Pencarian

Bayangan Berdarah 6

Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen Bagian 6


ke dalam ruangan. Menanti bayangan punggung kedua orang itu sudah lenyap
dari pandangan Pak Thian Coen cu baru berkata lambat2,
"Hujien cucumu sebenarnya memperoleh didikan ilmu silat
dari siapa saja?" "Kecuali memperoleh ilmu silat warisan keluarga iapun
pernah menerima beberapa petunjuk dari beberapa orang
loocianpwee sehingga pelajaran yang ia pelajari sangat kacau
karena urusan inilah pernah beberapa kali aku menasehati
dirinya agar jangan terlalu banyak mencampur adukkan ilmu
silat yang dipelajari seharusnya ia pilih beberapa macam ilmu
silat yang bagus untuk dilatih dengan rajin sehingga
memperoleh kemajuan yang pesat tapi...."
"Menurut pengawasan loohu" tukas Pak Thian Coen cu
tiba-tiba. "Bukan saja cucumu memperoleh petunjuk dari jagoTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
jago lihay bahkan ilmu silatnya sudah berhasil mencapai
puncak kesempurnaan walaupun loohu belum berhasil
menyelidiki keseluruhannya tapi aku percaya sepasang mataku
belum pernah salah melihat...."
Mendengar ucapan itu diam2 Chee Toa Nio merasa
terkesiap tapi diluaran ia tetap tersenyum.
"Kalau Coen cu dapat melihat keberhasilan cucuku dalam
hal ilmu silat ini berarti suatu hal yang patut digirangkan oleh
kelurga Chee kami." "Oleh karena itu loohu berani ambil kesimpulan bahwa ilmu
silat yang dimilikinya bukan hasil pelajaran darimu" sambung
Pak Thian Coen cu lebih lanjut dengan nada dingin.
"Aku mengundurkan diri dari keramaian Bulim dan hidup
terpencil tidak lebih disebabkan bocah ini ditambah pula
beberapa orang sahabat karib ayahnya semasa hidup sangat
menyukai bakatnya sering mereka datang berkunjung
kegubuk untuk memberi petunjuk ilmu silat kepadanya ada
kalanya hanya tiga hari ada kalanya sampai beberapa bulan
mereka baru pergi aku yang mengerti mereka tidak membawa
maksud jahat sama sekali tidak melarang perbuatan mereka2
itu." "Oooouw....kiranya begitu tidak aneh kalau ilmu pukulan
ilmu totokan yang digunakan cucumu sama sekali berlainan
dengan ilmu silat aliran keluarga Chee kalian."
"Yang lebih aneh lagi" sambung Chee Toa Nio lebih lanjut.
"orang2 itu hanya suka memberi pelajaran ilmu silat
kepadanya tapi tak menyetujui untuk angkat dia sebagai
muridnya." "Itulah sebabnya mereka tahu diri sendiri tak mampu untuk
menjadi gurunya." "Aaaakh....Coen Cu terlalu memuji menurut pandanganku
hal ini kemungkinan sekali disebabkan tingkatan kedudukan
orang yang berhubungan dengan kami kebanyakan
merupakan tingkatan yang sama dengan ayahnya kalau
sampai terima dirinya sebagai murid bukankah sebutan akan
kacau balau tidak keruan?"
"Di dalam Bulim tiada perbedaan mana yang tua mana
yang muda siapa yang mencapai tingkat kesempurnaan
terlebih dahulu ialah yang tertinggi pendapat loohu jauh
berbeda dengan pandangan Toa Nio. Orang2 itu tidak suka
menerima cucumu sebagai murid hal ini disebabkan mereka
tahu diri dari gerakan badan yang lincah serta serangan yang
mantap dari cucumu sewaktu tadi bergebrak melawan Siauw li
loohu rasa ilmu silatnya sudah boleh disebut mencapai puncak
kesempurnaan." "Aaaakh kau hanya meninjau dari jalannya jurus serangan
belaka" tukas Chee Toa Nio sambil tertawa. "Hanya
berdasarkan hal itu saja mana kau boleh mengambil suatu
perbandingan yang demikian mantap?"
"Jika ia tidak memiliki kepandaian silat yang mencapai
puncak kesempurnaan aku rasa sejak semula sudah kena
dirubuhkan oleh Siauw li...."
"Oooouw kiranya begitu...."
Tidak menunggu Chee Toa Nio menyelesaikan kata2nya
Pak Thian Coen cu sudah menyambung kembali, "Ilmu silat
yang dimiliki Siauw li telah memperoleh seluruh kepandaian
yang dimiliki loohu yang kurang hanyalah belum mencapai
puncak kesempurnaan Pak Hay Ciang Hoat maupun Pak Hay
Cian Hoat paling mengutamakan serangan yang gencar dan
apa yang loohu lihat tadi rasanya Siauw li telah mengeluarkan
seluruh tenaga." "Tapi kepandaian silat putrimu jauh lebih hebat dari ilmu
silat cucuku" kembali perempuan ini menukas.
"Kalau ia tidak memiliki kepandaian silat lihay mengapa
kepandaian silat keponakan Chee bisa begitu mantap kendati
kena diserang oleh Siauw li dengan bermacam2 perubahan
dapat memecahkannya satu per satu inilah yang
menyebabkan loohu timbul rasa curiga di dalam hati."
Perlahan-lahan ia berpaling sepasang matanya dengan
memancarkan cahaya yang menggidikkan melototi wajah
Chee toa Nio tak berkedip.
"Yang datang benarkah keponakan Chee?"
"Dikolong langit ada manusia siapa yang sudi menyaru
seorang boanpwee macam dia."
"Dengan diri keponakan Chee rasanya loohu sudah
beberapa kali bertemu muka karena tadi tiada pikiran aku
tidak memperhatikan terlalu cermat kini setelah kuingat
kembali rasanya Chee Giok yang ada dalam pandangan loohu
jauh berbeda dengan orang ini aku rasa banyak perbedaan
terdapat pada diri mereka."
"Aku rasa seorang bocah yang masih kecil sering terjadi
banyak perubahan. Putrimu pun jauh berbeda dengan apa
yang berada dalam ingatanku."
"Bukan itu yang loohu maksud! aku gemar mempelajari
ilmu perbintangan maupun ilmu raut muka yang tersisa dalam
ingatan Loohu soal keponakan Chee bukan raut wajahnya
melainkan bakat serta sikapnya."
"Sewaktu cucuku berjumpa dengan Coen cu waktu itu
usianya tidak lebih baru sepuluh tahun" tukas perempuan she
Chee ini cepat. "Wajahnya itu masih kekanak2an bagaimana
bisa kita ketahui sikapnya."
"Tapi aku rasa bakat serta susunan tulangnya tak bakal
berubah bukan?" Chee Toa Nio kontan merasakan hatinya tergetar keras
pikirnya, "Orang ini bukan saja memiliki kepandaian silat yang
sangat lihay iapun teliti sekali banyak persoalan yang tak
pernah kuduga ia bisa berpikir sampai disana.... setelah kini
menjumpai hal yang mencurigakan ia lantas mendesak terus
menerus aku harus berhati2."
Sewaktu ia sedang berpikir terdengar Pak Thian Coen cu
telah berkata kembali, "Hujien, dapatkah kau panggil
keponakan Chee datang kemari agar loohu bisa memeriksa
dirinya dengan teliti."
Sewaktu Chee Toa Nio ada maksud menampik dengan
kata2 halus kebetulan pada waktu itu Siauw Ling serta si dara
berbaju merah ini melangkah datang lambat2.
Melihat munculnya pemuda itu tidak menunggu Chee Toa
Nio buka suara Pak Thian Coen cu sudah mendahului,
"Keponakan Chee mari datanglah kemari Loohu ada beberapa
pertanyaan hendak kutanyakan kepadamu."
Diam2 Chee Toa Nio merasa sangat terperanjat melihat
tindakan dari Pak Thian Coen cu ini sebenarnya ingin sekali ia
memberi tanda kepada pemuda itu tapi karena iapun tahu
sirasul sakti dari langit utara ini sangat cermat maka dia
batalkan maksudnya berbuat demikian.
"Eeeei....Tia memanggil dirimu" terdengar dara berbaju
merah itu menjawil ujung baju Siauw Ling.
"Aaaai entah apa maksudnya memanggil aku?" sembari
bergumam Siauw Ling melangkah kedepan.
Sepasang mata gadis berbaju merah itu dengan tajam
melototi wajah ayahnya sedang ia sendiri mengikuti dari
belakang Siauw Ling dalam jarak tujuh delapan depa.
Pada waktu itulah mendadak si dara berbaju merah itu
menjawil ujung baju sang pemuda dan berbisik, "Sstt....kau
harus hati2 ayahku mengandung maksud tidak baik terhadap
dirimu." Mendengar peringatan ini Siauw Ling tertegun tapi sebentar
kemudian ia sudah meneruskan langkahnya kedepan dan
berhenti kurang lebih empat lima langkah dihadapan Pak
Thian Coen cu. "Entah Loocianpwee ada petunjuk apa?" tanyanya seraya
menjura penuh rasa hormat.
"Kau kemarilah loohu ada pertanyaan hendak ditanyakan
kepadamu." Teringat akan peringatan yang diucapkan si dara berbaju
merah itu kepadanya dalam hati Siauw Ling timbul juga rasa
curiga yang menebal diam2 ia salurkan hawa murninya
mengadakan persiapan lalu melanjutkan langkahnya kedepan.
"Giok jie...." mendadak Chee Toa Nio mendehem.
"Hujien loohu harap kau jangan banyak bicara" tegur Pak
Thian Coen cu sambil tertawa dingin.
Agaknya Chee Toa Nio menaruh rasa hormat serta jeri
terhadap Pak Thian Coen cu kena ditegur ia benar2
membungkam. Sepasang mata Pak Thian Coen cu dengan memancarkan
cahaya menggidikkan melototi diri Siauw Ling tak berkedip.
"Bocah kau bukan Chee Giok" serunya ketus.
Sebelum Siauw Ling memberi jawaban mendadak
bayangan merah berkelebat lewat si dara berbaju merah itu
sudah muncul menghadang dihadapan Siauw Ling sembari
berseru manja. "Tia siapa yang bilang dia bukan adik Giok?"
Pada mulanya Pak Thian Coen cu agak tertegun lalu ia
mendongak dan tertawa terbahak2.
"Haaa....haaa tidak salah tidak salah sepasang mata Loohu
memang sudah melamur aku sudah salah melihat orang...."
Sinar matanya segera berputar memandang ke arah Chee
Toa Nio sambungnya, "Hujien tak usah marah kaum muda
mudi memang sering berpura2 lalu bersungguh2 kita sebagai
angkatan lebih tua ada baiknya jangan banyak ikut campur."
"Tidak salah tidak salah cinta2an antara kaum muda mudi
lebih baik tak usah kita turut campur" seru Chee Toa Nio
tertawa terkekeh2. Sambil melanjutkan tertawanya kedua orang itu berlalu dan
lenyap dibalik ruangan. Menanti bayangan kedua orang itu sudah lenyap dari balik
kabut si dara berbaju merah itu baru menyeka keringat dingin
yang mengucur keluar membasahi keningnya.
"Sungguh berbahaya sungguh berbahaya...."
"Bahaya" apanya yang bahaya?" tanya Siauw Ling
kebingungan. "Hmm orang lain sudah menolong dua lembar jiwa kalian
tua dan muda apakah kau sama sekali tidak tahu?"
"Maksudmu ayahmu...."
"Sedikitpun tidak salah jika tadi kau menjawab pertanyaan
ayahku maka saat ini kau sudah menggeletak mati diatas
lantai." "Hmm masa begitu gampang ayahmu bisa membunuh aku
dalam sebuah serangan saja" pikir pemuda itu dalam hati
dengan rasa tidak puas. Sedang diluaran ia berkata lambat2, "Tapi cayhe sudah
melakukan persiapan2."
"Aku sama sekali tidak menyangka Tia bisa timbul napsu
membunuhnya setelah berjumpa denganmu karena itu aku
lupa beritahu kepadamu kalau Tiaku berhasil melatih sebuah
ilmu pukulan yang maha sakti disebut orang sebagai Im Hong
Sin Hu Ciang atau ilmu telapak angin dingin membetot
nyawa." "Hmm cukup kudengar dari namanya sudah dapat diduga
kalau ilmu ini adalah semacam ilmu silat jahat" pikir Siauw
Ling dalam hati. Ketika si dara berbaju merah itu melihat Siauw Ling sama
sekali tidak menunjukkan rasa kaget dan tercengang setelah
mendengar nama ilmu pukulan tersebut dalam hati diam2 jadi
jengkel pikirnya, "Pada suatu hariaku akan suruh kau ikut
mencicipi bagaimana rasanya ilmu telapak angin dingin
pembetot nyawa ini...."
Di dalam ia berpikir demikian diluar ujarnya, "Ilmu Si Hun
Ciang atau pembetot nyawa saja sudah merupakan sebuah
ilmu pukulan yang luar biasa dahsyatnya setiap kali
melancarkan serangan apabila orang itu tidak mati tentu
terluka parah ditambah pula ilmu ini digabung dengan ilmu
Han Im Khie kang yang luar biasa maka namanya diubah jadi
Im Hong Si Hun Ciang atau ilmu telapak angin dingin
pembetot nyawa...." Mendadak gadis itu menghela napas panjang sambungnya
lebih lanjut, "Ketika Tia mengajak kau berbicara tadi secara
diam2 hawa pukulan Im Hong Si Hun Ciang sudah
dipersiapkan asal kau menjawab pertanyaannya sehingga
perhatian agak bercabang maka Tia akan menggunakan
kesempatan tersebut melancarkan sebuah pukulan angin
dingin pembetot nyawa untuk membinasakan dirimu."
"Aku tidak percaya kalau ilmu pukulan angin dingin
pembetot hati itu bisa membinasakan seseorang dalam sekali
pukulan saja" pikir sang pemuda lagi di dalam hati.
Karena tidak percaya air mukapun menunjukkan perasan
tersebut. Agaknya si dara berbaju merah itu dapat melihat
perubahan wajah Siauw Ling terdengar ia menghela napas
dan menggeleng. "Bukankah kau tidak percaya atas ucapanku?"
"Bukannya cayhe tidak percaya hanya ada sedikit heran."
"Apa yang kau herankan?"
"Sewaktu nona mengetahui kalau cayhe bukan Chee Giok
wajahmu menunjukkan kemarahan yang memuncak dan
agaknya ingin sekali menghukum mati cayhe pada saat itu
juga entah apa sebabnya setelah menjumpai ayahmu maka
rasa gusar yang semula kau perlihatkan lenyap tak berbekas
dari musuh jadi kawan bahkan melindungi pula
keselamatanku." Si dara berbaju merah itu segera tertawa cekikikan.
"Hati orang perempuan sudah diraba bagaikan jarum
didasar samudra sebentar girang sebentar marah membuat


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku sendiripun susah untuk meraba apalagi kau tentu saja kau
tak bakal tahu." Mendadak air mukanya berubah serius dengan keren
sambungnya, "Nama Siauw Ling yang kau beritahukan
kepadaku bukan nama palsu lagi bukan?"
"Seratus persen tak akan palsu lagi."
"Lalu tahukah kau siapa namaku?"
"Cayhe belum menanyakan siapa nama Kuncu" pemuda itu
menggeleng. Siauw Ling dibikin apa boleh buat terpaksa ia rangkap
tangannya menjura. "Tolong tanya siapa nama nona?"
"Tidak berani budak she Pek Li" sahut dara berbaju merah
itu sambil balas menjura.
"Bagus sekali" pikir Siauw Ling dalam hati. "Kiranya kau
hendak repotkan aku untuk banyak bertanya lagi satu
pertanyaan." Terpaksa sambungnya, "Nama nona?"
"Terima kasih atas pertanyaan Siangkong budak hanya
bernama tunggal Peng saja."
Ia merandek lalu tertawa geli.
"Walaupun aku jarang berkelana dalam daratan Tionggoan"
sambungnya terus. "Tapi sering mempelajari buku syair dari
daratan tionggoan kalian kata budak disini cocok tidak
pengguanaannya?" "Bagus, bagus cocok....cocok."
Pek Li Peng tersenyum. "Jika begitu lain kali kalau aku menyaru sebagai putri
daratan Tionggoan maka semuanya bakal lancar."
"Cara nona berbicara tidak celat tindak tanduk tidak kaku
dan seratus persen merupakan putri daratan Tionggoan perlu
apa kau harus menyaru."
"Hal ini dikarenakan ibuku adalah penduduk asal daratan
Tionggoan sejak kecil aku telah memperoleh didikan dari ibu
sehingga sangat suka dengan segala hal yang menyangkut
soal daratan Tionggoan."
Siauw Ling perlahan-lahan mendongak memeriksa keadaan
cuaca lalu ia berpaling. "Cayhe rasa aku harus mohon diri terlebih dulu."
Mendengar pemuda itu pamitan Pek Li Peng menundukkan
kepalanya rendah2 katanya sedih, "Walaupun datang dengan
menyaru sebagai Chee Giok tapi aku selalu tidak dapat
mengubah pandanganku...."
"Soal ini tidak penting berkat bantuan nona yang menolong
diri cayhe lolos dari bahaya dalam hati aku merasa sangat
berterima kasih sejak ini hari tentu akan kubantu diri nona
untuk mencari dapat jejak Chee Giok dan menyampaikan rasa
cinta kasih nona terhadap dirinya. Kalau aku berjumpa tentu
akan kusuruh ia segera berangkat keistana es guna
menjumpai dirimu." Pek Li Peng mendongak sinar matanya penuh mengandung
rasa sedih memandang sekejap wajah Siauw Ling bibirnya
bergerak seperti mau mengucapkan sesuatu tapi akhirnya
dibatalkan kembali. Setelah berdiam diri beberapa saat diambilnya keluar
beberapa tusuk konde pualam dari rambutnya dan diserahkan
ketangan pemuda itu. "Harap Siauw heng suka menerima tusuk konde ini."
"Maksud nona?" tanya Siauw Ling tertegun.
"Dikemudian hari apabila Siauw heng berjumpa dengan
Chee heng berikanlah tusuk konde ini kepadanya dan minta ia
dengan membawa tusuk konde ini segera datang keistana es
di Pak Hay untuk menjumpai diriku."
"Harap nona berlega hati" sahut Siauw Ling sambil
menyambut tusuk konde itu. "Bila cayhe tidak berhasil
menjumpai Chee Giok aku pasti akan mengembalikan tusuk
konde ini kapada Kuncu."
Pek Li Peng tidak menjawab hanya ujarnya, "Tusuk konde
ini terbuat dari batu kumala berusia ribuan tahun yang ada
diatas gunung Thian san kasiatnya dapat memusnahkan
berbagai macam racun bila kau selalu membawanya disaku
mungkin bisa banyak membantu dirimu."
Siauw Ling tidak banyak bicara ia menjura mohon diri.
"Cayhe mohon diri terlebih dahulu" katanya sambil putar
badan berjalan keluar dari ruangan.
"Berhenti kau hendak kemana?" tiba-tiba Pek Li Peng
membentak lirih. "Aku hendak mencari Chee popo."
"Aaaai....lebih baik kau jangan pergi mencari dirinya ayahku
sudah menaruh curiga dengan kau aku rasa bila kau nekad
pergi kesana maka jiwamu akan terancam."
"Kendati begitu cayhe tak boleh meninggalkan Chee
Loocianpwee begitu saja."
"Aku bisa bantu kau membawanya keluar...."
Gadis itu berpaling dan menggape seorang dayang berbaju
serba putih segera lari mendekat.
"Siang Soat" kata Pek Li Peng sambil menuding diri Siauw
Ling. "Hantar Siauw ya ini keluar dari sini dan menanti
kedatanganku dikuil San Sin Bio kurang lebih tiga li dari
sini...." Siang Soat mengiakan ia segera berpaling dan tertawa.
"Siauw ya silahkan...."
"Cayhe tidak kenali jalanan disini silahkan nona berjalan
terlebih dahulu...."
"Kalau begitu maaf budak akan membuka jalan" dayang itu
segera berlalu terlebih dahulu.
Sekeluarnya dari pintu besar dari sudut dinding segera
muncul dua orang lelaki berbaju putih menghadang jalan pergi
mereka. Siang Soat maju menyongsong dan membisikkan sesuatu
ditelinga mereka berdua orang lelaki berbaju putih itu
mengangguk dan mengundurkan diri lagi keposnya masingmasing.
Jarak tiga li yang sangat pendek ini mereka lalui setelah
menjumpai empat buah pos penjagaan tapi semua penjaga
dapat diundurkan setelah Siang Soat membisikkan sesuatu
ketelinga mereka. Menanti dayang berbaju putih ini selesai mengundurkan
penjaga pada pos yang terakhir mereka telah tiba didepan kuil
San Sin Bio. Sambil menghembuskan napas panjang ia berpaling dan
tertawa ke arah Siauw Ling ujarnya, "Huu....beruntung aku
tidak sampai mengecewakan perintah Kuncu."
"Terima kasih atas bantuan nona."
"Aaaakh....Siauw ya terlalu memuji" dayang ini merandek
sejenak kemudian terusnya, "Di dalam daerah sekitar tiga li
semuanya ada tiga puluh enam kelompok peronda jaga dari
pengawal istana es kami perduli siang maupun malam
penjagaan tidak pernah berhenti tapi hal ini cuma terbatas
dalam lingkungan tiga li saja diluar tiga li kendati langit
ambrukpun mereka akan berpeluk tangan menonton tapi
gerak gerik yang terjadi dalam lingkungan penjagaan mereka
tak akan mereka lepaskan barang sedikitpun jua."
"Tapi mengapa nona bisa mengundurkan mereka tanpa
mencabut senjata dan berhasil menghantar cayhe sampai
disini?" Siang Soat tertawa. "Rata2 mereka pada tahu kalau aku adalah dayang
kepercayaan Kuncu karena itu sedikit banyak mereka jeri
kepadaku dan tidak berani berbuat kesalahan dengan diriku."
"Kalau begitu Kuncu kalian paling galak seisi istana?"
"Hujien...." "Sedikitpun tidak salah Hujien adalah ibu kandung Kuncu
bahkan Looya kamipun paling takut dengan Hujien...."
Mendadak tampak dua sosok bayangan manusia meluncur
datang buru-buru dayang itu membungkam.
Datangnya bayangan manusia itu amat cepat laksana kilat
menyambar dalam sekejap mata mereka sudah tiba didepan
mata. Mereka bukan lain adalah Pek Li Peng serta Chee Toa Nio
dua orang. "Merepotkan Kuncu...." buru-buru Siauw Ling menyongong
seraya menjura. "Semoga kalian berdua selamat tiba ditempat tujuan maaf
aku tak dapat menghantar terlalu jauh."
"Aaaai...." Chee Toa Nio menghela napas panjang. "Harap
Kuncu suka sedikit merepotkan untuk beritahu kepada
ayahmu bahwa aku harus berlaku karena keadaan
terdesak...." "Loocianpwee boleh berlega hati dihadapan Tia biar
boanpwee yang usahakan aku tanggung karena urusan ini tak
akan menimbulkan rasa dendam dalam hati Tia."
"Besok pagi aku segera akan menyaru dan melakukan
perjalanan mencari cucuku sampai diujung langitpun setelah
berjumpa dengan dirinya aku pasti akan membawa dia datang
berkunjung keistana es untuk mohon maaf dihadapan
ayahmu." "Aku rasa tidak perlu lagi berbuat demikian" tukas Pek Li
Peng seraya mengerling sekejap wajah Siauw Ling. "Kalau
Loocianpwee berhasil menjumpai Giok te sampaikan saja
salamku kepadanya aaai...."
"Permainan semasa kecil mana boleh dianggap sungguhan
saat ini boanpwee sudah banyak lebih sadar."
"Karena cucuku Kuncu telah melakukan perjalanan sejauh
ribuan li sudah seharusnya kalau Giok jie mengunjungi istana
es untuk mohon maaf atas hal ini setelah aku menemukan
dirinya tentu akan kubawa cucuku untuk mengunjungi istana
es Kuncu silahkan kembali dan akupun mohon diri terlebih
dahulu." Setelah menjura dengan membawa Siauw Ling mereka
berlalu dari sana. Pek Li Peng berdiri termangu2 menanti kedua sosok
bayangan manusia itu sudah lenyap dari pandangan dengan
membawa serta Siang Soat ia kembali ke dalam istananya.
Sepanjang perjalanan tak ada kejadian penting yang
mereka jumpai ketika Chee Toa Nio serta Siauw Ling tiba
kembali didepan gubuk waktu itu Kiem Lan sedang menanti
kembalinya Sam Cungcu mereka dengan hati cemas.
Melihat pemuda itu kembali ia segera lari menyambut.
"Sam ya baik2kah kau selama perjalanan?" tanyanya
dengan nada kuatir. "Masih beruntung baik2 saja ada orang yang datang
mengunjungi gubuk kita?"
"Tidak ada" Kiem Lan menggeleng. "Sejak Sam ya pergi
hingga ini hari tak seorangpun yang datang mencari gara2
disini." "Ehmm....orang itu sungguh boleh dipercaya" puji Siauw
Ling seraya mengangguk. Ketika itu Giok Lan serta Tong Sam Kauw sama2 lari keluar
dari ruangan, setelah menjura kepada diri Chee Toa Nio tanya
mereka hampir berbareng, "Hmmm Cungcu siapa yang kau
puji?" "Be Boen Hwie?"
"Be Boen Hwie" kenapa dia?" sela Chee Toa Nio.
"Ia menyanggupi untuk melarang enghiong hoohan dari
kolong langit mencari gara2 disini sebelum malam nanti
ternyata ucapannya bisa dipercaya."
"Kalau ia tidak punya sifat bisa dipercaya bagaimana orang
itu bisa menaklukan para jago Bulim yang ada di Ih Ouw Siang
serta Kan empat keresidenan besar."
"Samya! Loocianpwee kalian baru saja pulang dari tempat
kejauhan silahkan beristirahat dulu" timbrung Kiem Lan tibatiba.
Setelah mendengar ucapan itu Chee Toa Nio pun teringat
kembali akan janji Siauw Ling dengan diri Be Boen Hwie
karena mengingat dalam pertemuan ini mungkin akan terjadi
kembali suatu pertempuran ini sengit ia lantas menghela
napas panjang. "Aaaai....aku memang harus pergi beristirahat" katanya
sambil melangkah masuk ke dalam ruangan.
Menanti nenek itu sudah berlalu Siauw Ling mengalihkan
sinar matanya ke atas wajah Tong Sam Kauw serta Giok Lan.
"Bagaimana dengan luka kalian berdua" sudah baikkah?"
tanyanya lirih. "Sudah pulih seperti sedia kala" jawab Tong Sam Kauw
cepat. "Setelah mendengar kisah dari nona Kie Lan aku baru
tahu selama ini telah banyak menyusahkan dirimu."
"Budakpun sudah banyak menerima budi Sam ya dalam
penghidupanku selama ini mungkin susah untuk membalas
kebaikan ini" sambung Giok Lan pula sambil memberi hormat.
"Kita berasal dari sampan yang sama senang derita kita
pikul bersama buat apa kalian mengucapkan kata2 yang
menyangkut soal hutang budi segala...." seru Siauw Ling
tertawa. Semua orang membungkam beberapa saat suasana jadi
sunyi tak kedengaran sedikit suarapun.
Akhirnya Tong Sam Kauw buka suara terlebih dahulu
katanya, "Orang2 ini tiada kaitan permusuhan dengan kita
orang kenapa dia bersikeras terus mendesak diri kita nanti
malam kalau ia datang lagi akan kusuruh ikut merasakan
bagaimana rasanya senjata rahasia beracun keluarga Tong
dari kerajaan Su Tzuan kami."
"Eeeeei jangan....jangan...." buru-buru Siauw Ling
goyangkan tangannya mencegah. "Dalam keadaan semacam
ini kita jangan melukai orang secara sembarangan. Walaupun
kita tak bersalah tapi kesalahan ini terletak kepada bakti kita
terhadap perkampungan Pek Hoa San cung jangan dikata
dengan kekuatan kita berapa orang tak bisa melawan
kekuatan para enghiong dari kolong langit sekalipun
mampupun kita tak boleh membunuhi orang secara
sembarangan kalau bukan jiwa kita terancam lebih baik nona
jangan sembarangan mengeluarkan senjata rahasia
beracunmu...." Ia merandek sejenak sinar matanya menyapu sekejap
wajah ketiga orang itu lalu terusnya, "Kalian berdua bisa
bebas dari pengaruh racun keji pembusuk tulang aku rasa ini
hal ini berada diluar dugaan Toa Cungcu malam ini perduli
akan damai atau bertempur kita tetap harus melanjutkan
perjalanan mengambil sedikit kesempatan ini baik2lah kalian
bertiga beristirahat untuk pulihkan tenaga."
Kiem Lan serta Giok Lan saling bertukar pandangan dan
tertawa jawabnya berbareng, "Sam ya pun seharusnya baik2


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beristirahat setelah melewati rintangan ini semua hal masih
tergantung dari tenaga Sam ya untuk mengatasinya."
Setelah harian lewat dengan amat cepat dalam sekejap
mata sang surya sudah lenyap disebelah barat sang
rembulanpun muncul diawang2.
Perlahan-lahan Siauw Ling bangun berdiri bisiknya kepada
Kiem Lan sekalian, "Asal orang2 mereka tidak sampai
menyerbu ke dalam gubuk lebih baik kalian bertiga jangan
turun tangan." Setelah meninggalkan pesan2 dengan langkah lebar
pemuda ini berjalan keluar.
Dibawah sorotan sang rembulan tampak Be Boen Hwie
dengan memakai seperangkat pakaian singsat warna biru dan
mencekal senjata kipas ditangan telah menanti disana.
"Maaf cayhe datang sedikit terlambat sehingga
mengharuskan Be heng lama menanti" buru-buru Siauw Ling
menjura. "Bukan Siauw heng yang datang terlambat adalah cayhe
yang datang kepagian."
Siauw Ling yang mendongak memperhatikan sekejap
rembulan yang ada diawang2 lalu ujarnya, "Siauw te tidak
lama terjunkan diri ke dalam dunia persilatan tidak banyak
jago yang kukenal sudah tentu tak banyak permusuhan pula
yang kuikat dengan para jago Bulim entah apa sebabnya para
jago demikian bersikeras hendak menyusahkan diri Siauw te?"
"Siauw heng gagah perkasa dan merupakan seorang lelaki
sejati apa yang kau ucapkan dapat kami percaya tapi para
jago memusuhi kalian bukan terhadap pribadi Siauw heng
sendiri tapi disebabkan oleh Siauw heng datang dari
perkampungan Pek Hoa San cung...."
Ia merandek untuk menghela napas panjang kemudian
sambungnya, "Tempo dulu Djen Bok Hong sudah banyak
menciptakan pembunuhan keji dalam kalangan dunia
persilatan permusuhan yang diikat sangat banyak dan boleh
dikata mencapai rekor selama ini."
"Kemudian secara tiba-tiba Djen Bok Hong mengundurkan
diri dan lenyap dari keramaian dunia kangouw selama banyak
tahun walaupun para jago pernah mengadakan pencarian
secara besar2an selama beberapa tahun hasilnya tetap nihil.
Aaaai....semua orang menyangka tempat persembunyiannya
tentu diatas sebuah gunung yang tinggi atau di dalam hutan
yang lebat serta jarang dijejaki manusia karena itu
kebanyakan mereka masuk ke dalam hutan mencari jejaknya
lama sekali pencarian ini berlangsung dan akhirnya muncul
berita dalam Bulim yang mengatakan manusia she Djen itu
sudah mati. Berita ini entah muncul dari siapa yang jelas
dengan cepat tersebar luas dalam Bulim dengan demikian
pencarian yang sedang berlangsungpun makin mengendor
dan akhirnya bubar tidak disangka ternyata orang itu
bersembunyi di dalam perkampungan Pek Hoa San cung...."
Bibir Siauw Ling bergerak ingin mengucapkan sesuatu tapi
ia batalkan kembali maksudnya.
Terdengar Be Boen Hwie menghela napas panjang
sambungnya lebih lanjut, "Bila kupikir saat ini, dapat kuduga
berita kematian Djen Bok Hong yang tersiar dalam bulim pasti
berita kosong yang sengaja ia sebar sendiri."
"Setelah dua tahun pencarian yang sia2 dari para jago
berita ini memang merupakan umpan yang paling empuk
untuk termakan oleh semua orang sehingga siapapun pada
waktu itu percaya akan kematiannya. Sungguh sayang waktu
itu tak seorangpun yang pernah berpikir bahwa berita ini
hanya berita bohong yang sengaja disiarkan Djen Bok Hong
sendiri....kalau tidak mungkin saat ini muncul berita yang
sangat menggemparkan dimana Djen Bok Hong munculkan
dirinya kembali ke dalam dunia persilatan."
Siauw Lingpun ikut menghela napas panjang.
"Apakah waktu itu Be heng sudah terjunkan diri ke dalam
dunia persilatan?" tanyanya.
"Sewaktu Siauw te munculkan diri ke dalam dunia kangouw
walaupun Djen Bok Hong sudah mengundurkan diri tapi
semua peristiwa ini dapat kudengar dari mulut suhuku jadi
tidak bakal salah lagi."
"Watak Be heng sangat gagah kepandaian silatmu lihay
luar biasa suhumu tentu seorang jago aneh yang mempunyai
nama besar di dalam Bulim."
"Suhuku sudah meninggal...." kata Be Boen Hwie sedih.
Ia mendongak memandang rembulan diawang2 setelah
menghembuskan napas sambungnya, "Karena termakan
sebuah pukulan berat dari Djen Bok Hong isi perut suhuku
terluka parah sepanjang hidup ia tak dapat belajar ilmu silat
lagi demi berhasil menurunkan seluruh kepandaian silatnya
kepada siauwte beliau rela bertahan dan bergelut dengan
penyakitnya selama lima tahun, sepanjang lima tahun ini
siauwte dengan mata kepala sendiri melihat kambuhnya
penyakit itu satu kali setiap kali. Siksaan yang begitu hebat
menciptakan rasa dendam serta rasa marah yang tak
terpendamkan dalam dadaku...."
"Oooouw....kiranya begitu tidak aneh kalau Be heng bisa
menaruh benci yang merasuk ketulang sumsum terhadap diri
Djen Bok Hong." "Rasa benci Siauwte terhadap Djen Bok Hong walaupun
lebih mengutamakan dendam suhuku, tapi permusuhanku
dengan perkampungan Pek Hoa San cung bukan disebabkan
dendam pribadi. Sejak Siauwte memperoleh kepercayaan dari
para jago empat keresidenan besar dan mengangkat diriku
sebagai Bengtju, menurut apa yang siauwte ketahui banyak2
Bulim dari empat keresidenan ini mati karena mendapat
siksaan Djen Bok Hong. Para jago yang siauw heng ketemui
sepanjang jalan inipun datang karena hal yang sama, aku rasa
kau bisa percaya bukan perkataanku ini bukan...."
"Apa yang cayhe lihat sudah sangat banyak dapat
kupercayai apa yang Be heng katakan tidak bohong
aaai....sekali cayhe salah melangkah untuk berpaling sudah
terlambat. Kalau kalian suruh aku memusuhi orang2
perkampungan Pek Hoa San cung hal ini tak bisa kulakukan,
sekalipun tindak tanduk Djen Bok Hong tidak benar, tapi cayhe
pun tidak seharusnya mengkhianati dirinya. Cuma Siauwte
bersumpah tak akan membantu pihak perkampungan Pek Hoa
San cung untuk melakukan kejahatan."
Be Boen Hwie termenung sebentar lalu menghela napas
panjang. "Setelah Siauw heng berkata demikian siauwtepun tidak
berani banyak memaksa tapi malam ini aku bisa memperoleh
kata2 sumpah dari diri Siauw heng rasanya pertemuan malam
ini tidak terlalu mengecewakan."
"Dikemudian hari asal cayhe bisa berjumpa kembali dengan
Djen Bok Hong tentu akan kuusahakan sedapat mungkin
untuk mengubah wataknya dan banyak berbuat kebajikan...."
"Watak Djen Bok Hong sudah keburu rusak mungkin Siauw
heng tak bakal berhasil menyadarkan dirinya" tukas Be Boen
Hwie. "Semoga saja Siauw heng pribadi bisa menjauhkan diri
dari kejahatan dan berbuat amal ucapan dari Siauwte ini harap
Siauw heng berpikir tiga kali selamat berpisah dan sampai
jumpa lain kesempatan."
Setelah menjura ia putar badan berlalu.
"Be heng tunggu sebentar" seru Siauw Ling cemas.
"Siauw heng masih ada perkataan apa lagi?" perlahanlahan
Be Boen Hwie berpaling. "Pembicaraan kita dibawah sorotan rembulan telah
menambah banyak pengetahuanku setelah aku orang she
Siauw terperosok ke dalam perkampungan Pek Hoa San cung
akupun tidak berani banyak bicara lagi sejak ini aku akan
berusaha menggunakan segala kemampuanku untuk
menghindarkan diri dari pertikaian antara jago-jago Bulim
dikolong langit dengan pihak perkampungan Pek Hoa San
cung." "Siauw heng suka mendengarkan nasehat cayhe siauwte
merasa sangat berterima kasih sekali."
"Masih ada satu persoalan lagi cayhe mohon bantuan dari
diri Be heng...." "Asal dapat kulakukan aku orang she Be tentu tak akan
menampik." "Permusuhan yang diikat pihak perkampungan Pek Hoa San
cung dengan kawan2 Bulim sudah terlalu banyak cayhe
dengan kedudukan sebagai Sam Cungcu dari perkampungan
Pek Hoa San cung muncul dalam dunia kangouw sedikit
banyak akan mendapat gangguan serta rintangan2 dari jago
kolong langit hal ini tak dapat salahkan mereka berbuat
demikian terhadapku. Hanya saja sikap mereka ingin sekali
membinasakan aku Siauw Ling seketika itu juga membuat
hatiku risau ucapan tak pernah mereka gubris. Aaaai dalam
keadaan seperti ini memaksa siauwte terpaksa harus melawan
tapi cayhe sangat tidak ingin karena urusan ini mengakibatkan
kesalah pahaman semakin mendalam dan mengalir darah
karena ini oleh sebab itu siauwte mohon bantuan Be heng
suka membantu cayhe memberi penjelasan kepada para
enghiong hoohan dikolong langit dengan ucapan dari Be heng
rasanya para jago tentu akan mempercayainya."
"ucapan ini tak berani cayhe terima" sahut Be Boen Hwie
setelah termenung sebentar. "Bila dibicarakan dari soal ini
siauwte tak berani memastikan bisa melerai pertikaian antara
para jago dengan diri Siauw heng tapi aku akan menggunakan
segenap tenagaku untuk menasehati beberapa orang."
"Untuk itu cayhe ucapkan terima kasih lebih dahulu demi
terhindar dari banyak pertikaian siauwte telah ambil keputusan
untuk segera melanjutkan perjalanan aku akan berusaha
menghindari pertemuan2 dengan orang2 Bulim."
"Aaaai semoga Siauw heng suka berjaga diri" seru Be Boen
Hwie sambil menghela napas.
Dalam beberapa kali loncatan saja ia sudah lenyap dari
pandangan. Siauw Ling segera kembali ke dalam gubuk sepeninggalnya
orang she Be waktu itu Tong Sam Kauw, Kiem Lan serta Giok
Lan telah menyelesaikan bekalannya.
"Mari kita berangkat!" serunya pemuda itu sambil menyapu
sekejap wajah mereka bertiga.
Tanpa menanti jawaban lagi ia meloncat terlebih dahulu
keluar. Pada waktu itulah dari balik ruangan terdengar suara Chee
Toa Nio berkata, "Semoga kalian berempat selamat mencapai
tujuan, maaf aku tak bisa menghantar."
"Bantuan Loo popo selama ini tak akan aku orang she
Siauw lupakan selama hidup, dikemudian hari kalau ada jodoh
pasti akan kubalas budi kebaikan ini."
"Setelah kalian berempat pergi akupun akan meninggalkan
rumah reyotku ini" terdengar Chee Toa Nio berkata kembali
dari balik ruangan. "Usiaku sudah lanjut sejak ini akan hidup
terlunta2 dimanapun sampai kapan aku tetap hidup susah
dikatakan dari sekarang hanya harapanku apabila dikemudian
hari Siauw Siangkong bisa menjumpai cucuku Chee Giok harus
kau suka baik2 menjaga dirinya."
"Asal berjumpa tentu akan kuusahakan sedapat mungkin,
selamat berpisah dan semoga Loo popo baik2 menjaga diri."
Sesudah menjura ke arah gubuk dengan langkah lebar ia
berlalu. Satu lelaki toga orang gadis dengan mengerahkan ilmu
meringankan tubuh berkelebat lewat laksana empat gumpul
asap ditengah sorotan rembulan.
Dalam sekejap mata mereka sudah menerobosi hutan dan
meneruskan perjalanannya kedepan.
"Siapa?" mendadak terdengar suara bentakan memecahkan
kesunyian. Tiga tombak dari arah mereka muncul desiran anak panah
yang memekikkan telinga. Sambaran anak panah mendatangkan suara yang aneh dan
menggidikkan hati ditengah malam yang sunyi.
Dengan kumpulkan tenaga murninya dipedang Siauw Ling
menggerakkan senjatanya dengan jurus Fu Im Yen Gwat atau
awan melayang menutup rembulan.
Pedangnya dengan menciptakan serentetan cahaya
keperak2an menghantam diatas anak panah tersebut sedang
dimulut ia membentak, "Ayo cepat jalan!"
Tong Sam Kauw meraup jarum beracunnya melakukan
persiapan sekali loncat ia memimpin jalan terlebih dahulu.
Giok Lan serta Kiem Lan pun meloloskan pedangnya dari
sarung dengan berjalan2 keriring mereka mengikuti dari
belakang Tong Sam Kauw. Setelah melihat beberapa kali pertarungan sengit yang
terjadi antara Siauw Ling dengan para jago di dalam hati Kiem
Lan tahu kalau dalam perjalanan yang penuh kesulitan ini
mereka bakal jumpai berpuluh2 macam cegatan dari para jago
Bulim. Karena itu meminjam kesempatan sewaktu Siauw Ling
mengadakan pertemuan dengan Be Boen Hwie ia membuka
peti dan memilih beberapa macam barang yang berharga
menjadi dua buntalan lalu digantungkan pada punggungnya
serta Giok Lan seorang satu, sedang barang lain semuanya
dibuang begitu saja. Pedang Siauw Ling yang menghantam anak panah tadi
membuat panah tersebut sedikit miring kesamping hatinya
segera bergerak pikirnya, "Datang anak panah ini sangat
dahsyat kalau tidak kutaklukkan dulu orang ini tentu akan
menimbulkan bencana dikemudian hari...."
Teringat hal ini dia segera mengepos semangat dengan
gerakan Pat Poh Teng Gong atau delapan langkah mencapai
langit yang merupakan ilmu meringankan tubuh tingkat atas
diterjangnya dari arah mana datangnya serangan tersebut.
Angin tajam berdesir mendadak dari balik pepohonan
kembali meluncur keluar sebuah serangan bandulan berantai
yang menyapu ke arah pinggang Siauw Ling.
Walaupun Siauw Ling dapat melihat datangnya serangan
bandulan berantai itu sangat luar biasa tapi menghadapi
situasi semacam ini ia lebih mengutamakan serangan cepat.
Mau tak mau ia harus menempuh bahaya mencari
kemenangan pedangnya digerakkan menutul ke arah
bandulan berantai tersebut.
"Bangsat kau cari mati...." seru orang yang ada dikegelapan
itu sambil tertawa dingin.
Bandulan berantai tadi tak bisa dicegah lagi segera
menyapu pedang tersebut.

Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Traaaang Siauw Ling merasa pergelangan kanannya jadi
kaku hampir2 saja pedang terlepas dari tangan.
Sebaliknya setelah bandulan berantai itu termakan oleh
tangkisan pedang Siauw Ling gerakanpun semakin lambat.
Siauw Ling tidak mau menyia2kan kesempatan itu lagi
pedang ditangan kanan menghajar kedepan tangan kirinya
secepat kilat mencengkeram bandulan rantai tersebut.
Terasa segulung tenaga tekanan yang besar menbetot
rantai itu ke belakang membuat Siauw Ling yang masih
mencengkeram rantai tersebut ikut meninggalkan permukaan
dan melayang ketempat kegelapan.
Sesosok bayangan tubuh yang tinggi besar muncul dari
balik pohon wajahnya merah dengan badan yang kekar dia
bukan lain adalah si panah sakti penyapu jagat Tong Yen Khie.
Tampak tangan kirinya mencegkeram rantai senjata tangan
kanannya diayun kedepan sebuah telapak besar bagaikan
raksasa membabat ke arah tubuh Siuaw Ling.
Siauw Lingpun segera menggerakkan telapak kanannya
menyambut datangnya serangan tersebut dengan keras lawan
keras. Braaak....! lengannya kontan jadi kaku dan linu membuat
pemuda ini jadi sangat terperanjat pikirnya, "Sungguh dahsyat
tenaga sakti yang dimiliki orang itu."
Tak terasa lagi tangan kirinya melepaskan cekalan pada
rantai senjata kemudian melancarkan sebuah sentilan dengan
ilmu menotok Siuw Loo Sin Ci.
Sreeeet segulung desiran tajam dengan cepat menghajar
diatas lutut sebelah kanan Tong Yen Khie.
ooooooo0oooooooo Tong Yen Khie sama sekali tidak menyangka totokan dari
Siauw Ling ternyata menggunakan ilmu menotok yang paling
sulit dipelajari dalam dunia kangouw.
Terasa lutut kanannya jadi kaku seluruh badan kehilangan
keseimbangannya dan jatuh terjengkang kedepan.
Dengan gerakan tubuh yang cepat Siauw Ling mendesak
lebih jauh tangan kanannya mengambil kesempatan itu
berturut2 melancarkan tiga totokan ke atas tubuh Tong Yen
Khie. "Uuuuh....sungguh beruntung" pikirnya dihati.
Setelah putar badan buru-buru ia lari kedepan melalui jalan
kecil yang terbentang didepan mata.
Baru saja berlari sepuluh tombak mendadak dari arah
depan kedengaran suara bentrokan senjata yang amat ramai
dalam hati ia segera mengerti tentu Tong Sam Kauw sekalian
sudah menjumpai kaum penghadang.
Diam2 ia menghela napas panjang pikirnya, "Agaknya
untuk meloloskan diri dari kepungan malam ini aku harus
mengeluarkan tenaga...."
Ketika itu ia sudah mengitari hutan dan tiba dikalangan
pertarungan. Tampaklah tiga orang lelaki berpakaian ringkas sedang
bergebrak dengan serunya melawan Tong Sam Kauw, Kiem
Lan serta Giok Lan. Pertarungan keenam orang ini amat seru cahaya golok
bayangan pedang berkelebat tiada hentinya dibawah sorotan
rembulan. Karena buru-buru melakukan perjalanan Siauw Ling lupa
memungut kembali pedangnya yang terpukul pental oleh
serangan bandul berantai dari Tong Yen Khie tadi kini setelah
menjumpai pertarungan sengit ia baru teringat apabila
senjatanya sudah hilang. Setelah tertegun sejenak mendadak teringat kembali
olehnya akan sarung tangan kulit ular hadiah Liuw Sian Cu
kepadanya sesaat meninggalkan lembah San Sin Kok.
Dengan cepat diambilnya sarung tangan itu dari saku
kemudian dikenakan pada sepasang tangan.
Sarung tangan kulit ular ini mempunyai warna yang sama
dengan kulit manusia setelah dikenakan ditangan susah bagi
orang untuk membedakan mana sarung mana kulit badan
yang asli. "Lepas tangan" tiba-tiba terdengar Tong Sam Kauw
membentak keras. Pedangnya ditangan bergerak mengencang langsung
membabat pergelangan kanan lelaki yang ada ditengah.
Serangan ini datangnya sangat cepat kalau lelaki itu
bersikeras tak mau lepas senjata maka pergelangannya pasti
akan terluka. Mendadak cahaya golok berkelebat lewat dari samping
menyambar datang sebelah golok menangkis datangnya
serangan Tong Sam Kauw yang gencar.
Karena kena ditangkis gerakan perempuan muda ini jadi
rada merandek ketika itulah pihak lawan buru-buru tarik
kembali serangannya. Tong Sam Kauw tak bisa berkutik terpaksa tangannya
merogoh saku meraup keluar segenggam jarum beracun.
"Kalian bertiga apakah ingin menjajal bagaimana lihaynya
jarum Chiat Tok Oei Hong Ciam dari keluarga Tong
keresidenan Su Tzuan."
"Nona Tong jangan turun tangan" melihat kejadian itu
Siauw Ling jadi cemas dan berteriak.
Ditengah suara bentakan keras bagaikan segulung angin
yang menerjang kedepan telapak kirinya diayun menangkis
bacokan yang mengarah Kiem Lan sedang tangan kanan
dengan jurus Sin Liong Tan Cau atau naga sakti pentangkan
cakar mencengkeram pergelangan kanan lelaki tersebut.
Dimana hawa kweekang meluncur keluar golok tadi tahu2
sudah kena direbut. Melihat kedahsyatan pemuda tersebut dimana serangan
goloknya ditangkis dengan tangan kosong tanpa menderita
luka sedikitpun lelaki itu jadi terperanjat.
"Oooouw...." makinya. "Ilmu silat apakah ini...."
Belum habis pikirannya berkelebat lewat goloknya sudah
kena direbut oleh Siauw Ling.
Setelah mencekal senjata ditangan kegagahan Siauw Ling
makin berlipat ganda sembari menangkis datangnya bacokan
dari kedua orang lelaki tersebut bentaknya, "Cepat pergi!"
Tong Sam Kauw masukkan kembali jarum tawon tujuh
racunnya ke dalam saku kemudian sambil kebaskan pedang ia
berangkat terlebih dahulu.
Kiem Lan serta Giok Lan mengikuti dari belakang Tong Sam
Kauw dalam sekejap mata mereka bertiga sudah berada tiga
tombak jauhnya. Siauw Ling bersenjatakan golok segera mengeluarkan
jurus2 serangannya secara berantai membungkus ketiga
orang itu dalam lapisan golok yang menyilaukan mata.
Orang2 itu benar2 terdesak mereka dibikin kalang kabut
dan tak berani pecahkan perhatian untuk mengurusi Tong
Sam Kauw sekalian lagi. Ditengah pertarungan yang sengit mendadak Siauw Ling
melancarkan sebuah tendangan menghajar pinggang salah
seorang lelaki itu. Orang tadi mendengus dan jatuh terpental sejauh lima
enam depa dari sisi kalangan.
Setelah dalam satu jurus berhasil merubuhkan lawan golok
Siauw Ling makin berketat serangannya dengan jurus Huang
Hong Leng Tiap atau tawon kalap lupu cabul memaksa
seorang lelaki diantara dua orang yang tersisa mundur ke
belakang. "Hmm bila aku Siauw Ling ingin cabut nyawa kalian dalam
sepuluh gebrakan saja kalian sudah mati bergelimpangan"
seru pemuda itu dengan nada yang dingin. "Tapi kita tiada
ikatan permusuhan disini."
Setelah membuang golok dengan langkah lebar ia
melanjutkan perjalanannya kedepan.
Ketika orang lelaki kekar itupun sadar bahwa apa yang
diucapkan pemuda itu bukan kata2 kosong belaka dengan
mulut bungkam mereka berdiri disisi kalangan tidak berani
menghadang lagi. Dalam sekajap mata Siauw Ling telah menyusul Tong Sam
Kauw sekalian yang berangkat terlebih dahulu.
Waktu itu sang rembulan sudah ada ditengah awang
kentongan ketiga sudah berlalu.
Sembari memandang pemandangan disekelilingnya Tong
Sam Kauw menghela napas panjang.
"Aaaai....bagi kita mungkin tidak terlalu sulit untuk
meloloskan diri dari kepungan para jago tapi dapatkah kita
lolos dari siasat licik yang diatur Djen Toa Cungcu terhadap
kita?" Siauw Ling mendongak dan iapun menghela napas
panjang. "Kalau mereka paksa aku sampai tiada jalan lagi tanpa
perduli hubungan persaudaraan lagi aku Siauw Ling tidak sudi
menyerah dibelenggu."
Kiem Lanpun menghela napas panjang ia mau bicara tapi
akhirnya membatalkan maksud tersebut.
Kembali Tong Sam Kauw memperhatikan suasana
disekelilingnya lalu berkata lagi, "Mungkin kau belum tahu
bagaimana kejinya Djen Bok Hong aku pernah mendengar
nenekku menceritakan kisah yang pernah terjadi tempo dulu
sungguh hebat sekali bukan saja para jago dikolong langit
bahkan nenekku pun kelihatan terkejut dan kagum setiap kali
mengungkap nama Djen Bok Hong...."
"Aku tidak takut kepadanya" tukas Siauw Ling serius. "Yang
kusungkan hanyalah hubungan persaudaraan yang masih ada
hingga sekarang sekali hubungan ini putus aku Siauw Ling
tentu akan bantu orang2 Bulim melenyapkan pengacau ini...."
Mendadak terdengar suara helaan napas panjang
berkumandang dari tempat kegelapan beberapa tombak diluar
keempat orang itu. Dibawah sorotan sinar bulan tampak beberapa sosok
bayangan putih bagaikan kilat berkelebat keluar dari
pepohonan dan lenyap ditengah kegelapan.
Perubahan yang terjadi diluar dugaan ini membuat Siauw
Ling tertegun seketika itu juga ingin sekali dia mengejar tapi
pihak lawan sudah lenyap tak berbekas.
"Aku lihat agaknya ada beberapa hweesio melayang pergi"
seru Tong Sam Kauw memecahkan kesunyian.
"Dari mulut Ih Boen Han To akupun pernah dengar dia
berkata bahwa dari kuil Siauw Lim si ada delapan orang
hweesio berkepandaian lihay yang khusus mengurusi
pertikaian2 yang sering terjadi dalam Bulim" kata Kiem Lan.
"Mereka disebut orang sebagai Pat Toa Kiem Kong."
"Emmm...." Siauw Ling mengangguk. "Kecuali pederi2 lihay
dari kuil Siauw lim rasanya dalam Bulim jarang dijumpai jagojago
lihay yang mempunyai kecepatan gerak semacam ini."
"Mereka bersembunyi ditempat kegelapan dengan maksud
hendak menghadang jalan pergi kita tak disangka mereka
mendengar ucapan Samya yang sebenarnya mereka berubah
niat dan buru-buru pergi."
"Aaaakh....aku kira mereka bukan pederi dari kuil Siauw lim
mungkin orang itu adalah mata2 dikirim Djen Bok Hong" sela
Tong Sam Kauw berikan pendapat.
"Menurut apa yang budak ketahui" ujar Kiem Lan kembali.
"Diantara orang2 Pek Hoa San cung tak ada seorangpun yang
mengenakan jubah pendeta warna abu2 asal nona mlihat
beberapa orang itu mengenakan jubah pendeta abu2 dia pasti
bukan anggota dari perkampungan Pek Hoa San cung."
Siauw Ling mendongak memeriksa cuaca kemudian
ujarnya, "Mari kita percepat lari kita untuk melanjutkan
perjalanan." Tanpa menunggu jawaban lagi ia lari kedepan.
Keempat orang ini sama2 memiliki serangkaian ilmu silat
yang lihay setelah mereka tinggalkan kereta melanjutkan
perjalanan dengan berjalan kaki sepanjang jalan tidak ditemui
para jago yang melakukan hadangan lagi.
JILID 9 Hari itu baru saja cuaca terang tanah, keempat orang itu
sudah tiba ditepi telaga Tiang Pek Auw.
Sambil menuding sebuah tembok putih berdiri ditepi telaga
seru Siauw Ling sambil tertawa, Itulah rumahku. Aaaai....
sewaktu meninggalkan rumah aku baru berusia dua tiga belas
tahun waktu itu badanku kurus dan berpenyakitan kini aku
sudah dewasa entah Tia serta Ma masih ingat dengan aku
atau tidak ...." Walaupun wajahnya penuh dihiasi dengan senyum
kegirangan di sepasang matanya secara lapat2 dibasahi
dengan butiran air mata. Tak kuasa lagi Siauw Ling lari lebih cepat lagi mendekati
rumahnya pintu pagar tertutup rapat suasana sunyi tak
kedengaran sedikit suarapun.
Siauw Ling berhenti didepan pintu mendehem lalu berseru.
Siauw Hok Siauw Hok dimana kau"
Ia berteriak beberapa kali tapi tak kedengaran suara
jawaban suatu perasaan kurang enak segera menyerang hati
pemuda ini membuat air mukanya berubah serius, Kiem Lan
Giok Lan serta Tong Sam Kauwpun punya perasaan yang
sama enam buah mata bersama2 dialihkan ke atas tubuh
Siauw Ling. Tampak air muka pemuda itu pucat kehijau hijauan dengan
termangu mangu ia memandang pintu pagar dengan
mendelong badan tetap tak berkutik dan ia tidak berani
melanjutkan langkahnya kedepan.
Perlahan lahan Giok Lan berjalan menghampiri kesisi
pemuda itu tegurnya halus, Sam ya apakah kau beritahu
alamat rumahmu kepada Toa Cung cu"....
Tidak Siauw Ling menggeleng dan menghela napas
panjang. Mendadak kakinya melancarkan sebuah tendangan
menghajar pintu pagar tersebut.
Bunga pepohonan dalam halaman bersih dan sangat
terawat rapi halaman bersih tidak kelihatan debu dan keadaan
tak ada yang patut dicurigakan,
Setelah melihat kejadian ini rasa tegang dalam hatipun
mengendor dengan langkah lebar dia segera melangkah
keruang belakang. Suasana dalam ruangan masih tetap seperti sedia kala
perabot yang ada persis dengan perabot dahulu hanya
satu2nya yang patut dicurigai adalah tidak tampaknya sesosok
bayangan manusiapun. Rasa mangkel dalam dada Siauw Ling susah ditahan lagi


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendadak ia menggembor keras, Eeeei.... adakah manusia
disini" coba kalian lihat siapa yang telah pulang.
Tak kedengaran suara jawaban, yang terdengar hanya
bunyi pantulan suara sendiri.
Setelah melihat keadaan semacam ini bukan saja Siauw
Ling merasa keadaan tidak beres sekalipun Kiem Lan Giok Lan
serta Tong Sam Kauwpun merasa kejadian ini luar biasa.
Peristiwa terbunuhnya Gak Im Kauw pada lima tahun
berselang mendadak berkelebat dalam benaknya hati terasa
bergidik wajah kontan berubah pucat pasi.
Setelah berdiri tertegun beberapa saat akhirnya ia
melangkah masuh ke dalam ruang baca ayahnya.
Sepasang pintu ruang baca tertutup rapat Siauw Ling
terjang masuk ke dalam dengan paksa.
Tampak rak buku teratur sangat rapi diatas meja masih
terbentang sejilid kitab kuno ini menandakan bahwa Siauw
Thayjien belum lama meninggalkan ruangan ini bahkan
kepergiannya sangat gugup hingga bukupun lupa ditutup.
Secarik kertas tertindih dibawah bak ujung kertas berkibar
tiada hentinya tertiup angin, Buru-buru Siauw Ling mengejar
kesana diambilnya kertas itu dan dibaca isi surat yang
tercantum, Sejak Sam te berlalu mendadak Siauw heng
menerima laporan kilat yang mengatakan bahwa ada
beberapa orang musuh besar yang pernah mengikat
permusuhan dengan Siauw heng dulu ada maksud mencelakai
orang tuamu demi keselamatan maka Siauw heng telah
menerima utusan kilat untuk menyambut kedua orang tuamu
masuk keperkampungan Pek Hoa San-tjung.
Bila Sam-te telah membaca surat ini, harap kau cepat-cepat
kembali keperkampungan Pek Hoa San-tjung sehingga kalian
sanak keluarga bisa cepat berkumpul.
Tertanda: Djen Bok Hong Sehabis membaca surat itu Siauw Ling berdiri tertegun,
setengah harian lamanya tak sanggup mengucapkan sepatah
katapun. Siauw heng! apa yang tertulis di dalam surat itu" tegur
Tong Sam Kauw sambil menghela napas panjang.
Djen Bok Hong tiba dirumahku terlebih dahulu, ia sudah
membawa kedua orang tuaku ke dalam perkampungan Pek
Hoa San-tjung. Apa" Toa Tjung-tju telah tiba duluan" seru Kiem Lan sangat
terperanjat. Nah kalian bacalah sendiri ujar Siauw Ling sambil
angsurkan surat ini ketangan mereka.
Kiem Lan menerima surat itu bersama Giok Lan serta TOng
Sam Kauw membaca berbareng, sehabis membaca mereka
bertigapun membungkam, Suasana dalam kamar baca perubahan jadi sunyi senyap
penuh diliputi awan kesedihan entah sudah lewat beberapa
lama akhirnya Kiem Lan menghela napas panjang terlebih
dahulu. Samya urusan sudah jadi begini cemaspun tak berguna
lebih baik kita pikirkan cara yang tepat.
Sepasang mata Siauw Ling melotot penuh berapi api
sembari gertak gigi serunya gemas, Asal orang tuaku kena
diganggu barang seujung rambutpun bila tidak kuhabiskan
perkampungan Pek Hoa San cung aku bersumpah tidak mau
jadi manusia. Samya, kau tidak usah gelisah, Hibur Giok Lan halus,
menurut pendapat budakmu Toa Cungcu pasti tak berani
melukai Looya serta Hujien karena tindakan mereka ini tidak
berharap agar Sam ya suka bersetia dengan pihak
perkampungan Pek Hoa San-cung.
Hmm! tindakan serendah inipun bisa dilakukan mereka
masih membicarakan soal persaudaraan segala.... anjing
keparat, Samya jangan marah2 dulu hibur Kiem Lan pula. Mari kita
bersama2 pikirkan satu cara yang tepat.
Kecuali kembali keperkampungan Pek Hoa San cung aku
rasa tiada pilihan lagi buat kita.
Siauw Ling benar2 putus asa dengan akibat yang
dijumpainya saat ini. Sepasang biji mata TOng Sam Kauw berputar tiba-tiba
ujarnya. Bila ditinjau dari ruangan ini tidak ternoda oleh debu aku
duga Siauw Loo pek serta Pek bo belum lama berlalu bila kita
melakukan perjalanan cepat mungkin masih bisa hadang
perjalanan mereka ditengah jalan, Semangat Siauw Ling
segera bangkit kembali, Betul mereka tidak tahu dimana aku
tinggal dan akupun belum pernah menceritakan kepada orang
perkampungan Pek Hoa San cung dimanakan desa kelahiranku
mereka pasti tiba disini dengan menguntit perjalanan kita mau
kejar sekarangpun masih belum terlambat.
Samya jangan bertindak gegabah bagaimana kalau
dengarkan dulu sepatah dua patah kata budakmu seru Kiem
Lan mencegah,, Kemungkinan besar kita masih bisa cegat dan rebut
kembali kedua orang tuaku tidak sampai sepuluh li dari sini.
Samya kau jangan terlalu memandang enteng diri Toa
Cungcu. Sebetulnya Siauw Ling sudah siap untuk berlalu mendengar
ucapan dari KiemLan ia jadi tertegun, Kenapa"
Kalau Samya berhasil mengejar Loo ya serta Hujien dan
tidak berhasil menolongnya kembali apa yang hendak kau
lakukan" Waktu itu masing-masing pihak akan saling
bermusuhan dan akibatnya bukankah semakin parah"
Siauw Ling segera sadar kembali ia menghela napas sedih
dan tundukkan kepala membungkam
Sebenarnya soal ini tidak terlalu sulit kata TOng Sam Kauw
penuh semangat kita bisa turun tangan bersama2 untuk
membabat habis semua orang yang mengawal Looya serta
Hujien. Kalau Toa Cungcu yang turun tangan sendiri apa yang
hendak nona Sam lalukan"
Kita bantu Siauw Ling bertempur mati2an.
Kalau mereka menggunakan mati hidupnya Looya serta
Hujien untuk memaksa kita menyerah apa yang hendak kita
lakukan. Tong Sam Kauw tertegun. Soal ini.... Soal ini....
Setelah demikian terpaksa kita harus menyerah untuk
mendengarkan perintah mereka. Toa Cungcu kagum akan
kepandaian silat yang dimiliki Sam Cungcu tapi takut Sam
Cungcu menghianati dirinya atau dengan perkataan kasar
Samya merupakan paku dalam mata TOa Cungcu paku dalam
mata ini kalau tak bisa di cabut maka akan mendatangkan
bencana kematian buat diri sendiri.
Samya apa yang dikatakan enci Kiem Lan sedikitpun tidak
salah sambung Giok Lan sambil menghela napas. Maksud Toa
Cungcu berbuat demikian adalah ingin memaksa Samya cepatcepat
kembali keperkampungan Pek Hoa San Cung ia tidak
bakal punya maksud untuk melukai Looya maupun Hujien.
Siauw Ling memandang sekejap wajah Kiem Lan serta Giok
Lan kemudian menghembuskan napas panjang.
Sejak kecil budak sekalian dibesarkan dalam perkampungan
Pek HOa San cung kata Kiem Lan lirih, sekalipun ada beberapa
famili hubunganpun sudah lama putus apalagi siapa yang mau
menerima budak karena ini berarti mengundang bencana
kematian buat diri sendiri.
Dunia bukan sebesar daun kelor, dimanapun kalian bisa
gunakan untuk berteduh dari mara bahaya kalian bisa saja
mencari suatu tempat yang terpencil dari keramaian dan hidup
disana. Menanti perkampungan Pek Hoa San cung sudah
bubar kalian baru munculkan diri kembali.
Bagaimana dengan Samya sendiri" tanya Kiem Lan sambil
tertawa sedih. Aku hendak kembali keperkampungan Pek Hoa San cung
untuk menyambangi orang tuaku.
Samya keluar perkampungan dengan membawa serta diri
kami sekarang kembali seorang diri tindakan ini akan
memancing kecurigaan dari TOa Cungcu kata Giok Lan.
Sekalipun kalian ikut kau masuk kembali kesarang macan
sama saja tindakan ini akan menimbulkan kecurigaan DJen
Bok Hong aku rasa menghadapi dirinya seorang diri jauh lebih
leluasa. Jika Toa Cungcu menggunakan keselamatan Looya Hujien
untuk memaksa Samya jual nyawa bagi perkampungan Pek
Hoa Sancung apa yang hendak Samya lakukan"
Sepasang mata Siauw Ling berkilat sebentar kemudian
dengan hati sedih ia menunduk.
Walaupun harus mendapat caci maki dari kawan2 Bulim
terpaksa akan kulakukan juga.
Dengan langkah lambat Kiem Lan berjalan menghampiri
Siauw Ling lalu hiburnya dengan suara halus, Di dalam Bulim
ada sebuah pepatah yang mengatakan begini. Kalau ini rejeki
pasti bukan bencana kalau bencana tak akan terhindar Toa
Cungcu tak bakal membiarkan budak berdua hidup tentram
dikolong langit mereka pasti mengirim pengejar untuk
membereskan kami lain halnya kalau budak sekalian ikut
Samya kembali keperkampungan Pek Hoa San cung dibawah
perlindungan Samya mungkin sekali kami berdua masih bisa
melanjutkan hidup beberapa tahun lagi....
Kalau Samya pulang keperkampungan seorang diri hal ini
tentu akan menambah penjagaan yang lebih ketat dari TOa
Cungcu sambung Giok Lan dari samping sebaliknya kalau
Samya pulang membawa budak sekalian hal ini malah
mengendorkan kewaspadaannya.
Benar ujar Kiem Lan kembali Budak berdua sudah tidak
pikirkan keselamatan pribadi Samya tak usah merasa kuatir
buat keselamatan kami. Siauw Ling pejamkan mata berpikir sejenak ia berpaling
memandang wajah Tong Sam Kauw.
Nona Tong mempunyai keluarga yang punya nama
tersohor dalam Bulim aku rasa Djen Bok Hong tak bakal berani
mencari gara2 kerumah kalian bukan" Aku rasa nona tak perlu
kembali ke perkampungan Pek Hoa San cung lagi.
Kalau Siauwheng membutuhkan bantuanku....
Ooooooouw tidak2 lebih baik nona cepat-cepat kembali ke
Su Tzuan tukas Siauw Ling cepat-cepat.
Baiklah Tong Sam Kauw mengangguk setelah pulang
menjumpai nenek aku tentu akan mohon bantuan dia orang
tua untuk turun tangan membantu dirimu,
Siauw Ling segera tertawa getir.
Aku rasa nenekmu pun susah untuk menolong aku....
Ia merandek sejenak lalu tambahnya....
Harap kalian bertiga suka menunggu sebentar diruang
tamu aku mau memeriksa sebentar kamar ibuku....
Samya silahkan.... Dengan langkah lambat2 Siauw Ling berjalan menuju
kamar ibunya tampak sprai kasur teratur sangat rapi seorang
dara berbaju hijau duduk terpekur diatas ranjang sepasang
matanya terpejam rapat2 dan badannya tak berkutik,,
Dalam sekali pandang secara lapat2 Siauw Ling mengenali
dara ini sebagai dayang yang melayani ibunya tidak disangka
lima tahun berpisah kini ia sudah menginjak dewasa.
Dengan cepat diperiksa hembusan napas dilubang hidung
sesudah diketahui hanya jalan darahnya yang tertotok buruburu
dibebaskannya totokan jalan darah tersebut.
Gadis berbaju hijau itu menghembuskan napas panjang
sepasang mata terbentang dan memperhatikan Siauw Ling
terpesona. Siapa kau serunya penuh rasa kaget dan takut.
Aku adalah Siauw Ling. Aku kenal dengan Sauwya kami badannya kurus dan lemah
tidak seperti badanmu kekar dan berotot.
Saat ini Siauw Ling sedang merasa gelisah ia tidak ingin
banyak berdebat dengan dayangnya lagi segera ujarnya lebih
lanjut, Aku adalah Siauw Ling apakah Looya serta Hujien kena
diculik orang" Walaupun dalam hati dara berbaju hijau itu merasa tidak
percaya tapi berhubung hatinya sangat takut dengan jujur
jawabnya juga. Seorang perempuan berusia setengah baya menculik pergi
Hujien sedang dua lelaki kekar menyeret Looya.
Bagus sekali kiranya mereka main paksa teriak Siauw Ling
secara mendadak sambil mendepakkan kakinya ke atas tanah.
Kena dibentak dara berbaju hijau itu ketakutan setengah
mati sepasang lututnya terasa jadi lemas dan tak kuasa lagi
pantatnya mencium tanah keras2.
Buru-buru Siauw Ling bimbing dara itu bangun katanya
dengan nada menghibur; Jangan takut baik2 jaga dirumah sebelum Looya serta
Hujien kembali untuk sementara kau yang mengurusi rumah
ini., Habis berkata tidak menunggu jawaban dari dayang itu lagi
ia segera melangkah keluar dari kamar dan berjalan keruang
tamu.... Apakah Hujien meninggalkan sesuatu" tanya Kiem Lan
setelah melihat munculnya pemuda itu.
Siauw Ling menggelang....
Mari kita segera berangkat....
Kiem Lan serta Giok Lan tahu hati pemuda ini tentu cemas
seperti kebakaran jenggot sehingga ingin sekali punya sayap
sekarang juga terbang kembali keperkampungan Pek Hoa San
cung. Air telaga Tiang Pek Auw masih tetap seperti sedia kala
gelaga yang tumbuh ditepi telaga bergoyang tiada hentinya
terhembus angin, Siauw Ling terbayang kembali akan
kematian Gak Im Kauw dalam sumur kering lima tahun
berselang kemudian secara bagaimana bersama2 Gak Siauw
Cha secara diam2 meninggalkan rumah.
Tidak disangka lima tahun kemudian keadaan sudah
berubah seratus delapan puluh derajat.
Ia mendongak dan menghela napas panjang lama sekali
baru gumamnya seorang diri, Sekarang aku sudah paham
sungguh keji cara mereka berpikir,
Melihat cara pemuda itu bersikap Kiem Lan serta Giok Lan
saling bertukar pandangan sedang hati mereka tergetar keras.
Jangan sampai membuat ia gelisah setengah mati pikir
mereka hampir berbareng.

Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Walaupun kedua orang dayang itu merasa kuatir tapi
mereka tidak berani bertanya.
Apa yang telah kau pahami" tanya Tong Sam Kauw.
Mereka minta aku membawa banyak barang bukti
melakukan perjalanan disamping secara diam2 menyiarkan
kabar berita keseluruh dunia persilatan yang mengatakan Sam
Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San Cung dengan
membawa jago hendak menyerang keselatan berita ini
mengakibatkan para jago bersama2 turun tangan mencegat
perjalananku ditengah jalan setelah tanda bukti pengikat
permusuhan itu tertera didepan mata maka sekalipun aku
punya mulut juga tak bisa memungkir tindakannya ini
disamping memperkenalkan wajahku dihadapan para
enghiong dari seluruh kolong langit merekapun membiarkan
agar aku marah dan melukai jago-jago itu sehingga dendam
baru terikat ditanganku setelah musuh tersebar dimana2 maka
aku tak bisa tancapkan kaki lagi dalam dunia kangouw dalam
keadaan seperti ini satu2nya jalan yang bisa kutempuh
hanyalah menggabungkan diri dengan pihak perkampungan
Pek Hoa San cung. Siapa sangka dugaan mereka meleset karena aku rela
menerima penghinaan daripada melukai orang orang mereka
dalam keadaan rencana gagal total timbullah maksud mereka
untuk menculik pergi orang tuaku agar bisa memaksa aku
balik lagi keperkampungan Pek Hoa San cung dan menjual
nyawa buat mereka. Selamanya Toa Cungcu menyusun rencana paling cermat
kata Kiem Lan memberi pendapat. Sekalipun sepanjang jalan
Samya melakukan pembunuhan secara besar2an aku rasa
Looya serta Hujienpun tetap akan mereka culik balik
keperkampungan Pek Hoa Sam cung....
Pada mulanya Siauw Ling agak tertegun tapi segera ia
mengangguk. Sedikitpun tidak salah carakum berpikir memang rada
mulia. Mendadak dia percepat larinya melanjutkan perjalanan
kedepan. Karena hatinya amat cemas perjalanan kali ini dilakukan
dengan kecepatan penuh. Kiem Lan, Giok Lan maupun TOng
Sam Kauw tak bisa berbuat apa2 terpaksa mereka hanya
mengiringi dari belakang.
Hari itu keempat jago ini telah tiba dikeresidenan Auw Pak,
Tong Sam Kauw segera mohon diri untuk kembali ke Su Tzuan
sedangkan Siauw Ling dengan membawa Kiem Lan serta Giok
Lan kembali ke dalam perkampungan Pek Hoa Sancung.
Perkampungan Pek Hoa Sancung yang pada biasanya sunyi
senyap tak kelihatan kesibukan apapun ini kali begitu ramai
dimana2 penuh dengan hiasan dan bayangan manusiapun hilir
mudik dengan ramainya. Dengan menahan rasa sedih serta dongkol dalam hatinya
Siauw Ling memperlambat langkahnya memasuki
perkampungan setelah menjumpai berbagai peristiwa selama
perjalanan ia berhasil mempelajari bagaimana cara menahan
diri. Baru saja mereka mendekati pintu perkampungan dari
tempat jauh tampaklah Cioe Cau Liong dengan memakai
pakaian perlente serta kuda jempolan menyongsong dari
dalam kampung. Ketika melihat munculnya Siauw Ling disana Cioe Cau Liong
buru-buru meloncat turun dari kudanya dan lari menyongsong.
Aaaakh.... Sam te sungguh tepat sekali saat kembalimu ke
dalam perkampungan katanya sambil tertawa beberapa hari
ini perkampungan Pek Hoa San cung lagi mencapai jaya2nya
banyak jago lihay dari kalangan Bulim yang berdatangan.
Kalau begitu kedatangan Siauwte sangat kebetulan sekali"
seru Siauw Ling hambar. Siauw heng sama sekali tidak menyangka kalau sam te bisa
sedemikian cepatnya kembali ke dalam perkampungan
barusan saja kami menerima kabar ini melalui merpati yang
mengatakan samte telah kembali ke dalam perkampungan.
Eeei.... siapa tahu belum saja Siauw heng keluar kampung
untuk menyambut samte telah tiba.
Sembari berkata sinar matanya menyapu sekejap wajah
Kiem Lan serta Giok Lan berdua tampak olehnya wajah kedua
orang ini kucal dan keletihan agaknya selama ini mereka
melakukan perjalanan cepat.
Siauw Ling mendehem setelah ragu2 beberapa kali ujarnya
juga.... Entah apakah ayah serta ibuku telah tiba disini"
Oooow apakah kedua orang tuamu pun sudah tiba disini"
tanya Tjioe Tjau Liong dengan wajah melengak....
Dengan ketajaman mata Siauw Ling ia dapat melihat sikap
ini sengaja diperlihatkan kepadanya kepadanya hal mana
menambah rasa gusar yang telah berkobar di dalam dadanya.
Tak tertahan lagi ia tertawa dingin.
Bukankah Jie Cungcu ikut di dalam perundingan rahasia ini
apakah kau tidak tahu mengenai persoalan ini"
Kembali Cioe Cau Liong teretegun.
Samte kalau bicara perlahan-lahan jangan keburu napsu
Siauw heng betul2 tidak tahu katanya sambil tertawa.
Dari dalam sakunya Siauw Ling mengambil keluar surat
yang ditulis oleh Djen Bok Hong sembari diangsurkan kedepan
ujarnya, Kalau Djie Tjung-tju benar tidak tahu. Nah ambillah surat
ini dan periksa sendiri. Mungkin TOako berani demikian karena mengandung
maksud yang mendalam ujar Tjioe Tjau Liong setelah
membaca isi surat itu, kemungkinan sekali orang2 Bulim telah
menimpahkan segala kemarahannya ke atas tubuh kedua
orang tuamu. Hmmm, sekarang rasanya Djie Tjung-tju sudah paham
bukan kata Siauw Ling sambil menarik kembali surat itu.
Sudah paham, aku segera menemani kau pergi menjumpai
toako, aku rasa ia tentu ada pertanggung jawabnya.
Aku hanya bertanya kepada Djie Tjungtju apakah kedua
orang tuaku sudah tiba disini atau belum.
Tjioe Tjau Liong yang mendengar pemuda ini sedikit2
memanggil dirinya dengan sebutan Djie Tjung-tju dan
walaupun nadanya tenang tapi susah menutupi pergolakan
hatinya serta hawa gusar yang bergelora di dalam dada
pemuda itu Segera ia tahu kalau urusan ini sangat penting sudah tentu
saja Tjioe Tjau Liong tidak berani mengambil keputusan,
dengan wajah penuh senyuman katanya.
Siauw heng benar2 tidak tahu tentang soal ini.
Apakah surat ini palsu" tukas Siauw Ling cepat.
Menurut apa yang Siauw heng lihat surat ini memang
betul2 tulisan Toako dan pasti bukan barang palsu.
Ia merandek sejenak lalu sambungnya.
Sewaktu Sam-te berjumpa dengan Toako nanti aku rasa
Toako bisa memberi penjelasan yang lebih terang lagi
kepadamu. Baiklah mari kita pergi menjumpai Toako kemudian baru
bicarakan lagi urusan ini.
Perlahan lahan Cioe Cau Liong mengalihkan sinar matanya
ke atas tubuh Kiem Lan serta Giok Lan katanya dingin.
Kalian berdua ayo kembali kepesanggrahan Lan Hoa Cing
Si. Kedua orang dayang itu mengiakan tapi badannya tetap
berdiri tak berkutik dari tempat semula.
Melihat perintahnya tidak digubris Cioe Cau Liong
berkelebat lewat dari sisi Siauw Ling mendekati diri Kiem Lan
sambungnya kembali, Hey kalian sudah dengar belum ayoh
kembali kepesanggrahan Lan Hoa Cing Si.
Terima kasih atas perhatianmu, Djie Tjung-tju tak usah
repot memberi perintah kepada mereka mendadak Siauw Ling
menukas dengan nada dingin.
Sam-te apa yang kau ucapkan" seru Tjioe Tjau Liong
sambil putar badan. Kiem Lan serta Giok Lan oleh TOa Tjungtju sudah
dihadiahkan buat Siauw-te, aku tidak berani merepotkan Djie
Tjungtju untuk mengurusi mereka lagi!
Air muka Tjioe Tjau Liong kontan berubah hebat, tapi
sebentar kemudian ia sudah tertawa hambar.
"Sam-te! tahukah kau bagaimana peraturan yang ada
dalam perkampungan Pek Hoa San Tjung ini?" tanyannya
"Tidak tahu." Sam-te belum lama menggabungkan diri dengan
perkampungan Pek Hoa San Tjung, tidak aneh kalau kau tidak
tahu dalam perkampungan kita ada tercantum peraturan yang
pertama berbunyi: Setiap anggota perkampungan dilarang
membangkan perintah dari tingkat yang lebih atas.
Siauw Ling segera mendongak tertawa terbahak bahak
sehabis mendengar ucapan itu.
"Haaa haaaaa haaaaaa, Djie Tjungtju aku ingin bertanya
kepadamu apa kedudukanku dalam perkampungan Pek Hoa
San Tjung ini?" "Orang Kangouw siapa lagi yang tidak kenal kau Siauw Ling
sebagai Sam Tjungtju dari perkampungan Pek Hoa San
Tjung?" ujar Tjioe Tjau Liong sambil tertawa.
"Jadi kalau begitu di dalam perkampungan Pek Hoa San
Tjung ini hanya kedudukan Toa Tjungtju saja yang lebih tinggi
dari kedudukanmu?" "Tidak salah!" "Entah bagaimana pandangan Djie Tjungtju terhadap aku
Siauw Ling?" "Saudara angkat hubungan erat bagaikan saudara kandung
sendiri." "Bagus, bagus sekali jadi kalau begitu ayah ibu Siauw Ling
sama pula dengan ayah ibumu?"
"Hal ini sudah tentu" jawab Tjioe Tjau Liong kelihatan
tertegun. "Tapi kalian tidak menghormati kaum yang lebih tinggi,
kalian menangkap kedua orang tuaku sebagai barang
jaminan." Sembari berkata dari sepasang mata Siauw Ling
memancarkan cahayanya penuh napsu membunuh yang
melototi wajah Tjioe Tjau Liong tanpa berkedip
Pada saat ini dalam hati kecil Cioe Cau Liong sudah timbul
rasa jeri terhadap pemuda she Siauw ini ia segera tertawa
hambar. Bagaimana terjadinya persoalan ini Siauw heng benar2
tidak tahu selamanya Toako bertindak dan berbuat dengan
disertai rencana yang masak aku rasa ia berani berbuat
demikian tentu disertai pula dengan maksud tertentu.
Oooouw.... kalau begitu walaupun kedudukan Jie Cungcu
dalam perkampungan sangat tinggi hal mana tidak lebih hanya
nama kosong belaka. Beberapa patah kata ini bagaikan sebilah golok yang
menghujam ke dalam ulu hati Cioe Cau Liong memaksa hawa
gusarpun ikut menerjang naik ke atas benak ia tertawa dingin.
Kakak beradik ada tingkatan Samte aku harap kau sedikit
berhati2 kalau bicara. Orang2 perkampungan Pek Hoa San Cung kalau
memandang aku orang she Siauw sebagai sahabat karib ia tak
akan menawan kedua orang tuaku sebagai barang jaminan.
Dalam hati Cioe Cau Liong menyadari bila ia banyak bicara
maka urusan semakin berabe buru-buru ia alihkan bahan
pembicaraan. Ayoh jalan: aku hantar kau menemui Toako.
Tanpa menunggu jawaban lagi dengan langkah lebar ia
berjalan kedepan. Siauw Lingpun tidak banyak bicara, ia menguntit dari
belakang Tjioe Tjau Liong dengan langkah cepat pula.
Kiem Lan serta Giok Lan saling bertukar pandangan sekejap
lain secara diam2 mengikuti pula dari belakang Siauw Ling.
Setelah melewati beberapa buah halaman luas sampailah
mereka didepan loteng Wang Hoa Loo
Pintu diloteng sebelah bawah tertutup rapat diatas tiang
tergantung sebuah papan nama yang berukiran kata kata:
Tidak menerima tetamu. Sesudah melihat papan itu Tjioe Tjau Liong segera
berpaling kepada Siauw Ling, katanya.
Saat ini Toako sedang beristirahat, ia tidak terima tamu,
bagaimana kalau nanti kita datang lagi"
Hmmm! setelah menyambut diri sebagai saudara, mengapa
harus memandang kita sebagai tamu"
Tanpa sungkan2 lagi Siauw Ling menggerakkan telapak
kirinya menghantam pintu tersebut keras.
Hey, cepat buka pintu: teriaknya keras.
Hantaman yang disertai hawa pukulan dahsyat ini
menggetarkan pintu loteng sehingga berbunyi tiada hentinya.
Air muka Tjioe Tjau Liong berubah hebat, buru-buru
badannya menyingkir kesamping.
Sepasang pintu yang tertutup rapat rapat, mendadak
terbuka dan muncullah seorang lelaki bersenjata golok berdiri
didepan pintu dengan sikap jumawa.
Setelah memandang sekejap wajah Tjioe Tjau Liong serta
Siauw Ling bergantian, tegurnya dingin.
"Siapa diantara kalian yang menghantam pintu keras
keras?" "Aku, Sam Tjung-tju Siauw Ling."
"Apa Sam Tjung-tju tidak bisa membaca papan nama yang
bergantung didepan pintu?"
"Kalau sudah baca mau apa?"
"Dalam keadaan dan saat seperti ini Toa tjung-tju tidak
terima tamu, setelah Sam Tjung-tju mengetahui hal ini dan
menghantam pintu pula, bukankah tindakanmu ini merupakan
suatu kesengajaan?" "Anjing keparat! sungguh besar nyalimu Bangsat...." maki
Siauw Ling penuh kegusaran.
"Perintah Toa Cungcu berat bagaikan gunung sekalipun Jie
Cungcu sendiri juga harus menurut sambung lelaki itu dingin."
Mendadak Siauw Ling mengayunkan tangan kanannya
memerseni sebuah tempelengan keras ke atas pipi lelaki
tersebut. "Anjing keparat! anak jadah! kau berani bersikap kurang
ajar terhadap diriku?"
Pertama karena gerakan Siauw Ling sangat cepat kedua
lelaki itu sama sekali tidak membuat persiapan maka


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tempelengan ini bukan saja bersarang dengan telak bahkan
berat sekali membuat lelaki itu kehilangan dua biji giginya dan
darah segar mengucur membasahi seluruh badan.
Melihat kejadian itu Cioe Cau Liong kerutkan dahi bibir
bergerak tapi sebentar kemudian ia sudah batalkan kembali
maksudnya.... Lelaki berbaju singsat itu berdiri tertegun kemudian
ujarnya.... Perintah dari Toa Cungcu hamba tidak berani
membangkang sekalipun semisalnya hamba memberi ijin
kepada Jie Cungcu serta Sam Cungcu untuk masuk melalui
pintu inipun penjaga yang ada dikedua belas tingkat lainnya
tak akan melepaskan kalian berdua.
"Barang siapa yang bernyali berani menghadang
perjalananku ini berarti ia sudah bosan hidup! ayoh cepat
menyingkir!" teriak Siauw Ling dingin.
Dengan langkah lebar segera menerjang ke dalam ruangan
loteng. Lelaki kekar itu buru-buru mundur dua langkah goloknya
dengan cepat dicabut keluar.
"Perintah Toa Cungcu sangat keras, bila Jie Cungcu serta
Sam Cungcu ada maksud masuk dengan andalkan kekerasan,
maaf terpaksa hamba harus berbuat dosa dengan kalian
berdua." Sinar mata Siauw Ling berkilat penuh napsu membunuh
sembari berpaling memandang sekejap wajah Tjioe Tjau Liong
ujarnya, "Orang ini tidak menghormati kita yang
berkedudukan lebih tinggi patutkah ia dibunuh?"
Kalau dibicarakan menurut peraturan perkampungan kita ia
harus dibunuh tapi.... ia sedang menjalankan perintah dari
Toako. Kalau patut dibunuh orang ini tak boleh diampuni lagi tukas
Siauw Ling. Tangan kirinya dikebut keluar menghantam lengan kanan
lelaki tersebut yang mencekal golok sedang tangan kanannya
laksana kilat mengirim sebuah pukulan.
Tangan kirinya ia menggunakan ilmu menotok jalan darah
Cap Jie Lan Hua Hu Hiat So sedang tangan kanannya
mengeluarkan ilmu telapak berantai Lian Huan San Tiam Ciang
Hoat. Dua macam ilmu silat yang maha sakti digabungkan
menjadi satu kedahsyatannya susah dibayangkan.
Dengan ngotot silelaki kesar itu menerima empat lima jurus
serangan pemuda itu akhirnya tak kuasa lagi jalan darah Ci Ti
Hiat pada iga kanannya kena disodok oleh Siauw Ling
sehingga menjadi kaku dan golokpun terjatuh ke atas tanah.
Sekali tendang Siauw Ling menyepak badan lelaki itu jatuh
tersungkur ke atas tanah ujarnya dingin.
Mengingat kesalahan ini baru kau lakukan untuk pertama
kalinya aku hanya memberi sedikit pelajaran saja kepadamu
kalau dikemudian hari kau masih tidak menyesali
perbuatanmu ini. Hmmm! hati2 dengan selembar nyawa
anjingmu. Dengan langkah lebar ia melanjutkan terjangannya
keloteng tingkat kedua. Cioe Cau Liong yeng mengikuti dari belakang membungkam
diri selama ini karena ia tahu perasaan Siauw Ling pada saat
ini sedang bergolak wajahnya penuh hawa napsu membunuh
dan hatinya sedih kalau ia turun tangan mencegah maka
jadinya akan lebih hebat lagi.
Dasar wataknya memang licik dan banyak akal selamanya
ia tidak ingin berbuat sesuatu hal yang tidak berpegangan
kerana itu sambil membungkam ia mengikuti dari belakang
Siauw Ling naik keloteng tingkat dua.
Kiem Lan serta Giok Lan saling bertukar pandangan sekejab
bisiknya lirih, "Bagaimana dengan kita" mau ikut Sam-ya naik
ke atas." "Benar. kita ikut naik," sahut Giok Lan dengan wajah yang
sudah mantap. "Kalau Sam-ya mengalami celaka ditangan Toa
Cungcu kau anggap kita bisa hidup dengan merdeka" Kalau
Sam-ya selamat ia pasti tak akan membiarkan Toa Cungcu
menjatuhi hukuman mati kepada kita...."
"Ehmm.... akupun berpikir demikian."
Tanpa buang tempo lagi kedua orang dayang inipun ikut
lari naik ke atas loteng tingkat kedua.
Diloteng tingkat kedua berdirilah dua orang lelaki
berpakaian singsat warna hitam menghadang, perjalanan
beberapa orang itu orang yang ada disebelah kiri mencekal
senjata golok sedang orang yang ada disebelah kanan
mencekal sepasang Pak Koan Pit.
Jelas kedua orang ini sudah bersiap sedia dengan
senjatanya sewaktu mendengar suara ribut2 diloteng
terbawah. Kalian kenal dengan aku" tanya Siauw Ling dengan nada
dingin sepasang matanya melotot gusar.
Petugas diatas loteng Wang Hoa Loo hanya taat dengan
perintah Toa Cungcu terhadap orang lain sama sekali tidak
kenal, jawab silelaki bersenjata golok dengan suara yang
wajar. Kurangajar, kembali Siauw Ling berteriak marah. Orang2
dalam perkampungan Pek Hoa San cung memanggil aku
dengan sebutan Sam Cungcu kalian anggap sebutan ini hanya
sebutan kosong belaka. Loteng Wang Hoa Loo adalah tempat tinggal Toa Cungcu
kata silelaki yang bersenjatakan Pan Koan Pit. Sudah
sewajarnya tempat ini diatur penjagaan yang keras kecuali
memperoleh panggilan dari Toa Cungcu siapapun dilarang
naik ke atas loteng. "Kalau aku bersikeras ingin naik?"
"Walaupun kami kenal dengan cungcu berdua tapi senjata
tak bermata sudah tentu tak kenal siapa yang bernama Sam
Cungcu jawab lelaki yang ada disebelah kiri."
"Anjing keparat, kau harus rasakan kelihayanku."
Dengan penuh kegusaran Siauw Ling menggerakkan
goloknya pukulan ilmu menotok Siauw Loo Sin Ci sudah
bersarang dalam perutnya.
Tak tertahan lagi orang itu muntah darah dan jatuh
terjengkang ke atas tanah,
Sinar mata Siauw Ling segera dialihkan ke atas wajah lelaki
bersenjata Pan Koan Pit itu.
"Kalau kau masih ingin nyawamu" ayoh cepat menyingkir,"
bentaknya keras. Lelaki ini sama sekali tidak menyangka hanya dalam sekali
serangan saja Siauw Ling berhasil merubuhkan kawannya ia
jadi tertegun untuk beberapa saat.
Menanti Siauw Ling menegur ia baru sadar kembali
sepasang pit segera digerakkan mengancam dua buah jalan
darah diatas tubuh Siauw Ling. Melihat dirinya diserang
pemuda kita tertawa dingan.
"Hmm jadi kau ingin cari mati" baik jangan salahkan aku
bertindak keji terhadap kalian."
Badannya menyingkir kesamping meloloskan diri dari
datangnya serangan sepasang pit ini dengan cepat badan
mendesak lebih kedepan tangan kanan mengirim sebuah
babatan dahsyat ke arah dada lawan.
Serangan ini memaksa lelaki itu harus menarik kembali
sepasang pitnya tapi belum sempat ia melakukan sesuatu
Siauw Ling sudah memutar tangan kirinya mencengkeram
lengan kiri lelaki tersebut.
Pleeetak! tidak ampun lagi lengan kiri lelaki tadi kena
dihajar putus jadi dua bagian.
Hmm untuk sementara hanya kupatahkan sebuah lengan
kirimu tapi kalau lain kali berani kurang ajar lagi jangan harap
kau bisa hidup,.... Sekali sepak badan lelaki itu kena terhajar telak hingga
menggelinding ke atas tanah.
Tanpa perduli korbannya lagi dengan langkah lebar Siauw
Ling melanjutkan perjalanannya naik keloteng tingkat ketiga.
Setelah lengan kirinya kena dipatahkan tadi lelaki
bersenjata Pan Koan Pit itu kesakitan luar biasa diam2 ia
kerahkan semua hawa murni yang ada untuk melawan rasa
sakit tersebut siapa sangka kena ditendang jalan darahnya
oleh pemuda itu badannya seketika menggeletak diatas tanah
sekalipun melihat Siauw Ling naik keloteng tingkat ketiga itu
tak berhasil mencegah. Sebaliknya Cioe Cau Liong yang melihat tindak tanduk
Siauw Ling yang gila dimana berturut2 melukai penjaga dua
tingkat dalam hati merasa sangat terperanjat.
Teringat olehnya dari ketiga belas tingkat penjaga loteng
Wang Hoa Loo ini setingkat lebih dahsyat dari tingkat yang
lain maka pertarungan macam Siauw Ling ini makin lama
makin seru ditambah pula para penjaga loteng ini merupakan
jago-jago pilihan dari perkampungan Pek Hoa San cung bila
Djen Bok Hong melihat anak buahnya dihancurkan ia pasti tak
akan merasa puas. "Kemungkinan sekali diantara saudara sendiri akan segera
terjadi suatu pertempuran yang mengerikan."
Selagi ia berpikir mereka telah tiba diloteng tingkat ketiga.
Sejak loteng Wang Hoa Loo ini dikacau oleh si pendekar
pincang Ciang Toa Hay beserta kedua orang muridnya
beberapa bulan berselang dimana banyak penjaga yang kena
dilukai, Djen BOk Hong telah mengatur penjagaan disini lebih
teliti lagi. Saat ini sipenjaga loteng tingkat ketiga adalah seorang
kakek tua berusia kurang lebih lima puluh tahunan ditangan
kirinya mencekal sebuah tameng besi sedang tangan
kanannya mencekal sebilah golok pendek wajahnya hijau
membesi dan berdiri dengan sikap angker.
Sewaktu ia melihat munculnya Cioe Cau Liong serta Siauw
Ling mulut tetap membungkam sikapnya amat dingin.
"Eeeeii kau kenal siapa aku?" tegur Siauw Ling sambil
berjalan mendekati orang itu.
Tanpa menoleh atau memandang wajah Siauw Ling kagi si
kakek tua itu menjawab dengan suaranya yang ketus, "Kau
adalah Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San cung."
"Setelah mengetahui kedudukanku mengapa kau tidak
hunjuk hormat kepadaku?"
"Orang yang ada diloteng Wang Hoa Loo kecuali berjumpa
dengan Djen Bok Hong kepada siapapun tidak pernah
memberi hormat." "Hmm sungguh besar bacotmu...."
Ia merandek sebentar lalu bentaknya keras, "Ayoh
menyingkir" "Hee heee heee bawa kemari."
"Apanya yang bawa kemarii?"
"Leng pay tanda perintah dari Toa Tjungtju."
"Aku hendak masuk dengan gunakan kedudukan San
Tjung-tju ku, tidak usah menggunakan Leng pay lagi."
"Kalau Sam Tjung-tju suka mendengarkan nasehat baik
dari cayhe, lebih baik untuk sementara waktu turun dari loteng
ini." "Kalau aku bersikeras ingin naik?"
"Terpaksa kita harus berduel, kalau bukan kau yang mati
adalah aku yang musnah" jawab si kakek itu sambil
membenturkan tameng besi ketangan kirinya dengan golok
ditangan kanannya. "Bagus, naah berhati hatilah."
Ditengah suara bentakan keras sebuat babatan dahsyat
telah meluncur kedepan. Si kakek tua itu segera mendorong tameng besi yang ada
ditangan kirinya kedepan menerima datangnya serangan dari
Siauw Ling ini sedangkan golok pendek ditangan kanannya
dengan jurus Tan Hong Liauw Im atau Hong merah menyekop
awan menggulung keluar. Tameng besi adalah sebuah benda yang licin lagi mengkilap
ketika telapak Siauw Ling menghantam diatas tameng besi itu
kontan tangannya kena disingkirkan kepinggir.
Siauw Ling segera menggerakkan badan kesamping
meloloskan diri dari babatan lawan kakinya diangkat
melancarkan sebuah tendangan menghajar lambung si kakek
itu. Ternyata kakek tua ini tidak lemah, dia tekan pergelangan
kirinya dibawah tameng besinya mengunci tubuh bagian
bawah, sedangkan golok pendek ditangan kanannya bagaikan
kilat membabat kaki kanan Siauw Ling.
Ketika pemuda she Siauw melihat penjagaan tubuh dari si
kakek tua ini sangat ketat dengan cepat dia menarik kembali
kakinya yang sedang melancarkan tendangan.
Mengambil kesempatan yang baik ini si kakek mendesak
lebih kedepan tameng besi digunakan sebagai penjagaan
golok pendek mengambil peranan penyerang serangan2 yang
dilancarkan ternyata luar biasa hebatnya.
Kena diserang dengan begitu gencar Siauw Ling kena
didesak sehingga berturut2 mundur lima langkah ke belakang.
"Samya silahkan menggunakan senjata" bisik Kiem Lan
lirih. Melihat Kiem Lan membantu pemuda itu Cioe Cau Liong
dengan gusar segera memaki, Budak anjing jangan banyak
bicara, Serangan Siauw Ling tiba-tiba berubah ia balas
melancarkan serangan2 gencar.
Angin menderu2 bayangan telapak menyilaukan mata
dalam sekejap mata empat jurus sudah berlalu dengan
cepatnya memaksa kakek itu harus banyak bertahan.
Walaupun si kakek tua itu kena dipaksa mengubah posisi
dari menyerang jadi bertahan tetapi pertahanan badan bagian
bawahnya masih kuat sedikitpun tiada lubang2 kelemahan.
Pertarungan kembali berlangsung puluhan jurus banyaknya
tanpa berhasil menentukan siapa menang siapa kalah.
Melihat situasi demikian mendesak Giok Lan segera
mencabut keluar pedangnya yang tersoren dipunggung.
"Sam-ya terima pedangnya" teriaknya, "Jelas kedua orang
ini sudah bulatkan tekad untuk menyertai sang pemuda
kendati Cioe Cau Liong ada disisinya merekapun tidak mau
tahu." Melihat tindakan kedua budak itu meledaklah hawa amarah
cioe Cau Liong tapi belum sempat ia menegur tiba-tiba Siauw
Ling sudah membentak keras, Lepas tangan.
Braaaak! sebuah hantaman dengan telak bersarang pada
pergelangan kanan si kakek tua itu golok pendeknya tak kuasa


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi terlepas dan jatuh ketanah,
Setelah berhasil mengenai sasarannya Siauw Ling tidak
membiarkan orang tua itu melarikan diri lagi menggunakan
kesempatan tersebut kaki kanannya menendang pergelangan
kiri si kakek membuat tameng besi terlepas pula dari
genggaman sedang kelima jari tangan kirinya segera
mencengkeram pundak kiri orang itu kencang2.
"Kedudukanmu rendah, berani menghina atasan tahu apa
kau hukuman terhadap dosa macam ini!" bentaknya dingin.
Si kakek tua itu memejamkan matanya rapat2 ia tidak mau
gubris dan bungkam dalam seribu bahasa.
Siauw Ling yang melihat kekukuhan si orang tua ini hatinya
segera rada bergerak pikirnya, Mengapa orang ini bersikap
begitu setia kepada Djen Bok Hong bahkan memandang mati
bagai pulang kerumah" dibalik kesemuanya ini pasti
tersembunyi hal2 yang sangat rahasia aku harus
menyelidikinya sampai terang.
Karena berpikir demikian iapun membentak dingin, "Kau
sudah tidak ingin jiwamu lagi?"
"Samte jangan bunuh orang seru Cioe Cau Liong dari
samping dengan hati cemas."
Pada dasarnya Siauw Ling memang tidak bermaksud
membinasakan si kakek tua ini meminjam kesempatan ini
mengikuti aliran sungai mendorong perahu ia tarik kembali
telapak tangannya. "Karena ada perintah dari Jie Cungcu ku ampuni jiwamu
satu kali ini." Pada saat itulah dari atas loteng berkumandang datang
suara gelak tertawa yang sangat menyeramkan,
"Haaaa.... haa tingkatan ada urutannya dalam keadaan
gusar Samte masih suka mendengar diantara kita sebetulnya
masih ada...." Siauw Ling segera mendongak tampak badan Djen BOk
Hong yang tinggi besar tapi bongkok itu berdiri dimulut loteng
tingkat keempat wajahnya penuh senyuman dan saat ini
sedang memandangi beberapa orang itu dengan ramah,
"Menghunjuk hormat buat Toako" buru-buru Cioe Cau
Liong menjura dengan penuh rasa hormat.
"Jie te tak perlu banyak adat."
Agaknya orang ini benar2 mempunyai pengaruh yang amat
besar untuk menindas kewibawaan seseorang walaupun pada
saat ini Kiem Lan serta Giok Lan ada maksud mengikuti jejak
Siauw Ling tapi setelah menjumpai diri Djen BOk Hong mereka
jatuh ketakutan sehingga badannya gemetar keras.
Tak kuasa lagi kedua orang dayang ini jatuhkan diri
berlutut. "Budak sekalian mengunjuk hormat buat Toa Cungcu."
Djen Bok Hong tertawa hambar.
"Kalian berdua telah menemani Sam Cungcu melakukan
perjalanan jauh kamu terhitung punya jasa yang besar ayoh
cepat bangun." Agaknya Kiem Lan dan Giok Lan sama sekali tidak
menyangka Djen Bok Hong bisa bersikap demikian ramah
dengan mereka setelah tertegun beberapa saat lamanya
mereka baru bangun berdiri.
"Terima kasih atas kemurahan hati Toa Cungcu."
Djen Bok Hong tidak menggubris mereka lagi sinar
matanya dialihkan diatas wajah Siauw Ling.
Karena siauw-te banyak mengikat tali permusuhan dengan
para jago dikolong langit katanya halus mau tak mau aku
harus memperketat penjagaan disekeliling loteng Wang Hoa
Loo ini anak buahku tidak tahu dan ternyata menghadang pula
perjalanan Jie te serta Sam te, ini berarti mereka tidak tahu
diri dan ingin mencari penyakit buat diri sendiri aku tak bisa
menyalahkan Samte turun tangan memberi pelajaran kepada
mereka. "Sungguh aneh sekali sikap Toa Cungcu kali ini" pikir Cioe
Cau Liong dalam hatinya. Setelah selesai mendengar ucapan dari Toakonya ini loteng
Wang Hoa Loo sudah terkenal sebagai daerah terlarang yang
tidak memperkenankan siapapun masuk keluar semaunya,
orang yang sudah tinggal dalam perkampungan Pek Hoa San
cung tentu mengetahui akan hal ini. Mengapa saat ini ia malah
bicara dengan begitu sungkan"
Waktu itu Djen Bok Hong telah melanjutkan kembali
kata2nya. "Samte baru saja pulang dari tempat kejauhan Siauw
hengpun sudah seharusnya menanyakan kisa perjalananmu.
Nah mari naik ke atas loteng kita tiga bersaudara minum
beberapa cawan arak sambil merundingkan suatu hal dengan
kalian berdua." Beberapa kali Siauw Ling menggerakkan bibirnya hendak
bertanya dimanakah orang tuanya berada tapi beberapa kali
pula terpaksa harus menahan sabar karena tidak menjumpai
kesempatan yang baik. Tanpa banyak cakap lagi ia melangkah terlebih dahulu naik
ke atas loteng tingkat keempat.
Kiem Lan serta Giok Lan saling bertukar pandangan
sekejap, hati mereka bimbang dan ragu haruskah mengikuti
Siauw Ling naik ke atas loteng atau tidak.
Ketika itulah Cioe Cau Liong telah berpaling dan
memandang sekejap wajah kedua orang dayang itu. Loteng
Wang Hoa Loo bukan tempat cocok buat kalian untuk tancap
kaki ayoh cepat turun dari sini.
"Tunggu sebentar" seru Djen Bok Hong sambil tertawa dan
melirik sekejap wjah kedua orang dayang itu."
"Saat ini kedudukan Kiem Lan serta Giok Lan adalah
dayang pribadi Samte. Sudah tentu mereka tak boleh
dipandang sebagai budak biasa, biarkan mereka ikut naik ke
atas loteng." Cioe Cau Liong kembali dibikin tertegun, ia merasa sikap
Djen Bok Hong terhadap diri Siauw Ling terlalu ramah dan hal
ini belum pernah terjadi selama ini.
Memandang diatas wajah Sam Cungcu, Toa Cungcu
memberi keringanan buat kalian untuk ikut naik keloteng.
"Ayoh cepat berterima kasih."
Kiem Lan serta Giok Lan sama2 menjura kemudian
mengikuti dari belakang, Cioe Cau Liong naik ke loteng tingkat
ketiga belas. Sepanjang perjalanan dengan sepasang mata yang tajam
Siauw Ling memperhatikan penjaga2 yang ditemuinya. Ia
merasa penjaga yang berjaga disetiap tingkat, makin ke atas
usia orang itu makin lanjut bahkan sikapnya kukoay serta
dingin. Menanti mereka mencapai tingkat kesepuluh maka penjaga
ditempat itu adalah seorang kakek tua berambut putih
wajahnya dingin kaku sama sekali tidak terdapat perubahan
perasaan bahkan terhadap Djen Bok Hong sendiri tidak
pandang sebelah matapun. Walaupun Siauw Ling pernah satu kali mengunjungi loteng
ini tapi tempo dulu ia tidak terlalu memperhatikan sipenjaga
loteng2 ini sekarang sesudah memperhatikan dengan cermat
ia baru merasa orang2 tua ini memiliki sepasang mata yang
tajam. Jelas tenaga lweekang mereka sudah mencapai puncak
kesempurnaan. Diatas loteng tingkat ketiga belas meja perjamuan telah
dipersiapkan dan empat orang dayang cantik berbaju hijau
sudah menanti didepan meja perjamuan.
Djen Bok Hong mengambil tempat duduk dikursi tengah
Siauw Ling serta Cioe Cau Liong dikedua belah sisinya sedang
Kiem Lan Giok Lan duduk dipaling bawah,
Keempat dayang cantik berbaju hijau itu segera memenuhi
cawan masing-masing dengan arak setelah itu mengundurkan
diri. "Samte," kata Djen Bok Hong kemudian sambil angkat
cawannya. "Barusan saja kau pulang dari tempat kejauhan
tentu badanmu masih lelah."
"Mari Siauw heng menghormati dirimu dengan secawan
arak." Siauw Ling angkat cawannya ke atas meja.
Dalam hati Siauwte ada beberapa patah kata yang serasa
tak enak kalau tidak kuucapkan keluar.
"Samte silahkan bicara."
"Sewaktu siauwte kembali kedesa untuk menyambangi
kedua orang tuaku disepanjang jalan telah menjumpai banyak
cegatan2 dari jago-jago Bulim yang hendak memeriksa barang
bawaan Siauwte, karena sama sekali tidak berprasangka
siauwte membiarkan mereka memeriksa isi peti2 itu. Siapa
sangka isi dari peti tadi adalah sebuah batok kepala."
Air muka Djen Bok Hong sangat tenang selama mendengar
perkataan itu, ia tersenyum.
"Hal ini kulakukan sebagai rencana guna mempopulerkan
nama besar Sam te dalam dunia persilatan. Bagaimana reaksi
mereka setelah menjumpai batok kepala itu?"
Sebetulnya Siauw Ling ada maksud membongkar rahasia
betapa kejinya rencana busuk Djen Bok Hong agar orang2 itu
dibikin jengah dan kikuk.
Siapa sangka sikap Djen Bok Hong sangat tenang, agaknya
ia merasa sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan
persoalan ini tindakan tersebut membuat Siauw Ling merasa
jengkel bercampur gelisah untuk beberapa saat lamanya ia tak
sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Kiem Lan yang melihat pemuda itu membungkam dengan
beranikan diri segera menyambung,
Setelah orang2 itu menjumpai batok kepala tersebut
mereka tak bisa menahan diri dan menuduh Sam ya sebagai
sipembunuh orang itu. "Ehmmm...." Djen Bok Hong mengangguk sambil tertawa.
"Setelah mereka menjumpai batok kepala tersebut maka
terbuktilah apa yang selama ini tersiar dalam Bulim, tidak
aneh kalau dalam keadaan terkejut dan kaget mereka
mengambil suatu tindakan kasar."
"Toako," seru Siauw Ling tertegun beberapa saat. "Apa
maksudmu memberi sebuah batok kepala di dalam peti
tersebut sebagai hadiahku kembali kedesa?"
"Hmm....menurut pandangan Siauwte tindakanmu ini tidak
lebih hanya merupakan siasat meminjam pisau membunuh
orang, jengek sang pemuda dingin. Kalau aku kena dikerubuti
para jago Bulim itu sampai mati apa kau kira berharga
kematianku itu?" "Soal ini Samte boleh berlega hati potong Djen Bok Hong
sambil tertawa hambar Siauwte sudah melakukan persiapan2
untukmu asal Samte menjumpai mara bahaya maka ada orang
yang segera datang memberi bantuan kepadamu."
Ia merendek dan mendongak tertawa terbahak2
sambungnya. Tapi Siauw heng percaya dengan kepandaian silat yang
dimiliki Samte sekalipun kena dikerubuti juga tak bakal jatuh
kecundang. "Jadi kalau begitu Toako memang ada maksud2 tertentu?"
"Tidak salah kesemuanya ini berada dalam dugaan Siauw
heng." Ucapan ini mendatangkan golakan yang keras dalam dada
Siauw Ling sambil menekan hawa gusar tersebut katanya
lagi.... "Menawan orang tua siauwte juga termasuk rencana yang
telah disusun Toa Cungcu"'
Djen Bok Hong mengangguk....
"Kita orang2 perkampungan Pek Hoa San cung sudah
banyak mengikat permusuhan dengan orang lain jago-jago
Bulim memandang siauwte sebagai duri diatas mata kalau
tidak dicabut rasanya tidak leluasa dan peristiwa samte
menggabungkan diri dengan perkampungan Pek Hoa San
cung pun sudah diketahui oleh semua jago yang ada dikolong
langit kalau Siauw heng tidak menjemput kedua orang tuamu
masuk keperkampungan Pek Hoa San cung bagaimana kalau
sampai mereka kena diculik oleh para jago Bulim?"
Siauw Ling yang melihat air muka orang itu sangat tenang
bahkan ucapan ini bagaikan sedang menegur dirinya dan apa
yang ia tanyakan sudah berada dalam dugaannya, hati jadi
bergerak pikirnya, Agaknya ia sudah melakukan persiapan2
untuk menghadapi peristiwa ini kalau aku cari gara2 maka
keadaan akan termakan kembali dalam dugaannya....
Karena berpikir demikian sambil menekan hawa napsu
amarah yang berkobar didada ia bangun berdiri seraya
menjura, "Cara berpikir Toako benar2 amat teliti siauwte
merasa sangat berterima kasih ujarnya sambil tersenyum."
Tindakannya ini sedikitpun tidak salah, telah mendapatkan
rasa diluar dugaan bagi Djen Bok Hong. Tampak ia tertegun
dan wajahnya memperlihatkan perasaan terperanjat.
Tapi dalam sekejap saja perasaan tersebut sudah lenyap
dari pandangan ia tertawa terbahak bahak.
Sejak semula siauwte sudah menduga kalau Sam te adalah
seorang yang cerdik dan berpikiran tajam, ternyata dugaanku
sedikitpun tidak salah, Sambil mengacungkan jempolnya ia menambahkan,
"Seorang lelaki sejati bisa bertindak sesuatu dengan keadaan.
Samte ternyata kau cukup terlatih dalam hal ini."
Mendengar sindiran itu Siauw Ling merasa bagaikan ulu
hatinya ditusuk dengan sebilah pisau, seluruh badannya
gemetaran keras. Tapi ia tahu soal keselamatan orang tuanya jauh lebih
penting, ia tak boleh bertindak sembarangan karena sedikit
persoalan, karenanya sambil paksakan diri memperlihatkan
suatu senyuman ujarnya "Entah bolehkah Siauw te pergi menyambangi kedua orang
tuaku." "Setelah kita berada sebagai saudara angkat, orang tuamu
sama pula dengan orang tuaku. Tidaklah mungkin aku akan
menyiksa kedua orang tua tersebut, tentang soal ini harap
samte berlega hati."
"Bukannya begitu, sudah banyak tahun siauwte tidak
pernah berjumpa dengan wajah beliau. Hatiku sangat risau
dan ingin cepat-cepat menyambangi mereka."
"Haa....haa.... karena perjalanan yang jauh dengan kereta,
saat ini kedua orang tuamu sedang beristirahat. Sam te apa
gunanya kau gelisah tidak keruan, menanti kedua orang
tuamu sudah pulih kembali kesehatannya rasanya Samte
belum terlambat untuk menyambangi mereka."
Mendengar perkataan tersebut Siauw Ling tak bisa
membendung hawa gusarnya lagi. Ia segera bangun berdiri,


Bayangan Berdarah Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Giok Lan jadi cemas melihat tindakan yang gegabah dari
pemuda ini, dari bawah meja buru-buru menyentil kaki Siauw
Ling. Tampak Siauw Ling menghantam meja perlahan seraya
berteriak, "Cara Toako berpikir sangat cermat sekali. Siauwte
harus mengucapkan terima kasih kepadanya."
Dia adalah seorang cerdik setelah mendapat peringatan
dari Giok Lan adalah pikirnya segera tersadar kembali karena
itu niatnya segera diubah dan sambil menyingsing baju dia
sungguh2 mau berlutut. Djen Bok Hong segera mengulapkan tangan kanannya,
segulung tenaga pukulan menahan badan pemuda itu untuk
berlutut. "Sam te tak perlu banyak adat, katanya serius, Siauw heng
ada beberapa patah perkataan yang penting hendak
dibicarakan dengan diri Sam-te...."
Mengambil kesempatan itulah Siauw Ling duduk kembali
kekursinya. "Toako ada perkataan apa?"
Setelah kemunculan Siauw heng kali ini aku sudah
merencanakan untuk menempatkan diri Sam-te sebagai salah
seorang musuh tangguhku, setelah ku lihat kecerdikanmu
dalam menghadapi perobahan ini hari, semakin membuktikan
kalau pandanganku tidak meleset....
Toako terlalu memuji. Ada pepatah mengatakan: Satu daerah tak mungkin
muncul dua jago apalagi perkampungan Pek Hoa San cung
yang demikian kecil, mana mungkin bisa dikuasai oleh Siauw
heng serta Samte dua orang enghiong sekaligus"
"Toako berpikir terlalu jauh. Siauw-te sama sekali tidak
bermaksud untuk merebut kedudukan itu."
"Sekalipun Samte tidak sudi berebut nama maupun
kekuasaan tapi cara berpikir kita dua orang sangat
berlawanan, bagaimanapun juga pada suatu hari kita akan
berhadapan sbg musuh tangguh."
"Oleh karena itu Toako menawan kedua orang tuaku
sebagai barang jaminan agar aku bisa jual nyawa untuk
perkampungan Pek Hoa San cung kalian?"
"Sebelum hujan sedia payung apa salahnya?" sahut Djen
Bok Hong sambil tertawa hambar.
Air muka Siauw Ling berubah hebat sebentar hijau sebentar
memutih dalam sekejap saja pengalamannya bertambah lagi.
"Samte!" ujar Djen Bok Hong kemudian sambil angkat
cawan. "Bagaimana kalau kita keringkan cawan arak ini?"
Perlahan-lahan Siauw Ling mengangkat cawan arak.
"Setelah Toako memandang siauwte sedemikitan tingginya,
mengapa kau tidak turun tangan keji untuk membokong
diriku, sebaliknya menimpakkan penderitaan ini pada kedua
orang tuaku yang telah tua dan berbadan lemah."
Dikolong langit banyak urusan yang susah dijelaskan
apabila Siauw heng mengundang datang kedua orang tuamu
sama sekali tidak bermaksud mencelakainya.
Kali ini Siauw Ling betul2 tak dapat menahan diri lagi tak
kuasa ia menghantam meja keras2.
"Toako demikian tak berbudi, jangan salahkan kalau
siauwtepun tidak setia...."
Sreeet ia robek ujung jubah sendiri lalu dilempar ke atas
meja, teriaknya, Ini hari juga kita saudara robek jubah putus
hubungan, sejak kini masing-masing hidup secara berpisah.
Djen Bok Hong mendongak tertawa terbahak2
Air dan api susah bersatu padu kita bersaudara cepat atau
lambat akan terjadi juga peristiwa macam ini hari....
Mendadak ia tarik kembali suara tertawanya dengan nada
dingin ia menambahkan, Setelah hubungan kita bersaudara
putus, sejak ini hari pula masing-masing pihak akan berusaha
untuk merebut dunia persilatan dengan andalkan kepandaian
serta kecerdikan masing-masing.
"Siauwte tidak bermaksud merebut dunia persilatan," seru
Siauw Ling tertegun. Tapi sebentar kemudian ia sudah merasa bahwa
keadaannya berada dalam saat2 kritis Djen Bok Hong sedang
bermaksud memanasi hatinya.
Terdengar Djen Bok Hong kembali tertawa dingin,
"Sekalipun kau tidak bermaksud merebut dunia kangouw
tapi aku orang she Djen merasa kaulah satu satunya
penghalang maksudku untuk menguasai Bulim."
Ia merandek sejenak dan bangun berdiri, Besok siang
harap kau suka datang kebawah loteng Wang Hoa Loo untuk
menjumpai orang tuamu. Saat ini maaf aku tak dapat
menemani dirimu lebih lama lagi.
Jelas dari ucapan tersebut bukan saja hubungan
persaudaraan mereka sudah putus bahkan saja saat ini ia
sedang mengusir pemuda tersebut dari tempat itu.
Hawa gusar bergelora dalam rongga dada Siauw Ling tapi
teringat akan keselamatan orang tuanya ia coba menahan diri.
Baik besok siang cayhe pasti datang menepati janju
serunya seraya menjura, Djen Bok Hong tersenyum.
"Maaf aku tak dapat menghantar terlalu jauh."
"Tidak berani merepotkan dirimu."
Sambil putar badan dengan langkah lebar pemuda ini
segera turun dari loteng.
Kiem Lan Giok Lan pun ikut bangun berdiri ikut berlalu.
"Duduk," mendadak Cioe Cau Liong membentak.
Agaknya kedua orang dayang itu sudah bulatkan tekadnya
mereka hanya melirik sekejab ke arah Cioe Cau Liong
kemudian meneruskan langkahnya turun dari loteng.
"Budak bangsat kalian mau membangkang?" teriak Jie
Cungcu dari perkampungan Pek Hoa San-cung ini semakin
gusar. Dengan cepat ia meloncat bangun siap melakukan
terjangan ke arah kedua orang dayang tersebut.
Tapi Djen Bok Hong sudah ulapkan tangan kanannya
segulung tenaga pukulan segera menghadang jalan pergi
orang she Cioe itu. "Lepaskan mereka pergi."
Kiem Lan Giok Lan berpaling lalu memberi hormat.
"Terima kasih Toa Cungcu."
"Tidak perlu banyak adat setelah kalian mengikuti Siauw
Ling berarti pula sudah bukan anggota perkampungan Pek
Hoa San cung kami lagi."
"Budak sekalian turut perintah daripada membangkang"
seru Kiem Lan sambil gertak gigi seraya menarik tangan Giok
Lan, buru-buru kedua orang itu berlalu.
Menanti ketiga orang itu sudah lenyap dari pandangan,
Cioe Cau Liong baru berpaling, ujarnya kebingungan, "Toako
kau benar2 bermaksud melepaskan kedua orang dayang ini?"
"Orang gelisah akan adu jiwa, anjing cemas akan lompat
tembok. Kalau Siauw Ling tak ada yang memberi nasehat dari
samping, tak terhindari suatu oertarungan sengit segera akan
berlangsung kata Djen Bok Hong sambil tertawa, jika sampai
begini bukankah usahaku selama ini akan sia2 belaka?"
"Perhitungan Toako betul2 hebat siauwte merasa tak dapat
menandinginya." Kembali Djen Bok Hong tertawa.
"Menurut dugaanku sepeninggalnya Siauw Ling kali ini ia
pasti tak berani tinggal terlalu lama disekitar perkampungan
Pek Hoa San cung turunkan perintah kepada masing-masing
pos pengintai untuk mengawasi segala gerak geriknya tapi
jangan turun tangan mengganggu."
Cioe Cau Liong mengiakan dan turun dari loteng untuk
melaksanakan perintah Toakonya....
"Kita balik pada Siauw Ling setelah turun dari loteng Wang
Hoa Loo menerobosi beberapa halaman sampailah mereka
diluar perkampungan Pek Hoa San Cung."
Kiem Lan, Giok Lan mengikuti terus dari belakan pemuda
itu mereka berjalan dengan mulut bungkam sejauh lima enam
li.... Akhirnya Kiem Lan buka suara berkata, "Samya kau siap
hendak kemana" sudah punya rencana tersebut...."
Siauw Ling menghembuskan napas panjang....
"Tidak aneh orang2 kangouw mengatakan Djen Bok Hong
sebagai makluk ganas dalam air, orang ini benar2 keji, licik
dan bahaya." "Sebenarnya Toa Cungcu hendak meminjam kesempatan
sewaktu Samya kembali kekampung untuk menciptakan suatu
pembunuhan agar kau tak mendapat tempat untuk tancapkan
kaku dan satu2nya jalan hanya berbakti kepada
perkampungan Pek Hoa San cung, kata Giok Lan sambil
menghela napas panjang siapa sangka Sam ya adalah seorang
pendekar sejati walaupun didesak berulang kali tidak mau juga
membuka pantangan membunuh. Kegagahan Samya ini justru
merupakan bibit kebencian bagi Toa Cungcu inilah sebabnya
mengapa ia menculik kedua orang tua Samya sebagai barang
jaminan...." "Toa Tjungtju memaksa kau serta nona Tong menelan pil
pengerut tulang justru bertujuan hendak menyulitkan Sam ya,
sambung Kiem Lan dari samping. Ia hendak membuat Sam ya
murung dan susah karena hal ini, atau karena keadaan kita
menimbulkan kemarahan Sam ya untuk turun tangan melukai
orang. Siapa nyana Sam ya mendapat bantuan dan secara
kebetulan menjumpai Tjhee Toa Nio yang menghadiahkan pil
mujarabnya secara suka rela setelah racun pengerut tulang
dari Toa Tjung tju punah dan merasa pula kami ada maksud
menghianati perkampungan Pek Hoa San cung dengan
membantu Sam ya. Timbullah maksudnya untuk menculik
orang tua Sam ya.... aaaaai.... kalau dipikir kami kakak
beradklah yang mengakibatkan kesemuanya ini."
"Kalian tak perlu menyesali diri sendiri," hibur Siauw Ling
sambil menghela napas panjang. "Bukan disebabkan kalian
lantas Djen Bok Hong menculik orang tuaku, ia memang
sudah punya maksud ini sejak dahulu. Kerena bermaksud
dengan menggunakan kedua orang tuaku hendak memaksa
aku berbicara dengan mereka."
Ia merandek sejenak, setelah menghelakan napas panjang
sambungnya lagi, sekalipun misalnya racun Gioke Lan tidak
terbebaskan dan seperti juga kemauannya ku bunuh para jago
Bulim yang menghadang perjalanan kita, belum tentu
kesemuanya ini bisa membebaskan kedua orang tuaku dari
penculikan mereka. Dengan sedih kedua orang dayang itu menghela napas
panjang. "Lalu bagaimana maksud Samya saat ini?"
"Kita harus mencari sebuah tempat yang tersembunyi
untuk baik2 beristirahat," sahut Siauw Ling sesudah
termenung sejenak. Menurut apa yang budak ketahui seratus li disekitar
perkampungan Pek Hoa San cung merupakan daerah mata2
Suramnya Bayang Bayang 27 Gento Guyon 22 Iblis Penebus Dosa Jejak Jejak Kematian 3
^