Pencarian

Pendekar Tanpa Tanding 13

Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera Bagian 13


"Situasi tidak menggembirakan, bahkan terasa sangat sulit,
tetapi bukannya kita tak punya harapan menang. Harapan
menang selalu ada tetapi harus menggunakan strategi
matang. Bahkan jika perlu kita tidak usah malu-malu
menggunakan cara yang tidak terhormat"
Agak penasaran Sian Hwa, Pendekar Pedang dari Gurun
Gobi menanyakan maksud lelaki itu menyebut cara yang tidak
terhormat Siauw Tong yang terkenal cerdas menjelaskan,
bahwa jika menggunakan cara terhormat artinya pertarungan
satu lawan satu, perkelahian bersih tanpa menggunakan
senjata rahasia atau senjata beracun. "Maksudku, kita tak
perlu bicarakan persyaratan terhormat itu, sehingga dalam
perkelahian jika diperlukan kita bisa menggunakan senjata
rahasia atau senjata beracun, mereka tidak akan bisa
menyalahkan kita karena hal itu tak pernah dibicarakan di
awal." Siauw Tong melihat berkeliling. Semua diam, tidak ada
tanggapan berarti semuanya setuju. Ia menjelaskan
strateginya dengan cermat. "Paling penting, kita tegaskan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebelas lawan sebelas, dan pendekar yang sudah kalah tidak
boleh naik panggung lagi. Pihak mana yang sebelas
pendekarnya sudah kalah semua, pihak itu yang kalah.
Dengan demikian, maka kita harus bisa mengalahkan semua
sepuluh pendekar itu. Aku berani pastikan bahwa Wisang Geni
akan naik panggung sebagai orang terakhir. Dengan demikian
Wisang Geni akan kita gilir tanpa harus istirahat Setahuku,
pendekar itu tak per i ul i tarung menggunakan senjata, kita
manfaatkan kesombongan dia itu, kita justru menggunakan
senjata yang ada racunnya, kita siapkan senjata rahasia. Aku
yakin Wisang Geni, sehebat apa pun kepandaiannya, tak akan
lolos dari kematian."
Semua pendekar diam. Rencana Siauw Tong nyaris
sempurna. Kata ahli perang, suatu perencanaan yang
sempurna ibarat sudah merebut separuh kemenangan.
"Tinggal kita tentukan siapa-siapa yang maju duluan dan
siapa-siapa yang harus dia lawan, hal ini juga sangat
menentukan menang kalahnya kita," lanjut Siauw T ong.
---ooo0dw0ooo--- Perguruan Mahameru terletak di kaki gunung Mahameru,
sebelah selatan pegunungan Semeru Senja itu suasana di
balairung agak riuh. Sebagian besar murid berkumpul, hanya
murid yang masih bertugas berjaga atau bekerja di dapur
yang tidak hadir. Mereka yang hadir saling pandang penuh
tanda-tanya, tidak mengerti apa yang akan diumumkan
ketuanya, pendeta Macukunda. Ketika ketua muncul seketika
juga suasana hening. Pendeta Macukunda duduk didampingi saudara perguruannya, Antasena, Bragalba, Rawaja, Matangkis. Lima
orang ini duduk bersila, memandang puluhan murid yang
duduk berkumpul. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diantara lima tokoh tua Mahameru hanya Macukunda yang
seorang pendeta. Macukunda memecah keheningan, "Dengarkan, sepuluh hari lagi, aku akan ke desa Bangsal
menghadiri pertarungan menghadapi sebelas pendekar Cina.
Orang-orang seberang itu telah menantang seluruh pendekar
negeri ini untuk tarung, sebelas lawan sebelas. Aku
sebenarnya tak ingin tarung lagi, tetapi demi membela
negeriku, tanah airku, aku harus ikut, ini merupakan darmaku.
Aku sudah tua dan aku tidak tahu, apakah aku akan mati atau
tetap hidup dalam pertarungan itu. Tetapi hari ini aku akan
mengangkat adik Antasena sebagai ketua Mahameru"
Terdengar suara bisik-bisik di kalangan murid. Namun empat
tetua yang duduk di samping ketua, tampak biasa. Rupanya
sebelum itu lima orang itu sudah berunding dan sepakat
dengan semua keputusan ketuanya.
Macukunda melanjutkan, "Sebenarnya memang sudah
saatnya Antasena maju sebagai ketua, ia lebih muda dari kami
berempat, ia cerdas dan bijaksana, ia berilmu tinggi, ia sudah
menguasai jurus andalan Sasra Ludira dengan sempurna dan
lebih baik dari kami semua. Keberangkatanku ke pertarungan
itu bukan suatu alasan pergantian ketua ini. Baik, aku selamat
atau mati, Antasena tetap sebagal ketua. Jika aku selamat,
aku kembali ke Mahameru dan menyepi. Sebaliknya bila aku
mati, kalian sempurnakan jasadku, dan tak boleh seorang pun
membalas dendam. Kemarin kami berlima sudah berunding,
aku akan didampingi adik Matangkis, muridku Minasih, tiga
murid utama Jokonang, Setawastra dan Sawitri serta sepuluh
murid lapis dua. Semuanya tidak ikut bertarung, kecuali
tenaganya dibutuhkan. Hanya adik Matangkis yang boleh
tarung. Isteri Setawastra, Rorowangi karena sedang hamil,
jadi tak boleh ikut."
Dia menghirup nafas panjang, matanya menatap ke atas.
"Pertarungan di bukit Penanggungan telah mempermalukan
aku, aku sudah hampir kalah malah sebenarnya aku sudah
dikalahkan Sin Thong. Mendadak datang Wisang Geni yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengacau. Ia berhasil mengambil alih semua pertarungan,
mengalahkan Sin Thong, Pak Beng termasuk si jago nomor
satu Sam Hong. Aku tak perlu malu mengakui kehebatan
Wisang Geni, anak muda itu telah membawa Lemah Tulis dari
nasib terpuruk menjadi harum, bahkan kini sudah sangat
terkenal, murid-muridnya berkelana menjadi penolong kaum
tertindas." Ia melanjutkan dengan bersemangat, "Wisang Geni sebagai
orang muda yang memiliki kepandaian tinggi ternyata bisa
membawa diri, tidak sombong, tidak semena-mena, ia
menghormati orang yang lebih tua. Aku mau, aku ingin suatu
hari kelak, ada seorang atau lebih, murid Mahameru yang
berkepandaian tinggi dan perilaku mulia."
Hari itu upacara pengangkatan Antasena sebagai ketua
Mahameru berlangsung tertib dan sederhana. Tak ada reaksi
berlebihan di kalangan murid. Tradisi dan peraturan
Mahameru menetapkan seorang guru melatih secara bergilir,
sehingga tak pernah ada murid dilatih khusus seorang guru.
Para ketua melatih murid lapis satu dan lapis satu melatih
lapis dua dan lapis tiga.
Setelah hari pengangkatan, Macukunda menyepi berlatih
silat. Adik perguruannya termasuk Antasena bergantian
menjadi lawan tanding. Ia menekuni jurus andalan Sasra
Ludira. Jurus ini sudah didalami Macukunda sejak kekalahan
dari Sin Thong. Ia berlatih keras meningkatkan kualitas jurus
hebat ini. Jurus ini mengutamakan kedalaman tenaga batin
sehingga cepat menemukan kelemahan lawan untuk dijadikan
sasaran serangan. Dalam cerita Mahabrata Sasra Ludira
adalah nama pusaka yang direbut naga kowara, ular sakti,
yang menerobos sembunyi di tubuh Prabu Destarata sehingga
bisa tepat memilih Dewi Gandari sebagai isteri.
Macukunda juga mendalami jurus Kadharmesta (Kebajikan)
dan Amijilakna (Hasil upaya). Dua jurus ini diambil dari sifat
Gereh (Guntur) dan Sedung (Badai) saling dukung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendukung. Suatu serangan lawan yang ganas bagaikan
guntur dan badai, akan luluh jika dihadapi dengan Kebajikan,
selanjutnya serangan balik menggunakan Amijilakna ibarat
amuk naga kowara. Dalam sisa waktu sepuluh hari Macukunda berlatih dan
tenggelam dalam ilmu silat. Baginya, inilah darma seorang
pendekar untuk tanah airnya. Sekarang ini ia tak punya beban
apa pun di dunia. Ia telah menobatkan Antasena
sebagaiketua, sehingga tak perlu lagi khawatir kelangsungan
Mahameru. Ia tak punya keluarga. Ia kini merasa bebas. Ia
akan bertarung hanya karena ingin melaksanakan darma. Mati
dalam tugas darma bakti adalah kehormatan, menang pun
suatu kehormatan. ---ooo0dw0ooo--- Kabar pertarungan antara para pendekar tanah Jawa lawan
pendekar Cina di desa Bangsal itu sampai juga ke Tumapel
dan Kediri. Tarung mempertaruhkan gengsi tanah Jawa,
menjadi bahan gunjingan di sudut-sudut paling rahasia kedua
kerajaan itu. Di Tumapel, Raja Sang Mapanji Seminingrat alias
Ranggawuni dan perma isuri Waning Hyun sangat tertarik
mendengarnya. Begitu pun Raja Tohjaya dari keraton Kediri.
Berita itu membuat dua penguasa tertinggi Kediri dan
Tumapel mengirim wakilnya yang paling mumpuni.
Tumapel mengirim Panji Patipati yang dijuluki Sang
Pamegat didampingi beberapa jagoan dari 18 pendekar
pengawal Raja Tumapel yakni Dwi, Catur, Dasa, Rewawelas
yang dipimpin langsung oleh ketuanya, Siki. Sementara dari
kerajaan Kediri, Raja Tohjaya tidak mengutus Pranaraja sang
penasehat yang konon ilmu silatnya sangat digjaya. Raja
mengutus ketua Sinelir, Senopati Samba si Pedang Hitam
bersama delapan anggota Sinelir lainnya. Para jago dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kerajaan Tumapel dan Kediri juga melakukan persiapan
matang, siapa tahu akan terlibat tarung.
---ooo0dw0ooo--- Gunung Welirang letaknya sebelah utara gunung Arjuno.
Hutan padat dan lebat merambah seluruh bagian lereng
gunung. Hanya lereng bagian timur yang pernah dijamah
manusia. Ada jalan setapak namun yang sudah nyaris hilang
tertutup semak belukar. Jalan itu menuju ke hutan kecil yang
pepohonannya tidak terlalu padat Setelah melewati hutan kecil
itu, tampak pemandangan luas. Air terjun dari tebing yang
tinggi mencurah ke danau yang cukup besar. Agak jauh dari
air terjun, terdapat tebing terjal Ada sepotong bagian tebing,
mencuat ke luar sehingga memayungi sebidang tanah di
bawahnya. Tanah yang tidak terlalu luas itu terlindung dari
curah hujan. Di tanah itu W isang Geni dan rombongan
berhenti setelah menempuh dua hari perjalanan dari Lemah
Tulis. Wisang Geni, Sekar, Gayatri dan Prawesti akan menetap.
Sedang Gajah Lengar dan Gajah Nila yang didampingi masing-
masing isterinya bersama enam murid pria dan dua murid
wanita hanya membantu mendirikan rumah, setelah itu
mereka akan kembali ke Lemah Tulis.
Pemandangan alam sekitar lereng timur itu sangat indah.
Tampak air terjun dan pepohonan mengelilingi danau. Puncak
gunung We lirang kebiru-biruan menjulang tinggi dibungkus
kabut dan awan putih. Udara sejuk. Gayatri terpesona. "Geni,
tempat ini luar biasa indah, mengingatkan akan kampungku di
lereng Hima laya. Kamu pandai memilih tempat, aku pasti
betah hidup di s ini."
Wisang Geni, Sekar, Gayatri, Prawesti, Gajah Lengar dan
Gajah Nila berdiri di tanah kosong itu. Semak belukar dan
pepohonan kecil sedang dibersihkan oleh murid-murid Lemah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tulis. Gayatri menunjuk arah tebing. "Aku mau rumahku
terlindung dan aman dari gangguan, misalnya, hujan. Rumah
sudah pasti aman dari curah hujan karena terlindung oleh
tebing. Tetapi lantai rumah harus tinggi dan di tepian sebelah
barat harus dibendung dengan bebatuan, agar air hujan yang
turun mengalir dari atas gunung tidak merembes ke dalam
rumah." Gayatri bersama Sekar mengatur semuanya dengan teliti.
Bahkan ia memikirkan tempat strategis, menentukan bagian
depan rumah sedemikian rupa sehingga penghuni rumah bisa
memandang lepas ke daerah sekitar. "Jika ada tamu tak
diundang datang berkunjung, kita bisa tahu lebih awal,"
katanya. Mereka pun mulai membangun rumah sesuai
kemauan Gayatri. Empat murid wanita membantu Gayatri, Sekar dan Prawesti
menyiapkan dapur. Dua murid lelaki berburu binatang untuk
dimasak. Geni dan murid lelaki lainnya bekerja mendirikan
rumah darurat untuk tempat bermalam Ketika matahari mulai
terbenam, tiga buah rumah darurat sudah siap. Satu untuk
Geni sekeluarga Satu untuk Gajah Lengar dan Gajah Nila
sekeluarga Rumah ketiga yang lebih besar untuk murid-murid.
Hari-hari di lereng gunung Welirang dilalui dengan
pekerjaan membangun rumah. Peralatan lengkap dibawa dari
Lemah Tulis, sedangkan semua bahan tersedia di hutan. Dari
kayu, bebatuan, daun nipah sampai pun damar untuk
penerangan, tersedia dan mudah didapat.
Pada saat saat tertentu Gajah Lengar dan murid lainnya
meminta petunjuk Geni tentang ilmu silat. Latihan terkadang
dilakukan di air terjun, di danau bahkan juga di tebing-tebing
yang curam Duapuluh hari berlalu, rumah besar sudah berdiri
berikut kandang kuda untuk si hitam dan si putih. Mereka
masih merencana membangun dua rumah lain, yang nantinya
tempat nginap para murid Lemah Tulis yang datang berlatih.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Malam itu seperti biasa Wisang Geni melakukan semedi. Ia
bersila dengan melipat dua kakinya. Tubuhnya melayang di
udara, tidak menyentuh tanah. Tenaganya terpusat di sekitar
pusar, berputar-putar merambah ke seluruh jalan darah. Ia
merasa angin bergerak di seputar tubuh. Pikirannya melayang
jauh mengingat dan memeta kembali secara rinci
pertarungannya lawan Sam Hong di bukit Penanggungan dua
tahun lalu. Gayatri duduk bersemedi di samping Geni. Tenaga batinnya
tidak sehebat suaminya sehingga tubuhnya hanya terangkat
satu jengkal dari tanah. Ia belum mampu melayang-layang
seperti Geni. Sekar tak kalah hebat tenaga dalamnya. Hanya
Prawesti yang masih tertinggal dalam soal ilmu silat Tetapi ia
juga duduk bersila, ikut semedi melatih tenaga dalam.
Prawesti tak bisa memusatkan pikiran. Ia memikirkan
pertarungan di desa Bangsal. Ia khawatir keselamatan Geni
mengingat sebelas pendekar Cina itu konon memiliki ilmu s ilat
lebih tinggi dari mereka yang pernah dikalahkan Geni di bukit


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Penanggungan. Kata orang, Ciu Tan, adalah kakak Sam Hong
dan memiliki ilmu s ilat jauh lebih lihai dari Sam Hong. Sebelas
pendekar Cina itu merupakan yang paling terkemuka di
negerinya. Prawesti gelisah. Pertarungan semakin dekat, lima
hari lagi. Wisang Geni selesai semedi. Ia melihat Gayatri sedang
semedi, Prawesti duduk bersila namun tampak gelisah. Geni
berseru perlahan, "Sekar, kamu ikut aku, kita berlatih di luar."
Gayatri dan Prawesti mengerti bahwa Geni tidak menghendaki
mereka ikut. Sekai menghentikan semedi kemudian me lesat
mengikuti W isang Geni Malam itu bulan terang, tak ada awan mendung. Geni
menggenggam tangan isterinya. Mereka mendaki tebing
menuju ai ah barat Tak berapa lama, mereka tiba di atas
tebing yang permukaannya datar dan cukup luas untuk
beberapa orang duduk. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di bawah sinar terang bulan tampak air terjun dan danau.
Kemilau air terjun diterpa sinar rembulan, memantulkan
kemilau warna warni, tampak indah. Sekar menggumam, "Oh
pemandangannya sangat indah, coba lihat air terjun itu dan
air di danau, indah kena pantulan sinar rembulan. Geni kamu
pintar mencari tempat."
"Aku ingin hidup seperti ini, terpencil bersama isteriku, tak
ada orang lain, tak ada lagi tarung, tak ada balas dendam.
Sekar kekasihku, aku sudah bosan berkelana, bertarung dan
membunuh orang. Dalam tarung memang kalau tidak mau
dibunuh maka kita harus membunuh. Aku sudah bosan
dengan semua ini, aku ingin menyendiri, bercinta dengan
kamu seperti malam ini. Sepanjang malam, bercinta sampai
puas." Sambil bicara tangan Geni memeluk tubuh isterinya.
Sekar mencubit perut suaminya. "Tak mungkin bercinta di
atas tebing ini. Gila! Dingin sekali, anginnya kencang dan
membawa uap air. Aku kedinginan."
"Katanya kamu terbiasa berlatih di laut Kidul yang udaranya
justru lebih dingin," Geni menggoda.
"Menurutku udara gunung dengan udara laut sangat
berbeda. Di sini jauh lebih dingin. Geni, kita kembali saja."
Geni memeluk isterinya. "Kita cari tempat lain." Ia
memondong Sekar menuju dinding tebing. Ia mendorong batu
besar. Sekar kaget. Ia bergerak namun Geni mencegah. Ia
berbisik di telinga isterinya, "Kamu diam saja, pejamkan mata,
nanti aku bilang buka, baru kau buka matamu."
Ternyata pada dinding tebing ada lubang, ukuran setengah
badan manusia. Sambil membopong tubuh isterinya, ia
membungkuk masuk ke goa. Gelap gulita Sekar masih
memejam mata, merasa tubuhnya diletakkan di tempat yang
hangat, seperti rumput kering, angin dingin mendadak lenyap.
Geni meraba-raba Ia memegang batu kemudian menggeseknya. Letupan api menyambar obor. Ada tiga obor,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahan bakarnya damar. Goa terang benderang. "Buka
matamu, sekarang." Sekar terkejut. Ia terbaring di atas tumpukan rumput
kering dan dedaunan. Suhu udara di dalam goa, hangat Goa
itu sempit, cukup untuk empat orang berdesakan. Geni
tertawa senang. Sekar juga tersenyum "Kapan kamu siapkan
tempat ini?" Geni memeluk isterinya, berbisik, "Dua hari kusiapkan goa
ini, aku memang mencari tempat tersembunyi khusus untuk
kita bercinta, tak ada siapa-siapa lagi di sini kecuali aku dan
kamu." "Bagaimana dengan Gayatri dan Westi?"
"Mereka akan kebagian jatah. Terkadang aku butuh
berduaan saja dengan isteriku, kamu atau Gayatri atau
Prawesti." Sambil Geni memeluk, menciumi seantero tubuh
molek isterinya. Ia menikmati kecantikan paras isterinya yang
cantik rupawan. Geni mengakui bahwa Gayatri cantik, tetapi
Sekar lebih cantik. Kecantikan Sekar membias sejuta rasa puas
dan bahagia. Dia bisa bersikap pasrah menanti tapi pada
saatyang sama bisa liar. Keduanya bergelut dalam pelukan
nafsu birahi dan cinta. Sepanjang malam.
Udara pagi terasa sejuk. Di dalam goa masih tetap hangat.
Dua insan itu masih berpelukan. Sekar telungkup di atas tubuh
Geni. Ia berbisik, "Geni, menurut rencana dua hari lagi kita
berangkat ke desa Bangsal. Menurut kangmas Gajah Nila,
perjalanan ke Bangsal sekitar dua hari. Entah mengapa setiap
memikirkan tarung itu, aku merasa takut."
"Apa yang kau takutkan?"
Sekar menyembunyikan wajahnya di dada suaminya. "Aku
takut kehilangan kamu. Aku tak mau kehilangan kamu, Geni."
Mata Geni menerawang. "Aku juga takut. Sudah sering aku
tarung mati hidup. Di Mahameru menghadapi tokoh kelas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
atas, aku tidak takut. Di Penanggungan aku merasa takut
terutama saat tarung lawan Sam Hong. Di Argowayang, aku
tidak takut. Belakangan aku tahu sebabnya, di Mahameru aku
belum punya apa-apa, mati pun tak mengapa. Di
Penanggungan aku sudah punya isteri yang menyinta dan
kucinta, Wulan dan kamu. Di Argowayang aku ingin membalas
dendam Sekarang ini aku takut sebab aku tak mau mati,
sebab masih ingin hidup bersama kamu dan Gayatri, isteri
yang menyinta dan yang kucinta. Manusia selalu takut mati
saat dia sedang menikmati miliknya yang paling berharga,
isteri, anak, harta atau kekuasaan. Kamu pernah takut
menghadapi tarung?" "Aku jarang terlibat tarung. Tarung paling hebat kualam i
ketika bersamamu mengadu nyawa menantang Kalayawana
dan Malini. Saat-saat itu tak pernah kulupa. Kita berdua luka
parah, saling membantu di bawah ancaman musuh yang ilmu
silatnya jauh di atas kita."
Geni menciumi buah dada kekasihnya. "Apa lagi yang kau
alami waktu itu, kekasihku?" .
"Aku berpakaian dekil, tubuh dan wajahku burik bekas
penyakit cacar. Tetapi ada lelaki tampan yang tidak jijik
padaku. Ia memuji tubuhkuindah. Katanya wajahku cantik jika
tak ada burik. Aku jatuh cinta padanya, tanpa ragu aku
berikan perawanku. Lelaki itu orang pertama dan terakhir
yang kucinta" "Apalagi, Sekar?"
Sekar memeluk dan menggigit leher suaminya. "Kami
bercinta di tengah hutan, dalam keadaan sakit dan terluka,
bercinta di Lembah Cemara, bercinta di rerumputan, di atas
tanah, tak terhitung Sungguh hari-hari yang paling bahagia
bagiku." "Kamu lupa suatu hal penting, Sekar."
Sekar berbisik sambil menggelitik telinga suaminya. "Apa?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bahwa lelaki itu mencintaimu. Sejak hari pertama di
tengah hutan sampai sekarang, sampai hari ini di goa ini.
Lelaki itu mencintaimu dari ujung kaki sampai ujung
rambutmu." "Aku senang dan bahagia mengetahui kamu mencintaiku.
Tetapi aku lebih senang lagi karena dalam hidup ini ternyata
aku sanggup mencintai seorang lelaki, seluruh cintaku telah
kuberikan padanya. Tak ada lagi yang tersisa walaupun untuk
diriku sendiri, aku hanya hidup untuk memberinya
kebahagiaan dan kesenangan."
Sekar seorang perempuan yang cerdas. Ia selalu
memerhatikan Geni, setiap rasa dan gerak suaminya tak luput
dari pengamatannya. Dalam bercinta, ia selalu mendahulukan
kepuasan Geni. Ia melakukan apa saja yang disukai Geni.
Setelah itu, baru ia mengekspresikan diri betapa ia puas dan
bahagia Ia memperlihatkan dengan gerak tubuh dan gigitan,
bahwa ia takluk dan bertekuk lutut di bawah pesona dan
keperkasaan suaminya Kata neneknya, "Kamu harus
perlihatkan bahwa kamu bangga dengan keperkasaan
suamimu. Pasti ia akan senang dan tidak akan pernah puas
bercinta denganmu, dia tak akan pernah bosan. Ia
membutuhkan kamu dan akan mencari kamu setiap saat."
Hebatnya Sekar, ia tak memperlihatkan semua pesonanya
jika Gayatri atau Prawesti ikut bercinta. Ia tidak mau jurus
rayuannya ditiru dua saingannya. Geni merasakan hal ini, dan
itu sebab dia sangat bernafsu jika bercinta dengan Sekar,
hanya berduaan saja. Tampaknya Wisang Geni makin terperangkap oleh
kenikmatan yang disuapi Sekar. Pagi itu Geni masih
menggeluti tubuh molek itu. "Sekar, kamu luar biasa, bisa
merawat dan memelihara tubuhmu sehingga tetap langsing
dan sekal. Kamu seperti dewi kecantikan, aku beruntung
mendapatkan kamu sebagai isteriku."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tubuh ini akan berubah jika aku mengandung anakmu,
Geni. Perutku akan besar, gendut."
"Apakah kamu hamil?"
Sekar melingkarkan pahanya ke paha Geni. Ia mengecup
mulut Geni. Lalu ia menggeleng kepala, rambutnya yang
basah keringat menyapu wajah Geni. "Aku bisa hamil, bisa
juga tidak hamil, semua tergantung ijinmu, suamiku.
Tergantung perintahmu."
"Jangan! Kamu jangan hamil dulu Sekar, karena aku masih
ingin menikmati keindahan tubuhmu."
'Tetapi Geni, aku ingin memberimu seorang putra biar dia
perkasa dan pendekar macam bapaknya, atau seorang putri
cantik seperti ibunya, eh Geni apakah benar aku ini cantik?"
"Sudah kukatakan tadi, kamu cantik macam dewi-dewi,
tetapi apa benar kamu ingin hamil?"
Sekar mencium dada suaminya, beralih ke leher di mana
gigitannya dulu masih membekas. "Bekas gigitanku masih ada,
tandanya kamu tak akan pernah bisa lupa padaku, Geni."
"Kamu belum menjawab pertanyaanku, kamu ingin hamil?"
Sekar manggut. "Aku pikir aku harus hamil, sebab jika
Gayatri atau Prawesti hamil sedangkan aku tidak, bisa-bisa
cintamu lebih condong kepada mereka. Kamu ingat malam itu
di hutan, pertama kaU kita bercinta setelah aku selesai
berguru pada nenek. Kau ingat bagaimana aku menikmati
cintamu. Kita bercinta begitu Uar dan bernafsu. Malam itu aku
sudah mempersiapkan diri untuk hamil."
Geni tertawa. "Kamu hebat Sekar, perangkap cintamu
membuat aku makin hari makin kasmaran padamu. Boleh! Aku
ijinkan kamu hamil. Biar perutmu nantinya gendut, tetapi aku
yakin kamu akan merancang jurus cinta yang baru."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekar memeluk dan mengusap tubuh suaminya dengan
lembut. 'Terimakasih, atas ijinmu, suamiku. Kamu tahu Geni,
aku tak peduli berapa perempuan yang menjadi isterimu
selama aku tetap yang nomor satu seperti sekarang ini. Dan
aku sungguh-sungguh akan mempertahankan cintamu padaku
ini." Dua kekasih itu bergumul lagi, bercinta dan bercinta. Siang
hari ketika sinar mentari menerobos goa, keduanya kembali ke
rumah. T ampak sebagian orang sibuk berkerja, sebagian lain
berlatih silat. Sedang para wanita menyediakan makanan.
Sekar menarik Gayatri dan Prawesti ke tempat sunyi. Tiga
perempuan itu membicarakan sesuatu. Mereka tertawa-tawa.
Malam itu usai makan, Gayatri berbisik di telinga suaminya,
"Geni, kamu tadi malam bercinta dengan Sekar di goa kecil di
atas tebing. Kata Sekar, goa itu namanya Goa Cinta, tebingnya
kaunamakan Tebing Cinta. Di ma lam hari pemandangannya
indah. Benarkah?" Geni memeluk Gayatri. Ia mencium harum bunga melati di
rambut sang isteri. Geni berkata lirih kepada Gayatri tetapi
bisa didengar Sekar dan Prawesti. "Aku memang mau
mengajak kamu ke sana!"
"Aku sudah rindu, dua hari rasanya cukup lama, ayo, Geni
kita pergi." Keduanya berkelebat mendaki tebing. Seperti halnya Sekar,
Gayatri juga terpesona indahnya pemandangan di tempat itu.
Geni menyalakan obor kemudian membawa isterinya masuk.
Begitu rebah di tumpukan rumput kering. Gayatri
menampar pundak sang suami. Berulang-ulang sambil berkata
manja, "Kamu curang, kamu tidak mengajak aku ke sini. Kamu
hanya mengajak Sekar. Goa ini kan cukup luas untuk kita
bertiga" Geni memeluk, menciumi leher dan ketiak isterinya. Tidak
tahan menahan geli, Gayatri meronta. Makin meronta, makin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
erat Geni menggumulinya Pada akhirnya perempuan itu
tenggelam dalam kenikmatan yang sudah menjadi semacam
candu. Selesai bercinta keduanya tertidur lelap, berpelukan
dalam keadaan bugil. Tengah malam menjelang fajar, Gayatri terjaga Ia melihat
Geni tidur lelap di samping. Gayatri menatap kekasihnya
"Lelaki ini telah membuat aku lupa daratan. Ia tidak begitu
tampan, banyak lelaki lain lebih tampan. Tetapi ia punya daya
tarik yang liar dan aneh. Hanya satu kali jumpa dengannya,
aku langsung jatuh cinta Itu juga gara-gara dia menciumku."
Pikiran liar ini membuat Gayatri tersenyum sendiri.
Tiba-tiba Geni merangkul erat isterinya "Apa yang
membuat kamu tersenyum."
"Aku memikirkan lelaki yang kurangajar, yang mencium
paksa seorang wanita yang sedang tidak bertenaga dan tak
kuasa melawan." "Pertama-tama kamu marah, tetapi beberapa saat
kemudian kamu membalas ciumanku, kita berciuman lama."
"Tidak hanya itu, kamu juga memeluk erat tubuhku, buah
dadaku ini kau himpit ke dadamu, aku sulit bernafas. Apakah
kamu selalu berkelakuan liar seperti itu terhadap perempuan?"
Geni menggeleng. "Tidak pernah. Baru satu kali itu, dan
entah mengapa mendadak saja timbul kenakalan menggodamu. Kupikir saat itu aku sudah mencintaimu."


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Cinta! Kau bilang cinta kepada semua perempuan yang
kau temui dan yang kau suka, kepada aku, Wulan, Sekar,
Prawesti, Ekadasa dan entah siapa lagi yang aku tak pernah
kenal. Tetapi aku tidak seperti itu, cintaku hanya satu, dan
sudah kuberikan seluruhnya padamu, aku tak mungkin
mencintai lelaki lain."
"Aku memang merasa diriku ini aneh, aku bisa mencintai
banyak perempuan jika aku bernafsu atau terangsang birahi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melihat kecantikan wajah dan tubuhnya. Tetapi terus terang
saja cuma dua perempuan yang benar-benar kucinta, Gayatri
dan Sekar. Aku tak mau kehilangan kalian berdua."
"Bagaimana dengan Prawesti?"
"Sama halnya perasaanku terhadap perempuan lain, nafsu
dan birahi. Tetapi Prawesti, lebih istimewa dari Ekadasa,
karena aku kasihan dan sayang padanya. Westi juga banyak
berkorban menolong aku saat aku dalam kesulitan."
"Geni kekasihku, aku merasa bersalah jika tidak
mengatakan hal ini kepadamu, karena aku harus berlaku jujur
padamu sekarang dan selamanya."
Geni memeluk dan mengelus kepala isterinya, "Katakan!"
"Di Argowayang saat aku mengetahui kamu adalah W isang
Geni, aku marah karena merasa kau telah sengaja menipu
aku. Kau telah mencuri perawanku, sesuatu yang suci yang
paling kujaga dan menjadi lambang kehormatanku. Aku
membencimu, aku ingin membunuhmu Tetapi aku juga
mencintaimu" Gayatri menangis tetapi juga tersenyum "Ketika
kamu pergi bersama Sekar, aku sudah mengatur rencana akan
membunuhmu di rumahku. Kamu akan kuracuni biar mati
Tetapi aku tak mampu melakukan itu. Saat memegang racun
saat itu juga aku tahu pasti dalam lubuk hatiku aku
mencintaimu, sangat mencintaimu. Mau kamu memaafkan
aku, suamiku?" Geni mencium mata isterinya yang basah air mata. "Aku
maafkan, tetapi kau melakukan hal yang bodoh, bertarung
dengan jurus mati hidup. Hampir saja aku atau kamu menjadi
korban." "Aku tak pernah tarung, tak punya pengalaman tarung.
Sewaktu di Hima laya aku hanya tarung lawan perampok atau
penjahat kecil untuk membela kaum tertindas, ku pun ada
kakak yang mengawasi, siap membantuku. Aku terpaksa harus
tarung denganmu" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Karena balas dendam kakekmu" Atau kesal dan benci
padaku?" "Dua-duanya salah! Yang benar, aku harus memenuhi
sumpahku. Aku pernah bersumpah pada ayah dan ibu, bahwa
laki-laki yang menjadi suamiku harus bisa silat dan lebih jago
dari aku. Itu sumpahku, makanya aku senang kamuyang
menang." "Mengapa demikian, aneh"!"
Gayatri tertawa. Kesedihannya sudah hilang. "Jika aku
menang, maka sesuai sumpahku, kamu tidak boleh menjadi
suamiku, padahal setelah malam di desa Gondang itu kamu
sebenarnya sudah menjadi suamiku. Untung saja kamu yang
menang sehingga aku terbebas dari sumpah itu."
"Sebenarnya mudah, kamu tak perlu menyerang sungguh-
sungguh supaya kamu kalah atau bisa saja kamu pura-pura
kalah." "Tidak boleh begitu! Aku harus tarung sungguh-sungguh
dan dengan jurus yang paling kuhandalkan. Itu sebab aku
memainkan jurus maut Dinak Din Naachu Mein Gae Dil jumne
Zamana (Aku menari, hati menyanyi dan dunia bergembira).
Tadinya kami bertiga sepakat, jika kamu jatuh maka tarian
kuhentikan. Jika sampai tarian itu selesai dan kamu tetap
segar bugar, tarian dengan sendirinya berhenti dan aku
kalah." Geni menikmati cerita itu, ia menyukai gerak dan mimik
wajah cantik di hadapannya. "Tetapi Geni, semua tiba-tiba
menjadi kacau. Ketika kamu jatuh seharusnya tarian
kuhentikan, tetapi aku seperti tidak sadar. Samar-samar aku
berpikir mengapa tak bisa menghentikan tarian, pikiran itu
hanya sekilas. Pikiranku saat itu dipenuhi ingatan bahwa aku
mencintaimu, aku kasmaran padamu, aku tak bisa hidup
sendiri tanpa kamu di sisiku."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ketika kamu jatuh, kupikir kamu sudah kalah tetapi saat
berikut kamu bangkit seketika aku merasa ada sesuatu yang
menghantam keseimbangan tubuhku. Pasti itu penolakan
tenaga batinmu, yang lebih besar dan lebih kuat dari tenaga
kami bertiga Selanjutnya aku tidak ingat, yang kuingat ketika
pukulan melanda tubuhku, aku melihat wajah dua perempuan,
setelah itu aku pingsan. Belakangan Urmila dan Shamita
bercerita bahwa kau melompat menerjang dua perempuan itu
dan menolong aku. Lalu aku ingat ketika kamu menolong dan
menciumku di depan semua orang. Saat itu aku merasa
bahagia mendapatkan suami yang lebih jago dari aku dan
memperoleh ciuman yang selalu kumimpikan."
Geni tertawa menggoda, "Tadinya aku bingung dan panik,
aku lega ketika merasa kau membalas ciumanku."
Perempuan itu membalik tubuh, menelungkup di atas tubuh
Geni, ia menatap suaminya mesra "Aku sudah bilang, aku
menyintamu pada saat kamu menciumku di gubuk reyot itu,
kamu membuat aku tergila-gila, aku tak bisa tidur, aku tidak
tenang, aku mudah marah. Kau tahu Geni, pada saat kau
pergi ke istana, meninggalkan aku di hutan dan berjanji
menemui aku di desa Gondang, malam harinya aku menyesal
dan berkata pada diri sendiri seharusnya aku ikut ke mana
pun kamu pergi." "Jika kamu ikut aku, tentu aku tak perlu meniduri Ekadasa.
Aku bisa meniduri kamu"
Gayatri mencubit mulut suaminya. "Mana bisa, kau tak
mungkin bisa meniduri aku, aku bukan perempuan
gampangan." "Buktinya malam itu di desa Gondang aku berhasil
menidurimu" Geni tertawa dan melanjutkan, "Aku yakin kita
saling mencinta." Gayatri mencium suaminya. "Malam itu aku sedang gelisah,
aku memikirkan kamu, kesal dan kecewa tetapi aku merindu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terus terang saja, waktu itu aku sedang kasmaran, aku
merasa tubuhku menuntut kehadiranmu Maka ketika kamu
muncul dan menyentuh dan mencium aku, aku tak bisa
berpikir normal, rangsangan birahi itu menguasai diriku. Tetapi
sebelum itu, aku sudah berpikir matang, bahwa jika kamu
merayuku dan mengajak bercinta, aku bersedia. Alasanku, jika
seandainya aku tidak beruntung dan harus kawin dengan
lelaki yang tidak kusuka namun yang dipilih ayahku, maka
biarlah dia menerima tubuhku yang sudah tidak perawan lagi.
Dan tubuhku ini kuberikan kepada orang yang memang
kucinta dan mencintai aku."
"Waktu itu kamu percaya bahwa aku mencintaimu Kamu
yakin pada janjiku akan mengawinimu"
"Mungkin aku berlaku bodoh saat itu, tetapi aku sudah
yakin sejak di hutan itu bahwa kamu sungguh mencintaiku
dan bahwa kamu tidak berpura-pura, aku yakin dan percaya
pada naluriku." Geni merangkul isterinya, mencium mesra. Keduanya
kembali memadu kasih, untuk kesekian kalinya. Beberapa
lama kemudian Gayatri tergeletak kelelahan. Terengah-engah
ia berkata, "Geni, tenagamu itu, aku heran bagaimana
mungkin kamu tak pernah lelah, kamu bisa sepanjang malam
sepanjang hari meniduri aku, besoknya dengan Sekar
terkadang dengan Prawesti juga, apakah kau tidak berpikir
tenagamu susut pada saat kamu butuh tenagamu itu dalam
pertarungan." Geni merenung. "Tenaga Wiwaha ini kuperoleh dari
peninggalan pendekar Lalawa yang konon menurut guru
Padeksa, ia hidup di zaman baginda raja Erlangga, itu artinya
ratusan tahun lampau. Belakangan aku tahu rahasia paling
hebat dari ilmu W iwaha ini, dia akan bereaksi langsung jika
tubuhku diserang penyakit, racun, lelah, apa saja yang tidak
disukai pikiranku. Tenaga Wiwaha ini membuat aku selalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
segar, tak pernah lelah. Balikan jika selesai bercinta aku justru
merasa lebih segar."
Tiba-tiba Gayatri memukul-mukul dada Geni. "Kamu akan
awet muda tidak pernah menjadi tua. Suatu ketika aku sudah
tua dan kau pasti akan mencari gadis yang lebih muda."
Geni tertawa terbahak-bahak. "Gayatri, kau salah, aku tidak
bisa awet muda, tidak ada ilmu seperti itu. Aku laki-laki biasa,
aku akan menjadi tua seperti juga semua manusia. Justru aku
khawatirkan kamu isteriku, kamu jauh lebih muda dari usiaku,
pasti jika aku sudah tua, kamu akan mencari lelaki lain yang
jauh lebih muda." Sekarang Gayatri yang tertawa. "Menurutku sepuluh laki-
laki muda tak akan bisa memberi kepuasan kepadaku seperti
kamu memuaskan aku, kamu memang penjahat penakluk
wanita. Pantas Ekadasa mengejar-ngejar kamu dan hampir
membunuhku. Hanya semalam saja kamu tiduri dia tetapi
seumur hidup dia tidak akan bisa melupakan kamu. Memang
kamu penjahat penakluk perempuan." Saat berikut Gayatri
tertidur. Ia kehabisan tenaga.
Matahari tertutup mendung tebal. Tak lama kemudian
hujan deras. Guruh dan halilintar saling sahut. T ebing seakan
bergetar. Geni memerhatikan keindahan tubuh bugil isterinya
di antara remangnya cahaya mentari yang menerobos sela-
sela pintu goa. Perempuan itu tidur pulas. Ia bahkan tak
mendengar suara guruh dan halilintar yang mengiringi
turunnya hujan deras. Geni bersila melancarkan aliran Wiwaha. Ia memegang
telapak kaki Gayatri, menyalurkan tenaga. Hawa panas dingin
bergantian merambah seantero tubuh sang isteri. Perempuan
itu masih tidur lelap. Ia tersenyum dalam tidur.
Lama berselang Gayatri membuka mata. Di luar goa masih
hujan. Geni melepas kaki isterinya. "Bagaimana keadaanmu
sekarang?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gayatri mengangguk. Ia tampak segar. Kulit wajah yang
putih tampak kemerahan, berseri memancarkan cahaya
bahagia. "Aku sudah segar kembali, tenagaku sudah pulih
kembali, aku siap melayanimu lagi. Tetapi terus terang saja,
aku lapar, sangat lapar."
Melihat Geni berdiri. "Aku akan menangkap ikan, kau
tunggu di sini." "Tidak, aku tak mau tunggu di sini, aku ikut."
Tebing itu licin namun dengan ilmu ringan tubuh yang
sudah mencapai puncak kemahiran, Geni dan Gayatri dengan
mudah menuruni tebing. Keduanya tiba di danau. Hujan masih
deras. Keduanya basah kuyup.
Gayatri menangkap ikan dengan senjata tali. "Geni, lihat
tujuh ekor besar dan gemuk Ayo kita panggang, aku sudah
lapar." Geni tidak menjawab sebab masih terpesona
memandang isterinya, pakaian Gayatri basah kuyup melekat di
tubuh memperlihatkan lekuk tubuhnya yang molek. Gayatri
berseru, "Geni jangan melamun, ayo kita kembali ke rumah."
Esok harinya, Geni beserta semua anggota rombongan
berangkat menuju desa Bangsal. Geni menunggang si hitam,
Gayatri berdua Sekar menunggang si putih. Prawesti bingung.
Geni berseru, "Westi, kamu naik si hitam bersamaku."
Tanpa diperintah lagi, Prawesti melompat di depan
suaminya. Ia berbisik lirih, "Nanti kalau kamu terangsang
bagaimana?" Geni berbisik di telinganya, "Nanti malam kita cari tempat
sunyi" Sekar dan Gayatri tertawa melihat lagak Geni. Tangan lelaki
itu melingkar di atas perut isterinya. Sekali-sekali tangan itu
pasti menjamah buah dada Prawesti.
Rombongan lain ada yang menunggang kuda, sebagian lain
naik kereta kuda. Semua orang berdebar tegang, ini tarung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hidup mati bagi W isang Geni. Semua orang dengan pikiran
masing-masing. Tadi malam, Gajah Lengar dan Gajah Nila telah melakukan
ritual perpisahan dengan isteri masing-masing. Dua perempuan itu menangis haru merasa tidak akan bertemu lagi
karena mengerti suaminya siap mengorbankan nyawa
membela Wisang Geni. Dua hari perjalanan, mereka tiba di desa Bangsal. Tidak
seperti biasa, tiga hari belakangan ini banyak pendekar datang
dan nginap di desa. Rumah-rumah penduduk tidak cukup
untuk menampung. Geni dan rombongan akhirnya menemukan tempat berteduh di tepi hutan. Di sekitar hutan
itu banyak pendekar membangun gubuk darurat. Murid Lemah
Tulis dipimpin Gajah Lengar dengan cepat mendirikan tiga
gubuk darurat yang cukup besar.
Malam hari semua murid Lemah Tulis istirahat. Wisang Geni
dan Prawesti duduk berdampingan di luar gubuk Sekar dan
Gayatri bersama wanita lain berbincang di dalam. Geni
memeluk isterinya, tangannya merambah ke dalam kebaya.
"Kita pergi ke desa, aku sudah menyewa satu rumah kecil
untuk satu malam ini. Kita ke sana Westi."
Fajar menyingsing. Dua insan itu masih lelap, berpelukan
dalam keadaan bugil. Cahaya merah mentari menerobos sela-
sela pintu, menerangi wajah manis Prawesti yang tidur
menghadap pintu. Tak lama kemudian, Geni terjaga Ia
membangunkan Prawesti, mencium isterinya. Keduanya cepat
berpakaian, kembali ke gubuk di mana rombongan berada.
Pagi itu semua di gubuk sibuk menyiapkan makanan.
Prawesti dan Gayatri beserta beberapa murid perempuan.


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Geni duduk sendirian di luar. Setelah makanan siap, tiga
isterinya menghampiri Geni. Ketiganya duduk mengelilingi
Geni. Mereka makan bersama.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekar beringsut mendekati suaminya, ia berkata perlahan,
"Besok pertarungan dimulai, aku dan Gayatri mau ikut tarung!
Kami sudah berunding. Prawesti karena ilmu silatnya belum
mumpuni, ia hanya akan membantu semua persiapan. Dan ia
yang akan melayanimu jika kamu ingin bercinta."
Geni terkejut. "Jangan, tarung ini amat berbahaya,
seseorang bisa mati atau luka parah Aku tidak mau kalian luka
apalagi mati" "Semuanya tergantung pada ijinmu, tetapi kami berdua
punya hak untuk ikut tarung membela suami. Kami punya hak
karena kami adalah isterimu." Nada bicara Gayatri
mengandung keputusan yang teguh.
Prawesti ikut bicara. "Kemarin ada yang mengantar
undangan pendeta Macukunda, para pendekar kumpul nanti
malam untuk merundingkan segala sesuatu menyangkut
tarung." "Kami ikut! Kau harus bisa meyakinkan mereka agar kami
masuk daftar tarung." Sekar menatap Geni yang sedang
merenung. Geni mengangguk. Tetapi matanya menerawang,
memikirkan sesuatu. "Mengapa melamun, apa yang kamu pikirkan, ketua?"
tanya Prawesti yang tidak bisa menghilangkan kebiasaan
memanggil suaminya dengan sebutan ketua.
"Aku sedang mengingat jurus-jurus yang dima inkan Sam
Hong dan juga Sin Thong serta Pak Beng. Kupikir semua jurus
silat itu tidak berbeda jauh, satu sama lainnya. Y ang berbeda
hanyalah pikiran, bobot tenaga dan terutama nasib alias
keberuntungan." Gayatri berbisik, "Geni, kamu harus waspada dan hati-hati
sebab dalam tarung nanti, lawan-lawan pasti berlaku curang,
membokong kamu, senjata beracun, senjata rahasia dan
tipuan apa saja." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dia mendengar dengan penuh perhatian. Gayatri
melanjutkan pembicaraan, "Jika satu lawan satu, aku yakin
mereka tidak akan mampu mengalahkan kamu Kupikir mereka
tahu kelebihanmu, itu sebab mereka akan berlaku curang. Jika
aku berada pada posisi mereka, aku juga akan berpikir
demikian, main curang."
"Kau harus waspada jika menghadapi lawan yang
mengenakan baju lengan panjang, aku yakin dia pasti
menyembunyikan senjata rahasia, di pergelangan tangan,
jarumatau paku. Mereka sudah mahir dengan permainan
curang itu, dengan sekali sentakan saja, jarum-jarum itu akan
melesat keluar. Jika jarakmu hanya terpaut satu tombak, sulit
bagimu untuk menghindar sebab begitu kau terkejut,
gerakanmu akan terlambat sesaat Lain hal jika kau sudah
waspada, dan sudah siap menerima serangan bokongan itu,
kau bisa mengelak." Mendadak timbul pemikiran Geni. "Mungkin aku akan
bermain mainan anak-anak, main gasing, berputar-putar
dengan angin." "Apa itu mainan gasing, Geni, ilmu apa itu?" tanya Sekar.
"Itu jurus yang kugunakan menghindar dari dua belas pisau
terbang Lembu Ampai!" katanya tertawa.
Sekar yang sejak awal mendengar dengan teliti, memuji
Gayatri,. "Kamu hebat adik, katamu tak punya pengalaman
tarung tapi kamu bisa merinci seluk beluk kecurangan. Pasti
ayahmu pendekar pengalaman."
"Tidak seluruhnya benar. Aku banyak belajar dari kakek
dan juga dari pengalaman orang lain, pengalaman ayah, ibu,
kakek, kakak," tukas Gayatri.
---ooo0dw0ooo--- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Damai Itu Indah Malam itu bulan dipayungi mendung, kabut mulai bergayut.
Di gubuk besar yang ditempati perguruan Mahameru tampak
cahaya obor. Pekarangan gubuk mulai dipadati para pendekar.
Pendeta Macukunda menyambut satu per satu tetamunya.
Wisang Geni, Sekar dan Gayatri tiba bersamaan waktu dengan
Demung Pragola yang dikawal beberapa murid. Demung
Pragola dan Macukunda memperlihatkan perasaan gembira
menyambut Geni dan dua isterinya. Semua pendekar juga
menyatakan rasa senangnya dan menyapa Wisang Geni
dengan hangat. Kehadiran Pendekar Tanah Jawa berambut
uban ini membangkitkan semangat mereka. Di balik itu semua
pendekar tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya melihat
kecantikan Gayatri dan Sekar.
Macukunda memimpin rapat membicarakan siapa saja
pendekar yang tampil dalam tarung esok pagi. Suasana rapat
damai, diwarnai canda. Ada pendekar yang menarik diri
setelah melihat ada nama lain yang lebih mumpuni. Rapat
yang penuh rasa persahabatan akhirnya memastikan delapan
nama pendekar, Wisang Geni, Macukunda, Demung Pragola,
Panji Patipati SangPamegat, Sagotra, Warok Brantas dan
Grajagan. Ketika nama Pranaraja disebut, ternyata penasehat
raja Kediri itu berhalangan hadir maka Macukunda
memutuskan senopati Samba yang mewakili. Masih ada tiga
nama yang diperlukan. Tidak membuang-buang kesempatan, Gayatri bangkit dari
duduk, berkata perlahan namun bisa didengar semua orang.
Suatu pertunjukan tenaga dalam yang mumpuni. "Maafkan
aku, pendeta mulia Macukunda dan juga para pendekar yang
hadir di sini, sekali lagi mohon maaf. Aku juga minta maaf
pada suamiku," sambil perempuan cantik ini memandang ke
arah Geni yang duduk di sampingnya. Geni diam, ia sudah
tahu apa maunya si isteri cantik itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perempuan itu me lanjutkan, "Aku adalah Gayatri, isteri
Wisang Geni. Kebetulan aku punya bekal sedikit ilmu s ilat. Aku
seperti Sawitri yang sangat menyinta Salyawan dan yang
bersedia bertarung nyawa membela suaminya. Aku dengan
rendah hati mohon kepada para pendekar untuk diberi
kesempatan ikut tarung membela gengsi tanah Jawa."
Hadirin tercengang. Belum hilang kagetnya, Macukunda
dikejutkan tampilnya perempuan cantik di samping Geni. "Aku
juga mau ikut tarung, aku Sekar, isteri W isang Geni. Aku juga
punya ilmu s ilat yang mumpuni dan siap membela tanah Jawa
bersama Gayatri dan suamiku."
Masih dalam keadaan bingung, namun Macukunda, cepat
memberi hormat kepada dua pendekar wanita itu. "Terimalah
hormatku, pendekar Sekar dan Gayatri, sampean memang
isteri setia seperti Sawitri, aku setuju masukkan nama
sampean berdua sebagai pendekar kesembilan dan kesepuluh
namun keputusan aku serahkan kepada suamimu apakah dia
memberi ijin atau tidak, karena dia seorang yang paling tahu
tingkat ilmu silat yang kalian miliki, tanggungjawab ada pada
Ki W isang Geni. Apakah semua pendekar setuju keputusan
ini?" Hampir semua pendekar menyatakan setuju. Mereka
memandang Wisang Geni, menanti apakah lelaki ini memberi
ijin isterinya yang cantik jelita untuk ikut tarung. Geni berbisik
kepada isterinya, "Kamu benar-benar gila, aku tidak memberi
ijin, tidak bisa." Gayatri menjawab dengan berbisik, "Geni, kamu tidak boleh
melarang aku sebagai isterimu yang hendak berbakti kepada
suamiku, ini darma baktiku sebagai seorang isteri yang
menyinta suaminya. Geni, kamu harus memberi ijin."
Sekar memperkuat permohonan Gayatri. Ia berbisik pelan,
"Suamiku, kamu tak boleh menolak darma bakti dari isterimu,
lagipula kami berdua punya ilmu silat mumpuni, yang mampu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengalahkan kami hanya kamu seorang, itu kalau urusan ilmu
silat, kalau urusan bercinta belum tentu."
Mendengar alasan dan perkataan Sekar, apalagi kalimat
yang terakhir, Geni tersenyum geli. "Kalian memang gila,
tarung ini bukan main-ma in, urusannya bisa mati!" Dua
isterinya manggut, menandakan kemauan yang pasti.
Diam sesaat akhirnya Wisang Geni mengangguk, lalu
berkata kepada pendeta Macukunda, "Baik, aku mengijinkan
dua isteriku ini ikut bertarung. Mereka dibekali ilmu silat
mumpuni, tak usah ragu, tetapi kalah menang atau hidup mati
dalam pertarungan ini tetap merupakan rahasia dewa."
Macukunda menjawab dengan berseru kepada para
pendekar. "Pendekar berikutnya kupastikan adalah Nyi Gayatri
dan Nyi Sekar, isteri K i Wisang Geni."
Masih ada satu tempat yang setelah melalui pembicaraan
cukup ketat akhirnya disetujui pendekar Matangkis, adik
seperguruan Macukunda. Semua setuju dan sepakat atas
keputusan bersama itu. Pertemuan berlangsung s ingkat, rapat
usai sebelum tengah malam. Para pendekar dipersilahkan
kembali ke tempatnya masing-masing. "Kita semua perlu
istrahat agar besok bisa lebih segar," kata Macukunda.
Malam itu di gubuknya Wisang Geni berbaring di lantai
beralaskan tikar bambu Tiga isterinya duduk mengelilinginya.
Gayatri dan Sekar mengapit sambil memijit lengan dan
tangan, Prawesti memijit paha dan betis. Ia memecah
kesunyian, "Aku tak tahu apa yang terjadi besok, tetapi aku
mohon kamu berdua, Sekar dan Gayatri, jangan terlalu berani
ambil resiko, aku tidak mau kamu terluka. Setelah
pertarungan besok, kita masih punya urusan menghadapi
orangtua Gayatri, aku harus bisa mencairkan kekerasan ayah
mertua supaya bisa memberi ampun kepadamu, Gayatri."
Sambil terus memijit bahu dan lengan suaminya, Gayatri
berkata, "Besok aku akan berhati-hati, kamu juga harus hati-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hati Setelah itu memang sebaiknya kita menghadapi ayah, jika
ia datang bersama Wasudeva, aku pikir hasilnya akan lebih
baik, aku akan ceritakan semua perbuatan Wasudeva
terhadap Manisha dan juga niat tersembunyi lelaki itu.
Selanjutnya terserah ayah."
"Apakah Wasudeva punya niat jahat terhadapmu?" tanya
Sekar. "Cerita harus dimulai dari kakekku. Setelah dikalahkan
Eyang Sepuh di perang Ganter, kakek banyak berubah. Pulang
ke Himalaya, ia lebih sering menyendiri. Hanya ibukuyang
paling dekat dengannya, ia berkata pada ibuku bahwa ia tak
pernah menyangka bisa dikalahkan orang, benar kata orang
bahwa di atas langit masih ada langit yang lebih tinggi lagi.
Geni, aku percaya kepandaianmu sangat tinggi, tetapi tetap
saja aku merasa takut besok kamu kalah, atau kau mati. Itu
sebab aku ngotot ikut tarung, kalau perlu aku saja yang mati."
Geni memandang tiga isterinya bergantian, "Semua orang
harus mati, kita sering melihat kematian, aku melihat Lembu
Agra mati, kamu juga melihat Lembu Ampai mati Tetapi tiap
manusia punya pikiran hampir sama, mereka tidak mau mati,
mereka ingin hidup lebih lama lagi, apalagi jika manusia itu
sudah menikmati kekayaan dan kekuasaan, ia semakin ingin
hidup selama-lamanya. Mereka enggan melepas kekuasaan
atau kekayaannya, mereka ingin membawa kekayaan dan
kekuasaannya ke lubang kubur."
"Makanya kupikir kamu itu aneh, kamu malah melepas
kekuasaanmu sebagai ketua Lemah Tulis," kata Sekar.
Geni mengalihkan pembicaraan, menanyakan sesuatu yang
sudah lama mengganggu pikirannya. "Gayatri, kamu belum
menjawab pertanyaanku tentang niat jahat Wasudeva itu. Aku
juga heran kenapa kamu begitu yakin ayahmu akan
menghukum kamu, membunuhmu atau memaksa kamu bunuh
diri. Aku juga tidak mengerti, mengapa seorang ayah bisa tega
berlaku sekeras itu terhadap putrinya sendiri, sungguh aneh."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memegang dan memijit tangan Geni, kemudian Gayatri
menciuminya. Ia menjelaskan bahwa dalam adat istiadat
keluarga, juga adat dan tradisi di kampungnya di lereng
Hima laya, anak perempuan harus patuh dan taat terhadap apa
pun keputusan ayahnya menyangkut perjodohan. Anak
perempuan tak punya hak memilih jodoh. Hak tersebut ada di
tangan ayah. Sang ayah telah menerima lamaran Wasudeva,
maka Gayatri harus menerima, suka atau tidak suka. "Ayah,
ibu dan dua kakakku pasti datang menjemputku, mungkin
juga Wasudeva ikut dalam rombongan. T etapi Geni, aku tidak
menyesal sedikit pun telah menjadi isterimu Kepada ayah, aku
akan mengaku sudah menikah dan telah menjadi isterimu.
Dua kesalahan telah kulakukan. Yang pertama, aku
membangkang dan menolak perjodohan yang menjadi hak
ayah. Yang kedua, aku telah menikah dengan orang luar
tanpa ijin ayah. Maksud orang luar adalah lelaki yang bukan
asal Hima laya. Dalam adat istiadat kami, dua kesalahan besar
ini tak bisa diampuni. Hukumannya mati, karena telah
memberi aib besar kepada keluarga."
Sejak tadi diam dan hanya mendengar, Prawesti mendadak
bicara, "Kakak Gayatri, kita pergi saja menyendiri di suatu
tempat yang sepi, ayahmu pasti tak akan bisa menemukan
kita." Gayatri menghela napas, "Percuma sembunyi, ayah akan
mencari dan tidak akan berhenti mencari bahkan membuat
ayah makin murka. Aku pikir aku akan hadapi ayah,
membeberkan persitiwa sebenarnya. Wasudeva menghamili
kakak Manisha dan mengingkari janjinya untuk menikahi
kakak. Aku akan ceritakan alasan mengapa Wasudeva
berusaha keras menjadi menantu ayah, tak lain karena ingin
mencuri ilmu andalan kakek Atehai Zaminpar Kabhiyeb
Chande Sitare (Kadang bulan dan bintang pun turun ke bumi).
Setelah menjadi menantu ayah akan mudah baginya mencuri
ilmu itu. Dan ayah terlalu jujur, ia tak tahu kelicikan
Wasudeva" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dari mana kamu tahu niat licik Wasudeva itu?" tanya
Sekar. "Sebelum kakek meninggal, ia bercerita padaku, bahwa
perguruan Arjapura ingin menguasai jurus andalan perguruan
Yudistira dengan demikian Arjapura menjadi yang terkuat
diantara semua perguruan sekitar Hima laya. Kakek tahu watak
ayah itu keras dan jujur, ayah tak akan percaya. Maka kakek
menugaskan aku untuk menjaga jangan sampai murid
Arjapura bisa menipu ayah. Ternyata dugaan kakek benar


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adanya, Wasudeva, putra dari ketua Arjapura berhasil
memperoleh kepercayaan ayah. Sebenarnya jika ia mau
mengawini Manisha, maksudnya akan tercapai, ayah akan
mengajarkan jurus itu kepadanya. Karenanya aku tidak
mengerti mengapa ia menolak Manisha dan berpaling
menyukai aku." "Katamu, Manisha lebih cantik dari kamu, tetapi mungkin
saja Wasudeva lebih menyukaimu, aku pikir masuk akal.
Gayatri, kamu perempuan yang punya daya tarik yang bisa
membetot semangat dan merangsang nafsu birahi lelaki."
Geni juga menepuk pinggul isterinya.
"Itu yang kamu rasakan pertama memandangku?"
"Yang kulihat waktu itu, perempuan tercantik yang bahkan
belum pernah muncul dalam mimpiku. Aku terpikat tubuhmu,
buah dada, rambut, mulut dan kemarahanmu yang memancar
dari matamu yang indah, aku terangsang bahkan ingin
memerkosamu" "Kenapa tidak kau lakukan?"
"Aku merasa bersalah, jika harus merusak makhluk secantik
kamu, aku juga punya moral dan belum pernah memerkosa
perempuan." "Waktu itu, aku tahu apa yang ada dalam pikiranmu, aku
takut." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekar tertawa cekikikan. Ia menggoda, "Tetapi akhirnya
kamu diperkosa juga, sama seperti ia memerkosa aku di
tengah hutan. Dan kamu Westi, kamu diperkosa di mana" Di
Lemah Tulis?" Prawesti terbawa suasana humor, menjawab dengan
tertawa lirih, "Ia memang suka memerkosa perempuan.
Isterinya, bibi Wulan, baru lima hari mati, ia sudah memerkosa
aku." "Ilmu Wiwaha sering membakar birahi setiap melihat
perempuan cantik apalagi yang tubuhnya indah macam kalian
bertiga." Geni membela diri sambil tawa. "Lagipula kalian suka
menggoda dan memancing birahiku seperti sekarang ini.
Kalian juga ketagihan."
Gayatri memeluk Geni. "Ciumanmu itu telah menaklukkan
aku, pada saat itu aku sudah menjadi milikmu, aku
menyintaimu hari itu, hari sekarang dan hari besok, Geni aku
tak bisa hidup tanpa kamu, Geni apakah sekarang kamu
terangsang," Gayatri mencium suaminya. Ciuman yang
menumpahkan segala birahi dan cinta seorang kekasih.
Berturutan Sekar dan Prawesti menggeluti dan menciumi sang
suami. Lelaki itu terangsang, ketika hendak mengajak bercinta,
Gayatri dan Sekar menolak halus beralasan besok akan
tarung. Prawesti tanpa membuang waktu menggeluti Geni
penuh nafsu. "Aku mendapat tugas melayanimu, ketua."
Sekar dan Gayatri keluar meninggalkan dua insan itu yang
langsung bergumul dalam birahi.
Fajar menyingsing. Gayatri dan Sekar sudah pulas dalam
semedi. Prawesti tergeletak lelap, kelelahan, bugil dan
berkeringat. Geni semedi mengatur pernafasan, tubuhnya
melayang di atas tanah. Nafasnya lembut nyaris tak
terdengar. Uap tipis membias keluar dari tubuhnya yang basah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kuyup oleh keringat. Ia mengerahkan tenaga panas berganti
dingin. ---ooo0dw0ooo--- Pagi itu di sekitar panggung kayu yang luas, berkumpul
semua pendekar yang akan tarung, disaksikan penonton yang
cukup banyak. Siauw T ong memperkenalkan satu per satu dari
sebelas pendekar termasuk dirinya. Mereka duduk di sisi
panggung sebelah utara. Di sisi sebelah selatan, Macukunda
memperkenalkan satu per satu pendekar yang mewakili tanah
Jawa. Orang yang terakhir diperkenalkan adalah W isang Geni,
Sekar dan Gayatri. Ketika nama Gayatri disebut, Siauw T ong menyela, "Apakah
tanah Jawa sudah kekurangan pendekar sehingga harus
diperkuat oleh seorang pendekar dari pegunungan Hima laya?"
Wisang Geni berdiri. Tetapi sebelum suaminya menjawab,
Gayatri berkata lantang dengan suarayang ditekan tenaga
dalam "Aku isteri W isang Geni sehingga punya hak membela
gengsi negeri kelahiran suamiku. Kebetulan kamu masih
punya hutang piutang dengan aku, mungkin sebaiknya nanti
kita selesaikan di atas panggung, itu pun kalau kamu punya
nyali." Gayatri teringat bentrokan tenaga dalam dengan lelaki
itu di pelabuhan Jedung. Wajah Siauw Tong merah padam. Saat itu Sio Lan berdiri
dan menuding Gayatri. "Tidak perlu Siauw Tong yang turun,
aku yang akan melawan kamu, sama-sama perempuan."
Rupanya selama perjalanan Sio Lan dan Siauw Tong sudah
saling menyinta dan berjanji akan menikah sepulang ke Cina.
Ciu Tan, ayah Sio Lan merestuinya. Sio Lan melompat ke
panggung Gayatri memandang Geni yang mengangguk setuju.
Dua perempuan itu berhadapan. Sekonyong-konyong
bayangan berkelebat ke atas panggung. "Tunggu dulu aku
harus ikut tarung, mana boleh kalian tidak mengajak aku,"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kata seorang lelaki berusia enampuluhan yang tubuhnya
masih kekar. Macukunda berteriak dari bawah panggung. "Hei Manyar
Edan, kamu turun, kalau mau tarung nanti saja kita
rundingkan." "Tidak bisa, aku tak mau turun jika belum dapat kepastian."
Dia memandang Gayatri penuh kagum "Eh, perempuan ini
cantik, sampean mau jadi isteriku" Nanti aku kasih hadiah satu
perahu besar, kamu tahu, semua perahu di kali Brantas dan
kali Porong, semua punyaku"
Kontan Wisang Geni naik darah melihat isterinya diganggu.
Dia berteriak, "Manyar kamu cari mati berani ganggu isteriku!"
Tetapi sebelum ia bertindak, Gayatri mendahului memaki, "Eh
tua bangka, jaga mulutmu, apa mau aku tampar."
Macukunda gelisah melihat gelagat buruk. "Manyar Edan
jangan ngawur, pendekar itu isteri Ki W isang Geni!"
"Oh isteri orang?" Manyar Edan melihat sekeliling,
mengenali Wisang Geni. "Ayo kita tukar-tukaran, aku punya
cucu masih muda, umur empatbelas dan cantik. Kamu ambil
cucuku, aku ambil isterimu"
Terdengar bentakan perempuan, "Kakek tua tidak tahu diri,
kurang ajar," disusul suara mencicit menyerang Manyar Edan.
Pendekar kali Brantas terkejut, desir angin tajam menyerangnya. Seutas tali tipis dengan bor di ujungnya
memburu ke mana Manyar Edan mengelak. "Hei siapa kamu,
jangan main bokong!"
Serangan itu berhenti begitu saja. Terdengar suara Gayatri
berteriak, "Urmila, Shamita, kalian datang."
Dua pembantu itu membungkuk dari pinggiran panggung.
"Kami siap membantumu, putri." Orang-orang menatap dua
gadis cantik yang tampak jelas berasal dari India. Semua
orang di situ mendengar dua pendekar wanila itu memanggil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gayatri dengan sebutan putri. Jika pembantunya sudah begitu
lihai tentu Gayatri lebih piawai lagi.
Pada saat itu, Siauw Tong berteriak, "Hei, Macukunda,
kalian ini mau tanding atau main dagelan. Cepat siapkan anak
buahmu atau kalau takut cepat-cepat mengaku kalah dan
meminta maaf." Saat itu Manyar Edan salah tingkah, mendadak putranya,
Warok Brantas berdiri, "Bapak, kamu ambil alih saja tempat
aku ini." "Wuah begitu juga bagus, kamu minggir saja, kamu urus
bini dan gundikmu saja, kalau urusan tarung biar aku saja,
aku sudah lama kepingin ketemu lawan yang jago," katanya
sambil tertawa. Ketika Manyar Edan hendak turun panggung,
mendadak berkelebat tiga sosok bayangan.
"Aku Si Jenggot dari Gunung Lawu terlambat daftar, tapi
aku mau ikut tarung, kapan lagi tarung lawan pendekar Cina,"
kata lelaki berusia enampuluhan dengan tongkat di tangan. Ia
menoleh ke kiri dan kanan, lalu tertawa. "Rupanya bukan aku
sendiri yang ingin tarung, ini datang juga pacarku Dewi Ayu
dari Segoro Kidul dan teman lama Nyi Pancasona, nah
pendeta budiman Macukunda siapa tiga orang yang akan kita
ganti, tadi Manyar Edan sudah dapat jatah, kita bertiga juga
harus dapat jatah, biar adil," kata pendekar Gunung Lawu
Mendadak Pak Beng berteriak, "Hei, kalian kalau mau
berkelahi, tarung saja di bawah sana, jangan mengganggu
pertarungan di atas panggung, kita tak peduli s iapa dari kamu
yang naik panggung, yang penting jumlahnya hanya sebelas
orang." Macukunda menoleh kepada para pendekar di sekitarnya.
Senopati Samba dan Matangkis undur diri, memberikan
tempatnya kepada pendekar Jenggot dan Gunung Lawu dan
Dewi Ayu dari Segoro Kidul. Adapun Ny iPancasona, dia
berseru kepada Sagotra, pendekar gunung Merapi. "Hei
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sagotra, dulu kamu tarung di bukit Penanggungan, sebaiknya
sekarang kamu mengalah dan memberi giliran orang lain."
Sagotra berseru, "Silahkan ambil tempatku, Nyi, aku lebih
suka mengalah daripada setiap hari kau mengomeli aku. Biar
kali ini kau dengan Grajagan yang ikut tarung. Aku nonton
saja, tapi kau harus hati-hati"
Di atas panggung Gayatri dan Sio Lan bersiap. Mendadak
Pak Beng melompat ke panggung. "Tunggu, kita bacakan
aturannya." Pak Beng menegaskan peraturan. Sebelas
pendekar dari setiap kubu boleh naik panggung, satu lawan
satu, yang menang boleh istirahat daii uaik pada ke.sempalan
l.un. Siapa yang kalali, tak boleh larung lagi. Jika pertarungan
berakhir imbang, keduanya dinyatakan kalah dan tak boleh
tarung lagi. Kubu yang sebelas wakilnya kalah semua, kubu itu
yang dinyatakan kalah. Sebagai hukuman kubu itu harus
dengan ksatria menyatakan kalah dan minta maaf. Jika ada
pendekar yang mati, itu adalah resiko, tak boleh ada dendam
atau main keroyokan. Di atas panggung dua singa betina sedang beradu
pandang. Sio Lan usia duapuluh, cantik dengan tubuh
langsing. Ia mengenakan pakaian khas Cina warna kuning
dengan hiasan benang emas, rambut dikuncir diikat di
belakang leher jenjangnya. Ia meloloskan pedang tipis dari
punggungnya. Penonton memerhatikan Gayatri.
Hari itu Gayatri berdandan ala pendekar Jawa. Ia tampak cantik jelita, kulitnya
yang putih tampak mencolok dibungkus pakaian warna hitam,
baju lengan pendek dan celana longgar sebatas betis.
Rambutnya panjang digelung diikat pita warna putih.
Hidungnya bangir, bibir yang tebal dengan mulut lebar
membentuk busur serta dua bola mata warna coklat di balik
bulu mata lentik, menegaskan kecantikan seorang perempuan
India. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tadi pagi sebelum berangkat, Gayatri minta bantuan
Prawesti membungkus ketat-perutnya dengan stagen, setelah
sebelumnya perut dilapisi semacam kulit tipis. Lilitan stagen
itu tidak terlalu ketat sehingga masih bisa bernafas dengan
leluasa. Gayatri membawa sebilah pedang. Tidak panjang seperti
pedang umumnya, tidak juga pendek. Ukurannya sedang,
ujungnya sedikit melengkung. Itu pedang pusaka pemberian
kakeknya. Gayatri bisa menduga kemahiran lawan dari cara
Sio Lan naik panggung. Namun ia tak mau memandang
enteng, bisa saja lawan sengaja memperlihatkan kekurangan.
Saat berikut dua macan betina itu terlibat tarung hebat.
Sio Lan pernah melihat Gayatri di pelabuhan Jedung ketika
Siauw Tong mengujinya dengan tenaga dalam. Perempuan
India ini memiliki tenaga dalam mumpuni, maka ia langsung
mengeluarkan segenap kepandaian. Kiamboat (Ilmu pedang)
Wu Tang yang sederhana namun banyak mengandung arus
putar lingkaran kecil dan lingkaran besar menerbitkan tenaga
pusaran yang menyedot lawan. Sekali lawan masuk ke dalam
pusaran itu, maka tak ada jalan keluar lagi. Tubuh lawan bisa
berlubang di banyak tempat.
Tarung beberapa jurus Gayatri mulai merasakan hebatnya
ilmu pedang lawan. Ia juga tak mau main-main, ia menggelar
jurus pedang warisan sang kakek Hothon Se Maine Kuchna
Kuba (Tak ada yang kukatakan melalui bibirku) dan Kitna
Bechain Kiya Tumne Tu Kalke Door Naa Rehpan (Kamu
membuat aku gelisah, aku tidak bisa pisah dari kamu).
Pertarungan sangat seru, pedang Sio Lan mengurung tubuh
Gayatri yang tampak terdesak. Jurus Sio Lan ganas dan
telengas sedang gerakan Gayatri sangat indah seperti dewi
menari. Limapuluh jurus berlalu, Sio Lan mulai gelisah, kiamboat-
nya seperti membentur tembok yang mengandung pegas.
Tembok itu memukul balik pedangnya. Setiap bentrok pedang,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangannya kesemutan. Memasuki jurus kelimapuluh sembilan,
pedang Gayatri berhasil menusuk lengan lawan, dengan gerak
menyentak pedang lengkung itu membuat daging lengan Sio
Lan tercabik. Perempuan Cina itu berteriak kesakitan, ia melepas pedang
sambil tangannya bergerak, lima pisau terbang mengarah
Gayatri. Perempuan India itu sudah mewaspadai perbuatan
curang lawan, ia tidak gugup. Ia memutar tubuh seperti
gasing, jurus yang ia pelajari dari Geni, pedangnya memukul
balik semua pisau. Dua pisau nancap di pundak Sio Lan. Tiga
lainnya terbang ke Sin Thong yang sigap menangkap. Siauw
Tong melompat memeriksa luka tunangannya

Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan membopong turun dari atas panggung.
Penonton bersorak. Para pendekar seperti Macukunda,
yang tak menyangka Gayatri begitu lihai ikut tepuk tangan.
Gayatri kembali duduk di samping Geni yang langsung
memegang tangannya. Geni menyalurkan tenaga dalam.
Gayatri merasa tubuh segar kembali.
Waktu itu di atas panggung. Nyi Pancasona dengan jurus
pedang Dala-dala dari perguruan Gorang-gareng terdesak
hebat oleh Li Moi. Pertarungan berlangsung seratus jurus. Li
Moy, wanita usia empatpuluh, gesit dan ringan memainkan
jurus Belalang. Tadinya tarung imbang, mendadak Pancasona
berteriak, "Kau curang!"
Penonton tidak mengerti karena tidak melihat betapa jarum
halus Li Moy telah melukai pundak Pancasona. Sedikit demi
sedikit Li Moi mulai menguasai pertarungan. Pada jurus
keseratus sepuluh, tendangan Li Moy menerpa pundak
Pancasona yang tersungkur ke bawah panggung. "Aku kena
jarum beracun, aduh lukaku rasanya panas," katanya kepada
Sagotra, kawannya. Saat pendekar Merapi hendak mencaci-
maki kecurangan lawan, Pancasona mencegah. "Aku yang
salah karena tidak waspada. Tak perlu berkoar ma lah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempermalukan aku." Sagotra cepat mengobati luka
Pancasona. Pertarungan berikutnya, Sin T hong bersenjatakan sepasang
golok dihadapi Manyar Edan. Pendekar pendiri perguruan
Brantas ini terkenal dengan senjata keris luk tujuh yang konon
sangat ampuh dan berhawa panas. Wisang Geni memerhatikan permainan Sin Thong. Dua tahun lalu di bukit
Penanggungan, ia menghantam dada Sin Thong sampai
muntah darah dan mematahkan dua goloknya. Tampak
permainan Sin Thong semakin matang, tetap ganas dan
kejam. Sebaliknya Manyar Edan yang rada ugal-ugalan kini
ketemu batu, ia terdesak hebat. Kerisnya tak berdaya
menghadapi sepasang golok yang cepat, ganas dan bertenaga
Sampai jurus sembilanpuluh serangan Sin Thong melukai
pundak dan paha Manyar yang terdesak mundur ke bibir
panggung. Tendangan Sin Thong mengarah ulu hati, Manyar
Edan tak punya pilihan selain lompat mundur. Ia terdesak
keluar panggung, kalah. Saking malunya pendekar ini ngamuk mau naik tarung lagi,
namun pendeta Macukunda melerainya. "Kamu sudah kalah Ki
Manyar, ini pertandingan resmi, kamu tak boleh melanjutkan
tarung, jika kamu naik juga hal itu akan memalukan kita
semua." Pendekar tua ini ngeloyor pergi duduk di samping cucunya.
Ia masih mengumbar amarah, "Seharusnya tarung begini tidak
perlu pakai panggung, aku belum kalah dan juga belum mati,
kenapa berhenti dan dinyatakan kalah."
Dalam tarung berikut pendekar Ujung Kulon, Grajagan,
kewalahan menghadapi Mok Kong. Tarung tangan kosong
sebenarnya bukan andalan Mok Kong yang berdua saudara
kembarnya terkenal dengan jurus golok bersatupadu. Tetapi
melihat lawannya menyukai pertarungan tanpa senjata, maka
ia pun meladeni. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jurus Mok Kong, mirip Cakar Elang yang cepat dan ganas,
tampak lebih tangguh dibanding Sewubraja. Dua ilmu ini
sangat beda dan kontras. Sewubraja mengutamakan "gerak
lamban mengatasi cepat" jadi sebenarnya tepat untuk
menjinakkan cakar elang. Sayang dalam hal tenaga dalam,
Grajagan masih kalah dibanding tenaga Mok Kong. Itu
sebabnya kelambanan Sewubraja tak mampu mengimbangi
Cakar Elang yang cepat dan ganas. Setelah lewat seratus
jurus, Mok Kong akhirnya melukai pundak dan punggung
lawannya. Grajagan tersingkir ke bawah panggung. Pundak
dan punggungnya berdarah.
Merapatkan tubuh ke tubuh suaminya Gayatri menggamit
lengan Geni dan berbisik, "Tampaknya semua jago kita akan
kalah, akhirnya tinggal kamu seorang dan mereka akan
menghadapi kamu dengan bergilir, mereka akan menguras
tenagamu Itu strategi perang mereka, sungguh cerdik.
Kebetulan secara perorangan banyak dari mereka yang lebih
tangguh dari pihak kita."
"Tetapi kamu lebih cerdik karena bisa menebak jitu strategi
mereka. Sekarang apa strategi kita untuk mengalahkan
mereka?" Nada suara Geni tenang.
Belum Gayatri menjawab, Sekar memotong bicara,
"Agaknya tarung akan berlanjut besok, sekarang sudah mulai
senja. Kamu harus siap tarung selama dua hari. Sebaiknya
kamu naik panggung hari ini dan mengalahkan satu atau dua
orang untuk mengurangi kerjamu besok."
Saat ketiganya bercakap-cakap, pertarungan kelima
memasuki saat-saat kritis. Sang Pamegat terdesak hebat oleh
Mok Tang. Dari penampilan jurus goloknya, Mok Tang tampak
lebih tangguh dari saudara kembarnya Mok Kong. Jurus
andalan Sang Pamegat tetap tak berdaya, ia seperti
terbungkus gulungan sinar golok. Meski benteng pertahanan
cukup rapat, tidak urung pendekar Pamegat terdesak mundur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia berada di bibir panggung, selangkah mundur ia akan keluar
panggung dan kalah. Melihat keuntungan di depan mata, Mok Tang menyerang
gencar. Dalam peraturan tarung, seseorang tidak perlu harus
melukai atau membunuh lawan, cukup jika lawan terdesak
keluar panggung, itu artinya ia menang Sang Pamegat tak
mungkin lolos dari serangan ganas yang mengarah empat titik
mati di tubuhnya. Ia terpaksa mundur dan melayang turun
panggung. Mok Tang menang. Ia menjura memberi hormat
kepada Sang Pamegat. Sudah empat pendekar negeri yang kalah, Nyi Pancasona,
Manyar Edan, Grajagan dan Sang Pamegat. Sedang di kubu
lawan, baru seorang yang kalah, Sio Lan. Saat Macukunda
berpikir siapa yang akan maju, mendadak Wisang Geni
melompat ke atas panggung.
Terdengar sorak sorai penonton. Semua orang sudah tahu
siapa Wisang Geni yang secara tidak langsung sudah diakui
sebagai Pendekar T anah Jawa. Namun dalam hati, orang juga
merasa khawatir, jika pendekar berambut uban ini kalah,
sama artinya tanah Jawa yang kalah.
Begitu W isang Geni menginjak lantai panggung, sesosok
bayangan berkelebat. Pak Beng berdiri di hadapan Geni.
Pendekar Cina ini mengenakan baju longgar berlengan
panjang yang justru tampak ketat di pergelangan tangannya.
Geni ingat bisik Gayatri sebelum naik panggung. "Perhatikan
pergelangan tangan lawan, di situ mereka menyimpan senjata
rahasia." Tidak sengaja, Geni menoleh ke Gayatri. Isterinya
memberi isyarat, membenarkan lawan menyembunyikan
senjata rahasia. Pak Beng tertawa keras. "Dua tahun aku mengingat
kekalahan di bukit Penanggungan. Sekarang aku ingin
menjajal lagi kehebatan pendekar Wisang Geni." Ia
menyalurkan tenaga ke seluruh tubuh. Wajahnya berubah
kemerahan, tubuhnya bergetar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tidak mau memandang ringan lawannya, Geni waspada
terhadap senjata rahasia yang disembunyikan di pergelangan
tangan lawan. Geni menyalurkan pikiran dan tenaga ke satu
titik. Ia diam menanti. Pak Beng menyerang, angin
pukulannya terasa dingin menusuk tulang. Geni bergerak ke
samping, langkahnya lebar dan ringan.
Dia tahu Pak Beng sedang menanti saat adu pukulan, saat
itulah senjata rahasia di pergelangannya akan dilepas. Pak
Beng sengaja melancarkan serangan tangan kosong dengan
pukulan racun dingin yang sudah dilatihnya di puncak gunung
bersalju. Pukulannya jauh lebih matang, lebih dahsyat
dibanding dua tahun lalu.
Diam-diam Geni mengagumi lawannya. Pak Beng terus
mendesak dengan perhitungan Geni terpaksa bentrok tangan.
Gerakan Geni tampaknya lamban namun sebenarnya
mengandung kecepatan tinggi, langkahnya tak lagi memijak
panggung, melayang satu inci di atas lantai. Namun saking
cepatnya orang tak bisa melihat ini.
Dalam pandangan penonton Pak Beng lebih unggul dan
mendesak. Wisang Geni tampak hanya mengelak dengan
sekali-sekali balas menyerang. Pak Beng berteriak, "Wisang
Geni, jangan mengelak terus, apakah kamu jeri adu pukulan
dengan pukulan salju, hayo sambut ini."
Saat itu jurus tigapuluhan, Geni sengaja adu pukulan. Ia
gunakan tenaga dingin, yang mengalir deras dari dua
tangannya secara beruntun dan bergantian. Desss. Desss.
Desss. Desss. Empat kali bentrokan. Hawa dingin menyebar ke
mana-mana. Adu pukulan berlanjut, Geni waspada. Ia
memukul dengan kanan disusul tangan kiri dalam kecepatan
sama. Terus dan beruntun. Pak Beng terpaksa meladeni, kini
tidak lagi menyerang namun untuk bertahan. Sebab jika
berhenti memukul maka pukulan dingin Geni akan menimpa
tubuhnya. Ia tak bisa menunggu lebih lama lagi sebab makin
lama tenaganya makin terkuras.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pak Beng pun menggentak dua tangannya, puluhan jarum
halus me lesat dari tabung kecil di pergelangan tangannya
menyerbu Geni. Berbarengan saat itu Geni memukul dengan
tangan kanan, tangan kirinya menyusul ketika jarum Pak Beng
menyerbunya. Geni menambah kekuatan dan kecepatan
pukulan tangan kirinya, tangan yang terkepal dilepas menjadi
jari-jari terbuka yang membuat lingkaran kecil. Saat itu jarum
dari sebelah tangan lain Pak Beng menerjang leher Geni.
Sekarang kepalan kanan Geni berubah menjadi jari
terkembang yang berputar membuat lingkaran kecil. Geni
berteriak, "Maaf, aku kembalikan jarum milikmu," sambil
mendorong dua tangan secara beruntun kembali ke arah Pak
Beng. Puluhan jarum yang terkumpul dalam pusaran dua tangan
Geni, menerjang Pak Beng dengan kecepatan tinggi. Jarum-
jarum menghunjam amblas ke tubuh Pak Beng. Bola mata Pak
Beng melotot. Tubuhnya menggigil hebat, selanjutnya ia
ambruk Tewas. Hanya sedikit pendekar, termasuk Gayatri yang menyaksikan detil kejadian itu. Mereka mengagumi kehebatan
Geni bisa lolos dari kedudukan yang begitu sulit. Namun Geni
sendiri merasa bulu romanya berdiri. Ia tahu persis, jika tak
ada kecurigaan Gayatri, jika tak ada peringatan isterinya itu,
mungkin saat ini dia yang tewas tergeletak di lantai panggung.
"Aku tak berniat membunuh, tetapi jarum-jarum itu bisa
membinasakan aku. Ia menyerang dengan membokong, aku
cuma mengembalikan jarum yang menjadi miliknya."
Siauw T ong berteriak, "Kamu yang membokong, bukan Pak
Beng, rupanya selama ini namamu terkenal karena kamu
mengandalkan main bokong saja."
Wisang Geni balik ke tempat duduknya, ia diam. Gayatri
marah "Hei Siauw T ong, periksa dulu mayat kawanmu itu, aku
rasa tabung kecil yang diikat di pergelangan tangannya adalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bukti kuat bahwa sejak awal dia sudah merencanakan main
curang." Siauw Tong sebenarnya tidak tertarik adu jiwa dalam
pertarungan. Tetapi sejak menyinta Sio Lan, ia kini berjuang
keras membantu calon mertuanya, Ciu Tan. Karena ia tahu Ciu
Tan adalah orang yang paling menginginkan kematian W isang
Geni. Melihat kepandaian Gayatri yang tidak terlalu istimewa,
Siauw T ong yakin bisa mengalahkan Gayatri. Pikiran Geni akan
kalut melihat isterinya mati. Di situ peluang Ciu Tan
menantangnya. Berpikir dem ikian, Siauw T ong melompat ke atas panggung
sambil menantang Gayatri. "Hei perempuan India, mari
bereskan persoalan kita yang belum selesai."
Gayatri berbisik pada suaminya. "Ia menyimpan senjata
rahasia, tetapi aku tak tahu ada di mana, tidak mungkin di
pergelangan tangannya. Pasti di tempat lain, biar nanti kucari
tahu." Geni memegang tangan isterinya. "Hati-hati"
Gayatri melompat ke atas panggung. Ia melihat lawannya
menggunakan senjata sepasang pit panjang yang terbuat dari
baja pulih. Tiba-tiba Gayatri teringat nasehat kakeknya.
"Banyak orang curang, menyimpan senjata di dalam senjata."
"Aku tahu, jika melihat pit yang panjang tetapi tipis,
kemungkinan besar berisi jarum atau serbuk beracun,"
gumam Gayatri. Ia kemudian meloloskan senjata andalannya,
tali tipis dengan bor kecil di ujungnya. Pedang disisipkan di
pinggang. Tanpa basa-basi lagi Siauw Tong menyerang dengan
sepasang pit, namun sebelum ia mendekat Gayatri
menjangkaunya dengan bor maut. Tentu saja Siauw Tong
berada pada posisi terdesak, ia tak bisa mendekat lantaran
jangkauan senjata Gayatri lebih panjang. Terpaksa ia
membela diri dengan rapat sambil memikirkan siasat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bor maut Gayatri itu seperti ular hidup bergerak dan
mematuk ke mana saja Siauw Tong bergerak. Saking
cepatnya, gerak bor maut itu tak bisa diikuti mata. Hanya
suara mencicit menandakan senjata itu masih mencari
mangsa. Siauw Tong hanya mampu bertahan dengan
memutar pit me lindungi seluruh tubuhnya. Bentrokan pit
menangkis bor terdengar bercampur suara bor yang mencicit.
Pada jurus keduapuluh, Siauw T ong dengan cerdik menangkis
dan memutar, membuat tali lawan terikat pada pit-nya. Ia
menarik dan mengerahkan tenaga dalam, maksudnya ingin


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendekati lawan namun Gayatri mendahuluinya dengan
serangan senjata bor dari ujung tali yang lain.
Siauw Tong terkejut, tak pernah menyangka bahwa bor-
maut itu memiliki dua ujung. Pundaknya terluka parah, darah
muncrat ketika Gayatri menarik pulang senjatanya. Dalam
situasi terluka, Siauw T ong berlaku nekad, ia menerobos maju
dan menyerang lima titik mati tubuh lawan. Gayatri sudah
menghitung ia membiarkan lawan mendekat, saat bersamaan
ia menghunus pedangnya dan menebas tangan lawan. Siauw
Tong kaget, untuk menolong diri ia me lepas senjata pit-nya.
Gayatri menarik ujung bor lainnya berikut pit yang
mengikatnya. Kedua senjata Siauw Tong terampas, pundaknya luka
parah. Ia sudah kalah, tetapi gengsinya besar sehingga ia
nekad menyerbu dengan pukulan tenaga dalam Gayatri
mengelak, sambil berseru, "Kamu sudah kalah, aku juga tak
mau membunuhmu Pergilah sebagai seorang jantan yang
berani mengaku kalah."
Siauw Tong tertegun. Ia menoleh ke bawah panggung Ia
melihat sinar mata Sio Lan yang khawatir, pandangan Ciu Tan
yang memberi isyarat agar dia mundur. Siauw T ong melompat
turun. Gayatri menggulung senjata bornya. Ia membiarkan
senjata Siauw Tong tergeletak begitu saja di panggung. Lalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan gerakan anggun ia melayang kembali ke tempat
duduknya di samping Geni. "Kau cerdik dan tangkas, pendekar
Cina itu bahkan tak sempat menggunakan senjata rahasianya.
Tetapi apakah kau yakin ia menyimpan senjata rahasia?"
tanya Geni. "Ia menyimpannya di dalam senjata pit. Ada rongga di
dalam alat tulis tersebut, aku pikir mungkin bubuk beracun
atau jarum halus. Itu sebabnya ia menginginkan bertarung
dalam jarak dekat, tetapi aku justru menghindari pertarungan
jarak dekat. Sebab dalam tarung jarak jauh, senjata
rahasianya masih bisa kupatahkan, jika dari dekat aku tidak
yakin bisa mengelak, aku bisa mati konyol."
Pertarungan berlanjut terus. Tiga perkelahian diselesaikan
sebelum matahari terbenam. Dua partai dimenangkan
pendekar Cina. Pendekar Pedang dari Gurun Gobi, Sian Hwa,
dengan limapuluh lima jurus Topan Gurun bertarung ketat
lawan pendekar wanita Dewi Ayu dari Segoro Kidul. Dalam
seratus jurus lebih, akhirnya Sian Hwa berhasil menoreh
goresan di bahu dan lengan Dewi Ayu Pertarungan usai, Sian
Hwa menang. Namun ia memberi hormat dan menyatakan
kekaguman pada lawannya yang bersikap jujur dan berani
mengaku kalah. Pada pertarungan berikut, Demung Pragola dengan tongkat
besinya menghadapi pedang Liong Kam berakhir sama kuat.
Liong Kam seorang ahli pedang yang telah menciptakan
jurusnya sendiri hasil merangkum beberapa ilmu pedang dari
pelbagai perguruan di daratan Cina. Namun Demung Pragola
dengan tongkat yang dimainkan tenaga dalam yang besar, tak
mungkin bisa ditaklukkan. Pada akhirnya dua pendekar itu
saling mengakui kehebatan lawan. Keduanya yakin bahwa
kendati tarung sampai malam, tetap saja hasilnya akan
imbang. Perjanjian menyatakan bahwa hasil imbang maka
keduanya dinyatakan kalah dan tak boleh bertarung lagi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jenggot dari Gunung Lawu, pendekar yang sudah lama tak
didengar namanya, berhadapan dengan pemimpin rombongan, Ciu Tan. Pertarungan berlangsung ketat. Tongkat
sakti Gunung Lawu berhadapan dengan jurus Cengkeraman
Naga Ciu Tan. Seratus jurus lebih baru tampak Ciu Tan mengungguli
lawannya, Cakar Naga-nya merobek lengan pendekar gunung
Lawu itu Lengan nyaris patah jika dia tidak mengerahkan ilmu
Belut Putih membuat lengannya licin. Tetapi tetap saja darah
mengucur dari luka yang menganga cukup lebar itu.
Keduanya melompat mundur,kemudian saling memberi
hormat. Kakek Jenggot dari Gunung Lawu ngeloyor turun
panggung. Saat itu senja sudah tiba. Matahari turun ke
peraduannya di ufuk Barat. Macukunda berkata kepada
rombongan Cina, "Pertandingan akan dilanjutkan besok pagi
saat matahari mulai bersinar."
Siauw Tong dengan pundak yang dibalut kain putih berdiri
dan berseru lantang kepada Macukunda.
"Pendekar Macukunda, perlu diumumkan bahwa pihak kalian sudah
kehilangan Nyi Pancasona, Ki Manyar Edan, Ki Grajagan, Ki
Pamegat, Nyi Dewi Segoro Kidul, Ki Demung Pragola dan Ki
Jenggot Gunung Lawu, tujuh pendekar yang kehilangan hak
tarung. Sisa empat pendekar yang boleh tarung besok yakni Ki
Wisang Geni, Nyi Gayatri, Ny i Sekar dan Ki Macukunda. Di
pihak kami, sudah kehilangan Sio Lan, aku sendiri Siauw T ong,
Pak Beng dan Liong Kam Kami masih punya tujuh pendekar
yang akan bertarung besok, Li Moy, Sin Thong, Mok Kong,
Mok Tang, Dewi Gurun Gobi, Kim Mei dan Ciu Tan. Sampai
jumpa besok." Seruan Siauw Tong memancing reaksi macam-macam dari
para pendekar, ada yang marah, ada yang diam dan ada yang
mengomel bahwa tanah Jawa sudah kalah. Macukunda dan
beberapa pendekar berjalan beriring. "Malam nanti kita
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kumpul di tenda Perguruan Mahameru, kita perlu berunding,"
kata Sang Pamegat. Sejak awal Macukunda telah ditunjuk sebagai juru bicara
kubu tanah Jawa. Waktu itu ia menolak sambil menunjuk
Wisang Geni, karena Wisang Geni dinilai paling lihai ilmu
silatnya. Tetapi Geni menolak keras. "Aku tidak pantas, masih
muda dan tak punya pengalaman. Pendeta Macukunda adalah
orang yang paling layak, aku sangat mendukungnya."
Malam itu di tenda Mahameru berkumpul pendekar utama
tanah Jawa. Wajah Macukunda dan semua yang hadir,
kelihatan muram dan berduka. "Hari ini kita kalah total. Sesuai
peraturan kita hanya boleh menampilkan empat wakil, Nyi
Gayatri, Ki Wisang Geni, Nyi Sekar dan aku sendiri. Kubu
lawan masih tersisa tujuh pendekar. Aku tidak tahu apa yang
harus kita lakukan untuk menyelamatkan gengsi tanah Jawa
ini," kata Macukunda.
Semua orang diam Wisang Geni berbisik kepada isterinya,
"Kamu punya rencana untuk pertarungan besok?" Gayatri
menggeleng. Wisang Geni diam. "Jika Gayatri saja tak punya
rencana, artinya keadaan sudah gawat," gumam Geni dalam
hati Sang Pamegat memecah kesunyian. "Maaf para pendekar,
coba kita bersama-sama memeta kekuatan dan kelemahan
lawan, mungkin kita bisa menemukan jalan keluar."
Satu per satu pendekar menyumbang saran. Peta kekuatan
lawan tampaknya sangat tangguh. Li Moy, Sin Thong, Mok
bersaudara, Dewi Gurun Gobi dan Ciu Tan sudah diketahui
kekuatannya. Hanya Kim Mei yang belum memperlihatkan
kebolehannya. Di antara enam lawan yang sudah diketahui
kepandaiannya mungkin hanya Li Moy yang mudah diatasi.
"Sekarang, siapa di antara kita yang akan menghadapi Li
Moy?" tegas Sang Pamegat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baik Macukunda maupun Geni merasa enggan melawan Li
Moy Bukan hanya ia perempuan, tetapi juga dinilai yang paling
lemah sehingga memilih Li Moy sebagai lawan, sama artinya
dengan mengakui kelemahan diri sendiri. Macukunda dan
Wisang Geni saling pandang. Gayatri bisa memahami, ia
mengajukan diri melawan Li Moy Macukunda memilih Sin
Thong. Sekar memilih pendekar Gurun Gobi. Wisang Geni
akan menghadapi Mok Tang atau Mok Kong.
Macukunda menyambut rencana ini. "Cara ini cukup baik
semoga kita berempat bisa menang, sehingga bisa tarung
lagi." Ia melihat Sekar bisik-bisik dengan W isang Geni.
"Mungkin Nyi Sekar punya rencana lain. Silahkan bicara, tidak
perlu sungkan." Sekar meminta maaf karena berani lancang bicara. "Melihat
Kim Mei belum tarung, mungkin ilmunya cukup hebat, bisa
sama lihai dengan Ciu Tan atau Mok bersaudara Aku yakin
Kim Mei akan menantang suamiku. Jika benar maka aku akan
meladeninya. Dia belum tahu ilmu silatku, aku juga belum
melihat cara tarungnya. Ada lagi rencana lawan yang sangat
berbahaya. Aku pikir Mok bersaudara akan maju berdua, ilmu
pedang bersatupadunya sangat lihai, di daratan Cina selama
ini mereka belum pernah kalah."
"Tidak bisa, mana bisa dua orang maju mengeroyok satu
pendekar dari kubu kita, itu tak boleh terjadi," tukas Manyar
Edan marak Sekar menjawab dengan tangkas, "Mereka akan menantang suamiku untuk menjajal ilmu golok bersatupadu,
itu jelas. Setelah itu Ciu Tan maju dengan pemikiran suamiku
sudah letih, maka akan mudah mengalahkannya."
Semua terdiam Rencana itu sangat pintar dan licik. Namun
semua sepakat Gayatri dan Sekar juga tak kalah cerdas,
karena bisa menebak rencana lawan. "Nyi Sekar, bagaimana
kamu bisa memikirkan jebakan lawan im," tanya Nyi
Pancasona penasaran. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekar belum menjawab, Grajagan memotong. "Nyi Sona,
untuk bisa menebak, Nyi Sekar hanya perlu menempatkan diri
semisal dia sebagai lawan, apa yang akan dia perbuat."
"Kenapa kamu sendiri tak bisa menebak," balas Nyi
Pancasona dengan nada tinggi. Grajagan menggeleng, "Aku
tak bisa, pikiranku lambat."
Macukunda memandang Sekar dan Gayatri. "Nyi, kamu
sungguh pintar, kamu cantik dan pintar sungguh pasangan
yang cocok untuk Ki Wisang Geni, sekarang apa rencana kita
yang paling baik?" Sekar dan Gayatri menggeleng. Gayatri menjawab, "Aku
tak tahu, mungkin besok kita bisa atur strategi tergantung
situasi. Aku usul besok sebaiknya Ki Macukunda tegaskan
kepada mereka bahwa sebagai penantang wakil mereka harus
naik panggung lebih awal. Dengan demikian kita bisa
mengatur siasat siapa dari kubu kita yang maju
menghadapinya." Macukunda tersenyum dan berkata kepada para pendekar,
"Besok, aku akan duduk berdampingan dengan Nyi Gayatri
dan Nyi Sekar, keduanya kuangkat sebagai penasehat
perang." Macukunda tertawa puas. Saat yang sama di tempat
lain, Ciu Tan tertawa puas mendengar rencana yang
dibentangkan Siauw T ong.
Pagi itu seperti hari sebelumnya, Prawesti membalut perut
Gayatri dengan stagen berlapis-lapis. Di balik stagen,
menempel di perut, ada semacam kulit tipis berwarna hitam
keabu-abuan. Gayatri tidak mau menjelaskan benda apa itu.
Ada tempat duduk kosong di samping Macukunda. Pendekar
tua ini menggapai ke arah Geni, Sekar dan Gayatri, mengajak
mereka duduk di sampingnya.
Saat itu muncul para pendekar Cina yang datang dengan
rasa percaya diri. Wajah mereka tampak cerah. Sebaliknya
pendekar Macukunda dan rombongannya kelihatan tegang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siauw Tong mengumumkan empat nama kubu tanah Jawa
dan tujuh wakil Cina yang boleh tarung. Ia setuju syarat
Macukunda bahwa sebagai penantang kubu Cina naik
panggung lebih awal. Selang sesaat Li Moy naik panggung, ia
memberi hormat kepada penonton. Gayatri tak sungkan lagi,
ia memperlihatkan kebolehan dengan melentingkan tubuh dan
hinggap di panggung tanpa menimbulkan suara Keduanya
saling berhadapan. Li Moy mengacungkan dua tangannya, pertanda ia
bertarung dengan tangan kosong. Gayatri tahu bahwa ini akal-
akalan Li Moy yang memang lihai dengan jurus Belalang serta
memiliki jarum beracun. Dari bawah panggung Nyi Pancasona
berteriak, "Awas, perempuann itu licik, menggunakan senjata
rahasia jarum beracun."
Li Moy memandang nenek tua itu dan tertawa sinis.
"Bagaimana rasanya jarumku, enak?"
Sambil tertawa Gayatri bicara pada Nyi Pancasona, tapi
sebenarnya ditujukan kepada lawannya. "Dia pakai senjata
rahasia, aku juga punya, malah racunku adalah racun ular
yang hanya hidup di daerah salju, racunnya ganas mampu
membuat wajah perempuan cantik menjadi keriput dan tua
dalam sekejap mata. Lihat saja nanti."
Gayatri bersiap. Mendadak Li Moy mundur dengan wajah
pucat. "Tunggu, kita atur perjanjian, tidak boleh menggunakan jarum atau senjata rahasia, siapa ketahuan
memakai senjata rahasia dia dianggap kalah meskipun
misalnya dia menang. Bagaimana kau setuju?" Rupanya Li
Moy merasa ngeri mendengar racun yang bisa merusak wajah.
Ia selama ini selalu rajin merawat wajahnya yang cantik.
Gayatri pura-pura memperlihatkan rnimik menyesal,
"Sayang sekali tetapi baiklah aku ikuti apa maumu"
Keduanya langsung berhantam.
Li Moy langsung menyerang dengan jurus Belalang, langkahnya ringan, gerak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangannya lincah, jari tangan mencengkeram Gayatri
memeragakan jurus andalan Banjao Kisi Ke Kisi Ko Aapna
Banalo (Jadilah milik seseorang dan milikilah seseorang), yang


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengutamakan tarung jarak dekat. Semakin dekat jarak
tarung, makin ampuh jurus ini. Dalam tarung Li Moy agak
kikuk, ada rasa tak percaya terhadap lawan, khawatir lawan
menggunakan racun ganasnya.
Hal itu membuat gerakannya tidak bebas. Ia terdesak
serangan gencar Gayatri. Di jurus limapuluhan, Gayatri
menampar pundak dan mendupak bokong Li Moy Tubuh Li
Moy melayang keluar gelanggang. Ia kesakitan, Gayatri
menang. Sin Thong melompat ke atas panggung. Ia menantang
Macukunda, tetapi Wisang Geni yang melompat naik. Ini taktik
strategi Gayatri. Bahwa Geni harus memenangkan partai
kedua, untuk mengurangi jumlah lawan, juga agar Geni punya
waktu istirahat yang cukup.
Saat itu Sin Thong agak bingung. Ia memandang Siauw
Tong. Melihat rekannya diam, ia menoleh ke Macukunda dan
setengah berteriak, "Hei, aku menantang Macukunda, kenapa
yang datang orang lain, Macukunda apakah kamu takut
padaku?" Wisang Geni tertawa keras. "Ki Macukunda adalah
pimpinan kami dan belum saatnya bertarung, aku saja yang
tarung. Tetapi kalau kamu takut melawan aku, pergi pulang
saja ke Cina. Aku janji tidak akan membunuhmu, hanya
memukul kamu biar kapok dan jangan datang-datang lagi ke
negeri ini." Dalam benaknya Sin Thong merasa gentar. Dua tahun lalu
ia dikalahkan Geni, sepasang goloknya direbut dan ditekuk
patah, juga kena hantam hingga muntah darah. Meskipun
selama dua tahun ia memperdalam ilmu silatnya di Cina dan
yakin bisa mengatasi Geni, tetapi sekarang di atas panggung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan Geni sebagai lawan nyata, ia tak bisa menyembunyikan rasa gentarnya.
Sin Thong tak punya jalan lain. Suka atau tidak suka ia
harus hadapi pertarungan ini. Ia memusatkan pikiran dan
tenaganya, menghunus sepasang goloknya, golok pusaka
yang sangat tajam Tanpa memberi hormat lagi, ia menyerang
Geni dengan jurus mematikan yang telah ia sempurnakan
selama dua tahun menyepi di balik Tembok Cina.
Sepasang golok bagai kitiran mengurung Geni. Lelaki ini
mengelak dengan gerak sederhana. Dua tahun lalu, ia
menghantam telak Sin Thong, sehingga jika dalam dua tahun
lawannya maju pesat, ia juga maju pesat setelah pertemuan
dengan Eyang Sepuh Suryajagad. Jadi bagaimanapun juga Sin
Thong bukan lawan yang perlu ditakuti. Ia hanya perlu
waspada terhadap kecurangan lawan.
Selama limapuluh jurus Geni berkelit dan menghindar
dalam kurungan sinar golok Pada dasarnya Geni belum mau
menggelar ilmu sejatinya, tetapi ia merasa perlu cepat
menyelesaikan tarung ini. Ia menggunakan kecepatan
melebihi angin, dan ketepatan pada saat-saat genting. Tidak
heran Sin Thong selalu kecele, pada saat ia merasa golok akan
mengena, ternyata jatuh di tempat kosong atau melenceng
karena didorong angin pukulan. Sin Thong tak pernah tahu
bagaimana gerak lawan ketika sepasang goloknya saling
beradu, keras, membuat dua tangannya kesemutan.
Saat itu Geni membuat gerak lingkar, seperti pusar angin
kencang dan menyedot golok berikut tubuh Sin Thong.
Sepasang golok pendekar Cina itu terlempar ke udara. Kaki
Geni menghantam pundak lawan. Sin Thong terjengkang ke
bawah panggung. Terdengar sorak penonton Geni segera
turun panggung. Di tengah sorak penonton, Kim Me i, wanita cantik dalam
usia di penghujung duapuluhan, melenting ke atas panggung.
Ia menjura memberi hormat penonton. Matanya melirik tajam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sang Pamegat. Sudah sejak tarung hari pertama, Kim Mei
selalu tersenyum kepada Sang Pamegat. Rupanya dua
pendekar ini sudah saling mengenal sebelumnya. Tadi pagi,
keduanya saling tegur dengan senyum dari lemparnya masing-
masing. Ketika Sekar siap-siap hendak maju, Geni memegang
lengan isterinya. "Kamu jangan terlalu berani ambil resiko, aku
tak mau kamu terluka, jadi kalau keadaan sulit, lompat
mundur saja." "Kamu tenang saja suamiku. Kamu belum lihat semua jurus
yang aku pelajari di Laut Selatan. Percayalah, aku tak akan
terluka!" Dari atas panggung Kim Mei menatap Sang Pamegat, ia
mengharap lelaki itu menepati janji, menantinya di suatu
tempat usai tarung ini. Kim Mei merasa tak punya kepentingan
dengan tarung ini, menang kalah, tak ada untungnya bagi
dirinya pribadi. Sekar melompat ke atas panggung, menggunakan ringan
tubuh paling andal W imanasara. Gerakannya cepat bagai
melesatnya panah sakti, mendarat di panggung tanpa suara.
Begitu ringan seperti kapas.
Selama ini Geni belum melihat seluruh ilmu silat isterinya ini
sejak keluar dari pertapaan Nenek Sapu Lidi. Ia terkejut dan
kagum melihat ringan tubuh isterinya itu. Gayatri berbisik,
"Aku pernah tarung dengan Sekar, waktu itu aku tak bisa
menang dan aku tahu ia belum mainkan se luruh ilmu s ilatnya.
Aku yakin ilmu silatnya tidak berada di bawah kepandaianku.
Malahan ilmu ringan tubuhnya jelas lebih unggul dari aku."
Geni manggut setuju. Saat itu di atas panggung, Sekar berkelebat gesit mengelak
dan menyerang balik tiap serangan Kim Mei. Keduanya tidak
menggunakan senjata, tangan kosong lawan tangan kosong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekar dengan 17 jurus Sapwa Tanggwa kontra jurus Cakar
Elang Kim Mei. Dalam limapuluh jurus tampak Sekar di atas angin. Jurus
yang dimainkan banyak variasi dan seperti gelombang
samudera, saling susul tak pernah putus. Kim Mei kewalahan.
Tadinya ia merasa tak begitu perlu tarung, tetapi dalam
keadaan terdesak egonya sebagai pendekar menuntut ia
untuk menang. Ia mundur empat langkah, mencabut golok
tipis dari punggungnya. "Nona, kita pakai senjata, silahkan
kamu ambil senjatamu!"
Sekar tersenyum Ia menoleh ke arah Prawesti. Saat itu
Prawesti melempar tongkat. Sekar menangkapnya. "Terimakasih, adik."
Tongkat warna hitam mengkilat, rupanya terbuat dari
logam keras, tidak panjang, tidak juga pendek. Ukuran
sepanjang empat jengkal. Ujungnya melekat logam tajam.
Geni dan Gayatri belum pernah melihat senjata itu. Di mana
Sekar menyimpannya" Sesaat kemudian dua singa betina ini tarung ketat.
Benturan golok dengan tongkat memercik lelatu api. Tangan
Kim Mei kesemutan, ia menggerutu ternyata tenaga dalam
perempuan muda iiu sangat unggul. Tak bisa lain, Kim Mei
memutar goloknya lebih kencang dalam jurus Golok Patuk
Elang. Makin lama bertarung Sekar makin perkasa sementara Kim
Mei terdesak. Pada jurus limapuluhan, Sekar menggabung dan
mengulang kembali jurus andalan Manguswapujeng (Mencium
lutut), Kalokikan Kanirmalan (Kesucian), Raganararas (tertarik
pada perempuan), Cumangkrama (Menyetubuhi) dan Mangaksih (Memutus cinta). Kim Mei terdesak hebat.
Goloknya mental disampok tongkat, ujung tongkat meluncur
ke leher. Semangat Kim Mei terbang. Tanpa sadar Sang
Pamegat berseru, "Jangan!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sejak awal memang Sekar tak punya maksud membunuh.
Ia menurunkan ujung tongku dari sasaran leher menurun
menggores pundak. Luka goresan itu merobek baju, kulit
pundak yang putih beset mengeluarkan darah, tetapi tidak
parah Hanya luka luar. Sekar melompat undur. Kim Mei
menjura dengan membungkuk. "Aku kalah, terimakasih atas
kebaikanmu" Kim Mei turun dari panggung, sambil melirik Sang Pamegat
Tadi ia mendengar seruan lelaki itu, ia berterima kasih.
Mungkin saja seruan itu yang mencegah Sekar sehingga tidak
menurunkan tangan kejam. Meskipun demikian, dalam hati ia
gembira karena itu pertanda laki-laki itu punya perhatian
padanya. Ketika kembali ke tempatnya, Kim Mei langsung dimaki Ciu
Tan. Tetapi ia balas memaki dengan nada tinggi. Keduanya
bertengkar dalam bahasa Cina. Kim Mei berseru, "Aku tak
punya kepentingan dengan pertarungan ini, kau yang punya
kepentingan. Kamu yang ingin membalas dendam, lalu kenapa
aku harus adu jiwa untuk kepentinganmu?" Berkata demikian
Kim Mei mencari tempat duduk menyendiri. Sian Hwa,
mendekatinya dan menolong membalut lukanya
Geni menyambut isterinya dengan wajah berseri. "Tidak
sia-sia kamu pergi selama duabelas purnama, ilmu silatmu
sekarang sudah masuk kelas utama"
Sambil mengatur pernafasan, Sekar mencubit suaminya
"Bukan duabelas, tetapi limabelas purnama lebih aku
berkorban, untuk mendapatkan ilmu silat ini."
Saat itu di atas panggung, pertarungan Macukunda dan
Mok Kong berlangsung sangat ketat dan imbang. Macukunda
bersenjata dua tasbeh, besar dan kecil. Mok Kong memainkan
jurus goloknya yang hebat. Bertarung dengan senjata belum
ada keputusan siapa pemenangnya meskipun sudah me lebihi
seraius jurus. Pertarungan dilanjulkan dengan tangan kosong,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adu tenaga pukulan sampai seratus jurus lebih. Tampak kedua
pendekar ini kelelahan. Akhirnya Mok Kong mundur, Macukunda pun mundur.
Keduanya tertawa, kemudian sama-sama turun panggung.
Pertarungan Gayatri dengan Dewi Pedang dari Gurun Gobi
juga berakhir sama kuat. Keduanya tak mau saling melukai.
Sesuai peraturan dan perjanjian, jika pertarungan berkesudahan imbang, artinya tidak ada pemenangnya, maka
kedua petarung sama-sama dinyatakan kehilangan hak
tarung. Dengan demikian dari kubu tanah Jawa tinggal W isang
Geni dan Sekar yang boleh tarung, sedang di kubu Cina hanya
Ciu Tan dan Mok Tang. Gayatri berbisik kepada suaminya, "Hati-hati dengan Ciu
Tan, ketika mengalahkan Jenggot Gunung Lawu, aku melihat
sepertinya ia menyimpan jurus andalan. Selain itu Mok Tang
bertugas menguras tenagamu, sehingga tenagamu sudah
habis saat tarung lawan Ciu Tan." Sekar menyela, "Aku akan
hadapi Mok Tang, biar kamu leluasa menghadapi Ciu Tan."
Di depan umum Geni tidak ma lu-ma lu memeluk dan
menciumi leher Sekar. Isterinya merasa geli. Dia berbisik,
"Kamu istirahat saja, sekarang kamu nonton saja hebatnya
ilmu s ilat suamimu, ini jurus yang belum pernah aku mainkan.
Aku ingin menghadapi dua lawan itu sekaligus, biar cepat
selesai." Sekar tersenyum, pikirnya Geni hanya bergurau.
Matahari berada di puncak, di atas panggung, Mok Tang
berdiri dengan golok di tangan. Ia siap dengan kuda-kudanya.
Dari tenaga maupun kematangan jurus golok, Mok T ang lebih
tangguh dibanding saudara kembarnya.
Di bawah panggung W isang Geni sedang memeta diri,
mengingat Eyang Sepuh, mengingat angin dan awan. "Jangan
rasakan bumi lupakan bumi, tengadah memandang langit,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rasakan angin, bebaskan diri macam awan. Rasakan angin di
bawah tapak kakimu. Pusatkan pikiran tenagamu, hasratmu."
Dengan ringan Geni melompat ke panggung, gerakannya
perlahan, kakinya menginjak panggung tanpa suara, namun
panggung terasa bergetar. Menatap sepasang mata Geni yang
macam macam sumur tanpa dasar, Mok Tang merasa gentar.
Ia merasakan panggung bergetar padahal gerak kaki Geni
seperti tidak bertenaga "Tetapi aku sekarang sudah berada di
atas panggung, tak bisa mundur." Berpikir begitu, Mok Tang
bergerak cepat, menyerang dengan jurus andalannya. Cepat,
kencang, bertenaga dan ganas.
Geni mengelak, dan menyentil badan golok. Ia menghindari
tendangan, menangkis pukulan, menyentil tebasan golok.
"Semua manusia diperbudak berbagai macam keinginan. Lihat
gerak awan yang mengikuti gerak angin yang begitu merdeka,
bergerak semaunya, dan hebatnya lagi ia berganti-ganti arah
sesukanya. Di dunia tak ada suatu kekuatan pun yang bisa
menghentikan angin. "Wisang Geni bergerak leluasa di antara
kepungan sinar golok. Mendadak Geni lompat mundur jauh dari Mok Tang.
"Tunggu, aku sebenarnya ingin menjajal jurus sepasang golok
dari Mok Bersaudara yang terkenal, tetapi kita tak bisa
melanggar peraturan dan perjanjian, saudaramu sudah
kehilangan hak tarung. Pihakmu hanya tinggal kamu berdua,
kupikir mungkin sebaiknya aku menghadapi kalian berdua
sekaligus, biar pertarungan ini cepat selesai."
Semua orang yang mendengar seruan Wisang Geni,
terkejut. Gayatri bahkan menahan napas, saking kagetnya.
Prawesti memegang dadanya, merasakan debar jantung yang


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bagai derap kaki kuda. Sekar terkesiap telapak tangannya
berkeringat "Tadi kupikir dia bergurau, tetapi dia benar-benar
gila, bagaimana mungkin bisa mengalahkan dua lawan itu
sekaligus ?" Tanpa pikir panjang Sekar melompat naik
panggung, "Aku ikut, dua lawan dua, itu baru adil."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Macukunda dan para pendekar lain terkesiap. "Apakah aku
tidak salah dengar," kata pendeta Mahameru itu. Namun
seruan itu benar adanya, Geni menantang dua lawan
sekaligus. Tetapi untunglah Sekar juga naik panggung.
Begitu Sekar mendekat, Geni menyambar pinggang
pinggang isterinya, memeluk mesra, menciumi leher dan
berbisik. Lagaknya macam dua kekasih sedang berkasih
mesra, dan yang tidak peduli dengan orang-orang di
sekeliling. "Kau jangan membantah suamimu, kamu turun
sekarang juga, biar aku selesaikan urusan ini." Sekar menatap
mata suaminya. Mata itu berbinar, tajam dan dalam bagai
sumur tak berdasar. Ketika tangan Geni menepok bokongnya,
Sekar tahu dia harus mundur.
Semua aksi Wisang Geni seperti memandang remeh
lawannya. T ak bisa menguasai amarahnya Ciu Tan berteriak,
"Kamu sombong, kamu mencari mati sendiri." Ia melompat ke
atas panggung. Saat inilah yang ditunggunya selama dua
tahun lebih. Membalas dendam kematian adik perguruannya.
Hutang darah bayar darah, hutang nyawa bayar nyawa.
Ia langsung menabrak Geni dengan jurus Liong-jiao-ciu
(Cakar naga) yang dicampur dengan Wan-coan Put-toan
(Putar tak habis-habisnya). Mok Tang pun tidak kalah
Kisah Si Naga Langit 10 Pendekar Rajawali Sakti 106 Dewa Racun Hitam Beruang Salju 17
^