Pusaka Jala Kawalerang 6
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto Bagian 6
Sekian tahun ia ibarat seorang petinju menggantungkan sarung tangannya. Meskipun
kepandaiannya kini pulih, namun masih perlu ia berlatih lagi.
"Hm," ia menggerendema di dalam hatinya. "Aku tidak melebihi orang tolol sampai
tidak mendengar kedatangan Narasinga." lalu ia berjalan mengambil tongkat
mustika. Dan pada saat itu, Narasinga sudah memasuki halaman.
Tidak seperti biasanya, ia datang seorang diri. Wajahnya yang keruh tidak
berubah. Juga kedua matanya yang selalu meram dan melek. Warna jubahnya yang
itu-itu juga. Dengan langkah Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pasti ia menghampiri arena latihan sambil menyiratkan pandangnya. Melihat
beberapa batang pohon roboh malang melintang, ia mendeham. Lalu berkata :
"Siapakah tuan rumah ini ?"
Dandung Gumilar mendongkol. Sambil menenteng tongkat mustikanya ia menyahut
setengah mendamprat : "Semenjak dulu, bukankah engkau sudah mengenal siapakah pemilik kediaman ini"
Kenapa main berpura-pura seperti pemain sandiwara ?"
Seperti gayanya dahulu, Narasinga bersikap adem saja.
Wajahnya sama dekali tidak berubah. Hanya kedua matanya yang kini meram-melek
pelahan-lahan. Ujarnya : "Aku mau berurusan dengan peti di atas pohon. Mana isinya
?" "Goblok! Bukankah engkau sudah melihatnya sendiri" Kosong, bukan" Nah, itu
isinya" damprat Dandung Gumilar.
Narasinga meram-melek lagi. Berkata setengah bergumam :
"Aku mau berurusan dengan peti di atas pohon. Mana isinya
?" Merasa tidak diindahkan, Dandung Gumilar makin
mendongkol. Bertemu dengan Narasinga, bukan untuk yang pertama kali itu. Ia
bahkan sempat bergaul rapat di kediaman Nayaka Madu. Walaupun jarang berbicara
karena berbeda kepentingan, namun Narasinga tidak akan berani mengacuhkan
dirinya. Tapi kali ini, Narasinga bersikap kurangajar terhadapnya.
Keruan saja, tidak dapat lagi Dandung Gumilar menahan diri.
Dasar ia memang seorang yang berwatak berangasan dan mau menang sendiri. Terus
saja ia menggerakkan tongkat mustikanya.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diah Mustika Perwita yang berada di sampingnya, terheran-heran di dalam hatinya.
Matahari belum sepenggalah tingginya, namun sudah dua kali Ulupi didesak orang
untuk menyerahkan rumus-rumus rahasia Ilmu Kepandaian Nayaka Madu. Apakah ada
hubungannya antara si raksasa Sapu Regol dan Narasinga"
Selagi menduga-duga demikian, terdengar Ulupi berkata :
"Adik, tentunya engkau sudah tahu apa yang dikehendaki Narasinga. Apakah adik
sekarang berani mengukur kepandaian melawan dia" Inilah kesempatan yang bagus,
sekaligus kesempatan pula untuk membalas keledai gundul itu".
Narasinga sendiri, waktu itu terpaksa melayani tongkat mustika Dandung Gumilar.
la sudah mengenal kepandaian Dadung Gumilar yang tidak boleh dianggap ringan.
lapun sebentar tadi sempat mendengar ucapan Dandung Gumilar tentang pulihnya
tenaga saktinya tatkala berumur tiga-puluhan tahun. Itulah sebabnya, tidak
berani ia main coba-coba. Terus saja ia mengeluarkan senjatanya yang aneh.
Itulah roda-roda yang berjumlah lima buah. Dan dengan lima rodanya yang
dikalungkan di peigelangan tangannya, ia menyapu gempuran Dandung Gumilar. Maka
terdengarlah suara nyaring dan meletiknya percikan api. Kedua-duanya merasakan
suatu benturan yang dahsyat luar biasa, sehingga mundur terhuyung.
Pangeran Jayakusuma belum pernah menyaksikan adu
kepandaian antara Narasinga dan Dandung Gumilar. Akan tetapi ia pernah mengukur
kepandaian mereka berdua masing-masing.
Dandung Gumilar masih kalah seurat dibandingkan dengan Narasinga. Bila Dandung
Gumilar tidak segera mendapat bantuan, ia akan celaka. Apalagi Dandung Gumilar
baru saja pulih kembali dan belum sempat berlatih.
Syukur, pada detik berikutnya datanglah bintang penolong Dandung Gumilar. Dialah
Diah Mustika Perwita yang melompat ke dalam arena pertarungan dengan sebilah
pedangnya. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Narasinga!" tiba-tiba terdengar seruan Ulupi. "Isi peti mati berada di tangan
gadis itu. Kalau kau menghendaki, tangkaplah dia !"
Narasinga tertawa pelahan melalui dadanya. Dia seorang pendeta yang cerdas dan
tanggap sasmita. Teringatlah dia, Ulupi musuh Pangeran Jayakusuma. Selain
Pangeran Jayakusuma, terlihat pula Diah Lukita Wardhani dan Diah Mustika
Perwita. Ketiga-tiganya orang Majapahit. Pada detik itu ia percaya, isi peti mati itu
terampas Pangeran Jayakusuma dan bukan mustahil disimpan Diah Mustika Perwita
yang menyerangnya. Ia kenal sampai di mana kepandaian Diah Mustika Perwita.
Terus saja ia menyambalkan kelima rodanya ke arah pinggang dengan suara
bergemerincingan. -o0~Dewi KZ~0o- (BERSAMBUNG JILID 5) Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Document Outline
Jilid 4 RAKSASA BERSENJATA ARCA
LEWAT KE BARATHerman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 5 Persembahan : Dewi KZ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan Truno Penyak & Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/
Editor : Dewi KZ Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di luar perhitungan, ternyata Diah Mustika Perwita bisa bergerak dengan cepat,
lincah dan cekatan. Begitu melihat berkelebatnya tangan Narasinga, kedua kakinya
menggenjot dan ia terbang ke udara. Pedangnya tetap menyambar dan hampir saja
menahas gundul Narasinga. Tentu saja, Narasinga heran berbareng terkejut.
Terpaksa ia menarik serangannya untuk melindungi diri.
"Eh semenjak kapan siluman kecil ini maju begini pesat ?" ia berteka-teki di
dalam hati. Di dalam hal menggunakan senjata roda, di dunia ini hanya Narasinga seorang yang
tergolong ahli. Ia boleh gagal untuk satu kali saja. Setelah itu, dengan
kepandaiannya yang khas rodanya berbalik menghantam sewaktu Diah Mustika Perwita
sedang turun. Itulah saat yang berbahaya, karena tubuh gadis itu sedang terapung
di udara. Syukur Dandung Gumilar yang merasa dibantu tidak membiarkan roda
Narasinga mengenai sasarannya.
Tanpa memperdulikan tenaga sendiri, tongkatnya dihalangkan.
Untuk yang kedua kalinya senjatanya bentrok. Berarti keras melawan keras.
Dandung Gumilar terhuyung mundur tiga langkah.
Memang, roda-roda Narsinga semenjak dulu bertenaga luar biasa kuatnya. Sifatnya
aneh pula. Apabila ditangkis, tiba-tiba memiliki daya benturan sekian kali
lipat. Tak mengherankan, Dandung Gumilar kena dihentakkan mundur. Meskipun
demikian, orang tua itu tidak gentar. Bahkan ia nampak tambah
bersemangat. "Inilah karunia Dewata !" serunya sambil tertawa. "Hari ini aku lahir kembali
dan Bewata mengirim orang untuk bisa kuajak berlatih. Bagus, bagus ! Mencari
orang seperti Narasinga bukankah tidak mudah ?"
Narasinga mendongkol diperlakukan demikian. Namun sebagai seorang guru besar,
kemendongkolannya tidak nampak dari luar.
Tangannya bergerak dan kelima rodanya meluncur berputaran Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bagaikan piring terbang meluruk ke arah Dandung Gumilar yang belum siap. Orang
tua itu tercekat hatinya. Inilah untuk yang pertama kalinya, ia bertempur
langsung melawan Narasinga yang memiliki senjata istimewa. Syukur, pada saat ia
terancam bahaya, Diah Mustika Perwita terbang pula ke udara. Karena sudah
berpengalaman serta mengenal ilmu kepandaian
Narasinga ditambah pula ilmu kepandaian warisan Ki Ageng Cakrabhuwana, pedangnya
bergerak tidak kurang anehnya.
Kelihatannya hanya main tutul saja. Tetapi akibatnya sungguh mengherankan.
Mendadak saja arah terbangnya kelima roda itu berbalik menghantam pemiliknya.
"Hai!" Narasinga terkejut. "Bocah ini benar-benar hebat. Bia pandai meminjam
tenaga lontaranku untuk dipergunakannya menghatam diriku. Mungkin sekali aku
sulit melayani dua orang ini. Yang satu bertenaga besar. Yang lain mempunyai
ilmu pedang yang aneh......."
Maka sekarang ia berkelahi dengan hati-hati. Ia melayani Dandung Gumilar sambil
memasang mata terhadap Diah Mustika Perwita. Benar saja. Setiap kali ia
menangkis dan bergerak hendak membalas serangan Dandung Gumilar, pedang Diah
Mustika Perwita sudah mengancamnya di depan hidungnya.
Dalam pada itu, diam-diam Pangeran Jayakusuma
memperhatikan Narasinga. Hampir lima tahun lamanya, ia tidak pernah berjumpa.
Ternyata kepandaiannya makin bertambah.
Pikirnya: "Orang ini semenjak dulu berpakaian pendeta. Tetapi sepak-terjangnya mirip
pembunuh bayaran. Kalau dibiarkan merajalela akan bisa membuat susah orang lain.
Bukankah lebih baik mengirimkan dia ke atas pertapaan agar meniru kaum brahmana
yang bertekun mencari jalan pulang?"
Bagus pengucapan hati Pangeran Jayakusuma. Mendadak
pada detik berikutnya, hatinya diguncangkan kepada kenangan lama. Bayangan Retno
Marlangen muncul. Sebab Narasinga Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dahulu muncul di pendapa Kepatihan berbareng dengan tibanya Retno Marlangen,
maka kehadirannya sebagai benang tarik.
Bedanya, tibanya Retno Marlangen di Kepatihan dulu membuat hati Pangeran
Jayakusuma linglung oleh rasa gembira, haru dan syukur. Kali ini justru
sebaliknya. Bayangan Retno Marlangen menyulut rasa dendam dan benci. Setiak-
tidaknya, Narasinga itu pulalah yang ikut ambil bagian memisahkan dirinya
daripada Retno Marlangen. Bukankah dia utusan orang Singgela"
Bukankah dia masuk ke Majapahit dengan maksud merenggut Narasinga yang akan
dipersembahkan kepada rajanya" Pendek kata dialah tokoh penghancur, maka harus
dihancurkan. Syukur, sedalam-dalamnya rasa benci yang berkecamuk di dalam hati,
sesungguhnya Pangeran Jayakusuma bukan manusia yang kejam dalam arti sebenarnya.
Terhadap manusia seperti Nayaka Madu yang langsung menghancurkan hidupnya, ia
tidak sampai hati membunuhnya. Maka demikian pulalah yang dilakukan terhadap
Narasinga. Pelampiasan dendamnya hanya kepada senjata lima roda semata yang
membuat majikannya bisa mengangkat diri.
Tujuannya hanya hendak menutup masa depannya seperti yang pernah dilakukan
Narasinga terhadap dirinya. Dan memutuskan demikian, segera ia turun ke tanah
sambil menarik senjata rantainya yang istimewa Sirnagalu. Ujarnya perlahan :
"Perwita, mundurlah! Paman Dandung, simpanlah tenaga paman!"
Justru pada saat itu, lima roda Narasinga mengaung
mengancam jiwa Dandung Gumilar dan Diah Mustika Perwita.
Pangeran Jayakusuma menggerakkan rantai Sirnagalu hanya dengan lima bagian
tenaga saktinya. Tetapi kesudahannya hebat tak terkatakan. Kelima roda Narasinga
yang pernah menggetarkan dunia, terhantam balik dan terbang hancur berkeping-keping. Senjata
itu memang boleh hancur berkeping-keping. Bukankah pada suatu waktu Narasinga
dapat membuat senjata demikian kembali" Akan tetapi yang mengejutkan hatinya
adalah tenaga lontaran Pangeran Jayakusuma. Selama ini belum Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pernah ia bertemu atau menyaksikan orang yang terdiri dari darah dan daging
memiliki tenaga sakti begitu dahsyat. Kecuali dalam dongeng. Maka pada saat itu,
timbullah kesadarannya. Katanya di dalam hati: "Andaikata kepandaianku ini ditambah dengan ilmu warisan Nayaka Madupun tidak
akan dapat menandinginya. Kalau tidak lari sekarang, mau tunggu apa lagi ?"
Setelah memutuskan demikian, ia maju selangkah
membungkukkan badan. Betapapun juga, dirinya adalah seorang guru besar. Berani
bertatap muka, tentunya harus jelas pula manakala hendak mengundurkan diri. Maka
katanya dengan hornat : "Pangeran ! kerajaan Majapahit memang masih besar rejekinya. Sekarang :wata
membuka kedua mataku lebar-lebar.
Di pagihari i aku diketemukan dengan seorang pangeran yang masih termasuk muda,
namun memiliki kepandaian sekian kali lipat daripada diriku yang berani menyebut
diri sebagai seorang guru besar. Pangeran, terima kasih atas petunjukmu. Hari
ini dan untuk selanjutnya aku menyatakan takluk dan bersedia berada di bawah
perintahmu." kemudian beralih kepada Ulupi. Katanya melanjutkan : "Nona. aku
akan mengubur angan-anganku.
Dewata Agung maha adil. Di dunia ini sebenarnya hanya engkau seorang yang pantas
memiliki segala puncak kepandaian.
Sekarang perkenankan aku mengundurkan diri. Dan semenjak saat ini aku tidak akan
muncul lagi dalam pergaulan".
Setelah berkata demikian, kembali lagi ia membungkuk hormat. Lalu membalikkan
tubuhnya meninggalkan halaman.
Sama sekali ia tidak menengok atau mengerlingkan mata terhadap senjata rodanya
yang hancur berkeping-keping. Senjata roda yang pernah menggetarkan dunia, yang
ditakuti lawan dan disegani kawan. Orang-orang yang berada di halamanpun tiada
yang mengucapkan sepatah kata atas kepergiannya. Mereka hanya berdiri
menyaksikan. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memang.....semenjak hari itu, nama Narasinga hilang dari percaturan masyarakat.
Datang dan pergi seorang diri seperti layaknya manusia hidup dan mati tanpa
teman. Apapun kata orang, Narasinga adalah seorang tokoh sakti yang jarang
terdapat di dunia. Kepandaiannya sangat tinggi, angkuh dan berwibawa. Namun
berani menghadapi suatu kenyataan, bahwa betapapun tinggi kepandaiannya tidakkan
dapat melebihi kesaktian Pangeran Jayakusuma yang sudah menggenggam Ilmu Sakti
Manunggal yang tiada keduanya di jagat raya ini.
-o0~Dewi-KZ~0o- KEESOKAN HARINYA Pangeran Jayakusuma dan Diah Lukita Wardhani meninggalkan
kediaman Ulupi. Diah Mustika Perwira tidak ikut serta. Ia akan menyertai Ulupi
pulang ke Singgela. Dalam hal ini, Diah Mustika Perwita mempunyai pertimbangannya sendiri. Terhadap
Pangeran Jayakusuma dan Diah Lukita Wardhani, tiada lagi ia mempunyai
kepentingan. Sebaliknya dengan Ulupi ia jadi adik-seperguruannya. Sebab ayah
Ulupi adalah gurunya. Diapun dulu dipesan agar menyusul ke barat.
Maka, meskipun ia merasa resah ditinggal Pangeran Jayakusuma yang diam-diam ia
cintai, namun betapaun juga ia harus melepaskan pemuda itu.
"Baiklah, kakang.. . pergilah engkau menghadap ayahandamu.
Kelak pqa bila engkau naik tahta, aku akan datang menghadap dan bersimpuh di
hadapanmu" ia berkata di dalam hati melepaskan kepergian Pangeran Jayakusuma.
Ternyata yang tersentuh hatinya, tidak hanya dia seorang.
Ulupi sebenarnya demikian pula. Hanya saja ia mempunyai penglihatan yang jelas
tentang Pangeran Jayakusuma. Itulah suatu karunia dimana orang lain tidak
memiliki. Katanya perlahan kepada Diah Mustika Perwita seperti membaca keadaan
hatinya : "Kita tidak perlu resah. Sebentar atau lama dia pasti menyusul ke barat."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnya Ulupi hanya menyebut dengan istilah dia. Akan tetapi, entah apa
sebabnya, Diah Mustika Perwita yakin bahwa yang dimaksudkan dengan dia tentunya
Pangeran Jayakusuma. Kalau bukan Pangeran Jayakusuma, siapa lagi" Justru dia berpikir demikian,
wajahnya berubah menjadi terang benderang dengan tidak setahunya sendiri.
Menegas : "Apa betul" Apa alasannya ?"
Seperti biasanya Ulupi tersenyum dahulu sebelum menjawab.
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ujarnya: "Sebagian besar hidupnya berada di luar istana. Masakan akan membiarkan dirinya
terkurung di belakang tembok istana "
Seorang pendekar biasanya tidak begitu bernafsu melihat pangkat, derajat dan
kedudukan". Tak terasa Diah Mustika Perwita mengangguk membenarkan.
Hanya saja. mengapa mesti ke barat" Suatu bayangan berkelebat di benaknya.
Justru demikian, ia tidak berani minta keterangan lebih lanjut. Sebab itulah
bayangan Retno Marlangen dan suaminya. Sekiranya hati Pangeran Jayakusuma tiada
lagi Retno Marlangen, tentunya dia akan membuat perhitungannya sendiri dengan
Pangeran Anden Loano yang merenggut kekasihnya dengan curang.
Dengan langkah pelahan, Ulupi dan Diah Mustika Perwira kembali ke pendapa.
Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Tiba-tiba Ulupi mengalihkan
pembicaraan : "Adik! Apakah kau tahu apa sebab aku mencoba-coba ilmu kepandaianmu ?"
Inilah pertanyaan di luar dugaan. Selain itu, peralihan begitu cepat dan datang
dengan tiba-tiba. Maka seperti orang tergentak dari tidur nyenyak, ia menjawab
dengan terbata-bata : "Bukankah ayunda hendak mencoba sampai dimana ilmu kepandaian yang kuwarisi dari
ayahanda ayunda ?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ulupi tersenyum. Sahutnya :
"Kalau hanya masalah itu, aku bisa melihat dengan sekali gebrakan saja. Bukankah
aku lebih memahaminya ?"
"Lalu?" Diah Mustika Perwita tertarik.
"Sebenarnya aku mengharapkan engkau mengeluarkan ilmu kepandaianmu yang lain."
"Untuk apa ?" "Untuk mencangkoknya".
Mendengar jawaban Ulupi, Diah Mustika Perwita tercengang.
Sewaktu hendak menegas, Ulupi mendahului. Katanya :
"Kau sudah mengenal temanku semenjak kanak-kanak, bukan?"
"Kau maksudkan Pradapa ?"
Ulupi mengangguk. Dan tiba-tiba semuanya jadi jelas bagi Diah Mustika Perwita.
Serunya setengah bersorak:
"Ah, tahulah aku! Kau hendak mempersembahkan semua inti ilmu kepandaian di
seluruh dunia ini kepadanya agar
memudahkannya untuk memanunggalkannya. Bukankah begitu?"
"Benar." sahut Ulupi cepat. "Aku memang ingin membantunya agar tercapai cita-
citanya yang besar itu. Akan tetapi sekarang tidak."
"Sekarang tidak bagaimana ?" Diah Mustika Perwita kembali tercengang.
"Sebab aku sudah pernah melihat betapa seluruh ilmu kepandaian di dunia ini,
bila dapat dimanunggalkan. Itulah Ilmu Manunggal Pangeran Jayakusuma. Terus
terang saja, akulah yang membantu Pangeran Jayakusuma agar dapat
memanunggalkan ilmu tersakti di dunia ini. Itulah Ilmu Sasanti Manu dan
Pancasila. Aku berhasil memperolehnya dari Pangeran Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jayakusuma setelah menunggu kurang lebih empat tahun di sini.
Tetapi justru demikian, tersadarlah aku. Memanunggalkan dua ilmu sakti tersebut
tidak dapat ditempuh dengan mempelajari, menekuni dan melatihnya saja. Ternyata
Hyang Widdhi ikut serta."
"Ayunda!" potong Diah Mustika Perwita dengan bernafsu.
"Sungguh! Di hadapanmu, aku benar-benar tolol. Mengapa ayunda menyebut-nyebut
pula ikut sertanya Hyang Widdhi ?"
Ulupi menghempaskan dirinya di atas kursi. Lalu berkata seperti kepada dirinya
sendiri: "Seorang pendekar yang berlatih menghimpun ilmu sakti dengan giat dan rajin
selama puluhan tahun, tidak akan berhasil memanunggalkannya dengan arti yang
sebenarnya. Memang dia bisa memiliki tingkatan kepandaian yang paling tinggi.
Tetapi apakah dia mampu menembus urat-urat nadinya" Tidak! Tetapi Pangeran
Jayakusuma dapat menembus urat-urat nadinya secara kebetulan. Itulah suatu
peristiwa yang terjadi di luar kekuasaan manusia. Bukankah berarti Hyang Widdhi
ikut serta ?" "Ya, ya, ya......tetapi aku belum jelas, di mana letak ikut-sertanya Hyang
Widdhi." Diah Mustika Perwita minta keterangan sambil duduk pelahan-pelahan di
atas kursinya. "Oh, apakah Pangeran Jayakusuma belum sempat
menceritakan pengalamannya yang hebat sewaktu masih berada dalam sekapan Nayaka
Madu?" Ulupi heran. "Aku baru berjumpa dengannya beberapa hari yang lalu.
Belum sempat aku berbicara berkepanjangan dengan dia."
Ulupi mengangguk mengerti. Lalu berkata :
"Selagi dia berlatih, datanglah lima orang sakti memasuki selnya. Pangeran
Jayakusuma tidak hanya kena gempur tenaga mereka yang dahsyat saja, tetapi
sempat mencekiknya. Seketika itu juga, pembuluh-pembuluh darah Pangeran
Jayakusuma Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertembus. Akibatnya semua himpunan ilmu saktinya manunggal menjadi satu."
"Ah!" Diah Mustika Perwita termangu-mangu. Minta pembenaran : "Jadi,
manunggalnya ilmu sakti karena akibat cekekan ?".
"Bukan begitu, bukan begitu. Sekiranya hal itu bisa terjadi akibat suatu
cekekan, maka semua pendekar di seluruh dunia ini akan meniru pengalaman
Pangeran Jayakusuma. Masing-masing akan mencekik lehernya sendiri. Tetapi
peristiwa ini berada di luar karsa manusia. Ali, pendek kata Hyang Widdhi ikut
serta. Hanya itu yang dapat kukatakan."
Meskipun tidak sejelas orang melihat sesuatu di tengah terang-benderangnya
matahari, akan tetapi keterangan Ulupi masuk akal dan seakan-akan dapat
dimengerti. Ringkasnya Pangeran Jayakusuma menerima suatu karunia di luar
kekuasaan manusia. Peristiwa demikian, tidak akan terulang untuk yang kedua
kalinya. Berarti akan sia-sialah usaha Pradapa untuk dapat mencangkok dan
memanunggalkan seluruh ilmu sakti di dunia ini, meskipun dibantu Ulupi.
"Lalu, apakah rencana ayunda ?"
Ulupi tersenyum. Ketegangannya sirna dari wajahnya. Dan ia kembali nampak cantik
luar biasa dan cerah. Sahutnya :
"Di dalam hati aku sudah berjanji untuk membantu mencapai cita-citanya. Maka apa
yang sudah kuperoleh akan kuberikan kepadanya. Berhasil atau tidak, terserah
kepada kehendak Hyang Widdhi. "
"Itulah keputusan yang bagus sekali!" Diah Mustika Perwita memuji.
"Hanya saja, kau tahu sendiri. Di tengah jalan kita bakal dihadang peristiwa-
peristiwa tak terduga. Bukankah peti Nayaka Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Madu menarik perhatian orang" Maka perlu kita memikirkan suatu akal yang tepat."
Diah Mustika Perwita tidak perlu minta keterangan lagi. Dalam waktu satu hari
satu malam saja, kediaman Ulupi didatangi orang-orang berkepandaian tinggi.
Kalau saja Pangeran Jayakusuma tidak berkenan mengulurkan tangan, akibatnya akan
berkepanjangan. Satu minggu kemudian, rombongan pertama sudah
diberangkatkan meninggalkan perkampungan Ulupi. Mereka membawa peti Nayaka Madu
yang berisikan rumus-rumus ilmu kepandaian Nayaka Madu. Karena sadar betapa
besar makna peti Nayaka Madu, pengawalnya terdiri dari orang-orang terpilih.
Meskipun demikian, mengingat orang-orang yang datang menyatroni kediaman Ulupi.
Diah Mustika Perwita mencemaskan juga. Dengan memberanikan diri ia minta
pendapatnya Dandung Gumilar :
"Apakah mereka bisa diandalkan bila sewaktu-waktu mendapat rintangan dijalan ?"
Dandung Gumilar tertawa. Katanya :
"Mereka orang-orang berpengalaman. Lagipula siapa yang berani menganggu
rombongan orang Singgela. Asalkan sudah melewati batas Jawa Timur semuanya akan
aman sentausa." Diah Mustika Perwita tidak membuka mulutnya lagi, walaupun masih saja ia sangsi.
Buktinya, si raksasa Sapu Regol masih berani memasuki halaman rumah Ulupi.
Belum lagi terhitung Rajegwesi, Branjangkawat dan Maling Kondhang. Ilmu
kepandaian mereka tidak boleh dipandang ringan. Bukan mustahil imbang dengan
kepandaian Dandung Gumilar sendiri. Dan apa yang dicemaskan ternyata benar. Itu
terjadi delapan hari kemudian. Dua orang balik kembali memberi laporan, bahwa
peti terampas oleh seorang laki-laki berberewok.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan memperoleh laporan itu, Ulupi minta agar Dandung Gumilar menyusul perjalanan
rombongan pertama. "Kau sendiri bagaimana, adikku?" Ulupi minta pendapat Diah Mustika Perwita.
"Sekiranya ayunda memerlukan tenagaku, aku bisa berangkat juga." jawab Diah
Mustika Perwita. "Hanya saja aku belum jelas tempat tujuan perjalanan."
"Kita akan kembali ke wilayah Kedu. Di sana terdapat sebuah bukit yang terkenal.
Sebut saja Menoreh ! Dan semua penduduk tahu dimana letak bukit Menoreh." Ulupi
menerangkan. Kemudian mengalihkan pembicaraan. "Adik pernah melihat Swandaka, bukan" "
"Swandaka yang mana?" Diah Mustika Perwita heran.
"Sewaktu Sapu Regol mengacau, dia muncul dengan goloknya. Dia pulalah yang
menjemput Pangeran Jayakusuma datang kemari."
"Oh, pemuda itu?"
"Ya, dia ke luar gelanggang karena mendengar perintah paman Dandung Gumilar.
Tetapi sebenarnya, ilmu goloknya istimewa. Karena dia murid Dandha Wacana dan
Dandha Walaka. Dandha artinya penggada. Dandha Wacana dan Dandha Walaka terkenal sebagai dua
orang ahli penggada pada jamannya.
Tabiatnya aneh. Mereka berdua bermukim di dalam goa. Tidak pernah ke luar goa,
kecuali di malam hari. Pekerjaannya membegal orang-orang kaya. Dahulu Raja
Singgela berusaha menangkapnya. Tetapi tiada seorangpun yang dapat
mengalahkan mereka. Adalah suatu rejeki besar belaka, apa sebab mereka berkenan
menerima Swandaka sebagai muridnya.
Namun karena tenaga Swandaka tidak sedahsyat kedua gurunya, maka ia hanya
mewarisi ilmu golok. Tidak mustahil, golok itu sebagai pengganti gada,
Sebenarnya aku sendiri belum pernah melihat kehebatannya. Sewaktu bertempur
melawan Sapu Regol, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
aku berharap Swandaka mengeluarkan kepandaiannya. Sayang sekali.. Baru beberapa
gebrakan, paman Dandung Gumilar memerintahkannya agar ke luar gelangang."
"Lalu apa maksud ayunda menceritakan tentang dia?" tegur Diah Mustika Perwita.
"Dialah yang bertanggung jawab tentang pengawalan itu."
sahut Ulupi. "Dan aku percaya, dia tidak mudah ditaklukkan.
Pada saat ini, dia pasti mengejar ke mana saja larinya Sapu Regol. Bila adik
berkenan, aku senang sekali mendapat bantuanmu. Dengan bekerjasama denganmu,
Sapu Regol bakal kewalahan."
Diah Mustika Perwita adalah seorang gadis yang halus budi.
Dia tidak membantah atau menyatakan setuju. Dengan berdiam diri, ia balik ke
kamarnya.. Selagi berkemas-kemas, diluar dugaan Ulupi menyusul. Berkata setengah
menguji: "Adik! Aku sudah menyebut-nyebut nama Sapu Regol Mengapa adik tidak minta
keterangan alasanku?"
Diah Mustika Perwita tertawa. Menyahut :
"Aku percaya, setiap patah kata ayunda tentu menggenggam maksud. Seumpama yang
merampas peti bukan Sapu Regol, pasti ada maksud ayunda mengapa ayunda menyebut
nama Sapu Regol." Ulupi tertawa lebar. Ujarnya :
"Dalam hal ini aku merasa kalah. Hatimu terlalu lembut bagiku. Aku berpikir
dengan perasaanmu. Tetapi menurut pendapatku, hanya Sapu Regol seorang yang
mungkin sekali dapat menyusahkan Swandaka. Karena itu aku yakin, Sapu Regol yang
dapat merampas peti yang dikawalnya. Itulah sebabnya pula aku perlu bantuanmu. "
"Jangan khawatir! Bukankah aku adikmu?" ujar Diah Mustika Perwita dengan tertawa
lebar "Laporan tadi menyebutkan, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perampasnya seorang yang berewok. Siapa lagi kalau bukan Sapu Regol"
"Tetapi mereka tidak menyebutkan nama Sapu Regol. Padahal mereka pernah melihat
Sapu Regol tatkala mengamuk di sini.
Maka paman Dandung Gumilar yang kupersilahkan mengejar perampas itu. Siapa tahu
kita bakal berkenalan dengan orang yang berberewok lagi."
Diah Mustika Perwita bukan seorang gadis yang tidak pandai berpikir. Hanya saja,
hatinya terlalu mulia sehingga tidak memiliki penglihatan yang rumit-rumit.
Padahal jika ia mau berpikir sekejap saja, akan tahu apa yang bersembunyi di
balik ucapan Ulupi. Sebenarnya, Ulupi mengkhawatirkan Swandaka. Lalu harus
dipertanyakan lagi, apa sebab Ulupi menaruh perhatian tersendiri terhadap
Swandaka" Meskipun akhirnya Diah Mustika Perwita akan mengerti kelak, tetapi
pada saat itu ia tidak berkata-kata lagi. Demikianlah, setelah siap ia segera
berangkat seorang diri dengan berkuda.
Dalam pada itu Swandaka sedang mengejar si berewok yang merampas peti yang harus
dikawalnya. Ia ditemani dua orang yang sama tangguhnya. Gandir dan Kalengkan.
Sebenarnya mereka bertiga sedang mengalami suatu peristiwa yang aneh.
Jelas sekali mereka bertiga semalam melihat berkelebatnya Sapu Regol. Tetapi
setelah Sapu Regol berhasil merampas peti, mendadak muncul seorang gadis yang
berhasil menyambar peti itu dari tangan Sapu Regol. Entah siapa gadis itu.
Merekapun belum dapat memastikan, teman atau lawan. Kalau teman, mengapa
melarikan diri" Sebaliknya bila lawan, apa sebab membantu mereka merampas peti
itu kembali dari tangan Sapu Regol.
"Aku tidak percaya, bahwa dia mempunyai kemampuan merampas peti itu dari tangan
Sapu Regol dengan satu kali gebrakan saja." ujar Gandir.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Disini pasti ada permainan. Tetapi permainan apa untuk sementara aku belum
tahu. " "Kalau begitu, mari kita selidiki dengan perlahan-lahan," ajak Kelengkan.
"Swandaka, bagaimana pendapatmu" "
"Sebenarnya kita tidak rugi sedikitpun," sahut Swandaka tenang.
"Maksudmu?" Gandir dan Kalengkan menegas dengan berbareng.
"Peti itu biarlah menjadi benda perebutan. Isinya ada padaku."
"Apa?" mereka terbelalak.
Swandaka menepuk nepuk dada dan perutnya sambil berkata meyakinkan :
"Isinya kusimpan di balik baju. Mereka bisa merampas manakala aku sudah menjadi
mayat." Mendengar ucapan Swandaka, wajah Gandir dan Kelengkan merah padam. Seperti
berjanji mereka berseru berbareng :
"Kalau begitu, mengapa engkau membawa kita mengejar Sapu Regol" "
"Sapu Regol urusan nomor dua. Yang ingin kuketahui, siapakah gadis itu. Dia
berani menghalang-halangi perbuatan Sapu Regol. Berarti dia berani menyabung
nyawa. Aku tidak percaya, dia bekerja seorang diri. Di belakangnya, pasti ada
yang diandalkan. Dan orang yang menyuruh merampas peti itu, tentunya mempunyai
kepentingan hendak merebut naskah warisan Nayaka Madu."
Alasan Swandaka masuk akal. Akan tetapi Gandir dan
Kalengkan merasa tidak senang. Mereka membungkam. Dan melihat mereka membungkan
mulut, Swandaka merasa tak enak hati. Katanya dengan menyesak nafas:
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah. Jika kalian tidak sudi membantuku, biarlah aku mengejar gadis itu
seorang diri." "Kau bilang apa?" Gandir tersinggung. "Yang ingin menjadi pahlawan bukan hanya
engkau seorang! Kamipun sama-sama mendapat tugas. Aku diperintahkan mengawal
peti yang berisikan naskah warisan Nayaka Madu. Sekarang naskah itu berada
padamu. Maka sudah sewajarnya aku harus berada di sampingmu demi naskah itu
sendiri." "Betul! Masakan diriku tidak kau hitung?" Kalengkan menimpali.
Swandaka tertawa terbahak-bahak. Sambil menepuk pundak mereka masing-masing, ia
berkata setengah berseru:
"Memang itulah yang kuharapkan. Bila senang kita bagi bersama. Bila susah kita
tanggung bersama. Bagus ! Kalau begitu, biarlah naskah ini kita bagi tiga.
Masing-masing menyimpan sepertiga bagian. Maka mulai saat ini kita harus saling
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membantu. Tetapi naskah warisan Nayaku Madu menjadi incaran orang. Kalian bisa
menjaga dan mengamankan, bukan" "
"Kau jangan ngomong yang bukan-bukan! Kami berdua tidak berguna lagi kalau sudah
jadi mayat." Gandir uring-uringan.
"Bagus!" Swandaka berseru setengah bersorak. Kemudian ia membagi naskah Nayaka
Madu menjadi tiga bagian, Masing-masing mendapat sepertiga bagian. Setelah itu
mereka melacak gadis yang merampas peti dari tangan Sapu Regol, sampai
petanghari. Swandaka yakin, gadis itu niscaya mengambil jalan air. Ia mempunyai
alasannya. Pada dewasa itu, sungai Brantas merupakan urat nadi perhubungan yang
ramai. Bila dimengerti apa sebabnya. Jalan darat belum rata dan harus melintasi
hutan rimba yang berbahaya. Keamanan tidak terjamin. Selain terancam begal-
begal, juga binatang buas.
Swandaka kemudian memutuskan jalan air juga. Dua hari lamanya, mereka berada di
atas sebuah perahu kecil. Sama Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekali tiada tanda-tandanya bakal bertemu dengan gadis yang sedang dilacaknya.
Di dalam hati Gandir dan Kelengan mentertawakan Swandaka. Tetapi karena sudah
berjanji hendak mendampingi, mereka berdua tahu diri. Sama sekali, mereka tidak
menyinggung-nyinggung masalah gadis itu. Untuk mengisi kekosongan, mereka
membicarakan berbagai macam ilmu
kepandaian mulai dari kepandaian Pangeran Jayakusuma sampai Nakaya Madu.
Malam itu, waktu perahu mendekati kota persinggahan untuk menambah perbekalan,
susananya sunyi sepi. Tiada sesuatu yang bergerak seolah-olah dunia mati. Tiba-
tiba di antara sepoi angin, terdengar suara orang minta tolong. Kemudian
terdengar pula pekikan seorang perempuan yang melengking tajam.
Gandir yang mendengar pekik perempuan itu untuk yang pertama kali. la
membangunkan Swandaka yang sedang
berbaring melapaskan lelah. Dengan di dampingi Kalengkan, mereka berdua mencoba
menembus tirai malam. Ditepi sungai nampak beberapa sosok bayangan yang
bergerak-gerak. Terdengar pula suara ringkik kuda. Tidak jauh dari perahunya, mereka melihat
sebuah sampan timbul tenggelam dalam keadaan terbalik. Tukang perahunya berenang
menepi sambil berteriak minta tolong.
"Swandaka, lihat" Gandir menuding. "Barangkali itulah perahu gadis yang kau
cari. Mungkin sekali di atas perahu, gadis itu terculik. Karena berada di atas
air, dia tidak dapat berbuat banyak."
Swandaka termangu-mangu. Dua tiga hari lamanya, ia
berusaha dapat melacak gadis yang merampas peti dari tangan Sapu Regol. Setelah
melihat peristiwa itu, ia jadi berbimbang-bimbang. Sementara itu, suara pekikan
gadis itu terdengar makin menjauh. Dia benar-benar mengharapkan suatu
pertolongan. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagaimana?" Gandir menegas. Melihat Swandaka belum dapat mengambil keputusan ia
nampak tidak senang. Demikian pula Kalengkan.
"Baiklah, akhirnya Swandaka memutuskan. "Apakah dia atau bukan, tetapi menolong
orang adalah kewajiban kita. Kalengkan, kau tunggu di sini."
Swandaka memang meragukan peristiwa itu. Gadis yang
dapat merampas peti dari tangan Sapu Regol, tentunya bukan sembarangan. Meskipun
di atas air mungkin tidak dapat berbuat banyak, tetapi masakan menjerit-jerit
seperti seorang gadis yang tidak mempunyai harga diri. Sebaliknya, Gandir girang
mendengar keputusan Swandaka. Berkata ringan:
"Swandaka, maaf. Sebenarnya aku sangsi terhadapmu apakah engkau benar-benar
hendak melacak gadis itu. Ternyata engkau bersungguh-sungguh. Tetapi mengapa
engkau tidak segera turun ke darat?"
"Dalam hal ini, kita harus tetap berwaspada dan berhati-hati.
Dunia ini penuh dengan tipu muslihat yang licik dan keji."
Swandaka mendahului melompat ke darat. Begitu kakinya menginjak daratan, suara
berisik sebentar tadi sudah sirap.
Suasana malam menjadi senyap kembali. Namun di atas bulan gede sedang
memancarkan cahayanya. Dengan berlari-larian, Swandaka berdua mengikuti bekas
tapak-tapak kuda. Beberapa waktu kemudian, jalan yang diambah bercabang tiga.
Swandaka jadi berbimbang-bimbang. Sebentar ia memeriksa dengan cermat. Ia heran,
tiga jalan bercabang itu meninggalkan bekas tapak-tapak kuda.. Setelah berpikir
sejenak, ia memutuskan mengambil jalan yang bertapak kuda dalam jumlah sedikit.
Gandir heran. Minta keterangan :
"Mengapa begitu?"
"Bukanlah di dunia banyak terdapat akal yang licik?"
Swandaka memberi penjelasan. "Inilah salah satu akal mereka.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka sengaja membuat akal penyesatan. Dua jalan simpang dipenuhi dengan tapak-
tapak kuda. Hm, masakan mereka mampu menyesatkan kita" "
Mereka berlari-larian kira-kira setengah jam lamanya Seratus meter di depannya
menghadap sebuah bukit. Mulailah terdengar suara jeritan seorang gadis, walaupun
agak lapat-Iapat. Swandaka mengikuti arah suara jeritan itu.
Bukit itu bernama Rendeng. Sudah termashur semenjak
ratusan tahun yang lalu sebagai sarang penjahat. Tidak mengherankan, Swandakapun
mengenal apa arti bukit itu. Maka dengan hati-hati ia maju mengendap-endap.
Sekarang ia melihat kejapan api menyala dan suara tertawa beberapa orang. Dan di
antara suara tertawanya terdengar jerit gadis yang sedang dicarinya.
Dengan cepat Swandaka dan Gandir sudah tiba di atas puncak bukit. Mereka
bertiarap dan menjengukkan kepalanya kebawah.
Di bawah sana terdapat sebuah lapangan rata. Kawanan penjahat sedang duduk
mengitari unggun api. Seorang gadis diikat erat-erat pada sebatang pohon.
Seorang laki-laki yang mengenakan pakaian preman sedang dicambuki.
"Anakmu kami angkat jadi ratu gunung. Masakan tidak boleh?" terdengar seseorang
berseru parau. "Hayo, suruh anakmu menutup mulutnya. Aku tidak mau main paksa.
Tetapi bila anakmu tetap menolak kehendak kami, kau akan kucambuki sampai anakmu
bersedia menjadi pujaan kami semua. "
"Betul!" teriak yang sedang mencambuki ayah gadis itu. Lalu membentak: "Kau
dengar tidak ucapan ketua kami" Maksud ketua kami, anak gadismu akan dilantik
menjadi permaisurinya. Kau bersedia membujuknya atau tidak" Kami semua ingin mendengar kesediannya
secara sukarela." Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi ayah gadis itu tetap membandel. Sama sekali ia tidak sudi membuka
mulutnya. Dengan menahan rasa sakit, ia menerima siksaan dengan ikhlas.
"Hm ... kau akan mengadu kebolehanmu?" bentak yang menyiksanya. "Aku tidak
percaya, bahwa lebih kuat daripada cambuk ini."
Setelah berkata demikian, orang itu mencambuki orang tua itu kalang kabut.
Menyaksikan hal itu, Swandaka menahan rasa marahnya. Berkata kepada Gandir:
"Kau tolonglah gadis itu ! Aku akan membereskan kawanan brandal ini. Tetapi
hati-hati ! Di dunia ini banyak tipu-muslihat!"
"Ah, kau berkhotbah seperti penghulu di depan pelaminan."
Dengan berbareng, Swandaka dan Gandir melompat dan
langsung menyerbu kelompok brandal yang sedang duduk santai mengepung api
unggun. Swandaka mengarah kepada orang yang disebut-sebut sebagai pemimpin
gerombolan. Dengan golok ditangan, ia melesat bagaikan seekor elang menyambar
mangsanya. Karuan saja, pemimpin brandal itu terkejut bukan main. Tidak sempat
lagi ia menyambar senjatanya. Dalam keadaan kepepet, ia terpaksa menyambar
sebatang kayu yang masih menyala dan dibuatnya menangkis hantaman golok
Swandaka. Tentu saja, kayu yang digenggamnya patah menjadi empat bagian. Buru-
buru ia melompat mundur sambil
menimpukkan sisa kayu yang berada dalam genggamannya.
Timpukan itu sama sekali tidak menghambat serbuan
Swandaka. Dengan senjata goloknya, pemuda itu mendupak timpukan kayu yang
mengarah kepadanya. Goloknya berkelebat dan membabat dua orang sekaligus, Dan
baru saja pemimpin gerombolan mundur dua langkah, tahu-tahu lengan kanannya
sudah terpangkas kutung. Ia menjerit kesakitan dan mundur bergulungan.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hebat serbuan Swandaka. Ia terus merangsak. Belasan orang menghalang-halangi,
namun hatinya tidak gentar. Ia mengamuk bagaikan banteng terluka. Goloknya
menyambar-nyambar kesana kemari. Sebentar saja, lima orang roboh dengan
berlumuran darah. Selagi demikian Gandir tidak mau ketinggalan. Dengan pedang di
tangan, ia membabat dari arah samping. Seketika itu juga, sisa brandal
memencarkan diri. Swandaka tidak menghiraukan apa yang mereka lakukan.
Tujuannya hendak menawan pemimpinnya yang sudah terkutung lengannya. Selagi ia
melompat maju, sekonyong-konyong suatu serangan memotong arah majunya. Itulah
suatu serangan yang disertai tenaga sakti yang kuat. Ia heran ! Sama sekalii
tidak diduganya, bahwa di antara gerombolan brandal terdapat seseorang yang
memiliki kepandaian tinggi. Terpaksa ia merandek dan melompat ke samping.
Ternyata penyerangnya seorang perempuan setengah umur yang berperawakan laki-
laki. Alisnya tebal, matanya gede, hidungnya lebar. Pundaknya teguh dan dadanya
bidang. Dengan penuh selidik Swandaka mengamat-amati lengan dan jari-jarinya.
Perempuan itu mengenakan belasan cincin yang dikenakan pada setiap jarinya.
Kukunya panjang berwarna hitam. Melihat wama kukunya, darah Swandaka tersirap.
Pastilah orang ini ahli racun, pikirnya.
Setiap kali hendak melepaskan suatu serangan, kesepuluh jarinya digerak-
gerakkan. Dan belasan cincin yang dikenakan berentep memperdengarkan suara
berisiknya. Lalu dengan tiba-tiba beberapa cicinnya terlepas dari jari-jarinya
menyambar bagaikan kunang-kunang membawa cahayanya. Swandaka tidak berani
semberono. Ia mundur mengelakkan diri atau
mengendapkan kepalanya. Goloknya dihadangkan didepan mukanya siap untuk
menangkis. Tatkala melihat lengan perempuan itu berwarna hitam lekam, hatinya
tercekat. Sekali lagi ia melompat mundur.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perempuan itu memang miliki kepandaian hebat. Dua kali ia gagal menimpukkan
cincin-cincinnya. Sekarang ia melepaskan cincinnya yang ketiga kalinya. Bret !
Cincin itu menyerempet ujung celana Swandaka. Dan berbareng dengan itu, tangan
yang berkuku hitam mengkilat maju hendak mencengkeram dada.
Swandaka terkejut. Khawatir bila kuku itu menunjam kulitnya, ia menggerakkan
goloknya, Tepat pada saat itu, seorang yang bersenjata gada menyerang dari
samping. Inilah suatu kesempatan yang tidak boleh disia-siakan. Terus saja ia
membabatkan goloknya sambil mendorong ke belakang. Pada detik berikutnya, orang
itu menjerit tinggi. Cincin perempuan itu menembus punggungorang yang terdorong
mundur bagaikan perisai. Hanya dalam sekejap mata saja, orang itu berkelojotan
mati. Seluruh tubuhnya mendadak menjadi hitam terbakar. Tak usah dikatakan lagi,
itulah akibat racun hebat yang menembus punggungnya.
Menyaksikan penglihatan yang mengerikan itu, bulu kuduk Swandaka meremang.
Mendadak pada saat itu, ia mendengar jeritan panjang perempuan beracun yang
gagal menimpukkan cincinnya. Swandaka terperanjat. Ia sadar akan bahaya yang
mengancam dirinya. Maka buru-buru ia melompat mundur sambil bersiaga. Perempuan
beracun itu sedang mengumbar rasa marahnya, karena timpukannya justru mengenai
kawan sendiri. Sekarang ia menimpukkan lima cincinnya sekaligus, sambil melompat maju
mengayunkan tangannya yang beracun.
"Hebat perempuan ini." pikir Swandaka di dalam hati. Tetapi ia tidak takut.
Dengan gesit ia melompat tinggi sambil mengibaskan goloknya untuk merontokkan
cincin lainnya. Dua buah cincin lolos dari sela kakinya. Dan yang dua lagi dapat
dipukulnya jatuh dengan goloknya. Tetapi yang sebuah mengancam kepalanya.
Tidak keburu lagi ia menangkiskan goloknya. Sebagai gantinya ia menyentilkan
tangannya. Dan kena sentilannya, cincin itu mental balik menyambar pemiliknya.
Perempuan itu benar-benar gesit.
Meskipun dalam keadaan melompat menyerang, masih sempat ia Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengelakkan diri. Tetapi kali ini, dia tidak melanjutkan serangannya. Tiba-tiba
saja ia memutar badannya dan kabur dengan suatu kecepatan yang susah dilukiskan.
Perbuatanya itu tentu saja menguncupkan hati pimpinan brandal yang sudah
terkutung lengannya. Dengan mengeraskan hati, ia ikut lari sebisa-bisanya.
Swandaka melepas nafas lega.
Tetapi baru saja ia merasa bersyukur, mendadak ia mendengar suatu pekikan. Ia
menolah dan melihat Gandir membungkuk-bungkuk di depan tiga orang pengeroyok-
nya. "Hai, kenapa?" Swandaka terperanjat
Perempuan beracun yang tadi melarikan diri, diluar dugaan balik kembali sambil
tertawa panjang. Serunya dengan suaranya yang tidak menyedapkan pendengaran:
"Satu lengan ditukar dengan dua jiwa. Bukankah seimbang"
Hai Swandaka, kau masih mempunyai keberanian atau tidak"
Hayo kita bertempur sampai esok petang !"
Swandaka terpaksa menahan rasa mendongkolnya. Ia kenal kepandaian Gandir.
Wataknya agak bandel pula. Tetapi apa sebab sampai memekik" Apakah dia bukan
terluka" Kalau hanya luka biasa, rasanya tidakkan Gandir memekik kesakitan.
Karena itu ia berputar arah dan bergegas menghampiri Gandir.
"Gandir, jangan takut ! Aku segera datang." serunya memberi semangat tempur.
Ia baru lari beberapa langkah, tiba-tiba merasa tanganya gatal. Buru-buru ia
mengangkat tangannya di bawah sinar rembulan. Ujung jari tengahnya nampak hitam
seperti terhangus. Dan tanda hitam itu bergerak naik kepangkal jarinya. Segera ia membalikkan
tangannya. Ternyata telapak tangan sudah menjadi hitam. Ia terkejut. Sekejap
tahulah ia, itulah akibat cincin perempuan itu yang terpaksa disentilnya dengan
sentilan jari. Benar-benar cincin itu beracun seperti yang diduganya. Pantas, Dendam Empu
Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perempuan itu menyebut-nyebut satu lengan ditukar dengan dua jiwa. Kiranya
dirinya dan Gandir. Walaupun terkejut, ia tidak gugup. Segera ia memusatkan semangatnya menurut
ajaran kedua gurunya Dhandha Wacana dan Dhandha Walaka. Himpunan tenaga saktinya
disalurkan kearah jari-jarinya dan dibuatnya mendesak mengalirnya tanda hitam.
Syukur, ia sudah mahir. Maka dengar sekejap mata, semua tanda hitam balik
kembali ke ujung jari tengah. Justru demikian ia teringat akan pekik kesakitan
Gandir. Jangan-jangan Gandir terkena senjata beracun lawan. Memperoleh pikiran
demikian, kembali ia lari sekencang-kencangnya.
Gandir memang mengalami suatu peristiwa yang hebat,
Setelah membantu menggebah belasan brandal yang
menghalang-halangi Swandaka sewaktu hendak menyerang pemimpin mereka, ia
kemudian memisahkan diri. Niatnya hendak segera menolong gadis yang terikat erat
pada sebatang pohon dan ayahnya kena siksa. Tiba di depan pohon, ia mendengar
rintihan gadis itu. Tidak jauh di seberang gadis itu, ayahnya mengerang
kesakitan juga. Bajunya terobek robek oleh hantaman cemeti. Dia rebah lemas
dengan mengerang parau. Menyaksikan penderitaan orang tua itu, tidak dapat lagi Gandir menguasai diri.
Terus saja ia melompat dan menghantam si penyiksa dengan sekali hantam. Orang
itu roboh terkapar tak sadarkan diri. Ia tidak perlu memeriksanya lagi, Lalu
lari mendekati gadis yang sedang merintih untuk melepaskannya dari ikatan yang
membuatnya tidak dapat berkutik.
Dengan air mata berlinangan, gadis itu mengangguk-angguk sebagai pernyataan rasa
terima kasihnya. Ia tidak dapat berbicara, karena mulutnya tersumbat segumpal
kain. Setelah terlepas dari ikatannya, buru-buru ia membungkuk hormat seraya
berkata: "Tuan .... o terima kasih. Budimu ini tidak akan kulupakan."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gandir tidak menghiraukan ucapannya. Budi" Ah, sama sekali tidak merasa menanam
budi. Menolong orang yang perlu ditolong termasuk salah satu kewajibannya.
Maka ia mengangsurkan tangan kirinya hendak
membangunkan gadis itu. Tiba-tiba teringatlah dia, seorang pria tidak boleh
menyentuh seorang gadis. Buru-buru ia menarik angsuran tangannya dengan perasaan
malu. Mendadak saja ia mendengar suara angin menyambar dari belakang. Tahulah
ia, bahwa seseorang menyerang dirinya. Lantas saja ia memutar badannya sambil
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menggerakkan pedangnya. Diluar dugaan, gadis yang diungkurkan tiba-tiba melompat sambil menggapaikan
tangannya Dengan gerakan halus ia menekan punggung Gandir. Berkata dengan
mengulum senyum manis: "Terima kasih, tuan. Terima kasih......."
Gandir tidak menyangka jelek. Ia membiarkan gadis itu menekan punggungnya,
balikan ucapan terima kasihnya tidak dihiraukannya. Perhatiannya dipusatkan
kepada serangan yang datang dengan tiba-tiba. Dengan tangan kirinya, ia
menangkis, Plak ! Orang yang menyerang dirinya, terdorong mundur dua langkah.
Mendadak saja dadanya terasa sesak dan matanya berkunang-kunang, la kaget
berbareng heran, tatkala melihat si penyiksa yang tadi dipukulnya roboh tiba-
tiba bisa melompat bangun sambil menyabetkan cambuknya. Ia menguatkan hati
dengan mengangkat tangannya. Maksudnya kecuali menangkis sekaligus hendak
meranpas cambuk itu. Hampir saja ia berhasil merampas cambuk itu. Mendadak saja dari samping
berkelebat sesosok bayangan menubruk dirinya.
Terpaksa ia melapaskan cambuk yang sudah digenggamnya, lalu berputar menghadapi
bayangan. Tetapi begitu melihat bayangan itu, ia heran bukan main. Sebab yang
menyerang dirinya, justru ayah si gadis yang tadi ditolongnya. Dengan golok di
tangan orang tua itu tertawa lebar. Apa-apaan ini"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gandir merasa seperti bermimpi buruk. Benarkah apa yang sedang dilihatnya"
Justru ia tercenung keheranan, kesiagaannya jadi berkurang. Sebaliknya orang tua
itu, menggunakan kesempatan yang tidak boleh disia-siakan. Goloknya
disabetkannya dan ujungnya menyerempet memapas kulit.
"Hai !" Gandir terkejut. "Kiranya engkau jahanam yang pantas masuk ke neraka."
Gandir benar-benar mendongkol. Rasanya marahnya melonjak sampai keujung
lehernya. Akan tetapi karena kulitnya terpapas, lengan dan tanganya bermandikan
darah. "Terima kasih anak muda, Terima kasih atas perhatian anda."
ujar orang tua itu sambil tertawa melebar. "Aku sudah menghaturkan rasa terima
kasih, lho ! Jadi jangan kau katakan tidak tahu adat. "
Sebelum Gandir sempat membuka mulutnya, terdengar gadis yang menekan dadanya
berkata nyaring: "Biarkah aku sekali mengucapkan terima kasih. Tetapi karena kau sudah menanam
budi padaku, biarlah aku membiarkan engkau mati dengan utuh. Paman, kau geledah
bajunya ! Jangan khawatir dia tidakkan dapat berbuat banyak, Ia sudah terkena
Aji Ginengku". Orang tua itu yang sebenatar tadi berperan sebagai ayahnya, menyahut dengan
tertawa geli: "Ohooo........jadi kau sempat memukulnya dengan Aji Gineng"
Kalau begini biarlah kita tunggu sampai saat ajal nya. Sungguh!
Aku ingin melihat dan menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri bagaimana cara
matinya. Apakah dia bakal berkelojotan seperti cacing kepanasan" "
"Kau lihat saja." gadis itu menyahut dengan tertawa riang.
"Tetapi lebih baik, kau ambil secepatnya ! lalu kita angkat kaki."
"Eh, kenapa buru-buru?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yang kukhawatirkan, temannya akan segera menolong."
"Oh begitu" Tetapi kurasa, kawannya tidak mudah menghadapi ibumu. Seumpama dapat
lolos, bocah itu sudah mati. Kita tinggal memungut naskah yang disembunyikan di
balik bajunya. Apa sih, susahnya?"
Gandir mendongkol bukan main. Ia merasa dipermainkan mirip segenggem tembakau
yang sedang dipilin pilin, Seorang satria boleh dicacah boleh dirajang bagaikan
sayur mayur, akan tetapi jangan direndahkan dan dihina tak ubah seekor anjing.
Pada detik itu tahulah ia, bahwa gadis itu bukan anak orang tua yang sebentar
tadi menolongnya. Ia geram bukan main. Seketika itu juga, ia menguatkan diri. Ia
melompat sambil menyambar cambuk yang tadi sempat digenggamnya. Dan dengan
sebilah pedang di tangan kirinya, ia menerjang bagaikan harimau kalap.
Menyaksikan kesanggupannya, orang tua itu berseru setengah minta tolong.:
"Mirah ! Eh Sumirah ! Eh nona Sumirah ! Tenaganya hebat bukan main ! Apakah
betul, dia sudah kena pukulan Aji Ginengmu?"
Hati orang tua itu memang kebat-kebit. Terus saja ia mundur menghindarkan diri.
Sebaliknya Gandir tidak mau tahu. Sebat luar biasa ia berbalik menyerang gadis
yang ternyata bernama Sumirah.
"Paman! Tolong !" teriak Sumirah ketakutan.
Ia mencoba menangkis sambaran golok Gandir. Hebat
akibatnya, pedangnya terpental balik nyaris menghantam kepalanya. Buru-buru ia
mengendapkan diri. Ia lolos dari ancaman maut. Namun ia mengakui, tenaga Gandir
bukan main besarnya. Syukur, bawahannya yang terampas cambuknya ternyata masih
mempunyai simpanan cambuk lagi. Untuk menolong majikannya, ia melecutkannya dan
tepat mengenai pundak Gandir. Plak ! Pundak Gandir terluka. Rasa nyeri Dendam
Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merembes memasuki tulang. Selagi demikian, Sumirah yang tadi hampir terhantam
pedangnya, membalas menyerang. Pedangnya berkelebat dan berhasil menggores
lengan Gandir. Masih untung. Gandir tidak terkutung lengannya. Akan tetapi ia kesakitan. Aneh,
Ia merasa kurang daya tahannya, sehingga terpaksa mengatupkan mulutnya rapat-
rapat. Betapapun juga, giginya berceratukan juga. Sudah begitu matanya
berkunang-kunang. Tahulah ia, itulah akibat dirinya sudah terkena racun yang
berbahaya. Keruan saja, gerakan pedangnya jadi kacau.
"Paman Mataun ! Masakan engkau hanya menjadi penonton saja" Serang ! Tunggu apa
lagi?" seru Sumirah setengah membentak.
"Baik! Tetapi bantulah aku! Engkau jauh lebih tangkas dan gesit daripada aku.
Mari kita bekerja sama. Kau meremuk tulang pundaknya dan aku akan menembus
tenggorokannya." ujar Mataun.
Sumirah benar-benar memiliki suatu kecepatan yang
mengagumkan.. Dengan lincah ia berkelebatan mengitari Gandir.
Tentu saja Gandir tidak sudi menjadi makanan empuk. Ia perlu melindungi tulang
pundaknya dan tenggorokannya. Maka ia berkelahi dengan memutar-mutarkan badannya
pula. Karena jangkauan tangannya lebih panjang, dapatlah ia mengundurkan
serangannya. Dengan begitu, pertahanannya menjadi kokoh.
Akan tetapi, racun yang mengeram dalam dirinya mulai mengamuk juga. Pelahan-
lahan ia merasa, jurus-jurus pedangnya mulai kacau Tidak tahu lagi ia harus
berbuat apa. Tenaganyapun susut dan pandang matanya guram. Mau tak mau hatinya
meringkas. Sumirah tahu, lawannya sudah kehilangan tenaga. Ia makin mempercepat gerakannya
untuk memancing gerakan lawan pula.
Tubuhnya berkelebatan sambil berseru-seru ganas. Setelah berputar-putar sebelas
kali, ia mencoba melancarkan serangan dua kali berturut-turut. Gandir yang sudah
guram matanya tidak Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memperoleh penglihatan yang jelas. Samar-samar ia melihat berkelebatnya pedang
Sumirah. Dengan gerakan asal jadi, ia menangkiskan pedang-nya ke atas. Ternyata
serangan Sumirah hanya merupakan suatu ancaman saja. Pada saat pedang Gandir
terangkai ke atas, ia menekuk kedua kakinya. Lalu membabatkan pedangnya ke arah
kaki. "Aduh !" Gandir memekik. Dan itulah pekikannya yang terdengar Swandaka.
Memang hebat serangan Sumirah. Pedangnya tepat mengenai sasaran yang
dikehendaki. Dan Gandir roboh terjungkal mencium tanah. Celakanya, Mataun ikut
menusukkan goloknya dan disusul dengan lecutan cambuk pembantu nya. Keruan saja
Gandir menjerit-jerit kesakitan. Syukur, tatkala Mataun hendak mengulangi
tusukannya, Swandaka keburu menghalangi. Anak muda inipun bersenjata golok juga.
Tak terelakkan lagi kedua golok saling membentur. Trang ! Mataun terhuyung ke
samping dengan wajah pucat
Mataun sama sekali tidak mengira, bahwa Swandaka bisa lolos dari libatan ibu
Sumirah. Ia merasa diserang dengan mendadak, sehingga tidak bersiaga. Walaupun
demikian, dalam satu gebrakan saja, dapatlah ia mengukur kekuatan lawannya.
Tidak berani lagi ia mengadu tenaga. Yang paling jitu adalah cepat-cepat mundur
dan melarikan diri. Tidak demikianlah yang dilakukan Sumirah. Ia melihat datangnya Swandaka. Maka ia
maju untuk membantu Mataun.
Namun kalah cepat. Meskipun begitu, ia tidak menyadari bahaya yang mengancam
dirinya. Pikirnya, kalau dapat melukai Gandir dengan gampang, masakan kawannya
tidak" Ia kena batunya.
Memang Swandaka teman berjalan Gandir. Akan tetapi ilmu kepandaiannya dua
tingkat lebih tinggi. Ia murid kesayangan Dhandha Wacana dan Dhandha Walaka yang
termashur memiliki kekuatan tak ubah raksasa. Maka dengan sekali menyabetkan
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
goloknya, Swandaka mematahkan pedang Sumirah menjadi empat bagian.
Keruan saja Sumirah kaget bukan kepalang. Apalagi telapak tangannya pecah. Belum
lagi habis rasa kagetnya, golok Swandaka menyabet lagi.
Untuk menolong diri, ia bergulingan di atas tanah menuruni bukit. Meskipun
demikian, ujung rambutnya terkutung juga sehingga ia jadi rerayapan. Begitu
menegakkan badannya, ia meniru perbuatan Mataun. Segera ia tancap gas melarikan
diri. Tidak peduli apakah tanah yang dilaluinya penuh dengan batu-batu tajam atau
duri. Swandaka tidak mengejarnya. Ia terkejut tatkala melihat keadaan Gandir. Pemuda
itu bermandikan darah. Maka ia membiarkan Mataun dan si penyiksa cambuk
melarikan diri menyusul Sumirah. Hati-hati ia menghampiri Gandir dan memeriksa
lukanya. Kecuali lengannya, pundaknya pecah pula.
Bajunya robek dan terlihat bekas telapak tangan berwarna hitam di atas dadanya.
Swandaka tidak mau menyia-nyiakan waktu. Dengan cekatan ia memijit lengan Gandir
yang mengucurkan darah terus-menerus. Lalu mencoba menghentikan warna hitam yang
bergerak lambat merambat ke seluruh dada. Itulah pertolongan pertama yang pernah
diajarkan kedua gurunya kepadanya.
Seseorang tidak boleh kehilangan darah terlalu banyak dan jangan biarkan racun
yang mengeram dalam diri nya merajalela.
Begitulah bunyi pertama ajaran menolong orang yang dalam keadaan darurat.
Syukur, Gandir bukan seorang pemuda cengeng. Ia
menguatkan diri dan tidak sudi mengerang, meskipun tubuhnya bergemeteran. Tiba-
tiba tenggorokannya berbunyi. Lalu ia melontakkan gumpalan darah hitam dari
mulutnya. Beberapa saat kemudian, ia mulai mengatur pernafasannya. Perlahan-
lahan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia menyenakkan mata. ;Dan wajah Swandaka nampak di depan penglihatannya yang
pertama. "Swandaka," ujarnya setengah berbisik. "Benar .... di tengah kehidupan ini
terdapat banyak akal dan tipu muslihat yang keji.
Sayang, aku tidak mendengarkan peringatanmu. Sekarang ......."
ia tidak menyelesaikan ucapannya.
Wajahnya mengabarkan rasa sesal dan geram.
Hati Swandaka tercekat.. Ia menggunakan hampir tiga
perempat bagian tenaganya sewaktu memijit lengannya. Tetapi Gandir ternyata
dapat berbicara wajar. Sama sekali ia tidak mengerang kesakitan. Kalau begitu,
lengan dan dadanya sudah kehilangan rasa. Artinya, Gandir dalam keadaan darurat.
Untuk menghilangkan kesan itu, ia memaksa diri untuk bersenyum. Lalu berkata
membesarkan hati: "Ah,siapapun akan dapat mengalami demikian. Kalau aku luput dari akal dan
muslihat keji, karena kedua guruku adalah biangnya tipu muslihat yang keji dan
ganas. Selama hidupnya, kedua guruku bekerja tanpa modal. Beliau berdua
merampok, membegal dan menggarong. Pekerjaan macam demikian perlu memiliki
pengetahuan akal tipu muslihat. Meskipun demikian, belum boleh dikatakan beliau
berdua akan luput dari semua jenis tipu-muslihat, bukan mustahil akan mengalami.
Di dunia ini siapakah yang tidak pernah terpedaya sesuatu " Rama
penjelmaan Dewa Wisnu masih juga terkena tipu muslihat Rahwana. Pernah Rama
roboh tak sadarkan diri sewaktu melihat Shinta terpangkas lehernya. Padahal yang
dipangkas Rahwana, seorang perempuan yang dirias sedemikian rupa hingga mirip
Dewi Shinta. Setelah membesarkan hati, Swandaka memborehi lengan dan dada Gandir dengan
ramuan obat luar. Menyentuh dada Gandir, ia cemas. Kalau tidak memperoleh
pertolongan yang tepat, jiwa Gandir terancam maut. Betapa tidak" Samar-samar ia
melihat wajah Gandir mulai bersemu hitam.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Swandaka, coba periksa balik bajumu bagian pinggang!
Apakah........." tiba-tiba Gandir berkata. Ia seperti teringat sesuatu.
Swandaka kemudian memeriksa balik bajunya. Naskah yang dipercayakan kepadanya,
lenyap. Tetapi ia diam saja seolah-olah tidak mengacuhkan. Sebaliknya, Gandir
menghela napas merasa salah.
"Sudahlah, kau jangan berpikir berkepanjangan !" mulai menghibur lagi.
"Hm, aku bukan kanak-kanak kemarin sore !" potong Gandir.
"Aku tahu, naskah itu lenyap dirampas orang. Swandaka, ternyata aku tidak mampu
membantumu. Malahan membuatmu susah........"
"Untuk sementara, biarlah mereka membawa naskah rampasannya. Toh mereka belum
dapat menggunakan faedahnya. Kita masih mempunyai kesempatan merampasnya kembali. Tenangkan saja
hatimu ! Seorang laki-laki masakan harus patah semangat karena terpukul sedikit
saja?" ujar Swandaka.
Diam-diam ia memerhatikan sekali lagi wajah Gandir,
Sekarang warna hitam mulai merata. Keruan saja, hatinya kebat-kebit.. Akan
tetapi ia tidak memperlihatkan kesan itu.
Tetapi Gandir bukan seorang pemuda yang tidak tahu diri. Ia menyadari, dirinya
terkena pukulan jahat. Ia tidak mengijinkan pikirannya hanya terlibat masalah
itu. Perhatiannya justru berada pada naskah yang hilang. Teringatlah ia, naskah
itu bukan barang murahan. Orang-orang pandai ke luar masuk
perkampungan Ulupi, dalam usahanya untuk memperolehnya.
Mereka berani menanggung risikonya, dengan mengadu
peruntungan jiwa. "Swandaka .... selanjutnya tidak dapat lagi aku membantumu." ujarnya dengan
suara sedih. "Kau akan berusaha Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merampas naskah itu kembali dengan seorang diri. O ya ....
mungkin sekali Kalengkan dapat membantumu. Tentang diriku"
Maukah engkau menyampaikan pesanku" Kalau kau kelak
mencapai perkampunganku, tolong besarkan hati Ibu.
Aku......aku........."
"Gandir ! Jangan engkau berkata yang bukan-bukan!"
Swandaka memohon. Sebab di dalam hatinya, memang ia cemas luar biasa. Tidak
dikehendaki sendiri, ia dihinggapi rasa bakal kehilangan temannya berjalan itu.
Wajah Gandir makin hitam saja.
Selagi pikirannya dikacaukan kenyataan demikian,
pendengarannya yang tajam mendengar suara gemeresak. Itulah suara langkah
manusia menginjak rerumputan. Apakah brandal itu kembali lagi untuk menjenguk
korbannya " "Bagus!" pikir Swandaka dengan geram. "Kalian ingin tahu apa kah korbanmu sudah
mampus atau belum Hm ..... akupun bisa membuat kalian tidak berkutik. Gandir,
legakan hatimu ! Aku akan membalaskan dendammu."
Dengan hati-hati ia memungut beberapa batu dan gumpalan tanah keras, Ia akan
menghujani dengan timpukan, manakala mereka muncul dari balik bukit. Dengan
menajamkan pendengarannya ia mendengar langkah mereka makin
mendekat.. Dan mendengar suara langkahnya, ia tersenyum di dalam hati. Itu
langkah-langkah orang yang tidak berkepandaian tinggi. Mungkin sekali mereka
golongan bawahan alias kerucuk.
Meskipun demikian, ia tetap berwaspada. Siapa tahu mereka sedang melakukan suatu
tipu muslihat lain lagi. Tiba-tiba sebelum muncul dari balik dinding bukit,
terdengar salah seorang dari mereka berseru nyaring:
"Apakah kalian sahabat-sahabat Pangeran Jayakusuma?"
Hati Swandaka tercekat. Dia menyebut-nyebut nama Pangeran Jayakusuma. Tentunya
seruan itu ditujukan kepadanya. Di dalam Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hati ia mengaku bukan sahabat Pangeran Jayakusuma dalam arti yang benar. Kalau
mengenal nama pangeran yang termashur itu, memang benar. Tetapi Pangeran
Jayakusuma adalah sahabat majikannya Ulupi. Dengan demikian, apakah dirinya
berhak menyebut sebagai salah seorang sahabatnya pula"
"Di tengah belantara Untara Segara, Pangeran Jayakusuma datang seorang diri
mencari kekasihnya Retno Marlangen," Orang itu melanjutkan seruannya. "Badai
hitam lekam diterjangnya.
Lautan menyala dilaluinya. Tetapi sang kekasih dibawa orang lari ke barat. Dan
satria Pangeran Jayakusuma mendaki bukit memasuki goa. Tekatnya teguh bagaikan
baja. Tujuannya hendak memorak-porandakan durjana-durjana yang berpura-pura
menegakkan keadilan. "
Kisah tentang perjuangan Paneran Jayakusuma merebut
kekasihnya teikenal di seluruh empat penjuru. Hampir tiap orang dapat
mengisahkan dengan lancar diluar kepala.
Akan tetapi bahwasanya seseorang menyerukan kisah
petualangan Pangeran Jayasuma pada saat demikian, sungguh mengherankan. Siapakah
dia" Siapa pula yang ikut datang di belakangnya"
Tidak lama kemudian muncullah segerombolan orang dari balik bukit, Mereka
mengenakan pakaian kehitam-hitaman. Dan melihat kedatangan mereka. Swandaka
berlompat bangun. "Apa maksud kalian datang kemari?" ia mengusut dengan suara setengah membentak.
Dua orang di antara mereka tertawa dengan berbareng.
Kemudian menjawab saling menyusul:
"Siapa yang mengenal Pangeran Jayakusuma diapun sahabat kami. Selamat bertemu.
Selamat pula kepada teman anda. Kami datang untuk menolong bencana yang
menimpanya". Hati Swandaka terkesiap. Menegas:
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jadi kalian tahu bencana yang akan menimpa kawanku berjalan?"
"Semenjak perampokan pertama, kami sudah tahu, Raksasa itu bernama Sapu Regol.
Dia murid Hajar Awu-Awu. Memiliki tenaga raksasa bawaan alam. Tetapi melihat
caramu bertahan, walaupun masih kalah seurat, bintang kejayaan masih berada di
atas kepala. Hanya saja, perempuan iblis membuat susah dirimu.
Karena itu, kami sudah mengirim berita cepat kepada
majikanmu, tuanku puteri Ulupi. Pada saat ini Diah Mustika Perwita sudah berada
di sekitar tempat ini atas petunjuk kami".
"Sebenarnya kamu berada di bawah pimpinan siapa?"
"Untuk sementara kami belum dapat membuka diri. Kalau kau percaya, serahkan
temanmu itu untuk kami rawat secepat-cepatnya. Kasep sedikit, mungkin sekali
tidak dapat tertolong lagi."
Swandaka mengamat-amati mereka. Pada saat itu, memang ia harus berwaspada
terhadap semuanya. Sebab pemunculan mereka dengan tiba-tiba juga. Siapa tahu,
mereka-pun termasuk salah satu gerombolan perempuan iblis itu. Tetapi menimbang
keadaan Gandir, tak dapat lagi ia menunda-nunda waktu.
Pikirnya, taruhkata mereka akan membuat susah Gandir, pada saat ini akupun tidak
dapat mengharapkan Dewa Penolong untuk menolong jiwanya.
Memperoleh pertimbangan demikian, ia menyahut:
"Sahabat-sahabat yang datang atas nama Pangeran Jayakusuma ! Baiklah aku
menyerahkan saudaraku ini kepada kalian. Selanjutnya tergantung kepada nasibnya"
Orang-orang itu tertawa geli. Salah seorang berkata:
"Terus terang saja, kami datang bukan atas nama Pangeran Jayakusuma. Akan tetapi
pemimpin kami adalah sahabat Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pengerah Jayakusuma. Tentunya tidak bakal kami membuat susah saudaramu".
Swandaka membiarkan dua orang di antara mereka
menghampiri Gandir. Pikir Swandaka, mereka tidak mempunyai kepandaian yang
berarti. Kalau main gila, masih sempat aku mencegahnya. Tetapi mereka berdua
kelihatan bersungguh-sungguh. Setelah memeriksa selintasan, mereka berkata
bergantian: "Terpaksalah temanmu kami bawa ke pondokan. Di sana kami akan berusaha menolong
sebaik mungkin." "Apakah tidak dapat ditolong disini?"
"Di sini?" mereka saling memandang. Lalu tertawa geli. Kata mereka:
"Kalau pukulannya pukulan biasa, masakan bernama Aji Gineng" Pukulan Aji Gineng
tidak mudah dipelajari. Dengan sendirinya bila mengenai atau melukai orang,
tidak mudah pula untuk disembuhkan."
Swandaka termasuk pengawal pilihan Ulupi. Kepandaiannya tinggi dan
pengetahuannya luas. Akan tetapi belum pernah ia mendengar nama pukulan Aji
Gineng. Ulupi yang mengenal berbagai macam kepandaian, belum pernah membicarakan
nama pukulan itu. Ia tercekat dan tidak dikehendaki sendiri, bulu kuduknya
meremang. Dengan cekatan orang yang berada di sebelah kiri Gandir membelek beberapa
tempat. Bagian dada dan lengan. Lalu dengan temannya, ia memijit-mijit. Tiba-
tiba darah yang tadi nampak merah, kini berwarna hitam lekam. Menyaksikan hal
itu. Swandaka baru menyadari bahwa Gandir terkena semacam pukulan beracun yang sangat
berbahaya. "Maaf, terpaksa aku membelek lengan dan dadanya. Inilah cara mengurangi
kandungan racun yang mengeram di
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalamnya." orang itu memberi keterangan. "Akan tetapi racun Aji Gineng belum
habis tuntas. Untuk membersihkan paling tidak kami membutuhkan waktu tiga atau
empat hari. Kaupun sudah terkena racun itu pula. Bolehkah aku memeriksa jarimu.
Kalau kau bisa menahan sakit, dapat aku menolong mengeluarkan racunnya."
Swandaka heran. Bagaimana dia mengetahui dirinya terkena racun. Memang jari
tengah terluka sedikit akibat menyentil cincin perempuan iblis itu. Akan tetapi
sama sekali, ia tidak merasakan sesuatu atau melihat tanda-tandanya.
"Paman sekalian, terima kasih." ia menyahut dengan tertawa.
"Memang aku terluka. Tetapi luka itu sendiri, tidak berarti. Paman tidak usah
mencemaskan." Setelah bekata demikian, Swandaka menghunus goloknya.
Ujung goloknya dibuatnya membelek jari yang terluka untuk mengeluarkan racun
yang mengeram. Seketika itu juga, darahnya mengucur deras. Mula-mula hitam, lalu
kembali berwarna merah. Setelah itu dibalutnya dengan sapu tangan.
Sewaktu pandangnya tertunduk, rerumputan yang terkena percikan darahnya, tiba-
tiba saja layu. Itulah suatu tanda racun yang hebat sekali.
"Paman, apakah racun yang mengeram dalam jari dan telapak tanganku sudah
hilang?" Swandaka minta keterangan.
Mereka yang menyaksikan keberanian Swandaka kagum. Kata mereka bersahut-sahutan:
"Ah hebat ! Jarang sekali seorang muda memiliki keberanian seperti dirimu. Kau
pantas disebut sebagai sahabat Pangeran Jayakusuma. Ah, kami kagum dan merasa
takluk." Sebenarnya, maksud Swandaka memang untuk mengangkat
diri. Ia harus berbuat begitu, agar mereka tidak memandang rendah padanya.
Ternyata ia berhasil. Orang-orang itu lantas saja bersikap sungguh-sungguh.
Beramal ramai mereka Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggotong Gandir yang kehilangan kesadarannya. Satu jam kemudian, mereka tiba
di sebuah rumah besar yang nampak kekar dan berpagar tinggi. Melihat rumah itu.
Swandaka menduga itulah rumah pemimpin mereka. Di sana sini nampak terdapat
penjagaan yang teratur. Dengan setengah membungkuk-bungkuk orang-orang yang
berada di pendapa rumah mempersilahkan Swandaka memasuki ruang dalam. Ternyata
perabot rumah nampak mentereng. Di antara perabot rumah kelihatan perkakas rumah
tangga buatan Negeri Cina. Memang pada waktu itu, perkakas-pcrkakas rumah
seperti guci, cangkir, waskom yang terbuat dari tanah putih buatan Negeri Cina
sudah dikenal orang semenjak jaman Daha Singasari. Tentunya harganya sangat
mahal. Karena itu yang dapat memiliki hanya orang-orang tertentu.
Hati-hati Gandir diturunkan dari gendongan beberapa orang.
Seorang laki-laki berperawakan tipis kurus memanggil seorang yang berperawakan
tinggi besar. Orang itu diperintahkan memanggul Gandir dan dibawa ke ruang
belakang. Swandaka mengikuti dengan penuh waspada. Di ruang belakang, seseorang
sudah memasak air semenjak se jam atau dua jam yang lalu. Air sudah mendidih.
Kemudian seseorang memasukkan ramuan-ramuan tertentu. Swandaka teringat kepada
tutur-kata kedua gurunya. Menurut kedua gurunya, orang-orang Bali mempunyai cara
sendiri menolong seseorang yang kena racun berbahaya.
Orang itu akan direbus dalam kadar panas air tertentu. Agaknya, merekapun akan
berbuat demikian demi menolong Gandir.
"Tuan !" kata seorang laki-laki berperawakan kerempeng, Orang ini usianya
limapuluh tahun lebih. "Apakah tuan menyangsikan perbuatan kami" Percayalah,
meskipun kami boleh disebut gerombolan liar, namun tidak akan memasak teman tuan
menjadi santapan daging istimewa............"
Swandaka tersenyum. Menyahut:
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tentunya akan memerlukan waktu yang lama untuk menjadikan bubur daging yang
istimewa." ia berhenti mengesankan. Meneruskan: "Justru aku harus mengucapkan
terima kasih atas kesudian paman menolong temanku. Bolehkan aku mengenal nama
paman?" "Ah ! Aku ini hanya salah seorang bawahannya. Belum pantas aku memperkenalkan
nama kepada tuan." "Kalau begitu, apakah tuan rumah berada di tempat"
Maksudku apakah beliau tidak bepergian" Dapatkah aku bertemu dengan beliau?"
Swandaka setengah memohon.
"Tidak berani kami berjanji. Akan tetapi pada jaman yang lampau, majikan kami
berada dibawah penilikan Nayaka Madu.
Suatu kali majikan muda kami bertemu dengan Pangeran Jayakusuma di lembah Untara
Segara. Majikan kami dianjurkan agar pulang kampung. Eh, anjuran Pangeran
Jayakusuma seperti meramal. Tiba di sini, ayahanda beliau wafat. Dan selanjutnya
majikan muda kami yang melanjutkan kebijaksanaan
ayahandanya. Ah, tentunya tuan belum kenal majikan kami.
Tetapi dengan majikan tuan, sudah lama bersahabat. Karena itu sudah menjadi
kewajiban kami untuk menolong salah seorang kepercayaan tuanku puteri Ulupi."
ujar orang itu. Mendengar keterangan orang tua itu. Swandaka terpaksa berpikir. Siapakah majikan
mereka yang pernah bertemu dengan Pangeran Jayakusuma di lembah Untara Segara"
Majikan merekapun bersahabat dengan Ulupi. Siapakah dia" Ia jadi sibuk menebak-
nebak. Selagi demikian, ia mendengar suara seseorang mengasah golok. Lalu
terdengar suara pedang berbenturan.
Hatinya tercekat. Ia tidak takut, namun pendengarannya itu membuat hatinya
gelisah. Berbagai teka-teki berkelebatan di dalam benaknya. Ingin ia minta
keterangan, akan tetapi mereka saling berbicara tidak berkeputusan seakan-akan
sengaja menutupi suara-suara yang mencurigakan itu.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mau tak mau Swandaka harus menyabarkan diri. Namun,
setelah matahari sepanggalah tingginya, ia mulai kehilangan kesabarannya. Dengan
menguatkan suaranya ia bertanya minta keterangan:
"Paman ! Lembah Untara Segera adalah lembah racun. Di dunia ini siapa lagi yang
dapat melebihi kepandaian menanam dan menyebarkan racun seperti Nayaka Madu" Aku
sendiri berada di lembah itu beberapa tahun lamanya. Tetapi belum pernah aku
mendengar Aji Gineng yang mengandung racun berbahaya. Sebenarnya siapakah
pemilik Aji Gineng yang melukai saudaraku itu?"
Orang tua itu belum sempat menjawab, karena anak-buahnya sedang sibuk memasukkan
Gandir ke dalam pengaron yang sudah penuh dengan ramuan obat. Setelah dinilainya
beres, baru ia menjawab pertanyaan Swandaka. Katanya:
"Dengan sesungguhnya, bila dibandingkan dengan
pengetahuan tuan, pengetahuan kami masih selisih jauh. Kami hanya mengenal apa
yang hidup dan berada di sekeliling dusun ini saja. Memang Aji Gineng hanya
merajalela di luar lembah Untara Segara. Tidak mengherankan, tuan-tuan yang
hidup di lembah Untara Segara tidak mengetahui. Walaupun kalah jauh bila
dibandingkan dengan kepandaian Nayaka Madu, tetapi majikan yang memiliki Aji
Gineng bukan sembarang orang.
Nyatanya, saudaramu tidak berdaya menghadapi pukulannya.
Seumpama tidak segera bertolong, tentu tiada harapan lagi.
Itupun hanya terbatas. Maksud kami manakala kadar racun itu masih enteng. Di
dalam suatu pertempuran yang menentukan, majikan yang memiliki Aji Gineng
tentunya tidak setengah-setengah. Siapapun yang terkena pukulan itu, tidak bakal
tertolong lagi. Barangkali dewapun tidak dapat berbuat banyak."
"Paman menyebut pemilik Aji Gineng dengan istilah majikan.
Apakah dia memang seorang majikan?"
"Tentu saja. Bukanlah dia mempunyai belasan anak buah?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebenarnya siapakah dia?" Swandaka mendesak.
"Maaf, pengetahuan kami hanya terbatas sampai di sini.
Sebentar lagi bila tuan bisa bertemu dengan majikan kami, barangkali akan
memperoleh penjelasan."
Terpaksa Swandaka menyabarkan diri, meskipun hatinya masygul. Dengan memaksa
diri pula, ia mencoba mendengarkan percakapan mereka.
Mereka yang berada dalam ruang belakang kira-kira berjumlah duabelas orang. Akan
tetapi mereka berbicara saling sahut-menyahut dengan semangat menggebu-gebu.
Yang dibicarakan hanya soal sehari-hari. Tentang cara mempertahankan diri bila
diserang orang dengan mendadak. Cara merebut seorang gadis yang dilarikan pihak
yang menginginkan. Menolong orang dalam bahaya. Dan sama sekali mereka tidak
membicarakan Gandir yang sedang ditolongnya. Meskipun demikian, pembicaraan
mereka menarik juga, karena pengalamannya bermacam-macam.
Semuanya berada di luar pengamatan Swandaka sehari-harinya.
Beberapa waktu kemudian, muncullah seorang laki-laki berperawakan tinggi kurus.
Usianya mendekati enam-puluh tahun. Ia nampak berwibawa. Sebab begitu memasuki
ruang belakang, mereka semua menghentikan pembicaraannya dan bersikap hormat
kepadanya. Pikir Swandaka, ah, akhirnya tuan rumah berkenan datang juga. Tetapi
ia heran, tatkala orang itu datang padanya dan membungkuk hormat. Dan setelah
membungkuk hormat, orang itu mempersembahkan sebuah batu mutiara sebesar tinju
seorang anak. Katanya: "Tuan, silahkan tuan mengetukkan batu ini tiga kali di atas meja. Bila tuan
belum puas, aku sendiri bersedia mewakili semua teman-teman untuk menerima
hukuman". Mendengar ucapan orang itu, Swandaka makin heran.
Memang ia tahu, menurut pembicaraan mereka, kaum ini dahulu berada dibawah
pengaruh Nayaka Madu. Ulupi yang menjadi Dendam Empu Bharada http://dewi
-kz.inco/ Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dayang kepercayaan Prabasini, tentunya mereka kenal. Apalagi Ulupi lambat laun menjadi tangan kanan
Nayaka Madu. Kedudukannya sejajar dengan Prabasini. Itulah sebabnya, orang-orang memanggilnya
dengan sebutan tuanku puteri. Akan tetapi bahwasanya salah seorang ketua
bersedia dihukum tanpa sebab-musabab adalah mengherankan. Oleh rasa heran,
beberapa detik lamanya, Swandaka tidak kuasa membuka mulutnya.
"Apakah tuan menolak permohonan kami?" orang tua itu salah terima. Wajahnya
kelihatan cemas. "Bukan begitu, bukan begitu !" Swandaka menyahut gugup.
"Sebenarnya apa artinya ini" Tolong, berilah aku penjelasan !"
Swandaka jadi sibuk sendiri. Berbagai pikiran masuk ke dalam benaknya. Orang tua
ini minta dihukum, pikirnya. Apakah dia merasa kesalahan tangan" Jangan-jangan
dialah yang menyebabkan Gandir terkena pukulan beracun. Atau dia ikut serta dalam usaha
merampas peti warisan Nayaka Madu" Diapun mencoba menebak-nebak siapakah
pemimpin mereka yang dikatakan pulang kampung atas anjuian Pangeran Jayakusuma.
Dia sendiri belum pernah berbicara dengan Pangeran
Jayakusuma. Akan tetapi dia sempat menyaksikan kehebatannya.
Sapu Regol bertenaga raksasa. Mungkin melebihi Dandung Gumilar atau kedua
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gurunya sendiri. Namun dengan sekali menggerakkan tangan, Pangeran Jayakusuma
dapat melontarkan raksasa itu sampai terbang tinggi dan jatuh tercebur di dalam
sungai. Bukan main ! Maka dapat dimengerti, bahwa
pengaruhnya sangat besar. Bukan mustahil melebihi Nayaka Madu.
Hanya saja dia belum jelas siapa yang disuruhnya pulang kampung. Ia mencoba
mengingat-ingat para pendekar yang pernah berada di lembah Untara Segara.
Terutama para pendekar yang ikut menghadiri upacara perkawinan Retno Marlangen
dengan Pangeran Anden Loano. Selagi sibuk
demikian, orang tua itu berkata memberi penjelasan:
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kami semua berada dibawah pimpinan pemimpin kami Bahkan hidup mati kami berada
di tengah pemimpin kami. Dan kami menyerahkan diri dengan sukarela. Maka segala
perintahnya akan kami lakukan dengan sungguh-sungguh dan gembira. Sekarang kami
diperintahkan untuk menerima hukuman tuan. Apakah masih kurang jelas?"
Hati Swandaka masygul. Kesana kemari, semua orang
berbicara mengenai pemimpinnya yang belum jelas. Dan tiada seorangpun yang
bersedia menyebutkan nama pemimpinnya.
Karena itu, setelah menimbang-nimbang sejenak, akhirnya Swandaka menerima
angsuran batu mutiara itu. Lalu diketukkan pelahan-lahan di atas meja.
Begitu ketukan yang ketiga kalinya berhenti, terdengar suara pintu besar
terbuka. Seseorang muncul dari balik pintu. Orang itu berperawakan tinggi besar.
Barangkali sama besarnya dengan Sapu Regol. Wajahnya sederhana. Lebih
mengesankan seorang yang bodoh, akan tetapi berwibawa.. Dia berjalan dengan
langkah tetap dan datang menghampiri Swandaka. Dan begitu melihat siapa dia, tak
terasa terlontarlah ucapan Swandaka dengan rasa penuh keheranan. Serunya:
"Bukankah tuanku Galiyung" "
Memang, orang itu Galiyung. Lengkapnya Kolor Galiyung, seorang raksasa yang
pernah hadir pada upacara perkawinan Retno Marlangen. Waktu itu dia berada di
pihak Narasinga, Dandung Gumilar dan pendekar-pendekar lainnya atas undangan
Nayaka Madu. Di antara pendekar-pendekar yang berada di pihak Nayaka Madu,
dialah satu-satunya yang jujur dan bersikap tulus terhadap Pangeran Jayakusuma.
Dibandingkan dengan pendekar lainnya, dialah yang terbodoh. Bodoh dalam arti
karena kesederhanaannya. Menurut tutur-kata Ulupi, Galiyung seorang pendekar
yang berkepandaian tinggi. Akan tetapi karena berhati mulia dan sederhana, dia
kelihatan bodoh. Dia pulang kampung atas anjuran Pangeran Jayakusuma. Karena
Pangeran Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jayakusuma tidak mau menggolongkan dia dalam deretan orang-orang yang memusuhi
dirinya. "Anak muda ! Menurut laporan, engkaulah yang bernama Swandaka. Kabarnya engkau
salah seorang pengawal tuanku puteri Ulupi yang berkepandaian tinggi. Selamat
datang !" seru Galiyung dengan suara menggelegar bagaikan guntur meledak di
tengah hari. Terhadap Galiyung Swandaka merasa kalah kedudukannya.
Sebab kedudukan Galiyung sejajar dengan Ulupi. Maka dengan sigap ia berdiri
menyambut. Sahutnya: "Tuanku ! Hanya secara kebetulan sekali kami singgah kemari Inilah gara-gara
salah seorang teman kami terkena ancaman bahaya."
Galiyung tertawa terbahak-bahak, Ujarnya :
"Kau jangan memanggil aku dengan sebutan tuanku. Aku dan dirimu berkedudukan
sejajar. Engkau pengawal setia puteri Ulupi.
Aku memanggil majikanmu dengan sebutan tuanku Puteri. Nah, bukankah kedudukan
kita sejajar" Nah, panggil saja aku dengan paman !" Galiyung berhenti sejenak
mengesankan. Setelah mempersilahkan duduk di ruang tengah, ia meneruskan:
"Menurut tuanku puteri Ulupi. sebentar lagi Pangeran Jayakusuma akan melawat ke
barat. Apakah engkau dapat menjelaskan apa alasan tuanku puteri Ulupi?"
"Aku berangkat meninggalkan Untara Segara hampir bersamaan dengan Pangeran
Jayakusuma. Beliau berangkat ke Majapahit dengan tuanku puteri Lukita Wardhani.
Dua hari kemudian kami diperintahkan ke wilayah barat. Sampai hari ini, sudah
dua minggu lebih kami tidak mendengar kabar berita dari pusat." Swandaka
menjawab pertanyaan Galiyung.
Galiyung tertawa terbaka-bahak sampai badannya terguncang-guncang. Serunya:
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sungguh ! Di dunia ini belum pernah aku melihat orang sepandai tuanku puteri
Ulupi. Dia seakan-akan dapat membaca apa yang bakal terjadi. Tuanku puteri
berkabar padaku, Pangeran Jayakusuma akan melawat ke barat. Tentunya ada
alasannya. Maka kukirimkan anak-buahku untuk mengadakan penyelidikan.
Ah ! Benar-benar tepat dugaan tuanku puteri Ulupi."
Swandaka tercenung. Memang semenjak meninggalkan
perkampungan, sama sekali ia tidak mendengar kabar sesuatu selain disibukkan
perkara peti warisan Nayaka Madu. Karena Galiyung menyinggung-nyinggung perkara
majikannya dan Pangeran Jayakusuma, hatinya jadi tertarik.
"Pangeran Jayakusuma itu memang seorang pemuda yang istimewa." ujar Galiyung
dengan tertawa geli. "Dia sudah menghadap ayahandanya. Tetapi apa yang
dilakukannya" Hm ....... mestinya dia bakal dilantik menjadi Putera Mahkota. Tetapi rupanya,
Pangeran Jayakusuma tidak tertarik. Menurut laporan penyelidik kami, sehari-
harinya Pangeran Jayakusuma mengadu burung gemaknya. Katanya, burungnya dapat
mengalahkan seekor harimau. Kau tahu apa yang dimaksudkan" Dia hendak mengecam
fihak penguasa yang diumpamakan seekor harimau.
Sebab oleh kekuasaan raja, dia gagal mengawini bibinya sendiri, Retno Marlangen.
Maka di dalam hati ia hendak mengatakan, bahwa dirinya berani menantang
kekuasaan raja. Keruan saja, raja pasti marah. Sebentar atau lama Pangeran
Jayakusuma bakal diusir dari Majapahit. Kemana lagi perginya kalau bukan
mengarah ke barat" Sebab puteri Retno Marlangen kini berada di Singgela.
Nah .....tepat sekali penglihatan majikanmu, bukan"
Memang, di dunia ini siapa yang dapat melebihi kecerdasan dan kepandaian tuanku
puteri Ulupi." sampai disini Galiyung berhenti lagi. Kemudian tertawa terbahak-
bahak sampai lama sekali.
"Memang dunia bakal ramai, bila Pangeran Jayakusuma merantau lagi. Tetapi dengan
begitu, siluman perempuan itu akan makin memusuhi diriku. Kau tahu apa
sebabnya?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Swandaka ternganga. Menegas:
"Siapa yang paman maksudkan siluman perempuan itu?"
"Bukankah engkau pernah merasakan cincinnya yang beracun?"
"Oh dia?" hati Swandaka tercekat. "Tetapi dengan sesungguhnyaaku belum mengenal
namanya." Galiyung masih melanjutkan sisa tertawanya. Lalu berkata:
"Baiklah kujelaskan palahan-lahan siapa dia sebenarnya. Di jaman mudanya dia
bernama Paramita Maliyo. Dia seorang gadis yang cantik jelita. Kemudian menjadi
salah seorang murid Wijayarajasa. Pada jaman mudanya bernama Kuda Amerta, adik-
seperguruan Nayaka Madu. Kini berkedudukan di tanah Wengker.
Kabarnya dia termasuk salah seorang mertua Sri Baginda."
"Ya, ya, ya. Wijayarajasa adalah adik-seperguruan Nayaka Madu." Swandaka
membenarkan. "Wijayarajasa mempunyai dua orang murid yang istimewa, Yang pertama menjadi
seorang ahli pedang. Tunjung Anom, namanya. Sampai sekarang dia mengabdi kepada
Raja Wengker alias gurunya sendiri. Dan yang kedua, Paramita Maliyo. Seorang
puteri yang cantik luar biasa. Melihat kecantikannya, gurunya jatuh cinta.
Karena itu dia melarikan diri setelah mencuri sebuah naskah gurunya. Itulah
naskah yang mencatat jenis-jenis racun.
Dengan membawa naskah itu. dia bersembunyi di atas Gunung Anjasmara. Di atas
gunung itu, kebetulan sekali dia bertemu dengan pemimpin suku Girah. Suku yang
terbuang semenjak jaman Raja Airlangga. Kau tahu apa sebabnya?"
Swandaka menggelengkan kepalanya. Ia merasa makin
tertarik. Ternyata Galiyung berpengetahuan luas. Kalau begitu, sungguh tidak
dapat dikatakan bodoh. "Girah dahulu nama sebuah kampung tempat tinggal Calon Arang, seorang ahli
tenung yang membahayakan kedudukan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
raja. Untung, pada dewasa itu terdapat seorang empu yang berparas cakap. Bahulu,
namanya. Empu Bahulu melamar anak gadis Calon Arang yang cantik, bernama Ratna
Manggali. Setelah menjadi menantunya, ia mencuri naskah Calon Arang. Dan naskah
yang memuat berbagai racun dan pengetahuan tentang Ilmu Hitam, kemudian
diserahkan kepada Empu Baradah. Entah bagaimana, penduduk Girah berhasil
mencurinya kembali dan dibawa bersembunyi di atas Gunung Anjasmara. Karena
Paramita Maliyo membawa naskah gurunya yang berisikan ilmu racun pula, pemimpin
suku Girah bergembira. Paramita Maliyo diterima sebagai salah seorang
anggautanya. "Sebentar !" Swandaka memotong. "Paramita Maliyo paman kabarkan sebagai seorang
gadis yang cantik jelita hingga gurunya tergiur untuk mengawininya. Tetapi maaf,
menurut penglihatanku baik perawakan tubuhnya maupun wajahnya sama sekali tidak
menarik. Kecuali berkesan mengerikan, lebih mirip wajah hantu."
Galiyung tertawa lebar. Sahutnya:
"Kau betul ! Tetapi kau lupa, Paramita Maliyo kemudian hidup sebagai suku Girah.
Dia bergaul dengan berbagai macam racun, bisa berbahaya dan ilmu hitam. Wajah
dan perawakan tubuhnya rusak. Masih syukur baginya, bahwa ada seseorang yang
sudi mengawini. Siapa dia, aku tidak tahu. Tetapi anak gadisnya termasuk cantik.
Namanya yang benar Ratna Paramita. Itulah nama pemberian ibunya yang bermaksud
mengabadikan namanya sendiri dan nama leluhurnya yang bernama Ratna Manggali. Tetapi
diluaran, Ratna Paramita memakai nama samaran Sumirah, Anak muda, engkau jangan
sampai terkecoh. Apa yang mereka lakukan penuh dengan tipu-muslihat."
Swandaka belum sempat melihat Ratna Paramita alias
Sumirah yang menganiaya Gandir. Karena itu, tidak dapat ia menilai kecantikan
Ratna Paramita. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau tahu, Wijayarajasa adalah adik-seperguruan Nayaka Madu. Tadinya aku dan
Paramita Maliyo bisa bekerja-sama.
Tetapi semanjak aku pulang kampung atas anjuran Pangeran Jayakusuma, dia mulai
memusuhi pihakku. Dalam hal ini, kau tidak usah takut, Aku tahu dia bakal
meluruk kemari demi memperoleh apa yang diinginkannya. Taruhkata aku bisa
dikalahkan, namun sebentar atau lama Pangeran Jayakusuma akan mendengar nasib
ku. Aku yakin, Pangeran Jayakusuma akan menuntut balas demi dendamku kepadanya.
Kau percaya atau tidak?"
Belum sempat Swandaka menjawab pertanyaan Galiyung, dua orang anak-buah datang
memberi laporan. Mereka melaporkan, bahwa racun yang mengeram dalam tubuh Gandir
sudah dapat dikeluarkan. Sekarang anak muda itu tinggal membutuhkan waktu
beristirahat dua atau tiga hari lagi. Selanjutnya akan sehat kembali seperti
sediakala. "Bagus !" seru Galiyung bergembira. Selagi ia hendak melanjutkan kata-katanya
tentang Paramita Maliyo, tiga orang datang berlari-larian Mereka melaporkan,
bahwa perkampungan diserbu belasan anak-buah Paramita Maliyo.
"Nah percaya tidak" Perempuan iblis itu pasti akan merecoki diriku. Apalagi dia
mempunyai alasan karena beradamu di sini.
Tetapi kau tidak usah takut Mari kita melihat tontonan yang bakal menarik hati."
ujar Galiyung dengan nada gembira. Kemudian dia mengeluarkan sarung tangan dan
topeng. Katanya sambil berjalan mendahului: "Untuk berlawan-lawanan dengan iblis
itu, mau tidak mau kita harus menggunakan alat-alat pengaman, Kalau tidak, kita
bakal terkena racunnya."
Galiyung membawa Swandaka duduk di serambi depan
menghadap pintu gapura. Dua orang menyiapkan tempat duduk.
Lalu berdiri ke samping menunggu perintah.
"Apakah gucinya sudah siap?" Galiyung minta penjelasan Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah. Sewaktu-waktu dapat digunakan."
"Bagus ! Kalau begitu bagikan kepada barisan bumbung !"
perintah Galiyung. Ia kemudian tersenyum lebar. Berkata kepada Swandaka: "Anak
muda, kami semua harus menyatakan terima kasih kepada anda."
"Terima kasih?" Swandaka bercengang. "Dalam hal apa?"
"Coba, andaikata anda tidak membawa teman anda kemari, kami mungKin sekali agak
kerepotan melawan siluman
perempuan itu." Swandaka makin tercengang-cengang. Karena merasa kurang jelas, ia menegas:
"Paman, apakah hubungannya dengan temanku dan ucapan terima kasih paman?"
Galiyung tertawa lebar. Sahutnya:
"Inilah ilmu Nayaka Madu. Racun harus dibalas dengan racun.
Perempuan iblis itu selalu menebarkan racunnya. Maka aku harus melawannya dengan
racun. Tetapi kali ini senjata makan tuan.
Jelas?" "Belum." "Bukankah teman anda terkena racun Aji Gineng" Itulah jenis racun yang paling
berbahaya di dunia. Sebab itulah racun warisan ilmu Calon Arang di jaman Raja
Airlangga. Teman anda kemudian kami bawa kemari beramai-ramai. Disini racun yang
mengeram dalam diri temanmu, kami larutkan dengan obat ramuan yang kami rebus
dalam sebuah pengaron besar. Nah, larutan racun Aji Gineng itu kemudian kami
masukkan dalam guci. Sekarang air larutan itu akan kami bagikan kepada laskan
bumbung. Dengan bumbung, larutan itu akan kami tembakkan kembali kepada
pemiliknya. Bukankah namanya senjata makan tuan?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Swandaka kini tidak hanya tercengang saja, tetapi sempat ternganga. Sama sekali
tidak diduganya, bahwa racun yang mengeram di dalam tubuh Gandir bisa menjadi
alat penyembur yang membahayakan. Karena memperoleh ketenangan demikian, hatinya
jadi gembira, Pantas, Galiyung tidak takut menghadapi serangan Paramita Maliyo.
Sementara itu dari luar gapura, terdengar gemerisiknya orang bertempur mengadu
senjata diseling dengan teriakan-teriakan geram. Anak buah Galiyung yang
bersenjatakan bumbung (bambu yang dilubangi semacam petasan bumbung) berbaris di
bali benteng gapura yang tertutup. Tidak lama kemudian, dua orang berlari-larian
masuk. Lapor kepada Galiyung:
"Tuanku, mereka mendesak terus. Agaknya kita tidak dapat mempertahankan diri."
"Kalau begitu, buka pintu gapura !" perintah Galiyung sambil memberi tanda
isyarat kepada barisan bumbung
Setelah pintu gapura terbuka, barulah Swandaka melihat sebuah lapangan laga yang
luas. Lapangan itu terletak di luar benteng gapura. Dan di atas lapangan itu
pertempuran terjadi. Anak-buah Paramita Maliyo terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Sedang anak-buah Galiyung terdiri dari laki-laki semua yang mengenakan pakaian
seragam hitam. Di antara mereka yang sedang bertempur seru, nampak seorang
perempuan berusia kurang lebih empatpuluh lima tahun. Perawakan tubuhnya seperti
seorang laki-laki, akan tetapi kurus kering. Wajahnya sama sekali tidak cantik,
Bahkan rambutnya awut-awutan, sehingga kesannya mirip iblis perempuan.
"Apakah dia yang bernama Paramita Maliyo?" pikir Swandaka di dalam hatinya.
"Sayang, bunyi namanya terlalu bagus.
Menurut paman Galiyung dia sangat cantik di jaman mudanya, akan tetapi wajah dan
perawakan tubuhnya rusak oleh pengaruh racun-racun yang harus dicobanya pada
waktu-waktu tertentu, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kukira, tidak hanya jasmaninya saja yang rusak. Tetapi watak dan pekertinya.
Alangkah sayang!" Galiyung yang duduk di samping Swandaka terdengar
berteriak nyaring: "Maliyoooooo...........kita ini hidup bertetangga. Kenapa engkau memusuhi kami"
Kami tidak mempunyai sesuatu yang pantas kau ambil atau kau rampas."
Mendengar bunyi teriakan Galiyung, wajah Maliyo berubah.
Dengan sedikit mengeram, ia menyahut:
"Galiyung ! Rasanya kau harus mendengar yang lebih jelas."
Setelah menyahut demikian, dengan kedua tangannya ia menerjang belasan orang
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang menghadangnya, Hebat sepak terjangnya. Bagaikan iblis, kedua tangannya
berserabutan mencengkeram apa saja yang dapat digapainya. Menyaksikan
kekejiannya, Swandaka bergerak hendak melabraknya.
"Tunggu sebentar !" Galiyung mencegah.
Melihat Maliyo mendesak hendak menghampiri Galiyung, belasan anak-buah Galiyung
menyerbu dengan berbareng. Tentu saja Maliyo tidak sudi dirinya kena kerubut.
Dengan aba-aba nyaring, ia memerintahkan kaki tangannya maju pula. Maka kedua
belah pihak bertempur dengan sengitnya. Jumlah mereka seimbang, sehingga
pertempuran itupun jadi seimbang pula.
Bedanya, kaki-tangan Maliyo menggunakan senjata berbisa, sedang anak-buah
Galiyung besenjata wajar saja. karena itu, sedikit demi sedikit mereka terdesak
mundur. Mereka tidak berani menghampiri terlalu dekat.
Melihat Galiyung dan Swandaka masih saja duduk tenang-tenang di atas kurisnya,
Maliyo menghentikan langkahnya. Ia hanya memberi aba-aba saja. Di dalam hal
persenjataan, kaki-tangan Maliyo lebih kuat. Sebaliknya anak-buah Galiyung
melawan senjata-senjata berbisa dari jarak jauh. Mereka maju Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan mudur dengan bergantian sehingga membingungkan
lawannya. Namun lambat-laun ada juga yang terluka. Syukur, mereka bertempur di
dalam rumahnya sendiri. Bila terluka mudah ditolong karena memiliki obat
pemunahnya. Sebaliknya bagi kaki-tangan Paramita Maliyo, pertempuran itu
dirasakan yang terdahsyat. Bila mereka sampai terluka, benar-benar menderita.
Rasa sakit merembet sampai ke ujung jantungnya. Itulah sebabnya mereka sering
berkaok-kaok kesakitan tanpa ada yang bisa menolong. Bahkan suara rintihannya
malahan menjadi petunjuk anak-buah Galiyung untuk melampiaskan rasa
marahnya. Seringkali mereka terluka lagi atau kena injak.
Mengalami kenyataan itu, tidak berani lagi mereka main mendesak dengan
mengandalkan senjatanya yang berbisa.
Paramita Maliyo menyadari kelemahan di pihaknya. Belasan anak-buahnya kena
tertawan. Rata-rata yang terdiri dari perempuan. Keruan saja ia menggerung
bagikan harimau kalap. Lantas saja ia melompat maju sambil menyambarkan tangannya.
Ia berhasil mencengkeram seorang ketua. Baru saja hendak dipukulnya mati,
belasan orang meluruknya dengan berbareng.
Terpaksa ia tangkis. Tetapi karena sebelah tangannya dibuatnya mencengkeram
orang, ia sampai kena gebuk tongkat dua kali berturut-turut. Terpaksa pulalah ia
melemparkan orangyang sudah dicengkeramnya sambil melompat maju. Ia berhasil
menghampiri Galiyung dan Swandaka lebih dekat. Serunya kepada Swandaka:
"Hai anak muda ! Kaulah yang membuat gara-gara ini, Naskah yang kau serahkan
padaku, sama sekali tidak dapat kubaca.
Tiada sambungnya sehingga bisa menyesatkan orang, Sekarang, harap kau serahkan
yang lain agar jadi lengkap."
"Anak muda !" ujar Galiyung. "Apakah engkau ingin mencoba-coba" Jangan lupa.
berilah kesempatan laskar bumbungku.
Kaupun harus berhari-hati. Jangan terlalu mendekat. Nih, pakailah sarung
tanganku !" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Swandaka memakai sarung tangan pemberian Galiyung. Lalu ia melompat maju dengan
golok di tangan. Galiyung sendiri tidak tinggal diam. Ia berseru nyaring:
"Maliyo ! Kenapa kau biarkan antek-antek perempuanmu kena tawan anak-anakku" Aku
tidak berani tanggung, kalau anak-anakku kumat gilanya. Antek-antekmu bisa saja
jadi bunting........." Paramita Maliyo mendongkol bukan main. Itulah suatu
penghinaan. Ia tidak sudi kalah. Lantas menjawab:
"Kaki-tanganmu banyak juga yang terluka. Apakah mereka bisa kau obati?"
"Hm ....... kalau tidak bisa, bagaimana kita mengadakan tukar-menukar?"
"Bagus ! Tetapi satu orang harus ditukar dengan sepuluh jiwa.
Adil, bukan?" Mendengar ujar Paramita Maliyo, hati Swndaka mendongkol.
Pikirnya, perempuan ini mau menang sendiri. Tetapi selagi berpikir demikian,
diluar dugaan Paramita Maliyo sudah mencengkeramnya. Syukur, ia gesit. Dengan
tangkas ia mengelak sambil membabatkan goloknya.
Paramita Maliyo ternyata tidak hanya seorang ahli racun saja, akan tetapi juga
pandai berkelahi. Dengan gerakan lunak, ia mengelakkan sambaran golok Swandaka.
Kemudian membalasmenyerang dengan kelima jarinya dikembangkan.
Kelima jarinya memiliki kuku panjang, berwarna hitam mengkilat.
Itulah kuku yang mengandung racun hebat. Setiap kibasan anginnya membawa bau
memuakkan pernafasan. Swandska terkejut. Meskipun semalam ia melihat bahwa Paramita Maliyo memiliki
kuku begitu panjang, namun sama sekali tidak menduga bahwa baunya memuakkan.
Syukur ia memiliki latihan pernafasan yang baik dan teratur. Buru-buru ia Dendam
Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menahan nafasnya sambil mendorongkan sebelah tangannya.
Kena dorongan tenaga pernafasannya, Paramita mundur ke samping. Pada saat itu,
Swandaka melompat mendekati dan menghantamkan tangan kirinya. Ia tidak takut
kena racun, karena tangannya sudah mengenakan sarung pemberian
Galiyung. Pukulannya telak mengenai sasarannya, sehingga Paramita Maliyo tergeser
langkahnya ke samping. Tetapi sungguh mengherankan. Kena pukulannya, Paramita
Maliyo hanya menarik nafasnya dan pada detik berikutnya dapat bergerak dengan
lincah kembali. Swandaka terkejut. Diam-diam ia berpikir, apakah dia memiliki
suatu kekebalan" Paramita Maliyo sebenarnya terperanjat kena pukulan
Swandaka. Biasanya ia selalu mengagulkan diri sebagai seorang pendekar kalas
satu yang mesti menang dalam setiap
perkelahian. Tak tahunya, baru satu gebrakan saja dirinya sudah kena gebuk.
Teringatlah dia akan kata kata adiknya seperguruan Tanjung Anom, bahwa dia harus
berhati-hati bila berlawan-lawanan dengan pcngawal-pengawal Ulupi. Ternyata
benar. Swandaka tidak boleh dipandang ringan. Akan tetapi tentu saja, ia tidak mau
mengaku kalah. Ia merasa belum berkelahi dengan sungguh-sungguh. Sekarang, ia
mengerahkan seluruh ilmu saktinya dan dipindahkan ke ujung tangannya. Pikirnya
di dalam hati: "Untung dia menggunakan sarung tangan. Kalau tidak, mungkin sekali aku tadi
terjungkal. Tetapi sekarang, tunggulah pembalasanku."
Kedua pendekar itu sekarang bertempur dengan hati-hati.
Galiyung kagum menyaksikan kepandaian Swandaka. Ternyata pengawal puteri Ulupi,
memang jempolan. Ia melihat Paramita Maliyo bertempur dengan mengerahkan semua
kepandaiannya. Tubuhnya berkelebatan bagaikan bayangan. Akan tetapi Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Swandaka selalu dapat mengelakkan diri. Bahkan pada saat-saat tertentu membalas
menyerang. Lambat-laun hati Paramita Maliyo kesal juga. Dari kesal ia menjadi penasaran.
Dengan berteriak panjang mirip bunyi lolong anjing, ia maju mengcengkeramkan
jari-jarinya, Jelas sekali, ia sedang menggunakan Aji Gening ilmu sakti
andalannya. Menghadapi bahaya, Swandaka tidak berani membagi perhatian.
Satu-satunya jalan hanya mengadu kegesitan. Maka ia
menyimpan goloknya dan melesat ke-sana kemari mengimbangi gerakan lawan. Dengan
begitu, tubrukan Paramita Maliyo selalu gagal. Namun dia tidak putus asa.
Sekarang ia menggunakan cara lain. Jari-jarinya disentilkan menyebarkan bubuk
beracun yang tersimpan di dalam cincin-cincinnya. Seketika itu juga, bau amis
dan bacin menungkrap gerakan Swandaka.
Mula-mula Swandaka dapat mempertahankan diri. Lambat-laun ia merasa pusing.
Celakanya pandang matanya mulai berkunang-kunang. Sudah begitu, rasa mual
memenuhi rongga dadanya. Ingin saja ia melontak. Mau tak mau terpaksa ia membagi
perhatian. Beberapa saat kemudian, tenaganya mulai berkurang. Celaka, pikirnya.
Sadar akan bahaya, segera ia mengerahkan tenaga saktinya untuk menolak asap
racun yang menyerangnya. Dengan demikian, kembali lagi perhatiannya terbagi.
Kini, siapapun tahu Paramita Maliyo nampak lebih unggul.
Tiba-tiba terdengar suatu seruan penuh dendam dari luar gelanggang:
"Guru ! Balaskan rasa dendamku. Semalam ia mematahkan lenganku. Diapun harus
mengganti lengannya juga."
Yang berseru demikian, seorang laki-laki yang semalam terkurung lengannya.
Dialah pemimpin gerombolan yang mula-mula diserang Swandaka semalam.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baik, aku akan membalaskan sakit hatimu" sahut Paramita Maliyo.
Paramita Maliyo benar-benar ingin membuktikan ucapannya.
Tiba-tiba ia merentangkan tangannya lurus ke depan untuk mencengkeram kepala
Swandaka. Inilah serangan berlapis. Jika Swandaka menangkiskan kedua tangannya,
ia akan meremuk tulang pundak pemuda itu. Terkaannya ternyata jitu. Swandaka
benar-benar mengangkat kedua tangannya untuk melindungi kepalanya. Inilah
saatnya yang tepat. Cepat luar biasa ia menyambar ke arah pundak pemuda itu.
Tetapi pada saat tangannya hampir mencengkeram pundak, terdengar seruan nyaring
halus: "Ibu ! Jangan sampai dia cacad ! Tangkap saja hidup-hidup !
Aku masih mempunyai perhitungan yang jauh lebih berharga."
Bunyi seruan itu membuat Paramita Maliyo sangsi.
Cengkeramannya mengendor. Gerakannya jadi lambat. Pada saat itu, Swandaka dapat
mengendapkan pundaknya sehingga hanya kain bajunya saja yang terobek.
"Bagus !" Paramita Maliyo memujinya dengan jujur.
Sebaliknya, hati Swandaka tergetar. Pikiranya: "Ih, sungguh berbahaya !
Sekiranya iblis ini tidak sangsi, cengkeramannya pasti mengenai pundakku. Jika
aku terluka seluruh tubuhku bakal keracunan."
Swandaka mengerlingkan matanya hendak melihat si
penolongnya. Lantas saja ia mengenal siapa dia. Itulah gadis yang merampas peti
dari tangan Sapu Regol. Gadis itu pulalah yang dikuntitnya dan menipu Gandir.
Menurut tutur-kata Galiyung, dialah anak gadis Paramita Maliyo. Kalau begitu,
dialah yang sesungguhnya bernama Ratna Paramita.
Ratna Paramita alias Sumirah rupanya tahu, dirinya dilirik Swandaka. Ia tertawa
manis dan berkata menyambut:
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa kabar sahabatmu" Apakah kesehatannya sudah pulih kembali" Benar-benar aku
berduka untuknya. Sampai hari ini aku masih memikirkannya. Semalam dia menolong
diriku. Aku sangat berterima kasih. Maka pada hari ini aku mohon belas kasih
ibuku agar mengampuni jiwanya."
Swandaka mendongkol mendengar bunyi ucapannya.
Bukankah dia justru menggunakan tipu muslihat keji untuk menjebak Gandir" Karena
itu ia mendamprat: "Kau siluman wanita yang kejam !"
Setelah mendamprat demikian, tiba-tiba ia melompat
menyambarnya. Itulah peristiwa yang benar-benar mengejutkan Paramita Maliyo dan
Ratna Paramita sendiri. Rupanya Swandaka hendak mengarah pundak. Tetapi Paramita
Maliyo benar-benar tangkas. Gesit luar biasa ia memburunya untuk melindungi
puterinya. Ia tahu akibatnya, manakala Swandaka sampai berhasil menghantam
pundak Ratna Paramita. Puterinya itu bakal cacat seumur hidupnya. Tentu saja, ia
tidak dapat membiarkan malapetaka itu menimpa puteri kesayangannya.
"Tahan !" ia berteriak nyaring.
Berbareng dengan teriakannya, tangannya menjulur hendak merintangi sambaran
tangan Swandaka. Sebaliknya Swandaka tidak mau kalah. Tangannya tetap mengarah
ke pundak Ratna Paramita. Tetapi Ratna Paramita masih sempat melompat mundur.
Dengan demikian, Swandaka hanya dapat menyambar lengannya. Lalu buru-buru ia
menariknya untuk dijadikan perisai.
Paramita Maliyo tidak membatalkan serangannya, meskipun anak gadisnya dijadikan
perisai. Ia melencangkan lengannya.
Cengkeramannya lewat diatas pundak puterinya dan terus mengancam dada Swandaka.
Keruan saja Swandaka terkejut setengah mati. Mimpipun tidak, bahwa Paramita
Maliyo nekat. Jika tubuhnya sampai kena teraba tangan Paramita Maliyo yang beracun, ia bakal
celaka. Maka dengan terpaksa, ia melepaskan Dendam Empu Bharada http://dewi
-kz.inco/ Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lengan Ratna Paramita sambil melompat mundur. Tetapi kemudian terjadi lagi suatu
peristiwa diluar dugaannya. Ternyata kaki Paramita Maliyo ikut bekerja
membarengi gerakan tangannya. Tahu-tahu kakinya mendupak. Tepat sekali mengenai
lutut. Dan Swandaka terpelanting mundur beberapa langkah dengan sempoyongan.
Hampir saja dia roboh terjungkal.
Paramita Maliyo masih belum puas. Menuruti kata hatinya, ia hendak melanjutkan
serangannya senyampang pemuda itu masih dalam keadaan sempoyongan. Tetapi Ratna
Paramita mencegah. Seru gadis itu: "Ibu....... aduuuuuu....." lalu ia roboh di pelukan ibunya.
"Kau terluka?" Paramita Maliyo terkejut.
Ratna Paramita seperti tidak mendengarkan pertanyaan ibunya. Ia merintah sambil
memegang pundaknya. Menjerit:
"Ibuuuu.......aduh!"
Tentu saja, gadis itu sedang mengarang cerita. Kalau benar-benar tulang
pundaknya remuk, tentunya dia tidak akan sanggup berada dalam pelukan ibunya
dengan berdiri. Paramita Maliyo mula-mula memberengut.. Sedetik kemudian tertawa geli. Sebab ia
mengerti maksud anaknya. Katanya membujuk sambil tertawa:
"Jangan khawatir ! Aku akan menangkapnya hidup-hidup."
Mayat Hidup Gunung Klabat 1 Misteri Lukisan Tengkorak Seri 4 Opas 4 Warriors Karya Wen Rui An Kelana Buana 25
Sekian tahun ia ibarat seorang petinju menggantungkan sarung tangannya. Meskipun
kepandaiannya kini pulih, namun masih perlu ia berlatih lagi.
"Hm," ia menggerendema di dalam hatinya. "Aku tidak melebihi orang tolol sampai
tidak mendengar kedatangan Narasinga." lalu ia berjalan mengambil tongkat
mustika. Dan pada saat itu, Narasinga sudah memasuki halaman.
Tidak seperti biasanya, ia datang seorang diri. Wajahnya yang keruh tidak
berubah. Juga kedua matanya yang selalu meram dan melek. Warna jubahnya yang
itu-itu juga. Dengan langkah Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pasti ia menghampiri arena latihan sambil menyiratkan pandangnya. Melihat
beberapa batang pohon roboh malang melintang, ia mendeham. Lalu berkata :
"Siapakah tuan rumah ini ?"
Dandung Gumilar mendongkol. Sambil menenteng tongkat mustikanya ia menyahut
setengah mendamprat : "Semenjak dulu, bukankah engkau sudah mengenal siapakah pemilik kediaman ini"
Kenapa main berpura-pura seperti pemain sandiwara ?"
Seperti gayanya dahulu, Narasinga bersikap adem saja.
Wajahnya sama dekali tidak berubah. Hanya kedua matanya yang kini meram-melek
pelahan-lahan. Ujarnya : "Aku mau berurusan dengan peti di atas pohon. Mana isinya
?" "Goblok! Bukankah engkau sudah melihatnya sendiri" Kosong, bukan" Nah, itu
isinya" damprat Dandung Gumilar.
Narasinga meram-melek lagi. Berkata setengah bergumam :
"Aku mau berurusan dengan peti di atas pohon. Mana isinya
?" Merasa tidak diindahkan, Dandung Gumilar makin
mendongkol. Bertemu dengan Narasinga, bukan untuk yang pertama kali itu. Ia
bahkan sempat bergaul rapat di kediaman Nayaka Madu. Walaupun jarang berbicara
karena berbeda kepentingan, namun Narasinga tidak akan berani mengacuhkan
dirinya. Tapi kali ini, Narasinga bersikap kurangajar terhadapnya.
Keruan saja, tidak dapat lagi Dandung Gumilar menahan diri.
Dasar ia memang seorang yang berwatak berangasan dan mau menang sendiri. Terus
saja ia menggerakkan tongkat mustikanya.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diah Mustika Perwita yang berada di sampingnya, terheran-heran di dalam hatinya.
Matahari belum sepenggalah tingginya, namun sudah dua kali Ulupi didesak orang
untuk menyerahkan rumus-rumus rahasia Ilmu Kepandaian Nayaka Madu. Apakah ada
hubungannya antara si raksasa Sapu Regol dan Narasinga"
Selagi menduga-duga demikian, terdengar Ulupi berkata :
"Adik, tentunya engkau sudah tahu apa yang dikehendaki Narasinga. Apakah adik
sekarang berani mengukur kepandaian melawan dia" Inilah kesempatan yang bagus,
sekaligus kesempatan pula untuk membalas keledai gundul itu".
Narasinga sendiri, waktu itu terpaksa melayani tongkat mustika Dandung Gumilar.
la sudah mengenal kepandaian Dadung Gumilar yang tidak boleh dianggap ringan.
lapun sebentar tadi sempat mendengar ucapan Dandung Gumilar tentang pulihnya
tenaga saktinya tatkala berumur tiga-puluhan tahun. Itulah sebabnya, tidak
berani ia main coba-coba. Terus saja ia mengeluarkan senjatanya yang aneh.
Itulah roda-roda yang berjumlah lima buah. Dan dengan lima rodanya yang
dikalungkan di peigelangan tangannya, ia menyapu gempuran Dandung Gumilar. Maka
terdengarlah suara nyaring dan meletiknya percikan api. Kedua-duanya merasakan
suatu benturan yang dahsyat luar biasa, sehingga mundur terhuyung.
Pangeran Jayakusuma belum pernah menyaksikan adu
kepandaian antara Narasinga dan Dandung Gumilar. Akan tetapi ia pernah mengukur
kepandaian mereka berdua masing-masing.
Dandung Gumilar masih kalah seurat dibandingkan dengan Narasinga. Bila Dandung
Gumilar tidak segera mendapat bantuan, ia akan celaka. Apalagi Dandung Gumilar
baru saja pulih kembali dan belum sempat berlatih.
Syukur, pada detik berikutnya datanglah bintang penolong Dandung Gumilar. Dialah
Diah Mustika Perwita yang melompat ke dalam arena pertarungan dengan sebilah
pedangnya. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Narasinga!" tiba-tiba terdengar seruan Ulupi. "Isi peti mati berada di tangan
gadis itu. Kalau kau menghendaki, tangkaplah dia !"
Narasinga tertawa pelahan melalui dadanya. Dia seorang pendeta yang cerdas dan
tanggap sasmita. Teringatlah dia, Ulupi musuh Pangeran Jayakusuma. Selain
Pangeran Jayakusuma, terlihat pula Diah Lukita Wardhani dan Diah Mustika
Perwita. Ketiga-tiganya orang Majapahit. Pada detik itu ia percaya, isi peti mati itu
terampas Pangeran Jayakusuma dan bukan mustahil disimpan Diah Mustika Perwita
yang menyerangnya. Ia kenal sampai di mana kepandaian Diah Mustika Perwita.
Terus saja ia menyambalkan kelima rodanya ke arah pinggang dengan suara
bergemerincingan. -o0~Dewi KZ~0o- (BERSAMBUNG JILID 5) Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Document Outline
Jilid 4 RAKSASA BERSENJATA ARCA
LEWAT KE BARATHerman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 5 Persembahan : Dewi KZ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan Truno Penyak & Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/
Editor : Dewi KZ Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di luar perhitungan, ternyata Diah Mustika Perwita bisa bergerak dengan cepat,
lincah dan cekatan. Begitu melihat berkelebatnya tangan Narasinga, kedua kakinya
menggenjot dan ia terbang ke udara. Pedangnya tetap menyambar dan hampir saja
menahas gundul Narasinga. Tentu saja, Narasinga heran berbareng terkejut.
Terpaksa ia menarik serangannya untuk melindungi diri.
"Eh semenjak kapan siluman kecil ini maju begini pesat ?" ia berteka-teki di
dalam hati. Di dalam hal menggunakan senjata roda, di dunia ini hanya Narasinga seorang yang
tergolong ahli. Ia boleh gagal untuk satu kali saja. Setelah itu, dengan
kepandaiannya yang khas rodanya berbalik menghantam sewaktu Diah Mustika Perwita
sedang turun. Itulah saat yang berbahaya, karena tubuh gadis itu sedang terapung
di udara. Syukur Dandung Gumilar yang merasa dibantu tidak membiarkan roda
Narasinga mengenai sasarannya.
Tanpa memperdulikan tenaga sendiri, tongkatnya dihalangkan.
Untuk yang kedua kalinya senjatanya bentrok. Berarti keras melawan keras.
Dandung Gumilar terhuyung mundur tiga langkah.
Memang, roda-roda Narsinga semenjak dulu bertenaga luar biasa kuatnya. Sifatnya
aneh pula. Apabila ditangkis, tiba-tiba memiliki daya benturan sekian kali
lipat. Tak mengherankan, Dandung Gumilar kena dihentakkan mundur. Meskipun
demikian, orang tua itu tidak gentar. Bahkan ia nampak tambah
bersemangat. "Inilah karunia Dewata !" serunya sambil tertawa. "Hari ini aku lahir kembali
dan Bewata mengirim orang untuk bisa kuajak berlatih. Bagus, bagus ! Mencari
orang seperti Narasinga bukankah tidak mudah ?"
Narasinga mendongkol diperlakukan demikian. Namun sebagai seorang guru besar,
kemendongkolannya tidak nampak dari luar.
Tangannya bergerak dan kelima rodanya meluncur berputaran Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bagaikan piring terbang meluruk ke arah Dandung Gumilar yang belum siap. Orang
tua itu tercekat hatinya. Inilah untuk yang pertama kalinya, ia bertempur
langsung melawan Narasinga yang memiliki senjata istimewa. Syukur, pada saat ia
terancam bahaya, Diah Mustika Perwita terbang pula ke udara. Karena sudah
berpengalaman serta mengenal ilmu kepandaian
Narasinga ditambah pula ilmu kepandaian warisan Ki Ageng Cakrabhuwana, pedangnya
bergerak tidak kurang anehnya.
Kelihatannya hanya main tutul saja. Tetapi akibatnya sungguh mengherankan.
Mendadak saja arah terbangnya kelima roda itu berbalik menghantam pemiliknya.
"Hai!" Narasinga terkejut. "Bocah ini benar-benar hebat. Bia pandai meminjam
tenaga lontaranku untuk dipergunakannya menghatam diriku. Mungkin sekali aku
sulit melayani dua orang ini. Yang satu bertenaga besar. Yang lain mempunyai
ilmu pedang yang aneh......."
Maka sekarang ia berkelahi dengan hati-hati. Ia melayani Dandung Gumilar sambil
memasang mata terhadap Diah Mustika Perwita. Benar saja. Setiap kali ia
menangkis dan bergerak hendak membalas serangan Dandung Gumilar, pedang Diah
Mustika Perwita sudah mengancamnya di depan hidungnya.
Dalam pada itu, diam-diam Pangeran Jayakusuma
memperhatikan Narasinga. Hampir lima tahun lamanya, ia tidak pernah berjumpa.
Ternyata kepandaiannya makin bertambah.
Pikirnya: "Orang ini semenjak dulu berpakaian pendeta. Tetapi sepak-terjangnya mirip
pembunuh bayaran. Kalau dibiarkan merajalela akan bisa membuat susah orang lain.
Bukankah lebih baik mengirimkan dia ke atas pertapaan agar meniru kaum brahmana
yang bertekun mencari jalan pulang?"
Bagus pengucapan hati Pangeran Jayakusuma. Mendadak
pada detik berikutnya, hatinya diguncangkan kepada kenangan lama. Bayangan Retno
Marlangen muncul. Sebab Narasinga Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dahulu muncul di pendapa Kepatihan berbareng dengan tibanya Retno Marlangen,
maka kehadirannya sebagai benang tarik.
Bedanya, tibanya Retno Marlangen di Kepatihan dulu membuat hati Pangeran
Jayakusuma linglung oleh rasa gembira, haru dan syukur. Kali ini justru
sebaliknya. Bayangan Retno Marlangen menyulut rasa dendam dan benci. Setiak-
tidaknya, Narasinga itu pulalah yang ikut ambil bagian memisahkan dirinya
daripada Retno Marlangen. Bukankah dia utusan orang Singgela"
Bukankah dia masuk ke Majapahit dengan maksud merenggut Narasinga yang akan
dipersembahkan kepada rajanya" Pendek kata dialah tokoh penghancur, maka harus
dihancurkan. Syukur, sedalam-dalamnya rasa benci yang berkecamuk di dalam hati,
sesungguhnya Pangeran Jayakusuma bukan manusia yang kejam dalam arti sebenarnya.
Terhadap manusia seperti Nayaka Madu yang langsung menghancurkan hidupnya, ia
tidak sampai hati membunuhnya. Maka demikian pulalah yang dilakukan terhadap
Narasinga. Pelampiasan dendamnya hanya kepada senjata lima roda semata yang
membuat majikannya bisa mengangkat diri.
Tujuannya hanya hendak menutup masa depannya seperti yang pernah dilakukan
Narasinga terhadap dirinya. Dan memutuskan demikian, segera ia turun ke tanah
sambil menarik senjata rantainya yang istimewa Sirnagalu. Ujarnya perlahan :
"Perwita, mundurlah! Paman Dandung, simpanlah tenaga paman!"
Justru pada saat itu, lima roda Narasinga mengaung
mengancam jiwa Dandung Gumilar dan Diah Mustika Perwita.
Pangeran Jayakusuma menggerakkan rantai Sirnagalu hanya dengan lima bagian
tenaga saktinya. Tetapi kesudahannya hebat tak terkatakan. Kelima roda Narasinga
yang pernah menggetarkan dunia, terhantam balik dan terbang hancur berkeping-keping. Senjata
itu memang boleh hancur berkeping-keping. Bukankah pada suatu waktu Narasinga
dapat membuat senjata demikian kembali" Akan tetapi yang mengejutkan hatinya
adalah tenaga lontaran Pangeran Jayakusuma. Selama ini belum Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pernah ia bertemu atau menyaksikan orang yang terdiri dari darah dan daging
memiliki tenaga sakti begitu dahsyat. Kecuali dalam dongeng. Maka pada saat itu,
timbullah kesadarannya. Katanya di dalam hati: "Andaikata kepandaianku ini ditambah dengan ilmu warisan Nayaka Madupun tidak
akan dapat menandinginya. Kalau tidak lari sekarang, mau tunggu apa lagi ?"
Setelah memutuskan demikian, ia maju selangkah
membungkukkan badan. Betapapun juga, dirinya adalah seorang guru besar. Berani
bertatap muka, tentunya harus jelas pula manakala hendak mengundurkan diri. Maka
katanya dengan hornat : "Pangeran ! kerajaan Majapahit memang masih besar rejekinya. Sekarang :wata
membuka kedua mataku lebar-lebar.
Di pagihari i aku diketemukan dengan seorang pangeran yang masih termasuk muda,
namun memiliki kepandaian sekian kali lipat daripada diriku yang berani menyebut
diri sebagai seorang guru besar. Pangeran, terima kasih atas petunjukmu. Hari
ini dan untuk selanjutnya aku menyatakan takluk dan bersedia berada di bawah
perintahmu." kemudian beralih kepada Ulupi. Katanya melanjutkan : "Nona. aku
akan mengubur angan-anganku.
Dewata Agung maha adil. Di dunia ini sebenarnya hanya engkau seorang yang pantas
memiliki segala puncak kepandaian.
Sekarang perkenankan aku mengundurkan diri. Dan semenjak saat ini aku tidak akan
muncul lagi dalam pergaulan".
Setelah berkata demikian, kembali lagi ia membungkuk hormat. Lalu membalikkan
tubuhnya meninggalkan halaman.
Sama sekali ia tidak menengok atau mengerlingkan mata terhadap senjata rodanya
yang hancur berkeping-keping. Senjata roda yang pernah menggetarkan dunia, yang
ditakuti lawan dan disegani kawan. Orang-orang yang berada di halamanpun tiada
yang mengucapkan sepatah kata atas kepergiannya. Mereka hanya berdiri
menyaksikan. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memang.....semenjak hari itu, nama Narasinga hilang dari percaturan masyarakat.
Datang dan pergi seorang diri seperti layaknya manusia hidup dan mati tanpa
teman. Apapun kata orang, Narasinga adalah seorang tokoh sakti yang jarang
terdapat di dunia. Kepandaiannya sangat tinggi, angkuh dan berwibawa. Namun
berani menghadapi suatu kenyataan, bahwa betapapun tinggi kepandaiannya tidakkan
dapat melebihi kesaktian Pangeran Jayakusuma yang sudah menggenggam Ilmu Sakti
Manunggal yang tiada keduanya di jagat raya ini.
-o0~Dewi-KZ~0o- KEESOKAN HARINYA Pangeran Jayakusuma dan Diah Lukita Wardhani meninggalkan
kediaman Ulupi. Diah Mustika Perwira tidak ikut serta. Ia akan menyertai Ulupi
pulang ke Singgela. Dalam hal ini, Diah Mustika Perwita mempunyai pertimbangannya sendiri. Terhadap
Pangeran Jayakusuma dan Diah Lukita Wardhani, tiada lagi ia mempunyai
kepentingan. Sebaliknya dengan Ulupi ia jadi adik-seperguruannya. Sebab ayah
Ulupi adalah gurunya. Diapun dulu dipesan agar menyusul ke barat.
Maka, meskipun ia merasa resah ditinggal Pangeran Jayakusuma yang diam-diam ia
cintai, namun betapaun juga ia harus melepaskan pemuda itu.
"Baiklah, kakang.. . pergilah engkau menghadap ayahandamu.
Kelak pqa bila engkau naik tahta, aku akan datang menghadap dan bersimpuh di
hadapanmu" ia berkata di dalam hati melepaskan kepergian Pangeran Jayakusuma.
Ternyata yang tersentuh hatinya, tidak hanya dia seorang.
Ulupi sebenarnya demikian pula. Hanya saja ia mempunyai penglihatan yang jelas
tentang Pangeran Jayakusuma. Itulah suatu karunia dimana orang lain tidak
memiliki. Katanya perlahan kepada Diah Mustika Perwita seperti membaca keadaan
hatinya : "Kita tidak perlu resah. Sebentar atau lama dia pasti menyusul ke barat."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnya Ulupi hanya menyebut dengan istilah dia. Akan tetapi, entah apa
sebabnya, Diah Mustika Perwita yakin bahwa yang dimaksudkan dengan dia tentunya
Pangeran Jayakusuma. Kalau bukan Pangeran Jayakusuma, siapa lagi" Justru dia berpikir demikian,
wajahnya berubah menjadi terang benderang dengan tidak setahunya sendiri.
Menegas : "Apa betul" Apa alasannya ?"
Seperti biasanya Ulupi tersenyum dahulu sebelum menjawab.
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ujarnya: "Sebagian besar hidupnya berada di luar istana. Masakan akan membiarkan dirinya
terkurung di belakang tembok istana "
Seorang pendekar biasanya tidak begitu bernafsu melihat pangkat, derajat dan
kedudukan". Tak terasa Diah Mustika Perwita mengangguk membenarkan.
Hanya saja. mengapa mesti ke barat" Suatu bayangan berkelebat di benaknya.
Justru demikian, ia tidak berani minta keterangan lebih lanjut. Sebab itulah
bayangan Retno Marlangen dan suaminya. Sekiranya hati Pangeran Jayakusuma tiada
lagi Retno Marlangen, tentunya dia akan membuat perhitungannya sendiri dengan
Pangeran Anden Loano yang merenggut kekasihnya dengan curang.
Dengan langkah pelahan, Ulupi dan Diah Mustika Perwira kembali ke pendapa.
Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Tiba-tiba Ulupi mengalihkan
pembicaraan : "Adik! Apakah kau tahu apa sebab aku mencoba-coba ilmu kepandaianmu ?"
Inilah pertanyaan di luar dugaan. Selain itu, peralihan begitu cepat dan datang
dengan tiba-tiba. Maka seperti orang tergentak dari tidur nyenyak, ia menjawab
dengan terbata-bata : "Bukankah ayunda hendak mencoba sampai dimana ilmu kepandaian yang kuwarisi dari
ayahanda ayunda ?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ulupi tersenyum. Sahutnya :
"Kalau hanya masalah itu, aku bisa melihat dengan sekali gebrakan saja. Bukankah
aku lebih memahaminya ?"
"Lalu?" Diah Mustika Perwita tertarik.
"Sebenarnya aku mengharapkan engkau mengeluarkan ilmu kepandaianmu yang lain."
"Untuk apa ?" "Untuk mencangkoknya".
Mendengar jawaban Ulupi, Diah Mustika Perwita tercengang.
Sewaktu hendak menegas, Ulupi mendahului. Katanya :
"Kau sudah mengenal temanku semenjak kanak-kanak, bukan?"
"Kau maksudkan Pradapa ?"
Ulupi mengangguk. Dan tiba-tiba semuanya jadi jelas bagi Diah Mustika Perwita.
Serunya setengah bersorak:
"Ah, tahulah aku! Kau hendak mempersembahkan semua inti ilmu kepandaian di
seluruh dunia ini kepadanya agar
memudahkannya untuk memanunggalkannya. Bukankah begitu?"
"Benar." sahut Ulupi cepat. "Aku memang ingin membantunya agar tercapai cita-
citanya yang besar itu. Akan tetapi sekarang tidak."
"Sekarang tidak bagaimana ?" Diah Mustika Perwita kembali tercengang.
"Sebab aku sudah pernah melihat betapa seluruh ilmu kepandaian di dunia ini,
bila dapat dimanunggalkan. Itulah Ilmu Manunggal Pangeran Jayakusuma. Terus
terang saja, akulah yang membantu Pangeran Jayakusuma agar dapat
memanunggalkan ilmu tersakti di dunia ini. Itulah Ilmu Sasanti Manu dan
Pancasila. Aku berhasil memperolehnya dari Pangeran Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jayakusuma setelah menunggu kurang lebih empat tahun di sini.
Tetapi justru demikian, tersadarlah aku. Memanunggalkan dua ilmu sakti tersebut
tidak dapat ditempuh dengan mempelajari, menekuni dan melatihnya saja. Ternyata
Hyang Widdhi ikut serta."
"Ayunda!" potong Diah Mustika Perwita dengan bernafsu.
"Sungguh! Di hadapanmu, aku benar-benar tolol. Mengapa ayunda menyebut-nyebut
pula ikut sertanya Hyang Widdhi ?"
Ulupi menghempaskan dirinya di atas kursi. Lalu berkata seperti kepada dirinya
sendiri: "Seorang pendekar yang berlatih menghimpun ilmu sakti dengan giat dan rajin
selama puluhan tahun, tidak akan berhasil memanunggalkannya dengan arti yang
sebenarnya. Memang dia bisa memiliki tingkatan kepandaian yang paling tinggi.
Tetapi apakah dia mampu menembus urat-urat nadinya" Tidak! Tetapi Pangeran
Jayakusuma dapat menembus urat-urat nadinya secara kebetulan. Itulah suatu
peristiwa yang terjadi di luar kekuasaan manusia. Bukankah berarti Hyang Widdhi
ikut serta ?" "Ya, ya, ya......tetapi aku belum jelas, di mana letak ikut-sertanya Hyang
Widdhi." Diah Mustika Perwita minta keterangan sambil duduk pelahan-pelahan di
atas kursinya. "Oh, apakah Pangeran Jayakusuma belum sempat
menceritakan pengalamannya yang hebat sewaktu masih berada dalam sekapan Nayaka
Madu?" Ulupi heran. "Aku baru berjumpa dengannya beberapa hari yang lalu.
Belum sempat aku berbicara berkepanjangan dengan dia."
Ulupi mengangguk mengerti. Lalu berkata :
"Selagi dia berlatih, datanglah lima orang sakti memasuki selnya. Pangeran
Jayakusuma tidak hanya kena gempur tenaga mereka yang dahsyat saja, tetapi
sempat mencekiknya. Seketika itu juga, pembuluh-pembuluh darah Pangeran
Jayakusuma Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertembus. Akibatnya semua himpunan ilmu saktinya manunggal menjadi satu."
"Ah!" Diah Mustika Perwita termangu-mangu. Minta pembenaran : "Jadi,
manunggalnya ilmu sakti karena akibat cekekan ?".
"Bukan begitu, bukan begitu. Sekiranya hal itu bisa terjadi akibat suatu
cekekan, maka semua pendekar di seluruh dunia ini akan meniru pengalaman
Pangeran Jayakusuma. Masing-masing akan mencekik lehernya sendiri. Tetapi
peristiwa ini berada di luar karsa manusia. Ali, pendek kata Hyang Widdhi ikut
serta. Hanya itu yang dapat kukatakan."
Meskipun tidak sejelas orang melihat sesuatu di tengah terang-benderangnya
matahari, akan tetapi keterangan Ulupi masuk akal dan seakan-akan dapat
dimengerti. Ringkasnya Pangeran Jayakusuma menerima suatu karunia di luar
kekuasaan manusia. Peristiwa demikian, tidak akan terulang untuk yang kedua
kalinya. Berarti akan sia-sialah usaha Pradapa untuk dapat mencangkok dan
memanunggalkan seluruh ilmu sakti di dunia ini, meskipun dibantu Ulupi.
"Lalu, apakah rencana ayunda ?"
Ulupi tersenyum. Ketegangannya sirna dari wajahnya. Dan ia kembali nampak cantik
luar biasa dan cerah. Sahutnya :
"Di dalam hati aku sudah berjanji untuk membantu mencapai cita-citanya. Maka apa
yang sudah kuperoleh akan kuberikan kepadanya. Berhasil atau tidak, terserah
kepada kehendak Hyang Widdhi. "
"Itulah keputusan yang bagus sekali!" Diah Mustika Perwita memuji.
"Hanya saja, kau tahu sendiri. Di tengah jalan kita bakal dihadang peristiwa-
peristiwa tak terduga. Bukankah peti Nayaka Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Madu menarik perhatian orang" Maka perlu kita memikirkan suatu akal yang tepat."
Diah Mustika Perwita tidak perlu minta keterangan lagi. Dalam waktu satu hari
satu malam saja, kediaman Ulupi didatangi orang-orang berkepandaian tinggi.
Kalau saja Pangeran Jayakusuma tidak berkenan mengulurkan tangan, akibatnya akan
berkepanjangan. Satu minggu kemudian, rombongan pertama sudah
diberangkatkan meninggalkan perkampungan Ulupi. Mereka membawa peti Nayaka Madu
yang berisikan rumus-rumus ilmu kepandaian Nayaka Madu. Karena sadar betapa
besar makna peti Nayaka Madu, pengawalnya terdiri dari orang-orang terpilih.
Meskipun demikian, mengingat orang-orang yang datang menyatroni kediaman Ulupi.
Diah Mustika Perwita mencemaskan juga. Dengan memberanikan diri ia minta
pendapatnya Dandung Gumilar :
"Apakah mereka bisa diandalkan bila sewaktu-waktu mendapat rintangan dijalan ?"
Dandung Gumilar tertawa. Katanya :
"Mereka orang-orang berpengalaman. Lagipula siapa yang berani menganggu
rombongan orang Singgela. Asalkan sudah melewati batas Jawa Timur semuanya akan
aman sentausa." Diah Mustika Perwita tidak membuka mulutnya lagi, walaupun masih saja ia sangsi.
Buktinya, si raksasa Sapu Regol masih berani memasuki halaman rumah Ulupi.
Belum lagi terhitung Rajegwesi, Branjangkawat dan Maling Kondhang. Ilmu
kepandaian mereka tidak boleh dipandang ringan. Bukan mustahil imbang dengan
kepandaian Dandung Gumilar sendiri. Dan apa yang dicemaskan ternyata benar. Itu
terjadi delapan hari kemudian. Dua orang balik kembali memberi laporan, bahwa
peti terampas oleh seorang laki-laki berberewok.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan memperoleh laporan itu, Ulupi minta agar Dandung Gumilar menyusul perjalanan
rombongan pertama. "Kau sendiri bagaimana, adikku?" Ulupi minta pendapat Diah Mustika Perwita.
"Sekiranya ayunda memerlukan tenagaku, aku bisa berangkat juga." jawab Diah
Mustika Perwita. "Hanya saja aku belum jelas tempat tujuan perjalanan."
"Kita akan kembali ke wilayah Kedu. Di sana terdapat sebuah bukit yang terkenal.
Sebut saja Menoreh ! Dan semua penduduk tahu dimana letak bukit Menoreh." Ulupi
menerangkan. Kemudian mengalihkan pembicaraan. "Adik pernah melihat Swandaka, bukan" "
"Swandaka yang mana?" Diah Mustika Perwita heran.
"Sewaktu Sapu Regol mengacau, dia muncul dengan goloknya. Dia pulalah yang
menjemput Pangeran Jayakusuma datang kemari."
"Oh, pemuda itu?"
"Ya, dia ke luar gelanggang karena mendengar perintah paman Dandung Gumilar.
Tetapi sebenarnya, ilmu goloknya istimewa. Karena dia murid Dandha Wacana dan
Dandha Walaka. Dandha artinya penggada. Dandha Wacana dan Dandha Walaka terkenal sebagai dua
orang ahli penggada pada jamannya.
Tabiatnya aneh. Mereka berdua bermukim di dalam goa. Tidak pernah ke luar goa,
kecuali di malam hari. Pekerjaannya membegal orang-orang kaya. Dahulu Raja
Singgela berusaha menangkapnya. Tetapi tiada seorangpun yang dapat
mengalahkan mereka. Adalah suatu rejeki besar belaka, apa sebab mereka berkenan
menerima Swandaka sebagai muridnya.
Namun karena tenaga Swandaka tidak sedahsyat kedua gurunya, maka ia hanya
mewarisi ilmu golok. Tidak mustahil, golok itu sebagai pengganti gada,
Sebenarnya aku sendiri belum pernah melihat kehebatannya. Sewaktu bertempur
melawan Sapu Regol, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
aku berharap Swandaka mengeluarkan kepandaiannya. Sayang sekali.. Baru beberapa
gebrakan, paman Dandung Gumilar memerintahkannya agar ke luar gelangang."
"Lalu apa maksud ayunda menceritakan tentang dia?" tegur Diah Mustika Perwita.
"Dialah yang bertanggung jawab tentang pengawalan itu."
sahut Ulupi. "Dan aku percaya, dia tidak mudah ditaklukkan.
Pada saat ini, dia pasti mengejar ke mana saja larinya Sapu Regol. Bila adik
berkenan, aku senang sekali mendapat bantuanmu. Dengan bekerjasama denganmu,
Sapu Regol bakal kewalahan."
Diah Mustika Perwita adalah seorang gadis yang halus budi.
Dia tidak membantah atau menyatakan setuju. Dengan berdiam diri, ia balik ke
kamarnya.. Selagi berkemas-kemas, diluar dugaan Ulupi menyusul. Berkata setengah
menguji: "Adik! Aku sudah menyebut-nyebut nama Sapu Regol Mengapa adik tidak minta
keterangan alasanku?"
Diah Mustika Perwita tertawa. Menyahut :
"Aku percaya, setiap patah kata ayunda tentu menggenggam maksud. Seumpama yang
merampas peti bukan Sapu Regol, pasti ada maksud ayunda mengapa ayunda menyebut
nama Sapu Regol." Ulupi tertawa lebar. Ujarnya :
"Dalam hal ini aku merasa kalah. Hatimu terlalu lembut bagiku. Aku berpikir
dengan perasaanmu. Tetapi menurut pendapatku, hanya Sapu Regol seorang yang
mungkin sekali dapat menyusahkan Swandaka. Karena itu aku yakin, Sapu Regol yang
dapat merampas peti yang dikawalnya. Itulah sebabnya pula aku perlu bantuanmu. "
"Jangan khawatir! Bukankah aku adikmu?" ujar Diah Mustika Perwita dengan tertawa
lebar "Laporan tadi menyebutkan, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perampasnya seorang yang berewok. Siapa lagi kalau bukan Sapu Regol"
"Tetapi mereka tidak menyebutkan nama Sapu Regol. Padahal mereka pernah melihat
Sapu Regol tatkala mengamuk di sini.
Maka paman Dandung Gumilar yang kupersilahkan mengejar perampas itu. Siapa tahu
kita bakal berkenalan dengan orang yang berberewok lagi."
Diah Mustika Perwita bukan seorang gadis yang tidak pandai berpikir. Hanya saja,
hatinya terlalu mulia sehingga tidak memiliki penglihatan yang rumit-rumit.
Padahal jika ia mau berpikir sekejap saja, akan tahu apa yang bersembunyi di
balik ucapan Ulupi. Sebenarnya, Ulupi mengkhawatirkan Swandaka. Lalu harus
dipertanyakan lagi, apa sebab Ulupi menaruh perhatian tersendiri terhadap
Swandaka" Meskipun akhirnya Diah Mustika Perwita akan mengerti kelak, tetapi
pada saat itu ia tidak berkata-kata lagi. Demikianlah, setelah siap ia segera
berangkat seorang diri dengan berkuda.
Dalam pada itu Swandaka sedang mengejar si berewok yang merampas peti yang harus
dikawalnya. Ia ditemani dua orang yang sama tangguhnya. Gandir dan Kalengkan.
Sebenarnya mereka bertiga sedang mengalami suatu peristiwa yang aneh.
Jelas sekali mereka bertiga semalam melihat berkelebatnya Sapu Regol. Tetapi
setelah Sapu Regol berhasil merampas peti, mendadak muncul seorang gadis yang
berhasil menyambar peti itu dari tangan Sapu Regol. Entah siapa gadis itu.
Merekapun belum dapat memastikan, teman atau lawan. Kalau teman, mengapa
melarikan diri" Sebaliknya bila lawan, apa sebab membantu mereka merampas peti
itu kembali dari tangan Sapu Regol.
"Aku tidak percaya, bahwa dia mempunyai kemampuan merampas peti itu dari tangan
Sapu Regol dengan satu kali gebrakan saja." ujar Gandir.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Disini pasti ada permainan. Tetapi permainan apa untuk sementara aku belum
tahu. " "Kalau begitu, mari kita selidiki dengan perlahan-lahan," ajak Kelengkan.
"Swandaka, bagaimana pendapatmu" "
"Sebenarnya kita tidak rugi sedikitpun," sahut Swandaka tenang.
"Maksudmu?" Gandir dan Kalengkan menegas dengan berbareng.
"Peti itu biarlah menjadi benda perebutan. Isinya ada padaku."
"Apa?" mereka terbelalak.
Swandaka menepuk nepuk dada dan perutnya sambil berkata meyakinkan :
"Isinya kusimpan di balik baju. Mereka bisa merampas manakala aku sudah menjadi
mayat." Mendengar ucapan Swandaka, wajah Gandir dan Kelengkan merah padam. Seperti
berjanji mereka berseru berbareng :
"Kalau begitu, mengapa engkau membawa kita mengejar Sapu Regol" "
"Sapu Regol urusan nomor dua. Yang ingin kuketahui, siapakah gadis itu. Dia
berani menghalang-halangi perbuatan Sapu Regol. Berarti dia berani menyabung
nyawa. Aku tidak percaya, dia bekerja seorang diri. Di belakangnya, pasti ada
yang diandalkan. Dan orang yang menyuruh merampas peti itu, tentunya mempunyai
kepentingan hendak merebut naskah warisan Nayaka Madu."
Alasan Swandaka masuk akal. Akan tetapi Gandir dan
Kalengkan merasa tidak senang. Mereka membungkam. Dan melihat mereka membungkan
mulut, Swandaka merasa tak enak hati. Katanya dengan menyesak nafas:
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah. Jika kalian tidak sudi membantuku, biarlah aku mengejar gadis itu
seorang diri." "Kau bilang apa?" Gandir tersinggung. "Yang ingin menjadi pahlawan bukan hanya
engkau seorang! Kamipun sama-sama mendapat tugas. Aku diperintahkan mengawal
peti yang berisikan naskah warisan Nayaka Madu. Sekarang naskah itu berada
padamu. Maka sudah sewajarnya aku harus berada di sampingmu demi naskah itu
sendiri." "Betul! Masakan diriku tidak kau hitung?" Kalengkan menimpali.
Swandaka tertawa terbahak-bahak. Sambil menepuk pundak mereka masing-masing, ia
berkata setengah berseru:
"Memang itulah yang kuharapkan. Bila senang kita bagi bersama. Bila susah kita
tanggung bersama. Bagus ! Kalau begitu, biarlah naskah ini kita bagi tiga.
Masing-masing menyimpan sepertiga bagian. Maka mulai saat ini kita harus saling
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membantu. Tetapi naskah warisan Nayaku Madu menjadi incaran orang. Kalian bisa
menjaga dan mengamankan, bukan" "
"Kau jangan ngomong yang bukan-bukan! Kami berdua tidak berguna lagi kalau sudah
jadi mayat." Gandir uring-uringan.
"Bagus!" Swandaka berseru setengah bersorak. Kemudian ia membagi naskah Nayaka
Madu menjadi tiga bagian, Masing-masing mendapat sepertiga bagian. Setelah itu
mereka melacak gadis yang merampas peti dari tangan Sapu Regol, sampai
petanghari. Swandaka yakin, gadis itu niscaya mengambil jalan air. Ia mempunyai
alasannya. Pada dewasa itu, sungai Brantas merupakan urat nadi perhubungan yang
ramai. Bila dimengerti apa sebabnya. Jalan darat belum rata dan harus melintasi
hutan rimba yang berbahaya. Keamanan tidak terjamin. Selain terancam begal-
begal, juga binatang buas.
Swandaka kemudian memutuskan jalan air juga. Dua hari lamanya, mereka berada di
atas sebuah perahu kecil. Sama Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekali tiada tanda-tandanya bakal bertemu dengan gadis yang sedang dilacaknya.
Di dalam hati Gandir dan Kelengan mentertawakan Swandaka. Tetapi karena sudah
berjanji hendak mendampingi, mereka berdua tahu diri. Sama sekali, mereka tidak
menyinggung-nyinggung masalah gadis itu. Untuk mengisi kekosongan, mereka
membicarakan berbagai macam ilmu
kepandaian mulai dari kepandaian Pangeran Jayakusuma sampai Nakaya Madu.
Malam itu, waktu perahu mendekati kota persinggahan untuk menambah perbekalan,
susananya sunyi sepi. Tiada sesuatu yang bergerak seolah-olah dunia mati. Tiba-
tiba di antara sepoi angin, terdengar suara orang minta tolong. Kemudian
terdengar pula pekikan seorang perempuan yang melengking tajam.
Gandir yang mendengar pekik perempuan itu untuk yang pertama kali. la
membangunkan Swandaka yang sedang
berbaring melapaskan lelah. Dengan di dampingi Kalengkan, mereka berdua mencoba
menembus tirai malam. Ditepi sungai nampak beberapa sosok bayangan yang
bergerak-gerak. Terdengar pula suara ringkik kuda. Tidak jauh dari perahunya, mereka melihat
sebuah sampan timbul tenggelam dalam keadaan terbalik. Tukang perahunya berenang
menepi sambil berteriak minta tolong.
"Swandaka, lihat" Gandir menuding. "Barangkali itulah perahu gadis yang kau
cari. Mungkin sekali di atas perahu, gadis itu terculik. Karena berada di atas
air, dia tidak dapat berbuat banyak."
Swandaka termangu-mangu. Dua tiga hari lamanya, ia
berusaha dapat melacak gadis yang merampas peti dari tangan Sapu Regol. Setelah
melihat peristiwa itu, ia jadi berbimbang-bimbang. Sementara itu, suara pekikan
gadis itu terdengar makin menjauh. Dia benar-benar mengharapkan suatu
pertolongan. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagaimana?" Gandir menegas. Melihat Swandaka belum dapat mengambil keputusan ia
nampak tidak senang. Demikian pula Kalengkan.
"Baiklah, akhirnya Swandaka memutuskan. "Apakah dia atau bukan, tetapi menolong
orang adalah kewajiban kita. Kalengkan, kau tunggu di sini."
Swandaka memang meragukan peristiwa itu. Gadis yang
dapat merampas peti dari tangan Sapu Regol, tentunya bukan sembarangan. Meskipun
di atas air mungkin tidak dapat berbuat banyak, tetapi masakan menjerit-jerit
seperti seorang gadis yang tidak mempunyai harga diri. Sebaliknya, Gandir girang
mendengar keputusan Swandaka. Berkata ringan:
"Swandaka, maaf. Sebenarnya aku sangsi terhadapmu apakah engkau benar-benar
hendak melacak gadis itu. Ternyata engkau bersungguh-sungguh. Tetapi mengapa
engkau tidak segera turun ke darat?"
"Dalam hal ini, kita harus tetap berwaspada dan berhati-hati.
Dunia ini penuh dengan tipu muslihat yang licik dan keji."
Swandaka mendahului melompat ke darat. Begitu kakinya menginjak daratan, suara
berisik sebentar tadi sudah sirap.
Suasana malam menjadi senyap kembali. Namun di atas bulan gede sedang
memancarkan cahayanya. Dengan berlari-larian, Swandaka berdua mengikuti bekas
tapak-tapak kuda. Beberapa waktu kemudian, jalan yang diambah bercabang tiga.
Swandaka jadi berbimbang-bimbang. Sebentar ia memeriksa dengan cermat. Ia heran,
tiga jalan bercabang itu meninggalkan bekas tapak-tapak kuda.. Setelah berpikir
sejenak, ia memutuskan mengambil jalan yang bertapak kuda dalam jumlah sedikit.
Gandir heran. Minta keterangan :
"Mengapa begitu?"
"Bukanlah di dunia banyak terdapat akal yang licik?"
Swandaka memberi penjelasan. "Inilah salah satu akal mereka.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka sengaja membuat akal penyesatan. Dua jalan simpang dipenuhi dengan tapak-
tapak kuda. Hm, masakan mereka mampu menyesatkan kita" "
Mereka berlari-larian kira-kira setengah jam lamanya Seratus meter di depannya
menghadap sebuah bukit. Mulailah terdengar suara jeritan seorang gadis, walaupun
agak lapat-Iapat. Swandaka mengikuti arah suara jeritan itu.
Bukit itu bernama Rendeng. Sudah termashur semenjak
ratusan tahun yang lalu sebagai sarang penjahat. Tidak mengherankan, Swandakapun
mengenal apa arti bukit itu. Maka dengan hati-hati ia maju mengendap-endap.
Sekarang ia melihat kejapan api menyala dan suara tertawa beberapa orang. Dan di
antara suara tertawanya terdengar jerit gadis yang sedang dicarinya.
Dengan cepat Swandaka dan Gandir sudah tiba di atas puncak bukit. Mereka
bertiarap dan menjengukkan kepalanya kebawah.
Di bawah sana terdapat sebuah lapangan rata. Kawanan penjahat sedang duduk
mengitari unggun api. Seorang gadis diikat erat-erat pada sebatang pohon.
Seorang laki-laki yang mengenakan pakaian preman sedang dicambuki.
"Anakmu kami angkat jadi ratu gunung. Masakan tidak boleh?" terdengar seseorang
berseru parau. "Hayo, suruh anakmu menutup mulutnya. Aku tidak mau main paksa.
Tetapi bila anakmu tetap menolak kehendak kami, kau akan kucambuki sampai anakmu
bersedia menjadi pujaan kami semua. "
"Betul!" teriak yang sedang mencambuki ayah gadis itu. Lalu membentak: "Kau
dengar tidak ucapan ketua kami" Maksud ketua kami, anak gadismu akan dilantik
menjadi permaisurinya. Kau bersedia membujuknya atau tidak" Kami semua ingin mendengar kesediannya
secara sukarela." Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi ayah gadis itu tetap membandel. Sama sekali ia tidak sudi membuka
mulutnya. Dengan menahan rasa sakit, ia menerima siksaan dengan ikhlas.
"Hm ... kau akan mengadu kebolehanmu?" bentak yang menyiksanya. "Aku tidak
percaya, bahwa lebih kuat daripada cambuk ini."
Setelah berkata demikian, orang itu mencambuki orang tua itu kalang kabut.
Menyaksikan hal itu, Swandaka menahan rasa marahnya. Berkata kepada Gandir:
"Kau tolonglah gadis itu ! Aku akan membereskan kawanan brandal ini. Tetapi
hati-hati ! Di dunia ini banyak tipu-muslihat!"
"Ah, kau berkhotbah seperti penghulu di depan pelaminan."
Dengan berbareng, Swandaka dan Gandir melompat dan
langsung menyerbu kelompok brandal yang sedang duduk santai mengepung api
unggun. Swandaka mengarah kepada orang yang disebut-sebut sebagai pemimpin
gerombolan. Dengan golok ditangan, ia melesat bagaikan seekor elang menyambar
mangsanya. Karuan saja, pemimpin brandal itu terkejut bukan main. Tidak sempat
lagi ia menyambar senjatanya. Dalam keadaan kepepet, ia terpaksa menyambar
sebatang kayu yang masih menyala dan dibuatnya menangkis hantaman golok
Swandaka. Tentu saja, kayu yang digenggamnya patah menjadi empat bagian. Buru-
buru ia melompat mundur sambil
menimpukkan sisa kayu yang berada dalam genggamannya.
Timpukan itu sama sekali tidak menghambat serbuan
Swandaka. Dengan senjata goloknya, pemuda itu mendupak timpukan kayu yang
mengarah kepadanya. Goloknya berkelebat dan membabat dua orang sekaligus, Dan
baru saja pemimpin gerombolan mundur dua langkah, tahu-tahu lengan kanannya
sudah terpangkas kutung. Ia menjerit kesakitan dan mundur bergulungan.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hebat serbuan Swandaka. Ia terus merangsak. Belasan orang menghalang-halangi,
namun hatinya tidak gentar. Ia mengamuk bagaikan banteng terluka. Goloknya
menyambar-nyambar kesana kemari. Sebentar saja, lima orang roboh dengan
berlumuran darah. Selagi demikian Gandir tidak mau ketinggalan. Dengan pedang di
tangan, ia membabat dari arah samping. Seketika itu juga, sisa brandal
memencarkan diri. Swandaka tidak menghiraukan apa yang mereka lakukan.
Tujuannya hendak menawan pemimpinnya yang sudah terkutung lengannya. Selagi ia
melompat maju, sekonyong-konyong suatu serangan memotong arah majunya. Itulah
suatu serangan yang disertai tenaga sakti yang kuat. Ia heran ! Sama sekalii
tidak diduganya, bahwa di antara gerombolan brandal terdapat seseorang yang
memiliki kepandaian tinggi. Terpaksa ia merandek dan melompat ke samping.
Ternyata penyerangnya seorang perempuan setengah umur yang berperawakan laki-
laki. Alisnya tebal, matanya gede, hidungnya lebar. Pundaknya teguh dan dadanya
bidang. Dengan penuh selidik Swandaka mengamat-amati lengan dan jari-jarinya.
Perempuan itu mengenakan belasan cincin yang dikenakan pada setiap jarinya.
Kukunya panjang berwarna hitam. Melihat wama kukunya, darah Swandaka tersirap.
Pastilah orang ini ahli racun, pikirnya.
Setiap kali hendak melepaskan suatu serangan, kesepuluh jarinya digerak-
gerakkan. Dan belasan cincin yang dikenakan berentep memperdengarkan suara
berisiknya. Lalu dengan tiba-tiba beberapa cicinnya terlepas dari jari-jarinya
menyambar bagaikan kunang-kunang membawa cahayanya. Swandaka tidak berani
semberono. Ia mundur mengelakkan diri atau
mengendapkan kepalanya. Goloknya dihadangkan didepan mukanya siap untuk
menangkis. Tatkala melihat lengan perempuan itu berwarna hitam lekam, hatinya
tercekat. Sekali lagi ia melompat mundur.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perempuan itu memang miliki kepandaian hebat. Dua kali ia gagal menimpukkan
cincin-cincinnya. Sekarang ia melepaskan cincinnya yang ketiga kalinya. Bret !
Cincin itu menyerempet ujung celana Swandaka. Dan berbareng dengan itu, tangan
yang berkuku hitam mengkilat maju hendak mencengkeram dada.
Swandaka terkejut. Khawatir bila kuku itu menunjam kulitnya, ia menggerakkan
goloknya, Tepat pada saat itu, seorang yang bersenjata gada menyerang dari
samping. Inilah suatu kesempatan yang tidak boleh disia-siakan. Terus saja ia
membabatkan goloknya sambil mendorong ke belakang. Pada detik berikutnya, orang
itu menjerit tinggi. Cincin perempuan itu menembus punggungorang yang terdorong
mundur bagaikan perisai. Hanya dalam sekejap mata saja, orang itu berkelojotan
mati. Seluruh tubuhnya mendadak menjadi hitam terbakar. Tak usah dikatakan lagi,
itulah akibat racun hebat yang menembus punggungnya.
Menyaksikan penglihatan yang mengerikan itu, bulu kuduk Swandaka meremang.
Mendadak pada saat itu, ia mendengar jeritan panjang perempuan beracun yang
gagal menimpukkan cincinnya. Swandaka terperanjat. Ia sadar akan bahaya yang
mengancam dirinya. Maka buru-buru ia melompat mundur sambil bersiaga. Perempuan
beracun itu sedang mengumbar rasa marahnya, karena timpukannya justru mengenai
kawan sendiri. Sekarang ia menimpukkan lima cincinnya sekaligus, sambil melompat maju
mengayunkan tangannya yang beracun.
"Hebat perempuan ini." pikir Swandaka di dalam hati. Tetapi ia tidak takut.
Dengan gesit ia melompat tinggi sambil mengibaskan goloknya untuk merontokkan
cincin lainnya. Dua buah cincin lolos dari sela kakinya. Dan yang dua lagi dapat
dipukulnya jatuh dengan goloknya. Tetapi yang sebuah mengancam kepalanya.
Tidak keburu lagi ia menangkiskan goloknya. Sebagai gantinya ia menyentilkan
tangannya. Dan kena sentilannya, cincin itu mental balik menyambar pemiliknya.
Perempuan itu benar-benar gesit.
Meskipun dalam keadaan melompat menyerang, masih sempat ia Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengelakkan diri. Tetapi kali ini, dia tidak melanjutkan serangannya. Tiba-tiba
saja ia memutar badannya dan kabur dengan suatu kecepatan yang susah dilukiskan.
Perbuatanya itu tentu saja menguncupkan hati pimpinan brandal yang sudah
terkutung lengannya. Dengan mengeraskan hati, ia ikut lari sebisa-bisanya.
Swandaka melepas nafas lega.
Tetapi baru saja ia merasa bersyukur, mendadak ia mendengar suatu pekikan. Ia
menolah dan melihat Gandir membungkuk-bungkuk di depan tiga orang pengeroyok-
nya. "Hai, kenapa?" Swandaka terperanjat
Perempuan beracun yang tadi melarikan diri, diluar dugaan balik kembali sambil
tertawa panjang. Serunya dengan suaranya yang tidak menyedapkan pendengaran:
"Satu lengan ditukar dengan dua jiwa. Bukankah seimbang"
Hai Swandaka, kau masih mempunyai keberanian atau tidak"
Hayo kita bertempur sampai esok petang !"
Swandaka terpaksa menahan rasa mendongkolnya. Ia kenal kepandaian Gandir.
Wataknya agak bandel pula. Tetapi apa sebab sampai memekik" Apakah dia bukan
terluka" Kalau hanya luka biasa, rasanya tidakkan Gandir memekik kesakitan.
Karena itu ia berputar arah dan bergegas menghampiri Gandir.
"Gandir, jangan takut ! Aku segera datang." serunya memberi semangat tempur.
Ia baru lari beberapa langkah, tiba-tiba merasa tanganya gatal. Buru-buru ia
mengangkat tangannya di bawah sinar rembulan. Ujung jari tengahnya nampak hitam
seperti terhangus. Dan tanda hitam itu bergerak naik kepangkal jarinya. Segera ia membalikkan
tangannya. Ternyata telapak tangan sudah menjadi hitam. Ia terkejut. Sekejap
tahulah ia, itulah akibat cincin perempuan itu yang terpaksa disentilnya dengan
sentilan jari. Benar-benar cincin itu beracun seperti yang diduganya. Pantas, Dendam Empu
Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perempuan itu menyebut-nyebut satu lengan ditukar dengan dua jiwa. Kiranya
dirinya dan Gandir. Walaupun terkejut, ia tidak gugup. Segera ia memusatkan semangatnya menurut
ajaran kedua gurunya Dhandha Wacana dan Dhandha Walaka. Himpunan tenaga saktinya
disalurkan kearah jari-jarinya dan dibuatnya mendesak mengalirnya tanda hitam.
Syukur, ia sudah mahir. Maka dengar sekejap mata, semua tanda hitam balik
kembali ke ujung jari tengah. Justru demikian ia teringat akan pekik kesakitan
Gandir. Jangan-jangan Gandir terkena senjata beracun lawan. Memperoleh pikiran
demikian, kembali ia lari sekencang-kencangnya.
Gandir memang mengalami suatu peristiwa yang hebat,
Setelah membantu menggebah belasan brandal yang
menghalang-halangi Swandaka sewaktu hendak menyerang pemimpin mereka, ia
kemudian memisahkan diri. Niatnya hendak segera menolong gadis yang terikat erat
pada sebatang pohon dan ayahnya kena siksa. Tiba di depan pohon, ia mendengar
rintihan gadis itu. Tidak jauh di seberang gadis itu, ayahnya mengerang
kesakitan juga. Bajunya terobek robek oleh hantaman cemeti. Dia rebah lemas
dengan mengerang parau. Menyaksikan penderitaan orang tua itu, tidak dapat lagi Gandir menguasai diri.
Terus saja ia melompat dan menghantam si penyiksa dengan sekali hantam. Orang
itu roboh terkapar tak sadarkan diri. Ia tidak perlu memeriksanya lagi, Lalu
lari mendekati gadis yang sedang merintih untuk melepaskannya dari ikatan yang
membuatnya tidak dapat berkutik.
Dengan air mata berlinangan, gadis itu mengangguk-angguk sebagai pernyataan rasa
terima kasihnya. Ia tidak dapat berbicara, karena mulutnya tersumbat segumpal
kain. Setelah terlepas dari ikatannya, buru-buru ia membungkuk hormat seraya
berkata: "Tuan .... o terima kasih. Budimu ini tidak akan kulupakan."
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gandir tidak menghiraukan ucapannya. Budi" Ah, sama sekali tidak merasa menanam
budi. Menolong orang yang perlu ditolong termasuk salah satu kewajibannya.
Maka ia mengangsurkan tangan kirinya hendak
membangunkan gadis itu. Tiba-tiba teringatlah dia, seorang pria tidak boleh
menyentuh seorang gadis. Buru-buru ia menarik angsuran tangannya dengan perasaan
malu. Mendadak saja ia mendengar suara angin menyambar dari belakang. Tahulah
ia, bahwa seseorang menyerang dirinya. Lantas saja ia memutar badannya sambil
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menggerakkan pedangnya. Diluar dugaan, gadis yang diungkurkan tiba-tiba melompat sambil menggapaikan
tangannya Dengan gerakan halus ia menekan punggung Gandir. Berkata dengan
mengulum senyum manis: "Terima kasih, tuan. Terima kasih......."
Gandir tidak menyangka jelek. Ia membiarkan gadis itu menekan punggungnya,
balikan ucapan terima kasihnya tidak dihiraukannya. Perhatiannya dipusatkan
kepada serangan yang datang dengan tiba-tiba. Dengan tangan kirinya, ia
menangkis, Plak ! Orang yang menyerang dirinya, terdorong mundur dua langkah.
Mendadak saja dadanya terasa sesak dan matanya berkunang-kunang, la kaget
berbareng heran, tatkala melihat si penyiksa yang tadi dipukulnya roboh tiba-
tiba bisa melompat bangun sambil menyabetkan cambuknya. Ia menguatkan hati
dengan mengangkat tangannya. Maksudnya kecuali menangkis sekaligus hendak
meranpas cambuk itu. Hampir saja ia berhasil merampas cambuk itu. Mendadak saja dari samping
berkelebat sesosok bayangan menubruk dirinya.
Terpaksa ia melapaskan cambuk yang sudah digenggamnya, lalu berputar menghadapi
bayangan. Tetapi begitu melihat bayangan itu, ia heran bukan main. Sebab yang
menyerang dirinya, justru ayah si gadis yang tadi ditolongnya. Dengan golok di
tangan orang tua itu tertawa lebar. Apa-apaan ini"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gandir merasa seperti bermimpi buruk. Benarkah apa yang sedang dilihatnya"
Justru ia tercenung keheranan, kesiagaannya jadi berkurang. Sebaliknya orang tua
itu, menggunakan kesempatan yang tidak boleh disia-siakan. Goloknya
disabetkannya dan ujungnya menyerempet memapas kulit.
"Hai !" Gandir terkejut. "Kiranya engkau jahanam yang pantas masuk ke neraka."
Gandir benar-benar mendongkol. Rasanya marahnya melonjak sampai keujung
lehernya. Akan tetapi karena kulitnya terpapas, lengan dan tanganya bermandikan
darah. "Terima kasih anak muda, Terima kasih atas perhatian anda."
ujar orang tua itu sambil tertawa melebar. "Aku sudah menghaturkan rasa terima
kasih, lho ! Jadi jangan kau katakan tidak tahu adat. "
Sebelum Gandir sempat membuka mulutnya, terdengar gadis yang menekan dadanya
berkata nyaring: "Biarkah aku sekali mengucapkan terima kasih. Tetapi karena kau sudah menanam
budi padaku, biarlah aku membiarkan engkau mati dengan utuh. Paman, kau geledah
bajunya ! Jangan khawatir dia tidakkan dapat berbuat banyak, Ia sudah terkena
Aji Ginengku". Orang tua itu yang sebenatar tadi berperan sebagai ayahnya, menyahut dengan
tertawa geli: "Ohooo........jadi kau sempat memukulnya dengan Aji Gineng"
Kalau begini biarlah kita tunggu sampai saat ajal nya. Sungguh!
Aku ingin melihat dan menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri bagaimana cara
matinya. Apakah dia bakal berkelojotan seperti cacing kepanasan" "
"Kau lihat saja." gadis itu menyahut dengan tertawa riang.
"Tetapi lebih baik, kau ambil secepatnya ! lalu kita angkat kaki."
"Eh, kenapa buru-buru?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yang kukhawatirkan, temannya akan segera menolong."
"Oh begitu" Tetapi kurasa, kawannya tidak mudah menghadapi ibumu. Seumpama dapat
lolos, bocah itu sudah mati. Kita tinggal memungut naskah yang disembunyikan di
balik bajunya. Apa sih, susahnya?"
Gandir mendongkol bukan main. Ia merasa dipermainkan mirip segenggem tembakau
yang sedang dipilin pilin, Seorang satria boleh dicacah boleh dirajang bagaikan
sayur mayur, akan tetapi jangan direndahkan dan dihina tak ubah seekor anjing.
Pada detik itu tahulah ia, bahwa gadis itu bukan anak orang tua yang sebentar
tadi menolongnya. Ia geram bukan main. Seketika itu juga, ia menguatkan diri. Ia
melompat sambil menyambar cambuk yang tadi sempat digenggamnya. Dan dengan
sebilah pedang di tangan kirinya, ia menerjang bagaikan harimau kalap.
Menyaksikan kesanggupannya, orang tua itu berseru setengah minta tolong.:
"Mirah ! Eh Sumirah ! Eh nona Sumirah ! Tenaganya hebat bukan main ! Apakah
betul, dia sudah kena pukulan Aji Ginengmu?"
Hati orang tua itu memang kebat-kebit. Terus saja ia mundur menghindarkan diri.
Sebaliknya Gandir tidak mau tahu. Sebat luar biasa ia berbalik menyerang gadis
yang ternyata bernama Sumirah.
"Paman! Tolong !" teriak Sumirah ketakutan.
Ia mencoba menangkis sambaran golok Gandir. Hebat
akibatnya, pedangnya terpental balik nyaris menghantam kepalanya. Buru-buru ia
mengendapkan diri. Ia lolos dari ancaman maut. Namun ia mengakui, tenaga Gandir
bukan main besarnya. Syukur, bawahannya yang terampas cambuknya ternyata masih
mempunyai simpanan cambuk lagi. Untuk menolong majikannya, ia melecutkannya dan
tepat mengenai pundak Gandir. Plak ! Pundak Gandir terluka. Rasa nyeri Dendam
Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merembes memasuki tulang. Selagi demikian, Sumirah yang tadi hampir terhantam
pedangnya, membalas menyerang. Pedangnya berkelebat dan berhasil menggores
lengan Gandir. Masih untung. Gandir tidak terkutung lengannya. Akan tetapi ia kesakitan. Aneh,
Ia merasa kurang daya tahannya, sehingga terpaksa mengatupkan mulutnya rapat-
rapat. Betapapun juga, giginya berceratukan juga. Sudah begitu matanya
berkunang-kunang. Tahulah ia, itulah akibat dirinya sudah terkena racun yang
berbahaya. Keruan saja, gerakan pedangnya jadi kacau.
"Paman Mataun ! Masakan engkau hanya menjadi penonton saja" Serang ! Tunggu apa
lagi?" seru Sumirah setengah membentak.
"Baik! Tetapi bantulah aku! Engkau jauh lebih tangkas dan gesit daripada aku.
Mari kita bekerja sama. Kau meremuk tulang pundaknya dan aku akan menembus
tenggorokannya." ujar Mataun.
Sumirah benar-benar memiliki suatu kecepatan yang
mengagumkan.. Dengan lincah ia berkelebatan mengitari Gandir.
Tentu saja Gandir tidak sudi menjadi makanan empuk. Ia perlu melindungi tulang
pundaknya dan tenggorokannya. Maka ia berkelahi dengan memutar-mutarkan badannya
pula. Karena jangkauan tangannya lebih panjang, dapatlah ia mengundurkan
serangannya. Dengan begitu, pertahanannya menjadi kokoh.
Akan tetapi, racun yang mengeram dalam dirinya mulai mengamuk juga. Pelahan-
lahan ia merasa, jurus-jurus pedangnya mulai kacau Tidak tahu lagi ia harus
berbuat apa. Tenaganyapun susut dan pandang matanya guram. Mau tak mau hatinya
meringkas. Sumirah tahu, lawannya sudah kehilangan tenaga. Ia makin mempercepat gerakannya
untuk memancing gerakan lawan pula.
Tubuhnya berkelebatan sambil berseru-seru ganas. Setelah berputar-putar sebelas
kali, ia mencoba melancarkan serangan dua kali berturut-turut. Gandir yang sudah
guram matanya tidak Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memperoleh penglihatan yang jelas. Samar-samar ia melihat berkelebatnya pedang
Sumirah. Dengan gerakan asal jadi, ia menangkiskan pedang-nya ke atas. Ternyata
serangan Sumirah hanya merupakan suatu ancaman saja. Pada saat pedang Gandir
terangkai ke atas, ia menekuk kedua kakinya. Lalu membabatkan pedangnya ke arah
kaki. "Aduh !" Gandir memekik. Dan itulah pekikannya yang terdengar Swandaka.
Memang hebat serangan Sumirah. Pedangnya tepat mengenai sasaran yang
dikehendaki. Dan Gandir roboh terjungkal mencium tanah. Celakanya, Mataun ikut
menusukkan goloknya dan disusul dengan lecutan cambuk pembantu nya. Keruan saja
Gandir menjerit-jerit kesakitan. Syukur, tatkala Mataun hendak mengulangi
tusukannya, Swandaka keburu menghalangi. Anak muda inipun bersenjata golok juga.
Tak terelakkan lagi kedua golok saling membentur. Trang ! Mataun terhuyung ke
samping dengan wajah pucat
Mataun sama sekali tidak mengira, bahwa Swandaka bisa lolos dari libatan ibu
Sumirah. Ia merasa diserang dengan mendadak, sehingga tidak bersiaga. Walaupun
demikian, dalam satu gebrakan saja, dapatlah ia mengukur kekuatan lawannya.
Tidak berani lagi ia mengadu tenaga. Yang paling jitu adalah cepat-cepat mundur
dan melarikan diri. Tidak demikianlah yang dilakukan Sumirah. Ia melihat datangnya Swandaka. Maka ia
maju untuk membantu Mataun.
Namun kalah cepat. Meskipun begitu, ia tidak menyadari bahaya yang mengancam
dirinya. Pikirnya, kalau dapat melukai Gandir dengan gampang, masakan kawannya
tidak" Ia kena batunya.
Memang Swandaka teman berjalan Gandir. Akan tetapi ilmu kepandaiannya dua
tingkat lebih tinggi. Ia murid kesayangan Dhandha Wacana dan Dhandha Walaka yang
termashur memiliki kekuatan tak ubah raksasa. Maka dengan sekali menyabetkan
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
goloknya, Swandaka mematahkan pedang Sumirah menjadi empat bagian.
Keruan saja Sumirah kaget bukan kepalang. Apalagi telapak tangannya pecah. Belum
lagi habis rasa kagetnya, golok Swandaka menyabet lagi.
Untuk menolong diri, ia bergulingan di atas tanah menuruni bukit. Meskipun
demikian, ujung rambutnya terkutung juga sehingga ia jadi rerayapan. Begitu
menegakkan badannya, ia meniru perbuatan Mataun. Segera ia tancap gas melarikan
diri. Tidak peduli apakah tanah yang dilaluinya penuh dengan batu-batu tajam atau
duri. Swandaka tidak mengejarnya. Ia terkejut tatkala melihat keadaan Gandir. Pemuda
itu bermandikan darah. Maka ia membiarkan Mataun dan si penyiksa cambuk
melarikan diri menyusul Sumirah. Hati-hati ia menghampiri Gandir dan memeriksa
lukanya. Kecuali lengannya, pundaknya pecah pula.
Bajunya robek dan terlihat bekas telapak tangan berwarna hitam di atas dadanya.
Swandaka tidak mau menyia-nyiakan waktu. Dengan cekatan ia memijit lengan Gandir
yang mengucurkan darah terus-menerus. Lalu mencoba menghentikan warna hitam yang
bergerak lambat merambat ke seluruh dada. Itulah pertolongan pertama yang pernah
diajarkan kedua gurunya kepadanya.
Seseorang tidak boleh kehilangan darah terlalu banyak dan jangan biarkan racun
yang mengeram dalam diri nya merajalela.
Begitulah bunyi pertama ajaran menolong orang yang dalam keadaan darurat.
Syukur, Gandir bukan seorang pemuda cengeng. Ia
menguatkan diri dan tidak sudi mengerang, meskipun tubuhnya bergemeteran. Tiba-
tiba tenggorokannya berbunyi. Lalu ia melontakkan gumpalan darah hitam dari
mulutnya. Beberapa saat kemudian, ia mulai mengatur pernafasannya. Perlahan-
lahan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia menyenakkan mata. ;Dan wajah Swandaka nampak di depan penglihatannya yang
pertama. "Swandaka," ujarnya setengah berbisik. "Benar .... di tengah kehidupan ini
terdapat banyak akal dan tipu muslihat yang keji.
Sayang, aku tidak mendengarkan peringatanmu. Sekarang ......."
ia tidak menyelesaikan ucapannya.
Wajahnya mengabarkan rasa sesal dan geram.
Hati Swandaka tercekat.. Ia menggunakan hampir tiga
perempat bagian tenaganya sewaktu memijit lengannya. Tetapi Gandir ternyata
dapat berbicara wajar. Sama sekali ia tidak mengerang kesakitan. Kalau begitu,
lengan dan dadanya sudah kehilangan rasa. Artinya, Gandir dalam keadaan darurat.
Untuk menghilangkan kesan itu, ia memaksa diri untuk bersenyum. Lalu berkata
membesarkan hati: "Ah,siapapun akan dapat mengalami demikian. Kalau aku luput dari akal dan
muslihat keji, karena kedua guruku adalah biangnya tipu muslihat yang keji dan
ganas. Selama hidupnya, kedua guruku bekerja tanpa modal. Beliau berdua
merampok, membegal dan menggarong. Pekerjaan macam demikian perlu memiliki
pengetahuan akal tipu muslihat. Meskipun demikian, belum boleh dikatakan beliau
berdua akan luput dari semua jenis tipu-muslihat, bukan mustahil akan mengalami.
Di dunia ini siapakah yang tidak pernah terpedaya sesuatu " Rama
penjelmaan Dewa Wisnu masih juga terkena tipu muslihat Rahwana. Pernah Rama
roboh tak sadarkan diri sewaktu melihat Shinta terpangkas lehernya. Padahal yang
dipangkas Rahwana, seorang perempuan yang dirias sedemikian rupa hingga mirip
Dewi Shinta. Setelah membesarkan hati, Swandaka memborehi lengan dan dada Gandir dengan
ramuan obat luar. Menyentuh dada Gandir, ia cemas. Kalau tidak memperoleh
pertolongan yang tepat, jiwa Gandir terancam maut. Betapa tidak" Samar-samar ia
melihat wajah Gandir mulai bersemu hitam.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Swandaka, coba periksa balik bajumu bagian pinggang!
Apakah........." tiba-tiba Gandir berkata. Ia seperti teringat sesuatu.
Swandaka kemudian memeriksa balik bajunya. Naskah yang dipercayakan kepadanya,
lenyap. Tetapi ia diam saja seolah-olah tidak mengacuhkan. Sebaliknya, Gandir
menghela napas merasa salah.
"Sudahlah, kau jangan berpikir berkepanjangan !" mulai menghibur lagi.
"Hm, aku bukan kanak-kanak kemarin sore !" potong Gandir.
"Aku tahu, naskah itu lenyap dirampas orang. Swandaka, ternyata aku tidak mampu
membantumu. Malahan membuatmu susah........"
"Untuk sementara, biarlah mereka membawa naskah rampasannya. Toh mereka belum
dapat menggunakan faedahnya. Kita masih mempunyai kesempatan merampasnya kembali. Tenangkan saja
hatimu ! Seorang laki-laki masakan harus patah semangat karena terpukul sedikit
saja?" ujar Swandaka.
Diam-diam ia memerhatikan sekali lagi wajah Gandir,
Sekarang warna hitam mulai merata. Keruan saja, hatinya kebat-kebit.. Akan
tetapi ia tidak memperlihatkan kesan itu.
Tetapi Gandir bukan seorang pemuda yang tidak tahu diri. Ia menyadari, dirinya
terkena pukulan jahat. Ia tidak mengijinkan pikirannya hanya terlibat masalah
itu. Perhatiannya justru berada pada naskah yang hilang. Teringatlah ia, naskah
itu bukan barang murahan. Orang-orang pandai ke luar masuk
perkampungan Ulupi, dalam usahanya untuk memperolehnya.
Mereka berani menanggung risikonya, dengan mengadu
peruntungan jiwa. "Swandaka .... selanjutnya tidak dapat lagi aku membantumu." ujarnya dengan
suara sedih. "Kau akan berusaha Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merampas naskah itu kembali dengan seorang diri. O ya ....
mungkin sekali Kalengkan dapat membantumu. Tentang diriku"
Maukah engkau menyampaikan pesanku" Kalau kau kelak
mencapai perkampunganku, tolong besarkan hati Ibu.
Aku......aku........."
"Gandir ! Jangan engkau berkata yang bukan-bukan!"
Swandaka memohon. Sebab di dalam hatinya, memang ia cemas luar biasa. Tidak
dikehendaki sendiri, ia dihinggapi rasa bakal kehilangan temannya berjalan itu.
Wajah Gandir makin hitam saja.
Selagi pikirannya dikacaukan kenyataan demikian,
pendengarannya yang tajam mendengar suara gemeresak. Itulah suara langkah
manusia menginjak rerumputan. Apakah brandal itu kembali lagi untuk menjenguk
korbannya " "Bagus!" pikir Swandaka dengan geram. "Kalian ingin tahu apa kah korbanmu sudah
mampus atau belum Hm ..... akupun bisa membuat kalian tidak berkutik. Gandir,
legakan hatimu ! Aku akan membalaskan dendammu."
Dengan hati-hati ia memungut beberapa batu dan gumpalan tanah keras, Ia akan
menghujani dengan timpukan, manakala mereka muncul dari balik bukit. Dengan
menajamkan pendengarannya ia mendengar langkah mereka makin
mendekat.. Dan mendengar suara langkahnya, ia tersenyum di dalam hati. Itu
langkah-langkah orang yang tidak berkepandaian tinggi. Mungkin sekali mereka
golongan bawahan alias kerucuk.
Meskipun demikian, ia tetap berwaspada. Siapa tahu mereka sedang melakukan suatu
tipu muslihat lain lagi. Tiba-tiba sebelum muncul dari balik dinding bukit,
terdengar salah seorang dari mereka berseru nyaring:
"Apakah kalian sahabat-sahabat Pangeran Jayakusuma?"
Hati Swandaka tercekat. Dia menyebut-nyebut nama Pangeran Jayakusuma. Tentunya
seruan itu ditujukan kepadanya. Di dalam Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/
Herman Pratikto
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hati ia mengaku bukan sahabat Pangeran Jayakusuma dalam arti yang benar. Kalau
mengenal nama pangeran yang termashur itu, memang benar. Tetapi Pangeran
Jayakusuma adalah sahabat majikannya Ulupi. Dengan demikian, apakah dirinya
berhak menyebut sebagai salah seorang sahabatnya pula"
"Di tengah belantara Untara Segara, Pangeran Jayakusuma datang seorang diri
mencari kekasihnya Retno Marlangen," Orang itu melanjutkan seruannya. "Badai
hitam lekam diterjangnya.
Lautan menyala dilaluinya. Tetapi sang kekasih dibawa orang lari ke barat. Dan
satria Pangeran Jayakusuma mendaki bukit memasuki goa. Tekatnya teguh bagaikan
baja. Tujuannya hendak memorak-porandakan durjana-durjana yang berpura-pura
menegakkan keadilan. "
Kisah tentang perjuangan Paneran Jayakusuma merebut
kekasihnya teikenal di seluruh empat penjuru. Hampir tiap orang dapat
mengisahkan dengan lancar diluar kepala.
Akan tetapi bahwasanya seseorang menyerukan kisah
petualangan Pangeran Jayasuma pada saat demikian, sungguh mengherankan. Siapakah
dia" Siapa pula yang ikut datang di belakangnya"
Tidak lama kemudian muncullah segerombolan orang dari balik bukit, Mereka
mengenakan pakaian kehitam-hitaman. Dan melihat kedatangan mereka. Swandaka
berlompat bangun. "Apa maksud kalian datang kemari?" ia mengusut dengan suara setengah membentak.
Dua orang di antara mereka tertawa dengan berbareng.
Kemudian menjawab saling menyusul:
"Siapa yang mengenal Pangeran Jayakusuma diapun sahabat kami. Selamat bertemu.
Selamat pula kepada teman anda. Kami datang untuk menolong bencana yang
menimpanya". Hati Swandaka terkesiap. Menegas:
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jadi kalian tahu bencana yang akan menimpa kawanku berjalan?"
"Semenjak perampokan pertama, kami sudah tahu, Raksasa itu bernama Sapu Regol.
Dia murid Hajar Awu-Awu. Memiliki tenaga raksasa bawaan alam. Tetapi melihat
caramu bertahan, walaupun masih kalah seurat, bintang kejayaan masih berada di
atas kepala. Hanya saja, perempuan iblis membuat susah dirimu.
Karena itu, kami sudah mengirim berita cepat kepada
majikanmu, tuanku puteri Ulupi. Pada saat ini Diah Mustika Perwita sudah berada
di sekitar tempat ini atas petunjuk kami".
"Sebenarnya kamu berada di bawah pimpinan siapa?"
"Untuk sementara kami belum dapat membuka diri. Kalau kau percaya, serahkan
temanmu itu untuk kami rawat secepat-cepatnya. Kasep sedikit, mungkin sekali
tidak dapat tertolong lagi."
Swandaka mengamat-amati mereka. Pada saat itu, memang ia harus berwaspada
terhadap semuanya. Sebab pemunculan mereka dengan tiba-tiba juga. Siapa tahu,
mereka-pun termasuk salah satu gerombolan perempuan iblis itu. Tetapi menimbang
keadaan Gandir, tak dapat lagi ia menunda-nunda waktu.
Pikirnya, taruhkata mereka akan membuat susah Gandir, pada saat ini akupun tidak
dapat mengharapkan Dewa Penolong untuk menolong jiwanya.
Memperoleh pertimbangan demikian, ia menyahut:
"Sahabat-sahabat yang datang atas nama Pangeran Jayakusuma ! Baiklah aku
menyerahkan saudaraku ini kepada kalian. Selanjutnya tergantung kepada nasibnya"
Orang-orang itu tertawa geli. Salah seorang berkata:
"Terus terang saja, kami datang bukan atas nama Pangeran Jayakusuma. Akan tetapi
pemimpin kami adalah sahabat Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pengerah Jayakusuma. Tentunya tidak bakal kami membuat susah saudaramu".
Swandaka membiarkan dua orang di antara mereka
menghampiri Gandir. Pikir Swandaka, mereka tidak mempunyai kepandaian yang
berarti. Kalau main gila, masih sempat aku mencegahnya. Tetapi mereka berdua
kelihatan bersungguh-sungguh. Setelah memeriksa selintasan, mereka berkata
bergantian: "Terpaksalah temanmu kami bawa ke pondokan. Di sana kami akan berusaha menolong
sebaik mungkin." "Apakah tidak dapat ditolong disini?"
"Di sini?" mereka saling memandang. Lalu tertawa geli. Kata mereka:
"Kalau pukulannya pukulan biasa, masakan bernama Aji Gineng" Pukulan Aji Gineng
tidak mudah dipelajari. Dengan sendirinya bila mengenai atau melukai orang,
tidak mudah pula untuk disembuhkan."
Swandaka termasuk pengawal pilihan Ulupi. Kepandaiannya tinggi dan
pengetahuannya luas. Akan tetapi belum pernah ia mendengar nama pukulan Aji
Gineng. Ulupi yang mengenal berbagai macam kepandaian, belum pernah membicarakan
nama pukulan itu. Ia tercekat dan tidak dikehendaki sendiri, bulu kuduknya
meremang. Dengan cekatan orang yang berada di sebelah kiri Gandir membelek beberapa
tempat. Bagian dada dan lengan. Lalu dengan temannya, ia memijit-mijit. Tiba-
tiba darah yang tadi nampak merah, kini berwarna hitam lekam. Menyaksikan hal
itu. Swandaka baru menyadari bahwa Gandir terkena semacam pukulan beracun yang sangat
berbahaya. "Maaf, terpaksa aku membelek lengan dan dadanya. Inilah cara mengurangi
kandungan racun yang mengeram di
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalamnya." orang itu memberi keterangan. "Akan tetapi racun Aji Gineng belum
habis tuntas. Untuk membersihkan paling tidak kami membutuhkan waktu tiga atau
empat hari. Kaupun sudah terkena racun itu pula. Bolehkah aku memeriksa jarimu.
Kalau kau bisa menahan sakit, dapat aku menolong mengeluarkan racunnya."
Swandaka heran. Bagaimana dia mengetahui dirinya terkena racun. Memang jari
tengah terluka sedikit akibat menyentil cincin perempuan iblis itu. Akan tetapi
sama sekali, ia tidak merasakan sesuatu atau melihat tanda-tandanya.
"Paman sekalian, terima kasih." ia menyahut dengan tertawa.
"Memang aku terluka. Tetapi luka itu sendiri, tidak berarti. Paman tidak usah
mencemaskan." Setelah bekata demikian, Swandaka menghunus goloknya.
Ujung goloknya dibuatnya membelek jari yang terluka untuk mengeluarkan racun
yang mengeram. Seketika itu juga, darahnya mengucur deras. Mula-mula hitam, lalu
kembali berwarna merah. Setelah itu dibalutnya dengan sapu tangan.
Sewaktu pandangnya tertunduk, rerumputan yang terkena percikan darahnya, tiba-
tiba saja layu. Itulah suatu tanda racun yang hebat sekali.
"Paman, apakah racun yang mengeram dalam jari dan telapak tanganku sudah
hilang?" Swandaka minta keterangan.
Mereka yang menyaksikan keberanian Swandaka kagum. Kata mereka bersahut-sahutan:
"Ah hebat ! Jarang sekali seorang muda memiliki keberanian seperti dirimu. Kau
pantas disebut sebagai sahabat Pangeran Jayakusuma. Ah, kami kagum dan merasa
takluk." Sebenarnya, maksud Swandaka memang untuk mengangkat
diri. Ia harus berbuat begitu, agar mereka tidak memandang rendah padanya.
Ternyata ia berhasil. Orang-orang itu lantas saja bersikap sungguh-sungguh.
Beramal ramai mereka Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggotong Gandir yang kehilangan kesadarannya. Satu jam kemudian, mereka tiba
di sebuah rumah besar yang nampak kekar dan berpagar tinggi. Melihat rumah itu.
Swandaka menduga itulah rumah pemimpin mereka. Di sana sini nampak terdapat
penjagaan yang teratur. Dengan setengah membungkuk-bungkuk orang-orang yang
berada di pendapa rumah mempersilahkan Swandaka memasuki ruang dalam. Ternyata
perabot rumah nampak mentereng. Di antara perabot rumah kelihatan perkakas rumah
tangga buatan Negeri Cina. Memang pada waktu itu, perkakas-pcrkakas rumah
seperti guci, cangkir, waskom yang terbuat dari tanah putih buatan Negeri Cina
sudah dikenal orang semenjak jaman Daha Singasari. Tentunya harganya sangat
mahal. Karena itu yang dapat memiliki hanya orang-orang tertentu.
Hati-hati Gandir diturunkan dari gendongan beberapa orang.
Seorang laki-laki berperawakan tipis kurus memanggil seorang yang berperawakan
tinggi besar. Orang itu diperintahkan memanggul Gandir dan dibawa ke ruang
belakang. Swandaka mengikuti dengan penuh waspada. Di ruang belakang, seseorang
sudah memasak air semenjak se jam atau dua jam yang lalu. Air sudah mendidih.
Kemudian seseorang memasukkan ramuan-ramuan tertentu. Swandaka teringat kepada
tutur-kata kedua gurunya. Menurut kedua gurunya, orang-orang Bali mempunyai cara
sendiri menolong seseorang yang kena racun berbahaya.
Orang itu akan direbus dalam kadar panas air tertentu. Agaknya, merekapun akan
berbuat demikian demi menolong Gandir.
"Tuan !" kata seorang laki-laki berperawakan kerempeng, Orang ini usianya
limapuluh tahun lebih. "Apakah tuan menyangsikan perbuatan kami" Percayalah,
meskipun kami boleh disebut gerombolan liar, namun tidak akan memasak teman tuan
menjadi santapan daging istimewa............"
Swandaka tersenyum. Menyahut:
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tentunya akan memerlukan waktu yang lama untuk menjadikan bubur daging yang
istimewa." ia berhenti mengesankan. Meneruskan: "Justru aku harus mengucapkan
terima kasih atas kesudian paman menolong temanku. Bolehkan aku mengenal nama
paman?" "Ah ! Aku ini hanya salah seorang bawahannya. Belum pantas aku memperkenalkan
nama kepada tuan." "Kalau begitu, apakah tuan rumah berada di tempat"
Maksudku apakah beliau tidak bepergian" Dapatkah aku bertemu dengan beliau?"
Swandaka setengah memohon.
"Tidak berani kami berjanji. Akan tetapi pada jaman yang lampau, majikan kami
berada dibawah penilikan Nayaka Madu.
Suatu kali majikan muda kami bertemu dengan Pangeran Jayakusuma di lembah Untara
Segara. Majikan kami dianjurkan agar pulang kampung. Eh, anjuran Pangeran
Jayakusuma seperti meramal. Tiba di sini, ayahanda beliau wafat. Dan selanjutnya
majikan muda kami yang melanjutkan kebijaksanaan
ayahandanya. Ah, tentunya tuan belum kenal majikan kami.
Tetapi dengan majikan tuan, sudah lama bersahabat. Karena itu sudah menjadi
kewajiban kami untuk menolong salah seorang kepercayaan tuanku puteri Ulupi."
ujar orang itu. Mendengar keterangan orang tua itu. Swandaka terpaksa berpikir. Siapakah majikan
mereka yang pernah bertemu dengan Pangeran Jayakusuma di lembah Untara Segara"
Majikan merekapun bersahabat dengan Ulupi. Siapakah dia" Ia jadi sibuk menebak-
nebak. Selagi demikian, ia mendengar suara seseorang mengasah golok. Lalu
terdengar suara pedang berbenturan.
Hatinya tercekat. Ia tidak takut, namun pendengarannya itu membuat hatinya
gelisah. Berbagai teka-teki berkelebatan di dalam benaknya. Ingin ia minta
keterangan, akan tetapi mereka saling berbicara tidak berkeputusan seakan-akan
sengaja menutupi suara-suara yang mencurigakan itu.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mau tak mau Swandaka harus menyabarkan diri. Namun,
setelah matahari sepanggalah tingginya, ia mulai kehilangan kesabarannya. Dengan
menguatkan suaranya ia bertanya minta keterangan:
"Paman ! Lembah Untara Segera adalah lembah racun. Di dunia ini siapa lagi yang
dapat melebihi kepandaian menanam dan menyebarkan racun seperti Nayaka Madu" Aku
sendiri berada di lembah itu beberapa tahun lamanya. Tetapi belum pernah aku
mendengar Aji Gineng yang mengandung racun berbahaya. Sebenarnya siapakah
pemilik Aji Gineng yang melukai saudaraku itu?"
Orang tua itu belum sempat menjawab, karena anak-buahnya sedang sibuk memasukkan
Gandir ke dalam pengaron yang sudah penuh dengan ramuan obat. Setelah dinilainya
beres, baru ia menjawab pertanyaan Swandaka. Katanya:
"Dengan sesungguhnya, bila dibandingkan dengan
pengetahuan tuan, pengetahuan kami masih selisih jauh. Kami hanya mengenal apa
yang hidup dan berada di sekeliling dusun ini saja. Memang Aji Gineng hanya
merajalela di luar lembah Untara Segara. Tidak mengherankan, tuan-tuan yang
hidup di lembah Untara Segara tidak mengetahui. Walaupun kalah jauh bila
dibandingkan dengan kepandaian Nayaka Madu, tetapi majikan yang memiliki Aji
Gineng bukan sembarang orang.
Nyatanya, saudaramu tidak berdaya menghadapi pukulannya.
Seumpama tidak segera bertolong, tentu tiada harapan lagi.
Itupun hanya terbatas. Maksud kami manakala kadar racun itu masih enteng. Di
dalam suatu pertempuran yang menentukan, majikan yang memiliki Aji Gineng
tentunya tidak setengah-setengah. Siapapun yang terkena pukulan itu, tidak bakal
tertolong lagi. Barangkali dewapun tidak dapat berbuat banyak."
"Paman menyebut pemilik Aji Gineng dengan istilah majikan.
Apakah dia memang seorang majikan?"
"Tentu saja. Bukanlah dia mempunyai belasan anak buah?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebenarnya siapakah dia?" Swandaka mendesak.
"Maaf, pengetahuan kami hanya terbatas sampai di sini.
Sebentar lagi bila tuan bisa bertemu dengan majikan kami, barangkali akan
memperoleh penjelasan."
Terpaksa Swandaka menyabarkan diri, meskipun hatinya masygul. Dengan memaksa
diri pula, ia mencoba mendengarkan percakapan mereka.
Mereka yang berada dalam ruang belakang kira-kira berjumlah duabelas orang. Akan
tetapi mereka berbicara saling sahut-menyahut dengan semangat menggebu-gebu.
Yang dibicarakan hanya soal sehari-hari. Tentang cara mempertahankan diri bila
diserang orang dengan mendadak. Cara merebut seorang gadis yang dilarikan pihak
yang menginginkan. Menolong orang dalam bahaya. Dan sama sekali mereka tidak
membicarakan Gandir yang sedang ditolongnya. Meskipun demikian, pembicaraan
mereka menarik juga, karena pengalamannya bermacam-macam.
Semuanya berada di luar pengamatan Swandaka sehari-harinya.
Beberapa waktu kemudian, muncullah seorang laki-laki berperawakan tinggi kurus.
Usianya mendekati enam-puluh tahun. Ia nampak berwibawa. Sebab begitu memasuki
ruang belakang, mereka semua menghentikan pembicaraannya dan bersikap hormat
kepadanya. Pikir Swandaka, ah, akhirnya tuan rumah berkenan datang juga. Tetapi
ia heran, tatkala orang itu datang padanya dan membungkuk hormat. Dan setelah
membungkuk hormat, orang itu mempersembahkan sebuah batu mutiara sebesar tinju
seorang anak. Katanya: "Tuan, silahkan tuan mengetukkan batu ini tiga kali di atas meja. Bila tuan
belum puas, aku sendiri bersedia mewakili semua teman-teman untuk menerima
hukuman". Mendengar ucapan orang itu, Swandaka makin heran.
Memang ia tahu, menurut pembicaraan mereka, kaum ini dahulu berada dibawah
pengaruh Nayaka Madu. Ulupi yang menjadi Dendam Empu Bharada http://dewi
-kz.inco/ Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dayang kepercayaan Prabasini, tentunya mereka kenal. Apalagi Ulupi lambat laun menjadi tangan kanan
Nayaka Madu. Kedudukannya sejajar dengan Prabasini. Itulah sebabnya, orang-orang memanggilnya
dengan sebutan tuanku puteri. Akan tetapi bahwasanya salah seorang ketua
bersedia dihukum tanpa sebab-musabab adalah mengherankan. Oleh rasa heran,
beberapa detik lamanya, Swandaka tidak kuasa membuka mulutnya.
"Apakah tuan menolak permohonan kami?" orang tua itu salah terima. Wajahnya
kelihatan cemas. "Bukan begitu, bukan begitu !" Swandaka menyahut gugup.
"Sebenarnya apa artinya ini" Tolong, berilah aku penjelasan !"
Swandaka jadi sibuk sendiri. Berbagai pikiran masuk ke dalam benaknya. Orang tua
ini minta dihukum, pikirnya. Apakah dia merasa kesalahan tangan" Jangan-jangan
dialah yang menyebabkan Gandir terkena pukulan beracun. Atau dia ikut serta dalam usaha
merampas peti warisan Nayaka Madu" Diapun mencoba menebak-nebak siapakah
pemimpin mereka yang dikatakan pulang kampung atas anjuian Pangeran Jayakusuma.
Dia sendiri belum pernah berbicara dengan Pangeran
Jayakusuma. Akan tetapi dia sempat menyaksikan kehebatannya.
Sapu Regol bertenaga raksasa. Mungkin melebihi Dandung Gumilar atau kedua
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gurunya sendiri. Namun dengan sekali menggerakkan tangan, Pangeran Jayakusuma
dapat melontarkan raksasa itu sampai terbang tinggi dan jatuh tercebur di dalam
sungai. Bukan main ! Maka dapat dimengerti, bahwa
pengaruhnya sangat besar. Bukan mustahil melebihi Nayaka Madu.
Hanya saja dia belum jelas siapa yang disuruhnya pulang kampung. Ia mencoba
mengingat-ingat para pendekar yang pernah berada di lembah Untara Segara.
Terutama para pendekar yang ikut menghadiri upacara perkawinan Retno Marlangen
dengan Pangeran Anden Loano. Selagi sibuk
demikian, orang tua itu berkata memberi penjelasan:
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kami semua berada dibawah pimpinan pemimpin kami Bahkan hidup mati kami berada
di tengah pemimpin kami. Dan kami menyerahkan diri dengan sukarela. Maka segala
perintahnya akan kami lakukan dengan sungguh-sungguh dan gembira. Sekarang kami
diperintahkan untuk menerima hukuman tuan. Apakah masih kurang jelas?"
Hati Swandaka masygul. Kesana kemari, semua orang
berbicara mengenai pemimpinnya yang belum jelas. Dan tiada seorangpun yang
bersedia menyebutkan nama pemimpinnya.
Karena itu, setelah menimbang-nimbang sejenak, akhirnya Swandaka menerima
angsuran batu mutiara itu. Lalu diketukkan pelahan-lahan di atas meja.
Begitu ketukan yang ketiga kalinya berhenti, terdengar suara pintu besar
terbuka. Seseorang muncul dari balik pintu. Orang itu berperawakan tinggi besar.
Barangkali sama besarnya dengan Sapu Regol. Wajahnya sederhana. Lebih
mengesankan seorang yang bodoh, akan tetapi berwibawa.. Dia berjalan dengan
langkah tetap dan datang menghampiri Swandaka. Dan begitu melihat siapa dia, tak
terasa terlontarlah ucapan Swandaka dengan rasa penuh keheranan. Serunya:
"Bukankah tuanku Galiyung" "
Memang, orang itu Galiyung. Lengkapnya Kolor Galiyung, seorang raksasa yang
pernah hadir pada upacara perkawinan Retno Marlangen. Waktu itu dia berada di
pihak Narasinga, Dandung Gumilar dan pendekar-pendekar lainnya atas undangan
Nayaka Madu. Di antara pendekar-pendekar yang berada di pihak Nayaka Madu,
dialah satu-satunya yang jujur dan bersikap tulus terhadap Pangeran Jayakusuma.
Dibandingkan dengan pendekar lainnya, dialah yang terbodoh. Bodoh dalam arti
karena kesederhanaannya. Menurut tutur-kata Ulupi, Galiyung seorang pendekar
yang berkepandaian tinggi. Akan tetapi karena berhati mulia dan sederhana, dia
kelihatan bodoh. Dia pulang kampung atas anjuran Pangeran Jayakusuma. Karena
Pangeran Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jayakusuma tidak mau menggolongkan dia dalam deretan orang-orang yang memusuhi
dirinya. "Anak muda ! Menurut laporan, engkaulah yang bernama Swandaka. Kabarnya engkau
salah seorang pengawal tuanku puteri Ulupi yang berkepandaian tinggi. Selamat
datang !" seru Galiyung dengan suara menggelegar bagaikan guntur meledak di
tengah hari. Terhadap Galiyung Swandaka merasa kalah kedudukannya.
Sebab kedudukan Galiyung sejajar dengan Ulupi. Maka dengan sigap ia berdiri
menyambut. Sahutnya: "Tuanku ! Hanya secara kebetulan sekali kami singgah kemari Inilah gara-gara
salah seorang teman kami terkena ancaman bahaya."
Galiyung tertawa terbahak-bahak, Ujarnya :
"Kau jangan memanggil aku dengan sebutan tuanku. Aku dan dirimu berkedudukan
sejajar. Engkau pengawal setia puteri Ulupi.
Aku memanggil majikanmu dengan sebutan tuanku Puteri. Nah, bukankah kedudukan
kita sejajar" Nah, panggil saja aku dengan paman !" Galiyung berhenti sejenak
mengesankan. Setelah mempersilahkan duduk di ruang tengah, ia meneruskan:
"Menurut tuanku puteri Ulupi. sebentar lagi Pangeran Jayakusuma akan melawat ke
barat. Apakah engkau dapat menjelaskan apa alasan tuanku puteri Ulupi?"
"Aku berangkat meninggalkan Untara Segara hampir bersamaan dengan Pangeran
Jayakusuma. Beliau berangkat ke Majapahit dengan tuanku puteri Lukita Wardhani.
Dua hari kemudian kami diperintahkan ke wilayah barat. Sampai hari ini, sudah
dua minggu lebih kami tidak mendengar kabar berita dari pusat." Swandaka
menjawab pertanyaan Galiyung.
Galiyung tertawa terbaka-bahak sampai badannya terguncang-guncang. Serunya:
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sungguh ! Di dunia ini belum pernah aku melihat orang sepandai tuanku puteri
Ulupi. Dia seakan-akan dapat membaca apa yang bakal terjadi. Tuanku puteri
berkabar padaku, Pangeran Jayakusuma akan melawat ke barat. Tentunya ada
alasannya. Maka kukirimkan anak-buahku untuk mengadakan penyelidikan.
Ah ! Benar-benar tepat dugaan tuanku puteri Ulupi."
Swandaka tercenung. Memang semenjak meninggalkan
perkampungan, sama sekali ia tidak mendengar kabar sesuatu selain disibukkan
perkara peti warisan Nayaka Madu. Karena Galiyung menyinggung-nyinggung perkara
majikannya dan Pangeran Jayakusuma, hatinya jadi tertarik.
"Pangeran Jayakusuma itu memang seorang pemuda yang istimewa." ujar Galiyung
dengan tertawa geli. "Dia sudah menghadap ayahandanya. Tetapi apa yang
dilakukannya" Hm ....... mestinya dia bakal dilantik menjadi Putera Mahkota. Tetapi rupanya,
Pangeran Jayakusuma tidak tertarik. Menurut laporan penyelidik kami, sehari-
harinya Pangeran Jayakusuma mengadu burung gemaknya. Katanya, burungnya dapat
mengalahkan seekor harimau. Kau tahu apa yang dimaksudkan" Dia hendak mengecam
fihak penguasa yang diumpamakan seekor harimau.
Sebab oleh kekuasaan raja, dia gagal mengawini bibinya sendiri, Retno Marlangen.
Maka di dalam hati ia hendak mengatakan, bahwa dirinya berani menantang
kekuasaan raja. Keruan saja, raja pasti marah. Sebentar atau lama Pangeran
Jayakusuma bakal diusir dari Majapahit. Kemana lagi perginya kalau bukan
mengarah ke barat" Sebab puteri Retno Marlangen kini berada di Singgela.
Nah .....tepat sekali penglihatan majikanmu, bukan"
Memang, di dunia ini siapa yang dapat melebihi kecerdasan dan kepandaian tuanku
puteri Ulupi." sampai disini Galiyung berhenti lagi. Kemudian tertawa terbahak-
bahak sampai lama sekali.
"Memang dunia bakal ramai, bila Pangeran Jayakusuma merantau lagi. Tetapi dengan
begitu, siluman perempuan itu akan makin memusuhi diriku. Kau tahu apa
sebabnya?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Swandaka ternganga. Menegas:
"Siapa yang paman maksudkan siluman perempuan itu?"
"Bukankah engkau pernah merasakan cincinnya yang beracun?"
"Oh dia?" hati Swandaka tercekat. "Tetapi dengan sesungguhnyaaku belum mengenal
namanya." Galiyung masih melanjutkan sisa tertawanya. Lalu berkata:
"Baiklah kujelaskan palahan-lahan siapa dia sebenarnya. Di jaman mudanya dia
bernama Paramita Maliyo. Dia seorang gadis yang cantik jelita. Kemudian menjadi
salah seorang murid Wijayarajasa. Pada jaman mudanya bernama Kuda Amerta, adik-
seperguruan Nayaka Madu. Kini berkedudukan di tanah Wengker.
Kabarnya dia termasuk salah seorang mertua Sri Baginda."
"Ya, ya, ya. Wijayarajasa adalah adik-seperguruan Nayaka Madu." Swandaka
membenarkan. "Wijayarajasa mempunyai dua orang murid yang istimewa, Yang pertama menjadi
seorang ahli pedang. Tunjung Anom, namanya. Sampai sekarang dia mengabdi kepada
Raja Wengker alias gurunya sendiri. Dan yang kedua, Paramita Maliyo. Seorang
puteri yang cantik luar biasa. Melihat kecantikannya, gurunya jatuh cinta.
Karena itu dia melarikan diri setelah mencuri sebuah naskah gurunya. Itulah
naskah yang mencatat jenis-jenis racun.
Dengan membawa naskah itu. dia bersembunyi di atas Gunung Anjasmara. Di atas
gunung itu, kebetulan sekali dia bertemu dengan pemimpin suku Girah. Suku yang
terbuang semenjak jaman Raja Airlangga. Kau tahu apa sebabnya?"
Swandaka menggelengkan kepalanya. Ia merasa makin
tertarik. Ternyata Galiyung berpengetahuan luas. Kalau begitu, sungguh tidak
dapat dikatakan bodoh. "Girah dahulu nama sebuah kampung tempat tinggal Calon Arang, seorang ahli
tenung yang membahayakan kedudukan Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
raja. Untung, pada dewasa itu terdapat seorang empu yang berparas cakap. Bahulu,
namanya. Empu Bahulu melamar anak gadis Calon Arang yang cantik, bernama Ratna
Manggali. Setelah menjadi menantunya, ia mencuri naskah Calon Arang. Dan naskah
yang memuat berbagai racun dan pengetahuan tentang Ilmu Hitam, kemudian
diserahkan kepada Empu Baradah. Entah bagaimana, penduduk Girah berhasil
mencurinya kembali dan dibawa bersembunyi di atas Gunung Anjasmara. Karena
Paramita Maliyo membawa naskah gurunya yang berisikan ilmu racun pula, pemimpin
suku Girah bergembira. Paramita Maliyo diterima sebagai salah seorang
anggautanya. "Sebentar !" Swandaka memotong. "Paramita Maliyo paman kabarkan sebagai seorang
gadis yang cantik jelita hingga gurunya tergiur untuk mengawininya. Tetapi maaf,
menurut penglihatanku baik perawakan tubuhnya maupun wajahnya sama sekali tidak
menarik. Kecuali berkesan mengerikan, lebih mirip wajah hantu."
Galiyung tertawa lebar. Sahutnya:
"Kau betul ! Tetapi kau lupa, Paramita Maliyo kemudian hidup sebagai suku Girah.
Dia bergaul dengan berbagai macam racun, bisa berbahaya dan ilmu hitam. Wajah
dan perawakan tubuhnya rusak. Masih syukur baginya, bahwa ada seseorang yang
sudi mengawini. Siapa dia, aku tidak tahu. Tetapi anak gadisnya termasuk cantik.
Namanya yang benar Ratna Paramita. Itulah nama pemberian ibunya yang bermaksud
mengabadikan namanya sendiri dan nama leluhurnya yang bernama Ratna Manggali. Tetapi
diluaran, Ratna Paramita memakai nama samaran Sumirah, Anak muda, engkau jangan
sampai terkecoh. Apa yang mereka lakukan penuh dengan tipu-muslihat."
Swandaka belum sempat melihat Ratna Paramita alias
Sumirah yang menganiaya Gandir. Karena itu, tidak dapat ia menilai kecantikan
Ratna Paramita. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau tahu, Wijayarajasa adalah adik-seperguruan Nayaka Madu. Tadinya aku dan
Paramita Maliyo bisa bekerja-sama.
Tetapi semanjak aku pulang kampung atas anjuran Pangeran Jayakusuma, dia mulai
memusuhi pihakku. Dalam hal ini, kau tidak usah takut, Aku tahu dia bakal
meluruk kemari demi memperoleh apa yang diinginkannya. Taruhkata aku bisa
dikalahkan, namun sebentar atau lama Pangeran Jayakusuma akan mendengar nasib
ku. Aku yakin, Pangeran Jayakusuma akan menuntut balas demi dendamku kepadanya.
Kau percaya atau tidak?"
Belum sempat Swandaka menjawab pertanyaan Galiyung, dua orang anak-buah datang
memberi laporan. Mereka melaporkan, bahwa racun yang mengeram dalam tubuh Gandir
sudah dapat dikeluarkan. Sekarang anak muda itu tinggal membutuhkan waktu
beristirahat dua atau tiga hari lagi. Selanjutnya akan sehat kembali seperti
sediakala. "Bagus !" seru Galiyung bergembira. Selagi ia hendak melanjutkan kata-katanya
tentang Paramita Maliyo, tiga orang datang berlari-larian Mereka melaporkan,
bahwa perkampungan diserbu belasan anak-buah Paramita Maliyo.
"Nah percaya tidak" Perempuan iblis itu pasti akan merecoki diriku. Apalagi dia
mempunyai alasan karena beradamu di sini.
Tetapi kau tidak usah takut Mari kita melihat tontonan yang bakal menarik hati."
ujar Galiyung dengan nada gembira. Kemudian dia mengeluarkan sarung tangan dan
topeng. Katanya sambil berjalan mendahului: "Untuk berlawan-lawanan dengan iblis
itu, mau tidak mau kita harus menggunakan alat-alat pengaman, Kalau tidak, kita
bakal terkena racunnya."
Galiyung membawa Swandaka duduk di serambi depan
menghadap pintu gapura. Dua orang menyiapkan tempat duduk.
Lalu berdiri ke samping menunggu perintah.
"Apakah gucinya sudah siap?" Galiyung minta penjelasan Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah. Sewaktu-waktu dapat digunakan."
"Bagus ! Kalau begitu bagikan kepada barisan bumbung !"
perintah Galiyung. Ia kemudian tersenyum lebar. Berkata kepada Swandaka: "Anak
muda, kami semua harus menyatakan terima kasih kepada anda."
"Terima kasih?" Swandaka bercengang. "Dalam hal apa?"
"Coba, andaikata anda tidak membawa teman anda kemari, kami mungKin sekali agak
kerepotan melawan siluman
perempuan itu." Swandaka makin tercengang-cengang. Karena merasa kurang jelas, ia menegas:
"Paman, apakah hubungannya dengan temanku dan ucapan terima kasih paman?"
Galiyung tertawa lebar. Sahutnya:
"Inilah ilmu Nayaka Madu. Racun harus dibalas dengan racun.
Perempuan iblis itu selalu menebarkan racunnya. Maka aku harus melawannya dengan
racun. Tetapi kali ini senjata makan tuan.
Jelas?" "Belum." "Bukankah teman anda terkena racun Aji Gineng" Itulah jenis racun yang paling
berbahaya di dunia. Sebab itulah racun warisan ilmu Calon Arang di jaman Raja
Airlangga. Teman anda kemudian kami bawa kemari beramai-ramai. Disini racun yang
mengeram dalam diri temanmu, kami larutkan dengan obat ramuan yang kami rebus
dalam sebuah pengaron besar. Nah, larutan racun Aji Gineng itu kemudian kami
masukkan dalam guci. Sekarang air larutan itu akan kami bagikan kepada laskan
bumbung. Dengan bumbung, larutan itu akan kami tembakkan kembali kepada
pemiliknya. Bukankah namanya senjata makan tuan?"
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Swandaka kini tidak hanya tercengang saja, tetapi sempat ternganga. Sama sekali
tidak diduganya, bahwa racun yang mengeram di dalam tubuh Gandir bisa menjadi
alat penyembur yang membahayakan. Karena memperoleh ketenangan demikian, hatinya
jadi gembira, Pantas, Galiyung tidak takut menghadapi serangan Paramita Maliyo.
Sementara itu dari luar gapura, terdengar gemerisiknya orang bertempur mengadu
senjata diseling dengan teriakan-teriakan geram. Anak buah Galiyung yang
bersenjatakan bumbung (bambu yang dilubangi semacam petasan bumbung) berbaris di
bali benteng gapura yang tertutup. Tidak lama kemudian, dua orang berlari-larian
masuk. Lapor kepada Galiyung:
"Tuanku, mereka mendesak terus. Agaknya kita tidak dapat mempertahankan diri."
"Kalau begitu, buka pintu gapura !" perintah Galiyung sambil memberi tanda
isyarat kepada barisan bumbung
Setelah pintu gapura terbuka, barulah Swandaka melihat sebuah lapangan laga yang
luas. Lapangan itu terletak di luar benteng gapura. Dan di atas lapangan itu
pertempuran terjadi. Anak-buah Paramita Maliyo terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Sedang anak-buah Galiyung terdiri dari laki-laki semua yang mengenakan pakaian
seragam hitam. Di antara mereka yang sedang bertempur seru, nampak seorang
perempuan berusia kurang lebih empatpuluh lima tahun. Perawakan tubuhnya seperti
seorang laki-laki, akan tetapi kurus kering. Wajahnya sama sekali tidak cantik,
Bahkan rambutnya awut-awutan, sehingga kesannya mirip iblis perempuan.
"Apakah dia yang bernama Paramita Maliyo?" pikir Swandaka di dalam hatinya.
"Sayang, bunyi namanya terlalu bagus.
Menurut paman Galiyung dia sangat cantik di jaman mudanya, akan tetapi wajah dan
perawakan tubuhnya rusak oleh pengaruh racun-racun yang harus dicobanya pada
waktu-waktu tertentu, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/
-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kukira, tidak hanya jasmaninya saja yang rusak. Tetapi watak dan pekertinya.
Alangkah sayang!" Galiyung yang duduk di samping Swandaka terdengar
berteriak nyaring: "Maliyoooooo...........kita ini hidup bertetangga. Kenapa engkau memusuhi kami"
Kami tidak mempunyai sesuatu yang pantas kau ambil atau kau rampas."
Mendengar bunyi teriakan Galiyung, wajah Maliyo berubah.
Dengan sedikit mengeram, ia menyahut:
"Galiyung ! Rasanya kau harus mendengar yang lebih jelas."
Setelah menyahut demikian, dengan kedua tangannya ia menerjang belasan orang
Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang menghadangnya, Hebat sepak terjangnya. Bagaikan iblis, kedua tangannya
berserabutan mencengkeram apa saja yang dapat digapainya. Menyaksikan
kekejiannya, Swandaka bergerak hendak melabraknya.
"Tunggu sebentar !" Galiyung mencegah.
Melihat Maliyo mendesak hendak menghampiri Galiyung, belasan anak-buah Galiyung
menyerbu dengan berbareng. Tentu saja Maliyo tidak sudi dirinya kena kerubut.
Dengan aba-aba nyaring, ia memerintahkan kaki tangannya maju pula. Maka kedua
belah pihak bertempur dengan sengitnya. Jumlah mereka seimbang, sehingga
pertempuran itupun jadi seimbang pula.
Bedanya, kaki-tangan Maliyo menggunakan senjata berbisa, sedang anak-buah
Galiyung besenjata wajar saja. karena itu, sedikit demi sedikit mereka terdesak
mundur. Mereka tidak berani menghampiri terlalu dekat.
Melihat Galiyung dan Swandaka masih saja duduk tenang-tenang di atas kurisnya,
Maliyo menghentikan langkahnya. Ia hanya memberi aba-aba saja. Di dalam hal
persenjataan, kaki-tangan Maliyo lebih kuat. Sebaliknya anak-buah Galiyung
melawan senjata-senjata berbisa dari jarak jauh. Mereka maju Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan mudur dengan bergantian sehingga membingungkan
lawannya. Namun lambat-laun ada juga yang terluka. Syukur, mereka bertempur di
dalam rumahnya sendiri. Bila terluka mudah ditolong karena memiliki obat
pemunahnya. Sebaliknya bagi kaki-tangan Paramita Maliyo, pertempuran itu
dirasakan yang terdahsyat. Bila mereka sampai terluka, benar-benar menderita.
Rasa sakit merembet sampai ke ujung jantungnya. Itulah sebabnya mereka sering
berkaok-kaok kesakitan tanpa ada yang bisa menolong. Bahkan suara rintihannya
malahan menjadi petunjuk anak-buah Galiyung untuk melampiaskan rasa
marahnya. Seringkali mereka terluka lagi atau kena injak.
Mengalami kenyataan itu, tidak berani lagi mereka main mendesak dengan
mengandalkan senjatanya yang berbisa.
Paramita Maliyo menyadari kelemahan di pihaknya. Belasan anak-buahnya kena
tertawan. Rata-rata yang terdiri dari perempuan. Keruan saja ia menggerung
bagikan harimau kalap. Lantas saja ia melompat maju sambil menyambarkan tangannya.
Ia berhasil mencengkeram seorang ketua. Baru saja hendak dipukulnya mati,
belasan orang meluruknya dengan berbareng.
Terpaksa ia tangkis. Tetapi karena sebelah tangannya dibuatnya mencengkeram
orang, ia sampai kena gebuk tongkat dua kali berturut-turut. Terpaksa pulalah ia
melemparkan orangyang sudah dicengkeramnya sambil melompat maju. Ia berhasil
menghampiri Galiyung dan Swandaka lebih dekat. Serunya kepada Swandaka:
"Hai anak muda ! Kaulah yang membuat gara-gara ini, Naskah yang kau serahkan
padaku, sama sekali tidak dapat kubaca.
Tiada sambungnya sehingga bisa menyesatkan orang, Sekarang, harap kau serahkan
yang lain agar jadi lengkap."
"Anak muda !" ujar Galiyung. "Apakah engkau ingin mencoba-coba" Jangan lupa.
berilah kesempatan laskar bumbungku.
Kaupun harus berhari-hati. Jangan terlalu mendekat. Nih, pakailah sarung
tanganku !" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Swandaka memakai sarung tangan pemberian Galiyung. Lalu ia melompat maju dengan
golok di tangan. Galiyung sendiri tidak tinggal diam. Ia berseru nyaring:
"Maliyo ! Kenapa kau biarkan antek-antek perempuanmu kena tawan anak-anakku" Aku
tidak berani tanggung, kalau anak-anakku kumat gilanya. Antek-antekmu bisa saja
jadi bunting........." Paramita Maliyo mendongkol bukan main. Itulah suatu
penghinaan. Ia tidak sudi kalah. Lantas menjawab:
"Kaki-tanganmu banyak juga yang terluka. Apakah mereka bisa kau obati?"
"Hm ....... kalau tidak bisa, bagaimana kita mengadakan tukar-menukar?"
"Bagus ! Tetapi satu orang harus ditukar dengan sepuluh jiwa.
Adil, bukan?" Mendengar ujar Paramita Maliyo, hati Swndaka mendongkol.
Pikirnya, perempuan ini mau menang sendiri. Tetapi selagi berpikir demikian,
diluar dugaan Paramita Maliyo sudah mencengkeramnya. Syukur, ia gesit. Dengan
tangkas ia mengelak sambil membabatkan goloknya.
Paramita Maliyo ternyata tidak hanya seorang ahli racun saja, akan tetapi juga
pandai berkelahi. Dengan gerakan lunak, ia mengelakkan sambaran golok Swandaka.
Kemudian membalasmenyerang dengan kelima jarinya dikembangkan.
Kelima jarinya memiliki kuku panjang, berwarna hitam mengkilat.
Itulah kuku yang mengandung racun hebat. Setiap kibasan anginnya membawa bau
memuakkan pernafasan. Swandska terkejut. Meskipun semalam ia melihat bahwa Paramita Maliyo memiliki
kuku begitu panjang, namun sama sekali tidak menduga bahwa baunya memuakkan.
Syukur ia memiliki latihan pernafasan yang baik dan teratur. Buru-buru ia Dendam
Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menahan nafasnya sambil mendorongkan sebelah tangannya.
Kena dorongan tenaga pernafasannya, Paramita mundur ke samping. Pada saat itu,
Swandaka melompat mendekati dan menghantamkan tangan kirinya. Ia tidak takut
kena racun, karena tangannya sudah mengenakan sarung pemberian
Galiyung. Pukulannya telak mengenai sasarannya, sehingga Paramita Maliyo tergeser
langkahnya ke samping. Tetapi sungguh mengherankan. Kena pukulannya, Paramita
Maliyo hanya menarik nafasnya dan pada detik berikutnya dapat bergerak dengan
lincah kembali. Swandaka terkejut. Diam-diam ia berpikir, apakah dia memiliki
suatu kekebalan" Paramita Maliyo sebenarnya terperanjat kena pukulan
Swandaka. Biasanya ia selalu mengagulkan diri sebagai seorang pendekar kalas
satu yang mesti menang dalam setiap
perkelahian. Tak tahunya, baru satu gebrakan saja dirinya sudah kena gebuk.
Teringatlah dia akan kata kata adiknya seperguruan Tanjung Anom, bahwa dia harus
berhati-hati bila berlawan-lawanan dengan pcngawal-pengawal Ulupi. Ternyata
benar. Swandaka tidak boleh dipandang ringan. Akan tetapi tentu saja, ia tidak mau
mengaku kalah. Ia merasa belum berkelahi dengan sungguh-sungguh. Sekarang, ia
mengerahkan seluruh ilmu saktinya dan dipindahkan ke ujung tangannya. Pikirnya
di dalam hati: "Untung dia menggunakan sarung tangan. Kalau tidak, mungkin sekali aku tadi
terjungkal. Tetapi sekarang, tunggulah pembalasanku."
Kedua pendekar itu sekarang bertempur dengan hati-hati.
Galiyung kagum menyaksikan kepandaian Swandaka. Ternyata pengawal puteri Ulupi,
memang jempolan. Ia melihat Paramita Maliyo bertempur dengan mengerahkan semua
kepandaiannya. Tubuhnya berkelebatan bagaikan bayangan. Akan tetapi Dendam Empu Bharada
http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Swandaka selalu dapat mengelakkan diri. Bahkan pada saat-saat tertentu membalas
menyerang. Lambat-laun hati Paramita Maliyo kesal juga. Dari kesal ia menjadi penasaran.
Dengan berteriak panjang mirip bunyi lolong anjing, ia maju mengcengkeramkan
jari-jarinya, Jelas sekali, ia sedang menggunakan Aji Gening ilmu sakti
andalannya. Menghadapi bahaya, Swandaka tidak berani membagi perhatian.
Satu-satunya jalan hanya mengadu kegesitan. Maka ia
menyimpan goloknya dan melesat ke-sana kemari mengimbangi gerakan lawan. Dengan
begitu, tubrukan Paramita Maliyo selalu gagal. Namun dia tidak putus asa.
Sekarang ia menggunakan cara lain. Jari-jarinya disentilkan menyebarkan bubuk
beracun yang tersimpan di dalam cincin-cincinnya. Seketika itu juga, bau amis
dan bacin menungkrap gerakan Swandaka.
Mula-mula Swandaka dapat mempertahankan diri. Lambat-laun ia merasa pusing.
Celakanya pandang matanya mulai berkunang-kunang. Sudah begitu, rasa mual
memenuhi rongga dadanya. Ingin saja ia melontak. Mau tak mau terpaksa ia membagi
perhatian. Beberapa saat kemudian, tenaganya mulai berkurang. Celaka, pikirnya.
Sadar akan bahaya, segera ia mengerahkan tenaga saktinya untuk menolak asap
racun yang menyerangnya. Dengan demikian, kembali lagi perhatiannya terbagi.
Kini, siapapun tahu Paramita Maliyo nampak lebih unggul.
Tiba-tiba terdengar suatu seruan penuh dendam dari luar gelanggang:
"Guru ! Balaskan rasa dendamku. Semalam ia mematahkan lenganku. Diapun harus
mengganti lengannya juga."
Yang berseru demikian, seorang laki-laki yang semalam terkurung lengannya.
Dialah pemimpin gerombolan yang mula-mula diserang Swandaka semalam.
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baik, aku akan membalaskan sakit hatimu" sahut Paramita Maliyo.
Paramita Maliyo benar-benar ingin membuktikan ucapannya.
Tiba-tiba ia merentangkan tangannya lurus ke depan untuk mencengkeram kepala
Swandaka. Inilah serangan berlapis. Jika Swandaka menangkiskan kedua tangannya,
ia akan meremuk tulang pundak pemuda itu. Terkaannya ternyata jitu. Swandaka
benar-benar mengangkat kedua tangannya untuk melindungi kepalanya. Inilah
saatnya yang tepat. Cepat luar biasa ia menyambar ke arah pundak pemuda itu.
Tetapi pada saat tangannya hampir mencengkeram pundak, terdengar seruan nyaring
halus: "Ibu ! Jangan sampai dia cacad ! Tangkap saja hidup-hidup !
Aku masih mempunyai perhitungan yang jauh lebih berharga."
Bunyi seruan itu membuat Paramita Maliyo sangsi.
Cengkeramannya mengendor. Gerakannya jadi lambat. Pada saat itu, Swandaka dapat
mengendapkan pundaknya sehingga hanya kain bajunya saja yang terobek.
"Bagus !" Paramita Maliyo memujinya dengan jujur.
Sebaliknya, hati Swandaka tergetar. Pikiranya: "Ih, sungguh berbahaya !
Sekiranya iblis ini tidak sangsi, cengkeramannya pasti mengenai pundakku. Jika
aku terluka seluruh tubuhku bakal keracunan."
Swandaka mengerlingkan matanya hendak melihat si
penolongnya. Lantas saja ia mengenal siapa dia. Itulah gadis yang merampas peti
dari tangan Sapu Regol. Gadis itu pulalah yang dikuntitnya dan menipu Gandir.
Menurut tutur-kata Galiyung, dialah anak gadis Paramita Maliyo. Kalau begitu,
dialah yang sesungguhnya bernama Ratna Paramita.
Ratna Paramita alias Sumirah rupanya tahu, dirinya dilirik Swandaka. Ia tertawa
manis dan berkata menyambut:
Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa kabar sahabatmu" Apakah kesehatannya sudah pulih kembali" Benar-benar aku
berduka untuknya. Sampai hari ini aku masih memikirkannya. Semalam dia menolong
diriku. Aku sangat berterima kasih. Maka pada hari ini aku mohon belas kasih
ibuku agar mengampuni jiwanya."
Swandaka mendongkol mendengar bunyi ucapannya.
Bukankah dia justru menggunakan tipu muslihat keji untuk menjebak Gandir" Karena
itu ia mendamprat: "Kau siluman wanita yang kejam !"
Setelah mendamprat demikian, tiba-tiba ia melompat
menyambarnya. Itulah peristiwa yang benar-benar mengejutkan Paramita Maliyo dan
Ratna Paramita sendiri. Rupanya Swandaka hendak mengarah pundak. Tetapi Paramita
Maliyo benar-benar tangkas. Gesit luar biasa ia memburunya untuk melindungi
puterinya. Ia tahu akibatnya, manakala Swandaka sampai berhasil menghantam
pundak Ratna Paramita. Puterinya itu bakal cacat seumur hidupnya. Tentu saja, ia
tidak dapat membiarkan malapetaka itu menimpa puteri kesayangannya.
"Tahan !" ia berteriak nyaring.
Berbareng dengan teriakannya, tangannya menjulur hendak merintangi sambaran
tangan Swandaka. Sebaliknya Swandaka tidak mau kalah. Tangannya tetap mengarah
ke pundak Ratna Paramita. Tetapi Ratna Paramita masih sempat melompat mundur.
Dengan demikian, Swandaka hanya dapat menyambar lengannya. Lalu buru-buru ia
menariknya untuk dijadikan perisai.
Paramita Maliyo tidak membatalkan serangannya, meskipun anak gadisnya dijadikan
perisai. Ia melencangkan lengannya.
Cengkeramannya lewat diatas pundak puterinya dan terus mengancam dada Swandaka.
Keruan saja Swandaka terkejut setengah mati. Mimpipun tidak, bahwa Paramita
Maliyo nekat. Jika tubuhnya sampai kena teraba tangan Paramita Maliyo yang beracun, ia bakal
celaka. Maka dengan terpaksa, ia melepaskan Dendam Empu Bharada http://dewi
-kz.inco/ Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lengan Ratna Paramita sambil melompat mundur. Tetapi kemudian terjadi lagi suatu
peristiwa diluar dugaannya. Ternyata kaki Paramita Maliyo ikut bekerja
membarengi gerakan tangannya. Tahu-tahu kakinya mendupak. Tepat sekali mengenai
lutut. Dan Swandaka terpelanting mundur beberapa langkah dengan sempoyongan.
Hampir saja dia roboh terjungkal.
Paramita Maliyo masih belum puas. Menuruti kata hatinya, ia hendak melanjutkan
serangannya senyampang pemuda itu masih dalam keadaan sempoyongan. Tetapi Ratna
Paramita mencegah. Seru gadis itu: "Ibu....... aduuuuuu....." lalu ia roboh di pelukan ibunya.
"Kau terluka?" Paramita Maliyo terkejut.
Ratna Paramita seperti tidak mendengarkan pertanyaan ibunya. Ia merintah sambil
memegang pundaknya. Menjerit:
"Ibuuuu.......aduh!"
Tentu saja, gadis itu sedang mengarang cerita. Kalau benar-benar tulang
pundaknya remuk, tentunya dia tidak akan sanggup berada dalam pelukan ibunya
dengan berdiri. Paramita Maliyo mula-mula memberengut.. Sedetik kemudian tertawa geli. Sebab ia
mengerti maksud anaknya. Katanya membujuk sambil tertawa:
"Jangan khawatir ! Aku akan menangkapnya hidup-hidup."
Mayat Hidup Gunung Klabat 1 Misteri Lukisan Tengkorak Seri 4 Opas 4 Warriors Karya Wen Rui An Kelana Buana 25