Pencarian

Bujukan Gambar Lukisan 18

Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 18


sekali" ia lantas menyerang dengan keras sekali.
Tiong Hoa tidak menjawab, ia juga tidak menggeser tubuh
seperti tadi. Sebaliknya ia mengangkat tangannya guna
menyambuti serangan- Dengan begitu bentroklah tangan
mereka satu dengan lain, hingga terdengar satu suara keras.
Akibatnya itulalah Liauw Boen Thian menjadi kaget dan
heran. Dia terhuyung tiga kali, tak dapat tidak. dia musti
mundur setengah tindak. Si anak muda juga mundur setengah tindak tapi tubuhnya
tidak limbung. Si anak muda tetap tenang. ia mundur cuma
untuk melindungi muka terang orang. "Hm" Boen Thian
mengasi dengar ejekan- ia tetap penasaran-
Ketika itu dari pekarangan dalam itu terlihat atau orang
berlompat keluar, dia terus menghampirkan Boen Thian untuk
berbisik. Muka si orang she Liauw menjadi pucat, segera dia
mengulapkan tangannya, lalu bersama orang itu ia lari pergi.
lalu orang itu diikuti dia. Semuanya lantas menghilang didalam
rimba sebelah kanan- Kiang Hauw Teng heran- orang pergi secara mendadak
sekali, tanpa pamitan- ia menjadi menjublak.
Hampir menyusul kepergian Liauw Boen Thian itu, dari
rimba sebelah kiri muncul dua orang yang gerakannya gesit.
Mereka itu lantas mengawasi tajam pada orang banyak,
agaknya mereka heran- Tiong Hoa mengenali dua orang itu orang-orangnya Pouw
Liok It, yalah Tan Hong Wan dan Ang Kam Tat. Kata ia dalam
hatinya: "Semenjak di Koen-beng, baru kali ini. aku melihat
pula pada mereka. Rupanya mereka datang untuk Liauw Boen
Thian- Jilid 32 : Dendam Siauw sancoe terbalas sudah
(MISTERI LAMBANG MAUT Jilid 13)
Tiong Tiauw Ngo Mo mengawasi tiga orang itu, lalu Jie Mo
Kouw Gle tertawa dan kata: Jiewie, banyak baik?"
Ditanya begitu, dua orang itu mengawasi Kouw Gie, Mereka
memang mencari Liauw Boen Thian, heran mereka tak
mendapatkannya. Mereka tidak melihat Lie Tiong Hoa, yang
berdiri kealingan- Baru setelah disapa mereka memusatkan
perhatian mereka. Baru sekarang mereka mendapatkan Tiong Hoa. Mereka
menjadi girang sekali, sambil berlompat mereka lari
menghampirkan. Kedua-nya terus memberi hormat.
"Tidak disangka disini kami bertemu dengan siauwhiap"
kata satu diantaranya. "Selama di Koen-beng, karena repot
kami tak sempat menemui siauwhiap. harapiah kami diberi
maaf" "Siauwhiap. apakah siauwhiap melihat si orang tua
bungkuk?" Tan Hong Wan kemudian tanya.
"Apakah Liauw Boen Thian?" Tiong Hoa balik menanya.
"Barusan sebelum ini orang dia berlalu dengan tersipu-sipu
dari sini. Ada urusan apa jiewie mencari dia?"
"Sayang Sayang" Ang Kim Tat mengeluh.
"Dia lolos" ia masgul sekali. Lalu ia menambahkan:
"Siauwhiap tempat ini bukan tempat berbicara. Panjang untuk
kami bercerita." Ketika itu Kiang Kouw Teng menghampirkan bersama-sama
Ong It hoei. Houw Teng memberi hormat dengan menjura
dalam sembari dia kata Jikalau bukannya Ong Loo-soe yang
memberi ingat barusan, hampir aku kehilangan sahabat.Jadi
kauiah orang yang kesohor dalam dunia Rimba Persiiaian
sekarang ini, tuan Lie..."
"Maaf" Tiong Hoa memotong. "Aku yang rendah yalah Lie
Tiong Hoa, Tak dapat aku menerima pujian itu...."
Baru ia berkata demikian, mendadak Tiong Hoa mendengar
tertawa dingin yang menusuk telinga yang terbawa angin-
Seram tertawa itu. Parasnya menjadi berubah. Dengan
mendadak tubuhnya mencelat kearah dari mana suara itu
datang, sebelah tangannya menyampok dengan keras.
Akibatnya itu yalah satu suara keras, dari patah dan robohnya
beberapa pohon yang kena terserang
Kiang Houw Teng menyaksikan itu, kagetnya bukan
kepalang. Diam-diam dia menggeleng kepala dan kata didalam
hati. "Dia liehay luar biasa"
Tiong Hoa lompat kembali, ia nampak masgul.
"Belum lagi seranganku tiba, orang itu sudah terlebih dulu
mengangkat kaki," kata ia. "Entah dia siapa" Rupanya
perjalanan dibagian depan sulit.." Kata-kata itu ditujukan
kepada Song Kie. "Apakah siauwhiap dapat melihat cirinya yang aneh pada
tubuh orang itu" Hang Wan tanya.
Tiong Hoa melengak. lantas segera ia memikir.
"Rasanya dia memiliki tangan kiri yang lebih pendek."
sahutnya kemudian-Hong Wan lantas memandang Kim Tat. ia
menggoyang kepala, ia menghela napas.
Jikalau tidak ada siauwhiap disini, pasti jiwa kami berdua
meiayang," katanya kemudian-
Tiong Hon heran. "Siapakah dia ?" ia tanya.
Hong Wan nampak bersangsi buat bicara.
Kiang HouwTeng merasa ia menjadi perintang, maka ia
memberi hormat, sambil bersenyum ia kata: "Urusanku
dengan Song Po-coe baik dibicarakan belakangan saja,
sekarang aku perlu lekas pulang. Siauwhiap kalau lain kali ada
ketikamu yang luang, aku minta sukalah kau berkunjung
kegubuk ku di Tay-hong-chung di Tiauw-yoe,"
Tiong Hoa membalas hormat, ia menjawab sambil tertawa:
"Nanti aku yang rendah pergi berkunjung, Untuk kejadian
Malam ini, aku bersyukur kepada kau, tuan- Kita juga mau
berangkat lekas, karena itu kami tak dapat menahan Kiang
Loosoe. siiahkan." "Aku akan menantikan-" kata Houw Teng yang merasa tak
enak hati. ia memberi hormat pula, habis mana ia berbisik
pada Ong It Hoei, lalu ia mengajak kawan kawannya berlalu.
It Hoei berdiam saja, ia tak turut pergi. Maka Tiong Hoa
menghampirkannya. "Malam itu ditempatpekuburan digunung See San." ia kata,
"jikalau tidak ada loosoe yang mencegah, dengan Thian Ciat
Sin Koen beraksi mengagetkan pembesar negeri, entah berapa
banyak orang yang bakal kerembet rembet. Maka itu aku
bersyukur untuk kebaikan kau itu, loosoe,"
It Hoei nampak terharu. "Siauwhiap terlalu memuji, kata ia. "Sebenarnya aku
berhutang budi terhadap Soe Kiat, maka aku berkata
dipihaknya. Tapi aku tetap dapat membedakan apa yang lurus
dan apa yang sesat. Kalau malam itu. aku tidak mencegah,
aku kuatir akupun bakal turut ludas. Siauwhiap tentu tidak
dapat membiarkan Thian Ciat Sin Koen banyak omong"
Tiong Hoa tertawa. It Hoei batuk batuk ia tertawa.
"Turut dugaanku," kata ia kemudian, " mayat penggantinya
tubuh Bouw Sin Gan itu tentu telah dipakai obat yang cepat
memusnahkannya, hingga diwaktu terang tanah dia pasti akan
sudah tak dapat dikenalikan lagi. Dengan begitu kalau Thian
Ciat sin Koen memaksa membongkar kuburan, hingga dia
mengganggu pada pembesar negeri, pasti dia tidak akan
mendapat hasil, bahkan sebaliknya dia dapat balik dituduh
Siauwhiap sudah merencanakan segala apa dengan baik, pasti
sekali siauwhiap tak gentar terhadap aksinya Thian Ciat Sin
Koen itu" Jarang orang cerdas seperti Ong It IHoei, maka itu Tiong
Hoa mengagumi dia. "Akupun telah menduga." It Hoei kata lebih jauh, "Kalau
nanti Thian Ciat sin Koen pulang ke hotelnya. siauwhiap bakal
tak melepaskannya, maka itu aku telah menggunai akal
meminta diri dari mereka itu. Turut warta yang tersiar, nyata
benar apa yang aku duga itu. Syukur aku keburu mengangkat
kaki. Hanya ada satu hal yang aku si orang she ong masih
belum mengerti. Bouw sin Gan sudah mati, buat apa
jenazahnya mesti dicuri." Benarkah jenazah itu hendak
diangkat ke Tay in San untuk di sana mayat itu dihukum
rangket?" Tiong Hoa bersenyum, dia kata nyaring: "ong Loosoe
menerka jitu seperti maiaikat menerka, tak kecewa kau
disohorkan cerdik Hanya mengenai kami menukar mayat itu
dan maksudnya, sekarang belum dapat aku jelaskan. ong
Loosoe, jikalau- kau tidak mencela kedogolanku, suka aku
mengikat tali persahabatan dengan kau, supaya dibelakang
hari dapat aku menerima banyak pengajaran Bagaimana
maukah loosoe?" Tiong Hoa berkata demikian untuk mencoba hati orang.
Biarnya orang ini pintar luar biasa tetapi dialah sahabatnya
Soe Kiat si sesat. sepasang alisnya Ong It Hoei bangun, ia
nampak gembira sekali. "Aku memang mengandung niat bersahabat, cuma tak
dapat aku membuka mulutku," katanya. ia lantas menjura
dalam. Tiong Hoa bersenyum, ia lekas-lekas membalas hormat,
habis mana ia perkenalkan It Hoei pada sekalian sahabatnya
itu. Kemudian lagi si anak muda mengawasi kuil.
Mungkinkah Hoi kok Sian Sie tidak ada penghuninya?" ia
tanya, " kenapa kuil ini di sia-siakan?"
Ong It Hoei bersenyum. ia memberi keterangan- "Pada dua
tahun dulu, kuil ini dijadikan sarang orang Jalan Hitam, ituiah
sebab pendeta kepalanya asal orang Jalan Hitam itu. Dia biasa
melakukan segala macam kejahatan, sampaipun memetik
bunga, mencemarkan kehormatan kaum wanita. Belakangan
perbuatan itu terbuka, dia kabur bersama-semua pengikutnya,
karena itu, sampai sekarang ini. kuil ini menjadi tinggal
kosong. Sebabnya yalah tidak ada yang berani tinggal disini."
Tiong Hoa mengangguk. "Kalau begitu, mari kita duduk. ditanah saja disini," kata ia.
"Aku ingin mendengar keterangannya Tan Loo-soe."
Semua orang setuju maka mereka lantas duduk
mendeprok. Rembuian jernih iangit terang. Malam itu indah
mereka mirip dewa-dewi lagi berkumpul.
Tiong Tiauw Ngo Mo mengambil tempat disekitar mereka,
mereka duduk sambil memasang mata.
Lim Gin Peng duduk disisi Tiong Hoa, hingga si anak muda
menjadi mengerutkan alis. Tan Hong Wan menghela napas,
tetapi ia lantas muiai membuka bicara.
"Orang yang barusan siauwhiap gagal membekuknya ialah
Seng Cioe Pek -Wan Hang Sot Koen si Kera Putih yang
menjadi tangan kanan sangat berharga dari Pouw Leng-coe."
demikian katanya. Tiong Hoa heran hingga dia lompat berjingkrak matanya
segera bersinar bengis memandang kesekitarnya.
Hong Wan menguiapkan tangan-
"Sabar, siauwhiap." ia kata. "Siiahkan dengar dulu
keteranganku." Tiong Hoa berduduk pula. "Leng-coe mempunyai beberapa urusan yang membuat
hatinya pepat. Tang Hong Wan menerangkan lebih jauh.
Sudah lama itu tersimpan didalam dadanya, baru setelah
turun dari gunung Tiam Chong San dan mengajak anakanaknya
berangkat ke Siauw Lim Sie. hatinya menjadi sedikit
lega. Setelah Leng-coe bertemu dengan kami berdua, kami
lantas diberi pesan yang rahasia untuk kami pergi mencari
Hong See Keen serta Liauw Boen Thian-.
Liauw Boen Thian telah dikurung Lengcoe selama beberapa
puluh tahun, baru dua buian yang lalu dia lolos. Dia ditolongi
Hang Soe Koen, yang membukai dia jalan didalam tanah,
untuk dia buron- Baru sekarang Lengcoe ketahui Soe Koen
sebenarnya pengkhianat."
"Ooh kiranya Liauw Boen Thian hilang dari dunia Kang-ouw
karena dia dikurung Pouw Lengcoe." kata Song-kie,
memgguman-"karena apa maka dia dipenjarakan?"
"Tentang sebabnya itu aku tidak tahu." jawab Hong-wan-
"Hang Soe Koen itu kelihatan baik dan ramah tamah,
sebenarnya hatinya buruk. Dari semua kepandaiannya Lengcoe,
deiapan sampai sembiian bagian telah dia berhasil
mewariskannya. Dia pun berhasil mencuri mempeiajari ilmu
silat istimewa dari pelbagai partai persilatan lainnya, baik dari
partai lurus maupun sesat, karena itu dia menjadi liehay luar
biasa. Hal ini Lengcoe sendiri yang memberitahu aku.
Baru ini didalam selat yang sepi dari Tiam chong San-
Leng-coe mempergoki Hang soe Koen berada berdiam dengan
coh Lao Koay, karena itu timbullah kecurigaan Leng coe.
Ketika itu mereka dibiarkan saja. Lengcoe tak mau membikin
mereka kaget dan curiga. Karena ini Leng-coe yang berpandangan jauh, lantas ingat
keselamatan Rimba Persilatan- Leng-coe kuatir Soe Koen yang
nanti menimbulkan onar besar, maka kami dipesan untuk
menyelidiki dia berdua Liauw Boen Thian. Kami telah diajarkan
tipu silat untuk kami menolong membebaskan diri andaikata
kami mesti menghadapi Han Soe Koen dan terancam
karenanya." "Kenapa Lengcoe tidak memberitahukan hal itu padaku?"
tanya Tiong Hoa heranTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Mengenai itu, Leng-coe pernah omong padaku," sahut
Hong Wan tertawa. " Katanya dunia Kang ouw buruk dan
Leng-coe tidak menghendaki siauwhiap sebagai baba mantu
nya nanti terlibat kedalamnya. Leng-coe bilang, setelah kami
memperoleh endusan, Leng-coe mau meminta diri dari Siauw
Lim Sie untuk Leng-coe sendiri yang membekuk dan
menyingkirkan Hang soe Koen supaya Rimba Persilatan bebas
dari mara bahaya." Mendengar itu, Tiong Hoa terharu untuk kebaikan
mertuanya itu. Hong Wan dan- Kim Tan lantas bangun berdiri.
"Kami hendak mencari mereka pula, ijin-kan kami
mengundurkan diri," kata mereka. Lantas keduanya memberi
hormat, lantas mereka berlompat pergi untuk menghilang
ditempat gelap. Tiong Hoa berdiam. Song-Kie- kuatir kawan itu masgul, ia lantas tertawa:
"Demikianiah laotee, urusan dalam dunia Kang ouw. Segala
apa rumit dan sukar diterkanya. Sudah tentu tak ada harganya
kita pikirkan terlalu mendalam. Sekarang mari kita berangkat,
kita masih harus melanjuti perjalanan kita."
Tiong Hoa tersenyum, ia mengangguk. kemudian ia


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menoleh kepada Gin peng. "Kembali nona telah membantu aku," katanya. " Untuk
kebaikan kau ini, di belakang hari pasti aku akan
membalasnya. Hanya sekarang ini..."
Gin Peng tidak menanti orang bicara terus, ia sudah
mengawasi dengan sorot matanya yang bersinar kedukaan
dan penasaran- "Tak usah bicara terus, Lie Kengcoe." dia memotong.
"Baikiah kongcoe mengasi ketika buat aku menunjuk pula isi
hatiku..." Tangan si nona lantas dikasi masuk kedalam sakunya,
ketika ia menariknya keluar ia mencekal sebatang pisau beiati
tajam dengan apa terus ia menikam kerongkongan-nya
Tiong Hoa kaget, ia mengulur tangannya menyambar
tangan nona itu. Dengan sebat ia dapat merampas senjata itu.
Gin Peng merasai telapakan tangannya sakit. Dengan
pisaunya terlepas, ia lantas menutupi mukanya dan menangis.
Si anak muda melengak. ia bingung sekali. Song Kie
menyaksikan itu, didalam hatinya ia tertawa.
"Maka itu manusia tak boleh terlalu tampan, dia mesti
menderita dari libatan asmara." katanya didalam hati, ia lantas
menghampirkan dan kata: "Lao tee. baik kau jangan menolak
nona ini. Aku tidak tahu duduknya hal, tetapi aku rasa kau tak
benar seluruhnya. Tanpa sebab tidak nanti Nona Lim menjadi
begini berkeras hati."
Tiong Hoa mengawasi, matanya terbuka lebar.
Song Kie tertawa, ia tak menghiraukan sahabat itu, hanya
ia mendekati Gin Peng untuk berkata dengan perlahan:
"Sudah, nona. jangan kau menangis Tentang ini kau serahkan
padaaku si orang tua. Silahkan kau naik kekereta untuk
bersama-sama melindungi peti itu. Kita harus berangkat
sekarang" Didalam hati Gin Peng girang. Dengan perlahan, dengan
likat ia bertindak ke kereta. "Lekasan" Song Kie mendesak.
Nona itu naik keatas kereta, tendanya-terus-ia kasi turun.
Song Kie kembali berpaling pada si anak muda, ia melihat
saudara itu masih gusar. "Kau ngaco, saudara Song" menegur si anak muda. "Cara
bagaimana kau berani menyalahkan aku " Aku kuatir nanti...."
"Cukup, laotee" kata Koay Bin Jim Him tertawa. "Apakah
kau berkuatir untuk itu beberapa encie dan adikmu, kau kuatir
terbit salah paham hingga kau tak dapat membuka mulutmu"
jangan kau kuatir mengenai nona ini, aku percaya kau telah
memberi ketika padanya, kalau tidak. tidak nanti dia menjadi
begitu hebat menyintai kau. Mungkin kau ialah melakukan
kekeliruan diluar tahumu."
Tiong Hoa lantas ingat kejadian didalam kamarnya
Pangeran Hosek dimana ia telah menggertak nona itu.
Memang itu melewati batas. Mengingat itu, ia menjadi jengah,
ia malu sendirinya. Sekarang. menyesal pun sudah kasip.
Ong It Hoei mengawasi saja. ia menduga ada sesuatu yang
menyulitkan anak muda ini. ia bersenyum dan kata:
"Siauwhiap. apakah kesulitanmu itu" Asal kau benar,aku pikir
tak usahlah kau merasa malu Coba siauwhiap memberi
penjelasan, mungkin aku si orang she ong dapat mencarikan
jalan sama tengah untuk kebaikan kedua beiah pihak."
Tiong Hoa jujur, waiaupun dengan muka merah, ia lantas
tuturkan peristiwa ditempatnya Pangeran Hosek selagi ia
hendak memaksa mengorek keterangan dari mulutnya Lim Gin
Peng. Ketika itu ia kata, ia tak ketahui siapa si nona.
Mendengar itu, Ong It Hoei bersenyum.
"Telah aku dengar perihal sakitnya Hosek itu, aku menduga
itulah perbuatan siauwhiap." ia kata. "Memang, kecuali kau.
siapa dapat masuk kedalam istananya yang terjaga kuat itu"
Aku tidak sangka bahwa siauw hiappun dibantu Nona Lim.
Sekarang begini saja, siauwhiap. Baiklah kau terima apa yang
ada. inilah jodoh" Tiong Hoa mesti berpikir. Pendapat It Hoei nyata sama
dengan pendapatnya Song Kie, Memang ia seperti permainkan
Gin Peng. Sebagai kesatria, tak tepat perbuatannya itu.
Akhir-akhirnya ia tunduk. mukanya diterangi si Puteri
Malam yang cantik, Muka itu merah karena likatnya.
It Hoei bersenyum. ia kata pula. "Sekarang ini siauwhiap
dan song Po-coe tak usah kesusu lagi. Dari pihak Pangeran
Ngosek tak usah ada kekuatiran apa-apa lagi. Dengan sakitnya
itu, runtuh sudah pengaruhnya. Di kota raja, Pangeran Tokeh
dan Liong Hoei Giok dapat mempengaruhinya. Umpama kata
masih ada sisa koncohnya Ngosek yang mengetahui
perbuatan siauwhiap. dia pasti tak nanti berbuat sesuatu atas
dirimu. Tidak demikian dengan koncoh- koncohnya yang
sudah meninggalkan kota raja. Aku percaya benar ada
diantaranya yang sudah tiba di perbatasan Kang-souw dan
Hokkian yang tengah menantikan-Untuk diwilayah Utara.
bahaya tak akan ada. Bagaimana Sauwhiap hendak
menghindarkannya" Tiong Hoa bepikir. "Bagaimana pendapat ong Loosoe ?" ia balik menanya
seraya memberi hormat. "Suka aku yang muda menerima
nasihatmu." "Menurut aku," sahut It Hoei setelah berpikir sejenak,
"baikiah siauwhiap meninggalkan yang dekat mengambil yang
jauh, yalah dengan jalan mengitar, guna menjauhkan diri dari
incaran mereka itu." Tiong Hoa bersenyum.
"Aku cuma memikir keselamatan, lain tidak " bilangnya.
"Baik, loosoe, aku turut pikiran loosoe ini."
Ong It Hoei senang yang anak muda ini tidak angkuh dan
kepala besar. ia lantas mengutarakan tipu dayanya, yalah
untuk meninggalkan kereta keledai, buat keledai nya saja
dipakai menggeblok peti tubuhnya Bouw Sin Gan. Kereta itu
bahkan lantas ditolak nyebur kekali.
Lim Gin Peng diam saja menyaksikan Ong It IHoei
mengatur segala apa, kemudian ia memandang Tiong Hoa,
mendadak ia tertawa, terus mendadak pula ia lari kedalam
rimba dimana ia menghilang.
Pemuda itu heran. "Dia aneh" katanya. "Kenapa dia berlalu secara begini tibatiba"
Mungkinkah dia orang pihak sana ?" Tapi Kouw Sin
tertawa. "Aku percaya nona itu pergi mencari kuda nya " kata ia.
"Kalau siauwhiap menduga dia orang pihak sana, pasti kau
terlalu bercuriga." Tiong Hoa jengah, ia merasa i pipinya panas. Diam-diam ia
mengakui bahwa ia benar-benar hijau untuk dunia Kang ouw.
Orang tak usah menanti lama atau nona Lim kelihatan
muncul pula. Dia datang kabur dengan kudanya yang
jempoian- Sebentar saja dia sudah sampai didepan orang
banyak. Sembari menyingkap rambut dijidatnya, dia kata.
"Sekarang kita mempunyai empat binatang tunggangan, dapat
kita mengaturnya jumlah kita yang bersembiian. Song po coe
paling tua, siiahkan kau yang mengatur"
Mata Song Kie mengawasi. lalu dia tertawa. Dia melirik
pada Ong It Hoei. Mendadak bertujuh mereka lompat kepada
tiga keledai -mereka, untuk naik diatasnya. Hantu kesatu dan
Hantu kedua mengambil seekor keledai yang dipakai
membawa peti Sin Gan- Hantu ketiga, keempat dan kelima,
yang tubuhnya kecil, naik atas keledai yang kedua.
It Hoei bersama Song Kie naik bersama atas keledai yang
ketiga. Kemudian empat belas mata mereka diarahkan kepada
Tiong Hoa. Si anak muda mendapat tahu maksudnya tujuh orang itu.
ia mendongkol sekali. Ketika ia menoleh kepada Gin Peng ia
mendapatkan si nona mengawasi ia dengan matanya yang
bersinar bagus, sedang mukanya tersungging senyuman malu
malu kucing "Nona, kau menyulitkan aku." katanya perlahan-
Nona Lim lompat turun dari kudanya.
"Siauwhiap. silahkan kau naik atas kuda ini" sungguhsungguh.
Aku akan mengikuti dengan berlari-lari Dapat,
bukan?" Pemuda itu berduka sekali. Diam-diam ia menghela napas.
Tapi ia tidak dapat mensia-siakan tempo. Pula ia jengah untuk
ditonton terus Ong It Hoei bertujuh. Maka akhirnya ia lompat
naik atas kuda sinona. "Mari, naik, Nona Lim" ia menggape. "Jangan karena kita,
urusan menjadi gagal"
Gin Peng menghampirkan, tindakannya enteng, begitu
sudah datang dekat, tubuhnya melesat lompat naik disebelah
belakangnya si anak muda. Selagi bercokol itu, ia kata
perlahan: "ini belum berarti Masih ada urusan yang terlebih
besar lagi yang masih gelap-untukmu.."
Tiong Hoa heran-"Apakah itu?" tanyanya.
Gin Peng berdiam Meski ia ditanya berulang-ulang, ia terus
bungkam. Akhirnya Tiong Hoa kewalahan, terpaksa ia menarik
tali les membikin kudanya itu menggeraki ke empat kakinya,
membawa mereka kabur. Ong It Hoei bertujuh turut mengasi keledai mereka
berjalan, kekanan rimba Dua hari dua malam sudah orang melakukan perjalanan,
tibalah mereka ditanah pegunungan Tay Piat San dalam
wilayah perbatasan propinsi ouwpak. Disini kuda dan keledai
ditinggalkan, dibiarkan mencari makannya sendiri ditanah selat
tanpa penduduk manusia....
Dalam perjalanan selanjutnya, Lim Gin Peng senantiasa
berkumpul dengan Ong It IHoei. sering mereka kasak kusuk.
Wajah mereka nampaknya tegang. Kadang-kadang mereka
pun bicara dengan kelima Hantu. Tiong Hoa biarkan seorang
diri, si anak muda seperti diasingkan . . .
Sekian lama Tiong Hoa berdiam saja, akhirnya ia curiga
juga. ia ingat kata kata si nona akan adanya urusan yaug
terlebih besar. Karena tak dapat berdiam saja, ia hampirkan It
Hoei dan menanyakannya. orang she Ong Itu bersenyum.
"lnilah urusan pribadi Nona Lim." sahut dia. "Tentang ini
tak merdeka untuk aku si orang she ong menjelaskannya,
jikalau siauwhiap ingin mengetahui baik tanyakan iangsung
kepada Nona Lim sendiri."
Tiong Hoa menggeleng kepala, menyeringai.
"Ong Loosoe, kau tengah mempermainkan ..." katanya.
It Hoei tertawa. "Song Po-coe membilangi aku bahwa siauwhiap seorang
yang pandangannya luas." Kata ia " kenapa sekarang aku
mendapat kesan sebaliknya" kau rada aneh, siauwhiap."
Mukanya si anak muda merah, ia berdiam, ia tidak
menanya pula, karena mendelu, ia lantas berlari-lari.
It Hoei membiarkan saja. ia hanya memegang kendali arah
tujuan ialah orang Kangouw ulung, yang kenal tempat-tempat
dengan baik, baik kota begitupun gunung-gunung. ketika
malam itu mereka sampai di Slong-ce-kwan, lantas ia
mengajak rombongan- nya pergi kekecamatan Loe-thian di
mana ia mencari sebuah pondokan yang buruk... Disini orang
lebih dulu meminta barang hidangan, guna menangsel perut.
Mendekati jam tiga. It Hoei kata. "Tak jauh dari sini ada
seorang sahabatku yang tinggal menyendiri, sekarang aku
hendak menyambangi dia. Tuan-tuan boleh tidur siang-siang,
sebentar pagi sebelum terang tanah kita mesti lekas naik
perahu untuk menyeberangi sungai Tiang Kang untuk
mendarat di Boe hiat. guna masuk terus ke wiiayah
pegunungan Bok Houw San-"
Habis memesan, jago tua itu berlalu dengan melompati
jendela, lenyap ditempat gelap.
Thay Hang Bian-Ciang Ong It Hoei ini seorang luar biasa,"
berkata Song Kie seberlalunya kawan yang baru itu. "Dia
paham ilmu bumi dan ilmu alam, sayang dia tercegah oleh
kepandaian silatnya yang berbatas. Mengenai tabiat, dia juga
tak sudi dipengaruhi lain orang. Dia lebih menyukai kehidupan
sunyi, Syukur dia ketarik terhadapmu, laotee, maka sekarang
dia hendak membantumu melakukan sesuatu yang
menggemparkan dunia."
Tiong Hoa menggeleng kepala. ia tertawa meringis.
"Aku sudah bosen dengan penghidupan dunia Kang ouw
ini," katanya. "Tak ada pikiranku untuk menjadi jago dalam
Rimba persilatan." "Aku kuatir kau tak merdeka lagi." kata Gin Peng tertawa.
Pemuda itu melirik si nona, ia melengak. ia heran. Tapi
sekarang ia muiai mengerti kenapa mereka itu selalu kasakkusuk
-saja. cuma ia belum dapat menerka urusan apa itu
yang menantikan ia. Song Kie lantas mengalihkan pembicaraan, hingga si anak
muda tidak mempunyai alasan untuk menanyakan lagi.
Saking masgul, Tlong Hoa rebah sampai ia pulas sendirinya
Tidak sampai satu jam, Ong It Hoei sudah kembali. ia
lantas panggil Song Kie dan Gin Peng keluar.
"Benarlah apa yang nona Lim bilang," kata ia sesudah
mereka berada bertiga saja. "Seng cioe Pek Wan Hang Soe
Koen benar benar berniat menjadi jago Rimba Persilatan.
Untuk itu sekarang dia lagi bekerja keras, mencari kawan
berbareng mengacau Rimba Persilatan.. Secara diam-diam dia
membangun partai, buat menghalang-halangi pelbagai jago
lurus, guna mencelakakannya."
"Apakah usahanya itu sudah tersiar luas?" tanya Gin Peng.
"Soe Koen selalu bekerja secara rahasia." sahut It Hoei.
"Banyak orang Rimba Persilatan yang belum mengenal atau
tahu tentang dianya. Sekarang baru tersiar beritanya saja.
Barusan aku menjenguk sahabatku. Dia bilang bahwa baru
saja beberapa hari yang lalu ada tetamu tak diundang yang
mengajak dia bekerja sama.
Ketika ditanya, siapa yang menjadi pemimpin, tetamu itu
tak sudi menjelaskan, dia cuma memuji pemimpinnya gagah
dan liehay. Sahabatku menjanjikan akan berpikir dulu, bahwa
selang tujuh hari baru ia akan memberikan jawabannya."
"Kalau begitu, belum dapat kita menyebut Soe Koen." kata
song Kie. "Dia cuma sebawahan Pouw Leng-coe, biar dia
gagah, dia belum berhak buat menjadi pemimpin Rimba
Persilatan. Aku menduga disana ada seorang lain lagi dan Soe
Koen cuma menjadi Kaki tangannya. Bagaimana pendapat
sahabat mu itu. Ong Loosoe?"
It Hoei tidak lantas menjawab, ia cuma bersenyum. Gin
Peng mengerutkan alis melihat lagaknya orang she Ong Itu.
"Mungkinkah orang tak diundang itu dikenal aku?" ia tanya.
"Kenapa ong loosoe tak mau menjelaskannya?"
It Hoei mengangguk. "Tidak salah, nona," sahutnya. "Dialah Liok cie-kiam Yong


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Thian Loei." Gin Peng kaget, mukanya menjadi pucat-matanya
dipentang lebar. "Benar-benar dia" serunya. "Kalau benar dia, tentu juga dia
datang kemari dengan niatnya untuk menangkap Lie
Siauwhiap." "Apakah Lie Siauwhiap dapat dibekuk dia?" Ong It Hoei
membaliki. "Tapi benar dia berbahaya. Maka itu perjalanan
kita mesti dijaga, supaya kita tak mencurigai dan menjadi
incaran pihaknya itu. Kita harus waspada terhadap orang yang
dibelakang layar itu, yang rupanya pasti luar biasa. cuma dia
sudah mengatur segala apa untuk memegat dan menyerang
kita ditengah jalan"
Hati Song Kie panas, kedua biji matanya menjadi merah.
Dia memang beroman jelek dan bengis, dalam kemurkaan itu
romannya jadi bertambah menyeramkan. It Hoei menggoyangi
tangan dia tertawa. "Sabar Song Pocoe" ia menghibur. Aku telah menyiapkan
daya untuk memukul mundur mereka itu. ia berpaling pada
Gin Peng untuk memesan: "Nona Lim, kau berdiam didalam
hotel. kau ingat Lie Siauw-hiap. Sebelumnya aku kembali
kamu pantang berlalu darl pondokan-"
Gin Peng bersenyum, ia mengangguk perlahan-
Kemudian It Hoei memesan Song Kie untuk dengan diamdiam
nanti mengasi bangun pada lima saudara Kouw, setelah
itu. ia berlalu dengan cepat.
Malam itu rembuian guram dan angin besar. Embun juga
membikin baju demak. Disaat begitu maka disungai Pa soei, sungainya gunung Tay
Piat San- dibetulan kecamatan Lo-thian- belasan lie dari kota,
di-bagian air dangkal, terlihat tujuh orang lagi menyeberangi
tanpa menggunai kendaraan air. Dari situ mereka menuju
kebarat-selatan, kearah sungai Tiang Kang.
Mereka berlari-lari ditanah tegaian dimana ada tanjak
kuburan, ada rimba yang pendek. Suara burung-burung
malam membikin suasana menjadi seram. Beberapa orang itu
berlari-lari tetapi tak terlalu keras.
Ketika itu sudah lantas terdengar suitan dari batang gelaga,
datangnya dari beberapa arah, bunyinya cepat dan saling
sahut. Di waktu malam seperti itu, suara suitan seperti
suaranya hantu menangis. Tapi itu beberapa orang tidak
menjadi jeri atau takut. Mereka berhenti berlari-lari, untuk
saling mengawasi dan bersenyum.
Lantas yang satu menegur terdengar. " Kurcaci dari mana
yang berani main giia terhadap aku?" Itulah suaranya Song
Kie. Suara itu mendapat sambutan beberapa kali tertawa yang
menyeramkan, lalu tertampak munculnya belasan orang yang
hitam seperti bayangan, setelah mereka itu datang dekat,
nampak yang menjadi pemimpin yalah seseorang berusia
diatas empat puluh tahun, tubuhnya jangkung dan kurus.
Bajunya warna putih baju panjang yang memain diantara
tiupan angin. Dia mempunyai sepasang mata yang tajam.
Hanya setelah mengawasi ketujuh orang itu. agaknya dia
terperanjat sendirinya dia mundur satu tindak. Dia melihat
kekiri dan kanannya agaknya dia bingung.
Song Kle bertujuh itu, semua rambutnya yang panjang
dilepas turun menutup muka terus sampai didada tertiup
angin, rambut mereka itu teriap- riap memain, hingga mereka
mirip dengan hantu-hantu gunung. Tentu sekali roman
mereka menakuti. "Siapakah kamu ketujuh tuan-tuan?" kemudian si baju
putih menanya setelah dia membesarkan nyalinya. "Maukah
tuan tuan memperkenalkan diri tuan tuan?"
Song Kie tertawa aneh. "Dikolong iangit ini dimana ada ini macam aturan- dia kata
bengis. "Kamu tidak tahu siapa kami, kenapa kamu justru
datang memegat?" Si baju putih melengak. Bersangsi ia sekian lama. Akhirnya
ia memberi hormat dan berkata dengan menghormat juga.
"Kami datang kemari karena titah, kami tidak merdeka.
sekarang kami mohon tuan-tuan suka berdiam sebentar,
sampai tiba tibanya Hio coe kami paham, kami akan
menghaturkan- maaf ."
"Gila" Song Kie membentak. "Kau apa menyebut hlo coe
Tak perduli aku hio- coe harum atau hio coe bau tak sabaran
kami menantikan disini. Coba bukan lagi ada urusan penting,
untuk dosa kamu menghadang kami saja pasti kami tidak sudi
memberi ampun Kamu seharusnya dihukum mampus "
orang dengan baju putih itu bingung, Hanya belum sempat
dia menjawab, dari belakangnya sudah lompat keluar satu
orang yang terus membentak bengis: "Sungguh mulut besar.
Akujadi ingin sekali ketahui ilmu silat kau sampai dimana
hebatnya" Kata-kata itu ditutup dengan sambaran cambuk.
Song Kie melihat ujung cambuk menyambar mukanya. ia
tertawa dingin, sembari tertawa ia berkelit kekanan. sembari
berkelit itu. sebelah tangannya diangkat guna menangkap
cambuk itu Penyerang yang galak itu terkejut. Dia menarik pulang
cambuknya. Apa iacur dia terlambat.. Segera dia merasakan
satu tarikan yang keras sekali. Walaupun demikian, dia tidak
mau melepaskan cekalan kepada- cambuknya. Maka juga,
mau atau tidak, dia kena tertarik maju sampai tubuhnya
berada disisi penariknya .
Song Kie tertawa nyaring. Tangannya yang lainnya, yang
lebar, lantas bekerja. Sebat luar biasa, tangan itu sudah
mengenai jalan-darah beng-boen dipunggung orang itu.
Koay-BinJin Him seorang jago, tenaganya besar sekali, kali
ini dia menggunai tenaga sepenuhnya, lantas si galak itu
merasa sangat nyeri pada seluruh tubuhnya. Dia seperti
digebuki banyak martil Dia lantas menjerit dengan tubuhnya
mental belasan tindak. terus roboh terbanting di-tanah dengan
mulutnya menyemburkan darah. sedetik itu juga, terbanglah
jiwanya. Si baju putih kaget hingga dia melengak pula dan mukanya
menjadi pias. Tapi dia menegur: "Tuan, kenapa kau
menurunkan tangannya jahatmu ini?"
"Adalah aturan biasa dari aku, siapa main gila terhadap
aku, bagiannya yalah mampus" sahutnya bengis. "Tak ampun
lagi " Mendengar itu, si baju putih tertawa dingin.
Selagi dia tertawa itu, dari kejauhan terdengar siulan
nyaring yang lama, mengalun tinggi
ooooo BAB1 CAHAYANYA sang fajar lagi mendatangi, di empat penjuru,
sungai terlihat muiai remang-remang putih. Menyusul suara
siulan itu, satu-orang terlihat lari mendatangi, bahkan lekas
sekali ia telah tiba. Dari masih jauh sudah mulai terlihat nyata
bajunya warna hijau. Dalam jarak deiapan tombak, orang itu
melesat maju pesat sekali.
Maka sekarang terlihat tegas dialah orang umur
pertengahan, kumis dan jenggotnya terpecah tiga. Dia
beroman tak sembarang kedua matanya bersinar gaiak. Tapi
dia pun nampak heran setelah dia memandang Song Kie
bertujuh. Kemudian dia mengawasi mayat orang sebawahannya.
Baru setelah itu, dia nampak gusar luar biasa, agaknya mau
membunuh orang. orang dengan baju putih itu
menghampirkan buat berbisik.
"Oh, cuma ini tujuh orang" kata orang baju hijau itu
kemudian- "Tidak apa apa lagi." Dia berkata dengan suara
dalam, mukanya yang putih nampak bengis.
Si orang baju putih nampak takut. "Ya. demikianlah
adanya. Ho coe," sahutnya. "Hambamu tak berani
mendusta..." "Hm" si baju hijau bersuara. Kembali dengan bengis dia
mengawasi Song Kiee bersama. Dia tanya: "Siapa kau"
Kenapa kau menurunkan tangan jahat terhadap orang
sebawahan Hio coe kamu" Kenapa kamu menyaru menjadi
iblis segala" Kenapa kamu tidak berani memperlihatkan diri
kamu?" Song Kie mengasi dengar tertawa mengejeknya berulangulang.
"Berani kau didepan aku si orang tua menyebut dirimu Hioe
coe" ia menegur. " Lekas bilang, kamu dari partai apa"
Kenapa kau tidak mau menyebutkan she dan nama kamu."
orang dengan baju hijau itu tertawa.
"She dan nama Hio- coe kamu memang sejak dulu tak
pernah diberitahukan kepada siapa juga" sahutnya jumawa.
Song-kie tertawa aneh. "Jikalau begitu kenapa kau tanya she dan namaku si orang
tua?" dia membaliki.
Orang itu tertawa tawar. Mendadak sebelah tangannya
meluncur kemuka Koay-binJin Him.
Song-kie tidak menangkis, hanya ia berkelit kekiri. terus ia
maju, hingga ketika ia membalik tubuh, ia lantas berada
disebelah belakang orang itu Segera ia menyerang dengan
dua-dua tangannya. Si baju hijau liehay, dia seperti telah dapat menduga.
Dengan cepat dia memutar-tubuh sambil berkelit, sesudah
mana, kembali dia menyerang.
Dengan begitu terus mereka bergebrak. Yang luar biasa
yalah sama-sama mereka lebih banyak menggunai jeriji
tangan mereka. cepat sekali mereka sudah bertarung kira
empatpuluh jurus. Tiba-tiba Ong It Hoei berdehem dan berkata "Toako, samasama
tidak bermusuhan, buat apa mengadu jiwa" Mari kita
melanjuti perjalanan kita"
Dua kali Song Kie menyerang terus, lantas ia melompat
mundur. It Hoei lantas lompat maju, guna menyelak disama tengah.
ia memberi hormat kepada si baju hijau, sembari tertawa ia
berkata: " Kelihatannya tuan datang bukan untuk kami, oleh
karena menurut aku. baikilh salah mengerti ini disudahi saja,
Biarlah lain kali kami menghaturkan maaf kami ..."
Si baju hijau mengawasi, biji matanya berputar. ia rupanya
berpikir keras. sebelum ia menyahuti mendadak terdengar
suara suitan gelaga, yang datangnya dari tempat jauh. Suitan
itu membikin melengak semua orangnya si baju hijau yang
sendirinya menoleh dengan kaget.
Ketika itu orang mendengar tindakan berisik dari kaki kuda
dan asap pun mengepul naik. Lantas terlihat seorang
penunggang kuda mendatangi dengan sangat cepat.
Ketika dia sampai, dia berhenti didepan sibaju hijau, terus
dia berkata: "Lauw Tocoe mengirim warta terbang bahwa ada
lima penunggang kuda sudah melintasi Seng coe kwan dan
kabur terus kearah gunung Ho San di An hoei Barat. Mereka
dirintangi oleh sekalian saudara tetapi mereka berlima
tangguh sekali, mereka dapat lewat dengan paksa.
Sekarang Lauw Tocoe lagi pergi mengejar dan aku
diperintah datang kemari mengabarkan kepada Hlocoe untuk
memperoleh titah terlebih jauh."
"Apakah Lauw Tocoe telah merasa pasti?" tanya si baju
hijau membentak. "Ya," sahut orang itu. "Memang dianya."
Mendengar demikian- sibajuhijau mengulapkan tangan,
lantas dia mengajak kawan- nya semua lari pergi.
Ong It IHoei lantas kata pada Kouw Jin. "Tolong saadarasaudara
memeriksa disini Kalau- kalau ada sisa-sisa kawannya
mereka itu, lantas saudara-saudara menanti sebentar aku
bersama Song Pocoe hendak menyambut Lie Siauwhiap dan
nona Lim. Kelima Hantu menurut, mereka terus berpencaran mencari
kalau-kalau ada musuh yang menyembunyikan diri.
Song Kie tertawa. "Ong Loosoe sangat cerdik," ia kata. "Bagus siasat kau ini.
Si baju hijau itu rupanya, Llok-cie-kiam Yong Thian Hoei."
"Tak berani aku menerima pujian," kata It Hoei. "Benar
Yong Thian Hoei telah merat dibikin pergi tetapi urusan masih
belum selesai. Waiaupun demikian aku tetap sudah mengatur
rencana mengundurkan musuh. Sekarang marilah"
Bersama Koay Bin Jin Him, ia berlalu dengan cepat.
oo ooo Didalam pondokan, dengan api pelitanya, suasana guram
dan sunyi. Diluar, suara daun- daun terdengar perlahan-
Didalam kamar Gin PeIng duduk menvender
dipembaringannya dengan mata ditutup tetapi tidak pulas ia
lagi menantikan Tlong Hoa. ia mengerutkan alis, tandanya
pikirannya kacau, ia berduka.
Diatas pembaringan, Tlong Hoa tidur nyenyak. Dia
menerbitkan suara ketika dia berbalik. Si nona mendengar itu,
ia membuka matanya. ia melihat selimut si anak muda
terlepas. ia lantas membetulkan itu dengan perlahan-iahanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Tlong Hoa liehay ia merasa selimutnya bergerak. ia lantas
membuka matanya. Maka ia melihat sinona sebelum nona itu
sempat menarik pulang tangannya. "Aku mengganggu nona,"
katanya. Gin Peng melirik, ia bersenyum. "Apakah ong Loosoe
belum kembali?" si muda tanya. Si nona tidak menyahut. dia
cuma menggeleng kepala. "Song Pocoe?" Tiong Hoa tanya
pula. "Tadi mereka keluar dengan lekas-lekas, sebentar juga
mereka akan kembali," sahut si nona. "Kau tidur saja untuk
beristirahat. Segala hal tak usah kau pusingi, Biar Ong Loosoe
yang atur" Ketika itu terdengar suara ayam berkokok. Tiong Hoa
lantas berbangkit. "Sang fajar telah tiba, tak dapat aku tidur lagi" katanya
tertawa- ia lantas memandang Nona Lim untuk bertanya. "Ada
satu hal yang aku tidak mengerti apakah nona suka
memberikan keterangannya padaku, Dengan begitu akan
lenyaplah segala kesangsianku."
Nona Lim tertawa. "Aku tahu apa yang menyangsikan siauwhiap." katanya
"cerita itu sangat panjang. Hanya ada satu hal yang siauwhiap
perlu segera mengetahui. Selama siauwhiap berada dikota
raja, komplotan penjahat senantiasa hendak membunuhmu,
akan tetapi siauwhiap dapat mendahulukan mereka.
Karena terhajar terlebih dulu, mereka jadi kelabakan dan
mati daya. Pangeran Hosek dan Bouw Sin Gan mati, mereka


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kehilangan pegangan-"
"Apakah Pangeran Hosek telah mati ?" tanya si anak muda
heran-"Siauwhiap ketahui sendiri, buat apa siauwhiap
menanya lagi ?" jawab si nona. "Meski dia tidak mati, dia toh
bakal tak lama lagi."
Tiong Hoa bersenyum, ia berdiam.
Gin Peng kata pula: "Dimuka rapat di Tiam Chong Sankebanyakan
orang Jalan Hitam disana ada orang-orangnya
Han Soe Koen. Mereka itu tidak turut didalam rapat. hanya
mereka berkumpul bersama soe Koen didalam sebuah gunung
yang menjadi sarang rahasia mereka. Disana Hang soe Koen
merencanakan segala tindakannya guna mendatangkan
malapetaka Rimba Persilatan-..."
Tiong Hoa tidak bersenyum lagi. Sebaliknya, ia menjadi
bersungguh-sungguh. "Nona Lim, kau ketahui begini jelas?"
tanyanya heran. "Apakah siauw hiap lupa kepada Mauw Boen Eng" "si nona
balik bertanya. "Mauw Boen Eng dan Yong Thian Hoei menjadi
pasangan kekasih, mereka semua menjadi sebawahannya
Pouw Leng coe. mereka bekerja dibawahan Hang Soe Koen.
Dimuka rapat di Tiam Chong San, atas titahnya Hang soe
Koen mereka telah datang ke- kota raja untuk menghamba
kepada Pangeran Hosek. disana mereka terus berdiam untuk
menantikan ketika guna turun tangan- Yong Thian Hoei
menjadi orang kepercayaannya Han soe Koen, dalam segala
urusan, kecil maupun besar, dia senantiasa diajak berdamai.
inilah sebabnya kenapa aku mendapat tahu jelas tentang
sepak terjang mereka itu."
Tiong Hoa menjadi mendapat tahu segala apa tetapi ia
masih kurang jelas. Kenapa Yong Thian Hoei dengan mudah
saja membuka rahasia" Apakah dia telah membukanya
terhadap Mauw Boen Eng" Apa benar dia percaya habis pada
nona she Mauw itu" Rasanya tak mungkin.
Gin Peng cerdas, ia dapat mengerti si anak muda tetap
bersangsi. Itu artinya Tiong Hoa belum percaya habis
padanya. ia mengawasi tajam dengan sepasang matanya yang
jeli. Tiba-tiba kedua belah pipinya menjadi merah sendirinya.
ia malu. "Mauw Boen Eng itu bangsa cabul..." kata ia kemudian,
rada likat. "Dia banyak kenalannya. Karena itu sering dia
berselisih mulut dengan Yong Thian Hoei..."
"Yong Thian Hoei sendiri bukan manusia baik-baik " kata si
anak muda tertawa. Gin Peng tertawa perlahan-
"Ketika Yong Thian Hoei melihat aku, dia lantas timbul
hatinya yang busuk," ia berkata pula, agak likat. "Diluar tahu
Mauw Boen Eng. dia mencoba membaiki aku, untuk
mengambil hatiku, dia tak menyimpan lagi segala rahasianya.
Pernah dia menyatakan padaku, asal aku suka menikah
dengannya, dia akan lantas membinasakan Mauw Boen Eng.
supaya dia dapat mengangkat aku sebagai gantinya, sebagai
orang kepercayaannya. Mauw Boen Eng liehay sekali.
Dia mendapat tahu kecurangan Yong Thian Hoei itu.
Berbareng dia jadi benci aku. Maka itu supaya dia dapat
pegang kencang pada Yong Thian Hoei, dia telah curangi aku
yang dia bawa kedalam istana Pangeran Hosek. Dia serahkan
aku pada pangeran itu. Aku hendak dijadikan gundik.
Demikian aku terkurung, karena ayah dan ibuku ditangkap.
aku tidak berdaya..."
"Nona liehay. kenapa nona tidak mau buron?" tanya Tiong
Hoa, "Bukankah kau dapat minta Yong Thian Hoei menolongi
ayah dan ibumu itu " kenapa nona menjadi tak berdaya
membiarkan diri terkurung didalam kamar?"
Gin Peng melotot kepada si anak muda.
"Tak demikian mudah itu dapat dilaksanakan" katanya, "
istana Pangeran Hosek terjaga kuat sekali. Umpama kata aku
dapat lolos dan bertemu dengan Yong Thian Hoei, Yong Thian
Hoei sendiri tidak nanti dapat menolong aku, Mana dia berani
menentang pangeran Hosek?" ia menatap. lantas ia
menambahkan: "Setelah Bouw Sin Gan mati dan keluar perintah dari istana
untuk segera menguburkan mayatnya, orang diistana
Pangeran Hosek sudah lantas timbul kecurigaannya. Mereka
kawan-kawannya sehidup semati. Pangeran Ho-sek sendiri
juga curiga. Mereka lantas dapat menduga kemungkinan
kuburannya Sin Gan bakal ada yang gali. Yang sulit untuk
komplotan itu turun tangan yalah penjagaan yang keras di
dalam ruang dimana peti mati ditaruh begitupun sampai hari
penguburan- oleh karena itu, saking putus asa mereka mau
menggunai kekerasan- Mereka berniat menawan kau,
siauwhiap. Semua rencana itu telah dapat diketahui olehku,
ketika itu siauwhiap belum memasuki istana."
Tiong Hoa tertawa tawar, alisnya terbangun.
"Terima kasih buat keteranganmu ini nona," kata ia, "Apa
juga rencananya mereka itu, aku tidak takut"
Nona Lim tertawa. "Aku tahu, tak lama siauwhiap muncul dalam dunia Kang
ouw, lantas namamu menjadi tersohor." katanya. "Biar
bagaimana, siauwhiap pasti saja Jumawa karena siauw- hiap
terlalu mengandal kepada kegagahanmu. Baiklah siauw hiap
ketahui bangsa kurcaci banyak sekali akal muslihatnya dan
mereka itu tak memandang cara hina-dina atau tidak.
sebenarnya sulit buat menjaga diri dari sepak terjang mereka
itu. Maka itu aku kuatir sekali untuk kau, siauw-hiap."
Demikian segala rahasia mereka itu telah aku beritahukan
Ong Loosoe. Sekarang ong loosee lagi bekerja guna memukul
mundur pada musuh. Siauw hiap tidak tahu bahwa sekarang
ini Siauwhiap seperti masih dalam tidur..."
Tiong Hoa melengak. Tiba-tiba terdengar tertawa yang nyaring, lalu tampak Song
Kie dan Ong It Hoei berlompat masuk. Song Kie segera
menyambar mayatnya Bouw Sin Gan yang diletaki diatas
pembaringan, untuk digembol diatas punggungnya. kemudian
dengan menarik tangan si anak muda, ia kata keras: "Mari
Kita berangkat" ia menarik tanpa menanti orang setuju atau
tidak. Ong It Hoei pun segera mengajak Gin Peng berlalu.
ooo Perjalanan telah dilakukan bukan hanya dalam satu hari
ketika orang sudah melintasi wiiayah propinsi Kang-say dan
muiai memasuki propinsi Hok-kian Barat, di pegunungan Boe
Ie San- Ketika itu langit terang sekali hingga tanah
pegunungan nampak sangat tegas. Ong It Hoei mengambil
arah selatan- "Saudara ong. mengapa kita tidak menuju ke timur?"
tanyanya. "Tidak salah" kata Song Kie tertawa. "Nyata laotee lebih
tahu jalanan daripada ong Loosoe"
Anak muda itu menggeleng kepala, ia masgul. Gin Peng
tidak turut bicara, ia cuma tertawa merdu
orang mengikuti Ong It Hoei yang mengambil jalan-jalan
yang sukar dan berbahaya, diantara rimba- rimba dan selat,
makin lama makin sulit. Nyata dia mengenal baik tempat itu. Paling belakang
mereka berada dalam selat yang sempit, yang tinggi tembok
dan gunung dikiri dan kanannya. Kapan dia itu orang dongak
melihat keatas. mereka seperti berada didalam lubang dalam.
Diatas iangit bergaris terang.
Tiong Hoa memikirkan tempat itu. ia berdiam saja, ia jalan
terus mengikuti It Hoei, mereka tiba dipengkolan, mendadak ia melihat sebuah
lembah yang lebar dimana ada banyak pepohonan, dimana
juga ia menampak rumah dari dalam mana terlihat asap
mengepul. Ia menjadi heran-
"Sungguh sebuah tempat yang indah." pujinya didalam hati
" orang yang tinggal disini mestinya seorang terpelajar yang
hatinya lapang. Mesti ada sebabnya mengapa Ong It Hoei
mengajak aku kemari.... "
Tiba-tiba terdengar tertawa ramai dari arah rumah, dimana
lantas terlihat serombongan orang bertindak keluar untuk
menghampirkan mereka. saking heran Tiong Hoa tercengang,
matanya mendelong. Kawanan itu yalah kawanan dari Kang Ban ceng, yaitu
siauw sancoe atau tuan muda dari gunung Tay ln San, siapa
didampingi Lo Leng Tek sedang dibelakangnya terlihat Sin Gan
Tok kak kwie Cee Cit bersama-sama-Cek In Nio, Phang Lee
Hoen, Lin Siauw Keng, Sin Kong Tay, Sun Yok dan Lauw chin.
Baru sekarang Tiong Hoa mengerti akal muslihatnya Ong It
Hoei. ia tidak mengarti akan tetapi ia menjadi kagum sekali.
orang benar sangat liehay. segera ia tertawa, dengan cepat ia
bertindak menghampirkan Kang Ban ceng untuk memberi
hormat seraya berkata nyaring: "Terima kasih Siauw sancoe
dan Lo Loosoe. Tak sanggup aku menerima penyambutan ini"
Kang Ban ceng sebaliknya sudah lantas menjatuhkan diri,
untuk berlutut sambil mengangguk-angguk sedang airmatanya
terus meleleh keluar. "Siauwhiap." katanya terharu, "budimu sangat besar, tak
dapat aku membalasnya, maka itu terima hormatku ini"
Tiong Hoa menjadi repot lekas-lekas ia mencegah dan
memimpin orang bangun. "Jangan, jangan" katanya. "Kita sahabat satu dengan lain,
pantas saja kita bekerja sama dan saling membantu."
Habis berkata itu anak muda ini lompat menubruk Cee Cit,
saking terharu, sampai melinangkan airmata.
"Toako, aku sangat kangen padamu" katanya.
Matanya Cee Cit pun merah tetapi dia masih dapat
menahan menoblosnya air mata.. Dia tertawa.
"Aku telah mendengar namamu, hiantee, bukan main
girangku" katanya. "Sayang tidak dapat aku segera berangkat
ke Selatan untuk memberi selamat padamu Aku tertahan
banyak urusan Tapi sekarang tak ada ketika untuk kita omong
banyak. silahkan hiantee menemui dahulu saudara-saudaramu
itu" Tiong Hoa menurut, ia lantas menemui Siauw Keng semua.
Ketika ia memperkenalkan Gin Peng pada In Nio dan Lee
Hoen, mukanya merah sukar ia membuka mulutnya. "Tak
usah kau jelaskan lagi" kata In Nio tertawa. "Aku sudah tahu"
Lantas In Nio, Lee Hoen dan Gin Peng bicara sambil
tertawa riang melihat mana si anak muda menjadi tercengang,
girangnya bukan buatan- "Saudara Lie, mari masuk dulu kedalam-" Siauw Keng
mengundang. "Kau tidak boleh membikin Nona Hoo menanti
terlalu lama, dia akan bersengsara nanti, matanya bisa-bisa
mendelong terus-terusan-"
Kembali Tiong Hoa heran- Tapi ia tak dapat terus dalam
keheranan, Kang Ban ceng sudah lantas mencekal tangannya.
buat dipimpin kedalam Sekarang Tiong Hoa melihat tegas, di-belakang rimba itu
berdiri beberapa ratus rumah lainnya.
Ban ceng mengundang tetamunya masuk kedalam sebuah
rumah yang besar dimana mereka berkumpul didalam ruang
depan yang lebar, tetapi duduk belum lama, Lin Siauw Keng
lantas mengundang si anak muda masuk keperdalaman,
katanya untuk menemui Nona Ban In-
Mulanya Tiong Hoa bersangsi. setelah Ban ceng pun
menganjuri, ia turut Siauw Keng bertindak kedalam.
Ban-in mengenakan pakaian serba putih. ia duduk tenang
menghadapi meja rias. mulutnya pendiam, mukanya yang
merah dadu tersungging dengan senyuman halus dan manis.
Semenjak ditinggal Tiong Hoa. ia senantiasa berada dalam
kesepian dan kedukaan- alisnya selalu berkerut, kalau berada
sendirian, Untuk mengurangi airmatanya.
Syukur disana ada Siauw Keng dan Wan In, yang selalu
menghiburmya, terutama hiburan yang berupa warta halnya
Tiong Hoa sudah mengangkat nama di Selatan- Karena si
anak muda tetap belum juga kembali, ia tetap berduka.
Kemudian Siauw Keng dan Wan In menukar siasat tak
bicara lagi tentang anak muda itu. ia sendiri lantas memuja
Sang Buddha didalam kamarnya, setiap pagi ia
menghormatinya dan memohon keselamatan untuk pemuda
pujaannya. Baru kemudian, mendadak muncul Cek In Nio dan lainlainnya,
dengan beritanya bahwa Tiong Hoa bakal lekas
kembali. Baru sekarang ia menjadi girang, hingga wajahnya
menjadi bersih dan terang. Tak lama dari itu datang pula Tiatkim-
kong cian Siauw Hong, adik seperguruan dari ketua Hoay
Yang Pang, yang membawa suratnya Kwie-kiam-cioe Cee Cit
untuk Lin Siauw Keng. Menerima surat itu, Siauw-keng berpikir keras, kemudian
surat diserahkan pada Cek In Nio.
Nona cek pun berpikir, kemudian ia kata: "Lin loo-soe, kita
mesti turut apa katanya surat ini Kita mesti meninggalkan ciat
Hee Nia, untuk berangkat keselat Toh Boan Kok di Boe le San
" Siauw Keng menurut, maka orang lantas bekerja. Semua
orang tahu bunyinya surat, kecuali Ban-in seorang. Tapi Nona
Ban dapat diajak bicara, dia suka diajak pergi bersama.
Begitulah orang meninggalkan ciat Hee menuju ke Hokkian,
sedang cian Tiauw Hong kembali kemarkas Thian Hong Pang
di Siauw Koh San, guna meiaporkan tugasnya.
Demikian Ban-in berada di Toh Goan Kok. atau selat Taman
Bunga Toh. Ketika ia mendengar tibanya Tiong Hoa, ia tidak
turut keluar menyambut, ia menanti didalam kamarnya. ia
baru berbangkit ketika ia mendengar suara Siauw Keng dan
Tlong Hoa yang berjalan masuk sambil bicara dan tertawa.
Tiba di ambang pintu Siauw Keng kata tertawa: "Aku mesti
pergi kedepan. sebentar aku kembali " lantas ia ngeloyor
pergi. Kamar menjadi sunyi. Empat mata bentrok sinarnya. Kedua
muda-mudi berdiri menjublek saling mengawasi. Ketenangan
itu tak berjalan lama. Mendadak tubuh si nona bergerak.
berlompat menubruk pemuda pujaannya. Dan si anak muda
mementang ke dua tangannya menyambutnya .
Segera juga terdengar si nona menangis terisak saking
girangnya. Tiong Hoa mengelus-elus rambut hitam dan bagus dari
nona itu. juga kedua belah pipinya.
"Aku berada disini sehat wal afiat, seharusnya kau girang
kenapa sekarang kau menangis?" katanya bersenyum. "Ban
In, kau tertawalah"

Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ban In mendekam terus didadanya sianak-muda, ia
berdiam diri saja. "Aku tahu, kau tak setuju aku hidup merantau," kata si
pemuda kemudian, "tetapi apa aku bisa bilang" Aku memang
ingin hidup menyendiri. Keadaanlah yang memaksaku, tetapi
kau jangan kuatir. sekarang telah tiba waktunya buat kita
melaksanakan cita-cita kita. Kau pasti bakal puas . "
Kalau ia ingat, Tiong Hoa sangat terharu untuk Ban-ln-
Kesannya sangat mendalam terhadap si nona yang lemah
lembut. ia ketarik bukan cuma disebabkan kecantikannya,
terutama karena hati bersih si nona. ia pun telah-ditolong
nona itu. hingga budinya harus dibalas.
"Ban-in, tertawaiah " katanya pula kemudian-
Akhir-akhirnya Ban In mengangkat kepalanya, wajahnya
tersungging senyuman- Tak tahan si anak muda, ia
membekap muka orang dengan mukanya.
Tak tahu muda-mudi ini berapa lama sudah mereka berada
didalam kamar itu ketika mereka terkejut mendengar tertawa
riuh yang mendatangi, dengan kaget keduanya memisahkan
diri, ketika mereka menoleh, mereka melihat diambang pintu
Cek In Nlo berbaris bersama Phang Lee Hoen dan Lim Gin
Peng, semua mereka itu tertawa manis. Muka Ban In menjadi
merah karena jengah. Tiong Hoa likat sebentar, akhirnya ia tertawa.
"Ya, ya, kamu tentu tak puas terhadap ku" katanya.
"Baiklah, kamu juga bakal dapat giliranmu ..."
"Cis" berseru In Nlo. "Pandai bicara ya"
Tiong Hoa menghampirkan Nona Cek. ia berbisik ditelinga
nona itu. Muka In Nlo menjadi merah.
"Cis" dia berseru pula, lalu kepalannya meluncur
menumbuk Tiong Hoa berkelit sambil tertawa..
"Sudah, mari" In Nlo berkata. "Kang Siauw-sancoe sudah
menyiapkan meja perjamuan, dia minta kami mengundang
kamu, tuan besar Lekasan, ibu pun berada di sana"
Tiong Hoa tertawa pula. "Hayolah" katanya, seraya ia menarik tangan Ban In-
Maka bertemulah Tiong Hoa dengan ibu mertuanya
bersama siapa ia duduk berpesta dengan gembira.
Ketika besok paginya orang berkumpul diruang tengah,
suasana lain daripada kemarinnya.
Kali ini orang bukan berkumpul dimeja pesta, hanya
didalam sebuah ruang berkabung dengan meja
sembahyangnya yang lengkap segalanya. Kang Ban ceng
muncul dengan pakaian serba putih.
Dimuka meja terlihat Bouw Sin Gan bertekuk lutut terpaku.
Dia telah diberi obat-yang menyadarkan, hingga dia bukan lagi
seorang mayat, bahkan dia sadar sesadar-sadarnya.
Maka dia mendengar ketika semua kejahatannya dibeber.
Dia berdiam saja. Dia insaf akan segala perbuatannya.
Karena dia sudah tidak berdaya, dia menerima apa orang
perbuat atas dirinya. Dia menutup rapat ke dua matanya,
sampai tiba saat hukumannya. bacokan merampas jiwanya,
membikin tubuhnya hancur lebur.
Baru sekarang Kang Ban ceng puas, ia menangis tetapi
hatinya lega. Malamnya Tiong Hoa berkumpul berempat bersama Lo
Leng Tek, Ong It Hoei dan Cee chit.
Leng Tek menghela napas. Kata dia. "Biasanya aku merasa
akulah si orang cerdik. nyatanya sekarang aku tak dapat
merendengi Ong Loosoe, Siauwhiap, dengan Ong Loosoe
membantumu, tak usah kau kuatir yang kau tak dapat
menertibkan Rimba persilatan"
Tiong Hoa melengak, ia heran- Kemudian ia menggeleng
kepala. "Ketika dulu hari aku kabur dan menukar peiajaran surat
dengan silat, semua itu karena terpaksa," ujarnya. "Setelah
merantau. aku melihat keganasan dalam Rimba persilatan,
hatiku menjadi tawar. Disana cuma ada kedengkian,
ketamakan, mau menang sendiri Aku sebal melihatnya.
Tempat ini bagus sekali, aku ingin diam menyendiri disini.
iniiah cita hidupku, damai dan berbahagia, urusan dunia
Rimba Persilatan, tak kupikir sedikit juga..."
"Tapi aku kuatir kau tak merdeka lagi, saudaraku" kata Cee
Cit. Anak muda itu heran-
"Apakah artinya perkataanmu ini, toako" ia tanya. Cee Cit
tertawa lebar. " Hiantee." katanya, "sekarang ini kau telah menjadi seperti
paku dimatanya sekalian hantu dan siluman Mereka baru puas
apabila mereka sudah dapat menyingkirkan kau.Jikalau tidak
ada Ong Loosoe dengan siasatnya yang istimewa itu, mungkin
kau telah terjatuh kedalam tangan mereka. Kau tahu. Toh
Boan Kok ini tempat asalnya Ong Loosoe maka itu, lama-lama
kawanan hantu itu pasti bakal datang juga kemari. Tidak nanti
mereka puas dan berhenti dengan kegagalan mereka itu
Sekarang ini Hang Soe Koen telah mengumpulkan banyak
sekali jago sesat. Maka itu, kau harus ingat keselamatan
Rimba Persilatan" Tiong Hoa berdiam. ia merasa keangkuhannya tersinggung.
Setelah kecilnya sangat terhina, sekarang sifat-tabiatnya
berubah menjadi lain sekali. ia angkuh dan rada kepala besar,
tak sudi ia dipermainkan pula oleh siapa juga
"Ya, tak dapat aku berdiam saja," pikirnya kemudian-
"Mereka jahat, mereka mesti ditumpasJikalau tidak. mereka
bakal mengganas dan mengacau terus Bagaimana nanti
akibatnya kebencanaan mereka itu Tapi...aku bagaimana
akhirnya dengan aku sendiri" Pohon besar mudah
mengundang datangnya sang badai Kenapa aku mesti mencari
pusing sendiri"."
Kemudian ia bersenyum. "Hal ini baik belakangan saja dipikirkan pula dengan
perlahan-lahan," katanya. "Dunia ini luas, mesti ada tempat
dimana dapat aku memernahkan diriku... kalau aku terus
bersembunyi dan tak keluar-keluar, apa mereka itu dapat bikin
atas diriku?" Kemudian ia memandang It Hoei dan kata. "Ong Loosoe,
aku minta kau menjelaskan segala apa kepadaku, supaya aku
terus menerus berada didalam kegelapan-"
Ong It IHoei tertawa. "Hal itu baik belakangan saja kita bicarakan pula,"
sahutnya. "Cee Tayhiap masih mempunyai lain urusan yang
hendak dibicarakan dengan kau. Lie Siauwhiap."
Matanya Tiong Hoa bersinar tajam mengawasi kakakangkatnya
itu. Cee Cit pun balik mengawasi, hanya dia lantas berkata:
"Hiantee, aku hendak bicara mengenai Lo-sat Kwie Bo.
Sekarang ini dia sebal dengan penghidupan dunia Kang ouw,
maka dia ingin mencari satu tempat sunyi dimana dia hendak
hidup menyendiri. Dia ingin memuja Sang Buddha, untuk
bertobat. Dia senang dengan selat ini, maka dia telah memilih
satu tempat di belakang gunung. Disana siauw-sancoe telah
memerintahkan orangnya membangun sebuah kelenteng.
Karena itu sekarang tinggal satu hal yang Lo-sat Kwie Bo
berati. yaitu soal jodoh puterinya dengan kau. hiantee. Kau
harus lekas menikah."
Mendengar itu, muka Tiong Hoa menjadi merah, ia kata.
"Tentang ini" katanya perlahan, "aku mesti bicara dulu
dengan ayahku... Disana pun ada Pouw ..."
"Tentang itu tak usah hiantee pikirkan," kata dia. "Kepada
ayahmu aku sudah menulis surat, suratnya telah aku kirim tadi
malam, maka itu lekas juga bakal datang balasannya."
Hati Tiong Hoa tidakpuas. Selama yang belakangan ini, ia
seperti kehilangan kemerdekaannya. Benar Ong It Hoei
beramai bertindak untuk keselamatannya tetapi ia tidak tahu
menahu. Sekarang timbul pula sepak terjangnya Cee Cit.
Orang menulis surat kepada ayahnya tanpa berdamai pula
dengannya. Maka sepasang alisnya terbangun- dengan mata merah ia
mengawasi Kwie Kian cioe. Hampir ia mengeluarkan kata-kata
yang keras, atau disitu mendadak muncul In Nio. Sinar
matanya bentrok dengan sinar mata si nona, batal ia
membuka mulutnya. "Adik Hoa, apakah kau tak senang
dengan pernikahan ini?" si nona tanya dingin.
Tiong Hoa menjadi bingung, mukanya menjadi merah.
"Penasaran, enci " kata dia "Mana aku tak senang?"
"Sabar, nona." Cee Cit menyela. "Sebenarnya saudaraku ini
cuma berat memikirkan dua saudara Pouw. Soal bukannya
soal sukar. Pernikahan kamu dapat diatur harinya bergantian-
Akupun telah mengirim orang ke Siong-san menyambut
kepada keluarganya Pouw itu."
Mukanya In Nio bersemu merah. Ia likat. Kemudian ia
memandang Tlong Hoa dan kata singkat. "lbu panggil kau "
Tiong Hoa menyeringai, lantas ia meminta diri dari Cee Cit
bertiga, terus ia ikut In Nlo keluar.
oo ooo Sang waktu berjalan dengan cepat, sebentar rasanya, tujuh
hari telah lewat. Dari kotaraja telah datang balasan kabar, Lie
Siangsie menulis surat, menyatakan akur untuk pernikahan
puteranya dilakukan di Ho kian, bahkan Cee Cit pun diminta
menjadi coe-hoen. untuk mengepalai dan mengurusnya
hingga selesai. Lie Siangsie pun membekali rupa-rupa pesalin, hanya halhal
di kotaraja dia tak menyebutkan sama sekali. Itu bukti
bahwa keadaan disana aman-
Berhubung diterimanya balasan kabar dari kota raja itu.
maka tiga hari kemudian ramaiiah Toh Goan Kok.
Dibantu oleh semua orang, Kang Ban ceng telah mengatur
persiapan pesta nikah, Disana tidak ada orang luar tetapi
jumlah mereka sendiri sudah cukup untuk meriahkan suasana
pengantinan- Suara seruling, suara tambur, suara gembreng,
cukup memekakkan telinga...
Tlong Hoa bersama-sama Cek In Nio, Ban In, Phang Lee
Hoen dan Lim Gin Peng telah menjalankan upacara nikah
mereka, sederhana tetapi mengembirakan...
Langit cerah ketika disebuah puncak. yang dipisahkan
dengan Toh Goan Kok dengan beberapa puncak lainnya lagi,
terlihat munculnya dua orang dengan pakaian sing sat. Mereka
berumur rata-rata tigapuluh lebih, tangan mereka membekal
golok. Mereka berlari-lari.
Nyata mereka telah diganggu keletihan- Selagi lari terus,
orang yang disebelah depan berhenti dengan tiba-tiba. Dia
menoleh, dia tertawa menyeringai dan kata:" Saudara Teng,
rasanya kita sudah menyingkir dari bencana kematian-..
lihatlah pegunungan begini luas" Musuh boleh berjumlah
besar tetapi mana dapat mereka mencari kita di sini, cuma
sulitnya yalah dimanakah tempat kedlamannya siauwsancoe..."
Katanya ia memilih pegunungan Boe Ie San ini,
tanpa ia menyebutkan keletakannya. sukar kita mencarinya.
Kita mesti menggunai banyak waktu."
Jilid 33 : Pouw Liok It meninggalkan duniawi
(MISTERI LAMBANG MAUT Jilid 14)
"Kelihatan tempat kedlaman nya siauw-sancoe bukan
didekat-dekat sini," kata orang yang kedua. "Kalau benar
disini. Lo loosoe mesti memasang orang-orangnya. Lihat
gunung kosong dan sunyi begini. Tapi benar, kita memang
sudah lolos dari ancaman bahaya..."
Baru orang itu berkata demikian itu, dari samping mereka
lantas terdengar tertawa yang menyeramkan-
"Belum tentu" demikian satu suar menyusul.
Dua orang itu kaget. Mereka lantas menoleh, mengawasi
tajam kearah dari mana suara tadi datang.
Tak usah mereka berdua menanti lama, lalu mereka lantas
melihat munculnya enam orang, yang rupanya sejak tadi
bersembunyi diantara pepohonan- Mereka semua gesit gerakgeriknya.
Yang maju didepan seorang berjubah biru, kata
menyeringai: "Kamu berdua bangsa orang-orang ternama,
mana bisa kamu lolos dari tanganku si orang tua" Sebabnya
kenapa aku tidak segera membekuk kamu iaiah supaya kamu
dapat menjadi petunjuk jalan untuk kami supaya kami dapat
mencari Kang Siauw sancoe kamu" Lantas orang tua itu
tertawa, suaranya memecah kesunyian gunung.
Dua orang itu bermuka pucat. Dengan cepat mereka sudah
terkurung. Mereka bingung: "Lari atau terima binasa?"
Selagi mereka itu tak berdaya, mendadak mereka
mendengar suara meletup beberapa puluh tombak disisi
mereka. Ditengah udara lantas melihat muncratnya lelatu api,
yang disusul dengan suara bersuit keras. Kawanan pengurung
itu nampak kaget. si orang tua berbaju biru tidak takut. Dia
bahkan tertawa. "Terangiah bocah she Kang itu sembunyi tak jauh dari sini"
katanya. "Mudah saja aku si orang tua mendapatkannya"
Baru dia berkata begitu, tapi dalam pepohonan lebat
terlihat keluarnya kira sepuluh orang, diantaranya ada Tok-Pie
Teng koan coei Kiat Him dan Sim Yok serta Lauw chin.
Melihat coei Kiat Him yang berlengan satu, si orang tua
baju biru tertawa tergeiak. Kata dia jumawa. "Manusia
bercacad, kau masih berani banyak tingkah" Jangan kau
jangan bikin kotor tanganku si orang tua"
Kiat Him paling mendongkol orang menyebut cacadnya itu,
ia lantas maju kedepan orang seraya sebelah tangannya
diluncurkan, Sembari menyerang itu, ia kata keras: "Mari kau
rasai pukuian udara kosong dari orang tanpa daksa"
sijubah biru terkejut menyaksikan serangan itu, akan tetapi
ia menangkis. Dengan begitu tangan mereka berdua beradu
keras. Kesudahannya dia jadi bertambah terkejut. ia
terhuyung mundur beberapa tindak.
"Apakah kau masih belum mau menyerah. tanya Kiat Him
tertawa tawar. si baju biru gusar bukan main, mukanya menjadi pucat dan
padam. Segera ia menghunus pedang dipunggungnya.
"Jangan jumawa" katanya bengis. "Aku menghendaki kau
menyerahkan kepalamu" Sim Yok berlompat maju, tangannya
memegang dua batang pedang pendek.
"Loo-enghiong siiahkan mundur" kata dia, "Serahkan
bangsat tua ini pada aku si orang muda"
Mulanya Sim Yok menggunai cambuk Peng coa-pian yang
lunak tapi sejak di In lam. Tiong Hoa menganjuri ia
menukarnya sebab katanya cambuknya itu banyak cacadnya
cuma dipakai berkeiahi renggang kalau rapat lantas tak
merdeka lagi. Si jubah biru mengerti dia lagi menghadapi lawan-lawan


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangguh dia tidak mau banyak iagak lagi, dengan lantas dia
mengulapkan tangannya, memberi isyarat untuk kawan
kawannya maju. Maka merangsaklah enam musuhnya.
Melihat demikian- coei Kiat Him juga tidak berdiam saja.
Maka kedua pihak lantas bentrok.
Si baju biru sendiri meiayani sim Yok. dengan pedangnya
dia lantas menikam ke pundak.
Orang she Sim itu berlaku sabar. Mengenai ilmu pedang,
kecuali dari Tiong Hoa, ia pun telah dapat petunjuknya Cek In
Nio. ia menunggu sampai ujung pedang sampai, dengan gesit
ia berkelit kekiri. Musuh itu terkejut mendapatkan serangannya kosong.
Lekas-lekas ia bergerak mundur guna menukar kedudukan- ia
lantas serang lawannya. Sim Yok merangsak. tiga kali dia
menikam saling ganti begitu lekas tusukannya yang pertama
gagal. Si baju biru mengeluarkan keringat dingin. Syukur ia
keburu menyedot dadanya, kalau tidak. celakalah ia Walaupun
begitu, bajunya kena tertubias bolong, ia menjadi sangat
gusar, maka waktu lawan maju lagi, ia memberikan
perlawanan dengan gigih. Tiba-tiba terdengar jeritan
kesakitan, dua kali beruntun. baju biru terkejut.
"Tahulah ia bahwa ada kawannya yang telah dirobohkan
musuh. ia menjadi semakin gusar. maka ia mengulangi
serangannya dengan bengis sekali. Tiga kali Sim Yok di serang
hebat hingga dia terpaksa mundur dua tindak.
Sembari berkelit itu si baju biru mencoba melihat kearah
kawannya. ia mendapat kenyataan lima kawannya, dua sudah
roboh, jatuh ke lembah dan tiga yang lain nya juga terancam
bahaya. Kiat Him tidak turut bertempur, dia lagi memasang mata.
rupanya setiap waktu dia bisa turun tangan juga. ia menjadi
kecil hati, harapannya buat menang menjadi terbang. Maka ia
memikirkan untuk menyelamatkan diri. Begitulah selagi
bertempur itu, ia menggunai tipu menggertak. tempo Sim Yok
berkelit, ia lompat mundur, terus ia lari kabur kearah lembah.
Sim Yok berseru, dia bergerak untuk mengejar.
"Biarkan saja." Kiat Him mencegah. "Dia pasti bakal datang
pula. Hampir berbareng dengan itu ada terdengar tiga kali jeritan
dahsyat itulah suaranya sisa tiga orang yang kena dirobohkan
oleh Lauw chin beramai, tubuh mereka itu terguling kedaiam
jurang. Sim Yok menurut, ia tidak jadi mengejar.
Kiat Him lantas mengawasi dua orang yang baru datang
itu. "Kamu datang langsung kemari, kamu keliru" katanya
bengis. "Bukankah siauw sancoe telah memesan wanti-wanti,
kalau ada bahaya kamu tak boleh menyingkir ke Boe Ie San ini
hanya mesti ke tempat ramai dimana saja, baru nanti dari
sana selewatnya beberapa hari, diam-diam kamu mencari
hubungan dengan kawan di cabang Yan bwee untuk
merekalah yang mengajak kamu datang kemari" Tidakah
sekarang kamu menjadi membawa bahaya untuk siauw
sancoe?" Dua orang itu berdiam. "Aturan kita keras." kata Kiat Him pula, "maka itu perlu kau
mempunyai alasan, kalau tidak. kamu bisa kehilangan tangan
atau kaki kamu Thio Ie. Teng Beng Seng, lekas bilang, kalian
mempunyai alasan atau tidak?"
Dua orang itu menjadi pucat. Thio Ie menjawab: "Kami
berjumlah bertujuh, kami diberi tugas berdiam ditempat
rahasia dibukit Hwee Liong Nia. Sebenarnya kami susah di cari
musuh, apa celaka mereka itu menggunai api terpaksa kami
lari menyingkir." "Meski begitu tak selayaknya kamu lari langsung ke Boe Ie
San ini" Kiat Him menegur pula.
"Meskipun kami tolol tidak nanti kami berani lari langsung
kemari," berkata Teng Beng Seng. "Kami terpaksa kabur
kemari sebab cabang di Yan-bwee sudah diubrak-abrik dan
Hauw To coe telah kena ditawan musuh. Sebelum datang ke
Yan bwee kami sudah melihat suasana buruk. Secara diamdiam
kami mencari Hauw To coe di tempat tahanannya itu.
Diaiah yang menitahkan kami segera lari ke Boe Ie San, guna
mengasi kabar, Sayang selagi kami keluar dari sarang musuh,
kami kepergok. lantas dikejar. Sebab itu dalam bingung kami
lari langsung kemari"
Kiat Him terkejut. "Bagaimana caranya cabang Yan Bwee dapat diketahui
musuh?" tanya dia. "Kalau begitu, mari lekas menghadap
siauw sancoe untuk kamu memberikan laporan kamu"
Sebelum berangkat, Kiat Him kata kepada Sim Yok dan
Louw chin: "Aku minta kamu suka mencapekan hati menjaga
disini dengan waspada. Aku kuatir musuh nanti datang pula
nelusup kemari. Aku akan segera kembali"
Sim Yok dan Lauw chin menurut, maka Kiat Him lantas
pergi bersama Thio Ie dan Beng Seng.
Sim Yok telah memberikan isyarat, karena mana di Toh
Goan Kok orang sudah lantas berlaku waspada.
Kiat Him bertiga sampai dimulut lembah dengan lantas
bertemu dengan Kwie-Kian-cioe Cee Cit. ia lantas menuturkan
hal datangnya Thlo Ie berdua.
"Mari lekas masuk" kata Cee Cit, yang lantas mengajak
orang lari ke toa-thia, ruang utama.
Kang Ban ceng bersama Lo Leng Tek dan Ong It Hoei
sudah menantikan, begitu mereka itu melihat tibanya Cee Cit
berempat. siauw sancu si ketua muda, mendahului menanya.
"siapa musuh yang datang menyerbu itu."
Kiat Him menuturkan kejadian barusan, ia lantas menunjuk
Thio Ie dan Teng Beng Seng, setelah mana kedua ruang itu
menceritakan kenapa mereka terpaksa lari langsung ke Boe Ie
san. Ban ceng menjadi berduka.
"Apakah kalian tahu siapa musuh itu?" ia tanya.
Thlo Ie menjura. ia menyahut tak tahu . "Lo siokhoe,
bagaimana ini?" Ban ceng tanya Leng Tek kepada siapa ia
berpaling, ia berduka sekali.
Leng Tek mengeluh di dalam hati. Ketua muda ini sangat
lemah dan bodoh, dia beda jauh daripada ayahnya yang
gagah dan pintar. "Mereka ini bersaiah tetapi dapat diberi ampun-" kata ia.
"Baik mereka diserahkan aula Heng-tong untuk dihukum
rangket tiga puluh rotan, setelah mana mereka harus
beristirahat." Ban ceng setuju, maka ia berikan keputusannya.
Ketika dua orang itu dibawa pergi, Kiat Him pun berlalu
untuk bertugas pula. Leng Tek masgul hingga ia mengheia
napas. "Aku percaya didalam tempo tiga hari musuh bakal datang
menyerbu," kata Ong It Hoei yang bersenyum. "Bagusnya
mereka masih belum ketahui tempat kita ini. Baik kita pakai
akal untuk menyesatkan mereka lalu ditempat tersasar itu kita
jaring mereka untuk dibekuk semua"
Mendengar itu, hati Ban ceng terbuka.
"Bagaimana caranya itu loosoe?" ia tanya "ingin aku
mendengar keteranganmu." It Hoei bersenyum pula.
"Biarlah aku memikirkannya dulu sekalian nanti memeriksa
tempat keletakannya." sahutnya.
Ban ceng menghela napas. "Dasar aku yang bodoh," kata ia berduka.
"Ayah mengatakan aku tidak dapat memegang pimpinan,
sekarang kata-kata itu terbukti. Terang orang semua
mengarah aku dan aku tidak berdaya. Maka itu aku memikir
menyerahkan kedudukan kepada Lie Siauhiap supaya Rimba
Persilatan tak tercelakakan karena aku..."
"Sabar san coe," Leng Tek menghibur, sedang didalam hati,
dia berduka sangat. "Biariah hal ini kita atur perlahan-lahan. Aku percaya tidak
nanti Lie Siauhiap tidak akan mengajukan dirinya.."
Ong It Hoei sementara itu sudah berpikir, terus ia
mengisikisi ketua muda. "Bagus. losoe " Ban ceng memuji. "Segera aku akan
menjalankannya. ia malah lantas pergi kedalam.
Ong It Hoei lantas menceritakan kepada kawannya
bagaimana ia mau menggunai akal meminta Tiong Hoa
menggantikan ketua muda mereka memegang tampuk
pimpinan- Ia mendapat kesetujuan- Maka itu, habis berdamai
pula sebentar, mereka lantas jalan cepat ke belakang.
Digunung belakang. sebeiah timur, ada sebuah curug.
Keletakan disitu berbahaya. curug itu tinggi dan suaranya
berisik. Di samping air tumpah itu ada berdiri sebuah kuil yang
kecil- mungil yang dikurung d engan pohon-pohon teh.
Tempat itu sunyi dan pemandangannya menarik hati.
Tembok kuil putih dan mereknya berbunyi: "coe cay Am. Jadi
itulah biara wanita dimana ada dipuja Koan Im Pou-sat. Surat
itu indah dan keren sebab itulah buah kalamnya Lie Tiong
Hoa. Ketika itu ditepi air tumpah ada lima orang lagi berdiri
mengawasi muncratan air. Mereka seperti teraling oleh air
tumpah itu. Mereka bukan lain daripada Tiong Hoa berlima,
yang tengah menikmati curug itu. Langit cerah dan bunga
bunga tampak nyata. "Lihat engko Hoa" mendadak Lim Gin Peng berkata sambil
tangannya menunjuk kedepan kejurang diseberang. Lihat Ong
Loosoe dan lainnya lagi mendatangi Mereka bertindak dengan
lekas sekali. "Tentu ada urusan penting."
Tiong Hoa dan yang lainnya berpaling. Si anak muda
nampak heran- ia berdiam saja mengawasi mereka itu.
Belum lama tibalah Ong It Hoei bertujuh. Tiong Hoa
mengawasi terus. Ia melihat wajah orang bersungguhsungguh,
bahkan Lo Leng Tek rada bergelisah atau berduka.
"Siauw sancoe mendapat sakit mendadak." kata orang she
Lo itu, "Mungkin dia tak dapat ditolong lagi, maka itu kami
datang atas perintahnya mengundang kau, siauw-hiap. Mari
lekas kita pergi. Katanya siauw sancoe ingin mengambil
selamat berpisah" Tiong Hoa kaget tidak-terkira.
"Bagaimana." katanya heran- "Kemarin dia sehat wal afiat."
"Tapi ya, nasib manusia itu hitung detik." kata It Hoei.
"Siapa tahu. Maka itu mari lekas, siauw hiap nanti kau tak
keburu menemuinya." Tiong Hoa benar-benar bingung.
"Mari." Dia mengajak tanpa bersangsi atau bercuriga pula.
Lantas dia mendahului lari.
ooo BAB 1 BEGITU TIBA di Toh Goan san chung. Tiong Hoa beramai
lantas lari masuk kedalam kamarnya Kang Ban ceng. Anak
muda itu mendapatkan siauw-sancoe mereka, si ketua muda,
lagi rebah dengan berselimut mukanya pucat bagaikan mayat
dan kedua matanya curam sayu, ia kaget sekali. Leng Tek
mendekati. "Bagaimana, san-coe ?" ia tanya perlahan- "Apa san coe
merasa baikan ?" "Ayahku pernah membilangi aku bahwa peruntunganku
sangat tipis, mungkin aku tak berumur panjang," dia
menyahut lemah. "Sekarang kelihatannya kata-kata itu bakal terbukti. Aku
terlalu berduka, kesehatanku terganggu. Pada bulan yang
baru lewat, pernah aku tumpah-tumpah darah. Syukur Thian
melindungi aku, hingga aku hidup terus sampai aku bisa
menuntut balas untuk ayahku. Tapi sekarang ini lain, aku
merasa penyakitku tak dapat disembuhkan lagi. Maka itu aku
mengundang Lie Siauwhiap untuk berbicara." Selain lemah,
suara ketua muda itu pun parau. Tiong Hoa lantas
menghampirkan. "Jangan berkecil hati, san-coe," ia menghibur. "orang baik
selamanya dilindungi Thian- Sancoe sedang muda dan
gagahnya. Tidak nanti kau berusia pendek. Aku percaya ada
obat mujarab untuk dipakai menolong san-coe."
Ban ceng menggeleng kepala. Dia kehabisan tenaga, Air
matanya pun lantas berlinang. Leng Tek masuki tangannya
kedalam selimut, untuk meraba nadi orang.
"Masih ada harapan," katanya pada Tiong Hoa perlahan-
"Pertama-tama kita harus mengasi makan obat yang dapat
mencegah bertambah buruknya penyakit. Nanti aku pergi
mencari obatnya untuk campuran obat-obat yang kita punyai
sekarang, cuma penyakit ini meminta tempo satu tahun atau
sedikitnya setengah tahun untuk menjadi sembuh benarbenar.
Didalam tempo tiga bulan, san-coe tidak boleh bekerja,
tak dapat dia bergerak dari pembaringan, tak boleh dia
mengetahui segala urusan diluaran. Asal dia kaget dan
jengkel, darahnya bisa bergolak pula. Sancoe. dapatkah kau
beristirahat seperti kataku ini ?"
Ban ceng tertawa meringis.
"Seperti kata ayahku, sebenarnya aku tidak bakal berusia
panjang" kata ia. "Takdir tak dapat dilawan, kendati demikian,
orang masih ingin hidup terus. Paman, aku mengandal pada
kau. Dapat aku beristirahat tapi bagaimana dengan urusan
kita " Untuk kebaikan semua, aku pikir, aku mau minta Lie
Siauwhiap mewakilkan aku..."
Muka Tiong Hoa menjadi merah. ia lantas menggoyangi
tangan- "Tak dapat," katanya lekas. "Kalau sancoe hendak mencari
wakil, cariiah lain orang yang pandai. Laginya aku cuma
menjadi tetamu saja, tak dapat aku memikul tanggung iawab
berat itu..." "Siauw hiap. aku minta janganiah kau menolak," berkata
Leng Tek. sebenarnya sulit untuk siauw-sancoe memegang
tampuk pimpinan disini. Bicara terus terang, sancoe tidak
memiliki kecakapan dan tak mempunyai kewibawaan juga.
Apakah siauwhiap tega membiarkan penyakitnya sancoe tak
dapat ditolong dan kedudukannya ini menjadi runtuh?"
Tiong Hoa berdiam. Ban ceng mengawasi, airmatanya berlinang. Terang dia
memohon sangat. Ong It Hoei dan Cee Cit pun turut bicara, menjelaskan dan
membujuk. katanya perlu sancoe itu mendapatkan wakil. Pula
katanya tempo tiga bulan hanya waktu yang pendek sekali.
"Dapatkah siauwhiap tak menolong orang dari ancaman
maut?" demikian It Hoei bilang akhirnya.


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Anak muda itu terdesak. ia memangnya welas-asih.
Akhirnya ia menarik napas dan mengangguk.
Lo Leng Tek girang sekali. ia lari ke-depan, dengan cepat ia
sudah kembali. dengan leng-kie bendera titah dan sin-hoesurat
kekuasaan, untuk menyerahkan itu kepada si anak
muda. Ban ceng bersenyum. terus ia meramkan matanya.
"Mari kita keluar." Leng Tek mengajak.
Tiong Hoa menurut. ia tidak tahu bahwa ia sedang diabui.
ia menyangka Ban ceng sakit benar-benar.
Orang semua girang mendapat tahu si anak muda diangkat
menjadi pemimpin, walaupun buat sementara waktu, Dibawah
pimpinan Ong It Hoei, orang melakukan upacara memuliakan
pemimpin baru ini. Selesai upacara. Ong It Hoei lantas menuturkan pada Tiong
Hoa hal adanya bahaya yang mengancam mereka. ia ceritakan
kedatangannya Thio Ie dan Teng Beng Seng yang seperti
membawa malapetaka, sebab si baju hijau tak dapat di
binasakan seperti kawan-kawannya. Tiong Hoa terkejut ia
melengak. "Kalau begitu, dia mesti konco-konconya Bouw Sin Gan dan
Pangeran Kosek" ia mengutarakan dugaannya. "atau lagi
diaiah orangnya Hang Soe Koen."
"Aku duga mereka bakal datang menyerbu dalam tempo
tiga hari ini." Ong It Hoei berkata pula. "Mengenai itu aku
telah memikirkan cara untuk memancing dan meringkus
mereka semua. Sekarang cukup asal san coe memberikan
pelbagai titahmu." Ahli pemikir ini lantas berbisik ditelinga si
anak muda. Tiong Hoa tertawa. "Sungguh loosoe sangat cerdik," kata dia memuji.
"Sekarang, baikiah loosoe yang mengatur semua, tak usah
kau mensia-siakan tempo main tanya-tanya pula pendapatku.
Nah iniiah lengkie" Si anak- muda menyerahkan selembar lengkie.
Sampai disitu selesai sudah segala apa, Ong It Hoei berdiri
dengan bendera titahan itu, dan Tiong Hoa mengundurkan
diri, buat kembali ke kuil dimana tadi dia meninggaikan
keempat istrinya. Cek In Nlo berat berpisah dari ibunya, maka itu ia
membangun sebuah rumah. Di-situ ia tinggal bersama Ban-in,
Lee Hoen dan Gin Peng, karena mana, Tiong Hoa mesti
tinggal disitu juga. Bertemu dengan sekalian isterinya, Tiong Hoa menuturkan
apa yang dilakukan barusan didalam markas, halnya Kang Ban
ceng sakit keras dan ia di-angkat menjadi wakil sementara.
Cek In Nlo berempat menyambut suami itu dengan mereka
masing-masing tertawa didalam hati. Mereka ketahui
duduknya hal yang benar sebab tadi Cee Cit menggunai
kesempatan menemui nyonya- nyonya muda itu, guna
membeber rahasia, Mereka diberitahukan tetapi diminta
menyimpan rahasia dulu. Habis omong urusan Ban ceng itu. Tiong Hoa bicara dari
hal Pouw Keng dan Pouw- Lim. ia heran mereka itu belum
juga datang. In Nio mengawasi suaminya, matanya seperti
melotot. "Kau benar tidak menahu" katanya menyesalkan. "Pouw
Peehoe bakal masuk menjadi pendeta, guna mencucikan
dirinya, itu berarti orang berpisah hidup seperti bercerai mati,
karena itu dapatkah kau tidak mengijinkan mereka itu
melakukan kebaktian kepada ayah mereka."
Tiong Hoa dapat dikasi mengerti, "itulah ku lupa." Maka ia
merasa tak enak sendirinya ditegur istri ini. Tapi kemudian ia
tertawa. "Jangan kau sesaikan aku, nona manis" katanya. "Jangan
kau heran kalau aku sudah dapat tanah Liong tetapi masih
mengharap pula tanah Siok. Aku toh bukan memikir yang
tidak-tidak. oh, soat Jie, kau terlalu Kau telah memperoleh
kedudukan baik lantas melupai lain orang"
Mukanya In Nio menjadi merah.
"Mulut lemes" katanya "Mari kita jangan iadeni dia ibu
sudah habis bersembahyang, mari kita tengok ibu. Biarkan dia
sendirian disini, biar dia kesepian "
In Nio lantas menarik tangan ketiga madunya, buat diajak
keluar dari kamar. Selagi berjalan pergi itu, Ban In melirik
kepada suaminya itu, dia bersenyum... Tiong Hoa tahu In Nio
lagi menggoda. Ia membiarkan saja. Didalam kamarnya itu ia berdiam
terus, telinganya mendengar mendengungnya air tumpah,
hingga lama-lama ia tidak mendengar suara lainnya hingga ia
seperti kelelap dalam suara yang kekal abadi itu.
Sang hari lewat dengan cepat. Empat hari kemudian- Tiong
Hoa berkumpul diruang besar berdamai dengan Cee Cit
semua, Mereka juga membicarakan pelbagai urusan Rimba
PersiiatanTiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka masih berkumpul sampai Ong It Hoei datang
dengan tergesa-gesa dan romannya agak masgul.
"Aneh. musuh masih juga belum datang" kata juru pemikir
itu, "Aku telah mengirim orang ke cabang di Yan-bwee,
katanya kawanan penjahat sudah mundur dari sana dan Hauw
Tocoe telah dimerdekakan, hingga dia dapat berdiam disana
merawat lukanya. Mundurnya mereka itu mencurigai,akumenduga
kepada akal muslihat..."
Semua orang heran, semua lantas berpikir. Ong It Hoei
berjalan mundar mandir. "Karena sulit menerka saja, aku pikir mau mengirim lebih
banyak orang untuk membuat penyelidikan terlebih jauh,"
kata orang she Ong Itu. "Kalau kita mengutus orang kebanyak
tempat, mungkin ada hasilnya."
"Baik, saudara ong, kau bertindakiah seperti apa yang kau
pikir ini," kata Tiong Hoa. ia percaya benar juru pemikir itu.
"Toh Goan Kok sangat aman-sentosa, memang paling baik
mereka itu tidak datang kemari mengacau "
Pikiran ini wakil pemimpin wajar saja, ia sebal dengan
segala urusan Sungai-Teiaga atau Rimba Hijau. ia pun masih
pengantin baru, tidak heran kalau ia tak menyukai segala
kepusingan- inginnya ialah hidup dengan damai didalam
rumahnya. Hanyalah dia tak dapat menguasai jalannya
penghidupan ooo Hari masih pagi sekali, kabut putih belum buyar. Di saat itu
gunung Siong San terbenam dalam suasana fajar. Pepohonan
segar angin bersilir-silir. suasana tenang dan nyaman rasanya.
Dari dalam kuil, yang terkurung dengan tembok merah, tak
hentinya terdengar suara tetabuan suci dibarengi dengan
pembacaan doa para penghuninya. Demikian keadaan setiap
harinya. Hanya kali ini, dari dalam kuil terlihat keluarlah sepasang
muda-mudi. yang satu tampan, yang lain cantik. Apa yang luar
biasa mata mereka itu merah dan bengul, airmata mereka
masih belum kering. Merekaiah Pouw Keng dan Pouw Lim, kedua saudara kakak
beradik. Sekeluarnya dari kuil itu, dengan lantas mereka
berlari-lari keras menuju ke kota kecamatan Teng hong.
Satu kali Pouw Lim, si anak muda menoleh kebelakang
kearah kuil, maka berkataiah ia perlahan- "Ayah tega......Ayah
menjanji tempo satu bulan, tetapi masih kurang tiga hari,
mendadak ia telah mengubah pikirannya, ia mengajukan hari
pilihannya, pagi ini telah menjalankan upacaranya menjadi
pendeta, untuk seianjutnya hidup menyepi dan menderita
seorang diri, sedang kita, telah lantas diusir dari kuil, dari atas
bukit Siauw Sit San-" katanya untuk membuktikan kekerasan
hatinya, kesujudannya untuk hidup damai... Kenapakah"
Apakah perlunya itu ?"
"Hus. adik" Pouw Keng. si kakak, menegur. Jangan kau
sembarang mencela ayah. Jangan kau melupakan cara
hidupnya ayah dulu-dulu. Meski benar ayah tidak sembarang
membunuh orang, ia toh telah melakukan perbuatanperbuatan
yang melanggar prikeadiian- karena keangkuhan
atau kejumawaannya ia suka juga berbuat telengas.
Setiap habis melakukan sesuatu, ayah tentu menyesal.
Baru belakangan ini ayah insaf akan segala sepak terjangnya
yang tak tepat itu, maka sekarang ia telah mengambil
keputusannya ini mencucikan diri. Dapat di mengerti ayah
bertobat dan hendak mengubah cara hidupnya seianjutnya.
Wajar apabiia ayah memilih agama untuk dapat melepaskan
diri dari siksaan dunia yang fana ini Sebenarnya. daripada
menyesali, kita sebaliknya harus bersyukur yang ayah insaf
siang-siang. Loosoehoe Hoat Hoei mengatakan wajah ayah
suram, bahwa ia bakal menemui bencana maka beruntung
ayah lantas sadar. Harap saja ayah sadar terus dan
waspada..." Pouw Lim bersenyum. "Memang penghidupan banyak durinya, encie" ia kata. "Aku
tidak sebagai kau yang terlalu berhati-hati, hingga ada
kemungkinan kau nanti susah mengangkat kaki untuk
bertindak." "Ya, kau memang pandai bicara" kata kakak itu. " Kau tidak
percaya aku. nanti kau lihat bagaimana kau nampak kesulitan"
Pouw Lim tertawa pula. Mereka berhenti bicara, mereka lari terus cepat sekali.
Diwaktu magrib, tibaiah mereka di seiatan sungai Siau Siang
Hoo. Tempat itu terpisah dari Yan-soe tinggal lagi tigapuluh
lie. Ketika itu sudah magrib dan angin meniup halus.
"Encie, lihat" tiba-tiba Pouw Lim berkata, tangannya
menunjuk. "coba lihat, apa itu?"
Pouw Keng menoleh kearah yang ditunjuki sebeiah kiri
sebuah rimba yang rada kosong. Disana nampak beiasan
burung nasar terbang berputaran, turun naik. ia melengak.
"Rupanya disana ada orang yang bakal menghembuskan
napasnya yang terakhir." kata Pouw Lim. "Burung-burung itu
hendak menggeragoti mayat tetapi mereka sangsi, mereka
terbang meiayang-iayang berputaran saja. Mari kita lihat."
Tanpa menanti dijawab kakaknya, Pouw Lim lantas lari
keatas itu. Pouw Keng ingat baik-baik pesan Hoat Hoei Siangjin, tak
ingin ia menemui sesuatu urusan ditengah jalan, hendak ia
mencegah, adiknya itu tetapi sudah tidak keburu, karena itu
terpaksa ia lari menyusul.
Tempat itu kekurangan sinar matahari akan tetapi kakakberadik
ini dapat melihat cukup nyata. Mereka tidak
mendapatkan mayat atau bangkai binatang, cuma hidung
mereka mendadak cium bau bacin. Sia-sia mereka mencari
disekitar itu hingga mereka menjadi heran, dari heran menjadi
curiga. "Mungkinkah dugaanku keliru?" kata Pouw Lim didalam
hatinya. Habis apa perlu nya burung-burung itu terbang
berputaran" Pouw Keng mencari terus, sampai mendadak ia mengasi
dengar seruan tertahan-"Lihat ^ katanya. Ia menunjuk sebuah
pohon besar. Pouw Lim menghampirkan kesana itu lantas ia dongak.
Maka ia melihat dua sosok tubuh manusia, yang hitam
menggelempang bagaikan bayangan, nempel dibatang pohon
besar itu, sedikitpun tak bergeming.
Pohon itu banyak cabangnya dan lebat daunnya, sukar itu
itu kakak-beradik melihat dengan tegas, hingga mereka tak
dapat melihat juga macamnya kedua sosok tubuh ini. Tak tahu
apa sebabnya tubuh mereka nempel pada pohon-
Pouw Lim sudah lantas merogo kedalam sakunya, guna
mengeluarkan batu api. Selagi ia hendak menyaiakannya, tibatiba
telinganya mendengar suara sangat perlahan dan lemah,
yang ia kenali: "Jiewie, lekas kamu berlalu dari sin" inilah
tempat yang berbahaya"
Pouw Lim terkejut, hingga ia melengak. ia heran-
"Bukankah kau Cwie Kong ?" ia tanya. Ia pun segera
menyaiakan bahan apinya itu hingga lantas mereka dapat
melihat terang. Dua sosok tubuh itu iaiah tubuhnya dua orang yang telah
berlumuran darah^ orang yang satu mirip kera, kedua matanya mendelik,
mukanya bengis. Dia telah menjadi mayat. orang yang
satunya lagi seorang tua bertubuh kecil dan kurus. Tubuh
mereka nempel dipohon karena dipantek lima biji paku besar,
dipantek kaki tangan serta pusarnya. Dari setiap luka itu
mengucur darah hitam, yang menetes jatuh ke tanah...
Siorang tua dan kurus itu masih belum mati. Mata dia
suram tetapi dia masih mencoba mengg erakinya. Dia juga
paksakan bersenyum, hingga dia menjadi bersenyum
meringis. Dengan menguati diri, dia berkata pula lemah: "oh,
kiranya san-coe muda kakak-beradik... Hambamu ini Cwie
Kong sampai sekarang ini dia masih belum mati, rupanya dia
masih dipayungi Thian yang maha kuasa..."
Bukan main terharunya Pouw Keng dan Pouw Lim, hampir
mereka tak dapat mengawasi orang-orang yang lagi tersiksa
ini. "Cwie Loo-soe, siapakah yang telah berlaku kejam begini
terhadapmu ?" Nona Pouw tanya. Ia maju mendekati, dengan
niat mencabut semua paku itu.
"Jangan cabut" tiba-tiba Cwie Kong berseru. Tapi ia berseru
dengan terpaksa, dengan setakar tenaganya, habis itu terus ia
muntah darah. Pouw Keng dan adiknya kaget sekali. Mereka melengak.
Napas Cwie Kong belum putus. ia masih dapat menguat
Hati, ia paksa tertawa sedih.
"Paku ini ada racunnya," ia kata pula. "Kalau paku ini
dicabut, itu berarti mempercepat kematian hambamu ini.
Sekarang, selagi belum mati, hendak hambamu menerangkan
kenapa kami menjadi tersiksa begini..."
Pouw Keng dan adiknya mengawasi, mereka tetap heran-
Cwie Kong berdua ini menjadi orang-orang setia dari ayah
mereka, didalam kalangan cit chee Moei, ilmu siiat keduanya
termasuk kelas satu, sejak ketahuan Hang soe Koen
berkhianat, mereka ini diberi tugas menyelidiki penghianat itu.
Sejak meninggaikan Koen-beng, dua orang ini belum
pernah kelihatan pula. Sekarang mereka kedapatan bercelaka
disini, tidak bisa lain, pasti mereka menjadi kurban- kurbanny
asi penghianat.

Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bukankah Hang soe Koen yang menyiksa kamu?" tanya si
nona gusar. Cwie Kong mengangguk. Tiba-tiba dia meringis, tandanya
dia menahan rasa nyeri yang sangat, Seiang sekian lama, baru
dia tenang pula. Ketika dia berkata, suaranya sangat perlahan-
Kata dia: "Tak dapat hambamu memberi keterangan jelas
sekali. Han Soe Koen membenci Leng-coe sudah sejak lama,
sedari beberapa puluh tahun dulu, sebabnya iaiah perebutan
seorang nona..." Pouw Keng heran ia memandang adiknya. Mereka berdua
belum pernah mendengar lelakon itu.
"Itulah sebabnya kenapa Leng-coe dan Hang soe Koen
tidak pernah menikah, kata pula Cwie Keng, menyambungi.
Hang Soe-Koen kalah dari Leng-coe, terpaksa dia mengalah,
dia berdiam saja. Sebenarnya tak ada satu hari yang dia kasi
lewat untuk meyakinkan peiajarannya terlebih jauh, dia
mencari pelbagai ilmu karena keras niatnya dapat merobohkan
Leng-coe..." Itulah keterangan baru untuk Pouw Keng berdua.
"Dan kematian hambamu .sekarang ini disebabkan
hambamu telah mencuri kitab ilmu siiatnya Hang soe Koen
itu," menyambungi pula Cwie Keng, suaranya keras tetapi
terputus-putus, sukar dia berbicara.
"Kitab itu diberi nama Thian Kong Sha Cap lik Pk Kip. Telah
hambamu pecah itu menjadi tiga bagian, tetapi yang dua kena
dirampas pulang oleh Hang soe Koen- Tinggal yang sebagian
lagi, hambamu simpan itu dipahaku....Tempat ini sangat
berbahaya. hambamu kuatir Hang soe Koen nanti datang pula,
sebab mungkin sekali dia lantas mendapat tahu kitabnya itu
tidak lengkap." Sampai disitu, berhenti sudah perkataan Cwie Kong, lantas
kepalanya teklok. Ini artinya dia telah kehabisan napasnya.
Pouw Keng dan Pouw Lim menjadi sangat berduka dan
menyesal. Kakak ini mengawasi adiknya.
"Cwie Keng tak dapat bertahan," kata Pouw Lim. "coba kita
datang lebih siang sedikit."
Pauw Keng berpikir keras. ia membayangi Hang soe Koensoe
Koen beroman halus, sedikit bicara, sikapnya ramah.
Kebanyakan- orang cit chee Moei bergaul erat dengannya.
Terhadap mereka, kakak beradik, dia selalu hormat dan
menurut, bahkan dia segan-Pernah mereka tanyakan ayah
mereka, kenapa sikap pengikut itu rada aneh, ayahnya
menjawab dengan tertawa acuh tak acuh. Baru sekarang,
mendengar keterangan Cwie Kong ini, mereka ketahui soe
Koen terhadap ayah mereka baik dimulut, dihati tidak.
Biasanya Pouw Leng-coe bersikap keras memegang aturan,
sebawahan yang bersalah tak lolos dari hukuman berat, cuma
terhadap-Soe Koen, ia bersikap lunak. bahkan soe Koen
dipercaya habis, tak tahunya diantara mereka berdua ada
menyelip urusan yang gelap bagai mereka kakak beradik.
"Adik," kata si nona kemudian, "lekas kau ambil kitab dikaki
Cwie Keng itu Lainnya urusan kita bicarakan belakangan saja."
Pouw Lim menurut, ia mendekati Cwie Keng. Dengan pisau
beiati, ia memotong celana orang, maka benar saja diatas
paha dia itu kedapatan beberapa lembar kertas tipis yang
terbuat dari kulit. Ia ambil itu.
"Siapa disana?" sekonyong-konyong terdengar bentakan
Pouw Keng. "Mau -apa kau main sembunyi-sembunyi?"
Pouw Lim terperanjat, segera ia menoleh, memandang
kakaknya, lalu mengawasi ke-arah kemana mata si kakak
memandang tajam. Kakak itu pun, telah menghunus
pedangnya. Ia mengerti tentu ada orang tak dikenal mengintai
mereka, lekas-lekas ia masuki kitab itu kedalam sakunya, ia
sendiri turut siap sedia dengan mencekal tombaknya sendiri,
tombak cit-chee-kie atau Tujuh Bintang.
Dari dalam rimba terdengar suara perlahan yang diiringi
dengan batuk-batuk. "Keponakan Lim, mari kau serahkan padaku itu beberapa
heiai kertas itu. Semua itu buku yang tidak lengkap. yang tak ada gunanya
untuk kamu. Kau lempariah itu kedalam rimba, aku si orang
tua akan mengambilnya sendiri. Dan kamu, baiklah kamu
berlalu dari sini." Orang itu bicara tanpa munculkan diri. Mendengar suara
orang, kakak-beradik itu terkejut.
"Paman Han disana " Pouw Lim tanya "Kenapa paman tidak
mau keluar untuk berbicara dengan sekalian keponakanmu?"
Orang didalam rimba itu, adaiah Han Soe Koen, batukbatuk
pula. "Keponakan Lim, kau tahu tetapi kau sengaja menanya "
katanya. "Aku si orang tua tahu tabiatmu yang keras, didalam
segala hal kau biasa membawa adatmu sendiri, kau tentu
tidak sudi menyerahkannya, hingga karenanya bisa terjadi
digunainya kekerasan-Keponakanku, coba pikir, mana dapat
aku melukai kamu" Iniiah sebabnya kenapa aku menyingkir,
tak mau aku bertemu dengan kamu..."
"Paman-.." kata Pouw Lim pula, kalau paman masih ingat
persahabatan lama, mengapa Paman berkhianat terhadap
ayah kami ?" "Ngacoh" mendadak suara membentak didalam rimba itu.
"Ada sebab Lain-maka kenapa aku si orarrg tua tak suka
melukai kamu" Lalu dia mengheia napas panjang. Dia kata
pula. "Lekas kau tinggalkan kitab didalam sakumu itu. Supaya
janganlah aku si orang tua dibikin menjadi gusar hingga
timbul niatku melakukan pembunuhan"
Pouw Lim sudah lantas melirik pada kakaknya, hampir
berbareng keduanya menjejak tanah, untuk berlompat dengan
berbareng, buat bersama-sama menyingkir dari situ.
Rimba itu lebat, tak mudah untuk kakak beradik ini dapat
keluar dari situ, sedang mereka berlari-lari tanpa kesempatan
memilih jurusan- Salagi berlari-lari itu, tak hentinya mereka
mendengar siulan nyaring dari sana sini.
"Celaka" kata Pouw Lim pada kakaknya perlahan- "Rupanya
Hang Soe Keen mempunyai banyak kaki-tangan disini Apa
tidak baik kita serahkan saja kertas yang tak ada harganya
untuk kita ini?" "Jangan" kata sang encie. "Kau tahu sendiri apa
maksudnya Cwie Loosoe maka dia memecah kitab menjadi
tiga bagian itulah supaya Hang Soe Keen tak memilikinya
secara lengkap Pasti kitab ini berharga luar biasa. Dengan kita
menyerahkan ini, kecewa kita terhadap Cwie dan Hauw Loosoe
berdua" Mukanya Pouw Lim menjadi merah. Tanpa membilangapa-
apa, dia lari terus. Sekarang ini suara siulan yang tak putusnya itu, berubah
sedikit, yaitu kadang-kadang terdengar jauh, tempo-tempo
terdengar dekat. iniiah bukti yang Hang Soe Koen masih
belum mau melepaskan mereka. Tentu sekali, mereka tetap
bingung. "Jikalau kita lari terus secara begini, tanpa melihat jurusan,
tak mungkin dapat keluar dari rimba ini", kata Pouw Keng
kemudian- "Sekarang mari kita mengambil tujuan lurus, mesti
kita dapat keluar" Pouw Lim mengerutkan alis.
"Rimba lebat dan geiap." kata ia, " apakah dengan begitu
kita tidak bakal menyerahkan diri kedalam jaring?"
Pouw Keng bersangsi. "Biarlah" katanya kemudian- "Terserah kepada Thian-. .
Mari" Nona itu lari didepan, ia mengambil tujuan ke sebeiah
kanan. Pouw Lim terpaksa mengikuti kakaknya ini.
Lari sekian lama. Hati Pouw Keng lega sedikit, ia melihat ia
berada ditempat dimana sinar si Puteri Malam dapat
menembus masuk. ia percaya jarangnya pepohonan berarti
mereka sudah mendekati luar rimba. Tapi hati mereka tetap
tegang. Ada kemungkinan Hang Soe Koen atau orangnya- lagi
menantikan mereka diluar rimba itu...
Mereka lari terus. Benar saja, tak lama kemudian, mereka
sudah tidak berada lagi didalam rimba yang lebat dan geiap
itu. Hanya. begitu mereka berada diluar mata mereka melihat
bergeraknya tiga sosok tubuh yang mendatangi lekas sekali
kearah mereka. Tanpa sangsi pula. Nona Pouw berlompai
maju, memapaki dengan satu tikaman
Tiga orang itu terkejut. Rupanya mereka tidak menyangka
akan sambutan itu. Syukur mereka gesit dan waspada,
ketiganya lantas lompat nyamping.
Justeru orang lompat itu, Pouw Lim juga menyerang
dengan tombaknya, dengan Sam Hoa Twie Hoen,jurus Tiga
Bunga Mengejar Roh, hingga ujung tombaknya berkiiauan tiga
kali saling susul, menghajar kedada tiga orang itu. hingga
mereka itu menjerit keras dan tubuhnya roboh ketanah
Dengan tidak mengambil mumet orang hanya terluka atau
terbinasa, kakak - beradik ini kabur terus. Masih mereka tidak
memilih arah. Didepan mereka ada iadang gandum yang luas,
hingga mereka seperti tak nampak ujung-pangkalnya. Ladang
demikian bukannya tempat sembunyi yang baik. Iniiah dua
orang itu ketahui, tetapi mereka tak memperdulikannya,
mereka lari terus mereka berlompatan dengan ilmu ringan
tubuh co Siang Hoei atau Terbang Atas rumput"
Dibelakang mereka, mereka mendengar siulan yang
nyaring. Ditempat terbuka itu, siulan berkumandang di empat
penjuru. Semua siulan menandakan bahwa pihak pengejar
bukan berjumlah sedikit. Karena itu meski mereka berani,
kakak-beradik itu bingung juga. Makin lama, siulan makin
ramai. "Rupanya kitab ini merupakan jiwanya Hang soe Koen,"
Pouw Keng berpikir. Terang dia tidak bakal melepaskan aku berdua - coba ayah
tidak mengundurkan diri, belum tentu Hang soe Koen menjadi
begini berkepala besar" ia menambahkan-"
"Itulah belum tentu," kata Pouw Lim
"Sudah terang dia sudah lama mengandung niat berkhianat
karenanya tak nanti ayah dapat mencegah dia. Aku rasa,
sekarang ini dia cuma jeri terhadap ciehoe Lie Tiong Hoa, dari
itu harus kita lekas dapat menghubungi ciehoe."
Pou Lim berkata begitu akan tetapi ia masgul. Bagaimana
mereka dapat lekas bertemu dengan Tiong Hoa"
Mendengar disebutnya nama pemuda itu, Pouw Keng
berduka. ia pun jengah sendirinya, hingga mukanya menjadi
bersemu merah dadu. Di lain pihak, ia heran atas kata-kata
sang adik. "Adik Lim beradat dan kukuh, belum pernah dia tunduk
kepada siapa juga," pikirnya, "maka aneh kenapa sekarang ini
din mengucap seperti barusan" Apakah benar-benar bencana
ini tak dapat dihindarkan?"
Mau atau tidak. nona ini menjadi terlebih berduka, hatinya
menjadi tidak tenteram. Sekarang rembulan sudah muiai
doyong ke barat, angin Malam bertiup keras.
Dua orang itu kabur terus, - tak perduli siulan makin lama
makin nyaring, rasanya datang makin dekat. Kembali itulah
bukti tak puas Hang Soe Koen sebelum dia berhasil
mendapatkan sisanya Thian Kong Sha cap lak Pit Kip itu.
selagi lari terus itu, disebelah depan nampak bayangan
gunung. "Itulah gunung Hok Gu San" Pouw Lim berseru girang.
"Kalau kita dapat tiba disana, biarnya Hang soe Koen tetap
menyusul kita tak nanti dia berhasil Dia bakal seperti mencoba
mencari jarum didasar laut."
Belum lagi mereka mencapai gunung di depan itu, enam
atau tujuh orang kelihatan muncul disebeiah depan mereka.
"celaka" kata Pouw Keng. Dibelakang ada musuh mengejar,
didepan ada musuh memegat. Mana dapat kita lolos?"
Pouw Limtapinya berseru "IHm" Dia bersiap menyambut
tujuh orang dari sebeiah depan itu.
Dengan lekas tujuh orang itu sudah sampai, terlihat mereka
semua menghunus senjata tajam, bahkan yang satu terus
berkata dengan nyaring: "Kesorga ada jalanan kamu tidak
ambil, kamujusteru menuju ke akherat yang tak ada pintunya
Hok Go.^ San menjadi markas pusat kami, kamu rupanya tak
pikir ini " Tujuh orang itu menyerang dengan berbareng, senjata
mereka semua mengarah dada si anak muda.
Pouw Lim berseru, dia berkelit, habis mana, dia lantas balas
menyerang. Dia kembali menggunai tipu siiat tombaknya
menyerang menjurus ketiga arah, masing-masing dengan
jurusnya "Bintang Meluncur.?" Kiiat menyambar guntur," dan
Hujan dan Angin Memenuhi Iangit." Itulah saiah satu tipu siiat
istimewa dari Pouw Liok It yang telah diwariskan kepada
puteranya. Ketujuh orang itu kaget, dengan terpaksa mereka pada
berkelit. Mereka repot menyelamatkan diri dari Pouw Lim,
mereka sampai lupa kepada Pouw Keng. Nona Pouw telah
menggunai ketikanya. ia menyerang dengan dua-dua
tangannya, dengan tenaga sembiian bagian, karena ia tahu, ia
mesti bersikap keras apabiia mereka ingin lolos dan bebas.
Hebat serangan tak disangka-sangka ini yang mirip dengan
serangan membokong. Tepat serangan itu mengenai
sasarannya. Bagaikan dihajar martil. mereka semua menjerit
keras, tubuh mereka terpental roboh beberapa tombak
"Mari lekas" Pouw Keng menarik tangan adiknya buat
diajak kabur terus. Kembali mereka tak menghiraukan musuh-musuh mereka
itu. mereka lari terus kearah gunung. Mereka mendengar
siulan yang nyaring tetapi tetap mereka beriagak tuli.
Gunung didepan itu sulit dijelajah. Banyak batunya
bertebaran disebeiah batu-batu tinggi dan iancip yang disebut
"batu rebung" atau rebung batu. Tapi semua rintangan itu di
lewati, hingga kakak beradik itu berada pula ditempat dengan
banyak pepohonan lebat. Disini seharusnya mereka dapat
bersembunyi, tapi mereka lantas mendapat dengar suara
seram ini: "San coe telah mengambil ketetapan untuk
mendapatkan pulang sisa kitabnya
yang tinggal sebagian itu Sancoe tidak menghendaki kedua
bocah itu dapat lolos San-coe sudah mengasi perintah
melepaskan peluru api beracun Yam Beng Ngo Tok Tan.
Dengan peluru itu, jikalau mereka tak keburu lolos, mereka
bakal mampus keracunan dan terbakar Dengan adanya titah
itu dapat kita bertindak tanpa ragu-ragu lagi "
Kaget kakak-beradik itu. Pouw Lim kata didalam hatinva "Entah peluru rahasia
bagaimana Yam Beng Ngo Tok Tan itu.... oh. Hang Soe Keen,


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau benar-benarjahat Percaya. asal aku masih hidup, kau
nanti dapat bagianmu ."
Selagi si anak muda berpikir demikian, dia menjadi kaget,
ia lantas mendengar suara meletup beberapa kali, dan saban
kalinya dia melihat sinar api bercahaya. disusul dengan
nampaknya asap mengepul. cahaya api itu juga menyilaukan
mata, sinar itu nampak jauhnya lima atau enam tombak. Pouw
Keng kaget bukan buatan, "Adik Lim, benar-benar Hang soe
Koen jahat sekali " katanya perlahan- "Rupanya tak puas dia
sebelum dia membikin kita mati. Asap itu pasti beracun. Adik
mari kita menyingkir jauh ..."
"Baik " menjawab Pow Lim yang hatinya panas. Keduanya
lantas berlalu dari tempat dimana mereka berdiam itu.
Baru lewat belasan tombak. kakak beradik itu mendengar
satu suara didepan mereka: "Tidak saiah dugaan aku si orang
tua Nah, apa kata kamu" Apakah kamu rasa kamu dapat lolos
dari jaringku?" Kata-kata itu disusul dengan serangan beiasan biji Ngo Tok
Tan. Pouw Keng dan Pouw Lim kaget sekali. mereka mendengar
suara meletus saling susul.
Dengan lantas mereka menyerang kedepan, habis itu
keduanya berlompat mundur, untuk lari menyingkir.
Diantara sinar api, mereka melihat muncul beiasan orang,
diantaranya seorang yang lantas membentak. " Kawanan
bocah, apakah kamu masih tidak mau menyerah untuk
diringkus-" Dia membentak itu sambil terus lompat maju, dari
mulutnya Terdengar siulan nyaring dan tajam.
Kakak beradik itu tidak mengambil mumat. mereka lari
terus, sampai mereka menghadapi sebuah jurang. Dibawah
jurang itu mereka melihat kabut tebal hingga tak nampak
dasarnya. "Kelihatannya kita sukar lolos" kata Pouw Lim, masgul dan
mendongkol. Daripada kita mati konyol didalam jurang ini.
lebih baik kita mengadu jiwa"
Pouw Keng sebaliknya berpikir lain- ia mengertak gigi,
mendadak ia menyambar tangan adiknya, terus ia tarik.
tubuhnya sendiri bergerak. terjun ke daiam jurang itu Pouw
Lim kaget hingga dia menjerit. Mereka jatuh kedalam jurang,
diantara kabut. Telinga mereka mendengar suara angin lewat.
Segera juga kaki mereka membentur sesuatu yang keras.
Mereka tak terhuyung atau terguling. Tentu sekali, mereka
menjadi heran- Di atas jurang terdengar suara banyak orang yang berisik
sekali. Malah si orang tua jelas sekali: "Pasti sekali kedua
bocah itu mampus didasar jurang ini Aku si orang tua akan
nantikan disini coba loosoe berdua mengajak semua kawan
turun kejurang guna mendapatkan mayat mereka, untuk
mengambil kitab Thian Kong Sha cap lak Pit Kip itu diri tubuh
mereka." Dua orang terdengar menyahuti, lalu terdengar suara kaki
Dendam Iblis Seribu Wajah 14 Raja Naga 13 Bunga Kemuning Biru Malaikat Pencabut Nyawa 1
^