Pencarian

Bujukan Gambar Lukisan 17

Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 17


centeng yang masih berdiri diam.
"Siapa tidak bersalah tidak berdosa." ia bersenyum.
"silahkan kamu kembali ke tempat kamu masing-masing," Tapi
lekas dia menambahkan dengan suara dalam: " Dulu-dulu
ayahku biasa tidak mempekerjakan centeng, apakah mungkin
setelah ayahku itu naik pangkat lantas ternyata atau ada
tanda tandanya ada orang yang hendak mencelakainya" Tadi
orang jangkung kurus itu muncul dengan tiba-tiba, lantas dia
pergi pula dengan lagak hantunya, apakah ada diantara tuantuan
yang mengenal dan mengetahui asal-usulnya?"
Beberapa boesoe itu berlega hati mendengar majikan muda
ini tidak akan menarik panjang mengenai sikap mereka
barusan, lalu yang satunya yang berusia empatpuluh lebih,
merangkap kedua tangannya dan berkata sambil tertawa:
"Kami berterima kasih untuk kemurahan hati kongcoe. Aku
Oey Oe Lim, dengan sebenarnya kami tidak ketahui kongcoe
pulang, karena itu kami minta sukalah kongcoe memberi
maaf" Sambil berkata begitu, centeng ini mengedipi mata.
Tiong Hoa mengerti orang kuatir nanti ada lain orang yang
mendengar keterangannya, maka ia tertawa nyaring dan kata:
"Sudah, jangan kamu menggunai banyak aturan. Mari, mari
kita masuk kedalam" "Baik, kongcoe." kata Oey Oe Lim. Ia memberi perintah
akan kawan-kawannya tetap melakukan penjagaan, ia sendiri
ikut majikannya itu masuk kepedalaman-Tiba didalam, didalam
kamar rahasia, Oey Oe Lim lantas menutur jelas segala apa.
Soal mengenai juga raja. Raja lagi sakit dan mesti berdiam
di atas pembaringan naga. Pemerintahan telah diwakilkan
kepada putera mahkota dengan dia dibantu dua menteri
besar. Apa mau kedua menteri itu tak akur satu dengan lain
mereka berdaya memperbesar pengaruh masing-masing.
Untuk itu mereka sama-sama main komplotan- Guna saling
menjatuhkan, mereka mencari setiap ketika.
Merekapun memelihara pahlawan-pahlawan, guna
melakukan pembunuhan-pembunuhan secara menggelap.
Dengan begitu, kedua pihak tak dapat tidur tenang. Putera
mahkota mengetahui itu, dia senang. Dia malah menggunai
mereka itu sebagai daya untuk memegang kekal pengaruh
dan kekuasaannya. Celakanya kedua pihak menteri pada mencari dan memakai
pahlawan pahlawan yang lihay. Semua hal itu diketahui baik
oleh Oey Oe Lim. Karena itu, kata nya Lie Siangsie pun
membutuhkan centeng. Tiong Hoa lantas mengerti keadaan-
" Dengan begitu ayahku pasti mengikuti salah satu pihak."
kata ia. " orang barusan tentu orangnya pihak sana. ini dia
yang dibilang menemani raja seperti menemani harimau.
setiap hari ada bahaya yang mengancam. Dari pada
menemani mereka itu lebih baik ayahku mengundurkan diri
saja, untuk hidup aman dan damai ditempat sepi, guna
menjaga keselamatan dirinya..."
"Cuma ada beberapa orang saja yang dapat berpikir jelas
seperti kau, kongcoe," kata Oey Lim. "Mengenai Looya, tepat
apa yang pepatah bilang, mudah naiknya sukar turunnya.
Demikian juga kami bangsa Rimba Persilatan, kami siap
menerima kebinasaan tetapi tak sudi kami terhina"
Tiong Hoa ketarik hati. Boesoe ini beda daripada orang
Kang ouw biasa, "Soehoe dari partai mana?" katanya.
"Sudikah soehoe memberitahukannya?"
"Aku yang rendah dari Koen Loen Pay," Oei Lim menjawab.
Ketika itu Tiong Hoa mendengar tindakan kaki cepat serta
suara napas memburu bercampur batuk-batuk. la menduga
kepada ayahnya. Ketika ia menoleh, Lie Hok membuka pintu
seraya berkata: " Looya datang"
Benarlah di ambang pintu muncul Lie Siang si dengan
romannya yang keren-Tiong Hoa berlompat maju, untuk terus
menekuk lutut. "Ayah, anakmu ynng tak berbakti pulang" kata dia. "Sudah
lama anakmu tak dapat menemani ayah, apakah ayah baikbaik
saja?" Tanpa terasa ia menangis.
Lie Siang-sie menyayangi anaknya, ia terharu sekali.
Dengan sikap sangat menyayangi, ia memimpin bangun
puteranya itu. "Bangun anak Hoa. katanya sabar. "Tentang kau telah aku
dengar dari Liong Tayjin-Apakah kau sudah menikah." Tiong
Hoa berbangkit. "Mana dapat anak menikah tanpa setahu dan
perkenan ayah lagi." sahutnya."Sekarang ini mereka itu masih
berkumpul di Kang-lam. Nanti saja anakmu memanggil
mereka datang kemari.... "
Lie Siang-sie tertawa. "Kau sudah dewasa, tak nanti ayahmu menegurmu"
katanya. "Anak. mari kita pergi ke kamar tulis.."
Tiong Hoa menurut, maka dengan berendeng bersama
ayahnya itu, ia pergi ke kamar yang disebut itu dimana
mereka dapat berbicara banyak.
ooooo Di selatanjembatan Thian Ki ada sebuah rumah makan
yang memakai merek Kim Kok Wan-artinya Taman Lembah
Emas. Rumah makan itu nampak seperti gedung nya seorang
saudagar hartawan- Ada pintu nya model rembulan-
Suasananya pun tenang dipekarangan dalamnya
ditanamkan banyak pohon bunga. Pintunya semua merah. Di
dalam juga ada lorong-lorong yang berliku-liku, ada jembatan
kecilnya. Disitu biasa ada perjamuan hartawan-hartawan besar
atau pembesar-pembesar tinggi.
Demikian malam itu jam dua. bagian luar dari Kim Kok Wan
terjaga oleh dua orang sie-wie atau pahlawan yang
bergegaman golok, yang sikapnya angker, Dari dalam terlihat
sorot api terang-terang. Dari dalam juga terdengar suara
tetabuan yang merdu. Ketika itu Lie Tiong Hoa dengan menunggang kuda, lagi
berjalan menuju kerumah makan yang tersohor itu. Ia tak
kesusu. Jalanan pun penuh dengan banyak orang lainnya, ia
mentaati siasat yang diatur Liong-Hoei Giok. Ia tahu ia lagi
mendatangi tempat yang penuh ancaman bahaya akan tetapi
ia tenang-tenang saja, bahkan dapat bersenyum perlahan-
Didalam Kim Kok Wan ada sebuah ranggon yang letaknya
ditengah pengempang. Ruang luas. Disitu telah disediakan
beberapa puluh buah meja perjamuan- orang telah
berkumpul, ramai suara mereka. Diantaranya ada yang
tertawa lebar. Diantara mereka pula terdengar sejumlah tukang nyanyi
yang merawankan hati para tetamu dengan kelakuan mereka
yang halus, dengan memperlihatkan senyuman mereka yang
manis-manis atau suara mereka yang merdu
Tuan rumah, Liong Hoei Giok nampak gembira sekali. Dia
tertawa nyaring dan berkata-kata dengan ramah-tamah. Kalau
mulanya para tetamu dapat mengekang diri kemudian mereka
menjadi bebas merdeka. Pengaruh air kata-kata membantu kebebasan mereka itu.
Mereka minum dan dahar dan bicara tanpa ragu-ragu lagi.
Sinona-nona manis membuat lupa segala apa.
Liong Hoei Giok telah memanggil nona-nona bunga latar
yang paling terkenal untuk kota Yan-khia dan Bouw Sin Gan si
setan paras elok segera memilih satu yang tercantik yang ia
kangkangi. Sembari dilayani, dengan tangan kirinya sabansaban
ia merabah-rabah tubuhnya sinona.
Hoei Yan- si Walet Terbang, adalah si cantik itu. Ia
memang melebihkan yang lain-lainnya. Sudah begitu ia telah
dipesan Hoei Giok untuk melayani sungguh-sungguh pada Sin
Gan ia lantas saja memperlihatkan kepandaiannya memelet
laki-laki. Hoei Giok yang memasang mata, girang sekali.
"Sang maut lagi menantikanmu, kau tidak tahu..." katanya
dalam hati. Diam-diam ia tertawa sendirinya.
Secara manja Hoei Yan duduk diatas pangkuan Sin Gan,
tubuhnya nempel pada dada orang.
Tepat pada saatnya, Hoei Giok menghampirkan
sebawahannya yang berpengaruh itu. yang ia malui. Ia
berbisik : "Lie Kongcoe pergi ke gunung See-san untuk
menjenguk kuburan ibunya, buat bersembahyang, sekarang
dia tentu dalam perjalanan pulang, jadi masih ada tempo
setengah jam, andaikata hiantee tak sabar menantikan,
silahkan beristirahat dulu.
Diruang timur itu telah tersedia sebuah kamar, hiantee
boleh pergi kesana bersama Hoei Yan- sebentar baru hiantee
keluar pula bertemu dengan Lie Kongcoe"
"Tak usah. tak usah." kata Sin Gan menahan harga.
"Hiantee, lihatlah lagaknya para tetamu itu." ia berbisik. -
jadi kau bukan bersendirian saja."
"Tuan rumah berada disampingnya. Sin Gan tak melihat
muka orang, ia sebaliknya dia memandang semua tetamu.
Hoei Giok sudah mengatur sempurna, maka itu Sin Gan bisa
melihat beberapa tetamu, dengan merangkul masing-masing
seorang nona manis. berjalan menuju keruang timur yang
disebutkan itu. Mendadak tetamu agung ini tertawa, segera ia berlompat
bangun- "Kalau begitu, maafkan aku" katanya, la terus memondong
Hoei Yan buat dibawa keruang timur itu.
Hoei Giok mengawasi orang berlalu, wajahnya tersungging
senyuman- Ketika sang rembulan berada ditengah-tengah langit,
pengawal pintu mengabarkan tibanya Lie Kongcoe. Hoei Giok
segera mengajak sejumlah tetamunya pergi keluar untuk
menyambut. Selagi berjabatan tangan, Tiong Hoa merasa Hoei Giok
menyesapkan sesuatu ke-dalam telapakan tangannya, ia
menyambut dengan baik sekali, hingga tidak ada orang yang
melihatnya. Mereka mesti berlaku waspada sebab disitu ada
terdapat banyak orang nya Sin Gan.
Ketika keduanya berjalan masuk sambil berendeng. Hoei
Giok berkata perlahan sekali "Siauwhiap mesti simpan obat itu
disela-sela kuku, sebentar selagi memberi selamat pada Sin
Gan, kau sentilkan masuk kedalam araknya. Selanjutnya
serahkan segala apa pada aku si orang tua."
Tiong Hoa mengangguk perlahan tanda mengerti. Ia
bertindak terus keranggon air. Ia menjadi tetamu yang utama,
dia mesti menemui semua tetamu lainnya.
Bouw Sin Gan telah diwartakan atas tibanya Lie Kongcoe.
dia keluar dari kamarnya dengan tersipu-sipu hingga tak
keburu dia merapihkan pakaiannya. Dia tidak melupakan Hoei
Yan, dia bertindak cepat dengan menarik sinona manis.
Melihat sianak muda dia tertawa bergelak. "Maaf, kongcoe"
"katanya. "Kongcoe datang, aku ayal menyambut"
"Aku minta Tayjin tidak mengucap demikian," berkata
Tiong Hoa sambil bersenyum "Aku yang rendah yang datang
terlambat, seharusnya akulah yang meminta maaf. Pantasnya
aku mesti didenda dengan tiga cawan arak"
Tanpa menanti suaranya Sin Gan. Tiong Hoa mengiringi
tiga cawan- Ia pun memberi selamat kepada Liong Hoei Giok.
Kemudian dengan serempak ia memberi hormat pada
hadirin semuanya. Ketika tiba pada Sin Gan, tiga buah jerijinya
memegang cawan araknya jago itu. Dengan tangan kanan,
yang mencekal poci arak, ia menuang arak. Secara begitu,
dengan tak diketahui siapa juga, ujung jeriji tengahnya masuk
kedalam cawan arak itu. "Inilah kehormatan besar, tak berani aku terima" kata Sin
Gan, wakil pemimpin untuk menyambuti cawan arak itu.
"Biarlah aku sendiri yang menuang."
Karena mereka berebut memegang cawan, araknya
bergoncang, arak itu kena membasahkan jerijinya Tiong Hoa.
Itu artinya obat telah terendam dan lumer semuanya.
Tiong Hoa mengeringi araknya, juga Sin Gan. Ia ini minum
tanpa curiga. Arak itu tak memberi rasa yang berlainan.
Setelah itu, Tiong Hoa masih menemui lain-lain tetamu.
Perjamuan berjalan dengan sangat memuaskan semua
tetamu. Mereka bubar sesudah jauh malam. Rata-rata mereka
sinting. Besoknya pagi, seperti biasa, Bouw Sin Gan pergi ke istana
untuk melakukan tugasnya. Tidak lama, mendadak ia merasai
sekujur tubuhnya dingin. Ia seperti tak sadarkan diri. Semua
orang kebiri heran- tabib istana lantas diundang dan dimintai
pertolongannya. Habis memeriksa nadi, tabib menggelenggeleng
kepala. "Aku kuatir tak ada obat untuk menolongi Bouw Tayjin."
katanya. "Tadi malam dia pelesiran melewati batas, sudah itu
dia terkena angin dingin yang jahat. Baik lekas dia diantar
pulang..." Semua orang bingung. Dengan sebuah kereta. Sin Gan
lantas dibawa pulang. Sampai dirumah, tetap dia tidak dapat
mengucap sepatah kata, dia terus tak sadarkan diri.
Semua sebawahan Sin Gan percaya pemimpin ini terkena
angin jahat. Hoei Yan pun menjelaskan tadi malam ia dipaksa
untuk menemani pelesiran terus menerus.
Keluarga Bouw menjadi bingung. Tabib-tabib terpandai
didalam kota raja diundang tetapi tak ada satu yang dapat
menolong, semua berlalu dengan menggeleng kepala, tidak
ada yang berani memberikan surat obat.
"Sakitnya Sin Gan membikin bingung semua
sebawahannya. Sin Gun menjadi wakil Hoei Giok tetapi orangorang
sebawahannya sendiri berkomplot, semua tunduk
kepadanya sendiri. Rombongan itu tak tunduk kepada Hoei
Giok. Mereka bingung sebab tanpa pengganti, mereka bakal
terjatuh dibawah perintah
langsung dari Hoei Giok. Dari itu mereka memikir jalan
untuk minta raja lekas-lekas mengangkat seorang pengganti.
Buat ini mereka mesti minta pertolongan majikan mereka.
Tapi mereka terlambat. Ketika mereka pergi pada pangeran yang menjadi majikan
itu, mereka sudah dilombai Pangeran Tokeh, yang dengan
sebat sudah mengajukan sie-wie kelas satu Kim-Ko Sin-Hoe Ie
cin menjadi penggantinja Sin Gan itu. Dengan lesu mereka
pada berjalan pulang. Ie cin menjadi salah satu sie wie yang turut Liong Hoei Giok
mencari cangkir kemala coei-in-pwee, karena itu dia dianggap
berjasa, dengan begitu jasanya itu memudahkan kenaikan
pangkatnya itu. Benar saja, belum lewat jam bie-sie, lohor Bouw Sin Gan


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang terus tak sadarkan diri itu sudah menarik napasnya yang
terakhir. Kemudian datang pemimpin orang kebiri dari istana,
yang menyampaikan putusan apa dengan apa Bouw Sin Gan
diijinkan di kubur disuatu bagian dari See San gunung barat.
Hari kuburnya juga ditetapkan sekalian- Dengan begitu
nampaknya Sin Gan diberi kehormatan-Sebenarnya semua ini
usahanya Pangeran Tokeh. Semua sebawahan Sin Gan tetap curiga akan tetapi mereka
tidak berdaya. Tak dapat mereka menuntut. Semua tabib
pandai, berikut tabib istana, menetapkan Sin Gan sakit karena
terlalu banyak pelesiran- dengan wanita dan terkena angin
jahat, sedang Hoei Yan telah memberikan kesaksiannya.
ooooo Malam jernih sekali. Awan tak nampak.
Si Puteri Malam berada ditengah tengah langit. cahayanya
sangat permai. Dengan begitu maka bukit See San terlihat
terang jelas. Bukit itu nampak sangat tenang. Untuk See Sansuasana
malam itu mirip suasana tempat kediaman dewadewa.
Diluar mana terlihat suatu tumpukan tanah tinggi. itulah
sebuah kuburan baru, kuburannya Bouw Sin Gan- wakil
pemimpin siewie didalam istana raja. Ketika itu mendadak
diatas kuburan muncul seorang jangkung dan kurus, bajunya
tertiup angin tak hentinya.
Dia menoleh keempat penjuru, matanya memandang
tajam. Kedua matanya itu bersinar bengis. Berdiri seorang diri
itu. dia mirip hantu yang menakuti.
Dialah Soetee, adik seperguruan, dari Bouw Sin Gan- Dialah
Leng bin Jin Siauw soe Kiat si Kokok beluk Bermuka Manusia.
Dialah si jangkung kurus yang Tiong Hoa lihat didepan
gedungnya, yang telah lantas menghilang pula.
Dia ini mencurigai kematian soe-hengnya si kakak
seperguruan-dia menjadi penasaran-Walaupun dia tidak
mempunyai bukti, dia masih mencoba bekerja terus untuk
memecahkan rahasia kematiannya soeheng itu. Dia juga tidak
puas pemerintah dengan cepat memilihkan tanggal
penguburan serta menetapkan tempat kuburannya di See San-
Dari itu, dia kuatir nanti ada orang yang menculik mayatnya
Sang suheng hal ihwal siapa dia kenal baik. Dia mencurigai
pihaknya rombongan dari Tay in San musuhnya soe-heng itu.
Dia-tahu untuk mencari balas, ada orang atau musuh yang
merotani mayat musuhnya. Dia sampai mau menduga ada
orang yang menyogok Pangeran Tokeh...
Demikian guna melakukan penjagaan- Soe Kiat memimpin
sejumlah sebawahannya Bouw sin Gan- Siang dan malam
mereka, bersembuny disekitar kuburan Sin Gan guna
memasang mata. Dia ingin membekuk si pencuri mayat, guna
mengompes dan mengorek keterangan dari mulutnya. Dia
harap dengan begitu juga, dia dapat mengorek rahasianya
Liong Hoei Giok yang kedudukannya hendak diruntuhkan-
Tengah Soe Kiat lagi memasang mata itu tiba-tiba
telinganya mendengar suara tertawa dari arah rimba
disampingnya. Dia pun melihat sesosok tubuh lewat
berkelebat, lantas lenyap. Dia mengawasi pula kesekelilingnya,
lalu dengan tertawa dingin dia kata seorang diri.
"Tidak salah dugaanku" Dia menggunai akal memancing
harimau turun dari gunung. Mana akalnya itu mempan" Lagi
dua hari semua kawanku bakal tiba, maka itu waktu kau
lihatlah, kita nanti main-main Aku mau lihat bagaimana
kepandaianmu, kawanan tikus"
Kembali Soe Kiat mendengar suara apa-apa. Kali ini
nyaring. Dia menduga kepada senjata rahasia yang diarahkan
kepadanya. Mendadak dia menjadi kaget. Hebat serangan
gelap itu. Tahu-tahu dia merasai dadanya sesak. Dengan terpaksa dia
mengegos. Lantas dia mendengar suara robek. itulah suara
diujung bajunya, yang meninggalkan tiga lubang pecah.
Saking kaget, mukanya menjadi pucat.
Biasanya sangat sempurna pendengaranku atas serangan
pelbagai senjata rahasia, dia berpikir. Biasanya aku bisa
merasai senjata rahasia datang dalam-jarak sepuluh tombak
disekitarku. Kenapa sekarang aku tidak melihat apa-apa"
Mungkinkah serangan ini datangnya dari tempat yang sangat
dekat" Dia melihat pula kesekitarnya. Tetap dia tidak melihat
apa juga. Aku menempatkan orang diseputar sini, cuma orang bisa
menyembunyikan dirinya?" dia tanya dirinya sendiri. Lantas
dia mengawasi kerumput diatas tanah kuburan- Dia terkejut
waktu dia melihat sepotong tang-chie, yaitu uang tembaga.
Dia menjumput itu, sambil memungut, tubuhnya bergidik
sendiri tanpa dia merasa.
"Hebat penyerang ini." katanya didalam hati. "Kiranya dia
menyerang aku dengan senjata rahasianya yang dapat
berputaran, setelah senjata datang dekat baru aku
mendengarnya. Siapa kurang gesit, dia bisa roboh...."
Dia lantas menerka penyerangnya itu bayangan tadi, yang
bersuara dan berkelebat disisi rimba. Maka dia lantas menoleh
ke-arah timur, untuk mengasi dengar suaranya yang keras:
"Ban Hiantee, tolong kau mengajak tiga saudara menggeledah
rimba Siapa pun kamu ketemukan, bunuh saja, tanpa ampun
lagi" Diantara sinar rembulan guram, kelihatan empat bayangan
orang lari kedalam rimba. Soe Kiat sendiri, setelah bersangsi
sebentar, lari juga kearah rimba. Gelap didalam itu. Baru ia
melewati belasan tombak. ia mendengar tertawa dingin
didepannya serta kata-kata ini: "Soe Kiat, kau membawa
duapuluh tiga orang, kenapa tak semuanya kau ajak masuk
kemari" Kalau kau binasa didalam rimba ini, kau pasti bakal
kesepian." Seram suara itu, Soe Kiat bergidik sendirinya.
"Kelihatannya dia telah ketahui segala tindakanku." kata ia
dalam hati, ia lantas tertawa dingin dan kata: "sahabat,
apakah kau orang dari Tay in San" Kau kejam sekali Bouw Sin
Gan sudah mati, mustahil kau masih tak dapat melepaskan
jenazahnya ?" Suara tertawa dingin itu terdengar pula, disusul katakatanya
yang tak kalah seramnya: "Sahabat she Soe, kau salah menerka Bouw Sin
Gan itu bangsa hina-dina. dia menjual majikannya untuk
keuntungannya sendiri, orang semacam dia setiap orang ingin
sekali mencambuki jenazahnya. Kasihan si tanah kuning,
tanah itu sebenarnya tak dapat dipakai mengubur dia"
Soe Kiat gusar, ia membentak: "Sahabat, kau terlalu
Kenapa kau tidak mau perlihatkan dirimu " Kenapa kau
berlaku bagaikan iblis " inikah lagaknya seorang gagah ?"
Habis berkata, ia menyerang denganpukulan "Udara
Kosong." Hebat serangan itu, tetapi yang kaget yalah Soe Kiat
sendiri. Begitu ia menyerang, angin serangannya itu berbalik
menolak tubuhnya, dan daun-daun yang rontok meluruk
kepadanya. Tentu sekali ia pun menjadi gusar.
"Sahabat she Soe, jangan tak sabaran- terdengar lagi suara
tadi, yang tertawa dingin. "Tunggulah sampai tiba lengkap
semua duapuluh tiga orangmu, sebentar aku akan perlihatkan
diriku. Jangan kuatir, aku tak akan terlambat"
Selagi suara orang mendengung, Soe Kiat melihat dua
sosok tubuh berlompat turun, Tidak ayal lagi dia menyambut
dengan serangannya. Dua orang itu roboh untuk tak berkutik
pula. Dia menjadi heran, lalu kaget. Karena curiga, dia lompat
maju, guna melihat tegas dua orang itu.
Untuk kagetnya, dia mengenali dua konconya, yang sudah
putus jiwa. Dia gusar bukan main-
Dari dalam rimba itu kembali terdengar tertawa dingin
seperti tadi. Kembali menyusul beberapa sosok tubuh lompat
keluar berjatuhan dengan suaranya yang berisik. Ketika tubuh
yang berjatuhan ini berhenti, terus terdengar suara seram ini.
"Sahabat she Soe, coba kau hitung Benar atau tidak
jumlahnya tepat dua puluh tiga orang."
Leng Bin Jin Siauw menyedot hawa dingin. Baru sekarang
dia menginsafi yang dia terancam bahaya besar. Tidak
disangka pihak musuh tak dikenal ini bersikap demikian ganas.
Dalam gusarnya, dia lompat maju. "Kau kembali" demikian
bentakan. Soe Kiat mendengarnya, kaget. Diluar keinginannya,
tubuhnya tertolak balik. syukur ia tabah dan dia dapat berdiri
dengan tegak. Tiba-tiba satu bayangan berkelebat, lalu dihadapannya
terlihat berdiri satu orang yang jangkung yang berpakaian
serba hitam, dua biji matanya bersorot tajam, menatap bengis
kepadanya. Soe Kiat seorang jago tetapi toh hatinya gentar. Dia insaf
bahwa dia mesti mengeluarkan semua tenaganya. Maka dia
lantas menyerang dengan dua-dua tangannya, kesepuluh
jerijinya yang kuat mencari daratan perut orang. orang itu
membikin ciut dada dan perutnya, dengan begitu selamatlah
dia. Soe Kiat kaget. Penyerangan gagal itu dapat mencelakai
dirinya. Dengan sebat dia lompat kesamping guna menyingkir
andai-kata musuh balas menyerang, ia memikir baik, dia
bergerak dengan sebat, apa mau ada lain orang yang terlebih
cerdas dan gesit. orang itu menyerang mengenai tepat
pinggangnya hingga dia terhuyung.
Dalam gusar dan penasaran, begitu dapat menahan diri, ia
mengulangi serangannya. ia menjadi seperti kalap. ia mirip
binatang mogok. "Sahabat she Soe, apa kau masih tidak mau menyerah?"
lawan tak dikenal itu tanya. "Buat apa kau melawan terus?" ia
menangkis dengan tangan kanannya, habis menangkis
telapakannya diluncurkan terus, maka tepat dia kena
menghajar dadanya orang she Soe itu.
Soe Kiat menjerit, ia muntah darah tubuh nya terpental tiga
kaki, lalu roboh terguling untuk tak bangkit pula. Sebab
didalam saat yang pendek itu napasnya terus berhenti. Habis
itu si penyerang berdiri diam dia mengeluarkan napas lega,
seperti dia bebas dari pikulan yang berat. Sambil dongak. dia
berkata: "Song Toako, apakah sekarang sudah waktunya
untuk bekerja?" Dengan satu suara menyambar, sesosok tubuh terlihat
lompat turun dari atas sebuah pohon besar didekat situ. Dia
bersenyum terus dia berkata pelan: "Laotee, semua sudah
siap. Liong Tayjin juga sudah menyediakan satu mayat guna
menggantikan mayatnya Bouw Sin Gan. Saudara-saudara
persaudaraan Kouw yang mengambil dan membawanya.
Mereka sudah mulai bekerja."
Kedua orang itu yalah Lie Tiong Hoa bersama Song Kie.
Habis bersepakat dengan Liong Hoei Giok. Tiong Hoa
mengirim utusan meminta Song Kie cepat datang, guna
membantunya. Bantuan Song Kie beramai dibutuhkan karena
Hoei Giok tidak merdeka memakai tenaga orang-orang
sebawahannya. Koay-Bin Jin- Him Song Kie datang cepat
bersama persaudaraan Kouw, yaitu Tiong Tiauw Ngo Mo serta
beberapa orang lainnya. "Sekarang mereka lagi bekerja, sebentar juga akan
rampung sudah." Kata Tiong Hoa pula. "Sebentar pagi kita
akan sudah dalam perjalanan-"
"Aku puji kecerdikannya Liong Tayjin-" kata Song Kie.
"Bouw Sin Gan dapat diracuni tanpa diketahui siapa duga dan
sekarang mayatnya lagi digali untuk diangkut pergi, sedang
Liong Tayjin sendiri sekarang bersama Ie cin lagi
mengumpulkan semua orang sebawahannya untuk mencatat
jasa2 mereka semua, inilah akal muslihat memancing harimau
turun gunung yang bagus sekali."
Tiong Hoa menghela napas.
"Pelbagai peristiwa sebaliknya menunjuki bukti, orang
menemani raja seperti menemani harimau." kata ia masgul.
"Penghidupan- manusia" dapat berubah hanya dalam sekejap.
Ini dia yang dibilang: "hidup pagi mati sore, bahwa siapa
tamak pangkat, tak dapat dia melindungi kepalanya. Liong
Tay-jin mau mundur tidak dapat, terpaksa ia mesti menggunai
otaknya untuk dapat bertahan terus" ia berhenti sebentar lalu
menambahkan: "Ada baiknya aku meninggalkan kotaraja,
hanya aku memikirkan ayahku.
Dengan terus memangku pangkatnya. setiap waktu ayah
menghadapi ancaman malapetaka tak disangka-sangka.
Pernah aku menyarankan-ayah mengundurkan diri tetapi ayah
bilang belum tiba saatnya itu, hendak menunggu sampai lain
waktu...." Song Kie tidak niat mencampuri urusan rumah tangga
pemuda itu. ia bersenyum dan kata: "Laotee meninggalkan
kota raja, itulah perbuatanmu yang cerdik. Segala apa telah
diselesaikan di Tiam chong San akan tetapi bencana Rimba
Persilatan belum sirna seluruhnya. Kelirunya yalah dibakarnya
Lay Kang Koen Pouw oleh Pouw Liok It. orang masih belum
puas." "Biarlah urusan mereka itu," kata Tiong Hoa. "Aku telah
mengambil keputusan buat selanjutnya mengundurkan diri,
buat tak menghiraukan pula urusan Rimba Persilatan atau
dunia Sungai Telaga. Apakah laoko menyesalkan aku?"
"Jikalau laotee mau mengundurkan diri, tak ada jalan lain
kecuali laotee menyembunyikan diri dan jangan keluar-keluar
pula." kata Song Kie. "Tidak demikian, kau tak akan hidup
tenteram dan aman-.."
Tiong Hoa melengak. Dia rupanya heran-
"Ya, laotee," kata Song Kie pula. Sekarang ini namamu
telah jadi sangat terkenal, kau seperti menyoloki mata..."
Ketika itu nampak belasan orang lagi mendatangi,
diantaranya Tiong Tiauw Ngo Mo, Lima Hantu dari Tiong
Tiauw, Toa Mo Kouw Jin, Hantu tertua, lantas berkata "Mayat
Bouw Sin Gan sudah diangkat dan telah diganti dengan
penggantinya. Baru saja diterima kabar bahwa bala
bantuannya Soe Kiat sudah tiba di Louw Kauw Kio dimana
mereka dirintangi oleh pihak kita. sekarang bagaimana
tindakan kita terlebih jauh untuk mencegah Lie Siauwhiap
mendapat kesukaran?"
Tidak menanti Song Kie menjawab, Tiong Hoa mendahului.
"Song Toako," kata ia, "baik kau jalan terus dengan
rencana kita, kau bawa pergi mayatnya Sin Gan dan
menantikan aku di Han-tan- Urusan disini kau serahkan pada
aku seorang." Kemudian ia berpaling pada Kouw Jin, untuk
menambahkan- "Saudara, aku mohon bantuan kamu untuk
menyingkirkan semua mayat ini"


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kouw Jin semua suka bekerja, malah mereka bekerja sebat
sekali, dari itu didalam tempo yang pendek semua mayat telah
dapat disingkirkan, sesudah mana Song Kie mengajak
rombongannya mengangkat kaki.
Tiong Hoa pun lantas pergi keluar rimba. Ia pergi ketempat
tinggi terpisah beberapa puluh tombak dari kuburannya Bouw
sin-Gan- disitu ia berdiri diam sambil menggendong tangan,
sikapnya sangat tenang. Rembulan yang baru muncul, bercahaya permai. Awan
melayang-layang, hingga seluruh gunung See San nampak
menarik hati. Dalam suasana sunyi itu, hati Tiong Hoa sebaliknya tak
aman- ia berpikir keras, urusannya masih sulit. la mesti
memikirkan jalan guna membebaskan diri dari kesulitan itu.
Bukan cuma ia sendiri yang terancam bahaya, juga ayahnya
serta Liong Hoei Giok. Pengaruh Bouw Sin Gan tak dapat dipandang enteng,
karena buat bangsa Boan, dialah orang yang berjasa dan
dianggap penting, Dialah anjing Boan dimatanya bangsa Han
dan pemerintah Boan pasti akan bertindak untuk kematiannya
itu kalau terbukti dia diracuni dan diangkut pergi mayatnya.
Mengingat Song Kie. Tiong Hoa bersyukur. Tidak dinyana
Koay Bin Jin Him dapat mengubah kelakuannya hingga
selanjutnya dia dan kawan-kawannya dapat menjadi orangorang
lurus. Mereka itu harus dipuji dan dikagumi. Lebih-lebih
mereka dapat bersahabat dengannya dan suka memberikan
bantuannya secara sungguh-sungguh itu.
Tengah menentramkan diri itu. Tiong Hoa melihat
bergerak-gerak tujuh atau delapan sosok tubuh dikejauhan,
semua menuju cepat kearah kuburan Bouw Sin Gan- Tak ayal
lagi ia berlompat keatas pohon disampingnya, guna
menyembunyikan diri. Ia mengawasi mereka itu sambil
bersenyum ewah. sebentar saja rombongan itu sudah tiba didepan kuburan
Sin Gan. "Eh, mengapa Soe Loosoe, dan rombongannya belum ada
di sini." terdengar seorang diantaranya berkata, agaknya dia
heran, "Aneh" "Bukan melainkan aneh" berkata seorang lain, yang
mukanya panjang dan romannya bengis, rupanya mereka
semua sudah menemui kecelakaan mereka"
Tiong Hoa heran mendengar suara orang itu. Dia rupanya
lihay sekali. Hanya tak dapat dimengerti, kenapa dia
berpendapat sedemikian itu. Ketika ia mengawasi ia mengenali
orang yalah Thian-ciat Sin-Koen Lee Yauw Hoan-
"Lee Loocianpwee bagaimana loocianpwe mengetahui itu?"
tanya seorang yang tak kurang herannya.
Thian ciat Sin-Koen tertawa dingin, "Selama di Louw Kauw
Kio kita masih dipermainkan kawanan tikus," katanya
menerangkan- "itulah usaha untuk memperlambat kita.
Buktinya kita sekarang tidak melihat soe soe Kiat semua Kamu
lihat tanah kuburan itu. Bukankah itu urukan yang masih baru
sekali" Terang sudah, kuburan ini telah dibongkar orang untuk
mengambil mayatnya guna disingkirkan buat melenyapkan
bukti. Mana bisa diharap Soe Kiat semua masih bernyawa?"
Tiong Hoa kagum sekali. orang benar lihai. Semua kawan
Yauw Hoan itu menjadi pucat mukanya.
Hoa Yauw tertawa dingin pula. Terdengar dia berkata lagi:
"Baru saja yang paling belakang ini aku si orang tua mendapat
tahu bahwa Lie Cie Tiong yang kesohor itu sebenarnya Lie
Tiong Hoa putera nomor dua dari Lie Siangsie. Didalam
suratnya, Soe Kiat juga memastikan itu. Dialah bocah sangat
jahat Dia ganas sekali menghadapkan lawannya.
Tak puas aku tak dapat membikin dia musna berikut
keluarganya" "Sabar loocianpwce," kata seorang. "Tak dapat kita
bertindak sembarangan selagi kita belum mendapatkan bukti
atau saksi. itulah berbahaya. Locianpwee tentu mengerti
pembilangan, rakyat jelata tak dapat melawan pembesar
negeri. Bagaimana jikalau kita dituduh memberontak atau kita
datang kekota raja ini dengan maksud jahat" Kalau sampai
terjadi begitu, meski empat penjuru lautan sangat luas, tak
dapat kita mencari tempat dimana kita dapat menaruh kaki."
Thian ciat Sin Koen melengak.
"Kaum Rimba Persilatan memuji Thay-Heng Hian ciang ong
It Hoei sangat cerdik, sekarang aku membuktikannya sendiri."
kata dia. "Perkataanmu ini benar. Baiklah. aku si orang tua
hendak membongkar kuburan ini guna melihat mayatnya
Bouw Sin Gan, guna mencari bukti. Bukti mayat tak dapat
disangkal lagi" orang yang dipuji itu, Ong It Hoei, tertawa
dingin. "Lee Loocianpwee. jangan heran apabila satu kali orang
menampak kegagalan- katanya, "Aku yang rendah sebaliknya
memuji tinggi kepada loocianpwee yang dapat melihat segala
apa jelas sekali. Memang terang mayatnya Bouw Sin Gan
sudah dibongkar. Apakah hasilnya kalau kita membongkar
pula kuburan ini" Menurut aku, baiklah tak usah. Dengan jalan
bagaimana loocianpwee dapat menuduh Lie Tiong Hoa si
orang jahat" Bagaimana andaikata dia berbalik menuduh
kita?" Kembali Thian ciat Sin Koen berdiam diri. "Menurut kau,
bagaimana, ong Loosoe?" dia balik menanya.
Ong It Hoei berpikir. "Sekarang ini sudah pasti Bouw Sin Gan telah menutup
mata," kata ia. "Hanya apa perlunya orang menculik
mayatnya?" "Inilah untuk rombongan dari Tay In San itu" kata Yauw
Hoan- Bouw Sin Gan menjadi musuh besar, dia telah
membunuh ayah orang, maka anak orang itu hendak
membuat pembalasan- Selama Bouw Sin Gan masih hidup,
pembalasan itu tak dapat dilakukan, maka sekarang mayatnya
dibongkar dan dibawa pergi.
Tentu mayat itu bakal dirangket pergi pulang, itu pun suatu
cara mencari balas. Maka aku pikir sekarang, ini tentulah
jenazah Bouw Sin Gan tengah dalam perjalanan ke gunung
Tay In San" "Untuk kita sekarang, aku melihat tinggal dua jalan," kata It
Hoei mengangguk. "Apakah dua jalan itu?"
"Yang pertama Bouw Sin Gan sudah menutup mata jalan
yang paling sempurna yalah kita membiarkannya, kita
memernahkan diri diluar kalangan- Dengan begitu segala
keruwetan dapat disingkirkan, kita bisa menyingkir dari
tuduhan membantu sijahat berbuatjahat, kita juga bakal
meluputkan diri dari ancaman marah-bahaya. Hanya ini sulit
dilakukannya. Inilah pikiranku yang rendah, entah bagai
mana- pikiran loosoe-hoe."
Yang kedua yalah: Untuk mendapatkan pulang jenazah
Bouw Sin Gan, baik kita jangan menggunakan pengaruh
pembesar negeri. Artinya kita jangan mengganggu pembesar,
kita hanya bekerja sendiri, jikalau kita minta bantuannya
pembesar negeri, Kita bakal membangkitkan kemarahan
umum Rimba Persilatan-"
Lee Yauw Hoan berpikir keras memikirkan kedua-akal itu.
"Benar-benar ong Loosoe pintar" dia memuji. "Aku si tua
kagum sekali Menurut aku banyak kita ambil jalan yang kedua
itu. Kita diminta bantuannya Yauw Hoan, kita terlambat,
seharusnya kita merasa malu. Apa celaka, kita juga tidak
dapat menolong dia Pasti kita tidak dapat mendiamkan saja.
Tak enak hati kita Kita mesti malu menghadapi kaum Rimba
Persilatan" Dia mengawasi seorang yang lehernya panjang terus dia
menambahkan: "Tho Loosoe kaulah pengawal pribadinya
Pangeran Hosek. .coba kaupikir, baik atau tidak jikalau kau
laporkan ini kepada pangeran itu setelah mana baru kita
bertindak." Orang dengan leher panjang itu, yang dipanggil Thio
Loosoe. tidak lantas menjawab. Dia berpikir dulu.
"Aku tak sependapat dengan ong Loosoe," katanya
kemudian" Bouw Sin Gan dan Soe Kiat menjadi orang
kepercayaan Pangeran, kalau benar mereka berdua terbinasa
teraniaya, tidak nanti Pangeran mau berhenti dengan begini
saja. Aku pikir baiklah kejadian ini diberi tahukan kepada
Pangeran-" "Thio Hok-wie," It Hoei tanya, tertawa dingin, "aku ingin
menanya tetapi harap kau tidak buat gusar..."
"Silahkan bicara. ong Loosoe." sahut hok-wie she Thio itu.
"Aku bukan tukang bertengkar maka itu aku bersedia
mendengarkan katamu."
"Baiklah. Seluruh kota raja ketahui Bouw Sin Gan mati
karena sakit. Habis bagaimana dapat dibilang dia mati
teraniaya, dibikin celaka?"
It Hoei tertawa pula. "Ingatlah undang-undang negara tak kelurusan pribadi"
katanya. "Pembilangan itu pembilangan Pangeran Ho-sek
sendiri. Mana buktinya" Umpama kata Pangeran Tokeh
menuduh Pangeran Hosek memfitnah, hingga Baginda Raja
menjadi gusar, Thio Hok-wie, kau pasti bakal turut terembet"
Hok-wie she Thio itu melengak. Lalu ia membesarkan
matanya. "Kalau kita membongkar kuburan dan membuka peti mati
lalu ternyata peti itu kosong, tanpa mayatnya, apakah itu
bukannya bukti?" dia tanya.
Orang It Hoei kembali tertawa. "Siapakah si pencuri
mayat?" dia tanya. "Rombongan dari Tay In San-
"Baik. Bagaimana kalau mayatnya masih ada" itulah
perlanggaran yang berarti hukummu picis Thio Hok-wie,
dapatkah kau bertanggung jawab?"
Mukanya hok-wie itu pucat. Dia kaget sekali.
Kembali It Hoei tertawa dingin. Kata dia: "Pihak sana
memandang Bouw Sin Gan sebagai paku dimatanya, tak puas
mereka sebelum mereka berhasil menyingkirkan paku itu.
Untuk itu pastilah mereka sudah lebih dulu msngatur rencana
yang sempurna." "Karena itu juga, kedudukan kita sekarang pun terancam
bahaya. Diempat penjuru kita ada musuh bersembunyi, maka
itu, tak dapat kita tak berlaku waspada."
Tiba-tiba Thian ciat Sin Koen berseru: "Sekarang aku dapat
mengambil keputusan. Kita bertindak menurut pikirannya ong
Loosoe. Thlo Hok-wie, silahkan kau menghadap Pangeran,
untuk minta ia bertindak dengan melihat gelagat, kalau dia
dijelaskan bahaya nya tindakan sembrono, tidak nanti dia
berlaku lancang. Buat sementara, untuk menyingkir dari perhatian orang
banyak, kita akan mengambil tempat mondok di Penginapan
Kit Siang di Wan-peng. Thio Hok-wie, silahkan pulang ke
istanamu sekarang juga kita mau pergi."
Orang she Thio itu memberi hormat.
"Aku lagi bertugas, maafkan aku" katanya dengan suaranya
yang parau. "Besok akan pergi ke Wan-peng untuk menjenguk
kamu." Habis berkata lantas ia pergi dengan cepat.
Rombongan ong It Hoei juga lantas pergi menuju ke Wanpeng.
Thio Hok wie berlari-lari sambil otaknya bekerja.
memikirkan kata-kata yang bakal disampaikan kepada Ho sek
chin-ong, pangerannya sang majikan, tengah ia berpikir itu
mendadak ia menjadi kaget. Tiba-tiba ia merasa tengkuknya
teraba tangan yang dingin.
Ia menjadi kaget sekali, untuk meloloskan diri, ia lompat
kedepan dua tindak, kemudian ia memutar tubuh sambil terus
melakukan penyerangan yang berupa sabetan-
Ternyata ia menghajar tempat kosong. Tak ada orang di
belakangnya itu. Kembali ia menjadi kaget. Terang sekali ada
tangan dingin nempel ditengkuknya itu, Sendirinya ia bergidik,
bulu romanya pada bangun.
"celaka " ia berseru didalam hati, terus ia memutar tubuh
lagi, buat menjejak tanah, guna kabur Atau tiba-tiba iganya
terasa tersentuh angin dingin, mulutnya berseru tertahan,
lantas tubuhnya roboh, ingatannya pun lenyap.
Menyusul itu dibelakang hok-wie ini satu tubuh melesat,
menyambar badannya, buat dikempit, untuk segera dibawa
kabur ooo Didalam kamar rahasianya Liong Hoei Giok. Lie Tiong Hoa
berkumpul bersama tuan rumahnya itu Roman mereka
sungguh-sungguh. Keduanya lagi bicara sambil berduduk.
Didepan mereka terletak tubuh Thio Hok-wie yang tak
sadarkan diri. "Aku tidak sangka orang-orang undangan-nya Soe Kiat
datang demikian cepat," berkata Hoei Giok. "Rupanya
Pangeran Hosek sudah bercuriga lama. Kalau begini bukan
melainkan kedudukanku yang terancam juga ayahmu,
kongcoe, serta diri kau sendiri."
"Kita bagaikan jemparing diatas busur, tak dapat anakpanah
itu tak dilepaskan-" kata Tiong Hoa, "karenanya aku tak
mau bekerja setengah jalan- Hendak aku pergi melihat ke
istananya pangeran itu."
Berbicara lebih jauh, Tiong Hoa membisiki tuan rumah.
Lantas ia berbangkit, sambil menunjuk Thio Hok-wie, ia kata:
"Kalau dia dapat dibiarkan saja jikalau tidak. dia harus
disingkirkan berikut tubuhnya guna mencegah bencana
dibelakang hari." Hoei Giok memanggut. "Didalam istana Kosek banyak pahlawannya yang gagah
serta ada juga pelbagai pesawat rahasianya, dengan pergi
menyateroni kesana, kongcoe harus waspada." ia pesan-
"Aku tahu." sahut si anak muda, yang lantas mengangkat
kaki. Setibanya diluar. ia lompat naik keatas genteng,
menghilang sesudah melintasi beberapa petak rumah. Ketika
itu rembulan guram. Istananya Pangeran Hosek terletak dibaratnya taman Pak
Hay. itulah sebuah gedung besar dan indah dengan banyak
ruang dan lauwtengnya, pekarangan luar dan dalam banyak
pepohonannya, seperti pohon cemara dan pek yang tinggi
tinggi dan tua. Dimuka pengempang, sang paseban berbayang
dan ditepiannya pohoh-pohon yanglloe bergoyang-goyang.
Istana itu indah dan menarik hati, apa pula dimalam yang
sunyi dan rada gelap itu. si Puteri Malam ketutupan sang
mega. Tepat dalam keadaan seperti itu, sesosok tubuh tampak
lompat masuk kedalam tembok pekarangan, gerakannya


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sangat gesit, hingga tak ada yang melihatnya. Sesampainya
didalam, tubuh itu selalu mencari tempat yang gelap guna
menyembunyikan diri. Dia muncul dilorong, lalu lenyap pula.
Itulah Lie Tiong Hoa si anak muda. Dengan berlaku hatihati,
ia mencari kamarnya Pangeran Hosek. Ia mesti menjaga
diri supaya tak terlihat centeng atau pahlawannya pangeran
itu, saingan dari Pangeran-Tokeh yang bijaksana.
Lauwteng dan ruang, banyak sekali, itulah yang
menyulitkan puteranya Lie Siangsie itu. maka ia mesti
menduga-duga dan menghampir kamar demi kamar.
Tengah ia pusing kepala, ia melihat berpetanya sebuah
tubuh ramping dari dalam sebuah lauwteng yang apinya
dinyalakan terang-terang. Lekas lekas ia lompat
menghampirkan lauwteng itu, guna mengintai kedalam.
Seorang nona muda belia lagi memandangi bunga-bunga
didalam tok-pan atau pas bunga, ia bermata jeli dan bergigi
putih, pipinya yang dadu ada sujennya, yalah nana yang
cantik sekali. Tepat si nona lagi mengagumi bunganya, mendadak ia
mendengar tindakan kaki mendatangi, ia terkejut, dengan
lekas ia mengangkat kepalanya, untuk menoleh dan melihat.
Ia menjadi heran dan kaget.
Di ambang pintu berdiri seorang yang ia tak kenal, hingga
mukanya menjadi pucat. Saking kaget, ingin ia berteriak...
"Jangan kaget nona, jangan takut" orang itu berkata lekas,
perlahan tetapi tegas. "Aku yang rendah bukannya orang
jahat," ia pun terus menjura.
Hati si nona memukul, ia mencoba menenangkannya. ia
mengawasi orang didepannya itu. seorang muda yang tampan
sekali. Tanpa merasa, mukanya menjadi merah. ia likat.
"Kau siapa?" ia menegur, suaranya tapinya perlahan-
"Kenapa kau lancang masuk kedalam kamar nonamu" Kau
mau apa?" Tiong Hoa si anak muda menjura pula.
"Aku mohon tanya, nona malam ini ong-ya ada dimana?"
dia tanya. "Aku yang rendah hendak menghadap ongya buat
urusan ayahku yang telah dipenjarakan, Kecuali ongya ayahku
itu tak dapat dibebaskan. Tolong nona menunjuki. Budi nona
ini tak nanti aku lupakan-"
Nona itu mengawasi tajam.
"Bagaimana kau dapat masuk kedalam istana ini?" kata ia.
"Apakah kau hendak mendustai nonamu" Tak dapat Kau
tentunya hendak membikin celaka pada ongya. Kau gagah,
kau nelusup masuk kemari, setelah tidak dapat mencari
ongya, kau lancang masuk kekamarku ini Apakah kau hendak
memaksa aku memberi keterangan padamu?"
"Nona yang cerdik," pikir Tiong Hoa. ia lantas bersenyum
dan kata: "Kenapa nona menyangsikan aku" Dengan
sebenarnya aku hendak minta pertolongan ongya."
"Hm " nona itu bersuara. "Pada mukamu tak sedikit juga
ada roman berkuatir atau berduka. Mana dapat kau mengakali
nonamu?" ia menggeraki tubuhnya lantas ia mundur dua
tindak tangannya menekan ke belakang mejanya.
Tiong Hoa terperanjat tangannya lantas nenyambar diturut
majunya tubuhnya. la berhasil mencekal lengan nona itu, yang
ia terus totok jalan darahnya-jalan darah thian-lie, sambil ia
berkata perlahan: "Maaf, nona aku terpaksa berbuat begini"
Nona itu lemas sekujur tubuhnya, tangan-nya tak dapat
dilepaskan. Mendadak ia mengucurkan airmata. Dengan sinar
mata penasaran, ia mengawasi tajam. "Apakah kau tahu pasti
aku bakal mencelakai kau?" "ia tanya.
"Hati orang sukar diterka, karena itu aku mesti bersiaga,"
sahut Tiong Hoa. "Didalam istana ini terdapat banyak
perangkap atau pesawat rahasia, asal nona menggeraki
tangan mu, aku bisa jatuh terjeblos kedalam liang. Karena itu
aku terpaksa hendak mencegah kau."
"Aku sumpah, biarnya mati, aku tidak nanti menyebutkan
tempat beradanya ongya sekarang" kata si nona, "Apa kau
bisa bikin atas diriku" Akan sia-sia belaka segala daya mu"
Meski begitu airmatanya mengucur turun.
Tiong Hoa heran, tetapi ia bersenyum. "Aku dapat jalan
untuk membikin kau suka bicara, nona." katanya ramah. Nona
itu kaget, mukanya menjadi pucat.
"Kau... kau..." katanya kaget "beranikah kau mengganggu
kesucian diriku?" ia menangis, Ia menjadi sangat berduka.
Alisnya Tiong Hoa terbangun, wajahnya tersungging
senyuman- "Syukur nona menyebutnya, jikalau tidak. aku lupa," kata ia
perlahan- "Nona begini cantik, umpama kata aku dapat
mencium kau satu kali saja, mati pun aku puas ..."
Sembari berkata, Tiong Hoa mengulur tangannya
kepinggang orang. ia seperti hendak meloloskan ikat pinggang
si nona. Bukan main kagetnya nona itu. Tubuhnya lantas
bergemetaran. "Nanti aku kasi tahu. nanti aku kasi tahu..."
katanya cepat. Jangan-.."
Tiong Hoa pemuda laki-laki. karena terpaksa ia menggertak
begitu. Ia bersenyum, tangannya ditarik pulang.
"Memang paling baik nona memberitahukan aku." kata ia.
"cuma untuk mencegah nona mendustai aku. hendak aku
menotok Sembilan jalan-darahmu, supaya tak ada lain orang
yang dapat menotok bebas. Karena itu nona membutuhkan
pertolonganku pula. kalau tidak. nona bakal mati menderita.
Aku memberitahukan ini supaya nona dapar memikir baikbaik."
Mendengar itu si nona tertawa.
"Aku tidak sangka kaulah seorang sopan santun " katanya.
Tiong Hoa melengak. "Bagaimana nona ketahui itu?" ia tanya. "Aku berbuat
begini terpaksa karena aku perlu bertemu dengan ong-ya.
Nona. jikalau kau tidak omong terus terang. sulit untukmu
membelai kesucian dirimu...."
Nona itu tertawa pula. Mendadak ia meronta, hingga ia
lolos dari cekalannya si anak muda, tubuhnya berbareng
mencelat mundur setombak lebih. Segera ia mengawasi
dengan tajam, matanya bersinar. Lagi sekali ia tertawa.
"Kau juga jangan takut" katanya. untuk sekian kalinya, ia
tertawa pula. "Nona mu tidak bakal menggunai pesawat rahasia, kau
tidak kenal nonamu ini tetapi nonamu mengenali kau. Kaulah
si orang muda yang tersohor dan menggemparkan wilayah
Selatan. Kaulah Lie Tiong Hoa putera kedua dari Lie Siangsie"
Tiong Hoa heran bukan kepalang.
"Aku sangka dia nona biasa, tak tahunya dia pandai silat."
pikirnya. "Aku merasai tangannya lunak. tak tahunya dia
berpura-pura." la menjadi menyesal. Tapi ia kata: "Nona kau
lihay Aku yang rendah memang Lie Tiong Hoa. Jikalau nona
tidak mengandung niat mencelakai aku. tolong kau
beritahukan dimana adanya ongya sekarang?"
Nona itu menggeleng kepala.
"Sabar" sahutnya. " Lebih dulu nona mu mau menanyakan
keterangan kau perihal kematiannya Bouw Sin Gan."
Kembali Tiong Hoa terkejut, tetapi la dapat menenangkan
diri. Kata ia dengan roman wajar: "Seluruh kota telah gempar
karenanya, maka tak ada orang yang tak tahu Bouw Sin Gan
mati karena..." "Pui. jangan putar lidah." nona itu membentak.
"Sebenarnya dia mati kenapa" Lekas bilang Kalau tidak.
jangan kau harap akan memperoleh petunjuk dari mulut nona
mu ini " Tiong Hoa mengerti si nona cerdik, maka kalau ia tidak
menguasai nona itu, sulit ia mendapatkan keterangannya, ia
bersenyum. "Kau liehay sekali nona..." katanya perlahan- Sekonyongkonyong
tubuhnya melesat dan tangannya terluncurkan, maka
tangan Kera Terbangnya lantas mencekal lengan kiri nona itu.
Si nona kaget, dia berseru perlahan, karena dia meronta
tubuhnya tertarik hingga menubruk dada si anak muda.
hingga dia kena terpeluk.
Tiong Hoa terkejut mukanya menjadi merah. ia tidak
berniat buruk. kejadian itu di luar sangkaannya...
ooooo BAB 2 TUBUH nona itu menyiarkan bau yang harum yang
mendesak hidungnya si anak muda. Didalam rangkulan,
tubuhnya terasa lemah sekali. Hati Tiong Hoa memukul,
darahnya seperti bergolak. ia kaget. Ia seperti tak dapat
menguasai dirinya. Si nona mengangkat kepalanya, ia
mengawasi muka si anak muda. Matanya yang jernih memain,
sinarnya hidup. Mata itu tak ada tanda-tandanya galak. itulah
sepasang mata yang suci- murni.
Tiong Hoa menjadi serba salah. Memegang terus si nona
salah melepaskannya salah juga. ia pun malu sendirinya.
Lengan ia menempel tubuh pada nona yang putih- bersih itu.
Ia sendiri seorang ksatrya. Pula tak dapat ia membunuh nona
itu. Percuma, ia tetap tak akan ketahui kamarnya Pangeran
Hosek. Kalau si nona dibiarkan hidup dan kemudian dia
membuka rahasia, celakalah ia, Liong Hoei Giok dan ayahnya.
Jilid 31 : Membawa mayat Bouw Sin Gan
(MISTERI LAMBANG MAUT Jilid 12)
Dalam saat pemuda ini bingung itu, ia mendengar tindakan
kaki perlahan lagi mendatangi, disusul dengan ini suara
panggilan: "Adik Gin Peng"la terkejut. Buru-buru ia melihat
kesekitarnya, lantas dengan memondong si nona,ia lari
kekamar dalam untuk sembunyi dibelakang kelambu. Kamar
itu tak ada lilinnya, gelap. dari dalam orang bisa melihat jelas
keluar. Yang datang itu seorang nona baju kuning telur,
ringan tindakannya. Melihat nona itu. Tiong Hoa heran-
"Bukankah dia Giok ceng sian-coe Mau Boen Eng yang aku
pernah ketemukan di Koen-beng ?" kata ia dalam hatinya.
"Kenapa dia berada didalam istana Pangeran Hosek?"
Nona itu heran melihat kamar sunyi, dia berkerut. Lalu ia
bertindak kekamar dalam. Hati Tiong Hoa berdebar. Ia angkat
tangan kirinya. "Asal dia bergerak, mesti aku hajar mampus
padanya" pikirnya. "Eh" si nona, yalah Mauw Boen Eng kata seorang diri.
Kemana dia pergi" Dia benar budak bodoh Pangeran ketarik
padanya, itulah untungnya yang bagus tapi dia masih bicara
dari hal kehormatan, terus kesucian dirinya."
Sembari berkata itu Boen Eng sudah bertindak kedekat
pembaringan- Mendadak ia mengasi dengar suara tertahan
perlahan terus tubuhnya roboh kebelakang.
Tiong Hoa telah menotok. habis itu ia menyambar tubuh
orang untuk ditarik kebelakang pembaringan- Kemudian ia
mengawasi nona yang bernama Gin Peng itu untuk menanya
perlahan: "Nona mempunyai hubungan apa dengan Mauw
Boen Eng?" Nona itu menyenderkan tubuhnya kepada tubuh si anak
muda, ia menghela napas, ia menyahut perlahan berduka:
"Apakah dia sudah mati" Aku dengannya terhitung saudaraTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
saudara seperguruan. Pangeran memaksa aku menjadi
gundiknya, Boen Eng membantu mendatangkan gelombang,
maka pantaslah kalau dia mampus. Aku penasaran tidak dapat
aku sendiri yang membunuhnya"
Tiong Hoa heran- "Nona mengerti silat, kenapa tidak mau kau menyingkir
saja?"ia tanya. Nona itu berduka, terus ia menangis.. "Tak dapat,"
sahutnya. "Ayah dan ibuku terkurung disini. Sekarang aku
bertemu, kongcoe, kau suka menolong aku, aku sangat
bersyukur kepadamu "
Nona ini berdiri tegak. untuk memberesi rambutnya,ia
mengawasi tajam si anak muka, sinar matanya menunjuki dia
memohon bantuan terlebih jauh. Tiong Hoa bingung. Sukar
membuka mulut menolaknya.
"Apakah nona ketahui dimana dikurung-nya ayah dan
ibumu itu?" kemudian ia tanya. "Entah dimana tapi pastinya
dalam istana Pangeran," sahut si nona. "Sulit "
Tiong Hoa berdiam, otaknya bekerja.
"Apakah nona tahu dimana Pangeran Ho-sek
menyembunyikan dirinya?" Tanya ia kemudian sembari
bersenyum.ia rupanya telah mendapat pikiran baru.
"Apakah kongcoe berniat membunuh Pangeran?" tanya dia.
"itulah tak sempurna. Satu kali Pangeran mati, orang pasti
akan menuduhku lalu ayah dan ibuku bakal kerembet- rembet
Itu berarti ancaman bahaya mati untuk mereka. Dengan
begitu juga aku bakal menyesal seumur hidupku. Kong coe
baik kau cari lain daya upaya saja."
Tiong Hoa bersenyum. "Jangan kuatir, nona," katanya. "Aku tahu apa yang aku
bakal lakukan, pasti tak akan ada bahayanya."
Nona itu menghela napas,ia berpikir sebentar, lantas ia
keluar. Habis memadamkan lilin,ia menggape kepada si anak
muda. Tiong Hoa menghampirkan, ia mendampingi nona itu.
Si nona menunjuk keluar jendela, kesebuah lauwteng tinggi
terpisah jauh dari kamar itu.
"Pangeran Hosek berada di lauwteng itu," katanya
perlahan- "Penjagaan disana keras dan kuat, mungkin sukar
untuk kongcoe memasukinya."
Tiong Hoa mengawasi. Lauwteng itu tinggi dikitarkan
pohon-pohon jie, karena rembulan terang sekali, walaupun
jauh nampak tegas. "Tak apa," sahutnya. "Nona kau she apa" Sudikah kau
memberitahukan aku?" "Lim." sahut nona itu.
"Terima kasih Sekarang nona boleh tunggu disini."
Tanpa menanti jawaban, Tiong Hoa berlompat keluar.
Diterangnya rembulan,la nampak bagaikan kampret terbang.
Habis itu, lenyap dia diantara pepohonan-
Tiba diluar lauwteng tinggi itu, Tiong Hoa sembunyi diatas
pohon-ia memasang mata tajam. Makala melihat disetiap
ujung lauwteng ada yang jaga. Tak mudah melihat beberapa
pengawal itu, yang menempatkan diri dengan baik. syukur dia
bermata jeli dalam jarak sepuluh tombak lebih,ia dapat
melihatnya, Sekarang ia jadi berpikir.
"Tanpa menggunai kepandaian Ie Hoa-ciat Bok tak dapat
aku masuk kedalam lauw teng itu," katanya dalam hati.
Memang selama yang belakangan ini ia telah melatih
sempurna ilmu itu, ilmu Memindahkan bunga menyambut
pohon-

Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Begitu berpikir Tiong Hoa tak bersangsi pula. Makala
perlahan-lahan meluncurkan sebelah tangannya untuk dengan
dua jeriji nya menotok seorang pengawal yang berada paling
dekat dengannya. Itulah totokan udara kosong, dan
sasarannyalalah jalan darah thian hoe.
Diluar tahunya pengawal itu mendadak merasai iganya
dihembus hawa dingin, sendirinyala menggigil dua kali habis
itu matanya menjadi berat rasanya ia ingin tidur. Dengan
perlahan-lahan tubuhnya menjadi lemas sendirinya ia roboh
tak sadarkan diri, ia tidur nyenyak dipojokan itu.
Tiong Hoa puas sekali, cuma karena sangat terpaksala
bertindak begini. Habis itula merobohkan dua pengawal
dengan cara serupa. Semuanya ada delapan pengawal. Dengan yang lima itu,
Tiong Hoa terpisah terlalu jauh, Maka untuk merobohkan
mereka,la mesti menggeser diri. Demikianla bergerak dari
tempat sembunyi yang satu ketempat sembunyi yang lain.
Didalam tempo yarg singkat lima pengawal lainnya itu juga
roboh tak berdaya. Kemudian Tiong Hoa mencekuk pengawal
yang satu. "Pangeran berada dimana?"la tanya perlahan ditelinga
orang. Suaranya pun dibikin parau.
Didalam keadaannya itu, sipengawal tak sadar seluruhnya.
Dia menjawab seperti orang lagi ngelindur: "ongya berdiam dikamar
kiri ditingkat empat."
Tiong Hoa menyangkol kakinya pada payonla melihat
kesekitarnya.la mendapatkan keadaan sepi sekali tak ada lain
orang di situ. Lorongpun kosong. Didalam kamar, api menyala
terang-terang. Rupanya Pangeran Hosek lagi tidur.
Segera pemuda ini melepaskan cangkolan kakinya.la pergi
kelorong untuk menolak pintu, sedang..kakinya turut bertindak
maju. Ketika ditolak daun pintu berbunyi perlahan-
"Apakah Nona Mauw?" tanya suara dari dalam kamar kiri.
"Rupanya ada kabar baik. Apakah Nona Lim sudah setuju?"
Tiong Hoa segera berpaling kekiri itu, untuk
menghampirkan pintu guna mengintai. Lantas saja ia melihat
seorang tua umur limapuluh tahun lebih, yang dandanannya
mewah, lagi rebah sambil menghisap hoen-cwee. Dia
bersendirian. Hanya setelah bersangsi sedetik, Tiong Hoa menolak pintu,
untuk bertindak masuk. Orang itu Pangeran Hosek adanya. Dia menduga kepada
Mauw Boen Eng. Tak dia menyangka jelek sebab dia tahu
lauwteng nya itu terjaga kuat. Tak dia menerka kepada orang
jahat. Baru dia terkejut ketika dia mengangkat kepala dan
melihat satu wajah yang asing, tak perduli orang muda itu
ganteng dan gagah sikapnya. Dengan muka pucat hendak dia
berteriak memanggil orang.
Tiong Hoa tidak memberi ketika si pangeran membuka
mulut. ia lompat menotok dengan tiga buah jerijinya serayala
mengancam perlahan: "jikalau kau buka suara kau mati."
Pangeran itu bungkam mukanya pucat, kemudian dengan
tubuh bergemetaran dan mata bersinar minta dikasihani, dia
mengawasi si anak muda. "Aku telah memberikan kau totokan kematian- kata Tiong
Hoa. tertawa dingin. "Tak usah lewat satu jam, kau bakal
rebah binasa Pula ilmu totokku ini tak ada yang dapat
membebaskannya. Laginya kau mesti ingat, disini tidak ada
orang yang dapat menolongmu"
Pangeran Hosek mengerti juga ilmu silatla terlindung kuat,
tetapi orang dapat masuk dengan diam-diam dalam kamarnya
makala mau percaya ancaman itu bukan melainkan gertakania
jadi semakin takut hingga mukanya menjadi pucat sekali.
"Kau menghendaki apa. tuan?" dia tanya suaranya
bergemetar. "Bukankah aku tidak bermusuh dengan kau" Asal
kau membebas kan jiwaku suka aku memberi presen selaksa
tahil emas kepadamu."
Tiong Hoa mengasi lihat roman keren-
"Kau keluarkan perintah untuk memerdekakan ayah dan
ibunya Nona Lim" kata ia bengis. "Lantas kau biarkan mereka
bersama-sama Nona Lim meninggalkan istana ini, sama sekali
tak boleh kau mengirim orang mengejar dan
membinasakannya" Habis berkata, pemuda kita
menyembunyikan diri. Pangeran Hosek merasakan tubuhnya tak nyaman sekali,
bagaikan ada semut-semut yang merayap dan menggeriminggeriming
yang mendatangkan hawa dingin dan panas. Dia
mengerti ancaman maut. Maka tanpa banyak pikir lagi, dia
memanggil: "Mana orang"
Dengan lekas terdengar tindakan kaki berisik diundukan
tangga lauwteng, lantas lima orang hok-wie atau pengawal
yang berseragam yang tubuhnya semua tinggi dan besar,
menghadap pangerannya, semuanya memberi hormat dengan
berdiri tegak. "ong-ya hendak menitahkan apa?" tanya
seorang hok-wie yang berewokan kaku.
Kelima pengawal itu heran. Mereka mendapat kenyataan
wajah majikan itu tak wajar. Mereka saling mengawasi Hokwie
yang menanya itu jadi bercuriga.
Melihat datangnya kelima pahlawan itu walaupunla tetap
merasa tak nyaman hati si pangeran menjadi terbangun,
hingga pulihlah keberaniannya. Lupa pada ancaman si anak
muda, hendakla memberikan perintah penangkapan- Hanya
belum lagila membuka mulutnya, punggungnya terasa dingin
karena tambaran angin, terus punggung itu nyeri seperti
ditusuk senjata tajam. Saking nyeri-nya dan kaget, mukanya
menjadi pucat lagi. Biar bagaimana,la menyayangi jiwanya, ia
takut mati. "Lekas kamu merdekakan Lim Ban coen suami dan isteri"ia
memberi perintah, keras. "Serahkan mereka pada Nona Lim,
lalu antarkan mereka keluar. Jangan susul dan pula jangan
binasakan mereka. Siapa melanggar perintah ini, dia bakal
dapat hukuman mati."
Kelima hok wie itu heran apapula si berewokan, mereka
sampai melengak. "Ya" sahut si berewokan kemudian berdirinya tegak kedua
tangannya lurus. Tapila lantas menanya: "Apakah ongya
berbuat paksaan orang" Mana dia orang itu?"
Parasnya Hosek berubah pula.
"Entah dari mana Keng-cat Gioe memperoleh, perkara telah
sampai kepada Seri Baginda," katanya "Tak dapat karena
urusan kecil itu Poen hoan merusak usaha besar, Lekas pergi"
Kelima pengawal itu tidak berani banyak omong lagi,
dengan cepat mereka mengundurkan diri.
Sejenak itu kamar menjadi sunyi.
Hosek berdiam terus, tetapi sekarang penderitaannya
berkurang banyak. "Bagus, kau kenal selatan"la mendengar suara yang bengis
tadi. "coba tadi kau keluarkan perintahmu membekuk aku,
pasti sekarang kau sudah rebah tanpa jiwamu"
Pangeran ini kaget, bulu romanya pada bangun berdiri.
"syukur..." katanya didalam hati.
"Kalau sebentar kelima hok-wie kembali.la mendengar pula,
titahkan mereka kembali ketempatnya masing masing, nanti
aku bebas kan kau dari totokanku ini"
Hosek mengangguk. ia tahu ia cuma harus menurut
perintah. Didalam hati,ia sangat panas dan penasaran-ia cuma
bangsa memerintah, tak pernah diancam lain orang. Diamdiam
ia lalu berkata dalam hati kecilnya.
"Selama satu hari aku masih hidup didalam dunia, akan aku
hukum mati pada kamu-sampai sembilan tingkat anakmu"
Benar tak lama, kelima pengawal tadi sudah kembali, untuk
melaporkan yang suami istri Lim Ban coen sudah
dimerdekakan dan diserahkan pada gadisnya, bahwa mereka
semua sudah bebas." "Bagus" Hosek mengangguk. "Kamu kembalilah ketempat
kamu" Kelima pengawal itu melengak. Mereka melihat wajah
tuannya tetap tak wajar. Tapi mereka tidak berani banyak
omong, terpaksa mereka meloyor pergi.
Sekeluarnya dia dari kamar Tiong Hoa pun keluar dari
tempat sembunyi. Dengan sebatla menotok si pangeran,
hingga tubuh orang jatuh rebah diatas pembaringannya
dengan semaput. Dengan sebat ia membuka baju dan
sepatunya, tubuh itu terus dikerebongi. Selesai itu dia
memadamkan api lalu ia meninggalkan kamar dan lauw teng...
ooo Selagi fajar mendatangi rembulan tinggal sisanya saja.
Angin pagi sudah mulai bertiup membuat cabang-cabang yang
lice Pada bergerak-gerak. Ketika itujamban Louw Kauw Kia,
atau Marco Polo bridge, melintang tegak ditengah-tengah
sungai Beng Teng, nampak mirip seekor ular besar, tak
bergerak tak berkutik. Masih sunyi waktu itu tempo mendadak
terlibat dari tepian satu tubuh kecil lompat keatas jambatan itu
untuk berlari-lari pesat menuju kekota kecamatan Wan-peng.
Dialah Lie Tiong Hoa. Pintu kota masih belum dibuka, maka
itu dia melompati tembok. Dia menuju ke Wan-peng untuk
menyatroni rombongan Thian Ciat Sin-koen di Hotel Kit Siang.
Hanya sekarang dia menyamar sebagai seorang tua.
Tiba dihotel dia masuk dari belakang dengan melompati
tembok pekarangan- Terus dia mencari kamarnya Thian ciat
Sin-Koen. Setelah berhasil dia lompat keluar pula. Sekarang
dia pergi kedepan guna berjalan dengan wajar
menghampirkan pintu. Dia berjalan terus masuk kedalam
pekaranganseorang jongos melihat datangnya seorang tetamu tua,la
lekas menyambut. "Apakah ada kamar yang bersih?" tanya Tiong Hoa seraya
membuka matanya. "Pernah aku bermalam disini, aku
menyukai sebuah kamar yang sunyi, Apakah kamar itu
kosong?" "Tadi malam semua kamar sudah penuh." sahut si jongos,
yang tertawa manis, "hanya baru baru ini, kamar mana itu
yang dipakai oleh tuan" Maaf, tuan, kau sungguh asing
bagiku. Kapan tuan pernah singgah disini?"
Tiong Hoa bersenyum tawar.
"Banyak omong" bentaknya.la berjalan terus masuk
kedalam hotel,la bertindak cepat seperti juga hotel itu dikenal
baik olehnya. Si jongos mengikut dengan terheran-heran-
Tiong Hoa pergi keruang dalam dimana di empat penjuru
terlihat kamar-kamar.la memandang ke seputarnya hanya
sejenak. terusla menghampirkan sebuah kamar sebelah
timur.ia berhenti didepan pintu.
"Baru-baru ini aku menyewa kamar ini" katanya sambil
terusla menolak daun pintu kamar itu, kelihatannya ia hendak
terus saja memasukinya. Si jongos heran, dia menghadang
dimuka pintu. "Kamar ini ada isinya" katanya tertawa suaranya perlahan-
"Penyewanya masih belum bangun, Baiklah, sebentar setelah
dia pergi kamar ini akan aku sediakan untuk tuan- Maaf"
Mata Tiong Hon mendelik. "Kau banguni dia dan suruh dia pergi, beres bukan?"
katanya keras. la merogo keluar sepotong emas seharga
duapuluh tahil perak. sambil menyerahkan uang itu,la kata:
"Jumlah ini cukup toh" Aku paling suka tidur pagi-pagi Kau
usir dia pergi ini presen untukmu"
Matanya si jongos silau. Langit sudah mulai terang, uang
emas itu berkilauan. Dia mengawasi tajam, lantas dia
mengangkat kedua tangannya.
"Ini..." katanya ragu-ragu. "Walaupun tuan memberikan
lebih banyak pula, aku tidak dapat menerima. Semua tuantuan
yang datang pada kami adalah malaikat- malaikat harta.
Maaf" "Ini... ini apa?", bentak Tiong Hoa. "Beginilah tabiatku. Aku
mau apa yang aku mau. Aku maui ini kamar, tidak bisa lain"
Suara berbisik itu membikin sadar pada Ciat Sin Koen serta
kawan-kawannya yang mengambil kamar lainnya. Tadinya
mereka menyangka keributan biasa saja, tak niat mereka
keluar untuk melihatnya, tapi setelah mendengar suara orang
yang terakhir, Thian ciat menyangka orang sengaja mencari
gara-gara terhadapnya. Dia menjadi mendongkol maka dia lompat bangun dan
membuka pintu dengan kaget. Dia masih sempat melihat si
orang tua bersikap bengis pada si jongos yang sebaliknya
menjadi serba salah. Lee Yauw Koan mengawasi tajam pada Tiong Hoa.
"Kenapa kamu bikin ribut disini. mengganggu tidur orang?"
dia menegur. si jongos tak dapat membuka mulutnya. Tapi Tiong Hoa
kata tawar: "Aku si orang tua menghendaki kau suka
menyerahkan, kamarmu, lain tidak"
Sepasang alis Thian cit terbangun, kedua matanya bersinar
bengis. Hanya selintasanla lantas bersikap dingin.la tertawa
dan tanya: "Apakah kau itu cuma sebab menyukai kamar ini
atau karena ada lain maksudmu?"
Tiong Hoa mencari alasan rewel, supayala dapat
membunuh orang didepannya ini, siapa tahu orang cerdik
sekali dan licik. Tapi ia menjawab: "Bagus kau pandai melihat
gelagat Aku si orang tua menghendaki kamarmu ini, tak ada
maksud lain. jikalau kau mau mengalah, nah lekaslah keluar"
Thian cit Sin Koen menduga pasti orang lagi mencari garagara.
la mendongkol. Di samping itu dia percaya orang
mempunyai andalan.la heran untuk orang tua itu yang
nampak wajar seperti orang tua yang kebanyakan- Biar
bagaimana dia mau bersikap hati-hati.
Ketika itu muncul seorang tetamu usia tigapuluh lebih,
mukanya kuning dan jidat kirinya bertapak bekas bacokan. Dia
gusar sebab dia lantas menegus ketus: "Siapa kau" cara
bagaimana kau berani kurang ajar di hadapan Lee
Loocianpwee" Apakah kau mau cari mampus mu" "
Tiong Hoa tertawa. "Apa main loocianpwee-loocianpwee."
Dia membentak. "Aku tak mengerti Laginya -orang tidak
minta kaulah yang menyerahkan kamarmu" Perlu apa kau
campur mulut?" Belum habis suara Tiong Hoa, tangannya orang itu sudah
melayang. Dia menyerang hebat.
Tiong Hoa berkelit kekiri, kedua tangannya segera
diangkat: Tangan kanannya, dengan dua jeriji, monotok
kejalan darah kiok tie orang itu, dan tangan kirinya, menekan
ke jalan darah cie yang dipunggung
Hanya satu kali saja orang itu mengasi dengar seruan


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertahan, Dia membuka mulut nya untuk memuntahkan darah,
dan tubuhnya turut roboh terkulai. Dia telah putus nadinya
dan jiwanya melayang pergi.
Jongos kaget, dia lari keluar dengan muka pucat pasi.
Thian ciat Sin Koen kaget sekali. ia percaya orang tua itu
datang untuk mencari gara-gara belaka. Tapila masih hendak
menanya tegas. Sebaliknya Tiong Hoa tak bekerja kepalang
tanggung. Itu waktu muncullah kawan-kawannya Thian ciat
Sin Koen, mereka lantas diserang hingga enam diantaranya
roboh sebelum mereka sempat berdaya: " orang she Lee. kau
mesti mengerti" kata Tiong Hoa yang tertawa dingin.
"Sekarang ini pembesar tentara disini Kioe-seng long nia,
telah mendapat tahu kamu hendak melakukan perbuatan
jahat, maka itu aku diberi tugas untuk menangkap dan
menghukum setempat kepada kamu, Kau..."
Lee Youw Hoantidak menanti orang bicara habis, dia pun
tidak pikir pula buat minta keterangan, mendadakla lompat
mundur, buat lari keluar, untuk kabur dengan melompati
tembok pekarangan. Tiong Hoa melihat orang hendak kabur tanpa membuang
apa-apala lompat menyusul,ia dapat bergerak lebih sebat,
tangannya juga dapat melar. Maka Thian ciat sin Koen kena
disambar, tubuhnya ditarik pulang dan jalan darahnya, jalan
darah Kiok-tie tercengkeram dalam dengan lima jeriji tangan-
Walaupun dia seorang, Lee Youw Hoan toh merasakan
sangat sakit hingga dia tak dapat bertahan, dan dia mengasi
dengar suara kesakitan, ingin dia meronta, maka dia
mengerahkan seluruh tenaganya. Dia menggertak gigi. dia
gerakkan tangannya. Tapi Tiong Hoa menariknya demikian
keras, tidak ampun lagi sebelah lengannya copot. Tetapi ini
menolong kepadanya, dia dapat lolos dan bisa lari terus
melewati tembok pekarangan dimana dia menghilang. Tiong
Hoa menaruh kaki ditanah,la melengak.
"Hantu tua itu benar-benar licik." pikirnya, "Dia dapat kabur
dengan meloloskan lengannya."
Ia lemparkan lengan itu, iapun lompat keluar untuk
menyusul. Tiba diluar kota Wan-peng.ia kehilangan bekasbekas
tanda darah. Karena itu,ia kembali dengan tak gembira.
Sementara itu didalam kotaraja orang menjadi gempar.
Katanya Pangeran Hosek mendapat penyakit tidur dan tabibtabib
tak berdaya menolongnya. Berbareng dengan itu,
katanya pangeran kehilangan belasan pengawalnya, entah
sekalian hok-wie itu kabur karena ketakutan dituduh sudah
mencelakai tuannya atau sebab ketakutan sendiri, inilah cerita
pebagai penduduk kota. Tidak ada orang yang ketahui jelas duduknya peristiwa itu
kecuali Lie Tiong Hoa dan Liong Hoei Giok serta Lim Ban coen
isteri dan anaknya. Totokannya Tiong Hoa itu tak ada orang
yang dapat bade atau bebaskan-
Tempo Tiong Hoa sudah kembali kerumahnya,ia lantas
duduk menyendiri didalam pasebannya yang kecil- mungil.
Disinila dapat menenangkan segala apa. Maka ingatlahla akan
satu hal. "Kenapa didalam hotel Kit Siang di Wanpeng itu aku tidak
melihat Ong It Hoei?" katanya seorang diri. "Dia sangat cerdik,
dia dapat menerka akal muslihat kita mengenai kematiannya
Bouw Sin Gan, sekarang dia menghilang, tentunya dia kabur,
inilah berbahaya, dibelakang hari dia dapat menjadi biang
bencana. Ah, aku mesti pergi sendiri ke Kan-tan-
Tak lama Tiong Hoa berpikir, lantas ia lompat nyeplos
dijendela, untuk terus lari pergi.
ooo Dijalan besar antara Hao see dan Han-tan terlihat sebuah
kereta yang dikasi jalan perlahan-lahan, yang ditarik tiga ekor
keledai pilihan- Suara tindakan kakinya keledai-keledai itu
tegas terdengar. Diatas kereta duduk berbaris lima orang yang
mengenakan baju panjang warna hitam, orang-orangnya
sendiri beroman bengis, semua matanya tajam. Mereka itu
beromong-omong satu dengan lain-
Didalam kereta berduduk seorang tua yang romannya jelek
dan menakuti, matanya yang merah bersinar keren. Muka dia
hampir ditutup dengan berewok ubanan, mulutnya lebar
giginya tonggos. Tubuhnya pun besar dan gemuk, bajunya
yang hitam, panjang sampai didengkul. Di-samping dia ada
sebuah peti kayu, yang di tutup rapat, cuma ada lubang
anginnya sebesar kacang kedele.
Tengah berjalan itu, tiba-tiba si orang tua dengan roman
aneh itu menanya: "Kauw Jin- jalanan ini nampaknya tenang
sekali. Apakah tadi kau tidak melihat orang atau orang-orang
yang romannya mencurigai" Aku si tua kuatir usaha kita ini
bocor. Kalau dugaanku benar, mungkin siauwhiap akan
menampak kepusingan-"
Orang yang dipanggil Kouw Jin, satu diantara lima orang
yang duduk diluar, sudah lantas menjawab: "Tak usah
tongkee buat kuatir Memang benar ditengah jalan kita
berpapasan dengan orang-orang Kang ouw tetapi mereka
pasti tak tahu apa yang kita kerjakan- Siauw-hiap cerdik, aku
percaya dia tidak bakal menemui kesulitan-
Penumpang-penumpang kereta itu yaiah Koay-Bin Jin-Him
Song Kie serta Tiong Tiauw Ngo Mo, lima Hantu dari Tiong
Tiauw, yang lagi membuat perjalanan dengan dandanan
penyamaran- Mereka tidak mau menarik perhatian umum.
Didalam peti kayu itu rebah mangsa mereka: Bouw Sin Gan
yang tengah diangkut pergi.
"Kamu berlima duduk diluar. sebenarnya kamu terlalu
menyolok mata," berkata pula Song Kie. yang batuk-batuk.
"Nama Tong Tiauw Ngo Mo sudah terlalu tersohor, wajah
kamu sendiri telah banyak yang kenal, sekarang kamu
menjadi kusir- kusir. mana kamu tak mendatangkan
kecurigaan orang?" Kouw Jin, si Hantu pertama, tertawa.
"Tongkee terlalu hati hati" katanya. "Dulu hari siapakah
yang tongkee buat takut?"
"Inilah bukannya aku slorang tua takut." Song Kie
menerangkan- "Aku hanya berkuatir yang pesan siauwhiap
nanti kena tersia-siakan- Musuh musuh kita dahulu hari
banyak sekali, ya terlalu banyak. maka aku kuatir ditengah
jalan ini kita nanti menemui satu atau lebih diantaranya. Kita
bakal lekas tiba di Hantan, meski begitu, aku harap siauwhiap
lekas menyusul kita, dengan begitu barulah aku situa dapat
melapangkan dadaku yang sesak ini."
Kelima Hantu berdiam, mereka cuma mengayun cambuk
mereka, membuat ketiga keledai berlari-lari. Maka itu, lebih
tengahlah tindakan kaki binatang-binatang itu.
Belum terlalu jauh, mendadak terdengar berisiknya
tindakan beberapa ekor kuda yang datang dari belakang.
Tiong Tiauw Ngo Mo dapat dengar itu. hati mereka berdenyut
sendirinya. Dengan lekas suara dibela kang itu datang dekat, lalu
melewati kereta keledai itu.
Itulah enam penunggang kuda yang main mengaburkan
kudanya. Selagi melewati mereka itu berpaling, mengawasi
kelima Hantu. Satu diantaranya membuka mulutnya berkata
nyaring: "Tiong Tiauw Ngo Mo...." Belum suara berhenti,
mereka itu sudah lewat jauh beberapa puluh tindak. Parasnya
kelima Hantu berubah. " orang-orang macam apa?" tanya
Song Kie. "Kita tidak dapat melihat tegas," sahut Kouw Jin- "Kalau
tidak salah merekalah kawanan kurcaci yang dulu hari
berpura-pura menjadi orang-orang dengan baik hati..."
Mendengar demikian, Song Kie kata keras: "Kita mesti lekas
tiba di Hantan Aku kuatir nanti terjadi sesuatu ditengah jalan
ini." Kelima Hantu menurut, mereka membentak-bentak ketiga
keledai, yang lantas lari keras, hingga roda-roda kereta
menggelinding gencar, hingga debu menjadi mengepul naik
tinggi. Song Kie nongol keluar tenda.la nampak masgul.
"Kalau sebentar kita tiba dimulut penyeberangan Lok Hoo,"
pesannya, "kita ambil jalan cabang yang sebelah kanan, kapan
kita sampai dikuil Hok Kok Sian Sie. di-sana kita singgah untuk
berlindung sebentar."
Tiong Tiauw Ngo Mo heran mendengar suara orang
demikian sungguh-sungguh, Mereka saling memandang.
"Tongkee." tanya Kouwjin, "apakah kau menduga kepada
suatu pihak atau orang yang liehay?"
Koay Bin Jin Him, si Manusia Beruang Bermuka Aneh,
mengerutkan alisnya yang tebal.
"Aku si tua ingat pada kejadian duapuluh tahun yang
lampau," sahutnya. "Tapi sekarang tak sempat aku menutur
peristiwa itu. Kouw Sin, pergi kau lekas kembali, untuk
memapaki siauwhiap. Aku percaya siauwhiap akan sudah
menyusul kita. Kau ajak dia langsung ke Hok Kok sian Sie"
Kouw Sin, Hantu yang termuda, menurut. Kebetulan
mereka lewat dibawah pohon Jie yang banyak cabangnya,
makala turun dari kereta tanpa lompat kebawah hanya dengan
menjambret secabang pohon-la menunggu sampai kereta
sudah lewat beberapa puluh tombak, barula merambat akan
turun dari pohon itu yang tumbuh di tepi jalaan diladang
gandum. Tidak ayal lagi ia mengambil jalan besar untuk lari
balik ke arah kotaraja. Kereta sendiri berlari-lari terus sampai maghrib. Keempat
hantu meraba senjatanya masing-masing. Mereka
terpengaruhkan oleh sikap luar biasa dari Song Kie. Tak
biasanya pemimpin itu bersikap seperti orang dengan nyali
kecil itu. Mereka pun tahu percuma mereka membujuki. Mau
atau tidak. mereka mesti siap sedia. Mereka jadi mau percaya
disebelah depan bakal ada musuh-yang tangguh.
Sang kereta berjalan terus, demikian pula sang waktu..
Sekarang ini si Puteri Malam mulai mengintai dibalik awan-
Langit gelap. angin bertiup keras. Masih kereta berjalan terus.
Lagi beberapa saat, kereta sudah sampai dijalanan yang
sukar, selat dengan di kiri dan kanan samping yang tinggi dua
sampai tigapuluh kaki. Lebarnya selat cuma empat atau lima
tombak. Keempat Hantu mengetahui baik, itulah tempat yang bagus
letaknya, andaikata orang jahat hendak turun tangan- Maka
disitu mereka hendak melarikan keras kereta mereka.
Justeru itu dari atas tanjakan jurang mereka mendengar
suara nyaring: "Tahan kereta kamu"
Suara itu disusul dengan beberapa puluh kali suara nyaring
serta cahaya berkeredepan turun menyambar.
Keempat hantu sudah lantas menahan tali kendali. Ketiga
keledai mesti menghentikan kaki mereka dengan mendadak.
mereka sampai seperti berdiri dengan kedua kaki belakangnya
masing-masing serta kepala terangkat tinggi. lewat dua
tombak. baru roda-roda kereta berdiam berputar.
Keempat Hantu berputar senjata mereka, meruntunkan
puluhan sinar berkeredepan itu, yalah pelbagai senjata
rahasia. Beberapa buah senjata mengenai tenda, tetapi Song
Kie tak muncul karenanya.
Dengan lekas terlihat beberapa orang berlari-lari turun,
setibanya dibawah mereka mengambil sikap mengurung
kereta. Toa-Mo Kouw Jin tertawa lebar,la terus berkata: "Sahabatsahabat,
kamu benar-benar tidak membuka lebar-lebar mata
kamu cara bagaimana kamu dapat datang menyambut kepada
kami Persaudaraan Kouw. Apakah kamu tidak mencari
keterangan dahulu bahwa kami biasa dahar apa?"
Didepan Toa Mo, Hantu kepala dari Tiong Tiauw, sudah
lantas muncul seorang jangkung- kurus yang matanya tajam.
Dia juga tertawa lebar, sembari tertawa dia menjawab: "Kami
bukannya begal Kami hanya datang mencari tongkee kamu
Kouw Loosoe, silahkan kau minta Song Tongkee keluar
menemui kami" Kouw Jin tertawa terus. "Sahabat, mohon tanya she dan namamu yang mulia?"
katala. "Pula aku ingin ketahui kau dengan tongkee kami ada
bermusuh atau tidak..."
Si jangkung-kurus itu bersenyum.
"Maaf aku she Yok." sahutnya. Akulah ketua muda dari
Hoay Yang Pang yang dunia Kang ouw menyebutnya Poankoan-
pit Yo cong Kay. Aku tidak bermusuh dengan tongkee
kamu Kouw Loosoe tetapi kami di undang untuk membantu
pihak pengundang itu. Sekarang kami datang untuk
mengundang tongkee kamu membuat pertemuan disatu
tempat lain dengan dia itu."
"Yo Loosoe, siasatmu ini kurang sempurna" kata Kouw Jin
tertawa tawar. "Siapa pengundang itu" Kenapa dia
mengutusmu"Bukankah lebih benar kamu tengah mengarah
mustika diatas kereta kami"."
Mukanya Yo cong Kay menjadi merah.
Lantas saja menarik sepasang senjatanya yang ia
geblokkan di punggungnya.
"Kouw Loosoe." dia berkata. "Kabarnya kamu telengas
sekali, jikalau kamu bekerja biasa kamu tidak meninggalkan
saksi hidup. hingga kejahatanmu bertumpuk tinggi bagai
bukit, maka itu, biarnya aku bukan lagi bekerja untuk
pengundang itu, aku juga hendak bekerja untuk pri-keadilan
Rimba Persilatan-" Kouw Jin habis sabarnya, dalam murkanya ia menggeraki
pedangnya dari kiri ke kanan, hingga sinarnya mencorong,
menyusul mana, tangan kirinya menyambar pundak orang.
Tak kecewa Yo Tong Kay menjadi ketua muda Hoay Yang
Pang. Dia dapat bergerak dengan gesit sekali. Dia bergerak
kekiri berkelit dari sambaran tangan kiri lawan.
Dengan poan koan pit, senjatanya mirip alat tulis,la
menekan pedang lawan itu. Kemudian dengan sangat cepat
tangan kirinya menotok kejalan darah didada Kouw Jin. Itulah
gerakan jeriji tangan yang merupakan "Naga hitam mengambil
mutiara" Ouw Liong Tam coe."
Kouw Jin menangkis dengan tebasan pedang yang ditarik
pulang, setelah itula menyerang pula beruntun sampai tiga
kali. Dengan begitu bertarunglah mereka.
Selagi Kouw Jin bertempur itu, tiga saudara lainnya juga
sudah ada yang serbu, Tiga diantaranya musuh berlompat
maju. Hanya ketika mendekati kereta mendadak dari dalam
kereta ada tiga senjata rahasia yang berkeredep menyambar
keluar. Seorang musuh tak keburu kelit, pahanya kena
terhajar. Dia berteriak dan roboh terjengkang, pahanya itu


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengeluarkan darah. Karena itu dua yang lainnya lompat
kesamping lantas mereka menolongi kawan mereka yang
terluka itu. Senjata rahasia itulalah sebatang piauw besi. Melihat itu
mereka terkejut, agak mereka heran- Mereka menduga
didalam kereta itu ada bersembunyi Koay Bin Jin Him Song
Kie. tetapi senjata rahasia siBiruang Aneh yalah paku Thianlong-
teng. bukannya piauw semacam itu, piauw biasa saja.
Mereka tak tahu, setelah ditolong Tiong Hoa. Song Kie mau
mengubah cara hidupnya, dia menyimpan goloknya, dia tak
lagi memakai pakunya yang kesohor itu. Sekarang dia datang
membantu Tiong Hoa, dia membekal pakunya, tetapi yang dia
pakai yalah piauw biasa. Tanpa sangat perlu, tak sudi dia
pakai pula pakunya itu. Pula song Kie berlaku sabar luar biasa. Tak sudi dia keluar
dari keretanya, dia kuatir, asal dia keluar, nanti ada musuh
mendatangi keretanya, guna mengganggu tubuh nya Bouw
Sin Gan- Dan musuh itu, yang repot menolongi kawannya, tak
segera maju pula. sekarang ini rembulan sangat terang.
Selagi pertempuran berlangsung, dari atas jurang terdengar
teriakan- "Tahan- Semua orang lantas pada mundur sendiri nya. Setelah itu
dari atas itu terdengar pula suara tadi yang nyaring: "Siluman
tua the Song, kalau kau benar sahabat baik, kau mesti muncul
menemui kawan lamamu. Mengapa sebaliknya kau terus
sembunyi saja didalam kereta?"
"King Loosoe, selamat bertemu" menjawab Song Kie sambil
tertawa nyaring. "Dua puluh tahun sudah lewat, aku si orang she Song
menyangka kau telah lama mati Siapa nyana kau sebenarnya
masih ada dalam dunia yang fana ini Sungguh inilah diluar
dugaan Memang perhitungan kita harus dibereskan, hanyalah
kalau kita masih- bertempur ditengah jalan seperti ini,
kelihatannya- perbuatan itu perbuatan dari pandangan cupat"
Orang diatas jurang itu tertawa. Dia kata: "Memang
sebenarnya aku memikir sekarang ini- membuat perhitungan
denganmu aku merencanakannya diakhir tahun ini diwaktu
mana aku hendak mendatangi gedungmu, tetapi secara
sangat kebetulan, aku bertemu kau disini, maka aku jadi ingat,
dari-pada memilih lain hari lebih baik kita, menetapkan saja
hari ini" Song Kie menelad orang. Diapun tertawa.
"Aku sudah menduga kau tentu telah mengundang orangorang
lihay buat membantumu membinasakan aku" katanya.
"Maka baiklah, bersedia aku melayani kau, asal saja kau
setuju denganku.. Kita pergi ke kuil Hok Kok Sian Sle di Lak
Boo sana, disana tak seperti disini, disini kita mudah menarik
perhatiannya pembesar negeri"
Suara diatas itu menjawab cepat. "Baik." beginilah
kepastian kita. Aku si orang she Kiang tidak kuatir kau nanti
lari terbang ke langit. Nah sebentar jam empat, Kita bertemu
pula didepan Hok Kok sie."
Yo cong Kay lantas menyerukan kawan-kawannya, maka
itu terlihatlah enam orang lari berangkat menuju ke Han-tan-
Yang satu lagi dengan mempepayang si luka mengikuti enam
orang itu. Berhentilah pertempuran itu.
Dalam kesunyian terdengar suaranya Song Kie dari dalam
kereta berkata. "Kamu naiklah ke kereta Mari kita melanjuti
perjalanan kita." Kouw Jin berempat yang mengawasi musuh berlalu, lantas
lompat naik ke atas kereta. "Tongkee kenapa kita tidak
bereskan saja yang tiga lagi ?"la tanya.
Diatas jurang masih ada bersembunyi orang-orang yang
liehay." Song Kle menjawab. "Kita berjumlah lebih sedikit, kita
harus dapat menggunai saat juga. coba tidak malang dengan
peti ini, akupun bukannya si manusia takut mati Sudah, tak
usah kau banyak Tanya lagi, cuma menambah pusing.
ooo Cuaca baru saja menjadi gelap dan sang rembulan sudah
mulai muncul, disaat itu ditengah jalan besar nampak seorang
kabur dengan kudanya, cepatnya luar biasa. Dia-lah Lie Tiong
Hoa. Sekeluarnya dari gedung-nya, dia pergi ke tempat
penyewa keledai dan kuda,la memilih seekor kuda dengan apa
dia lekas-lekas meninggalkan Yan-khia kotaraja. Kebetulan
kuda itu jempol, bisa kabur sekuat-kuatnya.
Terpisah kira satu lie dari Tiong Hoa ini, dibelakangnya itu
kabur seorang penunggang kuda lainnya. Dia ini seorang nona
yang cantik, yang rambutnyapun bagus, di tutup dengan
saputangan sulam. Dia menunggang kuda istimewa, yang
larinya pesat dan tetap. maka itu nampaknya lekas sekali.
Tiong Hoa bakal dia dicandak....
Si anak muda mendengar suara kaki kuda mendatangi itu.ia
heran- Saking curiga, ia lantas kata dalam hatinya:
"Mungkinkah rahasia telah bocor, la lantas menoleh ke
belakang. Tak dapatla melihat tegas, penunggang kuda
dibelakang itu mendekam atas punggung kuda.
Karena itu,la lantas menahan les kudanya, ketika
penunggang kuda itu tiba dengan cepat,ia terus menyambut
dengan satu pukulan udara kosong.
Penunggang kuda itu rupanya memasang mata, melihat
dirinya diserang, dia kaget hingga dia berteriak nyaring,
tubuhnya berlompat dari atas kudanya. Kuda itu sendiri
berjingkrak sambil meringkik keras.
Tiong Hoa terkejut akan mendengar teriakan seorang
wanita. Dengan lantas ia mengawasi. Kembalila menjadi
heran- Wanita itu, yang telah berkelit ke samping berdiri jauhnya
satu tombak dari ia ialah Nona Lim Gin Peng yang
diketemukan di dalam istana Pangeran Hosek.la menjadi
mengerutkan alis. "Nona Lim" tegurnya, "kenapa kau datang kemari"
Bagaimana dengan ayah dan ibumu?"
Nona itu tersenyum. "Aku telah mendapatkan tempat dimana aku dapat
menyembunyikan ayah dan ibuku itu. Dia menyahut. "oleh
karena aku menguatirkan keselamatan kau, kongcoe aku
sudah lantas kembali ke istana untuk menantikan kau. Aku
melihat kau pula ke gedung Siangsie, baru hatiku lega...
Sekarang ini didalam kota ramai tersiar cerita burung
diantaranya ada fttnah bahwa kongcoe telah meracuni
pangeran Hosek..." Tiong Hoa terkejut juga. "Siapakah penyiar fitnah itu ?"ia
tanya. "Dialah Liok cie Kiam Yong Thian Hoei gula-gula nya Mauw
Boen Eng." Sahut Nona Lim. "Dia juga menempatkan diri di
dalam istana Hosek. Entah kenapa mereka kedua kekasih
bentrok. Biar bagaimana, Yong Thian Hoei masih mencintai
Boen Eng, maka dia bingung ketika dia mendapat tahu Boen
Eng lenyap. Lantas dia menduga Boen Eng terbinasa ditangan
kongcoe. Begitulah dia menyiarkan kabar anginnya itu "
Tiong Hoa mengawasi tajam nona itu.ia heran kenapa si
nona mengetahui hal itu demikian jelas.
Gin Peng dapat menduga kesangsian si anak muda, makala
berkata pula, dengan sungguh-sungguh: "Aku dengan Boen
Eng pernah saudara-saudara seperguruan, maka aku ketahui
jelas tentang dia. Selama di Koen-beng, Boen Eng dan Yong
Thian Hoei telah melihat kau, kongcoe..."
Si anak muda mengangguk. "Aku mengerti sudah," katanya. "Aku menghaturkan
banyak-banyak terima kasih kepada kau, nona, untuk
penjelasan kau ini. Sekarang silahkan nona pulang, supaya
kau tidak membocorkan rahasia diri kamu."
Nona itu mengawasi tajam, sinarmatanya sayup,sayup, Dia
nampak masgul dan penasaran-
"Aku melihat Yong Thian Hoei mundar-mandir disekitar
gedungmu. kongcoe,"la berkata pula, perlahan, nadanya
berduka. "Atas itu aku lantas pergi pada Liong Tay-jin untuk
memberikan kisikan. Dengan Liong Tayjin bersiap-siap
membekuk Yong Thian Hoei guna menutup mulutnya. Dari
tempatnya Liong tayjin, aku segera kembali kegedung
kongcoe, kebetulan aku melihat kongcoe berlalu, aku lantas
menyusui, terus sampai disini. Baiklah kongcoe ketahui,
datangku ini atas titahnya ayah dan ibuku, tak dapat aku
membantah titah orang tuaku itu..."
Tiong Hoa menjadi masgul.ia serba salah. Sukar untuknya
menampik. Tapi ia cerdik, cepatla mendapat pikiran-
"Ada satu urusan sangat penting yang memaksa aku mesti
pergi ke Han-tan-" katanya. "Walaupun demikian, didalam
tempo dua atau tiga hari, pasti aku akan pulang ke kotaraja.
Maka itu sekarang baik nona lekas pulang. Lebih baik nona
pergi kepada Long Tayjin untuk membantui membekuk Yong
Thian Hoei. Aku minta ini padamu, nona, dapatkah kau
meluluskannya ?" Hati Gin Peng bercekat.ia tahu sebenarnyala ditampik.
Saking berduka, airmata nya lantas melele turun- Karena itula
tidak lantas cepat-cepat menjawab.
Ketika itu satu bayangan terlihat berlari-lari mendatangi
dari arah IHan-tan, gerakan nya sangat gestt, dengan lantas
dia sudah sampai. Tiong Hoa melihat bayangan itu,la memutar tubuhnya
untuk men ambut.ia mengulur Tangan Keranya.
"Aku. Lie Siauwhiap" orang itu berseru sambil dia berkelit.
"Aku Kouw Sin" Tiong Hoa segera menarik pulang tangannya, ia terkejut. Ia
mengawasi tajam kepada Hantu kelima dari Tong Tiauw.
Kauw Sin sudah lantas berkata pula: "Siauwhiap. ada
terjadi ancaman bahaya ditengah jalan Tongkee kami telah
bertemu dengan musuhnya. oleh karena tongkee kuatir nanti
terbit kegagalan dia menitahkan aku lekas balik buat mencari
siauwhiap. Siauwhiap diminta lekas pergi ke Lok Hoo hulu,
kekuil Hok Kok slen Sie"
Tiong Hoa terkejut, tetapila menjadi bingung, bahkanla
tahu bagaimana harus bertindak.
"Kita berangkat" katanya nyaring.
Kouw Sin pun mengerti, tanpa mengatakan apa-apa lagila
memutar tubuhnya buat lari balik.
Tiong Hoa lompat turun dari kudanya untuk ditinggalkan-ia
menyusul Kouw Sin dengan berlari-lari.
Gin Peng bingung menyaksikan itu,ia mengertak gigi.la
lekas mengambil keputusan, maka ia lari pada kudanya,ia
lompat naik, lantas ia keprak binatang itu, buat dikasi lari
terbang menyusul. Pada kira jam tiga, tengah rembulan permai sekali, Tiong
IHoa bertiga telah tiba di penyeberangan sungai Lok Hoo. Dari
situ mereka berlari-lari terus kearah kanan- Di situ ada banyak
pohon, Gin Peng turun dari kudanya dan menambatnya,
dengan jalan kaki,la mengikuti terus si arak muda dan si
Hantu dari Tiong Tiauw. Belum jauh mereka berlari-lari, didalam rimba itu mereka
dipegat oleh tiga orang, yang muncul secara tiba-tiba. Dengan
berdiri berbaris tiga orang itu menghadang. Yang satu lantas
saja berkata: "Sam-wie, tahan Didepan sana ada ancaman
bencana. Jikalau tidak ada perlunya, silahkan sam wie balik
kembali." Tiong Hoa sudah lantas memandang tajam,ia melihat orang
berpakaian serupa.la juga melihat air muka orang bukan
seperti orang-orang sesat.la menduga kapada kawan-kawan
atau pembantu dari musuhnya Song Kie la memberi hormat
pada mereka itu. "Terima kasih atas nasihat kamu bertiga,"ia kata ramah.
"Tapi kami mempunyai urusan penting, kami mesti melakukan
perjalanan cepat, maka itu maaflah, tidak dapat kami menurut
nasihat tuan tuan-..." orang itu mengawasi tajam. "Tuan
hendak pergi kemana?" dia tanya. Sulit buat Tiong Hoa
menjawab. Tak dapat ia mendusta.
Lim Gin Peng lantas maju kemuka. dia kata pada si anak
muda: "siauwhiap silahkan berjalan terlebih dulu, nanti
nonamu melayani tiga orang ini"
Tiong Hoa mesti mengambil keputusan cepat. Ia menerima
baik kata-kata si nona, maka dengan menarik tangannya
Kouw Sin, ia berlompat melewati penghadang itu.
Gin Peng sendiri sudah lantas mengeluarkan senjatanya
yang berupa Giok keng alat musik kemala, dengan tangan
kirinya dia memegang, menampar, dengan tangan kanannya
ia lantas mementil dengan dua buah jerijinya. Maka disitu
terdengar suara menggentrung berulang-ulang.
Ketiga penghadang itu terkejut. Mendadak saja mereka
merasa pikiran mereka kacau, kepala mereka pusing, mata
mereka berkunang. Ketika itu darah mereka pun bergolak.
tidak ampun lagi ketiganya roboh terkulai tak berkutik pula
Nona Lim tertawa, ia terus lari meninggalkannya, bagaikan
terbang, ia menyusul Tiong Hoa dan Kouw Sin- "Sementara itu
rombongannya Song Kie sudah tiba didepan kuil Hok Kak Sian
Sie. Keempat hantu segera lompat turun dari kereta. Song Kie
pun mengikut untuk membuka tenda.
Kuil didepan itu tinggi dan besar, temboknya berwarna
merah, mukanya hadap ke sungai Lok Hoo dimana sang Puteri
Malam lagi berkaca dipermukaan air kali yang jernih sekali.
Dimuka kuil juga ada banyak pohonnya pohon siong dan pek.
Tempat sunyi, cocok untuk peristirahatan- Tapi mengawasi
pemandangan disekitarnya itu. Song Kie menghela napas dan
kata: "Kelihatan-nya aku Song Kie, aku bakal kehilangan
jiwaku disini..." Keempat Hantu terperanjat. Mereka mengawasi, terus
mereka saling memandang. Segera itu dari dalam kuil terlihat munculnya serombongan
dari belasan orang. Perlahan tindakan mereka ini. orang yang
jalan didepan yalah seorang dengan tubuh jangkung dan
besar, yang sedikit bungkuk. Dia mempunyai sepasang mata
yang sangat tajam dan bengis.
Tanpa merasa paras Song Kie berubah dan darahnya pun
bergolak. ooooo BAB 1 ORANG jangkung dan rada bungkuk itu mengawasi seorang
usia pertengahan disisinya, habis itu ia menoleh pula untuk
memandang ke arah kereta. Selama itu sinar mata dia


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memain- Song Kie melihat sinar mata orang itu. hatinya berdebar, ia
heran sekali. inilah orang yang pernah menempuh badai dan
gelombang, toh malam ini didetik ini ia merasakan nyalinya
menjadi ciut. ia heran kenapa sulit untuknya menenangkan
diri. ia tahu baik apa sebabnya kegentaran itu.
Ialah tanggung jawabnya yang berat sekali, ia mesti
melindungi tubuh Bouw Sin Gan-inilah untuk menjaga
keselamatannya Lie Tiong Hoa. ia tidak menyangka sama
sekali, sesudah lewat dua puluh tahun, malam ini ia justeru
bertemu dengan musuh besarnya.
"Rupanya karena dulu aku telah melakukan terlalu banyak
perbuatan tak pantas maka malam ini datang saat pembalasan
atas diriku." pikirnya. "Tapi Lie Siauwhiap tulus lurus, dia
bertindak untuk keadilan, mustahil dia tak dilindungi Thian"
Mungkinkah dia bakal gagal karena aku" Kalau begitu benarbenar
Thian tak adil." Dalam keadaan seperti itu, suram wajahnya Koay-bin Jim
Him ia mengharap- harap tubuh Bouw Sin Gan tak terganggu,
untuk itu ia rela umpama kata ia mesti hilang jiwa disitu.
Si jangkung dan bungkuk itu mengawasi sekian lama
kearah kereta, ahirnya dia memecah kesunyian dengan
tertawanya yang nyaring. Dia kata: "Selama Kiang Hiantee
belum tiba disini aku si orang tua tak dapat lancang bertindak
atas namanya, karena itu justeru kita lagi menganggur, tak
ada kerjaan apa-apa, Lo Hiantee, mari kita main menerka
teka-teki. cobalah bilang, apakah isinya kereta keledai itu
hingga itu sampai demikian berharga mesti diantar sendiri
oleh Song lao Koay, si siluman tua?"
Song Kie mendongkol mendengar suara orang itu. Tak
dapatla menahan sabar. "Eh, Liauw To-coe. bungkuk, kau bicara kira-kira"la
menegur. "Kau telah mengenal cara kerjaku, kenapa kau
ngoceh tidak keruan?"
Hati keempat Hantu pun bercekat. Sekarang mereka ingat
si jangkung dan bungkuk itu. yalah To Hiap Liauw Boen Thian,
si jago Bungkuk, yang namanya sangat ke sohor pada
tigapuluh tahun yang lampau, yang baik goloknya maupun
tangan kosongnya, di jamannya itu sangat dimalui oleh duadua
pihak Jalan Putih dan Jalan Hitam.
Hanya aneh dia itu. disaat namanya meningkat naik itu,
mendadak dia melenyapkan diri, hingga ada kabar bahwa dia
telah meninggal dunia. Sejak itu tak lagi orang menyebutnyebutnya.
Sampai belakangan orang ribut memuji Pouw Liok It, dia
masih tak terdengar sekali.
Sungguh di luar dugaan, malam ini dia muncul dikuil Hok
Kok Sian Sie ini Liouw Boen Tian tertawa, lagaknya angkuh.
Kemudian ia mengangguk. "Kau benar" katanya. "Tapi namaku tak salah, kereta itu
aneh" Song lau Koay, kau toh tak salah omong, bukan?"
"Tidak salah" jawab Song Kie. "Didalam keretaku ini ada
sebuah peti kayu, hanya isinya peti itu bukannya barang
berharga yang langka"
Liauw Boen Thian tertawa pula. "jikalau bukan barang
berharga yang langka, kenapa kau sampai begini
mementingkannya?" dia tanya.
Song Kie gusar tapi dia menyahut. "Kau tahu orang Rimba
Persilatan kenal baik budi dan permusuhan, dua-duanya itu
harus dibalas dengan tepat. Dulu hari aku menerima budi
orang, hendak aku membalasnya. Sekarang aku diminta
melindungi peti kayu itu, Sekalipun isi peti hanya air dingin
aku mesti jaga supaya setetes juga air itu tak melas bocor"
Hoen Thian heran juga, hingga ia nampak melengak.
"Tidak kusangka kau dapat ingat baik sekali budi
danpermusuhan, katanya hingga kau menjadi seorang lakilaki
sejati Sungguh, aku si orang she Liauw, mesti aku
memberi hormat padamu Hanya malam ini aku ada orang
undangan Kiang Hiante yang memohon bantuanku, dari itu,
apa juga soalmu, tak dapat kau minta apa-apa dari aku, tak
dapat aku meluluskannya"
Selagi Liauw Boen Thian bicara itu, dalam rimba terlihat
dua bayangan orang muncul, gerakannya gesit. Begitu mereka
sampai di-depan si bungkuk, yang satu berkata: "Liauw
Tayhiap. jangan dengar ocehannya Song lao Koay isinya peti
kayu itu mesti mayat orang"
Boen Thian heran, dia melengak.
Song Kie dan empat kawannya terkejut sampai air muka
mereka merubah menjadi pias.
Orang yang kedua berkata sambil bersenyum: "Saudara
Liauw, orang dengan siapa adikku ini dating ialah loosoe Bian
ciang Ong It Hoei dari Thay Heng San yang sangat pintar dan
cerdik, yang pandai sekali menerka sesuatu, terkaannya tepat
seperti terkaan malaikat Dialah orang yang adikmu paling
hargakan" Liauw Boen Thian lantas tertawa ia memberi hormat pada
orang didepannya itu, yang ia terus pandang tajam.
"Satu nama yang sudah lama sekali aku dengar," katanya
memuji. "Kemudian ia menoleh kepada Song Kie. untuk
menanya: "Song lao Koay, benarkah perkataannya Ong
Loosoe ini?" song Kie dongak. dia tertawa dingin-
"Jangan kata memangnya bukan, taruh kata benar, apakah
bedanya dengan kata-kata kamu?" dia balik bertanya. "Tetapi
Ong Loo soe, bagaimana kau dapat membilang demikian?"
Ong it Hoei mengawasi tajam. Dari hidungnya terdengar
suara mengejek. "Apakah kau berani membuka petimu itu
untuk kita semua lihat?" dia tanya.
"Kenapa aku tidak berani?" jawab Song Kie berani. lantas
alis dan kumisnya pada bangun. Dalam gusarnyala kata pula
keras. "Ong It Hoei kau menuduh isi peti yalah mayat orang.
Kalau begitu, kau tentu ketahui mayat itu mayat siapa.
Sekarang dihadapan banyak orang gagah ini kau sebutlah."
Mukanya Ong it Hoei menjadi pucat. Ketika itu ia
mendengar suara yang halus yang masuk kedalam telinganya:
"Kau membantu harimau mengganas. Kau si sakit jiwa. Diamdiam
ia menoleh, untuk melihat siapa yaag berbicara itu.
Tiba-tiba, maka terdengarlah satu rentetan tertawa
nyaring, disusul dengan kata-kata ini: "Buat apa kami
bicarakan-segala hal yang tak ada perlunya" Baiklah kita
bicarakan urusan kita saja. Aku Kiang Houw Peng dengan
Song Tongkee sudah dua puluh tahun tak pernah bertemu,
diluar dugaan dijalan Han-tan ini kita bertemu satu pada lain-"
Song Kie sudah lantas mengasi dengar suaranya: "Kiang
Loosoe, baiklah kau lantas jelaskan bagaimana caranya kita
harus membereskan hutang lama kita"
Disisinya ong It-Hoei ada seorang tua yang kurus, dia itu
tertawa dan kata: "Di dalam Rimba Persilatan ada satu cara
biasa yang paling sempurna. maka itu Song Tongkee, kau
sudah ketahui itu, kenapa- kau menanyakannya lagi"
Song Kie tertawa pula. "Kiang lawsoe benar." sahutnya. Tetapi hendak aku
menduga- duga dahulu Apakah malam ini Kiang Loo-soe cuma
menunjuk aku satu orang"Jikalau begitu, aku minta supaya
orang-orangku ini dapat naik kereta untuk berlalu dari sini"
Sebelum Kiang Houw Teng menjawab, di belakangnya ada
seorang tertawa dingin yang terus berkata dengan jumawa:
Membasmi kejahatan mesti membasmi semuanya. Buat apa
kau mainkan lidah di depan kita."
Song Kie tertawa, matanya mendelik.
"Jangan kau bertingkah"la membentak. "Aku Song Kie di
sini cuma ada berlima, jikalau kami mesti mati disini. kau juga
tak akan luput, tubuhmu bakal rebah melintang dengan
berlepotan darah ini dia yang di bilang membunuh selaksa
orang tetapi kerugiannya cuma tiga ribu jiwa"
Habis berkata, Koay-bin Jim Him segera memernahkan diri
dengan dia terus diapit keempat Hantu, bersedia untuk
menyambut serbuan- Justeru itu dari dalam rimba terdengar tertawa yang
nyaring halus, disusul dengan pertanyaan ini: "Musuh
bermusuh, balas membalas, sampai kapankah itu akhirnya.
Dan disini tempat suci bersih dari Sang Buddha, disini kamu
menerbitkan onar hebat, bukankah itu suatu dosa?"
Berbareng dengan kata-kata itu cepat munculnya tiga
orang yalah Tiong Hoa bersama Lim Gin Peng dan Kouw Sin.
Kiang Houw Teng mengawasi Lie Tiong Hoa, dia terkejut,
didalam hatinya dia kata: "Aku telah memasang pelbagai
perintang dan semuanya orang-orang pilihan, kenapa mereka
ini dapat tiba disini secara begini merdeka" Mungkinkah
semua orangku itu sudah menemui kecelakaan ?"
juga Bian ciang Ong it Hoei dari Thay Heng San kaget
bukan main hingga mukanya menjadi pucat pasi. Dia
menduga kepada Lie Cie Tiong yang gagah perkasa, dan dia
percaya juga barusan mestilah Lie Cie Tiong yang mengasi
dengar suara halus ditelinganya itu.
Sebenarnya jago Bian ciang ini lurus hanyalah telah terkena
ojokannya Soe Kiat kepada siapa dia berhutang budi, maka
juga ia suka memberikan bantuannya selaku suatu jalan
membalas budi itu. ia mau membalas budi, mana bisa ia
menampik permintaan orang she Soe itu" Dalam perjalanan ke
kota raja ia sudah mendengar halnya juga main
berkomplotan-ia sudah menyesal hanyalah terlanjur. Itu waktu
juga ia ketahui maksud sebenarnya dari Soe Kiat.
Didalam kota raja, Soe Kiat banyak kaki tangannya. Hotel
Kit Siang itu dia borong untuk dijadikan tempatnya
menyambut sekalian tetamunya. Ketika ong It Hoei tiba dan
masuk ke hotel itu, ia lantas menemui banyak orang dari Jalan
Hitam. Ia ingin mengundurkan diri tetapi sulit. Ia merasa ia bakal
terlibat juga. Demikianlah ketika dikuburan Bouw Sin Gan,ia
mencegah aksi Thian ciat Sin Koen. Kemudian sekembali nya
kehotel dengan alasan mau kembali ke kota raja, untuk
mencari kepastian Soe Kiat masih hidup atau sudah mati, ia
meminta diri. Ini sebabnya dihotel itu Tiong Hoa tak
menemuinya. Ong It Hoei membikin perjalanan dengan hati tidak tenang.
Didekat Lok-kwan ia bertemu Kiang Houw Teng dan Houw
Teng meminta bantuannya. ia menolak tetapi sahabatnya itu
mendesak. Hingga ia terpaksa turut.
Selagi mendekati kuil ia telah mendengar suaranya Liuw
Boen Thian si Jago Bungkuk. Mendadak ia ingat pada orang
ysng membongkar kuburannya Bouw Sin Gan. Untuk
mendapat kepastian, ia sudah lantas turut bicara. Sebenarnya
ia cuma ingin mendapat pemecahan bagi terkaannya.
Ia tidak menyangka bahwa urusan bakal menjadi hebat.
Diwaktu mendengar suara ditelinga itu, hatinya sudah ciut, ia
menyesal bukan main telah campur bicara Maka itu, sekarang
meiihat Lie Tiong Hoa mukanya menjadi pucat sekali. Hanya
kemudian ia bisa juga sedikit melegakan hati inilah karena ia
mendapatkan anak muda itu tidak menunjuki kegusaran.
"Kau siapa, tuan?" Kiang Houw Teng tanya si anak muda.
Aku lihat tuan orang lurus, kenapa tuan campur segala
siluman- Kalau dapat ingin aku memberi nasehat padamu?"
Houw Teng menduga Tiong Hoa menjadi pembantunya
Song Kie lantaran ia lihat Kouw Sin ada bersama pemuda itu.
Tiong Hoa tidak gusar, dia cuma tertawa-tawar.
"Akulah orang tak berarti dalam dunia Rimba Persilatan,"ia
menjawab sabar.ia terus berpaling kepada Song Kie,
menambahkan: "Batas diantara lurus dan sesat sebenarnya
cuma segaris benang, aku minta sukalah ini dimengerti
olehmu. Di antara kamu terdapat permusuhan dahulu hari,
mengenai itu aku tidak berani memuji dia atau membelainya.
tetapi ingin aku menjelaskan, sekarang ini Song Po-coe sudah
meletaki goloknya. dia telah mengubah cara hidupnya.
Bukankah ada dibilang, permusuhan itu lebih baik
dibereskan tetapi tak selayaknya diperkeras" Tuan, kau sudah
dapat bersabar sampai dua puluh tahun, kenapa sekarang kau
tidak mau bersabar terlebih jauh, untuk kau sekalian melepas
budimu, supaya kau menanam kebaikan?"
Mendengar begitu, alisnya Kiang Houw Teng berkerut ia
hendak bicara tetapi Tiong Hoa mendahului.
"Ini melainkan pandanganku si orang muda," kata anak
muda itu, "tuan suka menurut atau tidak terserah kepada tuan
umpama kata tuan tetap hendak melampiaskan sakit hatimu
itu, aku tak dapat mencegah aku melainkan hendak minta
supaya diberi sedikit kelonggaran yaitu agar waktu dan
tempatnya dipilih pula jangan sekarang dan juga jangan disini.
Apakah tuan-tuan ini akur?"
Kiang Houw Teng menjadi serba salah. Ia ingin menolak
tetapi Tiong Hoa bicara dengan lemah lembut. Ketika ia
menoleh kepada Ong It Hoei, kawannya itu mengedipi mata
memberi isyarat untukla menerima baik. Ia menjadi heran, ia
menjadi bingung. Tak mengerti ia akan sikapnya orang she Ong ini. lantas
timbul keinginannya akan tanya It Hoei, siapa anak muda ini.
Untuk itu, ia bertindak mundur perlahan-
Tiba-tiba terdengar suara nyaring dari Liauw Boen Thian: "
Kiang Loosoe, jangan dengari ocehannya bocah ini Lidah dia
tajam. Dia lagi menggunai akal memperlambat tempo. Dia
mana dapat mengabui aku Liauw To coe"
Mendengar itu. Song Kie tertawa nyaring dengan nadanya
yang aneh. "Liauw To coe, jangan matamu tak melihat orang" katanya.
"Enak sekali kau menyebut-nyebut bocah. Jangan kau
berjumawa untuk nama besarmu dahulu hari itu. orang
semacam kau, kau tahu, bukanlah satu tandingan yang
setimpal" Matanya orang she Liauw itu lantas saja bersinar tajam dan
sangat galak. terus dia tertawa terbahak-bahak.
"Kalau benar seperti katamu, maka aku si Tocoe, tak dapat
tidak. harus aku menempurnya barang satu kali" kata dia
dengan jumawa. Ong It Hoei menjadi berduka. ia tidak kenal orang she
Lauw ini, tidak dapat ia mencegah, tak dapat ia membuka
rahasia siapa si anak muda, ia kuatir anak muda itu nanti
gusar padanya. Ketika itu Kiang Houw Teng sudah mulai menanya, It Hoei
menggeleng kepala, sahutnya perlahan sambil tertawa
meringis: "Saudara Kiang, kau dengar perkataanku, malam ini
jangan turun tangan- Baiklah kau lekas bujuki Liauw Tayhiap
supaya dia jangan berjumawa terlebih jauh..."
Houw Teng mau percaya sahabatnya itu. "Liauw


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tayhiap..."ia lantas berkata:
"Kiang Loosoe" Boen Thian menyela. "Urusan malam ini
aku bersedia menerima tanggung jawabnya, maka itu harap
loosoe tidak mencampur tahu."
Houw Teng menjadijengah, dia menjadi serbah salah.
Katanya didalam hati: "Aku yang minta bantuannya, bagaimana sekarang aku
dapat mencegah dia " Tidakkah sikapku bertentangan ?" Tapi
dia telah maju begini jauh, apa aku dapat buat ?" Terpaksa ia
bungkam. Malam terang sekali, Tiong Hoa terlihat berdiri sangat
tenang, kedua tangannya di gendong di belakangnya.
Liauw Boen Thian panas hati menyaksikan sikap orang
yang sangat memandang tak mata padanya, tak ayal lagi. dia
lantas bergerak maju, sebelah tangannya dikasih melayang.
Baru tangan orang bergerak. tubuh Tiong Hoa sudah
menggeser ke sebelah kiri, tangannya dengan jeriji terbuka
berbareng- menyambar ke dada orang itu.
Boen Thian terperanjat, lekas-lekas ia berlompat mundur
untuk herannya, ia mendapatkan si anak muda tidak
menyerang terus padanya, anak muda itu berdiri tenang
seperti tadi kedua tangannya tetap digendong. Melihat orang
mengawasi padanya sambil bersenyum. ia menjadi panas, ia
penasaran bukan main- Sekarang ia menatap bengis.
"Aku si orang tua berhati baik." katanya sengit. "Apakah
kau sangka aku takut padamu" Nah kau sambut tanganku lagi
Pedang Naga Kemala 7 Pendekar Naga Geni 17 Seribu Keping Emas Untuk Mahesa Wulung Pendekar Pedang Dari Bu Tong 24
^