Pusaka Jala Kawalerang 4
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto Bagian 4
"Ih!" Pangeran Jayakusuma terkejut Dan dengan tidak dikehendaki sendiri ia
membanting dirinya pada sandaran kursi Lalu duduk terlongong-longong beberapa
saat lamanya. Terbayanglah kembali pekerti Kiageng Mijil Pinilih yang selalu melongok ke luar
penjara melalui jendela kamar tahanan.
Dengan mata tak berkedip. Ki Ageng Mijil Pinilih senantiasa mengawaskan bunga
itu. Dia sendiri pasti tidak menyadari, bahwa bunga itu membawa tenaga ajaib.
Dikiranya, itulah bunga tanda setia Prabasini semata-mata. Tak tahunya
mengandung makna berganda. Siapakah yang mengira demikian" Jangankan Nayaka Madu
atau Ki Ageng Mijil Pinilih sendiri, bahkan iblispun tidak menduga demikian. Ah!
Benar-benar hebat otak Ulupi!
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Teringatlah dia pada mula-mulanya ia ikut melongok ke luar jendela kamar
tahanan. Di kejauhan dia melihat sebuah rumah tinggi. Jendela lotengnya selalu
tertutup rapat didepan jendela itu, tumbuh tanaman yang sedang mekar bunganya.
Entah bunga apa. Apakah bunga itu yang dimaksudkan Ulupi" Dan ia selalu melihat
Ki Ageng Mijil Pinilih berdiri tegak bersandar pada dinding melayangkan pandang
matanya lewat jendela itu.
Kadang-kadang Ki Ageng Pinilih tersenyum manis. Kesan wajahnya biasanya bengis
luar biasa, kelihatan cerah dan aneh.
Dengan pandang rawan, dia merenungi jembangan bunga berwarna putih. Setangkai
bunga berwarna merah menyala menyisip di antara mahkota daunnya. Dan pandang
mata Ki Ageng Pinilih tidak pernah beralih. Daya tarik apa yang dipancarkan
bunga berwarna merah itu" Beberapa hari kemudian, bunga berwarna merah itu
lenyap. Sebagai gantinya, bunga berwarna kuning bersih di samping setangkai bunga
berwarna putih mirip melati Dan wajah Ki Ageng Mijil Pinilih tiba-tiba nampak
bersemangat. Dan selanjutnya bunga yang berada dijembangan itu selalu berganti.
Kadang bunga berwarna biru, ungu, merah muda dan pernah pula bunga berwarna
hitam. "Baiklah, Ulupi Semuanya sudah jelas bagiku." Akhirnya Pangeran Jayakusuma
berkata seperti kepada dirinya sendiri
"Sekarang di manakah peti jenasah Prabasini dan apa maksud tulisan Ulupi ikut
serta?" "Itulah saat-saat sulit bagiku." ajar Ulupi dengan menundukkan kepalanya.
Beberapa saat lamanya ia berbimbang-bimbang. Lalu memutuskan: "Untuk sementara
biarlah kita lupakan dulu. Bukankah pangeran ingin melihat peti jenasah
Prabasini" Silahkan bersantap dahulu!" Setelah itu, kita saksikan bersama-sama."
Belasan pelayan dengan cepat mempersembahkan hidangan.
Karena tuan rumah menghendaki agar bersantap dulu, maka Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Jayakusuma menahan diri untuk minta keterangan lebih jelas lagi Tidak
berlebih-lebihan macam hidangan yang disuguhkan, akan tetapi cukup menarik
selera makan. Ulupi sendiri kemudian masuk ke dalam dan ke luar lagi dengan membawa beberapa
macam jenis bunga hias. Katanya:
"Bunga-bunga ini akan menebarkan khasiatnya untuk memulihkan tenaga tuanku
puteri Lukita Wardhani."
"Apakah jenis bunga-bunga itu yang kau maksudkan?"
Pangeran Jayakusuma menegas.
Ulupi menganggur membenarkan. Kepada Diah Mustika Perwita ia berkata:
"Adik inipun perlu menghirup nafas khasiat bunga istimewaku.
Bukankah dia baru saja sembuh?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diah Mustika Perwita tercengang. Dari siapa ia mengetahui keadaan dirinya"
Pandang matanya seolah-olah mata dewa saja.
Namun Diah Mustika Perwita yang pendiam dan berbudi halus tidak mau membiarkan
dirinya berpikir berkepanjangan. Ia tersenyum seraya mengangguk membenarkan.
Pangeran Jayakusuma sendiri tidak takut akan bahaya macam apapun. Andakata
bunga-bunga itu menebarkan racun yang tiada nampak, rasanya tenaga saktinya akan
bisa menolak. Maka segera ia mulai makan yang diikuti oleh Diah Mustika Perwita.
Sungguh mengherankan. Tiba-tiba mereka bertiga dihinggapi rasa nafsu makan yang
berlebih-lebihan. Dan terasa dalam tubuh mereka masing-masing terasa suatu daya
lebih. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hebat! Sungguh hebat!" seru Pangeran Jayakusuma. "Jenis bungamu tidak hanya
memiliki pancaran daya penawan saja akan tatapi berkhasiat pula. Pantas, Ki
Ageng Mail Pinilih dahulu tiada henti-hentinya mengawaskan keindahan bunga-bunga
itu!" "Rangkaian jenis bunga-bunga ini memiliki daya ajaib untuk memunahkan racun
Cacar Kuning. Sayang, Ki Ageng Mijil Pinilih tidak sempat kuhampiri. Pengepungan
terlalu rapat, meskipun paman Dandung Gumilir sudah berusaha mencarikan jalan
keluar. Kabarnya, pangeran tidak segera menerima pesannya."
"Bukan begitu. Ki Ageng Mijil Pinilih menghendaki agar bersembunyi di dalam goa.
Apa yang harus dipesankan jauh lebih penting daripada ancaman bahaya." Pangeran
Jayakusuma memberi keterangan.
Ulupi menghela nafas. Wajahnya muram selintasan. Lalu mengalihkan pembicaraan:
"Baiklah, mari kita lihat peti mati Prabasini."
Tergetar hati Pangeran Jayakusuma mendengar nama
Prabasini disebutkan. Nama itu begitu suci baginya. Pada saat itu melebihi nama
Retno Marlangen yang dulu pernah menepati sebagian besar lubuk hatinya.
"Sebentar!" serunya. "Satu hal yang belum jelas bagiku.
Apakah makna tulisan yang berbunyi: Ulupi ikut serta?"
"Mula-mula kuharapkan tergugah kewaspadaan Ki Ageng Mijl Pinilih. Ternyata
seluruh hidupnya sudah terisi seorang Prabasini.
Nama Ulupi tidak mempunyai pengaruh baginya." sahut Ulupi dengan suara berkesan
sendu. "Dengan begitu jelaslah sudah, bahwa nama Lawa Ijopun tidak akan dapat
mengembalikan kesadaran nya akan tugas utamanya."
Pangeran Jayakusuma yang pernah pula mengarungi samudra asmara, tahu akan makna
pengucapan hati Ki Ageng Mijil Panilih.
Andaikata Retno Marlangen yang mengalami nasib seperti Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Prabasini, diapun akan berbuat seperti apa yang dilakukan Ki Ageng Mijil
Pinilih. Karena itu, tak dapat ia menyalahkan Ki Ageng Mijil Pinilih.
"Jadi.. .Ulupi ikut meninggal pula?" ia menegas.
Ulupi tidak menjawab. Ia meninggalkan tempat duduknya, kemudian memberi isyarat
mata agar ketiga tetamunya mengikutinya. Ternyata ia membawa Pangeran Jayakusuma
bertiga ke halaman belakang. Setelah melintasi beberapa penyekat halaman,
akhirnya tiba di sebuah bangunan yang tersembunyi di balik gunung-gunungan.
"Di sini?" Pangeran Jayakusuma heran. "Bukankah peti Prabasini dulu berada di
dalam gedung utama?"
"Aku tidak akan membiarkan begitu." sahut Ulupi dengan mata menyala. "Perlakuan
Nayaka Madu sudah melewati batas.
Jenasah Prabasini kubawa kemari agar tidak tersentuh lagi tangannya yang kotor."
Meskipun bangunan itu jelas terawat dengan baik, namun berkesan menyeramkan
juga. Ruang dalam gelap pekat. Hanya diterangi oleh nyala sebuah penerangan yang
berkedap-kedip begitu pintu depan terbuka lebar. Bagi pangeran Jayakusuma
sendiri yang sudah biasa hidup dalam kegelapan, suasana ruang itu bukan menjadi
halangan. Dengan pandang mata yang tajam luar biasa ia mengamati peti jenasah.
Segera ia mengenalnya. Timbullah pertanyaan bagaimana cara Ulupi mengangkut peti jenasah yang terlumuri
racun berbahaya. "Aku mempunyai kesempatan untuk meniru peti jenasah." ujar Ulupi seperti dapat
membaca hati Pangeran Jayakusuma.
"Lagipula, bukankah ped jenasah ini aku yang memilih bentuknya" Kesukarannya
kini hanya pada cara memindahkannya. Namun berkat perjagaan dan ketekunan anak-anak paman Dandung
Gumilir, nyatanya peti jenasah Prabasini dapat sampai di sini dengan aman.
Sebagai gantinya, peti Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jenasah yang kulumuri pula dengan racun menempati tempat yang lama."
Sederhana saja cara Ulupi memberi keterangan. Akan tetapi Pangeran Jayakusuma
yang sudah mempunyai pengalaman pahit dan mengenal pula tata-tertib Nayaka Madu,
bisa menggambarkan betapa sulit perjuangan Ulupi meluputkan diri dari pengamatan
anak-buah Nayaka Madu yang tersebar rapat memenuhi wilayah kekuasaanya. Selain
itu untuk mengatasi masalah racun jahat yang melumuri peti jenasah Prabasini
bukan pekerjaan yang mudah seperti membalik tangan sendiri Salah sedikit,
akibatnya seperti yang diderita Ki Ageng Mijil Pinilih.
"Pangeran!" kata Ulupi. "Apakah pangeran berani membuka peti jenasahnya" Kuberi
kehormatan yang pertama untuk pangeran."
Pangeran Jayakusuma tahu, peti jenasah dilumuri dengan racun Cacar Kuning yang
jahat luar biasa. Namun ia tidak takut atau gentar sedikitpun. Sewaktu hendak
menghampiri, Diah Mustika Perwita yang selalu menaruh perhatian kepadanya
berseru memperingatkan : "Hati-hati! Racun!" Pangeran Jayakusuma menoleh. Dalam hati ia merasa hangat
oleh perhatian gadis itu yang tulus. Tatkala hendak menyahut, Ulupi berkala:
"Tidak mengapa. Justru kita ingin apakah pangeran sudah bersiaga menghadapi
berbagai racun di wilayah ini."
Sebenarnya Pangeran Jayakusuma sendiri belum memperoleh tindakan tepat
menghadapi racun Nayaka Madu yang susah diduga. Ia hanya mengandalkan kepada
tenaga sak tinya. Maka dengan sedikit mengerahkan tenaga saktinya, ia membuka
tutup peti mati dari jauh. Dan tersentuh oleh tanaga saktinya, penutup peti
jena-sah terbuka dengan suara berkereyotan. Beberapa saat lamanya ia membiarkan
hawa yang tersekap dalam peti itu teruar Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keluar. Kemudian dengan menahan nafas ia melongok. Begitu melongokkan kepalanya,
ia berseru heran: "Apa artinya ini?"
Oleh seruan Pangeran Jayakusuma, Diah Lukita Wardhani dan Diah Mustika Perwita
maju memburu. Mereka melihat sesosok kerangka yang tinggal tulang belulang.
Tulang lengannya menunjuk ke atas. Dan setangkai tusuk rambut terjepit di antara
dua jarinya. Diah Lukita Wardhani yang cerdas luar biasa segera mengetahui,
bahwa Prabasini ternyata belum mati sewaktu dimasukkan ke dalam peti jenasah.
"Dia berusaha untuk membuka penutup peti." pikirnya di dalam hati. Tetapi pada
detik berikutnya, hatinya tercekat "Eh, tidak!" serunya. "Kangmas Jayakusuma,
coba periksa alas penutup peti. Dia seperti sedang berusaha meninggalkan pesan."
Ternyata Pangeran Jayakusuma sudah melihat semuanya itu.
Dengan mata berkaca-kaca ia mengamat-amati huruf-huruf kecil yang tergurit di
balik penutup peti. Jelas sekali hasil guritan dari ujung tusuk rambut yang
terbuat dari logam. Setelah susunan beberapa huruf disambung dengan deret
angka:... "Satu berjodoh satu. Dua berjodoh dua. Tiga berjodoh tiga. Empat
sesungguhnya sembilanbelas. Lima itu sembilan. Lalu deret angka yang
membingungkan" Tetapi karena Pangeran Jayakusuma sudah hafal dan memahami cara membacanya, ia
merasa tidak menemukan kesukaran. Baik Lukita Wardhani maupun Diah Mustika
Perwita tahu akan hal itu. Anehnya, pemuda itu kelihatan termangu-mangu. Ia
tegak membisu bagaikan arca batu yang tidak pandai berbicara. Tiba-tiba
terdengar isak tangisnya.
Pangeran Jayakusuma adalah seorang pemuda yang
sebenarnya berperasaan halus. Hatinya cepat tergetar manakala diperlakukan
dengan lembut Peka sekali terhadap hal-hal yang menyentuh hati. Sebaliknya tiba-
tiba menjadi keras hati dan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkepala batu apabila diperlakukan dengan keras. Kali ini, hatinya tersentuh.
Jelas sekali, Prabasini disekap hidup-hidup oleh ayahnya yang kejam luar biasa.
Meskipun demikian, ia tidak sudi menyerah kalah dengan menyerahkan suatu
rahasia. Ia percaya, bahwa ia mengeraskan hati untuk menggurat bunyi rahasia. Ia
percaya, bahwa pada suatu kali kekasihnya akan menemukan jenasahnya dan kemudian
melihat bunyi rahasia yang dipercayakan kepadanya, la bermaksud hendak
menundukkan, bahwa rahasia itu dibawanya mati ke liang kubur.
Tidak perduli ia disiksa begitu kejam oleh ayah kandungnya sendiri.
"Ah Prabasini! Kau benar-benar pantas disebut sebagai penjelmaan bidadari
sesungguhnya. Pada saat ini, tentunya engkau sudah bersanding mesra dengan
kakang Mijjil Pinilih."
kata Pangeran Jayakusuma di dalam hatinya setengah berdoa.
Mengucapkan kata-kata demikian, ia jadi teringat kepada nasibnya sendiri. Dahulu
ia memuja bibinya tak ubahnya bidadari juga. Tetapi dibandingkan dengan
Prabasini, ternyata bibinya kalah jauh. Bibinya Retno Marlangen memang sudah
boleh disebutkan seorang insan yang menderita hebat oleh perilaku Nayaka Madu.
Ia terpaksa kawin dengan Pangeran Anden Loano, karena sudah kehilangan ingatan
dan semangat hidupnya akibat sengatan racun lintah hijau dan ramuan istimewa
ciptaan guni Ulupi. Tetapi Prabasini menderita lebih hebat lagi. Ia tidak hanya
terpaksa merusak wajahnya sendiri, juga dikubur hidup-hidup dalam peti mati.
"Benar-benar bangsat Nayaka Madu!" Pangeran Jayakusuma mengutuk di dalam hati.
Beberapa kali ia memang menyebutkan Prabasini-lah yang menggenggam rahasia
Sasanti Manu, di hadapan Nayaka Madu dan Durgampi. Maksudnya, andaikata Nayaka
Madu dapat menerima kehadiran Ki Ageng Mijil Pinilih dan Prabasini, rahasia
Sasanti Manu itu pasti akan dipersembahkan kepadanya. Diluar Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dugaan, rahasia Sasanti Manu benar-benar dalam genggaman Prabasini. Ia memang
halal akan bunyi pesan Ki Ageng Mijil Pinilih yang diucapkannya hanya satu kali
saja. Akan tetapi untuk memecahkan maknanya, membutuhkan waktu lama, Sebab
bunyinya begini: "Hitung jumlah hurufnya! Bagilah tiap-tiap jumlah deret hitungnya menjadi tujuh
bagian. Bacalah! Itulah kuncinya. Satu berjodoh satu. Dua berjodoh dua. Tiga
berjodoh tiga. Dan empat sesungguhnya sembilan belas. Lima sesungguhnya
sembilan...." Dan sampailah disini keterangannya kurang jelas. Bunyinya membingungkan. Putar
kiri! Putar kanan! Putar kiri! Putar ke kanan. Bacalah, bacalah! Apakah yang
harus diputar ke kiri dan ke kanan " Tetapi jelas membaca guritan angka yang
ditinggalkan Prabasini, semuanya jadi jelas. Ia tidak perlu memutar otak dan
ingatan lagi. Sampai disini, Pangeran Jayakusunm tidak kuasa lagi hatinya.
Terus saja ia menjatuhkan diri dan berlutut di hadapan peti jenasah Prabasini
sambil berkata: "Ayunda Prabasini! Kaulah ayundaku benar-benar. Sebab engkaulah isteri kakang
Mijil Pinilih yang sebenarnya. Kesetiaan dan pengabdianmu tidak terlukiskan
lagi. Engkau seorang puteri sejati. Di dunia ini tiada lagi duanya. Benar,
ayunda Prabasini ... kaulah satu-satunya. Maka terimalah hormat adikmu yang malang ini. Lindungilah
adikmu ini dari Nirwana..."
Melihat pekerti Pangeran Jayakusma, Diah Lukita Wardhani dan Diah Mustika
Perwita berlutut pula. Bahkan Ulupi demikian juga. Dengan penuh khidmad, mereka
bertiga mendengarkan tiap patah kata ucapan Pangeran Jayakusuma berdoa. Baik
Diah Lukita Wardhani maupun Diah Mustika Perwita sudah lama bergaul lama dengan
Pangeran Jayakusuma berdoa dengan isak tangisnya. Bahkan tatkala bibinya Retno
Marlangen terenggut dari sisinya, sama sekali ia tidak berdoa begitu khidmad.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diterangi oleh nyala pelita, wajah Pangeran Jayakusuma mendadak saja nampak
menjadi sepuluh tahun lebih tua.
Wajahnya berkerut-kerut penuh sendu dan geram. Geram kepada perlakuan Nayaka
Madu yang mengubur Prabasini hidup-hidup dalam peti mati yang dilumuri racun
jahat. Bukan main keji dan ganasnya sang ayah yang berangan-angan mergadi
majikan besar. Tiba-tiba suatu ingatan merasuki benaknya. Ia menoleh kepada
Ulupi seraya bekata minta ketemngan:
"Ulupi! Apakah engkau mxlah sempat membaca warisan yang ditinggalkan ayunda
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Prabasini?" "Tidak." Ulupi menggelengkan kepalanya. "Aku menunggu sampai pangeran datang.
Aku yakin, pangeran akan datang kemari. Sebab taruhkata aku halal bunyi deret
angka-angka itu, toh tiada gunanya. Bukankah bunyi syairnya berada di dalam
ingatan pangeran" Pendek kata tiada gunanya dan merugikan."
"Merugikan?" Pangeran Jayakusuma tak mengerti.
"Ya, merugikan. Arinta mengalami hal itu."
"Arinta" Siapa Arinta?"
Ulupi meruntuhkan pandang. Wajahnya kelihatan suram.
"Sedetik dua detik ia mencoba mengatasi seorang anak laki-laki Tetapi yang
diperolehnya dua anak perempuan kembar. Maka adikku dinamakan Arinta seperti
bunyi namapria. Dialah yang sering ber-temu dengan pangeran."
"Ah!" Pangeran Jayakusuma mengangguk mengerti. Tiba-tiba pada detik itu pula
berjingkat. Serunya : " Jadi... kau maksudkan... "
"Ya. Dia tahu benar, bahwa Prabasini dikubur hidup-hidup dalam peti jenasah.
Dengan memberanikan diri ia mencoba membukanya. Akibatnya nasibnya seperti Ki
Ageng Mijil Pinilih. Waktu itu aku baru saja berbicara dengan ayah untuk mencoba Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menolong Ki Ageng Mijil Pinilih dan Pangeran keluar penjara.
Dengan demikian aku kasep menolong Arinta."
"Lalu kau mengabarkan peristiwa Arinta kepada Ki Ageng Mijil Pinilih dengan nama
Ulupi. Apakah begitu?"
"Benar. Dengan maksud agar Ki Ageng Mijil Pinilih berwaspada."
Pangeran Jayakusuma menghela nafas. Pelahan-lahan ia berdiri dan segera diikuti
lainnya. Kemudian berkata dengan suara rendah :
"Baiklah Ulupi kau catatlah rahasia Sasanti Manu ini. Setelah itu aku akan
membakarnya berikut peti jenasah. Sebab aku berjanji hendak mengumpulkan abu
jenasah ayunda Prabasini dengan kakang Mijil Pinilih."
Ulupi menghampiri dan melongok pada balik penutup peti jenasah. Ia membacanya
selintasan, lalu mengangguk. Katanya :
"Silahkan!" "Silahkan bagaimana?"
"Sudah kubaca dan sudah kerasukkan dalam ingatanku." ujar Ulupi sederhana.
Pangeran Jayakusuma termasuk pula seorang pemuda yang cerdas dan encer otaknya.
Dengan sekali melihat atau mendengar, ia sudah dapat memahami. Rupanya Ulupi
demikian pula. Bagi Pangeran Jayakusuma tiada sesuatu yang perlu diherankan.
Sebaliknya, tidak demikianlah kesan yang diperoleh Diah Lukita Wardhani dan Dian
Mustika Perwita. Diam-diam mereka kagum menyaksikan keistimewaan Ulupi. Selagi
mereka termangu-mangu kagum, terdengar Ulupi berkata lagi:
"Sekiranya diperkenankan, sudikah pangeran menyampaikan pula bunyi Sasanti Manu?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tentu" sahut Pangeran Jayakusuma. "Ki Ageng Mijil Pinilih berpesan agar aku
mempersembahkan seluruh ilmu dan inti rahasia Sasanti Manu. Nah, dengarkan! Eh,
nanti dulu! Apakah di sini cukup aman" "
Ulupi berbimbang-bimbang. Lalu menjawab :
"Sekiranya pangeran mempunyai prarasa demikian, apakah ditulis saja" Setelah itu
kita hapus bersih." Dengan tidak mau membuang waktu Pangeran Jayakusuma segera menulis sajak Sasanti
Manu. Lalu diberikan kepada Ulupi seakan-akan sedang mempersembahkan sebuah
benda suci. Ulupi menerima angsuran Pangeran Jayakusuma dengan linangan air mata. Kemudian
dibacanya selintas. Setelah itu diserahkan kembali kepada Pangeran Jayakusuma.
"Biarlah kita lenyapkan pula bersama peti jenasah." ujar Pangeran Jayakusuma.
Lalu memasukkannya ke dalam peti jenasah Prabasini.
Ulupi menyarankan. "Hanya saja racunnya masih bekerja"
Pangeran Jayakusuma tersenyum. Ia tahu maksud Ulupi. Ulupi mengharapkan dirinya
menggunakan ilmu saktinya yang tinggi untuk menggeser peti jenasah ke luar
gedung penyimpanan. Mungkin pula, Ulupi ingin menyaksikan apakah dia sudah mewarisi manunggalnya
Ilmu Sasanti Manu dan Ilmu Pancasila.
Bukan mustahil pula hendak mengujinya demi hari depan yang direncanakannya. Maka
dengan isyarat mata ia mempersilahkan Diah Lukita Wardhani dan Diah Mustika
Perwita menyibak beberapa langkah. Kemudian dengan menggunakan jurus ketujuh, ia
mengangkat peti jenasah yang ditutupnya dengan pukulan pendek. Dan peti jenasah
itu melayang melalui ambang pintu dan mendarat amat manis di tengah halaman.
"Bagus! Kalau demikian, semuanya akan menjadi beres." seru Ulupi bergembira
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah berkata demikian, Ulupi memanggil pembantu-pembantunya. Mereka
diperintahkan untuk mengumpulkan kayu bakar. Rupanya Ulupi sudah semenjak lama
menyediakan kayu pembakar jenasah. Itulah sebabnya tatkala matahari tepat berada
di atas kepala, peti jenasah sudah siap untuk dinaikkan di atas pancaka.
Dengan menitikkan air mata oleh rasa haru, Pangeran Jayakusuma mengikuti upacara
pembakaran jenasah. Tidak ketinggalan pula Diah Lukita Wbrdhani dan Dian Mustika
Perwita. Di dalam hati, mereka berdua kagum atas keteguhan dan kesetiaan Prabasini
mengabdi pada cinta-kasih. Memang siapapun bisa melakukan semacam Prabasini,
tetapi cara matinya itu yang mengerikan. Prabasini tidak hanya mati seorang diri
saja, tetapi dikubur hidup-hidup tanpa diberi kesempatan untuk melihat
kekasihnya barang sekejap atau berpamit kepada siapapun. Meskipun demikian, sama
sekali ia tidak menunjukkan rasa dendamnya. Apa yang diingatnya, hanya
meninggalkan warisan rahasia Sasanti Manu dengan harapan pada suatu kali dapat
dilihat seseorang yang berjodoh. Rupanya Ki Ageng Mijil Pinilih memberi tahu,
bahwa rahasia Sasanti Manu adalah kunci pembuka harta karun yang dapat
dipersembahkan kepada negara demi memakmurkan dan mensejahterakan rakyatnya.
Maka dengan sisa tenaganya ia menguatkan diri untuk menuliskan sampai selesai.
Dan menghembuskan nafasnya yang penghabisan, tepat pada saat ia mengguritkan
angka terakhir. Ini dapat dilihat dengan jelas. Tulang lengannya kejang ke atas
dan pada sela jarinya terjepit sebuah tusuk rambut di antara dua tulang jarinya
Angin meniup lembut tatkala api mulai menyala. Persis seperti angin yang meniup
pancaka Ki Ageng Mijil Pinilih. Tetapi tidak lama kemudian, sekonyong-konyong
angin besar melanda dengan kerasnya. Dan nyala api yang membakar peti jenasah
Prabasini melambung tinggi menebarkan letikan bara sehingga jadi berhamburan.
Kemudian sirap kembali dan berkobar-kobar Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lagL Demikianlah sampai belasan kali seolah-olah mewartakan bahwa jenasah yang
sedang dikembalikan kepada asalnya itu, pada masa hidupnya mengalami badai
penghidupan yang dahsyat dan mengerikan.
Pembakaran itu sendiri memerlukan waktu empat lima jam.
Itupun berkat dibantu tebaran minyak wangi yang menyebarkan hawa harum. Setiap
kali disiramkan ke atas pancaka, api menyala tinggi. Asapnya mengepul tebal dan
disebarkan angin keras yang berputar-putar sekeliling halaman. Namun hawa wangi
itu sendiri dapat tercium di kejauhan.
Tatkala matahari hampir tenggelam, Pangeran Jayakusuma mulai mengumpulkannya
seorang diri demi melaksanakan tugas atau permohonan Ki Ageng Mijil Pinilih.
Karena itu, Ulupi memandang perlu untuk menyulut api perdiangan agar memperoleh
penerangan. Para pelayan datang membawa hidangan. Namun baik Lukita Wardhani,
Diah Mustika Perwita dan Ulupi tiada yang menyentuh hidangan itu.
Tak terasa langit mulai gelap. Nyala api perdiangan mulai menggantikan cahaya
matahari. Syukur, abu jenasah Prabasini sudah terkumpulkan menjadi seonggok abu
berwarna keabu-abuan. Pangeran Jayakusuma kemudian memasukkannya dengan hati-
hati ke dalam guci abu Ki Ageng Mijil Pinilih yang selalu dibawa nya kemana saja
ia pergi Setelah ditutupnya rapat, ia berkata kepada Ulupi:
"Sudah kulaksanakan permintaan terakhir kakang Mihil Pinilih.
Abu mereka sudah berkumpul menjadi satu dan tidakkan terpisahkan lagi. Mereka
sudah manunggal dan akan kubawa abu ini untuk kukembalikan ke tengah lautan.
Kita berasal dari anasir air dan kembali ke anasir air."
Ulupi mengangguk mengamini. Wajahnya nampak tenang luar biasa dan sama sekali
tidak kelihatan lelah. Itulah pancaran wajah yang tulus ikhlas. Dan melihatkah
itu, hati Pangeran Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jayakusuma bergetar lembut. Bukankah itu wajah Retno Marlangen pula"
"Ulupi, terima kasih. Adikku Lukita Wardhani dan Perwita, mari kita mengisi
perut dulu. Kukira masih ada yang harus kita selesaikan pula." ujar Pangeran
Jayakusuma dengan suara lembut. Itulah suara untuk yang pertama kalinya didengar
Diah Lukita Wardhani. Biasanya pemuda berandalan itu bersuara berandalan pula.
Tetapi setelah enam tahun terpisah dari pengaulan umum, mendadak sontak berubah
menjadi seorang pemuda yang berkesan alim.
"Kau masih ingin menyelesaikan apa lagi?" ia menegas.
"Aku ingin menjenguk peti jenasah lagi yang dikabarkan berada diatas pohon."
sahut Pangeran Jayakusuma sambil menoleh kepada Ulupi untuk minta keterangan.
Diah Lukita Wdhani menoleh pula kepada Ulupi. Menurut Ulupi, jenasah Arinta
tentunya yang berada dalam peti mati sebagai penukar jenasah Prabasini. Diluar
dugaan Ulupi berkata: "Hati-hati Itulah tipu muslihat Nayaka Madu yang terakhir."
"Yang terakhir bagaimana?" Pangeran Jayakusuma tercengang.
"Aku sudah berhasil membawa jenasah Prabasini berikut peti jenasah. Masakan aku
akan membiarkan adikku terjamah tangan kotor Nayaka Madu?" sahut Ulupi.
"Ah, ya" pikir Pangeran Jayakusuma di dalam hati. "Mengapa aku selalu lupa,
bahwa otak Ulupi begitu cerdasnya ibarat bisa membaca isi seluruh dunia?" Ia
jadi menyesal atas kebodohannya sendiri. Buru-buru ia memperbaiki:
"Ulupi! Maksudku barangkali peti mati itu dilumuri racun berbahaya pula yang
aneh sifatnya. Kalau demikian halnya, aku sudah memutuskan untuk mencontoh
perbuatan kakang Singkir.
Pohon dan peti itu akan kubakar ludas."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ulupi mengulum senyum. Senyum yang mempunyai beberapa arti. Mungkin sekali
berarti menertawakan Pangeran Jayakusuma yang pandai main silat lidah. Bukan
mustahil pula merasa geli mendengar kata-kata Pangeran Jayakusuma yang memang
menggelikan. Sebab diapun mengenal Ki Ageng Singkir sebagai tokoh yang lucu dan
angin-anginan. Pernah dia mengacau seluruh wilayah Nayaka Madu dengan aksinya
membakar perumahan-perumahan tertentu. Dan Nayaka Madu sempat dibuatnya kalang-
kabut. Tetapi senyum itupun bisa berarti pernyataan rasa terima kasih atas
perhatian Pangeran Jayakusuma terhadap adiknya yang dulu pernah
menyusahkannya. Bisa juga bermakna senyum simpati kepada pemuda yang ganteng
itu. "Itu rencana bagus sekali!" ujar Ulupi setengah berseru.
"Tetapi apakah bisa?"
"Mengapa tidak?"
Ulupi berpikir sejenak. Lalu memutuskan :
"Mari kita kembali ke serambi depan. Sambil ditemani paman Dandung Gumilar,
biarlah kuceritakan perlahan-lahan. Setelah itu, teputusan berada di tangan
pangeran." Belum lagi Pangeran Jayakusuma sempat menanggapi, tiba-tiba terdengar suara
larinya dua orang pengawal Ulupi. Hampir berbareng dua orang pengawal itu
berseru : "Tuanku puteri! Menurut laporan, Narasinga berhasil merobohkan laskar Majapahit
yang menjaga pohon peti jenasah..."
"Lalu?" Baik Pangeran Jayakusuma maupun Lukita Wardhani dan Diah Mustika Perwita
mengenal belaka siapakah Narasinga. Dahulu mereka bertiga pernah dibuat susah.
Pangeran Jayakusuma kini tidak usah gentar manakala bertemu dengan pendeta sakti
dari Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sigaluh itu. Namun semenjak ia memiliki Ilmu Manunggal yang sempurna belum
pernah ia mengadu kepandaian. Maka di dalam hati, ingin ia mencobanya apakah
sudah sanggup melawan kesaktian pendeta dengan seorang diri. Sebaliknya Diah
Lukita Wardhani dan Diah Mustika Perwita tercekat hatinya begitu mendengar nama
Narasinga disebut. Seperti saling berjanji, mereka berdua berpaling kepada tuan
rumah. Mereka terheran-heran, karena sikap Ulupi biasa-biasa saja. Sama sekali
wajahnya tidak menunjukkan kesan tertentu. Bahkan boleh dikatakan ia bersikap
tak acuh. Tidak mengherankan laskar pengawalnya kelihatan gugup.
Sahut mereka bergantian: "Apakah kita perlu memberi bantuan?"
"Tidak usah." ujar Ulupi. "Narasinga bukan seorang pendeta yang bodoh. Ia tahu
apa arti peti jenasah yang tergantung di atas pohon itu. Tentunya ia akan segera
datang kemari untuk minta penjelasan. Apakah paman Dandung Gumilar sudah siap
menyambut tetamu istimewanya itu?"
Kedua orang pengawalnya lantas saja mengundurkan diri.
Rupanya mereka sudah terlatih mengenal pribadi majikannya.
Pertanyaan mengandung perinlah pula. Maka dengan setengah berlarian, mereka
melintasi penyekat dinding menqju ke serambi depan.
Pangeran Jayakusuma jadi terlarik kepada masalah peti jenasah yang tergantung di
atas pohon seperti laporan Panglima Wirawardhana. Jelas sekali, isinya bukan
jenasah Arinta, adik Ulupi. Lalu siapa" Selamanya dia seorang pemuda yang
usilan. Rasanya tidak mau sudah, apabila belum memperoleh kgjelasan.
Walaupun kini sudah lebih matang, namun watak usilannya itu bukan berarti musnah
dari lubuk hatinya. Maka dengan penuh ingin tahu ia menegas :
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah Narasinga mempunyai kepentingan terhadap peti jenasah itu?"
"Kukira siapa yang merasa dirinya mampu berbuat akan berusaha menurunkan peti
jenasah itu." sahut Ulupi.
Berkata demikian, ia mendahului berjalan. Pangeran Jayakusuma tidak berani
terlalu mendesak. Bukankah Ulupi berjanji hendak menceritakan perlahan-lahan
mengenai peti mati itu" Maka dengan isyarat mata, ia mengajak Diah Lukita
Wardhani dan Diah Mustika Perwita mengikutinya dua langkah di belakangnya.
Tiba di halaman tengah, Ulupi minta disediakan tiga batang pedang. Dua orang
pelayannya segera mempersembahkan tiga batang pedang itu kepadanya. Dengan
sekali melirik tahulah Pangeran Jayakusuma, bahwa ketiga batang pedang itu
biasa. Hanya saja dia tidak tahu apa maksud Ulupi. Tiba-tiba gadis cantik luar biasa
itu berkata kepada Diah Mustika Perwita :
"Adik! Aku memanggilmu adik, karena engkau murid ayahku.
Dengan begitu dalam perguruan engkau adalah adik-
seperguruan-ku. Lagipula usiaku jauh lebih tua daripadamu. Kau berumur berapa,
adik?" "Dua puluh tiga masuk duapuluh empat tahun. " sahut Diah Mustika Perwita dengan
pandang tak mengerti. "Kalau begitu usiaku tiga tahun lebih tua daripadamu." Ulupi berkata ramah.
"Coba aku ingin tahu sampai dimana ayah mewariskan ilmu pedangnya."
"Apakah engkau hendak mengiriku?" Diah Mustika Perwita tercengang.
Ulupi mengangguk, lalu mengangsurkan sebilah pedang kepada Diah Mustika Perwita.
Diah Mustika Perwita berbimbang-bimbang. Ia merasa tak enak hati. Kecuali Ulupi
adalah kakaknya seperguruan, diapun tuan rumah pula. Masakan harus bertempur
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melawannya, meskipun hanya dimaksudkan sebagai ujian belaka" Karena berbimbang-
bimbang ia berpaling kepada Pangeran Jayakusuma untuk meminta bantuan.
Perubahan Ulupi yang mendadak itu, memang mengherankan kalau tidak boleh disebut
mengganjilkan. Namun dasar ia keranjingan kepada macam ilmu kepandaian lagipula
belum pernah melihat sampai dimana kepandaian Ulupi, diam-diam hatinya
menyetujui. Andaikata Diah Mustika Perwita kalah, tak apalah, bukankah dalam
urutan perguruan sebagai adik-sepeiguruan" Maka dengan tertawa ia berkata:
"Adik! Kakakmu ingin mengujimu beberapa jurus. Siapa tahu kakakmu berkenan
memberimu petunjuk-petunjuk demi kemajuanmu sendiri untuk hari depanmu."
Inilah kata-kata yang tak diharapkan oleh sebabnya ia menoleh kepada Diah Lukita
Wardhani. Biasanya puteri yang satu itu, bersikap tegas menghadapi peristiwa
yang datangnya mendadak. Namun kali ini Diah Lukita Wardhani menutup mulut.
Pandang matanya adem saja. Maka dengan hati berat, ia menerima pedang Ulupi
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seraya berkata dengan suaranya yang manis:
"Demi perintahmu akan kuiringkan kehendakmu. Hanya saja, hendaklah ayunda jangan
segan-segan memberi petunjuk-petunjuk."
"Kenapa kau berkata begitu?"
"Aku murid ayahmu. Tentunya ayunda jauh lebih menguasai daripadaku."
"Tidak aku tidak akan menggunakan ilmu pedang ayahku meski sejuruspun.
Sebaliknya aku akan menggunakan ilmu pedang Nayaka Madu yang dulu pernah
mengalahkan Pangeran Jayakusuma." Ujar Ulupi "Aku ingin tahu, apakah engkau
dapat mengimbangi Ilmu Pedang Pancamarga yang disegani orang."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena Ulupi menyinggung-nyinggung nama Ilmu pedang dan dirinya, Pangeran
Jayakusuma memotong : "Ulupi ! Ilmu pedang Pancamaiga tidak mudah diketahui orang luar. Bagaimana
engkau dapat menggunakannya?"
"Aku tidak hanya pandai menggunakan, tetapi mewarisinya."
sahut Ulupi dengan tertawa riang. "Jangan lupa, aku pernah menjadi anak
angkatnya. Setiap kali Nayaka Madu berlatih, akulah yang melayani. Ia mengira
aku tidak mempunyai kepandaian apapun. Karena itu, aku dapat mengamati dan
memahami dengan leluasa."
Sederhana saja keterangannya. Tentunya setelah dapat mengelabui Nayaka Madu
sesempurna-sempurnanya. Karena memiliki otak cemerlang, ia tidak heran bila
Ulupi dapat memahami dengan satu kali lihat saja. Akhirnya memutuskan.
"Baiklah, adik." katanya kepada Diah Mustika Perwita. "Kau layani kakakmu
seperguruan dengan sungguh-sungguh."
Diah Mustika Perwita mengangguk. Sementara itu para pelayan datang membawa
belasan obor yang dinyalakan terang-benderang sekeliling lapangan. Kedua puteri
itu yang memiliki kecantikannya masing-masing, memasuki lapangan. Dan berkatalah
Ulupi kepada Diah Mustika Perwita :
"Pedang kita masing-masing bukan termasuk pedang pusaka.
Meskipun demikian cukup tajam untuk membunuh orang. Karena itu bersungguh-
sungguhlah!" Diah Mustika Perwita mengangguk. Ia tahu dan mau percaya, otak Ulupi encer luar
biasa. Tentunya mempunyai alasan tertentu, apa sebab dirinya perlu diuji.
Hatinya tergelitik. Tiba-tiba teringatlah ia, pedang pusakanya masih tergantung
di pinggangnya cepat ia menitipkannya kepada Pangeran Jayakusuma dengan tersipu-
sipu. "Perwita, biarlah aku yang menjaga pedangmu." Tungkas Diah Lukita Wardhani
sambil menyambar pedangnya.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diah Mustika Perwita tercengang. Betapa tidak" Selamanya, ia mendudukkan
kehadiran Diah Lukita Wardhani di atas dirinya sendiri seakan-akan sebuah pusaka
dewa yang keramat. Sekarang dia berkenan menjaga pedangnya. Keruan saja, hatinya jadi besar. Dan
dengan kesan itu, ia kembali memasuki gelanggang adu kepandaian.
"Silahkan!" katanya dengan senyumnya yang khas.
"Kenapa tidak kau mulai?" sahut Ulupi.
"Ayunda yang menghendaki, maka aku wajib menunggu."
Ulupi tertawa Katanya: "Adik, kau adik-sepenguruanku. Sebagai kakak seperguruan, aku hanya berkenan
mengiringkan." Diah Mustika Perwita menimbang-nimbang. Akhirnya
memutuskan. Sahutnya: "Guruku lebih dari dua atau tiga orang. Biarlah aku menggunakan salah satu
warisan kepandaiannya. Namanya: Bintang Sapta menembus udara."
"Eh!" Ulupi tertawa geli. "Terhadap lawan, masakan engkau harus menyebutkan
nama-namanya setiap kali engkau menggerakkan pedangmu" Silahkan!"
Diah Mustika Perwita seorang gadis yang berperasaan halus dan berbudi luhur.
Agaknya Ulupi menghendaki agar dirinya mulai dulu. Sebenarnya hatinya merasa
tidak enak. Namun Karena di desak, terpaksalah ia menggerakkan pedangnya sambil
berseru: "Awas!" Apa yang dinamakan dengan istilah Bintang Sapta menembus udara, sebenarnya
adalah semacam tipu-muslihat untuk mengelabui lawan. Gerakan pedangnya cepat
luar biasa dan menembus tujuh jurusan. Meskipun hanya merupakan satu tipu-Dendam
Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muslihat, namun sangat berbahaya apabila dilakukan dengan seluruh tenaga
saktinya. Sayang, Diah Mustika Perwita berkelahi dengan hati setengah-setengah.
Tenaga yang dikerahkan hanya lima atau enam bagian saja, sehingga pedangnya
kurang lincah dan kurang cepat
Tidak demikian halnya Ulupi. Sebagai seorang gadis yang memiliki otak cemerlang,
dengan segera ia dapat membaca keadaan hati Diah Mustika Perwita. Terus saja ia
menimpali dengan gerakan saling menyusul. Pada suatu saat, ujung pedangnya
berputar melibat tangan. Diah Mustika Perwita terperanjat. Hampir saja tangannya kena papas. Buru-buru ia
mengelak. Dengan demikian, tangannya tidak sampai terpapas pedang Ulupi. Ia
mundur setengah langkah. Tepat pada saat itu, ujung pedang Ulupi menghampiri
pundaknya. Cepat-cepat ia meringkaskan badannya. Lalu membalas menyerang secepat
kilat. Hanya saja, sasarannya selalu menusuk udara kosong. Ternyata Ulupi gesit
luar biasa. Memperoleh pengalaman pahit itu, Diah Mustika Perwita kini jadi bersungguh-
sungguh. Pada saat itu, terdengar Ulupi tertawa sambil berkata:
"Adik, kau mengalah! Bersungguh-sungguhlah !"
Bunyi tertawanya sangat merdu. Pangeran Jayakusuma yang berada di luar
gelanggang tergetar hatinya. Dasar ia seorang pemuda yang berpembawaan romantis,
lantas saja mengawaskan wajahnya yang cantik luar biasa. Ia jadi teringat kepada bibinya
Retno Marlangen yang memiliki suara tertawa yang merdu pula. Kecuali cantik,
gerakannya gesit dan berpembawaan tenang. Ulupi pun demikian. Pedangnya
menyambar-nyambar dengan sebat Setiap kali ujung pedang Diah Mustika Perwita
mengancam dirinya, selalu ia dapat mengelakkan pada saatnya yang tepat
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Menurut kakang Mijil Pinilih, kepandaiannya biasa-biasa saja.
Ternyata ilmu pedangnya tinggi dan setaraf dengan Perwita."
pikir Pangeran Jayakusuma di dalam hati. "Kalau bertempur melawan Diah Lukita
Wardhani mungkin ramai sekail"
Guru Diah Mustika Perwita banyak jumlahnya. Kecuali Tunggaldewa, ia menerima
petunjuk-petunjuk dari Pangeran Jayakusuma, Diah Lukita Wardhani, Galuhwati,
Ratu Jiwani dan yang terakhir Ki Ageng Cakrabhuwana. Hanya saja ia tidak
berbakat, meskipun otaknya cerdas. Ia lebih senang menggeluti kitab-kitab sastra
dan falsafah. Meskipun demikian, pada saat itu Ilmu Pedangnya belum tentu dapat
di kalahkan Narasinga dalam waktu yang pendek. Tipu-tipunya lengkap. Serangannya
menjadi suatu rangkaian saling menyusul. Dan sergapannya susah diduga.
"Bagus!" puji Ulupi. "Akan tetapi, lebih baik adik mendalami ajaran ayah. Memang
ilmu pedangmu bisa dibuat menggertak orang. Tetapi bagaimana kalau menggunakan
ilmu Pedang Pancamarga andalan Nayaka Madu?"
Setelah berkata demikian, tiba-tiba ia menyerang hebat sekali sampai anginnya
bergulungan bagaikan badai. Ia menggunakan salah satu tikaman ilmu Pancamarga.
Pangeran Jayakusuma pernah bertempur melawan Nayaka Madu pada waktu mula-mula
memasuki lembah Untara Segara. Ilmu pedangnya yang sudah hampir mencapai tataran
sempurna, kena dikalahkan.
Pengalaman itu tidak pernah terhapus dalam ingatannya. Sebab setelah dikalahkan
ia terpaksa mendekam di penjara selama dua tahun. Itulah sebabnya pula, semua
pukulan, semua tikaman, semua tipu-muslihat Ilmu Pancamarga tidak pernah
terlupakan. Maka begitu melihat jurus yang digunakan Ulupi segera ia mengenalnya. Tak
dikehendaki sendiri, bulu kuduknya bergidik.
Untung, Ulupi hanya menggunakan enam bagian tenaganya.
Walaupun begitu, bukan berarti tidak berbahaya. Dahulu Nayaka Madu tidak dapat
dirobohkan meskipun dikerubut dua. Padahal Dendam Empu Bharada http://dewi
-kz.inco/ Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ilmu Pedang Retno Marlangen bukan rendah. Dengan Ilmu pedang gabungan, Narasinga
pernah terjungkal. hai itu berarti, bahwa Nayaka Madu dahulu melawan dirinya dan
Retno Marlangen dengan membagi tenaga saktinya menjadi dua bagian. Tangan
kirinya untuk melawan ilmu pedang Retno Marlangen, sedang tangan kanannya untuk
membendung serangannya. Sekarang, Ulupi menggunakan enam bagian tenaga saktinya.
Apakah Diah Mustika Perwita dapat melawannya dengan seorang diri" Memang tenaga
sakti Nayaka Madu tiada dapat dibandingkan dengan tenaga sakti Ulupi. Namun bila
dibandingkan dengan tenaga sakti Diah Mustika Perwita seperti keadaannya sewaktu
bertanding melawan Nayaka Madu. Sebab himpunan tenaga saktinya kala itu seimbang
dengan Nayaka Madu. Diserang dengan ilmu pedang Pancamarga, Diah Mustika Perwita tidak berani main
coba-coba lagi. Memang benar ujar Ulupi. Ia harus melawan Pancamarga dengan ilmu
warisan ajaran Ki Ageng Cakrabhuwana. Agaknya, Diah Mustika Perwita ditetapkan
oleh sejarah sebagai cikal-bakal ilmu kepandaian yang kelak menyebar di Jawa
Barat. Dalam keadaan terdesak, ia dapat mengambil keputusan yang tepat Maka
setelah melalui tiga gebrakan, keadaan mereka berdua seimbang.
Selama itu, Diah Lukita Wardhani mengikuti pertempuran mereka dengan saksama, la
adalah murid langsung Ratu Jiwani.
Biasanya ia terlalu bangga kepada kepandaian sendiri. Tetapi setelah menyaksikan
ketangguhan Diah Mustika Perwita, diam-diam ia keheran-heranan. Benar-benar
hebat, pikirnya siapakah yang dapat merubah puteri yang lemah lembut itu menjadi
seorang pendekar yang berkepandaian tinggi"
Setelah pertempuran itu melampui tujuhpuluh gebrakan, Ulupi kemudian melesat ke
luar gelanggang sambil tertawa. Katanya setengah berseru :
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Adik! Tidak sia-sia ayah memilihmu menjadi ahli warisnya.
Kabarnya engkau tidak berbakat Ternyata engkau tidak akan mengecewakan ayah.
Hanya saja engkau harus mengenal tabiat, sifat dan perangai orang lebih banyak.
Ada pepatah : melawan seratus orang bersenjata lebih mudah daripada sambaran
panah di belakang punggungmu. Ringkasnya engkau harus berwaspada terhadap lawan-
lawanmu yang menggunakan racun, jebakan dan akal keji."
"Terima kasih." Diah Mustika Perwita membungkukkan badanya. "Terima kasih...
ayunda terlalu mengalah kepadaku.
Kepandaian ayunda jauh berada diatasku. Tetapi nasehat-nasehat ayunda akan
kuperhatikan." Ulupi tertawa. Berpaling kepada Pangeran Jayakusuma sambil berseru minta
pertimbangan : "Bukankah begitu, pangeran?"
Teringat akan pengalaman sendiri dan Ki Ageng Mijil Pinilih, Pangeran Jayakusuma
mengangguk membenarkan. Akan tetapi pikirannya melayang ke arah lain. Sebagai
seorang pemuda yang cerdas luar biasa, jalan pikirannya tidak berselisih jauh
daripada Ulupi. Tindakan Ulupi yang tiba-tiba menguji Diah Mustika Perwita
menarik perhatiannya. Ulupipun tidak berkelahi dengan sungguh-sungguh. Begitu
akan memasuki saat-saat yang seru, dia melompat ke luar gelanggang dengan
mendadak pula. Apa maksudnya" Ia percaya dan teringat kepada tutur-kata Ki Ageng
Mijil Pinilih, bahwa Ulupi seorang gadis yang memperoleh karunia alam luar
biasa. Pikirannya sudah dapat membaca masa depan jauh melebihi manusia-manusia
yang tergolong pandai. Setiap ucapan dan tindakannya, tentu menggenggam suatu
makna dan tyjuan tertentu. Sungguh! Pada saat itu, meskipun ia termasuk golongan
orang yang pandai berpikir, belum juga dapat menebak tujuan Ulupi
Beda lagi tanggapan Diah Lukita Wardhani. Gadis ini perajurit sejati. Setiap
pikiran dan tindakannya dijiwai masalah negara.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebagai seorang Bhayangkari, kewaspadaanya cepat sekali timbul. Semenjak tiba di
rumah Ulupi, ia sudah menyiasati tuan rumah. Menurut pendapatnya, ucapan dan
kata-kata maupun keterangan Ulupi tidak lengkap. Selalu terputus di tengah
jalan. Umpamanya cerita tentang dirinya yang berperan sebagai Maruti.
Masalah itu dilampui saja secara mudah. Kemudian tentang diri Arinta yang
dikabarkan sudah menjadi jenasah akibat ulah Nayaka Madu. Hubungannya dengan
Nayaka Madu juga kurang jelas. Juga hubungannya dengan Prabasini dan Dandung
Gumilir. Dan setiap kali hendak memberi keterangan, tentu minta waktu.
Dia bersikap seperti seorang pendekar menunggu reaksi lawannya. Dan yang
terakhir, ia masih menganggap tokoh Ulupi sebagai tokoh yang menyembunyikan
teka-teki. Benarkah dia Ulupi benar-benar" Kalau benar-benar Ulupi puteri Ki
Ageng Cakrabhuwana, mengapa perlu menguji Diah Mustika Perwita di hadapan orang
banyak" Bukankah Diah Mustika Perwita murid ayahnya" Andaikata bersifat menguji,
tentunya lebih kena bila dilakukan diluar pengamatan orang lain. Ajaklah saja
Diah Mustika Perwita ke tempat yang sunyi, bila dia benar-benar ingin
mengujinya. Mengapa bertindak bodoh" Jangan-jangan dia justru bermaksud hendak
membuka mata segenap anak-buahnya, bahwa ketiga tetamunya berkepandaian. Dengan
begitu agar anak-buahnya jangan bertindak ceroboh. Paling tidak mereka semua
dapat mengukur kepandaian Diah Mustika Perwita sebagai kelinci percobaan.
Ulupi memang gadis yang istimewa. Ia seperti dapat membaca keadaan hati Diah
Lukita Wbrdhani dan Pangeran Jayakusuma.
Sambil menyerahkan pedangnya kepada pembantunya, ia berkata mengajak:
"Nah, mari! Kukira sudah waktunya aku bercerita lebih jelas lagi."
la mendahului ketiga tetamunya memasuki ruang dalam dan langsung duduk diatas
kursi. Pangeran Jayakusuma saling Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pandang dengan Diah Lukita Wardhani. Kemudian ikut masuk pula ke ruang tengah
dan segera mengambH tempat duduk. Diah Mestika Perwita yang harus menyerahkan
pedang pinjamannya segera menyusul duduk di samping Pangeran Jayakusuma. Dia
seorang gadis yang bebas dan praduga. Karena itu apa yang dilakukan Ulupi
kepadanya, dianggapnya soal biasa saja.
Waktu itu petanghari sudah memasuki tirai malam. Belasan pelita dinyalakan
terang-benderang sehingga suasana dalam ruang tengah nampak semarak. Para
pelayan hilir mudik menyediakan hidangan-hidangan malam yang nampaknya terpilih.
Siapapun akan segera timbul selera makannya begitu melihat macam masakannya.
Tetapi Diah Lukita Wardhani yang sudah biasa hidup dalam istana dan selalu
berwaspada terhadap lahan terbangun rasa curiganya begitu melihat macam hidangan
yang disediakan. Dengan pandang mata berkilat-kilat ia mengembarakan pandangnya.
Dimanakah Dandung Gumilar yang dijanjikan"
-o0~DewiKZ~0o- DONGENG ULUPI Karena dipersilahkan Ulupi untuk mencicipi hidangan yang disediakan, Diah Lukita
Wardhani terpaksa menahan diri. Dengan sekali melirik, ia melihat Pangeran
Jayakusuma sudah menggerumiti ayam kuah begitu nikmat. Diah Mustika Perwita
segera pula meneguk minuman dan mulai makan. Maka tiada alasan baginya untuk
menolak tawaran Ulupi. Ia menghibur diri, siapa tahu Dandung Gumilar akan muncul
dan dalam kamarnya. Tetapi Dandung Gumilar tetap saja tidak menampakkan batang hidungnya, meskipun
hidangan mulai diundurkan.
Bahkan, setelah Ulupi meneguk minumannya ia berkata seperti kepada dirinya
sendiri: Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pangeran! Tentunya pangeran menunggu paman Dandung Gumilar. Pada saat ini,
beliau sedang kusuruh menjemput. Beliau berdiam kira-kira lima pal jauhnya dari
sini. Setelah dua pertiga himpunan tenaga saktinya lenyap akibat pukulan
pangeran, beliau sekarang hidup menyendiri."
Aneh adalah keadaan hati Diah Lukita Wardhani. Tadi dia mengharapkan keterangan
di mana Dandung Gumilar berada.
Justru setelah Ulupi memberi keterangan hatinya tercekat. Hal itu disebabkan,
karena ia terperanjat terhadap Ulupi. Gadis itu benar-benar pandai membaca
keadaan hati tetamunya. Paling tidak dapat membaca hatinya. Tak dikehendaki
sendiri, tiba-tiba saja ia merasa kalah perbawa.
"Wilayah ini termasuk wilayah Untara Segara." Ulupi mulai berkata lagi. Lalu
tertawa perlahan setengah mendengus.
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Untara Segara! Bukankah Untara Segara nama Kahyangan Dewa Wisnu" Tetapi
kenyalaanya tidak demikian. Justru wilayah ini penuh dengan racun, tipu-muslihat
dan perbuatan-perbuatan yang keji. Namun kira-kira seratus tahun yang lalu,
wilayah Untara Segara ini benar-benar pantas disebut kahyangan di atas bumi.
Sebab pemiliknya kecuali sakti, berbudi luhur pula.
Pemandangan di Seluruh wilyah sangat indahnya. Di atas bukit yang pernah kita
lalui terdapat sebatang pohon mustika bernama Dewadaru. Termashur sebagai pohon
sumber kehidupan yang dapat memperpanjang usia. Bahkan diceritakan pula, barang
siapa yang memakan buahnya akan memiliki himpunan tenaga sakti istimewa. Kecuali
itu, tidak mempan ketajaman senjata macam apapun. Karena itu, bukit terjaga
rapat dan dirawat dengan sebaik-baiknya ibarat seekor lalat-pun tidak dapat dari
pengamatan." "Siapakah nama pemiliknya?" Pangeran Jayakusuma menyela.
"Pangeran!" sahut Ulupi dengan senyumnya yang khas.
"Cerita ini masih sangat panjang. Kalau pangeran terlalu Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bernafsu, akan kehilangan maknanya. Bagaimana pendapat tuanku puten?"
Diah Lukita Wbrdhani sudah memperoleh pengamatan
terhadap jalan pikiran Ulupi. Jalan pikiran Ulupi sangat teratur sehingga
berkesan dapat membaca pikiran orang lain. Namun terhadap pertanyaan Pangeran
Jayakusuma ia setuju. Sebab kadangkala, Ulupi sengaja membiarkan setiap
pernyataannya, tidak selesai sehingga terasa mengganggu. Maka ia menjawab dengan
sedikit mengulum senyum: "Bila disebutkan, barangkali kita malahan lebih dapat meresapi maknanya."
"O, begitu?" Ulupi menyahut dengan nada suara ditinggikan.
"Baiklah kukatakan sekarang agar hati tetamu ku puas. Dialah leluhur Nayaka
Madu. Namanya Naradata."
"Kau sebutkan dia berbudi luhur" Mengapa anak-keturunannya setelah sampai kepada
Nayaka Madu, jadi sebaliknya?" seru Pangeran Jayakusuma. Dan teringat perlakuan
Nayaka Madu terhadapnya, wajahnya kelihatan bersemu merah menyala.
"Itu ada sebabnya." Ulupi memberi keterangan. "Biarlah kuselesaikan ceritaku ini
Aku percaya, segera akan tahu sebab-musababnya. Tetapi kuharap jangan dipotong
ceritaku." "Baik. Aku akan menjejali mulutku dengan panganan hidanganmu." Pangeran
Jayakusuma berjanji. Ulupi memperbaiki letak duduknya. Setelah berdehem dua kali, ia melanjutkan:
"Naradata mempunyai dua orang murid. Sogata dan Sugata, namanya. Dua orang murid
kembar yang sangat dipercaya.
Mereka berdua itu_pula yang memelihara dan menjaga pohon Dewadaru. Hampir tidak
pernah sejengkalpun mereka meninggalkan pohon ajaib itu. Sebab kecuali sadar
betapa besar Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
khasiatnya, mereka berharap pada suatu kali diperkenankan gurunya memetik sebuah
untuk mereka berdua. Cukuplah sudah.
Meskipun masing-masing hanya akan kebagian separoh. namun buah itu akan bisa
membuat mereka sakti melebihi manusia lumrah. Akan tetapi buah Dewadaru itu
sendiri, hanya berbuah empat lima tahun sekali Dan seluruhnya harus
dipersembahkan dengan utuh kepada Naradata. Kalau sampai kurang, mereka akan
merasakan getahnya. Mereka bisa dibuat cacat untuk seumur hidupnya. Pendahulunya
pernah mengalami malapetaka demikian.
Pada suatu hari Naradata kelihatan bergembira. Dengan suara setengah gegap
gempita, ia memanggil Sogata dan Sugata menghadap. Berkata dengan suara
bergelora: "Kalian tahu apa sebab aku bergembira?"
Sogata yang cerdik dan pandai mengambil hati gurunya, segera menjawab:
"Apa lagi yang dapat menggembirakan hati guru, kalau bukan kemajuan ilmu sakti
yang diperoleh guru berkat ketekunan guru."
"Maksudmu aku mendapat kemajuan?"
"Benar." "Ha ha.. .tetapi kali ini kau salah tebak. Memang hampir mirip, tetapi tidak
serupa." Sogata menoleh kepada Sugata untuk minta bantuan. Sugata yang tidak secerdik
gurunya, berkata dengan lambat:
"Hampir mirip tetapi tidak serupa... apakah guru akan memperoleh seorang putera
yang diharapkan guru?"
"Aku mendapat seorang putera" Apa maksudmu?" Naradata setengah membentak.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
-Sebab kesaktian guru yang begitu hebat, bukankah sayang apabila tidak
diwariskan kepada salah seorang putera guru yang memang sanggup mewarisi
kepandaian guru?" Mendengar alasan Sugata mengemukakan pendapatnya, Naradata tertawa terbahak-
bahak. Serunya: "Bukan, bukan! Bukan itu! Memang aku perlu seorang anak yang dapat mewarisi
kepandaianku. Tetapi makna anak bisa bermacam-macam. Seorang murid yang
berbaktipun, kedudukannya kadangkala melebihi anaknya sendin. Namun dalam hal ini bukan
kalian berdua," Hati Sugata tercekat Tadinya ia mengharapkan ucapan gurunya itu dialamatkan
kepadanya. Ternyata tidak demikian.
Tak dikehendaki sendiri, wajahnya berubah. Maka cepat-cepat ia menundukkan
kepalanya. Syukur Naradata tidak sempat memperhatikan. Sebab hatinya sedang gembira.
Seluruh perhatiannya Berada pada apa yang sedang menggembirakan hatinya. Serunya
lagi: "Dengarkan! Dalam waktu dekat ini, aku bakal menerima tiga orang tamu istimewa.
Mereka datang dari Suwarnadwipa ( baca: Sumatra). Tiga orang tersakti pada jaman
ini. Camkan nama mereka. Yang pertama: Wisakarma. Kemudian Brihawan dan
Adityasuta. Hm, Hm... kalau mereka datang akan genaplah sudah apa makna diriku
hidup. Maka layanilah mereka sebaik-baiknya.
Hidangkan dua buah Dewadaru. Hahaaaaa...aku ingin tahu bagaimana caranya
membagi" "Guru sendiri hendak kemana?" Sogata dan Sugata minta keterangan dengan
berbareng. "Katakan kepada mereka, aku menghadap guru untuk memberitahukan kedatangan
mereka." sahut Naradata dengan tersenyum-senyum puas.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sogata dan Sugata tidak berani lagi untuk minta penjelasan lebih jauh. Hanya
saja, di dalam hati mereka heran apa sebab tiga tetamunya memperoleh perhatian
begitu tinggi. Tetapi di balik itu-pun, timbul teka-teki mengapa hanya diberi
dua buah Dewadaru untuk tiga orang. Apakah gurunya mengharapkan mereka saling
bertempur" Bila demikian, kenapa justru ditinggal pergi"
Keesokan harinya, Naradata benar-benar hendak berangkat meninggalkan Untara
Segara. Sebelum berangkat, ia memeriksa buah Dewadaru dan menghitung berapa
jumlahnya. Semuanya masih lengkap. Empatbelas buah. Lalu berkata kepada Sogata
dan Sugata: "Dengarkan sekali lagi perintahku! Kalian berdua harus menghormati tetamuku.
Kemudian petikkan dua buah Dewadaru untuk mereka bertiga. Kalian ingat?"
Sogata dan Sugata mengiakan. Tiba-tiba suatu pikiran menusuk benak Sogata. Minta
penjelasan : "Bagaimana kalau mereka hanya berdua?"
"Hanya berdua" Tidak mungkin!" sahut Naradata yakin. Tetapi pada detik itu pula
ia nampak berbimbang-bimbang. Hal itu bukan mustahil, pikirnya di dalam hati.
Kemudian memutuskan didalam hati. Kemudian memutuskan: "Baiklah, andaikata
mereka hanya datang berdua, petikkan tiga buah Dewadaru."
"Lho!" Sogata heran dan berpaling kepada Sugata. Ia sangsi pada diri sendiri.
Jangan-jangan ia salah dengar. Ia mengharapkan bantuan Sugata. Sugata sering
lambat berpikir, akan tetapi sering-kali cermat pula.
"Mengapa kau heran?" pada saat itu Naradata menegas.
Sugata yang diharapkan ternyata tidak mengecewakan Sogata.
Dengan suara bersemangat Sugata menyahut:
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Untuk tiga orang, guru memerintahkan kami agar menyuguhkan dua buah Dewadaru.
Sebaliknya bila hanya dua orang yang datang, kami agar memetik tiga buah. Apakah
betul?" "Betul" sahut Naradata dengan cepat "Selanjutnya jangan usilan ! Kerjakan saja
apa perintahku." Naradata kemudian meninggalkan Untara Segara dengan tertawa. Dia seorang sakti
yang kebanyakan hidup pada jamannya. Tak ubah siluman, tiba-tiba tubuhnya lenyap
dari penglihatan. Sogata dan Sugata tahu, gurunya seorang sakti.
Namun belum pernah mereka melihat kesaktian gurunya sehebat itu. Benarkah
manusia yang terdiri dari darah dan daging dapat bergerak secepat itu"
"Mari kita hitung kembali berapa jumlah buah Dewadaru!" ajak Sogata. "Hilang
sebuah berarti kepala kita bakal hilang."
"Benar." Sugata mengangguk.
Dengan cennat mereka menghitung jumlahnya, lalu
meninggalkan bukit penuh ingat. Mereka memutuskan untuk tidur diba-wahnya,
selama gurunya tidak berada di tempat Dan hal itu dilakukannya dengan sungguh-
sungguh. Selama menjaga buah Dewadaru, mereka tidak berani berbicara terlalu
keras, karena takut menarik perhatian orang. Memang benar, sekitar bukit itu
ditaburi racun dan jebakan-jebakan binatang. Akan tetapi bila seorang sakti yang
sengaja memasuki wilayah bukit, racun-racun dan jebakan-jebakan binatang apapun,
bukan merupakan suatu halangan. Menyadari kemungkinan-kemungkinan itu. mereka
tidak berani tidur dengan berbareng.
Salah seorang harus tetap berjaga mengamati keamanan wilayah sekitarnya.
Pada hari ketiga, dua orang pelayan datang menyusul dan memberi kabar tentang
datangnya tetamu Sang Naradata.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar kabar itu, tiba-tiba saja jantung Sogata dan Sugata jadi berdebaran.
Terus saja mereka berseru menegas :
"Berapa orang?"
"Tiga orang dan seorang kakek yang terbatuk-batuk terus menerus." sahut dua
orang pelayan berbareng. "Maksudku berapa orang jumlahnya" Tiga atau empat orang?"
"Tiga orang dengan satu orang kakek." dua pelayan itu tetap pada keterangannya.
"Jadi empat orang?"
"Benar." "Nah, berkatalah yang jelas!" Sogata kesal
"Maksud kami, karena yang pantas mergadi tamu Sang Naradata adalah tiga orang
itu. Rata-rata mereka nampak gagah-perkasa, kecuali si kakek yang terbatuk-batuk
terus-menerus mirip orang kena bengek."
"Apakah mereka menyebutkan namanya?"
"Oh ... kami tidak berani menanyakan."
"Baiklah, kalian layani mereka dengan sebaik-baiknya!"
perintah Sogata. "Kami berdua akan segera datang."
Dua pelayan itu kemudian turun bukit. Sogata kemudian menoleh kepada Sugata.
Mereka saling pandang dengan pikirannya masing-masing. Empat orang" Jadi harus
bagaimana" Berapa buah Dewadaru yang harus dipetik untuk mereka"
"Sugata, coba aku ingin mendengar pendapatmu." akhirnya Sogata bedcata. "Kalau
tiga, kita memetik dua buah. Tetapi kalau dua orang, kita justru harus
menyuguhkan tiga buah Dewadaru.
Sekarang ternyata empat"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sogata! Otakmu jauh lebih cerdas dan encer daripada otakku.
Aku selalu lamban. Mengapa tidak putuskan sendiri?" ujar Sugar ta.
"Aku tahu otakmu lamban. Akan tetapi, biasanya orang lamban justru lebih cermat
pengamatannya." Sugata berpikir sejenak. Lalu menjawab :
"Paling bagus, kalau kita lihat sendiri berapa jumlah mereka yang datang. Guru
hanya menyebut-nyebut tiga orang Bagaimana kalau yang seorang itu, bukan tetamu
guru?" "Ah ya.." Sogata bersorak didalam hati. "Kau benar. Nah, ternyata kelambananmu
sangat menolong. Mari kita lihat dulu berapa jumlah mereka. Tolong kau ingat-
ingat nama mereka bertiga yang disebutkan guru. Yang pertama bernama Wisakarma.
Yang kedua, Brihawan. Dan yang ketiga Adityasuta.
Diluar mereka bertiga bukan termasuk tetamu guru. Begitu, bukan" Kau setuju atau
tidak?" "Aku belum bisa memutuskan. Mari kita lihat dulu!" jawab Sugata dengan
berkeringat Ia memang ikut berpikir keras.
Sogata dan Sugata kemudian menemui tetamu gurunya.
Ternyata mereka berjumlah empat Dengan menguasai diri sendiri, Sogata beikata
menyambut: "Apakah tuan-tuan yang bernama Wisakarma, Brihawan dan Adityasuta?"
"Benar. Mana gurumu?"
"Guru sedang di luar daerah. Tetapi kami berdua ditugaskan untuk menyambut
kedatangan tuan-tuan."
"O, jadi gurumu sudah mendengar kabar tentang kedatangan kami?"
"Ya,ya,ya." Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapa kamu?" "Kami berdua adalah muridnya, karena itu berani menyebut Sang Naradata dengan
sebutan guru." "Hm. Lalu apa pesan gurumu?"
Sogata terpaksa menelan ludahnya, karena perbawa
tetamunya itu bukan main besarnya. Menjawab :
"Kami berdua hanya disuruh menerima tiga orang tetamu yang sudah kami sebutkan
namanya. Yang manakah yang bergelar Wisakarma, Brihawan dan Adityasuta?"
"Aku, ini dan itu!" sahut tetamu itu. Ternyata dialah yang bernama Wisakarma.
Orangnya tinggi besar, berjanggut kasar dan bobaewok agak awut-awutan. Suaranya
menggeledek dan pandang matanya menakutkan. Sedang yang bernama Brihawan
berperawakan pendek bulat Pandang matanya memancarkan rasa persahabatan. Beda
lagi dengan yang bernama Adilyasuta.
Menilik namanya tentunya dia bertubuh raksasa. Ternyata Perawakan tubuhnya
tinggi jangkung dan tipis mirip mayat hidup.
Wajahhnya pucat dan kedua matanya agak menjorok ke dalam.
Sikapnya dingin-dingin saja dan sama sekali ddak menaruh perhatian terhadap
sekelilingnya. "Dan.. .eh mohon maaf... aki ini apakah termasuk tetamu guru kami?"
"Kau menyebut apa?" bentak Wisakarma. "Kau berani menyebut aki?"
"Maaf... maaf mohon maaf. Kami harus menyebut
bagaimana?" Sogata bergemetaran.
"Apakah gurumu ddak panah menyebut-nyebut?"
"Sama sekali tidak."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisakarma menyiratkan pandang kepada Brihawan dan Adityasuta. Sedetik kemudian
dia tertawa terbahak-bahak.
Serunya: "Baiklah, barangkali gurumu sudah mengaku kalah."
"Mengaku kalah bagaimana?" ujar Sugata yang selama itu diam menjadi saksi.
"Mohon diberi penjelasan."
"Orang ini bernama Sudarma. Gurumu dahulu pernah melawat ke Suwarnadwipa. Gurumu
berlagak menjadi seorang penyembuh besar. Maka kami saling mengadu kepandaian.
Orang ini kami jadikan kelinci pertaruhan. Terus terang saja dia kami racuni Dan
gurumu berlagak bisa menyembuhkan.
Nyatanya tidak demikian. Lihatlah, sampai hari ini dia masih saja mengidap
penyakit bengek. Apakah gurumu tidak pernah bercerita?"
"Tidak, tidak." sahut Sugata. "Guru hanya hanya berpesan, manakala tuan-tuan
datang, kami harus menyambutnya dengan baik."
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tentu saja! Kalau tidak, apakah perkampungan kalian ingin kubakar habis" Cuhh!"
ujar Wisakarma. "Dan kalian harus tahu, dia ini paman gurumu. Kabarnya dia sanak
raja. Maka kalian berdua harus menyembah padanya."
Mendengar keterangan Wisakarma, buru-buru Sogata dan Sugata menyembah. Tetapi di
dalam hati, mereka heran atas sikap gurunya. Mengapa gurunya justru bergembira
mendengar kabar akan kedatangan mereka bertiga" Mereka tidak sempat berpikir
berkepanjangan. Setelah menyembah kepada kakek Sudarma, Sogata berkata:
"Karena tuan-tuan tentunya harus menunggu guru, silahkan tuan-tuan
beristirahat." Dengan sikap hormat, Sogata dan Sugata membawa keempat tetamunya ke kamar
peristirahatan. Lalu dengan gegap-gempita Dendam Empu Bharada http://dewi
-kz.inco/ Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka memerintahkan sekalian pelayan melayani Wisakarma berempat sebaik-
baiknya. Tetapi Wisakarma seorang ahli racun.
Dan seorang ahli racun mencurigai segalanya Naradata menyambut dirinya dan
memperlakukan dua saudara-seperguruannya terlalu baik. Apa maksudnya" Bukankah
Naradata akan terpaksa mengobati Sudarma dengan buah Dewadaru yang termashur dan
menjadi incaran setiap orang"
Ringkasnya Naradata bakal kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Kalau tidak,
dia bakal kalah. Sebaiknya kenapa dia memerintahkan dua orang muridnya agar
menyambut tetamu-tetamu yang bakal merugikannya dengan baik" Jangan-jangan apa
yang disajikan mengandung racun jahat
Dengan pikiran itu, sudah cukup membuat dirinya bercuriga.
Segera ia memerintahkan dua saudara-sepeiguruannya untuk menyelidiki. Dia
sendiri akan menguntit Sogata dan Sugata. Pada saat itu Sogata dan Sugata sedang
bertukar pikir mengenai jumlah buah Dewadaru yang harus dipetiknya.
"Coba bantulah aku memecahkan masalah ini. Dan jangan main bantah saja!" ujar
Sogata setengah berteriak oleh rasa kesal. "Memang aku bisa salah tafsir.
Sebaliknya, bagaimana seharusnya" Dua buah atau tiga buah?"
"Guru sudah berkata jelas. Kalau tiga orang yang datang, suguhkan dua buah.
Tetapi kalau dua orang, petiklah tiga buah."
sahut Sugata dengan tenang.
"Benar. Tetapi sekarang empat orang. Apa yang harus kita lakukan?"
"Guru tidak menyebut-nyebut nama orang itu. Jadi kita anggap saja, tidak pernah
ada." "Tetapi pendekar Wisakarma menyatakan, bahwa orang tua itu sangat penting.
Apakah bisa kita anggap tidak pernah hadir?"
Sugata menggaruk-garuk kepalanya. Kalau Wisakarma bersikap hormat bisa dianggap
tidak pernah hadir" Paling tidak, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisakarma akan menegor dirinya apa sebab Sudarma tidak kebagian sebuah.
Wisakarma yang mengintip dengan diam-diam, ikut berpikir.
Kalau dua orang yang datang, Naradata memerintahkan kedua muridnya menyuguhkan
tiga buah Dewadaru, ia berpikir. Bila tiga orang yang datang, malahan hanya dua
buah. Apa maksudnya"
Sebagai seorang ahli racun, semuanya diukur dengan bajunya sendiri. Pasti
Naradata bermaksud mencelakakannya.
"Hm, hm... bagus betul kelakuannya!" maki Wisakarma di dalam hatinya. "Dua buah
Dewadaru untuk tiga orang. Bukankah mengharapkan aku bertengkar dengan kedua
adik-seperguruan" Mana mungkin Brihawan dan Adityasuta mengalah untuk menerima separoh" Aku
sendiri tidakkan mau. Karena buah Dewadaru harus di makan seutuhnya."
Setelah memperoleh kesimpulan demikian, ia sudah
memutuskan apa yang hendak dilakukan. Katanya di dalam hati:
"Sogata dan Sugata pada suatu kali pasti akan memetik buah Dewadaru. Biarlah
kuikuti" Memang Sogata dan Sugata masih bertengkar mencari keputusan. Namun menjelang
sorehari Sogata memutuskan begini:
"Sugata! Kurasa benar pendapatmu. Kita harus menganggap Sudarma tidak pernah
hadir Jadi kita memetik dua buah saja"
"Alasanmu?" "Coba pikir! Seumpama kita memetik tiga buah, empat buah atau lima buah, pasti
kita akan mendapat salah. Akibatnya kita berdua akan kehilangan kepala. Kurasa,
lebih sedikit jumlahnya, lebih baik Jadi kita memetik dua buah saja. Kalau toh
masih salah, bukankah kita tinggal menambahi saja" Sebaliknya kalau kelibi-han,
dari mana kita bisa mengganti buah Dewadaru?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, betul!" seru Sugata setengah berjingkrak. Kemudian dengan mata berseri-seri
ia memeluk Sogata. Karena sudah memperoleh keputusan, Sogata dan Sugata mendaki bukit dengm
bersemangat. Sama sekali mereka berdua tidak menyadari, bahwa Wisakarma semenjak
tadi memata-matai Bagi Wisakarma sendiri bukan merupakan kesukaran mengikuti
mereka ber dua. Kepandaian setingkat dengan Naradata.
Malahan mungkin sekali melebihi. Maka dapatlah ia menguntit Sogata dan Sugata
dengan leluasa. Setelah mengetahui beradanya pobon Dewadaru, Wisakarma balik ke kamarnya. Lalu
mengabarkan apa yang sedang dilakukan kedua murid Naradata. Mendengar keterangan
Wisakarma, Brihawan dan Adityasuta geram.
"Syukur, kakang sempat mendengarkan kata-kata budak itu.
Kalau ddak, kita bisa saling bunuh demi memperoleh buah Dewadaru." kata mereka
berdua. "Lalu apa rencana kakang?"
"Kita harus berpura-pura dungu." ujar Wisakarma. "Akulah nanti yang mengatur."
"Maksudku, apakah kita tolak suguhan budak itu" Bukankah sayang?" Brihawan minta
kejelasan. "Serahkan saja kepadaku. Di atas pohon tentunya masih ada duabelas buah. Kita
bagi rata. Masing-masing tiga buah."
"Bagus!" Adityasuta yang pendiam kali ini ikut memperhatikan pembicaraan kedua kakaknya
perguruan. Melihat Brihawan menyatakan rasa setujunya, ia pun mengangguk pula.
Kemudian mereka bertiga sepakat untuk menunggu apa yang akan dilakukan Sogata
dan Sugata. Kedua murid Naradata itu ternyata menunjukkan sikap yang tulus. Benar-benar
mereka berdua hanya melaksanakan perintah gurunya. Dengan membawa sebuah niru
berisikan dua buah Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dewadaru yang masak, mereka datang mempersembahkannya.
Kata Sogata yang berdiri di samping Sugata yang membawa niru:
"Guru kami mengharap agar paman sekalian menerima persembahannya."
"Hm." Wisakarma menggerutu. Kedua matanya memancarkan rasa jengkel dan marah.
"Kami empat orang. Masakan masing-masing hanya kebagian separoh. Kami bukan
kanak-kanak lagi Ambilkan dua buah lagi!"
Sogata membungkuk hormat. Sahutnya dengan suara rendah:
"Mohon maaf tidak berani kami memetik dua buah lagi. Sebab pesan guru hanya dua
buah." "O, begitu" Kenapa tidak kalian makan saja?"
"Kami makan?" Sogata heran.
"Betul Dengan begitu, kalian masing-masing memperoleh sebuah Dewadaru."
Masing-masing mendapat sebuah" Memang itulah idam-idaman mereka berdua. Hanya
saja, tidak berani mereka memperlihatkan keadaan hatinya kepada Wisakarma
bertiga bersama yang bermata sangat tajam. Meskipun demikian, tak urung mata
mereka berkilat sekejap. Dan perubahan pandang mala mereka berdua, sudah cukup
jelas terbaca Wisakarma bertiga, meskipun hanya sekejap.
"Bagaimana?" Wisakarma dan Brihawan menegas dengan berbareng.
Buru-buru Sogata menjawab:
"Tidak berani. Dua buah Dewadaru ini hanya diperuntukkan bagi paman sekalian"
Wisakarma tertawa terbahak-bahak. Serunya :
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah disini terdapat peraturan-peraturan yang kaku begini?"
"Bukan begitu. Kami bisa bebas bergerak dan berbuat apapun juga, namun tidak
untuk buah Dewadaru."
"Oh begitu?" Wisakarma tercengang. "Kau tahu, siapakah sebenarnya kami bertiga
ini" Dengan gurumu, kedudukan kami setingkat. Maka kuperintahkan dan kuijinkan
kalian berdua makan buah ini."
"Tidak." "Tidak bagaimana" Apakah kalian berdua tidak senang?"
"Oh terima kasih. Hanya saja kami tidak berani melanggar perintah guru." sahut
Sogata dengan suara gemetar. "Kecuali aku akan salah terhadap guru, juga
terhadap paman sekalian. Sebab jatah untuk paman sekalian kami langlap."
Kembali lagi Wisakarma tertawa Kali ini dia tertawa geli sampai tubuhnya
teiguncang-guncang. Serunya:
"Baiklah! Kalian berdua ternyata murid yang baik. Pantas gurumu sangat kasih
kepada kalian. Rupanya kalian murid yang mendapat kepercayaannya. Sekarang,
biarlah dua buah Dewadaru ini kuterima."
Sogata memberi isyarat kepada Sugata agar
mempersembahkan dua buah Dewadaru yang berada di atas niru. Dan oleh isyarat
itu, Sugata mengangsurkan nirunya dengan menekuk lututnya.
"Lihat" ujar Wisakarma setengah tertawa "Duah buah Dewadaru persembahan kalian
akan kuterima. Apakah kalian rela" Maksudku kalian tidak ingin memakannya?"
"Tidak." sahut Sogata dengan menyembunyikan mukanya.
"Atau barangkali karena kalian sudah sering memakannya?"
Wisakarma memancing. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukan!" sahut Sogata dan Sugata dengan berbareng. Lalu cepat-cepat membungkam
mulutnya karena merasa keterlanjuran. "Bukan bagaimana?" desak Wisakarma yang cerdik.
"Maksud kami.. .eh.. ." jawab Sogata dengan suara tersekat-sekat "Belum pernah
kami diijinkan makan buah ini"
"Berarti kalian berharap pada suatu hari akan mendapat ijin gurumu memetik buah
Dewadaru untukmu masing-masing sebuah, kan?"
Baik Sogata maupun Sugata tidak pandai menjawab. Sebab memang demikianlah
harapan mereka berdua. Dan melihat adegan itu, Wisakarma tertawa lagi. Lalu
berkata memutuskan : "Kesetiaan kalian sangat menarik hatiku. Dua buah Dewadaru ini kami hadiahkan
kepada kalian berdua. Bagaimana" Mau terima atau tidak?"
Mendengar kata-kata Wisakarma yang hendak menghadiahkan dua buah Dewadaru, terus
saja Sogaia dan Sugata menjatuhkan diri. Dengan menyembah beberapa kali mereka
menghaturkan rasa terima kasih.
"Kami tak tahu lagi harus berbuat bagaimana untuk membalas budi paman sekalian,"
"Sudahlah, jangan banyak cing-cong, bawalah dua buah Dewadaru ini. Kami tidak
memerlukan." ujar Wisakarma.
Dengan bergembira, Sogata dan Sugata membawa dua buah Dewadaru ke kamarnya. Lalu
dengan berbareng mereka menggerumuti buah Dewadaru sampai habis. Ternyata buah
Dewadaru itu tiada bijinya. Pantas, semenjak dulu jumlah pohonnya hanya
sebatang. Rasanya harum segar. Suatu gumpalan hawa menyelusuri seluruh tubuhnya.
Lambat tetapi pasti, seluruh tubuh terasa hangat-hangat nyaman sekali. Tetapi
begitu selesai menghabiskan buah ajaib itu, sekonyong-konyong Dendam Empu
Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka merasa tersengat seekor nyamuk. Tahu-tahu mereka tertidur nyenyak
bagaikan orang mati. Sebenarnya itulah hasil perbuatan Wisakarma. Pendekar ahli
racun ini ingin menguji sampai dimana khasiatnya buah Dewadaru. Ternyata masih
kalah dengan racunnya yang istimewa.
"Sekarang, mari kita petik semua buah Dewadaru!" ajak Wisakarma kepada Brihawan,
Adityasuta dan Sudarma. Karena sudah tahu dimana pohon itu berada, dengan cepat Wisakarma membawa ketiga
temannya mendaki bukit. Tetapi begitu tiba di bukit suatu pikiran menusuk
benaknya. Lalu berkata kepada Brihawan:
"Brihawan, kaulah yang memetik buah Dewadaru. Itulah pohonnya. Adityasuta
menunggu paman Sudarma di sini. Aku akan menyelidiki sekitar tempat ini. Jangan-
jangan Naradata main gila."
"Kau maksudkan jenis-jenis racun?" Brihawan menegas.
"He-e." sahut Wisakarma pendek dan terus saja ia mengarah ke Selatan.
Sudarma yang berbatuk-batuk tiada hentinya, duduk di atas batu. Sedang
Adityasuta berusaha menolong menghentikan batuknya agar tidak membuat suara.
Brihawan sendiri segera mengarah ke pohon Dewadaru yang berada di atas bukit
Waktu itu sedang bulan gede. Semuanya kelihatan nyata oleh kecerahan alam.
Meskipun bagi orang lumrah tidaklah demikan, namun pandang mata Brihawan dapat
menembus semua yang masih nampak samar. Ketajaman matanya membuat dirinya dapat
membedakan warna-warni tumbuh-tumbuhan yang menghiasi bukit. Semuanya terasa
indah dan menimbulkan perasaan nyaman.
"Hm, inilah pohon ajaib yang dikatakan orang?" Brihawan berkomat-kamit di bawah
pohon Dewadaru. Mencium bau harum, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia menengadah. Berkata kepada dirinya sendiri: "Menurut kakang Wisakarma,
jumlahnya duabelas. Biarlah kuhitungnya agar tidak kena salah."
Terhadap Wisakarma, tidak berani ia sembrono. Apalagi sampai mengkhianati. Sebab
sekali Wisakarma menjatuhkan hukuman, di dalam dunia ini tidak terdapat orang
lain yang dapat menandingi keampuhan racunnya. Ini terbukti dengan peristiwa
Sudarma. Menurut kabar, Naradata dapat mengobati segala macam penyakit terkena
racun. Juga memiliki pohon Dewadaru yang ajaib. Nyatanya, tidak dapat menolong
Sudarma. Sudarma akan tetap terbatuk-batuk terus sampai mati. Brihawan terbuka
pula matanya setelah menyaksikan Sogata dan Sugata tertidur pulas bagaikan orang
mati, Padahal mereka baru saja memakan buah Dewadaru. Ham, apalagi yang bisa
dibanggakan Naradata. Itulah sebabnya, tidak berani ia kena salah. Pendek kata hatinya kuncup terhadap
Wisakarma. Memandang warna buah Dewadaru, hati Brihawan tergerak.
Buah ajaib itu tidak hanya menyebarkan bau harum saja, akan tetapi warnanya
indah juga tak ubahnya emas tergosik.
Menyaksikan warna dan baunya, Brihawan percaya pasti menyimpan suatu tenaga
ajaib. Kalau tidak, masakan Wisakarma ingin memakannya pula" Hanya saja ia tidak
tahu dengan pasti, kegaiban apa yang tersimpan dalam buah Dewadaru. Paling tidak
ia percaya, bahwa barangsiapa yang memakan buah Dewadaru akan diperpanjang
usianya Sulit membaca hati Wisakarma yang sesungguhnya. Kalau dia tidak takut menghadapi
Naradata, kenapa bersikap hati-hati"
Tiba-tiba suatu pikiran menusuk benak Brihawan,
"Ah ya! Kakang akan membagi rata sisa duabelas buah.
Bukankah kakang bermaksud menghabiskan persediaan Naradata" Siapa tahu, di
tangan Naradata buah Dewadaru ini berkhasiat lain,"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memperoleh pikiran demikian, kini ia memusatkan
perhatiannya untuk memetik buah Dewadaru. Mula-mula ia hendak memanjatnya.
Ternyata batang dahannya berduri tajam.
Menilik warnanya pasti mengandung racun berbahaya Paling baik kuruntuhkan saja,
pikirnya. Terus saja ia mencari beberapa batu dan ditimpukkan. Dalam hal
menggunakan senjata jarak jauh, Brihawan termasuk seorang ahli. Lemparannya
pasti mengenai bidiknya. Ternyata buah Dewadaru tidak bergeming. Ia terheran-
heran. Kembali lagi ia mencoba. Buah Dewadaru. tidak bergeming. Ia terheran-
heran. Kembali lagi ia mencoba. Buah Dewadarutidak bergeming. Akhirnya ia
mengeluarkan senjata bomerangnya. Dengan mengerahkan tenaga saktinya ia
menyambit buah Dewadaru yang berada di bagian timur. Senjata bomerangnya
mengaung dan membabat tangkainya. Kali ini tangkainya terpapas. Namun aneh!
Suatu keajaiban terjadi. Pada detik itu pula, tangkainya bersambung lagi
sehingga buah Dewadaru itu tetap berada di tempatnya.
"Eh, masakan di dunia ini ada keajaiban begini," Brihawan mengucak-ucak kedua
matanya. Oleh rasa mendongkol, ia melompat tinggi dan tangannya menyambar. Kali ini, ia
benar-benar tak mau kalah. Ia berhasil mencomot sebuah dan dibawanya turun.
Tetapi belum lagi kedua kakinya menginjak tanah, mendadak berkelebat sesosok
bayangan yang merampas buah Dewadaru yang sudah berada dalam genggamannya.
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kecepatan bayangan itu susah dilukiskan.
Begitu kedua kaki Brihawan menginjak tanah, bayangan itu lenyap dari pengamatan.
Tetapi Brihawan bukan pendekar murahan. Di Suwarnadwipa, ia tergolong pendekar
kelas utama. Kepandaiannya hanya berada dibawah Wisakarma. Maka begitu kehilangan pengamatan,
segera ia berpikir: "Ah, masakan setan doyan buah" Kalau doyan, mestinya semenjak dulu Naradata
tidak bakal kebagian."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memikir demikian, matanya di arahkan ke tanah. Samar-samar ia melihat bumi
bergerak-gerak bagaikan gelombang air. Melihat hal itu, terus saja ia tertawa
bergelora : "Hoahahaaaa... kepandaian ini berasal dari tanah leluhurku.
Kenapa bisa merembes sampai disini" " (tentang kepandaian menghilang dalam
tanah, baca: JALAN SIMPANG DI ATAS BUKIT) Dengan sekali gerak ia menyambitkan
bomerangnya yang mengejar arah gerakan gelombang tanah sambil berteriak :
"Hayooo kau hendak lari ke mana?"
Tiba-tiba saja bomerangnya tertangkis balik. Dan muncullah seorang berperawakan
ramping dari dalam tanah. Orang itu mengenakan pakaian hitam. Ia berkumis
pendek. Dengan suara mirip genta ia membalas membentak :
"Hm... apakah kepandaian ini hanya boleh dimiliki oleh tanah leluhurmu" Kau
lupa! Raja Balaputra berasal dari tanah Jawa.
Masakan tidak mempunyai pikiran untuk menyebar-luaskan sampai di sini?"
"Bagus!" seru Brihawan sambil melompat menghalang. "Kau siapa"
"Aku Drubiksa. Kenapa?"
"Kenapa kau merampas buahku?"
Drubiksa membalas mendamprat.
"Mencuri buahmu?"
Brihawan tercengang. "Ya, memang buahku."
"Eh kentutmu!" maki Brihawan. "Buah Dewadaru milik Naradata. " "
"Memang betul" "Memang betul bagaimana?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Memang miliknya, karena dia tahu caranya memetik. Kalau kau bisa memetik buah
Dewadaru menurut aturannya, akupun tidakkan mengganggu."
"Sebenarnya siapa engkau sampai ikut campur masalah ini?"
bentak Brihawan. "Akulah penunggu buah Dewadaru ini."
"Bangsat!" lagi-lagi Brihawan memaki. "Kau anggap aku anak kemarin sore" Nah,
kau kembalikan atau tidak buah Dewadaru itu?"
"Kau ingin memiliki lagi" Itulah soal gampang." Drubiksa tertawa.
"Gampang bagaimana?" Brihawan penasaran.
"Bukankah kau dapat merampasnya kembali" Coba rampaslah kembali dari
genggamanku." "Eh, apakah sulitnya?"
Setelah membentak, Brihawan menerjang dengan sungguh-sungguh. Sungguh
mengherankan! Kecepatan dan kegesitan Drubiksa benar-benar hebat. Dia pandai
beralih tempat dalam sekajap mata saja. Namun Brihawan termasuk seorang jago.
Kepandaiannya sudah mencapai tataran kesempurnaan.
Menghadapi lawan yang gesit luar biasa, segera ia menguasai diri. Lalu
melepaskan pukulan dari jauh.
Drubiksa melompat ke samping, tetapi Brihawan memburunya dengan pukulannya yang
kedua. Bahkan kali ini beruntun seperti membrondong sebuah sasaran. Dan di
berondong pukulan dari jauh, Drubiksa nampak kerepotan. Sedang demikian, muncul
Adityasuta yang terkejut mendengar suara bentakan Brihawan.
Pendeta yang berwajah mayat itu, terus saja menghampiri. Tepat pada saat itu, ia
sempat menyaksikan lawan Brihawan yang gesit bagaikan bayangan.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Eh! Langkah kakinya mirip langkah kaki perguruanku!" ia heran. "Siapakah
gurunya?" Adityasuta memang terkenal sebagai seorang pendekar berwajah mayat yang dapat
bergerak secepat bayangan pula.
Maka begitu melihat kegesitan Drubiksa, ia merasa gatal sendiri Lantas sajaia
masuk ke dalam gelanggang mengikuti setiap gerakan Drubiksa mengelakkan gempuran
Brihawan yang kuatnya bagaikan gunung roboh.
Munculnya Adityasuta, mengejutkan hati Drubiksa. Ia merasa benar-benar ketemu
batunya. Pikirnya, kalau tidak lari secepat-cepatnya, aku menunggu siapa lagi".
Tetapi belum lagi ia bisa mewujudkan pikirannya, Adityasuta sudah meringkus
kedua belah tangannya. Tepat pada saat itu. Wisakarma muncul pula di tepi
gelanggang. "Jangan kau lukai!" serunya
Karena Drubiksa sudah tertangkap, Brihawan membatalkan pukulannya. Sebagai
gantinya ia melompat menghampiri dan ikut membantu Adityasuta meringkus lawan.
Kemudian merampas buah Dewadaru kembali.
"Siapa dia?" Wisakarma minta keterangan.
"Dia merampas buah Dewadaru. Ia mengaku bernama Drubiksa" sahut Brihawan
setengah mengadu. Pelahan-lahan Wisakarma menghampiri. Setelah mengamat-amati Drubiksa, ia
berkata: "Siapa yang menyuruhmu?"
"Tidak ada." sahut Drubiksa dengan suara tak gentar. "Aku datang kemari hanya
untuk memperbaiki kawanmu yang salah langkah."
"Salah langkah bagaimana?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Memetik buah Dewadaru tidak begitu caranya. Harus ditampung dengan kantung
terbuat dari emas. Kalau tidak demikian akan hilang khasiatnya. Bukankah
sayang?" Wisakarma ternyata pandai berpikir. Karena berotak cerdik, ia tertarik mendengar
keterangan Drubiksa. Menegas :
"Apakah benar begitu?"
"Huh!" Drubiksa mendengus. "Selamanya belum pernah aku berdusta. Kau tidak
percaya" Coba buanglah buah itu ke atas tanah. Dan tanah akan menghisapnya
habis." Wisakarma yang cerdik percaya kata-kata Drubiksa. Tetapi ia tidak mau kalah
gertak Ia menyambar buah Dewadam yang berada dalam genggaman Brihawan lalu
dilemparkan benar-benar ke tanah. Dan buah Dewadaru itupun perlahan-lahan
terserap dalam bumi. Lalu lenyap tak berbekas.
"Sayang, sayang, sayang!" seru Drubiksa sambil membanting-bantingkan kakinya.
"Ha, apakah kau ingin menglalapnya?" Wisakarma tertawa.
"Bukan begitu, tetapi kau tidak melihat akibatnya." Sahut Drubiksa dengan
sungguh-sungguh. "Memang buah Dewadaru sangat ajaib. Bila dimakan langsung dari
kantung pemetik yang terbuat dari emas mumi, pada detik itu pula si pemakan
bakal sakti, luput dari ancaman segala racun dan bertambah umurnya.
Tetapi bila sudah tersentuh tangan, paling-paling hanya kado buah segar yang
bisa menolong orang kehausan."
"Paling-paling hanya sebagai penyegar tenggorokan, katamu?"
Wisakarma tertarik. Ia teringat kepada Sogata dan Sugata.
Sempatkah ia menyentuh buah Dewadaru di atas nirunya" Tak dapat ia mengingat-
ingatnya kembali. Kalau begitu, siapapun dapat diracuni dengan mudah. Jangan-
jangan, demikianlah yang terjadi pada Sogata dan Sugata. Namun kesan itu, tidak
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diperlihatkan kepada Drubiksa. Sementara itu Drubiksa menyahut:
"Memang begitu. Karena itu Naradata memerlukan sebuah kantung yang terbuat dari
emas murni. Sore tadi kulihat dua orang muridnya memetik buah Dewadaru. Kulihat
pula disuguhkan kepada kalian. Kalau kalian makan, toh tiada gunanya. Mungkin
sekali Naradata hendak mengelabuhi dirimu.
Dengan begitu akan memudahkan dirinya menghadapi kalian.
Mula-mula kalian akan berterima-kasih atas budi baiknya.
Mungkin pula, kalian lantas berlagak berlebih setelah memakan buah Dewadaru.
Padahal, buah itu hanya sekedar buah saja."
"Ah!" Wisakarma terkguL "Apakah kedua murid Naradata memetik dengan tangan
telanjang." Wisakarma tercenung sedetik dua detik. Ia boleh merasa dirinya cerdik dan
pandai. Nyatanya, ia tidak mempunyai pikiran de-mikian. Memang ia curiga dan
bersikap waspada terhadap Naradata. Tetapi siapa mengira, bahwa buah Dewadaru
yang termashur itu mendadak saja tiada gunanya lagi, manakala tersentuh tangan
telanjang. Sementara itu Drubiksa berkata lagi:
"Ya, Sogata dan Sugata tidak hanya memetik dengan tangan telanjang saja, tetapi
mereka sembrono pula. Kedua buah Dewadaru yang dipetiknya sempat menyentuh
tanah, walaupun hanya sedetik. Dan sifatnya akan berubah menjadi racun."
"Sifatnya menjadi racun" Coba ulangi lagi!" Wisakarma terpukau.
Drubiksa tertawa menang. Sahurnya :
"Seperti buah yang terlanjur terserap bumi ini. Maka tanah seluruh bukit ini
sudah beracun. Tanahnya akan subur bila ditanami segala jenis racun. Tumbuh-
tumbuhan macam apapun yang tumbuh di sekitar bukit, akan nampak sangat indah.
Bila Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tanaman bunga umpamanya, akan mekar semarak dan warnanya akan sangat menyolok.
Akan tetapi sebenarnya mengandung racun tertentu menurut sifatnya tanaman itu
sendiri. Hm... rupanya Naradata tidak memberi keterangan sifat buah Dewadaru ini kepada kedua
muridnya. Sampai cara memetiknya saja, masih menggunakan tangan telanjang."
"Kau sendiri yang mengenal rahasianya, apa sebab tidak mencuri buah Dewadaru?"
"Aku memang mengenal rahasianya, akan tetapi tidak memiliki kantung emas murni?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukankan bisa dibeli?"
"Memang siapapun dapat membuat kantung emas. Soalnya, bagaimana caranya agar
emas murni itupun. tidak tersentuh tangan."
"Bukankah bisa diakali?" Wisakarma tidak mau mengalah.
"Menggunakan jepitan atau alat lain, umpamanya."
"Ya, ya, ya. Tetapi alat pemetiknya hanya Naradata seorang yang memiliki." ujar
Drubiksa. "Jadi maksudmu, kantung emas tadi hanya dipergunakan untuk menampung?"
"Kau sendiri yang mengenal rahasianya, apa sebab tidak mencuri buah Dewadaru?"
"Betul. Jadi setelah buah terimpas dari tangkainya, harus cepat-cepat ditampung
dengan kantung emas agar tidak runtuh di tanah."
"Lalu, alat apa yang digunakan untuk memetik buah Dewadaru?"
"Sebuah jala yang terbuat dari sutera. Namanya Jala Karawelang. Nah, di dunia
ini hanya Naradata yang memiliki pusaka sakti itu."
Wisakarma tercengang. Itulah suatu berita yang belum pernah didengarnya. Jadi,
Naradata mempunyai jala sutera yang bernama Jala Karawelang" Entah apa sebabnya,
tiba-tiba saja bulu kuduknya bergidik. Ia jadi merasa berterima-kasih kepada
Drubiksa. Lantas saja berkata memerintahkan :
"Brihawan, Aditya ... lepaskan!"
Sebenarnya, Wisakarma tidak perlu memberi perintah demikian. Sebab setelah
mereka berdua ikut mendengarkan keterangan Drubiksa, seperti berjanji mereka
mengendorkan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ringkusannya. Drubiksa sendiri lantas memperbaiki letak pakaiannya. Berkata
mendahului : "Tentunya kalian heran, mengapa aku mau memberi keterangan ini."
"Eh ya... kenapa?" Brihawan menegas. Pendekar yang satu ini, rupanya tidak sabar
lagi. "Pusaka Jala Karawelang itu sebenarnya milik keluarga kami"
"Kau berasal dari mana?" Adityasuta yang semenjak tadi membisu tiba-tiba
menimbrung. "Jauh asalku. Aku berasal dari negeri Loano." sahut Drubiksa.
"Terus terang saja, aku mengharapkan bantuan kalian."
"Apakah engkau tidak berusaha merebutnya kembali?"
"Kalau mampu, apa perlu minta bantuan kalian." Drubiksa setengah menggerutu.
"Berlawan-lawanan dengan Naradata seperti sesosok bayangan. Hatinya susah
diduga. Tindakannyapun sulit ditebak. Seperti pada hari ini. Jelas sekali, dia tahu akan
kedatangan kalian. Buktinya memerintahkan dua muridnya untuk menyuguhkan dua
buah Dewadaru. Sebaliknya, dia sendiri menghilang entah di mana beradanya.
Mengapa membiarkan kalian merajalela di sini padahal dialah satu-satunya orang
di dunia yang memiliki buah Dewadaru. Kelihatannya seperti senjata makan tuan.
Tetapi terus terang saja, aku curiga.
Aku menunggu saatnya yang tepat. Begitu melihat di antara kalian ada yang
berusaha memetik buah Dewadaru, segera aku memunculkan diri."
"Apa yang kau harapkan?" Wisakarma menegas.
"Bagaimana kalau aku menawarkan suatu kerjasama" Hanya saja aku mohon
pertolongan agar Jala Karawelang bisa kembali ke tempat asalnya" ujar Drubiksa.
"Hm, kau bisa apa?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Paling tidak, aku lebih mengenal Naradata daripada kalian.
Sebab sudah bertahun-tahun aku menyelidiki dan mengamati."
Alasan Drubiksa masuk akal. Di dalam hati masing-masing mengakui, bila tidak
mendapat keterangan Drubiksa, tentunya tidak akan mengetahui rahasia pohon
Dewadaru dan adanya pusaka Jala Karawelang. Diapun tergolong manusia sakti pula.
Kepandaiannya menyelam dalam tanah tidak dapat dipelajari sembarang orang. Sebab
orang yang mempelajari ilmu sakti demikian, menurut kabar harus bertapa selama
empat tahun pada masa masih perjaka. Dan ia tidak boleh kawin, manakala masih
ingin memiliki ilmu sakti demikian.
"Baiklah." akhirnya Wisakarma memutuskan. "Apa yang akan kau lakukan?"
"Aku akan berada di belakang kalian. Pada saat-saat tertentu, aku akan muncul"
ujar Drubiksa "Tapi tolong, siapakah nama kalian?"
Brihawan yang pernah bertempur melawannya, menjawab ramah :
"Inilah kakakku sepeguruan Wisakarma Itu, adikku seperguruan bernama Adityasuta.
Aku sendiri, panggillah Brihawan."
Drubiksa memanggut, lalu memohon diri. Dengan cepat ia menyelam ke dalam lapisan
tanah. Sebentar saja, gerakan bumi yang dilaluinya tidak jelas lagi. Menyaksikan
kepandaiannya, mau tak mau Adityasuta menaruh perhatian. Minta keterangan kepada
Brihawan: "Kakang! Kabarnya ilmu sakti menyelam bumi di tanah leluhur kita pada jaman
pendekar Tarumanegara, Yudapati, mencari Diatri dan Jayawardhani. Lalu lenyap
begitu saja. Tahu-tahu sekarang muncul kembali di bumi ini" (BACA SELANJUTNYA:
JALAN SIMPANG DI ATAS BUKIT)
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lenyap sih, tidak. Ilmu sakti menyelam bumi masih terdapat di tanah leluhur
kita. Hanya saja jarang sekali orang mempelajari kalau bukan hidup sebagai
pendeta suci. Itulah sebabnya, yang bisa memiliki ilmu sakti menyelam bumi itu
hanya para pendeta."
"Kakang sendiri bagaimana cara melawannya?"
"Itulah mudah. Cukup dengan senjata bomerangku." sahut Brihawan. "Memang, Ilmu
sakti menyelam bumi hanya dimiliki beberapa orang. Sangat tangguh untuk dibuat
menyergap lawan, karena munculnya tak ubahnya bayangan. Cocok buat mengintai
lawan dan berbahaya bila dibuat menikam orang dari belakang.
Tetapi karena orangnya terdiri dari darah dan daging, masakan bisa tahan lama
menyelam terus-menerus di dalam lapisan bumi.
Ikan saja sesekali muncul di permukaan air untuk menghirup udara. Apalagi
manusia. Maka bila di diuber terus-menerus oleh senjata bomerang, lambat atau
lama pasti dia muncul di atas bumi. Pada saat itulah kita serang. Pendek kata
jangan diberi kesempatan untuk beraksi lagi."
-o0~DewiKZ~0o- Bersambung jilid 4 Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
-Document Outline Jilid 3 JILID III TEKA-TEKI PETI MATI
DONGENG ULUPIHerman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 4 Persembahan : Dewi KZ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan Truno Penyak & Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/
Editor : Dewi KZ Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Adityasuta memanggut-manggut mengerti. Pada saat itu terdengar suara Wisakarma :
"Benar-benar Naradata berani main gila denganku. Hm. dia sangat bangga kepada
pohon Dewadaru, maka kita pergunakan untuk memukul balik.
"Memukul balik bagaimana?" Brihawan minta penjelasan.
"Wilayah ini akan kujadikan wilayah beracun. Mari kita robohkan pohon ini. "
"Maksud kakang kita biarkan buahnya dihisap bumi ?"
"Ya." sahut Wisakarma pendek tegas "Sekarang kita atur begini. Aku akan
merobohkan batangnya. Pada waktu dahan dan rantingnya meliuk, gempurlah semua
buahnya sekuat tenaga. Usahakan agar bisa sebelas buah Dewadaru bertebaran di seluruh wilayahnya. Pada
saat itu, kita bisa memperlihatkan kepandaian kita. Mau tak mau, dia pasti minta
sarana tukar. Sebenarnya kurang jelas bagi Brihawan. Apa yang
dimaksudkan dengan minta sarana tukar itu" Akan tetapi ia mengangguk juga
sebagai tanda mengerti, mengingat watak kakaknya seperguruan yang aneh. Biasanya
kalau sedang uring-uringan, cepat sekali dia menjadi berang.
"Aditya! Bantu kakakmu menggebah buah Dewadaru!"
perintah Wkakarma dengan suara garang.
Adityasuta segera bersiaga mengerahkan himpunan tenaga saktinya. Begitu juga
Brihawan. Wisakarma sendiri
mengumpulkan tenaga saktinya di Ujung tangan. Lalu menggempur pohon Dewadaru
dari jarak tiga langkah. Brus !
Dan dengan suara bergemeratak, pohon Dewadaru tepental dari tempat berdirinya.
Pada saat akan roboh, dengan berbareng Brihawan dan Adityasuta memukul dari
jarak jauh. Suatu gulungan angin bagaikan prahara, merontokkan dan
membuncang sebelas buah Dewadaru tinggi di udara. Pada saat Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu pula, Wisakarma mengirimkan pula pukulan saktinya. Sebelas buah Dewadaru
lantas saja melayang bertebaran ke semua penjuru dan menghilang di balik
kecerahan bulan gede yang semu. Dan semenjak itu, wilayah Untara Segera berubah
menjadi tanah beracun. Sekalian pohon-pohon dan tetamanan lainnya layu dan
mendadak. Tanahnya sendiri menjadi gersang ibarat gurun pasir.
Dengan perasaan puas, Wisakarma memanggil kedua
saudara-seperguruannya. Katanya setengah berbisik :
"Kita tinggalkan paman Sudarma di dalam kamarnya, menjelang esok, Sogata dan
Sugata pasti siuman. Mereka tentunya akan menjenguk kamar kita. Melihat
kepergian kita, mereka akan sggera menyusul gurunya. Pada saat itu, aku ingin
tahu apa yang akan dilakukan Naradata. Kalau bersikeras, kita lumpuhkan dia
sampai mohon ampun. Apakah ada yang
mempunyai saran lain ?"
Baik Brihawan maupun Adityasuta bergeleng kepala.
Wisakarma kemudian meneruskan :
"Aku tebarkan buah Dewadaru ini ke bumi, karena kita toh tidak mendapat guna-
faedahnya. Sebaliknya, kita-pun jangan membiarkan Naradata memiliki pohon
ajaibnya seorang diri. Dia bisa berbuat apa lagi, setelah kehilangan pohon
kebanggaannya itu " "
Brihawan merasa agak jelas, kini. Demikian pula Adityasuta.
Mereka berdua kemudian tertawa panjang. Di dalam hati, mereka mengakui
kecerdikan kakaknya seperguruan. Hanya satu yang belum jelas. Apa yang
dimaksudkan dengan istilah sarana tukar.
Tetapi mereka percaya, pada suatu kali mereka akan mengerti sendiri.
Demikianlah, setelah membuat Sudarma tidak sadarkan diri, mereka membawanya
kembali ke dalam kamarnya. Wisakarma kemudian menulis surat tantangan dan
diletakkan di atas meja. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah itu, dengan kedua adiknya seperguruan ia menjenguk Sogata dan Sugata
yang masih saja tidur mendengkur.
"Pantas saja mereka mudah kuselomot racun. Tak tahunya, buah Dewadaru yang
dimakannya sudah menjadi setengah beracun. Kalau tidak kita tolong, salah-salah
bisa mampus." Wisakarma kemudian mencekoki racun penawarnya. Lalu bergegas meninggalkan
kamarnya masing-masing. Waktu itu sudah lewat tengah malam. Suasana sekitar
wilayah Untara jadi sunyi hening. Sekarang dedaunan sudah mulai rontok.
Penglihatan mata tidak terhalang lagi. Ah, hebat dan dahsyat akibat buah
Dewadaru yang berbalik menjadi racun jahanam.
Dalam waktu yang tidak begitu lama, wilayah Untara Segara yang hgau makmur
berubah jadi gundul. Bisa dibayangkan betapa mengerikan bila memasuki perut
manusia. Syukur, yang dimakan Sogata dan Sugata tidak terlalu lama menyentuh
bumi. Meskipun sudah membawa kadar racun, namun tidak begitu bahaya.
Menjelang fajarhari Sogata dan Sugata siuman kembali. Mula-mula mereka hanya
menyenakkan mata. Tiba-tiba ingatannya kembali bekerja. Hai, mengapa tertidur
dengan tertelungkup di atas meja" Teringat akan keganjilan itu, mereka tersentak
kaget. Seperti saling berjanji, mereka berdiri serentak. Sogata yang bisa cepat
berpikir, langsung saja membuka pintu. Dan begitu melihat pemandangan di luar
ruangannya, ia mengucak-ucak kedua matanya.
"Sugata! Benarkah yang kulihat ini ?" serunya.
"Memangnya kenapa ?"
"Aku ini sudah bangun atau masih bermimpi ?"
"Memangnya kenapa ?"
"Jangan memangnya kenapa, memangnya kenapa melulu!"
bentak Sogata. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lha iya........memangnya kenapa " "
"Lihatlah sendiri! " perintah Sogata yang masih saja tetap berada di ambang
pintu. Sugata menghampiri. Begitu melihat pemandangan di luar ruangan, ia terheran-
heran. Kebun bunga kelihatan layu. Daun dan bunganya rontok di atas tanah.
Bahkan pohon-pohon besar pula. Eh, apakah kiamat" Sogata yang pandai berpikir
cepat melihat adanya tanda bahaya. Bergegas ia mendahului memeriksa kamar
keempat tetamunya. Kamar tetamunya kosong melompong, tinggal Sudarma seorang.
"Sugata, apa artinya ini " "
Sugata menghampiri Sudarma yang kehilangan kesadarannya.
Dijenguknya dan diperiksanya secermat-cermatnya. Lalu melapor:
"Jangan-jangan diapun setengah sadar seperti yang kita alami semalam.
"Memangnya kenapa " "
"Nah tuuh! Kau sendiri ikut-ikutan pake memangnya kenapa ?"
Sugata menegur Sogata. "Bukankah kita tidur di luar kehendak kita sendiri " "
"Benar. Kita tertidur menelungkup! meja. Jangan-jangan orang-orang itu yang main
gila." ujar Sugata. Sogata berpikir keras. Teringatlah dia. Bukankah mereka berdua sedang memakan
buah Dewadaru" Entah apa sebabnya, tiba-tiba jantungnya berdebaran. Seperti
tersengat lebah ia membuka sepucuk surat yang tergeletak di atas meja. Ternyata
isi suratnya berbunyi pendek saja :
"Pohonmu sudah kubinasakan. Kau mau apa ?" Bukan main terkejut hati Sogata.
Barangkali orang yang disambar seribu Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
geledek tidak sekejut hatinya. Seperti orang kalap, ia lari sambil berteriak-
teriak : "Sugata ! Sugata! Kepala kita bakal hilang.........."
"memangnya kenapa " "
"Jahanam itu membinasakan pohon Dewadaru." Tanpa menunggu reaksi Sugata, Sogata
lari secepat angin mendaki bukit. Begitu melihat robohnya pohon Dewadaru,
langsung saja ia jatuh pingsan. Sugata yang berada di belakang jadi kebingungan.
Kedua lututnya tiba-tiba lemah lunglai. Tak terasa ia jatuh berlutut di atas
tanah. Pandang matanya terpancang kaku mengamati tumbangnya pohon Dewadaru yang
mendadak saja sudah mengering. Dan setelah terlongong-longong hampir setengah
jam lamanya, ia menangis menggerung-gerung.
Tatkala matahari mulai melongok di udara, Sogata
memperoleh kesadarannya sendiri. Masih sempat ia mendengar suara tangis Sugata.
Justru mendengar tangis Sugata, tiba-tiba saja ia merasa wajib bertanggung
jawab. Terus saja ia meletik bangun. Lalu menepuk pundak Sugata. Berkata
setengah membujuk : "Sugata, sudahlah! Robohnya pohon Dewadaru tidak bisa diselesaikan dengan
tangis. Mari kita susul guru kita. Kita laporkan semua apa yang terjadi."
"Tetapi bagaimana dengan buah Dewadaru yang sudah terlanjur masuk perut kita " "
"Itupun tanggung jawab jahanam-jahanam itu. Hayo !" Sogata dan Sugata kemudian
menyusul gurunya. Karena mereka tahu kemana perginya Naradata, langsung saja
menuju ke pondok kakek gurunya. Pondok kakek guru Sogata dan Sugata berada tidak
jauh dari wilayah Untara Segara. Letaknya di atas ketinggian. Naradata memang
berada di pondok gurunya untuk Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melaporkan kedatangan Wisakarma, Brihawan dan Adityasuta.
Selagi sibuk merundingkan sesuatu, datanglah Sogata dan Sugata melaporkan
peristiwa datangnya Wisakarma bertiga dan tumbangnya pohon Dewadaru. Keruan saja
Naradata kaget sampai berjingkrak.
"Apa" Dewadaru roboh ?" teriaknya kalap "Wisakarma, Brihawan, Aditya! Kalian
sudah keterlaluan. Kalian pantas kurebus sampai menjadi bubur. Sogata, cepat
pulang! Larang semua penghuni rumah ke luar halaman. Aku akan segera menangkap
bangsat-bangsat itu ! "
Setelah mohon diri dari gurunya, Naradata mengejar Wisakarma bertiga bagaikan
terbang. Karena berkepandaian tinggi, sebentar saja Wisakarma bertiga sudah
terkejar. Wisakarma bertiga bukan bermaksud hendak minggat dari Untara Segara.
Kepergiannya hanya bermaksud mencari tempat yang tepat untuk mengadu kepandaian
di luar wilayah Untara Segara.
Siapa tahu, Naradata memasang jebakan-jebakan di luar pengamatan mereka. Maka
begitu mendengar suara Naradata yang berteriak-teriak kalap, terus saja mereka
berhenti menunggu. "Selamat pagi tuan rumah." sambut Wisakarma.
"Bangsat kau! Siapa kesudian kau sebut tuan rumah" bentak Naradata kalap.
"Kalau tidak boleh kusebut tuan rumah, apakah sekarang ini engkau jatuh bangkrut
menjadi gelandangan?"
Darah Naradata mendidih sampai seluruh tubuhnya menggigil.
Tidak mempedulikan ejekan Wisakarma, lagi-lagi ia membentak :
"Mana pohonku ?"
"Mana pohonmu " Pohon apa " Masakan aku membawa-bawa pohon " Coba liKat yang
jelas apakah kami bertiga membawa setangkai rumputmu !" ejek Wisakarma.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pendek kata kembalikan pohonku! Kalau tidak, kalian tidak bisa pulang dengan
kepala berambut. " "Eh! Apakah engkau akan menggunduli kepalaku " Silahkan!"
Naradata sudah tidak dapat bersabar lagi. Sebaliknya Wisakarma sengaja
membuatnya kalap. Dia terus-menerus bersikap dungu, sehingga kekalapan Naradata
kian menjadi jadi. Padahal sebenarnya setiap pendekar tahu, bahwa bekal utama untuk menghadapi
lawan adalah penguasaan diri. Siapa yang dapat berpikir dengan tenang, dialah
yang akan mendapat kemenangan. Sebaliknya siapa yang terpancing api
kemarahannya akan kehilangan pengamatan diri sendiri. Apalagi Naradata sedang
menghadapi tiga pendekar kelas utama yang beigabung menjadi satu lawan. Berarti
bahayanya tiga kali lipat.
Tetapi semuanya itu tidak dihiraukan Naradata. Dengan berani ia mendahului
menyerang. Ternyata dia seorang pendekar kelas satu. Brihawan dan Adityasuta
dibuatnya kerepotan, walaupun Naradata dalam keadaan kalap. Tidak demikian
halnya dengan Wisakarma yang pandai berpikir. Dengan cerdik ia membiarkan
dirinya diserang. Tetapi pada saat itu pula, ia memberi isyarat kepada kedua
adiknya seperguruan untuk membarengi
menyerang dari belakang. Penyerangan biasanya lupa kepada pertahanan diri.
Ternyata benar. Naradata kaget sewaktu diserang dari belakang. Mati-matian ia
mencoba mengelak. Pada detik itu pula, Wisakarma yang ditinggalkan menyerang
balik. Dan diserang dalam tiga jurusan, Naradata tidak berdaya. Tahu-tahu tubuhnya
terpental tinggi di udara dan jatuh menggabruk tanah.
"Tuan tanah ! Nah, bukankah benar ucapankku" Kau benar-benar tuan tanah karena
gemar mencium tanah......" ujar Wisakarma dengan tertawa riuh. Brihawan dan
Adityasuta ikut pula tertawa, sehingga suara tertawa mereka terdengar
bergegaran. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan mata merah, Naradata bangun mengepriki
pakaiannya. Tangan kanannya bergerak. Tahu-tahu sebuah jala berada dalam
genggamannya. Dan melihat jala itu, hati Wisakarma bertiga tercekat. Apakah jala
itu yang disebut-sebut dengan nama Pusaka Jala Karawelang" Selagi mereka saling
pandang, Naradata sudah menebalkan jalanya.
"Brihawan! Kau lawan dengan bomerangmu!" Wisakarma memperingatkan. Ia sendiri
melesat ke luar gelanggang untuk menghindari tungkrapan jala.
Sungguh ajaib! Jala yang terbuat dari benang sutera itu seperti bisa mekar.
Tahu-tahu sudah dapat menungkrap Wisakarma bertiga. Tentu saja Wisakarma tidak
sudi menyerah. Dengan mati-matian mereka melawan. Sebaliknya, jala sutera Karawelang terus
melilit dan menggubatnya. Dalam sekejap mata saja, Wisakarma bertiga tergubat
erat tak ubah kepongpong.
Herannya lagi, gabungan tenaga sakti mereka bertiga tidak dapat merantas sehelai
benangnya. Celakanya, jala itu terus memutar cepat bagaikan gangsing.
Wisakarma bertiga nyaris kehabisan kesempatan untuk bernafas.
"Nah, bangsat! Kalian bisa apa ?" Naradata tertawa terbahak-bahak. "Boleh... .
boleh ! .. . silahkan kerahkan tenaga kalian!
Tetapi makin kalian memerahkan tenaga, makin kencang gubatannya. Kalian tidak
percaya " Boleh coba !"
Terus menghimpit makin kencang, sehingga Wisakarma, Brihawan dan Adityasuta
ingin mendamprat Naradata untuk melampiaskan rasa jengkelnya. Akan tetapi
gubatan Jala Karawelang susah dilawan. Sedikit saja mereka mengerahkan tenaga,
mendadak Jala Karawelang itu mengimbangi. Bahkan beigerak melilit dan akhirnya
membawa mereka bertiga berputaran. Kali ini, wajah mereka bertiga tidak hanya
matang biru karena susah bernafas, tetapi pandang matanya jadi berkunang-kunang.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah!" terdengar Naradata berkata. "Karena sebentar tadi kalian memberi
kesempatan diriku untuk melemparkan jalaku, untuk saat ini kalian kuberi
kesempatan bernafas. Nah, jagalah diri kalian jangan banyak bergerak sampai aku
datang kembali. " Naradata tidak menunggu reaksi mereka. Dengan
menggendong tangannya di belakang punggung, ia pulang dengan langkah lebar.
Sepanjang jalan ia tercengang-cengang menyaksikan perubahan alamnya. Untara
Sagara yang semenjak dahulu terkenal mempunyai pemandangan alam yang sangat
indah, musnah begitu saja. Seluruh lembah tiba-tiba saja menjadi gundul tandus.
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiada lagi sebatang tetumbuhan nampak semarak. Bahkan rumputpun menjadi kering,
sehingga warna tanah kelihatan kuning kecokelat-cokelatan. Menyaksikan hal itu,
Pendekar Pedang Pelangi 7 Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung Golok Halilintar 7
"Ih!" Pangeran Jayakusuma terkejut Dan dengan tidak dikehendaki sendiri ia
membanting dirinya pada sandaran kursi Lalu duduk terlongong-longong beberapa
saat lamanya. Terbayanglah kembali pekerti Kiageng Mijil Pinilih yang selalu melongok ke luar
penjara melalui jendela kamar tahanan.
Dengan mata tak berkedip. Ki Ageng Mijil Pinilih senantiasa mengawaskan bunga
itu. Dia sendiri pasti tidak menyadari, bahwa bunga itu membawa tenaga ajaib.
Dikiranya, itulah bunga tanda setia Prabasini semata-mata. Tak tahunya
mengandung makna berganda. Siapakah yang mengira demikian" Jangankan Nayaka Madu
atau Ki Ageng Mijil Pinilih sendiri, bahkan iblispun tidak menduga demikian. Ah!
Benar-benar hebat otak Ulupi!
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Teringatlah dia pada mula-mulanya ia ikut melongok ke luar jendela kamar
tahanan. Di kejauhan dia melihat sebuah rumah tinggi. Jendela lotengnya selalu
tertutup rapat didepan jendela itu, tumbuh tanaman yang sedang mekar bunganya.
Entah bunga apa. Apakah bunga itu yang dimaksudkan Ulupi" Dan ia selalu melihat
Ki Ageng Mijil Pinilih berdiri tegak bersandar pada dinding melayangkan pandang
matanya lewat jendela itu.
Kadang-kadang Ki Ageng Pinilih tersenyum manis. Kesan wajahnya biasanya bengis
luar biasa, kelihatan cerah dan aneh.
Dengan pandang rawan, dia merenungi jembangan bunga berwarna putih. Setangkai
bunga berwarna merah menyala menyisip di antara mahkota daunnya. Dan pandang
mata Ki Ageng Pinilih tidak pernah beralih. Daya tarik apa yang dipancarkan
bunga berwarna merah itu" Beberapa hari kemudian, bunga berwarna merah itu
lenyap. Sebagai gantinya, bunga berwarna kuning bersih di samping setangkai bunga
berwarna putih mirip melati Dan wajah Ki Ageng Mijil Pinilih tiba-tiba nampak
bersemangat. Dan selanjutnya bunga yang berada dijembangan itu selalu berganti.
Kadang bunga berwarna biru, ungu, merah muda dan pernah pula bunga berwarna
hitam. "Baiklah, Ulupi Semuanya sudah jelas bagiku." Akhirnya Pangeran Jayakusuma
berkata seperti kepada dirinya sendiri
"Sekarang di manakah peti jenasah Prabasini dan apa maksud tulisan Ulupi ikut
serta?" "Itulah saat-saat sulit bagiku." ajar Ulupi dengan menundukkan kepalanya.
Beberapa saat lamanya ia berbimbang-bimbang. Lalu memutuskan: "Untuk sementara
biarlah kita lupakan dulu. Bukankah pangeran ingin melihat peti jenasah
Prabasini" Silahkan bersantap dahulu!" Setelah itu, kita saksikan bersama-sama."
Belasan pelayan dengan cepat mempersembahkan hidangan.
Karena tuan rumah menghendaki agar bersantap dulu, maka Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Jayakusuma menahan diri untuk minta keterangan lebih jelas lagi Tidak
berlebih-lebihan macam hidangan yang disuguhkan, akan tetapi cukup menarik
selera makan. Ulupi sendiri kemudian masuk ke dalam dan ke luar lagi dengan membawa beberapa
macam jenis bunga hias. Katanya:
"Bunga-bunga ini akan menebarkan khasiatnya untuk memulihkan tenaga tuanku
puteri Lukita Wardhani."
"Apakah jenis bunga-bunga itu yang kau maksudkan?"
Pangeran Jayakusuma menegas.
Ulupi menganggur membenarkan. Kepada Diah Mustika Perwita ia berkata:
"Adik inipun perlu menghirup nafas khasiat bunga istimewaku.
Bukankah dia baru saja sembuh?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diah Mustika Perwita tercengang. Dari siapa ia mengetahui keadaan dirinya"
Pandang matanya seolah-olah mata dewa saja.
Namun Diah Mustika Perwita yang pendiam dan berbudi halus tidak mau membiarkan
dirinya berpikir berkepanjangan. Ia tersenyum seraya mengangguk membenarkan.
Pangeran Jayakusuma sendiri tidak takut akan bahaya macam apapun. Andakata
bunga-bunga itu menebarkan racun yang tiada nampak, rasanya tenaga saktinya akan
bisa menolak. Maka segera ia mulai makan yang diikuti oleh Diah Mustika Perwita.
Sungguh mengherankan. Tiba-tiba mereka bertiga dihinggapi rasa nafsu makan yang
berlebih-lebihan. Dan terasa dalam tubuh mereka masing-masing terasa suatu daya
lebih. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hebat! Sungguh hebat!" seru Pangeran Jayakusuma. "Jenis bungamu tidak hanya
memiliki pancaran daya penawan saja akan tatapi berkhasiat pula. Pantas, Ki
Ageng Mail Pinilih dahulu tiada henti-hentinya mengawaskan keindahan bunga-bunga
itu!" "Rangkaian jenis bunga-bunga ini memiliki daya ajaib untuk memunahkan racun
Cacar Kuning. Sayang, Ki Ageng Mijil Pinilih tidak sempat kuhampiri. Pengepungan
terlalu rapat, meskipun paman Dandung Gumilir sudah berusaha mencarikan jalan
keluar. Kabarnya, pangeran tidak segera menerima pesannya."
"Bukan begitu. Ki Ageng Mijil Pinilih menghendaki agar bersembunyi di dalam goa.
Apa yang harus dipesankan jauh lebih penting daripada ancaman bahaya." Pangeran
Jayakusuma memberi keterangan.
Ulupi menghela nafas. Wajahnya muram selintasan. Lalu mengalihkan pembicaraan:
"Baiklah, mari kita lihat peti mati Prabasini."
Tergetar hati Pangeran Jayakusuma mendengar nama
Prabasini disebutkan. Nama itu begitu suci baginya. Pada saat itu melebihi nama
Retno Marlangen yang dulu pernah menepati sebagian besar lubuk hatinya.
"Sebentar!" serunya. "Satu hal yang belum jelas bagiku.
Apakah makna tulisan yang berbunyi: Ulupi ikut serta?"
"Mula-mula kuharapkan tergugah kewaspadaan Ki Ageng Mijl Pinilih. Ternyata
seluruh hidupnya sudah terisi seorang Prabasini.
Nama Ulupi tidak mempunyai pengaruh baginya." sahut Ulupi dengan suara berkesan
sendu. "Dengan begitu jelaslah sudah, bahwa nama Lawa Ijopun tidak akan dapat
mengembalikan kesadaran nya akan tugas utamanya."
Pangeran Jayakusuma yang pernah pula mengarungi samudra asmara, tahu akan makna
pengucapan hati Ki Ageng Mijil Panilih.
Andaikata Retno Marlangen yang mengalami nasib seperti Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Prabasini, diapun akan berbuat seperti apa yang dilakukan Ki Ageng Mijil
Pinilih. Karena itu, tak dapat ia menyalahkan Ki Ageng Mijil Pinilih.
"Jadi.. .Ulupi ikut meninggal pula?" ia menegas.
Ulupi tidak menjawab. Ia meninggalkan tempat duduknya, kemudian memberi isyarat
mata agar ketiga tetamunya mengikutinya. Ternyata ia membawa Pangeran Jayakusuma
bertiga ke halaman belakang. Setelah melintasi beberapa penyekat halaman,
akhirnya tiba di sebuah bangunan yang tersembunyi di balik gunung-gunungan.
"Di sini?" Pangeran Jayakusuma heran. "Bukankah peti Prabasini dulu berada di
dalam gedung utama?"
"Aku tidak akan membiarkan begitu." sahut Ulupi dengan mata menyala. "Perlakuan
Nayaka Madu sudah melewati batas.
Jenasah Prabasini kubawa kemari agar tidak tersentuh lagi tangannya yang kotor."
Meskipun bangunan itu jelas terawat dengan baik, namun berkesan menyeramkan
juga. Ruang dalam gelap pekat. Hanya diterangi oleh nyala sebuah penerangan yang
berkedap-kedip begitu pintu depan terbuka lebar. Bagi pangeran Jayakusuma
sendiri yang sudah biasa hidup dalam kegelapan, suasana ruang itu bukan menjadi
halangan. Dengan pandang mata yang tajam luar biasa ia mengamati peti jenasah.
Segera ia mengenalnya. Timbullah pertanyaan bagaimana cara Ulupi mengangkut peti jenasah yang terlumuri
racun berbahaya. "Aku mempunyai kesempatan untuk meniru peti jenasah." ujar Ulupi seperti dapat
membaca hati Pangeran Jayakusuma.
"Lagipula, bukankah ped jenasah ini aku yang memilih bentuknya" Kesukarannya
kini hanya pada cara memindahkannya. Namun berkat perjagaan dan ketekunan anak-anak paman Dandung
Gumilir, nyatanya peti jenasah Prabasini dapat sampai di sini dengan aman.
Sebagai gantinya, peti Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jenasah yang kulumuri pula dengan racun menempati tempat yang lama."
Sederhana saja cara Ulupi memberi keterangan. Akan tetapi Pangeran Jayakusuma
yang sudah mempunyai pengalaman pahit dan mengenal pula tata-tertib Nayaka Madu,
bisa menggambarkan betapa sulit perjuangan Ulupi meluputkan diri dari pengamatan
anak-buah Nayaka Madu yang tersebar rapat memenuhi wilayah kekuasaanya. Selain
itu untuk mengatasi masalah racun jahat yang melumuri peti jenasah Prabasini
bukan pekerjaan yang mudah seperti membalik tangan sendiri Salah sedikit,
akibatnya seperti yang diderita Ki Ageng Mijil Pinilih.
"Pangeran!" kata Ulupi. "Apakah pangeran berani membuka peti jenasahnya" Kuberi
kehormatan yang pertama untuk pangeran."
Pangeran Jayakusuma tahu, peti jenasah dilumuri dengan racun Cacar Kuning yang
jahat luar biasa. Namun ia tidak takut atau gentar sedikitpun. Sewaktu hendak
menghampiri, Diah Mustika Perwita yang selalu menaruh perhatian kepadanya
berseru memperingatkan : "Hati-hati! Racun!" Pangeran Jayakusuma menoleh. Dalam hati ia merasa hangat
oleh perhatian gadis itu yang tulus. Tatkala hendak menyahut, Ulupi berkala:
"Tidak mengapa. Justru kita ingin apakah pangeran sudah bersiaga menghadapi
berbagai racun di wilayah ini."
Sebenarnya Pangeran Jayakusuma sendiri belum memperoleh tindakan tepat
menghadapi racun Nayaka Madu yang susah diduga. Ia hanya mengandalkan kepada
tenaga sak tinya. Maka dengan sedikit mengerahkan tenaga saktinya, ia membuka
tutup peti mati dari jauh. Dan tersentuh oleh tanaga saktinya, penutup peti
jena-sah terbuka dengan suara berkereyotan. Beberapa saat lamanya ia membiarkan
hawa yang tersekap dalam peti itu teruar Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keluar. Kemudian dengan menahan nafas ia melongok. Begitu melongokkan kepalanya,
ia berseru heran: "Apa artinya ini?"
Oleh seruan Pangeran Jayakusuma, Diah Lukita Wardhani dan Diah Mustika Perwita
maju memburu. Mereka melihat sesosok kerangka yang tinggal tulang belulang.
Tulang lengannya menunjuk ke atas. Dan setangkai tusuk rambut terjepit di antara
dua jarinya. Diah Lukita Wardhani yang cerdas luar biasa segera mengetahui,
bahwa Prabasini ternyata belum mati sewaktu dimasukkan ke dalam peti jenasah.
"Dia berusaha untuk membuka penutup peti." pikirnya di dalam hati. Tetapi pada
detik berikutnya, hatinya tercekat "Eh, tidak!" serunya. "Kangmas Jayakusuma,
coba periksa alas penutup peti. Dia seperti sedang berusaha meninggalkan pesan."
Ternyata Pangeran Jayakusuma sudah melihat semuanya itu.
Dengan mata berkaca-kaca ia mengamat-amati huruf-huruf kecil yang tergurit di
balik penutup peti. Jelas sekali hasil guritan dari ujung tusuk rambut yang
terbuat dari logam. Setelah susunan beberapa huruf disambung dengan deret
angka:... "Satu berjodoh satu. Dua berjodoh dua. Tiga berjodoh tiga. Empat
sesungguhnya sembilanbelas. Lima itu sembilan. Lalu deret angka yang
membingungkan" Tetapi karena Pangeran Jayakusuma sudah hafal dan memahami cara membacanya, ia
merasa tidak menemukan kesukaran. Baik Lukita Wardhani maupun Diah Mustika
Perwita tahu akan hal itu. Anehnya, pemuda itu kelihatan termangu-mangu. Ia
tegak membisu bagaikan arca batu yang tidak pandai berbicara. Tiba-tiba
terdengar isak tangisnya.
Pangeran Jayakusuma adalah seorang pemuda yang
sebenarnya berperasaan halus. Hatinya cepat tergetar manakala diperlakukan
dengan lembut Peka sekali terhadap hal-hal yang menyentuh hati. Sebaliknya tiba-
tiba menjadi keras hati dan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkepala batu apabila diperlakukan dengan keras. Kali ini, hatinya tersentuh.
Jelas sekali, Prabasini disekap hidup-hidup oleh ayahnya yang kejam luar biasa.
Meskipun demikian, ia tidak sudi menyerah kalah dengan menyerahkan suatu
rahasia. Ia percaya, bahwa ia mengeraskan hati untuk menggurat bunyi rahasia. Ia
percaya, bahwa pada suatu kali kekasihnya akan menemukan jenasahnya dan kemudian
melihat bunyi rahasia yang dipercayakan kepadanya, la bermaksud hendak
menundukkan, bahwa rahasia itu dibawanya mati ke liang kubur.
Tidak perduli ia disiksa begitu kejam oleh ayah kandungnya sendiri.
"Ah Prabasini! Kau benar-benar pantas disebut sebagai penjelmaan bidadari
sesungguhnya. Pada saat ini, tentunya engkau sudah bersanding mesra dengan
kakang Mijjil Pinilih."
kata Pangeran Jayakusuma di dalam hatinya setengah berdoa.
Mengucapkan kata-kata demikian, ia jadi teringat kepada nasibnya sendiri. Dahulu
ia memuja bibinya tak ubahnya bidadari juga. Tetapi dibandingkan dengan
Prabasini, ternyata bibinya kalah jauh. Bibinya Retno Marlangen memang sudah
boleh disebutkan seorang insan yang menderita hebat oleh perilaku Nayaka Madu.
Ia terpaksa kawin dengan Pangeran Anden Loano, karena sudah kehilangan ingatan
dan semangat hidupnya akibat sengatan racun lintah hijau dan ramuan istimewa
ciptaan guni Ulupi. Tetapi Prabasini menderita lebih hebat lagi. Ia tidak hanya
terpaksa merusak wajahnya sendiri, juga dikubur hidup-hidup dalam peti mati.
"Benar-benar bangsat Nayaka Madu!" Pangeran Jayakusuma mengutuk di dalam hati.
Beberapa kali ia memang menyebutkan Prabasini-lah yang menggenggam rahasia
Sasanti Manu, di hadapan Nayaka Madu dan Durgampi. Maksudnya, andaikata Nayaka
Madu dapat menerima kehadiran Ki Ageng Mijil Pinilih dan Prabasini, rahasia
Sasanti Manu itu pasti akan dipersembahkan kepadanya. Diluar Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dugaan, rahasia Sasanti Manu benar-benar dalam genggaman Prabasini. Ia memang
halal akan bunyi pesan Ki Ageng Mijil Pinilih yang diucapkannya hanya satu kali
saja. Akan tetapi untuk memecahkan maknanya, membutuhkan waktu lama, Sebab
bunyinya begini: "Hitung jumlah hurufnya! Bagilah tiap-tiap jumlah deret hitungnya menjadi tujuh
bagian. Bacalah! Itulah kuncinya. Satu berjodoh satu. Dua berjodoh dua. Tiga
berjodoh tiga. Dan empat sesungguhnya sembilan belas. Lima sesungguhnya
sembilan...." Dan sampailah disini keterangannya kurang jelas. Bunyinya membingungkan. Putar
kiri! Putar kanan! Putar kiri! Putar ke kanan. Bacalah, bacalah! Apakah yang
harus diputar ke kiri dan ke kanan " Tetapi jelas membaca guritan angka yang
ditinggalkan Prabasini, semuanya jadi jelas. Ia tidak perlu memutar otak dan
ingatan lagi. Sampai disini, Pangeran Jayakusunm tidak kuasa lagi hatinya.
Terus saja ia menjatuhkan diri dan berlutut di hadapan peti jenasah Prabasini
sambil berkata: "Ayunda Prabasini! Kaulah ayundaku benar-benar. Sebab engkaulah isteri kakang
Mijil Pinilih yang sebenarnya. Kesetiaan dan pengabdianmu tidak terlukiskan
lagi. Engkau seorang puteri sejati. Di dunia ini tiada lagi duanya. Benar,
ayunda Prabasini ... kaulah satu-satunya. Maka terimalah hormat adikmu yang malang ini. Lindungilah
adikmu ini dari Nirwana..."
Melihat pekerti Pangeran Jayakusma, Diah Lukita Wardhani dan Diah Mustika
Perwita berlutut pula. Bahkan Ulupi demikian juga. Dengan penuh khidmad, mereka
bertiga mendengarkan tiap patah kata ucapan Pangeran Jayakusuma berdoa. Baik
Diah Lukita Wardhani maupun Diah Mustika Perwita sudah lama bergaul lama dengan
Pangeran Jayakusuma berdoa dengan isak tangisnya. Bahkan tatkala bibinya Retno
Marlangen terenggut dari sisinya, sama sekali ia tidak berdoa begitu khidmad.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diterangi oleh nyala pelita, wajah Pangeran Jayakusuma mendadak saja nampak
menjadi sepuluh tahun lebih tua.
Wajahnya berkerut-kerut penuh sendu dan geram. Geram kepada perlakuan Nayaka
Madu yang mengubur Prabasini hidup-hidup dalam peti mati yang dilumuri racun
jahat. Bukan main keji dan ganasnya sang ayah yang berangan-angan mergadi
majikan besar. Tiba-tiba suatu ingatan merasuki benaknya. Ia menoleh kepada
Ulupi seraya bekata minta ketemngan:
"Ulupi! Apakah engkau mxlah sempat membaca warisan yang ditinggalkan ayunda
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Prabasini?" "Tidak." Ulupi menggelengkan kepalanya. "Aku menunggu sampai pangeran datang.
Aku yakin, pangeran akan datang kemari. Sebab taruhkata aku halal bunyi deret
angka-angka itu, toh tiada gunanya. Bukankah bunyi syairnya berada di dalam
ingatan pangeran" Pendek kata tiada gunanya dan merugikan."
"Merugikan?" Pangeran Jayakusuma tak mengerti.
"Ya, merugikan. Arinta mengalami hal itu."
"Arinta" Siapa Arinta?"
Ulupi meruntuhkan pandang. Wajahnya kelihatan suram.
"Sedetik dua detik ia mencoba mengatasi seorang anak laki-laki Tetapi yang
diperolehnya dua anak perempuan kembar. Maka adikku dinamakan Arinta seperti
bunyi namapria. Dialah yang sering ber-temu dengan pangeran."
"Ah!" Pangeran Jayakusuma mengangguk mengerti. Tiba-tiba pada detik itu pula
berjingkat. Serunya : " Jadi... kau maksudkan... "
"Ya. Dia tahu benar, bahwa Prabasini dikubur hidup-hidup dalam peti jenasah.
Dengan memberanikan diri ia mencoba membukanya. Akibatnya nasibnya seperti Ki
Ageng Mijil Pinilih. Waktu itu aku baru saja berbicara dengan ayah untuk mencoba Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menolong Ki Ageng Mijil Pinilih dan Pangeran keluar penjara.
Dengan demikian aku kasep menolong Arinta."
"Lalu kau mengabarkan peristiwa Arinta kepada Ki Ageng Mijil Pinilih dengan nama
Ulupi. Apakah begitu?"
"Benar. Dengan maksud agar Ki Ageng Mijil Pinilih berwaspada."
Pangeran Jayakusuma menghela nafas. Pelahan-lahan ia berdiri dan segera diikuti
lainnya. Kemudian berkata dengan suara rendah :
"Baiklah Ulupi kau catatlah rahasia Sasanti Manu ini. Setelah itu aku akan
membakarnya berikut peti jenasah. Sebab aku berjanji hendak mengumpulkan abu
jenasah ayunda Prabasini dengan kakang Mijil Pinilih."
Ulupi menghampiri dan melongok pada balik penutup peti jenasah. Ia membacanya
selintasan, lalu mengangguk. Katanya :
"Silahkan!" "Silahkan bagaimana?"
"Sudah kubaca dan sudah kerasukkan dalam ingatanku." ujar Ulupi sederhana.
Pangeran Jayakusuma termasuk pula seorang pemuda yang cerdas dan encer otaknya.
Dengan sekali melihat atau mendengar, ia sudah dapat memahami. Rupanya Ulupi
demikian pula. Bagi Pangeran Jayakusuma tiada sesuatu yang perlu diherankan.
Sebaliknya, tidak demikianlah kesan yang diperoleh Diah Lukita Wardhani dan Dian
Mustika Perwita. Diam-diam mereka kagum menyaksikan keistimewaan Ulupi. Selagi
mereka termangu-mangu kagum, terdengar Ulupi berkata lagi:
"Sekiranya diperkenankan, sudikah pangeran menyampaikan pula bunyi Sasanti Manu?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tentu" sahut Pangeran Jayakusuma. "Ki Ageng Mijil Pinilih berpesan agar aku
mempersembahkan seluruh ilmu dan inti rahasia Sasanti Manu. Nah, dengarkan! Eh,
nanti dulu! Apakah di sini cukup aman" "
Ulupi berbimbang-bimbang. Lalu menjawab :
"Sekiranya pangeran mempunyai prarasa demikian, apakah ditulis saja" Setelah itu
kita hapus bersih." Dengan tidak mau membuang waktu Pangeran Jayakusuma segera menulis sajak Sasanti
Manu. Lalu diberikan kepada Ulupi seakan-akan sedang mempersembahkan sebuah
benda suci. Ulupi menerima angsuran Pangeran Jayakusuma dengan linangan air mata. Kemudian
dibacanya selintas. Setelah itu diserahkan kembali kepada Pangeran Jayakusuma.
"Biarlah kita lenyapkan pula bersama peti jenasah." ujar Pangeran Jayakusuma.
Lalu memasukkannya ke dalam peti jenasah Prabasini.
Ulupi menyarankan. "Hanya saja racunnya masih bekerja"
Pangeran Jayakusuma tersenyum. Ia tahu maksud Ulupi. Ulupi mengharapkan dirinya
menggunakan ilmu saktinya yang tinggi untuk menggeser peti jenasah ke luar
gedung penyimpanan. Mungkin pula, Ulupi ingin menyaksikan apakah dia sudah mewarisi manunggalnya
Ilmu Sasanti Manu dan Ilmu Pancasila.
Bukan mustahil pula hendak mengujinya demi hari depan yang direncanakannya. Maka
dengan isyarat mata ia mempersilahkan Diah Lukita Wardhani dan Diah Mustika
Perwita menyibak beberapa langkah. Kemudian dengan menggunakan jurus ketujuh, ia
mengangkat peti jenasah yang ditutupnya dengan pukulan pendek. Dan peti jenasah
itu melayang melalui ambang pintu dan mendarat amat manis di tengah halaman.
"Bagus! Kalau demikian, semuanya akan menjadi beres." seru Ulupi bergembira
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah berkata demikian, Ulupi memanggil pembantu-pembantunya. Mereka
diperintahkan untuk mengumpulkan kayu bakar. Rupanya Ulupi sudah semenjak lama
menyediakan kayu pembakar jenasah. Itulah sebabnya tatkala matahari tepat berada
di atas kepala, peti jenasah sudah siap untuk dinaikkan di atas pancaka.
Dengan menitikkan air mata oleh rasa haru, Pangeran Jayakusuma mengikuti upacara
pembakaran jenasah. Tidak ketinggalan pula Diah Lukita Wbrdhani dan Dian Mustika
Perwita. Di dalam hati, mereka berdua kagum atas keteguhan dan kesetiaan Prabasini
mengabdi pada cinta-kasih. Memang siapapun bisa melakukan semacam Prabasini,
tetapi cara matinya itu yang mengerikan. Prabasini tidak hanya mati seorang diri
saja, tetapi dikubur hidup-hidup tanpa diberi kesempatan untuk melihat
kekasihnya barang sekejap atau berpamit kepada siapapun. Meskipun demikian, sama
sekali ia tidak menunjukkan rasa dendamnya. Apa yang diingatnya, hanya
meninggalkan warisan rahasia Sasanti Manu dengan harapan pada suatu kali dapat
dilihat seseorang yang berjodoh. Rupanya Ki Ageng Mijil Pinilih memberi tahu,
bahwa rahasia Sasanti Manu adalah kunci pembuka harta karun yang dapat
dipersembahkan kepada negara demi memakmurkan dan mensejahterakan rakyatnya.
Maka dengan sisa tenaganya ia menguatkan diri untuk menuliskan sampai selesai.
Dan menghembuskan nafasnya yang penghabisan, tepat pada saat ia mengguritkan
angka terakhir. Ini dapat dilihat dengan jelas. Tulang lengannya kejang ke atas
dan pada sela jarinya terjepit sebuah tusuk rambut di antara dua tulang jarinya
Angin meniup lembut tatkala api mulai menyala. Persis seperti angin yang meniup
pancaka Ki Ageng Mijil Pinilih. Tetapi tidak lama kemudian, sekonyong-konyong
angin besar melanda dengan kerasnya. Dan nyala api yang membakar peti jenasah
Prabasini melambung tinggi menebarkan letikan bara sehingga jadi berhamburan.
Kemudian sirap kembali dan berkobar-kobar Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lagL Demikianlah sampai belasan kali seolah-olah mewartakan bahwa jenasah yang
sedang dikembalikan kepada asalnya itu, pada masa hidupnya mengalami badai
penghidupan yang dahsyat dan mengerikan.
Pembakaran itu sendiri memerlukan waktu empat lima jam.
Itupun berkat dibantu tebaran minyak wangi yang menyebarkan hawa harum. Setiap
kali disiramkan ke atas pancaka, api menyala tinggi. Asapnya mengepul tebal dan
disebarkan angin keras yang berputar-putar sekeliling halaman. Namun hawa wangi
itu sendiri dapat tercium di kejauhan.
Tatkala matahari hampir tenggelam, Pangeran Jayakusuma mulai mengumpulkannya
seorang diri demi melaksanakan tugas atau permohonan Ki Ageng Mijil Pinilih.
Karena itu, Ulupi memandang perlu untuk menyulut api perdiangan agar memperoleh
penerangan. Para pelayan datang membawa hidangan. Namun baik Lukita Wardhani,
Diah Mustika Perwita dan Ulupi tiada yang menyentuh hidangan itu.
Tak terasa langit mulai gelap. Nyala api perdiangan mulai menggantikan cahaya
matahari. Syukur, abu jenasah Prabasini sudah terkumpulkan menjadi seonggok abu
berwarna keabu-abuan. Pangeran Jayakusuma kemudian memasukkannya dengan hati-
hati ke dalam guci abu Ki Ageng Mijil Pinilih yang selalu dibawa nya kemana saja
ia pergi Setelah ditutupnya rapat, ia berkata kepada Ulupi:
"Sudah kulaksanakan permintaan terakhir kakang Mihil Pinilih.
Abu mereka sudah berkumpul menjadi satu dan tidakkan terpisahkan lagi. Mereka
sudah manunggal dan akan kubawa abu ini untuk kukembalikan ke tengah lautan.
Kita berasal dari anasir air dan kembali ke anasir air."
Ulupi mengangguk mengamini. Wajahnya nampak tenang luar biasa dan sama sekali
tidak kelihatan lelah. Itulah pancaran wajah yang tulus ikhlas. Dan melihatkah
itu, hati Pangeran Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jayakusuma bergetar lembut. Bukankah itu wajah Retno Marlangen pula"
"Ulupi, terima kasih. Adikku Lukita Wardhani dan Perwita, mari kita mengisi
perut dulu. Kukira masih ada yang harus kita selesaikan pula." ujar Pangeran
Jayakusuma dengan suara lembut. Itulah suara untuk yang pertama kalinya didengar
Diah Lukita Wardhani. Biasanya pemuda berandalan itu bersuara berandalan pula.
Tetapi setelah enam tahun terpisah dari pengaulan umum, mendadak sontak berubah
menjadi seorang pemuda yang berkesan alim.
"Kau masih ingin menyelesaikan apa lagi?" ia menegas.
"Aku ingin menjenguk peti jenasah lagi yang dikabarkan berada diatas pohon."
sahut Pangeran Jayakusuma sambil menoleh kepada Ulupi untuk minta keterangan.
Diah Lukita Wdhani menoleh pula kepada Ulupi. Menurut Ulupi, jenasah Arinta
tentunya yang berada dalam peti mati sebagai penukar jenasah Prabasini. Diluar
dugaan Ulupi berkata: "Hati-hati Itulah tipu muslihat Nayaka Madu yang terakhir."
"Yang terakhir bagaimana?" Pangeran Jayakusuma tercengang.
"Aku sudah berhasil membawa jenasah Prabasini berikut peti jenasah. Masakan aku
akan membiarkan adikku terjamah tangan kotor Nayaka Madu?" sahut Ulupi.
"Ah, ya" pikir Pangeran Jayakusuma di dalam hati. "Mengapa aku selalu lupa,
bahwa otak Ulupi begitu cerdasnya ibarat bisa membaca isi seluruh dunia?" Ia
jadi menyesal atas kebodohannya sendiri. Buru-buru ia memperbaiki:
"Ulupi! Maksudku barangkali peti mati itu dilumuri racun berbahaya pula yang
aneh sifatnya. Kalau demikian halnya, aku sudah memutuskan untuk mencontoh
perbuatan kakang Singkir.
Pohon dan peti itu akan kubakar ludas."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ulupi mengulum senyum. Senyum yang mempunyai beberapa arti. Mungkin sekali
berarti menertawakan Pangeran Jayakusuma yang pandai main silat lidah. Bukan
mustahil pula merasa geli mendengar kata-kata Pangeran Jayakusuma yang memang
menggelikan. Sebab diapun mengenal Ki Ageng Singkir sebagai tokoh yang lucu dan
angin-anginan. Pernah dia mengacau seluruh wilayah Nayaka Madu dengan aksinya
membakar perumahan-perumahan tertentu. Dan Nayaka Madu sempat dibuatnya kalang-
kabut. Tetapi senyum itupun bisa berarti pernyataan rasa terima kasih atas
perhatian Pangeran Jayakusuma terhadap adiknya yang dulu pernah
menyusahkannya. Bisa juga bermakna senyum simpati kepada pemuda yang ganteng
itu. "Itu rencana bagus sekali!" ujar Ulupi setengah berseru.
"Tetapi apakah bisa?"
"Mengapa tidak?"
Ulupi berpikir sejenak. Lalu memutuskan :
"Mari kita kembali ke serambi depan. Sambil ditemani paman Dandung Gumilar,
biarlah kuceritakan perlahan-lahan. Setelah itu, teputusan berada di tangan
pangeran." Belum lagi Pangeran Jayakusuma sempat menanggapi, tiba-tiba terdengar suara
larinya dua orang pengawal Ulupi. Hampir berbareng dua orang pengawal itu
berseru : "Tuanku puteri! Menurut laporan, Narasinga berhasil merobohkan laskar Majapahit
yang menjaga pohon peti jenasah..."
"Lalu?" Baik Pangeran Jayakusuma maupun Lukita Wardhani dan Diah Mustika Perwita
mengenal belaka siapakah Narasinga. Dahulu mereka bertiga pernah dibuat susah.
Pangeran Jayakusuma kini tidak usah gentar manakala bertemu dengan pendeta sakti
dari Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sigaluh itu. Namun semenjak ia memiliki Ilmu Manunggal yang sempurna belum
pernah ia mengadu kepandaian. Maka di dalam hati, ingin ia mencobanya apakah
sudah sanggup melawan kesaktian pendeta dengan seorang diri. Sebaliknya Diah
Lukita Wardhani dan Diah Mustika Perwita tercekat hatinya begitu mendengar nama
Narasinga disebut. Seperti saling berjanji, mereka berdua berpaling kepada tuan
rumah. Mereka terheran-heran, karena sikap Ulupi biasa-biasa saja. Sama sekali
wajahnya tidak menunjukkan kesan tertentu. Bahkan boleh dikatakan ia bersikap
tak acuh. Tidak mengherankan laskar pengawalnya kelihatan gugup.
Sahut mereka bergantian: "Apakah kita perlu memberi bantuan?"
"Tidak usah." ujar Ulupi. "Narasinga bukan seorang pendeta yang bodoh. Ia tahu
apa arti peti jenasah yang tergantung di atas pohon itu. Tentunya ia akan segera
datang kemari untuk minta penjelasan. Apakah paman Dandung Gumilar sudah siap
menyambut tetamu istimewanya itu?"
Kedua orang pengawalnya lantas saja mengundurkan diri.
Rupanya mereka sudah terlatih mengenal pribadi majikannya.
Pertanyaan mengandung perinlah pula. Maka dengan setengah berlarian, mereka
melintasi penyekat dinding menqju ke serambi depan.
Pangeran Jayakusuma jadi terlarik kepada masalah peti jenasah yang tergantung di
atas pohon seperti laporan Panglima Wirawardhana. Jelas sekali, isinya bukan
jenasah Arinta, adik Ulupi. Lalu siapa" Selamanya dia seorang pemuda yang
usilan. Rasanya tidak mau sudah, apabila belum memperoleh kgjelasan.
Walaupun kini sudah lebih matang, namun watak usilannya itu bukan berarti musnah
dari lubuk hatinya. Maka dengan penuh ingin tahu ia menegas :
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah Narasinga mempunyai kepentingan terhadap peti jenasah itu?"
"Kukira siapa yang merasa dirinya mampu berbuat akan berusaha menurunkan peti
jenasah itu." sahut Ulupi.
Berkata demikian, ia mendahului berjalan. Pangeran Jayakusuma tidak berani
terlalu mendesak. Bukankah Ulupi berjanji hendak menceritakan perlahan-lahan
mengenai peti mati itu" Maka dengan isyarat mata, ia mengajak Diah Lukita
Wardhani dan Diah Mustika Perwita mengikutinya dua langkah di belakangnya.
Tiba di halaman tengah, Ulupi minta disediakan tiga batang pedang. Dua orang
pelayannya segera mempersembahkan tiga batang pedang itu kepadanya. Dengan
sekali melirik tahulah Pangeran Jayakusuma, bahwa ketiga batang pedang itu
biasa. Hanya saja dia tidak tahu apa maksud Ulupi. Tiba-tiba gadis cantik luar biasa
itu berkata kepada Diah Mustika Perwita :
"Adik! Aku memanggilmu adik, karena engkau murid ayahku.
Dengan begitu dalam perguruan engkau adalah adik-
seperguruan-ku. Lagipula usiaku jauh lebih tua daripadamu. Kau berumur berapa,
adik?" "Dua puluh tiga masuk duapuluh empat tahun. " sahut Diah Mustika Perwita dengan
pandang tak mengerti. "Kalau begitu usiaku tiga tahun lebih tua daripadamu." Ulupi berkata ramah.
"Coba aku ingin tahu sampai dimana ayah mewariskan ilmu pedangnya."
"Apakah engkau hendak mengiriku?" Diah Mustika Perwita tercengang.
Ulupi mengangguk, lalu mengangsurkan sebilah pedang kepada Diah Mustika Perwita.
Diah Mustika Perwita berbimbang-bimbang. Ia merasa tak enak hati. Kecuali Ulupi
adalah kakaknya seperguruan, diapun tuan rumah pula. Masakan harus bertempur
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melawannya, meskipun hanya dimaksudkan sebagai ujian belaka" Karena berbimbang-
bimbang ia berpaling kepada Pangeran Jayakusuma untuk meminta bantuan.
Perubahan Ulupi yang mendadak itu, memang mengherankan kalau tidak boleh disebut
mengganjilkan. Namun dasar ia keranjingan kepada macam ilmu kepandaian lagipula
belum pernah melihat sampai dimana kepandaian Ulupi, diam-diam hatinya
menyetujui. Andaikata Diah Mustika Perwita kalah, tak apalah, bukankah dalam
urutan perguruan sebagai adik-sepeiguruan" Maka dengan tertawa ia berkata:
"Adik! Kakakmu ingin mengujimu beberapa jurus. Siapa tahu kakakmu berkenan
memberimu petunjuk-petunjuk demi kemajuanmu sendiri untuk hari depanmu."
Inilah kata-kata yang tak diharapkan oleh sebabnya ia menoleh kepada Diah Lukita
Wardhani. Biasanya puteri yang satu itu, bersikap tegas menghadapi peristiwa
yang datangnya mendadak. Namun kali ini Diah Lukita Wardhani menutup mulut.
Pandang matanya adem saja. Maka dengan hati berat, ia menerima pedang Ulupi
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seraya berkata dengan suaranya yang manis:
"Demi perintahmu akan kuiringkan kehendakmu. Hanya saja, hendaklah ayunda jangan
segan-segan memberi petunjuk-petunjuk."
"Kenapa kau berkata begitu?"
"Aku murid ayahmu. Tentunya ayunda jauh lebih menguasai daripadaku."
"Tidak aku tidak akan menggunakan ilmu pedang ayahku meski sejuruspun.
Sebaliknya aku akan menggunakan ilmu pedang Nayaka Madu yang dulu pernah
mengalahkan Pangeran Jayakusuma." Ujar Ulupi "Aku ingin tahu, apakah engkau
dapat mengimbangi Ilmu Pedang Pancamarga yang disegani orang."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena Ulupi menyinggung-nyinggung nama Ilmu pedang dan dirinya, Pangeran
Jayakusuma memotong : "Ulupi ! Ilmu pedang Pancamaiga tidak mudah diketahui orang luar. Bagaimana
engkau dapat menggunakannya?"
"Aku tidak hanya pandai menggunakan, tetapi mewarisinya."
sahut Ulupi dengan tertawa riang. "Jangan lupa, aku pernah menjadi anak
angkatnya. Setiap kali Nayaka Madu berlatih, akulah yang melayani. Ia mengira
aku tidak mempunyai kepandaian apapun. Karena itu, aku dapat mengamati dan
memahami dengan leluasa."
Sederhana saja keterangannya. Tentunya setelah dapat mengelabui Nayaka Madu
sesempurna-sempurnanya. Karena memiliki otak cemerlang, ia tidak heran bila
Ulupi dapat memahami dengan satu kali lihat saja. Akhirnya memutuskan.
"Baiklah, adik." katanya kepada Diah Mustika Perwita. "Kau layani kakakmu
seperguruan dengan sungguh-sungguh."
Diah Mustika Perwita mengangguk. Sementara itu para pelayan datang membawa
belasan obor yang dinyalakan terang-benderang sekeliling lapangan. Kedua puteri
itu yang memiliki kecantikannya masing-masing, memasuki lapangan. Dan berkatalah
Ulupi kepada Diah Mustika Perwita :
"Pedang kita masing-masing bukan termasuk pedang pusaka.
Meskipun demikian cukup tajam untuk membunuh orang. Karena itu bersungguh-
sungguhlah!" Diah Mustika Perwita mengangguk. Ia tahu dan mau percaya, otak Ulupi encer luar
biasa. Tentunya mempunyai alasan tertentu, apa sebab dirinya perlu diuji.
Hatinya tergelitik. Tiba-tiba teringatlah ia, pedang pusakanya masih tergantung
di pinggangnya cepat ia menitipkannya kepada Pangeran Jayakusuma dengan tersipu-
sipu. "Perwita, biarlah aku yang menjaga pedangmu." Tungkas Diah Lukita Wardhani
sambil menyambar pedangnya.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diah Mustika Perwita tercengang. Betapa tidak" Selamanya, ia mendudukkan
kehadiran Diah Lukita Wardhani di atas dirinya sendiri seakan-akan sebuah pusaka
dewa yang keramat. Sekarang dia berkenan menjaga pedangnya. Keruan saja, hatinya jadi besar. Dan
dengan kesan itu, ia kembali memasuki gelanggang adu kepandaian.
"Silahkan!" katanya dengan senyumnya yang khas.
"Kenapa tidak kau mulai?" sahut Ulupi.
"Ayunda yang menghendaki, maka aku wajib menunggu."
Ulupi tertawa Katanya: "Adik, kau adik-sepenguruanku. Sebagai kakak seperguruan, aku hanya berkenan
mengiringkan." Diah Mustika Perwita menimbang-nimbang. Akhirnya
memutuskan. Sahutnya: "Guruku lebih dari dua atau tiga orang. Biarlah aku menggunakan salah satu
warisan kepandaiannya. Namanya: Bintang Sapta menembus udara."
"Eh!" Ulupi tertawa geli. "Terhadap lawan, masakan engkau harus menyebutkan
nama-namanya setiap kali engkau menggerakkan pedangmu" Silahkan!"
Diah Mustika Perwita seorang gadis yang berperasaan halus dan berbudi luhur.
Agaknya Ulupi menghendaki agar dirinya mulai dulu. Sebenarnya hatinya merasa
tidak enak. Namun Karena di desak, terpaksalah ia menggerakkan pedangnya sambil
berseru: "Awas!" Apa yang dinamakan dengan istilah Bintang Sapta menembus udara, sebenarnya
adalah semacam tipu-muslihat untuk mengelabui lawan. Gerakan pedangnya cepat
luar biasa dan menembus tujuh jurusan. Meskipun hanya merupakan satu tipu-Dendam
Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muslihat, namun sangat berbahaya apabila dilakukan dengan seluruh tenaga
saktinya. Sayang, Diah Mustika Perwita berkelahi dengan hati setengah-setengah.
Tenaga yang dikerahkan hanya lima atau enam bagian saja, sehingga pedangnya
kurang lincah dan kurang cepat
Tidak demikian halnya Ulupi. Sebagai seorang gadis yang memiliki otak cemerlang,
dengan segera ia dapat membaca keadaan hati Diah Mustika Perwita. Terus saja ia
menimpali dengan gerakan saling menyusul. Pada suatu saat, ujung pedangnya
berputar melibat tangan. Diah Mustika Perwita terperanjat. Hampir saja tangannya kena papas. Buru-buru ia
mengelak. Dengan demikian, tangannya tidak sampai terpapas pedang Ulupi. Ia
mundur setengah langkah. Tepat pada saat itu, ujung pedang Ulupi menghampiri
pundaknya. Cepat-cepat ia meringkaskan badannya. Lalu membalas menyerang secepat
kilat. Hanya saja, sasarannya selalu menusuk udara kosong. Ternyata Ulupi gesit
luar biasa. Memperoleh pengalaman pahit itu, Diah Mustika Perwita kini jadi bersungguh-
sungguh. Pada saat itu, terdengar Ulupi tertawa sambil berkata:
"Adik, kau mengalah! Bersungguh-sungguhlah !"
Bunyi tertawanya sangat merdu. Pangeran Jayakusuma yang berada di luar
gelanggang tergetar hatinya. Dasar ia seorang pemuda yang berpembawaan romantis,
lantas saja mengawaskan wajahnya yang cantik luar biasa. Ia jadi teringat kepada bibinya
Retno Marlangen yang memiliki suara tertawa yang merdu pula. Kecuali cantik,
gerakannya gesit dan berpembawaan tenang. Ulupi pun demikian. Pedangnya
menyambar-nyambar dengan sebat Setiap kali ujung pedang Diah Mustika Perwita
mengancam dirinya, selalu ia dapat mengelakkan pada saatnya yang tepat
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Menurut kakang Mijil Pinilih, kepandaiannya biasa-biasa saja.
Ternyata ilmu pedangnya tinggi dan setaraf dengan Perwita."
pikir Pangeran Jayakusuma di dalam hati. "Kalau bertempur melawan Diah Lukita
Wardhani mungkin ramai sekail"
Guru Diah Mustika Perwita banyak jumlahnya. Kecuali Tunggaldewa, ia menerima
petunjuk-petunjuk dari Pangeran Jayakusuma, Diah Lukita Wardhani, Galuhwati,
Ratu Jiwani dan yang terakhir Ki Ageng Cakrabhuwana. Hanya saja ia tidak
berbakat, meskipun otaknya cerdas. Ia lebih senang menggeluti kitab-kitab sastra
dan falsafah. Meskipun demikian, pada saat itu Ilmu Pedangnya belum tentu dapat
di kalahkan Narasinga dalam waktu yang pendek. Tipu-tipunya lengkap. Serangannya
menjadi suatu rangkaian saling menyusul. Dan sergapannya susah diduga.
"Bagus!" puji Ulupi. "Akan tetapi, lebih baik adik mendalami ajaran ayah. Memang
ilmu pedangmu bisa dibuat menggertak orang. Tetapi bagaimana kalau menggunakan
ilmu Pedang Pancamarga andalan Nayaka Madu?"
Setelah berkata demikian, tiba-tiba ia menyerang hebat sekali sampai anginnya
bergulungan bagaikan badai. Ia menggunakan salah satu tikaman ilmu Pancamarga.
Pangeran Jayakusuma pernah bertempur melawan Nayaka Madu pada waktu mula-mula
memasuki lembah Untara Segara. Ilmu pedangnya yang sudah hampir mencapai tataran
sempurna, kena dikalahkan.
Pengalaman itu tidak pernah terhapus dalam ingatannya. Sebab setelah dikalahkan
ia terpaksa mendekam di penjara selama dua tahun. Itulah sebabnya pula, semua
pukulan, semua tikaman, semua tipu-muslihat Ilmu Pancamarga tidak pernah
terlupakan. Maka begitu melihat jurus yang digunakan Ulupi segera ia mengenalnya. Tak
dikehendaki sendiri, bulu kuduknya bergidik.
Untung, Ulupi hanya menggunakan enam bagian tenaganya.
Walaupun begitu, bukan berarti tidak berbahaya. Dahulu Nayaka Madu tidak dapat
dirobohkan meskipun dikerubut dua. Padahal Dendam Empu Bharada http://dewi
-kz.inco/ Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ilmu Pedang Retno Marlangen bukan rendah. Dengan Ilmu pedang gabungan, Narasinga
pernah terjungkal. hai itu berarti, bahwa Nayaka Madu dahulu melawan dirinya dan
Retno Marlangen dengan membagi tenaga saktinya menjadi dua bagian. Tangan
kirinya untuk melawan ilmu pedang Retno Marlangen, sedang tangan kanannya untuk
membendung serangannya. Sekarang, Ulupi menggunakan enam bagian tenaga saktinya.
Apakah Diah Mustika Perwita dapat melawannya dengan seorang diri" Memang tenaga
sakti Nayaka Madu tiada dapat dibandingkan dengan tenaga sakti Ulupi. Namun bila
dibandingkan dengan tenaga sakti Diah Mustika Perwita seperti keadaannya sewaktu
bertanding melawan Nayaka Madu. Sebab himpunan tenaga saktinya kala itu seimbang
dengan Nayaka Madu. Diserang dengan ilmu pedang Pancamarga, Diah Mustika Perwita tidak berani main
coba-coba lagi. Memang benar ujar Ulupi. Ia harus melawan Pancamarga dengan ilmu
warisan ajaran Ki Ageng Cakrabhuwana. Agaknya, Diah Mustika Perwita ditetapkan
oleh sejarah sebagai cikal-bakal ilmu kepandaian yang kelak menyebar di Jawa
Barat. Dalam keadaan terdesak, ia dapat mengambil keputusan yang tepat Maka
setelah melalui tiga gebrakan, keadaan mereka berdua seimbang.
Selama itu, Diah Lukita Wardhani mengikuti pertempuran mereka dengan saksama, la
adalah murid langsung Ratu Jiwani.
Biasanya ia terlalu bangga kepada kepandaian sendiri. Tetapi setelah menyaksikan
ketangguhan Diah Mustika Perwita, diam-diam ia keheran-heranan. Benar-benar
hebat, pikirnya siapakah yang dapat merubah puteri yang lemah lembut itu menjadi
seorang pendekar yang berkepandaian tinggi"
Setelah pertempuran itu melampui tujuhpuluh gebrakan, Ulupi kemudian melesat ke
luar gelanggang sambil tertawa. Katanya setengah berseru :
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Adik! Tidak sia-sia ayah memilihmu menjadi ahli warisnya.
Kabarnya engkau tidak berbakat Ternyata engkau tidak akan mengecewakan ayah.
Hanya saja engkau harus mengenal tabiat, sifat dan perangai orang lebih banyak.
Ada pepatah : melawan seratus orang bersenjata lebih mudah daripada sambaran
panah di belakang punggungmu. Ringkasnya engkau harus berwaspada terhadap lawan-
lawanmu yang menggunakan racun, jebakan dan akal keji."
"Terima kasih." Diah Mustika Perwita membungkukkan badanya. "Terima kasih...
ayunda terlalu mengalah kepadaku.
Kepandaian ayunda jauh berada diatasku. Tetapi nasehat-nasehat ayunda akan
kuperhatikan." Ulupi tertawa. Berpaling kepada Pangeran Jayakusuma sambil berseru minta
pertimbangan : "Bukankah begitu, pangeran?"
Teringat akan pengalaman sendiri dan Ki Ageng Mijil Pinilih, Pangeran Jayakusuma
mengangguk membenarkan. Akan tetapi pikirannya melayang ke arah lain. Sebagai
seorang pemuda yang cerdas luar biasa, jalan pikirannya tidak berselisih jauh
daripada Ulupi. Tindakan Ulupi yang tiba-tiba menguji Diah Mustika Perwita
menarik perhatiannya. Ulupipun tidak berkelahi dengan sungguh-sungguh. Begitu
akan memasuki saat-saat yang seru, dia melompat ke luar gelanggang dengan
mendadak pula. Apa maksudnya" Ia percaya dan teringat kepada tutur-kata Ki Ageng
Mijil Pinilih, bahwa Ulupi seorang gadis yang memperoleh karunia alam luar
biasa. Pikirannya sudah dapat membaca masa depan jauh melebihi manusia-manusia
yang tergolong pandai. Setiap ucapan dan tindakannya, tentu menggenggam suatu
makna dan tyjuan tertentu. Sungguh! Pada saat itu, meskipun ia termasuk golongan
orang yang pandai berpikir, belum juga dapat menebak tujuan Ulupi
Beda lagi tanggapan Diah Lukita Wardhani. Gadis ini perajurit sejati. Setiap
pikiran dan tindakannya dijiwai masalah negara.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebagai seorang Bhayangkari, kewaspadaanya cepat sekali timbul. Semenjak tiba di
rumah Ulupi, ia sudah menyiasati tuan rumah. Menurut pendapatnya, ucapan dan
kata-kata maupun keterangan Ulupi tidak lengkap. Selalu terputus di tengah
jalan. Umpamanya cerita tentang dirinya yang berperan sebagai Maruti.
Masalah itu dilampui saja secara mudah. Kemudian tentang diri Arinta yang
dikabarkan sudah menjadi jenasah akibat ulah Nayaka Madu. Hubungannya dengan
Nayaka Madu juga kurang jelas. Juga hubungannya dengan Prabasini dan Dandung
Gumilir. Dan setiap kali hendak memberi keterangan, tentu minta waktu.
Dia bersikap seperti seorang pendekar menunggu reaksi lawannya. Dan yang
terakhir, ia masih menganggap tokoh Ulupi sebagai tokoh yang menyembunyikan
teka-teki. Benarkah dia Ulupi benar-benar" Kalau benar-benar Ulupi puteri Ki
Ageng Cakrabhuwana, mengapa perlu menguji Diah Mustika Perwita di hadapan orang
banyak" Bukankah Diah Mustika Perwita murid ayahnya" Andaikata bersifat menguji,
tentunya lebih kena bila dilakukan diluar pengamatan orang lain. Ajaklah saja
Diah Mustika Perwita ke tempat yang sunyi, bila dia benar-benar ingin
mengujinya. Mengapa bertindak bodoh" Jangan-jangan dia justru bermaksud hendak
membuka mata segenap anak-buahnya, bahwa ketiga tetamunya berkepandaian. Dengan
begitu agar anak-buahnya jangan bertindak ceroboh. Paling tidak mereka semua
dapat mengukur kepandaian Diah Mustika Perwita sebagai kelinci percobaan.
Ulupi memang gadis yang istimewa. Ia seperti dapat membaca keadaan hati Diah
Lukita Wbrdhani dan Pangeran Jayakusuma.
Sambil menyerahkan pedangnya kepada pembantunya, ia berkata mengajak:
"Nah, mari! Kukira sudah waktunya aku bercerita lebih jelas lagi."
la mendahului ketiga tetamunya memasuki ruang dalam dan langsung duduk diatas
kursi. Pangeran Jayakusuma saling Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pandang dengan Diah Lukita Wardhani. Kemudian ikut masuk pula ke ruang tengah
dan segera mengambH tempat duduk. Diah Mestika Perwita yang harus menyerahkan
pedang pinjamannya segera menyusul duduk di samping Pangeran Jayakusuma. Dia
seorang gadis yang bebas dan praduga. Karena itu apa yang dilakukan Ulupi
kepadanya, dianggapnya soal biasa saja.
Waktu itu petanghari sudah memasuki tirai malam. Belasan pelita dinyalakan
terang-benderang sehingga suasana dalam ruang tengah nampak semarak. Para
pelayan hilir mudik menyediakan hidangan-hidangan malam yang nampaknya terpilih.
Siapapun akan segera timbul selera makannya begitu melihat macam masakannya.
Tetapi Diah Lukita Wardhani yang sudah biasa hidup dalam istana dan selalu
berwaspada terhadap lahan terbangun rasa curiganya begitu melihat macam hidangan
yang disediakan. Dengan pandang mata berkilat-kilat ia mengembarakan pandangnya.
Dimanakah Dandung Gumilar yang dijanjikan"
-o0~DewiKZ~0o- DONGENG ULUPI Karena dipersilahkan Ulupi untuk mencicipi hidangan yang disediakan, Diah Lukita
Wardhani terpaksa menahan diri. Dengan sekali melirik, ia melihat Pangeran
Jayakusuma sudah menggerumiti ayam kuah begitu nikmat. Diah Mustika Perwita
segera pula meneguk minuman dan mulai makan. Maka tiada alasan baginya untuk
menolak tawaran Ulupi. Ia menghibur diri, siapa tahu Dandung Gumilar akan muncul
dan dalam kamarnya. Tetapi Dandung Gumilar tetap saja tidak menampakkan batang hidungnya, meskipun
hidangan mulai diundurkan.
Bahkan, setelah Ulupi meneguk minumannya ia berkata seperti kepada dirinya
sendiri: Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pangeran! Tentunya pangeran menunggu paman Dandung Gumilar. Pada saat ini,
beliau sedang kusuruh menjemput. Beliau berdiam kira-kira lima pal jauhnya dari
sini. Setelah dua pertiga himpunan tenaga saktinya lenyap akibat pukulan
pangeran, beliau sekarang hidup menyendiri."
Aneh adalah keadaan hati Diah Lukita Wardhani. Tadi dia mengharapkan keterangan
di mana Dandung Gumilar berada.
Justru setelah Ulupi memberi keterangan hatinya tercekat. Hal itu disebabkan,
karena ia terperanjat terhadap Ulupi. Gadis itu benar-benar pandai membaca
keadaan hati tetamunya. Paling tidak dapat membaca hatinya. Tak dikehendaki
sendiri, tiba-tiba saja ia merasa kalah perbawa.
"Wilayah ini termasuk wilayah Untara Segara." Ulupi mulai berkata lagi. Lalu
tertawa perlahan setengah mendengus.
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Untara Segara! Bukankah Untara Segara nama Kahyangan Dewa Wisnu" Tetapi
kenyalaanya tidak demikian. Justru wilayah ini penuh dengan racun, tipu-muslihat
dan perbuatan-perbuatan yang keji. Namun kira-kira seratus tahun yang lalu,
wilayah Untara Segara ini benar-benar pantas disebut kahyangan di atas bumi.
Sebab pemiliknya kecuali sakti, berbudi luhur pula.
Pemandangan di Seluruh wilyah sangat indahnya. Di atas bukit yang pernah kita
lalui terdapat sebatang pohon mustika bernama Dewadaru. Termashur sebagai pohon
sumber kehidupan yang dapat memperpanjang usia. Bahkan diceritakan pula, barang
siapa yang memakan buahnya akan memiliki himpunan tenaga sakti istimewa. Kecuali
itu, tidak mempan ketajaman senjata macam apapun. Karena itu, bukit terjaga
rapat dan dirawat dengan sebaik-baiknya ibarat seekor lalat-pun tidak dapat dari
pengamatan." "Siapakah nama pemiliknya?" Pangeran Jayakusuma menyela.
"Pangeran!" sahut Ulupi dengan senyumnya yang khas.
"Cerita ini masih sangat panjang. Kalau pangeran terlalu Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bernafsu, akan kehilangan maknanya. Bagaimana pendapat tuanku puten?"
Diah Lukita Wbrdhani sudah memperoleh pengamatan
terhadap jalan pikiran Ulupi. Jalan pikiran Ulupi sangat teratur sehingga
berkesan dapat membaca pikiran orang lain. Namun terhadap pertanyaan Pangeran
Jayakusuma ia setuju. Sebab kadangkala, Ulupi sengaja membiarkan setiap
pernyataannya, tidak selesai sehingga terasa mengganggu. Maka ia menjawab dengan
sedikit mengulum senyum: "Bila disebutkan, barangkali kita malahan lebih dapat meresapi maknanya."
"O, begitu?" Ulupi menyahut dengan nada suara ditinggikan.
"Baiklah kukatakan sekarang agar hati tetamu ku puas. Dialah leluhur Nayaka
Madu. Namanya Naradata."
"Kau sebutkan dia berbudi luhur" Mengapa anak-keturunannya setelah sampai kepada
Nayaka Madu, jadi sebaliknya?" seru Pangeran Jayakusuma. Dan teringat perlakuan
Nayaka Madu terhadapnya, wajahnya kelihatan bersemu merah menyala.
"Itu ada sebabnya." Ulupi memberi keterangan. "Biarlah kuselesaikan ceritaku ini
Aku percaya, segera akan tahu sebab-musababnya. Tetapi kuharap jangan dipotong
ceritaku." "Baik. Aku akan menjejali mulutku dengan panganan hidanganmu." Pangeran
Jayakusuma berjanji. Ulupi memperbaiki letak duduknya. Setelah berdehem dua kali, ia melanjutkan:
"Naradata mempunyai dua orang murid. Sogata dan Sugata, namanya. Dua orang murid
kembar yang sangat dipercaya.
Mereka berdua itu_pula yang memelihara dan menjaga pohon Dewadaru. Hampir tidak
pernah sejengkalpun mereka meninggalkan pohon ajaib itu. Sebab kecuali sadar
betapa besar Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
khasiatnya, mereka berharap pada suatu kali diperkenankan gurunya memetik sebuah
untuk mereka berdua. Cukuplah sudah.
Meskipun masing-masing hanya akan kebagian separoh. namun buah itu akan bisa
membuat mereka sakti melebihi manusia lumrah. Akan tetapi buah Dewadaru itu
sendiri, hanya berbuah empat lima tahun sekali Dan seluruhnya harus
dipersembahkan dengan utuh kepada Naradata. Kalau sampai kurang, mereka akan
merasakan getahnya. Mereka bisa dibuat cacat untuk seumur hidupnya. Pendahulunya
pernah mengalami malapetaka demikian.
Pada suatu hari Naradata kelihatan bergembira. Dengan suara setengah gegap
gempita, ia memanggil Sogata dan Sugata menghadap. Berkata dengan suara
bergelora: "Kalian tahu apa sebab aku bergembira?"
Sogata yang cerdik dan pandai mengambil hati gurunya, segera menjawab:
"Apa lagi yang dapat menggembirakan hati guru, kalau bukan kemajuan ilmu sakti
yang diperoleh guru berkat ketekunan guru."
"Maksudmu aku mendapat kemajuan?"
"Benar." "Ha ha.. .tetapi kali ini kau salah tebak. Memang hampir mirip, tetapi tidak
serupa." Sogata menoleh kepada Sugata untuk minta bantuan. Sugata yang tidak secerdik
gurunya, berkata dengan lambat:
"Hampir mirip tetapi tidak serupa... apakah guru akan memperoleh seorang putera
yang diharapkan guru?"
"Aku mendapat seorang putera" Apa maksudmu?" Naradata setengah membentak.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
-Sebab kesaktian guru yang begitu hebat, bukankah sayang apabila tidak
diwariskan kepada salah seorang putera guru yang memang sanggup mewarisi
kepandaian guru?" Mendengar alasan Sugata mengemukakan pendapatnya, Naradata tertawa terbahak-
bahak. Serunya: "Bukan, bukan! Bukan itu! Memang aku perlu seorang anak yang dapat mewarisi
kepandaianku. Tetapi makna anak bisa bermacam-macam. Seorang murid yang
berbaktipun, kedudukannya kadangkala melebihi anaknya sendin. Namun dalam hal ini bukan
kalian berdua," Hati Sugata tercekat Tadinya ia mengharapkan ucapan gurunya itu dialamatkan
kepadanya. Ternyata tidak demikian.
Tak dikehendaki sendiri, wajahnya berubah. Maka cepat-cepat ia menundukkan
kepalanya. Syukur Naradata tidak sempat memperhatikan. Sebab hatinya sedang gembira.
Seluruh perhatiannya Berada pada apa yang sedang menggembirakan hatinya. Serunya
lagi: "Dengarkan! Dalam waktu dekat ini, aku bakal menerima tiga orang tamu istimewa.
Mereka datang dari Suwarnadwipa ( baca: Sumatra). Tiga orang tersakti pada jaman
ini. Camkan nama mereka. Yang pertama: Wisakarma. Kemudian Brihawan dan
Adityasuta. Hm, Hm... kalau mereka datang akan genaplah sudah apa makna diriku
hidup. Maka layanilah mereka sebaik-baiknya.
Hidangkan dua buah Dewadaru. Hahaaaaa...aku ingin tahu bagaimana caranya
membagi" "Guru sendiri hendak kemana?" Sogata dan Sugata minta keterangan dengan
berbareng. "Katakan kepada mereka, aku menghadap guru untuk memberitahukan kedatangan
mereka." sahut Naradata dengan tersenyum-senyum puas.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sogata dan Sugata tidak berani lagi untuk minta penjelasan lebih jauh. Hanya
saja, di dalam hati mereka heran apa sebab tiga tetamunya memperoleh perhatian
begitu tinggi. Tetapi di balik itu-pun, timbul teka-teki mengapa hanya diberi
dua buah Dewadaru untuk tiga orang. Apakah gurunya mengharapkan mereka saling
bertempur" Bila demikian, kenapa justru ditinggal pergi"
Keesokan harinya, Naradata benar-benar hendak berangkat meninggalkan Untara
Segara. Sebelum berangkat, ia memeriksa buah Dewadaru dan menghitung berapa
jumlahnya. Semuanya masih lengkap. Empatbelas buah. Lalu berkata kepada Sogata
dan Sugata: "Dengarkan sekali lagi perintahku! Kalian berdua harus menghormati tetamuku.
Kemudian petikkan dua buah Dewadaru untuk mereka bertiga. Kalian ingat?"
Sogata dan Sugata mengiakan. Tiba-tiba suatu pikiran menusuk benak Sogata. Minta
penjelasan : "Bagaimana kalau mereka hanya berdua?"
"Hanya berdua" Tidak mungkin!" sahut Naradata yakin. Tetapi pada detik itu pula
ia nampak berbimbang-bimbang. Hal itu bukan mustahil, pikirnya di dalam hati.
Kemudian memutuskan didalam hati. Kemudian memutuskan: "Baiklah, andaikata
mereka hanya datang berdua, petikkan tiga buah Dewadaru."
"Lho!" Sogata heran dan berpaling kepada Sugata. Ia sangsi pada diri sendiri.
Jangan-jangan ia salah dengar. Ia mengharapkan bantuan Sugata. Sugata sering
lambat berpikir, akan tetapi sering-kali cermat pula.
"Mengapa kau heran?" pada saat itu Naradata menegas.
Sugata yang diharapkan ternyata tidak mengecewakan Sogata.
Dengan suara bersemangat Sugata menyahut:
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Untuk tiga orang, guru memerintahkan kami agar menyuguhkan dua buah Dewadaru.
Sebaliknya bila hanya dua orang yang datang, kami agar memetik tiga buah. Apakah
betul?" "Betul" sahut Naradata dengan cepat "Selanjutnya jangan usilan ! Kerjakan saja
apa perintahku." Naradata kemudian meninggalkan Untara Segara dengan tertawa. Dia seorang sakti
yang kebanyakan hidup pada jamannya. Tak ubah siluman, tiba-tiba tubuhnya lenyap
dari penglihatan. Sogata dan Sugata tahu, gurunya seorang sakti.
Namun belum pernah mereka melihat kesaktian gurunya sehebat itu. Benarkah
manusia yang terdiri dari darah dan daging dapat bergerak secepat itu"
"Mari kita hitung kembali berapa jumlah buah Dewadaru!" ajak Sogata. "Hilang
sebuah berarti kepala kita bakal hilang."
"Benar." Sugata mengangguk.
Dengan cennat mereka menghitung jumlahnya, lalu
meninggalkan bukit penuh ingat. Mereka memutuskan untuk tidur diba-wahnya,
selama gurunya tidak berada di tempat Dan hal itu dilakukannya dengan sungguh-
sungguh. Selama menjaga buah Dewadaru, mereka tidak berani berbicara terlalu
keras, karena takut menarik perhatian orang. Memang benar, sekitar bukit itu
ditaburi racun dan jebakan-jebakan binatang. Akan tetapi bila seorang sakti yang
sengaja memasuki wilayah bukit, racun-racun dan jebakan-jebakan binatang apapun,
bukan merupakan suatu halangan. Menyadari kemungkinan-kemungkinan itu. mereka
tidak berani tidur dengan berbareng.
Salah seorang harus tetap berjaga mengamati keamanan wilayah sekitarnya.
Pada hari ketiga, dua orang pelayan datang menyusul dan memberi kabar tentang
datangnya tetamu Sang Naradata.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar kabar itu, tiba-tiba saja jantung Sogata dan Sugata jadi berdebaran.
Terus saja mereka berseru menegas :
"Berapa orang?"
"Tiga orang dan seorang kakek yang terbatuk-batuk terus menerus." sahut dua
orang pelayan berbareng. "Maksudku berapa orang jumlahnya" Tiga atau empat orang?"
"Tiga orang dengan satu orang kakek." dua pelayan itu tetap pada keterangannya.
"Jadi empat orang?"
"Benar." "Nah, berkatalah yang jelas!" Sogata kesal
"Maksud kami, karena yang pantas mergadi tamu Sang Naradata adalah tiga orang
itu. Rata-rata mereka nampak gagah-perkasa, kecuali si kakek yang terbatuk-batuk
terus-menerus mirip orang kena bengek."
"Apakah mereka menyebutkan namanya?"
"Oh ... kami tidak berani menanyakan."
"Baiklah, kalian layani mereka dengan sebaik-baiknya!"
perintah Sogata. "Kami berdua akan segera datang."
Dua pelayan itu kemudian turun bukit. Sogata kemudian menoleh kepada Sugata.
Mereka saling pandang dengan pikirannya masing-masing. Empat orang" Jadi harus
bagaimana" Berapa buah Dewadaru yang harus dipetik untuk mereka"
"Sugata, coba aku ingin mendengar pendapatmu." akhirnya Sogata bedcata. "Kalau
tiga, kita memetik dua buah. Tetapi kalau dua orang, kita justru harus
menyuguhkan tiga buah Dewadaru.
Sekarang ternyata empat"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sogata! Otakmu jauh lebih cerdas dan encer daripada otakku.
Aku selalu lamban. Mengapa tidak putuskan sendiri?" ujar Sugar ta.
"Aku tahu otakmu lamban. Akan tetapi, biasanya orang lamban justru lebih cermat
pengamatannya." Sugata berpikir sejenak. Lalu menjawab :
"Paling bagus, kalau kita lihat sendiri berapa jumlah mereka yang datang. Guru
hanya menyebut-nyebut tiga orang Bagaimana kalau yang seorang itu, bukan tetamu
guru?" "Ah ya.." Sogata bersorak didalam hati. "Kau benar. Nah, ternyata kelambananmu
sangat menolong. Mari kita lihat dulu berapa jumlah mereka. Tolong kau ingat-
ingat nama mereka bertiga yang disebutkan guru. Yang pertama bernama Wisakarma.
Yang kedua, Brihawan. Dan yang ketiga Adityasuta.
Diluar mereka bertiga bukan termasuk tetamu guru. Begitu, bukan" Kau setuju atau
tidak?" "Aku belum bisa memutuskan. Mari kita lihat dulu!" jawab Sugata dengan
berkeringat Ia memang ikut berpikir keras.
Sogata dan Sugata kemudian menemui tetamu gurunya.
Ternyata mereka berjumlah empat Dengan menguasai diri sendiri, Sogata beikata
menyambut: "Apakah tuan-tuan yang bernama Wisakarma, Brihawan dan Adityasuta?"
"Benar. Mana gurumu?"
"Guru sedang di luar daerah. Tetapi kami berdua ditugaskan untuk menyambut
kedatangan tuan-tuan."
"O, jadi gurumu sudah mendengar kabar tentang kedatangan kami?"
"Ya,ya,ya." Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapa kamu?" "Kami berdua adalah muridnya, karena itu berani menyebut Sang Naradata dengan
sebutan guru." "Hm. Lalu apa pesan gurumu?"
Sogata terpaksa menelan ludahnya, karena perbawa
tetamunya itu bukan main besarnya. Menjawab :
"Kami berdua hanya disuruh menerima tiga orang tetamu yang sudah kami sebutkan
namanya. Yang manakah yang bergelar Wisakarma, Brihawan dan Adityasuta?"
"Aku, ini dan itu!" sahut tetamu itu. Ternyata dialah yang bernama Wisakarma.
Orangnya tinggi besar, berjanggut kasar dan bobaewok agak awut-awutan. Suaranya
menggeledek dan pandang matanya menakutkan. Sedang yang bernama Brihawan
berperawakan pendek bulat Pandang matanya memancarkan rasa persahabatan. Beda
lagi dengan yang bernama Adilyasuta.
Menilik namanya tentunya dia bertubuh raksasa. Ternyata Perawakan tubuhnya
tinggi jangkung dan tipis mirip mayat hidup.
Wajahhnya pucat dan kedua matanya agak menjorok ke dalam.
Sikapnya dingin-dingin saja dan sama sekali ddak menaruh perhatian terhadap
sekelilingnya. "Dan.. .eh mohon maaf... aki ini apakah termasuk tetamu guru kami?"
"Kau menyebut apa?" bentak Wisakarma. "Kau berani menyebut aki?"
"Maaf... maaf mohon maaf. Kami harus menyebut
bagaimana?" Sogata bergemetaran.
"Apakah gurumu ddak panah menyebut-nyebut?"
"Sama sekali tidak."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisakarma menyiratkan pandang kepada Brihawan dan Adityasuta. Sedetik kemudian
dia tertawa terbahak-bahak.
Serunya: "Baiklah, barangkali gurumu sudah mengaku kalah."
"Mengaku kalah bagaimana?" ujar Sugata yang selama itu diam menjadi saksi.
"Mohon diberi penjelasan."
"Orang ini bernama Sudarma. Gurumu dahulu pernah melawat ke Suwarnadwipa. Gurumu
berlagak menjadi seorang penyembuh besar. Maka kami saling mengadu kepandaian.
Orang ini kami jadikan kelinci pertaruhan. Terus terang saja dia kami racuni Dan
gurumu berlagak bisa menyembuhkan.
Nyatanya tidak demikian. Lihatlah, sampai hari ini dia masih saja mengidap
penyakit bengek. Apakah gurumu tidak pernah bercerita?"
"Tidak, tidak." sahut Sugata. "Guru hanya hanya berpesan, manakala tuan-tuan
datang, kami harus menyambutnya dengan baik."
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tentu saja! Kalau tidak, apakah perkampungan kalian ingin kubakar habis" Cuhh!"
ujar Wisakarma. "Dan kalian harus tahu, dia ini paman gurumu. Kabarnya dia sanak
raja. Maka kalian berdua harus menyembah padanya."
Mendengar keterangan Wisakarma, buru-buru Sogata dan Sugata menyembah. Tetapi di
dalam hati, mereka heran atas sikap gurunya. Mengapa gurunya justru bergembira
mendengar kabar akan kedatangan mereka bertiga" Mereka tidak sempat berpikir
berkepanjangan. Setelah menyembah kepada kakek Sudarma, Sogata berkata:
"Karena tuan-tuan tentunya harus menunggu guru, silahkan tuan-tuan
beristirahat." Dengan sikap hormat, Sogata dan Sugata membawa keempat tetamunya ke kamar
peristirahatan. Lalu dengan gegap-gempita Dendam Empu Bharada http://dewi
-kz.inco/ Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka memerintahkan sekalian pelayan melayani Wisakarma berempat sebaik-
baiknya. Tetapi Wisakarma seorang ahli racun.
Dan seorang ahli racun mencurigai segalanya Naradata menyambut dirinya dan
memperlakukan dua saudara-seperguruannya terlalu baik. Apa maksudnya" Bukankah
Naradata akan terpaksa mengobati Sudarma dengan buah Dewadaru yang termashur dan
menjadi incaran setiap orang"
Ringkasnya Naradata bakal kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Kalau tidak,
dia bakal kalah. Sebaiknya kenapa dia memerintahkan dua orang muridnya agar
menyambut tetamu-tetamu yang bakal merugikannya dengan baik" Jangan-jangan apa
yang disajikan mengandung racun jahat
Dengan pikiran itu, sudah cukup membuat dirinya bercuriga.
Segera ia memerintahkan dua saudara-sepeiguruannya untuk menyelidiki. Dia
sendiri akan menguntit Sogata dan Sugata. Pada saat itu Sogata dan Sugata sedang
bertukar pikir mengenai jumlah buah Dewadaru yang harus dipetiknya.
"Coba bantulah aku memecahkan masalah ini. Dan jangan main bantah saja!" ujar
Sogata setengah berteriak oleh rasa kesal. "Memang aku bisa salah tafsir.
Sebaliknya, bagaimana seharusnya" Dua buah atau tiga buah?"
"Guru sudah berkata jelas. Kalau tiga orang yang datang, suguhkan dua buah.
Tetapi kalau dua orang, petiklah tiga buah."
sahut Sugata dengan tenang.
"Benar. Tetapi sekarang empat orang. Apa yang harus kita lakukan?"
"Guru tidak menyebut-nyebut nama orang itu. Jadi kita anggap saja, tidak pernah
ada." "Tetapi pendekar Wisakarma menyatakan, bahwa orang tua itu sangat penting.
Apakah bisa kita anggap tidak pernah hadir?"
Sugata menggaruk-garuk kepalanya. Kalau Wisakarma bersikap hormat bisa dianggap
tidak pernah hadir" Paling tidak, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisakarma akan menegor dirinya apa sebab Sudarma tidak kebagian sebuah.
Wisakarma yang mengintip dengan diam-diam, ikut berpikir.
Kalau dua orang yang datang, Naradata memerintahkan kedua muridnya menyuguhkan
tiga buah Dewadaru, ia berpikir. Bila tiga orang yang datang, malahan hanya dua
buah. Apa maksudnya"
Sebagai seorang ahli racun, semuanya diukur dengan bajunya sendiri. Pasti
Naradata bermaksud mencelakakannya.
"Hm, hm... bagus betul kelakuannya!" maki Wisakarma di dalam hatinya. "Dua buah
Dewadaru untuk tiga orang. Bukankah mengharapkan aku bertengkar dengan kedua
adik-seperguruan" Mana mungkin Brihawan dan Adityasuta mengalah untuk menerima separoh" Aku
sendiri tidakkan mau. Karena buah Dewadaru harus di makan seutuhnya."
Setelah memperoleh kesimpulan demikian, ia sudah
memutuskan apa yang hendak dilakukan. Katanya di dalam hati:
"Sogata dan Sugata pada suatu kali pasti akan memetik buah Dewadaru. Biarlah
kuikuti" Memang Sogata dan Sugata masih bertengkar mencari keputusan. Namun menjelang
sorehari Sogata memutuskan begini:
"Sugata! Kurasa benar pendapatmu. Kita harus menganggap Sudarma tidak pernah
hadir Jadi kita memetik dua buah saja"
"Alasanmu?" "Coba pikir! Seumpama kita memetik tiga buah, empat buah atau lima buah, pasti
kita akan mendapat salah. Akibatnya kita berdua akan kehilangan kepala. Kurasa,
lebih sedikit jumlahnya, lebih baik Jadi kita memetik dua buah saja. Kalau toh
masih salah, bukankah kita tinggal menambahi saja" Sebaliknya kalau kelibi-han,
dari mana kita bisa mengganti buah Dewadaru?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, betul!" seru Sugata setengah berjingkrak. Kemudian dengan mata berseri-seri
ia memeluk Sogata. Karena sudah memperoleh keputusan, Sogata dan Sugata mendaki bukit dengm
bersemangat. Sama sekali mereka berdua tidak menyadari, bahwa Wisakarma semenjak
tadi memata-matai Bagi Wisakarma sendiri bukan merupakan kesukaran mengikuti
mereka ber dua. Kepandaian setingkat dengan Naradata.
Malahan mungkin sekali melebihi. Maka dapatlah ia menguntit Sogata dan Sugata
dengan leluasa. Setelah mengetahui beradanya pobon Dewadaru, Wisakarma balik ke kamarnya. Lalu
mengabarkan apa yang sedang dilakukan kedua murid Naradata. Mendengar keterangan
Wisakarma, Brihawan dan Adityasuta geram.
"Syukur, kakang sempat mendengarkan kata-kata budak itu.
Kalau ddak, kita bisa saling bunuh demi memperoleh buah Dewadaru." kata mereka
berdua. "Lalu apa rencana kakang?"
"Kita harus berpura-pura dungu." ujar Wisakarma. "Akulah nanti yang mengatur."
"Maksudku, apakah kita tolak suguhan budak itu" Bukankah sayang?" Brihawan minta
kejelasan. "Serahkan saja kepadaku. Di atas pohon tentunya masih ada duabelas buah. Kita
bagi rata. Masing-masing tiga buah."
"Bagus!" Adityasuta yang pendiam kali ini ikut memperhatikan pembicaraan kedua kakaknya
perguruan. Melihat Brihawan menyatakan rasa setujunya, ia pun mengangguk pula.
Kemudian mereka bertiga sepakat untuk menunggu apa yang akan dilakukan Sogata
dan Sugata. Kedua murid Naradata itu ternyata menunjukkan sikap yang tulus. Benar-benar
mereka berdua hanya melaksanakan perintah gurunya. Dengan membawa sebuah niru
berisikan dua buah Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dewadaru yang masak, mereka datang mempersembahkannya.
Kata Sogata yang berdiri di samping Sugata yang membawa niru:
"Guru kami mengharap agar paman sekalian menerima persembahannya."
"Hm." Wisakarma menggerutu. Kedua matanya memancarkan rasa jengkel dan marah.
"Kami empat orang. Masakan masing-masing hanya kebagian separoh. Kami bukan
kanak-kanak lagi Ambilkan dua buah lagi!"
Sogata membungkuk hormat. Sahutnya dengan suara rendah:
"Mohon maaf tidak berani kami memetik dua buah lagi. Sebab pesan guru hanya dua
buah." "O, begitu" Kenapa tidak kalian makan saja?"
"Kami makan?" Sogata heran.
"Betul Dengan begitu, kalian masing-masing memperoleh sebuah Dewadaru."
Masing-masing mendapat sebuah" Memang itulah idam-idaman mereka berdua. Hanya
saja, tidak berani mereka memperlihatkan keadaan hatinya kepada Wisakarma
bertiga bersama yang bermata sangat tajam. Meskipun demikian, tak urung mata
mereka berkilat sekejap. Dan perubahan pandang mala mereka berdua, sudah cukup
jelas terbaca Wisakarma bertiga, meskipun hanya sekejap.
"Bagaimana?" Wisakarma dan Brihawan menegas dengan berbareng.
Buru-buru Sogata menjawab:
"Tidak berani. Dua buah Dewadaru ini hanya diperuntukkan bagi paman sekalian"
Wisakarma tertawa terbahak-bahak. Serunya :
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah disini terdapat peraturan-peraturan yang kaku begini?"
"Bukan begitu. Kami bisa bebas bergerak dan berbuat apapun juga, namun tidak
untuk buah Dewadaru."
"Oh begitu?" Wisakarma tercengang. "Kau tahu, siapakah sebenarnya kami bertiga
ini" Dengan gurumu, kedudukan kami setingkat. Maka kuperintahkan dan kuijinkan
kalian berdua makan buah ini."
"Tidak." "Tidak bagaimana" Apakah kalian berdua tidak senang?"
"Oh terima kasih. Hanya saja kami tidak berani melanggar perintah guru." sahut
Sogata dengan suara gemetar. "Kecuali aku akan salah terhadap guru, juga
terhadap paman sekalian. Sebab jatah untuk paman sekalian kami langlap."
Kembali lagi Wisakarma tertawa Kali ini dia tertawa geli sampai tubuhnya
teiguncang-guncang. Serunya:
"Baiklah! Kalian berdua ternyata murid yang baik. Pantas gurumu sangat kasih
kepada kalian. Rupanya kalian murid yang mendapat kepercayaannya. Sekarang,
biarlah dua buah Dewadaru ini kuterima."
Sogata memberi isyarat kepada Sugata agar
mempersembahkan dua buah Dewadaru yang berada di atas niru. Dan oleh isyarat
itu, Sugata mengangsurkan nirunya dengan menekuk lututnya.
"Lihat" ujar Wisakarma setengah tertawa "Duah buah Dewadaru persembahan kalian
akan kuterima. Apakah kalian rela" Maksudku kalian tidak ingin memakannya?"
"Tidak." sahut Sogata dengan menyembunyikan mukanya.
"Atau barangkali karena kalian sudah sering memakannya?"
Wisakarma memancing. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukan!" sahut Sogata dan Sugata dengan berbareng. Lalu cepat-cepat membungkam
mulutnya karena merasa keterlanjuran. "Bukan bagaimana?" desak Wisakarma yang cerdik.
"Maksud kami.. .eh.. ." jawab Sogata dengan suara tersekat-sekat "Belum pernah
kami diijinkan makan buah ini"
"Berarti kalian berharap pada suatu hari akan mendapat ijin gurumu memetik buah
Dewadaru untukmu masing-masing sebuah, kan?"
Baik Sogata maupun Sugata tidak pandai menjawab. Sebab memang demikianlah
harapan mereka berdua. Dan melihat adegan itu, Wisakarma tertawa lagi. Lalu
berkata memutuskan : "Kesetiaan kalian sangat menarik hatiku. Dua buah Dewadaru ini kami hadiahkan
kepada kalian berdua. Bagaimana" Mau terima atau tidak?"
Mendengar kata-kata Wisakarma yang hendak menghadiahkan dua buah Dewadaru, terus
saja Sogaia dan Sugata menjatuhkan diri. Dengan menyembah beberapa kali mereka
menghaturkan rasa terima kasih.
"Kami tak tahu lagi harus berbuat bagaimana untuk membalas budi paman sekalian,"
"Sudahlah, jangan banyak cing-cong, bawalah dua buah Dewadaru ini. Kami tidak
memerlukan." ujar Wisakarma.
Dengan bergembira, Sogata dan Sugata membawa dua buah Dewadaru ke kamarnya. Lalu
dengan berbareng mereka menggerumuti buah Dewadaru sampai habis. Ternyata buah
Dewadaru itu tiada bijinya. Pantas, semenjak dulu jumlah pohonnya hanya
sebatang. Rasanya harum segar. Suatu gumpalan hawa menyelusuri seluruh tubuhnya.
Lambat tetapi pasti, seluruh tubuh terasa hangat-hangat nyaman sekali. Tetapi
begitu selesai menghabiskan buah ajaib itu, sekonyong-konyong Dendam Empu
Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka merasa tersengat seekor nyamuk. Tahu-tahu mereka tertidur nyenyak
bagaikan orang mati. Sebenarnya itulah hasil perbuatan Wisakarma. Pendekar ahli
racun ini ingin menguji sampai dimana khasiatnya buah Dewadaru. Ternyata masih
kalah dengan racunnya yang istimewa.
"Sekarang, mari kita petik semua buah Dewadaru!" ajak Wisakarma kepada Brihawan,
Adityasuta dan Sudarma. Karena sudah tahu dimana pohon itu berada, dengan cepat Wisakarma membawa ketiga
temannya mendaki bukit. Tetapi begitu tiba di bukit suatu pikiran menusuk
benaknya. Lalu berkata kepada Brihawan:
"Brihawan, kaulah yang memetik buah Dewadaru. Itulah pohonnya. Adityasuta
menunggu paman Sudarma di sini. Aku akan menyelidiki sekitar tempat ini. Jangan-
jangan Naradata main gila."
"Kau maksudkan jenis-jenis racun?" Brihawan menegas.
"He-e." sahut Wisakarma pendek dan terus saja ia mengarah ke Selatan.
Sudarma yang berbatuk-batuk tiada hentinya, duduk di atas batu. Sedang
Adityasuta berusaha menolong menghentikan batuknya agar tidak membuat suara.
Brihawan sendiri segera mengarah ke pohon Dewadaru yang berada di atas bukit
Waktu itu sedang bulan gede. Semuanya kelihatan nyata oleh kecerahan alam.
Meskipun bagi orang lumrah tidaklah demikan, namun pandang mata Brihawan dapat
menembus semua yang masih nampak samar. Ketajaman matanya membuat dirinya dapat
membedakan warna-warni tumbuh-tumbuhan yang menghiasi bukit. Semuanya terasa
indah dan menimbulkan perasaan nyaman.
"Hm, inilah pohon ajaib yang dikatakan orang?" Brihawan berkomat-kamit di bawah
pohon Dewadaru. Mencium bau harum, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia menengadah. Berkata kepada dirinya sendiri: "Menurut kakang Wisakarma,
jumlahnya duabelas. Biarlah kuhitungnya agar tidak kena salah."
Terhadap Wisakarma, tidak berani ia sembrono. Apalagi sampai mengkhianati. Sebab
sekali Wisakarma menjatuhkan hukuman, di dalam dunia ini tidak terdapat orang
lain yang dapat menandingi keampuhan racunnya. Ini terbukti dengan peristiwa
Sudarma. Menurut kabar, Naradata dapat mengobati segala macam penyakit terkena
racun. Juga memiliki pohon Dewadaru yang ajaib. Nyatanya, tidak dapat menolong
Sudarma. Sudarma akan tetap terbatuk-batuk terus sampai mati. Brihawan terbuka
pula matanya setelah menyaksikan Sogata dan Sugata tertidur pulas bagaikan orang
mati, Padahal mereka baru saja memakan buah Dewadaru. Ham, apalagi yang bisa
dibanggakan Naradata. Itulah sebabnya, tidak berani ia kena salah. Pendek kata hatinya kuncup terhadap
Wisakarma. Memandang warna buah Dewadaru, hati Brihawan tergerak.
Buah ajaib itu tidak hanya menyebarkan bau harum saja, akan tetapi warnanya
indah juga tak ubahnya emas tergosik.
Menyaksikan warna dan baunya, Brihawan percaya pasti menyimpan suatu tenaga
ajaib. Kalau tidak, masakan Wisakarma ingin memakannya pula" Hanya saja ia tidak
tahu dengan pasti, kegaiban apa yang tersimpan dalam buah Dewadaru. Paling tidak
ia percaya, bahwa barangsiapa yang memakan buah Dewadaru akan diperpanjang
usianya Sulit membaca hati Wisakarma yang sesungguhnya. Kalau dia tidak takut menghadapi
Naradata, kenapa bersikap hati-hati"
Tiba-tiba suatu pikiran menusuk benak Brihawan,
"Ah ya! Kakang akan membagi rata sisa duabelas buah.
Bukankah kakang bermaksud menghabiskan persediaan Naradata" Siapa tahu, di
tangan Naradata buah Dewadaru ini berkhasiat lain,"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memperoleh pikiran demikian, kini ia memusatkan
perhatiannya untuk memetik buah Dewadaru. Mula-mula ia hendak memanjatnya.
Ternyata batang dahannya berduri tajam.
Menilik warnanya pasti mengandung racun berbahaya Paling baik kuruntuhkan saja,
pikirnya. Terus saja ia mencari beberapa batu dan ditimpukkan. Dalam hal
menggunakan senjata jarak jauh, Brihawan termasuk seorang ahli. Lemparannya
pasti mengenai bidiknya. Ternyata buah Dewadaru tidak bergeming. Ia terheran-
heran. Kembali lagi ia mencoba. Buah Dewadaru. tidak bergeming. Ia terheran-
heran. Kembali lagi ia mencoba. Buah Dewadarutidak bergeming. Akhirnya ia
mengeluarkan senjata bomerangnya. Dengan mengerahkan tenaga saktinya ia
menyambit buah Dewadaru yang berada di bagian timur. Senjata bomerangnya
mengaung dan membabat tangkainya. Kali ini tangkainya terpapas. Namun aneh!
Suatu keajaiban terjadi. Pada detik itu pula, tangkainya bersambung lagi
sehingga buah Dewadaru itu tetap berada di tempatnya.
"Eh, masakan di dunia ini ada keajaiban begini," Brihawan mengucak-ucak kedua
matanya. Oleh rasa mendongkol, ia melompat tinggi dan tangannya menyambar. Kali ini, ia
benar-benar tak mau kalah. Ia berhasil mencomot sebuah dan dibawanya turun.
Tetapi belum lagi kedua kakinya menginjak tanah, mendadak berkelebat sesosok
bayangan yang merampas buah Dewadaru yang sudah berada dalam genggamannya.
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kecepatan bayangan itu susah dilukiskan.
Begitu kedua kaki Brihawan menginjak tanah, bayangan itu lenyap dari pengamatan.
Tetapi Brihawan bukan pendekar murahan. Di Suwarnadwipa, ia tergolong pendekar
kelas utama. Kepandaiannya hanya berada dibawah Wisakarma. Maka begitu kehilangan pengamatan,
segera ia berpikir: "Ah, masakan setan doyan buah" Kalau doyan, mestinya semenjak dulu Naradata
tidak bakal kebagian."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memikir demikian, matanya di arahkan ke tanah. Samar-samar ia melihat bumi
bergerak-gerak bagaikan gelombang air. Melihat hal itu, terus saja ia tertawa
bergelora : "Hoahahaaaa... kepandaian ini berasal dari tanah leluhurku.
Kenapa bisa merembes sampai disini" " (tentang kepandaian menghilang dalam
tanah, baca: JALAN SIMPANG DI ATAS BUKIT) Dengan sekali gerak ia menyambitkan
bomerangnya yang mengejar arah gerakan gelombang tanah sambil berteriak :
"Hayooo kau hendak lari ke mana?"
Tiba-tiba saja bomerangnya tertangkis balik. Dan muncullah seorang berperawakan
ramping dari dalam tanah. Orang itu mengenakan pakaian hitam. Ia berkumis
pendek. Dengan suara mirip genta ia membalas membentak :
"Hm... apakah kepandaian ini hanya boleh dimiliki oleh tanah leluhurmu" Kau
lupa! Raja Balaputra berasal dari tanah Jawa.
Masakan tidak mempunyai pikiran untuk menyebar-luaskan sampai di sini?"
"Bagus!" seru Brihawan sambil melompat menghalang. "Kau siapa"
"Aku Drubiksa. Kenapa?"
"Kenapa kau merampas buahku?"
Drubiksa membalas mendamprat.
"Mencuri buahmu?"
Brihawan tercengang. "Ya, memang buahku."
"Eh kentutmu!" maki Brihawan. "Buah Dewadaru milik Naradata. " "
"Memang betul" "Memang betul bagaimana?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Memang miliknya, karena dia tahu caranya memetik. Kalau kau bisa memetik buah
Dewadaru menurut aturannya, akupun tidakkan mengganggu."
"Sebenarnya siapa engkau sampai ikut campur masalah ini?"
bentak Brihawan. "Akulah penunggu buah Dewadaru ini."
"Bangsat!" lagi-lagi Brihawan memaki. "Kau anggap aku anak kemarin sore" Nah,
kau kembalikan atau tidak buah Dewadaru itu?"
"Kau ingin memiliki lagi" Itulah soal gampang." Drubiksa tertawa.
"Gampang bagaimana?" Brihawan penasaran.
"Bukankah kau dapat merampasnya kembali" Coba rampaslah kembali dari
genggamanku." "Eh, apakah sulitnya?"
Setelah membentak, Brihawan menerjang dengan sungguh-sungguh. Sungguh
mengherankan! Kecepatan dan kegesitan Drubiksa benar-benar hebat. Dia pandai
beralih tempat dalam sekajap mata saja. Namun Brihawan termasuk seorang jago.
Kepandaiannya sudah mencapai tataran kesempurnaan.
Menghadapi lawan yang gesit luar biasa, segera ia menguasai diri. Lalu
melepaskan pukulan dari jauh.
Drubiksa melompat ke samping, tetapi Brihawan memburunya dengan pukulannya yang
kedua. Bahkan kali ini beruntun seperti membrondong sebuah sasaran. Dan di
berondong pukulan dari jauh, Drubiksa nampak kerepotan. Sedang demikian, muncul
Adityasuta yang terkejut mendengar suara bentakan Brihawan.
Pendeta yang berwajah mayat itu, terus saja menghampiri. Tepat pada saat itu, ia
sempat menyaksikan lawan Brihawan yang gesit bagaikan bayangan.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Eh! Langkah kakinya mirip langkah kaki perguruanku!" ia heran. "Siapakah
gurunya?" Adityasuta memang terkenal sebagai seorang pendekar berwajah mayat yang dapat
bergerak secepat bayangan pula.
Maka begitu melihat kegesitan Drubiksa, ia merasa gatal sendiri Lantas sajaia
masuk ke dalam gelanggang mengikuti setiap gerakan Drubiksa mengelakkan gempuran
Brihawan yang kuatnya bagaikan gunung roboh.
Munculnya Adityasuta, mengejutkan hati Drubiksa. Ia merasa benar-benar ketemu
batunya. Pikirnya, kalau tidak lari secepat-cepatnya, aku menunggu siapa lagi".
Tetapi belum lagi ia bisa mewujudkan pikirannya, Adityasuta sudah meringkus
kedua belah tangannya. Tepat pada saat itu. Wisakarma muncul pula di tepi
gelanggang. "Jangan kau lukai!" serunya
Karena Drubiksa sudah tertangkap, Brihawan membatalkan pukulannya. Sebagai
gantinya ia melompat menghampiri dan ikut membantu Adityasuta meringkus lawan.
Kemudian merampas buah Dewadaru kembali.
"Siapa dia?" Wisakarma minta keterangan.
"Dia merampas buah Dewadaru. Ia mengaku bernama Drubiksa" sahut Brihawan
setengah mengadu. Pelahan-lahan Wisakarma menghampiri. Setelah mengamat-amati Drubiksa, ia
berkata: "Siapa yang menyuruhmu?"
"Tidak ada." sahut Drubiksa dengan suara tak gentar. "Aku datang kemari hanya
untuk memperbaiki kawanmu yang salah langkah."
"Salah langkah bagaimana?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Memetik buah Dewadaru tidak begitu caranya. Harus ditampung dengan kantung
terbuat dari emas. Kalau tidak demikian akan hilang khasiatnya. Bukankah
sayang?" Wisakarma ternyata pandai berpikir. Karena berotak cerdik, ia tertarik mendengar
keterangan Drubiksa. Menegas :
"Apakah benar begitu?"
"Huh!" Drubiksa mendengus. "Selamanya belum pernah aku berdusta. Kau tidak
percaya" Coba buanglah buah itu ke atas tanah. Dan tanah akan menghisapnya
habis." Wisakarma yang cerdik percaya kata-kata Drubiksa. Tetapi ia tidak mau kalah
gertak Ia menyambar buah Dewadam yang berada dalam genggaman Brihawan lalu
dilemparkan benar-benar ke tanah. Dan buah Dewadaru itupun perlahan-lahan
terserap dalam bumi. Lalu lenyap tak berbekas.
"Sayang, sayang, sayang!" seru Drubiksa sambil membanting-bantingkan kakinya.
"Ha, apakah kau ingin menglalapnya?" Wisakarma tertawa.
"Bukan begitu, tetapi kau tidak melihat akibatnya." Sahut Drubiksa dengan
sungguh-sungguh. "Memang buah Dewadaru sangat ajaib. Bila dimakan langsung dari
kantung pemetik yang terbuat dari emas mumi, pada detik itu pula si pemakan
bakal sakti, luput dari ancaman segala racun dan bertambah umurnya.
Tetapi bila sudah tersentuh tangan, paling-paling hanya kado buah segar yang
bisa menolong orang kehausan."
"Paling-paling hanya sebagai penyegar tenggorokan, katamu?"
Wisakarma tertarik. Ia teringat kepada Sogata dan Sugata.
Sempatkah ia menyentuh buah Dewadaru di atas nirunya" Tak dapat ia mengingat-
ingatnya kembali. Kalau begitu, siapapun dapat diracuni dengan mudah. Jangan-
jangan, demikianlah yang terjadi pada Sogata dan Sugata. Namun kesan itu, tidak
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diperlihatkan kepada Drubiksa. Sementara itu Drubiksa menyahut:
"Memang begitu. Karena itu Naradata memerlukan sebuah kantung yang terbuat dari
emas murni. Sore tadi kulihat dua orang muridnya memetik buah Dewadaru. Kulihat
pula disuguhkan kepada kalian. Kalau kalian makan, toh tiada gunanya. Mungkin
sekali Naradata hendak mengelabuhi dirimu.
Dengan begitu akan memudahkan dirinya menghadapi kalian.
Mula-mula kalian akan berterima-kasih atas budi baiknya.
Mungkin pula, kalian lantas berlagak berlebih setelah memakan buah Dewadaru.
Padahal, buah itu hanya sekedar buah saja."
"Ah!" Wisakarma terkguL "Apakah kedua murid Naradata memetik dengan tangan
telanjang." Wisakarma tercenung sedetik dua detik. Ia boleh merasa dirinya cerdik dan
pandai. Nyatanya, ia tidak mempunyai pikiran de-mikian. Memang ia curiga dan
bersikap waspada terhadap Naradata. Tetapi siapa mengira, bahwa buah Dewadaru
yang termashur itu mendadak saja tiada gunanya lagi, manakala tersentuh tangan
telanjang. Sementara itu Drubiksa berkata lagi:
"Ya, Sogata dan Sugata tidak hanya memetik dengan tangan telanjang saja, tetapi
mereka sembrono pula. Kedua buah Dewadaru yang dipetiknya sempat menyentuh
tanah, walaupun hanya sedetik. Dan sifatnya akan berubah menjadi racun."
"Sifatnya menjadi racun" Coba ulangi lagi!" Wisakarma terpukau.
Drubiksa tertawa menang. Sahurnya :
"Seperti buah yang terlanjur terserap bumi ini. Maka tanah seluruh bukit ini
sudah beracun. Tanahnya akan subur bila ditanami segala jenis racun. Tumbuh-
tumbuhan macam apapun yang tumbuh di sekitar bukit, akan nampak sangat indah.
Bila Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tanaman bunga umpamanya, akan mekar semarak dan warnanya akan sangat menyolok.
Akan tetapi sebenarnya mengandung racun tertentu menurut sifatnya tanaman itu
sendiri. Hm... rupanya Naradata tidak memberi keterangan sifat buah Dewadaru ini kepada kedua
muridnya. Sampai cara memetiknya saja, masih menggunakan tangan telanjang."
"Kau sendiri yang mengenal rahasianya, apa sebab tidak mencuri buah Dewadaru?"
"Aku memang mengenal rahasianya, akan tetapi tidak memiliki kantung emas murni?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukankan bisa dibeli?"
"Memang siapapun dapat membuat kantung emas. Soalnya, bagaimana caranya agar
emas murni itupun. tidak tersentuh tangan."
"Bukankah bisa diakali?" Wisakarma tidak mau mengalah.
"Menggunakan jepitan atau alat lain, umpamanya."
"Ya, ya, ya. Tetapi alat pemetiknya hanya Naradata seorang yang memiliki." ujar
Drubiksa. "Jadi maksudmu, kantung emas tadi hanya dipergunakan untuk menampung?"
"Kau sendiri yang mengenal rahasianya, apa sebab tidak mencuri buah Dewadaru?"
"Betul. Jadi setelah buah terimpas dari tangkainya, harus cepat-cepat ditampung
dengan kantung emas agar tidak runtuh di tanah."
"Lalu, alat apa yang digunakan untuk memetik buah Dewadaru?"
"Sebuah jala yang terbuat dari sutera. Namanya Jala Karawelang. Nah, di dunia
ini hanya Naradata yang memiliki pusaka sakti itu."
Wisakarma tercengang. Itulah suatu berita yang belum pernah didengarnya. Jadi,
Naradata mempunyai jala sutera yang bernama Jala Karawelang" Entah apa sebabnya,
tiba-tiba saja bulu kuduknya bergidik. Ia jadi merasa berterima-kasih kepada
Drubiksa. Lantas saja berkata memerintahkan :
"Brihawan, Aditya ... lepaskan!"
Sebenarnya, Wisakarma tidak perlu memberi perintah demikian. Sebab setelah
mereka berdua ikut mendengarkan keterangan Drubiksa, seperti berjanji mereka
mengendorkan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ringkusannya. Drubiksa sendiri lantas memperbaiki letak pakaiannya. Berkata
mendahului : "Tentunya kalian heran, mengapa aku mau memberi keterangan ini."
"Eh ya... kenapa?" Brihawan menegas. Pendekar yang satu ini, rupanya tidak sabar
lagi. "Pusaka Jala Karawelang itu sebenarnya milik keluarga kami"
"Kau berasal dari mana?" Adityasuta yang semenjak tadi membisu tiba-tiba
menimbrung. "Jauh asalku. Aku berasal dari negeri Loano." sahut Drubiksa.
"Terus terang saja, aku mengharapkan bantuan kalian."
"Apakah engkau tidak berusaha merebutnya kembali?"
"Kalau mampu, apa perlu minta bantuan kalian." Drubiksa setengah menggerutu.
"Berlawan-lawanan dengan Naradata seperti sesosok bayangan. Hatinya susah
diduga. Tindakannyapun sulit ditebak. Seperti pada hari ini. Jelas sekali, dia tahu akan
kedatangan kalian. Buktinya memerintahkan dua muridnya untuk menyuguhkan dua
buah Dewadaru. Sebaliknya, dia sendiri menghilang entah di mana beradanya.
Mengapa membiarkan kalian merajalela di sini padahal dialah satu-satunya orang
di dunia yang memiliki buah Dewadaru. Kelihatannya seperti senjata makan tuan.
Tetapi terus terang saja, aku curiga.
Aku menunggu saatnya yang tepat. Begitu melihat di antara kalian ada yang
berusaha memetik buah Dewadaru, segera aku memunculkan diri."
"Apa yang kau harapkan?" Wisakarma menegas.
"Bagaimana kalau aku menawarkan suatu kerjasama" Hanya saja aku mohon
pertolongan agar Jala Karawelang bisa kembali ke tempat asalnya" ujar Drubiksa.
"Hm, kau bisa apa?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Paling tidak, aku lebih mengenal Naradata daripada kalian.
Sebab sudah bertahun-tahun aku menyelidiki dan mengamati."
Alasan Drubiksa masuk akal. Di dalam hati masing-masing mengakui, bila tidak
mendapat keterangan Drubiksa, tentunya tidak akan mengetahui rahasia pohon
Dewadaru dan adanya pusaka Jala Karawelang. Diapun tergolong manusia sakti pula.
Kepandaiannya menyelam dalam tanah tidak dapat dipelajari sembarang orang. Sebab
orang yang mempelajari ilmu sakti demikian, menurut kabar harus bertapa selama
empat tahun pada masa masih perjaka. Dan ia tidak boleh kawin, manakala masih
ingin memiliki ilmu sakti demikian.
"Baiklah." akhirnya Wisakarma memutuskan. "Apa yang akan kau lakukan?"
"Aku akan berada di belakang kalian. Pada saat-saat tertentu, aku akan muncul"
ujar Drubiksa "Tapi tolong, siapakah nama kalian?"
Brihawan yang pernah bertempur melawannya, menjawab ramah :
"Inilah kakakku sepeguruan Wisakarma Itu, adikku seperguruan bernama Adityasuta.
Aku sendiri, panggillah Brihawan."
Drubiksa memanggut, lalu memohon diri. Dengan cepat ia menyelam ke dalam lapisan
tanah. Sebentar saja, gerakan bumi yang dilaluinya tidak jelas lagi. Menyaksikan
kepandaiannya, mau tak mau Adityasuta menaruh perhatian. Minta keterangan kepada
Brihawan: "Kakang! Kabarnya ilmu sakti menyelam bumi di tanah leluhur kita pada jaman
pendekar Tarumanegara, Yudapati, mencari Diatri dan Jayawardhani. Lalu lenyap
begitu saja. Tahu-tahu sekarang muncul kembali di bumi ini" (BACA SELANJUTNYA:
JALAN SIMPANG DI ATAS BUKIT)
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lenyap sih, tidak. Ilmu sakti menyelam bumi masih terdapat di tanah leluhur
kita. Hanya saja jarang sekali orang mempelajari kalau bukan hidup sebagai
pendeta suci. Itulah sebabnya, yang bisa memiliki ilmu sakti menyelam bumi itu
hanya para pendeta."
"Kakang sendiri bagaimana cara melawannya?"
"Itulah mudah. Cukup dengan senjata bomerangku." sahut Brihawan. "Memang, Ilmu
sakti menyelam bumi hanya dimiliki beberapa orang. Sangat tangguh untuk dibuat
menyergap lawan, karena munculnya tak ubahnya bayangan. Cocok buat mengintai
lawan dan berbahaya bila dibuat menikam orang dari belakang.
Tetapi karena orangnya terdiri dari darah dan daging, masakan bisa tahan lama
menyelam terus-menerus di dalam lapisan bumi.
Ikan saja sesekali muncul di permukaan air untuk menghirup udara. Apalagi
manusia. Maka bila di diuber terus-menerus oleh senjata bomerang, lambat atau
lama pasti dia muncul di atas bumi. Pada saat itulah kita serang. Pendek kata
jangan diberi kesempatan untuk beraksi lagi."
-o0~DewiKZ~0o- Bersambung jilid 4 Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
-Document Outline Jilid 3 JILID III TEKA-TEKI PETI MATI
DONGENG ULUPIHerman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 4 Persembahan : Dewi KZ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan Truno Penyak & Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/
Editor : Dewi KZ Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Adityasuta memanggut-manggut mengerti. Pada saat itu terdengar suara Wisakarma :
"Benar-benar Naradata berani main gila denganku. Hm. dia sangat bangga kepada
pohon Dewadaru, maka kita pergunakan untuk memukul balik.
"Memukul balik bagaimana?" Brihawan minta penjelasan.
"Wilayah ini akan kujadikan wilayah beracun. Mari kita robohkan pohon ini. "
"Maksud kakang kita biarkan buahnya dihisap bumi ?"
"Ya." sahut Wisakarma pendek tegas "Sekarang kita atur begini. Aku akan
merobohkan batangnya. Pada waktu dahan dan rantingnya meliuk, gempurlah semua
buahnya sekuat tenaga. Usahakan agar bisa sebelas buah Dewadaru bertebaran di seluruh wilayahnya. Pada
saat itu, kita bisa memperlihatkan kepandaian kita. Mau tak mau, dia pasti minta
sarana tukar. Sebenarnya kurang jelas bagi Brihawan. Apa yang
dimaksudkan dengan minta sarana tukar itu" Akan tetapi ia mengangguk juga
sebagai tanda mengerti, mengingat watak kakaknya seperguruan yang aneh. Biasanya
kalau sedang uring-uringan, cepat sekali dia menjadi berang.
"Aditya! Bantu kakakmu menggebah buah Dewadaru!"
perintah Wkakarma dengan suara garang.
Adityasuta segera bersiaga mengerahkan himpunan tenaga saktinya. Begitu juga
Brihawan. Wisakarma sendiri
mengumpulkan tenaga saktinya di Ujung tangan. Lalu menggempur pohon Dewadaru
dari jarak tiga langkah. Brus !
Dan dengan suara bergemeratak, pohon Dewadaru tepental dari tempat berdirinya.
Pada saat akan roboh, dengan berbareng Brihawan dan Adityasuta memukul dari
jarak jauh. Suatu gulungan angin bagaikan prahara, merontokkan dan
membuncang sebelas buah Dewadaru tinggi di udara. Pada saat Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu pula, Wisakarma mengirimkan pula pukulan saktinya. Sebelas buah Dewadaru
lantas saja melayang bertebaran ke semua penjuru dan menghilang di balik
kecerahan bulan gede yang semu. Dan semenjak itu, wilayah Untara Segera berubah
menjadi tanah beracun. Sekalian pohon-pohon dan tetamanan lainnya layu dan
mendadak. Tanahnya sendiri menjadi gersang ibarat gurun pasir.
Dengan perasaan puas, Wisakarma memanggil kedua
saudara-seperguruannya. Katanya setengah berbisik :
"Kita tinggalkan paman Sudarma di dalam kamarnya, menjelang esok, Sogata dan
Sugata pasti siuman. Mereka tentunya akan menjenguk kamar kita. Melihat
kepergian kita, mereka akan sggera menyusul gurunya. Pada saat itu, aku ingin
tahu apa yang akan dilakukan Naradata. Kalau bersikeras, kita lumpuhkan dia
sampai mohon ampun. Apakah ada yang
mempunyai saran lain ?"
Baik Brihawan maupun Adityasuta bergeleng kepala.
Wisakarma kemudian meneruskan :
"Aku tebarkan buah Dewadaru ini ke bumi, karena kita toh tidak mendapat guna-
faedahnya. Sebaliknya, kita-pun jangan membiarkan Naradata memiliki pohon
ajaibnya seorang diri. Dia bisa berbuat apa lagi, setelah kehilangan pohon
kebanggaannya itu " "
Brihawan merasa agak jelas, kini. Demikian pula Adityasuta.
Mereka berdua kemudian tertawa panjang. Di dalam hati, mereka mengakui
kecerdikan kakaknya seperguruan. Hanya satu yang belum jelas. Apa yang
dimaksudkan dengan istilah sarana tukar.
Tetapi mereka percaya, pada suatu kali mereka akan mengerti sendiri.
Demikianlah, setelah membuat Sudarma tidak sadarkan diri, mereka membawanya
kembali ke dalam kamarnya. Wisakarma kemudian menulis surat tantangan dan
diletakkan di atas meja. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah itu, dengan kedua adiknya seperguruan ia menjenguk Sogata dan Sugata
yang masih saja tidur mendengkur.
"Pantas saja mereka mudah kuselomot racun. Tak tahunya, buah Dewadaru yang
dimakannya sudah menjadi setengah beracun. Kalau tidak kita tolong, salah-salah
bisa mampus." Wisakarma kemudian mencekoki racun penawarnya. Lalu bergegas meninggalkan
kamarnya masing-masing. Waktu itu sudah lewat tengah malam. Suasana sekitar
wilayah Untara jadi sunyi hening. Sekarang dedaunan sudah mulai rontok.
Penglihatan mata tidak terhalang lagi. Ah, hebat dan dahsyat akibat buah
Dewadaru yang berbalik menjadi racun jahanam.
Dalam waktu yang tidak begitu lama, wilayah Untara Segara yang hgau makmur
berubah jadi gundul. Bisa dibayangkan betapa mengerikan bila memasuki perut
manusia. Syukur, yang dimakan Sogata dan Sugata tidak terlalu lama menyentuh
bumi. Meskipun sudah membawa kadar racun, namun tidak begitu bahaya.
Menjelang fajarhari Sogata dan Sugata siuman kembali. Mula-mula mereka hanya
menyenakkan mata. Tiba-tiba ingatannya kembali bekerja. Hai, mengapa tertidur
dengan tertelungkup di atas meja" Teringat akan keganjilan itu, mereka tersentak
kaget. Seperti saling berjanji, mereka berdiri serentak. Sogata yang bisa cepat
berpikir, langsung saja membuka pintu. Dan begitu melihat pemandangan di luar
ruangannya, ia mengucak-ucak kedua matanya.
"Sugata! Benarkah yang kulihat ini ?" serunya.
"Memangnya kenapa ?"
"Aku ini sudah bangun atau masih bermimpi ?"
"Memangnya kenapa ?"
"Jangan memangnya kenapa, memangnya kenapa melulu!"
bentak Sogata. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lha iya........memangnya kenapa " "
"Lihatlah sendiri! " perintah Sogata yang masih saja tetap berada di ambang
pintu. Sugata menghampiri. Begitu melihat pemandangan di luar ruangan, ia terheran-
heran. Kebun bunga kelihatan layu. Daun dan bunganya rontok di atas tanah.
Bahkan pohon-pohon besar pula. Eh, apakah kiamat" Sogata yang pandai berpikir
cepat melihat adanya tanda bahaya. Bergegas ia mendahului memeriksa kamar
keempat tetamunya. Kamar tetamunya kosong melompong, tinggal Sudarma seorang.
"Sugata, apa artinya ini " "
Sugata menghampiri Sudarma yang kehilangan kesadarannya.
Dijenguknya dan diperiksanya secermat-cermatnya. Lalu melapor:
"Jangan-jangan diapun setengah sadar seperti yang kita alami semalam.
"Memangnya kenapa " "
"Nah tuuh! Kau sendiri ikut-ikutan pake memangnya kenapa ?"
Sugata menegur Sogata. "Bukankah kita tidur di luar kehendak kita sendiri " "
"Benar. Kita tertidur menelungkup! meja. Jangan-jangan orang-orang itu yang main
gila." ujar Sugata. Sogata berpikir keras. Teringatlah dia. Bukankah mereka berdua sedang memakan
buah Dewadaru" Entah apa sebabnya, tiba-tiba jantungnya berdebaran. Seperti
tersengat lebah ia membuka sepucuk surat yang tergeletak di atas meja. Ternyata
isi suratnya berbunyi pendek saja :
"Pohonmu sudah kubinasakan. Kau mau apa ?" Bukan main terkejut hati Sogata.
Barangkali orang yang disambar seribu Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
geledek tidak sekejut hatinya. Seperti orang kalap, ia lari sambil berteriak-
teriak : "Sugata ! Sugata! Kepala kita bakal hilang.........."
"memangnya kenapa " "
"Jahanam itu membinasakan pohon Dewadaru." Tanpa menunggu reaksi Sugata, Sogata
lari secepat angin mendaki bukit. Begitu melihat robohnya pohon Dewadaru,
langsung saja ia jatuh pingsan. Sugata yang berada di belakang jadi kebingungan.
Kedua lututnya tiba-tiba lemah lunglai. Tak terasa ia jatuh berlutut di atas
tanah. Pandang matanya terpancang kaku mengamati tumbangnya pohon Dewadaru yang
mendadak saja sudah mengering. Dan setelah terlongong-longong hampir setengah
jam lamanya, ia menangis menggerung-gerung.
Tatkala matahari mulai melongok di udara, Sogata
memperoleh kesadarannya sendiri. Masih sempat ia mendengar suara tangis Sugata.
Justru mendengar tangis Sugata, tiba-tiba saja ia merasa wajib bertanggung
jawab. Terus saja ia meletik bangun. Lalu menepuk pundak Sugata. Berkata
setengah membujuk : "Sugata, sudahlah! Robohnya pohon Dewadaru tidak bisa diselesaikan dengan
tangis. Mari kita susul guru kita. Kita laporkan semua apa yang terjadi."
"Tetapi bagaimana dengan buah Dewadaru yang sudah terlanjur masuk perut kita " "
"Itupun tanggung jawab jahanam-jahanam itu. Hayo !" Sogata dan Sugata kemudian
menyusul gurunya. Karena mereka tahu kemana perginya Naradata, langsung saja
menuju ke pondok kakek gurunya. Pondok kakek guru Sogata dan Sugata berada tidak
jauh dari wilayah Untara Segara. Letaknya di atas ketinggian. Naradata memang
berada di pondok gurunya untuk Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melaporkan kedatangan Wisakarma, Brihawan dan Adityasuta.
Selagi sibuk merundingkan sesuatu, datanglah Sogata dan Sugata melaporkan
peristiwa datangnya Wisakarma bertiga dan tumbangnya pohon Dewadaru. Keruan saja
Naradata kaget sampai berjingkrak.
"Apa" Dewadaru roboh ?" teriaknya kalap "Wisakarma, Brihawan, Aditya! Kalian
sudah keterlaluan. Kalian pantas kurebus sampai menjadi bubur. Sogata, cepat
pulang! Larang semua penghuni rumah ke luar halaman. Aku akan segera menangkap
bangsat-bangsat itu ! "
Setelah mohon diri dari gurunya, Naradata mengejar Wisakarma bertiga bagaikan
terbang. Karena berkepandaian tinggi, sebentar saja Wisakarma bertiga sudah
terkejar. Wisakarma bertiga bukan bermaksud hendak minggat dari Untara Segara.
Kepergiannya hanya bermaksud mencari tempat yang tepat untuk mengadu kepandaian
di luar wilayah Untara Segara.
Siapa tahu, Naradata memasang jebakan-jebakan di luar pengamatan mereka. Maka
begitu mendengar suara Naradata yang berteriak-teriak kalap, terus saja mereka
berhenti menunggu. "Selamat pagi tuan rumah." sambut Wisakarma.
"Bangsat kau! Siapa kesudian kau sebut tuan rumah" bentak Naradata kalap.
"Kalau tidak boleh kusebut tuan rumah, apakah sekarang ini engkau jatuh bangkrut
menjadi gelandangan?"
Darah Naradata mendidih sampai seluruh tubuhnya menggigil.
Tidak mempedulikan ejekan Wisakarma, lagi-lagi ia membentak :
"Mana pohonku ?"
"Mana pohonmu " Pohon apa " Masakan aku membawa-bawa pohon " Coba liKat yang
jelas apakah kami bertiga membawa setangkai rumputmu !" ejek Wisakarma.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pendek kata kembalikan pohonku! Kalau tidak, kalian tidak bisa pulang dengan
kepala berambut. " "Eh! Apakah engkau akan menggunduli kepalaku " Silahkan!"
Naradata sudah tidak dapat bersabar lagi. Sebaliknya Wisakarma sengaja
membuatnya kalap. Dia terus-menerus bersikap dungu, sehingga kekalapan Naradata
kian menjadi jadi. Padahal sebenarnya setiap pendekar tahu, bahwa bekal utama untuk menghadapi
lawan adalah penguasaan diri. Siapa yang dapat berpikir dengan tenang, dialah
yang akan mendapat kemenangan. Sebaliknya siapa yang terpancing api
kemarahannya akan kehilangan pengamatan diri sendiri. Apalagi Naradata sedang
menghadapi tiga pendekar kelas utama yang beigabung menjadi satu lawan. Berarti
bahayanya tiga kali lipat.
Tetapi semuanya itu tidak dihiraukan Naradata. Dengan berani ia mendahului
menyerang. Ternyata dia seorang pendekar kelas satu. Brihawan dan Adityasuta
dibuatnya kerepotan, walaupun Naradata dalam keadaan kalap. Tidak demikian
halnya dengan Wisakarma yang pandai berpikir. Dengan cerdik ia membiarkan
dirinya diserang. Tetapi pada saat itu pula, ia memberi isyarat kepada kedua
adiknya seperguruan untuk membarengi
menyerang dari belakang. Penyerangan biasanya lupa kepada pertahanan diri.
Ternyata benar. Naradata kaget sewaktu diserang dari belakang. Mati-matian ia
mencoba mengelak. Pada detik itu pula, Wisakarma yang ditinggalkan menyerang
balik. Dan diserang dalam tiga jurusan, Naradata tidak berdaya. Tahu-tahu tubuhnya
terpental tinggi di udara dan jatuh menggabruk tanah.
"Tuan tanah ! Nah, bukankah benar ucapankku" Kau benar-benar tuan tanah karena
gemar mencium tanah......" ujar Wisakarma dengan tertawa riuh. Brihawan dan
Adityasuta ikut pula tertawa, sehingga suara tertawa mereka terdengar
bergegaran. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan mata merah, Naradata bangun mengepriki
pakaiannya. Tangan kanannya bergerak. Tahu-tahu sebuah jala berada dalam
genggamannya. Dan melihat jala itu, hati Wisakarma bertiga tercekat. Apakah jala
itu yang disebut-sebut dengan nama Pusaka Jala Karawelang" Selagi mereka saling
pandang, Naradata sudah menebalkan jalanya.
"Brihawan! Kau lawan dengan bomerangmu!" Wisakarma memperingatkan. Ia sendiri
melesat ke luar gelanggang untuk menghindari tungkrapan jala.
Sungguh ajaib! Jala yang terbuat dari benang sutera itu seperti bisa mekar.
Tahu-tahu sudah dapat menungkrap Wisakarma bertiga. Tentu saja Wisakarma tidak
sudi menyerah. Dengan mati-matian mereka melawan. Sebaliknya, jala sutera Karawelang terus
melilit dan menggubatnya. Dalam sekejap mata saja, Wisakarma bertiga tergubat
erat tak ubah kepongpong.
Herannya lagi, gabungan tenaga sakti mereka bertiga tidak dapat merantas sehelai
benangnya. Celakanya, jala itu terus memutar cepat bagaikan gangsing.
Wisakarma bertiga nyaris kehabisan kesempatan untuk bernafas.
"Nah, bangsat! Kalian bisa apa ?" Naradata tertawa terbahak-bahak. "Boleh... .
boleh ! .. . silahkan kerahkan tenaga kalian!
Tetapi makin kalian memerahkan tenaga, makin kencang gubatannya. Kalian tidak
percaya " Boleh coba !"
Terus menghimpit makin kencang, sehingga Wisakarma, Brihawan dan Adityasuta
ingin mendamprat Naradata untuk melampiaskan rasa jengkelnya. Akan tetapi
gubatan Jala Karawelang susah dilawan. Sedikit saja mereka mengerahkan tenaga,
mendadak Jala Karawelang itu mengimbangi. Bahkan beigerak melilit dan akhirnya
membawa mereka bertiga berputaran. Kali ini, wajah mereka bertiga tidak hanya
matang biru karena susah bernafas, tetapi pandang matanya jadi berkunang-kunang.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah!" terdengar Naradata berkata. "Karena sebentar tadi kalian memberi
kesempatan diriku untuk melemparkan jalaku, untuk saat ini kalian kuberi
kesempatan bernafas. Nah, jagalah diri kalian jangan banyak bergerak sampai aku
datang kembali. " Naradata tidak menunggu reaksi mereka. Dengan
menggendong tangannya di belakang punggung, ia pulang dengan langkah lebar.
Sepanjang jalan ia tercengang-cengang menyaksikan perubahan alamnya. Untara
Sagara yang semenjak dahulu terkenal mempunyai pemandangan alam yang sangat
indah, musnah begitu saja. Seluruh lembah tiba-tiba saja menjadi gundul tandus.
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiada lagi sebatang tetumbuhan nampak semarak. Bahkan rumputpun menjadi kering,
sehingga warna tanah kelihatan kuning kecokelat-cokelatan. Menyaksikan hal itu,
Pendekar Pedang Pelangi 7 Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung Golok Halilintar 7