Bujukan Gambar Lukisan 13
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 13
Houw-yan Tiang Kit berempat menjadi heran, semuanya
berpikir kenapa pemuda ini berduka tidak keruanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Lee Hoen bersantap dengan tak jarang dia melirik kepada
Tiong Hoa, hingga dia mendapatkan keadaannya pemuda
yang tak wajar itu. Dia pun merasa hatinya tak tenteram dia
berduka, hingga tanpa merasa airmatanya mengembeng.
"Nona Phang, apakah kau kenal satu di-antara, mereka?"
tanya salah satu dari tiga orang itu, Dia tua dan berpakaian
hitam, berewoknya sedikit, mukanya ada tapak goloknya.
Dia heran melihat kelakuannya nona disisinya itu.
"Tidak" sahut si nona sambil menggeleng kepala, "Aku
hanya tiba-tiba ingat mendiang ayahku, yang terbinasa tak
keruan didalam kamar rahasia di Yan Kee Po."
Lalu dia tertawa dan menambahkan.
"Tadi di Biara Tay Kak Sie aku melihat bangsat tua Yan Loei
serta kawan-kawannya, mereka berkelebat dan lantas lenyap.
Tadinya aku mau menguntit mereka, tetapi sebab aku kuatir
paman bertiga nanti terlalu lama menantikan aku, aku segera
datang kemari..." "Sudah, nona, jangan kau terlalu berduka," kata orang tua
itu. "Kita bertiga nanti membantu, hingga kau dapat puas,
kalau rombongan Tay in San tidak ada didalam Tay Kak sie,
mungkin juru warta kita keliru. Aku pikir baik kita pergi ke kuil
itu, untuk mendapat kepastian, sekalian kita boleh
menggabungkan diri dengan mereka itu."
Lee Hoen setuju. maka berempat mereka berbangkit begitu
sudah meletaki sepotong perak di atas meja, terus mereka
keluar, untuk berlalu bersama kuda mereka. Sinona masih
menoleh pada Tiong Hoa, matanya bersinar penasaran-Nona
itu pun menggeprak kudanya dengan mengasi dengar
suaranya yang nyaring. Cie Ie Boe Eng bermata liehay, maka ia menduga di antara
Tiong Hoa dan nona itu mesti ada sangkut pautnya. Rupanya
si nona tak dapat perhatian maka dia menjadi berduka dan tak
puas hatinya, ia tidak mau menegur si anak muda tetapi ia
berbangkit dan kata sambil tertawa: "Kita sudah dahar dan
minum cukup, mari kita berangkat. Untuk mencari Kwat Leng,
mungkin kita membutuhkan empat orang barusan- Nona itu
mungkin juga kekasihnya Kwat Leng."
"Ah. sungguh sayang kalau si nona sampai berpasangan
dengan orang she Kwat itu, dia mirip bunga indah ditancap
dikotoran kerbau." Sambil berkata begitu, diam-diam dia
melirik Tiong Hoa. Si anak muda bicara dengan Lauw Chin dan Sim Yok.
romannya tenang seperti biasa, dapat dia tertawa-tertawa
bahkan dia kata: "Loocianpwee, kenapa loocianpwee ketahui
nona itu kekasihnya Kwat Leng" Bukankah masih belum dapat
dipastikan mereka bertiga konco orang she Kwat itu?" Sin
Hong tertawa. "Percaya atau tidak. terserah kepada kau siauwhiap"
sahutnya, "Lihat saja nanti"
"Benarkah Kwat Leng she Kwat?" Tiong Hoa tanya Houwyan
Tiang Kit kepada siapa ia berpaling.
"Dia she Touw, sahut Tiang Kit yang mendadak berlompat
kedepan kebelakang sebuah pohon hoay yang besar.
Selagi orang heran atas tindakan kawan ini, dibelakang
pohon itu terdengar jeritan seperti babi yang lagi disembelih
menyusul mana, orang tua itu kembali dengan sebelah
lengannya mengempit tubuh seorang yang mengenakan baju
hitam. "Siapa dia?" tanya Sin Hong, yang meng-hampirkan
bersama tiga kawannya. Houw-yan Tiang Kit tertawa dingin.
"Teranglah Touw Leng si bocah mengandung maksud tak
baik" jawabnya sengit, "Dia telah menitahkan orang menguntit
kita. Dia telah memilih tempat ke mana kita mau dipancing,
supaya kita dapat disapu bersih" Terus dia membanting orang
tangkapan-nya itu ketanah.
Orang berbaju hitam itu berlompat bangun, mulutnya
mengeluarkan darah, Dia bandel sembari tertawa, dia kata:
"Aku cuma seorang kecil kaum Kang-ouw, tuan-tuan
sebaliknya orang-orang kenamaan, apakah tuan-tuan tak malu
menghina aku" Tidak salah, akulah pesuruh dari Touw SiauwTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
pocoe, hanya untuk apa itu, aku tidak tahu, percuma andai
kata aku ditanyakan"
Tiang Kit panas hatinya, sambil tertawa dingin, dia
menotokjalan darah ciangboen orang itu, sambil berbuat
begitu, dia kata bengis: "Aku tidak percaya aku akan
menanyakan dengan sia-sia saja. Dimana adanya Touw Leng
sekarang?" Suara itu dingin tapi bengis.
Kena ditotok, orang itu merasakan hawa dingin nelusup
kedalam perutnya, terus menjalar keseluruh anggauta
tubuhnya, lalu ia merasa darahnya mulai beku. Bibirnya pun
menjadi biru, ia menggigil kedinginan, perasaannya tak
nyaman sekali. Celakanya, napasnya seperti mandek suaranya sukar
dikeluarkan Maka setelah itu, cuma mata nya saja yang
bergerak-gerak seperti mohon dikasihani. "Benarkah sia-sia
belaka kalau sekarang aku tanya pula padamu?" tanya Tiang
Kit. orang itu menggoyang kepalanya yang terasa kaku.
Orang she Houw-yan itu menotok pula dengan cepat,
sampai tiga kali, baru dia tertawa dan kata tawar: "sekarang
ini kau telah dimusnahkan ilmu silatmu dengan begitu, habis
sudah tenagamu sekarang kau mau bicara atau tidak- sudah
tak ada pentingnya. Hanya biar bagaimana, kau mestinya
telah mendengar pocoe kamu bicara tentang kami"
Kata-kata itu ditutup dengan lima jari di tekankan kedada
orang. Cepat gerakan itu, sampai Sin Hong dan lainnya tak melihat
jelas. Orang berpakaian hitam itu tampak kaget, napasnya
memburu, dengan terputus-putus ia kata: "oh kiranya kau,
loojiankee. Kau telah memusnahkan ilmu silatku, aku tidak
penasaran, Nama besar loojiankee, sampai sekarang ini masih
mendengung ditempat kami. Sayangnya, aku datang kesana
ke-belakang... Touw Siauwpocoe cuma menugaskan aku
menguntit kau, loojinkee, tentang maksud lainnya, aku tidak
tahu, Apa yang aku ketahui yalah siauw-pocoe sekarang lagi
merawat lukanya didalam kuil Tay Hoed sie, tetapi dia mau
lantas pergi ke dusun Tiong-bie Jie Hay.
Telah dikirim seratus duapuluh- delapan orang, orangorang
kita den sahabat-sahabat, dan mereka itu sudah disebar
penuh dipelbagai jalan di-Selatan ini, untuk bertindak
sebagaimana yang dirasa baik."
"Kau menguntit kami, bagaimana caranya kau nanti
berhubungan dengan pocoe kamu?"
"Kami meninggalkan tanda-tanda ditembok atau dibatang
pohon, pasti nanti ada yang mengetahui dan menyambutnya."
"Sebenarnya dimana adanya po-coe kamu?"
"Po-coe lagi merawat lukanya, dia rebah diatas
pembaringan Yang bertugas membantu Siapa pemimpin itu
menyesal aku tidak tahu."
"Cukup sudah pertanyaanku." kata Tiang-Kit dingin,
"sekarang lekas kau pergi untuk mencari penghidupanmu
sendiri jangan kau berayal, jangan kau membuka rahasia ini,
jikalau kau ketemu pula aku jangan menyesal"
Orang itu mengangguk terus dia mengangkat kaki.
Tiong Hoa mengawasi orang berlalu ia .terharu sendirinya,
Kata ia didalam hati: "Untuk orang yang belajar ilmu silat ilmunya itu mirip
nyawanya sekarang dia ini telah dimusnahkan ilmunya itu
pasti dia berduka lebih hebat daripada kalau dia dibunuh
mati." Sin Hong heran dia mengawasi Tiang Kit.
"Kamu telah bicara sekian lama, katanya tetapi aku masih
tak dapat menduga siapa si orang she Touw yang menjadi
jago di-jaman ini?" Tiang Kit balik mengawasi agaknya ia bersangsi, Kemudian
ia bersenyum dan kata " itulah rahasia yang sekarang ini
belum tiba waktunya dibuka, maka itu, tuan-tuan kalau kamu
ingin menduga-duga, terkalah sekarang ini yang perlu ialah
kita pergi ke kuil, untuk membekuk Touw Leng, atau nanti dia
akan jadi bencana besar" Karena orang tidak suka bicara, Sin
Hong tidak memaksa, Dia bahkan tertawa.
Dilain saat, kelimanya sudah berada pula ditengah jalan-
Matahari terang dan langit biru penuh dengan mega, Angin
bertiup halus. Mereka itu berjalan terus, sebenarnya pemandangan alam
menarik hati tetapi mereka tidak menghiraukannya. Mereka
berjalan sampai disebuah tikungan kekanan, lalu dikiri itu,
didalam lembah, terlihat sebuah bangunan dengan tembok
merahnya, yang seperti terkurung banyak pohon tinggi dan
besar. Justeru itu pula, dari dalam kuil itu terdengar suara genta
mengalun, akan akhirnya terlihat munculnya serombongan
dari belasan pendeta dan orang biasa, yang menghadang
ditengah jalan- Tiong Hoa berlima heran, Tapi Lauw Chin lantas berkata
perlahan: "Diantara mereka ada Hoat Poen Siansoe, yaitu
Ciang Ie Taysoe atau kepala dari ruang Lo Han Tong dari
Siauw Lim Sie. Ya. ada pula Ho Cin Coe, ketua dari Ngo Bie
Pay. Rupanya mereka datang sengaja untuk kita."
Mereka berlima berjalan terus, sampai seorang pendeta tua
memapak sambil memberi hormat, mengangguk dan
menyapa: "Apakah diantara kelima tuan-tuan ada Tie Tanwat
bergelar Cie Ie Boe Eng si orang luar biasa dari Loei-cloe "
Pin-ceng, Hoat Poen dari Siauw Lim Sie datang menyambut "
Tie Sin Hong tertawa bergelak.
"Sebenarnya apakah kebiasaanku si orang she Tie hingga
aku diberi kehormatan di sambut oleh Ciang Ie Taysoe dari Lo
Han Tong dari Siauw Lim Sie. yang menjadi kepala dari satu
diantara tujuh partai besar di Tionggoan?" kata ia, yang
segera menambahkan dengan suara keren: "Aku mohon tanya
taysoe mempunyai pengajaran apakah untukku?"
"Tempat ini jalanan terbuka," kata si pendeta, "tempat ini
bukan tempat bicara karenanya pinceng mengundang tan-wat
untuk duduk sebentar didalam kuil, pinceng mempunyai suatu
urusan buat mana pinceng mau minta petunjuk dari tan-wat."
Sin Hong melengak sejenak agaknya ia sangsi tapi lekas juga
ia mengangguk. "Baiklah sahutnya, silahkan taysoe memimpin
jalan-" Hoat Poen mengangguk dan bersenyum terus ia memutar
tubuh untuk berjalan balik dengan diturut rombongannya yang
semua membungkam saja. Lekas juga mereka memasuki pintu peka rangan terus
sampai dilatar didepan pendopo Hiong Poo-tian- Disitu Houwyan
Tiang Kit tertawa dingin dan kata pada sahabatnya:
"Saudara Tie kita masih mempunyai urusan penting yang
mesti diurus, tak dapatkah pembicaraan dilakukan disini saja"
Toh cuma dengan dua tiga patah" Buat apa kita main ayalayalan
disini?" Sin Hong belum menjawab sahabatnya itu atau dari pihak
tuan rumah ada satu suara yang keras dan dingin: "Haruslah
diketahui diwaktu datang ada jalannya diwaktu pergi tak ada
pintunya." Houw-yan Tiang Kit mengangkat kepalanya maka ia melihat
seorang tua dengan baju hijau yang kepalanya gundul dengan
sepasang mata tajam mengawasinya dengan sikap sangat
jumawa, ia menjadi gusar, ia menegur:
"Kita ada bagaikan air kali tak mengganggu air sumur,
apakah maksudmu dengan kata katamu ini?"
Saking mendongkol, walaupun dia berkata demikian, Tiang
Kit toh mengayun tangannya.
Jangan gusar, tan-wat," berkata HoatPoen, mencegah, Dia
bersenyum, tangan kanannya diangkat, untuk dipakai
menghalangi "Kalau tan-wat perlu lekas-lekas melakukan
perjalanan, baiklah, disini juga dapat pinceng memberi
penjelasan Marilah pinceng perkenalkan dulu tuan-tuan
berlima kepada beberapa rekan Rimba Persilatan-"
Tiang Kit bersuara, "Hm " ia mengasi turun tangannya.
Pendeta itu lantas mengacar kenal, Di antara belasan orang
itu, kecuali Ho cin coe, ketua Ngo Bie Pay, juga ada Teng
Beng, kepala dari Tay Hoed Sie empat Anan coencia dari Kay
Sioe In dari Siauw Lim Pay, Toan-pay-cioe Siang In ceng, jago
Rimba persilatan yang luar biasa, serta itu orang berbaju
kuning yang jumawa, Tie-Sie Hoei Chee Sin Kong Tay dari
gunung Altai. Cie Ie Boe Eng Tie Sin Hong tertawa lebar, Kata dia:
"Sungguh berbahagia aku si orang she Tie, setelah berselang
dua puluh tahun aku muncul lagi, disini aku beruntung
menampak wajahnya orang orang gagah yang liehay. Dengan
begini, umpama kata aku mesti mati, aku mati tak menyesali
Semua kawanku ini menjadi orang-orang kecil tak ternama
dalam dunia Kang ouw, sebenarnya aku kuatir nanti
mengotorkan telinga saja untuk menyebut nama-nama
mereka, akan tetapi supaya aku tak dikatakan berlaku tak
hormat, biarlah aku perkenalkan juga mereka kepada kamu,
tuan-tuan yang terhormat"
Houw-yan Tiang Kit orang kenamaan, dia tak
mengherankan tapi disebutnya nama-nama Lauw Chin dan
Sim Yok menarik perhatian mereka itu, inilah sebab dua orang
ini orang-orang lurus dan guru mereka, kalau tidak dikenal
pribadi tentu namanya pernah didengar.
Yang paling menarik perhatian ialah Lie Tiong Hoa, yang
telah membuat nama dalam peristiwa di Kwie In Chung Sin
Kong Tay lantas memandangnya dengan tajam.
Hoat Poen Siansoe mengawasi Ho Cin Coe dia agak
bersangsi, Dia kata: "Dalam hal ini mungkin terjadi kekeliruan
omeng, Sim Yok dan Lauw Chin menjadi murid- murid- nya
sahabatku, maka itu kebinasaan murid Siauw Lim Sie
angkatan ketiga tak mungkin dilakukan mereka..."
Mendengar itu, Tiong Hoa berlima lantas mendapat tahu
duduknya hal. Ketua Ngo Bie Pay juga ragu-ragu. Kata dia: "Louw Siang
jujur, tak pernah dia mendusta. Tapi, guna mencegah
kekeliruan, baiklah, mari kita minta Teng Beng Hong-thio
menitahkan memanggil dia datang kemari."
Teng Beng setuju dengan permintaan itu, ia mengangkat
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tangannya sebagai isyarat, maka seorang pendeta lantas lari
masuk ke-dalampendopo. Cie Ie Boe Eng, dengan roman sungguh-sungguh,
menanya: "Hoat Poen Siansoe, aku mohon menanya, berapa
orangkah dari pihak Siuw Lim Sie yang telah terbinasa "
Kenapakah siansoe beramai dapat mencurigai kami berlima?"
Hoat Poen memuji Sang Buddha.
"Sebelum duduknya hal menjadi terang, tidak berani
pinceng lancang menuduh Tie Loosoe beramai," dia menyahut
"sekarang aku minta loosoe beramai suka menanti sebentar
segera duduknya perkara akan ketahuan-" Tapi Thie-Sie Hoeichee
Sin Kong Tay tertawa dingin-
"Sungguh tak tau malu melewatkan batas" katanya,
tertawa mengejek "Tangan sendiri sangat kejam selayaknya
dia sendiri harus mengganti jiwa. Masih dia mau menyangkal
dapatkah itu?" Sin Hong menjadi gusar sekali hingga tangannya dikasi
melayang "Kau mencaci siapa?" dia tanya.
Sin Kong Tay jumawa, dia berani. Dia menyambuti
serangan tanpa mundur atau berkelit.
Hebat bentroknya kedua tangan, suaranya keras, keduanya
sama mundur setengah tindak, walaupun demikian, si jumawa
terkejut didalam hati, dia mengagumi lawan demikian
tangguh. Houw yan Tiang Kit tertawa berkakak.
"Cuma sebegini tapi toh berani omong besar" katanya.
Sin Kong Tay gusar hingga rambut dan kumisnya pada
bangun berdiri, matanya juga melotot, ia lompat maju dan
menyerang dengan tangan kanannya dengan mengerahkan
semua tenaganya. Kelihatan tangannya itu dari putih berubah
menjadi merah, tangan itu menyiarkan hawa panas. Hoat
Poen Siansoe terperanjat.
"Saudara Sin, tahan- ia berseru, "Dengan memandang pada
pinceng, sabarlah sebentar" Houw-yan Tiang Kit tidak takut,
Masih dia tertawa dingin-
"Sin Kong Tay, latihan tanganmu masih belum mahir
sempurna" kata dia. mengejek, "kau masih belum dapat
menggunai nya sekehendak hatimu sebaliknya saudara Tie ini.
yang disebut cie Ie Boe Eng, tubuh nya gesit luar biasa,
tubuhnya dapat bergerak cepat seperti kilat Umpama kata
saudara Tie menurunkan tangan menotok telapakan
tanganmu, maka akan ludaslah semua kepandalanmu. Sampai
itu waktu --Hm -- kau menyesal pun sudah kasip"
Sin Kong Tay berjuluk. "Hoei Chee Hwee Kong." Si Bintang
Terbang tangan berapi, tangannya itu dapat dibikin panas
seperti bara marang, karena itu dia jumawa dan galak sekali.
Didalam mendongkolnya, dia kata:
"Jikalau kau dapat keluar dari Tay Hoed Sie dengan masih
hidup, seumumya aku si orang she Sin tidak akan muncul pula
dalam dunia Kang-ouw"
Tiang Kit tertawa berlengak, lama tertawanya itu.
Ho Cin Coe sabar, selama itu dia berdiam saja, bahkan dia
memejamkan matanya. Tak lama kembalilah pendeta yang
tadi lari masuk kependopo ia diikut seorang usia pertengahan
yang tangannya dibalut, Dia bermuka sangat pucat. Ketika dia
melihat cie ie Boe Eng, dia melengak, akan tetapi dia terus
menghampirkan Ho cin coe, untuk memberi hormat sambil
menjura. "Louw Siang." tanya ketua Ngo Bie Pay itu seraya matanya
melirik. " apakah benar Tie Loosoe ini yang kemarin telah
mengenakan tangan jahatnya membinasakan belasan murid
Siauw Lim Sie " Kau bicara, jangan kau mendusta "
Louw Siang mengawasi Sin Hong.
"Tidak berani teecoe mendusta," dia menyahut sungguhsungguh.
"Dengan sebenar Tie Loocianpwee ini yang
membunuhnya, sedang lenganku juga telah dihajar loocianTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
pwee. Ketika looCianpwee mau berlalu, dia, menyebut terangterang
nama dan gelaran nya sendiri, jikalau teecoe berdusta,
bersedia teecoe dihukum berat "
Mendengar begitu, Sin Hong tidak menjadi gusar,
Sebaliknya, ia bersenyum, Tahulah ia bahwa telah orang
memakai namanya "Louw Loosoe, benar- benarkah kau melihat aku kemarin ?"
ia tegaskan-Louw Siang melengak, Dia mengawasi tajam,
romannya heran- Tiong Hoa lantas berbisik pada Sim Yok: "inilah aneh. Mesti
ada orang telah menyamar menjadi Tie Loosoe, guna
memfitnah dan mengacaukan Rimba Persilatan, supaya
kemudian dialah yang memungut hasil "
Tiang Kit dengar perkataanya Tiong Hoa, dia tertawa
dingin. "Tak mungkin- katanya sengit, "Mungkin kaum lurus ini
mau memfitnah orang untuk membasminya, supaya mereka
hidup sendiri jikalau mereka tidak dihajar, nanti tak ada orang
menentangnya" Tiong Hoa berdiam ia tetap curiga, Hanya disaat itu, sulit
untuk menerka, siapa yang telah memfitnah Sin Hong. Ho Cin
Coe mengasi lihat roman keren-
"Louw Siang disini ada Tie Loosoe, kau telah melihatnya
tegas atau belum?" Semua orang berdiam Maka sunyilah latar
depan pendopo itu. "Sedikit juga tak salah Benar dia" akhirnya
Loaw Siang menjawab. Tetap Sin Hong tidak menjadi gusar, Dia hanya tertawa
nyaring, hingga mega umpama kata menggetarkan hingga
orang ketulian. "Tie Loosoe, apa artinya tertawa mu ini?" Hoat Poen tanya,
"sembilan belas jiwa murid siauw Lim Sie mati kecewa, maka
atas nama Sang Buddha kami yang maha murah hati pinceng
minta sudilah kau memberikan keadilan-"
Mendengar demikian, Sin Hong mengasi lihat sinar matanya
yang berpengaruh. "Sembilan belas jiwa murid Siauw Lim Sie telah terbinasa
kecewa, mereka memang harus dikasihani." kata dia,
"Didalam hal itu, aku si orang she Tie suka memberikan
keadilannya, Cuma...."
"Cuma apa?" tiba-tiba seorang menyela. "perkara toh
sudah terang jelas" Kau selayaknya menghajar dirimu sendiri
dengan tanganmu hingga mati. Buat apa kau mengulur tempo
lagi?" Sin Hong melirik. Dia mengenali Sin Kong Tay si jumawa
yang rupanya berhati sangat dengki, Lantas dia tertawa
dingin. "Sin Kong Tay" kata dia bengis, "lebih dulu aku nanti ambil
jiwamu, baru aku ambil jiwaku sendiri Sang waktu masih
belum terlambat." Dengan mendadak, dan cepat luar biasa, sesosok tubuh
sudah mencelat kedepan si orang she Sin, untuk menyerang.
Sin Kong Tay tertawa dingin tubuhnya menggeser sebat,
setelah mana dengan dua tangannya dia membalas
menyerang, Dia menotok dua jalan darah. Sin Hong berkelit
kembali ia menyerang pula, bahkan ia terus mendesak.
orang liehay bertempur dengan mencari kemenangan
waktu, demikian Sin Hong, dia segera merangsak membuat
lawannya main mundur, Dia pun saban-saban mengasi dengar
ejekannya. Sin Kong Tay kelabakan, sulit dia memperbaiki diri. Tentu
saja dia menjadi malu, mendongkol dan penasaran, hingga dia
mesti mengasi dengar suaranya yang keras dan kasar.
Menampak demikian, siang ceng in ingin membantui
kawannya, ia menggeser tubuhnya kedalam gelanggang,
untuk lantas menerjang Sin Hong. Tanpa pikir lagi, ia
menyerang punggung orang yang kosong.
Segera terdengar satu suara bentrokan yang keras
akibatnya itu ceng in terhuyung mundur dua tindak.
Orang lantas melihat Houw-yan Tiang Kit berdiri
didepannya orang she Siang itu, bahkan jago tua ini tertawa
nyaring dan kata: "Sungguh aku tidak sangka orang kaum
lurus dapat main keroyok dan main membokong juga Sungguh
hina Tak tahu malu."
Ketika orang menggeser diri, Tiang Kit melihatnya, maka ia
terus memasang mata, Kata ia didalam hatinya: "Kau boleh
berpikir untuk mempuaskan dirimu, tapi kalau hari ini aku
tidak bikin kau runtuh, percuma aku menjadi muridnya Pit Boe
Koen-" Tiang Kit memang muridnya Pak Pit --si Pit dari Utara, jago
yang telah mengundurkan diri puluhan tahun lamanya.
Ceng-In kalah tenaga dalam, dia mundur dengan kedua
lengannya terasa nyeri dan dadanya sesak, Mendengar dan
melihat orang menghina padanya, ia mendongkol bukan main
mukanya daripucat menjadi merah padam. Itu waktu Hoat
Poen berlompat maju, untuk malang ditengah.
"Empat loosoe, tahan dulur ia berkata nyaring, kedua
tangannya dikibaskan lalu dirangkap. untuk memberi hormat,
"Pinceng minta sukalah loosoe semua mendengar dulu
perkataanku" Sin Kong Tay dan Tie Sin Hong berhenti bertempur.
"Urusan siauw Lim Sie nanti siauw Lim sie sendiri yang
menyelesaikannya." berkata pendeta itu. "Sin Tan-wat dan
Siang Tan-wat sudi membantu Siauw Lim Sie, untuk itu
pinceng menghaturkan banyak-banyak terima kasih."
Habis berkata, ia mengibas pula, Maka empat pendeta
maju untuk mengurung Sin Hong.
Menyaksikan sikap keempat pendeta itu, Cie IeBoe Eng
tertawa lebar, sedikitpun dia tidak jeri. Dia bahkan berkata:
"Siauw Lim Pay kesohor sebagai tertua Rimba persilatan yang
liehay, dalam tujuh-puluh- dua ilmu silatnya, tak ada satu jua
yang tak mahir, tetapi aku si tua, yang tinggal di luar lautan,
menyesal belum pernah aku melihatnya maka itu, kebetulan
sekali ada ini ketika yang baik Taysoe berempat, silahkan
kamu mulai memberi pengajaran kamu "
Keempat Anan coencia menjura.
"Maaf " katanya. Lalu yang dibarat mulai bergerak. diturut
oleh yang lainnya. Tie Sin Hong tidak berani memandang ringan, bahkan dia
berhati-hati, Maka juga, selagi orang bergerak. ia mendahului
menyerang. Pendeta yang diserang berkelit, lantas dia berganti tempat
dengan kawannya, yang lain pun bergerak pula, hingga
mereka itu, bergerak satu bergerak semua. Mereka bergerak
sambil bersiul, Mereka gesit sekali. Ketika mereka membalas
menyerang, serangan mereka juga hebat.
Menyaksikan demikian, Sin Hong mengerutkan alis,
sekarang ia menginsafi liehay nya lawan Dari caranya mereka
itu bertempur ia tahu terang orang hendak lebih dulu
membikinnya letih. Tentu sekali, itulah berbahaya untuknya,
maka ia pikir pula: "Mereka harus didului, supaya mereka tak
sempat mencapai maksud mereka " Demikian ia menyerang
pula dengan tenaga berlebihan
Keempat pendeta itu benar liehay, Terus mereka bertempur
dengan saban-saban mengganti kedudukan- Saban-saban Sin
Hong menyerang tempat kosong. Sebaliknya, saban kali juga
ia merasa dadanya terdesak hingga ia mesti senantiasa
berkelit. Melayani musuh-musuh demikian, ia menjadi kewalahan ia
mesti menggunai tenaga luar biasa disamping ia sendiri mesti
mengobral tenaga dalamnya.
Dengan begitu, lama-lama keempat pendeta, dengan Soe
ciang Tin, barisan Empat itu, dapat mendesak hingga
kurungannya menjadi semakin rapat.
Sim Yok dan Lauw Chin menjadi ber-kecil hati, Mereka
melihat tegas Sin Hong ialah unggul. Mereka lantas melirik
Tiong IHoa, siapa sebaliknya mengawasi mendelong
kependopa Tay Hiang Po-tian, dia bagaikan kesengsam.
Karena itu, mereka tidak berani menegur, pertempuran
berlangsung terus. Lama-lama Hauw-yan Tiang Kit menjadi tak dapat
menahan diri lagi, ia menggeser dirinya.Justeru ia bergerak.
justeru ia melihat dua orang maju menghadang. itulah Sin
Kong Tay bersama siang Ceng in-"Mau apa kau?"
Sin Kong Tay menegur kaku.
"Tidak apa-apa" sahut Tiang Kit, ber-senyum, "Sudah
terlalu lama aku si orang tua berdiri, kakiku pegal, ingin aku
menggeraki otot-ototku Apakah halangannya denganmu?"
"Terhadapku kau tepat menyebut dirimu aku si orang tua?"
Kong Tay menegur. Tiang Kit tertawa.
"Kamu bangsa angkatan muda" katanya tetap mengejek.
"Dengan aku menyebut diri ku si orang tua, masih bagus
untuk kamu." Sembari berkata begitu, Tiang Kit menyerang dengan
kedua tangannya. Dua-dua Kong Tay dan Ceng In terkejut, dengan sendirinya
mereka berlompat berkelit. Dengan begitu terbukalah
lowongan, maka Tiang Kit berlompat maju terus, Dengan
menolak kedua tangannya berulang-ulang, ia membikin Soe
Ciang Tin menjadi kacau, hingga Tie Sin Hong dapat
meloloskan diri. Selagi Tiang Kit bergerak terus, mendadak seorang
berlompat kedepannya. untuk menolaknya, hingga ia mesti
menyelamatkan diri. sekarang ia melihat Hoat Poen Siansoe
berdiri dihadapannya. "Houw-yan Loosoe, apakah maksud mu?" tanya pendeta
itu. Apakah tan-wat berani bertanggung jawab untuk jiwanya
sembilan belas murid Siauw Lim Sie itu?"
Tiang Kit belum memberikan jawabannya atau ia sudah
lantas diserang sin Kong Tay dan Siang ceng In, yang
berlompat maju dengan berbareng.
ooooo BAB 23 MAU ATAU TiDAK, terpaksa Tiang Kit melayani kedua
musuh itu, hingga mereka menjadi bertempur.
Nyata Kong Tay dan ceng In dapat bekerja sama, dengan
begitu Tiang Kit mesti bersungguh-sungguh melayaninya.
Dilain pihak. Tie Sin Hong telah terkurung pula oleh
keempat pendeta, Dalam repotnya, ia berpikir ingin ia
menyerang salah satu musuh yang terlemah, guna menoblos
kurungan itu. Lantas ia memasang mata.
Karena mereka sudah bertempur lama, ia cepat dapat
melihat, Demikian mendadak ia menyerang pendeta yang
tubuhnya lebih katai dan kurus, ia menyerang sambil tertawa
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dingin- Pendeta itu terperanjat dia menjadi gugup hingga
barisannya lantas menjadi kacau sendirinya.
Ho cin coe melihat itu, dia kaget.
"Cie Ie Boe Eng benar liehay " katanya, "celaka, dia
mengetahui rahasianya Soe ciang Tin "
HoatPoen berada disisisi imam, dia bersenyum.
"Jangan kuatir, ciangboenjin," kata dia tenang, "soe ciang
Tin dapat berubah-ubah, percuma saja usahanya Tie Sin Hong
" Sim Yok dan Lauw chin menjadi bertambah susah hati,
mereka serba salah. Mereka bangsa lurus, tak dapat mereka
turun tangan membantui dua sahabat itu.
Tiong Hoa masih terus berdiam, ia memikirkan keras siapa
yang menyamar menjadi Sin Hong membinasakan Sembilan
belas murid Siauw Lim Sie yang menjadi biang peristiwa
didepan mata ini. Karena ia berpikir keras itu, didepan
matanya berbayang pelbagai penglihatannya dikota Koenbeng,
ia lantas ingat kitab Lay Kang Koen Pouw, Kitab itu
diarah banyak orang, maka itu makin baik adanya apabila
pengaruhnya kurang. Untuk itu, dapat orang memakai siasat adu domba, Tie sin
Hong menghendaki kitab, pantas kalau dia disingkirkan
Bukankah disana ada rombongannya Wie Tiang-Bin"
Bukankah disana ada Giok ceng Sian-coe Mauw Bun Eng, yang
nampaknya mencintai Kwat Leng" Bukankah Kwat Leng itu
sangat telengas dan licik" Apa salahnya dia memfitnah Sin
Hong. Maka itu, sipenyamar tentulah Wie Tiang Bin, Sin Hong
pernah menjadi kawan dijalan ribuan lie dari Kwat Leng, pasti
Kwat Leng ketahui baik segala hal ikhwal dan niatnya orang
she Tie ini. Kemudian ia ingat Phang Lee Hoen, Nona itu tak
mau bicara dengannya, bahkan romannya penasaran
terhadapnya. Bukankah Lee-Hoen menyebut halnya dia melihat Yan-Loei"
Apa itu bukan kisikan Lee Hoen untuk ia pergi mencari ketua
dari Yan Kee-Po itu" Mungkin Lee Hoen ketahui sepak
tenangnya Kwat Leng, hanya si nona tak tahu, ia berada
dalam rombongannya Sin Hong.
Sin Hong mau mencari Kwat Leng, hal itu pasti diketahui
tiga orang Kang-ouw dalam rumah makan itu, yang diketemui
Lee Hoen... Setelah berpikir begitu jauh, baru anak muda ini melihat
kepada pertempuran ia menjadi terkejut mendapatkan Sin
Hong terancam bahaya keruntuhan- Hanya sekarang kawan
itu lagi dikepung bertiga, sebab pendeta yang keempat lagi
duduk bersemedi diluar kalangan-
Kenapa cie Ie Boe Eng tak berdaya" pikirnya. ia tidak tahu,
baru saja kawan itu di kepung berempat, sedang keempat
pendeta itu pendeta-pendeta pilihan dari Siauw Lim Sie.
Sudah lama sin Hong terkepung, pasti dia kehabisan
tenaga, Dilain pihak. seru pertempuran diantara Tiang Kit dan
Kong Tay serta Ceng In. Hampir disaat itu, sipendeta yang duduk bersila lompat
bangun, untuk masuk pula dalam barisannya, guna
memperlengkapi barisannya itu, itu berarti bahaya untuk Sin
Hong, yang dalam setiap detik dapat terobohkan.
Menyaksikan semua itu, tak dapat Tiong Hoa berayal lagi,
Mendadak ia berseru, tubuhnya melesat kedalam Soe ciang
Tin. Dengan kedua tangannya ia menolak, ke depan, kekiri
dan kanan. Keempat pendeta terperanjat Mereka merasa diri mereka
tertolak, benar perlahan tetapi mereka mesti mundur, sebab
tak dapat mereka bertahan- Karena itu, sin Hong dapat lompat
keluar kepungan- Hoat Poen Siansoe dan Ho cin coe terkejut, keduanya
lompat maju. Tiong Hoa mengangkat tangannya.
"Jiewie loocianpwee, tahan" katanya sabar tetapi nyaring.
"sukalah Jiewie mendengar dahulu padaku"
"Jikalau kau ada bicara, Lie Siauwhiap. bicaralah." sahut Ho
cin coe. Tiong Hoa lantas menoleh kepada Tiang Kit, yang lagi
bertarung seru. Hoat Poen melihat itu, ia lantas menyerukan mereka itu:
"sin Tan- wat Siang Tan-wat Tolong berhenti dulu. Mari kita
mendengar apa katanya Lie Siauwhiap ini"
Sin Kong Tay dan Siang Ceng In mendengar seruan itu,
dengan lantas keduanya lompat mundur, terus mereka
menghampirkan "Ho cin coe", Ceng-In bertabiat keras, dia
menghadapi Tiong Hoa dan menanya dengan bentakannya:
"Kau mau bicara apa" Lekas jangan kau membikin gagal
urusan kami si orang tua."
Didalam hatinya Tiong Hoa mendongkol. orang sangat
kurang ajar, Maka ia tanya. "Mohon tanya, Siang Loosoe, kau
mempunyai urusan penting apa" supaya aku si orang she Lie
tidak sampai membikin urusanmu itu gagal, nah, silahkanlah"
Ceng In menjadi gusar, ia pun tak senang si anak muda
mengubah panggilannya. Ia tidak dipanggil lagi loocianpwee,
itulah penghinaan, pikirnya.
"Orang masih begini muda tetapi sudah begini jumawa"
bentaknya "Kalau kau sudah berusia lanjut, bukankah
dimatamu tak ada siapa juga" Tidak dapat tidak. hari ini aku si
orang tua mesti mengajar adat padamu"
Tiong Hoa menyambut dengan tertawanya yang dingin.
"Maaf" katanya, "Losoe tabiatmu keras dan kejumawaanmu
hebat, kau melebihkan aku si orang she Lie. Bukankah itu
menjadi sama saja" Loosoe mau mengajar adat padaku.
bagaimana itu" Loosoe berdua melawan satu, loosoe masih
tak dapat mengalahkan Houw-yan Loocianpwee bagaimana
sekarang loosoe berani bicara begini besar Siang Losoe, kau
sungguh sangat tak tahu diri"
Karena ia menyebut "dua lawan satu," sin Kong Tay turut
terbawa-bawa. Mendengar kata-kata si anak muda, Houw yan Tiang Kit
tertawa lebar, terus ia kata nyaring: "Lie Laotee, kata-katamu
ini benar seperti jarum yang tepat mengenai jalan-darah
sungguh aku si tua kagum terhadapmu"
Mukanya Siang Ceng-In menjadi pucat dan guram, begitu
juga Sin Kong Tay, saking tak dapat menguasai diri, perlahanlahan
mereka mengangkat tangan kanan mereka.
Hoat Poen Siansoe melihat suasana buruk. ia pun raguragu
untuk kepandaian pemuda she Lie ini. ia telah
menyaksikan bagaimana orang dengan mudah saja memasuki
Soe ciang Tin. Kalau mereka jadi bentrok. entah bagaimana
hebat akibatnya, Maka itu lekas ia maju di tengah pula.
"Sabar, tuan-tuan," kata ia setelah memuji Sang budha,
"Karena urusan Siauw Lim Pay mesti terjadi pertempuran,
sungguh tak enak hati pinceng, Lie Siawhiap. pinceng bersedia
mendengar pikiranmu yang baik "
Tiong Hoa dapat mengendalikan diri. Justeru itu ia melihat
Sin Kong Tay dengan tangan kanannya merah membara lagi
menghampirkan Houw-yan Tiang Kit. yang berdiri terpisah
jauhnya satu tombak. rupanya dia mau menyerang kawannya
itu. Mendadak ia menjadi gusar, Tak ayal lagi ia mengajukan
sedikit tubuhnya sambil tangannya diulur, maka meluncurlah
tangan kera terbang nya, menangkap berbareng ditegakkan
keras. Sin Kong Tay tak dapat mengelakkan diri, tubuhnya
terpelosok, tangannya menyerang terus, mengenai sebuah
pohon pek muda, hingga dalam sekejap. pohon itu robohpatah
terus terbakar Tapi juga, di saat yang bersamaan itu,
Kong Tay merasakan lengannya sangat nyeri, parasnya
berubah menjadi sangat pucat, dan dia berdiri menjublak
dengan meringis. Dia sakit, malu dan mendongkol sekali,
tetapi dia mesti membungkam.
Ho cin coe dan Hoat Poen menyaksikan itu, juga Ceng-In,
ketiganya berdiri menjublak. Bukan kepalang herannya
mereka untuk liehaynya si anak muda. Tiang Kit sebaliknya
tertawa terbahak tak hentinya.
Tiong Hoa mengawasi tajam pada Sin Kong Tay, dia kata,
dalam suaranya : "Sin Loosoe, lagakmu seperti lagak bangsa
tikus, cara bagaimana kau dapat menyebut diri kaum lurus "
Tidakkah kau membuat malu kepada semua cianpwee ?"
Hati Ho cin coe dari Ngo Bie Pay bercekad. Sungguh hebat
kata-kata pemuda ini, Dengan tak langsung ia kena terpukul dengan kata-kata itu.
Tanpa merasa, ia menatap wajah orang, yang demikian
tampan dan tenang. Mau atau tidak. diam-diam ia memuji.
Sin Kong Tay berdiam sekian lama, lalu dia tertawa, sedang
matanya bersinar bengis, dia kata dingin: "Kau sangat
memandang enteng kepadaku si orang tua, baik, akan aku
membikin kau puas, Dengan latihanku beberapa puluh tahun,
suka aku melayani kau main-main, supaya kau boleh
mengangkat namamu dalam dunia Kang ouw"
"Sin Tan-wat..." kata Hoat Poen, dengan hatinya berkuatir,
ia melihat orang gusar sekali dan menjadi berkuatir nama
besar kawan ini nanti runtuh kecewa.
Kong Tay mengulapkan tangannya mencegah pendeta itu
bicara terus, dia kata tetap dan keras: "Taysoe tak usah
banyak omong lagi, pikiranku sudah tetap"
Hoat Poen berdiam, alisnya berkerut, Ho cin coe berbisik
pada pendeta itu: "Dia sangatjumawa dan beradat keras sekali
biarkanlah" ia menjadi sangat tak puas kepada orang she Sin
itu. Ceng In melihat tak puasnya Ho cin coe itu. tiba-tiba ia
sadar, lantas ia menjadi menyesal, akan tetapi sin Kong Tay
sudah maju tak dapat ia mundur, atau ia akan malu
sendirinya, meski demikian, ia ragu-ragu.
Teng Beng, sebagai kepala dari Tay Hoed Sie, sebagai tuan
rumah, menjadi serba salah juga, ia berdiam tetapi
perasaannya tegang sendirinya.
Tie Sin Hong bersama Houw-yan Tiang-Kit menghampirkan
Sim Yok dan Lauw chin untuk berdiri berkumpul. Semua
mereka mengawasi Tiong Hoa.
Ketika itu tengah hari tepat, Karena semua orang bungkam,
suasana sunyi sekali. Apa yang terdengar cuma suara angin
dan kutu-kutu. Tiong Hoa bersikap tenang, tetapi sebenarnya ia menyesal
sekali ia merasa bahwa barusan ia telah terlepasan omong.
Maka itu, ia lantas bersenyum dan berkata: "sin Loosoe, kita
tidak bermusuhan, buat apa kita sembarang mengadu
kepandaian" Menurut aku, baiklah kita saling berjabat tangan
untuk menjadi akur pula."
Ho cin coe mengangguk dengan diam-diam. ia kagum
untuk si anak muda. Tapi sin Kong Tay berkata keras: "Kata-kataku si orang tua
telah dikeluarkan itulah kata-kata seperti beratnya gunung,
maka itu walaupun kau takut, aku sendiri, tak suka aku
berhenti sampai disini saja"
Mendengar demikian, dari tempatnya berdiri Tiang Kit
tertawa nyaring dan kata: "Kalau sendiri yang mencari celaka,
siapa hendak dipersalahkan?" sepasang alisnya Sin Kong Tay
terbangun, matanyapun bersinar. Tiong Hoa sebaliknya
menghela napas. "Jikalau Sin Loosoe tak sudi menyudahi, Ya, apa boleh
buat, terpaksa aku si, orang she Lie akan melayanimu."
katanya sabar. "Sudah lama aku mendengar loosoe pandai
dalam dua rupa ilmu Kipas Besi dan Bintang Terbang,
sekarang ingin aku tanya, dengan yang mana satu loosoe
hendak memberikan pelajaran padaku?"
Kong Tay tertawa dingin, tangannya merogo sakunya, ia
mengasi keluar sepotong kipas besi (thie-sie) panjang dua
kaki, ketika ia mengibas tangannya, kipas itu lantas terbuka.
Tiong Hoa mengawasi, dengan matanya yang tajam lantas
ia mendapat lihat pada kipas itu kedapatan jarum-jarum,
sedang tulang kipas kasar semuanya, ia menduga, didalam
tulang kipas itu mungkin tersimpan rahasia yang berbisa,
Karena ini, timbul rasa jemunya.
Sin Kong Tay tertawa dingin dia kata: "Aku si orang tua tak
akan menCelakai kau dengan tangan apiku bintang terbang -
Hei chee Hwee- kiat- ciang Asal kau dapat meloloskan diri dari
kurungan seratus dua puluh delapan jurus dari ilmu silatku
kipas besi Thian Lo sie, akan aku menyudahinya sekarang kau
hunuslah senjatamu" Tiong Hoa tetap berlaku tenang, ia bersenyum.
"Sin Loosoe," ia kata sabar, ilmu tangan mu yang berapi itu
mudah dilepasnya sukar ditarik pulangnya, maka itu daripada
kau gunai itu untuk akhirnya mencelakai dirimu sendiri,
memang baik kau tidak gunakan sama sekali" ia mengawasi
kipas orang, terus ia menambah kan:
"Karena Loosoe yang ingin memberi pengajaran, silahkan
Loosoe yang mulai" Sin Kong Tay merasa ia terus diperhina, tak mau ia
mengerti bahwa orang melayani ia dengan kesabaran luar
biasa, ia kata: Mungkinkah kau hendak melayani aku dengan
tangan kosong" Kalau begitu, jangan nanti kau katakan aku
menghina orang yang tak menggunai senjata"
Alisnya Tiong Hoa bangun berdiri ia tertawa nyaring.
"Sin Loosoe silahkan kau mulai dengan pengajaranmu" kata
ia. "Meski aku si-orang she Lie bodoh, tak nanti aku menghina
orang Dengan sebenarnya aku merasa sanggup melayani
dengan tangan kosong pada seratus dua puluh delapan jurus
ilmu kipas Thian Lo Sie kau yang liehay itu"
Orang2 terkejut mendengar suara itu, bahkan Sin Hong
lantas kata pada Tiang Kit:
"Lie Lotee kita ini sungguh besar nyalinya. Seumurku belum
pernah aku menemui lain orang semacam dia Sungguh dia
membuatnya aku kagum."
"Begitu juga aku" kata Tiang Kit,Justru itu Sin Kang Tay
telah membentak. yang mana disusul dengan gerakan
tangannya, membikin kipasnya tertutup dan terbuka pula,
untuk dikibaskan untuk segera mulai dengan penerangannya.
Bersama kipas besi itu waktu diajukannya.
Tiang Hoa tidak menangkis, ia hanya ber kelit.
"Aku si arang she Lie akan mengalah selama tiga jurus"
katanya tertawa riang, "setelah itu baru aku akan
membalasnya." Kembali Kong Tay tersinggung, orang mengalah, tapi itu
membuat hatinya panas, ia merasa ia dipandang hina. Karena
ini, ia lantas menyerang dengan bengis sekali, yang satu
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gagal, yang lain menyusul.
Tiong Hoa menutup diri dengan tangan kirinya, ia berkelit
dengan sangat gesit ia menanti sampai lewat tiga jurus, baru
ia menggunai tangan kanannya, untuk memberikan
perlawanan ia menggunaijurus-jurus dari Kioe Yauw Seng Hoei
dicampur dengan ajaran gurunya di Yan-khia.
Dengan cepat tiga puluh jurus sudah lewat. Sin Kong Tay
heran dari heran dia menjadi penasaran saking penasaran
darahnya meluap. Dalam murkanya, ingin dia melakukan
pembunuhan Semua serangannya sia-sia belaka, meski dia
sudah menggunai tipu tipu yang dia rasa liehay. Sebaliknya,
setiap kali si anak muda meluncurkan tangan kearahnya,
anginnya itu membikin dia merasa kejang atau ngilu.
Ho cin coe mengherani kepandaian Tiong Hoa, sepasang
alisnya sampai dikerutkan rapat.
"Taysoe, dapatkah kau mengenali ilmu silatnya anak muda
ini ?" ia tanya Hoat Poen disamping, siapa ia berdiri
menonton- "Menurut aku, ilmu silatnya itu mirip ilmu silat Tionggoan
tetapi ada bedanya..."
"Pinceng melihatnya separuh." kata Hoat Poen "Didalamnya
terselip ilmu silat Hok In Siangjin dari See Koen Loen- Yang
aneh yalah pinceng tahu betul, Hok in siangjin tidak menerima
murid." Ketika itu Sin Kong Tay sudah menyerang pula, dengan tipu
silatnya yang di namakan Ki Siauw Hong Mo "Menaklukkan
siluman dilangit." kipasnya dari atas turun kebawah, disusul
dengan menyambarnya jarum-jarumnya kipas itu, umpama
kata mirip dengan derasnya hujan-
Kipas itu kipas besi dan mengkilap. maka juga selagi
dipakai bersilat, cahayanya berkilauan membikin- mata
berkunang-kunang, dari itu. melesatnya jarum sukar terlihat
tegas. Akan tetapi Tiong Hoa sudah bersiap sedia, tangan
kirinya yang dipakai menutupi dada lantas ditolakkan keras,
bikin semua jarum mental balik.
Sin Kang Tay terkejut. Mulanya ia merasa angin halus
menyambarnya, lantas tangan nya seperti terhalang, teruskipasnya
ter-tolak hampir lepas dari cekalan. Tiong Hoa
tertawa nyaring, berbareng dengan itu, lima jari tangannya
menjambak. Seperti juga tak terlihat, tangan itu sudah menyentuh kipas
besi. kagetnya Kong Tay bukan kepalang, Dia tahu celaka dia
kalau kipasnya itu kena terampas.
Tepat saat itu, diantara mereka terdengar tertawa yang
nyaring yang disusul kata-kata ini: "Sahabat cilik sudah lama kita berpisah
apakah kau baik-baik saja Tidak kusangka disini kita bertemu
pula" Suara itu datang dari pohon pek tua di-luar tembok peka
rangan cuma pohon itu besar dan tinggi sekali, jauh melewat
tinggi nya tembok, Maka berbareng dengan akhirnya kata-kata
itu, sesosok tubuh tampak meluncur turun dari atas pohon itu,
meluncur seperti burung terbang sebab ilmu ringan tubuh
yang digunakan yaitu cit Kim sin- hoat atau "Tujuh jenis
unggas." Tiong Hoa mengenali suara itu, maka ia lantas melepaskan
cekalannya kepada kipas, terus ia berlompat keluar kalangan
guna memapak orang itu. Sin Kong Tay melengak mukanya
pucat, sinarmatanya guram.
Semua orang lainnya heran semua berpaling kearah orang
yang baru tiba itu, yang bukan lain daripada Hoat Hoei
Siangjin, pendeta suci dari Siauw Lim Sie.
Tiong Hoa menyambut dengan menjura dalam. "Apakah
Siangjin banyak baik?" sapanya. Dengan rupanya yang sangat
menyayang, pendeta itu mencekal kedua tangan si anak
muda. "Berkah rejekimu, sahabat cilik" katanya ramah, "Apakah
yang menyebabkan kau gusar, sahabat cilik, maka kau sampai
hendak menurunkan tanganmu?"
"Boanpwee masih terlalu muda, tanpa merasa boanpwee
jadi berlaku menuruti suara hatiku," sahut Tiong Hoa,
mukanya merah, tandanya ia jengah. Hoat Hoei Siangjin
mengurut kumis, ia tertawa bergelak.
Hoat Poen lantas menghampirkan, untuk menghunjuk
hormatnya. "soeheng" ia memanggil.
"Jangan pakai aturan, soetee," pendeta itu kata. Kemudian
ia menghampirkan Ho cin coe, untuk memberi hormat seraya
menanyakan kesehatannya imam itu. Kemudian lagi ia
menemui semua orang lainnya yang hadir di situ. Sin Kong
Tay Nampak jengah, tetapi penasarannya tak lantas lenyap.
Hoat Hoei memandang Hoat Poen, ia menanya: "Tersiar
berita bahwa sembilan belas anggauta kita dari angkatan
ketiga telah ter binasakan orang tak dikenal, apakah soetee
ketahui duduknya peristiwa itu ?"
Hoat Poen batuk-batuk perlahan-
"Justeru karena mencari tahu urusan itu, hampir slauwtee
bentrok dengan Lie Siauwhiap." ia menjawab.
"Apa ?" tanya Hoat Hoei heran- "Apakah soetee ketahui
pasti kebinasaan mereka itu benar dilakukan Lie Siauwhiap ?"
"Tidak..." sahut Hoat Poen, likat, setelah itu ia memberikan
penjelasannya. "Kalau begitu, soetee, kau terlalu sembrono " Hoat Hoei
menegur, "selagi urusan belum jelas, mengapa kau
membiarkan sin Tan-wat dan Siang Tan-wat turun tangan
untuk urusan kita" inilah hebat Kedua Tan wat baik sekali,
mereka suka membantu dan membelai kita, itulah budi besar,
walaupun demikian sebelum kau jelas duduknya perkara,
kenapa kau tidak mencegah pertempuran ini " jika la u
peristiwa sampai tersiar tidakkah kita bakal dapat nama jelek "
Bukankah orang akan mengatakan Siauw Lim Sie mencari
onar tanpa sebab ?" Hoat Poen berdiam. Sin Kong Tay dan Siang ceng in pun
jengah. "Dalam hal ini tak dapat diperhatikan Hoat Poen Taysoe
menjadi bercuriga." Tiong Hoa malang tengah, "Mengenai ini
boanpwee sudah memikirkannya, kalau siangjin sudi dengar,
nanti boanpwee mengutarakan apa yang boanpwee pikir itu."
Hoat Hoei tertawa. "silahkan, bersedia loolap mendengarnya," katanya manis.
"Jangan mengucap demikian Siangjin, boanpwee malu."
kata si anak muda, hormat dan merendah, setelah itu ia
mengawasi Louw Sian, yang sampai sebegitu jauh berdiam
saja, ia menanyai Louw soehoe, ada tiga soal yang aku masih
belum mengerti, apakah loosoe sudi memberikan
penjelasannya kepadaku" "
"Jikalau siauwhiap ada pertanyaan, silahkan ajukan," sahut
orang she Louw itu, romannya sungguh-sungguh. "Segala apa
yang aku ketahui, suka aku memberitahukannya."
Tiong Hoa berdiam sebentar.
"Loosoe, dimanakah loosoe telah bertemu dengan cianpwee
cie Ie Boe Eng Tie sin Hong?" ia tanya, " Ketika
pertempuran yang mengakibatkan pembunuhan hebat itu
terjadi, ada siapakah pula yang hadir itu waktu" Dan
kejadiannya, jam berapakah itu?"
Louw Siang berpikir sejenak, baru ia menjawab: "Tempat
itu yalah dipegunungan di selatannya dusun couw-hing,
dijalan dekat dengan perhentian, Ketika itu Tie Losoe berada
sendirian saja, waktunya yalah baru lewat tengah hari."
Tiong Hoa menggeleng-geleng kepala.
"Dua- dua tempat dan waktu kejadian itu tak tepat dengan
kedudukan Tie cianpwee." katanya, "Kami melakukan
perjalanan bersama, tak sedetik juga kami berpisahan, Ketika
kami tiba di couw hiong, peristiwa sudah terjadi. Teranglah ini
perbuatan orang jahat yang menggunakan akal muslihat
meminjam golok untuk membunuh orang."
Louw Siang melengak. Tiong Hoa bersenyum, ia kata pula: "Ketika itu waktu
loosoe bertemu Tie cianpwee, dapatkah loosoe menerangkan
apa suaranya Tie cianpwee itu sama dengan suara Tie
cianpwee sekarang ini?"
Mendadak Louw Siang menghajar kepalanya sendiri.
"Benar-benar gila aku si orang she Lauw" katanya,
menyesaikan diri, "Kenapa aku lupa pada soal suara itu" Suara
Loasoe itu rada bernada suara orang Hoa lam, sedang suara
Tie Laosoe ini bernada Kweitang, Siauw-hiap benar"
Diantara kurban-kurban sembilan belas murid Siauw Lim
Sie itu apa ada kedua Soehoe bernama Tay Khang dan Tay
Thong. Louw Siang menggeleng kepala, ia baru mau menjawab
atau ia didahului Hoat Poen-
"Apakah Tay Khong dan Tay Thong pun terbinasa?" tanya
pendeta ini, heran dan terkejut.
Tiong Hoa mengangguk romannya duka.
"Benar," sahutnya, "Mayat mereka kedapatan diselokan
gunung ditepi jalan bercampuran dengan mayat-mayatnya
Thay-Heng Sam Hoa serta lain-lain orang pihak sesat."
Hoat Hoei Siangjin menghela napas.
"Loolappercaya padamu, sahabat cilik." kata ia. "Hanya
loolap tak mengerti kenapa orang itu menyamar menjadi Tie
Tan-wat. Apakah sahabatku ketahui siapa orang yang
demikian licik dan jahat itu?"
Tiong Hoa membuka mukanya perlahan.
"Dialah Liok Hap Im ciang Wie Tiang Bin" sahutnya lancar.
Semua orang kaget, hingga mereka saling memandang.
"Tetapi Wie Tiang Bin bukanlah orang yang mengepalai
tindakannya itu." Tiong Hoa berkata pula "Dia cuma si
pengikut dan pembunuh, kepalanya yalah lain orang, sekarang
ini diwilayah selatan ini telah berkumpul pelbagai macam ahli
silat, semua tak ada yang tak bersangkut paut dengan kitab
Lay Kang Koen Pouw, si kepala itu meminjam golok lain orang
guna membunuh lain orang lagi. untuk menimbulkan
kekacauan dunia Rimba Persilatan, agar orang saling bunuh,
supaya dia dapat mencapai maksudnya sebuah batu
mendapatkan dua hasil berbareng. itulah orang yang licik dan
berbahaya." Hoat Hoei nampak heran. "Sahabat cilik, apakah kau mencurigai Pouw Liok It atau ok
Coe Pong Liap Hong?" ia tanya.
"Bukan," jawab si anak muda, ia melirik kepada Houw-yan
Tiang Kit, orang she Houw-yan itu mengedipi mata,
melarangnya membuka rahasia dulu, ia mengerti, maka ia
kata: "Benar-benarlah dialah seorang lain. Hanya jikalau
siangjin suka pergi ke Jie-Hay di Tali, disana pastilah Wie
Tiang Bin akan dapat dibekuk."
"Apakah rombongan Tay in San juga telah berada di Tali?"
Ho Cin Coe tanya tiba-tiba.
Tiong Hoa berdiam sejenak baru ia menjawab.
"Kabarnya begitu, tetapi tak salah lagi mereka mesti berada
di Tiam Chong," katanya.
"Harus diketahui rombongan Tay in San itu berada d iba
wah perlindungannya Sin-Kie coe Lo Leng Tek yang sangat
cerdik, maka itu kabar angin saja tak dapat terlalu diandalkan.
Jikalau begitu Pouw Llok It juga tentu mendengarnya?" Hoat
Hoei tanya. Tiong Hoa tidak menjawab. Tapi ia ingat suatu apa, dengan
lantas ia berbisik pada pendeta tua itu. Hoat Hoei nampak
heran- "Jikalau demikian adanya, pastilah Pouw Liok It berada
sendirian dan terancam keadaannya," katanya perlahan,
"Kalau dia jatuh ditangan manusia jahat, dia bisa celaka, perlu
loolap lekas berangkat ke-sana" Lantas dia hadapi Hoat Poen,
untuk berkata: "soetee, perkara sudah terang, sekarang mari
kamu beramai bersama aku lantas berangkat ke Tali, untuk
mencegah maksud jahat orang-orang busuk itu sebelum
mereka bertindak. terutama untuk membekuk Wie Tiang Bin
buat dibawa ke Siauw Lim Sie guna menghukum."
"Baik soeheng," menjawab Hoat Poen-
Ketika itu Tie Sin Hong menghampirkan, ia kata: "Pihakmu
tak cocok dengan pihak ku, baik kita jalan berpisahan, Dengan
begitu juga dapat dicegah suasana likat." Hoat Hoei
bersenyum. "Apabila Tie Tan-wat memikir demikian baiklah, loolap
setuju." katanya. Tie-Sin Hong tertawa lebar.
"Nah, sampai bertemu pula" kata ia. " Lie Siauwhiap. mari
kita berangkat" Tiong Hoa memberi hormat pada Hoat Hoei Siangjin, untuk
meminta diri kemudian dengan berpisahan dengan pihak sana
itu, ia berangkat bersama rombongannya sendiri menuju ke
Tali. ooo Tengah si puteri Malam terang-benderang dan pepohonan
berbayang-bayang, kira jam tiga. Tie Sin Hong berlima sudah
sampai diluar kota Tali. Pintu kota tertutup rapat, untuk masuk
kedalamnya, mereka manjat melompati tembok. Dengan
lantas mereka singgah disebuah penginapan dikota bawah.
Besoknya fajar, seorang diri Tiong Hoa keluar berjalan
perlahan-lahan- ia memernahkan diri diantara banyak orang
yang mundar-mandir dibagian kota yang ramai. Terus ia
bertindak dengan sabar. Tali berada di barat Inlam merupakan jalan hidup antara
Inlam dan See-kong, sedang Kota Atas dengan Kota Bawah
terpisah satu di selatan dan yang lain diutara. Dalam
perdagangan Kota Bawah ramai, apapula diwaktu hari raya
yang dinamakan "Hie Tam Hwee," perdagangan ramai luar
biasa, dari segala penjuru orang datang berbelanja.
Kota Tali pun bagaikan menyender pada gunung Tiam
Chong San, menghadapi ke permukaan air Jie Hay. Hawa
udara disitu hangat. di empat musim, iklim tetap nyaman dan
pemandangan alamnya indah tak kalah dengan Koen-beng.
Untuk kota Tali, ada empat macam keindahannya, yang
sampaikan dibuat sebutan umum, ialah: "Angin di Kota
Bawah, bunga di Kota Atas, saiju digunung Tiam Chong, dan
rembulan ditelaga Jie Hay."
Tiong Hoa pesiar seorang diri, ketarik ia dengan cara hidup
sederhana penduduk situ dimana orang Han hidup rukun
dengan penduduk suku Biauw.
Dari dalam kota, Tiong Hoa pergi keluar nya. Disini ia
tersengsam dengan kepermaian Jie Hay, yang airnya
bergelombang, luasnya mungkin ratusan lie disekitarnya,
Disitupun ada kaum wanita lagi mencuci pakaian dan kawanan
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bocah lagi mandi sambil bermain.
Jie Hay terletak ditimurnya kota Tali, panjangnya sembilanpuluh
lie, lebarnya sepuluh sampai duapuluh lie, karena
rupanya mirip telinga, maka itu didapatlah namanya, Jie Hay
atau Jie Soei, Kali Telinga.
Tiong Hoa berjalan perlahan ditepian, hingga ia menarik
perhatiannya banyak wanita muda yang lagi mencuci dan
mandi itu, yang mengagumi ketampanannya. Kemudian ia
berjalan diatas tanggul batu, ia berpikiran ruwet. Disini hatinya
terbuka, ia ingin pesiar dulu beberapa hari, baru ia hendak
pergi kekuil cong Seng Sie, sedang empat kawannya pergi
berpisahan menyerep-nyerepi kabar hal rombongan dari Tay
in San- Begitulah, setelah merasa puas, baru ia membalik
tubuh buat berjalan pulang.
Tiba dikaki tembok kota, pemuda ini heran, ia melihat
beberapa orang lompat turun dari tembok. terus lari memutar
menuju kesebelah utara. "Inilah siang hari apa mereka bikin ?" pikirnya. " Kenapa
mereka tak takut dilihat orang " Urusan apa itu yang
membikin mereka demikian bergegas-gegas " Dan arahnya
yalah cong Seng Sie."
Saking curiga, tanpa sangsi pula, Tiong Hoa lari menyusul,
ia melihat orang lari memasuki sebuah rimba, maka lekaslekas
ia jalan mutar guna menguntit tanpa diketahui ia
mendekati sampai belasan tombak. disitu ia sembunyikan diri
dibelakang sebuah pohon, matanya mengintai, telinganya
dipasang, ia telah lantas dapat mendengar pembicaraan
mereka itu. Yang membikin ia heran sekali yalah waktu ia mengenali
beberapa diantaranya, yaitu Hoan-Thian-Ciang Yan Loei, Yan
Hong serta Hoepocoe Khong Jiang. Empat yang lainnya ia
tidak kenaL Hampir pemuda ini tak dapat mengendalikan diri, Saking
gusar ingin ia lompat membekuk Yan Hong, kenalan yang licik
itu, yang berlaku sangat kejam terhadapnya, bukankah ia
sudah dijebak dalam perangkap maut" Syukur ia masih ingat
ingin mencuri dengar pembicaraan mereka itu.
Yan Loei mengurut jenggotnya ketika ia berkata sambil
menghela napas: "Aku heran, aku heran kenapa Phang Lee
Hoen ketahui tempat rahasia dirumah kita itu" Untuk banyak
tahun aku membangun rumahku, tak sayang aku kalau
sekarang rumahku itu ludas. Tapi tempat rahasia itu sekarang
diketahui orang..." "Itulah pasti adalah akibatnya Lie Cie Tiong dan Cee Cit
dapat buron-" berkata Yan Hong, "Pasti mereka yang
membuka rahasia hingga Phang Lee Hoen mendengarnya..."
"Tak mungkin- kata si orang tua. ia bersungguh-sungguh.
ia kata pula: "Ayah Lee Hoan telah terbinasa untuk banyak
tahun didalam kamar rahasia didalam tanah itu, mayatnya
juga sudah menjadi tulang-belulang, kenapa Lie Cie Tiong dan
Cee Cit mengenalnya" Bukankah tulang-belulang di situ
berjumlah tak kurang daripada seratus rangka" Kelihatannya
aku bakal jadi bulan-bulan dari banyak anak panah.."
"Jangan bersusah hati, ayah," Yan Hong menghibur "Aku
telah mengatur untuk mengacaukan mereka itu, pedang
ditangannya Phang Lee Hoen pedang milik asal atau pusaka
Khong Tong Pay, aku telah membuat murid-muridnya Khong
Tong Pay mengetahuinya itu, supaya mereka mencoba
merampasnya, sekarang ini Phang Lee Hoen sudah dipancing
pergi ke cong Seng Sie..."
Itulah kata-kata rahasia mendengar itu, Tiong Hoa girang
berbareng gusar, Girang lantaran ia memperoleh endusan
secara kebetulan itu. Gusar sebab Yang Hong licik dan
pengecut luar biasa, ia lantas memikir untuk pergi kekuil yang
disebutkan itu guna menolongi Nona Phang.
Ketika itu Yan Loei berkata pula: "Kau bekerja bagus, anak
Hong. Tipumu meminjam golok orang lain dapat
menyingkirkan ancaman bahaya diperut kita sekarang ini kita
harus tetap jangan memperlihatkan diri kita. Kemarin dulu aku
melihat im San Sioe-soe muridnya, mereka menyusul Ngo-sek
Kim-bo, Mana mereka bakal berhasil" Kita baik bersembunyi
dirumah yang aku berhasil mendapatkannya, ialah itu rumah
besar didusun Sa Seng coei diselatan Jie Hay."
Tiong Hoa merasa ia telah mendengar cukup, tidak menanti
rombongan itu berlalu ia mendahului menyingkir dari
tempatnya sembunyi. Langsung ia menuju kekuil cong Seng
Sie, kuil mana berdiri di utara kota Tali, duduknya seperti
menyender pada gunung Tiam cong San, mukanya
menghadap Jie Hay, Didalam kuil itu ada tiga buah menara,
satu besar, dua kecil, berdirinya di tiga penjuru. yang besar
tinggi empat puluh tombak. undakannya enam belas,
romannya mirip dengan menara Tay Gan Tah di Tiang an-
Dibangunnya kuil itu ditanah ceng-koat keenam, biasa
dipanggil Sam Tah Sie karena adanya tiga buah menara itu.
Untuk Inlam Barat, itulah tempat yang kesohor indah.
Ketika Tiong Hoa sampai diluar kuil, ia sudah lantas
mendengar alunan genta, suara itu bercampuran suara
gelombang Jie Hay yang terbawa angin, ia berdiam sekian
lama baru ia bertindak memasuki kuil, Tiba di-dalam, ia
merasakan suasana yang tenang. Baru kemudian ia
mendengar suara alat-tetabuan suci, yang datangnya dari
arah pendopo Tay Hiong Poo-tian.
Jilid 24 : Yan Loei, poocu Yan Kee-po tewas
(MISTERI LAMBANG MAUT Jilid 5)
Dengan perasaan heran, ia masuk lebih jauh, ia melihat
patung Sang Buddha tinggi enam kaki. ia kagum, Dikamar
barat ada delapan belas patung Lohan dengan roman-nya
yang berlainan masing-masing. Dipendopo itu ada dua orang
pendeta dengan jubah abu-abu lagi bersila beribadat, mata
mereka dipejamkan- Dengan mata tajam, Tiong Hoa mengawasi kesekitarnya. ia
tidak mengganggu kedua pendeta itu, Dengan berjalan mutar,
ia pergi kependopo belakang, Disini ada sebuah lorong
panjang dengan loteng batu marmer, batunya licin mengkilap
dan dingin rasa nya waktu dirabah, ia bertindak terus sampai
ia dipapaki seorang pendeta umur kira empat puluh tahun,
jubahnya abu-abu juga. "Sie-coe mau pergi kemana?" dia itu menyapa seraya
memberi hormat. Tiong Hoa melihat gerak-gerik orang gesit dan matanya
bersinar, ia menduga pendeta ini mengerti silat baik sekali, ia
membalas hormat sambil bersenyum.
"Aku mendengar kuil ini kesohor, maka itu aku datang
untuk melihat-lihat," ia menjawab.
Pendeta itu tertawa. "Pin-ceng dipanggil Go Tim," katanya, bersenyum, "Disini
pinceng menjadi tie-kek ceng. Kalau si-coe mau melihat-lihat, marilah
silahkan siecoe minum teh dulu."
Tie-kek-ceng yalah pendeta yang bertugas menyambut dan
melayani tetamu. "Terima kasih," Tiong Hoa menampik. ia datang untuk
melihat Lee Hoen, jadi tak ada niatnya memasang omong, Aku
minta soehoe mengijinkan aku melihat-lihat saja.
"Inilah sulit," kata pendeta itu. "Kalau guru kami ketahui
ini, pinceng bisa ditegur karenanya, Sie coe, silahkan"
Tiong Hoa tak dapat menolak lagi, ia mengangguk seraya
mengucap terima kasih la minta si pendeta memimpinnya.
Go Tim menjura, terus ia jalan dicepan, Tiong Hoa
mengikuti, matanya melihat ke-kiri dan kanan, untuk
mendapatkan sesuatu yang mencurigakan Go Tim agak
memaksa, ia curiga di sian pong, ruang kemana ia diundang
itu, ada apa-apa. Atau ia telah dicurigai pendeta ini.
Latar dalam itu indah, Ada pohon-pohon bunganya yang
harum, ada empangnya serta pohon yanglloeserta pohon pek.
Didalam empangnya, ikan-ikan emas lagi berenang memain,
Tapi tak ada kegembiraannya tetamu ini memandangi itu.
Bahkan ia menyesal telah datang langsung.
"Tahu begini, lebih baik aku masuk secara menyelundup."
pikirnya, sekarang terpaksa ia menahan sabar.
Tiba didalam sian pong, Go Tim mengundang tetamunya
duduk. ia memerintah kan kacungnya menyajikan air teh, ia
pun berlaku manis, sembari bersenyum ia me-nanya halikhwal
tetamunya itu. "Aku asal Yan-khia," Tiong Hoa memberi-tahu. "Sebagai
pelajar aku gemar akan keindahan alam, maka itu aku keluar
pesiar. Disini ada sahabat ayahku, aku datang ke mari untuk
menjenguknya." Kemudian mereka bicara dari hal-hal lain-
Go Tim terpelajar, banyak pengetahuan nya tentang kitabkitab
Khong Coe dan lainnya. Tapi ia minta pelbagai
keterangan- Syukur Tiong Hoa bukan pelajar gadungan, ia jadi
dapat melayani dengan baik, bicara nya jelas dan lancar.
Pendeta itu kagum dan memuji, kelihatan dia girang. Toh
agaknya dia masih mencurigai sesuatu, itulah sebab peristiwa
hebat dijalan Inlam itu sedang kuil Cong Seng Sie ini
mengandal gunung Tiam Chong, Warta rombongan Tay in San
berada di Cong Seng Sie membuat kuil menjadi sasaran
umum. Begitulah, sebelum Tiong Hoa masuk ke-dalam
pekarangan, telah ada pendeta yang melihatnya dan
mengabarkannya kepada hong-thio, pendeta "kepala" dari kuil
ini. Tiong Hoa tak tahu bahwa ia sudah lantas ada yang
membayanginya. "Sie-coe pandai sekali," kemudian kata lagi si pendeta, "Ada
dibilang, ilmu surat bergandengan dengan ilmu silat,
karenanya si-coe pasti mengetahui juga ilmu yang belakang
ini." Diam-diam Tiong Hoa mesti menyedot hawa dingin, Tak
disangka ia bakal ditanya tentang ilmu silat, Syukur ia tabah,
maka ia bisa berlaku tenang seperti biasa.
"Aku cuma anak sekolah yang lemah, mana aku mengerti
ilmu silat?" katanya, tertawa, "Taysoe keliru melihat."
"Go Tim tertawa lebar. "Aku mengagumi kau, siecoe,
karena kau pandai sekali membawa dirimu" katanya, "Kau bisa
sekali menyembunyikan diri." Sembari berkata ia menolak
tangannya lempang. Tiong Hoa merasakan hawa meniup dada-nya. Masih ia
berlaku tenang, ia bernapas seperti biasa, dadanya memain
menolak angin itu. Tapi hebat bagi Go Tim, ketika tenaga
serangannya itu kembali, dia terkejut hampir dia terjungkal
dari kursinya. "Ah taysoe, apakah artinya ini?" kata Tiong Hoa
mendahului bicara, ilmu silat itu ilmu pembelaan diri, tak
dapat itu dipakai memaksakan orang, apapula disini, sebuah
tempat suci, Adakah ini biara mirip sarang penjahat dimana
aku tak dapat menaruh kaki ?" Ia lantas berbangkit niatnya
pergi berlalu. Tiba-tiba ada suara mendehem diambang-pintu.
"Sabar, siecoe, harap jangan gusar " begitu terdengar,
"ingin loolap bicara untuk menjelaskannya."
Itulah seorang pendeta tua, yang telah putih rambut dan
kurnisnya, akan tetapi ketika ia bertindak menghampirkan,
tindakannya lebar, tubuhnya tegar, romannya sabar tetapi
Keren, ia memuji Sang Buddha sebelum tetamunya membilang
apa-apa, ia sudah berkata pula:
"Sie-coe, loolap mohon tanya, bagaimanakah dengan
kunjungan sie- coe ini, apakah ada maksud lainnya atau tidak
?" "Soehoe aku yang rendah tak mengerti maksud pertanyaan
kau ini." Tiong Hoa menjawab, "Bukankah setiap berhala atau
kuil dapat didatangi segala orang untuk bersujud atau melihatlihat
?" Apakah pertanyaan soehoe ini ada maksud lainnya
atau tidak?" Ditanya- begitu, pendeta tua itu melengak. "Loolap telah
menanya secara terburu napsu, tidak heran si-coe menjadi
tidak senang," katanya kemudian, " ingin loolap memberi
penjelasan sebenarnya saat ini kuil loolap tengah terancam
bahaya penyerbuan, setiap waktu bisa terjadi pertumpahan
darah yang hebat, Maka itu suka aku memberi nasihat, baiklah
sie-coe lekas berangkat pulang, supaya batu dan kemala tak
terbakar bersama Tak tega loolap apabila loolap mesti
menyaksikan siecoe turut menjadi kurban kecewa."
Go Tim, dengan roman likat, turut bicara.
"Barusan aku berlaku lancang, aku minta diberi maaf,"
katanya, "Benar apa yang di katakan hong-thio kami, dari itu
silahkan sie coe lekas-lekas berlalu dari sini." Jikalau begitu
baiklah, aku memohon diri," kata Tiong Hoa akhirnya.
Baru si anak muda berkata begitu, atau dari luar pintu
terdengar suara keras: "Tak dapat dia dibiarkan pergi"
Lalu menyusul itu, tiga orang berlompat masuk. Dari
dandanannya, teranglah mereka orang-orang Rimba
Persilatan- sedang yang satunya, yang mukanya merah seperti
bara, yang mulutnya lebar dan hidungnya gedeh mirip hidung
singa, berewokannya tebal serta matanya bengis, mengawasi
si anak muda dengan mata tak berkedip.
Tiong Hoa melihat mereka hanya sebentar terus matanya
diarahkan kepada orang yang kedua, Dia bermuka putih,
bagus alisnya. matanya jernih, usianya belum limapuluh
tahun-Dia menarik perhatian karena pada punggungnya ada
sebatang pedang yang di kenali sebagai pedangnya Phang Lee
Hoen. itulah berarti Nona Phang sudah menampak bencana
atau sedikitnya pedangnya itu sudah kena dirampas orang ini.
Tentu sekali tidak dapat ia minta penjelasannya orang itu
mengenai pedang tersebut.
"Taysoe," berkata si muka merah, "siapa tahu kalau dia ini
bukan mata-matanya kawanan sesat itu inilah berbahaya,
maka dia harus ditanya jelas dulu "
Tiong Hoa tertawa dingin, Dia mendahului si pendeta
bertanya: "Tuan tuan, aku mohon tanya, ada hubungan
apakah diantara kamu dengan kuil cong Seng Sie ini ?"
Ditanya begitu, orang muka merah itu melengak. Hanya
sebentar, dia lantas menunjuki pula sikap garangnya. Kata dia
keras dan bengis: "Kau tak usah perduli kami siapa Lekas kau
beritahukan maksud kedatanganmu kemari."
"Baiklah tuan dulu yang menjelaskan maksud kedatangan
kamu kemari," Tiong Hoa membaliki, ia tertawa tawar,
"Bukankah kuil merupakan tempat umum" Mana dapat kamu
berlaku galak begini disini?"
Orang itu kalah bicara, dia menjadi sangat gusar, Sambil
berteriak dia maju mendekati sebelah tangannya diulur kejalan
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
darah leng-Tiong dari si anak muda. Hebat serangannya ini.
Tiong Hoa melihat itu, ia tidak mau mengundurkan diri, ia
bahkan mengawasi sambil tertawa, ia menanti orang sudah
datang cukup dekat dan tangannya sudah meluncur
mendadak ia menyambuti dengan lima buah jari tangannya,
sedang kaki kirinya terangkat dan melayang.
Terdengarlah satu jeritan yang menyayatkan hati.
Terlemparlah tubuh si muka merah yang galak itu, rubuh jatuh
diatas sebuah kursi, hingga kursi itu ringsak mengasi dengar
suara berisik, ketika orang itu meronta bangun, tangan
kanannya itu kontan bengkak, sedang mukanya pucat dan
bermandikan keringat. Si pendeta kepala terperanjat Dialah satu ahli silat dan dia
melihat tegas ilmu silat si anak muda luar biasa sekali. Hebat
lukanya si muka merah, apabila dia tidak lantas ditolong i,
lengan kanannya itu tak bakal ketolongan lagi. Karena itu dia
lantas lompat untuk menotok menutupjalan darah orang guna
mencegah bencana itu orang yang membawa pedang Ceng
Song-Kiam dipunggungnya itu lompat kedepan Tiong Hoa,
dengan kedua tangannya dia lantas menolak.
Pemuda itu tertawa terbahak. dia menggeraki tubuhnya
untuk berlompat mengapungi diri, itulah gerakan "Cian liong
seng thian" atau "Naga naik kelangit," atau tubuhnya turun
begitu tangannya meluncur mulut. Maka hanya dalam sekejap.
pedang orang itu sudah pindah ketangannya.
ooooooo BAB 2 ORANG terkejut, mukanya pucat, segera dia menyerang.
Tiong Hoa berlaku tak kalah gesitnya untuk terkesiapnya
hati orang, ia menghunus pedangnya itu, yang berkilauan
bagaikan berkeredep. setelah mana, ia membacok pada
penyerangnya itu. Kembali si pendeta ketua Cong Seng Sie menjadi
terperanjat ia mendapatkan sianak muda benar benar luar
biasa. Lawan itu terkejut. Batal dia menyerang.. Lekas-lekas dia
menarik pulang tangannya itu sambil dia lompat mundur tujuh
kaki, Toh dia masih terlambat, tangan bajunya tersambar juga
ujung, pedang. Mukanya menjadi pucat.
"Omietoohoed" si pendeta memuji, terus ia maju kedepan
Tiong Hoa, untuk merangkap kedua tangannya memberi
hormat. "Harap jangan gusar, siecoe." kata dia memohon- " Disini
sudah terjadi salah mengerti. Mari loolap menjadi orang
penengahan diantara kamu. Memang tanpa pertempuran
orang sukar berkenalan silahkan tuan-tuan duduk minum teh
didalam kamar sianpong."
Tiong Hoa tertawa. "Taysoe menonton dipinggiran, taysoe melihat tegas sekali
siapa yang memulai menerbitkan onar ini" katanya dingin-
Mau tak mau muka si pendeta menjadi merah. ia jengah, ia
kata didalam hatinya: " Hebat lidahnya pemuda itu." ia lantas
memuji Sang Buddha, ia kata: "Maaf, siecoe, Dalam hal ini
loolap sudah bertindak sembrono, Tapi siecoe tetamu kami,
seharusnya loolap..."
Simuka merah yang gusar, menyela. "Taysoe, buat apa
banyak omong dengannya" Terus dengan bengis, dia
membentak Tiong Hoa: "Kau harus tahu diri Lekas kembalikan
pedang itu, lantas kau angkat kaki dari sini"
Tiong Hoa mengangkat pundak.
"Aku suka, aku datangi Aku tak suka, aku pergi" katanya
keren, "Apakah kamu kira dapat kamu menguasai aku"
Tentang pedang ini" Hm" Dengan tenang ia masuki pedang
kedalam sarungnya, dengan tertawa tawar, ia tambahkan:
"inilah pedang Nona Phang Lee Hoen, ini bukan pedang kamu"
Mukanya si muka merah menjadi bertambah merah, dia
malu dan gusar. Dia mau membuka mulutnya tetapi dia
dicegah kawannya, yang pedangnya dirampas itu.
"Soetee sabar," kata orang itu. Rupanya pemuda ini tidak
bermaksud jahat, dia hanya menghendaki pedang . . . "
Tiong Hoa heran atas kata-kata orang, ia mengawasi.
"Soetee," kata pula dia itu, "pasti disini telah terselip salah
paham. Baik kita menjelaskan duduknya hal, setelah itu
terserah kepada tuan ini, dia suka menjadi musuh atau
sahabat..." Pendeta dari cong Seng Sie berkemik, tetapi dia batal
bicara. Tiong Hoa tertawa. "Baiklah, akan aku yang rendah berdiam diruang ini untuk
mendengari pengajaran kamu." katanya.
Mendengar demikian, pendeta itu mengulangi
undangannya, Maka dilain ketika, mereka sudah lantas duduk
berkumpul. Pendeta itu mulai bicara dengan memperkenalkan
dirinya sebagai Beng ceng, asal dari biara Siauw Lim Sie di
Pouw-thian, tetapi di cong Seng sie ini ia sudah tinggal
lamanya limapuluh tahun. Orang yang membawa pedangnya Nona Phang itu bernama
Wie Beng Seng gelar Kim-Kiam Wie Hok, Si muka merah Hwee
Llong-sin Kong Hiok, dan orang yang ketiga, yang sebegitu
jauh berdiam saja, Leng In cit Too Mo Siang Seng, Mereka
bertiga keluaran Khong Tong Pay dapat julukan umum Khong
Tong Sam Kiat, tiga jago Khong Tong Pay.
Lie Tiong Hoa menyebut namanya yang asli, tetapi terkenal
di Kanglam sebagai Lie Cie Tiong, dia membuatnya Beng ceng
semua berpikir. Habis perkenalkan itu Wie Beng Seng ingin bicara, hanya
beberapa kali ia gagal. Tiong Hoa melihat sikap orang, dia
bersenyum. "Aku yang muda ketahui pedang ceng Song Kiam ini
pedang mustika Khong Tong Pay." kata ia, "maka itu sudah
selayaknya pedang kembali kepada pemiliknya, Akan tetapi
satu hal harus diingat, Ialah: Sudah lama sekali pedang ini
berada dalam dunia Kang ouw dan telah bertukar tangan
beberapa kali." Mendengar itu, alis Kong Hiok terbangun.
"Jangan gusar, Kong Loo soe," sabar kata Tiong Hoa
bersenyum, ia lihat orang mulai naik darah pula. "Aku yang
rendah hendak omong terus terang, sekarang aku hendak
tanya pedang ini bikinan Khong Tong Pay sendiri atau
namanya pedang tua buatan lain orang yang kebetulan saja
diketemukan atau didapatkan leluhur Khong Tong Pay, yang
seterusnya telah menjadikannya pusaka penunggu gunung
kamu" Bukankah yang belakangan ini benar?" Kong Hiok
bungkam, Hanya tak lama. "Mungkinkah siauwhiap hendak memilikinya sekarang?" dia
tanya keras. Tiong Hoa berlaku sabar. "Jikalau ada maksudku demikian." kata-nya, tenang,
"taklah nanti selama di Kang-lam aku menyerahkannya kepada
Nona Phang Lee Hoen, sekarang mari kita bicara dulu
mengenai Nona Phang itu. Bukankah sekarang dia tengah
dikurung kamu didalam kuil ini" Dialah seorang nona, yang
riwayat hidupnya sangat menyedihkan Dapatkah dia
dimerdekakan, supaya dia dapat mengikut aku berlalu dari
sini" Mengenai pedang ini, kita harus bicara dulu dengan Nona
Phang, terutama untuk menanyakan pikirannya."
Beng Seng mengerutkan alis, ia berbangkit sembari
berpaling keluar, ia bertindak hanya baru dua langkah,
mendadak ia melihat seorang pendeta lari tergesa-gesa dan
roman ketakutan segera berkata kepada ketuanya: "Hongthio,
semua sicoe diruang peristirahatan pada rebah tak berkutik
tak ketahuan apa sebabnya sejumlah saudara juga tak
sadarkan dirinya. Yang lain-lainnya sekarang lagi melakukan
pemeriksaan." Beng ceng terperanjat dia menuju Sang Suddha.
"Bagaimana dengan Nona Phang yang tengah ditahan
didalam menara?" dia tanya, "Apakah dia masih ada didalam
kamarnya?" "Dia telah orang tolongi." sahut si pendeta ragu-ragu. Pintu
menara terpentang lebar, tiga saudara yang menjaga disana
mati tanpa luka-luka. Ketua cong Seng Sie itu kaget, sambil mengebut tangan
bajunya ia lompat untuk lari keluar.
Wie Beng Seng menghadapi Tiong Hoa. Mendadak dia
kata: "Aku tidak sangka, siauw-hiap. orang semacam kau
tetapi sepak terjangmu sesat."
"Wie Loosoe," si anak muda membentak, jangan kau
sembarang menghina dan mem..."
Justeru itu diluar jendela terdengar suara tertawa dan
berkata ini: "Saudara Lie, Nona Phang telah dapat ditolongi,
tak ada perlunya buat adu bicara dengan mereka ini. Baik
saudara lekas berlalu"
Tiong Hoa terkejut, ia memutar tubuh sambil segera
menyerang kejendela, berbareng dengan hancurnya daun
jendela itu, ia lompat keluar, tetapi ketika ia sampai diluar, ia
tidak melihat siapa juga, kecuali matahari cerah, ia berdiri
melengak. Tahu ia bahwa ia telah kena dipedayakan,Selagi ia berdiam
itu, bingung dan mendongkol ia merasakan sambaran angin
dari belakangnya, ia tahu ia ada yang bokong, dengan lantas
ia berpaling, itulah Wie Beng Seng bertiga.
"Tuan-tuan" ia berseru, " apakah tuan-tuan menyangka aku
bersekongkol sama kawan itu?"
"Orang she Lie" kata Kong Hiok bengis, "sekarang ini
walaupun kau mempunyai mulut, sulit kau bicara"
Tiong Hoa mendongkol tetapi ia tertawa.
"Sekarang bukan saatnya mengadu bicara," kata ia. "jlkalau
tuan-tuan suka memikir sadar, tak sulit buat mengetahui akal
muslihatnya pihak sana itu" ia tertawa dan menambahkan
"Jikalau aku memang berniat jahat sekarang ini pasti jiwa mu
sudah melayang pergi tuan-tuan"
"Sungguh mulut besar" berseru Mo Siang seng.
Leng In cit Too gusar hingga tak dapat dia mengendalikan
diri lagi. Dia menghunus goloknya dengan apa lantas dia
menyerang. Hebat serangan itu tetapi gagah Tiong Hoa berkelit pemuda
ini merasa sulit. Kalau ia melawan, ia memperbesar salah
mengerti Kalau ia terus tak melawan, ia terancam bahaya,
Kelihatannya si orang she Mi liehay sekali.
Mendapatkan serangannya yang pertama itu tidak memberi
hasil, Siam Seng meng-ulanginya, bahkan terus berulangulang.
Tetap Tiong Hoa main berkelit Matanya dipasang awas
terhadap golok penyerangnya itu.
Beng Seng dan Kong Hiok mengawasi. Mereka kagum
untuk kegesitannya anak muda ini. Mereka pun heran kenapa
anak muda tidak menghunus pedangnya. Kalau pedang
mustika itu digunai, saudaranya pasti terancam bahaya, atau
sedikitnya goloknya bakal kena ditabas kutung.
Benar-benarkah ada salah mengerti disini?" keduanya
berpikir "orang diluar tadi kalau dia benar bukan Lie Tiong
Hoa, mestinya dia musuh yang bersembunyi yang sengaja
mengadu domba." Juga Tiong Hoa, selagi berkelit terus berpikir: orang diluar
itu memfitnah aku dia pasti Touw Leng" Benar suaranya
dirobah tapi suara asalnya masih tak lenyap jikalau aku dapat
membekuk kau. Hm.. Mo Siang Seng mengira Tiong Hoa hendak mempermainkan
padanya, dia menyerang bertambah sengit, didalam hatinya,
dia kata. "Mesti aku bunuh kau Aku mau lihat kau dapat
mempermainkan terus atau tidak padaku" Karenanya,
matanya menjadi menyorotkan sinar pembunuhan-
Ketika itu, disitu muncul belasan orang lain, diantaranya
ada Beng ceng serta beberapa pendeta lain yang selebihnya
orang biasa. Dilihat dari macamnya, mereka semua bangsa
lurus. Wie Beng Seng menghampirkan si pendeta, untuk bicara
kasak-kusuk, habis dia bicara, rombongan itu mengawasi
tajam kepada Tiong Hoa. Lama-lama, Tiong Hoa mendongkol juga, ia pun belum
tahu maksudnya orang banyak itu. Maka ia memikir buat tak
terus mengalah Dengan lantas ia menggunai tipu.
Mo Siang Seng melihat lowongan, dia lantas menyerang.
sasarannya itu yalah iga si anak muda.
Tiba-tiba Tiong Hoa tertawa, tubuhnya melejit, ketika golok
lewat, tangan kanannya menyambar, menghajar belakang
golok lawan- Siang Seng kaget, Tanpa dapat dicegah, goloknya meluncur
terus kearah Kong Hiok. Ia dan yang lainnya tak ketahui
pemuda itu menggunai satu jurus dari "Ie Hoa cian Bok" yang
liehay. Kong Hiok kaget tetapi dia dapat berkelit. Habis itu dia
melongoh, begitupun siang Seng dan yang lainnya. Mereka
semua heran untuk keliehaian si anak muda. Karena itu,
suasana menjadi sunyi sekali. Tiong Hoa berlaku sangat
tenang. Mo Siang seng terus berdiam sedang Wie Beng Seng
merasa sangat tak enak hati.
Kemudian Tiong Hoa menghadapi Beng ceng, memberi
hormat kepada pendeta itu sembari berkata: "Taysoe,
haraplah dimengerti bahwa aku yang rendah datang ke- kuil
taysoe ini bukan dengan niat mengacau atau mencari
permusuhan- Taysoe berasal dari Siauw Lim Sie dari Pouwthian,
pasti taysoe kenal baik Hoat Hoei Siangjin, sedang
dengan Siangjin itu, aku bersahabat akrab sekali dan baru
kemarin kita berpisahan dikuil Tay Hoed Sie. Ada
kemungkinan hari ini juga siangjin akan tiba disini. Karena
siangjin mengetahui baik tentang diriku, kalau nanti dia datang tay-soe tanyakan saja
padanya." Beng ceng berdiam, ia bersangsi. Tiong Hoa menghadapi
Wie Beng Seng, ia kata tertawa: "Tentang asal-usulnya
pedang ceng Seng Kiam ini, mulanya aku tidak tahu apa-apa,
sampai waktunya aku bertemu Nona Phang Lee Hoen, Nona
itu puterinya serang polisi kenamaan dari Kang lam. Pada
duapuluh tahun dulu, ketika ayah Nona Phang itu masih
menjadi pouw-tauw dikota ceelam, dia menghadapi serentetan
kejahatan hebat. Si penjahat kejam sekali, selain merampas uang, dia juga
main memperkosa orang untuk terus dibunuh, Kemudian
penjahat itu roboh ditangan ayah Nona Phang, yang berhasil
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merampas pedangnya, yalah pedang mustika ini. Belakangan
lagi ayah nona itu bekerja pada kantor soen-boe di Hangcioe.
Disini dia lenyap tidak keruan sampai banyak tahun. Karena
itu Nona Phang merantau mencarinya, ia mengandali pedang
ini melindungi dirinya."
"Siauwhiap. keteranganmu ini mungkin dapat dipercaya,"
kata Siang Seng, menyela, "Tapi Nona Phang itu telah
berkoncoh dengan kaum tak lurus, dia datang mengacau
kekuil cong Seng Sie ini. itulah bukan perbuatan mencari
musuh ayahnya, Mustahilkah musuh ayahnya itu berada
disini?" Tiong Hoa tertawa.
"Wie Loosoe, kau tahu satu tidak tahu dua" katanya, "Tak
mengerti hal orang adalah urusan kecil, tetapi tidak mau
mengerti, atau salah mengerti itulah besar. loosoe tentu
ketahui pepatah halnya bunga teratai keluar dari lumpur tetapi
toh tak kotor, umpama kata loosoe mau percaya aku sukalah
kau mendengar keteranganku ?"
Beng Seng tertawa dingin.
"Suka aku mendengarnya " sahutnya "jikalau kau memutarbalik
duduknya hal, hingga putih menjadi hitam, tak nanti kau
dapat terbang keluar dari kuil ini"
Pemuda itu tidak menjadi gusar, sebaliknya, ia bersenyum.
"Pada suatu hari untuk suatu urusan aku pergi kekota Kimleng."
ia berkata. "Di sana dengan kebetulan aku bertemu
nona Phang diluar sebuah penginapan dan kebetulan sekali,
pedangnya nona itu lagi di rampas Koe Louw Mo-Koen. Tak
dapat aku melihati saja kejahatan itu, aku menolong si nona
dengan merampas pulang pedangnya itu. Ketika itu disana
kebetulan ada Sin Heng Sice-soe Kim Som, dari dia itu baru
aku ketahui bahwa sebenarnya ceng song kiam milik Koen
Goan couwsoe dari Khong Tong Pay.
Kim Loocianpwee lantas minta supaya pedang itu
diserahkan padanya untuk dikembalikan kepada Khong Tong
Pay. Atas permintaanku, Kim Loocianpwee setuju pedang itu
dibiarkan tetap berada ditangan-nya Nona Phang sampai nona
itu berhasil menuntut balas untuk ayahnya."
"Dimana adanya Sm Hong Sice-soe Kim Loocianpwee
sekarang ini?" tanya Beng Seng.
"Kim Loocianpwee berada dalam rombongan dari Tay In
San," jawab Tiong Hoa menjelaskan, "Dia membantui Kang
Siauw-san-coe datang ke Inlam ini. Kabarnya hari ini mungkin
mereka tiba di Tiam chong San."
Mendengar ini, Beng Seng beramai terkejut
"Dari mana kau perolehnya kabar ini?" tanya seorang tua
yang romannya bengis yang jenggotnya panjang sampai
diperutnya. Orang tua itu bersikap jumawa.
Tak senang Tiong Hoa mendengar pertanyaan kasar itu,
Dia kata sembari tertawa dingin: "Bukankah sekarang ini telah
berkumpul berbagai macam orang gagah tak terkecuali segala
kaum sesat" Bukankah mereka semua itu tak ada yang tak
bersangkut paut dengan Lay Kang Koen Pouw" Semua mereka
itu memperhatikan perjalanannya rombongan dari Tay In San
Semua mereka itu memperhatikan gerak-geriknya Pouw Liok
It. Asal angin meniup rumput, semua lantas tertarik
perhatiannya. Kabarku ini aku peroleh dari satu orang yang
bermaksud jahat terhadap cong Seng Sie. Dan dia itu
bermusuh denganku, Kasihan Nona Phang, dia telah kena
diculik orang jahat itu"
"Siapakah dia?" orang tua itu tanya pula membentaki Tiong
Hoa membalasnya dengan tertawa dingin.
"Tuan, kau omong kasar sekali" sahut nya. "Walaupun aku
yang rendah tahu dia siapa, sulit untuk aku
memberitahukannya" Parasnya orang tua itu berubah, Dia membentak pula: "Kau
masih muda sekali tapi kau sangat jumawa, Pastilah kau
terlalu mengandalkan ilmu silatmu hingga dimatamu tak
terlihat orang lain lagi. jikalau aku si orang tua tidak mengajar
adat kepada kau, pasti akan ada yang mengatakan dunia
Rimba persilatan sudah tidak ada orangnya hingga kau
dibiarkan ugal-ugalan"
Sembari berkata begitu, perlahan-lahan dia mengangkat
tangannya. Beng ceng lantas juga memuji Sang Buddha-
"Na Lie- coe, janganlah kau bergusar," kata ia mencegah,
"Siauwhiap ini orang pihak lurus..."
Orang tua itu tidak menghiraukan perkataan si pendeta,
segera juga tangan kanannya itu melayang.
Hebat serangan itu, anginnya bertiup keras, Tiong Hoa
heran juga. ia menduga pasti orang mempunyai latihan dari
beberapa puluh tahun, Tentu sekali ia tidak mau berlaku
sembrono, Maka begitu serangan tiba, ia berkelit satu tindak
ke samping, dengan kedua tangannya ia menyambuti.
Dengan tangan kanan ia menggunai jurus "Pou Iee Hoa Ie"
dari ilmu silat "Kioe Yauw Seng Hoei" yang terdiri tiga belas
jurus, dengan tangan kirinya ia membantu dengan gerakan "It
Goan Thay Kek" dari "Sian Thian Tay-it ciang," serangan
kedua pihak sudah tihak sudah lantas beradu.
Kesudahannya mereka sama-sama mundur tiga tindak, kaki
mereka meninggalkan tapak yang dalam.
Tiong Hoa menjadi semakin heran, Pantas orang tua itu
jumawa. orang tua she Na itu lantas tertawa terbahak-bahak.
"Tak heran kau jumawa sekali, kiranya benar kau
mempunyai kepandaian yang berarti" katanya. "Sekarang mari
sambut lagi satu tangan- ku."
Meski ia menyebut satu tangan- si orang tua mengajukan
dua-dua tangannya dan dengan tenaga sembilan bagian,
"Maka itu dapat dimengerti berbahayanya serangannya yang
kedua kali itu. Tiong Hoa tidak takut, ia tetap tertawa dingin. Dengan
sebat ia menyambut dengan kedua tangannya.
Lagi sekali mereka bentrok. Tubuh si-orang tua lantas
terhuyung-huyung, benar ia taklah mundur, akan tetapi
kakinya melesak setengah kaki, itulah sebab ia
mempertahankan diri dengan ilmu berat tubuh Seribu Kati,
Tiong Hoa sebaliknya mencelat mundur tiga kaki. tapi dia
tenang seperti biasa. tak ada tanda-tantanya dia telah terlukai
Setelah itu, si anak muda kata nyaring: "sekarang ini
disekitar Tali telah berkumpul banyak orang bangsa sesat,
mereka tinggal menunggu ketikanya yang baik untuk turun
tangan guna memberikan hajaran yang keras. Mereka juga
lagi mengadu domba, untuk melemahkan setiap rombongan
yang menentangnya. itulah siasat menggunai sepotong batu
mendapatkan dua ekor burung itulah akal yang busuk sekali
Tapi kau tuan, kau berada dalam kegelapan, umpama kata
aku terbinasa, aku tak harus disayangi tetapi kau, apakah kau
tidak mengingat keselamatannya Rimba Persilatan?"
Orang tua itu melengak. terus ia berkata pula.
"Kalau tiga kali tanganku sudah dikeluarkan, tak dapat aku
mundur tanpa hasil" kata dia tetap jumawa, "Tapi baiklah,
baik suka aku menunda sampai lain hari, untuk kita
mendapatkan keputusan."
Tiong Hoa tidak membuang apa-2 lagi, dengan perlahan ia
memutar tubuhnya. Beng Seng melihat orang mau berlalu, lekas-lekas ia
berkata: "Siauwhiap. tunggu sebentar. Barusan belum selesai
siauwhiap bicara, Maukah siauwhiap mempetakan- romannya
orang yang memfitnah kau itu?"
Tiong Hoa berpikir sejenak. lantas ia melukiskan romannya
Touw Leng, kemudian ia menambahkan keterangannya:
"Nama dia yang sebenarnya aku masih belum tahu, Mengingat
kaum sesat itu bekerja masing-masing, aku minta kamu suka
berlaku waspada, jangan kamu bekerja sembrono- hingga
semua kaum sesat menjadi musuh kamu, itulah bencana
untuk kaum lurus seumumnya."
Habis Tlong Hoa berkata itu, ia mendengar tertawa seram
yang terbawa angin ketika ia segera menoleh kearah suara
itu, ia sempat melihat seorang berlompat berlalu dari dalam
menara, bagaikan elang terbang, cepat dia itu sampai
dipekarangan luar. Ia mengenali orang itu, maka ia bersiul
nyaring, terus tubuhnya mencelat, guna mengejar
Menyaksikan itu, semua orang kaget dan heran, sekejap saja
pemuda itu telah lenyap. Si orang tua she Na yang jumawa itu mengerutkan alisnya,
Kata dia: "Anak muda ini berada diantara lurus dan sesat..."
"Bukan melainkan itu, kata Beng ceng perlahan, " Dia juga
paham sekali agama Budha dan Too Kauw, Para sie-coe,
loolap minta sukalah semua turut loolap kekamar
peristirahatan untuk melihat orang-orang yang pingsan itu,
guna mendapat kepastian mereka terkena tangan jahat apa
dan apa mereka dapat ditolong atau tidak."
Orang turut pendeta itu, mereka berlari-lari kedalam. cuma
Wie Beng Seng bertiga yang berdiam terus, dan Beng Seng
terus berkata perlahan: "Aku sangsikan pemuda she Lie itu,
ingin aku menguntitnya, Apa soetee berdua setuju?" Kong
Hiok dan Siang Seng setuju, maka bertiga mereka lari keluar.
Ketika itu Tlong Hoa berdiri diam diluar kuil. Ketika ia
sampai disitu, ia melihat Touw Leng sudah lari jauh, hingga ia
pikir tak ada gunanya ia menyusulnya, ia berdiam dengan
pikiran kacau. matanya memandang jauh ke Jie Hay,
pemandangan indah tak dapat menenangkan hatinya, bahkan
ia mendongkol. Lalu ia ingat: " Kenapa aku tidak mau pergi ke
Sam Seng coen mencari Yan Loei " Kalau ada ketikanya
sekalian saja aku singkirkan dia. Dialah ancaman bencana bagi
Rimba persilatan " Maka ia bertindak ketepian akan menyewa sebuah perahu,
membiarkan sang angin menyampoknya berulang-ulang,
hingga ujung bajunya berkibar-kibar, ia mendelong
memandang kedepan. Sementara itu sebuah perahu kecil lain menguntit pemuda
itu. ooo Dusun Sam Seng coen menghadapiJie Hay dan
membelakangi gunung Tiam chong San-itulah dusun yang
menarik hati, penduduknya tak lebih daripada lima- ratus
keluarga. Dipermukaan air nampak sejumlah perahu nelayan-
Sebuah rumah besar berdiri dibagian barat dusun itu,
terkurung dengan pepohonan besar dan tinggi, yang daundaunnya
seperti menghadang sinar matahari itulah sebuah
rumah tua yang nampaknya angker.
Justeru itu terlihat beberapa orang berlompat dari luar
melewati tembok pekarangan masuk kedalam, G^it gerakan
mereka itu semua. Lantas terdengar suara berisik didalam
rumah itu, Hanya tak lama, rumah menjadi sunyi pula,
Beberapa orang terlihat lari keluar pula, semua kabur kearah
hutan digunung Tiam chong San-
Satu jam kemudian, diluar rumah itu tampak seorang muda
tampan dengan baju hijau, yang romannya halus, sikapnya
tenang agung. ia bertindak dengan perlahan sekali, tangan
bajunya menjadi permainan sang angin.
Tak jauh dari anak muda itu, yang bukan lain daripada Lie
Tlong Hoa, Wie Beng Seng bertiga berindap-indap memasang
mata. "Mau apa dia datang seorang diri kemari?" kata Beng Seng,
"Dia nampak tenang tetapi dia tentunya lagi mencari orang."
Segera juga mereka melihat si anak muda lompat
kesamping, masuk diantara banyak pepohonan, terus masuk
kedalam pekarangan. "Mari kita susul" Beng Seng mengajak dua saudaranya.
Maka masuklah mereka kedalam pekarangan itu. Tanpa
bersuara, mereka menguntit terus.
Tlong Hoa pergi ke toa-thia, ruang besar yang sunyi,
Segera ia merasa tak enak, Hidungnya mencium bau darah,
Ketika ia berdiri d iambang pintu, lantas matanya bentrok
dengan tujuh buah mayat yang menggeletak seperti di
pengempang darah, ia lantas maju mendekati untuk
memeriksa. Untuk kaget dan herannya, ia mengenali mayatnya Hoan-
Thian-ciang Yan Loei, yang kedua matanya melotot, romannya
menyeramkan, dada dan perutnya terluka tujuh lubang,
darahnya masih meleleh perlahan, Memeriksa terlebih jauh,
Tlong Hoa menemui sepotong senjata rahasia mirip duri,
warnanya kebiru biruan, ujungnya patah, ia tahu itulah
senjata yang beracun. Sendirinya anak muda ini menghela napas.
"Bangsat tua ini jahat sekali, masih bagus cara mampusnya
ini." katanya perlahan-ia melihat lainnya mayat, ia mengenali
Im-Yang-cioe Khong Jiang serta empat orang lainnya yang ia
tidak kenal. Paling akhir ia mendapatkan tubuh Yan Hong yang
pun terlukakan senjata rahasia yang serupa.
"Siapa yang membinasakan mereka ini?" kata si anak muda
didalam hati. Dia mesti nya seorang jago liehay darijalan
Hitam Untuk apakah ini?"
Tiba-tiba terlihat tubuh Yan Hong berkutik, ia lantas
jongkok. "Saudara Yan Hong, Saudara Yang Hong" ia
memanggil-manggil. Yan Hong mencoba membuka kedua matanya, Dua kali ia
melek dan meram. ia rupanya mengenali orang, bibirnya
lantas bergerak. "Saudara Lie." katanya sangat lemah. "aku berdosa...
pantas aku menerima hukumanku ini... tetapi adikku, dia
mencintai kau, saudara Lie. Karena gusar dia meninggaikan
Yan Kee Po.... Aku harap kau nanti memperhatikan dia."
Mata jago muda dari Yan Kee Po itu mencilak bibirnya
masih bergerak tetapi sangat perlahan, hingga suaranya tak
terdengar lagi. "Saudara Yan Hong" kata si anak muda keras: "siapakah
yang melukai kau" Kau kenaikah dia?"
Sukar sekali Yan Hong menggeleng kepalanya.
"Ngo...sek...kim...bo..." setelah berkata ia lantas kepalanya
toklok dan napasnya putus.
Tiong Hoa menjublak, pikirannya cepat sekali, ia dapat
menangkap artinya perkataan Yan Hong. orang meminta ia
memperhatikan adiknya, Yan Hee, dan bahwa kebinasaan
mereka disebabkan Ngo-sek Kim-bo.
"Inilah pembalasan-." pikirnya kemudian masgul, ia bangun
berdiri akan bertindak keluar perlahan langkahnya. Meski
begitu dengan matanya yang tajam ia melihat beberapa
bayangan menyelinap keantara pepohonan. Lantas ia tertawa
dan kata nyaring. "Ketiga tuan-tuan Bukannya kamu mengurus urusan kamu,
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kamu mencurigai aku dan menguntitnya Itulah tak perlunya?"
Sebagai penutup kata-katanya itu, Tlong-Hoa berlompat
pesat, untuk melenyapkan diri diluar pekarangan.
Wie Beng Seng bertiga menyingkir ke-dalam rimba, mereka
kagum buat keliehay an si anak muda.
"Dia benar hebat" pujinya Kim Kiam si Pedang Emas. "Kita
menguntit dia, dia mendapat tahu, tetapi dia berlagak pilon...
Kalau dia musuh, tentulah kita semua sudah roboh mandi
darah ditangannya." Lantas ketiganya masuk kedalam rumah, melihat ketujuh
mayatnya Yan Loei beramai...
ooo Sebuah perahu kecil dan ringan laju pesat di permukaan air
Jie Hay, menuju kearah Tali, Diatas itu Tlong Hoa berdiri
sambil menggendong tangan, Ia tetap nampak tak gembira.
Begitu sampai tujuan, ia lompat mendarat, terus ia
mencampuri diri diantara orang banyak. memasuki pintu kota
timur, menuju langsung ke Kota Bawah.
Tempo ia sampai dirumah penginapan, ia merandek.
perhatiannya tertarik suara rintihan dari dalam kamarnya.
Dengan cepat ia bertindak masuk. akan akhirnya menjadi
terperanjat. Lauw chin dan Sim Yok lagi rebah di-atas pembaringan,
muka mereka pucat seperti mayat, dan Tie Sin Hong lagi repot
menekan tak hentinya jalan-darah mereka itu, jago tua ini
bermandikan keringat. "Bagus, Lie Lootee pulang" seru cie leBoe Eng begitu lekas
ia melihat si anak muda, ia kaget dan girang berbareng. "Aku
tadinya kuatir kaupun nampak bencana laotee"
Tiong Hoa melengak sejenak.
"Aku tak kurang suatu apa, loocianpwee," katanya,
"Kenapa loocianpwee menduga begitu" siapakah yang melukai
saudara-saudara Lauw dan Sim ini" Tolong locianpwee lekas
mengasi keterangan," Sin Hong menghela napas,
"Apakah laotee tidak melihat apa-apa?" dia balik bertanya.
"sebenarnya laotee pergi kemana" Didalam Thian-Lam-Too
telah terbit badai pembunuhan."
Tiong Hoa mengawasi, ia mengerti kegelisahan jago tua ini.
ia pun terharu menyaksikan nasibnya Yan Loei semua.
"Hari ini aku si orang tua menyaksikannya dengan mataku
sendiri," Tie Sin Hong kata pula, "Baik pihak sesat maupun
pihak lurus, beberapa puluh diantaranya telah roboh sebagai
kurban, semuanya binasa secara sangat mengerikan-
Nampaknya mereka menjadi kurbannya satu orang, sekarang
ini Houw-yan Loosoe tengah menyelidiki orang liehay itu."
Sembari berkata-kata itu, Sin Hong menepuk jalan darah
ceng-ciok dari Sim Yok dan Lauw chin bergantian Baru
sehabisnya itu, kedua kawan itu dapat menggeraki tubuhnya
buat bangun berdiri. Keduanya lantas batuk mengeluarkan
darah hitam yang kental, lalu mereka mengeluarkan napas
lega, Mereka nampak sangat lemah.
"Saudara Lie, kami berdua baru menitis pula." katanya
meringis. Hati Tlong Hoa lega sedikit.
"Coba tuturkan pengalamanmu saudara Lauw." ia minta.
Lauw chin lantas memberikan penuturannya.
Diwaktu pergi mencari keterangan Lauw chin berombongan
dengan Sim Yok, dan Tie Sin Hong bersama Houw-yan Tiang
Kit. Lauw chin berdua pergi keluar kota barat.
Senang mereka melihat bunga-bunga indah disepanjang
jalan, Tengah berjalan itu mata awas dari Sim Yok melihat
belasan orang berkelebat ditempat lebat sebelah kanansedikit
jauh didepan mereka. ia menarik bajunya Lauw chin
dan kata perlahan: " Lihat saudara Mau apa mereka itu" Mari
kita kuntit.." Lauw chin pun mendapat lihat, dia terkejut.
"Kelihatannya mereka menuju ke Tiam chong San-"
katanya. "Mungkinkah rombongan dari Tay In San sudah tiba
disana. Mari" Keduanya lantas lari menyusul. Lauw chin didepan- Mereka
memasuki rimba, rombongan didepan itu lari cepat. Tempat
lebat hampir membikin dua saudara ini kehilangan
sasarannya. "Awas, saudara" kata Sim Yok sambil menarik baju
kawannya, "Dibelakang kita ada orang yang menyusul" ia
lantas lompat ke samping, untuk menyembunyikan diri. Lauw
chin menurut, ia turut teladan kawannya itu.
Orang dibelakang itu segera juga tiba dan terus lari lewat
Mereka itu bertiga, pesat larinya mereka.
"Lekas" berbisik Lauw chin, yang lari menyusul.
Sim Yok menurut. Mereka lari keras. Tapi tak lama, mereka
ketinggalan, mereka kehilangan tiga orang itu, Dengan begitu
mereka juga tak dapat menyusul rombongan didepan tadi
Mereka menjadi masgul, mereka saling mengawasi dengan
melongo. Belum lama sebelum mereka sempat berpikir untuk
mengambil tindakan apa mereka mendengar suara orang
bicara, Mereka terkejut Dengan berindapan, mereka bertindak
kearah suara itu. "Akal siauw-coejin bagus sekali" terdengar satu suara
parau, "Tak dapat kita ayal-ayalan- mari kita bekerja, nanti
kita dapat salah" setelah suara berhenti, beberapa orang
tetlihat lari kebarat Lauw chin berdua lari menyusul. Mereka juga pikirkan,
siapa itu siauw-coe-jin, atau tuan muda.
Tiga orang itu lari melintasi selokan dan jalan memutari
pohon pohon koat, sampai disebuah rumah besar kedua mana
mereka masuk. Rumah itu benar besar sekali, terkurung
pepohonan, nampaknya seram.
"Aneh rumah ini," kata Sim Yok. "Kenapa orang membikin
gedung disini" Dan apa maunya mereka itu" Baik kita diam disini
dulu mengawasinya." "Baik kita masuk kedalam," kata Lauw chin- Dengan
berdiam disini, kita tidak ketahui apa yang dibuat mereka.
Bagaimana kalau itu mengenai nasib Rimba Persilatan?"
"Bukan begitu," kata Sim Yok. "Kita pun jangan sembrono.
Tiga orang itu tidak masuk dari pintu Kenapa" Tentu ada
maksud mereka, Berbahaya kalau kita lancang masuk."
Terpaksa Lauw chin menurut kawannya ini, Maka
menantilah mereka, mengawasi rumah yang romannya angker
itu. Kira setengah jam mereka mesti menunggu, Lauw chin
menjadi tak sabaran, justeru itu mereka mendengar siulansiulan
aneh yang menusuk telinga, yang mendebarkan hati,
yang mana disusul dengan terlihat nya tujuh atau delapan
orang lari keluar, kabur kebarat.
Lauw chin muncul dari tempatnya sembunyi, ia lari kearah
rumah untuk memasukinya. Sim Yok tak dapat mencegah,
terpaksa ia turut. Rumah itu terkurung tembok tinggi, Ruang besarnya luas,
pintunya tertutup. Lauw chin menghampirkan pintu, ia mengintai kedalam,
Pintu itu cuma dirapatkan ia berdiam, pikirannya bimbang.
Ruang sunyi, Masuk terus atau jangan?"
"Kenapa sunyi saja?" Sim Yok berbisik, "Apakah mereka
sudah selesai berapat" Mungkin mereka pergi kebukit Pek Ho
Nia." Lauw chin ingin tahu keadaan didalam. ia menolak pintu
dan bertindak masuk. Sim Yok kuatir ada bahaya, ia turut dengan tangannya
menyiapkan cambuk lemasnya.
Ruang dalam sunyi dan suram, suasana- nya menakuti.
Untuk dapat melihat segala apa, Lauw-chin menyulut api,
Sim Yok yang dapat melihat terlebih dulu, ia berseru kaget.
Di-dalam ruang itu berserakan kira lima puluh jiwa. semua
rebah tenang seperti lagi tidur nyenyak. cuma napasnya yang
tidak ada. Ketika ia meraba hidungnya satu orang, ia menjadi kaget
pula, hidung orang itu dingin seperti es. Ketika ia meraba
orang yang kedua, tubuhnya menggigil tak perduli ia bernyali
besar, ia memegang mayat.
"Saudara Lauw, mari lekas menyingkir dari sini" kata dia,
gelisah. "Belum pernah aku mendapatkan orang dapat
membunuh orang secara begini rupa, bahkan kurbannya
puluhan- Tak percaya aku apabila aku tidak melihat sendiri.."
Lauw chin juga bergelisah tetapi ia masih menenangkan
hati, ia mengawasi ke-arah semua mayat itu, ia mengharap
ada salah satu yang masih hidup.. Tiba-tiba ada angin
menyambar, hampir api padam.
Justeru ruang suram, Lauw chin merasa lengannya ada
yang hajar, nyerinya bukan main-Karena itu, apinya terlepas
dan jatuh, ia terus mendengar tertawa seram dari
sampingnya. Tertawa itu mirip suara burung malam, yang
membangunkan bulu roma dan membikin kulit kepala rasanya
tebal. Sim Yok berseru, terus ia menyerang dengan cambuknya
kearah suara tertawa itu, ia gagal, bahkan sebaliknya,
cambuknya kena tercekal. lantas ia merasa sangat nyeri pada
telapakan tangannya. Selagi begitu, tubuhnya tertolak hingga
terhuyung tiga tindak. lalu ia merasa kena tertotok, hingga
tanpa bersuara lagi ia roboh.
Lauw chin kaget mendengar suara Sim Yok. ia lantas
menyerang. Tangan kanannya nyeri dan kaku, maka ia
mengguna i tangan kiri. Ia pun menyerang tempat kosong.
Ketika ia mendengar tertawa seram disampingnya, tangan
kirinya itu terasa nyeri dan kaku, lalu d id etik lainnya ia roboh
seperti saudaranya. Tapi keduanya tak pingsan, cuma mereka tidak dapat
berkutik, melainkan mata mereka yang dapat bergerak ke
pelbagai penjuru. dalam tempat gelap itu, sukar mereka dapat
melihat nyata kecuali satu sosok tubuh hitam bergelempang
dan mukanya tertutup topeng hingga dua biji mata orang saja
yang Nampak jelilatan berpengaruh sekali.
Sedetik kemudian, terdengarlah suara orang itu: "Aku si
orang tua tadinya menyangka perbuatan disini perbuatan
kamu. tidak tahunya aku keliru menyangka. Kamu tidak
mempunyai kepandaian untuk itu. Siapa majikan kamu ?"
Dimana adanya dia sekarang " Lekas bilang "
Suara orang itu terus bertambah keras--sampai akhirnya
seperti menulikan telinga, berbunyi mendengung.
Lauw chin bandel, Kata dia dingin: " Kami pun baru sampai
disini, Kami melihat semua mayat mati serupa, sekarang apa
yang hendak ditanyakan lagi ?"
Orang itu mendongkol. Dia memutar tubuhnya, dia berjalan
cepat, untuk memeriksa semua mayat itu. Gerak-gerik Hantu,
Dia berjalan seperti tak menginjak lantai.
Segera juga terlihat tibanya empat orang lain- Satu
diantaranya, yang mirip kera-menghampirkan orang yang
pertama itu untuk berbisik ditelinganya. orang itu berdiam.
Hanya sebentar, dia kata: "Teranglah rombongan dari Tay in
San belum pergi ke Pek Ho Hong di Tiam chong San, mungkin
mereka mendengar selentingan dan lantas menyembunyikan
diri. Semoga seperti dugaanku, kalau gelang kemala itu tetap
masih ada di tanganku, sulit buat aku si orang tua turun
tangan.." Dari lagu suaranya, terang orang itu telah berusia lanjut.
Kemudian dia berkata lagi;
"Dari semua mayat ini ada tujuh belas orang yang menjadi
sebawahanku, mereka terbinasa, mereka mendapat bagiannya
sendiri. Itulah pantas! Yang lainnya pun bangsa loba dan
tamak, mereka pantas menjadi teladan agar orang lain jangan
memikir yang tidak-tidak. Yang aneh yalah diantara mereka ini
tidak ada rombongannya Yan Loei"
Orang mirip kera itu dengan tangan dikasi turun, Tanya :
"Lengcou menerka ini perbuatan siapa?"
Orang tua itu tertawa dingin.
"Dialah bukan lain daripada Pek Wan Hang Soe Koen, yang
bersekongkol dengan lain orang dengan maksud mencelakai
aku! Tentang siapa yang menitahkannya, aku Cuma dapat
menerka sebagian. Tak kusangka Hang Soe Koen yang aku
berlakukan sebagai saudara sendiri! Kenapa dia berkhianat"
Kalau bukan dia orang yang membocorkan rahasia, lain orang
mana ketahui aku berada disini" Orang di belakang layer itu
liehay dan kejam, dia mau menyebabkan bencana rimba
persilatan. Beberapa puluh orang kosen terbinasa disini!
Sekalipun aku sendiri dulu hari, tak sanggup aku melakukan
perbuatan setelengas ini!"
Mendengar sampai disitu, Lauw Chin dan Sim Yok menerka
kepada Cit Chee Lengcoe Pouw Liok It. Mereka kaget sekali.
Ketika itu pun justeru seorang tua diantara yang empat ada
yang mengawasi mereka dengan sinar mata yang bengis
sekali. "Kecewa aku kalau terbinasa secara begini" piker Lauw
Chin. Dia penasaran. Dia menyesal sudah tidak menghiraukan
nasihatnya Sim Yok.Sekarang sudah kasip. Apa artinya
menyesal" Terpaksa dia mesti manda, berdiam saja..
"Lengcou" kata si orang aneh itu, "Sekarang yang paling
penting yalah mencari tahu tentang rombongan dari Tay in
San itu ..atau.." "Lihat saja" kata si lengcoe keras, "Kali ini aku mesti
membuka pantangan membunuh, aku tak perdulikan pula soal
keadilan atau bukan! Jalanlah!"
Baru mereka keluar atau si orang tua kumis panjang kata:
"Lengcoe, dua orang ini tak dapat dibiarkan hidup terus.."
Tanpa menoleh lagi, si lengcoe menjawab: "Biarkan saja!
Sebelum lewat tujuh hari, mereka tak dapat berkutik, berserah
kepada nasib mereka, mereka dapat bebas atau tidak!"
Mereka itu sudah lantas menghilang kecuali si orang tua
kumis panjang itu. Dia agak bersangsi tapi toh dia mengulur
tangannya menotok kearah Lauw Chin.
Orang she Lauw itu kaget.
Habis jiwaku, ia mengeluh.
Ketika dua jeriji tangan si orang tua hampir mengenakan
sasarannya, yaitu jalan darah sim-jie, disitu berkelebat
seorang lain yang berkata: "Saudara Kwie, ingat kata-katanya
leng-coe! Kata-kata itu merupakan undang-undang yang tak
dapat dilanggar!" Orang tua itu menarik pulang tangannya. Dia tertawa.
"Kalau begitu, baguslah jiwa semut mereka ini!" katanya.
Segera juga mereka itu berdua bertindak pergi.
Ruang menjadi sunyi pula, gelap dan menyeramkan.
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lauw Chin berdua berduka bukan main. Mereka mau
percaya mereka tertotok ilmu yang lihay, yang akan menyiksa
mereka selama tujuh hari, kecuali mereka mendapat
pertolongan. Walau pun begitu, mereka tidak takut.
"Saudara Sim, dapatkah kau menerka siapa orang itu?"
Lauw Chin Tanya. "Aku dapat mnerka delapan atau Sembilan bagian.."
"Siapakah dia?"
"Dia Cit Chee Leng-coe Pouw Liok It."
"Ya, aku pun menyangka dia"
Lantas Lauw Chit menghela napas.
"Saudara Lauw, apakah kau menyayangi jiwamu dan
menyesali kematian kita ini?" tanya Sim Yok.
Lauw Chin tertawa menyeringai.
"Untuk seorang laki-laki, hidup tak menjadi kegirangan dan
kematian tak ditakuti," sahutnya, "Aku hanya menyesal Lie
siauwhiap tidak ada disini, tidak demikian, dia dapat menolong
bencana yang mengancam Pouw Liok It itu..."
"saudara Lauw, bagaimana pendapat kau?" tanya Sim Yok,
"Mengapa kau mengatakann begini?"
"Saudara Sim, tak dapatkah kau melihat siapa orang tua
kumis panjang barusan yang hendak membinasakan kita?"
Lauw Chin Tanya. "Dalam gelap begini aku tidak dapat mengenali dia," sahut
Sim Yok, "Mungkin kau, saudara ketahui siapa dia?"
"Mataku tak dapat diandalkan, tetapi aku mendengar she
dia itu disebut. Dialah Kwie Lam Ciauw. Kalau Pouw Liok It
membiarkan dia tetap berada disampingnya, itulah ancaman
bencana di bagian dalam. Dia seorang licik sekali, dia dating
pada Pouw Liok It melulu untuk kepentingan sendiri. Sekarang
dia melihat Pouw Liok It terancam bahaya, mustahil dia sudi
mengikuti terus-terusan" Kalau sekarang dia masih bersabar
itulah disebabkan Lay Kang Koen Pouw yang dia serahkan
pada Pouw Liok It. Namanya diserahkan, kenyataannya dia
cuma menitipkan. Aku merasa pasti, kalau Pouw Liok It tidak
lekas menyingkirkan orang she Kwie itu, ia bakal roboh di
tangannya" "Kau pandai melihat jauh, saudara Lauw, tak dapat aku
menandingi kau" kata Sim Yok tertawa jengah, "Sekarang kita
terancam maut, bagaimana.."
Selagi si orang she Sim itu berkata demikian, mereka
berdua merasakan angina menghembus masuk kedalam
ruang, dibarengi berkelebatnya bayangan sesosok tubuh yang
gesit sekali. ooOOOoo BAB 2 Bayangan itu berjalan berputaran, akan akhirnya berhenti
Munculnya Si Pamungkas 1 Wiro Sableng 126 Badik Sumpah Darah Panji Wulung 7
Houw-yan Tiang Kit berempat menjadi heran, semuanya
berpikir kenapa pemuda ini berduka tidak keruanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Lee Hoen bersantap dengan tak jarang dia melirik kepada
Tiong Hoa, hingga dia mendapatkan keadaannya pemuda
yang tak wajar itu. Dia pun merasa hatinya tak tenteram dia
berduka, hingga tanpa merasa airmatanya mengembeng.
"Nona Phang, apakah kau kenal satu di-antara, mereka?"
tanya salah satu dari tiga orang itu, Dia tua dan berpakaian
hitam, berewoknya sedikit, mukanya ada tapak goloknya.
Dia heran melihat kelakuannya nona disisinya itu.
"Tidak" sahut si nona sambil menggeleng kepala, "Aku
hanya tiba-tiba ingat mendiang ayahku, yang terbinasa tak
keruan didalam kamar rahasia di Yan Kee Po."
Lalu dia tertawa dan menambahkan.
"Tadi di Biara Tay Kak Sie aku melihat bangsat tua Yan Loei
serta kawan-kawannya, mereka berkelebat dan lantas lenyap.
Tadinya aku mau menguntit mereka, tetapi sebab aku kuatir
paman bertiga nanti terlalu lama menantikan aku, aku segera
datang kemari..." "Sudah, nona, jangan kau terlalu berduka," kata orang tua
itu. "Kita bertiga nanti membantu, hingga kau dapat puas,
kalau rombongan Tay in San tidak ada didalam Tay Kak sie,
mungkin juru warta kita keliru. Aku pikir baik kita pergi ke kuil
itu, untuk mendapat kepastian, sekalian kita boleh
menggabungkan diri dengan mereka itu."
Lee Hoen setuju. maka berempat mereka berbangkit begitu
sudah meletaki sepotong perak di atas meja, terus mereka
keluar, untuk berlalu bersama kuda mereka. Sinona masih
menoleh pada Tiong Hoa, matanya bersinar penasaran-Nona
itu pun menggeprak kudanya dengan mengasi dengar
suaranya yang nyaring. Cie Ie Boe Eng bermata liehay, maka ia menduga di antara
Tiong Hoa dan nona itu mesti ada sangkut pautnya. Rupanya
si nona tak dapat perhatian maka dia menjadi berduka dan tak
puas hatinya, ia tidak mau menegur si anak muda tetapi ia
berbangkit dan kata sambil tertawa: "Kita sudah dahar dan
minum cukup, mari kita berangkat. Untuk mencari Kwat Leng,
mungkin kita membutuhkan empat orang barusan- Nona itu
mungkin juga kekasihnya Kwat Leng."
"Ah. sungguh sayang kalau si nona sampai berpasangan
dengan orang she Kwat itu, dia mirip bunga indah ditancap
dikotoran kerbau." Sambil berkata begitu, diam-diam dia
melirik Tiong Hoa. Si anak muda bicara dengan Lauw Chin dan Sim Yok.
romannya tenang seperti biasa, dapat dia tertawa-tertawa
bahkan dia kata: "Loocianpwee, kenapa loocianpwee ketahui
nona itu kekasihnya Kwat Leng" Bukankah masih belum dapat
dipastikan mereka bertiga konco orang she Kwat itu?" Sin
Hong tertawa. "Percaya atau tidak. terserah kepada kau siauwhiap"
sahutnya, "Lihat saja nanti"
"Benarkah Kwat Leng she Kwat?" Tiong Hoa tanya Houwyan
Tiang Kit kepada siapa ia berpaling.
"Dia she Touw, sahut Tiang Kit yang mendadak berlompat
kedepan kebelakang sebuah pohon hoay yang besar.
Selagi orang heran atas tindakan kawan ini, dibelakang
pohon itu terdengar jeritan seperti babi yang lagi disembelih
menyusul mana, orang tua itu kembali dengan sebelah
lengannya mengempit tubuh seorang yang mengenakan baju
hitam. "Siapa dia?" tanya Sin Hong, yang meng-hampirkan
bersama tiga kawannya. Houw-yan Tiang Kit tertawa dingin.
"Teranglah Touw Leng si bocah mengandung maksud tak
baik" jawabnya sengit, "Dia telah menitahkan orang menguntit
kita. Dia telah memilih tempat ke mana kita mau dipancing,
supaya kita dapat disapu bersih" Terus dia membanting orang
tangkapan-nya itu ketanah.
Orang berbaju hitam itu berlompat bangun, mulutnya
mengeluarkan darah, Dia bandel sembari tertawa, dia kata:
"Aku cuma seorang kecil kaum Kang-ouw, tuan-tuan
sebaliknya orang-orang kenamaan, apakah tuan-tuan tak malu
menghina aku" Tidak salah, akulah pesuruh dari Touw SiauwTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
pocoe, hanya untuk apa itu, aku tidak tahu, percuma andai
kata aku ditanyakan"
Tiang Kit panas hatinya, sambil tertawa dingin, dia
menotokjalan darah ciangboen orang itu, sambil berbuat
begitu, dia kata bengis: "Aku tidak percaya aku akan
menanyakan dengan sia-sia saja. Dimana adanya Touw Leng
sekarang?" Suara itu dingin tapi bengis.
Kena ditotok, orang itu merasakan hawa dingin nelusup
kedalam perutnya, terus menjalar keseluruh anggauta
tubuhnya, lalu ia merasa darahnya mulai beku. Bibirnya pun
menjadi biru, ia menggigil kedinginan, perasaannya tak
nyaman sekali. Celakanya, napasnya seperti mandek suaranya sukar
dikeluarkan Maka setelah itu, cuma mata nya saja yang
bergerak-gerak seperti mohon dikasihani. "Benarkah sia-sia
belaka kalau sekarang aku tanya pula padamu?" tanya Tiang
Kit. orang itu menggoyang kepalanya yang terasa kaku.
Orang she Houw-yan itu menotok pula dengan cepat,
sampai tiga kali, baru dia tertawa dan kata tawar: "sekarang
ini kau telah dimusnahkan ilmu silatmu dengan begitu, habis
sudah tenagamu sekarang kau mau bicara atau tidak- sudah
tak ada pentingnya. Hanya biar bagaimana, kau mestinya
telah mendengar pocoe kamu bicara tentang kami"
Kata-kata itu ditutup dengan lima jari di tekankan kedada
orang. Cepat gerakan itu, sampai Sin Hong dan lainnya tak melihat
jelas. Orang berpakaian hitam itu tampak kaget, napasnya
memburu, dengan terputus-putus ia kata: "oh kiranya kau,
loojiankee. Kau telah memusnahkan ilmu silatku, aku tidak
penasaran, Nama besar loojiankee, sampai sekarang ini masih
mendengung ditempat kami. Sayangnya, aku datang kesana
ke-belakang... Touw Siauwpocoe cuma menugaskan aku
menguntit kau, loojinkee, tentang maksud lainnya, aku tidak
tahu, Apa yang aku ketahui yalah siauw-pocoe sekarang lagi
merawat lukanya didalam kuil Tay Hoed sie, tetapi dia mau
lantas pergi ke dusun Tiong-bie Jie Hay.
Telah dikirim seratus duapuluh- delapan orang, orangorang
kita den sahabat-sahabat, dan mereka itu sudah disebar
penuh dipelbagai jalan di-Selatan ini, untuk bertindak
sebagaimana yang dirasa baik."
"Kau menguntit kami, bagaimana caranya kau nanti
berhubungan dengan pocoe kamu?"
"Kami meninggalkan tanda-tanda ditembok atau dibatang
pohon, pasti nanti ada yang mengetahui dan menyambutnya."
"Sebenarnya dimana adanya po-coe kamu?"
"Po-coe lagi merawat lukanya, dia rebah diatas
pembaringan Yang bertugas membantu Siapa pemimpin itu
menyesal aku tidak tahu."
"Cukup sudah pertanyaanku." kata Tiang-Kit dingin,
"sekarang lekas kau pergi untuk mencari penghidupanmu
sendiri jangan kau berayal, jangan kau membuka rahasia ini,
jikalau kau ketemu pula aku jangan menyesal"
Orang itu mengangguk terus dia mengangkat kaki.
Tiong Hoa mengawasi orang berlalu ia .terharu sendirinya,
Kata ia didalam hati: "Untuk orang yang belajar ilmu silat ilmunya itu mirip
nyawanya sekarang dia ini telah dimusnahkan ilmunya itu
pasti dia berduka lebih hebat daripada kalau dia dibunuh
mati." Sin Hong heran dia mengawasi Tiang Kit.
"Kamu telah bicara sekian lama, katanya tetapi aku masih
tak dapat menduga siapa si orang she Touw yang menjadi
jago di-jaman ini?" Tiang Kit balik mengawasi agaknya ia bersangsi, Kemudian
ia bersenyum dan kata " itulah rahasia yang sekarang ini
belum tiba waktunya dibuka, maka itu, tuan-tuan kalau kamu
ingin menduga-duga, terkalah sekarang ini yang perlu ialah
kita pergi ke kuil, untuk membekuk Touw Leng, atau nanti dia
akan jadi bencana besar" Karena orang tidak suka bicara, Sin
Hong tidak memaksa, Dia bahkan tertawa.
Dilain saat, kelimanya sudah berada pula ditengah jalan-
Matahari terang dan langit biru penuh dengan mega, Angin
bertiup halus. Mereka itu berjalan terus, sebenarnya pemandangan alam
menarik hati tetapi mereka tidak menghiraukannya. Mereka
berjalan sampai disebuah tikungan kekanan, lalu dikiri itu,
didalam lembah, terlihat sebuah bangunan dengan tembok
merahnya, yang seperti terkurung banyak pohon tinggi dan
besar. Justeru itu pula, dari dalam kuil itu terdengar suara genta
mengalun, akan akhirnya terlihat munculnya serombongan
dari belasan pendeta dan orang biasa, yang menghadang
ditengah jalan- Tiong Hoa berlima heran, Tapi Lauw Chin lantas berkata
perlahan: "Diantara mereka ada Hoat Poen Siansoe, yaitu
Ciang Ie Taysoe atau kepala dari ruang Lo Han Tong dari
Siauw Lim Sie. Ya. ada pula Ho Cin Coe, ketua dari Ngo Bie
Pay. Rupanya mereka datang sengaja untuk kita."
Mereka berlima berjalan terus, sampai seorang pendeta tua
memapak sambil memberi hormat, mengangguk dan
menyapa: "Apakah diantara kelima tuan-tuan ada Tie Tanwat
bergelar Cie Ie Boe Eng si orang luar biasa dari Loei-cloe "
Pin-ceng, Hoat Poen dari Siauw Lim Sie datang menyambut "
Tie Sin Hong tertawa bergelak.
"Sebenarnya apakah kebiasaanku si orang she Tie hingga
aku diberi kehormatan di sambut oleh Ciang Ie Taysoe dari Lo
Han Tong dari Siauw Lim Sie. yang menjadi kepala dari satu
diantara tujuh partai besar di Tionggoan?" kata ia, yang
segera menambahkan dengan suara keren: "Aku mohon tanya
taysoe mempunyai pengajaran apakah untukku?"
"Tempat ini jalanan terbuka," kata si pendeta, "tempat ini
bukan tempat bicara karenanya pinceng mengundang tan-wat
untuk duduk sebentar didalam kuil, pinceng mempunyai suatu
urusan buat mana pinceng mau minta petunjuk dari tan-wat."
Sin Hong melengak sejenak agaknya ia sangsi tapi lekas juga
ia mengangguk. "Baiklah sahutnya, silahkan taysoe memimpin
jalan-" Hoat Poen mengangguk dan bersenyum terus ia memutar
tubuh untuk berjalan balik dengan diturut rombongannya yang
semua membungkam saja. Lekas juga mereka memasuki pintu peka rangan terus
sampai dilatar didepan pendopo Hiong Poo-tian- Disitu Houwyan
Tiang Kit tertawa dingin dan kata pada sahabatnya:
"Saudara Tie kita masih mempunyai urusan penting yang
mesti diurus, tak dapatkah pembicaraan dilakukan disini saja"
Toh cuma dengan dua tiga patah" Buat apa kita main ayalayalan
disini?" Sin Hong belum menjawab sahabatnya itu atau dari pihak
tuan rumah ada satu suara yang keras dan dingin: "Haruslah
diketahui diwaktu datang ada jalannya diwaktu pergi tak ada
pintunya." Houw-yan Tiang Kit mengangkat kepalanya maka ia melihat
seorang tua dengan baju hijau yang kepalanya gundul dengan
sepasang mata tajam mengawasinya dengan sikap sangat
jumawa, ia menjadi gusar, ia menegur:
"Kita ada bagaikan air kali tak mengganggu air sumur,
apakah maksudmu dengan kata katamu ini?"
Saking mendongkol, walaupun dia berkata demikian, Tiang
Kit toh mengayun tangannya.
Jangan gusar, tan-wat," berkata HoatPoen, mencegah, Dia
bersenyum, tangan kanannya diangkat, untuk dipakai
menghalangi "Kalau tan-wat perlu lekas-lekas melakukan
perjalanan, baiklah, disini juga dapat pinceng memberi
penjelasan Marilah pinceng perkenalkan dulu tuan-tuan
berlima kepada beberapa rekan Rimba Persilatan-"
Tiang Kit bersuara, "Hm " ia mengasi turun tangannya.
Pendeta itu lantas mengacar kenal, Di antara belasan orang
itu, kecuali Ho cin coe, ketua Ngo Bie Pay, juga ada Teng
Beng, kepala dari Tay Hoed Sie empat Anan coencia dari Kay
Sioe In dari Siauw Lim Pay, Toan-pay-cioe Siang In ceng, jago
Rimba persilatan yang luar biasa, serta itu orang berbaju
kuning yang jumawa, Tie-Sie Hoei Chee Sin Kong Tay dari
gunung Altai. Cie Ie Boe Eng Tie Sin Hong tertawa lebar, Kata dia:
"Sungguh berbahagia aku si orang she Tie, setelah berselang
dua puluh tahun aku muncul lagi, disini aku beruntung
menampak wajahnya orang orang gagah yang liehay. Dengan
begini, umpama kata aku mesti mati, aku mati tak menyesali
Semua kawanku ini menjadi orang-orang kecil tak ternama
dalam dunia Kang ouw, sebenarnya aku kuatir nanti
mengotorkan telinga saja untuk menyebut nama-nama
mereka, akan tetapi supaya aku tak dikatakan berlaku tak
hormat, biarlah aku perkenalkan juga mereka kepada kamu,
tuan-tuan yang terhormat"
Houw-yan Tiang Kit orang kenamaan, dia tak
mengherankan tapi disebutnya nama-nama Lauw Chin dan
Sim Yok menarik perhatian mereka itu, inilah sebab dua orang
ini orang-orang lurus dan guru mereka, kalau tidak dikenal
pribadi tentu namanya pernah didengar.
Yang paling menarik perhatian ialah Lie Tiong Hoa, yang
telah membuat nama dalam peristiwa di Kwie In Chung Sin
Kong Tay lantas memandangnya dengan tajam.
Hoat Poen Siansoe mengawasi Ho Cin Coe dia agak
bersangsi, Dia kata: "Dalam hal ini mungkin terjadi kekeliruan
omeng, Sim Yok dan Lauw Chin menjadi murid- murid- nya
sahabatku, maka itu kebinasaan murid Siauw Lim Sie
angkatan ketiga tak mungkin dilakukan mereka..."
Mendengar itu, Tiong Hoa berlima lantas mendapat tahu
duduknya hal. Ketua Ngo Bie Pay juga ragu-ragu. Kata dia: "Louw Siang
jujur, tak pernah dia mendusta. Tapi, guna mencegah
kekeliruan, baiklah, mari kita minta Teng Beng Hong-thio
menitahkan memanggil dia datang kemari."
Teng Beng setuju dengan permintaan itu, ia mengangkat
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tangannya sebagai isyarat, maka seorang pendeta lantas lari
masuk ke-dalampendopo. Cie Ie Boe Eng, dengan roman sungguh-sungguh,
menanya: "Hoat Poen Siansoe, aku mohon menanya, berapa
orangkah dari pihak Siuw Lim Sie yang telah terbinasa "
Kenapakah siansoe beramai dapat mencurigai kami berlima?"
Hoat Poen memuji Sang Buddha.
"Sebelum duduknya hal menjadi terang, tidak berani
pinceng lancang menuduh Tie Loosoe beramai," dia menyahut
"sekarang aku minta loosoe beramai suka menanti sebentar
segera duduknya perkara akan ketahuan-" Tapi Thie-Sie Hoeichee
Sin Kong Tay tertawa dingin-
"Sungguh tak tau malu melewatkan batas" katanya,
tertawa mengejek "Tangan sendiri sangat kejam selayaknya
dia sendiri harus mengganti jiwa. Masih dia mau menyangkal
dapatkah itu?" Sin Hong menjadi gusar sekali hingga tangannya dikasi
melayang "Kau mencaci siapa?" dia tanya.
Sin Kong Tay jumawa, dia berani. Dia menyambuti
serangan tanpa mundur atau berkelit.
Hebat bentroknya kedua tangan, suaranya keras, keduanya
sama mundur setengah tindak, walaupun demikian, si jumawa
terkejut didalam hati, dia mengagumi lawan demikian
tangguh. Houw yan Tiang Kit tertawa berkakak.
"Cuma sebegini tapi toh berani omong besar" katanya.
Sin Kong Tay gusar hingga rambut dan kumisnya pada
bangun berdiri, matanya juga melotot, ia lompat maju dan
menyerang dengan tangan kanannya dengan mengerahkan
semua tenaganya. Kelihatan tangannya itu dari putih berubah
menjadi merah, tangan itu menyiarkan hawa panas. Hoat
Poen Siansoe terperanjat.
"Saudara Sin, tahan- ia berseru, "Dengan memandang pada
pinceng, sabarlah sebentar" Houw-yan Tiang Kit tidak takut,
Masih dia tertawa dingin-
"Sin Kong Tay, latihan tanganmu masih belum mahir
sempurna" kata dia. mengejek, "kau masih belum dapat
menggunai nya sekehendak hatimu sebaliknya saudara Tie ini.
yang disebut cie Ie Boe Eng, tubuh nya gesit luar biasa,
tubuhnya dapat bergerak cepat seperti kilat Umpama kata
saudara Tie menurunkan tangan menotok telapakan
tanganmu, maka akan ludaslah semua kepandalanmu. Sampai
itu waktu --Hm -- kau menyesal pun sudah kasip"
Sin Kong Tay berjuluk. "Hoei Chee Hwee Kong." Si Bintang
Terbang tangan berapi, tangannya itu dapat dibikin panas
seperti bara marang, karena itu dia jumawa dan galak sekali.
Didalam mendongkolnya, dia kata:
"Jikalau kau dapat keluar dari Tay Hoed Sie dengan masih
hidup, seumumya aku si orang she Sin tidak akan muncul pula
dalam dunia Kang-ouw"
Tiang Kit tertawa berlengak, lama tertawanya itu.
Ho Cin Coe sabar, selama itu dia berdiam saja, bahkan dia
memejamkan matanya. Tak lama kembalilah pendeta yang
tadi lari masuk kependopo ia diikut seorang usia pertengahan
yang tangannya dibalut, Dia bermuka sangat pucat. Ketika dia
melihat cie ie Boe Eng, dia melengak, akan tetapi dia terus
menghampirkan Ho cin coe, untuk memberi hormat sambil
menjura. "Louw Siang." tanya ketua Ngo Bie Pay itu seraya matanya
melirik. " apakah benar Tie Loosoe ini yang kemarin telah
mengenakan tangan jahatnya membinasakan belasan murid
Siauw Lim Sie " Kau bicara, jangan kau mendusta "
Louw Siang mengawasi Sin Hong.
"Tidak berani teecoe mendusta," dia menyahut sungguhsungguh.
"Dengan sebenar Tie Loocianpwee ini yang
membunuhnya, sedang lenganku juga telah dihajar loocianTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
pwee. Ketika looCianpwee mau berlalu, dia, menyebut terangterang
nama dan gelaran nya sendiri, jikalau teecoe berdusta,
bersedia teecoe dihukum berat "
Mendengar begitu, Sin Hong tidak menjadi gusar,
Sebaliknya, ia bersenyum, Tahulah ia bahwa telah orang
memakai namanya "Louw Loosoe, benar- benarkah kau melihat aku kemarin ?"
ia tegaskan-Louw Siang melengak, Dia mengawasi tajam,
romannya heran- Tiong Hoa lantas berbisik pada Sim Yok: "inilah aneh. Mesti
ada orang telah menyamar menjadi Tie Loosoe, guna
memfitnah dan mengacaukan Rimba Persilatan, supaya
kemudian dialah yang memungut hasil "
Tiang Kit dengar perkataanya Tiong Hoa, dia tertawa
dingin. "Tak mungkin- katanya sengit, "Mungkin kaum lurus ini
mau memfitnah orang untuk membasminya, supaya mereka
hidup sendiri jikalau mereka tidak dihajar, nanti tak ada orang
menentangnya" Tiong Hoa berdiam ia tetap curiga, Hanya disaat itu, sulit
untuk menerka, siapa yang telah memfitnah Sin Hong. Ho Cin
Coe mengasi lihat roman keren-
"Louw Siang disini ada Tie Loosoe, kau telah melihatnya
tegas atau belum?" Semua orang berdiam Maka sunyilah latar
depan pendopo itu. "Sedikit juga tak salah Benar dia" akhirnya
Loaw Siang menjawab. Tetap Sin Hong tidak menjadi gusar, Dia hanya tertawa
nyaring, hingga mega umpama kata menggetarkan hingga
orang ketulian. "Tie Loosoe, apa artinya tertawa mu ini?" Hoat Poen tanya,
"sembilan belas jiwa murid siauw Lim Sie mati kecewa, maka
atas nama Sang Buddha kami yang maha murah hati pinceng
minta sudilah kau memberikan keadilan-"
Mendengar demikian, Sin Hong mengasi lihat sinar matanya
yang berpengaruh. "Sembilan belas jiwa murid Siauw Lim Sie telah terbinasa
kecewa, mereka memang harus dikasihani." kata dia,
"Didalam hal itu, aku si orang she Tie suka memberikan
keadilannya, Cuma...."
"Cuma apa?" tiba-tiba seorang menyela. "perkara toh
sudah terang jelas" Kau selayaknya menghajar dirimu sendiri
dengan tanganmu hingga mati. Buat apa kau mengulur tempo
lagi?" Sin Hong melirik. Dia mengenali Sin Kong Tay si jumawa
yang rupanya berhati sangat dengki, Lantas dia tertawa
dingin. "Sin Kong Tay" kata dia bengis, "lebih dulu aku nanti ambil
jiwamu, baru aku ambil jiwaku sendiri Sang waktu masih
belum terlambat." Dengan mendadak, dan cepat luar biasa, sesosok tubuh
sudah mencelat kedepan si orang she Sin, untuk menyerang.
Sin Kong Tay tertawa dingin tubuhnya menggeser sebat,
setelah mana dengan dua tangannya dia membalas
menyerang, Dia menotok dua jalan darah. Sin Hong berkelit
kembali ia menyerang pula, bahkan ia terus mendesak.
orang liehay bertempur dengan mencari kemenangan
waktu, demikian Sin Hong, dia segera merangsak membuat
lawannya main mundur, Dia pun saban-saban mengasi dengar
ejekannya. Sin Kong Tay kelabakan, sulit dia memperbaiki diri. Tentu
saja dia menjadi malu, mendongkol dan penasaran, hingga dia
mesti mengasi dengar suaranya yang keras dan kasar.
Menampak demikian, siang ceng in ingin membantui
kawannya, ia menggeser tubuhnya kedalam gelanggang,
untuk lantas menerjang Sin Hong. Tanpa pikir lagi, ia
menyerang punggung orang yang kosong.
Segera terdengar satu suara bentrokan yang keras
akibatnya itu ceng in terhuyung mundur dua tindak.
Orang lantas melihat Houw-yan Tiang Kit berdiri
didepannya orang she Siang itu, bahkan jago tua ini tertawa
nyaring dan kata: "Sungguh aku tidak sangka orang kaum
lurus dapat main keroyok dan main membokong juga Sungguh
hina Tak tahu malu."
Ketika orang menggeser diri, Tiang Kit melihatnya, maka ia
terus memasang mata, Kata ia didalam hatinya: "Kau boleh
berpikir untuk mempuaskan dirimu, tapi kalau hari ini aku
tidak bikin kau runtuh, percuma aku menjadi muridnya Pit Boe
Koen-" Tiang Kit memang muridnya Pak Pit --si Pit dari Utara, jago
yang telah mengundurkan diri puluhan tahun lamanya.
Ceng-In kalah tenaga dalam, dia mundur dengan kedua
lengannya terasa nyeri dan dadanya sesak, Mendengar dan
melihat orang menghina padanya, ia mendongkol bukan main
mukanya daripucat menjadi merah padam. Itu waktu Hoat
Poen berlompat maju, untuk malang ditengah.
"Empat loosoe, tahan dulur ia berkata nyaring, kedua
tangannya dikibaskan lalu dirangkap. untuk memberi hormat,
"Pinceng minta sukalah loosoe semua mendengar dulu
perkataanku" Sin Kong Tay dan Tie Sin Hong berhenti bertempur.
"Urusan siauw Lim Sie nanti siauw Lim sie sendiri yang
menyelesaikannya." berkata pendeta itu. "Sin Tan-wat dan
Siang Tan-wat sudi membantu Siauw Lim Sie, untuk itu
pinceng menghaturkan banyak-banyak terima kasih."
Habis berkata, ia mengibas pula, Maka empat pendeta
maju untuk mengurung Sin Hong.
Menyaksikan sikap keempat pendeta itu, Cie IeBoe Eng
tertawa lebar, sedikitpun dia tidak jeri. Dia bahkan berkata:
"Siauw Lim Pay kesohor sebagai tertua Rimba persilatan yang
liehay, dalam tujuh-puluh- dua ilmu silatnya, tak ada satu jua
yang tak mahir, tetapi aku si tua, yang tinggal di luar lautan,
menyesal belum pernah aku melihatnya maka itu, kebetulan
sekali ada ini ketika yang baik Taysoe berempat, silahkan
kamu mulai memberi pengajaran kamu "
Keempat Anan coencia menjura.
"Maaf " katanya. Lalu yang dibarat mulai bergerak. diturut
oleh yang lainnya. Tie Sin Hong tidak berani memandang ringan, bahkan dia
berhati-hati, Maka juga, selagi orang bergerak. ia mendahului
menyerang. Pendeta yang diserang berkelit, lantas dia berganti tempat
dengan kawannya, yang lain pun bergerak pula, hingga
mereka itu, bergerak satu bergerak semua. Mereka bergerak
sambil bersiul, Mereka gesit sekali. Ketika mereka membalas
menyerang, serangan mereka juga hebat.
Menyaksikan demikian, Sin Hong mengerutkan alis,
sekarang ia menginsafi liehay nya lawan Dari caranya mereka
itu bertempur ia tahu terang orang hendak lebih dulu
membikinnya letih. Tentu sekali, itulah berbahaya untuknya,
maka ia pikir pula: "Mereka harus didului, supaya mereka tak
sempat mencapai maksud mereka " Demikian ia menyerang
pula dengan tenaga berlebihan
Keempat pendeta itu benar liehay, Terus mereka bertempur
dengan saban-saban mengganti kedudukan- Saban-saban Sin
Hong menyerang tempat kosong. Sebaliknya, saban kali juga
ia merasa dadanya terdesak hingga ia mesti senantiasa
berkelit. Melayani musuh-musuh demikian, ia menjadi kewalahan ia
mesti menggunai tenaga luar biasa disamping ia sendiri mesti
mengobral tenaga dalamnya.
Dengan begitu, lama-lama keempat pendeta, dengan Soe
ciang Tin, barisan Empat itu, dapat mendesak hingga
kurungannya menjadi semakin rapat.
Sim Yok dan Lauw Chin menjadi ber-kecil hati, Mereka
melihat tegas Sin Hong ialah unggul. Mereka lantas melirik
Tiong IHoa, siapa sebaliknya mengawasi mendelong
kependopa Tay Hiang Po-tian, dia bagaikan kesengsam.
Karena itu, mereka tidak berani menegur, pertempuran
berlangsung terus. Lama-lama Hauw-yan Tiang Kit menjadi tak dapat
menahan diri lagi, ia menggeser dirinya.Justeru ia bergerak.
justeru ia melihat dua orang maju menghadang. itulah Sin
Kong Tay bersama siang Ceng in-"Mau apa kau?"
Sin Kong Tay menegur kaku.
"Tidak apa-apa" sahut Tiang Kit, ber-senyum, "Sudah
terlalu lama aku si orang tua berdiri, kakiku pegal, ingin aku
menggeraki otot-ototku Apakah halangannya denganmu?"
"Terhadapku kau tepat menyebut dirimu aku si orang tua?"
Kong Tay menegur. Tiang Kit tertawa.
"Kamu bangsa angkatan muda" katanya tetap mengejek.
"Dengan aku menyebut diri ku si orang tua, masih bagus
untuk kamu." Sembari berkata begitu, Tiang Kit menyerang dengan
kedua tangannya. Dua-dua Kong Tay dan Ceng In terkejut, dengan sendirinya
mereka berlompat berkelit. Dengan begitu terbukalah
lowongan, maka Tiang Kit berlompat maju terus, Dengan
menolak kedua tangannya berulang-ulang, ia membikin Soe
Ciang Tin menjadi kacau, hingga Tie Sin Hong dapat
meloloskan diri. Selagi Tiang Kit bergerak terus, mendadak seorang
berlompat kedepannya. untuk menolaknya, hingga ia mesti
menyelamatkan diri. sekarang ia melihat Hoat Poen Siansoe
berdiri dihadapannya. "Houw-yan Loosoe, apakah maksud mu?" tanya pendeta
itu. Apakah tan-wat berani bertanggung jawab untuk jiwanya
sembilan belas murid Siauw Lim Sie itu?"
Tiang Kit belum memberikan jawabannya atau ia sudah
lantas diserang sin Kong Tay dan Siang ceng In, yang
berlompat maju dengan berbareng.
ooooo BAB 23 MAU ATAU TiDAK, terpaksa Tiang Kit melayani kedua
musuh itu, hingga mereka menjadi bertempur.
Nyata Kong Tay dan ceng In dapat bekerja sama, dengan
begitu Tiang Kit mesti bersungguh-sungguh melayaninya.
Dilain pihak. Tie Sin Hong telah terkurung pula oleh
keempat pendeta, Dalam repotnya, ia berpikir ingin ia
menyerang salah satu musuh yang terlemah, guna menoblos
kurungan itu. Lantas ia memasang mata.
Karena mereka sudah bertempur lama, ia cepat dapat
melihat, Demikian mendadak ia menyerang pendeta yang
tubuhnya lebih katai dan kurus, ia menyerang sambil tertawa
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dingin- Pendeta itu terperanjat dia menjadi gugup hingga
barisannya lantas menjadi kacau sendirinya.
Ho cin coe melihat itu, dia kaget.
"Cie Ie Boe Eng benar liehay " katanya, "celaka, dia
mengetahui rahasianya Soe ciang Tin "
HoatPoen berada disisisi imam, dia bersenyum.
"Jangan kuatir, ciangboenjin," kata dia tenang, "soe ciang
Tin dapat berubah-ubah, percuma saja usahanya Tie Sin Hong
" Sim Yok dan Lauw chin menjadi bertambah susah hati,
mereka serba salah. Mereka bangsa lurus, tak dapat mereka
turun tangan membantui dua sahabat itu.
Tiong Hoa masih terus berdiam, ia memikirkan keras siapa
yang menyamar menjadi Sin Hong membinasakan Sembilan
belas murid Siauw Lim Sie yang menjadi biang peristiwa
didepan mata ini. Karena ia berpikir keras itu, didepan
matanya berbayang pelbagai penglihatannya dikota Koenbeng,
ia lantas ingat kitab Lay Kang Koen Pouw, Kitab itu
diarah banyak orang, maka itu makin baik adanya apabila
pengaruhnya kurang. Untuk itu, dapat orang memakai siasat adu domba, Tie sin
Hong menghendaki kitab, pantas kalau dia disingkirkan
Bukankah disana ada rombongannya Wie Tiang-Bin"
Bukankah disana ada Giok ceng Sian-coe Mauw Bun Eng, yang
nampaknya mencintai Kwat Leng" Bukankah Kwat Leng itu
sangat telengas dan licik" Apa salahnya dia memfitnah Sin
Hong. Maka itu, sipenyamar tentulah Wie Tiang Bin, Sin Hong
pernah menjadi kawan dijalan ribuan lie dari Kwat Leng, pasti
Kwat Leng ketahui baik segala hal ikhwal dan niatnya orang
she Tie ini. Kemudian ia ingat Phang Lee Hoen, Nona itu tak
mau bicara dengannya, bahkan romannya penasaran
terhadapnya. Bukankah Lee-Hoen menyebut halnya dia melihat Yan-Loei"
Apa itu bukan kisikan Lee Hoen untuk ia pergi mencari ketua
dari Yan Kee-Po itu" Mungkin Lee Hoen ketahui sepak
tenangnya Kwat Leng, hanya si nona tak tahu, ia berada
dalam rombongannya Sin Hong.
Sin Hong mau mencari Kwat Leng, hal itu pasti diketahui
tiga orang Kang-ouw dalam rumah makan itu, yang diketemui
Lee Hoen... Setelah berpikir begitu jauh, baru anak muda ini melihat
kepada pertempuran ia menjadi terkejut mendapatkan Sin
Hong terancam bahaya keruntuhan- Hanya sekarang kawan
itu lagi dikepung bertiga, sebab pendeta yang keempat lagi
duduk bersemedi diluar kalangan-
Kenapa cie Ie Boe Eng tak berdaya" pikirnya. ia tidak tahu,
baru saja kawan itu di kepung berempat, sedang keempat
pendeta itu pendeta-pendeta pilihan dari Siauw Lim Sie.
Sudah lama sin Hong terkepung, pasti dia kehabisan
tenaga, Dilain pihak. seru pertempuran diantara Tiang Kit dan
Kong Tay serta Ceng In. Hampir disaat itu, sipendeta yang duduk bersila lompat
bangun, untuk masuk pula dalam barisannya, guna
memperlengkapi barisannya itu, itu berarti bahaya untuk Sin
Hong, yang dalam setiap detik dapat terobohkan.
Menyaksikan semua itu, tak dapat Tiong Hoa berayal lagi,
Mendadak ia berseru, tubuhnya melesat kedalam Soe ciang
Tin. Dengan kedua tangannya ia menolak, ke depan, kekiri
dan kanan. Keempat pendeta terperanjat Mereka merasa diri mereka
tertolak, benar perlahan tetapi mereka mesti mundur, sebab
tak dapat mereka bertahan- Karena itu, sin Hong dapat lompat
keluar kepungan- Hoat Poen Siansoe dan Ho cin coe terkejut, keduanya
lompat maju. Tiong Hoa mengangkat tangannya.
"Jiewie loocianpwee, tahan" katanya sabar tetapi nyaring.
"sukalah Jiewie mendengar dahulu padaku"
"Jikalau kau ada bicara, Lie Siauwhiap. bicaralah." sahut Ho
cin coe. Tiong Hoa lantas menoleh kepada Tiang Kit, yang lagi
bertarung seru. Hoat Poen melihat itu, ia lantas menyerukan mereka itu:
"sin Tan- wat Siang Tan-wat Tolong berhenti dulu. Mari kita
mendengar apa katanya Lie Siauwhiap ini"
Sin Kong Tay dan Siang Ceng In mendengar seruan itu,
dengan lantas keduanya lompat mundur, terus mereka
menghampirkan "Ho cin coe", Ceng-In bertabiat keras, dia
menghadapi Tiong Hoa dan menanya dengan bentakannya:
"Kau mau bicara apa" Lekas jangan kau membikin gagal
urusan kami si orang tua."
Didalam hatinya Tiong Hoa mendongkol. orang sangat
kurang ajar, Maka ia tanya. "Mohon tanya, Siang Loosoe, kau
mempunyai urusan penting apa" supaya aku si orang she Lie
tidak sampai membikin urusanmu itu gagal, nah, silahkanlah"
Ceng In menjadi gusar, ia pun tak senang si anak muda
mengubah panggilannya. Ia tidak dipanggil lagi loocianpwee,
itulah penghinaan, pikirnya.
"Orang masih begini muda tetapi sudah begini jumawa"
bentaknya "Kalau kau sudah berusia lanjut, bukankah
dimatamu tak ada siapa juga" Tidak dapat tidak. hari ini aku si
orang tua mesti mengajar adat padamu"
Tiong Hoa menyambut dengan tertawanya yang dingin.
"Maaf" katanya, "Losoe tabiatmu keras dan kejumawaanmu
hebat, kau melebihkan aku si orang she Lie. Bukankah itu
menjadi sama saja" Loosoe mau mengajar adat padaku.
bagaimana itu" Loosoe berdua melawan satu, loosoe masih
tak dapat mengalahkan Houw-yan Loocianpwee bagaimana
sekarang loosoe berani bicara begini besar Siang Losoe, kau
sungguh sangat tak tahu diri"
Karena ia menyebut "dua lawan satu," sin Kong Tay turut
terbawa-bawa. Mendengar kata-kata si anak muda, Houw yan Tiang Kit
tertawa lebar, terus ia kata nyaring: "Lie Laotee, kata-katamu
ini benar seperti jarum yang tepat mengenai jalan-darah
sungguh aku si tua kagum terhadapmu"
Mukanya Siang Ceng-In menjadi pucat dan guram, begitu
juga Sin Kong Tay, saking tak dapat menguasai diri, perlahanlahan
mereka mengangkat tangan kanan mereka.
Hoat Poen Siansoe melihat suasana buruk. ia pun raguragu
untuk kepandaian pemuda she Lie ini. ia telah
menyaksikan bagaimana orang dengan mudah saja memasuki
Soe ciang Tin. Kalau mereka jadi bentrok. entah bagaimana
hebat akibatnya, Maka itu lekas ia maju di tengah pula.
"Sabar, tuan-tuan," kata ia setelah memuji Sang budha,
"Karena urusan Siauw Lim Pay mesti terjadi pertempuran,
sungguh tak enak hati pinceng, Lie Siawhiap. pinceng bersedia
mendengar pikiranmu yang baik "
Tiong Hoa dapat mengendalikan diri. Justeru itu ia melihat
Sin Kong Tay dengan tangan kanannya merah membara lagi
menghampirkan Houw-yan Tiang Kit. yang berdiri terpisah
jauhnya satu tombak. rupanya dia mau menyerang kawannya
itu. Mendadak ia menjadi gusar, Tak ayal lagi ia mengajukan
sedikit tubuhnya sambil tangannya diulur, maka meluncurlah
tangan kera terbang nya, menangkap berbareng ditegakkan
keras. Sin Kong Tay tak dapat mengelakkan diri, tubuhnya
terpelosok, tangannya menyerang terus, mengenai sebuah
pohon pek muda, hingga dalam sekejap. pohon itu robohpatah
terus terbakar Tapi juga, di saat yang bersamaan itu,
Kong Tay merasakan lengannya sangat nyeri, parasnya
berubah menjadi sangat pucat, dan dia berdiri menjublak
dengan meringis. Dia sakit, malu dan mendongkol sekali,
tetapi dia mesti membungkam.
Ho cin coe dan Hoat Poen menyaksikan itu, juga Ceng-In,
ketiganya berdiri menjublak. Bukan kepalang herannya
mereka untuk liehaynya si anak muda. Tiang Kit sebaliknya
tertawa terbahak tak hentinya.
Tiong Hoa mengawasi tajam pada Sin Kong Tay, dia kata,
dalam suaranya : "Sin Loosoe, lagakmu seperti lagak bangsa
tikus, cara bagaimana kau dapat menyebut diri kaum lurus "
Tidakkah kau membuat malu kepada semua cianpwee ?"
Hati Ho cin coe dari Ngo Bie Pay bercekad. Sungguh hebat
kata-kata pemuda ini, Dengan tak langsung ia kena terpukul dengan kata-kata itu.
Tanpa merasa, ia menatap wajah orang, yang demikian
tampan dan tenang. Mau atau tidak. diam-diam ia memuji.
Sin Kong Tay berdiam sekian lama, lalu dia tertawa, sedang
matanya bersinar bengis, dia kata dingin: "Kau sangat
memandang enteng kepadaku si orang tua, baik, akan aku
membikin kau puas, Dengan latihanku beberapa puluh tahun,
suka aku melayani kau main-main, supaya kau boleh
mengangkat namamu dalam dunia Kang ouw"
"Sin Tan-wat..." kata Hoat Poen, dengan hatinya berkuatir,
ia melihat orang gusar sekali dan menjadi berkuatir nama
besar kawan ini nanti runtuh kecewa.
Kong Tay mengulapkan tangannya mencegah pendeta itu
bicara terus, dia kata tetap dan keras: "Taysoe tak usah
banyak omong lagi, pikiranku sudah tetap"
Hoat Poen berdiam, alisnya berkerut, Ho cin coe berbisik
pada pendeta itu: "Dia sangatjumawa dan beradat keras sekali
biarkanlah" ia menjadi sangat tak puas kepada orang she Sin
itu. Ceng In melihat tak puasnya Ho cin coe itu. tiba-tiba ia
sadar, lantas ia menjadi menyesal, akan tetapi sin Kong Tay
sudah maju tak dapat ia mundur, atau ia akan malu
sendirinya, meski demikian, ia ragu-ragu.
Teng Beng, sebagai kepala dari Tay Hoed Sie, sebagai tuan
rumah, menjadi serba salah juga, ia berdiam tetapi
perasaannya tegang sendirinya.
Tie Sin Hong bersama Houw-yan Tiang-Kit menghampirkan
Sim Yok dan Lauw chin untuk berdiri berkumpul. Semua
mereka mengawasi Tiong Hoa.
Ketika itu tengah hari tepat, Karena semua orang bungkam,
suasana sunyi sekali. Apa yang terdengar cuma suara angin
dan kutu-kutu. Tiong Hoa bersikap tenang, tetapi sebenarnya ia menyesal
sekali ia merasa bahwa barusan ia telah terlepasan omong.
Maka itu, ia lantas bersenyum dan berkata: "sin Loosoe, kita
tidak bermusuhan, buat apa kita sembarang mengadu
kepandaian" Menurut aku, baiklah kita saling berjabat tangan
untuk menjadi akur pula."
Ho cin coe mengangguk dengan diam-diam. ia kagum
untuk si anak muda. Tapi sin Kong Tay berkata keras: "Kata-kataku si orang tua
telah dikeluarkan itulah kata-kata seperti beratnya gunung,
maka itu walaupun kau takut, aku sendiri, tak suka aku
berhenti sampai disini saja"
Mendengar demikian, dari tempatnya berdiri Tiang Kit
tertawa nyaring dan kata: "Kalau sendiri yang mencari celaka,
siapa hendak dipersalahkan?" sepasang alisnya Sin Kong Tay
terbangun, matanyapun bersinar. Tiong Hoa sebaliknya
menghela napas. "Jikalau Sin Loosoe tak sudi menyudahi, Ya, apa boleh
buat, terpaksa aku si, orang she Lie akan melayanimu."
katanya sabar. "Sudah lama aku mendengar loosoe pandai
dalam dua rupa ilmu Kipas Besi dan Bintang Terbang,
sekarang ingin aku tanya, dengan yang mana satu loosoe
hendak memberikan pelajaran padaku?"
Kong Tay tertawa dingin, tangannya merogo sakunya, ia
mengasi keluar sepotong kipas besi (thie-sie) panjang dua
kaki, ketika ia mengibas tangannya, kipas itu lantas terbuka.
Tiong Hoa mengawasi, dengan matanya yang tajam lantas
ia mendapat lihat pada kipas itu kedapatan jarum-jarum,
sedang tulang kipas kasar semuanya, ia menduga, didalam
tulang kipas itu mungkin tersimpan rahasia yang berbisa,
Karena ini, timbul rasa jemunya.
Sin Kong Tay tertawa dingin dia kata: "Aku si orang tua tak
akan menCelakai kau dengan tangan apiku bintang terbang -
Hei chee Hwee- kiat- ciang Asal kau dapat meloloskan diri dari
kurungan seratus dua puluh delapan jurus dari ilmu silatku
kipas besi Thian Lo sie, akan aku menyudahinya sekarang kau
hunuslah senjatamu" Tiong Hoa tetap berlaku tenang, ia bersenyum.
"Sin Loosoe," ia kata sabar, ilmu tangan mu yang berapi itu
mudah dilepasnya sukar ditarik pulangnya, maka itu daripada
kau gunai itu untuk akhirnya mencelakai dirimu sendiri,
memang baik kau tidak gunakan sama sekali" ia mengawasi
kipas orang, terus ia menambah kan:
"Karena Loosoe yang ingin memberi pengajaran, silahkan
Loosoe yang mulai" Sin Kong Tay merasa ia terus diperhina, tak mau ia
mengerti bahwa orang melayani ia dengan kesabaran luar
biasa, ia kata: Mungkinkah kau hendak melayani aku dengan
tangan kosong" Kalau begitu, jangan nanti kau katakan aku
menghina orang yang tak menggunai senjata"
Alisnya Tiong Hoa bangun berdiri ia tertawa nyaring.
"Sin Loosoe silahkan kau mulai dengan pengajaranmu" kata
ia. "Meski aku si-orang she Lie bodoh, tak nanti aku menghina
orang Dengan sebenarnya aku merasa sanggup melayani
dengan tangan kosong pada seratus dua puluh delapan jurus
ilmu kipas Thian Lo Sie kau yang liehay itu"
Orang2 terkejut mendengar suara itu, bahkan Sin Hong
lantas kata pada Tiang Kit:
"Lie Lotee kita ini sungguh besar nyalinya. Seumurku belum
pernah aku menemui lain orang semacam dia Sungguh dia
membuatnya aku kagum."
"Begitu juga aku" kata Tiang Kit,Justru itu Sin Kang Tay
telah membentak. yang mana disusul dengan gerakan
tangannya, membikin kipasnya tertutup dan terbuka pula,
untuk dikibaskan untuk segera mulai dengan penerangannya.
Bersama kipas besi itu waktu diajukannya.
Tiang Hoa tidak menangkis, ia hanya ber kelit.
"Aku si arang she Lie akan mengalah selama tiga jurus"
katanya tertawa riang, "setelah itu baru aku akan
membalasnya." Kembali Kong Tay tersinggung, orang mengalah, tapi itu
membuat hatinya panas, ia merasa ia dipandang hina. Karena
ini, ia lantas menyerang dengan bengis sekali, yang satu
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gagal, yang lain menyusul.
Tiong Hoa menutup diri dengan tangan kirinya, ia berkelit
dengan sangat gesit ia menanti sampai lewat tiga jurus, baru
ia menggunai tangan kanannya, untuk memberikan
perlawanan ia menggunaijurus-jurus dari Kioe Yauw Seng Hoei
dicampur dengan ajaran gurunya di Yan-khia.
Dengan cepat tiga puluh jurus sudah lewat. Sin Kong Tay
heran dari heran dia menjadi penasaran saking penasaran
darahnya meluap. Dalam murkanya, ingin dia melakukan
pembunuhan Semua serangannya sia-sia belaka, meski dia
sudah menggunai tipu tipu yang dia rasa liehay. Sebaliknya,
setiap kali si anak muda meluncurkan tangan kearahnya,
anginnya itu membikin dia merasa kejang atau ngilu.
Ho cin coe mengherani kepandaian Tiong Hoa, sepasang
alisnya sampai dikerutkan rapat.
"Taysoe, dapatkah kau mengenali ilmu silatnya anak muda
ini ?" ia tanya Hoat Poen disamping, siapa ia berdiri
menonton- "Menurut aku, ilmu silatnya itu mirip ilmu silat Tionggoan
tetapi ada bedanya..."
"Pinceng melihatnya separuh." kata Hoat Poen "Didalamnya
terselip ilmu silat Hok In Siangjin dari See Koen Loen- Yang
aneh yalah pinceng tahu betul, Hok in siangjin tidak menerima
murid." Ketika itu Sin Kong Tay sudah menyerang pula, dengan tipu
silatnya yang di namakan Ki Siauw Hong Mo "Menaklukkan
siluman dilangit." kipasnya dari atas turun kebawah, disusul
dengan menyambarnya jarum-jarumnya kipas itu, umpama
kata mirip dengan derasnya hujan-
Kipas itu kipas besi dan mengkilap. maka juga selagi
dipakai bersilat, cahayanya berkilauan membikin- mata
berkunang-kunang, dari itu. melesatnya jarum sukar terlihat
tegas. Akan tetapi Tiong Hoa sudah bersiap sedia, tangan
kirinya yang dipakai menutupi dada lantas ditolakkan keras,
bikin semua jarum mental balik.
Sin Kang Tay terkejut. Mulanya ia merasa angin halus
menyambarnya, lantas tangan nya seperti terhalang, teruskipasnya
ter-tolak hampir lepas dari cekalan. Tiong Hoa
tertawa nyaring, berbareng dengan itu, lima jari tangannya
menjambak. Seperti juga tak terlihat, tangan itu sudah menyentuh kipas
besi. kagetnya Kong Tay bukan kepalang, Dia tahu celaka dia
kalau kipasnya itu kena terampas.
Tepat saat itu, diantara mereka terdengar tertawa yang
nyaring yang disusul kata-kata ini: "Sahabat cilik sudah lama kita berpisah
apakah kau baik-baik saja Tidak kusangka disini kita bertemu
pula" Suara itu datang dari pohon pek tua di-luar tembok peka
rangan cuma pohon itu besar dan tinggi sekali, jauh melewat
tinggi nya tembok, Maka berbareng dengan akhirnya kata-kata
itu, sesosok tubuh tampak meluncur turun dari atas pohon itu,
meluncur seperti burung terbang sebab ilmu ringan tubuh
yang digunakan yaitu cit Kim sin- hoat atau "Tujuh jenis
unggas." Tiong Hoa mengenali suara itu, maka ia lantas melepaskan
cekalannya kepada kipas, terus ia berlompat keluar kalangan
guna memapak orang itu. Sin Kong Tay melengak mukanya
pucat, sinarmatanya guram.
Semua orang lainnya heran semua berpaling kearah orang
yang baru tiba itu, yang bukan lain daripada Hoat Hoei
Siangjin, pendeta suci dari Siauw Lim Sie.
Tiong Hoa menyambut dengan menjura dalam. "Apakah
Siangjin banyak baik?" sapanya. Dengan rupanya yang sangat
menyayang, pendeta itu mencekal kedua tangan si anak
muda. "Berkah rejekimu, sahabat cilik" katanya ramah, "Apakah
yang menyebabkan kau gusar, sahabat cilik, maka kau sampai
hendak menurunkan tanganmu?"
"Boanpwee masih terlalu muda, tanpa merasa boanpwee
jadi berlaku menuruti suara hatiku," sahut Tiong Hoa,
mukanya merah, tandanya ia jengah. Hoat Hoei Siangjin
mengurut kumis, ia tertawa bergelak.
Hoat Poen lantas menghampirkan, untuk menghunjuk
hormatnya. "soeheng" ia memanggil.
"Jangan pakai aturan, soetee," pendeta itu kata. Kemudian
ia menghampirkan Ho cin coe, untuk memberi hormat seraya
menanyakan kesehatannya imam itu. Kemudian lagi ia
menemui semua orang lainnya yang hadir di situ. Sin Kong
Tay Nampak jengah, tetapi penasarannya tak lantas lenyap.
Hoat Hoei memandang Hoat Poen, ia menanya: "Tersiar
berita bahwa sembilan belas anggauta kita dari angkatan
ketiga telah ter binasakan orang tak dikenal, apakah soetee
ketahui duduknya peristiwa itu ?"
Hoat Poen batuk-batuk perlahan-
"Justeru karena mencari tahu urusan itu, hampir slauwtee
bentrok dengan Lie Siauwhiap." ia menjawab.
"Apa ?" tanya Hoat Hoei heran- "Apakah soetee ketahui
pasti kebinasaan mereka itu benar dilakukan Lie Siauwhiap ?"
"Tidak..." sahut Hoat Poen, likat, setelah itu ia memberikan
penjelasannya. "Kalau begitu, soetee, kau terlalu sembrono " Hoat Hoei
menegur, "selagi urusan belum jelas, mengapa kau
membiarkan sin Tan-wat dan Siang Tan-wat turun tangan
untuk urusan kita" inilah hebat Kedua Tan wat baik sekali,
mereka suka membantu dan membelai kita, itulah budi besar,
walaupun demikian sebelum kau jelas duduknya perkara,
kenapa kau tidak mencegah pertempuran ini " jika la u
peristiwa sampai tersiar tidakkah kita bakal dapat nama jelek "
Bukankah orang akan mengatakan Siauw Lim Sie mencari
onar tanpa sebab ?" Hoat Poen berdiam. Sin Kong Tay dan Siang ceng in pun
jengah. "Dalam hal ini tak dapat diperhatikan Hoat Poen Taysoe
menjadi bercuriga." Tiong Hoa malang tengah, "Mengenai ini
boanpwee sudah memikirkannya, kalau siangjin sudi dengar,
nanti boanpwee mengutarakan apa yang boanpwee pikir itu."
Hoat Hoei tertawa. "silahkan, bersedia loolap mendengarnya," katanya manis.
"Jangan mengucap demikian Siangjin, boanpwee malu."
kata si anak muda, hormat dan merendah, setelah itu ia
mengawasi Louw Sian, yang sampai sebegitu jauh berdiam
saja, ia menanyai Louw soehoe, ada tiga soal yang aku masih
belum mengerti, apakah loosoe sudi memberikan
penjelasannya kepadaku" "
"Jikalau siauwhiap ada pertanyaan, silahkan ajukan," sahut
orang she Louw itu, romannya sungguh-sungguh. "Segala apa
yang aku ketahui, suka aku memberitahukannya."
Tiong Hoa berdiam sebentar.
"Loosoe, dimanakah loosoe telah bertemu dengan cianpwee
cie Ie Boe Eng Tie sin Hong?" ia tanya, " Ketika
pertempuran yang mengakibatkan pembunuhan hebat itu
terjadi, ada siapakah pula yang hadir itu waktu" Dan
kejadiannya, jam berapakah itu?"
Louw Siang berpikir sejenak, baru ia menjawab: "Tempat
itu yalah dipegunungan di selatannya dusun couw-hing,
dijalan dekat dengan perhentian, Ketika itu Tie Losoe berada
sendirian saja, waktunya yalah baru lewat tengah hari."
Tiong Hoa menggeleng-geleng kepala.
"Dua- dua tempat dan waktu kejadian itu tak tepat dengan
kedudukan Tie cianpwee." katanya, "Kami melakukan
perjalanan bersama, tak sedetik juga kami berpisahan, Ketika
kami tiba di couw hiong, peristiwa sudah terjadi. Teranglah ini
perbuatan orang jahat yang menggunakan akal muslihat
meminjam golok untuk membunuh orang."
Louw Siang melengak. Tiong Hoa bersenyum, ia kata pula: "Ketika itu waktu
loosoe bertemu Tie cianpwee, dapatkah loosoe menerangkan
apa suaranya Tie cianpwee itu sama dengan suara Tie
cianpwee sekarang ini?"
Mendadak Louw Siang menghajar kepalanya sendiri.
"Benar-benar gila aku si orang she Lauw" katanya,
menyesaikan diri, "Kenapa aku lupa pada soal suara itu" Suara
Loasoe itu rada bernada suara orang Hoa lam, sedang suara
Tie Laosoe ini bernada Kweitang, Siauw-hiap benar"
Diantara kurban-kurban sembilan belas murid Siauw Lim
Sie itu apa ada kedua Soehoe bernama Tay Khang dan Tay
Thong. Louw Siang menggeleng kepala, ia baru mau menjawab
atau ia didahului Hoat Poen-
"Apakah Tay Khong dan Tay Thong pun terbinasa?" tanya
pendeta ini, heran dan terkejut.
Tiong Hoa mengangguk romannya duka.
"Benar," sahutnya, "Mayat mereka kedapatan diselokan
gunung ditepi jalan bercampuran dengan mayat-mayatnya
Thay-Heng Sam Hoa serta lain-lain orang pihak sesat."
Hoat Hoei Siangjin menghela napas.
"Loolappercaya padamu, sahabat cilik." kata ia. "Hanya
loolap tak mengerti kenapa orang itu menyamar menjadi Tie
Tan-wat. Apakah sahabatku ketahui siapa orang yang
demikian licik dan jahat itu?"
Tiong Hoa membuka mukanya perlahan.
"Dialah Liok Hap Im ciang Wie Tiang Bin" sahutnya lancar.
Semua orang kaget, hingga mereka saling memandang.
"Tetapi Wie Tiang Bin bukanlah orang yang mengepalai
tindakannya itu." Tiong Hoa berkata pula "Dia cuma si
pengikut dan pembunuh, kepalanya yalah lain orang, sekarang
ini diwilayah selatan ini telah berkumpul pelbagai macam ahli
silat, semua tak ada yang tak bersangkut paut dengan kitab
Lay Kang Koen Pouw, si kepala itu meminjam golok lain orang
guna membunuh lain orang lagi. untuk menimbulkan
kekacauan dunia Rimba Persilatan, agar orang saling bunuh,
supaya dia dapat mencapai maksudnya sebuah batu
mendapatkan dua hasil berbareng. itulah orang yang licik dan
berbahaya." Hoat Hoei nampak heran. "Sahabat cilik, apakah kau mencurigai Pouw Liok It atau ok
Coe Pong Liap Hong?" ia tanya.
"Bukan," jawab si anak muda, ia melirik kepada Houw-yan
Tiang Kit, orang she Houw-yan itu mengedipi mata,
melarangnya membuka rahasia dulu, ia mengerti, maka ia
kata: "Benar-benarlah dialah seorang lain. Hanya jikalau
siangjin suka pergi ke Jie-Hay di Tali, disana pastilah Wie
Tiang Bin akan dapat dibekuk."
"Apakah rombongan Tay in San juga telah berada di Tali?"
Ho Cin Coe tanya tiba-tiba.
Tiong Hoa berdiam sejenak baru ia menjawab.
"Kabarnya begitu, tetapi tak salah lagi mereka mesti berada
di Tiam Chong," katanya.
"Harus diketahui rombongan Tay in San itu berada d iba
wah perlindungannya Sin-Kie coe Lo Leng Tek yang sangat
cerdik, maka itu kabar angin saja tak dapat terlalu diandalkan.
Jikalau begitu Pouw Llok It juga tentu mendengarnya?" Hoat
Hoei tanya. Tiong Hoa tidak menjawab. Tapi ia ingat suatu apa, dengan
lantas ia berbisik pada pendeta tua itu. Hoat Hoei nampak
heran- "Jikalau demikian adanya, pastilah Pouw Liok It berada
sendirian dan terancam keadaannya," katanya perlahan,
"Kalau dia jatuh ditangan manusia jahat, dia bisa celaka, perlu
loolap lekas berangkat ke-sana" Lantas dia hadapi Hoat Poen,
untuk berkata: "soetee, perkara sudah terang, sekarang mari
kamu beramai bersama aku lantas berangkat ke Tali, untuk
mencegah maksud jahat orang-orang busuk itu sebelum
mereka bertindak. terutama untuk membekuk Wie Tiang Bin
buat dibawa ke Siauw Lim Sie guna menghukum."
"Baik soeheng," menjawab Hoat Poen-
Ketika itu Tie Sin Hong menghampirkan, ia kata: "Pihakmu
tak cocok dengan pihak ku, baik kita jalan berpisahan, Dengan
begitu juga dapat dicegah suasana likat." Hoat Hoei
bersenyum. "Apabila Tie Tan-wat memikir demikian baiklah, loolap
setuju." katanya. Tie-Sin Hong tertawa lebar.
"Nah, sampai bertemu pula" kata ia. " Lie Siauwhiap. mari
kita berangkat" Tiong Hoa memberi hormat pada Hoat Hoei Siangjin, untuk
meminta diri kemudian dengan berpisahan dengan pihak sana
itu, ia berangkat bersama rombongannya sendiri menuju ke
Tali. ooo Tengah si puteri Malam terang-benderang dan pepohonan
berbayang-bayang, kira jam tiga. Tie Sin Hong berlima sudah
sampai diluar kota Tali. Pintu kota tertutup rapat, untuk masuk
kedalamnya, mereka manjat melompati tembok. Dengan
lantas mereka singgah disebuah penginapan dikota bawah.
Besoknya fajar, seorang diri Tiong Hoa keluar berjalan
perlahan-lahan- ia memernahkan diri diantara banyak orang
yang mundar-mandir dibagian kota yang ramai. Terus ia
bertindak dengan sabar. Tali berada di barat Inlam merupakan jalan hidup antara
Inlam dan See-kong, sedang Kota Atas dengan Kota Bawah
terpisah satu di selatan dan yang lain diutara. Dalam
perdagangan Kota Bawah ramai, apapula diwaktu hari raya
yang dinamakan "Hie Tam Hwee," perdagangan ramai luar
biasa, dari segala penjuru orang datang berbelanja.
Kota Tali pun bagaikan menyender pada gunung Tiam
Chong San, menghadapi ke permukaan air Jie Hay. Hawa
udara disitu hangat. di empat musim, iklim tetap nyaman dan
pemandangan alamnya indah tak kalah dengan Koen-beng.
Untuk kota Tali, ada empat macam keindahannya, yang
sampaikan dibuat sebutan umum, ialah: "Angin di Kota
Bawah, bunga di Kota Atas, saiju digunung Tiam Chong, dan
rembulan ditelaga Jie Hay."
Tiong Hoa pesiar seorang diri, ketarik ia dengan cara hidup
sederhana penduduk situ dimana orang Han hidup rukun
dengan penduduk suku Biauw.
Dari dalam kota, Tiong Hoa pergi keluar nya. Disini ia
tersengsam dengan kepermaian Jie Hay, yang airnya
bergelombang, luasnya mungkin ratusan lie disekitarnya,
Disitupun ada kaum wanita lagi mencuci pakaian dan kawanan
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bocah lagi mandi sambil bermain.
Jie Hay terletak ditimurnya kota Tali, panjangnya sembilanpuluh
lie, lebarnya sepuluh sampai duapuluh lie, karena
rupanya mirip telinga, maka itu didapatlah namanya, Jie Hay
atau Jie Soei, Kali Telinga.
Tiong Hoa berjalan perlahan ditepian, hingga ia menarik
perhatiannya banyak wanita muda yang lagi mencuci dan
mandi itu, yang mengagumi ketampanannya. Kemudian ia
berjalan diatas tanggul batu, ia berpikiran ruwet. Disini hatinya
terbuka, ia ingin pesiar dulu beberapa hari, baru ia hendak
pergi kekuil cong Seng Sie, sedang empat kawannya pergi
berpisahan menyerep-nyerepi kabar hal rombongan dari Tay
in San- Begitulah, setelah merasa puas, baru ia membalik
tubuh buat berjalan pulang.
Tiba dikaki tembok kota, pemuda ini heran, ia melihat
beberapa orang lompat turun dari tembok. terus lari memutar
menuju kesebelah utara. "Inilah siang hari apa mereka bikin ?" pikirnya. " Kenapa
mereka tak takut dilihat orang " Urusan apa itu yang
membikin mereka demikian bergegas-gegas " Dan arahnya
yalah cong Seng Sie."
Saking curiga, tanpa sangsi pula, Tiong Hoa lari menyusul,
ia melihat orang lari memasuki sebuah rimba, maka lekaslekas
ia jalan mutar guna menguntit tanpa diketahui ia
mendekati sampai belasan tombak. disitu ia sembunyikan diri
dibelakang sebuah pohon, matanya mengintai, telinganya
dipasang, ia telah lantas dapat mendengar pembicaraan
mereka itu. Yang membikin ia heran sekali yalah waktu ia mengenali
beberapa diantaranya, yaitu Hoan-Thian-Ciang Yan Loei, Yan
Hong serta Hoepocoe Khong Jiang. Empat yang lainnya ia
tidak kenaL Hampir pemuda ini tak dapat mengendalikan diri, Saking
gusar ingin ia lompat membekuk Yan Hong, kenalan yang licik
itu, yang berlaku sangat kejam terhadapnya, bukankah ia
sudah dijebak dalam perangkap maut" Syukur ia masih ingat
ingin mencuri dengar pembicaraan mereka itu.
Yan Loei mengurut jenggotnya ketika ia berkata sambil
menghela napas: "Aku heran, aku heran kenapa Phang Lee
Hoen ketahui tempat rahasia dirumah kita itu" Untuk banyak
tahun aku membangun rumahku, tak sayang aku kalau
sekarang rumahku itu ludas. Tapi tempat rahasia itu sekarang
diketahui orang..." "Itulah pasti adalah akibatnya Lie Cie Tiong dan Cee Cit
dapat buron-" berkata Yan Hong, "Pasti mereka yang
membuka rahasia hingga Phang Lee Hoen mendengarnya..."
"Tak mungkin- kata si orang tua. ia bersungguh-sungguh.
ia kata pula: "Ayah Lee Hoan telah terbinasa untuk banyak
tahun didalam kamar rahasia didalam tanah itu, mayatnya
juga sudah menjadi tulang-belulang, kenapa Lie Cie Tiong dan
Cee Cit mengenalnya" Bukankah tulang-belulang di situ
berjumlah tak kurang daripada seratus rangka" Kelihatannya
aku bakal jadi bulan-bulan dari banyak anak panah.."
"Jangan bersusah hati, ayah," Yan Hong menghibur "Aku
telah mengatur untuk mengacaukan mereka itu, pedang
ditangannya Phang Lee Hoen pedang milik asal atau pusaka
Khong Tong Pay, aku telah membuat murid-muridnya Khong
Tong Pay mengetahuinya itu, supaya mereka mencoba
merampasnya, sekarang ini Phang Lee Hoen sudah dipancing
pergi ke cong Seng Sie..."
Itulah kata-kata rahasia mendengar itu, Tiong Hoa girang
berbareng gusar, Girang lantaran ia memperoleh endusan
secara kebetulan itu. Gusar sebab Yang Hong licik dan
pengecut luar biasa, ia lantas memikir untuk pergi kekuil yang
disebutkan itu guna menolongi Nona Phang.
Ketika itu Yan Loei berkata pula: "Kau bekerja bagus, anak
Hong. Tipumu meminjam golok orang lain dapat
menyingkirkan ancaman bahaya diperut kita sekarang ini kita
harus tetap jangan memperlihatkan diri kita. Kemarin dulu aku
melihat im San Sioe-soe muridnya, mereka menyusul Ngo-sek
Kim-bo, Mana mereka bakal berhasil" Kita baik bersembunyi
dirumah yang aku berhasil mendapatkannya, ialah itu rumah
besar didusun Sa Seng coei diselatan Jie Hay."
Tiong Hoa merasa ia telah mendengar cukup, tidak menanti
rombongan itu berlalu ia mendahului menyingkir dari
tempatnya sembunyi. Langsung ia menuju kekuil cong Seng
Sie, kuil mana berdiri di utara kota Tali, duduknya seperti
menyender pada gunung Tiam cong San, mukanya
menghadap Jie Hay, Didalam kuil itu ada tiga buah menara,
satu besar, dua kecil, berdirinya di tiga penjuru. yang besar
tinggi empat puluh tombak. undakannya enam belas,
romannya mirip dengan menara Tay Gan Tah di Tiang an-
Dibangunnya kuil itu ditanah ceng-koat keenam, biasa
dipanggil Sam Tah Sie karena adanya tiga buah menara itu.
Untuk Inlam Barat, itulah tempat yang kesohor indah.
Ketika Tiong Hoa sampai diluar kuil, ia sudah lantas
mendengar alunan genta, suara itu bercampuran suara
gelombang Jie Hay yang terbawa angin, ia berdiam sekian
lama baru ia bertindak memasuki kuil, Tiba di-dalam, ia
merasakan suasana yang tenang. Baru kemudian ia
mendengar suara alat-tetabuan suci, yang datangnya dari
arah pendopo Tay Hiong Poo-tian.
Jilid 24 : Yan Loei, poocu Yan Kee-po tewas
(MISTERI LAMBANG MAUT Jilid 5)
Dengan perasaan heran, ia masuk lebih jauh, ia melihat
patung Sang Buddha tinggi enam kaki. ia kagum, Dikamar
barat ada delapan belas patung Lohan dengan roman-nya
yang berlainan masing-masing. Dipendopo itu ada dua orang
pendeta dengan jubah abu-abu lagi bersila beribadat, mata
mereka dipejamkan- Dengan mata tajam, Tiong Hoa mengawasi kesekitarnya. ia
tidak mengganggu kedua pendeta itu, Dengan berjalan mutar,
ia pergi kependopo belakang, Disini ada sebuah lorong
panjang dengan loteng batu marmer, batunya licin mengkilap
dan dingin rasa nya waktu dirabah, ia bertindak terus sampai
ia dipapaki seorang pendeta umur kira empat puluh tahun,
jubahnya abu-abu juga. "Sie-coe mau pergi kemana?" dia itu menyapa seraya
memberi hormat. Tiong Hoa melihat gerak-gerik orang gesit dan matanya
bersinar, ia menduga pendeta ini mengerti silat baik sekali, ia
membalas hormat sambil bersenyum.
"Aku mendengar kuil ini kesohor, maka itu aku datang
untuk melihat-lihat," ia menjawab.
Pendeta itu tertawa. "Pin-ceng dipanggil Go Tim," katanya, bersenyum, "Disini
pinceng menjadi tie-kek ceng. Kalau si-coe mau melihat-lihat, marilah
silahkan siecoe minum teh dulu."
Tie-kek-ceng yalah pendeta yang bertugas menyambut dan
melayani tetamu. "Terima kasih," Tiong Hoa menampik. ia datang untuk
melihat Lee Hoen, jadi tak ada niatnya memasang omong, Aku
minta soehoe mengijinkan aku melihat-lihat saja.
"Inilah sulit," kata pendeta itu. "Kalau guru kami ketahui
ini, pinceng bisa ditegur karenanya, Sie coe, silahkan"
Tiong Hoa tak dapat menolak lagi, ia mengangguk seraya
mengucap terima kasih la minta si pendeta memimpinnya.
Go Tim menjura, terus ia jalan dicepan, Tiong Hoa
mengikuti, matanya melihat ke-kiri dan kanan, untuk
mendapatkan sesuatu yang mencurigakan Go Tim agak
memaksa, ia curiga di sian pong, ruang kemana ia diundang
itu, ada apa-apa. Atau ia telah dicurigai pendeta ini.
Latar dalam itu indah, Ada pohon-pohon bunganya yang
harum, ada empangnya serta pohon yanglloeserta pohon pek.
Didalam empangnya, ikan-ikan emas lagi berenang memain,
Tapi tak ada kegembiraannya tetamu ini memandangi itu.
Bahkan ia menyesal telah datang langsung.
"Tahu begini, lebih baik aku masuk secara menyelundup."
pikirnya, sekarang terpaksa ia menahan sabar.
Tiba didalam sian pong, Go Tim mengundang tetamunya
duduk. ia memerintah kan kacungnya menyajikan air teh, ia
pun berlaku manis, sembari bersenyum ia me-nanya halikhwal
tetamunya itu. "Aku asal Yan-khia," Tiong Hoa memberi-tahu. "Sebagai
pelajar aku gemar akan keindahan alam, maka itu aku keluar
pesiar. Disini ada sahabat ayahku, aku datang ke mari untuk
menjenguknya." Kemudian mereka bicara dari hal-hal lain-
Go Tim terpelajar, banyak pengetahuan nya tentang kitabkitab
Khong Coe dan lainnya. Tapi ia minta pelbagai
keterangan- Syukur Tiong Hoa bukan pelajar gadungan, ia jadi
dapat melayani dengan baik, bicara nya jelas dan lancar.
Pendeta itu kagum dan memuji, kelihatan dia girang. Toh
agaknya dia masih mencurigai sesuatu, itulah sebab peristiwa
hebat dijalan Inlam itu sedang kuil Cong Seng Sie ini
mengandal gunung Tiam Chong, Warta rombongan Tay in San
berada di Cong Seng Sie membuat kuil menjadi sasaran
umum. Begitulah, sebelum Tiong Hoa masuk ke-dalam
pekarangan, telah ada pendeta yang melihatnya dan
mengabarkannya kepada hong-thio, pendeta "kepala" dari kuil
ini. Tiong Hoa tak tahu bahwa ia sudah lantas ada yang
membayanginya. "Sie-coe pandai sekali," kemudian kata lagi si pendeta, "Ada
dibilang, ilmu surat bergandengan dengan ilmu silat,
karenanya si-coe pasti mengetahui juga ilmu yang belakang
ini." Diam-diam Tiong Hoa mesti menyedot hawa dingin, Tak
disangka ia bakal ditanya tentang ilmu silat, Syukur ia tabah,
maka ia bisa berlaku tenang seperti biasa.
"Aku cuma anak sekolah yang lemah, mana aku mengerti
ilmu silat?" katanya, tertawa, "Taysoe keliru melihat."
"Go Tim tertawa lebar. "Aku mengagumi kau, siecoe,
karena kau pandai sekali membawa dirimu" katanya, "Kau bisa
sekali menyembunyikan diri." Sembari berkata ia menolak
tangannya lempang. Tiong Hoa merasakan hawa meniup dada-nya. Masih ia
berlaku tenang, ia bernapas seperti biasa, dadanya memain
menolak angin itu. Tapi hebat bagi Go Tim, ketika tenaga
serangannya itu kembali, dia terkejut hampir dia terjungkal
dari kursinya. "Ah taysoe, apakah artinya ini?" kata Tiong Hoa
mendahului bicara, ilmu silat itu ilmu pembelaan diri, tak
dapat itu dipakai memaksakan orang, apapula disini, sebuah
tempat suci, Adakah ini biara mirip sarang penjahat dimana
aku tak dapat menaruh kaki ?" Ia lantas berbangkit niatnya
pergi berlalu. Tiba-tiba ada suara mendehem diambang-pintu.
"Sabar, siecoe, harap jangan gusar " begitu terdengar,
"ingin loolap bicara untuk menjelaskannya."
Itulah seorang pendeta tua, yang telah putih rambut dan
kurnisnya, akan tetapi ketika ia bertindak menghampirkan,
tindakannya lebar, tubuhnya tegar, romannya sabar tetapi
Keren, ia memuji Sang Buddha sebelum tetamunya membilang
apa-apa, ia sudah berkata pula:
"Sie-coe, loolap mohon tanya, bagaimanakah dengan
kunjungan sie- coe ini, apakah ada maksud lainnya atau tidak
?" "Soehoe aku yang rendah tak mengerti maksud pertanyaan
kau ini." Tiong Hoa menjawab, "Bukankah setiap berhala atau
kuil dapat didatangi segala orang untuk bersujud atau melihatlihat
?" Apakah pertanyaan soehoe ini ada maksud lainnya
atau tidak?" Ditanya- begitu, pendeta tua itu melengak. "Loolap telah
menanya secara terburu napsu, tidak heran si-coe menjadi
tidak senang," katanya kemudian, " ingin loolap memberi
penjelasan sebenarnya saat ini kuil loolap tengah terancam
bahaya penyerbuan, setiap waktu bisa terjadi pertumpahan
darah yang hebat, Maka itu suka aku memberi nasihat, baiklah
sie-coe lekas berangkat pulang, supaya batu dan kemala tak
terbakar bersama Tak tega loolap apabila loolap mesti
menyaksikan siecoe turut menjadi kurban kecewa."
Go Tim, dengan roman likat, turut bicara.
"Barusan aku berlaku lancang, aku minta diberi maaf,"
katanya, "Benar apa yang di katakan hong-thio kami, dari itu
silahkan sie coe lekas-lekas berlalu dari sini." Jikalau begitu
baiklah, aku memohon diri," kata Tiong Hoa akhirnya.
Baru si anak muda berkata begitu, atau dari luar pintu
terdengar suara keras: "Tak dapat dia dibiarkan pergi"
Lalu menyusul itu, tiga orang berlompat masuk. Dari
dandanannya, teranglah mereka orang-orang Rimba
Persilatan- sedang yang satunya, yang mukanya merah seperti
bara, yang mulutnya lebar dan hidungnya gedeh mirip hidung
singa, berewokannya tebal serta matanya bengis, mengawasi
si anak muda dengan mata tak berkedip.
Tiong Hoa melihat mereka hanya sebentar terus matanya
diarahkan kepada orang yang kedua, Dia bermuka putih,
bagus alisnya. matanya jernih, usianya belum limapuluh
tahun-Dia menarik perhatian karena pada punggungnya ada
sebatang pedang yang di kenali sebagai pedangnya Phang Lee
Hoen. itulah berarti Nona Phang sudah menampak bencana
atau sedikitnya pedangnya itu sudah kena dirampas orang ini.
Tentu sekali tidak dapat ia minta penjelasannya orang itu
mengenai pedang tersebut.
"Taysoe," berkata si muka merah, "siapa tahu kalau dia ini
bukan mata-matanya kawanan sesat itu inilah berbahaya,
maka dia harus ditanya jelas dulu "
Tiong Hoa tertawa dingin, Dia mendahului si pendeta
bertanya: "Tuan tuan, aku mohon tanya, ada hubungan
apakah diantara kamu dengan kuil cong Seng Sie ini ?"
Ditanya begitu, orang muka merah itu melengak. Hanya
sebentar, dia lantas menunjuki pula sikap garangnya. Kata dia
keras dan bengis: "Kau tak usah perduli kami siapa Lekas kau
beritahukan maksud kedatanganmu kemari."
"Baiklah tuan dulu yang menjelaskan maksud kedatangan
kamu kemari," Tiong Hoa membaliki, ia tertawa tawar,
"Bukankah kuil merupakan tempat umum" Mana dapat kamu
berlaku galak begini disini?"
Orang itu kalah bicara, dia menjadi sangat gusar, Sambil
berteriak dia maju mendekati sebelah tangannya diulur kejalan
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
darah leng-Tiong dari si anak muda. Hebat serangannya ini.
Tiong Hoa melihat itu, ia tidak mau mengundurkan diri, ia
bahkan mengawasi sambil tertawa, ia menanti orang sudah
datang cukup dekat dan tangannya sudah meluncur
mendadak ia menyambuti dengan lima buah jari tangannya,
sedang kaki kirinya terangkat dan melayang.
Terdengarlah satu jeritan yang menyayatkan hati.
Terlemparlah tubuh si muka merah yang galak itu, rubuh jatuh
diatas sebuah kursi, hingga kursi itu ringsak mengasi dengar
suara berisik, ketika orang itu meronta bangun, tangan
kanannya itu kontan bengkak, sedang mukanya pucat dan
bermandikan keringat. Si pendeta kepala terperanjat Dialah satu ahli silat dan dia
melihat tegas ilmu silat si anak muda luar biasa sekali. Hebat
lukanya si muka merah, apabila dia tidak lantas ditolong i,
lengan kanannya itu tak bakal ketolongan lagi. Karena itu dia
lantas lompat untuk menotok menutupjalan darah orang guna
mencegah bencana itu orang yang membawa pedang Ceng
Song-Kiam dipunggungnya itu lompat kedepan Tiong Hoa,
dengan kedua tangannya dia lantas menolak.
Pemuda itu tertawa terbahak. dia menggeraki tubuhnya
untuk berlompat mengapungi diri, itulah gerakan "Cian liong
seng thian" atau "Naga naik kelangit," atau tubuhnya turun
begitu tangannya meluncur mulut. Maka hanya dalam sekejap.
pedang orang itu sudah pindah ketangannya.
ooooooo BAB 2 ORANG terkejut, mukanya pucat, segera dia menyerang.
Tiong Hoa berlaku tak kalah gesitnya untuk terkesiapnya
hati orang, ia menghunus pedangnya itu, yang berkilauan
bagaikan berkeredep. setelah mana, ia membacok pada
penyerangnya itu. Kembali si pendeta ketua Cong Seng Sie menjadi
terperanjat ia mendapatkan sianak muda benar benar luar
biasa. Lawan itu terkejut. Batal dia menyerang.. Lekas-lekas dia
menarik pulang tangannya itu sambil dia lompat mundur tujuh
kaki, Toh dia masih terlambat, tangan bajunya tersambar juga
ujung, pedang. Mukanya menjadi pucat.
"Omietoohoed" si pendeta memuji, terus ia maju kedepan
Tiong Hoa, untuk merangkap kedua tangannya memberi
hormat. "Harap jangan gusar, siecoe." kata dia memohon- " Disini
sudah terjadi salah mengerti. Mari loolap menjadi orang
penengahan diantara kamu. Memang tanpa pertempuran
orang sukar berkenalan silahkan tuan-tuan duduk minum teh
didalam kamar sianpong."
Tiong Hoa tertawa. "Taysoe menonton dipinggiran, taysoe melihat tegas sekali
siapa yang memulai menerbitkan onar ini" katanya dingin-
Mau tak mau muka si pendeta menjadi merah. ia jengah, ia
kata didalam hatinya: " Hebat lidahnya pemuda itu." ia lantas
memuji Sang Buddha, ia kata: "Maaf, siecoe, Dalam hal ini
loolap sudah bertindak sembrono, Tapi siecoe tetamu kami,
seharusnya loolap..."
Simuka merah yang gusar, menyela. "Taysoe, buat apa
banyak omong dengannya" Terus dengan bengis, dia
membentak Tiong Hoa: "Kau harus tahu diri Lekas kembalikan
pedang itu, lantas kau angkat kaki dari sini"
Tiong Hoa mengangkat pundak.
"Aku suka, aku datangi Aku tak suka, aku pergi" katanya
keren, "Apakah kamu kira dapat kamu menguasai aku"
Tentang pedang ini" Hm" Dengan tenang ia masuki pedang
kedalam sarungnya, dengan tertawa tawar, ia tambahkan:
"inilah pedang Nona Phang Lee Hoen, ini bukan pedang kamu"
Mukanya si muka merah menjadi bertambah merah, dia
malu dan gusar. Dia mau membuka mulutnya tetapi dia
dicegah kawannya, yang pedangnya dirampas itu.
"Soetee sabar," kata orang itu. Rupanya pemuda ini tidak
bermaksud jahat, dia hanya menghendaki pedang . . . "
Tiong Hoa heran atas kata-kata orang, ia mengawasi.
"Soetee," kata pula dia itu, "pasti disini telah terselip salah
paham. Baik kita menjelaskan duduknya hal, setelah itu
terserah kepada tuan ini, dia suka menjadi musuh atau
sahabat..." Pendeta dari cong Seng Sie berkemik, tetapi dia batal
bicara. Tiong Hoa tertawa. "Baiklah, akan aku yang rendah berdiam diruang ini untuk
mendengari pengajaran kamu." katanya.
Mendengar demikian, pendeta itu mengulangi
undangannya, Maka dilain ketika, mereka sudah lantas duduk
berkumpul. Pendeta itu mulai bicara dengan memperkenalkan
dirinya sebagai Beng ceng, asal dari biara Siauw Lim Sie di
Pouw-thian, tetapi di cong Seng sie ini ia sudah tinggal
lamanya limapuluh tahun. Orang yang membawa pedangnya Nona Phang itu bernama
Wie Beng Seng gelar Kim-Kiam Wie Hok, Si muka merah Hwee
Llong-sin Kong Hiok, dan orang yang ketiga, yang sebegitu
jauh berdiam saja, Leng In cit Too Mo Siang Seng, Mereka
bertiga keluaran Khong Tong Pay dapat julukan umum Khong
Tong Sam Kiat, tiga jago Khong Tong Pay.
Lie Tiong Hoa menyebut namanya yang asli, tetapi terkenal
di Kanglam sebagai Lie Cie Tiong, dia membuatnya Beng ceng
semua berpikir. Habis perkenalkan itu Wie Beng Seng ingin bicara, hanya
beberapa kali ia gagal. Tiong Hoa melihat sikap orang, dia
bersenyum. "Aku yang muda ketahui pedang ceng Song Kiam ini
pedang mustika Khong Tong Pay." kata ia, "maka itu sudah
selayaknya pedang kembali kepada pemiliknya, Akan tetapi
satu hal harus diingat, Ialah: Sudah lama sekali pedang ini
berada dalam dunia Kang ouw dan telah bertukar tangan
beberapa kali." Mendengar itu, alis Kong Hiok terbangun.
"Jangan gusar, Kong Loo soe," sabar kata Tiong Hoa
bersenyum, ia lihat orang mulai naik darah pula. "Aku yang
rendah hendak omong terus terang, sekarang aku hendak
tanya pedang ini bikinan Khong Tong Pay sendiri atau
namanya pedang tua buatan lain orang yang kebetulan saja
diketemukan atau didapatkan leluhur Khong Tong Pay, yang
seterusnya telah menjadikannya pusaka penunggu gunung
kamu" Bukankah yang belakangan ini benar?" Kong Hiok
bungkam, Hanya tak lama. "Mungkinkah siauwhiap hendak memilikinya sekarang?" dia
tanya keras. Tiong Hoa berlaku sabar. "Jikalau ada maksudku demikian." kata-nya, tenang,
"taklah nanti selama di Kang-lam aku menyerahkannya kepada
Nona Phang Lee Hoen, sekarang mari kita bicara dulu
mengenai Nona Phang itu. Bukankah sekarang dia tengah
dikurung kamu didalam kuil ini" Dialah seorang nona, yang
riwayat hidupnya sangat menyedihkan Dapatkah dia
dimerdekakan, supaya dia dapat mengikut aku berlalu dari
sini" Mengenai pedang ini, kita harus bicara dulu dengan Nona
Phang, terutama untuk menanyakan pikirannya."
Beng Seng mengerutkan alis, ia berbangkit sembari
berpaling keluar, ia bertindak hanya baru dua langkah,
mendadak ia melihat seorang pendeta lari tergesa-gesa dan
roman ketakutan segera berkata kepada ketuanya: "Hongthio,
semua sicoe diruang peristirahatan pada rebah tak berkutik
tak ketahuan apa sebabnya sejumlah saudara juga tak
sadarkan dirinya. Yang lain-lainnya sekarang lagi melakukan
pemeriksaan." Beng ceng terperanjat dia menuju Sang Suddha.
"Bagaimana dengan Nona Phang yang tengah ditahan
didalam menara?" dia tanya, "Apakah dia masih ada didalam
kamarnya?" "Dia telah orang tolongi." sahut si pendeta ragu-ragu. Pintu
menara terpentang lebar, tiga saudara yang menjaga disana
mati tanpa luka-luka. Ketua cong Seng Sie itu kaget, sambil mengebut tangan
bajunya ia lompat untuk lari keluar.
Wie Beng Seng menghadapi Tiong Hoa. Mendadak dia
kata: "Aku tidak sangka, siauw-hiap. orang semacam kau
tetapi sepak terjangmu sesat."
"Wie Loosoe," si anak muda membentak, jangan kau
sembarang menghina dan mem..."
Justeru itu diluar jendela terdengar suara tertawa dan
berkata ini: "Saudara Lie, Nona Phang telah dapat ditolongi,
tak ada perlunya buat adu bicara dengan mereka ini. Baik
saudara lekas berlalu"
Tiong Hoa terkejut, ia memutar tubuh sambil segera
menyerang kejendela, berbareng dengan hancurnya daun
jendela itu, ia lompat keluar, tetapi ketika ia sampai diluar, ia
tidak melihat siapa juga, kecuali matahari cerah, ia berdiri
melengak. Tahu ia bahwa ia telah kena dipedayakan,Selagi ia berdiam
itu, bingung dan mendongkol ia merasakan sambaran angin
dari belakangnya, ia tahu ia ada yang bokong, dengan lantas
ia berpaling, itulah Wie Beng Seng bertiga.
"Tuan-tuan" ia berseru, " apakah tuan-tuan menyangka aku
bersekongkol sama kawan itu?"
"Orang she Lie" kata Kong Hiok bengis, "sekarang ini
walaupun kau mempunyai mulut, sulit kau bicara"
Tiong Hoa mendongkol tetapi ia tertawa.
"Sekarang bukan saatnya mengadu bicara," kata ia. "jlkalau
tuan-tuan suka memikir sadar, tak sulit buat mengetahui akal
muslihatnya pihak sana itu" ia tertawa dan menambahkan
"Jikalau aku memang berniat jahat sekarang ini pasti jiwa mu
sudah melayang pergi tuan-tuan"
"Sungguh mulut besar" berseru Mo Siang seng.
Leng In cit Too gusar hingga tak dapat dia mengendalikan
diri lagi. Dia menghunus goloknya dengan apa lantas dia
menyerang. Hebat serangan itu tetapi gagah Tiong Hoa berkelit pemuda
ini merasa sulit. Kalau ia melawan, ia memperbesar salah
mengerti Kalau ia terus tak melawan, ia terancam bahaya,
Kelihatannya si orang she Mi liehay sekali.
Mendapatkan serangannya yang pertama itu tidak memberi
hasil, Siam Seng meng-ulanginya, bahkan terus berulangulang.
Tetap Tiong Hoa main berkelit Matanya dipasang awas
terhadap golok penyerangnya itu.
Beng Seng dan Kong Hiok mengawasi. Mereka kagum
untuk kegesitannya anak muda ini. Mereka pun heran kenapa
anak muda tidak menghunus pedangnya. Kalau pedang
mustika itu digunai, saudaranya pasti terancam bahaya, atau
sedikitnya goloknya bakal kena ditabas kutung.
Benar-benarkah ada salah mengerti disini?" keduanya
berpikir "orang diluar tadi kalau dia benar bukan Lie Tiong
Hoa, mestinya dia musuh yang bersembunyi yang sengaja
mengadu domba." Juga Tiong Hoa, selagi berkelit terus berpikir: orang diluar
itu memfitnah aku dia pasti Touw Leng" Benar suaranya
dirobah tapi suara asalnya masih tak lenyap jikalau aku dapat
membekuk kau. Hm.. Mo Siang Seng mengira Tiong Hoa hendak mempermainkan
padanya, dia menyerang bertambah sengit, didalam hatinya,
dia kata. "Mesti aku bunuh kau Aku mau lihat kau dapat
mempermainkan terus atau tidak padaku" Karenanya,
matanya menjadi menyorotkan sinar pembunuhan-
Ketika itu, disitu muncul belasan orang lain, diantaranya
ada Beng ceng serta beberapa pendeta lain yang selebihnya
orang biasa. Dilihat dari macamnya, mereka semua bangsa
lurus. Wie Beng Seng menghampirkan si pendeta, untuk bicara
kasak-kusuk, habis dia bicara, rombongan itu mengawasi
tajam kepada Tiong Hoa. Lama-lama, Tiong Hoa mendongkol juga, ia pun belum
tahu maksudnya orang banyak itu. Maka ia memikir buat tak
terus mengalah Dengan lantas ia menggunai tipu.
Mo Siang Seng melihat lowongan, dia lantas menyerang.
sasarannya itu yalah iga si anak muda.
Tiba-tiba Tiong Hoa tertawa, tubuhnya melejit, ketika golok
lewat, tangan kanannya menyambar, menghajar belakang
golok lawan- Siang Seng kaget, Tanpa dapat dicegah, goloknya meluncur
terus kearah Kong Hiok. Ia dan yang lainnya tak ketahui
pemuda itu menggunai satu jurus dari "Ie Hoa cian Bok" yang
liehay. Kong Hiok kaget tetapi dia dapat berkelit. Habis itu dia
melongoh, begitupun siang Seng dan yang lainnya. Mereka
semua heran untuk keliehaian si anak muda. Karena itu,
suasana menjadi sunyi sekali. Tiong Hoa berlaku sangat
tenang. Mo Siang seng terus berdiam sedang Wie Beng Seng
merasa sangat tak enak hati.
Kemudian Tiong Hoa menghadapi Beng ceng, memberi
hormat kepada pendeta itu sembari berkata: "Taysoe,
haraplah dimengerti bahwa aku yang rendah datang ke- kuil
taysoe ini bukan dengan niat mengacau atau mencari
permusuhan- Taysoe berasal dari Siauw Lim Sie dari Pouwthian,
pasti taysoe kenal baik Hoat Hoei Siangjin, sedang
dengan Siangjin itu, aku bersahabat akrab sekali dan baru
kemarin kita berpisahan dikuil Tay Hoed Sie. Ada
kemungkinan hari ini juga siangjin akan tiba disini. Karena
siangjin mengetahui baik tentang diriku, kalau nanti dia datang tay-soe tanyakan saja
padanya." Beng ceng berdiam, ia bersangsi. Tiong Hoa menghadapi
Wie Beng Seng, ia kata tertawa: "Tentang asal-usulnya
pedang ceng Seng Kiam ini, mulanya aku tidak tahu apa-apa,
sampai waktunya aku bertemu Nona Phang Lee Hoen, Nona
itu puterinya serang polisi kenamaan dari Kang lam. Pada
duapuluh tahun dulu, ketika ayah Nona Phang itu masih
menjadi pouw-tauw dikota ceelam, dia menghadapi serentetan
kejahatan hebat. Si penjahat kejam sekali, selain merampas uang, dia juga
main memperkosa orang untuk terus dibunuh, Kemudian
penjahat itu roboh ditangan ayah Nona Phang, yang berhasil
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merampas pedangnya, yalah pedang mustika ini. Belakangan
lagi ayah nona itu bekerja pada kantor soen-boe di Hangcioe.
Disini dia lenyap tidak keruan sampai banyak tahun. Karena
itu Nona Phang merantau mencarinya, ia mengandali pedang
ini melindungi dirinya."
"Siauwhiap. keteranganmu ini mungkin dapat dipercaya,"
kata Siang Seng, menyela, "Tapi Nona Phang itu telah
berkoncoh dengan kaum tak lurus, dia datang mengacau
kekuil cong Seng Sie ini. itulah bukan perbuatan mencari
musuh ayahnya, Mustahilkah musuh ayahnya itu berada
disini?" Tiong Hoa tertawa.
"Wie Loosoe, kau tahu satu tidak tahu dua" katanya, "Tak
mengerti hal orang adalah urusan kecil, tetapi tidak mau
mengerti, atau salah mengerti itulah besar. loosoe tentu
ketahui pepatah halnya bunga teratai keluar dari lumpur tetapi
toh tak kotor, umpama kata loosoe mau percaya aku sukalah
kau mendengar keteranganku ?"
Beng Seng tertawa dingin.
"Suka aku mendengarnya " sahutnya "jikalau kau memutarbalik
duduknya hal, hingga putih menjadi hitam, tak nanti kau
dapat terbang keluar dari kuil ini"
Pemuda itu tidak menjadi gusar, sebaliknya, ia bersenyum.
"Pada suatu hari untuk suatu urusan aku pergi kekota Kimleng."
ia berkata. "Di sana dengan kebetulan aku bertemu
nona Phang diluar sebuah penginapan dan kebetulan sekali,
pedangnya nona itu lagi di rampas Koe Louw Mo-Koen. Tak
dapat aku melihati saja kejahatan itu, aku menolong si nona
dengan merampas pulang pedangnya itu. Ketika itu disana
kebetulan ada Sin Heng Sice-soe Kim Som, dari dia itu baru
aku ketahui bahwa sebenarnya ceng song kiam milik Koen
Goan couwsoe dari Khong Tong Pay.
Kim Loocianpwee lantas minta supaya pedang itu
diserahkan padanya untuk dikembalikan kepada Khong Tong
Pay. Atas permintaanku, Kim Loocianpwee setuju pedang itu
dibiarkan tetap berada ditangan-nya Nona Phang sampai nona
itu berhasil menuntut balas untuk ayahnya."
"Dimana adanya Sm Hong Sice-soe Kim Loocianpwee
sekarang ini?" tanya Beng Seng.
"Kim Loocianpwee berada dalam rombongan dari Tay In
San," jawab Tiong Hoa menjelaskan, "Dia membantui Kang
Siauw-san-coe datang ke Inlam ini. Kabarnya hari ini mungkin
mereka tiba di Tiam chong San."
Mendengar ini, Beng Seng beramai terkejut
"Dari mana kau perolehnya kabar ini?" tanya seorang tua
yang romannya bengis yang jenggotnya panjang sampai
diperutnya. Orang tua itu bersikap jumawa.
Tak senang Tiong Hoa mendengar pertanyaan kasar itu,
Dia kata sembari tertawa dingin: "Bukankah sekarang ini telah
berkumpul berbagai macam orang gagah tak terkecuali segala
kaum sesat" Bukankah mereka semua itu tak ada yang tak
bersangkut paut dengan Lay Kang Koen Pouw" Semua mereka
itu memperhatikan perjalanannya rombongan dari Tay In San
Semua mereka itu memperhatikan gerak-geriknya Pouw Liok
It. Asal angin meniup rumput, semua lantas tertarik
perhatiannya. Kabarku ini aku peroleh dari satu orang yang
bermaksud jahat terhadap cong Seng Sie. Dan dia itu
bermusuh denganku, Kasihan Nona Phang, dia telah kena
diculik orang jahat itu"
"Siapakah dia?" orang tua itu tanya pula membentaki Tiong
Hoa membalasnya dengan tertawa dingin.
"Tuan, kau omong kasar sekali" sahut nya. "Walaupun aku
yang rendah tahu dia siapa, sulit untuk aku
memberitahukannya" Parasnya orang tua itu berubah, Dia membentak pula: "Kau
masih muda sekali tapi kau sangat jumawa, Pastilah kau
terlalu mengandalkan ilmu silatmu hingga dimatamu tak
terlihat orang lain lagi. jikalau aku si orang tua tidak mengajar
adat kepada kau, pasti akan ada yang mengatakan dunia
Rimba persilatan sudah tidak ada orangnya hingga kau
dibiarkan ugal-ugalan"
Sembari berkata begitu, perlahan-lahan dia mengangkat
tangannya. Beng ceng lantas juga memuji Sang Buddha-
"Na Lie- coe, janganlah kau bergusar," kata ia mencegah,
"Siauwhiap ini orang pihak lurus..."
Orang tua itu tidak menghiraukan perkataan si pendeta,
segera juga tangan kanannya itu melayang.
Hebat serangan itu, anginnya bertiup keras, Tiong Hoa
heran juga. ia menduga pasti orang mempunyai latihan dari
beberapa puluh tahun, Tentu sekali ia tidak mau berlaku
sembrono, Maka begitu serangan tiba, ia berkelit satu tindak
ke samping, dengan kedua tangannya ia menyambuti.
Dengan tangan kanan ia menggunai jurus "Pou Iee Hoa Ie"
dari ilmu silat "Kioe Yauw Seng Hoei" yang terdiri tiga belas
jurus, dengan tangan kirinya ia membantu dengan gerakan "It
Goan Thay Kek" dari "Sian Thian Tay-it ciang," serangan
kedua pihak sudah tihak sudah lantas beradu.
Kesudahannya mereka sama-sama mundur tiga tindak, kaki
mereka meninggalkan tapak yang dalam.
Tiong Hoa menjadi semakin heran, Pantas orang tua itu
jumawa. orang tua she Na itu lantas tertawa terbahak-bahak.
"Tak heran kau jumawa sekali, kiranya benar kau
mempunyai kepandaian yang berarti" katanya. "Sekarang mari
sambut lagi satu tangan- ku."
Meski ia menyebut satu tangan- si orang tua mengajukan
dua-dua tangannya dan dengan tenaga sembilan bagian,
"Maka itu dapat dimengerti berbahayanya serangannya yang
kedua kali itu. Tiong Hoa tidak takut, ia tetap tertawa dingin. Dengan
sebat ia menyambut dengan kedua tangannya.
Lagi sekali mereka bentrok. Tubuh si-orang tua lantas
terhuyung-huyung, benar ia taklah mundur, akan tetapi
kakinya melesak setengah kaki, itulah sebab ia
mempertahankan diri dengan ilmu berat tubuh Seribu Kati,
Tiong Hoa sebaliknya mencelat mundur tiga kaki. tapi dia
tenang seperti biasa. tak ada tanda-tantanya dia telah terlukai
Setelah itu, si anak muda kata nyaring: "sekarang ini
disekitar Tali telah berkumpul banyak orang bangsa sesat,
mereka tinggal menunggu ketikanya yang baik untuk turun
tangan guna memberikan hajaran yang keras. Mereka juga
lagi mengadu domba, untuk melemahkan setiap rombongan
yang menentangnya. itulah siasat menggunai sepotong batu
mendapatkan dua ekor burung itulah akal yang busuk sekali
Tapi kau tuan, kau berada dalam kegelapan, umpama kata
aku terbinasa, aku tak harus disayangi tetapi kau, apakah kau
tidak mengingat keselamatannya Rimba Persilatan?"
Orang tua itu melengak. terus ia berkata pula.
"Kalau tiga kali tanganku sudah dikeluarkan, tak dapat aku
mundur tanpa hasil" kata dia tetap jumawa, "Tapi baiklah,
baik suka aku menunda sampai lain hari, untuk kita
mendapatkan keputusan."
Tiong Hoa tidak membuang apa-2 lagi, dengan perlahan ia
memutar tubuhnya. Beng Seng melihat orang mau berlalu, lekas-lekas ia
berkata: "Siauwhiap. tunggu sebentar. Barusan belum selesai
siauwhiap bicara, Maukah siauwhiap mempetakan- romannya
orang yang memfitnah kau itu?"
Tiong Hoa berpikir sejenak. lantas ia melukiskan romannya
Touw Leng, kemudian ia menambahkan keterangannya:
"Nama dia yang sebenarnya aku masih belum tahu, Mengingat
kaum sesat itu bekerja masing-masing, aku minta kamu suka
berlaku waspada, jangan kamu bekerja sembrono- hingga
semua kaum sesat menjadi musuh kamu, itulah bencana
untuk kaum lurus seumumnya."
Habis Tlong Hoa berkata itu, ia mendengar tertawa seram
yang terbawa angin ketika ia segera menoleh kearah suara
itu, ia sempat melihat seorang berlompat berlalu dari dalam
menara, bagaikan elang terbang, cepat dia itu sampai
dipekarangan luar. Ia mengenali orang itu, maka ia bersiul
nyaring, terus tubuhnya mencelat, guna mengejar
Menyaksikan itu, semua orang kaget dan heran, sekejap saja
pemuda itu telah lenyap. Si orang tua she Na yang jumawa itu mengerutkan alisnya,
Kata dia: "Anak muda ini berada diantara lurus dan sesat..."
"Bukan melainkan itu, kata Beng ceng perlahan, " Dia juga
paham sekali agama Budha dan Too Kauw, Para sie-coe,
loolap minta sukalah semua turut loolap kekamar
peristirahatan untuk melihat orang-orang yang pingsan itu,
guna mendapat kepastian mereka terkena tangan jahat apa
dan apa mereka dapat ditolong atau tidak."
Orang turut pendeta itu, mereka berlari-lari kedalam. cuma
Wie Beng Seng bertiga yang berdiam terus, dan Beng Seng
terus berkata perlahan: "Aku sangsikan pemuda she Lie itu,
ingin aku menguntitnya, Apa soetee berdua setuju?" Kong
Hiok dan Siang Seng setuju, maka bertiga mereka lari keluar.
Ketika itu Tlong Hoa berdiri diam diluar kuil. Ketika ia
sampai disitu, ia melihat Touw Leng sudah lari jauh, hingga ia
pikir tak ada gunanya ia menyusulnya, ia berdiam dengan
pikiran kacau. matanya memandang jauh ke Jie Hay,
pemandangan indah tak dapat menenangkan hatinya, bahkan
ia mendongkol. Lalu ia ingat: " Kenapa aku tidak mau pergi ke
Sam Seng coen mencari Yan Loei " Kalau ada ketikanya
sekalian saja aku singkirkan dia. Dialah ancaman bencana bagi
Rimba persilatan " Maka ia bertindak ketepian akan menyewa sebuah perahu,
membiarkan sang angin menyampoknya berulang-ulang,
hingga ujung bajunya berkibar-kibar, ia mendelong
memandang kedepan. Sementara itu sebuah perahu kecil lain menguntit pemuda
itu. ooo Dusun Sam Seng coen menghadapiJie Hay dan
membelakangi gunung Tiam chong San-itulah dusun yang
menarik hati, penduduknya tak lebih daripada lima- ratus
keluarga. Dipermukaan air nampak sejumlah perahu nelayan-
Sebuah rumah besar berdiri dibagian barat dusun itu,
terkurung dengan pepohonan besar dan tinggi, yang daundaunnya
seperti menghadang sinar matahari itulah sebuah
rumah tua yang nampaknya angker.
Justeru itu terlihat beberapa orang berlompat dari luar
melewati tembok pekarangan masuk kedalam, G^it gerakan
mereka itu semua. Lantas terdengar suara berisik didalam
rumah itu, Hanya tak lama, rumah menjadi sunyi pula,
Beberapa orang terlihat lari keluar pula, semua kabur kearah
hutan digunung Tiam chong San-
Satu jam kemudian, diluar rumah itu tampak seorang muda
tampan dengan baju hijau, yang romannya halus, sikapnya
tenang agung. ia bertindak dengan perlahan sekali, tangan
bajunya menjadi permainan sang angin.
Tak jauh dari anak muda itu, yang bukan lain daripada Lie
Tlong Hoa, Wie Beng Seng bertiga berindap-indap memasang
mata. "Mau apa dia datang seorang diri kemari?" kata Beng Seng,
"Dia nampak tenang tetapi dia tentunya lagi mencari orang."
Segera juga mereka melihat si anak muda lompat
kesamping, masuk diantara banyak pepohonan, terus masuk
kedalam pekarangan. "Mari kita susul" Beng Seng mengajak dua saudaranya.
Maka masuklah mereka kedalam pekarangan itu. Tanpa
bersuara, mereka menguntit terus.
Tlong Hoa pergi ke toa-thia, ruang besar yang sunyi,
Segera ia merasa tak enak, Hidungnya mencium bau darah,
Ketika ia berdiri d iambang pintu, lantas matanya bentrok
dengan tujuh buah mayat yang menggeletak seperti di
pengempang darah, ia lantas maju mendekati untuk
memeriksa. Untuk kaget dan herannya, ia mengenali mayatnya Hoan-
Thian-ciang Yan Loei, yang kedua matanya melotot, romannya
menyeramkan, dada dan perutnya terluka tujuh lubang,
darahnya masih meleleh perlahan, Memeriksa terlebih jauh,
Tlong Hoa menemui sepotong senjata rahasia mirip duri,
warnanya kebiru biruan, ujungnya patah, ia tahu itulah
senjata yang beracun. Sendirinya anak muda ini menghela napas.
"Bangsat tua ini jahat sekali, masih bagus cara mampusnya
ini." katanya perlahan-ia melihat lainnya mayat, ia mengenali
Im-Yang-cioe Khong Jiang serta empat orang lainnya yang ia
tidak kenal. Paling akhir ia mendapatkan tubuh Yan Hong yang
pun terlukakan senjata rahasia yang serupa.
"Siapa yang membinasakan mereka ini?" kata si anak muda
didalam hati. Dia mesti nya seorang jago liehay darijalan
Hitam Untuk apakah ini?"
Tiba-tiba terlihat tubuh Yan Hong berkutik, ia lantas
jongkok. "Saudara Yan Hong, Saudara Yang Hong" ia
memanggil-manggil. Yan Hong mencoba membuka kedua matanya, Dua kali ia
melek dan meram. ia rupanya mengenali orang, bibirnya
lantas bergerak. "Saudara Lie." katanya sangat lemah. "aku berdosa...
pantas aku menerima hukumanku ini... tetapi adikku, dia
mencintai kau, saudara Lie. Karena gusar dia meninggaikan
Yan Kee Po.... Aku harap kau nanti memperhatikan dia."
Mata jago muda dari Yan Kee Po itu mencilak bibirnya
masih bergerak tetapi sangat perlahan, hingga suaranya tak
terdengar lagi. "Saudara Yan Hong" kata si anak muda keras: "siapakah
yang melukai kau" Kau kenaikah dia?"
Sukar sekali Yan Hong menggeleng kepalanya.
"Ngo...sek...kim...bo..." setelah berkata ia lantas kepalanya
toklok dan napasnya putus.
Tiong Hoa menjublak, pikirannya cepat sekali, ia dapat
menangkap artinya perkataan Yan Hong. orang meminta ia
memperhatikan adiknya, Yan Hee, dan bahwa kebinasaan
mereka disebabkan Ngo-sek Kim-bo.
"Inilah pembalasan-." pikirnya kemudian masgul, ia bangun
berdiri akan bertindak keluar perlahan langkahnya. Meski
begitu dengan matanya yang tajam ia melihat beberapa
bayangan menyelinap keantara pepohonan. Lantas ia tertawa
dan kata nyaring. "Ketiga tuan-tuan Bukannya kamu mengurus urusan kamu,
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kamu mencurigai aku dan menguntitnya Itulah tak perlunya?"
Sebagai penutup kata-katanya itu, Tlong-Hoa berlompat
pesat, untuk melenyapkan diri diluar pekarangan.
Wie Beng Seng bertiga menyingkir ke-dalam rimba, mereka
kagum buat keliehay an si anak muda.
"Dia benar hebat" pujinya Kim Kiam si Pedang Emas. "Kita
menguntit dia, dia mendapat tahu, tetapi dia berlagak pilon...
Kalau dia musuh, tentulah kita semua sudah roboh mandi
darah ditangannya." Lantas ketiganya masuk kedalam rumah, melihat ketujuh
mayatnya Yan Loei beramai...
ooo Sebuah perahu kecil dan ringan laju pesat di permukaan air
Jie Hay, menuju kearah Tali, Diatas itu Tlong Hoa berdiri
sambil menggendong tangan, Ia tetap nampak tak gembira.
Begitu sampai tujuan, ia lompat mendarat, terus ia
mencampuri diri diantara orang banyak. memasuki pintu kota
timur, menuju langsung ke Kota Bawah.
Tempo ia sampai dirumah penginapan, ia merandek.
perhatiannya tertarik suara rintihan dari dalam kamarnya.
Dengan cepat ia bertindak masuk. akan akhirnya menjadi
terperanjat. Lauw chin dan Sim Yok lagi rebah di-atas pembaringan,
muka mereka pucat seperti mayat, dan Tie Sin Hong lagi repot
menekan tak hentinya jalan-darah mereka itu, jago tua ini
bermandikan keringat. "Bagus, Lie Lootee pulang" seru cie leBoe Eng begitu lekas
ia melihat si anak muda, ia kaget dan girang berbareng. "Aku
tadinya kuatir kaupun nampak bencana laotee"
Tiong Hoa melengak sejenak.
"Aku tak kurang suatu apa, loocianpwee," katanya,
"Kenapa loocianpwee menduga begitu" siapakah yang melukai
saudara-saudara Lauw dan Sim ini" Tolong locianpwee lekas
mengasi keterangan," Sin Hong menghela napas,
"Apakah laotee tidak melihat apa-apa?" dia balik bertanya.
"sebenarnya laotee pergi kemana" Didalam Thian-Lam-Too
telah terbit badai pembunuhan."
Tiong Hoa mengawasi, ia mengerti kegelisahan jago tua ini.
ia pun terharu menyaksikan nasibnya Yan Loei semua.
"Hari ini aku si orang tua menyaksikannya dengan mataku
sendiri," Tie Sin Hong kata pula, "Baik pihak sesat maupun
pihak lurus, beberapa puluh diantaranya telah roboh sebagai
kurban, semuanya binasa secara sangat mengerikan-
Nampaknya mereka menjadi kurbannya satu orang, sekarang
ini Houw-yan Loosoe tengah menyelidiki orang liehay itu."
Sembari berkata-kata itu, Sin Hong menepuk jalan darah
ceng-ciok dari Sim Yok dan Lauw chin bergantian Baru
sehabisnya itu, kedua kawan itu dapat menggeraki tubuhnya
buat bangun berdiri. Keduanya lantas batuk mengeluarkan
darah hitam yang kental, lalu mereka mengeluarkan napas
lega, Mereka nampak sangat lemah.
"Saudara Lie, kami berdua baru menitis pula." katanya
meringis. Hati Tlong Hoa lega sedikit.
"Coba tuturkan pengalamanmu saudara Lauw." ia minta.
Lauw chin lantas memberikan penuturannya.
Diwaktu pergi mencari keterangan Lauw chin berombongan
dengan Sim Yok, dan Tie Sin Hong bersama Houw-yan Tiang
Kit. Lauw chin berdua pergi keluar kota barat.
Senang mereka melihat bunga-bunga indah disepanjang
jalan, Tengah berjalan itu mata awas dari Sim Yok melihat
belasan orang berkelebat ditempat lebat sebelah kanansedikit
jauh didepan mereka. ia menarik bajunya Lauw chin
dan kata perlahan: " Lihat saudara Mau apa mereka itu" Mari
kita kuntit.." Lauw chin pun mendapat lihat, dia terkejut.
"Kelihatannya mereka menuju ke Tiam chong San-"
katanya. "Mungkinkah rombongan dari Tay In San sudah tiba
disana. Mari" Keduanya lantas lari menyusul. Lauw chin didepan- Mereka
memasuki rimba, rombongan didepan itu lari cepat. Tempat
lebat hampir membikin dua saudara ini kehilangan
sasarannya. "Awas, saudara" kata Sim Yok sambil menarik baju
kawannya, "Dibelakang kita ada orang yang menyusul" ia
lantas lompat ke samping, untuk menyembunyikan diri. Lauw
chin menurut, ia turut teladan kawannya itu.
Orang dibelakang itu segera juga tiba dan terus lari lewat
Mereka itu bertiga, pesat larinya mereka.
"Lekas" berbisik Lauw chin, yang lari menyusul.
Sim Yok menurut. Mereka lari keras. Tapi tak lama, mereka
ketinggalan, mereka kehilangan tiga orang itu, Dengan begitu
mereka juga tak dapat menyusul rombongan didepan tadi
Mereka menjadi masgul, mereka saling mengawasi dengan
melongo. Belum lama sebelum mereka sempat berpikir untuk
mengambil tindakan apa mereka mendengar suara orang
bicara, Mereka terkejut Dengan berindapan, mereka bertindak
kearah suara itu. "Akal siauw-coejin bagus sekali" terdengar satu suara
parau, "Tak dapat kita ayal-ayalan- mari kita bekerja, nanti
kita dapat salah" setelah suara berhenti, beberapa orang
tetlihat lari kebarat Lauw chin berdua lari menyusul. Mereka juga pikirkan,
siapa itu siauw-coe-jin, atau tuan muda.
Tiga orang itu lari melintasi selokan dan jalan memutari
pohon pohon koat, sampai disebuah rumah besar kedua mana
mereka masuk. Rumah itu benar besar sekali, terkurung
pepohonan, nampaknya seram.
"Aneh rumah ini," kata Sim Yok. "Kenapa orang membikin
gedung disini" Dan apa maunya mereka itu" Baik kita diam disini
dulu mengawasinya." "Baik kita masuk kedalam," kata Lauw chin- Dengan
berdiam disini, kita tidak ketahui apa yang dibuat mereka.
Bagaimana kalau itu mengenai nasib Rimba Persilatan?"
"Bukan begitu," kata Sim Yok. "Kita pun jangan sembrono.
Tiga orang itu tidak masuk dari pintu Kenapa" Tentu ada
maksud mereka, Berbahaya kalau kita lancang masuk."
Terpaksa Lauw chin menurut kawannya ini, Maka
menantilah mereka, mengawasi rumah yang romannya angker
itu. Kira setengah jam mereka mesti menunggu, Lauw chin
menjadi tak sabaran, justeru itu mereka mendengar siulansiulan
aneh yang menusuk telinga, yang mendebarkan hati,
yang mana disusul dengan terlihat nya tujuh atau delapan
orang lari keluar, kabur kebarat.
Lauw chin muncul dari tempatnya sembunyi, ia lari kearah
rumah untuk memasukinya. Sim Yok tak dapat mencegah,
terpaksa ia turut. Rumah itu terkurung tembok tinggi, Ruang besarnya luas,
pintunya tertutup. Lauw chin menghampirkan pintu, ia mengintai kedalam,
Pintu itu cuma dirapatkan ia berdiam, pikirannya bimbang.
Ruang sunyi, Masuk terus atau jangan?"
"Kenapa sunyi saja?" Sim Yok berbisik, "Apakah mereka
sudah selesai berapat" Mungkin mereka pergi kebukit Pek Ho
Nia." Lauw chin ingin tahu keadaan didalam. ia menolak pintu
dan bertindak masuk. Sim Yok kuatir ada bahaya, ia turut dengan tangannya
menyiapkan cambuk lemasnya.
Ruang dalam sunyi dan suram, suasana- nya menakuti.
Untuk dapat melihat segala apa, Lauw-chin menyulut api,
Sim Yok yang dapat melihat terlebih dulu, ia berseru kaget.
Di-dalam ruang itu berserakan kira lima puluh jiwa. semua
rebah tenang seperti lagi tidur nyenyak. cuma napasnya yang
tidak ada. Ketika ia meraba hidungnya satu orang, ia menjadi kaget
pula, hidung orang itu dingin seperti es. Ketika ia meraba
orang yang kedua, tubuhnya menggigil tak perduli ia bernyali
besar, ia memegang mayat.
"Saudara Lauw, mari lekas menyingkir dari sini" kata dia,
gelisah. "Belum pernah aku mendapatkan orang dapat
membunuh orang secara begini rupa, bahkan kurbannya
puluhan- Tak percaya aku apabila aku tidak melihat sendiri.."
Lauw chin juga bergelisah tetapi ia masih menenangkan
hati, ia mengawasi ke-arah semua mayat itu, ia mengharap
ada salah satu yang masih hidup.. Tiba-tiba ada angin
menyambar, hampir api padam.
Justeru ruang suram, Lauw chin merasa lengannya ada
yang hajar, nyerinya bukan main-Karena itu, apinya terlepas
dan jatuh, ia terus mendengar tertawa seram dari
sampingnya. Tertawa itu mirip suara burung malam, yang
membangunkan bulu roma dan membikin kulit kepala rasanya
tebal. Sim Yok berseru, terus ia menyerang dengan cambuknya
kearah suara tertawa itu, ia gagal, bahkan sebaliknya,
cambuknya kena tercekal. lantas ia merasa sangat nyeri pada
telapakan tangannya. Selagi begitu, tubuhnya tertolak hingga
terhuyung tiga tindak. lalu ia merasa kena tertotok, hingga
tanpa bersuara lagi ia roboh.
Lauw chin kaget mendengar suara Sim Yok. ia lantas
menyerang. Tangan kanannya nyeri dan kaku, maka ia
mengguna i tangan kiri. Ia pun menyerang tempat kosong.
Ketika ia mendengar tertawa seram disampingnya, tangan
kirinya itu terasa nyeri dan kaku, lalu d id etik lainnya ia roboh
seperti saudaranya. Tapi keduanya tak pingsan, cuma mereka tidak dapat
berkutik, melainkan mata mereka yang dapat bergerak ke
pelbagai penjuru. dalam tempat gelap itu, sukar mereka dapat
melihat nyata kecuali satu sosok tubuh hitam bergelempang
dan mukanya tertutup topeng hingga dua biji mata orang saja
yang Nampak jelilatan berpengaruh sekali.
Sedetik kemudian, terdengarlah suara orang itu: "Aku si
orang tua tadinya menyangka perbuatan disini perbuatan
kamu. tidak tahunya aku keliru menyangka. Kamu tidak
mempunyai kepandaian untuk itu. Siapa majikan kamu ?"
Dimana adanya dia sekarang " Lekas bilang "
Suara orang itu terus bertambah keras--sampai akhirnya
seperti menulikan telinga, berbunyi mendengung.
Lauw chin bandel, Kata dia dingin: " Kami pun baru sampai
disini, Kami melihat semua mayat mati serupa, sekarang apa
yang hendak ditanyakan lagi ?"
Orang itu mendongkol. Dia memutar tubuhnya, dia berjalan
cepat, untuk memeriksa semua mayat itu. Gerak-gerik Hantu,
Dia berjalan seperti tak menginjak lantai.
Segera juga terlihat tibanya empat orang lain- Satu
diantaranya, yang mirip kera-menghampirkan orang yang
pertama itu untuk berbisik ditelinganya. orang itu berdiam.
Hanya sebentar, dia kata: "Teranglah rombongan dari Tay in
San belum pergi ke Pek Ho Hong di Tiam chong San, mungkin
mereka mendengar selentingan dan lantas menyembunyikan
diri. Semoga seperti dugaanku, kalau gelang kemala itu tetap
masih ada di tanganku, sulit buat aku si orang tua turun
tangan.." Dari lagu suaranya, terang orang itu telah berusia lanjut.
Kemudian dia berkata lagi;
"Dari semua mayat ini ada tujuh belas orang yang menjadi
sebawahanku, mereka terbinasa, mereka mendapat bagiannya
sendiri. Itulah pantas! Yang lainnya pun bangsa loba dan
tamak, mereka pantas menjadi teladan agar orang lain jangan
memikir yang tidak-tidak. Yang aneh yalah diantara mereka ini
tidak ada rombongannya Yan Loei"
Orang mirip kera itu dengan tangan dikasi turun, Tanya :
"Lengcou menerka ini perbuatan siapa?"
Orang tua itu tertawa dingin.
"Dialah bukan lain daripada Pek Wan Hang Soe Koen, yang
bersekongkol dengan lain orang dengan maksud mencelakai
aku! Tentang siapa yang menitahkannya, aku Cuma dapat
menerka sebagian. Tak kusangka Hang Soe Koen yang aku
berlakukan sebagai saudara sendiri! Kenapa dia berkhianat"
Kalau bukan dia orang yang membocorkan rahasia, lain orang
mana ketahui aku berada disini" Orang di belakang layer itu
liehay dan kejam, dia mau menyebabkan bencana rimba
persilatan. Beberapa puluh orang kosen terbinasa disini!
Sekalipun aku sendiri dulu hari, tak sanggup aku melakukan
perbuatan setelengas ini!"
Mendengar sampai disitu, Lauw Chin dan Sim Yok menerka
kepada Cit Chee Lengcoe Pouw Liok It. Mereka kaget sekali.
Ketika itu pun justeru seorang tua diantara yang empat ada
yang mengawasi mereka dengan sinar mata yang bengis
sekali. "Kecewa aku kalau terbinasa secara begini" piker Lauw
Chin. Dia penasaran. Dia menyesal sudah tidak menghiraukan
nasihatnya Sim Yok.Sekarang sudah kasip. Apa artinya
menyesal" Terpaksa dia mesti manda, berdiam saja..
"Lengcou" kata si orang aneh itu, "Sekarang yang paling
penting yalah mencari tahu tentang rombongan dari Tay in
San itu ..atau.." "Lihat saja" kata si lengcoe keras, "Kali ini aku mesti
membuka pantangan membunuh, aku tak perdulikan pula soal
keadilan atau bukan! Jalanlah!"
Baru mereka keluar atau si orang tua kumis panjang kata:
"Lengcoe, dua orang ini tak dapat dibiarkan hidup terus.."
Tanpa menoleh lagi, si lengcoe menjawab: "Biarkan saja!
Sebelum lewat tujuh hari, mereka tak dapat berkutik, berserah
kepada nasib mereka, mereka dapat bebas atau tidak!"
Mereka itu sudah lantas menghilang kecuali si orang tua
kumis panjang itu. Dia agak bersangsi tapi toh dia mengulur
tangannya menotok kearah Lauw Chin.
Orang she Lauw itu kaget.
Habis jiwaku, ia mengeluh.
Ketika dua jeriji tangan si orang tua hampir mengenakan
sasarannya, yaitu jalan darah sim-jie, disitu berkelebat
seorang lain yang berkata: "Saudara Kwie, ingat kata-katanya
leng-coe! Kata-kata itu merupakan undang-undang yang tak
dapat dilanggar!" Orang tua itu menarik pulang tangannya. Dia tertawa.
"Kalau begitu, baguslah jiwa semut mereka ini!" katanya.
Segera juga mereka itu berdua bertindak pergi.
Ruang menjadi sunyi pula, gelap dan menyeramkan.
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lauw Chin berdua berduka bukan main. Mereka mau
percaya mereka tertotok ilmu yang lihay, yang akan menyiksa
mereka selama tujuh hari, kecuali mereka mendapat
pertolongan. Walau pun begitu, mereka tidak takut.
"Saudara Sim, dapatkah kau menerka siapa orang itu?"
Lauw Chin Tanya. "Aku dapat mnerka delapan atau Sembilan bagian.."
"Siapakah dia?"
"Dia Cit Chee Leng-coe Pouw Liok It."
"Ya, aku pun menyangka dia"
Lantas Lauw Chit menghela napas.
"Saudara Lauw, apakah kau menyayangi jiwamu dan
menyesali kematian kita ini?" tanya Sim Yok.
Lauw Chin tertawa menyeringai.
"Untuk seorang laki-laki, hidup tak menjadi kegirangan dan
kematian tak ditakuti," sahutnya, "Aku hanya menyesal Lie
siauwhiap tidak ada disini, tidak demikian, dia dapat menolong
bencana yang mengancam Pouw Liok It itu..."
"saudara Lauw, bagaimana pendapat kau?" tanya Sim Yok,
"Mengapa kau mengatakann begini?"
"Saudara Sim, tak dapatkah kau melihat siapa orang tua
kumis panjang barusan yang hendak membinasakan kita?"
Lauw Chin Tanya. "Dalam gelap begini aku tidak dapat mengenali dia," sahut
Sim Yok, "Mungkin kau, saudara ketahui siapa dia?"
"Mataku tak dapat diandalkan, tetapi aku mendengar she
dia itu disebut. Dialah Kwie Lam Ciauw. Kalau Pouw Liok It
membiarkan dia tetap berada disampingnya, itulah ancaman
bencana di bagian dalam. Dia seorang licik sekali, dia dating
pada Pouw Liok It melulu untuk kepentingan sendiri. Sekarang
dia melihat Pouw Liok It terancam bahaya, mustahil dia sudi
mengikuti terus-terusan" Kalau sekarang dia masih bersabar
itulah disebabkan Lay Kang Koen Pouw yang dia serahkan
pada Pouw Liok It. Namanya diserahkan, kenyataannya dia
cuma menitipkan. Aku merasa pasti, kalau Pouw Liok It tidak
lekas menyingkirkan orang she Kwie itu, ia bakal roboh di
tangannya" "Kau pandai melihat jauh, saudara Lauw, tak dapat aku
menandingi kau" kata Sim Yok tertawa jengah, "Sekarang kita
terancam maut, bagaimana.."
Selagi si orang she Sim itu berkata demikian, mereka
berdua merasakan angina menghembus masuk kedalam
ruang, dibarengi berkelebatnya bayangan sesosok tubuh yang
gesit sekali. ooOOOoo BAB 2 Bayangan itu berjalan berputaran, akan akhirnya berhenti
Munculnya Si Pamungkas 1 Wiro Sableng 126 Badik Sumpah Darah Panji Wulung 7