Pencarian

Bayangan Darah 1

Bayangan Darah Karya Pho Bagian 1


Bayangan Darah Saduran : PHO BAGIAN SATU Ketika itu dua pelayan sedang membersihkan pekarangan,
mereka keluar dari ruang tengah dan mendongak, terlihatlah
oleh mereka di atas tembok itu sebuah bayangan yang
seakan-akan mau menerkam mereka, keduanja jadi
terperanjat dan menjerit. Jeritan mereka memecah di
keheningan fadjar, sehingga terdengarlah suara dari sudut
tembok: "Ada apa... ada apa?"
Kedua pelayan itu tidak menoleh, mata mereka masih tetap
memandangi bayangan darah itu seakan mempunyai suatu
daya tarik yang sangat aneh dan gaib sekali, membuat orang
mau tidak mau harus memandang padanya. Mereka
melambai-lambaikan tangan ke belakang seraya berseru
"Then Kwan Ka (Pengurus rumah she Then) lihatlah, lihat. Itu
aneh sekali." Setelah suara seruan pelayan itu reda terdengarlah langkah
sepatu yang berdetak-detak di atas tanah, dimana seorang
setengah umur keluar dari sudut tembok itu dan kedua
tangannya ditaruh di belakang tubuhnya. Lelaki itu berpakaian
hitam, mukanya agak merah, matanya bersinar bersemangat,
langkah tegap, gayanya hebat sekali, sekali pandang saja
sudah tahu orang itu memiliki Lwee-kang dan Gwa-kang yang
sangat tinggi. Ia sembari melangkah seraya berkata dengan
suara tidak senang, "Ada apa sebanarnya?"
Ia baru berkata sampai disitu, tiba-tiba suaranya terhenti
karena melihat bayangan darah di atas tembok itu. Ia hanya
berhenti sejenak dan dengan tiba-tiba mengangkat tubuhnya
dan melayang dari atas kepala kedua pelayan itu, angin
kencang yang timbul dari layangan tubuhnya membuat kedua
pelayan itu terhuyung-huyung, hampir saja terjatuh. Ketika
kedua pelayan itu dapat berdiri seperti biasa kembali, Then
Kwan Ka telah tiba di muka tembok, tampaknya ia
mengulurkan tangan mau meraba bayangan darah di tembok
itu, tapi ketika tanganya masih berjarak setengah kaki dari
tembok itu tiba-tiba menarik kembali tangannya seakan-akan
bayangan darah itu penuh dengan duri-duri yang lancip.
Matahari pagi mulai timbul, kedua pelayan itu dapat melihat
dengan jelas muka Then Kwan Ka, walaupun disinari oleh
matahari pagi yang bersinar merah, tapi tetap lebih putih
daripada kertas. Kedua pelayan tahu peristiwa itu agak luar
biasa. Then Kwan Ka berjuluk 'macam tutul merah', justru
karena mukanya yang merah membara itu dia bukanlah orang
yang belum pernah berkelana di pertengahan sungan Yangze,
siapa yang tidak kenal namanya, tetapi sekarang ketika
melihat bayangan darah itu, Macan tutul merah lantas
berubah menjadi 'Macan tutul putih', bukankah bayangan
darah itu sangat mengerikan hingga sampai ke tulang?"
Walaupun hari itu cerah sekali, kedua pelayan itu pun
bergidik, mereka saling merapatkan tubuh mereka, lalu
mundur tiga langkah, dan mereka saling pandang, kini mereka
baru mengetahui muka mereka lebih pucat dan lebih putih
daripada muka Then Kwan Ka. Mata Then Kwan Ka melotot
menatapi bayangan darah itu, dia mundur tiga langkah, pada
saat itu terdengar suara suitan yang nyaring dari belakangnya.
Cepat Then Kwan Ka membalikkan tubuhnya, tangannya
kirinya menjaga dada, tangan kanannya menunggu mau
dipukulkannya keluar, dari sudut lorong terbanglah tiga ekor
burung elang pemburu menyongsong matahari dan berputarputar
di udara, dan dari pintu sudut lorong itu meloncatlah
seorang anak muda. Umurnya sekitar 26 atau 27 tahun, pakaiannya
bergemerlapan yang terbuat dari sutra sehingga tambah
menonjolkan kegagahan dan ketampanan wajahnya, dalam
tangannya tergenggam busur perak besar, di pinggangnya
bergantungan anak panah, ia menghampiri Then Kwan Ka
dengan gembira, katanya: "Kau mau ikut pergi berburu?"
Then Kwan Ka melemparkan tubuhnya seraya berkata : "Ji
kong cu (Tuan muda kedua), hari ini lebih baik jangan pergi."
Anak muda itu melayangkan sepasang alisnya sambil
berkata : Apa" Eh, mukamu kok jelek benar?" Ia menegadah
dan ia pun telah melihat bayangan darah di tembok itu,
dipakainya busur itu untuk menunjuk-nunjuk bayangan darah
dengan acuh tak acuh, katanya : "Ha, permainan apa ini?"
Then Kwan Ka berkata dengan perlahan : " Itulah Soo Beng
Hiat In (Bayangan darah penagih nyawa)."
Sekonyong-konyong pemuda itu tertegun, tapi wajahnya
yang congkak belum pernah lenyap. Tiba-tiba ia tertawa,
katanya : "Then Kwan Ka (pengurus rumah she Then),
menurut Thia-thia (Ayah), kau adalah orang yang
berpengalaman di sekitar sungan Yangze, kalau
membicarakan Kim Li Pang Cu (Kepala perkumpulan ikan Li
emas), semua orang tahu kau adalah Ho-han (jagoan),
walaupun Kim Li Pang cu dibinasakan oleh musuhmu, tapi kau
menjadi pengurus rumah kami. Inikan lebih hebat dari
menjadi seorang Pang Cu; dan kenapa kau sekaget itu?"
Sedikitpun Then Kwan Ka tidak merasakan ucapan anak itu
bernada tidak hormat padanya. Memang betul, tadinya ia
adalah Pang Cu, di bawahnya ada pengurus pusat dan 7
pengurus cabang, kira-kira ada seribu Bu Lim Ho han yang
menerima perintahnya. Tapi walaupun nama 'macan tutul
merah' Then Seng cukup nyaring di kolong jagat, ia pun tidak
luput dari tekanan musuhnya kesana kemari menemui jalan
buntu, hampir saja ia binasa di bawah tangan musuhnya. Tapi
ketika ia masuk ke dalam rumah Sing Emas Lauw Thian Hauw,
Lauw loya, meskipun musuhnya tahu ia bersembunyi di rumah
Lauw, tapi mereka tidak berani membuat rusuh disitu,
bukankah itu membuktikan bahwa seorang pengurus
rumahLauw lebih hebat daripada seorang Pang Cu di kalangan
kang ouw" Then Seng tersenyum pahit, dan masih berkata dengan
perlahan : "Miem Ong Ling (perintah Giam Loo Ong), kalau
tidak becur harus pinjam Soo Beng Hoat In."
Anak muda itu tertawa besar, katanya : "Itu hanya dibesarbesarkan
orang-orang Bu Lim saja, apa pula Soo Beng Hiat In
itu, dia sampai berani membuat rusuh di rumah Lauw?"
Then Kwan Ka menunjuk ke tembok, katanya : "Dia telah
datang, di rumah ini dalam tempo tujuh hari pasti ada orang
yang mati, orang itu pasti telah melakukan sesuatu kejahatan
dan diketahui oleh Soo Beng Hiat In, maka ia menguber
sampai kemari. Dahulu di puncak gunung Goo Bie, tiba-tiba
muncullah bayangan darah itu, walaupun seluruh Goo Bie
dijaga ketat sekali, tetapi Goo Bie Ciang Bun Jin (ketua) masih
tetap mati di malam ketiga, rupanya dia pernah meninggalkan
seorang perempuan kampung, sedangkan Go Tai San..." muka
Then Kwan Ka kian bercerita kian putih, dan muka anak muda
itu pun pelan menjadi putih.
Walaupun muka anak muda itu pucat, tapi di sudut bibirnya
masih mencibirkan sebuah senyuman yang angkuh, ujarnya
memotong ucapan Then Kwan Ka : "Aku thau Goo Bie, Go Tai,
Sin Liong Pang, dan beberapa perguruan silat yang besar dan
jago-jago silat yang pernah melakukan sesuatu kejahatan,
nyawa mereka pernah dicabut Soo Beng Hiat In tetapi Soo
Beng Hiat In telah dua puluh tahun lebih tidak muncul lagi di
kalangan Bu Lim, taruhlah ia mau membuat kerusuhan mana
pula dia berani menyentuh sebuah rambut rumah Lauw?"
Gumam Then Kwan Ka : "Tidak salah, ilmu Lwee ka khi
kang (ilmu hawa dalam tubuh) Lauw loya telah mencapai
setingkat dengan yang disebut jago nomor satu di kalangan
dunia kang auw sekarang ini, sepasang pedang Toa Kong Cu
(anak sulung), tenar di kolong jagat. Ji kong cu, kaupun gagah
perkasa. Gin Kang (ilmu mengentengkan tubuh) Toa Sio Cio
(nona besar), pernah menjagoi upacara pertandingan Min
Kang di Hoa San tempo hari, apa lagi suaminya..."
Anak muda itu berkata dengan tidak senang : "Jangan
sebut-sebut orang She Tio, katakanlah orang she Lauw saja."
Then Seng mengangguk, katanya : "Ya, sudah... semua
orang she Lauw di rumah ini, bahkan aku sebagai pengurus
rumah yang tidak becus ini pun mempunyai sedikit nama,
tetapi Soo Beng Hiat In..." Ia tertawa pahit, "kalau sudah
muncul di tembok kita tentu dia akan mencari gara-gara
dengan orang she Lauw..."
Teriak anak muda itu : "Jangan sembarangan bicara. Aku
Lauw Jok Hong tidak takut dengan bayangan darah atau
bukan, hayo cepat singkirkan, aku mau lihat apa
kehendaknya!" Ia menggoyangkan tangannya, dan terdengar suara...
Cring..., pedangnya telah terhunus, tubuhnya melonjak ke
depan, dilempengkannya ujung pedangnya ingin membabat
bayangan darah di tembok itu. Tiba-tiba dari pinggir
berbunyi... Ces..., terlihat sebuah Kim Lian Cu (biji kembang
teratai) berkelap-kelip menyambar pedang itu, Cring... Kim
Lian Cu itu telah membenetur ujung pedang, sekonyongkonyong
membuat pedang itu tergetar dan mencelok ke atas.
Sesaat Lauw Jok Hong berteriak dengan marah, terdengarlah
suara ketawa, dan sebuah bayangan merah berkelebat,
sesosok tubuh yang ayu telah tiba di hadapannya, rupanya
bayangan ayu itu adalah seorang gadis cantik yang baru
berusia 20 tahunan. Setelah gadis itu berdiri,ia bahkan tertawa
terkikk-kikik hingga pinggangnya tak hentinya bergoyanggoyang,
serunya : "Ji Ko (abang kedua), kau kagetnya sampai
begini!" Lauw Jok Hong menghunus pedangnya dan ditusukkannya
ke dada gadis itu, laju pedang cepat dan keras lagi, hingga
gadis itu menjerit ketakutan, buru-buru ia mundur.
Tetapi tusukan pedang Lauw Jok Hong itu cepat, tarikannya
pun cepat, tusukan itu baru sekali, buru-buru ia tarik kembali,
dari tusukan dan tarikan pedangnya itu, orang dapat melihat
ilmunya cukup tinggi. Lauw Jok Hong tersenyum : "moy Cu (adik perempuan),
apakah kau tidak takut?"
Muka gadis itu pucat pias, kini baru agak tenang. Sesaat
kemudian, ia baru mendehem membalik tubuhnya dan wajah
yang kurang senang. Ketika ia membalikkan tubuhnya, terlihat
bayangan darah di tembok itu dan ia tertegun sejenak,
serunya : "Siapa yang mengotori tembok itu?"
Lauw Jok HOng berkata sambil tertawa dingin : "Dikotori"
Ucapanmu itu enak sekali. Itulah Soo Beng Hiat In yang telah
20 tahun tidak muncul di kalangan Kang ouw lagi, pastilah kau
yang telah melakukan sesuatu kejahatan di luar maka kau
telah mengundang Soo Beng Hiat In kemari!"
Sewaktu Soo Beng Hiat In membuat dunia Kang ouw
menjadi kalang kabut, mungkin saja gadis ini belum lahir,
tetapi ketika anak gadis itu telah mengerti hal-hal di dunia ini,
ia terus menerus mendengar cerita tentang Soo Beng Hiat In.
Mukanya yang merah itu mulai pudar, ia tertegun sejenak,
baru berkata dengan keras : "Bohong, bayangan darah itu
datang untuk mencari kau, kau masih belum..." ucapan gadis
itu belum habis, sebuah batukan melayang dari ruang tengah,
buru-buru gadis itu menutup mulutnya, terdengar sebuah
suara yang keras dari seseorang setengah umur : "Ribu
apalagi kamu ini?" Buru-buru Then Seng menghampiri berkata : "Toa Kong
Cu, Soo Beng... Hiat In."
Suara langkah kaki orang setengah umur itu terhenti. Lauw
Jok Hong dan adik perempuannya Lauw Hwi menoleh,
dilihatnya Toa ko mereka. Sepasang pedang Lauw Nen sedang
berdiri di atas anak tangga, matanya memandang tembok
menatapi bayangan darah itu. Tiba-tiba ia menggoyangkan
sepasang lengannya, terdengar cring! cring! dua kali, dua
buah kilatan telah terbang ke udara, cepat sekali telah
bergulung-gulung mengitari tubuhnya, hawa pedang itu tajam
sekali, hingga membuat Then Seng yang berdiri di hadapan
mukanya terhuyung-huyung mundur beberapa tindak ke
belakang. Lauw Jok Hong dan Lauw Hwie melihat Toa ko mereka
tiba-tiba menggunakan Jit Gwee Kiam Hoat (ilmu pedang
matahari dan rembulan), yang jarang sekali diperlihatkan oleh
Toa ko mereka. Sepasang pedang itu bagai pelangi,
kekuatannya itu mengagetkan orang, diam-diama mereka pun
terperanjat. Setelah Then Seng mundur, katanya segera : "Toa kong cu,
bayangan darah itu baru muncul, menurut biasanya dia
memberikan satu jangka waktu, untuk pelaku kejahatan itu
berlutut di hadapan bayangan darah itu guna menerima
hukumannya. Kau... cepat-cepatlah simpan pedang."
Ucapan Then Seng belum habis, terdengar lagi cring! cring!
dua kali. Kilatan itu telah lenyap, Lauw Nen tidak menghunus
pedang dalam tangannya, pedangn yang tergantung di
pinggirnya itu, seakan belum pernah tersentuh. Hanya
mukanya jadi pucat, bentaknya : "Siapa yang tidak tahu kita
she Lauw adalah pendekar budiman, mana mungkin ada
orang yang melakukan hal-hal yang memalukan?" Ia sembari
membentak Then Seng, air peluhnya menetes dari keningnya
tidak habis-habisnya, setelah habis biara, ia membalikkan
tubuhnya dan melayang ke depan, lanjutnya cepat sekali,
hanya sekejap saja sudah tampak lagi.
Lauw Jok Hong mendelik pada Lauw Hwie, belum sempat ia
membuka mulut, sudah terdengar suara bentakan bagai
halilintar menyambar telinga mereka. Lauw Jok Hong dan
Lauw Hwie berdiri dengan kepala tertunduk, pada saat itulah
Lauw Nen telah mendampingi seorang tua berdiri di hadapan
mereka. Tubuh orang tua itu tidak begitu tinggi, tapia tegap kekar
sekali, rambut dan jenggot hitam, umurnya 60 lebih, sepasang
matanya bercahay-cahaya bersemangat, sepasang tangannya
besar sebesar kipas, putih kemerah-merahan, kukunya
sepuluh-puluhnya panjang kira-kira satu senti bagaiman Pek
Giok (Giok putih). Setelah ia berdiri, ia melangkah dua tindak
lagi ke depan, setiap langkahnya itu, menimbulkan angin yang
kencang, di sekelilingnya itu terdorong mundur beberapa
tindak. Orang tua itu terus melangkah ke depan tembok,
ditatapnya bayangan darah itu, terdengar bajunya itu terus
menerus berdesir-desir dan bergoyang-goyang tak hentihentinya,
bagai tertiup oleh angin puyuh, pandangan matanya
yang bersinar itu, seakan-akan hendak menembusi tembok.
Orang-orang di sampingnya pada menahan napas. Sejurus


Bayangan Darah Karya Pho di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemudian baru terlihat orang tua itu menoleh dengan
perlahan. Lauw Nen, Lauw Jok Hong dan Lauw Hwie bertiga, begitu
melihat ayah mereka menoleh hati mereka tak tertahan lagi
terus dak dik duk, mereka belum pernah melihat ayah mereka,
seorang jago silat berilmu tinggi si Singa Emas Lauw Thian
Hauw, sekaget itu. Tetapi sekarang, sekali-kali bukan
pandangan mereka rabun, mereka sungguh-sungguh melihat
wajah Lauw Thian Hauw kagetnya bukan kepalang.
Tampaknya Lauw Thian Hauw sedang berusaha
menenangkan dirinya, tetapi jenggotnya yang panjang itu lagi
gemetar, katanya dengan suara yang rendah : "Nen ji, mana
Toa Moaymu?" Kata Lauw Nen seraya menjura : "Thia, Toa Moay
membawa anaknya telah pulang pagi tadi, dia sudah kembali
kesini dua hari, tapi belum ketemua Thia Thia."
Muka Lauw Thian Hauw berubah, ia menegadah sambil
berkata : "Then Kwan Ka, ambillah kuda dan suruhlah dia
kembali lagi, cepat! Cepat!! Cepat!"
Walaupun Then Seng telah mengucapkan "ya" berkali-kali,
tetapi Lauw Thian Hauw terus mengatakan "cepat berkali-kali
juga, dari mana dapat diketahui bahwa hatinya sangat gusar.
Then Seng membalik, dan berlalu, buru-buru Lauw Hwie
bertanya pada ayahnya : "Thia, bayangan darah ini..."
Lauw Thian Hauw membentak dengan keras : "Tutup
mulutmu, jangan membicarakan tentang bayangan darah itu
lagi..." Ia membalikkan badan dan tangannya telah
menghantam tembok itu, dan tembok itu bergoyang mau
roboh, pada saat itulah ia teringat kembali ketika ia masih
muda, Soo Beng Hiat In pernah membuat rusuh di puncak
gunung Go Bi. Ketika itu Go Bi Ciang Bun Siauw Yang Siang Jin memiliki
Khi kang yang lebih dalam daripadanya, tetapi akhirnya
bagimana" Lauw Thian Hauw boleh dikatakan jago silat nomor
satu di dunia Bu lim, tapi itu tidak termasuk Soo Beng Hiat In,
kalau ada Soo Beng Hiat In, bagaimanapun juga, Lauw Thian
Hauw tidak ada tempat! Dengan terpaksa Lauw Thian Hauw menarik kembali
pukulan tangannya, pada saat itu ketiga burung elang
pemburu itu turun dari udara. Tiba-tiba pukulan tangan Lauw
Thian Hauw itu membalik ke atas, pukulan tangan yang
terbentu dari Khi kang yang asli itu, dengan suara menyobek
udara menyerang ke atas, ketiga burung elang pemburu yang
terbang setinggi lima tombak itu berkeok menyayatkan hati,
lalu bulunya berantakan dan jatuh di atas tanah. Melirik pun
Lauw Thian Hauw tidak, hanya berpikir dalam hatinya :
"Bayangan darah itu datangan untuk mencari siapa?"
Ketiga burung elang pemburu terjatuh ke tanah dari udara,
daging dan tulangnya telah remuk, bagaikan tiga tumpuk tahi
kebo. Lauw Jok Hong melirik dengan pandangan yang sedih,
itulah burung elang pemburunya yang telah terlatih! Tetapi ia
tidak berani bersuara, karena ia telah tahu persoalan itu luar
biasa... sangat luar biasa.
Lauw Thian Hauw berbalik seraya berkata : "Bila nak Hung
kembali, kamu berempat, datanglah ke rumah di tengah
danau itu untuk menemukaku. Beritahu penjaga pintu, tidak
peduli siapa pun yang datang, aku tidak terima. Ambillah kain
untuk menutupi tembok itu, jangan sampai dilihat orang lain."
Ia sambil berbicara sambil melangkah berlalu.
Lauw Nen dengan hormat mendampingi ayahnya masuk ke
dalam, lalu ia berkata dengan suara yang rendah : "Ji te (adik
kedua) kaukah yang telah melakukan kejahtan di luar?"
Lauw Jok Hong berkata sambil menengadah : "Lucu sekali,
barang apa itu, tak lain hanyalah sebuah bayangan darah
yang burem, buat apa kita sekaget itu?"
Lauw Nen mendehem dan menatap Lauw Jok Hong dengan
pandangannya yang tajam, lalu melirik Lauw Hwie yang berdiri
di samping, katanya : "Kamu jangan main-main, kalau Soo
Beng Hiat In muncul, di rumah ini pasti ada jiwa yang
melayang, kalau pelaku tidak berlutut di hadapan bayangan
darah untuk menerima kembalinya tentu itu akan
mencelakakan orang serumah, kalau ada yang berbuat
mengakulah mumpung masih pagi!"
Lauw Jok Hong dan Lauw Hwie berdua-dua, walaupun
merasakan hal itu adalah luar biasa, tapi mereka pun
merasakan hal itu adalah suatu hal yang baru bagi mereka.
Maka mereka juga tertarik, terus sampai Lauw Nen
mengucapkan perkataan tadi, mereka baru terdiam, muka
mereka berubah. Sehabis berkata begitu Lauw Nen buru-buru
melangkah maju, dan berlalu. Sesaat kemudian datanglah
pelayan membawa tangga dan kain hitam yang lebar, tak
lama kemudian tertutuplah bayangan darah itu. Walaupun
bayangan darah itu telah tertutup, tapi Lauw Jok Hong dan
Lauw Hwie berdua, tetap saja berdiri mematung disana, dan
mereka saling mengelakkan pandangan masing-masing
supaya tidak bentrok, mereka terpaku sejenak, tiba-tiba
mereka berseru berbareng : "Moay cu!", "Ji ko!" Setelah
berteriak, timbullah perasaan tegang di wajah mereka, mereka
masing-masing melangkah selangkah, dan berbareng pula
mereka berkata : "Apakah mungkin soal itu..." Ucapan mereka
baru keluar separuh, terdengarlah suara pacuan kuda yang
gegap gembita dari jauh mendekat.
Derap kaki kuda yang mendebarkan hati itu, membuat hati
mereka berdetak dengan kencang sekali, maka ucapan
mereka itu terpotong, baru separuh lalu berhenti. Tiba-tiba
sekali kelebatan saja, di atas tembok itu telah berdiri seorang,
kemudian orang di atas tembok meloncat turun, angin yang
timbul karena loncatan itu membuat Lauw Jok Hong dan Lauw
Hwie berdua menahan napas mereka, dan mereka mundur
dua tindak ke belakang. Setelah orang itu berhenti, rupanya
adalah seorang wanita yang berumur kira-kirahampir empat
puluh tahun, alisnya tebal dan hidungnya pesek, keningnya
tinggi dan lebar, wajahnya sangat jelek, tapi sangat serius.
Setelah Lauw Jok Hong dan Lauw Hwie melihat orang itu, baru
mereka merasa lega, lalu mereka saling pandang, dan
berteriak bersama-sama : "Toa cie! Yang tiba-tiba itu bukan
orang lain, itulah dia anak sulung perempuan Lauw Thian
Hauw. Suaminya Lauw Hung adalah Cung Piauw Lauw dari
ketujuh puluh empat Piauw Kek (Kantor kirim barang), Tan
Kiam Ling Hong (pedang tunggal laju bayu), Tio Pek Yao, ayah
Tio Pek Yao adalah Thian Kiam (pedang langit) Tio Hua, Ciang
Bun dari Yun Nan Tiam Ciang Pai, salah satu dari kedua
perkumpulan pedang besar pada Bulim sekarang ini.
Mantu orang she Tio ini, kalau ia berkelana di kalangan
kang ouw, taruhlah orang tidak takut pada kepandaiannya
sendiri, tapi merasa jeri pada mertuanya. Hitunglah orang itu
berani memusuhi orang she Tio itu, tapi apakah ada yang
berani menyentuh orang she Lauw yang berjago lima orang"
Adalah menghadapi Khi kang asli dari Lauw Thian Hauw. Sejak
Lauw Hun berkelana di dunia kang ouw, dia belum pernah
mengalami kekalahan, dan mau tidak mau ia merasa bangga,
bahkan memandang orang pun rasanya sungkan!
Ia begitu berhenti lalu melihat sekeliling, teriaknya : "Mana
Thia Thia" Kenapa kamu mematung berdiri disini" kakak
beradik Lauw Jok Hong dan Lauw Hwie ini lebih takut melihat
Toa cie mereka daripada melihat ayah mereka sendiri, buruburu
mereka menundukkan kepala mereka. Dan berkatalah
Lauw Jok Hong dengan gugup : "Thia Thia menunggu di
rumah danau, ia berpesan kalau kau tiba, kita bersama-sama
menemuinya." Kata Lauw Hun mendehem dari hidungnya :
"Ada soal apa" Sampai menyuruh Then Kwan Ka memanggil
aku kembali?" Lauw Hwie berkata sambil menunjuk ke tembok
yang telah tertutup dengan kain hitam itu : "Lihatlah sendiri!"
Lauw Hun membalik dan tubuhnya bergerak, sekali langkah
saja ia telah tiba di muka tembok itu, diulurkannya tangannya
dan menarik kain hitam penutup tembok itu, orangnya
berangasan, dalam perjalanan pulang, tiba-tiba ia disusul oleh
Then Kwan Ka, katanya di rumah ada urusan yang sangat
penting, minta dia segera kembali. Ia tidak sempat bertanya
dengan teliti, lalu ia membelokkan kudanya, sesampai di
rumah, dilihatnya adik-adiknya sedang ketakutan, amarahnya
memuncak, dilayangkannya tangannya, tenaga dalamnya
turut keluar, hingga ketika kain hitam itu tertarik, terbawa
pula angin yang dahsyat yang mengagetkan orang.
Kain hitam itu tertarik, Lauw Hun dapat melihat bayangan
darah itu, tiba-tiba ia melonjak selangkah, tapi sebelum
gerakannya mantap, buru-buru ia meloncat kembali ke
belakang setindak, matanya melotot, mulutnya ternganga
pada detik itu. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya,
sesaat kemudian ia baru menghempaskan tangannya
membanting kain hitam itu, dan membalik tubuhnya menuju
ke dalam . Kain hitam dihapus oleh angin dan melambung ke
udara, persis melayang ke muka Lauw Jok Hong dan Luw
Hwie berdua, keduanya berteriak serentak, buru-buru mundur
ke belakang mengelak, seakan yang melayang ke muka
mereka itu bukanlah kain hitam, melainkan bayangan darah
yang berbau amis itu! Kedua-duanya mundur 7 atau 8 tindak,
lalu mereka memandang keempat penjuru, tidak ada orang,
baru mereka merasa lega, berkatalah Lauw Jok Hong sambil
membanting kakinya : "Moay Cu tentu saja yang berbuat
kejahatan itu." Muka Lauw Hwie jadi pucat, katanya : "Kau
mau cuci tangan ya" Kau kira tidak ikut andil?"
"Bohong, itu pastilah urusanmu!"
Lauw Jok Hong terdiam, bibirnya bergemetaran, ia tidak
dapat berkata apa-apa, pada saat ini, terdengar suara
panggilan dari Lauw Nen : "Ji te, Ji moay. Belum lagi mau
masuk?" "Moay cu, kita siapa saja jangan bilang, kalau kita bilang,
pasti saja celaka," kata Lauw Jok Hong tertegun.
Mulut Lauw Hwie masih berkeras katanya : "Aku kira...
tidak ada apa yang luar biasa."
"Moay cu, apakah kau tidak lihat tampang Toa cie tadi" Dia
berani sendirian menyatroni Hek Hong San untuk menemui
Hek Hong Thiat Yauw (7 iblis angin hitam), dalam seumur
hidupnya, kapan dia pernah takut" Tetapi ketika dia melihat
bayangan darah itu... dia... dia..." Lauw Jok Hong bicara
sampai disini, giginya telah saling beradu, hingga ia tidak
dapat melanjutkan ucapannya itu.
"Sudahlah, sudahlah, kalau kau sepengecut ini, kenapa
setelah melihat kakak beradik itu, kau memikirkan yang
bukan-bukan?" "Kau... kau... kau masih mau mengatakannya?" kata Lauw
Jok Hong marah bercampur kaget, urat nadi di kepalanya
bermunculan, matanya jadi merah.
Lauw Hwie tidak berani berkata apa-apa lagi, karena
dirinya sendiri pun tidak bersih.
Dengan pikiran masing-masing, mereka melewati ruang
besar, sesaat kemudian, mereka melalui sebuah pintu yang
berbentuk bulan, dan tibalah mereka di pekarangan belakang.
Pekarangan itu ditanami dengan pohon-pohon, kelihatan tidak
begitu indah, tapi gunung palsu banyak sekali. Di sebelah
timur ada, di sebelah barat ada, sepintas lalu seakan kacau
balau tidak beraturan, tapi kalau dipandang lama-lama, dapat
membuat pandangan orang berkunang-kunang. Lauw Jok
Hong dan Luw Hwie berdua, terus mengitari gunung-gunung
palsu, dan berkelok-kelok, setelah berjalan setengah li
sampailah mereka di sebuah empang besar, empang itu
berukuran dua Mu, di tengah-tengah empang itu ada sebuah
rumah, di empat penjurunya dikelilingi oleh air, dan tidak ada
jembatan penghubung. Keduanya sampai di tepi empang,
terdengar lagi suara Lauw Nen dari rumah itu : "Tunggu apa
lagi kamu?" "Ya, kami datang!" kata mereka serentak sambil
melayangkan tubuh mereka setombak ke depan, ketika jatuh,
dengan ujung kaki mereka menotol permukaan air, lalu
melayang kembali, begitu turun naik 7, 8 kali, mereka sudah
sampai di seberang. "Ilmu silat mereka walaupun tidak lemah,
tetapi Gin Kang mereka, belum sampai ke taraf hanya
menotolkan ke permukaan air, lalu menggunakan tenaga
pantulan untuk melayang lagi. Sebabnya mereka dapat sampai
ke seberang dengan tujuh delapan kali turun saja justeru
karena di bawah permukaan air itu dicocok tonggak. Kalau
orang tidak tahu rahasianya, tentu saja tidak dapat
melihatnya. Sesampainya di seberang, mereka telah mendengar suara
parau yang diucapkan oleh Lauw Hung : "Menurut aku kita
harus mengundang beberapa orang yang bersilat tinggi untuk
menghadapi So Beng Hiat In itu, kalau tidak, hanya
mengandalkan orang serumah kita saja,pasti saja tenaga kita
terlalu lemah!" Lauw Thian Hauw tertawa kering sambil berkata :
"Mengundang siapa?"
"Ya, jago silat yang kita kenal tersebar dimana-mana, kalau
kita mau mengundang 10 jagoan silat kelas satu dalam 3 hari,
itu adalah suatu hal yang gampang sekali!"
Wajah Lauw Thian Hauw tampak lebih tua banyak
dibandingkan dengan pagi tadi sebelum melihat bayangan
darah, tangannya menekan kursi, lalu berdiri seraya berkata :
"Ya, kalau kawan akrab kita mengirim orang minta bantuan
kita, karena di rumah mereka ada So Beng Hiat In, apakah
kita bantu atau diamkan saja?"
Sela Lauw Hung cepat : "Hm, kalau di rumah mereka ada
So Beng Hiat In, tentulah mereka telah berbuat..." berkata
sampai disini, tiba-tiba ia teringat, yang ada So Beng Hiat In
justru di rumah mereka sendiri, buru-buru ia menutup
mulutnya, dan tak tertahan lagi tubuhnya bergidik. Ia tahu,
kalau minta bantuan orang lain, bukan saja tidak dapat
simpati, malah akan ditertawakan. Dengan mengatakan di
rumah Lauw ada So Beng Hiat In, tentulah mereka telah
berbuat sesuatu kejahatan, maka telah mengundang So Beng
Hiat In, orang yang saling kenal biasanya berani membantu
mati-matian tapi pada waktu ini, pastilah mereka telah
menyingkir jauh-jauh, kalau tersebar luas,nama rumah Lauw
akan berantakan, untuk menghadapi persoalan ini, kecuali
menggunakan tenaga orang sendiri, tidak ada cara lain yang
lebih bagus. Tetapi orang serumah bukan seorang saja, melain berlima,
ayah, dua anak perempuan dan dua anak lelaki, biasanya,
tentu saja mereka itu saling mengasihi satu sama lain, tetapi
dalam keadaan begini" Andai kata orang yang diincar oleh So


Bayangan Darah Karya Pho di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Beng Hiat In rela berlutut di hadapan bayangan darah untuk
menerima hukuman matinya, orang lainnya akan selamat,
kalau dalam tempo 3 hari tidak ada orang yang berlutut di
hadapan bayangan darah itu, lalu.. Lauw Hun berpikir sampai
disini, tubuhnya bergidik sekali lagi.
Dalam rumah di tengah empang itu hening sekali,
bermacam-macam pikiran berputar-putar dalam benak
masing-masing, dan wajah mereka, kian lama kian jelek,
sesaat kemudian, teriak Lauw Nen dengan tiba-tiba, "Thia!"
Tadinya Lauw Thian Hauw telah duduk, mendengar
teriakan Lauw Nen itu, tanpa sebab lagi ia meloncat, wajahnya
bimbang, tangan kanannya berbalik, seakan-akan bersiap
untuk menghantam musuhnya. Kelakuannya yang aneh itu
membuat orang lain terperanjat, dan seru mereka serentak :
"Thia!" Lauw Thian Hauw tertegun, tangan kiri diangkatnya, lalu
diturunkannya dengan perlahan, katanya : "Ada apa teriakteriak?"
Lauw Jok Hong berkata dengan tergugu : "Toa ko yang
berteriak duluan." Lauw Nen melotot pada Lauw Jok Hong, lalu katanya :
"Thia, persoalan yang diucap oleh So Beng Hiat In, mungkin
sudah lama sekali terjadinya."
Begitu mendengar ucapan Lauw Nen itu wajah Lauw Thian
Hauw menjadi pucat bagai mayat, tubuhnya jadi lemas dan
terkulai di atas kursi, butiran-butiran peluh yang besar timbul
di keningnya. Tidak ada orang yang tahu apa sebabnya, Lauw
Nen pun merasa sangat heran dan terdiam sejenak, sesaat
kemudian baru ia berkata : "Aku... hanya bertanya... saja...
Thia... kenapa kau?"
"Thia, So Beng Hiat In datang ke rumah kita, pastilah Ji te
yang sudah berbuat suatu kejahatan," teriak Lauw Hung.
"Toa cie... kau... kau..." teriak Lauw Jok Hong. Lauw Hwie
melihat kelakuan Lauw Jok Hong itu seakan hendak
mengutarakan apa yang telah mereka perbuat belakangan ini.
Lalu buru-buru Lauw Hwie berkata dengan marah bercampur
gusar : "Kenapa kau sekaget itu?" Lauw Hwie berkata sambil
menjulurkan tangan menampar muka Lauw Jok Hong, sebuah
telapak tangan tertera di muka Lauw Jok Hong, tetapi ia tidk
membalas, malah berteriak pada Lauw Hung : "Toa cie, mana
mungkin aku" Sifatmu berangasan, yang mati konyol di bawah
tanganmu apakah masih kurang banyak?" Muka Lauw Hung
pun berubah menjadi pucat, berkata sambil tertawa dingin.
"Lucu sekali, kalau So Beng Hiat In mengincar aku, bayangan
darah itu harus ada di Thio kenapa bisa ada disini?"
"Itu juga belum tentu, bayangan darah itu di rumah kita,
apakah persoalan ini tidak ada hubungannya dengan Toa cie"
Beberapa hari ini, kau baru pulang, lantas ada persoalan ini..."
ucapan Lauw Hwie itu belum habis, Lauw Hung telah berteriak
: "Taik" ; tangannya melayang menyerang Lauw Hwie.
Lauw Hwie memiringkan tubuhnya, mengelak serangan
Lauw Hung, tetapi angin pukulan itu membuat Lauw Hwie
terhuyung-huyung ke belakang setindak.
Lauw Hwie terperanjat dan marah, ia membalik tangannya,
"Tring" dalam tangannya telah tergenggam sebuah Liu Yap To
(pisau daun Liu). Teriaknya : "Kau memukul aku. Dengan hak
apa kau memukul aku?"
Lauw Hung melihat adiknya mencabut pisau, ia jadi marah,
menghampiri dan membentak adiknya : "Bocah cilik, sedikitsedikit
main pisau, kau mau berontak?"
Hati Lauw Hwie merasa jeri, buru-buru mundur.
Dalam rumah itu kacau balau, Lauw Nen mencegah tetapi
Lauw Thian Hauw tetap mematung di atas kursi yang berlapis
kulit macan, matanya melotot, telinganya mendengar, tapi
bukan mendengar caci dan makian antara Lauw Hwie dengan
Lauw Hung tetapi hanya mendengar ucapan Lauw Nen tadi :
"Mungkin sudah lama sekali terjadinya?" Dahulu... dahulu...
telingan Lauw Thian Hauw mengiang-ngiang tiba-tiba, seakanakan
ia mendengar kembali suara tangisan seorang anak kecil
yang sangat menyayat hati.
Suara tangisan yang menyayatkan hati itu, membuat
daging mukanya kejang... Lauw Thian Hauw berusaha tidak memikirkan kejadian itu,
tetapi tidak dapat tidak ia harus memikirkannya. Perlahanlahan,
ia tidak mendengar lagi suara apa-apa, hanya
terdengar tangisan anak kecil itu saja. Tangisan yang
memilukan itu, membuat ia mengepalkan tangannya tanpa ia
sadari, keringat dingin bercucuran dalam genggamannya.
Memang kejadian itu sudah lama sekali, tetapi di dalam otak
Lauw Thian Hauw kejadian itu seakan baru saja terjadi.
Pada waktu itu, ia adalah seorang pemuda yang belum
berumur 30 tahun, tetapi ia berada di lembah Cap Ban Toa
San yang tidak pernah dijelajah oleh manusia. Lauw Thian
Hauw hanya mendengar cerita orang-orang Bu lim, bahwa di
lembah Cap Ban Toa San itu terdapat semacam jamur ajaib
yang menyehatkan bahan. Maka ia meninggalkan kampung
halaman untuk mencari jamur ajaib itu, ia telah berkelana
hampir satu bulan dalam lembah tetapi tidak menemukan apaapa.
Dan pada suatu senja, terdengarlah olehnya suara
tangisan yang menyayat hati. Timbullah rasa heran dalam
hatinya, dan dicarinya asal mula suara itu.
Lembah itu berbentuk kurus panjang, berliku-liku yang
tersempit hanya dapat dilalui oleh satu orang dengan
memiringkan tubuhnya, karena kedua belahnya adalah
tembok gunung yang menjulang ke langit. Tangisan itu
bertahan terus menerus, Lauw Thian Hauw kian melangkah,
hari kian gelap, hampir saja ia mengurungkan niatnya di
tengah jalan, tetapi pada saat itulah ia melihat di hadapannya
terdapat secercah sinar yang berasal dari sebuah anggun api.
Di samping unggun api itu, berdiri seorang anak perempuan
yang berusia 13 atau 14 tahun, seorang bocah lelaki cilik yang
berumur 3 tahun sedang merangkak di tanah, anak itulah
yang mengeluarkan tangisan. Anak lelaki itu menangis sambil
mengisap jarinya dengan keras, nyata sekali perutnya sedang
mengalami kelaparan. Dan gadis cilik itu memandangnya
dengan tidak berdaya. Lauw Thian Hauw tertegun, bagaimana kedua anak itu bisa
sampai ke lembah yang tidak pernah dijelajahi oleh manusia
ini" Baru saja ia hendak melangkah untuk bertanya, tiba-tiba
ia melihat kelebatan bayangan orang yang sedang melangkah
dengan sebuah cabang kayu. Walaupun orang itu memegang
cabang kayu, tapi tubuhnya masih tetap terhuyung-huyung. Ia
mendekati unggun api itu, dan Lauw Thian Hauw telah dapat
melihat orang itu adalah seorang wanita yang berambut
panjang. Sesampai di api unggun, ia berhenti sejenak dan
mengibaskan rambutnya, wajahnya pucat sekali disinari oleh
api unggun, tapi cantiknya mempesonakan! Begitu melihat
wanita secantik itu, hati Lauw Thian Hauw berdetak, tubuhnya
mundur selangkah bersembunyi di kegelapan, tapi ia masih
tetap dapat melihat pemandangan di depan itu dengan jelas.
Pakaian wanita itu compang camping, di bagian kiri
dilumuri titik-titik darah yang merah mengerikan. Di kedua
pergelangannya memakai dua buah gelang zamrud yang
kehitam-hitaman. Di atas gelang-gelang itu terukir sebuah
burung Hong yang seakan-akan ingin terbang melepaskan diri
dari gelang itu. Hati Lauw Thian Hauw berdetak-detak
bergejolak. Ia telah tahu siapa gerangan wanita itu. Di
kalangan Bu lim mungkin tidak ada orang yang setelah melihat
sepasang gelang itu, tetapi tidak tahu siapa pemiliknya.
Wanita di hadapannya itu adalah Song-Hong-Sian-Nia Chin
Pek Lan. Song-Hong-Sian-Nia adalah orang yang diidam-idamkan
oleh 7 iblis Bu-san San-Hiap, dan 6 setan Cuk-Ling selama 3
tahun belakangan ini. 7 iblis dan 6 setan itu telah
memberitahu jago-jago Bu lim, baik aliran putih maupun
hitam, barang siapa yang menyimpan Song-Hong-Sian-Nia
akan bermusuhan dengannya. Dengan ilmu silat yang dimiliki
oleh 7 iblis dan 6 setan itu, siapapun tidak berani mengganggu
mereka, tetapi kenapa Song-Hong-Sian-Nia bisa sampai disini"
Kalau Song-Hong-Sian-Nia disini, berarti catatan 24 jurus
Thian Cing Pik Luk pasti juga berada dengannya.
Suaminya terbunuh justeru merebut catatan 24 jurus Thian
Cing Pik Luk. Chin Pek Lan menerima catatan itu dari
suaminya. Ketika itu Chin Pek Lan baru mempunyai seorang
anak berusia 10 tahun, dan badannya sedang mengandung
lagi, tapi semua orang-orang Bu lim terus mengejarnya. Yang
terakhir melihatnya, di dekat Lu Ciu, ialah 7 iblis dan 6 setan
itu, Chin Pek Lan sendiri berontak dengan orang dalam, lalu
kabur. Sejak itulah ia telah lenyap jejaknya. Tetapi ia berada
disini, melihat keadaannya, tampaknya luka parahnya belum
pernah sembuh, tentu saja ia tidak bisa mempelajari Lwee Ka
Khi Kang yang sangat ampuh itu. Kalau aku muncul dan
membuat dia... Lauw Thian Hauw berpikir hingga disini,
hatinya bertambah goncang lagi, tepat pada saat itu api
unggun itu meletus Blam! Benak Lauw Thian Hauw sedang
memikirkan niat jahat, dan suara itu meletus dengan tiba-tiba,
hingga membuat dirinya terperanjat, tanpa disadarinya ia
telah berseru lemah sekali : "Ah!" Ketika ia menegadah
memandang ke depan, dilihatnya Chin Pek Lan telah terkapar
di atas tanah, memandang ke arah persembunyiannya.
Mukanya pucat pasi, tetapi sepasang matanya yang indah itu
dalam dan bercahaya, bagaikan dua buah bintang di langit
yang gelap. Begitu pandangan Lauw Thian Hauw bentrok
dengan pandangan Chin Pek Lan, hatinya timbul suatu
perasaan malu yang amat sangat, karena ia tadi telah
memikirkan untuk membunuh wanita yang terasing dan
mungkin pula telah tersiksa selama 3 tahun dalam lembah ini.
Lauw Thian Hauw tidak bersuara lagi, tetapi Chin Pek Lan
telah bertanya dengan suara gemetar : "Siapa" Siapa disana?"
Anak perempuan itu segera memeluk adiknya, adik itupun
tidak menangis lagi, mereka bertiga memandang ke depan
dengan ketakutan. Lauw Thian Hauw ragu-ragu sejenak,lalu ia melangkah
keluar seraya berkata : "Chin Li Hiap (pendekar wanita)
jangan kaget, saya adalah Lauw Thian Hauw."
chin Pek Lan mengulur tangan kirinya melindungi kedua
anak itu, matanya yang dalam dan indah itu menatap pada
Lauw Thian Hauw, katanya : "Apakah Lauw Thian Hauw si
Singa Emas yang kenamaan yang sering berkelana di
pertengahan Yangze kiang itu ?"
Ketika itu Lauw Thian Hauw masih muda belia, ia berkelana
di dunia kang ouw baru 6 atau 7 tahun, walaupun pernah
melakukan hal yang menggemparkan dunia Bu lim, tetapi ia
tidak mengira Chin Pek Lan yang telah mengasingkan diri di
lembah ini selama tiga tahun masih bisa tahu namanya.
Segera katanya gembira : "Ya, saya, rupanya Chin Li Hiap
sudah mengenali nama saya yang hina ini."
Chin Pek Lan tidak menyahut, ia hanya menghela napas,
kemudian ia menyunggingkan sebuah senyuman yang sangat
menawan hati. Senyuman yang manis itu membuat hati Lauw
Thian Hauw gedebak gedebuk, tidak berani memandang ke
depan! Kata Chin Pek Lan sambil tersenyum : "Rupanya Lauw
Toa Hiap, kami ibu anak tiga orang akan tertolong!"
Lauw Thian Hauw dengar, ia jadi terperanjat lagi, mukanya
lantas berubah! Mendengar ucapan Chin Pek Lan itu, seakan
meminta dirinya menolong mereka bertiga. Kalau ditolong,
berarti ia bermusuhan dengan 7 iblis dan 6 setan, walaupun
beberapa tahun belakangan ini ia sering bermusuhan dengan
aliran hitam, dan telah mendapat nama harum, tapi lawannya
hanya orang kelas dua, bahkan kelas tiga, jago silat kelas satu
seperti 7 iblis dan 6 setan itu, lebih baik menyingkir jauh-jauh,
belum pernah mengganggu mereka!
Walaupun Lauw Thian Hauw tidak bersuara, tetapi dari
pandangan matanya itu, Chin Pek Lan telah dapat mengetahui
pikir Lauw Thian Hauw,katanya : "Si iblis dan setan itu masih
menguber aku dengan ketat ya?" Lauw Thian Hauw
mengangguk dengan terpaksa. Berkata pula Chin Pek Lan
dengan suara rendah : "Mereka bukan mengingini catatan 24
jurus Thian Cing Pik Luk itu, tapi juga mau memiliki... raga...
ku..." mukanya pucat itu merah padam.Song Hong Sian Nio
memang cantik sekali, tidak ada yang dapat menandinginya,
ini memang diketahui oleh orang-orang di kalangan Bu lim,
sampai saat ini, barulah Lauw Thian Hauw tahu cerita itu
bukanlah isapan jempol. Katanya dengan tidak sadar : "Chin Li
Hiap sungguh terlalu cantik sekali, maka..." ia tidak dapat
melanjutkan ucapan yang baru dikatakannya separuh itu,
karean ia telah disoroti oleh sepasang sinar pandangan mata
yang penuh dengan kebencian dari samping. Buru-buru Lauw
Thian Hauw menoleh, dilihatnnya anak perempuan sedang
menatapnya dengan tajam, penuh dengan permusuhan,
membuat hati Lauw Thian Hauw bergidik, hingga ia tidak
dapat menghabiskan ucapannya.
"Lauw Toa Hiap, inilah anak perempuan saya Tang Siao
Lau, dan itu adalah anak malan... yang belum pernah ketemu
ayahnya..." katan Chin Pek Lan sambil menangis tersedu
sedan. Lauw Thian Hauw maju selangkah menghampirinya
seraya membungkuk ujarnya : "Chin Li Hiap, janganlah
menangis, ilmu silatmu begitu tinggi, kenapa kau terus
bersembunyi disini?"
Chin Pek Lan mengangkat mukanya yang penuh dengan air
mata itu, katanya dengan perlahan : "Pada waktu itu aku
terluka, dengan susah payah aku kabur kesini dan melarikan
anak ini. Aku kehilangan banyak darah dan Khi, ilmu ku telah
lenyap semuanya." Lauw Thian Hauw telah menduga sebelumnya, maka
setelah mendengar ucapan itu, ia tidak merasa aneh.
Chin Pek Lan pun tidak bisa duduk dengan baik, tubuhnya
terguling ke depan, buru-buru Lauw Thian Hauw
memapahnya, ketika tangannya menyentuh tubuh Chin Pek
Lan yang lembut dan halus itu, hatinya bergejolak, hampir sja
ia tidak dapat menarik napas. Tiba-tiba Tang Siauw Lan
berteriak dengan nyaring : "Minggir! Jangan sentuh ibuku, ayo
minggir!" Buru-buru Lauw Thian Hauw menarik kembali tangannya,
bentak Chin Pek Lan : "Siao Lan, inilah Lauw Toa Hiap, dan
aku menitipkan kamu padanya. Kamu akan keluar bersama
Lauw Toa Hiap. Aku percaya Lauw Toa Hiap akan
membesarkan kamu. Lauw Toa Hiap, kau setuju bukan?" Ia
menengadah sambil memandang Lauw Thian Hauw, tetapi
Lauw Thian Hauw tidak menyahut.
Lauw Thian Hauw bukanlah orang yang gagah perkasa


Bayangan Darah Karya Pho di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serta berbudi luhur. Andaikata ya, tentulah ia sudah
mengiyakannya dari tadi. Yang membuat dia ragu-ragu itu
justru karena wajah Thian Pek Lan yang menengadah itu
terlalu mempesonakan, hingga ia tidak mempunyai keberanian
untuk menolak. Bersamaan dengan pandangannya itu, dalam
benak Lauw Thian Hauw pun telah membayangkan akibatakibatnya
kalau ia mengiyakan permintaan Chin Pek Lan itu!
Chin Pek Lan berkata dengan napasnya yang terengahengah
: "Lauw Toa Hiap, Siao Lan telah mengerti banyak hal.
Ia tidak akan mengucapkan asal usulnya, yang kecil masih
belum mengerti apa-apa, kau jangan kuatir. Aku... tidak ada
lagi harapan, lagi pula aku tidak mungkin keluar dengan kau,
kalau saja kedua anak itu ada andalan, segera akau akan
menghabiskan nyawaku! Lauw Toa Hiap, kalau kau setuju,
aku akan berikan catatan 24 jurus Thian Ching Pik Luk
padamu!" Chin Pek Lan menggoyangkan tangannya, serencengan
kepingan Giok terjatuh di pinggir kaki Lauw Thian Hauw.
Rencengan Giok itu terdiri dari 24 keping, setiap kepingnnya
kira-kira panjang dua inti dan lebar satu inci.
Lauw Thian Hauw memandang kepingan Gio itu sesaat,
bahkan matanya merasa silau. Itulah ilmu Khi kang yang
tinggi, Thian Ching Pik Luk! Itu lebih berharga daripada jamur
ajaib. Dengan kepingan-kepingan Giok itu, ia akan mudah
sekali menjadi seorang jago silat yang berilmu tinggi di
kalangan dunia Bu lim, pada saat itu, ia tidak mendengar apaapa
lagi, tidak merasa apa-apa lagi, matanya hanya
memandang kepingan-kepingan Giok itu saja. Ucapan Chin
Pek Lan tadi, ia telah lupa sama sekali. Ia hanya mendengar
telinganya mengiyang-ngiyang. Ia menatap sama orang itu.
"Barang itu ditukar ayah dengan nyawanya, jangan
diberikan pada orang lain!" Tang Siao Lan berteriak sambil
menubruk kepingan-kepingan Giok itu. Lauw Thian Hauw
menjerit dengan keras, dan dengan lengan bajunya melayang!
Begitu melihat kepingan-kepingan Giok itu, ia bagaikan
kesurupan. Ia memikirkan segala kenamaan dan kemewahan
setelah memilik Thian Cing Pik Luk itu, ia melihat hari
depannya yang menjagoi dunia kang ouw di tengah-tengah
kepingan-kepingan Giok itu dan tidak mau melewatkan
keberuntungan yang telah berada dalam tangannya. Maka
ketika ia melihat ada orang menubruk dan mau merampas
kepingan Giok itu, segera ia melayangkan tangannya, bahkan
tenaganya dahsat sekali! Walaupun Tang Siao Lan pernah
belajar ilmu silat beberapa tahun dari orang tuanya, tapi mana
dapat dibandingkan dengan Lauw Thian Hauw"
Begitu menerima pukulan tangan itu, segera napas Tang
Siao Lan tertutup, kemudian terpental.
Pada saat tubuh Tang Siao Lan terpental, Lauw Thian Hauw
pun tertegun, ia menyadari bahwa ia telah berbuat sesuatu
yang tidak harus dilakukannya. Ketika itu kalau ia segera
meloncat, ia masih dapat menangkap Tang Siao Lan di udara,
tetapi Lauw Thian Hauw tidak berbuat begitu, malahan
menunduk dulu menyambar kepingan Giok yang berada di
atas tanah itu. Dan pada detik itulah, sebuah tulang remuk
melayang ke telinganya. Tang Siao Lan terpental dan
kepalanya persis membentur batu gunung, batok kepalanya
hancur, belum sempat ia berteriak, ia telah mati secara
mengerikan sekali! Lauw Thian Hauw bukan sengaja membunuh Tang Siao
Lan, maka begitu ia melihat kejadian yang sangat mengerikan
itu, ia terpaku. Chin Pek Lan pun terpaku, udara seakan
membeku, hanya anak lelaki itu menangis, tangisan itu
membuat Lauw Thian Hauw mundur setindak, pada saat itu
pula Chin Pek Lan berteriak : "Lauw Toa Hiap!" suaranya
tenang sekali, walaupun demikian, tubuh Lauw Thian Hauw
tak tertahan lagi jadi gemetar, teriaknya buru-buru : "Aku
bukan sengaja, sekali lagi bukan!"
Wajah Chin Pek Lan sedikit pun tidak menunjukkan
kemarahan, kalau bukan sepasang matanya yang masih
memancarkan sinar yang sulit dimengerti. Ia persis sekali
seperti sebuah mayat. Ia memandang Lauw Thian Hauw, di
bawah pandangannya itu,Lauw Thian Hauw mundur setindak,
setindak lagi. Suara tangisan anak lelaki itu, lebih
menggigilkan tubuhnya lagi, hingga giginya beradu.
Chin Pek Lan berteriak menyayatkan hati, katanya : "Lauw
Thian Hauw, kau bukan sengaja. Aku sungguh tidak dapat
bertahan lagi, kemarilah kau, bawalah anak ini, aku akan
sangat berterima kasih padamu. Kau jangan pergi! Kau jangan
pergi! Kau jangan pergi setelah kau mendapatkan 24 jurus
Thian Ching Pik Luk itu dan setelah membunuh orang kau
jangan pergi... kau... adalah pendekar yang berbudi, kenapa
kauboleh pergi begitu saja?"
Suaranya itu, kian lama kian nyaring, dan Lauw Thian
Hauw bukannya menghampiri malah mundur makin jauh.
Sekonyong-konyong suara Chin Pek Lan berhenti, tubuhnya
tertelungkup jatuh ke tanah, matanya tetap terbelalak, tapi
tidak lagi bercahaya. Sinar api unggun yang lemah itu
menyoroti mukanya, membuat muka yang cantik itu menjadi
sangat seram. Tiba-tiba Lauw Thian Hauw berteriak sambil
membalik ia berlari satu li lebih baru berhenti. Malam larut di
lembah sunyi itu, hening sekali, hingga suara tangisan anak
kecil itu masih mengalun di telinganya. Mungkin anak kecil itu
belum mengerti akan makna kesedihan, tapi tangisannya itu
sangat menyayat-nyayat ulu hati, hingga mendirikan bulu
roma Lauw Thian Hauw! Lauw Thian Hauw bediri terpaku, pada saat itu, berkali-kali
ia ingin kembali untuk menolong anak kecil itu. Seorang anak
kecil, di tengah-tengah gunung belukar, mana mungkin bisa
hidup lagi. Setiap kali keinginannya itu gagal karena pikirannya
sendiri. Bagaimana kalau anak itu sudah dewasa dan
menanyai asal usulnya" Bagaimana kalau orang lain tahu anak
itu persis dengan orang tuanya" Bagaimana pula kalau anak
itu kelak akan menuntut balas atas kematian ibu dan
kakaknya" Kedua tangannya menutup rapat-rapat telinganya,
akhirnya tetap sia-sia belaka. Sampai kini, kejadian itu telah
berselang beberapa tahun, ia berada di dalam rumahnya
sendiri di tengah empang, tapi ia seakan-akan masih
mendengar tangisan anak kecil itu.
Kejadian itu telah lama sekali, apakah bayangan darah itu
datang demi hal tersebut" Apakah anak itu kini telah dewasa
dan tahu kejadian di masa silam itu" Atau ketika kejadian itu,
ada orang yang melihat, lalu disebar-luaskan, beberapa tahun
kemudian barulah So Beng Hiat In itu muncul mencarinya"
Beberapa tahun kemudian ini, seluruh nama, kedudukan dan
ilmunya, semuanya didapatnya dari 24 jurus Thian Ching Pik
Luk. Mungkin orang-orang Bu Lim tidak satu pun yang tahu
bahwa ilmu jago silat yang kenamaan di kalangan Bu lim si
Singa Emas Lauw Thian Hauw itu diperolehnya dari suatu
perbuatannya yang sangat kotor dan sangat keji. Kini So Beng
Hiat In telah muncul di tembok rumahnya, kejadian yang telah
lampau dan tidak diketahui oleh orang itu, akan terbongkar
semuanya. Walaupun dirinya bisa selamat, tetapi nama dan
kedudukan yang dibangunnya selama ini akan musnah
semuanya! Keringat dingin mengucur dari kening dan
membasahi alis matanya yang tebal itu, mengaburkan
pandangannya. Tiba-tiba ia menegadah, menyeka keringat
dingin yang masuk ke matanya, dan pada saat itulah ia
melihat keadaan kacau balau di dalam rumah di tengah
empang ini. Lauw Jok Hong dan Lauw Hwie sedang meringkuk di pojok,
perabot rumah telah banyak yang hancur, anak lelakinya yang
besar Lauw Nen dan anak perempuannya yang besar Lauw
Hung, sedang bergumulan menjadi satu. Lauw Thian Hauw
curiga ia salah lihat, lalu mengucek-ngucek matanya,
kemudian melihat lagi, tidak salah, anak lelakinya yang besar
sedang berantam dengan anak perempuannya yang besar.
Dialah yang mengajar ilmu silat kedua anak itu, tentu saja ia
dapat melihat bahwa kedua anaknya itu sedang berantam
dengan mati-matian, jurus-jurus yang digunakan mereka
semuanya jurus mematikan! Lauw Thian Hauw menekan
kursinya berdiri,karena tenaga tekanan itu terlalu kuat, maka
setelah ia berdiri tangannya lantas membabat sambil berteriak
: "Berhenti!" Babatan tangan itu, bagaikan sebuah kampak besar yang
tajam membelah Lauw Hung dan Lauw Nen, membuat mereka
yang sedang berantam itu terhuyung-huyung mundur dua
tindak walaupun keduanya telah terpisah, tapi masih saling
pelotot mempelototi. Lauw Thian Hauw menjadi marah hingga
tubuhnya menggigil, teriaknya dengan suara yang
menggetarkan : "Baik...baik...orang luar belum masuk, orang
sendiri sudah saling bunuh membunuh." Ia berbicara sambil
duduk ke belakang. Ia marah hingga melupakan kursinya itu
telah berantakan karena tekanannya ketika ia bangun tadi. Ia
duduk hingga ia merasakan ada sesuatu yang tidak beres,
hampir saja ia terjatuh, untuk ilmunya telah mencapai ke taraf
yang sangat tinggi, buru-buru ia mengangkat Khi (hawa),
menahan diriinya, lalu melonjak berdiri.
Kata Lauw Nen sambil menunjuk pada Lauw Hung : "Ia
berbuat sekehendak hati, karena dia mengandalkan kesohoran
kita orang she Lauw dan orang rumah suaminya, kataku So
Beng Hiat In datang untuk mengincar dia, malah dia
memfitnah aku. Kalau So Beng Hiat In bukan mengincar dia,
kenapa bayangan darah itu muncul ketika dia pulang ke
rumah kita?" Lauw Thian Hauw mendengar ucapan anaknya, hatinya
bergetar, tapi ia masih mengira bahwa kedatangan So Beng
Hiat In itu ialah untuk mengincar dia, tapi kini, persoalan itu
belum tentu demikian! Bukan saja Lauw Hung berbuat
sekehendak hatinya, malah Lauw Nen mempunyai suatu hal
yang difitnah oleh Lauw Hung, maka pastilah So Beng Hiat In
datang untuk mengincar salah satu di antara mereka itu. Lauw
Thian Hauw berpikir sampai disitu, tekanan hatinya pun lenyap
bahkan ia dapat menarik napas dengan lega. Kalau So Beng
Hiat In memang mengincar Lauw Nen atau Lauw Hung, itupun
bukan suatu hal yang baik, tapi bagaimanapun juga itu lebih
baik daripada datang mencari dirinya. Kalau So Beng Hiat In
bukan datang untuk mencarinya, tentu saja dia tidak perlu
memimpin semua keluarganya untuk menghadapi So Beng
Hiat In itu, paling-paling dia dapat julukan tua bangka yang
tidak dapat mengajar anaknya.
Pada saat itu, ia merasakan dirinya sangat keji, tapi pikiran
itu hanya terbayang sepintas lalu saja di benaknya. Segera ia
memutuskan ia harus tahu siapa di antara Lauw Nen dan
Lauw Hung yang telah berbuat sesuatu kejahatan! Teriaknya
segera : "Hung Jie!"
Walaupun Lauw Hung sangat galak, tapi ia tetap takut di
hadapan ayahnya. Ia menyahut dengan suara rendah,
mukanya jadi pucat. Lauw Thian Hauw maju selangkah, Lauw Hung mundur
selangkah, tiba-tiba Lauw Thian Hauw melangkah tiga tindak,
Lauw Hung telah sampai di tembok, tidak ada tempat lagi
baginya untuk mundur. Pandangan Lauw Thian Hauw yang
dingin itu menekan Lauw Hung, buru-buru Lauw Hung berkata
: "Bukan urusanku Thia, itu pasti bukan urusanku!"
Ketika Lauw Hung berteriak begitu, dalam hatinya ia
berpikir, orang yang anti padanya tentulah cuma Lauw Nen
seorang, tetapi di luar dugaannya, setelah teriaknya berhenti,
lantas ia mendengar ayah dan adik-adiknya berkata dengan
serentak : "Pastilah kau, pastilah kau!" Muka Lauw Hung jadi
pucat bagai seorang mati. Ia berteriak sambil
membungkukkan punggungnya, lalu membentur tembok,
tembok kena bentur, segera pecah berlobang. Di luar tembok
itu adalah air empang, batu-batu pada berjatuhan ke dalam
air, sedangkan Lauw Hung pun terjungkal balik keluar. Lauw
Thian Hauw melihat Lauw Hung ingin kabur dengan jalan
memecahkan tembok, pastilah ia yang telah berbuat sesuatu
kejahatan dan merasa takut. Tapi Lauw Thian Hauw
memikirkan masa lalu, bagaikan menghadapi hari kiamat, tapi
ia sekarang mengangkat hawanya, berteriak dengan nyaring
bagai sebuah guntur menggeledek di udara. Setelah
teriakannya itu, tubuhnya melayang keluar.
Lauw Thian Hauw tidak memperhatikan ketika ia berteriak
itu, kedua anak lelaki dan satu anak perempuannya pada
menarik napas lega. Setelah Lauw Nen menghela napasnya, ia
mempelototi Lauw Jok Hong dan Lauw Hwie berdua,
keduanya pun tidak mau mengalah, mereka pada sama-sama
mempelototi Toa ko mereka.
Lauw Thian Hauw terus menguber keluar, dilihatnya Lauw
Hung telah hinggap di sebuah tonggak gelap yang berjarak
dua tembok jauhnya, Lauw Thian Hauw mengangkat hawanya
dan melayang di udara sambil teriaknya : "Bocah busuk,
sesudah membuat celaka, kau mau kabur ya?"
Lauw Hung hinggap di sebuah tonggak dengan sebelah
kakinya, melihat Lauw Thia Hauw datang mengejar, ia
berbalik, ingin melayang lagi. Tetapi iapun tahu bagaimanapun
juga ia tidak mungkin dapat kabur dari tangan ayahnya, maka
setelah ia berbalik, ia tidak mengangkat tubuhnya untuk
melayang. Sedangkan Lauw Thian Hauw beberapa kali turun
naik, telah sampai di hadapan mukanya, tangannya melayang
ke bawah menotol Cian Cin Hiat Lauw Hung, menutup aliran
darahnya, lalu ia mental kembali jatuh di rumah empat.
Setelah ia berdiri, ia menyambut Lauw Hung yang melayang
ke hadapannya, lalu membuka totokan darahnya, tapi Lauw
Thian Hauw segera menekan urat nadi Lauw Hung, bentaknya
: "Kau mau kabur, setelah membuat celaka?"
Lauw Hung berkata dengan muka yang pucat : "Thia, So
Beng Hiat In belum tentu datang untuk mencari aku, taruhlah
ia datang untuk mencari aku, apakah... Thia Thia rela
mengorbankan anak Thia Thia untuk memenuhi So Beng Hiat
In?" Dalam hati Lauw Thian Hauw tertawa pahit, pikirnya : "Aku
mengorbankan kau, bukan untuk memenuhi So Beng Hiat In,
tapi untuk menyelamatkan jiwaku yang sudah tua ini! Tetapi
ucapan Lauw Hung itu, sangat memilukan hati hingga Lauw
Thian Hauw dengan tiba-tiba teringat masa kecil Lauw Hung.
Lauw Hung adalah anaknya yang pertama. Seorang yang
berkelana di dunia kang ouw, bertempur kesana kemari,
menjilati darah di atas golok, tiba-tiba mempunyai anak
sendiri, menyadarkan dia bahwa ia telah berkeluarga, dan
memberinya suatu perasaan yang aneh, maka walaupun Lauw


Bayangan Darah Karya Pho di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hung sangat jelek, sedari kecil sudah cengeng, tapi Lauw
Thian Hauw masih sangat memanjakannya.
Tapi kini ia ingin mengorbankan Lauw Hung demi
memenuhi tuntutan So Beng Hiat In! Berpikir sampai disini,
tangannya yang memegang Lauw Hung itu, dengan tidak
disadarinya mengendor. Tadinya Lauw Hung memang terus meronta-ronta, begitu
tangan Lauw Thian Hauw mengendor, segera ia terlepas, lalu
ia minggir ke pintu. Ia hanya ingin mundur, tidak ada niatnya
untuk kabur, tetapi baru ia melangkah setindak, ia telah
mendengar dua buah suara cring! cring! dari belakangnya.
Cahaya pedang berkilauan, dalam tangan Lauw Nen telah
terhunus dua buah pedang menjaga pintu.
"Mau apa?" bentak Lauw Thian Hauw "Thia, coba Thia
pikir, kalau membiarkan dia kabur, bagaimana nanti
menghadapi So Beng Hiat In?" kata Lauw Nen dingin.
Belum sempat Lauw Thian Hauw bersuara, Lauw Jok Hong
dan Lauw Hwie berdua telah bicara serentak : "Ya, betul
ucapan Toa ko itu, penuh dengan rasa riang.
Lauw Thian Hauw bolak balik melangkah dua tindak
dengan langkah yang berat. Langkahnya yang berat itu,
hampir saja menggegerkan rumah itu, seakan ingin roboh.
Keempat anak-anaknya melihat padanya dengan menahan
napas, sesaat kemudian, barulah ia buka suara : "Hung Jie,
sebetulnya apa yang salah kau perbuat itu?"
"Aku..." Lauw Hung baru mengucapkan aku, ia tidak dapat
melanjutkannya lagi. "Kita dengan rumah mertuamu itu, semuanya adalah
pendekar budiman yang kesohor di dunia kang ouw, tidak ada
orang yang tidak tahu, apa y ang telah kau lakukan itu, hayo
katakan, katakan!" Wajah Lauw Hung kian lama kian kaku, bagaimana ia
mengutarakannya" Ia tahu rumahnya sendiri dan rumah
mertuanya, semuanya adalah pendekar budiman. Kalau
menceritakan kedua rumah itu di kalangan dunia kang ou,
semua orang pada mengangkat jempol, siapa yang tidak
kagum" Tetapi justru ialah yang telah berbuat begitu,
bagaimana ia mengutarakannya" Mulutnya ternganga,
mukanya kian pucat, keringat dingin keluar dari keningnya;
mula-mula beberapa titik, lalu mengalir bagai anak sungai
yang kecil-kecil. Dalam hatinya terus menggerutu dan
mengomeli setan cilik itu! Tetapi apakah memang setang cilik
itu jahat" Sebetulnya setan cilik itu bukan lagi anak kecil,
sudah berumur 18 atau 19 tahun, tapi wajahnya seperti setan,
menakutkan orang siapa saja yang melihatnya pada benci.
Tapi Lauw Hung sangat menyukainya dan menganggapnya
sebagai muridnya. Ia pandai sekali menjilat, apa saja ia
menurut hati Lauw Hung. Kalau Lauw Hung mengatakan langit
adalah hijau, ia sekali-kali tidak berani mengatakan biru. Nama
setan cilik itu adalah Yo Pang Sa, tadinya adalah seorang
pelayan di rumah mertuanya, karena ia pandai menjilat,Lauw
Hung berlaku sangat baik padanya, hingga kepala pengurus
rumahpun harus pandang mata padanya.
Hari itu, pagi-pagi sekali Yo Pang Sa telah masuk ke
pekarangan belakang.Lauw Hung sedang mengawasi anaknya
berlatih silat, Yo Pang Sa berdiri di tempat yang agak jauh
sambil berkata : "Suhu, selamat pagi, melihat Suhu berdiri,
aku merasakan ilmu orang lain itu tidak patut dibicarakan
lagi!" "Ah, ngoce apa kau monyet cilik?" kata Lauw Hung sambil
tersenyum. "Suhu, hari ini ada permainan yang menarik sekali, apakah
Suhu tahu?" Yo Pang Sa berkata sambil maju beberapa tindak.
Lauw Hung pura-pura acuh tak acuh, tapi dalam hatinya
berpikir, kata monyet cilik itu ada permainan yang menarik,
pastilah permainan itu sangat menarik. Dua bulan yang lalu,
monyet cilik menyaru sebagai aliran hitam, mencegat kereta
barang yang dikawal oleh Liong Guan Piauw Kek, melihat
Piouw Tau itu merengek-rengek minta bantuan Thio Tao Hiap
hati monyet cilik merasa sangat gembira!"
"Yen ka cung (dusun Yen) yang terletak 70 li di sebelah
barat, besok akan mengadakan upacara pernikahan, apakah
Suhu tahu?" Begitu mendengar ucapan Yo Pang Sa, Lauw Hung
memukul dengan tangan, hingga Yo Pang Sa mundur terbiritTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
birit. Katanya marah : "Upacara pernikahan itu, masa aku
tidak tahu" Kado pun sudah dikirim."
Yo Pang Sa maju lagi, lalu ia berlutut di hadapan Lauw
Hung, kemudian ia baru berani berdiri, katanya : "Suhu,
apakah kau dapat menerima begitu saja penghinaan itu?"
Kata Yo Pang Sa buru-buru : "Suhu memang orang yang
berhati besar, tidak mendendam barang kecil, soal itu baru
lima tahun, Suhu telah melupakannya. Yen ka cung Cuang cu
(ketua) mentang-mentang ada hubungan Lo Ya (tuan besar)
pada lima tahun yang lalu, ia telah merubah pagar batas
sawah yang telah menjadi milik Suhu. Suhu sudah lupa?"
"Ingatanmu baik sekali, persoalan itu sudah berlalu, buat
apa dikatakan lagi?" kata Lauw Hung dengan nada marah.
"Tetapi orang-orang di luar mengatakan bahwa Suhu takut
pada orang she Yen itu!" seru Yo Pang Sa.
"Bohong, julukan tua bangka she Yen itu Naga berbuntut
sembilan, pasti pada suatu hari, aku akan membuatnya
menjadi Naga tanpa buntut."
"Ah baik sekali, hari itu, pastilah besok ya" Lo Ya tidak ingin
pergi, Suhu pergilah mewakilinya," kata Yo Pang Sa sambil
menepuk tangannya. Lauw Hung berpikir sejenak, lalu katanya : "Baiklah, suruh
sediakan perbekalanku!"
Yo Pang Sa mengangguk mengiyakan, lalu berlari keluar...
Lauw Hung berpikir hingga disini, keringatnya telah
bercucuran membasahi punggungnya. Kejadian selanjutnya
bahkan ia tidak berani memikirkannya lagi!
Ketua Yen ka cung, adalah juga seorang kenamaan di
kalangan Bu lim, tadinya adalah Bu lim, tadinya perampok
tunggal tanpa anak buah. Kemudian dibimbing oleh seorang
Hwee Shio, meninggalkan jalan sesat dan menjadi orang baik
kembali, belajar silat belasan tahun, lalu keluar lagi ke dunia
kang ouw. Pernah berbuat beberapa hal yang
menggemparkan dunia kang ouw. Ia dapat menantu, tentu
saja ia mengadakan pesta di dusunya itu. Malam itu Yen ka
cung meriah sekali, ketika kedatangan Lauw Hung dan Yo
Pang Sa itu menjadi klimaknya. Ketika Lauw Hung berada 10 li
dari Yen ka cung, orang Yen ka cung telah kembali melapor
kepada Cung cu, ketika Lauw Hung berada 3 li dari Yen ka
cung, ketua Yen ka chung, Naga berbuntut sembilan Yen ling,
telah mengajak anak lelakinya Yen Cing Kiang, serta tamutamu
yang ingin melihat wajah pendekar wanita itu menanti di
pinggir jalan. Kemudian, orang-orang itu berjubel-jubel
mengantar Lauw Hung masuk ke Yen ka cung, ia disambut
meriah sekali. Walaupun nama Lauw Hung cukup kesohor di
kalangan Bu lim, tetapi ia disambut orang dengan semeriah
itu, baru pertama kali baginya. Ia menengok ke kiri dan ke
kanan, semua orang bersorak-sorai padanya. Ia merasa
senang sekali, rasa bencinya ketika datang tadi lenyap
semuanya. Setelah tamu-tamu pada duduk semuanya,
mulailah dihidangkan makanan yang lezat-lezat. Walaupun
Lauw Hung adalah seorang wanita,tapi sifatnya berangasan
dan galak, ia minum ciu sesuka hatinya. Pada waktu itu,
berkatalah Yo Pang Sa di belakangnya dengan suara yang
rendah : "Suhu, kedatangan kita kemari, Suhu sudah lupa?"
Saat ini Lauw Hung sudah agak mabok, teriaknya sambil
membelalakkan mata : "Ada apa?"
Mendengar teriakan itu, tetamu yang berjumlah dua tiga
ratus orang itu pada memandang Lauw Hung.Satu ruangan
yang besar itu menjadi sunyi senyap. Dalam keadaan begitu,
bagaimana bisa berunding untuk membalas dendam"
Yo Pang Sa menjadi gelisah. Ia tahu kalau begini terus,
walaupun Lauw Hung main dengan sekali di Yen ka cung, tapi
ketika pulang nanti, Lauw Hung belum membalas dendamnya,
siapa tahu Lauw Hung akan memarahinya untuk
melampiaskan amarah dalam hatinya" Maka ia menunduk dan
berbisik di telinga Suhunya : "Suhu, apakah Suhu sudah lupa"
Kita datang kemari demi..."
Ucapan Yo Pang Sa belum habis, Lauw Hung telah berkata
dengan tidak sabar, "Lakukanlah kau sendiri, tambah ramai
tambah bagus!" Begitu mendengar ucapakan Lauw Hung itu, Yo Pang Sa
tertegun, ia tidak tahu apa yang disebut tambah ramai tambah
bagus itu" Apakah Lauw Hung... tahu dirinya bersekongkol
dengan aliran hitam" Merampok kereta Piauw Kek, kemudian
tidak mengembalikan harta benda itu pada Piauw Kek,
melainkan dibagi-bagikan pada perampok. Yo Pang Sa berpikir
hingga disini, muka berubah, diam-diam ia berpikir harus lebih
giat lagi untuk membalas dendam Suhunya yang kehilangan
sawah itu. Ketika itu ia tidak berani berkata apa-apa, hanya
mengangguk-ngangguk saja, lalu mundur. Melihat tidak ada
kejadian apa-apa, semua tetamu mulai minum kembali. Yo
Pang Sa kembali ke mejanya, kebetulan sekali ia melihat
tetamu yang mengerubuti Yen Cing Kiang yang jadi mempelai
lelaki dan memaksanya untuk minum ciu. Yen Cing Kiang
masih muda belia, ia akan memperistri seorang yang telah
bersumpah sehidup semati dengannya. Maka hatinya gembira
sekali, siapa saja yang menawarkan minuman padanya, belum
pernah ditolaknya. Melihat keadaan itu, hati Yo Pang Sa
bergetar, buru-buru ia minum satu mangkok ketika orang
tidak memperhatikan dia, ia berbalik dan menyembunyikan
mangkok ciu itu di bawah lengan bajunya. Ia menggoyangkan
kukunya, menjatuhkan bubuk kuning ke dalam mangkok ciu
itu. Hati Yo Pang Sa berdetak dengan kencang sekali, hatinya
merasa takut, padahal tidak ada orang yang memperhatikan
tindak tanduknya. Dengan mangkok ciu itu, ia berjejal masuk ke dalam
keramaian orang-orang itu, serunya : "Akupun memberikan
selamat pada mempelai!" Semua orang mengenali dia murid
Lauw Hung, melihat kedatangannya buru-buru memberikan
jalan. Yo Pang Sa langsung menghampir Yen Cing Kiang,
disodorkannya ciu-nya itu ke dalam mulut Yen Cing Kiang
sambil berkata : "Inilah ciu, minumlah!"
Mempelai itu memang telah mabok, begitu melihat
mangkok ciu, tidak sampai disambutnya, langsung saja ia
menghirup dengan mulutnya, ciu itu muncrat bagai air mancur
masuk ke dalam mulutnya. Ia tidak lagi membedakan apakah
ciu itu beracun atau tidak, langsung saja ditelannya, para
tetamu yang melihat ilmu mempelai itu,pada bersorak gegap
gempita. Yo Pang Sa mundur dengan keringat dingin.
Entah ada siapa yang berteriak : "Ouw! Mana mempelai
wanitanya" Kita semua pelajar silat, apakah masih malu-malu,
sepereti orang biasa yang tidak berani keluar" Mempelai
wanita memang gadis cantik yang kesohor, pada hari yang
sangat berbahagia ini, tentu saja ia jadi lebih canti lagi, mari
kasih kami lihat dong!" Seorang berteriak, semuanya
mengikuti. Mempelai wanita Seng Bun Lan, sedari kecil orang
tuanya meninggal. Tadinya ia tinggal di Yen kacung, ketika
berumur delapan tahun, ia telah diambil kepala kuil Teng
Nam, Ceng Im Sin Ni. Walaupun di bawah tangan Sin Ni (Ni
Kouw Dewa), ia masih tetap seorang biasa, ia belajar silat di
Teng Nam 8 tahun, dan berkelana di Bu lim 3 tahun, orang
muda belia, cantik lagi, entah telah menggilakan berapa anak
muda. Tetapi sejak kecil ia berkacan dengan Yen Cing Kiang,
rasa kasih sayang mereka telah lama saling jalin, akhirnya
menjadi suami istri, itulah jodoh mereka. Tetapi Ceng Im Sin
Ni adalah orang suci, maka ia tidak terus mengikuti upacara
pernikahan ini. Mempelai berada di ruang tengah, iapun telah
mendengar teriakan-terikan ramai itu. Mukanya bersemu
merah, ia menunduk. Ia tidak dapat lagi menahan tawanya, ia
tertawa dengan riang sekali. Kawan-kawan wanitanya pda
menggodainya, tapi bergiliran menongolkan kepala melihat ke
ruang tamu; apakah ada pemuda jago silat yang dapat diandal
menjadi suami di kemudian hari. Seluruh Yen ka cung diliputi
oleh suaranya gembira ria. Sesaat kemudian Yen Cing Kiang
tidak dapat menolak paksaan orang lain, ia masuk ke ruang
dalam. Sampai di hadapan Seng Bun Lan, serunya : "Lan
Moay, keluarlah, biar mereka melihat kau!"
"Mana boleh begitu" Ah rupanya telingamu tipis sekali!"
katang Seng Bun Lan sambil membanting kakinya.
"Kalau kau tidak keluar, mereka akan mengatakan aku
takut padamu, tidak bisa mengundang kau!"
"Ha, ha, kau berani mengatakan tidak takut pada Lan
Moay?" kata kawan yang berada di belakang Seng Bun Lan.
"Takut sih takut, tadi di hadapan orang sebanyak itu, orang
mengatakan aku takut padanya, rasanya kurang enak," kata
Yen Cin Kiang sambil tersenyum.
"Semua gara-gara kau, aku tidak mau pergi," ujar Seng
Bun Lan. "Kau..." baru ia mengucapkan satu perkataan, muka telah
berubah, teriaknya : "Ah!" sambil menekan dadanya,
tangannya yang satu lagi menekan perutnya, melihat
keadaannya tampaknya di antara perut dan dadanya itu
sangat menderita! Melihat keadaan itu, Seng Bun Lan ingin
berdiri. Tetapi sanak famili yang berada di sampingnya itu
pada tertawa terbahak-bahak.
"Bun Lan, coba lihat, dia bisa juga manja di hadapanmu!
Kalau kau mengiyakannya, dan ia sering-sering begitu,
bagaimana aku nanti" Hm, hal itu tidak boleh dikecualikan,
jangan hiraukan, biar! entah dari siapa ucapan itu.
Seng Bun Lan terus menatap Yen Cing Kiang yang
mukanya kian lama kian pucat, bahkan keringat bercucuran
dari keningnya. Tiba-tiba Seng Bun Lan berdiri, teriaknya :
"Kenapa kau?" Pada waktu itu Yen Cing Kiang telah melempengkan
tubuhnya, tetapi mukanya pucat pasi, suaranya dingin
menyerankan orang : "Kau, keluar atau tidak?"
Seng Bun Lan tertegun, pikirnya : "Bagaimana persoalan
ini?" Ia adalah orang yang teliti, segera ia tahu ada yang tidak
beres, buru-buru ia menoleh sambil beranya : "Mana Lo Ya"
Tolong panggilkan cepat!"
Pada saat ini, semua famili yang berada di dalam ruangan
itu tahu ada yang tidak beres mendengar ucapan Seng Bun
Lan itu, segera ada seorang gadis pergi keluar. Tapi baru saja


Bayangan Darah Karya Pho di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gadis itu melangkah dua tindak, ia telah dibentak oleh Yen
Cing Kiang : "Mau kemana kau" Aku pernah takut dengan
siapa" Kamu mau menekan aku dengan Lo ya?" Dalam
sekejap saja, seakan telah menjadi orang lain.
"Kemasukan setan! Fong cie, cepatlah kau pergi!" teriak
Seng Bun Lan sambil membanting kakinya. Orang yang
dipanggil Fong cie itu buru-buru melangkah keluar. Tetapi
sekali ini, ia baru melangkah setindak, tiba-tiba Yen Cing Kiang
berteriak sambil membentangkan kedua lengannya, tubuhnya
melayang melampaui beberapa orang, dan berdiri di depan
gadis itu. Matanya memancarkan cahaya yang mengerikan.
Gadis itu tertegun. Yen Cing Kiang mengulurkan tangan dan
mencekal dada gadis itu. Gadis itu adalah anak Siang Kiang Toa Hiap Ang Cau Hua,
masih seorang perawan. Cekalan Yen Cing Kiang ini persis
mengenai dadanya. Hal itu sudah cukup mencengangkan
orang-orang yang melihatnya. Tapi kejadian berikutnya lebih
mengerikan lagi. Terdengar suara bentakan Yen Cing Kiang:
"Suruh kau berdiri, kau masih begini pergi?" Ia berkata begitu
seraya melayangkan tangannya dan pukulannya tepat
mengenai kepala gadis itu. Anak Ang Cau Hua tentu saja
mengerti ilmu silat. Tetapi kejadian itu mendadak saja, ia tidak
bersiap siaga sedikit sebelumnya. Begitu terpukul kepalanya,
belum sempat ia berteriak, ia telah mati dengan sangat
mengerikan sekali. Yen Cing Kiang menangkap orang, itu saja sudah cukup
mengagetkan orang-orang, apalagi setelah ia memukul gadis
itu hingga mati, keheranan tetamu itu mencapai puncaknya!
Tiba-tiba semuanya pada menjerit saking terperanjatnya.
Di ruang tamu itu, suara orang ramai sekali, ada yang
membuat apakah mempelai lelaki dapat mengajak keluar
mempelai wanita atau tidak sebagai taruhan. Tetapi jeritan
tiba-tiba dari dalam itu menutupi keramaian di luar. Sekejap
saja ruangan besar itu menjadi sunyi senyap.
Jeritan tiba-tiba itu, cukup membangunkan orang yang lain
sedang mabok. Pada saat ini, di ruang besar itu boleh
dikatakan tidak ada satu orang pun yang mabok, tidak ada
orang yang bergerak. Karena tidak ada orang yang tahu
bagaimana persoalannya. Gordin di pintu menuju ke ruang
tengah itu terobek, sesosok bayangan meloncat keluar dengan
wajah yang penuh ketakutan, dialah mempelai wanita Seng
Bun Lan! Yen Ling berdiri dengan menekankan kedua tangannya di
atas meja, teriaknya : "Ada apa?"
Seng Bun Lan belum sempat membuka mulutnya, air
matanya telah bercucuran jatuh di tanah, serunya : Lo Ya!" Ia
hanya berseru begitu, lalu tidak bersuara lagi. Bagaimana
memintanya menceritakan kejadian itu" Wanita-wanita yang
dapat bersilat di ruang dalam itu pada keluar semuanya,
"Celaka! Celaka!" teriak mereka.
Lauw Hung berada dalam keadaan sangat gembira, melihat
situasi yang menjadi kacau balau itu, ia marah. Tiba-tiba ia
memukul meja itu dengan tangannya, kekuatan tenaga
pukulannya sangat dahsyat hingga meja itu bolong. Semua
piring mangkok pada berjatuhan di atas tanah, tidak
dihiraukannya. Ia masih berteriak : "Ada apa" Begini banyak
orang disini, ada apa yang harus ditakuti" Siapa yang masih
ribut lagi..." Ucapannya itu belum selesai, tidak ada orang
yang ribut lagi. Ruang besar itu menjadi sunyi kembali. Itu
bukan pengaruh ucapannya, tetapi Yen Cing Kiang telah
melangkah keluar! Yen Cing Kiang masih memegang dada Ang
Fong. Tubuh Ang Fong terkulai, ia telah mati dan diseret-seret
Yen Cing Kiang keluar. Baru saja ia menginjakkan kakinya di
ruang besar, dalam keheningan itu, hanya terdengar sebuah
terikan yang aneh dan sesosok bayangan berkelebat melayang
ke hadapan Yen Cing Kiang. ITulah sebuah wajah jernih yang
kurus, seorang lelaki setengah baya, dialah pendekar besar
sungai Siang, Ang Cau Hua. Ia berhenti di muka Yen Cing
Kiang, lalu mengangkat kepala Ang Fong. Tiba-tiba ia terpaku,
"Fong Ji!" teriaknya seakan ia berada di alam impian.
Ia menengadah, baru saja ia ingin menanyai Yen Cing
Kiang siapa yang telah membunuh anaknya, tiba-tiba Yen Cing
Kiang berteriak sambil memukul dada Ang Cau Hua! Ilmu Ang
Cau Hua tentu saja berada di atas Yen Cing Kiang, tapi
pukulan Yen Cing Kiang itu datangnya mendadak sekali,
bahkan ia belum sempat untuk berpikir untuk mengelak,
pukulan telah bersarang di dadanya. Lagi pula pukulan Yen
Cing Kiang itu kuat sekali. Tubuh Ang Cau Hua terhuyunghuyung
mundur setengah tindak. Kepala Ang Fong terkulat
kembali. Ang Cau Hua merasakan matanya berkunangkunang,
dadanya sakit dan memuntahkan darah segar, darah
itu persis menyembur ke muka Yen Cing Kiang. Wajah yang
berlumuran darah itu lebih menyeramkan lagi. Tiba-tiba ia
melangkah setindak lagi, pukulan kedua melayang ke dada
Ang Cau Hua. Melihat keadaan ini, Seng Bun Lan yang berada
di sampingnya bereriak, tangannya berbalik dan menyambar
sebuah pedang tamu yang panjang, pedang panjang itu
melayang menusuk telapak tangan Yen Cing Kiang. Melihat
pedang itu, Yen Cing Kiang tertawa, dibaliknya tangannya
menyambar pedang itu, jurus itu dilakukan dengan cepat
sekali, boleh dikatakan ilmu yang sangat ajaib.
Seng Bun Lan terpaku melihat tindakan itu, walaupun
pedang panjang itu bukan membabat besi bagai membabat
tanah, tapi sangat tajam. Yen Cing Kiang bahkan
menggunakan tangannya untuk menangkap pedang itu,
apakah ilmu silatnya telah mencapai sedemikian tingginya"
Seng Bun Lan kaget, buru-buru ia menarik kembali pedang
panjang itu, tapi sambaran tangan Yen Cing Kiang itu sangat
cepat sekali, kelima jarinya telah mencekal pedang itu. Pedang
itu sedang ditarik oleh Seng Bun Lan, walaupun dicekal oleh
Yen Cing Kiang, pedang itu tetap tertarik kembali. Pada detikdetik
itu terdengarlah jeritan Yen Cing Kiang yang kesakitan,
kelima jarinya telah terbabas putus, darah muncrat dengan
derasnya. Tubuhnya terhuyung ke depan setindak, Seng Bun
Lan melepaskan tangannya dan pedang itu terjatuh ke atas
tanah. Melihat keadaan Yen Cing Kiang, setelah ia melangkah
setindak; seakan ia masih mau memukul. Tetapi ketikaia
melangkah, tubuhnya berhenti, tidak lagi melangkah maju, ia
terpaku sekejap, lalu menengadah memandang ke sekeliling.
Di ruang besar itu, karenan kejadian itu terjadi sangat
mendadak sekali, hingga semua orang terperangah, biarpun
yang berkumpul disitu kebanyakan jago-jago silat kelas satu,
tetapi kejadian itu sangat mendadak. Wajah siapa yang tidak
berubah kalau menyaksikan gunung roboh di hadapannya"
Yen Cing Kiang menahan dirinya, tidak lagi bergerak, orang
lain pun hanya memandanginya dengan pandangan yang
ketakutan. Bahkan Yen Ling si Naga berbuntut sembilan
sendiri tidak tahu harus berbuat apa.
Tiba-tiba Yen Cing Kiang berteriak dengan aneh sekali :
"Kenapa semuanya?"
Teriakan itu timbul dari mulit Yen Cing Kiang sendiri,
hingga membuat hati orang lebih bergidik lagi.
Ucapan itu boleh diucapkan oleh siapa saja, tapi tidak
seharusnya keluar dari mulut Yen Cing Kiang. Semua kejadian
itu adalah hasil tangannya sendiri, tapi ia masih bertanya :
"Kenapa semuanya ini?"
Kalau bukan menyaksikan keadaan yang kacau balau itu,
tentu sudah banyak orang yang akan tertawa terbahak-bahak.
Tetapi beberapa jago silat yang begitu mendengar ucapan
Yen Cing Kiang itu, hati mereka betul-betul merasakan
kengerian. Karena melihat wajah Yen Cing Kiang sekarang
yang gusar dan bingung itu, sseakan ia betul-betul tidak tahu
apa yang telah terjadi! Yen Ling si Naga berbuntut sembilan
paling tahu akan sifat anaknya, kini iapun paling kaget. Yang
membikin dia kaget itu, bukannya karena Yen Cing Kiang telah
membunuh orang, merubah suasana riang gembira itu
menjadi suatu bencana, tapi karena dari tingkah laku Yen Cing
Kiang tadi yang seperti orang gila, dan wajahnya sekarang
yang menunjukkan kegusaran dan kebingungannya itu. Tibatiba
ia teringat dua orang, kedua orang itu biasa
menggunakan ilmu ajaib 'Mo Tiang Mi Huan Toa Hoat'
(semacam ilmu hipnotis jaman sekarang) yang amat lihai dari
aliran hitam. Kabarnya, kedua orang itu hanya dengan
menunjukkan tangan mereka saja, sudah dapat membuat
orang menuruti segala perintah melakukan hal-halyang sangat
bertentangan dengan sifat aslinya. Andaikata Yen Cing Kiang
membunuh orang tadi karena terkena permainan itu,
sedangkan kedua orang itu telah tiba di Yen ka cung berarti
suatu bencana yang maha besar!
Tiba-tiba keringat dingin Yen Ling bercucuran, ia tidak
dapat berkata apa-apa. *** Bagian Dua Pada saat itulah terdengar suara terikan orang : "Tung Hai
Siang Koi (dua iblis dari laut timur), Mong Eng, Teng Tok!"
Baru habis orang itu berteriak, ada lagi yang berteriak : "Mo
Ting Mi Huan Toa Hoat!" Setelah teriakan kedua orang
itu,semua orang dalam ruangan besar itu pada menahan
napas masing-masing. Andaikata ada sebatang jarum terjatuh ke atas tanah pada
detik ini, pastilah orang dapat mendengar suaranya.
*** Lauw Thian Hauw membalik tangannya dan memukul meja,
meja itu tidak bergerak sedikitpun. Lauw Thian Hauw
menekankan tangannya di atas meja, tidak ditariknya,
sedangkan dia berdiri dengan tiba-tiba, tubuhnya
bergemetaran. Katanya : "Tung Hai Siang Kui, Hung Jie, Tung
Hai Siang Kui, kau... kita adalah pendekar budiman yang
kesohoran di dunia kang ouw,kenapa kau turut campur
dengan orang seperti Tung Hai Siang Kui itu. Kenapa kau
begitu?" Ucapannya yang terakhir itu bukan saja suaranya
telah berubah, bahkan tubuhnya bergemetaran lebih hebat
lagi. Kemudian meja y ang tertekan oleh tangannya itu buyar
sedikit demi sedikit, akhirnya berantakan menjadi berkepingkeping.
Rupanya ketika ia memukulkan tangannya ke meja, meja
itu telah tergetar hancur. Tetapi karena tenaga tangannya itu
sangat sempurna, maka untuk sementara waktu, dilihat dari
luar, meja itu masih utuh.
Lauw Hung sedang menceritakan tentang kejadian di Yen
ka cung, ketika sedang tegang-tegangnya, ucapan terputus
karena tingkah laku Lauw Thian Hauw yang bertindak dengan
mendadak sekali itu. Ia dimarahi Lauw Thian Hauw, mukanya
menjadi hijau. Ia berkata setelah tertegun sejenak : "Aku tidak
ada hubungan dengan mereka... hanya... hanya..."
Lauw Nen, Lauw Jok Hong dan Lauw Hwie bertiga berkata
dengan serentak : "Hanya apa?"
Muka Lauw Hung menjadi merah padam, katanya : "Adikadikku
yang baik,kamu jangan merasa syukur, aku hanya
membantu mereka sekali, mereka berterima kasih padaku,
dan memberikan tiga butir "Mi Huan Sa" (Pasir menyesatkan
sukma) pada si monyet kecil Yo Pang Sa itu. Diletakkannya
sebutir di dalam ciu Yen Cing Kiang, maka Yen Cing Kiang
baru..." Lauw Nen tidak menunggu ucapan Lauw Hung itu habis,
lalu ia berkata sambil tersenyum dingin : "Apakah tidak cukup"
Hm! Tidak disangka rumah kita yang terkenal dengan julukan
pendekar budiman ini, malah ada orang kita yang
mengadakan hubungan dengan Tung Hai Siang Kui yang
sangat kejam dan sangat keji itu. Kalau begini So Beng Hiat In
datang ke rumah kita itupun bukan satu hal yang aneh."
Wajah Lauw Hung sebentar merah sebentar putih, begitu
Lauw Nen habis bicara, langsung ia berteriak : "Kau jangan
mengatakan aku saja, dan kau sendiri bagaimana?"
Lauw Nen tadi masih agak berlagak angkuh, ditanya Lauw
Hung dengan begitu, tiba-tiba mukanya menjadi pucat bagai
mayat, siapapun dapat merasakan senyumannya itu sangat
kaku dan sangat dibuat-buat! Lauw Thian Hauw mengepal
kedua tangannya, ia ingin tertawa. Rupanya rumah pendekar
budiman ini, setiap orang mempunyai perbuatan kotor yang
tidak dapat diucapkan! Bukankah sangat lucu" Tentu saja, ia
tidak jadi tertawa, hanya berkata dengan suara yang berat :
"Kejadian di Yen ka cung itu, kemudian bagaimana coba
tuturkan!" Lauw Hung telah menceritakannya, kagetnya telah
berkurang, ujarnya : "Ruang besar itu menjadi sunyi sekali..."
Ia baru berkata sepatah, terdengarlah suara Macan tutul
merah Then Seng dari seberang sana: "Lauw Lo ya, ada
tamu!" Lauw Thian Hauw tertegun, membentangkan tanganya
minta Lauw Hung jangan meneruskan ceritanya itu, segera
sahutnya : "Sudah ku katakan, aku tidak mau menerima
siapapun, kenapa kau masih lapor kemari?"
"Lo ya, tamu itu sangat istimewa. Kelihatannya tidak dapat
tidak diterima!" jawab Then Seng.
Suara Then Seng itu melambung sampai ke rumah itu.
Wajah setiap orang menjadi berubah, yang dipikirkan oleh
setiap orang ialah So Beng Hiat In telah datang.
Dari wajah mereka yang sedemikian kagetnya itu, rupanya
yang mereka takuti ialah So Beng Hiat In datang mencari diri
sendiri, mereka pada menguatirkan diri masing-masing!
Kesemua orang itu, hanyalah Lauw Thian Hauw yang paling
tenang. Ia tahu, bayangan darah baru timbul tadi pagi,
sekarang belum sore, tidak mungkin ia datang secepat ini!
"Siapa yang datang itu?" katanya sambil menarik napas.
"Tung Hai Siang Kui" ujar Then Seng dengan sangat jelas.
"Ah, mereka," teriak Lauw Thian Hauw terlepas.
Dari kejauhan, melayanglah suara yang sangat
mengejutkan orang : "Tidak salah, kami Tung Hai Siang Kui
mohon bertemu dengan Singa Emas Lauw Toa Hiap, ini boleh
dikatakan suatu hal yang aneh di kalangan Bu lim, bukankah
begitu Lauw Toa Hiap?"
Siapa Lauw Thian Hauw ini, sekali dengar saja ia sudah
tahu Tung Hai Siang Kui masih berada di ruangan besar.
Dalam keadaan segawat ini, kedua manusia yang kesohor
akan kebuasan mereka itu datang berkunjung. Kalau mereka
melihat bayangan darah di tembok itu... hati Lauw Thian
Hauw bergetar, lebih baik menyilahkan mereka masuk,
pikirnya. "Then Kwan Ka, persilahkan tamu masuk!" serunya segera!
Then Seng tertegun sejenak baru menyahut : "Ya."


Bayangan Darah Karya Pho di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rupanya ia merasa heran dengan keputusan majikannya itu.
Semua orang di dalam rumah itu melihat tubuh Lauw Thian
Hauw melayang keluar, kemudian pandangan mata mereka
tertuju pada Lauw Hung. "Mau apa melihat aku?" bentak Lauw Hung marah.
"Toa cie, kawan baikmu datang mencari kau!" kata Lauw
Jok Hong sambil tersenyum licik.
"Kau berani sembarangan ngomong?" bentak Lauw Hung,
tangannya melayang ingin menangkap dada Lauw Jok Hong.
Tiba-tiba terdengarlah suara dari seberang sana : "Rupanya
Lauw Toa cie juga ada disini, kebetulan sekali."
Buru-buru Lauw Hung menahan tangannya, ia menoleh ke
seberang sana, kecuali Then Seng masih ada dua orang lagi.
Kedua orang itu yang seorang kurus tinggi, memegang sebuah
kipas yang digoyang-goyangkannya dengan perlahan-lahan,
berpakaian warna hijau, tampan sekali, bagaikan sebuah
lukisan. Yang satu lagi agak pendek, berpakaian warna kasar,
di punggungnya tergantung sebuah topi rumput, tampaknya
seperti seorang nelayan, sederhana sekali.
Melihat kedua orang itu, hati Lauw Hung berdetak kencang,
tapi mulutnya masih berkeras : "Ada hubungan apa antara aku
dengan kamu" Aku ada disini atau tidak, itu bukan urusanmu!"
Su seng (orang terpelajar yang memegang kipas itu, adalah
It Sian Kau Huan (sekali senyum mencabut nyawa) Mong Eng,
satu dari Tung Hai Siang Kui. Ia seakan tidak mendengar
ucapkan Lauw Hung, merapatkan kipasnya lalu menunjuk ke
empang, katanya : "Ji te, coba lihat. Disini tidak ada perahu,
tidak ada jembatan, Lauw Toa Hiap ingin menemui kita di
rumah itu, terang-terangan dia mau menguji kita bukan?"
"Ya, jangan-jangan kita tidak bisa menyeberang. Tapi biar
bagaimana juga harus kita coba bukan" Toa ko, silahkan jalan
duluan!" seru si pendek Ting Tok dingin.
Berbareng dengan beakhir ucapannya, ia telah membabat
keluar! Babatan itu, kalau hanya mendengar suaranya, orang
tidak dapat merasakan kekuatan tenaganya karena pukulan itu
sangat lunak sekali. Tetapi bersamaan dengan pukulannya
tiba-tiba muncullah air mancur di hadapannya yang kira-kira
berjarak 7 atau 8 kaki jauhnya. Mong Eng mengangkat
tubuhnya melayang ke arah air mancur itu, sesampai di
puncaknya tubuhnya agak mengendap. Ia mengulurkan
tangan membabat pula, di hadapannya sejauh 5 atau 6 kaki,
timbullah pula air mancur pada saat itu, Ting Tok telah
melayangkan tubuhnya hinggap di puncak air mancur yang
dihasilkan oleh Mo Eng. Menggunakan tenaga air yang
muncrat ke atas itu, ia menahan tubuhnya di tengah-tengah
udara, lalu dengan segera ia membabat lagi ke depan.
Gerakan koordinasi kedua orang itu sempurna sekali, yang
satu membabat yang satunya mengangkat tubuhnya
melayang, dan ketika tubuh mereka agak berhenti, pada saat
itulah membabat ke depan lagi. Keduanya menggunakan air
mancur yang dihasilkan oleh kawan masing-masing sebagai
tempat berpijak, dalam sekejap saja terdengarlah suara air
muncrat tidak henti-hentinya. Air mancur bermunculan,
bayangan orang melayang-layang dan kedua orang itu telah
tiba di seberang dengan tertawa terbahak-bahak.
Sekeluarga Lauw Thian Hauw itu, termasuk juga Lauw
Hwie yang paling muda, mereka bukanlah orang yang belum
berpengalaman. Menyaksikan keahlian yang dipertunjukkan
oleh Tung Hai Siang Kui itu, walaupun cukup mengagetkan
kalangan kang ouw, tapi tidak dapat menakuti mereka. Lauw
Thian Hauw berpikir dalam benaknya, kedua orang itu
ternama karena keunggulan mereka dalam melepaskan
senjata rahasia berbisa dan Mi Hun Toa Hoat, tapi sekarang,
rupanya ilmu silat mereka pun bukan lemah. Kalau bukan Gin
kang dan tenaga dalam yang telah sempurna, mana mungkin
mereka cara itu melayang-layang di udara menyeberang
sampai ke rumah ini" Lauw Thian Hauw melangkah setindak
seraya berkata : "Kamu berdua datang dari jauh-jauh, ada
urusan apa?" Mong Eng dan Ting Tok berdua berkata sambil menjura :
"Orang asing dengan lancang datang kemari, harap Lauw Toa
Hiap sudi maafkan. Inikah anak-anak Lauw Toa Hiap" Betulbetul
di bawah jenderal yang perkasa tidak ada prajurit yang
lemah!" Mereka bahkan mengucapkan banyak ucapan yang
tidak penting. Lauw Nen yang paling tidak sabar, teriaknya : "Rumah
Lauw dan kamu berdua, selamanya tidak ada hubungan apaapa,
lagi pula aliran putih dan hitam sangat tidak cocok,
seperti api dengan air, kalau kamu mempunyai niat apa-apa
katakanlah terus terang, tidak perlu mengoceh tidak karuan."
Mong Eng dan Ting Tok berdua duduk. Mong Eng
membentangkan kipasnya, rupanya kipas yang putih bagai
salju itu bergambar bunga hutan yang warnya sangat
menyolok, digoyang-goyangkannya kipas itu dengan pelanpelan.
Sedangkan Ting Tok persis seorang kampung, ia
jongkok di atas kursi, sambil melepaskan topi rumput yang
berada di punggungnya, lalu digoyang-goyangkannya seperti
sebuah kipas. Kalau orang tidak tahu, siapa bisa mengira
bahwa orang kampung yang berpakaian kain kasar itu adalah
orang yang sangat ditakuti di dunia Bu lim" Siapa saja melihat
pasti sakit kepala! "Ucapan Toa kong cu itu salah, kita ada hubungan, cuma
kami belum pernah berkunjung kemari. Lauw Toa Siao Cia?"
Wajah Lauw Hung sangat jelek, ia ingin tidak mengaku,
tapi tidak mungkin. Ia hanya mendehem saja.
"Lebih-lebih salah kalau mengatakan tidak cocok, seperti
api dan air. Menurut aku, di kemudian hari kita harus
berhubungan lebih erat lagi!" Mong Eng tertawa lebar.
"Apa katamu?" kata Lauw Thian Hauw dengan nada yang
berat. Memang Lauw Thian Hauw adalah seorang yang telah
kenyang dengan asam garam dunia kang ouw, walaupun dia
sendiri dalam keadaan gusar, tapi ia masih bersabar. Meskipun
ucapannya itu pendek sekali, tapi sangat berwibawa hingga
membuat Mong Eng tertegun; senyuman di mukanya segera
lenyap, ia berkata dengan nada serius :
"Biarlah kita bicara blak-blakan, Yen Ling si Naga berbuntut
sembilan sedang mengundang jago-jago silat dari Bu Tong
Pai, Go Tai Pai, Sang Bun Pang. Mereka mau menyusahkan
kami. Kami kakak beradik selamanya bukan penakut, tetapi
hei, hei, apakah kami patut jadi kambing hitam Singa Emas
Lauw Toa Hiap?" "Engkau bicara begitu, apa maksudnya?" Lauw Thian Hauw
berkata dengan pelan. "Lauw Toa Hiap, engkau jangan berlagak pikun. Apakah
Toa Siao cia tidak bilang padamu" Tarolah dia tidak bilang,
apakah engkau tidak tahu kejadian di Yen ka cung itu" Semua
orang mengatakan itu adalah perbuatan Tung Hai Siang Kui.
Kami berbuat jahat memang tidak sedikit, ditambah lagi satu,
tidak soal, tetapi siapa yang jadi biang keladi di Yen ka cung
itu, hati kita masing-masing takut!" Mong Eng tertawa dingin.
Wajah Lauw Hung jadi jelek sekali, "Jadi... jadi kamu mau
apa?" "Tadi sudah ku bilang, kejahatan yang dilakukan oleh Tung
Hai Siang Kui memang tidak sedikit, ditambah lagi satu belum
juga apa-apa, tetapi menjadi kambing hitam orang, harus ada
faedahnya, kan?" Mong Eng menggoyangkan kipasnya dengan
perlahan. Dalam hati Lauw Thian Hauw berpikir, sumbaran orang itu
memang benar, Naga berbuntut sembilan Yen Ling, adalah
suatu musuh yang tangguh, ditambah lagi dengan jago silat
dari Bu Tong Pai, Go Tai Pai dan Sang Bun Pang, mereka
berdua dapat menghadapinya" Harga yang mereka pinta tentu
tidak sedikit, tapi kalau ditak diiyakan, soal itu akan tersebar
luas, namanya, dan... dan soal So Beng Hiat In lagi, hati Lauw
Thian Hauw sangat kacau, entah apa yang harus
diucapkannya. "Kamu mau minta keuntungan apa?" tanya Lauw Hung.
"Soal ini Toa Siao cia tidak dapat memutuskannya, kami
dengar kabar, Lwee Ka khi kang Lauw Toa Hiap yang bisa
terlatih sesempurna ini, semuanya didapat dari sebuah buku
silat Pik Luk..." Ucapan Mong Eng tepat mengenai hal yang paling takut
dipikirkan oleh Lauw Thian Hauw. Tiba-tiba bentaknya :
"Berhenti!" Mong Eng pun menurut, Lauw Thian Hauw membentak, ia
lantas tutup mulut dan berdiri bersama Ting Tok, sambil
menjura : "Maafkan kami telah banyak mengganggu, kami
permisi dulu." "Mau kemana?" tanya Lauw Hung gusar.
"Mencari Yen Cung cu, kami akan menjelaskan padanya
bahwa pada hari itu kami berada di Tung Hai yang jauh sekali.
Toa Siao cia jangan kuatir, Yen Cung cu belum tentu percaya
ucapan kami." "Kamu jangan pergi. Thia, coba dengar ucapan mereka
sampai selesai," kata Lauw Hung sangat gusar, hingga
keringat memenuhi keringatnya.
"Ayo katakan!" Lauw Thian Hauw tersenyum pahit.
"Kami akan pinjam Pik LUk itu selama tiga tahun, setelah 3
tahun, akan kami kembalikan, pasti!" ujar Mong Eng.
Wajah Lauw Thian Hauw menjadi hijau, ia tidak berkata
apa-apa. Thian Cing Pik Luk itu boleh dikatakan didapatnya
dengan sesuatu cara yang sangat keji dari tangan Cin Pek Lan
di lembah Cap Ban Toa San tempo hari. Kini, demi hal itu, ia
telah melihat So Beng Hiat In,hingga membuat hatinya
bergidik, mana dia mau meminjam Thian Cing Pik Luk itu pada
Tung Hai Siang Kui" Saat ini, permintaan itu tidak dapat
ditolaknya! Ting Tong melihat dia diam saja, lalu berkata
dengan tertawa kecil. "Mari kita pergi, kita datang bukan minta percuma.
Hm...hm... anak gadis Ang Cau Hua telah mati, anak Yen Ling
telah buntung ke lima jari tangannya, Seng Bun Lan telah
menangis kembali ke kuil Teng Nam mengharukan Cing Im Sin
Ni, ditambah lagi dengan jago-jago silat Bu Tong,Go Tai dan
Sang Bun Pang. Lauw Toa Hiap, engkau berpikirlah dengan
semasak-masaknya. "Thia, kenapa diam sjaa" Cuma sebuah buku silat, apa pula
diherankan": seru Lauw Hung dalam keadaan mandi keringat.
"Tutup mulutmu!" bentak Lauw Thian Hauw. Ia menoleh
sembari berkata : "Kamu berdua harap tunggu dulu sebentar
di ruang besar, kami akan berikan jawaban setelah kami
berunding dulu, bagaimana pendapat kamu berdua?"
"Kalau terlalu lama, kami tidak mau tunggu," kata Tung Hai
Siang Kui tidak sabar. "Paling lama setengah jam, silahkan!" kata Lauw Thian
Hauw. Tung Hai Siang Kui saling pandang, lalu mendehem,
katanya : "Boleh juga, kami tunggu setengah jam. Kalau
dalam setengah jam itu kau tidak keluar, kami akan pergi
tanpa pamitan lagi!"
Selama hyat Lauw Thian Hauw, kapan dia pernah ditekan
orang seperti itu" Tetapi saat ini, ia hanya dapat bersabar :
"Baiklah, dalam tempo setengah jam, kami akan bertahu
keputusan kami." Tung Hai Siang Kui tertawa panjang, melambungkan tubuh
mereka mundur ke belakang, dan seperti datang tadi,
melayang dari empang turun seberang. Semua orang di
rumah itu dapat melihat, begitu mereka sampai di tepian,
lantas diantar oleh Then Seng melangkah maju meninggalkan
empang. Tetapi dalam rumah itu siapapun tidak bersuara, sesaat
kemudian barulah terdengar suara Lauw Thian Hauw : "Hung
jie, kalau begini, So Beng Hiat In tentu datang karena kau."
"Itupun belum tentu, aku membuat rusuh di Yen ka cung
semuanya karena si monyet cilik Yo Pang Sa itu. Kalau So
Beng Hiat In mau cari, tentu dia mencari Yo Pang Sa dulu.
Tidak seperti Toa te (adik besar), dia sendiri yang melakukan!"
Begitu mendengar ucapan Lauw Hung yang terakhir itu,
Lauw Thian Hauw merasakan setiap kata-kata itu bagai pisau
tajam menusuk-nusuk dadanya, hingga suaranya jadi parau :
"Baiklah, baiklah, kita disebut pendekar budiman, rupanya
setiap orang..." tanpa ia ingin berkata... setiap orang pernah
melakukan suatu kejahatan..., tapi baru sampai setiap orang,
lantas ia teringat kalau di bicara begitu,itu termasuk juga dia
sendiri,sekali-kali tidak boleh bicara begitu. Makanya ia
berhenti sejenak, lalu dirubahnya : "Rupanya setiap orang...
sudah tau tidak boleh berbuat jahat, tapi masih kamu kerjakan
juga?" Ia bicara sambil menatap Lauw Nen, muka Lauw Nen pucat
pias, tidak bersuara. Lauw Jok Hong dan Lauw Hwie bedua
saling pandang, hati mereka pada mengucapkan syukur.
"Katakan! Apa yang telah kamu lakukan Ha!" bentak Lauw
Thian Hauw. Tak kuasa lagi Lauw Nen mundur beberapa tindak, tetap
saja tidak bersuara. Lauw Thian Hauw terus melangkah maju
mendesak. Seru Lauw Hung : "Thia, Tung Hai Siang Kui masih
menunggu di ruang besar!"
Tiba-tiba Lauw Thian Hauw membalik seraya berkata :
"Tidak mau, tidak mau, aku tidak mau berikan, kasih tahu
pada mereka, aku tidak mau berikan!"
"Ma... mana jadi begitu,kalau Tung Hai Siang Kui tidak jadi
kambing hitam, bukan saja aku akan mati, dan... rumahku
akan berantakan. Thia, jangan-jangan cucu yang sangat kau
sayangi itu turut juga mampus."
"Kataku putih ialah putih, buat apa kau banyak ngoceh?"
kata Lauw Thian Hauw. "Baiklah, aku akan pergi mati-matian dengan Tung Hai
Siang Kui," kata Lauw Hung mundur beberapa tindak sambil
menarik napas dalam-dalam.
Tadinya Lauw Thian Hauw memang tidak berakal untuk
menghadapi Tung Hai Siang Kui itu, tapi saat ini, hatinya
bergejolak, buru-buru katanya : "tunggu dulu!"
Hati Lauw Hung jadi girang : "Thia kau sudah setuju?"
"Bukan, tapi aku mempunyai akal untuk menghadapi
mereka. Kini di dunia Bu lim, bukankah terus mengatkaan
Tung Hai Siang Kui yang melakukan hal itu?" kata Lauw Thian
Hauw. "Memang, tapi mereka dapat mengutarakan yang
sebenarnya," ujar Lauw Hung.
"Kalau mereka mati?" tanya Lauw Thian Hauw dengan
perlahan.

Bayangan Darah Karya Pho di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Begitu ucapan ia keluar, setiap orang terdiam. Kata Lauw
Thian Hauw lagi : "Kita berlima, kalau tidak dapat
membereskan Tung Hai Siang Kui, itukan lucu sekali. Kalau
mereka berdua mampus, tentu saja hal itu akan lenyap
dengan sendirinya." "Tapi Thia, kalau ada satu yang lolos, kita semua akan
mampus." Bentak Lauw Thian Hauw, tangannya melayang, terdengar
bunyi suitan yang panjang tak henti-hentinya.
Suitan itu baru berbunyi, datanglah suara Then Seng dari
seberang sana : "Majikan ada pesan apa?"
"Beri tahu pada tamu, aku telah mempunyai keputusan,
mintalah mereka menunggu sebentar lagi!" Lauw Thian Hauw
dengan sengaja membesarkan suaranya.
"Ya," sahut Then Seng dari seberang sana.
"Aku pergi dulu, kamu tunggu di pintu empat-empatnya.
Kalau aku sudah mulai, masuklah kamu sekalian, begitu
masuk terus matikan. Jangan kasih ampun!"
Keempat anaknya pada mengangguk semuanya, pada saat
mereka menganggukkan kepalanya itu, tidak terpikir oleh
kepala mereka bahwa perbuatan itu adalah sangat terkutuk.
Apa yang terpikir dalam benak mereka ialah kalau mereka
berhasil mengyingkirkan Tung Hai Siang Kui, mereka akan
mendapatkan nama harum! Karena mereka telah
membinaskan orang jahat di kalangan Bu lim.
Sehabis Lauw Thian Hauw berpesan, kelima orang itu
menyeberang melalui tonggak rahasia di bawah permukaan air
itu, lalu mereka berpencar dengan langkah berat. Lauw Thian
Hauw menuju ke ruang besar, begitu masuk melihat kedua
orang tadi telah menunggu tidak sabar. Kata Lauw Thian
Hauw sambil menjura : "Kalian sudah menunggu lama sekali,
sekarang aku suda berkeputusan, kalau kamu berdua
menganggap Thian Cing Pik Luk itu sangat penting, aku harus
meminjamkannya pada kamu berdua..." Ia sengaja berhenti
sejenak, lalu sambungnya : "Tetapi masa 3 tahun ini, apakah
kamu akan tepati?" Ia menengadah seakan sedang menunggu
jawaban dari kedua orang itu.
Tung Hai Siang Kui berdiri : "Kami dapat berkata begitu,
tentu saja..." Ucapan selanjutnya belum keluar, terdengar suara
bentakan Lauw Thian Hauw yang menggeledek; sepasang
tangannya melayang, kedua tenaga tangan yang sangat
dahsyat itu menekan ke depan, anginnya menderu-deru,
seakan bersamaan dengankibasan kedua tangan Lauw Thian
Hauw itu, terselip juga suara beribu-ribu senjata rahasia yang
melayang dengan cepat sekali. Itulah pukulan tangan yang
terbentuk dari Khi kang asli y ang berlapis emas, tenaganya
bukan main. Pukulan kedua tangan Lauw Thian Hauw itu mendadak
sekali. Membokong orang, menyerang orang dari belakang,
menyimpan belati dalam senyuman, semuanya itu adalah
permainan Tung Hai Siang Kui. Tetapi mereka tidak
menyangka Lauw Thian Hauw yang kesohor dengan sebutan
pendekar budiman itu pun dapat menggunakan cara demikian!
Ketika Lauw Thian Hauw mengibaskan tangannya, kedua
orang itu tertegun. Kalau bukan dihalangi oleh ketertegunan
itu, mereka berdua dapat mengelak mundur. Justru
ketertegunan itu, tenaga tangan Lauw Thian Hauw itu telah
menutupi mereka. Dalam keadaan begitu mereka
mengahadapi altenatif, menunggu mati atau mengibaskan
tangan mereka menyambut pukulan Lauw Thian Hauw dengan
mati-matian. Kecuali kedua cara itu tidak ada lagi cara ketiga
untuk dipilih! Kedua orang itu tahu pukulan Lauw Thian Hauw itu
mengandung Lweekang yang sangat sempurna, tapi kini
sudah sampai begini, mau tidak mau mereka harus
menghadapi pukulan maut itu. Mereka berteriak berbarengan,
menundukkan tubuh, mengibaskan tangan mereka ke atas,
tangan mereka baru keluar separuh, kedua tangan Lauw Thian
Hauw itu telah tiba. Hanya terdengar suara bentrokan tangan,
Tung Hai Siang Kui berdua menghadapi Lauw Thian Hauw
seorang. Sedangkan kepandaian mereka cukup tinggi, kalau
tidak mereka tidak berani menyambut kumis macan, merasa
Singa Emas Lauw Thian Hauw. Tetapi mereka tetap
kewalahan karena menghadapi serangan yang mendadak dan
tidak bersiaga sebelumnya, begitu tangan mereka bentrok,
keduanya mundur dua tindak. Mong Eng mencekal tangan ke
pinggangnya, sekali teriakan saja, sebuah cemeti yang terbuat
dari 18 batang tulang kaki manusia telah terbentang, tetapi
baru cemetinya terbentang, dari belakangnya telah datang
suara "ces"! Mong Eng adalah orang yang hebat, mana mungkin ia tidak
dapat mendengar suara pedang membabat udara yang
dilancarkan oleh penyerang yang berilmu tinggi" Tiba-tiba ia
membalikkan tangannya menghantamkan cemeti itu ke
belakang, tangan kirinya melayang, menyebarkan lima biji Tok
Hong Piauw (piauw tawon).
Yang menyerangnya dari belakang itu ialah Lauw Hung.
Jurus 'mendorong perahu menuruti air' Lauw Hung itu sangat
dahsyat sekali. Mong Eng menghantamkan cemetinya ke belakang,
tenaganya pun sangat kuat. Bentrokan kedua senjata itu tidak
terelakkan, dan akibatnya tentu saja pedang membabat
memutuskan cemeti. Lauw Hung boleh dikatakan mendapat
keuntungan yang besar! Tetapi Lauw Hung pun tahu
kedelapan belas tulang manusia Mong Eng itu,dalam setiap
batangnya tersimpang benda yang sangat berbisa. Kalau
membuntungkan cemeti tulang itu, ia akan celaka sendiri.
Mana ia mau terjebak, maka melihat cemeti tulang itu
melayang, ia membalikkan tangannya ke atas, jurus pedang
itu telah berubah menjadi 'sebuah tiang menahan langit'.
Mong Eng pun telah menghitung bahwa musuhnya tidak akan
Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan 4 Istana Kumala Putih Karya O P A Mestika Golok Naga 4
^