Pencarian

Budi Kesatria 6

Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen Bagian 6


diangkasa, kemudian melanjutkan, "Ini tahun umurku sudah
mendekati enam puluh tahun, kesehatan badanku mungkin
tidak mengijinkan aku untuk memperdalam ilmu silatku lebih
jauh, setelah mengalami peristiwa besar ini banyak persoalan
yang berhasil kupecahkan banyak masalah yang berhasil
kupahami. Bicara terus terang pedang pendek dan kitab
pusaka itu sebenarnya tidak kan mendatangkan manfaat apaapa
bagiku" "It-bun sianseng, kau masih belum terhitung tua!" seru
Pek-li Peng setelah mendengar n pembicaraan yang bernada
putus asa itu. "Benar nona, bagi orang yang belajar silat aku memang
belum terhitung tua tetapi dasar kepandaian siatku terlalu
jelek..." "Tetapi bukankah engkau sudah membaca banyak buku?"
sela Pek-li Peng denga cepat.
It-bun Han Too tersenyum.
"Aku memang sudah membaca banyak buku,
membicarakan soal kecerdikan belum tentu aku berada di
bawah Shen Bok Hong"
Dia alihkan Sorot matanya ke atas wajah Siauw Ling, lalu
melanjutkan, "Sebuah pukulan udara kosong yang dilancarkan
Shen Bok Hong telah mengirim diriku ketepi lembah kematian,
untung nona Pek li telah selamatkan diriku dari sisi lembah
kematian tersebut bicara yang sesungguhnya budi
pertolongan ini harus kubalas"
"kau tak usah membalas budi kepadaku. bantu saja Siau
toako!" kata Pek-li Peng sambil tertawa.
"Aku memang punya pikiran itu, selama jiwaku belum
melayang aku pasti akan membantu Siau tayhiap dan beradu
kekuatan dengan Shen Bok Hong, pekerjaan ini merupakan
suatu pekerjaan yang mulia dan besar, aku pasti akan
berusaha dengan segala kekuatanku untuk menghalangi
rencana Shen Bok Hong mengangkangi dunia persilatan,
sebab bila ia berhasil dengan rencananya maka dunia
persilatan akan selalu diliputi kegelapan... badai pembunuhan
tentu akan meraja lela dimana mana
"Jika It-bun sianseng mau membantu, aku merasa
berterima kasih sekali..." seru Siauw Ling.
"Saat ini Siau tayhiap merupakan simbol atau lambang
bagi kekuatan Bu-tim yang menentang pengaruh Shen Bok
Hong. engkau telah mendapat simpatik dan dukungan banyak
orang, tetapi kau mesti ingat Shen Bok Hong adalah seorang
manusia sadis yang dingin tenang serta memiliki organisasi
yang sempurna, ilmu silatnya lihay dan jalan pikirannya sukar
diraba orang lain, maka dari itu andaikala Siau tayhiap tak
mampu mengorganisasi para jago Bu lim yang bersimpatik
dan mendukung dirumu secara baik, kekuatan nereka sukar
untuk dipergunakan setiap waktu dalam menentang
kekuasaan Shen Bok Hong. Walau aku tak mampu tetapi aku
bersedia untuk susunkan siasat bagus bagi Siau tayhiap"
Ia berhenti sebentar lalu sambungnya kembali.
"Cuma sayang setiap peraturan partai besar saling berbeda
dan pendapat merekapun tak sama, bila kita tak memiliki
rencana yang matang dan sempurna dalam waktu singkat tak
akan mendapatkan manfaat apapun. Sebelum menyusun
rencana besar itu aku harus coba memikirkannya secara
masak dan mendetil... persoalan paling penting yang harus
kita lakukan sekarang adalah berusaha untuk merawat luka
yang kita derita, Siau tayhiap jika kau percaya dengan diriku
mari kita cari dahulu suatu tempat yang tersembunyi untuk
merawat luka. Setelah kesehatan kita pulih kembali baru kita
bicarakan yang lain"
Jalan pikiran Siauw Ling jauh berbeda dengan jalan pikiran
It-bun Han Too, yang di pikirkan saat ini adalah bagaimana
caranya mencari suatu tempat yang tersembunyi untuk
mempelajari isi kitab pusaka itu agar sampai waktunya
kpandaian sakti itu dapat dipergunakan untuk menghadapi
Giok-siau long-kun, terutama sekali janji pertemuannya
denganGak Siau Cha didasar tebing Toan-hun-gay sudah
berada di depan mata Tentu saja rahasia hatinya ini tidak leluasa baginya untuk
diutarakan keluar, setelah termenung sebentar katanya
"Maksud baik It-bun sianseng biarlah kuterima di dalam
hati saja. Andaikata aku orang she Siau mampu hidup selama
tiga bulan lagi aku pasti akan berkunjung sendiri kerumah
sianseng dan mohon petunjuk darimu...!"
It-bun Han Too tertegun, bibirnya bergerak hendak
menanyakan persoalan itu namun akhirnya ia batalkan niatnya
itu. "Sejak dahulu aku orang she Siau sudah kagum dengan
kecerdikan diri sianseng " ujar Siauw Ling lebih jauh, "dalam
perjuanganku melawan Shen Bok Hong aku pasti akan minta
bantuanmu, apakah kita dapat menetapkan janji untuk
bertemu dikemudian hari..."
"Maksudmu bertemu setelah tiga bulan mendatang?" tanya
It-bun Han Too cepat. "Tidak salah paling sedikit harus lewat tiga bulan!"
"Baiklalh tiga bulan mendatang aku akan menantikan
kehadiranmu di depan kuil Leng in-si ditepi telaga See ou
selama sebulan. Jika dalam waktu satu bulan Siau tayhiap
tidak datang maka aku akan mencukur rambut jadi hweesio
dan selama hidup akan menetap dikuil Leng-in-si.
"Asal aku tidak mati, janji itu pasti kan kupenuhi"
"Baiklah, kita tetapkan demikian saja"
"Nah...sampai jumpa!"
Ia bangkit untuk menjura lalu putar badan dan berlalu dari
tempat itu. Dari langkahnya yang sempoyongan Siauw Ling tahu kalau
luka dalam yang dideritanya parah sekali, segera serunya
"Sianseng, langkahmu gontai dan tidak tetap. bagaimana
kalau kuantar dirimu beberapa jiuh?"
"Tak usah" tampik It-bun Han Too sambil tertawa. "aku
percaya masih mampu untuk turun dari bukit ini, Siau tayhiap
tempat ini tak baik untuk ditinggali terlalu lama. Lebih baik
cepatlah berlalu dari sini"
"Jika aku bersikeras mengantar dia, mungkin tindakanku
akan mengundang rasa tak senang hati di dalam hatinya, lebih
baik biarlah ia pergi sendiri..." pikir Siauw Ling.
---oo0dw0oo--- Jilid 10 SEMENTARA itu Pek-li Peng sambil gelengkan kepalanya
telah berkata, "Kami masih belum bisa pergi dari sini, It-bun
sianseng lebih baik kau berangkatlah lebih dahulu!"
"Kenapa?" "Kami telah berjanji dengan Kim Hoa hujin serta Tong Lo
Thay-thay untuk berjumpa muka di tempat ini, sebelum
kentongan kedua mereka akan balik kelembah ini"
"Kemana mereka pergi?"
"Mengejar dan membinasakan Shen Bok Hong!"
"Kedua orang ini benar-benar tak tahu diri!" seru It-bun
Han Too sambil tertawa getir.
"Bila dugaanku tidak keliru, maka mereka telah terjatuh
kembali kemulut harimau, mungkin saat ini tenaganya
dipergunakan lagi oleh orang-orang perkampungan Pek Hoa
Sanceng. "Luka yang diderita Shen Bok Hong amat parah, demikian
parahnya sampai tiada waktu untuk membinasakan sianseng
dan toako lebih dahulu, ilmu silat yang dimiliki Kim Hoa Hujin
dan Tong Lo Thay-thay sangat lihay, siapa tahu kalau mereka
mendapat kesempatan?"
"Shen Bok Hong memerintahkan Ciu Cau Liong sekalian
mengundurkan diri lebih dahulu, hal ini bukanlah disebabkan
karena ia berhati mulia dan welas kasih sehingga takut
beberapa orang itu terluka di tangan Siau tayhiap, sengaja ia
mengatur begitu adalah untuk mempersiapkan langkah
berikutnya dan catur yang sedang dia mainkan dengan
mundurnya orang-orang itu lebih dahulu berarti mereka telah
siapkan jebakan yang tangguh untuk menyambut dirinya
Aaai....! untuk bertarung melawan jago lihay macam Shen Bok
Hong, bukan saja kita harus andalkan ilnu silat yang lihay,
kecerdasanpun harus dipergunakan"
Jadi maksud sianseng keadaan mereka sangat berbahaya?"
"Keselamatan jiwa sih tak menjadi soal, sebab pada saat ini
Shen Bok Hong sedang butuh orang untuk menunjang
ambisinya, Kim Hoa Hujin serta Tong Lo Thay-thay adalah
jago lihay kelas satu, sudah pasti Shen Bok Hong tak akan
membunuh diri mereka."
Dia menghembuskan napas panjang dan melanjutkan
"Kalau memang nona sudah berjanji dengan mereka, tentu
saja harus kau tunggu kedatangan mereka, tetapi selewatnya
kentongan kedua lebih baik cepat-cepatlah berlalu dari tempat
ini" Selesai berkata ia putar badan dan melanjutkan
perjalanannya. Memandang hingga bayangan punggung dari It-bun Han
Too lenyap ditengah kegelapan, Siauw Ling menghela napas
panjang. katanya, "Sungguh tak nyana sebuah pukulan maut
yang dilancarkan Shen Bok Hong telah membuat It-bun Han
Too seolah olah menjelma menjadi seorang manusia yang
lain, semnga saja ia benar-benar bertobat dan kembali ke
jalan yang benar" "Aku lihat rupanya dia dibikin terharu oleh sikap Toako
yang berbudi luhur serta welas asih itu, jika ada perbedaan
yang menyolok tentu saja perbedaan itu gampang membuat ia
berontak." Siauw Ling tersenyum. "It-bun Han Too cerdik dan banyak akal, ia sudah tahu
kalau Shen Bok Hong amat membenci dirinya sehingga setiap
saat selalu berusaha mencari akal untuk membinasakan
dirinya, hal ini tentu akan memancing rasa bencinya pula
terhadap gembong iblis itu, bila ada kesempatan diapun tentu
akan berdaya upaya untuk melenyapkan iblis itu dari muka
bumi..." Setelah berhenti sebentar tiba-tiba Siauw Ling seperti
teringat akan sesuatu persoalan yang amat penting, dengan
alis berkerut segera tanyanya.
"Peng-ji dimanakah sepasang pedagang dari kota Tiong
ciu....?" "Akupun sedang merasa keheranan, terang benderang aku
telah berjanji dengan mereka untuk bertemu disini, kenapa
mereka tidak nampak munculkan diri?"
"Mungkinkah mereka celaka di tangan Shen Bok Hong?"
"Aaah..... tidak mungkin, seandainya Shen Bok Hong
berhasil mencelakai jiwa sepasang pedagang dari kota Tiong
ciu dia tentu akan mengutarakannya keluar"
Siauw Ling termenung beberapa saat lamanya kemudian
berkata lagi "Tidak salah, kalau ia berhasil menawan sepasang
pedagang dari Tiong ciu hidup-hidup maka ia pasti akan
menggunakan keselamatan mereka berdua sebagai sandera
untuk memaksa aku bertekuk lutut. sebaliknya kalau sepasang
pedagang dari Tiong ciu berhasil dibunuh mati maka ia tentu
akan memamerkan kehebatannya dihadapanku. Dari sikapnya
yang bungkam dan tidak mengucapkan sepatah katapun itu
menunjukkan kalau ia belum pernah berjumpa dengan mereka
berdua lalu kemana perginya kedua orang itu?"
"Aaai...! orang itu benar-benar tolol, padahal aku sudah
menjelaskan dengan terperinci, entah mereka sudah pergi
kemana?" Siauw Ling kembali termenung beberapa saat lamanya, lalu
berkata, "Mereka dan aku mempunyai hubungan
persaudaraan yang sangat akrab, rasa setia kawan mereka
tinggi sekali. bila tak ada urusan tak mungkin mereka
mengingkari janji. Aku rasa pastilah kedua orang itu telah
menjumpai suatu kejadian yang ada diluar dugaan"
"Kejadian apa?"
"Aku kurang begitu tahu, tetapi yang pasti mereka pasti
mempunyai alasan tertentu yang membuat mereka tak dapat
datang." Sementara pembicaraan masih berlangsung mendadak dari
tempat kejauhan tampaklah dua sosok bayangan manusia
laksana sambaran kilat meluncur datang.
Pek-li Peng segera bangkit berdiri sambil berseru.
"Kim Hoa hujin serta Tong Lo Thay-thay telah datang!"
Dengan kecepatan amat luar biasa, dalam waktu singkat
dua sosok bayangan manusia tadi telah berada dihadapan
mereka. Terdengar salah seorang diantaranya menegur
dengan suara nyaring, "Toako, apakah kau berada dalam
keadaan baik-baik?" "Kami baik sekali, kemana perginya kalian berdua?"
Kiranya dua sosok bayangan manusia yang baru saja
munculkan diri bukan lain adalah sepasang pedagang dari
kota Tiong-ciu, orang pertama yang datang mendekat lebih
dahulu berperut besar, dia bukan lain adalah sie poa emas
Sang Pat sedang di belakangnya mengikuti Leng an-tiat-pit.pit
baja berwajah dingin Tu Kiu.
"Yaaah...ampun terima kasih kepada langit dan bumi,mulai
hari ini aku Sang Lo ji benar-benar akan memuja
malaikat..."seru Sang Pat sambil tarik napas panjang2.
Belum habis perkataannya diutarakan, tubuhnya tiba-tiba
terjungkal dan roboh ke atas tanah, Siauw Ling terperanjat,
buru-buru ia membimbing tubuh Sang Pat dan menahannya
sehingga tidak sampai roboh ke atas tanah. Tegurnya
"Apa yang sebenarnya telah terjadi?"
"Lo-ji sudah menderita luka dalam yang sangat parah.
"sahut Tu Kiu dengan suara dingin,"tetapi dia menguatirkan
sekali keselamatan jiwa toako, maka dipaksanya untuk
menahan luka dalam tersebut dan datang mencari toako,
setelah melihat toako berada dalam keadaan sehat hawa
dalam dadanya jadi buyar dan diapun tak kuat menahan diri
lagi..," Sementara pembicaraan masih berlangsung Siauw Ling
telah memayang bangun tubuh Sang Pat telapaknya segera
ditempelkan di atas punggungnya dan salurkan tenaga
murninya ke dalam tubuh saudara angkatnya itu.
"Toako! kau baru saja sembuh dari luka dalam yang parah,
mana boleh kau gunakan hawa murni untuk membantu
orang" biar Siau-moay saja yang turun tangan!" seru Pek-li


Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Peng dengan suara cemas. Sementara itu Siauw Ling sudah merasakan sesuatu yang
aneh dalam dadanya, walaupun dia ingin menolong tapi
tenaga dalamnya tidak mampu disalurkan dengan sempurna,
terpaksa ia menghela napas dan berseru.
"Adik Peng rupanya aku harus merepotkan dirimu lagi!"
Pek-li Peng tertawa manis, dia ulurkan tangannya dan
tempelkan ke atas punggung sie-poa emas.
"Saudara Tu" Siauw Ling segera berpaling kesamping,
"sebenarnya apa yang telah terjadi?"
"Kami telah berjumpa dengan para jago lihay dari
perkampungan Pek Hoa Sanceng setelah melangsungkan
suatu pertarungan yang amat sengit akhirnya Lo ji menderita
luka...." Tiba-tiba orang she Tu yang berwajah dingin itupun maju
kedepan dan roboh terjungkal ke atas tanah
Hal ini dengan jelas membuktikan pula bahwa dalam
kenyataan Tu Kiu pun menderita luka dalam yang parah, akan
tetapi ia berusaha menggunakan kata-kata yang sederhana
untuk melukiskan kejadian yang sebenarnya dengan harapan
lukanya bisa disembunyikan siapa tahu daya tahannya
mendadak buyar dan tak bisa ditahan lagi diapun ikut roboh
terjungkal ke atas tanah.
Siauw Ling segera maju menahan rubuh Tu Kiu, serunya
dengan suara sedih sekali, "Saudaraku sedari tadi kalau
sepantasnya aku bisa menduga sampai kesitu, Loo-ji saja
menderita luka dalam yang parah apalagi engkau" Aaai... kau
terlalu memaksakan diri untuk mengelabui diriku, seharusnya
aku bisa menduga sendiri kalau engkaupun terluka"
Sambil berkata dia tempelkan tangan kanannya di atas
punggung Tu Kiu. dengan hawa murninya dia berusaha
menolong saudaranya yang menderita luka parah tadi.
"Oooh toako!" kembali Pek-li Peng berseru dengan nada
gelisah. "Apakah engkau sudah bosan hidup?"
Siauw Ling tertawa getir.
"Tak menjadi soal, Peng ji! aku masih mampu
mempertahankan diri" sahutnya.
"Baringkan dia ke atas tanah. Setelah aku selesai
membantu Sane Pat biarlah aku yang membantu dirinya pula!"
"Peng-ji, dengarkanlah perkataanku!" seru Siauw Ling
kemudian dengan wajab serius. "sekalipun sejak hari ini aku
tak dapat berlatih ilmu silat lagi, aku harus berusaha
menyelamatkan jiwa mereka berdua lebih dahulu. Luka dalam
yang mereka derita teramat parah kita musti berusaha keras
untuk mengobati luka itu. Aku sebagai saudaranya sudah
wajar dan sepantasnya kalau menyumbangkan sedikit tenaga
untuk mereka" Pek-li Peng tidak berbicara lagi, dikerahkan segenap
kekuatan yang dimilikinya untuk mengobati luka Sang Pat.
Hawa murni bagaikan gulungan air bah segera menggulung
masuk ke dalam tubuh sie-poa emas tersebut.
Setelah menolong It-bun Han Too belum lama berselang
sebagian besar hawa murninya telah hilang dan belum pulih
kembali seperti sediakala, sekarang setelah dipaksakan untuk
menolong Sang Pat maka terasalah sang tubuh jadi lelahnya
bukan kepalang, belum lama kemudian keringat sebesar
kacang kedelai sudah mengucur keluar membasahi seluruh
tubuhnya. Keadaan dari Siauw Ling lebih payah lagi, tidak sampai
sepeminuman teh lamanya sekujur badan telah basah kuyup
oleh keringat yang mengalir keluar dengan derasnya.
Sejak sembuh dari luka dalamnya yang parah, hawa murni
yang dimiliki anak muda ini boleh dibilang belum pulih kembali
seperti sediakala. setelah sekarang disalurkan keluar lama
kelamaan daya tahan tubuhnya jadi goyah kembali tapi diamdiam
dia menggertak gigi dan paksakan diri untuk tetap
bertahan hawa murni tetap disalurkan keluar menyerang
tubuh Tu Kiu yang sudah tak sadarkan diri itu.
Kurang lebih sepenanakan nasi kemudian. Sang Pat baru
menghembuskan napas panjang sambil berseru
"Ooooh toako apakah luka dalam yang kau deritapun
teramat parah" "Jangan banyak bicara " tegur Pek.li Peng dengan suara
lirih, "cepat atur pernapasan dan bersemedi, jangan sampai
membiarkan aliran darah dalam tubuh yang telah mulai
mengalir tersumbat kembali. Aku akan menolong Tu Kiu!"
Siauw Ling yang sedang menyalurkan hawa murninya ke
dalam tubuh Tu Kiu dapat menangkap pembicaraan Sang Pat
dengan cepat. Tetapi ia tak mampu memberikan jawabannya
berhubung ketika itu dia sedang mengerahkan sisa tenaga
yang dimilikinya untuk menolong pit besi berwajah dingin.
Pek-Li Peng tarik napas panjang2, setelah tarik hawa
murninya dari pusar menyebar keseluruh badan ia dekati
Siauw Ling dan berkata, "Toako bangunlah, biar aku yang
menolong dia!" Sementara itu Siauw Ling pribadi sudah mulai kepayahan.
Dia sadar meskipun dirinya bersikeras untuk mempertahankan
diri, hasilnya tetap nihil dan sama sekali tak berguna terpaksa
dia bangkit berdiri dan mengundurkan diri dari situ.
Pek-li Peng singsingkan lengan baju kanannya kemudian
menyeka keringat di atas wajah, kemudian duduk bersila disisi
Tu Kiu dan tempelkan tangannya diaras punggung orang itu.
Siauw Ling tidak kuat menahan diri lagi. Dia merasa
kepayahan dan kehabisan tenaga setelah mundur ke belakang
matanya segera dipejamkan dan perlahan-lahan mengatur
pernapasan. Beberapa saat kemudian dia membuka matanya kembali
dan menengok ke arah Tu Kiu batinnya terasa tak tenang dan
sangat menguatirkan keselamatan dari saudara angkatnya itu.
Terlihatlah keringat bagaikan hujan gerimis mengalir keluar
tiada hentinya dari tubuh gadis Pek-li itu, sekujur badannya
sudah basah kuyup dan wajahnya pucat pias bagaikan mayat.
Tiba-tiba Siauw Ling teringat kembali akan sesuatu. Ia
teringat gadis itu baru saja menolong It-bun Han Too serta
Sang Pat dua orang yang menderita luka parah, pada saat ini
mana dia punya kekuatan lagi untuk menolong Tu Kiu?"
Dengan hati gelisah buru-buru serunya, "Peng-ji kau lelah
sekali... lebih baik aku saja yang menolong saudara Tu!"
"Aku baik sekali "jawab Pek-li Peng setelah diam diam tarik
napas panjang "Oooh...toako cepatah duduk semedi dan mengatur
pernapasan, kau harus menjaga diri demi keselamatan serta
kesejahteraan seluruh umat Bu-Lim di kolong langit"
Siauw Ling menghela napas panjang.
"Aaai....aku tahu bahwa saat ini keadaanmu sendiripun
sudah payah, kau telah memaksakan diri untuk tetap
bertahan, aku lihat lebih baik aku saja yang turun tangan"
"Tak usah kau kuatirkan keselamatanku meskipun tenaga
dalamku sudah banyak berkurang, namun isi perutku sama
sekali tidak terluka!"
Siauw Ling tidak banyak bicara lagi. dia tempelkan telapak
tangannya ke atas punggung Pek-li Peng.
Dengan tenaga dalam gabungan dari dua orang itu, hawa
murni mengalir masuk ketubuh Tu Kiu semakin gencar lagi.
Setelah mendapat bantuan dari tenaga gabungan dua
orang jago lihay itu. hawa murni yang membeku dalam
saluran darah di tubuh Tu Kiu mulai mencair dan peredaran
darahpun sedikit demi sedikit berjalan lancar kembali, dalam
waktu singkat seluruh tubuhnya telah segar kembali dan
diapun menghembus napas panjang sambil membuka mata.
Siauw Ling menghela napas panjang, ia tak berani
melepaskan tangan kanannya yang masih ditempelkan
dipungung Pek-li Peng, serunya, "Peng ji sekarang engkaupun
harus beristirahat beberapa saat lamanya"
"Toako, baik baikkah engkau?" tanya Pek-li Peng sambil
berpaling dan tertawa. Siauw Ling mengangguk. "Sungguh beruntung ada engkau disini yang telah
menolong kedua orang saudaraku, cuma... aku telah
merepotkan dirimu" "Toako jangan berbicara demikian, siaumoay merasa amat
gembira sekali bila aku dapat ikut menyumbang sedikit tenaga
untuk persoalan yang sedang toako hadapi"
Rupanya gadis itu merasa lelah sekali, Setelah habis
berkata dia pejamkan matanya dan mengatur pernapasan.
Siauw Ling berpaling ke arah lain, dia lihat Sang Pat sedang
duduk bersila dan mengatur pernapasan, Tu Kiu pun sudah
duduk dan sedang mengatur pernapasan, dalam hati segera
pikirnya, "Secara beruntun Peng-ji telah menyelamatkan tiga
orang, dia pasti kepayahan dan lelah sekali, meskipun dasar
tenaga dalamnya cukup kuat namun aku rasa harus
membutuhkan banyak waktu untuk memulihkan kembali
kekuatan tubuhnya seperti sediakala. Sang Pat serta Tu Kiu
sendiri baru saja lolos dan ancaman maut, peredaran darah
dalam tubuhpun baru saja berjalan lancar kemba1i mereka
harus membutuhkan waktu yang cukup lama juga untuk
menyembuhkan diri... jika sekarang aku ikut bersemedi
bukankah tak ada orang yang menjaga ke amanan disini"
andaikata ada musuh tangguh yang datang, bukankah kami
berempat dapat dilukai semua tanpa susah payah?"
Berpikir sampai disitu ia tak berani pusatkan pikirannya
untuk mengatur untuk meng atur pernapasan lagi, dengan
paksakan diri ia tetap berada dalam keadaan sadar walaupun
matanya dipejamkan namun seluruh perhatian dipusatkan di
sekitar tempat itu untuk memperhatikan keadaan disekeliling
sana. Kurang lebih satu hio kemudian, Sang Pat Tu Kiu maupun
Pek-li Peng telah berada dalam keadaan tenang dan lupa
terhadap segala2nya. Perlahan-lahan Siauw Ling bangkit berdiri, melepaskan otot
tangan dan kakinya lain berjalan mengelilingi tiga orang itu
satu kali kemudian duduk kembali di tempat semula.
Ia merasa lelah dan mengantuk sekali, dengan melepaskan
otot dan berjalan satu lingkaran itu Siauw Ling berusaha
mengusir rasa kantuk yang menyerang makin menjadi itu.
Belum lama Siauw Ling duduk kembali di tempat semula,
tiba-tiba dari tempat kejauhan berkumandang datang suara
langkah kaki manusla yang amat berat dan nyaring, Siauw
Ling mengempos tenaga dan membuka matanya lebar-lebar,
dan dia lihat sesosok bayangan manusia perlahan-lahan
bergerak mendekat ke arahnya.
Malam amat gelap dan suasana sunyi senyap tak
kedengaran sedikitpun Siauw Ling yang baru sembuh dan luka
dalam yang parah tidak memiliki kekuatan tubuh yang cukup
sempurna untuk berjaga diri ia merasa ketajaman mata dan
pendengarannya mengalami kemunduran yang sangat hebat,
meskipun orang itu sudah berada pada jarak tiga tombak
dihadapanya akan tetapi si anak muda itu masih belum
mampu melihat jelas raut wajahnya.
Satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benak Siauw
Ling, pikirnya, "Perduli siapapun yang datang asal ia berniat
mencelakai Sang Pat serta Tu Kiu yang sedang bersemedi, aku
akan gunakan segenap sisa tenaga yang kumiliki untuk
mempertahankan diri serta melakukan perlawanan."
Jalan yang terbaik baginya adalah berusaha untuk
menghalangi kedatangan orang itu untuk mendekati Sang Pat
sekalipun yang sedang bersemedi dengan cepat ia meronta
bangun lalu maju menyongsong kedatangan orang itu.
Setelah jarak mereka semakin dekat, pemuda itu baru
sempat melihat jelas raut wajah pendatang yang tak diundang
itu, ternyata dia adalah seorang kakek tua berjubah hitam
yang mempunyai rambut panjang sebahu.
Rambut kakek itu telah beruban semua, mukanya penuh
berinnyak dan dandanannya mirip sekali dengan seorang
pengemis tua, namun juba hbajunya yang keren dan perlente
menunjukkan bahwa kakek itu bukan pengemis.
Sambil menghadang jalan pergi kakek tua itu, Siauw Ling
menegur dengan suara berat.
"Loo-tiang, ditengah malam buta yang sunyi ada urusan
apa engkau datangi lembah gersang yang terpencil letaknya
ini?" Kakek tua itu membelalakkan matanya lebar-lebar dan
memperhatikan Siauw Ling beberapa saat lamanya, kemudian
balik bertanya, "Kau sedang bertanya kepadaku?"
"Eeeei!.. orang ini edan atau bukan?" batin Siauw Ling
dalam hati kecilnya, diluar dia segera menjawab.
"Sedikitpun tidak salah, aku sedang mengajak Loo-tiang
berbicara! apakah engkau sudi menjawab?"
Kakek tua itu menengadah memandang langit yang hitam
pekat tertutup awan hitam cahaya bintang dan rembulan
tertutup dibalik awan dan yang nampak cuma kegelapan
belaka...lama.. lama sekali, ia tetap memandang langit yang
gelap, seakan-akan kakek itu sudah lupa kalau dihadapannya
masih berdiri orang lain.
Kalau ditinjau dari keadaan yang bodoh dan termangumangu
sebetulnya aku turun tangan, lebih dahulu untuk
menotok jalan darahnya" pikir Siauw Ling kembali,
tapi....perbuatan semacam itu adalah perbuatan seorang
manusia tak jujur, apakah aku pun harus berbuat macam
begitu" Setelah sangsi sejenak akhirnya dia mendehem berat
sambil menegur "Hey Loo-tiang! apa sih yang sedang kau saksikan di
langit?" "Oooh aku sedang melihat bintang bintang yang bertaburan
diangkasa coba kau lihat sungai perak yang terbentang
diangkasa, sungai itulah yang telah memisahkan Gou Long
serta Ci-li, setiap tahun mereka hanya bisa berjumpa pada
bulan tujuh tanggal tujuh..."
"Oooh...rupanya tebakanku tidak meleset kakek tua ini
benar-benar memang sudah sinting...." pikir Siauw Ling
kembali. Diluaran dia berkata lebih jauh, "Eeei.... kakek tua, yang
kulihat hanya langit yang gelap dan awan bitam menyelimuti
angkasa, mana sih sungai dan bintang yang kau maksudkan
itu?" "Haanh...haaah..haaah.. meskipun dengan pandangan mata
aku tidak dapat melihat apakah aku tak bisa berpikir dalam
hati?" Siauw Ling semakin melongo, pikirnya lebih jauh, "Kalau


Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bisa berpikir di dalam bati, apa bedanya dengan berada
dirumah" kenapa kau musti datang kelembah yang terpencil
ini hanya untuk berbuat begitu saja?"
Tetapi setelah berpikir kembali hahwa orang itu sinting dan
tak waras otaknya, dia pun tidak mempersoalkan lebih lanjut,
sambungnya, "Perkataan loo-tiang memang benar, apa yang
dipikirkan di dalam hati kadang kala memang mirip dengan
kenyataannya" Tiba-tiba kakek berambut putih itu tunduk ke bawah dan
menatap wajah Siauw Ling tajam tajam, serunya, "Hey bocah
cilik apakah kau mengerti dengan apa yang kukatakan?"
"Siapa yang bisa memahami perkataanmu itu?" pikir
pemuda tersebut dalam hati, "tidak banyak orang di kolong
langit yang dapat memahami perkataanmu itu dan Orang yang
bisa menangkap perkataanmu itu tentulah otaknya rada tidak
beres seperti dirimu...."
Sebagai seorang pemuda yang jujur dan saleh tentu saja ia
tak mau melukai perasaan hati kakek tua ini, sahutnya,
"Perkataan dari Loo-tiang mengandung arti yang sangat
dalam, sudah ientu jarang sekali orang yang
memahaminya....." Kakek tua berambut putih itu angkat kepala dan tertawa
terbahak bahak, "Haaah...haaah..haah... tetapi kau dapat
memahaminya, bukankah begitu?" tukasnya bocah cilik,
engkau adalah satu-satunya manusia yang dapat menangkap
maksud hatiku...." "Haaah...haaah..... .haah..... aku teringat sekarang
bukankah di dalam lembah ini terdapat banyak sekali kerbau
dungu dan kuda goblok kemana perginya mereka semua?"
"Kau maksudkan para pekerja kasar yang dikirim pihak
perkampungan Pek Hoa Sanceng untuk bekerja di tempat ini?"
"Hmmm...... aku tak tahu mereka berasal datang darimana,
tetapi aku tahu kalau mereka semua goblok tolol dan tak
punya otak, tak seorangpun diantara mereka yang mampu
memahami ucapanku" Diam-diam Siauw Ling tertawa geli mendengar perkataan
itu, batinnya di dalam hati, "Siapa yang bilang aku bisa
menangkap perkataanmu" aku sendiripun sama sekali tidak
mengerti" Dalam hati berpikir begitu, diluaran dia menjawab,
"Perkataan dari Loo-tiang memang sukar dipahami!"
"Haaah.. haaah... baaah..justeru karena itulah aku merasa
bahwa kaulah satu-satunya orang yang bisa memahami suara
hatiku" Setelah berhenti sebentar lanjutnya lebih jauh, "Sepanjang
tahun dia mencangkul, memukul tiada hentinya di dalam
lembah ini, suatu hari mereka tentu akan menyentuh nadi air
yang berada didasar permuakan bumi dalam lembah ini, jika
sampai begitu keadaannya maka air bah akan
menenggelamkan saluruh wilayah di tempat ini. Sudah dua
kali aku datang kemari untuk memberi bisikan dan petunjuk
pada mereka semua, aku harap agar menreka tahu diri dan
segera mengundurkan diri dari pekerjaan yang banyak resiko
tersebut tetapi mereka goblok semua dan tetap tak sadari
dengan keadaan tersebut, sebenarnya aku sudah tak sudi
untuk mengurusi persoalan ini lagi tetapi teringat bahwa
ratusan lembar jiwa manusia bukan permainan anak kecil, aku
tak tega membiarkan mereka mati konyol di tempat ini. Kali ini
adalah kedatanganku yang terakhir kalinya, jika mereka tetap
tak mau tahu dan tetap mencari kematian buat diri sendiri,
akupun tak sudi mengurusi jiwa mereka lagi"
Siauw Ling merasakan jantungnya berdebar keras setelah
mendengar perkataan itu katanya, "Locianpwee, kau tak usah
banyak buang waktu dan pikiran lagi, orang-orang itu sudah
berlalu dari tempat ini!"
Kakek berambut putih itu alihkan sorot matanya menyapu
seejap Sang Pat, Tu Kiu senta Pek-li Peng yang sedang duduk
bersemedi kemudian tanyanya, "Apakah kalian yang telah
mengusir orang orang itu pergi dari sini?"
Siauw Ling menggeleng. "Mereka semua adalah para jago dari perkampungan, Pek
Hoa Sanceng, sekarang mereka telah mendapat perintah dari
Cungcunya untuk meninggalkan tempat ini"
Sementara itu Siauw Ling telah merasa bahwa kakek tua
dhadapannya bukan sungguh-sungguh sinting dan tidak waras
otaknya seperti apa yang diduganya semula. Orang yang
cerdik kadangkala nampak goblok rupanya orang itu sengaja
berlagak demikian untuk mengelabui keadaan diri yang
sebenarnya, dengan jalan begitu orang lain tentu tak akan
menaruh perhatian terhadap dirinya, tapi ditinjau dan jubah
barunya yang sengaja dikenakan sehingga memancing
kecurigaan orang. Siauw Ling menebak bahwa kakek itu
datang dengan membawa maksud tertentu
Terlihatlah kakek tua itu setelah berjalan beberapa langkah
kedepan, tiba-tiba berpaling dan berkata kembali, "Sekalipun
aku sudah berkenalan dengan banyak manusia di kolong
langit, hanya sedikit sekali yang bisa memahami suara hatiku,
sungguh tak nyana engkau masih kecil tapi bisa memecahkan
jejak diriku" "Sungguh menyesal dan memalukan...." bisik Siauw Ling
dalam hati pikirnya, "Darimana aku bisa memahami suara
hatimu" aku berbuat demikian karena tak ingin menyakiti
dirimu..... sungguh tak nyana kau telah salah menganggap
aku berhasil memahami suara hatimu"
Terdengar kakek tua berambut putib itu berkata kembali,
"Besok pagi aku hendak berngkat tinggal kan daratan
Tionggoan untuk berkunjung ke negerj Thian tok sungguh tak
nyana sesaat sebelum berangkat aku telah berkenalan dengan
seorang sahabat yang bisa memahami suara hatiku seperti
engkau. oooh...sungguh kebetulan...kebetulan sekali."
"Loo-tiang terlalu memuji!"
Tiba-tiba nada suara kakek tua berambut putih itu berubah,
dengan suara dingin dan serius katanya, "Hey orang muda jika
penglihatanku tidak salah rupanya engkau menderjta luka
dalam yang amat parah?"
Siauw Ling tahu bahwa kakek tua dihadapannya adalah
seorang manusia aneh yang memiliki kepandaian sakti,
dengan berterus terang dan tanpa ragu2 lagi dia
membenarkan. "Sedikitpun tidak salah, disamping diriku seorang ketiga
orang rekanku yang sedang duduk bersemedipun ada dua
orang diantaranya menderita luka dalam yang cukup parah.
Dengan sorot mata yang tajam bagaikan sambaran kilat
kakek berambut putih itu menyapu sekejap ketiga orang itu,
kemudian ujarnya lagi, "Menurut penglihatanku mereka
bertiga pun berada dalam keadaan yang belum sempurna!"
"Sungguh tajam penglihatan orang ini p ji Siauw Ling di
dalam hati, segera jawabnya, "Yang terluka parah cuma dua
orang, sedangkan nona itu karena harus menolong kami
sekalian bertiga maka banyak tenaga dalamnya yang terpaksa
dihambur2kan hal itulah yang membuat dia berubah jadi
begini rupa" Kakek tua berambut putih itu mengangguk tiada hentinya.
"Ehmm...!bukan saja kau bisa menangkap suara hatiku,
bahkan kaupun seorang kuncu, seorang lelaki sejati yang jujur
dan polos hatinya, sayang sekali hari keberangkatanku sudah
tak bisa ditunda lagi, sayang sekali kita harus brjumpa dalam
saat saat seperti ini"
Setelah berhenti sebentar,dia menengadah memandang
keangkasa dan tertawa terbahak bahak.
"Haaaaah...... haaaaah..... haaaaaah kalau toh bisa
berjumpa kenapa musti risaukan soal waktu" aku tak boleh
membiarkan khalayak ramai menuduh aku terlalu keras
kepala" Meskipun Siauw Ling dapat mendengar pula suara
gumaman kakek tua itu, akan tetapi ia tak bisa menangkap
maksud yang sebetulnya dari perkataan itu. Untuk beberapa
saat lamanya pemuda itu tak tahu apa yang musti dijawab,
terpaksa dengan termangu mangu tetap berdiri di tempat
semula.. Kakek berambut putih itu alihkan sorot matanya menyapu
setejap Sang Pat, Tu Kiu serta Pek-li Peng kemudian ujarnya
kembali, Aku memiliki obat mujarap yang dapat membantu
menambah tenaga dalam seseorang jika engkau percaya
dengan perkataanku silahkan berikan pil tersebut untuk
mereka semua" Dari kilatan cahaya mata yang dimiliki kakek tua itu. Sian
Ling tahu bahwa dia adalah seorang jago lihay yang memiliki
tenaga dalam amat sempurna dalam hati segera pikirnya
"Dengan kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki orang
ini, jika ia bermaksud mencelakai jiwa kami semua aku rasa
dalam beberapa gebrakan saja kami akan mati konyol
ditangannya, tidak mungkin kalau ia bermaksud mencelakai
kami semua dengan pil beracun....."
Setelah berpikir sampai kesitu, keberanian pun muncul
dalam hatinya, cepat sahutnya, "Kalau begitu, biarlah aku
mewakili mereka semua mengucapkan banyak terima kasih
lebih dahulu atas pemberian obat mujarab dan loocianpwee"
Kakek tua berambut putih itu merogoh ke dalam sakunya
dan ambil keluar sebuah botol porselen, sambil diangsurkan
ketangan Siauw Ling pesannya.
"Dalam botol ini kebetulan sekali berisikan empat butir pil
mujarab, kalian berempat masing-masing telanlah sebutir"
Siauw Ling menerima botol porselen itu dan dan membuka
tutupnya lalu ambil keluar sebutir dan langsung dimasukkan
ke dalam mulut. Melihat perbuatan si anak muda itu. kakek berambut putih
tersebut segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaah-haaah.....bocah cilik engkau menelan lebih dahulu
pil tersebut, apakah tidak takut dalam obatku itu telah
kucampuri dengan racun yang keji?"
Siauw Ling tersenyum. "Loo-tiang telah menganggap diri boanpwee sebagai orang
yang dapat menangkap suara hatimu, jika obat itu benarbenar
mengandung racun sekalipun harus mati boanpwee
juga tak akan menyesal!"
"Anak muda yang patut dihargai" seru kakek berambut
putih itu dengan wajah serius, "kepergianku kebarat dan
berpesiar kenegeri Thian-tok hari ini entah sampai kapan
kuakhiri, besok pagi2 sekali sebelum fajar menyingsing aku
akan berangkat maukah engkau hantar diriku melakukan
perjalanan?" "Perkataan semacam itu sapantasnya jika akulah yang
mengucapkan, pikir Siauw Ling di dalam hati, tapi sekarang
dia sudah mengatakannya lebih dahulu"
Terpaksa ia menyanggupi. "Baik! boanpwe pasti akan menghantar keberangkatan
loocianpwee, tapi kita harus berjumpa dimana?"
Kakek tua berambut putih itu tertawa hambar.
"Bagi dirimu perjalanan ini semestinya merupakan suatu
perjalanan yang paling payah dan menyulitan, aku telah
memperhitungkan lebih dahulu bagimu!"
"Dapatkah Ioo tiang memberi keterangan dengan lebih
jelas lagi?" "Tempat dimana aku akan melakukan start perjalananku
berada pada suatu bukit beberapa li jaraknya dari sini, tetapi
engkau harus melewati dua buah bukit yang tinggi lebih
dahulu sebelum tiba disana. Meskipun sekarang kau telah
menelan pil dariku tetapi untuk melumeran pit tersebut kau
masih harus melakukan semedi beberapa waktu lamanya
meskipun kau memiliki ilmu meringankan tubuh yang
sempurnapun sebelum kentongan keempat kau harus sudah
berangkat dan sebe1um fajar menyingsing kau harus sudah
tiba di tempat tujuan, bocah cilik coba hitunglah sendiri
waktunya, apakah kau mampu untuk menepati atau tidak?"
"Sete1ah kusanggupi ku pasti akan berusaha untuk tiba
disitu sebelum waktunya"
jawab Siauw Ling dengan tegas.
" yang kutakuti adalah jalanan yang tak kukenal. boanpwee
takut mengambil arah yang salah......"
"Tentang soal itu kau tak usah kuatir. aku telah susunkan
rencana yang bagus untukmu, disepanjang jalan aku telah
tinggalkan tanda pengenal yang memberi petunjuk kepadamu
jalan mana yang musti ditempuh"
"Kalau begitu kita tetapkan demikian saja, boanpwee pasti
akan menepati janji dan berangkat kesana.
"Bila kau mendaki gunung lewati sini. maka di depan sana
akan kau temukan tanda petunjuk yang ditinggalkan. Nah,
sampai berjumpa kembali"
Selamat jalan loo tiang!" sahut Siauw Ling sambil memberi
hormat dalam2. Kakek tua itu tidak banyak bicara lagi dia putar badan dan
segera berlalu dari sana.
Tiba-tiba Siauw Ling teringat akan sesuatu dia ingin
menanyakan jaraknya yang tepat antara tempat itu dengan
tempat dimana ia berada sekarang agar jadwal perjalanan
bisa ditentukan, tetapi bayangan tubuh kakek tua itu sudah
lenyap tak berbekas. Dalam hati kecilnya Siauw Ling tahu kalau kakek berambut
putih itu adalah seorang manusia sakti yang memiliki ilmu silat
amat tinggi, tetapi ia tak habis mengerti mengapa kakek itu
mengundang dirinya untuk menghantar keberangkatannya
menuju kenegeri Thhian-tok setelah janji diucapkan keluar
tentu saja ia tak bisa mengingkarinya maka cepat-cepat dia
duduk bersila untuk mengatur pemapasan, pemuda itu
berharap agar kesehatan tubuhnya bisa cepat pulih kembali
sehingga perjalanan dapat segera dilakukan. Terasalah dari
arah pusar memancar keluar segulung aliran hawa panas yang
menyegarkan badan. Aliran hawa panas itu dengan cepatnya
menyambar keseluruh tubuh.
Siauw Ling sadar bahwa hal itu merupakan akibat dan
khasiat obat yang ia telan barusan hatinya terasa tercengang
pikirnya . "Obat itu sungguh mujarab sekali, ditinjau dan pemberian
obat mujarab ini sudah sepantasnya kalau aku menghantar
keberangkatannya..."
Berpikir sampai disitu ia segera meronta bangun. setelah
mendekati kehadapan Sang Pat serunya dengan suara dalam,
"Saudaraku berdua pentanglah mulutmu lebar lehar, SiauTiraikasih
Website http://kangzusi.com/


Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

heng hendak menghadiahkan sebutir pil mujarab untuk kalian
semua" Waktu itu semedi Sang Pat dan Tu Kiu sedang mencapai
titik puncak yang paling pen ting, meskipun mereka dengar
perkataan dari Siauw Ling. namun mulutnya tak mampu
dipentangkan seperti apa yang diharapkan.
Kurang lebih seperminum teh kemudian Sang Pat serta Tu
Kiu baru membuka matanya kembali.
Siauw Ling segera memberi obat mujarab itu kepada
mereka berdua sambil pesannya.
"Jangan banyak bicara, pentang mulut kalian lebar-lebar!"
Setelah dua orang saudaranya buka mulut pemuda itupun
segera masukkan obat mujarab tadi ke dalam mulut mereka
berdua. "Obat ini mempunyal daya kasiat yang luar biasa sekali
"serunya, "harap saudara berdua segera menelannya ke dalam
perut, kemudian aturlah pernapasan kembali.
Sang Pat serta Tu Kiu sama-sama mengangguk dan
memandang ke arah toakonya dengan sorot mata penuh rasa
terima kasih, setelah menelan pil tersebut mereka atur
pernapasan kembali Siauw Ling tarik napas panjang2, ia mendekati pula Pek-li
Peng dan berbisik lirih, "Peng-ji apakah tubuhmu terasa agak
baikan?" Pek-li Peng sama sekali tidak terluka dalam, dia hanya
kehabisan tenaga murni saja kerena harus mengobati
beberapa oraig secara beruntun, keadaannya jauh berbeda
dengan keadaan sepasang padagang dari kota Tiong
ciu,setelah mengatur pernapasan beberapa saat lamanya.
Kesehatan badan sudah pulih kemubail beberapa bagian, dia
buka matanya dan tertawa.
"Aku sudah agak baikan!"
"Kalau begitu telan pil ini, obat tersebut akan
mendatangkan manfaat yang besar bagimu "kata Siauw Ling
sambil angsurkan obat dalam genggamannya, Semula dia
bermaksud agar Pek-li Peng menyambutnya dengan tangan.
tetapi gadis itu ternyata membuka mulutnya sambil berseru
manja! "Toako, masukkanlah pil itu ke dalam mulutku!"
Siauw Ling tertegun, terpaksa dia berikan obat tadi ke
dalam mulut Pek-li Peng. Setelah mendapat bantuan dari obat mujarab tersebut,
kesehatan badan keempat orang itu dengan cepatnya telah
pulih kembali, tidak sampai satu kentongan kesehatan mereka
telah pulih seperti sedia kala.
Siauw Ling yang punya janji dengan orang setelah
melakukan semedi satu kali dia segera berhenti dan bangkit
berdiri dilihatnya Sang Pat, Tu Kiu serta Pek-li Peng masih
tetap duduk hersemedi disitu.
Siauw Ling angkat kepala memandang keadaan cuaca, dia
lihat awan gelap dilangit sebagian besar telah buyar.
Bintang dan rembulan sudah tak nampak lagi, teringat akan
janjinya dengan kakek berambut putih itu dia merasa
sekaranglah saatnya untuk berangkat. Maka ujarnya.
"Saudara berdua. Siau-heng punya janji dengan seseorang
dan sekarang juga harus segera berangkat, paling cepat
tengah hari nanti dan paling lambat senja nanti aku pasti
sudah kembali kesini, kalian tungulah aku di atas purcak Inwan-
hong." "Aku ikut." teriak Pek-li Peng tiba-tiba sambil meloncat
bangun dari atas tanah. "Kau telah selesai bersemedi?"
"Sudah selesai sejak tadi" jawab Pek i Peng sambil tertawa,
"bahkan kekuatan tubuhku telah pulih kembali seperti sedia
kala!" Siauw Ling tidak segera mengambil keputusan, pikirnya
dalam hati, "Tabiat kakek tua itu aneh sekali dan sukar diraba
dengan kata kata, jika kubawa serta Peng ji kesitu entah dia
menerima dengan senang hati atau tidak" apalagi luka dalam
yang diderita Sang Pat berdua belum sembuh benar, dia harus
tetap tinggal di tempat ini untuk melindungi keselamatan
mereka berdua" Berpikir sampai disitu, dia lantas berkata, "Peng ji, kalau
kita pergi semua lalu siapakah yang melindungi keselamatan
kedua orang saudara kita" walaupun para jago dari
perkampungan Pek Hoa Sanceng telah berangkat tinggalkan
tempat ini, siapa tahu kalau kaki tangan Shen Bok Hong ada
yang balik lagi kemari" kau harus tetap tinggal disini untk
melindungi keselamalan mereka berdua"
Mendengar perkataan itu, Pek li leng mengheLa napas
panjang. "Aaaai....kapan sih aku tak menuruti perkataan dari toako?"
bisiknya lirih. Dari sikap serta tingkah laku gadis itu Siauw Ling tahu
kalau ia tak senang hati, tetapi sekalipun begitu terpaksa ia
harus tetap berlagak pilon. Sambil katanya
"Secepatnya aku akan kembali lagi kesini waktu itu
kesehatan badan dua orang saudara kitapun telah pulih
kembali seperti sedia kala. Kita bersama-sama berangkat
tinggalkan tempat ini"
Pek-li Peng tertawa. "Maukah engkau ajak aku berpesiar ketelaga See-ou dan
menyambangi Pek Niocu di bawah pagoda Lui hong-tha"
"Cerita itu hanya dongeng rakyat belaka!"
"Siapa bilang kalau dahulu benar-benar pernah terjadi
peristiwa semacam ini "sela Sian Ling dengan cepat.
"Perduli dongeng atau kejadian yang sungguh yang pasti
nasib Pek Nio cu mengenaskan sekali "kata Pek-li Peng
dengan wajah serius, cinta kasihnya suci murni dan patut
dipuji, sayang lelaki yang tak kenal budi lebih percaya dengan
perkataan dari Ho at hay Hwesio sehingga akhirnya menindih
tubuhnya dengan pagoda Lui hong tha.."
Habis berkata ia menangis tersedu2 seakan-akan baru saja
bertemu dengan suatu kejadian yang memilukan hati.
Siauw Ling saja amat terperanjat, ia merasa dibalik
perkataan gadis itu menandung arti yang lain, hal tersebut
membuat dia jadi gelagapan dan tak tahu apa yang musti
dijawab, Dengan ujung bajunya Pek-li Peng menyeka air mata
yang jatuh menetes, sambungnya, "Ayahku pernah
mengundang seorang sarjana tua dari daratan Tionggoan
untuk memberi pelajaran membaca dan menulis
bagiku,meskipun usia sarjana itu sudah tua tetapi dia romantis
sekali. Seringkali ia menceritakan kisah-kisah romantis atau
cerita dongeng dari daratan Tionggoan kepadaku, waktu
kudengar cerita tentang Pek Nio cu tempo hari diam diam aku
merasa geli atas ketololan Pek Nio cu tersebut, di kolong langit
toh banyak sekali pemuda tampan kenapa dia cuma mencintai
seorang lelaki belaka, kalau aku yang menjadi dia. . huh. tak
sudi aku dipermainkan dengan begitu saja
"Kalau kau menjadi Pek Nio cu apa yang hendak kau
lakukan?" Perlahan lahan Pek-li Peng alihkan sorot matanya menatap
wajah Siauw Ling kemudian jawbabnya, "Waktu itu aku
pernah berpikir, kalau memang dia tidak menepati janji
kenapa aku musti memikirkan terus dirinya" kenapa aku tidak
bunuh saja orang yang tak kenal budi itu?"
Gadis tersebut berhenti sebentar kemudian melanjutkan
"Tapi sekarang...aku baru tahu, ternyata laut cinta begitu
luas dan tak bertepian"
"Aai! Siauw Ling menghela napas panjang
"Peng-ji usiamu masih kecil kenapa begitu banyak
persoalan yang kau pikirkan?"
Pek-li Peng tertawa sedih.
"Sejak kecil aku sudah terbiasa mengumbar nafsu,
selamanya aku tak mau kalah kepada siapapun, aku masih
ingat ketika masih kecil tempo dulu, waktu itu ayah sedang
meyakinkan suatu ilmu sakti yang maha hebat, aku paksa
dirinya untuk menggendong aku keluar rumah menikmati
keindahan salju. ayah tak mau dan aku menangis terus
bahkan menghancurkan pula barang antik kesayangannya,
ayahku yang selamanya tak penrah memaki diniku waktu itu,
segera menghajar aku, tetapi aku menangis terus tiada
hentinya, sehari semalam tak mau makan dan minum, Ibuku
menasehati dan menghibur diniku, aku juga tetap menangis
tiada hentinya, sampai akhirnya suaraku habis dan air mataku
kering ayahku baru mengalah dan membopong aku keluar dari
Istana untuk melihat salju waktu itulah aku baru berbenti
menangis.." "Bagaimnta setelah kau tumbuh dewasa"sela Siauw Ling..
Setelah makin dewasa aku semakin dapat meresapi cinta
kasih Thian dan kasih sayang orang tua, tetapi ayah dan ibu
sudah mengenal watakku, setiap kali persoalan yang telah
kuputuskan biasanya mereka menurut sekali, siapa tahu
setelah berjumpa dengan toako, aku merasa bahwa diriku
telah berubah jadi seorang manusia lain"
"Berubab jadi lebih jinak dan penurut bukan?" kata Siau
Ling sambil tersenyum. ",Aaai...! aku selalu berusaba menekan watakku dan
menuruti setiap perkataanmu, aku tak tahu sikapku ini bisa
menarik kegembiraanmu atau tidak" aku selalu kuatir pa da
suatu hari engkau bosan kepadaku dan tinggalkan diriku
seperti nasib dari Pek Nio-cu"
"Haaih.baaah-haaah kau bukan Pek Nio.. cu sedang aku
bukan- Kho koin jin, mana boleh kau banding2kan satu sama
lain" baik-baiklah merawat mereka berdua, aku akan
berangkat lebih dahulu!"
"Kau harus segera kembali toako...." bisik Pek-li Peng.
Siauw Ling mengangguk, dia belai rambut gadis itu dengan
penuh kasih sayang kemudian jawabnya
"Tunggulah aku kembali sayang!"
"Akan kutunggu kedatanganmu dengan hati sabar!"
Siauw Ling pun putar badan dan berjalan menujuh ke arah
bukit mengikuti petunjuk dari kakek tua berambut putih.
Sedikitpun tidak salah, di atas puncak bukit itu ia temukan
sehelai sapu tangan berwarna putih yang ditindihi dengan
sebuah batu, di atas sapu tangan tadi terteralah petunjuk
jalan dengan jelasnya. Siauw Ling menyimpan sapu tangan tadi dan segera
melakukan perjalanan sesuai dengan petunjuk yang diberikan
setiap kali bertemu dengan tikungan ia temukan tanda
petunjuk jalan disana. Perkataan kakek tua berambut pucih itu sedikitpun tidak
salah, perjalanan yang harus ditempuh sukar dan payah
sekali. Bukan saja harus melewati tebing yang curam, jurang
yang dalam bahkan kadangkala harus terjun keair dan
merambat ditebing dengan ilmu cecak pikirnya di dalam hati
"Bukankah ia tahu dengan jelas bahwa luka dalam yang
kuderita baru saja sembuh" Kenapa dia suruh aku melalui
jalan yang curam dan berbahaya seperti ini" Bukankah dia ada
maksud menyiksa diriku?"
Tetapi setelah teringat kembali akan janjinya yang telah
diutarakan ia merasa tak ada gunanya menyesal, terpaksa
dengan sepenuh tenaga parjalanan ia lanjutkan.
Luka dalam yang ia derita sebetulnya cukup parah,
meskipun sudah menelan obat mujarab pemberian dari kakek
tua itu, namun berhubung selama ini tiada waktu baginya
untuk mengatur pernapasan dengan baik maka kekuatan
tubuhnya belum pulih seutuhnya. Setelah melakukan
perjalanan beberapa saat lamanya sekujur badan telah basah
kuyup oleh keringat, napasnya jadi tersengal-sengal.
Melihat sang surya sudah muncul dibalik gunung sedang
perjalanan entah berapa jauh lagi, pemuda itu tak berani
berhenti untuk beristirahat dengan paksakan diri ia lanjutkan
perjalanan kedepan Menanti sang surya telah terbit sampailah pemuda itu di
depan sebuah sungai dengan aliran air yang deras.
Siauw Ling perhatikan sebentar sungai dengan aliran air
yang amat deras itu ia merasa luasnya mencapai tiga empat
tomhak. Disitu tiada jembatan ataupun sampan, kalau dihari
biasa jarak sejauh itu mampu dilalui dengan ilmu meringankan
tubuhnya yang cukup sempurna, tak mungkin cara sersebut
dapat dipergunakan Setelah herdiri termangu-mangu beberapa saat lamanya
ditepi sungai akhirnya dia cabut keluar pedang pendeknya dan
memotong beberapa batang kayu kemudian diikat jadi satu
dan dijadikan sebuah rakit, Belum sempat pemuda itu
menyebherangi sungai tadi dengan rakitnya, tiba-tiba
terdengar suara gelak tawa yang amat nyaring berkumandang
datang dan kejauhan disusul seseorang berseru lantang,
"Saudara cilik, kau sudah datang terlambat, andaikata aku
tidak percaya kalau kau pasti datang, sejak tadi sampan ini
sudah ku lepaskan dan sekarang telah berada puluhan li
jauhnya dari sini" Ketika Siauw Ling menengadah ke atas tampaklah seorang
kakek berjubah hijau dengan rambut putih tergulung jadi satu
serta mencekal sebuah tongkat bambu sedang duduk di atas
sebuah rakit yang terbuat dari beberapa lembar bambu, ketika
itu perlahan-lahan ia munculkan diri dari balik semak.
Bergerak di atas aliran sungai yang deras, rakit itu ternyata
bergerak tenang dan seolah-olah sedang berlayar di atas
permukaan telaga yang tenang dan tak bergerak.
Sekali menutul tongkat bambunya rakit itu laksana kilat
meluncur kedepan dan berhenti tepat dihadapan pemuda itu.
Siauw Ling segera mengenali kakek tua itu sebagai kakek
yang pernah dijumpainya kemarin malam, hanya saja pada
saat ini rambutnya telah digulung dengan rapi dan minyak
diwajahnya telah dicuci bersih, begitu agung dan berwibawa
keadaannya hingga boleh dibilang tak jauh berbeda seperti
malaikat Ia segera menghembuskan napas panjang, katanya, "Luka
dalam yang boanpwee derita belum sembuh, perjalananku
dilakukan lambat sekali, bila loo tiang menunggu agak lama
harap engkau suka memaafkan"
Sambil tertawa kakek tua itu mengangguk.
"Aku sudah tahu kalau engkau telah menggunakan segala
kemampuan yang kau miliki untuk tiba disini sebelum
waktunya.." Ia berhenti sebentar, lalu sambungnya, "Saudara cilik, kau
pandai ilmu berenang?"
"Sama sekali tak bisa" sahut pemuda itu sambil


Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggeleng. "Aliran air sungai disini amat deras sekali, kalau memang
ku tak pandai ilmu dalam air, kenapa kau hendak
menyeberangi sungai ini dengan rakit dikala kau berada dalam
keadaan payah dan kehabisan tenaga" Apakah kau tidak takut
mati?" "Boanpwee telah berjanji dengan loo tiang bagaimanapun
juga aku tak ingin mengingkari janji karena itu terpaksa aku
harus coba menyeberanginya kendati harus menempuh
bahaya!" "Apakah kau menyesal?" tanya kakek tua berambut putih
itu sambil tersenyum. Siauw Ling menggeleng. "Seandainya aku merasa meyesal, bisa saja kubatalkan janji
ini ketika berada ditengah jalan tadi, kenapa aku musti
bersusah payah sampai disini" cuma... ada satu persoalau
membuat boanpwee tak habis mengerti dapatkah kutanyakan
pada lootiang?" "Persoalan apa?"
"Aku tidak menyesal loo-tiang suruh, aku melakukan
perjalanan dengan melewati jalan yang curam dan berbahaya
aku hanyau heran mengapa lootiang tidak suruh aku melewati
jalan lurus yang sehenarnya di sekitar sana, sebaliknya malah
memberi petunjuk kepadaku untuk melewati tebing yang
curam serta selat yang sempit.."
"Di kolong langit tiada hasil yang bisa diperoleh tanpa
bersusah payah bagi dirimu semua yang telah kau jalankan
hanya merupakan suatu perobahan kecil saja.
"Andaikata boanpwee bukan berada dalam keadaan luka,
sekalipun perjalanan itu sepuluh kali lipat lebih berbahaya pun
aku percaya masih mampu melewatinya dengan cepat."
"Kalau kau tidak terluka maka percobaan yang harus kau
lewati mungkin sepuluh kali lipat lebih hebat daripada
kekuatan yang kau miliki sekarang!
"Loo tiang, perkataanmu mengandung arti yang terlalu
dalam, lama kelamaan boanpwee jadi kebingungan!"
Kakek tua berambut putih itu tertawa hambar.
"Saudara cilik, sekarang kau pasti sudah lelah bukan karena
kehabisan tenaga" Nah, cepatlah pejamkan mata dan
benstirahatlah sebentar, jika kekuatan tubuhmu pulih kembali
kita baru berbicara lebih jauh.
Ketika itu Siauw Ling memang merasa kepalanya agak
pening diri matanya berkunang-kunang, ia merasa tak kuat
menahan diri lagi, maka jawabnya
"Boenpwee akan turut perintah "
Ia segera duduk bersila, pejamkan mata dan mengatur
penapasan. Dalam semedinya, ia merasa kepalanya jadi sakit seperti
terhantam oleh sebuah benda berat. pingsanlah pemuda itu
seketika itu juga. Menanti ia sadar kembali dari pingsannya, tengah hari
sudah tiba dan ia temukan dirinya berbaring di atas tanah
rumput yang lunak dan lembut sekali.
Ketika sorot matanya dialihkan kesekeliling tempat itu,
tampak olehnya bunga dengan aneka warna yang indah
bertaburan disekeliling tubuhnya, bau harum semerbak
menyelimuti daerah di sekitar sana.
Perlahan lahan Siauw Ling bangkit berdiri pertama tama ia
meraih kitab pusaka peninggalan Raja seruling yang berada
dalam sakunya lebih dahulu, setelah menemukan bahwa kitab
itu masih ada disana, rasa tegangnya agak mengendor,
perlahan-lahan dia bangkit lalu menghembuskan napas
panjang. Tubuhnya terasa segar sekali, rasa penat dan lelah sama
sekali lenyap tak berbekas, bahkan luka dalam yang diderita
pun sudah sembuh kembali seperti sedia kala, kesemuanya itu
membuat hatinya tercengang, pikirnya di dalam hati.
"Bukankah aku sedang mengatur pernapasan ditepi sungai
dan kepalaku dipukul orang keras2" kenapa sekarang berada
disini" dimanakah kakek berambut putih itu" kemana perginya
dia?" Setelah berpikir sebentar, pemuda itu merasa bahwa
kesemuanya itu adalah hasil perbuatan dari kakek berambut
putih, hanya ia tak tahu apa sebenarnya tujuan kakek itu.
Daerah disekeliling tempat itu tertutup oleh dinding bukit
yang menjulang keangkasa di bawah sorot cahaya sang surya
tampaklah setiap sudut tempat itu terlihat jelas. Kecuali
sebuah rumah gubuk yang berada disitu tidak nampak benda
apapun. Siauw Ling teliti lagi daerah di sekitar sana ditemuinya
bunga yang tumbuh disana benaneka warna dan macam
ragamnya banyak sekali, bunga bunga itu jelas ditanam orang
dari luar lembah. Sekarang Siauw Ling mulai merasa bahwa kemungkinan
besar rumah gubuk itu adalah tempat tinggal dari kakek
berambut putih itu. Berpikir sampai disana perlahan-lahan dia maju kedepan
dan mendekati rumah gubuk tadi. Pintu pagar terbuka lebar
namun tak nampak sesosok bayangan manusiapun berada
disana. Siauw Ling mendehem ringan, kemudian berkata, "Loo
cianpwee atas cinta kasih yang telah cianpwee berikan
kepadaku aku merasa amat berterima kasih sekali"
Siapa tahu suasana masih tetap sunyi senyap tak
kedengaran suara sedikitpun.
Siauw Ling segena pertinggi suaranya dan benseru kembali,
"Boanpwee harus pergi, bolehkah aku berjumpa lagi dengan
dirimu?" Kali ini ucapan tersebut dipancarkan dengan hawa yang
penuh membuat suaranya mendengung keudara dan
memantul keempat penjuru.
Tetapi suasana tetap sunyi senyap dan tak kedengaran
suara jawaban..,,, Satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya,
segera pemuda itu berpikir, "Ia pernah beritahu aku bahwa
dia hendak tinggalkan tempat ini untuk berangkat ke negeri
Thian tok, apakah ia sudah berangkat?"
Berpikir demikian ia lantas melangkah balik ke dalam
ruangan gubuk itu. Suasana dalam ruangan bersih dan terang tak nampak
debu yang menempel disana. Cuma tak nampak sesosok
bayangan manusia pun di tempat itu.
Dengan sorot mata yang tajam Siauw Ling menyapu
sekejap ruangan tadi, dia lihat di atas sebuah meja kayu
terletak dua buah Kitab tipis, di atas kitab itu terletak pula
secarik kertas. Ketika kertas itu diambil maka terbacalah isinya yang
berbunyi, "Untuk membantu engkau menembusi urat penting yang
menguasai mati hidup, aku telah berangkat dua jam lebih
lambat dari rencana semula, saat keberangkatanku tak bisa
diundur lagi, karena itu kutinggalkan dua jilid ilmu silat
sebagai tanda mata bagimu.
Tertanda: Sahabat dimasa tua.
Ditinjau dari tinta yang belum kering, hal itu menunjukkan
kalau kakek tua berambut putih itu berlalu belum lama.
Diam-diam Siauw Ling menghela napas panjang, pikirnya,
"Bila aku mendusin setengah jam berselang, mungkin dapat
kutemui lagi orang itu"
Sinar matanya segera dialihkan ke atas kitab yang
tertumpuk di atas meja, terbacalah beberapa huruf besar
berwarna merah yang ertera di atas kitab itu,
"Inti sari Hoa sam Kiam hoat, ditu1is oleh Tam In Cing."
Hampir saja Siauw Ling tidak percaya dengan pandangan
mata sendiri. Dia kucak-kucak matanya dan memperhatikan
lebih seksama lagi, sedikitpun tidak salah, di atas kitab itu
tertulis huruf-huruf tersebut dengan jelas dan nyata,
"Inti sari Hoa san Kiam hoat"
Secara lapat2 Siauw Ling teringat kembali akan sikap It-bun
Han Too yang pernah menyembah dihadapan jenazah seorang
kakek tua berjubah hijau waktu berada dalam Istana terlarang
waktu itu dia sebut kakek tersebut sebagai Tam In Cing.
Bukankah kitab ini adalah hasil peninggalannya"
Satu ingatan lain dengan cepat berkelebat pula dalam
benaknya. "Oooh... jangan2 kakek tua itu adalah jago lihay yang
berhasil masuk ke dalam istana terlarang lebih dahulu serta
mengamb1 pergi kitab ilmu silat peninggalan dari sepuluh
tokoh sakti itu?" Berpikir sampai disana, ia lantas berseru tertahan
"Oooh...sayang...sayang... kenapa aku lupa menanyakan
nama dari jago lihay itu" keadaanku benar-benar bagaikan
punya mata tak berbiji..."
Ketika teringat kembali akan surat yang ditinggalkan itu dia
segera memeriksanya kembali, namun disitu kecuali tercantum
kata sahabat dimasa tua, tiada nama lain lain yang tertinggal.
Siauw Ling menghembuskan napas panjang pikirnya,
"Dengan orang ini aku tiada hubungan dan kenalpun baru
kemarin malam, sungguh tak nyana ia telah meninggalks dua
buah kitab pusaka yang tak ternilai harganya itu kepadaku.
Bahkan tidak meninggakan pula namanya.... kebesaran jiwa
orang ini benar-benar mengagumkan."
Setelah termangu mangu beberapa saat lamanya,
perlahan-lahan dia angkat kitab pusaka dari Tam In Cing itu
dan memeriksa kitab yang kedua, terbaca olehnya pada
halaman kitab yang kedua tercantum beberapa huruf besar
yang berbunyi, "Sian ci Sinkang ditulis oleh: Bu Siang murid dari partai
Siau-lim" Dalam hati Siauw Ling segera berpikir, "Aku dengar suhu
pernah berkata bahwa ilmu sentilan jari Sian ci sinkang dari
kuil Siau-lim adalah sejenis kepandaian yang maha dahsyat,
tak nyana kakek tua itu rela meninggalkannya untukku!"
Berpikir demikian ia lantas membuka kitab tadi dan
membaca isinya pada halaman pertama, dimana tertulislah
kata-kata yang berbunyi, "Aku sudah tahu bahwa nasibku akan berakhir di dalam
istana terlarang, aku lihat semua rekan senasib sedang duduk
dikursi sambil menulis ilmu silatnya ke atas kitab catatan, kami
semua berharap agar dikemudian hari ada orang yang masuk
ke dalam istana terlarang dan mendapatkan kitab catatan ilmu
silat itu, dari pada ilmu sakti yang dilatih selama banyak tahun
dengan susah payah musti lenyap dengan begitu saja....."
Diam diam Sian Ling menghela napas panjang, pikirnya:
Ahli bangunan bertangan sakti Pan It Thian mendirikan istana
terlarang dengan tujuan meringkus semua jago lihay nomor
wahid di kolong langit hingga dia bisa merajai dunia tanpa
tandingan, siapa tahu diri harus mati lebih dulu di bawah
kerubutan para jago lihay sampai sampai ilmu silatpun tak
sempat ditinggalkan, mencelakai orang seperti mencelakai diri
sendiri, siapa tahu kalau nasibnya jauh lebih buruk...."
Dia membaca lebih jauh isi kitab tadi.
"Tapi ilmu silat darik partai Siau-lim kami luas bagaikan
samudra, tak bisa dibandingkan dengan perguruan-perguruan
lain, kepandaian yang kumiliki tak dapat terlepas dari sucouw
kami turun temurun, sebaliknya kalau aku tidak meninggalkan
ilmu apa apa hal ini juga patut disayangkan maka setelah
berpikir tiga kali akhirnya aku memutuskan untuk
meninggalkan ilmu sentilan jari Sian ci sinkang untuk
diwariskan kepada generasi yang akan datang, ilmu tersebut
mudah dipelajari dan tak usah meraba dengan susah payah.
dalam waktu singkat tentu ada hasil yang berhasil dicapai."
Siauw Ling menengadah dan menghembuskan napas
panjang, pikirnya, "Ia tinggalkan inti sari ilmu sentilan Sian
sinkang, rupanya apa yang tercatat merupakan pengalaman
yang telah diperoleh selama mempelajari kepandaian tersebut,
kenapa aku tidak berusaha pula meyakinkan ilmu ini dalam
waktu singkat" Berpikiir demikian, ia lantas mundur dua langkah ke
belakang dan menyembah dua kali terhadap kitab catatan
tersebut, katanya, "Ini hari aku berhasil mendapatkan kitab
pusaka peninggalan taysu hal ini benar-benar merupakan
suatu peruntungan bagiku dikemudian hari bila ada
kesempatan kitab ini pasti akan kukembalikan kepartai Siaulim
agar kepandalan sakti yang telah taysu dalami selama
puluhan tahun ini bisa dimanfaatkan pula oeh semua anak
murid partai Siau-lim!"
Selesai berdoa ia membuka kitab itu dan dibacanya dengan
seksama. Dalam kitab ilmu silat tersebut, Bu-siang taysu
kecuali mencatat cara mempelajari ilmu Sian ci sinkang,
tercantum pula penga1amanna selama puluhan tahun dalam
mempelajari kepandaian tersebut. Kiranya Bu siang taysu
adalah murid kuil Siau-lim dari angkatan "Bu" yang paling
berbakat dan paling cerdik. Setelah terpilih untuk mempelajari
ilmu silat partainya ia pernah meninjau sejarah partai Siau-lim
sejak seratus tahun berselang, diantara jangka waktu itu ada
dua belas orang pernah memilih untuk mempelajari ilmu
sentilan Sian-ci sinkang, tapi mereka semua mengalami
kegagalan ditengah jalan dan tak seorangpun berhasil
menguasainya dengan benar, bahkan ada dua orang
diantaranya karena malu bertemu dengan gurunya, dalam
gusar dan putus asa telah melakukan bunuh diri.
Setelah mengetahui akan kejadian tersebut timbulah tekad
dalam hati kecil Bu Siang taysu untuk mempelajari ilmu Sian ci
sinkang tersebut. Waktu itu ada seorang angkatan tua dari Kuil Siau-lim yang
memberi petunjuk kepadanya agar memilih kepandaian silat
yang lain saja, tetapi tekadnya telah bulat dan ia bersikeras
untuk memilih kepandaian tadi, dalam keadaan apa boleh buat
akhirnya ia diijinkan pula.
Di dalam suatu ruang rahasia yang terpisah dengan orang
luar, Bu Siang taysu pusatkan seluruh perhatian dan
kepandaiannya untuk mempelajari kepandaian itu, tapi lima
tahun kemudian, belum ada hasil apapun yang berhasil
didapatkan. Pada saat itulah dia baru menyadari bahwa kepandaian
tersebut adalah kepandaian yang membutuhkan kesadaran
yang amat besar untuk mempelajarinya kecuali membutuhkan
pula tenaga dalam yang sempurna.
Karena itu selama tiga tahun dia memperdalam tenaga


Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalamnya lebih dahu1u menanti hawa murninya sudah
mencapai kesempurnaan ia baru mempelajari kembali ilmu
tadi. Lima tahun lewat dengan cepat dan hasil yang didapat
baru sedikit sekali, tiga belas tahun kemudian ilmu tersebut
baru boleh dibilang dikuasai penuh olehnya
Membaca sampai disini diam diam Siauw Ling tercekat juga
hatinya, ia berpikir, "Kalau aku harus membutuhkan waktu
selama puluhan tahun pula untuk melatih kepandaian ini,
mungkin keadaan sudah tidak mengijinkan lagi"
Sesudah menenangkan hatinya ia membaca lagi lebih jauh.
"Setelah aku pelajari kepandaian tersebut barulah kusadari
bahwa dibalik ilmu tadi sebenarnya mempunyai suatu rabasia
yang amat besar. Jika rahasia itu tak dapat ditemukan maka
sukar untuk meyakinkan ilmu tadi hingga mencapai puncak
kesempurnaan sayang sekali para lootiang pada tahun tahun
sebelumnya tak seorangpun yang berhasil memecahkan
rahasia itu, hinggga banyak diantaranya mengalami
kegagalan..... "Aku tak bisa menduga akhirnya kitab ini bakal terjatuh
ketangan siapa akupun tak ingin jerih payahku selama
puluhan tahun ikut musnah dan terkubur bersama diriku
dalam Istana Terlarang ini. Semoga budha yang maha
pengasih melindungi kami sehingga orang yang berhasi1
dapatkan kitab ini bisa mengamalkan kepandaiannya untuk
kebajikan serta membasmi kaum durjana dari muka bumi"
Ketika dibaca lebih lanjut isinya merupakah rahasia cara
mempelajari kepandaian sakti tersebut, sebuah keterangan
dan penjelasan tercantum dengan rapi dan cermat sekali.
Siauw Ling jadi kesemsem dan seluruh perhatiannya
terhisap ke dalam isi kitab tadi tanpa dia sadari pemuda itupun
mulai memelajari kepandaian sakti itu.
Isi kitab itu tipis sekali dan di dalam waktu singkat telah
habis dibaca. Namun di bawah penjelasan dari Bu Siang taysu
yang begitu teliti secara baik dalam mengatur napas,
mengerahkan tenaga serta hal-hal yang sepelepun tercantum
nyata, Siauw Ling benar-benar terhisap perhatiannya, tanpa
disadari ia telah mempelajari kepandaian tersebut sampai
berpuluh-puluh kali banyaknya.
Menanti hari sudah gelap ia baru sadar buru-buru kitab itu
disimpan ke dalam saku dan segera melangkah keluar dari
ruangan itu. Ketika mengetahui bahwa senja telah menjelang tiba,
Siauw Ling segera mendaki ke atas puncak sebuah bukit, dari
situ ja menentukan sebuah arah dan buru-buru kembali
kepuncak In-wan-hong. Menanti ia tiba dipuncak In-wan-hong, malam telah
menjelang kembali, waktu menujukkan hampir kentongan
pertama. Ditengah kegelapan tampaklah seorang gadis muda
berbaju putih berdiri ditepi jurang, rambut dan gaunnya
berkibar terhembus angin malam yang kencang.
Satu ingatan segera berkelebat dalam benak Siauw Ling,
buru-buru ia maju kedepan sambil menegur
"Apakah Peng-ji?"
---oo0dw0oo--- Jilid: 11 GADIS itu per-lahan2 putar badan dan membereskan
rambut panjangnya yang kusut karena terhembus angin, lalu
sambil tertawa katanya."Ooh... kau sudah kembali?"
Sedikit pun tidak salah, dara baju putih itu bukan lain
adalah Pek-li Peng yang telah berdandan sebagai perempuan
lagi. Siauw Ling menghela napas panjang, serunya:"'Angin
malam sangat dingin, mau apa engkau berdiri ditempat ini?"
"Tunggu dirimu. Sengaja aku tukar pakaian putih untuk
menantikan kedatanganmu, asal kau telah kembali maka aku
tentu akan kelihatan lebih dahulu..."
---ooo0dw0ooo--- "KALAU semalaman aku tidak pulang, apa knh kaupun akan
berdiri semalam suntuk ditepi jurang?"
"Aku akan menantikan kedatanganmu sampai kau kembali
kesini, bila kau tidak kembali dalam waktu tiga hari tiga malam
maka akupun akan menunggu selama tiga hari tiga malam
disini" "Budak ini begitu cinta dan sayang kepadaku, entah
bagaimanakah penyelesaiannya dikemudian hari?" pikir Siauw
Ling dalam hati. Segera ujarnya dengan suara lirih:"Seandainya aku tidak
pulang dalam sepuluh hari?"
"Aaah! tak mungkin, aku percaya dengan perkataan dari
toako, kau tak akan membohongi diriku"
Siauw Ling segera ulurkan tangannya menggandeng
pergelangan kanan Pek-li Peng serunya,"Ayo pulang! besok
pagi kita masih harus melanjutkan perjalanan".
"Apakah toako telah berjumpa dengan orang itu?"
"Sudah. Aaaai... Shen Bok Hong berusaha keras dengan
segala kemampuannya untuk masuk kedalam istana terlarang
dan berharap bisa dapatkan kitab ilmu silat peninggalan dari
sepuluh tokoh maha sakti itu, agar cita2nya untuk merajai
dunia persilatan dapat terwujud, tetapi ia telah menemui
kegagalan total dan keluar tenaga dengan percuma, sejilid
kitab ilmu silatpun tidak berhasil didapatkan..."
Sementara itu sepasang pedagang dari kota Tiong-ciu telah
munculkan diri disitu. tampak mereka memberi hormat dan
berseru: "Toako..."
"Oooh...! saudara berdua, bagaimana keadaan luka kalian?"
"Berkat pemberian obat mujarab dari toako, luka yang kami
derita telah sembuh kembali seperti sedia kala".
"Dalam kamar telah disiapkan sayur dan arak, toako!
silahkan masuk ke dalam kamar untuk minum arak mengusir
hawa dingin!" sambung Tu Kiu.
Pada waktu itu Siauw Liog memang merasa agak lapar,
dengan langkah lebar ia segera masuk kedalam kamar.
Tampaklah dimeja telah tersedia empat macam sayur, bau
harum tersiar dalam ruangan membuat perut terasa makin
lapar, ia jadi tercengang bercampur keheranan, pikirnya.
"Ditempat yang terpencil dan jauh dari kota, darimana mereka
bisa dapatkan bahan makanan yang begini baik?"
Rupanya Sang Pat dapat menebak kecurigaan dalam hati
Siauw Ling, tidak menunggu pemuda itu buka suara ia telah
berkata lebih dahulu: "Siauw te berbasil mendapatkan seekor
ayam waktu berburu tadi. kemudian kumasak sendiri
seadanya... apakah toako doyan dengan masakan seperti ini?"
Siauw Ling mencicipi sesuap, kemudian pujinya: "Hmmm...
sedap!" Sang Pat melirik sekejap kearah Pek-li Peng. lalu katanya:
"Nona Pek-li, toako telah kembali. Sekarang nonapun harus
bersantap untuk mengisi perut!"
Pek-li Peng tertawa jengah, pipinya seketika berubah jadi
merah padam bagaikan kepiting rebus.
Mendengar perkataan itu Siauw Ling segera berpaling
kearah dara tersebut, tegurnya : "Kenapa" kenapa kau tidak
bersantap"' "Sehari penuh nona Pek-li tidak makan dan tidak minum
barang setetes air pun" Sang Pat menambahkan sambil
tertawa. "Kenapa?" "Dia mau menunggu sampai toako kembali baru makan
bersama" Siauw Ling tidak banyak bertanya lagi, ia duduk dan segera
berseru : "Sekarang mari kita bersantap!"
Kepandaian memasak yang dimiliki Sang Pat benar benar
luar biasa sekali. Seekor ayam hasil buruannya telah disulap
menjadi beberapa macam sayur yang lezat dan sedap
rasanya, empat orang yang sudah lapar tanpa sungkan lagi
segera menyikat habis semua hidangan tersebut.
Selesai bersantap, dengan pandangan mata yang tajam
Siauw Ling memperhatikan raut wajah Sang Pot serta Tu Kiu,
setelah mengetahui bahwa luka mereka benar2 telah sembuh,
dalam hati ia merasa berterima kasih sekali terhadap kakek
berambut putih itu. pikirnya: "Andaikata aku tidak
memperoleh obat mujarab pemberiannya sehingga luka yang
diderita sepasang pedagang dari kota Tiong ciu bisa sembuh
dengan begitu cepat. Mungkin aku harus menunggu tiga
sampai lima hari lamanya baru bisa menempuh perjalanan
lagi". Selesai membereskan mangkuk sumpit dari cawan. Sang
Pat pun berkata: "Agaknya luka dalam yang diderita Shen Bok
Hong parah sekali..."
"Apakah kau telah berjumpa dengan gembong iblis itu?"
Sang Pit menangguk tanda membenarkan, "Aku serta
saudara Tu ber-sama2 berjumpa dengan dirinya, keadaan iblis
tersebut mengenaskan sekali. Dengan terburu nafsu ia kirim
satu pukulan kepadaku dan satu pukulan kearah saudara Tu.
Waktu itu kami sudah kehabisan tenaga karena pertarungan
telah berlangsung lama sekali, terpaksa serangannya itu kami
sambut dengan keras lawan keras..."
"Jadi luka dalam yang kau derita adalah akibat diri
pukulannya yang kalian sambut dengan kekerasan itu?"
"Sedikitpun tidak salah!"
Mendengar perkataan itu Siauw Ling meng hela napas
panjang. "Aaai... ia sudah terkena sebuah pukulan Siauw-lo
sin ci yang kulancarkan, tapi kekuatan tubuhnya masih begitu
besar hingga pukulan yang dia lancarkan masih mampu untuk
menghajar kalian sampai terluka parah. Kesempurnaan tenaga
dalam yang dia miliki serta kelihayan ilmu silat yang
diyakininya benar2 sukar dihadapi oleh manusia biasa,
sekalipun sepuluh tokoh maha sakti dimasa yang lampaupun
tidak lebih hanya begitu saja..."
Pek-li Peng memandang sekejap kearah Sang Pat serta Tu
Kiu. kemudian tanyanya: "Tadi kalian bilang harus bertempur
lama sekali, kalian telah bertempur melawan siapa sih?"
"Setelah nona menyampaikan pesan dari toako agar kami
menunggu didalam lembah berangkatlah kami berdua
melaksanakan perintah dari toako itu. Siapa tahu ditengah
jalan jejak kami telah ketahuan oleh para peronda dari
perkampungan Pek-hoa-san-cung. kami takut situasi ini akan
merusak rencana besar toako serta nona, terpaksa kami putar
badan dan lari tinggalkan tempat itu. Siapa tahu mereka
mengejar terus dengan kencangnya sehingga ber-puluh2 li
jauhnya. Baru saja kami berhasil lolos dari pengejaran tiba2
bala bantuan jago lihay dari perkampungan Pel hoa san-cung
kebetulan tiba pula disana, maka tak bisa dihindari lagi suatu
pertempuran yang amat sengit segera berkobar. Meskipun
kami berhasil membinasakan berpuluh puluh orang jago lihay,
tetapi musuh tangguh yang mengepung disekeliling sana
bertambah banyak bahkan setiap orang menerjang dengan
nekad dan tak takut mati. Setelah bertempur hampir tiga jam
lamanya musuh2 tangguh tersebut berbasil kami pukul
mundur juga. Setelah teringat akan janji dari toako maka
kamipun buru2 menyusul kemari.
"Tapi penjagaan yang dilakukan dalam selat itu ketat sekali.
Penjagaan tersebar di mana2. Dalam keadaan apa boleh buat
terpaksa aku serta Loo sam menerjang masuk dengan
menggunakan kekerasan. Baru saja melalui rintangan
Keempat, kami lelah berjumpa dengan Ciu Cau Liong sekalian,
kedua belah pihakpun teriibit kembali dalam suatu
pertarungan yang amat sengit. Tidak lama kemudian Shen Boi
Hong-pun menyusul datang. Setelah melancarkan satu
pukulan kepadaku dan Tu Kiu, ia membawa kerabatnya
mengundurkan diri dari sana. Waktu itu aku serta Loo sam
telah terluka parah, sambil menahan diri berangkatlah kami
datang kelembah...."
"Dari mana kau bisa tahu kalau Shen Bok Hong telah
terluka parah?" "Setelah melancarkan dua buah serangan itu, dia muntah
darah dan segera kabur dari situ. Rupanya dia takut sekali
kalau sampai aku serta saudara Tu tahu kalau ia terluka
parah". "Nah. itulah dia..." kata Siauw Ling sambil mengangguk
"untung Thian melindungi mereka yang benar, akhirnya
saudara berdua selamat juga dari bencana"
"Seandainya tak ada pemberian obat mujarab dari toako,
mungkin saat ini kami berdua telah mati dan mayatnyapun
sudah dingin" "Setelah terluka parah toako menyerahkan pula tenaga
dalam untuk membantu kami, budi kebaikan yang luar biasa
ini sungguh membuat kami merasa terharu den berterima
kasih sekali," sambung Tu Kiu.
Mendengar perkataan itu Siauw Ling segera menegur dan
mengerutkan alisnya: "Kita semua toh saudara sendiri, kenapa
kau malah bersikap begitu sungkan terhadap diriku?"
"Teguran toako tepat sekali, Siauw-te lah yang sudah salah
bicara" Pek-li Peng yang selama ini membungkam diri tiba2 tertawa
cekikikan serunya: "Sekarang mara bahaya toh sudah lewat,
apa gunanya membicarakan soal itu lagi".
Sambil berpaling kearah Siauw Ling sambungnya: "Toako,
bukankah kau telah berjanji akan membawa aku pergi
berpesiar ketelaga See-ou jadi tidak?"
"Setiap perkataan yang telah kuucapkan tentu akan
kutepati, cuma, sekarang belum waktunya untuk berbuat
begitu" "Aku rasa sekaranglah waktunya yang paling bagus untuk
berpesiar ketelaga See-ou"
"Kenapa?" "Sebab semua harapan para enghiong hoo-han dikolong
langit telah dibebankan ke atas bahumu. Setiap hari kau sibuk
dengan pelbagai macam persoalan, mumpung Shen Bok Hong
sedang terluka parah dan harus merawat lukanya itu, kita bisa
berpesiar dengan hati tenang"
Siauw Ling tertawa rawan. "Tidak salah setelah Shen Bok
Hong menderita pukulan hebat kali ini, perduli apakah dia
terluka parah atau tidak, untuk menyusun dan membangun
kembali kekuatannya ia memang membutuhkan waktu yang
cukup lama...." "Jadi toako telah menyanggupi permintaanku?" tanya Pek-li
Peng kegirangan. Siauw Ling menghela napas dan menggeleng. "Peng-ji
sepantasnya kalau kukabulkan permintaanmu itu... tetapi


Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sayang sekali aku harus menyelesaikan pekerjaan lain di
dalam waktu senggang tersebut"
Air muka Pek-li Peng berubah jadi kecut, rasa girang yarig
semula menghiasi wajahnya kini lenyap tak berbekas.
"Pentingkah urusan itu?" tanyanya.
"Penting sekali, karena itu aku harus segera berangkat.
Aaai...! Peng-ji, kedatanganku ke Istana terlarang adalah
untuk mengadu untung. Aku berharap hasil yang kudapatkan
bisa digunakan untuk membantu dirinya, tentu saja anak kunci
untuk membuka istana terlarang yang ada di dalam sakuku
adalah hadiah dari dia pula"
"Tetapi dalam istasa terlarang sudah tak ada barang lagi.
Ilmu silat yang ditinggalkan sepuluh orang sakti telah dilarikan
orang semua sebelum kita sampai disitu"
"Tetapi berbicara bagiku nasibku amat mujur, sebab orang
itu justru meninggalkan kitab catatan dari Thio Hong ditempai
semula" "Jadi kalau begitu ilmu silat yang dimilki Thio Hong adalah
paling hebat diantari sepuluh tokoh maha sakti lainnya?"
"Kepandaian silat yang dimiliki kesepuluh orang tokoh sakti
yang terkurung dalam Istana Terlarang sama2 tangguh dan
hebatnya. Sukar untuk dikatakan mana yang lebih lihay.
Tetapi orang yang memusuhi itu justru punya kepandaian
yang sejalan dengan ilmu silat milik Raja Seruling, dengan
dimilikinya kitab pusaka peninggalan dari Thio Hong bukankah
itu berarti bahwa kita punya peluang untuk merubuhkan
musuh?" "Oooh... ternyata begitu..." Pek-li Peng tarik napas
panjang. "jadi kau hendak pergi menolong orang?"
"Peng-ji, ternyata kau memang cerdik sekali."
"Siapa yang akan kau tolong" bolehkah diberitahukan
kepadaku"..." "Tentu saja boleh, dia adalah Gak Siauw Cha"
"Gak Siauw Cha?" seru Pek-li Peng tertegun, "dia tentu
seorang nona yang -amat cantik bukan?"
"Dia adalah enciku...."
"Kau toh she Siauw sedang dia she-Gak, mana mungkin dia
bisa jadi encimu". Siauw Ling menengadah keatas. Dengan wajah sedih
bercampur murung jawabnya: "Seandainya bibi Im tidak
mewariskan ilmu silatnya dan enci Siauw Cha tidak membawa
aku lari dari rumah, sulit dikatakan apakah aku Siauw Ling
bisa hidup sampai ini hari. Sekalipun masih hidup mungkin
badanku lemah dan sepanjang tahun sakit terus..."
"Siapakah bibi Im itu" kenapa bisa disatukan dengan nama
Gak Siauw Cha" "Pengaruh dan kesannya terhadap diriku terlalu besar
seandainya tiada bibi Im mungkin sekarang, aku masih tetap
merupakan seorang sasterawan lemah yang terpenyakitan dan
tak mampu berbuat apapun..."
"Aaai... seandainya sampai sekarang kau merupakan
sasterawan yang lemah dan berpenyakitan, keadaan itu jauh
lebih baik lagi.... karena dengan begitu, aku bisa merawat
dirimu secara baik2"
Siauw Ling segera tersenyum mendengar perkataan itu,
"Peng-ji, seandainya semua kejadian berlangsung seperti apa
yang kau harapkan, maka aku tak mungkin bisa kenal dengan
dirimu. Sekalipun kita sudah berkenalan belum tentu engkau
sudi bersahabat dengan seorang sastrawan yang lemah tak
bertenaga serta berpenyakitan itu"
Pek-li Peng tertawa pedih. "Kini kau adalah seorang jago
lihay dalam dunia persilatan, seorang enghiong.... seorang
pria sejati yang dihormati oleh setiap umat persilatan,
andaikata aku mengatakan rela, tentu kau tak akan percaya
bukan?" "Aku percaya!" jawab Siauw Ling sambil mengangguk,
"hanya saja...."
"Hanya saja. kita sama sekali tiada kesempatan yang baik
untuk saling berkenalan, bukankah begitu?"
"Benar!" Kembali Pek-li Peng termenung dan berpikir beberapa saat
lamanya, lalu ia bertanya, "Hendak kemana engkau pergi
jumpai nona Gak itu?"
"Dasar tebing Toan-hun-gay digunung Heng-san!"
"Aku boleh ikut serta dengan dirimu?"
"Aaaai....! Peng-ji, tempat itu sangat berbahaya dan setiap
saat jiwa kita bakal terancam, lagipula ilmu silat yang dimiliki
pihak lawan kemungkinan besar tidak berada dibawah
kepandaian silat yang dimiliki Shen Bok Hong. Jangan dibilang
aku sekalipun enci Gak yang memiliki ilmu silat berkali-kali
lipat lebih hebat dari akupun tak berani bermusuhan dengan
mereka apalagi kau?"
"Aku tahu bahwa engkau tak sudi membawa serta diriku,
hal ini bukan disebabkan ilmu silat yang dimiliki pihak lawan
terlalu tinggi, melainkan kau takut terhadap enci Gak mu....
iyaa toh?" "Kenapa aku musti takut terhadap dirinya?"
"Enci Gak melihat engkau membawa seorang budak jelek
pergi menghadap dirinya, tentu saja ia akan merasa tak
senang hati" "Aaaah....! enci Gak tak mungkin marah, yang paling
penting tempat itu sangat berbahaya dan pihak musuh terlalu
lihay untuk dihadapi"
"Sebahaya-bahayanya tempat itu. aku rasa tak akan lebih
berbahaya dari pada Istana Terlarang, se-lihay2nya pihak
musuh tak mungkin akan jauh lebih lihay dari Shen Bok Hong,
apa yang musti kutakuti lagi?"
Siauw Ling merasa perkataan itu masuk di akal dan benar
juga. Untuk beberapa saat lamanya ia jadi terbungkam dan
tak tahu apa yang musti dijawab.
Sepasang pedagang dari kota Tiong ciu berdiri ter-mangu2
disisi kalangan, mereka ingin sekali membantu Siauw Ling dan
menasehati Pek-li Peng dengan beberapa patah kata, namun
mereka tak tahu apa yang musti diucapkan.
"Bukankah perkataanku benar?" ujar Pek-li Peng lagi
dengan suara sedih. Siauw Ling menggeleng. "Tebakanmu sama sekali tidak
benar, akan tetapi kalau memang kau bersikeras ingin ikut aku
akan membawa serta dirimu"
"Sungguh" kau tak takut enci Gakmu itu menjadi marah?"
"Enci Gak tak akan marah, kau tak usah menebak dengan
sembarangan.... Ia bukan manusia macam itu!".
Dari perubahan sikapnya yang begitu serius Pek-li Peng
tahu bahwa encinya Gak dalam bayangan pemuda itu adalah
seorang perempuan yang amat dihormati dan disegani, ia
benar2 tak berani banyak bicara lagi.
Menanti kedua orang itu telah berhenti bicara, Sang Pat
baru mendehem ringan sambil berkata. "Toako, bagaimana
dengan aku serta Tu-Loo-sam" apakah kami boleh ikut serta
ber-sama toako?" Siauw Ling berpikir sebentar, lalu menjawab. "Dasar tebing
Toan hun gay digunung Heng san adalah suatu tempat yang
sangat berbahaya, sedang Giok Siau long kun sendiri
merupakan ssorang tokoh silat yang amat lihay, aku rasa
saudara berdua tak usah mengikuti diriku menempuh bahaya!"
"Toako. jikalau kau telah mengambil keputusan untuk
pergi, sudah sewajarnya kalau Siauw te sekalian mengiringi
kepergianmu itu..." Perkataan empuk, lunak dan enak didengar tapi dibalik
perkataan itulah sie poa emas telah mengutarakan hatinya.
Siauw Ling segera menengadah dan meaghembuskan
napas panjang. "Kepandaian silat yang dimiliki nona Gak jauh
lebih hebat daripada apa yang kumiliki, aku rasa saudara
berdua tentu sudah tahu bukan?"
"Sudah tahu. Tetapi aku rasa ilmu silat yang dimiliki nona
Gak pun jauh diatas kemampuan yang dimiliki Giok Siauw-long
kun!" "Sekalipun begitu, sikap enci Gak terhadap Giok Siauw long
kun selalu mengalah dan tak berani mengambil sikap atau
tindakan yang amat keras"
"Itulah disebabkan dibelakang Giok Siauw long kun
terdapat sekelompok jago lihay yang menunjang
punggungnya..." "Nah. itulah dia!" sambung Siauw Ling dengan cepat,
"dalam usahaku kali ini Siauw te sama sekali tak punya
keyakinan untuk merebut kemenangan, bahkan boleh jadi
lebih banyak bahayanya, kenapa kalian berdua musti
bersikeras untuk ikut aku menempuh bahaya?"
"Justeru karena didalam persoalan ini toako tak mempunyai
keyakinan untuk menang maka sudah sepantasnya kalau
Siauw-te ikut serta mengiringi kepergianmu itu, kita sebagai
saudara angkat yang hidup bahu-membahu sudah
sepantasnya kalau saling tolong-menolong... bukankah
begitu toako?" Siauw Ling tidak langsung menjawab, sesudah berpikir
sebentar ia baru menjawab: "Boleh saja kalau kalian ingin
mangiringi kepergianku ini, tapi ingat, setibanya digunung
Heng san kalian harus mendengarkan setiap perkataanku.
Bukannya Siauw heng sengaja omong besar, terus terang saji
kukatakan bila akupun bukan tandingan lawan, sekalipun
kalian memberi bantuan juga sama sekali tak ada gunanya?"
"Baik kami akan menuruti semua perkataan dari toako!"
Setelah perundingan melesai, mereka kembali ke kamarnya
sendiri untuk beristirahat.
Keesokan harinya, pagi2 sekali sebelum fajar menyingsing
beberapa orang itu sudah melakukan perjalanan cepat
menuruni bukit In wan Bong.
Sepanjang jalan perjalanan dilakukan cepat sekali. Suatu
hari sampailah mereka di bukit gunung Heng-san.
Siauw Ling pun segera menghitung kembali waktu janjinya
dengan Gak Siauw Cha, dia merasa jarak dari itu hari sampai
saat berlangsungnya pertemuan di dasar tebing Toan hun gay
masih ada dua bulan lebih, maka segera pikirnya didalam hati:
"Didalam pertemuan yang bakal berlangsung nanti. Giok
Siauw long-kun tentu akan membawa serta bala bantuannya
yang berupa jago2 lihay dari dunia persilatan. Bila di tinjau
dari ambisinya mungkin ia hendak bikin jernih duduknya
persoalan tersebut. Dalam pertemuan itu, bila enci Gak tak
mau menerima tawarannya maka suatu pertempuran sengit
pasti akan berlangsung di dasar tebing Toan hun gay tersebut.
Sekarang aku menggembol kitab catatan ilmu silat
peninggalan dari Raja Seruling Thio Hong, Bu Siang taysu
serta Tam In Cing, kenapa tidak kugunakan kesempatan yang
sangat baik ini untuk memperdalam ilmu silatku" Sekalipun
temponya terlalu singkat dan kesempurnaan tak mungkin bisa
dicapai, sedikit banyak toh kepandaian itu akan mendatangkan
manfaat yang besar diwaktu bertempur. Menurut perhitungan
enci Gak paling sedikit tiga bulan kemudian aku baru bisa
masuk kedalam Istaua Terlarang serta mendapatkan kitab
pusaka itu. Siapa tahu nasib menentukan lain... dalam satu
bulan saja, aku telah berhasil memperoleh tiga macam kitab
ilmu silat yang maha sakti...."
Sesudah menyusuri rencana, pemuda itu bermaksud
menyampaikan maksud hatinya kepada Sang Pat dan suruh
dia menyiapkan suatu tempat yang tersembunyi, tiba tiba satu
ingatan berkelebat lagi dalam benaknya: "Kenapa aku tidak
langsung mengunjungi dasar tebing Toan hun gay serta
mempelajari isi kitab dari ketiga macam ilmu silat ini bersama
sama enci Gak.....?"
Begitu ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya dia
segera mengambil Keputusan. Kepada Sang Pat dan Tu Kiu
ujarnya: "Saudara berdua, apakah kalian hapal dengan daerah
disekeliling gunung Heng san ini?"
"Kami sih mengenal beberapa tempat yang tersohor"
"Tahukah kalian dengan suatu tebing yang bernama tebing
Toan hun gay...?" "Tebing Toan hun gay?"
"Sedikitpun tidak salah"
Dengan suara lirih Sang Pat berunding se jenak dengan Tu
Kiu kemudian menjawab: "Tahu! cuma... tempat itu letaknya
sangat terjal curam dan berbahaya sekali. Sesuai pula dengan
namanya, tempat itu bisa membuat orang jadi putus nyawa"
"Kalau memang begitu tak bakal salah lagi. Aku harap
kalian segera membawa aku pergi kesitu!"
"Baik! Siauw-te akan membawa jalan" Sang Pat putar
badan dan berjalan lebih dahulu dipaling depan.
Pek-li Peng yang selama ini selalu lincah dan riang gembira,
sejak memasuki wilayah pegunungan Heng-Sun tiba2 sikapnya
sama sekali berubah. Ia jarang berbicara dan tak pernah
banyak bertanya, dengan mulut membungkam gadis itu
membuntuti terus dibelakang ketiga orang itu.
Ada kalanya Sang Pat mengajak dia berbicara menggoda
atau memancing kegembiraannya, akan tetapi Pek-li Peng
selalu cuma tertawa ewa sambil tetap membungkam terus.
Perubahan sikap yang diperlihatkan Pek-li Peng ini tentu
saja diketahui pula oleh Siauw Ling. Dalam hati pemuda itu
ingin sekali menghibur hatinya dengan beberapa patah kata.
namun setiap kali ia tak pernah berhasil menemukan kata-kata
yang cocok, terpaksa ia tetap berlagak pilon dan seolah olah
tidak tahu. Setelah melewati beberapa buah bukit, sampailah mereka
disuatu tempat yang amat sunyi dan terpencil letaknya.
Tempat itu merupakan sebidang tanah yang penuh
ditumbuhi semak belukar yang lebat dan subur, empat
penjuru sekeliling tempat itu dikelilingi oleh barisan bukit yang
menjulang tinggi keangkasa.
Siauw Ling alihkan sinar matanya menyapu sekejap
sekeliling tempat itu. Dia lihat semak belukar itu menempati
sebidang tanah yang berkilo-kilo meter jauhnya, namun tak
tampak seekor burungpun yang terbang diatas ladang rumput
itu hatinya jadi keheranan.
"Apakah disini letaknya tebing Toan-hun gay?" ia bertanya
sambil berpaling kearah Sang Pat.
Sie-poa emas segera menggeleng. "Bukan, bidang tanah
berumput yang sangat luas ini tersohor sebagai kebun ular!"
"Kebun ular" tentu ada sebabnya bukan tempat ini
dinamakan kebun ular....?"
"Tidak salah dinamakan kebun ular karena dibalik semak
belukar yang amat lebat itu bersemayamlah ber-juta2 ekor
ular berbisa. Setiap fajar menyingsing diatas semak belukar ini


Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan terlihat selapis uap putih tipis yang menyelimuti seluruh
jagad, menanti tengah hari sudah tiba maka kabut putih
itupun akan musnah dan lenyap dengan sendirinya!"
"Kabut apakah itu?"
"Kabut itu merupakan gumpalan hawa racun yang
disemburkan oleh ular beracun yang bersemayam disekitar
sana. Karena kelembaban udara dimalam hari, semburan
hawa racun itu menggumpal menjadi satu dan terbentuklah
menjadi semacam kabut tipis yang melayang diatas padang
rumput ini tetapi bila mendapat penyorotan sinar dari sang
surya maka kabut tadi akan menguap dan lenyap tak
berbekas" "Kalau begitu mari kita berputar lewat jalan yang lain
saja!". "Lewat jalan lain mungkin saja bisa tapi tak tahu harus
berputar sampai berapa jauhnya. Siauw-te hanya tahu
satu2nya jalan yang berada disini yakni menerobosi kebun ular
ini sebelum tiba ditebing Toan-hun-gay"
Siauw Ling berpikir sebentar, lalu berkata: "Jadi kalau
begitu kita harus menerobosi kebun ular ini sebelum tiba
ditebing tersebut?" Sang Pat mengangguk: "Menurut apa yang Siauw-te
ketahui, inilah satu2nya jalan yang ada..."
"Baiklah, kalau begitu mari kita terobosi kebun ular ini!"
"Toako, tunggu sebentar!" teriak Tu Kiu tiba-tiba.
Siauw Ling telah siap meneruskan perjalanannya,
mendengar seruan tersebut ia segera berhenti dan bertanya.
"Saudara Tu, ada urusan apa?"
Tu Kiu menurunkan buntalannya dan membuka kain
pembungkus itu, kemudian sambil mengambil keluar empat
pasang sepatu kulit yang amat tinggi katanya: ",Loo ji telah
melakukan persiapan yang seksama. Ia telah memerintahkan
Siauw te untuk membeli rangsum kering serta empat pasang
sepatu kulit sebagai persiapan untuk menyebrangi kebun ular
ini!" "Loo ji, kau sungguh amat teliti!" puji Siauw Ling sambil
memandang sekejap kearah Sang Pat.
"Aaah... itu toh urusan kecil yang sepele, sudah
sepantasnya kalau kamilah yang mempersiapkan".
Siauw Ling tidak banyak bicara lagi, pertamae dia yang
mengenakan lebih dahulu sepatu kulit tadi.
Pek-li Peng serta pedagang dari kota Tiong ciu segera
mengenakan pula sepatu kulit itu.
Sang Pat melirik sekejap kearah Pek-li Peng. Ia lihat raut
wajah gadis itu selalu diliputi oleh kumurungan, kepedihan
serta kekesalan. Agaknya dalam beberapa hari yang singkat ia
berubah jadi lebih tua, dalam hati segera pikirnya: "Budak cilik
ini masih muda, tapi harus merasakan pahit getirnya
hidup...kalau di bayangkan lagi sungguh patut dikasihani..."
Berpikir demikian, diapun menegur: "Nona. takut ular
tidak?" "Aku tidak takut!" jawab Pek-li Peng sambil menggeleng.
"Banyak sekali anak perempuan berkepandaian silat tinggi
yang takut melibat ular, kalau memang nona tidak takut ular...
hal ini jauh lebih baik lagi"
Pek-li Peng tersenyum. "Tempo dulu aku takut sekali tapi
seka'rang sudah tidak takut lagi...!"
"Kenapa?" "Mati tua mati muda akhirnya toh tetap mati. Kalau aku
sudah tak gentar menghadapi kematian, kenapa musti takut
terhadap ular?" Tertegun hati Sang Pat mendengar jawaban itu, ia tak
berani banyak bicara lagi. Setelah maju kedepan serunya:
"Siauw te akan membawa jalan untuk toako!"
"Aaaai ..!" Siauw Ling menghela napas panjang. "Rupanya
engkau ada urusan yang memberatkan hatimu?"
"Aku sedang mengaatirkan satu persoalan" jawab Pek-li
Peng sembil tertawa getir, "aku takut nona Gak tidak
mengijinkan aku Pek-li Peng berada bersama dirimu"
"Kenapa ia tak akan mengijinkan dirimu?" seru Siauw Ling
dengan wajah tertegun. Pek-li Peng tertawa getir. "Kau tidak tahu perasaan hati
anak gadis, ia paling tak senang melihat gadis lain..."
"Aaah! itu toh menurut jalan pikiranmu sendiri", tukas
Siauw Ling sambil tersenyum. "Ketahuilah watak enci Gak tak
akan secepat itu. Dia adalah seorang gadis yang berjiwa besar
dan berpikiran luas. Sekalipun seorang pria juga tak akan
menangkan kebesaran jiwanya itu, kau jangan berpikir yang
bukan-bukan" Pek-li Peng menghela napas panjang. "Semoga saja apa
yang kau ucapkan tak bakal salah lagi" bisiknya sambil
meneruskan perjalanan kedepan.
Siauw Ling segera menyusul dibelakang Pek-li Peng,
sedangkan Tu Kiu berjalan dipaling belakang.
Ketika dipandang dari atas puncak yang nampak hanyalah
lautan rumput yang lebat dan menyelimuti seloroh tempat,
sesudah berjalan diantara rerumputan itu barulah di ketahui
kalau tinggi semak tersebut mencapai batas pinggang, ketika
beberapa orang itu lewat disana tersiarlah bau amis yang
tebal dan sangat memuakkan.
Dalam hati Siauw Ling segera berpikir: "Jangan dibilang
dalam semak belukar ini terdapat banyak sekali ular beracun
yang setiap saat bisa memagut orang cukup mencium dari bau
amis yang sangat memuakkan ini sudah cukup membuat
orang jadi segan untuk melewati tempat ini".
Ketika menyaksikan tubuh Pek-li Peng yang kecil mungil
seringkali lenyap dibalik semak yang amat lebat itu Siauw Ling
merasa amat tak tega, pikirnya: "Sejak kecil ia sudah terbiasa
dimanja dan disayang oleh kedua orang tuanya. Sampai
dewasa hidupnya selalu senang, mewah dan dikelilingi oleh
pelayan dan dayang2. Sekarang setelah mengikuti diriku
bukan saja harus mencampur baur dengan pekerja kasar yang
berbau busuk, bahkan kali ini harus mengikuti pula diriku
untuk menerobosi kebun ular yang menyiarkan bau amis.
Aaai! aku telah membuat dia jadi sengsara"
Berpikir sampai disana, ia lantas menegur: "Peng-ji. payah
sekali?" "Oooh... tidak", jawab Pek-li Peng sambil berpaling dan
tertawa, "menyenangkan sekali, aku sama sekali tidak merasa
kepayahan!" Siauw Ling segera melangkah maju kedepan dan berjalan
disamping gadis itu, ujarnya kembali : "Peng-ji aku tahu
bahwa kau tentu payah sekali, cuma engkau tak suka
mengatakannya...bukankah begitu?"
"Tidak, aku benar2 tidak merasa kepayahan" sahut Pek-li
Peng lembut. "Aku cuma kuatir enci Gak mu itu akan merasa
tak senang hati melihat diriku"
Siauw Ling tersenyum: "Kau tak usah menguatirkan
tentang persoalan itu. Nona Gak pasti akan bersikap baik
terhadap dirimu" "Hati-hati" mendadak terdengar Sang Pat berteriak keras.
Sebuah pukulan gencar dilancarkan kedepan.
Sungguh dahsyat angin pukulan dilancarkan dari telapak
tangannya itu, bagaikan terhembus angin taupan semak
berumput itu seketika bergelombang dan terbelah jadi dua
kearah samping. Dari balik belahan rumput berjengger yang lebat segera
muncul seekor luar aneh jengger merah yang mana segera
menyusup kembali kedalam rumput diarah lain.
Sang Pat menghentikan langkahnya dan berkata sambil
menoleh kebelakang. "Ular aneh berjengger merah itu
merupakan sejenis ular bermahkota yang amat beracun sekali.
Bukan saja semburannya amat berbahaya bahkan ia bisa
loncat keatas sambil memangut mangsanya, terhadap mahluk
semacam itu kita harus bersiap siaga menghadapi segala
kemungkinan, lebih baik kita loloskan senjata untuk berjaga2!"
Sambil berkata ia segera merogoh kedalam sakunya dan
ambil keluar senjata sie-poa emasnya.
Tu Kiu dengan cepat merogoh keluar pula sanjata pit
bajanya dan dicekal ditangan kanan.
Siauw Ling ambil keluar pedang pendek yang'tajam itu dari
sakunya, lalu berkata: "Peng-ji, pedang pendek ini paling
sesuai untuk digunakan dalam semak yang amat lebat ini.
Nah! peganglah untuk menjaga segala kemungkinan yang
tidak diinginkan" "Tak usah, ada Sang tayhiap yang membuka jalan dan
memukul rumput mengejutkan ular. Sekalipun ada ular
rasanya makhluk itu akan lari ter-birit2..."
Mendengar jawaban itu Siauw Lingpun tidak berbicara lagi.
dengan mulut merubungkam dia mengikuti di belakangnya.
Sang Pat menggerakkan senjata sie-poa emasnya yang
memancarkan cahaya tajam membelah rumput dan
melancarkan pukulan dahsyat sepanjang jalan selalu berada
dipaling depan untuk membawa jalan.
Dengan tindakannya itu ular2 beracun yang bersembunyi
disekitar sana jadi ketakutan dan sama2 melarikan diri dari
sekitar situ. Menanti mereka berempat sudah melampaui
padang berumput tadi, tidak nampak ada ular beracun yang
melakukan penyergapan lagi.
Setelah sampai diujung padang rumput itu, sebuah bukit
tebing yang tinggi menjulang keangkasa menghalangi jalan
pergi mereka. Siauw Ling memandang sekejap kearah bukit terjal yang
menghadang didepan mata itu, kemudian bisiknya dengan
suara lirih: "Saudara Sang. didepan sudah tak ada jalan lagi...
kita musti lewat mana?"
"Tebing Toan-hun-gay terletak dibelakang padang rumput
yang amat lebat ini, dan perjalanan kita tak bakal salah lagi...
harap toako tak usah kuatir"
"Hey lihat apakah itu?" tiba tiba Pek-li Peng berteriak
sambil menuding kedepan. Siauw Ling segera berpaling kearah mana yang dituding
oleh Pek-li Peng, akan tetapi kecuali tebing terjal yang terlihat
sama sekali tidak nampak sesuatu apapun, ia jadi keheranan!
"Peng-ji apa yang kau lihat?" tegurnya.
"Agaknya ada orang disitu...."
"Dimana orang itu?"
"Dibalik batu karang yang amat tinggi itu dalam satu
kelebatan bagangan tadi lenyap kembali".
Siauw Ling segera berpikir dalam hatinya: "Tenaga dalam
yang dimiliki amat sempurna, ketajaman matanya melebihi
orang lain, tak bakal salah lagi apa yang berhasil dia lihat,
baiklah akan kuperiksa tempat itu".
Tanpa banyak bicara lagi ia segera maju lebih dahulu
kedepan. Sebuah batu karang yang tingginya mencapai dua tombak
berdiri menjulang keangkasa tepat disisi tebing terjal tersebut.
Setelah mengitari batu karang tadi sampailah Siauw Ling
sekalian ditengah semak be lukar yang lebat, semak tersebut
menyumbat celah diantara karang raksasa itu dengan dinding
bukit. Dengan ketajaman matanya, sekali pandang ia segera
menemukan bahwa semak yang ada disitu bukan tumbuh
secara alam, tapi hasil bikinan tangan manusia. Ia segera
menarik semak tersebut. Tidak salah lagi, semak tadi segera tercabut lepas dari
tempatnya dan muncullah sebuah pintu gua diantara celah
batu karang dengan dinding tebing tersebut.
Seperti telah menyadari akan sesuatu, Sang Pat berseru
tertahan dan ujarnya: "Aaaah... benar, sebelum memasuki
tebing Toan hun-gay, orang harus melewati dahulu sebuah
gua yang besar, mungkin tempat inilah yang dimaksudkan!"
"Rupanya ada orang yang tidak menginginkan kita
mendekati tebing Toan-hun gay tersebut", sambung Tu Kiu
dengan suaranya yang dingin, "maka mereka sengaja
menyumbat mulut gua dibelakang batu karang raksasa itu
dengan semak bikinan".
"Peng-ji, sungguhkah engkau lihat sesosok bayangan
manusia?" tanya Siauw Ling kemudian sambil berpaling kearah
Pek-li Peng. "Aku pikir pastilah sesosok bayangan manusia, dia lenyap
disamping batu karang tersebut"
"Siauw heng akan membawa jalan, mari kita melakukan
pemeriksaan kedalam...!"
Sesudah menghimpun tenaga pemuda itu melangkah lebih
dahulu masuk kedalam gua.
Segulung angin dingin berhembus lewat, mendatangkan
rasa dingin dan bergidik bagi semua orang.
Meskipun lorong dalam gua itu ber-liku2 dan penuh
tikungan tetapi tanahnya datar dan sama sekali tidak tercium
bau lembab yang busuk, hal ini menunjukkan bahwa udara
dalam gua itu segar dan lancar.
Setelah berjalan kurang lebih puluhan tombak jauhnya,
tampaklah cahaya terang memancar masuk, rupanya mereka
telah tiba di mulut keluar gua itu.
Setelah keluar dari gua pemandangan kembali berubah,
tampaklah sebuah lembah yang dalam dan tertutup oleh kabut
tebal menghadang jalan pergi mereka.
Diluar gua merupakan sebuah jurang yang membujur
empat lima tombak dengan lebar sepuluh tombak lebih, keatas
yang terlihat hanya langit sedang kebawah yang nampak
cuma jurang, tiga penjuru dikelilingi oleh dinding tebing yang
curam dan tegak lurus. Pek-li Peng melongok sekejap kebawah jurang yang
tertutup oleh kabut tebal itu, lalu bertanya: "Toako. apakah
jurang ini yang disebut tebing Toan hun gay?"
Siauw Ling melirik sekejap kearah Sang Pat kemudian
menjawab: "Bila saudara Sang tidak salah membawa jalan,
semestinya jurang yang tertutup oleh kabut tebal ini adalah
tebing Toan hun gay"
"Sungguh aneh urusan ini" gumam Pek-li Peng seorang diri.
"Apanya yang aneh?"
"Aku saksikan seseorang lenyap dibalik-batu karang raksasa
itu dan aku yakin mataku tidak melamur atau salah melihat.
Tetapi mana orangnya" kecuali berada diluar gua, bukankah
berarti orang itu hanya mungkin bersembunyi didasar jurang
yang tertutup oleh kabut tebal ini?".
"Walaupun gua ini gelap tetapi lebarnya cuma beberapa
depa" ujar Sang Pat. "telah kuperhatikan dengan tetiti kalau
disekitar tempat ini tak nampak bayangan manusia".


Budi Kesatria Karya Wo Lung-shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Itu toh berarti satu satunya jalan keluar adalah jurang
yang tertutup oleh kabut tebat...." seru Pek-li Peng.
Setelah memperhatikan sekejap dinding tebing disekeliling
tempat itu, lanjutnya: "Aku tidak percaya kalau orang itu bisa
merambat diatas dinding tebing yang licin-penuh dengan
lumut hijau serta tingginya mencapai seratus tombak lebih
tanpa meninggalkan bekas barang sedikitpunjua!"
Satu saja perkataan itu selesai diucapkan, tiba2
terdengarlah suara pembicaraan seorang gadis yang nyaring
berkumandang keluar dari balik jurang yang tertutup kabut
tebal itu: "Siauw tayhiap, engkau bisa temukan tempat ini hal
tersebut menunjukkan bahwa kau adalah seorang lelaki sejati
yang pegang janji dan bisa dipercaya. Akan tetapi nona kami
telah berubah pikiran, ia mengambil keputusan untuk tidak
menjumpai diri Siauw tayhiap lagi"
Walaupun seruan itu tidak begitu keras tapi jelas dan
nyaring sekali sehingga dapat didengar oleh setiap orang.
Pek-li Peng segera melangkah maju ke depan dan berjalan
ketepi jurang. Buru2 Siauw Ling menarik tangannya lalu berseru : "Nona
siapakah engkau?" "Siauw tayhiap benar2 engkau pelupa, masa suara
budakpun tak kau kenal lagi?"
Siauw Ling berpikir sebentar kemudian menjawab:
"Oooh...! jadi kau adalah nona Soh Bun".
"Tidak salah. Memang budak!"
"Baik2 kah enci Gak ku itu?"
"Nona berada dalam keadaan sangat baik. Dia sudah tahu
kalau engkau tiba disini, atas jerih payah Siauw tayhiap yang
sudi berkunjung kemari nona kami merasa amat berterima
kasih sekali. Tetapi setelah diperhitungkan masak2 nona
merasa bahwa tak ada manfaatnya jika Siauw tayhiap tetap
berada disini, karena itu dta telah berubah pikiran dan
memerintahkan budak untuk menasehati dirimu untuk pulang
saja!" Siauw Ling menghela napas panjang. "Nona Soh Bun...."
serunya. "Panggil saja aku Soh Bun" tukas dayang itu cepat,
"sebutan nona tak berani budak terima!"
"Dapatkah nona unjukkan diri dan bercakap-cakap dengan
diriku?" "Baik budak segera naik keatas!".
Bersama dengan selesainya perkataan itu bayangan
manusia berkelebat lewat, seorang dara baju hijau dengan
rambut dikepang dua meloncat keluar dari balik jurang yang
diliputi kabut tebal itu.
Siauw Ling tahu bahwa dibalik kabut pasti ada tempat
berpijak yang bisa digunakan untuk berdiri, maka terhadap
tindakan Soh Bun yang loncat keluar dari balik jurang sama
sekali tidak terkejut. Setelah memandang sekejap kearah gadis itu tanyanya:
"Apakah nona Gak sekarang berada didasar tebing Toan hungay
ini?" Soh Bun tidak langsung menjawab, dia cuma mengangguk.
"Mengapa ia berubah pikiran secara tiba tiba" kenapa ia tak
mau bertemu lagi dengan aku"'' tanya sang pemuda.
Soh Bun berpikir sebentar lalu menjawab: "Duduk perkara
yang sebenarnya tidak diberitahukan kepada budak oleh nona
kami, tapi menurut tebakan budak kesemuanya itu adalah
demi Siauw Siang kong sendiri!"
"Kenapa demi diriku?"
"Nona kami mempunyai ilmu meramal yang bisa menduga
kejadian dimasa mendalang, rupanya ia telah mengetahui
kalau kehadiran siangkong disini sama sekali tak ada
manfaatnya untuk menyelesaikan persoalan ini, maka dia
segera berubah pikiran dan menitahkan budak untuk
menyampaikan kepada siangkong agar segera pulang dan tak
usah datang lagi". Siauw Ling tertawa hambar. ..Ada satu hal tolong nona Soh
Bun suka menyampaikannya kepada siocia kalian!"
"Urusan apa?" "Baru saja aku pulang dari Istana Terlarang dan untung
tidak sampai mati. Benda yang diinginkan oleh nona Gak telah
berhasil kudapatkan"
"Benda yang diinginkan nona kami" benda apakah itu?"
Setelah berhenti sebentar lanjutnya: "Maksudmu kau telah
masuk kedalam Istana Terlarang?"
"Sedikitpun tidak salah" jawab Siauw Ling sambil
mengangguk. Kembali Soh Bun berpikir sebentar, lalu berkata, "Nona
telah menitahkan budak untuk mengajak siangkong pulang
dan tinggalkan tempat ini walau keadaan apapun, apa yang
harus kulakukan sekarang?"
Siauw Ling menengadah dan berpikir beberapa waktu
lamanya, setelah itu ujarnya: "Baik kalau memang nona
bersikeras tak mau bertemu dengan aku, akupun tak bisa
berbuat apa2... disini ada sebuah barang, harap nona suka
menyampaikannya kepada nona Gak!"
"Jangan dibilang baru semacam sekalipun ada delapan atau
Kisah Pedang Bersatu Padu 18 Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung Mencari Bende Mataram 7
^