Pencarian

Misteri Kehadiran Arwah 3

Misteri Kehadiran Arwah Karya Bois Bagian 3


Kakek sadar, dan mulai sejak itu Kakek cuma mencari
208 ilmu yang berguna untuk kepentingan orang banyak.
Sekarang Kakek mau memelihara burung cuma untuk
mengisi waktu luang, sebagai hobi saja, Cu."
"Hmm... kalau begitu sih tidak apa-apa, Kek. O ya,
bagaimana kalau sekarang kita ke pasar untuk
membeli burung yang kakek inginkan itu!" Ajak Yuli
berniat membelikan burung yang diinginkan kakeknya.
"Terima kasih, Cu! Saat ini Kakek sudah terlalu
lelah, sekarang Kakek mau bersantai di rumah," jawab
sang Kakek menolak. "Baiklah, Kek!" ucap Yuli seraya mengeluarkan
beberapa lembar uang ratusan ribu dari dalam
dompetnya, kemudian uang itu segera diletakkan di
genggaman kakeknya. "Ini buat Kakek, dengan uang
ini Kakek bisa membeli burung yang Kakek inginkan
itu, dan Kakek bisa membelinya kapan saja Kakek
mau," jelasnya kemudian.
"Aduuuh, Cu. Ini kan banyak sekali," ucap sang
Kakek enggan. "Terima saja, Kek! Terus terang, Yuli ingin sekali
Kakek memiliki burung itu, dan Yuli akan merasa
209 senang kalau Kakek bisa mewujudkan keinginan itu,"
desak Yuli. "Baiklah, Kakek akan menerimanya. Terus terang,
Kakek sangat bahagia dan sangat berterima kasih
karena kau sudah begitu peduli dengan kakekmu ini,"
kata sang Kakek merasa haru akan perhatian yang
telah diberikan oleh cucunya.
Pada saat itu, Yuli tampak tersenyum puas. Dia
benar-benar senang karena bisa membahagiakan
kakeknya yang sudah begitu banyak berjasa. Sejenak
Yuli memperhatikan kakeknya dengan penuh cinta,
kemudian di benaknya terbayang akan masa lalu yang
begitu penuh dengan asam garam kehidupan. Masa
itu adalah masa-masa kedua orang tua Yuli sedang
mengalami kesulitan, masa-masa dimana mereka
masih hidup miskin dan serba kekurangan. Pada saat
itu, kedua orang tua Yuli masih menumpang di rumah
orang tua mereka, yaitu kakek dan neneknya Yuli.
Waktu itu, usia Yuli masih lima tahun jalan.
Pada masa susah itu, sang Ayah berusaha keras
dengan berjualan hasil kebun di pasar tradisional,
210 namun hasil yang didapatnya sama sekali tidak
mencukupi. Hingga pada suatu ketika, disaat Yuli
berusia 8 tahun. Sang Ayah memberanikan diri untuk
mengadu nasib ke Ibu Kota Jakarta, sedangkan sang
Ibu menggantikan pekerjaan suaminya sebagai
penjual hasil kebun di pasar tradisional. Selama sang
Ibu pergi ke pasar, Yuli terpaksa ditinggal di rumah
bersama kakek dan neneknya. Selama ditinggal,
kakek dan neneknya-lah yang selalu mengasuh dan
merawat Yuli dengan penuh kasih sayang. Sang
Kakek sering sekali mengajaknya pergi berburu ke
hutan maupun menjala ikan di sungai.
Kini semua itu telah menjadi kenangan Yuli yang
tak mungkin dilupakan, dan karena kenangan itu pula
Yuli menjadi lebih peduli kepada orang-orang yang
hidup serba kekurangan dan membuatnya ingin selalu
menolong mereka. Sebab, sekarang ini Yuli hidup di
lingkungan keluarga yang serba berkecukupan.
Ayahnya adalah seorang pengusaha yang membuka
bisnis besar-besaran di luar negeri, sedangkan ibunya
mempunyai sebuah perusahaan kue dengan omset
211 yang cukup besar. Selama ini mereka berdua
memang sangat tekun dalam menjalankan usahanya
masing-masing, dan karena ketekunan yang luar
biasa itu, mereka berhasil mencapai taraf kehidupan
yang bisa dibilang sangat mapan - pengusaha sukses
yang kaya raya. Mereka dapat menyekolahkan Yuli
dan memenuhi segala kebutuhannya dengan berlebihan. Selama ini mereka selalu memanjakan
Yuli dengan materi yang Yuli sendiri kurang suka,
sebab Yuli harus menukarnya dengan tidak mendapat
perhatian dan kasih sayang yang cukup dari kedua
orang tuanya. Tiba-tiba Yuli tersadar, kemudian dia segera
memeluk kakeknya yang sangat disayangi. "Kek, kita
ngobrol-ngobrol di luar yuk!" ajaknya kemudian.
"Iya, Cu. Tapi... Kakek mau menyimpan uang ini
dulu." "Iya, Kek. Kalau begitu Yuli tunggu di teras ya,"
kata Yuli seraya melangkah ke luar, sedangkan sang
Kakek terlihat melangkah ke kamarnya.
212 Di teras, Yuli terlihat duduk sendirian. Suasana
saat itu terasa sepi sekali. Kini Yuli beranjak dari
duduknya, kemudian melangkah ke pekarangan untuk
melihat-lihat bunga-bunga yang tumbuh di tempat itu.
Tak lama kemudian Sang kakek sudah keluar, dia
tampak berdiri di teras sambil memperhatikan
cucunya. "Cu! Kau sedang apa di situ" Ayo lekas kemari!"
serunya kemudian. "Iya, Kek," sahut Yuli seraya menghampiri sang
Kakek. Kini Yuli dan kakeknya sudah duduk di kursi teras,
kemudian keduanya tampak berbincang-bincang
dengan akrabnya. Tak lama kemudian, sang Nenek
datang dan menghampiri mereka. "Kek, Cu!
Masakannya sudah siap. Ayo kita makan sama-
sama!" ajaknya kemudian.
Yuli dan kakeknya segera beranjak bangun dan
melangkah bersama ke meja makan. Setelah makan,
Yuli dan neneknya terlihat sibuk berbenah. Setelah
213 semuanya beres, Yuli segera menemui kakeknya
yang sedang asyik bersantai di ruang tamu.
"Kek, Yuli mau menanyakan sesuatu sama
Kakek," kata Yuli seraya duduk di samping kakeknya.
"Apa itu, Cu?" tanya sang Kakek penasaran.
"Begini, Kek. Waktu itu, Yuli menemukan uang
logam emas." "Uang logam emas?" sang Kakek tampak
mengerutkan keningnya. "Ini, Kek. Uangnya," kata Yuli seraya menyerahkan uang itu kepada kakeknya.
"Di mana kau menemukannya?" tanya sang
Kakek seraya mulai mengamati uang itu.
"Di pelataran parkir, Kek," jawab Yuli.
Sang kakek masih mengamati uang logam itu
dengan seksama, kemudian membaca tulisan kuno
yang tertera di atasnya dengan begitu serius, "Lho ini
kan uang peninggalan zaman Kerajaan Majapahit,"
jelas kakeknya. 214 Tiba-tiba sang kakek merasakan getaran aneh
dari koin tersebut, dia merasakan energi yang begitu
besar mengalir melalui telapak tangannya.
"Kenapa, Kek?" tanya Yuli heran melihat kakeknya
tiba-tiba terlihat begitu tegang.
"Tidak, Cu. Tidak apa-apa," jawab sang Kakek
tidak berterus terang. "Tapi, kenapa tadi Kakek begitu tegang?" tanya
Yuli lagi. "Sudahlah...! Sebaiknya uang logam ini kausimpan baik-baik, bawalah ke mana saja
kaupergi!" pesan sang Kakek seraya menyerahkan
koin itu kepada Yuli. Yuli menuruti pesan kakeknya, dia segera
menyimpan koin itu baik-baik. Setelah itu dia tampak
bertanya-tanya dalam hati, "Hmm... apa ya keistimewaan lain koin emas itu" Menurutku
keistimewaannya cuma pada kemilau dan bentuknya
saja. Selebihnya, tidak ada lagi yang istimewa. Tapi...
kenapa beliau berpesan demikian" Sepertinya koin itu
memang benar-benar istimewa. Tadi beliau tampak
215 begitu tegang ketika memegangnya, sepertinya
memang ada sesuatu yang beliau rasakan, namun
sayangnya beliau tidak mau mengatakan hal itu."
"Ehem...!" Tiba-tiba sang Kakek membuyarkan
lamunannya. "O ya, Cu. Sekarang Kakek mau
istirahat. Kalau kau mau istirahat, kau bisa tidur di
kamar sebelah. Nenekmu pasti sudah menyiapkannya." "Iya, Kek. Selamat beristirahat!" ucap Yuli seraya
tersenyum Sang Kakek pun tersenyum, kemudian dia mulai
melangkah menuju ke kamarnya. Sementara itu, Yuli
masih duduk di ruangan itu, dia masih saja
memikirkan perihal uang logam emas yang diduganya
mempunyai keistimewaan lebih. Ketika sedang serius
memikirkan uang itu, tiba-tiba nada HP yang
menandakan telepon dari Jodi berbunyi.
"Hallo, Jo!" sapa Yuli.
"Hallo, Yul! Apa kabar?" tanya Jodi.
"Aku baik-baik saja, Jo" jawab Yuli. "Kau lagi di
mana?" tanyanya kemudian.
216 "Aku lagi di kantor ayahku," jawab Jodi. "Nanti
malam kau ke rumahku ya!" lanjutnya kemudian.
"Memangnya ada apa, Jo?" tanya Yuli.
"Pokoknya ada deh..." jawab Jodi merahasiakan.
"Aduh, Jo... maaf ya! Sepertinya aku tidak bisa."
"Memangnya kau sudah tidak peduli dengan aku
lagi ya?" "Bukan begitu, Jo! Malam ini aku mau menginap
di rumah kakek dan nenekku."
"Iya iya... kakekmu memang lebih penting.
Baiklah... kalau kau memang tidak bisa datang, aku
pun tidak akan memaksa," ucap Jodi dengan nada
kecewa. "Jo.. kau marah ya?"
"Tidak, aku bisa mengerti kok."
"Baiklah, Jo... Nanti malam aku akan ke
rumahmu," janji Yuli.
"Sungguh! Kalau begitu, aku tunggu ya. Sampai
jumpa nanti malam, bye..." ucap Jodi dengan nada
yang terdengar begitu gembira.
217 "Bye..." balas Yuli seraya memutuskan sambungan dan menyimpan HP-nya kembali. Kini dia
sudah melangkah ke kamar yang memang sudah
dipersiapkan untuknya, kemudian dia segera beristirahat di tempat itu
Sore harinya Yuli sudah terbangun. Setelah
mencuci muka, dia langsung menemui kakeknya yang
sedang asyik bersantai di ruang tamu. Kini dia sudah
duduk di sebelah kakeknya dan langsung mengajak
beliau berbincang-bincang. Tak lama kemudian,
neneknya datang dengan membawa makanan kecil
untuk mereka. Kini ketiganya tampak asyik bersenda-gurau
sambil menikmati makanan kecil yang telah dibawa
oleh sang Nenek. Mereka terus bersenda-gurau
hingga akhirnya Yuli berpamitan untuk pulang ke
Jakarta. "Kok tidak menginap saja, Cu?" tanya neneknya.
218 "Sebenarnya aku ingin menginap, Nek. Tapi
karena ada keperluan mendadak, aku harus segera
pulang," jelas Yuli menyesal.
"Ya sudah... hati-hati di jalan ya, Cu!" pesan
kakeknya.

Misteri Kehadiran Arwah Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Iya, Cu... jangan ngebut!" timpal neneknya.
Dengan perasaan berat, akhirnya Yuli berangkat
meninggalkan keduanya. Dia tampak mengemudikan
mobilnya keluar dari pekarangan dengan sangat
perlahan. Sejenak dia melirik ke kaca spion untuk
melihat kakek dan neneknya yang masih saja
melambaikan tangan. Tak lama kemudian, dia sudah
berada di tengah jalan dan langsung memacu
mobilnya menuju ke Jakarta. Sementara itu di tempat
lain, seorang kakek terlihat sedang memanjatkan doa
di depan sebuah makam, di sisinya tampak sebuah
botol mawar yang sudah kosong.
Dialah sang Kakek yang waktu itu berpapasan
dengan Branden dan Rani ketika sedang berziarah ke
makam Yana. Kini kakek itu tampak menadahkan
219 tangannya untuk berdoa. Dia tampak berdoa dengan
begitu khusuk, kedua matanya tampak berkaca-kaca.
Selesai sang Kakek berdoa, tiba-tiba angin sepoi-
sepoi tampak bertiup di tempat itu. Pada saat yang
sama, sebuah bunga kamboja bermahkota lima tiba-
tiba jatuh dihadapannya. Sang kakek segera
memungut bunga itu dan menciumnya dengan penuh
perasaan, kemudian segera menyimpannya di saku
baju. Kini sang Kakek tampak melangkah menuju ke
makam orang tua Yana yang letaknya tidak begitu
jauh. Di tempat itu sang Kakek juga berdoa, dia
mendoakan kedua orang tua Yana agar senantiasa
diberikan kelapangan kubur. Selama ini dia memang
sering berdoa untuk mereka. Sebab semasa hidup,
Yana selalu berbuat baik kepada kakek itu, bahkan
dia sudah menganggapnya seperti orang tuanya
sendiri. Setiap kali berkunjung ke makam orang
tuanya, Yana selalu melihat makam itu dalam
keadaan bersih dan rapi. Itu semua karena sang
Kakek yang selalu merawat makam orang tua Yana
220 dengan baik. Karenanyalah, setiap hendak pulang
Yana selalu memberikan uang sekedarnya kepada
kakek itu sebagai ungkapan rasa terima kasihnya, dan
hal itu terus berlanjut, sampai akhirnya mereka akrab
seperti anak dan ayah. Malam harinya, seorang pria tampak sibuk
mempersiapkan sebuah pesta kecil di rumahnya.
Dialah Jodi yang akan memberikan pesta kejutan buat
Yuli, sebuah pesta kecil untuk merayakan keberhasilan Yuli yang telah terpilih sebagai pemain
piano terbaik tingkat Nasional. Jodi berniat merayakannya semata-mata hanya untuk menarik
simpati Yuli. Selama ini Jodi memang menyukai Yuli,
dan Yuli sendiri diam-diam sudah mencintai pemuda
itu. Perhatian Jodi selama ini telah membuatnya
begitu tersanjung, bahkan dia merasa Jodilah orang
yang pantas menjadi kekasihnya.
221 Jodi tampak masih mengatur persiapan pesta, kini
dia sedang memberikan sentuhan terakhirnya.
Serangkai mawar yang begitu manis tampak
diletakkannya di atas meja, kemudian disusul dengan
sebotol sampanye yang juga diletakkan di atas meja.
Bersamaan dengan itu, tiba-tiba istri Jodi yang
bernama Maemi datang ke rumah itu. Dia sengaja
datang untuk mengabarkan sebuah kabar gembira
kepada suaminya, sekaligus ingin menghadiri resepsi
pernikahan temannya yang ada di Jakarta.
"Wah! Mau ada pesta rupanya," kata Maemi
kepada suaminya yang saat itu tidak menyadari
kedatangannya. "Eh... kau, Sayang... Kok tidak bilang-bilang kalau
mau datang?" tanya Jodi yang sedikit terkejut akan
kehadiran istrinya yang begitu tiba-tiba.
"Aku mau memberi kejutan untukmu, Sayang..."
jawab Maemi. "Kejutan... apa itu?" tanya Jodi penasaran.
"Ini..." kata Maemi seraya menyodorkan selembar
surat. 222 Jodi segera mengambil surat itu dan mulai
membacanya, "Apa! Kau hamil..." katanya terkejut.
"Benar, Sayang... Kau senang kan mendengar
kabar ini?" tanya Maemi sambil tersenyum dan
memegang tangan suaminya dengan lembut.
"Tidak!!! Aku belum siap untuk menjadi seorang
ayah. Kenapa kau tidak memberitahuku kalau ingin
mempunyai bayi" Pantas akhir-akhir ini kau sering
pergi ke dokter, rupanya ini... Huh! Menyebalkan,"
kata Jodi dengan nada marah.
"Maaf, Sayang...! Selama ini aku memang sudah
mendambakan seorang bayi. Begitu ada dokter yang
sanggup menyuburkan kandunganku, aku pun tidak
mau menyia-nyikannya. Semula kupikir kau pun akan
senang, tapi ternyata aku keliru. Kenapa kau tidak
mau mengerti perasaanku, Jo..." Kenapa?" tanya
Maemi dengan nada memelas.
"Pokoknya aku tidak mau punya bayi, titik... dan
kau harus menggugurkan kandunganmu itu secepatnya!" 223 "Tidak, Jo! Aku tetap akan memelihara bayi di
kandunganku ini," kata Maemi seraya menitikkan air
matanya. "Maemi, Dengar!! Kalau kau tetap mau menjadi
istriku, kau harus mau menggugurkan kandunganmu
itu!" "Kenapa kau berkata semudah itu, Jo. Kenapa?""
tanya Maemi dengan nada yang meninggi. "Apakah
kau memang sudah mempunyai yang lain?" tanyanya
lagi. "Apa maksudmu?" tanya Jodi.
"Kau mempunyai wanita simpanan kan" Lihat ini!"
kata Maemi seraya menunjukkan rangkaian buka
mawar dan mengambilnya. "Kenapa kau membuat
ruangan ini begitu romantis" Kau hendak mengundang seorang wanita kan?" kata Maemi lagi
seraya mencampakkan rangkaian mawar yang ada di
genggamannya, kemudian melangkah meninggalkan
ruangan itu. 224 "Maemi tungguuu..." Jodi berusaha mencegah,
namun Maemi tidak peduli, dia terus melangkah
menjauhi suaminya. Jodi yang tidak bisa mencegah kepergian istrinya
hanya bisa mematung sambil menatap kepergiannya,
kemudian dia terduduk di sofa dengan segala
kegundahan di hatinya. Sementara itu, Maemi yang
baru saja keluar dari pintu depan tiba-tiba menghentikan langkahnya, sedangkan kedua matanya tampak memperhatikan Yuli yang sedang
melangkah ke arahnya. "Hmm ini rupanya wanita
itu..." duga Maemi dalam hati.
"Selamat malam," sapa Yuli kepada Maemi.
"Malam," balas Maemi ketus. "Heh, dengar ya
wanita jalang! Kau tidak akan bisa hidup bahagia
bersama Jodi, suatu saat kau pun akan bernasib
sama seperti aku - dicampakkannya seperti sampah.
Kalau kau mau tahu, aku ini istrinya Jodi yang sengaja
datang dari Tokyo untuk memberitahukan tentang bayi
di kandunganku ini. Dan demi kau dia malah
menyuruhku untuk menggugurkannya."
225 "Maaf! Sebenarnya apa maksud semua perkataanmu itu?" tanya Yuli bingung.
"Heh! Kau masih juga belum mengerti. Bukankah
kau wanita simpanan Jodi" Sudahlah... kau tidak
perlu mungkir! Kau memang lebih cantik dari aku,
pantas kalau dia lebih menginginkanmu ketimbang
aku," jelas Maemi seraya berpaling dari pandangan
Yuli dan bergegas pergi. "Hai... tunggu! Aku benar-benar tidak mengerti,
kenapa kau menuduhku sebagai wanita simpanan?"
tanya Yuli agak kesal. Maemi tidak mempedulikannya, dia terus saja
melangkah pergi. Sementara itu, Yuli cuma terpaku
menatap kepergiannya, kemudian dia melangkah
menuju ke pintu depan. Jodi yang mengetahui
kedatangannya segera keluar dan mempersilakannya
masuk. Kini keduanya sudah melangkah menuju ke
ruang tengah. "Jo, siapa wanita tadi?" tanya Yuli tiba-tiba.
"O... dia itu rekan bisnisku," jawab Jodi
berbohong. 226 "Benarkah?" tanya Yuli ragu.
"Benar, Yul. Sebenarnya tadi dia sengaja datang
untuk mengajakku makan, dan ketika aku menolak
karena sudah ada janji denganmu, mendadak raut
wajahnya berubah. Aku pun tidak mengerti kenapa
tiba-tiba dia menjadi seperti itu, sepertinya dia tidak
senang dengan keputusanku."
"Apakah kau ada hubungan khusus dengannya?"
tanya Yuli menyelidik. "Maksudmu?" "Apakah kau dan dia menjalin hubungan selain
urusan bisnis." "Tidak, selama ini aku dan dia murni hanya
sebagai rekan bisnis saja."
"Mungkinkah dia mencintaimu?"
"Entahlah... aku juga tidak tahu. Kalau memang
benar begitu, aku bisa mengerti jika dia tiba-tiba
menjadi seperti itu. Sudahlah Yul, kita lupakan saja
perihal dia! Nanti aku akan bicara padanya dan
menjernihkan semuanya."
227 Tak lama kemudian, keduanya sudah tiba di ruang
tengah. "Silakan duduk Yul!" pinta Jodi ramah.
"Ngomong-ngomong, sebenarnya ada apa sih?"
tanya Yuli semakin penasaran begitu melihat ruangan
itu tampak begitu romantis.
"Selamat ya, atas keberhasilanmu sebagai pemain
piano terbaik tingkat Nasional," ucap Jodi seraya
mencium pipi kiri dan kanan Yuli.
Setelah itu, Yuli tampak menatap Jodi dengan
mata yang berkaca-kaca. "Terima kasih, Jo... kau
sungguh perhatian dan begitu baik padaku. Orang
tuaku saja tidak peduli dengan semua itu," ucapnya
haru. "Sudahlah...! Bukankah kau sahabatku," kata Jodi
seraya membuka sebotol sampanye dan menuangkannya pada dua buah gelas yang sudah
dipersiapkan, kemudian mereka bersulang merayakan
kesuksesan itu. Raut wajah Yuli tampak begitu ceria,
dan dia sangat bersyukur karena mempunyai sahabat
sebaik Jodi. 228 "Tunggu ya, Yul! Aku mau ke kamar sebentar,"
pamit Jodi tiba-tiba. Yuli mengangguk, sejenak dia memperhatikan
kepergian Jodi yang sudah melangkah ke kamarnya.
Sambil menunggu, Yuli tampak merenungi kejadian
ketika bersama Maemi tadi. Dia benar-benar masih
saja bingung dengan perihal itu, "Hmm... sebenarnya
siapa wanita tadi, kenapa dia mengaku sebagai istri
Jodi dan menuduhku sebagai wanita simpanan"


Misteri Kehadiran Arwah Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mungkinkah dia memang mencintai Jodi" Dan dia
berkata demikian lantaran cemburu karena Jodi lebih
mementingkan kehadiranku. Jika memang demikian,
aku bisa memakluminya. Tapi kalau Jodi berbohong,
berarti wanita itu memang benar-benar istrinya" Ah,
sudahlah... aku percaya kalau Jodi telah berkata jujur,
selama ini kan dia telah begitu baik padaku."
Kini Yuli tampak mengeluarkan koin emas yang
selama ini masih menjadi misteri, kemudian
mengamatinya dengan begitu seksama. Saat itu dia
masih belum mengerti kenapa kakeknya berpesan
229 untuk menjaga koin emas itu, "Sebenarnya... apa
keistimewaan koin ini ya?" tanya Yuli membatin.
Sementara itu di dalam kamar, Jodi tampak
sedang membuka laci lemari. Rupanya dia sedang
mengambil hadiah yang akan diberikan kepada Yuli.
Tiba-tiba dari sudut ruangan terdengar suara wanita
memanggil, "Jo... Jodiii...!" panggil wanita itu
dengan suara yang terdengar parau.
"Siapa kau?" tanya Jodi seraya celingukan
mencari asal suara itu, "Di-di mana kau?" tanyanya
lagi. "Aku di sini, Jo," jawab orang yang memanggil.
Jodi segera memalingkan wajahnya ke arah asal
suara itu, dan betapa terkejutnya dia ketika melihat
sosok Yana sedang berdiri di sudut ruangan sambil
tersenyum dingin. "Ka-kau! Kenapa kau ma-ma-masih menggangguku?" tanya Jodi ketakutan.
"Maafkan aku, Jo! Aku terpaksa datang menemuimu lagi. Sebenarnya kedatanganku hanya
230 untuk menyampaikan sebuah permintaan, dan kau
tidak perlu takut karenanya," ucap sosok wanita itu.
"Pe-pe-permintaan..." Permintaan apa itu?" tanya
Jodi masih saja ketakutan.
Kemudian sosok wanita itu segera mengatakan
permintaannya, dia menghendaki agar Jodi mau
menjelaskan perihal jati dirinya kepada Rani, yaitu
bahwa dia telah mempunyai istri dan selama ini cuma
mempermainkan Rani saja. "Ti-ti-tidak! Itu tidak mungkin," tolak Jodi.
"Kenapa, Jo?"?" tanya sosok wanita itu dengan
kening berkerut. "Pokoknya a-a-aku tidak mau. Aku tidak mungkin
mengatakan hal itu."
"Kurang ajar!!! Dasar banci...!!!" teriak sosok
wanita itu seraya melayangkan sebuah vas keramik
dan menjatuhkannya tepat di depan kaki Jodi.
Sementara itu, Yuli yang sedang mengamati koin
emasnya seketika terkejut - dia benar-benar sangat
kaget mendengar suara pecahan itu. Kemudian
sambil tetap memegang koinnya, Yuli segera naik ke
231 lantai atas untuk memeriksa, dan tak lama kemudian
dia sudah berada di kamar Jodi. "Ada apa, Jo?" tanya
Yuli seraya melihat pecahan vas yang berserakan.
Jodi tidak bicara, dia masih terus menatap sosok
Yana dengan penuh ketakutan. Melihat Jodi seperti
itu, Yuli tampak semakin heran, kemudian dia segera
memandang ke arah pemuda itu melihat. Betapa
terkejutnya Yuli ketika melihat sosok Yana sedang
menyeringai di sudut ruangan. Tak ayal, Yuli langsung
tergeletak pingsan. Bersamaan dengan itu, koin emas
yang ada di genggamannya tampak menggelinding ke
arah sosok Yana dan berhenti persis di bawah
kakinya. Bersamaan dengan itu, tiba-tiba sosok Yana
berteriak histeris, terkena sinar keemasan yang tiba-
tiba saja terpancar mengenai tubuhnya. Karena
merasakan hawa panas yang seakan membakar
tubuh, akhirnya sosok Yana segera menjauhi koin
tersebut. Mengetahui itu, Jodi segera memungut koin
emas itu dan langsung mengarahkannya ke hadapan
sosok Yana. Tak ayal, sosok Yana kembali berteriak
232 histeris, tak kuasa menahan hawa panas yang
semakin membakar tubuhnya. "Aaah... panaaasss...!"
teriak sosok wanita itu seraya menghilang dari
pandangan. Melihat itu, Jodi tampak senang sekali, kemudian
dia tertawa terbahak-bahak. "Ha ha ha! Dengan koin
ini aku akan aman dari arwah sialan itu, dan dia tidak
mungkin berani mendekatiku lagi. Ha ha ha...!" ucap
Jodi sambil tertawa terbahak-bahak.
Setelah puas tertawa, Jodi segera membopong
Yuli dan merebahkannya di atas tempat tidur,
kemudian memandangnya dengan penuh gairah.
"Tidak, ini bukan saat yang tepat. Aku tidak mungkin
melakukannya di saat seperti ini," katanya dalam hati,
kemudian pandangannya segera beralih ke koin yang
berada di genggamannya. Jodi masih terus mengamati koin yang membuatnya begitu takjub. Pada saat itu, tiba-tiba Yuli
tersadar dari pingsannya. Dia tampak duduk di atas
tempat tidur sambil mengamati sekelilingnya, "Di-di-di
233 mana arwah tadi?" tanyanya dengan raut wajah yang
masih tampak ketakutan. "Tenang Yul, arwah itu sudah pergi - dia tak kuasa
menghadapi koin ini," jelas Jodi seraya menyerahkan
koin itu kepadanya. "Koin ini bisa mengusirnya?" tanya Yuli seakan
tidak percaya, kemudian dia mengamati koin yang kini
berada di telapak tangannya.
"Benar, Yul. Sepertinya arwah itu merasa
kepanasan bila berdekatan dengan koin itu."
"Ngomong-ngomong... kenapa arwah itu mendatangimu, Jo?" "Entahlah... aku juga tidak tahu, kenapa arwah itu
selalu mendatangiku. Padahal, aku tidak pernah
berbuat macam-macam," kata Jodi merahasiakan
kejadian sesungguhnya. "Kalau begitu, sebaiknya koin ini kau pegang saja!
Dengan demikian arwah itu tidak akan mengganggumu lagi," kata Yuli sungguh-sungguh.
Sosok Yana yang mendengarkan percakapan
mereka dari kejauhan tampak begitu geram - dia
234 kesal sekali melihat Jodi yang sengaja membodohi
Yuli agar bisa memiliki koin tersebut.
235 Sembilan sok siangnya cuaca tampak cerah. Di sebuah
E jalan yang macet, kendaraan tampak merayap
dengan perlahan. Suaranya yang bising menambah
kejengkelan Rani yang saat itu baru saja pulang
sekolah. Di tambah lagi dengan asap hitam yang
tampak mengepul dari knalpot sebuah bis kota tua
yang tak terawat. Kini Rani sedang duduk di sebuah halte yang
cukup ramai, menunggu bis kota yang akan
mengantarnya pulang. Sejenak dia memperhatikan
orang-orang di sekitarnya, dilihatnya beberapa orang
penumpang tampak naik-turun bis, tak ketinggalan
para pedagang asongan dan pengamen yang
mencoba mencari peruntungan.
"Blok-M Blok-M. Ayo, kosong... kosong...!"
terdengar suara kondekturnya yang berteriak keras.
236 Rani tertawa mendengar ucapan kondektur itu,
walaupun dia sudah sering mendengarnya. Namun
kalau dipikir-pikir, lucu juga kalau bis yang sudah
penuh masih juga dibilang kosong.
Rani masih duduk menunggu, dalam hati dia mulai
merasa resah. "Aduh, kok lama sekali sih," keluhnya
seraya bangkit berdiri, kemudian matanya kembali
memperhatikan setiap bis yang mendekat.
Setelah lama menunggu, akhirnya bis yang
dinantikannya tiba. Melihat itu, Rani segera beranjak
bangun dan bergegas naik. Pada saat yang sama, si
Kondektur terlihat membantunya untuk menaiki bis
yang terlihat sudah penuh sesak. "Lumayan bisa
pegang-pegang cewek cantik," kata si Kondektur
dalam hati. Bis kota kembali melaju, bersamaan dengan si
Kondektur yang mulai menagih ongkos penumpang.
"Cring... cring... cring..." terdengar bunyi uang
recehan si kondektur yang memberi tanda kepada
para penumpang yang belum membayar. Rani segera
mengeluarkan uang pas dan memberikannya kepada
237 kondektur itu. Pada saat yang sama, seorang pemuda
tampak beranjak dari duduknya dan mempersilakan
Rani duduk. "Terima kasih! Saya bisa berdiri kok!" tolak Rani
kepada pemuda itu. "Duduk saja, Dik! Sebentar lagi saya akan turun,"
jelas pemuda itu. "Terima kasih ya!" ucap Rani seraya duduk di
samping seorang ibu yang sedang menggendong
bayinya. Rani tampak memperhatikan bayi itu, dilihatnya
bayi itu sedang tertidur pulas, wajahnya yang lucu
tampak begitu polos. Bayi yang belum mempunyai
dosa itu terjaga sesaat, kemudian matanya yang
jernih tampak menatap Rani dengan penuh tanda
tanya. Tak lama kemudian, Bayi itu kembali terlelap.
Rani terus memperhatikan bayi itu, sementara itu
ibu si Bayi tampak memandang Rani sambil
tersenyum. "Pulang sekolah, Nak?" tanyanya membuka pembicaraan. 238 "Iya, Bu," jawab Rani sambil tersenyum. "Berapa
usianya, Bu?" tanyanya kemudian.
"Empat bulan," jawab si Ibu ramah.
Rani tampak memperhatikan bayi itu lagi,
"Namanya siapa, Bu," tanya Rani seraya mengusap-
usap kepala bayi itu dengan penuh kasih sayang.
"Rina Dewina," jawab si Ibu.
"Benarkah!" ucap Rani seakan tidak percaya.
"Namanya mirip sekali denganku, Bu. Cuma beda
sedikit saja" jelas Rani kemudian.
"Memangnya namamu siapa, Nak?" tanya si Ibu.
"Namaku Rani Dewina, Bu."
"Benarkah! Kalau begitu, namamu memang mirip
sekali dengan nama putriku," kata si Ibu seraya
tersenyum. Rani segera membalas senyuman itu dengan rona
merah di wajahnya. Dan tak lama kemudian,
keduanya sudah kembali berbincang-bincang.
Mereka terus berbincang-bincang selama perjalanan, hingga akhirnya bis itu tiba di tempat
239 tujuan. Mengetahui itu, Rani segera pamit kepada si
Ibu yang ternyata sangat baik kepadanya.
Setelah turun dari bis, Rani langsung membeli
nasi bungkus di tempat biasa, kemudian pulang ke
rumah dengan menumpang angkot. Beberapa menit
kemudian, gadis itu sudah tiba di rumahnya. Seperti
biasa, suasana di rumah itu terasa begitu sepi.
Maklumlah, sang Ayah memang biasa pulang kantor
setelah sore hari, dan Rani selalu merasa kesepian
karenanya. Setelah bersih-bersih, Rani segera menyantap
nasi bungkus yang baru dibelinya. Setelah itu dia
bergegas untuk mengganti pakaian, kemudian
bergegas ke kamar ayahnya untuk merapikan tempat
itu. Betapa terkejutnya Rani ketika melihat kamar itu


Misteri Kehadiran Arwah Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi-lagi sudah ada yang merapikan.
"Ini benar-benar aneh," katanya dalam hati.
"Hmm... sebenarnya apa yang telah terjadi" Semenjak
kematian ibu, selalu saja ada kejadian aneh yang aku
alami. Hmm... apakah Ayah sudah kembali lagi
dengan kesesatannya, kembali bersekutu dengan
240 setan" Kalau memang demikian, aku takut sekali jika
harus tinggal di rumah ini. Nanti kalau ayah pulang,
akan kudesak beliau untuk mengatakan hal yang
sebenarnya. Kalau beliau tidak mau mengatakannya,
maka dengan berat hati aku akan meninggalkan
rumah ini." Setelah bertekad begitu, Rani segera
beranjak ke ruang tamu dan membaca majalah di
tempat itu. Hari telah menjelang petang. Pada saat itu Rani
tampak sudah terlelap di atas sofa. Sementara itu di
area pemakaman, seorang pemuda tampak sedang
berdiri di hadapan nisan Yana. Kini pemuda itu
sedang meletakkan koin emas di atas pusara makam.
Pada saat yang sama, tiba-tiba saja dari dalam
makam terdengar jerit rintih kesakitan. Sementara itu,
pemuda yang bernama Jodi tampak tersenyum sinis
mendengar rintihan yang begitu memilukan. Rupanya
pemuda itu beniat membinasakan sosok Yana yang
selama ini sudah mengganggunya.
"Hai!!! Apa yang sedang kaulakukan?"?" Teriak
seseorang menegurnya. 241 Seketika Jodi terkejut seraya menoleh ke asal
suara, saat itu dia melihat seorang kakek yang
tampak tergesa-gesa menghampirinya. Mengetahui
itu, Jodi segera mengambil koinnya dan berlari
tunggang-langgang. Sang Kakek yang ternyata juru kunci di
pemakaman itu tak kuasa untuk mengejar, dia cuma
terpaku sambil memperhatikan kepergian pemuda itu
dengan seribu tanda tanya. Kini Kakek itu sudah
berjongkok di sisi makam Yana seraya membuka
penutup botol air mawar yang dibawanya. Setelah
melakukan itu, sang kakek tampak berdoa dengan
khusuknya. Sementara itu di tempat lain, Branden terlihat baru
saja pulang dari kantor. Kini dia sedang berada di
teras depan dan mulai memasuki rumahnya. Ketika
baru saja melewati ambang pintu, dilihatnya Rani
sedang tertidur pulas di atas sofa. Branden cuma
geleng-geleng kepala melihat putrinya tertidur di
tempat itu, lalu dia segera duduk di sisinya.
242 Kini Branden sedang memandangi wajah putrinya
yang tampak begitu damai, kemudian membelai
kepalanya dengan penuh kasih sayang. Mendadak
Rani terjaga, "Ayah..." ucapnya seraya menatap
ayahnya yang tampak tersenyum tipis, kemudian dia
segera duduk di sisi beliau.
"Rani, apakah kau masih mengantuk, Sayang...?"
tanya Branden. "Kalau kau masih mengantuk,
sebaiknya pindah saja ke tempat tidur!" sambungnya
kemudian. "Tidak, Ayah. Rani sudah tidak mengantuk," jawab
Rani seraya merenggangkan persendiannya.
"Ya sudah... kalau begitu sekarang kau mandi!
Ayah mau beristirahat di sini. O ya, tolong ambilkan
Ayah minum, Sayang...!" pinta Branden kepada
putrinya. Rani segera menurut. Setelah memberikan
segelas air bening kepada ayahnya, Rani langsung
bergegas mandi. Sementara itu, Branden tampak
duduk bersantai untuk melepaskan lelahnya. Saat itu
243 hembusan angin sepoi-sepoi masuk melalui jendela
yang terbuka. Beberapa menit kemudian, Rani yang sudah
selesai mandi tampak duduk di sisi Ayahnya,
kemudian mulai membuka pembicaraan. "Yah, Rani
mau meminta penjelasan Ayah!" pintanya dengan
wajah yang serius. "Penjelasan apa, Sayang...?" tanya ayahnya.
"Penjelasan tentang perihal keanehan yang
selama ini terjadi di rumah kita. Rani merasa, selama
ini Ayah selalu menutup-nutupinya. Sekarang Rani
ingin mendengarkan penjelasan dari Ayah, apa yang
sebenarnya telah terjadi di rumah ini?"
"Aduh, Rani... sebaiknya kau lupakan saja semua
itu! Mulai saat ini sebaiknya kau memikirkan masalah
sekolahmu saja, biarlah semua keanehan yang
kaubilang itu Ayah sendiri yang menyelesaikan!"
"Baiklah, Ayah. Rani tidak akan bertanya lagi soal
itu, sekarang Rani mau belajar dulu. Bukankah tadi
Ayah bilang, Rani harus memikirkan tentang urusan
sekolah." 244 "Nah... itu baru anak Ayah. Ayah senang sekali
jika kau mau menuruti apa yang Ayah katakan."
"Sudah ya, Ayah! Sekarang Rani mau belajar
dulu," ucap Rani seraya melangkah pergi.
Malam harinya, di sebuah rumah yang tampak
megah, sesosok tubuh bergaun putih tampak
melayang mendekati jendela kamar yang tertutup.
Itulah jendela kamar Yuli yang terletak di lantai atas.
Pada saat itu, Yuli terlihat sedang asyik bersandar di
atas tempat tidurnya. Membaca majalah sambil
mendengarkan tembang manis yang mengalun
merdu. Ketika sedang asyik-asyiknya membaca, tiba-tiba
dia dikejutkan oleh suara ketukan di jendela kamar.
Seketika Yuli menatap ke arah jendela, kemudian
segera beranjak untuk memeriksanya. Gadis itu
tampak membuka kaca jendela dan memperhatikan
sekitarnya dengan penuh seksama. Bersamaan
245 dengan itu, hembusan angin dingin terasa menerpa
wajahnya. Yuli menggigil, merasakan hawa dingin
yang begitu menusuk kulit.
Yuli terus memperhatikan keadaan di sekitarnya.
Sementara itu di benaknya timbul segala pertanyaan
yang membuatnya sedikit bingung, "Apa benar yang
kudengar tadi" Masa iya ada orang usil yang mau
mengetuk jendela kamarku. Kamar ini kan terletak di
lantai atas. Tapi, sepertinya tadi aku memang benar-
benar mendengar suara ketukan. Jangan-jangan..."
Seketika itu juga Yuli merinding, lalu dengan
segera menutup jendela kamarnya rapat-rapat. Kini
gadis itu sudah kembali bersandar di tempat tidur
sambil membuka majalahnya kembali. Baru saja dia
membaca sebentar, tiba-tiba suara ketukan kembali
terdengar. Kali ini suara itu berasal dari balik pintu
kamarnya. Yuli segera memusatkan pendengarannya
ke arah pintu. Tiba-tiba suara itu kembali terdengar,
tapi kali ini terdengar agak pelan dari yang tadi.
Karena pendengarannya terganggu, Yuli segera
mematikan stereo set-nya dan kembali memusatkan
246 pendengaran, namun suara itu tak terdengar lagi.
Karena penasaran, akhirnya Yuli beranjak ke pintu
dan membukanya dengan perlahan, kemudian
mengintip ke luar dengan hati-hati sekali. "Aneh...
tidak ada siapa-siapa," katanya dalam hati.
Akhirnya Yuli tidak mempedulikannya. Dia kembali
menutup pintu dan melangkah ke tempat tidur,
kemudian menyalakan stereo set-nya lagi. Kini suara
musik kembali mengalun merdu. Bersamaan dengan
itu, Yuli tampak bersiap-siap untuk bersandar kembali
di tempat tidurnya. Namun belum sempat dia
bersandar, tiba-tiba suara ketukan kembali terdengar.
"Siapa sih!" serunya seraya menatap ke arah pintu
dengan wajah yang begitu kesal.
Tok Tok Tok! suara itu kembali terdengar.
"Maaang! Kau ya" Sudah deh jangan suka usil!
Nanti kalau aku sudah marah betulan, kau akan tahu
akibatnya!" teriak Yuli kepada orang yang dikira
pembantunya. Selama ini Yuli memang sudah cukup bersabar
menghadapi pembantunya yang selama ini memang
247 suka diberi hati, tapi selalu minta kepala itu. Selama
ini dia memang sering dibuat kesal dengan segala
tingkah-lakunya yang kadang-kadang menjengkelkan.
Tapi karena pembantunya itu baik dan jujur, Yuli tetap
mempertahankannya. Tiba-tiba suara ketukan kembali terdengar. Kali ini
Yuli sudah benar-benar marah, lantas dengan segera
dia beranjak bangun dan membuka pintu kamar
dengan tiba-tiba. "A-apa!" seru Yuli terkejut ketika mengetahui di
depan pintu tidak ada siapa-siapa. "Aneh... tidak
mungkin Mang Udin bisa lari secepat itu. Dia kan
bukan orang sakti. Lalu, siapa ya?" tanya Yuli
keheranan. Lantas dengan diselimuti perasaan takut, Yuli
terus memperhatikan ke sekelilingnya. Kedua matanya tampak waspada memandang ke setiap
sudut ruangan, melirik kesana-kemari - mencari orang
yang telah mengetuk pintu kamarnya. Keheningan
malam membuat Yuli semakin takut, namun
keingintahuannya yang besar memaksa dia untuk
248 memberanikan diri. Sambil terus waspada dia mulai
melangkah, kemudian menuruni anak tangga dengan
hati-hati sekali. Setibanya di lantai bawah, Yuli
langsung melangkah ke dapur dengan perlahan. Dia
menduga orang tadi pasti bersembunyi di tempat itu.
Yuli terus melangkah. Tiba-tiba dia mendengar
ada langkah kaki yang membuntutinya, lalu dengan
segera dia menoleh ke belakang. Ternyata di
belakangnya tidak ada siapa-siapa. Mengetahui itu,
seketika Yuli bergidik seraya mempercepat langkah
kakinya. Kini gadis itu sudah berada di ruangan dapur dan
langsung mengamati ruangan itu dengan penuh
seksama. Bersamaan dengan itu, di belakangnya
melintas sesosok tubuh dengan gaun putih yang
berkibar-kibar. Namun Yuli tidak mengetahui hal itu,
dia terus memeriksa ruang dapur dengan penuh rasa
was-was. Setelah dirasa cukup, Yuli berniat untuk
memeriksa ruang tamu. Namun belum sempat dia
melangkah, tiba-tiba sesosok tubuh putih meluncur
turun dari atas lemari dan berdiri tepat di hadapannya.
249 Seketika Yuli terkejut, jantungnya pun langsung
berdebar kencang. "Aduh Kitty, kau mengagetkanku
saja. Sini pus...!" Panggil Yuli kepada sosok putih
yang ternyata kucing kesayangannya.
Yuli segera menggendong kucing itu dan
membawanya ke ruang tamu. Kini dia sudah berada di
ruangan itu dan sedang menatap ke arah jam dinding
yang dilihatnya sudah menunjukkan pukul 24.00. Pada
saat yang sama, tiba-tiba kucing yang ada di
gendongannya tampak menggeram, rupanya dia
mengetahui kehadiran sosok Yana yang kini berada di
ruangan itu. Yuli yang mengetahui kucingnya menggeram
seperti itu menjadi sangat heran, "Ada apa pus?"
tanyanya seraya membelai kepala kucing itu dengan
lembut. Betapa terkejutnya Yuli ketika kucing itu tiba-
tiba meronta dan akhirnya melarikan diri ke arah
dapur. Kini Yuli tampak mengawasi sekelilingnya dengan
penuh rasa was-was, kedua bola matanya terus
bergerak memperhatikan keadaan ruangan yang
250 tampak begitu hening. Tiba-tiba bulu kuduk Yuli
berdiri, dia teringat cerita temannya yang mengatakan
kalau hewan sangat sensitif dengan yang namanya
makhluk halus, apalagi pada malam Jumat seperti
sekarang - dimana menurut kepercayaan sebagian
orang, kalau malam Jumat adalah saatnya makhluk-
makhluk itu bergentayangan.
Lantas dengan perasaan takut yang semakin
berkembang, akhirnya Yuli berlari ke kamar dan
mengunci pintunya rapat-rapat. Ketika dia akan
merebahkan diri di tempat tidur, tiba-tiba dia melihat
sepucuk surat tampak tergeletak di atas seperainya
yang berwarna biru. "Hmm... siapa yang meletakkan
surat ini?" tanya Yuli seraya mulai membacanya.
Betapa terkejutnya Yuli ketika mengetahui isi surat
itu, seketika bulu kuduknya langsung merinding. Di
dalam surat itu, sosok Yana menjelaskan semua jati
dirinya, dia juga menjelaskan mengenai jati diri Jodi
dan mengungkapkan semua kebusukan pemuda itu.
Selain itu, dia juga meminta kepada Yuli agar bersedia
mengungkapkan jati diri Jodi kepada Rani.
251 "Ra-Rani... ja-jadi yang mengetuk-ngetuk pintu
tadi arwah ibunya Rani." Yuli kembali bergidik.


Misteri Kehadiran Arwah Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hmm... jadi selama ini Jodi telah membohongiku.
Ternyata Rani itu bukan sepupunya, tapi kekasihnya.
Tapi... kenapa aku yang diminta oleh ibunya untuk
mengungkapkan jati diri Jodi?" tanya Yuli seraya
berpikir keras. "Hmm... apakah Jodi memang sebusuk
itu" Aku benar-benar tidak menyangka kalau dia
sudah mempunyai istri di Tokyo. Tapi... apakah
semua yang dikatakan arwah Yana dalam surat itu
benar adanya" Mungkinkah Arwah itu mencoba
memperalatku dengan cerita bohong yang membuatku terpaksa mengambil koin emas itu?"
Tiba-tiba Yuli teringat dengan peristiwa di depan
rumah Jodi, kemudian dia segera menghubungkan
peristiwa itu dengan perkataan sosok Yana di
suratnya. "Ya... rasanya memang Jodi telah
membohongiku, aku rasa wanita itu memang istrinya,"
kata Yuli menyimpulkan. "Kalau begitu, besok aku
akan meminta kembali koin milikku itu. Terus terang,
252 aku tidak rela jika koin itu digunakan untuk melindungi
pria busuk seperti dia."
Ketika Yuli hendak merebahkan diri, tiba-tiba dia
melihat sebuah bayangan putih yang sekejap melintas
di balik jendela. Saat itu Yuli benar-benar terkejut
ketika melihatnya, namun begitu dia mencoba
memberanikan diri dengan tetap menatap ke luar
jendela. Lama juga dia menatap, namun hal aneh
yang diperkirakannya akan muncul sama sekali tidak
terjadi. Kini Yuli sudah merebahkan diri. Sejenak matanya
melirik ke arah pintu, dan sesekali menatap ke arah
jendela. Karena khawatir sosok Yana melintas lagi,
akhirnya dia segera menutup gorden jendelanya
rapat-rapat. Setelah itu dia kembali merebahkan diri
seraya bersembunyi di balik selimutnya.
Yuli mencoba untuk tidur, namun dia tidak bisa
tertidur sama sekali. Pikirannya terus menerawang
entah ke mana. Sampai akhirnya dia bisa tertidur
ketika hari sudah menjelang Subuh. Pada saat itu dia
sudah benar-benar mengantuk, dan ketika mendengar
253 suara orang mengaji di kejauhan dia pun langsung
terlelap. Yuli tertidur dengan selimut tetap menutupi
sekujur tubuhnya. 254 Sepuluh etika matahari mulai bersinar, Branden
K dikejutkan oleh sepucuk surat yang dia
temukan di atas meja kecil di samping tempat
tidurnya. Isi surat itu memberitahukan kalau Rani telah
pergi meninggal rumah. Mengetahui itu, Branden
segera memeriksa kamar Rani. Setelah mengetahui
Rani tidak berada ditempat tidurnya, yakinlah Branden
kalau Rani memang telah minggat.
Hari ini Branden terpaksa tidak masuk kantor, dia
pergi ke sana-kemari untuk mencari putri tunggalnya
itu. Namun sangat disayangkan, hingga tengah hari
Rani belum juga ditemukan. Sementara itu di tempat
lain, Yuli terlihat sedang berada di pelataran parkir.
Setelah memarkir mobilnya dia tidak lekas keluar, tapi
dia berbicara dulu dengan seseorang lewat HP-nya.
"Jo, nanti malam kau jangan kemana-mana ya! Aku
255 ada perlu denganmu," katanya kepada pemuda yang
ada di seberang sana. "Apa itu, Yul?" tanya Jodi penasaran.
"Nanti malam saja, Jo. Soalnya sekarang aku
tidak bisa lama-lama."
"Baiklah... nanti malam aku akan menunggumu."
"Sudah ya, Bye..." ucap Yuli mengakhiri pembicaraan seraya menyimpan HP-nya.
Setelah itu dia bergegas ke luar dan langsung
menuju ke Salon Kecantikan. Kebetulan hari ini dia
memang mau creambath rutin di tempat itu.
Sementara itu di dalam Salon suasana tampak sedikit
ramai, beberapa orang tampak sedang duduk
menunggu giliran. Di salah satu kursi hias tampak
seorang wanita asing yang sedang ditata rambutnya.
Wanita itu adalah Maemi, dia sedang berhias karena
akan pulang ke Tokyo. Usai berhias, wanita itu duduk
di kursi tunggu sambil mengeluarkan kartu kredit.
Pada saat yang sama, Yuli tiba di tempat itu, dia
duduk di sebelah Maemi seraya membuka majalah
yang dibawanya. 256 Betapa terkejutnya Maemi ketika mengetahui
siapa yang duduk di sebelahnya, "Heh, bukankah kau
wanita simpanan Jodi?" tegurnya dengan kening yang
berkerut. Yuli terkejut mendengar teguran itu, kemudian dia
menoleh ke arah Maemi dengan alis yang sedikit
merapat. "O... kau rupanya, Eh! Dengar ya! Aku ini
bukan wanita simpanan Jodi. Aku sendiri baru
mengetahui kebusukannya, dia itu memang lelaki
yang perlu diberi pelajaran," jelas Yuli kepada Maemi
seraya meletakkan majalah yang sedang dipegangnya. "O... rupanya kau juga baru dicampakkan
olehnya," kata Maemi lagi.
"Tidak, bukan demikian. Aku adalah teman
sekelas Jodi ketika di SMU dulu, kebetulan selama ini
kami memang berteman baik. Terus terang, semula
aku memang tidak tahu kalau dia sudah mempunyai
istri. Yang aku tahu, dia masih sendiri dan belum
mempunyai pacar. Tapi, sekarang aku sudah tahu
siapa dia sebenarnya - dia pria beristri yang juga
257 mempunyai pacar bernama Rani Dewina. Aku pun
baru mengetahui semua itu dari surat yang diberikan
oleh ibunya Rani. Rupanya selama ini dia telah
membohongiku dengan mengatakan bahwa Rani itu
sepupunya. Walaupun selama ini dia begitu baik dan
perhatian padaku. Namun bila dia sebusuk itu, aku
tidak sudi berteman dengannya," jelas Yuli panjang
lebar. "O... benarkah?" kata Maemi seakan tidak
percaya. Lantas dengan wajah yang tampak menyesal
wanita itu kembali berkata, "Kalau begitu... maafkan
aku ya! Terus terang, aku merasa bersalah karena
telah menuduhmu yang tidak-tidak."
"Sudahlah! Aku bisa memakluminya kok - aku
mengerti akan perasaanmu yang diperlakukan oleh
Jodi secara tidak layak."
"Terima kasih atas pengertianmu. O ya, kenalkan... namaku Maemi."
"Emm... namaku Yuli, senang berkenalan denganmu." 258 "Aku juga, Yul. O ya, ngomong-ngomong... siapa
tadi yang kau bilang sebagai pacar Jodi?"
"Rani maksudmu?"
"Ya, dia. Kasihan gadis itu, dia pasti tidak
menyadari kalau dirinya sedang dipermainkan oleh
suamiku." "Kau benar Maemi, dan karenanyalah ibunya
memintaku untuk mengungkapkan jati diri Jodi yang
sebenarnya. Terus terang, saat ini aku sedang
bingung - aku sama sekali tidak tahu bagaimana
caranya meyakinkan Rani."
"Loh, ibunya kan tahu kalau Jodi memang
sebusuk itu. Lalu, kenapa tidak dia sendiri yang
menceritakannya?" tanya Maemi bingung.
"Ibunya sudah meninggal, kira-kira sebulan yang
lalu," jawab Yuli polos.
"A-apa?"" Ja-jadi..."
"Ya... Arwah ibunya yang memberikan surat itu,"
potong Yuli. Maemi bergidik seketika, kemudian dia segera
mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. "Kalau
259 begitu, berikan saja ini," kata Maemi seraya
memberikan selembar foto kepada Yuli.
Yuli tampak mengamati foto itu sejenak, dilihatnya
sepasang pengantin tampak sedang bergandengan
mesra di depan pelaminan. Mereka adalah Maemi dan
Jodi yang sedang berbahagia di sebuah pesta
perkawinan. Setelah menyimpan foto itu di dalam
tasnya, Yuli kembali berbincang-bincang dengan
Maemi. Kini keduanya tampak sudah semakin akrab,
mereka terus berbincang-bincang hingga pada
akhirnya, "O ya, Yul. Sekarang aku mesti pergi, lain
kali kita bisa berbincang-bincang lagi," pamit Maemi
seraya sun pipi kiri-kanan. "Sampai jumpa lagi ya,
Yul!" ucapnya kemudian.
Yuli memandangi kepergian Maemi, dia merasa
kasihan melihat wanita yang sedang hamil muda itu.
Baginya Jodi itu benar-benar biadab, teganya dia
menyuruh istrinya untuk menggugurkan anak kandungnya sendiri. Namun ketika Maemi mengatakan akan bercerai dengan suaminya, dia
260 tampak merasa lega. Sebagai seorang wanita, dia pun
akan melakukan hal serupa jika mempunyai suami
seperti Jodi. Tak lama kemudian, tibalah giliran Yuli
untuk menikmati jasa pelayan Salon.
Malam harinya, hujan turun rintik-rintik, hembusan
angin dingin terasa begitu menusuk kulit. Pada saat
yang sama, sebuah sedan mewah tampak berhenti di
depan gerbang sebuah rumah megah. Kini sedan itu
mulai melaju melewati gerbang yang pintunya telah
terbuka secara otomatis. Bersamaan dengan itu,
seorang satpam tampak berlari mengikutinya. Dia
terus berlari sambil menggenggam payung di
tangannya. Kini satpam itu sedang berdiri di samping
mobil sambil menunggu seseorang yang akan
dipinjamkannya payung. Selang beberapa saat,
seorang gadis tampak keluar dari mobil dan langsung
mengambil alih payung yang sedang dipegang oleh
Pak Satpam tadi. Gadis itu ternyata Yuli, kini dia
261 sedang melangkah ke pintu utama yang terletak agak
jauh dari tempatnya memarkir mobil.
Kini Yuli sudah berada di ruang tengah dan
sedang berbincang-bincang dengan Jodi. Setelah
berbasa-basi sebentar, akhirnya Yuli mulai mengatakan maksud kedatangannya. "Jo, boleh aku
meminta kembali koinku!" pintanya berharap.
"Kenapa" Bukankah aku memerlukannya untuk
melindungi diri dari arwah sialan itu," tanya Jodi tidak
senang. "Sebenarnya aku memerlukannya koin itu, Jo.
Kakekku berpesan agar aku selalu membawanya ke
mana pun aku pergi," kata Yuli memberikan alasan.
"Tidak!!! Pokoknya koin ini harus tetap di
tanganku, titik." Mendengar itu, Yuli langsung mengerutkan
keningnya, lalu keduanya matanya tampak menatap
Jodi dengan tajam. "Huh! Sekarang aku baru
merasakan sendiri kebusukanmu. Sekarang aku
benar-benar yakin siapa kau sesungguhnya, kau
memang bukan manusia, kau hanyalah seekor
262 binatang yang tak bermoral. Rupanya waktu itu kau
telah membohongiku agar aku bersimpati dan mau
menyerahkan koin emas itu padamu."
"Ha ha ha...! Kau memang wanita bodoh, Yul.


Misteri Kehadiran Arwah Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Selama ini kau mengira aku ini pria baik-baik, kan"
Sebenarnya perhatianku selama ini hanya untuk
membuatmu simpati, dan aku melakukan semua itu
semata-mata ingin mendapatkan dirimu. Selama ini
aku memang sangat menyukaimu, dan aku ingin
sekali menikmati tubuh indahmu itu," kata Jodi sambil
tersenyum dengan mata penuh birahi.
"Kurang ajar kau, Jo!!! Beraninya kau berkata
begitu," ujar Yuli seraya berdiri dari duduknya, kedua
matanya tampak melotot tajam.
"Tenang Manis... jangan galak begitu dong!" pinta
Jodi seraya ikut berdiri. "Ayolah... bukankah lebih baik
kita nikmati malam ini bersama-sama!" ajaknya
kemudian seraya menarik lengan Yuli dan mendekapnya erat, kemudian dia berusaha untuk
menciumnya. 263 Mendapat perlakuan itu, Yuli segera meronta dan
menampar pipi pemuda itu dengan begitu keras,
kemudian berdiri menjauh dan menatapnya dengan
sangat marah. Sementara itu Jodi tampak mengusap-
usap pipinya yang terasa panas, sedangkan kedua
matanya tampak membalas tatapan Yuli dengan mata
yang berapi-api. "Dasar perempuan sialan!" maki Jodi seraya
menghampiri gadis itu dan menamparnya dengan
keras sekali. Tak ayal, Yuli langsung terpelanting dan
jatuh di lantai, dari celah bibirnya tampak mengalir
darah segar yang membasahi sebelah pipinya.
Yuli tampak meringis kesakitan, tubuhnya terasa
begitu lemas dan tak berdaya. Melihat itu, Jodi segera
membopongnya ke kamar atas dan langsung
menjatuhkannya di atas tempat tidur. Kini pemuda itu
sedang berdiri sambil menatap tubuh Yuli dengan
begitu bernafsu. Tak lama kemudian dia sudah
berlutut di atas tubuh sintal itu, kedua tangannya
tampak memegang kedua tangan Yuli dengan begitu
erat. 264 Menyadari apa yang akan dilakukan Jodi, Yuli
segera meronta sekuat tenaga, namun perbuatannya
itu sia-sia belaka - baginya pegangan Jodi terasa
begitu kuat. Sebagai wanita yang lemah, hal itu justru
akan menghabiskan energinya saja. Akhirnya Yuli
menyadari itu, kini dia sudah tidak meronta lagi, dia
menunggu kesempatan untuk menggunakan sisa
tenaganya. Sementara itu Jodi mulai menciumi leher
Yuli, dan Yuli cuma bisa pasrah menerima perlakuan
itu, namun dalam hati dia terus mengumpat atas
kebiadaban pemuda itu. Karena Yuli sudah tak meronta lagi, akhirnya Jodi
melepaskan pegangan tangannya, namun kakinya
masih tetap mengapit tubuh Yuli dengan erat. Kini dia
tampak mengeluarkan koin emas milik Yuli dari dalam
dompetnya. "Sayang... Bukankah kau begitu menginginkan koin ini," katanya seraya menunjukkan
koin itu kepada Yuli. "Aku janji... setelah kita
menikmati sorga dunia ini, dan setelah aku
melenyapkan arwah keparat itu, aku pasti akan
mengembalikan koin ini padamu."
265 "Tidak!!! Aku tidak akan rela menyerahkan
kegadisanku padamu," teriak Yuli seraya meludahi
wajah pemuda itu. Mendapat perlakuan itu, Jodi langsung menamparnya dengan keras sekali, kemudian
menjambak rambutnya yang panjang sebahu. "Jangan
sekali-kali lagi kau meludahiku Yul! Terus terang aku
bisa membunuhmu karenanya," ucap Jodi seraya
memandangnya dengan begitu murka.
Saat itu Yuli cuma bisa merintih kesakitan, isak
tangisnya pun terdengar cukup memilukan. Yuli cuma
bisa menangis dan menangis, sungguh dia tidak bisa
berbuat apa-apa ketika Jodi mulai membuka kancing
bajunya satu per satu. Jodi terus membuka kancing baju Yuli dengan
tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya tampak
memainkan koin emas di seputar wajah Yuli. Ketika
Jodi hendak melepas kancing baju Yuli yang terakhir,
tiba-tiba sebuah vas bunga melayang dan menghantam kepala Jodi dengan kerasnya. Tak ayal,
tubuh Jodi langsung tersungkur di sisi Yuli.
266 Bersamaan dengan itu, koin emas yang ada di
genggamannya terlepas seketika.
Menyadari kesempatan itu, Yuli segera bangun
dan mengambil koin emas miliknya, kemudian segera
berlari meninggalkan tempat tersebut. Sementara itu,
Jodi yang baru saja bangkit langsung mengejarnya,
dia melihat gadis itu sedang berlari ke arah tangga
yang menuju ke lantai bawah.
Sungguh sangat disayangkan, Yuli yang masih
dalam keadaan lemah tiba-tiba saja terjatuh. Ketika
dia baru saja berdiri, tiba-tiba Jodi sudah memegang
tangannya. "Kau mau ke mana, Sayang..." Bukankah
urusan kita belum selesai," kata pemuda itu seraya
berusaha keras mengambil koin emas dari tangan
Yuli. Saat itu Yuli tampak mempertahankannya
dengan sekuat tenaga, dia tampak menyembunyikannya di balik punggung.
Jodi yang sudah kian gelap mata segera mencekik
leher Yuli dengan sekuat tenaga, sepertinya dia sudah
tidak ragu-ragu lagi untuk membunuhnya. Yuli yang
dicekik begitu rupa merasakan nafasnya kian
267 bertambah sesak, darahnya pun seakan mulai
berhenti mengalir. Dalam keadaan kritis itu, tiba-tiba
sebuah guci melayang dan langsung menghantam
tubuh Jodi dengan kerasnya. Tak ayal, tubuh pemuda
itu langsung tersungkur bersamaan dengan suara
pecahan guci yang hancur berkeping-keping. Pada
saat yang sama, Yuli tampak terbatuk-batuk,
kemudian dengan segera dia berlari meninggalkan
pemuda itu. Yuli masih terus berlari - dia berlari seraya
menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa. Pada
saat yang sama Jodi sudah berdiri kembali, wajahnya
yang tampan tampak masih meringis kesakitan.
Namun ketika dia hendak mengejar buruannya, tiba-
tiba saja sosok Yana muncul di hadapannya.
"Jodiii...!!!" serunya dengan suara yang begitu parau.
Saat itu Jodi sangat ketakutan melihat wajah Yana
tampak begitu mengerikan. Wajah yang berlumuran
darah itu tampak begitu pucat, kedua bola matanya
tampak mencuat ke luar, sementara itu giginya yang
runcing tampak menyeringai buas.
268 Jodi yang masih tampak ketakutan segera mundur
menjauh. Bersamaan dengan itu, tiba-tiba saja benda-
benda keramik yang ada di ruangan itu tampak
melayang-layang, kemudian jatuh di sekitar pemuda
itu dengan suara pecahan yang terdengar hingga ke
luar rumah. Jodi yang mengalami peristiwa itu tampak
gemetar hebat, wajahnya yang tampan tampak begitu
pucat. "Tolong jangan kauganggu aku, Yana...! Ma-
ma-maafkanlah aku...!" mohon pemuda itu dengan
terbata-bata, sedangkan kakinya terus melangkah
mundur ke langkan. Yana yang sudah begitu murka tidak mempedulikan kata-katanya, dia terus mendekati
pemuda itu hingga akhirnya tertahan di tepi langkan.
Sementara itu di luar rumah, Yuli tampak sedang
mengendarai mobilnya melewati pintu gerbang.
Wajahnya yang cantik tampak masih terlihat tegang,
namun dalam hati dia bersyukur karena berhasil
melarikan diri dari kebiadaban pemuda yang mau
memperkosanya. 269 Yuli terus melaju - memacu mobilnya menjauhi
rumah Jodi. Pada saat yang sama, satpam yang
bertugas di rumah itu tampak berlari memasuki
rumah, dia berniat memeriksa suara pecahan yang
didengarnya ketika sedang membukakan pintu untuk
Yuli. Setibanya di ruang tengah, satpam itu tampak
terkejut. Dilihatnya sang Majikan sedang terjatuh dari
lantai atas. Tubuhnya meluncur cepat dan jatuh
menimpa meja kaca di bawahnya. saat itu Jodi tewas
seketika dengan tubuh yang sangat mengenaskan.
Kepalanya pecah dengan kedua mata yang tampak
melotot, sedangkan wajahnya yang terkena serpihan
kaca tampak hancur mengerikan. Dari mulut, hidung,
dan telinganya tampak keluar darah yang terus
mengalir. Sementara itu di tempat lain, Branden tampak
sedang duduk termenung di ruang tamu, dia tampak
begitu sedih karena putri tunggalnya belum juga
ditemukan. "Rani, Ayah benar-benar menyesal karena
tidak mau berterus terang kepadamu. Andai saja
270 waktu itu Ayah mau berterus terang, mungkin saat ini
kau masih bersama Ayah, Nak." Branden membatin.
Kemudian dengan perasaan yang teramat bersalah
Branden tampak menjambak rambutnya sendiri.
Tok! Tok! Tok! Tiba-tiba Branden mendengar
suara ketukan pintu, kemudian disusul dengan suara
orang yang memberi salam. Mendengar itu, Branden
segera membukakan pintu. Betapa terkejutnya dia
ketika melihat siapa yang datang, ternyata yang
datang itu Rani beserta seorang ibu yang sedang
menggendong bayi. Pada saat itu Branden langsung memeluk putrinya
dengan penuh rasa haru, "Kau ke mana saja, Nak"
Ayah sudah sangat mengkhawatirkanmu, Sayang..."
tanya Branden sambil terus memeluk putrinya.
Sementara itu Rani cuma terdiam, dia tidak merespon
pelukan ayahnya sebagaimanamestinya.
"Kau kenapa, Sayang..." tanya Branden seraya
melepaskan pelukannya, kemudian dia menatap
wajah putrinya yang tampak begitu dingin.
271 Rani tidak menjawab, dia masih diam membisu.
Melihat itu, Branden kembali bicara, "O... sekarang
Ayah mengerti. Kau pasti sudah salah paham tentang
Ayah, dan semua itu karena Ayah tidak mau berterus
terang padamu," kata Branden seraya membelai
rambut putrinya. "Rani... maafkan Ayah, Nak! Ayah
memang sudah bersalah karena tidak mau berterus
terang, dan Ayah berjanji akan menjelaskan
semuanya itu kepadamu," lanjutnya kemudian.
Mendengar itu, Rani merasa sedikit tenang,
namun raut wajahnya masih tetap terlihat begitu
dingin. Branden menyadari kalau putrinya masih
belum bisa mempercayainya, kemudian dia berusaha
untuk meyakinkannya sekali lagi. Karena Branden
berkata dengan penuh kesungguhan, akhirnya Rani
mau mempercayainya. Mengetahui hal itu, Branden
terlihat senang, kemudian dia segera mengajak
keduanya untuk masuk, dan tak lama kemudian
mereka sudah duduk di ruang tamu.
Kini Branden tampak sedang berbincang-bincang
dengan si Ibu yang sudah membawa putrinya pulang.
272 Sementara itu, Rani terlihat sedang membuatkan
minum. Setelah menyuguhkan minuman yang dibuatnya, Rani tampak melangkah ke teras depan
dan duduk termenung di tempat itu. Kini dia sedang
memikirkan perihal ayahnya yang sudah berjanji akan
menceritakan kejadian yang sebenarnya. Pada saat


Misteri Kehadiran Arwah Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang sama, Branden masih berbincang-bincang
dengan si Ibu yang ternyata seorang penjual sayur,
"O... jadi begitu, Bu," kata Branden ketika mengetahui
kalau si Ibu mengenal putrinya ketika di bis kota, dan
beliau menemukan Rani sekitar pukul empat pagi.
"Benar, Pak. Waktu itu kebetulan saya hendak
berangkat untuk belanja sayuran di pasar, dan betapa
terkejutnya saya ketika melihat seorang gadis sedang
menangis di pinggir jalan. Pada mulanya saya tidak
mengenali dia, tapi ketika saya perhatikan dengan
seksama akhirnya saya mengenalinya. Waktu itu
wajahnya tampak begitu murung. Saat itu saya bisa
merasakan beban berat yang sedang dihadapinya.
Karena saya sudah mengenal siapa Rani, saya pun
segera mengajaknya pulang ke rumah. Dan
273 sesampainya di rumah, saya meminta Rani untuk
menceritakan kesusahannya. Setelah Rani bercerita,
akhirnya saya bisa mengetahui duduk perkaranya.
Karenanyalah saya merasa berkewajiban untuk
membantunya. Namun ketika saya mengajaknya
pulang ke rumah Bapak, Rani menolak, dan setelah
saya bujuk, akhirnya Rani mau pulang, namun dengan
syarat saya mau berbicara dengan Bapak agar mau
menceritakan perihal semua kejadian aneh yang telah
Rani ceritakan itu. Karena tadi saya dengar Bapak
sudah mau menceritakannya, saya rasa sudah tidak
perlu lagi untuk memintanya. O ya, Pak. Sekarang
sebaik saya pamit pulang! Saya tidak bisa lama-lama
karena suami saya pasti sedang menunggu. Lagi
pula, Bukankah Bapak harus segera menceritakan hal
yang sebenarnya kepada Rani."
"Baiklah, Bu. Sekali lagi saya ucapkan banyak
terima kasih." "Sama-sama, Pak. Permisi!" ucap si Ibu seraya
beranjak dari duduknya, kemudian melangkah
menghampiri Rani yang saat itu masih duduk di teras
274 depan. "Rani, kau jangan lari lagi ya, Nak! Kasihan
ayahmu, dari tadi pagi beliau sudah mencarimu
sampai ke mana-mana, dan beliau sangat mengkhawatirkanmu." Rani tampak mengangguk, kemudian memeluk si
ibu seraya mengucapkan banyak terima kasih.
Beberapa saat kemudian, si Ibu tampak sudah
meninggalkan tempat itu. Pada saat yang sama, Rani
dan ayahnya tampak duduk berdua di teras depan.
Sesuai dengan janjinya, Branden segera menceritakan peristiwa yang selama ini dipendamnya.
"Rani..." ucapnya dengan lembut. Belum sempat
Branden melanjutkan kata-katanya, tiba-tiba terdengar
suara burung di samping rumahnya.
Branden dan putrinya langsung memusatkan
pendengaran ke asal suara itu. Pada saat itu Rani
tampak terpaku mendengarnya, sedangkan Branden
tampak beranjak bangun untuk memeriksa. Kini lelaki
itu sedang melangkah menuju ke samping rumah
yang tampak begitu gelap. Betapa terkejutnya dia
275 ketika melihat sosok istrinya tampak sedang berdiri di
tempat itu. "Yana...!" seru Branden menyapa mendiang
istrinya. Mendengar ayahnya menyebut nama sang Ibu,
Rani sektika terkejut, kemudian dengan segera dia
berlari menghampiri Branden dan melihat apa yang
dilihat ayahnya. Saat itu sosok Yana sudah tak terlihat
lagi. Saat itu Rani tampak heran sambil mengamati ke
sekelilingnya. "Ada apa, Ayah" Kenapa barusan Ayah
menyebut nama Ibu?" tanya Rani bingung.
Branden memandang Rani dengan sorot mata
yang penuh kebimbangan. Namun karena dia sudah
berjanji untuk tidak menutup-nutupinya, maka dia pun
segera berterus-terang, "Nak... Tadi Ayah sedang
menyapa ibumu," jawabnya pelan.
Rani tampak terkejut, dia sama sekali tidak
menyangka akan hal itu. Kini dia menatap mata
ayahnya dengan dahi agak berkerut, "Ja-jadi Ibu..."
"Iya, Nak. Ibumulah yang telah membuat
kejanggalan-kejanggalan selama ini. Dia memang
276 sering datang untuk menjenguk kita," jelas Branden
memotong perkataan putrinya.
Saat itu Rani bukannya senang akan kejujuran
Branden, tapi justru membuatnya begitu kecewa.
"Tidak mungkin, Ayah... Tidak mungkin!!!" ucap Rani
seraya memandang ayahnya dengan sorot mata yang
begitu tajam. "Dengar Ayah...! Ibu telah pergi
meninggalkan kita, dan beliau sudah tenang di alam
sana. Beliau tidak mungkin bangkit dari kuburnya dan
menjadi hantu gentayangan. Kenapa Ayah memfitnah
Ibu demi untuk menutup-nutupi perbuatan Ayah?"
lanjutnya tidak mau mempercayai kenyataan itu.
Branden kebingungan, dia tidak tahu bagaimana
cara membuktikan hal itu dan membuat putrinya
percaya. Kini dia melangkah dan mendekap tubuh
Rani dengan penuh kasih sayang. "Ayah mengerti
kata-katamu, Nak. Tapi percayalah... selama ini arwah
ibumu memang selalu datang ke rumah kita," jelas
Branden seraya membelai-belai rambut putrinya.
Tiba-tiba Rani melepaskan diri dari dekapan sang
Ayah dan langsung mundur selangkah, "Ayah bohong!
277 Ayah tidak mengatakan hal yang sebenarnya," ucap
Rani lirih. "Percayalah, Sayang...! Karenanyalah selama ini
Ayah selalu menutup-nutupinya. Dari semula Ayah
sudah bisa menduga kalau kau tidak akan bisa
mempercayainya. Terbukti saat ini kau tidak mau
menerima kenyataan yang sebenarnya, dan semua itu
karena Ayah tidak mempunyai bukti yang bisa
membuatmu yakin." "Apa benar semua yang Ayah ucapkan itu?" tanya
Rani ragu. Branden mengangguk, kemudian melangkah
menghampiri putrinya, "Rani... surat yang kau
tanyakan tempo hari adalah surat dari ibumu,"
ucapnya kemudian. "Ja-jadi... surat itu dari Ibu?" tanya Rani seakan
tidak percaya. "Iya, Sayang..." jawab Branden singkat.
"Tapi... kenapa Ibu melakukan semua itu?" tanya
Rani masih belum mengerti.
278 "Kalau begitu, mari kita duduk kembali! Ayah akan
menjelaskan semuanya padamu," pinta Branden
lembut. Akhirnya mereka kembali duduk di kursi teras.
Tak lama kemudian, Branden mulai menceritakan
perihal kehadiran sosok Yana selama ini. Baru saja
dia selesai bercerita, tiba-tiba angin kencang datang
menderu-deru. Bersamaan dengan itu, sesosok tubuh
dengan gaun putih yang berkibar-kibar tampak
melayang turun di muka rumah. Kini sosok itu tampak
tersenyum kepada mereka berdua. Melihat itu, Rani
segera bangkit dan menatapnya dengan mata tak
berkedip. "I-Ibu...!" Seru gadis itu tiba-tiba.
"Anakku..." sapa Yana seraya menatap wajah
putrinya dengan lembut. "Ibu... Rani sayang sama Ibu," ucap Rani seraya
menitikkan air matanya. "Ibu juga, Nak... Ibu sangat menyayangimu, dan
Ibu berharap kau juga selalu menyayangi ayahmu,"
279 kata sosok ibunya lembut, kemudian dengan serta-
merta dia melayang naik dan hilang seketika.
"Ibuuu....!!!" panggil Rani lirih, kemudian dia
menangis tersedu-sedu. Rani masih saja menangis, saat itu dia tampak
berlari kesana-kemari mencari soosk ibunya itu -
matanya yang basah terus memandang ke segala
arah, sedangkan mulutnya tak berhenti memanggil.
Selama ini Rani sudah sangat merindukan ibunya, dan
dia merasa begitu kehilangan ketika sosok ibunya
pergi dengan begitu tiba-tiba.
Branden yang melihat putrinya seperti itu
berusaha untuk menenangkannya, kemudian memeluknya dengan segenap perasaan sayang. Rani
segera membalas pelukan ayahnya dengan sangat
erat - dia berusaha keras untuk melepaskan semua
kesedihannya. Rani terus menangis di pelukan ayahnya, air
matanya tak henti-hentinya mengalir membasahi
kedua pipinya, "Maafkan Rani, Ayah! Rani sudah tidak
percaya sama Ayah," ucapnya lirih.
280 "Sudahlah Sayang...! Kau tidak perlu meminta
maaf. Ayah maklum kalau kau memang cuma salah
paham," kata Branden seraya membelai rambut
putrinya dengan penuh kasih sayang,
"Terima kasih, Ayah...!" ucap Rani seraya
melepaskan pelukan dan memandang ayahnya
dengan mata yang berbinar-binar.
Branden membalasnya dengan sebuah senyum
yang membuat Rani merasa begitu damai. Tiba-tiba
saja, di wajah Rani tersungging senyum keceriaan.
"Terima kasih, Yana... kau telah mengembalikan
Keceriaan putri kita," ucap Branden dalam hati,
kemudian dia segera mengajak putrinya untuk masuk
ke rumah. Kini mereka sudah berada di kamar masing-
masing. Saat itu Branden tampak sudah terlelap di
tempat tidurnya, sedangkan Rani baru saja akan
merebahkan diri. Tak lama kemudian, dia pun terlelap
bersama mimpi-mimpinya. 281 Esok paginya cuaca tampak cerah, burung-burung
terdengar berkicau dengan merdunya. Yuli yang baru
saja bangun tidur tampak sedang merenggangkan
persendiannya, kemudian beranjak bangun dan
membuka jendela. Pada saat yang sama, cahaya
matahari yang hangat menebus masuk menyinari
sebagian ruang kamar. "Oh, segarnya udara pagi ini,"
ucap Yuli seraya menghirup udara pagi dalam-dalam.
Tidak biasanya Yuli bangun sepagi ini, biasanya
dia baru bangun sekitar pukul 9.00 WIB. Kini gadis itu
sudah siap untuk pergi mandi, namun ketika sedang
melangkah ke kamar mandi, dia berpapasan dengan
pembantunya yang tampak memperhatikannya dengan sedikit heran. "Tumben, Non. Pagi-pagi sudah bangun," komentarnya sambil garuk-garuk kepala.
Mendengar itu, Yuli langsung angkat bicara,
"Sudah deh, Mang. Jangan banyak komentar, lebih
baik sekarang kaupersiapkan sarapan untukku!"
pintanya dengan nada kesal.
"Ba-baik, Non," ucap pembantunya agak terbata.
282 Yuli melanjutkan langkahnya. Setibanya di kamar
mandi, matanya langsung tertuju ke arah tulisan di
cermin - tulisan tangan yang ditulis pada cermin yang
berembun. "Yuli, maafkan kalau malam itu aku telah
membuatmu takut! Aku harap kau tidak lupa untuk
pergi menemui Rani!" Begitulah bunyi tulisan itu.
Yuli merinding seketika, dia sadar kalau Yana
telah mengingatkannya untuk segera menemui Rani.
Lantas dengan perasaan yang masih merinding, Yuli
bergegas mandi. Sesekali matanya tampak was-was
mengawasi sekitarnya, khawatir kalau-kalau sosok
Yana masih berada di tempat itu.
Selesai mandi, Yuli langsung berpakaian dan
bergegas menuju ke meja makan. Pada saat yang
sama, pembantunya datang dengan membawakan
sarapan pagi. Kini si pembantu tampak berdiri si
samping Yuli dengan wajah penuh keingintahuan.
"Memangnya, mau ke mana, Non?" tanyanya sambil
cengengesan. "Kau ini mau tahu saja," kata Yuli tidak mau
memberitahu.

Misteri Kehadiran Arwah Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

283 "Bukan apa-apa, Non! Kalau tuan dan nyonya
bertanya, saya harus jawab apa?" jelas pembantunya.
"Baiklah... bila mereka tanya, bilang saja aku
sedang pergi ke rumah teman!"
"Kalau begitu, baik Non."
Kemudian si pembantu tidak berkata-kata lagi, dia
langsung pergi untuk mengerjakan pekerjaan yang
lain. Pada saat yang sama, Yuli mulai menikmati
sarapan paginya - sepotong roti bakar dan segelas
susu. Sementara itu di tempat lain, Rani dan
Branden juga sedang sarapan. Mereka sedang
menikmati singkong rebus yang pagi-pagi sekali
sudah di cabut oleh Branden dari kebun belakang.
Selesai sarapan, keduanya tampak bersantai di
teras depan, kemudian mereka mulai berbincang-
bincang. "Yah, sekarang kan hari libur. Bagaimana
kalau kita pergi ke makam ibu?" tanya Rani tiba-tiba.
"Hmm... kau merindukannya?" Branden balik
bertanya. "Betul, Ayah. Entah kenapa tiba-tiba Rani ingin
mengunjungi Ibu?" 284 "Kalau begitu, Ayah sih setuju saja. Nah,
bagaimana kalau sekarang kau memetik bunga untuk
keperluan nyekar!" Saran Branden seraya mengambil
surat kabar pagi dan mulai membacanya.
Sementara itu, Rani tampak bergegas mengambil
keranjang kecil dan langsung melangkah ke
pekarangan samping untuk memetik bunga-bungaan
yang biasa digunakan untuk pergi berziarah.
Beberapa menit kemudian, keduanya tampak sudah
berangkat menuju ke makam Yana.
Setibanya di makam, mereka melihat sang Kakek
juru kunci sedang berada di makam tersebut. "Sedang
apa beliau?" tanya Branden kepada putrinya.
"Mungkin beliau habis membersihkan makam Ibu,
Yah." "Kalau begitu, lekas kita ke sana!" ajak Branden
seraya mempercepat langkah kakinya.
Tak lama kemudian, keduanya sudah berdiri di
belakang sang Kakek. "Selamat pagi, Kek!" ucap Rani
kepada sang Kakek yang masih saja sibuk
membersihkan makam. 285 Sang kakek terkejut, kemudian lekas-lekas
menoleh. "Oh kalian," ucapnya seraya tersenyum.
Kemudian beliau memperkenalkan diri dan
bercerita sedikit tentang jati dirinya. Branden dan Rani
tampak senang mendengarkan penuturan sang
Kakek. Tak lama kemudian, mereka sudah terlihat
akrab. Kini mereka sedang menaburkan bunga di atas
makam dan berdoa bersama-sama. Setelah itu,
mereka segera menuju ke makam orang tua Yana
dan berdoa di tempat itu.
Selesai berdoa, mereka tampak melangkah
menuju ke pohon kamboja yang cukup rindang. Di
bawah keteduhan pohon itulah, sang Kakek segera
menceritakan perihal sosok Yana kepada keduanya.
Pada saat itu Branden dan Rani tampak mendengarkan penuturan sang Kakek dengan begitu
antusias. Dalam ceritanya, sang Kakek menjelaskan kalau
yang melakukan semua kejadian yang mereka alami,
seperti angin besar dan lain-lain bukanlah pekerjaan
Yana. Semua itu adalah pekerjaan Qarin Yana, jin
286 pendampingnya yang ingin menyesatkan Branden dan
Rani, dia juga dibantu oleh jin fasik yang mempunyai
kekuatan besar. Maklumlah, qarin orang beriman
sangat lemah, karena ia jarang menyerap energi dari
yang didampinginya. Berbeda dengan qarin orang
yang sesat, mereka bisa sangat kuat lantaran sering
menyerap energi dari orang yang didampinginya.
Biasanya qarin hanya diberi izin selama 40 hari
untuk menuntaskan kehendaknya, sebab energi yang
diperlukan untuk berinteraksi manusia sangatlah
besar. Sebenarnya tujuan Jin fasik yang membantu
Qarin Yana juga ingin menyesatkan manusia, agar
manusia percaya dengan adanya arwah yang
gentayangan, apa lagi jika manusia sampai menyediakannya kopi manis dan kopi pahit. Maka jin
fasik akan semakin bertambah kuat. Begitulah lihainya
mereka dalam usaha menyesatkan manusia agar bisa
diserap energinya. Seolah mereka itu berbuat baik
dan menolong, padahal pada hakekatnya justru
menyesatkan. 287 Selama ini arwah Yana sudah berada di alam
barzakh, menunggu hari kebangkitan. Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya tidak ada arwah yang gentayangan. Sebab, ketika seseorang di kubur dia
akan diminta untuk menjawab pertanyaan malaikat.
Setelah itu, bagi orang yang beriman akan mengalami
tidur panjang, sedangkan mereka yang tidak beriman
akan mengalami siksa kubur.
Bukhari Muslim 1667 Diriwayatkan daripada Anas
bin Malik r.a katanya: Nabi s.a.w bersabda: Apabila
seseorang hamba dikebumikan di dalam kuburnya
kemudian ditinggalkan oleh kawan-kawannya nescaya
dia akan mendengar bunyi hentakan tapak kasut
mereka. Seterusnya dia akan didatangi oleh dua
malaikat lalu mendudukkannya dan bertanya: Apa
pendapatmu tentang lelaki ini iaitu Nabi Muhammad
s.a.w". Baginda bersabda lagi: Sekiranya dia seorang
mukmin, nescaya dia akan menjawab: Aku bersaksi
bahawa dia hamba Allah dan pesuruhNya. Lalu
diberitahu kepadanya: Lihatlah tempatmu di Neraka,
288 sesungguhnya Allah telah menggantikannya dengan
Syurga. Nabi s.a.w bersabda: Dia dapat melihat
kedua-duanya iaitu Syurga dan Neraka
Bukhari Muslim 325 Diriwayatkan daripada Aisyah
r.a katanya: Dua orang perempuan tua dari kaum
Yahudi Madinah telah datang menemuiku. Kedua
perempuan itu berkata: Sesungguhnya ahli kubur
akan di azab dalam kubur mereka. Lalu Aisyah
berkata: Kamu berdua ini penipu dan aku tidak mahu
membenarkan kata-kata mereka itu, maka kedua-dua
perempuan itu meninggalkan aku. Setelah itu
Rasulullah s.a.w datang lalu aku berkata kepada
baginda: Wahai Rasulullah! Sesungguhnya dua orang
perempuan tua dari kaum Yahudi Madinah telah
datang menemuiku dan mereka mengatakan bahawa
ahli kubur akan di azab di dalam kubur mereka. Lalu
Rasulullah bersabda: Memang benar kedua-dua orang
perempuan Yahudi itu akan di azab, hanya binatang
sahaja yang dapat mendengar azab itu. Aisyah
berkata lagi: Aku selalu mendengar Rasulullah s.a.w
289 memohon perlindungan dari azab kubur ketika
baginda sembahyang Ketahuilah, bahwa orang yang sudah meninggal
akan terputus amalnya, jadi tidak mungkin kembali
untuk menolong. Jangankan arwah manusia, Jin fasik
saja, pada hakekatnya tidak akan mampu menolong
manusia, sebab mereka sangat lemah, tentunya jika
tidak ada energi dari manusia yang berhasil
diserapnya. Dan sistem penyerapan energi manusia
ini sudah dirancang sedemikian rupa, yaitu jika ada
manusia yang meminta tolong kepada mereka, maka
manusia akan terserap energinya. Karena itulah tidak
diperbolehkannya manusia meminta tolong kepada
bangsa Jin, sekalipun Jin itu mengaku muslim. Sebab
pada hakekatnya tidak ada Jin muslim yang akan
bersedia membantu manusia, kecuali ia sudah
menjadi fasik. Rasulullah pun pernah ditawarkan
bantuan oleh Jin, namun beliau menolak lantaran
sudah memahami hakikat sejatinya. Sebaik-baiknya
Jin fasik, adalah sejahat-jahatnya manusia.
290 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu
menjelaskan: "Banyak di antara mereka yang bisa
terbang di udara, dan setan telah membawanya (ke
berbagai tempat, -pent.), terkadang ke Makkah dan
selainnya. Padahal dia adalah seorang zindiq,
menolak shalat dan menentang perkara-perkara lain
yang telah diwajibkan Allah Subhanahu wa Ta'ala ,
serta menghalalkan segala yang telah diharamkan
Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya.
Begitulah lihainya setan dari bangsa Jin, yang
bersedia membantu manusia karena kekafiran,
kefasikan, dan maksiat yang dilakukannya. Kecuali
bila dia beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala
dan Rasul-Nya, bertaubat dan konsisten dalam
ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan
Rasul-Nya. (Jika dia demikian,) niscaya setan akan
meninggalkannya dan segala 'pengaruh' pada dirinya
akan hilang baik berupa penyampaian berita atau
amalan-amalan lain. 291 Karena itu janganlah berbangga hati jika bisa
melihat dan berkomunikasi dengan setan dari bangsa
Jin, bahkan bisa mendapat kabar ini-itu, dan juga
mempunyai kesaktian yang bisa ini-itu. Ketahuilah,
sesungguhnya semua itu hanyalah tipu daya mereka
guna menyesatkan manusia.
Al Jin 6. Dan bahwasanya ada beberapa orang
laki-laki di antara manusia meminta perlindungan[1523]
kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu
menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.
[1523]. Ada di antara orang-orang Arab bila mereka melintasi
tempat yang sunyi, maka mereka minta perlindungan kepada jin
yang mereka anggap kuasa di tempat itu.
Al Jin 21. Katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak
kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatanpun
kepadamu dan tidak (pula) suatu kemanfaatan."
Surat Al Jin ayat 21 inilah yang seharusnya kita
amalkan, sebab dengan mengamalkan ayat ini pada
292 hakekatnya kita telah menutup pintu dimensi alam jin,
yaitu dengan cara tidak sekali-kali berinteraksi dengan
mereka. Sebab pada hakekatnya jin tidak kuasa
mendatangkan sesuatu kemudharatanpun kepada
manusia dan tidak (pula) suatu kemanfaatan.
Begitupun manusia tidak kuasa mendatangkan
sesuatu kemudharatanpun kepada jin dan tidak (pula)
suatu kemanfaatan. Karenanyalah, jin muslim yang sudah memahami
ayat tersebut tentu tidak mungkin bisa menolong
manusia dengan bentuk apapun, sebab mereka
memang tidak mempunyai energi untuk itu. Dan
mereka juga tidak mungkin bisa diperintah, apa lagi
diperbudak oleh manusia. Pengalaman Surat Al Jin ayat 21 inilah cara
terbaik menghormati kehidupan mereka, yaitu tidak
memberikan kesempatan kepada mereka untuk
semakin menyesatkan manusia. Sudah cukup mereka
merusak kehidupan dunia pada masa yang silam, dan
sekarang adalah kesempatan manusia untuk menjadi
khalifah dengan tanpa melibatkan mereka. Jika umat
293 manusia sudah banyak yang mengamalkan surat ini,
maka para jin fasik tidak akan mempunyai kekuatan
apa-apa untuk mengganggu manusia. Maka dengan
demikian, secara otomatis kehidupan manusia akan
menjadi lebih baik. Selain itu, untuk menjaga keharmonisan antara
alam manusia dan alam jin (Dalam rangka
mengamalkan Surat Al Jin ayat 21), manusia
diwajibkan untuk senantisa berdoa dan memohon
perlindungan hanya kepada Allah. Dengan memohon
perlindungan kepada Allah, secara tidak langsung
manusia telah membentengi diri untuk tidak berinteraksi dengan alam jin. Maklumlah, jika ada
manusia yang melempar batu, membuang air panas,
dan lain sebagainya ternyata bisa juga mengenai
bangsa jin. Karenanyalah untuk membentengi

Misteri Kehadiran Arwah Karya Bois di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

manusia agar tidak lalai menggangu para jin, maka
setiap melakukan berbagai tindakan yang bisa
membahayakan bangsa jin, diharuskan mengucapkan
bacaan basmalah lebih dulu, dengan maksud agar
perbuatan manusia itu tidak mengenai bangsa jin.
294 Semua inilah sejatinya cara yang terbaik guna
menghormati bangsa jin agar tidak merasa terganggu
lantaran kecerobohan manusia yang tidak memahami
keberadaan mereka. Bukannya dengan cara menyediakan ini-itu yang justru membuat mereka
semakin kuat, dan ujung-ujungnya justru semakin
mengganggu kehidupan manusia.
Karena itulah, sudah saatnya kita meninggalkan
budaya yang bisa membuat jin fasik justru bertambah
kuat, yaitu dengan cara mengamalkan kitab suci al-
Quran dengan sebenar-benarnya, salah satunya
adalah dengan mengamalkan Surat Al Jin ayat 21.
Setelah mendengarkan penjelasan itu, Rani dan
Branden tampak lega. Segala pertanyaan yang
membingungkan telah terjawab sudah. Setelah
berbincang-bincang sejenak, akhirnya Ayah dan anak
itu kembali pulang ke rumah.
Sepulang dari makam, Branden tampak sibuk
mengurus kebunnya yang berada di belakang rumah,
sedangkan Rani asyik melamun seorang diri di
kamarnya, dia masih saja memikirkan Jodi yang
295 diketahuinya sudah mempunyai istri. Sepertinya dia
masih sulit untuk menerima kenyataan itu. Sementara
itu di muka rumah, sebuah sedan tampak memasuki
pekarangan. Tak lama kemudian, pengemudinya yang
ternyata seorang wanita tampak keluar dan melangkah ke pintu depan. Kini dia sedang mengetuk
pintu dan mengucapkan salam.
Mendengar itu, Rani segera keluar untuk
menemuinya. Saat itu dia tampak terpaku memperhatikan wajah yang baru pertama kali
dilihatnya. "Maaf! Anda siapa ya" Apa ada perlu
dengan ayah saya?" tanyanya kepada wanita itu.
"Kau Rani kan" O ya, kenalkan... namaku Yuli.
Maksud kedatanganku kemari sebenarnya ada perlu
denganmu," jawab wanita itu.
"O... kalau begitu. Ayo... silakan masuk!" tawar
Rani ramah. Yuli segera masuk, tak lama kemudian mereka
sudah berbincang-bincang mengenai Jodi.
"Benarkah apa yang kau katakan itu?" tanya Rani
ragu. "Sebenarnya ayahku pun sudah 296 menceritakannya, namun di hatiku masih ada sedikit
keraguan," sambungnya kemudian.
"Sekarang kau tidak perlu ragu lagi Rani, coba
kaulihat foto ini," ucap Yuli seraya memberikan foto
yang waktu itu diberikan oleh Maemi.
Kini Rani tampak memperhatikan foto itu, hatinya
terasa hancur berkeping-keping. Di sisi lain, dia
merasa yakin kalau Jodi memang pria busuk yang
tidak pantas untuk dicintai. Setelah mereka berbincang-bincang sejenak, akhirnya Yuli berpamitan
untuk pulang. Kini Rani tengah mengantarkannya
hingga ke muka rumah. "Hati-hati di jalan ya!" ucap
Rani seraya melambaikan tangan kepada Yuli.
Setelah sedan yang ditumpangi Yuli menjauh,
Rani pun bergegas ke teras dan duduk di tempat itu.
Tak lama kemudian Branden terlihat datang
menghampirinya. "Rani, siang nanti Ayah akan pergi
ke pasar untuk membeli beberapa keperluan. Kau
mau menitip apa, Nak?" tanya Branden
"Tidak, Ayah. Rani tidak mau menitip apa-apa,"
jawab Rani terus terang. 297 "Ya sudah... kalau begitu ayo kita masuk," ajak
Branden kepada putrinya. "Tidak, Ayah. Rani masih mau di sini dulu."
"Baiklah... sekarang Ayah masuk dulu ya," pamit
Branden seraya melangkah masuk.
Kini Rani tampak sedang melamun, rupanya dia
sedang memikirkan pria yang waktu itu telah
menggagalkan usaha bunuh dirinya. Siapa lagi kalau
bukan Bobby, pria yang tiba-tiba saja hadir di dalam
benaknya. Siang harinya Branden berangkat ke pasar untuk
membeli beberapa keperluan. Selang beberapa saat,
sebuah sepeda motor terlihat memasuki pekarangan.
Setelah memarkir motornya, pemuda itu langsung
melangkah ke teras, kemudian mengetuk pintu dan
mengucapkan salam. Rani yang mengetahui ada tamu segera
membukakan pintu. Betapa terkejutnya dia ketika
298 mengetahui siapa yang datang, pemuda tampan yang
kini menarik hatinya. Siapa lagi kalau bukan Bobby,
pemuda tampan yang pernah menolongnya. Kini Yuli
tampak terpaku melihat Bobby yang tersenyum
kepadanya. "Kak Bobby!" ucap Rani seakan tidak percaya.
"Ayo Kak, silakan masuk!" ajaknya kemudian.
Setelah mempersilakan Bobby duduk, Rani pun
berpamitan untuk membuatkan minum. Sementara itu
Bobby tampak sedang melihat-lihat keadaan ruang
tamu, dia melihat sebuah foto keluarga Branden.
"Hmm... keluarga yang berbahagia," duganya.
Tak lama kemudian Rani datang membawakan
minum, dia tampak memperhatikan Bobby yang
sedang melihat foto keluarganya. "Itu ayah dan ibuku,"
jelasnya tiba-tiba. Bobby agak terkejut dan segera berpaling. "O...
kau, Rani. Ngomong-ngomong, di mana mereka?"
tanyanya kepada gadis itu.
"Ayahku sedang pergi ke pasar untuk membeli
beberapa keperluan dan akan kembali menjelang
299 malam nanti. Sedangkan ibu...." Rani tidak melanjutkan kata-katanya, dia tampak terpaku melihat
sosok ibunya yang tiba-tiba saja sudah berdiri di
belakang Bobby. Saat itu sosok ibunya tampak
tersenyum, seolah-olah memberi isyarat bahwa
Bobbylah orang yang pantas menjadi kekasihnya.
"Ibu...!" seru Rani menyapa sosok ibunya.
"Iya Rani. Ayolah katakan, di mana ibumu! " pinta
Bobby yang merasa gadis itu terlalu lama menggantung kalimatnya. Rani yang tersadar akan permintaan Bobby
segera menjawab, "Oh ya... I-Ibu... sudah sebulan
lebih meninggal dunia," jawabnya sedikit gugup.
"Oh... maafkan aku!" ucap Bobby menyesal.
Rani terdiam sesaat, dalam hati gadis itu terus
bertanya-tanya mengenai arti senyuman sosok ibunya,
sebab dia menyadari kalau yang barusan dilihatnya
adalah Qarin Yana bukan arwah ibunya.
Sesungguhnya bisa saja apa yang diisyaratkannya
itu adalah kebenaran, namun kebenaran itu akan
ditambah dengan seratus kedustaan. Apalagi jika
300 sampai meyakini kalau dia adalah arwah jelas akan
semakin menyesatkan. Kini mata gadis itu tampak menatap Bobby
dengan hangat, kemudian mengajak pemuda itu untuk
duduk kembali. Tak lama kemudian mereka, sudah
berbincang-bincang dengan begitu akrab.
Setelah bosan ngobrol di ruang tamu, mereka
segera pindah ke teras depan, kemudian kembali
berbincang-bincang di tempat itu. Ketika sedang
asyik-asyiknya ngobrol, mendadak HP Bobby berbunyi. Saat itu Bobby langsung menerimanya,
"Hallo!" sapanya kepada orang di seberang sana.
"Bob, nanti malam jadi kan kita jalan-jalan?" tanya
gadis yang meneleponnya. "Tentu saja, bukankah kita sudah sepakat," jawab
Bobby. "Kalau begitu, sampai nanti ya," ucap si Gadis
seraya memberikan ciuman jauh.
"Yuli! Tunggu...!" tahan Bobby tiba-tiba. Tapi
sayang... telepon sudah ditutup.
301 Rani tampak terpaku, keningnya pun tampak
berkerut ketika mendengar nama gadis yang disebut
tadi. 302 Assalam.... Mohon maaf jika pada tulisan ini terdapat
kesalahan di sana-sini, sebab saya hanyalah manusia
yang tak luput dari salah dan dosa. Saya menyadari
kalau segala kebenaran itu datangnya dari Allah SWT,
dan segala kesalahan tentulah berasal dari saya.
Karenanyalah, jika saya telah melakukan kekhilafan
karena kurangnya ilmu, mohon kiranya teman-teman
mau memberikan nasihat dan meluruskannya.
Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih
banyak. Akhir kata, semoga cerita ini bisa bermanfaat buat
saya sendiri dan juga buat para pembaca. Amin...
Kritik dan saran bisa anda sampaikan melalui e-mail
bangbois@yahoo.com Wassalam... [ Cerita ini ditulis tahun 2005 ]
303 Tapis Ledok Membara 2 Siluman Ular Putih 13 Penguasa Alam Pendekar Latah 5
^