Bayangan Berdarah 5
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen Bagian 5
meringankan tubuh serta ilmu menyambit senjata rahasia
sebagai ilmu andalan ketiga orang gurunya ia hapal pula
dengan pelbagai jurus aneh dari senjata macam apapun
apalagi senjata toya merupakan salah sebuah senjata tajam
yang umum diantara delapan belas macam senjata sudah
tentu ia dapat mainkan pula dengan sempurna.
Be Boen Hwie terkenal sebagai seorang jago berkepandaian
silat campuran delapan belas macam senjata dapat ia gunakan
dengan sempurna kini setelah melihat ilmu toya yang
digunakan Siauw Ling ternyata adalah jurus2 serangan paling
sempurna dari ilmu Ceng Tiong Koen hoa yang lihay diam2 ia
merasa gegetus. Dalam sekejap mata Siauw Ling sudah melancarkan
delapan buah serangan berantai toyanya dengan
menimbulkan suara desiran tajam menyambar dan membabat
memenuhi angkasa membuat debu pasir serta rerumputan
yang ada didaerah sekelilingnya satu tombak beterbangan
menyilaukan mata. Sekalipun begitu dengan mudah dan mantap Be Boen Hwie
berhasil menghindarkan diri dari kedelapan belas buah
serangan tersebut. Kendati Siauw Ling tidak buka suara diam2 dalam hati
merasa kagum pikirnya, "Gerakan berkelit yang diperlihatkan
orang ini amat sempurna sungguh jarang bisa ditemui jago
semacam ini dalam Bulim."
Menanti Siauw Ling telah menyelesaikan kedelapan belas
jurus ilmu berantainya Be Boen Hwie baru menggerakkan
pedang pada tangan kanannya untuk mengirim sebuah
tusukan kedepan bersamaan itu pula kipas ditangan kirinya
membabat kedepan mengirim segulung kebasan angin
pukulan santar. Pedang menusuk pergelangan kanan Siauw Ling mencekal
toya sedang senjata kipasnya mencegat jalan mundur Siauw
Ling dalam satu jurus ia menggunakan gerakan dan bertahan
secara berbareng. Oleh serangan balasan ini Siauw Ling terdesak dan mundur
selangkah ke belakang. Dalam hati kecilnya Be Boen Hwie mengerti asal ia
memberi kesempatan bagi Siauw Ling untuk melanjutkan
serangannya maka pihak lawan pasti akan mengeluarkan jurus
ilmu toya yang lebih lihay untuk mengurung dirinya karena itu
badannya segera mendesak kedepan mendekati sisi tubuh
Siauw Ling tangan kiri mencekal kipas tangan kanan
membawa pedang menyerang pemuda itu habis2an.
Walaupun Siauw Ling pandai dalam penggunaan berbagai
macam senjata tajam tapi yang paling diandalkan pemuda ini
adalah ilmu pedang serta ilmu telapak. Ditambah pula ia
kekurangan pengalaman dalam menghadapi lawan setelah
berbuat sedikit kesalahan ia terdesak dan kena terkurung
dalam serangan2 gencar pihak lawan.
Sebaliknya Be Boen Hwie walaupun belum lama terjunkan
diri dalam dunia kangouw tapi dia adalah seorang jagoan yang
berpengalaman dalam menghadapi beratus2 kali pertarungan
sengit dalam waktu hanya empat lima tahun ia berhasil
menaklukkan para jago-jago dari Ih Ouw Siang serta Kan
empat keresidenan besar sehingga diangkat sebagai Cong
Piauw Pacu dari keempat keresidenan tersebut sudah tentu
hal ini bukan suatu pekerjaan yang sangat mudah.
"Kecuali lihay dalam hal ilmu kepandaian silat kecerdasan
otakmupun sangat luar biasa."
Setelah diam2 memperhatikan beberapa buah jurus
serangan Siauw Ling bukan saja ia mempunyai perasaan telah
menjumpai musuh paling tangguh selama hidupnya bahkan
iapun berpendapat baik ilmu silat maupun tenaga kweekang
yang dimiliki lawan berada diatas kesempurnaan kepandaian
silat sendiri kalau suruh ia bergebrak secara terang2an
melawan pihak lawan dirinya pasti akan menderita kalah.
Karena itu mengambil kesimpulan untuk mengalahkan
Siauw Ling ia harus menggunakan kelemahan lawan yang
disadari oleh pemuda tersebut sudah tentu saja hal ini harus
mengandalkan pengalamannya dalam menghadapi beratus2
kali pertarungan yang pernah mereka alami.
Sisa waktu sesaat setelah Siauw Ling menyelesaikan
permainan toyanya hanya berkelebat sekejap mata mengambil
kesempatan yang paling baik inilah Be Boen Hwie
melancarkan serangan balasan mendesak kesisi tubuh Siauw
Ling. Dengan membawa senjata toya yang berat dan tidak
terbiasa ditangan kena didesak oleh serangan gencar dari Be
Boen Hwie ini jadi kerepotan dan tak sanggup mengatasi
situasi ia terdesak hebat dan mundur tiada hentinya.
Tampak ujung pedang Be Boen Hwie berkelebat
membentuk berkuntum2 bunga pedang yang selalu
mengancam sepasang pergelangan Siauw Ling yang mencekal
toya hal ini memaksa pemuda tersebut tak sanggup
mengadakan perubahan untuk menolong situasi.
Ditambah lagi kipas ditangan kiri orang she Be itu sebentar
membuka sebentar menutup selalu menotok serta membabat
jalan darah penting dalam tubuhnya memaksa Siauw Ling mau
tak mau harus mengutamakan berkelit dahulu daripada
melancarkan serangan balasan.
Dalam sekejap mata Be Boen Hwie telah melancarkan tiga
puluh enam buah serangan pedang serta dua puluh empat
jurus serangan kipas. Dalam jangka waktu selama ini Siauw Ling selalu tak
sanggup mengirim sebuah serangan balasanpun ia kena
terdesak mundur sejauh satu tombak lebih.
Ketika itulah Chee Toa nio yang bersembunyi diatas pohon
tak dapat menahan sabar lagi ia berseru keras, "Kalau kau
tidak mau membuang senjata toyamu lagi sekalipun harus
bergebrak seratus jurus lagipun kau tak bakal bisa
melancarkan sebuah jurus serangan balasanpun apa gunanya
mencari susah dan kerepotan buat diri sendiri."
Selama ini yang terpikir oleh Siauw Ling adalah ruang
kosong diantara serangan2 Be Boen Hwie yang tiada hentinya
itu untuk kemudian berusaha melancarkan serangan.
Menurut pendapatnya asalkan ia berhasil melancarkan
sebuah serangan balasan maka posisinya yang terdesak hebat
inipun bisa direbut dan diatasi kembali.
Justru karena pusatkan pikiran dalam merebut posisinya
inilah ia jadi lupa untuk berpikir sampai disitu.
Kini setelah mendengar ucapan dari Chee Toa nio ia baru
sadar kembali pikirnya, "Urusan segampang ini mengapa tak
terpikir olehku" bila sejak tadi aku buang toya ini bukankah
sepasang tanganku tak terlalu kerepotan dan terancam terus
oleh pedang lawan" aku memang tolol bukankah lebih enak
berkelahi dengan tangan kosong dari pada mencekal toya
yang sama sekali tak berguna ini?"
Karena harus berpikir perhatianpun jadi bercabang dan
reaksinya dalam menghadapi seranganpun rada terlambat.
Tidak ampun lagi pundak kirinya kena disapu oleh kipas Be
Boen Hwie sehingga pakaiannya robek dan darah bercucuran
membasahi badan. Walaupun Be Boen Hwie berhasil melukai pundak kiri
musuhnya tapi rasa kaget yang dialami dalam hatinya jauh
melebihi rasa terkejut dalam hati Siauw Ling.
Di dalam dugaan serangan kipas yang ia lancarkan barusan
pasti bisa membabat putus seluruh lengan kiri Siauw Ling atau
paling sedikit menghancurkan tulang2nya kehilangan
kemampuannya untuk bergebrak lagi.
Siapa sangka sewaktu kipasnya hampir membabat diatas
pundak pemuda tersebut tiba-tiba ia merasa adanya segulung
tenaga besar dan kuat menahan serangan itu beberapa senti
diatas badan lawan. JILID 7 Menemui kejadian macam ini otomatis pikirannya teringat
akan ilmu khiekang yang sering tersiar kabarnya dalam dunia
kangouw. Ia tidak menyangka dengan usia Siauw Ling yang masih
demikian muda sudah berhasil mempelajari ilmu khiekang
yang merupakan ilmu tingkat paling tinggi.
Setelah pundak kirinya terluka, timbullah rasa gusar dalam
hati Siauw Ling ia membentak keras sepasang kakinya
melancarkan tendangan berantai mengarah tubuh musuh.
Inilah ilmu tendangan berantai Giok Poh Yen Yang Lian
Huan Tui dari Boe Song sijago lihay dari Liang san tempo dulu.
Untuk menciptakan tendangan berantai itu yang hampir
lenyap dari permukaan bumi ini Cung San Pek pernah
menggunakan waktu beberapa bulan untuk bermati2an dan
akhirnya diturunkan ketangan Siauw Ling.
Pedang Be Boen Hwie berkelebat cepat ia mengeluarkan
jurus pedang berantai Im Liong Sam sin atau naga sakti
muncul diawan untuk menghadapi tendangan berantai lawan.
Tampak cahaya tajam berkelebat memenuhi angkasa hawa
pedang berdesir menggidikkan hati menutup seluruh bagian
tubuhnya. Walaupun serangan tendangan berantai ini mencapai total
tapi mengambil kesempatan yang sangat baik inilah Siauw
Ling melancarkan serangan balasan.
Hawa murni disalurkan dari pusar mengelilingi seluruh
badan laksana kilat ia melayang turun ke atas permukaan
tanah kemudian tidak menanti Be Boen Hwie memulai dengan
serangannya ia berebut mendesak kedepan toya peraknya
dengan jurus Huan Liong Siauw Coe atau naga perkasa
melingkari tonggak menyapu tubuh pihak lawan.
Be Boen Hwie yang harus berusaha keras menghindarkan
diri dari datangnya tendangan berantai Giok Poh Yen Yang
Huan Tui kini kehilangan posisi yang baik untuk menguasai
seluruh keadaan melihat datangnya serangan toya sangat
lihay ia tak berani menyambut dengan keras lawan keras
sambil menarik napas panjang2 badannya buru-buru lima
langkah ke belakang. Bagaikan kehilangan belenggu yang mengikat sepasang
tangannya saja Siauw Ling menghembuskan napas panjang ia
segera membuka serangan balasannya dengan memutar toya
sedemikian rupa memainkan jurus2 Sah Cap Lak Lok Seng Ci
Pang yang lihay. Be Boen Hwie adalah seorang jago lihay yang sangat
berpegalaman dalam menghadapi pelbagai pertempuran
walau berada dalam keadaan bahaya hatinya sama sekali
tidak jadi kacau. Kendati begitu setelah melihat keruwetan
serta kesempurnaan ilmu silat Siauw Ling hatinya terperanjat
juga. "Sungguh hebat kepandaian silat orang ini" diam2 pikirnya.
"Bukan saja ilmu silatnya meliputi sincang dari kalangan
Buddha serta agama Tobehkan ilmu tingkat tinggi yang sudah
lama hilang dalam peredaranpun bisa ia mainkan kalau tidak
dihabisin ini hari kau akan menjumpai banyak kesulitan untuk
melenyapkan dikemudian hari."
Karena berpikir, perhatian bercabang dan permainan
pedangpun semakin mengendor.
Traaang suara bentrokan keras bergema memecahkan
kesunyian pedang orang she Be itu kena disapu oleh toya
Siauw Ling sehingga tersingkap kesamping dan badannya
terbuka suatu kelemahan yang amat besar.
Lengan terasa kaku hampir saja pedangnya terpental lepas
dari cekalan. Siauw Ling membentak keras badannya mendesak maju
kedepan toyanya diputar kemudian menghantam dada lawan
dengan jurus Ci To Oie Liong atau naga kuning tegak
memanggut. Diam2 Be Boen Hwie gigit bibir badannya miring kesamping
dengan nyaris melarikan diri dari datangnya serangan lawan.
Toya perak itu menyambar setengah coen diatas dadanya
sedikit ia terlambat menghindar niscaya jalan darahnya kena
tertotok. Pengalaman orang ini sungguh luas sekali ia menyadari
keadaan dirinya sudah terseret kelembah kekalahan kalau
tidak coba merebut posisi dengan menempuh bahaya maka ia
bakal dikalahkan oleh permainan toya Siauw Ling yang amat
lihay itu. Ketika Siauw Ling melihat serangan toya yang mengancam
daya lawan menemui sasaran kosong dalam hatipun tahu
bahwa tindakannya barusan merupakan suatu tindakan yang
salah selagi pergelangannya ditarik ke belakang. Dengan
kecepatan penuh Be Boen Hwie sudah melancarkan sebuah
serangan balasan, kipas ditangan kirinya membabat
pergelangan kanan Siauw Ling tajam2.
Siauw Ling yang pernah merasakan pahit getirnya serangan
kipas lawan kali ini bersikap lebih hati2. Ia tahu kalau senjata
toyanya tidak dibuang maka ia akan terjerumus kembali ke
dalam posisi terdesak. Tanpa ragu2 lagi sepasang lengannya mengendor
melepaskan toya itu dari cekalan.
Be Boen Hwie sama sekali tidak menduga pihak lawan suka
membuang senjata toya tersebut ia jadi tertegun.
Dalam menghadapi pertarungan jarak dekat seperti ini
menggunakan senjata toya yang panjang dan berat
merupakan suatu penghalang yang sangat merepotkan
setelah membuang senjata tersebut gerakan pemuda she
Siauw ini makin gesit dan lincah.
Pergelangan kanan ditekuk meloloskan diri dari serangan
kipas lawan sedang telapak kiri dengan cepat laksana kilat
mengirim sebuah pukulan ke arah depan.
Kiranya sejak bentrokan tadi lengan Be Boen Hwie yang
mencekal pedang masih terasa linu susah diangkat sehingga
pertarungan terpaksa dilakukan dengan andalkan senjata
kipas yang ada ditangan kiri.
Serangan Siauw Ling begitu berhembus keluar tiada
hentinya jurus demi jurus meluncur keluar bagaikan kilat
dalam tujuh jurus saja Be Boen Hwie sudah terdesak hebat
sehingga susah melancarkan serangan balasan lagi.
Para jago yang menonton jalannya pertarungan disisi
kalangan kebanyakan merupakan anak buah Be Boen Hwie
yang pada hari2 biasa sering menjumpai kehebatan serta
kegagahan majikannya dalam menghadapi pihak lawan dalam
pandangan mereka Cong Piauw Pacunya ini sudah dihormati
bagaikan malaikat dan belum pernah menjumpai kejadian
dimana keteter macam melawan Siauw Ling saat ini.
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ilmu telapak berantai Siauw Ling mengutamakan kecepatan
untuk menguasai posisi semakin menyerang semakin dahsyat
memaksa Be Boen Hwie kendati mencekal pedang serta kipas
tak sanggup menggunakannya.
Sepasang mata Be Boen Hwie berkilat dan memancarkan
napsu membunuh diam2 ia mulai meraba tombol rahasia yang
terpasang pada gagang kipasnya.
Tapi bagaimananpun juga dia adalah seorang jago Bulim
kenamaan dan merupakan pemimpin pula dari beberapa
keresidenan suruh ia main bokong bagaimanapun juga dalam
hati merasa malu dan ragu2 untuk turun tangan.
Pada saat hatinya sedang ragu2 mendadak Siauw Ling
menarik kembali serangannya sambil melayang mundur lima
depa ke belakang ujarnya, "Cong Piauw Pacu ilmu silatmu
sangat lihay sekalipun kita harus bergebrak ratusan jurus
lagipun susah untuk menentukan siapa menang siapa kalah
lebih baik pertarungan ini dilanjutkan dikemudian hari saja...."
Seraya berkata ia meloncat ke belakang dan melayang ke
arah rumah gubuk tersebut.
Diam2 Be Boen Hwie merasa malu ia tahu sekalipun ucapan
Siauw Ling sungkan sekali tapi sesungguhnya ia tak bakal bisa
bertahan sepuluh jurus lagi dari serangan2 Siauw Ling yang
cepat dan berantai ini. Ketika ia mendongak kembali terlihat olehnya didepan
rumah gubuk tersebut bayangan manusia berkelebat tiada
hentinya diiringi kelebatan senjata tajam yang menyilaukan
mata suatu pertarungan sengit sedang berkobar dengan
ramainya. Sebatang toya Chee Toa Nio bagaikan naga sakti bermain
air berputar menyodok dan membabat tiada hentinya
melayani tujuh delapan orang yang sedang mengerubuti
dirinya. Bersamaan itu pula ada empat orang mengitari Chee Toa
Nio lari memasuki rumah gubuk itu.
Melihat kejadian ini Siauw Ling jadi cemas ia mengepos
napas dengan sekuat tenaga lari kedepan.
Bagaikan segulung asap ringan badannya berkelebat lewat
melalui sisi Chee Toa Nio diiringi tangannya mengayun keluar
melancarkan sebuah serangan ilmu totok Siuw loo sin ci
menotok rubuh seorang lelaki diantaranya.
Melihat kelihayan pemuda itu Chee Toa Nio terperanjat
pikirnya, "Sungguh cepat gerakan tubuhnya."
Semangat segera berkobar kembali toyanya diputar
melancarkan tiga jurus serangan berantai melukai seorang
musuhnya. Tujuh delapan orang jago Bulim yang sedang mengerubuti
Chee Toa Nio waktu melihat Siauw Ling dengan sangat mudah
berhasil melukai seorang rekannya hati kontan tergetar keras
dan semangat bertempurnya runtuh berantakan.
Mengambil kesempatan itulah Chee Toa Nio
memperlihatkan kelihayannya toya diputar semakin kencang
memaksa para jago yang mengerubuti dirinya mundur terus
ke belakang. Siauw Ling dengan gerakan tubuh laksana kilat menerjang
kedepan rumah gubuk tersebut bentaknya keras, "Berhenti,
siapa yang berani bersikeras masuk kerumah gubuk itu akan
kucabut nyawanya." Empat orang lelaki kekar sejak semula telah mendekati
rumah gubuk itu tapi selama ini mereka kena ditahan oleh
serangan2 senjata rahasia yang dilancarkan Kiem Lan kini
dibentak oleh sang pemuda keempat orang itu segera berdiri
tertegun. Dua orang diantara keempat lelaki itu bersenjatakan golok
tunggal yang ketiga mengandalkan senjata cambuk dan orang
terakhir membawa senjata garpu besar wajah mereka rata2
keren dan gagah. Saat ini mereka sama2 berpaling dan melototi wajah
pemuda she Siauw Ling dengan sinar mata mendelong.
Siauw Ling dengan silangkan pedang didepan dada berdiri
penuh wibawa sinar matanya berkilat menyapu sekejap wajah
keempat orang itu lalu ujarnya dingin, "Cayhe tidak ingin
melukai kalian hal ini bukan karena aku takut kepada kamu
sekalian. Hmm asal cuwi ngotot hendak terjang masuk ke
dalam gubuk ini jangan salahkan aku akan turun tangan keji
terhadap kalian." "Siapa kau?" bentak silelaki bersenjata cambuk penuh rasa
gusar. "Sungguh besar omonganmu...."
"Cayhe Siauw Ling kalau ada urusan silahkan cuwi katakan
kepadaku aku orang she Siauw tetapi kalau kalian ngotot mau
masuk ke dalam gubuk. Hmm itu namanya cari jalan kematian
kalian sendiri." Agaknya silelaki bersenjata cambuk itu adalah pemimpin
diantara empat orang tersebut mendengar ucapan itu dengan
gusar ia segera membentak, "Oooouw....bisa terjadi peristiwa
seperti itu" cayhe merasa kurang percaya."
"Hmmmm kalau tidak percaya mengapa tidak kalian coba?"
Silelaki bersenjata cambuk itu segera ulapkan tangan
kanannya dan berbisik kepada kedua orang lelaki yang
bersenjatalan golok. "Kalian berdua turun tangan berbareng untuk menghadapi
bajingan yang banyak melakukan kejahatan ini tak perlu kita
bicarakan soal peraturan Bulim serta keadilan."
Dua orang lelaki bersenjata golok itu menyahut kemudian
berdiri berjajar menghadang jalan pergi Siauw Ling.
Setelah memberi perintah kepada kedua orang itu silelaki
bersenjata cambuk tadi berpaling ke arah silelaki bersenjata
Trisula. "Mari kita terjang ke dalam gubuk itu" serunya.
Melihat keketusan beberapa orang itu alis Siauw Ling
berkerut sepasang mata memancarkan cahaya berkilat.
"Kalau cuwi tidak mau mendengarkan peringatan cayhe itu
namanya mencari penyakit buat diri sendiri" bentaknya gusar.
Tadi sewaktu Siauw Ling berkelebat datang dengan
gerakan yang cepat laksana kilat keempat orang itu tidak
berpaling dan sedang pusatkan seluruh perhatiannya dalam
menghadapi serangan2 senjata rahasia dari Kiem Lan.
Semisalnya mereka melihat dengan mata kepala sendiri
niscaya pada saat itu lebih suka mendengarkan nasehat dari
Siauw Ling. Tampak silelaki bersenjata Trisula itu sembari
menggetarkan senjatanya sehingga terdengar suara
gemerincingan yang ramai menerjang masuk ke dalam gubuk.
Siauw Ling membentak gusar pedangnya digetarkan
menciptakan selapis cahaya putih yang menyilaukan mata
menerjang maju kemuka. Melihat datangnya serangan pedang Siauw Ling yang
sangat hebat kedua orang lelaki bersenjata golok yang
menghadang jalan perginya jadi melengak belum habis pikiran
itu berkelebat lewat dalam benak mereka Siauw Ling sudah
menerobos dari sisi mereka.
Tampak cahaya putih berkelebat lewat hawa pedang
mendesir menggidikkan hati sebelum golok mereka bergerak
Siauw Ling sudah menerobos lewat.
Bluuuuuk....badan silelaki bersenjata trisula yang sedang
menerjang ke dalam gubuk tiba-tiba terpental keluar dan jatuh
terpelanting kurang lebih empat lima depa jauhnya dari
tempat semula. Sebaliknya Siauw Ling sambil mencekal pedang telah
berdiri didepan pintu dengan wajah angker.
"Siapa lagi yang bernyali berani coba2 maju kemari?"
tantangnya dingin. Serangan yang dilancarkan cepat laksana sambaran petir
ini membuat semua jago yang hadir dikalangan merasa
hatinya berdesir keringat dingin mengucur keluar membasahi
seluruh badannya. Silelaki yang kena dilempar keluar menggeletak diatas
tanah itu terlentang tak berkutik sepasang matanya bulat
melotot mulut melongo tapi tak sepatah katapun bisa
diutarakan. Kiranya ia kena ditendang jalan darahnya oleh Siauw Ling
sehingga waktu badannya terlempar keluar mulutnya
membungkam dan tak berkutik.
"Mundur semua!" tiba-tiba terdengar suara teguran berat
bergema datang. "Kalian semua bukan tandingannya ayo
cepat mundur." Mendengar suara itu silelaki bersenjata cambuk dengan
sangat hormat menundukkan kepalanya karena ia tahu
siapakah yang telah datang.
"Hamba sekalian mendatangkan rasa malu buat Cong
Piauw Pacu kami rela tunggu hukuman" katanya lirih.
"Orang yang barusan datang bukan lain adalah Be boen
Hwie itu si Cong Piauw Pacu dari empat keresidenan besar Ih
Cuw Lang serta Kan."
Tampak ia buru-buru menghampiri silelaki bersenjata
trisula yang menggeletak diatas tanah dan menendangnya
satu kali. Tampak lelaki bersenjata trisula yang kena ditendang
menggelinding kesamping kemudian meloncat bangun secara
mendadak ia menubruk kembali ke arah Siauw Ling sambil
mengirim sebuah tusukan dengan senjatanya.
"kembali!" bentak Be Boen Hwie keras2.
Kena dibentak lelaki itu mengkerut dan tarik kembali
serangannya sembari berpaling ke arah majikannya dengan
wajah kurang puas. "Cong Piauw Pacu mengapa kau larang aku turun tangan?"
serunya. Alis Be Boen Hwie berkerut.
"Sekalipun kalian berempat turun tangan berbarengpun
bukan tandingan orang lain apalagi kau seorang" Hmm! kau
ingin hantar nyawa dengan sia2."
"Tadi hamba kurang hati2 sehingga kena ditendang satu
kali olehnya bagaimana mungkin kejadian tersebut bisa
dihitung suatu kekalahan."
Kiranya orang ini membawa tiga bagian ketolol2an
walaupun kena ditotok jalan darahnya oleh tendangan Siauw
Ling tapi ia tetap beranggapan dalam hal adu kepandaian
senjata dirinya belum kalah dan hatinya merasa sangat tidak
puas. Air muka Be Boen Hwie kontan berubah hebat.
"Ayo cepat mundur ke belakang" bentaknya.
Walaupun orang itu merasa tidak puas terhadap Siauw Ling
tapi terhadap Be Boen Hwie sangat jeri kena dibentak buruburu
dia mengundurkan diri ke belakang.
Sinar mata Be Boen Hwie perlahan-lahan menyapu sekejap
pertarungan yang sedang berlangsung antara Chee Toa Nio
melawan anak buahnya. Ketika itu sinenek tua tersebut berhasil menguasai keadaan
ia lebih banyak menyerang daripada bertahan tak terasa dihati
manusia she Be ini mulai berpikir, "Bila ditinjau dari situasi
pertarungan saat ini dengan andalkan aku Be Boen Hwie serta
beberapa orang pengikutku tak mungkin bisa menangkan
pertarungan ini kali."
Karena kuatir mendadak dia merogoh ke dalam saku
mengambil keluar sebuah mercon dan dilemparkan ketengah
udara. Bluuum....! mercon tadi meledak ditengah udara
memuntahkan bunga2 api yang sangat banyak.
"Be Boen Hwie kau sedang mengundang bala bantuan?"
sindir Siauw Ling dengan nada dingin.
Merah padam selembar wajah orang she Be ini.
Sedikitpun tidak salah ia mengaku dengan nada jengah.
"Orang yang hadir ini hari bukan cuma she Be seorang karena
cayhe sangat menghormati watak Chee Loocianpwee maka
aku menasehati kawan2 Bulim lainnya agar suka menanti
sejenak sehabis cayhe bercakap2 dengan Chee Loocianpwee
dan beliau suka memberi muka kepadaku barulah gerakan
dimulai." "Sayang sekali ia tidak suka memberi muka buat kau Cong
Piauw Pacu" tukas Siauw Ling.
"Maka itulah, setelah cayhe tidak berhasil meminta
persetujuan dari Chee Loocianpwee maka keadaan yang
sebenarnya terpaksa cayhe beberkan dihadapan para jago
untuk mereka yang ambil keputusan mau bertempur atau
damai bukan aku orang she Be yang bisa ambil keputusan."
"Heeee....heeee....demi aku orang she Siauw seorang harus
merepotkan para jago dari daratan Tionggoan serta Cong
Piauw Pacu empat keresidenan biar hadir sendiri kemari
seharusnya cayhe minta maaf kepada kalian" jengek pemuda
she Siauw itu kembali sambil tertawa dingin.
Merah padam selembar wajah Be Boen Hwie ia mendehem
beberapa kali. "Pertempuran yang terjadi kali ini hari bukan pertempuran
merebut nama dan kedudukan seperti yang sering terjadi
dalam dunia persilatan. Peristiwa ini menyangkut soal
pertumpahan darah yang bakal melanda dunia kangouw hal
ini tak bisa dipengaruhi oleh kemenangan atau rasa malu
seseorang." "Aaaai! ternyata Be heng belum kehilangan sifat lapang
dada dan gagah perkasa yang mengagumkan" Siauw Ling
menghela napas panjang, "Di dalam pertarungan tadi kau
sama sekali belum menderita kalah kau tak perlu merendah
lagi." "Kemungkinan sekali Sam Cungcu sudah memberi
kesempatan hidup bagi diriku walaupun aku orang she Be
tidak menderita kekalahan dalam pertarungan tadi tetapi
cayhe tahu dan menyadari apabila pertempuran tersebut
dilanjutkan lagi maka aku orang she Be pasti akan menderita
kalah." Ia merandek dan menghela napas panjang kemudian
sambungnya lebih lanjut, "Sudah lama cayhe mengagumi
nama besar Siauw heng bahkan pernah memerintahkan anak
buahku menunggang kuda tercepat selama tiga hari tiga
malam melakukan perjalanan sejauh tiga ribu li untuk
menjumpai siapa nyana kita tak ada jodoh untuk saling
berjumpa tidak nyana lagi pertemuan kita yang pertama harus
berdiri dalam posisi bermusuhan."
Ketika mendengar ucapan itu secara samar2 Siauw Ling
merasa Be Boen Hwie si Cong Piauw Pacu dari empat
keresidenan ini mempunyai sikap sangat luar biasa diam2 ia
merasa kagum.
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seraya menggeleng ia menghela napas panjang.
"Siauw Ling yang Be heng kejar tempo dulu kemungkinan
besar bukan cayhe." "Aaaah" Be Boen Hwie tertegun. "Sebenarnya dikolong
langit ada beberapa orang yang bernama Siauw Ling?"
"Dua." "Sungguh merupakan suatu berita yang aneh dan belum
pernah terjadi dalam kolong langit" tukas Be Boen Hwie cepat.
"Jangan dikata nama serta she kalian sama bahkan kedua2nya
memiliki ilmu silat yang lihay sungguh aneh sekali kejadian
ini." Sekalipun kecerdikannya melebihi orang jelas ia tidak
percaya apa yang dikatakan Siauw Ling barusan.
"Aaaaai....tidak salah dikolong langit memang susah
dijumpai peristiwa macam begini. Tapi asal salah seorang
menyaru nama Siauw Ling maka urusan tak akan aneh lagi."
"Betul diantara kedua orang Siauw Ling tentu ada salah
seorang yang menyaru nama besar itu."
"Memang demikian kenyataannya."
"Maaf terpaksa cayhe akan menanyakan suatu pertanyaan
yang tidak sesuai dengan nama Siauw Ling dari Sam Cungcu
ini termasuk yang palsu atau yang asli?"
"Apa artinya palsu dan sungguh?"
"Kalau tidak manusia lewat tinggal nama burung lewat
tinggal suara baik Siauw Ling yang palsu atau yang asli sama
merupakan jago lihay yang berkepandaian silat tinggi
mungkinkah kedua belah pihak akan sama2 membungkam
dan hidup secara damai dalam dunia persilatan ini?"
Siauw Ling tidak menjawab ia mendongak dan mendadak
serunya, "Be heng bala bantuanmu sudah tiba."
"Mereka semua bukan bala bantuanku" jawab Be Boen
Hwie tanpa berpaling lagi.
"Kalau bukan bala bantuan Be heng apalah mereka datang
untuk membantu aku Siauw Ling?"
"Kedatangan mereka karena hendak mencari Sam Cungcu
dari perkampungan Pek Hoa San cung mana mungkin mereka
suka membantu aku orang she Be...."
Ia merandek dan hela napas panjang tambahnya, "Sebelum
terjadinya peristiwa ini diantara kita sama sekali tiada janji
untuk mengadakan suatu pertemuan mereka datang seorang
demi seorang serombongan demi serombongan dengan
sendirinya." "Aku Siauw Ling belum lama terjunkan diri dalam Bulim"
seru Siauw Ling memotong. "Dosa dan kekalahan besar
apakah yang telah kau lakukan sehingga memancing kuntilan
serta kejaran demikian banyak jago-jago lihay Bulim?"
"Watak Siauw heng gagah perkasa tidak mirip manusia
yang suka melakukan kejahatan hanya tindakanmu bergabung
dengan pihak perkampungan Pek Hoa San cung telah
mengubah kau sebagai musuh umum para jago Bulim."
Waktu mereka sedang bercakap2 beberapa ekor kuda itu
sudah menerjang datang. Chee Toa nio memutar toyanya melancarkan tiga jurus
serangan gencar memaksa orang2 yang mengepung dirinya
tercerai berai ke belakang.
Ketika itulah badannya meloncat keluar dari kalangan dan
melayang kedepan gubuk. Be Boen Hwie sama sekali tidak menghadang badannya
berkelit kesamping membuka jalan bagi nenek tersebut.
Dengan cepat Chee Toa nio melayang kesisi Siauw Ling dan
berdiri berjajar katanya, "Jumlah lawan sangat banyak mari
kita bersatu padu menghadapi mereka sehingga tidak sampai
pihak kita keteter."
Siauw Ling tidak bicara ia alihkan sinar matanya menatap
rombongan jago Bulim yang sedang berlari mendatang jumlah
mereka ada puluhan dengan perawakan tinggi kecil gemuk
kurus campur aduk. Orang yang berjalan dipaling depan adalah seorang lelaki
berperawakan tinggi besar kurang lebih delapan depa
tingginya dengan wajah merah padam ditangannya membawa
sebuah senjata palu berantai dengan punggung tergantung
gendewa dipinggang tersoren anak panah sikapnya sangat
gagah mempesonakan. "Silelaki berwajah merah yang berjalan didepan adalah
sipanah sakti penyapu jagad Tong Yen Khie" bisik Chee Toa
nio dengan suara lirih. "Orang ini memiliki tenaga dalam yang
luar biasa jangan sekali2 kau mengadu tenaga dengan
dirinya." "Ehmm!" Siauw Ling mengangguk. "Orang ini mempunyai
sikap yang gagah perkasa."
Belum selesai dia bicara Tong Yen Khie telah menerjang
datang sembari gembar gembor keras.
"Siapakah diantara kalian yang bernama Siauw Ling dari
perkampungan Pek Hoa San cung?"
Melihat cara orang itu amat keras alis Siauw Ling berkerut.
"Cayhe adalah Siauw Ling entah ada keperluan apa?"
"Bagus sekali rasakan sebuah gebukanku" tukas Tong Yen
Khie dingin. Tangan kanannya menggetar, bandulan palu berantainya
dengan disertai desiran angin tajam menyapu ke arah dada
Siauw Ling. Senjata rantai yang ada ditangannya bisa digunakan
pertarungan jarak jauh bisa pula untuk jarak dekat walaupun
jarak kedua orang ini masih terpaut sembilan depa tapi ujung
bandulan tersebut berhasil mencapai depan dada Siauw Ling.
Diam2 pemuda kita salurkan hawa murninya mengelilingi
badan mendadak pedang ditangan kanannya menotok keluar
sedang dalam hati berpikir, "Gerak gerik orang ini gagah
perkasa tenaga gwakangpun luar biasa entah bagaimana
dengan tenaga kweekangnya?"
"Jangan terima serangan bandulan berantainya dengan
kekerasan" waktu itulah terdengar Chee Toa nio berteriak
penuh kecemasan. Sembari berteriak toyanya disapu ke arah depan.
Tetapi peringatan ini datangnya terlalu lambat ujung
pedang Siauw Ling tahu2 sudah menempel diatas bandulan
berantai Tong Yen Khie. Pemuda ini segera merasakan datangnya sambaran itu
sangat ketat dan mantap membuat lengannya jadi kaku
kendati begitu serangan tersebutpun kena ditangkis oleh
Siauw Ling sehingga miring kesamping.
Tong Yen Khie tertegun tapi sebentar kemudian ia sudah
berterik kembali, "Bangsat cilik berani kau terima lagi sebuah
seranganku?" Pergelangan digetar bandulan berantai seklai lagi
menyambar ke arah depan. Tenaga sakti yang dimiliki orang ini sudah tersohor
diseluruh kolong langit kebanyakan jago Bulim pada tahu
kalau keistimewaan terletak pada soal tenaga kebanyakan
orang yang bergebrak melawan dirinya tidak suka adu
kekerasan dengan dirinya.
Sekalipun orang yang tidak tahu keistimewaannya ini cukup
melihat perawakan badannya yang tinggi besar lagi kekar
serta senjata bandulan berantai yang begitu berat tentu ia
berani pula adu kekerasan dengannya.
Oleh sebab itu sepanjang hidup belum pernah ia
menjumpai seorang lawanpun yang berani menerima
serangan bandulan berantai tersebut.
Siapa sangka ini hari dengan begitu enteng dan mudah
Siauw Ling bisa menyambut serangannya tidak aneh kalau ia
kelihatan tertegun. "Bagus akan kusambut kembali seranganmu ini" kata Siauw
Ling dingin. Hawa murni dipersiapkan melindungi badan pedang
didorong kemuka menutul diatas tubuh bandulan berantai
tersebut. Kali ini dalam serangannya Tong Yen Khie telah menambahi
tenaganya sampai beberapa bagian suara desiran tajampun
semakin gencar kedengarannya pedang dan bandulannya
dengan cepat berbentrokan kemudian berpisah kembali kali ini
tidak kedengaran sedikit suara bahkan Siauw Ling tetap berdiri
tak berkutik bagaikan batu karang.
"Sungguh luar biasa" teriak Tong Yen Khie termangu2.
Tadi sewaktu Chee Toa nio melihat Siauw Ling menyambut
datangnya serangan bandulan dengan keras lawan keras
karena takut pemuda ini tidak kuat ia persiapkan tongkatnya
untuk menolong. Siapa nyana dua kali berturut2 Siauw Ling berhasil
menangkis datangnya serangan bandulan itu tanpa gemilang
sedikitpun hatinya baru merasa kagum.
"Kesempurnaan tenaga kweekang yang dimiliki bocah ini
benar2 sudah mencapai taraf kesempurnaan hebat2" pikirnya
dalam hati. Perlahan-lahan ia tarik kembali serangannya dan mundur
kesisi kalangan untuk menonton jalannya pertempuran2
tersebut. Bakat Siauw Ling sangat bagus ditambah pula beribu2
batang jamur batu berusia ribuan tahun termakan olehnya
tanpa sengaja membuat badan yang semula lemah menjadi
kuat ditambah lagi Cung San Pek dengan gunakan ilmu
saktinya menembus ketiga urat nadinya hal ini membuat
tenaga kweekangnya makin sempurna.
Tidak aneh kalau air mukanya tetap tenang2 saja sekalipun
harus dua kali menerima datangnya serangan Tong Yen Khie
dengan keras lawan keras.
"Bagus sekali" teriak Tong Yen Khie gusar. "Berani kau
menerima sebuah seranganku lagi?"
Bandulan berantainya diputar kencang lalu membabat
batok kepala pemuda itu. Dengan membawa suara desiran tajam laksana ambrukan
gunung thaysan bandulan berantai tadi kembali menyambar
datang. Sekalipun watak Siauw Ling tinggi hati tapi setelah melihat
datangnya serangan bandulan berantai dari Tong Yen Khie
sangat dahsyat ia tak berani menerimanya dengan kekerasan.
Hawa murni segera disalurkan mengelilingi badan bukannya
mundur ia malah maju kedepan mengancam dada lawan.
Ilmu meringankan tubuh Siauw Ling diperoleh dari hasil
didikan Liuw Siauw Cu sebagai jago Ginkang nomor wahid
dikolong langit gerakan serangannya ini cepat bagaikan kilat.
Dimana bayangan manusia berkelebat ia sudah mendesak
kehadapan Tong Yen Khie tangan kiri dikebut membabat dada
lawan sedang pedang ditangan kanannya menahan rantai
lemas dari senjata bandulan orang she Tong itu.
Bila ditinjau cara menyerang macam begini amat berbahaya
dan menempuh maut padahal yang nyata justru tindakan
inilah merupakan tindakan yang paling tepat untuk menguasai
serangan bandulan berantai Tong Yen Khie yang dahsyat.
Perawakan Tong Yen Khie tinggi besar dan kekar tapi gerak
geriknya lincah sangat gesit sepasang pundak bergerak
badannya buru-buru mundur lima enam depa ke belakang.
Pergelangan menyentak ia tarik kembali senjata andalannya.
Setelah berhasil merebut posisi yang menguntungkan
Siauw Ling tidak ingin mengendorkan serangannya lagi.
Pedangnya dibabat keluar berulang kali.
Sreeet! sreeet! tiga babatan tajam mengimbangi telapak
kirinya yang melancarkan empat buah serangan dahsyat.
Serangan berantai pedang berserta telapak tangan ini
memaksa Tong Yen Khie mundur ke belakang berulang kali ia
tidak berdaya melancarkan serangan balasan bahkan hampir
terluka kena bacokan pedang Siauw Ling.
"Sam Cungcu cepat mundur ke belakang" tiba-tiba
terdengar Chee Toa nio berteriak memberi peringatan.
Kiranya saking gembiranya Siauw Ling melancarkan
serangan mendesak Tong Yen Khie tanpa sadari badannya
sudah maju sejauh dua tombak lebih dari tempat semula.
Mendengar peringatan Siauw Ling berpaling dilihatnya Chee
Toa nio sambil melintangkan tongkatnya menghadang didepan
pintu gubuk jago-jago Bulim yang mengurung disekeliling
tempat itupun telah meloloskan senjata tajam masing-masing
situasi amat tegang dan sebentar lagi bakal meledak suatu
pertarungan yang maha seru.
Siauw Ling menyentak pergelangan kanannya menarik
kembali serangan pedang yang baru ia lancarkan dalam
beberapa kali jumpalitan dia mundur kembali kedepan pintu
gubuk. Dalam jarak sejauh beberapa tombak dari depan gubuk,
semisalnya para jago bermaksud menghadang jalan
mundurnya kemungkinan besar akan berhasil memisahkan
pemuda itu tapi tak seorangpun diantara mereka yang
berkutik dari tempat masing-masing.
Terdengar Chee Toa nio berbisik kembali.
"Sitoojien yang berdiri disebelah kiri Be Boen Hwie adalah
Ing Gwat Tootiang salah seorang jago pedang terlihay dari
antara tiga jago pedang partai Cing Shia Pay ilmu pedang
orang ini amat sempurna dan merupakan andalan dari partai
Cing Shia Pay kau jangan memandang terlalu rendah dirinya!"
"Terima kasih atas petunjukmu."
"Seorang berbaju serba merah yang ada disebelah kanan
Be Boen wie merupakan jago lihay bermain api yang sudah
tersohor dalam Bulim Sam Yang Sin Tan atau sipeluru sakti
Lok Koei Ceng bersama2 Tok Hwie atau siapi beracun Cin Gak
disebut sebagai Ceng Shia Jie Hwee atau sepasang manusia
berapi dari kalangan lutus dan sesat kalau nanti kau bergebrak
melawan dirinya teristimewa hati2 dengan peluru berapinya."
Kembali Siauw Ling mengangguk sinar matanya perlahanlahan
beralih menyapu sekejap seluruh kalangan. Tampak
olehnya kecuali Be Boen Hwie Ing Gwat Tootiang sipeluru
sakti Lok Koei Ceng disekelilingnya masih berkumpul kurang
lebih dua puluh orang jago-jago lihay yang berkepandaian
tinggi. Tak terasa dalam hati ia berpikir, "Belum lama Djen Bok
Hong munculkan dirinya kembali dalam Bulim seluruh dunia
persilatan sudah dibikin gempar agaknya baik jago dari
sembilan partai besar maupun jago-jago dari kalangan lurus
serta sesat sama2 mengikat tali permusuhan sedalam lautan
dengan dirinya jelas Djen Bok Hong adalah seorang manusia
yang sangat berbahaya."
"Sam Cungcu" tiba-tiba lamunannya diputus oleh teriakan
Be Boen Hwie yang keras. "Cayhe sudah mencoba bagaimana
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lihaynya kepandaian silatmu kau memang betul2 hebat."
"Terima kasih, terima kasih Cong Piauw Pacu terlalu
memuji." Be Boen Hwie tertawa hambar.
"Ing Gwat Tootiang adalah anak murid pertama dari
ciangbujien partai Cing shia pay ia tersohor dalam Bulim
sebagai seorang jago ilmu pedang sewaktu beliau mendengar
siauwte mengagumi kepandaian silat Sam Cungcu hatinyapun
ikut tertarik kini ingin sekali beliau minta petunjuk tentang
ilmu pedang Siauw heng."
Siauw Ling tidak menjawab sinar matanya menyapu
sekejap suasana disekeliling sedang mulut membungkam
dalam seribu bahasa. Agaknya Be Boen Hwie dapat menangkap rasa keberatan
dari Siauw Ling terdengar ia menyambung lebih lanjut,
"Sebelum Siauw heng serta Ing Gwat Tootiang berhasil
menentukan siapa yang menang siapa yang kalah kami tak
akan maju setengah coen pun" ia merandek dan berpaling ke
arah para jago yang hadir disekeliling tempat itu lalu
tambahnya, "Cayhe berharap agar cuwi mundur satu tombak
ke belakang menikmati pertarungan pedang antara Ing Gwat
Tootiang melawan Siauw Sam Cungcu dari perkampungan Pek
Hoa San cung." Nama Be Boen Hwie dalam dunia kangouw ternyata luar
biasa walaupun para jago yang hadir disekeliling tempat itu
bukan anak buahnya tapi mereka menurut dan mundur satu
tombak ke belakang. Melihat situasi telah berubah Siauw Ling segera berpaling
ke arah Toa nio. "Loo popo harap kau suka menjaga diri cayhe dari sisi
kalangan." Bibir Chee Toa nio sedikit bergerak tapi ia batalkan niatnya
untuk berbicara. Siauw Lingpun tidak banyak cakap lagi dengan gagah ia
melangkah maju lima depa kedepan pedang pusakanya
disilangkan didepan dada menanti serangan.
"Sudah lama cayhe mendengar dan mengagumi nama jago
pedang dari partai Ci shian pay" katanya sembari menjura.
"Ini hari bisa berjumpa dengan Tootiang aku Siauw Ling
merasa amat beruntung."
Ing Gwat Tootiangpun segera meloloskan pedangnya yang
tersoren diatas punggung.
"Siauw Thay hiap masih muda tapi gagah perkasa pintopun
sudah lama merasa kagum."
Pedangnya disilang didepan dada, kaki perlahan-lahan
bergeser kedepan dan berhenti kurang lebih lima depa
dihadapan Siauw Ling. "siauw Thay hiap silahkan" katanya.
Siauw Ling mengangguk sedang dalam hati ia berpikir,
"Agaknya diantara para jago yang hadir disekeliling tempat ini
Be Boen Hwie Lok Koei Ceng tong Yen Khie serta Ing Gwat
Tootiang merupakan jago-jago terlihay bila aku berhasil
mengalahkan keempat orang ini sekaligus maka sisanya pasti
akan mundur dengan sendirinya...."
Berpikir demikian ia lantas berseru, "Tootiang merupakan
jago tersohor dari sebuah perguruan besar aku rasa kau tidak
akan suka merebut kesempatan untuk menguasai lawan
baiklah biar cayhe turun tangan terlebih dahulu."
"Siauw Thay hiap silahkan."
Tanpa sungkan2 lagi Siauw Ling menggetarkan pedangnya
menusuk kedepan ujung pedang bergetar keras menciptakan
tiga kuntum bunga2 pedang.
Serangan ini dinamakan Hong huang Sam Tiam Tauw atau
burung Hong tiga kali mengangguk secara lapat2 mengandung
maksud sungkan. Ing Gwat Tootiang membabatkan pedangnya kedepan
menciptakan selapis cahaya putih mengunci datangnya
serangan Siauw Ling ini. Serangan inipun merupakan suatu jurus pertahanan jelas
pihak lawanpun masih merasa sungkan.
Siauw Ling segera membalik pedangnya menciptakan dua
kuntum bunga pedang dan dengan tajam ditusuk kedepan.
Kali ini serangannya cepat dan hebat dimana ujung pedang
menyambar lewat membawa suara desiran angin serangan
tajam. Dengan sikap yang tenang Ing Gwat Tootiang
mengeluarkan jurus Huat Hun Im Yang atau Garis Pemisah Im
dan Yang menangkis datangnya tusukan tersebut.
Setelah ia mendengar pujian Be Boen Hwie atas
kesempurnaan tenaga kweekang serta jurus pedang Siauw
Ling saat ini dia bermaksud menangkis datangnya serangan
itu dengan keras lawan keras.
Siauw Ling dengan cepat memutar pedangnya sedemikian
rupa mengeluarkan jurus Hwie Hong Suo Liuw atau angin
berpusing pohon Liuw melambai sebelum Ing Gwat Tootiang
melancarkan serangan balasan pedangnya kembali sudah
membabat kedepan. Ing Gwat Tootiang yang menangkis datangnya serangan
tadi dengan keras lawan keras pergelangannya kontan terasa
jadi kaku diam2 dia merasa terperanjat.
"Nama besar orang ini ternyata bukan kosong belaka"
pikirnya dalam hati. "Aku harus berhati2 dalam menghadapi
dirinya." Melihat pedang lawan kembali menyapu datang kali ini ia
tidak berani datang menerimanya dengan keras lawan keras
pergelangan menekuk ujung pedangnya ditusuk ke arah
pergelangan kanan Siauw Ling yang mencekal pedang.
Buru-buru Siauw Ling menekan pergelangannya kebawah
untuk menghindar. Mengambil kesempatan yang sangat baik
inilah Ing Gwat Tootiang merebut posisi menyerang.
Pedangnya ditusuk kedepan berulang kali melacarkan lima
buah babatan dahsyat. Kelima buah serangan ini dilakukan cepat dan gencar
memaksa Siauw Ling tak sanggup mengirim serangan balasan
dan terdesak mundur sebanyak lima langkah.
Melihat kehebatan lawan diam2 Siauw Lingpun memuji
pikirnya, "Partai Cing Shia disebut sebagai salah satu partai
yang jago dalam ilmu pedang diantara empat partai besar
lainnya permainan pedang toosu ini benar2 luar biasa...."
Setelah berturut2 melancarkan delapan buah serangan
gerakan Ing Gwat Tootiang mulai mengendor mengambil
kesempatan ini Siauw Ling segera melancarkan serangan
balasan. Sepasang pedang saling menyambar tiada hentinya suatu
pertarungan sengitpun berkobar makin lama semakin seru.
Sang surya lenyap dibalik gunung meninggalkan sisa2
cahaya menyorot keluar dari balik pohon yang rindang dan
memantulkan serentetan cahaya yang menyilaukan mata.
Tidak sampai beberapa saat dua orang sudah bertempur
mencapai ratusan jurus lebih.
Sang surya makin tenggelam dan akhirnya lenyap dari
pandangan magribpun menjelang datang.
Cuaca gelap mulai menutupi jagat diujung langit secara
lapat2 mulai kelihatan beberapa butir bintang berkelip2 tiada
hentinya. Ditengah suasana yang remang2 cahaya pedang
menyambar meninggalkan seberkas sinar panjang
pertarungan kedua orang jago itu makin lama kian mendekati
titik-titik penentuan. Sinar mata Be Boen Hwie tajam melebihi jago lain apalagi
ia berdiri paling dekat dengan kalangan ditengah lapat2nya
cuaca dengan jelas ia dapat menemukan mengucur keluar
peluh sebesar kacang kedelai membasahi jidat Ing Gwat
Tootiang. Sebaliknya makin bertempur Siauw Ling semakin perkasa
jurus pedangpun makin menghebat bahkan boleh dikata Ing
Gwat Tootiang sudah tak berkemampuan untuk melancarkan
serangan balasan lagi. Jelas menang kalah dalam sekejap mata segera akan
terbentang. Selagi orang she Be itu melamun mendadak permainan
pedang Siauw Ling berubah hawa pedang gulung demi gulung
melanda datang dan tiada berputusan.
Sepasang pedang dengan cepat terbentur satu sama lain
menciptakan bunyi yang nyaring serta percikan bunga api
hawa pedang kontan lenyap bayangan manusia saling
berpisah. Tampak Siauw Ling sambil silangkan pedangnya didepan
dada berdiri dengan angker ditengah kalangan sebaliknya
pedang Ing Gwat Tootiang sudah tersampok jatuh diatas
tanah. Perlahan-lahan Ing Gwat Tootiang mengangkat ujung
bajunya menyeka keringat yang membasahi jidat.
"Sam Cungcu ilmu pedangmu sangat lihay cayhe merasa
bukan tandinganmu" katanya sedih.
"Tootiang terlalu merendah terima kasih2."
Ing Gwat Tootiang memungut kembali pedangnya kembali
dari atas tanah dan dimasukkan ke dalam sarung lalu ujarnya
kembali, "Walau pinto menderita kalah ditangan Sam Cungcu
tapi dalam Bulim masih banyak jago lihay yang berdatangan
mencari dirimu sekalipun Sam Cungcu berhasil menangkan
pinto belum tentu bisa menangkan para enghiong hoohan dari
seluruh kolong langit."
Dengan sedih ia putar badan dan berlalu dari sana.
Dengan termangu2 Siauw Ling memandang punggung
sitootiang dipartai Cing shia ini hingga lenyap dari pandangan
tak terasa pemuda itu menghela napas panjang.
Mendadak silelaki yang berbaju serba merah itu berkelebat
keluar sembari melepaskan senjata Hwie Liong Pangnya ia
berseru, "Cayhe Lok Koei Ceng mohon petunjukmu silat Sam
Cungcu yang lihay" nada suaranya dingin bagaikan es.
"Dengan senang hati akan cayhe iringi."
"Hati2 dengan senjata yang dicekal serta permainan api
yang tersembunyi disekeliling badannya" mendadak Chee Toa
nio sembari peringatan. "Hmm....tidak kusangka Chee Toa nio yang namanya
tersohor didaratan tionggoan telah menggabungkan diri
dengan perkampungan Pek Hoa San cung" sindir Lok Koei
Ceng sambil tertawa dingin.
"Omong kosong" tukas sinenek tua itu dengan nada gusar.
"Siapa yang bilang aku telah menggabungkan diri dengan
perkampungan Pek Hoa San cung?"
"Dihadapan orang banyak kau jual nyawa buat orang
perkampungan Pek Hoa San cung apakah dugaanku ini
salah?" "Aku membantu Siauw Ling dikarenakan ada ikatan
perjanjian diantara kami berdua apa sangkut paut urusan ini
dengan pihak perkampungan Pek Hoa San cung."
"Siauw Ling adalah Sam Cungcu dari perkampungan Pek
Hoa San cung rasanya Loocianpwee sudah tahu bukan"
timbrung Be Boen Hwie tiba-tiba.
"Sudah tentu tahu."
"Kini kau bantu Siauw Ling menghadapi kami bukankah ini
berarti kau hendak memasuki para enghiong hoohan dari
seluruh kolong langit" alasan ini sudah jelas bilamana
Loocianpwee adalah anggota perkampungan Pek Hoa San
cung hal ini masih boleh jadi bila bukan anggota
perkampungan Pek Hoa San cung apa gunanya kau
menangkap ikan diair keruh" setelah pertempuran ini hari
perduli siapa yang menang siapa yang kalah kemungkinan
sekali loocianpwee sukar mencuci bersih dosa2 ini"
demikianlah Be Boen Hwie mengakhiri kata2nya.
"Urusan pribadi tak usah kau Cong Piauw Pacu turut
campur." Terbentur batunya Be Boen Hwie sama sekali tidak jadi
gusar ia hanya tertawa hambar dan membungkam.
Sebaliknya Lok Koei Ceng tertawa dingin tiada hentinya.
"Sudah lama cayhe mendengar nama besar Chee Toa nio
sehabis membereskan Siauw Ling akan kuminta pula
petunjukmu." "Kurang ajar" teriak Siauw Ling gusar. "Apa kau anggap
dengan mengandalkan senjata Hwe Liong serta beberapa
macam senjata rahasia berapimu sudah cukup untuk
mengalahkan aku orang she Siauw."
"Kalau Sam Cungcu tidak percaya bagaimana kalau kita
coba dulu?" Sembari berkata senjata Hwee Liong Pangnya dibabat ke
arah batok kepala pemuda tersebut.
Teringat akan peringatan Chee Toa nio yang mengatakan
dibalik senjata Hwee Liong Pang tersembunyi kekukoyan
Siauw Ling tidak berani menangkis datangnya serangan
tersebut dengan keras lawan keras.
Buru-buru badannya berkelit kesamping ujung pedang
berkelebat lewat menusuk pergelangan kanan Lok Koei Ceng.
Sipeluru sakti she Lok ini segera menekan pergelangan
kenawah meloloskan diri dari tusukan pedang lawan selagi
senjata Hwee Liong Pang dipersiapkan untuk menyapu
pinggang lawan mendadak cahaya pedang berkelebat lewat
didepan mata secara berpisah pemuda itu menyapu sepasang
pergelangan kiri dan kanannya.
Menghadapi kejadian seperti ini hati tergetar keras pikirnya,
"Sungguh cepat serangan pedang orang ini...."
Buru-buru badannya mundur dua langkah ke belakang
melancarkan serangan berbareng mengancam urat nadi
disepasang pergelangan Lok Koei Ceng hal ini memaksa ia tak
sanggup mengeluarkan serangan dengan andalkan senjata
Hwee Liong Pangnya. Serangan yang mengarah suatu bagian tertentu merupakan
suatu perbuatan yang tidak mudah dilakukan tapi bagi Siauw
Ling sangat mudah sekali bahkan tidak merasa canggung.
Melihat kawannya keteter mendadak sipanah sakti penyapu
jagat Tong Yang Khie melepaskan gendewanya yang
tergantung dipunggung dan memasang anak panah ke atas
busur dengan mengarah sebuah luang kosong ditengah
kalangan dibidiknya anah panah itu keras2.
Datangnya serangan panah ini amat dahsyat ditambah pula
ia sudah memperhitungkan pergeseran tempat kedudukan
Siauw Ling tidak aneh kalau anak panah tadi dengan tepat
mengancam kehadapan tubuh pemuda tersebut.
Dalam keadaan gugup Siauw Ling tidak berpikir panjang
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lagi pedangnya dengan mengeluarkan jurus Im Yu Pit Jiet atau
awan hujan menutupi sang surya menciptakan selapis hawa
pedang melindungi seluruh anggota badan.
Traaaang....pedang serta anak panah terbentur satu sama
lain menciptakan suara yang amat nyaring.
Kekuatan anah panah itu sungguh luar biasa tangkisan
Siauw Ling hanya berhasil memukul miring anak panah itu
beberapa senti saja kesamping.
Gerakan panah masih tetap kuat dan sambil membawa
desiran angin tajam menyambar lewat dari sisi pundak
pemuda tersebut dnegan sekalian menyambar pakaian yang ia
kenakan. Beberapa milimeter kesamping pundak Siauw Ling niscaya
akan hancur tertembus anak panah tersebut.
Melihat kehebatan lawan Siauw Ling terperanjat.
"Sungguh dahsyat serangan panah ini" pikirnya.
Karena terperanjat dan pikirannya bercabang permainan
pedangnya rada merandek. Lok Koei Ceng tidak mau menyia2kan kesempatan bagus ini
lagi senjata Hwee Liong Pan dengan membawa desiran tajam
memaksa Siauw Ling mundur ke belakang.
"Bagus sekali" teriak Chee Toa Nio sambil mengobat
ngabitkan tongkatnya. "Kalian semua menganggap diri sendiri
sebagai jago-jago tersohor dari kolong langit tidak disangka
perbuatan kalian amat rendah dan sangat memalukan mau
coba main kerubut?" Sebetulnya waktu itu sipanah sakti penyapu jagad Tong
Yen Khie sudah mempersiapkan anak panah berikutnya
mendengar sindiran dari Chee Toa Nio. Air mukanya berubah
memerah dengan cepat ia simpan kembali panah yang telah
dipersiapkan. Setelah dibokong secara mendadak Siauw Ling pertinggi
kewaspadaannya terhadap diri Tong Yen Khie tapi melihat
orang tersebut secara mendadak menyimpan kembali anak
panahnya rasa risaupun kontan lenyap tak berbekas.
Semangat berkobar kembali pedangnya berturut2
melancarkan serangan dahsyat memaksa Lok Koei Ceng sekali
lagi terdesak dibawah angin.
Merasa dirinya keteter sipeluru sakti Lok Koei Ceng tertawa
dingin. "Sam Cungcu kepandaian silatmu sangat luar biasa hati2
aku segera akan mengeluarkan senjata rahasia berapiku."
Bersama2 dengan siapi beracun Cin Gak dia disebut orang
sebagai dua jago senjata berapi dari kalangan lurus dan sesat
wataknya gagah dan jujur sebelum melancarkan senjata
rahasianya dia selalu memberi peringatan terlebih dahulu.
Siauw Ling tarik napas panjang Kang Cing Khie kang
disalurkan keseluruh badan menciptakan selapis hawa
pertahanan yang kuat. "Silahkan turun tangan!" serunya sambil tetap
memperkencang permainan ilmu pedangnya.
Ia tahu senjata berapi milik Lok Koei Ceng tentu
merupakan senjata rahasia yang sangat beracun dan bahaya
kalau bisa memaksa ia hingga keteter dan tidak sanggup
mengeluarkannya hal ini jauh lebih baik.
Mendadak terlihat Lok Koei Ceng meloncat mundur ke
belakang sejauh delapan depa dan meloloskan diri dari
lingkaran pedang Siauw Ling senjata Hwee Liong Pang yang
dicekalnya segera diayun kedepan.
Serentetan lidah api dengan menimbulkan cahaya yang
menyilaukan mata menyembur kedepan dengan dahsyat
ditengah malam gelap. Mengikuti arah tiupan angin, jilatan api tadi menyembur
kedepan tubuh Siauw Ling kemudian mengembang makin luas
dan berubah jadi sebuah kobaran api setinggi tiga depa.
Siauw Ling terkesiap pikirnya, "Sungguh lihay...."
Sembari mengempos napas segera mencelat ke atas.
Segulung gumpalan api dengan cepat menyembur lewat
melalui bawah sepasang kakinya.
Agaknya serangan Lok Koei Ceng barusan sudah
direncanakan matang dan iapun dapat menduga Siauw Ling
pasti akan meloncat ketengah udara untuk menghindar.
Senjata Hwee Liong Pangnya dengan cepat diangkat dan
tombol ditekan sekali lagi sebuah jilatan api menyembur ke
atas. Siauw Ling yang masih berada ditengah udara buru-buru
menarik sepasang kakinya lebih ke atas mendadak ia bersalto
beberapa kali dan melayang empat lima depa kesamping
dengan nyaris ia berhasil lolos pula dari jilatan api tersebut.
Lok Koei Ceng benar2 terperanjat pikirnya, "Kehebatan
orang ini tak boleh dipandang enteng aku harus berhati2
menghadapi dirinya."
Senjata Hwee Liong Pangnya tidak berani melancarkan
serangan gegabah lagi. Kiranya di dalam senjata Hwee Liong Pang ini ramuannya
tersembunyi tiga macam alat rahasia setiap api beracun
sebanyak tiga kali. Dan kini sudah ada dua alat rahasia yang ditekan olehnya
tanpa membawa hasil dengan demikian tersisa sebuah tombol
yang terakhir. Bilamana jilatan api inipun sudah disemburkan keluar maka
senjata Hwee Liong Pang akan berubah jadi sebuah senjata
biasa ia harus buang banyak tenaga dan waktu lagi untuk
membuat kembali obat berapi tersebut ke dalam senjatanya.
Siauw Ling yang dua kali berhasil meloloskan diri dari
semburan api beracun walaupun tidak sampai terkena tapi
teringat akan kecepatan serta kedahsyatan sebuah api itu
dalam hati merasa terperanjat juga.
Diam2 ia putar otak untuk mencari jalan bagaimanakah
caranya merusak dan menghancurkan senjata yang amat
beracun ini. Kedua orang itu sama2 punya pikiran sama2 menaruh rasa
jeri dengan begitu siapapun tidak berani bergerak secara
gegabah mereka berdiri saling berhadapan sambil diam2
mempersiapkan diri. Mendadak Chee Toa nio tertawa dingin.
"Lok Koei Ceng sering aku dengar orang berkata bahwa
senjata Hwee Liong Pang mu setiap kali menghadapi musuh
hanya bisa menyemburkan api beracun sebanyak tiga kali
entah benarkah berita itu?"
Jelas maksud sinenek ini berkata demikian adalah memberi
kisikan kepada Siauw Ling bahwa senjata Hwee Liong Pang
tersebut hanya tinggal sekali penggunaan setelah satu kali lagi
maka habislah sudah kegunaannya.
"Sedikitpun tidak salah" kata Lok Koei Ceng dingin.
"Senjata Hwee liong Pang ku masih bisa menyemburkan api
beracun sekali lagi aku rasa berita ini bukan suatu kejadian
yang aneh jago-jago Bulim yang terluka oleh serangan api
beracunku dalam semburan ketigapun tidak sedikit jumlahnya
Sam Cungcu kau harus berhati2."
Terhadap senjata Hwee Liong Pang tersebut Siauw Lingpun
menaruh rasa jeri pedangnya diselang didepan badan
melindungi dada sedang badannya tidak berani berdiri terlalu
dekat dengan pihak lawan.
"Orang Bulim paling mengutamakan kejujuran serta
kelapangan dada" ujar Chee Toa Nio kembali. "Menggunakan
senjata rahasia bukan tindakan seorang jujur apalagi senjata
rahasia yang kau gunakan adalah senjata api beracun
sekalipun namamu tersohor diseluruh kolong langit tapi kau
tak bisa terhitung sebagai seorang enghiong hoohan."
Sindiran ini membangkitkan rasa gusar dalam dada Lok
Koei Ceng. "Kurang ajar para enghiong dikolong langit siapa yang tidak
tahu kalau aku Lok Koei Ceng ahli dalam penggunaan senjata
berapi apa perlunya kau nenek pengemis banyak cingcong?"
Karena gusar susah ditahan tidak tanggung2 lagi ia maki
nenek tua ini sebagai sinenek pengemis.
Watak Chee Toa Nio pada dasarnya memang berangasan
kena dimaki meledaklah hawa gusar yang berkobar dalam
dadanya. "Orang lain mungkin takuti senjata berapimu itu tapi aku
Chee Toa Nio tak akan takut" bentaknya gusar. "Sam Cungcu
cepat mundur biar kuiringi dirinya sejenak."
"Tak bisa jadi belum menentukan siapa yang menang siapa
yang kalah bagaimana boleh disudahi sampai disini saja
pertarungan ini." Mendadak badannya maju kedepan kakinya melangkah
Tiong Kong menusuk ulu hati Lok Koei Ceng.
Lok Koei Ceng segera mengayunkan senjatanya Hwee
Liong Pangnya kedepan segulung jilatan api laksana kilat
menyambar keluar. Senjata rahasia terakhir yang tersembunyi dibalik senjata
Hwee liong Pangnya ini sangat luar biasa jilatan apinya
melebihi jilatan api sebelumnya.
Siauw Ling mendesak kedepan justru ia bermaksud
memancing orang itu melancarkan semburannya yang terakhir
kini melihat jilatan api menyembur datang dengan amat
dahsyat buru-buru ia jatuhkan diri ke atas tanah dengan
punggung menempel tanah mendadak ia berputar satu
lingkaran meloloskan dari semburan api kemudian meloncat
bangun berdiri. Lok Koei Ceng sudah banyak pengalaman dalam
menghadapi musuh melihat Siauw Ling jatuhkan diri ke atas
tanah sembari mengeluarkan jurus bahaya.
Untuk menghindari semburan api dalam hati segera
menduga apabila pihak lawan telah mempersiapkan suatu
rencana. Tak terasa kewaspadaannya dipertinggi melihat Siauw Ling
putar badan sambil menerjang kedepan senjata Hwee Liong
Pangnya melancarkan serangan terlebih dahulu dengan jurus
Kiem Ciam Teng Hay atau jarum emas menenangkan
samudra. Waktu Siauw Ling hendak bangun berdiri senjata Hwee
Liong Pang telah tiba didepan dada dalam keadaan gugup
pedangnya segera didorong kedepan dnegan jurus Pit Bun Tui
Gwat atau menutup pintu mendorong rembulan menutup
seluruh badan. Pedang Hwee Liong Pang bentrokan jadi satu menimbulkan
getaran keras mengambil tenaga getaran itulah Siauw Ling
meloncat bangun. Jurus serangan Lok Koei Ceng mendadak berubah secara
beruntun ia melancarkan tiga buah serangan berantai.
Siauw Ling segera menggetarkan pedangnya melindungi
badan dengan memilih posisi bertahan dengan keras lawan
keras ia pukul ketiga jurus serangan tersebut.
Senjata Hwee Liong Pang yang berada ditangan kanan Lok
Koei Ceng tiada hentinya melancarkan serangan gencar
sedang tangan kiri merogoh saku mengambil dua butir api
Sam Yang Lieh Hwee Tan. Chee Toa Nio tahu bahwa jago ini pandai menggunakan
senjata rahasia berapi melihat ia merogoh sakunya dengan
cepat perempuan itu berteriak, "Sam Cungcu hati2 dengan
senjata rahasia yang berada ditangan kirinya."
Siauw Ling terkesiap pikirnya, "Kalau ia melancarkan
senjata rahasia beracun dalam jarak sedemikian debatnya
bagaimana aku bisa berkelit...."
Padahal bersama dengan berputarnya otak telapak kiripun
sudah mengirim sebuah babatan dahsyat kedepan.
Segulung angin pukulan disertai dengan angin desiran
tajam menggulung kedepan.
Baru saja Lok Koei Ceng meraba senjata rahasia Sam Yang
Lieh Hwee Tan tenaga pukulan Siauw Ling telah datang
membabat telapak tangan kiri orang she Lok itu.
Ketika itu Lok Koei Ceng sedang mencekal senjata rahasia
ia tidak berani menyambut datangnya serangan telapak Siauw
Ling dengan keras lawan keras.
Tak kuasa lagi tangannya mengendor peluru Lih Hwee Tan
mencelat ketengah udara dan jatuh kurang lebih empat lima
depa disamping kalangan. Bluuum....bluuum dua ledakan bergema serasa membelah
bumi dua gulung jilatan api warna hijau segera berkobar
membakar seluruh permukaan tanah.
"Aaaai....sungguh hebat senjata rahasia berapi ini kalau
sampai mengenai badan dan menimbulkan ledakan entah apa
yang terjadi" senjata rahasia macam ini benar2 bahaya aku
tak boleh memberi kesempatan lagi padanya untuk
mengeluarkan senjata yang lain."
Pedangnya segera bergetar melancarkan serangan gencar
kedepan. Setelah pikirannya terbuka Lok Koei Ceng tidak
berkesempatan untuk banyak bertingkah lagi serangan
pedang datangnya sambung menyambung bagaikan ombak
disamudra seketika sipeluru sakti she Lok ini terkurung dalam
bayangan pedang. Para jago yang menonton jalannya pertempuran dari sisi
kalangan diam2 merasa sangat terperanjat setelah dipanah
sakti menyapu jagat Tong Yen Khie menderita kalah Ing Gwat
Tootiang adalah seorang jago pedang dari Cing Shia Pay pun
menderita kalah ditangan Siauw Ling.
Dan kini kendati sipeluru sakti Lok Koei Ceng belum sampai
kalah bila ditinjau dari keadaannya sebentar lagi iapun bakal
menyusul kawan2nya yang terdahulu.
Bila dibicarakan dari kepandaian silat yang mereka bertiga
miliki, boleh terhitung sebagai jago kelas wahid dan kalau
mereka bertiga sama2 dikalahkan maka satu2nya lawan Siauw
Ling tinggal Be Boen Hwie saja.
Kita balik pada Chee Toa Nio yang melihat Siauw Ling
makin bertempur semakin perkasa hatinya terasa tergetar
keras ia merasa gembira juga cemburu.
Kembali Lok Koei Ceng mempertahankan diri sebanyak
puluhan jurus dengan ngotot mendadak Siauw Ling
membentak keras, "Lepas tangan."
Lok Koei Ceng benar2 penurut, bersamaan dengan
bentakan itu ia lepaskan senjata Hwee Liong Pang yang
dicekalnya ditangan. Pada dasarnya Siauw Ling sudah mendongkol akan
kekejian senjata rahasianya pergelangan segera disentak
ujung pedangnya ditempelkan ke atas dada Lok Koei Ceng.
Ternyata sipeluru sakti tidak malu disebut seorang
enghiong hoohan walaupun jiwanya terancam ia sama sekali
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak kelihatan jeri. "Cayhe mengakui kepandaian silatku tidak becus sekalipun
mati juga tak perlu disesali Sam Cungcu silahkan turun
tangan" katanya dingin.
Mendadak Siauw Ling menarik kembali pedangnya yang
mengancam dada Lok Koei Ceng.
"Maaf....maaf....!"
"Kepandaian silat Sam Cungcu betul2 lihay" kembali Lok
Koei Ceng berkata dengan kepala tertunduk.
"Saudara terlalu memuji" sinar matanya menyapu sekejap
wajah seluruh jago kemudian tambahnya, "Siapa diantara
kalian yang ingin bertanding lagi dengan diriku?"
Setelah melihat kelihayan ilmu silat Siauw Ling serta
kesempurnaan jurus serangannya diantara para jago tak
seorangpun yang berani unjukkan diri untuk menerima
tantangan ini. Suasana sunyi senyap tak kedengaran suara
sedikitpun. Akhirnya Be Boen Hwie mendehem.
"Kepandaian silat Sam Cungcu betul2 luar biasa tidak aneh
kalau kau bisa terpilih sebagai tangan kanan Djen Bok
Hong...." Siauw Ling kerutkan dahi. Sebelum dia menjawab Be Boen
Hwie telah menyambung kembali, "Cuma pertarungan kita ini
hari bukan suatu pertandingan perebutan nama seperti apa
yang sering terjadi di dalam Bulim walaupun berturut2 Cungcu
berhasil menangkan beberapa kali pertandingan kami hanya
mengakui bahwa ilmu silat Sam Cungcu sangat lihay ini bukan
berarti kami sudah kehilangan semangat serta niat untuk
melenyapkan diri Sam Cungcu."
"Cukup kalian tak usah banyak bicara lagi" tukas Chee Toa
Nio dingin. "Kalau kalian ingin turun tangan berbareng ayolah
cepat turun tangan."
Setelah mendengar ucapan dari Chee Toa nio ini Siauw
Ling baru tersadar kembali terhadap maksud ucapan Be Boen
Hwie ia menghela napas panjang.
"Aaaai....betul saat ini aku Siauw Ling merupakan Sam
Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San cung tapi aku belum
pernah melakukan perbuatan yang begitu jahat desakan cuwi
yang demikian kencang dan bersikeras sungguh membuat aku
punya mulut susah bicara. Senjata tajam tak bermata kalau
cuwi ngotot hendak turun tangan berbareng aku takut
peristiwa ini akan berakibat banjir darah...."
"Kami orang2 yang sering melakukan perjalanan dalam
dunia kangouw tidak pernah pikirkan soal mati hidup diri
sendiri harap Sam Cungcu tak usah merasa kuatir buat
keselamatan kami" tukas Be Boen Hwie ketus.
Air muka Siauw Ling kontan berubah hebat.
"Jika Cuwi bersikeras ingin berkelahi cayhepun tak bisa
berdiam diri saja" serunya.
Mendadak pedangnya disilang didepan dada sepasang
mata dengan memancarkan cahaya tajam melototi wajah Be
Boen Hwie tak berkedip. Pengetahuan Be Boen Hwie sangat luas melihat sikap
Siauw Ling dalam menghadapi lawannya ia segera tahu
apabila gaya ini merupakan gerakan dari ilmu pedang terbang
yang merupakan ilmu tingkat paling atas hatinya kontan
bergidik. Ia tahu kalau dirinya bersikeras turun tangan maka banyak
jago akan menggeletak dengan darah berceceran.
Dengan cepat ia pencet tombol rahasia diatas kipasnya
seraya membentak keras, "Harap kalian semua mundur ke
belakang aku hendak bergebrak seorang lawan seorang
dengan Sam Cungcu." Tindakan Be Boen Hwie walaupun mendatangkan rasa
tercengang dihati para jago tapi ia mengerti kalau kepandaian
silat sang Cong Piauw Pacu dari empat keresidenan ini sangat
lihay tanpa membantah lagi orang2 itu mundur ke belakang.
Siauw Ling tak bergemilang dari posisi semula seluruh
tenaga kweekangnya disalurkan ke atas pedangnya siap
melancarkan serangan. Sebaliknya Be Boen Hwie sambil mencekal kipasnya yang
diarahkan kekaki Siauw Ling berdiri tak berkutik ia tidak berani
turun tangan secara gegabah.
ooooooo0oooooooo Jago she Be ini merasa gaya Siauw Ling di dalam
pertahanannya ini mempunyai dua kemungkinan menyerang
dan kemungkinan bertahan.
Walaupun ia sudah coba mengancam dari berbagai arah
belum berhasil juga menemukan titik-titik lubang kelemahan
yang bisa digunakan untuk melancarkan serangan.
Lama sekali ia berpikir tapi kesempatan untuk turun tangan
tidak dijumpai juga. Mendadak terlihat olehnya Siauw Ling menggoyangkan
badan dan menghembuskan napas panjang pedang yang telah
dipersiapkan diturunkan ke atas tanah.
"Be heng silahkan pulang" katanya sambil ulapkan tangan.
"Hari esok masih panjang sekalipun kau bersikeras hendak
membinasakan aku Siauw Ling rasanya tak perlu gelisah pada
malam ini juga." Perlahan-lahan Be Boen Hwie tarik kembali kipasnya dan
berbisik lirih, "Aku tak sanggup menerima seranganmu ini."
"Aaaakh Be heng terlalu memuji."
"Setelah siauwte tinjau beberapa lama aku merasa Siauw
heng tidak mirip orang asal perkampungan Pek Hoa San
cung?" Siauw Ling segera tertawa hambar.
"Nyatanya aku adalah Sam Cungcu dari perkampungan Pek
Hoa San cung" katanya.
"Aku duga dibalik kesemuanya ini pasti tersembunyi suatu
rahasia aku orang she Be dengan senang hati mengajak Siauw
heng untuk membicarakan persoalan ini secara blak2kan."
Ia merandek dan menghela napas panjang sambungnya
lebih jauh, "Siauwte sudah berkelana di dalam dunia kangouw
dan menjelajahi pelbagai tempat berkenalan dengan banyak
enghiong hoohan tapi baru kali ini kujumpai manusia
berkepandaian serta kecerdikan macam Siauw heng dunia
persilatan ini sedang diliputi napsu membunuh kaum iblis
bermunculan dimana2."
"Siauw heng sebagai seorang pendekar muda seharusnya
membantu rakyat membasmi kaum iblis dan membuat banyak
jasa untuk kesejahteraan kaum lurus mengapa kau malah
berkawan dengan kaum iblis menciptakan keonaran bagi umat
manusia." "Kesulitan Siauwte susah dibicarakan dengan sepatah dua
patah kata" kata Siauw Ling seraya menjura. "Besok malam
siauwte akan menanti kedatanganmu disini apabila Be heng
ada waktu silahkan datang memenuhi janji."
"Baik besok malam pada kentongan ketiga Siauwte akan
datang memenuhi janji dan selama ini aku akan berusaha
mencegah para enghiong untuk bikin keonaran disini."
Sehabis berkata ia putar badan dan berlalu dengan
membawa para jago lainnya.
Terdengar Chee Toa Nio sambil mendepakkan tongkatnya
ke atas tanah berseru keras, "Menurut dugaanku malam ini
banyak darah akan mengalir dibawah pohon tua ini banyak
mayat akan kegelimpangan didepan gubukku siapa nyana
pertarungan ini berakhir dengan keadaan yang aman."
"Sikap Be Boen Hwie yang gagah perkasa benar2 luar
biasa" puji Siauw Ling.
"Kalau dia tidak gagah perkasa dengan usianya yang masih
muda mana bisa menduduki kursi kepemimpinan para jagi dari
empat keresidenan besar."
Siauw Ling mendongak memandang awan diangkasa dan
menghembuskan napas panjang.
"Aaaai....semoga malam ini tak ada orang yang datang
mencari gara2 lain."
"Samya!" dari belakang terdengar Kiem Lan berseru manja.
"Setelah kau mengalami tiga kali pertarungan sengit,
seharusnya beristirahatlah sebentar."
Ia terima pedang dari tangan pemuda itu dan bantu
memasukkan ke dalam sarungnya.
"Bagaimana keadaan luka racun yang diderita Giok Lan
serta nona Tong?" "Setelah minum obat kesehatannya pulih kembali seperti
sedia kala kini mereka sedang bersemedi dalam ruangan
rahasia. Biarlah budak pergi periksa."
Ia putar badan dan berjalan masuk ke dalam ruangan.
mendadak Chee Toa Nio tertawa tergelak.
"Sudah sepuluh tahun lamanya aku tidak pernah bergebrak
melawan orang" katanya kegirangan. "Pertarungan ini hari
sungguh memuaskan hatiku. Bocah kau lelah?"
"Keadaan cayhe masih baik. Aaaaai....Loo popo harus turun
tangan sendiri menghadapi musuh dan mengikat permusuhan
dengan orang lain cayhe merasa tidak enak hati."
"Kau tidak bisa bicara demikian kita sedang saling bertukar
syarat ini aku membantu kau dan besok kau membantu aku
tak bisa dibicarakan enak hati atau tidak."
"Loo popo sebenarnya besok kau akan memenuhi janji
siapa bolehkah cayhe tahu?"
"Besok kau bakal tahu dengan sendirinya apa perlunya
gelisah disatu saat?"
Ketika itu Kiem Lan, Giok Lan serta Tong Sam Kauw
dengan beriring jalan keluar dari dalam ruangan.
Setelah mengalami siksaan selama beberapa waktu badan
Tong Sam Kauw serta Giok Lan menjadi amat kurus wajahnya
kucal dan matanya mendelong kedalam.
Mungkin Kiem lan telah menceritakan kisah bagaimana
Siauw Ling menolong jiwa mereka berdua karena sewaktu
mereka berdua menjumpai pemuda tersebut bersama2
menjura dan mengucapkan terima kasih atas pertolongannya.
Buru-buru Siauw Ling membalas hormat mereka.
"Obat pemusnah yang menolong jiwa kalian adalah
pemberian Chee Loocianpwee tersebut seharusnya kalian
mengucapkan terima kasih kepadanya."
"Tidak perlu" potong Chee Toa Nio cepat dengan nadanya
yang dingin bagaikan es. "Kita saling ada janji bertukar syarat
diantara kita, mereka tak usah mengucapkan terima kasih
kepada diriku lagi."
Melihat kesemuanya ini Tong Sam Kauw jadi tertegun tibatiba
bisiknya kepada sang pemuda, "Kau telah bertukar apa
dengan dia untuk mendapatkan obat pemusnah tersebut?"
"Aaaai....tidak ada apa2" sahut Siauw Ling tersenyum. "Aku
hanya menyanggupi dirinya untuk memenuhi sebuah
perjamuan. Nona luka racunmu baru saja sembuh, kesehatan
badan masih belum pulih seperti sedia kala lagipula suasana
disekeliling kita sangat bahaya musuh tangguh setiap saat bisa
datang menyerang." Ia merandek sejenak sinar mata perlahan-lahan menyapu
sekejap wajah Tong Sam Kauw serta Giok Lan lalu
sambungnya, "Asal kalian berdua bisa cepat pulihkan sebagian
tenaga murnimu ini berarti kalian mengurangi satu bagian
mara bahaya yang mengancam keselamatan kalian."
Mendadak Chee Toa Nio bangun berdiri dan memandang
sekejap Kiem Lan bertiga katanya dengan suara yang dingin
kaku, "Kalian bertiga jangan mengganggu dirinya lagi setelah
mengalami beberapa kali pertarungan sengit saat ini ia
membutuhkan waktu untuk baik2 beristirahat."
Ketiga orang gadis itu ternyata sangat penurut mereka
mengiakan dan bersama2 mengundurkan diri keruang
belakang. Siauw Lingpun mencari sebuah tempat yang bersih diruang
tamu untuk duduk bersila dan mulihkan kembali tenaga
murninya yang banyak hilang karena pertarungan sengit
barusan. Sedangkan Chee Toa Nio sendiripun mencari sebuah
tempat di dalam ruangan tamu itu menemui Siauw Ling duduk
menemani. Menanti kentongan kelima sudah lewat haripun sudah
terang tengah Siauw Ling baru selesai bersemedi dan bangun
berdiri wajahnya segar dan semangatpun pulih seperti sedia
kala. "Sang surya sudah muncul diufuk sebelah timur" kata Chee
Toa Nio sambil melongok keluar jendela. "Kau harus cuci
muka dan ganti satu stel baju baru...."
"Loo popo tidak usah kuatir saat ini hari masih sangat
pagi." Kerutan diatas wajah Chee Toa Nio yang tua kelihatan
makin nyata sepasang alis berkerut penuh rasa murung tiada
hentinya ia berjalan bolak balik dalam ruangan.
Waktu tengah hari dengan cepatnya berlalu pada saat
itulah dari tempat kejauhan tampak munculnya sebuah tandu
kecil warna hijau berlari mendekat.
"Bocah kau harus ingat sejak saat ini namamu adalah Chee
Giok" bisik Chee Toa Nio dengan cepat setelah melihat
munculnya tandu kecil tadi. "Sesudah kau menyanggupi
perintahku sampai perjamuan selesai jangan sekali2 bocorkan
rahasia ini." Ketika mereka sedang bercakap2 dua buah tandu kecil
warna hijau itu sudah tiba didepan gubuk.
Chee Toa Nio segera menggandeng tangan kanan Siauw
Ling keluar dari gubuk dan masing-masing naik kesebuah
tandu. Mengambil kesempatan itulah Siauw Ling melirik sekejap
keempat orang penggorong tandu tampak olehnya air muka
mereka pucat kehijau2an bagaikan seseorang yang sudah
lama kedinginan didaerah yang bersalju sepasang mata
memancarkan cahaya tajam dan sekali pandang siapapun tahu
kalau mereka memiliki tenaga kweekang yang amat
sempurna. Baru saja kedua orang itu duduk dalam tandu keempat
lelaki tadi sudah turunkan horden dan menggotong tandu itu
lari kedepan. Terasa tandu itu makin berlari makin cepat dan akhirnya
cepat bagaikan larinya kuda jempolan tak terasa hati Siauw
Ling rasa bergerak pikirnya, "Cukup ditinjau dari cara keempat
orang penggotong tandu ini lari sudah membuktikan bila
kepandaian silat yang mereka miliki tidak lemah."
Kurang lebih satu jam kemudian mendadak tandu itu
berhenti. "Tidak kusangka pada suatu saat aku Siauw Ling bisa naik
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tandu" pikir pemuda itu kegelian.
Horden tampak disingkap dan Chee Toa Nio telah berdiri
didepan pintu. "Giok Jie mari turun."
Siauw Ling memandang sekejap wajah Chee Toa Nio lalu
perlahan-lahan turun dari tandu hatinya sangat tidak tenang
pikirnya, "Orang lain menyaru namaku sehingga membuat
dunia kangouw kacau balau tidak keruan tidak disangka ini
hari aku Siauw Ling pun harus menyaru nama orang lain...."
Ketika ia mendongak terlihatlah sebuah ruangan dengan
perabot yang mewah, indah dan antik terbentang didepan
mata pintu terbuka lebar2 asap dupa mengepul menutupi
pemandangan disekeliling sana.
kedua buah tandu kecil itu tepat berhenti didepan ruangan
tersebut. Keempat orang penggotong tandu tadi dengan sikap
hormat dan serius berdiri disebelah samping keadaannya
penuh kewibaan. Siauw Ling mulai ragu2 tak tertahan lagi ia berbisik lirih,
"Loo popo rumah siapakah ini?"
Sebuah halaman yang sangat luas dimanapun terdapat
bangunan macam begini mungkin terletak diujung langit dan
mungkin terletak dekat didepan mata, Siauw Ling
tersenyum.... "Ehmmmm....terima kasih atas petunjukmu...."
"Saat ini kita sebagai nenek dan cucu kau jangan sebut
diriku sembarangan menyebut diriku" seru Chee Toa Nio buruburu.
Sudah tentu saja beberapa patah kata ini disampaikan
dengan ilmu mengirim suara.
"Akan kuingat selalu...."
Belum selesai pemuda itu bicara mendadak dari balik
ruangan yang lapat2 tertutup dupa wangi muncul serentetan
suara yang nyaring dan bening.
"Hujien bagaimana keadaanmu sejak perpisahan apakah
kau masih ingat dengan kawan lamamu dari Pak Hay?"
"Sejak perpisahan diistana es dalam sekejap mata sepuluh
tahun sudah berlalu, selama ini kuingat selalu akan dirimu dan
terima kasih atas undanganmu ini hari."
"Haaa....haaa....pemuda itulah cucumu?"
"peristiwa yang terjadi diistana es tempo dulu sudah lama
berlalu waktu itu usia cucuku masih amat muda mungkin ia
sudah melupakannya."
Kembali orang yang berada dalam ruangan tertawa
terbahak2. "Ia mungkin lupa tapi Siauw Ling tidak pernah melupakan
hal ini setiap hari ia ribut saja kepada loohu agar bisa
berjumpa kembali dengan cucumu walaupun dalam istana es
di Pak Hay banyak terdapat barang aneh setiap hari ia murung
dan gelisah tidak tenang lama kelamaan loohu tidak tega dan
akhirnya membawa siauwli berangkat keselatan untuk
meleyapkan rasa rindu dalam hati putriku."
Melihat dirinya tidak dipersilahkan masuk dalam hati Siauw
Ling segera berpikir, "Orang ini sungguh lucu setelah
mengundang kami datang kemari mengapa tidak membiarkan
kami masuk ke dalam ruangan untuk duduk."
Belum habis ia berpikir tampak sesosok bayangan manusia
berkelebat lewat diantara tebalnya asap dupa wangi seorang
kakek tua berjubah sutera dengan sulaman naga dan
berjenggot putih sepasang dada telah muncul didepan pintu.
Peristiwa lima tahun berselang kembali berkelebat dalam
benak Siauw Ling ia mengenali kembali si kakek tua ini
sebagai Pak Thian Coencu atau sirasul sakti dari langit utara
yang pernah dijumpai didepan kamar Boe Wie Tootiang dalam
kuil Sam Yen Koan tempo dulu.
"Merepotkan coencu harus menyambut sendiri" buru-buru
Chee Toa Nio menjura dan tertawa.
"Haaa....haaa....hujien terlalu sungkan kalian berdua
silahkan masuk ke dalam ruangan" ujar Pak thian Cungcu
sambil tertawa. "Giok Jie kenapa kau tidak tahu adat" kata Chee Toa Nio
sambil melirik sekejap diri Siauw Ling. "Setelah berjumpa
dengan cianpwee kenapa tidak hunjuk hormat."
Terpaksa Siauw Ling menyincing baju jatuhkan diri berlutut.
"Boanpwee Chee giok menghunjuk hormat buat
loocianpwee." "Haaa....haaa....bagus2" kata Pak Thian Coencu tertawa
tergelak ia bimbing Siauw Ling untuk bangun. "Keponakan
Chee silahkan bangun." Dengan riang gembira dibimbingnya
Siauw Ling masuk ke dalam ruangan.
Setelah masuk ke dalam ruangan tiba-tiba terasa hawa
dingin menyerang datang saking dinginnya bagaikan
memasuki sebuah gua alam yang penuh dilapisi salju.
Dalam hati Siauw Ling merasa keheranan sinar matanya
dengan tajam menyapu sekejap sekeliling tempat itu.
Tampaklah olehnya dikedua belah samping ruangan berdiri
enam belas buah gentong besar didinding belakang terdapat
sebuah hioloo kumala asap dupa mengepul dari hioloo
tersebut sedang hawa dingin muncul dari dalam keenam belas
gentong raksaa tadi. Dupa wangi dan hawa dingin bercampur di dalam ruangan
menciptakan selapis kabut yang tebal.
Sambil menggandeng tangannya Pak Thian Tjoensu
membawa pemuda itu masuk ke dalam ruangan dan
mempersilahkan ia ambil duduk dimeja perjamuan.
"Keponakan Chee silahkan duduk" katanya sambil tertawa.
Tanpa sungkan2 lagi Siauw Ling mencari tempat dan
duduk. Setelah semua orang ambil tempat masing-masing barulah
Pak Thian Coencu memandang sekejap diri Chee Toa Nio
katanya, "Cucumu benar2 hebat wajahnya tampan tiada
tandingannya Hujien bisa mempunyai cucu sebagus ini loohu
patut memberi selamat kepadamu dan arwah Chee heng yang
ada dialam bakapun tentu merasa tenang."
"Dikemudian hari masih membutuhkan banyak bimbingan
dari Coencu." "Hujien terlalu merendah."
Ia merandek sejenak lalu sambungnya lagi, "Dari istana
dilaut utara Loohu membawa datang beberapa macam
hidangan yang susah didapatkan mari kita minum beberapa
cawan." Sembari berkata si kakek tua itu bertepuk tangan beberapa
kali. Beberapa saat kemudian dari balik kabut dupa wangi
muncul empat orang dara cantik berbaju putih ditangan
masing-masing gadis membawa sebuah nampan kayu diatas
nampan terdapat sebuah mangkok kumala.
Melihat hal itu kembali Siauw Ling berpikir di dalam
hatinya, "Di dalam ruangan yang demikian dinginnya sehingga
merasuk ketulang aku duga hidangannya tentu hidangan yang
dingin semua...." Dilihatnya pada nampan sang dara berbaju putih yang
terakhir kecuali membawa sebuah mangkok kumala terdapat
pula tiga pasang sumpit tiga cawan serta sebuah botol
pualam. "Chee Si heng bagaimana dengan takaran arakmu?" ujar
Pak Thian Coencu sambil menyambut botol pualam itu dan
membuka penutupnya. "Boenpwee tidak gemar minum arak."
"Bagus kalau begitu kau kurangi saja minum arak."
Ia tuang isi botol pualam itu sebanyak tiga tetes ke dalam
cawan Siauw Ling. Melihat isi botol tadi paling banyak hanya enam kati arak
Siauw Ling segera berpikir dalam hatinya, "Walaupun aku
tidak doyan minum arak tapi kalau suruh minum arak satu
botol itu rasanya tidak akan mabok orang ini benar2 tidak
pandang sebelah matapun terhadap diriku masa aku hanya
diberi tiga tetes arak saja...."
Tampak Pak Thian Coencu memenuhi cawan Chee Toa Nio
dengan setengah cawan arak kemudian menuang setengah
cawan pula dalam cawan sendiri.
Setelah itu sambil angkat cawan sendiri katanya, "Mari2
kita coba arak teratai salju mabok selaksa hari dari loohu ini."
Siauw Ling angkat cawannya bermaksud sekali teguk
menghabiskan isi cawannya tapi sewaktu melihat Pak Thian
Coencu hanya meneguk setetes saja hatinya jadi bergerak.
"Arak ini disebut arak teratai salju mabok selaksa hari aku
juga tentu termasuk sebangsa arak yang bersifat keras"
pikirnya dihati. "Baiklah akupun akan mencicipi setetes
dahulu." Setelah berpikir demikian iapun meniru cara sirasul dari
langit utara meneguk setetes isi cawannya.
Begitu tadi arak itu masuk kemulut segera timbullah bau
harum yang keras dan panas langsung menyerang ke dalam
pusar. "Keponakan Chee!" terdengar Pak Thian Cungcu menegur
sambil tertawa. "Kalau kau tidak kuat dengan pengaruh arak
jangan kau habiskan isi cawan tersebut nah cobalah
bagaimana rasanya beberapa macam masakan itu!"
JILID 8 Ia letakkan cawan sendiri kemeja, lalu menyodorkan ketiga
mangkok berisikan masakan itu kehadapan sang pemuda.
Pada mangkok yang pertama berisikan selapis benda
berwarna putih salju lapisan itu mirip dengan minyak babi
yang telah membeku dalam mangkok.
Pada mangkok yang kedua berisi tiga buah bulatan
berwarna merah tawar, kecuali warnanya sangat aneh
bentuknya mirip dengan kentang.
Sedang pada mangkok yang ketiga berisikan kuah kental
berwarna hijau tua, entah berisikan benda apakah dibalik kuah
itu. Sambil angkat sumpit kembali Pak Thian Coen cu berkata,
"Keponakan Chee Siauw li sudah lama menanti kedatanganmu
diruang belakang ayoh cepat cicipi masakan ini."
Ia segera menggerakkan sumpit sambil menuding mangkok
pertama katanya, "Mangkok ini berisi telapak beruang seribu
tahun keponakan Chee silahkan."
Siauw Ling mengambil sesendok dan dimasukkan ke dalam
mulut rasanya betul2 lezat sehingga tak terasa ia berpikir,
"Pak Thian Coen cu betul2 seorang manusia yang pintar
merasakan nikmatnya masakan...."
Sambil menuding bulatan2 merah yang ada dalam
mangkok kedua kata Pak Thian Coen cu lagi, "Ini yang
dinamakan Cing Ceng Soat Lian cu keponakan Chee silahkan
mencicipi sebutir...."
Siauw Ling menggerakkan sumpitnya mengambil sebutir
bulatan itu dan dimasukan ke dalam mulut sebelum ia telan
mendadak terdengar suara langkah kaki berkumandang
datang. Dari balik kabut dupa yang tebal perlahan-lahan muncul
seorang nona berbaju putih.
"Siang Soat apa maksudmu datang kemari?" tegur Pak
Thian Coen cu dingin. Dengan penuh rasa hormat Siang Soat menjura.
"Budak mendapat perintah untuk mengundang Chee
Kongcu." Agaknya Pak Thian Coen cu menaruh rasa sayang terhadap
putrinya dia segera mendehem dan berpaling ke arah Siauw
Ling. "Ilmu memasak dari Siauw li lebih hebat beberapa kali lipat
dari kepandaian para koki istana es. Aku rasa ia tentu sudah
memperhatikan hidangan untuk keponakan Chee bagaimana
kalau kau pergi mengunjungi dirinya."
Perlahan-lahan Siauw Ling mengambil keluar Soat Lian cu
dari mulutnya dan berpaling ke arah Chee Toa nio.
Chee Toa nio tersenyum. "Sewaktu kau berjumpa dengan Kuncu tempo dulu usiamu
masih sangat kecil tidak nyana Kuncu masih memikirkan
dirimu hingga sekarang ayoh cepat menemui Kuncu apa yang
kau nantikan lagi duduk termangu2 disana."
Dengan perasaan apa boleh buat Siauw Ling bangun berdiri
dan berlalu mengikuti Siang Soat.
Setelah keluar dari ruang besar berkabut tebal dan
menerobosi dua buah halaman besar sampailah mereka di
dalam sebuah ruang kecil mungil tapi amat indah bentuknya.
Seorang dara bergaun merah keperak2an duduk diatas
sebuah kursi ditengah ruangan kepalanya tertunduk rendah
membawa beberapa bagian perasaan malu menanti Siauw
Ling dengan dipimpin Siang Soat telah tiba di dalam ruangan
ia masih menunduk. Siang Soat segera berbisik disisi telinga Siauw Ling, "Dialah
Kuncu kami ia sudah lama menantikan dirimu dalam ruangan
ini nah cepat hunjuk hormat."
Habis berkata dengan genit ia mengerling sekejap ke arah
sang pemuda kemudian buru-buru berlalu dari ruangan
tersebut. Kini dalam ruang kecil yang indah dan mungil tinggal Siauw
Ling serta si dara berbaju merah itu dua orang masing-masing
duduk saling berhadapan tanpa seorangpun yang bukan suara
terlebih dahulu. Walaupun beberapa kali Siauw Ling bermaksud
memecahkan kesunyian yang mencekam tapi ia sama sekali
tiada bayangan apapun terhadap peristiwa yang pernah tempo
dulu karena itu pemuda ini merasa bingung harus membuka
pembicaraan dari mana. Suasana hening selama seperminum teh lamanya akhirnya
si dara berbaju merah itu buka suara terlebih dahulu.
"Berkat rahmat Thian, cayhe baik2 saja moga2 Kuncupun
demikian." "Chee Siangkong masih ingatkah kau akan peristiwa yang
terjadi tempo dulu."
Kena ditanya soal tempo dulu Siauw Ling termangu2
dengan bimbang dia pandang gadis tersebut dengan
mendelong. "Chee Siangkong kenapa kau tidak bicara" apa kau sudah
lupa?" sambung dara berbaju merah itu lebih lanjut.
"Kuncu lama berdiam dalam istana es yang jauh dari
Tionggoan dalam kemewahan yang berlimpah sedang cayhe
tidak lebih hanya seorang gelandangan" kata Siauw Ling
sambil menyeka keringat yang mengucur keluar makin deras.
"Aaaach....kiranya disebabkan perbedaan tingkat kau malu
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bicara" tukas si dara sambil tersenyum. "Aku masih mengira
kau sudah melupakan sumpah kita tempo dulu....?"
"Ooouw....akhirnya berhasil kujawab juga pertanyaan yang
paling sukar ini" diam2 Siauw Ling menghembuskan napas
panjang. Terdengar si dara berbaju merah itu melanjutkan kembali
kata2nya, "Waktu itu walaupun kita masih anak kecil yang
tidak tahu urusan tapi terhadap pembicaraan yang pernah kita
lakukan dahulu tak terlupakan hingga kini mengikuti
bertambahnya usia, ingatan tersebut semakin nyata."
Perlahan 2 dia mendongak memandang sekejap wajah
Siauw Ling lalu tambahnya, "Ternyata wajahmu jauh lebih
tampan dari apa yang kupikir dalam hati selama ini."
Sepasang pipinya berubah merah dengan perasaan jengah
ia mengerling kemudian menunduk.
Sejak memasuki ruangan Siauw Ling belum pernah
memandang sekejappun ke atas wajah dara berbaju merah
itu. Kini setelah sepasang mata bertemu ia baru merasa
bahwa dara yang berasal dari istana es ini mempunyai
kecantikan yang luar biasa.
Tampak alisnya melentik sepasang mata bening berkaca,
hidungnya mancung dengan bibir yang kecil sungguh
mempesonakan sekali. Dengan malu2 gadis itu tertawa ujarnya lagi, "Beberapa
kali aku mendesak Tia untuk membawa kau untuk
mengunjungi istana es di Pak Hay tapi setiap kali ia melupakan
hal ini. Haaaai karena urusan ini aku harus beberapa kali
menangis dan ribut akhirnya Tia baru membawa aku
mendatangi daratan tionggoan untuk mendatangi kau."
Agaknya ia dibikin mabok oleh kenangan lama setelah
berpikir sebentar sambungnya, "Ketika kita bermain2
dibelakang istana es tempo dulu kau minta aku jadi pengantin
perempuan aku terus tidak mau dan akhirnya kau jengkel dan
terus menangis. Setelah melihat kau aku baru menyetujui aaai
walaupun kejadian ini sudah berlangsung beberapa tahun
yang silam serasa barusan terjadi didepan mata saja."
Kali ini Siauw Ling dibikin gelagapan sampai tidak dapat
mengucapkan sepatah katapun terhadap kejadian tempo dulu
pemuda ini sama sekali tidak tahu.
Walaupun dara berbaju merah itu mengucapkan dengan
begitu mempesonakan begitu kesengsem namun bagi Siauw
Ling hanya kosong dan putih bagaikan kertas kosong.
Untung dara berbaju merah itu tidak sampai menunggu
jawaban dari sang pemuda telah menyambung kembali,
"Entah apa sebabnya selama banyak tahun ini aku selalu
dikesalkan oleh kenangan indah yang terjadi tempo dulu.
Aaaai apakah kau juga berperasaan seperti apa yang
kupikirkan." Siauw Ling merasa benaknya kacau tak terpikirkan olehnya
barang sepatah kata jawabanpun.
"Eeeeei....kenapa kau tidak berbicara?" tegur si dara
berbaju merah itu dengan suara halus.
"Kuncu...." Siauw Ling mendehem.
"Jangan memanggil aku dengan sebutan Kuncu" tukas
gadis itu dengan cepat. "Lalu kau suruh aku memanggil dirimu dengan sebutan
apa?" "Seperti kita masih kecil aku memanggil kau dengan
sebutan saudara Giok dan kau sebut aku dengan nama yang
dahulu saja." "Dia panggil aku dengan sebutan adik Giok" diam2 pikir
Siauw Ling dengan hati cemas. "Ini membuktikan usianya jauh
lebih tua dari pada Chee Giokaku seharusnya panggil dia enci,
tetapi enci apa siapa namanya apalagi aku Siauw Ling tidak
pernah kenal dengan dia mana boleh panggil gadis ini sebagai
enci?" Pikiran ini bagaikan roda berputar ribuan kali dalam
benaknya sekalipun begitu belum juga ia peroleh jawaban
yang tepat. "Eeei kenapa?" dara berbaju merah itu berseru lagi sambil
mengedipkan matanya. "Apakah kau lupa dengan namaku?"
Siauw Ling tertawa jengah.
"Tidak salah untuk sesaat cayhe lupa dengan nama Kuncu."
"Jadi selama banyak tahun ini kau belum pernah teringat
akan diriku?" seru dara berbaju merah itu dengan air muka
berubah. "Benarkah cucu Chee Toa nio yang lenyap masih
merindukan dirinya aku tidak tahu" pikir Siauw Ling dalam
hati. "Bagaimana aku boleh mewakili orang lain untuk
memberi jawaban atas pertanyaan yang menyulitkan ini...."
Karena dalam hati berpikir demikian tak terasa perasaan itu
muncul dalam wajahnya alis berkerut air muka penuh diliputi
oleh kemurungan yang tebal.
Diatas selembar wajah dara berbaju merah yang dingin
tersungginglah suatu senyuman yang penuh kesedihan
ujarnya lambat2, "Selama banyak tahun ini apakah kau telah
jatuh cinta dengan perempuan lain?"
"Tidak" jawaban dari Siauw Ling ini meluncur keluar tanpa
ia sadari. Seketika itu juga kemurungan yang meliputi wajah si dara
berbaju merah tersapu bersih ia tertawa hambar.
"Jadi kau merasa kedudukan Tia terlalu tinggi dalam dunia
persilatan sehingga kau merasa rendah diri dan malu."
"Soal ini....soal ini...."
"Tidak usah ini itu lagi ibu paling sayang diriku dan Tia
selama ini selalu mendengarkan perkataan ibuku sekembalinya
ke dalam istana es biarlah aku suruh ibu memerintahkan Tia
membawa kau pulang keistana es kemudian biar Tia
menurunkan seluruh kepandaian silatnya kepadamu
dikemudian hari kau yang menggantikan Tia menjabat sebagai
ciangbunjien istana es...."
"Jangan....jangan...." Siauw Ling jadi cemas dan berseru
kalang kabut. "Siapa yang bilang tidak boleh aku pasti akan melakukan
hal ini untukmu...."
Ia merandek sejenak tanpa memberi kesempatan kepada
Siauw Ling untuk bicara ia sudah mendahului kembali,
"Sudahlah kita jangan membicarakan urusan ini lagi coba kau
lihat wajahku sekarang kalau dibandingkan dengan dahulu
lebih jelek atau lebih cantik?"
"Kuncu berwajah cerah kecantikannya tiada tandingan
dikolong langit...."
"Nah....nah kau panggil aku dengan sebutan Kuncu lagi
apakah kau tak bisa memanggil dengan namaku?"
"Siapa yang tahu siapa namamu...." pikir Siauw Ling dalam
hati, untuk beberapa waktu ia gelagapan.
Dengan sedih dara berbaju merah itu menghela napas
panjang. "Adik Giok apakah kau sudah betul2 lupa siapakah
namaku?" "Waaaah....waaaah bahaya" pikir Siauw Ling dengan hati
gelisah. "Kalau begini terus rahasiaku bisa terbongkar lebih
baik aku cari alasan untuk mohon diri...."
Sewaktu ia pamit mendadak muncul seorang dayang
berbaju putih masuk ke dalam ruangan dengan membawa
nampan kumala diatas nampan terdapat dua cawan terpaksa
ia bersabar dan bungkam. "Chee Siankong silahkan minum teh" ujar dayang berbaju
putih itu sambil menggusurkan cawan air teh itu ketangan
sang pemuda. Siauw Ling segera menerima cawan itu dan diletakkan
diatas meja sedang ia sendiri buru-buru bangun dan memberi
hormat. "Eeeeei Chee Tiankong sejak kapan kau belajar adat
istiadat bau macam begini?" goda sipelayan sambil tertawa
cekikikan. Mendadak terdengar dara berbaju merah itu menghela
napas panjang. "Aaaaai....sewaktu bermain diistana es dilautan utara tempo
dulu ia selalu memanggil aku dengan sebutan Kuncu. Aaaai
bagaikan terhadap orang asing saja."
"Tempo dulu baik kau maupun aku masih bocah yang tidak
tahu urusan" buru-buru Siauw Ling membela diri sendiri. "Dan
kini kita semua sudah tumbuh jadi dewasa sudah tentu antara
lelaki dan perempuan ada batas2nya."
Dayang berbaju putih itu melirik sekejap ke arah mereka
berdua akhirnya sambil tersenyum diam2 mengundurkan diri
dari sana. Sepeninggalnya dayang tadi senyuman yang semula
menghiasi bibir dara berbaju merah itu lenyap tak berbekas
dan sebagai gantinya hawa amarah menghiasi wajahnya.
Agaknya gadis ini makin dipikir makin kesal dan marah
mendadak ia sambar cawan pualam yang ada dimeja dan
dibantingnya ke atas tanah.
Praaaak cawan tadi hancur berkeping2 sedang air teh
muncrat membasahi seluruh badan Siauw Ling.
Sebetulnya waktu itu Siauw Ling lagi memikirkan satu cara
yang baik untuk mohon diri sehingga rahasianya tidak sampai
bocor mendengar suara pecahan cawan pemuda ini jadi
tertegun dan meloncat kaget.
Segera ia berpaling tampak olehnya dengan wajah penuh
kegusaran sepasang mata dara berbaju merah itu
memancarkan cahaya tajam agaknya ia hendak marah2.
Rasa kaget yang menyerang pemuda tersebut kali ini tak
tertahan lagi pikirnya, "Demi aku Chee Toa Nio tiada
sayang2nya mengikat permusuhan dengan para enghiong
hoohan dikolong langit tujuannya tidak lebih hanya meminta
aku suka menyaru sebagai cucunya Chee Giok untuk
menghadiri perjamuan ini siapa sangka dibalik kejadian
tersebut sebenarnya tersangkut pula suatu kisah cinta yang
berbelit2 setelah aku menyanggupi untuk pikul kesemuanya ini
ada baiknya menyelesaikan dulu persoalan ini sampai akhir
bilamana sampai terjadi hal2 yang tidak menyenangkan
bukankah yang terkena adalah Chee Toa Nio sendiri?"
Karena berpikir demikian pikirannya terluka dan sambil
tersenyum ia berpaling ke arah gadis berbaju merah itu.
"Peng jie apakah kau marah padaku?"
"Siapa yang suruh kau panggil aku Peng jie" aku apamu"
kau anggap dirimu sesuai untuk panggil aku dengan sebutan
Peng jie?" karena masih mendongkol dara berbaju merah itu
marah2. Kena disemprot dengan kata2 yang tajam Siauw Ling
kembali dibikin kelabakan sehingga kebingungan dan
bungkam. "Aku tidak ingin kau menyanjung2 dan cari muka dengan
diriku" maki gadis itu lebih lanjut. "Melihat aku marah hatimu
ketakutan lantas mau merayu diriku" Hmm dalam hati sejak
semula sudah tidak teringat dengan diriku omongan mesra
palsu tidak sudi kudengarkan lagi."
Melihat gadis itu masih marah2 Siauw Ling menghela napas
panjang. "Kuncu untuk sementara waktu aku berharap kau jangan
marah2 dulu bagaimana kalau dengarkan dulu sepatah dua
patah kata cayhe?" "Aku tidak mau dengar kau cepat gelinding pergi dari
sini...." jerit dara berbaju merah itu dengan suara yang
melengking. Melihat sepasang matanya memancarkan cahaya penuh
napsu membunuh dan agaknya ingin turun tangan Siauw Ling
terpaksa bangun berdiri seraya menjura.
"Jikalau Kuncu begitu benci diriku cayhe lebih baik mohon
diri sampai disini saja."
Sembari putar badan ia berlalu.
"Berhenti" mendadak dari belakang tubuhnya
berkumandang bentakan gusar dari gadis itu.
Terpaksa Siauw Ling putar badan.
"Kuncu ada petunjuk apa lagi?" tanyanya sambil menjura.
"Apa yang hendak kau katakan tadi?"
"Cayhe sama sekali bukan Chee Giok oleh karena itu sama
sekali tidak tahu peristiwa yang pernah terjadi tempo dulu hal
ini membuat Kuncu bersedih hati...."
"Kau bukan Chee Giok" lalu siapa kau?" jelas gadis ini
dibikin melengak dengan berita tersebut.
"Cayhe Siauw Ling."
"Siauw Ling....Siauw Ling...."
"Tidak salah cayhe telah mendapat budi pertolongan dari
Chee Toa Nio maka dari itu aku sanggupi permintaannya
untuk menyaru sebagai cucunya Chee Giok yang lenyap tak
berbekas...." Ia merandek dan menghela napas panjang tambahnya,
"Pada mulanya Chee Toa Nio sama sekali tidak pernah
menceritakan kisah cinta antara Chee Giok dengan dirimu
kalau sejak dulu cayhe tahu akan kejadian seperti ini tentu
saja tak akan kuterima permintaannya...."
"Kenapa?" timbrung si dara berbaju merah itu tiba-tiba.
"Cinta kasih seseorang adalah suatu kejadian yang amat
penting cayhe menyaru sebagai Chee Giok sehingga
mendatangkan salah tanggapan dari nona sebagai sahabat
karib bila aku mengaku terus menerus bukankah tindakanku
ini merupakan suatu perbuatan dosa yang amat besar."
Dari sepasang mata dara berbaju merah itu segera
memancarkan cahaya penuh hawa napsu membunuh.
"Setelah mengetahui perbuatan suatu perbuatan dosa kau
tahu apa yang harus kau lakukan?"
"Menurut pendapat nona?" sahut Siauw Ling tertegun.
"Nama baik seorang gadis serta kesuciannya lebih penting
dari kematian kau menyaru sebagai Chee Giok mengakibatkan
kesucianku menderita kerugian besar dikemudian hari
mungkin saja kau bisa berbangga dengan orang lain dengan
mengatakan Kuncu dari istana es lautan utara pernah berbuat
demikian dengan kau coba pikir kau suruh aku bagaimana
punya muka untuk tancapkan kaki lagi dalam dunia...."
"Kalau aku seorang she Siauw adalah manusia rendah
macam itu aku tak akan mengaku kalau aku sedang menyaru
nama orang lain." "Hmm kendati kau licik bagai rase dan pintar putar balik
omonganpun aku tak akan percaya kepadamu kecuali kau
segera gorok leher bunuh diri."
"Seorang lelaki sejati tak akan jeri terhadap suatu
kematian" ujar Siauw Ling sambil menghembuskan napas
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
panjang. "Kalau nona merasa aku orang she Siauw telah
menghina dirimu dan menginginkan jiwaku aku rela saja
menuruti omonganmu tapi dalam keadaan dan waktu seperti
ini aku tak boleh mati."
"Bagi seorang makhluk manusia persoalan yang paling
dibenci paling menyiksa batinnya adalah suatu kematian
pepatah mengatakan dari dulu hingga kini manusia tak
terhindar dari suatu kematian kalau soal matipun aku tidak
takut persoalan apa yang tak dapat kau utarakan?"
"Manusia mati meninggalkan nama burung lewat
meninggalkan suara walaupun aku Siauw Ling tidak berharap
namaku tetap harum seratus keturunan kemudian akupun
tidak ingin meninggalkan nama busuk selaksa tahun kemudian
kalau nona percaya kepada aku Siauw Ling harap kau suka
memberi kebebasan kepadaku selama beberapa tahun agar
aku bisa membersihkan diri dari segala fitnaan serta nama
busuk dalam dunia persilatan setelah aku tentu akan datang
menyerahkan diri menanti keputusan hukuman dari nona."
"Ehmm walau apa yang kau ucapkan sangat menarik hati
tapi sayang aku tak bisa percaya."
Alis Siauw Ling langsung melentik sepasang matanya
memancarkan cahaya tajam katanya dengan nada serius,
"Sekalipun nona percaya harus percaya tidak percayapun
harus percaya. Maaf aku mohon diri terlebih dahulu."
Selesai berbicara ia putar badan dan berjalan dengan
langkah besar. Mendadak bayangan manusia berkelebat didepan mata,
tanpa meninggalkan sedikit suarapun tahu2 dara berbaju
merah itu sudah melewati dirinya dan menghadang didepan
tubuh. "Nona sungguh indah gerakan badanmu" puji Siauw Ling
sambil mundur dua langkah ke belakang.
"Dikolong langit siapa yang tak kenal dengan ilmu langkah
Chiet Hoan Poh atau tujuh langkah setan dari istana es yang
telah menggetarkan sungai telaga apa perlunya kau memuji
lagi." Beberapa kali Siauw Ling ketanggor batunya marah juga
dibuatnya diam2 pikirnya, "Karena merasa bersalah maka
setiap kali aku bersikap mengalah kepadamu kalau kau tidak
juga tahu diri. Hmm jangan salahkan akupun akan berlaku
kasar." Tak tertahan lagi ia tertawa dingin.
"Cukup kudengar dari namanya tujuh langkah setan sudah
dapat kuketahui kalau ilmu tersebut bukan dari aliran lurus."
"Oooouw....jadi kau ingin coba?" teriak dara berbaju merah
itu gusar. "Tentu saja" sahut Siauw Ling sambil melirik hawa
murninya dari pusar mengelilingi seluruh badan.
Walaupun diluaran ia bicara sangat enteng padahal dalam
hati sama sekali tidak berani memandang enteng ilmu langkah
yang dimiliki gadis berbaju merah ini diam2 ia sudah
melakukan persiapan. Tampak si dara berbaju merah itu menggerakkan badannya
yang langsing lalu berputar dua kali mendadak badan gadis
tadi lenyap sebagai gantinya muncul dua sosok bayangan
merah yang datang menyerang dari dua jurusan yang
berlawanan. Melihat kehebatan ilmu tersebut Siauw Ling baru merasa
terperanjat. "Aaaakh kiranya ilmu tujuh langkah setan mempunyai
keistimewaan dalam hal ini" serunya.
Karena tidak tahu harus menyerang arah mana yang benar
terpaksa sepasang telapak tangannya bersama2 didorong
kedepan menghajar dua sosok bayangan manusia tersebut.
Mendadak terlihat bayangan tadi mundur ke belakang
meloloskan diri dari datangnya serangan bayangan tubuh
lenyap tak berbekas dan sebagai gantinya muncullah sinona
berbaju merah itu kurang lebih empat lima depa dari hadapan
sang pemuda. Terdengar gadis tadi tertawa cekikikan dari tempatnya
berdiri. "Bagaimana dengan ilmu tujuh langkah setan itu?" godanya
manja. "Hmm menggunakan ilmu sesat melamurkan pandangan
orang tidak terhitung suatu ilmu silat yang lihay."
"Setelah kuciptakan badanku jadi dua sosok bayangan dan
menyerang kau dari dua jurusan yang berlawanan bagaimana
kau bisa tahu mana yang asli dan mana yang palsu" jangan
asal buka suara saja menghina ilmu silat orang."
"Hmm gampang sekali aku bisa gunakan sepasang
telapakku untuk menyerang kedua belah jurusan secara
berbareng." "Kelihayan dalam ilmu tujuh langkah setan tidak terbatas
sampai disitu saja bagaimana kalau aku menciptakan tiga
sosok bayangan untuk menyerang kau secara berbareng?"
"Disamping sepasang telapak aku masih punya kaki untuk
melancarkan tendangan."
"Dan bilamana aku menyerang dengan empat sosok
bayangan manusia?" "Aku masih punya sepasang tangan dan sepasang kaki."
"Kalau aku menciptakan diri jadi lima sosok bayangan
manusia sekaligus...." desak dara itu tak mau kalah.
"Dalam soal ilmu kepandaian silat tidak akan segampang
apa yang kau bicarakan barusan" tukas Siauw Ling dengan
cepat. "Cayhe duga nona sendiripun susah untuk menciptakan
diri jadi empat sosok bayangan manusia sekaligus."
"Aaaai....aku tak bisa tapi ayahku bisa ia dapat menciptakan
diri jadi lima sosok bayangan manusia" gadis itu menghela
napas panjang. "Ilmu silat aliran sesat tak perlu diherankan lagi sekalipun
bisa menciptakan diri jadi tujuh sosok bayangan apa lucunya."
"Sebenarnya ilmu langkah ini bukan ilmu sesat kepandaian
ini hanyalah kepandaian ilmu langkah yang maju mundurnya
mengikuti jalan kecepatan berputar asal langkah ini bisa dilatih
hapal ditambah pula dengan kecepatan berputar maka
seseorang akan berhasil menciptakan diri jadi beberapa sosok
badan. Kalau kau tidak paham yaa sudahlah jangan banyak
bicara apa maksudmu mengatakan bahwa ilmu tersebut
sebagai ilmu sesat, hati2 kalau Tia ikut mendengar badanmu
pasti akan dilumat sampai hancur."
"Heeee....heee....heee ilmu tujuh langkah setan ayahmu
mungkin memang sangat lihay" seru Siauw Ling tertawa
dingin. "Tapi belum tentu bisa melumat aku orang she Siauw
sampai hancur lebur."
"Oooouw,,,jadi kau belum percaya bahwa ayahku jauh lebih
hebat dari dirimu?" teriak si dara berbaju merah itu sangat
gusar. "Nah bagaimana kelihayanku?"
Badannya menubruk kedepan melancarkan serangan.
Gerakan tubuhnya sangat cepat tampak bayangan merah
berkelebat lewat telapak tangan gadis itu tahu2 sudah tiba
didepan dada Siauw Ling pemuda itu segera melayangkan
tangan menangkis lalu balas mengirim sebuah serangan.
Demikianlah dalam ruangan segera berlangsung suatu
pertarungan sengit yang saling berusaha merebut posisi yang
menguntungkan perubahan telapak maupun jari tangan
dilakukan dengan secepat-cepatnya dan setelengas mungkin.
Beturut2 Siauw Ling berebut menyerang sebanyak dua
puluh jurus tapi ia sama sekali tak berhasil menguasai pihak
lawan. Saat inilah ia baru percaya apabila ilmu tujuh langkah
setan yang dimiliki gadis ini benar2 merupakan ilmu silat
dahsyat. Karena terbukti walaupun berada dalam desakannya yang
gencar dara itu sama sekali tak mundur satu langkah atau
menghindar satu juruspun.
Sebaliknya si dara berbaju merah itupun dibikin kaget oleh
kelihayan ilmu silat Siauw Ling pikirnya, "Omongan orang ini
terlalu membual sikapnya sombong dan jumawa ternyata
bukan lagi mengibul kosong dia benar2 punya sedikit
kepandaian yang boleh diandalkan...."
"Peng jie" mendadak terdengar sebuah teguran berat
berkumandang datang. "Kalian sedang saling menjajal
kepandaian silat atau lagi melakukan suatu perkelahian
sungguh2?" Mendengar teguran itu sambil tertawa dara berbaju merah
itu segera menarik kembali serangannya dan mundur ke
belakang. "Aku sedang mencoba kepandaian yang dimiliki Giok heng"
jawabnya. Siauw Lingpun mendongak tampak olehnya Pak Thian Coen
cu serta Chee Toa nio berdiri berbareng saat itu mereka
sedang memandang dirinya serta sang dara berbaju merah
dengan terpesona. Jelas si kakek tua ini sama sekali tidak berhasil dikelabui
oleh ucapan anak gadisnya kepada wajahnya penuh diliputi
kecurigaan. Lain halnya dengan Chee Toa Nio agaknya ia sudah
mengerti kalau kedua orang itu bukan sedang menjajal ilmu
air mukanya berubah hebat sebentar ia kelihatan kaget
sebentar lagi merasa gusar perasaannya susah diraba pada
saat ini. Selama ini perempuan tua tersebut memahami jelas
bagaimanakah watak dari Pak Thian Coen cu sekali berbuat
salah dia tak akan memperdulikan kawan lama atau bukan
begitu turun tangan segera cabut jiwa orang itu.
"Kiranya Giok heng adalah seorang jago yang memiliki
kepandaian silat lihay kalau bukan aku yang mendesak dirinya
mungkin sekarangpun aku masih belum tahu kalau memiliki
kepandaian yang lihay."
Dalam pembicaraan tersebut ia berjalan mendekati Siauw
Ling kemudian menggandeng tangannya untuk diajak masuk
Tembang Tantangan 21 Pembalesan Seri Oey Eng Si Burung Kenari Karya Siao Ping Pedang Langit Dan Golok Naga 13
meringankan tubuh serta ilmu menyambit senjata rahasia
sebagai ilmu andalan ketiga orang gurunya ia hapal pula
dengan pelbagai jurus aneh dari senjata macam apapun
apalagi senjata toya merupakan salah sebuah senjata tajam
yang umum diantara delapan belas macam senjata sudah
tentu ia dapat mainkan pula dengan sempurna.
Be Boen Hwie terkenal sebagai seorang jago berkepandaian
silat campuran delapan belas macam senjata dapat ia gunakan
dengan sempurna kini setelah melihat ilmu toya yang
digunakan Siauw Ling ternyata adalah jurus2 serangan paling
sempurna dari ilmu Ceng Tiong Koen hoa yang lihay diam2 ia
merasa gegetus. Dalam sekejap mata Siauw Ling sudah melancarkan
delapan buah serangan berantai toyanya dengan
menimbulkan suara desiran tajam menyambar dan membabat
memenuhi angkasa membuat debu pasir serta rerumputan
yang ada didaerah sekelilingnya satu tombak beterbangan
menyilaukan mata. Sekalipun begitu dengan mudah dan mantap Be Boen Hwie
berhasil menghindarkan diri dari kedelapan belas buah
serangan tersebut. Kendati Siauw Ling tidak buka suara diam2 dalam hati
merasa kagum pikirnya, "Gerakan berkelit yang diperlihatkan
orang ini amat sempurna sungguh jarang bisa ditemui jago
semacam ini dalam Bulim."
Menanti Siauw Ling telah menyelesaikan kedelapan belas
jurus ilmu berantainya Be Boen Hwie baru menggerakkan
pedang pada tangan kanannya untuk mengirim sebuah
tusukan kedepan bersamaan itu pula kipas ditangan kirinya
membabat kedepan mengirim segulung kebasan angin
pukulan santar. Pedang menusuk pergelangan kanan Siauw Ling mencekal
toya sedang senjata kipasnya mencegat jalan mundur Siauw
Ling dalam satu jurus ia menggunakan gerakan dan bertahan
secara berbareng. Oleh serangan balasan ini Siauw Ling terdesak dan mundur
selangkah ke belakang. Dalam hati kecilnya Be Boen Hwie mengerti asal ia
memberi kesempatan bagi Siauw Ling untuk melanjutkan
serangannya maka pihak lawan pasti akan mengeluarkan jurus
ilmu toya yang lebih lihay untuk mengurung dirinya karena itu
badannya segera mendesak kedepan mendekati sisi tubuh
Siauw Ling tangan kiri mencekal kipas tangan kanan
membawa pedang menyerang pemuda itu habis2an.
Walaupun Siauw Ling pandai dalam penggunaan berbagai
macam senjata tajam tapi yang paling diandalkan pemuda ini
adalah ilmu pedang serta ilmu telapak. Ditambah pula ia
kekurangan pengalaman dalam menghadapi lawan setelah
berbuat sedikit kesalahan ia terdesak dan kena terkurung
dalam serangan2 gencar pihak lawan.
Sebaliknya Be Boen Hwie walaupun belum lama terjunkan
diri dalam dunia kangouw tapi dia adalah seorang jagoan yang
berpengalaman dalam menghadapi beratus2 kali pertarungan
sengit dalam waktu hanya empat lima tahun ia berhasil
menaklukkan para jago-jago dari Ih Ouw Siang serta Kan
empat keresidenan besar sehingga diangkat sebagai Cong
Piauw Pacu dari keempat keresidenan tersebut sudah tentu
hal ini bukan suatu pekerjaan yang sangat mudah.
"Kecuali lihay dalam hal ilmu kepandaian silat kecerdasan
otakmupun sangat luar biasa."
Setelah diam2 memperhatikan beberapa buah jurus
serangan Siauw Ling bukan saja ia mempunyai perasaan telah
menjumpai musuh paling tangguh selama hidupnya bahkan
iapun berpendapat baik ilmu silat maupun tenaga kweekang
yang dimiliki lawan berada diatas kesempurnaan kepandaian
silat sendiri kalau suruh ia bergebrak secara terang2an
melawan pihak lawan dirinya pasti akan menderita kalah.
Karena itu mengambil kesimpulan untuk mengalahkan
Siauw Ling ia harus menggunakan kelemahan lawan yang
disadari oleh pemuda tersebut sudah tentu saja hal ini harus
mengandalkan pengalamannya dalam menghadapi beratus2
kali pertarungan yang pernah mereka alami.
Sisa waktu sesaat setelah Siauw Ling menyelesaikan
permainan toyanya hanya berkelebat sekejap mata mengambil
kesempatan yang paling baik inilah Be Boen Hwie
melancarkan serangan balasan mendesak kesisi tubuh Siauw
Ling. Dengan membawa senjata toya yang berat dan tidak
terbiasa ditangan kena didesak oleh serangan gencar dari Be
Boen Hwie ini jadi kerepotan dan tak sanggup mengatasi
situasi ia terdesak hebat dan mundur tiada hentinya.
Tampak ujung pedang Be Boen Hwie berkelebat
membentuk berkuntum2 bunga pedang yang selalu
mengancam sepasang pergelangan Siauw Ling yang mencekal
toya hal ini memaksa pemuda tersebut tak sanggup
mengadakan perubahan untuk menolong situasi.
Ditambah lagi kipas ditangan kiri orang she Be itu sebentar
membuka sebentar menutup selalu menotok serta membabat
jalan darah penting dalam tubuhnya memaksa Siauw Ling mau
tak mau harus mengutamakan berkelit dahulu daripada
melancarkan serangan balasan.
Dalam sekejap mata Be Boen Hwie telah melancarkan tiga
puluh enam buah serangan pedang serta dua puluh empat
jurus serangan kipas. Dalam jangka waktu selama ini Siauw Ling selalu tak
sanggup mengirim sebuah serangan balasanpun ia kena
terdesak mundur sejauh satu tombak lebih.
Ketika itulah Chee Toa nio yang bersembunyi diatas pohon
tak dapat menahan sabar lagi ia berseru keras, "Kalau kau
tidak mau membuang senjata toyamu lagi sekalipun harus
bergebrak seratus jurus lagipun kau tak bakal bisa
melancarkan sebuah jurus serangan balasanpun apa gunanya
mencari susah dan kerepotan buat diri sendiri."
Selama ini yang terpikir oleh Siauw Ling adalah ruang
kosong diantara serangan2 Be Boen Hwie yang tiada hentinya
itu untuk kemudian berusaha melancarkan serangan.
Menurut pendapatnya asalkan ia berhasil melancarkan
sebuah serangan balasan maka posisinya yang terdesak hebat
inipun bisa direbut dan diatasi kembali.
Justru karena pusatkan pikiran dalam merebut posisinya
inilah ia jadi lupa untuk berpikir sampai disitu.
Kini setelah mendengar ucapan dari Chee Toa nio ia baru
sadar kembali pikirnya, "Urusan segampang ini mengapa tak
terpikir olehku" bila sejak tadi aku buang toya ini bukankah
sepasang tanganku tak terlalu kerepotan dan terancam terus
oleh pedang lawan" aku memang tolol bukankah lebih enak
berkelahi dengan tangan kosong dari pada mencekal toya
yang sama sekali tak berguna ini?"
Karena harus berpikir perhatianpun jadi bercabang dan
reaksinya dalam menghadapi seranganpun rada terlambat.
Tidak ampun lagi pundak kirinya kena disapu oleh kipas Be
Boen Hwie sehingga pakaiannya robek dan darah bercucuran
membasahi badan. Walaupun Be Boen Hwie berhasil melukai pundak kiri
musuhnya tapi rasa kaget yang dialami dalam hatinya jauh
melebihi rasa terkejut dalam hati Siauw Ling.
Di dalam dugaan serangan kipas yang ia lancarkan barusan
pasti bisa membabat putus seluruh lengan kiri Siauw Ling atau
paling sedikit menghancurkan tulang2nya kehilangan
kemampuannya untuk bergebrak lagi.
Siapa sangka sewaktu kipasnya hampir membabat diatas
pundak pemuda tersebut tiba-tiba ia merasa adanya segulung
tenaga besar dan kuat menahan serangan itu beberapa senti
diatas badan lawan. JILID 7 Menemui kejadian macam ini otomatis pikirannya teringat
akan ilmu khiekang yang sering tersiar kabarnya dalam dunia
kangouw. Ia tidak menyangka dengan usia Siauw Ling yang masih
demikian muda sudah berhasil mempelajari ilmu khiekang
yang merupakan ilmu tingkat paling tinggi.
Setelah pundak kirinya terluka, timbullah rasa gusar dalam
hati Siauw Ling ia membentak keras sepasang kakinya
melancarkan tendangan berantai mengarah tubuh musuh.
Inilah ilmu tendangan berantai Giok Poh Yen Yang Lian
Huan Tui dari Boe Song sijago lihay dari Liang san tempo dulu.
Untuk menciptakan tendangan berantai itu yang hampir
lenyap dari permukaan bumi ini Cung San Pek pernah
menggunakan waktu beberapa bulan untuk bermati2an dan
akhirnya diturunkan ketangan Siauw Ling.
Pedang Be Boen Hwie berkelebat cepat ia mengeluarkan
jurus pedang berantai Im Liong Sam sin atau naga sakti
muncul diawan untuk menghadapi tendangan berantai lawan.
Tampak cahaya tajam berkelebat memenuhi angkasa hawa
pedang berdesir menggidikkan hati menutup seluruh bagian
tubuhnya. Walaupun serangan tendangan berantai ini mencapai total
tapi mengambil kesempatan yang sangat baik inilah Siauw
Ling melancarkan serangan balasan.
Hawa murni disalurkan dari pusar mengelilingi seluruh
badan laksana kilat ia melayang turun ke atas permukaan
tanah kemudian tidak menanti Be Boen Hwie memulai dengan
serangannya ia berebut mendesak kedepan toya peraknya
dengan jurus Huan Liong Siauw Coe atau naga perkasa
melingkari tonggak menyapu tubuh pihak lawan.
Be Boen Hwie yang harus berusaha keras menghindarkan
diri dari datangnya tendangan berantai Giok Poh Yen Yang
Huan Tui kini kehilangan posisi yang baik untuk menguasai
seluruh keadaan melihat datangnya serangan toya sangat
lihay ia tak berani menyambut dengan keras lawan keras
sambil menarik napas panjang2 badannya buru-buru lima
langkah ke belakang. Bagaikan kehilangan belenggu yang mengikat sepasang
tangannya saja Siauw Ling menghembuskan napas panjang ia
segera membuka serangan balasannya dengan memutar toya
sedemikian rupa memainkan jurus2 Sah Cap Lak Lok Seng Ci
Pang yang lihay. Be Boen Hwie adalah seorang jago lihay yang sangat
berpegalaman dalam menghadapi pelbagai pertempuran
walau berada dalam keadaan bahaya hatinya sama sekali
tidak jadi kacau. Kendati begitu setelah melihat keruwetan
serta kesempurnaan ilmu silat Siauw Ling hatinya terperanjat
juga. "Sungguh hebat kepandaian silat orang ini" diam2 pikirnya.
"Bukan saja ilmu silatnya meliputi sincang dari kalangan
Buddha serta agama Tobehkan ilmu tingkat tinggi yang sudah
lama hilang dalam peredaranpun bisa ia mainkan kalau tidak
dihabisin ini hari kau akan menjumpai banyak kesulitan untuk
melenyapkan dikemudian hari."
Karena berpikir, perhatian bercabang dan permainan
pedangpun semakin mengendor.
Traaang suara bentrokan keras bergema memecahkan
kesunyian pedang orang she Be itu kena disapu oleh toya
Siauw Ling sehingga tersingkap kesamping dan badannya
terbuka suatu kelemahan yang amat besar.
Lengan terasa kaku hampir saja pedangnya terpental lepas
dari cekalan. Siauw Ling membentak keras badannya mendesak maju
kedepan toyanya diputar kemudian menghantam dada lawan
dengan jurus Ci To Oie Liong atau naga kuning tegak
memanggut. Diam2 Be Boen Hwie gigit bibir badannya miring kesamping
dengan nyaris melarikan diri dari datangnya serangan lawan.
Toya perak itu menyambar setengah coen diatas dadanya
sedikit ia terlambat menghindar niscaya jalan darahnya kena
tertotok. Pengalaman orang ini sungguh luas sekali ia menyadari
keadaan dirinya sudah terseret kelembah kekalahan kalau
tidak coba merebut posisi dengan menempuh bahaya maka ia
bakal dikalahkan oleh permainan toya Siauw Ling yang amat
lihay itu. Ketika Siauw Ling melihat serangan toya yang mengancam
daya lawan menemui sasaran kosong dalam hatipun tahu
bahwa tindakannya barusan merupakan suatu tindakan yang
salah selagi pergelangannya ditarik ke belakang. Dengan
kecepatan penuh Be Boen Hwie sudah melancarkan sebuah
serangan balasan, kipas ditangan kirinya membabat
pergelangan kanan Siauw Ling tajam2.
Siauw Ling yang pernah merasakan pahit getirnya serangan
kipas lawan kali ini bersikap lebih hati2. Ia tahu kalau senjata
toyanya tidak dibuang maka ia akan terjerumus kembali ke
dalam posisi terdesak. Tanpa ragu2 lagi sepasang lengannya mengendor
melepaskan toya itu dari cekalan.
Be Boen Hwie sama sekali tidak menduga pihak lawan suka
membuang senjata toya tersebut ia jadi tertegun.
Dalam menghadapi pertarungan jarak dekat seperti ini
menggunakan senjata toya yang panjang dan berat
merupakan suatu penghalang yang sangat merepotkan
setelah membuang senjata tersebut gerakan pemuda she
Siauw ini makin gesit dan lincah.
Pergelangan kanan ditekuk meloloskan diri dari serangan
kipas lawan sedang telapak kiri dengan cepat laksana kilat
mengirim sebuah pukulan ke arah depan.
Kiranya sejak bentrokan tadi lengan Be Boen Hwie yang
mencekal pedang masih terasa linu susah diangkat sehingga
pertarungan terpaksa dilakukan dengan andalkan senjata
kipas yang ada ditangan kiri.
Serangan Siauw Ling begitu berhembus keluar tiada
hentinya jurus demi jurus meluncur keluar bagaikan kilat
dalam tujuh jurus saja Be Boen Hwie sudah terdesak hebat
sehingga susah melancarkan serangan balasan lagi.
Para jago yang menonton jalannya pertarungan disisi
kalangan kebanyakan merupakan anak buah Be Boen Hwie
yang pada hari2 biasa sering menjumpai kehebatan serta
kegagahan majikannya dalam menghadapi pihak lawan dalam
pandangan mereka Cong Piauw Pacunya ini sudah dihormati
bagaikan malaikat dan belum pernah menjumpai kejadian
dimana keteter macam melawan Siauw Ling saat ini.
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ilmu telapak berantai Siauw Ling mengutamakan kecepatan
untuk menguasai posisi semakin menyerang semakin dahsyat
memaksa Be Boen Hwie kendati mencekal pedang serta kipas
tak sanggup menggunakannya.
Sepasang mata Be Boen Hwie berkilat dan memancarkan
napsu membunuh diam2 ia mulai meraba tombol rahasia yang
terpasang pada gagang kipasnya.
Tapi bagaimananpun juga dia adalah seorang jago Bulim
kenamaan dan merupakan pemimpin pula dari beberapa
keresidenan suruh ia main bokong bagaimanapun juga dalam
hati merasa malu dan ragu2 untuk turun tangan.
Pada saat hatinya sedang ragu2 mendadak Siauw Ling
menarik kembali serangannya sambil melayang mundur lima
depa ke belakang ujarnya, "Cong Piauw Pacu ilmu silatmu
sangat lihay sekalipun kita harus bergebrak ratusan jurus
lagipun susah untuk menentukan siapa menang siapa kalah
lebih baik pertarungan ini dilanjutkan dikemudian hari saja...."
Seraya berkata ia meloncat ke belakang dan melayang ke
arah rumah gubuk tersebut.
Diam2 Be Boen Hwie merasa malu ia tahu sekalipun ucapan
Siauw Ling sungkan sekali tapi sesungguhnya ia tak bakal bisa
bertahan sepuluh jurus lagi dari serangan2 Siauw Ling yang
cepat dan berantai ini. Ketika ia mendongak kembali terlihat olehnya didepan
rumah gubuk tersebut bayangan manusia berkelebat tiada
hentinya diiringi kelebatan senjata tajam yang menyilaukan
mata suatu pertarungan sengit sedang berkobar dengan
ramainya. Sebatang toya Chee Toa Nio bagaikan naga sakti bermain
air berputar menyodok dan membabat tiada hentinya
melayani tujuh delapan orang yang sedang mengerubuti
dirinya. Bersamaan itu pula ada empat orang mengitari Chee Toa
Nio lari memasuki rumah gubuk itu.
Melihat kejadian ini Siauw Ling jadi cemas ia mengepos
napas dengan sekuat tenaga lari kedepan.
Bagaikan segulung asap ringan badannya berkelebat lewat
melalui sisi Chee Toa Nio diiringi tangannya mengayun keluar
melancarkan sebuah serangan ilmu totok Siuw loo sin ci
menotok rubuh seorang lelaki diantaranya.
Melihat kelihayan pemuda itu Chee Toa Nio terperanjat
pikirnya, "Sungguh cepat gerakan tubuhnya."
Semangat segera berkobar kembali toyanya diputar
melancarkan tiga jurus serangan berantai melukai seorang
musuhnya. Tujuh delapan orang jago Bulim yang sedang mengerubuti
Chee Toa Nio waktu melihat Siauw Ling dengan sangat mudah
berhasil melukai seorang rekannya hati kontan tergetar keras
dan semangat bertempurnya runtuh berantakan.
Mengambil kesempatan itulah Chee Toa Nio
memperlihatkan kelihayannya toya diputar semakin kencang
memaksa para jago yang mengerubuti dirinya mundur terus
ke belakang. Siauw Ling dengan gerakan tubuh laksana kilat menerjang
kedepan rumah gubuk tersebut bentaknya keras, "Berhenti,
siapa yang berani bersikeras masuk kerumah gubuk itu akan
kucabut nyawanya." Empat orang lelaki kekar sejak semula telah mendekati
rumah gubuk itu tapi selama ini mereka kena ditahan oleh
serangan2 senjata rahasia yang dilancarkan Kiem Lan kini
dibentak oleh sang pemuda keempat orang itu segera berdiri
tertegun. Dua orang diantara keempat lelaki itu bersenjatakan golok
tunggal yang ketiga mengandalkan senjata cambuk dan orang
terakhir membawa senjata garpu besar wajah mereka rata2
keren dan gagah. Saat ini mereka sama2 berpaling dan melototi wajah
pemuda she Siauw Ling dengan sinar mata mendelong.
Siauw Ling dengan silangkan pedang didepan dada berdiri
penuh wibawa sinar matanya berkilat menyapu sekejap wajah
keempat orang itu lalu ujarnya dingin, "Cayhe tidak ingin
melukai kalian hal ini bukan karena aku takut kepada kamu
sekalian. Hmm asal cuwi ngotot hendak terjang masuk ke
dalam gubuk ini jangan salahkan aku akan turun tangan keji
terhadap kalian." "Siapa kau?" bentak silelaki bersenjata cambuk penuh rasa
gusar. "Sungguh besar omonganmu...."
"Cayhe Siauw Ling kalau ada urusan silahkan cuwi katakan
kepadaku aku orang she Siauw tetapi kalau kalian ngotot mau
masuk ke dalam gubuk. Hmm itu namanya cari jalan kematian
kalian sendiri." Agaknya silelaki bersenjata cambuk itu adalah pemimpin
diantara empat orang tersebut mendengar ucapan itu dengan
gusar ia segera membentak, "Oooouw....bisa terjadi peristiwa
seperti itu" cayhe merasa kurang percaya."
"Hmmmm kalau tidak percaya mengapa tidak kalian coba?"
Silelaki bersenjata cambuk itu segera ulapkan tangan
kanannya dan berbisik kepada kedua orang lelaki yang
bersenjatalan golok. "Kalian berdua turun tangan berbareng untuk menghadapi
bajingan yang banyak melakukan kejahatan ini tak perlu kita
bicarakan soal peraturan Bulim serta keadilan."
Dua orang lelaki bersenjata golok itu menyahut kemudian
berdiri berjajar menghadang jalan pergi Siauw Ling.
Setelah memberi perintah kepada kedua orang itu silelaki
bersenjata cambuk tadi berpaling ke arah silelaki bersenjata
Trisula. "Mari kita terjang ke dalam gubuk itu" serunya.
Melihat keketusan beberapa orang itu alis Siauw Ling
berkerut sepasang mata memancarkan cahaya berkilat.
"Kalau cuwi tidak mau mendengarkan peringatan cayhe itu
namanya mencari penyakit buat diri sendiri" bentaknya gusar.
Tadi sewaktu Siauw Ling berkelebat datang dengan
gerakan yang cepat laksana kilat keempat orang itu tidak
berpaling dan sedang pusatkan seluruh perhatiannya dalam
menghadapi serangan2 senjata rahasia dari Kiem Lan.
Semisalnya mereka melihat dengan mata kepala sendiri
niscaya pada saat itu lebih suka mendengarkan nasehat dari
Siauw Ling. Tampak silelaki bersenjata Trisula itu sembari
menggetarkan senjatanya sehingga terdengar suara
gemerincingan yang ramai menerjang masuk ke dalam gubuk.
Siauw Ling membentak gusar pedangnya digetarkan
menciptakan selapis cahaya putih yang menyilaukan mata
menerjang maju kemuka. Melihat datangnya serangan pedang Siauw Ling yang
sangat hebat kedua orang lelaki bersenjata golok yang
menghadang jalan perginya jadi melengak belum habis pikiran
itu berkelebat lewat dalam benak mereka Siauw Ling sudah
menerobos dari sisi mereka.
Tampak cahaya putih berkelebat lewat hawa pedang
mendesir menggidikkan hati sebelum golok mereka bergerak
Siauw Ling sudah menerobos lewat.
Bluuuuuk....badan silelaki bersenjata trisula yang sedang
menerjang ke dalam gubuk tiba-tiba terpental keluar dan jatuh
terpelanting kurang lebih empat lima depa jauhnya dari
tempat semula. Sebaliknya Siauw Ling sambil mencekal pedang telah
berdiri didepan pintu dengan wajah angker.
"Siapa lagi yang bernyali berani coba2 maju kemari?"
tantangnya dingin. Serangan yang dilancarkan cepat laksana sambaran petir
ini membuat semua jago yang hadir dikalangan merasa
hatinya berdesir keringat dingin mengucur keluar membasahi
seluruh badannya. Silelaki yang kena dilempar keluar menggeletak diatas
tanah itu terlentang tak berkutik sepasang matanya bulat
melotot mulut melongo tapi tak sepatah katapun bisa
diutarakan. Kiranya ia kena ditendang jalan darahnya oleh Siauw Ling
sehingga waktu badannya terlempar keluar mulutnya
membungkam dan tak berkutik.
"Mundur semua!" tiba-tiba terdengar suara teguran berat
bergema datang. "Kalian semua bukan tandingannya ayo
cepat mundur." Mendengar suara itu silelaki bersenjata cambuk dengan
sangat hormat menundukkan kepalanya karena ia tahu
siapakah yang telah datang.
"Hamba sekalian mendatangkan rasa malu buat Cong
Piauw Pacu kami rela tunggu hukuman" katanya lirih.
"Orang yang barusan datang bukan lain adalah Be boen
Hwie itu si Cong Piauw Pacu dari empat keresidenan besar Ih
Cuw Lang serta Kan."
Tampak ia buru-buru menghampiri silelaki bersenjata
trisula yang menggeletak diatas tanah dan menendangnya
satu kali. Tampak lelaki bersenjata trisula yang kena ditendang
menggelinding kesamping kemudian meloncat bangun secara
mendadak ia menubruk kembali ke arah Siauw Ling sambil
mengirim sebuah tusukan dengan senjatanya.
"kembali!" bentak Be Boen Hwie keras2.
Kena dibentak lelaki itu mengkerut dan tarik kembali
serangannya sembari berpaling ke arah majikannya dengan
wajah kurang puas. "Cong Piauw Pacu mengapa kau larang aku turun tangan?"
serunya. Alis Be Boen Hwie berkerut.
"Sekalipun kalian berempat turun tangan berbarengpun
bukan tandingan orang lain apalagi kau seorang" Hmm! kau
ingin hantar nyawa dengan sia2."
"Tadi hamba kurang hati2 sehingga kena ditendang satu
kali olehnya bagaimana mungkin kejadian tersebut bisa
dihitung suatu kekalahan."
Kiranya orang ini membawa tiga bagian ketolol2an
walaupun kena ditotok jalan darahnya oleh tendangan Siauw
Ling tapi ia tetap beranggapan dalam hal adu kepandaian
senjata dirinya belum kalah dan hatinya merasa sangat tidak
puas. Air muka Be Boen Hwie kontan berubah hebat.
"Ayo cepat mundur ke belakang" bentaknya.
Walaupun orang itu merasa tidak puas terhadap Siauw Ling
tapi terhadap Be Boen Hwie sangat jeri kena dibentak buruburu
dia mengundurkan diri ke belakang.
Sinar mata Be Boen Hwie perlahan-lahan menyapu sekejap
pertarungan yang sedang berlangsung antara Chee Toa Nio
melawan anak buahnya. Ketika itu sinenek tua tersebut berhasil menguasai keadaan
ia lebih banyak menyerang daripada bertahan tak terasa dihati
manusia she Be ini mulai berpikir, "Bila ditinjau dari situasi
pertarungan saat ini dengan andalkan aku Be Boen Hwie serta
beberapa orang pengikutku tak mungkin bisa menangkan
pertarungan ini kali."
Karena kuatir mendadak dia merogoh ke dalam saku
mengambil keluar sebuah mercon dan dilemparkan ketengah
udara. Bluuum....! mercon tadi meledak ditengah udara
memuntahkan bunga2 api yang sangat banyak.
"Be Boen Hwie kau sedang mengundang bala bantuan?"
sindir Siauw Ling dengan nada dingin.
Merah padam selembar wajah orang she Be ini.
Sedikitpun tidak salah ia mengaku dengan nada jengah.
"Orang yang hadir ini hari bukan cuma she Be seorang karena
cayhe sangat menghormati watak Chee Loocianpwee maka
aku menasehati kawan2 Bulim lainnya agar suka menanti
sejenak sehabis cayhe bercakap2 dengan Chee Loocianpwee
dan beliau suka memberi muka kepadaku barulah gerakan
dimulai." "Sayang sekali ia tidak suka memberi muka buat kau Cong
Piauw Pacu" tukas Siauw Ling.
"Maka itulah, setelah cayhe tidak berhasil meminta
persetujuan dari Chee Loocianpwee maka keadaan yang
sebenarnya terpaksa cayhe beberkan dihadapan para jago
untuk mereka yang ambil keputusan mau bertempur atau
damai bukan aku orang she Be yang bisa ambil keputusan."
"Heeee....heeee....demi aku orang she Siauw seorang harus
merepotkan para jago dari daratan Tionggoan serta Cong
Piauw Pacu empat keresidenan biar hadir sendiri kemari
seharusnya cayhe minta maaf kepada kalian" jengek pemuda
she Siauw itu kembali sambil tertawa dingin.
Merah padam selembar wajah Be Boen Hwie ia mendehem
beberapa kali. "Pertempuran yang terjadi kali ini hari bukan pertempuran
merebut nama dan kedudukan seperti yang sering terjadi
dalam dunia persilatan. Peristiwa ini menyangkut soal
pertumpahan darah yang bakal melanda dunia kangouw hal
ini tak bisa dipengaruhi oleh kemenangan atau rasa malu
seseorang." "Aaaai! ternyata Be heng belum kehilangan sifat lapang
dada dan gagah perkasa yang mengagumkan" Siauw Ling
menghela napas panjang, "Di dalam pertarungan tadi kau
sama sekali belum menderita kalah kau tak perlu merendah
lagi." "Kemungkinan sekali Sam Cungcu sudah memberi
kesempatan hidup bagi diriku walaupun aku orang she Be
tidak menderita kekalahan dalam pertarungan tadi tetapi
cayhe tahu dan menyadari apabila pertempuran tersebut
dilanjutkan lagi maka aku orang she Be pasti akan menderita
kalah." Ia merandek dan menghela napas panjang kemudian
sambungnya lebih lanjut, "Sudah lama cayhe mengagumi
nama besar Siauw heng bahkan pernah memerintahkan anak
buahku menunggang kuda tercepat selama tiga hari tiga
malam melakukan perjalanan sejauh tiga ribu li untuk
menjumpai siapa nyana kita tak ada jodoh untuk saling
berjumpa tidak nyana lagi pertemuan kita yang pertama harus
berdiri dalam posisi bermusuhan."
Ketika mendengar ucapan itu secara samar2 Siauw Ling
merasa Be Boen Hwie si Cong Piauw Pacu dari empat
keresidenan ini mempunyai sikap sangat luar biasa diam2 ia
merasa kagum.
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seraya menggeleng ia menghela napas panjang.
"Siauw Ling yang Be heng kejar tempo dulu kemungkinan
besar bukan cayhe." "Aaaah" Be Boen Hwie tertegun. "Sebenarnya dikolong
langit ada beberapa orang yang bernama Siauw Ling?"
"Dua." "Sungguh merupakan suatu berita yang aneh dan belum
pernah terjadi dalam kolong langit" tukas Be Boen Hwie cepat.
"Jangan dikata nama serta she kalian sama bahkan kedua2nya
memiliki ilmu silat yang lihay sungguh aneh sekali kejadian
ini." Sekalipun kecerdikannya melebihi orang jelas ia tidak
percaya apa yang dikatakan Siauw Ling barusan.
"Aaaaai....tidak salah dikolong langit memang susah
dijumpai peristiwa macam begini. Tapi asal salah seorang
menyaru nama Siauw Ling maka urusan tak akan aneh lagi."
"Betul diantara kedua orang Siauw Ling tentu ada salah
seorang yang menyaru nama besar itu."
"Memang demikian kenyataannya."
"Maaf terpaksa cayhe akan menanyakan suatu pertanyaan
yang tidak sesuai dengan nama Siauw Ling dari Sam Cungcu
ini termasuk yang palsu atau yang asli?"
"Apa artinya palsu dan sungguh?"
"Kalau tidak manusia lewat tinggal nama burung lewat
tinggal suara baik Siauw Ling yang palsu atau yang asli sama
merupakan jago lihay yang berkepandaian silat tinggi
mungkinkah kedua belah pihak akan sama2 membungkam
dan hidup secara damai dalam dunia persilatan ini?"
Siauw Ling tidak menjawab ia mendongak dan mendadak
serunya, "Be heng bala bantuanmu sudah tiba."
"Mereka semua bukan bala bantuanku" jawab Be Boen
Hwie tanpa berpaling lagi.
"Kalau bukan bala bantuan Be heng apalah mereka datang
untuk membantu aku Siauw Ling?"
"Kedatangan mereka karena hendak mencari Sam Cungcu
dari perkampungan Pek Hoa San cung mana mungkin mereka
suka membantu aku orang she Be...."
Ia merandek dan hela napas panjang tambahnya, "Sebelum
terjadinya peristiwa ini diantara kita sama sekali tiada janji
untuk mengadakan suatu pertemuan mereka datang seorang
demi seorang serombongan demi serombongan dengan
sendirinya." "Aku Siauw Ling belum lama terjunkan diri dalam Bulim"
seru Siauw Ling memotong. "Dosa dan kekalahan besar
apakah yang telah kau lakukan sehingga memancing kuntilan
serta kejaran demikian banyak jago-jago lihay Bulim?"
"Watak Siauw heng gagah perkasa tidak mirip manusia
yang suka melakukan kejahatan hanya tindakanmu bergabung
dengan pihak perkampungan Pek Hoa San cung telah
mengubah kau sebagai musuh umum para jago Bulim."
Waktu mereka sedang bercakap2 beberapa ekor kuda itu
sudah menerjang datang. Chee Toa nio memutar toyanya melancarkan tiga jurus
serangan gencar memaksa orang2 yang mengepung dirinya
tercerai berai ke belakang.
Ketika itulah badannya meloncat keluar dari kalangan dan
melayang kedepan gubuk. Be Boen Hwie sama sekali tidak menghadang badannya
berkelit kesamping membuka jalan bagi nenek tersebut.
Dengan cepat Chee Toa nio melayang kesisi Siauw Ling dan
berdiri berjajar katanya, "Jumlah lawan sangat banyak mari
kita bersatu padu menghadapi mereka sehingga tidak sampai
pihak kita keteter."
Siauw Ling tidak bicara ia alihkan sinar matanya menatap
rombongan jago Bulim yang sedang berlari mendatang jumlah
mereka ada puluhan dengan perawakan tinggi kecil gemuk
kurus campur aduk. Orang yang berjalan dipaling depan adalah seorang lelaki
berperawakan tinggi besar kurang lebih delapan depa
tingginya dengan wajah merah padam ditangannya membawa
sebuah senjata palu berantai dengan punggung tergantung
gendewa dipinggang tersoren anak panah sikapnya sangat
gagah mempesonakan. "Silelaki berwajah merah yang berjalan didepan adalah
sipanah sakti penyapu jagad Tong Yen Khie" bisik Chee Toa
nio dengan suara lirih. "Orang ini memiliki tenaga dalam yang
luar biasa jangan sekali2 kau mengadu tenaga dengan
dirinya." "Ehmm!" Siauw Ling mengangguk. "Orang ini mempunyai
sikap yang gagah perkasa."
Belum selesai dia bicara Tong Yen Khie telah menerjang
datang sembari gembar gembor keras.
"Siapakah diantara kalian yang bernama Siauw Ling dari
perkampungan Pek Hoa San cung?"
Melihat cara orang itu amat keras alis Siauw Ling berkerut.
"Cayhe adalah Siauw Ling entah ada keperluan apa?"
"Bagus sekali rasakan sebuah gebukanku" tukas Tong Yen
Khie dingin. Tangan kanannya menggetar, bandulan palu berantainya
dengan disertai desiran angin tajam menyapu ke arah dada
Siauw Ling. Senjata rantai yang ada ditangannya bisa digunakan
pertarungan jarak jauh bisa pula untuk jarak dekat walaupun
jarak kedua orang ini masih terpaut sembilan depa tapi ujung
bandulan tersebut berhasil mencapai depan dada Siauw Ling.
Diam2 pemuda kita salurkan hawa murninya mengelilingi
badan mendadak pedang ditangan kanannya menotok keluar
sedang dalam hati berpikir, "Gerak gerik orang ini gagah
perkasa tenaga gwakangpun luar biasa entah bagaimana
dengan tenaga kweekangnya?"
"Jangan terima serangan bandulan berantainya dengan
kekerasan" waktu itulah terdengar Chee Toa nio berteriak
penuh kecemasan. Sembari berteriak toyanya disapu ke arah depan.
Tetapi peringatan ini datangnya terlalu lambat ujung
pedang Siauw Ling tahu2 sudah menempel diatas bandulan
berantai Tong Yen Khie. Pemuda ini segera merasakan datangnya sambaran itu
sangat ketat dan mantap membuat lengannya jadi kaku
kendati begitu serangan tersebutpun kena ditangkis oleh
Siauw Ling sehingga miring kesamping.
Tong Yen Khie tertegun tapi sebentar kemudian ia sudah
berterik kembali, "Bangsat cilik berani kau terima lagi sebuah
seranganku?" Pergelangan digetar bandulan berantai seklai lagi
menyambar ke arah depan. Tenaga sakti yang dimiliki orang ini sudah tersohor
diseluruh kolong langit kebanyakan jago Bulim pada tahu
kalau keistimewaan terletak pada soal tenaga kebanyakan
orang yang bergebrak melawan dirinya tidak suka adu
kekerasan dengan dirinya.
Sekalipun orang yang tidak tahu keistimewaannya ini cukup
melihat perawakan badannya yang tinggi besar lagi kekar
serta senjata bandulan berantai yang begitu berat tentu ia
berani pula adu kekerasan dengannya.
Oleh sebab itu sepanjang hidup belum pernah ia
menjumpai seorang lawanpun yang berani menerima
serangan bandulan berantai tersebut.
Siapa sangka ini hari dengan begitu enteng dan mudah
Siauw Ling bisa menyambut serangannya tidak aneh kalau ia
kelihatan tertegun. "Bagus akan kusambut kembali seranganmu ini" kata Siauw
Ling dingin. Hawa murni dipersiapkan melindungi badan pedang
didorong kemuka menutul diatas tubuh bandulan berantai
tersebut. Kali ini dalam serangannya Tong Yen Khie telah menambahi
tenaganya sampai beberapa bagian suara desiran tajampun
semakin gencar kedengarannya pedang dan bandulannya
dengan cepat berbentrokan kemudian berpisah kembali kali ini
tidak kedengaran sedikit suara bahkan Siauw Ling tetap berdiri
tak berkutik bagaikan batu karang.
"Sungguh luar biasa" teriak Tong Yen Khie termangu2.
Tadi sewaktu Chee Toa nio melihat Siauw Ling menyambut
datangnya serangan bandulan dengan keras lawan keras
karena takut pemuda ini tidak kuat ia persiapkan tongkatnya
untuk menolong. Siapa nyana dua kali berturut2 Siauw Ling berhasil
menangkis datangnya serangan bandulan itu tanpa gemilang
sedikitpun hatinya baru merasa kagum.
"Kesempurnaan tenaga kweekang yang dimiliki bocah ini
benar2 sudah mencapai taraf kesempurnaan hebat2" pikirnya
dalam hati. Perlahan-lahan ia tarik kembali serangannya dan mundur
kesisi kalangan untuk menonton jalannya pertempuran2
tersebut. Bakat Siauw Ling sangat bagus ditambah pula beribu2
batang jamur batu berusia ribuan tahun termakan olehnya
tanpa sengaja membuat badan yang semula lemah menjadi
kuat ditambah lagi Cung San Pek dengan gunakan ilmu
saktinya menembus ketiga urat nadinya hal ini membuat
tenaga kweekangnya makin sempurna.
Tidak aneh kalau air mukanya tetap tenang2 saja sekalipun
harus dua kali menerima datangnya serangan Tong Yen Khie
dengan keras lawan keras.
"Bagus sekali" teriak Tong Yen Khie gusar. "Berani kau
menerima sebuah seranganku lagi?"
Bandulan berantainya diputar kencang lalu membabat
batok kepala pemuda itu. Dengan membawa suara desiran tajam laksana ambrukan
gunung thaysan bandulan berantai tadi kembali menyambar
datang. Sekalipun watak Siauw Ling tinggi hati tapi setelah melihat
datangnya serangan bandulan berantai dari Tong Yen Khie
sangat dahsyat ia tak berani menerimanya dengan kekerasan.
Hawa murni segera disalurkan mengelilingi badan bukannya
mundur ia malah maju kedepan mengancam dada lawan.
Ilmu meringankan tubuh Siauw Ling diperoleh dari hasil
didikan Liuw Siauw Cu sebagai jago Ginkang nomor wahid
dikolong langit gerakan serangannya ini cepat bagaikan kilat.
Dimana bayangan manusia berkelebat ia sudah mendesak
kehadapan Tong Yen Khie tangan kiri dikebut membabat dada
lawan sedang pedang ditangan kanannya menahan rantai
lemas dari senjata bandulan orang she Tong itu.
Bila ditinjau cara menyerang macam begini amat berbahaya
dan menempuh maut padahal yang nyata justru tindakan
inilah merupakan tindakan yang paling tepat untuk menguasai
serangan bandulan berantai Tong Yen Khie yang dahsyat.
Perawakan Tong Yen Khie tinggi besar dan kekar tapi gerak
geriknya lincah sangat gesit sepasang pundak bergerak
badannya buru-buru mundur lima enam depa ke belakang.
Pergelangan menyentak ia tarik kembali senjata andalannya.
Setelah berhasil merebut posisi yang menguntungkan
Siauw Ling tidak ingin mengendorkan serangannya lagi.
Pedangnya dibabat keluar berulang kali.
Sreeet! sreeet! tiga babatan tajam mengimbangi telapak
kirinya yang melancarkan empat buah serangan dahsyat.
Serangan berantai pedang berserta telapak tangan ini
memaksa Tong Yen Khie mundur ke belakang berulang kali ia
tidak berdaya melancarkan serangan balasan bahkan hampir
terluka kena bacokan pedang Siauw Ling.
"Sam Cungcu cepat mundur ke belakang" tiba-tiba
terdengar Chee Toa nio berteriak memberi peringatan.
Kiranya saking gembiranya Siauw Ling melancarkan
serangan mendesak Tong Yen Khie tanpa sadari badannya
sudah maju sejauh dua tombak lebih dari tempat semula.
Mendengar peringatan Siauw Ling berpaling dilihatnya Chee
Toa nio sambil melintangkan tongkatnya menghadang didepan
pintu gubuk jago-jago Bulim yang mengurung disekeliling
tempat itupun telah meloloskan senjata tajam masing-masing
situasi amat tegang dan sebentar lagi bakal meledak suatu
pertarungan yang maha seru.
Siauw Ling menyentak pergelangan kanannya menarik
kembali serangan pedang yang baru ia lancarkan dalam
beberapa kali jumpalitan dia mundur kembali kedepan pintu
gubuk. Dalam jarak sejauh beberapa tombak dari depan gubuk,
semisalnya para jago bermaksud menghadang jalan
mundurnya kemungkinan besar akan berhasil memisahkan
pemuda itu tapi tak seorangpun diantara mereka yang
berkutik dari tempat masing-masing.
Terdengar Chee Toa nio berbisik kembali.
"Sitoojien yang berdiri disebelah kiri Be Boen Hwie adalah
Ing Gwat Tootiang salah seorang jago pedang terlihay dari
antara tiga jago pedang partai Cing Shia Pay ilmu pedang
orang ini amat sempurna dan merupakan andalan dari partai
Cing Shia Pay kau jangan memandang terlalu rendah dirinya!"
"Terima kasih atas petunjukmu."
"Seorang berbaju serba merah yang ada disebelah kanan
Be Boen wie merupakan jago lihay bermain api yang sudah
tersohor dalam Bulim Sam Yang Sin Tan atau sipeluru sakti
Lok Koei Ceng bersama2 Tok Hwie atau siapi beracun Cin Gak
disebut sebagai Ceng Shia Jie Hwee atau sepasang manusia
berapi dari kalangan lutus dan sesat kalau nanti kau bergebrak
melawan dirinya teristimewa hati2 dengan peluru berapinya."
Kembali Siauw Ling mengangguk sinar matanya perlahanlahan
beralih menyapu sekejap seluruh kalangan. Tampak
olehnya kecuali Be Boen Hwie Ing Gwat Tootiang sipeluru
sakti Lok Koei Ceng disekelilingnya masih berkumpul kurang
lebih dua puluh orang jago-jago lihay yang berkepandaian
tinggi. Tak terasa dalam hati ia berpikir, "Belum lama Djen Bok
Hong munculkan dirinya kembali dalam Bulim seluruh dunia
persilatan sudah dibikin gempar agaknya baik jago dari
sembilan partai besar maupun jago-jago dari kalangan lurus
serta sesat sama2 mengikat tali permusuhan sedalam lautan
dengan dirinya jelas Djen Bok Hong adalah seorang manusia
yang sangat berbahaya."
"Sam Cungcu" tiba-tiba lamunannya diputus oleh teriakan
Be Boen Hwie yang keras. "Cayhe sudah mencoba bagaimana
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lihaynya kepandaian silatmu kau memang betul2 hebat."
"Terima kasih, terima kasih Cong Piauw Pacu terlalu
memuji." Be Boen Hwie tertawa hambar.
"Ing Gwat Tootiang adalah anak murid pertama dari
ciangbujien partai Cing shia pay ia tersohor dalam Bulim
sebagai seorang jago ilmu pedang sewaktu beliau mendengar
siauwte mengagumi kepandaian silat Sam Cungcu hatinyapun
ikut tertarik kini ingin sekali beliau minta petunjuk tentang
ilmu pedang Siauw heng."
Siauw Ling tidak menjawab sinar matanya menyapu
sekejap suasana disekeliling sedang mulut membungkam
dalam seribu bahasa. Agaknya Be Boen Hwie dapat menangkap rasa keberatan
dari Siauw Ling terdengar ia menyambung lebih lanjut,
"Sebelum Siauw heng serta Ing Gwat Tootiang berhasil
menentukan siapa yang menang siapa yang kalah kami tak
akan maju setengah coen pun" ia merandek dan berpaling ke
arah para jago yang hadir disekeliling tempat itu lalu
tambahnya, "Cayhe berharap agar cuwi mundur satu tombak
ke belakang menikmati pertarungan pedang antara Ing Gwat
Tootiang melawan Siauw Sam Cungcu dari perkampungan Pek
Hoa San cung." Nama Be Boen Hwie dalam dunia kangouw ternyata luar
biasa walaupun para jago yang hadir disekeliling tempat itu
bukan anak buahnya tapi mereka menurut dan mundur satu
tombak ke belakang. Melihat situasi telah berubah Siauw Ling segera berpaling
ke arah Toa nio. "Loo popo harap kau suka menjaga diri cayhe dari sisi
kalangan." Bibir Chee Toa nio sedikit bergerak tapi ia batalkan niatnya
untuk berbicara. Siauw Lingpun tidak banyak cakap lagi dengan gagah ia
melangkah maju lima depa kedepan pedang pusakanya
disilangkan didepan dada menanti serangan.
"Sudah lama cayhe mendengar dan mengagumi nama jago
pedang dari partai Ci shian pay" katanya sembari menjura.
"Ini hari bisa berjumpa dengan Tootiang aku Siauw Ling
merasa amat beruntung."
Ing Gwat Tootiangpun segera meloloskan pedangnya yang
tersoren diatas punggung.
"Siauw Thay hiap masih muda tapi gagah perkasa pintopun
sudah lama merasa kagum."
Pedangnya disilang didepan dada, kaki perlahan-lahan
bergeser kedepan dan berhenti kurang lebih lima depa
dihadapan Siauw Ling. "siauw Thay hiap silahkan" katanya.
Siauw Ling mengangguk sedang dalam hati ia berpikir,
"Agaknya diantara para jago yang hadir disekeliling tempat ini
Be Boen Hwie Lok Koei Ceng tong Yen Khie serta Ing Gwat
Tootiang merupakan jago-jago terlihay bila aku berhasil
mengalahkan keempat orang ini sekaligus maka sisanya pasti
akan mundur dengan sendirinya...."
Berpikir demikian ia lantas berseru, "Tootiang merupakan
jago tersohor dari sebuah perguruan besar aku rasa kau tidak
akan suka merebut kesempatan untuk menguasai lawan
baiklah biar cayhe turun tangan terlebih dahulu."
"Siauw Thay hiap silahkan."
Tanpa sungkan2 lagi Siauw Ling menggetarkan pedangnya
menusuk kedepan ujung pedang bergetar keras menciptakan
tiga kuntum bunga2 pedang.
Serangan ini dinamakan Hong huang Sam Tiam Tauw atau
burung Hong tiga kali mengangguk secara lapat2 mengandung
maksud sungkan. Ing Gwat Tootiang membabatkan pedangnya kedepan
menciptakan selapis cahaya putih mengunci datangnya
serangan Siauw Ling ini. Serangan inipun merupakan suatu jurus pertahanan jelas
pihak lawanpun masih merasa sungkan.
Siauw Ling segera membalik pedangnya menciptakan dua
kuntum bunga pedang dan dengan tajam ditusuk kedepan.
Kali ini serangannya cepat dan hebat dimana ujung pedang
menyambar lewat membawa suara desiran angin serangan
tajam. Dengan sikap yang tenang Ing Gwat Tootiang
mengeluarkan jurus Huat Hun Im Yang atau Garis Pemisah Im
dan Yang menangkis datangnya tusukan tersebut.
Setelah ia mendengar pujian Be Boen Hwie atas
kesempurnaan tenaga kweekang serta jurus pedang Siauw
Ling saat ini dia bermaksud menangkis datangnya serangan
itu dengan keras lawan keras.
Siauw Ling dengan cepat memutar pedangnya sedemikian
rupa mengeluarkan jurus Hwie Hong Suo Liuw atau angin
berpusing pohon Liuw melambai sebelum Ing Gwat Tootiang
melancarkan serangan balasan pedangnya kembali sudah
membabat kedepan. Ing Gwat Tootiang yang menangkis datangnya serangan
tadi dengan keras lawan keras pergelangannya kontan terasa
jadi kaku diam2 dia merasa terperanjat.
"Nama besar orang ini ternyata bukan kosong belaka"
pikirnya dalam hati. "Aku harus berhati2 dalam menghadapi
dirinya." Melihat pedang lawan kembali menyapu datang kali ini ia
tidak berani datang menerimanya dengan keras lawan keras
pergelangan menekuk ujung pedangnya ditusuk ke arah
pergelangan kanan Siauw Ling yang mencekal pedang.
Buru-buru Siauw Ling menekan pergelangannya kebawah
untuk menghindar. Mengambil kesempatan yang sangat baik
inilah Ing Gwat Tootiang merebut posisi menyerang.
Pedangnya ditusuk kedepan berulang kali melacarkan lima
buah babatan dahsyat. Kelima buah serangan ini dilakukan cepat dan gencar
memaksa Siauw Ling tak sanggup mengirim serangan balasan
dan terdesak mundur sebanyak lima langkah.
Melihat kehebatan lawan diam2 Siauw Lingpun memuji
pikirnya, "Partai Cing Shia disebut sebagai salah satu partai
yang jago dalam ilmu pedang diantara empat partai besar
lainnya permainan pedang toosu ini benar2 luar biasa...."
Setelah berturut2 melancarkan delapan buah serangan
gerakan Ing Gwat Tootiang mulai mengendor mengambil
kesempatan ini Siauw Ling segera melancarkan serangan
balasan. Sepasang pedang saling menyambar tiada hentinya suatu
pertarungan sengitpun berkobar makin lama semakin seru.
Sang surya lenyap dibalik gunung meninggalkan sisa2
cahaya menyorot keluar dari balik pohon yang rindang dan
memantulkan serentetan cahaya yang menyilaukan mata.
Tidak sampai beberapa saat dua orang sudah bertempur
mencapai ratusan jurus lebih.
Sang surya makin tenggelam dan akhirnya lenyap dari
pandangan magribpun menjelang datang.
Cuaca gelap mulai menutupi jagat diujung langit secara
lapat2 mulai kelihatan beberapa butir bintang berkelip2 tiada
hentinya. Ditengah suasana yang remang2 cahaya pedang
menyambar meninggalkan seberkas sinar panjang
pertarungan kedua orang jago itu makin lama kian mendekati
titik-titik penentuan. Sinar mata Be Boen Hwie tajam melebihi jago lain apalagi
ia berdiri paling dekat dengan kalangan ditengah lapat2nya
cuaca dengan jelas ia dapat menemukan mengucur keluar
peluh sebesar kacang kedelai membasahi jidat Ing Gwat
Tootiang. Sebaliknya makin bertempur Siauw Ling semakin perkasa
jurus pedangpun makin menghebat bahkan boleh dikata Ing
Gwat Tootiang sudah tak berkemampuan untuk melancarkan
serangan balasan lagi. Jelas menang kalah dalam sekejap mata segera akan
terbentang. Selagi orang she Be itu melamun mendadak permainan
pedang Siauw Ling berubah hawa pedang gulung demi gulung
melanda datang dan tiada berputusan.
Sepasang pedang dengan cepat terbentur satu sama lain
menciptakan bunyi yang nyaring serta percikan bunga api
hawa pedang kontan lenyap bayangan manusia saling
berpisah. Tampak Siauw Ling sambil silangkan pedangnya didepan
dada berdiri dengan angker ditengah kalangan sebaliknya
pedang Ing Gwat Tootiang sudah tersampok jatuh diatas
tanah. Perlahan-lahan Ing Gwat Tootiang mengangkat ujung
bajunya menyeka keringat yang membasahi jidat.
"Sam Cungcu ilmu pedangmu sangat lihay cayhe merasa
bukan tandinganmu" katanya sedih.
"Tootiang terlalu merendah terima kasih2."
Ing Gwat Tootiang memungut kembali pedangnya kembali
dari atas tanah dan dimasukkan ke dalam sarung lalu ujarnya
kembali, "Walau pinto menderita kalah ditangan Sam Cungcu
tapi dalam Bulim masih banyak jago lihay yang berdatangan
mencari dirimu sekalipun Sam Cungcu berhasil menangkan
pinto belum tentu bisa menangkan para enghiong hoohan dari
seluruh kolong langit."
Dengan sedih ia putar badan dan berlalu dari sana.
Dengan termangu2 Siauw Ling memandang punggung
sitootiang dipartai Cing shia ini hingga lenyap dari pandangan
tak terasa pemuda itu menghela napas panjang.
Mendadak silelaki yang berbaju serba merah itu berkelebat
keluar sembari melepaskan senjata Hwie Liong Pangnya ia
berseru, "Cayhe Lok Koei Ceng mohon petunjukmu silat Sam
Cungcu yang lihay" nada suaranya dingin bagaikan es.
"Dengan senang hati akan cayhe iringi."
"Hati2 dengan senjata yang dicekal serta permainan api
yang tersembunyi disekeliling badannya" mendadak Chee Toa
nio sembari peringatan. "Hmm....tidak kusangka Chee Toa nio yang namanya
tersohor didaratan tionggoan telah menggabungkan diri
dengan perkampungan Pek Hoa San cung" sindir Lok Koei
Ceng sambil tertawa dingin.
"Omong kosong" tukas sinenek tua itu dengan nada gusar.
"Siapa yang bilang aku telah menggabungkan diri dengan
perkampungan Pek Hoa San cung?"
"Dihadapan orang banyak kau jual nyawa buat orang
perkampungan Pek Hoa San cung apakah dugaanku ini
salah?" "Aku membantu Siauw Ling dikarenakan ada ikatan
perjanjian diantara kami berdua apa sangkut paut urusan ini
dengan pihak perkampungan Pek Hoa San cung."
"Siauw Ling adalah Sam Cungcu dari perkampungan Pek
Hoa San cung rasanya Loocianpwee sudah tahu bukan"
timbrung Be Boen Hwie tiba-tiba.
"Sudah tentu tahu."
"Kini kau bantu Siauw Ling menghadapi kami bukankah ini
berarti kau hendak memasuki para enghiong hoohan dari
seluruh kolong langit" alasan ini sudah jelas bilamana
Loocianpwee adalah anggota perkampungan Pek Hoa San
cung hal ini masih boleh jadi bila bukan anggota
perkampungan Pek Hoa San cung apa gunanya kau
menangkap ikan diair keruh" setelah pertempuran ini hari
perduli siapa yang menang siapa yang kalah kemungkinan
sekali loocianpwee sukar mencuci bersih dosa2 ini"
demikianlah Be Boen Hwie mengakhiri kata2nya.
"Urusan pribadi tak usah kau Cong Piauw Pacu turut
campur." Terbentur batunya Be Boen Hwie sama sekali tidak jadi
gusar ia hanya tertawa hambar dan membungkam.
Sebaliknya Lok Koei Ceng tertawa dingin tiada hentinya.
"Sudah lama cayhe mendengar nama besar Chee Toa nio
sehabis membereskan Siauw Ling akan kuminta pula
petunjukmu." "Kurang ajar" teriak Siauw Ling gusar. "Apa kau anggap
dengan mengandalkan senjata Hwe Liong serta beberapa
macam senjata rahasia berapimu sudah cukup untuk
mengalahkan aku orang she Siauw."
"Kalau Sam Cungcu tidak percaya bagaimana kalau kita
coba dulu?" Sembari berkata senjata Hwee Liong Pangnya dibabat ke
arah batok kepala pemuda tersebut.
Teringat akan peringatan Chee Toa nio yang mengatakan
dibalik senjata Hwee Liong Pang tersembunyi kekukoyan
Siauw Ling tidak berani menangkis datangnya serangan
tersebut dengan keras lawan keras.
Buru-buru badannya berkelit kesamping ujung pedang
berkelebat lewat menusuk pergelangan kanan Lok Koei Ceng.
Sipeluru sakti she Lok ini segera menekan pergelangan
kenawah meloloskan diri dari tusukan pedang lawan selagi
senjata Hwee Liong Pang dipersiapkan untuk menyapu
pinggang lawan mendadak cahaya pedang berkelebat lewat
didepan mata secara berpisah pemuda itu menyapu sepasang
pergelangan kiri dan kanannya.
Menghadapi kejadian seperti ini hati tergetar keras pikirnya,
"Sungguh cepat serangan pedang orang ini...."
Buru-buru badannya mundur dua langkah ke belakang
melancarkan serangan berbareng mengancam urat nadi
disepasang pergelangan Lok Koei Ceng hal ini memaksa ia tak
sanggup mengeluarkan serangan dengan andalkan senjata
Hwee Liong Pangnya. Serangan yang mengarah suatu bagian tertentu merupakan
suatu perbuatan yang tidak mudah dilakukan tapi bagi Siauw
Ling sangat mudah sekali bahkan tidak merasa canggung.
Melihat kawannya keteter mendadak sipanah sakti penyapu
jagat Tong Yang Khie melepaskan gendewanya yang
tergantung dipunggung dan memasang anak panah ke atas
busur dengan mengarah sebuah luang kosong ditengah
kalangan dibidiknya anah panah itu keras2.
Datangnya serangan panah ini amat dahsyat ditambah pula
ia sudah memperhitungkan pergeseran tempat kedudukan
Siauw Ling tidak aneh kalau anak panah tadi dengan tepat
mengancam kehadapan tubuh pemuda tersebut.
Dalam keadaan gugup Siauw Ling tidak berpikir panjang
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lagi pedangnya dengan mengeluarkan jurus Im Yu Pit Jiet atau
awan hujan menutupi sang surya menciptakan selapis hawa
pedang melindungi seluruh anggota badan.
Traaaang....pedang serta anak panah terbentur satu sama
lain menciptakan suara yang amat nyaring.
Kekuatan anah panah itu sungguh luar biasa tangkisan
Siauw Ling hanya berhasil memukul miring anak panah itu
beberapa senti saja kesamping.
Gerakan panah masih tetap kuat dan sambil membawa
desiran angin tajam menyambar lewat dari sisi pundak
pemuda tersebut dnegan sekalian menyambar pakaian yang ia
kenakan. Beberapa milimeter kesamping pundak Siauw Ling niscaya
akan hancur tertembus anak panah tersebut.
Melihat kehebatan lawan Siauw Ling terperanjat.
"Sungguh dahsyat serangan panah ini" pikirnya.
Karena terperanjat dan pikirannya bercabang permainan
pedangnya rada merandek. Lok Koei Ceng tidak mau menyia2kan kesempatan bagus ini
lagi senjata Hwee Liong Pan dengan membawa desiran tajam
memaksa Siauw Ling mundur ke belakang.
"Bagus sekali" teriak Chee Toa Nio sambil mengobat
ngabitkan tongkatnya. "Kalian semua menganggap diri sendiri
sebagai jago-jago tersohor dari kolong langit tidak disangka
perbuatan kalian amat rendah dan sangat memalukan mau
coba main kerubut?" Sebetulnya waktu itu sipanah sakti penyapu jagad Tong
Yen Khie sudah mempersiapkan anak panah berikutnya
mendengar sindiran dari Chee Toa Nio. Air mukanya berubah
memerah dengan cepat ia simpan kembali panah yang telah
dipersiapkan. Setelah dibokong secara mendadak Siauw Ling pertinggi
kewaspadaannya terhadap diri Tong Yen Khie tapi melihat
orang tersebut secara mendadak menyimpan kembali anak
panahnya rasa risaupun kontan lenyap tak berbekas.
Semangat berkobar kembali pedangnya berturut2
melancarkan serangan dahsyat memaksa Lok Koei Ceng sekali
lagi terdesak dibawah angin.
Merasa dirinya keteter sipeluru sakti Lok Koei Ceng tertawa
dingin. "Sam Cungcu kepandaian silatmu sangat luar biasa hati2
aku segera akan mengeluarkan senjata rahasia berapiku."
Bersama2 dengan siapi beracun Cin Gak dia disebut orang
sebagai dua jago senjata berapi dari kalangan lurus dan sesat
wataknya gagah dan jujur sebelum melancarkan senjata
rahasianya dia selalu memberi peringatan terlebih dahulu.
Siauw Ling tarik napas panjang Kang Cing Khie kang
disalurkan keseluruh badan menciptakan selapis hawa
pertahanan yang kuat. "Silahkan turun tangan!" serunya sambil tetap
memperkencang permainan ilmu pedangnya.
Ia tahu senjata berapi milik Lok Koei Ceng tentu
merupakan senjata rahasia yang sangat beracun dan bahaya
kalau bisa memaksa ia hingga keteter dan tidak sanggup
mengeluarkannya hal ini jauh lebih baik.
Mendadak terlihat Lok Koei Ceng meloncat mundur ke
belakang sejauh delapan depa dan meloloskan diri dari
lingkaran pedang Siauw Ling senjata Hwee Liong Pang yang
dicekalnya segera diayun kedepan.
Serentetan lidah api dengan menimbulkan cahaya yang
menyilaukan mata menyembur kedepan dengan dahsyat
ditengah malam gelap. Mengikuti arah tiupan angin, jilatan api tadi menyembur
kedepan tubuh Siauw Ling kemudian mengembang makin luas
dan berubah jadi sebuah kobaran api setinggi tiga depa.
Siauw Ling terkesiap pikirnya, "Sungguh lihay...."
Sembari mengempos napas segera mencelat ke atas.
Segulung gumpalan api dengan cepat menyembur lewat
melalui bawah sepasang kakinya.
Agaknya serangan Lok Koei Ceng barusan sudah
direncanakan matang dan iapun dapat menduga Siauw Ling
pasti akan meloncat ketengah udara untuk menghindar.
Senjata Hwee Liong Pangnya dengan cepat diangkat dan
tombol ditekan sekali lagi sebuah jilatan api menyembur ke
atas. Siauw Ling yang masih berada ditengah udara buru-buru
menarik sepasang kakinya lebih ke atas mendadak ia bersalto
beberapa kali dan melayang empat lima depa kesamping
dengan nyaris ia berhasil lolos pula dari jilatan api tersebut.
Lok Koei Ceng benar2 terperanjat pikirnya, "Kehebatan
orang ini tak boleh dipandang enteng aku harus berhati2
menghadapi dirinya."
Senjata Hwee Liong Pangnya tidak berani melancarkan
serangan gegabah lagi. Kiranya di dalam senjata Hwee Liong Pang ini ramuannya
tersembunyi tiga macam alat rahasia setiap api beracun
sebanyak tiga kali. Dan kini sudah ada dua alat rahasia yang ditekan olehnya
tanpa membawa hasil dengan demikian tersisa sebuah tombol
yang terakhir. Bilamana jilatan api inipun sudah disemburkan keluar maka
senjata Hwee Liong Pang akan berubah jadi sebuah senjata
biasa ia harus buang banyak tenaga dan waktu lagi untuk
membuat kembali obat berapi tersebut ke dalam senjatanya.
Siauw Ling yang dua kali berhasil meloloskan diri dari
semburan api beracun walaupun tidak sampai terkena tapi
teringat akan kecepatan serta kedahsyatan sebuah api itu
dalam hati merasa terperanjat juga.
Diam2 ia putar otak untuk mencari jalan bagaimanakah
caranya merusak dan menghancurkan senjata yang amat
beracun ini. Kedua orang itu sama2 punya pikiran sama2 menaruh rasa
jeri dengan begitu siapapun tidak berani bergerak secara
gegabah mereka berdiri saling berhadapan sambil diam2
mempersiapkan diri. Mendadak Chee Toa nio tertawa dingin.
"Lok Koei Ceng sering aku dengar orang berkata bahwa
senjata Hwee Liong Pang mu setiap kali menghadapi musuh
hanya bisa menyemburkan api beracun sebanyak tiga kali
entah benarkah berita itu?"
Jelas maksud sinenek ini berkata demikian adalah memberi
kisikan kepada Siauw Ling bahwa senjata Hwee Liong Pang
tersebut hanya tinggal sekali penggunaan setelah satu kali lagi
maka habislah sudah kegunaannya.
"Sedikitpun tidak salah" kata Lok Koei Ceng dingin.
"Senjata Hwee liong Pang ku masih bisa menyemburkan api
beracun sekali lagi aku rasa berita ini bukan suatu kejadian
yang aneh jago-jago Bulim yang terluka oleh serangan api
beracunku dalam semburan ketigapun tidak sedikit jumlahnya
Sam Cungcu kau harus berhati2."
Terhadap senjata Hwee Liong Pang tersebut Siauw Lingpun
menaruh rasa jeri pedangnya diselang didepan badan
melindungi dada sedang badannya tidak berani berdiri terlalu
dekat dengan pihak lawan.
"Orang Bulim paling mengutamakan kejujuran serta
kelapangan dada" ujar Chee Toa Nio kembali. "Menggunakan
senjata rahasia bukan tindakan seorang jujur apalagi senjata
rahasia yang kau gunakan adalah senjata api beracun
sekalipun namamu tersohor diseluruh kolong langit tapi kau
tak bisa terhitung sebagai seorang enghiong hoohan."
Sindiran ini membangkitkan rasa gusar dalam dada Lok
Koei Ceng. "Kurang ajar para enghiong dikolong langit siapa yang tidak
tahu kalau aku Lok Koei Ceng ahli dalam penggunaan senjata
berapi apa perlunya kau nenek pengemis banyak cingcong?"
Karena gusar susah ditahan tidak tanggung2 lagi ia maki
nenek tua ini sebagai sinenek pengemis.
Watak Chee Toa Nio pada dasarnya memang berangasan
kena dimaki meledaklah hawa gusar yang berkobar dalam
dadanya. "Orang lain mungkin takuti senjata berapimu itu tapi aku
Chee Toa Nio tak akan takut" bentaknya gusar. "Sam Cungcu
cepat mundur biar kuiringi dirinya sejenak."
"Tak bisa jadi belum menentukan siapa yang menang siapa
yang kalah bagaimana boleh disudahi sampai disini saja
pertarungan ini." Mendadak badannya maju kedepan kakinya melangkah
Tiong Kong menusuk ulu hati Lok Koei Ceng.
Lok Koei Ceng segera mengayunkan senjatanya Hwee
Liong Pangnya kedepan segulung jilatan api laksana kilat
menyambar keluar. Senjata rahasia terakhir yang tersembunyi dibalik senjata
Hwee liong Pangnya ini sangat luar biasa jilatan apinya
melebihi jilatan api sebelumnya.
Siauw Ling mendesak kedepan justru ia bermaksud
memancing orang itu melancarkan semburannya yang terakhir
kini melihat jilatan api menyembur datang dengan amat
dahsyat buru-buru ia jatuhkan diri ke atas tanah dengan
punggung menempel tanah mendadak ia berputar satu
lingkaran meloloskan dari semburan api kemudian meloncat
bangun berdiri. Lok Koei Ceng sudah banyak pengalaman dalam
menghadapi musuh melihat Siauw Ling jatuhkan diri ke atas
tanah sembari mengeluarkan jurus bahaya.
Untuk menghindari semburan api dalam hati segera
menduga apabila pihak lawan telah mempersiapkan suatu
rencana. Tak terasa kewaspadaannya dipertinggi melihat Siauw Ling
putar badan sambil menerjang kedepan senjata Hwee Liong
Pangnya melancarkan serangan terlebih dahulu dengan jurus
Kiem Ciam Teng Hay atau jarum emas menenangkan
samudra. Waktu Siauw Ling hendak bangun berdiri senjata Hwee
Liong Pang telah tiba didepan dada dalam keadaan gugup
pedangnya segera didorong kedepan dnegan jurus Pit Bun Tui
Gwat atau menutup pintu mendorong rembulan menutup
seluruh badan. Pedang Hwee Liong Pang bentrokan jadi satu menimbulkan
getaran keras mengambil tenaga getaran itulah Siauw Ling
meloncat bangun. Jurus serangan Lok Koei Ceng mendadak berubah secara
beruntun ia melancarkan tiga buah serangan berantai.
Siauw Ling segera menggetarkan pedangnya melindungi
badan dengan memilih posisi bertahan dengan keras lawan
keras ia pukul ketiga jurus serangan tersebut.
Senjata Hwee Liong Pang yang berada ditangan kanan Lok
Koei Ceng tiada hentinya melancarkan serangan gencar
sedang tangan kiri merogoh saku mengambil dua butir api
Sam Yang Lieh Hwee Tan. Chee Toa Nio tahu bahwa jago ini pandai menggunakan
senjata rahasia berapi melihat ia merogoh sakunya dengan
cepat perempuan itu berteriak, "Sam Cungcu hati2 dengan
senjata rahasia yang berada ditangan kirinya."
Siauw Ling terkesiap pikirnya, "Kalau ia melancarkan
senjata rahasia beracun dalam jarak sedemikian debatnya
bagaimana aku bisa berkelit...."
Padahal bersama dengan berputarnya otak telapak kiripun
sudah mengirim sebuah babatan dahsyat kedepan.
Segulung angin pukulan disertai dengan angin desiran
tajam menggulung kedepan.
Baru saja Lok Koei Ceng meraba senjata rahasia Sam Yang
Lieh Hwee Tan tenaga pukulan Siauw Ling telah datang
membabat telapak tangan kiri orang she Lok itu.
Ketika itu Lok Koei Ceng sedang mencekal senjata rahasia
ia tidak berani menyambut datangnya serangan telapak Siauw
Ling dengan keras lawan keras.
Tak kuasa lagi tangannya mengendor peluru Lih Hwee Tan
mencelat ketengah udara dan jatuh kurang lebih empat lima
depa disamping kalangan. Bluuum....bluuum dua ledakan bergema serasa membelah
bumi dua gulung jilatan api warna hijau segera berkobar
membakar seluruh permukaan tanah.
"Aaaai....sungguh hebat senjata rahasia berapi ini kalau
sampai mengenai badan dan menimbulkan ledakan entah apa
yang terjadi" senjata rahasia macam ini benar2 bahaya aku
tak boleh memberi kesempatan lagi padanya untuk
mengeluarkan senjata yang lain."
Pedangnya segera bergetar melancarkan serangan gencar
kedepan. Setelah pikirannya terbuka Lok Koei Ceng tidak
berkesempatan untuk banyak bertingkah lagi serangan
pedang datangnya sambung menyambung bagaikan ombak
disamudra seketika sipeluru sakti she Lok ini terkurung dalam
bayangan pedang. Para jago yang menonton jalannya pertempuran dari sisi
kalangan diam2 merasa sangat terperanjat setelah dipanah
sakti menyapu jagat Tong Yen Khie menderita kalah Ing Gwat
Tootiang adalah seorang jago pedang dari Cing Shia Pay pun
menderita kalah ditangan Siauw Ling.
Dan kini kendati sipeluru sakti Lok Koei Ceng belum sampai
kalah bila ditinjau dari keadaannya sebentar lagi iapun bakal
menyusul kawan2nya yang terdahulu.
Bila dibicarakan dari kepandaian silat yang mereka bertiga
miliki, boleh terhitung sebagai jago kelas wahid dan kalau
mereka bertiga sama2 dikalahkan maka satu2nya lawan Siauw
Ling tinggal Be Boen Hwie saja.
Kita balik pada Chee Toa Nio yang melihat Siauw Ling
makin bertempur semakin perkasa hatinya terasa tergetar
keras ia merasa gembira juga cemburu.
Kembali Lok Koei Ceng mempertahankan diri sebanyak
puluhan jurus dengan ngotot mendadak Siauw Ling
membentak keras, "Lepas tangan."
Lok Koei Ceng benar2 penurut, bersamaan dengan
bentakan itu ia lepaskan senjata Hwee Liong Pang yang
dicekalnya ditangan. Pada dasarnya Siauw Ling sudah mendongkol akan
kekejian senjata rahasianya pergelangan segera disentak
ujung pedangnya ditempelkan ke atas dada Lok Koei Ceng.
Ternyata sipeluru sakti tidak malu disebut seorang
enghiong hoohan walaupun jiwanya terancam ia sama sekali
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak kelihatan jeri. "Cayhe mengakui kepandaian silatku tidak becus sekalipun
mati juga tak perlu disesali Sam Cungcu silahkan turun
tangan" katanya dingin.
Mendadak Siauw Ling menarik kembali pedangnya yang
mengancam dada Lok Koei Ceng.
"Maaf....maaf....!"
"Kepandaian silat Sam Cungcu betul2 lihay" kembali Lok
Koei Ceng berkata dengan kepala tertunduk.
"Saudara terlalu memuji" sinar matanya menyapu sekejap
wajah seluruh jago kemudian tambahnya, "Siapa diantara
kalian yang ingin bertanding lagi dengan diriku?"
Setelah melihat kelihayan ilmu silat Siauw Ling serta
kesempurnaan jurus serangannya diantara para jago tak
seorangpun yang berani unjukkan diri untuk menerima
tantangan ini. Suasana sunyi senyap tak kedengaran suara
sedikitpun. Akhirnya Be Boen Hwie mendehem.
"Kepandaian silat Sam Cungcu betul2 luar biasa tidak aneh
kalau kau bisa terpilih sebagai tangan kanan Djen Bok
Hong...." Siauw Ling kerutkan dahi. Sebelum dia menjawab Be Boen
Hwie telah menyambung kembali, "Cuma pertarungan kita ini
hari bukan suatu pertandingan perebutan nama seperti apa
yang sering terjadi di dalam Bulim walaupun berturut2 Cungcu
berhasil menangkan beberapa kali pertandingan kami hanya
mengakui bahwa ilmu silat Sam Cungcu sangat lihay ini bukan
berarti kami sudah kehilangan semangat serta niat untuk
melenyapkan diri Sam Cungcu."
"Cukup kalian tak usah banyak bicara lagi" tukas Chee Toa
Nio dingin. "Kalau kalian ingin turun tangan berbareng ayolah
cepat turun tangan."
Setelah mendengar ucapan dari Chee Toa nio ini Siauw
Ling baru tersadar kembali terhadap maksud ucapan Be Boen
Hwie ia menghela napas panjang.
"Aaaai....betul saat ini aku Siauw Ling merupakan Sam
Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San cung tapi aku belum
pernah melakukan perbuatan yang begitu jahat desakan cuwi
yang demikian kencang dan bersikeras sungguh membuat aku
punya mulut susah bicara. Senjata tajam tak bermata kalau
cuwi ngotot hendak turun tangan berbareng aku takut
peristiwa ini akan berakibat banjir darah...."
"Kami orang2 yang sering melakukan perjalanan dalam
dunia kangouw tidak pernah pikirkan soal mati hidup diri
sendiri harap Sam Cungcu tak usah merasa kuatir buat
keselamatan kami" tukas Be Boen Hwie ketus.
Air muka Siauw Ling kontan berubah hebat.
"Jika Cuwi bersikeras ingin berkelahi cayhepun tak bisa
berdiam diri saja" serunya.
Mendadak pedangnya disilang didepan dada sepasang
mata dengan memancarkan cahaya tajam melototi wajah Be
Boen Hwie tak berkedip. Pengetahuan Be Boen Hwie sangat luas melihat sikap
Siauw Ling dalam menghadapi lawannya ia segera tahu
apabila gaya ini merupakan gerakan dari ilmu pedang terbang
yang merupakan ilmu tingkat paling atas hatinya kontan
bergidik. Ia tahu kalau dirinya bersikeras turun tangan maka banyak
jago akan menggeletak dengan darah berceceran.
Dengan cepat ia pencet tombol rahasia diatas kipasnya
seraya membentak keras, "Harap kalian semua mundur ke
belakang aku hendak bergebrak seorang lawan seorang
dengan Sam Cungcu." Tindakan Be Boen Hwie walaupun mendatangkan rasa
tercengang dihati para jago tapi ia mengerti kalau kepandaian
silat sang Cong Piauw Pacu dari empat keresidenan ini sangat
lihay tanpa membantah lagi orang2 itu mundur ke belakang.
Siauw Ling tak bergemilang dari posisi semula seluruh
tenaga kweekangnya disalurkan ke atas pedangnya siap
melancarkan serangan. Sebaliknya Be Boen Hwie sambil mencekal kipasnya yang
diarahkan kekaki Siauw Ling berdiri tak berkutik ia tidak berani
turun tangan secara gegabah.
ooooooo0oooooooo Jago she Be ini merasa gaya Siauw Ling di dalam
pertahanannya ini mempunyai dua kemungkinan menyerang
dan kemungkinan bertahan.
Walaupun ia sudah coba mengancam dari berbagai arah
belum berhasil juga menemukan titik-titik lubang kelemahan
yang bisa digunakan untuk melancarkan serangan.
Lama sekali ia berpikir tapi kesempatan untuk turun tangan
tidak dijumpai juga. Mendadak terlihat olehnya Siauw Ling menggoyangkan
badan dan menghembuskan napas panjang pedang yang telah
dipersiapkan diturunkan ke atas tanah.
"Be heng silahkan pulang" katanya sambil ulapkan tangan.
"Hari esok masih panjang sekalipun kau bersikeras hendak
membinasakan aku Siauw Ling rasanya tak perlu gelisah pada
malam ini juga." Perlahan-lahan Be Boen Hwie tarik kembali kipasnya dan
berbisik lirih, "Aku tak sanggup menerima seranganmu ini."
"Aaaakh Be heng terlalu memuji."
"Setelah siauwte tinjau beberapa lama aku merasa Siauw
heng tidak mirip orang asal perkampungan Pek Hoa San
cung?" Siauw Ling segera tertawa hambar.
"Nyatanya aku adalah Sam Cungcu dari perkampungan Pek
Hoa San cung" katanya.
"Aku duga dibalik kesemuanya ini pasti tersembunyi suatu
rahasia aku orang she Be dengan senang hati mengajak Siauw
heng untuk membicarakan persoalan ini secara blak2kan."
Ia merandek dan menghela napas panjang sambungnya
lebih jauh, "Siauwte sudah berkelana di dalam dunia kangouw
dan menjelajahi pelbagai tempat berkenalan dengan banyak
enghiong hoohan tapi baru kali ini kujumpai manusia
berkepandaian serta kecerdikan macam Siauw heng dunia
persilatan ini sedang diliputi napsu membunuh kaum iblis
bermunculan dimana2."
"Siauw heng sebagai seorang pendekar muda seharusnya
membantu rakyat membasmi kaum iblis dan membuat banyak
jasa untuk kesejahteraan kaum lurus mengapa kau malah
berkawan dengan kaum iblis menciptakan keonaran bagi umat
manusia." "Kesulitan Siauwte susah dibicarakan dengan sepatah dua
patah kata" kata Siauw Ling seraya menjura. "Besok malam
siauwte akan menanti kedatanganmu disini apabila Be heng
ada waktu silahkan datang memenuhi janji."
"Baik besok malam pada kentongan ketiga Siauwte akan
datang memenuhi janji dan selama ini aku akan berusaha
mencegah para enghiong untuk bikin keonaran disini."
Sehabis berkata ia putar badan dan berlalu dengan
membawa para jago lainnya.
Terdengar Chee Toa Nio sambil mendepakkan tongkatnya
ke atas tanah berseru keras, "Menurut dugaanku malam ini
banyak darah akan mengalir dibawah pohon tua ini banyak
mayat akan kegelimpangan didepan gubukku siapa nyana
pertarungan ini berakhir dengan keadaan yang aman."
"Sikap Be Boen Hwie yang gagah perkasa benar2 luar
biasa" puji Siauw Ling.
"Kalau dia tidak gagah perkasa dengan usianya yang masih
muda mana bisa menduduki kursi kepemimpinan para jagi dari
empat keresidenan besar."
Siauw Ling mendongak memandang awan diangkasa dan
menghembuskan napas panjang.
"Aaaai....semoga malam ini tak ada orang yang datang
mencari gara2 lain."
"Samya!" dari belakang terdengar Kiem Lan berseru manja.
"Setelah kau mengalami tiga kali pertarungan sengit,
seharusnya beristirahatlah sebentar."
Ia terima pedang dari tangan pemuda itu dan bantu
memasukkan ke dalam sarungnya.
"Bagaimana keadaan luka racun yang diderita Giok Lan
serta nona Tong?" "Setelah minum obat kesehatannya pulih kembali seperti
sedia kala kini mereka sedang bersemedi dalam ruangan
rahasia. Biarlah budak pergi periksa."
Ia putar badan dan berjalan masuk ke dalam ruangan.
mendadak Chee Toa Nio tertawa tergelak.
"Sudah sepuluh tahun lamanya aku tidak pernah bergebrak
melawan orang" katanya kegirangan. "Pertarungan ini hari
sungguh memuaskan hatiku. Bocah kau lelah?"
"Keadaan cayhe masih baik. Aaaaai....Loo popo harus turun
tangan sendiri menghadapi musuh dan mengikat permusuhan
dengan orang lain cayhe merasa tidak enak hati."
"Kau tidak bisa bicara demikian kita sedang saling bertukar
syarat ini aku membantu kau dan besok kau membantu aku
tak bisa dibicarakan enak hati atau tidak."
"Loo popo sebenarnya besok kau akan memenuhi janji
siapa bolehkah cayhe tahu?"
"Besok kau bakal tahu dengan sendirinya apa perlunya
gelisah disatu saat?"
Ketika itu Kiem Lan, Giok Lan serta Tong Sam Kauw
dengan beriring jalan keluar dari dalam ruangan.
Setelah mengalami siksaan selama beberapa waktu badan
Tong Sam Kauw serta Giok Lan menjadi amat kurus wajahnya
kucal dan matanya mendelong kedalam.
Mungkin Kiem lan telah menceritakan kisah bagaimana
Siauw Ling menolong jiwa mereka berdua karena sewaktu
mereka berdua menjumpai pemuda tersebut bersama2
menjura dan mengucapkan terima kasih atas pertolongannya.
Buru-buru Siauw Ling membalas hormat mereka.
"Obat pemusnah yang menolong jiwa kalian adalah
pemberian Chee Loocianpwee tersebut seharusnya kalian
mengucapkan terima kasih kepadanya."
"Tidak perlu" potong Chee Toa Nio cepat dengan nadanya
yang dingin bagaikan es. "Kita saling ada janji bertukar syarat
diantara kita, mereka tak usah mengucapkan terima kasih
kepada diriku lagi."
Melihat kesemuanya ini Tong Sam Kauw jadi tertegun tibatiba
bisiknya kepada sang pemuda, "Kau telah bertukar apa
dengan dia untuk mendapatkan obat pemusnah tersebut?"
"Aaaai....tidak ada apa2" sahut Siauw Ling tersenyum. "Aku
hanya menyanggupi dirinya untuk memenuhi sebuah
perjamuan. Nona luka racunmu baru saja sembuh, kesehatan
badan masih belum pulih seperti sedia kala lagipula suasana
disekeliling kita sangat bahaya musuh tangguh setiap saat bisa
datang menyerang." Ia merandek sejenak sinar mata perlahan-lahan menyapu
sekejap wajah Tong Sam Kauw serta Giok Lan lalu
sambungnya, "Asal kalian berdua bisa cepat pulihkan sebagian
tenaga murnimu ini berarti kalian mengurangi satu bagian
mara bahaya yang mengancam keselamatan kalian."
Mendadak Chee Toa Nio bangun berdiri dan memandang
sekejap Kiem Lan bertiga katanya dengan suara yang dingin
kaku, "Kalian bertiga jangan mengganggu dirinya lagi setelah
mengalami beberapa kali pertarungan sengit saat ini ia
membutuhkan waktu untuk baik2 beristirahat."
Ketiga orang gadis itu ternyata sangat penurut mereka
mengiakan dan bersama2 mengundurkan diri keruang
belakang. Siauw Lingpun mencari sebuah tempat yang bersih diruang
tamu untuk duduk bersila dan mulihkan kembali tenaga
murninya yang banyak hilang karena pertarungan sengit
barusan. Sedangkan Chee Toa Nio sendiripun mencari sebuah
tempat di dalam ruangan tamu itu menemui Siauw Ling duduk
menemani. Menanti kentongan kelima sudah lewat haripun sudah
terang tengah Siauw Ling baru selesai bersemedi dan bangun
berdiri wajahnya segar dan semangatpun pulih seperti sedia
kala. "Sang surya sudah muncul diufuk sebelah timur" kata Chee
Toa Nio sambil melongok keluar jendela. "Kau harus cuci
muka dan ganti satu stel baju baru...."
"Loo popo tidak usah kuatir saat ini hari masih sangat
pagi." Kerutan diatas wajah Chee Toa Nio yang tua kelihatan
makin nyata sepasang alis berkerut penuh rasa murung tiada
hentinya ia berjalan bolak balik dalam ruangan.
Waktu tengah hari dengan cepatnya berlalu pada saat
itulah dari tempat kejauhan tampak munculnya sebuah tandu
kecil warna hijau berlari mendekat.
"Bocah kau harus ingat sejak saat ini namamu adalah Chee
Giok" bisik Chee Toa Nio dengan cepat setelah melihat
munculnya tandu kecil tadi. "Sesudah kau menyanggupi
perintahku sampai perjamuan selesai jangan sekali2 bocorkan
rahasia ini." Ketika mereka sedang bercakap2 dua buah tandu kecil
warna hijau itu sudah tiba didepan gubuk.
Chee Toa Nio segera menggandeng tangan kanan Siauw
Ling keluar dari gubuk dan masing-masing naik kesebuah
tandu. Mengambil kesempatan itulah Siauw Ling melirik sekejap
keempat orang penggorong tandu tampak olehnya air muka
mereka pucat kehijau2an bagaikan seseorang yang sudah
lama kedinginan didaerah yang bersalju sepasang mata
memancarkan cahaya tajam dan sekali pandang siapapun tahu
kalau mereka memiliki tenaga kweekang yang amat
sempurna. Baru saja kedua orang itu duduk dalam tandu keempat
lelaki tadi sudah turunkan horden dan menggotong tandu itu
lari kedepan. Terasa tandu itu makin berlari makin cepat dan akhirnya
cepat bagaikan larinya kuda jempolan tak terasa hati Siauw
Ling rasa bergerak pikirnya, "Cukup ditinjau dari cara keempat
orang penggotong tandu ini lari sudah membuktikan bila
kepandaian silat yang mereka miliki tidak lemah."
Kurang lebih satu jam kemudian mendadak tandu itu
berhenti. "Tidak kusangka pada suatu saat aku Siauw Ling bisa naik
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tandu" pikir pemuda itu kegelian.
Horden tampak disingkap dan Chee Toa Nio telah berdiri
didepan pintu. "Giok Jie mari turun."
Siauw Ling memandang sekejap wajah Chee Toa Nio lalu
perlahan-lahan turun dari tandu hatinya sangat tidak tenang
pikirnya, "Orang lain menyaru namaku sehingga membuat
dunia kangouw kacau balau tidak keruan tidak disangka ini
hari aku Siauw Ling pun harus menyaru nama orang lain...."
Ketika ia mendongak terlihatlah sebuah ruangan dengan
perabot yang mewah, indah dan antik terbentang didepan
mata pintu terbuka lebar2 asap dupa mengepul menutupi
pemandangan disekeliling sana.
kedua buah tandu kecil itu tepat berhenti didepan ruangan
tersebut. Keempat orang penggotong tandu tadi dengan sikap
hormat dan serius berdiri disebelah samping keadaannya
penuh kewibaan. Siauw Ling mulai ragu2 tak tertahan lagi ia berbisik lirih,
"Loo popo rumah siapakah ini?"
Sebuah halaman yang sangat luas dimanapun terdapat
bangunan macam begini mungkin terletak diujung langit dan
mungkin terletak dekat didepan mata, Siauw Ling
tersenyum.... "Ehmmmm....terima kasih atas petunjukmu...."
"Saat ini kita sebagai nenek dan cucu kau jangan sebut
diriku sembarangan menyebut diriku" seru Chee Toa Nio buruburu.
Sudah tentu saja beberapa patah kata ini disampaikan
dengan ilmu mengirim suara.
"Akan kuingat selalu...."
Belum selesai pemuda itu bicara mendadak dari balik
ruangan yang lapat2 tertutup dupa wangi muncul serentetan
suara yang nyaring dan bening.
"Hujien bagaimana keadaanmu sejak perpisahan apakah
kau masih ingat dengan kawan lamamu dari Pak Hay?"
"Sejak perpisahan diistana es dalam sekejap mata sepuluh
tahun sudah berlalu, selama ini kuingat selalu akan dirimu dan
terima kasih atas undanganmu ini hari."
"Haaa....haaa....pemuda itulah cucumu?"
"peristiwa yang terjadi diistana es tempo dulu sudah lama
berlalu waktu itu usia cucuku masih amat muda mungkin ia
sudah melupakannya."
Kembali orang yang berada dalam ruangan tertawa
terbahak2. "Ia mungkin lupa tapi Siauw Ling tidak pernah melupakan
hal ini setiap hari ia ribut saja kepada loohu agar bisa
berjumpa kembali dengan cucumu walaupun dalam istana es
di Pak Hay banyak terdapat barang aneh setiap hari ia murung
dan gelisah tidak tenang lama kelamaan loohu tidak tega dan
akhirnya membawa siauwli berangkat keselatan untuk
meleyapkan rasa rindu dalam hati putriku."
Melihat dirinya tidak dipersilahkan masuk dalam hati Siauw
Ling segera berpikir, "Orang ini sungguh lucu setelah
mengundang kami datang kemari mengapa tidak membiarkan
kami masuk ke dalam ruangan untuk duduk."
Belum habis ia berpikir tampak sesosok bayangan manusia
berkelebat lewat diantara tebalnya asap dupa wangi seorang
kakek tua berjubah sutera dengan sulaman naga dan
berjenggot putih sepasang dada telah muncul didepan pintu.
Peristiwa lima tahun berselang kembali berkelebat dalam
benak Siauw Ling ia mengenali kembali si kakek tua ini
sebagai Pak Thian Coencu atau sirasul sakti dari langit utara
yang pernah dijumpai didepan kamar Boe Wie Tootiang dalam
kuil Sam Yen Koan tempo dulu.
"Merepotkan coencu harus menyambut sendiri" buru-buru
Chee Toa Nio menjura dan tertawa.
"Haaa....haaa....hujien terlalu sungkan kalian berdua
silahkan masuk ke dalam ruangan" ujar Pak thian Cungcu
sambil tertawa. "Giok Jie kenapa kau tidak tahu adat" kata Chee Toa Nio
sambil melirik sekejap diri Siauw Ling. "Setelah berjumpa
dengan cianpwee kenapa tidak hunjuk hormat."
Terpaksa Siauw Ling menyincing baju jatuhkan diri berlutut.
"Boanpwee Chee giok menghunjuk hormat buat
loocianpwee." "Haaa....haaa....bagus2" kata Pak Thian Coencu tertawa
tergelak ia bimbing Siauw Ling untuk bangun. "Keponakan
Chee silahkan bangun." Dengan riang gembira dibimbingnya
Siauw Ling masuk ke dalam ruangan.
Setelah masuk ke dalam ruangan tiba-tiba terasa hawa
dingin menyerang datang saking dinginnya bagaikan
memasuki sebuah gua alam yang penuh dilapisi salju.
Dalam hati Siauw Ling merasa keheranan sinar matanya
dengan tajam menyapu sekejap sekeliling tempat itu.
Tampaklah olehnya dikedua belah samping ruangan berdiri
enam belas buah gentong besar didinding belakang terdapat
sebuah hioloo kumala asap dupa mengepul dari hioloo
tersebut sedang hawa dingin muncul dari dalam keenam belas
gentong raksaa tadi. Dupa wangi dan hawa dingin bercampur di dalam ruangan
menciptakan selapis kabut yang tebal.
Sambil menggandeng tangannya Pak Thian Tjoensu
membawa pemuda itu masuk ke dalam ruangan dan
mempersilahkan ia ambil duduk dimeja perjamuan.
"Keponakan Chee silahkan duduk" katanya sambil tertawa.
Tanpa sungkan2 lagi Siauw Ling mencari tempat dan
duduk. Setelah semua orang ambil tempat masing-masing barulah
Pak Thian Coencu memandang sekejap diri Chee Toa Nio
katanya, "Cucumu benar2 hebat wajahnya tampan tiada
tandingannya Hujien bisa mempunyai cucu sebagus ini loohu
patut memberi selamat kepadamu dan arwah Chee heng yang
ada dialam bakapun tentu merasa tenang."
"Dikemudian hari masih membutuhkan banyak bimbingan
dari Coencu." "Hujien terlalu merendah."
Ia merandek sejenak lalu sambungnya lagi, "Dari istana
dilaut utara Loohu membawa datang beberapa macam
hidangan yang susah didapatkan mari kita minum beberapa
cawan." Sembari berkata si kakek tua itu bertepuk tangan beberapa
kali. Beberapa saat kemudian dari balik kabut dupa wangi
muncul empat orang dara cantik berbaju putih ditangan
masing-masing gadis membawa sebuah nampan kayu diatas
nampan terdapat sebuah mangkok kumala.
Melihat hal itu kembali Siauw Ling berpikir di dalam
hatinya, "Di dalam ruangan yang demikian dinginnya sehingga
merasuk ketulang aku duga hidangannya tentu hidangan yang
dingin semua...." Dilihatnya pada nampan sang dara berbaju putih yang
terakhir kecuali membawa sebuah mangkok kumala terdapat
pula tiga pasang sumpit tiga cawan serta sebuah botol
pualam. "Chee Si heng bagaimana dengan takaran arakmu?" ujar
Pak Thian Coencu sambil menyambut botol pualam itu dan
membuka penutupnya. "Boenpwee tidak gemar minum arak."
"Bagus kalau begitu kau kurangi saja minum arak."
Ia tuang isi botol pualam itu sebanyak tiga tetes ke dalam
cawan Siauw Ling. Melihat isi botol tadi paling banyak hanya enam kati arak
Siauw Ling segera berpikir dalam hatinya, "Walaupun aku
tidak doyan minum arak tapi kalau suruh minum arak satu
botol itu rasanya tidak akan mabok orang ini benar2 tidak
pandang sebelah matapun terhadap diriku masa aku hanya
diberi tiga tetes arak saja...."
Tampak Pak Thian Coencu memenuhi cawan Chee Toa Nio
dengan setengah cawan arak kemudian menuang setengah
cawan pula dalam cawan sendiri.
Setelah itu sambil angkat cawan sendiri katanya, "Mari2
kita coba arak teratai salju mabok selaksa hari dari loohu ini."
Siauw Ling angkat cawannya bermaksud sekali teguk
menghabiskan isi cawannya tapi sewaktu melihat Pak Thian
Coencu hanya meneguk setetes saja hatinya jadi bergerak.
"Arak ini disebut arak teratai salju mabok selaksa hari aku
juga tentu termasuk sebangsa arak yang bersifat keras"
pikirnya dihati. "Baiklah akupun akan mencicipi setetes
dahulu." Setelah berpikir demikian iapun meniru cara sirasul dari
langit utara meneguk setetes isi cawannya.
Begitu tadi arak itu masuk kemulut segera timbullah bau
harum yang keras dan panas langsung menyerang ke dalam
pusar. "Keponakan Chee!" terdengar Pak Thian Cungcu menegur
sambil tertawa. "Kalau kau tidak kuat dengan pengaruh arak
jangan kau habiskan isi cawan tersebut nah cobalah
bagaimana rasanya beberapa macam masakan itu!"
JILID 8 Ia letakkan cawan sendiri kemeja, lalu menyodorkan ketiga
mangkok berisikan masakan itu kehadapan sang pemuda.
Pada mangkok yang pertama berisikan selapis benda
berwarna putih salju lapisan itu mirip dengan minyak babi
yang telah membeku dalam mangkok.
Pada mangkok yang kedua berisi tiga buah bulatan
berwarna merah tawar, kecuali warnanya sangat aneh
bentuknya mirip dengan kentang.
Sedang pada mangkok yang ketiga berisikan kuah kental
berwarna hijau tua, entah berisikan benda apakah dibalik kuah
itu. Sambil angkat sumpit kembali Pak Thian Coen cu berkata,
"Keponakan Chee Siauw li sudah lama menanti kedatanganmu
diruang belakang ayoh cepat cicipi masakan ini."
Ia segera menggerakkan sumpit sambil menuding mangkok
pertama katanya, "Mangkok ini berisi telapak beruang seribu
tahun keponakan Chee silahkan."
Siauw Ling mengambil sesendok dan dimasukkan ke dalam
mulut rasanya betul2 lezat sehingga tak terasa ia berpikir,
"Pak Thian Coen cu betul2 seorang manusia yang pintar
merasakan nikmatnya masakan...."
Sambil menuding bulatan2 merah yang ada dalam
mangkok kedua kata Pak Thian Coen cu lagi, "Ini yang
dinamakan Cing Ceng Soat Lian cu keponakan Chee silahkan
mencicipi sebutir...."
Siauw Ling menggerakkan sumpitnya mengambil sebutir
bulatan itu dan dimasukan ke dalam mulut sebelum ia telan
mendadak terdengar suara langkah kaki berkumandang
datang. Dari balik kabut dupa yang tebal perlahan-lahan muncul
seorang nona berbaju putih.
"Siang Soat apa maksudmu datang kemari?" tegur Pak
Thian Coen cu dingin. Dengan penuh rasa hormat Siang Soat menjura.
"Budak mendapat perintah untuk mengundang Chee
Kongcu." Agaknya Pak Thian Coen cu menaruh rasa sayang terhadap
putrinya dia segera mendehem dan berpaling ke arah Siauw
Ling. "Ilmu memasak dari Siauw li lebih hebat beberapa kali lipat
dari kepandaian para koki istana es. Aku rasa ia tentu sudah
memperhatikan hidangan untuk keponakan Chee bagaimana
kalau kau pergi mengunjungi dirinya."
Perlahan-lahan Siauw Ling mengambil keluar Soat Lian cu
dari mulutnya dan berpaling ke arah Chee Toa nio.
Chee Toa nio tersenyum. "Sewaktu kau berjumpa dengan Kuncu tempo dulu usiamu
masih sangat kecil tidak nyana Kuncu masih memikirkan
dirimu hingga sekarang ayoh cepat menemui Kuncu apa yang
kau nantikan lagi duduk termangu2 disana."
Dengan perasaan apa boleh buat Siauw Ling bangun berdiri
dan berlalu mengikuti Siang Soat.
Setelah keluar dari ruang besar berkabut tebal dan
menerobosi dua buah halaman besar sampailah mereka di
dalam sebuah ruang kecil mungil tapi amat indah bentuknya.
Seorang dara bergaun merah keperak2an duduk diatas
sebuah kursi ditengah ruangan kepalanya tertunduk rendah
membawa beberapa bagian perasaan malu menanti Siauw
Ling dengan dipimpin Siang Soat telah tiba di dalam ruangan
ia masih menunduk. Siang Soat segera berbisik disisi telinga Siauw Ling, "Dialah
Kuncu kami ia sudah lama menantikan dirimu dalam ruangan
ini nah cepat hunjuk hormat."
Habis berkata dengan genit ia mengerling sekejap ke arah
sang pemuda kemudian buru-buru berlalu dari ruangan
tersebut. Kini dalam ruang kecil yang indah dan mungil tinggal Siauw
Ling serta si dara berbaju merah itu dua orang masing-masing
duduk saling berhadapan tanpa seorangpun yang bukan suara
terlebih dahulu. Walaupun beberapa kali Siauw Ling bermaksud
memecahkan kesunyian yang mencekam tapi ia sama sekali
tiada bayangan apapun terhadap peristiwa yang pernah tempo
dulu karena itu pemuda ini merasa bingung harus membuka
pembicaraan dari mana. Suasana hening selama seperminum teh lamanya akhirnya
si dara berbaju merah itu buka suara terlebih dahulu.
"Berkat rahmat Thian, cayhe baik2 saja moga2 Kuncupun
demikian." "Chee Siangkong masih ingatkah kau akan peristiwa yang
terjadi tempo dulu."
Kena ditanya soal tempo dulu Siauw Ling termangu2
dengan bimbang dia pandang gadis tersebut dengan
mendelong. "Chee Siangkong kenapa kau tidak bicara" apa kau sudah
lupa?" sambung dara berbaju merah itu lebih lanjut.
"Kuncu lama berdiam dalam istana es yang jauh dari
Tionggoan dalam kemewahan yang berlimpah sedang cayhe
tidak lebih hanya seorang gelandangan" kata Siauw Ling
sambil menyeka keringat yang mengucur keluar makin deras.
"Aaaach....kiranya disebabkan perbedaan tingkat kau malu
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bicara" tukas si dara sambil tersenyum. "Aku masih mengira
kau sudah melupakan sumpah kita tempo dulu....?"
"Ooouw....akhirnya berhasil kujawab juga pertanyaan yang
paling sukar ini" diam2 Siauw Ling menghembuskan napas
panjang. Terdengar si dara berbaju merah itu melanjutkan kembali
kata2nya, "Waktu itu walaupun kita masih anak kecil yang
tidak tahu urusan tapi terhadap pembicaraan yang pernah kita
lakukan dahulu tak terlupakan hingga kini mengikuti
bertambahnya usia, ingatan tersebut semakin nyata."
Perlahan 2 dia mendongak memandang sekejap wajah
Siauw Ling lalu tambahnya, "Ternyata wajahmu jauh lebih
tampan dari apa yang kupikir dalam hati selama ini."
Sepasang pipinya berubah merah dengan perasaan jengah
ia mengerling kemudian menunduk.
Sejak memasuki ruangan Siauw Ling belum pernah
memandang sekejappun ke atas wajah dara berbaju merah
itu. Kini setelah sepasang mata bertemu ia baru merasa
bahwa dara yang berasal dari istana es ini mempunyai
kecantikan yang luar biasa.
Tampak alisnya melentik sepasang mata bening berkaca,
hidungnya mancung dengan bibir yang kecil sungguh
mempesonakan sekali. Dengan malu2 gadis itu tertawa ujarnya lagi, "Beberapa
kali aku mendesak Tia untuk membawa kau untuk
mengunjungi istana es di Pak Hay tapi setiap kali ia melupakan
hal ini. Haaaai karena urusan ini aku harus beberapa kali
menangis dan ribut akhirnya Tia baru membawa aku
mendatangi daratan tionggoan untuk mendatangi kau."
Agaknya ia dibikin mabok oleh kenangan lama setelah
berpikir sebentar sambungnya, "Ketika kita bermain2
dibelakang istana es tempo dulu kau minta aku jadi pengantin
perempuan aku terus tidak mau dan akhirnya kau jengkel dan
terus menangis. Setelah melihat kau aku baru menyetujui aaai
walaupun kejadian ini sudah berlangsung beberapa tahun
yang silam serasa barusan terjadi didepan mata saja."
Kali ini Siauw Ling dibikin gelagapan sampai tidak dapat
mengucapkan sepatah katapun terhadap kejadian tempo dulu
pemuda ini sama sekali tidak tahu.
Walaupun dara berbaju merah itu mengucapkan dengan
begitu mempesonakan begitu kesengsem namun bagi Siauw
Ling hanya kosong dan putih bagaikan kertas kosong.
Untung dara berbaju merah itu tidak sampai menunggu
jawaban dari sang pemuda telah menyambung kembali,
"Entah apa sebabnya selama banyak tahun ini aku selalu
dikesalkan oleh kenangan indah yang terjadi tempo dulu.
Aaaai apakah kau juga berperasaan seperti apa yang
kupikirkan." Siauw Ling merasa benaknya kacau tak terpikirkan olehnya
barang sepatah kata jawabanpun.
"Eeeeei....kenapa kau tidak berbicara?" tegur si dara
berbaju merah itu dengan suara halus.
"Kuncu...." Siauw Ling mendehem.
"Jangan memanggil aku dengan sebutan Kuncu" tukas
gadis itu dengan cepat. "Lalu kau suruh aku memanggil dirimu dengan sebutan
apa?" "Seperti kita masih kecil aku memanggil kau dengan
sebutan saudara Giok dan kau sebut aku dengan nama yang
dahulu saja." "Dia panggil aku dengan sebutan adik Giok" diam2 pikir
Siauw Ling dengan hati cemas. "Ini membuktikan usianya jauh
lebih tua dari pada Chee Giokaku seharusnya panggil dia enci,
tetapi enci apa siapa namanya apalagi aku Siauw Ling tidak
pernah kenal dengan dia mana boleh panggil gadis ini sebagai
enci?" Pikiran ini bagaikan roda berputar ribuan kali dalam
benaknya sekalipun begitu belum juga ia peroleh jawaban
yang tepat. "Eeei kenapa?" dara berbaju merah itu berseru lagi sambil
mengedipkan matanya. "Apakah kau lupa dengan namaku?"
Siauw Ling tertawa jengah.
"Tidak salah untuk sesaat cayhe lupa dengan nama Kuncu."
"Jadi selama banyak tahun ini kau belum pernah teringat
akan diriku?" seru dara berbaju merah itu dengan air muka
berubah. "Benarkah cucu Chee Toa nio yang lenyap masih
merindukan dirinya aku tidak tahu" pikir Siauw Ling dalam
hati. "Bagaimana aku boleh mewakili orang lain untuk
memberi jawaban atas pertanyaan yang menyulitkan ini...."
Karena dalam hati berpikir demikian tak terasa perasaan itu
muncul dalam wajahnya alis berkerut air muka penuh diliputi
oleh kemurungan yang tebal.
Diatas selembar wajah dara berbaju merah yang dingin
tersungginglah suatu senyuman yang penuh kesedihan
ujarnya lambat2, "Selama banyak tahun ini apakah kau telah
jatuh cinta dengan perempuan lain?"
"Tidak" jawaban dari Siauw Ling ini meluncur keluar tanpa
ia sadari. Seketika itu juga kemurungan yang meliputi wajah si dara
berbaju merah tersapu bersih ia tertawa hambar.
"Jadi kau merasa kedudukan Tia terlalu tinggi dalam dunia
persilatan sehingga kau merasa rendah diri dan malu."
"Soal ini....soal ini...."
"Tidak usah ini itu lagi ibu paling sayang diriku dan Tia
selama ini selalu mendengarkan perkataan ibuku sekembalinya
ke dalam istana es biarlah aku suruh ibu memerintahkan Tia
membawa kau pulang keistana es kemudian biar Tia
menurunkan seluruh kepandaian silatnya kepadamu
dikemudian hari kau yang menggantikan Tia menjabat sebagai
ciangbunjien istana es...."
"Jangan....jangan...." Siauw Ling jadi cemas dan berseru
kalang kabut. "Siapa yang bilang tidak boleh aku pasti akan melakukan
hal ini untukmu...."
Ia merandek sejenak tanpa memberi kesempatan kepada
Siauw Ling untuk bicara ia sudah mendahului kembali,
"Sudahlah kita jangan membicarakan urusan ini lagi coba kau
lihat wajahku sekarang kalau dibandingkan dengan dahulu
lebih jelek atau lebih cantik?"
"Kuncu berwajah cerah kecantikannya tiada tandingan
dikolong langit...."
"Nah....nah kau panggil aku dengan sebutan Kuncu lagi
apakah kau tak bisa memanggil dengan namaku?"
"Siapa yang tahu siapa namamu...." pikir Siauw Ling dalam
hati, untuk beberapa waktu ia gelagapan.
Dengan sedih dara berbaju merah itu menghela napas
panjang. "Adik Giok apakah kau sudah betul2 lupa siapakah
namaku?" "Waaaah....waaaah bahaya" pikir Siauw Ling dengan hati
gelisah. "Kalau begini terus rahasiaku bisa terbongkar lebih
baik aku cari alasan untuk mohon diri...."
Sewaktu ia pamit mendadak muncul seorang dayang
berbaju putih masuk ke dalam ruangan dengan membawa
nampan kumala diatas nampan terdapat dua cawan terpaksa
ia bersabar dan bungkam. "Chee Siankong silahkan minum teh" ujar dayang berbaju
putih itu sambil menggusurkan cawan air teh itu ketangan
sang pemuda. Siauw Ling segera menerima cawan itu dan diletakkan
diatas meja sedang ia sendiri buru-buru bangun dan memberi
hormat. "Eeeeei Chee Tiankong sejak kapan kau belajar adat
istiadat bau macam begini?" goda sipelayan sambil tertawa
cekikikan. Mendadak terdengar dara berbaju merah itu menghela
napas panjang. "Aaaaai....sewaktu bermain diistana es dilautan utara tempo
dulu ia selalu memanggil aku dengan sebutan Kuncu. Aaaai
bagaikan terhadap orang asing saja."
"Tempo dulu baik kau maupun aku masih bocah yang tidak
tahu urusan" buru-buru Siauw Ling membela diri sendiri. "Dan
kini kita semua sudah tumbuh jadi dewasa sudah tentu antara
lelaki dan perempuan ada batas2nya."
Dayang berbaju putih itu melirik sekejap ke arah mereka
berdua akhirnya sambil tersenyum diam2 mengundurkan diri
dari sana. Sepeninggalnya dayang tadi senyuman yang semula
menghiasi bibir dara berbaju merah itu lenyap tak berbekas
dan sebagai gantinya hawa amarah menghiasi wajahnya.
Agaknya gadis ini makin dipikir makin kesal dan marah
mendadak ia sambar cawan pualam yang ada dimeja dan
dibantingnya ke atas tanah.
Praaaak cawan tadi hancur berkeping2 sedang air teh
muncrat membasahi seluruh badan Siauw Ling.
Sebetulnya waktu itu Siauw Ling lagi memikirkan satu cara
yang baik untuk mohon diri sehingga rahasianya tidak sampai
bocor mendengar suara pecahan cawan pemuda ini jadi
tertegun dan meloncat kaget.
Segera ia berpaling tampak olehnya dengan wajah penuh
kegusaran sepasang mata dara berbaju merah itu
memancarkan cahaya tajam agaknya ia hendak marah2.
Rasa kaget yang menyerang pemuda tersebut kali ini tak
tertahan lagi pikirnya, "Demi aku Chee Toa Nio tiada
sayang2nya mengikat permusuhan dengan para enghiong
hoohan dikolong langit tujuannya tidak lebih hanya meminta
aku suka menyaru sebagai cucunya Chee Giok untuk
menghadiri perjamuan ini siapa sangka dibalik kejadian
tersebut sebenarnya tersangkut pula suatu kisah cinta yang
berbelit2 setelah aku menyanggupi untuk pikul kesemuanya ini
ada baiknya menyelesaikan dulu persoalan ini sampai akhir
bilamana sampai terjadi hal2 yang tidak menyenangkan
bukankah yang terkena adalah Chee Toa Nio sendiri?"
Karena berpikir demikian pikirannya terluka dan sambil
tersenyum ia berpaling ke arah gadis berbaju merah itu.
"Peng jie apakah kau marah padaku?"
"Siapa yang suruh kau panggil aku Peng jie" aku apamu"
kau anggap dirimu sesuai untuk panggil aku dengan sebutan
Peng jie?" karena masih mendongkol dara berbaju merah itu
marah2. Kena disemprot dengan kata2 yang tajam Siauw Ling
kembali dibikin kelabakan sehingga kebingungan dan
bungkam. "Aku tidak ingin kau menyanjung2 dan cari muka dengan
diriku" maki gadis itu lebih lanjut. "Melihat aku marah hatimu
ketakutan lantas mau merayu diriku" Hmm dalam hati sejak
semula sudah tidak teringat dengan diriku omongan mesra
palsu tidak sudi kudengarkan lagi."
Melihat gadis itu masih marah2 Siauw Ling menghela napas
panjang. "Kuncu untuk sementara waktu aku berharap kau jangan
marah2 dulu bagaimana kalau dengarkan dulu sepatah dua
patah kata cayhe?" "Aku tidak mau dengar kau cepat gelinding pergi dari
sini...." jerit dara berbaju merah itu dengan suara yang
melengking. Melihat sepasang matanya memancarkan cahaya penuh
napsu membunuh dan agaknya ingin turun tangan Siauw Ling
terpaksa bangun berdiri seraya menjura.
"Jikalau Kuncu begitu benci diriku cayhe lebih baik mohon
diri sampai disini saja."
Sembari putar badan ia berlalu.
"Berhenti" mendadak dari belakang tubuhnya
berkumandang bentakan gusar dari gadis itu.
Terpaksa Siauw Ling putar badan.
"Kuncu ada petunjuk apa lagi?" tanyanya sambil menjura.
"Apa yang hendak kau katakan tadi?"
"Cayhe sama sekali bukan Chee Giok oleh karena itu sama
sekali tidak tahu peristiwa yang pernah terjadi tempo dulu hal
ini membuat Kuncu bersedih hati...."
"Kau bukan Chee Giok" lalu siapa kau?" jelas gadis ini
dibikin melengak dengan berita tersebut.
"Cayhe Siauw Ling."
"Siauw Ling....Siauw Ling...."
"Tidak salah cayhe telah mendapat budi pertolongan dari
Chee Toa Nio maka dari itu aku sanggupi permintaannya
untuk menyaru sebagai cucunya Chee Giok yang lenyap tak
berbekas...." Ia merandek dan menghela napas panjang tambahnya,
"Pada mulanya Chee Toa Nio sama sekali tidak pernah
menceritakan kisah cinta antara Chee Giok dengan dirimu
kalau sejak dulu cayhe tahu akan kejadian seperti ini tentu
saja tak akan kuterima permintaannya...."
"Kenapa?" timbrung si dara berbaju merah itu tiba-tiba.
"Cinta kasih seseorang adalah suatu kejadian yang amat
penting cayhe menyaru sebagai Chee Giok sehingga
mendatangkan salah tanggapan dari nona sebagai sahabat
karib bila aku mengaku terus menerus bukankah tindakanku
ini merupakan suatu perbuatan dosa yang amat besar."
Dari sepasang mata dara berbaju merah itu segera
memancarkan cahaya penuh hawa napsu membunuh.
"Setelah mengetahui perbuatan suatu perbuatan dosa kau
tahu apa yang harus kau lakukan?"
"Menurut pendapat nona?" sahut Siauw Ling tertegun.
"Nama baik seorang gadis serta kesuciannya lebih penting
dari kematian kau menyaru sebagai Chee Giok mengakibatkan
kesucianku menderita kerugian besar dikemudian hari
mungkin saja kau bisa berbangga dengan orang lain dengan
mengatakan Kuncu dari istana es lautan utara pernah berbuat
demikian dengan kau coba pikir kau suruh aku bagaimana
punya muka untuk tancapkan kaki lagi dalam dunia...."
"Kalau aku seorang she Siauw adalah manusia rendah
macam itu aku tak akan mengaku kalau aku sedang menyaru
nama orang lain." "Hmm kendati kau licik bagai rase dan pintar putar balik
omonganpun aku tak akan percaya kepadamu kecuali kau
segera gorok leher bunuh diri."
"Seorang lelaki sejati tak akan jeri terhadap suatu
kematian" ujar Siauw Ling sambil menghembuskan napas
Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
panjang. "Kalau nona merasa aku orang she Siauw telah
menghina dirimu dan menginginkan jiwaku aku rela saja
menuruti omonganmu tapi dalam keadaan dan waktu seperti
ini aku tak boleh mati."
"Bagi seorang makhluk manusia persoalan yang paling
dibenci paling menyiksa batinnya adalah suatu kematian
pepatah mengatakan dari dulu hingga kini manusia tak
terhindar dari suatu kematian kalau soal matipun aku tidak
takut persoalan apa yang tak dapat kau utarakan?"
"Manusia mati meninggalkan nama burung lewat
meninggalkan suara walaupun aku Siauw Ling tidak berharap
namaku tetap harum seratus keturunan kemudian akupun
tidak ingin meninggalkan nama busuk selaksa tahun kemudian
kalau nona percaya kepada aku Siauw Ling harap kau suka
memberi kebebasan kepadaku selama beberapa tahun agar
aku bisa membersihkan diri dari segala fitnaan serta nama
busuk dalam dunia persilatan setelah aku tentu akan datang
menyerahkan diri menanti keputusan hukuman dari nona."
"Ehmm walau apa yang kau ucapkan sangat menarik hati
tapi sayang aku tak bisa percaya."
Alis Siauw Ling langsung melentik sepasang matanya
memancarkan cahaya tajam katanya dengan nada serius,
"Sekalipun nona percaya harus percaya tidak percayapun
harus percaya. Maaf aku mohon diri terlebih dahulu."
Selesai berbicara ia putar badan dan berjalan dengan
langkah besar. Mendadak bayangan manusia berkelebat didepan mata,
tanpa meninggalkan sedikit suarapun tahu2 dara berbaju
merah itu sudah melewati dirinya dan menghadang didepan
tubuh. "Nona sungguh indah gerakan badanmu" puji Siauw Ling
sambil mundur dua langkah ke belakang.
"Dikolong langit siapa yang tak kenal dengan ilmu langkah
Chiet Hoan Poh atau tujuh langkah setan dari istana es yang
telah menggetarkan sungai telaga apa perlunya kau memuji
lagi." Beberapa kali Siauw Ling ketanggor batunya marah juga
dibuatnya diam2 pikirnya, "Karena merasa bersalah maka
setiap kali aku bersikap mengalah kepadamu kalau kau tidak
juga tahu diri. Hmm jangan salahkan akupun akan berlaku
kasar." Tak tertahan lagi ia tertawa dingin.
"Cukup kudengar dari namanya tujuh langkah setan sudah
dapat kuketahui kalau ilmu tersebut bukan dari aliran lurus."
"Oooouw....jadi kau ingin coba?" teriak dara berbaju merah
itu gusar. "Tentu saja" sahut Siauw Ling sambil melirik hawa
murninya dari pusar mengelilingi seluruh badan.
Walaupun diluaran ia bicara sangat enteng padahal dalam
hati sama sekali tidak berani memandang enteng ilmu langkah
yang dimiliki gadis berbaju merah ini diam2 ia sudah
melakukan persiapan. Tampak si dara berbaju merah itu menggerakkan badannya
yang langsing lalu berputar dua kali mendadak badan gadis
tadi lenyap sebagai gantinya muncul dua sosok bayangan
merah yang datang menyerang dari dua jurusan yang
berlawanan. Melihat kehebatan ilmu tersebut Siauw Ling baru merasa
terperanjat. "Aaaakh kiranya ilmu tujuh langkah setan mempunyai
keistimewaan dalam hal ini" serunya.
Karena tidak tahu harus menyerang arah mana yang benar
terpaksa sepasang telapak tangannya bersama2 didorong
kedepan menghajar dua sosok bayangan manusia tersebut.
Mendadak terlihat bayangan tadi mundur ke belakang
meloloskan diri dari datangnya serangan bayangan tubuh
lenyap tak berbekas dan sebagai gantinya muncullah sinona
berbaju merah itu kurang lebih empat lima depa dari hadapan
sang pemuda. Terdengar gadis tadi tertawa cekikikan dari tempatnya
berdiri. "Bagaimana dengan ilmu tujuh langkah setan itu?" godanya
manja. "Hmm menggunakan ilmu sesat melamurkan pandangan
orang tidak terhitung suatu ilmu silat yang lihay."
"Setelah kuciptakan badanku jadi dua sosok bayangan dan
menyerang kau dari dua jurusan yang berlawanan bagaimana
kau bisa tahu mana yang asli dan mana yang palsu" jangan
asal buka suara saja menghina ilmu silat orang."
"Hmm gampang sekali aku bisa gunakan sepasang
telapakku untuk menyerang kedua belah jurusan secara
berbareng." "Kelihayan dalam ilmu tujuh langkah setan tidak terbatas
sampai disitu saja bagaimana kalau aku menciptakan tiga
sosok bayangan untuk menyerang kau secara berbareng?"
"Disamping sepasang telapak aku masih punya kaki untuk
melancarkan tendangan."
"Dan bilamana aku menyerang dengan empat sosok
bayangan manusia?" "Aku masih punya sepasang tangan dan sepasang kaki."
"Kalau aku menciptakan diri jadi lima sosok bayangan
manusia sekaligus...." desak dara itu tak mau kalah.
"Dalam soal ilmu kepandaian silat tidak akan segampang
apa yang kau bicarakan barusan" tukas Siauw Ling dengan
cepat. "Cayhe duga nona sendiripun susah untuk menciptakan
diri jadi empat sosok bayangan manusia sekaligus."
"Aaaai....aku tak bisa tapi ayahku bisa ia dapat menciptakan
diri jadi lima sosok bayangan manusia" gadis itu menghela
napas panjang. "Ilmu silat aliran sesat tak perlu diherankan lagi sekalipun
bisa menciptakan diri jadi tujuh sosok bayangan apa lucunya."
"Sebenarnya ilmu langkah ini bukan ilmu sesat kepandaian
ini hanyalah kepandaian ilmu langkah yang maju mundurnya
mengikuti jalan kecepatan berputar asal langkah ini bisa dilatih
hapal ditambah pula dengan kecepatan berputar maka
seseorang akan berhasil menciptakan diri jadi beberapa sosok
badan. Kalau kau tidak paham yaa sudahlah jangan banyak
bicara apa maksudmu mengatakan bahwa ilmu tersebut
sebagai ilmu sesat, hati2 kalau Tia ikut mendengar badanmu
pasti akan dilumat sampai hancur."
"Heeee....heee....heee ilmu tujuh langkah setan ayahmu
mungkin memang sangat lihay" seru Siauw Ling tertawa
dingin. "Tapi belum tentu bisa melumat aku orang she Siauw
sampai hancur lebur."
"Oooouw,,,jadi kau belum percaya bahwa ayahku jauh lebih
hebat dari dirimu?" teriak si dara berbaju merah itu sangat
gusar. "Nah bagaimana kelihayanku?"
Badannya menubruk kedepan melancarkan serangan.
Gerakan tubuhnya sangat cepat tampak bayangan merah
berkelebat lewat telapak tangan gadis itu tahu2 sudah tiba
didepan dada Siauw Ling pemuda itu segera melayangkan
tangan menangkis lalu balas mengirim sebuah serangan.
Demikianlah dalam ruangan segera berlangsung suatu
pertarungan sengit yang saling berusaha merebut posisi yang
menguntungkan perubahan telapak maupun jari tangan
dilakukan dengan secepat-cepatnya dan setelengas mungkin.
Beturut2 Siauw Ling berebut menyerang sebanyak dua
puluh jurus tapi ia sama sekali tak berhasil menguasai pihak
lawan. Saat inilah ia baru percaya apabila ilmu tujuh langkah
setan yang dimiliki gadis ini benar2 merupakan ilmu silat
dahsyat. Karena terbukti walaupun berada dalam desakannya yang
gencar dara itu sama sekali tak mundur satu langkah atau
menghindar satu juruspun.
Sebaliknya si dara berbaju merah itupun dibikin kaget oleh
kelihayan ilmu silat Siauw Ling pikirnya, "Omongan orang ini
terlalu membual sikapnya sombong dan jumawa ternyata
bukan lagi mengibul kosong dia benar2 punya sedikit
kepandaian yang boleh diandalkan...."
"Peng jie" mendadak terdengar sebuah teguran berat
berkumandang datang. "Kalian sedang saling menjajal
kepandaian silat atau lagi melakukan suatu perkelahian
sungguh2?" Mendengar teguran itu sambil tertawa dara berbaju merah
itu segera menarik kembali serangannya dan mundur ke
belakang. "Aku sedang mencoba kepandaian yang dimiliki Giok heng"
jawabnya. Siauw Lingpun mendongak tampak olehnya Pak Thian Coen
cu serta Chee Toa nio berdiri berbareng saat itu mereka
sedang memandang dirinya serta sang dara berbaju merah
dengan terpesona. Jelas si kakek tua ini sama sekali tidak berhasil dikelabui
oleh ucapan anak gadisnya kepada wajahnya penuh diliputi
kecurigaan. Lain halnya dengan Chee Toa Nio agaknya ia sudah
mengerti kalau kedua orang itu bukan sedang menjajal ilmu
air mukanya berubah hebat sebentar ia kelihatan kaget
sebentar lagi merasa gusar perasaannya susah diraba pada
saat ini. Selama ini perempuan tua tersebut memahami jelas
bagaimanakah watak dari Pak Thian Coen cu sekali berbuat
salah dia tak akan memperdulikan kawan lama atau bukan
begitu turun tangan segera cabut jiwa orang itu.
"Kiranya Giok heng adalah seorang jago yang memiliki
kepandaian silat lihay kalau bukan aku yang mendesak dirinya
mungkin sekarangpun aku masih belum tahu kalau memiliki
kepandaian yang lihay."
Dalam pembicaraan tersebut ia berjalan mendekati Siauw
Ling kemudian menggandeng tangannya untuk diajak masuk
Tembang Tantangan 21 Pembalesan Seri Oey Eng Si Burung Kenari Karya Siao Ping Pedang Langit Dan Golok Naga 13