu segera berpaling ke arah Be Boen Hwie.
"Cong Piauw Pacu silahkan memberi petunjuk" serunya.
Toya yang kena direbut lawan dengan cepat diputar dan
membabat pinggang lawan dengan jurus Lek sauw ngo Ih
atau tenaga sakti menyapu lima bukit.
Setelah mengetahui bagaimana dahsyatnya tenaga
kweekang yang dimiliki lawan Be Boen Hwie tidak berani
menyambut datangnya serangan tersebut dengan gerakan
keras lawan keras sepasang pundak sedikit bergerak
badannya sudah mundur delapan depa ke belakang.
Melihat pihak lawan mundur Siauw Ling putar toyanya
sedemikian rupa seraya menerjang kedepan pada dasarnya
dalam benak pemuda ini sudah hapal dengan berbagai ragam
ilmu silat dari perguruan manapun kendati ia belum pernah
menggunakan senjata toya tapi setelah menyerang semua
jurusnya menggunakan ilmu toya dari perguruan kalangan
lurus. Haruslah diketahui Cung San Pek, Lam Ih Kong serta Liuw
Sian cu bertiga bukan saja ahli dalam bidangnya masingmasing
merekapun paham terhadap segala macam ilmu silat
baik dari perguruan besar maupun dari partai2 yang ada
dikolong langit. Terutama sekali Cung San Pek sebagai seorang manusia
yang gemar mempelajari berbagai macam ilmu apa yang ia
ketahui dalam benaknya bukan saja ilmu silat dari pelbagai
perguruan serta partai bahkan soal ilmu pertabiban serta ilmu
perbintanganpun sangat liha.
Pada dasarnya Siauw Ling adalah seorang pemuda cerdik
ditambah lagi berjumpa dengan guru pandai yang bersama2
mendidik dirinya walaupun hanya lima tahun ia belajar tapi
kesempurnaan serta keberhasilannya melebihi orang lain yang
belajar ilmu silat selama puluhan tahun.
Kecuali mempelajari ilmu pedang, ilmu telapak, ilmu
Suramnya Bayang Bayang 40 Pendekar Mata Keranjang 18 Tembang Maut Alam Kematian Pedang Kiri Pedang Kanan 1
merangkak telapaknya didepan dada.
"Mana....mana....thaysu terlalu memuji."
Melihat hasil kemenangan yang diperoleh sang pemuda air
muka sipengemis kelaparan berubah hebat dengan cepat ia
meloncat masuk ke dalam kalangan.
"Bangsat cilik tidak nyana kau memiliki kepandaian
sedemikian dahsyatnya aku sipeminta2 ingin minta
petunjukmu" teriaknya dingin.
Tanpa banyak cingcong kuali besar ditangannya dengan
sejejar dada didorong kemuka.
"Cayhe sudah lama mendengar nama besar sihweesio
pemabok serta sipengemis kelaparan...."
"Sudahlah kau tak usah pura2 lagi lebih baik kita selesaikan
dulu persoalan ini diatas silat" potong sipengemis kelaparan
cepat. "Sungguh licik orang2 ini" diam2 Kiem Lan berpikir setelah
mendengar tantangan sipengemis kelaparan terhadap diri
Siauw Ling. "kendati ilmu silat yang dimiliki Samya amat
lihaypun tidak mungkin bisa menangkan begitu banyak jago
secara bergilir bilamana hal ini diteruskan maka akhirnya
kekalahan akan jatuh ketangannya...."
Selagi ia membongkar rahasia tersebut agar Siauw Ling
menyadari pada waktu itulah sang pemuda telah meloloskan
pedang. "Baik silahkan kau turun tangan...."
Setelah berturut2 Siauw Ling berhasil mengalahkan Poh
Thian Seng sipendekar pincang Ciang Toa Hay dan Ci Kuang
Thaysu dari Siauw lim pay sipengemis kelaparan tak berani
lagi memandang musuhnya terlalu enteng. Kuali besinya
dengan cepat digerakan menghantam batok kepala lawan.
Ia menggunakan kuali besi sebagai senjata tajam, jurus
serta perubahanpun hasil ciptaan sendiri gerakannya sangat
aneh. Ketika Siauw Ling melihat kuali besi itu menekan ke
arahnya pedang panjang segera digerakkan menotok keluar.
Siapa nyana sipengemis kelaparan sama sekali tak
menghindarkan dari datangnya bentrokan pedang dengan
senjata kuali mengambil kesempatan tersebut senjatanya
dibabat ke arah pergelangan tangan Siauw Ling.
Kiranya kuali besi ini mempunyai kegunaan yang demikian
lihaynya. Buru-buru badannya mundur ke belakang. Pergelangan
ditekan kebawah dengan kritis berhasil meloloskan diri dari
datangnya serangan tersebut dengan cepat pedangnya
diangkat menangkis serangan kuali besi itu.
"Haaa....haaa....bagaimana rasanya kuali besi dari aku
sipengemis tua?" seru sipengemis kelaparan sambil tertawa
terbahak2. "Luar biasa hebatnya."
Ditengah suara tertawa dan kata2 bergurau sipengemis
kelapran telah menerjang kembali kedepan kuali besinya
digerakkan menghajar kesana membabat kemari dengan
sekenanya serangan yang digunakan pun sama sekali tidak
mirip dengan sebuah jurus serangan lagi.
Siauw Ling tidak berani berayal hawa murni segera
disalurkan mengelilingi seluruh badan setiap babatannya tentu
meninggalkan selapis hawa pedang yang dahsyat.
Hal ini memaksa sipengemis kelaparan walaupun
menyerang dengan gerakan aneh tidak berhasil juga
menangkan diri Siauw Ling.
Tidak selang beberapa saat kemudian masing-masing pihak
telah saling menyerang sebanyak puluhan jurus.
Rasa kejut dan terperanjat yang semula memenuhi benak
Siauw Ling perlahan-lahan meluncur pedangpun digerakkan
dengan tenaga penuh melancarkan serangan balasan.
Kiem Lan yang melihat Siauw Ling mundur tiada hentinya ia
menganggap pemuda itu sudah kehabisan tenaga hatinya jadi
murung dan sedih. Dengan cepat ia letakkan Giok Lan ke atas tanah selagi siap
mencabut keluar pedangnya untuk bantu melancarkan
serangan mendadak Siauw Ling tidak mundur lagi kini ia saling
berebut menyerang dengan sipengemis kelaparan.
Sreeeet! dalam tiga, lima jurus dia berhasil memulihkan
kembali posisinya yang terdesak.
Untuk menjaga nama baik sendiri sipengemis kelaparan
mau tak mau harus berebut menyerang dengan sepenuh
tenaga untuk menangkan pertarungan ini sebaliknya Siauw
Ling demi melenyapkan tuduhan yang bukan2 dari mereka
bertekad bulat pula menangkan pertarungan ini hari.
Tapi berhubung senjata yang digunakan sipengemis
kelaparan sangat aneh untuk sesaat dia tidak berhasil
menemukan titik kelemahan untuk kalahkan pihak lawan
sedikitpun ia dapat merebut kembali posisinya yang terdesak.
Selama ini sihweesio pemabok menonton pertarungan
sambil meneguk arak tiada hentinya setelah pertarungan
mencapai seratus jurus mendadak ia mengendorkan teko arak
ditangannya sepasang mata yang semula kelihatan mabok
mendadak memancarkan cahaya tajam yang menggidikan
memperhatikan kedua orang itu tak berkedip.
Pada waktu itu pertarungan antara sipengemis kelaparan
dan Siauw Ling mencapai puncak kritis yang menentukan
siapa menang siapa kalah mendadak tampak segulung
bayangan hitam dengan membentuk serentetan cahaya putih
beterbangan memenuhi angkasa.
Bayangan putih dan hitam itu hanya berkelebat sebentar
saja kemudian memisah kembali.
Sambil melintangkan pedang didada Siauw Ling berdiri
keren ditengah kalangan. "Terima kasih atas bantuan saudara suka mengalah
kepadaku" katanya seraya menjura.
Selama ini ia selalu mengingat budi luhur sihweesio
pemabok serta sipengemis kelaparan tempo dulu yang pernah
membantu dirinya oleh karena itu sikap terhadap mereka
berdua amat menghormat. Dengan termangu2 sipengemis kelaparan melototi diri
Siauw Ling lama sekali dia baru berkata lambat2,
"Kekalahanku kali ini adalah kekalahanku yang kedua selama
aku dengan sipengemis tua berkelana dalam Bulim yang kalah
tak akan banyak bicara lagi nah! selamat berpisah."
Perlahan-lahan dia putar badan dan berjalan pergi
wajahnya kelihatan amat sedih dan pilu.
"Eeeei sipengemis busuk jangan pergi dulu biar aku
sihweesio pemabok akan rebut kembali kekalahan yang
barusan kau derita" tiba-tiba sihweesio pemabok berteriak
keras. "Kaupun tak akan menangkan dirinya sudahlah tak usah
pamerkan kejelekanmu dihadapan umum" sahut sipengemis
kelaparan tanpa berpaling lagi.
Mendengar ucapan itu sihweesio pemabok jadi tertegun dia
segera alihkan sinar matanya ke atas wajah Siauw Ling.
Tampak olehnya wajah pemuda tersebut tetap tenang
sepasang matanya memancarkan cahaya berkilat sekalipun
telah lama bertarung sedikitpun tidak menunjukkan keletihan.
Hatinya terperanjat diam2 pikirnya, "Sungguh luar biasa
sempurnanya tenaga sinkang sibocah cilik ini bila kulihat
wajahnya amat tampan dan halus berduri sedikitpun tidak
menunjukkan hawa jahat mengapa ia bisa menggabungkan
diri dengan pihak lawan perkampunga Pek Hoa San cung dan
bantu Djen Bok Hong melakukan kejahatan...."
Terdengar sipengemis kelaparan kembali berkata,
"Eeeei....sihweesio pemabok ayoh cepat kita berlalu dari sini
selama hidup kita tak bakal ada kesempatan untuk
menangkan dirinya lagi...."
"Omong kosong" potong sihweesio pemabok cepat. "Jikalau
aku sihweesio pemabok tidak mencoba dulu kepandaiannya
dalam hati benar2 merasa tidak rela...."
Seraya ulapkan tangannya ke arah Siauw Ling serunya,
"Hati2lah! aku sihweesio akan minta petunjukmu."
"Silahkan cayhe pasti akan mengiringi sekuat mungkin."
Dengan langkah lebar sihweesio pemabok berjalan kedepan
dan berhenti kurang lebih enam tujuh depa dihadapan Siauw
Ling. Mendadak ia silangkan pedangnya didepan dada.
"Tetamu tak akan menekan tuan rumah silahkan kau turun
tangan terlebih dahulu."
"Terima kasih."
Belum habis pemuda ini bicara mendadak sihweesio
pemabok membentangkan mulutnya lebar2 serentetan air
memancar keluar dengan dahsyatnya.
Ketika pancaran air berada beberapa depa ditengah
kalangan segulung bau arak yang menusuk hidung segera
berhembus memenuhi angkasa.
Siauw Ling segera salurkan hawa murninya mengelilingi
seluruh tubuh. Sepasang pergelangan bersama2 didorong
keluar. Segulung angin pukulan yang santar dengan cepat
menggulung keluar menyahut datangnya siraman arak
tersebut. Terkena hadangan angin pukulan yang sangat kuat
terjangan arak yang santar bagaikan anak panah itu jadi buyar
dan muncrat keempat penjuru bagaikan hujan deras sekeliling
beberapa depa terkurung dalam muncratan arak.
Walaupun arak tadi berhasil dihajar pencar oleh Siauw Ling
ada pula beberapa tetes pancaran arak tetap menerjang ke
arah pemuda itu. Diam2 Siauw Ling salurkan tenaga sinkangnya membentuk
tenaga khie kang melindungi seluruh badan oleh karena itu
sekalipun sisa arak sempat mengancam tubuh Siauw Ling
sehingga hampir mendekati setengah depa lebih tapi dengan
cepat bersama2 rontok kembali ketanah bagaikan menjumpai
selapis dinding baja yang rapat dan kuat.
Kali ini sihweesio pemabok tak dapat menahan rasa kejut
dalam hatinya lagi ia berseru tertahan, "Aaaakh....ilmu
khiekang pelindung badan."
Tanpa banyak cingcong ia putar badan lari menyusul
sipengemis kelaparan yang telah berlalu terlebih dahulu.
Kiranya kepandaian menyembur arak dri sihweesio
pemabok ini merupakan suatu kepandaian silat yang
mengandal hawa murni dia telan dulu arak tersebut ke dalam
perut kemudian dengan tekanan hawa kweekang yang
didorong dari dalam pusar menyambar keluar sekalipun
akhirnya sambaran itu menemui rintangan tapi dengan secara
arak memencar rintik2 air hujan meluncur lebih lanjut melukai
lawannya. Bahkan lingkungan serangan itupun dapat meluas
mencapai beberapa depa setiap orang yang terkena serangan
jangan harap bisa meloloskan diri.
Tetapi hawa khiekang pelindung badan dari Siauw Ling
benar2 membuat sihweesio pemabok merasa terperanjat ia
mengerti semburan araknya akan gagal setiap kali berjumpa
dengan hawa khiekang pelindung badan macam begini.
Oleh karena itu walaupun diluaran ia tidak bicara dalam
hati sudah mengaku kalah tidak aneh kalau sihweesio
pemabok itu langsung putar badan menyusul kawannya
sipengemis kelaparan yang telah berlalu terlebih dahulu.
Saat ini dalam kalangan kecuali Siauw Ling, Kiem Lan serta
Giok Lan dan Tong Sam Kauw yang telah menelan pil racun
penyusut tinggal Poh Thian Seng serta Coe Koen San dua
orang. Poh Thian Seng sudah menderita kekalahan ditangan Siauw
Ling pertama kali tadi bagaimanapun juga tak mungkin
baginya dengan tebalkan muka untuk menantang Siauw Ling
bergebrak kembali. Dengan demikian tinggal Coe Koen San seorang yang
belum turun tangan. Watak Coe Koen San walaupun konyol dan kekanak-2kan
tapi ia tahu apabila nama besarnya dalam urutan nama masih
belum sanggup menyaingi sihweesio pemabok bila dibicarakan
dalam soal kepandaian silat susah mengungguli Tji Kuang
Thaysu dan terbukti ketiga orang itu menderita kalah ditangan
Siauw Ling tak usah dipikirpun jelas tertera apabila dirinya
pasti menderita kalah jika diharuskan turun tangan dengan
menantang pemuda ini. Tapi dalam keadaan seperti ini ia tidak ingin mnegundurkan
diri dengan begitu saja karena bila ia berbuat demikian maka
nama besarnya akan lebih hancur dari pada menderita
kekalahan. Terpaksa sambil melepaskan sepasang roda bergeriginya
membentuk selapis cahaya hijau ujarnya, "Dengan andalkan
sepasang roda bergerigi ini loohu ingin minta petunjuk ilmu
pedang dari Sam Cungcu."
Bukannya mempersiapkan diri sebaliknya Siauw Ling malah
merangkap tangannya menjura.
"Loocianpwee masih ingatkah dengan cayhe?" sapanya
sambil tersenyum. Waktu itu Coe Koen San telah pasang kuda2 siap
melancarkan serangan dahsyat dalam hatinya bukan saja tiada
maksud dan kepercayaan untuk merebut kemenangan ini
bahkan ia tahu dirinya pasti menderita kekalahan.
Oleh karena itu setelah sepasang senjata roda bergeriginya
mencekal ditangan seluruh perhatian dipusatkan menjadi satu
untuk mempersiapkan diri melancarkan serangan terlebih
dahulu. Siapa nyana justru ketika itulah Siauw Ling mengungkap
kembali persoalan tempo dulu.
Coe Koen San kelihatan tertegun perlahan-lahan ia menarik
kembali sepasang senjata roda bergeriginya.
"Bukankah kau adalah Siauw Ling yang beberapa tahun ini
menggemparkan seluruh dunia persilatan sudah lama Loohu
mendengar nama besarmu beruntung ini hari kita bisa
berjumpa." "Walaupun cayhe juga bernama Siauw Ling tapi bukankah
Siauw Ling yang pernah menggegerkan dunia persilatan" kata
Siauw Ling sambil menghela napas panjang.
Ia merasa urusan ini sangat ruwet dan untuk sesaat tidak
berhasil menemukan kata2 yang cocok untuk memberi
penerangan. Tampak Coe Koen San kerutkan dahinya.
"Dikolong langit sebetulnya ada berapa orang yang
bernama Siauw Ling" makin mendengar loohu semakin
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bingung." "Coba loocianpwee berpikir lebih teliti lagi kau pernah
berjumpa berapa orang Siauw Ling."
Mendadak serunya keras, "Aaaach! sekarang Loohu sudah
ingat kurang lebih lima tahun berselang Loohu pernah
berjumpa dengan seorang bocah kurus yang lemah dan
berpenyakitan agaknya bocah itupun bernama Siauw Ling
kemudian aku menghantar dirinya naik kegunung Bu tong san
dan sejak itu jejaknya tidak kuketahui lagi."
"Masih ingat bagaimana wajah si Siauw Ling itu?"
"Soal ini sih Loohu kurang begitu jelas secara lapat2 aku
masih ingat badan bocah ini walaupun berpenyakitan tapi
mulutnya tajam pandai bicara bahkan nyalinya sangat besar."
"Loocianpwee inginkah kau orang tua berjumpa kembali
dengan Siauw Ling yang pernah kau jumpai tempo dulu?"
Mendadak Coe Koen San menghela napas panjang.
"Aaaai bocah itu sangat cocok dengan diri loohu" katanya
perlahan. "Hanya sayang badannya menderita penyakit aneh
yang susah disembuhkan tubuhnya amat lemah ditambah pula
kecil2 sudah terperosok ke dalam persoalan dunia persilatan
dia benar2 tersiksa....aku dengar ia menemui ajalnya tercebur
ke dalam sungai...."
Mendengar perhatian yang diberikan orang tua iini
kepadanya begitu besar Siauw Lingpun menghela napas sedih
katanya, "Terima kasih atas perhatian Loocianpwee cayhe
bukan lain adalah Siauw Ling yang dahulu berbadan lemah
dan berpenyakitan." Sepasang mata Coe Koen San kontan terbelalak lebar2
dengan tajam ia perhatikan Siauw Ling dari atas kebawah
mendadak dengan gusar bentaknya, "Omong kosong loohu
bukan manusia sembarangan jangan kau coba hendak menipu
diriku." Siauw Ling mengerti orang ini pada dasarnya memang
berwatak konyol ia tidak gusar oleh sikap yang kasar dari si
orang tua tersebut sambil tersenyum jawabnya, "Lima tahun
berselang sewaktu cayhe berjumpa dengan Loocianpwee
diatas sebuah puncak gunung disana masih ada pula enci
Gakku...." "Maksudmu Gak Siauw Tjha" sela Coe Koen San.
"Tidak salah kemudian kita berjumpa pula dengan Tiong
Cho Siang Ku...." "Sedikitpun tidak salah" teriak Coe Koen San tersentak
kaget. "Bagaimana kau bisa tahu dengan demikian jelas?"
Diam2 Siauw Ling merasa geli pikirnya, "Orang ini benar2
tolol dan otaknya bebal sudah kuterangkan begitu jelas masih
tak mau percaya tapi disinilah letak bagian menarik sekali ia
percayai ucapan seseorang selama hidup tak akan berubah
kembali." Ia segera tersenyum ujarnya, "Cayhe bukan lain adalah
Siauw Ling yang ikut hadir waktu itu sudah tentu semua
persoalan dapat kuketahui dengan jelas."
Sekali lagi dnegan teliti Coe Koen San memperhatikan
tubuh Siauw Ling dari atas sampai kebawah tapi sebentar
kemudian ia sudah menggeleng berulang kali.
"Tidak mirip, tidak mirip loohu tak akan berhasil kau
tipu...." "Secara bagaimana kau baru suka percaya?"
"Perduli kau ingin bicara sampai dunia ambruk samudra
keringpun sekali tidak percaya aku tetap tidak percaya."
Melihat keketusan si orang tua itu Siauw Ling termenung
berpikir keras mendadak hatinya agak bergerak.
"Aaaach baiklah akan kuceritakan satu persoalan setelag
mendengar kisah ini cianpwee pasti percaya dengan diriku"
katanya seraya tertawa. "Dalam kelopak mata loohu selamanya belum pernah
kemasukan sebutir pasirpun coba kau katakan! akan kulihat
apakah ucapanmu ini bisa membuat loohu jadi percaya atau
tidak." "Aku masih ingat waktu itu cayhe pernah mengelus jenggot
cianpwee yang panjang sembari memuji jenggotmu yang
sangat bagus." Coe Koen San termenung berpikir sebentar pengalamannya
tempo dulu mendadak ia tersentak kaget.
"Tidak salah memang pernah kejadian begitu."
"Sekarang Loocianpwee percaya bukan."
"Kau....kau sungguh2 dirinya?"
"Mengapa cayhe harus menipu diri Loocianpwee."
Mendadak Coe Koen San membuang senjata roda
bergeriginya ke atas tanah dan mencekal tangan Siauw Ling
erat2. "Ooouw Siauw Loote lima tahun tak berjumpa tak kusangka
kau sudah sedemikian tingginya."
Kendati nadanya agak bebal tapi setiap patah kata
diutarakan dengan sejujur hati.
Sejak Siauw Ling meninggalkan perguruan dia selalu hidup
dan bergelintingan ditengah suasana penuh mara bahaya
serta kelicikan ia menganggap setiap manusia bermaksud
jelek terhadap dirinya tapi kini menerima sambutan yang
begitu hangat dan mesra dari si orang tua ini hatinya jadi
terharu dua titik air mata jatuh berlinang.
Sembari goyangkan tangan Siauw Ling ujar Coe Koen San
lebih lanjut, "Bocah baik agaknya dikolong langit benar2
terdapat obat mujarab yang bisa menggantikan semua
tulang2mu dengan badanmu yang lemah dan berpenyakitan
tempo dulu sekarang berubah jadi gagah dan ganteng
sungguh bagaikan berganti dengan seorang yang lain jangan
dikata loohu sekalipun Gak Siauw Tjha setelah berjumpa
dengan dirimu belum tentu ia bisa mengenalimu kembali."
"Pengalaman yang boanpwee alami susah diucapkan
dengan sepatah dua patah kata lain kali boanpwee pasti akan
menceritakan kesemuanya ini kepada diri Loocianpwee...."
Mendadak Coe Koen San melepaskan sepasang tangan
Siauw Ling dan pungut kembali senjata roda bergerigi yang
menggeletak diatas tanah.
"Apakah Djen Bok Hong yang mengubah badanmu yang
lemah berpenyakitan itu menjadi gagah seperti sekarang dan
dia pula yang mewariskan pelajaran ilmu silat sedahsyat ini
kepadamu?" "Bukan, kepandaian silat yang boanpwee dapatkan adalah
hasil dari suatu pertemuan aneh bila dipikir bagaikan dalam
impian belaka." "Manusia hidup dikolong langit harus dapat membedakan
mana budi dan mana dendam" sela Coe Koen San dengan
dingin. "Walaupun Djen Bok Hong sudah banyak melakukan
kejahatan sehingga bila ditumpuk melebihi sebuah bukit
sepasang tangannya telah berpelepotan darah tapi setelah ia
melepaskan budi kepadamu sekalipun terhitung kau habis
bantu dirinya melakukan perbuatan jahat hal inipun
merupakan suatu keadaan yang apa boleh buat dikemudian
hari loohu tentu akan bantu kau menjelaskan persoalan ini
kepada seluruh jago Bulim."
"Apa yang cayhe ucapkan benar2 merupakan kenyataan"
ujar Siauw Ling sambil menghela napas panjang. "Kepandaian
silat yang kumiliki saat ini sama sekali tiada sangkut pautnya
dengan Djen Bok Hong...."
"Lalu apa sebabnya kau menggabungkan diri dengan pihak
perkampungan Pek Hoa San cung?" timbrung Coe Koen San.
"Hal ini harus salahkan pengalamanku yang cetek tidak
mengerti akan bahaya serta kelicikan Bulim dan untuk
pertama kalinya terjunkan diri ke dalam dunia persilatan bila
tidak begitu tak mungkin urusan bisa ribut macam begitu
aaaai sekali salah melangkah selama hidup harus menanggung
penyesalan justru tindakanku inilah membuat para jago dari
seluruh dunia persilatan memandang rendah watak aku Siauw
Ling." Perlahan-lahan Coe Koen San menghela napas panjang.
"Aaaai....orang mana tiada pengalaman hal ini tak dapat
disalahkan dirimu setelah mengetahui salah jalan seharusnya
cepat-cepatlah berpaling kejalan yang benar...."
Mendadak air mukanya berubah keren, dengan suara keras
sambungnya lebih jauh, "Mengapa kau masih juga turun
tangan keji dan secara beruntun membinasakan orang jago
Bulim" terhadap jago lain mungkin loohu tidak mengenali
watak tapi sinelayan tua dari keresidenan Sam Siang telah
kukenal hampir puluhan tahun lamanya bagaimana watak
serta perbuatannya loohu mengetahui sangat jelas ia jadi
orang mulia penuh kebajikan selama ini belum pernah
mempunyai musuh besar mengapa tanpa memilih putih atau
biru kau lukai dirinya dengan senjata rahasia beracunmu
sehingga menemui ajal?"
Sinar mata Siauw Ling berkilat.
"Tjoe Thayhiap pun percaya apabila kesembilan jago lihay
Bulim itu mati ditangan aku Siauw Ling?" tanyanya serius.
"Suara orang banyak bagaikan emas murni orang2
mengatakan perbuatan ini kaulah yang melakukan apalagi Poh
Thayhiap melihat dan mendengar dengan mata telinga sendiri
bagaimana aku tidak dapat mempercayai berita tersebut."
"Mereka mati ditangan Djen Bok Hong...." kata Siauw Ling
sepatah demi sepatah. "Djen Bok Hongpun telah datang?" seru Coe Koen San
tertegun. "Benar ia sudah datang" Siauw Ling mengangguk. "Tapi
selama ini ia selalu bersembunyi ditempat kegelapan dan tak
suka unjuk muka berturut2 ia melukai sembilan orang jago
Bulim justru karena bermaksud hendak memfitnah diriku...."
Ia berpaling memandang sekajap wajah Kiem Lan
kemudian menambahkan, "Jikalau bukan dia yang ceritakan
persoalan ini kepadaku bahkan aku sendiripun tidak tahu
kejadian tersebut." "Kau sungguh2 telah menjumpai dirinya?" sinar mata Coe
Koen San dialihkan ke arah Kiem Lan senjata roda
bergeriginya ditarik kembali dan tangan kanan mengelus
jenggot. "Semuanya aku lihat dan dengar dengan mata telingaku
sendiri sepatah katapun tidak bohong."
Mendengar suara Kiem Lan halus lagi merdu Coe Koen San
kerutkan alisnya. "Sebenarnya kau lelaki atau perempuan?"
"Budak Kiem Lan perempuan menyaru lelaki."
"Oooo kiranya begitu coba kau ceritakan kisah tersebut
agar akupun bisa bantu membersihkan Siauw Ling dari segala
tuduhan." "Waktu itu Samya menderita luka parah karena kehabisan
tenaga ia roboh tidak sadarkan diri mendadak Toa Cungcu
munculkan dirinya disana dan langsung menotok jalan darah
Samya dan membimbingnya ke dalam kereta sedang ia sendiri
bersembunyi dalam kereta dimana secara beruntun melukai
sembilan orang jagoan lihay yang melakukan pengejaran dari
belakang." "Setelah itu ia melayang pergi dari kereta kisah ini
kedengarannya sangat gampang tapi siapa yang mau
percaya?" Sembari mengelus jenggot Coe Koen San gelengkan
kepalanya berulang kali. "Loohu percaya inilah salah satu siasat dari ketiga puluh
empat siasat bagus yang disebut mematahkan bunga
disambung pada kayu hal ini tak perlu diherankan lagi."
Orang ini benar2 konyol terhadap ucapan tersebut ia sama
sekali tidak menaruh curiga.
Poh Thian Seng yang selama ini berdiri disamping tanpa
mengucapkan sepatah katapun mendadak menimbrung dari
samping. "Sebetulnya panglima perang yang telah kalah bertempur
tidak berhak banyak bicara tapi dalam hati cayhe ada
beberapa persoalan yang tidak mengerti apabila tak
kutanyakan rasanya tidak tahan...."
"Entah Poh heng ada urusan apa" siauwte pasti akan
pentang telinga mendengarkan ucapanmu."
"Dari kesembilan jagoan Bulim yang terluka ada delapan
orang telah menemui ajalnya hanya Sin Tui Hong Khek dari
Hong Jen Sam Yu yang masih hidup orang ini memiliki ilmu
meringankan tubuh yang lihay tiada tandingan dikolong langit
dialah orang pertama yang berhasil mengejar kereta tersebut
dalam jarak yang dekat asalkan ia dapat bicara urusan ini
tidak sulit untuk dibikin jelas...."
"Entah dimanakah sekarang dia berada?" tanya Siauw Ling
dengan nada cemas. "Harap Poh heng suka membawa
siauwte pergi kesana mungkin sekali cayhe dapat memberikan
sedikit bantuan untuk menyembuhkan luka yang sedang ia
derita." Poh Thian Seng termenung berpikir sejenak dia sendiripun
tidak berani mengambil keputusan.
"Tentang hal tersebut aku harus minta persetujuan dari
hweesio pemabok serta sipengemis kelaparan terlebih dahulu
kemudian baru bisa memberi keputusan...." katanya.
Siauw Ling mengerti orang ini tentu masih menaruh curiga
terhadap dirinya karena itu ia tidak banyak bicara lagi sembari
berpaling memandang sekejap wajah Coe Koen San katanya,
"Setelah Loocianpwee suka mempercayai ucapan cayhe harap
kau orang tua mau bantu pula aku orang dalam menerangkan
persoalan ini." Ia masih teringat akan pesan Lam Ih Kong yang
mengharuskan dia berbicara dengan tingkatan yang sama
terhadap siapapun juga tapi kini ia sebut Coe Koen San
sebagai Loocianpwee hal tersebut disebabkan ia teringat
sewaktu pertama kali berkenalan dengan dirinya ia baru
berusia dua belas tiga belas tahunan sedang waktu itu jenggot
putih Coe Koen San telah terurai sepanjang dada tidaklah
aneh kalau ia sebut dia sebagai Loocianpwee.
"Setelah Loohu mempercayai ucapanmu sudah tentu akan
bantu pula menjelaskan persoalan ini dihadapan para jagi
Bulim." Coe Koen San menyanggupi permintaan pemuda ini.
"Tapi berhubung nama busuk Djen Bok Hong telah tersohor
diseluruh kolong langit sedang kau pun telah menggabungkan
diri dengan pihak perkampungan Pek Hoa San cung. Aku rasa
persoalan ini tak dapat dibikin jelas dalam waktu singkat
dikemudian hari aku harap kau masih suka sedikit bersabar."
"Asalkan Loocianpwee suka mewakili diriku untuk
menerangkan persoalan ini kepada para jago Bulim aku rasa
lebih dari cukup sedangkan mengenai mereka mau percaya
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
atau tidak tak seorangpun yang dapat memaksa pandangan
mereka!" "Saudara cilik asalkan kau dapat melepaskan diri dari
belenggu perkampungan Pek Hoa San cung ini berarti dapat
menghilangkan pula rasa curiga para jago Bulim terhadap
dirimu...." "Hingga detik ini masih susah untuk berbuat demikian"
Siauw Ling menggeleng perlahan. "Hal tersebut baru dapat
diputusi setelah berjumpa kembali dengan Djen Bok Hong."
"Djen Bok Hong adalah manusia yang berhati licik
berpendirian keji dan bertangan telengas" tukas Kiem Lan dari
samping. "Setelah Samya terperosok ke dalam jebakan
mereka untuk melepaskan diri seharusnya menantikan suatu
saat yang beruntung baru bertindak...."
Ia berpaling dan memandang sekejap wajah Giok Lan serta
Tong Sam Kauw lalu tambahnya, "Kalian berdua dapat melihat
nona yang patut dikasihani ini?"
Mendengar ucapan tersebut sinar mata Coe Koen San serta
Poh Thian Seng bersama2 dialihkan ke atas wajah Tong Sam
Kauw serta Giok Lan. "Entah siapakah mereka berbuat dan terkena bokongan
yang bagaimana sehingga terluka?" tanya mereka berdua
hampir berbareng. "Yang seorang adalah sahabat karib budak dan merupakan
kawan seiring senasib yang bersama2 melayani Samya
sebagai dayang sedang yang lain adalah seorang jago lihay
dari Bulim." "Siapa...." sela Poh Thian cepat.
"Nona Tong Sam Kauw. Orang2 yang sering melakukan
perjalanan melalui jalan raya selatan maupun barat mungkin
tidak kenal kalau nama Tong Sam Kauw tapi nama besar
keluarga Tong dari Su Tzuan rasanya seluruh kolong langit
mengenalinya bukan."
"Ehmm...." Coe Koen San mengangguk. "Selama ratusan
tahun keluarga Tong dari Su Tzuan selalu menggemparkan
dunia persilatan mereka berdiri sebagai sebuah perguruan
yang berdiri sendiri entah apakah kedudukan nona Tong Sam
Kauw dari keluarga Tong tersebut?"
"Kedudukan serta asal usul nona Tong sangat berlainan
dengan asal usul kami kakak adik berdua dia adalah cucu
perempuan dari Tong Koo Thay."
"Bagus sekali kiranya Djen Bok Hong begitu bernyali berani
mencari gara2 dengan mereka semua orang dikolong langit
mengerti apabila senjata rahasia keluarga Tong di Su Tzuan
sangat beracun selama ratusan tahun selalu dianggap sebagai
sumber dari segala macam senjata rahasia tidak nyana Djen
Bok Hong berani tidak pandang sebelah matapun terhadap
keluarga Tong." "Sinar mata kedua orang nona ini sayu air mukanya pucat
agaknya ia sudah terkena racun obat pemabok yang sangat
lihay" sela Poh Thian Seng tiba-tiba.
"Kalau terkena obat pemabok saja tidak suatu perbuatan
yang keji dari Djen Bok Hong justru yang mengeram dalam
tubuh mereka adalah racun penyusut tulang asalkan racun ini
mulai bekerja maka penderitaan yang dirasakan sipenderita
luar biasa dahsyatnya membuat orang tidak berani berpikir
lebih lanjut...." Ia berpaling memandang sekejap wajah Siauw Ling lalu
sambungnya lebih lanjut, "Siauw Samya adalah seorang
pendekar sejati yang mulia hatinya dan mengutamakan
kebajikan kalau mau ia daoat melepaskan kami untuk
melarikan diri sendiri tapi ia tidak tega meninggalkan kami
akhirnya ia berbuat demikian ia harus menemui banyak
kesulitan semacam ini hari ia dituduh sipembunuh jago-jago
Bulim." Demi membersihkan nama baik Siauw Ling tanpa berpikir
panjang bagaimanakah akibatnya gadis ini telah menceritakan
semua kisah yang telah terjadi. Tetapi setelah ucapan tersebut
meluncur keluar ia baru teringat kembali akan kekuatan pihak
perkampungan Pek Hoa San cung dalam menjaga rahasia2nya
siapa yang berani membocorkan rahasia ia bakal mendapat
siksaan yang hebat minta mati tak dapat hiduppun menderita.
Teringat hal tersebut hatinya seketika tergetar keras
keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh
tubuhnya. "Aku rasa kalian berdua telah mengetahui keadaan yang
sebenarnya bukan?" ujar Siauw Ling seraya menjura. "Semoga
dihadapan para enghiong hoohan itu dari kolong langit kalian
dapat membela aku Siauw Ling dengan beberapa patah kata
sebelum itu cayhe ucapkan banyak terima kasih terlebih
dahulu, gunung nan hijau air nan cerah selamanya tak akan
berubah lain waktu kita berjumpa kembali."
"Tunggu sebentar!" mendadak Coe Koen San membentak
keras. Waktu itu Siauw Ling sudah melangkah pergi mendengar
teriakan tersebut ia segera berhenti dan berpaling.
"Entah Coe Thayhiap masih ada urusan apalagi?"
"Setelah kedua orang nona ini menelan pil racun penyusut
tulang entah kapankah racun tersebut mulai bekerja?"
"Kurang lebih tujuh hari setelah menelan obat racun itu
jikalau terlalu lelah atau menderita luka maka daya bekerja
racun itu akan lebih parah lagi."
"Semisalnya racun mereka mulai bekerja apa yang hendak
kalian perbuat?" "Djen Bok Hong pernah berjanji sebelum racun tersebut
mulai bekerja ia akan hantar obat pemusnah buat kami."
"Perkataan dari Djen Bok Hong mana boleh dipercaya"
jikalau sampai waktunya ia tidak datang?"
"Terpaksa kita jalan setapak berpikir selangkah."
Sembari mengelus jenggotnya Coe Koen San berjalan bolak
balik tiada hentinya jelas ia sedang memikirkan suatu
persoalan yang mengalutkan pikirannya.
Mendadak Kiem Lan menimbrung dari samping, "Selama
tindakan Toa Tjungtju selalu keji tapi ia tak berani mencelakai
Sam Tjungtju berhubung Sam Tjungtju mempunyai sangkut
paut yang sangat besar dengan masa mendatang
perkampungan Pek Hoa San cung karena inilah memaksa ia
harus menempuh bahaya coba bersembunyi dibalik kereta
sembari membinasakan sembilan orang jago lihay secara
beruntung maksudnya dengan tindakan ini agar bisa
mengundang datang musuh tangguh bagi Samya agar semua
jago Bulim diseluruh kolong langit memandang Siauw Ling
sebagai penjahat nomor wahid dan paksa ia tak dapat tempat
untuk tancapkan kaki setelah terdesak dalam keadaan begitu
mau tak mau Samya harus bergabung kembali ke dalam
perkampungan Pek Hoa San cung dan rela berbakti dan jual
nyawa buat Djen Toa Tjungtju."
"Tidak salah, tidak salah" puji Coe Koen San sambil
mengangguk. "Maksud Djen Bok Hong pasti begini."
"Setelah Loocianpwee mengetahui keadaan yang
sebenarnya ini berarti sepasang pundak kau orang tua
mendapat beban seberat seribu kali."
"Kenapa pundak Loohu memikul beban seberat seribu kali"
apa maksudmu?" tanya Coe Koen San tertegun.
"Seluruh jago Bulim yang ada dikolong langit telah
menganggap Samya sebagai seorang bajingan yang paling
keparat seorang penjahat yang telah banyak melakukan
kejahatan dan kini hanya Coe Thayhiap seorang yang
mengetahui keadaan sebenarnya apabila Siauw Ling adalah
seorang pendekar sejati yang suci bersih bila kau tidak
memberi pandangan serta penjelasan maka seluruh jago
Bulim dalam kolong langit dengan gusar akan memusuhi diri
Samya jangan dikata Siauw Ling berbakat bagus sekalipun
manusia terbuat dari tanah liatpun mempunyai sifat tanah
liatnya dalam keadaan kepepet dan terdesak kemungkinan
besar suatu pertarungan seru akan segera berkobar darah
akan mengalir menjadi sebuah selokan kesalah pahaman
makin pertebal setelah berada dalam keadaan begini para jagi
dalam kolong langit semakin menuduh Siauw Ling sebagai
pembantu setia Djen Bok Hong dalam melakukan kejahatan
setelah begini satu2nya jalan bagi Samya untuk berlindung
adalah baik dan menggabungkan diri kembali dengan
perkampungan Pek Hoa San cung...."
"Pendapat yang tinggi pendapat yang tinggi loohu pasti
akan berjalan mengelilingi kolong langit untuk menerangkan
keadaan yang sebenarnya dari Siauw Ling" seru Coe Koen San
sembari mengangguk. Mendadak Poh Thian Seng maju dan menjura kepada diri
Siauw Ling katanya, "Kiranya Siauw heng adalah seorang
manusia bersih yang sama sekali tak bernoda tadi siauwte
membuat kesalah pahaman harap kau jangan salahkan
diriku." Buru-buru Siauw Ling balas memberi hormat.
"Hal ini hanya dapat menyalahkan usia Siauwte masih kecil
dan urusan apapun tidak tahu sehingga terperosok dalam
lumpur kehidupan hal ini bagaimana boleh disalahkan kepada
Cuwi sekalian" katanya sembari tertawa getir. "Setelah
kujumpai Djen Bok Hong tentu akan kuusahakan sekuat
mungkin untuk menasehati dia cuci tangan dan
mengundurkan diri dari dunia persilatan sehingga tidak
mencelakai orang2 Bulim lagi."
Poh Thian Seng yang mendengar ucapan pemuda ini
bersemangat ia menghela napas ringan.
"Orang yang berhati bijak dan orang yang berhati jahat
kebanyakan memiliki kepandaian silat yang lihay aku takut
ucapan mulia dari Siauw heng hanya mendatangkan bencana
buat dirimu sendiri."
Ia merandek sejenak kemudian terusnya, "Setelah Siauwte
selesai upacara penguburan adik angkatku pasti akan
mengikuti disamping Coe Thayhiap untuk membikin bersih
nama Siauw heng dalam Bulim."
"Siauwte merasa sangat berterima kasih atas kemurahan
hati kalian, terimalah satu penghormatan dulu dariku" sembari
berkata dia menjura dalam2 kepada kedua orang itu.
"Siauw heng baik2lah berjaga diri siauwte mohon diri
terlebih dahulu" kata Poh Thian Seng sembari balas memberi
hormat ia segera putar badan dan berlalu dengan langkah
lebar. Coe Koen San pun menyimpan kembali sepasang senjata
roda Cing Kang Jie Gwat Siang Loennya.
"Menurut apa yang loohu ketahui. Perbuatan yang mereka
lakukan kali ini telah tersebar luas diseluruh dunia persilatan
semua jago lihay dari kalangan Bulim telah berkumpul semua
disini siap bersama2 mencegah terjadinya suatu peristiwa
yang mengerikan." "Peristiwa yang mengerikan" peristiwa apakah itu?"
"Menurut kabar yang tersiar dalam Bulim katanya jago-jago
lihay dari perkampungan Pek Hoa San cung dibawah pimpinan
Siauw Ling telah bergerak sebagai barisan pelopor dengan
ditunjangi Djen Bok Hong sebagai barisan muncul kembali
dalam dunia persilatan, dia akan membasmi Bulim Su Toa Sian
atau empat pujangga dari Bulim kemudian melenyapkan Lam
Hay Ngio Siong atau lima manusia ganas dari Lam Hay setelah
itu mencuci Go bie san dengan darah dan terakhir perguruan
Cing Shia pay...." "Siapa yang sebarkan berita ini?" seru Siauw Ling
tercengang. "Cayhe tidak lebih hanya pulang kedusun untuk
menengok orang tuaku."
"Dari mana asalnya berita ini loohu sendiri juga tak tahu
peristiwa ini telah tersebar luas diseluruh Bulim terutama
didaerah selatan Sihweesio pemabok, sipengemis kelaparan,
sipendekar pincang serta loohu tidak lebih hanya merupakan
serombongan pertama yang tiba terlebih dahulu makin
keselatan rintangan yang kau temui semakin banyak. Saudara
cilik kau harus baik2 jaga diri."
"Setelah loocianpwee mengetahui apabila Samya hanya
kena fitnah belaka harap kau suka mewakili dirinya memberi
keterangan kepada para jago lainnya" sambung Kiem Lan
cepat. "Hal ini sudah tentu cuma jago Bulim yang berkumpul
ditempat ini terlalu banak jumlahnya hanya loohu seorang
rasanya terlalu sulit untuk mengetahui kesemuanya ini
sungguh sayang sihweesio pemabok serta sipengemis
kelaparan lebih dahulu bila kedua orang inipun bisa
memahami keadaan yang sebenarnya dan suka munculkan diri
untuk meredakan kesalah pahaman ini kekalutanpun dengan
cepat bisa diatasi."
"Aaaai untuk menjatuhkan tuduhan kepada seseorang
seharusnya punya bukti yang kuat" kata Siauw Ling sambil
menghela napas panjang. "Jikalau mereka masih bersikeras tanpa memandang mana
putih mana hitam mencap diriku sebagai seorang bajingan
yang banyak berbuat dosa hal inipun merupakan suatu
kejadian yang tak bisa dihindari lagi."
"Setelah urusan jadi begini kami berharap saudara cilik
suka bersabar Loohu mohon pamit terlebih dahulu."
Tanpa menanti jawaban dari Siauw Ling lagi buru-buru ia
berjalan meninggalkan tempat itu.
Sembari memandang bayangan punggung Coe Koen San
yang terburu-buru berlalu Siauw Ling duduk kembali ke atas
tanah gumamnya seorang diri, "Semua jago Bulim yang ada
dikolong langit menuduh aku Siauw Ling sebagai seorang
pembunuh apakah aku harus menyerahkan tengkukku untuk
mereka gantung?" Melihat pemuda itu melamun Kiem Lan berjalan
menghampirinya. "Samya" ujarnya halus. "Emas murni tak takut dibakar api
asalkan Samya bisa bersabar sedikit pada suatu saat urusan
akan menjadi terang dengan sendirinya waktu itu seluruh jago
lihay yang ada dikolong langit baru merasa malu dan
menyesal terhadap diri Samya."
Siauw Ling tertawa getir ia bangun kembali.
"Aaaai sekalipun perjalanan selanjutnya penuh dengan
rintangan dan mara bahaya kitapun tak dapat duduk terpekur
terus menerus disini ayoh berangkat."
Kiem Lan tersenyum manis sedikit menghibur hati sang
pemuda yang sedang risau katanya, "Walaupun keadaan kita
sangat berbahaya nyanyian kemaian bergema dari empat
penjuru tapi budak sama sekali tidak jeri dari pada berada
dalam perkampungan Pek Hoa San cung aku rasa disini jauh
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lebih aman." Sebenarnya Siauw Ling yang melihat ia harus membokong
Giok Lan sembari menggandeng pula Tong Sam Kauw
keadaannya sangat mengenaskan tapi memandang wajahnya
yang penuh dihiasi dengan senyuman semangat pemuda ini
pun bangkit kembali pikirnya, "Kiem Lan tidak lebih hanya
seorang gadis berusia belasan tahun tapi ia bisa dibikin
gembira walaupun berada dalam keadaan bahaya aku Siauw
Ling sebagai seorang lelaki sejati apakah tak mampu melebihi
seorang perempuan pun?"
Berpikir sampai disitu tanpa terasa semangat jantannya
berkobar kembali sembari busungkan dada dengan langkah
lebar ia melanjutkan perjalanan kedepan.
Setelah keluar dari hutan dari tempat kejauhan tampak
seorang nenek tua berambut putih bertongkat bambu berdiri
menanti kedatangannya dibawah sebuah pohon besar
wajahnya serius dengan sepasang mata memancarkan cahaya
tajam sedang melototi diri Siauw Ling tak berkedip.
Melihat munculnya nenek tua itu Siauw Ling merasakan
hatinya tergetar keras pikirnya, "Sepasang mata Chee Toa Nio
memancarkan cahaya penuh napsu aku takut kedatangannya
tidak bermaksud baik...."
"Heee....heee....bocah cilik. Kionghie...." terdengar Chee
Toa Nio berseru dengan suara yang dingin dan hambar.
"Cayhe sedang murung dan kesal siapa yang perlu
mendapat kionghiemu itu?"
"Kau dapat keluar dari hutan dalam keadaan hidup2
bukankah hal ini merupakan suatu kejadian yang patut diucapi
kionghie?" "Ooooouw....kiranya begitu terima kasih atas perhatianmu."
"Cuma....heee....heee....heee....kaupun tak usah bergembira
dahulu" sambung Chee Toa Nio lebih lanjut dengan suara
dingin. "Para jago yang berkumpul disini makin lama makin
hebat rombongan jago Bulim yang barusan kau temui tidak
lebih merupakan dari suatu pertunjukkan pembukaan belaka
kejadian yang bakal kau temui kemudian akan beratus2 kali
lipat lebih mengerikan."
"Entah apa maksudnya menakut2ti diriku dengan ucapan
tersebut?" diam2 pikir Siauw Ling setelah mendengar ucapan
sinenek tua itu. Dengan cepat sahutnya, "Cayhe mengucapkan terima kasih
banyak atas perhatian yang popo berikan kepadaku."
JILID 6 "Ehmm...." Chee Toa Nio mengangguk. "Menurut apa yang
kuketahui anak murid keempat pujangga besar dari Bulim
sudah pada berdatangan semua."
"Aku sudah tahu" ia putar badan siap pergi dari sana."
"Disamping itu masih ada lagi jago-jago lihay dari partai Go
Bie serta partai Tjing Shia" teriak Chee Toa Nio menyambung.
"Si Lam San Sin Ih atau sitabib sakti dari gunung Lam San
yang tersohor banyak akalpun sudah datang semua kau tak
bakal mampu menghadapi mereka."
"Waaah kalau begitu suasana akan makin ramai jikalau
cayhe beruntung bisa lolos dari mara bahaya ini hari pasti
akan kudatangi mereka satu persatu mengucapkan terima
kasih atas perhatian yang mereka berikan kepadaku."
"Heee....heeee....Lam San Sin Ih angkat nama bersama2
Tok So Yok Ong sekalipun kepandaian silatmu lebih baguspun
jangan harap bisa lolos dari cengkeramannya."
"Ehmm ucapannya ini memang tidak salah" pikir Siauw Ling
dalam hatinya. "Semisalnya secara diam2 ia lepaskan racun
untuk melukai diriku siapa yang dapat menghindar?"
Terdengar Chee Toa Nio melanjutkan kembali kata2nya,
"Melihat beberapa lembar jiwa kecil kalian hanya bisa
bertahan sampai besok siang aku merasa sedikit kasihan
terhadap kalian....aku takut untuk meloloskan diri dari
hadangan nanti malampun kamu tak mampu."
Walaupun dalam hati kecilnya Siauw Ling menjumpai
berbagai persoalan yang meragukan hatinya tapi melihat
sikapnya yang dingin dan kaku ia jadi malas banyak bertanya
selesai nenek tua itu berbicara ia tertawa hambar.
"Terima kasih atas petunjuk yang popo berikan cayhe tentu
bertindak lebih hati2."
"Kurang ajar, tahukah kau mengapa aku beritahukan
kesemuanya ini kepadamu?" tiba-tiba Chee Toa Nio marah2
tongkatnya diketukkan diatas tanah berulang kali.
Siauw Ling termangu2 dibikinnya.
"Cayhe kurang tahu"
"Dalam keadaan serta situasi macam begini hanya aku
seorang diri yang bisa menolong keempat lembar jiwa kalian."
"Apa" karena tidak mengerti maksud sinenek tua itu Siauw
Ling berseru tertahan demi kami berempat apakah Loo popo
rela bantu kami melawan para enghiong hoohan dari seluruh
kolong langit?" "Hmm asalkan kau suka menyanggupi suatu permintaanku
aku akan berusaha menolong jiwa kalian berempat."
"Urusan apa" mungkinkah dapat cayhe laksanakan?"
"Sudah tentu dapat kau kerjakan."
Lama sekali Siauw Ling termenung putar otak tapi belum
juga berhasil peroleh jawaban yang mengena akhirnya ia
ulapkan tangannya. "Mati hidup cayhe bukan terhitung suatu persoalan yang
terlalu memusingkan kepala" katanya perlahan. "Tapi kedua
orang nona yang sedang menderita sakit ini telah kehabisan
daya kekuatan untuk melindungi diri sendiri jikalau mereka
turun tangan secara demikian terus menerus dan dengan
senjata rahasia mengancam keselamatan kami mungkin yang
kena bencana bukan aku melainkan kedua orang nona ini
terlebih dahulu...."
"Selama hidup aku tak pernah menaruh rasa iba hati atau
rasa kasian kepada orang lain yang kuat menindas yang lemah
hal iu adalah merupakan kejadian yang jamak."
"Maksud cayhe...."
"Aku tahu bukankah maksudmu minta aku memandang
wajah kedua nona yang terluka ini suka turun tangan secara
suka rela" potong Chee Toa Nio cepat.
Selagi Siauw Ling siap berbicara kembali nenek tua itu
berebut bicara terlebih dahulu.
"Selama hidupku aku belum pernah bekerja tanpa
menerima imbalan yang berarti lebih baik kita bicarakan soal
barter kita kali ini."
"Jikalau demikian adanya persilahkan Loo popo ajukan
syaratnya semisalnya cayhe sanggup melakukannya tentu
akan kusanggupi bila tak dapat kuterima cayhepun tidak
terlalu menyia2kan waktu Loo popo."
Sinar mata Chee Toa Nio perlahan-lahan dialihkan ke atas
wajah sang pemuda lalu ujarnya lambat2, "Sebenarnya kalau
dibicarakan permintaanku bukanlah suatu pekerjaan yang
terlalu berat asal kau merelaka diri dipinjamkan selama tiga
hari kepadaku syarat ini boleh dihitung telah terpenuhi."
"Apa" pinjam aku selama tiga hari" seorang manusia hidup
mana mungkin bisa dipinjam2kan kepada orang, belum
pernah kudengar berita selucu dan seaneh ini."
Tiba-tiba Chee Toa Nio tertawa terkekeh2.
"Heee....heee....kau jangan salah paham aku sudah lanjut
usia sekalipun masih genit dan bernapsu birahi tidak mungkin
kucari seorang bocah semuda kau untuk melampiaskan napsu
birahi tersebut." Merah padam selembar wajah Siauw Ling sehabis
mendengar ucapan itu. "Ngaco belo...."
Kembali Chee Toa Nio tertawa terkekeh2.
"Yang kumaksud dengan meminjam adalah minta kau pergi
menyaru sebagai seseorang kemudian bersama diriku
menghadiri suatu perjamuan sehabis perjamuan itu selesai
aku akan lepaskan dirimu kembali...."
"Kau suruh aku menyaru sebagai siapa?" sela sang
pemuda. Perlahan-lahan Chee Toa Nio menghela napas panjang.
"Menyaru sebagai seornag cucuku dengan usiaku yang
telah begini tua rasanya masih pantas jadi nenekmu bukan?"
"Seorang lelaki sejati tidak akan berganti she tak akan
berganti nama2 boleh aku Siauw Ling pergi menyaru sebagai
anggota keluarga Chee kalian?"
"Siapa yang dapat menyesuaikan diri dengan keadaan
dialah bila kau tidak sudi mengabulkam permintaanku aku
takut kamu berempat susah meloloskan diri dari sore hari ini
juga. Dari pada menderita kerugian besar mengapa tidak kau
terima saja permintaanku ini pikirkan tiga kali sebelum
mengambil keputusan."
"Hmm! kalau mereka benar2 tidak mau lepas tangan aku
Siauw Ling terpaksa akan unjuk gigi" seru sang pemuda
dengan sepasang mata berkilat.
"Setelah memperoleh jalan selamat apa gunanya bersikeras
mencari keonaran dan mara bahaya buat diri sendiri apalagi
aku hanya pinjam dirimu selama tiga hari setelah lewat tiga
hari kau adalah tetap bernama Siauw Ling."
Siauw Ling makin tercengang dan keheranan dengan
permintaan sinenek tua ini pikirnya dalam hati, "Sungguh aneh
sekali belum pernah kutemui berita aneh macam
begini....masih ada orang minta aku menyaru sebagai cucunya
selama tiga hari." Terdengar Chee Toa Nio melanjutkan ucapannya.
"Apalagi daya kerja racun yang mengeram dalam tubuh
kedua nona ini sudah berada diambang pintu kendati
kepandaian silatmu sangat lihay belum tentu dapat kau
lindungi keselamatan jiwa mereka. Eeeei bocah muda pikirlah
masak2 bila kau suka bekerja sama kita beberapa orang
sama2 memperoleh keuntungan kalau berpencar kedua belah
pihak akan menderita luka."
"Persoalan ganti nama aku Siauw Ling sudah pastikan diri
tak mau melakukan tapi kalau pekerjaan ini dapat
menghasilkan keuntungan kedua belah pihak mungkin bisa
kupertimbangkan lagi tapi kau harus terangkan dulu apa
alasanmu berbuat demikian setelah kupikir kembali baru
keputusan bisa diambil."
"Jika demikian urusan ini perlu dirundingkan kembali?"
"Walaupun semua jago Bulim yang ada dikolong langit
menaruh kesalah pahaman terhadap aku orang she Siauw tapi
seorang lelaki sejati lebih memikirkan kebajikan daripada
keselamatan." kata Siauw Ling dengan wajah serius. "Mereka
mendesak aku hingga menemui jalan buntu hal itu merupakan
urusan mereka sendiri pokoknya aku tak ingin melakukan
perbuatan yang merugikan orang lain Loo popo kau baik2lah
berpikir jikalau ingin membantu dirimu untuk melakukan
pekerjaan mencelakai orang lain leih baik urusan tak perlu
dirundingkan lebih lanjut."
"Penawaran setinggi langit baik kalau dibayar kontan" seru
Chee Toa Nio sambil tertawa. "Asalkan kau berniat begitu
urusanpun lebih mudah untuk diselesaikan tempat ini tidak
leluasa untuk bercakap2 bagaimana kalau kalian duduk
sejenak dalam gubuk reyotku ini."
"Baik silahkan popo membawa jalan."
Chee Toa Nio tersenyum ia putar badan dan berlalu.
Siauw Ling mengikuti dari belakang mendadak dengan
langkah lebar Kiem Lan mengejar kesisinya seraya berbisik,
"Samya kau harus berhati2 aku lihat sinenek tua ini tidak mirip
orang baik2." "Ehmmmm urusan ini memang rada kukoay kita harus
bekerja mengikuti keadaan" sahut Siauw Ling seraya
mengangguk. Chee Toa Nio termasuk orang jagoan yang memiliki
kepandaian silat sangat lihay pandangan mata serta
pendengarannya amat tajam melebihi siapapun kendati suara
pembicaraan kedua orang itu amat lirih tapi tak sepatah
katapun yang berhasil lolos dari pendengarannya.
Tapi ia pura2 belagak pilon dan percepat langkahnya
menuju kedepan. Gubuk tempat tinggal sinenek tua ini berada beberapa li
jauhnya dari tempat semula tidak selang beberapa saat orang
itupun sudah tiba ditempat tujuan.
Sikap Chee Toa Nio yang semula dingin, sombong dan
hambar kini berubah seratus delapan puluh derajat sembari
putar badan ia menyambut kedatangan tetamunya dengan
sikap hormat. Dengan langkah lebar Siauw Ling berjalan masuk ke dalam
hatinya saat ini merasa iba.
Tidak disangka olehnya satu dua jam berselang mereka
masih bergerak dengan begitu sengit ternyata kini ia disambut
oleh bekas lawannya dengan sikap hormat.
Perubahan yang terjadi boleh dibilang seratus delapan
puluh derajat dari keadaan semula.
Tampak Chee Toa Nio turun tangan menghidangkan sendiri
dua cawan air teh buat Siauw Ling serta Kiem Lan kemudian
sambil tertawa ujarnya, "Air teh Song Cu Siang Swie Teh ini
belum pernah kugunakan untuk menyambut kedatangan
tetamu tapi lain halnya dengan kali ini. Silahkan kalian berdua
mencicipi dahulu secawan air teh untuk segarkan dulu badan
yang letih setelah itu kita baru bicarakan persoalan kita."
Walaupun gubuk tersebut jelek reyot tapi cawan teko serta
air tehnya merupakan barang berharga.
Setelah bergerak selama beberapa jam melawan para jago
dunia persilatan saat ini Siauw Ling merasakan perutnya lapar
mulutnya dahaga mendengar tawaran itu ia lantas ambil
cawannya untuk diteguk. Mendadak terdengar Kiem Lan mendehem berat Siauw Ling
mengerti ia sedang memberi peringatan kepadanya jangan
minum air teh tersebut terpaksa diletakkannya kembali cawan
kumala tadi ke atas meja.
Melihat tindakan sang pemuda sambil tersenyum Chee Toa
Nio berpaling sekejap ke arah Kiem Lan lalu angkat cawan
yang berada dihadapannya dan sekali teguk menghabiskan isi
cawan tersebut. "Sam Cungcu tahukah kau mengapa aku bisa memilih
tempat sesunyi dan terpencil macam begini untuk melanjutkan
hidup?" "Cayhe tidak tahu."
"Tempat ini tiada syarat yang cukup untuk disebut
menyenangkan memiliki pemandangan yang menarik hati
siapapun tidak bakal suka memilih tempat tinggal segersang
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan sesunyi ini." "Aku rasa Loo popo memilih tempat ini tentu ada alasan2
tertentu." "Sedikitpun tidak salah karena pohon tua berusia ribuan
tahun inilah aku jadi kerasan untuk berdiam dalam gubuk
sereyot dan sejelek ini selama hampir puluhan tahun
lamanya." Agaknya ia mengerti akan dirinya salah bicara tidak
menunggu Siauw Ling bertanya buru-buru ia mengubah nada
suaranya, "Sewaktu aku berdiam ditempat ini ada seorang
bocah berusia delapan tahun hidup bersama2 diriku siapa tahu
mendadak dua tahun berselang cucuku itu lenyap tak
berbekas sebetulnya aku hendak pergi mencari dirinya tetapi
ada janji terlebih dahulu dengan seseorang dan suatu
persoalan yang belum kuselesaikan maka tertangguhlah
maksudku untuk pergi mencari dirinya."
Mendadak sepasang matanya memerah dua titik air mata
jatuh menetes membasahi pipinya.
Melihat sikap sang nenek yang begitu sedih karena
kehilangan cucunya diam2 Siauw Ling ikut merasa beriba hati
ia merasa tidak tega pikirnya, "Usia telah lanjut hidup
sebatang kara ditempat ini keadaannya memang patut
dikasihani dahulu ia tentu hidup berduaan dengan cucunya
tapi sekarang sejak cucunya hilang ia jadi sengsara
kesedihannya tentu tak terkendalikan lagi."
Ingin sekali pemuda ini menghibur sinenek tersebut dengan
beberapa patah kata tapi tak diketahui olehnya apa yang
harus ia ucapkan akhirnya dengan sedih ia ikut menghela
napas panjang. Buru-buru Chee Toa Nio mengusap kering air mata yang
membasahi wajahnya dengan paksakan diri perlihatkan wajah
gembira sambungnya lebih lanjut, "Tapi aku telah menerima
sepucuk surat dari seorang sahabat karibku yang mengundang
aku serta cucuku yang lenyap untuk menghadiri suatu
perjamuan tapi cucuku telah lenyap dua tahun lamanya
hingga kini tiada kabar berita lagi sekrang aku suruh pergi
kemanakah mencari balik dirinya?"
"Seharusnya secara terus terang kau beritahukan kepada
orang itu apa yang sebenarnya telah terjadi apa gunanya kau
minta aku untuk menyaru sebagai dirinya?"
"Watak sahabat karibku itu amat kukoay walaupun kami
sudah bersahabat hampir mendekati puluhan tahun lamanya
tapi sekali bentrok suatu pertarungan sengit tak akan
terhindar kalau aku terus terang katakan cucuku lenyap ia
pasti tak akan percaya sewaktu aku sedang murung dan kesal
karena urusan inilah mendadak teringat kembali olehku akan
diri Sam Cungcu usiamu hampir sama dengan usia cucuku
yang hilang kalau kau suka bantu diriku selama tiga hari
setelah kawanku tadi pergi kau tetap bernama Siauw Ling dan
akupun tak akan minta bantuanmu dengan sia2 belaka
dengan kerahkan segala kemampuan akan kubantu kalian
lolos dari cegatan2 jago-jago lihay."
"Sebetulnya urusan ini bukan merupakan suatu halangan
yang besar dalam kerja sama kita" kata Siauw Ling sesudah
termenung sebentar. "Yang belum cayhe pahami justru apa
sebabnya kawan karibmu ingin sekali menjumpai cucumu
tersebut?" Bibir Chee Toa Nio tampak sedikit bergerak mau
mengucapkan sesuatu tetapi segera dibatalkan kembali
mengambil kesempatan berbatuk2 ujarnya, "Dahulu kita saling
bermusuhan dan makin dendam ini makin pertebal tapi
akhirnya karena cucuku itu urusan jadi beres permusuhan
mereda disusul dengan suatu persahabatan. Kini apalagi aku
tidak membawa serta cucuku untuk menghindari perjamuan
tersebut pihaknya tentu menaruh curiga apabila cucuku ada
apa2 justru aku tidak ingin terjadi bentrokan lagi pada saat
itu." "Cayhe masih tidak paham...."
"Bagian mana yang tak kau pahami boleh kau tanyakan
kepadaku." "Berapa besar usia Loo popo ini tahun?"
"Enam puluh enam tahun."
"Loo popo sudah berusia enam puluh enam tahun umur
kawan karibmu paling sedikit tentu sudah berada setengah
abad ke atas." "Ia lebih tua beberapa tahun dariku tahun ini kawan
karibmu tersebut sudah berusia tujuh puluh tahun."
"Nah itulah dia kalian adalah manusia2 berusia enam puluh
tahunan ke atas perpisahan kalianpun sudah ada sepuluh
tahun lebih waktu itu cucumu paling tidak hanya berusia
delapan sembilan tahun bagaimana mungkin kawan karibmu
itu bisa memandang begitu penting seorang bocah yang sama
sekali tak mengerti urusan?"
"Apa sebabnya ia bersikap demikian kalau dibicarakan
kembali terlalu panjang Sam Cungcu jika kau tidak percaya
nah lihatlah sendiri surat undangan ini."
Dari dalam sakunya ia ambil keluar secarik surat undangan
lalu diangsurkan kedepan.
Siauw Ling menerima surat undangan itu dan dibaca isinya.
"Dalam sekejap mata perpisahan kita telah berlalu sepuluh
tahun setiap saat kupikirkan keadaanmu."
"Besok siang ada sebuah tandu akan datang menjemput
dirimu untuk datang berkunjung kemari harap kau suka bawa
serta cucumu." Chee Toa Nio menghela napas panjang katanya, "Isi surat
ini diluaran sepertinya lagi mengundang kedatanganku
padahal yang ia pentingkan adalah ucapan yang terakhir
setelah kupikir bolak balik akhirnya kurasa bahwa hanya Sam
Cungcu seorang yang paling sesuai untuk membantu diriku
karena itulah dengan memberanikan diri kuundang
kedatangan Sam Cungcu datang kemari guna diajak berunding
harap Sam Cungcu suka membantu diriku kali ini."
"Persoalan ini sungguh merupakan suatu persoalan yang
mengherankan cayhe harus berpikir dan menimbang dahulu
sebelum ambil keputusan" kata Siauw Ling seraya
mengembalikan surat undangan tersebut.
"Baik" Chee Toa Nio segera bangun berdiri. "Kalian
berundinglah aku mohon diri terlebih dahulu."
"Loo popo silahkan berlalu."
Setelah menerima kembali surat undangan itu Chee Toa
Nio mohon diri dan mengundurkan diri dari ruangan.
Menanti orang itu berlalu Siauw Ling baru memandang
sekejap wajah Kiem Lan. "Sudah kau dengar?"
"Sudah!" "Urusan ini sedikit rada mengherankan membuat orang
merasa ragu dan curiga tapi bila kudengar dari nada Chee Toa
Nio yang begitu memohon tidak mungkin palsu."
"Pikiran budak bagaikan terbang diawang2 saja" seru Kiem
Lan pula setelah termenung sejenak. "Dalam dunia kangouw
memang tidak sedikit jagoan lihay yang tidak melupakan
kawan2 karibnya tapi apabila dikatakan seorang kakek tua
yang berusia tujuh puluh tahun ternyata tidak melupakan
seorang bocah berusia belasan hal ini membuat orang merasa
kurang percaya...." Mendadak ia memperendah nada suaranya.
"Dibalik kesemua ini tentu ada hal2 yang kukoay maksud
budak jangan sekali2 kita sanggupi permintaannya."
Sepasang alis Siauw Ling berkerut ia bungkam dengan otak
berputar keras lama sekali baru katanya, "Aku Siauw Ling
mana boleh menyanggupi permintaan nenek tua itu untuk
ganti she ganti nama."
Mendadak horden tampak bergoyang tahu2 Chee Toa Nio
sudah muncul kembali dari ruang belakang.
"Selama hidup belum pernah kumohon bantuan orang lain"
katanya penuh kesedihan. "Tidak kusangka setelah berusia
begini tua ternyata harus mohon bantuan orang lain...."
Suaranya kedengaran begitu mengenaskan begitu
merengek dan memohon membuat hati orang merasa tak tega
apalagi wajah sinenek itupun kelihatan bertambah tua keriput
diatas wajahnya makin bertambah banyak rasanya....
Dengan langkah yang berat selangkah demi selangkah ia
berjalan menghampiri Siauw Ling ujarnya seraya
mengangsurkan tangan kanannya kemuka.
"Kalau Sam Cungcu suka membantu diriku, aku rela
menghadiahkan dua butir pil mujarab untuk memusnahkan
luka racun yang diderita kedua orang nona tersebut."
Siauw Ling menunduk memperlihatkan benda yang berada
ditelapak tangannya sedikitpun tidak salah sebuah botol
kumala kecil tampak sedang diangsurkan ke arahnya."
Dengan cepat ia menggeleng dan tertawa.
"Maksud baik Loo popo biarlah cayhe terima dalam hati
racun yang mengeram dalam tubuh kedua orang nona
tersebut merupakan pil racun penyusut tulang itu dari
perkampungan Pek Hoa San cung kecuali obat pemusnah
yang mereka buat sendiri dikolong langit tak ada obat
pemusnah lain yang manjur untuk menyembuhkan racun
tersebut." "Sam Cungcu jangan terlalu pandang enteng kedua butir pil
pemusnah racun ini jikalau hanya terkena racun keji bisa saja
aku tak bakal suka mengeluarkan obat ini untuk kalian."
Ia merandek untuk menghela napas panjang kemudian
sambungnya lebih lanjut, "Pil ini sudah kusimpan hampir
mendekati tiga puluh tahun lamanya ini merupakan barang
peninggalan Kiem Hauw si raja racun yang pernah
menggemparkan seluruh dunia persilatan enam puluh tahun
berselang setelah mengarungi seluruh penjuru dunia akupun
hanya berhasil mendapatkan dua butir saja perduli racun
sedahsyat apapun asal menelan pil ini racun tersebut seketika
akan punah sama sekali walaupun Kiem Hauw tempo dulu
tidak membuka perguruan tapi menurut apa yang kuketahui
dalam kolong langit saat ini jago-jago penggunaan racun yang
ada kebanyakan merupakan ahli warisnya semua Siauw
Thayhiap bila kau tak percaya bagaimana kalau kita coba?"
"Benda sedemikian berharganya kalau digunakan tidak
pada tempatnya bukankah amat sayang?"
"Siauw Thayhiap boleh berlega hati jikalau aku tidak
mempunyai pegangan sepuluh bagian mencapai sukses mana
berani kunasehati dirimu untuk coba obat pemusnah itu."
Teringat akan kesukaran2 yang dialaminya selama
melakukan perjalanan barusan ditambah pula teringat akan
penderitaan Giok Lan sewaktu racun tersebut itu mulai bekerja
Siauw Ling merasa jantungnya berdebar keras ia bermaksud
untuk menerima tawaran sinenek tua guna memusnakan
racun yang mengeram ditubuh mereka sehingga dapat
mengurangi beban sendiri disamping memberi bala bantuan
kepadanya. Ketika ia berpaling terlihatlah Kiem Lan dengan sepasang
mata penuh rasa memohon sedang memandang ke arahnya
jelas ia kena digerakan hatinya oleh ucapan Chee Toa Nio
barusan. Dalam sekejap mata pikirannya jadi bergolak teringat
apabila ia terima pemberian obat pemusnah tersebut untuk
memusnahkan racun yang mengeram dalam tubuh Giok Lan
serta Tong Sam Kauw ini berarti iapun harus balas jasa baik
tersebut dengan berganti nama menyaru sebagai cucu Chee
Toa Nio. Sekalipun tiga hari sangat cepat akan berlalu tapi rasa malu
ini tak akan lenyap sepanjang masa.
Ketika ia sedang kebingungan mendadak terbayang
kembali keadaan Giok Lan dan Tong Sam Kauw sewaktu
menahan penderitaan mengerutnya tulang, hatinya mulai
goyah. Terdengar Chee Toa Nio berkata kembali, "Siauw Thayhiap
kau boleh mencoba kemujarapan pil pemusnah tersebut
apabila obat tadi tidak berhsil memusnahkan racun yang
mengeram dalam tubuh kedua nona itu aku rela sepanjang
masa berbakti sebagai budakmu dan menjalankan semua
perintah yang kau berikan."
"Loo popo terlalu merendah."
Ia segera terima botol tersebut tapi dengan cepat
diletakkan kembali. "Kenapa?" seru Chee Toa Nio dengan air muka berubah
hebat. "Apakah Siauw Cungcu curiga aku sedang gunakan
siasat?" "Aku sih tidak pernah punya pikiran demikian hanya ada
beberapa patah kata hendak kuterangkan terlebih dahulu."
"Silahkan!" "Apabila obat pemusnah dari Loo popo ternyata mujarab
dan berhasil memusnahkan racun mereka cayhepun tidak
akan banyak bicara segera mengikuti popo untuk menghadiri
perjamuan yang diadakan kawan karibmu itu."
"Walaupun namanya tersohor diseluruh kolong langit
semua orang menaruh rasa jeri kepadanya tapi ia tak akan
mencelakai dirimu soal ini kau boleh berlega hati."
"Setelah cayhe menyanggupi untuk pergi sekalipun naik
kegunung menerobosi hutan pedang tak akan kutolak kembali
hanya cayhe harus terangkan dulu aku boleh ikut popo
menghadiri perjamuan tersebut tapi namaku tak akan
kuganti." "Asal kau suka ikut menghadiri perjamuan itu dalam
pandangan sudah tentu akan menganggap kau sebagai
angkatan muda keluarga Chee kami."
"Perduli bagaimanakah pendapatnya aku tak dapat
mengaku secara terus terang dengan mulutku sendiri."
"Baik" akhirnya Chee Toa Nio mengangguk menyetujui
permintaan itu. "Sampai waktunya kau harus mendengar
semua perkataanku sehingga jangan sampai rahasia
konangan." "Baik." Diambilnya botol kumala berisi obat pemusnah itu
membuka tutupnya dan mengeluarkan dua butir pil warna
putih sebesar kacang kedelai kemudian seraya berpaling
memandang sekejap wajah Chee Toa Nio katanya, "Loo popo
harap kau perhatikan dengan cermat apakah pil ini tidak salah
lagi?" "Asal obat ini mengakibatkan celaka bagi kedua orang nona
ini aku rela menggunakan selembar jiwaku untuk ditukar
dengan kedua lembar jiwa mereka."
Air muka Siauw Ling berubah serius secara berpisah ia
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
masukkan kedua pil tadi ke dalam mulut Giok Lan serta Tong
Sam Kauw. Bersamaan dengan gerakan pemuda tersebut sepasang
telapak Kiem Lan berbareng menotok bebas jalan darah Giok
Lan yang tertotok. Terdengar Giok Lan menjerit keras badannya roboh ke atas
tanah dan sakit yang hebat.
Kiranya sejak racun dalam badannya mulai bekerja sebelum
waktunya selama ini racun tersebut selalu kambuh dan tak
pernah berhenti. Tapi berhubung jalan darahnya tertotok sehingga ia
jatuhkan tidak sadarkan diri sekalipun sakitnya luar biasa tak
sepatah katapun bisa dijerit keluar.
Lain halnya setelah jalan darah itu dibebaskan rasa saking
mengerutnya tulang mulai terasa dan tak kuasa lagi ia
menjerit seperti babi disembelih.
Melihat keadaan dari gadis itu air muka Siauw Ling berubah
hebat seraya melirik sekejap wajah Chee Toa Nio.
"Loo popo aku harap mulai sekarang hawa singkangmu
disalurkan mengelilingi seluruh badan karena selamanya cayhe
tak ingin turun tangan secara membokong apabila kedua
orang nona ini salah menelan obat sehingga mencelakai
jiwanya cayhe dengan sekuat tenaga akan berusaha
membinasakan dirimu sebagai pembalasan dendam atas
kematian mereka." Chee Toa Nio membungkam agaknya dia tidak mendengar
ucapan dari Siauw Ling ini.
"Sungguh aneh sekali....sungguh aneh...." terdengar ia
bergumam seorang diri. "Selamanya obat ini amat mujarab
kenapa nona ini kelihatan begitu tersiksa?"
Sudah berapa tahun lamanya Kiem Lan hidup
berdampingan bagaikan kakak beradik dengan Giok Lan
sekarang melihat penderitaan Giok Lan yang begitu
mengenaskan tak kuasa lagi air mata bercucuran membasahi
bajunya. Mendadak terpengar Tong Sam Kauw berseru tertahan
badan yang semula duduk bersila kini roboh ke atas tanah
wajah yang semula putih bersih bagaikan salju kini dilapisi
dengan segulung hawa hitam dari mulut tiada hentinya
muntahkan darah bercampur air hitam.
Siauw Ling mulau menegang hawa sinkang disalurkan ke
dalam lengan kanan lalu perlahan-lahan diangkat siap
mengirim sebuah serangan mematikan.
"Loo popo berhati2lah" serunya memperingatkan.
Selagi ia suap melancarkan serangan mendadak terdengar
Chee Toa Nio menghela napas panjang.
"Sungguh dahsyat racun yang mengeram dalam tubuh
gadis2 ini...." Tiba-tiba badannya berkelebat kesisi Tong Sam Kauw lalu
membimbing bangun dirinya.
Melihat perubahan yang terjadi didepan mata Siauw Ling
turunkan kembali telapak tangannya.
Ketika ia berpaling kembali tampak olehnya Giok Lan tidak
menjerit2 sembari bergelindingan lagi air mukanya seperti
halnya dengan Tong Sam Kauw dilapisi segulung hawa hitam.
Air hitam yang kental tiada hentinya muncrat keluar dari
mulut sedang napas mulai jadi teratur kembali.
Kiem Lan buru-buru berjongkok membangunkan badan
Giok Lan yang masih gemetar keras tangan kanannya
dihantamkan ke atas punggung Giok Lan.
Perubahan ini mengakibatkan baik atau buruk belum dapat
diterka Siauw Ling pada saat seperti ini terpaksa ia duduk
menanti perubahan selanjutnya.
Mendadak segulung bau busuk yang aneh dan saking
menusuk hidung menyebar memenuhi angkasa bau itu hebat
sekali membuat dada terasa mual mau muntah.
Siauw Ling segera mengerutkan alisnya.
"Apa yang telah terjadi?"
"Aaaaii sudah baik sudah baik" tiba-tiba Chee Toa Nio
menghembuskan napas panjang ia memandang sekejap wajah
Siauw Ling lalu tambahnya, "Setelah mereka muntah dan
berak2 menandakan bahwa obat pemusnah itu sangat manjur
silahkan keluar ruangan untuk sementara karena aku hendak
gantikan pakaian yang ia kenakan."
Siauw Ling mengerti bahwa kepandaian silat yang ia miliki
sangat lihay jikalau sampai bergebrak Kiem Lan bukan
tandingannya bila ia mengundurkan diri keluar ruangan dan ia
turun tangan pada waktu itu.
Sekalipun hatinya ragu2 dan curiga terpaksa ia keluar juga
dengan hati berat. Kurang lebih sepertanak nasi kemudian dari dalam ruangan
terdengar kembali suara Chee Toa Nio berseru, "Sam Cungcu
silahkan masuk." Menanti Siauw Ling masuk kembali ke dalam ruangan
pemandangan disana telah berubah seratus delapan puluh
derajat tampak Tong Sang Kauw serta Giok Lan duduk
berjajar diatas tanah sepasang mata mereka terpejam rapat
hawa murni disalurkan mengelilingi seluruh badan sedangkan
hawa hitam yang meliputi wajahnya sudah jauh berkurang.
"Beruntung aku berhasil menolong jiwa mereka berdua
sekarang kedua orang nona tersebut telah lolos dari mara
bahaya hanya entah bagaimana dengan kesanggupan Sam
Cungcu terhadap permintaanku tadi?" kata Chee Toa Nio
sambil tertawa. "Perkataan seorang lelaki sejati selamanya tak pernah
diubah setelah aku Siauw Ling menyanggupi permintaanmu
apakah sekarang aku bisa berubah pendapat lagi?"
Mendadak Tong Sam Kauw membuka sepasang matanya
yang sayu tak bercahaya. "Siauw heng terima kasih atas pertolonganmu" katanya
sembari coba meronta bangun.
"Jangan bergerak....jangan bergerak...." teriak Chee Toa
Nio sangat terperanjat melihat gadis itu coba meronta bangun.
"Racun yang mengeram dala tubuh nona belum habis tersapu
keluar semua dari badan kesehatanmu pulih dan kekuatan
masih lemah cepat dengarkan nasehatku untuk tetap duduk
tenang sambil salurkan tenaga murni mengelilingi badan."
Wakti itu Tong Sam Kauw telah meronta bangun tapi kena
ditangkap sepasang tangan Chee Toa Nio dan dipaksa duduk
kembali ketempat semula. Perlahan-lahan Siauw Ling menghela napas panjang.
"Nona bedua bisa memperoleh bantuan dari Thian sehingga
racun yang mengeram dalam tubuh dapat lenyap dengan
demikian cayhepun bisa mengurangi kemurungan hatiku lagi."
"Hal ini mana bisa menyalahkan diri Samya" sambung Giok
Lan dengan lemah. "Lebih baik kalian berdua jangan terlalu banyak bicara"
potong Chee Toa Nio dengan cepat. "Dalam empat jam
kemudian sisa racun akan bersih dengan sendirinya ketika itu
kendati ada selaksa patah kata hendak diutarakan boleh kalian
ucapkan sepuas hati...."
"Perkataan Loo popo ini sedikitpun tidak salah" ujar Siauw
Ling pula sembari tertawa hambar. "Sisa racun yang
mengeram dalam tubuh kalian masih belum lenyap sekalipun
telah menelan pil mujarab hadiahnya kamu semua harus atur
pernapasan." "Menurut pendapatku" tiba-tiba Chee Toa Nio
mengusulkan. "Lebih baik untuk sementara waktu Sam
Cungcu menyingkir dahulu dengan demikian mungkin bisa
dihindari dari banyak percakapan yang tak berguna."
Siauw Ling menurut ia putar badan berjalan keluar dari
gubuk menuju kesisi pohon tua berusia ribuan tahun itu.
Dari sana ia pandang pemandangan ditempat kejauhan
teringat sepasang orang tuanya yang telah lama ditinggalkan
hati terasa amat sedih dan susah ditahan.
"Entah bagaimana dengan ayah serta ibu saat ini sejak
beberapa tahun berselang ia tinggalkan rumah tanpa pamit
dan hingga kini tiada kabar berita tentang dirinya entah
berapa banyak air mata yang sudah mereka cucurkan?"
Saking sedihnya tak terasa air mata mengucur keluar
membasahi pipinya pandangan jadi buram.
Mendadak terdengar suara kibasan sayap burung
berkumandang datang dan seekor burung merpati berwarna
putih melayang turun dari atas dahan pohon yang rindang
setelah terbang satu kalangan kemudian meluncur ke arah
rumah gubuk tersebut. Melihat hal itu Siauw Ling merasa hatinya sedikit bergerak
pikirnya, "Chee Toa Nio mengasingkan disini ia jarang
berhubungan dengan para jago Bulim lalu dari mana
datangnya burung pos ini?"
Selagi dia merasa curiga Chee Toa Nio dengan langkah
ringan telah muncul diambang pintu tangannya membawa
secarik kertas putih wajahnya serius penuh ketegangan.
Burung pos berwarna putih yang kelihatan terbang
mengitari rumah gubuk tadi kini berada diatas pundak kirinya.
"Agaknya apa yang dikatakan tidak pernah mengadakan
hubungan dengan kawan2 Bulim hanya merupakan ucapan
kosong belaka." Selagi ia berpikir Chee Toa Nio telah tiba disisinya sembari
menyerahkan surat yang ada ditangannya kepada Siauw Ling.
Pemuda kita segera menerimanya dan membaca isi surat
tersebut. "Loocianpwee sudah lama mengasingkan diri dari
keramaian Bulim kenapa karena orang lain rela mengikat
permusuhan dengan kawan2 dunia persilatan setelah
membaca surat ini kami harap pemberian muka kepada kami
agar suka mengusir Siauw Ling sekalian berempat dari rumah
Loocianpwee." "Sebelum sang surya lenyap disebelah barat kami harap
permintaan itu sudah dilaksanakan bila membangkang
walaupun boanpwee ada maksud membelai loocianpweepun
tidak mampu berbuat banyak."
Surat itu singkat sekali dan dibawahnya tercantum sebuah
tulisan Hwie atau artinya terbang.
Sehabis membaca surat itu Siauw Ling mendongak
menghela napas panjang. "Kesalah pahaman kawan2 Bulim dikolong langit terhadap
diriku ternyata sudah sedalam ini kelihatannya urusan bisa
dibikin selesai dengan andalkan ucapan belaka."
Sinar matanya dialihkan ke arah Chee Toa Nio lalu
tambahnya, "Bagaimana menurut pandangan Loo popo?"
"Kalau aku tak bermaksud melindungi kalian, apa gunanya
kuhadiahkan kedua butir pil mujarap tersebut buat nona
berdua?" "Loo popo berbuat demikian hanya karena ingin pinjam
cayhe menyaru sebagai cucumu selama tiga hari nilai yang
harus kau bayar tak terlalu besar."
"Urusan telah jadi begini akupun tak ingin berpikir lebih
banyak, sekalipun harus mengikat permusuhan dengan para
jago Bulim yang ada dikolong langitpun merupakan hal yang
apa boleh buat." "Kita tidak saling mengenal, pemberian obat mujarab cukup
membuat cayhe sekalian merasa sangat berterima kasih
menurut pendapat cayhe lebih baik Loo popo jangan ikut
campur dalam air keruh kali ini, biarlah cayhe hadapi serangan
mereka seorang diri. Bila beruntung aku tidak mati besok
siang akan kutemani diri Loo popo untuk menghadiri
perjamuan yang diadakan kawan karibmu itu."
"Kalau tidak beruntung kau mati dalam pertarungan
tersebut?" "Ketika itu cayhepun sudah mati, sudah tentu tak dapat
kupenuhi janjiku itu" sahut Siauw Ling setelah tertegun
sejenak. "Justru karena itulah aku tidak mengharapkan kau mati
dalam pertarungan yang bakal terjadi sekalipun dikolong langit
dapat kucari kembali orang yang suka menyaru sebagai
cucuku tapi dalam waktu singkat kau diharuskan aku pergi
kemana untuk menemukan kembali" demi perjamuan yang
akan diadakan besok pagi mau tidak mau aku harus berusaha
sekuat tenaga untuk melindungi keselatan."
"Tentang hal ini aku lihat tidak usah" seru Siauw Ling
cepat. Chee Toa Nio berdiam diri tiba-tiba dia robek kertas tadi
jadi dua bagian sebagian tetap dipegang sedang bagian yang
lain dimasukkan ke dalam tabung tembaga yang terikat
dibawah sayap burung merpati tersebut kemudian lepaskan
burung tadi keangkasa. Dengan sebat burung merpati tadi terbang keawang2
dalam sekejap mata telah lenyap dari pandangan.
Menanti burung merpati tadi lenyap dari pandangan Siauw
Ling berpaling dan bertanya kepada diri Chee Toa Nio dengan
suara lirih. "Popo siapakah menulis surat barusan" agaknya ia sangat
kenal dengan Loo popo."
"Hal ini sudah tentu selamanya aku tidak suka bersurat2an
dengan seorang manusia tanpa nama."
Melihat nenek itu tak ingin mengutarakan asal usul dan
kedudukan orang itu Siauw Lingpun tak bertanya lebih jauh ia
mendongak memeriksa keadaan cuaca lalu katanya lagi, "Satu
jam lagi sang surya aka lenyap diufuk barat saat2 inilah
merupakan waktu yang paling tepat bagi pihak lawan untuk
melakukan serangan Loo popo apakah kau mempunyai
persiapan untuk mengatasi persoalan ini?"
Chee Toa Nio termenung beberapa waktu ia berpikir
sebelum menjawab. "Saat ini hanya ada dua jalan saja untuk mengatasi hal
tersebut pertama jauh2 menyingkir agar mereka menubruk
tempat kosong...." "Waaah....waaah....cara ini tidak cocok" tukas sang pemuda
dengan cepat. "Menurut dugaanku kalau tidak salah semua
gerak gerik kita saat ini sudah berada dalam pengawasan
mereka." "Kalau begitu kita harus lakukan dengan cara kedua yaitu
bertarung mati2an melawan mereka tapi untuk mengambil
jalan yang kedua ini kita perlu mengadakan persiapan2
sehingga kalau maju bisa menyerang dan kalau mundur bisa
bertahan." "Mau bergebrak atau bertahan bagi cayhe itu urusan
enteng tapi justru yang cayhe kuatirkan apakah sebelum sang
surya lenyap disebelah barat luka racun yang diderita nona
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tong Sam Kauw serta Giok Lan berdua bisa sembuh...."
"Sekalipun racun yang mengeram dalam tubuh mereka bisa
diatasi" sela Chee Toa Nio. "Tapi kekuatan tubuh mereka
belum pulih dalam dua belas jam mendatang mereka masih
tidak berkekuatan untuk menghadapi serangan musuh."
"Aaaai jika kita tinjau dari nada ucapan dalam surat
tersebut musuh yang hendak menyerang nanti berjumlah
tidak sedikit sedang pihak kita hanya tiga orang disamping
harus bertahan masih pula harus memecah perhatian guna
melindungi keselamatan kedua orang nona yang belum
sembuh dari lukanya bila cara kita bertahan tidak sempurna
aku takut kegagalan yang kita temui berakibatkan lebih
fatal...." "Memang hal itu perlu dikuatirkan tapi cukup kita berusaha
untuk mempertahankan diri hingga besok siang bala bantuan
segera akan tiba disini."
"Maksud bala bantuan dari sahabat karibmu?"
"Tidak salah sekalipun ia turun tangan bukan karena aku
demi keselamatanmu ia pasti memberi bantuannya."
"Tapi kami tidak saling mengenal" seru Siauw Ling
bimbang. "Benar kau sebagai Siauw Ling tentu tidak kenal dengan dia
tapi ia tak akan memandang kau sebagai manusia she Siauw
ia akan menolong dirimu sebagai cucuku."
Mendadak suara terompet yang serak dari tempat kejauhan
suara itu mengalun memenuhi angkasa mendatangkan yang
tidak sedap dalam hati. "Bagus sekali" teriaknya. "Sebelum kita merundingkan
siasat untuk menghadapi mereka pihak mereka sudah mulai
bergerak." "Benar" seru Siauw Ling menyambung setelah melihat
keadaan cuaca. "Batas2 waktu yang ditentukan masih panjang
mengapa dia sudah mulai menyerang lebih pagian?"
"Aku rasa mereka mulai gusar karena melihat aku
merobek2 surat yang mereka kirimkan sehingga serangan
dipercepat." "Jikalau demikian adanya kita harus buru-buru menyusun
rencana dalam menghadapi mereka. Menurut pendapat cayhe
ada baiknya Loo popo bertanggung jawab atas keselamatan
nona Tong berdua biar cayhe seorang yang menyambut
kedatangan mereka." "Sudah, sudah cukup tak usah kau teruskan lagi
ucapannmu itu caramu ini tak bisa jalan" potong Chee Toa Nio
tidak menunggu pemuda tersebut menyelesaikan
kata2nya."Jumlah mereka sangat banyak mana mungkin kau
bisa menghadapi serangan mereka dengan tenaga seorang"
pepatah mengatakan mau pukul ular hajar dulu kepalanya
mau tangkap bajingan tawan dulu pemimpinnya kita harus
berusaha menangkap dulu sang pemimpin yang pegang
kekuasaan tertinggi dalam gerakan kali ini."
Ia merandek sejenak lalu sambungnya lagi, "Eeeeei
bagaimana dengan kepandaian silat sibocah perempuan yang
tidak keracunan itu?"
"Seharusnya boleh dihitung jago kelas dua."
"Senjata rahasia keluarga Tong dari Su Tzuan sudah
tersohor dalam Bulim sejak ratusan tahun berselang" ujar
Chee Toa Nio sesudah termenung sebentar. "Kalau Tong Sam
Kauw tidak terluka ia merupakan orang pembantu yang paling
baik kini kita terpaksa harus mengandalkan kekuatan kita
bertiga sama2 bertempur dengan membentuk sebuah barisan
segitiga dengan pertahanan ini kita kangan memberi
kesempatan kepada mereka untuk menerjang dekat rumah
gubuk ini." "Tak bisa jadi!" tukas Siauw Ling tak setuju. "Sekalipun
dengan turun tangan berbareng kekuatan kita makin
bertambah dalam menghadapi segala perubahan tapi
penjagaan terhadap keselamatan kedua orang nona yang
masih lemah itu bukankah sangat kendor."
"Justru karena soal inilah aku merasa serba susah kekuatan
kita bertiga masih bisa bertahan satu hari satu malam dari
serbuan mereka ke dalam rumah gubuk itu, aku bisa saja
membawa mereka berdua bersembunyi diruang bawah tanah.
Tapi yang kutakuti adalah kekuatan musuh terlalu besar
hingga kita sendiripun tidak kuat bertahan dan harus
mengundurkan diri pinjam cuaca gelap ditengah malam. Kalau
sampai begitu kita tak bisa menjaga keselamatan kedua orang
nona yang berada di dalam ruang bawah tanah itu lagi."
"Bagaimana dengan ruangan rahasiamu itu cukup kuat
untuk bertahan dari serbuan mereka."
"Kuat sih kuat orang yang tidak mengerti cara membuka
pintu rahasia itu jangan harap bisa menerjang ke dalam justru
satu2nya kekurangan adalah ruangan rahasia itu tidak punya
jalan rahasia lain yang menghubungkan tempat itu dengan
tempat lain." "Menurut pendapat cayhe lebih baik kita hantar kedua
orang nona ini bersembunyi di dalam ruangan rahasia dengan
demikian pikiran kita tak usah dikacaukan dengan rasa kuatir
atas keselamatan mereka lagi kita dapat pusatkan semua
perhatian untuk menghadapi pihak lawan yang datang
menyerang." "Kalau demikian adanya bukankah kita harus
mempertahankan gubuk ini mati2an?" kata Chee Toa Nio
seraua berpaling dan memandang sekejap gubuknya.
"Menurut pandangan cayhe hanya jalan ini yang paling
sesuai." Akhirnya Chee Toa Nio mengambil keputusan dalam
hatinya ia mengangguk. "Baiklah kita berbuat begini saja dan kedua nona itu akan
kuhantar dulu ke dalam ruangan rahasia."
Kurang lebih seperminum teh Chee Toa Nio muncul kembali
bersama2 Kiem Lan. Nenek tua itu memandang sejenak keadaan ditempat
kejauhan lalu memandang pula pohon tua yang berdaun
rimbun ujarnya lirih, "Aaaai....semoga saja pohon tua yang
telah berusia seribu tahun ini bisa lewati peristiwa ini dalam
keadaan utuh." Tiba-tiba Kiem Lan bergeser kesisi Siauw Ling lalu berbisik
lirih, "Kamar rahasia dari Tjhe Loocianpwee itu sangat kuat
dan aman sekali sekalipun mereka lepaskan api membakar
gubuk inipun tidak akan membahayakan keselamatan nona
Tong serta enci Giok Lan."
Siauw Ling menghembuskan napas panjang sehabis
mendengar perkataan dari gadis tersebut.
"Oooo justru yang paling kukuatirkan adalah mereka
lepaskan api membakar gubuk ini tapi kalau memang
demikian kenyataannya hatikupun bisa lega."
"Samya dimana bisa mengampuni orang ampunilah mereka
tindakanmu jangan terlalu telengas."
"Soal itu susah dikatakan aku akan lihat dulu bagaimana
tindakan mereka terhadap kita."
"Samya kau sudah banyak bersabar dan kinipun Tjoe Koen
San serta Poh Thian San telah menyanggupi untuk jelaskan
duduknya persoalan Samya kepada jago-jago kalangan Bulim
aku rasa tidak lama kemudian peristiwa ini bisa dibikin terang
Samya kalau kau tak bisa menahan sabar lagi dan turun
tangan melukai orang bukankah jasa2 baik mereka akan
hancur berantakan?" "Aaaai! perkataanmu sedikitpun tidak salah...." Siauw Ling
mengangguk dan hela napas panjang.
Kiem Lan tertawa mesem sambungnya, "Racun keji yang
bersarang ditubuh nona Tong serta enci Giok Lan menurut
keadaan sebetulnya kecuali Djen Toa Cungcu dikolong langit
tak ada orang yang bisa menolongnya lagi tapi justru mereka
sudah berjumpa dengan Chee Loocianpwee dan berkata
pemberian obat mujarabnya jiwa nona Tong serta enci Giok
Lan bisa ditolong dari lembah maut ini membuktikan apalagi
pepatah yang mengatakan orang budiman selalu mendapat
berkah dari Thian bukan kosong belaka dan hal ini makin
mempertebal maksud budak untuk banyak berbuat amal."
Sreet! tiba-tiba sebatang anak panah bersuara meluncur
datang menembusi angkasa.
Melihat datangnya anak panah bersuara itu Chee Toa Nio
tertawa dingin tongkatnya segera digetarkan membabat jatuh
datangnya serangan tersebut ujarnya, "Mereka sudah bersiap
melakukan serbuannya coba kau lihat ada baiknya aku bantu
kalian melawan mereka...."
"Lebih baik Loo popo berdiri diluar kalangan" tukas Siauw
Ling sebelum nenek itu menyelesaikan kata2nya.
Mendadak Chee Toa Nio gusar.
"Omong kosong bila aku tidak ingin membantu kalian
sekalipun kamu berlutut mohon dan merengek2pun tak
berguna tapi sekali aku tidak sekali aku sudah menyanggupi
sekalipun kamu tidak setujupun tak bisa menahan niatku ini."
"Baik, baiklah! loocianpwee jangan marah2 dulu" buru-buru
Kiem Lan berseru sambil tersenyum manis. "Jikalau Chee
Loocianpwee ada niat membantu kita sekuat tenaga sudah
tentu akan kami sambut bantuan loocianpwee ini dengan
senang hati silahkan kau orang tua segera ambil pucuk
pimpinan dan mulai atur siasat."
"Musuh yang datang menyerang berjumlah sangat banyak"
kata Chee Toa Nio tidak sungkan2 lagi. "Dan pihak kita hanya
tiga orang belaka hal ini sangat tidak menguntungkan kita
kalau bergebrak saling berhadapan menurut pendapatku lebih
baik kita masing-masing mempertahankan satu bagian tempat
kedudukan dan bergebrak dengan saling bantu membantu."
Sinar matanya dia alihkan ke arah Kiem Lan lalu
sambungnya, "Nona dapatkah kau menggunakan senjata
rahasia." "Bisa sih bisa hanya kurang sempurna."
"Bagus sekali silahkan nona bertahan di dalam rumah
gubuk itu sedang aku serta Siauw Cungcu akan menahan
serangan musuh dikedua samping gubuk ini kita batasi
sekeliling gubuk sebagai tempat pertahanan jangan kasih
kesempatan kepada mereka untuk mendesak terlalu dekat!"
"Baik akan cayhe ikuti petunjuk dari Loo popo." Siauw Ling
pun akhirnya mengangguk. Sejak Lam Ih Kong memberi wanti2 kepadanya untuk tidak
menyebut semua jago Bulim yang ada dikolong langit dengan
sebutan Loocianpwee tidak terkecuali pula dengan Chee Toa
Nio kali ini ia hanya menyebutnya sebagai Loo popo.
ooooo0ooooo "Loocianpwee!" kata Kiem Lan lirih. "Budak ada beberapa
patak ucapan, entah dapatkah kuutarakan?"
"Kalau ada pertanyaan katakan saja secara blak2an."
"Antara kira dengan para jago Bulim yang melakukan
penyerangan tiada ikatan dendam ataupun sakit hati, rasanya
tidak perlu buat kita untuk turun tangan keji terhadap mereka
menurut pendapat budak kalau tidak terpaksa lebih baik
jangan kita lukai orang."
"Mereka datang menyerang dengan hati berlapis2 sikap
mereka tidak lebih mirip bajingan2 tengik ini menandakan
kalau mereka semua tidak pandang sebelah matapun
terhadap aku sinenek tua kalau tidak kuberi sedikit pelajaran
kepada mereka dikemudian hari aku sinenek tua mana punya
muka untuk tancapkan kaki kembali di dalam dunia
persilatan." Kembali Kiem Lan akan menasehati nenek itu dengan
beberapa patah kata atau pada saat itu pula terdengar suara
desiran tajam berkumandang datang sebatang anak panah
dengan kecepatan laksana kilat kembali meluncur datang.
Kali ini Chee Toa Nio tidak menggerakkan tongkatnya untuk
menyampok jatuh datangnya anak panah tersebut ia hanya
menggetar miring datangnya anak panah tadi sehingga
berganti arah dan menancap diatas pohon tua disisinya.
Sungguh hebat datangnya serangan barusan ternyata
ujung anak panah terbenam sedalam enam tujuh coen diatas
pohon tersebut bahkan ekor anak panah tadi bergetar tiada
hentinya. Melihat kelihayan anak panah tersebut Siauw Ling merasa
amat terperanjat. "Datangnya serangan anak panah barusan sangat ganas
dan hebat ini menandakan tenaga kweekang yang dimiliki
pihak lawan sangat mengejutkan hati" serunya terasa.
Air muka Chee Toa Nio pun ikut berubah hebat setelah
melihat kehebatan serangan anak panah tersebut.
"Oooouw bagus, bagus sekali tidak kusangka diapun ikut
hadir dalam serbuan ini" katanya dingin.
"Siapa?" "Sin Cian Kan Koen atau panah sakti penyapu jagad Tong
Yen Khie." "Ia bisa menggunakan gendewa keras yang berkekuatan
begitu besar kepandaian silatnya pasti tidak lemah" seru
Siauw Ling. "Orang ini memiliki tenaga dalam yang maha sakti ia bisa
merentangkan gendewa seberat seribu kali senjata yang
digunakanpun mempunyai bobot mati yang mengerikan."
"Oooo begitu" senjata apa yang ia gunakan?"
"Sebuah senjata palu berantai perak yang panjangnya ada
satu tombak lebih dua depa."
Nenek tua ini merandek sejenak untuk tukar napas lalu
sambungnya lebih lanjut, "Kau harus bersikap sangat hati2
waktu berjumpa dengan dirinya janganlah menyampok
datangnya serangan anak panah dengan gunakan senjatamu
jangan terima serangan keras lawan keras dengan senjata
tajamnya." "Terima kasih atas petunjukmu."
"Samya kau harus berhati2" seru Kiem Lan pula dengan
suara berat. Sembari berseru gadis ini meloncat masuk ke
dalam gubuk untuk menempati pos penjagaan.
Sepeninggalnya gadis Kiem Lan pemuda she Siauw ini
berpaling ke arah Chee Toa Nio sembari berkata, "Loo popo
bagaimana kalau kita bersembunyi dahulu diatas pohon tua ini
disamping menyelidiki gerakan mereka?"
Tidak menunggu jawaban lagi ia mengempos napas dengan
gerakan lurus melayang naik setinggi satu tombak tangan kiri
menyambar batang pohon kemudian sekali ayun
menyembunyikan badannya dibalik ranting serta dedaun yang
lebat. "Oooouw....sungguh indah ilmu meringankan tubuhnya"
puji Chee Toa Nio lirih.
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Iapun menutulkan tongkatnya ketanah sedang sang badan
melayang keangkasa ikut bersembunyi dibalik dedaunan yang
lebat. Tidak lama kedua orang itu menyembunyikan diri dua
sosok bayangan manusia dengan cepatnya telah muncul
didepan mata. Meminjam lubang2 diantara dedaunan Siauw Ling
mengintip kebawah tertampak olehnya orang itu berusia
kurang lebih tiga puluh tahunan badannya terbungkus oleh
pakaian singsat dengan ditangan mencekal sebilah golok
tunggal. Agaknya kedua orang itu menaruh rasa jeri terhadap
kelihayan Chee Toa Nio sewaktu tiba kurang lebih empat lima
tombak didepan rumah gubuk tersebut mereka berhenti.
"Loo popo siapakah kedua orang ini?" bisik
Siauw Ling dengan ilmu menyampaikan suaranya.
"Tidak lebih dua orang prajurit tak bernama yang
ditugaskan menyelidiki keadaan sini."
"Perlu kita tangkap dulu kedua orang ini dan dikasih sedikit
hajaran...." "Apa bangganya menangkap prajurit2 tak bernama"
biarkan saja mereka disana."
"Ketika itu ada kembali empat sosok bayangan manusia
melayang datang kedepan rumah gubuk itu."
"Orang yang berada dipaling depan adalah seorang lelaki
berjubah biru langit dengan perawakan yang tinggi kekar
mata cemerlang hidung mancung dan mencekal sebuah kipas
ditangan." "Dibelakang orang itu mengikuti tiga orang lelaki kekar
yang masing-masing mencekal sebuah senjata toya terbuat
dari perak kecuali orang yang ada disebelah kiri disamping
membawa toya dipunggungnya tersoren pula sebilah pedang
panjang...." "Kenal kau dengan orang2 ini?" bisik Chee Toa Nio lirih.
"Tidak kenal mungkin Loo popo kenal dengan mereka."
"Orang ini adalah salah seorang pendekar muda yang
berwatak aneh dan menggetarkan seluruh dunia persilatan
walaupun ia baru lima tahun terjunkan diri ke dalam dunia
kangouw tapi semua jago Bulim yang ada di Ih Ouw Siang dan
Kan empat keresidenan besar berhasil dikuasainya kini ia
diangkat sebagai Cong Piauw Pacu dari keempat keresidenan
tersebut" ujarnya Chee Toa Nio kasih keterangan.
Ia merandek sebentar untuk melirik sekejap ke arah Siauw
Ling lalu sambungnya lebih jauh, "Sebetulnya sudah banyak
tahun aku tidak mencampuri urusan dunia kangouw lagi
terhadap bakat2 muda yang muncul dalam Bulim serta
peristiwa2 yang terjadi dewasa ini tidak mau tahu tapi orang
ini setelah berhasil menduduki kursi Cong Piauw Pacu dari
empat keresidenan beberapa kali pernah datang
menyambangi diriku bahkan minta aku muncul kembali
kedunia persilatan guna membantu dirinya."
"Disamping kesemuanya ini ia bercerita pula akan kacaunya
Bulim saat ini dia berkata bahwa lima tahun kemudian dalam
Bulim tentu akan terjadi suatu peristiwa penjagalan manusia
yang belum pernah dijumpai selama ini menurut dia ia
munculkan diri dalam Bulimpun karena ingin menolong
bencana ini...." "Hmm perkataan orang ini sangat menarik hati dan aku
hampir2 saja aku tertarik oleh ucapannya sejak itu hari di
dalam setengah tahun ia sudah datang sebanyak tiga kali dan
tiga kali pula kena kutolak. Tidak sangkanya untuk keempat
kalinya ia datang kemari pula aku terdesak dan akhirnya tutup
pintu tidak menjumpai dirinya."
"Ketika itu akupun bersembunyi diatas pohon sambil secara
diam2 mengawasi gerak geriknya ternyata selama empat jam
dengan sabar ditunggunya kemunculanku didepan pintu
kesabaran yang ia miliki benar2 melebihi orang lain...."
Kembali nenek tua itu merandek untuk periksa keadaan
disekitar pohon setelah itu tambahnya lebih lanjut, "Hitung2
imamku cukup kuat bertahan selama tiga empat jam diatas
pohon ini. Mungkin ia menyadari juga akan keteguhan hatiku
sehingga matikan niatnya untuk mengundang aku muncul
kembali dalam dunia persilatan."
Siauw Ling yang setengah harian lamanya mendengarkan
cerita nenek ini tapi belum juga mengetahui nama si orang
yang diceritakan kini tak bisa menahan sabar lagi.
"Loo popo tahukah kau siapa nama orang ini?" tanyanya.
"Sudah tentu aku tahu. Dia bernama Be Boen Hwie...."
Tiba-tiba terdengar suara bentakan nyaring berkumandang
datang memutuskan ucapan sinenek itu.
"Loocianpwee adalah seorang jago yang bernama baik
dalam dunia persilatan apa gunanya kau orang tua melindungi
seorang bajungan tengik yang banyak melakukan kejahatan
dan sepasang tangannya berpelepotan darah sehingga
bentrok dengan jago-jago Bulim dari kolong langit."
Terdengar orang itu merandek sejenak lalu menyambung
kembali, "Selamanya boanpwee kagum dan menghormati
watak2 kesatria loocianwpee sehingga selama ini berusaha
melarang anak buah kami melanggar daerah loocianpwee
sebatas pohon tua ini. Tapi keadaan ini hari jauh berbeda
kecuali boanpwee masih ada lagi paderi2 sakti dari Siauw lim
pay serta jago-jago Bulim lainnya dari seluruh kolong langit.
Saat ini mereka sedang beristirahat disebuah hutan kurang
lebih dua li dari tempat ini. Setelah banyak tenaga dan
mengutarakan banyak kata akhirnya mereka memberi
persetujuan agar boanpwee untuk terakhir kalinya menasehati
diri Loocianpwee untuk jangan mencampuri urusan ini ucapan
cayhehanya terbatas sampai disini saja mohon loocianpwee
suka berpikir tiga kali sebelum bertindak."
"Gerak gerik orang ini tidak jelek dikemudian hari ia pasti
berhasil merebut suatu kedudukan terhormat dalam Bulim...."
bisik Siauw Ling setelah memandang sekejap wajah Be Boen
Hwie. "Tidak usah dikemudian hari" tukas Chee Toa Nio. "Dengan
posisinya saat ini sebagai Cong Piauw Pacu empat keresidenan
besar kedudukannya tidak berada dibawah kedudukan
seorang ciangbunjien perguruan besar...."
"Orang ini begitu susah dihadapi biarlah cayhe yang hadapi
dirinya." "Untuk bergebrak melawan dirinya bukan saja kau harus
mempunyai aneka ilmu silat yang ruwet untuk menghadapi
segala perobahan bahkan jangan sekali2 tertarik oleh
ucapannya yang menggerakkan hati."
"Akan kuingat semua Loo popo harap berlega hati...."
Pemuda ini tidak memberi kesempatan pada Chee Toa Nio
untuk melanjutkan kata2nya mendadak ia mengempos napas
dan melayang turun dari balik dedaunan.
Sinar mata Be Boen Hwie berkilat sewaktu melihat gerakan
Siauw Ling sewaktu turun melayani ke atas permukaan tanah
bibirnya bergerak seperti mau mengucapkan sesuatu tapi
dibatalkan niatnya itu. Kipas yang ada ditangan kanan segera
diangkat sejajar dada sedang tangan kiri disiapkan dari arah
samping. Silelaki kekar yang berada disebelah kiri diantara ketiga
orang itupun dengan gerakan secepat kilat meloloskan pedang
yang tersoren pada punggungnya.
Jelas mereka telah menyadari menghadapi musuh tangguh
setelah melihat gerakan yang indah dan enteng dari Siauw
Ling waktu melayang turun kepermukaan tanah barusan.
Sikap Siauw Ling sangat tenang ia melirik sekejap wajah Be
Boen Hwie lalu melangkah kedepan lambat2 terhadap barisan
yang telah mempersiapkan diri ia tidak ambil pusing bahkan
memandang sekejappun tidak.
Ternyata Be Boen Hwie seorang jago yang berilmu tebal
kipas yang semula berada ditangan kanan kini dipindahkan
ketangan kiri dengan cepat sedang pedang yang berada
ketangan kanan terhadap tindakan Siauw Ling yang mendekat
sama sekali tidak mencegah maupun menegur.
Lain halnya dengan ketiga orang lelaki kekar yang berdiri
dibelakang Be Boen Hwie mereka tidak bisa menahan sabar
dan mulai menggerakkan toyanya menyerang dari kedua
belah sayap kiri dan kanan sehingga posisi mereka saat ini
berbentuk barisan segitiga yang kuat.
Mendadak Siauw Ling berhenti tangan kanannya secepat
kilat meloloskan pedang panjang yang tersoren diatas
punggung. "Siapakah saudara?" terdengar Be Boen Hwie menegur
sembari tertawa dingin tiada hentinya.
"Cayhe Siauw Ling."
"Oooo....kiranya Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa
San cung selamat berjumpa selamat berjumpa."
"Terima kasih saudara adalah Be Boen Hwie."
"Benar cayhe bernama Be Boen Hwie."
"Dan merupakan Cong Piauw cu dari Ih Ouw Sian Kan
empat keresidenan besar" sambung sang pemuda lebih lanjut.
"Gerombolan liar Bulim tak bisa dibandingkan dengan
kecermelangan nama perkampungan Pek Hoa San cung" tukas
Be Boen Hwie dengan cepat.
Suasana untuk beberapa waktu jadi sunyi seperminum teh
kemudian Siauw Ling kembali memecahkan kesunyian
ujarnya, "Kita tidak saling kenal mengenal, apa sebabnya
saudara memimpin jago-jago Bulim untuk memusuhi aku
orang she Siauw?" "Apa pula kesalahan orang2 Bulim dikolong langit sehingga
Siauw Cungcu begitu tega turun tangan keji menjagali mereka
apalagi diantara kesembilan korban kejahatanmu salah satu
diantaranya merupakan pembantu setiaku. Jangan dikata aku
harus menuntut balas buat sang korban yang menemui
ajalnya ditanganmu cukup perbuatan Siauw Cungcu yang bikin
keonaran didaerah kekuasaan cayhe sudah cukup memaksa
aku Be Boen Hwie tak bisa berpeluk tangan lagi."
"Heee....perkampungan Pek Hoa San cungpun didirikan
diatas daerah kekuasaan sebagai Cong Piauw Pacu empat
keresidenan besar mengapa perkampungan itu tidak kau
urusi?" jengek Siauw Ling dingin. "Kalau kau Be Boen Hwie
betul2 seorang Cong Piauw Pacu dari Ih Ouw Siang Kan empat
keresidenan besar yang baik seharusnya kau pergi cari gara2
dengan mereka orang2 perkampungan Pek Hoa San cung."
Merah padam selembar wajah Be Boen Hwie.
"Menurut pendapat cayhe saat inipun masih belum
terlambat untuk melakukannya...." dia coba membela diri.
"Hmm kau tidak lebih karena jeri akan nama besar Djen
Bok Hong dan tidak berani mencari gara2 dengan pihak
perkampungan Pek Hoa San cung haaa....haaa....kalau saat ini
yang kau hadapi bukan aku Siauw Ling melainkan Djen Bok
Hong." "Kalau Djen Bok Hong lalu kenapa?" tukas Be Boen Hwie
sangat gusar. "Kalau yang kau hadapi saat ini adalah Djen Bok Hong aku
berani bertaruh seratus persen kau Cong Piauw Pacu tak akan
berani munculkan diri untuk melawan dirinya...."
Ia merandek dan mendongak tertawa terbahak2
sambungnya, "Pada saat ini bukan saja kau orang she Be
seorang diri kendati semua jago yang berani mencari gara2
dengan aku Siauw Ling pada saat inipun tak seorang yang
berani mencabut kumis harimau dengan mencari gara2
dengan Djen Bok Hong...."
Sekalipun beberapa patah kata ini diucapkan dengan nada
menyindir tapi dalam kenyataan memanglah demikian.
Air muka Be Boen Hwie berubah sangat hebat sinar
matanya berkilat alis mencuat ke atas dengan penuh
kegusaran bentaknya, "Selama ini Djen Bok Hong
bersembunyi dalam perkampungan Pek Hoa San cung tak
berani berkutik peristiwa munculnya kembali orang itu ke
dalam dunia persilatanpun baru terjadi beberapa bulan ini.
Apakah kau anggap perkampungan Pek Hoa San cung betul2
sudah menjadi sarang tempat bersembunyi yang sangat
kokoh" Hmmm kali ini kau sebagai orang she Be akan
bereskan kau sebagai Sam Cungcu kemudian baru cari Djen
Bok Hong untuk sekalian meringkusnya."
"Oooouw bualanmu sungguh besar kau takut hanya aku
Siauw Ling pun kau tak sanggup memenangkannya."
"Haaa....haaa....haaa....sungguh indah ucapanmu Be Boen
Hwie tertawa gelak untuk menyalur hawa gusar yang susah
dikendalikan itu. "Sam Cungcu bisa melukai sembilan orang
jago-jago Bulim secara beruntun ini membuktikan apabila
kepandaian silat yang kau miliki sangat lihay aku orang she Be
siap menanti petunjukmu."
"Cong Piauw cu" tiba-tiba tiga orang laki2 bersenjatakan itu
berkata secara serentak. "Untuk membunuh seekor ayam apa
faedahnya menggunakan golok pembunuh kerbau tak usah
Cong Piauw cu repot2 turun tangan sendiri biarlah cukup kami
bertiga yang menghadapinya."
Sembari berseru tiga batang tongkat perak dengan
memancarkan cahaya berkilauan menyambar memenuhi
angkasa dengan menerjang dari tiga arah yang berlawanan
mereka gempur Siauw Ling habis2an.
Pedang panjang yang ada ditangan Siauw Ling segera
bergerak dengan menggunakan jurus Thian Lie san hoa atau
dewi langit menyebar bunga ditengah berkelebatnya cahaya
keperak2an berkuntum2 bunga pedang menyebar memenuhi
angkasa tubuhpun dengan cepat berhasil lolos keluar dari
tengah gencetan ketiga buah serangan gabungan tersebut.
Melihat berlapis2nya kuntum bunga pedang yang menutupi
seluruh angkasa dalam hati ketiga orang lelaki kekar itu
merasa terperanjat pikirnya, "Nama besar perkampungan Pek
Hoa San cung ternyata bukan nama kosong belaka
kepandaian silat yang dimiliki orang ini sungguh aneh."
Karena berpikir demikian toya perak yang dilancarkan
kedepan mengikuti jalannya pikiran ditarik kembali untuk
melindungi keselamatan sendiri.
Menggunakan kesempatan sewaktu ketiga orang itu
mengubah posisinya dari kedudukan menyerang jadi
kedudukan bertahan Siauw Ling meloncat keluar dari
kepungan ketiga orang itu dan menerjang kehadapan Be Boen
Hwie. "Ingin melukai orang tanpa sebab lebih baik kuminta
pelajaran dari ilmu silat Cong Piauw Pacu yang lihay."
Be Boen Hwie yang melihat gerakan pemuda itu sangat
cekatan dan di dalam beberapa kali kelebatan saja dengan
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mudah berhasil lolos dari kepungan ketiga orang itu hatinya
jadi terkesiap pikirnya, "Tidak aneh orang ini bisa melukai
sembilan orang jago Bulim secara beruntun kepandaian silat
yang ia miliki ternyata sangat lihay."
Terdengar tiga kali suara bentakan keras bergema
memecahkan kesunyian ketiga orang lelaki kekar bersenjata
toya perak itu sekali lagi menubruk kedepan senjata toya
perak yang ada ditangan mereka dengan berpisah dari tiga
arah yang berlawanan menotok badan Siauw Ling.
Ketika Siauw Ling berhasil meloloskan diri dari kepungan
mereka bertiga lelaki2 kekar itu merasa kehilangan muka.
Karena itu serangan gabungan mereka kali ini dilancarkan
dengan sangat hebat kekuatan serangan toya mereka
menggulung laksana amukan ombak. Arah yang ditujukan
dada bagian yang sama. "Oooouw....jumlah musuh lebih banyak dari padaku. Aku
harus kacaukan dulu kedudukan mereka" pikir Siauw Ling
dalam hati. "Mereka bertiga bukan tandinganku" katanya cepat. "Cayhe
tidak...." Karena berpikiran demikian pedangnya didorong keluar
dengan gerakan menggulung tenaga lunak berhawa Im yang
dikumpulkan sekitar pedang segera menempel diatas toya
perak yang datang dari sebelah kanan dan merosot kebawah
mengikuti gerakan mereka setelah itu pedangnya bergerak
lebih kedepan diimbangi majunya badan kesisi tubuh musuh.
Ujung pedang khusus mencari pergelangan kanan sang
lelaki yang mencekal toya.
Dalam gerakannya ini bukan saja Siauw Ling berhasil
menghindarkan diri dari datangnya serangan bahkan
menghindarkan diri dari datangnya serangan bahkan mengirim
pula pukulan balasan hebat ke arah lawannya. Serangan toya
dari timur maupun utara sama2 menemui sasaran kosong.
Silelaki kekar yang ada disebelah barat waktu melihat
Siauw Ling berani saling mengadu kekuatan dengan bentrokan
pedangnya diatas toya, diam2 merasa girang pikirnya,
"Salahmu sendiri cari penyakit dengan berbuat begini...."
Tenaga murninya dikerahkan semua dan mendorong keluar
ia berharap bisa menggetar lepas pedang yang dicekal Siauw
Ling. Siapa nyana ketika pedang Siauw Ling bentrok dengan toya
peraknya bukan saja ia tak berhasil pukul lepas senjata lawan
malahan toya sendiri yang kena terhisap diatas pedang itu.
Kali ini dia baru terperanjat dalam pada itu Siauw Ling
sudah menerjang lebih kedepan ujung pedangnya berkelebat
mengancam pergelangan tangan kanan.
Gerakan ini dilakukan cepat bagaikan menyerang mendesak
hampir2 dilakukan dalam waktu yang bersamaan.
Lelaki kekar tersebut tak bisa berkutik lagi tanpa pikir
panjang ia kendorkan cekalan toyanya.
Tangan kiri Siauw Ling berkelebat ia tak membiarkan toya
tersebut jatuh ketanah dan di dalam sekali sambaran
dicekalnya senjata tersebut dalam genggaman.
Saat ini pedangnya masih mengandung sisa tenaga yang
cukup kuat untuk melukai atau mencabut jiwa lelaki kekar
tersebut asalkan ia mau dan getarkan pergelangan kanannya
kedepan tapi pemuda she Siauw ini tidak ingin turun tangan
keji dengan menggunakan kesempatan tersebut.
Mendadak kaki kirinya melancarkan sebuah tendangan kilat
ke arah muka. Tendangan ini muncul dengan kecepatan luar biasa bahkan
jauh ada diluar dugaan siapapun jua.
Braaak! dengan telak tendangan tersebut bersarang pada
tengkuk lelaki kekar itu.
Kontan badan orang itu mencelat ke belakang dan
terpental empat lima depa dari tempat itu.
Serangan balasan Siauw Ling bukan saja dalam satu jurus
berhasil menghancurkan kepungan tiga orang itu bahkan
berhasil merebut senjata lawan dan menentang roboh
diantaranya kehebatan ilmu silatnya segera mempesonakan
hati semua orang. Kedua orang yang berada disebelah timur dan utara berdiri
termangu2 sedangkan Be Boen Hwie berada dalam keadaan
melengak. Tapi sebentar saja kedua orang lelaki itu telah tersadar
kembali toya mereka diputar sedemikian rupa mengelilingi
tubrukan mereka menghajar batok lawan.
Setelah mengetahui sampai dimanakah kekuatan lawan
Siauw Ling masukkan kembali pedangnya kembali ke dalam
sarung hawa kweekang disalurkan mengelilingi badan lengan
yang kuat mendadak diputar kencang menyambut kedatangan
serangan toya itu dengan keras lawan keras.
Traaaaaang suara bentrokan senjata tajam berkumandang
memenuhi angkasa silelaki yang berada disebelah timur
kehilangan senjata toyanya karena tergetar lepas dari cekalan
sedang lelaki yang berada disebelah utara kendati senjatanya
tidak sampai lepas sepasang lengannya tergetar kaku dan linu
untuk beberapa waktu ia tak sanggup mengangkat senjatanya
kembali. Agaknya Siauw Ling sama sekali tidak menyangka ia
memiliki tenaga kweekang sesempurna ini setelah melengak
sejenak pemuda itu segera berpaling ke arah Be Boen Hwie.
"Cong Piauw Pacu silahkan memberi petunjuk" serunya.
Toya yang kena direbut lawan dengan cepat diputar dan
membabat pinggang lawan dengan jurus Lek sauw ngo Ih
atau tenaga sakti menyapu lima bukit.
Setelah mengetahui bagaimana dahsyatnya tenaga
kweekang yang dimiliki lawan Be Boen Hwie tidak berani
menyambut datangnya serangan tersebut dengan gerakan
keras lawan keras sepasang pundak sedikit bergerak
badannya sudah mundur delapan depa ke belakang.
Melihat pihak lawan mundur Siauw Ling putar toyanya
sedemikian rupa seraya menerjang kedepan pada dasarnya
dalam benak pemuda ini sudah hapal dengan berbagai ragam
ilmu silat dari perguruan manapun kendati ia belum pernah
menggunakan senjata toya tapi setelah menyerang semua
jurusnya menggunakan ilmu toya dari perguruan kalangan
lurus. Haruslah diketahui Cung San Pek, Lam Ih Kong serta Liuw
Sian cu bertiga bukan saja ahli dalam bidangnya masingmasing
merekapun paham terhadap segala macam ilmu silat
baik dari perguruan besar maupun dari partai2 yang ada
dikolong langit. Terutama sekali Cung San Pek sebagai seorang manusia
yang gemar mempelajari berbagai macam ilmu apa yang ia
ketahui dalam benaknya bukan saja ilmu silat dari pelbagai
perguruan serta partai bahkan soal ilmu pertabiban serta ilmu
perbintanganpun sangat liha.
Pada dasarnya Siauw Ling adalah seorang pemuda cerdik
ditambah lagi berjumpa dengan guru pandai yang bersama2
mendidik dirinya walaupun hanya lima tahun ia belajar tapi
kesempurnaan serta keberhasilannya melebihi orang lain yang
belajar ilmu silat selama puluhan tahun.
Kecuali mempelajari ilmu pedang, ilmu telapak, ilmu
Suramnya Bayang Bayang 40 Pendekar Mata Keranjang 18 Tembang Maut Alam Kematian Pedang Kiri Pedang Kanan 1