Pusaka Jala Kawalerang 5
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto Bagian 5
hati Naradata ngenas. Rasa geramnya timbul lagi. Tiba di kediamannya, langsung
saja ia memerintahkan sekalian hamba dan muridnya untuk menyeret ketiga
tawanannya yang sudah tak berdaya, la sendiri dengan diikuti Sogata dan Sugata
memeriksa wilayahnya kembali.
"Sogata! Mari aku ingin melihat apakah mereka merobohkan Dewadaru benar-benar "
Naradata berjalan di depan dan segera diikuti Sogata dan Sugata. Begitu melihat
pohon Dewadaru tumbang menelingkupi bumi, seluruh tubuhnya menggigil karena
disulut rasa marah. Pohon Dewadaru baginya tak ubah penjelmaan Dewa
Kebahagiaan. Kenapa kini dirobohkan tetamu yang sebenarnya ia hormati "
"Sogata dan Sugata, dengarkan sumpahku!" ia berteriak setengah mendesis. "Akan
kubakar mereka hidup-hidup! Akan kurebus mereka sampai menjadi bubur....."
Sogata dan Sugata berlutut di belakangnya. Bertahun-tahun mereka menjadi murid
Naradata. Selama itu belum pernah mereka mendengar kata-kata gurunya yang gusar
demikian hebat. Tak dikehendaki sendiri, bulu romanya meremang.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, ya, ya dan berilah kami kesempatan untuk menggaploki mereka dahulu sampai
memar." ujar Sogata dengan suara gemetar.
"Bagus! Dan kau bagaimana Sugata ?"
Sugata yang berotak lamban, menjawab sebisanya :
"Aku ingin meludahi muka mereka."
"Hanya itu ?" "Aku ingin meludahi pantatnya."
"Kenapa pantatnya ?" Sogata menimbrung.
"Biar tidak bisa kentut!"
"Kenapa begitu ringan?" Sogata gemas. "Mereka merobohkan pohon Dewadaru. Masakan
hukumannya hanya agar mereka tidak dapat kentut ?"
"Eh, kau kira orang tidak bisa kentut mau hidup lebih lama lagi
" Siksa yang dideritanya jauh lebih hebat daripada segala macam gaplokan" ujar
Sugata. Sogata terlongong sejenak. Setelah dirasakan, benar juga alasan Sugata. Orang
boleh sehat walafiat bagaikan ikan. Tetapi kalau tidak dapat kentut, perutnya
akan kembung dan makin lama makin menyiksa. Sekiranya tidak lebih membahayakan,
ingin saja orang itu membelah perutnya.
"Benar, kau benar Sugata." Sogata berkomat-kamit. Kira-kira sampai menjelang
sorehari, Naradata memeriksa urat-urat pohon Dewadaru dengan saksama. Ternyata
semuanya rantas tergetar oleh pukulan sakti. Maka tiada harapan lagi untuk bisa
dihidupkan kembali. "Hm ... pendek kata urat-urat kalian juga harus rantas dulu.."
Ia memaki-maki dan mengancam Wisakarma bertiga.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah itu, ia membawa Sogata dan Sugata berkeliling memeriksa seluruh wilayah.
Benar-benar lembah yang subur menjadi gurun tandus berwarna kuning kecokelat-
cokelatan. Siapa lagi yang bisa merubah lembah itu, kecuali Wisakarma yang terkenal sebagai
Dewa Racun. Ih, gapah amat pekertinya, pikirnya. Dan dendamnya kian menyala di
dalam hatinya. Begitu tiba di kediamannya langsung saja ia memanggil beberapa orang murid yang
tadi ditugaskan membawa pulang ketiga tawanannya. Salah seorangnya menjawab:
"Mereka sudah kami kunci di dalam gudang dalam keadaan masih terikat. Mereka
berteriak-teriak minta minum, tetapi tidak kami beri.
"Bagus!" Naradata puas. "Kalau perlu berilah dia minuman racun. Aku ingin tahu
bagaimana cara dia melawan minuman racun. Sekarang kumpulkan semua kayu bakar
yang cepat menyala. Ambillkan pula tali urat kerbau! Ikat mereka di dekat unggun
api ! Nyalakan api sebesar-besarnya! Kalau perlu buatlah api unggun setinggi
gunung, agar mereka merasakan betapa enaknya orang diselomot panas api sebelum
masuk ke neraka " Setelah beikata demikian ia memeriksa tawanannya dan menandangnya bergantian.
Kemudian ia melepaskan mereka dari lilitan Jala Karawelang. Sebagai gantinya ia
memerintahkan sekalian muridnya mengikatnya erat-erat dengan tali urat kerbau.
Wisakarma bertiga tidak dapat bergerak lagi karena nyaris kehabisan nafas.
Keadaan diri mereka mirip orang yang baru saja terangkat dari dalam permukaan
air setelah sekian lamanya terbenam.
"Guru!" tiba-tiba Sogata memberi saran. " Kalau mereka hanya diikat, mulutnya
bisa bebas memaki-maki"
"Itulah yang kukehendaki. Tetapi jangan lupa, mereka-pun akan memekik-mekik
kesakitan. Itu merupakan tontonan sendiri yang sedap didengar."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Betul, guru" buru-buru Sogata membenarkan. Bisa dimengerti mengapa Naradata
seolah-olah ingin menelan ketiga musuhnya mentah-mentah. Hatinya terlalu sakit.
Tidak hanya kecewa, marah dan penasaran saja. Tetapi berbareng menuntut imbangan
yang layak. Maka ia perlu pelampiasan yang dapat memuaskan hati dan perasaannya.
Kecuali bila pohon Dewadaru bisa hidup kembali seperti sediakala. Dengan
menggendong tangannya di belakang punggungnya, ia kembali ke ruang tengah
diikuti dengan kedua muridnya. Hampir satu jam ia mondar-mandir seperti orang
gendeng. Kedua muridnya tiada berani mengganggu. Tiba-tiba suatu ingatan menusuk
benak Sogata. Dengan hati-hati murid yang ingin merebut hati gurunya itu berkata:
"Guru! Ketiga jahanam itu membawa seorang kakek yang berpenyakitan. Kata mereka,
kami berdua harus menyebut beliau dengan paman guru. Kabarnya beliau sanak
raja." "Siapa?" Naradata terbangun perhatiannya.
"Namanya kalau tidak salah, Sudarma." Mendengar Sogata menyebutkan nama Sudarma,
tiba-tiba Naradata menggigil.
Menegas : "Kau tidak salah dengar ?"
"Begitulah yang kami dengar" sahut Sogata meyakinkan.
"Sekarang di mana paman-gurumu itu ?"
"Paman guru?" Sogata berkomat-kamit. Tetapi sedetik kemudian ia jadi teringat
kata-kata Wisakarma, bahwa dirinya harus menyebut paman-guru terhadap Sudarma.
Sekarang gurunya membahasakan paman-guru pula terhadap dirinya.
Kalau bggitu, tidak salah. Maka dengan penuh yakin ia menyahut:
"Beliau di dalam kamarnya."
"Diapakan?" suara Naradata terdengar cemas.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Diapakan, kami tidak jelas. Tetapi beliau tidak bergerak sejengkalpun dari
tempatnya. " Naradata tidak menunggu Sogata menyelesaikan kata-
katanya. Seperti diuber iblis, ia kabur memasuki kamar tamunya.
Begitu melihat keadaan Sudarma, wajah Naradata berubah hebat. Setengah berteriak
ia berseru : "Adikku! Kau diapakan bangsat-bangsat itu ?" Tetapi Sudarma sudah kehilangan
semangat hidup. Pandangnya kosong. Kesannya tidak melebihi seorang gendeng. Menyaksikan
penderitaannya, hati Naradata bergolak dahsyat. Sudarma adalah adik
seperguruannya berbareng majikannya. Sebab dia kemenakan raja. Pada jaman
mudanya berwajah amat cakap dan kepandaian tinggi. Sekarang kesan-kesan
demikian, tiada lagi. Inilah akibat racun Wisakarma bertiga yang terlalu hebat.
"Baiklah, akan kutuntutkan dendammu." Teriak Naradata.
Kemudian ia lari lagi memasuki kamar tahanan Wisakarma.
Tetapi Wisakarma bertiga tidak kelihatan di tempatnya. Bahkan anak-anak muridnya
roboh tersungkur di samping api unggun yang menyala tinggi.
"Hai! Apa yang sudah terjadi ?" teriak Naradata kalap.
Wisakarma bertiga dalam keadaan putus asa, tatkala tiba-tiba Drubiksa muncul
dari bawah tanah. Dengan cekatan, ia merobohkan semua pelayan dan anak-murid
Naradata. Kemudian menolong membebaskan Wisakarma bertiga. Betapa girang hati
Wisakarma bertiga, tak terlukiskan lagi. Berkali-kali mereka mengucapkan rasa
terima kasihnya yang tak terhingga.
"Sudahlah, sudahlah. musuh di depan kita. Yang perlu kita putuskan bagaimana
cara melawannya. Jala Karawelangnya memang tidak dapat kita abaikan."
"Benar." Wisakarma mengangguk. "Mari kita keluar dulu!"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan berlari-larian mereka meninggalkan rumah Naradata, dan berhenti di atas
tanjakan sebuah bukit. Di sanalah mereka berunding. Wisakarma bertiga mendongkol
dan penasaran. Mereka merasa menang dalam segala halnya melawan Naradata.
Tetapi kesaktian pusaka Jala Karawelang itulah yang membuat mereka tidak dapat
berkutik. "Pada waktu dia berada di tanah leluhurku, Jala Karawelang tidak pernah
diperlihatkan. Bahkan dia bersedia kalah mengadu kepandaian. Melawan Adityasuta,
tidak dapat dia berbuat banyak.
Apalagi sewaktu berlawan-lawanan dengan Brihawan." ujar Wisakarma. "Itulah
sebabnya, dia rela menyerahkan adik seperguruannya sebagai sandra. Tetapi di
sini tiba-tiba dia memperlihatkan pusaka saktinya. Hm ternyata kelicinannya
tidak usah kalah dibandingkan dengan siapapun. Bagaimana menurut pendapatmu " "
"Dia menyerahkan adik-seperguruannya sebagai sandera.
Sandera mengenai hal apa" Drubiksa minta keterangan.
"Sebenarnya ini rahasia peribadi kami bersama, termasuk Naradata dan Sudarma.
Tetapi karena engkau sudah berjasa menolong jiwa kami, baiklah engkau kami
anggap orang kita sendiri. Itulah perkara Widya Puruhita." Wisakarma menghela
nafas. Widya Puruhita seorang puteri Sriwijaya yang cantik luar biasa. Diapun
pujaan kami, berbareng junjungan kami juga. Kami bertiga mendengar kabar, bahwa
nun di Timur jauh tumbuh sebatang pohon dewata yang pantas diperebutkan dengan
jiwa. Itulah pohon dewadaru. Maka kami bertiga berangkat ke mari untuk menjual cerita
kepada Naradata tentang keelokan puteri Widya Puruhita. Terus terang saja,
tujuan kami adalah upaya untuk bisa memperoleh buah Dewadaru. Ternyata Naradata
tertarik kepada tutur-kata kami. Maka dengan Sudarma dia berangkat ke negeri
kami. Kamipun menerangkan, bahwa kami bertiga sedang memperebutkan pula. Melihat
kecantikan puteri Widya Puruhita, Naradata menjadi linglung. Serunya, inilah
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pantas menjadi isteriku. Tetapi kehendaknya kami halang-halangi. Kami bertempur
seru melawan Naradata mengadu kebisaan. Ternyata Sudarma diam-diam jatuh cinta
pula kepada Widya Puruhita. Merasa berkepentingan, diapun ikut membantu
Naradata. Tetapi kedua orang itu dapat kami kalahkan, bahkan Sudarma menjadi
tawanan kami " "Hm" Drubiksa menggerendeng. "Naradata mempunyai pusaka sakti Jala Karawelang.
Tetapi dia tidak menggunakan, malahan membiarkan Sudarma kalian tawan. Bukankah
mempunyai maksud ?" "Ya, setelah pengalaman hari ini, kami baru jelas." ujar Wisakarma. "Dia
membiarkan Sudarma kami tawan. Dengan begitu, saingannya kurang seorang. "
"Setelah mengetahui begitu, mengapa kalian membawa Sudarma kemari " "
"Perhitunganku sederhana saja. Sudarma adik
seperguruannya. Kecuali itu sanak raja. Apakah dia berani menghadapi teguran
rajanya " " Drubiksa berpikir beberapa saat lamanya. Lalu menjawab :
"Sudah berapa lama terjadinya peristiwa itu ?"
"Dua tahun yang lalu." jawab Brihawan dan Adityasuta mewakili Wisakarma.
"Hm" lagi-lagi Drubiksa menggerendeng. "Perkampungan ini memang termasuk wilayah
kerajaan Daha. Akan tetapi selama ini, belum pernah aku mendengar Naradata kena
teguran raja. Entahlah untuk waktu-waktu mendatang. "
"Mengadu kepandaian dengan dia, bukan merupakan masalah" ujar Brihawan. "Apakah
engkau tahu bagaimana caranya dia tidak menggunakan pusaka jalanya ?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah lama aku berpikir demikian. Akan tetapi Naradata tidak pernah menyimpan
pusaka Jala Karawelang di luar badannya.
Sekiranya begitu, sudah lama kucuri."
"Baiklah kita atur begini." Wisakarma memutuskan "Aku tidak percaya, jala sakti
itu dapat menjangkau lawan dengan tidak terbatas. Sekiranya begitu, dia dapat
menjala puteri Widya Puruhita dari rumahnya, Bukankah begitu ?"
"Betul, betul, betul" sahut mereka dengan berbareng.
"Nah, kita lawan dia dengan cara memencar." Wisakarma menganjurkan. "Adityasuta
dari belakang dan Brihawan dari samping. Kalian berdua melepaskan pukulan dari
jauh. Dan akulah yang akan melibatnya. Dan kau Drubiksa, gunakan kepandaianmu.
Rendamlah diri dalam tanah dengan memasang jebakan (lasso). Begitu dia melarikan
diri atau manakala aku dapat mendesaknya mundur, tariklah tali jebakanmu!
Nah\dia bakal roboh ter|engkal dengan kedua kaki teigubat tali. "
"Bagus! Akal bagus !" seru Drubiksa gembira.
"Dan kau Adidyasuta ! Lepaskan pukulan beracunmu! Begitu juga Brihawan. Mungkin
sekali, Naradata tidak mempan terkena racun berkat khasiat Dewadaru. Namun
setidak-tidaknya, dia akan kerepotan." ujar Wisakarma yakin.
Demikianlah mereka bersiaga menghadapi kedatangan
Naradata. Brihawan dau Adityasuta bersembunyi di balik belukar, sedang Drubiksa
masuk ke dalam tanah. Wisakarma sendiri sengaja berjalan dengan langkah acuh-
acuh. Ia percaya, Naradata pasti menyusul. Tetapi agar tidak menimbulkan rasa
curiga Naradata, ia hanya berjalan berputar-putar. Lalu duduk di atas batu
seolah-olah sedang melepaskan lelah.
Naradata memang mendongkol bukan main. Dadanya Berasa meledak. Begitu
menyaksikan anak-buahnya roboh tak berkutik berbareng dengan hilangnya Wisakarma
bertiga, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terus saja ia mengejar. Ia sama sekali tidak menduga penolongnya Drubiksa.
Mengingat ketangguhan Wisakarma bertiga, jauh-jauh ia sudah mempersiapkan
pusakanya Jala Karawelang. Sebab hanya dengan lilitan pusaka sakti itu,
Wisakarma bertiga takluk dan mati kutu. Tidak lama kemudian iamelihat Wisakarma
sedang duduk melepaskan lelah. Entah dimana beradanya Brihawan dan Adityasuta.
Kebetulan, malah. Ia tidak usah kerepotan menghadapi keroyokan mereka. Terus saja ia membentak :
"Mau lari ke mana ?"
Wisakarma yang sudah bersiaga jauh jauh, tertawa terbahak-bahak. Sahutnya :
"Kau boleh mengikat aku dengan rantai atau tali macam apapun. Tetapi itu semua
tidak berguna. Buktinya aku bisa lolos.
Kau menendangi aku selagi aku terikat. Apakan tindakanmu itu bisa dibenarkan
para satria gagah" "Monyet, peduli apa?" damprat Naradata dengan wajah merah padam.
"Sekarang justru aku ingin menendangi pantatmu. Aku ingin tahu, apakah engkau
bisa kentut lagi." Wisakarma memang senga;a membuat Naradata marah.
Selagi Naradata hendak membalas mendamprat, ia mendahului menyerang. Dengan
begitu, terpaksalah Naradata
mempertahankan diri. Dalam sekejap saja, mereka berdua sudah saling baku hantam
dengan cepat dan ganas. Naradata memang bukan lawan Wisakaima. Sedikit demi
sedikit, terpaksa ia mundur. Selagi tangan kanannya menggerayangi pusaka
saktinya, tiba-tiba ia mendengar suara angin yang datangnya dari samping. Sebat
ia memutar badannya sambil menangkis. Justru pada detik berikutnya, ia diserang
dari belakang. Itulah perbuatan Brihawan dan Adityasuta yang melepaskan serangan
beracun. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Syukur, seluruh tubuh Naradata sudah dilindungi khasiat buah Dewadaru. Sekiranya
tidak, dia sudah roboh terjengkang kena pukulan beracun. Tetap: karena dikeru-
but tiga orang, kembali lagi ia kerepotan. Dalam seribu kerepotan, tangannya
menggerayangi pusaka saktinya. Pusaka sakti Jala Karawelang sudah digenggamnya.
Akan tetapi Wisakarma bertiga tidak memberinya kesempatan untuk melepaskan
pusaka Jala Karawelang. Terpaksalah Naradata mundur dengan hati memaki-maki.
Itulah saat yang diharapkan Drubiksa yang sudah memasang tali jebakan. Begitu
kedua kaki masuk ke dalam lingkaran talinya, terus saja ia menariknya sambil
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lari sekuat tenaga. Hebat akibatnya. Naradata roboh terbanting di atas tanah,
dan terus terseret-seret. Sedang begitu, Wisakarma bertiga menangkapnya.
"Hohoooo tuan majikan. Sekarang kau bisa apa ?" ejek Wisakarma.
Naradata terikat erat-erat sehingga tidakdapat berkutik sama sekali. Hanya
mulutnya saja yang Bebas. Dengan wajah merah padam, ia meledak : " Kau curang !"
"Curang ?" Wisakarma tertawageli. "Di dalam suatu pertempuran mana ada pekerti
yang halal" Kau dibunuh atau membunuh. Kaupun tadi menggunakan pusaka dewata,
sehingga kami bertiga teringkus seperti babi potong. Kaupun masih menendangi
kami yang sudah tidak dapat bergerak sedikitpun.
Sekarang dengan akal kami dapat menawanmu. Di manakah letak kecuranganku ?"
"Kau main keroyok !" damprat Naradata. "Kaupun tidak memberi kesempatan aku
melepaskan pusaka saktiku. Bukankah itu curang ?"
Wisakarma tercengang. Ia berpaling kepada Brihawan, Adityasuta dan Drubiksa.
Karena menganggap ucapan Naradata lucu dan kekanak-kanakan, mereka tertawa
terkekeh-kekeh. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa yang lucu ?" Naradata bersakit hati.
"Naradata, dengarkan !" ujar Wisakarma. "Pada saat ini aku bisa merampas semua
harta milikmu termasuk pusaka Jala Karawelang dan buah Dewadarumu. Juga bisa
kulampiaskan dendamku dengan merangket dirimu, menendangimu dan menggebukimu
sampai kau terseyot-seot jalanmu. Namun semuanya tidak akan kulakukan. Aku hanya
menghendaki agar engkau mendengarkan kata-kataku dengan baik. "
"Ahaaa . . kau boleh memotong leherku dan merebus diriku.
Siapa kesudian mendengarkan ocehanmu" Aha..... jangan kau berlagak menjadi orang
baik di hadapanku ! "
"Bagus! Tetapi bagaimana dengan puteri Widya Puruhita ?"
Mendengar Wisakarma menyebut nama pujaan hatinya, wajah Naradata berubah.
Sahutnya : "Kenapa kau menyebut-nyebut namanya " "
"Setelah bergaul dengan Sudarma selama dua tahun, puteri Widya Puruhita berkenan
kau boyong ke wilayahmu. Bukankah menggembirakan " "
"Hm." Naradata menundukkan kepalanya. "Memang menggembirakan. Akan tetapi ada
yang kurang tepat. "
"Yang mana yang kurang tepat " " Wisakarma heran.
"Puteri Widya Puruhita bergaul dengan Sudarma, akan tetapi belum mengenal
diriku. Bagaimana puteri itu berkenan menerima kehadiranku " "
"Ah, itu soal mudah." Wisakarma tertawa. "Sudarma sakit bengek. Dan dia akan
sakit bengek sepanjang umurnya. Masakan puteri Widya Puruhita berkenan menerima
Sudarma sebagai suaminya" Bagaimanapun juga kau lebih cakap. Lebih sehat dan
lebih sepadan. " Naradata tertawa. Sahutnya :
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Iblispun tidak akan mempercayai ucapanmu. Apalagi aku manusia yang terdiri dari
darah dan daging. Siapa yang tidak kenal Wisakarma bertiga" Tentunya kau
mengharapkan timbal baliknya, bukan " "
Wisakarma tertawa panjang. Menyahut:
"Bagus, kau sudah dapat membaca hatiku. Kalau begitu, marilah kita berbicara
yang jelas. Kau kini sudah tertawan. Baik wilayah kekuasaanmu maupun pusakamu
Jala Karawelang sudah menjadi milikku. Tetapi aku tidak mau menang sendiri.
Puteri Widya Puruhita qkan kubawa kemari dan akan kuserahkan kepadamu.
Selahjutnya apa yang akan kau lakukan, kami bertiga tidak mau ikut campur lagi.
Hanya saja, anakmu kelak harus menjadi murid kami bertiga dan akanmenjadi
pewaris wilayah ini. Dan pusakamu jala Karawelang ini akan kukembalikan kepada pemiliknya".
"Siapa?" Naradata menegas.
"Dialah orangnya. Namanya Drubiksa." Wisakarma menunjuk kepada Drubiksa
Naradata mengamat-amati Drubiksa. Kemudian berkata:
"Wisakarma, aku memang sudah menjadi tawananmu. Kau masih menghendaki jiwaku.
Untuk ini sudah selayaknya aku harus berterima kasih kepadamu. Apalagi aku kau
izinkan mempersunting junjunganmu, puteri Widya Puruhita. Tetapi aku seorang
laki-laki yang tidak takut mati. Seperti kataku tadi, kau boleh memotong
leherku, boleh merajang-rajang diriku. Hanya saja, tidak kuizinkan engkau
menghina diriku." "Menghina" Kapan aku menghinamu?" Wisakarma tercengang.
Dengan pandang menyala, Naradata menjawab :
"Kau mempunyai syarat. Akupun mempunyai syarat pula.
Puteri itu akan kuterima dengan senang hati. Akan tetapi dia Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan kujodohkan dengan Sudarma. Maka tolong sembuhkan dia
!" "Apa ?" Wisakarma tercengang. Seperti tidak percaya kepada pendengarannya
sendiri, ia menegas : "Mengapa engkau menolak " Bukankah kau dahulu menghendaki
puteri Widya Puruhita menjadi isterimu ?"
"Sekarang tidak lagi."
"Mengapa" "
"Yang pertama-tama, aku sudah kau kalahkan. Berarti aku tidak berhak lagi hidup
di dunia. Yang kedua, aku sudah merasa tua. Maka aku menyarankan agar dijodohkan
dengan adikku Sudarma. "
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisakarma termangu-mangu. Inilah suatu keputusan di luar dugaannya. Di dalam
hati, ia mengaku kalah setingkat dibandingkan dengan cara berpikir Naradata.
Akhirnya memutuskan : "Baiklah, kalau itu sudah menjadi keputusanmu. "
"Terima kasih. " ujar Naradata " Sekarang tentang pusaka Jala Karawelang.
Sesungguhnya pusaka itu bukan milikku. Aku dipinjami seorang sakti yang bermukim
di atas Gunung Semono. Orang sakti itu menamakan diri Pangeran Semono pula. Maka aku wajib
mengembalikan. Dalam hal ini, lebih baik aku kau bunuh daripada menyerahkan
pusaka Jala Karawelang. "
Mendengar keterangan Naradata, Wisakarma berpaling kepada Drubiksa untuk mencari
pembenaran. Ternyata Drubiksa mengangguk sambil berkata :
"Keterangan Naradata benar belaka. Pusaka Jala Karawelang adalah milik
junjunganku. Dialah Pangeran Semono. Aku sendiri, sebenarnya adalah utusannya. "
Wisakarma tidak senang mendengar pembenaran dan
keterangan Drubiksa. Ia selamanya mau menang sendiri dan terlalu yakin akan
kepandaiannya. Maka berkatalah ia dengan suara keras :
"Kalau begitu, biar aku sendiri yang mengantarkan" Sampai di sini pembicaraan
mereka anggap selesai. Wisakarma tidak memberi kesempatan Drubiksa berbicara. Ia membebaskan Naradata
dan dibawa kembali ke kediamannya.
Wisakarma kemudian menolong menyembuhkan Sudarma.
Karena penyakit yang diderita Sudarma hasil perbuatannya, dengan sendirinya ia
pandai mengobati. Dalam waktu kurang dari satu bulan, Sudarma sembuh seperti
sediakala. Wisakarma kemudian menghadap Pangeran Semono dengan diantarkan Drubiksa,
Naradata dan kedua adik-seperguruannya.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia ingin mencoba kepandaian Pangeran Semono. Di dalam hati, ia ingin menungkrap
Pangeran Semono dengan Jala Karawelang.
Ternyata Pangeran Semono tidak melayani kehendaknya. Ia cukup diwakili patihnya
yang bernama Lawa Ijo. Menghadapi Lawa Ijo, Wisakarma tidak berdaya sedikitpun.
Pusaka Jala Karawelang macet di tangannya. Belum lagi ia sempat melemparkannya,
Lawa Ijo sudah mendahului menangkap tangannya. Kemudian dia ditawan dan sebagai
hukumannya ilmu kepandaiannya dimusnahkan.
Selanjutnya, dia diperkenankan memperpanjang hidupnya di perkampungan Naradata.
Berkat buah Dewadaru pemberian Naradata, umurnya bisa panjang dan kesehatannya
pulih kembali. Namun ilmu saktinya benar-benar tak tertolong.
Meskipun demikian, karena namanya termashur di negerinya, suaranya masih
didengar puteri Widya Puruhita. Puteri itu berkenan merantau ke Jawa Timur dan
kawin dengan Sudarma yang sudah dikenalnya. Sayang, Sudarma kehilangan
kejantanannya. Walaupun demikian, setahun kemudian puteri Widya Puruhita
melahirkan puteranya. Kabarnya anaknya Naradata. Entah benar entah tidak, hanya
puteri itu sendiri yang tahu. Tetapi putera Widya Puruhita itu, di kemudian hari
menjadi leluhur Nayaka Madu. Nayaka Madu pulalah yang mewarisi kepandaian
Wisakarma, Brihawan dan Aditya suta.
-o0~DewiKZ~0o- RAKSASA BERSENJATA ARCA MESKIPUN MENGAGUMI, dalam hati Diah Lukita Wardhani selalu berteka-teki terhadap
pribadi Ulupi. Hal itu disebabkan, Ulupi tidak pernah menyelesaikan setiap
keterangannya. Juga kali ini. Menurut Diah Lukita Wardhani, pada akhir cerita
terdapat banyak hal-hal yang dilampaui dengan cepat, seolah-olah menyembunyikan
sesuatu. Hanya apa yang disembunyikan untuk Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sementara Diah Lukita Wardhani belum sanggup menebak.
Pikirnya di dalam hati : "Naradata bertekad lebih baik mati daripada menerima kebaikan Wisakarma. Kenapa
tiba-tiba mau menyerah hanya setelah mendengar Wisakarma menyebutkan nama Widya
Puruhita" Alasannya kurang meyakinkan. Diapun dengan sukarela hendak menyerahkan
puteri Widya Puruhita kepada Sudarma. Benarkah itu" Lalu ditutup dengan
keterangan, bahwa Sudarma kehilangan kejantanannya. Dengan begitu, kabarnya
putera yang dilahirkan Widya Puruhita adalah anak Naradata.
Alangkah mudah kesimpulannya.
Sebaliknya Pangeran Jayakusuma berkesan lain. Teringatlah dia akan pengalamannya
sendiri, sewaktu kena tertungkrap jala Nayaka Madu. Apakah jala itu pusaka sakti
Jala Karawelang" Karena penasaran dan rasa ingin tahu ia minta keterangan :
"Apakah Nayaka Madu mewarisi Jala Karawelang ?"
Ulupi tersenyum. Sahutnya :
"Mana mungkin" Pusaka Jala Karawelang sudah kembali kepada pemiliknya. Dan
semenjak itu, tiada seorang, pun di dunia ini pernah melihat pusaka itu lagi. "
"Dan jala yang menungkrap diriku " "
"Itulah jala Nayaka Madu. Mungkin sekali leluhurnya meniru kehebatan Jala
Karawelang. Bukan mustahil, leluhur Nayaka Madu menemukan bahannya. Dan dengan
bahannya yang istimewa, banyak kaum satria mati kutu bila tertungkrap jalanya yang kuat luar
biasa. " Jawaban Ulupi masuk akal, sehingga Pangeran Jayakusuma membungkam. Dalam
membungkam, pikirannya melayang
kepada peristiwa-peristiwa pahit yang pernah dialami.
Kepandaian Nayaka Madu memang istimewa. Waktu itu, ia merasa kalah. Baru,
setelah Retno Marlangen ikut serta, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepandaian Nayaka Madu dapat didesaknya. Akan tetapi JALA istimewanya, berhasil
menungkrapnya Lalu terjadilah peistiwa pahit yang berkepanjangan. Selain dirinya
tersiksa di dalam penjara, ia kehilangan Retno Marlangen. Ah, hebat! Terlalu
hebat, malah. Kalau begitu, ilmu kepandaian leluhur Nayaka Madu bukan main
tingginya. Seperti Naradata, Sudarma, Wisakarma, Brihawan dan Adityasuta. Sebab
mereka berlima sudah bergabung dan bersekutu dan berikrar mewariskan
kepandaiannya masing-masing kepada anak-keturunan puteri Widya Puruhita. Ya,
Widya Puruhita itulah leluhur Nayaka Madu yang tepat. Sebab yang tahu siapa ayah
si bocah yang dilahirkan, hanya Widya Puruhita sendiri. Ia jadi teringat kepada
tutur-kata Ki Ageng Mijil Pinilih, perihal hubungannya Nayaka Madu dengan orang-
orang sakti yang datang dari seberang. Merekalah yang menamakan diri lima
pendekar dari Bukit Gombak. Berasal dari Pagarruyung. Suwarnabumi, Kuli-sadara,
Mantrolot, Kanaka dan Aditya. Pantas, Nayaka Madu memperoleh bantuan mereka. Tak
tahunya, leluhurnya dulu berasal dari Suwarnabumi. Selagi disibukkan oleh
pikirannya, tiba-tiba terdengar lonceng tanda bahaya.
Pangeran Jayakusuma adalah seorang pemuda yang
berkepandaian sangat tinggi pada jaman itu. Pada hakekat-nya tiada bandingnya
lagi di jagat ini. Tidak mengherankan, begitu mendengar bunyi lonceng tanda
bahaya, secara otomatis tubuhnya melesat bagaikan bayangan, selagi orang-orang
terhenyak sejenak. Betapa cepat reaksinya terbukti dengan perbandingan orang-
orang yang berada dalam ruang pertemuan itu. Padahal Diah Lukita Wardhani, Ulupi
dan Diah Mustika Perwita bukan manusia lumrah. Kepandaian mereka sudah termasuk
pendekar pendekar kelas utama.
Tatkala tiba di pendapa, Pangeran Jayakusuma menangkap sesosok bayangan yang
bergerak-gerak menyusuri tebing sebelah selatan. Kediaman Ulupi memang berada di
antara tebing-tebing gunung yang curam. Sebelah Utara hanya Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyekat dataran tak bertuan. Tetapi tebing di sebelah selatan berada di
seberang sungai. Sungai itu kecuali deras arusnya, lebar dan curam. Sebenarnya
malam itu tidak cukup cerah.
Hanya saja, karena kena pantulan dataran gundul dan gersang, sedikit menolong
penglihatan semacam terkena pantulan cermin buram. Meskipun demikian, pandang
mata manusia lumrah tidak akan dapat menembus tirai malam. Apalagi jarak
jangkauannya cukup jauh. Tetapi Pangeran Jayakusuma sudah memiliki ilmu tersakti
pada jaman itu. Diapun sudah biasa hidup di dalam goa yang gelap gulita sewaktu
menjadi murid Retno Marlangen.
Itulah sebabnya, tirai malam baginya bukan merupakan halangan.
Bayangan yang merayap turun bagaikan seekor kera raksasa, ternyata manusia
biasa. Hanya saja, ukuran tubuh-nya amat besar layak disebut raksasa. Walaupun
berat badan segede itu merupakan beban sendiri, namun dia dapat bergerak dengan
cekatan dan gesit sekali. Dan menyaksikan hal itu, Pangeran Jayakusuma
tercengang-cengan. Pikirnya:
"Apakah Kolor Galiyung" Kenapa dia kembali berkecimpung dalam dunia hitam lagi"
Jangan-jangan dia kena dipaksa Narasinga."
Kolor Galiyung adalah seorang pendekar yang berperawakan tinggi besar. Adatnya
polos dan bersikap bersahabat dengan Pangeran Jayakusuma. Hadirnya di
perkampungan Nayaka Madu dulu itu, semacam ikut-ikutan saja. Karena itu, dia
bersedia pulang kampung atas nasehat Pangeran Jayakusuma. Tetapi bukan mustahil
muncul kembali atas desakan Narasinga. Sebab Narasinga sangat berpengaruh
terhadap dirinya. Selain kepandaian Narasinga berada jauh di atasnya, diapun
asal dari Singgela. Sama-sama bawahan Pangeran Anden Loano.
Sementara itu, Diah Lukita Wardhani, Diah Mustika Perwita dan Ulupi sudah tiba
di samping Pangeran Jayakusuma. Dengan penuh minat, mereka memperhatikan orang
itu. Sekonyong-Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
konyong terdengar suara jeritan. Kemudian dua tubuh manusia terbang ke udara
seperti terlemparkan. Merekalah dua penjaga perkampungan Ulupi yang memukul
tanda bahaya. Begitu jatuh ke atas tanah, batang leher mereka patah.
Diah Mustika Perwita adalah seorang gadis yang halus pekerti dan budi bahasanya.
Menyaksikan kekejaman itu, ia memekik perlahan. Di dalam hati iapun kagum kepada
tenaga raksasa itu. Selagi demikian, tiba-tiba ia melihat berkelebatnya dua peluru berwarna hitam
melayang menyerang dirinya. Pangeran Jayakusuma mendorongnya ke samping. Pemuda
itu kemudian menangkap dua peluru yang melayang dengan menerbitkan suara-
berdesing. Ternyata peluru itu terbuat dari besi, ukurannya sebesar bola
tendang. Pangeran Jayakusuma heran. Dia kini seorang pemuda yang jauh berlainan dengan
jaman dulu. Baik kepandaiannya maupun tenaganya jauh belipat ganda. Akan tetapi
sewaktu menangkap melayangnya dua buah peluru itu, tangannya tergetar. Itu suatu
tanda, bahwa pelempamya memiliki tenaga luar biasa besarnya.
"Tenaganya melebihi Nayaka Madu dan Durgampi. Siapa dia?"
ia berteka-teki di dalam hatinya.
Diah Lukita Wardhani heran pula. Ia maju menghadang. Tiba-tiba suatu ingatan
membatalkan niatnya. Bukankah Ulupi masih tenang-tenang saja berada di
tempatnya" Sebaliknya tidaklah demikian halnya dengan Diah Mustika Perwita.
Karena ingin melihat lebih jelas siapa pelempar dua buah peluru itu, ia maju
menyongsong. Justru begitu, raksasa itu melompat menerjang sambil mengayunkan
barang bawaannya. Ternyata sebuah arca yang digerakkan sebagai senjata. Alangkah
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
aneh ! Tanda bahaya dan kesibukan itu, membangunkan perhatian Kepala Ronda. Dengan
berlari-larian ia datang dengan membawa dua buah senjatanya yang aneh.
Senjatanya berbentuk roda seperti yang digunakan Narasinga. Bukan mustahil dia
satu aliran degan Narasinga. Dengan dua buah rodanya itu, ia menggempur Dendam
Empu Bharada http://dewi kz.inco/
- Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ayunan raksasa itu. Suatu bentrokan nyaring terjadi. Akibatnya hebat! Sebuah
roda yang tergenggam di tangan kiri terpental terbang tinggi di udara. Sedang
sebuah roda yang tergenggam di tangan kanan, melengkung. Ia sendiri tergempur
mundur dan melontakkan darah segar.
Swandaka, teman Kepala Ronda marah bukan kepalang.
Dengan menghunus goloknya ia membentak :
"Hai monyet! Apakah engkau tidak melihat siapakah pemilik rumah ini. Dialah
puteri Ulupi. " Di antara cerahnya rembulan, wajah raksasa itu kini kelihatan nyata. Selain
berperawakan seperti raksasa, wajahnya ditutupi berewok tebal. Pandang matanya
bengis bukan kepalang. Dengan tertawa dingin ia menyahut:
"Kalau sudah tahu, mau apa" Aku tidak peduli nama orang.
Sekalipun kau menggunakan nama raja, aku tidak takut."
Swandaka tercengang. Menegas :
"Sebenarnya kau ini siapa ?"
"Siapa diriku tidak penting. Sekarang serahkan peti itu !"
"Ohoo........jadi kaupun ikut memperebutkan peti mati yang tergantung di atas
pohon ?" "Ya, Apakah milikmu"
Swandaka mendongkol melihat orang berberewok itu
mengangkat diri. Dengan membusungkan dadanya pula, ia berkata :
"Kau tidak mengenal puteri Ulupi, tak apalah. Akan tetapi kau pernah mendengar
negeri Singgela, bukan ?"
"Kalau sudah kenal, mau apa ?"
"Nah, enyahlah dari sini!"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar ucapan Swandaka, orang itu tertawa terbahak-bahak. Bukan main gaung
suara tertawanya. Lalu menyahut:
"Kau anak kemarin sore janganlah berbicara berkepanjangan.
Nah, lapor kepada majikanmu! Suruh hantarkan peti mati itu!
Lebih cepat lebih baik. Aku berjanji akan mengampuni jiwamu. "
Swandaka rupanya tidak kuat lagi menahan rasa marahnya.
Terus saja ia membolang-balingkan goloknya. Membentak :
"Kau keterlaluan. Kau benar-benar tidak menghormati negeri Singgela."
Orang berberewok itu mengerlingkan matanya. Ia tersenyum lebar. Menjawab :
"Sudah kukatakan tadi, aku tidak takut meskipun engkau menggunakan nama raja
dari manapun datangnya. Sebenarnya aku mau memberimu ampun. Akan tetapi kau
kepala batu. Maka jangan salahkan, malam ini kau bakal mampus tak berkubur. "
Belum berhenti gaung suaranya, orang itu sudah menyerang dengan senjata arcanya.
Swandaka mengelak dan membabatkan goloknya. Dia lolos dari serangan maut orang
itu, akan tetapi pohon di belakang pohonnya jadi korban. Dengan suara
bergemeratak, pohon itu roboh ke tanah. Menyaksikan peristiwa itu, Pangeran
Jayakusuma diam-diam merasa heran. Ia sendiri merasa masih sanggup mengadu
tenaga. Akan tetapi, inilah yang untuk pertama kalinya dia bertemu dengan
seseorang yang memiliki tenaga raksasa demikian hebat. Gempuran senjata arcanya
tidak kalah dibandingkan dengan gempuran roda Narasinga.
"Orang ini jelas sekali bukan anak-buahnya Narasinga. Dia bersikap sengit
terhadap penjelasan Swandaka mengenai negeri Singgela." pikir Pangeran
Jayakusuma "Artinya diapun tidak mengenal Narasinga. Lalu siapa yang menyuruhnya
datang" Atas kepentingannya sendiri atau orang lain ?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu, Swandaka dan orang berberewok itu sudah mulai bertempur. Tiba-
tiba muncullah seorang yang
berperawakan pendek kate. Dialah Dandung Gumilar. Rupanya ia sudah datang
memenuhi panggilan Ulupi. Ia sempat mendengar ucapan orang berberwok itu. Lalu
berteriak : "Swandaka. mundur! Biar aku yang menghadapi babi itu."
Mendengar suara Dandung Gumilar. Pangeran Jayakusuma tersenyum. Orang itu masih
saja berlagak angker seperti dulu.
Keadaan dirinya tidak berubah. Bahkan jenggotnya yang panjang, yang dulu sempat
diguntingnya putus tumbuh subur lagi seperti sediakala.
Setelah menerima senjata tongkatnya dari pengikutnya, tanpa permisi lagi
langsung saja ia memasuki gelanggang dan menghantam si berewok.
Swandaka tentu saja sangat menghormati Dandung Gumilar.
Segera ia melompat mundur, meskipun hatinya ingiln melampiaskan kemarahannya.
Tetapi dalam satu gebrakan tadi, ia harus mengakui bahwa lawannya memang
berlenaga kuat luar biasa. Belum tentu ia dapat melampiaskan kehendak hatinya.
Bahkan bukan mustahil dialah yang bakal menderita akibatnya.
Si berewok sendiri bersikap tidak pedulian. Senjata arcanya sudah menghampiri
dada Dandung Gumilar. Angin menyambar dengan kerasnya. Diperlakukan demikian,
Dandung Gumilar yang adatnya angkuh, angkar dan mau menang sendiri, tersinggung
kehormatannya. Sebab selamanya ia selalu dihormati orang, baik musuh maupun
kawan. Terjus saja ia menangkiskan tongkatnya.
Dan terjadilah suatil bentrokan nyaring. Kesudahannya, membuat ia terperanjat.
Tangannya merasa pegal dan hampir saja tongkatnya terlepas dari genggamannya.
Memang tenagamya kini belum pulih seperti sediakala. Meskipun demikian, bukan
berarti punah. Untung saja, ia mahir dalam hal mengatur pernafasan. Masih saja
dia dapat mepertahankan diri. Artinya ia masih mampu menyerang balik.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang berberewok itu heran. Siapakah orang kate ini, pikirnya.
Orang sependek itu, mengapa memiliki tenaga...
--- halaman 34-35 ga ada... wew ---
lonong melepaskan pukulan. Syukur, Dandung Gumilar seorang pendekar kuno yang
kenyang dengan pengalaman tempur. Ia membiarkan tongkatnya terjepit. Tetapi
sebelah tangannya masih bisa bergerak leluasa. Melihat berkelebatnya tangan
lawan, ia menangkis. Tetapi tidak hanya sekedar menangkis saja. Dengan
cerdiknya, ia menangkis berbareng menusuk urat nadi.
Bentrokan itu, mau tak mau memaksa mereka beradu tenaga.
Masing-masing merasakan akibatnya. Karena menangkis, tangan Dandung Gumilar
pegal sampai ke ketiaknya. Di pihak lawan, mula-mula kuda-kudanya gempur. Dan
berat badannya yang kuat membuat tanah yang diinjaknya melesak memendam mata
kakinya. Lengannya yang kena tertusuk jeriji Dandung pumilar meroyot turun,
karena tenaganya hilang sepgroh. Dengan begitu, tidak dapat lagi ia menguasai
senjata arcanya. Kesempatan itu digunakan Dandung Gumilar untuk menarik
tongkatnya. Bebaslah ia kini dari jepitan senjata lawan. Meskipun demikian,
belum dapat ia segera menggerakkan kedua tangannya, karena dadanya sesak
menghalangi pernafasannya.
Dalam pada itu, orang-orang Ulupi sudah datang meluruk.
Atas perintah Ulupi mereka menyerang dengan berbareng.
Semuanya enam orang. Dengan begitu, si berewok dikerubut tujuh orang termasuk
Dandung Gumilar. Ulupi sendiri masih berdiri dengan tenang. Serunya memberi
saran : "Jangan lawan dia dengan mengadu tenaga !"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dandung Gumilar sebenarnya sudah menyadari hal itu. maka ia melompat ke belakang
punggung lawannya dan menyodokkan tongkatnya. Tetapi raksasa itu dapat memutar
tubuhnya dengan sebat dan tepat sekali menangkis. Tepat pada saat itu pula,
golok Swandaka tiba. Prang! Baik tongkat Dandung Gumilar maupun golok Swandaka
terpental ke samping. Dandung Gumilar memiliki tenaga besar. Meskipun goloknya
terpental masih berada dalam genggamannya. Sebaliknya tidak demikian yang
dialami Swandaka. Memang dalam hal mengadu tenaga, ia kalah jauh.
Akan tetapi goloknya, golok mustika. Meskipun terpental balik hampir menghantam
wajahnya, masih sempat memapas bagian lengan arca lawan. Kesempatan itu tidak
disia-siakan Dandung Gumilar yang mendongkol bukan kepalang. Ia mengulangi
serangannya. Kali ini langsung berhadap-hadapan, karena hatinya terlalu panas.
Orang berewok itupun penasaran pula, karena arcanya cacat. Dengan menggerung ia
menerjang sambil menggempur. Dan kembali lagi terjadi keras lawan keras.
Akibatnya, Dandung Gumilar terdorong mundur berputaran untuk memunahkan sisa
tenaga dorongan lawan. "Pangeran! Babi ini benar-benar kuat........... !"
sekonyong-konyong lindung Gumilar berteriak setengah kagum setengah bergembira.
Sebagai orang jujur ia kagum terhadap ketangguhan lawan. lapun gembira melihat
hadirnya Pageran Jayakusuma tempat tumpuan harapannya. Seperti diketahui,
tenaganya punah duapertiga bagian karena tergempur ilmu sakti Pangeran
Jayakusuma. Dan pemuda itu diharapkan pada suatu hari akan memulihkan tenaganya.
Itulah sebabnya begitu mendengar kabar datangnya pemuda itu, segara ia memenuhi
panggilan Ulupi dengan tergesa-gesa.
Pangeran Jayakusuma sendiri merasa berhutang budi
terhadap Dandung Gumilar. Andaikata dulu tidak memperoleh perlindungannya, belum
tentu dirinya selamat dari malapetaka.
Waktu itu ilmu saktinya belum setinggi sekarang. Kini ia Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyaksikan penolongnya tidak berdaya menghadapi tenaga raksasa orang berewok
itu. Timbullah rasa salahnya hendak memulihkan tenaga sakti Dandung Gumilar
seperti sediakala secepat mungkin. Demikianlah, mendengar seruan Dandung Gumilar
segera ia menyahut tak kalah bersemangat:
"Paman Dandung ! Orang itu hanya mengandal kepada tenaganya saja. Sebenarnya
kepandaiannya masih jauh dibandingkan dengan kepandaian paman."
"Oh begitu?" wajah Dandung Gumilar berseri-seri. "Lalu bagaimana cara
membekuknya ?" Sebentar tadi tangan Pangeran Jayakusuma sempat tergetar begitu menerima
lemparan peluru orang itu. Timbullah watak nakal dan usilannya seperti dulu.
Terus saja menjawab : "Sebenarnya aku ingin melihat bagaimana bila dia dikerubut tujuh orang. Ternyata
dia cukup tangguh melebihi dugaanku.
Biarlah aku mencobanya."
Mendengar ucapan Pangeran Jayakusuma, Dandung Gumilar kemudian memerintahkan
anak-buah Ulupi mundur ke luar gelanggang. Dia sendiri begitu juga. Sebagai
gantinya, Pangeran Jayakusuma melesat memasuki gelanggang.
"Pangeran! Apakah pangeran perlu senjata?" teriak Dandung Gumilar.
"Kurasa tidak perlu." jawab Pangeran Jayakusuma dengan bersenyum. Memang ia
bermaksud hendak mengadu tenaga.
Orang berewok itu merasa direndahkan. Dengan menggerung ia berbalik menatap
Pangeran Jayakusuma. Membentak :
"Siapa kau ?" Pangeran Jayakusuma tidak segera menjawab. Dalam hal tanyaawab, ia seorang ahli.
Ia tahu persis, kapan harus Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjawab dan mengejek lawannya berbicara. Maka dengan tersenyum lebar ia
menyahut : "Kau sendiri siapa ?"
"Aku Sapu Regol."
"Eh, bunyinya seperti nama Iblis !" Pangeran Jayakusuma mulai memainkan
rencananya. "Hm...........kau sendiri siapa ?"
"Aku pengawal peribadi pemilik rumah ini. Kenapa ?"
"Namamu ?" "Namaku tidak penting. Yang penting siapkan dirimu baik-baik! Kalau perlu,
mengaso dulu agar tenagamu tidak terganggu."
Sapu Regol menggeram. Kedua matanya menyala bagaikan serigala. Ia mendongkol
karena merasa diperlakukan tidak sewajarnya. Sombong amat pikirnya. Ia melihat
usia pangeran Jayakusuma masih tergolong muda. Apakah mempunyai
kepandaian yang berarti sampai diangkat menjadi pengawal peribadi pemilik
rumah " "Biarlah aku mengampuni jiwamu." katanya. "Kau pengawal peribadi. Tentunya
mengerti perkara peti itu. Nah, serahknan peti itu kepadaku !"
Pangeran Jayakusuma adalah seorang pemuda yang jahil mulutnya. Meskipun bakat
pengalamannya tidaklah seliar dulu, akan tetapi bakat itu masih saja tersimpan
di dalam dirinya. Dan begitu mendengar ucapan orang itu, timbullah kejahilannya.
Lantas saja tertawa geli sambil menyahut :
"Tetapi aku tidak bermaksud membunuhmu."
"Memangnya kenapa?" Sapu Regol tidak mengerti.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yang kau maksudkan peti mati, bukan" Pangeran Jayakusuma memiringkan kepalanya
seolah-olah sedang menimbang-nimbang. Lalu berkata lagi : "Baiklah, peti mati
itu akan segera kubawa kemari untuk tempat kubur mu. Tetapi tolong tunjukkan
dulu Kepandaianmu." Semua hadirin di perkampungan itu kecuali Ulupi dan Dandung Gumilar belum
mengenall kepandaian Pangeran Jayakusuma. Mendengar ucapan Pangeran Jayakusuma
yang tinggi hati itu, mereka tercengang. Bukankah si berewok tadi sudah
memperlihatkan kepandaiannya yang hebat" Tidak mengherankan Sapu Regol tidak
dapat lagi menahan hatinya.
Langsung saja ia melompat sambil menghantamkan senjata arcanya.
Pengeran Jayakusura sudah mempunyai rencananya sendiri.
Ia ingin menggunakan tiga bagian tenaga saktinya saja. Begitu dikerahkan ilmu
sakti Sasanti Manu yang sudah manunggal dalam dirinya bekerja secara otomatis.
Arca Sapu Regol boleh menghunjam dengan tenaga tambahan lima kali lipat lagi.
Akan tetapi begitu bertemu dengan ilmu sakti Sasanti Manu, perbawanya musnah.
Arca itu tiba-tiba terhenti di tengah jalan.
Keruan saja Sapu Regol kaget setengah mati. Tenaga sakti apakah ini yang mampu
menahan gempurannya Dengan sekuat tenaga ia menambah kekuatannya. Namun tetap
saja macet. Khawatir kalau lawannya menggunakan ilmu penghisap, buru-buru ia menariknya
kembali. Juga usaha ini gagal. Tangannya seperti terlengket suatu tenaga yang
aneh. Ya, barangkali mirip harimau menerkam gunung lem yang memiliki daya
lengket luar biasa. "Hooooeee ...." ia menggeram sekuat tenaga sambil mengerahkan segala
kemampuannya. "Lebih baik kau menyerah saja. Kalau mengerahkan tenaga, tenaga saktimu justru
akan tersirap habis" ujar Pangeran Jayakusuma. Sebenarnya pemuda itu bermaksud
baik. Apa yang Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dikatakan adalah benar belaka. Sebaliknya, tentu saja lawannya tidak mau tahu.
Dia merasa diremehkan. Namun tidak berdaya pula.
"Baiklah, aku pergi saja ! Laporkan kepada majikanmu. Aku Pangeran Jayakusuma
sewaktu-waktu bersedia menerima undangannya." kata Pangeran Jayakusuma.
Memang Pangeran Jayakusuma benar-benar tidak bermaksud membunuh orang itu. Ia
malahan menyayangkan, manakala kehebatan orang itu musnah dengan begitu saja.
Sebab untuk memiliki tenaga raksasa demikian hebat, tidak mudah. Belum tentu
seseorang bisa mempelajari selama hidupnya, kalau saja tidak berbakat semenjak
lahirnya. Maka diam-diam ia menggunakan tenaga sakti tingkl empat. Lalu
melontarkan Sapu Regol dengan sekali dihentakkan. Dan kena hentakan ilmu sakti
Sasanti Manu dan pancasila yang sudah manunggal, tubuh Sapu Regol terbang
melayang tinggi. Dengan suara pekikan panjang, ia tercebur di dalam sungai yang
penuh dengan batu-batu alam.
Tubuhnya tidak kelihatan. Namun tidak lama kemudian, muncul lagi. Kali ini lari
mendaki tebing tinggi bagaikan seekor kera.
Menyaksikan hal itu, mereka yang hadir kagum luar biasa.
Apakah tubuhnya terbuat dari besi " Manusia lumrah akan remuk tubuhnya begitu
terhantam di batu-batu sungai. Nyatanya, dia tidak. Bahkan masih mampu memanjat
tebing curam dengan gesit. Siapakah Sapu Regol sebenarnya" Bila ada yang
menyuruh akan hebat akibatnya. Kepandaian yang menyuruh Sapu Regol paling tidak
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dua kali lipat dibandingkan dengan yang disuruh.
Sekali dia muncul dan bermaksud membuat perhitungan, celakalah sekalian penghuni
perkampungan Ulupi. Memperoleh pikiran demikian, anak buah Ulupi berpaling
kepada Pangeran Jayakusuma. Sebab hanya dialah satu-satunya yang dapat
menyongsong kedatangan majikan Sapu Regol.
Pangeran Jayakusuma sendiri tidak begitu menghiraukan.
Perhatiannya tertuju kepada Dandung Gumilar. Dengan Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mementang tangannya ia menubruk Dandung Gumilar dengan perasaan hangat. Lebih-
lebih Dandung Gumilar. Ia tidak mengira, bahwa pemuda itu akan menerima
kedatangannya dengan hangat. Terus saja ia memeluknya erat-erat sambil berkata :
"Pangeran! Pangeran benar-benar menjelma sebagai dewa.
Ah, aku jadi teringat kepada kedatangan pangeran untuk yang pertama kali.
Pangeran seorang pemuda yang cakap luar biasa, lincah, gesit dan serba pandai.
Dalam hal ini aku pantas menjadi budakmu. "
Setelah berkata demikian, ia melepaskan pelukannya. Lalu duduk menumprah membuat
sembah. Keruan saja, Pangeran Jayakusuma terkejut. Buru-buru ia membangunkannya.
"Paman! Dalam hal ini, justru akulah yang pantas menyembah padamu. Aku berhutang
jiwa. Berhutang...... yang segalanya."
"Sudahlah, sudahlah....." Dandung Gumilar berdiri dengan masih membungkuk-
bungkuk hormat. "Tulang belulangku memang sudah keropos. Berlawanan dengan babi
itu saja, sudah tidak mampu berbuat sesuatu. Orang semacam aku ini rasanya tiada
guna lagi memperpanjang hidup. Kecuali kalau pangeran sudi menerima diriku
sebagai budakmu. " "Janganlah paman berkata begitu." potong Pangeran Jayakusuma. "Paman masih dapat
pulih seperti sediakala. Paman tidak percaya " Baiklah, akan segera kubuktikan."
Tentu saja kata-kata Pangeran Jayakusuma diterima Dandung Gumilar dengan hati
berdebar-debar. Benarkah ilmu saktinya akan pulih" Rasanya mustahil! Akan tetapi
ia kenal pemuda itu. Pangeran Jayakusuma tidak pernah mengingkari ucapannya.
Paling tidak dia akan berusaha sedapat-dapatnya. Berhasil atau tidak adalah soal
nasib. Maka dengan tahu diri, ia menyahut:
"Pangeran, aku percaya ucapanmu. Tetapi andaikata gagal, itu sudah nasib. Bisa
bersahabat dengan pengeran saja, sudah merupakan suatu kebahagiaan yang tidak
ternilai lagi. " Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Jayakusuma mau mengerti. Andaikata dirinya tidak mempunyai pengalaman
tak ubah sebuah mimpi indah, ia segera mengamini jalan pikiran Dandung Gumilar.
Betapa tidak" Ilmu saktinya dahulu tidak hanya hilang sebagian, tetapi malahan
musnah akibat terpantek rantai Sirnagalu. Tetapi siapa mengira, bahwa di dunia
ini ada semacam ilmu yang dapat memulihkan kepandaiannya" Bahkan baik tenaga
maupun kepandaiannya kini sekian kali lipat dibandingkan dengan kepandaiannya
dahulu. Padahal ilmu saktinya dahulu adalah warisan ilmu sakti Empu Kapakisan Purusa
Dasyanta. "Paman, sesungguhnya siapa Sapu Regol?" ia mengalihkan pembicaraan. "Ia benar-
benar semacam raksasa yang mempunyai senjata aneh pula. "
"Dengan sesungguhnya, belum pernah aku mengenal kehadirannya." sahut Dandung
Gumilar sambil berjalan mengarah pendapa. "Mari kita tanyakan kepada Ulupi.
Pasti dia dapat memberi keterangan. "
Dengan bergandengan tangan mereka meninggalkan arena pertempuran. Ulupi sendiri,
waktu itu sudah kembali duduk di ruang tengah. Sikapnya tenang luar biasa,
merdeka dari kesan munculnya Sapu Regol yang mengacau kediamannya.
Sebaliknya, anak-buahnya sibuk mengatur penjagaan, merawat yang tewas dan yang
terluka. Tidak lupa pula mereka membersihkan halaman yang porak-poranda. Hanya
Diah Lukita Wardhani dan Diah Mustika Perwita yang tidak beralih tempat.
Mereka berdiri berendeng menunggu kedatangan Pangeran Jayakusuma dan Dandung
Gumilar. "Lukita, apakah engkau mengenal raksasa tadi ?" Pangeran Jayakusuma mencoba
bertanya. Lukita Wardhani tidak menjawab. Dia hanya menggerendeng tidak jelas. Lalu
mendahului melangkah memasuki mang dalam.
Melihat sikap Ulupi yang terlalu tenang, rasa curiganya terbangun lagi. Beda
dengan Diah Mustika Perwita yang sikap hidupnya Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih berbau kekanak-kanakan. Dengan wajah berseri-seri ia menyambut kedatangan
Pangeran Jayakusuma. Katanya minta keterangan :
"Kakang membiarkan dia tidak terluka sedikitpun. Mengapa ?"
"Mengapa ?" Pangeran Jayakusuma tertawa "Itulah karena nasibnya baik"
Pangeran Jayakusuma kemudian memperkenalkan Diah
Mustika Perwita dan Diah Lukita Wardhani kepada Dandung Gumilar. Orang tua itu
menyambut dengan penuh hormat.
Apalagi setelah mendengar, bahwa Diah Lukita Wardhani sesungguhnya adalah
komandan Bhayangkari istana. Meskipun tidak dijelaskan, tentunya salah seorang
anggauta keluarga raja. "Silahkan, silahkan mengambil tempat. Biarlah aku yang mewakili tuan rumah"
ujarnya. Lalu dengan sikap hormat ia mempersilahkan Diah Lukita Wardhani dan
Diah Mustika Perwita duduk bejajar. Ia sendiri duduk mendampingi Pangeran
Jayakusuma yang mengambil tepat berhadapan dengan Ulupi.
"Peti mati itu menarik perhatian orang. Sebenarnya apa isinya
?" Pangeran Jayakusuma mulai.
Ulupi tidak segera menjawab. Ia memanggil Swandaka menghadap. Katanya memerintah
: "Duduklah dan ceritakan tentang orang itu sepanjang yang kau ketahui."
"Sungguh mati, baru malam ini hamba mendengar namanya dengan jelas". Swandaka
mulai setelah mengambil tempat agak jauh di belakang Ulupi. "Gerak-gerik orang
itu susah ditebak. Dia hebat namun memuakkan. Dengan mengandalkan tenaga yang
hebat ia berhasil menurunkan peti di atas pohon."
"Ah!" Pangeran Jayakusuma tertarik. "Pertempuran tadi tidak hanya menarik saja,
akan tetapi tujuannyapun menggelitik hatiku. Jadi, benar-benarkah dia hendak
merampas peti ?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar, pangeran." jawab Swandaka dengan hormat
"Sudah semenjak satu bulan kami bertugas mengamat-amati peti itu. lima hari yang
lalu orang itu datang menerjang laskar Majapahit. Dengan senjata arcanya yang
istimewa, ia mengamuk bagaikan kerbau gila. Khawatir kalau-kalau laskar
Majapahit tidak dapat mengatasi amukannya, kami datang membantu."
"Apakah dia datang seorang diri ?" Pangeran Jayakusuma memotong.
"Tidak. Dia diikuti belasan orang. Itulah sebabnya, kedatangannya membuat repot
laskar Majapahit." "Waktu itu, laskar Nayaka Madu belum kalah, bukan ?"
"Belum. Akan tetapi laskar Nayaka Madu sudah mundur kocar-kacir. Dan tidak lama
kemudian menyerah kalah terhadap serbuan laskar Majapahit. Rupanya panglima
Majapahit tertarik kepada peti mati itu yang tergantung diatas pohon. Atau
setidak-tidaknya tertak setelah menerima laporan. Lalu mengirimkan enambelas
orang laskarnya untuk merebut pohon itu. Karena laskar Nayaka Madu sedang sibuk
menghadapi gempuran laskar Majapahit yang lain, mereka tidak sempat
mempertahankan wilayah pohon itu. Maka dengan mudah laskar Majapahit berhasil
merebutnya dan selanjutnya berada di bawah penjagaan dan pengawasannya. Jadi
tegasnya, laskar Majapahit sudah menguasai wilayah tempat berdirinya pohon itu
satu minggu sebelum Sapu Regol tiba" Swandaka menerangkan.
"Ah, bagus!" Pangeran Jayakusuma makin tertarik, lalu berpaling kepada Diah
Lukita Wardhani. "Lukita, bagaimana menurut pendapatmu "
"Laporan tentang itu, memang kudengar juga. Hanya saja aku bertugas memegat
larinya Nayaka Madu." sahut Lukita Wardhani.
"Lanjutkan !" ujar Pangeran Jayakusuma kepada Swandaka.
"Artinya keteranganmu bisa dibuat pegangan.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Demikianlah, kami mengkhawatirkan kalau-kalau laskar Majapahit tidak mampu
menghadapi." Swandaka mulai lagi.
"Maka kami berenam langsung memasuki gelanggang pertempuran. Di luar dugaan
kaki-tangan Sapu Regol tidak boleh dipandang ringan. Mereka pandai berkelahi.
Jelas sekali mereka diasuh oleh tangan ahli. Setelah bertempur sekian lamanya,
barulah kami dapat memukul mereka mundur. Selagi kita berlega hati, Sapu Regol
muncul di hadapan kami. Dengan senjata arcanya ia menerjang kami berenam. Dengan
cepat, kami kehilangan empat saudara yang tewas dengan kepala remuk atau leher
patah. Aku malu sekali dan terus terang saja, dengan terpaksa aku mengajak
temanku yang tinggal seorang untuk menyingkir".
"Apakah laskar Majapahit dapat dikalahkan mereka ?" tiba-tiba Diah Lukita
Wardhani menyela. "Tuanku puteri.....nah di sini kami melihat sesuatu yang aneh." ujar Swandaka.
"Terhadap laskar Majapahit, senjata arca Sapu Regol seperti mempunyai mata. Dia
hanya melukai saja dan sama sekali tidak berniat untuk melakukan pembunuhan.
Berbeda sekali sewaktu dia menghadapi kami. Itulah sebabnya begitu dia muncul di
sini, lantas saja melakukan pembunuhan.
Dan menghadapi dia hamba bersikap tidak mengenal ampun.
Sayang, hamba tidak becus"
Pangeran Jayakusuma menganggap keterangan Swandaka cukup. Lalu berkata kepada
Ulupi: "Ulupi, apakah engkau mempunyai keterangan yang lain mengenai Sapu Regol" Tadi
salah seorang anak-buahmu melaporkan datangnya Narasinga merobohkan pohon tempat
peti mati digantungkan. Apakah ada hubungannya dengan Sapu Regol " "
"Narasinga barangkali hanya berrmaksud menyusahkan laskar Majapahit yang menjaga
pohon itu." jawab Ulupi pendek.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Jayakusuma tidak perlu mendesak lagi. Terhadap gadis itu, enggan ia
main melit. Akan tetapi Diah Mustika Perwita yang masih berbau kekanak-kanakan,
tidak puas. Tanpa permisi, langsung saja minta kejelasan :
"Maksud ayunda tidak ada hubungannya dengan Sapu Regol?"
"Tidak." "Menurut paman Swandaka, Sapu Regol bersikap baik hati terhadap tentara negeri.
Tetapi sebentar tadi dia berteriak tidak menghiraukan siapapun meski menggunakan
nama raja. Sebenarnya dia orangnya siapa ?"
Ulupi tersenyum. Menjawab :
"Sebab yang menjadi tujuannya hanya untuk memperoleh peti mati. Dan bukan hendak
bermusuhan dengan tentara negeri.
Sebab memusuhi berarti mencari perkara. Dalam hal hendak memperoleh peti itu,
kalau bisa jangan ada orang lain yang mengetahui."
"Ih! Apakah peti mati itu begitu berharga ?"
"Setidak-tidaknya ia mengharapkan dapat memperoleh rumus-rumus racun leluhur
Nayaka Madu yang memang berhasil menggetarkan jagad. Masih ingatkah adik
kepandaian Wisakarma, Brihawan, Adityasuta, Naradata" Masing-masing tentunya
mewariskan ilmu kepandaiannya kepada anak-keturunannya. Dan bagi seorang pendekar, rumus-rumus ilmu kepandaian yang
begitu tinggi cukup mengundang seluruh jiwa-raganya untuk memperebutkan. Hal itu
diketahui dengan jelas oleh Nayaka Madu. Maka dia tidak mau menyia-nyiakan
kemungkinan itu demi menolong kebangkrutannya. "
"Apakah Nayaka Madu memang menyimpan kitab
kepandaiannya dalam peti itu ?" Diah Mustika Perwita menegas.
Uiupi tertawa perlahan. Sahutnya :
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Meskipun memerlukan bantuan orang-orang pandai di seluruh penjuru dunia, tetapi
Nayaka Madu bukan orang tolol.
Dia hanya menyebarkan warta-beritanya. Kitab kepandaiannya yang sejati, tentu
saja disimpannya entah di mana. Adik tahu sendiri, demi memperebutkan sebuah
kitab sakti, Nayaka Madu membunuh gurunya sendiri dan bersedia menyirnakan
saudara-seperguruannya, bila perlu. Masakan dengan mudah saja ia menyerahkan
seluruh kitab kepandaiannya demi memperoleh teman seperjuangan ?"
"Ya, memang mustahil." Diah Mustika Perwita setengah menggerendeng.
"Itulah sebabnya, aku sengaja menceritakan leluhur Nayaka Madu, agar adik
menyadari betapa besar pengaruh ilmu kepandaian keluarganya. Untuk mengangkat
diri menjadi raja kecil-kecilan, ilmu kepandaian warisan leluhur Nayaka Madu,
cukup mampu. Tetapi jangan coba-coba memusuhi raja yang didudukkan di atas tahta
oleh kehendak rakyat. Walaupun demikian, ilmu kepandaiannya nyatanya cukup
merepotkan orang-orang pandai termasuk Mapatih Gajah Mada. "
Meskipun Ulupi berbicara kepada Diah Mustika Perwita, tetapi hadirin tahu
tujuannya dialamatkan kepada mereka. Lebih-lebih kepada Pangeran Jayakusuma dan
Diah Lukita Wardhani. Tak terasa, dalam hati mereka berdua mengangguk
membenarkan ucapannya. "Kelihatannya Nayaka Madu yakin akan berhasil" Diah Mustika Perwita mengemukakan
pendapatnya. "Tentu! Adik harus ingat, bahwa Nayaka Madu masih mempunyai seorang adik-
seperguruan yang kini masih dalam keadaan segar-bugar. Dialah Wijayarajasa,
alias Ratu Wengker".
Begitu Ulupi menyebutkan nama Wijayarajasa, Pangeran Jayakusuma berjingkat
seperti terpatuk ular berbisa. Ia seperti diingatkan dan disadarkan kembali.
Akan tetapi diapun sudah Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merencanakan penangkapannya melalui Panglima Wirawardhana suami Carangsari. Maka
dengan menegakkan kepalanya ia menyambung :
"Wirawardhana sudah mempunyai alasan dengan
tertangkapnya Nayaka Madu dan Durgampi."
"Ya, aku percaya" sahut Ulupi pendek. Lalu melanjutkan: "Dan di antara kita
masih terdapat orang-orang seperti Ratu Wengker yang mempunyai cita-citanya
sendiri. Mungkin sekali Ratu Wengker tidak berani bermusuhan terang-terangdn
melawan raja. Akan tetapi sedikit banyak, pangeran pernah merasakan tangannya
yang kejam. Sebagai adik sepeguruan Nayaka Madu, pastilah dia mengetahui belaka
penderitaan pangeran. Mengapa tidak mengulurkan tangan" Pendek kata demi
memperoleh ilmu sakti, seseorang berani menutup mata dan ringan tangan. Inilah
yang kumaksudkan, apakah bisa pangeran membakar peti mati itu. Memang peti mati
itu bisa dibakar oleh siapapun juga. Tetapi peti mati sebagai lambang
keperkasaan orang akan tetap menjadi masalah. Pangeran akan tetap dituntut dan
diuber orang. Apalagi pangeran kini benar-benar sudah mengantongi ilmu sakti
tertinggi di dunia".
Sederhana saja kata-kata Ulupi. Akan tetapi entah apa sebabnya, Pangeran
Jayakusuma bergeridik. Terasa dalam hati, Nayaka Madu memang seorang tokoh yang
hebat. Ia boleh mati, akan tetapi meninggalkan racun berbahaya yang tidak mudah
terkikis dan terhapuskan. Dan menghadapi musuh yang tidak tampak, jauh lebih
berbahaya daripada Nayaka Madu sendiri.
Akan tetapi Pangeran Jayakusuma adalah seorang pemuda yang sering menentang
maut. Ia tidak gentar menghadapi semua ancaman macam apapun. Apa lagi, kini ilmu
kepandaiannya sudah tidak dapat diukur lagi betapa tingginya. Yang dipikirkan
adalah akibat-akibatnya yang berada di luar perhitungan.
Tentunya akan banyak korban yang terjadi akibat nafsu perebutan itu. Sebentar
tadi si berewok sudah mengambil tiga Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jiwa yang tidak berdosa. Dikemudian hari tentu lebih banyak, manakala tidak
segera dicegah. "Terima kasih atas peringatanmu, Ulupi." ia berkata dengan sungguh-sungguh.
"Akupun mengerti maksud baikmu apa sebab engkau membawa kami bertiga singgah ke
mari. Sekiranya tidak, aku bakal ikut-ikutan memperebutkan peti mati yang kosong
itu." Ulupi tidak sempat menjawab, karena Pangeran Jayakusuma tiba-tiba tertawa
panjang. Sebagai seorang gadis yang cerdas luar biasa, ia dapat menebak maksud
pemuda itu. Ucapannya yang belakangan tadi sebenarnya dialamatkan kepada Diah
Lukita Wardhani yang bersikap galak. Karena itu, ia dapat menahan diri. Malah
pada detik beri kutnya ikut tertawa senang.
"Sekarang perkara paman Dandung Gumilar." Pangeran Jayakusuma mengalihkan
pembicaraan. "Pendek kata malam ini aku harus sudah dapat membayar hutangku."
"Membayar hutang?" Dandung Gumilar terbelalak. "Dalam hal ini tiada hutang
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pihutang." Pangeran Jayakusuma kemudian meminta sebuah kamar yang tidak terganggu. Dan
dengan gegap gempita Dandung Gumilar memerintahkan punggawa-punggawanya untuk
menyiapkan sebuah kamar khusus. Karena kedudukan Dandung Gumilar sama dengan
Ulupi, maka perintahnya dilaksanakan dengan cepat.
Menjelang larut malam, Dandung Gumilar sudah berada dalam kamarnya bersama
Pangeran Jayakusuma. Diah Lukita Wardhani dan Diah Mustika Perwita masing-masing mendapat kamar tidur
yang nyaman. Kamar mereka berjajar. Bahkan Ulupipun berada di kamar sebelah.
Kamar itu terletak di antara serambi depan dan ruang tengah. Berdiri agak
menyendiri, di tengah petamanan bunga. Tidak berpagar sehingga penglihatan dapat
menjangkau sejauh yang diinginkan.
Orang bisa saja keluar masuk dengan leluasa melalui taman bunga. Akan tetapi
malam itu dijaga sangat ketat. Setiap kali Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penjaga-penjaga beronda tiada berkeputusan. Hal itu disebabkan oleh pengalaman
peristiwa yang tidak enak dengan datangnya si raksasa Sapu Regol yang membunuh
tiga orang rekannya. Di dalam kamar Diah Lukita Wardhani bergulak-gulik dengan hati tidak tenteram.
Ia sedang menyiasati diri sendiri apa sebab hatinya tidak tenteram. Yang jelas,
meskipun sudah kurang, namun kecurigaannya terhadap Ulupi masih belum hilang.
Tetap saja ia menuduh, bahwa Ulupi masih menyembunyikan hal-hal yang agak perlu
dirahasiakan. Mereka tadi termasuk Ulupi sempat mendengar laporan penjaga, bahwa
Narasinga akan datang ke kediaman setelah merobohkan pohon tempat peti mati
digantungkan. Mengapa Ulupi tidak begitu menaruh perhatian"
Dari keterangan Pangeran Jayakusuma ia tahu, Ulupi memang orang Singgela seperti
Narasinga. Apakah sesungguhnya mereka berdua sedang membuat suatu rencana
tertentu terhadap kehadiran Pangeran Jayakusuma, dirinya dan Diah Mustika
Perwita" Lebih aneh lagi, Pangeran Jayakusuma kini berada dalam sebuah kamar
untuk menolong memulihkan tenaga sakti Dandung Gumilar. Berarti dia bakal
kehilangan sebagian besar himpunan tenaga saktinya. Bagaimana kalau tiba-tiba
Narasinga tiba" Atau memang begitulah yang dikehendaki Ulupi" Ia pernah
bertarung melawan Narasinga. Terus terang diakui, kepandaian Narasinga masih
berada di atas-nya, walaupun ia tidak perlu takut. Tetapi paling tidak,
datangnya Narasinga akan bisa menerbitkan suatu mala petaka baru.
Diah Mustika Perwitapun sedang sibuk membaca sikap Ulupi.
Hanya saja bukan perkara ancaman Narasinga. Yang dipikirkan justru Sapu Regol.
Raksasa itu masih dapat bergerak dengan gesit tatkala mendaki tebing curam.
Berarti tenaganya tidak kurang. Diapun sudah jelas sebagai suruhan orang pandai.
Bukan mustahil, dia bisa datang kembali. Bahkan kali ini bersama-sama dengan
yang menyuruhnya. Mengapa Ulupi tidak membicarakan ancaman bahaya itu" Apakah
dia sudah memiliki cara yang jitu untuk menghadapinya"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena tidak pandai memecahkan teka-teki itu, ia gulak-gulik dan tidak dapat
menidurkan diri. Tetapi tiba-tiba ia merasa berada di sebuah gunung yang indah.
Ia melihat sebuah pohon yang rimbun. Cahaya matahari yang terik tidak kuasa
menembus mahkota daunnya, sehingga berkesan teduh. Segera ia menghampiri.
Sekonyong-konyong ia melihat sepasang laki-laki dan perempuan. Ah, ternyata Sapu
Regol dan Ulupi. Mereka berdua sedang berbicara kasak-kusuk. Melihat Sapu Regol,
hati Diah Mustika Perwita memukul. Gugup ia berseru :
"Ayunda Ulupi, awas ! "
Sapu Regol terperanjat. Sebat luar biasa raksasa itu melompat tinggi di udara
sambil mengayunkan senjata arcanya. Bruss! Dan mahkota daun berguguran. Pada
saat itu pula Sapu Regol lenyap dari penglihatan. Itulah suatu kecepatan yang
luar biasa sehingga luput dari pengamatan. Menyaksikan peristiwa itu Ulupi tidak
senang. Menegor : "Mengapa engkau mengganggu ?"
Setelah menegor demikian, Ulupi mencabut pedangnya dan terus menikam. Diah
Mustika Perwita terbelalak. Ia heran bukan main. Berseru :
"Ayunda Ulupi! Ini aku, lihatlah yang jelas! Ini aku !" Tetapi Ulupi tidak
menghiraukan seruannya. Ia seperti tuli. Dengan suatu kecepatan yang sukar
dilukiskan pedangnya terus memburu. Diah Mustika Perwita terpaksa mundur
jumpalitan. Itulah salah satu ajaran ayah Ulupi, manakala dirinya menghadapi keadaan
darurat. Memang ia tidak sampai kena tertikam atau dilukai pedang Ulupi, akan
tetapi kedua kakinya menginjak sesuatu yang lembek. Byur ! Ternyata ia jatuh
tercebur dalam sebuah sungai.
"Ayunda.....aku.....aku....."
Diah Mustika Perwita tergegap-gegap. Ia mementang kedua matanya. Ternyata ia
sudah berada di atas lantai. Kiranya ia Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terjatuh dari pembaringannya. Ia heran, malu dan marah kepada dirinya sendiri.
Seperti anak kecil, ia menyesali diri sendiri. Tepat pada saat itu, ia mendengar
suara di luar kamar. Seketika itu juga, tersadarlah ia. Cepat ia menyambar
pedangnya. "Seperti ada orang. Siapa?" ia berbisik kepada dirinya sediri.
Sebat ia membuka daun pintu dan melongok ke luar. Ia mendengar suara langkah.
Apakah Sapu Regol kembali lagi"
Setelah diamati, adalah suara langkah lebih daripada seorang.
Jangan-jangan Sapu Regol membawa orang-orangnya. Langkah-langkah itu terdengar
ringan dan cekatan. Pastilah langkah kaki orang-orang pandai. Memperoleh
kesimpulan demikian, ia lari menyusul dengan membawa pedangnya.
Sampai di gunung yang berdiri tegak di depan perkampungan, Diah Mustika Perwita
melihat bayangan Ulupi. Hai kenapa Ulupi"
Ia teringat mimpinya. Apakah Ulupi sebenarnya bekerja-sama dengan orang-orang
yang datang itu" Jangan-jangan di antara mereka terdapat Sapu Regol. Dengan
mengerahkan tenaga saktinya, Diah Mustika Perwita melesat ke depan. Dalam
sekejap mata saja, ia melihat beberapa bayangan saling memburu.
Benar-benar mereka mahir ilmu Sepi Angin. Itulah salah satu macam ilmu sakti
yang kabarnya bisa mengangkat jasmani seringan kapok. Ia heran. Sesungguhnya
siapa mereka" Kalau mereka bermaksud baik, apa sebab tidak datang dengan terang-
terangan" Kalau berniat jahat, mengapa kabur seperti maling, padahal Ulupi
berada di belakangnya" Mengandal kepada kepandaiannya, setidak-tidaknya akan
bisa membuat Ulupi repot.
Tepat pada saat itu, ia mendengar Ulupi membentak :
"Siapa kamu ?" Mereka yang dikejar menghentikan langkahnya. Seorang yang berperawakan jangkung
menjawab : "Kami adalah sahabat-sahabat leluhurmu. Nona Ulupi, masakan sudah lupa" Aku
Rajegwesi, teman Pradapa. Waktu Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih belasan tahun, bukankah kita sudah sering bertemu" Hayo
!!........coba diingat-ingat. Dan mereka inipun adalah sahabat-sahabat Pradapa".
Diah Mustika Perwita yang mengikuti Ulupi merandek. Ia bersembunyi di balik batu
setelah melihat mereka berhenti berbicara. Begitu mendengar kata-kata orang yang
bernama Rajegwesi, perhatiannya bangkit. Siapakah yang disebut-sebut dengan nama
Pradapa" Tentu saja, Diah Mustika Perwita tidak kenal siapa yang disebut
Pradapa. Pradapa adalah kakak-angkat Ulupi. Semenjak lima tahunan, dia bergaul
erat dengan Pradapa. Dan Rajegwesi termasuk salah seorang teman bermain Pradapa, waktu Pradapa
berumur belasan tahun. "Kau mengaku sahabat Pradapa. Mengapa main sembunyi-sembunyian" Bukankah engkau
dapat datang dengan terang-terangan?" tegor Ulupi dengan suara tidak senang.
"Soalnya, kulihat banyak orang berada di kediamanmu. Agar jangan mengejutkan
mereka, kau kubawa kemari." Rajegwesi memberi keterangan. Tiba-tiba menuding ke
arah batu tempat persembunyian Diah Mustika Perwita. Menegas : "Siapa dia ?"
Ulupi menoleh. Pada detik itu pula Diah Mustika Perwita muncul dari balik batu.
Ia merasa tidak perlu lagi untuk terus bersembunyi. Di dalam hati ia mengakui
keunggulan penciuman Rajegwesi
"Dia adikku." jawab Ulupi. "Jika hendak mengatakan sesuatu kepadaku, katakanlah
dengan bebas. Dia seumpama tubuhku sendiri."
Lega hati Diah Mustika Perwita mendengar ucapan Ulupi.
Kalau begitu, Ulupi sudah menganggap dirinya bukan orang asing lagi. Pikirnya di
dalam hati: "Melihat sikapnya, orang itu pernah dikenal ayunda Ulupi pada masa
kanak-kanak ...." Meskipun sudah dianggap orang sendiri, Diah Mustika Perwita
tetap berada di tempatnya. Sama sekali ia tidak berusaha untuk menghampiri
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
demi menjaga kehormatan Ulupi. Bahkan pada waktu itu timbul niatnya hendak
mengundurkan diri. Sekonyong-konyong ia mendengar Ulupi membentak dengan suara
lantang : "Kau tadi mengaku menjadi sahabat kakang Pradapa. Apakah kau pernah datang ke
kediamannya" Di mana dia sekarang ?"
Meskipun lantang, akan tetapi nada suaranya mengesankan seseorang yang tertarik
hatinya begitu mendengar Rajegwesi menyebut-nyebut nama Pradapa. Ulupi seakan-
akan seperti seseorang yang tengah berdahaga dan tiba-tiba mendengar orang
menawarkan segelas air tawar yang nikmat. Oleh kesan itu, Diah Mustika Perwita
terbangun lagi perhatiannya.
"Pradapa berada di suatu tempat di wilayah Jawa Barat."
sahut seorang laki-laki kurus kering yang berdiri di belakang rajegwesi.
"Siapa kau ?" "Aku Branjangkawat, teman seperjalanan Pradapa. Nona diharapkan datang
menjenguknya". Ulupi mengamati Branjangkawat beberapa detik lamanya. Lalu berkata :
"Pradapa tahu, aku tidak berada di tempatku. Inilah aneh, kenapa kalian bisa
mencari aku kemari."
"Kalbu bukan atas petunjuknya, bagaimana mungkin" sahut Branjangkawat
Karena jawaban Branjangkawat masuk akal, Ulupi berkata :
"Apakah dia sakit" Atau............dia terluka ?"
"Aku tidak mengabarkan apakah dia sakit atau terluka. Tetapi untuk datang
kemari, jaraknya begini jauh. Mungkin lebih dari tujuh ratus kilometer. Nanti
setelah nona datang ke tempatnya, baru nona ketahui di mana dia berada."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ulupi tertawa pelahan. Sahutnya :
"Kalau aku berangkat ke sana, jaraknyapun bukankah tidak kurang" Akupun harus
menempuh jarak lebih dari tujuh ratus kilometer. Lagipula sebelum berangkat, aku
harus berkemas-kemas dulu."
Tentu saja apa yang dibicarakan antara Ulupi dan
Branjangkawat, sama sekali asing bagi Diah Mustika Perwita. Ia hanya pandai
menduga-duga saja. Akan tetapi siapakah sebenarnya Pradapa, tidak jelas. Memang
nama Pradapa hanya diketahui oleh Ulupi, Branjangkawat dan Rajegwesi. Pada masa
mudanya, Pradapa salah seorang siswa Lawa Ijo yang bersemangat. Ingin ia
menghimpun semua ilmu kepandaian menjadi satu pengucapan. Karena ilmu kepandaian
di Jawa Tengah, pada jaman dulunya berasal dari Tarumanagara, maka ia memutuskan
hendak mendekati sumbernya. Berangkatlah ia meninggalkan kampung halamannya
untuk merantau mencari ilmu. Dengan Ulupi dia bergaul sangat erat semacam pacar.
Dan seperti lazimnya pengaulan masa remaja kerapkali mempunyai kesannya sendiri.
Meskipun tidak terucapkan, di dalam hati mereka masing-masing seolah-olah sudah
memutuskan untuk kelak hidup sebagai suami-isteri. Akan tetapi usia Pradapa
sudah jauh lebih dewasa daripada Ulupi. Ia sadar apa arti ilmu-pengetahuan itu.
Umu pengetahuan baginya akan menentukan hari kemudian. Maka dengan lapang hati
pula, ia meninggalkan Ulupi. Sebaliknya Ulupi yang masih berbau kanak-kanak,
sempat menangis sedih melepaskan kepe:gian Pradapa. Tentunya, itulah kesan
kanak-kanak. Setelah usia menanjak dewasa perhatiannya sudah beralih. Kecuali
menekuni Ilmu Kepandaian, memikul tugas berat yang mempertaruhkan jiwa raganya.
Tiada lagi masalah Pradapa sempat mengusik perhatian. Meskipun demikian bukan
berarti melupakan atau menghapuskan kehadiran pemuda itu dari lubuk hatinya.
Maka tidak mengherankan, kesan masa kanak-kanaknya terbangun kembali begitu
mendengar seseorang menyebut-nyebut nama Pradapa.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau begitu sukar dipertemukan." ujar Branjangkawat dengan nada masygul. Ia
berdiam sejenak. Lalu berkata dengan bersemangat: "Pradapa titip pula satu
pertanyaan untuk nona. Apakah nona sudah melupakan janji lama ?"
"Memangnya kenapa ?"
"Pada dewasa ini dunia dalam keadaan kacau-balau. Mengapa nona ikut-ikutan
merantau ke Jawa Timur " Bukankah lebih baik nona berkumpul kembali dengan
Pradapa seperti dulu" Kalau perlu hidup menyendiri demi mengabdi Ilmu
Kepandaian. Memang Pradapa tahu, nona sebenarnya sedang berjuang keras untuk menghimpun ilmu
Kepandaian Nayaka Madu yang
sebenarnya sumbernya berasal dari Tarumanagara. Apakah sudah berhasil " Pradapa
yaqg sudah sekian tahun hidup di Jawa Barat ingin mencocokkannya."
Ulupi menatap Branjangkawat dengan pandang menyala.
Kedua alisnya tiba-tiba berdiri. Menegas :
"Apakah itu ucapan kata-kata Pradapa ?"
Branjangkawat tidak segera menjawab. Ia berpaling kepada Rajegwesi. Dan
berkatalah Rajegwesi : "Aku membawa sepucuk suratnya. Silahkan nona baca sendiri."
"Kau bacalah! Aku tidak membawa penerangan" ujar Ulupi.
Sebenarnya waktu hampir terang tanah. Bagi orang-orang pandai yang memiliki mata
tajam, bukan halangan untuk membaca huruf-huruf yang tertulis pada sepucuk
surat. Sebaliknya baik Rajegwesi maupun Branjangkawat cukup cerdik.
Pada jaman dulu membaca surat orang lain termasuk melanggar kesopanan. Apalagi
surat dari kekasih atau suaminya. Selain itu, mereka takut terjebak. Bukankah
maksud kedatangannya yang dilakukan dengan diam-diam justru agar tidak diketahui
orang Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lain" Menyalakan penerangan berarti mengundang perhatian.
Maka dengan membungkuk Rajegwesi menjawab :
"Terang tanah ini akan menolong nona untuk bisa membaca sendiri".
Kali ini Ulupi tidak dapat menolak kehendaknya. Ia menerima surat itu dan
dibacanya. Diah Mustika Perwita
memperhatikannya. Ia heran, tangan Ulupi seperti bergemetaran kayak seseorang
yang menerima surat lamaran kekasih hatinya.
Menyaksikan hal itu, Diah Mustika Perwita berkata di dalam hati :
"Ayunda Ulupi kecuali seorang puteri yang pandai luar biasa, gagah pula. Tetapi
menerima surat kekasihnya, bergemetaran juga........"
Pelahan-lahan dan hati-hati Ulupi membuka sampul surat. Lalu dibacanya. Sejenak
kemudian berkomat-kamit. Tiba-tiba jadi jelas. Terdengar ia mengulang bunyi
namanya sekian kali: "Ulupi.....terimalah suratku ini seperti aku bertemu dan bertatap muka sendiri
denganmu. Ulupi.........terimalah suratku ini seperti aku bertemu dan bertatap
muka sendiri denganmu. Ulupi.....terimalah suratku ini......"
Mendengar bunyi ucapan Ulupi, hampir saja Diah Mustika Perwita tertawa geli.
Tiba-tiba ia melihat perubahan wajah Ulupi.
Ulupi tidak lagi mengulang bunyi kalimat pembukaan surat yang diterimanya. Kini
ia tertawa seraya berkata :
"Benar.... ah benar! Pradapa benar-benar tidak dapat datang kemari sehingga
mengutus beberapa tuan-tuan yang
berkepandaian tinggi untuk mewakili dirinya menemui diriku.
Benar-benar dia menghendaki aku agar menyerahkan rumus-rumus Ilmu Kepandaian
Nayaka Madu. Yang mengherankan, tuan-tuan sekalian tiada yang menolak. Sungguh
suatu persahabatan sejati."
"Ah, sebenarnya ilmu kepandaian kami biasa-biasa saja."
Rajegwesi merendahkan diri untuk menyembunyikan rasa Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
senangnya. "Soalnya, kami sudah terlanjur mengikat janji. Dalam suatu
pertempuran, kami kena dikalahkan. Karena itu kami harus melaksanakan apa
perintahnya"
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ulupi memanggut-manggut. Katanya :
"Kalau begitu, tuan-tuan termasuk golongan satria sejati.
Tentang ilmu kepandaian Nayaka Madu memang berasal dari Barat. Pradapa pasti
akan memperoleh kemajuan untuk mencapai cita-citanya yang tinggi. Baiklah, aku
serahkan kitab rumus-rumus itu. Silahkan terima sendiri !"
Rajegwesi tercengang. Beberapa saat lamanya ia mengamati wajah Ulupi. Lalu
menegas : "Apakah kitab itu selalu nona bawa-bawa kemana nona pergi?"
"Ya. Demi menghindari tangan-tangan jahil." jawab Ulupi seraya merogoh sakunya.
Rajegwesi maju dua langkah. Sekonyong-konyong Ulupi tertawa geli. Berbareng
dengan itu, tangannya bergerak mencabut pedangnya dan langsung menusuk. Sudah
begitu, tangan kirinya melepaskan beberapa peluru.
Keruan saja Rajegwesi kaget setengah mati. Sama sekali ia tidak menduga, bahwa
Ulupi bisa berubah ganas. Sebat luar biasa ia membuang diri. Walaupun demikian,
masih saja ia tertikam pundaknya. Ia mengaduh kesakitan sambil berteriak :
"Kami bermaksud baik. Mengapa nona menurunkan tangan jahat ?"
Ulupi melompat maju menikamkan pedangnya. Menyahut :
"Ya, terpaksa berbuat begini, karena hatimu sangat baik. Hm, kau kira aku masih
kanak-kanak berumur delapan tahun yang belum mengerti kelicikan orang"
Sebenarnya kau siapa" Hayo, dimana kini Pradapa berada ?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
- Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rajegwesi tidak sempat menjawab, karena ia harus mengelak beberapa kali. Dalam
kerepotannya, mulutnya meledak :
"Kau lihatlah dulu yang jelas! Bukankah itu tulisan tangannya sendiri ?"
"Hm, kau masih saja berdusta. Apakah kau ingin aku membutakan matamu ?" bentak
Uhipi. Kali ini Ulupi menyerang Rajegwesi dengan pelurunya.
Celakalah Rajegwesi, karena ia dihujani empat peluru sekaligus.
Sedang ia berputus asa, tiba-tiba terdengar suara benturan dan keempat peluru
itu terhajar hancur. Itulah jasa Branjangkawat yang berkenan mengulurkan
tangannya. Kesempatan itu dipergunakan Rajegwesi untuk menarik senjatanya.
Ternyata dia bersenjata semacam martil yang diberi rantai penghubung. Dan dengan
senjatanya yang istimewa itu ia mencoba membentur pedang Ulupi meng adu tenaga
keras. "Sebenarnya kami datang kemari demi sahabat Pradapa.
Ternyata kau perempuan siluman. Apakah kau kira aku takut"
Hai kawan-kawan! Mari kita bereskan siluman ini!" teriak Rajegwesi setengah
kesakitan. Teman Rajegwesi tiga orang selain Branjangkawat. Perawakan tubuh ketiga-tiganya
mirip Sapu Regol. Besar tinggi mirip raksasa. Mereka bersenjata berat. Martil,
penggada dan bola rantai bergigi Begitu maju berbareng, angin bergulungan
menggempur kedudukan Ulupi. Branjangkawat tidak tinggal diam. Dengan goloknya ia
ikut menerjang. Begitu pula Rajegwesi.
Meskipun pundaknya terluka, namun karena hatinya
mendongkol, ia melompat maju menghantam martilnya. Yang diarghnya adalah tempat-
tempat kosong sewaktu Ulupi harus menangkis serangan teman-temannya.
Diah Mustika Perwita maju mendekati, kemudian berdiri bersandar pada sebuah
batu. Dengan tenang ia mengikuti pertempuran itu. Petanghari tadi ia diuji
Ulupi. Dalam ujian itu, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ulupi tidak bertempur dengan sungguh-sungguh. Sekarang, Ulupi dikerubut lima
orang. Tentunya dia akan bertempur dengan sungguh-sungguh. Justru demikian,
ingin ia menyaksikan. Akan tetapi, di luar dugaan Ulupi melayani mereka seperti
sedang bermain-main. Kadang-kadang terdengar ia tertawa geli. Kadang-kadang pula
menyerang dengan cepat dan ganas. Sama sekali ia tidak gentar dikerubut lima
orang musuh yang tangguh dan berkepandaian tinggi.
Ketiga pembantu Rajegwesi mengandal benar kepada
senjatanya masing-masing. Tujuan mereka ingin melibat dan membentur pedang Ulupi
dengan mengadu tenaga. Akan tetapi gerakan pedang Ulupi luar biasa cepatnya.
Jangan lagi bisa kena dibentur, bahkan kerapkali pedang Ulupi tiba-tiba
berkelebat di depan mukanya. Lalu dengan suatu kecepatan yang sukar dilukiskan
meratas ujung baju ketiga-tiganya. Seumpama Ulupi mau maju dua senti saja,
mereka bertiga sudah terluka.
"Jangan mengadu jiwa dan mengadu senjata melulu!"
Rajegwesi memperingatkan. Kurung saja ! Tunggu sampai dia kehabisan
nafas.........." Mendengar peringatan Rajegwesi, ketiga-tiganya mulai mengendorkan serangannya.
Sedikit demi sedikit mereka mundur sehingga ruang geraknya menjadi longgar. Dan
sebagai gantinya, Rajegwesi yang maju merangsak. Martilnya yang berantai panjang
dapat disabetkan tak ubah cambuk. Ia dapat maju mundur dari sela-sela ketiga
temannya. Dengan begitu ia dapat menyerang Ulupi sambil berlindung. Pertempuran
macam demikian, akan memakan waktu lama.
Sekarang justru Diah Mustika Perwita yang tidak sabaran. Ia ikut mendongkol
menyaksikan cara bertempur Rajegwesi yang licik. Berseru :
"Ayunda! Kau ingin membuat dia buta ?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya." sahut Ulupi dengan tenang. Akan tetapi suaranya tidak begitu bersemangat.
"Betul?" Diah Mustika Perwita sebaliknya bernafsu.
"Betul." "Bagus!" Diah Mustika Perwita bergembira. "Kalau begitu, tak usah ayunda turun
tangan. Biarlah aku yang melakukan".
Mendengar sederet kalimat percakapan mereka, Rajegwesi berjaga-jaga. Akan tetapi
melihat kesan peribadi Diah Mustika Perwita yang lemah lembut ia mengira gadis
itu tidak memiliki kepandaian yang berarti. Besar mulut benar siluman muda ini,
pikirnya. Lantas saja ia tertawa terbahak-bahak sambil berseru:
"Kau bisa apa" Boleh coba !"
"Betul?" Diah Mustika Perwita menegas dengan suara kekanak-kanakan.
"Asal tahu saja." damprat Rajegwesi dengan suara mendongkol. "Kau harus tahu,
bahwa kami semua sekawan ahli-ahli senjata bidik. Kau tidak percaya " Mari kita
berlomba siapa yang buta terlebih dulu."
Rajegwesi memang seorang ahli pelepas panah beracun. Ia menggempur Ulupi sambil
melindungi mukanya dengan lengan bajunya. Tiba-tiba terdengar suara ser, ser.
Dua batang anak panah beracun berukuran pendek, melesat bagaikan kejapan kilat.
Itulah senjata rahasianya yang sangat dibanggakan.
Sekarang ingin ia menggertak dan membuktikan ucapannya dengan sekali jadi. Ia
yakin gadis itu akan terluka oleh anak panahnya. Akan tetapi ia lupa, bahwa Diah
Mustika Perwita adalah murid dari beberapa guru yang berkepandaian tinggi. Ia
mengelak sambil membalas menyerang dengan pelurunya.
Rajegwesi terkejut. Ia seperti berada dalam mimpinya yang buruk. Benarkah
seorang gadis semuda itu dapat mengelakkan sambaran anak panahnya berbareng
membalas menyerang" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi tidak sempat ia berpikir lama-lama. Dengan cepat ia menangkis
sambaran peluru Diah Mustika Perwita dengan gagang senjata martilnya. Tring ! Di
luar dugaan peluru Diah Mustika Perwita memiliki sifat yang istimewa. Begitu
tergempur balik, justru berputar menyambar dari samping. Inilah suatu kejadian
di luar perhitungan. Rajegwesi kaget bukan main.
Hendak ia melompat mundur sambil menangkis. Justru pada detik itu, Ulupi
melompat menerjang setelah menangkis serangan Branjangkawat bertiga.
"Hooeee___... "tak terasa Rajegwesi mengeluh.
Rajegwesi merasa tergiring pada sasaran bidikan tertentu.
Sedapat mungkin ia harus mengelakkan peluru Diah Mustika Perwita yang sedang
mengancamnya. Teringat akan ancaman Diah Mustika Perwita, bahwa dirinya akan
dibuat buta, maka dengan mati-matian ia menutup mukanya. Namun Ulupi tidak
membiarkan dia bisa main clup-ba. Pedangnya ditusukkan, sehingga lengan
Rajegwesi yang melindungi kedua matanya terpaksa turun untuk menangkis. Dan pada
detik itu, mata kirinya terasa sakit luar biasa.
Sambil memekik sekuat tenaga, ia menimpukkan senjata martilnya dengan kedua
tangannya kepada Ulupi. Tenaga yang dipergunakan hebat tak terkatakan. Terpaksa
Ulupi melompat ke samping. Kesempatan itu dipergunakan Rajegwesi melarikan diri
dengan mengguling-gulingkan badannya. Ulupi memang tak dapat mengganggu akalnya.
Akan tetapi Diah Mustika Perwita masih bebas. Dengan setengah tertawa, Diah
Mustika Perwita berseru kepada Rajegwesi:
"Nih........kukembalikan panahmu !"
Kegesitan Diah Mustika Perwita memang tak usah kalah dibandingkan dengan Ulupi.
Sambil mengelakkan sambaran anak panah Rajegwesi sebentar tadi, tangannya yang
cekatan masih dapat menyambar sebatang anak panah yang di-simpannya baik-baik.
Maksudnya akan dipergunakan pada saatnya yang tepat.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan inilah kesempatan yang ditunggu-tunggu. Rajegwesi yang merasa bebas dari
serangan balik Ulupi, terkejut setengah mati.
Sama sekali tidak mengira, bahwa Diah Mustika Perwita berbuat secerdik itu.
Syukur, anak panah bukan merupakan senjata bidik yang dikuasai Diah Mustika
Perwita. Karena Rajegwesi melarikan diri dengan berguling-guling, anak-panah
yang menyambarnya tidak mengenai sasarannya.
Menyaksikan Rajegwesi melarikan diri, ketiga pengikutnya tidak sudi memikul
risikonya. Terus saja mereka melemparkan senjatanya masing-masing meniru
perbuatan Rajegwesi. Lalu seperti diuber siluman, mereka melarikan diri.
Sekarang tinggal Branjangkawat seorang diri. Diapun ingin melarikan diri juga.
Tetapi arah larinya, dihadang Diah Mustika Perwita yang bersenjata pedang.
Branjangkawat tidak takut.
Betapapun juga, ia seorang yang berkepandaian tinggi. Usianya dua kali lipat
daripada Diah Mustika Perwita. pengalamannya jauh lebih banyak. Karena itu,
mengandal kepada pengalamannya dan kepandaiannya, ia memandang rendah terhadap
Diah Mustika Perwita. Terus saja ia menyerang Diah Mustika Perwita dengan
senjata goloknya. Cara menyerangnya cepat luar biasa dan saling menyusul. Hebat
tenaga saktinya sampai membawa desir angin bergulungan. Dia mengharapkan agar
Diah Mustika Perwita membuka jalan. Kalau tidak, gadis itu bakal terluka.
Akan tetapi Diah Mustika Perwita sama sekali tidak gentar.
Dengan pedangnya ia melayani cepat melawan cepat. Setiap kali gadis itu dapat
mengelakkan berondongan golok Branjangkawat.
Sebaliknya sekali-kali ia berhasil menikam, menusuk atau menyabetkan pedangnya
dari arah samping. Menghadapi kebandelan Diah Mustika Perwita, Branjangkawat
mendongkol. Dari mendongkol lambat-laun jadi penasaran. Dari penasaran, tiba-tiba hatinya
merasa meringkas. Ternyata kepandaian gadis itu tidak boleh dianggap ringan.
Bukan mustahil, dirinya bisa Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dirobohkan dalam beberapa gebrakan lagi. Kalau Ulupi tiba-tiba ikut maju,
celakalah dia. Memikir demikian, segera ia bermaksud melarikan diri sejadi-jadinya. Syukur bisa
menyusul arah larinya teman-teannya.
Tetapi sudah kasep. Diah Mustika Perwita berani mendesaknya dengan serangan
bertubi-tubi yang aneh luar biasa. Hai! Jurus apa ini, pikirnya menebak-nebak.
Selama hidupnya belum pernah ia melihat ilmu pedang sehebat itu. Sekarang, tahu-
tahu goloknya terkutung menjadi tiga bagian.
"Adik, tahan!" seru Ulupi yang menyusul. "Biarkan dia hidup.
Ampuni jiwanya." Ulupi tidak hanya memintakan ampun saja, namun tangannya bekerja dengan cepat.
Dengan satu pukulan, ia membuat Branjangkawat tidak dapat berkutik lagi.
Bentaknya dengan suara bengis :
"Engkau bukan, yang memalsu surat Pradapa ?"
"Memalsu" Memalsu bagaimana?" Branjangkawat membela diri.
"Kau meniru tulisan Pradapa, bukan?"
"Itu bukan pekerjaanku. Tanyakan saja kepada kakang Rajegwesi!" ujar
Branjangkawat dengan sungguh-sungguh.
"Dia sudah melarikan diri. Bagaimana aku harus minta keterangan padanya?" Ulupi
tertawa geli. "Kau sajalah yang harus menjawab.
"Menjawab bagaimana?" Branjangkawat mendongkol.
"Kau jelaskan padaku, bagaimana asal mula surat palsu ini."
"Sekarang fajarhari sudah tiba. Coba periksalah yang cermat !
Palsu atau tidak ?" "Sudah jelas palsu !" hardik Ulupi.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Branjangkawat menghela nafas. Akhirnya dengan berat hati ia bekata :
"Terus terang saja, sebenarnya belum pernah aku bertatap muka dengan Pradapa.
Juga kakang Rajegwesi. Itu hanya satu kebetulan saja, tatkala kami sempat
mendengar pembicaraan seorang raksasa bernama Sapu Regol.
"Sapu Regol" tak terasa terloncat rasa tertariknya Diah Mustika Perwita.
"Dia seorang pendekar yang hebat tenaganya. Senjatanya aneh, berbentuk arca.
Pada suatu kali dia membicarakan Pradapa yang berangan-angan ingin menciptakan
suatu ilmu kepandaian yang istimewa. Caranya dengan melebur semua bentuk macam
ilmu kepandaian menjadi satu. Sebenarnya suatu angan-angan yang mustahil dapat
tercapai. Tetapi Sapu Regol khawatir, jangan-jangan engkau membantunya. Bila kau
serahkan inti ilmu kepandaian Nayaka Madu kepada Pradapa, maka di dunia ini
bakal ada seorang pendekar muda yang berilmu kepandaian tak terkalahkan. Maka
Sapu Regol berketetapan hendak merebut rumus-rumus ilmu kepandaian Nayaka Madu."
"Hm, bagaimana dia tahu keikut-sertaanku?" potong Ulupi.
"Sapu Regol dibantu seorang pemalsu surat yang cerdik.
Dialah Maling Khondang."
"Siapa dia?" Diah Mustika krwita memotong lagi.
"Dialah salah seorang murid Hajar Awu-Awu. Sebenarnya kepandaiannya sedang-
sedang saja. Tetapi dia pandai mencuri, mencopet dan memalsu sehingga namanya
terkenal. Karena itu dia disebut Maling Kondhang. Kondhang artinya terkenal.
Berkat penyelidikannya, kita semua mengenal nama Pradapa."
"Lalu siapakah itu Hajar Awu-Awu?" Diah Mustika Perwita menegas.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dialah guru Sapu Regol pula" jawab Branjangkawat. "Hajar Awu-Awu berkepandaian
sangat tinggi." "Nanti dulu! Kau tadi menerangkan, Maling Kondhang menyelidiki Pradapa. Apakah
dia benar-benar pernah bertatap muka dengan Pradapa ?"
"Tidak hanya bertatap muka saja. Sebelum Sapu Regol melaksanakan maksudnya,
gurunya sempat dipertemukan dengan Pradapa atas petunjuk Maling Kondhang. Dalam
suatu pertempuran, Hajar Awu-Awu membunuh Pradapa."
"Apa?" Ulupi terperanjat. Waktu itu alam masih belum cerah benar, meskipun
demikian, wajah Ulupi yang tiba-tiba kelihatan pucat nampak nyata. Ia berdiri
tertegun bagaikan sebuah tugu yang tidak pandai berbicara. Menyaksikan perubahan
yang mencemaskan itu, Diah Mustika Perwita maju menghampiri.
Tepat pada saat itu, terdengar suara orang berguling-guling.
Dialah Branjangkawat yang menggunakan kesempatan itu untuk melarikan diri.
"Biarlah dia lari." bisik Ulupi.
"Ayunda! Kau kenapa ?" Diah Mustika Perwita cemas.
"Tidak apa-apa." sahut Ulupi seraya mengulum senyum. Dan wajahnya sedetik tadi
memucat kembali wajar. Katanya melanjutkan; "Dalam waktu-waktu yang tidak
terlalu lama, aku kehilangan seorang saudara. Juga orang-orang yang kusayang,
seperti Pradapa dan salah seorang guruku yang pernah kuceritakan."
"Ya, ya ya........tetapi nama Pradapa itu kelihatan berkesan benar dalam hati
ayunda. Apakah Pradapa benar-benar mati?"
Diah Mustika Perwita menegas.
"Itupun belum kuketahui benar. Aku hanya terperanjat".
"Sebenarnya siapa dia ?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dialah temanku bermain masa kanak-kanak. Usianya terpaut lima atau enam tahun
denganku. Tetapi otaknya cerdas dan semangatnya tinggi. Dia ingin meniru
kesaktian Pangeran Semono. Setelah menerima bekal kepandaian dari gurunya, dia
pergi merantau. Katanya hendak menghimpun semua puncak-puncak ilmu kepandaian di
persada bumi ini. menjadi satu kesatuan hasil ciptaannya. Kalau orang lain
dapat, mengapa aku tidak" Begitulah katanya sering. Aku senang mendengarkan
cita-citanya. Aku kagum pula akan semangatnya. Karena itu, kepegiannya kudoakan
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
agar berhasil. Maka bila dia benr-benar gagal, akulah yang merasa kehilangan.
Sebab dengan diam-diam akupun ikut membantu mengumpulkan semua ilmu kepandaian.
Bila tidak demikian, mustahil aku sudi berada di tempat ini mengadu untung."
Lapat-lapat Diah Mustika Perwita seperti memperoleh penerangan tentang peribadi
Ulupi. Hanya saja kurang jelas.
Apakah ada hubungannya dengan almarhum Ki Ageng Mijil Pinilih yang berpesan
kepada Pangeran Jayakusuma agar
mempersembahkan kunci Sasanti Manu dan Pancasila" Bukan mustahil demikianlah
kiranya. Namun apa sebab Ulupi menolak sewaktu Pangeran Jayakusuma memberi
kesempatan baginya untuk menghafalkan bait-bait Sasanti Manu" Tatkala Pangeran
Jayakusuma menurun bunyi bait Sasanti Manu dan
diserahkannya, Ulupi hanya melihat sekilas saja. Lalu dianjurkan agar dibakar
hangus bersama peti mati berikut jenazahnya. Ini merupakan teka-teki lagi. Akan
tetapi sebenarnya Diah Mustika Perwita yang kurang cermat. Ulupi adalah manusia
luar biasa yang dilahirkan sejarah. Otaknya cerdas tak terkatakan lagi.
Dengan sekali melihat, saja, sebenarnya sudah terlekat dalam ingatannya.
"Ayunda segera dapat mengetahui surat itu palsu. Padahal alam masih gelap Waktu
itu." Diah Mustika Perwita mengalihkan pertanyaannya.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ulupi menghela nafas. Menjawab seraya membalikkan
badannya mengarah ke kediamannya :
"Masih ingatkah aku mengulang kata-kata pembukaan surat itu ?"
"Ya, ayunda mengulang-ulang kalimat pembukaannya. Hampir saja aku tertawa.
Apakah sebab ayunda selalu mengulang kata-kata Ulupi ... terimalah suratku ini
seperti aku bertemu dan bertatap muka sendiri denganmu........"
"Eh, kaupun cepat hafal." Ulupi tertawa.
"Karena ayunda mengulang sampai beberapa kali."
"Tetapi tahukah adik, bahwa justru kata-kata itu yang membuka ingatanku. Tidak
ragu-ragu lagi. Itulah surat palsu".
"Sebab?" Diah Mustika Perwita ternganga heran. Ulupi tidak segera menjawab. Ia
mendeham. Lalu pelahan-lahan melangkah balik mengarah ke kediamannya. Waktu itu
fajarhari sudah benar-benar tiba. Alam pegunungan mulai kelihatan nyata.
Kesannya agung, meriah dan sejuk.
"Waktu kanak-kanak namaku bukan Ulupi." kata Ulupi.
"Seperti kisahku dulu, ayah mendambakan seorang putera.
Tetapi yang lahir adalah bayi kembar perempuan. Karena itu, aku diberi nama :
Palupi Pandan Sari. Itulah namaku yang benar.
Palupi artinya seolah-olah lambang. Pandan adalah nama bahan anyaman tikar. Jadi
genapnya, aku diumpamakan lambang anyaman sari hati ayah. Apakah makna anyaman
sari" Itulah pendambaan ayah ingin mempunyai seorang anak laki-laki.
Jelas?" Diah Mustika memanggut. Mulutnya berkomat-kamit :
"Palupi Pandan Sari. Alangkah bagus dan indah nama itu".
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Setelah aku memasuki rumah perguruan, guru mengubah namaku dengan nama
panggilan Ulupi. Pradapa tidak
mengetahui sama sekali, karena dia sudah pergi merantau".
"Ah!" Diah Mustika Perwita seperti tersadar. "Dan surat itu menyebut-nyebut nama
ayunda dengan Ulupi. Pantas saja ayunda segera mengetahui kepalsuannya. Bagus,
bagus! Lalu dengan nama apa Pradapa memanggil ayunda ?"
"Selalu dia memanggilku dengan Sari."
"Heee .... alangkah jauh antara nama Sari dan Ulupi." Diah Mustika Perwita
setengah bersorak. Dengan jalan santai mereka kembali ke perkampungan.
Sekonyong-konyong terdengar suara bergebrukan. Lalu dua tiga batang pepohonan
roboh dengan suara gemuruh. Diah Mustika Perwita terperanjat. Apakah sementara
mereka terlibat suatu pertempuran, Sapu Regol datang kembali" Seketika itu juga,
hendak ia lari menghampiri. Akan tetapi Ulupi kelihatan tenang-tenang saja.
Keruan saja ia heran bukan kepalang. Bertanya minta keterangan :
"Ayunda ! Apakah............."
"Tidak usah tergesa-gesa. Itulah pukulan paman Dandung Gumilar. Artinya dia
sudah pulih seperti sediakala".
"Apakah tenaganya sebesar itu ?"
"Dibandingkan dengan Nayaka Madu dan Durgampi, paman hanya kalah seurat. Tetapi
menang dua tingkat di atas raksasa Sapu Regol." ujar Ulupi. "Andaikata tenaga
sakti paman sudah pulih semalam, Sapu Regol bukan lawannya. Maka tepatlah ucapan
kakang Jayakusuma". Hati Diah Mustika Perwita tercekat mendengar Ulupi menyebut kakang terhadap
Pangeran Jayakusuma. Namun beberapa detik kemudian sirap dengan sendirinya,
karena tertindih oleh rasa kagumnya terhadap ketajaman pendengaran Ulupi.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagaimana ayunda dapat mengenal tenaga pukulan paman Dandung Gumilar ?" ia
minta keterangan. Ulupi tersenyum. Sahutnya :
"Karena sudah terlalu mengenalnya. Kelak adik akan bisa memahami sendiri bila
sudah mempunyai banyak pengalaman dan pengamatan".
Sederhana saja jawaban Ulupi. Akan tetapi untuk mengenal macam pukulan hanya
melalui pendengaran, bukan mudah.
Tatkala Diah Mustika Perwita hendak minta penjelasan lebih lanjut, Ulupi memberi
isyarat tangan agar memasuki halaman rumahnya dengan diam-diam. Dengan cekatan
mereka saling menolong mengepriki pakaian yang dikenakan. Namun debu tanah yang
melekat terlalu susah untuk dibersihkan. Maka diputuskan untuk ganti pakaian.
Agar tidak menimbulkan rasa curiga, mereka mandi dulu sebagai layaknya yang
dilakukan seorang gadis bangun di pagi hari. Kemudian dengan berbareng mereka ke
luar kamar untuk ikut menghadiri latihan pukulan Dandung Gumilar. Di luar
dugaan, Diah Lukita Wardhani menyambut kedatangan mereka dengan wajah cerah. Ia
nampak begitu bergembira dan berbahagia. Mengapa" Dan yang lebih mengherankan
lagi, puteri itu masih mengenakan pakaian malam.
-o0~DewiKZ~0o- LEWAT KE BARAT DWI LUKITA WARDHANI memang nampak gembira.
Wajahnya yang memang sudah cantik, makin menjadi cantik dan agung. Dengan suara
ringan dan lancar ia berkata kepada Diah Mustika Perwita :
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Perwita, sebentar lagi kita bakal berpisah. Demi mendalami ilmu kepandaianmu,
engkau harus ikut Ulupi ke Barat. Aku berharap di kemudian hari engkau menjadi
seorang pendekar besar sehingga namamu akan dibadikan oleh angkatan mendatang. "
Diah Mustika Perwita heran bukan main. Untuk pertama kali itu, ia mendengar Diah
Lukita Wardhani berbicara panjang dan menaruh perhatian kepada orang lain.
Suaranya lancar dan sedap didengar. Apakah karena kesehatannya sudah pulih"
Khawatir akan mengubah jalan pikirannya, segera ia menjawab :
"Ah, ayunda pandai bercanda. Bagaimana mungkin ayunda Ulupi berkenan membawa
diriku ke barat ?" "Mengapa tidak" Ulupi, apakah ucapanku salah ?" Diah Lukita Wardhani berpaling
kepada Ulupi. Kalau Diah Mustika Perwita merasa heran menyaksikan kesan Diah Lukita Wardhani
pada pagihari itu, apalagi Ulupi yang dilahirkan sebagai seorang gadis yang
cerdas luar biasa. Dengan sekali lihat, ia seperti sudah dapat membaca keadaan
Diah Lukita Wardhani dengan jelas. Puteri yang satu itu, senantiasa menaruh
curiga kepadanya semenjak menginjak kediamannya. Kini tiba-tiba ramah luar
biasa. Masakan tiada alasannya" Dia masih mengenakan pakaian malam. Bukankah
habis keluar malam pula seperti dirinya" Mustahil dia menaruh perhatian begitu
besar terhadap kesembuhan Dandung Gumilar sampai lupa ganti pakaian. Maka dengan
tersenyum pula ia menjawab :
"Tugasku memang sudah selesai. Jenazah Prabasini sudah bersatu kembali dengan Ki
Ageng Mijil Pinilih. Paman Dandung Gumilar sudah pulih kembali kesehatannya
seperti sediakala. Apalagi yang harus kutunggu" Bila Pangeran Jayakusuma harus segera menghadap Sri
Baginda, kupikir adik Perwita lebih baik kubawa menghadap ayah".
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nah, bukankah benar dugaanku?" seru Diah Lukita Wardhani setengah bersorak
menang. , Semalam, ia memang mengikuti kepergian Ulupi dan Diah Mustika Perwita setelah
kamar mereka kosong. Itu terjadi tatkala Pangeran Jayakusuma dan Dandung Gumilar
ke luar dari kamarnya. Dengan jelas ia mendengar kata-kata Pangeran Jayakusuma
tentang kesembuhan Dandung Gumilar. Itulah berita yang menggembirakan. Pangeran
Jayakusuma nampak tidak kurang suatu apa. Berarti ia tidak perlu lagi
mencemaskan kedatangan Narasinga. Maka segera ia memasuki kamar Diah Mustika
Perwita untuk memberi kabar gembira, itu. Ternyata kamar Diah Mustika Perwita
kosong. Juga kamar Ulupi. Seketika itu juga, rasa curiganya terhadap Ulupi kian
menjadi-jadi. Terus saja ia mengikuti jejak mereka berdua. Sebagai seorang yang
berkepandaian tinggi pelacakannya tidak menyusahkan dirinya.
Apalagi ia mendengar suara orang sedang mengadu mulut. Itulah percakapan antara
Rajegwesi, Branjangkawat dan Ulupi. Dengan diam-diam ia memasang telinganya.
Entah apa sebabnya, begitu mendengar pokok persoalannya, hatinya lega luar
biasa. Rasa curiganya tediadap Ulupi, sirna pada saat itu juga. Ternyata Ulupi
mempunyai kasih hati yang berada nun jauh di sana, pikirnya.
Sampai di situ, ia balik ke kamarnya, meskipun Ulupi dengan dibantu Diah Mustika
Perwita terlibat dalam suatu pertarungan.
Dengan sekali lihat tahulah ia, Rajegwesi, Branjangkawat dan ketiga kawannya,
tidak mungkin dapat merobohkan Ulupi.
Apalagi Diah Mustika Perwita ikut terjun dalam pertarungan itu.
Dengan berendeng mereka memasuki arena tempat Dandung Gumilar sedang mencoba
tenaga saktinya. Orang tua itu nampak bersemangat dan bergembira. Dia merasa
seperti dilahirkan kembali. Serunya dengan suara bergemuruh :
"Pangeran, sungguh mati! Sama sekali tak pernah terukirkan, bahwa pada hari ini
Pangeran Jayakusumalah sesungguhnya orang tuaku sejati. Tanpa uluran tangan
pangeran, bagaimana Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mungkin aku bisa memperoleh tenagaku kembali. Lihatlah, aku dapat merobohkan
beberapa halang pohon. Inilah tenagaku sewaktu aku berumur tigapuluh tahunan!
Berarti jauh lebih hebat daripada sewaktu aku kehilangan tenagaku. Pangeran,
pendek kata tenaga yang kuperoleh kembali ini adalah tenaga sakti pangeran.
Sewaktu-waktu pangeran boleh mencabutnya kembali.
Kalau perlu dengan sekalian jiwaku."
"Bagus! Bagus! Majapahit memang ditakdirkan masih jaya."
tiba-tiba terdengar suara dari jauh.
Semua yang berada dalam halaman itu memalingkan
kepalanya ke arah datangnya suara. Hanya Pangeran
Jayakusuma seorang yang bersikap tak acuh. Semenjak tadi, ia bercokol di atas
dahan pohon menyaksikan latihan Dandung Gumilar. Sebagai seorang yang
kepandaiannya berada di atas puncak semua kepandaian, tentu saja ia tahu
hadirnya orang yang menyerukan kata-kata Itu, meskipun orangnya sendiri belum
muncul. Berkata kepada Lukita Wardhani:
"Eh Lukita Wardhani! Sekarang engkau memperoleh tandingmu. Musuhmu bebuyutan
berada di sini." Lukita Wardhani tersenyum. Sebagai seorang yang
berkepandaian tinggi pula ia tahu, siapa yang dimaksudkan musuh bebuyutan itu.
Siapa lagi kalau bukan Narasinga yang dicemaskannya semenjak semalam. Dan
seperti biasanya, manakala berhadapan dengan musuh, tiba-tiba sikapnya berubah
menjadi galak, agung dan tinggi hati. Terus saja ia menjawab :
"Sepagi ini dia datang. Apakah dia ingin dikubur di sini ?"
Diah Mustika Perwita menoleh kepada Ulupi yang berada di sampingnya. Ingin ia
membaca kesan hati Ulupi melalui raut wajahnya. Tetapi wajah Ulupi sama sekali
tidak berubah. Tiba-tiba berbisik seakan-akan dapat menebak keadaan hati Diah
Mustika Perwita : Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Adik, Narasinga boleh memilih siapa lawannya di antara kita berempat. Kaupun
sekarang dapat menumbangkannya. Apalagi bila dibantu paman Dandung Gumilar".
"Ah, masakan aku sehebat itu." ujar Diah Mustika Perwita.
Sebenarnya inilah jawabannya yang jujur setulus hatinya. Pernah dahulu ia
mencoba-coba melawannya, tetapi ilmu kepandaiannya masih kalah jauh. Sekarang,
memang ia sudah mewarisi kepandaian gurunya dan mematangkan aneka macam
kepandaian yang pernah diperolehnya. Sebaliknya, tentunya kepandaian Narasinga
maju juga. Berarti setali tiga uang, manakala kini ia terpaksa melawannya.
Ulupi tertawa. Sahutnya :
"Kau masih meragukan warisan Lawa Ijo" Baiklah, sebentar lagi kau cobalah !"
Setelah berkata demikian, Ulupi melemparkan pandangnya kepada Dandung Gumilar
yang bersungut-sungut. Memang di antara mereka, hanya dia seorang yang sama
sekali tidak mengetahui datangnya Narasinga. Padahal ilmu kepandaiannya sudah
termasuk kelas satu. Mungkin sekali, baru saja ia pulih kembali seperti
sediakala. Atau karena hatinya digoncangkan rasa senang yang luar biasa sehingga
agak meqgalpakan rasa waspadanya. Tak dikehendaki sendiri ia menghela nafas.
Tiga Dara Pendekar 32 Pendekar Naga Geni 12 Bentrok Di Kali Serang Han Bu Kong 8
hati Naradata ngenas. Rasa geramnya timbul lagi. Tiba di kediamannya, langsung
saja ia memerintahkan sekalian hamba dan muridnya untuk menyeret ketiga
tawanannya yang sudah tak berdaya, la sendiri dengan diikuti Sogata dan Sugata
memeriksa wilayahnya kembali.
"Sogata! Mari aku ingin melihat apakah mereka merobohkan Dewadaru benar-benar "
Naradata berjalan di depan dan segera diikuti Sogata dan Sugata. Begitu melihat
pohon Dewadaru tumbang menelingkupi bumi, seluruh tubuhnya menggigil karena
disulut rasa marah. Pohon Dewadaru baginya tak ubah penjelmaan Dewa
Kebahagiaan. Kenapa kini dirobohkan tetamu yang sebenarnya ia hormati "
"Sogata dan Sugata, dengarkan sumpahku!" ia berteriak setengah mendesis. "Akan
kubakar mereka hidup-hidup! Akan kurebus mereka sampai menjadi bubur....."
Sogata dan Sugata berlutut di belakangnya. Bertahun-tahun mereka menjadi murid
Naradata. Selama itu belum pernah mereka mendengar kata-kata gurunya yang gusar
demikian hebat. Tak dikehendaki sendiri, bulu romanya meremang.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, ya, ya dan berilah kami kesempatan untuk menggaploki mereka dahulu sampai
memar." ujar Sogata dengan suara gemetar.
"Bagus! Dan kau bagaimana Sugata ?"
Sugata yang berotak lamban, menjawab sebisanya :
"Aku ingin meludahi muka mereka."
"Hanya itu ?" "Aku ingin meludahi pantatnya."
"Kenapa pantatnya ?" Sogata menimbrung.
"Biar tidak bisa kentut!"
"Kenapa begitu ringan?" Sogata gemas. "Mereka merobohkan pohon Dewadaru. Masakan
hukumannya hanya agar mereka tidak dapat kentut ?"
"Eh, kau kira orang tidak bisa kentut mau hidup lebih lama lagi
" Siksa yang dideritanya jauh lebih hebat daripada segala macam gaplokan" ujar
Sugata. Sogata terlongong sejenak. Setelah dirasakan, benar juga alasan Sugata. Orang
boleh sehat walafiat bagaikan ikan. Tetapi kalau tidak dapat kentut, perutnya
akan kembung dan makin lama makin menyiksa. Sekiranya tidak lebih membahayakan,
ingin saja orang itu membelah perutnya.
"Benar, kau benar Sugata." Sogata berkomat-kamit. Kira-kira sampai menjelang
sorehari, Naradata memeriksa urat-urat pohon Dewadaru dengan saksama. Ternyata
semuanya rantas tergetar oleh pukulan sakti. Maka tiada harapan lagi untuk bisa
dihidupkan kembali. "Hm ... pendek kata urat-urat kalian juga harus rantas dulu.."
Ia memaki-maki dan mengancam Wisakarma bertiga.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah itu, ia membawa Sogata dan Sugata berkeliling memeriksa seluruh wilayah.
Benar-benar lembah yang subur menjadi gurun tandus berwarna kuning kecokelat-
cokelatan. Siapa lagi yang bisa merubah lembah itu, kecuali Wisakarma yang terkenal sebagai
Dewa Racun. Ih, gapah amat pekertinya, pikirnya. Dan dendamnya kian menyala di
dalam hatinya. Begitu tiba di kediamannya langsung saja ia memanggil beberapa orang murid yang
tadi ditugaskan membawa pulang ketiga tawanannya. Salah seorangnya menjawab:
"Mereka sudah kami kunci di dalam gudang dalam keadaan masih terikat. Mereka
berteriak-teriak minta minum, tetapi tidak kami beri.
"Bagus!" Naradata puas. "Kalau perlu berilah dia minuman racun. Aku ingin tahu
bagaimana cara dia melawan minuman racun. Sekarang kumpulkan semua kayu bakar
yang cepat menyala. Ambillkan pula tali urat kerbau! Ikat mereka di dekat unggun
api ! Nyalakan api sebesar-besarnya! Kalau perlu buatlah api unggun setinggi
gunung, agar mereka merasakan betapa enaknya orang diselomot panas api sebelum
masuk ke neraka " Setelah beikata demikian ia memeriksa tawanannya dan menandangnya bergantian.
Kemudian ia melepaskan mereka dari lilitan Jala Karawelang. Sebagai gantinya ia
memerintahkan sekalian muridnya mengikatnya erat-erat dengan tali urat kerbau.
Wisakarma bertiga tidak dapat bergerak lagi karena nyaris kehabisan nafas.
Keadaan diri mereka mirip orang yang baru saja terangkat dari dalam permukaan
air setelah sekian lamanya terbenam.
"Guru!" tiba-tiba Sogata memberi saran. " Kalau mereka hanya diikat, mulutnya
bisa bebas memaki-maki"
"Itulah yang kukehendaki. Tetapi jangan lupa, mereka-pun akan memekik-mekik
kesakitan. Itu merupakan tontonan sendiri yang sedap didengar."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Betul, guru" buru-buru Sogata membenarkan. Bisa dimengerti mengapa Naradata
seolah-olah ingin menelan ketiga musuhnya mentah-mentah. Hatinya terlalu sakit.
Tidak hanya kecewa, marah dan penasaran saja. Tetapi berbareng menuntut imbangan
yang layak. Maka ia perlu pelampiasan yang dapat memuaskan hati dan perasaannya.
Kecuali bila pohon Dewadaru bisa hidup kembali seperti sediakala. Dengan
menggendong tangannya di belakang punggungnya, ia kembali ke ruang tengah
diikuti dengan kedua muridnya. Hampir satu jam ia mondar-mandir seperti orang
gendeng. Kedua muridnya tiada berani mengganggu. Tiba-tiba suatu ingatan menusuk
benak Sogata. Dengan hati-hati murid yang ingin merebut hati gurunya itu berkata:
"Guru! Ketiga jahanam itu membawa seorang kakek yang berpenyakitan. Kata mereka,
kami berdua harus menyebut beliau dengan paman guru. Kabarnya beliau sanak
raja." "Siapa?" Naradata terbangun perhatiannya.
"Namanya kalau tidak salah, Sudarma." Mendengar Sogata menyebutkan nama Sudarma,
tiba-tiba Naradata menggigil.
Menegas : "Kau tidak salah dengar ?"
"Begitulah yang kami dengar" sahut Sogata meyakinkan.
"Sekarang di mana paman-gurumu itu ?"
"Paman guru?" Sogata berkomat-kamit. Tetapi sedetik kemudian ia jadi teringat
kata-kata Wisakarma, bahwa dirinya harus menyebut paman-guru terhadap Sudarma.
Sekarang gurunya membahasakan paman-guru pula terhadap dirinya.
Kalau bggitu, tidak salah. Maka dengan penuh yakin ia menyahut:
"Beliau di dalam kamarnya."
"Diapakan?" suara Naradata terdengar cemas.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Diapakan, kami tidak jelas. Tetapi beliau tidak bergerak sejengkalpun dari
tempatnya. " Naradata tidak menunggu Sogata menyelesaikan kata-
katanya. Seperti diuber iblis, ia kabur memasuki kamar tamunya.
Begitu melihat keadaan Sudarma, wajah Naradata berubah hebat. Setengah berteriak
ia berseru : "Adikku! Kau diapakan bangsat-bangsat itu ?" Tetapi Sudarma sudah kehilangan
semangat hidup. Pandangnya kosong. Kesannya tidak melebihi seorang gendeng. Menyaksikan
penderitaannya, hati Naradata bergolak dahsyat. Sudarma adalah adik
seperguruannya berbareng majikannya. Sebab dia kemenakan raja. Pada jaman
mudanya berwajah amat cakap dan kepandaian tinggi. Sekarang kesan-kesan
demikian, tiada lagi. Inilah akibat racun Wisakarma bertiga yang terlalu hebat.
"Baiklah, akan kutuntutkan dendammu." Teriak Naradata.
Kemudian ia lari lagi memasuki kamar tahanan Wisakarma.
Tetapi Wisakarma bertiga tidak kelihatan di tempatnya. Bahkan anak-anak muridnya
roboh tersungkur di samping api unggun yang menyala tinggi.
"Hai! Apa yang sudah terjadi ?" teriak Naradata kalap.
Wisakarma bertiga dalam keadaan putus asa, tatkala tiba-tiba Drubiksa muncul
dari bawah tanah. Dengan cekatan, ia merobohkan semua pelayan dan anak-murid
Naradata. Kemudian menolong membebaskan Wisakarma bertiga. Betapa girang hati
Wisakarma bertiga, tak terlukiskan lagi. Berkali-kali mereka mengucapkan rasa
terima kasihnya yang tak terhingga.
"Sudahlah, sudahlah. musuh di depan kita. Yang perlu kita putuskan bagaimana
cara melawannya. Jala Karawelangnya memang tidak dapat kita abaikan."
"Benar." Wisakarma mengangguk. "Mari kita keluar dulu!"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan berlari-larian mereka meninggalkan rumah Naradata, dan berhenti di atas
tanjakan sebuah bukit. Di sanalah mereka berunding. Wisakarma bertiga mendongkol
dan penasaran. Mereka merasa menang dalam segala halnya melawan Naradata.
Tetapi kesaktian pusaka Jala Karawelang itulah yang membuat mereka tidak dapat
berkutik. "Pada waktu dia berada di tanah leluhurku, Jala Karawelang tidak pernah
diperlihatkan. Bahkan dia bersedia kalah mengadu kepandaian. Melawan Adityasuta,
tidak dapat dia berbuat banyak.
Apalagi sewaktu berlawan-lawanan dengan Brihawan." ujar Wisakarma. "Itulah
sebabnya, dia rela menyerahkan adik seperguruannya sebagai sandra. Tetapi di
sini tiba-tiba dia memperlihatkan pusaka saktinya. Hm ternyata kelicinannya
tidak usah kalah dibandingkan dengan siapapun. Bagaimana menurut pendapatmu " "
"Dia menyerahkan adik-seperguruannya sebagai sandera.
Sandera mengenai hal apa" Drubiksa minta keterangan.
"Sebenarnya ini rahasia peribadi kami bersama, termasuk Naradata dan Sudarma.
Tetapi karena engkau sudah berjasa menolong jiwa kami, baiklah engkau kami
anggap orang kita sendiri. Itulah perkara Widya Puruhita." Wisakarma menghela
nafas. Widya Puruhita seorang puteri Sriwijaya yang cantik luar biasa. Diapun
pujaan kami, berbareng junjungan kami juga. Kami bertiga mendengar kabar, bahwa
nun di Timur jauh tumbuh sebatang pohon dewata yang pantas diperebutkan dengan
jiwa. Itulah pohon dewadaru. Maka kami bertiga berangkat ke mari untuk menjual cerita
kepada Naradata tentang keelokan puteri Widya Puruhita. Terus terang saja,
tujuan kami adalah upaya untuk bisa memperoleh buah Dewadaru. Ternyata Naradata
tertarik kepada tutur-kata kami. Maka dengan Sudarma dia berangkat ke negeri
kami. Kamipun menerangkan, bahwa kami bertiga sedang memperebutkan pula. Melihat
kecantikan puteri Widya Puruhita, Naradata menjadi linglung. Serunya, inilah
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pantas menjadi isteriku. Tetapi kehendaknya kami halang-halangi. Kami bertempur
seru melawan Naradata mengadu kebisaan. Ternyata Sudarma diam-diam jatuh cinta
pula kepada Widya Puruhita. Merasa berkepentingan, diapun ikut membantu
Naradata. Tetapi kedua orang itu dapat kami kalahkan, bahkan Sudarma menjadi
tawanan kami " "Hm" Drubiksa menggerendeng. "Naradata mempunyai pusaka sakti Jala Karawelang.
Tetapi dia tidak menggunakan, malahan membiarkan Sudarma kalian tawan. Bukankah
mempunyai maksud ?" "Ya, setelah pengalaman hari ini, kami baru jelas." ujar Wisakarma. "Dia
membiarkan Sudarma kami tawan. Dengan begitu, saingannya kurang seorang. "
"Setelah mengetahui begitu, mengapa kalian membawa Sudarma kemari " "
"Perhitunganku sederhana saja. Sudarma adik
seperguruannya. Kecuali itu sanak raja. Apakah dia berani menghadapi teguran
rajanya " " Drubiksa berpikir beberapa saat lamanya. Lalu menjawab :
"Sudah berapa lama terjadinya peristiwa itu ?"
"Dua tahun yang lalu." jawab Brihawan dan Adityasuta mewakili Wisakarma.
"Hm" lagi-lagi Drubiksa menggerendeng. "Perkampungan ini memang termasuk wilayah
kerajaan Daha. Akan tetapi selama ini, belum pernah aku mendengar Naradata kena
teguran raja. Entahlah untuk waktu-waktu mendatang. "
"Mengadu kepandaian dengan dia, bukan merupakan masalah" ujar Brihawan. "Apakah
engkau tahu bagaimana caranya dia tidak menggunakan pusaka jalanya ?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah lama aku berpikir demikian. Akan tetapi Naradata tidak pernah menyimpan
pusaka Jala Karawelang di luar badannya.
Sekiranya begitu, sudah lama kucuri."
"Baiklah kita atur begini." Wisakarma memutuskan "Aku tidak percaya, jala sakti
itu dapat menjangkau lawan dengan tidak terbatas. Sekiranya begitu, dia dapat
menjala puteri Widya Puruhita dari rumahnya, Bukankah begitu ?"
"Betul, betul, betul" sahut mereka dengan berbareng.
"Nah, kita lawan dia dengan cara memencar." Wisakarma menganjurkan. "Adityasuta
dari belakang dan Brihawan dari samping. Kalian berdua melepaskan pukulan dari
jauh. Dan akulah yang akan melibatnya. Dan kau Drubiksa, gunakan kepandaianmu.
Rendamlah diri dalam tanah dengan memasang jebakan (lasso). Begitu dia melarikan
diri atau manakala aku dapat mendesaknya mundur, tariklah tali jebakanmu!
Nah\dia bakal roboh ter|engkal dengan kedua kaki teigubat tali. "
"Bagus! Akal bagus !" seru Drubiksa gembira.
"Dan kau Adidyasuta ! Lepaskan pukulan beracunmu! Begitu juga Brihawan. Mungkin
sekali, Naradata tidak mempan terkena racun berkat khasiat Dewadaru. Namun
setidak-tidaknya, dia akan kerepotan." ujar Wisakarma yakin.
Demikianlah mereka bersiaga menghadapi kedatangan
Naradata. Brihawan dau Adityasuta bersembunyi di balik belukar, sedang Drubiksa
masuk ke dalam tanah. Wisakarma sendiri sengaja berjalan dengan langkah acuh-
acuh. Ia percaya, Naradata pasti menyusul. Tetapi agar tidak menimbulkan rasa
curiga Naradata, ia hanya berjalan berputar-putar. Lalu duduk di atas batu
seolah-olah sedang melepaskan lelah.
Naradata memang mendongkol bukan main. Dadanya Berasa meledak. Begitu
menyaksikan anak-buahnya roboh tak berkutik berbareng dengan hilangnya Wisakarma
bertiga, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terus saja ia mengejar. Ia sama sekali tidak menduga penolongnya Drubiksa.
Mengingat ketangguhan Wisakarma bertiga, jauh-jauh ia sudah mempersiapkan
pusakanya Jala Karawelang. Sebab hanya dengan lilitan pusaka sakti itu,
Wisakarma bertiga takluk dan mati kutu. Tidak lama kemudian iamelihat Wisakarma
sedang duduk melepaskan lelah. Entah dimana beradanya Brihawan dan Adityasuta.
Kebetulan, malah. Ia tidak usah kerepotan menghadapi keroyokan mereka. Terus saja ia membentak :
"Mau lari ke mana ?"
Wisakarma yang sudah bersiaga jauh jauh, tertawa terbahak-bahak. Sahutnya :
"Kau boleh mengikat aku dengan rantai atau tali macam apapun. Tetapi itu semua
tidak berguna. Buktinya aku bisa lolos.
Kau menendangi aku selagi aku terikat. Apakan tindakanmu itu bisa dibenarkan
para satria gagah" "Monyet, peduli apa?" damprat Naradata dengan wajah merah padam.
"Sekarang justru aku ingin menendangi pantatmu. Aku ingin tahu, apakah engkau
bisa kentut lagi." Wisakarma memang senga;a membuat Naradata marah.
Selagi Naradata hendak membalas mendamprat, ia mendahului menyerang. Dengan
begitu, terpaksalah Naradata
mempertahankan diri. Dalam sekejap saja, mereka berdua sudah saling baku hantam
dengan cepat dan ganas. Naradata memang bukan lawan Wisakaima. Sedikit demi
sedikit, terpaksa ia mundur. Selagi tangan kanannya menggerayangi pusaka
saktinya, tiba-tiba ia mendengar suara angin yang datangnya dari samping. Sebat
ia memutar badannya sambil menangkis. Justru pada detik berikutnya, ia diserang
dari belakang. Itulah perbuatan Brihawan dan Adityasuta yang melepaskan serangan
beracun. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Syukur, seluruh tubuh Naradata sudah dilindungi khasiat buah Dewadaru. Sekiranya
tidak, dia sudah roboh terjengkang kena pukulan beracun. Tetap: karena dikeru-
but tiga orang, kembali lagi ia kerepotan. Dalam seribu kerepotan, tangannya
menggerayangi pusaka saktinya. Pusaka sakti Jala Karawelang sudah digenggamnya.
Akan tetapi Wisakarma bertiga tidak memberinya kesempatan untuk melepaskan
pusaka Jala Karawelang. Terpaksalah Naradata mundur dengan hati memaki-maki.
Itulah saat yang diharapkan Drubiksa yang sudah memasang tali jebakan. Begitu
kedua kaki masuk ke dalam lingkaran talinya, terus saja ia menariknya sambil
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lari sekuat tenaga. Hebat akibatnya. Naradata roboh terbanting di atas tanah,
dan terus terseret-seret. Sedang begitu, Wisakarma bertiga menangkapnya.
"Hohoooo tuan majikan. Sekarang kau bisa apa ?" ejek Wisakarma.
Naradata terikat erat-erat sehingga tidakdapat berkutik sama sekali. Hanya
mulutnya saja yang Bebas. Dengan wajah merah padam, ia meledak : " Kau curang !"
"Curang ?" Wisakarma tertawageli. "Di dalam suatu pertempuran mana ada pekerti
yang halal" Kau dibunuh atau membunuh. Kaupun tadi menggunakan pusaka dewata,
sehingga kami bertiga teringkus seperti babi potong. Kaupun masih menendangi
kami yang sudah tidak dapat bergerak sedikitpun.
Sekarang dengan akal kami dapat menawanmu. Di manakah letak kecuranganku ?"
"Kau main keroyok !" damprat Naradata. "Kaupun tidak memberi kesempatan aku
melepaskan pusaka saktiku. Bukankah itu curang ?"
Wisakarma tercengang. Ia berpaling kepada Brihawan, Adityasuta dan Drubiksa.
Karena menganggap ucapan Naradata lucu dan kekanak-kanakan, mereka tertawa
terkekeh-kekeh. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa yang lucu ?" Naradata bersakit hati.
"Naradata, dengarkan !" ujar Wisakarma. "Pada saat ini aku bisa merampas semua
harta milikmu termasuk pusaka Jala Karawelang dan buah Dewadarumu. Juga bisa
kulampiaskan dendamku dengan merangket dirimu, menendangimu dan menggebukimu
sampai kau terseyot-seot jalanmu. Namun semuanya tidak akan kulakukan. Aku hanya
menghendaki agar engkau mendengarkan kata-kataku dengan baik. "
"Ahaaa . . kau boleh memotong leherku dan merebus diriku.
Siapa kesudian mendengarkan ocehanmu" Aha..... jangan kau berlagak menjadi orang
baik di hadapanku ! "
"Bagus! Tetapi bagaimana dengan puteri Widya Puruhita ?"
Mendengar Wisakarma menyebut nama pujaan hatinya, wajah Naradata berubah.
Sahutnya : "Kenapa kau menyebut-nyebut namanya " "
"Setelah bergaul dengan Sudarma selama dua tahun, puteri Widya Puruhita berkenan
kau boyong ke wilayahmu. Bukankah menggembirakan " "
"Hm." Naradata menundukkan kepalanya. "Memang menggembirakan. Akan tetapi ada
yang kurang tepat. "
"Yang mana yang kurang tepat " " Wisakarma heran.
"Puteri Widya Puruhita bergaul dengan Sudarma, akan tetapi belum mengenal
diriku. Bagaimana puteri itu berkenan menerima kehadiranku " "
"Ah, itu soal mudah." Wisakarma tertawa. "Sudarma sakit bengek. Dan dia akan
sakit bengek sepanjang umurnya. Masakan puteri Widya Puruhita berkenan menerima
Sudarma sebagai suaminya" Bagaimanapun juga kau lebih cakap. Lebih sehat dan
lebih sepadan. " Naradata tertawa. Sahutnya :
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Iblispun tidak akan mempercayai ucapanmu. Apalagi aku manusia yang terdiri dari
darah dan daging. Siapa yang tidak kenal Wisakarma bertiga" Tentunya kau
mengharapkan timbal baliknya, bukan " "
Wisakarma tertawa panjang. Menyahut:
"Bagus, kau sudah dapat membaca hatiku. Kalau begitu, marilah kita berbicara
yang jelas. Kau kini sudah tertawan. Baik wilayah kekuasaanmu maupun pusakamu
Jala Karawelang sudah menjadi milikku. Tetapi aku tidak mau menang sendiri.
Puteri Widya Puruhita qkan kubawa kemari dan akan kuserahkan kepadamu.
Selahjutnya apa yang akan kau lakukan, kami bertiga tidak mau ikut campur lagi.
Hanya saja, anakmu kelak harus menjadi murid kami bertiga dan akanmenjadi
pewaris wilayah ini. Dan pusakamu jala Karawelang ini akan kukembalikan kepada pemiliknya".
"Siapa?" Naradata menegas.
"Dialah orangnya. Namanya Drubiksa." Wisakarma menunjuk kepada Drubiksa
Naradata mengamat-amati Drubiksa. Kemudian berkata:
"Wisakarma, aku memang sudah menjadi tawananmu. Kau masih menghendaki jiwaku.
Untuk ini sudah selayaknya aku harus berterima kasih kepadamu. Apalagi aku kau
izinkan mempersunting junjunganmu, puteri Widya Puruhita. Tetapi aku seorang
laki-laki yang tidak takut mati. Seperti kataku tadi, kau boleh memotong
leherku, boleh merajang-rajang diriku. Hanya saja, tidak kuizinkan engkau
menghina diriku." "Menghina" Kapan aku menghinamu?" Wisakarma tercengang.
Dengan pandang menyala, Naradata menjawab :
"Kau mempunyai syarat. Akupun mempunyai syarat pula.
Puteri itu akan kuterima dengan senang hati. Akan tetapi dia Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan kujodohkan dengan Sudarma. Maka tolong sembuhkan dia
!" "Apa ?" Wisakarma tercengang. Seperti tidak percaya kepada pendengarannya
sendiri, ia menegas : "Mengapa engkau menolak " Bukankah kau dahulu menghendaki
puteri Widya Puruhita menjadi isterimu ?"
"Sekarang tidak lagi."
"Mengapa" "
"Yang pertama-tama, aku sudah kau kalahkan. Berarti aku tidak berhak lagi hidup
di dunia. Yang kedua, aku sudah merasa tua. Maka aku menyarankan agar dijodohkan
dengan adikku Sudarma. "
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisakarma termangu-mangu. Inilah suatu keputusan di luar dugaannya. Di dalam
hati, ia mengaku kalah setingkat dibandingkan dengan cara berpikir Naradata.
Akhirnya memutuskan : "Baiklah, kalau itu sudah menjadi keputusanmu. "
"Terima kasih. " ujar Naradata " Sekarang tentang pusaka Jala Karawelang.
Sesungguhnya pusaka itu bukan milikku. Aku dipinjami seorang sakti yang bermukim
di atas Gunung Semono. Orang sakti itu menamakan diri Pangeran Semono pula. Maka aku wajib
mengembalikan. Dalam hal ini, lebih baik aku kau bunuh daripada menyerahkan
pusaka Jala Karawelang. "
Mendengar keterangan Naradata, Wisakarma berpaling kepada Drubiksa untuk mencari
pembenaran. Ternyata Drubiksa mengangguk sambil berkata :
"Keterangan Naradata benar belaka. Pusaka Jala Karawelang adalah milik
junjunganku. Dialah Pangeran Semono. Aku sendiri, sebenarnya adalah utusannya. "
Wisakarma tidak senang mendengar pembenaran dan
keterangan Drubiksa. Ia selamanya mau menang sendiri dan terlalu yakin akan
kepandaiannya. Maka berkatalah ia dengan suara keras :
"Kalau begitu, biar aku sendiri yang mengantarkan" Sampai di sini pembicaraan
mereka anggap selesai. Wisakarma tidak memberi kesempatan Drubiksa berbicara. Ia membebaskan Naradata
dan dibawa kembali ke kediamannya.
Wisakarma kemudian menolong menyembuhkan Sudarma.
Karena penyakit yang diderita Sudarma hasil perbuatannya, dengan sendirinya ia
pandai mengobati. Dalam waktu kurang dari satu bulan, Sudarma sembuh seperti
sediakala. Wisakarma kemudian menghadap Pangeran Semono dengan diantarkan Drubiksa,
Naradata dan kedua adik-seperguruannya.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia ingin mencoba kepandaian Pangeran Semono. Di dalam hati, ia ingin menungkrap
Pangeran Semono dengan Jala Karawelang.
Ternyata Pangeran Semono tidak melayani kehendaknya. Ia cukup diwakili patihnya
yang bernama Lawa Ijo. Menghadapi Lawa Ijo, Wisakarma tidak berdaya sedikitpun.
Pusaka Jala Karawelang macet di tangannya. Belum lagi ia sempat melemparkannya,
Lawa Ijo sudah mendahului menangkap tangannya. Kemudian dia ditawan dan sebagai
hukumannya ilmu kepandaiannya dimusnahkan.
Selanjutnya, dia diperkenankan memperpanjang hidupnya di perkampungan Naradata.
Berkat buah Dewadaru pemberian Naradata, umurnya bisa panjang dan kesehatannya
pulih kembali. Namun ilmu saktinya benar-benar tak tertolong.
Meskipun demikian, karena namanya termashur di negerinya, suaranya masih
didengar puteri Widya Puruhita. Puteri itu berkenan merantau ke Jawa Timur dan
kawin dengan Sudarma yang sudah dikenalnya. Sayang, Sudarma kehilangan
kejantanannya. Walaupun demikian, setahun kemudian puteri Widya Puruhita
melahirkan puteranya. Kabarnya anaknya Naradata. Entah benar entah tidak, hanya
puteri itu sendiri yang tahu. Tetapi putera Widya Puruhita itu, di kemudian hari
menjadi leluhur Nayaka Madu. Nayaka Madu pulalah yang mewarisi kepandaian
Wisakarma, Brihawan dan Aditya suta.
-o0~DewiKZ~0o- RAKSASA BERSENJATA ARCA MESKIPUN MENGAGUMI, dalam hati Diah Lukita Wardhani selalu berteka-teki terhadap
pribadi Ulupi. Hal itu disebabkan, Ulupi tidak pernah menyelesaikan setiap
keterangannya. Juga kali ini. Menurut Diah Lukita Wardhani, pada akhir cerita
terdapat banyak hal-hal yang dilampaui dengan cepat, seolah-olah menyembunyikan
sesuatu. Hanya apa yang disembunyikan untuk Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sementara Diah Lukita Wardhani belum sanggup menebak.
Pikirnya di dalam hati : "Naradata bertekad lebih baik mati daripada menerima kebaikan Wisakarma. Kenapa
tiba-tiba mau menyerah hanya setelah mendengar Wisakarma menyebutkan nama Widya
Puruhita" Alasannya kurang meyakinkan. Diapun dengan sukarela hendak menyerahkan
puteri Widya Puruhita kepada Sudarma. Benarkah itu" Lalu ditutup dengan
keterangan, bahwa Sudarma kehilangan kejantanannya. Dengan begitu, kabarnya
putera yang dilahirkan Widya Puruhita adalah anak Naradata.
Alangkah mudah kesimpulannya.
Sebaliknya Pangeran Jayakusuma berkesan lain. Teringatlah dia akan pengalamannya
sendiri, sewaktu kena tertungkrap jala Nayaka Madu. Apakah jala itu pusaka sakti
Jala Karawelang" Karena penasaran dan rasa ingin tahu ia minta keterangan :
"Apakah Nayaka Madu mewarisi Jala Karawelang ?"
Ulupi tersenyum. Sahutnya :
"Mana mungkin" Pusaka Jala Karawelang sudah kembali kepada pemiliknya. Dan
semenjak itu, tiada seorang, pun di dunia ini pernah melihat pusaka itu lagi. "
"Dan jala yang menungkrap diriku " "
"Itulah jala Nayaka Madu. Mungkin sekali leluhurnya meniru kehebatan Jala
Karawelang. Bukan mustahil, leluhur Nayaka Madu menemukan bahannya. Dan dengan
bahannya yang istimewa, banyak kaum satria mati kutu bila tertungkrap jalanya yang kuat luar
biasa. " Jawaban Ulupi masuk akal, sehingga Pangeran Jayakusuma membungkam. Dalam
membungkam, pikirannya melayang
kepada peristiwa-peristiwa pahit yang pernah dialami.
Kepandaian Nayaka Madu memang istimewa. Waktu itu, ia merasa kalah. Baru,
setelah Retno Marlangen ikut serta, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepandaian Nayaka Madu dapat didesaknya. Akan tetapi JALA istimewanya, berhasil
menungkrapnya Lalu terjadilah peistiwa pahit yang berkepanjangan. Selain dirinya
tersiksa di dalam penjara, ia kehilangan Retno Marlangen. Ah, hebat! Terlalu
hebat, malah. Kalau begitu, ilmu kepandaian leluhur Nayaka Madu bukan main
tingginya. Seperti Naradata, Sudarma, Wisakarma, Brihawan dan Adityasuta. Sebab
mereka berlima sudah bergabung dan bersekutu dan berikrar mewariskan
kepandaiannya masing-masing kepada anak-keturunan puteri Widya Puruhita. Ya,
Widya Puruhita itulah leluhur Nayaka Madu yang tepat. Sebab yang tahu siapa ayah
si bocah yang dilahirkan, hanya Widya Puruhita sendiri. Ia jadi teringat kepada
tutur-kata Ki Ageng Mijil Pinilih, perihal hubungannya Nayaka Madu dengan orang-
orang sakti yang datang dari seberang. Merekalah yang menamakan diri lima
pendekar dari Bukit Gombak. Berasal dari Pagarruyung. Suwarnabumi, Kuli-sadara,
Mantrolot, Kanaka dan Aditya. Pantas, Nayaka Madu memperoleh bantuan mereka. Tak
tahunya, leluhurnya dulu berasal dari Suwarnabumi. Selagi disibukkan oleh
pikirannya, tiba-tiba terdengar lonceng tanda bahaya.
Pangeran Jayakusuma adalah seorang pemuda yang
berkepandaian sangat tinggi pada jaman itu. Pada hakekat-nya tiada bandingnya
lagi di jagat ini. Tidak mengherankan, begitu mendengar bunyi lonceng tanda
bahaya, secara otomatis tubuhnya melesat bagaikan bayangan, selagi orang-orang
terhenyak sejenak. Betapa cepat reaksinya terbukti dengan perbandingan orang-
orang yang berada dalam ruang pertemuan itu. Padahal Diah Lukita Wardhani, Ulupi
dan Diah Mustika Perwita bukan manusia lumrah. Kepandaian mereka sudah termasuk
pendekar pendekar kelas utama.
Tatkala tiba di pendapa, Pangeran Jayakusuma menangkap sesosok bayangan yang
bergerak-gerak menyusuri tebing sebelah selatan. Kediaman Ulupi memang berada di
antara tebing-tebing gunung yang curam. Sebelah Utara hanya Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyekat dataran tak bertuan. Tetapi tebing di sebelah selatan berada di
seberang sungai. Sungai itu kecuali deras arusnya, lebar dan curam. Sebenarnya
malam itu tidak cukup cerah.
Hanya saja, karena kena pantulan dataran gundul dan gersang, sedikit menolong
penglihatan semacam terkena pantulan cermin buram. Meskipun demikian, pandang
mata manusia lumrah tidak akan dapat menembus tirai malam. Apalagi jarak
jangkauannya cukup jauh. Tetapi Pangeran Jayakusuma sudah memiliki ilmu tersakti
pada jaman itu. Diapun sudah biasa hidup di dalam goa yang gelap gulita sewaktu
menjadi murid Retno Marlangen.
Itulah sebabnya, tirai malam baginya bukan merupakan halangan.
Bayangan yang merayap turun bagaikan seekor kera raksasa, ternyata manusia
biasa. Hanya saja, ukuran tubuh-nya amat besar layak disebut raksasa. Walaupun
berat badan segede itu merupakan beban sendiri, namun dia dapat bergerak dengan
cekatan dan gesit sekali. Dan menyaksikan hal itu, Pangeran Jayakusuma
tercengang-cengan. Pikirnya:
"Apakah Kolor Galiyung" Kenapa dia kembali berkecimpung dalam dunia hitam lagi"
Jangan-jangan dia kena dipaksa Narasinga."
Kolor Galiyung adalah seorang pendekar yang berperawakan tinggi besar. Adatnya
polos dan bersikap bersahabat dengan Pangeran Jayakusuma. Hadirnya di
perkampungan Nayaka Madu dulu itu, semacam ikut-ikutan saja. Karena itu, dia
bersedia pulang kampung atas nasehat Pangeran Jayakusuma. Tetapi bukan mustahil
muncul kembali atas desakan Narasinga. Sebab Narasinga sangat berpengaruh
terhadap dirinya. Selain kepandaian Narasinga berada jauh di atasnya, diapun
asal dari Singgela. Sama-sama bawahan Pangeran Anden Loano.
Sementara itu, Diah Lukita Wardhani, Diah Mustika Perwita dan Ulupi sudah tiba
di samping Pangeran Jayakusuma. Dengan penuh minat, mereka memperhatikan orang
itu. Sekonyong-Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
konyong terdengar suara jeritan. Kemudian dua tubuh manusia terbang ke udara
seperti terlemparkan. Merekalah dua penjaga perkampungan Ulupi yang memukul
tanda bahaya. Begitu jatuh ke atas tanah, batang leher mereka patah.
Diah Mustika Perwita adalah seorang gadis yang halus pekerti dan budi bahasanya.
Menyaksikan kekejaman itu, ia memekik perlahan. Di dalam hati iapun kagum kepada
tenaga raksasa itu. Selagi demikian, tiba-tiba ia melihat berkelebatnya dua peluru berwarna hitam
melayang menyerang dirinya. Pangeran Jayakusuma mendorongnya ke samping. Pemuda
itu kemudian menangkap dua peluru yang melayang dengan menerbitkan suara-
berdesing. Ternyata peluru itu terbuat dari besi, ukurannya sebesar bola
tendang. Pangeran Jayakusuma heran. Dia kini seorang pemuda yang jauh berlainan dengan
jaman dulu. Baik kepandaiannya maupun tenaganya jauh belipat ganda. Akan tetapi
sewaktu menangkap melayangnya dua buah peluru itu, tangannya tergetar. Itu suatu
tanda, bahwa pelempamya memiliki tenaga luar biasa besarnya.
"Tenaganya melebihi Nayaka Madu dan Durgampi. Siapa dia?"
ia berteka-teki di dalam hatinya.
Diah Lukita Wardhani heran pula. Ia maju menghadang. Tiba-tiba suatu ingatan
membatalkan niatnya. Bukankah Ulupi masih tenang-tenang saja berada di
tempatnya" Sebaliknya tidaklah demikian halnya dengan Diah Mustika Perwita.
Karena ingin melihat lebih jelas siapa pelempar dua buah peluru itu, ia maju
menyongsong. Justru begitu, raksasa itu melompat menerjang sambil mengayunkan
barang bawaannya. Ternyata sebuah arca yang digerakkan sebagai senjata. Alangkah
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
aneh ! Tanda bahaya dan kesibukan itu, membangunkan perhatian Kepala Ronda. Dengan
berlari-larian ia datang dengan membawa dua buah senjatanya yang aneh.
Senjatanya berbentuk roda seperti yang digunakan Narasinga. Bukan mustahil dia
satu aliran degan Narasinga. Dengan dua buah rodanya itu, ia menggempur Dendam
Empu Bharada http://dewi kz.inco/
- Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ayunan raksasa itu. Suatu bentrokan nyaring terjadi. Akibatnya hebat! Sebuah
roda yang tergenggam di tangan kiri terpental terbang tinggi di udara. Sedang
sebuah roda yang tergenggam di tangan kanan, melengkung. Ia sendiri tergempur
mundur dan melontakkan darah segar.
Swandaka, teman Kepala Ronda marah bukan kepalang.
Dengan menghunus goloknya ia membentak :
"Hai monyet! Apakah engkau tidak melihat siapakah pemilik rumah ini. Dialah
puteri Ulupi. " Di antara cerahnya rembulan, wajah raksasa itu kini kelihatan nyata. Selain
berperawakan seperti raksasa, wajahnya ditutupi berewok tebal. Pandang matanya
bengis bukan kepalang. Dengan tertawa dingin ia menyahut:
"Kalau sudah tahu, mau apa" Aku tidak peduli nama orang.
Sekalipun kau menggunakan nama raja, aku tidak takut."
Swandaka tercengang. Menegas :
"Sebenarnya kau ini siapa ?"
"Siapa diriku tidak penting. Sekarang serahkan peti itu !"
"Ohoo........jadi kaupun ikut memperebutkan peti mati yang tergantung di atas
pohon ?" "Ya, Apakah milikmu"
Swandaka mendongkol melihat orang berberewok itu
mengangkat diri. Dengan membusungkan dadanya pula, ia berkata :
"Kau tidak mengenal puteri Ulupi, tak apalah. Akan tetapi kau pernah mendengar
negeri Singgela, bukan ?"
"Kalau sudah kenal, mau apa ?"
"Nah, enyahlah dari sini!"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar ucapan Swandaka, orang itu tertawa terbahak-bahak. Bukan main gaung
suara tertawanya. Lalu menyahut:
"Kau anak kemarin sore janganlah berbicara berkepanjangan.
Nah, lapor kepada majikanmu! Suruh hantarkan peti mati itu!
Lebih cepat lebih baik. Aku berjanji akan mengampuni jiwamu. "
Swandaka rupanya tidak kuat lagi menahan rasa marahnya.
Terus saja ia membolang-balingkan goloknya. Membentak :
"Kau keterlaluan. Kau benar-benar tidak menghormati negeri Singgela."
Orang berberewok itu mengerlingkan matanya. Ia tersenyum lebar. Menjawab :
"Sudah kukatakan tadi, aku tidak takut meskipun engkau menggunakan nama raja
dari manapun datangnya. Sebenarnya aku mau memberimu ampun. Akan tetapi kau
kepala batu. Maka jangan salahkan, malam ini kau bakal mampus tak berkubur. "
Belum berhenti gaung suaranya, orang itu sudah menyerang dengan senjata arcanya.
Swandaka mengelak dan membabatkan goloknya. Dia lolos dari serangan maut orang
itu, akan tetapi pohon di belakang pohonnya jadi korban. Dengan suara
bergemeratak, pohon itu roboh ke tanah. Menyaksikan peristiwa itu, Pangeran
Jayakusuma diam-diam merasa heran. Ia sendiri merasa masih sanggup mengadu
tenaga. Akan tetapi, inilah yang untuk pertama kalinya dia bertemu dengan
seseorang yang memiliki tenaga raksasa demikian hebat. Gempuran senjata arcanya
tidak kalah dibandingkan dengan gempuran roda Narasinga.
"Orang ini jelas sekali bukan anak-buahnya Narasinga. Dia bersikap sengit
terhadap penjelasan Swandaka mengenai negeri Singgela." pikir Pangeran
Jayakusuma "Artinya diapun tidak mengenal Narasinga. Lalu siapa yang menyuruhnya
datang" Atas kepentingannya sendiri atau orang lain ?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu, Swandaka dan orang berberewok itu sudah mulai bertempur. Tiba-
tiba muncullah seorang yang
berperawakan pendek kate. Dialah Dandung Gumilar. Rupanya ia sudah datang
memenuhi panggilan Ulupi. Ia sempat mendengar ucapan orang berberwok itu. Lalu
berteriak : "Swandaka. mundur! Biar aku yang menghadapi babi itu."
Mendengar suara Dandung Gumilar. Pangeran Jayakusuma tersenyum. Orang itu masih
saja berlagak angker seperti dulu.
Keadaan dirinya tidak berubah. Bahkan jenggotnya yang panjang, yang dulu sempat
diguntingnya putus tumbuh subur lagi seperti sediakala.
Setelah menerima senjata tongkatnya dari pengikutnya, tanpa permisi lagi
langsung saja ia memasuki gelanggang dan menghantam si berewok.
Swandaka tentu saja sangat menghormati Dandung Gumilar.
Segera ia melompat mundur, meskipun hatinya ingiln melampiaskan kemarahannya.
Tetapi dalam satu gebrakan tadi, ia harus mengakui bahwa lawannya memang
berlenaga kuat luar biasa. Belum tentu ia dapat melampiaskan kehendak hatinya.
Bahkan bukan mustahil dialah yang bakal menderita akibatnya.
Si berewok sendiri bersikap tidak pedulian. Senjata arcanya sudah menghampiri
dada Dandung Gumilar. Angin menyambar dengan kerasnya. Diperlakukan demikian,
Dandung Gumilar yang adatnya angkuh, angkar dan mau menang sendiri, tersinggung
kehormatannya. Sebab selamanya ia selalu dihormati orang, baik musuh maupun
kawan. Terjus saja ia menangkiskan tongkatnya.
Dan terjadilah suatil bentrokan nyaring. Kesudahannya, membuat ia terperanjat.
Tangannya merasa pegal dan hampir saja tongkatnya terlepas dari genggamannya.
Memang tenagamya kini belum pulih seperti sediakala. Meskipun demikian, bukan
berarti punah. Untung saja, ia mahir dalam hal mengatur pernafasan. Masih saja
dia dapat mepertahankan diri. Artinya ia masih mampu menyerang balik.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang berberewok itu heran. Siapakah orang kate ini, pikirnya.
Orang sependek itu, mengapa memiliki tenaga...
--- halaman 34-35 ga ada... wew ---
lonong melepaskan pukulan. Syukur, Dandung Gumilar seorang pendekar kuno yang
kenyang dengan pengalaman tempur. Ia membiarkan tongkatnya terjepit. Tetapi
sebelah tangannya masih bisa bergerak leluasa. Melihat berkelebatnya tangan
lawan, ia menangkis. Tetapi tidak hanya sekedar menangkis saja. Dengan
cerdiknya, ia menangkis berbareng menusuk urat nadi.
Bentrokan itu, mau tak mau memaksa mereka beradu tenaga.
Masing-masing merasakan akibatnya. Karena menangkis, tangan Dandung Gumilar
pegal sampai ke ketiaknya. Di pihak lawan, mula-mula kuda-kudanya gempur. Dan
berat badannya yang kuat membuat tanah yang diinjaknya melesak memendam mata
kakinya. Lengannya yang kena tertusuk jeriji Dandung pumilar meroyot turun,
karena tenaganya hilang sepgroh. Dengan begitu, tidak dapat lagi ia menguasai
senjata arcanya. Kesempatan itu digunakan Dandung Gumilar untuk menarik
tongkatnya. Bebaslah ia kini dari jepitan senjata lawan. Meskipun demikian,
belum dapat ia segera menggerakkan kedua tangannya, karena dadanya sesak
menghalangi pernafasannya.
Dalam pada itu, orang-orang Ulupi sudah datang meluruk.
Atas perintah Ulupi mereka menyerang dengan berbareng.
Semuanya enam orang. Dengan begitu, si berewok dikerubut tujuh orang termasuk
Dandung Gumilar. Ulupi sendiri masih berdiri dengan tenang. Serunya memberi
saran : "Jangan lawan dia dengan mengadu tenaga !"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dandung Gumilar sebenarnya sudah menyadari hal itu. maka ia melompat ke belakang
punggung lawannya dan menyodokkan tongkatnya. Tetapi raksasa itu dapat memutar
tubuhnya dengan sebat dan tepat sekali menangkis. Tepat pada saat itu pula,
golok Swandaka tiba. Prang! Baik tongkat Dandung Gumilar maupun golok Swandaka
terpental ke samping. Dandung Gumilar memiliki tenaga besar. Meskipun goloknya
terpental masih berada dalam genggamannya. Sebaliknya tidak demikian yang
dialami Swandaka. Memang dalam hal mengadu tenaga, ia kalah jauh.
Akan tetapi goloknya, golok mustika. Meskipun terpental balik hampir menghantam
wajahnya, masih sempat memapas bagian lengan arca lawan. Kesempatan itu tidak
disia-siakan Dandung Gumilar yang mendongkol bukan kepalang. Ia mengulangi
serangannya. Kali ini langsung berhadap-hadapan, karena hatinya terlalu panas.
Orang berewok itupun penasaran pula, karena arcanya cacat. Dengan menggerung ia
menerjang sambil menggempur. Dan kembali lagi terjadi keras lawan keras.
Akibatnya, Dandung Gumilar terdorong mundur berputaran untuk memunahkan sisa
tenaga dorongan lawan. "Pangeran! Babi ini benar-benar kuat........... !"
sekonyong-konyong lindung Gumilar berteriak setengah kagum setengah bergembira.
Sebagai orang jujur ia kagum terhadap ketangguhan lawan. lapun gembira melihat
hadirnya Pageran Jayakusuma tempat tumpuan harapannya. Seperti diketahui,
tenaganya punah duapertiga bagian karena tergempur ilmu sakti Pangeran
Jayakusuma. Dan pemuda itu diharapkan pada suatu hari akan memulihkan tenaganya.
Itulah sebabnya begitu mendengar kabar datangnya pemuda itu, segara ia memenuhi
panggilan Ulupi dengan tergesa-gesa.
Pangeran Jayakusuma sendiri merasa berhutang budi
terhadap Dandung Gumilar. Andaikata dulu tidak memperoleh perlindungannya, belum
tentu dirinya selamat dari malapetaka.
Waktu itu ilmu saktinya belum setinggi sekarang. Kini ia Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyaksikan penolongnya tidak berdaya menghadapi tenaga raksasa orang berewok
itu. Timbullah rasa salahnya hendak memulihkan tenaga sakti Dandung Gumilar
seperti sediakala secepat mungkin. Demikianlah, mendengar seruan Dandung Gumilar
segera ia menyahut tak kalah bersemangat:
"Paman Dandung ! Orang itu hanya mengandal kepada tenaganya saja. Sebenarnya
kepandaiannya masih jauh dibandingkan dengan kepandaian paman."
"Oh begitu?" wajah Dandung Gumilar berseri-seri. "Lalu bagaimana cara
membekuknya ?" Sebentar tadi tangan Pangeran Jayakusuma sempat tergetar begitu menerima
lemparan peluru orang itu. Timbullah watak nakal dan usilannya seperti dulu.
Terus saja menjawab : "Sebenarnya aku ingin melihat bagaimana bila dia dikerubut tujuh orang. Ternyata
dia cukup tangguh melebihi dugaanku.
Biarlah aku mencobanya."
Mendengar ucapan Pangeran Jayakusuma, Dandung Gumilar kemudian memerintahkan
anak-buah Ulupi mundur ke luar gelanggang. Dia sendiri begitu juga. Sebagai
gantinya, Pangeran Jayakusuma melesat memasuki gelanggang.
"Pangeran! Apakah pangeran perlu senjata?" teriak Dandung Gumilar.
"Kurasa tidak perlu." jawab Pangeran Jayakusuma dengan bersenyum. Memang ia
bermaksud hendak mengadu tenaga.
Orang berewok itu merasa direndahkan. Dengan menggerung ia berbalik menatap
Pangeran Jayakusuma. Membentak :
"Siapa kau ?" Pangeran Jayakusuma tidak segera menjawab. Dalam hal tanyaawab, ia seorang ahli.
Ia tahu persis, kapan harus Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjawab dan mengejek lawannya berbicara. Maka dengan tersenyum lebar ia
menyahut : "Kau sendiri siapa ?"
"Aku Sapu Regol."
"Eh, bunyinya seperti nama Iblis !" Pangeran Jayakusuma mulai memainkan
rencananya. "Hm...........kau sendiri siapa ?"
"Aku pengawal peribadi pemilik rumah ini. Kenapa ?"
"Namamu ?" "Namaku tidak penting. Yang penting siapkan dirimu baik-baik! Kalau perlu,
mengaso dulu agar tenagamu tidak terganggu."
Sapu Regol menggeram. Kedua matanya menyala bagaikan serigala. Ia mendongkol
karena merasa diperlakukan tidak sewajarnya. Sombong amat pikirnya. Ia melihat
usia pangeran Jayakusuma masih tergolong muda. Apakah mempunyai
kepandaian yang berarti sampai diangkat menjadi pengawal peribadi pemilik
rumah " "Biarlah aku mengampuni jiwamu." katanya. "Kau pengawal peribadi. Tentunya
mengerti perkara peti itu. Nah, serahknan peti itu kepadaku !"
Pangeran Jayakusuma adalah seorang pemuda yang jahil mulutnya. Meskipun bakat
pengalamannya tidaklah seliar dulu, akan tetapi bakat itu masih saja tersimpan
di dalam dirinya. Dan begitu mendengar ucapan orang itu, timbullah kejahilannya.
Lantas saja tertawa geli sambil menyahut :
"Tetapi aku tidak bermaksud membunuhmu."
"Memangnya kenapa?" Sapu Regol tidak mengerti.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yang kau maksudkan peti mati, bukan" Pangeran Jayakusuma memiringkan kepalanya
seolah-olah sedang menimbang-nimbang. Lalu berkata lagi : "Baiklah, peti mati
itu akan segera kubawa kemari untuk tempat kubur mu. Tetapi tolong tunjukkan
dulu Kepandaianmu." Semua hadirin di perkampungan itu kecuali Ulupi dan Dandung Gumilar belum
mengenall kepandaian Pangeran Jayakusuma. Mendengar ucapan Pangeran Jayakusuma
yang tinggi hati itu, mereka tercengang. Bukankah si berewok tadi sudah
memperlihatkan kepandaiannya yang hebat" Tidak mengherankan Sapu Regol tidak
dapat lagi menahan hatinya.
Langsung saja ia melompat sambil menghantamkan senjata arcanya.
Pengeran Jayakusura sudah mempunyai rencananya sendiri.
Ia ingin menggunakan tiga bagian tenaga saktinya saja. Begitu dikerahkan ilmu
sakti Sasanti Manu yang sudah manunggal dalam dirinya bekerja secara otomatis.
Arca Sapu Regol boleh menghunjam dengan tenaga tambahan lima kali lipat lagi.
Akan tetapi begitu bertemu dengan ilmu sakti Sasanti Manu, perbawanya musnah.
Arca itu tiba-tiba terhenti di tengah jalan.
Keruan saja Sapu Regol kaget setengah mati. Tenaga sakti apakah ini yang mampu
menahan gempurannya Dengan sekuat tenaga ia menambah kekuatannya. Namun tetap
saja macet. Khawatir kalau lawannya menggunakan ilmu penghisap, buru-buru ia menariknya
kembali. Juga usaha ini gagal. Tangannya seperti terlengket suatu tenaga yang
aneh. Ya, barangkali mirip harimau menerkam gunung lem yang memiliki daya
lengket luar biasa. "Hooooeee ...." ia menggeram sekuat tenaga sambil mengerahkan segala
kemampuannya. "Lebih baik kau menyerah saja. Kalau mengerahkan tenaga, tenaga saktimu justru
akan tersirap habis" ujar Pangeran Jayakusuma. Sebenarnya pemuda itu bermaksud
baik. Apa yang Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dikatakan adalah benar belaka. Sebaliknya, tentu saja lawannya tidak mau tahu.
Dia merasa diremehkan. Namun tidak berdaya pula.
"Baiklah, aku pergi saja ! Laporkan kepada majikanmu. Aku Pangeran Jayakusuma
sewaktu-waktu bersedia menerima undangannya." kata Pangeran Jayakusuma.
Memang Pangeran Jayakusuma benar-benar tidak bermaksud membunuh orang itu. Ia
malahan menyayangkan, manakala kehebatan orang itu musnah dengan begitu saja.
Sebab untuk memiliki tenaga raksasa demikian hebat, tidak mudah. Belum tentu
seseorang bisa mempelajari selama hidupnya, kalau saja tidak berbakat semenjak
lahirnya. Maka diam-diam ia menggunakan tenaga sakti tingkl empat. Lalu
melontarkan Sapu Regol dengan sekali dihentakkan. Dan kena hentakan ilmu sakti
Sasanti Manu dan pancasila yang sudah manunggal, tubuh Sapu Regol terbang
melayang tinggi. Dengan suara pekikan panjang, ia tercebur di dalam sungai yang
penuh dengan batu-batu alam.
Tubuhnya tidak kelihatan. Namun tidak lama kemudian, muncul lagi. Kali ini lari
mendaki tebing tinggi bagaikan seekor kera.
Menyaksikan hal itu, mereka yang hadir kagum luar biasa.
Apakah tubuhnya terbuat dari besi " Manusia lumrah akan remuk tubuhnya begitu
terhantam di batu-batu sungai. Nyatanya, dia tidak. Bahkan masih mampu memanjat
tebing curam dengan gesit. Siapakah Sapu Regol sebenarnya" Bila ada yang
menyuruh akan hebat akibatnya. Kepandaian yang menyuruh Sapu Regol paling tidak
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dua kali lipat dibandingkan dengan yang disuruh.
Sekali dia muncul dan bermaksud membuat perhitungan, celakalah sekalian penghuni
perkampungan Ulupi. Memperoleh pikiran demikian, anak buah Ulupi berpaling
kepada Pangeran Jayakusuma. Sebab hanya dialah satu-satunya yang dapat
menyongsong kedatangan majikan Sapu Regol.
Pangeran Jayakusuma sendiri tidak begitu menghiraukan.
Perhatiannya tertuju kepada Dandung Gumilar. Dengan Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mementang tangannya ia menubruk Dandung Gumilar dengan perasaan hangat. Lebih-
lebih Dandung Gumilar. Ia tidak mengira, bahwa pemuda itu akan menerima
kedatangannya dengan hangat. Terus saja ia memeluknya erat-erat sambil berkata :
"Pangeran! Pangeran benar-benar menjelma sebagai dewa.
Ah, aku jadi teringat kepada kedatangan pangeran untuk yang pertama kali.
Pangeran seorang pemuda yang cakap luar biasa, lincah, gesit dan serba pandai.
Dalam hal ini aku pantas menjadi budakmu. "
Setelah berkata demikian, ia melepaskan pelukannya. Lalu duduk menumprah membuat
sembah. Keruan saja, Pangeran Jayakusuma terkejut. Buru-buru ia membangunkannya.
"Paman! Dalam hal ini, justru akulah yang pantas menyembah padamu. Aku berhutang
jiwa. Berhutang...... yang segalanya."
"Sudahlah, sudahlah....." Dandung Gumilar berdiri dengan masih membungkuk-
bungkuk hormat. "Tulang belulangku memang sudah keropos. Berlawanan dengan babi
itu saja, sudah tidak mampu berbuat sesuatu. Orang semacam aku ini rasanya tiada
guna lagi memperpanjang hidup. Kecuali kalau pangeran sudi menerima diriku
sebagai budakmu. " "Janganlah paman berkata begitu." potong Pangeran Jayakusuma. "Paman masih dapat
pulih seperti sediakala. Paman tidak percaya " Baiklah, akan segera kubuktikan."
Tentu saja kata-kata Pangeran Jayakusuma diterima Dandung Gumilar dengan hati
berdebar-debar. Benarkah ilmu saktinya akan pulih" Rasanya mustahil! Akan tetapi
ia kenal pemuda itu. Pangeran Jayakusuma tidak pernah mengingkari ucapannya.
Paling tidak dia akan berusaha sedapat-dapatnya. Berhasil atau tidak adalah soal
nasib. Maka dengan tahu diri, ia menyahut:
"Pangeran, aku percaya ucapanmu. Tetapi andaikata gagal, itu sudah nasib. Bisa
bersahabat dengan pengeran saja, sudah merupakan suatu kebahagiaan yang tidak
ternilai lagi. " Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Jayakusuma mau mengerti. Andaikata dirinya tidak mempunyai pengalaman
tak ubah sebuah mimpi indah, ia segera mengamini jalan pikiran Dandung Gumilar.
Betapa tidak" Ilmu saktinya dahulu tidak hanya hilang sebagian, tetapi malahan
musnah akibat terpantek rantai Sirnagalu. Tetapi siapa mengira, bahwa di dunia
ini ada semacam ilmu yang dapat memulihkan kepandaiannya" Bahkan baik tenaga
maupun kepandaiannya kini sekian kali lipat dibandingkan dengan kepandaiannya
dahulu. Padahal ilmu saktinya dahulu adalah warisan ilmu sakti Empu Kapakisan Purusa
Dasyanta. "Paman, sesungguhnya siapa Sapu Regol?" ia mengalihkan pembicaraan. "Ia benar-
benar semacam raksasa yang mempunyai senjata aneh pula. "
"Dengan sesungguhnya, belum pernah aku mengenal kehadirannya." sahut Dandung
Gumilar sambil berjalan mengarah pendapa. "Mari kita tanyakan kepada Ulupi.
Pasti dia dapat memberi keterangan. "
Dengan bergandengan tangan mereka meninggalkan arena pertempuran. Ulupi sendiri,
waktu itu sudah kembali duduk di ruang tengah. Sikapnya tenang luar biasa,
merdeka dari kesan munculnya Sapu Regol yang mengacau kediamannya.
Sebaliknya, anak-buahnya sibuk mengatur penjagaan, merawat yang tewas dan yang
terluka. Tidak lupa pula mereka membersihkan halaman yang porak-poranda. Hanya
Diah Lukita Wardhani dan Diah Mustika Perwita yang tidak beralih tempat.
Mereka berdiri berendeng menunggu kedatangan Pangeran Jayakusuma dan Dandung
Gumilar. "Lukita, apakah engkau mengenal raksasa tadi ?" Pangeran Jayakusuma mencoba
bertanya. Lukita Wardhani tidak menjawab. Dia hanya menggerendeng tidak jelas. Lalu
mendahului melangkah memasuki mang dalam.
Melihat sikap Ulupi yang terlalu tenang, rasa curiganya terbangun lagi. Beda
dengan Diah Mustika Perwita yang sikap hidupnya Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih berbau kekanak-kanakan. Dengan wajah berseri-seri ia menyambut kedatangan
Pangeran Jayakusuma. Katanya minta keterangan :
"Kakang membiarkan dia tidak terluka sedikitpun. Mengapa ?"
"Mengapa ?" Pangeran Jayakusuma tertawa "Itulah karena nasibnya baik"
Pangeran Jayakusuma kemudian memperkenalkan Diah
Mustika Perwita dan Diah Lukita Wardhani kepada Dandung Gumilar. Orang tua itu
menyambut dengan penuh hormat.
Apalagi setelah mendengar, bahwa Diah Lukita Wardhani sesungguhnya adalah
komandan Bhayangkari istana. Meskipun tidak dijelaskan, tentunya salah seorang
anggauta keluarga raja. "Silahkan, silahkan mengambil tempat. Biarlah aku yang mewakili tuan rumah"
ujarnya. Lalu dengan sikap hormat ia mempersilahkan Diah Lukita Wardhani dan
Diah Mustika Perwita duduk bejajar. Ia sendiri duduk mendampingi Pangeran
Jayakusuma yang mengambil tepat berhadapan dengan Ulupi.
"Peti mati itu menarik perhatian orang. Sebenarnya apa isinya
?" Pangeran Jayakusuma mulai.
Ulupi tidak segera menjawab. Ia memanggil Swandaka menghadap. Katanya memerintah
: "Duduklah dan ceritakan tentang orang itu sepanjang yang kau ketahui."
"Sungguh mati, baru malam ini hamba mendengar namanya dengan jelas". Swandaka
mulai setelah mengambil tempat agak jauh di belakang Ulupi. "Gerak-gerik orang
itu susah ditebak. Dia hebat namun memuakkan. Dengan mengandalkan tenaga yang
hebat ia berhasil menurunkan peti di atas pohon."
"Ah!" Pangeran Jayakusuma tertarik. "Pertempuran tadi tidak hanya menarik saja,
akan tetapi tujuannyapun menggelitik hatiku. Jadi, benar-benarkah dia hendak
merampas peti ?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar, pangeran." jawab Swandaka dengan hormat
"Sudah semenjak satu bulan kami bertugas mengamat-amati peti itu. lima hari yang
lalu orang itu datang menerjang laskar Majapahit. Dengan senjata arcanya yang
istimewa, ia mengamuk bagaikan kerbau gila. Khawatir kalau-kalau laskar
Majapahit tidak dapat mengatasi amukannya, kami datang membantu."
"Apakah dia datang seorang diri ?" Pangeran Jayakusuma memotong.
"Tidak. Dia diikuti belasan orang. Itulah sebabnya, kedatangannya membuat repot
laskar Majapahit." "Waktu itu, laskar Nayaka Madu belum kalah, bukan ?"
"Belum. Akan tetapi laskar Nayaka Madu sudah mundur kocar-kacir. Dan tidak lama
kemudian menyerah kalah terhadap serbuan laskar Majapahit. Rupanya panglima
Majapahit tertarik kepada peti mati itu yang tergantung diatas pohon. Atau
setidak-tidaknya tertak setelah menerima laporan. Lalu mengirimkan enambelas
orang laskarnya untuk merebut pohon itu. Karena laskar Nayaka Madu sedang sibuk
menghadapi gempuran laskar Majapahit yang lain, mereka tidak sempat
mempertahankan wilayah pohon itu. Maka dengan mudah laskar Majapahit berhasil
merebutnya dan selanjutnya berada di bawah penjagaan dan pengawasannya. Jadi
tegasnya, laskar Majapahit sudah menguasai wilayah tempat berdirinya pohon itu
satu minggu sebelum Sapu Regol tiba" Swandaka menerangkan.
"Ah, bagus!" Pangeran Jayakusuma makin tertarik, lalu berpaling kepada Diah
Lukita Wardhani. "Lukita, bagaimana menurut pendapatmu "
"Laporan tentang itu, memang kudengar juga. Hanya saja aku bertugas memegat
larinya Nayaka Madu." sahut Lukita Wardhani.
"Lanjutkan !" ujar Pangeran Jayakusuma kepada Swandaka.
"Artinya keteranganmu bisa dibuat pegangan.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Demikianlah, kami mengkhawatirkan kalau-kalau laskar Majapahit tidak mampu
menghadapi." Swandaka mulai lagi.
"Maka kami berenam langsung memasuki gelanggang pertempuran. Di luar dugaan
kaki-tangan Sapu Regol tidak boleh dipandang ringan. Mereka pandai berkelahi.
Jelas sekali mereka diasuh oleh tangan ahli. Setelah bertempur sekian lamanya,
barulah kami dapat memukul mereka mundur. Selagi kita berlega hati, Sapu Regol
muncul di hadapan kami. Dengan senjata arcanya ia menerjang kami berenam. Dengan
cepat, kami kehilangan empat saudara yang tewas dengan kepala remuk atau leher
patah. Aku malu sekali dan terus terang saja, dengan terpaksa aku mengajak
temanku yang tinggal seorang untuk menyingkir".
"Apakah laskar Majapahit dapat dikalahkan mereka ?" tiba-tiba Diah Lukita
Wardhani menyela. "Tuanku puteri.....nah di sini kami melihat sesuatu yang aneh." ujar Swandaka.
"Terhadap laskar Majapahit, senjata arca Sapu Regol seperti mempunyai mata. Dia
hanya melukai saja dan sama sekali tidak berniat untuk melakukan pembunuhan.
Berbeda sekali sewaktu dia menghadapi kami. Itulah sebabnya begitu dia muncul di
sini, lantas saja melakukan pembunuhan.
Dan menghadapi dia hamba bersikap tidak mengenal ampun.
Sayang, hamba tidak becus"
Pangeran Jayakusuma menganggap keterangan Swandaka cukup. Lalu berkata kepada
Ulupi: "Ulupi, apakah engkau mempunyai keterangan yang lain mengenai Sapu Regol" Tadi
salah seorang anak-buahmu melaporkan datangnya Narasinga merobohkan pohon tempat
peti mati digantungkan. Apakah ada hubungannya dengan Sapu Regol " "
"Narasinga barangkali hanya berrmaksud menyusahkan laskar Majapahit yang menjaga
pohon itu." jawab Ulupi pendek.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Jayakusuma tidak perlu mendesak lagi. Terhadap gadis itu, enggan ia
main melit. Akan tetapi Diah Mustika Perwita yang masih berbau kekanak-kanakan,
tidak puas. Tanpa permisi, langsung saja minta kejelasan :
"Maksud ayunda tidak ada hubungannya dengan Sapu Regol?"
"Tidak." "Menurut paman Swandaka, Sapu Regol bersikap baik hati terhadap tentara negeri.
Tetapi sebentar tadi dia berteriak tidak menghiraukan siapapun meski menggunakan
nama raja. Sebenarnya dia orangnya siapa ?"
Ulupi tersenyum. Menjawab :
"Sebab yang menjadi tujuannya hanya untuk memperoleh peti mati. Dan bukan hendak
bermusuhan dengan tentara negeri.
Sebab memusuhi berarti mencari perkara. Dalam hal hendak memperoleh peti itu,
kalau bisa jangan ada orang lain yang mengetahui."
"Ih! Apakah peti mati itu begitu berharga ?"
"Setidak-tidaknya ia mengharapkan dapat memperoleh rumus-rumus racun leluhur
Nayaka Madu yang memang berhasil menggetarkan jagad. Masih ingatkah adik
kepandaian Wisakarma, Brihawan, Adityasuta, Naradata" Masing-masing tentunya
mewariskan ilmu kepandaiannya kepada anak-keturunannya. Dan bagi seorang pendekar, rumus-rumus ilmu kepandaian yang
begitu tinggi cukup mengundang seluruh jiwa-raganya untuk memperebutkan. Hal itu
diketahui dengan jelas oleh Nayaka Madu. Maka dia tidak mau menyia-nyiakan
kemungkinan itu demi menolong kebangkrutannya. "
"Apakah Nayaka Madu memang menyimpan kitab
kepandaiannya dalam peti itu ?" Diah Mustika Perwita menegas.
Uiupi tertawa perlahan. Sahutnya :
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Meskipun memerlukan bantuan orang-orang pandai di seluruh penjuru dunia, tetapi
Nayaka Madu bukan orang tolol.
Dia hanya menyebarkan warta-beritanya. Kitab kepandaiannya yang sejati, tentu
saja disimpannya entah di mana. Adik tahu sendiri, demi memperebutkan sebuah
kitab sakti, Nayaka Madu membunuh gurunya sendiri dan bersedia menyirnakan
saudara-seperguruannya, bila perlu. Masakan dengan mudah saja ia menyerahkan
seluruh kitab kepandaiannya demi memperoleh teman seperjuangan ?"
"Ya, memang mustahil." Diah Mustika Perwita setengah menggerendeng.
"Itulah sebabnya, aku sengaja menceritakan leluhur Nayaka Madu, agar adik
menyadari betapa besar pengaruh ilmu kepandaian keluarganya. Untuk mengangkat
diri menjadi raja kecil-kecilan, ilmu kepandaian warisan leluhur Nayaka Madu,
cukup mampu. Tetapi jangan coba-coba memusuhi raja yang didudukkan di atas tahta
oleh kehendak rakyat. Walaupun demikian, ilmu kepandaiannya nyatanya cukup
merepotkan orang-orang pandai termasuk Mapatih Gajah Mada. "
Meskipun Ulupi berbicara kepada Diah Mustika Perwita, tetapi hadirin tahu
tujuannya dialamatkan kepada mereka. Lebih-lebih kepada Pangeran Jayakusuma dan
Diah Lukita Wardhani. Tak terasa, dalam hati mereka berdua mengangguk
membenarkan ucapannya. "Kelihatannya Nayaka Madu yakin akan berhasil" Diah Mustika Perwita mengemukakan
pendapatnya. "Tentu! Adik harus ingat, bahwa Nayaka Madu masih mempunyai seorang adik-
seperguruan yang kini masih dalam keadaan segar-bugar. Dialah Wijayarajasa,
alias Ratu Wengker".
Begitu Ulupi menyebutkan nama Wijayarajasa, Pangeran Jayakusuma berjingkat
seperti terpatuk ular berbisa. Ia seperti diingatkan dan disadarkan kembali.
Akan tetapi diapun sudah Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merencanakan penangkapannya melalui Panglima Wirawardhana suami Carangsari. Maka
dengan menegakkan kepalanya ia menyambung :
"Wirawardhana sudah mempunyai alasan dengan
tertangkapnya Nayaka Madu dan Durgampi."
"Ya, aku percaya" sahut Ulupi pendek. Lalu melanjutkan: "Dan di antara kita
masih terdapat orang-orang seperti Ratu Wengker yang mempunyai cita-citanya
sendiri. Mungkin sekali Ratu Wengker tidak berani bermusuhan terang-terangdn
melawan raja. Akan tetapi sedikit banyak, pangeran pernah merasakan tangannya
yang kejam. Sebagai adik sepeguruan Nayaka Madu, pastilah dia mengetahui belaka
penderitaan pangeran. Mengapa tidak mengulurkan tangan" Pendek kata demi
memperoleh ilmu sakti, seseorang berani menutup mata dan ringan tangan. Inilah
yang kumaksudkan, apakah bisa pangeran membakar peti mati itu. Memang peti mati
itu bisa dibakar oleh siapapun juga. Tetapi peti mati sebagai lambang
keperkasaan orang akan tetap menjadi masalah. Pangeran akan tetap dituntut dan
diuber orang. Apalagi pangeran kini benar-benar sudah mengantongi ilmu sakti
tertinggi di dunia".
Sederhana saja kata-kata Ulupi. Akan tetapi entah apa sebabnya, Pangeran
Jayakusuma bergeridik. Terasa dalam hati, Nayaka Madu memang seorang tokoh yang
hebat. Ia boleh mati, akan tetapi meninggalkan racun berbahaya yang tidak mudah
terkikis dan terhapuskan. Dan menghadapi musuh yang tidak tampak, jauh lebih
berbahaya daripada Nayaka Madu sendiri.
Akan tetapi Pangeran Jayakusuma adalah seorang pemuda yang sering menentang
maut. Ia tidak gentar menghadapi semua ancaman macam apapun. Apa lagi, kini ilmu
kepandaiannya sudah tidak dapat diukur lagi betapa tingginya. Yang dipikirkan
adalah akibat-akibatnya yang berada di luar perhitungan.
Tentunya akan banyak korban yang terjadi akibat nafsu perebutan itu. Sebentar
tadi si berewok sudah mengambil tiga Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jiwa yang tidak berdosa. Dikemudian hari tentu lebih banyak, manakala tidak
segera dicegah. "Terima kasih atas peringatanmu, Ulupi." ia berkata dengan sungguh-sungguh.
"Akupun mengerti maksud baikmu apa sebab engkau membawa kami bertiga singgah ke
mari. Sekiranya tidak, aku bakal ikut-ikutan memperebutkan peti mati yang kosong
itu." Ulupi tidak sempat menjawab, karena Pangeran Jayakusuma tiba-tiba tertawa
panjang. Sebagai seorang gadis yang cerdas luar biasa, ia dapat menebak maksud
pemuda itu. Ucapannya yang belakangan tadi sebenarnya dialamatkan kepada Diah
Lukita Wardhani yang bersikap galak. Karena itu, ia dapat menahan diri. Malah
pada detik beri kutnya ikut tertawa senang.
"Sekarang perkara paman Dandung Gumilar." Pangeran Jayakusuma mengalihkan
pembicaraan. "Pendek kata malam ini aku harus sudah dapat membayar hutangku."
"Membayar hutang?" Dandung Gumilar terbelalak. "Dalam hal ini tiada hutang
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pihutang." Pangeran Jayakusuma kemudian meminta sebuah kamar yang tidak terganggu. Dan
dengan gegap gempita Dandung Gumilar memerintahkan punggawa-punggawanya untuk
menyiapkan sebuah kamar khusus. Karena kedudukan Dandung Gumilar sama dengan
Ulupi, maka perintahnya dilaksanakan dengan cepat.
Menjelang larut malam, Dandung Gumilar sudah berada dalam kamarnya bersama
Pangeran Jayakusuma. Diah Lukita Wardhani dan Diah Mustika Perwita masing-masing mendapat kamar tidur
yang nyaman. Kamar mereka berjajar. Bahkan Ulupipun berada di kamar sebelah.
Kamar itu terletak di antara serambi depan dan ruang tengah. Berdiri agak
menyendiri, di tengah petamanan bunga. Tidak berpagar sehingga penglihatan dapat
menjangkau sejauh yang diinginkan.
Orang bisa saja keluar masuk dengan leluasa melalui taman bunga. Akan tetapi
malam itu dijaga sangat ketat. Setiap kali Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penjaga-penjaga beronda tiada berkeputusan. Hal itu disebabkan oleh pengalaman
peristiwa yang tidak enak dengan datangnya si raksasa Sapu Regol yang membunuh
tiga orang rekannya. Di dalam kamar Diah Lukita Wardhani bergulak-gulik dengan hati tidak tenteram.
Ia sedang menyiasati diri sendiri apa sebab hatinya tidak tenteram. Yang jelas,
meskipun sudah kurang, namun kecurigaannya terhadap Ulupi masih belum hilang.
Tetap saja ia menuduh, bahwa Ulupi masih menyembunyikan hal-hal yang agak perlu
dirahasiakan. Mereka tadi termasuk Ulupi sempat mendengar laporan penjaga, bahwa
Narasinga akan datang ke kediaman setelah merobohkan pohon tempat peti mati
digantungkan. Mengapa Ulupi tidak begitu menaruh perhatian"
Dari keterangan Pangeran Jayakusuma ia tahu, Ulupi memang orang Singgela seperti
Narasinga. Apakah sesungguhnya mereka berdua sedang membuat suatu rencana
tertentu terhadap kehadiran Pangeran Jayakusuma, dirinya dan Diah Mustika
Perwita" Lebih aneh lagi, Pangeran Jayakusuma kini berada dalam sebuah kamar
untuk menolong memulihkan tenaga sakti Dandung Gumilar. Berarti dia bakal
kehilangan sebagian besar himpunan tenaga saktinya. Bagaimana kalau tiba-tiba
Narasinga tiba" Atau memang begitulah yang dikehendaki Ulupi" Ia pernah
bertarung melawan Narasinga. Terus terang diakui, kepandaian Narasinga masih
berada di atas-nya, walaupun ia tidak perlu takut. Tetapi paling tidak,
datangnya Narasinga akan bisa menerbitkan suatu mala petaka baru.
Diah Mustika Perwitapun sedang sibuk membaca sikap Ulupi.
Hanya saja bukan perkara ancaman Narasinga. Yang dipikirkan justru Sapu Regol.
Raksasa itu masih dapat bergerak dengan gesit tatkala mendaki tebing curam.
Berarti tenaganya tidak kurang. Diapun sudah jelas sebagai suruhan orang pandai.
Bukan mustahil, dia bisa datang kembali. Bahkan kali ini bersama-sama dengan
yang menyuruhnya. Mengapa Ulupi tidak membicarakan ancaman bahaya itu" Apakah
dia sudah memiliki cara yang jitu untuk menghadapinya"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena tidak pandai memecahkan teka-teki itu, ia gulak-gulik dan tidak dapat
menidurkan diri. Tetapi tiba-tiba ia merasa berada di sebuah gunung yang indah.
Ia melihat sebuah pohon yang rimbun. Cahaya matahari yang terik tidak kuasa
menembus mahkota daunnya, sehingga berkesan teduh. Segera ia menghampiri.
Sekonyong-konyong ia melihat sepasang laki-laki dan perempuan. Ah, ternyata Sapu
Regol dan Ulupi. Mereka berdua sedang berbicara kasak-kusuk. Melihat Sapu Regol,
hati Diah Mustika Perwita memukul. Gugup ia berseru :
"Ayunda Ulupi, awas ! "
Sapu Regol terperanjat. Sebat luar biasa raksasa itu melompat tinggi di udara
sambil mengayunkan senjata arcanya. Bruss! Dan mahkota daun berguguran. Pada
saat itu pula Sapu Regol lenyap dari penglihatan. Itulah suatu kecepatan yang
luar biasa sehingga luput dari pengamatan. Menyaksikan peristiwa itu Ulupi tidak
senang. Menegor : "Mengapa engkau mengganggu ?"
Setelah menegor demikian, Ulupi mencabut pedangnya dan terus menikam. Diah
Mustika Perwita terbelalak. Ia heran bukan main. Berseru :
"Ayunda Ulupi! Ini aku, lihatlah yang jelas! Ini aku !" Tetapi Ulupi tidak
menghiraukan seruannya. Ia seperti tuli. Dengan suatu kecepatan yang sukar
dilukiskan pedangnya terus memburu. Diah Mustika Perwita terpaksa mundur
jumpalitan. Itulah salah satu ajaran ayah Ulupi, manakala dirinya menghadapi keadaan
darurat. Memang ia tidak sampai kena tertikam atau dilukai pedang Ulupi, akan
tetapi kedua kakinya menginjak sesuatu yang lembek. Byur ! Ternyata ia jatuh
tercebur dalam sebuah sungai.
"Ayunda.....aku.....aku....."
Diah Mustika Perwita tergegap-gegap. Ia mementang kedua matanya. Ternyata ia
sudah berada di atas lantai. Kiranya ia Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terjatuh dari pembaringannya. Ia heran, malu dan marah kepada dirinya sendiri.
Seperti anak kecil, ia menyesali diri sendiri. Tepat pada saat itu, ia mendengar
suara di luar kamar. Seketika itu juga, tersadarlah ia. Cepat ia menyambar
pedangnya. "Seperti ada orang. Siapa?" ia berbisik kepada dirinya sediri.
Sebat ia membuka daun pintu dan melongok ke luar. Ia mendengar suara langkah.
Apakah Sapu Regol kembali lagi"
Setelah diamati, adalah suara langkah lebih daripada seorang.
Jangan-jangan Sapu Regol membawa orang-orangnya. Langkah-langkah itu terdengar
ringan dan cekatan. Pastilah langkah kaki orang-orang pandai. Memperoleh
kesimpulan demikian, ia lari menyusul dengan membawa pedangnya.
Sampai di gunung yang berdiri tegak di depan perkampungan, Diah Mustika Perwita
melihat bayangan Ulupi. Hai kenapa Ulupi"
Ia teringat mimpinya. Apakah Ulupi sebenarnya bekerja-sama dengan orang-orang
yang datang itu" Jangan-jangan di antara mereka terdapat Sapu Regol. Dengan
mengerahkan tenaga saktinya, Diah Mustika Perwita melesat ke depan. Dalam
sekejap mata saja, ia melihat beberapa bayangan saling memburu.
Benar-benar mereka mahir ilmu Sepi Angin. Itulah salah satu macam ilmu sakti
yang kabarnya bisa mengangkat jasmani seringan kapok. Ia heran. Sesungguhnya
siapa mereka" Kalau mereka bermaksud baik, apa sebab tidak datang dengan terang-
terangan" Kalau berniat jahat, mengapa kabur seperti maling, padahal Ulupi
berada di belakangnya" Mengandal kepada kepandaiannya, setidak-tidaknya akan
bisa membuat Ulupi repot.
Tepat pada saat itu, ia mendengar Ulupi membentak :
"Siapa kamu ?" Mereka yang dikejar menghentikan langkahnya. Seorang yang berperawakan jangkung
menjawab : "Kami adalah sahabat-sahabat leluhurmu. Nona Ulupi, masakan sudah lupa" Aku
Rajegwesi, teman Pradapa. Waktu Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih belasan tahun, bukankah kita sudah sering bertemu" Hayo
!!........coba diingat-ingat. Dan mereka inipun adalah sahabat-sahabat Pradapa".
Diah Mustika Perwita yang mengikuti Ulupi merandek. Ia bersembunyi di balik batu
setelah melihat mereka berhenti berbicara. Begitu mendengar kata-kata orang yang
bernama Rajegwesi, perhatiannya bangkit. Siapakah yang disebut-sebut dengan nama
Pradapa" Tentu saja, Diah Mustika Perwita tidak kenal siapa yang disebut
Pradapa. Pradapa adalah kakak-angkat Ulupi. Semenjak lima tahunan, dia bergaul
erat dengan Pradapa. Dan Rajegwesi termasuk salah seorang teman bermain Pradapa, waktu Pradapa
berumur belasan tahun. "Kau mengaku sahabat Pradapa. Mengapa main sembunyi-sembunyian" Bukankah engkau
dapat datang dengan terang-terangan?" tegor Ulupi dengan suara tidak senang.
"Soalnya, kulihat banyak orang berada di kediamanmu. Agar jangan mengejutkan
mereka, kau kubawa kemari." Rajegwesi memberi keterangan. Tiba-tiba menuding ke
arah batu tempat persembunyian Diah Mustika Perwita. Menegas : "Siapa dia ?"
Ulupi menoleh. Pada detik itu pula Diah Mustika Perwita muncul dari balik batu.
Ia merasa tidak perlu lagi untuk terus bersembunyi. Di dalam hati ia mengakui
keunggulan penciuman Rajegwesi
"Dia adikku." jawab Ulupi. "Jika hendak mengatakan sesuatu kepadaku, katakanlah
dengan bebas. Dia seumpama tubuhku sendiri."
Lega hati Diah Mustika Perwita mendengar ucapan Ulupi.
Kalau begitu, Ulupi sudah menganggap dirinya bukan orang asing lagi. Pikirnya di
dalam hati: "Melihat sikapnya, orang itu pernah dikenal ayunda Ulupi pada masa
kanak-kanak ...." Meskipun sudah dianggap orang sendiri, Diah Mustika Perwita
tetap berada di tempatnya. Sama sekali ia tidak berusaha untuk menghampiri
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
demi menjaga kehormatan Ulupi. Bahkan pada waktu itu timbul niatnya hendak
mengundurkan diri. Sekonyong-konyong ia mendengar Ulupi membentak dengan suara
lantang : "Kau tadi mengaku menjadi sahabat kakang Pradapa. Apakah kau pernah datang ke
kediamannya" Di mana dia sekarang ?"
Meskipun lantang, akan tetapi nada suaranya mengesankan seseorang yang tertarik
hatinya begitu mendengar Rajegwesi menyebut-nyebut nama Pradapa. Ulupi seakan-
akan seperti seseorang yang tengah berdahaga dan tiba-tiba mendengar orang
menawarkan segelas air tawar yang nikmat. Oleh kesan itu, Diah Mustika Perwita
terbangun lagi perhatiannya.
"Pradapa berada di suatu tempat di wilayah Jawa Barat."
sahut seorang laki-laki kurus kering yang berdiri di belakang rajegwesi.
"Siapa kau ?" "Aku Branjangkawat, teman seperjalanan Pradapa. Nona diharapkan datang
menjenguknya". Ulupi mengamati Branjangkawat beberapa detik lamanya. Lalu berkata :
"Pradapa tahu, aku tidak berada di tempatku. Inilah aneh, kenapa kalian bisa
mencari aku kemari."
"Kalbu bukan atas petunjuknya, bagaimana mungkin" sahut Branjangkawat
Karena jawaban Branjangkawat masuk akal, Ulupi berkata :
"Apakah dia sakit" Atau............dia terluka ?"
"Aku tidak mengabarkan apakah dia sakit atau terluka. Tetapi untuk datang
kemari, jaraknya begini jauh. Mungkin lebih dari tujuh ratus kilometer. Nanti
setelah nona datang ke tempatnya, baru nona ketahui di mana dia berada."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ulupi tertawa pelahan. Sahutnya :
"Kalau aku berangkat ke sana, jaraknyapun bukankah tidak kurang" Akupun harus
menempuh jarak lebih dari tujuh ratus kilometer. Lagipula sebelum berangkat, aku
harus berkemas-kemas dulu."
Tentu saja apa yang dibicarakan antara Ulupi dan
Branjangkawat, sama sekali asing bagi Diah Mustika Perwita. Ia hanya pandai
menduga-duga saja. Akan tetapi siapakah sebenarnya Pradapa, tidak jelas. Memang
nama Pradapa hanya diketahui oleh Ulupi, Branjangkawat dan Rajegwesi. Pada masa
mudanya, Pradapa salah seorang siswa Lawa Ijo yang bersemangat. Ingin ia
menghimpun semua ilmu kepandaian menjadi satu pengucapan. Karena ilmu kepandaian
di Jawa Tengah, pada jaman dulunya berasal dari Tarumanagara, maka ia memutuskan
hendak mendekati sumbernya. Berangkatlah ia meninggalkan kampung halamannya
untuk merantau mencari ilmu. Dengan Ulupi dia bergaul sangat erat semacam pacar.
Dan seperti lazimnya pengaulan masa remaja kerapkali mempunyai kesannya sendiri.
Meskipun tidak terucapkan, di dalam hati mereka masing-masing seolah-olah sudah
memutuskan untuk kelak hidup sebagai suami-isteri. Akan tetapi usia Pradapa
sudah jauh lebih dewasa daripada Ulupi. Ia sadar apa arti ilmu-pengetahuan itu.
Umu pengetahuan baginya akan menentukan hari kemudian. Maka dengan lapang hati
pula, ia meninggalkan Ulupi. Sebaliknya Ulupi yang masih berbau kanak-kanak,
sempat menangis sedih melepaskan kepe:gian Pradapa. Tentunya, itulah kesan
kanak-kanak. Setelah usia menanjak dewasa perhatiannya sudah beralih. Kecuali
menekuni Ilmu Kepandaian, memikul tugas berat yang mempertaruhkan jiwa raganya.
Tiada lagi masalah Pradapa sempat mengusik perhatian. Meskipun demikian bukan
berarti melupakan atau menghapuskan kehadiran pemuda itu dari lubuk hatinya.
Maka tidak mengherankan, kesan masa kanak-kanaknya terbangun kembali begitu
mendengar seseorang menyebut-nyebut nama Pradapa.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau begitu sukar dipertemukan." ujar Branjangkawat dengan nada masygul. Ia
berdiam sejenak. Lalu berkata dengan bersemangat: "Pradapa titip pula satu
pertanyaan untuk nona. Apakah nona sudah melupakan janji lama ?"
"Memangnya kenapa ?"
"Pada dewasa ini dunia dalam keadaan kacau-balau. Mengapa nona ikut-ikutan
merantau ke Jawa Timur " Bukankah lebih baik nona berkumpul kembali dengan
Pradapa seperti dulu" Kalau perlu hidup menyendiri demi mengabdi Ilmu
Kepandaian. Memang Pradapa tahu, nona sebenarnya sedang berjuang keras untuk menghimpun ilmu
Kepandaian Nayaka Madu yang
sebenarnya sumbernya berasal dari Tarumanagara. Apakah sudah berhasil " Pradapa
yaqg sudah sekian tahun hidup di Jawa Barat ingin mencocokkannya."
Ulupi menatap Branjangkawat dengan pandang menyala.
Kedua alisnya tiba-tiba berdiri. Menegas :
"Apakah itu ucapan kata-kata Pradapa ?"
Branjangkawat tidak segera menjawab. Ia berpaling kepada Rajegwesi. Dan
berkatalah Rajegwesi : "Aku membawa sepucuk suratnya. Silahkan nona baca sendiri."
"Kau bacalah! Aku tidak membawa penerangan" ujar Ulupi.
Sebenarnya waktu hampir terang tanah. Bagi orang-orang pandai yang memiliki mata
tajam, bukan halangan untuk membaca huruf-huruf yang tertulis pada sepucuk
surat. Sebaliknya baik Rajegwesi maupun Branjangkawat cukup cerdik.
Pada jaman dulu membaca surat orang lain termasuk melanggar kesopanan. Apalagi
surat dari kekasih atau suaminya. Selain itu, mereka takut terjebak. Bukankah
maksud kedatangannya yang dilakukan dengan diam-diam justru agar tidak diketahui
orang Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lain" Menyalakan penerangan berarti mengundang perhatian.
Maka dengan membungkuk Rajegwesi menjawab :
"Terang tanah ini akan menolong nona untuk bisa membaca sendiri".
Kali ini Ulupi tidak dapat menolak kehendaknya. Ia menerima surat itu dan
dibacanya. Diah Mustika Perwita
memperhatikannya. Ia heran, tangan Ulupi seperti bergemetaran kayak seseorang
yang menerima surat lamaran kekasih hatinya.
Menyaksikan hal itu, Diah Mustika Perwita berkata di dalam hati :
"Ayunda Ulupi kecuali seorang puteri yang pandai luar biasa, gagah pula. Tetapi
menerima surat kekasihnya, bergemetaran juga........"
Pelahan-lahan dan hati-hati Ulupi membuka sampul surat. Lalu dibacanya. Sejenak
kemudian berkomat-kamit. Tiba-tiba jadi jelas. Terdengar ia mengulang bunyi
namanya sekian kali: "Ulupi.....terimalah suratku ini seperti aku bertemu dan bertatap muka sendiri
denganmu. Ulupi.........terimalah suratku ini seperti aku bertemu dan bertatap
muka sendiri denganmu. Ulupi.....terimalah suratku ini......"
Mendengar bunyi ucapan Ulupi, hampir saja Diah Mustika Perwita tertawa geli.
Tiba-tiba ia melihat perubahan wajah Ulupi.
Ulupi tidak lagi mengulang bunyi kalimat pembukaan surat yang diterimanya. Kini
ia tertawa seraya berkata :
"Benar.... ah benar! Pradapa benar-benar tidak dapat datang kemari sehingga
mengutus beberapa tuan-tuan yang
berkepandaian tinggi untuk mewakili dirinya menemui diriku.
Benar-benar dia menghendaki aku agar menyerahkan rumus-rumus Ilmu Kepandaian
Nayaka Madu. Yang mengherankan, tuan-tuan sekalian tiada yang menolak. Sungguh
suatu persahabatan sejati."
"Ah, sebenarnya ilmu kepandaian kami biasa-biasa saja."
Rajegwesi merendahkan diri untuk menyembunyikan rasa Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
senangnya. "Soalnya, kami sudah terlanjur mengikat janji. Dalam suatu
pertempuran, kami kena dikalahkan. Karena itu kami harus melaksanakan apa
perintahnya"
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ulupi memanggut-manggut. Katanya :
"Kalau begitu, tuan-tuan termasuk golongan satria sejati.
Tentang ilmu kepandaian Nayaka Madu memang berasal dari Barat. Pradapa pasti
akan memperoleh kemajuan untuk mencapai cita-citanya yang tinggi. Baiklah, aku
serahkan kitab rumus-rumus itu. Silahkan terima sendiri !"
Rajegwesi tercengang. Beberapa saat lamanya ia mengamati wajah Ulupi. Lalu
menegas : "Apakah kitab itu selalu nona bawa-bawa kemana nona pergi?"
"Ya. Demi menghindari tangan-tangan jahil." jawab Ulupi seraya merogoh sakunya.
Rajegwesi maju dua langkah. Sekonyong-konyong Ulupi tertawa geli. Berbareng
dengan itu, tangannya bergerak mencabut pedangnya dan langsung menusuk. Sudah
begitu, tangan kirinya melepaskan beberapa peluru.
Keruan saja Rajegwesi kaget setengah mati. Sama sekali ia tidak menduga, bahwa
Ulupi bisa berubah ganas. Sebat luar biasa ia membuang diri. Walaupun demikian,
masih saja ia tertikam pundaknya. Ia mengaduh kesakitan sambil berteriak :
"Kami bermaksud baik. Mengapa nona menurunkan tangan jahat ?"
Ulupi melompat maju menikamkan pedangnya. Menyahut :
"Ya, terpaksa berbuat begini, karena hatimu sangat baik. Hm, kau kira aku masih
kanak-kanak berumur delapan tahun yang belum mengerti kelicikan orang"
Sebenarnya kau siapa" Hayo, dimana kini Pradapa berada ?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
- Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rajegwesi tidak sempat menjawab, karena ia harus mengelak beberapa kali. Dalam
kerepotannya, mulutnya meledak :
"Kau lihatlah dulu yang jelas! Bukankah itu tulisan tangannya sendiri ?"
"Hm, kau masih saja berdusta. Apakah kau ingin aku membutakan matamu ?" bentak
Uhipi. Kali ini Ulupi menyerang Rajegwesi dengan pelurunya.
Celakalah Rajegwesi, karena ia dihujani empat peluru sekaligus.
Sedang ia berputus asa, tiba-tiba terdengar suara benturan dan keempat peluru
itu terhajar hancur. Itulah jasa Branjangkawat yang berkenan mengulurkan
tangannya. Kesempatan itu dipergunakan Rajegwesi untuk menarik senjatanya.
Ternyata dia bersenjata semacam martil yang diberi rantai penghubung. Dan dengan
senjatanya yang istimewa itu ia mencoba membentur pedang Ulupi meng adu tenaga
keras. "Sebenarnya kami datang kemari demi sahabat Pradapa.
Ternyata kau perempuan siluman. Apakah kau kira aku takut"
Hai kawan-kawan! Mari kita bereskan siluman ini!" teriak Rajegwesi setengah
kesakitan. Teman Rajegwesi tiga orang selain Branjangkawat. Perawakan tubuh ketiga-tiganya
mirip Sapu Regol. Besar tinggi mirip raksasa. Mereka bersenjata berat. Martil,
penggada dan bola rantai bergigi Begitu maju berbareng, angin bergulungan
menggempur kedudukan Ulupi. Branjangkawat tidak tinggal diam. Dengan goloknya ia
ikut menerjang. Begitu pula Rajegwesi.
Meskipun pundaknya terluka, namun karena hatinya
mendongkol, ia melompat maju menghantam martilnya. Yang diarghnya adalah tempat-
tempat kosong sewaktu Ulupi harus menangkis serangan teman-temannya.
Diah Mustika Perwita maju mendekati, kemudian berdiri bersandar pada sebuah
batu. Dengan tenang ia mengikuti pertempuran itu. Petanghari tadi ia diuji
Ulupi. Dalam ujian itu, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ulupi tidak bertempur dengan sungguh-sungguh. Sekarang, Ulupi dikerubut lima
orang. Tentunya dia akan bertempur dengan sungguh-sungguh. Justru demikian,
ingin ia menyaksikan. Akan tetapi, di luar dugaan Ulupi melayani mereka seperti
sedang bermain-main. Kadang-kadang terdengar ia tertawa geli. Kadang-kadang pula
menyerang dengan cepat dan ganas. Sama sekali ia tidak gentar dikerubut lima
orang musuh yang tangguh dan berkepandaian tinggi.
Ketiga pembantu Rajegwesi mengandal benar kepada
senjatanya masing-masing. Tujuan mereka ingin melibat dan membentur pedang Ulupi
dengan mengadu tenaga. Akan tetapi gerakan pedang Ulupi luar biasa cepatnya.
Jangan lagi bisa kena dibentur, bahkan kerapkali pedang Ulupi tiba-tiba
berkelebat di depan mukanya. Lalu dengan suatu kecepatan yang sukar dilukiskan
meratas ujung baju ketiga-tiganya. Seumpama Ulupi mau maju dua senti saja,
mereka bertiga sudah terluka.
"Jangan mengadu jiwa dan mengadu senjata melulu!"
Rajegwesi memperingatkan. Kurung saja ! Tunggu sampai dia kehabisan
nafas.........." Mendengar peringatan Rajegwesi, ketiga-tiganya mulai mengendorkan serangannya.
Sedikit demi sedikit mereka mundur sehingga ruang geraknya menjadi longgar. Dan
sebagai gantinya, Rajegwesi yang maju merangsak. Martilnya yang berantai panjang
dapat disabetkan tak ubah cambuk. Ia dapat maju mundur dari sela-sela ketiga
temannya. Dengan begitu ia dapat menyerang Ulupi sambil berlindung. Pertempuran
macam demikian, akan memakan waktu lama.
Sekarang justru Diah Mustika Perwita yang tidak sabaran. Ia ikut mendongkol
menyaksikan cara bertempur Rajegwesi yang licik. Berseru :
"Ayunda! Kau ingin membuat dia buta ?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya." sahut Ulupi dengan tenang. Akan tetapi suaranya tidak begitu bersemangat.
"Betul?" Diah Mustika Perwita sebaliknya bernafsu.
"Betul." "Bagus!" Diah Mustika Perwita bergembira. "Kalau begitu, tak usah ayunda turun
tangan. Biarlah aku yang melakukan".
Mendengar sederet kalimat percakapan mereka, Rajegwesi berjaga-jaga. Akan tetapi
melihat kesan peribadi Diah Mustika Perwita yang lemah lembut ia mengira gadis
itu tidak memiliki kepandaian yang berarti. Besar mulut benar siluman muda ini,
pikirnya. Lantas saja ia tertawa terbahak-bahak sambil berseru:
"Kau bisa apa" Boleh coba !"
"Betul?" Diah Mustika Perwita menegas dengan suara kekanak-kanakan.
"Asal tahu saja." damprat Rajegwesi dengan suara mendongkol. "Kau harus tahu,
bahwa kami semua sekawan ahli-ahli senjata bidik. Kau tidak percaya " Mari kita
berlomba siapa yang buta terlebih dulu."
Rajegwesi memang seorang ahli pelepas panah beracun. Ia menggempur Ulupi sambil
melindungi mukanya dengan lengan bajunya. Tiba-tiba terdengar suara ser, ser.
Dua batang anak panah beracun berukuran pendek, melesat bagaikan kejapan kilat.
Itulah senjata rahasianya yang sangat dibanggakan.
Sekarang ingin ia menggertak dan membuktikan ucapannya dengan sekali jadi. Ia
yakin gadis itu akan terluka oleh anak panahnya. Akan tetapi ia lupa, bahwa Diah
Mustika Perwita adalah murid dari beberapa guru yang berkepandaian tinggi. Ia
mengelak sambil membalas menyerang dengan pelurunya.
Rajegwesi terkejut. Ia seperti berada dalam mimpinya yang buruk. Benarkah
seorang gadis semuda itu dapat mengelakkan sambaran anak panahnya berbareng
membalas menyerang" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi tidak sempat ia berpikir lama-lama. Dengan cepat ia menangkis
sambaran peluru Diah Mustika Perwita dengan gagang senjata martilnya. Tring ! Di
luar dugaan peluru Diah Mustika Perwita memiliki sifat yang istimewa. Begitu
tergempur balik, justru berputar menyambar dari samping. Inilah suatu kejadian
di luar perhitungan. Rajegwesi kaget bukan main.
Hendak ia melompat mundur sambil menangkis. Justru pada detik itu, Ulupi
melompat menerjang setelah menangkis serangan Branjangkawat bertiga.
"Hooeee___... "tak terasa Rajegwesi mengeluh.
Rajegwesi merasa tergiring pada sasaran bidikan tertentu.
Sedapat mungkin ia harus mengelakkan peluru Diah Mustika Perwita yang sedang
mengancamnya. Teringat akan ancaman Diah Mustika Perwita, bahwa dirinya akan
dibuat buta, maka dengan mati-matian ia menutup mukanya. Namun Ulupi tidak
membiarkan dia bisa main clup-ba. Pedangnya ditusukkan, sehingga lengan
Rajegwesi yang melindungi kedua matanya terpaksa turun untuk menangkis. Dan pada
detik itu, mata kirinya terasa sakit luar biasa.
Sambil memekik sekuat tenaga, ia menimpukkan senjata martilnya dengan kedua
tangannya kepada Ulupi. Tenaga yang dipergunakan hebat tak terkatakan. Terpaksa
Ulupi melompat ke samping. Kesempatan itu dipergunakan Rajegwesi melarikan diri
dengan mengguling-gulingkan badannya. Ulupi memang tak dapat mengganggu akalnya.
Akan tetapi Diah Mustika Perwita masih bebas. Dengan setengah tertawa, Diah
Mustika Perwita berseru kepada Rajegwesi:
"Nih........kukembalikan panahmu !"
Kegesitan Diah Mustika Perwita memang tak usah kalah dibandingkan dengan Ulupi.
Sambil mengelakkan sambaran anak panah Rajegwesi sebentar tadi, tangannya yang
cekatan masih dapat menyambar sebatang anak panah yang di-simpannya baik-baik.
Maksudnya akan dipergunakan pada saatnya yang tepat.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan inilah kesempatan yang ditunggu-tunggu. Rajegwesi yang merasa bebas dari
serangan balik Ulupi, terkejut setengah mati.
Sama sekali tidak mengira, bahwa Diah Mustika Perwita berbuat secerdik itu.
Syukur, anak panah bukan merupakan senjata bidik yang dikuasai Diah Mustika
Perwita. Karena Rajegwesi melarikan diri dengan berguling-guling, anak-panah
yang menyambarnya tidak mengenai sasarannya.
Menyaksikan Rajegwesi melarikan diri, ketiga pengikutnya tidak sudi memikul
risikonya. Terus saja mereka melemparkan senjatanya masing-masing meniru
perbuatan Rajegwesi. Lalu seperti diuber siluman, mereka melarikan diri.
Sekarang tinggal Branjangkawat seorang diri. Diapun ingin melarikan diri juga.
Tetapi arah larinya, dihadang Diah Mustika Perwita yang bersenjata pedang.
Branjangkawat tidak takut.
Betapapun juga, ia seorang yang berkepandaian tinggi. Usianya dua kali lipat
daripada Diah Mustika Perwita. pengalamannya jauh lebih banyak. Karena itu,
mengandal kepada pengalamannya dan kepandaiannya, ia memandang rendah terhadap
Diah Mustika Perwita. Terus saja ia menyerang Diah Mustika Perwita dengan
senjata goloknya. Cara menyerangnya cepat luar biasa dan saling menyusul. Hebat
tenaga saktinya sampai membawa desir angin bergulungan. Dia mengharapkan agar
Diah Mustika Perwita membuka jalan. Kalau tidak, gadis itu bakal terluka.
Akan tetapi Diah Mustika Perwita sama sekali tidak gentar.
Dengan pedangnya ia melayani cepat melawan cepat. Setiap kali gadis itu dapat
mengelakkan berondongan golok Branjangkawat.
Sebaliknya sekali-kali ia berhasil menikam, menusuk atau menyabetkan pedangnya
dari arah samping. Menghadapi kebandelan Diah Mustika Perwita, Branjangkawat
mendongkol. Dari mendongkol lambat-laun jadi penasaran. Dari penasaran, tiba-tiba hatinya
merasa meringkas. Ternyata kepandaian gadis itu tidak boleh dianggap ringan.
Bukan mustahil, dirinya bisa Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dirobohkan dalam beberapa gebrakan lagi. Kalau Ulupi tiba-tiba ikut maju,
celakalah dia. Memikir demikian, segera ia bermaksud melarikan diri sejadi-jadinya. Syukur bisa
menyusul arah larinya teman-teannya.
Tetapi sudah kasep. Diah Mustika Perwita berani mendesaknya dengan serangan
bertubi-tubi yang aneh luar biasa. Hai! Jurus apa ini, pikirnya menebak-nebak.
Selama hidupnya belum pernah ia melihat ilmu pedang sehebat itu. Sekarang, tahu-
tahu goloknya terkutung menjadi tiga bagian.
"Adik, tahan!" seru Ulupi yang menyusul. "Biarkan dia hidup.
Ampuni jiwanya." Ulupi tidak hanya memintakan ampun saja, namun tangannya bekerja dengan cepat.
Dengan satu pukulan, ia membuat Branjangkawat tidak dapat berkutik lagi.
Bentaknya dengan suara bengis :
"Engkau bukan, yang memalsu surat Pradapa ?"
"Memalsu" Memalsu bagaimana?" Branjangkawat membela diri.
"Kau meniru tulisan Pradapa, bukan?"
"Itu bukan pekerjaanku. Tanyakan saja kepada kakang Rajegwesi!" ujar
Branjangkawat dengan sungguh-sungguh.
"Dia sudah melarikan diri. Bagaimana aku harus minta keterangan padanya?" Ulupi
tertawa geli. "Kau sajalah yang harus menjawab.
"Menjawab bagaimana?" Branjangkawat mendongkol.
"Kau jelaskan padaku, bagaimana asal mula surat palsu ini."
"Sekarang fajarhari sudah tiba. Coba periksalah yang cermat !
Palsu atau tidak ?" "Sudah jelas palsu !" hardik Ulupi.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Branjangkawat menghela nafas. Akhirnya dengan berat hati ia bekata :
"Terus terang saja, sebenarnya belum pernah aku bertatap muka dengan Pradapa.
Juga kakang Rajegwesi. Itu hanya satu kebetulan saja, tatkala kami sempat
mendengar pembicaraan seorang raksasa bernama Sapu Regol.
"Sapu Regol" tak terasa terloncat rasa tertariknya Diah Mustika Perwita.
"Dia seorang pendekar yang hebat tenaganya. Senjatanya aneh, berbentuk arca.
Pada suatu kali dia membicarakan Pradapa yang berangan-angan ingin menciptakan
suatu ilmu kepandaian yang istimewa. Caranya dengan melebur semua bentuk macam
ilmu kepandaian menjadi satu. Sebenarnya suatu angan-angan yang mustahil dapat
tercapai. Tetapi Sapu Regol khawatir, jangan-jangan engkau membantunya. Bila kau
serahkan inti ilmu kepandaian Nayaka Madu kepada Pradapa, maka di dunia ini
bakal ada seorang pendekar muda yang berilmu kepandaian tak terkalahkan. Maka
Sapu Regol berketetapan hendak merebut rumus-rumus ilmu kepandaian Nayaka Madu."
"Hm, bagaimana dia tahu keikut-sertaanku?" potong Ulupi.
"Sapu Regol dibantu seorang pemalsu surat yang cerdik.
Dialah Maling Khondang."
"Siapa dia?" Diah Mustika krwita memotong lagi.
"Dialah salah seorang murid Hajar Awu-Awu. Sebenarnya kepandaiannya sedang-
sedang saja. Tetapi dia pandai mencuri, mencopet dan memalsu sehingga namanya
terkenal. Karena itu dia disebut Maling Kondhang. Kondhang artinya terkenal.
Berkat penyelidikannya, kita semua mengenal nama Pradapa."
"Lalu siapakah itu Hajar Awu-Awu?" Diah Mustika Perwita menegas.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dialah guru Sapu Regol pula" jawab Branjangkawat. "Hajar Awu-Awu berkepandaian
sangat tinggi." "Nanti dulu! Kau tadi menerangkan, Maling Kondhang menyelidiki Pradapa. Apakah
dia benar-benar pernah bertatap muka dengan Pradapa ?"
"Tidak hanya bertatap muka saja. Sebelum Sapu Regol melaksanakan maksudnya,
gurunya sempat dipertemukan dengan Pradapa atas petunjuk Maling Kondhang. Dalam
suatu pertempuran, Hajar Awu-Awu membunuh Pradapa."
"Apa?" Ulupi terperanjat. Waktu itu alam masih belum cerah benar, meskipun
demikian, wajah Ulupi yang tiba-tiba kelihatan pucat nampak nyata. Ia berdiri
tertegun bagaikan sebuah tugu yang tidak pandai berbicara. Menyaksikan perubahan
yang mencemaskan itu, Diah Mustika Perwita maju menghampiri.
Tepat pada saat itu, terdengar suara orang berguling-guling.
Dialah Branjangkawat yang menggunakan kesempatan itu untuk melarikan diri.
"Biarlah dia lari." bisik Ulupi.
"Ayunda! Kau kenapa ?" Diah Mustika Perwita cemas.
"Tidak apa-apa." sahut Ulupi seraya mengulum senyum. Dan wajahnya sedetik tadi
memucat kembali wajar. Katanya melanjutkan; "Dalam waktu-waktu yang tidak
terlalu lama, aku kehilangan seorang saudara. Juga orang-orang yang kusayang,
seperti Pradapa dan salah seorang guruku yang pernah kuceritakan."
"Ya, ya ya........tetapi nama Pradapa itu kelihatan berkesan benar dalam hati
ayunda. Apakah Pradapa benar-benar mati?"
Diah Mustika Perwita menegas.
"Itupun belum kuketahui benar. Aku hanya terperanjat".
"Sebenarnya siapa dia ?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dialah temanku bermain masa kanak-kanak. Usianya terpaut lima atau enam tahun
denganku. Tetapi otaknya cerdas dan semangatnya tinggi. Dia ingin meniru
kesaktian Pangeran Semono. Setelah menerima bekal kepandaian dari gurunya, dia
pergi merantau. Katanya hendak menghimpun semua puncak-puncak ilmu kepandaian di
persada bumi ini. menjadi satu kesatuan hasil ciptaannya. Kalau orang lain
dapat, mengapa aku tidak" Begitulah katanya sering. Aku senang mendengarkan
cita-citanya. Aku kagum pula akan semangatnya. Karena itu, kepegiannya kudoakan
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
agar berhasil. Maka bila dia benr-benar gagal, akulah yang merasa kehilangan.
Sebab dengan diam-diam akupun ikut membantu mengumpulkan semua ilmu kepandaian.
Bila tidak demikian, mustahil aku sudi berada di tempat ini mengadu untung."
Lapat-lapat Diah Mustika Perwita seperti memperoleh penerangan tentang peribadi
Ulupi. Hanya saja kurang jelas.
Apakah ada hubungannya dengan almarhum Ki Ageng Mijil Pinilih yang berpesan
kepada Pangeran Jayakusuma agar
mempersembahkan kunci Sasanti Manu dan Pancasila" Bukan mustahil demikianlah
kiranya. Namun apa sebab Ulupi menolak sewaktu Pangeran Jayakusuma memberi
kesempatan baginya untuk menghafalkan bait-bait Sasanti Manu" Tatkala Pangeran
Jayakusuma menurun bunyi bait Sasanti Manu dan
diserahkannya, Ulupi hanya melihat sekilas saja. Lalu dianjurkan agar dibakar
hangus bersama peti mati berikut jenazahnya. Ini merupakan teka-teki lagi. Akan
tetapi sebenarnya Diah Mustika Perwita yang kurang cermat. Ulupi adalah manusia
luar biasa yang dilahirkan sejarah. Otaknya cerdas tak terkatakan lagi.
Dengan sekali melihat, saja, sebenarnya sudah terlekat dalam ingatannya.
"Ayunda segera dapat mengetahui surat itu palsu. Padahal alam masih gelap Waktu
itu." Diah Mustika Perwita mengalihkan pertanyaannya.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ulupi menghela nafas. Menjawab seraya membalikkan
badannya mengarah ke kediamannya :
"Masih ingatkah aku mengulang kata-kata pembukaan surat itu ?"
"Ya, ayunda mengulang-ulang kalimat pembukaannya. Hampir saja aku tertawa.
Apakah sebab ayunda selalu mengulang kata-kata Ulupi ... terimalah suratku ini
seperti aku bertemu dan bertatap muka sendiri denganmu........"
"Eh, kaupun cepat hafal." Ulupi tertawa.
"Karena ayunda mengulang sampai beberapa kali."
"Tetapi tahukah adik, bahwa justru kata-kata itu yang membuka ingatanku. Tidak
ragu-ragu lagi. Itulah surat palsu".
"Sebab?" Diah Mustika Perwita ternganga heran. Ulupi tidak segera menjawab. Ia
mendeham. Lalu pelahan-lahan melangkah balik mengarah ke kediamannya. Waktu itu
fajarhari sudah benar-benar tiba. Alam pegunungan mulai kelihatan nyata.
Kesannya agung, meriah dan sejuk.
"Waktu kanak-kanak namaku bukan Ulupi." kata Ulupi.
"Seperti kisahku dulu, ayah mendambakan seorang putera.
Tetapi yang lahir adalah bayi kembar perempuan. Karena itu, aku diberi nama :
Palupi Pandan Sari. Itulah namaku yang benar.
Palupi artinya seolah-olah lambang. Pandan adalah nama bahan anyaman tikar. Jadi
genapnya, aku diumpamakan lambang anyaman sari hati ayah. Apakah makna anyaman
sari" Itulah pendambaan ayah ingin mempunyai seorang anak laki-laki.
Jelas?" Diah Mustika memanggut. Mulutnya berkomat-kamit :
"Palupi Pandan Sari. Alangkah bagus dan indah nama itu".
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Setelah aku memasuki rumah perguruan, guru mengubah namaku dengan nama
panggilan Ulupi. Pradapa tidak
mengetahui sama sekali, karena dia sudah pergi merantau".
"Ah!" Diah Mustika Perwita seperti tersadar. "Dan surat itu menyebut-nyebut nama
ayunda dengan Ulupi. Pantas saja ayunda segera mengetahui kepalsuannya. Bagus,
bagus! Lalu dengan nama apa Pradapa memanggil ayunda ?"
"Selalu dia memanggilku dengan Sari."
"Heee .... alangkah jauh antara nama Sari dan Ulupi." Diah Mustika Perwita
setengah bersorak. Dengan jalan santai mereka kembali ke perkampungan.
Sekonyong-konyong terdengar suara bergebrukan. Lalu dua tiga batang pepohonan
roboh dengan suara gemuruh. Diah Mustika Perwita terperanjat. Apakah sementara
mereka terlibat suatu pertempuran, Sapu Regol datang kembali" Seketika itu juga,
hendak ia lari menghampiri. Akan tetapi Ulupi kelihatan tenang-tenang saja.
Keruan saja ia heran bukan kepalang. Bertanya minta keterangan :
"Ayunda ! Apakah............."
"Tidak usah tergesa-gesa. Itulah pukulan paman Dandung Gumilar. Artinya dia
sudah pulih seperti sediakala".
"Apakah tenaganya sebesar itu ?"
"Dibandingkan dengan Nayaka Madu dan Durgampi, paman hanya kalah seurat. Tetapi
menang dua tingkat di atas raksasa Sapu Regol." ujar Ulupi. "Andaikata tenaga
sakti paman sudah pulih semalam, Sapu Regol bukan lawannya. Maka tepatlah ucapan
kakang Jayakusuma". Hati Diah Mustika Perwita tercekat mendengar Ulupi menyebut kakang terhadap
Pangeran Jayakusuma. Namun beberapa detik kemudian sirap dengan sendirinya,
karena tertindih oleh rasa kagumnya terhadap ketajaman pendengaran Ulupi.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagaimana ayunda dapat mengenal tenaga pukulan paman Dandung Gumilar ?" ia
minta keterangan. Ulupi tersenyum. Sahutnya :
"Karena sudah terlalu mengenalnya. Kelak adik akan bisa memahami sendiri bila
sudah mempunyai banyak pengalaman dan pengamatan".
Sederhana saja jawaban Ulupi. Akan tetapi untuk mengenal macam pukulan hanya
melalui pendengaran, bukan mudah.
Tatkala Diah Mustika Perwita hendak minta penjelasan lebih lanjut, Ulupi memberi
isyarat tangan agar memasuki halaman rumahnya dengan diam-diam. Dengan cekatan
mereka saling menolong mengepriki pakaian yang dikenakan. Namun debu tanah yang
melekat terlalu susah untuk dibersihkan. Maka diputuskan untuk ganti pakaian.
Agar tidak menimbulkan rasa curiga, mereka mandi dulu sebagai layaknya yang
dilakukan seorang gadis bangun di pagi hari. Kemudian dengan berbareng mereka ke
luar kamar untuk ikut menghadiri latihan pukulan Dandung Gumilar. Di luar
dugaan, Diah Lukita Wardhani menyambut kedatangan mereka dengan wajah cerah. Ia
nampak begitu bergembira dan berbahagia. Mengapa" Dan yang lebih mengherankan
lagi, puteri itu masih mengenakan pakaian malam.
-o0~DewiKZ~0o- LEWAT KE BARAT DWI LUKITA WARDHANI memang nampak gembira.
Wajahnya yang memang sudah cantik, makin menjadi cantik dan agung. Dengan suara
ringan dan lancar ia berkata kepada Diah Mustika Perwita :
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Perwita, sebentar lagi kita bakal berpisah. Demi mendalami ilmu kepandaianmu,
engkau harus ikut Ulupi ke Barat. Aku berharap di kemudian hari engkau menjadi
seorang pendekar besar sehingga namamu akan dibadikan oleh angkatan mendatang. "
Diah Mustika Perwita heran bukan main. Untuk pertama kali itu, ia mendengar Diah
Lukita Wardhani berbicara panjang dan menaruh perhatian kepada orang lain.
Suaranya lancar dan sedap didengar. Apakah karena kesehatannya sudah pulih"
Khawatir akan mengubah jalan pikirannya, segera ia menjawab :
"Ah, ayunda pandai bercanda. Bagaimana mungkin ayunda Ulupi berkenan membawa
diriku ke barat ?" "Mengapa tidak" Ulupi, apakah ucapanku salah ?" Diah Lukita Wardhani berpaling
kepada Ulupi. Kalau Diah Mustika Perwita merasa heran menyaksikan kesan Diah Lukita Wardhani
pada pagihari itu, apalagi Ulupi yang dilahirkan sebagai seorang gadis yang
cerdas luar biasa. Dengan sekali lihat, ia seperti sudah dapat membaca keadaan
Diah Lukita Wardhani dengan jelas. Puteri yang satu itu, senantiasa menaruh
curiga kepadanya semenjak menginjak kediamannya. Kini tiba-tiba ramah luar
biasa. Masakan tiada alasannya" Dia masih mengenakan pakaian malam. Bukankah
habis keluar malam pula seperti dirinya" Mustahil dia menaruh perhatian begitu
besar terhadap kesembuhan Dandung Gumilar sampai lupa ganti pakaian. Maka dengan
tersenyum pula ia menjawab :
"Tugasku memang sudah selesai. Jenazah Prabasini sudah bersatu kembali dengan Ki
Ageng Mijil Pinilih. Paman Dandung Gumilar sudah pulih kembali kesehatannya
seperti sediakala. Apalagi yang harus kutunggu" Bila Pangeran Jayakusuma harus segera menghadap Sri
Baginda, kupikir adik Perwita lebih baik kubawa menghadap ayah".
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nah, bukankah benar dugaanku?" seru Diah Lukita Wardhani setengah bersorak
menang. , Semalam, ia memang mengikuti kepergian Ulupi dan Diah Mustika Perwita setelah
kamar mereka kosong. Itu terjadi tatkala Pangeran Jayakusuma dan Dandung Gumilar
ke luar dari kamarnya. Dengan jelas ia mendengar kata-kata Pangeran Jayakusuma
tentang kesembuhan Dandung Gumilar. Itulah berita yang menggembirakan. Pangeran
Jayakusuma nampak tidak kurang suatu apa. Berarti ia tidak perlu lagi
mencemaskan kedatangan Narasinga. Maka segera ia memasuki kamar Diah Mustika
Perwita untuk memberi kabar gembira, itu. Ternyata kamar Diah Mustika Perwita
kosong. Juga kamar Ulupi. Seketika itu juga, rasa curiganya terhadap Ulupi kian
menjadi-jadi. Terus saja ia mengikuti jejak mereka berdua. Sebagai seorang yang
berkepandaian tinggi pelacakannya tidak menyusahkan dirinya.
Apalagi ia mendengar suara orang sedang mengadu mulut. Itulah percakapan antara
Rajegwesi, Branjangkawat dan Ulupi. Dengan diam-diam ia memasang telinganya.
Entah apa sebabnya, begitu mendengar pokok persoalannya, hatinya lega luar
biasa. Rasa curiganya tediadap Ulupi, sirna pada saat itu juga. Ternyata Ulupi
mempunyai kasih hati yang berada nun jauh di sana, pikirnya.
Sampai di situ, ia balik ke kamarnya, meskipun Ulupi dengan dibantu Diah Mustika
Perwita terlibat dalam suatu pertarungan.
Dengan sekali lihat tahulah ia, Rajegwesi, Branjangkawat dan ketiga kawannya,
tidak mungkin dapat merobohkan Ulupi.
Apalagi Diah Mustika Perwita ikut terjun dalam pertarungan itu.
Dengan berendeng mereka memasuki arena tempat Dandung Gumilar sedang mencoba
tenaga saktinya. Orang tua itu nampak bersemangat dan bergembira. Dia merasa
seperti dilahirkan kembali. Serunya dengan suara bergemuruh :
"Pangeran, sungguh mati! Sama sekali tak pernah terukirkan, bahwa pada hari ini
Pangeran Jayakusumalah sesungguhnya orang tuaku sejati. Tanpa uluran tangan
pangeran, bagaimana Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mungkin aku bisa memperoleh tenagaku kembali. Lihatlah, aku dapat merobohkan
beberapa halang pohon. Inilah tenagaku sewaktu aku berumur tigapuluh tahunan!
Berarti jauh lebih hebat daripada sewaktu aku kehilangan tenagaku. Pangeran,
pendek kata tenaga yang kuperoleh kembali ini adalah tenaga sakti pangeran.
Sewaktu-waktu pangeran boleh mencabutnya kembali.
Kalau perlu dengan sekalian jiwaku."
"Bagus! Bagus! Majapahit memang ditakdirkan masih jaya."
tiba-tiba terdengar suara dari jauh.
Semua yang berada dalam halaman itu memalingkan
kepalanya ke arah datangnya suara. Hanya Pangeran
Jayakusuma seorang yang bersikap tak acuh. Semenjak tadi, ia bercokol di atas
dahan pohon menyaksikan latihan Dandung Gumilar. Sebagai seorang yang
kepandaiannya berada di atas puncak semua kepandaian, tentu saja ia tahu
hadirnya orang yang menyerukan kata-kata Itu, meskipun orangnya sendiri belum
muncul. Berkata kepada Lukita Wardhani:
"Eh Lukita Wardhani! Sekarang engkau memperoleh tandingmu. Musuhmu bebuyutan
berada di sini." Lukita Wardhani tersenyum. Sebagai seorang yang
berkepandaian tinggi pula ia tahu, siapa yang dimaksudkan musuh bebuyutan itu.
Siapa lagi kalau bukan Narasinga yang dicemaskannya semenjak semalam. Dan
seperti biasanya, manakala berhadapan dengan musuh, tiba-tiba sikapnya berubah
menjadi galak, agung dan tinggi hati. Terus saja ia menjawab :
"Sepagi ini dia datang. Apakah dia ingin dikubur di sini ?"
Diah Mustika Perwita menoleh kepada Ulupi yang berada di sampingnya. Ingin ia
membaca kesan hati Ulupi melalui raut wajahnya. Tetapi wajah Ulupi sama sekali
tidak berubah. Tiba-tiba berbisik seakan-akan dapat menebak keadaan hati Diah
Mustika Perwita : Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Adik, Narasinga boleh memilih siapa lawannya di antara kita berempat. Kaupun
sekarang dapat menumbangkannya. Apalagi bila dibantu paman Dandung Gumilar".
"Ah, masakan aku sehebat itu." ujar Diah Mustika Perwita.
Sebenarnya inilah jawabannya yang jujur setulus hatinya. Pernah dahulu ia
mencoba-coba melawannya, tetapi ilmu kepandaiannya masih kalah jauh. Sekarang,
memang ia sudah mewarisi kepandaian gurunya dan mematangkan aneka macam
kepandaian yang pernah diperolehnya. Sebaliknya, tentunya kepandaian Narasinga
maju juga. Berarti setali tiga uang, manakala kini ia terpaksa melawannya.
Ulupi tertawa. Sahutnya :
"Kau masih meragukan warisan Lawa Ijo" Baiklah, sebentar lagi kau cobalah !"
Setelah berkata demikian, Ulupi melemparkan pandangnya kepada Dandung Gumilar
yang bersungut-sungut. Memang di antara mereka, hanya dia seorang yang sama
sekali tidak mengetahui datangnya Narasinga. Padahal ilmu kepandaiannya sudah
termasuk kelas satu. Mungkin sekali, baru saja ia pulih kembali seperti
sediakala. Atau karena hatinya digoncangkan rasa senang yang luar biasa sehingga
agak meqgalpakan rasa waspadanya. Tak dikehendaki sendiri ia menghela nafas.
Tiga Dara Pendekar 32 Pendekar Naga Geni 12 Bentrok Di Kali Serang Han Bu Kong 8