Pencarian

Wanita Iblis Pencabut Nyawa 4

Wanita Iblis Pencabut Nyawa Toat Beng Mo Li Karya Kho Ping Hoo Bagian 4


akhirnya kita berhasil menggulingkan tahta kerajaan Kaisar Yang Te dan menduduki
Tiang-an! Sungguhpun kaisar sendiri berhasil mengungsi, akan tetapi kerajaan dan
singgasana telah berada di tangan kita. Sekarang kita harus bertindak tegas,
membuktikan kemauan kita yang baik dan perjuangan kita yang suci. Para pembesar
yang kini masih berada di kota, tangkap dan tahan semua, akan tetapi jangan
sekali-kali melakukan tindak hukum sendiri-sendiri. Semua tawanan baru harus
diserahkan kepada Hakim Agung kita, saudara Kwee Siong. Hanya dialah seorang
yang berhak memutuskan hukuman atau pembebasan seorang tawanan. Juga awaslah
terhadap penyelewengan-penyelewengan para perajurit!"
Pada saat Jenderal Li Goan sedang berunding dengan para perwira, tiba-tiba
datanglah seorang perwira yang bicara dengan gugup.
"Celaka, tai-goanswe! Di sebelah barat jalan raya terdapat orang mengamuk.
Banyak perajurit dia tewaskan dan kepandaiannya amat tinggi!"
Mendengar ini, Sian Lun lalu melangkah maju dan berkata, Koleksi Kang Zusi
"Biarlah hamba diberi ijin menangkap perusuh itu!"
Li Goan memberi persetujuan dan berangkatlah Sian Lun keluar dari istana itu
sambil membawa pedangnya Gi-tiang-kiam. Sebetulnya apakah yang terjadi di tempat
keributan itu" Orang yang mengamuk itu bukan lain adalah Ling Ling bersama ibunya. Kedua orang
wanita gagah ini, terutama sekali Ling Ling, sedang mengamuk hebat, dikeroyok
oleh sepuluh orang perajurit dan sudah banyak yang roboh tewas di bawah pedang
Ling Ling yang digerakkan sedemikian rupa sehingga yang nampak hanya sinar merah
yang menyilaukan saja. Mengapa Ling Ling menjadi begitu marah dan mengamuk" Hal ini diakibatkan oleh
penyelewengan para perajurit. Memang tidak mengherankan apabila di dalam suatu
peperangan, pihak yang menang selalu tergoda oleh setan angkara murka dan
bertindak sewenang-wenang. Demikianlah, maka banyak juga anggauta tentara dari
barisan Jenderal Li Goan yang menang perang itu, setelah memasuki kota, lalu
melakukan perampokan dan penculikan terhadap kaum wanita.
Serombongan tentara terdiri dari tujuh orang dengan kurang ajar sekali melakukan
perampokan dan menyeret keluar orang-orang wanita, keluarga dari para bangsawan.
Pekik orang-orang yang terbunuh, jerit wanita-wanita yang diculik keluar dari
rumah, menarik perhatian Ling Ling dan ibunya yang juga diam-diam sudah ikut
masuk ke dalam kota yang diduduki oleh barisan Jenderal Li Goan itu.
Ketika Ling Ling melihat tujuh orang perajurit merampok dan mengganggu wanita,
ia menjadi marah sekali. "Kurang ajar! Beginikah macamnya orang-orang yang menyebut dirinya sebagai
patriot-patriot?" bentaknya dan sekali tubuhnya berkelebat, ia telah menjambak
rambut kepala seorang tentara yang sedang menyeret seorang gadis bangsawan dan
begitu ia mengerahkan tenaga, perajurit yang nyeleweng itu terlempar jauh,
menjerit ketakutan dan ketika jatuh ke atas tanah ia tak dapat bergerak lagi.
Ling Ling yang dibantu pula oleh ibunya lalu bergerak cepat dan tujuh orang
perajurit yang berlaku sewenang-wenang itu sebentar saja menggeletak semua dalam
keadaan terluka hebat. Tentu saja para anggauta tentara lainnya yang melihat kawan-kawan mereka dihajar
oleh dua orang wanita itu, lalu beramai-ramai menyerbu dan mengeroyok. Sebagian
besar di antara mereka berlumba untuk dapat menangkap Ling Ling yang demikian
cantik jelita. Akan tetapi mereka itu kecele, karena gadis manis ini bukanlah sembarangan orang
yang dapat ditangkap begitu saja. Belum juga mereka dapat mengulur tangan, tubuh
Koleksi Kang Zusi mereka telah roboh kena pukulan atau tendangan Ling Ling dan ibunya yang
mengamuk bagaikan dua ekor naga betina yang marah.
Sudah menjadi lazim bahwa di antara anggauta tentara terdapat rasa setia kawan
yang amat besar. Mereka tentu saja selalu membantu kawan-kawan mereka tanpa
memeriksa dulu apakah kawan-kawan itu bertindak salah atau bertindak benar.
Demikianlah, makin banyaklah perajurit-perajurit yang mengurung dan mengeroyok
Ling Ling dan ibunya, bahkan kini mereka itu telah mencabut senjata dan kini tak
seorangpun yang ingin menangkap dan memeluk Ling Ling, melainkan menyerang
dengan maksud membunuh. Ling Ling dan ibunya sudah terlampau banyak merobohkan
kawan-kawan mereka, melukai bahkan membunuh. Kini mereka mengamuk dan mengeroyok
dua orang wanita itu untuk dibunuh.
Akan tetapi, keroyokan yang sungguh-sungguh ini bahkan membuat Ling Ling dan
ibunya makin menjadi marah. Kini Ling Ling dan tidak ragu-ragu lagi untuk
mencabut pedangnya dan berkelebatlah sinar merah mengamuk dengan hebat sekali.
Para perwira yang mendengar keributan itu mulai tertarik dan datang ke tempat
itu. Akan tetapi mereka juga tidak berdaya menghadapi Ling Ling yang sudah menjadi
amat marah itu. "Tidak tahunya pemberontak-pemberontak yang menggulingkan pemerintahan lama
adalah perampok-perampok jahat!" seru Ling Ling di antara amukannya. "Sama
halnya dengan mengusir harimau mendatangkan srigala! Ibu, mari kita basmi mereka
semua ini!" "Ling Ling!" teriak Sui Giok sambil memutar pedangnya, "jangan sembarangan
membunuh! Cukup asal kau menjatuhkan mereka dengan melukai kaki mereka saja.
Tak perlu kita melakukan pembunuhan. Lebih baik kita melaporkan kepada panglima
yang berkuasa!" Betapapun juga, Sui Giok masih lebih sabar dan dapat menduga bahwa tidak semua
perajurit berlaku sewenang-wenang terhadap penduduk kota itu yang sebagian besar
terdiri dari para bangsawan. Akan tetapi mana Ling Ling mau menaruh hati kasihan
kepada para pengeroyoknya"
Pada saat itu, terdengar bentakan keras, "Semua perajurit, mundur!" Dan
berkelebatlah bayangan yang gesit sekali menghadapi Ling Ling dan Sui Giok.
Perajurit-perajurit yang tadinya mengeroyok dua orang wanita itu, ketika melihat
siapa orangnya yang datang, menjadi lega dan cepat melakukan perintah itu, dan
melompat mundur menjauhi kedua orang wanita itu.
Ling Ling dan Sui Giok memandang dan mereka melihat seorang pemuda dengan pedang
bersinar gemilang di tangan kanan berdiri dengan gagahnya. Adapun Sian Lun
Koleksi Kang Zusi ketika melihat Ling Ling, ia menjadi kagum sekali dan untuk beberapa lama tak
dapat mengeluarkan suara. Tak terasa lagi mereka berdua saling pandang sampai
lama sekali dan akhirnya Sian Lun menjadi merah mukanya.
Bagaimana ia bisa tertarik kepada seorang gadis yang agaknya membantu kaisar dan
telah merobohkan banyak sekali anak buahnya. Akan tetapi, untuk menegur gadis
itu, hatinya merasa berat sekali.
Ketika melihat wanita kedua, seorang nyonya setengah tua yang juga cantik
sekali, ia lalu menegur, "Toanio, mengapakah kau dan kawanmu mengamuk dan membunuh banyak perajurit"
Apakah kalian ini menjadi pembela-pembela kaisar lalim?"
Akan tetapi sebelum Sui Giok sempat menjawab, Ling Ling sudah mendahului ibunya
dan membentak. "Kaukah yang mengepalai semua bangsat-bangsat perampok ini" Bagus, kalau begitu
rasakan tajamnya pedangku!" Sambil berkata demikian, Ling Ling lalu maju
menyerang dengan pedangnya yang bersinar merah.
Sian Lun menjadi mendongkol dan marah sekali. Nona ini ternyata amat galak dan
telah berani memaki perajurit-perajuritnya sebagai bangsat perampok. Tanpa
banyak cakap iapun menangkis serangan itu dengan pedang Gi-tiang-kiam dan
membalas dengan serangan yang tak kalah hebatnya.
Terkejutlah keduanya ketika pedang mereka bertemu, karena mereka merasa betapa
telapak tangan mereka pedas dan tergetar, sedangkan kedua pedang itu
mengeluarkan titik bunga api. Pertempuran dilanjutkan dengan hebat dan makin
lama keduanya menjadi makin heran, kagum dan kaget. Ilmu pedang lawan benar-
benar kuat dan tinggi sekali. Mereka sama gesit, sama kuat dan sama pandai.
Betapun juga, lambat laun Ling Ling merasa betapa ilmu pedang pemuda itu benar-
benar amat mengagumkan dan gerakannya lebih tenang dan kuat dari pada gerakan
pedangnya sendiri. Memang, sesungguhnya Sian Lun masih menang sedikit ilmu
pedangnya, karena selain ia telah menerima gemblengan dari suhunya, Beng To
Siansu, iapun telah mewarisi ilmu pedang Pek-sim-kiam-hoat dari Liang Gi Cinjin.
Seratus jurus telah lewat akan tetapi kedua orang muda itu masih saling serang
dengan hebatnya. Biarpun dalam keadaan terdesak, gadis yang tabah itu tidak
menjadi gentar, bahkan ia lalu mengerahkan seluruh kepandaian dan tenaganya
untuk merobohkan lawan. Bagi Sian Lun, ia makin tertarik kepada gadis ini dan
hatinya tidak tega untuk melukainya. Maka ia berlaku hati-hati dan tidak mau
melakukan serangan-serangan maut, sehingga keadaan mereka tetap berimbang.
Sui Giok merasa gelisah sekali. Ia maklum bahwa kalau dilanjutkan, puterinya
akan Koleksi Kang Zusi kalah. Akan tetapi, bagaimana ia dapat membantu"
"Ling Ling, hayo kita pergi dari sini!" teriaknya berulang-ulang karena kini
para perwira lainnya telah mengurung tempat itu dan keadaan mereka amat
terancam. "Tidak, ibu. Sebelum aku berhasil merobohkan cacing tanah ini, aku tidak mau
pergi?" jawab Ling Ling yang merasa penasaran sekali.
Beberapa orang perwira hendak maju membantu Sian Lun, akan tetapi begitu Sui
Giok memutar pedangnya menghadapi mereka, senjata tiga orang perwira telah
terpental dan tubuh mereka kena disapu oleh kaki Sui Giok sehingga terguling-
guling. Melihat kehebatan nyonya ini, terkejutlah semua perwira dan mereka tidak berani
lagi maju mendekati. Pada saat itu, berkelebat bayangan orang tinggi besar dan terdengarlah seruannya
yang menggeledek dan berpengaruh sekali.
"Sian Lun, tahan! Nona pedang merah, harap kau bersabar dulu!"
Mendengar seruan ini, Sian Lun lalu melompat mundur, karena yang datang adalah
Jenderal Li Goan sendiri. Juga Ling Ling ketika melihat jenderal besar ini,
menahan pedangnya. Akan tetapi ia berdiri tegak dan memandang kepada jenderal
itu dengan pandangan mata tajam.
"Kau mau apa, goanswe?" tanyanya angkuh.
Li Goan tersenyum dan berkata, "Kau dan panglimaku ini bertempur bagaikan dua
ekor naga sakti saja! Sungguh hebat, sungguh indah dilihat, akan tetapi amat
berbahaya!" Kemudian ia berpaling kepada Sui Giok dan mengangkat tangan memberi
hormat, lalu berkata kepada ibu dan anak itu.
"Jiwi lihiap, baru kemaren jiwi membantu barisanku mengalahkan barisan kaisar,
akan tetapi mengapa hari ini jiwi telah melakukan hal sebaliknya" Mengapa jiwi
menyerang para perajuritku dan bahkan menyerang panglimaku" Sungguh aneh sekali
jiwi ini, kemaren menjadi pembantu sekarang menjadi lawan!"
Jenderal ini bicara dengan suara yang jelas, tenang dan muka terang sehingga Sui
Giok merasa malu. Akan tetapi Ling Ling menudingkan pedangnya kepada semua
perajurit yang menggeletak di situ sambil berkata keras.
"Kemaren yang kami bantu adalah barisan orang-orang gagah yang berjuang
menumbangkan kekuasaan raja lalim. Akan tetapi hari ini kami menyerang barisan
perampok yang berlaku sewenang-wenang, merampok, membunuh, dan menculik wanita.
Apanya yang aneh dalam perbuatan kami" Kaulah orangnya yang aneh, goanswe!
Kemaren kau memimpin pasukan pejuang, apakah hari ini kau hendak membela dan
memimpin perampok-perampok jahat macam ini?"
Mendengar ucapan ini, bukan main malu dan marahnya jenderal itu. Mukanya yang
Koleksi Kang Zusi gagah itu menjadi merah sampai ke telinganya. Tanpa menjawab kata-kata Ling
Ling, ia memandang kepada seorang perajurit yang terluka, menghampirinya lalu
menjambak rambutnya, dipaksa berdiri.
"Siapa yang memimpin perampokan ini?" tanyanya dengan suara bagaikan harimau
mengaum. Perajurit yang terluka pahanya oleh pedang Ling Ling itu, menjadi pucat dan
dengan bibir gemetar dan tubuh menggigil ia menjawab.
"Hamba......, hamba hanya terbawa-bawa, yang menjadi biang keladinya adalah Ciu-
twako itu........." Ia menuding ke arah seorang perajurit yang patah tulang
pundaknya dan rebah merintih-rintih di atas tanah.
Jenderal Li Goan melepaskan jambakannya, akan tetapi ia menendang tubuh
perajurit itu sehingga tubuh itu terpental jauh dalam keadaan tak bernyawa lagi.
Kemudian menghampiri perajurit she Ciu yang kini memandang dengan mata
terbelalak takut. Semua orang, termasuk Ling Ling, Sui Giok, dan Sian Lun, memandang dengan diam
tak mengeluarkan sedikitpun suara. Demikian pula para perajurit dan perwira.
Keadaan menjadi sunyi sekali.
"Kau mengaku telah membawa kawan-kawanmu merampok dan menculik wanita-wanita?"
tanyanya dengan suara mengguntur.
Perajurit itu tidak berani mengeluarkan suara, bahkan tidak berani pula menatap
pandang mata pemimpin besar itu. Ia menundukkan kepalanya dan tubuhnya menggigil
seperti orang kedinginan.
"Jawab!" Jenderal Li Goan membentak.
"Hamba..... hamba hanya merampok...... bangsawan-bangsawan ....... kaki tangan
kaisar........" "Bagaimana bunyi larangan ketiga dan kelima?" suara Jenderal Li mengguntur lagi.
"Ketiga..... tidak boleh merampok......, kelima .... tidak boleh mengganggu
wanita....." "Bedebah, kau masih ingat larangannya, namun tetap kau langgar!" Srrrrt! Pedang
yang mengeluarkan cahaya kuning tercabut dari pinggang jenderal itu dan sekali
ia ayunkan pedangnya, putuslah leher perajurit yang menyeleweng tadi.
Jenderal Li Goan lalu mengangkat pedang Oei Hong Kiam tinggi-tinggi, dan berkata
dengan suara keras terhadap semua perwira dan perajurit.
"Dengarlah semua, hai patriot-patriot bangsa sejati. Kalian telah mencucurkan
peluh, mengeluarkan darah, mempertaruhkan nyawa untuk membela bangsa dan
mengusir penindas rakyat. Perjuanganmu itu baru disebut suci dan bermanfaat
apabila tidak kalian kotori dan nodai sendiri dengan perbuatan-perbuatan jahat
seperti yang telah Koleksi Kang Zusi
dilakukan oleh manusia-manusia ini. Jangan menjadi pelindung rakyat hanya di
mulut saja, akan tetapi dihati selalu mencari kesempatan untuk memeras rakyat
jelata. Contohnya perajurit yang kupenggal lehernya ini, siapa saja yang berani
melakukan pelanggaran seperti dia, pedangku ini akan memenggal lehernya."
bagian 13 Pertemuan Di Ruang Sidang Pengadilan.
Setelah berkata demikian, Jenderal Li Goan hendak memberi hormat kepada Sui Giok
dan Ling Ling, akan tetapi ibu dan anak itu memandangnya dengan mata terbelalak.
Pandangan mata Ling Ling dan Sui Giok sebenarnya bukan tertuju kepada wajah
jenderal itu melainkan kepada pedang Oei Hong Kiam yang diangkat tinggi-tinggi
oleh Jenderal Li Goan. "Oei Hong Kiam ......!" berseru Ling Ling dan ibunya hampir berbareng dan tiba-
tiba wajah mereka menjadi beringas. Inilah pedang peninggalan Panglima Kam Kok
Han yang telah dirampas oleh pembunuhnya. Sebelum menarik napas terakhir, Bu Lam
Nio telah berpesan agar mereka berdua mencari dan membunuh pemegang pedang Oei
Hong Kiam! Bagaikan mendapat komando, serentak Ling Ling dan Sui Giok menubruk maju dengan
pedang mereka, menyerang Jenderal Li Goan yang sama sekali tidak menyangkanya.
Baiknya jenderal besar ini memiliki ilmu silat tinggi, maka ketika dua pedang
itu menyambarnya, ia masih dapat menangkis pedang Sui Giok dan mengelakkan diri
dari tusukan pedang merah di tangan Ling Ling yang menyambar lehernya. Namun
gerakan Ling Ling amat cepatnya sehingga biarpun jenderal itu berhasil
menyelamatkan nyawanya masih saja ujung pundaknya terbabat sehingga baju dan
kulit pundaknya terobek oleh ujung pedang.
"Eh, gilakah kalian?" Jenderal Li Goan masih sempat berseru kaget, dan Sian Lun
lalu menyerbu ke depan menghadapi amukan Ling Ling yang amat berbahaya ilmu
pedangnya itu. Juga semua perwira mengurung maju sambil berteriak-teriak.
"Tangkap pemberontak wanita! Bunuh mereka!"
Ada pula yang berseru, "Mereka adalah siluman kejam! Bunuh!"
Ling Ling tertawa bergelak dan dengan suara yang menyeramkan ia berseru, Koleksi
Kang Zusi "Hayo, majulah! Keroyoklah Cialing Mo-li dan Toat-beng Mo-li! Kami tidak takut!
Pemegang Oei Hong Kiam harus mampus di tangan kami!" Ia terus mengejar Jenderal
Li Goan, akan tetapi oleh karena Sian Lun menghalanginya, dengan sengit dan
marah sekali ia lalu menyerang Sian Lun sehingga kembali ia bertempur dengan
hebatnya menghadapi pemuda kosen itu.
Nama Cialing Mo-li dan Toat-beng Mo-li sudah terkenal sekali, karena nama ini
telah banyak diceritakan orang. Maka mendengar nama ini, terkejutlah semua
orang, termasuk Sian Lun dan Jenderal Li Goan.
Akan tetapi jenderal yang berpengalaman ini tidak mau melihat wanita gagah itu
terbunuh, karena ia pikir tentu ada apa-apanya di belakang yang mereka hendak
membunuhnya. Apalagi ucapan Ling Ling yang terakhir, yang menyatakan bahwa
pemegang pedang Oei Hong Kiam harus mati di tangan mereka, amat menarik hatinya.
"Sian Lun, jangan bunuh mereka! Tangkap mereka hidup-hidup! Ini merupakan


Wanita Iblis Pencabut Nyawa Toat Beng Mo Li Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perintah!" katanya keras sehingga terdengar oleh semua perwira yang beramai-
ramai mengurung ibu dan anak itu.
Para perwira ketika mendengar perintah ini lalu mengambil tambang dan jala, dan
beramai-ramai mereka melemparkan jala dan tambang ke arah kedua orang wanita
yang mengamuk bagaikan kerbau gila itu. Dikeroyok demikian banyak orang,
terutama sekali menghadapi pedang Sian Lun yang luar biasa, akhirnya Ling Ling
dan Sui Giok dapat tertutup oleh jala.
Mereka memberontak dan dengan pedang mereka, banyak jala yang putus-putus dan
banyak pula perwira yang terkena bacokan sehingga terluka. Akan tetapi, selagi
mereka meronta-ronta di dalam jala, Sian Lun lalu menghampiri Ling Ling dan
dengan cepat sekali lalu menotok pundak gadis itu di jalan darah tai-hwi-hiat
sehingga lemaslah tubuh Ling Ling.
Jenderal Li Goan juga melompat ke dekat Sui Giok dan jenderal yang berkepandaian
tinggi ini menyontoh tindakan Sian Lun dengan tiam-hoatnya yang dipelajarinya
dari ilmu totokan Siauw-lim-pai, maka robohlah Sui Giok dengan tubuh lemas pula.
Koleksi Kang Zusi "Tahan mereka dan hadapkan kepada pengadilan tertinggi untuk diperiksa!"
jenderal itu memerintahkan kepada para perwiranya. "Akan tetapi harus
memperlakukan mereka baik-baik!"
Setelah berkata demikian, ia mengajak Sian Lun masuk ke dalam istana untuk
melanjutkan usaha perkembangan selanjutnya agar pemerintahan yang baru dapat
berjalan lancar. ****** Pada keesokan harinya, Kwee Siong dengan pakaian kebesaran telah duduk di
belakang meja besar di dalam istana di ruang lebar bagian persidangan pengadilan
kaisar. Pembantu-pembantunya telah menduduki tempat masing-masing dan di kanan
kiri siap menjaga empat belas orang perwira yang berpakaian indah dan bersikap
gagah. Empat orang algojo yang bertubuh tinggi besar bagaikan raksasa berdiri di
kanan kiri pula, diam tak bergerak bagaikan patung.
Suasana di ruang pengadilan sepi sunyi, tidak ada seorangpun berani mengeluarkan
suara. Memang Kwee Siong terkenal amat memegang aturan dan melarang orang-orang
membuat gaduh apabila ia sedang mengadakan pemeriksaan terhadap para pesakitan.
Ia amat manis budi akan tetapi memegang disiplin teguh sekali. Di dalam
pemeriksaan, ia amat jujur dan adil, pandai sekali memancing omongan pesakitan.
Pandai pula ia mengangkat dan menyanjung-nyanjung pesakitan untuk kemudian
dibantingnya sehingga banyaklah para pesakitan yang tadinya mati-matian
menyangkal perbuatannya, terkena bujuk dan masuk dalam perangkap sehingga tanpa
diminta lagi mereka itu dengan sukarela telah mengakui semua perbuatannya.
Di dalam pekerjaan ini, sistim yang dipergunakan oleh Kwee Siong jauh berbeda
dengan sistim pengadilan di masa itu. Biasanya, seorang hakim mengandalkan alat
penyiksaan untuk memaksa pesakitan mengakui perbuatannya.
Pendapat Kwee Siong lain lagi, karena menurut pendapatnya, pemeriksaan
mengandalkan alat penyiksaan ini banyak sekali membuat orang-orang yang tidak
bersalah terpaksa mengakui perbuatan pelanggaran yang sebenarnya tidak
dilakukan, semata-mata karena tidak tahan terhadap siksaan-siksaan tadi. Dengan
demikian terkenal di zaman itu banyak sekali orang tidak berdosa terpaksa
menjalani hukuman, karena terpaksa mengakui perbuatan kejahatan yang tidak
dilakukannya, dipaksa oleh alat-alat penyiksa tadi.
Algojo-algojo atau tukang-tukang penyiksa yang seperti raksasa itu diadakan di
situ oleh Kwee Siong hanya untuk menakut-nakuti saja, dan mereka berempat ini
jarang Koleksi Kang Zusi sekali turun tangan. Setelah memeriksa surat-surat tuduhan dan laporan dari para pesakitan yang
banyak sekali jumlahnya, Kwee Siong lalu memanggil nama seorang pesakitan.
Dengan amat lancar dilakukan tanya jawab dan pemeriksaan terhadap para
pesakitan, seorang demi seorang.
Cara memutuskan sesuatu perkara amat bijaksana dan kadang-kadang membuat para
pembantunya diam-diam saling pandang dengan terheran-heran. Sebagai contoh dari
pada kebijaksanaan pemeriksaan dan keputusan Kwee Siong yang dianggap aneh oleh
para pendengarnya, adalah dua hal sebagai berikut.
Seorang bangsawan tua yang dekat dengan keluarga kaisar, ketika dibawa menghadap
di ruangan itu, tidak mau berlutut di depan meja pengadilan.
"Berlutut!" bentak seorang algojo sambil memaksanya untuk berlutut. Karena
tenaga algojo itu amat kuat, maka bangsawan tua itu terpaksa berlutut. Akan
tetapi, begitu ia berlutut dan tangan algojo yang menekan pundaknya dilepaskan,
ia berdiri lagi dengan tegak dan memandang kepada Kwee Siong dengan mata
menentang. "Tua bangka kurang ajar! Kau harus berlutut!" Alagojo itu berseru lagi dan
mengangkat tangannya untuk mengancam bangsawan itu, akan tetapi terdengar Kwee
Siong berkata. "Biarkan saja!" Kemudian ia memandang kepada bangsawan itu dengan sabar, dan ia
mengenal bangsawan itu yang bukan lain adalah Cin Kui Ong, seorang yang
berpangkat kepala urusan kebudayaan di zaman pemerintah Sui.
"Kiranya Cin Kui Ong taijin yang berdiri dihadapanku," hakim ini berkata tenang,
"kerajaan Sui telah musnah, apakah kau masih saja berkeras kepala dan hendak
melakukan perlawanan dengan sikapmu yang angkuh?"
Cin Kui Ong meludah ke atas tanah dengan sikap yang menghina sekali. "Cih!
Kerajaan boleh musnah, akan tetapi kesetiaanku takkan musnah, biarpun kau akan
memenggal leherku. Aku Cin Kui Ong tidak boleh dipersamakan dengan segala
siauwjin (orang rendah) she Kwee yang tidak ingat budi. Kau dulu mendapat
anugerah kaisar dan sekarang kau berbalik memihak pemberontak. Apakah kau tidak
malu menghadapi nenek moyangmu?"
Seorang algojo hendak turun tangan membungkam mulut yang amat menghina itu, akan
tetapi Kwee Siong memberi tanda agar bangsawan itu dibiarkan saja bicara.
"Orang she Kwee!" Cin Kui Ong melanjutkan bicaranya dengan semangat membubung
tinggi dan muka merah. "Telah beberapa keturunan aku orang she Cin mengabdi
kepada kaisar, mengalami jatuh bangunnya kerajaan, akan tetapi belum pernah
keluargaku berlaku khianat. Kami adalah orang-orang setia yang tidak akan takut
Koleksi Kang Zusi menerima datangnya hukuman dari pihak pemberontak keji. Bagi kami, lebih baik
mati sebagai seorang pahlawan terhadap kaisar!"
"Bagus, Cin Kui Ong! Kau masih bisa bicara tentang kepahlawanan dan kegagahan.
Memang tepat sekali ucapanmu bahwa orang harus menjunjung tinggi kesetiaan, akan
tetapi lupakah kau bahwa diatasnya kesetiaan masih terdapat kebajikan,
prikemanusiaan, dan keadilan" Apakah benar-benar kau tidak melihat betapa Kaisar
Yang Te berlaku amat lalim dan tidak memperdulikan keadaan rakyat jelata"
Lupakah kau betapa ratusan laksa jiwa rakyat kecil dikorbankan hanya untuk
kesenangan dan nafsu dari kaisar yang angkara murka itu" Tidak tahu pulakah kau
betapa pembesar-pembesar tinggi berlaku korup, memeras rakyat, menggendutkan
kantongnya dan perutnya sendiri tanpa memperdulikan keluh kesah dan penderitaan
rakyat?" "Tak usah kau memberi petuah kepadaku, Kwee Siong! Dalam hal ini, kau yang masih
muda mana dapat melampaui pengalamanku. Aku tahu, tidak buta mataku, aku tahu
akan semua itu, akan tetapi aku orang she Cin tidak pernah melakukan hal-hal
semacam itu. Betapapun juga, kami adalah orang-orang yang patuh akan kewajiban,
tidak sudi memeras rakyat, tidak sudi berlaku korup, patuh dan setia dengan
setulusnya hati!" Kwee Siong tertawa, "Kesetiaan membuta, ketulusan yang timbul dari hati lemah.
Eh, orang she Cin, pernahkah kau yang melihat segala ketidak adilan itu menegur
kaisar" Pernahkah kau turun tangan menghalangi kawan-kawan sejawatmu yang melakukan
pekerjaan terkutuk itu?"
Untuk pertanyaan ini, Cin Kui Ong tak dapat menjawab. Akhirnya ia membela diri.
"Urusan orang lain bukanlah urusanku. Kewajibanku telah kuselesaikan dengan hati
bersih. Perduli apa dengan urusan orang lain. Thian tidak buta dan semua orang
yang berbuat jahat pasti akan mendapat hukumannya sendiri."
"Nah, itulah kelemahanmu, Cin-taijin! Kegagahan tanpa disertai keadilan dan
kebajikan akan menjadi kegagahan yang merusak. Kesetiaan tanpa disertai
pertimbangan dan prikemanusiaan akan menjadi kesetiaan yang palsu. Setialah
orang-orang yang berani menegur dan memperingatkan junjungannya dari pada
kesesatan. Setialah orang-orang yang berani melakukan hal itu, tanpa
memperdulikan nasib sendiri, tidak takut menghadapi murka raja. Rakyat menderita
hebat, yang makmur hanyalah orang-orang yang memegang pangkat, akan tetapi kau
membutakan mata terhadap nasib rakyat jelata. Aku dapat melihat hal itu dan aku
membantu perjuangan rakyat yang memang sudah seadil-adilnya. Pemimpin yang tidak
pandai membawa rakyat ke arah kemakmuran sudah tak layak lagi disebut pemimpin.
Kaisar diangkat bukan untuk menyenangkan diri sendiri, melainkan untuk Koleksi
Kang Zusi berusaha ke arah kemakmuran rakyatnya, kekuatan negaranya!"
Mendengar uraian ini, diam-diam Cin Kui Ong menjadi kagum sekali. Terbukalah
matanya bahwa kesetiaannya terhadap pemerintah Sui itu sama halnya dengan
mendorong dan membela kejahatan merajalela. Akan tetapi, ia tetap mengangkat
dada dan berkata. "Kalau begitu, biarlah aku mengaku bahwa pemerintah Sui memang buruk. Dan
sebagai seorang pembesar dari pemerintah yang buruk, aku siap untuk dihukum
mati. Biarlah aku membayar kesalahan kerajaan Sui dengan kesetiaan dan nyawaku!"
Kwee Siong tersenyum girang. Ia memberi tanda kepada penjaga dan berkata,
"Bebaskan dia! Kembalikan gedungnya yang disita dan bebaskan pula semua
keluarganya!" "Kwee Siong, kau menghinaku!" Cin Kui Ong berkata marah. "Lebih senang hatiku
kalau kau menjatuhi hukuman mati kepadaku!"
Akan tetapi Kwee Siong menggelengkan kepalanya. "Tidak, Cin-taijin. Orang-orang
bersemangat kesatria dan berjiwa pahlawan seperti kau amat dibutuhkan oleh
rakyat yang perlu dipimpin. Pemerintahan baru membutuhkan tenagamu, dan kalau
kau memang mencinta nusa dan bangsa, tentu kau akan suka menyumbangkan
tenagamu!" Demikianlah, Cin Kui Ong yang terheran-heran itu didorong keluar dari ruang
sidang itu dan disuruh pulang. Hal ini amat mengherankan semua orang, akan
tetapi perhitungan Kwee Siong memang tepat.
Sebelumnya ia memang telah tahu bahwa pembesar ini termasuk di antara para
pembesar yang jujur dan adil, dan setelah kini dikeluarkan, ternyata kelak Cin
Kui Ong akan merupakan seorang pembesar yang amat baik dan membantu lancarnya
roda pemerintahan yang baru.
Keputusan kedua yang dijatuhkan kepada seorang pembesar muda bernama Oei Lok Cun
juga mengherankan semua orang. Pembesar ini usianya baru tiga puluh tahun lebih
dan tadinya ia berpangkat kepala bagian perbendaharaan.
Seperti juga Cin Kui Ong, ia ditawan sebelum sempat melarikan diri, karena ia
tidak dapat pergi meninggalkan gedungnya yang penuh dengan harta bendanya.
Sebelum melakukan pemeriksaan, Kwee Siong sudah membuat catatan riwayat hidup
dan keadaan seorang pesakitan, maka ia tahu bahwa pembesar muda she Oei ini
dulunya terkenal sebagai seorang pembesar tukang korupsi. Betapapun juga, ia
hendak melihat sikapnya dulu, baru mengambil keputusan.
Begitu dihadapkan dengan Kwee Siong, Oei Lok Cun lalu menjatuhkan diri berlutut
tanpa berani mengangkat mukanya.
Koleksi Kang Zusi Atas pertanyaan Kwee Siong, Oei Lok Cun menjawab bahwa dia adalah seorang bekas
pembesar bagian perbendaharaan, mempunyai seorang putera dan tidak ikut
mengungsi dengan kaisar karena katanya ia hendak tunduk terhadap pemerintah yang
baru. "Oei Lok Cun!" Kwee Siong membentak dengan suara keras. "Kau kini menyatakan
hendak tunduk terhadap pemerintahan yang baru, apakah kau tahu siapakah para
pemberontak yang kini menggulingkan kaisar?"
"Hamba tahu, hamba tahu!" jawab Oei Lok Cun cepat-cepat. "Yang menggulingkan
kaisar adalah Jenderal Li Goan yang gagah perkasa dan adil."
Marahlah Kwee Siong mendengar jawaban ini. "Bodoh! Tidak terbukalah matamu bahwa
Li-goanswe hanya menjadi pemimpin yang terpilih oleh rakyat" Rakyat jelatalah
yang menggulingkan pemerintah kaisar lalim. Tahukah kau" Rakyat jelata yang
telah lama terinjak-injak dan tercekik yang bangkit menggulingkan kaisar!"
"Betul..... betul......" kata Oei Lok Cun gagap. "Hamba tadi lupa, rakyat
jelatalah yang gagah berani yang memberontak dan menggulingkan raja lalim!"
Kwee Siong tersenyum menyindir. Manusia yang tak dapat dipercaya, makinya di
dalam hati. Anjing penjilat yang berbahaya.
"Hm, sekarang kau menyebut rakyat jelata yang gagah berani" Akan tetapi berapa
banyak sudah uang suapan yang kau terima pada waktu rakyat diperas dan dipaksa
menjadi pekerja paksa?"
Pucatlah muka Oei Lok Cun mendengar tuduhan ini. Dengan bibir gemetar dan tubuh
menggigil, ia berkata, "Itu..... itu..... hamba terpaksa......, taijin!"
"Terpaksa bagaimana?"
"Hamba..... hamba hanya menurut perintah kaisar...... hamba ...... hamba tidak
memakai uang itu...... kalau taijin kehendaki, sekarang juga hamba akan
kembalikan semua uang itu..... sungguh mati, hamba tidak menggunakan uang itu,
hamba mau menyerahkan kembali kepada taijin....."
"Tutup mulutmu!" Kwee Siong membentak marah karena merasa ia akan diberi suapan
secara demikian berterang dan tak tahu malu. "Kau kira aku semacam engkau" Kau
bilang bahwa kau sekarang hendak menurut dan tunduk kepada pemerintah baru"
Betul-betul kau bersumpah bahwa kau akan membantu kami?"
Gembiralah wajah Oei Lok Cun karena mendapat harapan baru.
"Tentu saja, taijin! Hamba bersumpah untuk membela dan bersetia, hamba suka
membantu dengan jiwa raga hamba!"
Hampir saja Kwee Siong tertawa bergelak mendengar omong kosong ini. "Nah, bagus
kalau begitu," katanya menahan senyum, "sekarang kaisar telah melarikan diri dan
Koleksi Kang Zusi kami membutuhkan tentara untuk mengejar dan menawannya. Kau harus membantu dan
berjuang di garis depan, menghadapi tentara penjaga kaisar."
Bukan main terkejutnya Oei Lok Cun mendengar ucapan ini.
"Ampun, taijin! Hamba seorang yang lemah, tak pernah memegang senjata! Biarlah
hamba membantu dengan harta benda hamba saja, untuk membeli ransum.
Hamba....... hamba bersedia berjuang di garis paling belakang saja!"
Habislah kesabaran Kwee Siong. Ia memberi tanda kepada penjaga dan memutuskan,
"Masukkan pengecut dan penjilat ini ke dalam penjara. Hukumannya sepuluh tahun,
harta bendanya disita, ditinggalkan sepuluh bagian untuk putera dan
keluarganya!" Oei Lok Cun menangis dan mengeluh panjang pendek ketika ia diseret keluar.
Seorang pembantu Kwee Siong yang duduk di sebelah kiri hakim itu dan yang
tergerak hatinya oleh keluh kesah bekas pembesar kerajaan Sui itu memandang
kepada Kwee Siong dengan mata memohon penjelasan.
"Orang macam itu," kata Kwee Siong dengan sabar, "adalah orang yang amat
berbahaya. Dalam keadaan negara aman, ia selalu berusaha untuk mengumpulkan
kekayaan, tak perduli dengan jalan korupsi atau memeras rakyat. Kalau negara
berada dalam bahaya, ia menyembunyikan diri, dalam persiapan perang ia selalu
melepaskan diri mempergunakan uangnya.
Kalau peperangan selesai, ia akan gembar gembor menonjolkan diri sebagai
pahlawan terbesar dan menuntut jasa. Ia pengecut dan penjilat, berusaha menyuap
pembesar atasannya dan mencekik pekerja bawahannya."
Penjelasan ini membuat semua orang menahan napas karena kagum dan takut. Kalau
ada di antara para pembantu itu yang bercita-cita seburuk kelakuan Oei Lok Cun,
akan lenyaplah cita-cita itu bagaikan asap tertiup angin.
Demikianlah, Kwee Siong memeriksa semua tawanan dan pesakitan dengan caranya
sendiri, penuh kebijaksanaan, kewaspadaan, dan keadilan. Banyak yang dibebaskan,
ada pula yang dihukum mati atau dihukum sampai bertahun-tahun.
Ketika tiba giliran dua orang pesakitan wanita yang di dalam laporan disebut
sebagai Toat-beng Mo-li dan Cialing Mo-li, ia mengerutkan keningnya. Disangkanya
bahwa kedua orang wanita itu tentulah perampok-perampok jahat yang mempergunakan
kesempatan dalam peperangan itu untuk melakukan kejahatan, Akan tetapi ketika ia
membaca laporan itu mendapat kenyataan bahwa dua orang wanita itu menyerang dan
melukai Jenderal Li Goan, ia menjadi terkejut sekali.
"Bawa ke sini seorang demi seorang!" perintahnya.
Tak lama kemudian dari luar terdengar suara ribut-ribut dan seorang gadis muda
yang cantik jelita diseret masuk. Gadis ini adalah Ling Ling yang diikat kedua
kaki Koleksi Kang Zusi tangannya akan tetapi gadis itu masih berusaha meronta-ronta. Kalau saja ia
tidak dalam keadaan tertotok maka ia akan dapat membuat tali-tali yang mengikat
kaki tangannya itu akan putus semua.
"Hati-hatilah, jahanam-jahanam biadab!" desisnya dengan suaranya yang merdu dan
nyaring sekali. "Kalau aku dapat bebas, aku akan patahkan lehermu seorang demi
seorang." Ketika ia diseret di depan Kwee Siong, Ling Ling berdiri tegak dan memandang
kepada pembesar ini dengan mata tajam dan penuh kebencian. Akan tetapi Kwee
Siong memandangnya dengan senyum ramah dan pandang mata lembut, sehingga Ling


Wanita Iblis Pencabut Nyawa Toat Beng Mo Li Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ling merasa heran dan juga jengah. Dengan heran ia merasa betapa kemarahannya
mencair menghadapi wajah pembesar yang bermata tajam dan bermuka ramah itu.
Pada saat itu, seorang perwira datang dan menyerahkan sepucuk surat kepada Kwee
Siong. Ketika Kwee Siong membaca surat itu, ternyata itu adalah surat dari Li
Goan yang minta agar supaya Kwee Siong menyelidiki keadaan kedua orang wanita
yang mengamuk itu dengan seksama dan teliti. Dalam suratnya ini, Li Goan
menceritakan betapa di dalam perjalanannya menyerbu kota raja, kedua orang
wanita itu telah membantunya mati-matian dan jasa mereka amat besar.
"Nona, siapakah namamu?" tanyanya setelah membaca surat itu.
"Perlu apa bertanya lagi. Aku disebut Iblis Wanita dan aku sudah kalah karena
keroyokan yang pengecut sekali. Aku sudah tertangkap, mau bunuh boleh bunuh,
buat apa banyak tanya?"
"Kau gagah berani sekali, nona. Sayang sekali seorang gadis yang masih muda
seperti kau, seorang yang masih banyak harapan di hari depan, yang seharusnya
menjadi seorang calon ibu yang bijaksana, seorang berkepandaian tinggi yang
seharusnya menjadi pejuang yang amat dibutuhkan oleh rakyat, kau ternyata telah
tersesat sedemikian jauhnya. Sungguh sayang sekali kau menerima pelajaran ilmu
kepandaian setinggi itu, kalau hanya kau pergunakan untuk membunuh Jenderal Li
Goan, pemimpin besar dari rakyat jelata!"
Kata-kata pertama yang dikeluarkan oleh Kwee Siong mengharukan hati Ling Ling
sehingga hampir saja ia mengeluarkan air matanya. Akan tetapi ucapan terakhir
itu memanaskan hatinya sehingga ia menjawab marah,
"Kau ini siapakah maka berani bicara tentang kegagahan" Siapa yang tersesat" Aku
selamanya membela rakyat dan membenci kaisar lalim dan pembesar terkutuk. Aku
mengamuk dan membunuh perajurit-perajuritmu karena mereka merampok dan menculik
wanita!" Koleksi Kang Zusi Kwee Siong tersenyum dan mengangguk-angguk. "Aku sudah tahu, nona. Aku sudah
tahu pula betapa kau dan kawanmu yang seorang lagi telah membantu perjuangan
Jenderal Li Goan. Akan tetapi, mengapa kau tiba-tiba menyerang Jenderal Li Goan"
Mengapa kau dan kawanmu tiba-tiba berbalik pikiran dan berusaha mati-matian
untuk membunuhnya?" "Karena ia musuh besar Kam Kok Han! Karena dia yang memegang Oei Hong Kiam!"
"Apa maksudmu?" tanya Kwee Siong dengan heran sekali.
"Tak perlu aku banyak bicara. Pendeknya siapa saja yang menjadi ahli waris
pedang Oei Hong Kiam, orang itu harus kubunuh!"
Tertarik sekali hati Kwee Siong mendengar ini. Ia sudah hampir dapat membuka
tabir rahasia tentang penyerangan itu. Ia mendesak dan membujuk, akan tetapi
benar saja, Ling Ling tidak mau menjawab lagi. Ia tidak mau membuka rahasia Bu
Lam Nio, dan hanya menyatakan bahwa ia harus membunuh Jenderal Li Goan, karena
jenderal itu membawa pedang Oei Hong Kiam.
Kwee Siong menjadi kewalahan menghadapi gadis yang keras kepala ini.
"Bawa yang seorang lagi ke sini!" perintahnya kepada penjaga.
Berbeda dengan Ling Ling, Sui Giok masuk ke dalam ruangan itu dengan patuh dan
tidak banyak memberontak. Ketika ia dihadapkan kepada Kwee Siong, Sui Giok
mengangkat mukanya dan memandang, juga Kwee Siong memandang tajam. Dan.....
keduanya menjadi pucat sekali. Baik Sui Giok maupun Kwee Siong seakan-akan
melihat setan di siang hari, mata mereka terbelalak, mulut celangap, bibir
gemetar dan tubuh menggigil.
"Siapa namamu?" tanya Kwee Siong menahan getaran hatinya, akan tetapi tetap saja
suaranya terdengar parau dan menggigil sehingga semua orang memandangnya dengan
khawatir. "Hamba bernama Liem Sui Giok, taijin....." menjawab Sui Giok sambil menundukkan
mukanya untuk menahan keluarnya air mata dari sepasang matanya. Ling Ling hampir
saja berteriak saking herannya melihat sikap ibunya ini. Belum pernah ia melihat
ibunya bersikap demikian lemah lembut dan tunduk.
"Dan........ dan ini........ ini anakmu......?" Wajah Kwee Siong makin pucat dan
suaranya makin perlahan. "Betul, inilah Ling Ling, puteri hamba...."
Terdengar teriakan keras dan ributlah semua orang di situ melihat betapa Kwee
Siong roboh pingsan di atas bangkunya dengan kepala terkulai di atas meja. Dan
yang amat mengherankan hati Ling Ling, ibunya berlutut sambil menundukkan muka
dan menangis. Koleksi Kang Zusi Dalam keadaan ribut-ribut, ibu dan anak ini dibawa kembali ke kamar tahanan,
sedangkan Kwee Siong lalu digotong masuk ke dalam istana. Ia pingsan sampai lama
sekali dan ketika siuman, ia menderita demam panas yang hebat. Ia menderita
pukulan batin yang hebat sekali ketika ia melihat isteri dan puterinya telah
menjadi orang-orang yang disebut siluman-siluman wanita.
Begitu siuman, ia berteriak-teriak dan kemudian jatuh pingsan lagi. Jenderal Li
Goan cepat mencari ahli obat untuk memeriksanya dan memberinya obat. Semua orang
berpendapat bahwa Kwee Siong terlampau lemah dan setelah ikut dalam peperangan
yang melelahkan, sekarang kelelahan membuatnya jatuh sakit berat.
bagian 14 Akhir Perjalanan Isteri Setia
Malam hari itu, Sian Lun dipanggil oleh Jenderal Li Goan.
"Kau pergilah ke tempat tahanan dan sedapat mungkin lanjutkan pemeriksaan
pamanmu (Kwee Siong) atas diri dua orang wanita itu. Coba kau tanya dengan
jelas, mengapa mereka itu membenci orang yang memegang pedang Peihk ini!"
Jenderal ini sudah mendengar tentang hasil pemeriksaan itu dan hatinya ingin
tahu sekali. Kemudian Jenderal Li Goan lalu berpesan kepada Sian Lun agar supaya membebaskan
kedua orang itu. "Mengaku atau tidak, kau harus bebaskan mereka. Biarlah mereka
datang lagi kalau masih penasaran hendak membunuhku!" Jenderal ini tertawa. "Aku
sudah siap menantinya."
Demikianlah, malam hari itu sambil membawa surat perintah, Sian Lun menuju ke
tempat tahanan. Sebelum ia tiba di tempat itu, Ling Ling dan ibunya bicara
dengan asyik sekali. Berkali-kali Ling Ling membujuk ibunya agar suka
menceritakan sikapnya yang aneh tadi, akan tetapi ibunya hanya menarik napas
panjang. "Tidak ada apa-apa, anakku, hanya bahwa dahulu aku pernah berkenalan dengan
pembesar itu. Dia adalah kawan baik ayahmu dan....... agaknya ia terharu melihat
keadaan kita. Sudahlah, tak perlu kau tahu lebih banyak akan hal ini dan tak
perlu pula kau bicara dengan siapapun juga. Biar aku yang akan menyelesaikan
sendiri urusan ini apabila dia sudah dapat memeriksa lagi."
Koleksi Kang Zusi Ling Ling tak dapat mendesak ibunya yang nampak sedih dan selalu menangis itu.
Dan pada saat itu, Sian Lun telah memperlihatkan surat kuasa kepada kepala
penjaga, karena tanpa adanya surat kuasa dari Jenderal Li Goan, biarpun Sian Lun
cukup dikenal sebagai panglima muda, tak mungkin ia diperkenankan masuk untuk
bercakap-cakap dengan para tawanan. Demikianlah disiplin yang amat baik dan
keras dari Jenderal Li Goan.
Ketika melihat ada orang berjalan mendekati kamar tahanan mereka, Sui Giok
menghentikan tangisnya dan Ling Ling memandang dengan marah ketika melihat bahwa
yang datang adalah pemuda lihai yang kemarin bertempur dengan dia.
"Mau apa kau datang?" ia menegur dengan marah sekali dan seluruh mukanya berobah
merah. Akan tetapi Sian Lun ketika melihat betapa kedua orang itu dibelenggu dan
keadaan mereka masih lemah bekas totokannya dan totokan jenderal Li Goan, merasa
amat kasihan. Ia cepat membuka pintu kamar tahanan itu dan membuka pula belenggu
kaki tangan mereka. Bahkan tanpa ragu-ragu lagi ia lalu membuka totokan dengan menepuk dan menotok
kedua pundak gadis dan ibunya itu. Sesungguhnya totokan yang kemarin dilakukan
olehnya dan oleh jenderal Li Goan telah lenyap pengaruhnya dalam waktu
seperempat hari saja, akan tetapi kalau lenyapnya bukan karena dibuka dengan
totokan lain, pengaruhnya masih ada dan masih membuat tubuh terasa lemas.
Bukan main herannya hati Ling Ling dan Sui Giok ketika mereka melihat perbuatan
pemuda bekas lawan ini. Lebih-lebih lagi rasa heran mereka ketika Sian Lun
mengeluarkan dua batang pedang dari dalam mantelnya, yakni pedang Ling Ling dan
pedang Sui Giok yang kemaren telah dirampas.
"Apa maksudmu dengan semua ini?" tanya Ling Ling masih ketus dan galak. "Apakah
kau hendak menyombongkan keberanianmu dan menantangku melanjutkan pertempuran
kita satu lawan satu tanpa adanya pengeroyokan yang pengecut?"
Sambil berkata demikian, gadis ini sudah siap dan mencabut pedangnya. Akan
tetapi ia dicegah oleh ibunya yang segera bertanya kepada Sian Lun,
"Orang muda, sesungguhnya mengapa kau melepaskan kami" Apakah kehendakmu?"
"Aku diperintah oleh Jenderal Li Goan untuk melepaskan kalian karena beliau
Koleksi Kang Zusi menganggap kalian telah membantu perjuangan dan berjasa kepadanya."
Ucapan ini benar-benar di luar persangkaan kedua anak dan ibu itu. Tadinya
mereka mengira bahwa Sian Lun sendiri yang mempunyai maksud menolong mereka,
akan tetapi Jenderal Li Goan" Bukankah mereka telah menyerang dan hendak
membunuhnya, bahkan Ling Ling telah berhasil melukai pundaknya"
Sian Lun dapat menduga apa yang mereka pikirkan, maka ia lalu berkata lagi.
"Sesungguhnya, Jenderal Li Goan merasa amat penasaran mengapa kalian hendak
membunuhnya hanya karena kebetulan sekali ia memegang pedang Oei Hong Kiam.
Padahal, ia memiliki pedang itu adalah atas pemberianku!"
Mendengar ucapan ini, baik Ling Ling maupun Sui Giok melompat bangun dan
memandang kepada Sian Lun dengan mata tajam mengancam.
"Jadi tadinya pedang itu adalah milikmu?"" tanya Sui Giok yang tiba-tiba berobah
suaranya menjadi keren sekali sehingga Sian Lun merasa amat terkejut.
Kemudian ............... "Memang Jenderal Li menerima pedang itu dariku," kata pula Sian Lun sambil
memandang tajam. "Kalau begitu kau harus mampus ditanganku!" seru Ling Ling dan ibunya hampir
berbareng. Sian Lun makin terkejut dan cepat-cepat ia mengangkat kedua tangannya. "Harap
sabar dulu toanio, dan kau juga nona. Pedang itu bukanlah pedang yang kuwarisi
dari nenek moyangku. Aku hanya kebetulan saja mendapatkan pedang itu!"
Sui Giok menunda serangannya dan memandang tajam penuh perhatian. "Coba kau
ceritakan bagaimana kau mendapatkan pedang itu" Siapa pemiliknya sebelum
terjatuh ke dalam tanganmu?"
Melihat ketegangan pada muka kedua orang wanita itu, Sian Lun dapat menduga
bahwa pedang Oei Hong Kiam itu tentu mempunyai riwayat yang hebat sekali.
Dengan singkat ia lalu menuturkan betapa ia mendapatkan pedang itu dari tangan
seorang Panglima lawan, yakni Jenderal Kwan Sun Giok yang menjadi murid dari
Liang Hoat Cinjin. Mendengar penuturan ini, Sui Giok menarik napas panjang dan berkata kepada Ling
Ling. "Ah, mengapa buruk benar nasib kita" Jenderal Li Goan yang gagah perkasa
hampir saja kita bunuh karena kecerobohanku. Anak muda, tolong kau sampaikan
pernyataan maafku kepada Jenderal Li Goan, dan juga terima kasih kami bahwa dia
telah begitu baik hati untuk melepaskan kembali kami, ibu dan anak yang
berdosa." Koleksi Kang Zusi Bangga hati Sian Lun mendengar ucapan ini dan pemuda yang tadinya merasa gelisah
ini, kini dapat tersenyum kembali. Dengan mata berseri, ia memandang kepada Ling
Ling dan ibunya lalu berkata,
"Jenderal Li Goan adalah seorang pemimpin besar yang bijaksana. Kalau saja jiwi
sudi bertemu dengan dia dan menyatakan hendak bekerja sama menggulingkan kaisar
lalim yang kini masih belum tewas, tentu dia akan menerima dengan kedua tangan
terbuka." Sui Giok menggelengkan kepalanya. "Kami bukanlah orang-orang yang haus akan
kedudukan dan pangkat."
"Betapapun juga, kaisar lalim itu akhirnya pasti akan mampus di ujung pedangku!"
Ling Ling menyambung kata-kata penolakan ibunya.
"Orang muda, sebelum kami pergi, dapatkah kau menerangkan padaku, siapakah
gerangan hakim yang memeriksa kami siang tadi?"
Sian Lun tersenyum gembira ketika menjawab, "Ah, dia" Dia adalah pamanku
sendiri, bernama Kwee Siong, orang termulia di atas dunia ini!"
Wajah Sui Giok menjadi pucat sekali dan bibirnya gemetar. Untuk menyembunyikan
kebingungan dan keharuan hatinya, ia berkata gagap. "Jadi kau keponakannya,
bukan anaknya.....?" Pertanyaan ini sebetulnya merupakan ucapan penutup
keharuannya, asal keluar saja, akan tetapi dijawab oleh Sian Lun yang tidak
menduga sesuatu. "Bukan toanio. Aku bukan anaknya. Pamanku Kwee hanya mempunyai seorang putera
yang bernama Kwee Cun, baru delapan tahun usianya."
Belum habis pemuda itu mengeluarkan ucapan ini, Sui Giok telah memegang tangan
Ling Ling dan menariknya keluar. "Hayo kita pergi!"
Tentu saja Sian Lun menjadi heran sekali. Akan tetapi ketika ia menyusul keluar,
ibu dan anak yang aneh itu telah lenyap ditelan malam gelap. Terpaksa ia kembali
ke tempat tinggal Kwee Siong dengan hati menduga-duga.
Adapun Ling Ling yang semenjak kecil belum diberitahu oleh ibunya akan nama
ayahnya, juga sama sekali tidak pernah mengira bahwa hakim itu adalah ayahnya
sendiri. Tadinya Sui Giok menanti dengan hati penuh harapan ketika ia melihat
betapa hakim itu adalah suaminya sendiri, akan tetapi dapat dibayangkan betapa
hancur hatinya ketika mendengar dari Sian Lun bahwa suaminya yang kini telah
menduduki pangkat tinggi itu ternyata telah menikah lagi dan telah mempunyai
seorang putera. Ia menyembunyikan hal ini dari Ling Ling, karena ia maklum akan kekerasan hati
puterinya ini. Ia tidak dapat menyalahkan pernikahan suaminya itu, karena
sebagai seorang bijaksana, Sui Giok dapat mempertimbangkan keadaan suaminya yang
tadinya seakan-akan menghidupkan jiwanya yang telah mati, kini api harapan itu
Koleksi Kang Zusi padam lagi dan membuat ia merasa betapa kosongnya dunia ini.
Sementara itu, ketika siuman kembali dari pingsannya, Kwee Siong memandang ke
kanan kiri, kemudian terdengar ia mengeluh.
"Mana........ mana mereka........?"" bisiknya berkali-kali dengan tubuh terasa
panas bagaikan dibakar. Seorang tinggi besar mendekatinya dan memegang tangannya.
"Saudara Kwee, kau kenapakah?" suara ini halus sekali sungguhpun terdengar besar
dan dalam. Kwee Siong memandang kepada wajah Jenderal Li Goan, dan tiba-tiba ia bangun dan
duduk. "Goanswe.... tolonglah..... keluarkan mereka. Ah, mereka itu adalah isteriku dan
puteriku! Sui Giok..... isteriku ternyata masih hidup dengan anaknya .... anakku
..... Ling Ling!" Tentu saja Li Goan menjadi terharu dan menggeleng-gelengkan kepala, mengira
bahwa hakim ini telah menjadi kacau pikirannya karena terserang demam.
"Beristirahatlah, saudara Kwee, kau terserang penyakit panas. Mungkin kau
terlalu lelah," katanya lemah lembut sambil mendorong perlahan pundak Kwee Siong
supaya berbaring lagi. Akan tetapi, dengan mata terbelalak Kwee Siong memegang tangannya dan berkata,
"Tidak, Goanswe, tidak! Dua orang wanita itu..... yang katanya menyerangmu,
mereka itu benar-benar isteri dan puteriku yang kukira tewas belasan tahun yang
lalu!" Barulah Jenderal Li Goan terkejut mendengar ucapan ini. Ia lalu duduk di pinggir
pembaringan Kwee Siong yang menceritakan riwayatnya ketika ia dibawa pergi oleh
pasukan pengumpul tenaga rakyat untuk dipaksa bekerja. Ia menuturkan pula bahwa
telah beberapa kali ia menyuruh orang menyelidiki keadaan isteri dan anaknya,
dan mendengar bahwa mereka itu tidak kelihatan bekas-bekasnya lagi, kemungkinan
besar sudah tewas di dalam hutan.
"Dan sekarang mereka muncul..... mereka berada di sini! Ah, tolonglah Goanswe,
bebaskan mereka, biar mereka datang ke sini!"
Li Goan terkejut sekali dan cepat ia pergi keluar untuk memberi kabar kepada
Sian Lun. Akan tetapi ia mendengar dari pemuda ini bahwa kedua ibu dan anak itu
telah pergi, entah ke mana. Pemuda ini menuturkan pengalamannya dan dengan wajah
lesu jenderal ini lalu masuk kembali ke kamar di mana Kwee Siong berbaring
dengan penuh harapan. Alangkah terkejut dan menyesalnya hati Kwee Siong ketika ia mendengar Li Goan
Koleksi Kang Zusi berkata, "Mereka sudah pergi, agaknya isterimu tidak mau bertemu dengan kau." Ia lalu
menuturkan kembali apa yang ia dengar dari Sian Lun tadi.
Kwee Siong menutup mukanya dengan kedua tangan dan ia menangis terisak-isak
seperti anak kecil. "Ah, Sui Giok..... Sui Giok...... tentu kau marah dan membenciku..... aku telah
berdosa besar kepadamu! Sui Giok, mengapa kau tidak mau kembali kepadaku.....?"
Dalam keadaan sakit keras Kwee Siong lalu diangkat pulang ke rumah sendiri. Atas
permintaannya, peristiwa itu dirahasiakan, hanya Kwee Siong dan Li Goan sendiri


Wanita Iblis Pencabut Nyawa Toat Beng Mo Li Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang mengetahuinya. Bahkan Sian Lun sendiri tidak diberi tahu bahwa ibu dan anak
yang menyerang Li Goan itu sebenarnya adalah isteri dan puteri dari Kwee Siong.
Nyonya Kwee Siong dari keluarga Liok adalah seorang yang terpelajar. Melihat
keadaan suaminya dan mendengar betapa di dalam sakitnya, suaminya mengingau dan
memanggil-manggil nama Sui Giok, ia menjadi curiga.
Ia telah diberitahu oleh suaminya bahwa suaminya dulu pernah menikah dengan
orang yang bernama Sui Giok dan yang dikabarkan telah tewas, maka ketika ia
melihat suaminya sudah menjadi agak sembuh, dengan halus ia mendesak dan
membujuk kepada Kwee Siong untuk menceritakan keadaannya. Kwee Siong maklum akan
kebaikan hati isterinya, maka ia lalu berterus terang, menceritakan apa yang
telah terjadi. Nyonya Kwee menjadi sangat terharu dan dengan setulus hatinya ia mengucurkan air
mata. "Aduh, kasihan sekali mereka! Suamiku, mengapa pada saat kau bertemu
dengan mereka, kau tidak mengajak mereka pulang ke sini" Mereka berhak duduk di
sampingmu dan hidup bersama kita serumah. Dia adalah ibu dari anakmu yang sulung
dan aku adalah ibu dari anakmu yang bungsu. Kami dapat menjadi enci-adik dan
hidup rukun di sini."
Kwee Siong menghela napas berulang berkali dengan penuh kemenyesalan.
"Aku berdosa besar ..... aku berdosa besar kepada mereka......" hanya inilah
yang diucapkan berkali-kali dan hatinya penuh dengan pertanyaan bagaimana Sui
Giok yang lemah lembut itu kini telah menjelma menjadi seorang pendekar wanita
yang memiliki ilmu kepandaian hebat dan mengerikan. Akan tetapi siapakah dapat
menjawab pertanyaan ini" Puterinya, Ling Ling yang dulu masih berada dalam
kandungan Sui Giok ketika mereka terpaksa berpisah, ternyata demikian cantik
jelita, demikian gagah berani, ah........
Tiada habisnya penyesalan menggerogoti hati Kwee Siong sehingga dalam beberapa
bulan saja rambut kepalanya banyak yang menjadi putih, sikapnya makin pendiam
Koleksi Kang Zusi dan seringkali ia duduk melamun. Sungguhpun ia masih melakukan tugas
pekerjaannya seperti biasa, namun ia tak pernah lagi nampak gembira seperti
biasa. Tentu saja isterinya juga ikut menjadi sedih. Berkali-kali isteri yang bijaksana
ini menghiburnya. "Suamiku, kau tidak berdosa, sama sekali tidak berdosa. Kau bukan sengaja
meninggalkan enci Sui Giok, dan kau menikah dengan aku karena mengira bahwa enci
Sui Giok sudah meninggal dunia. Nasiblah yang menjadikan enci Sui Giok seperti
itu dan yang telah merusakkan kebahagiaan rumah tanggamu bersama enci Sui Giok.
Ada ujar-ujar kuno yang menyatakan bahwa perbuatan salah yang dilakukan tanpa
disadarinya dan tanpa disengaja bukanlah perbuatan dosa. Lebih baik kita
berusaha mencari mereka dan membawa mereka itu ke sini."
Terhibur jugalah jati Kwee Siong oleh ucapan isterinya yang bijaksana ini dan ia
mulai menyuruh orang-orangnya untuk mencari di mana adanya ibu dan anak itu.
****** Jenderal Li Goan ternyata adalah seorang yang tidak saja pandai mainkan senjata
dan memimpin barisan, akan tetapi ternyata ia pandai pula menghatur
pemerintahan. Ia mulai mengatur pemerintahan, mengangkat pembesar-pembesar,
membagi-bagi tugas dan mulai mengatur pekerjaan, melanjutkan ketatanegaraan
dengan adil dan baik. Disamping ini, ia masih mengerahkan pasukan-pasukannya
untuk terus mengejar kaisar dan sisa balatentaranya.
Sementara itu, di mana-mana masih saja berkobar api pemberontakan. Sebagian
besar para pasukan pemberontak yang bergerak menyendiri, dapat dibujuk dan dapat
digabungkan dengan barisan di bawah pimpinan Jenderal Li.
Akan tetapi ada pula pemberontak-pemberontak yang mempunyai cita-cita sendiri
dan yang bahkan memerangi pasukan Jenderal Li, oleh karena ini dipimpin oleh
orang-orang yang sesungguhnya menginginkan kedudukan kaisar. Oleh karena ini, di
mana-mana terjadi pertempuran antara pasukan kaisar melawan para pemberontak dan
antara pasukan-pasukan Jenderal Li melawan pemberontak-pemberontak yang tidak
mau menggabungkan diri. Keadaan negara menjadi rusuh sekali, pertempuran kacau
balau terjadi di mana-mana.
Kedudukan Kaisar Yang Te makin lemah, sungguhpun kaisar ini masih melakukan
perlawanan mati-matian. Pemberontak-pemberontak yang paling hebat menggempur
barisan Kaisar Yang Te adalah sepasukan pemberontak baru yang terdiri dari
pendeta-pendeta dan anak buah perkumpulan agama Pek-sim-kauw.
Mereka ini berjuang tanpa maksud untuk keuntungan diri sendiri. Mereka hanya
bergerak untuk menumbangkan kekuasaan Kaisar Yang Te yang amat dibenci karena
Koleksi Kang Zusi kelalimannya. Tadinya anggauta-anggauta Pek-sim-kauw ini bangun dan
menggabungkan diri dengan para pemberontak setempat, tidak memilih pihak mana
dan siapa yang memimpin pemberontakan itu.
Akan tetapi, akhirnya terbuka mata mereka dan yang merasa bahwa barisan
pemberontak di mana mereka menggabung diselewengkan pemimpinnya yang memberontak
dengan maksud untuk menjadi kaisar, lalu keluar dari pasukan itu.
Akhirnya para anggauta Pek-sim-kauw ini agaknya mendapatkan seorang pemimpin
baru dan mereka bersatu merupakan sebuah pasukan Pek-sim-kauw yang luar biasa
kuatnya. Tiap kali terjadi pertempuran antara barisan Pek-sim-kauw melawan barisan
pelindung kaisar banyaklah perwira-perwira gagah perkasa dari kaisar yang roboh
tewas oleh pasukan yang kuat ini. Sesungguhnya pasukan Pek-sim-kauw ini tidak
seberapa banyak jumlahnya, akan tetapi mereka rata-rata memiliki ilmu silat yang
tinggi. Apalagi pemimpin mereka yang baru, ternyata bahwa pemimpin ini amat
tangguh dan tiap kali pasukan Pek-sim-kauw menghadapi perlawanan yang dipimpin
oleh seorang perwira lihai selalu pemimpin Pek-sim-kauw inilah yang merobohkan
perwira itu. Siapakah pemimpn Pek-sim-kauw yang lihai ini" Bukan lain adalah Ling Ling dan
ibunya, Sui Giok. Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, ibu dan anak ini
melarikan diri dari tempat tahanan setelah dilepaskan oleh Sian Lun. Karena Sui
Giok merasa hancur hatinya dan habis binasa pengharapannya ketika mendengar
bahwa suaminya yang kini telah menjadi seorang pembesar tinggi ternyata telah
menikah lagi dan telah mempunyai seorang putera.
Kalau dulu di dalam setiap tindakan, Sui Giok selalu menjadi kemudi dan selalu
mencegah puterinya berlaku ganas, adalah kini nyonya mempunyai sepak terjang
mengerikan sekali. Di dalam setiap pertempuran, Sui Giok mengamuk bagaikan
kerbau luka, menghancurkan tentara musuh yang berani menghadapinya.
Ia berlaku nekad dan tidak memperdulikan lagi bahaya yang mengancamnya, seakan-
akan ia tidak perduli lagi akan hidup matinya. Memang nyonya ini telah putus
harapan dan di dalam dadanya terdapat kedukaan besar sekali yang selalu
disembunyikan dari mata orang lain, bahkan dari mata puterinya sendiri.
Ling Ling dan Sui Giok diangkat menjadi pemimpin oleh pasukan Pek-sim-kauw,
ketika pada suatu hari serombongan pendeta Pek-sim-kauw terdiri dari belasan
orang telah dikurung oleh sepasukan tentara kaisar di dalam sebuah hutan.
Belasan pendeta Pek-sim-kauw ini melawan mati-matian, akan tetapi karena pihak
lawan amat banyak jumlahnya dan dipimpin oleh lima orang perwira kelas satu,
agaknya rombongan Koleksi Kang Zusi
pendeta Pek-sim-kauw itu tidak akan menang dan tidak mempunyai jalan keluar
pula. Tiba-tiba terdengar bentakan merdu dan nyaring dan dua bayangan orang yang luar
biasa sekali gerakannya menyerbu masuk, mengocar-ngacirkan barisan kaisar ini
dan dalam beberapa jurus saja telah berhasil merobohkan lima orang perwira
kaisar. Barisan kaisar menjadi kacau balau dan ketika melihat betapa pemimpin-pemimpin
mereka gugur, mereka lalu melarikan diri.
"Toat-beng Mo-li dan Cialing Mo-li!" tiba-tiba terdengar seruan heran dan ketika
kedua orang wanita yang telah membantu mereka itu menengok, Ling Ling dan Sui
Giok mengenal bahwa di antara para pendeta itu, terdapat dua orang pendeta yang
mereka kenal baik, yakni Pek Hong Ji dan Pek Thian Ji dua orang di antara Pek-
sim Ngo-lojin di Cengtu. Demikianlah, Ling Ling dan ibunya lalu diangkat menjadi pemimpin mereka dan
ketika ditanya, Pek Hong Ji dan adiknya memberitahukan bahwa tiga orang di
antara kelima kakek gagah itu, yakni Pek Im Ji, Pek Yang Ji, dan Pek Te Ji,
telah gugur di dalam pertempuran-pertempuran yang lalu.
Dengan adanya pasukan Pek-sim-kauw ini, maka para anggauta dan pendeta Pek-sim-
kauw yang tersebar di mana-mana lalu datang menggabungkan diri sehingga pasukan
ini menjadi makin besar dan kuat. Pasukan ini bermarkas di dalam sebuah hutan di
luar kota Yang-kouw di mana Kaisar Yang Te membangun benteng sebagai tempat
pertahanan terakhir. Memang, karena dikejar-kejar dan sebagian besar barisannya telah dapat dipukul
mundur hancur, Kaisar Yang Te dengan para pengikut dan pasukannya yang masih
bersetia kepadanya, lalu bersembunyi di dalam kota Yang-kouw. Sisa-sisa barisan
dikumpulkan dan dipusatkan di tempat ini, membuat pertahanan yang cukup kuat.
Beberapa kali pasukan-pasukan pemberontak datang menggempur, akan tetapi
pertahanan kaisar ini berhasil memukul mundur barisan penyerang sehingga sampai
hampir setahun kaisar itu masih hidup selamat di kota Yang-kouw ini.
Pada suatu hari, ketika Ling Ling dan Sui Giok sedang duduk beristirahat di
bawah sebatang pohon pek yang besar, datanglah seorang pendeta Pek-sim-kauw dan
setelah dekat, ternyata bahwa yang datang itu adalah pendeta Pek Hong Ji.
Napasnya terengah-engah tanda bahwa pendeta yang sudah tua ini telah berlari-
lari dari tempat jauh dalam keadaan yang tegang.
"Ada apakah, totiang?" tanya Ling Ling sambil bangun berdiri.
"Siocia, toanio, pertempuran besar telah dimulai! Penyerbuan besar-besaran telah
terjadi, dilakukan oleh barisan Jenderal Li dari Tiang-an. Inilah saatnya
benteng Yang-kouw dihancurkan."
Koleksi Kang Zusi Seakan-akan menjadi bukti dari laporan pendeta Pek Hong Ji ini, tiba-tiba
terdengar sorak sorai yang riuh sekali dari jurusan kota Yang-kouw.
"Bagus, kita harus cepat menyerbu, membantu barisan Jenderal Li!" dengan sigap
Ling Ling memberi perintah. "Kumpulkan kawan-kawan kita dan kita menyerbu dari
belakang kota. Biarkan barisan Tiang-an yang besar jumlahnya menggempur dari
depan dan selagi para tentara kaisar mempertahankan dan mengumpulkan kekuatan di
benteng depan, kita menyerbu dari belakang dan memasuki kota!"
Ketika pasukan mereka sudah berkumpul dan hendak berangkat, Sui Giok berkata
kepada Ling Ling dan kepada kedua pendeta Pek-sim-kauw, yakni Pek Hong Ji dan
Pek Thian Ji. Kalau kita sudah berhasil menyerbu masuk, jangan mengganggu kaisar, dia adalah
bagianku dan pedang ini yang akan menamatkan riwayatnya!"
Pek Thian Ji tersenyum. "Aduh, toanio bersemangat benar"! Jangan kuatir, toanio,
kami takkan mendahului."
Berangkatlah pasukan istimewa ini keluar dari dalam hutan, berlari dengan cepat
sekali tanpa mengeluarkan suara. Mereka ini rata-rata memiliki ilmu lari cepat
yang cukup baik. Ketika mereka telah keluar dari hutan, suara sorak sorai
peperangan makin terdengar ramai.
Ternyata bahwa barisan dari Tiang-an telah mulai menyerbu dan peperangan telah
terjadi dengan hebatnya. Pasukan dari Tiang-an ini mempergunakan anak panah yang
menghujani tempat-tempat penjagaan di atas tembok benteng, sedangkan dari dalam
benteng juga keluar anak panah dan batu dari atas tembok bagaikan hujan.
Ling Ling dan Sui Giok memimpin pasukan mereka ke belakang kota dan menghampiri
tembok kota. Akan tetapi ternyata perhitungan mereka meleset. Serbuan
balatentara dari Tiang-an yang amat besar jumlahnya dan amat kuat itu, membuat
kaisar menjadi ketakutan sehingga kaisar ini bersiap-siap untuk lari mengungsi
lagi. Oleh karena itu, ketika pasukan Pek-sim-kauw tiba di luar benteng sebelah
belakang dan hendak mendobrak pintu itu, tiba-tiba dari atas tembok yang
nampaknya tak terjaga itu turunlah batu-batu dan anak panah bagaikan hujan
lebatnya. Dan selagi mereka menjadi terkejut dan kacau balau serta banyak anak
buah yang menjadi korban hujan batu dan anak panah, tiba-tiba pintu benteng
terbuka lebar-lebar dan sepasukan perwira istimewa, yakni barisan pelindung
kaisar yang berkepandaian tinggi sekali, menerjang dan membabat mereka.
Ling Ling dan Sui Giok menjadi marah sekali. Dengan nekad kedua ibu dan anak ini
lalu menyerbu dan menghadapi keroyokan para perwira dengan gagahnya. Akan
tetapi, para perwira itu benar-benar tangguh sehingga ibu dan anak ini tidak
dapat Koleksi Kang Zusi mencegah ketika kaisar dapat melarikan diri dengan sebuah kendaraan, dikawal
oleh sepasukan pelindung yang nampak gagah dan kuat.
Ling Ling dan Sui Giok tidak dapat mengejar, karena para pengeroyok mereka amat
banyak dan amat tangguh. Adapun para pendeta Pek-sim-kauw juga sibuk menghadapi
serbuan perajurit-perajurit bayangkari.
Sui Giok menjadi sengit sekali. Ia memutar pedangnya sedemikian rupa sehingga
robohlah seorang lawan, kemudian ia berteriak keras, "Tahan anjing-anjing ini!
Aku hendak mengejar kaisar jahanam itu!"
Ia lalu melompat pergi, mengejar ke arah rombongan kaisar sambil menjerit-jerit.
"Kaisar lalim! Tunggulah pembalasanku! Kau telah menghancurkan hidupku,
sekaranglah saatnya aku membalas dendam!!"
Jeritan ini disertai isak tangis sehingga Ling Ling menjadi terharu dan terkejut
juga. Amat berbahayalah kalau ibunya menyerbu rombongan kaisar itu seorang diri. Ia
maklum bahwa di antara rombongan kaisar itu terdapat banyak sekali pelindung
yang ilmu silatnya tinggi. Maka ia lalu menyerbu cepat, merobohkan dua orang
pengeroyok dan berkata kepada Pek Hong Ji.
"Totiang, aku hendak menyusul ibu." Ia lalu melompat cepat, menyusul ibunya.
Alangkah kagetnya ketika akhirnya ia dapat menyusul ibunya yang sedang dikeroyok
oleh dua orang perwira yang amat gagah perkasa. Rombongan kaisar tidak kelihatan
lagi, agaknya telah melarikan diri ke atas bukit yang nampak dari situ, dan
ibunya telah dilawan oleh dua orang perwira yang berkepandaian tinggi.
"Kaisar jahanam, tunggu ku penggal lehermu!" Sui Giok masih menjerit-jerit
sambil memutar pedangnya.
"Perempuan gila, kau ingin mampus!" seru seorang di antara kedua perwira yang
mengeroyok dan dengan sebuah sabetan hebat goloknya berhasil merobohkan Sui
Giok. "Ibu.......!" Ling Ling yang tak keburu mencegah peristiwa itu melompat
menerjang dengan hebat dan begitu pedangnya berkelebat, ia telah membabat kepala
perwira yang bergolok itu bersama goloknya yang juga terbabat putus. Tanpa dapat mengeluarkan suara,
perwira itu roboh dengan kepala pecah.
bagian 15 Pembunuhan Kaisar Yang Te
Koleksi Kang Zusi Ling Ling menjadi marah sekali. Perwira kedua yang bersenjata tombak hendak lari
melihat kehebatan sepak terjang gadis ini, akan tetapi belum sepuluh langkah ia
lari, tiba-tiba ia merasa ada sambaran angin dari belakangnya.
Cepat ia membalikkan tubuh dan memutar tombaknya, akan tetapi terdengar suara
keras dan tombaknya terbabat putus oleh pedang Pek-hong-kiam di tangan Ling
Ling. Sebuah tusukan dengan gerak tipu Burung Hong Mematuk Jantung dan robohlah
perwira bertombak itu dengan dada tertembus pedang.
Dalam kemarahannya, Ling Ling hendak mengejar terus ke atas bukit, akan tetapi
tiba-tiba ia mendengar keluhan ibunya yang memanggil namanya. Ia cepat
menghampiri ibunya dan berlutut lalu memeluk kepala ibunya. Ternyata bahwa
sebelum menerima bacokan golok tadi, Sui Giok telah menderita banyak luka dalam
pertempurannya dengan dua orang perwira tadi.
"Ibu......!" Sui Giok membuka matanya mendengar panggilan anaknya ini dan ia
merangkul leher Ling Ling, menarik kepala puterinya itu, mendekat dan menciumi
muka anaknya. Ketika ia melepaskan pelukannya, muka Ling Ling penuh darah, darah
yang mengalir keluar dari jidat ibunya.
"Ling Ling....... dengarlah, hakim itu....... pembesar yang bernama Kwee Siong,
hakim yang memeriksa kita itu....... dia adalah suamiku, dia adalah ayahmu!"
"Ibu........." "Dia benar ayahmu, Ling Ling, ayahmu yang dulu dipaksa berpisah dariku, sewaktu
kau masih dalam kandunganku.......... sekarang dia telah menjadi pembesar
tinggi......." wajah Sui Giok berseri sebentar, "dan ...... dia sudah menikah
lagi, sudah berputera......."
"Aku hendak mencari dan membunuhnya, ibu! Dia telah menyakiti hatimu!"
"Jangan, Ling Ling, dia ayahmu........"
"Aku tidak perduli! Kalau dia ayahku, mengapa dia melupakan ibu" Mengapa dia
kawin lagi dan membiarkan ibu hidup sengsara" Aku harus membunuhnya!"
Wajah Sui Giok yang sudah pucat itu menjadi makin pucat. Inilah yang ia takutkan
selama ini. "Ling Ling, dengar..... aku terluka parah dan takkan lama lagi
hidup......." "Ibu, jangan kau berkata demikian. Akan kubawa kau kepada Pek Hong Ji Totiang.
Dia bisa mengobatimu." Ling Ling mengangkat tubuh ibunya, memondongnya dan
Koleksi Kang Zusi hendak membawanya kembali ke tempat pertempuran tadi, di luar pintu belakang
benteng.

Wanita Iblis Pencabut Nyawa Toat Beng Mo Li Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ling Ling......... aku tak kuat lagi, nak..... perhatikanlah kata-kataku
terakhir. Jangan kau membunuh ayahmu, dia tidak bersalah. Dia mengira aku telah
mati, Ling-ji, bersumpahlah bahwa kau takkan membunuh ayahmu! Yang berdosa dan
bersalah besar adalah kaisar......"
"Aku akan bunuh mereka....... akan kubunuh mereka semua......." kata Ling Ling
bagaikan mabok sambil membawa lari tubuh ibunya.
"Ling-ji........" suara ibunya melemah dan tiba-tiba bagaikan tersentak kaget,
Ling Ling menahan kakinya dan berdiri bagaikan patung. Ia memandang ke depan,
tidak berani memandang kepada ibunya, akan tetapi wajahnya menjadi pucat sekali.
Ia merasa betapa di dalam pondongannya, tubuh ibunya menegang sebentar lalu
tiba-tiba menjadi lemas dan dingin.....!
"Ibu......" bisiknya perlahan tanpa berani memandang ke bawah.
"Ibu.......!" panggilannya mengeras. Tiada jawaban.
"Ibu......!!" kini ia memandang kepada wajah ibunya yang masih berada di dalam
pondongannya. Mata Ling Ling terbelalak, wajahnya makin pucat sekali, kedua
kakinya menggigil sehingga ia jatuh berlutut dengan tubuh ibunya masih
dipondongnya. Ibu......!!!" ia menjerit keras sambil memeluk tubuh ibunya yang sudah menjadi
mayat. "Ibu, bicaralah, bukalah matamu, ibu........" Bagaikan gila, Ling Ling membuka-
buka pelupuk mata ibunya yang sudah tertutup, melihat betapa bola mata ibunya
diam tak bergerak, menciumi mulut dan mata ibunya, memohon supaya ibunya hidup
kembali. Akhirnya gadis yang malang ini roboh pingsan sambil memeluk tubuh ibunya.
Ketika siuman kembali, ternyata Ling Ling telah ditolong Pek Hong Ji dan kawan-
kawannya. Dengan penuh penghormatan jenazah Sui Giok lalu dikubur, diiringi
tangis dan ratap Ling Ling yang memilukan. Dari Pek Hong Ji, Ling Ling mendengar
betapa kota Yang-kouw telah terjatuh ke dalam tangan balatentara Jenderal Li
Goan dan bahwa pasukan-pasukan kaisar telah dapat dihancurkan.
"Yang memimpin pasukan dari Tiang-an itu bukan lain adalah sute kami yang gagah
perkasa!" Pek Hong Ji menuturkan kepada Ling Ling dengan bangga. "Memang benar-
benar hebat sepak terjang sute kami Liem Sian Lun itu. Kegagahannya dapat
Koleksi Kang Zusi disamakan dengan kau siocia."
Akan tetapi Ling Ling tidak tertarik. Di dalam kesedihannya ditinggal mati
ibunya, yang teringat olehnya hanya balas dendam saja.
"Kiumpulkan kawan-kawan, sekarang juga kita menyerbu ke bukit itu, menghabiskan
sisa-sisa pengikut kaisar dan membunuh kaisar jahanam itu."
"Nona, kawan-kawan sudah lelah dan menurut Liem-sute, sudah disiapkan pasukan
istimewa untuk menyerbu naik ke bukit dan menawan kaisar!"
Ling Ling memandang marah. "Begitukah" Kalau demikian, biarlah aku sendiri naik
ke atas dan melakukan penangkapan sendiri!"
Terpaksa Pek Hong Ji lalu menjawab, "Baiklah, baiklah, tentu saja kami menurut
perintahmu." Maka dikumpulkanlah pasukan Pek-sim-kauw yang masih ada tiga puluh
orang lebih jumlahnya itu dan menyerbulah mereka ke atas bukit.
Benar seperti yang dikatakan Pek Hong Ji, dari lain jurusan yakni dari jurusan
kota Yang-kouw, nampak barisan yang panjang sedang menuju ke bukit di mana
Kaisar Yang Te mengungsi.
"Cepat, jangan sampai terdahului oleh mereka!" Ling Ling memberi perintah dan
mereka bergerak lebih cepat lagi untuk mendahului barisan yang dipimpin oleh
Liem Sian Lun. Sementara itu, Liem Sian Lun yang memimpin pasukannya, juga melihat pasukan Pek-
sim-kauw ini menaiki bukit. Ia telah mendengar dari Pek Hong Ji bahwa pasukan
itu dipimpin oleh Toat-beng Mo-li, wanita yang dicari-cari oleh pamannya, Kwee
Siong itu. Ia tidak tahu mengapa pamannya mencari mereka, akan tetapi hatinya
merasa gembira ketika mendengar bahwa dua orang wanita itu ternyata membantu
perjuangan menumbangkan kekuasaan kaisar.
Kini melihat pasukan Pek-sim-kauw mempercepat gerakannya, iapun lalu memberi
aba-aba kepada pasukannya untuk bergerak lebih cepat lagi. Maka bergeraklah dua
pasukan itu dari lain jurusan, bercepat-cepat dan agaknya berlomba untuk dulu
mendului menerjang pertahanan akhir dari kaisar di puncak bukit itu.
Bukan main sibuknya barisan pengawal kaisar menghadapi serbuan dua pasukan musuh
ini. Betapapun juga, barisan pengawal terakhir ini adalah barisan terkuat, yang
terdiri dari pada pengawal-pengawal yang setia dan gagah berani.
Mereka melakukan perlawanan hebat sehingga tidak mudahlah bagi pasukan-pasukan
penyerbu untuk membobolkannya. Pertempuran hebat terjadi, di mana dari dua pihak
jatuh korban-korban yang banyak sekali.
Di dalam kehebatan pertempuran ini, Ling Ling lalu memisahkan diri dan dengan
cepatnya ia lalu mendaki bukit itu, menuju perkemahan kaisar yang berada di
pinggir Koleksi Kang Zusi
sebuah anak sungai. Keadaan di puncak bukit itu indah sekali. Ketika Ling Ling sudah tiba di atas,
ia sendiri terpesona oleh keindahan pemandangan alam di tempat itu. Suara
pertempuran di lereng bukit hanya terdengar samar-samar saja dan keadaan di situ
amat sunyi dan indah. Burung-burung berkicau, mengiringi desiran anak sungai,
kadang-kadang dihembus angin gunung yang membuat daun-daun dan kembang-kembang
menari-nari. Perkemahan yang dibuat di situ amat banyaknya. Adapun kemah di mana kaisar
berada merupakan kemah terbesar dengan bendera naga terpancang di atasnya.
Di situ nampak kosong dan sunyi, karena para penjaga semua dikerahkan ke lereng
bukit untuk membendung serbuan para musuh. Akan tetapi, ketika Ling Ling hendak
menyerbu ke dalam kemah kaisar itu, tiba-tiba muncul lima orang perwira dengan
pedang di tangan. Lima orang ini adalah pengawal pribadi kaisar. Mereka adalah lima orang siwi
(pengawal kaisar) yang berkepandaian tinggi, karena tingkat kepandaian mereka
bahkan masih sedikit lebih tinggi dari pada kepandaian perwira-perwira kelas
satu dari kerajaan. Mereka inilah yang menjadi perisai kaisar dan untuk dapat menawan atau membunuh
kaisar, orang harus dapat merobohkan mereka terlebih dulu. Bagaikan patung-
patung batu, kelima orang siwi itu berdiri dengan pedang di tangan, menghadang
di depan kemah dengan mata memandang penuh kemarahan.
"Nona, sekarang bukan waktunya bersenang-senang. Kalau kau hendak mencumbu Hong-
siang, lebih baik mencari kesempatan lain waktu," kata seorang di antara mereka
dengan senyum sindir. "Keparat jahanam! Aku datang untuk memenggal leher kaisar lalim!"
"Oho, mudah benar kau membuka mulut!" seru siwi kedua.
Akan tetapi Ling Ling tidak mau banyak bicara lagi, pedang Pek-hong-kiam diputar
cepat dan berobah menjadi segunduk sinar putih yang menerjang kelima orang siwi
itu. "Bagus, kau dapat juga mainkan pedang!" seru seorang siwi dan kelimanya lalu
menyambut serbuan Ling Ling. Gadis ini harus mengakui ketangguhan para lawannya,
karena tangkisan pedang mereka membuat pedangnya terpental kembali, sedangkan
kelimanya ternyata juga memiliki pedang pusaka yang kuat sekali.
Pertempuran terjadilah dengan hebatnya di tempat sunyi itu. Dan betapapun Ling
Ling mengerahkan tenaga dan mengeluarkan seluruh kepandaiannya, namun sukar
sekali baginya untuk merobohkan seorang di antara kelima pengeroyoknya.
Koleksi Kang Zusi Ilmu pedang para siwi itu amat kuatnya, karena mereka ini adalah murid-murid
dari Bu-tong-pai yang sudah menamatkan pelajaran ilmu pedang Bu-tong-kiam-hoat.
Kalau saja mereka tidak maju berlima, agaknya Ling Ling masih akan dapat menang,
karena sesungguhnya ilmu pedang Ling Ling yang luar biasa, yakni Kim-gan-liong-
kiam-sut, masih lebih menang dan unggul daripada ilmu pedang Bu-tong-kiam-hoat.
Akan tetapi dengan majunya lima orang yang ilmu kepandaiannya setingkat ini,
mereka merupakan lawan yang amat tangguh. Mereka dapat bermain pedang dengan
saling membela dan saling melindungi, dan melakukan serangan pembalasan yang tak
kalah berbahayanya. Ditambah lagi oleh kelelahannya, Ling Ling mulai terdesak dan terkurung hebat.
Akhirnya ia bermain pedang sambil mundur. Selalu menangkis dan harus
mempergunakan ginkangnya untuk menghindarkan diri dari bahaya maut yang
disebarkan oleh pedang-pedang lawannya.
Ia menjadi marah dan penasaran sekali, Hanya keteguhan hati dan ketabahannya
yang luar biasa saja membuat Ling Ling masih kuat bertahan selama itu.
Pertempuran telah berjalan hampir seratus jurus, namun tetap saja kelima orang
siwi itu tidak mampu merobohkan gadis pendekar ini.
Bukan main kagum dan penasaran rasa hati para siwi ini. Mereka telah berlatih
hebat, dan ilmu silat mereka untuk di kotaraja, telah amat terkenal dan sukar
dicari tandingannya. Setelah melalui ujian yang amat berat dan mengalahkan
banyak calon-calon, barulah mereka diterima sebagai yang terkuat dan diangkat
menjadi pengawal-pengawal pribadi kaisar. Akan tetapi sekarang, menghadapi
seorang gadis muda saja mereka tidak berdaya merobohkannya. Sungguh memalukan
sekali. "Kurang ajar!" seru seorang siwi yang berjenggot panjang. "Rasakan hui-to (golok
terbang) mautku!" Setelah berseru demikian, ia melemparkan tiga batang golok
kecil yang melayang cepat sekali ke arah tubuh gadis itu. Hui-to ini benar-benar
berbahaya sekali karena selain cepat sekali datangnya, juga mengeluarkan bunyi
melengking yang dapat mengacaukan semangat lawan.
Tiga batang hui-to ini menyambar ke arah leher, dada, dan pusar Ling Ling. Dan
pada saat itu, empat orang siwi lain sedang menyerang Ling Ling dari kanan kiri.
Agaknya tidak ada jalan keluar lagi bagi gadis ini dan agaknya ia akan menjadi
korban sambaran tiga buah hui-to tadi.
Akan tetapi ternyata Ling Ling memiliki ketabahan dan ketenangan yang luar biasa
sekali. Begitu melihat serangan hui-to dari depan dan serangan pedang dari kanan
kiri, tiba-tiba ia berseru nyaring dan ia menjatuhkan tubuhnya ke belakang
dangan gerak tipu Trenggiling Turun Dari Gunung.
Koleksi Kang Zusi Dengan amat cepatnya setelah tubuhnya rebah telentang sehingga tiga batang hui-
to itu menyambar lewat di atasnya, ia lalu menggulingkan tubuhnya ke depan dan
pedangnya menyambar cepat sekali ke arah kaki siwi yang melepaskan hui-to tadi.
Bukan main kagetnya siwi berjenggot panjang itu. Serangan balasan ini sama
sekali tak pernah disangkanya, demikian cepat dan kontan datangnya. Ia cepat
mengelak sambil melompat ke atas dan sebelum Ling Ling dapat melanjutkan
serangannya, kawan-kawannya telah datang mengurung dan kembali Ling Ling
dikeroyok lima. Pada saat yang amat berbahaya bagi gadis itu, tiba-tiba terdengar seruan keras,
"Jangan khawatir, nona, aku datang membantumu membinasakan lima anjing penjaga
ini!" Dan Liem Sian Lun telah memutar pedangnya yang bersinar kuning itu untuk
menggempur para pengeroyok Ling Ling. Memang, dalam tugasnya ini, Sian Lun
diberi pinjam pedang Oei-hong-kiam dari Jenderal Li Goan.
Biarpun tidak menjawab sesuatu dan berpura-pura tidak melihat Sian Lun, namun
Ling Ling bertambah semangatnya ketika melihat pemuda yang pernah dikenal
kelihaiannya ini. Pedang Pek-hong-kiam diputar makin cepat dan dengan sebuah
sabetan kilat, ia berhasil membacok roboh seorang pengeroyok.
Tadi ketika mengeroyok Ling Ling seorang saja, lima orang siwi itu masih belum
dapat mengalahkannya dalam seratus jurus, apalagi setelah sekarang Ling Ling
mendapat bantuan Sian Lun yang ilmu pedangnya bahkan lebih lihai dari pada nona
itu. Tentu saja kedua orang muda ini bukanlah makanan empuk bagi empat orang
siwi itu dan tak lama kemudian, terdengar teriakan-teriakan susul menyusul dan
kelima orang siwi itu semua telah tewas di ujung pedang Sian Lun dan Ling Ling.
"Nona, dimanakah ibumu?" tanya Sian Lun yang tidak tahu apa yang harus dikatakan
terhadap nona itu. Akan tetapi matanya memandang dengan amat kagum sehingga Ling
Ling menjadi cemberut. Ia menganggap pandang mata pemuda itu kurang sopan. Tanpa
menjawab sesuatu, Ling Ling lalu melompat dan menyerbu ke dalam kemah kaisar.
Akan tetapi, di dalamnya ternyata sunyi dan kosong.
Ling Ling berjalan terus dan keluar dari pintu belakang kemah itu, diikuti oleh
Sian Lun yang merasa penasaran melihat sikap nona yang seakan-akan membencinya
itu. Ketika kedua orang muda itu sampai di belakang kemah itu, tiba-tiba mereka
berhenti dan berdiri memandang ke depan dengan muka tertegun. Apakah yang mereka
lihat" Kaisar Yang Te, masih nampak gagah dan berpakaian mewah, sedang berdiri di dekat
anak sungai, dihadap oleh seorang kakek tua yang berpakaian sebagai pelayan.
Terdengar suara kaisar itu berkata sambil tersenyum-senyum.
"Tidak betulkah kata-kataku tadi, Lao Kwang" Seorang kaisar harus menghadapi
kebangkitan atau keruntuhannya dengan senyum di mulut. Semua orang Koleksi Kang
Zusi memberontak, tidak ingat bahwa aku adalah kaisar yang harus mereka hormati,
kaisar yang dipilih oleh Thian sendiri untuk memimpin rakyat seluruh negara. Ha,
ha, ha! Dan sekarang mereka mengejar-ngejarku untuk membunuhku. Bukankah ini
lucu sekali" Lihatlah, laksaan orang saling membunuh hanya karena aku seorang!
Bukankah hal ini hebat sekali" Apakah artinya aku mengorbankan nyawaku untuk
kebesaran seperti itu" Ha, ha, Lao Kwang, kau bilang apa tadi" Kaupun ingin pula
memberontak?" Kakek itu sambil bercucuran air mata lalu mencabut sebilah pedang pendek dan
setelah berlutut ia lalu berkata,
"Hong-siang, junjunganku, juga anak yang kutimang-timang semenjak masih bayi!
Mengapa tidak dulu-dulu paduka mendengar nasehat seorang rendah seperti hamba"
Mengapa paduka, hanya menurutkan kata nafsu hati, menurutkan bujukan para
pembesar buruk" Mengapa paduka ingin memuaskan hati tanpa memperdulikan
pengorbanan rakyat jelata" Ah, apakah yang akan menimpa diri paduka?"
Kaisar itu tertawa bergelak. "Lao Kwang, kau seorang yang setia dan bersikap
selalu merendah. Alangkah bodohnya kau ini! Kalau aku bertindak sebagai seorang
kaisar yang bodoh dan mengalah, tdak mau memeras tenaga rakyat untuk membuat
bangunan-bangunan besar, untuk menyerang negara timur, akan jadi kaisar apakah
aku ini" Betapapun juga, akhirnya aku toh mesti mati. Kalau aku membiarkan
keadaan negara tanpa memperkuatnya, biarpun dengan menekan rakyat, aku akan mati
sebagai seekor semut, rakyat yang gendut dan senang akan lupa kepadaku dan
negara sebentar lagi akan dirampas oleh orang asing. Sekarang, biarpun aku mati,
lihatlah saluran air yang megah, lihatlah tembok besar yang jaya, semua adalah
bekas tanganku. Orang takkan melupakan selama sejarah berkembang. Mati" Ha, ha,
ha, siapa yang takut mati" Di dunia aku menjadi kaisar, mustahil di alam baka
aku tidak diberi pangkat dan kedudukan" Aku adalah kaisar, tahu" Dalam keadaan
bagaimanapun juga, kaisar tetap dihormati, menjadi tawanan pun berbeda dengan
perajurit biasa. Tetap menjadi tawanan besar dan penting, diperlakukan penuh
penghormatan!" Pada saat itu, mereka melihat dua orang muda yang berdiri dengan pedang di
tangan. "Hong-siang, musuh telah datang menyerbu!" bisik Lao Kwang
"Mereka itu?" Kaisar membalikkan tubuhnya dan menudingkan telunjuknya ke arah
Ling Ling dan Sian Lun. "Hanya dua orang muda yang bodoh, yang menjadi alat dari
pada keganasan perang! Apakah mereka ini akan dapat menggantikan kedudukanku"
Ha, ha, ha!" "Kaisar lalim, rasakan pembalasanku!" tiba-tiba Ling Ling berseru keras dan
Koleksi Kang Zusi menyerbu. Akan tetapi, ia kalah dulu oleh Lao Kwang. Dari belakang, pelayan yang
semenjak Yang Te masih kecil telah menjadi pelayannya itu, telah menusuk
punggung Kaisar Yang Te dengan pedangnya. Kaisar itu mengeluh berat dan tubuhnya
roboh telentang, tak bergerak lagi.
"Hamba ikut, tuanku!" kata Lao Kwang dan sebuah tusukan ke arah dadanya dengan
pedang yang dipegangnya membuat ia roboh di samping Kaisar Yang Te.
Tertegunlah Ling Ling dan Sian Lun menyaksikan peristiwa ini. Untuk beberapa
lama Ling Ling berdiri memandang ke arah tubuh kaisar itu. Inikah musuh
besarnya" Inikah orang yang telah menghancurkan penghidupan ibunya" Yang telah
menghancurkan penghidupan rakyat banyak" Sukar untuk dipercaya.
Kaisar ini hanya memerintah dan memberi petunjuk. Yang menjadi pelaksana
bukanlah dia sendiri dan mana kaisar ini bisa mengetahui cara pelaksanaan
perintahnya" Tahukah kaisar ini bahwa tenaga rakyat yang dikerahkan itu
diperoleh dengan jalan yang curang dan keji oleh para petugasnya" Siapakah yang
salah" Kaisarnya, atau para petugas yang nyeleweng, ataukah jamannya yang salah"
Setelah menarik napas panjang, Ling Ling lalu berpaling dan Sian Lun melihat
betapa kedua mata gadis cantik itu basah oleh air mata. Ling Ling lalu melompat
pergi meninggalkan tempat itu.
"Nona, tunggu dulu!"
Ling Ling menahan tindakannya. Mereka telah berada jauh dari kemah kaisar itu.
"Kau mau apa?" tanyanya dengan tegas dan ketus.
Sian Lun menggerakkan alisnya dan tersenyum pahit. "Beginikah sikapmu kepada
orang yang telah berusaha membantumu" Nona, kau agaknya benci kepadaku. Ada
apakah dan apakah kesalahanku?"
"Tidak ada yang benci dan tidak ada yang salah! Aku hanya ingin tahu mengapa kau
menyusulku?"

Wanita Iblis Pencabut Nyawa Toat Beng Mo Li Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nona, aku hanya ingin menyatakan bahwa pamanku Kwee Siong telah mencari-cari
dan menanti-nanti kau dan ibumu."
Berkerut kening Ling Ling mendengar nama Kwee Siong disebut-sebut.
"Aku tidak kenal pamanmu. Ada apa dia menanti-nanti kami?"
"Entahlah, hanya aku tahu bahwa paman sedang sakit dan seringkali menanyakan kau
dan ibumu. Di manakah ibumu?"
"Ibu..... ibu sudah meninggal dunia!" Setelah berkata demikian Ling Ling
melompat dan lari lagi dengan cepatnya.
"Nona, tunggu dulu.....!"
Ling Ling berlari terus, akan tetapi Sian Lun mengejarnya dan karena ia sudah
lelah Koleksi Kang Zusi sekali, Ling Ling terpaksa berhenti. Sian Lun melihat kini betapa air mata telah
mengalir turun di kedua pipi gadis itu yang agak pucat.
"Mengapa kau mengejarku" Apakah kau menagih budimu ketika kau menolongku tadi"
Nah, biarlah aku mengucapkan terima kasih kepadamu, dan sekarang pergilah!"
Sian Lun memandang dengan penuh iba. "Nona, aku menyesal sekali, yakni ...
tentang ibumu..." "Jangan kau sebut-sebut akan hal ibuku. Ibu telah gugur dalam pertempuran, tidak
ada hubungannya dengan kau."
Pada saat itu, terdengar bunyi derap kaki kuda dan dua orang perwira pembantu
Sian Lun tiba di tempat itu.
"Liem-ciangkun, musuh telah dipukul habis. Sebagian besar telah menyerah.
Menanti perintah!" Demikian kata mereka sambil turun dan berdiri dengan sikap gagah.
"Bawa semua tawanan dan kembalikan ke Tiang-an. Kau mewakili aku memimpin
pasukan. Seperti biasa, berlakulah keras, jangan biarkan anak buah kita
meninggalkan barisan," perintah Sian Lun dengan suara keren. Kedua pembantunya
memberi hormat dan pergi lagi menunggang kuda.
"Aku harus pergi sekarang, selamat tinggal!" kata Ling Ling.
"Nanti dulu, nona. Kau telah banyak berjasa dalam perjuangan kami, apakah kau
tidak mau bersamaku kembali ke Tiang-an" Sungguh, nona, pamanku amat mengharap-
harap kedatanganmu."
"Memang aku mau ke Tiang-an, akan tetapi tidak bersama engkau!"
Berseri wajah Sian Lun mendengar ini,
"Bagus, kau tentu akan datang kepada pamanku Kwee Siong, bukan" Baik sekali."
"Memang aku akan mencari orang she Kwee itu, untuk membunuhnya dengan pedangku!"
Setelah berkata demikian, Ling Ling melompat dan berlari pergi.
Untuk sejenak Sian Lun berdiri bagaikan sebuah patung batu. Ucapan yang
dikeluarkan dengan sengit oleh gadis itu benar-benar telah membuatnya terheran-
heran dan terkejut sekali. Ada apakah antara pamannya dan gadis ini serta ibunya
yang telah gugur" Ah, ia harus mencegah maksud gadis itu. Setelah melihat
bayangan Ling Ling lenyap dibalik pohon-pohon barulah Sian Lun menjadi terkejut
dan cepat ia lalu melompat dan berlari cepat mengejar.
Dengan hati yang amat berat karena masih berduka mengingat kematian ibunya, Ling
Ling berlari dengan cepat sekali. Kakinya telah terasa lelah dan lemahlah
seluruh tubuhnya. Ia telah bertempur melawan musuh-musuh yang tangguh dan telah
sehari lamanya ia tidak makan. Akan tetapi ia tidak mau berhenti mengaso karena
maklum Koleksi Kang Zusi bahwa pemuda she Liem itu tentu akan mengejarnya.
Ketika ia tiba di sebuah dusun dan melihat, bahwa pemuda itu tidak dapat
menyusulnya, ia lalu masuk ke sebuah restoran dan memesan makanan. Setelah makan
dan beristirahat sejenak, pulihlah kembali kekuatannya dan ia merasa tubuhnya
sehat. Kemudian ia melanjutkan perjalanannya dan alangkah mendongkolnya ketika
tiba di luar dusun itu, pemuda she Liem itu telah menantinya sambil duduk di
atas rumput seorang diri.
Ling Ling berpura-pura tidak melihatnya dan hendak berlari terus, akan tetapi
Sian Lun berkata. "Nona Ling Ling, mengapa tergesa-gesa" Akupun hendak menuju ke Tiang-an. Tidak
sudikah kau melakukan perjalanan bersamaku?"
"Kau melakukan perjalanan, apa hubungannya dengan aku" Aku tidak melarang orang
menuju ke Tiang-an," jawab Ling Ling merasa marah kepada dirinya sendiri mengapa
melihat pemuda ini hatinya berdebar girang.
Sian Lun terpaksa mempercepat langkahnya agar dapat mengimbangi kecepatan lari
gadis aneh ini. "Nona, bukankah kau adalah nona yang dulu pernah menerima pedang Pek-hong-kiam
dari Liang Gi Cinjin, ketua dari Pek-sim-kauw?"
"Memang akulah yang dimaksudkan oleh suhumu itu. Dia seorang yang baik hati,
akan tetapi suhumu itu masih mempunyai hutang kepadaku yang harus dibayarnya!"
Setelah berkata demikian, kembali Ling Ling berlari pergi tanpa memperdulikan
kepada Sian Lun lagi. Pemuda ini segera mengejarnya. Ling Ling mengerahkan
kepandaiannya berlari cepat yang disebut Couw-sang-hui (Terbang Di Atas Rumput).
Ia sengaja mengeluarkan kepandaiannya karena ia hendak mencoba apakah pemuda itu
akan dapat mengejarnya. Sian Lun merasa penasaran sekali melihat betapa gadis itu berlari dengan amat
cepatnya. Iapun lalu mengeluarkan ilmunya berlari cepat yang disebut Keng-sin-
sut dan setelah berlari-larian beberapa belas li, akhirnya dapat juga ia
mengejar gadis itu. "Nona, kau sungguh terlalu. Mengapa kita tidak berjalan perlahan saja menuju ke
Tiang-an" Apakah yang membuat nona demikian terburu-buru?"
Ling Ling tidak menjawab, akan tetapi tiba-tiba lalu duduk di atas rumput di
bawah sebatang pohon besar. Enak sekali duduk di situ, ditiup angin sambil
mendengarkan gemersiknya daun-daun pohon tertiup angin. Peluhnya mengalir dari
atas jidat, disapunya dengan sehelai saputangannya.
Sian Lun juga duduk di depannya, agak jauh dari nona itu. Sungguhpun mereka
duduk berhadapan, akan tetapi keduanya tidak berkata-kata dan bahkan tidak
saling Koleksi Kang Zusi memandang. Sungguh keadaan yang amat lucu dan ganjil.
"Mengapa kau mati-matian mengejarku dan hendak berjalan bersamaku?" tanya Ling
Ling tiba-tiba dan sepasang matanya yang indah dan tajam itu menatap wajah Sian
Lun. Untuk sesaat, pemuda itu berusaha menahan serangan sinar mata ini, akan
tetapi akhirnya ia menunduk karena pandangan mata gadis yang menyelidik ini
benar-benar tajam sekali.
"Nona, aku tidak mempunyai niat buruk terhadapmu. Aku kagum sekali akan
kegagahanmu, hanya aku merasa tidak enak mendengar ucapanmu tadi yang hendak
membunuh pamanku Kwee Siong. Ketahuilah bahwa paman Kwee bagiku sama dengan
ayahku sendiri. Tidak boleh kau mengganggunya. Dia orang yang baik-baik,
semulia-mulianya orang, mengapakah kau begitu membencinya dan hendak
membunuhnya?" Ling Ling memandang tajam dengan kening berkerut. Ia amat benci kepada ayahnya
itu. Seorang ayah yang telah menyia-nyiakan ibunya. Ibunya menyatakan bahwa
ayahnya itu tidak bersalah.
Kalau memang ayahnya itu orang baik-baik, mengapa tidak dicarinya ibunya yang
hidup seperti seorang "iblis" di dalam hutan" Mengapa ayahnya yang sudah menjadi
seorang pembesar itu bahkan lalu menikah lagi dan telah memperoleh seorang
putera" Mengapa ketika bertemu di pengadilan dulu, ayahnya tidak menerima mereka
sebagai isteri dan anak" Kalau dipikir-pikir, bukan kaisar yang menjadi biang
keladi kesengsaraan ibunya, melainkan Kwee Siong itulah! Orang itu harus
dibunuhnya, untuk membalas sakit hati ibunya.
Kini melihat sikap Sian Lun yang hendak membela Kwee Siong, mendengar ucapan
pemuda gagah ini yang memuji-muji Kwee Siong sebagai seorang yang berhati mulia,
hatinya menjadi perih dan gemas sekali.
"Paman Kwee amat baik kepadaku," terdengar lagi Sian Lun berkata, "seakan-akan
aku anaknya sendiri. Ia memperlakukan aku seperti anak sendiri, mengajarku
membaca dan menulis, memberi nasehat-nasehat dan pelajaran filsafat dan budi
pekerti. Orang sebaik dia tidak mungkin mempunyai musuh dan tak mungkin
mengganggu orang lain. Mengapa kau hendak membunuhnya, nona?"
bagian 16 Pertengkaran Dua Sejoli. Koleksi Kang Zusi "Kau tak perlu tahu, Liem-ciangkun. Urusan ini adalah urusanku sendiri, orang
luar tak berhak tahu. Betapapun juga, aku akan mencarinya di Tiang-an dan akan
membunuhnya dengan tanganku sendiri." Kata-kata ini diucapkan dengan tegas dan
mengandung kemauan bulat.
"Tidak mungkin, nona. Perbuatanmu itu sebelum dapat kau lakukan, kau akan
menghadapi seluruh penduduk Tiang-an, seluruh barisan di bawah pimpinan Jenderal
Li Goan sendiri. Kwee-susiok adalah seorang yang dihormati dan dipandang tinggi
oleh semua orang. Takkan mungkin mengganggu, lebih sukar dari pada mengganggu
kaisar sendiri." Makin tinggi orang memuji ayahnya makin banyak orang mengingatkan kepadanya akan
kemuliaan ayahnya, makin teringatlah Ling Ling akan kesengsaraan ibunya dan
makin panaslah hatinya. Ia tersenyum mengejek dan menjawab sambil berdiri dan
mencabut pedangnya. "Kau kira aku takut menghadapi siapapun juga" Biarpun ada selaksa dewa hendak
melindungi orang she Kwee itu, tetap aku hendak membunuhnya!"
Mulai panas darah Sian Lun. Betapapun ia mengagumi gadis ini dan menaruh hati
kasihan mendengar kematian ibu gadis ini, namun sikap gadis itu dianggapnya amat
keterlaluan. Iapun bangkit berdiri dan berkata.
"Dan dengarlah, nona. Orang pertama yang akan menghalangi kehendakmu yang kejam
itu bukan lain orang adalah aku sendiri!"
"Kau....?" Ling Ling memandang tajam sambil mengangkat alisnya yang berbentuk
melengkung seperti bulan sabit itu.
"Ya, aku sendiri! Aku yang telah diperlakukan dengan baik oleh Kwee-susiok, yang
telah dianggap sebagai anak sendiri, aku takkan membiarkan siapapun juga
mengganggunya!" "Manusia sombong! Siapa takut kepadamu" Apa kau kira dulu aku sudah kalah
olehmu" Cabutlah pedangmu dan mari kita lanjutkan pertempuran yang dulu!"
tantang Ling Ling. "Nona, haruskah kita bertempur lagi" Mengapa kau begitu berkeras hendak membunuh
pamanku" Berilah penjelasan agar aku ikut pula mempertimbangkan apakah niatmu
itu benar atau salah."
Koleksi Kang Zusi "Bukan urusanmu, tak usah kau bertanya lagi. Pendeknya aku hendak membunuh Kwee
Siong dan kalau kau menghalangiku boleh kau mencoba mengalahkanku!"
Terpaksa Sian Lun mencabut pedangnya Oei-hong-kiam. "Menyesal sekali, nona. Aku
tak ingin bertempur dengan kau......"
"Awas pedang!" teriak Ling Ling tanpa memperdulikan ucapan ini dan langsung
menyerang dengan sebuah tusukan berbahaya. Sian Lun cepat menangkis dan
berpijarlah bunga api ketika dua pedang pusaka itu bertemu.
Ling Ling menyerang lagi dan mainkan pedangnya dengan hebat sehingga yang nampak
hanyalah gulungan sinar putih yang menyilaukan mata. Sian Lun terpaksa
mengimbangi permainan pedang nona ini dan pedang Oei-hong-kiam segera diputarnya
merupakan segulung sinar kuning yang tak kalah cepatnya.
Demikianlah, kedua orang muda yang lihai itu kembali mengadu kepandaian di dalam
hutan, ramai dan seru, tanpa ada seorangpun yang menjadi saksi.
Sian Lun bertempur dengan hati-hati. Ia maklum bahwa gadis ini amat lihai.
Ginkang dan lweekangnya berimbang dengan kepandaiannya sendiri dan ilmu pedang
gadis itu luar biasa ganasnya.
Betapapun juga, ia tidak tega untuk melukai gadis ini, dan bertempur hanya
dengan maksud menguji kepandaian saja dan kalau ia mencari kemenangan juga,
bukan dengan cara merobohkan gadis itu dalam keadaan terluka. Ia hanya akan
merampas atau melepaskan pedang dari tangan nona itu. Akan tetapi ia maklum
bahwa hal ini bukanlah mudah saja.
Sebaliknya, Ling Ling yang sudah tahu pula akan kepandaian pemuda ini, kini
berusaha untuk mengalahkan lawannya dan bertempur dengan amat sengitnya.
Dalam keadaan demikian, maka sedikit kelebihan permainan pedang Sian Lun menjadi
tertutup dan pertempuran itu menjadi berimbang dan luar biasa ramainya.
Seratus jurus lewat tanpa terasa, dan belum juga di antara kedua orang muda ini
ada yang kalah atau menang. Mereka saling serang dan saling desak, mengeluarkan
gerak-gerak tipu yang terlihai. Betapapun juga, diam-diam Ling Ling harus
mengakui keunggulan pemuda itu, karena setelah pertempuran berjalan seratus lima
puluh jurus, ia mulai merasa lelah dan telapak tangan kanannya yang memegang
pedang menjadi panas dan perih. Adapun Sian Lun lawannya masih nampak kuat dan
gerakan serta kecepatannya tidak berkurang.
Koleksi Kang Zusi Akhirnya Sian Lun merasa bahwa ia takkan dapat mengalahkan nona yang nekat ini
tanpa melukainya. Akan tetapi bagaimana ia sampai hati untuk melukai nona yang
dikagumi dan dikasihinya ini" Dan sedikit saja ia melamun, tiba-tiba ujung
pedang Pek-hong-kiam di tangan Ling Ling sudah menyerangnya dengan gerak tipu
Kim-gan-liong-hian-jiauw (Naga Bermata Emas Mengulur Kuku).
Sedangkan pada saat itu pedangnya masih tersembunyi di balik lengan ketika ia
tadi bergerak dengan gerak tipu Burung Walet Menyembunyikan Ekor. Melihat
serangan maut ini, Sian Lun terkejut sekali dan cepat ia mempergunakan tenaga
pergelangan tangan untuk memutar pedangnya yang segera meluncur ke depan
melakukan tangkisan ke arah ujung pedang lawan yang menusuk ke arah dadanya.
"Traaang!" dua pedang itu beradu keras sekali. Saking hebatnya tenaga keduanya
yang dikeluarkan pada saat genting itu, ujung pedang Ling Ling meleset dan
meluncur cepat ke arah tenggorokan Sian Lun sedangkan pedang Sian Lun sebaliknya
kena terpukul dan melesat menuju ke arah pundak gadis itu.
Keduanya terkejut sekali. Untuk mengelak sudah tiada waktu lagi. Dengan cepat
tangan kiri mereka bergerak. Ling Ling melakukan gerakan Kwan-im-siu-kiam (Dewi
Kwan-im Menyambut Pedang) sedangkan Sian Lun membuat gerakan Siauw-kin-na-jiu-
hwat mencengkeram ke arah gagang pedang gadis itu.
Gerakan mereka begitu kuat dan cepat sehingga pada saat itu juga, pedang mereka
telah pindah tangan. Oei-hong-kiam telah terampas oleh Ling Ling sedangkan Pek-
hong-kiam terampas oleh Sian Lun. Mereka terhindar dari bahaya maut, akan tetapi
tetap saja mereka menjadi pucat dan mengeluarkan keringat dingin Sian Lun cepat
melompat ke belakang dan menjura.
"Nona, ilmu pedangmu benar-benar luar biasa sekali. Dan pedang inipun amat
baiknya." "Pedang itu adalah pedang suhumu, Liang Gi Cinjin. Biarlah kau kembalikan
kepadanya. Adapun pedang ini......"
Ling Ling menggerak-gerakkan Oei-hong-kiam yang terasa lebih enak ditangannya,
karena pedang ini gagangnya lebih kecil dan lebih cocok untuk jari-jari
tangannya. "Pedang ini adalah pedang dari Panglima Kam Kok Han, dan aku sebagai ahli waris
ilmu pedangnya, ..... aku berhak mendapatkan pedang ini!"
Sambil berkata demikian, Ling Ling memandang kepada pemuda itu dengan sikap
menantang. Sian Lun menjadi tertegun. "Kau ....., kau hendak merampas pedang itu"
Kembalikan, nona. Pedang itupun boleh kupinjam dari Jenderal Li!"
Koleksi Kang Zusi "Bukankah kau dulu merampasnya dari seorang panglima kerajaan Sui" Pedang ini
bukan pedangmu, bukan pula pedang Jenderal Li, akan tetapi adalah pedang dari
mendiang Panglima Kam! Kalau kau ada kepandaian, boleh kau rampas kembali,
pedang ini sekarang sudah berada di tanganku!" kembali Ling Ling memandang
dengan sikap menantang. Untuk sesaat teganglah semua urat dalam tubuh Sian Lun. Ia hendak bergerak
menyerang nona itu untuk merampas kembali pedangnya, akan tetapi ia mengurungkan
niatnya dan kemudian bahkan duduk di atas rumput sambil tersenyum.
Pendekar Wanita Baju Merah 1 Pedang Angin Berbisik Karya Han Meng Panji Sakti 4
^