Pencarian

Pendekar Tanpa Tanding 5

Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera Bagian 5


Malam hari keduanya tiba di sebuah desa. Mencuri uang di
rumah orang kaya, esoknya membeli pakaian. Dalam
perjalanan menuju Mahameru, Wulan mencukur jenggot dan
brewok kekasihnya. Hari itu, tengah bulan Srawana, limabelas hari sebelum
pertemuan Mahameru yang akan berlangsung pada hari
pertama bulan Bhadrapada. Sepasang kekasih itu tiba di hutan
pinggiran kali Beji di kaki pegunungan Tengger. Melihat air
sungai yang jernih dan udara yang sejuk, keduanya
memutuskan untuk istirahat beberapa hari. Geni berkeliling. la
menemukan sebuah goa kecil. Keduanya bekerja membersihkan goa untuk tempat tinggal sementara. Senja
hari mereka berenang di sungai, teringat perkenalan pertama
di air terjun gunung Arjuno. Mereka bercengkerama memadu
cinta. Malam hari keduanya duduk menghadap api unggun.
Wulan dengan rambutnya yang basah, tampak cantik berseri.
Ia bersandar di pundak Geni. "Kau masih ingat, dulu aku
pernah menceritakan dua lelaki pernah menjadi kekasihku,
tapi kau tak menanyakan siapa dan bagaimana perasaanku
pada mereka?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku ingin bertanya, tetapi takut kamu tersinggung atau
salah faham. Kupikir, aku tak perlu tahu masa lalilmu, yang
penting aku tahu sekarang kau mencintaiku, itu sudah sangat
berarti bagiku." "Aku perlu menjelaskan ini padamu, karena kamu harus
tahu, karena kamu akan menjadi satu-satunya suamiku dan
supaya kamu membantu aku mengatasi masalah ini. Ada dua
lelaki yang pernah meniduriku. Yang pertama adalah Gajah
Watu, dia yang menikmati perawanku. Yang kedua, kamu
sudah tahu dia, Lembu Agra."
Geni terkejut. "Apa" Gajah Watu" Paman Gajah Watu?"
Wulan menghela nafas. "Ini memang sangat rahasia, tetapi
aku harus jujur padamu, cerita tentang paman Gajah Watu
cukup panjang." Wulan menangis. Geni memeluk, memegang
dagu dan menengadahkan wajah Wulan. Ia mengecup air
mata kekasihnya, kemudian mengecup mulurnya. "Tak usah
kau ceritakan aku juga tak peduli, aku tetap mencintaimu."
"Aku percaya akan cintamu. Tetapi harus kukeluarkan isi
hati ini supaya aku bebas dari pikiran yang memberatkan ini."
Ketua Lemah Tulis, Bergawa, mempunyai tiga adik
perguruan, Branjangan, Padeksa dan Gajah Watu. Sebagai
ketua dan yang memiliki ilmu silat paling mumpuni, Bergawa
punya tujuh murid, Gubar Baleman, Ranggaseta, Gajah
Kuning, Kebo Jawa, Sukesih, Lembu Agra dan Walang Wulan
Di antara tujuh muridnya, Bergawa sangat menyayangi si
bungsu Wulan. Itu sebab ia sering memerintahkan tiga
adiknya membantu melatih Wulan. Tanpa disadari Gajah
Watu, yang usianya hanya terpaut sepuluh tahun lebih tua
dari Walang Wulan, jatuh cinta pada gadis remaja yang waktu
itu berusia enambelas tahun. Suatu ketika, Gajah Watu
mengajak Wulan turun gunung mencari pengalaman. Dalam
petualangannya, Gajah Watu meniduri dan merenggut
perawan keponakan muridnya. Wulan tak berdaya malahan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lama-lama menyukainya. Selama tiga bulan perjalanan itu,
Gajah Watu memuaskan cliri meniduri Wulan.
Teringat pengalaman itu Wulan menangis. "Ia tidak
memerkosaku, tetapi ia merayuku, membuat aku lupa,
membuat aku ketagihan. Dia lelaki pertama yang menggauli
tubuhku. Lambat laun aku tahu bahwa Gajah Watu, paman
guruku itu, hanya butuh tubuhku, butuh me lampiaskan
birahinya, ia tidak mencintaiku. Pada suatu hari, aku lari dan
kembali ke Lemah Tulis. Aku merahasiakan aib ini, tetapi guru
Bergawa sangat arif. Tak seorang pun bisa membohongi guru.
Entah bagaimana caranya, guru mengetahui rahasia ini."
Ketika Gajah Watu kembali ke perguruan, Bergawa
memanggilnya masuk kamar rahasia. Bergawa marah besar,
menampar, menendang Gajah Watu lalu mengusirnya pergi
dari perguruan. Tak seorang pun yang mengetahui ini. Ketika
hendak pergi dari Lemah Tulis, Gajah Watu mendatangi
Wulan. Ia minta maaf pada Wulan. Sejak hari itu Wulan
melupakan Gajah Watu. Dan rahasia itu hanya diketahui
Wulan, Bergawa dan Gajah Watu. Setelah kejadian dengan
Gajah Watu, Wulan jatuh dalam pelukan Lembu Agra, kakak
seperguruannya. Namun hubungan tidak bisa lama, karena
Lemah Tulis akhirnya hancur lebur. Beberapa tahun
mengembara, Wulan sampai di suatu tempat di mana dia
menolong seorang tua yang sedang sakit. Orangtua itu,
ternyata pendeta Panawijen, membalas budi dengan
mengajarinya Karma Amamadang ilmu melatih tenaga dalam
yang bisa membuat seorang wanita menjadi cantik berseri,
bercahaya dan awet muda. "Mengapa kau ceritakan padaku, Wulan?"
"Aku ingin jujur padamu, sehingga jika nanti kita jumpa
paman Gajah Watu, kamu bisa membantu aku mengatasi rasa
benciku padanya." Wulan memeluk erat kekasihnya. "Geni,
bagaimanapun masa laluku, aku mohon jangan tinggalkan
aku. Begitu kamu tinggalkan aku, saat itu juga aku mati."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak, aku tak akan pernah meninggalkan kamu lagi, kita
berdua akan selalu bersama, selamanya."
"Benar?" "Iya benar, aku bersumpah demi orangtuaku yang sudah
mati." Wulan melanjutkan ceritanya. Setelah peristiwa itu Wulan
sangat pendiam. Ia sangat terpukul Pada saat itu Lembu Agra
yang sudah lama menaruh hati pada adik perguruannya,
menyatakan cinta. Lembu Agra berhasil mencairkan kebekuan
hati Wulan. Bujuk rayu Agra membuat Wulan membalas cinta
bahkan mau diajak bercinta. Agra menidurinya. Wulan terkejut
mendapatkan Agra beringas seperti binatang. ternyata tidak
hanya sekali, tetapi dalam setiap bercinta Agra berlaku kasar
bahkan seperu memerkosa. Wulan mulai menghindari
pertemuan. Ia sering ikut Sukesih dan Gajah Kuning
berkelana. "Agra melamar aku, menyatakan cintanya padaku, tetapi
aku tak bisa menerimanya. Ketika Lemah Tulis porak poranda,
guru Bergawa menyuruh aku dan Agra kabur agar ilmu Lemah
Tulis tidak punah. Aku berpencar. Akhirnya aku bertualang
sendiri. Satu tahun aku belajar dari guru pendeta Panawijen,
kemudian turun gunung aku jumpa Lembu Agra. Aku berjalan
bersamanya beberapa hari, kami bercinta, hanya beberapa
hari kemudian kami berpisah. Aku masih berjumpa Gajah
Watu, aku luluh oleh bujuk rayu, dua tahun aku hidup
bersamanya. Namun sekali lagi dia memperlihatkan wataknya,
bahwa dia hanya membutuhkan tubuhku. Dia menghinaku,
aku pergi. Aku bersumpah tak akan mau ketemu Gajah Watu
lagi." Wulan memeluk kekasihnya dan berbisik di telinganya.
"Kamu bosan mendengar ceritaku?"
Geni menggeleng kepala, "Teruskan ceritamu, supaya
semua kekesalan itu kau buang keluar."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wulan melanjutkan. "Pertemuan terakhir dengan Agra di
bukit Lejar dan beberapa hari hidup berdua dengannya,
adalah perbuatanku yang paling bodoh. Aku
ingin melupakanmu, mengganti kamu dengan kehadirannya. Waktu
ia merayuku, aku memutuskan menjadi isterinya. Namun aku
tak bisa menggantikan dirimu, aku tetap mencintaimu Aku
bahkan tak bisa bercinta dengannya. Beberapa hari kemudian
aku tetapkan keputusan berpisah dengannya. Aku kabur dan
bertekad mencarimu. Beberapa hari lalu, ia menolong aku dari
penjahat yang telah membius aku. Sejak itu, beberapa malam
ia merayuku tetapi aku menolak halus. Aku mencari jalan
meloloskan diri. Aku tak mau memancing kemarahannya
sebab ada tanda-tanda dia hendak memerkosaku. Tetapi
malam itu ia tak bisa dikendalikan lagi, ia pasti akan
memerkosaku. Sebenarnya tak begitu menjadi masalah karena
sebelum itu pun ia pernah dan sering meniduriku, tetapi sejak
mengetahui besarnya cintaku padamu Geni, aku tak bisa
menerimanya lagi, aku merasa jijik. Itu sebab malam itu ia
akan memerkosaku, jika kamu tidak datang tepat saatnya, aku
sudah nekat bunuh diri"
Wulan menangis. Geni memeluk kekasihnya. "Sudah kau
tumpahkan seluruh isi hatimu?"
Wulan mengangguk. "Setelah kuceritakan semua ini,
apakah kamu masih mau mencintaiku, Geni?"
geni masih memeluk kekasihnya. "Tidak ada perubahan
apapun, aku tetap mencintaimu, malah sekarang aku semakin
mencintaimu setelah begitu panjang penderitaan yang kau
alami." ----ooo0dw0ooo- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Persaingan Asmara Tiga hari di penghujung bulan Srawana sepasang kekasih
itu tiba di desa Tumpang. Siang itu banyak orang lalu lalang di
alun-alun desa. Sebagian besar adalah para pendekar, tampak
dari dandanan yang singsat dan senjata bawaannya.
Dipastikan mereka singgah dalam perjalanan ke Mahameru.
Dari desa Tumpang, jarak ke perguruan Mahameru bisa
ditempuh satu hari perjalanan cepat. Jika santai diperkirakan
dua atau tiga hari. Saking banyaknya para pendatang yang mengunjungi desa
itu, tidak heran jika semua kamar penginapan sudah terisi.
Walang Wulan dan Wisang Geni beruntung mendapat satu
kamar yang hanya berisi satu dipan. Kamarnya sempit, dipan
juga kecil. Tetapi lebih nyaman ketimbang bermalam di hutan.
"Dua hari tinggal di sini, ditambah dua hari perjalanan ke
Mahameru maka kita akan tiba tepat pada hari pertemuan itu
berlangsung," kata Geni.
Keduanya makan malam di warung dekat alun-alun. Alun-
alun itu pusat keramaian di mana banyak orang berjualan.
Mereka berjalan di antara keramaian. Sekonyong-konyong
Geni menarik tangan Wulan dan menyusup di dalam
kerilmunan orang. Wulan heran, "Kenapa" Ada apa?"
Geni berbisik lirih. "Aku melihat Lembu Agra bersama
temannya, tak tahu berapa jumlahnya. Aku rasa tujuan
mereka juga ke Mahameru."
Wulan berbisik, "Lebih baik kita menghindari mereka, kita
kembali ke penginapan saja."
Keduanya mengambil jalan lain menuju penginapan.
Langsung masuk kamar. Wulan mengeluarkan bungkusan kue
yang tadi ia beli. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni berbaring di dipan. Wulan membawa kue, menyuapi
kekasihnya. "Dipan ini sempit untuk kita berdua, kau tidur di atas, biar
aku di lantai," kata Wulan sambil mengejapkan mata.
Geni meraih tubuh kekasihnya, "Aku tak mau tidur pisah
dari kamu, kita berdua berhimpit supaya hangat. Cuma
kuharap dipan ini tidak patah atau ambruk." Ia mencium
mulut kekasihnya, tangannya merambah ke bagian dalam
kebaya. Wulan menyembunyikan wajah di dada Geni, "Kau selalu
berhasrat meniduri aku, kau menyukainya?"
"Ya tentu saja, aku tak pernah puas, aku ingin selalu
memelukmu dan bercinta denganmu."
"Apakah kau juga punya keinginan yang sama terhadap
wanita yang kau jumpai, misalnya Sekar?"
"Kenapa menanyakan Sekar pada saat seperti ini, kau
cemburu?" "Sedikit cemburu," Wulan mencium leher kekasihnya. "Aku
mau kamu jadikan isteri, isteri utama. Aku tak mau kamu
tinggal pergi. Aku mau tetap di sisimu, sampai kapan pun."
Geni menciumi wajah kekasihnya. "Sekarang ini, bahkan
sejak hari-hari kemarin, kamu sudah jadi isteriku. Dan tentu
saja aku tak akan pergi meninggalkanmu."
"Bagaimana dengan Sekar?"
"Sekar" Ia sudah kuberitahu bahwa ada seorang
perempuan yang paling kucinta, namanya Wulan"
"Lantas apa tanggapannya?"
"Ia menerima kenyataan ini, bahwa aku lebih mendahulukan Wulan, bibi dan isteriku yang montok."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Di depanku kau bicara begitu, di depan Sekar mungkin
kamu bicara sebaliknya."
"Aku akan katakan ini, mengulanginya di hadapan kalian
berdua, biar semuanya jelas."
"Tetapi Geni, usiaku lebih tua dari kamu."
"Aku tak peduli. Sudah berkali-kali kukatakan aku tak peduli
akan usiamu." Wulan mulai terangsang. Ia menciumi tubuh Geni.
Sambil me lucuti pakaian Wulan, Geni berbisik di telinga.
"Wulan, aku heran, kau mengatakan lebih tua dari aku, dan
kamu sepuluh tahun lebih muda dari paman Gajah Watu,
tetapi bagaimana mungkin kamu masih tampak seperti gadis
remaja, tubuhmu sekal, montok dan segar. Sungguh semua
orang pasti mengira usiamu masih dua puluh tahun "
Perempuan ini senang mendengar pujian dari orang yang ia
cintai. Ia memeluk Geni, "Belasan tahun lalu, dalam
pengembaraanku seorang diri, aku kebetulan berjumpa
pendeta tua dari desa Panawijen. Ia sakit parah. Aku
menolong merawatnya. Ketika sembuh ia memberiku hadiah
ilmu tenaga dalam Karma Amamadangi. Konon menurutnya


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ilmu itu hanya ia sendiri yang memilikinya, dan sudah
mewariskan kepada cucunya, Ken Dedes. Jadi aku adalah
perempuan kedua yang menerima warisan ilmu dahsyat itu.
Saat itu aku tak punya tujuan hidup, perguruanku luluh lantak,
guru dan kerabatku mati semua, aku benci setiap mengingat
Gajah Watu, aku tak mau ketemu Lembu Agra. Dan karena
guruku itu tinggal sendiri, maka aku menemaninya. Satu
tahun aku berlaku sebagai anak pungut berlatih tenaga dalam
Karma Amamadangi. Setelah satu tahun dan rampung melatih
ilmu itu, aku turun gunung."
"Karma Amamadangi, semacam ilmu tenaga dalam?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ilmu ini bisa membuat perempuan awet muda. Latihan
ditekankan pada pengendalian pikiran dan pengendalian hawa
nafsu. Dalam segala urusan harus bisa mengendalikan diri,
tidak marah, tidak sedih meskipun keadaan memaksa kita
untuk marah dan bersedih. Dalam urusan cinta kita harus bisa
mengendalikan diri dengan demikian bisa menikmati seni
bercinta, tidak asal mengumbar nafsu saja."
Geni teringat ketika ia membantu mengobati Wulan dengan
tenaga dalamnya Ia menemukan adanya gumpalan hawa
dalam tubuh kekasihnya yang sering berpindah-pindah seperti
bola. Gumpalan itu tak bisa dihancurkan, selalu melejit lari jika
dibentur tenaga Geni. Ia menceritakan dan Wulan mengiyakan
bahwa itulah hasil latihan Karma Amamadangi.
"Kata guru pendeta, Karma Amamadangi bisa menghasilkan
tenaga dalam ampuh apabila gumpalan itu bisa digempur
menyebar ke seluruh jalan darah. Tapi bagaimana caranya, ia
tak menjelaskan dan aku amat bodoh karena tak bertanya
Tetapi ia mengatakan, jika gumpalan itu pecah, khasiat awet
muda itu akan lenyap dan sebagai gantinya memperoleh
tenaga dalam mumpuni. Terus terang aku lebih suka tetap
awet muda supaya bisa melayanimu selamanya Supaya
tubuhku ini selalu merangsang birahimu."
Geni termenung. "Dalam dunia kependekaran memang
banyak keanehan yang tak terpecahkan, bahkan oleh orang
yang paling pandai pun. Aku yakin pendeta Panawijen itu tak
tahu cara menghancurkan gumpalan itu, jika tahu mungkin
sudah mengajarkannya kepadamu. Misteri itu hampir sama
dengan pengalamanku, lihat saja kalimat Parahwanta
Angentasana Dukharnawa juga tak terpecahkan."
"Aku tak mau kehilangan gumpalan itu, nanti aku cepat
keriput dan kamu akan pergi meninggalkan aku mencari gadis
yang lebih muda dan segar."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni menyusup kepalanya ke dada kekasihnya dan
menggumam lirih. "I lmu itu hebat. Pantas kamu membuat aku
kasmaran setiap terbayang tubuhmu"
Wulan berbisik di telinga kekasihnya "Katakan dengan jujur,
aku mau kamu jujur, apakah Sekar selalu memberimu
kenikmatan asmara lebih istimewa dari yang kuberikan?"
Ia meneruskan menelusuri bagian kaki Wulan, menciumi
tumit, telapak, betis dan paha sambil berkata lirih. "Kamu
hebat bibi, tapi Sekar juga tak kalah hebat. Kalian berdua
membuat aku mabuk, dan aku bisa mabuk sepanjang hari, tak
pernah bosan." Ciuman itu dan bisikan "bibi" itu membuat Wulan
merasakan api birahinya tak terbendung lagi. "Geni suatu saat
nanti orang akan tahu hubungan cinta kita, paman Padeksa
juga paman Gajah Watu, tak mungkin kita bersembunyi
selama-lamanya," Wulan berbisik.
Geni menggumam di antara nafasnyayang panas memburu.
"Aku akan minta restu guru Padeksa, dan ilmumkan bahwa
kamu sudah menjadi isteriku. Aku pura-pura tidak tahu
rahasiamu dengan Gajah Watu, dan akan minta restunya juga.
Kamu isteriku dan aku suamimu"
Dua hari berlalu. Kamar itu menjadi saksi bisu bagaimana
dua insan itu bercinta dengan gairah birahi yang begitu
mempesona. Hari itu, pagi-pagi sekak sepasang kekasih itu
berangkat menuju Mahameru, santai dan tidak bergegas.
Sepanjang perjalanan keduanya hanya membicarakan cinta
dan ilmu silat. Wulan makin menguasai jurus pusaka
Garudamukha Prasidha, ilmu silatnya maju pesat.
Hari masih siang ketika mereka tiba di hutan yang menjadi
batas desa Wajak. Dari jauh tampak gunung Mahameru
menjulang tinggi menembus awan seperti menopang langit.
Dari desa Wajak diperlukan dua hari perjalanan kaki untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sampai di lereng gunung Mahameru yang menjadi markas
perguruan Mahameru Di jalanan setapak menuju desa, Geni melihat pemandangan yang membuat hatinya gembira. Dari jauh
tampak dua orang sedang berjalan. Geni mengenali. Orang itu
jangkung, bahunya lebar dengan rambut digulung di atas
kepala. Tidak bisa mengendalikan diri lagi, Geni berteriak,
"Guru...." Dua orang itu menoleh ke belakang. Ia tak salah. Orang itu
memang guru Padeksa. Tetapi Geni merasa seperti disambar
petir mengenali lelaki di samping Padeksa. Dia, Lembu Agra.
"Celaka!" Secara naluriah Geni berteriak. "Guru, awas!"
Sambil berteriak Geni melesat dengan Waringin Sungsang.
Ia bergerak pesat, Wulan tanpa sadar ikut melesat. Tetapi
Lembu Agra lebih cepat lagi Ia memukul pinggang Padeksa.
Orangtua itu tak menyangka bakal dibokong secara keji. Tadi
sewaktu Geni berteriak memperingatkan, ia sudah bersiap
datangnya serangan musuh. Tetapi ia tak melihat adanya
musuh. Ia tak menyangka jika Lembu Agra itulah yang
dimaksud Geni. Ia tak menyangka keponakan muridnya sendiri
yang membokong. Tak pelak lagi ia terpukul, pinggangnya
kena gelontor. Ia terhuyung mundur. Dari mulutnya muntah
darah segar. Lembu Agra tidak cuma memukul satu kali.
Pukulan berikutnya menyusul ke dada Padeksa. Saat itu
Wisang Geni masih terpaut jarak agak jauh.
Padeksa dalam keadaan terhuyung-huyung masih bisa
beraksi. Ia menahan nafas sambil mengirim pukulan dengan
jurus Manusup mendahului serangan lawan. Jurus Padeksa itu
cepat dan telengas. Lagipula tak perlu tenaga besar, karena
sasarannya adalah mata. Menurut perhitungan, pukulan
Lembu Agra akan sampai lebih dahulu. Itu jelas akan melumat
habis tulang dada Padeksa, orangtua ini akan mati sehingga
jari tangannya tak akan sampai menyentuh mata Lembu Agra.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi Lembu Agra tidak yakin. Bagaimana kalau
hitungannya meleset. Pasti celaka. Ia bisa kehilangan mata.
Ini resiko cedera yang lebih mengerikan dibanding kematian
misalnya. Lembu Agra tak berani menanggung resiko, ia
mengubah jurusnya. Tadinya menggunakan Sambarataka
(Rusak, kiamat) kini diganti dengan jurus Sanvakrura (Segala
Perbuatan yang buas) keduanya dari ilmu andalan Pitu
Sopakara. Gerakannya sebat, membebaskan diri dari serangan
tusukan mata, ia lalu mengirim pukulan mematikan ke pelipis
Padeksa. Pergerakan Geni yang begitu pesat membawanya
mendekat tempat kejadian. Belum juga kaki menginjak tanah,
tanpa basa-basi lagi Geni menggelontor lawan dengan jurus
Gongkrodha. Marah, ia sangat marah, seluruh tenaga Wiwaha
membanjir keluar lewat dua tangannya. Dalam menyerang, ia
bahkan tak memikirkan lagi pertahanan. Jurus Gongkrodha
dari Garudamukha bukan jurus adu jiwa atau sama-sama
mati, tetapi tanpa sadar Geni telah mengubahnya dalam
sekejap. Dia justru mau adu jiwa, kalau perlu sama-sama mati
asalkan Padeksa lolos dari bahaya. Biasanya tangan kiri
melintang di dada untuk menjaga serangan balasan atau
untuk mengirim serangan susulan, kini Geni menggunakan
dua tangan untuk menyerang dengan tenaga Wiwahaymg
dahsyat. Serangan ini sangat dahsyat, angin pukulannya terasa di
sekeliling. Lembu Agra terkesiap. Ia tak pernah menyangka
tenaga Geni bisa sedemikian hebatnya. Geni belum tiba tetapi
hawa pukulannya mendatangkan angin maha dingin. Lembu
Agra tak berani ayal, memutar tubuh, berjongkok dan
melentingkan tubuh ke belakang. Ia melompat mundur dan
menjauh. Lembu Agra terpisah empat tombak. Mata Geni melotot
seperti hendak me lahap mentah-mentah lawannya. Saat itu
Wulan sudah berjongkok dan memeluk Padeksa. Orangtua itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kembali muntah darah segar, sudah empat kali. Lukanya
sangat parah. Wulan berseru, "Geni kau tolong paman guru,
biar aku yang hadapi bangsat keji dan pengecut ini."
Urat dan otot di tubuh Geni mengejang. Ia membalik tubuh
dan memondong Padeksa. Meraba nadi gurunya, ia tahu
nyawa orangtua itu di ujung tanduk. Tak ayal lagi, Geni
memeluk gurunya. Dada Padeksa ditempel ke dadanya,
kemudian mengerahkan tenaga dalam dingin. Itulah ilmu
pengobatan tingkat paling tinggi melalui penyaluran tenaga
dalam Namun ada bahayanya, pada saat itu tak boleh ada
gangguan. Sebab begitu ada gangguan yang menghalangi
penyaluran tenaga maka tenaga akan berbalik melukai
keduanya. Padeksa akan mati dan Geni akan menderita luka
dalam. Sekilas melirik Wulan tahu keadaan Geni dan Padeksa. Ia
harus mengulur waktu. Ia menatap tajam Lembu Agra.
"Kenapa kau melakukan perbuatan sekeji itu" Siapa kamu
sebenarnya dan apa maksudmu?"
Lembu Agra tertawa terbahak-bahak. Suaranya menggema
seantero desa dan hutan. Bulu kuduk Wulan berdiri. Ngeri
menyaksikan perubahan wajah dan watak lelaki yang dulu
dikenalnya sebagai kakak perguruan yang santun. "Tenagamu
itu, kamu tidak seperti seseorang yang tenaga dalamnya
cacat." "Aku tak pernah luka, dan aku tak pernah dipukul
Kalayawana, itu hanya cerita bohong!"
"Jadi kamu sekongkol dengan para penyerbu, mengkhianati
guru, menghancurkanmu sediri, kenapa?"
Sepasang mala Lembu Agra memancarkan rasa dendam.
"Aku harus membasmi semua mang Lemah Tulis, kecuali
kamu Wulan. Kamu akan kuperisteri, kamu akan menjadi isteri
ketua partai Turangga. Partai yang nantinya menguasai dunia
kependekaran dan diagung-agungkan orang."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wulan memandang tak percaya. Wisang Geni benar. Apa
yang diceritakan Geni semuanya benar. T etapi mimpikah dia"
Tadinya Lembu Agra begitu baik, lembut dan penuh kasih
sayang. Sifat baik itu tak ada lagi, yang tampak adalah sifat
angkara murka dan keinginan membunuh.
"Kemarilah Wulan, tetap bersama kangmas-mu ini. Kamu
akan menikmati hidup disanjung orang, semua anak buahku
akan berlutut bersimpuh di kakimu, mereka bersedia kamu
perintah meskipun harus masuk kubangan api pun. Kemarilah,
bagaimanapun juga aku tetap mencintaimu, cintaku tak
pernah akan luntur."
Wulan berteriak, "Berhenti di situ, jangan maju lagi. Kamu
maju lagi, kita adu jiwa."
"Kenapa kau begitu ketus. Kamu bukan lawanku. Tak ada
gunanya melawanku, lebih baik menjadi isteriku daripada
menjadi lawanku. Jangan kepincuk dengan bocah ingusan itu.
Aku lebih pengalaman dan lebih hebat dari Wisang Geni yang
masih ingusan itu." "Seorang pendekar harus berani berterusterang, mengapa
kamu membokong paman Padeksa, mengapa memusuhi
Lemah Tulis?" "Kamu ikutan gila! Dengar Wulan, ketika kakek gurilmu,
Rama Bakwan bersama empat muridnya dan orang-orang
Lemah Tulis lain menumpas habis perguruan Turangga,
membasmi dan membunuh orangtua dan sanak keluargaku,
semua murid perguruanku, apakah waktu itu ada yang
mempertanyakan tentang sikap pendekar" Pembasmian itu
membuat aku sengsara, anak kecil usia sepuluh tahun,
sebatangkara dan lemah di tengah kehidupan pendekar yang
keras dan kejam. Puluhan tahun aku memendam dendam ini."
Wulan mendelik. Dia gemetar menahan marah. "Jadi kamu
sudah lama menyusup ke Lemah Tulis?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lembu Agra tertawa. "Kamu cerdik Wulan, kamu mau
mengulur waktu sementara laki-laki binatang itu menolong
Padeksa. Usahamu percuma, pukulan Pitu Sopakara tak ada
obatnya, Padeksa akan mati!"
Sekali lagi Wulan terkejut. Lembu Agra benar-benar
menguasai ilmu sesat itu. "Ketika romo guru memaksa kita
berdua melarikan diri saat Lemah Tulis sudah tak mungkin
dipertahankan lagi, waktu itu romo guru mengatakan adanya
seorang murid pengkhianat yang meracuni air minum dengan
racun pelemas tulang, kamu kah pengkhianat itu?"
Agra tertawa sinis. "Huh siapa lagi kalau bukan aku. Tak
ada orang yang bisa menerobos Lemah Tulis, yang paling
mungkin adalah perbuatan orang dalam Bergawa memang
pintar, tetapi aku lebih pintar. Hari itu, saat meracuni gudang
air minum, sungguh aku bahagia. Belasan tahun aku
memendam dendam berdarah ini, pura-pura belajar ilmu silat
dari Bergawa, tetapi aku diam-diam melatih Pitu Sopakara
ilmu warisan leluhurku."
Mata Wulan merah, air mata membasahi pipinya. Ia
gemetar. Tangannya mencabut keris di pinggang. Padeksa
dan Geni yang sedang berkutat dalam proses penyembuhan
ikut mendengar semuanya. Tubuh Padeksa gemetar menahan
amarah. Geni pun tak sanggup menahan rasa gemasnya.
Inilah murid pengkhianat yang dicari-cari selama ini. Tubuh
Padeksa semakin gemetar, bergetar hebat. Geni mencelos,
gurunya dalam keadaan kritis. Mendengar

Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kisah pengkhianatan itu perhatian Padeksa terpecah. Hal ini bisa
mencelakakan mereka berdua. Geni cepat mengempos seluruh
tenaga dingin ke tubuh gurunya.
Lembu Agra tertawa. "Padeksa, percuma tak ada obatnya,
kamu akan mati, aku titip pesan agar di kubur nanti kau
beritahu Bergawa dan Branjangan apa yang kuceritakan tadi."
Wulan tak bisa mengendalikan diri lagi. Ia melesat
menyerang Agra. Keris di tangannya mematuk semua jalan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
darah kematian. Lembu Agra berkelit sambil berkata sinis.
"Kau bukan tandingku, keris itu cuma mainan anak-anak.
Lebih baik jadi isteriku, kamu sudah merasakan keperkasaanku di tempat tidur, ketika itu kamu mendesah
berteriak saking nikmatnya, kau sudah lupa itu" Wulan aku
lebih perkasa dari bocah ingusan itu!"
Wulan merasa malu sekaligus marah dan kalap. "Lelaki
jahanam ini harus kubunuh," katanya dalam hati Ia
menyerang gencar, tetapi dengan penuh perhitungan. Ini
pertarungan hidup atau mati, dan bukan hanya menyangkut
dirinya namun juga nyawa W isang Geni dan Padeksa. Dua
orang itu tak boleh diganggu. Dan semua itu tergantung pada
dirinya seorang. Seberapa lama ia bisa bertahan dan mengulur
waktu. Tetapi sampai kapan Geni bisa menyelesaikan
pekerjaannya menolong Padeksa" Wulan tak mau berpikir
lebih lanjut, ia tahu peluangnya tipis, awan kematian sudah
muncul seperti mendung tebal yang menutup cahaya mentari.
Lembu Agra juga tahu tak ada lagi sesuatu yang bisa
menghalangi kemenangannya. Ia tak bergegas. Ia menguasai
keadaan dan waktu. Ia bisa menjatuhkan hukuman mati
kapan ia mau. Ia menikmati saat-saat kemenangannya, saat di
mana dia adalah pemegang keputusan hidup dan mati orang
lain! Ia telah memutuskan Geni dan Padeksa mati! Wulan
harus hidup! Wulan bertarung dengan tekad bulat. Ia tahu kepandaian
lawan lebih unggul. Karenanya ia lebih mementingkan
bertahan ketimbang menyerang. Yang perlu baginya adalah
mengulur waktu sampai Geni selesai menolong Padeksa. Ia
tak peduli seandainya harus bertarung sampai titik darah
penghabisan, sampai ajal menjemputnya. Pikiran
ini membuatnya lebih tenang. Geni melihat perkembangan yang tidak menguntungkan
pihaknya. Padeksa sudah agak lumayan tetapikeadaanya
masih kritis. Kesalahan sekecil apa pun, bisa menyebabkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gurunya tewas. Ia tak mungkin menghentikan pengobatan. Ia
juga tahu, Lembu Agra memegang kendali waktu. Begitu Agra
menyerang, Wulan pasti akan kalah.
"Rupanya kau masih saja menyukai bocah ingusan itu.
Padahal dewa sudah menetapkan kamu akan menjadi isteriku.
Mau atau tidak mau, kamu akan kupaksa! Sekarang kamu
harus menjadi milikku! Awas serangan!"
Hawa pukulannya menebar bau bacin. Serangan ganas.
Tetapi pada batas-batas tertentu ia menahan diri agar tidak
melukai Wulan. Hal ini tentu saja sangat membantu Wulan
meski dalam hati ia sangat marah lantaran dipandang remeh.
Wulan mengerahkan segenap kemampuan. Ia tak lagi
memikirkan hidup. Lebih baik mati daripada tertawan hidup-
hidup. Duapuluh jurus berlalu. Wulan mulai terdesak mundur
ke arah Geni. Jarak dengan Geni semakin dekat, hanya
terpaut satu kaki. Suatu saat ketika Wulan mengelak dengan
gerakan menyamping, Lembu Agra menggunakan peluang
dengan melepas pukulan ke arah Geni. Wulan terkesiap. Ia tak
bisa menolong karena terpisah oleh jarak. Secara naluriah ia
menyambit kerisnya ke dada lawan. Lembu Agra tak peduli,
tetap menyerang Geni, pikirnya sekali pukul Geni dan Padeksa
modar. Keris itu bergerak lurus mengeluarkan kesiuran angin
keras. Mendadak saja Lembu Agra menjerit. Ia melompat
mundur. Matanya melotot menatap Geni. Dahi dan mulutnya
mengeluarkan darah. Ia bahkan meludahkan dua giginya yang
patah. Apa yang terjadi"
Tadi pada saat Lembu Agra menyerang. Geni sebenarnya
sudah pasrah. Lantas matanya sempat melihat empat butir
batu tergeletak di tanah dekat tangannya. Ia berlaku nekad.
Tak ada bedanya ia tetap akan mati, kecuali jika peluang ini
bisa dimanfaatkan. Ia memindahkan se luruh tenaga ke tangan
kanan yang memeluk Padeksa, tangan kiri yang tak bertenaga
turun, meraup empat kerikil. Lalu tenaganya dikembalikan
pada posisi sebelumnya, jeriji tangan kiri menyentil ke arah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lawan. Semua gerakan dilakukan dengan cepat dan tepat.
Tenaga Wiwaha memperlihatkan keajaiban.
Lembu Agra tak mengira Geni bisa menyerang. Dua batu
pertama dengan tepat menghantam dahi dan mulurnya. Agra
terkejut bagai disambar halilintar. Tetapi ia hebat, ia bisa
mengelak dua batu susulan begitupun lemparan keris Wulan.
Untung bagi Agra, sentilan itu tidak sempat menggunakan
tenaga sepenuhnya, hanya sebagian tenaga saja. Meskipun
demikian cukup membuat semangat Agra terbang sesaat. Ia
kalap. "Kubunuh kamu anak jahanam!"
Saat itu Wulan sudah bergerak menghadang di depan Geni.
Kali ini Agra menyerang dengan jurus ganas dan tenaga
penuh, ia cuma ingin me lumat mati Geni dan Padeksa. Mati
dengan sekali pukul. Ia melihat Wulan menghadang, tetapi ia
tak bisa lagi menarik pukulannya yang bertenaga besar.
Pukulan itu akan melanda Wulan terlebih dahulu, baru
menyusul Geni dan Padeksa.
Di saat kritis itu, Geni memegang tumit Wulan sambil
berbisik, "Wulan mainkan jurus Mangapeksa.
Wulan sedang bingung. Ia mendengar bisikan Geni, tetapi
bisikan Mangapeksa (Menanti) didengarnya sebagai Agniwisa
(bisa api). Dua jurus itu agak mirip sebutannya. Jurus
Mangapeksa dari Garudamukha adalah jurus menanti
serangan untuk kemudian mengirim serangan balik. Sedang
jurus Agniwisa adalah tamparan kemarahan dari Garudamukha Prasidha. Pada saat Wulan memainkan jurus Agniwisa saat
bersamaan tenaga maha panas Geni sudah menerobos melalui
tumit kakinya merangsak ke seluruh tubuh dan bermuara pada
dua tangan yang sedang memukul. Akibatnya luar biasa.
Lembu Agra mengeluh dan terpukul mundur dua langkah.
Matanya kunang-kunang, tubuhnya terasa panas seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terbakar matahari terik. Kalau saja dia tidak cepat melangkah
mundur menyeimbangkan pukulan, bisa-bisa dia terluka.
Ini gila bagaimana mungkin Wulan mendadak bisa punya
tenaga sehebat itu. Dari mana datangnya tenaga Wulan itu"
Dan jurus apa tadi yang digunakan Wulan, jurus aneh tetapi
sangat ampuh" Dia memang tak pernah mengenal dan belum
sempat mempelajari Garudamurkha Prasidha yang handal itu.
Mata Lembu Agra menangkap sebab musababnya. Tangan
Wisang Geni memegang tumit kaki Wulan. Rupanya dari situ
Wulan memperoleh tenaga besar itu.
Tetapi ia tetap saja heran, tak mungkin ada kejadian aneh
begitu. Geni sedang menolong Padeksa dengan pengerahan
tenaga dalam, tak mungkin bisa membantu tenaga dalam
lewat tumit kaki Wulan. Karena begitu Geni mengalihkan
sedikit saja perhatian apalagi tenaga dalamnya ke tempat lain,
maka Padeksa akan muntah darah. Dan Geni pun akan
menderita luka dalam yang parah akibat tenaga dalamnya
yang memukul balik. Bukan cuma Lembu Agra yang heran, Geni dan Wulan pun
tak habis heran. Tadi sebenarnya ketika Geni menyambit
dengan batu, ia berlaku nekad lantaran keadaan kritis. Pada
pikirnya ia pasti akan mendapat luka dalam karena
mengalihkan tenaga dengan menyambitkan batu. Tetapi aneh,
kenyataannya ia sama sekali tidak luka. Itu sebabnya Geni
kembali berlaku nekad, untung-untungan. Pikirnya, serangan
Agra sudah pasti akan menelan korban, bukan cuma Wulan
saja bahkan dia dan Padeksa pun ikut tewas. Apa salahnya
kalau adu untung, siapa tahu kejadian seperti tadi terulang
kembali" Ternyata tak ada tenaga membalik yang melukai tubuhnya.
Tentu saja Geni heran sekaligus gembira. Ini penemuan aneh,
suatu bukti hebatnya tenaga Wiwaha yang diwarisinya dari
pendekar Lalawa. Sekarang ia tahu, tenaga Wiwaha panas dan
dingin sudah menyatu dalam tubuhnya tetapi pada saat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertentu bisa memisahkan satu sama lain. T enaga dingin tetap
membantu Padeksa, sementara tenaga panas membantu
Wulan menghadapi tenaga Lembu Agra
Keajaiban Wiwaha itu telah menolong Geni. Kesalahan
Wulan mendengar bisikan Geni sehingga melancarkan jurus
Agniwisa dari ilmu Prasidha juga bagian dari keberuntungan.
Dua keberuntungan ini tak hanya menolong Wulan, Geni dan
Padeksa dari bahaya maut tetapi juga memukul mundur
Lembu Agra Memang aneh. Tadinya Geni apalagi Wulan, tak bisa
memainkan jurus Prasidha dengan pengerahan tenaga penuh
lantaran intisari kalimat Parahwanta Angentasana Dukharnawa
belum terserap. Tetapi kenapa tadi itu jurus Agniwisa bisa
dima inkan dengan tenaga penuh, tenaga panas Wiwahayang
sampai memukul mundur Lembu Agra
Sebabnya tidak lain karena Prasidha pada prinsipnya adalah
ilmu meminjam tenaga dari luar yang diolah dengan tambahan
tenaga sendiri menjadi serangan balik. Dan karena Wulan
yang memainkan jurus sedang tenaganya adalah tenaga Geni,
maka jurus itu bisa dimainkan sempurna dengan tenaga
penuh. Sayang sekali Geni tidak mengerti sebab musabab
keberhasilan jurus tadi, dan ia pun tak punya waktu
memikirkan keberhasilan dan keajaiban tadi. Lembu Agra pun
tak mau berpikir mencari tahu sebab musabab jurus yang
membuat ia terpukul mundur.
Lembu Agra melotot. Ia bisa menebak sebagian saja. Ia
tahu di belakang Wulan ada tenaga Geni. Artinya kalau ia
menyerang hebat maka ia akan adu tenaga batin dengan
Geni. Dalam hal ini Wulan pasti tak akan terluka. Ia memang
tak mau Wulan sampai luka parah atau tewas. "Tetapi
kalaupun Wulan sampai terluka ya apa boleh buat.
Bagaimanapun juga aku harus tuntaskan urusan ini. Kalau
Geni dan Padeksatak kubunuh sekarang, kelak mereka akan
menjadi musuh berat. Mumpung sekarang ada kesempatan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berpikir demikian Lembu Agra segera melangsir serangan
dahsyat Salah satu jurus paling mematikan dari Pitu
Sopakarayakm Taragnyana (Penenung yang mendatangkan
penyakit). Jurus ini mengandung sihir ilmu hitam, membuat
lawan terpesona padahal justru terancam kematian. Hawa
pukulan Lembu Agra yang berbau bacin telah menenung
Wulan, membuat perempuan ini terlena. Pada saat kritis itu
Geni berteriak. "Gunakan Sanakanilamarta"
Wulan yang sedang tertegun, kaget mendengar bentakan
Geni. Suara itu menerobos menghantam gendang telinganya
menggugah sarafnya. Bagai robot Wulan segera mainkan
Sanakanilamarta (Sebesar angin yang terkecil) salah satu jurus
dari Garudamukha Prasidha itu. Terdengar benturan tenaga.
Lembu Agra terhuyung mundur empat langkah. Ia tak
percaya. Ia memandang Geni dan Wulan bergantian. Matanya
merah beringas tetapi wajahnya pucat. Dari mulutnya
menetes darah. Tanpa sepatah kata pun ia berbalik tubuh dan
kabur. Geni melepas pegangan pada tumit Wulan, menarik pulang
tenaganya. Wulan seperti kehilangan tenaga, jatuh terduduk
lemas. Ia mendelong memandang Geni. Lelaki ini tersenyum,
kemudian memejamkan mata, memusatkan perhatian pada
Padeksa. Kejadian begitu mengejutkan, serba cepat dan dadakan.
Tarung tadi sangat mencekam telah membuat Wulan lemas.
Ia lelah, tenaganya terkuras banyak. Batinnya juga terpukul.
Memang ia tidak mencintai Agra, tetapi kenyataan kakak
perguruan yang bersamanya belajar ilmu silat di Lemah Tulis,
ternyata seorang pengkhianat dan pengecut rendah, sangat
memukul batinnya. Tadinya ia sulit percaya Lembu Agra adalah penyusup dari
partai Turangga, yang punya niatan jahat menghancurkan
Lemah Tulis dan semua orang-orangnya. Tetapi kenyataan itu
sulit dipungkiri. Lembu Agra adalah pengkhianat kotor yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
moralnya lebih rendah dari binatang melata. Wulan sangat
terpukul, karena ia pernah berpikir akan menerima lamaran
Agra dan menjadi isterinya. Apa jadinya kalau sampai
kejadian. Apa yang akan diperbuatnya jika di belakang hari ia
mengetahui suaminya adalah pengkhianat yang telah
mencelakakan gurunya dan seisi perdikan Lemah Tulis. Diam-
diam ia bergidik, bulu romanya berdiri, tubuhnya menggigil.
Membuang pikiran tadi, ia menatap Wisang Geni. Dilihatnya
lelaki itu sedang memejam mata, tangannya nempel di dada
Padeksa. Ia takjub mendengar suara nafas Geni yang teratur,
hilang dan timbul, lembut dan perlahan. Pertanda tenaga
dalamnya sulit diukur. Setahu Wulan, hanya mendiang
gurunya saja yang tenaga dalamnya mumpuni seperti itu.
Wulan menoleh ke Padeksa yang masih berada di pangkuan
Wisang Geni. Orangtua itu kelihatan membaik. Matanya
terpejam. Nafasnya teratur meskipun kadang tersendat.
Wajahnya yang tadinya pucat bagaikan mayat kini mulai
memerah dan berkeringat Wulan menghela nafas lega Ia memandang kekasihnya
dengan mata berkaca-kaca Ia merasa semakin mencintai lelaki


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu, c intanya makin subur. "Sungguh, aku tak bisa hidup tanpa
dia," gumamnya dalam hati. Ia memejamkan mata, semedi,
menghimpun semua tenaganyayang sudah cerai-berai
disebabkan pertarungan keras dan pertentangan batin dalam
dirinya Matahari mulai doyong ke Barat. Wulan sudah selesai
semedi. Ia bangkit dari duduk, melonjorkan kaki dan tangan.
Tubuhnya terasa segar. Ia melirik Geni dan Padeksa Geni tak
lagi memeluk sang guru. Posisinya berubah. Padeksa sudah
bisa duduk bersila Geni bersila di belakang gurunya, dua
tangan menempel di punggung gurunya Keduanya masih
memejam mata Tidak lama kemudian ketika matahari sudah hampir
tenggelam dan hari sudah mulai gelap, dua orang itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuka matanya "Guru, bagaimana keadaanmu sekarang?"
Geni bertanya "Lumayan, sudah membaik."
"Guru, racun pukulan itu sudah keluar semuanya Keadaan
sudah tidak berbahaya lagi, tetapi masih butuh waktu untuk
memulihkan tenagamu. Aku akan membuat ramuan yang
harus di minum." Padeksa menghela nafas. Wajahnya tampak kesal. "Tak
kusangka justru Lembu Agra, murid yang berkhianat itu. Geni
tadi kamu berteriak memperingatkan aku, dari mana kau tahu
bahwa dia akan membokong aku?"
Agak tersendat Wisang Geni menceritakan kejadian ketika
ia secara kebetulan mengintai pertemuan partai Turangga.
Namun ia tidak menceritakan bagian yang melibatkan Wulan.
Belum waktunya, pikir Geni.
Melihat paman gurunya sudah sehat, Wulan menghampiri
memberi sungkem "Terimalah sungkem keponakan muridmu,
Walang Wulan. Paman, tadinya aku juga sulit mempercayai
bahwa Lembu Agra adalah pengkhianat busuk itu."
"Kamu tidak salah, mungkin aku juga sulit mempercayai
Geni karena tampaknya mustahil. Tidak mungkin Lembu Agra
berkhianat Tetapi pada akhirnya kebenaran pun muncul.
Rahasia siapa pengkhianat itu terungkap lewat pengakuannya
sendiri." Dia menoleh memandang Geni dengan pandangan
menyelidik. "Tenaga dalammu sangat tinggi dan aku yakin itu
bukan pengajaran dari Lemah Tulis, dari mana kau pelajari
itu?" Suaranya tegas berwibawa. Memang ada peraturan Lemah
Tulis, bahkan mungkin di semua perguruan pada masa itu,
seorang murid dilarang belajar ilmu silat dari orang lain tanpa
seijin gurunya. Geni merunduk. Ia menceritakan semua
pengalaman sejak luka parah oleh Kalayawana dan dua
pendekar India, kemudian terdampar di lembah kera dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempelajari tenaga Wiwaha-warisan pendekar tanpa tanding
Lalawa. Padeksa mendengar cermat bahkan juga bagian Geni
menemukan tari K inanti yang menyempurnakan Garudamukha
Prasidha jurus pusaka Lemah Tulis. "Sudah suratan Dewa! Tak
salah firasatku!" Sepasang kekasih memandang orangtua itu dengan heran,
tak mengerti Padeksa tertawa. Suaranya ringan, tidak
bertenaga karena tubuhnya masih lemah. "Kamu sudah
disuratkan Dewa akan tampil sebagai penyelamat Lemah Tulis.
Aku yakin sekarang, kamulah Wisang Geni, murid yang akan
membangun kembali kejayaan perguruan, mengangkat Lemah
Tulis dari keterpurukan sekian lama ini. Kalau kau tunaikan
baktimu untuk perguruan dan menuntaskan semua tugasmu,
aku akan mati puas. Tidak percuma aku mendidikmu."
Wisang Geni menjatuhkan diri berlutut di hadapan gurunya,
memegang lutut gurunya. "Guru, aku tidak berani...."
Kalimat itu tidak selesa i karena Padeksa memotong.
"Berdiri Geni, berdirilah dan terima tugasmu dengan jantan.
Seorang lelaki sejati, pendekar sejati, tak akan pernah
menolak tugas seberat apa pun yang diberikan kepadanya.
Sekarang kamu masih memanggil aku sebagai guru, tetapi tak
lama lagi kau akan menjadi ketua Lemah Tulis. Aku hanya
perlu berjumpa dengan dimas Gajah Watu untuk menjelaskan
persoalan ini. Ia pasti setuju!"
Mendengar nama Gajah Watu disebut mendatangkan
perasaan berbeda dalam sanubari sepasang kekasih itu. Wulan
merasa kikuk, bagaimana menghadapi Gajah Watu yang
pernah melampiaskan nafsu bejat menikmati tubuhnya. Geni
senang lantaran bisa menceritakan pertemuannya dengan
paman gurunya itu. Tak lupa ia menceritakan pengalaman
Gajah Watu yang didengarnya sendiri dari cerita paman
guruku. Malam hari ketiganya menginap di rumah salah
seorang penduduk di batas desa. Keadaan Padeksa membaik.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lukanya sembuh hanya tinggal tenaganya saja yang belum
pulih. Geni memperkirakan tiga bulan lagi baru tenaga sang
guru bisa pulih. Pertemuan dengan Padeksa dimanfaatkan dua sejoli itu
untuk bertanya segala sesuatu tentang ilmu silat terutama
menyangkut Garudamukha Prasidha. Tapi dari Padeksa tidak
banyak yang bisa diperoleh. Hal ini semakin membuat Wisang
Geni penasaran. Kenapa Prasidha tak bisa dimainkan, kenapa
begitu sulit" "Ilmu kelas atas, sulit dipelajari, apalagi ilmu pusaka
perguruan kita. Banyak ilmu yang untuk mempelajarinya harus
menyita seluruh ilmur kita. Itu sebab mengapa banyak orang
tersesat atau mati saat berlatih lantaran bernafsu menguasai
ilmu. Padahal tak seharusnya demikian. Ilmu itu harus
dipelajari dengan tekun, teliti dan penuh kesabaran," kata
Padeksa "Guru, jurus Prasidha itu tak bisa dima inkan dengan tenaga
dalam sepenuhnya. Aku dan Wulan tak pernah bosan
mencoba tetapi selalu gagal. Mungkin lantaran belum
memahami makna kalimat Parahwanta Angentasana Duk.harnawa maka aku tak bisa memainkan Prasidha dengan
tenaga penuh." "Ada lagi yang aneh, tadi ketika terdesak, aku memegang
tumit Wulan, mengerahkan segenap tenaga Wiwaha dan
hasilnya bagus, pukulan Prasidha telah me lukai Lembu Agra
Tenagaku bisa keluar sempurna melalui tubuh Wulan, tetapi
aku tak bisa memainkannya dengan tenagaku sendiri, ini
sungguh aneh, guru?"
Kemudian Padeksa menyuruh Geni memainkan Garudamukha Prasidha. Orangtua itu membayangkan kembali
penuturan Manjangan Puguh yang pernah me lihat jurus
Prasidha ketika Eyang Sepuh Suryajagad merobohkan
pendekar Lahagawe. T api Padeksa bagai membentur tembok,
makna kalimat Parahwanta A ngentasana Dukharnawa sebagai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
inti pemahaman jurus Garudamukha Prasidha tetap tak bisa
ditembus. "Guru, apa hebatnya ilmu Pita Sopakara dan kenapa
hawa pukulannya berbau busuk" Tadi Wulan bersikap aneh, ia
seperti ditenung ketika diserang Lembu Agra. Mungkinkah
jurus itu mengandung sihir ilmu hitam?"
"Semua ilmu pada mulanya bersih tetapi bila jatuh di
tangan orang jahat akan berubah menjadi ilmu yang
membinasakan. Bila jatuh ke tangan orang bersih akan
digunakan untuk membela keadilan. Ilmu Pita Sopakara pada
mulanya diciptakan seorang pendeta asal India sekitar duar
atus tahun lalu. Aku tidak tahu persis ilmu itu, tapi konon ada
tujuh tingkatan untuk mencapai kesempurnaan. Entah
bagaimana ilmu itu jatuh ke tangan seorang pendekar
kalangan hitam bernama Turangga. Ia sakti luar biasa, konon
ia sampai di tingkat tujuh. Di tangan Turangga, ilmu itu
menjadi senjata pembunuh yang mengerikan. Ia menggabungkan unsur racun dan sihir ke dalam ilmu Pita
Sopakara yang tadinya begitu lurus dan bersih."
"Kenapa ia begitu mendendam Lemah Tulis?"
"Itu permusuhan turun temurun. Dalam pertarungan
terbuka, satu lawan satu, Turangga babak belur dihajar Eyang
Harsa, kakek guruku yang menggunakan jurus Prasidha. Ia
luka parah, sebelum kabur ia bersumpah akan balas dendam
Tapi ia mati satu bulan kemudian. Di belakang hari putranya
yang bernama Nanggala mendirikan partai Turangga. tapi
kegiatan partai ini tak banyak diketahui ilmum Belakangan dua
putranya Pasek dan Tampi sering muncul dan membuat
kejahatan. Akhirnya guruku, Rama Belawan bersama kami
berempat dan beberapa pendekar menyerbu dan menghancurkan sarang partai T urangga."
Wisang Geni mengerutkan dahi. "Tetapi guru, aku tak
mengerti kenapa Lembu Agra bisa menjadi murid di Lemah
Tulis, apakah tak seorang pun mengenalnya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagaimana sampai Lembu Agra bisa menyusup menjadi
murid Lemah Tulis, itu cerita lain. Suatu hari kakang Bergawa
mendapat kunjungan seorang bocah berusia sepuluh tahun
yang ngotot minta diterima sebagai murid Lima hari lima
malam ia tidak beranjak ditimpa panas dan hujan, tidak
makan dan tidak minum Ia bertekad mati di pintu masuk
perdikan Lemah Tulis apabila tak diterima sebagai rnund
kakang Bergawa. Memang benar kata pepatah, kalau mau
menerima murid kita harus tahu latar belakang dan sejarah
keluarganya. Bocah itu dikenal kemudian sebagai Lembu
Agra." Padeksa menghela nafas panjang menyesali masa lalu.
"Paman, kita harus memberitahu paman Gajah Watu agar
terhindar dari bokongan Lembu Agra."
"Tapi di mana menemukan dimas Gajah Watu" Semoga kita
menemukannya di pertemuan Mahameru."
"Guru, kau ikut ke Mahameru?"
"Ya kenapa tidak" Semua orang ingin menyaksikan
pemenang yang menyandang gelar lima pendekar paling agul
di tanah Jawa. Kenapa" Kamu khawatir akan keselamatanku?"
"Tetapi kalau jumpa musuh-musuhmu, sedang kau belum
sembuh, hal ini bisa menyulitkanmu, guru."
"Geni, semua yang hidup ini akan mati. Tak ada kecualinya.
Aku sudah lama hidup. Aku tidak menyesal kalau harus mati
sekarang, apalagi setelah tahu Lemah Tulis sudah punya ahli
waris sejati. Aku ingin menyaksikan adu ilmu silat itu, kupikir
semua pendekar akan tumpah ruah di Mahameru. Tak usah
khawatir akan diriku. Biarlah, apa yang harus terjadi,
terjadilah." Apa yang dikatakan Padeksa benar semata. Seluruh
pendekar tanah Jawa akan tumpah ruah di Mahameru
menyaksikan perebutan gengsi yang paling jago di tanah
Jawa. Para pendekar kalangan atas sejak jauh hari
mempersiapkan diri untuk tarung adu ilmu. Semua orang yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bergelut di dunia persilatan akan hadir, baik dari kalangan
lurus maupun golongan hitam.
Bagi pendekar sejati, pertemuan Mahameru bukan hanya
ingin menjadi yang paling jago di tanah Jawa, juga untuk
menyumbang darma bakti membela gengsi tanah Jawa dari
tantangan pendekar daratan Cina.
Perdikan Mahameru sudah berusia lebih dari dua abad dan
yang selalu melahirkan pendekar-pendekar ternama. Murid
Mahameru tidak hanya dikenal sebagai pendekar berilmu
tinggi, tetapi dilengkapi budi pekerti luhur yang menjunjung
nilai kependekaran di atas segalanya. Mahameru adalah
perguruan besar dengan anak murid yang terbilang ratusan
orang. Namun sebesar apa kekuatan yang sebenarnya, orang
sulit menduga. Hampir selama duaratus tahun pendekar-pendekar Mahameru malang melintang tanpa tandingan dan menjadi
yang paling disegani di tanah Jawa. Seiring berkembang dan
makin harumnya perguruan Mahameru, muncul perguruan Lemah Tulis yang didirikan
oleh pendeta Mpu Bharadha.
Persaingan antara dua perguruan ini makin hari makin
memuncak. Hal ini dimanfaatkan oleh sebagian orang dari
kalangan hitam, terutama mereka yang pernah merasakan
pahitnya dihajar para pendekar dua perguruan tersebut. Intrik
dan siasat licik dirancang khusus untuk mengadu dua
kekuatan besar itu makin lama makin tampak hasilnya. Tanpa
sadar murid-murid dua perguruan itu makin hari makin
tersuruk masuk ke lubang permusuhan yang sulit dicari jalan
keluarnya. Klimaksnya terjadi kira-kira empatpuluh tahun lalu. Pendeta
Mahisa Lanang, guru besar Mahameru mengundang Rama
Bakwan dari Lemah Tulis untuk adu ilmu silat. Waktu itu
hampir semua pendekar ternama di tanah Jawa hadir untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyaksikan siapa yang lebih piawai di antara dua pendekar
hebat itu. T api semua orang kecewa, ternyata Mahisa Lanang
dan Rama Balawan justru menjalin persahabatan.
Sejak itu ada semacam perjanjian tak tertulis, anak murid
Lemah Tulis dilarang tarung lawan murid Mahameru, begitu
sebaliknya. Siapa melanggar aturan ini, akan dihukum oleh
gurunya sendiri. Perjanjian itu masih berlaku sampai hari-hari


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di masa kepemimpinan pendeta Macukunda dan Bergawa.
Tetapi malapetaka yang menghancurkan Lemah Tulis telah
mengubah jalan sejarah. Maliameru merasa menjadi
perguruan tanpa tanding. Hal itu pun tak dapat dipungkiri oleh
sekalian ahli silat. Tak seorang pun yang ragu bahwa di balik
kerimbunan pepohonan di gunung Mahameru bersembunyi
banyak pendekar jago. Itu sebab, mereka menganggap
Mahameru pantas menjadi pelopor pertemuan sesama
pendekar tanah Jawa untuk mencari lima pendekar paling jago
yang mewakili tanah Jawa menghadapi tantangan jago-jago
daratan Cina. Dari jauh tampak gunung Mahameru bagai menyundul
langit. Seperti gunung tak bermahkota, puncaknya tersembunyi di antara semaraknya awan, ada suatu kekuatan
raksasa yang terpendam di dalamnya. Mahameru hanya
sebuah gunung, tapi bukan sekedar gunung.
Hari itu Mahameru dikunjungi banyak tamu. Tak pernah
sebanyak itu sebelumnya. Orang-orang itu mendaki lereng
Selatan dengan membisu seribu bahasa. Kawan dengan
kawan tak saling tegur. Kawan dan lawan pun pura-pura tak
kenal. Dari dandanan maupun gerak, lak salah lagi hampir
semua tamu adalah mereka yang menguasai ilmu silat.
Meskipun ada beberapa orang awam ikut datang untuk
menonton keramaian atau pedagang yang menjual makanan
dan minuman. Hampir seluruh penjuru tanah Jawa mengetahui adanya
perang tanding adu kepandaian untuk memilih lima pendekar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
paling jago di tanah Jawa. Hari itu orang mulai berdatangan,
meskipun hari pertarungan baru akan dimulai dua hari lagi.
Wisang Geni bertiga Padeksa dan Wulan mendaki lereng
dengan tak bergegas. Keadaan Padeksa yang belum bisa
mengerahkan tenaga berlebihan membuat perjalanan tiga
orang itu cukup lambat. Banyak orang yang mendahului
mereka terutama yang bergegas.
Selama dua hari berkumpul bersama, baik Wisang Geni
maupun Wulan tak berani menampakkan perasaan cinta.
Takut ketahuan Padeksa. Tetapi mata Padeksa tak bisa
tertipu. Ia lebih menangkap getaran cinta yang terpancar dari
mata dua sejoli itu. Padeksa merasa gundah dan agak bingung
begitu ia yakin bahwa Wisang Geni dan Wulan saling
mencintai. Hubungan ini tidak biasanya, Wisang Geni adalah putra
Gajah Kuning dan Sukesih. Sedang Walang Wulan adalah
saudara perguruan dengan Gajah Kuning dan Sukesih. Itu
artinya Wisang Geni adalah keponakan muridnya Wulan.
Padeksa penasaran. Tangan kanannya meraih tangan
Wisang Geni, satu lainnya memegang Wulan. Sambil tetap
berjalan ia bertanya, "Aku tahu kalian saling mencintai, tapi
sadarkah kalian, hubungan karian sebagai bibi guru dan
keponakan murid, bagaimana mungkin bisa menjalin
percintaan, ini tidak laz im, sesuatu yang akan menjadi bahan
gunjing dan tertawaan orang?"
Wisang Geni tidak menyangka pertanyaan itu begitu
langsung dan mendadak ditanyakan. Apalagi Wulan. Keduanya
tergugu, tak bisa menjawab. "Wulan, kau sebagai yang lebih
tua, jawablah!" "A...a ...aku..." Wulan gugup sehingga tak mampu
menjawab. Ia memang sudah lama membayangkan kejadian
seperti ini, bahwa guru dan sesepuh perguruan Lemah Tulis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan mempertanyakan hubungan ini. Tetapi ketika menjadi
kenyataan, ia bahkan tak siap untuk menjawabnya.
Secara naluriah timbul keberanian W isang Geni melihat
kekasihnya dipersalahkan. "Guru, aku yang bertanggung
jawab. Wulan sekarang sudah menjadi isteriku. Maafkan aku,
ampuni aku, karena belum minta restu dari guru. Kalau itu
salah, aku terima salah, hukum atau bunuhlah aku. Tapi
menurutku tidak salah, hubungan itu bisa ada, dan bisa juga
tiada. Tergantung dari mana kita memandangnya."
Padeksa menghentikan langkahnya sejenak kemudian
melangkah lagi. "Bisa ada, bisa juga tiada, Geni, coba jelaskan
padaku!" Semangat Geni tergugah melihat gurunya bersikap biasa.
Tadinya ia membayangkan Padeksa akan marah. "Hari ini aku
harus jelaskan semuanya, hari ini aku menang atau aku kalah.
Kalau saja ia merestui hubungan ini, maka segalanya akan
mudah," pikirnya. Geni mengumpulkan segala keberaniannya. Di dunia ini
hanya Padeksa saja yang ia segani. Padeksa sudah seperti
ayah, kakek, guru, sahabat dan teman sepermainan. Padeksa
yang mendidiknya sejak kecil.
Tiba-tiba Geni menjatuhkan diri, sungkem "Guru, aku tak
mengingkari jasa ayah dan paman Gubar Baleman mendidikku
dari kecil. Tapi sesungguhnya, hanya kau dan guru Manjangan
Puguh yang resmi sebagai guruku. Sewaktu kecil aku
memanggilmu kakek, bahkan sampai sekarang pun terkadang
menyebutmu kakek. Tetapi yang sebenarnya kau adalah
guruku, aku selalu harus memanggilmu guru, kau adalah
guruku meski kau lebih suka mengakui aku sebagai cucu
murid. Aku mohon demi ayah dan ibuku, akuilah aku sebagai
muridmu dan ilmumkan kepada semua murid Lemah Tulis
termasuk kepada paman Gajah Watu, bahwa secara resmi aku
adalah muridmu, murid tunggal."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Padeksa tercengang ia tak mengerti maksud permohonan
Geni. Tetapi Wulan mengerti. Ia bisa menebak jalan pikiran
Geni. Ia ikut berlutut di samping Geni. "Paman guru, Wisang
Geni pantas dan layak menjadi muridmu, terima lah
permohonannya. Dia tak akan mengecewakanmu, paman."
Awal mulanya heran, lama-lama Padeksa mulai mengerti.
Ia tahu dengan mengakui Geni sebagai muridnya, berarti
hubungan dua orang muda itu berubah. Dari hubungan bibi
guru dan keponakan murid berubah menjadi hubungan
sesama saudara perguruan. Padeksa tertawa. Ia terpingkal-
pingkal sampai keluar airmata.
Orang-orang yang lalu lalang di sekitar lereng gunung
memandang heran. Geni dan Wulan tak berani mengangkat
kepala meski tak mengerti apa sebab Padeksa tertawa.
Setelah puas tertawa, Padeksa kemudian memegang kepala
Geni. "Seilmur hidupku, baru hari ini aku tertawa puas. Baiklah
Wsang Geni mulai hari ini kamu resmi menjadi muridku dan
kamu adalah satu-satunya murid Padeksa, kamu adalah satu-
satunya murid Pradheksa karena aku tidak punya murid lain."
Bukan kepalang senangnya Geni dan Wulan. Serentak
keduanya memegang dan mencium tangan Padeksa.
Sekonyong-konyong terdengar orang bertepuk tangan.
Padeksa menoleh. Geni dan Wulan melompat, berdiri dan
bersiap. Padeksa berseru perlahan, setengah tak percaya
siapa yang dilihatnya. "Dimas Watu!"
Ada belasan orang berjajar di pinggir jalan. Seorang di
antaranya, Gajah Watu maju, menghambur dan merangkul
Padeksa. Tiba-tiba Gajah Watu mundur selangkah, memandang kakak perguruannya. "Kangmas, kau luka?"
"Ya, aku dibokong Lembu Agra!"
"Apa katamu" Lembu Agra?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, Lembu Agra murid kangmas Bergawa, dialah
pengkhianat yang disebut-sebut meracuni gudang makanan
dan air minum perguruan kita. Ceritanya panjang, adikku."
Pertemuan yang tak disangka-sangka itu cukup menggembirakan semua orang. Bersama Gajah Watu adalah
Ranggawuni, Mahisa Campaka dan Waning Hyun serta
delapan pendekar Tumapel. Yang seorang lagi dikenal sebagai
Sang Pamegat, tokoh sakti yang serba misterius.
Geni dan Wulan memberi hormat kepada Gajah Watu.
Tampak oleh Geni mata Gajah Watu yang penuh penyesalan
bercampur malu ketika menerima sungkem Walang Wulan.
Agak serak suara Gajah Watu ketika mengucap kata maaf.
"Sudah lama tak pernah ketemu, Wulan, maafkan aku,
maafkan pamanmu ini."
Walang Wulan tetap merunduk, tak berani dan enggan
melihat wajah paman gurunya itu. Ia masih membayang
perlakuan lelaki itu setiap menikmati pelampiasan birahi atas
tubuhnya. Ada rasa jijik di mata Wulan dan ia tak ingin
memperlihatkan rasa jijik itu kepada paman gurunya itu. Ia
tetap merunduk dan tak bersuara. Adalah Geni yang berkata,
"Paman Gajah Watu, sekarang ini aku adalah murid resmi
guru Padeksa dan Walang Wulan sudah menjadi isteriku, aku
minta restilmu paman."
Gajah Watu memandang Padeksa yang tampak manggut-
manggut. T ak ayal lagi, Gajah Watu pun memberi restu. "Aku
merestui kalian, Wisang Geni dan Walang Wulan sebagai
suami isteri. Semoga kalian hidup berbahagia selamanya." Tak
hanya dua sesepuh itu, Waning Hyun dan rombongan juga
memberi ucapan selamat berbahagia.
Wisang Geni menggenggam tangan Walang Wulan. Pada
akhirnya semua beres, semua persoalan yang mengganjal
telah disingkirkan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka kini resmi diakui sebagai suami isteri. Restu dari
Gajah Watu juga sangat penting dan kuat secara tradisi.
Hubungan suami isteri, Geni dan Wulan, sesama saudara
seperguruan, itu semakin kuat dan absah karena mendapat
restu dari dua sesepuh perguruan. Bagi Wulan, restu dari
Gajah Watu sedikitnya mulai mengurangi rasa benci dan
jijiknya terhadap paman gurunya itu. Ia bahkan berterirnakasih atas restu itu.
Rombongan itu melanjutkan perjalanan menuju Mahameru.
Wulan cepat akrab dengan WaningHyun. Sedangkan Padeksa,
Gajah Watu dan Geni berjalan sambil saling menutur
pengalaman. Karena perjalanan dilakukan dengan tidak terburu-buru,
maka baru sore hari mereka tiba di pelataran perguruan
Mahameru. Sambutan cukup hangat dari tuan rumah setelah
Padeksa memperkenalkan diri sebagai ketua rombongan
Lemah Tulis. Penerima tamu mengantar dan mempersilahkan
mereka menuju sebuah lapangan terbuka. Di situ tersedia
banyak kemah, sebagian sudah diisi, sebagian lain masih
kosong. Malam itu sunyi sepi. Semua tamu benar-benar
menggunakan waktunya untuk istirahat. Wisang Geni semedi.
Esok harinya masih banyak tamu lain yang berdatangan.
Dari pagi sampai sore tak pernah putus. Senja itu Wisang Geni
seorang diri berkeliling di sekitar kaki gunung. Tiba-tiba ia
terkejut melihat empat orang berjalan berpapasan dengannya.
Tanpa sadar ia berseru, "Sekar!"
Gadis itu memang Sekar. Gadis itu lari menyongsong Geni.
Ia melompat memeluk Geni. "Geni, kamu masih hidup!"
Sesaat kemudian Sekar sadar, ia melepas pelukannya. Geni
takjub melihat kecantikan gadis di depannya. Tak ada lagi
bekas penyakit cacar di wajahnya. Wajahnya berseri semakin
membias kecantikan alam inya, rambutnya ikal terurai sebatas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahu. Ia cantik, sangat cantik dengan kulit kuning sawo dan
tubuhnyayang kurus, langsing namun montok. "Sekar kamu
cantik sekali, kamu sudah sembuh, eh katamu dulu perlu
waktu satu tahun." Ia masih saja segar dan ceria. Ia tertawa senang. "Nenek
menyembuhkan aku dalam waktu tiga bulan, lagipula aku tak
jadi dipingit satu tahun sebab aku berhasil membujuk nenek
untuk melihat keramaian Mahameru." Tawanya membuat
kecantikannya bersinar. Geni mendelong memandang kekasihnya yang seakan salin rupa menjadi seorang dewi yang
mempesona. Geni memberi hormat kepada Dewi Obat. "Kamu
penolongku, Dewi Obat, tanpa pertolonganmu aku mungkin
sudah mati. Terimalah hormat sungkemku."
Ketika memerhatikan dua orang dalam rombongan Sekar,
ia terkesiap. Ia ingat benar. Dua orang itu, si gadis penari dan
satu lainnya Ki Dalang. Sungguh suatu kebetulan, dua orang
itu adalah orang yang ia cari selama ini. Tetapi saat itu ia
memutuskan membiarkan Sekar dan rombongan istirahat
dulu. Ia berbisik kepada Sekar, "Aku kenal dua kawanmu itu, si
gadis penari dan Ki Dalang. Nanti malam aku akan
mengunjungi kemahmu, kamu tunggu saja."
Gadis itu berkata lirih, "Kamu datang untuk aku atau untuk
urusan Kinanti Prasidha itu?"
"Kamu tunggu saja."
Malam harinya, setelah makan malam, Geni keluar kemah.
Wulan mengikutinya, "Mau ke mana kamu?"
Geni diam sesaat. "Aku ada urusan, kamu tunggu di sini
saja!" T anpa menanti jawaban Wulan, ia menggelar Waringin
Sungsang dan lenyap ke pekatnya malam.


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekar dan Dewi Obat terkejut melihat Geni berdiri di luar
kemah. Gadis itu hampir lupa diri saking gembiranya, tapi ia
cepat menguasai diri. Geni mengucap terimakasih kepada
Sekar dan Dewi Obat yang telah menolongnya. "Kau sudah
ucapkan tadi sore, tetapi apakah hanya itu maksud
kedatanganmu anak muda?" Dewi Obat berkata tanpa
berusaha supaya ramah. Geni menatap tajam Ki Dalang dan si gadis penari. Ki
Dalang berusia limapuluhan. Sedang si penari seorang gadis
usia sekitar duapuluh lima tahun. Cantik, segar dengan
potongan tubuh agak gemuk. Raut wajahnya mirip Sekar.
"Namaku Wisang Geni. Aku murid tunggal Padeksa dari
Lemah Tulis. Aku sangat beruntung memperoleh pertolongan
dan petunjuk Dewi Obat sehingga bisa menemukan kisanak
berdua dalam pesta tahunan di lereng gunung Lejar. Dan
cerita Ghatotkacasraja sangat menarik perhatianku. Aku
beruntung bisa menyaksikan tari K inanti Prasidha yang kucari-
cari selama ini." Empat orang itu terdiam. Ki Dalang mendehem kemudian
bertanya, "Aku tak mengerti, apa maksudmu?"
Geni bisa menebak pikiran orang tua itu. Ia berdiri
kemudian memperlihatkan separuh dari jurus Agniwisa
sebelum digabung dengan sepenggal tari K inanti.
"Ini namanya jurus Agniwisa tetapi belum sempurna. Jurus
ini baru sempurna setelah digabung dengan salah satu gerak
tari Kinanti yang kau mainkan malam itu." Berkata demikian
Geni mempertontonkan gerak tari yang merupakan perpaduan
jurus tadi. Geni melanjutkan penjelasannya. "Sekarang coba
bandingkan dan perhatikan jurus Agniwisa yang lengkap, hasil
gabungan separuh jurus tadi dengan tarian Kinanti".
Kemudian ia duduk kembali dan menatap empat orang itu.
Ia lantas menanyakan arti kalimat Parahwanta Angentasana
Dukharnawa. Kini mereka benar-benar percaya. Empat orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu serempak mengucap selamat. Mereka gembira, pada
akhirnya ada seorang pendekar Lemah Tulis yang berjodoh
dan menguasai Prasidha dari manfaat tari Kinanti itu.
Ki Dalang menghela nafas, wajahnya kelihatan muram
"Maaf pendekar Wisang Geni, sebenarnya kami tidak tahu apa
arti tari Kinanti tersebut, kami juga tak mengerti arti kalimat
itu. Yang diajarkan kepada kami hanya gerak tubuhnya saja,
tak ada keterangan apa pun perihal sikap mental. Maaf, kami
benar-benar tidak tahu, jika tahu pasti akan kami jelaskan."
Kepala Wisang Geni ibarat disiram air dingin. Hilang sudah
harapannya. Sebenarnya dua orang inilah yang diharapkan
bisa membuka tabir rahasia Prasidha. T api ternyata lagi-lagi ia
membentur tembok karang, Jalan buntu. Menghampiri Geni,
Sekar berbisik di telinga kekasihnya, "Geni, aku akan
membantilmu, tetapi kamu harus ingat janjimu dan kamu
harus menepati janjimu itu, aku lihat kekasihmu Wulan sudah
berada di sampingmu, pantas saja kamu lupa padaku."
Memeluk pinggang gadis itu, Geni berbisik, "Aku tidak
ingkar janji, tetapi apa mungkin aku mencium kamu di depan
kerabatmu ini atau bercinta sekarang juga?"
Sekar menampar pundak Geni. "Kamu ngaco!" Ia menoleh
kepada Ki Dalang dan si gadis penari. "Geni mungkin kamu
perlu tahu bagaimana sikap tubuh, kaki, tangan dan kepala
waktu kalimat itu diucapkan Mbakyu, apakah kalimat itu setiap
diucapkan selalu pada ayunan tubuh dan langkah serta gerak
tangan yang sama?" "Benar, selalu pada posisi dan gerak tubuh yang sama.
Pertama aku ucapkan kalimat itu waktu tubuhku doyong ke
kanan, yang kedua kali ketika doyong ke kiri, kemudian
doyong ke depan dan ke belakang." Gadis penari itu kemudian
memberi contoh dengan menari Kinanti. Tetapi Geni masih
saja tak bisa menembus arti dan maknanya. Mereka berusaha
membantu Geni, tetap sia-sia, Garudamurkha Prasidha tetap
jadi m isteri. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menghampiri Geni yang sedang bingung, Sekar berkata
lirih, nadanya menggoda. "Maaf kekasih, aku gagal
membantilmu, jadi terserah kamu mau menepati janji atau
ingkar." Ia menarik Geni keluar tenda.
Geni memegang lengan Sekar, "Aku akan memperkenalkan
kamu dengan Walang Wulan, Aku sudah bicara dengannya
tentang kamu, jadi tak akan ada masalah."
"Kamu bicara apa saja?"
"Aku cerita bagaimana hebatnya kamu memasang
perangkap cinta, membuat aku kasmaran dan mencintaimu
habis-habisan." Geni memandang mata Sekar yang kedip-
kedip bercahaya, ada rasa bangga dan cinta di situ.
"Terus, kamu bilang apa lagi?"
"Aku katakan bahwa aku akan hidup bersama dua
perempuan yang kucintai dan mencintai aku, Wulan sebagai
isteri pertama, Sekar isteri kedua, begitu dulu yang kamu
katakan padaku, iya kan?"
Saat itu Dewi Obat sudah berdiri di samping Sekar. Ia
muncul begitu saja. Ia mendengar sebagian perkataan Wisang
Geni. Ia berkata tawar. "Wisang Geni, aku peringatkan kamu,
jangan kamu mempermainkan cucuku, aku akan mengejar
kamu!" Geni tersenyum. Ia melihat sepasang mata Dewi Obat
menatapnya dengan bersinar ceria. Nenek itu tidak marah,
malah memperlihatkan wajah gembira. "Sejak bertemu
cucilmu, aku sudah kasmaran, mana mungkin aku
mempermainkan dia. Dewi, seharusnya kau mengancam
cucilmu agar tidak meninggalkan aku."
Sekar menarik tangan Geni, menghindar dari neneknya.
"Ayo Geni, ajak aku temui dia, mbakyu Wulan, sekarang juga!"
"Jangan sekarang, besok pagi, sekarang kita kabur ke
hutan, aku sudah rindu padamu." Geni mencekal lengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekar, membawanya kabur turun gunung. Di gelapnya malam,
mereka menemukan tempat tersembunyi jauh dari daerah
perdikan Mahameru. Geni memeluk kekasihnya, mencium mulutnya dengan
bernafsu. Gadis cantik itu bergerak liar. Ia terengah-engah
menahan gejolak nafsunya "Geni, peluk aku erat-erat, aku tak
tahan lagi, lima purnama aku merindukan kamu, tak ada lelaki
lain yang bisa mengobati rindu ini, apalagi aku cuma ditemani
pepohonan cemara." Geni menanggalkan pakaian Sekar. Keduanya bugil di
tengah hutan, dan gelapnya malam. Memadu cinta
mengarungi lautan birahi yang tertunda selama lima bulan.
Keduanya berangkulan, kelelahan. Geni menciumi buah dada
kekasihnya, "Sekar kamu masih saja hebat mempesonia
seperti saat perpisahan di hutan cemara dulu."
Sambil mengelus dan menjambak rambut kekasihnya,
Sekar menangis bahagia. "Aku takut kamu sudah mati, Geni.
Tetapi aku sangat yakin, bahwa kamu masih hidup dan pasti
akan ketemu aku di Mahameru"
Geni memeluk tubuh montok dan molek itu. "Kamu sangat
cantik, seperti kataku dulu, kamu memang cantik."
"Aku tahu itu, dulu aku tak mau diobati nenek, tetapi
setelah aku bertemu kamu, bercinta dengan kamu, aku malah
ngotot minta diobati nenek, karena aku ingin mempersembahkan kecantikanku ini hanya untuk kamu,
kekasihku." "Bagaimana kamu begitu yakin aku akan sembuh dan
hidup?" Sekar berbisik di telinga. "Aku yakin, karena aku yakin akan
cintaku, aku yakin masih ada hari esok dan banyak lagi hari
esok yang tersedia untuk membuatmu bahagia."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kenapa, kamu mengatakan membuat aku bahagia, kenapa
kamu tidak mengatakan membuat kamu bahagia?"
Sekar menindih tubuh Geni, dua tangannya memegang
wajah kekasihnya. Ia mengecup mulut Geni. "Sebab, aku akan
bahagia jika kamu bahagia. Jadi harus kamu yang bahagia
dulu, baru aku merasa bahagia"
Geni menggilmuli tubuh Sekar. Sekali lagi dan berulang-
ulang, tak pernah bosan. Seperti ketika perpisahan di Lembah
Cemara, di hutan Mahameru gelapnya malam menjadi saksi
jerit halus dan deru nafas serta degup jantung dua kekasih itu
mengarungi lautan asmara. Keduanya kembali ke kemah
masing-masing menjelang munculnya cahaya merah matahari
pagi. Pagi itu sekembalinya ke kemah, Geni mendapatkan Wulan
sedang menunggunya. "Geni, kamu pergi ke mana
semalaman?" Ia tak menjawab. Dalam perjalanan pulang tadi, pikirannya
seperti menemukan suatu rahasia menyangkut Garudamukha
Prasidha. Ada sesuatu melintas di benaknya. Ia coba
menangkapnya tetapi sia-sia. Ia masih terbenam dalam pikiran
itu ketika dikejutkan suara keras Wulan. "Aku bertanya
padamu, Geni, kamu sedang melamun apa?"
Geni menoleh. Ia minta maaf karena tidak mendengar
pertanyaan tadi, pikirannya masih memikirkan jurus pusaka
itu. Wulan bertanya lagi. "Siapa orang-orang yang kau temui
tadi malam?" Geni menceritakan pertemuannya dengan empat orang itu,
Dewi Obat, Ki Dalang, si penari dan Sekar. Mereka berusaha
membantu menemukan makna kalimat misterus, tapi gagal.
Tak ada yang tahu apa itu arti dan makna kalimat Parahwanta
Angentasana Dukharnawa. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wulan ikut berduka. Ia merunduk kemudian berkata lirih.
"Aku tahu kamu pergi berdua Sekar, bercinta semalaman,
kenapa harus takut berkata jujur kepadaku?"
Geni menatap Wulan lekat-lekat di matanya. "Aku tidak
takut mengatakan sesuatu padamu, aku memang bercinta
dengan Sekar, semalaman. Aku pikir hal ini tak perlu
kuceritakan padamu sebab kamu sudah tahu hubunganku
dengan Sekar. Lagipula aku tidak akan melapor kepadamu
untuk apa saja yang akan kulakukan dan yang telah
kulakukan. Aku suamimu. Kamu yang harus melapor tentang
apa saja yang telah dan yang akan kauperbuat, karena itu
kewajiban seorang isteri yang setia."
Tak menduga akan mendapat jawaban tegas seperti itu,
Wulan terkejut. T anpa sadar matanya berkaca-kaca. Ia belum
menemukan kata-kata untuk menjawab. Ia masih diam. Geni
memecah kesunyian pagi. "Wulan, isteriku, aku punya
penyakit buruk yakni aku tidak suka didesak. Mengertilah
Wulan, jangan desak dan menyudutkan aku, apa saja yang
aku suka akan kulakukan, kemarin kamu sudah berkata
padaku bahwa kamu bersedia menerima Sekar sebagai
isteriku. Kamu isteri utama, Sekar yang kedua. Nah, kenapa
sekarang ini kau mendesak aku?"
"Aku cemburu." Diam-diam Wulan terkesima, merasa keder
dan takut melihat ketegasan serta wibawa suaminya.
"Buang saja jauh-jauh rasa cemburilmu, kamu malah
menyiksa diri sendiri. Bagaimanapun juga kamu harus
menerima Sekar. Besok aku akan memperkenalkan dia
kepadamu, kuharap tak ada lagi persoalan menyangkut
Sekar." Esok paginya, Geni memperkenalkan Sekar pada Wulan.
Mulanya Wulan seperti hendak menerkam Sekar. "Ia sangat
cantik, pantas saja Geni kasmaran padanya." Tanpa sadar
wajahnya cemberut, dingin dan kaku.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gadis muda ini terkejut melihat sikap Wulan, namun ia juga
pasang kuda-kuda. "Katanya usianya lebih tua dari Geni,
tetapi ia tampak seperti gadis remaja, cantik dan montok.
Tetapi kenapa ia galak, apa dia pikir aku takut, wuah kalau
untuk berebut cinta Wisang Geni, jangankan satu, sepuluh
Wulan pun akan kuladeni."
Dua wanita itu seperti mau saling terkam, persis dua macan
betina sedang berebut pejantan. Tetapi ketegangan mencair
setelah Geni menegaskan keduanya harus saling bantu.
Wulan, isteri utama, Sekar yang kedua. "Tak boleh ada
pertengkaran! Jika ada pertengkaran, aku tidak mencari siapa
benar siapa salah, itu kesalahan kalian berdua, kalian isteri
Wisang Geni jadi harus ikuti aturan Wisang Geni. Camkan itu!"
Dua perempuan itu memandang Geni dengan rasa tak percaya
bahwa laki-laki itu bisa bicara begitu tegas.
Sekar memandang Wulan dengan ramah. "Mbakyu Wulan,
aku mohon maaf, kalau sikapku tadi kurang ajar."
"Dik Sekar, aku juga minta maaf, seharusnya aku
menyambutmu dengan gembira." Wulan membentang dua
tangan, Sekar menghampirinya. Keduanya berpelukan.
Sekar berbisik, "Baru hari ini aku melihat sikap Geni yang
tegas dan wibawa." Wulan tertawa lirih, "Sejak dia menguasai ilmu dahsyat
Wiwaha itu sikapnya jadi tegas dan sangat jantan."
"Ilmu apa itu, mbak?"
"Namanya ilmu Wiwaha, tenaga dalamnya maju sangat
pesat dan dalam urusan bercinta dia makin perkasa dan
beringas. Benar demikian Sekar?"
"Memang, dia lebih perkasa dibanding sebelum berpisah
dengan aku lima bulan lalu." Sekar tertawa geli.
---ooo0dw0ooo--- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nyawa Bayar Nyawa Pagi itu embun masih bergayut di udara. Hawa dingin
pegunungan menusuk sampai tulang sumsum. Di lapangan
terbuka di depan pintu gerbang perguruan Mahameru di situ
tersehat puluhan tenda tempat nginap para tamu undangan.
Bahkan mereka yang tak diundang, asalkan punya nama yang
cukup dikenal akan diberi tempat nginap di tenda.
Puluhan tenda diatur dalam lingkaran berlapis. Di tengah
lingkai.m sebuah tanah lapang dikosongkan, untuk arena
tarung. Tenda-tenda yang berada di lingkaran dalam, di


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pinggir arena tarung disediakan bagi perguruan besar dan
pendekar perorangan yang punya nama besar. Tenda-tenda
itu terdiri tiga macam ukuran, yang paling bcsa i untuk
rombongan yang anggotanya banyak. Tenda ukuran sedang
untuk rombongan yang sedikit anggotanya. Selain itu
disediakan tenda kecil untuk satu atau dua pendekar
perorangan. Pagi itu semua tenda sudah terisi. Suasana sunyi dan sepi.
Para pendekar duduk di luar tenda menghadap gelanggang.
Mereka memperlihatkan wajah yang tegang. Tak ada yang
bicara apalagi tertawa. Kalaupun ada yang bicara dengan
rekannya, dilakukan dengan suara rendah dan bisik-bisik.
Terdengar suara trompet tanduk. Semua mata memandang
ke pintu utama perguruan Mahameru. Dari situ keluar
beberapa orang dengan langkah tegas menuju sebuah tenda
paling besar dan yang mencolok warnanya. Itu tenda tuan
rumah, perguruan Mahameru yang terkenal.
Seorang bertubuh tinggi besar berjalan paling depan.
Dialah ketua perguruan Mahameru, pendeta Macukunda yang
kesohor. Empat pengawal dengan langkah jumawa mengiringi
dari belakang. Mereka saudara perguruan sang ketua,
Antasena, Rawaja, Bragalba dan Matangkis. Di belakang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
empat orang ini, delapanbelas murid angkatan pertama
melangkah dalam barisan yang tidak teratur.
Begitu tiba di depan tendanya Macukunda memberi hormat
kepada semua tamu kemudian duduk di kursi yang disediakan.
"Selamat datang semua tamu. Maaf kalau beberapa hari ini
sampean semua tidak dilayani dengan baik. Maklum banyak
orang yang hadir, melebihi perkiraan, dan kami tak punya
makanan. Sekali lagi aku mohon maaf, jika ada kekurangan
selama berada di Mahameru. Aku sangat bahagia bisa
bertemu dengan begini banyak pendekar yang sudi
berkunjung atas undangan aku yang rendah."
Ia berhenti sejenak, memandang semua tamu, tatapannya
berwibawa. "Semua pendekar di tanah Jawa mengetahui
adanya tantangan dari para pendekar daratan Cina. Mereka
nantang adu ilmu silat, lima jago Cina lawan lima jago tanah
Jawa. Nah, untuk itulah aku mengundang sampean semua,
untuk sama-sama kita memilih lima jago kita yang akan
mewakili gengsi tanah Jawa menghadapi pendekar Cina."
Suara pendeta Mahameru tidak keras namun semua
mendengarnya jelas. Bisa menjangkau jarak jauh namun tidak
memantulkan suara Wisang Geni berbisik pada Wulan dan
Sekar yang duduk di sampingnya "Hebat tenaga dalam
pendeta itu." Terdengar suara tertawa "Sudah jelas, salah satu dari lima
jago adalah pendeta Macukunda. Siapa sanggup menghadapi
jurus Brahmanagrha hanya bisa dihitung dengan jari. Setelah
Lemah Tulis tak terdengar lagi, perguruan Mahameru boleh
dibilang kini tak ada tandingan. Aku pastikan pendeta
Macukunda sudah terpilih, tetapi s isa yang empat orang harus
diadu! Siapa paling jago, dia boleh mewakili tanah Jawa!"
Semua orang memandang lelaki pembicara itu. Dia lelaki
kekar bercambang, baju dan ikat kepalanya serba merah.
Sesaat kemudian seorang lelaki botak berteriak, "Aku tak
setuju dengan Jayawikata Aku tidak ragu akan kehebatan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pendeta Macukunda, tetapi lebih adil jika semua orang ikut
tarung. Lebih banyak peserta kan lebih seru!"
Di sana sini terdengar suara bisik-bisik. Rupanya orang
terpancing untuk memilih satu dari dua usulan tadi. "Tidak
usah khawatir, dan memang supaya adil, aku setuju dengan
usul Ki Sawung, kebetulan aku sudah lama ingin mendapat
lawan tarung," tukas Macukunda.
Seorang wanita tua bangkit dari duduk. "Sebelum adu ilmu
silat dimulai sebaiknya kita tentukan aturan ma innya. Aku
usul, seorang pendekar yang sudah memenangkan pertandingan maka dia memperoleh hak istirahat. Ia boleh
istirahat atau jika ia mau boleh saja tarung terus. Sebab tidak
mungkin seorang itu bertarung terus, lagipula lawan bisa
memanfaatkan tenaganya yang sudah terkuras dan lelah."
"Bagus, bagus aku setuju usul Nyi Pujawati. Itu usul bagus.
Kutambahkan lagi, pertarungan harus satu lawan satu dan
bebas. Siapa terbunuh tidak perlu disesali, hitung-hitung ilmu
silatnya yang dangkal."
Wulan berbisik kepada Geni, "Dia itu Sempani!" Mendengar
itu Geni mengepal tinjunya. Sudah dua lawan yang
dipergokinya di sini, Jayawikata dan Sempani. Dua orang ini
bertanggungjawab atas pembantaian di Lemah Tulis. Hutang
nyawa bayar nyawa! Peraturan tarung telah disepakati bersama. Tarung bebas
dengan menggunakan senjata apa saja, tak ada batasan.
Keroyokan pun boleh jika lawan tidak keberatan. Siapa
menang, ia boleh istirahat. Lawan yang kalah dan
meninggalkan gelanggang tidak boleh dikejar. Lawan yang
sudah menyerah tak boleh dibunuh. Harus memilih lawan
sepadan, seangkatan dan sederajad. Dan untuk menyingkat
waktu agar tidak sembarang orang masuk arena maka hanya
pendekar undangan yang boleh masuk arena menantang.
Sebagai pimpinan pertemuan, Macukunda berhak menghentikan pertarungan apabila dianggap perlu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seorang lelaki berusia empatpuluh tahun lompat ke tengah
arena, ia memutar sepasang pedang pendek. "Aku Sindu dari
Ujung Pangkah, aku menantang Kalabendana si licik dari
kuburan Gondomayu Hayo Kalabendana keluar kamu, jangan
sembunyi di balik jubah gurilmu. Hayo keluar, hadapi aku!"
Terdengar tertawa keras. Sesosok bayangan berkelebat
masuk arena, "Sindu kamu cari mati! Dulu kamu kulepas agar
usiamu panjang tetapi kamu sendiri yang memperpendek
ilmumu." Tanpa basa-basi Sindu menyerbu Kalabendana.
Keduanya bertarung rapat. Sindu bersenjata pedang pendek.
Kalabendana menghadapinya dengan keris luk tujuh.
Pertarungan imbang. Sampai jurus limapuluh Sindu di atas
angin. Kalabendana keteter. Pundaknya berdarah kena sabet
pedang pendek. Beberapa jurus berikut paha Kalabendana
tertusuk. Kalabenda kritis. Gerakannya tidak leluasa, ia
pincang di lengah serangan gencar Sindu. Mendadak Sindu
limbung. Permainan pedangnya kacau. Mendadak Macukunda
berseru, "Kalayawana hentikan ilmu Begananta itu, kamu telah
berbuat curang!" Ketika itu di tengah gelanggang terjadi perubahan besar.
Sindu me lepas pedangnya dan membekap telinganya.
Keadaannya aneh. la bukan hanya terdesak bahkan jiwanya
terancam. Meski pincang namun keris Kalabendana sigap
mencari lubang kematian di tubuh Sindu. Tiga tusukan makin
membuat pendekar Ujung Pangkah itu limbung. Tusukan
keempat, Sindu jatuh terduduk. Tubuhnya bersimbah darah.
Macukunda meledak marahnya. "Kalayawana! Kamu berani
mengaco pertemuan yang kuselenggarakan!"
Terdengar suara tawa yang datang dari kemah yang
berada di lingkaran dua. Seorang lelaki tua kurus kering dan
tirus. Dia Kalayawana! "Ah Macukunda, tak perlu sampai
marah. Aku tak melanggar aturan, tadi aku cuma tertawa dan
kebetulan ilmu Begananta keluar begitu saja. Lagi pula kan tak
ada aturan yang melarang orang tertawa, iya kan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Macukunda terdiam. Kalayawana benar, memang tak ada
aturan yang melarang seseorang dari luar gelanggang
membantu rekannya yang sedang tarung. Tak ada aturan
melarang ia membantu muridnya dengan tertawa dari luar
gelanggang. Dua anak murid Mahameru melompat ke dalam
arena menggotong mayat pendekar Ujung Pangkah itu.
Kalabendana melompat keluar arena sambil berseru, "Aku
mau istirahat dulu."
Seorang lelaki botak, Tongkat Besi dari Gunung Limas
menerobos arena menantang Kebo Bantala. Pertarungan
berlangsung imbang dan ketat, tongkat besi lawan golok.
Setelah tarung puluhan jurus, Kebo Bantala berhasil melukai
dada lawan Darah mengucur dan lukanya tetapi Tongkat Besi
tak mau menyerah. Makin lama k makin melemah, di pihak
lain Kebo Bantala tak mau turun tangan kejam. Akhirnya
Macukunda memerintah adik perguruannya melerai perkelahian. Pertarungan berlanjut. Ada perkelahian lantaran dendam,
ada yang memang ingin adu kepandaian semata. Waktu
berjalan cepat. Matahari makin condong ke barat dan para
pendekar yang masuk gelanggang makin lihai. Pendekar yang
bertarung makin terpilih dan makin sedikit.
Dari tadi W isang Geni duduk terpaku. Tanpa disadarinya
matanya sering memandang ke dua tempat, tenda Jayawikata
dan Sempani. Dilihamya seorang lelaki menghampri Sempani.
Meski agak jauh tetapi Wisang Geni bisa mengenalinya. Dia
Lembu Agra, rupanya murid pengkhianat itu baru muncul.
Sekonyong-konyong Sempani masuk gelanggang. Ia bertolak
pinggang. Suaranya bening dan lantang. "Aku Sempani dari
Tanjung Ligit, aku punya hutang piutang darah dengan
Padeksa, maka aku menantang Padeksa dari Lemah Tulis, ayo
cepat keluar, kita bikin perhitungan, kamu atau aku yang
mati!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisang Geni berkata lirih, "Bangsat, pasti pengkhianat itu
yang memberitahu keadaan guru yang belum sehat." Lalu
kepada Padeksa ia berkata dengan nada khawatir. "Guru,
kamu tak boleh masuk, biar aku saja, sekalian kulunasi hutang
darah Lemah Tulis." Suara Sempani terdengar lagi. "Mana Padeksa" Kenapa
tidak berani keluar, apa kamu sudah tak punya kehormatan
lagi?" Wisang Geni dan rombongan, serba salah. Tak mungkin
Padeksa masuk gelangang dalam keadaan tubuh belum pulih,
sama dengan mengantar nyawa percuma. Waning Hyun
menghampiri Geni, ia berbisik halus. "Kalau aku menolongmu
sekarang ini, apa terhitung kamu berhutang budi padaku,
suatu saat aku akan minta tolong padamu maka kau harus
bersedia, ya atau tidak?"
Wisang Geni memandang Waning Hyun dengan penuh
tanda tanya. Tetapi ia tak punya pilihan. Geni mengangguk.
Waning Hyun bertanya lagi, "Kamu yakin bisa mengatasi
Sempani?" Sekali lagi, Geni mengangguk mantap.
Tak ayal lagi Waning Hyun berteriak. Suaranya nyaring
namun cukup jelas didengar semua orang. "Hai Sempani,
kamu belum berharga untuk menantang Ki Padeksa. Semua
orang tahu kamu adalah penjahat cabul, pemerkosa, mana
bisa disejajarkan dengan Ki Padeksa. Satu syarat dan aturan
tarung di sini adalah sepadan. Kau tidak sepadan dengan Ki
Padeksa. Kamu orang jahat, penjahat cabul, dan entah apalagi
kejahatanmu. Sedang Ki Padeksa adalah orang jujur yang
selalu menjaga kehormatannya."
Orang-orang yang mendengar ucapan Hyun tertawa keras.
Riuh tawa itu membuat Sempani meluap amarahnya. "Jangan
banyak bacot, bilang saja Padeksa takut. Itu saja yang aku
perlukan bahwa Padeksa tidak punya kehormatan. Biar semua
orang tahu kini bahwa Lemah Tulis memang sudah tak punya
kehormatan lagi. Ayo Padeksa, keluar kau!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waning Hyun berteriak lagi, "Sempani goblok, aku sudah
katakan bahwa Ki Padeksa itu tidak sepadan dengan kamu.
bukan karena takut tetapi ia merasa jijik berhadapan
denganmu Begini saja, biar muridnya saja yang tarung lawan
kamu. Sebenarnya ia juga tidak sepadan dengan kamu, ia
masih perjaka dan belum kawin, tetapi kamu, toh semua
orang tahu kelakuan penjahat cabul macam Sempani si
pendekar gadungan." Bagaikan kebakaran jenggot saking marahnya, Sempani
berteriak, "Mana dia, biar muridnya dulu yang kupatahkan
batang lehernya, nanti baru menyusul gurunya. Mana dia?"
Waning Hyun tertawa nyaring. "Jangan-jangan tangan dan
kakimu yang patah." Sempani teriak lagi, suaranya mengguntur. "Mana dia?"
Wisang Geni berdiri. Ia melirik Wulan dan Sekar. Ia
mengucap terimakasih kepada Waning Hyun. Tak lupa ia
mohon diri pada Padeksa. Dua perempuan itu, Wulan dan
Sekar hampir berbareng mengingatkan agar hati-hati.
Pada saat itu sesosok bayangan berkelebat. Orang hanya
merasa kesiuran angin, tahu-tahu di tengah gelanggang telah
berdiri seorang lelaki jangkung dan tampan dengan jubah
hijaunya bergerai ditiup angin. Dialah Manjangan Puguh. Ia
memberi hormat kepada Macukunda. "Maaf, aku terlambat
datang karena ada yang harus kukerjakan."
Macukunda berdiri membalas hormat. "Ho, ho, ho, kau
sudah datang, merupakan kehormatan bagiku, Ki Manjangan
Puguh, silahkan kamu istirahat dulu." Sambil ia memerintah
dua anak muridnya untuk mengantar Manjangan Puguh.
Manjangan Puguh menoleh pada Sempani. "Maaf Ki
Macukunda, sudah bertahun-tahun aku mencari orang ini yang
namanya Sempani, ia tak boleh tarung dengan siapa pun , ia
harus membayar hutang darah padaku!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berkata demikian Manjangan Puguh langsung menyerbu
Sempani dibuat kalang kabut menangkis. Dalam gelanggang
tarung terjadi perkelahian sengit. Macukunda berteriak keras.
"Ki Manjangan kuharap dengan segala hormat, pandanglah
mukaku, jangan merusak jamuanku, semua pertarungan harus
ada tata kramanya. Hentikan dulu amarahmu Ki."
Bersamaan dengan itu empat pendekar yang dari tadi


Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berdiri di belakang Macukunda melesat ke dalam gelanggang.
"Tahan!" Manjangan Puguh menghentikan serangannya Tadi orang
hanya melihat bayangan berkelebat mengurung Sempani.
Tahu-tahu bayangan itu hilang dan Manjangan Puguh terlihat
berdiri tenang lima tombak dari Sempani yang masih kalang
kabut menangkis. Hebat gerakan Manjangan Puguh. Sebagian
orang meleletkan lidah, kagum, melihat ilmu ringan tubuh
yang begitu tinggi "Benar-benar nama Manjangan Puguh bukan nama
kosong." Hanya itu yang diucapkan empat pendekar
Mahameru itu. Selanjutnya mereka diam menanti perintah
Macukunda. "Apa maksudmu Ki Macukunda" Bukankah jamuan ini kau
selenggarakan untuk pertarungan. Nah aku sudah memilih
Sempani sebagai lawan, kenapa kamu mengatakan aku
mengaco jamuanmu?" Macukunda tertawa. "Kau terlambat datang makanya kamu
tidak tahu bahwa Sempani sudah menantang Ki Padeksa dari
Lemah Tulis. Kubu Ki Padeksa menganggap Sempani tidak
sepadan dan menyodorkan murid Padeksa untuk menghadapi
Sempani. Maka pertarungan ini sudah resmi, tak bisa diubah
lagi kecuali memang Ki Sempani mau tarung denganmu lebih
dahulu tapi kulihat Ki Sempani sudah kewalahan melawanmu
tadi, mana berani dia menerima tantanganmu." Macukunda
tertawa geli "Eh Ki Sempani apakah kamu mau berganti
musuh, kini menghadapi Ki Manjangan Puguh?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sempani tertawa keras. "Manjangan Puguh boleh menanti
giliran. Sebenarnya aku ingin juga menjajal ilmu dari
perguruan Merapi, tetapi sekarang biar kuminum darah murid
Padeksa itu, aku memang sedang haus, hayo mana dia
orangnya, keluar kamu."
Wisang Geni melangkah lebar memasuki gelanggang. Ia
tidak menggunakan ilmu ringan tubuh, tetapi mengerahkan
tenaga Wiwaha di setiap langkahnya. Setiap ia me langkah,
tanah bergetar dibuatnya. Begitu sampai di dekat Manjangan
Puguh, ia berlutut menyentuh ujung kaki gurunya. Tentu saja
sang guru terkejut, "Geni mengapa kamu yang maju?"
"Tidak usah khawatir, guru, aku bisa menjaga diri." Sambil
berkata Geni mengerahkan tenaga maha dingin melalui ujung
kaki Manjangan Puguh. Gurunya terkejut ketika ada tenaga
maha dingin merembes kuat dari kakinya. Ia tak mengerti dari
mana Geni memperoleh tenaga dalam sehebat itu. Jelas itulah
tenaga dalam pendekar kelas satu. Manjangan Puguh tak bisa
berbuat sesuatu pun. Itu pertarungan resmi. Ia hanya bisa
berpesan agar muridnya hati-hati dan waspada.
Wisang Geni menatap Sempani. Wajah lelaki itu dipenuhi
bintik warna hitam Ketika ia tertawa tampak giginya jarang
dan kuning. Rambutnya jarang tetapi panjang bergerai sampai pundak
sehingga tampak lucu. Wajah yang buruk.
Pendekar buruk rupa itu tertawa keras. "Ini caranya
Padeksa dari Lemah Tulis menghindar dari tantangan. Dia
takut menerima tantanganku sampai rela mengorbankan
muridnyayang masih begini muda dan berbau kencur."
Geni tertawa keras. Lebih keras dari tawa Sempani.
Tertawa khas yang dipelajarinya di lembah kera Tawa itu
dikerahkan dengan tenaga Wiwaha tingkat paling tinggi. Suara
tawa itu mengalun dan bergelombang, panjang dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendirikan bulu roma yang mendengarnya Itu memang tawa
khas kera apabila sedang marah.
Tertawa Sempani terhenti. Ia mendelong menatap Geni. Ia
cukup terkejut mendengar pameran tawa Geni yang begitu
menakjubkan. Bahkan hampir semua orang di s itu tercengang
akan tenaga dalam Geni. Hampir tak masuk akal ada seorang
muda yang memiliki tenaga dalam setinggi itu. Kalau muridnya
saja sudah begitu jago, bagaimana lagi dengan Padeksa
gurunya, gumam sebagian orang.
Sempani menatap wajah anak muda di depannya Ia
melihat sinar mata yang tenang, bening dan sangat dalam.
Tiba-tiba ia sadar, anak muda ini memiliki kepandaian yang
sulit diukur tingginya Melihat dari sinar matanya maka
pameran tenaga dalam lewat tertawa tadi itu bukan isapan
jempol belaka. Ada rasa enggan menyeruak dalam
sanubarinya, ia merasa gentar. Sempani cepat mengusir dan
mengubur perasaan enggan dan takut itu. "Aku harus
waspada, tak boleh main-main, kalau perlu satu tak kemplang,
ia modar, itu lebih baik!"
Berpikir demikian, ia merogoh senjata dari balik jubahnya
yang longgar. Sebatang tongkat dihiasi kepala burung elang.
Mulut elang itu terbuka, mengkilap ditimpa sinar matahari
siang. "Hayo keluarkan senjatamu, bocah jelek, sebelum ku-
kepruk kepalamu!" "Guruku memerintah aku agar bertarung dengan tangan
kosong, jika hanya melawanmu saja aku harus menggunakan
senjata maka itu akan mengurangi harga diri dan kehormatan
Lemah Tulis." Kata-kata Geni sengaja diucapkan keras agar
didengar semua orang. Tentu saja orang-orang yang hadir di
situ geger, ucapan Geni itu agak sombong, namun melihat
tenaga clalamnya ketika tertawa tadi, jelas Geni punya ilmu
silat yang sangat mumpuni.
Sempani tersenyum dingin. Ia tahu anak muda itu
memancing dia agar kalap. Itu siasat kuno sebab orang kalap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan kehilangan banyak tenaga dan berkurang konsentrasinya
Sempani tak banyak omong. Langsung menyerang ke bagian
tubuh yang mematikan. Dalam beberapa gebrakan awal, Geni
bisa mengukur kehebatan lawan. Tak begitu hebat, masih bisa
diatas i, begitu pikirnya.
Geni tak ragu lagi, mengeluarkan jurus Bang Bang Alum
Alum bergantian Garudamukha dengan ilmu ringan tubuh
Waringin Sungsang dan tenaga Wiwaha, semuanya jurus
andalan. Dua puluh jurus berlalu, tongkat pendek Sempani tak
bisa mendesak Geni. Bahkan dilihat lebih teliti, sedikit demi
sedikit Geni mulai menguasai pertarungan. Sempani sendiri
terkejut. T ak disangkanya ilmu silat Geni setinggi itu Ia sadar
kini ia dalam kesulitan. Ini pertarungan paling berbahaya
seumur hidupnya. Ketika bertarung dalam perang Genter
maupun ketika menyerbu memorakporanda Lemah Tulis, ia
tak sendirian. Banyak kawan. Tetapi sekarang ini ia harus
bertarung sendirian. Dan lawan yang dihadapi meski muda
usia namun ilmu silat dan tenaga dalamnya sangat tinggi.
Tiba-tiba W isang Geni menarik diri, melompat mundur agak
jauh ke belakang. Bukan hanya Sempani yang kaget, semua
yang hadir merasa heran. Tidak biasanya seorang yang sudah
unggul dan berada atas angin melompat mundur memberi
kesempatan lawan berbenah diri. Ada apa"
Sambil memandang sekeliling, Geni menengadah langit dan
berkata dengan pengerahan tenaga Wiwaha, kedengarannya
seram "Hari ini satu lagi dari musuh Lemah Tulis akan kukirim
ke kuburan. Kamu Sempani, kamu bertanggungjawab atas
kematian orangtuaku dan ikut menyerbu Lemah Tulis. Kamu
akan mati hari ini, hutang darah bayar darah, hutang nyawa
bayar nyawa!" Suara Geni terdengar menyeramkan. Sempani merasa
keder. Untuk mengatasi rasa takutnya, ia berteriak. "Kamu
siapa" Apa kamu pikir kamu sudah mengalahkan aku?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Geni berkata keras, nada dingin. "Namaku Wisang Geni,
ayahku adalah Gajah Kuning, ibuku Sukesih. Hari ini kamu
harus mati, hutang nyawa bayar nyawa!"
Perasaan keder itu kembali menghantuinya, untuk
mengatasinya Sempani berteriak keras. "Bukan aku yang mati,
tetapi kau yang akan kukirim ke neraka, anak bangsat!"
Geni menyerbu dengan jurus Gongkrodha. Hawa panas
keluar dari sepasang tangannya. Sempani terkejut, mundur
dengan menggelinding ke belakang. Orang-orang terkejut
melihat Sempani begitu terdesak. Hebat anak muda ini, begitu
gumam penonton. Pukulan Geni tegas mengarah kepala Sempani yang mau
tidak mau harus menangkis dengan tongkat. Sempani
mengeluh, karena kalah tenaga. Sedang Geni merasa senang
dan yakin akan segera menghabisi lawannya. Ia tak tahu
bahwa Sempani sedang memasang perangkap. Ketika terjadi
benturan tangan dengan tongkat, kaki Sempani naik ke atas.
Ia bukan menendang, tetapi menyaruk tanah dengan kaki dan
menghantamkannya ke wajah Geni. Sementara tangan yang
memegang tongkat mengemplang kepala Geni.
Dalam sekejap saja, dari posisi terdesak, Sempani berubah
menjadi unggul mutlak. Kini posisi berbalik. Geni dalam
bahaya. Matanya terancam buta, kepalanya bisa remuk! Geni
sendiri tak menyangka keadaan bisa berbalik seperti itu. Tapi
ia tidak gugup. Ia mengerahkan tenaga Wiwaha dan meniup
keras tanah yang mengarah wajahnya. Tangan menyampok
menangkis tongkat lawan. Tetapi serangan Sempani masih
berlanjut. Saat tongkatnya ditangkis, ia sengaja menghentak
ujung tongkat. Mulut elang di ujung tongkat itu seperti
menghembus asap halus. Itu bubuk racun! Sempani berteriak,
"Mampus kamu!" Geni terkesiap. Tongkat hanya sejengkal dari wajahnya.
Tak ada ruang untuk mengelak. Apalagi Sempani masih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyusul dengan serangan lain, tendangan mematikan ke
selangkangan dan pukulan tangan mengancam dada Geni.
Geni berlaku nekad. Ia yakin tenaga Wiwaha bisa
mengendalikan asap racun itu, seganas apa pun racun itu.
Tiga gerakan dilakukan Geni berbarengan. Ia meniup sekuat
tenaga membuyarkan asap beracun, mengangkat kaki kiri
menangkis tendangan dan dua tangannya berputar di depan
dada. Itulah jurus Nyakra Manggilingan (Berputar seperti
kincir) dari Bang Bang Alum Alum. Ada lagi gerak lanjut Geni
dan yang sangat mengejutkan Sempani.
Setelah meniup satu kali, Geni masih menambah lagi tiupan
susulan yang lebih bertenaga. Asap racun bergerak dengan
tenaga besar ke wajah lawan. Sempani bukannya takut akan
asap racun itu, karena ia tadi sudah menelan pemunahnya.
Tetapi ia terkejut karena tak menyangka Geni dalam keadaan
tarung, masih bisa meniup dengan tenaga besar. Hampir tak
masuk akal. Bagi lain orang mungkin tak masuk akal dan mustahil,
tetapi bagi Geni yang telah menguasai Wiwaha hal itu tak
terlalu sulit. Semua berlangsung ringkas dan cepat. Tiga
gerakan Geni itu bukan cuma meloloskan diri dari ancaman
bahaya, malahan berbaik mencelakakan Sempani.
Terdengar teriakan Sempani. Tangannya seperti masuk ke
dalam pusaran berkekuatan tenaga dahsyat. Ia lak berdaya
mengatasinya. Tulang tangannya patah di beberapa bagian.
Tetapi itu belum semua! Tangan Geni yang berputar
mendadak diluruskan ke depan. Sekali lagi Sempani berteriak.
Beberapa tulang dadanya remuk.
Sempani terlempar ke tanah. Darah keluar dari mulutnya.
Matanya melotot memandang tak percaya kepada Wisang
Geni. Mulutnya serasa terkunci. Dia sudah malang melintang
di dunia persilatan selama bertahun-tahun dan telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengalami banyak pertarungan dahsyat, tapi kini terbaring
sekarat. Ia memandang tak percaya.
Geni tertawa sinis. "Kamu tadi mengatakan ingin menjajal
ilmu dari gunung Merapi. Itu salah satu jurus dari Bang Bang
Alum Alum. Kau juga mengatakan Lemah Tulis tak punya
kehormatan lagi, asal kamu tahu itu tadi jurus Garudamukha.
Pergilah ke neraka, Sempani. Aku sudah melunasi hutang
nyawa orangtuaku!" Sempani membuka mulut. Suaranya pelan tapi terdengar
jelas, karena ketika itu suasana lengang, tak ada suara.
Semua orang terdiam "Bunuh aku, bunuh aku, jangan biarkan aku begini!"
Wisang Geni menggelengkan kepala. "Aku tak bisa
membunuh lawan yang sudah tak berdaya. Lagi pula kau tidak
punya kehormatan lagi untuk meminta sesuatu dari murid
Lemah Tulis!" Saat itu dua murid Mahameru melompat ke arena. Mereka
menghampiri dan akan menggotong Sempani keluar arena.
"Jangan, jangan angkat aku. Bunuhlah aku, bunuh aku!"
Suara Sempani memelas. Ia lebih ingin mati di dalam arena
daripada digotong keluar sebagai pecundang. Dua murid
Mahameru itu memandang kepada Macukunda. Melihat ketua
Mahameru manggut, seorang diantaranya menunduk dan
menekan dada Sempani. Pendekar itu mati!
Semua mata memandang Wisang Geni dengan kagum
Orang tak pernah menyangka ia bisa menang. Pertarungan
berlangsung singkat tapi begitu mencekam dan dipenuhi saat-
saat berbahaya. Bahkan disebut yang paling seru dan bahaya
sejak tadi pagi. Wisang Geni memandang ke tenda Kalayawana. Dilihatnya
lelaki itu, kurus kering bertelanjang dada dan bercelana hitam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebatas lutut. Kalayawana duduk dengan pongah. Tiga
muridnya berdiri di dekatnya. Amarah Geni meluap.
"Kalayawana, keluar kau, hayo kita jajal siapa lebih jago!"
Tantangan Geni itu menggema ke mana-mana. Semua mata
memandang bergantian, dari W isang Geni ke arah
Kalayawana. Tapi Kalayawana duduk tenang, ia meludah ke tanah.
"Puuii! Kau pikir dengan mengalahkan Sempani pendekar
goblok itu, kau sudah bisa me lawanku" Aku malas
meladenimu!" Murid Kalayawana yang paling tua, Kalabendana, berseru
lantang. "Hei, dulu aku tendang pantatmu, kau lari terkencing-
kencing. Sekarang tak tahu diri menantang guruku."
Murid yang kedua, Kalajudha ikut nimbrung. "Kau belum
pantas melawan guruku. Biar kami bertiga yang

Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memperkosamu. Atau kau tak punya nyali menghadapi kami
bertiga?" "Sudah jangan banyak bacot, turunlah kalian bertiga. Hari
ini akan kubayar lunas, darah orangtuaku! Ayah dan Ibu,
saksikan hari ini hutang nyawa ini kutagih sekaligus bersama
bunganya!" Tiga murid Kalayawana memasuki arena dengan sikap
pongah dan takabur. "Heh, heh, heh, ternyata dia ini anak
Sukesih si bahenol itu. Sayang waktu itu aku tak sempat
mencicipi tubuhnya, dia terlalu cepat mati di Ganter, sungguh
sayang!" Suara Kalamasura itu mengiang di telinga Wisang Geni.
Kata-kata itu merasuk sampai ke otak dan membangkitkan
kemarahan yang luar biasa.
Wisang Geni melesat, menggunakan Waringin Sungsang dan jurus Manusup (Masuk
nyelinap) dari Garudamukha. Pukulannya mengarah pelipis
dan dada Kalamasura. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kalabendana dan Kalajudha menyergap dari samping.
Keduanya menggunakan Pangrahata (Cara untuk memperoleh
jasa) satu dari sebelas jurus ilmu Ghandarwapati. Sekejap saja
terjadi pertarungan seru, satu lawan tiga. Pertarungan
berjalan imbang. Meski menghadapi tiga lawan, tetapi dengan keunggulan
ilmu ringan tubuh dan tenaga dalamnya, Geni memberikan
perlawanan hebat. Dalam duapuluh jurus terlihat tiga murid
Kalayawana itu selalu menghindari bentrokan tangan. Tahu
rupanya kalah dalam tenaga, tiga orang itu secara diam-diam
menguras tenaga Geni. Mereka mengurung rapat dan secara
cerdik bergantian menyerang. Dengan cara ini Geni menjadi
tidak berdaya, setiap ia menyerang lawan, dua lainnya
menyerang secara bebarengan.
Lambat laun Wisang Geni mulai keteter. Ia mulai frustasi.
Ia tak pernah bisa menyerang tuntas. Karena dalam
menyerang sesaat kemudian ia menjadi yang diserang. "Kalau
begini terus, aku akan cepat lelah. Dan ini berbahaya."
Sambil bertarung Geni berpikir. Tapi sampai limapuluh
jurus, ia belum juga menemukan cara bertarung yang terbaik
untuk mengatasi keroyokan tiga lawan. Orang mulai melihat
Geni jatuh di bawah angin W isang Geni tak lagi bisa
menyerang. Ia hanya bisa menangkis dan bertahan rapat dari
serangan lawan. Mendadak terlihat perubahan drastis. Geni yang cuma bisa
bertahan semakin kewalahan. Gerakan Geni mendadak kacau.
Tiga pukulan telak mengena tubuhnya, paha, punggung, dan
pundak. Hanya sebab dilapisi tenaga Wiwaha Geni masih bisa
mengatasi pukulan tersebut. Tetapi itu saja sudah pertanda
bahaya lebih besar sedang mengancam murid Lemah Tulis itu.
Cakar Harimau 2 Gento Guyon 17 Setan Sableng Pendekar Pemanah Rajawali 27
^