Pencarian

Bocah Sakti 13

Bocah Sakti Karya Wang Yu Bagian 13


hukuman "cubitan" sang enci karena perbuatannya yang
sudah membuat encinya kebingungan.
Lo In berpikir demikian, tapi ia lupa sudah berapa jauh la
dibawa sang kuda- Dan kudanya, apakah masih bisa
membawa ia kembali, yang napasnya sekarang sudah
kempas kempis kecapaian lantaran kehabisan tenaga-
Tampak kuda Lo In tiba-tiba menekuk lututnya dan mendeprok
tak dapat jalan. Dasar anak kecil, tidak memikirkan akan keadaan sang
kuda yang setengah mampus. Ketika ia lompat turun dari
pelana malah ia menanya, "Hei, kenapa kau berhenti" gara- gara kau, sebentar enciku
akan datang menyusul nanti"
Dalam pada itu, Lo In merasa lapar. Rupanya tadi diatas
kuda banyak terkocok perutnya, Ia lalu meninggalkan
kudanya, mencari buah-buahan di sekitar situ untuk mengisi
perutnya, senang ia rupanya berkeliaran di tempat itu yang
mengingatkan ia kepada lembah TOng-hong-gay yang sudah
lama ia tinggalkan. Di tempat itu ia dapat bergaul dengan
kawanan monyet. Lantaran ia mengerti dan bisa berbicara bahasa kera, maka
dalam tempo pendek saja ia sudah dikerubungi oleh banyak
kawanan kera- Lo In minta dipetikkan buah-buahan yang lezat.
Dalam tempo pendek- banyak kera berdatangan dengan
masing-masing membawa persembahannya berupa buahbuah
yang lezat. selama menggayang (menguyah) bebuahan, Lo In
terkenang akan Eng Lian. pikirnya, kalau disampingnya saat
itu ada Eng Lian bagaimana senang hatinya mereka
dikerubungi oleh kawanan kera seperti di lembah Tong-honggay.
Tiba-tiba kawanan monyet itu bubar sambil cetcowetan.
Lo In mengerti ada orang yang datang tapi ia tidak bergerak
dari duduknya seperti tidak tahu apa-apa. sementara kawanan
monyet ramai cetcowetan, seolah-olah yang menganjurkan
supaya Lo In lekas meninggalkan tempat itu, ada kedatangan
orang asing ke situ Tapi Lo In dalam bahasa kera menjawab bahwa ia tidak
takut dan suruh kawan-kawannya berlaku tenang-tenang saja
karena itu kawanan kera itu tidak ramai lagi cetcowetan.
sebentar lagi, benar saja ada tiga orang datang
denganjalans sempoyongan seperti orang mabuk arak- Lo In
lihat dari kejauhan usia mereka rata-rata sudah lewat
setengah abad, masing-masing membawa senjata pedang
dan badannya kokoh kuat. Rupanya mereka itu jago jago silat
kelas wahid- Yang mengherankan Lo In, kenapa mereka jalan
sempoyongan seperti kehilangan tenaga.
Kira-kira jarak tiga tombak dari Lo In duduk, mereka tidak
lihat adanya si bocah disitu sebab kealangan pohon, mereka
telah jatuh duduk mendeprok di tanah, satu diantaranya malah
lantas merebahkan diri "Sungguh berbahaya, sungguh berbahaya sekali."
tiba-tiba Lo In dengar satu diantaranya dari tiga orang itu
berkata. Lalu melanjutkan,
"Toako sudah pesan kita hati-hati, agar kita sebelum
mendekati gua menelan dulu pil penahan serangan racun
ternyata tidak ada faedahnya. Tetap kita dirugikan. Hawa
racun sangat jahat, siapa yang bisa masuk ke dalam gua
angker itu." "ya, kalau dilihat begitu jahat hawa racunnya sampai
banyak para jago Bu-lim bergelimpangan menemukan ajalnya,
siapa orangnya yang bisa dapatkan It-sin-keng yagn sangat
diidam-idamkan oleh setiap orang."
demikian Lo In mendengar percakapan mereka. Terdengar
beberapa kali elahan napas.
Lebih jauh Lo In dapat dengar tanya jawab dua orang itu
berikut: "samko, apa sih isinya It-sin-keng sampai jago jago berani
berkorban untuk mendapatkannya " Keterlaluan, aku ngeri
melihatnya orang-orang pada gelimpangan mati di depan gua
ular yang menghembuskan hawa racun itu-"
"Menurut kata toako, It-sin-keng adalah kitab sakti yang
memuat lima pelajaran meyakinkan Iwekang, ilmu pedang,
pukulan tangan kosong, ginkang (imu entengi tubuh) dan caracara
memusnahkan serangan lawan yang bagaimana tinggi
pun ilmunya." "Tapi samko, kita sudah meyakinkan Iwekang, ilmu pedang
dan lain-lain mencakup semua isinya It-sin-keng. Apa gunanya
kita mesti pertaruhkan jiwa untuk mendapatkan kitab sakti itu
?" "Ha ha, Ngote, kau terlalu meremehkan kitab mujizat itu.
Isinya sudah tentu lain dari pada yang lain. Kalau orang
memiliki kitab itu dan dia dapat meyakinkan isinya sampai
mahir, orang itu akan menjadi sakti dan malang melintang di
kalangan Kangouw tanpa tandingan. Makanya, tidak ada jagojago
persilatan yang tidak menghendakinya "
(Bersambung) Jilid 13 "Ah, Samko. Apa itu berkelebihan " Coba kau terangkan
salah satu pelajarannya yang maha sakti. Tentu kau sudah
dapat keterangan dari toako."
"Makanya aku berani pertaruhkan jiwa karena ketarik oleh
perkataan toako. Katanya Iwekang dari kitab mujizat dapat
menyedot Iwekang lawan, ginkangnya sudah jangan ditanya
mujizatnya lagi, dapat membuat kabur penglihatan musuh dan
menghilang tanpa bayangan. Ilmu pukulan tangan kosong
hebatnya bukan main, ilmu pedangnya hanya mencakup lima
jurus saja, tapi cukup untuk menghadapi lawan yang
bagaimana tangguh ilmu pedangnya- Lawan tak dapat lewat
dari lima jurus sudah terjungkal. Entah bagaimana dengan
pelajaran cara-cara memusnahkan serangan lawan yang
mahasakti yang terdapat dalam It-sin-keng. Kata toako,
kemujizatannya sudah jangan ditanya lagi" Lalu terdengar
elahan napas saling bergantian.
"Sayang kita tidak punya jodoh untuk mendapatkannya.
Kalau tidak, dengan memiliki kitab mujizat itu Cit-seng-pay
(partai 7 bintang) bakal menjagoi diantara partai-partai lain
termasuk Siauw-lim-pay dan Bu-tong-pay yang sangat
kesohor itu." Lalu terdengar yang diajak bicara menghela napas panjang.
"Ngote, bagaimana keadaan Lakte " Apa dia sudah bisa
jalan lagi ?" "Oh, oh, Samko, kau lihat Lakte sudah tidak ada napasnya "
Lalu terdengar suara menangis. Rupanya dua orang itu
sedang menangisi saudaranya yang telah putus jiwanya,
korban hawa racun yang jahat.
Lo In dalam pada itu diam saja duduk mendengarkan tanya
jawab mereka. Dalam hatinya sangat ketarik dengan
pengalaman mereka, Ia sudah mempunyai kepandaian sangat
tinggi. Pikirnya, tidak perlu ia dengan It-sin-keng segala.
Hanya ia ingin lihat isinya, bagaimana macam sampai
menggemparkan dan banyak jago-jago ingin mendapatkannya
tanpa menghiraukan jiwanya lagi. untuk mendapatkan kitab
itu, apakah ia juga harus mati " Dalam hati kecilnya menanya.
"samko, It-sin-keng itu asalnya dari mana ?" tiba-tiba Lo In
mendengar pula orang bicara.
"Menurut toako, kitab sakti itu ditulis oleh seorang hweshio
angkatan tua dari siauw-lim-sipada 100 tahun yang lalu. Dia
telah mengasingkan diri dalam gua yang berbahaya itu
dengan ditemani oleh seekor ular besar yang dapat menelan
manusia-" "Mungkinkah hweshio itu masih hidup sekarang ?"
"Rasanya tidak mungkin. Karena tatkala itu dia
mengasingkan diri umurnya sudah mencapai 70 tahun. Tapi
mungkin ularnya belum mati dan menjagai kerangka si
hweshio dengan kitab mujizatnya. Rasanya tidak ada orang
yang mampu datang dekat pada gua pertapaannya si hweshio,
apalagi mau mendekatinya. Kau saksikan sendiri, di dalam
jarak dua tombak, orang masih dicabut nyawanya oleh hawa
racun yang dihembuskan dari mulut gua. sekarang, marilah
kita tanam mayatnya Lakte-"
"Mari, tapi - aduh Kepalaku pusing, samko......"
Lo In lihat orang yang berteriak aduh tadi telah merebahkan
diri dekat mayat temannya, sedang yang satunya jadi
kebingungan dan menggoyang-goyang lengannya orang yang
barusan merebahkan diri, sambil berkata,
"Ngote, Ngote, kau kenapa " Ai, kau juga turut Lakte
meninggalkan aku sendirian. Ah, bagaimana ini.........?"
Lo In tidak tega hanya duduk menonton saja orang sedang
dalam kesusahan. Maka seketika itu ia bangkit dari duduknya
dan menghampiri mereka. Orang itu sedang repot gegerungan menangisi saudaranya
yang mati hingga tidak tahu kalau Lo In sudah berdiri di
depannya hingga ia sangat kaget ketika Lo In berkata,
"Lopek, maaf aku anak kecil mengganggu kau dalam
kesusahan. Dapatkah barangkali aku menolongnya"
Orang itu tidak menyahut, sebaliknya memandang Lo In
dari atas sampai ke bawah dan sebaliknya, Ia lihat yang
datang hanya satu bocah berwajah hitam, apa artinya
pertolongannya " Cuma saja, barusan Lo In omong perlahan
tapi terdengar mengiang tegas dalam telinganya, orang itu
terkejut juga dalam hatinya.
Biar bagaimana, melihat si bocah tidak ada apa-apanya
yang aneh, orang itu tidak percaya si bocah ada mempunyai
Iwekang yang tinggi, Ia menanya,
"Anak kecil, dengan siapa kau ada disini " sebaiknya kau
lekas-lekas pergi dari sini sebab disini tempat yang berbahaya,
Sayang kalau kau nanti mati konyol "
"Lopek, kematian itu sudah takdir- Dimana juga kalau mau
mati, orang tak dapat menghindarkan kematiannya. Buat apa
ditakuti ?" jawab Lo In ketawa nyengir.
"Hahaha " orang itu tertawa gelak-gelak tapi mendadak ia
hentikan ketawanya dan matanya menatap Lo In dengan tajam
lalu berkata, "Kau, kau.......Hek bin-sin-tong "
Orang itu menganggap Lo In sangat lucu telah
mengucapkan kata-kata sebagai kakek yang memberi petuah-
Dalam ketawanya tergelak-gelaknya, tiba-tiba ia ingat akan
cerita toakonya bahwa dalam dunia Kangouw ada muncul satu
anak yang kepandaiannya susah diukur, maka seketika itu
juga ia hentikan ketawanya dan menatap tajam pada Lo In.
"Itu hanyalah julukan kosong saja, Lopek-" kata Lo In ketika
melihat orang itu memandangnya dengan mata tak berkedip-
"Aku anak kecil bisa apa ?"
"Tapi siaohiap, apa kau datang juga buat urusan klta
mujizat ?" tanya orang itu kepingin tahu, seraya matanya terus
mengawasi Lo In. "sama sekali aku tidak bermaksud ke situ. Aku sampai
disini dibawa kabur oleh kudaku, soal It-sin-keng baru aku
dengar ketika Lopek sedang bercakap-cakap dengan teman
Lopek- "Oo, kau jadi mendengarkan apa yang kita percakapkan ?"
tanya orang itu. "Aku hanya mendengar dengan cara kebetulan, bukan
sengaja mencuri dengar-"
"Kau mendengar dengan cara kebetulan atau mencuri
dengar, tidak menjadi soal bagiku. Hanya aku nasehatkan kau
jangan pergi ke sana. Aku ikut menyayangkan kepandaianmu
yang tinggi akan menemukan kematian yang sia-sia."
"Terima kasihi Lopek" sahut Lo In.
"Lebih baik aku pulang mencari enci Lianku dari pada pergi
ke gua yang seram itu."
"Siapa itu enci Lian yang kau sebut barusan ?"
"Dia ada teman mainku. Mungkin sekarang dia sedang
gelabakan mencari aku yang barusan aku tinggalkan jauh di
belakang kudaku." Mendengar jawaban Lo In yang kekanak-kanakan, diamdiam
orang itu geli dalam hatinya-
Ia yang tadinya memanggil siaohiap (pendekar cilik),
sekarang dirubah menjadi "adik kecil", panggilan mana
memang sangat disuka oleh si bocah daripada siaohiap
"Adik kecil, mungkin aku juga tidak bisa pulang lagi ke
rumah- Maka aku ingin menuturkan sesuatu dan minta
pertolonganmu- Apa kau kau suka dengar?"
"Tentu, tentu aku senang mendengar Lopek cerita-" kata Lo
In kontan. Orang itu ketawa mesem. Lalu ia mulai bercerita.
Orang itu bernama Lim Kek Ciang. Dengan enam
kawannya ia membangun partai yang dinamakan cit-seng-pay
(partai 7 bintang) di kota Gukwan, dibawahnya kaki gunung
Hengsan.Berkat usahanya yang sungguh-sungguh dari
saudara itu, maka Cit-seng-pay telah berkembang baik dan
mendapat banyak anggota. selama memajukan perkumpulannya, tujuh saudara itu
tidak henti-hentinya berusaha untuk mendapatkan kepandaian
lebih tinggi supaya dengan kepandaian yang tinggi mereka
dapat memimpin partainya sebanding dengan partai-partai
besar seperti siauw Lim dan Bu Tong.
Mendadak dalam waktu belakangan ini ada tersiar kabar
tentang adanya It-sin-keng. Barang siapa yang mendapatkan
akan menjadi jago tak terkalahkan. Mereka lalu berunding
untuk mendapatkanya- Mereka tahu akan bahayanya orang
yang pergi ke sana (gua ular), sudah banyak yang mati, akan
tetapi mereka ambil keputusan untuk mencoba-coba pergijuga
dengan melihat gelagat. Maka oleh toako dari Cit-seng-pay telah diutus tiga
saudaranya yang berkepandaian tinggi dan cerdik, ialah Lim
Kek Ciang, Tan Liong Ho dan cia Kiang. Dalam partai, mereka
menjabat pemimpin ketiga, kelima dan keenam.
Ketika mereka sampai di sin-coa-tong (gua ular sakti),
nampak sudah banyak mayat yang terkapar di depan gua.
Mereka yang sudah menjadi mayat itu termasuk dalam
lingkaran satu tombak jauhnya dari mulut gua, sedang yang
dalam lingkaran dua tombak masih ada kedapatan yang masih
belum putus jiwanya. Melihat mereka sangat kasihan sekali,
dan megap-megap seperti hendak putus jiwanya.
Diantara mereka yang dalam keadaan menyedihkan itu,
Kek Ciang dapat lihat ada yang ia kenali, ialah salah satu tocu
dari Ceng-gee-pang. Kek ciang dan dua saudaranya menghampiri. Apa mau,


Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belum mereka sempat mengulurkan tangannya menarik sang
kenalan dari daerah kematian, mereka sudah dihantam oleh
hawa racun hingga sempoyongan mundur buat kemudian
jatuh dudukTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
syukur mereka sudah menelan pil penahan racun terlebih
dahulu hingga mereka tidak sampai menjadi korban seperti
Tocu dari Ceng-gee-pang tadi-
Mereka jadi ketakutan dan Kek Ciang ajak dua saudaranya
untuk pulang kembali saja. Ia tak sanggup mengemban tugas
yang dibebankan toakonya. Dengan susah payah mereka
dapat bangun dari duduknya. Mereka jalan sambil
berpegangan satu dengan lain lantaran kakinya lemas.
sebenarnya mereka ingin mengaso lama-lamaan tidak jauh
dari tempat berbahaya, akan tetapi mereka takut masih akan
kena hawa racunjuga. Maka dengan paksakan diri mereka
meneruskan perjalanannya.
Demikianlah, sampailah mereka di tempat yang Lo In
sedang duduk menikmati buah persembahan dari kawanan
kera. setelah habis menutu, Kek ciang berkata pada Lo In,
"Adik kecil, aku merasakan diriku juga bakal menyusul
arwahnya dua saudaraku, maka aku minta tolong kalau aku
mati, kau tolong kuburkan satu lubang dengan dua
saudaraku." " Ah, jangan kata begitu, Lopek-" menghibur Lo In ketika
tampak orang kelihatan cemas dan ketakutan.
" Lopek masih kuat-kuat saja. Marilah kita kubur dua
saudara Lopke yang telah meninggal dunia."
"Adik kecil, tolong kau nanti ketemuka toako dan laporkan
kejadian disini. Toako akan percaya dengan keteranganmu
manakala dia sudah melihat pedangku ini. Nah, tolong kau
simpankan pedang....ku. Ah, kepala......ku.... be........"
Terputus-putus kata-katanya Kek Ciang, sementara itu
badannya juga sudah terkulai roboh dan ketika Lo In periksa
ternyata Kek Ciang sudah tidak ada nyawanya lagi. Lo In
merasa terharu juga akan kematian tiga jago dari Cit-seng-pay
itu. Untuk memenuhi permintaannya Kek Ciang, benar Lo In
sudah mengubur Kek Ciang bertiga dalam satu lobang yang ia
gali dibantu oleh kawanan kera.
setelah mana ia gantang pedang Kek Ciang di pinggangnya
untuk kemudian ia serahkan kepada toako dari Cit-seng-pay
beserta laporannya- Lo In setelah beres mengadakan upacara penguburan,
tidak lantas meninggalkan tempat itu, hanya ia melamun
duduk di bawah pohon tadi mengganyang bebuahan.
Pikirannya melayang-layang. Dimana adanya Liok Sinshe,
Kwee Cu Gie dan ibunya, ia tidak tahu. yang ia tahu bahwa
dirinya sebatang kara. Ia belum mencicipkan kesayangannya
seorang ayah, seorang ibu yang lahirkan ia ke dunia, yang
pertama-tama ia rasakan hangat adalah kecintaannya Liok
sinshe- Tapi dimanakah Liok sinshe sekarang berada "
Kemudian Eng Lian, teman mainnya yang ia ketemukan dalam
lembah, ada sangat memperhatikan dirinya, lalu Bwee Hiang
yang ia ketemukan di Kun hiang baik sekali terhadap dirinyasekarang,
dimanakah kedua kedua enci yang baik hati itu "
Ia merasa bahwa dirinya adalah anak "buang-buangan".
Kalau ia mati, paling-paling juga enci Lian dan enci Hiangnya
yang akan menangisi dirinya. Maka itu timbullah keinginannya
untuk spekulasi dengan dirinya, mencoba memasuki sin-coatong
yang sudah banyak meminta korban jiwasebagai
anak kecil yang belum pernah mengalami bahaya,
si bocah wajah hitam malah kegirangan setelah timbul
pikirannya akan pergi ke sin-coa-tong. Ia lalu kumpulkan
kawanan kera dan menanyakan dimana letaknya sin-coa-tong.
Tampak kawanan monyet itu ramai cecowetan seperti
ketakutan lagaknya. Memang juga mereka ketakutan dan
membujuk Lo In supaya jangan ke sana.
Dengan sabar Lo In balik membujuk kawanan kera itu
supaya jangan takut, Ia mempunyai daya untuk mengatasi
bahaya, untuk membikin kawanan monyet itu lebih percaya
lagi, Lo In tidak segan-segan mempertunjukkan dua tiga
macam kepandaiannya yang menakjubkan seperti berdiri
diatas ranting pohon, tubuhnya mencolot ke atas macam roket
setelah lebih dahulu berputar, lalu lengan bajunya mengebas
ke batang pohon hingga pohon itu tumbang. Melihat
kepandaian itu, semua kera memberi sambutan yang gemuruh
saking merasa kagum dan mereka percaya akan
kepandaiannya si bocah cilik.
Dengan girang, kawanan monyet itu mengantar Lo In ke
sin-coa-tong di lembah "Sian-jin-gay" (Jurang Dewa).
Kiranya untuk sampai ke sana, Lo In harus menempuh
jalanan yang bulak biluk dan beberapa kali menemukan
jalanan sempit yang hanya dapat dilalui oleh satu orang saja.
Makin dekat pada gua ular keadaannya makin menyeramkan
dan Lo In sampai di sin-coa-tong hari sudah mulai sore-
Kawanan kera hanya berani mengantar sampai jarak empat
lima tombak dari gua ular dan setelah memberi beberapa
petunjuk pada Lo In, mereka lantas pada bubaran seperti
ketakutan. Perlahan-lahan Lo In mendekati sin-coa-tong. Keadaan
memang seram, disekitar gua hingga dua tombak, banyak
pepoNonan dan ada pohon yang mereyot demikian rupa
hingga menutupi mulut gua. sepintas lalu saja, orang tidak
akan tahu kalau disitu ada mulut gua yang angker dan banyak
meminta korban. Dari jarak tiga tombak, Lo In sudah melihat adanya banyak
mayat yang terkapar. Malah bukan sedikit yang sudah menjadi
rangka. Lo In jadi menghela napas melihat pemandangan
yang mengerikan itu. semestinya menurut teori, Lo In sudah
harus urungkan niatnya melihat pemandangan yang
menyeramkan itu. Akan tetapi bagi Lo In pemandangan itu
malah makin membesarkan nyalinya untuk memasuki gua
sakti itu. Dalam hatinya ia berkata, "Liok sinshe, enci Lian dan enci
Hiang, selamat tinggal. Aku akan memasuki gua ular sebagai
tempat kuburanku Jangan kalian menangisi aku sebab dalam
gua aku tidak sendirian, ditemani Lo-cianpwee yang maha
sakti dan ular besar lawannya TOk gan siancu. Hehehe......"
Benar-benar Lo In telah ketawa tatkala hatinya
mengucapkan selamat tinggal kepada orang-orang yang
sayang kepada dirinya. Tampak ia berdiri tepekur seperti memohon doa restu dari
yang Maha Kuasa-sementara itu, cuaca juga sudah mulai
remang-remang gelapTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Tidak takut ia bersendirian di tempat yang demikian sepi
dan menyeramkan. Perlahan-lahan ia jatuhkan diri untuk
bersila. Matanya mengawasi jauh ke mulut gua.
Tiba-tiba ia ingat sesuatu yang membuat ia seperti kaget.
"Aku mau coba........" demikian ia menggumam sedang
tangannya lantas meraba ke pinggangnya dimana ada
diselipkan sebatang serulingnya, sebentar lagi terdengar suara
seruling mengalun di lembah sunyi itu.
Keadaan sudah menjadi gelap, hanya ada bintang-bintang
saja yang menerangi jagat. Tapi gua terkadang ketutup oleh
mega hitam yang berlalu lalang, jagat berubah menjadi gelap-
Bunyinya serangga dan burung hantu di waktu malam gelap
demikian menambah keseraman dan membuat bulu kuduk
pada mengkirik. Tapi walaupun malam bertambah larut, Lo In makin senang
meniup serulingnya- Itu karena sembari meniup seruling, ia mendapat banyak
ilham untuk menciptakan ilmu pukulan yang baru-baru.
sembari meniup serulingnya, ketika sang malam sudah larut,
perlahan-lahan ia berdiri dan lalu berjalan maju ke arah gua
ular. Ia jalan seperti orang yang ngelindur (mengigau) turun dari
ranjangnya dan berjalan keluar rumah tidak menyadari dirinya
ada dimana. suara seruling mengalun makin merdu dan mengharukan.
Tiba-tiba dari dalam gua, ada nongol kepala ular yang
besarnya luar biasa. Matanya sebesar kepalan petinju,
menyorot terang seperti lampu bateri yang menyilaukan mata,
membuat Lo In heran tapi tidak kaget. Hatinya tenang dan
berani, terbukti dari jalannya tidak ia hentikan.
Entah bagaimana ular yang luar biasa besarnya itu turun
dari guanya yang dua tombak tingginya dari bawah, sebab
tahu-tahu Lo In lihat ia sudah ada di hadapannya sambil
kepalanya diangkat tinggi-tinggi, lidahnya yang seperti centong
nasi dilelet-lelerkan. Bukannya takut, malah senang Lo In dengan usahanya
yang berhasil. Makin merdu ia meniup serulingnya, makin
berjingkrakan kelihatan si ular di depannya dan seperti sedang
joget. Padahal, melihat besarnya ular seperti gulungan kasur,
sekali caplok saja si bocah wajah hitam akan ditelan masuk
menjadi penghuni perutnya sang ular. Perlahan-lahan Lo In
maju melewati sang ular dengan masih terus meniup
serulingnya. Makin mendekati ia kepada gua ular, dibuntuti oleh ular
raksasa itu yang jalan melegot-legot menyeramkan, sampai
dibawah gua, tiba-tiba saja, tanpa mengenjot tubuhnya lagi
tubuh Lo In sudah mencelat ke atas dan hinggap di tepi mulut
gua. Melihat si peniup seruling memasuki guanya, ular
raksasa itu menjadi gugup.
Tampak badannya melegot pergi datang beberapa kali,
tahu-tahu tubuhnya sudah ngapung dan sampai di tepi mulut
gua, sementara Lo In sudah menghilang masuk ke dalamnya,
suara seruling sekarang menggema di dalam sin-coa-tong.
Apakah si ular raksasa akan menelan Lo In yang memasuki
guanya tanpa permisi "
Tadinya Lo In menduga dalam gua keadaan gelap gulita.
Tapi kenyataannya tidak demikian. Di sebelah dalam ada
penerangan yang cukup- Ketika Lo In memeriksa, ternyata
penerangan itu berasal dari pancaran tiga buah batu mustika
yang digantung disitu. si ular raksasa juga sudah sampai di dalam, Ia mendekati
Lo In tapi tidak menyerang dan menelan si bocah- sebaliknya
badannya menggelesar bulak balik dikakinya Lo In. Kemudian
ia melingkarkan badannya di depan Lo In setelah lebih dahulu
mengangkat kepalanya seperti memberi hormat.
"Coa-heng (Saudara ular)" tiba-tiba si bocah berkata.
"Terima kasih kau tidak marah aku berkunjung dalam
istanamu tanpa permisi dulu. Aku harap selanjutnya kau akan
menjadi temanku dalam gua ini........."
sekonyong-konyong ular raksasa itu mengangkat
kepalanya dan mendesis keras, hingga rasanya tergetar
dalam gua itu. Lo In ada sedikit kaget, mengira ular raksasa itu
marahi Tapi melihat ia lantas melingkarkan pula kepalanya,
maka Lo In berpikir bahwa perbuatan ular tadi yang
menggetarkan gua itu sebagai tanda pernyataan senangnya
atas kata-katanya tadi. girang hatinya Lo In. Lantas saja ia memeriksa keadaan
gua disebelah dalam, dimana ia dapatkan kerongkang
(kerangka manusia) dalam sikap duduk bersila. Masih
kedapatan kain yang menempel. Rupanya bekas jubahnya,
tapi sudah sangat amohi Ketika Lo In pegang sudah seperti
debu rasanya. Di depan kerangka ada tertulis perkataan:
"YANG MASUK KESINI ADALAH MURIDKU- DIA HARUS
MENGUBUR JENAZAHKU "
Setelah membaca tulisan itu, Lo In lantas saja berlutut di
depan kerangka itu dan berkata,
"Suhu, tecu sudah lancang masuk- Harap suhu suka
mengampuni dosa tecu. Mohon diberi petunjuk selanjutnya. "
Bangkit dari berlututnya Lo In lantas memeriksa lebih jauh
tapi tidak kedapatan kitab yang dinamai "It-sin-keng",
meskipun ia sudah mencari kemana dalam gua itu.
Pikirnya, "Tidak apalah kitab itu tak diketemukan. Baiklah
aku mengubur jenasah suhu saja. setelah itu aku baru
meninggalkan pula gua ini" Kemudian ia menggali lubang
dengan medang Lim Kek Ciang.
setelah mana, ia lantas berlutut lagi dan manggut tiga kali,
katanya "Suhu, tecu akan mengubur jenasah suhu. Harap suhu
memberi petunjuk kepada tecu."
Bangkit dari berlututnya, lantas ia menghampiri kerangka
gurunya dan mengangkatnya untuk dikebumikan. Dengan
penuh hikmat Lo In mengubur kerangka suhunya. Entah siapa
namanya, si bocah tidak mau ambil pusing.
setelah beres dikebumikan, depan kuburan suhunya Lo In
kembali berlutut, "Suhu, tecu sudah menunaikan tugas, sekarang tecu
mohon diri untuk berlalu......."
Pada saat itulah tiba-tiba Lo In merasakan ada berkesiur
angin yang menumbuk dadanya hingga ia terdorong dan
membentur dinding gua dibelakangnya. Bukan main kagetnya
si bocah- Pikirnya, jago yang mana juga yang Iwekangnya
hebat, tak bakalan dapat mendorongnya sampai membentur
dinding. Apalagi saat itu ia dalam keadaan berlutut. Cuma
herannya, angin yang menumbuk dadanya itu ia rasakan tidak
ada efeknya, pernapasannya berjalan sebagaimana biasanya-
Cuma pantatnya saja sedikit nyeri kebentur gua.
Ia jadi geli sendirinya ketika melihat kesana sini tidak ada
orang asing dalam gua itu. Ketika ia hendak bangkit, tiba-tiba
pandangannya kebentur pada sebuah lubang pada bagian
samping kanan, dimana pantatnya membentur dinding.
Cepat Lo In memeriksa isinya lubang, dari mana ia jumput
keluar sebuah benda yang terlapis dengan kertas kayu yang
kuat dan rapi. Ketika Lo In membuka lapisan kertas, ternyata
benda itulah yang ia sedang cari, ialah "It-sin-keng".
Hatinya melonjak kegirangan. Lantas ia percaya bahwa
angin yang menumbuk dadanya tadi sehingga ia terdorong
mental adalah angin pukulan dari arwah suhunya yang
menunjukkan adanya dimana kitab mujizatnya disimpan.
sambil memasukkan kitab ke dalam sakunya, si bocah
sudah mendekati lagi kuburan suhunya dimana ia kembali
berlutut untuk menghaturkan terima kasih- Terasa olehnya
saat itu datang lagi angin tadi, tapi tidak apa-apa kali ini.


Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hanya sejenak ia merasakan dirinya seperti kedinginan dan
menggigil. setelah tidak ada tugas apa-apa pula yang harus dilakukan,
Lo In keluarkan kita sakti dari sakunya. Di bawah terangnya
batu mustika, ia balik-balik lembarannya. Pada lembaran muka
ada terdapat tulisan, "Hanya boleh diyakinkan dalam gua.
setelah hapal, simpan lagi ditempatnya. KONG, IN SIAN JIN".
Baru setelah membaca tulisan tersebut, Lo In tahu kalau
gurunya bernama Kong In sian-jin. Ia sebenarnya tidak berniat
meyakinkan kitab sakti itu, kalau ia tidak ingat barusan ia
dibikin terpental oleh angin pukulan arwahnya Kon In sian-jin.
Dengan penuh perhatia ia baca isinya makin lama ia makin
ketarik sehingga ia lupa daratan dan baru sadar ketika sang
batara surya telah memancarkan cahayanya ke muka mulut
gua. Tatkala mana ia repot mencari makanan karena perutnya
sudah minta diisi, tapi ia heran sebab tidak jauh darinya, ia
nampak segundukan buah-buahan, Ia lalu menjumputnya dan
dimakan. Lezat dan manis bukan main. entah bebuahan apa
itu sebab di lembah Tong-hong-gay ia belum pernah
memakannya. Dari mana datangnya bebuahan yang lezat itu " Lo In
menduga tentu sang ular raksasa yang telah menyediakan
untuknya. Memikir demikian, ia menghampiri si ular raksasa
dan berkata, "Coa-heng, terima kasih atas pertolonganmu "
sang ular hanya bergerak sedikit dari melingkarnya, lantas
diam lagi. Lantaran merasa kepandaiannya sudah sangat tinggi, Lo In
memandang rendah pada kitab-kitab pelajaran silat yang
mana juga. Akan tetapi pada It-sin-keng ternya ia sangat
mengagumkannya. Dalam mana banyak pelajaran dan
petunjuk-petunjuk yang ia belum tahu. Begitu ketarik ia oleh
isinya kitab sehingga ia lupa tidur dan lupa makan.
Tiap hari dan malam ia asyik dengan kitab mujizatnya itu
sehingga ia lupa kepada enci Lian dan enci Hiangnya yang
pada waktu itu tengah mencari jejaknya dengan penuh rasa
kuatir bahwa si bocah telah menemukan kecelakaan. Apalagi
Eng Lian yang sejak Lo In menghilang di balik bukit, ia tidak
melihat lagi bayangan si bocah, hatinya tidak tentram dan
sering-sering diserang oleh perasaan takut.
Kadang-kadang Eng Lian diwaktu sendirian suka menangis,
ingat kepada adik In-nyasungguh
besar perhatiannya si dara cilik pada adik In-nya
yang pada saat itu melupakan enci Eng Liannya dan tenangtenang
saja dalam gua meyakinkan kitab mujizat.
Kenapa Lo In begitu mudah dapat melewati hawa racun
yang jahat dan banyak meminta korban " Memang akan
menimbulkan pikiran mustahil kalau tidak dijelaskan.
Umur dari ular raksasa yang menjaga gua sudah lebih dari
200 tahun, jangan lagi ia mendesis memuntahkan hawanya,
sedang tubuhnya saja menyiarkan bau tidak enak dan
beracun. Maka tidak mudah orang mendekati mulut gua. Hawa
racun ular ada demikian jahat hingga dalam lingkaran dua
tombak orang masih terkena juga.
Lo In selain sudah berjodoh menjadi muridnya Kong In
sianjin, juga hawa racun ular tidak bisa menyulitkan dirinya
oleh karena ia sudah makan nyalinya Tok gan siancu, ular
kesayangan Eng Lian dan merupakan ratunya ular.
Ular-ular yang mendekati Lo In akan membaui hawa ular
dari tubuhnya si bocah sakti, maka tidak berani
mengganggunya. Darah Lo In dapat membikin mati atau
menjadi obat. ular yang kesalahan menggigit Lo In akan mati
dalam beberapa detik saja dan menjadi obat seperti terbukti
ketika Kim Coa siancu menggigit dan menelan darahnya Lo In
sehingga ingatannya menjadi pulih kembali, bahwa dirinya
bukannya Kim Coa siancu yang sangat ditakuti dalam dunia
rimba persilatan, si ular raksasa sebenarnya sudah gusar pada Lo In yang
memasuki guanya. Tapi ketika ia mendekati dan membaui
hawa tubuh Lo In, ia harus pikir-pikir dulu untuk menyusahkan
si bocah berwajah hitam Maka itu, ia hanya mengelesar bulakbalik
di kakinya Lo In seakan-akan ingin menegaskan apa
benar si bocah mengeluarkan hawa ratu ular.
Kita kembali kepada Eng Lian.
Ia termenung duduk di balik bukit, dimana Lo In telah
melenyapkan diri Ia menanti, menanti tapi Lo In tidak kelihatan
bayangannya. sementara itu hari pun sudah mulai sore. Ia masih
penasaran dan lantas naiki kudanya pula untuk mencari adik
In-nya. sementara itu cuaca sudah mulai gelap, si gadis cilik
kebingungan. Dalam daerah pegunungan yang luas itu,
dimana akan dia dapat menemukan rumah orang untuk
menumpang nginap " Terpaksa sang malam ia lewatkan dengan tidur di atas
pohon. Besoknya ia kembali melanjutkan mencari jejak adik
In-nya. setelah lama berputar-putar, akhirnya ia dapatkan juga
tanda-tanda kemana Lo In larikan kudanya. Dengan mengikuti
tanda-tanda itu akhirnya ia sampai ke suatu tempat yang
banyak keranya dan disanalah Eng Lian terkejut dan
mendadak tubuhnya lemas, hampir jatuh dari kudanya ketika
matanya tertumbuk dengan kudanya Lo In yang sudah jadi
bangkai. Kiranya kuda Lo In sudah kehabisan napas, ia roboh
dengan tidak bisa bangun lagi.
Lo In yang tatkala itu hatinya tertarik dengan It-sin-keng
dalam gua ular, sudah tidak memperhatikan pula akan
keadaan kudanya yang membawa ia kesitu.
Eng Lian lalu turun dari kudanya dan menghampiri bangkai
kuda Lo In. diatas pelananya masih kedapatan utuh buntalan
Lo In. Eng Lian periksa, tidak ada yang terganggu. Tapi
kemana perginya si bocah "
Gadis cilik kita lantas melakukan pemeriksaan ke
sekitarnya. Tidak kelihatan si bocah wajah hitam kecuali
banyak kera yang pada mengikutinya.
Diam-diam Eng Lian merasa sayang bahwa ia tidak belajar
bahasa kera pada Lo In. Kalau tidak, ia dapat menanyakan
kepada kawanan kera itu kemana perginya si bocah-
Eng Lian dapatkan bekas-bekas Lo In mengganyang
bebuahan, satu tanda bahwa si bocah disitu pernah
beristirahat lama juga. sampai beberapa hari Eng Lian berkeliaran di pegunungan
itu. Hatinya masih penasaran saja belum dapat menemui
jejaknya si bocah- Pada suatu pagi-pagi ketika ia bangun tidur, ia tidak
dapatkan kudanya yang diikat agak jauh dari pohon dimana ia
tidur. Kemana perginya si kuda merah yang ia sikat dari Lie Kiang
" Hanya sejenak saja ia memikirkan kudanya, lantas tidak
dipikirkannya lagi. Kuda itu kuda orang. Kalau kena dicuri
maling adalah wajar, tidak gunanya ia menyesal. Hanya
hatinya merasa mendelu, orang demikian berani datang
mencuri kudanya. Pikirnya, satu waktu manakala ia
ketemukan malingnya, ia akan kasih hajaran biar si maling
tahu rasa. sudah beberapa hari ia berkeliaran di pegunungan, hanya
bebuahan saja yang ia makan. Maka ia telah merindukan
makanan biasa. Maka pada hari itu ia sudah mencari dusun
yang berdekatan, tapi sia-sia saja. Kepaksa ia mesti jalan jauh
juga untuk menemukan sebuah dusun dimana ia
mendapatkan warung makanan.
Ketika ia memasuki sebuah warung araki ia disambut oleh
seorang pelayan dan menanyakan si nona mau minum arak
macam apa. "Aku tidak suka minum arak- Lekas kau sediakan makanan
enak saja untuk nonamu " sahut Eng Lian dengan acuh tak
acuh kepada si pelayan. "Maaf nona, disini hanya menjual arak, tidak menjual
makanan." kata si pelayan.
"Nonamu lapar. Lekas, kau jangan main-main" ujar Eng
Lian. "Telah kukatakan barusan bahwa disini tidak menyediakan
makanan selain araki apa nona tidak dengar "
"Nonamu kata sudah lapar. Apa kau tidak dengar ?"
si pelayan jadi melongo mendengar perkataan Eng Lian.
pikirnya apakah nona didepannya ini ada seorang nona yang
rada sinting, Ia sebenarnya sudah mau marah pada Eng Lian
tapi melihat si nona membawa pedang ia merasa jeri juga.
Dengan muka ketawa-ketawa, si pelayan berkata pula,
"Nona, aku bukan main-main. Memang dalam warung ini
tidak menyediakan makanan kecuali arak, Kalau nona mau
makan, lebih baik nona mencari tempat lain saj. Itu, tidak jauh
dari sini ada yang jualan makanan. Nona boleh pergi ke sana."
Memang beralasan perkataan si pelayan sebab dalam
warungnya tidak menjual makana dan Eng Lian boleh pergi ke
tempat lain. Akan tetapi Eng Lian tidak mau mengerti, ia mau
juga si pelayan menyediakan makanan untuknya, sehingga
mereka jadi bertengkar. Dalam pada itu si pemilik warung arak
sudah datang ke situ, menanyakan ada urusan apa
pelayannya bertengkar dengan seorang tamu. si pelayan kasih
tahu si nona tak dapat dikasih mengerti bahwa dalam warung
mereka tidak sedia makanan, hanya menjual arak saja.
Mendengar keterangan orangnya, si pemilik warung juga tidak
senang dan berkata pada Eng Lian,
"Nona, datang mau minum arak atau mau cari ribut "
"Minum arak aku tidak suka " sahut Eng Lian.
"Ribut aku suka kalau kau tidak mau menyediakan
makanan untukku " " Usir dia pergi " si pemilik warung menyuruh pelayannya.
"Usir " Kau berani usir nonamu ?" bentak Eng Lian dengan
tidak bangkit dari duduknya.
Dalam pada itu, si pelayan tidak berani menerjang
sendirian, Ia kedipi dua orang kawannya yang pada waktu itu
sedang berdiri menyaksikan pertengkaran.
Tiga orang lantas menyergap Eng Lian. Tapi baru saja
mereka mementang tangannya, tiba-tiba hampir berbareng
mereka berteriak "Aduh " dan mundur kembali sambil
memegang jidatnya yang kesemutan, kontan mereka terkulai
roboh- Kiranya Eng Lian sudah bersiap-siap meskipun ia dalam
keadaan duduk- Dengan tiga buah kacang yang ia sentilkan
saling susul, tepat benar mengenai jin-tiong-hiat dari tiga
pelayan yang hendak menyerbunya.
si pemilik warung bukan main kagetnya, segera ia sudah
putar tubuhnya hendak lari, tapi sudah terlambat, sebuah
kacang sudah menyentuh "lo ju hiat", jalan darah dibawah
pundak kanannya. Maka seketika itujuga ia roboh terkulai.
Itulah kelihaian Eng Lian. Dengan hanya empat buah
kacang saja ia sekaligus sudah merobohkan empat orang
yang hendak membuat susah padanya.
"Hihihi - ?" demikian Eng Lian ketawa cekikikan.
"Asal kalian mau menyediakan makanan untuk nonamu
makan, akan kubebaskan kalian dari totokan. Kalau tidaki
biarlah kutinggal pergi dan tiada orang yang dapat tolong
kalian." orang-orang tak dapat membuka mulutnya bicara, hanya
matanya saja kedap kedip dengan roman yang memohon
diampuni. Tiba-tiba Eng Lian berdiri, lalu menghampiri si
pemilik warung yang jadi sangat ketakutan, Ia mengira si nona
akan membunuhnya, tapi hatinya lega ketika Eng Lian hanya
menendang tubuhnya saja sambil berkata,
"Bangun" seketika itu juga si pemilik, warung dapat bebas
bergerak hingga ia jadi kegirangan.
Ia berlutut depan Eng Lian seraya berkata,
"Lie-enghiong (jago wanita), mohon kemurahan hatimu
supaya tiga orang pelayanku juga dibebaskan supaya aku
dapat menyuruh mereka menyiapkan makanan untuk Lieenghiong."
"Nah, itu baru betul." ujar Eng Lian ketawa manis.
"Kalau dari tadi kalian tidak banyak lagak dan lantas
menyediakan apa yang kuminta, tidak sampai kejadian seperti
ini." berbareng Eng Lian juga lantas kerjakan kakinya untuk
membebaskan tiga orang pelayan yang kena totokan tadi-
Mereka lantas berlutut menghaturkan terima kasih kepada si
nona dan kemudian mereka menyiapkan makanan. Tidak
lama Eng Lian sudah duduk dahar dengan gembira sendirian.
setelah makan kenyang, tiba-tiba ia ingat kepada Lo In.
Dalam hatinya ia berpikir, kalau adik In-nya ada serta pada
saat ia makan, sungguh menyenangkan sekali-
Tidak lama, tampak Eng Lian sudah keluar dari warung
arak. Tamu-tamu yang menyaksikan Eng Lian bertengkar tadi
dan merobohkan tiga pelayan dan pemilik warung dengan
cara yang aneh pada meninggalkan warung itu ketakutan kena
terembet dan dirinya bisa susah- Karena itu ketika Eng Lian
keluar dari warung arak itu hanya disaksikan oleh pemilik
warung dan pelayan-pelayannya- Mereka kegirangan bukan
lantaran Eng Lian sudah pergi tapi mereka kegirangan karena
sudah dapat bayaran lebih dari cukup untuk apa yang Eng
Lian makan. Eng Lian tidak mau makan tanpa bayar, malah
kepada para pelayan yang melayaninya dengan sangat
hormat, ia kasih persen secara royal yang seumur hidupnya
mereka belum pernah menemukan tamu yang demikian
terbuka tangannya. setelah berada di udara bebas, tampak Eng Lian
kebingungan kemana ia harus tujukan kakinya. Bersama Lo In
maksudnya hendak mencari pandai besi untuk membuat 7-
buah huitonya kemudian mencari Bwee Hiang dalam
perjalanannya ke Coa-koksekarang
ia sendirian, hatinya kebingungan kemana ia
harus pergi, untuk mencari pandai besi, pikirnya tidak perlu.
Dengan pisau kayu buatannya Lo In sudah merasa puas.
Untuak apa ia menggunakan pisau terbuat dari logam. Bisabisa
ia membunuh orang tanpa diingini oleh huitonya itu. Kalau
ia menggunakan pisau kayu, paling-paiing ia hanya menotok
jalan darah orang dan tidak mencelakakan sampai binasa.
Tapi Bwee Hiang, kemana harus dicarinya " Ia belum kenal
bagaimana rupanya Bwee Hiang. Ini tidak menjadi soal karena
setelah berkenalan tentu ia tahu akan si nona Liu, tapi untuk


Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pergi ke Coa-kok sendirian guna menolong adiknya Leng
siong ada satu pekerjaan yang tidak berani ia lakukan. Disana
ada sucouw-nya yang paling ia malui. Menghadapi Ang Hoa
Lobo saja ia masih sangsi dapat menjatuhkannya, apalagi
sucouwnya yang sangat istimewa kepandaiannya dan
kepandaiannya sendiri menjadi lihai pun disebabkan kebaikan
hati sang sucouw. Tengah ia berjalan dengan pikiran ngelamun di daerah
pegunungan, tiba-tiba ada lewat penunggang kuda yang
melarikan kudanya cepat sekali melewati dirinya.
"Pandai betul ia menunggang kuda " memuji Eng Lian
setelah ia tertegun sejenak sambil mengawasi si penunggang
kuda. Ketika ia hendak meneruskan perjalanannya, tiba-tiba ia
merandeki "Hei, itulah kudaku yang barusan lewat " tiba-tiba saja ia
berkata sendirian. Cepat ia putar tubuhnya dan menyusul si penunggang
kuda. Ia gunakan ginkangnya untuk menyandaki penunggang
kuda. Ia berhasil dapat mendahului karena ia memotong jalan,
Ia menghadang di depan si penunggang kuda dan berkata,
"sahabat, kau begitu terburu-buru. Kau mau pergi kemana
?" sambil berkata Eng Lian memandang pada si penunggang
kuda- Kiranya dia seorang anak muda yang sangat cakap
dengan di pinggangnya menyoren pedang.
Eng Lian kagum akan si penunggang kuda yang demikian
cakap hingga ia berdiri tertegun, sebaliknya si penunggang
kuda juga mengagumi kecantikannya Eng Lian sambil duduk
diatas kudanya dengan tidak bergerak.
Dua pasang mata ketemu pandang. Tiba-tiba Eng Lian
pelengoskan mukanya memandang ke arah lain dengan hati
berdebaran. Tak tahu ia kenapa hatinya jadi demikian.
Ketika ia kembali memandang si pemuda yang bercokol
diatas kudanya, Eng Lian lihat pemuda cakap itu ketawa manis
kepadanya hingga Eng Lian merah selebar mukanya.
"Adik kecil." tiba-tiba Eng Lian dengar suara si pemuda
berkata. "Kau mencegat perjalananku ada urusan apa ?"
Eng Lian angkat kepalanya yang sedang nunduki lalu
menyahut, "Kalau tidak ada urusan untuk apa aku mencegat kau
dalam perjalananmu yang terburu-buru ?"
si pemuda yang tiada lain adalah In Hiang menjadi heran
nona didepannya ini mengatakan ada urusan dengannya sedang ia baharu saja
melihat Eng Lian In Hiang perhatikan bahwa nona cantik di depannya tentu
bukan sembarang nona karena ia ada membawa senjata
pedang. &ntah sampai berapa tinggi kepandaiannya. Kalau
dilihat ia hanyalah satu nona kecil langsing dan usianya
paling-paling juga 17 tahun. Rasanya kepandaiannya juga
belum berapa tinggi, Ia hanya heran kenapa nona secantik ini
berkeliaran di pegunungan sepi- Apakah dia tidak takut
mendapat gangguan dari orang jahat"
Tiba-tiba In Hiang tergetar hatinya waktu ia benar-benar
menegasi Eng Lian romannya persis seperti Leng siong,
teman barunya di suyangtin. sehingga ia memandang
parasnya Eng Lian dengan mata tidak berkesipTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Apakah Leng siong yang ada di depannya ini " Kalau Leng
siong, tidak bisa jadi-sebab nona Teng tidak berkepandaian
silat dan apa perlunya berkeliaran di situ, tempat yang sangat
berbahaya. Eng Lian sebaliknya menjadi kurang senang diawasi si
pemuda demikian serius. Pikirnya, wajahnya dapat diawasi
sepuasnya hanya oleh satu orang saja aialah adik In-nya.
orang lain ia tidak perkenankan mengawasi wajahnya lamalama.
sekarang pemuda dihadapannya ini mengawasi ia
demikian rupa, apa maunya " Kalau anak muda ini bukannya
anak jahat, sedikitnya ia tentu satu pemuda bangor tukang
bikin susah wanita. Memikir demikian, dengan suara tawar ia berkata,
"Memangnya kau baru lihat seorang wanita. Matamu yang
seperti mata bangsat itu mengimpleng terus pada orang ?"
In Hiang tidak marah dikatakan matanya kayak mata
bangsat, Ia malah tersenyum dan menjawab,
"Maaf. Bukan sengaja aku memandang parasmu lama-lama
lantaran aku ingat seperti pernah ketemu dengan wajah
seperti wajahmu, cuma aku lupa dimana."
Eng Lian menganggap perkataan In Hiang hanya alasan
dari seorang pemuda bangor saja, maka ia sudah berkata lagi,
"Aku tidak perduli kau pernah kenal dengan seorang yang
wajahnya mirip dengan aku- Tapi buktinya kau adalah satu
pemuda bangor Kalau kau orang baik-baik tentu tidak begitu
mata bangsatmu " "Adik kecil, kau galak amat " kata In Hiang ketawaTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kau tidak tahu aku siapa, dan aku juga tak tahu kau siapa-
Kita tidak ada urusan apa-apa, maka menyingkirlah kau
supaya aku dapat meneruskan perjalananku"
"Enak saja kau bicara Aku tidak perlu tahu kau siapa, tapi
kau harus tahu aku siapa, sahabat Aku mau tanya kau, dari
mana kau dapatkan kuda yang kau tunggangi itu " Kau tentu
orang jahat- Makanya kau banyak lagak didepan nonamu "
si dara cilik seenaknya saja menuduh orang sebagai orang
jahat, kalau orang itu tidak senang hatinya- Demikian dengan
In Hiang, ia anggap sebagai orang jahat karena matanya
memandang dirinya tanpa berkesip. In Hiang melengak
mendengar berkataan Eng Lian.
"Memangnya kau siapa, adik kecil ?" In Hiang menanya
dengan heran. "Aku adalah pemilik kuda yang kau tunggangi itu. Lekas
kau turun dan kasih pulang padaku. Baharulah urusan selesai
dengan mudah. Kalau tidak hm Jangan harap kau lewati
nonamu " "Hahaha " In Hiang tertawa terbahak-bahak-
"AKu kira siapa, kiranya kau adalah pemilik kudaku Jangan
marah ya adik kecil, kokomu sekarang permisi berlalu"
Berbareng In Hiang sudah tepuk leher kudanya yang
segera angkat kaki depannya meringkik menyeramkan
seakan-akan hendak menubruk Eng Lian. In Hiang pikir,
dengan ringkikan kudanya, Eng Lian bakal ketakutan dan
menyingkir dari depannya untuk ia lewati tapi perhitungannya
ternyata salah- Bukan saja si dara cilik tidak menjadi takut,
malah sekali jambret saja tali kendali sang kuda, ia membuat
kuda itu menekuk kedua lututnya karena berbareng Eng Lian
menotoknya-In Hiang kaget dan lompat turun dari kudanya.
sementara si kuda berlutut tanpa dapat bangun, In Hiang
dan Eng Lian sudah berhadap-hadapan, In Hiang merasa
dihina oleh dara cilik itu meskipun ia tahu bahwa nona kecil di
depannya mempunyai kepandaian tinggi seperti ang barusan
ia lihat bagaimana Eng Lian telah membuat kudanya tidak
berdaya. "Adik kecil." In Hiang menyindir.
"Dengan kepandaianmu barusan, belum dapat membuat
kokomu lari ngacir. Aku mau tanya padaku, kalau kuda ini
adalah kudamu, mengapa kau sebagai pemilik tidak becus
menjaganya sehingga dapat kena dicuri orang lain?"
Eng Lian merasa jengah juga atas sindiran In Hiang.
Memang benar, ia mengaku kuda yang ada pada In Hiang
adalah kudanya. Tapi sebagai pemilik kuda, ia tidak becus
menjaganya. Tapi dasar si dara cilik dara badung (bandel), ia
tidak mau mengalah. Katanya,
"Kalau kau sedang keenakan tidur, apakah kaujuga bisa
menjaga kuda yang ada dikandang, dicuri orang " Hm Bisa
saja kau mengatakan orang tidak becus sedang sendirinya
belum tentu" In Hiang ketawa mendengar debat si dara cilik,
"Sekarang kau mau apa adik kecil ?" tanya In Hiang
kewalahan. "Aku mau kudaku kembali." sahut Eng Lian tegas.
"Kalau aku tidak mau kasih ?" In Hiang ngeledeki
"Itu mesti ada sesuatu yang memutuskannya "
"Siapa yang memutuskan, adik kecil " sedang disini tidak
ada orang ketiga ?" " Inila h yang memutuskan" sahut Eng Lian seraya tepuktepuk
pedangnya. "Ah, jangan, jangan" In Hiang kata.
"Tidak baik kita menggunakan senjata tajam sebab salahsalah
ada yang terluka sedang kita toh tidak bermusuhan."
"Habis, siapa yang memutuskan kalau tidak pakai pedang
?" tanya Eng Lian. "Kalau ini yang bicara, bagaimana ?" sahut In Hiang seraya
kasih unjuk kepalannya. "Boleh juga." kata eng Lian ketawa ngikik,
"Mari, disini kita bertempur" In Hiang mengundang sambil
lompat ke tempat yang lebar dimana ia lantas pasang kudakuda.
Eng Lian di lain detik sudah ada di depannya.
"Nah, kau mulailah menyerang " ujarnya.
"Kau dulu yang menyerang, adik kecil"
"Kau lebih tua, maka seharusnya aku yang muda
mengalah-" "Tapi kau katanya pemilik kuda, seharusnya kau yang
mulai-" "Baiklah-" sahut Eng Lian yang sebal dengan tawar
menawar. Pikirnya, ia tidak mau melayani pemuda cakap ini lamalama.
Dua tiga gebrakan saja paling lama ia sudah harus bikin
lawan terjungkal balik. Maka serangan pertama ia gunakan
gerakan yang dinamai "Hui-hong-lam-hay" atau "Angin puyuh
yang datang dari selatan", suatu tipu pukulan yang cepat dan
sukar diduga arahnya. Tangan kanan meremas pundak kiri
lawan sedang tangan kirinya berbareng menggempur ke arah
bawah dada. serangan yang tersebut belakangan ini yang
berbahaya, sebab kalau mengenai sasarannya, darah didada
bisa bergolak dan menutup jalan pernapasan, jantung akan
dirasakan panas seperti dibakar, salah satu pukulan yang lihai
dari "Lam-hay-ciang-hoat".
Tapi In Hiang bukan lawan biasa, Ia adalah muridnya sijago
cilik Lo In. Ia tahu bahayanya serangan si dara cilik. Lekas
pundaknya mengelaki kaki kanannya sedikit menggeser lalu
tangannya membacok dari samping, Ini adalah gerakan "Kimso-
heng-kong" atau "Rantai emas melintangi sungai", ajaran si
bocah sakti Lo In. Eng Lian kaget nampak tangannya mau dibacok dari
samping, Ini berbahaya sebab tangannya bisa patah- Cepat ia
tarik pulang, lalu merangsek lagi. Dengan jurus Thian-lie-tek
hoa (Bidadari memetik kembang), tangan kirinya nyelonong
seperti hendak mencolok mata, berbareng tangannya yang
kanan dipakai menggempur iga. In Hiang terkejut. Lagi-lagi si
dara cilik serangannya sangat berbahaya,
"Adik kecil, kau mau bikin kokomu mati muda ?" In Hiang
ngeledeki geli hati Eng Lian mendengar sang lawan berkelakar. Tapi
la kaget sebab tiba-tiba In Hiang setelah berputar tubuhnya
mengelit serangan telah menyerang dengan Lian-tay-pay-hud
(Di atas panggung teratai menyembah Budha), separuh
berjongkok diatas kaki kiri, tangannya menyodok perut disusul
kaki kanannya menyabet untuk mencegat lawan yang berkelit.
Suatu gerakan yang dilakukan dengan tiba-tiba memang
sangat berbahaya sekali sebab dalam gugup lawan mungkin dapat lolos dari
sodokan tangan ke perut tapi tidak dapat lolos dari sambaran
kaki yang disabetkan dengan tubuh berputar.
"Hihi.....mana bisa nonamu dikibuli pemuda bangor" kata
Eng Lian, berbareng ia enjot tubuhnya mumbul ke atas, dari
mana ia bikin gerakan membelok terus ia turun dengan
selamat di samping kiri In Hiang kira tiga meter jaraknya, In
Hiang melongo dibuatnya hingga Eng Lian ketawa cekikikan.
In Hiang melongo saking herannya bahwa si dara cilik
dapat lolos dari serangannya yang sudah diperhitungkan
matang ia bakal menang. "Pemuda bangor" Eng Lian kata ketika melihat In Hiang
berdiri melongo saja. "Masih ada punya kepandaian lagi untuk dipertunjukkan di
depan encimu ?" Eng Lian benar-benar lucu wataknya, Ia dipanggil In Hiang
"adik kecil" memang pantas sebab In Hiang jauh lebih tua
daripadanya, sebaliknya ia malah jengkel dipanggil demikian,
maka ia barusan membahasakan dirinya "encimu"
In Hiang sudah mulai dapat menyelami watak si dara cilik,
tapi ia mau menggodai terus. Maka ketika mendengar
perkataan Eng Lian, ia menyahut,
"Kausalah alamat kalau memanggil aku pemuda bangor"
"Habis apa kalau bukan pemuda bangor " Masa orang
punya perut mau disodok " Baiknya encimu ada punya sedikit
kepandaian. Kalau tidaki celaka isi perutnya berantakan.
Hihihi.......pemuda bangor, dasar pemuda bangor"
In Hiang tidak mau kalah, ia kata,
"Aku bukan pemuda bangor. Aku adalah pamanmu yang
hendak menjewer kuping keponakannya yang nakal.
Hahaha......" Eng Lian cemberut. "Lihat, keponakan yang nakal akan menjewer kuping
Pamannya " berkata Eng Lian berbareng menyerang dengan
gesit sekali- In Hiang tahu bahwa nona kecil di depannya sangat lihai.
Maka ia tidak berani memandang rendah lagi. Ia sekarang
melayani dengan hati-hati jangan sampai jatuh
wibawanya.Jatuh wibawa saja tidak apa, tapi nama guru
ciliknya (Lo In) ikut jatuh-Dengan begitu maka pertandingan
"dua wanita" itu menjadi sangat seru.
saking serunya mereka berhantam, sehingga debu-debu
dan batu-batu kecil pada beterbangan, angin pukulan sampai
berbunyi bersiut-siut dari kedua pihak-
Demikian hebat dan seru mereka bertempur, tapi masingmasing
dapat menyelami alam pikiran masing-masing untuk
tidak ingin membikin lawan celaka. Masing-masing sangat
menghargai kepandaian pihak lawan yang tak mudah didapat


Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kalau tidak ada didikan dari seorang pandai yang dengan
sungguh-sungguh mendidiknya.
Dari jurus ke jurus mereka ngotot, sampai tidak dirasakan
bahwa mereka sudah melewati 200 jurus tapi belum ada yang
kalah dan menang. Eng Lian yang tidak sabaran merasa jengkel lawannya
belum juga dapat dibikin terjungkal. Maka ia telah memancing
lawannya untuk berkelahi di udara kosong, setelah ia berkelit
dari serangan In Hiang, ia enjot tubuhnya ngapung ke
angkasa, disana kakinya menendang saling susul kepada
musuhnya yang juga sudah mencelat menyusul ke angkasa.
Suatu adegan yang takjub dapat dilihat dalam rimba
persilatan, dua lawan berkelahi di angkasa untuk beberapa
detik lamanya. Eng Lian telah menggunakan ilmu "Lian-hoan-tui-kong"
(Tendangan berantai diangkasa) untuk menghajar lawannya
yang tidak mau mengalah- sedang In Hiang telah
menggunakan gerakan "yan-cu-tui-in" atau "Burung walet
mengejar mega", suatu gerakan yang belum pernah ia lakukan
karena tidak menemui musuh yang setanding dengannya,
sekarang ada kesempatan melawan musuh yagn paling
tangguh dalam selama ingatannya. Maka ilmu yang
menakjubkan ia baru keluarkan hingga membikin Eng Lian jadi
geleng-geleng kepala. Ketika kakinya menyentuh tanah lagi, Eng Lian gunakan
tipu "Hay-tee-tam-cu" (Mencari mutiara di bawah laut),
tubuhnya membal lagi jumpalitan ke belakang lawan untuk
menotok pundak lawan dari belakang di saat lawan berbalik
seperti yang ia kerjakan terhadap Lie sun dan LieBin tempo
hari. Sayang lawan sudah tidak ada ditempatnya karena In
Hiang dengan gerakan "Pek wan-hoan-sin" (Lutung putih
jungkir balik), la sudah menjauhkan diri dari Eng Lian yang
berdiri tertegun kehilangan lawannya yang tangguh. Ketika ia
memandang ke depan, ia lihat In Hiang tengah tertawa ke
arahnya. "Masih mau lawan encimu ?" si gadis cilik berkelakar.
"Sudahlah, pamanmu mengaku kalah." sahut In Hiang
ketawa, lalu putar tubuhnya berlalu.
"Hei, kau punya kuda ini bagaimana ?" seru Eng Lian.
"Ambil saja, kau bilang milikmu" sahut In Hiang berpaling
sejenak akan kemudian ia meneruskan jalannya tanpa naik
kuda. Berlalunya In Hiang dan membiarkan kudanya dimiliki Eng
Lian bukan berarti bahawa ia dikalahkan oleh si dara cilik, Ia
sengaja berbuat demikian karena menyayangi kepandaian
Eng Lian yang sangat tinggi. Kalau In Hiang terus mau
menggodai si dara cilik, ia kuatir bisa-bisa Eng Lian betul-betul
marah dan mata gelap. Kalau tidak dirinya sendiri celaka,
tentu sidara cilik jagoan itu.
Ia sebenarnya mau mengikat persahabatan dengan Eng
Lian, cuma sayang ia dalam penyamaran sebagai pria. Kalau
ia bicara mau ikat persahabatan sedang ia dalam pakaian pria,
tentu saia akan dituduh la akan berbuat tidak baik terhadap si
nona. Sedang dari kata-kata si nona, kelihatannya Eng Lian
sudah jengkel dan mengatakan dirinya adalah pemuda
bangor. Ia sebenarnya dapat mengaku pada Eng Lian bahwa
dirinya adalah wanita, sejenis dengan si dara cilik tapi In Hiang
tidak mau membuka rahasi dirinya.
sampai disini kita kembai kepada Lo In yang bertapa di gua
ular sakti. Entah berapa lama ia di dalam sin-coa-tong, tahu-tahu
sudah berjalan tiga bulan, Isinya It-sin-keng telah diyakinkan
dengan sempurna oleh Lo In hingga sekarang jago cilik kita
kepandaiannya berlipat hebatnya, rasanya sukar menemukan
tanding a n pada masa itu- Pada suatu pagi ketika cuaca mulai
terang tanah, Lo In berkemas-kemas untuk meninggalkan gua-
Ia telah simpan lagi It-sin-keng dalam tempatnya di dinding
gua yang berlubang- setelah ia simpan rapi, ia mendorong
perlahan pada dinding di samping kiri lubang- Dengan
otomatis lubang itu lantas menutup, Lo In tahu rahasia
membuka dan menutup lubang dari kitab mujizat itu.
Kemudian Lo In mendekati kuburan dari Kong In sianjin,
dimana ia berlutut dan mulutnya kemak kemik mohon diri
hendak berlalu dari gua dan mohon sang guru melindungi
dalam perjalanan hidupnya dan berjanji tidak akan
menurunkan kepandaiannya yang ia yakinkan dari It-sin-keng
kepada sembarang orang kecuali kepada orang yang berbakat
dan dinilai ada jodoh untuk menerima warisan sakti itusebagai
penutup, ia berkata, "dalam perjalanan tecu ini, mohon suhu menunjukkan jalan
supaya tecu dapat menemui ibu dan ayah tecu, mana kala
mereka memang masih hidup- Untuk mana tecu sangat
berterima kasih sekali kepada suhu-"
setelah beberapa kali anggukkan kepala tanda memberi
hormat yang penghabisan, Lo In lantas bangkit dari
berlututnya lalu menghampiri si ular raksasa yang sedang tidur
melingkar, Ia berkata, "Coa-heng, aku mohon diri untuk berpisah denganmu.
Terima kasih atas kebaikanmu yang sudah banyak
menolongku dalam persediaan ransum sehari-hari dan
menemani aku dalam kesepian dalam gua ini. Harap kau baikbaik
saja menjaga suhu disini. suatu waktu bila aku ada
kesempatan, tentu aku akan datang kemari untuk bersujud di
depan kuburan suhu dan menanyakan keselamatan kau."
Ular raksasa itu seperti mengerti akan maksud Lo In yang
berkata-kata padanya, Ia telah bergerak dari melingkarnya.
Kepalanya diangkat tinggi-tinggi dengan lidahnya dimainmainkan
di mulutnya yang besar, lalu bikin gerakan seperti
manggutkan kepala mengucapkan selamat jalan kepada si
bocah wajah hitam, setelah itu ia melingkarkan pula badannya,
sementara itu Lo In pun sudah berjalan keluar dam sampai di
tepi mulutnya gua. Mata dan pendengarannya selama ia
menyekap diri meyakinkan It-sin-keng tiga bulan lamanya
dalam gua, jadi bertambah tajam.
Cuma hanya memandang ke depan, sebelum ia keluar gua,
ia sudah lantas tahu bahwa jauh di sekitar gua sudah banyak
orang yang menunggu. Entahlah mereka menunggu siapa.
Tapi Lo In duga bahwa mereka menunggu kemunculannya
dari dalam gua. Untuk datang dekat, orang banyak yang menantikan itu
tidak berani sebab gua ular itu menjadi tersohor sebagai gua
maut. Banyak jago jago dari rimba persilatan telah menemui
ajalnya di sekitar sin-coa-tong yang beracun.
Jangan lagi Lo In sekarang sudah bertambah hebat
kepandaiannya, meskipun sebelum ia dapat kepandaian dari
kitab mujizat, ia tidak takut kepada mereka yang sedang
menantikan kemunculannya. Maka itu ia berlagak pilon dan
jalan dengan perlahan-lahan, setelah ia melayang turun dari
mulut gua. orang banyak tercengang keheranan si bocah selamat
keluar dari gua. orang lain, jangan pun masuk keluar gua, baru
mendekati dalam jarak dua tombak saja sudah kena hawa
racun ular dan mati konyol.
Mereka mengawasi si bocah dengan mata tidak berkedip
pada saat Lo In berjalan perlahan ke arah mereka sedang
berkumpul. Kiranya yang berkumpul itu bukan hanya jago jago
dari kalangan biasa saja, tapi Hweshio dan Toojin juga tidak
terkecuali. Mereka kasak kusuk dan dengan perlahan ada yang
mengatakan "Hek-bin-sin-tong" atau "si Bocah sakti muka
hitam". Pikir mereka, Lo In hanya mempunyai kesaktian yang
dapat memusnahkan hawa racun dan memasuki gua maut itu
saja. Melihat Lo In mendatangi dengan tindakan biasa, romannya
juga tidak luar biasa kecuali wajahnya hitam legam macam
pantat kuali, mereka jadi besar hatinya untuk mencegat Lo In
karena mereka menganggap bahwa Lo In tentu sudah
mengantongi It-sin-keng. Lo In tidak menyapa orang-orang yang berkumpul disitu. Ia
jalan terus tanpa melihat ke kiri dan ke kanan. Tiba-tiba ada
lima orang yang menghadang di depannya, semuanya jagojago
silat kelas wahid dan mempunyai Iwekang yang tinggi
melihat dari roman dan matanya yang tajam-tajam berwibawa,
umurnya pun diatas 40 an.
Mereka itu Tong-teng Ngo-eng atau "Lima Rajawali dari
telaga Tong-teng", bajak laut yang sangat tersohor pada masa
itu. Mereka lima saudara she Go bernama Tat, Ciat, Kiap, Liat
dan Hiat. Kepandaian mereka sangat tinggi, tidak ada yang
berani merintangi dalam sepak terjangnya sebagai kepala
bajak- Di samping kepandaiannya yang tinggi, mereka suka
bergaul, maka ada mempunyai banyak teman di kalangan
orang baik danjahat- oleh karenanya, pengaruhnya menjadi
bertambah saja dalam pekerjaan membajak-Berkali-kali
pemerintah mengirim pasukan tentara untuk membasmi
kawanan bajak itu, ternyata tidak berhasil. Bukan saja mereka
tidak dapat ditumpas, malahan pasukan pemerintah dibikin
kucar kacir. sejak itu kawanan bajak itu makin mengganas saja
dalam wilayah operasinya. Mereka mendengar kabar dari
sahabat-sahabatnya bahwa banyak jago jago Bu-lim datang
ke sin-coa-tong untuk coba memiliki It-sin-keng. Mereka juga
tak mau ketinggalan turut dengan teman-temannya yang pergi
ke sana. sebetulnya tidak mudah orang mendapatkan It-sin-keng,
meskipun umpamanya tidak ada hawa racun yang keluar dari
gua. sebab untuk dapatkan kitab mujizat itu orang harus
berkelahi mati-matian diantara teman sendiri Dengan begitu
pasti akan terjadi pertumpahan darah dan memakan banyak
korban lagi. Terdorong oleh kabar-kabar angin, bahwa orang yang
memiliki kitab mujizat itu bisa berubah menjadi sakti
kepandaiannya, maka jago-jago dari Bu-lim (rimba persilatan)
tidak menghiraukan jiwanya lagi. Berbondong-bondong pada
datang ke sin-coa-tong tapi tidak ada satu diantaranya yang
dapat melewati jarak setombak saja dari mulut gua. Malah
dalam lingkaran dua tombak jauhnya orang sudah kesamber
hawa racun dan mati konyol.
Lo In yang sudah dapat memasuki gua maut itu, lantaran
rejekinya besar. Di samping kepandaiannya yang sangat
tinggi, Iwetan dari Tok-gan siancu yang dapat menolak hawa
racun, juga tiupan serulingnya yang memikat memegang rol
penting dalam usahanya memasuki gua maut. Coba kalau si
ular raksasa tak terpikat oleh ayunan lagu serulingnya hingga
tergopoh-gopoh sang ular keluar dari guanya, tidak demikian
mudah si bocah wajah hitam memasuki gua maut itu. Tentu
harus dilakukan pertempuran dahulu dengan si ular raksasa
sebelum Lo In berhasil masuk dalam gua.
Lo In masih belaga pilon ketika dicegat oleh Tong-teng
Ngo-eng. Ia menanya, "Kenapa para paman mencegat aku, anak kecil yang
sedang lewat ?" "Anak kecil " Hm " mendengus Go Kiap, yang paling tidak
sabaran kalau menghadapi sesuatu urusan.
"Kau dapat memasuki gua maut, lantas kau dapat keluar
pula dengan selamat, Itu berarti bahwa It-sin-keng sudah ada
dalam kantongmu. Maka, kalau kau tahu gelagat, lekas
serahkan kitab itu pada kami orang dan kau boleh berlalu
dengan bebas dari sini, mengerti ?"
"Aku tidak tahu apa itu It-sin-keng ?" sahut Lo In dengan
ro"^an seperti takut.
G0 Kiap mendelu hatinya mendengar jawaban Lo In. Ia
lantas hendak membentak tapi urung ketika Go Ciat, jikonya,
mengedipi matanya sambil berkata,
"Nanti aku yang bicara dengan adik kecil."
Ia lalu mendekati Lo In, katanya,
"Adik kecil, tak sembarang orang dapat memasuki gua
maut untuk mendapat It-sin-keng. Dalam lingkaran dua
tombak dari gua saja orang tak sanggup mendekati karena
hawa racun dari gua itu merupakan tembok untuk orang dapat
memasuki gua maut. Maka jikalau kau tidak mempunyai
kepandaian yang berarti, mana dapat kau pergi ke sana "
Pengakuanmu bahwa kau tak tahu It-sin-keng itu hanya dalih
diada-adakan saja. Maka untuk jangan kita satu sama lain
bermusuhan, baiknya kau serahkan saja kitab mujizat itu pada
kami orang Tong-teng Ngo-eng "
"Nama kalian begitu mentereng." sahut Lo In.
"Kalau kalian berkepandaian tinggi boleh coba memasuki
gua untuk mendapatkan It-sin-keng. Kenapa kalian mesti
menggerembengi aku si anak kecil yang tidak tahu apa-apa ?"
"Betul kau tidak membawa keluar It-sin-keng ?" tanya Go
Tat, si toako dari Tong-teng Ngo-eng.
"Kenapa aku mesti membohongi kalian ?"
"Mari aku geledah badanmu " menyela Go Hiat, si bontot.
"Memangnya aku maling mau digeledah ?" kata Lo In
kurang senang. "Maling atau bukan, tetap kami akan menggeledah kau
untuk membenarkan pengakuanmu bahwa kau tidak
membawa keluar It-sin-keng " kata Go Hiat pula.
sebenarnya kalau Lo In kasih dirinya digeledah urusan
sudah lantas selesai sampai disitu saja dan ia boleh
meninggalkan tempat itu. Apa mau si bocah penasaran
mendengar orang berkukuh mau menggeledah dirinya, Ia
anggap perbuatan itu sangat menghina dirinya sedang untuk
menghadapi lima saudara Go itu ia anggap remeh.
"Belum pernah aku menemui orang-orang seperti kalian
tidak tahu malu, menghina seorang anak kecil." kata Lo In.
"Apa kalian kira mampu menggeledah diriku ?"
Tong-teng Ngo-eng melenggak mendengar jawaban Lo In
yang jumawa. Go Kiap, si shako yang dari tadi diam saja lantas berkata,
"Anak hitam ini mau tahu kelihaiannya Tong-teng Ngo-eng.
Maka Ngote, kau kasih lihat kelihaian kita "
Go Hiat tertawa terbahak-bahak mendengar anjuran
shakonya. setelah tertawa. tiba-tiba saja ia menyergap Lo In
dengan kecepatan kilat. Pikirnya, sekali sergap si bocah akan
berada dalam kekuasaannya. Tapi ia lupa bocah yang
didepannya itu bukan bocah sembarang bocah yang disergap
menghilang, tahu-tahu sudah ada dibelakangnya dan
menyentil kuping kirinya dari belakang, sakit bukan main
sentilan Lo In sampai dirasakan panas ke ulu hati. Ia kaget tapi


Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lantas putar badannya untuk menyerang Lo In. si bocah tidak
berkelit hanya ia acungkan jari telunjuk tangan kanannya,
tahu-tahu Go Hiat sudah tertotok jalan darah pada telapak
tangannya dan jatuh terkulai.
Melihat saudara mudahnya demikian mudah dirobohkan,
maka Go Tat sudah lantas serukan saudara-saudaranya untuk
maju berbareng, orang banyak hanya melihat sekelebatan Lo
In bergerak dengan dua tangan dan sepasang kaki terpentang,
tahu-tahu empat lawannya pada roboh saling susul kena
tertotok jalan darahnya. "Hahaha Berani main-main pada tuan kecil ?"
Lo In tertawa gelak-gelak sambil menolak pinggang beraksi,
memandang pada lawan-lawannya yang sudah tidak berkutik
duduk di tanah. semua jago-jago pada kaget nampak kepandaian Lo In
yang luar biasa. Mereka semua menduga bahwa kepandaian
itu tentu si bocah dapatkan dari It-sin-keng. Mereka mengiri
dan dalam hati masing-masing seperti satu pikiran ingin
menangkap Lo In dan merampat It-sin-keng dari tangannya.
Tampak kira-kira sepuluh orang yang bersatu pikiran telah
mengurung Lo In. si bocah wajah hitam ketawa. Ia berkata,
"oo, kalian juga ingin tahu ilmu sakti dari It-sin-keng " Mari,
mari semua maju " tantangnya seraya haha hihi ketawa.
sepuluh jago kawakan yang sudah ada nama diketawakan
dan ditantang oleW satu bocah yang bau tetek ibunya juga
belum hilang, terang amarahnya mereka meluap. Tanpa
banyak cakap pula, mereka menerjang dengan tenaga
maksimum. Tiba-tiba saja Lo In mengebas dengan tangan
bajunya sambil berputar badannya. Tahu-tahu id orang yang
menerjang dengan kalap tertolak mundur tiga tindak, mukanya
meringis-ringis seperti tak tahan merasakan kesakitan
dadanya kena disentuh angin lengan baju si bocah-
Mereka berdiri tertegun semuanya, tidak ada yang berani
maju lagi. Diam-diam mereka mengerahkan tenaga dalamnya
untuk menjalankan pernapasannya yang barusan dirasakan
seperti macet kena angin kebutan tangan baju Lo In.
sekarang tujuh imam maju berbareng sambil menghunus
pedangnya. Mereka itu adalah imam-imam campuran Bu-tongpay,
Kun-lun-pay, Ceng-shia-pay dan entah dari pay mana
lagi, seperti sudah sepaket mereka maju bertujuh-
Tek Hie Totiang dari Bu-tong-pay yang mengepalakan
kawanan imam itu maju ke depan dan berkata pada Lo In,
"Adik kecil, kepandaianmu sungguh harus dikagumi.
Melihat kepandaianmu yang luar biasa itu, meskipun kami
merasa malu, terpaksa kami maju ramai-ramai untuk belajar
kenal dengan ilmu pedang dari It-sin-keng. Harap kau jangan
sungkan untuk merobohkan kami sebab itu merupakan satu
pelajaran yang baik sekali "
"oo, Totiang sekalian mau main pedang ?" Lo In tanya
dengan gembira. Tek Hie Totiang dan kawan-kawannya menjadi heran
nampak Lo In tenang-tenang saja, malah kelihatan gembira
diajak adu pedang- Diam-diam mereka merasa keder, apakah
mereka juga akan mengalami nasib serupa dengan temantemannya
yang sudah dipecundangiTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Dalam sangsi mereka melihat Lo In sudah mencabut
pedangnya. Jago cilik kita baru kali ini bertempur dengan pedang
lantaran ditantang oleh tujuh lawannya. Biasanya Lo In paling
takut menggunakan pedang untuk bertempur, takut salah
tangan dapat membinasakan orang. Tapi setelah ia
mempelajari ilmu pedang dari It-sin-keng, ketakutan akan
membinasakan orang itu dapat ia atasi karena dalam It-sinkeng,
ia dapat pelajaran yang istimewa ialah cara
mematahkan serangan lawan dan caranya menyerang tanpa
mencelakakan lawan sampai binasa.
Justru ia ingin praktekkan ajaran ilmu pedang dalam It-sinkeng
itu. Apa mau ia sekarang ditantang oleh Tek Hie Totian
untuk adu pedang, tidak heran kalau ia berseri-seri disamping
wajahnya yang sangat terang.
"Mari kita mulai" tantang Lo In dengan ketawa nyengirnya
yang khas. Kawanan imam itu adalah jago-jago yang tinggi ilmu
pedangnya dan sudah banyak pengalaman dalam bertempur,
sebetulnya mereka merasa malu maju dengan tujuh orang
mengeroyok satu anak kecil seperti Lo In. Akan tetapi karena
mereka jeri kalau maju hanya dua tiga orang saja, maka
perasaan malu tadi mereka tekan lenyap dari hatinya. Tampak
mereka tidak seeji (sungkan) lagi untuk menyerang Lo In
dengan berbareng. Masing-masing telah menggunakan tipu serangan masingmasing
partainya, secara diperhitungkan. Maka keluarlah tiputipu
menyerang seperti "Giok-lie-tou-so" (Bidadari menenun),
"Ki-hwe-siauw-hian" (Angkat obor membakar langit), "ouwTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
liong-pa-bwee" (Naga hitam menggoyangi buntut), "Yu-liongtam-
jiau" (Naga memain ulur kukunya) dan lain-lain ilmu
serangan yang dahsyat untuk merobohkan Lo In.
Malah ada diantara imam-imam itu yang telengas dan mau
merobohkan si bocah dengan mengambil jiwanya. Tapi
herannya Lo In tidak menggunakan segala tipu pukulan untuk
dipakai menangkis dan menyerang, Ia hanya mainkan
pedangnya hanya seenaknya saja hingga membikin lawanlawannya
menjadi bingung dan gelabakan untuk mengelakkan
serangan Lo In yang dengan sekonyong-koyong tibanya.
Pertarungan berjalan lama juga. Ini bukan berarti si bocah
sakti keteter, tapi ia main-main saja dengan ilmu pedangnya
yang sakti. Terlalu cepat mengalahkan jago-jago pedang yang
jumlahnya sampai tujuh orang sangat keterlaluan. Dimana
mereka akan menaruh mukanya kalau dalam dua tiga
gebrakan saja mesti terjungkal ditangannya satu bocah yang
tidak terkenal. Rupanya mereka belum dengar tentang
munculnya satu bocah sakti yang mendapat julukan "Hek-binsin-
tong". Kalau tidak mereka akan pikir-pikir dulu untuk
menggempurnya. Apalagi melihat si bocah sakti barusan saja
keluar dari pertapaannya, Itu berarti bahwa kepandaiannya
sudah berlipat ganda- Adalah pada saat itu, sewaktu mereka dengan gembira
mengurung Lo In ditengah-tengahi tiba-tiba tubuhnya Lo In
berputar, pedangnya menyambar laksana kilat, disusul oleh
suara berkelontrangan dari jatuhnya senjata pedang. Di lain
detik Lo In tampak sudah memasukkan pula pedang dalam
sarungnya dan wajahnya berseri-seri dengan tenangnya.
Tujuh orang imam tampak berdiri bagaikan patung dalam
formasi mengurung. Pedangnya masing-masing sudah dilucuti
Lo In dengan totokan pada "yang-kok-hiat", jalan darah pada
pergelangan tangan, satu gebrakan yang menakjubkan dari
jago cilik kita, membikin banyak orang yang belum turun
tangan pada melongo heran.
Pada saat Lo In hendak meninggalkan tempat itu, tiba-tiba
ia mendengar suara ramah berkata,
" Harap siaosicu tunggu sebentar"
Ketika Lo In menoleh, kiranya yang berkata tadi adalah
seorang paderi (Hweshio) berwajah welas asih- Itu
menandakan bahwa paderi itu adalah seorang paderi saleh-
Lo In tidak berani kurang ajar menghadapi paderi saleh itu.
Maka ia cepat-cepat datang mendekati dan berkata,
"Taysu, ada urusan apa menahan kepergianku "
"Siaosicu, lolap Hu Hong dari siauw-lim-sie, ingin memohon
kerelaanmu." sahut paderi dengan ketawa ramah hingga Lo In
senang melihatnya. "Dalam urusan apa itu, Taysu ?" tanya si bocah-
"Tentu urusannya mengenai It-sin-keng." jawabnya.
" Kitab sakti itu ditulis oleh Lo-cianpwe kami kira pada -100
tahun yang lalu.Jadi terang itu adalah milinya siauw-lim-sie.
Kedatangan kami kesini sudah terlambat dengan didahului
oleh siaosicu. Hal mana membuat kami menyesal sekali, Itsin-
keng itu ditulis oleh Lo-cianpwe Kong In sianjin. Terang
kitab itu termasuk kitab pusaka dari siauw-lim-si. Maka Lolap
mohon kesediaan siaosicu supaya kitab itu dikembalikan
kepada siau-lim-si."
Dalam hati Lo In pikir paderi tua ini pandai juga bicara
halus. Kalau kawanan paderi dari siau-lim-si ada kepandaian,
sudah siang-siang mereka memasuki gua maut untuk
mengambil It-sin-keng sebagai kitab pusaka dari partai siaulim.
Kenapa mesti menunggu sampai sekarang dimana
banyak jago-jago sudah banyak yang tewas " Itu tentu suatu
kenyataan memang kawanan paderi dari siau- lim-si tidak
punya kesanggupan. Dari beberapa Hweshio yang
menggeletak sudah menjadi mayat, mungkin mereka itu
adalah Hweshio-hweshio dari Siau-lim-si.
Dari perkataan sipaderi tua, memang beralasan bahwa Itsin-
keng adalah miliknya siau-lim-pay- oleh karena
pengarangnya adalah Kong In sianjin dari siau-lim-si- Tapi
bagaimana ia dapat mengembalikan kepada Hui Hong Taysu,
sedang kitab itu tidak ada padanya " Itu mustahil. Dalam It-sinkeng
sudah disebut, hanya orang yang berjodoh saja dapat
meyakinkan kitab mujizat itu. Dan ia justru yang mempunyai
jodoh, makanya jalan memasuki gua ular tidak dihalanghalangi.
setelah memikir sejenaki maka Lo In berkata-
"Taysu, bukannya aku tidak mau mengembalikannya sebab
kitab itu tidak ada padaku- Kalau kalian dari siau-lim-si punya
kepandaian, boleh coba-coba memasuki gua ular dan
mengambilnya sendiri di sana "
Hui Kong Taysu, adik seperguruan dari Hui Hong Taysu
yang berdiri di dekatnya sang kakaki mendengar perkataan Lo
In, matanya mendelik pada si bocah- Kelakuan itu tidak
dihiraukan oleh Lo Insesudahnya
mendengus, Hui Kong Taysu berkata,
"Bagus, kami orang pergi ke sana mau mencari apa, mau
mencari angin " Sedang kitab sudah ada di tangan sicusebaiknya
sicu jangan banyak putar lidah, lekas serahkan Itsin-
keng kepada kami " "Hehe, tidak mau percaya, itu terserah " jawab Lo In yang
segera gerakan kakinya untuk berlalu dari mereka.
Hui Kong nampak Lo In lagaknya seperti tidak memandang
mata pada mereka dari siau-lim-si, partai yang paling menonjol
dalam Bu-lim, hatinya menjadi panas.
"Berhenti " bentaknya.
"Kau masih membandel" Hahaha Jangan kau kira kami dari
siauw-lim-si tidakkuat mencekuk batang lehermu anak kecil "
Dibentak berhenti barusan, Lo In merandek- Ketika ia
berpaling melihat Hui Kong Taysu unjuk roman bengis dan
mengucapkan kata-kata yang tidak enak didengar, bukannya
In menjadi takut malah timbul wataknya yang nakal dan suka
menggodai orang. "Taysu, mungkin jago-jago silat yang ilmunya tinggi akan
gemetar mendengar perkataanmu barusan. Akan tetapi aku
anak kecil mana dapat digertak sebab aku tidak kenal apa itu
siau-lim-si dan apa "si" lagi. Hahaha........"
Menuruti hawa amarahnya yang meluap, Hui Kong sudah
mau menyerang Lo In tapi keburu Hui Hong mencegah, serta
katanya, "sute, kau jangan kurang ajar kepada siaosicu. Apa tidak
lihat itu contoh kawan-kawan kita sudah tidak bisa bergerak
karena kelihaiannya siaosicu ?"
Hui Hong tunjukkan perkataannya kepada Lo In.
"Mohon kau tidak membuat kami gelisah karena kitab
mujizat yang ada padamu, maka dengan hormat lolap Hui
Hong mohon siaosicu suka menyerahkannya."
Lo In pikir, kepala gundul ini benar-benar tidak bisa dikasih
mengerti. Buat apa ia melayani bicara, hanya buang tempo
saja. sedang hatinya sudah kepingin mencari enci Liannya
yang sudah lama tidak dijumpai, Ia berkata,
"Aku sudah kata, kitab tidak ada padaku. Kalau tidak
percaya, ya sudahlah "
seiring dengan kata-katanya, Lo In telah ngeloyor
meninggalkan dua Hweshio yang menjadi melengak
dibuatnya. Hu Kong tidak sabaran, belum berapa langkah Lo
Injalan ia sudah lompat menyusul, Ia memukul dengan angin
pukulan telapak tangannya dari belakang.
Pikirnya dengan angin pukulan yang berat itu, kalau si
bocah tidak terpental pingsan, sedikitnya ia akan
sempoyongan dan Lo In insyaf akan kelihaiannya jago dari
siauw-lim-si. Ia terlalu meremehkan kepandaiannya Lo In,
meskipun dengan mata kepalanya sendiri ia menyaksikan
bagaimana si bocah sudah bikin terjungkal balik lawannya.
Lima Rajawali dari telaga Tong-teng masih belum dapat
berdiri, tujuh imam masih tinggal mematung dalam formasi
mengurung. Tidak cukup rupanya contoh itu bagi Hui Kong
Taysu dan menganggap dirinya lebih unggul dari mereka.
Dengan Iwekangnya yang sangat tinggi, dalam anggapannya
ia sudah menyerang atau membokong Lo In. pikirnya, kalau ia
dapat merobohkan si bocah sakti, bukan saja It-sin-keng dapat
ia rampas dari si bocah, tapijuga namanya akan menjadi
termashur. Lo In belaga pilon kalau dirinya telah diserang, Ia jalan
terus dengan tenang-tenang saja. Tapi diam-diam ia
mengerahkan tenaga saktinya. Begitu angin pukulan Hui Kong
sampai, seperti ada tenaga gaib dalam dirinya Lo In telah
menolak balik angin pukulan tadi dan menghantam keras ke
dadanya Hui Kong, yang seketika itu juga merasa sesak
dadanya disusul oleh tubuhnya yang roboh terkulai dan
muntahkan darah segar. Melihat sutenya roboh dengan tiba-tiba setelah menyerang
Lo In, cepat Hui Hong Taysu memburu dan menguruti jalan
darah sang sute supaya lancar lagi.
"Sute, kau kenapa roboh dengan tiba-tiba ?" sang suheng
menanya. Hui Kong tak dapat menjawab suhengnya, kedua
tangannya hanya memegangi dadanya dengan mata
terbelalak- Hui Hong lantas menduga bahwa robohnya sang
sute kena Bu-eng-sin-kang (tenaga sakti tanpa bayangan) dari
Lo In. Maka Hui Hong jadi tidak senang. Meskipun ia satu
paderi yang ramah dan saleh, ia merasa tersinggung juga
kewibawaannya atas perbuatan Lo In. Maka seketika itu ia
angkat kepalanya memandang pada Lo In yang barusan ia
lihat jalan belum jauh dengan maksud memanggilnya balik


Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan disuruh mempertanggungjawabkan atas lukanya sang
sute, tapi ia terkejut sebab si bocah sudah menghilang entah
kemana. setelah Hui Keng dapat dibebaskan dari rasa sesak
dadanya dan tidak memuntahkan pula darah segar, ia
menerangkan pada suhengnya,
"suheng, barusan aku roboh bukan karena serangan si
bocah- Hanya aku terpukul oleh angin pukulan sendiri yang
menerjang balik dan menghantam dadaku. Entah
menggunakan ilmu setan apa si bocah liar itu telah
merobohkan aku dengan segebrakan."
Hui Hong Taysu kepandaiannya sangat tinggi tapi ia tidak
bisa menebak kalau sutenya rebah lantaran pukulan berbalik
kalau tidak Hui Kong yang cerita. Hui Hong Taysu menghela
napas setelah mendengar penuturan sutenya.
Kemudian ia menghampiri tujuh imam yang berdiri
bagaikan patung dan membebaskan totokan, menyusul
gilirannya TOng-teng Ngo-eng juga dibebaskan oleh Hui Hong
Taysu. Mereka pada menghaturkan terima kasih kepada si
paderi dari siauw-lim-si.
sambil geleng-geleng kepala Tek Hie Totiang dari Bu-tongpay
berkata, "Tadinya aku tidak percaya dalam dunia Kangouw ada
muncul satu bocah sakti muka hitam. Kini aku baharu percaya
kalau julukannya "hek-bin-sin-tong" memang tepat sekalisebelumnya
ia dapatkan It-sin-keng kepandaiannya sudah
sangat tinggi. Makanya sekarang ia sudah dapatkan It-sinkeng,
kepandaiannya entah berapa lipat ganda tambahnya.
Betul-betul bocah itu luar biasa, usianya paling-paling juga 17
tahun tapi sudah mempunyai kepandaian setinggi itu. sungguh
tiada manusia yang mengendalikan dirinya kalau
perbuatannya nanti ugal-ugalan, semoga dia akan memilih
jalan yang baik," Hui Hong manggut-manggut mendengar perkataan Tek Hie
Totiang. Go Tat, toako dari Tong-teng Ngo-eng turut menyatakan
pendapatnya, "sepanjang yang aku alami, bagaimana tinggi Iwekang dan
kepandaian silat seorang jago, masih dapat kita layani. Tapi si
bocah tadi sungguh luar biasa. Dapat merobohkan kami lima
saudara dengan sekaligus, sekarang dia masih bocah,
entahlah kalau usianya sudah meningkat. Terang
kepandaiannya diatas Kwee Cu Git tayhiap, yang orang
sangat sohorkan kepandaiannya yang sangat tinggi."
Demikianlah jago-jago dari dunia Kangouw itu pada
membincangkan dirinaya Lo In. semuanya pada memuji
kepandaian si bocah sakti. Cuma Hui Kong yang masih
mendelu dipecundangi Lo In tidak turut mengatakan apa-apa.
sementara itu Lo In sudah berada di tempat dimana banyak
kawanan kera yang tempo hari telah mengantarkan ia ke sincoa-
tong. Kawanan kera itu kegirangan ketika melihat Lo In
datang lagi. Dalam tempo pendek saja, Lo In dirubung oleh kawanan
kera yang menanyakan halnya ia sudah memasuki gua maut.
Tapi Lo In belum mau melayani mereka dan terus saja melihat
kudanya yang tempo hari ia tinggalkan. Tentu saja ia hanya
dapatkan kerangkanya, Ia baru sekarang tahu kalau kudanya
telah mati. Lo In tidak memikirkan kudanya mati, lantaran apa- Tapi ia
lantas memeriksa pada bagian pelananya dan ia dapatkan
bahwa buntalannya sudah tidak ada disitu.
Ia jongkok dengan termenung-menung setelah mengetahui
bahwa buntelannya sudah lenyap. Lo In lalu menanyakan
pada kawanan kera, apakah sejak ia pergi dari situ, apakah
ada orang yang datang. Beberapa kera yang pernah ketemu
dengan Eng Lian telah menceritakan pada Lo In tentang
kedatangan seorang gadis jelita naik kuda dan telah mencari
Lo In, kemudian telah membawa pergi buntelan yang ada
pada pelana kuda. Lo in lantas menduga bahwa yang datang
itu tentu enci Liannya. seudah tiga bulan ia bertapa di gua maut, sekarang kemana
ia mencari enci Liannya yang baik hati itu" Dimana sekarang
enci Bwee Hiang yang sejak berpisahan dengannya tidak
kedengaran kabar ceritanya "
Mengingat bahwa enci Hiangnya membutuhkan
bantuannya untuk menuntut balas pada sucoan sam-sat,
hatinya merasa tidak enak- Ia tahu bahwa enci Hiangnya keras
hati, maka ia kuatir kalau Bwee Hiang tanpa dirinya sudah
menyatroni sucoan sam-sat, kemana ia hanya akan
mengantarkan jiwannya saja, sebaliknya Gari menuntut balas.
Bwee Hiang sebagai muridnya, Lo In tahu kepandaiannya
sampai dimana- Dengan sendirian si nona menghadapi Tiga
Algojo dari sucoan, terang bukan tandingannya dan Bwee
Hiang akan pecundang kalau tidak sampai di hina oleh Lie Kui
si muka hitam yang ceriwis kelakuannya- Ia mengharap dalam
perjalanannya mencari Eng Lian, di perjalanan ia akan ketemu
dengan enci Hiangnya. Tidak lama Lo In beristirahat di tempatnya kawanan kera
itu, sudah lantas melanjutkan perjalanannya. Tujuannya
adalah kota Gukwan, menemui ketua dari Cit-seng-pay untuk
menyerahkan pedang Lim Kek Ciang sekalian mengabarkan
tentang kematian tiga saudara dari cit-seng-pay.
Ia masih ingat akan pesan Lim Kek Ciang ketika hendak
menutup mata. Maka sekalipun Lo In ingin buru-buru mencari
Eng Lian dan Bwee Hiang, ia juga tidak mau telantarkan
tugasnya menyampaikan kabar kepada ketua Cit-seng-pay.
selagi Lo In enak-enakan lari di jalanan pegunungan, tibatiba
ia rasakan badannya melayang jatuh dan dirinya teringkas
oleh jaring yang kuat. Kiranya Lo In sudah menginjak jebakan
berupa lubang yang didalamnya ada dipasangi jaring yang
kuat. Jebakan itu sebenarnya diperuntukkan menjebak macan
liar. sekarang bukan macan, tapi Lo In yang terjebak hingga si
bocah menjadi sangat kaget-
Jala yang menjaring Lo In terbuat dari bahan yang sangat
kuat, tak dapat diputuskan dengan tenaga manusia, sekalipun
Lo In ada mempunyai tenaga sakti-
Lantaran mana, Lo In terima nasib menanti sampai ada
orang yang mengangkat diirinya naik dari lubang jebakan itu.
Kesal juga Lo In menanti sebab orang baru mengangkat
dirinya naik setelah hari menjadi sore- Mereka yang
mengangkat Lo In menjadi kaget nampak yang dikeluarkan
dari jebakan itu bukannya binatang macan, hanya manusia
cilik muka hitamTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
Mereka pada gelak-gelak ketawa- Mentertawakan Lo In
yang sudah terbungkus rapat dalamjala perangkap- satu
diantaranya orang-orang itu lantas berkata pada Lo In,
"Hai bocah hitam, kenapa kau berada dalam perangkap,
bukannya macan " Hahaha Boleh juga kau jadi macan hitam "
Teman-temannya yang lain pada tertawa mendengar sang
teman berkelakar. "Hei, paman-paman. Aku tidak bersalah- Kenapa kalian
menjebak aku ?" tanya Lo In.
"Bocah hitam, kau bukannya tidak bersalah sama sekali."
"Memangnya aku bersalah apa ?"
"Kau bersalah sudah menginjak perangkap."
"Mana aku tahu ada dipasang perangkap."
"Memangnya kau buta huruf" Kapan 10 tindak sampai pada
lubang ada dipasangi tanda supaya orang berhati-hati jangan
lewat diatasnya perangkap macan."
Lo In melengak- Memang juga ia kurang hati-hati sampai ia
tidak melihat kepada papan pemberi tanda bahwa disitu ada
dipasang jebakan. Tidak melihatnya bukan lantaran si bocah
tidak bisa surat, hanya pikirannya sedang melayang-layang
sembari gerakkan kakinya.
Pada saat itu ia memikirkan tentang enci Liannya, enci
Hiangnya dan tugasnya untuk menyampaikan kabar kepada
ketua dari Cit-seng-pay. "Ya, aku terima salah- Tolong kalian melepaskan aku dari
jaring ini." kata Lo In.
"Enak saja kau ngomong." sahut orang yang berkelakar
tadi- "Memangnya kalian tidak mau lepaskan aku anak kecil ?"
tanya Lo In. "Tiap apa saja yang masuk dalam jebakan dan kena jaring,
baik macan maupun manusia baru dapat dilepaskan setelah
ada ijin dari majikan kami. Maka sekarang, diam-diam saja
dahulu dalam jala sampai kami sudah melaporkan kepada
majikan." "Siapa majikan kalian ?" tanya Lo In kepingin tahu.
"Buat apa banyak tanya " sudah diam saja- Tunggu kami
kasih kabar ke sana."
Lantas orang itu yang rupanya adalah pemimpinnya telah
menyuruh salah satu orangnya untuk mengabarkan kepada
majikannya tentang terjebaknya Lo In.
Tidak lama orang yang suruhan itu kembali, Ia berkata,
"Jiya suruh kita jangan sembarangan lepas anak hitam ini.
Kita disuruh bawa dia kesana "
Lo In mendengar perkataan orang suruhan tadi- Ia kaget
lalu menanya, "Siapakah Jiya kalian " Mungkin aku mengenalnya."
"Kau perlu apa banyak omong " Tunggu disana kau dapat
mengenali sendiri apakah juga kita itu ada kenalan kau atau
bukan." Lo In tidak mau banyak omong lagi. Ia kasihkan dirinya
diaotong oleh mereka- Tidak lama, Lo In sudah dibawa ke sebuah kampung yang
lantas ia kenali itu adalah Tiok chung, tempatnya Tiok-chungsam-
lie- "Apakah aku akan dihadapkan pada Tiokichung-sam-lie ?"
tanyanya dalam hati- Lo In ingat pada pertempuran antara Eng Lian dan
Tiokichung-sam-lie yang enci Liannya telah pecundangi
semua- Kalau mereka sekarang melihat dirinya, terang tiga
saudara Lie itu akan menimpakan amarahnya kepada dirinya
(Lo In). Tempo hari ketika ditinggalkan oleh mereka, Tiokichungsam-
lie dalam keadaan tertotok dan totokan itu mungkin telah
terbuka sendirinya setelah makan waktu lama juga.
Apa yang Lo Inpikir memang benar, Ia telah dihadapkan
kepada Liesun, yang dipanggil jiya (majikan kedua) oleh
orang-orang bawahannya. "Hehehe " terdengar si muka lonjong mendengus.
"Kiranya mudah saja kami akan membalas sakit hati tempo
hari. Kemana itu si budak liar " Kemana perginya " Kenapa
tidak bersamamu " Hehehe, mungkin berselisih dijalan,
makanya budak liar itu kabur "
Lie sun maksudkan budak liar itu adalah Eng Lian.
"orang she Lie, tak usah banyak cakap. Kau hendak
membalas sakit hati, kau boleh timpakan padaku seorang. Tak
usah kau capekan mulut mengatakan budak liar segala
kepada enci Lianku. Nah, aku sudah bersedia untuk menerima
hukumanmu " Lie sun heranjuga nyali si bocah ada demikian besar,
berani pikul sendiri hukuman pembalasan sakit hatinya tempo
hari dihinakan Eng Lian. "Hei, kalian lekas bawa anak ini ke ruangan biasa " Lie sun
memerintah orang-orangnya.
Mereka lantas menjalankan perintah jiyanya.
sebentar lagi tampak Lo In di dalam jala telah digantung
dalam sebuah ruangan yang agak gelap penerangannya. Mata
Lo In yang lihai lantas dapat melihat keadaan dalam ruangan
itu yang cukup lebar, dimana banyak disimpan senjata tajam
dan alat-alat penyiksaan. ruangan itu dibuat khusus rupanya
untuk menyiksa orang yang menentang kepada sepak
terjangnya Tiokchung-sam-lie.
Melihat itu diam-diam Lo In menduga bahwa Tiokchungsam-
lie itu tentu sangat jahat dan melakukan berbuatan
sewenang-wenang, orang-orang demikian kalau tidak dikasih
hajaran sehingga bertobat, selamanya akan menyusahkan
sesamanya saja. sebentar lagi sudah masuk Lie Kiang dan LieBin. Tiga
saudara Lie lantas berunding bagaimana akan diambil untuk
menyiksa Lo In guna melampiaskan sakit hati mereka yang
sudah dihinakan. "sekarang gadis liar itu tidak ada, kalau tidak lebih suka kita
menghajar dia dari pada bocah hitam ini." Lie Kiang
menyatakan penyesalannya.
"Apa salahnya kalau kita suruh si bocah hitam bicara ada
dimana si budak liar sekarang dan kita dengan menggunakan
akal menangkapnya." sahut Lie Bin yang masih penasaran
jenggot kambingnya kena digerembengi beberapa lembar oleh
Eng Lian. "Bagus, pikiran baik itu" menyatakan Lie sun.
segera juga dengan pecut ditangan, Lie sun menghampiri
Lo In dan berkata, "Bocah hitam, lekas katakan kawanmu ada dimana ?"
"sudah kukatakan, tak usah banyak cakap. Kalau mau
membalas sakit hati boleh ditimpakan pada aku seorang, buat
apa pakai tanya-tanya tentang enciku?"
"Tar Tar" suara cambuk menenamu di badannya Lo In.
"Anak haram, kalau tidak dihajar memang kau tidak akan
bicara ?" kata Lie sun dengan gusar.
" Kau pukul sampai mati, aku juga tidak takut " Lo In
menantang. Kembali bunyinya cambuk mengalun dalam
ruangan penyiksa manusia itu.
Akan tetapi Lo In tidak jadi menangis karena cambukan, ia
malah pejamkan matanya, [a memejamkan matanya bukan
kesakitan dicambuk sebab cambuk yang memain dibadannya
ia tidak merasakan sakit sama sekali. Hanya ia sedang
mencari akal, cara bagaimana ia dapat membebaskan diri dari
jala yang kuat itu. Tadinya ia mau berkeras kepala, ia tak akan teraduh-aduh
meskipun dicambuki bagaimana juga. Tapi setelah ia
memejamkan matanya sesaat mencari akal, lantas merubah
kepala batunya. Kapan sang cambuk kembali memain di
badannya, tiba-tiba ia mengaduh seperti yang kesakitan, tapi
ia tidak mau bicara sepatah kata juga.
yang mencambuk Lo In bukan hanya Lie sun saja sebab


Bocah Sakti Karya Wang Yu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka bergantian menyiksa Lo In. Lie sun sudah capek
mencambuki lantas diganti oleh Lie Kiang lalu Lie Bin
mendapat giliran. Benar-benar hebat hukuman itu Kalau bukan
Lo In tentu sudah sang korban sudah pingsan beberapa kali.
Tampak Lo In tidak berkutik dalam jalanya, ketika Lie Kiang
habis menunaikan gilirannya mencambuk- Ia berkata pada
dua saudaranya, "Aku lihat bocah yang kepala batu ini sudah tidak sadarkan
diri sebaiknya kita keluarkan saja dari dalam jala dan kita
hukum dengan jepitan besi panas. Aku mau tahu apa dia mau
mengaku tidak dimana ada si bocah liar"
Lie Bin dan Lie sun bergiliran memeriksa. Benar saja
keadaan si bocah sudah tidak berkutik- Tampaknya sudah
pingsan, tidak tahan dihajar terus menerus dengan cambuk
yang saban-saban diganti dengan cambuk baru.
"ya, aku pikir juga begitu" menyatakan Lie sun, setelah
mendapat kepastian si bocah udah tidak bertenaga lagi.
setelah berkata, Lie sun lantas menyuruh orang-orangnya
untuk membuka jalan dan mengeluarkan Lo In untuk disiksa
dengan jepitan besi panas karena dengan cambukan si bocah
wajah hitam kelihatannya masih belum mau membuka
mulutnya. Hangtouw (tempat perapian) lantas disiapkan, besi
jepitan lantas dibakar. Tampak Lo In terkapar di lantai dengan
tidak berkutik, "sebaiknya sebelum kita bergiliran menjepit dia dengan
besipanas, kita bikin dia mendusin dahulu. Bagaimana ?"
tanya Lie Kiang kepada dua saudaranya.
"ya, dengan begitu dia bisa lihat marongnya besi jepitan
dan bukan mustahil saking ketakutan dia akan buka mulutnya-
" Lie Bin menyetujuinya.
" Kalau begitu, untuk menjaga kemungkinan dia
menggunakan kesempatan untuk lari, sebaiknya kita ringkus
dahulu dia ditiang." sahut Lie sun yang diam-diam memikirkan
akal supaya Lo In jangan sampai dapat menggunakan
kepandaiannya untuk melarikan diri Dua saudaranya setuju
dengan pikiran Lie sun. seketika itu Lo In dikasih bangun. Badannya diikat dengan
tambang yang kuat, jadi satu dengan tiang besi. setelah rapi
lalu Lie sun menyuruh orangnya mengambil seember air untuk
disiramkan ke mukanya si bocah supaya ia mendusin dari
pingsannya. sebentar lagi Lo In tubuhnya basah kuyup dan kelihatan
bergerak karena hawa dingin dari siraman seember air tadi. Ia
sudah sadar kelihatannya, maka Lie sun berkata kepadanya,
"Bocahi lekas kau kasih tahu dimana kawanmu. Kalau kau
masih membandel, kau lihat itu apa (Lie sun sambil menunjuk
pada hanglou yang marong [membara di atas mana ada
dipanggang jepitan besi), Itulah yang akan membikin kau
mengaku. Hahaha " "Aku tidak kira kalian begini jahat." sahut Lo In, ketawa
tawar. "Sayang, enciku tempo hari kasih hajaran enteng pada
kalian. Kalau aku tahu kalian begini kejam, tentu kalian tak
dapat ampun dari kami orang"
"Bocahi kau masih sempat bicara yang tidak ada gunanya "
Lekas katakan dimana si bocah liar. Mungkin kami akan
memberi kelonggaran untuk tidak menghukum beratpadamu "
"Hahaha " tiba-tiba Lo In tertawa.
"Aku si bocah tidak takut pada kalian. Nanti juga datang
giliranku untuk membikin kalian tahu rasa "
" Lekas, lekas bawa jepitan panas kemari " memerintah Lie
sun kepada dua orangnya yang sedang nongkrong di dekat
hanglou yang marong apinya dan besi jepitannya juga sudah
membara. Mendengar teriakannya Lie sun, mereka lantas
bawa jepitan besi panas seorang satu karena ada sepasang
semuanya. "Mari kasih aku satu." berkata Lie Kiang ketika besi jepitan
disodorkan kepada Lie sun, yang lantas diserahkan satu lagi
kepada toakonya. Dengan masing-masing memegang jepitan besi panas, dua
saudara ini mendekati Lo In.
sambil acungkan benda yang membara itu di depan
mukanya Lo In, Lie sun berkata,
"Aku kasih kesempatan paling akhir, lekas kau bicara "
mengancam Lie sun dengan muka kejam. Lo In tidak
menjawab, hanya mendengus dan tidak menghiraukan
mereka- "Jite, jangan banyak omong lagi- Lekas jepit saja
sembarang, biar dia rasakan panasnya besi membara "
menganjurkan Lie Kiang. Berbareng Lie Kiang sudah mendahului menjepit tangan Lo
In yang sebelah kiri, disusul oleh Lie sun yang menjepit tangan
Lo In yang sebelah kanan.
"Rasakan enaknya jepitan api membara, anak h i......eh,
eh........" kata Lie sun terputus-putus semantara matanya
terbelalak ketakutan. Di lain pihak tampak Lie Kiang juga serupa keadaannya
dengan Lie sun. Lie Bin yang melihatnya menjadi heran, sambil memegang
lengan Lie Kiang ia menanya,
"Memangnya kau kenapa, toako " Ehi eh......."
Lie Bin juga dengan serentak tangannya melekat di lengan
toakonya, sukar ia menarik pulang meskipun ia keluarkan
tenaganya. Tidak bisa terlepas, terus menempel.
yang membikin mereka keluarkan
"eh, eh.....1 disebabkan hawa panas dari jepitan besi yang
menjepit tangan Lo In telah berbalik menyerang dirinya.
Bukannya Lo In yang kepanasan, sebaliknya adalah itu tiga
orang kejam yang kepanasan.
Kiranya Lo In sudah mengerahkan siau-thian-sin-kang
(Tenaga sakti membakar langit), disalurkan melalui gagang
jepitan, menyerang pada yang memegang jepitan besi yang
membara itu sudah tentu saja tiga manusia jahat itu jadi
berkaok-kaok kepanasan. Mau menarik pulang jepitannya
tidak bisa sebab jepitan itu seperti melekat jadi satu dengan
tangan Lo In. Butiran-butiran keringat yang sebesar kacang
kedele tampak keluar saling susul pada tubuhnya tiga saudara
she Lie itu. sebaliknya Lo In tinggal tenang-tenang saja, malah
wajahnya yang hitam tampak ketawa.
Baru sekarang mereka tahu lihainya si bocah, hampir
berbareng mereka meratap minta-minta ampun. Akan tetapi Lo
In belaga pilon saja. Ia belum puas mengasi hukuman pada
tiga orang kejam itu. Tidak heran kalau mereka sudah
mendekati pingsan karena tidak tahan dengan hawa panas
yang dirasakan membakar tubuhnya.
orang-orangnya Tiokchung-sam-lie yang melihat kejadian
itu tidak tega mendengar teriakan minta ampun dari ketiga
majikannya. Maka empat lima orang lantas turun tangan untuk
menarik tiga majikannya terpisah dari Lo In. sayang usahanya
mereka bukannya berhasil, malah mereka juga jadi ikut-ikutan
kepanasan seperti dibakar, sedang tangan merka tak dapat
terlepas dari pegangan pada tubuh majikannya, saking
ketakutan mereka jadi menangis minta-minta ampun pada
jago cilik kita. Lo In merasa kasihan pada mereka yang baharu turun
tangan sebab Lo In belum tahu kejahatan mereka sampai
dimana. Maka tadinya ia mau biarkan Lie Kiang dan dua
saudaranya lama-lamaan menderita kepanasan, terpaksa ia
kendorkan tenaga saktinya dan hawa panas juga sudah mulai
reda, tapi jepitan besi panas masih terus menjepit tangan Lo
In. sebegitu lama jepitan itu melekat, mereka tidak terhindar
dari hawa panas yang disalurkan Lo In ke tubuh mereka.
Tiba-tiba Lo In gerakkan badannya, tampak semua ikatan
pada tubuhnya menjadi putus. sedang jepitan besi juga pada
mental, berbareng mereka yang menajdi korban kepanasan
telah jatuh pingsan semuanya.
Lo In lalu meninggalkan ruangan itu. Tapi belum berapa
tindak ia berlalu, lantas merandek dan balik kembali. Rupanya
ia kurang puas memberi hajaran kepada Lie Kiang dan
saudara-saudaranya, Ia mencabut pedangnya lalu menebas
kutung tangan masing-masing yang sebelah kanan sebatas
pergelangan tangan, sebetulnya mereka sudah dekat siuman
dari pingsannya. Ketika nampak pergelangannya dikuntungi si
bocah, mereka telah jatuh pingsan lagi.
Ketika mereka siuman, ternyata Lo In sudah tidak ada
disitu. Mereka ketakutan kalau-kalau si bocah masih ada dan
mereka akan mendapat hukuman yang lebih berat. Akan tetapi
setelah diselidiki, memang Lo In sudah meninggalkan tempat
itu. Hanya pada dinding tembok ada terdapat tulisan yang
ditulis dengan darah, berbunyi :
" Lain kali aku datang kembali, manakala kalian tidak
merubah perbuatan kalian yang jahat dan berlaku sosial
terhadap sesama yang dapat kesusahan HEK BIN SIN TONG"
Aksi juga jago cilik kita telah meninggalkan nama
julukannya. Tapi ada baiknya memang sebab setelah melihat
nama itu, Tiokchung-sam-lie gemetaran badannya seperti
melihat momok- setelah sekian lama, barulah si mulut mengok
(Lie Kiang) kembali ketabahannya dan berkata,
"saudara-saudara, untung Hek-bin-sin-tong tidak
mengambil kepala kita. Maka selanjutnya kita harus merubah
perjalanan hidup kita supaya tidak menerbitkan kemarahannya
dan kita mati konyol "
Dua saudaranya mengiayakan. Mereka tampaknya rela
pergelangan tangannya ditabas kutung oleh jago cilik kita.
Wajar, sebagai peringatan untuk perbuatannya yang bakal
datang, sejak itu, perlahan-lahan mereka bubarkan orangorangnya
yang digunakan dalam kejahatan dan mulai mereka
melakukan perbuatan sosial (amal).
sementara itu Lo In yang melanjutkan perjalanannya
bingung juga karena ia tidak mengantongi duit untuk bekalnya,
uang dan pakaian ada dalam buntelan yang ia tinggalkan
dipelana kuda. Entah sekarang ada dimana butelannya itu.
Tapi ia percaya bahwa buntelannya itu sudah ada ditangannya
Eng Lian. Ia melirik pada pakaiannya yang kumal sebab selama tiga
bulan ia mengeram dalam gua ular, pakaiannya itu-itu juga
(tidak tukar), sebenarnya Lo In sudah biasa dengan pakaian
kumal dan koyak-koyak, tapi belakangan kenal Bwee Hiang,
pakaian yang dipakainya bagus-bagus dan mewah-
Maklumlah Bwee Hiang adalah gadis hartawan dan serba
resik. Tidak mau ia berkawan dengan orang yang tidak
menyenangkan seleranya, apalagi Lo In kecil-kecil juga ada
gurunya disamping kawan baiknya.
Lo In sebenaranya sangat mudah untuk mendapatkan harta
apabila punya pikiran kurang baik- Misalnya ia dapat
gerayangi orang-orang kaya dan memindahkan sedikit
hartanya untuk ia bekal dalam perjalanan. Tapi justru ia tidak
mau melakukan perbuatan demikian, Ia mendapat didikan Liok
sinshe untuk menjadi anak baik dan dilarang membuat susah
kepada sesamanya, apabila keadaan tidak sangat memaksa.
Dalam perjalanan hidupnya, rupanya Liok sinshe banyak
membunuh orang hingga banyak orang memusuhi dirinya dan
ingin menuntut balas, oleh karenanya, hidupnya menjadi tidak
tentram. Makanya ia sudah mengasingkan diri diTong-honggay.
sudah tentu mereka yang menjadi korban pedangnya Liok
sinshe adalah orang-orang jahat yang pantas menemukan
ajalnya. Tapi kawan dan sanak kerabatnya, mereka tidak mau
mengerti dan anggap perbuatannya Liok sinshe adalah
perbuatan yang harus dibalas. Demikian, telah kejadian dalam
permulaan cerita ini. Meskipun sudah mengumpat di Tonghong-
gay, tidak urung ia diketahui juga jejaknya oleh musuhmusuhnya
dan mereka menyatroni ke sana untuk menuntut
balas. Lantaran pengalamannya itu, maka dalam mendidik Lo
In, selalu Liok sinshe menasehatkan Lo In jangan membunuh
orang jikalau tidak sangat terpaksa.
Nasehat Liok sinshe dipatuhi benar oleh si bocah. Makanya
juga sebegitu jauh, ia belum pernah membunuh orang
meskipun tempo hari ia menghadapi sucoan sam-sat yang
disohorkan sangat buas. Coba Lo In waktu itu berbuat kejam,
membunuh habis Tiga Algojo dari su Coan pasti tidak akan
terjadi banjir darah di markas cabang Ceng-gee-pang dan
pembunuhan seisi rumah Liu Wangwee.
Mungkin Lo In tidak menemukan banyak kerepotan dalam
sejarah hidupnya kalau ia tidak terlibat dalam urusan It-sinkeng
Justru karena soal kitab mujizat itu, Lo In tentu akan
menemukan banyak kepusingan. Berbagai partai dalam Bu-lim
(rimba persilatan), terutama siau-lim-pay mengincar dirinya
yang dianggap memiliki It-sin-keng, kitab maha sakti
peninggalannya Kong Insianjin dari siau-lim-si-Mari kita ikuti
perjalana si bocah wajah hitam.
Pada suatu malam, selagi ia melepaskan lelahnya diatas
pohon dengan duduk bersemedhi, tiba-tiba ia dengar ada
orang datang dan nampak ada berkelebatnya sesosok
bayangan menghilang di balik sebuah kuburan, gerak geriknya
bayangan itu menarik perhatiannya si bocah- Maka begitu
lekas orang itu muncul lagi dan berlalu, Lo In lantas turun dari
pohon dan menghampiri kuburan tadi- Kiranya itu adalah
sebuah kuburan tua. Matanya Lo In yang sudah terlatih, dapat melihat dengan
terang biarpun dalam cuaca gelap pada malam hari. Ia
memeriksa keadaan kuburan itu, tidak ada apa-apanya yang
mengherankan. Tapi kenapa bayangan tadi berjongkok agak
lama juga dibelakangnya kuburan " Lo In menanya dalam
hatinya sendiri, Ia curiga, lalu berjongkok dan matanya
dipasang tajam-tajam memeriksa. Lekas juga ia dapatkan
selembar batu marmer yang ketutupan rapi dengan
rerumputan yang tumbuh banyak disekitarnya. Batu marmer
itu yang ukurannya satu kaki persegi, sepintas lalu tak dapat
dilihat, apalagi pada waktu malam demikian.
Iseng- iseng Lo In mencabutnya. Kiranya itu ada penutup
Ratu Maksiat Telaga Warna 2 Rajawali Emas 18 Seruling Haus Darah Pedang Naga Kemala 20
^