Pencarian

Memanah Burung Rajawali 33

Memanah Burung Rajawali Sia Tiaw Eng Hiong Trilogi Pendekar Rajawali Karya Jin Yong Bagian 33


tangannya, menerbangkan sebatang lengkak besi. Ketika itu Leng Tie Siangjin lagi
berjaga-jaga seraya ia memegangi lengan kanannya, justru Kwa Tin Ok bergulingan
ke dekatnya, tidak ayal lagi, ia menjejak.
Tin Ok terkejut. Ia mendengar nyata angin jejakan itu. Kebetulan tangan kirinya
tertindih tubuhnya, ia mengerahkan itu, untuk membikin tubuhnya melesat
menyingkir dari bahaya. Hanya, selagi ia berhasil lolos dari jejakan si pendeta,
pitnya Lian Houw sudah tiba pula hingga ia merasakan punggungnya sedikit kaku.
Ia mengeluh: "Celaka!" di dalam hatinya, kulit matanya terus dirapati, untuk
menerima binasa. "Pergilah!" mendadak kupingnya mendengar bentakan halus tapi nyaring, bentakan
mana disusul sama jeritan "Aduh!" yang disusul sama robohnya tubuh yang berat.
Itulah Oey Yong yang turun tangan dengan tiba-tiba. Mulanya dengan tongkatnya ia
menangkis poankoan-pit, menyusul itu, tongkat itu bergerak pula ke kaki, maka
robohlah tubuh Lian Houw, yang terguling cuma kedua senjatanya tidak sampai
terlepas dari cekalannya.
Lian Houw kaget dan gusar. Ia lantas merayap bangun. Hanya sekarang ia melihat
Oey Yong menghalangi di depan Kanglam Cit Koay yang nomor satu itu. Untuk
herannya, ia mendengar Tin Ok membentak: "Siluman perempuan cilik, siapa yang
kesudian ditolongimu"!"
Oey Yong tidak menggubris teguran itu, ia berseru kepada ayahnya: "Ayah, kau
jagai ini si buta yang tolol, supaya orang tidak mencelakai dia!" Segera setelah
itu ia lari kepada Kwee Ceng, untuk membantui anak muda itu melawan Khiu Cian
Jin. Tin Ok berdiri menjublak, ia bingung.
Pheng Lian Houw melihat gerak-gerik Oey Yok Su. Itu waktu Tong Shia berdiri jauh
dan membelakangi ia, si Sesat dari Timur itu seperti tidak mendengar suara
putrinya tadi. Ia menjadi berani, diam-diam ia bertindak ke arah Hui Thian Pian-
hok, lalu dengan diam-diam juga ia menyerang dengan pitanya. Ia telah
mengerahkan tenaganya dengan sungguh-sungguh.
Jangan kata Tin Ok dibokong, biarnya tidak dan umpama kata dia memegang
tongkatnya, diserang begitu dekat, belum tentu dia sanggup menolong dirinya,
akan tetapi disaat Lian Houw menyerang, mendadak terdengar suara mengaung serupa
barang, yang terus membentur pankoan-pit. Begitu membentur, barang kecil itu
hancur. Meski begitu, orang she Pheng itu kaget dan kesakitan tangannya, tanpa
ia merasa, pitnya terlepas jatuh. Herannya, ia tidak tahu dari mana datangnya
serangan itu. Ketika ia menoleh kepada Oey Yok Su, ia mendapatkan orang lagi
menggendong kedua tangannya dan matanya memandangi awan hitam di langit. Pemilik
Tho Hoa TO itu tidak pernah menoleh padanya....
Tin Ok si buta, kupingnya mendengar segala apa, menjadi mendelu sekali. Ia tahu
siapa yang menolongi padanya, karena semasa di Kwie-in-chung, ia mengenal
kepandaian Tan Cie Sin-thong dari Oey Yok Su. Maka ia bertindak cepat ke
belakang Tong Shia, ia kata dengan nyaring, dengan nada mendongkol: "Dari antara
tujuh saudaraku tinggal aku seorang, buat apa aku hidup lama pula"!"
Oey Yok Su mendengar suara itu, ia tetap tidak memutar tubuhnya, hanya ketika ia
merasa orang telah berada kira tiga kaki darinya, mendadak ia menoleh ke
belakang dengan tangan kirinya bergerak atas mana Tin Ok lantas roboh
terjengkang, karena ia tidak sanggup mempertahankan diri. Bahkan ia tidak segera
dapat bangun pula. Ketika itu Kwee Ceng dengan dapat bantuannya Oey Yong, dapat melayani seimbang
kepada Khiu Cian Jin. Tentu sekali sekarang mereka tidak berani memandang enteng
kepada ketua dari Tiat Ciang Pang itu, sebab ia bukan lagi Khiu Cian Lie si
pembual. Perlawanan Coan Cin Pay juga menemui satunya lawan yang hebat sekali. Pahanya
Cek Tay Thong telah kesabet tongkat kepala ular dan jubahnya Sun Put Jie telah
tersontek robek.Ong Cie It gentar hatinya, sebab ia mengerti apabila pertempuran
berlangsung terus, dalam tempo tigapuluh jurus, mesti ada saudaranya yang
terbinasa. Ia menjadi berkhawatir, karena orang yang mereka buat andalan tetap
belum juga muncul. Terpaksa, selagi Ma Giok dan Lauw Cie Hian menyerang dengan
berbareng, ia mengeluarkan dan menyulut hu-sen pertandaannya, yang ia
meluncurkannya ke udara bagaikan kembang api.
Ketika itu udara gelap dan kabut pun tebal, kaki mereka seperti tertutup kabut
itu. Makin lama, kabut makin tebal dan hidung orang mencium bau demak yang
keras. Udara gelap itu membikin rembulan hampir tidak dapat memancarkan
sinarnya. Maka lagi sekian saat benar-benar lenyapnya si Putri Malam itu. Dengan
cuaca cukup gelap itu, sukar orang melihat tegas satu pada lain. Karena ini,
semua pihak menggunai siasat membela diri.
Kwee Ceng dan Oey Yong masih terus mengurung Khiu Cian Jin. Si anak muda melihat
si nona dan musuhnya itu, yang seperti terliput kabut. Ia menjadi girang sekali.
Diam-diam ia mengambil ketika untuk meninggalkan mereka itu, untuk pergi mencari
Wanyen Lieh. Di dalam tempat gelap itu, ia mementangkan matanya lebar-lebar. Di
luar jarak tiga kaki, tidak bisa ia melihat orang, maka ia berlaku teliti. Ia
mencari kelilingan. Tiba-tiba di dalam gelap itu, terdengar suara nyaring: "Di sini Ciu Pek Thong!
Siapa yang mencari aku untuk mengajak berkelahi"!"
Mendengar suara itu, Kwee Ceng girang sekali, hanya ketika ia hendak
menyahutinya, lain orang sudah mendahului dia.
Di sana terdengar suaranya Khu Cie Kee: "Ciu Susiok, baik?"
Kebetulan waktu itu, awan gelap terbuka sedikit, maka kedua pihak dapat melihat
satu pada lain. Nyata mereka terpisah dekat sekali satu pada lain, asal mereka
menyerang, dapat mereka mengenai sasarnya. Tentu mereka sama-sama terkejut,
dengan sendirinya mereka pada lompat mundur. Awan gelap membikin pertempuran
berhenti sendirinya dan mereka pada berdiam diri.
Ciu Pek Thong terlihat berdiri di antara dua pihak, ia tertawa dan berkata
dengan gembira: "Sungguh ramai! Bagus, bagus!" Terus tangan kanannya digeraki,
mulanya ke tangan kirinya, lalu sambil berkata: "Nah, ini kau makan obat
beracun!" ia menyuapi ke arah See Thong Thian.
Orang she See itu lihay, ia mengerti ilmu kegesitan ilmu "Memindah diri menukar
kedudukan", tidak urung dia masih kalah sebat, lengannya yang dipakai menangkis
kena ditangkap Ciu Pek Thong, maka lain tangannya orang she Ciu itu berhasil
menjejalkan "obat beracun" yang ia sebutkan itu, ialah lumpur. Dia pernah
merasai kesengsaraan dari Pek Thong, kalau dia melepehkan lumpur itu, ia bakal
dihajar, dengan terpaksa ia mengemut itu di dalam mulutnya.
Ong Cie It mendapatkan, pertandaannya itu bukan mengasih datang orang yang
mereka harap-harap hanya Ciu Pek Thong, sang paman guru, hal itu membuatnya
girang luar biasa. Maka ia berseru: "Susiok, kiranya kau tidak dibinasakan Oey
Tocu!" Mendengar suara keponakan muridnya itu, Ciu Pek Thong bergusar.
"Siapa bilang aku sudah mati!" ia berteriak, "Memang Oey Lao Shia berniat
mencelakakan aku tetapi sudah berselang sepuluh tahun lebih, tidak pernah dia
berhasil. Ha, Oey Lao Shia, kau lihatlah!" Lantas ia menyerang ke pundaknya Oey
Yok Su. Ia menggunai ilmu silat Khong Beng Kun ynag terdiri dari tujuhpuluh dua
jurus, yang ia menciptakannya selama terkurung di pulau Tho Hoa To. Itulah ilmu
yang berdasarkan kelunakan, lemas luar biasa.
Oey Yok Su tidak berani memandang enteng. Ia lalu menangkis dengan Lok Eng
Ciang, terus ia membalas menyerang. Tapi ia pun menyahuti. Katanya: "Kawanan
imam-imam tua bulu campur aduk dari Coan Cin Pay, mengatai aku membunuh kau,
mereka itu hendak mencari balas untukmu!"
Pek Thong masih gusar. "Apakah kau dapat membunuh aku?" dia berteriak. "Jangan meniup kerbau!"
Sembari mengoceh, Pek Thong menyerang terus, makin lama makin hebat, karenanya
terpaksa Oey Yok Su melayani, untuk membela diri.
Coan Cin Liok Cu menjadi kecele. Mereka mengharap, dengan datangny sang paman
guru, dia bersama Oey Yok Su nanti membantu mereka melawan rombongan dari
Auwyang Hong, siapa tahu, paman guru itu tidak dapat diajak bicara, dia berlaku
sangat semberono . "Susiok, jangan menempur Oey Tocu!" Ma Giok berteriak.
"Benar, Loo Boan Tong!" Auwyang Hong turut berkata. "Kau bukan tandingannya
saudara Yok, lekas kau lari sipat kuping!"
Inilah kata-kata yang berbisa yang membikin Pek Thong menyerang makin kalap.
Oey Yong masgul melihat itu, maka ia lantas kata pada si orang tua berandalan
itu: "Ciu Toako, kau menggunai kepandaian dari Kiu Im Cin-keng, melayani ayahku,
maka bagaimana nanti kau membilanginya kepada Ong Cinjin di dunia baka?"
Pek Thong tertawa berkakak.
"Apakah kau melihat aku menggunai ilmu silat dari kitab itu?" ia kata. "Aku
telah berikhtiar mati-matian untuk melupakan bunyinya kitab itu! Hm,
mempelajarinya gampang, melupakannya sukar sekali!"
Oey Yok Su heran dan masgul mendengar perkataannya si orang tua kebocah-bocahan
itu. Ketika ia menempurnya di pulaunya, ia mendapat kenyataan Pek Thong hebat
sekali. Sekarang ia merasakan orang jauh terlebih lemah tetapi aneh, ia melayani
dia seimbang kosennya. Kenapa begini, lebih lunak tetapi lebih lihay" Ia juga
tidak mengerti, kenapa Pek Thong membuang ilmu silatnya yang lama itu.
Auwyang Hong, yang menyembunyikan diri di dalam kabut, senang menyaksikan
pertempuran di antara dua jago itu, hanya ia berkhawatir juga, umpama Pek Thong
menang, ia nanti membnatu rombongannya Khu Cie Kee. Karena ini ia memikir,
baiklah ia lekas-lekas memukul pecah Thian Kong Pak Tauw Tin. Ia berpikir dan
bekerja, ia lantas mulai dengan penyerangannya lebih jauh.
Ong Cit It dan Lauw Cie Hian menjadi bergelisah.
"Cui Susiok, mari membinasakan Auwyang Hong dulu!" mereka berteriak.
Pek Thong juga melihat kawanan keponakannya muridnya itu terancam bahaya, segera
ia merangsak Oey Yok Su, tangan kirinya terbuka, tangan kanannya terkepal, lalu
satu kali, ketika kepalannya hampir mengenai muka lawan, mendadak ia
mengubahnya, kepalannya menjadi tangan terbuka, tangan terbuka menjadi kepalan.
Sambil tertawa, ia menyambar dan langsung.
Oey Yok Su terkejut. Inilah ia tidak sangka, lantas ia mengeluarkan tangannya
untuk menangkis tapi ia terlambat sedikit, ujung alisnya telah kena kebentur
ujung tangan lawan, meski benar ia tidak terluka, tapi ia merasakan panas
sekali. Habis berhasil dengan serangannya itu, Ciu Pek Thong sadar, segera dengan tangan
kirinya ia menghajar lengan kanannya sambil mendamprat: "Harus mampus! Harus
mampus! Inilah jurus dari Kiu Im Cin-keng!"
Oey Yok Su tengah membalas menyerang ketika ia mendengar perkataannya Pek Thong
itu, ia terkejut, hendak ia membatalkan penyerangannya itu atau sudah kasep,
tangannya sudah mampir di pundak orang atas mana si berandalan itu berseru: "Ah,
hebat, pembalasan yang datang cepat sekali!"
Di dalam keadaan kacau itu, kacau karena keberandalannya Ciu Pek Thong, Kwee
Ceng mengingat kedua gurunya, ia khawatir mereka itu nanti mendapat celaka, maka
ia menghampirkan Kwa Tin Ok, ia memimpinya ke dekat Ang Cit Kong, supaya
keduanya berdiam bersama. Dengan perlahan sekali, ia kata kepada mereka itu:
"Jiewi suhu, mari pergi beristirahat di Yan Ie Lauw, sebentar sebuyarnya kabut
baru kita lihat bagaimana baiknya."
Ketika itu terdengar suaranya Oey Yong: "Eh, Loo Boan Tong, kau dengar
perkataanku atau tidak?"
"Aku tidak bakal mengalahkan ayahmu, kau jangan khawatir!" menyahut si jenaka.
"Aku menghendaki kau lekas menghajar si bisa bangkotan!" berkata si nona. "Hanya
aku melarang kau membinasakan padanya!"
"Kenapa begitu?" tanya Pek Thong yang kaki tangannya terus bekerja.
"Jikalau kau tidak mau mendengar perkataanku nanti, nanti aku bebar riwayatmu
yang busuk!" berkata si nona.
"Riwayat busuk apa itu?" tanya si orang tua. "Kau ngaco belo!"
"Baik!" menyahut si nona, yang membikin suaranya keras dan panjang: "Empat buah
perkakas tenun....maka tenunan burung wanyoh bakal terbang berpasangan...!"
Pek Thong kaget mendengar itu.
"Baik, baik!" ia lekas kata. "Aku suka dengar perkataanmu! Eh, bisa bangkotan,
kau di mana"!" Auwyang Hong tidak memberikan penyahutannya. Adalah Ma Giok yang berkata: "Ciu
Susiok, kau ambil kedudukan di Pak Kee Chee untuk mengurung dia!"
Oey Yong tidak bicara pula sama Pek Thong, hanya ia membilang pada ayahnya;
"Ayah, Khiu Cian Jin bersekongkol sama bangsa asing, dialah satu pengkhianat
besar, kau bunuh padanya!"
"Anak, mari kau ke sampingku!" ada jawabannya si orang tua.
Di dalam kabut itu, Khiu Cian Jin tidak nampak di mana adanya. Hanya segera
terdengar tertawa nyaring dari Ciu Pek Thong yang berseru: "Bisa bangkotan,
lekas kau bertekuk lutut di depan kakekmu, nanti aku beri ampun padamu!"
Dari suara itu dapat diduga pihak Coan Cin Pay telah menang unggul.
Kwee Ceng sementara itu sudah mengantarkan kedua gurunya ke pinggiran lauwteng
Yan Ie Lauw, setelah mana ia pergi pula, guna melanjuti mencari Wanyen Lieh. Ia
telah pergi ke segala penjuru, masih ia tidak memperoleh hasil. Entah kemana
perginya pangeran bangsa Kim itu. Bahkan See Thong Thian semua, berikut Khiu
Cian Jin telah menyingkir entah ke mana.
"Hai, bisa bangkotan, kau hendak lari ke maana?" kembali terdengar suaranya Ciu
Pek Thong. Ketika itu kabut nampak makin tebal, tidak ada lowongan seperti tadi. Suara
orang juga terdengar makin berat, menjadi kurang nyata. Karena ini orang menjadi
jeri sendiri. Oey Yong menempelkan rapat tubuhnya kepada ayahnya.
Ma Giok memberikan titahnya perlahan sekali, untuk kawan-kawannya memperciut
lingkaran mereka supaya mereka memasang kuping untuk mendengar gerak-gerik
lawan. Maka itu sejenak, segala apa menjadi sunyi senyap.
Tiadk antara lama, terdengarlah suara Khu Cie Kee, "Dengar! Suara apakah itu?"
Di sekitar mereka, mereka mendengar suara sar-ser atau sas-sus, suara itu dari
jauh mendatangi semakin dekat, semakin dekat.
Oey Yong berteriak: "Si bisa bangkotan melepaskan ularnya! Tidak tahu malu!"
Oey Yok Su pun telah mendengar suara itu dan mengenalinya, sebenarnya ia ketahui
ilmu mengusir ular tetapi sekarang ia tidak dapat menggunai itu. Asal ia meniup
serulingnya, ular bakal menari-nari secara kalap. Hanya sekarang ia telah tidak
mempunyai serulingnya itu. Ia telah membikinnya patah alat musiknya itu ketika
ia mendengar warta paslu tentang putrinya sudah mati keleleap. Maka sekarang ia
pun turut menjadi bingung.
Ang Cit Kong telah naik ke atas lauwteng Yan Ie Lauw, ia mendengar segala apa,
ia berteriak: "Si bisa bangkotan mengatur barisan ularnya! Semua naik ke
lauwteng!" Ciu Pek Thong lihay ilmu silatnya tetapi ia paling takut sama ular, maka itu
lekas ia mendengar suaranya Oey Yong, ialah ynag paling dulu ngiprit ke
?lauwteng, bahkan karena khawatir ular nanti menyantol kakinya, di tangga
lauwteng ia tidak bertindak lagi hanya berlompat, maka di lain saat tibalah ia
di wuwungan paling tinggi dari lauwteng itu dimana hatinya berdebaran sekian
lama. Suara ular terdengar makin keras.
"Sayang, hiat niauw tidak ada di sini," kata Oey Yong seraya ia menarik tangan
ayahnya untuk diajak naik ke lauwteng.
Kawanan Coan Cin Pay juga naik ke lauwteng, mereka jalan sambil berpegangan
tangan satu sama lain dan naiknya merayap. In Cie Peng kejeblos, ia jatuh
terguling hingga kepalanya benjut, ia merayap bangun untuk merayap naik kembali.
Oey Yong tidak mendengar suara Kwee Ceng, ia bingung.
"Engko Ceng, kau di mana?" ia tanya tetapi beberapa kali ia memanggil , ia tidak
memperoleh jawaban. Ia jadi semakin khawatir. "Ayah, aku hendak mencari dia," ia
kata pada ayahnya. "Perlu apa kau mencari aku?" terdengar suara Kwee Ceng dingin. "Lain kali tidak
usah kau mencari aku, aku pun tidak akan menyahuti!"
Kiranya pemuda itu berada di samping si pemudi.
"Anak busuk!" membentak Oey Yok Su sengit seraya tangannya menyampok.
Kwee Ceng berkelit sambil menunduk, justru ia hendak membalas, ia mendengar
suaranya beberapa panah nyaring, yang menyambar ke kayu jendela, sehingga semua
orang menjadi kaget. Suara panah itu diikuti teriakan-teriakan banyak orang,
disususl pula hujan anak panah. Teranglah itu suaranya satu pasukan tentara
entah berapa besarnya. Kemudian terdengar lagi teriakan-teriakan: "Jangan kasih
lolos semua pemberontak!"
Khu Cie Kee menjadi gusar sekali.
"Pastilah kawanan anjing Kim itu sudah bersekongkol sama pembesar negeri!"
katanya sengit. "Pastilah pembesar di Kee-hin ini yang datang untuk menawan
kita!" "Mari kita menerjang turun!" kata Ong Cie It panas hatinya. "Mari kita labrak
mereka!" Cek Thay Thong jstru berteriak-teriak; "Celaka! Ular! Ular!"
Semua orang kaget, berkhawatir dan gusar sekali. Sekarang mereka mengerti, untuk
pertempuran kali ini, Wanyen Lieh dan Auwyang Hong sudah melakukan persiapan,
bahkan mereka berlaku curang dan hina.
Melihat itu Ang Cit Kong segera mengasih dengar suaranya: "Kita dapat melawan


Memanah Burung Rajawali Sia Tiaw Eng Hiong Trilogi Pendekar Rajawali Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

panah, tidak dapat kita melawan ular! Dapat kita menyingkir dari ular, tidak
dapat menyingkir dari panah! Maka itu, semua lekaslah mengangkat kaki!"
Di atas wuwungan, Ciu Pek Thong mencaci kalang kabutan. Dia telah menyambuti dua
batang anak panah, dengan apa dia menangkis setiap anak panahnya yang menyambar-
nyambar ke arahnya. Lauwteng Yan Ie Lauw terkurung air di tiga penjuru dan tentera negeri dengan
menggunai perahu-perahu kecil telah datang dari tiga penjuru itu sambil mereka
menyerang dengan panah, disebabkan kabut tebal, mereka tidak berani datang
terlalu dekat. "Kita menuju ke arah barat, kita mabil jalan darat!" terdengar pula suara Pak
Kay. Dalam kekacauan itu, dengan sendirinya Pak Kay menjadi komandan di antara
rombongan orang gagah itu, semua orang telah mendengar perkataannya itu, semua
lantas turun dari lauwteng. Kembali mereka rapah-repeh, sebab kabut masih tetap
tebal dan di jarak satu kaki, sukar mereka melihat satu sama lain. Disaat
seperti itu, mereka melupai permusuhan, bahkan mereka berjalan sambil saling
tuntun. Khu Cie Kee dengan Ong Cie It, dengan pedang di tangan masing-masing berjalan
paling depan. Mereka memutar rapat pedang mereka dengan jurus Siang-kiam Hap-
pek, sepasang pedang bersatu padu.
Kwee Ceng menuntun Ang Cit Kong dengan tangan kanannya, tangan kirinya
berpegangan dengan lain orang. Ia justru kena memegang tangan yang halus dan
lunak. Itulah tangannya Oey Yong, maka ia terkejut. Dengan lantas ia melepaskan
cekalannya. Oey Yong terdengar berkata: "Siapa menghendaki kau memperhatikan aku"!" Dingin
suaranya itu. Ketika itu terdengar seruannya Khu Cie Keee: "Lekas kembali! Di depan kita
semuanya ular!" Ang Cit Kong nersama Oey Yok Su berada paling belakang, terdengarlah suara ular
yang berisik sekali, sedang baunya yang memuakkan lantas menyambar hidung. Oey
Yong tidak tahan, ia lantas munntah.
Oey Yok Su menyambar putrinya, untuk dipeluk.
Semua orang bingung. Panah hebat masih dapat ditangkis tetapi barisan ular
berbisa itu" Disaat berbahaya itu, tiba-tiba terdengar suara keras dan dingin satu orang:
"Siluman perempuan cilik, mari serahkan tongkat bambumu pada si buta!"
Orang mengenali, itulah suaranya Kwa Tin Ok.
Mendengar suara itu, Oey Yok Su dan Oey Yonng lega hatinya. Si nona tidak
menghiraukan yang ia dicaci sebagai "siluman perempuan cilik", ia lantas
menyerahkan tongkatnya. Kwa Tin Ok menyambut tongkat itu sambil ia berkata: "Semua orang mari mengikuti
si buta menyingkir dari sini!"
Hui Thian Pian-hok ada orang Kee-hin asli, ia mengenal baik kampung halamannya
itu, meski benar ia matanya buta, kabut tidak menjadi rintangan untuknya. Ia
sekarang cuma mengandalkan telinganya, akan mendengar suara ular. Maka itu, ia
memasang kuping akan mencari tahu di mana tidak ada suara ular atau panah. Ia
memang ketahui di sebelah barat ada sebuah jalan kecil, justru dari san atidak
terdengar suara apa-apa. Demikian dengan dingkluk-dingkluk ia menuju ke barat
itu. Jalanan kecil itu ada jalanan yang tak terpakai umum sudah beberapa tahun ini,
di sana juga tumbuh pohon bambu, maka itulah sebuah jalan mati. Maka juga dengan
lantas mereka terintang pohon-pohon bambu.
Khu Cie Kee bersama Ong Cie It menggunai pedang mereka merobohkan setiap pohon
yang menghalangi mereka, di belakang semua orang mengikuti mereka.
"Ciu Susiok, kau dimana?" tanya Ma Giok. "Lekas ke mari!"
Pek Thong duduk berdiam di atas wuwungan, ia mendengar panggilan itu, tetapi ia
jeri sama ular, ai berdiam saja.
Sesaudah berjalan belasan tombak, orang telah berhasil melewati hutan bambu itu.
Di situ terlihat nyata sebuah jalan kecil. Di sana ular tidak terdengar nyata,
seblaiknya seruan-seruan tentara agak semakin nyaring. Rupanya ada rombongan
tentara yang mencoba jalan mutar untuk memegat.
Semua orang tidak takut sama tentara negeri. Bahkan Lauw Cie Hian lantas
berkata: "Cek Sutee, mari kita maju bersama, kita mampusi beberapa pembesar
anjing itu!" "Baik!" menyambut Thay Thong.
Maka keduanya lantas maju di depan, mereka menangkis setiap anak panah.
Orang maju terus, maka tidak lama kemudian, tibalah mereka di jalan besar. Di
sini mereka disambut hujan yang lebat dan guntur yang menulikan telinga.
Turunnya hujan menyebabkan kabut tersapu habis. Benar cuaca tetap gelap, tetapi
sekarang mereka dapat melihat samar-samar satu pada lain.
"Marah bahaya sudah lewat, tuab-tuan, persilahkan!" berkata Kwa Tin Ok. Artinya
ia mempersilahkan orang mengambil jalan masing-masing. Ia pun membayar pulang
tongkatnya Oey Yong, seorang diri ia bertindak ke timur tanpa berpaling lagi.
"Suhu!" Kwee Ceng memanggil.
"Kau bawa Ang Loohiap ke tempat sunyi, untuk dia berobat," berkata guru itu,
"Setelah beres kau pergi ke dusun Kwa-kee-cun mencari aku!"
"Baik, suhu!" menyahut guru itu.
Oey Yok Su menyambut sebatang panah yang melayang ke dadanya, ai bertindak ke
depan Kwa Tin Ok seraya berkata: "Jikalau bukannya hari ini kau telah menolong
jiwaku, sebenarnya tidak sudi aku menjelaskan kepadamu..."
Belum habis kata-kata itu, Tin Ok sudah berludah hingga ludahnya itu mengenai
hidung orang. Dia berkata dengan sengit: "Berhubung dengan kejadian ini hari
maka kalau nanti aku menutup mata, aku tidak mempunyai muka untuk menemui keenam
saudara angkatku!" Oey Yok Su gusar sekali, ia lantas mengayunkan tangannya. Kalau Kwa Tin Ok kena
dihajar, pasti terbanglah jiwanya. Tapi Kwee Ceng berlompat maju, ia mewakilakn
gurunya menangkis. Terpisahnya Oey Yok Su dan Kwee Ceng belasan tindak, tidak keburu si anak muda
menolongi gurunya, akan tetapi Oey Yok Su batal menyerang, dengan perlahan-lahan
ia mengasih turun tangannya, untuk ditarik pulang, lalu sambil tertawa lebar ia
berkata: "Kamu kira aku Oey Yok Su orang macam apa" Maka dapat aku berpandangan
serupa sebagai kamu?" Ia lantas memutar tubuhnya kepada putrinya seraya berkata:
"Yong-jie, mari kita pergi!" Ia juga berpaling kepada Ang Cit Kong, untuk
menjura, habis mana, dengan satu kali berkelebat, ia sudah lantas memisahkan
diri beberapa tombak jauhnya!
Mendengar suaranya Oey Yok Su itu, Kwee Ceng melengak. Ia menjadi ragu-ragu.
Tapi ia tidak dapat memikir lagi. Justru itu, dengan suara berisiknya, terlihat
tibanya satu pasukan serdadu untuk menerjang mereka.
Coan Cin Liok Cu lantas maju, guna menyambuti terjangan, untuk membalas
menghajar. Oey Yok Su sebaliknya tidak sudi berkelahi, ia menghampirkan Ang Cit Kong,
tangan siapa ia pegang untuk ditarik, sambil ia berkata: "Saudara Cit, mari kita
pergi ke depan untuk minum beberapa cangkir arak! Nanti kita bicara di sana!"
Ang Cit Kong setuju sekali dengan ajakan itu.
"Bagus! Bagus!" sahutnya, terus ia mengikut, maka sebentar kemudian, mereka
berdua sudah menghilang di tempat yang gelap.
Kwee Ceng membiarkan gurunya itu pergi, sekarang hendak ia membantui gurunya
yang tertua. Justru itu serangan tentara datang kembali. Ia tidak berniat
mencelakai banyak orang, maka ia menggunai tangan kosong merobohkan siapa yang
berada paling dekat dengannya.
Di dalam kekalutan itu lalu terdengar suara nyaringnya Khu Cie Kee beramai.
Itulah disebabkan di antara tentara negeri ada orang-orangnya Wanyen Lieh, ialah
kawanan Tiat Ciang Pang dari Khiu Cian Jin, maka mereka itu tidak selemah
serdadu negeri, hingga mereka tidak gampang-gampang dapat dipukuli mundur.
Kwee Ceng berkhawatir untuk gurunya ynag paling tua, ia lantas memanggil-
manggil: "Toasuhu! Toasuhu! Toasuhu di mana?" tapi suaranya itu tidak
mendapatkan jawaban. Ketika itu Oey Yong berdiri menyender di sebuah pohon. Ia tidak mengikuti
ayahnya. Habis menyambuti tongkat dari Kwa Tin Ok, pikirannya kusut. Ia telah
melihat ayahnya diludahi tertua dari Kanglam Cit Koay, ia masgul bukanmain.
Impiannya yang manis telah menjadi seperti buyar. Maka juga ia berdiam saja
menyaksikan tentara negeri lewat di dekatnya. Tapi selagi ia berdiam, ia
mendengar teriakannya Tin Ok. Ia terkejut. Tanpa merasa ia melompat, akan lari
ke tempat dari mana teriakan itu datang. Ketika ia sampai, tepat ia melihat Tin
Ok rebah di tanah dan seorang punggawa mengayunkan golok panjang ke punggung si
buta itu. Tapi opsir itu tidak berhasil membinasakan jago Kanglam itu. Tin Ok
dapat berkelit dengan menggulingkan tubuh, terus ia bangun seraya membalas
menyerang. Opsir itu menjerit dan roboh pingsan. Tin Ok mencoba bangun pula, tetapi ia
gagal, rupanya ia terluka, baru ia melempangkan tubuh, kembali ia roboh. Oey
Yong lari menghampirkan, ia melihat kaki orang terkena panah. Ia mengulur
tangannya, untuk memberikan bantuannya.
Kwa Tin Ok rupanya mendapat tahu siapa yang menolongi dia, ia menarik tangannya
hingga terlepas, tetapi kembali ia jatuh, sebab sebatang panah menyambar kaki
yang lain. "Untuk apa berlagak menjadi enghiong atau loohan?" kata Oey Yong dengan
mengejek. Ia lantas menotok dengan ilmu totoknya "Lan-hoa Hut-hiat Ciu", ia
menotok jalan darah di pundak si buta, atas mana jago Kanglam itu tidak berdaya
lagi, dia lantas bisa dipegangi untuk tidak jatuh pula. Ia masih mau berontak
tetapi dia gagal, separuh tubuhnya tidak dapat digeraki lagi. Hanya sambil
terpaksa dia membiarkan dipepayang pergi, mulutnya mencaci kalang kabutan.
Belasan tombak jauhnya Oey Yong membawa pergi gurunya Kwee Ceng itu, lalu ia
singgah di sebuah pohon, untuk beristirahat. Di sini ia melihat sejumlah
serdadu, mereka itu lantas menyerang dengan belasan batang anak panah. terpaksa
ia maju, untuk menangkis mundur serangan itu. Tin Ok ia biarkan sembunyi di
belakang pohon. Jago Kanglam itu mendengar suara datangnya anak-anak panah itu, ia tahu Oey Yong
lagi berkelahi untuk menolongi padanya, pikirannya berubah, maka itu ia berhenti
mencaci, ia berkata: "Jangan kau pedulikan aku! Pergilah kau lari sendiri!"
sekarang ia bicara dengan perlahan.
"Hm!" bersuara si nona. "Aku justru hendak menolongi kau! Aku mau lihat, apa
dayamu menolaknya!" Keduanya menyingkir ke belakang tembok yang ada di dekat situ. Penyerangan telah
terhentikan tetapi Oey Yong dibikin capai sekali oleh tubuh yang berat dari Tin
Ok, maka itu dengan napas tersengal-sengal ia menyender di tembok itu.
"Habislah sudah!" kata Tin Ok sambil menarik napas. Ia seperti putus asa. "Di
antara kita budi dan dendam habis semuanya, maka kau pergilah! Semenjak hari ini
anggap saja aku si buta she Kwa sudah mati..."
Oey Yong berkata dengan dingin, "Terang-terang kau masih belum mati, mengapa kau
menganggap dirimu sudah tidak ada di dalam dunia ini" Jikalau kau tidak mencari
aku untuk membalas sakit hati, nanti aku yang akan mencari padamu!"
Dengan mendadak si nona menotok dua kali padanya dengan tongkatnya, dua-duanya
di jalan darah wie-tong di lekukan dengkul. Tin Ok tidak menyangka sama sekali,
segera ia roboh mendelepok di tanah. Di dalam hatinya ia lantas mencaci di nona.
Ia tidak tahu nona itu hendak menyiksa bagaimana atas dirinya. Ia memasang
kuping dan ia mendengar orang telah berjalan pergi.
Ketika itu suara pertempuran terdengar semakin jauh, rupanya Coan Cin Liok Cu
telah berhasil menghajar tentara negeri. Hanya sekarang Tin Ok mendengar
suaranya Kwee Ceng memanggil-manggil. "Toasuhu!" suaranya itu makin lama makin
perlahan. Itulah tandanya yang Kwee Ceng telah pergi mencari ke lain jurusan.
Lagi sekian lama, sunyilah di sekitarnya. Cuma dari kejauhan terdengar
keruyuknya ayam-ayam jago.
"Inilah yang terakhir kali aku mendengar keruyuk ayam," pikir tertua Kanglam Cit
Koay ini. "Kalau besok pagi ayam berbunyi di sekitar kota Kee-hin, aku Kwa Tin
Ok, aku tidak bakal mempunyai kuping untuk mendengarnya lagi..."
Tengah ia berpikir itu, ia medengar tindakan kaki dari tiga orang. Tindakan kaki
yang satu enteng sekali, yang dua sangat berat. Ia lantas menduga pada Oey Yong.
Dugaannya ini nyata tidak meleset.
"Ini toaya!" kata si nona, "Lekas gotong padanya!"
Kata-kata itu dibarengi sama totokan, membebaskan jago Kanglam itu, yang merasa
tubuhnya lantas diangkat, di naiki di atas bale-bale, untuk digotong pergi. Ia
berdiam saja. Ia merasa heran, hendak ia menanya, tetapi ia takut nanti
disenggapi si nona. Mendadak seorang yang berjalan di sebelah depan, menjerit kesakitan. Rupanya
orang itu dihajar si nona yang terdengar berkata bengis: "Jalan lekas! Kamu
semua tukang mengganggu rakyat, tidak ada satu dun dari kamu yang baik!" Lalu
yang di belakang pun menjerit.
"Terang dia sudah menawan dua serdadu untuk menggotong aku," Tin Ok berpikir.
"Benar dia pintar, dia mendapat pikiran semacam ini!"
Tin Ok menggigit rapat giginya atas dan bawah. Ia menahan sakit hebat sekali
disebabkan raya nyeri yang dahsyat di kedua kakinya yang terpanah tadi. Ia malu
kalau ia merintih dan si nona mengejeknya nanti. Ia merasa bahwa ia dibawa di
jalanan yang sukar, yang turun dan naik. Kemudian ia merasa ada cabang-cabang
pohon yang melanggar mukanya. Jadi mereka berada di tempat pepohonan yang lebat.
Dua tukang gotong itu tetap berjalan tidak tetap, saban-saban mereka terhuyung,
tandanya mereka letih sekali. Mereka jalan terus karena tongkat si nona seperti
tidak mengenal kasihan.......
Tin Ok menduga ia telah dibawa pergi sekira tigapuluh lie. Ia percaya hari sudah
tengah hari. Pakaiannya yang kuyup bekas ditimpa hujan tetapi sekarang pakaian
itu sudah hampir kering tersorot matahari dan terkena angin. Lalu ia mendengar
suara tonggeret dan anjing, juga nyanyiannya si petani pria dan wanita. Suasana
tenang sekali, beda dengan tadi waktu tejadi pertempuran kacau.
Oey Yong membeli buah labu dan masak itu dengan nasi. Ia makan satu mangkok,
yang semangkok lagi ia letaki di depan Kwa Tin Ok.
"Aku tidak lapar!" kata jago Kanglam itu.
"Kakimu sakit, apa kau kira aku tidak tahu?" kata si nona. "Apa itu lapar atau
tidak lapar" Sengaja hendak aku membikin kau merasai sakit, baru aku akan
mengobatimu!" Tin Ok gusar, ia menjeblok dengan mangkok labunya.
Si nona tertawa dingin, satu serdadu sebaliknya menjerit kesakitan, sebab ia
bisa berkelit dan si serdadu tidak.
"Buat apa menjerit-jerit!" kata si nona. "Kau tahu, Kwa Tayhiap membagi sayur
labu padamu! Kau tidak tahu terima kasih! Lekas bikin bersih!"
Serdadu itu takut, ia lapar dan kesakitan, ia lantas bekerja, memunguti, ia
dahar itu. Ia kesakitan karena mukanya yang kena sayur panas itu.
Bab 72. Mulutnya Si Tolol
Bab ke-72 cersil Memanah Burung Rajawali, karya Jin Yong.
Tin Ok mendongkol bukan main, ia mendongkol dan bergusar tanpa dapat
melampiaskan itu. Ia duduk separuh menyender, mukanya menyeringai. Ia berniat
mencabut anak panah di kakinya itu, tapi ia tidak berani. Ia khawatir nnati
darahnya menyembur dan ia sukar menyumbatnya. Memang celaka kalau si nona tidak
menolongi dia membalut lukanya itu. Dengan terpaksa, ia menutup mulut.
"Lekas ambil air dingin!" menitah si nona bengis. "Lekas!"
Perintah itu dibarengi sama tamparan nyaring ke muka serdadu yang diperinntah
itu. Tin Ok mendengar itu, ia pikir: "Hebat ini siluman perempuan. Kalau ia tidak
bicara, tidak apa, asal dia membuka mulutnya, tentulah orang bercelaka!"
"Ambil pisau!" memerintah pula si nona. "Kau potong ujung bajunya Kwa Tayhiap di
dekat lukanya itu!" Perintah itu dilakukan satu serdadu.
"Orang she Kwa, kalau benar kau laki-laki, jangan kau menjerit kesakitan!" kata
si nona. "Jangan kau membikin nonamu mendongkol, nanti dia tidak mau
memperdulikan lagi padamu!"
"Memangnya siapa yang kesudian kau memperdulikannya?" kata Tin Ok sengit. "Lekas
kau pergi, jauh-jauh...." Tapi belum dia habis bicara, mendadak ia merasakan
pahanya sangat sakit. Orang telah memegang gagang panah, bukannya panah itu
dicabut hanya ditusukkan! Sakit dan kaget, sebelah tangannya melayang. Lagi
sekali ia merasakan sakit, kali ini pada tangannya, sebab pada tangannya itu
dibeleseki anak panah! Oey Yong mencabut anak panah dan menyerahkan itu pada di terluka.
"Jikalau kau bergerak lagi satu kali, aku akan gaplok padamu!" terdengar pula
suara si nona. Tin Ok sangat mendongkol tetapi ia berdiam. ia tahu, si nona berbuat apa yang
dia katakan. Sekarang ini dia bukan tandingannya si nona itu. Sungguh hina kalau
dia sampai digaplok sama si nona. Ia mendengar orang membeset beberapa kali pada
potongan kain bajunya, ia merasa lukanya dibalut keras sekali, guna mencegah
keluarnya darah. Habis itu ia merasakan dingin. Si nona lagi mencuci lukanya
itu. Ia menjadi heran. "Kalau dia mau membikin aku celaka, kenapa dia menolongi aku" Kenapa dia mau
menolongi aku..." Hm! Hm! Ayah dan anaknya ini, siluman-siluman dari Tho Hoa To,


Memanah Burung Rajawali Sia Tiaw Eng Hiong Trilogi Pendekar Rajawali Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

benarkah mereka suka menolongi aku" Boleh jadi dia lagi menggunai akal
jahatnya....!" Dilain saat, Oey Yong sudah selesai mengobati.
Tin Ok segera merasakan sakitnya berkurang sebagian besar. Ia tidak tahu Oey
Yong telah memakai obat Siauw Hoan Tan dari Tho Hoa To, obat mujarab nomor satu
untuk luka-luka-luka. Setelah itu, ia merasakan lapar, perutnya berbunyi
keruyukan. "Aku kira laparmu lapar palsu, kiranya lapar tulen!" kata si nona mengejek,
tertawanya dingin. "Baiklah, mari kita berangkat!"
Ia bukannya mengasih makanan, dia mengajak pergi. Pula ia telah mengayunkan
tangannya, maka kedua serdadu tuknag gotong itu kembali merasakan sakitnya
tongkat dari Partai Pengemis itu. Mereka ini menggotong pula orang yang luka
itu, yang mereka diperintah memanggilnya "toaya" atau "tuan besar".
Kali ini orang berjalan kira empatpuluh lie, sang sore telah mendatangi, burung-
burung gagak pada berbuyni berisik sekali. Entah ada berapa ribu gagak di situ.
Tik Ok kenal baik kota Kee-hin, maka tahulah ia yang ia telah dibawa ke dekat
Tiat Ciang Bio, kuil di mana ada dipuja Tiat Ciang Ong Gan Ciang si Tombak Besi,
panglima perang yang kesohor di jaman Ngo Tay. Di samping kuil itu ada sebuah
menara besar, yang sudah semenjak lama menjadi sarang gagak. Penduduk mengangka
burung itu burung malaikat, mereka tidak berani mengganggu, maka makin lama
burung hitam itu makin banyak.
"Ah, hari sudah gelap, di mana di sini kita mencari pondokan?" berkata si nona.
Tin Ok lantas berpikir: "Kalau kita menumpang nginap di rumah penduduk, ada
kemungkinan rahasia nanti bocor dan tentara negeri bisa datang untuk melakukan
penangkapan..." Karena ini, ia menyahuti: "Di sebelah depan, tidak terlalu jauh,
ada sebuah kuil tua lainnya.
Si nona tidak menjawab, hanya ia berkata bengis: "Apa bagusnya burung gagak
untuk dipandang" Memangnya kau belum pernah melihatnya" Lekas jalan!"
Kedua serdadu itu lantas berjalan, kesakitan dan ketakutan dan lelah sekali.
Tidak lama sampailah mereka di Tiat Ciang Bio. Kwa Tin Ok mendengar Oey Yong
mendorong pintu. Segera hidunng mereka tersampok bau kotoran gagak. Itulah
tandanya kuil itu sudah lama tertinggal kosong dan tidak terurus. Ia tadinya
mengira si nona bakal menggerutu karena kuil kotor, tidak tahunya si nona tidak
memperdulikannya. Ia lantas mendengar kedua serdadu diperintah menyapu kotoran
dan kemudian masak air. Oey Yong sendiri mengganti obatnya si jago Kanglam, habis itu baru ia sendiri
pergi mencuci muka dan kaki.
Tik Ok merebahkan diri di ujung seberang.
Belum lama terdengarlah suara si nona: "Perlu apa kamu memandangi kaki"
Memangnya kakiku dipertontonkan kepada kamu" Awas, aku korek nanti biji matamu!"
Kedua serdadu itu ketakutan, mereka menjatuhkan diri dan mengangguk-angguk
hingga jidatnya nyaring mengenai lantai.
"Bilang, perlu apa kamu mengawasi aku mencuci kaki?" si nona menanya pula.
"Maafkan, nona," kata satu serdadu sambil mengagngguk pula. "Sebenarnya hambamu
melihat kaki nona bagus...bagus sekali..."
"Celaka betul," pikir Tin Ok. "Sampai ini waktu mereka masih main gila....Entah
mereka bakal dikeset kulitnya atau dibetot otot-ototnya atau tidak oleh si
nona......" Tapi Oey Yong tertawa, katanya: "Macam tolol seperti kamu, masih mengetahui apa
yang bagus dan apa tidak" Hm!"
Dan satu serdadu jumpalitan, karena dihajar tongkat si nona.
Setelah itu kedua serdadu itu pergi bersembunyi di belakang.
Tin Ok berdiam saja, ia ingin ketahui apa yang bakal terjadi pula.
Oey Yong berjalan mondar-mandir, kemudian terdengar ia mengoceh sendiri: "Ong
Tiat Ciang gagah luar biasa, diakhirnya ia toh kepala terpisah dari
tubuhnya....Apakah artinya seorang enghiong" Apakah artinya seorang hoohan" Ah,
tombak besinya ini tentulah tombak karatan!"
Di masa mudanya, sebelum matanya buta, Tin Ok bersama Han Po Kie dan yang
lainnya pernah memain di kuil Ong Gan Ciang ini, meski mereka masih kecil,
mereka pernah bergantian mencoba mengangkat tombak besi itu, maka itu mendengar
perkataan si nona, ia menyahuti: "Sudah pasti tombak besi, bukannya tombak
palsu!" "Ah!" kata si nona, yang terus mengangkat tombak itu. "Beratnya tombak ini kira-
kira tigapuluh kati....aku telah membikin tongkatmu hilang, aku belum sempat
menggantinya, karena besok kita bakal berpisah, untuk pergi masing-masing, sebab
kau tidak mempunyai senjata, baiklah kau ambil tongkat ini untuk dipakai sebagai
gantinya tongkat." Tanpa menanti persetujuan, Oey Yong pergi membikin patah ujung tombak yang
tajam, lalu ia menyerahkan tombak yang tinggal gagang itu, yang menjadi semacam
toya atau tongkat. Tik Ok berduka ketika ia mendengar si nona membilang besok mereka bakal
berpisah. Sekarang ini ia sebatang kara. Pula aneh, setelah berkumpul seharian
itu sama si nona, ia sekarang merasa berat untuk berpisahan. Ia memegangi tombak
itu, yang antap beratnya, ia merasa senjata itu cocok untuknya. ia pun berpikir:
"Ia memberikan senjata padaku, nyata ia tidak bermaksud jahat."
Lalu ia mendengar si nona berkata padanya: "Inilah obat Siauw Han Tan bikinan
ayahku. Obat ini ada faedahnya untuk lukamu. Kau membenci kami ayah dan anak,
terserah padamu untuk mau memakainya atau tidak!"
Tin Ok merasakan tangannya dijejal sebuah bungkusan, ia menyambuti itu dan
memasukinya perlahan-lahan ke dalam sakunya. Ia tidak membilang apa-apa. Ia
masih mengharap si nona masih berkata-kata pula, tapi apa yang ia dengar hanya
ini: "Nah, sekarang tidurlah!"
Lalu sunyi segala apa. Jago Kanglam ini merebahkan dirinya, tongkatnya diletaki disisinya. Tidak bisa
lantas ia tidur pulas. Ada saja pikiran yang menyandingi padanya. Ia mendengar
suara gagak yang berisik, suara makin lama makin reda, lalu sunyi segala apa.
Mengenai si nona, ia merasa orang tidak tidur hanya duduk terus, duduk tanpa
berkutik. Adalah kemudian terdengar nona itu mengatakan seorang diri, suaranya
perlahan bersenandung. Dia membacakan syairnya Eng Kouw, yang Tin Ok tidak
mengerti maksudnya. Hanya jago Kanglam ini merasa suara orang sedih, hingga ia
menjadi terharu. Tidak lama dari itu barulah si nona bergerak, rupanya dia merebahkan diri.
Kemudian lagi, suara napasnya menjadi perlahan dan teratur.
Tin Ok meraba tombak di sisinya. Kesunyian membuatnya ia berpikir. Di depan
matanya lantas bagaikan terpeta Cu Cong lagi membaca kitab bututnya, Han Po Kie
dan Coan Kim Hoat seperti lagi menarik-narik kumis patung malaikat. Ia merasakan
seperti bermimpi bersama Lam Hie Jin dan Thio A Seng tengah saling menarik
tombak besi itu, sedang Han Siauw Eng - sananya - baru berumur emapt atau lima
tahun, dua kuncirnya ngacir, selagi dia tertawa haha-hihi, kuncirnya itu memain
dengan benang merahnya. Hanya sekejap, segala apa menjadi gelap. Lenyap segala
petaan itu. Sebaliknya, timbullah hawa amarahnya, muncul kebenciannya yang hebat
terhadap si nona. Maka ia berbangkit, sambil membawa tombaknya, ia berindap-
indap mendekati si nona. Ia mendengar suara napas yang enteng, bukti bahwa nona
itu lagi tidur nyenyak. "Jikalau aku hajar dia, dia akan mati tanpa merasa," pikirnya jago Kanglam ini,
yang pikirannya seperti was-was itu. "Tanpa bersikpa begini, karena Oey Lao Shia
sangat kosen, mana bisa aku menuntut balas" Anaknya ini lagi tidur, inilah
ketika yang baik pemberian Thian! Biarlah Tong Shia merasakan enaknya orang
kematian anak!" Cuma sebentar ia berpikir begitu, atau ia ingat pula: "Anak ini
pernah menolongi jiwaku, dapatkah aku membalas kebaikannya dengan kejahatan" Ah,
biarlah! Habis membunuh dia, aku pun membunuh diri di sampingnya, guna membalas
budinya..." Cuma bersangsi sebentar, Tin Ok segera mengangkat tombaknya. Ia telah berpikir
pula: "Aku Kwa Tin Ok, seumurku aku jujur dan pemurah, selama beberapa puluh
tahun dari hiudpku, tidak pernah aku melakukan apa-apa yang tidak pantas.
Sekarang aku dapat kembali ke kampung halamanku, mestinya aku mati, tidak ada
yang dibuat sesalan lagi......"
Tepat sekali ia mengerahkan tenaganya, mendadak ia mendengar suara tertawa
nyaring dari kejauhan, suara itu menyeramkan, membangunkan bulu roma.
Oey Yong terbangunkan tertawa itu, ia terus berlompat. Maka kagetlah ia
menyaksikan Kwa Tin Ok lagi mengancam dia dengan tombaknya Ong Gian Cian itu.
Tapi ia berteriak: "Auwyang Hong!"
Tin Ok kecele. Tidak dapat ia meneruskan serangannya itu. Ia pun segera
mendengar suara bicaranya beberapa orang, yang terus mendatangi ke arah kuil.
Setelah itu, ia mendengar tindakan kaki, mungkin dari tiga sampai empatpuluh
orang, terdengarnya di depan dan di belakang kuil, di kedua samping.
Setelah mendengari sekian lama, Tin Ok kata dengan perlahan: "Terang mereka
datang kemari karena mereka mendapat dengar suara burung gagak. Mari kita
sembunyi..." Oey Yong setuju, ia memberikan penyahutannya.
Tin Ok menuntun tangan orang yang diajak pergi ke belakang tetapi di pintu
pendopo bagian belakang itu, ia mengutuk kedua serdadu tadi. Pintu itu
dikuncikan mereka itu. Sedang begitu, di depan terdengar suara pintu ditolak.
Jadi untuk mereka, tidak ada tempo untuk pergi keluar.
"Mari kita sembunyi di belakang patung," katanya perlahan. Oey Yong menurut. Ia
pun tidak melihat lain tempat sembunyi.
Baru mereka memernahkan diri, Tin Ok mencium bau belereng, maka tahulah ia yang
orang telah menyalakan api.
"Paduka yang mulia Chao Wang," lalu terdengar suaranya Auwyang Hong. "Kali ini
dalam pertempuran di Yan Ie Lauw kita tidak memperoleh hasil tetapi kesudahannya
kita telah memberi hajaran juga kepada semangat musuh!"
Chao Wang atau Wanyen Lieh tertawa.
"Di dalam segala hal aku mengandal kepada sianseng" ia kata. "Begitu juga di
lain hari, dalam urusan mengambil kitab di Tiat Ciang Pang, aku mengharap sangat
bantuan sianseng." "Itulah pasti!" kata Auwyang Hong. "Sebenarnya kalau bukan paduka yang mulia
telah mengalami bahaya besar ini, siapa menyangka kitabnya Gak Bu Bok itu adanya
di puncak Tiat Ciang Hong?"
"Beberapa budak sianseng telah menolongi jiwa anakku, aku sangat berterima kasih
sekali," berkata pula Chao Wang, si pangeran Kim itu. "Aku telah mengirim mereka
ke kotaraja, untuk di sana mereka dirawat seumur hidupnya."
"Itu semua menandakan kebaikan paduka yang mulia," kata Auwyang Hong tertawa.
"Khiu Pangcu telah menjadi sangat bergusar dan pulang ke gunungnya," kemudian
Wanyen Lieh berkata pula. "Di sana pasti dia bakal melakukan penjagaan kuat
sekali, maka itu sianseng ada mempunyai akal apa untuk mendapatkan kitabnya Gak
Hui itu?" "Paduka yang mulia mempunyai banyak orang pandai, apakah artinya satu partai
Tiat Ciang Pang?" berkata See Tok. "Biarnya Khiu Cian Jin lihay, Auwyang Hong
merasa sanggup untuk melayani dia!" Ia lantas tertawa kering.
Lalu terdengarlah suaranya Nio Cu Ong, Pheng Lian Houw, See Thong Thian dan
lainnya, yang mengumpak-umpak See Tok, sebaliknya Khiu Cian Jin tidak dipandang
mata sekali. Setelah itu terdengar suaranya seorang muda: "Tuan-tuan, kata-katamu tidak
tepat. Khiu Pangcu itu lihay sekali, aku telah melihatnya dengan mataku sendiri.
Aku percaya, selain Auwyang Sianseng, tidak ada yang sanggup menandingi dia."
Tin OK mengenal suara Yo Kang, hatinya panas sekali.
Perkataannya Yo Kang ini membikin Nio Cu Ong semua kecele.
"Khiu Cian Jin si tua bangka seperti ampus, sekalipun Kwee Ceng di bocah dia
tidak dapat mengalahkannya!" tiba-tiba terdengar suaranya Leng Tie Siangjin.
"Kepandaian dia itu biasa saja!"
Mendengar itu Auwyang Hong tertawa dingin.
"Kalau begitu, dapatkah Siangjin mengalahkan Kwee Ceng?" ia tanya.
Diam-diam orang tertawa. Mereka ingat peristiwa itu hari di Ci Han Tong di
istana, di mana Leng Tie Siangjin telah dibikin terlempar dari dalam air
tumpah." "Bukan aku memandang rendah kepada Siangjin," berkata pula Auwyang Hong. "Orang
dengan kepandaian sebagai kau, meski kau belajar lagi sepuluh tahunb, belum
tentu kau dapat menjadi tandingannya Khiu Pangcu. Nama Tiat Ciang Sui-siang-pauw
menggetarkan dua propinsi Lian Ouw, hingga sekalipun aku, tidak berani aku
memandang enteng terhadapnya!"
Lagi sekali See Tok tertawa kering.
Leng Tie Siangjin mendongkol bukan main, ia malu akan tetapi ia tidak berani
membuka mulut guna melawan bicara. Mukanya menjadi merah.
Kwa Tin Ok mendengari orang bicara, ia menahan napas. Ia mengenali semua orang
tangguh itu. Kalau tadi ia ingin mati bersama Oey Yong, sekarang sebaliknya ia
khawatir dirinya dan si nona nanti terbinasakan mereka.
Habis itu terdengar hamba-hambanya Wanyen Lieh mengatur tatakan untuk Wanyen
Lieh bersama Yo Kang dan Auwyang Hong beristirahat.
"Auwyang Sianseng," terdengar suara Yo Kang. "Di dalam bukunya Siangkoan Kiam
Lam, boanpwee melihat ada catatan tentang ilmu untuk memecahkan pukulan Tangan
Besi itu." Auwyang Hong girang mendengar keterangan itu hingga ia berlompat bangun sambil
menegasi: "Benarkah itu?"
"Boanpwee tidak berani mendusta," kata Yo Kang yang menyebut bdiri "boan-pwee",
yang terlebih muda, "Hanya sayang, bagian pelajaran itu termuat di dalam
halaman-halaman yang justru kena dirobek-robek si perempuan hina dina itu........."
Auwyang Hong menyesal sekali. Ia tidak takuti Khiu Cian Jin tetapi kepandaian
orang itu ia maui. Maka sayang ilmu memecahkan ilmu silat Tangan Besi itu telah
lenyap musnah. "Boanpwee telah membaca itu, bunyinya masih boanpwee ingat samar-samar," berkata
pula Yo Kang, "Sayang kepandaianku tidak berarti dan aku tidak dapat menyelami
catatan ini. Di dalam hal ini boanpwee mengharap petunjuk sianseng."
Mendengar ini, timbul harapannya See Tok.
"Bagus, bagus!" serunya. Hanya sejenak ia terus menghela napas. Kemudian ia
kata: "Keponakanku telah terbinasa di tangannya Oey Yok Su dan orang Coan Cin
Pay, dengan begitu Pek To San menjadi tidak ada ahli warisnya lagi. Aku pikir
baiklah aku ambil kau sebagai muridku."
Yo Kang girang bukan main. Inilah justru pengharapannya. Tidak ayal lagi, ia
berlutut di hadapan See Tok untuk paykui.
Tin Ok menyesal dan mendongkol bukan main.
"Dia turunan baik-baik, mengapa sekarang dia sekarang mengakui musuh sebagai
ayahnya?" pikirnya. "Sudah begitu, mengapa dia juga mengangkat orang jahar
sebagai gurunya" Dia tenggelam semakin dalam, mungkin tidak ada harapan untu dia
balik berpikir." Melihat putranya mengangkat guru, Wanyen Lieh berkata: "Di sini di tanah asing
tidak dapat disediakan hadiah untuk upacara angkat guru ini, baiklah itu ditunda
sampai lain hari." Auwyang Hong tertawa dan berkata: "Tentang barang permata, di Pek To San telah
tersedia cukup, Auwyang Hong cuma mengharapkan bakat baik dari anak ini, supaya
dia menjadi ahli waris yang berarti."
"Sianseng, maaf," berkata Wanyen Lieh.
Nio Cu Ong beramai memberi selamat kepada Auwyang Hong, Yo Kang dan pangeran Kim
itu: yang pertama mendapat murid, yang kedua karena mendapat guru dan yang
ketiga karena putran mendapat guru pandai.
Tengah ramai mereka itu memberi selamat, mereka mendengar seorang berkata-kata
nyaring: "Sa Kouw sudah lapar! Sa Kouw sudah lapar sekali! Kenapa aku tidak
diberi makan?" Kwa Tin Ok mendengar suara itu yang ia mengenalinya, ia menjadi heran.
"Kenapa anak itu berada bersama Wanyen Lieh dan Auwyang Hong?" pikirnya.
"Benar!" terdengar suaranya Yo Kang, yang tertawa. "Lekas cari barang makanan
untuk si nona, jangan bikin dia kelaparan hingga nanti mendapat sakit!"
Tidak lama setelah suaranya pangeran muda itu, Sa Kouw terdengar sudah mulai
memakan apa-apa sembari makan terdengar pula suaranya: "Saudara yang baik, kau
bilang kau hendak mengajak aku pulang, kau minta aku selalu mendengarkan
perkataanmu, tetapi kenapa sampai sekarang aku masih belum sampai di rumahku?"
"Besok kita akan sampai di rumahmu," kata Yo Kang. "Sekarang kau dahar biar
kenyang dan lantas tidur baik-baik."
Sa Kouw berdiam, hanya sebentar.
"Saudara yang baik," katanya pula. "Suara apa itu yang atas menara?"
"Kalau bukannya burung tentulah tikus," sahut si pangeran muda.
"Aku takut," kata si gadis tolol.
"Ah, nona tolol, takut apa?" Yo Kang kata tertawa.
"Aku takut setan..." sahut si nona.
"Di sini ada begini banyak orang, mana setan berani datang ke mari?" bilang
pangeran muda itu. Tin Ok mendengar nyata, suaranya Yo Kang sedikit menggetar dan tertawanya pun
tidak wajar. "Aku takut setannya si kate dan gemuk itu," berkata si nona kembali.
"Hus, jangan nagco-belo!" kata Yo Kang, kembali tertawa. "Apa sih si kate gemuk"
Buat apa kau menyebut-nyebut...?"


Memanah Burung Rajawali Sia Tiaw Eng Hiong Trilogi Pendekar Rajawali Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hm, jangan kau kira aku tidak tahu," berkata Sa Kouw. "Si kate gemuk itu mati
si dalam kuburan nenekuku, maka arwahnya nenek bisa mengusir dia pergi dari
perkuburan itu, untuk melarang dia tinggal di dalam kuburan, setelah di usir,
dia nanti pergi mencari kau!"
"Tutup mulut!" Yo Kang membentak. "Kalau kau terus banyak bacot, nanti aku
panggil kakekmu, biar dia nanti membawa kau kembali ke Tho Hoa To!"
Ancaman itu rupanya memakan, Sa Kpuw lantas menutup mulutnya.
"Eh, kau menginjak kakiku!" tiba-tiba See Thong Thian membentak.
Rupanya si tolol, karena takutnya kepada setan, telah menggeraki kakinya.
Tin Ok segera berpikir. Ia percaya kate gemuk yang dimaksudkan itu tentulah Han
Po Kie, saudaranya yang nomor tiga. Saudaranya itu terbinasa di Tho Hoa To,
terang dia di bunuh Oey Yok Su, maka kenapa setannya hendak mencari Yo Kang" Ia
heran. Sa Kouw memang tolol tetapi kata-katanya itu mesti ada sebabnya, itu
bukannya ocehan belaka. Karena di situ ada banyak musuh, biarnya ia hendak
menanyakan si tolol, tidak dapat ia melakukannya. Lalu ia ingat kata-kata Oey
Yok Su selama di Yan Ie Lauw bahwa dia ada manusia macam apa dan bagaimana dia
bisa sama pendapat sama mereka.
"Oey Yok Su tidak membunuh aku, maka bagaimana dia dapat membunuh kelima
saudaraku" Kalau bukan Oey Yok Su yang membunuhnya, kenapa adik yang nomor empat
membilang dia melihatnya sendiri Oey Yok Su membunuh saudaraku yang nomor dua
dan nomor tujuh?" Tengah ia berpikir begitu, Tin Ok merasa Oey Yong menarik tangan kirinya dan
ditelapakan tangannya lantas ia mencoret beberapa huruf, mulanya huruf "kiu" =
minta, lalu yang lain: "....satu hal." Ia lantas membalasi dengan menulis
pertanyaan: "Urusan apa itu?" Oey Yong menulis pula: "Membilangi ayahku siapa
yang membunuh aku." Mengetahui pertanyaan itu, Tin Ok melengak. Ia tidak mengerti maksud si nona.
Sedang ia berpikir begitu, ia merasakan angin bergerak di sisinya, lalu Oey Yong
lompat keluar dari tempatnya bersembunyi, sambil tertawa nona itu berkata:
"Auwyang Peehu, kau baik?"
Mendengar suara orang itu, Nio Cu Ong semua terkejut, dengan serentak, mereka
menghunus senjata masing-masing, lantas mereka mengambil sikap mengurung.
Diantaranya ada yang berseru: "Siapa kau!"
Oey Yong tidak takut, ia bahkan tertawa terus.
"Ayahku menitahkan aku menantikan Auwyang Peehu di sini!" katanya keras. "Perlu
apa kau membikin banyak berisik tidak karuan!"
Auwyang Hong tertawa. "Bagaimana ayahmu dapat ketahui aku bakal tiba di sini?" ia menanya.
"Ayahku mengerti ilmu bintang dan meramalkan, tidak ada apa-apa yang ia tidak
ketahui," menyhut si nona. "Asal dia menghitung-hitung menuruti ilmu hitung Bun
Ong Kwa lantas ia tahu segalaapa."
Auwyang Hong tidak menanyakan lagi, meski dia harus percaya satu bagian dari
perkataan si nona dan tidak mempercayai yang sembilan bagian.
See Thong Thian sendiri berlaku cerdik. Ia sudah lanntas pergi ke luar kuil, ke
sekeliling, memeriksa, habis mana ia masuk kembali dengan hati lega. Ia tidak
mendapatkan kawan si nona. Sesudah menyimpan senjata masing-masing, mereka
merubungi Wanyen Lieh. Oey Yong menghampirkan tempat duduk, untuk berduduk di situ.
"Auwyang Peehu, kau membikin ayahku sengsara!" katanya tertawa.
Auwyang ong tidak menyahuti. Ia tahu bocah ini lihay mulutnya, kalau ia salah
omong, di depan orang banyak itu, ia bisa mendapat malu. Maka ia menantikan
perkataan lebih jauh dari si nona.
"Auwyang Peehu," berkata pula Oey Yong. "Ayahku telah terkurung imam-imam dari
Coan Cin Pay di dusun Sinteng-tin di Siauw Hong Lay, jikalau kau tidak menolongi
dia, dia sukar meloloskan dirinya."
See Tok tertawa. "Mana bisa jadi!" katanya.
"Enak sekali kau bicara, Auwyang Peehu," berkata pula si nona. "Satu laki-laki,
dia berbuat, dia bertanggung jawab! Terang-terang kaulah yang membinasakan Tam
Cie Hian, si imam dari Coan Cin Kauw, entah kenapa sekarang itu kawanan imam
telah menggerembengi ayahku. Sudah begitu muncul juga Loo Boan Tong Ciu Pek
Thong, yang mengacau. Ayahku juga tidak mau mengaku atau menyangkal itu semua,
maka juga, habis bagaimana?"
Di dalam hatinya Auwyang Hong girang. Tapi ia kata: "Ayahmu lihay sekali, apa
yang mereka bisa bikin itu beberapa bulu campur aduk?"
Sengaja See Tok menyebutnya imam-imam dari Coan Cin Kauw itu sebagai "bulu
campur aduk". "Tetapi ayahku juga bukannya menghendaki kau datang sendiri untuk membantui
padanya," berkata pula si nona. "Hanya ayahku menyuruh aku menyampaikan kepada
kau bahwa setelah ia memikirkan susah payah selama tujuh hari tujuh malam, ia
telah berhasil dengan pemahamannya. Itulah mengenai sebuah kata-kata......"
"Apakah itu?" Auwyang Hong tanya.
Oey Yong menyahuti. Ia membacakan serintasan kata-kata Sansekerta.
Kwa Tin Ok dan Wanyen Lieh serta rombongannya tidak mengerti ucapan si nona itu,
sebaliknya Auwyang Hong menjadi terkejut.
"Benarkah Oey Yok Su berhasil memahamkan bagian terakhir dari Kiu Im Cin-keng?"
pikirnya. Tapi karena ia seorang berpengalaman, ia tidak mengasih kentara akan
kagetnya. Ia malah berlagak tenang.
"Bocah cilik, kau gemar menustai orang!" katanya. "Kau ngaco-belo, siapakah yang
mengerti?" "Ayahku telah berhasil menyalin semua itu, aku melihatnya sendiri," kata Oey
Yong. "Siapa yang mendustakan kau?"
Auwyang Hong terguncang ketenangan hatinya. Ia tahu Oey Yok Su sangat cerdas.
Memang orang yang dapat memahamkan Kiu Im Cin-keng cuma si Sesat dari Timur itu,
tidak ada orang lainnya lagi.
"Kalau begitu hendak aku memberi selamat kepada ayahmu!" katanya. Ia tetap
berlaku tenang. Oey Yong bisa menduga kesangsian orang. Ia kata pula: "Aku telah melihat
terjemahan itu, sekarang aku masih mengingatnya. Tidak ada halangan untuk aku
membacakannya: 'Kalau tubuh bergerak, kalau tubuh berat seperti ketindihan
barang, atau kalau tubuh enteng seperti hendak terbang, atau tubuh terikat, atau
panas atau dingin, atau girang atau bergelisah, atau kaget, atau sangat girang
dan mabuk, semua itu harus disalurkan menurut ilmu yang di bawah ini, guna
memperoleh ketenangan dan menjadi sempurna....'"
Auwyang Hong sangat tertarik. Memang ilmu itu mesti di dapat secara tenang,
kalau tidak, orang bisa tersesat menghadapi akibatnya yang membahayakan. Ia
tidak tahu si nona menyebutkan terjemahannya It Teng Taysu, jadi Kiu Im Cin-keng
yang tulen, ia hanya percaya itu sebab ia mengganggap masuk di akal.
"Habis bagaimana salurannya itu?" ia tanya.
"Bagaimana bawahannya itu aku lupa," kata si nona.
Auwyang Hong bersangsi. Ia tahu nona ini sangat cerdik, tidak nanti dia lupa.
Iamau percaya orang mendustai dia. Maka ia memikirkan, kenapa nona itu menyebut-
nyebut bunyinya kitab itu.
"Ayah menyuruh menanya kau, Auwyang Peehu," kata Oey Yong pula. "Kau menghendaki
lima ribu huruf atau tiga ribu?"
"Coba kau jelaskan dulu," menjawab si See Tok.
"Jikalau kau suka membantu ayah hingga kamu berdua bersama memusnahkan Cauw Cin
Kauw, maka semua lima ribu huruf dari Kiu Im Cin-keng akan aku baca habis untuk
kau mendengarkannya."
Auwyang Hong tersenyum. "Jikalau aku tidak suka membantu ayahmu?"
"Maka ayah mau minta tolong kau membalaskan sakit hatinya saja. Sebab setelah
kau membinasakan Coan Cin Liok Cu serta Ciu Pek Thong, akan aku membacakan yang
iga ribu huruf itu."
Auwyang Hong tertawa. "Sebenarnya perhubungan ayahmu denganku tidak erat, mengapa sekarang dia begini
menghargai aku?" ia tanya.
"Ayah membilang, pertama-tama, yang membinasakan keponakanmu itu ialah muridnya
Coan Cin Cit Cu, maka ayah pikir kau tentunya akan membalaskan sakit hatinya..."
Yo Kang menggigil sendirinya mendengar perkataan si nona. Ialah muridnya Khu Cie
Kee. Jadi si nona pasti maksudkan dia.
"Eh, saudara yang baik, kau kedinginan?" tanya Sa Kouw kepada pangeran muda itu.
Ia melihat tubuh orang bergemetaran.
Yo Kang menyahuti sembarangan saja.
"Kedua," berkata Oey Yong pula. "Setelah berhasil memahamkan kitab, ayah lantas
bertempur sama kawanan imam itu, dia jadi belum sempat menjelaskan semua. Kitab
itu kitab langka, mana dapat itu dibikin lenyap" Sekarang ini cuma kau seorang
yang tabiatnya mirip ayahku, maka itu ayah ingin mewariskan itu padamu, nanti
baru kau mengajari aku."
"Kata-kata ini dapat dipercaya," Auwyang Hong pikir. "Tanpa penjelasan, biar
budak ini sangat cerdas, tidak nanti dia dapat menangkap artinya kitan itu."
Tapi ia mengutarakan kesangsiannya. Ia kata: "Mana aku ketahui kau membacakan
yang asli atau yang palsunya.
"Kwee Ceng si tolol telah mengasihkan kitab yang tertulis," berkata si nona,
"Maka kalau kau mengukurkannya dengan apa yang aku bacakan, kau bakal mengetahui
tulen atau palsunya."
"Kau benar juga. Sekarang kau memberikan ketika untuk aku beristirahat, besok
aku nanti pergi menolongi ayahmu itu," berkata Auwyang Hong.
Oey Yong tidak mau mengerti.
"Menolongi orang kesusahan seperti tolongi orang kebakaran, bagaimana kau bisa
menanti sampai besok?"
"Kalau begitu nanti saja aku membalaskan sakit hati ayahmu. Sama bukan?"
See Tok tertawa. ia telah berpikir, di mana kitab sudah berada di tangannya, ia
tinggal memaksa saja si nona memberikan penjelasan kepadanya. Nanti ia akan
dapat mengerti sendiri. Bukankah bagus ia membiarkan Oey Yok Su dan Coan Cin
Kauw bertempur mati-matian"
Kwa Tin Ok memasang kuping. Orang membicarakan melulu soal kitab, ai tidak
mengerti. Ia pun heran untuk tulisan Oey Yong di telapakan tangannya itu:
"Bilangi ayahku siapa yang membunuh aku."
Lalu terdengar suara Oey Yong pula: "Bagaimana kalau kau pergi besok pagi-pagi"
Dapatkah?" Si nona agaknya kewalahan.
"Tentu," See Tok tertawa. "Sekarang kau beristirahatlah!"
Oey Yong menurut, akan tetapi ia mendekati Sa Kouw.
"Eh, Sa Kouw, ayah membawamu ke Tho Hoa To, kenapa kau sekarang ada di sini?" ia
tanya. "Aku tidak suka berdiam di Tho Hoa To, hendak aku pulang ke rumah sendiri,"
menyahut si tolol. "Bukankah ini saudara Yo ynag telah pergi ke Tho Hoa To dan membawa kau pergi"
Benar bukan?" Oey Yong tanya pula.
"Benar. Dia benar-benar seorang yang baik hati!"
Kwa Tin Ok mendengar itu. Ia heran.
"Kapannya Yo Kang pergi ke Tho Hoa To?" Ia tanya dirinya sendiri.
"Habis, kemana perginya ayahku?" Oey Yong tanya.
Sa Kouw nampak kaget. "Jangan kau membilangi aku buron, ya?" katanya. "Kakek bakal menghajar aku...."
"Aku tidak akan memberitahukanny," kata Oey Yong tertawa.
"Cuma hendak aku menanya kau dan kau harus menjawabnya dengan baik."
"Kau jangan membilangi kakek, ya. Kakek hendak menangkap aku, buat dibawa
pulang. Dia mau mengajari surat padaku."
"Tentu aku tidak akan memberitahukan!" kata Oey Yong tertawa pula. "Kau bilanng
kakek mau mengajari kau surat?"
"Benar. Hari itu di kamar tulis kakek mengajari aku menulis surat. Pula aku
diberitahu bahwa ayahku orang she Kiok dan namanya entah apa Hong. Benar-benar
aku sukar mengingati itu, lantas kakek gusar, ia mengatakan aku tolol hebat
sekali. Aku memang juga dipanggil Sa Kouw!"
"Sa Kouw memang tolol," kata Oey Yong tertawa manis. "Ayah memaki kau, itulah
keliru." Sa Kouw senang mendengar perkataan nona itu.
"Bagaimana kemudiannya?"
"Aku mengasih tahu niatku untuk pulang, kakek jadi semakin gusar. Selagi begitu,
satu budak gagu datang masuk. Ia bicara sama kakek, tangannya digerak-geraki.
Kakek kata: 'Aku tidak mau menemui tetamu, suruh mereka pergi kembali!' Budak
itu mengundurkan diri, tapi sebentar lagi ia kembali sambil membawa sepotong
kertas. Kapan kakek melihat itu, ia lantas menitahkan aku ikt si gagu menyambut
sekalian tetamunya itu. Aku melihat si kate gemuk itu, muak aku melihatnya. Aku
mendelik terhadapnya, dia mendelik terhadap aku."
Tin Ok membayangi halnya itu hari ia san saudara-saudaranya berkunjung ke Tho
Hoa To. Keterangannya nona tolol ini cocok sama keadaan itu waktu. Mulanya
mereka ditolak, setelah Cu Cong menulis surat, mereka diterima. Memang benar, Sa
Kouw yang menyambut mereka. Hanya sekarang Han Po Kie telah tidak ada bersama,
ia menjadi sedih. "Apakah kakek menemui mereka itu?" Oey Yong bertanya pula.
"Kakek memerintah aku menemani mereka bersantap, kakek sendiri mengundurkan
diri. Aku tidak senang melihat si kate gemuk itu, diam-diam aku meninggalkan
mereka. Aku melihat kakek di belakang lagi duduk di batu mengawasi laut. Aku pun
turut memandangnya. Di sana tampak sebuah perahu layar lagi mendatangi. Yang duduk di perahu itu ialah bangsa imam."
Kwa Tin Ok berpikir: "Itu hari kami mendengar kabar Coan Cin Pay bakal
menyatroni Tho Hoa To untuk menuntut balas, kami lantas mendahului datang guna
mengasih kisikan, buat minta dia suka menyingkir untuk sementara waktu, supaya
kami yang menemui pihak Coan Cin Pay guna memberikan penjelasan, hanya di pulau
itu kami tidak mendapatkan tibanya orang-orang Coan Cin Pay itu. Kenapa sekarang
Sa Kouw membilang dari hal tibanya imam-imam itu naik perahu?"
"Bagaimana dengan kakek?"
"Kakek menggapaikan aku. Aku kaget. Aku mengira kakek tidak tahu aku
meninggalkan tetamu. Aku takut menghampirkan kakek, aku khawatir nanti dihajar.
Kakek kata: 'Aku tidak pukul padamu, kau kemari.' Aku menghampirkan. Kakek
lantas membilangi aku dia mau pergi memangcing dengan naik perahu, maka ia
memesan kalau kawanan imam itu mendarat, aku mesti menyambut mereka, untuk
mengajak mereka masuk dan bersantap bersama-sama rombongannya si kate gemuk itu.
Aku bilang bahwa aku pun ingin pergi memancing. Lantas air mukanya kakek menjadi
guram. Terpaksa aku diam saja."
"Kemudian bagaimana lagi?"
"Kakek pergi ke belakang untuk mengambil perahunya. Aku mendapat kenyataan,
wajahnya semua imam itu tak sedap dipandangnya, pantas kakek tidak sudi menemui
mereka." "Benar, benar apa yang kau bilang. Kapan kembalinya kakek?"
"Apa, kembali" Kakek tidak pulang lagi!"
Tin Ok terkejut hingga tubuhnya bergerak.
"Apakah kau tidak salah inngat" Kemudian lagi bagaimana?" Oey Yong tanya,
suaranya rada bergemetar.
"Selagi kakek hendak melayarkan perahunya untuk berangkat, mendadak datang
sepasang burung besar. Itulah sepasang burungmu. Kakek menggapai kepada kedua
burung itu. Mereka itu terbang turun. Ada apa-apa yang diikat di kaki burung
itu, bagus barang itu. Aku teriaki kakek: 'Kakek, kakek, kasih aku!'"
Selagi mengucap, benar-benar Sa Kouw berteriak-teriak.
"Sudah, jangan omong saja!" Yo Kang membentak. "Orang mau tidur!"
"Jangan pedulikan dia," berkata Oey Yong. "Kau omong terus!"
"Aku akan bicara perlahan," katanya si tolol. Dan dia benar memperlahankan
suaranya. "Kakek tidak meladeni aku, dia menyobek ujung bajunyya, dia ikat itu
di kaki burung, yang ia lantas lepaskan pergi pula."
Oey Yong berpikir: "Ayah hendak menyingkir dari Coan Cin Cit Cu, pantas dia
tidak sempat mengambilkan ikan emas. Hanya panah di tubuhnya burungku yang
jantan, siapakah yang memanahnya?" Maka ia lantas tanya. "Siapakah yang memanha
burung itu?" "Memanah burung" Tidak ada."
Selagi mengatakan itu, si tolol melongo.
"Baik, nah kau cerita terus."
"Melihat bajunya robek, kakek menyuruh aku pulang untuk mengambil sepotong baju
yang lain. Ketika kemudian aku kembali bersama baju, kakek sudah tidak ada.
Perahu kawanan imam itu juga tidak nampak. Cuma baju robek kakek itu
ditinggalkan di tanah."
Oey Yong tidak menanya lagi, ia berdiam.
"Kemana perginya mereka?" tanyanya selang sekian lama.
"Aku melihatnya. Mulanya aku memanggil-manggil kakek, dia tidak menyahut. Lantas
aku naik ke atas pohon, memandang ke laut. Aku melihat perahu kakek di depan,
perahu si imam di belakang. Peragu kakek kecil, perahu si imam besar. Perlahan-
lahan kedua perahu itu tak terlihat lagi. Aku tidak sudi pula melihat si kate
gemuk, aku terus berdiam di tepi laut main-main menendang batu. Sampai hari
sudah malam baru aku pulang dengan mengajak kakek itu serta ini saudara yang
baik."

Memanah Burung Rajawali Sia Tiaw Eng Hiong Trilogi Pendekar Rajawali Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia menunjuk kepada Auwyang Hong dan Yo Kang.
"Jadi kakek ini, bukannya kakek yang mengajari kau surat?" Oey Yong menegaskan.
Sa Kouw tertawa. "Ya, kakek ini baik sekali," sahutnya. "Dia tidak mau mengajari aku surat, dia
bahkan membagi aku kue. Eh, kakek kuemu masih ada atau tidak?"
"Ada!" sahut Auwyang Hong sambil tertawa. "Ini aku bagi pula padamu!"
Hati Kwa Tin Ok seperti melonjak. Kiranya hari itu Auwyang Hong berada di pulau
Tho Hoa To. Justru itu Sa Kouw menjerit keras, menyusul mana terdengar bentrokan tangan dua
kali, tanda dari satu pertempuran, sebagaimana nampak tubuh orang berlompatan.
"Aku hendak membunuh dia untuk menutup mulutnya" Baiklah kau bunuh dulu padaku!"
Auwyang Hong tertawa, dia kata, "Urusan ini dapat dikilangi untuk orang luar,
tidak ayahmu, maka perlu apa aku membunuh dia" Jikalau kau hendak menanyakannya,
pergilah kau menanya sepuasnya!"
Sa Kouw merintih-rintih kesakitan, tidak dapat ia bicara. Entah dia telah
ditotok jalan darah apanya oleh si See Tok.
"Tidak usah aku menanyakan dia, telah dapat aku menduganya," kata Oey Yong. "Aku
cuma menghendaki dia mengucapakannya sendiri!"
"Budak perempuan, kau sangat cerdik!" kata Auwyang Hong. "Kenapa kau dapat
menduga itu" Coba kau jelakan kasih aku dengar."
"Ketika pertama kali aku melihat keadaan dipulauku itu," menyahut si nona
mengasih keterangan, "Aku juga menyangka ayahku yang membinasakan Kanglam Ngo
Koay. Baru kemudian setelah memikirkannya, aku mendapat anggapan lain. Coba kau
pikir, cara bagaimana ayahku dapat membiarkan mayatnya semua orang busuk itu
berada di dalam kuburan untuk menemani ibuku" Lagi pula mana bisa jadi ayahku
keluar dari kuburan tanpa mengunci pula pintunya?"
Auwyang Hong menepuk pahanya.
"Ah, benar, itulah kealpaanku!" serunya. "Anak Kang, benar bukan?"
Mendengar sampai di situ, Tin Ok merasakan hatinya mau meledak. Sekarang ia baru
mengerti kiranya sejak siang-siang Oey Yong telah menduga pembunuhnya adalah
Auwyang Hong, si Bisa dari Barat yang kejam ini serta Yo Kang. Si nona bermaksud
baik hati. Ia sendiri yang menyangka keliru. Jadi nona ini barusan keluar dari
tempat persembunyian melulu untuk membeber duduknya hal guna membersihkan nama
ayahnya. Itulah perbuatan berbahaya sekali. Ia menduga, suratnya si nona untuk
ia nanti memberitahukan ayahnya, ialah Oey Yok Su, tentang orang yang membunuh
padanya andaikata nona ini menemui bencana. Maka ia jadi sangat berduka dan
menyesal. "Ah, nona, nona," ia mengeluh di dalam hatinya. "Bukankah cukup jikalau kau
memberitahukan akku siapa pembunuh semua saudaraku itu" Kenapa kau bertindak
begini rupa?" Kemudian ia ingat tabiatnya sendiri. Pikirnya pula. "Aku Hui Thian
Pian-hok, kenapa aku sangat sembrono" Kenapa aku bersiskukuh menuduh itu ayah
dan anak" Memangnya kalau dia memberitahukan padaku, mana bisa aku gampang
mempercayainya" Kwa Tin Ok, oh Kwa Tin Ok, kau pantas dihukum picis! Si buta
yang busuk, kau memaksa si nona kepada kebinasaannya!"
Dalam sengitnya, Tin Ok hedak menghajar dirinya sendiri. Baiklah ia lantas
mendengar pula suaranya Auwyang Hong, yang menanya si nona: "Bagaimana caranya
kau menduga padaku?"
"Tidaklah sukar menerkamu!" menjawab si nona. "Menghajar mati kuda dan
mematahkan dacin, itulah perbuatan di jaman ini cuma dapat dilakukan beberapa
gelintir manusia. Hanya mula-mula aku masih menduga kepada lain orang. Ketika
Lam Hie Jin hendak menghembuskan napasnya yang terakhir, dengan jari tangannya
ia masih dapat mencoret beberapa huruf di tanah, 'Yang membunuh aku
ialah....'Huruf yang terakhir ini tidak keburu dituliskan lengkap, baru pada
bagian sampingnya, yang merupakan huruf "sip" yang berarti "sepuluh". Aku
pikirkan huruf belum lengkap itu. She namamu tidak memakai permulaan huruf 'sip'
itu, maka aku menduga kepada Khiu Cian Jin......"
Auwyng Hong tertawa terbahak-bahak.
"Hebat Lam Hie Jin!" katanya. "Dia dapat menanti sampai tibanya kalian!"
"Aku melihat keadaanya sewaktu dia mau mati itu, aku menduga dia terkena racun,"
Oey Yong berkata pula. "Karena ini aku menduga keras kepada orang she Khiu itu.
Bkankah Tiat Ciang Pang memelihara banyak kodok dan ular berbisa?"
See Tok tertawa. "Tiat Ciang Pang memelihara banyak binatang berbisa tetapi tidak ada yang luar
biasa," ia berkata. "Ketika Lam Hie Jin mau mati, bukankah dari mulutnya keluar
suara tetapi tanpa dapat bicara" Bukankah dia mati dengan wajah tertawa?"
"Benar! Sebenarnya dia terkena racun apa?"
Auwyang Hong tidak menjawab, hanya ia menanya pula: "Bukankah tubuhnya meringkuk
dan dia berguling-guling di tanah, tenaganya besar luar biasa" Benar tifak?"
"Benar! Bisa semacam itu, aku pikir, kecuali Tiat Ciang Pang, lain orang tidak
memilikinya." Kata-kata yang terakhir ini ada pancingan membangkitkan amarah. Auwyang Hong
menginsyafi itu tetapi dia tidak dapat menahan meledaknya kemurkaannya. Ia
berseru dalam kemurkaannya itu: "Orang menyebutnya aku si bisa bangkotan, apakah
itu panggilan kosong belaka?" Ia mengetok lantai dengan tongkat ularnya. Ia kata
pula dengan nyaring: "Itulah ular di tongkatku ini yang menggigitnya! Dan
lidahnyalah yang dicatok itu! Karena itu, di tubuh dia jadinya tidak
meninggalkan bekas dan dia tidak dapat bicara!"
Tin Ok merasakan sesak dadanya hingga hampir ia pingsan.
Oey Yong mendengar suara apa-apa di belakang patung, ia dapat menduga, maka ia
lantas batuk-batuk guna menyaruhkan suara itu, kemudian ia berkata pula dengan
sabar: "Ketika itu kau telah berhasil membinsakan lima anggota dari Kanglam Cit
Koay yang lolos hanya Kwa Tin Ok seorang, yang kedua matanya buta, maka itu
menjadi tidak ketahuan siapa yang melakukan pembunuhan hebat itu.."
Tin Ok mendengar perkataan itu, ia mengerti kata-kata itu ditujukan kepadanya.
Ia pikir: "Ia mengisiki aku untuk jangan sembarangan bergerak, supaya kita
berdua tak usah mati secara gelap..."
Auwyang Hong berkata sambil tertawa kering: "Apakah seorang buta dapat lolos
dari tanganku" Hm! Memang sengaja aku meloloskan dia!"
"Kau benar! Kau membunuh yang lima, kau sengaja mau membikin dia percaya
ayahkulah yang membunuhnya supaya ia menguarkannya, supaya nanti semua orang
gagah datang mengepung ayahku!"
Lagi-lagi Auwyang Hong tertawa.
"Itu bukan pikiranku, hanya pikiran anak Kang! Benar bukan, anak Kang?"
Yo Kang menyahuti seperti tadi, sepintas lalu.
"Sungguh suatu pikiran yang sangat luar biasa!" berkata Oey Yong. "Aku kagum
sekali!" Tentu itulah pujian ejekan.
"Kita bicara balik lagi," kata Auwyang Ong. "Bagaimana maka kemudian kau dapat
menduga padaku?" "Aku pikir Khiu Cian Jin itu pernah bertempur denganku di Selatan Liang Ouw.
Dalam keadaan biasa, memang dapat dia mendahului aku tiba di Tho Hoa To, akan
tetapi aku mempunyai kuda merahku, tidak bisa menjadi dia dapat melawan kudaku
itu. Lalu aku ingat suratnya Cu Cong. Di situ ia memesan untuk berjaga-jaga. Ia
pun belum menulis lengkap. Huruf yang tidak lengkap itu dapat diteruskan menjadi
'Tong'. Dapat juga dijadikan 'See'. Maka itu kalau bukan Tong Shia tentulah See
Tok. Selama di Tho Hoa To telah dapat aku memikirkan itu hanya aku belum dapat
memastikannya sebab masih ada beberapa hal lainnya."
Auwyang Hong menghela napas.
"Aku kira, aku sudah menjahit dengan rapat sekali, tidak tahunya masih ada ynag
bolong," katanya. "Si mahasiswa dekil itu sangat hebat, kau tidak melihat dapat
dia menulis suratnya."
"Dia digelarkan Biauw Ciu Sie-seng, si mahasiswa Tangan Lihay, pasti sekali ia
menulis tanpa memberikan ketika kau melihatnya! Aku telah memikirkan keras huruf
'sip' dari Lam Hie Jin itu. Karena aku mendengar kabar yang ini saudara Yo telah
terkena racun dan mati, sama sekali aku tidak pernah memikirkan dia."
Yo Kang heran. "Kenapa kau ketahui aku terkena racun dan mati?" ia tanya. "Siapa yang
memberitahukan itu padamu?"
"Banyak sekali hal-hal yang aku ketahui!" menjawab si nona. "Hari itu aku berada
sendirian di Tho Hoa To, aku tidur tanpa merasa, aku mendusin, aku tidur pula,
aku mendusin lagi, masih aku tidak dapat menerka. Selama tidur itu, aku pun
banyak mimpi, dan di dalam mimpiku, aku melihat banyak orang! Akhirnya aku
bermimpi enci Bok. Aku mimpikan dia di Pakhia, di sana dia mengadu ilmu silat
untuk merangkap jodohnya. Mimpi sampai di situ, aku mendusin dengan kaget,
hingga aku berlompat bangun! Itu waktu baru tahu si pembunuh itu ialah.....kau!"
Bab 73. Bisa Bekerja Bab ke-73 cersil Memanah Burung Rajawali, karya Jin Yong.
Kata-kata itu cepat dan tajam, Yo Kang mengeluarkan peluh dingin tanpa ia
merasa. Ia mencoba menentramkan diri dengan memaksa tertawa.
"Mustahilkah Bok Liam Cu mengasih mimpi kepadamu?" katanya.
"Memang! Tanpa impian itu, mana aku ingat kau!" menjawab di nona. "Nah, mana
sepatumu yang kecil mungil bertabur batu permata?"
Yo Kang kaget hingga ia melengak.
"Bagaimana kau ketahui itu?" serunya. "Kembalikah Bok Liam Cu yang mengasih
impian padamu?" "Buat apa menyebut itu pula!" si nona membaliki sambil tertawa dingin, "Ketika
kau telah membunuh Cu Cong, kau masuki barang-barang permata ibuku ke dalam
sakunya korbanmu itu, supaya kalau orang luar melihatnya, mereka bisa menyangka
dia telah diperogoki ayahku dan karenanya ia menerima kebinasaannya! Ini tipu
daya keji memang bagus sekali, hanya kau melupakan satu hal, yaitu gelarannya Cu
Cong, ialah Biauw Ciu Sie-seng, si Mahasiswa Tangan Lihay!"
Auwyang Hong pintar sekali akan tetapi ia tidak dapat mengerti maksudnya
perkataan nona itu. "Kalau dia Biauw Ciu Sie-seng, habis bagaimana?" tanyanya heran.
"Hm!" menyahut nona itu. "Saudara Yo ini cuma tahu menjejalkan barang permata ke
dalam saku orang, dia tidak tahu yang Cu Cong sendiri pun telah mengambil barang
permata dari sakunya sendiri!"
"Barang permata apakah itu?" tanya Auwyang Hong masih heran.
"Di dalam ilmu silat Cu Cong memang kalah daripada kau," Oey Yong menerangkan,
"Tetapi dia pun seorang lihay, di saat dari tarikan napasnya yang penghabisan,
dia telah mengambil serupa barang, barang mana dia genggam di tangannya. Tentu
sekali kamu tidak ketahui itu, tidak dari bermula hingga di akhirnya. Jika bukan
karenanya adanya permata itu pastilah aku tidak menyangka yang paduka pangeran
yang muda ini sudah mati tetapi hidup pula dan bahkan berkunjung ke pulau Tho
Hoa To!" "Sungguh menarik!" Auwyang Hong tertawa. "Sungguh lihay Biauw Ciu Sie-seng! Dia
telah kehilangan jiwanya tetapi dia dapat meninggalkan bukti! Kalau begitu,
barang yang dia ambil itu mestinya sepatu yang kau sebutkan itu!"
"Tidak salah! Barang-barang permata ibuku yang disimpan di dalam kuburannya itu,
aku telah melihatnya semenjak aku masih kecil, aku ingat dan mengenali semuanya,
hanya ini sepatu mungil belum pernah aku melihatnya. Cu Cong menggenggam ini
erat-erat, mesti ada sebabnya. Pula sepatu ini ada ukiran hurufnya, yang
dasarnya huruf Pie yang dibaliknya huruf Ciauw. Lama aku pikirkan artinya kedua
huruf itu, tidak dapat aku jawabannya, maka ketika malam itu aku bermimpi,
memimpikan enci Bok menjual silat di kota Pakhia dengan ia memancar bendera yang
bersulamkan empat huruf Pie Bu Ciauw Cin, baru aku ingat dan sadar, baru aku
mengerti! Bukankah Pie Bu Ciauw Cin itu berarti mengadu silat untuk mengamproki
jodoh" Bukankah kedua huruf Pie dan Ciauw itu diambil dari empat huruf itu?"
Auwyang Hong tertawa bergelak.
"Sepatu ini mempunyai riwayat asmara demikian bagus. Haha! Haha!"
See Tok tertawa berulang-ulang, agaknya dia sangat gembira, sebaliknya Kwa Tin
Ok, kemurkaannya tidak terkira-kirakan. Ia menjadi mendapat tahu semakin jelas
nasib saudara-saudaranya, lelakon yang hebat dan menyedihkan sekali di Tho Hoa
To itu. Ia hanya heran mengapa Oey Yong dapat menerka demikian jitu.
Putrinya Oey Yok Su percaya Tin Ok masih belum mengerti jelas, maka ia sengaja
berkata pula. Tapi sebab Tin Ok lagi bersembunyi, ia menjelaskannya kepada
Auwyang Hong, yang juga tentunya masih bingung.
Ia kata: "Ketika itu hari enci Bok mengadakan pertunjukan silat buat mengadu
kepandaian untuk merangkap jodohnya, maka paduka pangeran yang muda telah terjun
ke dalam gelanggang, di mana ia memperlihatkan kepandaiannya. Aku berada di itu
tempat, aku menyaksikannya sendiri pertandingan itu. Diakhirnya pertempuran,
paduka pangeran yang muda telah merampas sebelah sepatunya enci Bok. Itu
artinya, di dalam pertandingan itu dialah yang menang! Hanya mengenai
perangkapan jodoh, urusan itu ruwet sekali..."
Mendengar keterangan Oey Yong sampai di situ, mereka yang hadir lantas pada
berpikir sendiri. Ketika itu saksi-saksi terdiri antaranya dari Nio Cu Ong dan
See Thong Thian. Mereka menjadi teringat akan peristiwa yang telah lewat itu,
yang ada hubungannya sama halnya Wanyen Lieh kematian istrinya dan Yo Kang
menemui ayah kandungnya. Oey Yong tidak memperdulikan mereka yang lagi berpikir itu, ia melanjutkan
keterangannya; "Sampai di sini, maka teranglah sudah duduknya hal. Paduka
pangeran yang muda dan enci Bok telah mengikat janji, tanda mata dari
pertunangan mereka ialah sepasang sepatunya enci Bok itu, sepatu kumala yang
berukiran huruf-huruf Pie Bu Ciauw Cin. Sepatu yang sebelah memakai huruf-huruf
Pie dan Ciauw itu, dan yang sebelah lagi tentulah Bu dan Cin. Paduka pangeran
yang muda, bukankah terkaanku ini tidak salah?"
Yo Kang berdiam, tak dapat ia berbicara.
"Setelah mengerti ini, yang lainnya tak sulit lagi," si nona masih meneruskan.
"Han Po Kie terbinasa karena cengkeraman ilmu silat Kiu Im Pek-kut Jiauw. Di
dalam dunia ini, yang menyakinkan ilmu yang dahsyat itu cuma Hek Hong Siang Sat
berdua, tetapi dua-duanya mereka sudah mati maka itu orang luar pastilah lantas
mengingat kepada guru mereka, yang mestinya pandai ilmu itu. Guru itu bukan lain
daripada Oey Yok Su, ayahku! Siapa tahu selama hidupnya Tiat Sie Bwee Tiauw
Hong, si Mayat Perunggu, telah mengambil seorang murid yang pandai! Tentang
huruf Sip yang ditulis Lam Hie Jin, huruf tidak lengkap itu pastilah diartikan
huruf Yo, hanya sungguh aku tidak nyana Kwee Ceng si bocah dungu itu, dia
memaksa membilangnya huruf Oey...!"
Diwaktu mengucapkan kata-katanya yang terkahir ini, nona itu muram mukanya,
tandanya ia sangat berduka.
Uawyang Hong tertawa pula terbahak dan lama.
"Kalau begitu tidaklah heran Kwee Ceng si bocah itu selama di Yan Ie Lauw telah
hendak mengadu jiwanya dengan ayahmu!" katanya.
"Memang tipu daya keji kamu ini sangat bagus," kata Oey Yong. "Dan dia, dalam
murka dan sedihnya, sukar dapat menerkanya. Aku juga mulanya menyangka kau telah
menawan budak-budak gagu dan memaksanya mereka menunjuki jalan, tetapi hari ini
barulah aku kethaui sebenarnya Sa Kouw inilah orang mengajak kamu masuk ke
dalam. Di dalam hal ini tentunya, ini engko Yo telah menjanjikan dia untuk
membawanya pulang ke Gu-kee-cun. Sa Kouw sangat girang maka ia lantas saja
menuruti kata-kata kamu. Sekarang aku mengerti, pasti kamu telah menyembunyikan
diri di dalam kuburan ibuku, lalu kamu menyuruh Sa Kouw mengundang Kanglam Liok
Koay datang ke situ. Pasti sekali kamu memakai alasan ayahkulah yang telah
mengundang mereka. Setelah Liok Koay masuk, terang sudah Auwyang Peehu yang
menjaga pintu! Mana Liok Koay dapat meloloskan diri lagi dari tangan beracun"
Ini dia yang dinamakan akan menangkap pie di dalam keranjang." (Pie = sejenis
kura-kura) Tik Ok merasa hatinya menggetar. Ia heran dan kagum sekali. Si nona bercerita
seperti dia menyaksikan sendiri peristiwa hebat di dalam liang kubur itu. Di
dalam otaknya, maka terbayangkan kejadian hari itu.
"Auwyang Peehu," berkata pula Oey Yong. "Ketika di tepi laut, kau telah
menemukan baju dan topengnya ayahku, maka kau mengenakan itu untuk menyamarkan
diri. Di dalam kuburan, cahaya memang remang-remang. Begitu bergebrak, beberapa
orang dari Liok Koay telah terluka atau terbinasa. Di dalam keadaan seperti itu,
mana bisa mereka mengenali baik-baik siapa muduh mereka" Demikian sudah terjadi,
Lam Hie Jin mengatakan kepada Kwa Tin Ok bahwa musuh mereka ialah ayahku. Yang
benar ialah Cu Cong dan Coan Kim Hoat terbinasakan di tangan peehu, Han Po Kie
dibunuh engko Yo. Dan Han Siauw Eng mati membunuh diri. Kwa Tin Ok dan Lam Hie
Jin telah mencoba melarikan diri. Kalian bertempur pula di kamar semadhi ayahku,
di sana kamu sengaja menyaksikan Tin Ok satu orang. Ketika Lam Hie Jin
mengetahui bahwa si penjahat ialah si orang she Yo, ia telah menjadi korbannya
racun hingga ia tidak sempat menyelesaikan suratnya."
Auwyang Hong menghela napas.
"Eh, budak cilik, dugaamu lihay sekali," ia berkata, memuji. "Sebenarnya
kejadian ada hal yang sangat kebetulan. Itulah dasar nasibnya Liok Koay! Ketika
aku bersama anak Kang pergi ke pulau Tho Hoa To itu, kami tidak tahu yang mereka
juga berada di pulau itu."
"Nasib! Itulah benar!" berkata Oey Yong. "Kanglam Cit Koay itu tersohor namanya,
itu disebabkan perbuatan-perbuatan mereka yang mulia. Bicara tentang ilmu silat,
dia mana ada di pandangan mata peehu! maka itu, kalau kamu berdua sampai
bertindak demikian rupa, bercapai lelah secara demikian, mesti ada maksud
tujuannya."

Memanah Burung Rajawali Sia Tiaw Eng Hiong Trilogi Pendekar Rajawali Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Melihat kecerdikan kau bocah, kau tentu tidak dapat dikelabui!" kata Auwyang
Hong tertawa. "Nanti aku menerka," berkata Oey Yong, "Kalau aku menerka keliru, harap peehu
tidak buat kecil hati. Aku menduga pada permulaannya kamu datang ke Tho Hoa To,
kamu mengharap-harap Coan Cin Cit Cu serta ayahku nanti bertarung hebat hingga
dua-duanya sama terbinasa, supaya kau yang menjadi Pian Chong yang yang menerkam
harimau, agar dengan sekali bergebrak saja, dapat kau memusnahkan Coan Cin Cit
Cu dan Tho Hoa To. Sayang kamu dapat terlambat satu tindak. Ialah ayahku
bersama-sama Coan Cin Cit Cu sudah berangkat meninggalkan pulau. Tempo ini engko
Yo berbicara sama Sa Kouw, ia mendapat tahu kehadirannya Liok Koay, maka lantas
saja kamu berdua menunjuki kepandaian kamu yang lihay, kamu membunuh lima
diantaranya, kamu membuatnya segala apa seperti juga mereka terbinasakan ayahku.
Kamu yang membunuh habis semua bujang gagu, guna melenyapkan saksi-saksi. Dengan
begitu bukankah kemudian akan terjadi Ang Cit Kong, Toan Hongya dan yang lainnya
nanti membikin susah ayahku" Engko Yo ini cerdik, dia khawatir ayahku nanti
keburu pulang lebih dulu dan ayahku mungkin akan melenyapkan segala bukti, maka
itu ialah yang mengusulkan supaya Kwa Tin Ok dibiarkan dapat lari. Tin Ok buta
tetapi lidahnya tidak kurang suatu apa, benar dia tidak dapat melihat tetapi dia
dapat mengoceh tidak karuan!"
Tin Ok menjadi sedih dan bergusar dan malu sekali, ia menyesalkan
kesemberonoannya telah menduga yang tidak-tidak terhadap Oey Yok Su dan putrinya
ini. Auwyang Hong menghela napas. Ia berkata pula saking kagumnya: "Aku sangat
mengagumi Oey Lao Shia yang telah mempunyai anak dara begini cerdas dan pintar,
setaip kata-katanya tepat mengenai ulu hatiku..."
Oey Yong tidak membilang apa-apa atas kekaguman See Tok itu, ia hanya bilang:
"Sekarang ini Kwee Ceng telah kena tipu daya kamu, dia memusuhkan aku dan
ayahku, dia sampai seperti tidak mau hidup bersama kami di dalam dunia ini. Tapi
biarlah dia. Sekarang urusan di antara kita. Kalau besok kau menolong ayahku,
apabila keponakanmu masih hidup, ah, pembicaraan dulu hari tentang perjodohan,
tidakkah itu dapat ditimbulkan pula?"
Auwyang Hong heran. "Mau apa dia menimbulkan urusan perjodohan itu?" pikirnya.
"Sa Kouw," menanya Oey Yong kepada si nona tolol tanpa ia menantikan
perkataannya See Tok. "Ini saudara she Yo orang baik sekali, bukan?"
"Benar," menyahut si tolol itu. "Dia hendak membawa aku pulang ke rumahku. Aku
tidak suka berdiam di pulau."
"Kau mau pulang, kau hendak bikin apa di rumah?" tanya putrinya Tong Shia itu.
"Di rumahmu itu telah ada orang yang mati, di sana ada setan...!"
"Oh, ya!" berseru si tolol itu. "Benar sekali! Tidak, aku tidak mau pulang!"
"Kau tahu siapa yang membunuh orang yang mati di rumahmu itu?"
"Aku tahu, aku melihatnya sendiri, ialah ini saudara yang baik..."
Menyusul perkatannya Sa Kouw ini, di situ terdengar dua kali suara nyaring, dari
beradu dan jatuhnya dua rupa senjata rahasia, lalu Oey Yong tertawa dan berkata:
"Engko Yo, biarkanlah dia bicara terus! Kenapa kau menggunai senjata rahasia
untuk mengambil jiwanya?"
"Si tolol ini ngaco belo!" berseru Yo Kang, yang barusan menyerang Sa Kouw. "Dia
dapat menyebutkan segala omongan yang tidak-tidak!"
"Sa Kouw bicara terus!" berkata nona Oey kepada si tolol itu. "Kau bicaralah,
kakek ini sangat suka mendengarkannya."
"Tidak, aku tidak mau bicara," menyahut Sa Kouw. "Saudara yang baik ini melarang
aku bicara..." "Benar," berkata Yo Kang cepat. "Kau rebahkan dirimu dan tidurlah! Jikalau kamu
membuka mulutmu satu kali saja, nanti aku menyuruh setan makan padamu!"
Nona itu ketakutkan, ia menyahuti, "Ya," berulang-ulang.
Kwa Tin Ok mendengar suara seperti orang mengerebongi diri.
"Sa Kouw," berkata Oey Yong, yang tidak berputus asa, "Jikalau kau tidak suka
bicara sama aku, untuk menghilangi saat iseng ini, nanti aku menyuruh kakek
membawa kau pergi!" "Tidak, aku tidak mau pergi!" kata nona tolol itu.
"Kalau begitu, kau bicaralah! Ini saudaramu yang baik telah membunuh orang di
rumahmu. Kau tahu, orang macam apakah yang dia bunuh itu?"
Orang banyak menjadi heran. Tidak karu-karuan nona ini bicara dari hal
pembunuhan. Akan tetapi Yo Kang, bulu romannya telah bangun berdiri semua. Ia
lantas pula menyiapkan senjata rahasianya. Kalau Sa Kouw membuka rahasianya,
hingga Auwyang Hong bakal menjadi bercuriga, hendak ia membinasakan si nona.
Meski begitu, ia kata di dalam hatinya: "Ketika aku membinasakan Auwyang Kongcu,
yang melihatnya cuma tiga orang yaitu Bok Liam Cu, Thia Yauw Kee dan Liok Koan
Eng. Mungkinkah rahasiaku ini telah bocor?"
Kuil itu menjadi sunyi sekali. Orang tinggal menanti jawabannya Sa Kouw, Kwa Tin
Ok bahkan menahan napasnya.
Lewat sekian lama, Sa Kouw tidak terdengar suaranya, hanya terdengar suara napas
di hidungnya, tandanya ia sudah tidur. Yo Kang merasakan hatinya lega, tetapi
telapakan tangannya basah, karena kekhawatirannya, disebabkan menggenggam terus
senjata rahasianya. Ia pikir: "Kalau dia dikasih hidup terus, dia bisa jadi
bahaya untukku, maka aku mesti mencari jalan untuk menyingkirkan dia..."
Pangeran muda ini melirik kepada Auwyang Hong. Ia mendapatkan See Tok duduk
dengan kedua matanya ditutup rapat, mukanya tertimpa cahaya rembulan. Dia tenang
sekali, dia seperti tidak menghiraukan segala apa di sekitarnya.
Selama itu, orang mulai menyangka Oey Yong cuma mengoceh. Dengan Sa Kouw sudah
tidur pulas, urusan tadi artinya telah beres. Maka kemudian mereka pada
merebahkan diri atau menyender, untuk beristirahat. Di antaranya ada yang lantas
meram melek. Justru kesunyian mennguasai kuil itu, mendadak orang dibikin terkejut dengan
jeritannya Sa Kouw: "Jangan pelintir tanganku! Aduh! Aduh!"
Oey Yong pun segera berteriak-teriak: "Setan! Setan! Setan yang kakinya buntung!
Sa Kouw! Kaulah yang membunuh itu pemuda yang ganteng, sekarang dia telah datang
mencari kau!" Di dalam kesunyian itu, seram suaranya si nona.
"Bukan! Bukan aku yang membunuhnya!" menyangkal Sa Kouw sambil ia berteriak-
teriak. "Yang membunuhnya ialah saudara yang baik ini...."
Belum habis suara si tolol, atau segera itu disusul sama suara bergedebuk dari
jatuhnya benda yang berat. Itulah tubuhnya Yo Kang, yang roboh terguling. Sebab
dia telah berlompat, dengan tangannya yang hebat dia telah menyerang batok
kepalanya si nona tolol itu, tetapi Oey Yong menghalangi dia, dengan tongkat
keramatnya, nona ini membuatnya orang jatuh terbanting!
Sekejap itu, kalutlah keadaan. See Thong Thian beramai segera mengurung putri
Oey Yok Su itu. Oey Yong tidak menggubris sikap banyak orang itu, dia menunjuk ke pintu seraya
berkata nyaring: "Kongcu yang berkaki buntung, mari masuk ke mari! Sa Kouw ada
di sini!" Sa Kouw memandang ke arah pintu, ia tidak melihat apa juga. Ruang itu gelap.
Tapi ia takut setan semenjak kecilnya, ia tetap ketakutan. Maka ia menarik
tangan Oey Yong. "Jangan cari aku!" ia berkata kepada setan yang di tunjuki nona Oey. "Yang
membunuh kau ialah ini saudara yang baik, yang menggunai tongkat besi. Aku
melihatnya dari belakang pintu dapur! Jangan cari aku....!"
Auwyang Hong mendengar itu semua, mendadak ia tertawa terbahak. Adalah di luar
dugaannya yang keponakannya yang ia sayangi bagaikan mustika itu terbinasa di
tangannya Yo Kang. Ia mau mempercayai Sa Kouw sebab kalau lain orang mendusta,
si tolol ini tidak mungkin. Ia berduka berbareng murka sekali. Dengan mata
mendelik, ia mengawasi pangeran itu dan berkata: "Siauw Ongya, keponakanku itu
memang harus mati! Dia telah dibunuh, bagus, bagus!"
Suara itu tajam, mengaung di telinga, bahkan kawanan burung gagak menjadi kaget,
mereka lantas bunyi gegaokan, terbang kelabakan.
Yo Kang kaget dan jeri sekali. Ia pikir, habislah jiwanya, ia melirik ke kiri
dan kanan, untuk melihat jalan lolos.
Wanyen Lieh juga tidak menjadi kecuali, dia takut bukan main. Ketika suara gagak
mulai reda, ia berkata: "Auwyang Sianseng, nona ini tolol, dia mirip orang gila,
kenapa sianseng percaya dia" Keponakanmu itu adalah orang undanganku, aku dan
anakku sangat menghormatinya, mana bisa menjadi dengan tidak sebab musabab
anakku membunuh dia?"
Auwyang Hong tidak menjawab, hanya tubuhnya mencelat ke arah Sa Kouw, tangan
kirinya mencekuk lengan nona tolol itu.
"Karena apa dia membunuh keponakanku"!" tanyannya bengis. "Lekas bilang!"
Sa Kouw kaget, dia ketakutan.
"Bukan aku yang membunuh dia! Jangan tangkap aku..." Dan dia meronta sekuat-
kuatnya. Tapi hebat cekalan See Tok, ia tidak dapat melepaskan diri. Saking
takutnya, ia lantas menangis, berulangkali ia memanggil-manggil: "Ibu!"
Auwyang Hong mengulangi pertanyaanya hingga beberapa kali, tetapi tidak
memperoleh jawaban. Saking takutnya, Sa Kouw berhenti menangis, dia mendelong
memandang jago dari Barat itu.
"Jangan takut Sa Kouw," Oey Yong menghibur, suaranya halus. "Kakek ini hendak
memberikan kue padamu..."
Nona ini tidak menolongi si tolol seperti tadi ia menghajar Yo Kang sebab ia
tahu Auwyang Hong tidak nanti, atau sedikitnya tidak bakal lantas membinasakan
orang. Bahkan perkataannya itu menyadarkan See Tok. Ia tahu sekarang, makin ia
bengis, makin susah si tolol membuka mulutnya. Maka ia merogoh sakunya, akan
mengeluarkan bakpauw yang telah dikeringkan, yang ia jejalkan di tangan nona
itu. Ia pun tertawa dan kata: "Benar! Bah, kau makanlah kue ini!"
Dasar tolol, Sa Kouw ambil kue itu. Ia bersenyum. Dengan cepat ia lupa akan
kebengisannya See Tok. "Dulu hari itu si pemuda yang kakinya buntung memeluki satu nona," kata Oey Yong
tenang. "Kau lihat, nona itu cantik atau tidak?"
"Sangat cantik," menyahut Sa Kouw wajar. Tidak dapat ia memikir yang ia lagi
dilagui. "Kemana perginya ia sekarang?"
Oey Yong tidak menjawab, ia hanya menanya: "Tahukah kau siapa nona itu?" Ia
terus berlaku sabar dan wajar.
Si tolol agaknya gembira sekali, dia puas, hingga dia menepuk tangan.
"Aku tahu, dialah istrinya ini saudara yang baik," sahutnya.
Mendengar itu, Auwyang Hong tidak bersangsi lagi. Ia memang tahu keponakannya
itu sangat gemar pelesiran. Ia mau menduga, rupanya disebabkan main gila kepada
Bok Liam Cu, Auwyang Kongcu menerima kebinasaannya. Ia hanya heran Yo Kang dapat
membinasakan keponakannya, yang ia tahu lihay. Tidak peduli kakinya buntung.
Bagaimana keponakannya itu dibunuhnya" Maka ia berpaling kepada si pangeran
muda. Ia kata sabar: "Dia berani kurang ajar terhadap siauw-onghui, dia harus
mampus berlaksa kali...."
Siauw-onghui ialah istrinya siauw-ongya, pangeran muda.
"Bukan...bukan...aku yang membunuhnya, "Yo Kang menyangkal, suaranya tidak lancar.
"Habis siapa"!" Kali ini suaranya See Tok menjadi keras dan bengis secara tiba-
tiba, kedua matanya pun bersinar tajam.
Yo Kang ketakutan hingga kaki tangannya lemas. Ia yang biasanya berotak terang,
sekarang mati daya, sampai tak bisa ia membuka mulutnya.
"Auwyang Peehu," Oey Yong berkata, "Jangan kau sesalkan siauw-ongya berlaku
telangas, juga tidak usah kau sesalkan keponakanmu yang sangat gemar pelesir
itu, hanya kau harus persalahkan dirimu yang berkepandaian sangat lihay."
Auwyang Hong berpaling dengan cepat. Ia heran.
"Kenapa?" tanynya.
"Aku pun tidak tahu kenapa. Hanya ketika aku sedang berada di Gu-kee-cun, di
sana aku mendengar dua orang tengah berbicara. Mereka itu seorang pria dan
seorang wanita, dan bicaranyapun di sebelah tembok. Sungguh aku tidak mengerti."
See Tok dibikin bingung, ia berada dalam kegelapan.
"Apa itu yang mereka bicarakan?"
"Nanti aku menyebutkannya setiap patah yang mereka bicarakan itu, tidak nanti
aku menambahkan satu huruf juga. Tolong kau menjelaskan nanti padaku. Aku tidak
melihat mereka itu, aku tidak tahu, yang pria siapa dan wanita siapa. Aku hanya
mendengar yang pria bilang: 'Urusan aku membunuh Auwyang Kongcu ini, apabila
sampai teruwar di luaran, sungguh berbahaya.' Yang wanita berkata; 'Seorang
laki-laki, dia berani berbuat, dia berani bertanggung jawab! Apabila kau takut,
tidak seharusnya kemarin kau membunuh dia. Benar pamannya dia itu lihay tetapi
kita tak bakal dapat dicari.'"
Auwyang Hong mengawasi. Ketika ia mendapatkan nona itu terus berdiam, ia
menanya: "Pembilangannya perempuan itu benar. Apa katanya pula si lelaki?"
Yo Kang mendengar pembicaraan itu, ia takut bukan main, terhadap Oey Yong, ia
sangat gusar. Kebetulan itu waktu sinar rembulan masuk ke dalam, diam-diam ia
bergerak, dengan perlahan ia menghampirkan ke belakang si nona. Ia menyingkir
dari sinar rembulan itu. Selagi berindap-indap, ia mendengar jawabannya Oey
Yong: "Kata-katanya si lelaki itu membuatnya aku berpikir bahwa semua disebabkan
kepandaian kau yang sangat lihay hingga kau membikin keponakanmu itu celaka.
Lelaki itu kata: 'Adikku sekarang ini aku ada memikir satu jalan. Pamannya itu
sangat kosen, aku ingin mengangkat dia menjadi guru. Sebenarnya sudah lama aku
memikir begini, hanya di dalam kalangan dia itu ada aturan yang ditaati, ialah
kepandaian diwariskan di dalam satu generasi hanya kepada satu orang. Maka itu,
kalau dia sudah mati baru pamannya dapat menerima aku sebagai muridnya."
Tidak usah Oey Yong menjelaskan lagi siapa pria itu, lagu suaranya pun sudah
menerangkannya. Dengan pandai ia meniru lagu suaranya Yo Kang, hidup sedari
kecil di kota raja, ibunya Pauw Sek Yok, adalah orang Lim-an, sedang di dalam
istana ada banyak orang Kim, maka itu, suaranya itu campur aduk antara lagu
bicaranya orang Selatan dan orang Utara. Dengan demikian gampang sekali orang
mengenalinya. Auwyang Hong berulangkali mengasih dengar suara mengejek, "Hm!" Lalu ia menoleh
ke arah Yo Kang. Ia baru melihatnya si anak muda tidak ada di tempatnya atau
mendadak ia mendengar suara, "Buk!" disusuli teriakan dari kesakitan, lalu
nampak Yo Kang dengan tangan kanannya mengucurkan darah dan mukanya pucat pias
sebagaimana itu terlihat di bawah cahayanya si Putri Malam.
Hebat Oey Yong membuka rahasia, maka pemuda she Yo itu tidak dapat menguasai
pula hatinya. Ia hendak melampiaskan kemurkaannya, jalannya ialah membunuh nona
she Oey itu. Maka setelah datang dekat si nona, ia berlompat seraya tangannya
menyambar ke batok kepalanya nona itu, untuk dicengkram dengan ilmu cengkeraman
Kiu Im Pek-ku Jiauw. Oey Yong ketahui serangan gelap itu, ia berkelit, maka tangannya si anak muda
tiba pada pundaknya. Dia mencengkeram kuat sekali, dalam sengitnya, ia menggunai
semua tenaganya, maka itu, justru ia mengenai baju lapis yang berduri, tangannya
itu nancap di duri baju. Bukan main dia merasakan sakit, maka tak dapat dia
tidak menjerit, setelah mana, dia mengasih turun tangannya itu, hampir dia
pingsan bahna nyerinya. Di tempat yang gelap itu, tidak ada orang yang melihat apa yang sudah terjadi,
malah mereka tidak tahu juga, pemuda itu bercelaka di tangan si nona atau di
tangan Auwyang Hong. Oleh karena orang tidak tahu pasti dan mereka pun jeri
terhadap See Tok, semua berdiri diam sambil mengawasi saja.
Adalah Wanyen Lieh yang mengajukan diri untuk memengangi anaknya.
"Anak Kang, kau kenapa?" ia tanya. "Apamu yang terluka?" Ia menghunus goloknya
dan menyerahkan itu pada si anak. Ia berkhawatir Auwyang Hong membalaskan sakit
hati keponakannya. "Tidak apa-apa," menyahut Yo Kang, yang mencoba melawan rasa sakitnya. Ia pun
menyambuti golok dari ayahnya itu atau mendadak ia merasakan tangannya kaku,
golok itu terlepas dan jatuh berisik di lantai. Ia lekas-lekas membungkuk, untuk
memungutnya. Apa celaka, lengannya menjadi kaku, lengan itu tidak mau mengikuti
lagi suara hatinya. Dalam kagetnya, dengan tangan kirinya ia memencet tangan
kanannya, tetapi ia tidak merasakan apa-apa. Maka ia lantas mengawasi Oey Yong.
"Bisa! Bisa!" serunya. "Kau menggunai bisa melukakan aku!"
Pheng Lian Houw semua menjadi bingung, meski begitu, mereka lantas mengambil
keputusan. Biarnya Auwyang Hong lihay, di situ ada Wanyen Lieh si pangeran Kim
yang berpengaruh, jadi biar bagaimana, perkaranya Auwyang Kongcu itu harus
diselesaikan secara baik. Begitu melihat menakutkan dari Yo Kang, sebagian
menghampirkan pangeran muda itu, untuk menghiburi, yang sebagian lagi mendekati
Oey Yong, antaranya ada yang berseru: "Lekas keluarkan obatmu untuk mengobati
siauw-ongya!" Oey Yong berlaku tenang. "Baju lapisku tidak berbisa," ia kata, tawar, "Jangan kamu bergelisah tidak
karuan! Di sini ada orang yang harus membunuh dia, tidak ada perlunya aku
melukai padanya!" Ketika itu Yo Kang menjerit; "Aku...aku tidak dapat bergerak!" Lalu terlihat dia
menekuk kedua dengkulnya, tubuhnya turun dengan perlahan-lahan, sedang dari
mulutnya terdengar suara tidak tegas.
Mendengar jeritan dan suara orang itu, Oey Yong heran. Ia lantas mengawasi
Auwyang Hong, paras siapa nampaknya terkejut. Ketika ia juga menoleh kepada Yo
Kang, muka si anak muda tersungging senyuman, mulut terbuka seperti tertawa. Di
antara sinar rembulan, wajah pemuda itu menjadi luar biasa sekali. Mendadak ia
ingat.

Memanah Burung Rajawali Sia Tiaw Eng Hiong Trilogi Pendekar Rajawali Karya Jin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Inilah Auwyang Peehu yang menurunkan tangan jahat, kau jangan sesalkan aku," ia
berkata. Auwyang Hong heran, ia berkata: "Melihat dari rupanya, dia memang terkena racun
ular di tongkatku, memangnya aku berniat memberi dia rasa, siapa tahu si budak
cilik telah mewakilkan aku. Bagus, bagus sekali! Hanya ular berbisa itu itu cuma
aku seorang yang mempunyai, entah dari mana si budak cilik mendapatkannya?"
"Aku mana mempunyai semacam ular?" kata Oey Yong. "Kaulah yang menggunai racun
itu! Mungkin kau sendiri tidak merasa..."
"Benar-benar aneh!" seru See Tok.
"Auwyang Peehu," berkata si nona, "Aku ingat peristiwa dulu hari ketika kau dan
Loo Boan Tong bertaruh. Kau telah memberi makan racun ularmu kepada seekor ikan
cucut, setelah ikan itu mati, dagingnya dimakan ikan yang lain, ikan itu
keracunan dan lantas mati. Demikian seterusnya, racunmu itu menular tidak
putusnya. Benar bukan?"
Auwyang Hong tertawa. "Jikalau racunku bukannya istimewa, tidakkah nama See Tok itu nama kosong
belaka?" ia bilang puas.
"Benar!" menyahut si nona. "Lam Hie Jin itu ikan cucut yang pertama!"
Ketika itu Yo Kang telah menjadi seperti orang kalap. Dia bergulingan di lantai.
Nio Cu Ong mencoba memeluknya, tidak ada hasilnya.
Auwyang Hong tidak dapat memangkap artinya perkataan Oey Yong.
"Coba kau memberi penjelasanmu!" ia bilang.
"Bukankah kau telah menggigitkan ularmu kepada Lam Hie Jin?" berkata si nona.
"Ketika itu hari aku bertemu dia di Tho Hoa To, dia telah memukulku satu kali.
Tinjunya itu mengenai pundakku yang kiri. Dengan begitu, di suri dari baju
lapisku lantas ketinggalan sisa bisanya. Barusan siauw-ongnya menghajar aku,
kebetulan dia kena mencengkeram baju lapisku, karena dia terluka, darah beracun
itu masuk ke dalam darahnya. Hm! Dialah ikan cucut yang ketiga!"
Mendengar keterangan si nona, semua merasa bergidik sendirinya. Sungguh hebat
bisanya Auwyang Hong itu. Yo Kang telah menerima pembalasannya sendiri, dia mau
mencelaki lain orang, dia sendiri yang menjadi korban.
Mendengar sampai di situ, Wanyen Lieh menghampirkan Auwyang Hong, di depan siapa
ia menekuk lututnya. "Auwyang Sianseng," ia berkata, "Siauw-ong minta sukalah kau menolongi jiwanya
putraku, nanti siauw-ong tidak bakal melupakan budimu yang sangat besar ini."
Auwyang Hong tertawa lebar.
"Jiwa anakmu ialah jiwa, jiwa keponakanku bukannya jiwa!" katanya. Ia lanats
menyapu Pheng Lian Houw semua, muka siapa terang di sinar rembulan, terus ia
kata dengan suara dalam: "Orang gagah yang mana yang tidak puas, baik lekas-
lekas maju untuk bicara!"
"Bisa! Bisa!" serunya. "Kau menggunai bisa melukakan aku!"
Bukannya orang maju, orang justru mundur. Pula tidak ada yang berani membuka
mulut. Selagi orang menjublak itu, mendadak Yo Kang berlompat bangun dan menghajar io
Cu Ong hingga pahlawan itu roboh.
Wanyen Lieh lantas bangun berdiri.
"Lekas bawa siauw-ongya ke Lim-an!" ia memberi titah. "Mari kita mengundang
tabib yang pandai untuk mengobati dia!"
Auwyang Hong mendengar perkataannya pangeran itu, sembari tertawa ia kata:
"Racunnya si bisa bangkotan mana ada tabib di kolong langit ini yang sanggup
mengobatinya" Lagi pula mana ada tabib yang tidak menyayangi jiwanya dengan
Neraka Krakatau 1 Roro Centil 13 Dendam Si Manusia Palasik Makam Bunga Mawar 3
^