Pencarian

Bocah Sakti 14

Bocah Sakti Karya Wang Yu Bagian 14


sebuah lubang, dari mana ada menyorot sinar terang keluar.
Si bocah heran lalu masukkan tangannya ke dalam lubang.
Ketika tangannya dikeluarkan lagi, ia sudah menggenggam
barang-barang permata. Diantaranya terdapat satu kalung
leher, sepasang anting-anting dan tusuk konde berbentuk
kupu-kupu. semuanya terbikin dari batu giok (kumala) dan
mengeluarkan sinar berkeredep terang. Apalagi itu tusuk
konde yang berbentuk kupu-kupu yang ditatah batu-batu
mustika, yang paling terang diantaranya. Rupanya tadi dari
dalam lubang ialah yang mengeluarkan sinar terang, untuk
kedua kalinya Lo In masukkan tangannya. Kali ini yang
dikeluarkan barang-barang permata biasa saja dan beberapa
keping uang emas dan perakan. Lo In masih terus memeriksa,
Ia masukkan lebih dalam tangannya untuk ketiga kalinya.
Tidak ada apa-apa lagi kecuali satu bungkusan kecil enteng.
Ia melihat bungkusan itu tidak ada apa-apanya yang
menarik dan ia lantas mau ceploskan lagi ke dalam lubang tapi
ia urung berbuat demikian ketika ia mendengar seperti ada
orang datang. Bungkusan kecil itu bersama perhiasan dan
uang yang barusan ia keluarkan telah ia masukkan dalam
kantongnya, kemudian ia berlalu dan naik lagi ke atas pohon
sementara lubang masih terpentang, tidak keburu Lo In
menutupnya lagi. Lo In dari atas pohon melihat orang yang datang itu ada
tiga orang, satu diantaranya ada bayangan yang tadi Lo In
lihat, Ia kenali sebab ia masih mengenakan kerudung hitam
kepalanya. Dua kawannya yang lain, usianya dikira baharu
empat puluhan, perawakannya kokoh kuat dan masing-masing
membawa senjata pedang. Ketika melihat lubang sudah terbuka, si kerudung hitam
menjadi terkejut rupanya sebab ia lantas keluarkan teriakan
"Celaka " "Apa yang celaka jite ?" tanya kawannya yang bermuka
tirus. Si orang berkerudung tidak menyahut, hanya ia cepat
jongkok dan memeriksa lubang dan ternyata isinya sudah
terbang, Ia jatuh duduk dan mengeluarkan keringat dingin.
Dua kawannya menjadi heran, si muka tirus menanya lagi,
"Jite, kau kenapa ?"
"Toako, barang-barang yang kusimpan dalam lubang ini
semuanya sudah amblas disikat orang. &ntah siapa orangnya
yang demikian berani juga tidak mungkin orang dapat
menguntit jejakku, yang aku lakukan dengan sangat hati-hati-"
Si muka tirus yang dipanggil toako tiba-tiba tertawa dingin.
"Jite, kau hendak bermain sandiwara di depan saudara
tuamu ?" kata si toako.
" Toako, kita bertiga bersaudara sudah bersumpah akan
sehidup semati. Buat apa aku mencurangi kalian ?" jawab si
kerudung hitam. "Untuk barang-barang lainnya aku tidak perduli, tapi itu
"say-cu-leng" kau harus serahkan padaku Dengan tanpa "saycu-
leng, cara bagaimana aku dapat menduduki kursi Kaucu ?"
say-cu-leng itu adalah lencana berbentuk singa-singaan
kecil, terbuat dari batu giok murni, mungil tampaknya sebagai
gandulan dari kalung leher. Barang mana biasanya ada dibalik
baju dari Kaucu (ketua agama) Ngo-tok-kau (agama lima bisa)
yang bernama Tonghong Kin, seorang yang berkepandaian
silat paling tinggi dalam perkumpulannya.
Untuk mengetahui cara bagaimana Say-cu-leng jatuh
ditangannya si kerudung hitam, baik kita tinggalkan sebentar
Lo In yang sedang menonton tiga saudara yang sedang
bertengkar dan melihat kisahnya say-cu-leng seperti berikut.
say-cu-leng ada lambang dari Ngo-tokikau. Bukan saja
bentuknya mungil dan bisa bercahaya pada waktu malam
gelap, juga ada mempunyai khasiat yang anehi dapat
menyembuhkan orang yang keracunan dengan cuma
meminum air yang direndam lencana tersebut.
Dengan sendirinya, peraturan dalam Ngo-tok-kau juga
menjadi aneh- Ialah siapa yang memiliki lencana itu dianggap
adalah Kaucu mereka walaupun lencana itu telah hilang
lantaran Kaucu yang asli dan bahkan Kaucu itu dianggap
sebagai anggota biasa saja atau bukan Kuucu mereka Lagi.
(Bersambung) Jilid 14 Tong Hong Kin belum lama mengepalai Ngo-tok-kauw.
Ialah pada dua tahun yang lalu selagi Ngo-tok-kauw
kehilangan Kauwcunya yang bernama Ngo-tok Sianjin (Dewa
Lima Bisa), dengan tiba-tiba muncul Tong Hong Kin
mempertunjukkan Say-cu-leng. setelah diuji bahwa Say-culeng
itu bukannya palsu, maka seketika itu Tong Hong Kin
diangkat menjadi Kauwcu dari Ngo-tok-kauw.
Jadi barang siapa yang memegang Say-cu-leng, dialah
yang menjadi Kauwcu, tidak perduli dia ada berilmu silat tinggi
atau rendah. Sudah tentu para anggotanya lebih suka kalau
kauwcunya mempunyai kepandaian yang tinggi.
Tegasnya mereka menghormati Say-cu-leng, yang terpaksa
menghormat pada kewibawaannya yang menjadi Kauwcu.
Demikian diantara banyak pemimpin Ngo-tok-kauw, sudah
tentu banyak yang ingin memiliki lencana yang istimewa itu.
Cuma saja mereka masih mempunyai kepercayaan bahwa
merampas lencana di badannya Kauwcu akan merupakan
dosa tak berampun. Sepanjang hidupnya akan merasa tidak
menemukan ketentraman, seolah-olah dibayangi oleh
setannya si Kauwcu yang dianiayanya.
Tiga orang dibawahan Kauwcu Tong Hong Kin yang
bernama Ang Kek Sui, Coa Keng dan Giam Tee Seng
termasuk diantaranya yang mengarah pada lencana istimewa
itu. Mereka tidak termasuk pada kepercayaan tersebut dan
diam-diam telah bersepakat untuk mencelakakan Tong Hong
Kin. Tiga orang itu telah mengangkat saudara, bersumpah
sehidup semati apabila mereka berhasil memiliki say-cu-leng
dan menguasai Ngo-tok-kauw.
Dalam perundingan, Kek sui menyatakan pikirannya
kepada dua saudaranya, "Kita sudah jadi saudara. segala apa
kita tanggung bersama. Kali ini Jite akan dibawa pergi oleh
Kauwcu untuk membuka cabang di kota Teng kwan, jangan
lupa sama rencana kita. Dalam perjalanan, begitu Jite dapat
kesempatan, habiskan saja jiwanya Kauwcu dan rampas saycu-
lengnya. Dengan lencana itu, kita akan menguasai Ngotok-
kauw dan dengan begitu kita dapat sesuka hati bergerak.
Tidak seperti sekarang, kita rasanya terkekang. Ini tidak boleh,
itu tidak boleh. Kauwcu apa seperti Tong Hong Kin itu " Masih
mendingan Kauwcu kita Ngo-tok sianjin duluan yang hilang,
kita masih dapat bergerak bebas."
"sudah tentu aku akan perhatikan rencana kita." sahut Coa
Keng. " Harap toako dan samte jangan kuatir. Tapi sebaiknya
dengan diam-diam toako dan samte juga menguntit perjalanan
kami. supaya kalau aku gagal dan menghadapi bahaya, kalian
berdua dapat menolong kesulitanku Jadi ini namanya kita
bekerja sama." Kek sui dan Tee seng berkakakan ketawa
mendengar perkataan saudaranya itu.
"Hal itu Jite jangan kuatir. Tentu kami berdua akan
mengikuti dari jauh. Legakan hati Jite dan kerjakan rencana
kita supaya berhasil " berkata Kek sui yang membesarkan
hatinya Coa Keng yang kelihatannya agak jeri juga kalau
bekerja sendirian. Dalam perjalanan ke kota Teng kwan itulah Tong Hong Kin
telah dikerjai oleh orang kepercayaannya yang berupa Coa
Keng. Dalam satu warung arak di pegunungan Tong Hong Kin
kena diloloh sampai mabuk oleh Coa Keng, kemudian dalam
keadaan mabuk dibawa pergi oleh Coa Keng.
"Teman saudara dalam keadaan mabuk, tidak baik kalau
dibawa pergi sekarang." kata pemilik warung ketika melihat
Coa Keng sudah panggul Tong Hong Kin di pundaknya.
"Kami ada urusan yang penting, maka harus segera
meneruskan perjalanan." sahut Coa Keng dengan paras
seperti cemas tidak sampai pada waktunya ke tempat
tujuannya. Pemilik warung menghela napas ketika melihat Coa
Keng tidak dapat dicegah.
sebenarnya pemilik warung itu baik juga hatinya. Ia
mencegah berlalunya tamu dengan membawa temannya
dalam keadaan mabuk sebab pada waktu itu cuaca sudah
remang-remang gelap dan sebentar lagi sang malam sudah
tiba. Di tengah jalan, Coa Keng telah letakkan tubuhnya Tong
Hong Kin. Untuk membikin sang Kauwcu tidak berdaya, ia
menotok jalan darahnya. setelah itu ia lantas terindili harta
benda yang ada pada pakaiannya Tong Hong Kin, sudah tentu
termasuk say-cu-leng yang lantas ia bungkus dengan
setangan. Coa Keng kegirangan sebab selain lencana yang sangat
diinginkan, juga ia dapatkan beberapa barang perhiasan yang
berupa anting-anting, kalung leher dan tusuk konde kemala
yang bercahaya terang di waktu malam gelap.
Entah dari mana Tong Hong Kin mendapatkan barangbarang
perhiasan itu. Ia tidak tahu kalau barang-barang itu
belum lama Tong Hong Kin terima dari kawan-kawan akrabnya
sebagai tanda mata persahabatan dengan Ngo-tok-kauw yang
pada masa itu sangat terkenal namanya.
Coa Keng tidak tega untuk membunuh Kauwcunya dengan
menggunakan senjata tajam mengingat kebaikannya sang
Kauwcu kepadanya sepanjang mereka bergaul dalam
perkumpulan. Maka ia lalu lemparkan Tong Hong Kin ke dalam
jurang. Pikirnya, biarlah ia mati terbanting di bawah jurang.
Berbareng dengan itu, timbul pikiranya untuk memiliki sendiri
barang-barang yang sudah ada dalam tangannya, maka ia lalu
mencari tempat yang aman untuk mengumpulkan barangbarang
rampasannya itu. Dengan cara kebetulan ia menemukan kuburan tua yang
dibelakangnya ada lubangnya. Entah lubang bekas apa itu.
setelah ia mencabut selembar batu marmer dari kuburan lain
yang dipasang sebagai bongpay, ia masukkan barang-barang
berharga itu ke dalam lubang dan ditutup rapi dengan batu
marmer atau bongpay orang. Ia tidak tahu kalau kerjaannya
ada yang memperhatikan ialah jago cilik kita.
Belum lama Coa Keng berlalu, ditengah jalan ia
berpapasan dengan Kek sui dan Tee seng. sang toako melihat
ia sendirian, lantas menegur,
"Jite, mau pergi kemana lagi " Bukankah kau sudah
selesaikan urusan " Mana itu lencana sakti dari Ngo-tok-kauw
?" Coa Keng agak gugup. Ia tidak mengira bahwa ia akan
berpapasan dengan dua saudaranya itu demikian cepat.
Dalam perhitungannya, baru pada keesokan harinya mereka
akan bertemu satu dengan lain. Tatkala itu ia tidak mempunyai
daya untuk mungkir, maka ia lantas menjawab,
" Lencana dan barang-barang yang ada pada tubuhnya
Kauwcu aku simpan untuk sementara di tempat yang rapi
jangan takut " "Takut ?" menggumam Kek sui.
" Kenapa kau mengatakan demikian Jite ?"
"oo, itu, itu........" gugup Coa Keng menjawab hingga Kek
sui menjadi curiga. "Itu lencana hendak kau miliki, bukan ?" Kek sui menyindir.
"ohi bukan. Itu barang aku simpan, tiada seorang yang
dapat menemukannya."
"Jadi, hanya kau seorang saja yang mengetahuinya."
"Ya, betul. Aku sudah simpan pada suatu tempat rahasia."
" Kalau begitu, sekarang kau antar kami berdua kesana
untuk melihatnya." Coa Keng tidak mempunyai alasan untuk menolak. Maka ia
lantas ajak kedua kawannya untuk pergi melihat barang yang
belum lama dirampasnya. Demikianlah, ketika Coa Keng nampak lubang tempat
menyimpan barang rampasannya itu terpentang, bukan main
kagetnya sampai jatuh duduk.
Nampak saudara tuanya mendesak say-cu-leng, Coa Keng
coba merogoh lubang ke bagian paling dalam sebab ia
pisahkan benda berharga itu dari barang lainnya. Ternyata siasia
saja ia merogoh sebab say-cu-leng sudah terbang.
"Toako, minta maaf atas keteledoranku. say-cu-leng sudah
tidak ada ditempatnya lagi." berkata Coa Keng separuh
meratap kepada Kek sui. Kek sui ketawa sinis. "Tempat penyimpanan yang rapi sekali sampai dengan
mudahnya orang mengetahuinya." menyindir Kek sui.
Coa Keng tidak menjawab atas sindiran sang toako, sebab
memang ia bersalah. Tapi, mana Kek sui dan Tee seng mau percaya atas
perkataannya. Tee seng yang dari tadi diam saja telah
berkata, "Jiko, jangan banyak alasan. Paling baik lekas keluarkan
say-cu-leng dari saku bajumu. Kalau tidaki hm "
si kerudung hitam (Coa Keng) melengak mendengar
perkataan Tee seng. "Samte, aku bukannya omong main-main. Memang barang
itu sudah disikat orang, mana ada dalam kantongku" Kalau
tidak percaya, kau boleh geledah badanku."
"Hehe." ketawa Tee seng.
"sudah angkat saudara masih mau mengibuli. Kau orang
apa " Dasar orang she Coa ada berhati ular, makanya begini
macamnya " Tee seng berkata sambil mendekati Coa Keng. Ia mulai
menggeledah badannya, tidak kedapatan apa-apa. Dalam
penasarannya ia samber kerudung coa Keng hinga sekarang
tampak wajahnya. Umur Coa Keng ditaksir belum 40 tahun,
gerakannya gesit tangkas, wajahnya cakap. Kelebihan inilah
yang membikin Tong Hong Kin percaya dan sayang pada coa
Keng. si Kauwcu ternyata salah hitung karena dibalik
wajahnya yang cakap. ada tersembunyi hatinya yang kejam
danjahat. sebagaimana sudah terjadi, sudah ia sumpah
sehidup semati menjadi saudara, masih timbul ingatan
mengkhianati saudara-saudaranya ingin memiliki say-cu-leng.
setelah menggeledah kerudung orang tidak ada hasilnya,
Tee seng dalam marahnya sudah menampar Coa Keng


Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sehingga terhuyung-huyung dan mataya berkunang-kunang
gelap. Coa Keng tidak menduga akan tamparan Tee seng,
maka juga demikian mudah ia kena ditampar. Coba ia sudah
siap sedia, bagaimana pandainya juga Tee seng bergeraki
tidak semudah itu menggampar coa Keng yang cerdik dan
licin. "Bagus " seru Kek sui dan lantas tertawa terbahak-bahak
melihat Coa Keng terhuyung-huyung kena ditampar adiknya
yang nomor tiga. Ketika Coa Keng sudah berdiri tegak lagi, ia mendengar
Kek sui berkata, "Coa Keng, sekarang kita tidak ada hubungan saudara lagi.
Lekas kau keluarkan say- cu-leng sebelum aku turun tangan
kejam " Mendengar perkataan sang toako, Coa Keng tahu bahwa
persaudaraannya telah diputuskan. Meskipun ia membela diri
bagaimana pun juga, tak bakalan ia dapat membuat dua
saudaranya itu mempercayai akan omongannya bahwa saycu-
leng itu sebenarnya sudah hilang.
Memikir demikian, untuk membela diri, ia sudah hunus
pedangnya. " Kalian tidak mau percaya akan bicaraku, maka biarlah ini
akan menjadi saksinya " Coa Keng sambil acungkan
pedangnya. "Haha Pengkhianat " bentak Kek sui gusar melihat Coa
Keng menghunus pedangnya dan menantang,
"Kau kira dengan pedangmu, kau bisa lolos dari tangan
kami ?" sementara itu Tee seng yang juga sudah sangat gusar
nampak Coa Keng mau melawan, sudah meloloskan
pedangnya dan menyerang Coa Keng.
si bekas Jiko menangkis serangan Tee seng kemudian
balas menyerang dengan tusukan ke pundak tapi dapat dikelit
oleh Tee seng. Ia merangseki pedangnya menabas dari kiri ke
kanan, coa Keng berkelit dengan lompat mundur satu tindak.
Lalu merapat lagi, mereka bertempur seru.
Beberapa jurus sudah dilewatkan, ternyata Tee seng tidak
bisa menang dari Coa Keng yang ilmu pedangnya kelihatan
lebih pandai. Kek sui tidak tinggal diam, ia lantas mencabut
pedangnya juga dan mengeroyok Coa Keng.
Lo In enak-enakan saja nonton diatas pohon sambil
memikirkan barang yang diperebutkan oleh mereka itu.
Katanya lencana singa-singaan, yang bagaimana rupanya ia
tidak lihat. Pikirnya, boleh jadi diumpatkan oleh Coa Keng.
Dengan turunnya Kek Sui kelihatan pertempuran jadi
berimbang karena Tee Seng dapat bernapas lega ada
pembantu disampingnya. Kalau tidaki barusan ia sudah dibikin
terjungkal oleh Coa Keng yang ilmu pedangnya lebih gesit.
Dalam penilaian Lo In , sekalipun Kek sui turun tangan tidak
ada gunanya karena ilmu pedangnya kalah oleh Coa Keng.
Penilaian si bocah yang lihai memang benar. sebab tidak lama
kemudian terdengar jeritan Tee seng yang lompat mundur
sambil memegangi bahunya yang kanan bercucuran darah
kena ketusuk pedangnya Coa Keng.
Melihat adiknya dilukai, Kek sui meluap amarahnya. Ia
membentak "Bagus, bangsat pengkhianat Kau berani lukai adikku "
Akan aku adu jiwa denganmu "
"Haha " Coa Keng mengejek.
"Mau adu jiwa itu urusanmu. Tapi yang terang jiwamu sukar
lolos dari pedangku Hm Dengan cuma kepandaian sebagini
mau menghinaku, Coa Keng " Kau harus belajar dulu 10
tahun lagi. Mungkin pada waktu itu ilmu pedangmu hanya baru
sebanding saja dengan ilmu pedangku "
Diejek demikian Kek sui makin bernapsu. Ia keluarkan
semua kepandaiannya. Akan tetapi percuma saja, terus ia
berada di bawah angin. Dengan jurus 'Yap-te-tou-ko' atau
'Dibalik daun mencuri buah' pedang Coa Keng meluncur
secepat kilat ke arah ketiak lengan kanan Kek sui yang coba
mengelak tapi terlambat karena ujung pedang mengenai juga
pundaknya hingga mengucurkan darah.
Kek sui ternyata tidak menjadi jeri dengan luka di pundak
kanannya itu. Ia pindahkan pedangnya ke tangan kiri. Ternyata
ia bisa mainkan pedang dengan tangan kiri seperti juga ia
mainkan dengan tangan kanan.
sementara itu Tee seng sudah menyerbu lagi membantu
toakonya. Tadinya Coa Keng melukai mereka dengan tusukantusukan
enteng mengharap mereka menyerah kalah dan
menghabiskan persengketaan untuk selanjutnya mereka
takluk dan dibawah pengaruhnya. Tapi perhitungannya
meleset sebab dua orang itu setelah terluka telah berkelahi
seperti banteng ngamuk. Coa Keng kedesak untuk sementara. Perlahan-lahan ia
ambil oper lagi serangan. Ketika mereka kewalahan dengan
pertahanan coa Keng yang teguh bagaikan tembok.
sekarang berbalik Kek sui dan Tee seng yang kelabakan
dicecer oleh pedangnya Coa Keng yang berkelebatan seperti
halilintar. Malah kali ini coa Keng berlaku kejam. Begitu dapat
kesempatan ia tidak sia-siakan untuk merobohkan musuhnya.
segera juga terdengar jeritan saling susul terdengar. Kek sui
mula-mula yang menjerit karena terpapas lengan kirinya,
kemudian Tee seng lehernya kesabet pedang dan putus.
"Hahaha " Coa Keng tertawa terbahak-bahak sambil
memandang dua korbannya. Tee seng sudah tidak bernyawa,
sedang Kek sui merintih- rintih. Meskipun demikian Kek sui
tidak tunduk kepada Coa Keng. Buktinya ia membentak,
"Bangsat pengkhianat Kau membunuh adikku, lekas kau
habiskan juga jiwaku Kalau tidaki ada satu waktu aku akan
mencari kau untuk membalas penghinaan ini "
"Kek sui, sebaiknya kita jadi sahabat saja." kata Coa Keng.
"Memang benar aku tidak memiliki say- cu-leng itu. Barang
itu sudah disikat orang. Aku tidak tahu siapa yang
menyikatnya. Mari kita bersama-sama menari kembali. siapa
tahu kalau memang barang itu berjodoh dengan kita, tidak
sukar untuk kita menemukannya kembali "
Kek Sui masih tidak percaya dengan omongannya Coa
Keng. Maka ia berkata, "Manis benar omonganmu. Biar kau 100 kali bersumpah,
aku juga tidak mau percaya padamu si pengkhianat jahat
jangan kau membujuk aku, aku adalah seorang laki-laki sejati "
"Kau satu laki-laki sejati " Ini dia laki-laki sejati " bentak Coa
Keng. Pedangnya juga lantas berkelebat dan kepalanya Kek
sui kontan jatuh menggelinding di tanah. Darah segar
meluncur keluar dari lehernya Kek sui seakan-akan air
mancur. Lo In yang menyaksikan kekejamannya Coa Keng,
diam-diam menghela napas.
Ia pikir tidak perlu memunculkan dirinya. semuanya orangorang
jahat, kalau mereka saling bunuh, itu kejadian wajar.
setelah menyeka pedangnya yang berlumuran darah, Coa
Keng lalu jongkok dikuburan dan coba merogoh pula pada
lubang tempat menyimpan barangnya. Akan tetapi ia lesu
sebab memang barang-barang itu telah lenyap.
sambil menggerutu, mencaci maki orang yang mengambil
barang tersebut, ia berlalu dari tempat itu. Lo In diam-diam geli
dalam hatinya. selanjutnya ia bisa tidur pulas diatas pohon
karena hatinya sekarang sudah lega, ada punya bekal dalam
perjalanannya. Dengan mempunyai uang dalam kantong, Lo In berani
unjukkan diri di tempat umum dan memasuki rumah-rumah
makan dimana memesan makanan yang enak-enak. Ia beli
beberapa stel pakaian dan pakaiannya yang lama tidak ia
buang, untuk peringatan ia simpan dalam buntelannya dengan
pakaian yang baru. Dengan dirobohkannya orang-orang dari berbagai partai
termasuk Lima Rajawali dari Telaga Tong-teng (Tong-teng
Ngo-eng), namanya Hek-bin-sin-tong makin populer saja.
Untuk menghindarkan hal-hal yang memusingkan, Lo In
ambil jalan pegunungan untuk pergi ke kota Gukwan,
tempatnya Cit-seng-pay guna melaporkan halnya Lam Kek
Ciang dengan dua sahabatnya yang telah menemukan ajalnya
karena hawa racun dari gua maut.
Meskipun demikian, tidak urung jago cilik kita dalam
perjalanannya menemukan hal-hal untuk menambahkan
pengalamannya . Pada suatu malam, selagi ia bicarakan sewa kamar dalam
hotel Kim An, tiba-tiba masuk dua orang wanita dan pria.
Mereka itu adalah suami isteri yang kemalaman dalam
perjalanan menyambangi famili yang mengadakan pesta
nikah. Mereka pun menyewa sebuah kamar dan mendapat
kamar diatas loteng kira-kira terpisah empat kamar dari kamar
yang Lo In sewa. setelah suami istri itu memesan pada pemilik
hotel supaya disediakan makanan dan dibawa ke kamarnya,
mereka lalu naik loteng untuk mencari kamar yang disewanya.
Lo In lihat yang pria kira-kira umurnya 35 tahun. Badannya
kekar kuat, wajahnya lumayan juga tidak termasuk jelek.
sebaliknya yang wanita, usianya dikira 25 tahun. Parasnya
lesu karena letih dalam perjalanan, tampak menambah
kecantikannya. sebelum masuk tidur Lo In duduk tepekur diatas kursi. Ia
memikirkan enci Liannya, dimana dia sekarang " Enci Bwee
Hiang juga dimana dia sekarang " Dan enci Leng siong dalam
tangannya Lamhay Mo Lie, apakah dia dalam keadaan
selamat " Tugas untuk mencari enci Bwee Hiangnya belum ia
lakukan, sudah kehilangan enci Leng siong. Lalu sekarang ia
terpisah dengan enci Liannya yang baru saja ia dapat
berkumpul pula setelah lewat dua tahun.
Dimana sekarang enci Lian yang Jenaka dan berandalan
itu " Baru saja ia selesai menutup ngelamunnya, hendak naik ke
permbaringan tiba-tiba ia mendengar suara minta tolong. Ia
pasang kupingnya. suara itu keluar seperti dari kamar suami
istri yang membicarakan sewa kamar berbarengan dengan
dia. suara minta tolong itu hanya kedengaran satu kali saja
lantas tidak kedengaran lagi. suara itu adalah suara
perempuan. Mungkinkah wanita yang tadi ia ketemukan itu
mendapat kesulitan " Apa ia bertengkar dengan suaminya "
Kalau bertengkar saja, kenapa ia harus berteriak minta tolong
" Apakah pria itu bukan suaminya "
Tidak sempat Lo In untuk memecahkan soal itu. Maka ia
lantas molos dari jendela untuk pergi ke sana, Kalau- Kalau ia
dapat memberikan pertolongan kepada si wanita yang
berbadan lemah lembut itu.
Dengan mudah Lo In sudah sampai pada jendela kamar,
ternyata jendela sudah terpentang. Ia mengintip. astaga........
satu pemandangan yang tidak pernah ia lihat
sebelumnya. seorang pria diatas ranjang tengah menciumi
wanita cantik yang sudah setengah telanjang keadaannya.
Wanita cantik itu tidak berdaya kelihatannya. Hanya dari
kedua matanya bercucuran air mata. Rupanya ia kena ditotok.
Pria yang menciumi itu, Lo In tegasi bukannya pria yang samasama
masuk ke dalam kamar. siapakah dia " Kemana pria
yang menjadi suaminya wanita cantik itu "
Tiba-tiba Lo In kaget nampak lelaki itu berpaling ke arah
jendela dimana Lo In mengintip.Jago cilik kita kaget bukannya
ketakutan dipergoki. Ia kaget lantaran ia kenali pria yang
menciumi si wanita cantik tiada lain adalah Coa Keng.
"Nona cantik," Lo In dengar Coa Keng berkata perlahan.
"Suamimu aku sudah simpan di kolong ranjang. Kau tak
usah malu-malu kerjaan kita ditonton olehnya. Mari, nona
manis kita bersenang-senang.........."
Coa Keng tutup perkataannya dengan tangannya
berbareng bekerja untuk membuka pakaian selebihnya yang
menutup tubuh wanita itu hingga wanita itu makin deras
mengucurkan air matanya dan sangat ketakutan kelihatannya.
Rupanya wanita itu tadi hanya dapat menjerit minta tolong
satu kali karena keburu ditotok oleh Coa Keng. Kini ia dalam
keadaan tidak berdaya, dirinya akan segera dinodai oleh
orang jahat. Tentu saja ia ketakutan dan dalam keadaan tidak
berdaya ia hanya mengeluarkan air mata lebih deras saja
(menangis). "Ehm " tiba-tiba terdengar suara berdehem dari jurusan
jendela hingga Coa Keng sangat kaget dan sebera
melepaskan si cantik lalu menghampiri jendela. Dengan
gerakan 'Yan-cu-cut-lim' (Burung walet keluar dari rimba), Coa
Keng lompat menoblos jendela hendak menguber orang yang
jail tadi. si wanita cantik juga dengar suara mendehem tadi. Dalam
hatinya dia merasa sangat bersyujur ada bintang penolong
datang dan berdoa supaya si penjahat tidak datang lagi.
Tapi alangkah kagetnya ketika melihat barusan saja si
penjahat lompat keluar dari jendela, sekarang sudah lompat
masuk lagi dengan sangat gesit.
Hatinya berdebar-debar. Pikirnya, akhirnya ia akan dinodai
juga oleh orang jahat tadi. Matanya menatap terus pada orang
yang barusan lompat masuk. oh, bukannya si penjahat itu
yang datang tetapi adalah anak berwajah hitam yang belum
lama ia lihat di kantornya si pemilik hotel. Ia jadi kemalu-maluan lantaran ia
dalam keadaan tidak genah dilihat oleh orang sopan.
"cici, lekas pakai pakaianmu " tiba-tiba wanita cantik itu
dengar si anak wajah hitam berkata berbareng ada angin dari
kebasan baju si bocah menyambar pada tubuhnya hingga ia
terkejut, kontan seketika itu bebas dari totokan.
Bukan main girangnya si cantik, Cepat-cepat ia
mengenakan bajunya lagi. setelah mana ia tergopoh-gopoh
hendak turun dari pembaringan, maksudnya hendak
menghaturkan terima kasih pada Lo In . Tapi ia tidakjadi turun
sebab berbareng pada waktu itu ada lompat masuk dari
jendela sipenjahat yang ia sangat takuti.
Lo In melihat sangat kasihan.
"Cici, jangan takut Ada aku disini " Lo In menghibur hingga
si nyonya ragu-ragu. Ia ragu-ragu karena Lo In adalah satu
anak kecil. Mana bisa melindungi dirinya " Untuk membela diri
sendiri saja masih belum tentu ia lolos dari kemurkaannya
sipenjahat yang telengas. Tapi hatinya menjadi besar ketika
mengingat barusan dengan hanya kebaskan lengan bajunya,
Lo In sudah dapat membuka totokan si penjahat atas dirinya.


Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hahaha Kiranya siapa " Tidak tahunya bocah wajah hitam
yang jail " kata Coa Keng dengan ketawa menghina pada Lo In
. "Bukannya jail," sahut Lo In .
"Aku mencegah perbuatanmu yang tidak bagus terhadap
isteri orang " "Bagus, bagus sejak kapan kau makan nyalinya macan
makanya berani ganggu kesenanganku" Hm Bocah bau, ini
rasakan persen dari tuan besarmu "
Coa Keng berbareng menghajar Lo In dengan kepalannya
yang gede. Lo In hanya sedikit elakkan badannya, kepalan yang
segede apa lewat menghajar sasaran kosong hingga Coa
Keng sangat terkejut. Barusan si wanita cantik sudah pejamkan matanya melihat
Lo In bakal dihajar kepalan sipenjahat yang sebesar kepala
bayi. Tapi di saat ia tidak mendengar jeritan Lo In , ia buka
matanya. Tampak si bocah sedang ketawa ke arahnya
sipenjahat. "cia Keng, pengkhianat " bentak jagoan cilik kita.
Coa Keng terkejut mendengar perkataan Lo In . Matanya
terbelalak mengawasi pada si bocah wajah hitam. Tiba-tiba ia
berkata, "Kau, kaulah orangnya yang......"
Tak dapat Coa Keng meneruskan kata-katanya yang
semestinya mengatakan 'kau orangnya yang mencuri
barangku ' dari sebab amarahnya telah meluap-luap
menemukan orangnya yang telah mengambil barang
simpanannya dalam kuburan tua.
"Kau sudah mencelakakan dirinya Kauwcu, lalu merampas
barangnya. Kemudian membunuh mati dua saudara yang
telah kau ikat janji untuk sehidup semati. Apakah itu orang
baik " Hatimu sangat buruk sekarang kau tambah dosamu
dengan niatan mengganggu istri orang. Besar sekali dosamu.
Kalau kau tidak lekas membunuh diri di depan tuan kecilmu,
mau tunggu kapan lagi ?"
Mendengar kata-kata Lo In , amarahnya Coa Keng sudah
tidak dapat dikendalikan pula.
"Binatang Kau berani buka mulut besar di depan coa Toaya
?" bentaknya, berbareng ia sudah menyerang dengan tenaga
maksimum. "Blang " terdengar dinding kamar jebol oleh angin pukulan
coa Keng. Tapi Lo In tidak kelihatan. Dia ada dimana " Melekmelek
ia lihat barusan Lo In di depannya dan ia mengarahkan
pukulan istimewanya kepadanya. Tapi kenyataannya si bocah
tidak apa-apa. Ada dimana dia " selagi ia kebingungan mencari, tiba-tiba
dari belakangnya terdengar orang berkata,
"Coa Keng, pengkhianat Tidak mau bunuh diri sekarang,
mau tunggu kapan lagi " Apa tuan kecilmu yang harus turun
tangan ?" Makin panas hatinya Coa Keng kena digodai Lo In .
Ia putar tubuhnya. sekali lagi ia mengirim serangan ganas,
kembali dinding kamar yang jebol. Tentu saja penghuni dari
kamar-kamar yang jebol dindingnya pada berteriak ketakutan
dan lari keluar dari kamar. sebentar saja malam yang sunyi
telah dipecahkan oleh suara teriakan ketakutan. Keadaan
menjadi panik ketika penghuni-penghuni kamar pada keluar
ketakutan. sementara itu, dalam kamar si wanita cantik, Lo In masih
menghadapi Coa Keng yang sedang kalap. Nampak serangan
dengan tangan kosong tidak bisa berbuat apa-apa atas dirinya
Lo In . Maka Coa Keng mencabut pedangnya.
Lo In lompat keluar jendela. Coa Keng kira Lo In ketakutan
ia mencabut pedang. Dengan tidak banyak pikir lagi ia lompat
menyusul. Kiranya Lo In bukannya takut. Ia tidak ingin membikin si
wanita cantik jatuh pingsan lantaran ketakutan melihat Coa
Keng menghunus pedangnya. Maka Lo In sudah lompat keluar
dari jendela. Di sana ia sudah menanti Coa Keng, yang
sebentar lagi sudah ada didepannya dengan pedang
berkilauan. "Pedang bagus " memuji Lo In ketika melihat pedang
mengeluarkan sinar berkeredep pada malam gelap demikian.
"Bangsat cilik " bentak Coa Keng. "Lekas serahkan barangbarang
yagn kau ambil Baru aku mau ampunku n selembar
jiwamu yang hina." Lo In bukannya takut malah ia tertawa terbahak-bahak
mendengar perkataan coa Keng.
"Bangsat cilik, kau tertawakan apa ?" bentaknya dengan
sudah siap sama senjatanya.
"Aku ketawakun kau, bajingan tengik " sahut Lo In kontan.
"Kau maki aku bangsat cilik, kau sendiri bangsat besar
yang tidak punya guna "
sementara itu, sudah banyak orang yang menonton dari ke
jauhan. Melihat Lo In masih anak-anaki mereka ragu-ragu
bahwa si bocah bisa menang dari coa Keng yang tinggi besar.
sebenarnya dengan mudah Lo In dapat bikin Coa Keng
tekuk lutut, tapi dasar anak nakal. Ia mau menggodai orang
she Coa itu sampai meledak perutnya saking gusarnya.
"Bangsat cilik " teriak Coa Keng dalam kalapnya.
"Lekas cabut pedangmu untuk bertahan satu dua jurus dari
seranganku, jangan sampai kau mati penasaran "
"Untuk melayani orang macam kau, mana ada harganya
aku mencabut pedangku "
"Kau manusia sombong. Lihat pedangku " bentaknya
seraya menyerang dengan jurus 'Am-in-koan-cit' atau 'Awan
gelap menutup matahari', pedangnya digetarkan bersuara
mengaung, ujung pedang tiba-tiba menusuk ke tenggorokan.
"Coa Keng pengkhianat Hampir-hampir jalan nasiku tembus
" goda Lo In seraya berkelit dari tusukan pedang coa Keng
yang berbahaya. Coa Keng makin gemas diledek si bocah. Ia merangseki
pedang diputar sebentar, tahu-tahu menyabet dari kiri ke
kanan ke arah leher. Dilihat caranya Coa Keng bersilat dengan pedang, orang
she Coa itu bukannya rendah kepandaiannya. sayang,
kepandaian silat dan wajahnya yang cakap digunakan ke jalan
yang salah sehingga menemukan nasib sial.
serangan coa Keng paling belakang adalah serangan
mematikan lawan. Pedang diputar sebentar, tahu-tahu
menyabet leher. Itu adalah tipu ilmu pedang yang dinamai
'Giam-ong-ki-hwa' atau 'Raja Akherat mengangkat obor'.
Lo In tidak berkelit. Tahu-tahu dua jari tangan kanannya
menjepit ujung pedang. Coa Keng tahu bahayanya. Ia cepat tarik pulang
pedangnya, tapi sudah terlambat. Ujung pedang melekatpada
dua jari Lo In . coa Keng kerahkan tenaga dalamnya untuk
membebaskan pedangnya dari jepitan dua jari Lo In . Tapi
bukannya terlepas, malah ia jadi ketakutan wajahnya. Kenapa
" Coa Keng rasakan lwekangnya tidak berguna dikerahkan.
sebab makin dikerahkan makin terasa mengalirnya hawa
panas ke seluruh tubuhnya.
sebentar lagi tampak ia sudah mandi keringat. Ia kertak gigi
untuk menahan hawa panas dalam tubuhnya, tidak mau ia
roboh ditangan si bocah yang ia masih pandang enteng. Ia
tidak tahu si bocah telah menggunakan ilmu apa sehingga
bisa menyalurkan hawa panas ke dalam tubuhnya melalui
ujung pedang yang dijepitnya.
Kiranya Lo In telah menggunakan 'siau-thian-sin-kang' (Ilmu
sakti membakar langit) untuk mengajar adat pada Coa Keng.
Melihat orang masih bandel, tidak mau menyerah sekalipun
sudah mandi keringat, Lo In kasih naik sedikit tekanan hawa
panasnya hingga orang she Coa kelabakan kepanasan dan
kali ini ia kepaksa berkaok-kaok minta ampun pada jago cilik
kita. Dengan sekali sentaki pedangnya Coa Keng sudah pindah
tangan. sementara itu, si orang she Coa sudah terkulai roboh
dengan hawa panas dalam tubuhnya yang masih belum reda,
meskipun pedang sudah tidak berada lagi dalam tangannya.
Coa Keng diam-diam putar otaknya untuk kabur dari depannya
Lo In . setelah merasa hawa panas sudah mulai reda, ia coba
bangun tapi gagal. Kakinya tidak kuat berdiri karena lemas,
apalagi untuk disuruh lari. oleh karenanya, niatan untuk kabur
dari depan Lo In menjadi lenyap dengan sendirinya. Ia
sekarang hanya terima nasib apa yang si bocah akan berbuat
atas dirinya. "Orang she Coa, aku belum pernah membunuh orang." kata
Lo In , ketika melihiat Coa Keng hendak berdiri sudah jatuh
duduk lagi. "Paling-paling juga aku kasih peringatan dengan kedua
kupingmu kau potong sendiri Cuma saja dalam hal ini kau
sendiri tidak dapat memberi keputusan, masih ada orang yang
sebentar akan mengasih keputusan atas kelakuanmu yang
tidak sopan " setelah berkata, dengan sekali enjot tubuh Lo In meluncur
seperti burung yang tengah melayang, tahu-tahu dia sudah
lenyap di balik jendela kamarnya si cantik yang menonton
sipenjahat digocok oleh si anak kecil muka hitam. Ia sangat
memuji kepandaian Lo In yagn sangat tinggi. Kaget ia ketika dengan tiba-tiba Lo In sudah berada di
depannya. "Adik kecil." kata si wanita cantik.
"Kau adalah penolong ku, kalau tidak ada kau bagaimana
jadinya dengan aku " Hutang budi ini entah dengan apa aku
dapat membalasnya." si wanita cantik berkata sambil matanya melirik pada Lo In ,
kemudian menundukkan kepalanya dengan wajah yang
kemerah-merahan. Rupanya ia ingat akan keadaan dirinya
yang hampir telanjang tadi disaksikan si bocah wajah hitam.
Meskipun masih belum tentu tahu apa-apa, Lo In dapat juga
menyelami pikiran si cantik, maka ia menghibur. Katanya,
"cici, aku datang menolong hanya secara kebetulan saja.
Tidak ada hutang budi segala. Nah, dimana suami enci
sekarang ?" "Dia... dia, masih ada di kolong ranjang." sahut si cantik
gugup, seperti baru ingat akan keadaan suaminya yang
disimpan Coa Keng di kolong ranjang.
Cepat Lo In menghampiri kolong ranjang, lalu ia menarik
keluar suami si cantik dalam keadaan tertotok. Ia lantas
membebaskan dari totokan hingga si suami sial itu dapat
menggerakkan pula badannya.
"Mana itu bangsat, mana itu bangsat ?" suami si cantik
berteriak-teriak kalap. "Hei, kau jangan ribut dulu. Lekas haturkan terima kasih
pada adik kecil sebab tanpa adanya dia, kita akan menjadi
korbannya sijahat " kata si cantik.
orang itu baru sadar, berkat pertolongan si bocah sehingga
mereka jadi selamat dari bahaya yang tak terelakkan. Buruburu
ia menjura pada Lo In mengucapkan terima kasih, sambil
manggut-manggut beberapa kali.
Dari pembicaraan lebih jauh, ternyata pria itu bernama The
Koan Beng dan yang wanita memang adalah isterinya. Mereka
dalam perjalanan untuk menghadiri pesta nikah dari anak
perempuan pamannya Koan Beng .
Kira-kira 10 lie jaraknya dari rumah penginapan itu, suami
istri itu memang sudah diikuti oleh Coa Keng. si orang she Coa
rupanya adalah setan pipi licin juga, di samping hatinya yang
serakah akan mengangkat nama dalam perkumpulannya.
Dengan cara kebetulan ia beradu pandang dengan si cantik,
maka hatinya bergejolak tiba-tiba dan napsu jahatnya hendak
memperkosa timbul seketika.
Ia coba memancing si cantik dengan wajahnya yang cakap,
akan tetapi si cantik rupanya sangat setia kepada suaminya
yang parasnya kalah jauh dengan coa Keng. Ia tidak layani si
orang she Coa ajak ia main mata.
Ketika mengetahui bahwa suami isteri itu memasuki hotel
dan menginap di sana, maka pada malamnya Coa Keng
gunakan kepandaian menyatroni kamar suami isteri itu. The
Koan Beng hanya pandai silat pasaran saja. Maka
menghadapi kedatangannya Coa Keng ia tidak bisa apa-apa.
Akhirnya ia kena ditotok dan disimpan di kolong ranjang.
Waktu itu si cantik telah mengeluarkan jeritan minta tolong,
yang dapat ditangkap oleh Lo In . Hanya sekali ia dapat
menjerit karena keburu ditotok juga oleh Coa Keng, kemudian
dalam keadaan tidak berdaya si nona hendak diperkosa.
Untung nasibnya si cantik baik juga, keburu jago cilik kita
turun tangan. "siao-enghiong (jago cilik)." kata Koan Beng, dengan
perasaan penuh rasa terima kasih.
"Bila kau datang terlambat sedikit saja, celakalah isteriku
menjadi mainannya si orang jahat. Budi yang besar ini dengan
cara bagaimana kami suami isteri dapat membalasnya "
Tolong siao-enghlong kasih tahu nama siao-enghiong supaya
kami suami isteri dapat mencatat di kepala dan setiap waktu
untuk mendoakan keselamatan siao- enghiong . "
"Ah, toako ini ada-ada saja. Pakai panggil siao-enghiong
segala." kata Lo In jenaka.
" Cukup dengan 'adik kecil' saja memanggilnya seperti cici
memanggil aku barusan. Aku malah lebih senang daripada
dipanggil jago cilik segala "
The Koan Beng ketawa. Kagum akan sikap sahabat dari
jago cilik kita. "Toako, bagaimana keputusanmu dengan sipenjahat?" Lo
In menanya. "ohi dia masih ada ?" Koan Beng balik menanya.
"Dia masih ada diluar menunggu keputusan toako" sahut Lo
In . "Ah, dasar manusia itu mesti mati ditanganku. Bolehnya
adik kecil tinggalkan jiwanya untuk aku habiskan Hahaha "
Koan Beng ketawa seperti orang gila.
setelah itu, ia lantas lari keluar melalui pintu kamar sebab ia
tidak bisa lompat dari jendela. Maksudnya untuk melihat Coa
Keng dan ia akan habiskan jiwanya dengan tangan sendiri
untuk melampiaskan sakit hatinya. Lo In dan si cantik
mengikuti dari belakang. "Adik kecil, adik kecil." memanggil si cantik pada Lo In .


Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lo In berpaling sambil mera ndek jalannya, menantikan si
nyonya datang dekat. "Adik kecil." kata si cantik pula waktu ia sudah jalan
berendeng. "Kau hanya sendirian saja " Aku senang kalau kau suka
menginap di rumahku untuk beberapa hari saja. Ingin aku
membalas sedikit budimu."
"Ah, nyonya gede, untuk apa bicara budi." sahut Lo In
jenaka. si nyonya melengak disebuti nyonya 'gede'. Tapi hanya
sebentaran saja, ia lantas dapat tahu kalau si bocah suka
berkelakar dan wataknya Jenaka.
Ia sudah lantas bisa imbangi, katanya.
"Adik kecil, apa kau tidak keberatan kasih tahu namamu
pada enci gedemu?" si nyonya tertawa manis menggiurkan.
"Aha, cocok benar nama enci gede." sahut Lo In ketawa
nyengir. "Barusan aku kesalahan memanggil nyonya gede,
selanjutnya aku panggil Ci-de (Enci gede) saja."
si cantik senang melihat reaksi Lo In . Ia lalu kata lagi,
"Adik kecil, siapa sih namanya ?"
" Ci-de dulu kasih tahu." sahut Lo In tahan harga.
si cantik tersenyum, "Adik kecil dulu." kata si cantik, juga tahan harga rupanya.
"Kalau begitu, baik kita sama-sama tidak tahu namanya
saja." "ohi tidaki tidaki Namaku sian Tin, she Lie "
"Namaku hanya satu huruf In, aku she Lo."
"Bagus namamu, tapi adik kecil kenapa wajahmu hitam
benar ?" "Hahaha Panjang untuk diceritakan. Kalau ada tempo aku
nanti beritahukanpada Ci-de."
sementara mereka sedang asyik beromong-omong, tibatiba
Koan Beng yang sudah jalan duluan kembali dengan
tergesa-gesa dan mukanya pucat. Ia berkata,
"Adik kecil, orang jahat itu sudah tidak ada di tempatnya "
"Masih bisa dia lari?" tanya Lo In heran.
"Bukan dia lari. Dia ditolong oleh dua orang kawannya.
Menurut keterangan orang yang melihat ketika dia dibawa
pergi." Koan Beng kasih keterangan.
Lo In anggukkan kepala. "Biarlah dia kabur untuk sementara. Lain kali kalau jatuh
ditanganku lagi, tanpa ampun aku musnahkan ilmu silatnya "
kata Lo In . Koan Beng dan isterinya saling pandang dengan perasaan
ketakutan. "Adik kecil." kata sian Tin, si cantik,
"Untuk kau tidak apa-apa kaburnya sijahat Coa Keng. Akan
tetapi bagaimana dengan kami suami isteri " Ah, aku takut "
"Isteriku kata benar, adik kecil." sang suami menimpali.
"Aku tidak punya guna. Kalau dalam perjalanan dicegat
oleh Coa Keng dengan kawan-kawannya, kemana lagi nasib
kami kalau tidak menjadi korban kebuasannya sijahat "
"Biar saja Ci-de yang menghadapi." Lo In berkelakar.
Koan Beng bingung atas perkataan Lo In . pikirnya kenapa
si bocah pakai menyebut-nyebut 'Ci-de' segala, siapa itu Ci-de
" Ia tidak tahu kalau Lo In sudah berkenalan dengan isterinya
dan memanggil Ci-de. si cantik mendengar perkataan Lo In , ia tahu si bocah
menggodai dirinya. Matanya melirik tajam sambil tarik muka
agak merengut, seolah-olah menyesalkan Lo In .
Justru si cantik melirik sambil merengut, hatinya Lo In
berdebaran. saat itu ia teringat akan lirikan Bwee Hiang yang
disusul dengan air muka ditarik merengut.
"Enci Hiang, oh......." tiba-tiba saja perkataan itu meluncur
dari mulutnya tanpa terasa hingag sian Tin terkejut.
si nona yang cerdik lantas menduga bahwa aksinya tadi
mengingatkan si bocah kepada temannya, entah siapa nama
lengkapnya sebab yang keluar hanya enci Hiang.
"Nah, adik kecil, Ci-de sudah tahu." sian Tin menggodai Lo
In . "Tahu apa, Ci-de ?" tanya Lo In .
" Ci-de tahu sudah. Diam-diam anak kecil ini sudah ada
simpanannya." Lo In melengak. Tapi ia lantas ketawa terbahak-bahak.
Koan Beng yang mula-mula bingung akan kata-kata 'Ci-de'
sekarang baru tahu kalau Lo In memanggil isterinya dengan
sebutan demikian. Keadaan yang dihadapi oleh mereka suami isteri demikian
gawat, bagaimana isterinya enak-enakan bersenda gurau
dengan si bocah muka hitam " Ia tidak mengerti apa tujuannya
sang isteri. Ia lantas unjuk muka tidak senang. sian Tin lihat
perubahan ini, lantas mengedip pada suaminya hingga Koan
Beng merubah lagi air mukanya sebagaimana biasa. Ia
bersabar untuk menunggu apa yang sang isteri rencanakan
menghadapi urusan yang sangat genting ialah bahaya dari
pihaknya Coa Keng. "Adik kecil," terdengar sian Tin berkata pula setelah si
bocah berhenti tertawa. "Kau panggil aku Ci-de dan aku panggil kau adik kecil.
Tandanya kita sudah mengikat saudara. Maka terhadap
suamiku juga kau harus memanggil cihu, baru betul "
Lo In melengak heran. Lebihan lagi Koan Beng, ia
memandang isterinya dengan penuh pertanyaan, akan tetapi
sang isteri tenang-tenang saja. sambil tersenyum ia kata lagi,
"Adik In, kita sudah jadi saudara. susah senang ditanggung
bersama. Maka Ci-de tidak percaya kalau adik kecil tinggal
peluk tangan membiarkan enci dan cihunya pulan menempuh
bahaya diperjalanan."
Lo In makin bingung mengikuti perkataannya si cantik,
sebaliknya Koan Beng sekarang sudah dapat meraba-raba
akan tujuannya sang isteri, maka ia lantas tersenyum-senyum.
"Adik kecil, kau masih belum paham akan perkataan cidemu
?" tegur sian Tin, ketika melihat Lo In kebingungan.
"Enci maksudkan apa dengan perkataan itu ?" tanya Lo In .
"Artinya kita sudah jadi saudara, kau harus antar enci dan
cihumu pulang " "Kenapa aku jadi punya enci dan cihu disini?" Lo In ketawa
nyengir. "Itu sudah ditakdirkan oleh Thian, adik kecil " sian Tin
bersenyum manis seraya matanya melirik tajam, lagi-lagi
senyum dan lirikan tajam sian Tin mengingatkan ia kepada
Bwee Hiang yang kini entah dimana enci Hiangnya itu.
Lo In mengerti sekarang bahwa si cantik minta diantar
pulang, hanya dalam perkataan si cantik berbelit-belit dan
mengikat ia sebagai saudaranya si cantik.
sudah terlanjur menolong orang, pikirnya, tidak apa ia
antarkan mereka pulang ke kampungnya. Dengan kaburnya
Coa Keng memang berbahaya perjalanan suami isteri itu
kalau tidak ada yang melindungi.
juga Lo In tidak keberatan ketika kemudian sian Tin
mendesak untuk angkat saudara. Pikirnya, ia adalah anak
piatu. Benar orang bilang bahwa dirinya belum tentu ada satu
anak piatu. Malah ayahnya adalah seorang tayhiap (pendekar
besar). siapa yang tidak kenal nama Kwee Cu Gie " Tapi, apa
benar Kwee Cu Gie itu adalah ayahnya "
Kalau Kwee Cu Gie ayahnya, kenapa tidak mencari dia
yang terlunta-lunta menjadi anak jembel tempo hari ketika
pertama kali ketemu Liok sinshe " siapa dia Liok sInshe " sian
Tin kegirangan ketika si bocah tidak menolak untuk angkat
saudara dengannya. Dengan begitu, maka Lo In selanjutnya
memanggil Koan Beng cihu.
sebelum sian Tin menikah dengan Koan Beng, memang ia
ada satu gadis yang periang (gembira), suka berkelakar,
sangat disayang oleh kedua orang tuanya. setelah ia
bersuami, wataknya yang riang gembira seolah-olah tertekan
karena Koan Beng tidak suka berkelakar. Kini ia menemukan
Lo In , bocah yang sangat Jenaka, girang hatinya sian Tin.
Apalagi si bocah dengan senang telah menerima menjadi
saudara angkatnya. sian Tin ajak adik angkatnya dan suaminya berunding,
apakah perjalanan mengunjungi pesta nikah baik diteruskan
atau dibatalkan saja, karena menghadapi bahaya.
Untuk Lo In tidak menjadi soal, mau diterukan perjalanan
oke saja. Ia bersedia untuk mengantarnya, tidak diteruskan
dan kembali pulang ke kampung halaman ya boleh saja, tidak
keberatan ia mengantarkan mereka.
Dengan adanya urusan Koan Beng suami isteri, maka
perjalanan ke kota Gukwan untuk menghadap toako dari citseng-
pay menjadi tertunda. Ia tidak keberatan, sebab itu tidak
begitu penting. Hanya yang ia pikirkan, enci Eng Lian
danBwee Hiang, dimana mereka harus dicarinya. Leng siong
ia tidak begitu pikirkan, sebab ditangannya Lam hay Mo Lie si
nona tidak dalam bahaya. Malah mungin ia menjadi Kim Coa
siancu sebagai ganti enci Eng Liannya.
Koan Beng mengambil keputusan, lebih baik perjalanan
tidak diteruskan dan pulang kembali saja ke kampungnya di
Hoa- hiang. Demikian, telah ditetapkan pada besok harinya
mereka berangkat pulang. Koan Beng dan sian Tin naik joli,
sedang Lo In mengikuti dari ke jauhan dengan jalan kaki
sebagai pelindung istimewa.
Jago cilik kita sekarang membawa dua belah pedang, yang
satu adalah miliknya Lim Kek Ciang yang harus ia kembalikan
kepada Cit-seng-pay, sedang satunya lagi ia dapat rampas
dari Coa Keng. Pedang yang tersebut belakangan Lo In lupa
meminta sarungnya dari si orang she Coa, maka terpaksa ia
gunakan sarung darurat yang ia dapat dari salah satu
penduduk kampung itu. Ia sebenarnya tidak memerlukan
pedang kalau saja ia tidak melihat keistimewaannya pedang
coa Keng. Ia sayang pedang ini karena tajamnya dan dapat
memancarkan cahaya di waktu malam hari.
satu ia gantung di pinggangnya, satunya lagi pedang (coa
Keng punya) ia soreng di punggungnya. Dengan dilengkapi
dua belah pedang, tampak si bocah hitam makin aksi.
Melihat adik angkatnya demikian aksi, sian Tin berkelakar,
katanya, "Adik In, dengan membawa dua belah pedang itu
tampaknya kau makin kate, bukannya jangkung "
"Tentu saja aku kate sebab aku masih anak-anak." jawab
Lo In ketawa. " Kalau orang jangkung akan lebih pantas." sian Tin juga
ketawa. "Yang jangkung sudah ada, untuk apa enci cari lagi ?" kata
Lo In . "Kau maksudkan ?" sian Tin balik menanya dengan heran.
"Tuh, dia sijangkung " sahut Lo In seraya jarinya menunjuk
pada KoangBeng yang waktu itu sedang bicara dengan tukang
joli. sian Tin melengak. Parasnya semu-semu merah, ia pelototi
si bocah nakal dengan roman gemas. Reaksi demikian bagi Lo
In sudah biasa, ialah dari Eng Lian danBwee Hiang kalau
kedua encinya itu kalah digodai.
Cuma saja reaksi sian Tin tidak ada efeknya mencubit
lengan atau pipinya. Maklumlah sian Tin masih baru
berkenalan dengannya atau memang sian Tin malu sudah
punya suami. Reaksi sian Tin hanya melotot matanya dan
unjuk roman yang gergetan atas godaan Lo In ,
tapi wajah yang berubah itu hanya sejenak saja,
selanjutnya sian Tin biasa lagi, malah senyumnya yang manis
memikat kembali memain pada paras mukanya yang cantik
menarik. "Adik In, kau nakal betul. Berani godai ci-demu ya " kata si
cantik ketawa. sementara itu Koan Beng sudah menggapai
isterinya untuk masuk ke dalam joli. Mereka sama-sama naik
joli, dikawan oleh Lo In dari kejauhan.
Untuk sampai ke Hoa hiang, perjalanan yang ditempuh jauh
juga, harus makan waktu sehari semalam kalau naik joli. Lain
kalau orang naik kuda umpamanya atau jalan dengan
menggunakan ginkang (ilmu entengi tubuh), dalam tempo
pendek jarak itu dapat ditempuhnya. Belum sampai setengah
perjalanan, dua tukang joli sudah kecapean dan minta
mengaso dulu. Terpaksa Koan Beng dan sian Tin menuruti
keinginan mereka. Joli dihentikan di bawah sebuah pohon yang rindang. Kong
Beng turun dari joli untuk melemaskan pinggangnya yang
pegal barusan duduk lama.
"Toako, apa kau lihat adik In ada dimana ?" terdengar sian
Tin menanya dari dalam joli kepada Koan Beng yang saat itu
matanya sedang celingukan mencari Lo In .
"Aku sedang melihat-lihat." sahut sang suami.
"Entahlah adik In ada dimana sebab aku tidak melihat
bayangannya jangan- jangan anak itu diam-diam sudah
tinggalkan kita." "Habis bagaimana dengan kita ?" mengeluh sian Tin.
"Habis apa mau dikata kalau orang tidak mau antar kita "
Kita barusan saja berkenalan dengannya dan belum tahu
hatinya, bagaimana kita bisa menaruh kepercayaan atas
dirinya " Kau terlalu percaya pada bocah wajah hitam itu, adik
Tin." "Toako, kau jangan kata begitu." sian Tin bantah pikirannya
sang suami. "Adik In meskipun masih kecil, kepandaiannya sangat
tinggi. orangnya polos dan jenaka, maka aku percaya penuh
pada adik In. Kau jangan sebut-sebut bocah hitam segala, aku
tidak suka dengar perkataan yang menghina adik in.........."
"Nah, itu siapa yang datang ?" memotong Koan Beng
hingga si cantik terhenti bicaranya, lalu menanya pada sang
suami, "Siapa yang datang " Apa adik In ?" sian Tin tidak
mendengar Koan Beng menjawab pertanyaannya.
Lama ditunggu, belum juga terdengar jawaban Koan Beng.
sian Tin lalu menyingkap tirai yang menutupi pintu joli. Ia lihat
Koan Beng sedang berdiri dengan tubuh gemetaran. sian Tin
heran, kapan ia berpaling kejurusan yang dipandang Koan
Beng, hatinya terkesiap. Ia lihat ada sepuluh orang yang
berperawakan tinggi besar dikepalakan oleh Coa Keng sedang
jalan mendatangi. si cantik menggigil ketakutan. Kedua tangannya dirangkap,
seperti memohon perlindungan dari Yang Maha Kuasa. Diamdiam
hatinya sangat jengkel karena Lo In tidak kelihatan


Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

batang hidungnya sedang mereka suami isteri menghadapi
bahaya. "Hahaha " terdengar suara Coa Keng berkakakan ketawa.
"Dasar kita berjodoh, kenapa kita bisa bersua lagi disini "
Enak-enakan kau diam di kolong ranjang, buat apa kau keluar
cari kematian yang konyol ?"
Koan Beng sangat gusar. Tapi apa ia bisa bikin" Coa Keng
terlalu tangguh untuknya, kalau ia menyerang pun sia-sia saja
dan kembali ia akan tertotok roboh. Meskipun begitu, ia tidak
rela ketika melihat Coa Keng mendekati joli untuk
mengganggu isterinya. "Orang she Coa, kau jangan terlalu menghina " bentaknya,
berbareng ia menyerang. Koan Beng hanya belajar silat untuk jaga diri dan sedikit
kepandaian menyerang. Mana bisa ia melayani Coa Keng
yang tinggi kepandaiannya.
sambil berkelit dari serangan, berbareng kakinya Coa Keng
bekerja dan Koan Beng di lain detik sudah jatuh meloso di atas
tanah. Dua tukang joli yang menyaksikan itu jadi ketakutan.
Mereka coba mau melarikan diri, sudah terlambat karena
seorang kawannya Coa Keng sudah mencegat mereka dan
dirobohkan dengan totokan.
"Nona cantik, mari keluarkah ketemui kokomu yang
merindukanmu " kata Coa Keng seraya menyingkap tirai joli.
Tangannya diulur untuk menyolok pipinya Sian Tin.
Sian Tin berkelit dengan pelengoskan mukanya, tapi tangan
coa Keng yang nakal tak dapat dikelit untuk kedua kalinya.
Malah kali ini bukan pipinya yang dicoleki tapi buah dadanya
yang diremas dengan napsu oleh Coa Keng.
Sian Tin menierit dan meronta-ronta ketika Coa Keng
masuk ke dalam joli dan memeluk dirinya menciumi. Sungguh
kurang ajar si orang she Coa ini. Tapi apa Sian Tin bisa bikin
terhadap Coa keng yang berkepandaian tinggi "
Sian Tin sudah kewalahan ketika tangannya Coa Keng
yang nakal menggerayangi tubuhnya dan hendak membuka
pakaiannya. Pada saat itulah terdengar suara ketawa yang
membikin Coa Keng lompat keluar dari daLam j oli.
Dengan serentak ia mencabut pedangnya. Kepalanya
mendongak ke atas pohon. Di sana tampak si bocah muka
hitam tengah uncang-uncang kaki sambil ketawa berkakakan.
"Bocah bau " bentak Coa Keng.
"Kembali kau usilan dalam urusan tuan besarmu " Hm
jangan harap kau dapat lolos dari tangan aku orang she Coa "
"Coa Keng pengkhianat " sahut si bocah menggodai.
"Tuan kecilmu sudah berlaku murah mengasih jalan hidup,
Bukannya bertobat, ini malah kembali mau melakukan
kejahatan " "Bocah bau, kau tu..... " bentak Coa Keng yang terhenti
ketika mau mengatakan "turun " Ketika melihat tahu-tahu si
bocah sudah ada dihadapannya. sepuluh orang kawankawannya
Coa Keng telah mengurung Lo In .
"saudara-saudara." kata Coa Keng kepada kawankawannya.
" Inilah si bocah muka hitam yang menghina Ngo-tok-kauw,
perkumpulan kita yang sangat kita junjung tinggi "
Kiranya sepuluh orang itu adalah orang-orang Ngo-tokkauw.
Mereka dalam perjalanannya menyusul Kauwcunya,
ditengah jalan dengan cara kebetulan telah menolong Coa
Keng yang kena dilumpuhkan oleh 'Ilmu sakti Membakar
Langit' dari Lo In . Pantasan ketika Koan Beng keluar dari hotel tidak
menemukan coa Keng lantara ia ditolong oleh kawankawannya
yang kepandaiannya tidak lebih rendah dari si
orang she Coa. semuanya jago pilihan dari Ngo-tok-kauw. Lantaran
pandainya Coa Keng mainkan lidahnya, jago dari Ngo-tokkauw
itu merasa tersinggung dan marah pada Lo In .
Coa Keng sudah dapat menyulut kemarahan kawankawannya
dengan mengatakan bahwa Lo In telah
menantangnya untuk memanggil kawan-kawannya
mengeroyok si bocah. Coa Keng kata bahwa bocah hitam itu
tinggi kepandaiannya. Maka ia dijatuhkan dan mengalami
hinaan dan orang-orang Ngo-tok-kauw ditantang Lo In .
Demikian mendengar coa Keng mengatakan bahwa si
bocah di depan mereka itu yang menghina Ngo-tok-kauw,
mereka jadi mendelik matanya. semuanya sangat gusar. Yang
membuat emreka heran, kecuali si bocah bawa dua pedang,
tidak ada apa-apanya yang ditakuti. Tapi kenapa Coa Keng
bisa jatuh ditangannya si bocah " sebaliknya Lo In jadi heran
ia difitnah menghina Ngo-tok-kauw.
"Hei, orang she Coa " kata Lo In .
"Aku hanya berurusan dengan kau satu pengkhianat. Tidak
ada sangkut pautnya dengan Ngo-tok-kauw. Kenapa kau
bawa-bawa soal Ngo-tok-kauw segala " Kapan aku menghina
Ngo-tok-kauw ?" orang-orang Ngo-tok-kauw heran mendengar perkataan Lo
In . Tapi Coa Keng tidak mau teman-temannya keburu sadar
bahwa ia menghasut dengan tidak beralasan. Maka ia sudah
lantas berkata, "Bocah hitam, kau jangan banyak putar lidah Kalau
memangnya tidak berani, kenapa menantang Ngo-tok-kauw "
Hahaha, sekarang setelah ada orang-orangnya Ngo-tok-kauw
disini kau pungir tantanganmu pada Ngo-tok-kauw. Bagus,
dasar bocah pengecut "
Lo In sebenarnya tidak mau cari-cari permusuhan dengan
orang-orangnya Ngo-tok-kauw. Tapi melihat Coa Keng
demikian licik memutar duduknya perkara, ia jadi tidak senang.
Maka timbullah wataknya yang berandalan dan tidak mau
kalah terhadap siapa juga.
"Jadi." tiba-tiba Lo In berkata,
"Kau sudah kumpulkan orang-orang Ngo-tok-kauw untuk
mengeroyok aku anak kecil " Bagus, tidak tahu malu Tua-tua
bangka bangkotan mengeroyok anak kecil. sebentar saja
dunia Kangouw akan gempar dengan gelak tawanya."
Coa Keng melengak mendengar sindiran Lo In , sementara
yang lainnya pada berpandangan satu dengan lain.
"saudara-saudara, tidak perduli dia satu bocah ingusan.
Asal berani menghina perkumpulan kita, itu berarti dia sudah
kepingin mampus siang-siang. Maka, marilah semuan maju "
orang-orang Ngo-tok-kauw memang paling fanatik, sangat
menjunjung pada perkumpulannya. siapa yang berani
menghina, tidak pandang bulu, apa dia lelaki perempuan atau
anak-anak, main bunuh saja, perkara belakangan.
Tidak heran apabila mendengar anjurannya Coa Keng,
mereka lantas mengurung rapat untuk membekuk si bocah.
Koan Beng yang sudah bangun lagi dari jatuh melosonya
ditendang coa Keng, tampak berdiri dengan badan gemetaran,
ketika melihat Lo In dikurung rapat. sian Tin dibalik tirai
menyaksikan denan hati berdebaran, saban-saban ia
pejamkan matanya, merasa ngeri kalau sebentar si bocah
kena dibekuk dan disiksa.
Mereka yang belum merasakan kelihaiannya Lo In tidak
takut maju di depan. sebaliknya Coa Keng berubah jadi
pengecut. Ia hanya berkaok-kaok supaya teman-temannya
menyerbu sedang ia sendiri tidak bergerak. Benar licik si
orang she Coa itu. "Hei, Coa Keng." katanya Lo In seraya turunkan pedang
yang ada di pinggangnya. Lalu mencabutnya hingga
berkilauan cahayanya kena sorotnya matahari. Ia
melemparkan sarung pedang kepada Coa Keng seraya
melanjutkan kata-katanya,
"Lekas serahkan sarung aslinya sebagai tukaran dari
sarung daruratku " Coa Keng menjadi heran melihat Lo In tenang-tenang saja.
Dalam keadaan demikian genting untuk dirinya, si bocah
masih sempat mau menukar sarung pedangnya.
sementara kawan-kawannya, melihat Lo In mencabut
pedang dikiranya si bocah mau menempur mereka dengan
menggunakan senjata tajam Maka mereka juga sudah pada
mencabut senjatanya, pedang, golok dan lain-lainnya. siap
untuk digunakan kalau si bocah nanti mau menyerang dengan
senjata tajam. "Bocah bau " jawab Coa Keng.
"Tidak tahu malu Pedang orang mau dimiliki. Masih ada
muka untuk menukar sarungnya lagi. Apa kau kira kebagusan
perbuatanmu itu?" "Hehehe " Lo In ketawa.
"Dengan halus kau tidak mau kasihi nanti lihat aku
pindahkan sarung dipinggangmu itu tanpa kau merasa "
Lo In tutup perkataannya dengan suatu gerakan gesit luar
biasa hingga orang jadi melongo sebab tahu-tahu sarung
pedang Coa Keng sudah ada di tangan si bocah sementara
Coa Keng sendiri repot membetulkan tali celananya yang
terputus disontek pedang. Lucu kelihatannya kelakuannya Coa
Keng waktu itu hingga sian Tin yang ketakutan menjadi ketawa
cekikikan. Mendengar si cantik mentertawakan dirinya, bukan main
malunya Coa Keng. Dari malu ia menjadi nekad. Cuma
bagaimana ia dapat menyerang Lo In sedang celananya
sudah putus talinya " Ia berkaok-kaok kepada kawankawannya
yang tertegun nampak kegesitan si bocah yang luar
biasa itu. sebetulnya mereka jeri melihat kelihaian si bocah wajah
hitam. Tapi memikir bahwa mereka berjumlah lebih banyaki
tidak mungkin si bocah bisa membikin mereka susah. Maka
mereka dengan serentak telah menyerang Lo In .
Koan Beng jatuh duduk melihat Lo In diserang berbareng
dengan senjata-senjata tajam yang berkilauan sedang sian Tin
dengan wajah ketakutan menonton jalannya pertempuran.
Dua tangannya dirangkap di depan dada, ia berdoa akan
keselamatan adik angkatnya yang
dikeroyok begitu banyak orang.
Lo In sebenarnya dalam segebrakan saja, ia dapat
merobohkan mereka dengan satu jurus dari It-sin-keng. Tapi ia
tidak mau membikin orang hilang muka sebab ia tahu yang
mengeroyok dirinya itu adalah orang-orang pilihan Ngo-tokkauw.
selagi ia enak-enak permainkan lawannya yang sabansaban
terkesiap kehilangan Lo In , tiba-tiba si bocah
mendengar teriakan sian Tin,
"Adik In, tolong......... "
Lo In lihat Ci-denya sedang ditarik keluar oleh Coa Keng.
segera terdengar suara prang prang saling susul, suaranya
senjata tajam yang berjatuhan berbareng sepuluh orang yang
mengeroyok Lo In sudah pada terkulai roboh.
"Aduh " menyusul suara jeritan Coa Keng, tubuhnya
melayang sampai tiga meter di angkasa bebas kemudian 'bluk
' saja jatuh terbanting dengan tidak bisa bangun lagi.
Coa Keng sangat licik. Melihat Lo In diatas angin, untuk
memecah perhatian si bocah ia lantas hampiri joli yang
didalamnya ada si cantik. Ia tarik keluar sian Tin dengan
maksud akan dipakai sebagai barang tanggungan supaya Lo
In menyerah. Tapi ia tidak perhitungkan kesaktiannya si bocah
luar biasa itu. sebelum ia dapat menarik keluar si cantik, tahutahu
ia rasakan pantatnya ditendang dari bawah ke atas
hingga tubuhnya terapung tiga meter tingginya.
Benar-benar kejadian itu diluar dugaannya. Ia jatuh dengan
tidak bisa bangun lagi. Benar-benar ia tidak bisa bangun lagi,
jiwanya telah melayang seketika. Dari mulut, kucing dan
hidung mengeluarkan darah segar. Lo In yang menyaksikan
jadi bengong. Ia tidak bermaksud membinasakan Coa Keng.
Hanya saking gemasnya ia menendang dengan tenda nan
Kim-ke-kiak (Kaki ayam emas) dari It-sin-keng. Lo In tidak
mengira bahwa tendangan Kim-ke-kiak demikian dahsyatnya.
Cukup satu kali tendang, orang binasa dengan mengeluarkan
darah segar daripanca indranya.
Lo In tidak sadar bahwa tendangan 'Kaki ayam emas'
mengandung lwekang murni yang tidak sembarangan dimiliki
oleh jago-jago kelas wahid.
Koan Beng menghampiri Lo In yang sedang bengong
mengawasi korbannya. Ia barusan menyaksikan Lo In
menendang terbang tubuhnya Coa Keng, tapi tidak mengira
bahwa si orang jahat bakal menemui ajalnya yang konyol itu.
Melihat dari panca indera Coa Kong mengeluarkan darah dan
tidak bernapas lagi, Koan Beng diam-diam geleng kepala dan
menghela napas. Hampir ia tidak percaya akan kedahsyatan
tendangan Lo In , kalau ia tidak menyaksikan dengan mata
kepalanya sendiri "Adikku, benar-benar kau sangat hebat " memuji Koan
Beng sambil memegang pundaknya sang bocah yang masih
dalam bingung tampak akibat dari tendangan 'Kaki ayam
emas'. sementara itu sian Tin juga sudah keluar dari joli dan
menghampiri mereka. Ia menekap mukanya sebentaran lantaran merasa ngeri
melihat kematiannya Coa Keng dengan mata melotot
mengeluarkan darah. Koan Beng pimpin isterinya naik joli lagi.
"sudahlahi mari kita teruskan perjalanan." katanya
menghibur sang isteri. sementara kepada Lo In , ia berkata,
"Adik In, bagaimana dengan sepuluh orang itu yang pada
rebah malang melintang " Aku kuatir mereka akan mencahari
balas pada keluargaku."
Lo In tidak menyahut, sebaliknya ia menghampiri orangorang
Ngo-tok-kauw. "Para paman." kata Lo In .
"Aku tidak bermusuhan dengan Ngo-tok-kauw. Kalau kalian
sampai bergebrak dengan aku, itu karena hasutannya Coa
Keng. Aku kasih tahu pada kalian, Coa Keng itu sangat jahat.
Bukan saja ia sudah mencelakakan Kauwcu kalian, tapi juga
dia sudah membunuh dua saudara angkatnya yang bernama
Ang Kek sui dan Giam Tee seng, juga kelakuannya tidak
bagus, suka mengganggu wanita baik-baik. Bentrokan dengan
aku juga justru lantaran kelakuannya yang tidak bagus itu, dia
hendak ganggu enciku dan aku sudah kasih hajaran padanya.
Aku kira dia bisa bertobat, tidak tahunya masih membandel
dan mau juga membikin susah enciku. Kematiannya adalah
hasil dari perbuatannya yang jahat "
sepuluh orang Ngo-tok-kauw itu dalam keadaan tertotoki
tidak dapat bicara. Hanya matanya saja kedap kedip dan
mulutnya seperti ingin bicara.
Lo In dapat memahami keinginan orang. Maka dengan


Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beberapa kali kebutan dengan lengan bajunya, ia sudah bikin
sepuluh orang itu bebas dari totokan.
satu diantaranya yang menjadi kepala, telah menghampiri
Lo In dan berkata, "Siaohiap. kami sangat berterima kasih atas kebaikanmu
tidak membunuh kami. selanjutnya kami tidak akan mencari
permusuhan dengan siaohiap."
"Apa Coa Keng benar sudah binasa ?" tanya satu yang
lainnya. "Kalian boleh periksa sendiri keadaannya." sahut Lo In .
Mereka memang barusan lihat Lo In menendang Coa Keng
sampai terbang, tapi tidak tahu kalau tendangan Lo In bisa
membinasakan orang. Maka, dalam keadaan ragu-ragu
mereka menghampiri tubuhnya Coa Keng yang tidak berkutik.
Ketika mereka nampak keadaannya Coa Keng yang
mengerikan, diam-diam mereka mengkirik bulu badannya.
Semua mata disorotkan kepada Lo In seolah-olah tidak
percaya jago cilik kita mempunyai tenaga dalam yang
demikian dahsyatnya. "siaohiap." kata orang yang mula-mula bicara dengan Lo In
. "Aku Teng Hui, meskipun tidak punya kepandaian apa-apa
tetapi mendapat kemurahan Kauwcu mengangkat aku menjadi
Tiang lo (pengetua). Dengan cara kebetulan kita bisa
berkenalan disini. Aku mohon siaohiap suka memberitahukan
nama siaohiap yang terhormat."
"Tidak halangannya untuk mengikat persahabatan." sahut
Lo In ketawa. "Aku she Lo nama In, satu bocah yang kerdil "
sementara Lo In bicara, Teng Hui mengawasi saja kepada
paras si bocah yang hitam legam seperti pantat kuali.
"Ahi siaohiap." kata Teng Hui tiba-tiba ketawa.
"Kau tentu bukan lain adalah 'Hek bin-sin-tong' Lo In yang
menggemparkan dunia Kangouw pada dewasa ini."
Mendengar disebutnya 'Hek-bin-sin-tong' atau si Bocah
sakti muka hitam, kawan-kawannya Teng Hui membuka
matanya lebar-lebar malah ada yang melelet-leletkan lidahnya.
Dalam hatinya mereka pikir, pantesan coa Keng dengan
hanya sekali tendang saja sudah melayang jiwanya. Kiranya
Hek-bin-sin-tong yang melakukannya. semua orang lantas
pada menggutkan kepala pada Lo In sebagai tanda memberi
hormat. "Ah, gelaran itu berkelebihan sebab kenyataannya aku tidak
punya kepandaian apa-apa." kata Lo In merendah sambil
ketawa nyengir. Teng Hui dan kawan-kawannya senang melihat sikapnya
Lo In yang tidak sombong, meskipun mempunyai kepandaian
yang sukar diukur. Teng Hui lalu minta keterangan cara bagaimana Lo In bisa
tahu kalau Coa Keng sudah menganiaya Kauwcu dan
membunuh Kek Sui dan Tee Seng. Atas mana Lo In tidak
keberatan untuk memberitahukan apa yang ia tahu. Ialah
tentang pertempuran dikuburan tua, gara-gara berebut Saycu-
leng. "Apa siaohiap juga tahu dimana Kauwcu sudah dianiaya ?"
tanya Teng Hui. "Paman Teng, aku paling sebal kalau orang memanggil
siaohiap segala. Selanjutnya kau panggil aku, adik kecil saja
sudah cukup " kata Lo In .
Teng Hui dan kawan-kawannya melengaki Tapi diam-diam
memuji, anak ini tidak sombong. Panggilan Siaohiap
(pendekar cilik) ada lebih pantas, tapi Lo In lebih suka
dipanggil adik kecil, sungguh diluar dugaan mereka.
Dengan tersenyum, Teng Hui menyahut,
"Ya, ya, adik kecil. Coba kau terangkan cara bagaimana
Kauwcu kami dianiaya oleh Coa Keng ?"
"Aku tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri cara
bagaimana Kauwu kalian telah dianiaya oleh Coa Keng. Yang
aku tahu semua milik dalam bajunya Kauwcu kalian telah
diambil oleh Coa Keng, menurut penuturannya Coa Keng
sendiri kepada dua saudaranya yang telah ia bunuh, ialah Kek
Sui dan Tee Seng." Teng Hui angguk-anggukkan kepalanya. Ia menyesal Lo In
tidak tahu hal Kauwcu mereka. Jadi untuk ia dan kawankawannya
ada sukar untuk mencari jejak Kauwcunya
sekarang ada dimana. "Paman-paman sekalian." Lo In berkata, ketika mereka
mohon diri berpisahan. "Dalam kejadian hari ini adalah aku Lo In yang bertanggung
jawab. Maka aku harap kalian jangan membuat susah kepada
enciku dan keluarganya. Dimisalkan untuk menuntut, carilah
aku si bocah. Dengan senang hati aku nanti melayaninya."
"ohi tidaki tidaki" sahut Teng Hui cepat.
"Bukankah barusan aku sudah katakan, kami tidak akan
mencari permusuhan dengan siao.. eh, adik kecil. sudah tentu
kami tidak berani mengganggu enci adik kecil. Hahaha........"
Lo In senang atas jawaban Teng Hui. Ia kata lagi,
"Ini baru laki-laki. Aku senang dapat mengikat
persahabatan dengan kalian paman yang berjiwa laki-laki "
"Adik kecil, nanti pada lain kesempatan, pamanmu akan
mengadakan suatu meja perjamuan sebagai tanda
persahabatan. sekarang sampai disinilah kita berpisahan
dahulu kaerna kami harus cepat-cepat menjalankan tugas
mencari Kauwcu." kata Teng Hui ketawa.
"Bagus, sampai lain kali bersua." sahut Lo In seraya
tangannya diangkat menggapai mengucap selamat jalan pada
Teng Hui dan kawan-kawannya yang telah berlalu.
Ketika Lo In baru saja putar tubuhnya, tiba-tiba ia berbalik
lagi karena Teng Hui datang lagi dan berkata,
"Adik kecil, aku mohon pertolonganmu. Kalau dalam
perjalanan kau menemui Kauwcu kami yang bernama Tong
Hong Kin, tolong memberikan perlindungan manakala ia
memerlukan bantuan."
"Baiki baiki jangan kuatir." menyanggupi Lo In .
setelah mengucapkan terima kasihi Teng Hui menyusul
kawan-kawannya yang sudah jalan terlebih dahulu. sementara
Lo In telah balik menghampiri Koan Beng dan isterinya yang
tengah menantikan Lo In sedang bercakap-cakap dengan
kawanan dari Ngo-tok-kauw.
"Bagaimana adik In, sudah beres ?" tanya sian Tin.
"sudahi boleh jalan." sahut Lo In .
"Kau ini aneh. siapa yang bawa encimu pulang ?" kata sian
Tin, matanya melirik kepada dua orang tukang gotong joli yang
masih tinggal rebah tertotok.
Lo In ketawa. Dengan satu kebasan lengan baju, dua orang
tukang gotong itu sudah lantas bisa bangun bergerak. Heran
hati mereka, tapi tidak ada tempo untuk memikirkan sebab
sian Tin sudah meneriaki pada mereka untuk segera
menjalankan tugasnya. Di lain detik, tampak sian Tin sudah
duduk pula bersama suaminya di daLam joli meneruskan
perjalanan pulang . Mereka sampai di Hoahiang dengan selamat.
Koan Beng suami isteri sangat hormat kepada Lo In karena
meraka merasa hutang budi besar sekali pada si bocah sebab
kalau tidak ada Lo In , terang mereka sudah tidak bisa pulang
kembali ke kampungnya. Lo In senang kepada enci angkatnya yang Jenaka.
Mengingatkan ia kepada Eng Lian dan Bwee Hiang sekalipun
sian Tin tidak begitu agresif seperti kedua encinya terhadap
dirinya yang nakal menantang dicubit.
Koan Beng repot dengan pekerjaannya, tidak sering-sering
ia menemani Lo In . Itulah yang paling baik sebab Lo In
memang tidak begitu betah duduk ngobrol dengan Koan Beng
yang sikapnya seperti orang tua. Pendiam, jauh bedanya
wataknya dengan sian Tin istertinya yang selalu riang gembira
menghadapi tamu kecilnya.
Dalam omong-omong ketika mereka duduk berduaan, sian
Tin timbulkan urusan Lo In keterlepasan omong 'enci Hiang '
ketika melihat lirikan mata dan paras sian Tin yang ditarik
merenggut. sian Tin menanya,
"Adik kecil, siapa itu enci Hiang ?"
"Enci Hiang yang enci Hiang, habis siapa lagi ?" sahutnya
Jenaka. "Adik In, kau jangan bohongi encimu. sekarang kau sudah
umur berapa sih ?" "Kalau tidak salah hitung, sudah masuk tujuh belas tahun."
"siapa teman-temanmu yang paling baik dengan kau ?"
"Temanku banyaki ada tiga, semuanya baik padaku."
"Perempuan atau laki-laki ?"
"semuanya perempuan." jawab Lo In seperti bangga
sikapnya. "Aduh, banyak amat " Kecil-kecil sampai tiga pacarnya."
menggoda sian Tin ketawa.
Lo In melengak. Tapi ia sudah dapat meraba apa yang
dikatakan sian Tin pacar, sambil ketawa ia berkata,
"Bersama Ci-de akujudi punya empat pacar. Hahaha. ......"
"Hussstt Encimu disini tidak termasuki apa kau mau jadi
Coa Keng ?" kata sian Tin, tapi diam-diam ia senang bahwa
dirinya ada termasuk dalam hitungan pacar si bocah wajah
hitam yang sangat tinggi kepandaiannya.
sian Tin tidak tahu, entah kenapa hatinya sangat tertarik
pada bocah hitam ini sejak Lo In dapat menolongi dirinya.
Kalau ketarik dengan wajahnya, tak mungkin. wajahnya Lo In
hitam legam, Ia kapan suaminya Koan Beng. Ketarik oleh
kegantengannya, tak mungkin sebab Lo In masih anak-anak.
Atau lantaran Lo In sangat Jenaka " Atau apa sian Tin malu
hati lantaran tubuh mulusnya laksana bayi telah disaksikan
oleh Lo In pada malam menyeramkan itu, dimana ia hampir
diperkosa Coa Keng " Entahlah, si cantik masih belum dapat
memastikan lantaran apa ia ketarikpada si bocah.
Lo In melengak ketika mendengar sian Tin kata 'apa kau
mau jadi Coa Keng "'
" Ci-de, apa kau pikir pantas aku jadi Coa Keng ?" tanya Lo
In . "Pantas kalau parasmu secakap dia dan kalau kelakuanmu
semacam dia Hm " si cantik mendengus, wajahnya kemerahmerahan
ingat akan pengalamannya.
"Ahi aku tak mau jadi Coa Keng." kata Lo In Jenaka.
sian Tin ketawa ngikik. " Kalau tidak mau menjadi Coa Keng, kenapa Ci-demu
yang sudah punya suami dimasukkan dalam hitungan
pacarmu " katanya. " Ci-de, aku tidak tahu apa sih artinya pacar, bukannya
teman main-main ?" "Pacar ya pacar, masa anak sudah mulai dewasa tidak tahu
artinya pacar ?" Lo In tundukkan kepala, seperti lagi berpikir.
Melihat Lo In seperti yang benar-benar belum tahu artinya
pacar maka sian Tin berkata,
"Pacar itu artinya teman baik denagn siapa kita ada
harapan hidup bersama-sama sampai di hari tua. Kau
mengerti ?" Lo In masih bingung. Ia menatap si cantik tajam hingga sian
Tin tergetar hatinya. sambil tunduk ia berkata lagi,
"Adik In, tegasnya apa yang aku artikan pacar adalah
teman karibmu yang bakal kaujadikan isteri. Paham ?" sambil
ketawa ngikik hingga Lo In yang sekarang baharu terang
artinya pacar menjadi tertawa terbahak-bahak.
"Aku masih anak-anaki mana aku memikirkan yang
begituan " Enci Bwee Hiang umurnya lebih tua lima tahun
dariku, enci Eng Lian dan Leng siong masing-masing lebih tua
satu tahun. Aku anggap mereka itu enci-enci temanku saja,
bukan apa-apa." berkata Lo In
dengan wajar dan polos. sekarang sian Tin baharu tahu nama-nama temannya Lo In
, malah usianya juga. "Coba adik In sebutkan, siapa-siapa yang kau rasa dekat
denganmu diantaran tiga gadis itu." berkata sian Tin seraya
bersenyum manis. " Kesatu enci Lian, kedua enci Hiang dan ketiga enci siong.
Tapi dengan enci Siong aku belum lama kenal. Meskipun
begitu dia sangat baik kepadaku." si bocah membuka rahasia
kepada ci-denya. "semua cantik-cantik wajahnya bukan ?"
"Ya, begitulah boleh dikatakan."
"Yang sama dengan ci-de cantiknya, siapa diantaranya ?"
"Enci Bwee Hiang, dia sangat cantik."
"Hihihi... " sian Tin ketawa ngikik.
"Adik In, kau bisa saja menyamakan orang."
"Habis Ci-de yang menanya, apa aku tinggal membisu ?"
sahut Lo In ketawa. "Baiklahi sekarang Ci-de dengan enci Hiang sama
cantiknya. "Bagaimana kalau dibandingkan dengan enci Lianmu ?"
Lo In tidak lantas menyahut. Rupanya ia bingung dengan
serentetan pertanyaan sian Tin soal kecantikan. Apakah sian
Tin mau dianggap paling cantik " Pikirnya, mana bisa begitu.
Enci Liannya lebih cantik dan menarik hati tingkah lakunya,
mana sian Tin bisa disamakan dengan Eng Lian " jangan
sama Eng Lian, sama Leng siong saja sudah kalah. Tapi untuk
membikin supaya hatinya sian Tin tidak kecewa, maka sambil
ketawa Lo In berkata, "Hanya sedikit bedanya, enci Lian seketik lebih cantik."
"Kalau dengan Leng Siong ?" Sian Tin mendesak dengan
penasaran. "Kalau dengan enci Leng Siong, kecantikan Ci-de setengah
ketik dibawahnya." Lo In menjawab sambil ketawa haha hihi.
Celaka Pikri sian Tin dalam hatinya. Si bocah bilang seketik
dan setengah ketik hanya berkata tidak sejujurnya. Kalau yang
benar, pasti Eng Lian dan Leng Siong jauh lebih cantik dari
dirinya. Sebegitu jauh ia anggap dirinya paling cantik, tidak
tahunya kalah jauh dengan tiga kawan karibnya si bocah.
Mungkin Bwee Hiang juga, Lo In tidak omong benar dan Bwee
Hiang tentu lebih cantik dari pada dirinya. Memikir demikian,
tampak Sian Tin menjadi lesu.
"Adik In, kau tidak omong dengan sejujurnya, membikin
encimu kecewa. Mereka tentu adalah lebih cantik dariku.
Kenapa aku mengatakan sama, seketik dan setengah ketik
segala " Adik In, tidak baik kau membohongi encimu."
Lo In tidak enak hatinya. Memang benar ia membohongi
enci gedenya, tapi ya apa mau dikata. Ia hanya dapat


Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengatakan demikian untuk membuat Sian Tin tidak kecewa,
tapi akhirnya si nyonya muda yang cantik itu kecewa juga.
" Ci-de." kata Lo In mengalihkan pembicaraan.
"Sebaiknya kita jangan bicarakan urusan paras cantik tidak
cantik. Mari aku bicarakan tentang kelakuan mereka yang
sangatjenaka dan mengesankan serta pengalamanpengalaman
kita bersama. Pasti ini lebih menarik perhatian
untuk Ci-de dengar."
"Nahi coba kau mendongeng." sahut Sian Tin yang setuju
rupanya pembicaraan dialihkan kepada hal-hal yang gembira.
Lo In lalu mendongeng perjalanannya dengan Bwee Hiang
dan Eng Lian, tentu saja pada saat-saat yang gembira Lo In
ceritakan dan tuturkan juga sedikit tentang ia dan Eng Lian
tinggal di Tong-hong-gay, saban hari plesiran naik si rajawali
emas. Begitu meresap ceritanya Lo In hingga sian Tin duduk
termangu- mangu. Mendadak dalam hatinya timbul keinginan menjadi gadis
lagi dan ikut merantau dengan si bocah wajah hitam yang
sangat dicintai oleh teman-teman wanitanya. Terdengar ia
beberapa kali menghela napas.
Ia membayangkan gembiranya perjalanan Lo In dengan
Bwee Hiang, bagaimana akrabnya pergaulan si bocah wajah
hitam dengan enci Eng Liannya dan bagaimana besar
perhatian Leng siong terhadap Lo In . Dan kesimpulannya
tentu tiga gadis itu mencintai Lo In tanpa disadari oleh si bocah
yang masih belum tahu apa-apa.
Ia membayangkan bagaimana ia menikah dengan Koan
Beng, pemuda yang usianya jauh lebih tua dengannya. Lelaki
pendiam dan sehari-hari hanya sibuk dengan pekerjaannya,
tidak ada saat-saat yang gembira sian Tin rasakan dalam
hidupnya sebagai suami isteri sudah empat tahun lamanya.
Mengingat ini, diam-diam sian Tin iri kepada tiga gadis
temannya Lo In yang telah dapat mengikat hatinya si bocah
luar biasa itu. Mendadak timbul dalam hatinya suatu keinginan yang
bukan-bukan. Ia ingin menguasai Lo In dan bikin selanjutnya si
bocah jatuh dibawah pengaruh kecantikannya. Pikirnya, "Dia
masih hijau- dalam soal asmara. Biarlah aku ajari dia
bagaimana sedapnya orang bermain cinta. sekarang dia
masih ketolol-tololan. Lama-lama tentu pintar, setelah aku
kasih les dalam tempo singkat. Aku mau lihat, siapa diantara
kita berempat yang dapatkan Hek-bin-sin-tong Lo In " Tentu
saja sian Tin, sedang Bwee Hiang, Eng Lian dan Leng siong
boleh gigitjari. Hi hi hi......."
Ini adalah lamunan yang gila-gilaan dari sian Tin. Apakah
benar-benar dia dapat menundukkan si bocah wajah hitam
dengan gaya dan parasnya yang memang cantik" Entahlah.
sian Tin sebenarnya adalah seorang isteri yang setia pada
suaminya. Buktinya ia tidak kepincuk dengan paras coa Keng
yang jauh lebih cakap dari Koan Beng. Tapi mendadak ia jatuh
hati pada Lo In , seorang anak yang masih pentil. sungguh
tidak habis dimengerti. Mungkin si cantik ketarik oleh caraTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
caranya Lo In yang kocak Jenaka, oleh kepandaiannya yang
maha tinggi, atau oleh perasaan ingin membalas budi atas
pertolongannya si bocah kepada dirinya. Tapi yang terang,
napsu tidak mau mengalah telah berkecamuk dalam dadanya,
ia ingin mengalahkan tiga dara saingannya sekaligus.
Dengan seringnya Koan Beng tidak ada di rumah lantaran
sibuk dengan pekerjaannya, tidak heran kalau sian Tin yang
mengandung maksud tertentu telah melayani Lo In sangat
istimewa. Malah dalam waktu-waktu ada kesempatan sian Tin
mulai membuat guncang hatinya si anak muda masih hijauuntuk
bermain cinta. "Adik In." kata sian Tin ketawa manis selagi mereka duduk
mengobrol. " Encimu ingin sekali belajar sedikit ilmu silat untuk
menjaga diri sukalah adik In mengajarinya."
"Itu urusan kecil. Cuma buat apa " Ci-de toh tidak kemanamana."
sahut Lo In . "Apa salahnya kalau bisa sedikit-sedikit untuk menjaga diri,
jangan sampai dihina orang seperti Coa Keng malam itu." kata
si cantik, sepasang matanya yang halus menatap Lo In sambil
tersenyum menggiurkan. Maksud si cantik mengingatkan pada malam itu agar Lo In
ingat pada keadaan dirinya (sian Tin) yang tidak berpakaian.
Kulitnya yang halus putih dengan sepasang buah dada
terbuka setidak-tidaknya telah disaksikan oleh si bocah.
Agak genit kelakuan sian Tin, tapi Lo In tidak perhatikan itu.
Kelakuan demikian sudah biasa Lo In hadapi dari Eng Lian
yang berandalan. Ternyata Lo In tidak memikir pada keadaan malam itu.
setelah ia ketawa nyengir, ia berkata dengan wajar,
"ci-de mau belajar silat tidak aku keberatan. cuma saja
perjalanan jadi ketunda. Aku harus mencari enci Hiang dan
Lian, yang sekarang mereka entah ketahan dimana."
sian Tin tidak senang Lo In berkata demikian. Dari mana
ternyata bahwa si bocah memperhatikan betul kepada Bwee
Hiang dan Eng Lian. Tapi sian Tin tidak unjuk perasaan tidak
senangnya, sebaliknya ia bersenyum manis dan berkata,
"Adik In, begitu besar perhatianmu pada Bwee Hiang dan
Eng Lian sampai melupakan pada enci barumu yang
memohon pertolongan. Kau tinggal beberapa hari disini.
setelah encimu dapat belajar inti sarinya ilmu silat yang kau
ajarkan padaku, kau boleh meninggalkan encimu dengan
perasaan lega, bukan ?"
Lo In pikir tidak jahatnya ia tinggal beberapa hari dalam
rumah sian Tin, setelah ia ajarkan sedikit garis-garis besarnya
pelajaran ilmu silat, ia akan lantas berlalu dari situ untuk
mencari enci Lian dan Hiangnya.
Pada malamnya sian Tin bicara dengan Koan Beng bahwa
ia mau belajar ilmu silat pada Lo In , untuk mana Koan Beng
tidak merasa keberatan. Malah senang hatinya sang isteri ada
minat demikian. Ia tidak mengira kalau tujuannya sang isteri
lain dari apa yang ia kira. Ia tidak ambil peduli saban hari sian
Tin berkumpul dengan Lo In . Malah ia senang sian Tin dapat
teman bercakap-cakap karena ia sendiri hampir tidak ada
tempo menemani isterinya kongkouw-kongkouw disebabkan
kesibukannya sehari-hari.
Pada suatu pagi ketika Lo In sedang menunggu sian Tin
muncul di ruangan latihan, hatinya tiba-tiba berdebar nampak
sian Tin dalam pakaian istimewa. Ia mengenakan celana
sutera yang tipis, bajunya demikian ketat hingga sepasang
buah dadanya seperti tercetak menonjol. Menggairahkan
sekali sian Tin dalam pakaiannya yang istimewa itu karena
anggota tubuhnya yang putih tercetak membayang.
sanggulnya yang rapih tercantum sepasang bunga mawar
menambahkan wajahnya lebih cantik lagi dan mengesankan
pada Lo In yang baru kali ini nampak Ci-denya ada demikian
istimewa di pemandangannya.
"Adik In, bagaimana pendapatmu tentang pakaian encimu
ini " Bukankah lebih tepat untuk digunakan dalam latihan "
Aku jadi bisa bergerak dengan leluasa." berkata sian Tin
sambil jalan mendekati Lo In yang sedang bengong menatap
dirinya si cantik, sian Tin belaga pilon nampak si bocah seperti yang
kesengsem menatap dirinya dalam pakaian istimewanya.
"Hei, adik In. coba kau katakan, bagaimana pendapatmu ?"
ia menegur Lo In seraya mencubit perlahan lengan Lo In . si
bocah kaget dicubit. " Ci-de, kenapa kau mencubit ?" tanyanya.
"Bwee Hiang, Eng Lian dan Leng siong boleh mencubitmu.
Apa encimu tidak boleh ?" sahut sian Tin dengan aksi genit.
Lo In jadi melongo mendengar jawaban sian Tin.
"Baiklah." kata Lo In .
"Kalau nanti aku balas mencubit, Ci-de jangan marah "
"Cubitlah, nah, cubitlah sekarang. jangan pakai nanti-nanti."
sahut sian Tin seraya menyodorkan lengannya yang putih
halus dibungkus oleh kain sutera tipis, parasnya bersenyumsenyum
dan matanya melirik tajam. Lo In bingung nampak
kelakuannya sian Tin yang hebat.
Memang Lo In sudah bingung nampak kelakuan si cantik
belakangan ini. Dalam mengobrol kata-katanya sering
melantur hingga Lo In yang masih hijau- sial cinta menjadi
terbuka pikirannya. Lebihan di waktu latihan, kalau Lo In raguragu
untuk memegang tangan si cantik untuk memberi
petunjukan caranya bersilat, sian Tin malah agresif seakanakan
ia girang kalau sering-sering dapat bersentuhan badan
dengan si bocah. Bukannya jarang Lo In kepaksa memeluk sian Tin ketika si
cantik belagak kepeleset jatuh. Kejadian yang sangat nakal.
Eng Lian dalam pandangan Lo In sudah nakal dan berandalan
tapi tidak seliar enci gede ini, entahlah apa maksudnya.
Demikianlah, ketika k melihat Lo In diam saja disuruh cubit
lengannya, sambil ketawa manis, si cantik berkata lagi,
"Adik In, kalau tidak berani mencubit encimu, marilah kita
berlatih." "Tapi Ci-de......." sahut Lo In , tampak ia ragu-ragu.
"Tapi, apa ?" tanya sian Tin heran sambil menatap wajah si
bocah. "Tapi Ci-de pakaiannya begitu, aku takut."
"Pakaian begini paling cocok untuk latihan. Kenapa kau jadi
takut ?" "Ahi aku takut. sebaiknya Ci-de tukar pakaian biasa saja."
"Bilang saja terus terang, kau tidak suka mengajari silat
pada encimu " kata sian Tin dengan merengut tapi lekas ia
bersenyum lagi. "Aku bukan tidak mau mengajari, aku takut........" sahut Lo
In gugup, nampak ci-denya seperti kurang senang.
"Takutnya kenapa sih ?" sian Tin kepingin tahu.
"Aku takut kesalahan pegang lengan enci yang halus itu."
jawabnya polos. sian Tin ketawa ngikik genit. Ia berkata,
"Ala, sering-sering kau peluk encimu tidak apa-apa, kenapa
sekarang banyak cingcong " Mari, lekas kita latihan "
sian Tin tidak memberi kesempatan Lo In menjawab.
Tangannya yang halus sudah pegang tangan Lo In , ditarik ke
tengah ruangan untuk berlatih. Lo In tidak dapat menolaki
meskipun hatinya sangat ragu-ragu.
Dimulailah latihan sebagaimana biasa. Tapi kali ini Lo In
sering-sering hatinya dibikin berdebar nampak sian Tin
bergaya dalam pakaian istimewanya. Matanya si bocah
rasanya kabur nampak keindahan tubuh sian Tin seperti yang
tidak ada tutupnya, saking tipisnya kain yang dipakai si cantik
dalam latihanpagi itu segera berbayang tubuh si cantik malam
itu di dalam hotel, yang Lo In saksikan dengan tidak
menimbulkan reaksi apa-apa dalam hatinya yang masih murni.
Waktu itu tubuh sian Tin benar-benar tidak ada penutupnya
karena pakaiannya dibukai oleh Coa Keng. saat itu hatinya Lo
In tenang-tenang saja. Tapi sekarang, kenapa hatinya jadi
berdebaran nampak tubuh yang indah itu dibalik pakaian
tipisnya " Kenapa " Lo In menanya pada dirinya sendiri
Apakah ia sekarang sudah memasuki usia dewasa " si bocah
tidak mengerti. Tapi yang terang, belakangan ini setelah ia
mendapat kuliah soal cinta dari sian Tin, pikirannya yang
tertutup menjadi terbuka. Mungkin itulah yang membuat si
bocah menjadi berdebaran hatinya.
Lo In yang sedang menyaksikan sian Tin berlatih sambil
sambil termenung, tiba-tiba ia kaget nampak si cantik
sekonyong-konyong badannya terkulai hendak roboh. Cepat si
bocah datang menyangganya sehingga sian Tin tidak sampai
roboh di lantai. "ci-de, kau kenapa ?" tanya Lo In gugup, sian Tin tidak
menjawab, hanya matanya menatap Lo In , lesu kelihatannya.
" Ci-de, kau kenapa ?" mengulangi Lo In .
sian Tin tidak menjawab, sebaliknya ia terkulai seperti
kakinya lemas. Dengan begitu, Lo In menjadi repot menahannya. Terpaksa
Lo In memeluk erat-erat sian Tin jangan sampai roboh di
lantai. Tangannya yang gugup beberapa kali melanggar buah
dadanya si cantik tanpa disadari oleh Lo In .
" Ci-de, kau kenapa " Apa sakit ?" Lo In mengulangi lagi
pertanyaannya. si nona menatap wajah Lo In .
"Tolong kau bawa encimu diduduki di atas dipan sana.
Kakiku rasanya lemas betul." kata si cantik dengan suara
lemah. Tanpa ragu-ragu Lo In memondong sian Tin lalu diduduki di
atas dipan dan Lo In masih terus memelukinya tubuh si cantik
lantaran sian TIn kelihatannya sangat lemah dan mau terkulai
saja badannya. " Ci-de, bagaimana kalau kau rebahan saja ?" tanya Lo In .
"jangan, biarkan aku duduk begini." sahutnya, sementara
itu ia jatuhkan kepalanya di atas dadanya si bocah, seperti
merasakan pusing. "Ci-de, sebaiknya aku panggil pelayan datang untuk antar
kau ke kamar beristirahat." kata si bocah yang menjadi
kebingungan nampak sian Tin yang barusan demikian sehat
dan gesit sekarang berubah menjadi lesu dan tidak berdaya
dalam pelukannya. "jangan, jangan " mencegah sian Tin seraya tangannya
memegang tangan Lo In . "Aku tidak suka ada orang datang mengganggu kita. Adik
In, peluklah encimu lebih erat........"
Lo In heran mendengar perkataan si cantik, sebelum hilang
herannya tiba-tiba ia lihat sian Tin angkat kepalanya dan
menatap padanya dengan bersenyum manis,
"Adik In, kepalaku yang pusing akan hilang sendirinya kalau
encimu dalam pelukanmu."
Lo In tercengang. Ia tidak sempat mananya, nampak
matanya sian Tin yang mendadak liar membuat hatinya
bimbang hingaa ia diam saja.
"Adik In, kenapa kau diam saja " Lekas kau cium bibir
encimu. Kau akan rasakan sedapnya orang bermain cinta.
Adik In, ohe......." sian Tin mengeluh dengan bibir menantang
sedang tangannya memegang tangan Lo In dan ditaruh pada
buah dadanya yang sedang naik turun mengikuti debaran hati
yang bergelora sekonyong-konyong. Lo In makin bingung
nampak kelakuan enci angkatnya.
"Adik In, kaujanga tolol. Lekas cium bibir encimu." kata sian


Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tin lagi dengan napas agak memburu, seraya tangannya
menekan tangan Lo In yang meraba buah dadanya.
"Ini adalah ketikanya yang baik kau merasakan sedapnya
bermain cinta." Ketika Lo In masih tinggal diam saja, rupanya ia sedang
terkesima, si cantik kasih lihat senyumnya yang memikat serta
katanya perlahan, "Adik In, jangan tolol. Encimu senang kalau kau berbuat
seperti Coa Keng telah perlakukan encimu........."
Berbareng sian Tin angkat kemalanya yang berdongak
lebih tinggi hendak mencium si hitam yang dalam keadaan
bengong. Pada saat itulah tiba-tiba Lo In menggigil badannya
seperti kedinginan. Ia bukannya menyambut kecupan bibir sian Tin yang merah
sumringahi sebaliknya malah melengoskan mukanya dan
melepaskan pelukannya dari si cantik, sian Tin sudah tentu
saja menjadi kaget. "Adik In, kau kenapa " Kau marah pada encimu " Apa aku
kurang cantik untuk bermain cinta dengan kau " oh, adik In,
encimu mencintaimu.........."
Lo In sebenarnya sudah sangat gusar, seketika itu ia sudah
kepingin menampar saja pipi perempuan tidak tahu malu itu.
Tapi wataknya yang sabar tidak mau melukai perasaan orang,
maka ia hanya ketawa tawar saja dan jauhkan diri dari sian
Tin. "Adik In, kau tidak mau menyambut cinta encimu ?" sian Tin
berkata pula dengan tidak pakai malu-malu lagi dan blakblakan
terhadap Lo In . " Ci-de." sahut Lo In serius.
"Aku masih kecil. Belum waktunya aku bermain cinta
seperti katamu........."
"TIdaki tidaki kau sudah cukup dewasa " memotong sian
Tin kalap. "Tenang, ci-de." kata lagi Lo In .
"Bukan itu saja. Kau adalah nyonya rumah dan aku adalah
tamunya. Kalau nyonya rumah main gila dengan tamu, lantas
ditaruh dimana muka suamimu kalau sampai kejadian busuk
itu diketahui umum ?"
"Tidak, tidak. Aku benci pada Koan Beng yang seperti
patung " seru Sian Tin perlahan.
"Aku inginkan kau, bocah nakal Jenaka dan berkepandaian
silat tinggi." "soal suamimu seperti patung, itu soal lain." kata Lo In
kalem. "satu kali orang sudah bersuami isteri, harus rela untuk
menempuh hidup sampai di hari tua, baru betul. Tidak boleh
kita punya hati nyeleweng. Aku lihat cihu Koan Beng adalah
seorang baiki kau mau pilih yang bagaimana lagi" Dia sangat
memperhatikanmu. Kalau dia tidak dapat setiapp saat
mendampingimu, bukannya dia tidak mau dan tidak cinta, itu
disebabkan oleh kesibukan dengan perusahaannya. Dalam
hal ini masih dapat diusahakan agar dia membagi temponya
untuk mendampingi kau yang kesepian."
Lo In hentikan kata-katanya sejenaki melihar reaksinya
bagaimana. Ia lihat sian Tin menundukkan kepala seperti
berpikir. "Aku lihat pada malam itu kau mengucurkan air mata ketika
hendak dinodai oleh Coa Keng. Aku sangat memuji
kesetiaanmu pada suami. Kau tidak kepincuk oleh paras Coa
Keng yang jauh lebih cakap dari cihu Koan Beng. Makanya
aku mau turun tangan melindungi dirimu dari kehinaan, adalah
lantaran aku sangat menghargai dirimu yang sangat setia."
Perlahan Lo In lihat air mata mulai menetes turun dari selasela
matanya sian Tin. "Sebenarnya aku tidak perlu angkat saudara dengan kau,
kalau hatiku tidak menghormati kau sebagai isteri yang setia.
sudah cukup dengan tiga teman karibku yang memandang aku
sebagai saudaranya. Dengan mengikat tali persaudaraan
dengan kau, aku pikir tidak ada jahatnya, malah satu waktu
dalam keadaan senggang aku akan pujikan dirimu sebagai
tauladan dihadapan enci Hiang, Lian dan Leng siong sebagai
satu isteri yang setia kepada suaminya. Aku percaya mereka
tentu akan turut memuji dan menghargai dirimu "
"Adik In, aku merasa bersalah.........." tiba-tiba kata sian Tin
seraya angkat mukanya dengan air mata yang berkaca-kaca.
"sukakah kau memaafkan atas perbuatanku yang hina tadi
?" "Aku selamanya memaafkan orang yang mengaku
bersalah. semoga Ci-de dengan cihu dapat hidup akur dan
bahagia sampai dihari tua." Lo In mendoakan.
"sekarang bagaimana dengan perbuatan barusan?" tanya
sian Tin. "Anggaplah hal itu tidak pernah terjadi. Kita boleh
melupakannya." sahut Lo In .
"ohi kau baik sekali adik In....." kata sian Tin sambil
menyeka air matanya. Lo In tidak menjawab hanya unjuk
ketawa nyengirnya yang khas. sian tin juga mulai kelihatan
senyumannya yang manis memikat. Diam-diam ia sangat
menghargai adik kecilnya itu.
Tadinya ia sudah menghitung matang bahwa dengan
pakaian istimewanya bakal membikin terjungkal imannya si
bocah. Pada waktu sian Tin menantang di cium oleh Lo In ,
sian Tin sudah gunakan kepandaiannya memikat. Matanya
menatap basah seperti memohon kasihan, dadanya yang
berombak dan keluhannya menekan rangsangan napsu birahi
dalam pelukan si bocah, semestinya Lo In tak dapat
mengendalikan imannya yang teguhi mesti ia gugur dan
mencium bibirnya sian Tin yang merah semringah
denganpenuh gairah. Tapi heran, si bocah sungguh imannya
sangat teguhi meski sebelumnya Lo In sudah dikasih kuliah
soal nikmatnya orang main cinta. Lo In seolah-olah tidak
ketarik oleh yang demikian, itu menandakan bahwa pribadinya
sangat kuat. Coba anak lain, meskipun usianya dibawah Lo In , rasanya
tidak kuat menghadapai godaan yang demikian
menggairahkan dari sian Tin yang cantik.
seperti yang sudah tidak apa-apa lagi yang hendak
dibicarakan, tampak Lo In dan sian Tin membisu. Lo In berdiri
sedikit jauh dari sian Tin, sedang si cantik masih duduk di atas
dipan, dimana barusan telah terjadi sandiwara satu babak.
Pada saat itulah tiba-tiba pintu terbuka dan seorang ber
jalan masuki Kiranya yang masuk itu bukannya lain adalah
Koan Beng. Tentu saja sian Tin an Lo In menjadi terkejut bukan main,
mereka mengawasi pada Koan Beng dengan sorot mata
menanya. Lo In kaget ketika Koan Beng mementangkan kedua
tangannya dan hendak merangkul dirinya.
Ia mundur dua langkahi siap menjaga kemungkinan kalau
Koan Beng menyerang. sian Tin juga sudah pucat parasnya
dan ketakutan. "Adik In, apa kau tidak suka menyambut rasa terima kasih
aku?" tiba-tiba Koan Beng berkata, ketika melihat Lo In
mundur hendak dipeluk olehnya.
Parasnya Koan Beng tampak berseri-seri, bukannya gusar
seperti yang diduga semula.
"cihu, urusan apa yang membuat kau merasa terima kasih
?" tanya Lo In heran.
Koan Beng datang mendekati, lalu memeluk Lo In . Kali ini
si bocah tidak bergerak ketika dipeluk Koan Beng. Kiranya itu
ada satu pelukan hangat dari tuan rumahi Koan Beng berbisik
di telinga Lo In , "Adik In, sungguh aku sangat berterima kasih kepadamu
sudah menyadarkan pikiran isteriku yang salah tindak. Aku
sangat mencintai dia. semoga dengan nasehatmua yang
sangat berharga itu membuat kita selanjutnya hidup bahagia."
Lo In terkejut. Kiranya Koan Beng sudah mendengarkan
semua pembicaraan ia dengan sian Tin dalam ruangan latihan
itu Tapi, apalah Koan Beng juga menyaksikan adegan ia
dengan sian Tin berpelukan " sungguh tidak enak
pemandangan itu dimatanya Koan Beng kalau benar ia
melihatnya. selebar mukanya Lo In dirasakan panas, saking
jengah. sebelumnya Lo In dapat mengatakan apa-apa atas
bisikannya Koan Beng, ia dengan Koan Beng memanggil
isterinya, "Adik Tin, mari sini "
sian Tin dengan paras pucat bangkit dari duduknya dan
menghampiri mereka. si cantik tak tahu apa yang dibisiki suaminya di telinga Lo In
, tapi dilihat dari sikapnya Koan Beng tidak apa-apa terhadap
si bocah, maka hatinya jadi tabah. Dengan roman manja ia
menanya tatkala sudah berada di depan Koan Beng,
"Toako, kau panggil aku ada urusan apa yang hendak
dibicaarkan?" "Ha ha ha " tiba-tiba saja Koan Beng ketawa. Ketawa mana
membuat Lo In dan sian Tin jadi saling pandang.
"Adik Tin dan In. Apa yang terjadi dalam kamar ini, aku
sudah tahu semuanya dan dengar." kata Koan Beng, setelah
hentikan ketawa nya. "Memang apa yang kau katakan aku sebagai patung, tidak
salahnya, adik Tin. Tanpa kejadian pada pagi ini, aku tak
menyadari akan kesalahanku. Aku mohon maaf padamu
bahwa sekian lama aku sudah telantarkan pengharapanmu.
Berhubung dengan repitnya urusan, maka aku tak bisa sabansaban
mendampingimu yang kesepian........."
"Toako, ah........." sian Tin kata dengan gugup mendengar
kata-kata suaminya. "Tunggu dulu, jangan kau potong pembicaraanku." kata lagi
Koan Beng. " Kata- kata adik In memang benar. Aku bukan tak
mencintaimu, adik Tin. Aku sangat repot, tidak bisa sabansaban
mendampingimu. Tapi mulai hari ini, aku akan membagi
tempoku untuk membuat kau tidak kesepian seperti yang adik
In katakan." Lo In membisu. Kini Lo In dapat kepastian bahwa Koan
Beng sudah lama mengintip itu. Tapi kenapa ia tidak tahu "
Bukankah kepandaiannya sudah sangat tinggi dan dapat
mendengar tindakan orang yang darijarak sangat jauh "
Ia ingat bahwa waktu itu ia sedang terkesima menghadapi
kelakuan sian Tin yang hebat menggairahkan hingga
perhatiannya tak terpencar. Boleh jadi lantara itu, makanya ia
tidak mendengar bahwa diluar kamar latihan itu ada orang
yang sedang mengintai. sian Tin tampak tundukkan kepalanya
mendengar perkataannya Koan Beng.
"Adik Tin, kau sedang pikirkan apa ?" tanya Koan Beng
tatkala melihat isterinya tunduk saja seperti kemalu-maluan.
"Toako" sahut sian Tin sambil angkat wajahnya yang
berkaca-kaca dengan air mata.
"Kau sudah melihat dengan mata kepala sendiri, aku ini
seorang isteri yang hina dina, telah mencurangi suaminya
yang baik hati. Maka ijinkanlah sejak hari ini aku keluar dari
rumahmu untuk menebus dosaku dengan mencukur rambutku
menjadi paderi. Di sana aku siang malam akan berdoa,
memohon keselamatan dan kebahagiaanmu..........."
"Hehe, mana boleh." sahut Koan Beng.
" Kau tetap akan menjadi isteriku yang tercinta."
Air matanya sian Tin mengucur deras sekali. Terharu ia
mendengar perkataan sang suami yang sangat besar cintanya
terhadap dirinya. "Toako, mana bisa kita hidup bahagia sedang apa yang aku
lakukan barusan kau sudah saksikan dan mendengarkannya."
kata sian Tin dengan penuh penyesalan.
"Adik Tin, anggaplah itu seperti tidak terjadi. Kita boleh
melupakannya seperti kata-katanya adik Intadi. Apakah kau
sudah lupa ?" menghibur Koan Beng.
"Toako, aku sungguh baik sekali......." kata sian Tin,
menyusul ia lantas jatuhkan dirinya berlutut sambil memeluk
kakinya Koan Beng. "Toako, ampunkan dosaku yang sangat besar. selanjutnya
aku berjanji akan setia padamu meskipun kau akan
perlakukan diriku sebagai budakmu yang hina............"
Koan Beng jadi gelabakan melihat isterinya berlutut dan
memeluk kakinya sambil meratap. cepat ia angkat bangun dan
menghibur, "Adik Tin, kau jangan kata begitu. sudah sejak tadi aku
mengampuni dosamu. semua ini ada jasanya adik In kita. Kau
seharusnya mengucapkan terima kasih kepada adik In. Aku
berjanji untuk selanjutnya aku tidak akan membuat kau
kesepian. Aku sangat mencintaimu, adik Tin Bangunlah "
Dengan perlahan-lahan sian Tin bangkit dari berlututnya.
setelah ia berdiri lalu menghadapi Lo In , ia menjura sambil
berkata, "Adik In, kau sudah membikin aku insyaf. Kau telah
membuat suamiku sadar akan kelalaiannya memperlakukan
isterinya. Budi yang besar ini sungguh bikin encimu berat
menanggungnya. Aku doakan saja, semoga kau selamanya
dalam selamat dan hidup akur dengan tiga dara yang menjadi
teman akrabmu " Lo In membalas hormatnya sian Tin. Tapi diam-diam ia
heran sian Tin mendoakan ia supaya hidup akur dengan tiga
dara kawannya. Apakah sian Tin maksudkanBwee Hiang, Eng
Lian dan Leng siong bakal jadi isterinya nanti " Memikir ke sini
hatinya tertawa geli. "ci-de, aku tidak membuat jasa apa-apa. Kalau toh apa
yang sudah lakukan telah membuat kalian suami isteri bisa
hidup akur dan beruntung, itu dengan cara kebetulan saja dan
memang menjadi pengharapanku kalian dapat hidup bahagia."
Lo In berkata dengan merendah hingga menarik rasa suka dari
Koan Beng dan sian Tin. Bagaimana Koan Beng bisa
mengintip sandiwara dalam ruangan latihan itu"
sebenarnya pagi itu ia sudah keluar dari rumah untuk
mengurus pekerjaannya. Apa mau ia ada ketinggalan suratsurat
yang perlu ia bawa, maka ia sudah balik lagi. Kebetulan
dalam rumah ia kesomplokan dengan pelayannya sian Tin.
Kepadanya ia menanyakan apa isterinya sudah pergi berlatih
silat dengan Lo In . sang pelayan anggukkan kepala sambil sedikit mesem.
Koan Beng curiga lalu menanya kenapa pelayan itu ketawa
mesem. si pelayan menjawab,


Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ketawa mesemku bukan apa-apa. Cuma nyonya pagi ini
masuk ruangan latihan dengan pakaian yang istimewa."
" Istimewanya kenapa ?" tanya Koan Beng kepingin tahu.
si pelayan lalu kasih tahu majikannya bagaimana sian Tin
mengenakan pakaian yang serba tipis dan serba ketat
sehingga hatinya Koan Beng tidak enak. Apa-apaan sang
isteri mengenakan pakaian yang segila itu" Tanya dalam
hatinya sendiri. Karena merasa curiga, maka ia tidak jadi
keluar lagi, sebaliknya ia dengan jalan mengendap-endap
telah mendekati ruangan latihan dan mengintip dari jendela
apa yang terjadi dalam ruangan itu.
Hatinya berdebar-debar gusar nampak pakaiannya sang
isteri yang serba ketat dan tipis.
Benar-benar dalam pakaian itu sang isteri sangat
menggairahkan penglihatannya. Ia tidak mengerti apa maksud
sian Tin telah menggunakan pakaian demikian. Ia terus
mengikuti perkembangan lebih jauh apa yang akan terjadi.
Ketika Lo In tari urat minta sian Tin menukar bajunya, diamdiam
Koan Beng puji kejujurannya Lo In , sebaliknya ia jadi
benci pada sian Tin ketika ia memaksa Lo In berlatih dengan
pakaian yang menggairahkan itu.
Tiba-tiba sedang asyiknya memandang tubuh sang isteri
dibalik pakaiannya yang ketat dan serba tipis itu, ia kaget
melihat isterinya terkulai dan hendak jatuh. Ia lihat Lo In
Badai Laut Selatan 7 Satria Gendeng 16 Setan Madat Kisah Membunuh Naga 22
^