Bujukan Gambar Lukisan 2
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 2
Pelayan itu kaget dan gelagapan, terus ia memegangi
sebelah pipinya, yang merah dan panas dan bengap. Di situ
pun berpetalah bayangan lima jeriji tangan.
Tiong Hoa gusar dia mengasi hadiah tempilingan, habis itu
dengan roman bengis ia keluarkan sepotong uang perak
seharga sepuluh tahil, yang ia gabruki keras di atas meja, dia
pun kata: "Apakah kau belum pernah lihat uang" Ambillah ini"
Pelayan-itu melongo, pipinya terus di-bekapi.
Uang perak itu telah melesak ke dalam meja, itulah yang
menambah herannya si-pelayan, kemudian hal itu juga
menarik perhatian para tetamu.
Siapa tidak mahir tenaga dalamnya tak nanti dapat berbuat
demikian, Akhirnya seorang tetamu umur lebih kurang tiga
puluh tahun, yang romannya cerdik, menghampirkan Tiong
Hoa. "Saudara, jangan layani segala manusia rendah" ia kata
tertawa, Kemudian ia menoleh kepada si pelayan, untuk
membentak "Anjing. Bukannya lekas pergi menyiapkan barang
santapan" "Baik tuan." kata pelayan itu yang cepat mengundurkan
dia, dia memang lagi serba salah.
Tiong Hoa tersenyum. "Aku bukan melayani dia." katanya, "Aku hanya sebal untuk
mata anjingnya silahkan duduk, saudara" ia mengundang.
Tanpa sungkan orang itu mengambil tempat duduk.
tangannya dilonjorkan ke kolong meja, dipakai menekan
bagian yang atasnya ada uang melesak itu, lalu terlihat
uangnya mumbul sendirinya perlahan-lahan, terus meletik,
maka dia meny amber dengan tangan kirinya untuk diletaki
didepan si anak muda. Jangan tertawakan aku." katanya tertawa. " Kebiasaanku
ini tak dapat disamakan dengan kepandaian kau saudara."
Tiong Hoa mengawasi ia kagum untuk tetamu itu. ia sendiri
barusan berbuat tidak sengaja, ia tidak menyangka uangnya
dapat melesat ke kayu meja.
"Saudara terlalu merendah" ia kata tertawa.
Segera juga keduanya berkenalan, orang itu bernama Yan
Hong,Tiong Hoa memakai nama Lie Cie Tiong.
Diam-diam Yan Hong heran untuk ini kenalan baru,
Agaknya orang adalah orang Kang ouw yang masih hijau
sekali. orang mirip kepada seorang mahasiswa, gerak geriknya
lembut, kata-katanya halus. Tak miripnya dia dengan seorang
ahli silat. Barang hidangan lezat, walaupun dia putera orang
berharta, di gedungnya sendiri belum pernah Tiong Hoa
menyicipi santapan serupa itu, ia pun sedang laparnya, maka
ia bersantap dengan lahapnya.
Setelah cukup makan dan minum, Tiong Hoa ingin
mengundurkan diri, justeru itu di tangga lauwteng terlihat
munculnya seorang nona dengan baju merah tua, romannya
cantik, mulutnya tersungging senyuman. Langsung nona itu
menghampirkan meja mereka berdua
Jilid 3 : Sarang penjahat, Benteng Yan-kee-poo
Mata Tiong Hoa bercahaya, ia mendapat kenyataan orang
elok tak kalah dengan Cek In Nio. Tanpa merasa, ia
mengawasi nona itu. "Toako, ayah mencari kau." berkata si nona setelah dia
mendekati Yan Hong. "Aku tahu kau tentu mencuri minum di
sini. Lekaslah, nanti ayah gusar."
"Aku tahu." berkata anak muda yeng dipanggil kakak itu.
"Temponya masih belum tiba, Adikku, mari aku ajar kau kenal
dengan saudara Lie ini..."
Nona itu mengerutkan alis melihat roman dan pakaiannya
si anak muda demikian kotor, Pikirnya. "Kapannya toako
bersahabat dengan orang jorok ini" Dan dia memperkenalkan
aku. sungguh menyebalkan"
Toh ia mengangguk. secara acuh tak acuh, habis mana ia
memutar tubuhnya, buat pergi pula.
"Adikku ini biasa terlalu dimanjakan ibuku." kata Yan Hong
tertawa pada sahabatnya. "Dia tidak mengerti aturan pergaulan, Aku minta sukalah
saudara Lie maafkan dia."
Lie Tiong Hoa bersenyum, Dia berbangkit
"Jikalau kau ada urusan, saudara Yan, silahkan-" katanya,
"Aku pun mau pergi ke rumah penginapan, untuk mandi dan
salin pakaian, jikalau ada jodohnya harap lain kali kita
bertemu pula." Yan Hong berbangkit. "Adikku itu biasa mengucapkan kata-kata sembarangan
saja." "ia bilang, tetapi sebenarnya hatinya tidak memikian,
saudara Lie, baik aku turut kau kerumah penginapan, supaya
sekalian aku mengetahui kau menumpang di mana agar besok
dapat aku mengunjungi kau."
Tiong Hoa tidak dapat menampik, maka bersama-sama
mereka turun dari Cip Poo Lauw, untuk pergi ke sebuah
losmen didepan rumah makan itu.
Begitu masuk kedalam losmen- Tiong Hoa menyuruh
pelayan membelikan ia seperangkat pakaian yang cocok
dengan potongan tubuhnya, ia sendiri pergi ke kamar mandi
untuk membersihkan tubuh dan membereskan rambutnya.
Yan Hong melihat masih ada tempo untuknya, ia tidak mau
pergi, ia menunggu. Cie Tiong membiarkan sahabat itu menantikan sampai
sebentar kemudian ia muncul sesudah mandi dan dandan.
Hampir Yan Hong tak mempercayai matanya, yang terus dia
pentang lebar, untuk dipakai menatap. sesudah mandi dan
dandan, ia mendapatkan sahabat she Lie itu seperti salin rupa,
orang tampan sekali. "Ah, tak ku sangka kau begini tampan, saudara Lie"
katanya kagum. " Hampir aku tidak
mengenali kau" ia lantas melongok ke luar jendela, untuk
melihat sinar rembulan terus ia menambahkan. "saudara tentu
letih, silahkan beristirahat, besok pagi aku akan datang pula,"
ia memberi hormat, lantas ia pergi.
Cie Tiong tidak menahan, ia mengantar sampai di luar,
baru ia kembali ke dalam, ia merebahkan diri dengan
pikirannya melayang-layang.
Kamar itu diterangi lampu kecil, sedang di luar, si Puteri
Malam terang bercahaya indah, Lampu itu mirip kunangkunang
yang berkelak- kelik, Cie Tiong memikirkan pengalamannya beberapa hari itu, la
merasa aneh, ia heran, ia pun berduka, menyesal, bingung.
Kemudian berbayang wajah yang cantik dari Cek In Nio, lalu
disusul dengan wajahnya si nona adiknya Yan Hong.
"Tentulah Yan Hong orang Kang ouw." pikirnya, "Melainkan
aku belum tahu sifat dan tabiatnya, Aku mesti berhati-hati. Ia
ingat pesan gurunya untuk jangan temberang dalam
perantauan, mesti teliti bergaul, sebab salah sedikit, jiwa
dapat terancam bahaya."
Lama ia diam berpikir itu, lalu ia mengeluarkan buku kecil
hadiah si orang tua berbaju kuning yang aneh itu. setelah
membalik-balik lembarannya, ia menjadi girang sekali.
Nyatalah orang itu Thian Yoe sioe adanya, si orang Rimba
Persilatan yang luar biasa tabiatnya. Menurut keterangan
gurunya, Thian Yoe sioe liehay ilmu silatnya, dia biasa hidup
menyendiri adatnya angkuh gerak geriknya mirip naga yang
nampak kepalanya, tidak ekornya." Baik kaum sesat, maupun
kaum lurus, semua jeri terhadap manusia aneh itu, siapa
mendapatkan kepandaian dari Thian Yoe sioe, meski tak
semuanya, dia dapat menjagoi, sekarang Tiong Hoa
memperoleh kitab ilmu silatnya jago aneh itu.
Semuanya tiga belas jurus tetapi semua jurus itu luar biasa,
setiap j urus ada lagi perubahannya, ilmu silat itu
menggabung lwe kang dan gwa kang, tenaga dalam dan
tenaga luar. Lantas Tiong Hoa membaca, untuk menanamkan, ia juga
menggerak-geraki tangan dan kakinya, ia heran hingga ia
menjadi masgul. Untuk permulaan itu, tak dapat ia menginsafi
bunyinya kitab itu. Tapi ia tidak menjadi putus asa, ia ingat kata-kata Thian
Yoe sioe bahwa ilmu silat mesti dipahamkan dengan perlahan,
tak boleh terburu-buru. "Sang waktu banyak. biarlah aku bersabar." pikirnya. Maka
ia simpan bukunya itu, terus ia tidur.
Tiong Hoa dapat tidur dengan nyenyak. Tak pernah ia
menyangka, karena rajin memahamkan kitab itu, dibantu
dengan tenaga obat putih, kemudian ia memperoleh banyak
kefaedahan- Kira jam tiga, Tiong Hoa tersadar, ia mendengar angin
malam bersinar dan matanya melihat sinar rembulan, ia
bangun dan pergi ke luar dengan membawa sebuah bangku
untuk duduk seorang diri dipekarangan dalam, guna
menggadangi si Puteri Malam. Kecuali suara angin- malam
sangat tenang Tidak lama kemudian, tiba-tiba Tiong Hoa mendengar
suara siulan beberapa kali. siulan itu memecah kesunyian- ia
heran hingga ia berpikir: "itulah siulannya orang yang keluar
malam, biasanya itu terdengar di tanah pegunungan, kenapa
aku mendengarnya di sini, di dalam kota" Orang itu bernyali
besar..." Tengah ia heran dan berpikir itu, tiba-tiba ia melihat
berkelebatnya satu bayangan orang, yang melayang turun ke
dalam pekarangan di mana ia berada itu. Mulanya ia kaget,
lalu ia meniadi heran. Itulah Yan Hong yang muncul secara luar biasa itu. Dia
membawa sebilah pedang tapi dia beroman gugup, sedang
pundaknya basah dengan darah.
"Saudara Lie. harap sangat kau jangan menyebut aku..."
katanya, Dan tanpa menanti Jawaban- dia lari masuk ke dalam
kamar sahabat she Lie ini.
Tiong i Hoa heran- Sebelum ia tahu harus berbuat
bagaimana, kembali ia melihat lompat turunnya tiga orang
lain, Mereka ini mengenakan pakaian hitam dan ringkas,
semuanya membawa senjata tajam. oleh karena mereka
berdiri membelakangi rembulan, mukanya tak nampak tegas.
Ditaksir mereka rata-rata berusia diatas empat puluh, Sinar
mata mereka tajam sekali.
Lalu satu di antaranya, habis celingukan, menghadapi Tiong
Hoa. untuk berkata dengan tertawa dingin: "Bocah, apakah
kau melihat yang membawa pedang dan terluka pundaknya
lewat di sini?" Tiong Hoa mengerutkan alis. Tak tahu ia duduknya hal tapi
ia menduga itulah pasti urusan kaum Kangouw yang biasa
saling bunuh, ia ingat kata-katanya adiknya Yan Hong tadi,
yang mesti mempunyai suatu urusan, Karena ia ditegur tak
manis, ia jadi memikir untuk tidak menjual sahabat.
"Kamu bertiga malam-malam berlari-lari di atas rumahrumah
orang, kamu mesti bukan orang baik-baik," la kata berani. "Kalau kamu bukan
manusia tukang berjinah mestinya kamu bangsa pencuri, Tuan
mudamu lagi menggadangi rembulan di sini, mana dia melihat
konco kamu" Lekas kamu berlalu, tuan muda kamu tidak mau
berkenalan dengan kamu. Kalau tidak. nanti aku berteriak
membanguni orang banyak"
Ketiga orang itu saling mengawasi. Mereka tidak takut
penduduk dikasi bangun, Mereka hanya tertegun akan
ketenangan si anak muda, orang lain tentunya ketakutan
bukan main- Lantas orang yang mukanya panjang dan kurus tertawa
menyeringai ia mengangguk. Habis itu, tanpa membuka
mulut, ketiganya berlompat naik ke atas genting, untuk
menghilang. Mereka berlalu cepat sekali, seperti terbang.
Masih sekian lama Tiong Hoa jalan mundar mandir, baru ia
masuk ke kamarnya. la heran hingga ia menjublak sejenak Kamarnya itu sepi
dan kosong, Yan Hong tak nampak di situ. jadi orang telah
pergi menyingkir tanpa berpamitan lagi. Akhirnya ia tertawa
sendirinya, tidak ia pikirkan pula kejadian itu. Ketika ia
merebahkan diri, ia dapat tidur pulas pula.
Besoknya pagi, apabila Tiong Hoa bangun dari tidurnya,
sinar matahari sudah bersorot di jendela dan pelayan
kebetulan datang mengetuk. la lantas membukai pintu.
Pelayan memberi hormat sambil mengucapkan selamat pagi.
"Tuan tidur nyenyak sekali." katanya tertawa, "tuan Yan
sudah menantikan sekian lama, ia tidak berani mengganggu
tidurmu." "Oh" kata Tiong Hoa terkejut, "Mana dia tuan Yan itu"
Lekas undang masuk" Pelayan itu tertawa pula, "Nanti aku menyediakan air dulu
untuk tuan mencuci muka, baru aku undang tuan Yan," katanya. ia lantas pergi. cepat
ia kembali dengan baskom air, lalu cepat ia keluar pula.
Tiong Hoa lekas mencuci muka, untuk merapikan rambut
dan pakaiannya, Baru ia selesai. pelayan sudah muncul pula
bersama Yan Hong. Pemuda she Yan itu mengenakan baju hijau panjang
bersulam huruf benjie ia bersenyum, Pundak kirinya muncul
sedikit, Rupanya lukanya semalam telah dibalut. "Tadi malam
saudara..." kata Tiong Hoa.
Yan Hong mengedipkan mata, sambil tertawa dia berkata:
"Tadi malam ketika aku pulang ke rumahku, aku bicara
dengan ayah ku tentang kau, saudara Lie, Ayah kagum sekali
maka pagi-pagi barusan ia menitahkan aku lantas datang
mengundang saudara, untuk saudara suka datang ke gubuk
kami buat beromong-omong."
Tiong Hoa melihat kedipan mata, itu tahu apa artinya itu.
Yan Hong tak sudi bicara dari peristiwa semalam itu, ia lantas
tertawa dan menyahuti: "pasti aku sudi berkunjung. Ayahmu
baik sekali, saudara Yan, aku jadi malu..."
"Kita ada bagaikan sahabat-sahabat lama, jangan kita pakai
banyak adat peradatan," Yan Hong bilang. Ayahku lagi
menantikan, mari kita berangkat sekarang."
Tiong Hoa mengangguk sambil bersenyum. Lantas
keduanya pergi ke luar dari hotel di mana sudah sedia dua
ekor kuda untuk mereka, Maka bersama sama mereka pergi,
Yan Hong menjalankan kudanya di sebelah depan.
Udara pagi itu cerah, banyak orang berlalu lalang dijalan
besar, Kedua anak muda itu menjalankan kuda di antara
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
banyak orang itu, terus ke luar kota Tok-lak sebelah barat,
setibanya di luar kota, yang sepi, mereka melarikan kuda
mereka dengan leluasa. Kira setengah jam, Yan Hong menghentikan kudanya.
Tiang Hoa menyentak. Dengan cambuknya anak muda she
Yan itu menunjuk ke arah kiri, sembari tertawa ia kata:
"Saudara Lie, gubuk kami berada di depan sungai siang Kiam
Hoo itu, di tempat yang banyak pohonnya."
Tiong Hoa mengawasi ia melihat sungai lebar dan airnya
tenang, Benar di tempat banyak pepohonan itu samar samar
terlihat genting rumah yang besar, Di sungai itu dapat orang
berlayar sedang burung-burung nampak beterbangan-
"Sungguh indah tempat tinggalmu ini, saudara Yan-" ia
memuji. Yan Hong bersenyum. ia mengajak.
Mereka menjalankan kuda mereka ke tepian sungai. Tiba di
dapan serumpun pohon yang lioe yang lebat, mendadak
terlihat tiga orang lompat keluar dari rumpun itu, Tubuh
mereka itu gesit sekali. Tiong Hoa lantas mengenali orang orang yang semalam
datang ke hotelnya, ia tercengang. Tapi Yan Hong, dengan air
muka padam, sudah lantas menegur. "Bangsat tak punya
mata dari mana berani banyak lagak di sekitar Yan Kee Po
kami?" Ketiga orang itu melengak, tetapi yang mukanya panjang
dan kurus lantas juga tertawa, sedang matanya yang mirip
mata ulung-ulung dibuat main, Dia kata dingin "Tidak salah
Tuan dari Yan Kee Poo, Hoan-thian-ciang Yan Loei, yang
memimpin kaum Rimba persilatan di lima propinsi Utara, besar
namanya, besar pengaruhnya, sedang kami Laosan sam Eng
juga pernah mengundanginya, hingga kami berterima kasih
untuk perlayanannya. Hanya tadi malam, selagi kami bekerja
membereskan usaha perdagangan kami, di saat kami berhasil,
kami bertemu dengan seorang begal tunggal sebangsa si
hitam makan si hitam, ketika kami mengejarnya, dia kabur
dan lolos. Justeru itu sahabatmu itu kebetulan hadir juga" dia
menunjuk Lie Tiong Hoa dan menambahkan "Kami percaya
sahabatmu ini pasti ketahui duduknya hal. sekarang ini kami
cuma minta barang kami itu dikembalikan, lainnya kami tidak
mau menarik panjang."
Yan Hong tidak lantas menyahuti, dia hanya tertawa
nyaring sekali. ***** BAB 4 YAN HONG berhenti tertawa untuk segera memperhatikan
roman tawar. "Tuan." katanya. "Kau tentulah tertua dari Lao san Sam
Eng yang sangat termashur di propinsi shoatang yala h
Tiatjiauw-eng Louw Coen?" orang itu agak terkejut.
"Tidak salah, itulah aku." ia menyahut, ia lantas menunjuk
kawannya yang matanya merah dan kumisnya berewokan
seperti singa, " inilah saudaraku yang nomor dua, say Gan sin
ang cian Boa, Dan itu..." ia menunjuk orang yang ke-tiga,
yang kepalanya gundul dan merah serta tak berkumis. "adik
ku yang nomor tiga, Touw-Eng Cie Keng. Kau sendiri siapa,
tuan, aku minta sukalah kau memperkenalkan dirimu."
Selagi orang memperkenalkan diri, Tiong Hoa hampir tak
tertahan untuk tidak tertawa, Kawanan elang itu mirip benar
dengan julukannya masing-masing, ia pun heran kenapa
mereka tidak kenal Yan Hong yang biasa di sebut " hitam
makan hitam." "Maaf, aku melainkan seorang Kang ouw tak ternama," Yan
Hong menyahut sembari tertawa perlahan "Akulah Yan Hong
yang biasa disebut Mo In Kim Kiam..."
Mendengar nama itu, ketiga orang itu terlihat terperanjat
tapi Louw Coen lantas maju setindak. sambil memberi hormat
dan tertawa ia berkata: "oh, kiranya tuan muda dari Yan Keo
Po Ketika itu hari kami datang berkunjung, menyesal kami
tidak bertemu dengan kau, siauw-pocu, Maaf Dan ini
sahabatmu..." ia berpaling kepada Tiong Hoa seraya
menambahkan-"Dia pasti sahabat baru dari siauwpocu..."
Kata-kata yang terakhir ini ada maksudnya, Kalau benar
Tiong Hoa sahabat baru. bolehlah Yan Hong melepas tangan
terhadapnya. Lao San Sam Eng menjadi orang-orang liehay dari jalan
Hitam, mereka juga telengas, untuk suatu barang yang
mereka arah, mereka datang ke Utara.
Untuk tidak bentrok dengan Yan Kee Po, mereka
mengunjungi Yan Loei, Diluar sangkaan mereka, Yan Loei
justeru tukang hitam makan hitam, hanyalah dia pandai
bekerja, selama beberapa puluh tahun, belum pernah dia
gagal, rahasianya tak pernah ada yang ketahui. Maka itu,
datangnya Sam Eng sambil menuturkan maksud ke
datangannya berarti membawa endusan baik pada pihak Yan
Kee Po. Demikianlah Yan Hong bersama lima orangnya "memakan,"
Sam Eng dan berhasil, cuma pekerjaan mereka meminta upah
mahal. Lao San Sam Eng Iihay, didalam bentrokan, mereka
berhasil membinasakan lima orang Yan Kee po itu serta Yan
hong sendiri, si majikan muda dari Yan Kee po turut terluka
pundaknya, kalau dia tidak kabur ke hotelnya Tiong Hoa,
mungkin dia tak dapat lolos. Sam Eng itu keluaran Boe-tong
pay, mereka pandai ilmu silat dalam dan luar.
Yan Hong terperanjat mendengar orang menyebut Tiong
Hoa sahabat barunya, ia mengerti keliehayannya tiga jago dari
Shoatang itu. Lie Tiong Hoa ketahui apa yang ia mesti lakukan, ia lompat
turun dari kudanya. "Louw Tong kee, apakah kau menyangka aku yang
mengganggu kamu tadi malam?" ia tanya, menegasi, ia
tertawa j umawa. "Benar" sahut Louw Coen, tertawa menyindir "Mata terang
tak ada pasirnya, Dalam sepuluh, delapan bagian kau lah yang
melakukannya." Tiong Hoa tertawa, ia menoleh pada Yan- Hong, berkata,
"saudara Yan benarlah mereka ini bangsat- bangsat tak punya
mata .Barang rampasannya kena dirampas orang, bukannya
mereka merasa malu dan mencari mati karenanya, mereka j
usteru sembarang menuduh pada orang. Menurut aku, kalau
mereka dibiarkan saja, apa bila mereka menyiarkan cerita
dusta, nama Yan Kee Po dapat tercemarkan dan runtuh" sam
Eng heran begitu juga Yan Hong.
" Hebat orang she Lie ini," pikir Mo In Kiam tian-
"Rahasiaku tadi malam ketahuan dia, maka sekarang aku
mengundang, untuk ajak dia berkonco atau kalau dia
menampik, hendak kita singkirkannya, siapa tahu dia begini
begini. Aku benci sam Eng tetapi kalau aku lawan dia
pundakku bisa membongkar rahasiaku."
Tengah ia bersangsi dan berkuatir itu, Tiong Hoa sudah
berkata pula: "Jikalau siauwpocu berkeberatan turun tangan,
baiklah, aku si orang she Lie nanti mewakilkan kau"
Sembari berkata, pemuda ini meluncurkan tangannya ke
dadanya Louw Coen untuk meninju, ia terus menggunai
pukulan sip Thian Thay It Ciang. ia biasa dapat menggunai
kemahiran tiga bagian tapi setelah makan obatnya Thian Yoe
sioe, tenaganya kontan naik menjadi tujuh bagian. Maka itu
hebat serangannya ini. Tiat Jiauw Eng Louw Coen benar liehay, Dia dapat
menolong tangannya itu, terus dia
membalas menyerang. Dia menggunai tangannya itu juga
untuk menyengkeram jalan darah Tiong Hoa di bawahan
rusuk. Lao san sam Eng pernah mempelajari ilmu silat "Eng Jiauw
Kang" atau cengkeraman Kuku Garuda, dari itu kalau Tiong
Hoa kena tersamber, celakalah dia, bisa dia mati seketika.
Tiong Hoa tak punya pengalaman pertempuran, baru
selama hari-hari yang belakangan ini ia memperolehnya,
terutama pertempurannya dengan Mauw san siang eng
membantu banyak padanya, Begitulah waktu ia disamber ia
menjejak tanah, untuk membikin tubuhnya mencelat mumbul,
habis mana ia menyamber kedua pundak si Elang Kuku Besi.
Ia menggunai jurusnya siauw thian chee cit cap-jie Kiauw Na
yang liehay itu. Louw Coen terkejut mendapatkan serangannya gagal dan
musuh berkelit bagaikan menghilang dari hadapannya, ia
mengerti akan adanya ancaman bahaya. Ketika ada angin
bertiup, ia tabu itulah serangan musuh, tidak ada ketika lagi
untuk menyingkirkan diri, Maka ia angkat kedua tangannya
untuk menyambutt dengan jurus Eng- jiauw-tay lek-cioe.
Itu artinya keras lawan keras. Tiong Hoa melihat
perlawanan musuh, ia batal meny amber, untuk
mencengkeram pundak musuh, semua jari tangannya segera
dikepal, untuk dengan kepalan menghajar tangan lawan itu.
Tanpa dapat dihindarkan lagi, keempat tangan bentrok
keras sekali, Kesudahannya yalah tubuh Tiong Hoa membal
balik hingga dia teruskan memutar turun di bawah sebuah
pohon yanglioe, untuk berdiri diam sambil bersenyum.
Celakanya yalah Louw Coen, oleh karena terdesak itu, ia
melawan dengan kuda-kudanya kurang kuat, maka atas
bentrokan itu, ia terpaksa mundur dua tindak. ia merasakan
napasnya mandek dengan tiba-tiba, hingga ia mesti
mengeluarkan suara tertahan. Begitu ia berdiri tegap.
mulutnya muntahkan darah, mukanya menjadi sangat pucat.
Kedua elang yang lainnya kaget, mereka lompat untuk
memayang. Yan Hong kaget dan kagum melihat lihainya si anak muda,
yang dapat menghajar tertua Lao san sam Eng secara
demikian. Kaget karena ia mengerti bahayanya andaikata anak
muda itu menjadi musuh pihaknya, ia girang karena dengan
begitu Tiong Hoa seperti telah membalaskan luka pundaknya
itu. Tiong Hoa sendiri bersenyum dengan di dalam hatinya ia
heran, heran untuk lihainya itu. ia tidak sangka ia dapat
berpikir cepat dan bertindak gesit dan lincah, hingga hasilnya
sangat memuaskan. "Inilah pasti hasil khasiatnya Pouw Thian wan." pikirnya.
Maka ia menjadi bersyukur kepada Thian Yoe sioe, sayang ia
belum tahu she dan namanya orang tua itu, Thian Yoe sioe
berarti si orang tua yang menjelajah langit."
Louw Coen sendiri menyesal bukan main. ia tahu
kekalahannya ini disebabkan ia memandang enteng kepada
lawannya itu. Sambil bersenyum, Tiong Hoa menghadapi Lao san sam
Eng, untuk berkata. "Aku yang rendah suka memberi nasehat
kepada tuan-tuan bertiga untuk lain kali janganlah tuan tuan
sembarang bertindak hingga mendapat salah dari lain orang.
Memang biasanya, bencana itu datangnya dari mulut, dari
kata-kata yang tak terpikirkan lagi, Aku percaya tuan tuan
menginsyafi itu. Perihal kejadian semalam, suka aku
menjelaskan bahwa aku benar-benar tidak tahu apa apa,
maka jikalau tuan-tuan suka menyelidikinya dengan seksama,
pasti tuan-tuan bakal mendapat tahu duduknya yang benar."
Lao san sam Eng dapat menerima penjelasan itu, tetapi
mereka tetap heran, sudah terang orang lari menyingkir ke
dalam pekarangan hotel itu, kenapa dia membilangnya tak
tahu. "Inilah aneh" Rupanya aku mesti bekerja berat untuk
menyelidikinya." pikir mereka itu bertiga.
" Jikalau begitu. kita benar sembrono." kata Cie Kong
sambil memberi hormat. "baiklah, sampai kita bertemu pula"
ia pun memberi hormat pada Yan Hong, sesudah mana
bersama saudaranya ia mengajak pergi saudaranya yang
tertua itu. Yan Hong mengawasi sampai orang telah pergi jauh, ia
berpaling kepada Tiong Hoa untuk sambil tertawa berkata:
"saudara Lie, mengenai peristiwa tadi malam harap kau tidak
memandang wajar bahwa aku hitam makan hitam, perkara itu
mempunyai latar belakangnya. sebentar, setelah sampai di
rumahku aku nanti berikan penjelasannya."
Tiong Hoa bersenyum. "Aku baru mulai masuk dalam dunia Kang ouw, tentang
keruwetan kaum Rimba persilatan aku tak tahu apa-apa" ia
berkata. "Perkara saudara itu mesti perkara besar, karena aku
cuma seorang tetamu dan akupun datang dari tempat jauh,
artinya aku seorang luar, lebih baik aku tidak mendengarnya."
Yan Hong tertawa, ia tidak mengatakan apa apa, ia
bertindak ke tepian, untuk bersiul yaring. Atas itu dari
seberang, dari rumpun telaga, muncul sebuah perahu kecil,
yang di gayu laju sekali, Begitu perahu itu tiba di tepian sini,
terlihat di dalamnya dua orang
dengan baju hijau, usianya masing-masing lebih kurang
tiga puluh tahun, Mereka itu berlaku hormat mengundang
Tiong Hoa naik ke perahu mereka.
Tiong Hoa mengalah dulu kepada Yan Hong, baru ia lompat
ke perahu itu. Yan Hong naik bersama satu orang, sebab
orang yang kedua menuntun kuda berjalan mutar di jalan itu.
Seperti waktu datangnya, waktu kembalinya perahu itu
digayu laju sekali. Tiong Hoa dapat kesempatan melihat
pemandangan di sungai itu,
Yan Hong duduk di belakang tetamunya, ia memikirkan
ilmu silatnya Tiong Hoa. ia merasa itu seperti ilmu silatnya Hok
in siang jiu dari Koen Loen san Barat, Hok In itu satu jago dari
jaman lima puluh tahun dulu, seumurnya dia tidak menerima
murid, pernah Yan Loei, ayahnya, melihat Hok in siangjin
bertempur, maka itu, ayah itu dapat mencuri pelajari dua
jurus di antaranya dan yang satu ini mirip dengan jurusnya
Tiong Hoa tadi. "Kalau dia benar murid Hok in siangjin, rasanya sulit untuk
menarik dia menjadi kawanku," pikirnya.
Segera juga perahu sudah tiba di seberang, Yan Hong
lompat lebih dulu ke darat, Ketika ia berpaling, Tiong Hoa
sudah menyusulnya tanpa memperdengarkan suara apa apa,
itulah bukti ilmu ringan tubuh yang mahir sekali.
"Dia lihat sekali, tak dapat aku mengundang serigala
datang masuk ke rumahku." Yan Hong pikir pula. ia licik, ia
mau berlaku waspada, la tidak kentarakan kekuatirannya itu,
bahkan ia bersenyum ketika ia berkata. "saudara, rumahku tak
jauh dan sini, kita baik berjalan kaki saja."
"Baik," sahut Tiong Hoa mengangguk. Mereka jalan dijalan
besar yang kedua sisinya
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merupakan ladang gandum. Angin bersilir halus. sebagai
ganti bau bunga, disitu mereka mencium bau lumpur.
Belum jauh, selagi menikung di tempat mana ada tumbuh
pepohonan, mereka mendengar suara kuda lari mendatangi
lalu tertampak penunggangnya adalah seorang nona dengan
baju merah tua. Begitu datang dekat, nona itu menyapa
nyaring: "Toako, kenapa kau baru sampai?" sedang tubuhnya
terus berlompat turun, hingga ia dalam sekejap berdiri di
depan kakinya berdua. Gerakannya itu lincah sekali, itulah
lompatan Burung walet menyambar ombak.
Tiong Hoa lantas mengenali si nona yang ia lihat di rumah
makan, sekarang ia mendapatkan orang cantik sekali,
mukanya dadu dan matanya jeli, matanya itu mengawasi
jernih kepadanya. Yan Hong tertawa, terus ia berkata: "Adikku, kau agaknya
seperti belum pernah bertemu dengan saudara Lie ini..."
Nona itu tertawa, dengan lagu suara manja, ia kata: "Toako
kau bicara saja. Kenapa kau tidak mau mengajarnya kenal?"
"Benarkah kau pelupaan adikku?" kakak itu tertawa pula,
"Tadi malam toh kau pernah berkenalan dengannya di rumah
makan. Maka itu buat apa aku mengajarnya kenal pula?"
Muka si nona menjadi merah, Dia malu karena kakak itu
menggoda, Dimatanya lantas berbayang seorang muda yang
pakaian kotor dan mukanya dekil, yang rambutnya kusut,
sebaliknya sekarang ia menghadapi seorang pemuda tampan
dan menarik hati sekali. "Apakah benar dianya?" katanya dalam hati, ia jadijengah,
Kemarin ini ia sama sekali tak menghiraukan pemuda itu. Hal itu membuatnya
malu sendiri Maka ia mendelik kepada kakak itu.
Yan Hong tak memperduIikan, ia justeru tertawa berkakak.
"Toako" kata si nona sambil membanting kaki saking jengkel
Tiong Hoa tidak memperdulikan orang bergurau, ia
memandang si nona sambil minta tanya nama orang.
Nona itu tidak menyahut, agaknya susah ia membuka
mulutnya, walaupun bibirnya sudah bergerak.
Yan Hong tertawa, ia berkata. "Adikku ini, si Hee, biasa
terlalu dimanjakan ibuku, maka itu kalau lain kali dia berbuat
kurang ajar, aku harap saudara Lie suka maafkan dia."
Kembali Yan Hee mendelik kepada kakaknya, lantas ia
lompat naik ke atas kudanya, kabur balik.
Yan Hong tertawa, sedang Tiong Hoa bersenyum.
Keduanya berjalan terus, setelah melewati hutan cemara,
Tiong Hoa melihat sebuah tembok tinggi dan kekar mirip
tembok kota, di atasan pintunya ada ranggonnya peranti si
penjaga pintu, Yan Hong mengajak kawannya masuk. ketika di dalam situ,
Tiong Hoa melihat sebidang tempat yang lebar yang banyak
perumahannya, yang di tengah-tengah yalah sebuah rumah
besar, ke situ Yan Hong mengajaknya masuk.
Di muka pintu ada dua pengawal dengan golok di tangan,
Ketika Tiong Hoa berdua bertindak masuk. dari dalam lantas terlihat munculnya
seorang yang tubuhnya kekar dan romannya keren, mukanya
berewokan, matanya tajam.
"Saudara Lie, orang yang mendatangi itu hoepocoe kami,
Im- yang Gioe Khong Jiang." kata Yan Hong perlahan. "Dia
lihai. Dialah orang Hoa Yang Pay. Dia bertabiat gembira dan
berangasan tak ketentuan, karena mana ayah pun suka
mengalah kepadanya, Aku harap kau berhati-hati
terhadapnya..." Baru tuan rumah yang muda ini berhenti berkata, Khong
Jiang sudah sampai didepan mereka, Dia lantas memandang
tajam pada Tiong Hoa. "Paman Khong..." berkata Yang Hong dengan hormat
sekali, "ini saudara Lie Cie Tiong, sahabat baru dari
keponakanmu." Khong Jiang mengasi dengar suara di hidung, matanya
memandang tawar pada si anak muda. dia kata: "Kalau dia
sahabatmu, kenapa dia begini kurang ajar" Apakah dia
mengandal sangat kepada beberapa jurus ilmu silatnya maka
dia menjadi jumawa?"
Tak senang Tiong Hoa mendengar kata-kata itu, maka dia
kata dingin. "Aku yang rendah baru pertama kali ini datang ke
mari, aku tidak kenal kau, tuan, mengapa kau berani
membilang aku kurang ajar?" "Paman Khong, kau..." kata Yan
Hong berkuatir. "Kau berani kurang ajar kepada Khong Jiang?" hoe-pocoe
itu membentak sebelum Yan Hong bicara terus. "Tentu kau
benar-benar mengandalkan ilmu silatmu, Mari, mari, Mari
sambut tanganku." Benar benar dia lantas meninju.
Majikan muda dari Yan Kee Po menggunai tenaga tujuh
bagian, Dia mau menguji sianak
muda. Tiong Hoa ndak mau menyambuti kekuatan orang. ia
berkelit ke kiri Karena ia mendongkol, ia membalas
menyerang, ia mengeluarkan tangan kanannya, guna
menangkap tangan si berangasan itu.
Khong liang terkejut, Dia tidak menyangka orang berkelit,
Atas datangnya ^erangan membalas, dia kaget. Dia melihat
gerakan yang gesit sekali, Maka lekas lekas dia menurunkan
tangannya, untuk dikelit.
Tiong Hoa menggunai j urus "Tawon yang-keluar dari
sarangnya" itulah suatu jurus dari ilmu silat siauw thian che Ci
capjio Kiauw Na. sia-sia belaka KhongJiang berkelit, lengannya
itu kena ditangkap. hingga dengan mendadak dia merasa
tangannya kaku, Dia berteriak. dia berontak sekuatnya tenaga
sambil dia berlompat nyamping.
Tiong Hoa tidak berniat mencelakai orang, habis
menyengkeram, ia melepaskan tangkapannya itu. Mendadak
Khong Jiang tertawa. "Benar katanya Yan Hong, kaulah seorang muda yang
liehay" katanya, "Kau maafkan aku" ia tertawa pula, terus ia
bertindak ke luar. Tiong Hoa berdiam. Ini pula pengalamannya yang luar
biasa, ia sama sekali tidak pernah memikir bahwa itulah
sandiwaranya Yan Hong, yang telah mengaturnya sebelum dia
pergi ke hotel menyambut padanya.
"Memang begitu tabiat Paman Khong, girang dan gusar tak
kotentuan," kata pula tuan rumah muda ini sambil tertawa,
"tapi sebenarnya dia jujur dan baik hatinya, Nanti, sesudah
berkenalan lama, saudara akan mengenalnya "
Tiong-Hoa tertawa tawar, ia tidak bilang apa-apa. Ketika
tuan rumah itu bertindak, ia mengikuti.
Di dalam, Tiong Hoa melihat rumah besar miri^ dengan
istana seorang bangsawan. Ruang atau pintu berlapis- lapis.
tiang danpenglari, semuanya terukir indah. Di sebelah dalam
ada pekarangan terbuka dimana ada terdapat pepohonan dan
lorong, kamar-kamar dan lauwteng. ia heran dan kagum.
Di situ pun ia melihat sejumlah orang Rimba persilatan,
yang semua bersikap hormat terhadap Yan Hong.
Yan Hong mengajak sahabatnya memasuki sebuah ruang
besar, Baru saja sampai diambang pintu, hidung si anak muda
telah mendapat cium bau yang harum, yang melapangkan
dada, Di dalam situ ada empat orang lagi berduduk. yang di
kiri, bercokol atas kursi hakcoe-ie, adalah seorang tua
bertubuh tinggi dan besar, rambut dan kumisnya sudah putih,
gayanya keren. Di kanannya si nona yang tadi, matanya mengawasi si anak
muda, rekannya seperti bersenyum. Dua yang lainnya, yang
satu yalah seorang imam tua dan kurus, jari tangannya
panjang sekali, sepasang matanya bersinar, dan yang lainnya
seorang muda dengan bibir merah dan roman angkuh, sedang
dipunggungnya ada sebilah pedang yang rupanya pedang tua,
sarung pedangnya berukiran ular naga melilit.
"Saudara Lie, inilah ayahku," Yan Hong lantas mengajar
kenal, dia menunjuk si orang tua.
Tiong Hoa maju dua tindak, ia menjura dalam seraya
berkata, "Aku yang muda, Lie Cie Tiong, memberi hormat
kepada po-coe." Hoan Thian-ciang Yan Loei tertawa dan berkata, "jangan
pakai adat peradatan, Lie siauwhiap. tadi malam kau telah
membantu anak Hong, aku menghaturkan terima kasih
padamu." "Itulah perkara kecil, harap pocoe jangan buat pikiran,"
kata Tiong Hoa merendah, "Meskipun baru bertemu, dengan
siauwpocoe aku seperti kenalan lama, Aku malu mendengar
kata-kata pocoe ini."
Lantas Yan Hong perkenalkan sahabatnya kepada si imam
dan si anak muda. Imam itu nyatalah Im-CioeJiauw-Hoen Hauw Boen Thong
adanya, yang dimasa itu terkenal dalam Rimba Persilatan,
Cocok dengan julukannya, yang berarti Tangan Penyamber
Nyawa, sebab dia biasa berbuat seenaknya saja, takperduli dia
benar atau salah, Dia liehay hingga banyak orang mendengar
saja namanya, menjadi pusing kepala.
Si anak muda adalah Cie-liong kiam Pek Kie Hong. sipedang
Naga, yang menjadi siauw cecu, yaitu ketua muda, dari
Benteng Jie sip Pat, dua puluh delapan benteng air dan darat,
di telaga Tong-teng-ouw di Kanglam.
Hauw Boen Thong jumawa sekali, melihat Tiong Hoa,
berulang kali dia memperdengarkan suara di hidungnya,
sikapnya sangat dingin, tubuhnya tak berkutik. Tiong Hoa
tidak puas, Syukur Pek Kie- Hong suka berbicara dengannya.
Yan Hee diam-diam memperhatikan anak muda itu,
sekarang ini pandangannya lantas berubah sama sekali, tak
ingat lagi si anak muda yang pakaiannya kotor, mukanya dekil
dan rambutnya awut-awutan, ia rupanya terpengaruh katakata
cinta pada penglihatan pertama kali.
Yan Hong dan Pek Kie Hong liehay matanya, mereka lantas
melihat sikapnya si nona, masing-masing mereka lantas beda
pemikirannya. Lie Tiong Hoa duduk di bawah, diam-diam ia
memperhatikan perabotan di dalam ruang itu, ia mendapat
kenyataan semua itu benda-benda yang tak biasa dilihat di
rumah rakyat kebanyakan rata-rata barang kuno dan indah.
Maka aneh rumah orang Kang ouw mirip istana orang
bangsawan. Yan Loei, dengan tak langsung, menanyakan Tiong Hoa
tentang gurunya, keluarganya serta maksudnya datang ke Tok
lok. Tiong Hoa tak dapat menerangkan jelas, sebab ia memang
tak tahu banyak perihal gurunya, ia juga tidak bisa
menjelaskan bahwa ia lagi buron, jawabanmu itu membikin
tuan rumah mencurigai dia mengandung sesuatu maksud.
"Lie siauwhiap bersahabat dengan anakku, silahkan kau
berdiam bersama kami di sini."
kemudian kata Yan Loei tertawa, "Katanya siauwhiap liehay
sekali, maka itu mungkin siauwhiap dapat membantu kami."
Tiong Hoa tidak tahu hati orang, ia lekas berkata: "Tidak
berani aku merepotkan po-cu. Karena aku gemar pesiar, hari
ini juga aku berniat pergi ke Tiong Gioe terus ke soe Coan.
Terima kasih atas kebaikan poocu."
Yan Loei mengawasi tajam. Dia tertawa pula.
"M emaog perjalanan itu penting untuk memuaskan
pemandangan dan pengetahuan," dia
kata, " Ketika masih muda, aku juga gemar merantau."
Kembali dia tertawa. Selama itu HauwBoenThong terus bungkam, dia
memandang si anak muda dengan mata
tajam dan sikap dingini Adalah Yan Hong dan Pek Kie
Hong, yang mengajak orang bicara. Yan Hong minta
tetamunya suka berdiam padanya barang setengah bulan.
"Baiklah." kata Tiong Hoa setelah di-bujuki siauwpocu itu.
"Anak Hong, pergi kau ajak siauwhiap ke kamar Teng ie
Hian" Kemudian Yan Hong kata pada puteranya sebentar
tengah hari hendak aku mengundang siauwhiap ber-santap.
Tiong Hoa mengucap terima kasih, lantas ia meminta diri,
mengikut Yan Hong ke kamar yang disebutkan itu.
Seberla lunya si tetamu, Yan Loei kata pada gadisnya:
"Apakah batuknya ibumu sudah mendingan. Ada orang
mengantar dua bungkus cauwkoh dari Lengtam yang ibumu
paling suka, pergi kau ambil dan bawa itu ke Hoed tong buat
diserahkan pada ibumu sekalian kau sampaikan kata-kata
padanya." Yan Hee tertawa lantas mengundurkan diri. setelah anak
dara itu tak nampak lagi, Yan Loei menoleh pada Hauw Boen
Thong. "Hauw Loosu, apakah kau mencurigai apa-apa terhadap
anak muda she Lie itu?" ia tanya. "Memang" sahut imam itu
dingini "Kau terlalu bersangsi, saudara Yan jikalau aku,
siang-siang aku sudah singkirkan dia guna mencegah
timbulnya bencana dibelakang hari.
Hoan Thian ciang menggeleng kepala.
"Kau biasa berterus terang, loosoe, aku kagumi kau," ia
kata. "Aku tapinya mempunyai cara yang terlebih sempurna.
sekarang ini orang tengah bergerak, sedang pihak Yan Kee Po
dan ie Kee Po. yang menguasai sembilan propinsi, mudah
sekali membangkitkan kejelusan orang, terutama selama yang
belakangan ini pihakku telah melakukan sesuatu yang
gampang sekali menarik perhatian orang. Aku telah dapat
kenyataan ada orang-orang sesat dan lurus yang sudah
datang mengintai ke mari. Karena itu aku sangsi pemuda she
Lie ini bukannya orang salah satu dari mereka itu, Aku pikir
kita harus bersabar menyelidikinya."
" Itulah gampang, serahkan saja padaku" kata Pek Kie
Hong tertawa. Tak lama Khong Jiang muncul, dia tergesa gesa dan lantas
bicara berbisik dengan ketuanya.
Romannya Yan Loei menjadi tegang secara tiba-tiba, dia
terus berlompat bangun, akan bersama hoepocu itu lantas
pergi keluar. Di ruang yang besar itu, Hauw Boen Thong tinggal berdua
Pek Kie Hong. ooo Malam itu selagi rembulan bercahaya indah, Tiong Hoa
duduk seorang diri di dalam kamarnya di ruang Teng ie Hian,
ia memandang tersengsam kepada si puteri Malam, yang
nampak dari antara jendela itu ada pengempang kecil yang
airnya jernih yang ditanami pohon teratai dan pohon yanglioe
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di tepinya. Dari situ terdengar suaranya beberapa ekor kodok.
Daun yang-Iioe pun ber silir tertiup angin halus.
Anak muda ini tidak berdiam saja, ia berpikir, pertamatama
halnya Yan Hong yang "hitam makan hitam." ia tak tahu
bagaimana duduknya urusan itu. Yang lainnya adalah, lukisan
"Bayangan Rembulan di Gunung sunyi."
Ia tidak menyangka karena bertemu Yan Hong, ia jadi
singgah di Yan Kee Po-Mengenai
Keluarga Yan ini, ia bersangsi. Kaum Rimba persilatan
memang luar biasa sepak terjangnya. "Aku sumpah aku mesti
dapatkan lukisan itu" kemudian ia mengambil ketetapan.
Baru Tiong Hoa mengambil keputusannyaitu, tiba-tiba ia
melihat bayangan orang berkelebat di atas genting di ruang
sebelah depan, ia dapat melihat karena sinar rembulan permai
sekali. Tiba-tiba hatinya bercekat, Tanpa sangsi lagi. ia berbangkit,
dengan cepat ia menyingkap bajunya, untuk lompat keluar
jendela, akan setibanya di luar terus berlompat naik ke atas
genting di depan itu, ia masih sempat melihat orang tadi
berada belasan tombak jauhnya. ia pun mendapatkan tubuh
orang lincah sekali. Jikalau dia bukan orang dalam, dia bernyali besar sekali,
pikir anak muda ini. Dibawah terangnya rembulan, kenapa dia
berani tak menyembunyikan dirinya" Baiklah aku menguntit
dia. Orang itu pergi ke sebuah lauwteng tinggi, Ketika dia
lompat turun Tiong Hoa menyusul, terang dia bertelinga jeli,
dia memutar tubuh sambil menyerang dan menegur perlahan-
"siapa kau?" Tiong Hoa berkelit ke samping, ia lantas mengawasi. Maka
ia melihat orang berumur belum tiga puluh tahun, mukanya
lebar, kupingnya besar, romannya lurus, ia bersenyum.
"Ada urusan apa tuan datang ke mari diwaktu malam?" ia
balik menanya, "Apakah tuan mencari orang" Kenapa kau
tidak ambil jalan dari pintu" Caramu ini mudah menimbulkan
salah paham, Maka baiklah tuan lekas berlalu dari sini."
Tiong Hoa heran orang dapat masuk dengan leluasa
sedang Yan Kee Po terjaga kuat,
Maka ia mau menduda mungkin orang dibiarkan masuk,
untuk mencari tahu dulu maksud kedatangannya, ia menjadi
tetamu, tidak mau ia sembarangan bertindak. pula roman
lurus orang itu mendatangkan kesan baik terhadapnya, itu pun
sebabnya kenapa ia menasehati untuk orang mengundurkan
diri Mendengar nasehat itu, orang itu mengawasi ia
menggeleng kepala. "Dari kata-katamu ini, tuan. Kau rupanya bukan orang Yan
Kee Po." ia kata. "Aku Im sim Yok dari Koen Loen Pay,
Kawanku sejumlah enam, perjalananku ini penting sekali,
maka itu, untukku, mati atau hidup sudah tak berarti lagi.
jikalau tuan ingat aturan Rimba Persilatan, silahkan kau
menyingkir supaya tak sampai terbit kesalahan turun tangan."
Tiong Hoa bersangsi hingga ia ayal
memberikanjawabannyaJusteru ia berdiam, ia mendengar
suara apa-apa, yang disusul dengan suara keras ini: "Mari
lekas kita bekerja."
Menyusul itu datanglah serangan kepada Sim Yok, dia ini
berkelit lalu dia menggunai kedua tangannya menolak Tiong
Hoa dengan tipu silatnya "Menolak jendela memandangi
rembulan." Tiong Hoa berkelit, berbareng dengan mana ia mendengar
satu suara dalam. "saudara Lie, kau tetamu, tak seharusnya
kau turun tangan serahkan dia padaku." la lantas menoleh,
maka ia melihat Cie-iion-kiam Pek Kie Hong yang mukanya
muram sudah berdiri di belakangnya.
"Baiklah." dia menjawab cepat, ia lantas pergi ke bawah
pohon di mana ia lantas berdiri memasang mata.
Kie Hong mengasi lihat roman bengis, sembari tertawa
dingin ia maju dua tindak,
tangannya lantas menghunus pedangnya.
Sim Yok juga mengawasi tajam, ia telah menyiapkan
senjatanya, yaitu sebatang Joan-pian, ruyung hitam yang
lunak seperti cambuk hingga dapat dililit di pinggang.
Ketika ia melihat pedang orang, ia terperanjat hingga ia
lantas menanya: "Tuan, bukankah kau cie- liong kiam Pek Kie
Hong ceecoe muda dari Benteng Jie sip Pat di telaga Tong
Teng?" Pek kie Hong bersikap sangat jumawa. "Kau telah ketahui
Ceecoe mudamu, kenapa kau tidak mau lekas serahkan
dirimu?" dia menjawab.
Sim Yok menjadi gusar, mendadak dia tertawa, Nyaring
luar biasa tertawanya itu. Habis tertawa, dia berkata nyaring,
"Pek Kie Hong, jangan kau terkebur Tak dapat kau
menggertak orang. Kau harus ketahui, Teng coa sin Pian Sim
Yok dari Koen Loen Pay tak dapat diancam Aku justeru
mendengar perbuatan-perbuatanmu yang sangat busuk dan
kaum Rimba persilatan ingin menyingkirkan kau dari dunia ini,
siapa tahu kau bersembunyi di Yan Kee Po ini. kaujadi seperti
membantu si jahat. Kau harus ketahui ini hari aku hendak
menyingkirkan satu bahaya besar untuk Rimba Persilatan-"
Pek Kie Hong tertawa dingin.
"Dapatkah kau lakukan itu?" dla tanya mengejek, Lantas
dia meng g era ki pedangnya, untuk menerjang.
Sim Yok menyaksikan gerakan lawan yang gesit, diam-diam
dia mengaguminya, Padahal orang itu, meskipun masih muda,
sudah menjagoi di selatan dan utara sungai Besar. Tanpa ayal
lagi, ia lantas melayani menggunai ilmu joan pian partainya,
yang terdiri dari tiga puluh- enam jurus .
Pek Kie Hong licik, di samping menyerang iangsung, ia
ingin membabat kutung senjata lawan-
Joan-pian Sim Yok terbuat dari otot, senjata biasa tak
dapat memapasnya, tapi melihat pedang Kie Hong, dia jeri,
tak mau dia membikin senjatanya itu kena dibabat kutung. Hal
ini membuatnya berlaku waspada, hingga tak dapat ia lantas
mendesak lawannya itu. Tiong Hoa menonton dengan berdiam saja, ia yang tak
berpengalaman kembali menyaksikan suatu yang menarik
parhatiannya, yang membingungkan juga.
Di sini bentrok pula si sesat dengan si lurus, Rupanya
kedua golongan itu tak dapat saling mengasi ampun, Meski
begitu, ia terus memasang matanya.
Setelah bertanding sekian lama, Pek Kie- Hong
mengeluarkan satu jurusnya yang liehay, yaitu "Tiang hong
koan jit" atau "Bianglala menutupi matahari." serangan itu
meny amber kepada joan pian lawan. Sim Yok repot
menyingkirkan senjatanya itu, atau justeru karena itu, dia
dapat dirangsak. Pedang cie-liong kiam meluncur terus.
Di saat jago muda Kun Loen Pay itu bakal menyerahkan
jiwanya, atau sedikitnya dia bakal terluka parah, mendadak
menyamber dorongan angin yang keras sekali kepadanya
hingga tubuhnya tertolak keras, hingga dengan begitu dia
menjadi lolos dari ujung pedang, saat tubuhnya tertolak itu,
dia pun terus berlompat mundur setombak jauhnya.
Di mana di situ tidak ada orang lain, Sim Yok lantas melihat
orang yang mendorongnya yang menolongi, adalah si anak
muda yang barusan menasehati dirinya, ia jadi bersyukur.
Tapi ia berada di tempat berbahaya, ia lantas lompat untuk
menghilang. Memang Tiong Hoa yang menolongi orang Koen Loen Pay
itu, ke satu disebabkan ia melihat jiwa orang terancam maut,
ke dua karena ia bersimpati kepada anak muda itu, Habis itu,
di samping girang, ia juga heran. ia heran atas tenaga
dorongannya yang keras sekali, beda daripada biasanya, Maka
ia ingat inilah tentu pula khasiatnya pel Pouw Thian Wan
hadiah Thian Yoe sioe. Berbareng dengan itu, Pek Kie Hong terkejut dan heran, ia
melihat Tiong Hoa turun tangan, Akibatnya itu ialah kecuali
tubuh Sim Yok tertolak keras, pedangnya sendiri kena
terintang, pedangnya mental hampir terlepas dari cekalannya,
ia lantas mengawasi tajam anak muda itu, yang terang berniat
menolong musuh lolos. Tiong hoa tidak berdiam saja, ia pura pura lari mengejar
Sim Yok, ketika orang lenyap. baru ia kembali, ia lantas
disambut Pek Kie Hong yang tertawa kepadanya.
"Kau hebat sekali, saudara Lie" kata orang she Pek itu,
"Pantaslah saudara Hong memuji tinggi padamu sayang kau
kekurangan pengalaman, kau menyebabkan bangsat she Sim
itu lolos" Tiong Hoa mengasi lihat roman kaget.
"Benarkah?" tanyanya, sembari menyeringai, "sungguh
celaka Aku kuatir kau tidak dapat lantas merobohkan dia,
saking gugup, aku membantu, siapa tahu kesudahannya
gagal, sungguh aku menyesal..."
"Tak usah menyesal, saudara Lie." kata Kie Hong, yang
bersenyum. "Dalam pertempuran orang mesti dapat melihat
gelagat, terutama perlu bantuan pengalaman jikalau saudara
lebih sering berkelahi nanti kau dapat melenyapkan cacadmu
ini. saudara jangan menyesal penjahat lari, Kawan-kawannya
telah diawasi, atau mungkin mereka sudah kena ditawan.
silahkan saudara beristirahat, nanti besok aku datang
menemui kau di Teng In Hian." Habis berkata orang she Pek
ini tertawa, lantas dia berlompat pergi.
Tiong Hoa mengawasi orang berlalu, lantas ia berpikir :
"Aku menolongi Sim Yok apakah
perbuatanku ini mencurigai orang she Pek itu?"
Ia tidak tahu, habis tertawa itu, Kie Hong tersenyum ewah.
0000 BAB 4 DI BAWAH sinar rembulan, perlahan-lahan Tiong Hoa
bertindak balik ke Teng Ie Hian-ia terus masuk kedalam, untuk
merebahkan diri di atas pembaringannya. ia masih memikirkan
segala apa, sampai ia jatuh pulas. Ketika sang fajar tiba, ia
tersadar dengan lantas berbangkit turun, ia mendengar suara
tindakan kaki, ialah tindakannya kacung yang membawakan ia
air untuk mencuci muka dan lainnya, Dia itu melongok dulu,
baru dia masuk dan meletaki airnya, sembari tertawa dia
memberitahukan kedatangan tetamu, ceecoe muda she Pek
serta seorang she Lauw. "Oh, begitu" katanya. "silahkan- silahkan undang mereka
masuk" ia sendiri lekas-lekas mencuci muka, membereskan
rambut dan pakaiannya. Segera juga terdengar suara tertawa diluar kamar, lalu
nampak munculnya Pek Kie- Hong serta seorang muda yang
mukanya rada hitam dan romannya gagah.
"Pagi-pagi sudah bangun, saudara Lie." kata Kie Hong
tertawa, "Mari perkenalkan, inilah saudara Lauw, Tiat-pie
Chong-tiong Lauw Pou, murid Kong tim-taysoe dari kuil taychong-
sie di see-coan timur, saudara Lauw baru datang tadi
sore, ketika aku omong tentang kau, saudara, ia lantas minta
aku mengajaknya berkunjung ke mari, saudara Lauw sangat
suka bergaul." "Terima kasih." kata Tiong Hoa, merendah. "silahkan
duduk." Lantas mereka berduduk.
Tiong Hoa mendapatkan Lauw Pou sedikit bicara selamanya
sungguh-sungguh dan tak pernah tertawa dia seperti
mempunyai urusan sulit. Tengah mereka bicara, kacung tadi datang
memberitahukan bahwa Lauw Pou diundang tuan rumah, Dia
lantas berbangkit, sembari memberi hormat dan tertawa, dia
kata pada Tiong Hoa dan Kie Hong, "silahkan saudara saudara
duduk dulu, aku akan lekas kembali." Lantas dia pergi dengan
cepat. "Oh ya, kenapa saudara Hong tak nampak?" kemudian
tanya Tiong Hoa heran- "Saudara Hoo. tidak ada di rumah." Kie Hong memberitahu
"Tadi malam buat satu urusan dia dititahkan ayahnya pergi ke
Tok lok dan sampai pagi ini belum kembali Mungkin dia akan
lekas pulang." ia berhenti sebentar lalu meneruskan.
"Tadi malam Sim Yok dari Koen Loen Pay itu dapat lolos,
tetapi lima kawannya kena dibekuk dan sekarang mereka
ditahan dalam kamar rahasia. Apakah saudara Lie ingin
melihat mereka itu" Kalau saudara mau, sekalian aku dapat
mengantari kau melihat-lihat keletakan Yan Kee Po dan
sekitarnya." Tiong Hoa senang menerima ajakan itu.
"Kenapa orang Koen Loen Pay itu datang kemari?" ia tanya
sembari jalan. "Begitu biasanya orang Kang ouw, yang sering tak dapat
bekerja sama." Kie Hong menjawab. "Bukankah diantara
saudara sendiri sering terbit bentrokan" Yan pocu ternama
besar, tak heran bila ada orang salah paham terhadapnya,
Karena aku orang luar, tak jelas aku duduknya perkara itu."
Di mulut Kie Hong mengatakan demikian, di dalam hatinya
dia pikir lain. Di dalam hati dia kata: "Masih kau berpura-pura,
Tunggu sebentar, kau bakal mampus tanpa liang kuburmu."
Tiong Hoa berjalan di belakang, ia tidak melihat air muka
orang guram, Mendengar lagu suara orang, ia mau percaya
jawaban itu, Dengan wajar ia menanya, "Bagaimana Yan Pocu
hendak memutuskan perkara mereka itu?"
Mendengar pertanyaan orang, Kie Hong makin percaya
dugaannya benar. Dia tertawa ketika dia menjawab: "Yan
Pocu berhati mulia, dia tentu mengutus orang ke Keen Loen
san mengundang guru mereka, agar guru itu mengetahui jelas
duduknya kejadian guna menyelesaikan urusan sekalian
membebaskan mereka."
" Itulah putusan yang tepat sekali," kata Tiong Hoa
mengangguk. Mereka sekarang berjalan di sebuah lorong kecil didalam
taman di mana bunga-bunga dan rumput tertanam rapi dan
harum bunga melapangkan dada. Dari situ mereka tiba di
depan sebuah rimba bambu, Di situpun ada sebuah jalan kecil
yang menuju ke sebuah rumah, yang beda dengan rumah
besar, nampak sederhana sekali, temboknya putih, jendelanya
teraling gorden, pintunya tertutup rapat, cuma dari dalam
rumah terdengar suara perlahan dari alat-alat tetabuan seperti
pendeta lagi mendosa. Tiong Hoa heran hinga ia berpikir siapa itu yang lagi
menjalankan ibadat. Kie Hong ketarik dengan suara tetabuan itu, ia sampai
bersenandung: "sepi dan sunyi di dalam ruang, seperti musim
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
semi hampir habis, dan bunga pada rontok memenuhi latar
tapi pintu tak dibukakan..."
Dari suara orang, Tiong Hoa dapat menduga pemuda itu
lagi memikirkan suatu orang. la tanya: "Apakah saudara Pek
lagi ruwet pikiran. Kenapa kau agaknya berduka sekali?"
Kie Hong terperanjat orang dapat membade hatinya, Lekaslekas
dia tertawa, Terus dia menunjuk ke rumah sepi di
depannya itu seraya menanya, "Saudara Lie tahukah kau
rumah itu ditinggali orang macam apa."
Tiong Hoa tidak tahu, ia menggeleng kepala.
"Inilah tempat kediamannya nyonya rumah, Kie Hong.
memberitahu " Nyonya Yan beri-badat, dia menghormati sang
Buddha, maka tak pernah dia keluar setindak juga dari rumah
ini. selama delapan belas tahun tak pernah ada yang melihat
wajahnya kecuali beberapa orang tertentu. seratus tombak
persegi disekitar rimba bambu ini menjadi daerah terlarang,
siapa melanggar setindak saja, dialah bagian mati."
Tiong Hoa heran sekali, "Kenapa nyonya rumah bersikap
demikian Apakah yang menyebabkan " Kedukaankah"
Kedukaan apa ?" Kie Hong tertawa sedin
"Pada delapan belas tahun yang lampau itu. entah karena
apa, pocu bentrok dengan istrinya," dia memberi keterangan
"Lantas istrinya itu, menempati rumah ini yang diberi,
nama Coei Tek Hian di mana ia senantiasa bersembahyang
dan tak lagi memperdulikan urusan luar. Di sini cuma dua
bujang pelayannya serta nona Hee yang dapat keluar masuk
dengan merdeka. Pocu sendiri turut terlarang.
Beberapa tahun dulu pernah ada orang yang melanggar
larangan ini. katanya pocu sengaja berbuat demikian, maka
besoknya fajar kedapatan saja mayatnya. sejak itu tidak ada
orang pula yang berani melanggarnya"
"Aku ini semenjak muda telah dipandang pocu sebagai
calon menantunya." kata pula Kie Hong yang bersenyum
tawar akan tetapi keputusannya belum ada sebab Nyonya Yan
belum melihat send iri padaku. Dia cuma akan memberi
perkenannya kepada yang dia penuju. Pergaulanku dengan
adik Hong tak buruk tetapi karena urusan ini, usia muda adik
Hee menjadi tergantung..."
Tiong Hoa makin heran- "Saudara toh tampan sekali," katanya, "Mustahil kau tak
dipenujui?" Kie Hong tertawa.
"Jikalau aku tidak dipenuju, sudah saja, boleh aku
menghapus pengharapanku." katanya, "Apa lacur, nyonya Yan
belum pernah dapat diketemukan. Pernah aku menggunai
berbagai alasan guna memancing si nyonya keluar, tetap aku
gagal" Orang she Lie itu menggeleng kepalanya.
"Biarpun nyonya Yan kejam, tak nanti dia membiarkan
Nona Hee tak menikah seusianya," kata ia ."Juga Nona Hee,
tidak nanti dia terus menyetujui sikap ibunya itu. Paling benar
adalah kau, saudara Pek, kau harus berdaya untuk menemui
nyonya itu." Kie Hong mengawasi, matanya dipentang, "siapa tak takut
mati?" kata dia. " Nyonya Yan
keras sikapnya, ilmu silatnya pun lihai, Bahkan dua budak
perempuannya jauh lebih gagah daripada aku..."
Tiong Hoa bersangsi hingga dia tertawa.
"Mungkin saudara mendengar warta yang berlebihan
hingga karenanya kau jadi jerih" katanya, "Jikalau begitu, baik
saudara buang saja cita-citamu menikah Nona Hee."
Kie Hong mendongkol ia menyangka anak muda ini
menghina dirinya, ia hendak mengumbar hawa amarahnya
ketika ia ingat buat apa ia menuruti hatinya, sebentar toh
pemuda ini bakal menemui ajalnya.
Tengah pemuda she Pek itu berdiam, tiba-tiba mereka
mendengar suara tetabuhan dibunyikan keras. Dia kaget,
lantas dia menarik tangan Tiong Hoa, buat diajak lari sembari
dia kata perlahan: " Lekas. Kalau kita dipergoki kedua budak
Nyonya Yan jangan harap kita dapat menyingkir setindak juga
dari sini..." Tiong Hoa ditarik tangannya, ia turut lari, tapi ia bersangsi
dan penasaran ia pikir: "Bagaimana liehaynya nyonya itu" Aku
ingin melihat dia." Rimba bambu itu luas, sampai sekian lama baru Kie Hong
berdua Tiong Hoa dapat ke luar dari situ, untuk terus
memasuki sebuah rimba lain yang lebat dimana, matahari
kealingan daun-daun hingga rimba menjadi gelap dan
menyeramkan. tepi didalam situ kedapatan sebuah rumah
yang nampak hitam. Jilid 4 : Tiong Hoa terjebak di Yan-kee-poo
"Saudara Lie," kata Pek Kie Hong, menunjuk ke rumah
yang gelap itu, "itulah tempat ditahannya murid-murid Koen
Loen pay. jalanan di dalam rimba ini istimewa, baik kau ikuti
aku, tempat di mana aku menaruh kaki, di situ tidak ada
bahayanya." Habis berkata, ia jalan mendahului, ia jalan cepat, ke kiri
dan kanan tak ada ketentuannya.
Tiong Hoa mengawasi kaki-kaki orang, Tiba di dekat rumah
besar itu, ia kaget, ia kena injak tanah yang seperti tak
pegangannya ia kaget, Percuma kagetnya ini, belum sempat ia
memikir apa-apa, kedua kakinya sudah kejeblos, tubuhnya
turun sama cepatnya, terus telinganya mendengar Pek Kie
Hong tertawa bergelak. Lalu tertawa itu.
Selagi kejeblos itu, anak muda ini tidak melihat apa-apa.
Gelap di sekitarnya, itulah pasti liang perangkap. Ketika ia
tiba, di bawah entah berapa dalamnya, ia kaget, ia seperti
terbanting sampai ia roboh, lantas hidungnya mencium bau
tempat demak dan amis juga, hingga ia ingin muntah, Ketika
jatuh itu, ia hampir pingsan, maka itu sampai sekian lama,
baru ia dapat bangun berdiri.
Karena tempat gelap, tangannya meraba-raba, sampai ia
memegang tembok di sekitarnya.
"celaka aku..." ia mengeluh. ia berada dalam lubang
dengan tembok besi, Hawa di situ pun menyesakkan dada,
Kalau ia tidak lekas lolos, ia bakal mati kehausan dan lapar,
inilah hebat, "Heran kenapa Kie Hong menipu aku..." pikirnya,
"Mungkinkah dia mencurigai aku" Kalau benar, itu bukanlah
soal sukar, dapat ia mencari tahu..."
Sebagai seorang hijau, pemuda ini sangat kurang
pengalamannya. ia main percaya setiap orang, ia seperti lupa
halnya Yan Hong hitam makan hitam dan Lao San Sam eng
penasaran, ia tak tahu Yan Hong dititahkan Yan Loei
mengundang ia datang ke Yan Kee Po, untuk menguji ia,
kalau ia benar berpihak pada orang luar, ia hendak
disingkirkan. Yan Hong pun bersedia membinasakan ia, cuma tuan muda
dari Yan-kee-po itu masih ingat budi pertolongan orang, kalau
bisa dia ingin ia membantu Yan-kee po. Tapi ia di curigai Yan
Loei, karena Yan Loei menerima laporannya Pek Kie Hong
bahwa ia menolong orang Koen Loen Pay, maka itu Yan pocu
tak bersangsi pula, terus dia menyuruh Kie Hong memancing
dan menjebaknya, perbuatan itu dilakukan diluar tahunya
nyonya Yan dan Yan Hee si nona.
Setelah berpikir lama, Tiong Hoa menjadi jemu terhadap
orang Rimba Persilatan, kalau ia lolos, ingin dia membinasakan
Kie Hong dan orang-orang sebangsanya, ia gusar hingga ia
menggertak gigi. Sementara itu tadi, ketika terdengar suara bok hie terakhir,
pintu Coei Tek Hian lantas terpentang, dari situ keluar seorang
budak perempuan berbaju hijau. yang membekal sapu, untuk
menyapu lantai di depan pintu.
Dia belum berumur dua puluh, tubuhnya langsing,
romannya menarik hati. Gesit kerjanya dia.
Di ruang dalam, yang disebut hoed-tong, ruang pamujaan,
ada duduk bersila seorang wanita tua yang rambutnya sudah
ubanan, mukanya bundar, kulitnya belum keriputan, matanya
bersinar tajaro, suatu tanda dialah ahli silat.
Ditengah-tengah ruang tergantung gambarnya Cian cioe
Koan im yaitu dewi Koan Im bertangan seribu, berikut sebuah
gambar Thay Kek. yang diapit sepasang lian atau pigura huruf
yang tulisannya bagus. Di atas meja ada bok khie serta
pendupaan yang asapnya mengepal harum, Nyonya tua itu
bersila sambil meram. Tak lama dari kamar samping keluar seorang nona berbaju
merah, Karena sinar matahari yang masuk dari pintu, maka
nona itu tampak cantik manis.
"lbu." ia memanggil, suaranya merdu dan bernada aleman,
Terus ia mendekati si nyonya, untuk menanya: "lbu lagi
pikirkan apa?" Dialah Yan Hee, puterinya Yan Loei atau
adiknya Yan Hong. Nyonya itu membuka matanya terus ia
bersenyum manis, "Aku memuja sang Buddha, sekarang aku telah
memperoleh kesadaran," sahut ibu itu. "Sekarang hatiku
tenang bagaikan air, tapi sudah dua hari ini, aku merasai
ketenanganku terganggu, Air seperti berombak perlahan mungkin ada
sesuatu yang bakal menimpa aku. Aku ingat ketika delapan
tahun yang lalu aku membinasakan si orang aneh yang
kumisnya panjang aku mendapat alamat seperti ini, Tapi tak
mau aku memperdulikan itu" ia tertawa,
"Anak. mari aku tanya kau, selama yang belakangan ini kau
telah dapat mencari orang yang kau penuju atau belum?"
Dari pertanyaannya ini maka teranglah sudah si nyonya
adalah isterinya Hoan Thian-ciang Yan Loei. yaitu Ciao Cioe
Kwan lm Siauw Goat Hian." (Dewi Kwan lm bertangan seribu),
ilmu silatnya menggabung pelajaran sesat dan lurus.
Liehaynya adalah senjata rahasianya, yang terdiri dari
delapan-belas butir mutiara murni serta ilmu pedangnya San
Hoa Kiam-hoat, yang terdiri dari dua puluh jurus. Ketika ia
berselisih dengan suaminya, lantas ia menyekap diri di Coei
Tek Han, hidup menyendiri dengan memuja Cian cioe Kwan
Im, yang tadinya ia pakai sebagai gelarannya, ia cuma dilayani
dua budak perempuan itu, dan yang dapat menemui ia
melainkan gadisnya itu. Mukanya Yan Hee merah atas
pertanyaan ibunya itu. "lbu saban-saban kau tanyakan urusan itu, buat apakah?"
anak itu balik menanya, "Aku masih belum memikir untuk
menikah. Aku justeru ingin selama-lamanya menemani ibu."
"Ngaco." ibu itu membentak. "Mana dapat kau tak
menikah"Justeru karena kau, aku belum mau pergi ke gunung
yang sunyi, Aku kuatir ayahmu nanti jodohkan kau pada orang
yang tak tepat, dengan begitu kau bakal celaka seumur
hidupmu, Pek Kie Hong anaknya Pek Liang telah aku lihat, dia
kelihatan baik di luar tapi hatinya sebenarnya tak lurus bahkan
licik. Aku merasa pasti di belakang hari dia bakal mati tak
wajar, Turunan serigala mana bisa menjadi kie-lin" Maka
itusering ayahmu mendesak tapi aku tidak meluluskan."
Yan Hee heran. "lbu pernah lihat Pek Kie Hong?" dia tanya.
"Aku melihat dia pada tiga tahun yang lalu." sahut ibu itu,
lalu dengan roman sungguh-sungguh ia menanya. "Anakku,
benar- benarkah kau belum mempunyai orang yang kau
penuju" Ketika tadi malam aku mengajari kau ilmu pedang,
hatimu agak tak tenang, kenapa kah itu?"
Yan Hee tahu mata ibunya tajam, tak dapat ia
mendustainya, Maka ia tunduk ia ketanah. "Kemaren pagi
engko Hong mengajak satu sahabat datang ke rumah kita,
itulah sahabatnya yang baru. Aku lihat gerak-geriknya orang
itu halus, dia tidak mirip- miripnya orang Kang ouw, cuma
masih belum ketahuan hatinya..."
Tepat si nona berkata begitu maka di jendela dari rumah
itu ada orang yang menggantung kakinya dipayon, matanya
mengintai ke dalam. Habis berkata begitu, nona itu likat sendirinya, ia tunduk
sambil membuat main ujung bajunya, Tapi dengan melihat
sikap anaknya, sang ibu tahu hati anaknya itu telan digedor si
anak muda yang disebutkan itu, ia agaknya senang, ia
bersenyum. Tapi tiba-tiba alisnya berkerut, terus tangannya diayun
maka melesatlah sebuah benda kuning halus.
Di luar terdengar suara perlahan seperti ujung baju
ditembuskan sesuatu. lantas sunyi pula.
Melihat gerakan ibunya Yan Hee tahu diluar mesti adu
orang yang mengintai mereka, ia lantas berlompat keluar,
hingga ia melihat di belakang rumah itu. daun pohon bambu
bergoyang sedikit ia tidak dapat melihat tegas, maka itu ia
lantas menyerang dengan enam biji kim-chie-piauw.
Tidak ada hasilnya serangan itu, kecuali daun bambu
bergoyang pula. Si nona penasaran, hingga ia kata dalam hatinya. "Bangsat,
aku lihat kau dapat lolos dari tangan nonamu atau tidak" ia
menyusul ia menimpuk pula.
Ada larangan kaum Rimba persilatan untuk mengejar
musuh yang lari ke dalam rimba atau tempat lebat pepohonan
tetapi Yan Hee melanggar itu, sebab ia berada di rumahnya ia
mengejar teeus, Hasilnya sia-sia, sampai merasa letih, tak
dapat ia mengudak orang itu, cuma saban-saban terlihat daun
bambu bergerak. Ketika ia tidak melihat apa apa yang
mencurigai ia keluar dari dalam hutan bambu itu, keluar
sambil berlompat. segera ia dapat melihat Pek Kie Hong lagi
jalan mundar mandir di antara pohon-pohon bunga, romannya
masgul. "Heran. Kenapa anak muda itu berada di situ?"
Kie Hong juga lantas mendapat lihat si nona. Kalau tadi
alisnya berkerut, sekarang ia lantas bersenyum. "Adik Hee."
dia memanggil cepat. Nona itu merah mukanya akan tetapi dia menegur: "
Kenapa kau lancang masuk ke- dalam rimba" Kenapa kau
mengintai di jendela Coei Tek Hian, kau telah melanggar
larangan ibuku, tidak dapat aku melindungi kau"
Kie Hong melengak. "Apa?" tanyanya cepat, "Jangan main-main, adik Hee,
Berapa biji batok kepalaku hingga aku berani melanggar
larangan peebo" Akujusteru lagi bingung memikirkan dengan
cara apa aku dapat menemui ibumu, supaya terwujudlah apa
yang aku harapi bertahun-tahun"
"Harapan apa?" si nona memutus."Ngaco belo."
Lantas dia memutar tubuh, untuk kembali ke dalam rimba.
"Adik Hee. Adik Hee." Kie Hong memanggil-manggil.
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yan Hee tidak menyahuti, ia pun tidak kembali, maka
pemuda itu menjadi masgul dan menyesal, ia berdiri
menjublak saja, tapi tak lama segera ia sadar, maka ia berseru
seorang diri: "Celaka. Di dalam rimba tentu ada orang. Kalau
tidak mustahil adik Hee mencurigai aku. Mesti hal ini segera
diberitahukan pocu." Maka dia lantas laripergi.
Di dalam rimba, Yan Hee bingung berpikir.
"Tidak nanti Kie Hong berani lancang masuk ke mari?"
demikian pikirnya, "Habis, siapa orang itu" Mungkinkah ia
adanya?" Lalu di depan matanya berbayang roman Tiong Hoa yang
tampan.. Mengingat pemuda itu, Yan Hee lantas lari ke Coei
Tek Hian. Siauw Goat Hian tengah duduk membaca kitab, kapan dia
mendengar tindakan kaki orang, ia mengangkat kepalanya
"Anak Hee, dapatkah kau menyandak?" nyonya itu tertawa.
orang yang ditanya itu menggeleng kepala. sang ibu menutup
kitabnya. "Dia dapat lolos, dia lihai" katanya, "Coba lihat, apakah ini?"
Dari dalam kitabnya, ibu itu menarik ke luar sehelai kertas
Yan Hee menyambuti, ia lihat kertas itu ada tulisannya
doIama huruf yang berbunyi: Membalik langit, memasuki
bumi, dosa berlapis sukar lolos" ia heran. Tak mengerti ia
maksudnya itu. sang ibu menghela napas, ia kata perlahan "siapa banyak
melakukan perbuatan tak benar, dia bakal celaka sendirinya,
Kelihatannya ayahmu telah luber kejahatannya..."
Anak itu kaget. "Apakah yang ayah perbuat?" Dia tanya, "Dapatkah ibu
duduk diam saja tidak menolong i"
Ibu itu mengasi lihat roman gusar, ia kata dingin, "Biar dia
mati berlaksa kali, itu masih belum cukup untuk menutup
dosanya, jikalau ibumu menolongi dia, ibumu bakal merusak
kata katanya sendiri,"
Tapi habis berkata, dia menghela napas, agaknya dia
berduka sekali. Yan Hee tetap bingung, ia tahu ibunya bentrok dengan
ayahnya tapi ia tak ketahui duduknya hal yang sebenarnya.
Sekonyong-konyong dari luar rumah terdengar tertawa
yang nyaring yang disusuli perkataan ini: "Benar-benar cian
ciee Kwan lm sadar dan cerdas. Lagi tujuh hari Yan Kee Po
bakal ludas menjadi abu, melainkan coei Tek Hian akan utuh
seperti tempat yang suci." Kembali tertawa yang nyaring yang
berkumandang di dalam rimba bambu.
Yan Hee kaget dan heran, hendak dia lompat keluar, tetapi
ibunya menarik tanganaya, ibu itu memasang telinganya,
terus ia mengerutkan alisnya berulang kali, ia kata per lahan
suara orang itu rasanya aku kenal baik.
Lalu meneruskan pada anak-daranya: "Anak, coba kau
keluar, kasi lihat ada apa yang luar biasa."
Yan Hee lekas keluar. Lantas ia melengak. Di kiri rumah,
belasan pohon bambu terbabat, babatannya rata. tetapi
bagian yang terbabat itu tidak ada. Adakah semua batang
bambu serta daunnya dibawa pergi" ia juga heran karena ia
baru saja masuk ke dalam dan ia tidak mendengar suara apaapa.
Orang jadinya bekerja sangat cepat dan tanpa suara. Bekas
bacokan iuga menandakan itu bukan bacokan pedang atau
golok hanya tangan. Cepat luar biasa Yan Hee lari balik ke
dalam, ia menuturkan semua. cian cioe Kwan lm berdiam,
agaknya dia berpikir, Akhirnya dia kata sendiri perlahan. "Oh.
kiranya dia..." Yan Hee mementang mata lebar. "Siapa dia, ibu?" ia tanya.
"Siapa sebenarnya orang itu, ibumu tidak dapat
menetapkan." sahut orang tua itu.
"Tapi pasti tujuh bagian adalah dianya. Tak heran dia
mengatakan tujuh hari kemudian Yan Kee Po bakal ludas
menjadi abu, Dia biasa berbuat benar dan berhati-hati,
mungkin masih ada urusan yang membuatnya bersangsi dan
belum dapat membereskannya. Mungkinkah ayahmu telah
mengganggu dia". Sang anak heran, ingin ia minta keterangan pula.
Mendadak ibunya memperlihatkan roman gusar dan kata
kepadanya keras: "Anak Hee, lekas pergi ke depan kau tanya
engko Hong kau, dalam beberapa hari ini apa lagi yang
mereka kerjakan. Lekas pergi."
Yan Hee heran dilapis heran, akan tetapi mengingat urusan
mestinya penting sekali, ia menurut, ia lantas lari keluar,
Begitu ia keluar dari rimba, ia lantas bertemu dengan dua
pelayan ibunya yang romannya gelisah sekali satu diantaranya
lantas berkata padanya: "Nona lekas pergi ke depan. Siauw pocu pulang dengan
luka hebat sekarang dia tak sadarkan diri"
Yan Hee kaget dan berkuatir, ia memang menyayangi
kakaknya itu. Tanpa menanya lagi, ia terus lari.
Di ruang depan ada banyak orang, berisik mereka itu,
romannya tegang, Yan Hee membuka jalan dengan paksa
diantara mereka itu, Maka segera ia melihat Yan Hong, yang
mukanya pucat dan matanya tertutup, napasnya empasempis,
sedang tubuhnya mandi darah, Hoan-Thian ciang,
dengan kedua tangannya, lagi menyalurkan tenaga dalamnya
untuk menolongi puteranya itu.
Karena jidat ayah itu mengeluarkan banyak sekali keringat,
teranglah lukanya Yan Hong tak ringan-
Cie-liong-kiam Pek Kie Hong melihat datangnya si nona, dia
menghampirkan. Matanya si nona menyapu, melihat siapa
yang mendekati ia, alisnya berbangkit. "Mana Lie Cie Tiong
yang kemarin datang kemari?" ia tanya, "Kenapa dia tak
nampak?" Kie Hong terperanjat akan tetapi dia menetapi hati.
"Dia?" sahutnya, tertawa tawar, "Dia kata ada barangnya
yang penting yang ditinggal di hotelnya di Tok lok, maka dia
pergi tadi pagi-pagi untuk mengambilnya."
"Hm" bersuara si nona, yang kembali menoleh, mengawasi
kakaknya. Kie Hong berdiam, ingin ia bicara dengan si nona tetapi
karena sikap nona itu terpaksa ia bungkam. ia mesti menahan
hati. Tak jauh dari muda mudi itu berdiri Tiat pie chong- liong
Lauw Pou dengan kedua matanya yang bercahaya. Dia
memperhatikan mereka itu berdua, sikapnya keren-
Setelah ditolongi ayahnya sekian lama keadaan Yan Hong
mendingan- Dengan mukanya mulai bersemu dadu, ia
membuka kedua matanya. Im Cioe Hauw Hoen Hauw Boen Thong berdiri dibelakang
Yan Loei, dia tidak sabar dan dengan roman dan suara bengis,
dia lantas menanyai " Keponakan Hong, kau bertemu musuh
liehay siapa itu" Lekas bilangi pamanmu" Ditanya begitu, Yan
Hong merapatkan pula matanya.
Yan Loei dapat menerka hati anaknya Di situ ada banyak
orang, anak itu tentu tidak suka sembarang bicara, Maka ia
mengedipi mata pada Hauw Boen Thong sambil menitahkan
orang-orangnya. "Siauw pocu perlu beristirahat, lekas bawa
dia ke kamarnya." Perintah itu lantas dilakukan- empat orang,
yang menggotong Yan Hong ke dalam.
Yan Loei mengikuti dengan diturut Hauw Boen Thong,
Khong Jiang, Pek Kie Hong dan Yan Hee.
Begitu mereka berkumpul di dalam, Yan Hong berkata,
"Tadi malam aku pergi ke kota Tek-lok. di sana mata-mata
kita mendapat tahu Lao..." ia melihat adiknya, ia berhenti tibatiba.
Yan Loei berpaling kepada puterinya.
"Kata Pek Hiantit barusan ada orang memasuki Coei Tek
Hian, dia dapat dibekuk ibumu
atau tidak?" ia tanya.
Nona Hee cerdik, ia tahu kakaknya tentu mau omong
rahasia yang ia tak perlu dapat tahu, karena ia menduga
urutan tentu mengenai musuh, di waktu ia menjawab ayahnya
suaranya dingin. "Orang itu dibiarkan bisa lolos." jawabnya. "Nampaknya ibu
tidak memperdulikannya"
Yan Loei menggeleng kepala.
"Ibumu itu luar biasa" katanya, "Tempat baik-baik dijadikan
daerah terlarang, sampai ayahmu tak memperkenankan
masuk ke situ, orang kita dapat melihat ada orang masuk ke
situ, mereka cuma dapat mengawasi saja," la menambahkan "
Ibumu tentu belum tahu kakakmu terluka, pergi kau
kepadanya untuk memberitahukannya sekalian kau minta,
untuk kali ini agar dia datang melihatnya,"
Yan Hee menduga ia hendak disuruh berlalu, setelah
bersangsi sebentar, ia mengangguk. "Baik, aku nanti coba,
katanya. Aku kuatir ibu tidak mau mengadakan kecualian..."
Lantas dia bertindak pergi.
Seperginya sang adik, Yan hong lantas melanjuti
keterangannya. Yan Loei telengas, kalau dia mau melakukan sesuatu, tak
kepalang, dia membinasakan semua orang yang bersangkutan
untuk menutup semua mulut. ia ingin orang tak ketahui
perbuatannya, supaya namanya tak tercemar. Kali ini ia tak
beruntung membersihkan diri,
000 Di kota raja ada seorang berpangkat Hoe-pouw siang sie,
namanya souw Ceng Kit, dia mempunyai sebuah mustika
logam asar see Hek. wilayah Barat, namanya Ngo sek Kim-ho,
emas panca warna. Logam itu dapat di-buat menjadi pedang mustika, yang
tajam luar biasa, dapat memutuskan rambut, dapat memecah
batu, dapat juga merusak tenaga dalam. Logam itu sangat
diingini kaum Rimba Persilatan-
Souw siangsie mempunyai seorang anak. Siang Hoei
namanya anak itu menjadi muridnya lm san le soe, orang
kosen dari perbatasan selama anaknya lagi belajar silat,
siangsie itu mau mengirim logamnya itu buat dijadikan
pedang, tetapi lm san ie soe menampik, katanya dia lagi
repot, nanti saja sesudah Siang Hoei tamat belajar dan turun
gunung. sekarang Souw siangsie mau pulang ke kampungnya,
ia mengundang enam belas guru silat sebagai pengantarnya.
Lao san sam Eng mendengar selentingan tentang logam
mustika itu, mereka ingin memilikinya, lantas mereka
menguntit, guna menanti ketika yang baik buat turun tangan.
Mereka tidak tahu logam itu telah dijanjikan kepada lm san
lesoe, kalau tidak. tidak nanti mereka berani memikir yang
tidak-tidak. Rombongan souw siangsie bakal lewat di Tok lok, di
baratnya, di sebuah tempat yang dinamakan perhentian-
Kenyang makan asem garam, Kee beng- ek. Tempat itu dipilih
sam Eng sebagai tempat bekerja, itulah tempat belukar dan
sepi di mana jarang ada orang berlalu- lintas, Tapi Kee beng
ek termasuk dalam wilayah pengaruh Yan Loei, maka itu sam
Eng pergi mengunjungi Yan Kee Po, guna memberitahukan
maksudnya. Yan Loei memberi perkenannya. Tapi dia licik, dia biasa
bekerja menggelap. Dia juga menghendaki Ngosek kim bo itu.
Mulanya dia belum tahu jelas dan mengira saja itulah
mustika, kalau baru emas dan perak Lao san sam Eng tidak
nanti ketarik hatinya dan mau menguntit dari tempat demikian
jauh. Dia lantas mengatur untuk bekerja.
Dia menugaskan Yan Hong dan delapan pembantu pilihan.
Malam itu yang Yan Hong bertemu Tiong Hoa di Cip Poo
Lauw, itulah saatnya dia mesti pergi ke Kee-beng-ek. Jamnya
adalah jam tiga. sementara itu pada jam dua, Yan Hong
menyuruh satu orangnya pergi menemui Souw siangsie,
dengan mengaku diri orang Koen-loen-pay, orang itu mesti
membeber rahasia bahwa Lao san sam Eng bersama dua
puluh lebih penjahat besar hendak melakukan pembegalan- la
mengusulkan Souw siang sie bekerja di dua jurusan, yaitu
diam-diam mengantar mustika pulang keTaytong, kampung
kelahirannya, di lain pihak mengatur daya guna meringkus
semua begal itu. Souw siangsie percaya keterangan itu, Empat pengantar
lantas diperintah berangkat lebih dulu membawa logam
mustika itu. sedang pemberi warta itu, yang mengaku
bernama Tio-tong, diminta berdiam bersamanya di tempat
mondok, katanya guna membantu lainnya.
Seberangkatnya rombongan empat pengantar itu, Yan
Hong serta enam pembantunya orang-orang pilihan itu lantas
menyusul. Di luar dugaan, Lao san sam Eng tiba di Kee-beng-ek pada
sebelum jam tiga yang menjadi batas tempo itu, mereka heran
melihat berlalunya dua rombongan orang. Lantas mereka
menduga, terus mereka menyusul.
Tio-tong tetiron menjaga diatas genting perhentian- Dia
melihat gerak gerik ketiga Elang itu, dia kaget, tapi segera dia
mendapat pikiran, maka dia minta belasan pengantar pergi
menyusul, dia sendiri berdiam terus untuk melindungi Souw
siangsie. Dengan akal ini ia ingin sendiri saja dia merdeka memaksa
Souw Siangsie menyerahkan Ngo-sek Kimbo. Dengan golok
terbunus, dia mengancam Souw siangsie. Di luar dugaannya,
dua busu kembali, kedua bu-su ini bercuriga, lekas-lekas
mereka balik. Tepat mereka memergoki Tio Tong, maka
mereka menyerang membinasakan orang palsu itu.
Keempat busu baru berjalan lima lie lebih, mereka
tercandak rombongannya Yan Hong, lantas mereka diserang
dan kena dibinasakan serta barang yang dilindunginya, yang
berharga, kena dirampas. Yan Hong girang sekali, ia merasa sangat puas dengan
kesudahan sepak terjangnya itu. Justeru ia lagi kegirangan,
datanglah bencana yang tak tersangka-sangka, itulah tibanya
Lao san sam eng, yang terus menyerbu, Kesudahannya
pertempuran ini hebat sekali.
Yan Hong terluka parah pundaknya dan enam kawannya
terbinasakan senjata rahasia yang beracun dari sam Eng. Yan
Hong sebera kabur, syukur dia ditolongi Lie Tiong Hoa.
Bu-su yang dipedayakan Tio-tong tiba di tempat kejadian
untuk menyaksikan saja mayat-mayat bergelimpangan logam
mustika tak nampak. mereka lantas lari pulang, untuk
menyampaikan kabar buruk itu.
Souw siangsie menjadi sangat gusar, ia terus mengadu
pada camat di Tok-Iok dan mendesaknya agar penjahatnya
ditangkap ia tidak tahu bahwa perbuatan itu perbuatannya
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yan Hong, dan ia menduga Tio-tong itu orang sebawahannya
Lao san sam Eng. Ketika Yan Hong dapat lari pulang, ia menuturkan segala
apa pada ayahnya. Yan Loei yang cerdik lantas memikir, tak
dapat tidak Lao san sam Eng mesti disingkirkan dan Lie Tiong
Hoa pun mesti dipancing ke rumah-nya, untuk dengan melihat
gelagat menyingkirkannya.
Lao san sam eng di lain pihak setelah dikalahkan Tiong
Hoa, menjadi semakin gusar dan panas hati. Mereka menduga
Yan Kee Po hitam makan hitam. Untuk melampiaskan
kemendongkolanny a, mereka lantas menyiarkan kabar angin
bahwa kejahatan itu perbuatan Yan Kee Po.
Dalam tempo dua jam, Yan Loei telah mendengar kabar
angin itu, Dia menjadi semakin gusar, Lantas dia mencari tahu
tempat kediamannya sam Eng, untuk bertindak
menyingkirkannya. Kedua pihak lantas main muslihat. sam Eng sengaja
membikin tempat mondoknya ketahuan, tapi mereka tidak
berdiam tetap di situ, mereka kabur ke arah siauw Ngo Tay
san- Yan Hong menyusul ke gunung itu. Baru ia sampai dimulut
gunung, ia sudah dihadapkan seorang tua berbaju kuning,
yang menunjuki roman gusar, ia tidak tahu takut ia juga tidak
kenal orang tua itu, ia lantas menyerang.
"Anak muda tidak tahu mampus" orang tua itu membentak.
"Kau cari mampusmu"
Lantas Yan Hong merasakan tolakan yang kuat luar biasa,
tubuhnya terus terlempar ke bawah jurang dalam beberapa
puluh tombak. hingga ia merasai tubuhnya seperti remuk,
terus ia tak sadarkan diri.
ooo "Syukur kaujatuh dirumput," kata Yan Loei kaget,
mendengar keterangan anaknya itu, jikalau tidak. tentulah
jiwamu sudah hilang, Kau didapatkan oleh orang kampung
yang mengenalmu, maka kau diantar pulang.
"Siapakah orang tua berbaju kuning itu?" Yan Loei tanya
Hauw Boen Thong, yang ia awasi.
"Hauw Loosoe banyak penglihatannya dan luas
pendengarannya, mungkin loo-su ketahui.....
Hauw Boen Thong berpikir, lantas matanya bersinar. "Ah,
jangan- jangan dia siluman tua.." katanya terkejut.
Belum berhenti suaranya itu maka dari atas genting
terdengar suara tertawa nyaring serta kata-kata ini. "Bagus
kamu ketahui si siluman tua"
Yan Loei dan Boen Thong kaget, hampir berbareng mereka
bertempat keluar dari jendela.
ooooo BAB 6 CIE-LI0NG-KIAM Pek Kie Hong juga turut menyusul, Maka
ketiganya dengan cepat terus lompat naik ke atas rumah.
Mereka melihat orang yang tertawa dan berkata-kata itu,
Dialah seorang tua dengan baju kuning. Dia agaknya tidak
menghiraukan ketiga orang ini, dia tertawa hanya berdiri
membaliki belakang. Yan Loei dan Hauw Boen Thong tefkejut, Merekalah orangorang
yang telah banyak makan asam-garam. Tidak demikian
dengan Pek Kie Hong. Anak muda itu maju terus, sambil
membentak dia menyerang, mengarah jalan darah bun-hu di
punggung orang tua itu. sekonyong-konyong si orang tua tertawa nyaring, tubuhnya
terus berputar, tangan bajunya yang panjang berbareng
menyampok. Kie Hong kaget tidak terkira. Mendadak ada serangan angin
hebat ke arah mukanya. Kontan dia susah bernapas, karena dadanya menjadi sesak
dalam sedetik. Tapi dia masih ingat untuk mengundurkan diri,
dia lantas berlompat. Tapi sudah kasip. si orang tua mendahului lompat maju,
menyamber tangannya, Hanya sekejap. dia merasakan sakit
dan tenaganya lenyap. pedangnya terlepas dari tangannya.
Si orang tua rupanya tidak memikir mengambil jiwa orang,
habis menyamber, ia melepaskan cekalannya, justru itu Yan
Loei dan Hauw Boen Thong menyerang dengan berbareng,
Mereka ini mau menolongi pemuda she Pek itu.
Si orang tua tidak mau melayani, dia menggeraki
pedangnya sambil tubuhnya mencelat bagaikan terbang
cepatnya, dia berlompat ke dalam rimba, untuk segera
menghilang... Ketika itu pun datang menyusul banyak orang Yan Kee Po
akan tetapi mereka tidak dapat berbuat apa apa. Mereka
menyerang dengan senjata rahasia tanpa hasil. Pek Kie Hong
berdiri menjublak. la gusar dan berduka karena lenyapnya
pedangnya. Justeru itu mendadak Hauw Boen Thong berteriak matanya
bersinar kaget, mukanya menjadi biru dan pucat.
Semua orang kaget, semuanya menofeh. Mereka lantas
menjadi lebih kaget lagi.
Orang she Hauw itu terpapas ujung bajunya, hingga
terlihat tulang lengannya yang kurus, la baru ketahui itu ketika
sang angin menyamber padanya dan lengannya itu terasa
dingin, tempo ia melihatnya, ia memperdengarkan teriakannya
itu. Itulah hasil pedang Kie Hong yang dirampas si orang tua.
syukur dia tidak telengas, kalau tidak. mungkin dia dapat
menguntungkan lengannya Im Cioe Jiauw Hoen- Tapi ini juga
sudah cukup untuk membikin ciut hati orang, ia hanya
menjadi sangat mendongkol dan menyerah ialah seorang
Kang ouw kenamaan tetapi sekarang ia telah dibikin menjadi
tidak berdaya... Yan Loei juga gusar dan masgul sekali, ia malu, Bukankah
ia telah dirobohkan bahkan di sarangnya sendiri" ia mengerti,
itulah alamat bencana untuk Yan Kee Po yang kesohor kuat.
"Yan Peehoe, siapakah itu setan tua berbaju kuning?"
kemudian Pek Kie Hong tanya Yan Loei, Dia menjadi lesu
sekali. Yan Loei belum menjawab atau Boen Thong telah
mendahuluinya. Dengan sengit orang sh e Boen ini kata:
"Bocah, kau tahu dia siapa" Dialah siluman tua Thian Yoe
yang dulu hari telah menjadi pecundangnya Hok In siang-jin--
Hm-- Hm. Kau lihat, segera bakal datang pertunjukan
berikutnya yang menarik hati."
Dari suaranya nyata Boen Thong sangat tidak puas dan
ingin menuntut balas. Kie Hong kaget hingga ia merasa matanya kabur. ia lantas
mendapat perasaan bahwa pedangnya itu tak bakal kembali
kepadanya, ia masih muda tetapi pendengarannya sudah
banyak maka ia tahu siapa Thian Yoe Sioe, satu jago dari
hampir enam puluh tahun yang lampau, sedang pada tiga
puluh tiga tahun yang lalu, pernah dia dikeroyok ketua-ketua
Boe Tong Pay, Khong Tong pay dan Siauw Lim Pay, selama
dua hari satu malam, mereka itu masih tak dapat menang di
atas angin- pertempuran satu melawan tiga itu terjadi di
depan air tumpah di gunung Louw yan.
Syukur Thian Yoe sloe -- meski dia jumawa dapat berlaku
sabar, hingga dia puas dengan satu kesudahan seri, tak ada
yang menang dan tidak ada yang kalah, sama-sama tangguh.
Hanya karena dia dikepung bertiga, dia toh mendapat
nama, dengan sendirinya namanya jadi terkenal sekali dan
dimalui. ooo Thian Yoe sioe berasal seorang anak yatim piatu, Dia she
Kie. Karena sebatang- kara dan hidupnya melarat dan
bersengsara, dia sering dihina orang, syukur kemudian dia
bertemu seorang berilmu dan dipelihara dan serta di didik
sempurna hingga dia memperoleh kepandaian silat yang luar
biasa. penderitaannya berpikiran tak seperti banyak orang.
Dia bertabiat keras. Dia bertindak menurut apa yang dia
sendiri rasa baik, Karena itu, dia tak disukai baik kaum sesat
maupun kaum lurus, Maka tetap dia suka hidup menyendiri,
tetap dia membawa tabiatnya itu. Kurban- kurbannya, kedua
kaum lurus dan sesat, tak kurang dari seratus jiwa.
Barbareng sama Thian Yoe sioe maka di puncak tertinggi
gunung Koen Loen san Barat ada hidup seorang gagah yang
dipanggil Hok In siangjin, yang pun dikenal sebagai Boe Lim it
seng. Nabi tunggal kaum Rimba Persilatan- Tak tenang
hatinya orang kosen ini melihat sepak terbangnya Thian Yoe
sioe itu, Maka ia mengundang Thian Yoe sioe datang ke
gunungnya untuk berunding.
Thian Yoe sioe menerima baik undangan itu dan datang ke
Koen Loen san Barat, Ketika dia tiba- d i kaki gunung, ada
orang yang melihatnya, maka habis itu, timbullah omongan
diluaran bahwa dia sudah menempur Hok In-siangjin-
Hok In siangjin seorang pendeta berilmu dan sabar maka
itu begitu bertemu Thian Yoe sioe, ia berlaku sabar sekali, ia
ingin Thian-Yoe sioe merubah adatnya, sikapnya ini membikin
Thian Yoe sioe dari panas hati menjadi tenang. ia pun
menuturkan riwayat hidupnya nyata semasa kecilnya, ia lebih
menderita daripada Thian Yoe sioe.
Sebagai seorang cerdik, ia tidak omong perihal ilmu silat, ia
tidak menimbulkan hal sepak terjangnya Thian Yoe sioe.
Thian Yoe sioe tidak bertanding, sebaliknya dia insaf
keluhuran budi Hok in siang-jin- Kata-katanya pendeta itu
menyadarkan padanya. Kata Hok In siangjin: "Manusia itu kebanyakan merasa
dirinya yang benar, karenanya dia suka menegur kesalahan
lain orang, Mata manusia seperti kaca rasa, cuma bisa melihat
kesalahan lain orang, tak dapat melihat cacad sendiri, Manusia
itu mana bisa tak melakukan kekeliruan" Karena itu. baiklah
orang saling mengerti, jangan sampai menjadi mencelakai diri
sendiri Manusia itu, karena masing-masing pengalamannya,
menjadi beda satu dari lain, toh pokoknya tetap satu, tak ada
perbedaan jahat dan baik, yang harus diutamakan yalah
kesadaran, lalu memeriksa diri sendiri agar tidak sampai
berbuat keliru." Satu hari satu malam mereka memasang omong, hati Thian
Yoe sioe jadi tertarik. Kemudian Thian Yoe sioe menimbulkan ilmu silat, Dia
merasa bangga pada dirinya, ilmu silat itu dalam seperti
lautan." kata Hok In siang-jin bersenyum. "Ilmu silat tidak ada
batasnya, Tidak demikian adalah usia manusia, yang telah
ditetapkan dengan batas waktu seratus tahun- oleh karena itu
loolap tidak suka bicara tentang ilmu silat atau bentrok bicara
karenanya, ilmu silat dapat mengacaukan pikiran dan
membuatnya orang suka berebutan-"
Thian-Yoe sioe tahu Hok In siangjin sabar dan suka
mengalah, tetapi dia penasaran, dia minta mereka berdua
mencoba-coba..Hok In kena terdesak. la menjanjikan
pertandingan hanya seratus jurus, bahwa ia- cuma akan
membela diri, tidak akan menyerang, sementara
gelanggangnya cuma luas lima kaki seputarnya. Katanya,
siapa yang keluar dan gelanggang, dia kalah.
Thian Yoe-sioe percaya kelihaiannya, dia terima baik syarat
itu. Dia tidak percaya dalam seratus jurus orang tak akan
lompat keluar gelanggang. Maka itu, begitu mulai, dia lantas
keluarkan kepandaiannya. Dia ingin memaksa pendeta itu
keluar dari gelanggang. Tapi Hok in siangjin liehay sekali, Walaupun dia terus
diserang dan setiap penyerangan berbahaya, dia selalu dapat
menghindarkan diri, dia bermata jeli dan bertubuh ringan dan
gesit, Dia bergerak lincah bagaikan bayangan.
Thian Yoe sioe penasaran, ia mengubah cara
penyerangannya, tetapi tetap ia tidak memperoleh hasil,
Ketika sampai di jurus ke seratus, Hok in siangjin mengalah.
Dia bukan keluar dari gelanggang hanya menginjak batasnya.
Dengan begitu pertandingan itu berkesudahan seri.
Thian Yoe sioe menginsafi liehaynya pendeta yang sangat
sabar itu. Ketika Thian Yoe soei pamitan, Hok in siangjin mencekal
tangannya jago itu dan kata dengan roman berduka. "Kita
berdua sudah sama-sama berusia lanjut. Manusia itu dapat
hidup berapa lama" Hari dan bulan lewatnya dapat dihitung
denganjari tangan, di dalam dunia ada berapa orangkah yang
memperoleh kesadaran" Maka daripada itu sang Budha
mengatakan, "Dia mengutamakan membantu orang
menyadarkan diri, Kita sekarang bakal berpisahan, entah
kapan kita dapat bertemu pula, dari itu, mengingat KieTayhiap
adalah seorang dengan muka dingin dan hati panas, suka
loolap. menasehati agartayhiap ingat kepada kebijaksanaan
Thian dan di mana bisa, sukalah memberi ampun kepada
orang" Thian Yoe sioe menginsafi nasehat itu, maka setelah turun
gunung, banyak dia merubah sepak terjangnya, justeru karena
dia merubah kelakuan, dalam Rimba Persilatan muncul cerita
dia telah ditakluki Hok In siang-jin, bahwa dia telah mendapat
luka di dalam hingga tak lagi dia dapat berkelahi. Bahkan
paling gila, ada yang menyiarkan berita bahwa ia menyaksikan
sendiri pertempuran di antara Hok In siang-jin dan Thian Yoe
sioe serta bagaimana dia dikalahkannya.
Thian Yoe sioe mendapat dengar semua omongan itu, dia
tidak menjadi gusar, sebaliknya dia menyambutnya sambil
bersenyum. Di lain pihak. dia bertabiat keras, Dia tahu betul ilmu
silatnya masih kurang, dia mencoba belajar terus, maka dia
lantas menciptakan suatu ilmu silat baru, yang dia beri nama
"Kie Yauw seng Hoei sip sam sie." atau tiga belas jurus
"Bintang Terbang." ia membuat bukunya, ia membikin
gambarnya, Tiga tahun waktu yang ia pakai untuk
menciptakan ilmu silatnya itu itulah ilmu silat guna melawan
Hok In siangjin- ilmu silat siapa ia perhatikan selama
pertarungannya itu. Setelah itu, ia memikir mencari murid guna mewariskan
kepandaiannya, supaya si-muridlah yang nanti pergi cari murid
Koen Loen Pay untuk mencoba ilmunya itu.
Selama tiga puluh tahun Thian Yoe sioe masih tidak
mendapatkan murid yang ia cari itu, ia ingin mendapatkan
murid yang berbakat dan hatinya lurus.
Selama itu ia terus merantau, Pada satu waktu di propinsi
Kwie tay, di gunung tay-beng-san, ia bertemu dengan Tay
Beng sam shia, si tiga sesat dari gunung Tay Beng sin itu ia
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dihina, katanya ialah pecundangnya Hok Io sangjin. la di
katakan tidak tabu malu, sudah kalah, bukan mencari balas,
hanya hidup terus tanpa berdaya, ia tidakpuas, ia menantang
Tay Beng sam shia, maka bertempurlah mereka satu lawan
tiga. Tay Beng sam shia benar benar liehay, Mereka seri.
Kesudahannya Thian Yoe sioe menjanjikan pertempuran tiga
tahun kemudian- Lebih dulu daripada itu, ia tertawakan tiga
lawannya, yang dikatakan tak tahu diri dan buktinya mereka
tak dapat mengalahkannya, Maka ia tanya. "Kenapa kamu
tidak mau menantang buat lagi tiga tahun-"
Demikian pertandingan mereka dilakukan setiap tiga tahun,
saban-saban tempatnya dirubah, sampai paling belakang
mereka bertanding di siauw ngotay-san- Kali ini Thian Yoe sioe
menjadi sebal. Mengingat Tay Beng sam shia bangsa busuk
dan jahat. ia lantas menggunai racun ularnya.
Tay Beng sam shia tak tahu akal orang, mereka kena
diracuni tempo mereka sadar, mereka lantas menyerang hebat
pada musuhnya yang dikatakan curang itu sayang mereka
mati lebih dulu, Kemudian Thian Yoe sioe roboh sendirinya,
sampai ia ditolongi Lie Tiong Hoa.
Ia melihat anak muda itu berbakat baik, tempo ia dapat
kenyataan orang jujur, suka ia menolongi, bahkan di samping
memberi obat, ia menghadiahkan juga kitab silatnya itu.
Baru berlalu beberapa puluh tindak. Thiao Yoe sioe
mendapat satu pikiran, Dia kata
dalam batinya: "Aku sudah tua, tak dapat aku bawa
kepandaianku ke dalam liang kubur, Kitabku sulit dimengerti,
tanpa penjelasanku, sukar untuk dipelajari. Mungkin dia
membutuhkan tempo sepuluh tahun. Kenapa selagi aku masih
hidup ini, aku tidak. mau pakai tempo satu atau dua tahun
guna mendidik dia?" Maka itu, ia lantas kembali, ia terus menguntit Tiong Hoa.
segera ia melihat pemuda itu mahir ilmu ilmu ringan
tubuhnya, hingga ia heran-
Di Cip Poo Lauw Thian Yoe sioe melihat Tiong Hoa
berkenalan dengan Yan Hong. ia mau menduga, kecuali dia
hijau, Tiong Hoa mesti mengandung sesuatu maksud. ia kuatir
pemuda ini sembarang menurunkan kepandaiannya itu, maka
ia menguntit terus. Di sungai siang Kian Hoo, ia melihat
kepandaiannya si anak muda, ia menjadi kagum- maka ia mau
menyelidiki terus. Kemudian, ketika Thian Yoe sioe kembali ke siauw Ngo-taysan,
di mulut gunung ia bertemu dengan Yan Hong, puteranya
Yan Loei ini terkebur, dia tidak tahu si orang tua orang macam
apa, dia lantas menyerang. Thian Yoe sioe paling tidak suka
orang bermulut besar, maka itu, ia menolak hingga anak
muda itu jatuh kejurang, Habis itu muncullah Lao san sem Eng secara tiba-tiba,
Mereka itu kenal jago tua ini, mereka menemui dengan sangat
hormat, bahkan mereka menerangkan bahwa Yan Kee Po
biasa "hitam makan hitam, jahatnya bukan buatan." Thian Yoe
sioe menjadi gusar. Ia menjanjikan akan mencari keterangan
dulu, sesudah itu suka ia membantu sam Eng.
Besoknya Thian Yoe sioe pergi ke Yan Kee Po, Tidak
berhasil ia menguntit Lie Tiong Hoa. ia tidak tahu pemuda itu
telah diakali Pek Kie Hong dan telah dijebak dalam perangkap.
Tempo ia sampai dikamarnya Yan Hong. tepat ia mendengar
Hauw Boen Thong mengatakan ialah si "siluman tua." "maka
ia tertawa berkakak. Di waktu bertempur dengan Pek Kie Hong, Thian Yoe sioe
heran mendapatkan ada orang berlompat pesat melintasi
rimba, maka ia mau menyusul, untuk melihat siapa orang dari
itu, ia lantas merampas pedangnya Kie Hong. Tentu sekali Kie
Hong sakit hatinya karena pedangnya itu pedang pusaka tiga
turunannya. Di lain pihak, dia telah sangat tergila-gila pada
Yan Hee. Maka itu, setelah melengak. dia bukan lompat turun,
dia justeru lari kearah Coei Tek Hian-
BeIum jauh dia lari, Kie Hong dibikin heran oleh satu orang
yang tiba-tiba muncul dari belakang sebuah batu besar, orang
itu memakai kedok dan gerakannya sangat enteng dan gesit,
Gerakan itu juga yang dinamakan Tay-in-Iiong pat sie atau
Naga dalam mega, ia heran orang bernyali begitu besar berani
muncul di siang hari di dalam rimba itu yang merupakan
gedung naga atau guha harimau, ia menguntit terus.
Orang bertopeng itu pergi ke Teng le Hian dimana dia
turun dibawah payon, Mendadak di situ dia menghilang.
Pek Kie Hong heran, hingga ia mau menyangka Lie Cie
Tiong dapat keluar dari liang jebakan, tetapi ia tahu pasti, tak
nanti orang lolos dari perangkap itu dimana telah roboh
banyak kurban jiwa, Karena ini, ia lantas menyusul.
Segera ia menjadi kaget. ia melihat runtuhnya belasan
penjaga rahasia dan si orang bertopeng tak nampak. Diwaktu
ia memeriksa, ternyata semua penjaga itu roboh karena
totokan pada jalan darah. ia lantas menotok mereka itu, untuk
menyadarkan, guna menanyakan keterangannya.
Jawaban mereka serupa saja. Mendadak mereka merasa
angin dingin bersiur, lantas mereka tak ingat apa-apa lagi,
Mereka tidak melihat sekalipun bayangan penyerang itu.
" Hebat," pikir Kie Hong, yang menyedot hawa dingin. ia
lantas merasa bahwa bencana besar lagi mengancam. Karena
ini, hatinya menjadi tidak tenang. ia sebenarnya cerdas tapi
hilangnya pedangnya dan kecantikan Yan Hee membuatnya
berotak butek. Tengah Kie Hong berdiri menjublak itu, ia merasakan
sampokan angin dari arah belakangnya, ia kager, ia lantas
mendak. seraya memutar tubuh, ia menyerang, ia menduga
pada orang jahat yang membokongnya. Ketika ia menoleh, ia
kaget hingga ia berseru tertahan ia pun mundur dengar
terhuyung, serangannya ditarik pulang. Di depannya berdiri
Yan Hee dengan romannya yang dingin, matanya menatap
tajam. "Adik Hee ..." katanya jengah.
"Aku kira siapa berani sembarang turun tangan di sini,
kiranya kau, kakak Pek" kata si nona. "Pantas, pantas !"
"Jangan salah mengerti, adik Hoe." kata Kie Hong gugup,
"Biarnya kakakmu bernyali besar, tidak nanti dia berani
menyerang kau. Inilab sebab..."
sinona mengulapkan tangan mencegah orang bicara terus,
tapi tiba-tiba ia bersenyum untuk menanya: " Kakak Pek,
kenapa kau tidak berani turun tangan atas diriku?"
Hati Kie Hong berdebaran, Hebat senyuman manis itu,
"Adik Hee, apakah kau masih belum ketahui hati kakakmu
ini" "ia tanya, "oleh karena kau, aku menjadi tak dapat dahar.
Aku bersedia mengorbankan jiwa untuk cintaku. Mustahil kau
masih belum tahu?" Muka si nona menjadi merah. ia lantas menoleh kepada
orang-orangnya, yang barusan ditolongi Kie Hong, Mereka itu
mengerti, mereka memberi hormat, lantas mereka
mengundurkan diri. Seberlalunya mereka, Yan Hee melirik Kie Hong.
"Benarkah katamu barusan?" ia tanya perlahan. "Aku
melihat kau menganjurkan ayah dan kakakku berbuat jahat,
perbuatan kau itu busuk sekali, aku menjadi takut datang
dekat padamu." Selagi berkata begitu nona Yan mempermainkan matanya
dan senyumannya yang dapat menyopotkan jantung .
"Aku sumpah, adik Hee." kata si anak muda cepat, "Oh
adikku, kau bikin aku penasaran- Setiap tahun dua kali datang
ke mari, maksudku tidak lain untuk aku dapat bergaul erat
dengan kau sayang sampai begitu jauh, sikapmu dingin
terhadapku. Sudah begitu, sekarang kau mengatakan hatiku
busuk, inilah hebat."
Sebagai orang licik, Kie Hong lantas bersandiwara,
memperiihatkan roman menyesal dan
lesu. Yan Hee tertawa nyaring. "Aku tidak sangka kau pandai bicara, kakak Pek" katanya,
Mendadak dia kata pula, dengan sikap dingin dan suara kaku:
"Setanlah yang mau percaya kau selama dua hari ini kau
kasak-kusuk saja dengan kakak Hong, lakumu sebagai laku
setan Lihat, sekarang orang melakukan hebat sekali kepada
kakak Hong. Bukankah itu bukti kau telah bersekongkol
dengannya?" Mukanya Kie Hong menjadi pucat, "Itulah urusan kakakmu
sendiri, denganku tak ada sangkut pautnya," ia kata keras,
untuk menyangkal " itulah disebabkan suatu mustika dalam
Rimba Persilatan- Barang itu, andaikata saudara Hong tidak
menghendakinya, lain orang pasti akan menurunkan
tangannya" Yan Hee agaknya bersangsi.
"Sebenarnya apakah itu, ia tanya: " Kenapa benda itu
demikian berharga?" Kie Hong menyeringai "Itulah sepotong logam Ngo sik kim-bo." sahutnya, " itulah
barang mustika dari see Hek. Meski saudara Yan telah hasil
mendapatkan itu, akibatnya akan hebat, Banyak orang Kangouw
yang lihai mengincar itu, Maka aku percaya, Yan Kee Po
bakal menghadapi hujan hebat dan badai, hingga orang sukar
tidur dengan tenang. oleh karena itu, pedang turunanku juga
telah turut hilang."
Selagi mengucapkan yang terakhir ini, Kie Hong nampak
sangat mendongkol. Yan Hee kurang pergaulan, tak tahu ia Ngo-sek Kim bo itu
benda apa, tetapi karena ayah dan kakaknya sangat
menghendakinya, ia percaya itu benar mustika berharga.
sekarang ia mendengar Kie Hong kehilangan pedang, ia
mengawasi anak muda itu. Benar saja pedang orang tak ada
di punggungnya. "Ah, tidakkah ini jadi berarti si pengemis kehilangan
Ularnya?" ia kata sambil tertawa geli. Habis itu mendadak ia
lompat untuk pergi menghilang,
"Adik Hee." Kie Hong berseru sambil menyusul, Untuk
sejenak ia kaget, lantas dia sadar pula.
Yan Hee berlari-lari terus di dalam rimba, berlegat-legot
seperti ular tidak mau berhenti.
Kie Hong habis akal, ia berhenti berlari Tidak berani ia turut
masuk. "Adik Hee Adik Hee" ia memanggil berulang-ulang. Tidak
ada jawaban kecuali daun bambu bergoyang-goyang
Percuma Kie Hong memanggil manggil, Yan Hee tetap tidak
kembali atau menyahuti, ia menyesal sekali sebenarnya ia
mau menasehati dan mengajak si nona turut ia meninggalkan
Yan Kee Po. untuk pulang ke Tong Teng ouw, Tentang
pedangnya ia memikir untuk mencarinya ganti, dibelakang
hari. Tengah ia berduka itu, dari dalam rimba muncul dua orang
nona dengan baju hijau. satu di antaranya, yang mukanya
potongan telur angsa, yang romannya manis sekali dengan
alis bangun berdiri, lantas membentak:
"Mau apa kau bikin berisik di sini" Apakah kau tidak mau
lekas pergi" jikalau kau membikin kaget nyonya majikan, itu
artinya jalan mati untukmu."
Kie Hong menjadi nmendongkol, ia memang lagi berduka
dan penasaran. Alisnya lantas terbangun, maka dua kali dia
tertawa dingin. "Leng Bwe,j angan kau menjadi anjing yang mengandal
pengaruh orang." dia kata sengit, "Tuan muda kau toh tidak
menginjak sebelah kaki juga pada rimba mu ini. Taruh- kata
nyonya majikanmu keluar, aku tidak takut, apalagi nyonya
majikanmu itu bukannya orang yang tidak mengerti aturan,
Hm. jikalau aku tidak memandang nona Hee, hari ini
sedikitnya aku mesti patahkan dua tulang rusukmu."
Leng Bwee, si budak. tidak gusar, tetapi dia berkata dingin.
"Aku kira kau tak dapat-sering nonaku mengatakan bahwa Pek
Kie Hong ceecu muda dari benteng darat dan air dari Tong
Teng ouw itu adalah orang yang di luarnya seperti emas dan
kemala tetapi didalamnya busuk dan bahwa didalam dadanya
dia tidak mempunya i pelajaran sedikit juga, dia cuma pandai
omong besar menggertak orang sekarang aku melihat lagak
kau ini, nyatalah benar kata kata nonaku itu siauw cecu,
jikalau kau dapat mengalahkan Leng Bwee dalam sepuluh
jurus, nanti aku minta nonaku datang menemui kau Kau
setujukah?" Hebat hinaan ini, terutama untuk Pek Kie Hong, orang yang
di pelbagai propinsi tenggara. titahnya dihormati seperti
gunung roboh, sebaliknya sekarang di Yan Kee Po, ia
dipermainkan seorang budak perempuan yang tak ada
namanya, mana dapat dia menahan sabar" Akan tetapi,
malang, masih ada orang yang ia harapkan dan yang ia
jerikan. "Kabarnya nyonya dari Yan Kee Po, Cian cioe Kwan im
Siauw Goat Hian, seorang ahli silat bagian dalam yang liehay
sekali, terutama ilmu pedang dan senjata rahasianya yang
kesohor di selatan dan Utara sungai Besar, maka itu, apakah
kedua budak ini telah menerima warisan majikannya" Kalau
aku lawan dia, menang atau kalah, jelek dua-duanya buat
aku, bahkan itu pun dapat membikin adik Hee mendapat
kesan buruk terhadapku..."
Dasar cerdik, biarnya dia sangat gusar. Kie Hong dapat
menguasai dirinya. "Encie Leng Bwee, aku harap kau maafkan aku buat katakataku
barusan." dia berkata bersenyum. "Aku mempunyai
berapa nyali maka aku berani main gila di Coet Tek Hian ini"
Aku minta, encie, tolong kau undang keluar nonamu, Budimu
ini aku nanti ingat baik-baik, nanti aku balas."
Anak muda ini tidak cuma bicara hormat dan manis itu,
bahkan dia menjura dalam. Leng Bwee menyingkir ke
samping, tetap ia bersikap dingin.
"Tidak berani aku terima hormatmu ini" katanya, "AkuIah
seorang budak perempuan, mana dapat aku menerima
hormatnya seorang cecu muda.."
Melihat dan mendengar semua itu. budak yang satunya,
yang sedari tadi diam saja tertawa sambil menutupi mulutnya.
"Encie Leng Bwee," ia berkata, sekarang aku melihat, maka
benarlah apa yang dikatakan nona Hee kita. Tadinya aku, si
Cioe Kiok. tidak percaya sama sekali, sekarang aku percaya
betul, Nona memang bilang, orang ini tidak dapat keras, dia
dapat lunak. dia tidak mempunyai semangat sedikit juga,
sekarang ternyata tulang-tulangnya benar lemas."
Habis berkata begitu, ia tertawa pula tak hentinya.
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Habis sabarnya Kie Hong, sambil berteriak dia menyerang
budak itu, tangan kanannya meluncur ke dada kanan orang.
Merah mukanya Cioe Kiok karena orang demikian ceriwis, ia
mencelat kesamping, sebelah tangannya meny amber, dua buahjerijinya mencari
sikut kanan penyerangnya itu. itulah pukulan yang dinamakan
Burung walet menggaris pasir yang lihai.
Kie Hong mengenal baik pukulan itu, maka ia berkelit
dengan cepat, tangannya diputar, Akan tetapi ia masih kurang
sebat, sikutnya kena juga kebentur sedikit, hingga ia
merasakan sakit dan panas yang sangat. saking kaget, ia
berlompat mundur dua tindak. ia belum menancap kakinya, si
nona sudah menyusul, sekarang dia menyerang dengan kedua
tangannya dengan tipu silat Liong beng it-sie atau sang Naga
mengarah kedua jalan darah Kie-boen di kedua rusuk.
Cioe Kiok sangat membenci maka dia berlaku bengis sekali.
Kie Hong kaget dan berkuatiran, ia membuka kedua
tangannya, untuk menangkis, sambil ia mencelat. Karena ia
pun gusar, ketika ia turun, ia membalas menyerang dengan
tenaganya dikerahkan seluruhnya, ia mengguna i pukulan
simpanan dari Tong-teng ouw yang diberi nama Cek Lian
ciang hoat atau Rantai Merah.
Cioe- kiok terkejut, Belum sampai ia kena terhajar ia sudah
merasakan hawa panas dari tangan lawan yang liehay itu,
hingga ia menjadi bingung.
Leng Bwee melihat saudaranya terancam, sambil
membentak. la menyerang, serangannya itu pun saling susul.
Hingga nampak tujuh rupa benda seperti bintang hitam
menyamber-nyamber ke arah sasarannya.
Kie Hong terkejut ia mendengar suara sar ser serta angin
menghembus, memang j eri untuk senjata rahasia mutiara
muni dari Cian cioe Kean im. Maka itu batal menyerang terus
pada cioe Kiok, lekas-lekas ia berkelit sambil berlompat tinggi
tiga kaki. Titisan Dewi Kwan Im 2 Pendekar Naga Putih 50 Sang Penghancur Ksatria Negeri Salju 1
Pelayan itu kaget dan gelagapan, terus ia memegangi
sebelah pipinya, yang merah dan panas dan bengap. Di situ
pun berpetalah bayangan lima jeriji tangan.
Tiong Hoa gusar dia mengasi hadiah tempilingan, habis itu
dengan roman bengis ia keluarkan sepotong uang perak
seharga sepuluh tahil, yang ia gabruki keras di atas meja, dia
pun kata: "Apakah kau belum pernah lihat uang" Ambillah ini"
Pelayan-itu melongo, pipinya terus di-bekapi.
Uang perak itu telah melesak ke dalam meja, itulah yang
menambah herannya si-pelayan, kemudian hal itu juga
menarik perhatian para tetamu.
Siapa tidak mahir tenaga dalamnya tak nanti dapat berbuat
demikian, Akhirnya seorang tetamu umur lebih kurang tiga
puluh tahun, yang romannya cerdik, menghampirkan Tiong
Hoa. "Saudara, jangan layani segala manusia rendah" ia kata
tertawa, Kemudian ia menoleh kepada si pelayan, untuk
membentak "Anjing. Bukannya lekas pergi menyiapkan barang
santapan" "Baik tuan." kata pelayan itu yang cepat mengundurkan
dia, dia memang lagi serba salah.
Tiong Hoa tersenyum. "Aku bukan melayani dia." katanya, "Aku hanya sebal untuk
mata anjingnya silahkan duduk, saudara" ia mengundang.
Tanpa sungkan orang itu mengambil tempat duduk.
tangannya dilonjorkan ke kolong meja, dipakai menekan
bagian yang atasnya ada uang melesak itu, lalu terlihat
uangnya mumbul sendirinya perlahan-lahan, terus meletik,
maka dia meny amber dengan tangan kirinya untuk diletaki
didepan si anak muda. Jangan tertawakan aku." katanya tertawa. " Kebiasaanku
ini tak dapat disamakan dengan kepandaian kau saudara."
Tiong Hoa mengawasi ia kagum untuk tetamu itu. ia sendiri
barusan berbuat tidak sengaja, ia tidak menyangka uangnya
dapat melesat ke kayu meja.
"Saudara terlalu merendah" ia kata tertawa.
Segera juga keduanya berkenalan, orang itu bernama Yan
Hong,Tiong Hoa memakai nama Lie Cie Tiong.
Diam-diam Yan Hong heran untuk ini kenalan baru,
Agaknya orang adalah orang Kang ouw yang masih hijau
sekali. orang mirip kepada seorang mahasiswa, gerak geriknya
lembut, kata-katanya halus. Tak miripnya dia dengan seorang
ahli silat. Barang hidangan lezat, walaupun dia putera orang
berharta, di gedungnya sendiri belum pernah Tiong Hoa
menyicipi santapan serupa itu, ia pun sedang laparnya, maka
ia bersantap dengan lahapnya.
Setelah cukup makan dan minum, Tiong Hoa ingin
mengundurkan diri, justeru itu di tangga lauwteng terlihat
munculnya seorang nona dengan baju merah tua, romannya
cantik, mulutnya tersungging senyuman. Langsung nona itu
menghampirkan meja mereka berdua
Jilid 3 : Sarang penjahat, Benteng Yan-kee-poo
Mata Tiong Hoa bercahaya, ia mendapat kenyataan orang
elok tak kalah dengan Cek In Nio. Tanpa merasa, ia
mengawasi nona itu. "Toako, ayah mencari kau." berkata si nona setelah dia
mendekati Yan Hong. "Aku tahu kau tentu mencuri minum di
sini. Lekaslah, nanti ayah gusar."
"Aku tahu." berkata anak muda yeng dipanggil kakak itu.
"Temponya masih belum tiba, Adikku, mari aku ajar kau kenal
dengan saudara Lie ini..."
Nona itu mengerutkan alis melihat roman dan pakaiannya
si anak muda demikian kotor, Pikirnya. "Kapannya toako
bersahabat dengan orang jorok ini" Dan dia memperkenalkan
aku. sungguh menyebalkan"
Toh ia mengangguk. secara acuh tak acuh, habis mana ia
memutar tubuhnya, buat pergi pula.
"Adikku ini biasa terlalu dimanjakan ibuku." kata Yan Hong
tertawa pada sahabatnya. "Dia tidak mengerti aturan pergaulan, Aku minta sukalah
saudara Lie maafkan dia."
Lie Tiong Hoa bersenyum, Dia berbangkit
"Jikalau kau ada urusan, saudara Yan, silahkan-" katanya,
"Aku pun mau pergi ke rumah penginapan, untuk mandi dan
salin pakaian, jikalau ada jodohnya harap lain kali kita
bertemu pula." Yan Hong berbangkit. "Adikku itu biasa mengucapkan kata-kata sembarangan
saja." "ia bilang, tetapi sebenarnya hatinya tidak memikian,
saudara Lie, baik aku turut kau kerumah penginapan, supaya
sekalian aku mengetahui kau menumpang di mana agar besok
dapat aku mengunjungi kau."
Tiong Hoa tidak dapat menampik, maka bersama-sama
mereka turun dari Cip Poo Lauw, untuk pergi ke sebuah
losmen didepan rumah makan itu.
Begitu masuk kedalam losmen- Tiong Hoa menyuruh
pelayan membelikan ia seperangkat pakaian yang cocok
dengan potongan tubuhnya, ia sendiri pergi ke kamar mandi
untuk membersihkan tubuh dan membereskan rambutnya.
Yan Hong melihat masih ada tempo untuknya, ia tidak mau
pergi, ia menunggu. Cie Tiong membiarkan sahabat itu menantikan sampai
sebentar kemudian ia muncul sesudah mandi dan dandan.
Hampir Yan Hong tak mempercayai matanya, yang terus dia
pentang lebar, untuk dipakai menatap. sesudah mandi dan
dandan, ia mendapatkan sahabat she Lie itu seperti salin rupa,
orang tampan sekali. "Ah, tak ku sangka kau begini tampan, saudara Lie"
katanya kagum. " Hampir aku tidak
mengenali kau" ia lantas melongok ke luar jendela, untuk
melihat sinar rembulan terus ia menambahkan. "saudara tentu
letih, silahkan beristirahat, besok pagi aku akan datang pula,"
ia memberi hormat, lantas ia pergi.
Cie Tiong tidak menahan, ia mengantar sampai di luar,
baru ia kembali ke dalam, ia merebahkan diri dengan
pikirannya melayang-layang.
Kamar itu diterangi lampu kecil, sedang di luar, si Puteri
Malam terang bercahaya indah, Lampu itu mirip kunangkunang
yang berkelak- kelik, Cie Tiong memikirkan pengalamannya beberapa hari itu, la
merasa aneh, ia heran, ia pun berduka, menyesal, bingung.
Kemudian berbayang wajah yang cantik dari Cek In Nio, lalu
disusul dengan wajahnya si nona adiknya Yan Hong.
"Tentulah Yan Hong orang Kang ouw." pikirnya, "Melainkan
aku belum tahu sifat dan tabiatnya, Aku mesti berhati-hati. Ia
ingat pesan gurunya untuk jangan temberang dalam
perantauan, mesti teliti bergaul, sebab salah sedikit, jiwa
dapat terancam bahaya."
Lama ia diam berpikir itu, lalu ia mengeluarkan buku kecil
hadiah si orang tua berbaju kuning yang aneh itu. setelah
membalik-balik lembarannya, ia menjadi girang sekali.
Nyatalah orang itu Thian Yoe sioe adanya, si orang Rimba
Persilatan yang luar biasa tabiatnya. Menurut keterangan
gurunya, Thian Yoe sioe liehay ilmu silatnya, dia biasa hidup
menyendiri adatnya angkuh gerak geriknya mirip naga yang
nampak kepalanya, tidak ekornya." Baik kaum sesat, maupun
kaum lurus, semua jeri terhadap manusia aneh itu, siapa
mendapatkan kepandaian dari Thian Yoe sioe, meski tak
semuanya, dia dapat menjagoi, sekarang Tiong Hoa
memperoleh kitab ilmu silatnya jago aneh itu.
Semuanya tiga belas jurus tetapi semua jurus itu luar biasa,
setiap j urus ada lagi perubahannya, ilmu silat itu
menggabung lwe kang dan gwa kang, tenaga dalam dan
tenaga luar. Lantas Tiong Hoa membaca, untuk menanamkan, ia juga
menggerak-geraki tangan dan kakinya, ia heran hingga ia
menjadi masgul. Untuk permulaan itu, tak dapat ia menginsafi
bunyinya kitab itu. Tapi ia tidak menjadi putus asa, ia ingat kata-kata Thian
Yoe sioe bahwa ilmu silat mesti dipahamkan dengan perlahan,
tak boleh terburu-buru. "Sang waktu banyak. biarlah aku bersabar." pikirnya. Maka
ia simpan bukunya itu, terus ia tidur.
Tiong Hoa dapat tidur dengan nyenyak. Tak pernah ia
menyangka, karena rajin memahamkan kitab itu, dibantu
dengan tenaga obat putih, kemudian ia memperoleh banyak
kefaedahan- Kira jam tiga, Tiong Hoa tersadar, ia mendengar angin
malam bersinar dan matanya melihat sinar rembulan, ia
bangun dan pergi ke luar dengan membawa sebuah bangku
untuk duduk seorang diri dipekarangan dalam, guna
menggadangi si Puteri Malam. Kecuali suara angin- malam
sangat tenang Tidak lama kemudian, tiba-tiba Tiong Hoa mendengar
suara siulan beberapa kali. siulan itu memecah kesunyian- ia
heran hingga ia berpikir: "itulah siulannya orang yang keluar
malam, biasanya itu terdengar di tanah pegunungan, kenapa
aku mendengarnya di sini, di dalam kota" Orang itu bernyali
besar..." Tengah ia heran dan berpikir itu, tiba-tiba ia melihat
berkelebatnya satu bayangan orang, yang melayang turun ke
dalam pekarangan di mana ia berada itu. Mulanya ia kaget,
lalu ia meniadi heran. Itulah Yan Hong yang muncul secara luar biasa itu. Dia
membawa sebilah pedang tapi dia beroman gugup, sedang
pundaknya basah dengan darah.
"Saudara Lie. harap sangat kau jangan menyebut aku..."
katanya, Dan tanpa menanti Jawaban- dia lari masuk ke dalam
kamar sahabat she Lie ini.
Tiong i Hoa heran- Sebelum ia tahu harus berbuat
bagaimana, kembali ia melihat lompat turunnya tiga orang
lain, Mereka ini mengenakan pakaian hitam dan ringkas,
semuanya membawa senjata tajam. oleh karena mereka
berdiri membelakangi rembulan, mukanya tak nampak tegas.
Ditaksir mereka rata-rata berusia diatas empat puluh, Sinar
mata mereka tajam sekali.
Lalu satu di antaranya, habis celingukan, menghadapi Tiong
Hoa. untuk berkata dengan tertawa dingin: "Bocah, apakah
kau melihat yang membawa pedang dan terluka pundaknya
lewat di sini?" Tiong Hoa mengerutkan alis. Tak tahu ia duduknya hal tapi
ia menduga itulah pasti urusan kaum Kangouw yang biasa
saling bunuh, ia ingat kata-katanya adiknya Yan Hong tadi,
yang mesti mempunyai suatu urusan, Karena ia ditegur tak
manis, ia jadi memikir untuk tidak menjual sahabat.
"Kamu bertiga malam-malam berlari-lari di atas rumahrumah
orang, kamu mesti bukan orang baik-baik," la kata berani. "Kalau kamu bukan
manusia tukang berjinah mestinya kamu bangsa pencuri, Tuan
mudamu lagi menggadangi rembulan di sini, mana dia melihat
konco kamu" Lekas kamu berlalu, tuan muda kamu tidak mau
berkenalan dengan kamu. Kalau tidak. nanti aku berteriak
membanguni orang banyak"
Ketiga orang itu saling mengawasi. Mereka tidak takut
penduduk dikasi bangun, Mereka hanya tertegun akan
ketenangan si anak muda, orang lain tentunya ketakutan
bukan main- Lantas orang yang mukanya panjang dan kurus tertawa
menyeringai ia mengangguk. Habis itu, tanpa membuka
mulut, ketiganya berlompat naik ke atas genting, untuk
menghilang. Mereka berlalu cepat sekali, seperti terbang.
Masih sekian lama Tiong Hoa jalan mundar mandir, baru ia
masuk ke kamarnya. la heran hingga ia menjublak sejenak Kamarnya itu sepi
dan kosong, Yan Hong tak nampak di situ. jadi orang telah
pergi menyingkir tanpa berpamitan lagi. Akhirnya ia tertawa
sendirinya, tidak ia pikirkan pula kejadian itu. Ketika ia
merebahkan diri, ia dapat tidur pulas pula.
Besoknya pagi, apabila Tiong Hoa bangun dari tidurnya,
sinar matahari sudah bersorot di jendela dan pelayan
kebetulan datang mengetuk. la lantas membukai pintu.
Pelayan memberi hormat sambil mengucapkan selamat pagi.
"Tuan tidur nyenyak sekali." katanya tertawa, "tuan Yan
sudah menantikan sekian lama, ia tidak berani mengganggu
tidurmu." "Oh" kata Tiong Hoa terkejut, "Mana dia tuan Yan itu"
Lekas undang masuk" Pelayan itu tertawa pula, "Nanti aku menyediakan air dulu
untuk tuan mencuci muka, baru aku undang tuan Yan," katanya. ia lantas pergi. cepat
ia kembali dengan baskom air, lalu cepat ia keluar pula.
Tiong Hoa lekas mencuci muka, untuk merapikan rambut
dan pakaiannya, Baru ia selesai. pelayan sudah muncul pula
bersama Yan Hong. Pemuda she Yan itu mengenakan baju hijau panjang
bersulam huruf benjie ia bersenyum, Pundak kirinya muncul
sedikit, Rupanya lukanya semalam telah dibalut. "Tadi malam
saudara..." kata Tiong Hoa.
Yan Hong mengedipkan mata, sambil tertawa dia berkata:
"Tadi malam ketika aku pulang ke rumahku, aku bicara
dengan ayah ku tentang kau, saudara Lie, Ayah kagum sekali
maka pagi-pagi barusan ia menitahkan aku lantas datang
mengundang saudara, untuk saudara suka datang ke gubuk
kami buat beromong-omong."
Tiong Hoa melihat kedipan mata, itu tahu apa artinya itu.
Yan Hong tak sudi bicara dari peristiwa semalam itu, ia lantas
tertawa dan menyahuti: "pasti aku sudi berkunjung. Ayahmu
baik sekali, saudara Yan, aku jadi malu..."
"Kita ada bagaikan sahabat-sahabat lama, jangan kita pakai
banyak adat peradatan," Yan Hong bilang. Ayahku lagi
menantikan, mari kita berangkat sekarang."
Tiong Hoa mengangguk sambil bersenyum. Lantas
keduanya pergi ke luar dari hotel di mana sudah sedia dua
ekor kuda untuk mereka, Maka bersama sama mereka pergi,
Yan Hong menjalankan kudanya di sebelah depan.
Udara pagi itu cerah, banyak orang berlalu lalang dijalan
besar, Kedua anak muda itu menjalankan kuda di antara
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
banyak orang itu, terus ke luar kota Tok-lak sebelah barat,
setibanya di luar kota, yang sepi, mereka melarikan kuda
mereka dengan leluasa. Kira setengah jam, Yan Hong menghentikan kudanya.
Tiang Hoa menyentak. Dengan cambuknya anak muda she
Yan itu menunjuk ke arah kiri, sembari tertawa ia kata:
"Saudara Lie, gubuk kami berada di depan sungai siang Kiam
Hoo itu, di tempat yang banyak pohonnya."
Tiong Hoa mengawasi ia melihat sungai lebar dan airnya
tenang, Benar di tempat banyak pepohonan itu samar samar
terlihat genting rumah yang besar, Di sungai itu dapat orang
berlayar sedang burung-burung nampak beterbangan-
"Sungguh indah tempat tinggalmu ini, saudara Yan-" ia
memuji. Yan Hong bersenyum. ia mengajak.
Mereka menjalankan kuda mereka ke tepian sungai. Tiba di
dapan serumpun pohon yang lioe yang lebat, mendadak
terlihat tiga orang lompat keluar dari rumpun itu, Tubuh
mereka itu gesit sekali. Tiong Hoa lantas mengenali orang orang yang semalam
datang ke hotelnya, ia tercengang. Tapi Yan Hong, dengan air
muka padam, sudah lantas menegur. "Bangsat tak punya
mata dari mana berani banyak lagak di sekitar Yan Kee Po
kami?" Ketiga orang itu melengak, tetapi yang mukanya panjang
dan kurus lantas juga tertawa, sedang matanya yang mirip
mata ulung-ulung dibuat main, Dia kata dingin "Tidak salah
Tuan dari Yan Kee Poo, Hoan-thian-ciang Yan Loei, yang
memimpin kaum Rimba persilatan di lima propinsi Utara, besar
namanya, besar pengaruhnya, sedang kami Laosan sam Eng
juga pernah mengundanginya, hingga kami berterima kasih
untuk perlayanannya. Hanya tadi malam, selagi kami bekerja
membereskan usaha perdagangan kami, di saat kami berhasil,
kami bertemu dengan seorang begal tunggal sebangsa si
hitam makan si hitam, ketika kami mengejarnya, dia kabur
dan lolos. Justeru itu sahabatmu itu kebetulan hadir juga" dia
menunjuk Lie Tiong Hoa dan menambahkan "Kami percaya
sahabatmu ini pasti ketahui duduknya hal. sekarang ini kami
cuma minta barang kami itu dikembalikan, lainnya kami tidak
mau menarik panjang."
Yan Hong tidak lantas menyahuti, dia hanya tertawa
nyaring sekali. ***** BAB 4 YAN HONG berhenti tertawa untuk segera memperhatikan
roman tawar. "Tuan." katanya. "Kau tentulah tertua dari Lao san Sam
Eng yang sangat termashur di propinsi shoatang yala h
Tiatjiauw-eng Louw Coen?" orang itu agak terkejut.
"Tidak salah, itulah aku." ia menyahut, ia lantas menunjuk
kawannya yang matanya merah dan kumisnya berewokan
seperti singa, " inilah saudaraku yang nomor dua, say Gan sin
ang cian Boa, Dan itu..." ia menunjuk orang yang ke-tiga,
yang kepalanya gundul dan merah serta tak berkumis. "adik
ku yang nomor tiga, Touw-Eng Cie Keng. Kau sendiri siapa,
tuan, aku minta sukalah kau memperkenalkan dirimu."
Selagi orang memperkenalkan diri, Tiong Hoa hampir tak
tertahan untuk tidak tertawa, Kawanan elang itu mirip benar
dengan julukannya masing-masing, ia pun heran kenapa
mereka tidak kenal Yan Hong yang biasa di sebut " hitam
makan hitam." "Maaf, aku melainkan seorang Kang ouw tak ternama," Yan
Hong menyahut sembari tertawa perlahan "Akulah Yan Hong
yang biasa disebut Mo In Kim Kiam..."
Mendengar nama itu, ketiga orang itu terlihat terperanjat
tapi Louw Coen lantas maju setindak. sambil memberi hormat
dan tertawa ia berkata: "oh, kiranya tuan muda dari Yan Keo
Po Ketika itu hari kami datang berkunjung, menyesal kami
tidak bertemu dengan kau, siauw-pocu, Maaf Dan ini
sahabatmu..." ia berpaling kepada Tiong Hoa seraya
menambahkan-"Dia pasti sahabat baru dari siauwpocu..."
Kata-kata yang terakhir ini ada maksudnya, Kalau benar
Tiong Hoa sahabat baru. bolehlah Yan Hong melepas tangan
terhadapnya. Lao San Sam Eng menjadi orang-orang liehay dari jalan
Hitam, mereka juga telengas, untuk suatu barang yang
mereka arah, mereka datang ke Utara.
Untuk tidak bentrok dengan Yan Kee Po, mereka
mengunjungi Yan Loei, Diluar sangkaan mereka, Yan Loei
justeru tukang hitam makan hitam, hanyalah dia pandai
bekerja, selama beberapa puluh tahun, belum pernah dia
gagal, rahasianya tak pernah ada yang ketahui. Maka itu,
datangnya Sam Eng sambil menuturkan maksud ke
datangannya berarti membawa endusan baik pada pihak Yan
Kee Po. Demikianlah Yan Hong bersama lima orangnya "memakan,"
Sam Eng dan berhasil, cuma pekerjaan mereka meminta upah
mahal. Lao San Sam Eng Iihay, didalam bentrokan, mereka
berhasil membinasakan lima orang Yan Kee po itu serta Yan
hong sendiri, si majikan muda dari Yan Kee po turut terluka
pundaknya, kalau dia tidak kabur ke hotelnya Tiong Hoa,
mungkin dia tak dapat lolos. Sam Eng itu keluaran Boe-tong
pay, mereka pandai ilmu silat dalam dan luar.
Yan Hong terperanjat mendengar orang menyebut Tiong
Hoa sahabat barunya, ia mengerti keliehayannya tiga jago dari
Shoatang itu. Lie Tiong Hoa ketahui apa yang ia mesti lakukan, ia lompat
turun dari kudanya. "Louw Tong kee, apakah kau menyangka aku yang
mengganggu kamu tadi malam?" ia tanya, menegasi, ia
tertawa j umawa. "Benar" sahut Louw Coen, tertawa menyindir "Mata terang
tak ada pasirnya, Dalam sepuluh, delapan bagian kau lah yang
melakukannya." Tiong Hoa tertawa, ia menoleh pada Yan- Hong, berkata,
"saudara Yan benarlah mereka ini bangsat- bangsat tak punya
mata .Barang rampasannya kena dirampas orang, bukannya
mereka merasa malu dan mencari mati karenanya, mereka j
usteru sembarang menuduh pada orang. Menurut aku, kalau
mereka dibiarkan saja, apa bila mereka menyiarkan cerita
dusta, nama Yan Kee Po dapat tercemarkan dan runtuh" sam
Eng heran begitu juga Yan Hong.
" Hebat orang she Lie ini," pikir Mo In Kiam tian-
"Rahasiaku tadi malam ketahuan dia, maka sekarang aku
mengundang, untuk ajak dia berkonco atau kalau dia
menampik, hendak kita singkirkannya, siapa tahu dia begini
begini. Aku benci sam Eng tetapi kalau aku lawan dia
pundakku bisa membongkar rahasiaku."
Tengah ia bersangsi dan berkuatir itu, Tiong Hoa sudah
berkata pula: "Jikalau siauwpocu berkeberatan turun tangan,
baiklah, aku si orang she Lie nanti mewakilkan kau"
Sembari berkata, pemuda ini meluncurkan tangannya ke
dadanya Louw Coen untuk meninju, ia terus menggunai
pukulan sip Thian Thay It Ciang. ia biasa dapat menggunai
kemahiran tiga bagian tapi setelah makan obatnya Thian Yoe
sioe, tenaganya kontan naik menjadi tujuh bagian. Maka itu
hebat serangannya ini. Tiat Jiauw Eng Louw Coen benar liehay, Dia dapat
menolong tangannya itu, terus dia
membalas menyerang. Dia menggunai tangannya itu juga
untuk menyengkeram jalan darah Tiong Hoa di bawahan
rusuk. Lao san sam Eng pernah mempelajari ilmu silat "Eng Jiauw
Kang" atau cengkeraman Kuku Garuda, dari itu kalau Tiong
Hoa kena tersamber, celakalah dia, bisa dia mati seketika.
Tiong Hoa tak punya pengalaman pertempuran, baru
selama hari-hari yang belakangan ini ia memperolehnya,
terutama pertempurannya dengan Mauw san siang eng
membantu banyak padanya, Begitulah waktu ia disamber ia
menjejak tanah, untuk membikin tubuhnya mencelat mumbul,
habis mana ia menyamber kedua pundak si Elang Kuku Besi.
Ia menggunai jurusnya siauw thian chee cit cap-jie Kiauw Na
yang liehay itu. Louw Coen terkejut mendapatkan serangannya gagal dan
musuh berkelit bagaikan menghilang dari hadapannya, ia
mengerti akan adanya ancaman bahaya. Ketika ada angin
bertiup, ia tabu itulah serangan musuh, tidak ada ketika lagi
untuk menyingkirkan diri, Maka ia angkat kedua tangannya
untuk menyambutt dengan jurus Eng- jiauw-tay lek-cioe.
Itu artinya keras lawan keras. Tiong Hoa melihat
perlawanan musuh, ia batal meny amber, untuk
mencengkeram pundak musuh, semua jari tangannya segera
dikepal, untuk dengan kepalan menghajar tangan lawan itu.
Tanpa dapat dihindarkan lagi, keempat tangan bentrok
keras sekali, Kesudahannya yalah tubuh Tiong Hoa membal
balik hingga dia teruskan memutar turun di bawah sebuah
pohon yanglioe, untuk berdiri diam sambil bersenyum.
Celakanya yalah Louw Coen, oleh karena terdesak itu, ia
melawan dengan kuda-kudanya kurang kuat, maka atas
bentrokan itu, ia terpaksa mundur dua tindak. ia merasakan
napasnya mandek dengan tiba-tiba, hingga ia mesti
mengeluarkan suara tertahan. Begitu ia berdiri tegap.
mulutnya muntahkan darah, mukanya menjadi sangat pucat.
Kedua elang yang lainnya kaget, mereka lompat untuk
memayang. Yan Hong kaget dan kagum melihat lihainya si anak muda,
yang dapat menghajar tertua Lao san sam Eng secara
demikian. Kaget karena ia mengerti bahayanya andaikata anak
muda itu menjadi musuh pihaknya, ia girang karena dengan
begitu Tiong Hoa seperti telah membalaskan luka pundaknya
itu. Tiong Hoa sendiri bersenyum dengan di dalam hatinya ia
heran, heran untuk lihainya itu. ia tidak sangka ia dapat
berpikir cepat dan bertindak gesit dan lincah, hingga hasilnya
sangat memuaskan. "Inilah pasti hasil khasiatnya Pouw Thian wan." pikirnya.
Maka ia menjadi bersyukur kepada Thian Yoe sioe, sayang ia
belum tahu she dan namanya orang tua itu, Thian Yoe sioe
berarti si orang tua yang menjelajah langit."
Louw Coen sendiri menyesal bukan main. ia tahu
kekalahannya ini disebabkan ia memandang enteng kepada
lawannya itu. Sambil bersenyum, Tiong Hoa menghadapi Lao san sam
Eng, untuk berkata. "Aku yang rendah suka memberi nasehat
kepada tuan-tuan bertiga untuk lain kali janganlah tuan tuan
sembarang bertindak hingga mendapat salah dari lain orang.
Memang biasanya, bencana itu datangnya dari mulut, dari
kata-kata yang tak terpikirkan lagi, Aku percaya tuan tuan
menginsyafi itu. Perihal kejadian semalam, suka aku
menjelaskan bahwa aku benar-benar tidak tahu apa apa,
maka jikalau tuan-tuan suka menyelidikinya dengan seksama,
pasti tuan-tuan bakal mendapat tahu duduknya yang benar."
Lao san sam Eng dapat menerima penjelasan itu, tetapi
mereka tetap heran, sudah terang orang lari menyingkir ke
dalam pekarangan hotel itu, kenapa dia membilangnya tak
tahu. "Inilah aneh" Rupanya aku mesti bekerja berat untuk
menyelidikinya." pikir mereka itu bertiga.
" Jikalau begitu. kita benar sembrono." kata Cie Kong
sambil memberi hormat. "baiklah, sampai kita bertemu pula"
ia pun memberi hormat pada Yan Hong, sesudah mana
bersama saudaranya ia mengajak pergi saudaranya yang
tertua itu. Yan Hong mengawasi sampai orang telah pergi jauh, ia
berpaling kepada Tiong Hoa untuk sambil tertawa berkata:
"saudara Lie, mengenai peristiwa tadi malam harap kau tidak
memandang wajar bahwa aku hitam makan hitam, perkara itu
mempunyai latar belakangnya. sebentar, setelah sampai di
rumahku aku nanti berikan penjelasannya."
Tiong Hoa bersenyum. "Aku baru mulai masuk dalam dunia Kang ouw, tentang
keruwetan kaum Rimba persilatan aku tak tahu apa-apa" ia
berkata. "Perkara saudara itu mesti perkara besar, karena aku
cuma seorang tetamu dan akupun datang dari tempat jauh,
artinya aku seorang luar, lebih baik aku tidak mendengarnya."
Yan Hong tertawa, ia tidak mengatakan apa apa, ia
bertindak ke tepian, untuk bersiul yaring. Atas itu dari
seberang, dari rumpun telaga, muncul sebuah perahu kecil,
yang di gayu laju sekali, Begitu perahu itu tiba di tepian sini,
terlihat di dalamnya dua orang
dengan baju hijau, usianya masing-masing lebih kurang
tiga puluh tahun, Mereka itu berlaku hormat mengundang
Tiong Hoa naik ke perahu mereka.
Tiong Hoa mengalah dulu kepada Yan Hong, baru ia lompat
ke perahu itu. Yan Hong naik bersama satu orang, sebab
orang yang kedua menuntun kuda berjalan mutar di jalan itu.
Seperti waktu datangnya, waktu kembalinya perahu itu
digayu laju sekali. Tiong Hoa dapat kesempatan melihat
pemandangan di sungai itu,
Yan Hong duduk di belakang tetamunya, ia memikirkan
ilmu silatnya Tiong Hoa. ia merasa itu seperti ilmu silatnya Hok
in siang jiu dari Koen Loen san Barat, Hok In itu satu jago dari
jaman lima puluh tahun dulu, seumurnya dia tidak menerima
murid, pernah Yan Loei, ayahnya, melihat Hok in siangjin
bertempur, maka itu, ayah itu dapat mencuri pelajari dua
jurus di antaranya dan yang satu ini mirip dengan jurusnya
Tiong Hoa tadi. "Kalau dia benar murid Hok in siangjin, rasanya sulit untuk
menarik dia menjadi kawanku," pikirnya.
Segera juga perahu sudah tiba di seberang, Yan Hong
lompat lebih dulu ke darat, Ketika ia berpaling, Tiong Hoa
sudah menyusulnya tanpa memperdengarkan suara apa apa,
itulah bukti ilmu ringan tubuh yang mahir sekali.
"Dia lihat sekali, tak dapat aku mengundang serigala
datang masuk ke rumahku." Yan Hong pikir pula. ia licik, ia
mau berlaku waspada, la tidak kentarakan kekuatirannya itu,
bahkan ia bersenyum ketika ia berkata. "saudara, rumahku tak
jauh dan sini, kita baik berjalan kaki saja."
"Baik," sahut Tiong Hoa mengangguk. Mereka jalan dijalan
besar yang kedua sisinya
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merupakan ladang gandum. Angin bersilir halus. sebagai
ganti bau bunga, disitu mereka mencium bau lumpur.
Belum jauh, selagi menikung di tempat mana ada tumbuh
pepohonan, mereka mendengar suara kuda lari mendatangi
lalu tertampak penunggangnya adalah seorang nona dengan
baju merah tua. Begitu datang dekat, nona itu menyapa
nyaring: "Toako, kenapa kau baru sampai?" sedang tubuhnya
terus berlompat turun, hingga ia dalam sekejap berdiri di
depan kakinya berdua. Gerakannya itu lincah sekali, itulah
lompatan Burung walet menyambar ombak.
Tiong Hoa lantas mengenali si nona yang ia lihat di rumah
makan, sekarang ia mendapatkan orang cantik sekali,
mukanya dadu dan matanya jeli, matanya itu mengawasi
jernih kepadanya. Yan Hong tertawa, terus ia berkata: "Adikku, kau agaknya
seperti belum pernah bertemu dengan saudara Lie ini..."
Nona itu tertawa, dengan lagu suara manja, ia kata: "Toako
kau bicara saja. Kenapa kau tidak mau mengajarnya kenal?"
"Benarkah kau pelupaan adikku?" kakak itu tertawa pula,
"Tadi malam toh kau pernah berkenalan dengannya di rumah
makan. Maka itu buat apa aku mengajarnya kenal pula?"
Muka si nona menjadi merah, Dia malu karena kakak itu
menggoda, Dimatanya lantas berbayang seorang muda yang
pakaian kotor dan mukanya dekil, yang rambutnya kusut,
sebaliknya sekarang ia menghadapi seorang pemuda tampan
dan menarik hati sekali. "Apakah benar dianya?" katanya dalam hati, ia jadijengah,
Kemarin ini ia sama sekali tak menghiraukan pemuda itu. Hal itu membuatnya
malu sendiri Maka ia mendelik kepada kakak itu.
Yan Hong tak memperduIikan, ia justeru tertawa berkakak.
"Toako" kata si nona sambil membanting kaki saking jengkel
Tiong Hoa tidak memperdulikan orang bergurau, ia
memandang si nona sambil minta tanya nama orang.
Nona itu tidak menyahut, agaknya susah ia membuka
mulutnya, walaupun bibirnya sudah bergerak.
Yan Hong tertawa, ia berkata. "Adikku ini, si Hee, biasa
terlalu dimanjakan ibuku, maka itu kalau lain kali dia berbuat
kurang ajar, aku harap saudara Lie suka maafkan dia."
Kembali Yan Hee mendelik kepada kakaknya, lantas ia
lompat naik ke atas kudanya, kabur balik.
Yan Hong tertawa, sedang Tiong Hoa bersenyum.
Keduanya berjalan terus, setelah melewati hutan cemara,
Tiong Hoa melihat sebuah tembok tinggi dan kekar mirip
tembok kota, di atasan pintunya ada ranggonnya peranti si
penjaga pintu, Yan Hong mengajak kawannya masuk. ketika di dalam situ,
Tiong Hoa melihat sebidang tempat yang lebar yang banyak
perumahannya, yang di tengah-tengah yalah sebuah rumah
besar, ke situ Yan Hong mengajaknya masuk.
Di muka pintu ada dua pengawal dengan golok di tangan,
Ketika Tiong Hoa berdua bertindak masuk. dari dalam lantas terlihat munculnya
seorang yang tubuhnya kekar dan romannya keren, mukanya
berewokan, matanya tajam.
"Saudara Lie, orang yang mendatangi itu hoepocoe kami,
Im- yang Gioe Khong Jiang." kata Yan Hong perlahan. "Dia
lihai. Dialah orang Hoa Yang Pay. Dia bertabiat gembira dan
berangasan tak ketentuan, karena mana ayah pun suka
mengalah kepadanya, Aku harap kau berhati-hati
terhadapnya..." Baru tuan rumah yang muda ini berhenti berkata, Khong
Jiang sudah sampai didepan mereka, Dia lantas memandang
tajam pada Tiong Hoa. "Paman Khong..." berkata Yang Hong dengan hormat
sekali, "ini saudara Lie Cie Tiong, sahabat baru dari
keponakanmu." Khong Jiang mengasi dengar suara di hidung, matanya
memandang tawar pada si anak muda. dia kata: "Kalau dia
sahabatmu, kenapa dia begini kurang ajar" Apakah dia
mengandal sangat kepada beberapa jurus ilmu silatnya maka
dia menjadi jumawa?"
Tak senang Tiong Hoa mendengar kata-kata itu, maka dia
kata dingin. "Aku yang rendah baru pertama kali ini datang ke
mari, aku tidak kenal kau, tuan, mengapa kau berani
membilang aku kurang ajar?" "Paman Khong, kau..." kata Yan
Hong berkuatir. "Kau berani kurang ajar kepada Khong Jiang?" hoe-pocoe
itu membentak sebelum Yan Hong bicara terus. "Tentu kau
benar-benar mengandalkan ilmu silatmu, Mari, mari, Mari
sambut tanganku." Benar benar dia lantas meninju.
Majikan muda dari Yan Kee Po menggunai tenaga tujuh
bagian, Dia mau menguji sianak
muda. Tiong Hoa ndak mau menyambuti kekuatan orang. ia
berkelit ke kiri Karena ia mendongkol, ia membalas
menyerang, ia mengeluarkan tangan kanannya, guna
menangkap tangan si berangasan itu.
Khong liang terkejut, Dia tidak menyangka orang berkelit,
Atas datangnya ^erangan membalas, dia kaget. Dia melihat
gerakan yang gesit sekali, Maka lekas lekas dia menurunkan
tangannya, untuk dikelit.
Tiong Hoa menggunai j urus "Tawon yang-keluar dari
sarangnya" itulah suatu jurus dari ilmu silat siauw thian che Ci
capjio Kiauw Na. sia-sia belaka KhongJiang berkelit, lengannya
itu kena ditangkap. hingga dengan mendadak dia merasa
tangannya kaku, Dia berteriak. dia berontak sekuatnya tenaga
sambil dia berlompat nyamping.
Tiong Hoa tidak berniat mencelakai orang, habis
menyengkeram, ia melepaskan tangkapannya itu. Mendadak
Khong Jiang tertawa. "Benar katanya Yan Hong, kaulah seorang muda yang
liehay" katanya, "Kau maafkan aku" ia tertawa pula, terus ia
bertindak ke luar. Tiong Hoa berdiam. Ini pula pengalamannya yang luar
biasa, ia sama sekali tidak pernah memikir bahwa itulah
sandiwaranya Yan Hong, yang telah mengaturnya sebelum dia
pergi ke hotel menyambut padanya.
"Memang begitu tabiat Paman Khong, girang dan gusar tak
kotentuan," kata pula tuan rumah muda ini sambil tertawa,
"tapi sebenarnya dia jujur dan baik hatinya, Nanti, sesudah
berkenalan lama, saudara akan mengenalnya "
Tiong-Hoa tertawa tawar, ia tidak bilang apa-apa. Ketika
tuan rumah itu bertindak, ia mengikuti.
Di dalam, Tiong Hoa melihat rumah besar miri^ dengan
istana seorang bangsawan. Ruang atau pintu berlapis- lapis.
tiang danpenglari, semuanya terukir indah. Di sebelah dalam
ada pekarangan terbuka dimana ada terdapat pepohonan dan
lorong, kamar-kamar dan lauwteng. ia heran dan kagum.
Di situ pun ia melihat sejumlah orang Rimba persilatan,
yang semua bersikap hormat terhadap Yan Hong.
Yan Hong mengajak sahabatnya memasuki sebuah ruang
besar, Baru saja sampai diambang pintu, hidung si anak muda
telah mendapat cium bau yang harum, yang melapangkan
dada, Di dalam situ ada empat orang lagi berduduk. yang di
kiri, bercokol atas kursi hakcoe-ie, adalah seorang tua
bertubuh tinggi dan besar, rambut dan kumisnya sudah putih,
gayanya keren. Di kanannya si nona yang tadi, matanya mengawasi si anak
muda, rekannya seperti bersenyum. Dua yang lainnya, yang
satu yalah seorang imam tua dan kurus, jari tangannya
panjang sekali, sepasang matanya bersinar, dan yang lainnya
seorang muda dengan bibir merah dan roman angkuh, sedang
dipunggungnya ada sebilah pedang yang rupanya pedang tua,
sarung pedangnya berukiran ular naga melilit.
"Saudara Lie, inilah ayahku," Yan Hong lantas mengajar
kenal, dia menunjuk si orang tua.
Tiong Hoa maju dua tindak, ia menjura dalam seraya
berkata, "Aku yang muda, Lie Cie Tiong, memberi hormat
kepada po-coe." Hoan Thian-ciang Yan Loei tertawa dan berkata, "jangan
pakai adat peradatan, Lie siauwhiap. tadi malam kau telah
membantu anak Hong, aku menghaturkan terima kasih
padamu." "Itulah perkara kecil, harap pocoe jangan buat pikiran,"
kata Tiong Hoa merendah, "Meskipun baru bertemu, dengan
siauwpocoe aku seperti kenalan lama, Aku malu mendengar
kata-kata pocoe ini."
Lantas Yan Hong perkenalkan sahabatnya kepada si imam
dan si anak muda. Imam itu nyatalah Im-CioeJiauw-Hoen Hauw Boen Thong
adanya, yang dimasa itu terkenal dalam Rimba Persilatan,
Cocok dengan julukannya, yang berarti Tangan Penyamber
Nyawa, sebab dia biasa berbuat seenaknya saja, takperduli dia
benar atau salah, Dia liehay hingga banyak orang mendengar
saja namanya, menjadi pusing kepala.
Si anak muda adalah Cie-liong kiam Pek Kie Hong. sipedang
Naga, yang menjadi siauw cecu, yaitu ketua muda, dari
Benteng Jie sip Pat, dua puluh delapan benteng air dan darat,
di telaga Tong-teng-ouw di Kanglam.
Hauw Boen Thong jumawa sekali, melihat Tiong Hoa,
berulang kali dia memperdengarkan suara di hidungnya,
sikapnya sangat dingin, tubuhnya tak berkutik. Tiong Hoa
tidak puas, Syukur Pek Kie- Hong suka berbicara dengannya.
Yan Hee diam-diam memperhatikan anak muda itu,
sekarang ini pandangannya lantas berubah sama sekali, tak
ingat lagi si anak muda yang pakaiannya kotor, mukanya dekil
dan rambutnya awut-awutan, ia rupanya terpengaruh katakata
cinta pada penglihatan pertama kali.
Yan Hong dan Pek Kie Hong liehay matanya, mereka lantas
melihat sikapnya si nona, masing-masing mereka lantas beda
pemikirannya. Lie Tiong Hoa duduk di bawah, diam-diam ia
memperhatikan perabotan di dalam ruang itu, ia mendapat
kenyataan semua itu benda-benda yang tak biasa dilihat di
rumah rakyat kebanyakan rata-rata barang kuno dan indah.
Maka aneh rumah orang Kang ouw mirip istana orang
bangsawan. Yan Loei, dengan tak langsung, menanyakan Tiong Hoa
tentang gurunya, keluarganya serta maksudnya datang ke Tok
lok. Tiong Hoa tak dapat menerangkan jelas, sebab ia memang
tak tahu banyak perihal gurunya, ia juga tidak bisa
menjelaskan bahwa ia lagi buron, jawabanmu itu membikin
tuan rumah mencurigai dia mengandung sesuatu maksud.
"Lie siauwhiap bersahabat dengan anakku, silahkan kau
berdiam bersama kami di sini."
kemudian kata Yan Loei tertawa, "Katanya siauwhiap liehay
sekali, maka itu mungkin siauwhiap dapat membantu kami."
Tiong Hoa tidak tahu hati orang, ia lekas berkata: "Tidak
berani aku merepotkan po-cu. Karena aku gemar pesiar, hari
ini juga aku berniat pergi ke Tiong Gioe terus ke soe Coan.
Terima kasih atas kebaikan poocu."
Yan Loei mengawasi tajam. Dia tertawa pula.
"M emaog perjalanan itu penting untuk memuaskan
pemandangan dan pengetahuan," dia
kata, " Ketika masih muda, aku juga gemar merantau."
Kembali dia tertawa. Selama itu HauwBoenThong terus bungkam, dia
memandang si anak muda dengan mata
tajam dan sikap dingini Adalah Yan Hong dan Pek Kie
Hong, yang mengajak orang bicara. Yan Hong minta
tetamunya suka berdiam padanya barang setengah bulan.
"Baiklah." kata Tiong Hoa setelah di-bujuki siauwpocu itu.
"Anak Hong, pergi kau ajak siauwhiap ke kamar Teng ie
Hian" Kemudian Yan Hong kata pada puteranya sebentar
tengah hari hendak aku mengundang siauwhiap ber-santap.
Tiong Hoa mengucap terima kasih, lantas ia meminta diri,
mengikut Yan Hong ke kamar yang disebutkan itu.
Seberla lunya si tetamu, Yan Loei kata pada gadisnya:
"Apakah batuknya ibumu sudah mendingan. Ada orang
mengantar dua bungkus cauwkoh dari Lengtam yang ibumu
paling suka, pergi kau ambil dan bawa itu ke Hoed tong buat
diserahkan pada ibumu sekalian kau sampaikan kata-kata
padanya." Yan Hee tertawa lantas mengundurkan diri. setelah anak
dara itu tak nampak lagi, Yan Loei menoleh pada Hauw Boen
Thong. "Hauw Loosu, apakah kau mencurigai apa-apa terhadap
anak muda she Lie itu?" ia tanya. "Memang" sahut imam itu
dingini "Kau terlalu bersangsi, saudara Yan jikalau aku,
siang-siang aku sudah singkirkan dia guna mencegah
timbulnya bencana dibelakang hari.
Hoan Thian ciang menggeleng kepala.
"Kau biasa berterus terang, loosoe, aku kagumi kau," ia
kata. "Aku tapinya mempunyai cara yang terlebih sempurna.
sekarang ini orang tengah bergerak, sedang pihak Yan Kee Po
dan ie Kee Po. yang menguasai sembilan propinsi, mudah
sekali membangkitkan kejelusan orang, terutama selama yang
belakangan ini pihakku telah melakukan sesuatu yang
gampang sekali menarik perhatian orang. Aku telah dapat
kenyataan ada orang-orang sesat dan lurus yang sudah
datang mengintai ke mari. Karena itu aku sangsi pemuda she
Lie ini bukannya orang salah satu dari mereka itu, Aku pikir
kita harus bersabar menyelidikinya."
" Itulah gampang, serahkan saja padaku" kata Pek Kie
Hong tertawa. Tak lama Khong Jiang muncul, dia tergesa gesa dan lantas
bicara berbisik dengan ketuanya.
Romannya Yan Loei menjadi tegang secara tiba-tiba, dia
terus berlompat bangun, akan bersama hoepocu itu lantas
pergi keluar. Di ruang yang besar itu, Hauw Boen Thong tinggal berdua
Pek Kie Hong. ooo Malam itu selagi rembulan bercahaya indah, Tiong Hoa
duduk seorang diri di dalam kamarnya di ruang Teng ie Hian,
ia memandang tersengsam kepada si puteri Malam, yang
nampak dari antara jendela itu ada pengempang kecil yang
airnya jernih yang ditanami pohon teratai dan pohon yanglioe
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di tepinya. Dari situ terdengar suaranya beberapa ekor kodok.
Daun yang-Iioe pun ber silir tertiup angin halus.
Anak muda ini tidak berdiam saja, ia berpikir, pertamatama
halnya Yan Hong yang "hitam makan hitam." ia tak tahu
bagaimana duduknya urusan itu. Yang lainnya adalah, lukisan
"Bayangan Rembulan di Gunung sunyi."
Ia tidak menyangka karena bertemu Yan Hong, ia jadi
singgah di Yan Kee Po-Mengenai
Keluarga Yan ini, ia bersangsi. Kaum Rimba persilatan
memang luar biasa sepak terjangnya. "Aku sumpah aku mesti
dapatkan lukisan itu" kemudian ia mengambil ketetapan.
Baru Tiong Hoa mengambil keputusannyaitu, tiba-tiba ia
melihat bayangan orang berkelebat di atas genting di ruang
sebelah depan, ia dapat melihat karena sinar rembulan permai
sekali. Tiba-tiba hatinya bercekat, Tanpa sangsi lagi. ia berbangkit,
dengan cepat ia menyingkap bajunya, untuk lompat keluar
jendela, akan setibanya di luar terus berlompat naik ke atas
genting di depan itu, ia masih sempat melihat orang tadi
berada belasan tombak jauhnya. ia pun mendapatkan tubuh
orang lincah sekali. Jikalau dia bukan orang dalam, dia bernyali besar sekali,
pikir anak muda ini. Dibawah terangnya rembulan, kenapa dia
berani tak menyembunyikan dirinya" Baiklah aku menguntit
dia. Orang itu pergi ke sebuah lauwteng tinggi, Ketika dia
lompat turun Tiong Hoa menyusul, terang dia bertelinga jeli,
dia memutar tubuh sambil menyerang dan menegur perlahan-
"siapa kau?" Tiong Hoa berkelit ke samping, ia lantas mengawasi. Maka
ia melihat orang berumur belum tiga puluh tahun, mukanya
lebar, kupingnya besar, romannya lurus, ia bersenyum.
"Ada urusan apa tuan datang ke mari diwaktu malam?" ia
balik menanya, "Apakah tuan mencari orang" Kenapa kau
tidak ambil jalan dari pintu" Caramu ini mudah menimbulkan
salah paham, Maka baiklah tuan lekas berlalu dari sini."
Tiong Hoa heran orang dapat masuk dengan leluasa
sedang Yan Kee Po terjaga kuat,
Maka ia mau menduda mungkin orang dibiarkan masuk,
untuk mencari tahu dulu maksud kedatangannya, ia menjadi
tetamu, tidak mau ia sembarangan bertindak. pula roman
lurus orang itu mendatangkan kesan baik terhadapnya, itu pun
sebabnya kenapa ia menasehati untuk orang mengundurkan
diri Mendengar nasehat itu, orang itu mengawasi ia
menggeleng kepala. "Dari kata-katamu ini, tuan. Kau rupanya bukan orang Yan
Kee Po." ia kata. "Aku Im sim Yok dari Koen Loen Pay,
Kawanku sejumlah enam, perjalananku ini penting sekali,
maka itu, untukku, mati atau hidup sudah tak berarti lagi.
jikalau tuan ingat aturan Rimba Persilatan, silahkan kau
menyingkir supaya tak sampai terbit kesalahan turun tangan."
Tiong Hoa bersangsi hingga ia ayal
memberikanjawabannyaJusteru ia berdiam, ia mendengar
suara apa-apa, yang disusul dengan suara keras ini: "Mari
lekas kita bekerja."
Menyusul itu datanglah serangan kepada Sim Yok, dia ini
berkelit lalu dia menggunai kedua tangannya menolak Tiong
Hoa dengan tipu silatnya "Menolak jendela memandangi
rembulan." Tiong Hoa berkelit, berbareng dengan mana ia mendengar
satu suara dalam. "saudara Lie, kau tetamu, tak seharusnya
kau turun tangan serahkan dia padaku." la lantas menoleh,
maka ia melihat Cie-iion-kiam Pek Kie Hong yang mukanya
muram sudah berdiri di belakangnya.
"Baiklah." dia menjawab cepat, ia lantas pergi ke bawah
pohon di mana ia lantas berdiri memasang mata.
Kie Hong mengasi lihat roman bengis, sembari tertawa
dingin ia maju dua tindak,
tangannya lantas menghunus pedangnya.
Sim Yok juga mengawasi tajam, ia telah menyiapkan
senjatanya, yaitu sebatang Joan-pian, ruyung hitam yang
lunak seperti cambuk hingga dapat dililit di pinggang.
Ketika ia melihat pedang orang, ia terperanjat hingga ia
lantas menanya: "Tuan, bukankah kau cie- liong kiam Pek Kie
Hong ceecoe muda dari Benteng Jie sip Pat di telaga Tong
Teng?" Pek kie Hong bersikap sangat jumawa. "Kau telah ketahui
Ceecoe mudamu, kenapa kau tidak mau lekas serahkan
dirimu?" dia menjawab.
Sim Yok menjadi gusar, mendadak dia tertawa, Nyaring
luar biasa tertawanya itu. Habis tertawa, dia berkata nyaring,
"Pek Kie Hong, jangan kau terkebur Tak dapat kau
menggertak orang. Kau harus ketahui, Teng coa sin Pian Sim
Yok dari Koen Loen Pay tak dapat diancam Aku justeru
mendengar perbuatan-perbuatanmu yang sangat busuk dan
kaum Rimba persilatan ingin menyingkirkan kau dari dunia ini,
siapa tahu kau bersembunyi di Yan Kee Po ini. kaujadi seperti
membantu si jahat. Kau harus ketahui ini hari aku hendak
menyingkirkan satu bahaya besar untuk Rimba Persilatan-"
Pek Kie Hong tertawa dingin.
"Dapatkah kau lakukan itu?" dla tanya mengejek, Lantas
dia meng g era ki pedangnya, untuk menerjang.
Sim Yok menyaksikan gerakan lawan yang gesit, diam-diam
dia mengaguminya, Padahal orang itu, meskipun masih muda,
sudah menjagoi di selatan dan utara sungai Besar. Tanpa ayal
lagi, ia lantas melayani menggunai ilmu joan pian partainya,
yang terdiri dari tiga puluh- enam jurus .
Pek Kie Hong licik, di samping menyerang iangsung, ia
ingin membabat kutung senjata lawan-
Joan-pian Sim Yok terbuat dari otot, senjata biasa tak
dapat memapasnya, tapi melihat pedang Kie Hong, dia jeri,
tak mau dia membikin senjatanya itu kena dibabat kutung. Hal
ini membuatnya berlaku waspada, hingga tak dapat ia lantas
mendesak lawannya itu. Tiong Hoa menonton dengan berdiam saja, ia yang tak
berpengalaman kembali menyaksikan suatu yang menarik
parhatiannya, yang membingungkan juga.
Di sini bentrok pula si sesat dengan si lurus, Rupanya
kedua golongan itu tak dapat saling mengasi ampun, Meski
begitu, ia terus memasang matanya.
Setelah bertanding sekian lama, Pek Kie- Hong
mengeluarkan satu jurusnya yang liehay, yaitu "Tiang hong
koan jit" atau "Bianglala menutupi matahari." serangan itu
meny amber kepada joan pian lawan. Sim Yok repot
menyingkirkan senjatanya itu, atau justeru karena itu, dia
dapat dirangsak. Pedang cie-liong kiam meluncur terus.
Di saat jago muda Kun Loen Pay itu bakal menyerahkan
jiwanya, atau sedikitnya dia bakal terluka parah, mendadak
menyamber dorongan angin yang keras sekali kepadanya
hingga tubuhnya tertolak keras, hingga dengan begitu dia
menjadi lolos dari ujung pedang, saat tubuhnya tertolak itu,
dia pun terus berlompat mundur setombak jauhnya.
Di mana di situ tidak ada orang lain, Sim Yok lantas melihat
orang yang mendorongnya yang menolongi, adalah si anak
muda yang barusan menasehati dirinya, ia jadi bersyukur.
Tapi ia berada di tempat berbahaya, ia lantas lompat untuk
menghilang. Memang Tiong Hoa yang menolongi orang Koen Loen Pay
itu, ke satu disebabkan ia melihat jiwa orang terancam maut,
ke dua karena ia bersimpati kepada anak muda itu, Habis itu,
di samping girang, ia juga heran. ia heran atas tenaga
dorongannya yang keras sekali, beda daripada biasanya, Maka
ia ingat inilah tentu pula khasiatnya pel Pouw Thian Wan
hadiah Thian Yoe sioe. Berbareng dengan itu, Pek Kie Hong terkejut dan heran, ia
melihat Tiong Hoa turun tangan, Akibatnya itu ialah kecuali
tubuh Sim Yok tertolak keras, pedangnya sendiri kena
terintang, pedangnya mental hampir terlepas dari cekalannya,
ia lantas mengawasi tajam anak muda itu, yang terang berniat
menolong musuh lolos. Tiong hoa tidak berdiam saja, ia pura pura lari mengejar
Sim Yok, ketika orang lenyap. baru ia kembali, ia lantas
disambut Pek Kie Hong yang tertawa kepadanya.
"Kau hebat sekali, saudara Lie" kata orang she Pek itu,
"Pantaslah saudara Hong memuji tinggi padamu sayang kau
kekurangan pengalaman, kau menyebabkan bangsat she Sim
itu lolos" Tiong Hoa mengasi lihat roman kaget.
"Benarkah?" tanyanya, sembari menyeringai, "sungguh
celaka Aku kuatir kau tidak dapat lantas merobohkan dia,
saking gugup, aku membantu, siapa tahu kesudahannya
gagal, sungguh aku menyesal..."
"Tak usah menyesal, saudara Lie." kata Kie Hong, yang
bersenyum. "Dalam pertempuran orang mesti dapat melihat
gelagat, terutama perlu bantuan pengalaman jikalau saudara
lebih sering berkelahi nanti kau dapat melenyapkan cacadmu
ini. saudara jangan menyesal penjahat lari, Kawan-kawannya
telah diawasi, atau mungkin mereka sudah kena ditawan.
silahkan saudara beristirahat, nanti besok aku datang
menemui kau di Teng In Hian." Habis berkata orang she Pek
ini tertawa, lantas dia berlompat pergi.
Tiong Hoa mengawasi orang berlalu, lantas ia berpikir :
"Aku menolongi Sim Yok apakah
perbuatanku ini mencurigai orang she Pek itu?"
Ia tidak tahu, habis tertawa itu, Kie Hong tersenyum ewah.
0000 BAB 4 DI BAWAH sinar rembulan, perlahan-lahan Tiong Hoa
bertindak balik ke Teng Ie Hian-ia terus masuk kedalam, untuk
merebahkan diri di atas pembaringannya. ia masih memikirkan
segala apa, sampai ia jatuh pulas. Ketika sang fajar tiba, ia
tersadar dengan lantas berbangkit turun, ia mendengar suara
tindakan kaki, ialah tindakannya kacung yang membawakan ia
air untuk mencuci muka dan lainnya, Dia itu melongok dulu,
baru dia masuk dan meletaki airnya, sembari tertawa dia
memberitahukan kedatangan tetamu, ceecoe muda she Pek
serta seorang she Lauw. "Oh, begitu" katanya. "silahkan- silahkan undang mereka
masuk" ia sendiri lekas-lekas mencuci muka, membereskan
rambut dan pakaiannya. Segera juga terdengar suara tertawa diluar kamar, lalu
nampak munculnya Pek Kie- Hong serta seorang muda yang
mukanya rada hitam dan romannya gagah.
"Pagi-pagi sudah bangun, saudara Lie." kata Kie Hong
tertawa, "Mari perkenalkan, inilah saudara Lauw, Tiat-pie
Chong-tiong Lauw Pou, murid Kong tim-taysoe dari kuil taychong-
sie di see-coan timur, saudara Lauw baru datang tadi
sore, ketika aku omong tentang kau, saudara, ia lantas minta
aku mengajaknya berkunjung ke mari, saudara Lauw sangat
suka bergaul." "Terima kasih." kata Tiong Hoa, merendah. "silahkan
duduk." Lantas mereka berduduk.
Tiong Hoa mendapatkan Lauw Pou sedikit bicara selamanya
sungguh-sungguh dan tak pernah tertawa dia seperti
mempunyai urusan sulit. Tengah mereka bicara, kacung tadi datang
memberitahukan bahwa Lauw Pou diundang tuan rumah, Dia
lantas berbangkit, sembari memberi hormat dan tertawa, dia
kata pada Tiong Hoa dan Kie Hong, "silahkan saudara saudara
duduk dulu, aku akan lekas kembali." Lantas dia pergi dengan
cepat. "Oh ya, kenapa saudara Hong tak nampak?" kemudian
tanya Tiong Hoa heran- "Saudara Hoo. tidak ada di rumah." Kie Hong memberitahu
"Tadi malam buat satu urusan dia dititahkan ayahnya pergi ke
Tok lok dan sampai pagi ini belum kembali Mungkin dia akan
lekas pulang." ia berhenti sebentar lalu meneruskan.
"Tadi malam Sim Yok dari Koen Loen Pay itu dapat lolos,
tetapi lima kawannya kena dibekuk dan sekarang mereka
ditahan dalam kamar rahasia. Apakah saudara Lie ingin
melihat mereka itu" Kalau saudara mau, sekalian aku dapat
mengantari kau melihat-lihat keletakan Yan Kee Po dan
sekitarnya." Tiong Hoa senang menerima ajakan itu.
"Kenapa orang Koen Loen Pay itu datang kemari?" ia tanya
sembari jalan. "Begitu biasanya orang Kang ouw, yang sering tak dapat
bekerja sama." Kie Hong menjawab. "Bukankah diantara
saudara sendiri sering terbit bentrokan" Yan pocu ternama
besar, tak heran bila ada orang salah paham terhadapnya,
Karena aku orang luar, tak jelas aku duduknya perkara itu."
Di mulut Kie Hong mengatakan demikian, di dalam hatinya
dia pikir lain. Di dalam hati dia kata: "Masih kau berpura-pura,
Tunggu sebentar, kau bakal mampus tanpa liang kuburmu."
Tiong Hoa berjalan di belakang, ia tidak melihat air muka
orang guram, Mendengar lagu suara orang, ia mau percaya
jawaban itu, Dengan wajar ia menanya, "Bagaimana Yan Pocu
hendak memutuskan perkara mereka itu?"
Mendengar pertanyaan orang, Kie Hong makin percaya
dugaannya benar. Dia tertawa ketika dia menjawab: "Yan
Pocu berhati mulia, dia tentu mengutus orang ke Keen Loen
san mengundang guru mereka, agar guru itu mengetahui jelas
duduknya kejadian guna menyelesaikan urusan sekalian
membebaskan mereka."
" Itulah putusan yang tepat sekali," kata Tiong Hoa
mengangguk. Mereka sekarang berjalan di sebuah lorong kecil didalam
taman di mana bunga-bunga dan rumput tertanam rapi dan
harum bunga melapangkan dada. Dari situ mereka tiba di
depan sebuah rimba bambu, Di situpun ada sebuah jalan kecil
yang menuju ke sebuah rumah, yang beda dengan rumah
besar, nampak sederhana sekali, temboknya putih, jendelanya
teraling gorden, pintunya tertutup rapat, cuma dari dalam
rumah terdengar suara perlahan dari alat-alat tetabuan seperti
pendeta lagi mendosa. Tiong Hoa heran hinga ia berpikir siapa itu yang lagi
menjalankan ibadat. Kie Hong ketarik dengan suara tetabuan itu, ia sampai
bersenandung: "sepi dan sunyi di dalam ruang, seperti musim
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
semi hampir habis, dan bunga pada rontok memenuhi latar
tapi pintu tak dibukakan..."
Dari suara orang, Tiong Hoa dapat menduga pemuda itu
lagi memikirkan suatu orang. la tanya: "Apakah saudara Pek
lagi ruwet pikiran. Kenapa kau agaknya berduka sekali?"
Kie Hong terperanjat orang dapat membade hatinya, Lekaslekas
dia tertawa, Terus dia menunjuk ke rumah sepi di
depannya itu seraya menanya, "Saudara Lie tahukah kau
rumah itu ditinggali orang macam apa."
Tiong Hoa tidak tahu, ia menggeleng kepala.
"Inilah tempat kediamannya nyonya rumah, Kie Hong.
memberitahu " Nyonya Yan beri-badat, dia menghormati sang
Buddha, maka tak pernah dia keluar setindak juga dari rumah
ini. selama delapan belas tahun tak pernah ada yang melihat
wajahnya kecuali beberapa orang tertentu. seratus tombak
persegi disekitar rimba bambu ini menjadi daerah terlarang,
siapa melanggar setindak saja, dialah bagian mati."
Tiong Hoa heran sekali, "Kenapa nyonya rumah bersikap
demikian Apakah yang menyebabkan " Kedukaankah"
Kedukaan apa ?" Kie Hong tertawa sedin
"Pada delapan belas tahun yang lampau itu. entah karena
apa, pocu bentrok dengan istrinya," dia memberi keterangan
"Lantas istrinya itu, menempati rumah ini yang diberi,
nama Coei Tek Hian di mana ia senantiasa bersembahyang
dan tak lagi memperdulikan urusan luar. Di sini cuma dua
bujang pelayannya serta nona Hee yang dapat keluar masuk
dengan merdeka. Pocu sendiri turut terlarang.
Beberapa tahun dulu pernah ada orang yang melanggar
larangan ini. katanya pocu sengaja berbuat demikian, maka
besoknya fajar kedapatan saja mayatnya. sejak itu tidak ada
orang pula yang berani melanggarnya"
"Aku ini semenjak muda telah dipandang pocu sebagai
calon menantunya." kata pula Kie Hong yang bersenyum
tawar akan tetapi keputusannya belum ada sebab Nyonya Yan
belum melihat send iri padaku. Dia cuma akan memberi
perkenannya kepada yang dia penuju. Pergaulanku dengan
adik Hong tak buruk tetapi karena urusan ini, usia muda adik
Hee menjadi tergantung..."
Tiong Hoa makin heran- "Saudara toh tampan sekali," katanya, "Mustahil kau tak
dipenujui?" Kie Hong tertawa.
"Jikalau aku tidak dipenuju, sudah saja, boleh aku
menghapus pengharapanku." katanya, "Apa lacur, nyonya Yan
belum pernah dapat diketemukan. Pernah aku menggunai
berbagai alasan guna memancing si nyonya keluar, tetap aku
gagal" Orang she Lie itu menggeleng kepalanya.
"Biarpun nyonya Yan kejam, tak nanti dia membiarkan
Nona Hee tak menikah seusianya," kata ia ."Juga Nona Hee,
tidak nanti dia terus menyetujui sikap ibunya itu. Paling benar
adalah kau, saudara Pek, kau harus berdaya untuk menemui
nyonya itu." Kie Hong mengawasi, matanya dipentang, "siapa tak takut
mati?" kata dia. " Nyonya Yan
keras sikapnya, ilmu silatnya pun lihai, Bahkan dua budak
perempuannya jauh lebih gagah daripada aku..."
Tiong Hoa bersangsi hingga dia tertawa.
"Mungkin saudara mendengar warta yang berlebihan
hingga karenanya kau jadi jerih" katanya, "Jikalau begitu, baik
saudara buang saja cita-citamu menikah Nona Hee."
Kie Hong mendongkol ia menyangka anak muda ini
menghina dirinya, ia hendak mengumbar hawa amarahnya
ketika ia ingat buat apa ia menuruti hatinya, sebentar toh
pemuda ini bakal menemui ajalnya.
Tengah pemuda she Pek itu berdiam, tiba-tiba mereka
mendengar suara tetabuhan dibunyikan keras. Dia kaget,
lantas dia menarik tangan Tiong Hoa, buat diajak lari sembari
dia kata perlahan: " Lekas. Kalau kita dipergoki kedua budak
Nyonya Yan jangan harap kita dapat menyingkir setindak juga
dari sini..." Tiong Hoa ditarik tangannya, ia turut lari, tapi ia bersangsi
dan penasaran ia pikir: "Bagaimana liehaynya nyonya itu" Aku
ingin melihat dia." Rimba bambu itu luas, sampai sekian lama baru Kie Hong
berdua Tiong Hoa dapat ke luar dari situ, untuk terus
memasuki sebuah rimba lain yang lebat dimana, matahari
kealingan daun-daun hingga rimba menjadi gelap dan
menyeramkan. tepi didalam situ kedapatan sebuah rumah
yang nampak hitam. Jilid 4 : Tiong Hoa terjebak di Yan-kee-poo
"Saudara Lie," kata Pek Kie Hong, menunjuk ke rumah
yang gelap itu, "itulah tempat ditahannya murid-murid Koen
Loen pay. jalanan di dalam rimba ini istimewa, baik kau ikuti
aku, tempat di mana aku menaruh kaki, di situ tidak ada
bahayanya." Habis berkata, ia jalan mendahului, ia jalan cepat, ke kiri
dan kanan tak ada ketentuannya.
Tiong Hoa mengawasi kaki-kaki orang, Tiba di dekat rumah
besar itu, ia kaget, ia kena injak tanah yang seperti tak
pegangannya ia kaget, Percuma kagetnya ini, belum sempat ia
memikir apa-apa, kedua kakinya sudah kejeblos, tubuhnya
turun sama cepatnya, terus telinganya mendengar Pek Kie
Hong tertawa bergelak. Lalu tertawa itu.
Selagi kejeblos itu, anak muda ini tidak melihat apa-apa.
Gelap di sekitarnya, itulah pasti liang perangkap. Ketika ia
tiba, di bawah entah berapa dalamnya, ia kaget, ia seperti
terbanting sampai ia roboh, lantas hidungnya mencium bau
tempat demak dan amis juga, hingga ia ingin muntah, Ketika
jatuh itu, ia hampir pingsan, maka itu sampai sekian lama,
baru ia dapat bangun berdiri.
Karena tempat gelap, tangannya meraba-raba, sampai ia
memegang tembok di sekitarnya.
"celaka aku..." ia mengeluh. ia berada dalam lubang
dengan tembok besi, Hawa di situ pun menyesakkan dada,
Kalau ia tidak lekas lolos, ia bakal mati kehausan dan lapar,
inilah hebat, "Heran kenapa Kie Hong menipu aku..." pikirnya,
"Mungkinkah dia mencurigai aku" Kalau benar, itu bukanlah
soal sukar, dapat ia mencari tahu..."
Sebagai seorang hijau, pemuda ini sangat kurang
pengalamannya. ia main percaya setiap orang, ia seperti lupa
halnya Yan Hong hitam makan hitam dan Lao San Sam eng
penasaran, ia tak tahu Yan Hong dititahkan Yan Loei
mengundang ia datang ke Yan Kee Po, untuk menguji ia,
kalau ia benar berpihak pada orang luar, ia hendak
disingkirkan. Yan Hong pun bersedia membinasakan ia, cuma tuan muda
dari Yan-kee-po itu masih ingat budi pertolongan orang, kalau
bisa dia ingin ia membantu Yan-kee po. Tapi ia di curigai Yan
Loei, karena Yan Loei menerima laporannya Pek Kie Hong
bahwa ia menolong orang Koen Loen Pay, maka itu Yan pocu
tak bersangsi pula, terus dia menyuruh Kie Hong memancing
dan menjebaknya, perbuatan itu dilakukan diluar tahunya
nyonya Yan dan Yan Hee si nona.
Setelah berpikir lama, Tiong Hoa menjadi jemu terhadap
orang Rimba Persilatan, kalau ia lolos, ingin dia membinasakan
Kie Hong dan orang-orang sebangsanya, ia gusar hingga ia
menggertak gigi. Sementara itu tadi, ketika terdengar suara bok hie terakhir,
pintu Coei Tek Hian lantas terpentang, dari situ keluar seorang
budak perempuan berbaju hijau. yang membekal sapu, untuk
menyapu lantai di depan pintu.
Dia belum berumur dua puluh, tubuhnya langsing,
romannya menarik hati. Gesit kerjanya dia.
Di ruang dalam, yang disebut hoed-tong, ruang pamujaan,
ada duduk bersila seorang wanita tua yang rambutnya sudah
ubanan, mukanya bundar, kulitnya belum keriputan, matanya
bersinar tajaro, suatu tanda dialah ahli silat.
Ditengah-tengah ruang tergantung gambarnya Cian cioe
Koan im yaitu dewi Koan Im bertangan seribu, berikut sebuah
gambar Thay Kek. yang diapit sepasang lian atau pigura huruf
yang tulisannya bagus. Di atas meja ada bok khie serta
pendupaan yang asapnya mengepal harum, Nyonya tua itu
bersila sambil meram. Tak lama dari kamar samping keluar seorang nona berbaju
merah, Karena sinar matahari yang masuk dari pintu, maka
nona itu tampak cantik manis.
"lbu." ia memanggil, suaranya merdu dan bernada aleman,
Terus ia mendekati si nyonya, untuk menanya: "lbu lagi
pikirkan apa?" Dialah Yan Hee, puterinya Yan Loei atau
adiknya Yan Hong. Nyonya itu membuka matanya terus ia
bersenyum manis, "Aku memuja sang Buddha, sekarang aku telah
memperoleh kesadaran," sahut ibu itu. "Sekarang hatiku
tenang bagaikan air, tapi sudah dua hari ini, aku merasai
ketenanganku terganggu, Air seperti berombak perlahan mungkin ada
sesuatu yang bakal menimpa aku. Aku ingat ketika delapan
tahun yang lalu aku membinasakan si orang aneh yang
kumisnya panjang aku mendapat alamat seperti ini, Tapi tak
mau aku memperdulikan itu" ia tertawa,
"Anak. mari aku tanya kau, selama yang belakangan ini kau
telah dapat mencari orang yang kau penuju atau belum?"
Dari pertanyaannya ini maka teranglah sudah si nyonya
adalah isterinya Hoan Thian-ciang Yan Loei. yaitu Ciao Cioe
Kwan lm Siauw Goat Hian." (Dewi Kwan lm bertangan seribu),
ilmu silatnya menggabung pelajaran sesat dan lurus.
Liehaynya adalah senjata rahasianya, yang terdiri dari
delapan-belas butir mutiara murni serta ilmu pedangnya San
Hoa Kiam-hoat, yang terdiri dari dua puluh jurus. Ketika ia
berselisih dengan suaminya, lantas ia menyekap diri di Coei
Tek Han, hidup menyendiri dengan memuja Cian cioe Kwan
Im, yang tadinya ia pakai sebagai gelarannya, ia cuma dilayani
dua budak perempuan itu, dan yang dapat menemui ia
melainkan gadisnya itu. Mukanya Yan Hee merah atas
pertanyaan ibunya itu. "lbu saban-saban kau tanyakan urusan itu, buat apakah?"
anak itu balik menanya, "Aku masih belum memikir untuk
menikah. Aku justeru ingin selama-lamanya menemani ibu."
"Ngaco." ibu itu membentak. "Mana dapat kau tak
menikah"Justeru karena kau, aku belum mau pergi ke gunung
yang sunyi, Aku kuatir ayahmu nanti jodohkan kau pada orang
yang tak tepat, dengan begitu kau bakal celaka seumur
hidupmu, Pek Kie Hong anaknya Pek Liang telah aku lihat, dia
kelihatan baik di luar tapi hatinya sebenarnya tak lurus bahkan
licik. Aku merasa pasti di belakang hari dia bakal mati tak
wajar, Turunan serigala mana bisa menjadi kie-lin" Maka
itusering ayahmu mendesak tapi aku tidak meluluskan."
Yan Hee heran. "lbu pernah lihat Pek Kie Hong?" dia tanya.
"Aku melihat dia pada tiga tahun yang lalu." sahut ibu itu,
lalu dengan roman sungguh-sungguh ia menanya. "Anakku,
benar- benarkah kau belum mempunyai orang yang kau
penuju" Ketika tadi malam aku mengajari kau ilmu pedang,
hatimu agak tak tenang, kenapa kah itu?"
Yan Hee tahu mata ibunya tajam, tak dapat ia
mendustainya, Maka ia tunduk ia ketanah. "Kemaren pagi
engko Hong mengajak satu sahabat datang ke rumah kita,
itulah sahabatnya yang baru. Aku lihat gerak-geriknya orang
itu halus, dia tidak mirip- miripnya orang Kang ouw, cuma
masih belum ketahuan hatinya..."
Tepat si nona berkata begitu maka di jendela dari rumah
itu ada orang yang menggantung kakinya dipayon, matanya
mengintai ke dalam. Habis berkata begitu, nona itu likat sendirinya, ia tunduk
sambil membuat main ujung bajunya, Tapi dengan melihat
sikap anaknya, sang ibu tahu hati anaknya itu telan digedor si
anak muda yang disebutkan itu, ia agaknya senang, ia
bersenyum. Tapi tiba-tiba alisnya berkerut, terus tangannya diayun
maka melesatlah sebuah benda kuning halus.
Di luar terdengar suara perlahan seperti ujung baju
ditembuskan sesuatu. lantas sunyi pula.
Melihat gerakan ibunya Yan Hee tahu diluar mesti adu
orang yang mengintai mereka, ia lantas berlompat keluar,
hingga ia melihat di belakang rumah itu. daun pohon bambu
bergoyang sedikit ia tidak dapat melihat tegas, maka itu ia
lantas menyerang dengan enam biji kim-chie-piauw.
Tidak ada hasilnya serangan itu, kecuali daun bambu
bergoyang pula. Si nona penasaran, hingga ia kata dalam hatinya. "Bangsat,
aku lihat kau dapat lolos dari tangan nonamu atau tidak" ia
menyusul ia menimpuk pula.
Ada larangan kaum Rimba persilatan untuk mengejar
musuh yang lari ke dalam rimba atau tempat lebat pepohonan
tetapi Yan Hee melanggar itu, sebab ia berada di rumahnya ia
mengejar teeus, Hasilnya sia-sia, sampai merasa letih, tak
dapat ia mengudak orang itu, cuma saban-saban terlihat daun
bambu bergerak. Ketika ia tidak melihat apa apa yang
mencurigai ia keluar dari dalam hutan bambu itu, keluar
sambil berlompat. segera ia dapat melihat Pek Kie Hong lagi
jalan mundar mandir di antara pohon-pohon bunga, romannya
masgul. "Heran. Kenapa anak muda itu berada di situ?"
Kie Hong juga lantas mendapat lihat si nona. Kalau tadi
alisnya berkerut, sekarang ia lantas bersenyum. "Adik Hee."
dia memanggil cepat. Nona itu merah mukanya akan tetapi dia menegur: "
Kenapa kau lancang masuk ke- dalam rimba" Kenapa kau
mengintai di jendela Coei Tek Hian, kau telah melanggar
larangan ibuku, tidak dapat aku melindungi kau"
Kie Hong melengak. "Apa?" tanyanya cepat, "Jangan main-main, adik Hee,
Berapa biji batok kepalaku hingga aku berani melanggar
larangan peebo" Akujusteru lagi bingung memikirkan dengan
cara apa aku dapat menemui ibumu, supaya terwujudlah apa
yang aku harapi bertahun-tahun"
"Harapan apa?" si nona memutus."Ngaco belo."
Lantas dia memutar tubuh, untuk kembali ke dalam rimba.
"Adik Hee. Adik Hee." Kie Hong memanggil-manggil.
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yan Hee tidak menyahuti, ia pun tidak kembali, maka
pemuda itu menjadi masgul dan menyesal, ia berdiri
menjublak saja, tapi tak lama segera ia sadar, maka ia berseru
seorang diri: "Celaka. Di dalam rimba tentu ada orang. Kalau
tidak mustahil adik Hee mencurigai aku. Mesti hal ini segera
diberitahukan pocu." Maka dia lantas laripergi.
Di dalam rimba, Yan Hee bingung berpikir.
"Tidak nanti Kie Hong berani lancang masuk ke mari?"
demikian pikirnya, "Habis, siapa orang itu" Mungkinkah ia
adanya?" Lalu di depan matanya berbayang roman Tiong Hoa yang
tampan.. Mengingat pemuda itu, Yan Hee lantas lari ke Coei
Tek Hian. Siauw Goat Hian tengah duduk membaca kitab, kapan dia
mendengar tindakan kaki orang, ia mengangkat kepalanya
"Anak Hee, dapatkah kau menyandak?" nyonya itu tertawa.
orang yang ditanya itu menggeleng kepala. sang ibu menutup
kitabnya. "Dia dapat lolos, dia lihai" katanya, "Coba lihat, apakah ini?"
Dari dalam kitabnya, ibu itu menarik ke luar sehelai kertas
Yan Hee menyambuti, ia lihat kertas itu ada tulisannya
doIama huruf yang berbunyi: Membalik langit, memasuki
bumi, dosa berlapis sukar lolos" ia heran. Tak mengerti ia
maksudnya itu. sang ibu menghela napas, ia kata perlahan "siapa banyak
melakukan perbuatan tak benar, dia bakal celaka sendirinya,
Kelihatannya ayahmu telah luber kejahatannya..."
Anak itu kaget. "Apakah yang ayah perbuat?" Dia tanya, "Dapatkah ibu
duduk diam saja tidak menolong i"
Ibu itu mengasi lihat roman gusar, ia kata dingin, "Biar dia
mati berlaksa kali, itu masih belum cukup untuk menutup
dosanya, jikalau ibumu menolongi dia, ibumu bakal merusak
kata katanya sendiri,"
Tapi habis berkata, dia menghela napas, agaknya dia
berduka sekali. Yan Hee tetap bingung, ia tahu ibunya bentrok dengan
ayahnya tapi ia tak ketahui duduknya hal yang sebenarnya.
Sekonyong-konyong dari luar rumah terdengar tertawa
yang nyaring yang disusuli perkataan ini: "Benar-benar cian
ciee Kwan lm sadar dan cerdas. Lagi tujuh hari Yan Kee Po
bakal ludas menjadi abu, melainkan coei Tek Hian akan utuh
seperti tempat yang suci." Kembali tertawa yang nyaring yang
berkumandang di dalam rimba bambu.
Yan Hee kaget dan heran, hendak dia lompat keluar, tetapi
ibunya menarik tanganaya, ibu itu memasang telinganya,
terus ia mengerutkan alisnya berulang kali, ia kata per lahan
suara orang itu rasanya aku kenal baik.
Lalu meneruskan pada anak-daranya: "Anak, coba kau
keluar, kasi lihat ada apa yang luar biasa."
Yan Hee lekas keluar. Lantas ia melengak. Di kiri rumah,
belasan pohon bambu terbabat, babatannya rata. tetapi
bagian yang terbabat itu tidak ada. Adakah semua batang
bambu serta daunnya dibawa pergi" ia juga heran karena ia
baru saja masuk ke dalam dan ia tidak mendengar suara apaapa.
Orang jadinya bekerja sangat cepat dan tanpa suara. Bekas
bacokan iuga menandakan itu bukan bacokan pedang atau
golok hanya tangan. Cepat luar biasa Yan Hee lari balik ke
dalam, ia menuturkan semua. cian cioe Kwan lm berdiam,
agaknya dia berpikir, Akhirnya dia kata sendiri perlahan. "Oh.
kiranya dia..." Yan Hee mementang mata lebar. "Siapa dia, ibu?" ia tanya.
"Siapa sebenarnya orang itu, ibumu tidak dapat
menetapkan." sahut orang tua itu.
"Tapi pasti tujuh bagian adalah dianya. Tak heran dia
mengatakan tujuh hari kemudian Yan Kee Po bakal ludas
menjadi abu, Dia biasa berbuat benar dan berhati-hati,
mungkin masih ada urusan yang membuatnya bersangsi dan
belum dapat membereskannya. Mungkinkah ayahmu telah
mengganggu dia". Sang anak heran, ingin ia minta keterangan pula.
Mendadak ibunya memperlihatkan roman gusar dan kata
kepadanya keras: "Anak Hee, lekas pergi ke depan kau tanya
engko Hong kau, dalam beberapa hari ini apa lagi yang
mereka kerjakan. Lekas pergi."
Yan Hee heran dilapis heran, akan tetapi mengingat urusan
mestinya penting sekali, ia menurut, ia lantas lari keluar,
Begitu ia keluar dari rimba, ia lantas bertemu dengan dua
pelayan ibunya yang romannya gelisah sekali satu diantaranya
lantas berkata padanya: "Nona lekas pergi ke depan. Siauw pocu pulang dengan
luka hebat sekarang dia tak sadarkan diri"
Yan Hee kaget dan berkuatir, ia memang menyayangi
kakaknya itu. Tanpa menanya lagi, ia terus lari.
Di ruang depan ada banyak orang, berisik mereka itu,
romannya tegang, Yan Hee membuka jalan dengan paksa
diantara mereka itu, Maka segera ia melihat Yan Hong, yang
mukanya pucat dan matanya tertutup, napasnya empasempis,
sedang tubuhnya mandi darah, Hoan-Thian ciang,
dengan kedua tangannya, lagi menyalurkan tenaga dalamnya
untuk menolongi puteranya itu.
Karena jidat ayah itu mengeluarkan banyak sekali keringat,
teranglah lukanya Yan Hong tak ringan-
Cie-liong-kiam Pek Kie Hong melihat datangnya si nona, dia
menghampirkan. Matanya si nona menyapu, melihat siapa
yang mendekati ia, alisnya berbangkit. "Mana Lie Cie Tiong
yang kemarin datang kemari?" ia tanya, "Kenapa dia tak
nampak?" Kie Hong terperanjat akan tetapi dia menetapi hati.
"Dia?" sahutnya, tertawa tawar, "Dia kata ada barangnya
yang penting yang ditinggal di hotelnya di Tok lok, maka dia
pergi tadi pagi-pagi untuk mengambilnya."
"Hm" bersuara si nona, yang kembali menoleh, mengawasi
kakaknya. Kie Hong berdiam, ingin ia bicara dengan si nona tetapi
karena sikap nona itu terpaksa ia bungkam. ia mesti menahan
hati. Tak jauh dari muda mudi itu berdiri Tiat pie chong- liong
Lauw Pou dengan kedua matanya yang bercahaya. Dia
memperhatikan mereka itu berdua, sikapnya keren-
Setelah ditolongi ayahnya sekian lama keadaan Yan Hong
mendingan- Dengan mukanya mulai bersemu dadu, ia
membuka kedua matanya. Im Cioe Hauw Hoen Hauw Boen Thong berdiri dibelakang
Yan Loei, dia tidak sabar dan dengan roman dan suara bengis,
dia lantas menanyai " Keponakan Hong, kau bertemu musuh
liehay siapa itu" Lekas bilangi pamanmu" Ditanya begitu, Yan
Hong merapatkan pula matanya.
Yan Loei dapat menerka hati anaknya Di situ ada banyak
orang, anak itu tentu tidak suka sembarang bicara, Maka ia
mengedipi mata pada Hauw Boen Thong sambil menitahkan
orang-orangnya. "Siauw pocu perlu beristirahat, lekas bawa
dia ke kamarnya." Perintah itu lantas dilakukan- empat orang,
yang menggotong Yan Hong ke dalam.
Yan Loei mengikuti dengan diturut Hauw Boen Thong,
Khong Jiang, Pek Kie Hong dan Yan Hee.
Begitu mereka berkumpul di dalam, Yan Hong berkata,
"Tadi malam aku pergi ke kota Tek-lok. di sana mata-mata
kita mendapat tahu Lao..." ia melihat adiknya, ia berhenti tibatiba.
Yan Loei berpaling kepada puterinya.
"Kata Pek Hiantit barusan ada orang memasuki Coei Tek
Hian, dia dapat dibekuk ibumu
atau tidak?" ia tanya.
Nona Hee cerdik, ia tahu kakaknya tentu mau omong
rahasia yang ia tak perlu dapat tahu, karena ia menduga
urutan tentu mengenai musuh, di waktu ia menjawab ayahnya
suaranya dingin. "Orang itu dibiarkan bisa lolos." jawabnya. "Nampaknya ibu
tidak memperdulikannya"
Yan Loei menggeleng kepala.
"Ibumu itu luar biasa" katanya, "Tempat baik-baik dijadikan
daerah terlarang, sampai ayahmu tak memperkenankan
masuk ke situ, orang kita dapat melihat ada orang masuk ke
situ, mereka cuma dapat mengawasi saja," la menambahkan "
Ibumu tentu belum tahu kakakmu terluka, pergi kau
kepadanya untuk memberitahukannya sekalian kau minta,
untuk kali ini agar dia datang melihatnya,"
Yan Hee menduga ia hendak disuruh berlalu, setelah
bersangsi sebentar, ia mengangguk. "Baik, aku nanti coba,
katanya. Aku kuatir ibu tidak mau mengadakan kecualian..."
Lantas dia bertindak pergi.
Seperginya sang adik, Yan hong lantas melanjuti
keterangannya. Yan Loei telengas, kalau dia mau melakukan sesuatu, tak
kepalang, dia membinasakan semua orang yang bersangkutan
untuk menutup semua mulut. ia ingin orang tak ketahui
perbuatannya, supaya namanya tak tercemar. Kali ini ia tak
beruntung membersihkan diri,
000 Di kota raja ada seorang berpangkat Hoe-pouw siang sie,
namanya souw Ceng Kit, dia mempunyai sebuah mustika
logam asar see Hek. wilayah Barat, namanya Ngo sek Kim-ho,
emas panca warna. Logam itu dapat di-buat menjadi pedang mustika, yang
tajam luar biasa, dapat memutuskan rambut, dapat memecah
batu, dapat juga merusak tenaga dalam. Logam itu sangat
diingini kaum Rimba Persilatan-
Souw siangsie mempunyai seorang anak. Siang Hoei
namanya anak itu menjadi muridnya lm san le soe, orang
kosen dari perbatasan selama anaknya lagi belajar silat,
siangsie itu mau mengirim logamnya itu buat dijadikan
pedang, tetapi lm san ie soe menampik, katanya dia lagi
repot, nanti saja sesudah Siang Hoei tamat belajar dan turun
gunung. sekarang Souw siangsie mau pulang ke kampungnya,
ia mengundang enam belas guru silat sebagai pengantarnya.
Lao san sam Eng mendengar selentingan tentang logam
mustika itu, mereka ingin memilikinya, lantas mereka
menguntit, guna menanti ketika yang baik buat turun tangan.
Mereka tidak tahu logam itu telah dijanjikan kepada lm san
lesoe, kalau tidak. tidak nanti mereka berani memikir yang
tidak-tidak. Rombongan souw siangsie bakal lewat di Tok lok, di
baratnya, di sebuah tempat yang dinamakan perhentian-
Kenyang makan asem garam, Kee beng- ek. Tempat itu dipilih
sam Eng sebagai tempat bekerja, itulah tempat belukar dan
sepi di mana jarang ada orang berlalu- lintas, Tapi Kee beng
ek termasuk dalam wilayah pengaruh Yan Loei, maka itu sam
Eng pergi mengunjungi Yan Kee Po, guna memberitahukan
maksudnya. Yan Loei memberi perkenannya. Tapi dia licik, dia biasa
bekerja menggelap. Dia juga menghendaki Ngosek kim bo itu.
Mulanya dia belum tahu jelas dan mengira saja itulah
mustika, kalau baru emas dan perak Lao san sam Eng tidak
nanti ketarik hatinya dan mau menguntit dari tempat demikian
jauh. Dia lantas mengatur untuk bekerja.
Dia menugaskan Yan Hong dan delapan pembantu pilihan.
Malam itu yang Yan Hong bertemu Tiong Hoa di Cip Poo
Lauw, itulah saatnya dia mesti pergi ke Kee-beng-ek. Jamnya
adalah jam tiga. sementara itu pada jam dua, Yan Hong
menyuruh satu orangnya pergi menemui Souw siangsie,
dengan mengaku diri orang Koen-loen-pay, orang itu mesti
membeber rahasia bahwa Lao san sam Eng bersama dua
puluh lebih penjahat besar hendak melakukan pembegalan- la
mengusulkan Souw siang sie bekerja di dua jurusan, yaitu
diam-diam mengantar mustika pulang keTaytong, kampung
kelahirannya, di lain pihak mengatur daya guna meringkus
semua begal itu. Souw siangsie percaya keterangan itu, Empat pengantar
lantas diperintah berangkat lebih dulu membawa logam
mustika itu. sedang pemberi warta itu, yang mengaku
bernama Tio-tong, diminta berdiam bersamanya di tempat
mondok, katanya guna membantu lainnya.
Seberangkatnya rombongan empat pengantar itu, Yan
Hong serta enam pembantunya orang-orang pilihan itu lantas
menyusul. Di luar dugaan, Lao san sam Eng tiba di Kee-beng-ek pada
sebelum jam tiga yang menjadi batas tempo itu, mereka heran
melihat berlalunya dua rombongan orang. Lantas mereka
menduga, terus mereka menyusul.
Tio-tong tetiron menjaga diatas genting perhentian- Dia
melihat gerak gerik ketiga Elang itu, dia kaget, tapi segera dia
mendapat pikiran, maka dia minta belasan pengantar pergi
menyusul, dia sendiri berdiam terus untuk melindungi Souw
siangsie. Dengan akal ini ia ingin sendiri saja dia merdeka memaksa
Souw Siangsie menyerahkan Ngo-sek Kimbo. Dengan golok
terbunus, dia mengancam Souw siangsie. Di luar dugaannya,
dua busu kembali, kedua bu-su ini bercuriga, lekas-lekas
mereka balik. Tepat mereka memergoki Tio Tong, maka
mereka menyerang membinasakan orang palsu itu.
Keempat busu baru berjalan lima lie lebih, mereka
tercandak rombongannya Yan Hong, lantas mereka diserang
dan kena dibinasakan serta barang yang dilindunginya, yang
berharga, kena dirampas. Yan Hong girang sekali, ia merasa sangat puas dengan
kesudahan sepak terjangnya itu. Justeru ia lagi kegirangan,
datanglah bencana yang tak tersangka-sangka, itulah tibanya
Lao san sam eng, yang terus menyerbu, Kesudahannya
pertempuran ini hebat sekali.
Yan Hong terluka parah pundaknya dan enam kawannya
terbinasakan senjata rahasia yang beracun dari sam Eng. Yan
Hong sebera kabur, syukur dia ditolongi Lie Tiong Hoa.
Bu-su yang dipedayakan Tio-tong tiba di tempat kejadian
untuk menyaksikan saja mayat-mayat bergelimpangan logam
mustika tak nampak. mereka lantas lari pulang, untuk
menyampaikan kabar buruk itu.
Souw siangsie menjadi sangat gusar, ia terus mengadu
pada camat di Tok-Iok dan mendesaknya agar penjahatnya
ditangkap ia tidak tahu bahwa perbuatan itu perbuatannya
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yan Hong, dan ia menduga Tio-tong itu orang sebawahannya
Lao san sam Eng. Ketika Yan Hong dapat lari pulang, ia menuturkan segala
apa pada ayahnya. Yan Loei yang cerdik lantas memikir, tak
dapat tidak Lao san sam Eng mesti disingkirkan dan Lie Tiong
Hoa pun mesti dipancing ke rumah-nya, untuk dengan melihat
gelagat menyingkirkannya.
Lao san sam eng di lain pihak setelah dikalahkan Tiong
Hoa, menjadi semakin gusar dan panas hati. Mereka menduga
Yan Kee Po hitam makan hitam. Untuk melampiaskan
kemendongkolanny a, mereka lantas menyiarkan kabar angin
bahwa kejahatan itu perbuatan Yan Kee Po.
Dalam tempo dua jam, Yan Loei telah mendengar kabar
angin itu, Dia menjadi semakin gusar, Lantas dia mencari tahu
tempat kediamannya sam Eng, untuk bertindak
menyingkirkannya. Kedua pihak lantas main muslihat. sam Eng sengaja
membikin tempat mondoknya ketahuan, tapi mereka tidak
berdiam tetap di situ, mereka kabur ke arah siauw Ngo Tay
san- Yan Hong menyusul ke gunung itu. Baru ia sampai dimulut
gunung, ia sudah dihadapkan seorang tua berbaju kuning,
yang menunjuki roman gusar, ia tidak tahu takut ia juga tidak
kenal orang tua itu, ia lantas menyerang.
"Anak muda tidak tahu mampus" orang tua itu membentak.
"Kau cari mampusmu"
Lantas Yan Hong merasakan tolakan yang kuat luar biasa,
tubuhnya terus terlempar ke bawah jurang dalam beberapa
puluh tombak. hingga ia merasai tubuhnya seperti remuk,
terus ia tak sadarkan diri.
ooo "Syukur kaujatuh dirumput," kata Yan Loei kaget,
mendengar keterangan anaknya itu, jikalau tidak. tentulah
jiwamu sudah hilang, Kau didapatkan oleh orang kampung
yang mengenalmu, maka kau diantar pulang.
"Siapakah orang tua berbaju kuning itu?" Yan Loei tanya
Hauw Boen Thong, yang ia awasi.
"Hauw Loosoe banyak penglihatannya dan luas
pendengarannya, mungkin loo-su ketahui.....
Hauw Boen Thong berpikir, lantas matanya bersinar. "Ah,
jangan- jangan dia siluman tua.." katanya terkejut.
Belum berhenti suaranya itu maka dari atas genting
terdengar suara tertawa nyaring serta kata-kata ini. "Bagus
kamu ketahui si siluman tua"
Yan Loei dan Boen Thong kaget, hampir berbareng mereka
bertempat keluar dari jendela.
ooooo BAB 6 CIE-LI0NG-KIAM Pek Kie Hong juga turut menyusul, Maka
ketiganya dengan cepat terus lompat naik ke atas rumah.
Mereka melihat orang yang tertawa dan berkata-kata itu,
Dialah seorang tua dengan baju kuning. Dia agaknya tidak
menghiraukan ketiga orang ini, dia tertawa hanya berdiri
membaliki belakang. Yan Loei dan Hauw Boen Thong tefkejut, Merekalah orangorang
yang telah banyak makan asam-garam. Tidak demikian
dengan Pek Kie Hong. Anak muda itu maju terus, sambil
membentak dia menyerang, mengarah jalan darah bun-hu di
punggung orang tua itu. sekonyong-konyong si orang tua tertawa nyaring, tubuhnya
terus berputar, tangan bajunya yang panjang berbareng
menyampok. Kie Hong kaget tidak terkira. Mendadak ada serangan angin
hebat ke arah mukanya. Kontan dia susah bernapas, karena dadanya menjadi sesak
dalam sedetik. Tapi dia masih ingat untuk mengundurkan diri,
dia lantas berlompat. Tapi sudah kasip. si orang tua mendahului lompat maju,
menyamber tangannya, Hanya sekejap. dia merasakan sakit
dan tenaganya lenyap. pedangnya terlepas dari tangannya.
Si orang tua rupanya tidak memikir mengambil jiwa orang,
habis menyamber, ia melepaskan cekalannya, justru itu Yan
Loei dan Hauw Boen Thong menyerang dengan berbareng,
Mereka ini mau menolongi pemuda she Pek itu.
Si orang tua tidak mau melayani, dia menggeraki
pedangnya sambil tubuhnya mencelat bagaikan terbang
cepatnya, dia berlompat ke dalam rimba, untuk segera
menghilang... Ketika itu pun datang menyusul banyak orang Yan Kee Po
akan tetapi mereka tidak dapat berbuat apa apa. Mereka
menyerang dengan senjata rahasia tanpa hasil. Pek Kie Hong
berdiri menjublak. la gusar dan berduka karena lenyapnya
pedangnya. Justeru itu mendadak Hauw Boen Thong berteriak matanya
bersinar kaget, mukanya menjadi biru dan pucat.
Semua orang kaget, semuanya menofeh. Mereka lantas
menjadi lebih kaget lagi.
Orang she Hauw itu terpapas ujung bajunya, hingga
terlihat tulang lengannya yang kurus, la baru ketahui itu ketika
sang angin menyamber padanya dan lengannya itu terasa
dingin, tempo ia melihatnya, ia memperdengarkan teriakannya
itu. Itulah hasil pedang Kie Hong yang dirampas si orang tua.
syukur dia tidak telengas, kalau tidak. mungkin dia dapat
menguntungkan lengannya Im Cioe Jiauw Hoen- Tapi ini juga
sudah cukup untuk membikin ciut hati orang, ia hanya
menjadi sangat mendongkol dan menyerah ialah seorang
Kang ouw kenamaan tetapi sekarang ia telah dibikin menjadi
tidak berdaya... Yan Loei juga gusar dan masgul sekali, ia malu, Bukankah
ia telah dirobohkan bahkan di sarangnya sendiri" ia mengerti,
itulah alamat bencana untuk Yan Kee Po yang kesohor kuat.
"Yan Peehoe, siapakah itu setan tua berbaju kuning?"
kemudian Pek Kie Hong tanya Yan Loei, Dia menjadi lesu
sekali. Yan Loei belum menjawab atau Boen Thong telah
mendahuluinya. Dengan sengit orang sh e Boen ini kata:
"Bocah, kau tahu dia siapa" Dialah siluman tua Thian Yoe
yang dulu hari telah menjadi pecundangnya Hok In siang-jin--
Hm-- Hm. Kau lihat, segera bakal datang pertunjukan
berikutnya yang menarik hati."
Dari suaranya nyata Boen Thong sangat tidak puas dan
ingin menuntut balas. Kie Hong kaget hingga ia merasa matanya kabur. ia lantas
mendapat perasaan bahwa pedangnya itu tak bakal kembali
kepadanya, ia masih muda tetapi pendengarannya sudah
banyak maka ia tahu siapa Thian Yoe Sioe, satu jago dari
hampir enam puluh tahun yang lampau, sedang pada tiga
puluh tiga tahun yang lalu, pernah dia dikeroyok ketua-ketua
Boe Tong Pay, Khong Tong pay dan Siauw Lim Pay, selama
dua hari satu malam, mereka itu masih tak dapat menang di
atas angin- pertempuran satu melawan tiga itu terjadi di
depan air tumpah di gunung Louw yan.
Syukur Thian Yoe sloe -- meski dia jumawa dapat berlaku
sabar, hingga dia puas dengan satu kesudahan seri, tak ada
yang menang dan tidak ada yang kalah, sama-sama tangguh.
Hanya karena dia dikepung bertiga, dia toh mendapat
nama, dengan sendirinya namanya jadi terkenal sekali dan
dimalui. ooo Thian Yoe sioe berasal seorang anak yatim piatu, Dia she
Kie. Karena sebatang- kara dan hidupnya melarat dan
bersengsara, dia sering dihina orang, syukur kemudian dia
bertemu seorang berilmu dan dipelihara dan serta di didik
sempurna hingga dia memperoleh kepandaian silat yang luar
biasa. penderitaannya berpikiran tak seperti banyak orang.
Dia bertabiat keras. Dia bertindak menurut apa yang dia
sendiri rasa baik, Karena itu, dia tak disukai baik kaum sesat
maupun kaum lurus, Maka tetap dia suka hidup menyendiri,
tetap dia membawa tabiatnya itu. Kurban- kurbannya, kedua
kaum lurus dan sesat, tak kurang dari seratus jiwa.
Barbareng sama Thian Yoe sioe maka di puncak tertinggi
gunung Koen Loen san Barat ada hidup seorang gagah yang
dipanggil Hok In siangjin, yang pun dikenal sebagai Boe Lim it
seng. Nabi tunggal kaum Rimba Persilatan- Tak tenang
hatinya orang kosen ini melihat sepak terbangnya Thian Yoe
sioe itu, Maka ia mengundang Thian Yoe sioe datang ke
gunungnya untuk berunding.
Thian Yoe sioe menerima baik undangan itu dan datang ke
Koen Loen san Barat, Ketika dia tiba- d i kaki gunung, ada
orang yang melihatnya, maka habis itu, timbullah omongan
diluaran bahwa dia sudah menempur Hok In-siangjin-
Hok In siangjin seorang pendeta berilmu dan sabar maka
itu begitu bertemu Thian Yoe sioe, ia berlaku sabar sekali, ia
ingin Thian-Yoe sioe merubah adatnya, sikapnya ini membikin
Thian Yoe sioe dari panas hati menjadi tenang. ia pun
menuturkan riwayat hidupnya nyata semasa kecilnya, ia lebih
menderita daripada Thian Yoe sioe.
Sebagai seorang cerdik, ia tidak omong perihal ilmu silat, ia
tidak menimbulkan hal sepak terjangnya Thian Yoe sioe.
Thian Yoe sioe tidak bertanding, sebaliknya dia insaf
keluhuran budi Hok in siang-jin- Kata-katanya pendeta itu
menyadarkan padanya. Kata Hok In siangjin: "Manusia itu kebanyakan merasa
dirinya yang benar, karenanya dia suka menegur kesalahan
lain orang, Mata manusia seperti kaca rasa, cuma bisa melihat
kesalahan lain orang, tak dapat melihat cacad sendiri, Manusia
itu mana bisa tak melakukan kekeliruan" Karena itu. baiklah
orang saling mengerti, jangan sampai menjadi mencelakai diri
sendiri Manusia itu, karena masing-masing pengalamannya,
menjadi beda satu dari lain, toh pokoknya tetap satu, tak ada
perbedaan jahat dan baik, yang harus diutamakan yalah
kesadaran, lalu memeriksa diri sendiri agar tidak sampai
berbuat keliru." Satu hari satu malam mereka memasang omong, hati Thian
Yoe sioe jadi tertarik. Kemudian Thian Yoe sioe menimbulkan ilmu silat, Dia
merasa bangga pada dirinya, ilmu silat itu dalam seperti
lautan." kata Hok In siang-jin bersenyum. "Ilmu silat tidak ada
batasnya, Tidak demikian adalah usia manusia, yang telah
ditetapkan dengan batas waktu seratus tahun- oleh karena itu
loolap tidak suka bicara tentang ilmu silat atau bentrok bicara
karenanya, ilmu silat dapat mengacaukan pikiran dan
membuatnya orang suka berebutan-"
Thian-Yoe sioe tahu Hok In siangjin sabar dan suka
mengalah, tetapi dia penasaran, dia minta mereka berdua
mencoba-coba..Hok In kena terdesak. la menjanjikan
pertandingan hanya seratus jurus, bahwa ia- cuma akan
membela diri, tidak akan menyerang, sementara
gelanggangnya cuma luas lima kaki seputarnya. Katanya,
siapa yang keluar dan gelanggang, dia kalah.
Thian Yoe-sioe percaya kelihaiannya, dia terima baik syarat
itu. Dia tidak percaya dalam seratus jurus orang tak akan
lompat keluar gelanggang. Maka itu, begitu mulai, dia lantas
keluarkan kepandaiannya. Dia ingin memaksa pendeta itu
keluar dari gelanggang. Tapi Hok in siangjin liehay sekali, Walaupun dia terus
diserang dan setiap penyerangan berbahaya, dia selalu dapat
menghindarkan diri, dia bermata jeli dan bertubuh ringan dan
gesit, Dia bergerak lincah bagaikan bayangan.
Thian Yoe sioe penasaran, ia mengubah cara
penyerangannya, tetapi tetap ia tidak memperoleh hasil,
Ketika sampai di jurus ke seratus, Hok in siangjin mengalah.
Dia bukan keluar dari gelanggang hanya menginjak batasnya.
Dengan begitu pertandingan itu berkesudahan seri.
Thian Yoe sioe menginsafi liehaynya pendeta yang sangat
sabar itu. Ketika Thian Yoe soei pamitan, Hok in siangjin mencekal
tangannya jago itu dan kata dengan roman berduka. "Kita
berdua sudah sama-sama berusia lanjut. Manusia itu dapat
hidup berapa lama" Hari dan bulan lewatnya dapat dihitung
denganjari tangan, di dalam dunia ada berapa orangkah yang
memperoleh kesadaran" Maka daripada itu sang Budha
mengatakan, "Dia mengutamakan membantu orang
menyadarkan diri, Kita sekarang bakal berpisahan, entah
kapan kita dapat bertemu pula, dari itu, mengingat KieTayhiap
adalah seorang dengan muka dingin dan hati panas, suka
loolap. menasehati agartayhiap ingat kepada kebijaksanaan
Thian dan di mana bisa, sukalah memberi ampun kepada
orang" Thian Yoe sioe menginsafi nasehat itu, maka setelah turun
gunung, banyak dia merubah sepak terjangnya, justeru karena
dia merubah kelakuan, dalam Rimba Persilatan muncul cerita
dia telah ditakluki Hok In siang-jin, bahwa dia telah mendapat
luka di dalam hingga tak lagi dia dapat berkelahi. Bahkan
paling gila, ada yang menyiarkan berita bahwa ia menyaksikan
sendiri pertempuran di antara Hok In siang-jin dan Thian Yoe
sioe serta bagaimana dia dikalahkannya.
Thian Yoe sioe mendapat dengar semua omongan itu, dia
tidak menjadi gusar, sebaliknya dia menyambutnya sambil
bersenyum. Di lain pihak. dia bertabiat keras, Dia tahu betul ilmu
silatnya masih kurang, dia mencoba belajar terus, maka dia
lantas menciptakan suatu ilmu silat baru, yang dia beri nama
"Kie Yauw seng Hoei sip sam sie." atau tiga belas jurus
"Bintang Terbang." ia membuat bukunya, ia membikin
gambarnya, Tiga tahun waktu yang ia pakai untuk
menciptakan ilmu silatnya itu itulah ilmu silat guna melawan
Hok In siangjin- ilmu silat siapa ia perhatikan selama
pertarungannya itu. Setelah itu, ia memikir mencari murid guna mewariskan
kepandaiannya, supaya si-muridlah yang nanti pergi cari murid
Koen Loen Pay untuk mencoba ilmunya itu.
Selama tiga puluh tahun Thian Yoe sioe masih tidak
mendapatkan murid yang ia cari itu, ia ingin mendapatkan
murid yang berbakat dan hatinya lurus.
Selama itu ia terus merantau, Pada satu waktu di propinsi
Kwie tay, di gunung tay-beng-san, ia bertemu dengan Tay
Beng sam shia, si tiga sesat dari gunung Tay Beng sin itu ia
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dihina, katanya ialah pecundangnya Hok Io sangjin. la di
katakan tidak tabu malu, sudah kalah, bukan mencari balas,
hanya hidup terus tanpa berdaya, ia tidakpuas, ia menantang
Tay Beng sam shia, maka bertempurlah mereka satu lawan
tiga. Tay Beng sam shia benar benar liehay, Mereka seri.
Kesudahannya Thian Yoe sioe menjanjikan pertempuran tiga
tahun kemudian- Lebih dulu daripada itu, ia tertawakan tiga
lawannya, yang dikatakan tak tahu diri dan buktinya mereka
tak dapat mengalahkannya, Maka ia tanya. "Kenapa kamu
tidak mau menantang buat lagi tiga tahun-"
Demikian pertandingan mereka dilakukan setiap tiga tahun,
saban-saban tempatnya dirubah, sampai paling belakang
mereka bertanding di siauw ngotay-san- Kali ini Thian Yoe sioe
menjadi sebal. Mengingat Tay Beng sam shia bangsa busuk
dan jahat. ia lantas menggunai racun ularnya.
Tay Beng sam shia tak tahu akal orang, mereka kena
diracuni tempo mereka sadar, mereka lantas menyerang hebat
pada musuhnya yang dikatakan curang itu sayang mereka
mati lebih dulu, Kemudian Thian Yoe sioe roboh sendirinya,
sampai ia ditolongi Lie Tiong Hoa.
Ia melihat anak muda itu berbakat baik, tempo ia dapat
kenyataan orang jujur, suka ia menolongi, bahkan di samping
memberi obat, ia menghadiahkan juga kitab silatnya itu.
Baru berlalu beberapa puluh tindak. Thiao Yoe sioe
mendapat satu pikiran, Dia kata
dalam batinya: "Aku sudah tua, tak dapat aku bawa
kepandaianku ke dalam liang kubur, Kitabku sulit dimengerti,
tanpa penjelasanku, sukar untuk dipelajari. Mungkin dia
membutuhkan tempo sepuluh tahun. Kenapa selagi aku masih
hidup ini, aku tidak. mau pakai tempo satu atau dua tahun
guna mendidik dia?" Maka itu, ia lantas kembali, ia terus menguntit Tiong Hoa.
segera ia melihat pemuda itu mahir ilmu ilmu ringan
tubuhnya, hingga ia heran-
Di Cip Poo Lauw Thian Yoe sioe melihat Tiong Hoa
berkenalan dengan Yan Hong. ia mau menduga, kecuali dia
hijau, Tiong Hoa mesti mengandung sesuatu maksud. ia kuatir
pemuda ini sembarang menurunkan kepandaiannya itu, maka
ia menguntit terus. Di sungai siang Kian Hoo, ia melihat
kepandaiannya si anak muda, ia menjadi kagum- maka ia mau
menyelidiki terus. Kemudian, ketika Thian Yoe sioe kembali ke siauw Ngo-taysan,
di mulut gunung ia bertemu dengan Yan Hong, puteranya
Yan Loei ini terkebur, dia tidak tahu si orang tua orang macam
apa, dia lantas menyerang. Thian Yoe sioe paling tidak suka
orang bermulut besar, maka itu, ia menolak hingga anak
muda itu jatuh kejurang, Habis itu muncullah Lao san sem Eng secara tiba-tiba,
Mereka itu kenal jago tua ini, mereka menemui dengan sangat
hormat, bahkan mereka menerangkan bahwa Yan Kee Po
biasa "hitam makan hitam, jahatnya bukan buatan." Thian Yoe
sioe menjadi gusar. Ia menjanjikan akan mencari keterangan
dulu, sesudah itu suka ia membantu sam Eng.
Besoknya Thian Yoe sioe pergi ke Yan Kee Po, Tidak
berhasil ia menguntit Lie Tiong Hoa. ia tidak tahu pemuda itu
telah diakali Pek Kie Hong dan telah dijebak dalam perangkap.
Tempo ia sampai dikamarnya Yan Hong. tepat ia mendengar
Hauw Boen Thong mengatakan ialah si "siluman tua." "maka
ia tertawa berkakak. Di waktu bertempur dengan Pek Kie Hong, Thian Yoe sioe
heran mendapatkan ada orang berlompat pesat melintasi
rimba, maka ia mau menyusul, untuk melihat siapa orang dari
itu, ia lantas merampas pedangnya Kie Hong. Tentu sekali Kie
Hong sakit hatinya karena pedangnya itu pedang pusaka tiga
turunannya. Di lain pihak, dia telah sangat tergila-gila pada
Yan Hee. Maka itu, setelah melengak. dia bukan lompat turun,
dia justeru lari kearah Coei Tek Hian-
BeIum jauh dia lari, Kie Hong dibikin heran oleh satu orang
yang tiba-tiba muncul dari belakang sebuah batu besar, orang
itu memakai kedok dan gerakannya sangat enteng dan gesit,
Gerakan itu juga yang dinamakan Tay-in-Iiong pat sie atau
Naga dalam mega, ia heran orang bernyali begitu besar berani
muncul di siang hari di dalam rimba itu yang merupakan
gedung naga atau guha harimau, ia menguntit terus.
Orang bertopeng itu pergi ke Teng le Hian dimana dia
turun dibawah payon, Mendadak di situ dia menghilang.
Pek Kie Hong heran, hingga ia mau menyangka Lie Cie
Tiong dapat keluar dari liang jebakan, tetapi ia tahu pasti, tak
nanti orang lolos dari perangkap itu dimana telah roboh
banyak kurban jiwa, Karena ini, ia lantas menyusul.
Segera ia menjadi kaget. ia melihat runtuhnya belasan
penjaga rahasia dan si orang bertopeng tak nampak. Diwaktu
ia memeriksa, ternyata semua penjaga itu roboh karena
totokan pada jalan darah. ia lantas menotok mereka itu, untuk
menyadarkan, guna menanyakan keterangannya.
Jawaban mereka serupa saja. Mendadak mereka merasa
angin dingin bersiur, lantas mereka tak ingat apa-apa lagi,
Mereka tidak melihat sekalipun bayangan penyerang itu.
" Hebat," pikir Kie Hong, yang menyedot hawa dingin. ia
lantas merasa bahwa bencana besar lagi mengancam. Karena
ini, hatinya menjadi tidak tenang. ia sebenarnya cerdas tapi
hilangnya pedangnya dan kecantikan Yan Hee membuatnya
berotak butek. Tengah Kie Hong berdiri menjublak itu, ia merasakan
sampokan angin dari arah belakangnya, ia kager, ia lantas
mendak. seraya memutar tubuh, ia menyerang, ia menduga
pada orang jahat yang membokongnya. Ketika ia menoleh, ia
kaget hingga ia berseru tertahan ia pun mundur dengar
terhuyung, serangannya ditarik pulang. Di depannya berdiri
Yan Hee dengan romannya yang dingin, matanya menatap
tajam. "Adik Hee ..." katanya jengah.
"Aku kira siapa berani sembarang turun tangan di sini,
kiranya kau, kakak Pek" kata si nona. "Pantas, pantas !"
"Jangan salah mengerti, adik Hoe." kata Kie Hong gugup,
"Biarnya kakakmu bernyali besar, tidak nanti dia berani
menyerang kau. Inilab sebab..."
sinona mengulapkan tangan mencegah orang bicara terus,
tapi tiba-tiba ia bersenyum untuk menanya: " Kakak Pek,
kenapa kau tidak berani turun tangan atas diriku?"
Hati Kie Hong berdebaran, Hebat senyuman manis itu,
"Adik Hee, apakah kau masih belum ketahui hati kakakmu
ini" "ia tanya, "oleh karena kau, aku menjadi tak dapat dahar.
Aku bersedia mengorbankan jiwa untuk cintaku. Mustahil kau
masih belum tahu?" Muka si nona menjadi merah. ia lantas menoleh kepada
orang-orangnya, yang barusan ditolongi Kie Hong, Mereka itu
mengerti, mereka memberi hormat, lantas mereka
mengundurkan diri. Seberlalunya mereka, Yan Hee melirik Kie Hong.
"Benarkah katamu barusan?" ia tanya perlahan. "Aku
melihat kau menganjurkan ayah dan kakakku berbuat jahat,
perbuatan kau itu busuk sekali, aku menjadi takut datang
dekat padamu." Selagi berkata begitu nona Yan mempermainkan matanya
dan senyumannya yang dapat menyopotkan jantung .
"Aku sumpah, adik Hee." kata si anak muda cepat, "Oh
adikku, kau bikin aku penasaran- Setiap tahun dua kali datang
ke mari, maksudku tidak lain untuk aku dapat bergaul erat
dengan kau sayang sampai begitu jauh, sikapmu dingin
terhadapku. Sudah begitu, sekarang kau mengatakan hatiku
busuk, inilah hebat."
Sebagai orang licik, Kie Hong lantas bersandiwara,
memperiihatkan roman menyesal dan
lesu. Yan Hee tertawa nyaring. "Aku tidak sangka kau pandai bicara, kakak Pek" katanya,
Mendadak dia kata pula, dengan sikap dingin dan suara kaku:
"Setanlah yang mau percaya kau selama dua hari ini kau
kasak-kusuk saja dengan kakak Hong, lakumu sebagai laku
setan Lihat, sekarang orang melakukan hebat sekali kepada
kakak Hong. Bukankah itu bukti kau telah bersekongkol
dengannya?" Mukanya Kie Hong menjadi pucat, "Itulah urusan kakakmu
sendiri, denganku tak ada sangkut pautnya," ia kata keras,
untuk menyangkal " itulah disebabkan suatu mustika dalam
Rimba Persilatan- Barang itu, andaikata saudara Hong tidak
menghendakinya, lain orang pasti akan menurunkan
tangannya" Yan Hee agaknya bersangsi.
"Sebenarnya apakah itu, ia tanya: " Kenapa benda itu
demikian berharga?" Kie Hong menyeringai "Itulah sepotong logam Ngo sik kim-bo." sahutnya, " itulah
barang mustika dari see Hek. Meski saudara Yan telah hasil
mendapatkan itu, akibatnya akan hebat, Banyak orang Kangouw
yang lihai mengincar itu, Maka aku percaya, Yan Kee Po
bakal menghadapi hujan hebat dan badai, hingga orang sukar
tidur dengan tenang. oleh karena itu, pedang turunanku juga
telah turut hilang."
Selagi mengucapkan yang terakhir ini, Kie Hong nampak
sangat mendongkol. Yan Hee kurang pergaulan, tak tahu ia Ngo-sek Kim bo itu
benda apa, tetapi karena ayah dan kakaknya sangat
menghendakinya, ia percaya itu benar mustika berharga.
sekarang ia mendengar Kie Hong kehilangan pedang, ia
mengawasi anak muda itu. Benar saja pedang orang tak ada
di punggungnya. "Ah, tidakkah ini jadi berarti si pengemis kehilangan
Ularnya?" ia kata sambil tertawa geli. Habis itu mendadak ia
lompat untuk pergi menghilang,
"Adik Hee." Kie Hong berseru sambil menyusul, Untuk
sejenak ia kaget, lantas dia sadar pula.
Yan Hee berlari-lari terus di dalam rimba, berlegat-legot
seperti ular tidak mau berhenti.
Kie Hong habis akal, ia berhenti berlari Tidak berani ia turut
masuk. "Adik Hee Adik Hee" ia memanggil berulang-ulang. Tidak
ada jawaban kecuali daun bambu bergoyang-goyang
Percuma Kie Hong memanggil manggil, Yan Hee tetap tidak
kembali atau menyahuti, ia menyesal sekali sebenarnya ia
mau menasehati dan mengajak si nona turut ia meninggalkan
Yan Kee Po. untuk pulang ke Tong Teng ouw, Tentang
pedangnya ia memikir untuk mencarinya ganti, dibelakang
hari. Tengah ia berduka itu, dari dalam rimba muncul dua orang
nona dengan baju hijau. satu di antaranya, yang mukanya
potongan telur angsa, yang romannya manis sekali dengan
alis bangun berdiri, lantas membentak:
"Mau apa kau bikin berisik di sini" Apakah kau tidak mau
lekas pergi" jikalau kau membikin kaget nyonya majikan, itu
artinya jalan mati untukmu."
Kie Hong menjadi nmendongkol, ia memang lagi berduka
dan penasaran. Alisnya lantas terbangun, maka dua kali dia
tertawa dingin. "Leng Bwe,j angan kau menjadi anjing yang mengandal
pengaruh orang." dia kata sengit, "Tuan muda kau toh tidak
menginjak sebelah kaki juga pada rimba mu ini. Taruh- kata
nyonya majikanmu keluar, aku tidak takut, apalagi nyonya
majikanmu itu bukannya orang yang tidak mengerti aturan,
Hm. jikalau aku tidak memandang nona Hee, hari ini
sedikitnya aku mesti patahkan dua tulang rusukmu."
Leng Bwee, si budak. tidak gusar, tetapi dia berkata dingin.
"Aku kira kau tak dapat-sering nonaku mengatakan bahwa Pek
Kie Hong ceecu muda dari benteng darat dan air dari Tong
Teng ouw itu adalah orang yang di luarnya seperti emas dan
kemala tetapi didalamnya busuk dan bahwa didalam dadanya
dia tidak mempunya i pelajaran sedikit juga, dia cuma pandai
omong besar menggertak orang sekarang aku melihat lagak
kau ini, nyatalah benar kata kata nonaku itu siauw cecu,
jikalau kau dapat mengalahkan Leng Bwee dalam sepuluh
jurus, nanti aku minta nonaku datang menemui kau Kau
setujukah?" Hebat hinaan ini, terutama untuk Pek Kie Hong, orang yang
di pelbagai propinsi tenggara. titahnya dihormati seperti
gunung roboh, sebaliknya sekarang di Yan Kee Po, ia
dipermainkan seorang budak perempuan yang tak ada
namanya, mana dapat dia menahan sabar" Akan tetapi,
malang, masih ada orang yang ia harapkan dan yang ia
jerikan. "Kabarnya nyonya dari Yan Kee Po, Cian cioe Kwan im
Siauw Goat Hian, seorang ahli silat bagian dalam yang liehay
sekali, terutama ilmu pedang dan senjata rahasianya yang
kesohor di selatan dan Utara sungai Besar, maka itu, apakah
kedua budak ini telah menerima warisan majikannya" Kalau
aku lawan dia, menang atau kalah, jelek dua-duanya buat
aku, bahkan itu pun dapat membikin adik Hee mendapat
kesan buruk terhadapku..."
Dasar cerdik, biarnya dia sangat gusar. Kie Hong dapat
menguasai dirinya. "Encie Leng Bwee, aku harap kau maafkan aku buat katakataku
barusan." dia berkata bersenyum. "Aku mempunyai
berapa nyali maka aku berani main gila di Coet Tek Hian ini"
Aku minta, encie, tolong kau undang keluar nonamu, Budimu
ini aku nanti ingat baik-baik, nanti aku balas."
Anak muda ini tidak cuma bicara hormat dan manis itu,
bahkan dia menjura dalam. Leng Bwee menyingkir ke
samping, tetap ia bersikap dingin.
"Tidak berani aku terima hormatmu ini" katanya, "AkuIah
seorang budak perempuan, mana dapat aku menerima
hormatnya seorang cecu muda.."
Melihat dan mendengar semua itu. budak yang satunya,
yang sedari tadi diam saja tertawa sambil menutupi mulutnya.
"Encie Leng Bwee," ia berkata, sekarang aku melihat, maka
benarlah apa yang dikatakan nona Hee kita. Tadinya aku, si
Cioe Kiok. tidak percaya sama sekali, sekarang aku percaya
betul, Nona memang bilang, orang ini tidak dapat keras, dia
dapat lunak. dia tidak mempunyai semangat sedikit juga,
sekarang ternyata tulang-tulangnya benar lemas."
Habis berkata begitu, ia tertawa pula tak hentinya.
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Habis sabarnya Kie Hong, sambil berteriak dia menyerang
budak itu, tangan kanannya meluncur ke dada kanan orang.
Merah mukanya Cioe Kiok karena orang demikian ceriwis, ia
mencelat kesamping, sebelah tangannya meny amber, dua buahjerijinya mencari
sikut kanan penyerangnya itu. itulah pukulan yang dinamakan
Burung walet menggaris pasir yang lihai.
Kie Hong mengenal baik pukulan itu, maka ia berkelit
dengan cepat, tangannya diputar, Akan tetapi ia masih kurang
sebat, sikutnya kena juga kebentur sedikit, hingga ia
merasakan sakit dan panas yang sangat. saking kaget, ia
berlompat mundur dua tindak. ia belum menancap kakinya, si
nona sudah menyusul, sekarang dia menyerang dengan kedua
tangannya dengan tipu silat Liong beng it-sie atau sang Naga
mengarah kedua jalan darah Kie-boen di kedua rusuk.
Cioe Kiok sangat membenci maka dia berlaku bengis sekali.
Kie Hong kaget dan berkuatiran, ia membuka kedua
tangannya, untuk menangkis, sambil ia mencelat. Karena ia
pun gusar, ketika ia turun, ia membalas menyerang dengan
tenaganya dikerahkan seluruhnya, ia mengguna i pukulan
simpanan dari Tong-teng ouw yang diberi nama Cek Lian
ciang hoat atau Rantai Merah.
Cioe- kiok terkejut, Belum sampai ia kena terhajar ia sudah
merasakan hawa panas dari tangan lawan yang liehay itu,
hingga ia menjadi bingung.
Leng Bwee melihat saudaranya terancam, sambil
membentak. la menyerang, serangannya itu pun saling susul.
Hingga nampak tujuh rupa benda seperti bintang hitam
menyamber-nyamber ke arah sasarannya.
Kie Hong terkejut ia mendengar suara sar ser serta angin
menghembus, memang j eri untuk senjata rahasia mutiara
muni dari Cian cioe Kean im. Maka itu batal menyerang terus
pada cioe Kiok, lekas-lekas ia berkelit sambil berlompat tinggi
tiga kaki. Titisan Dewi Kwan Im 2 Pendekar Naga Putih 50 Sang Penghancur Ksatria Negeri Salju 1