Pencarian

Bujukan Gambar Lukisan 5

Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 5


mendapatkan sebuah tempat terbuka yang muat hanya tubuh
satu orang, ia naik ke situ. ia melihat jalanan seperti tanpa
ujungnya yang menjulang ke atas, jala nan itu pun licin.
Ia sebenarnya berkuatir tapi ia maju, tubuhnya
dimiringkan, nempel rapat dengan batu gunung, ia berlaku
hati-hati. ia masih memegangi rotan, yang ternyata keluar dari
sebuah guha bundar kira dua kaki lebar. Begitu tiba, ia masuk
ke dalam guha itu, Dengan berani ia berjalan terus, tanpa
menghiraukan lorong berliku-liku. ia punjalan merayap.
mcraagkang Guba itu gelap tapi ia dapat maju terus.
setelah lewat kira Iimapuluh tombak. Tiong Hoa
mendapatkan dengkulnya sakit, Celananya sebatas dengkul itu
pecah berlobang Tapi disini, terowongan lebih tinggi, hingga ia
bisa berjalan sambil membungkuk.
Ini juga semacam penderitaan, maka itu Tiong Hoa
ngelamun, hingga ia ingat Goei Loo-hoecoe, si pemegang kas
yang ia kesalahan membunuhnya begitu juga si tukang loak,
itulah siksaan bathin untuknya, setiap ia ingat, berduka dan
menyesal. Mahal ia membayarnya itu, karena sekarang ia mesti
merantau, hidup sengsara dan menghadapi maut juga.
Tengah maju sambil berpikir itu, pemuda ini mendengar
suara kera. ia menjadi bersemangat Hanya ketika ia
mengawasi, ia tidak melihat apa-apa. Guha itu gelap. tapi tak
dapat ia mundur, ia maju terus dengan perlahan dengan
waspada. Masih Tiong Hoa mendengar suara kera itu, tengah ia
bertindak separuh merepe-repe, mendadak ia merasa
dorongan yang kuat. sampai ia mesti mundur beberapa tindak.
ia jadi kaget dan curiga, Lekas-lekas ia membuka dengan
kedua tangannya, guna menyingkir dari dorongan itu ia
mengguna i tenaga sian thian-thay It Ciang.
"Di dalam guha ini mesti ada penghuninya." ia pikir.
"jangan-jangan dia orang berilmu yang lagi mencucikan diri
dan kedua kera tadi binatang piaraannya, jikalau dia tak suka
terima aku, aku tidak boleh memaksa, hanya di tempat ini,
aku perlu jalan keluar..."
Tiong Hoa meogerabkan tenaganya, ia salurkan itu kedua
tangannya, lantas ia menolak ke depan, jalan ke arah dalam.
perlahan tetapi keras. Begitu kedua tenaga bentrok. tenaga di
sebelah dalam itu buyar. "oh...." ia mendengar suara tertahan,
Lantas sunyi. Untuk menarik pulang dorongannya itu, Tiong Hoa maju
dua tindak. sekarang ia tak lagi merasa hawa di dalam gua
seperti mandek. Rupanya itu disebabkan dorongannya
barusan. Suara "Oh" itu memastikan Tiong Hoa bahwa di dalam situ
ada orang. sekarang baru ia ingat kealpaannya tadi. kalau
suhu kosong mestinya lembab dan hawanya berbau busuk.
tepi gua ini kering tanpa bau apa juga, Maka itu ketika ia
maju, ia maju tindak demi tiadak matanya mengawasi tajam.
ia masuk terus tanpa menghiraukan tuan rumah orang baik
atau Orang jahat. oleh karena ini hatinya tak tenang.
Sesudah jalan lima atau enam tombak. Tiong Hoa
mendapatkan gua membiluk ke kiri, ia jalan terus, Lagi empat
tombak. la mesti membiluk ke kiri pula, ia heran Tapi ia jalan
terus, Lagi belasan tombak ia melihat sedikit cahaya terang.
"Itulah tentu sinar matahari," pikirnya, ia meniadi
mendapat hati, ia menjadi bersemangat. Cahaya terang itu
mungkin berarti ujungnya gua, Maka ia lantas bertindak terus,
Ketika ia mendekati cahaya terang itu ia angkat kepalanya
dongak, Maka ia melihat serupa barang persegi enam
bernama kuning mirip kemala, itulah yang menerbit-cahaya itu
yang menerangi guha yang gelap itu.
Guha ini atau lebih benar ruangannya luas dan bundar, Di
depan Tiong Hoa kita dua tombak. la melihat seorang tua lagi
duduk bercokol, tubuhnya kurus sekali, rambutnya kusut, tapi
matanya tajam. Dia pula memelihara kumis dan jenggot yang panjang
sampai ke tanah, Dengan matanya yang tajam itu, dia
mengawasi lalu kedua mata itu dirapatkan. sampai
sebegitujauh dari dia pun terus membungkam.
Di kiri dan kanan orang toa itu berdiri menanti dua ekor
kera putih, Yalah kedua kera yang tadi, Matanya kedua
binatang itu bergerak tak hentinya, dan masing-masing kedua
tangan mereka menggaruki pipinya tak sudahnya.
Yang mengherankan Tiong Hoa, di atasnya kepalanya
orang tua itu terdapat cabang-cabang pohon yang tumbuh
diselah-selah batu, semua cabang itu merosot turun. Pada
cabang-cabang itu ada terdapat sebuah yang sarat buah piepa
kuning yang tadi ia makan"
Ia pun telah mendapat cium bau yang harum dari buah itu.
"Belum pernah aku melih at p^hon tumbuh di batu
gunung" pikirnya kagum. Kalau aku sudah keluar dari sini dan
aku memberi tahukan orang tentang pohon ini, pasti mereka
tak mau percaya dan akan mengatai aku ngobrol saja..."
Sekarang Tiong Hoa melihat tegas, orang tua itu bertubuh
katai dan kurus, Berduduk dia hanya hampir dua kaki, kalau
dia berdiri paling juga tiga kaki lebih sedikit. Ruang itu tidak
punya jalan lainnya atau pintu, Di belakang si orang tua
tembok agaknya celong ia kaget untuk mendapat tahu guna
itu guna buntu, susah-susah ia memasukinya tak tahunya
guha itu tak ada belakangya....
Ia mengawasi tajam orang tua itu, tiba-tiba ia menerka:
"Mungkinkah jalan keluar itu ada di belakangnya orang tua
ini?" Karena ini, ia lantas memberi hormat sambil menjura, ia
kata, "Boanpwee adalah orang yang telah jatuh kedalam
jurang, diluar dugaanku boanpwee telah ditolongi kera
loojinkee maka boanpwee ikut datang ketempat suci ini. Buat
kelancangan ini, boanpwee minta maaf."
Ia menduga orang akan membuka matanya dan menjawab,
tidak tahunya, orang tua itu tetap meram dan bungkam,
tubuhnya bercokol tak bergeming.
Adalah kedua kera itu, yang tadinya berdiam saja,
membuka mulutnya seperti orang mau tertawa.
Tidak puas Tiong Hoa tidak memperoleh jawaban, akan
tetapi ia dapat menguasai diri, ia memberi hormat pula,
dengan sedikit membungkuk. la kata: "Boanpwee tidak berani
membikin kotor tempat bersih dan suci Ioo-jinkee ini, maka itu
aku minta sukalah loojinkee tolong berikan petunjuk agar aku
dapat melihat pula langit dan matahari, untuk itu aku akan
sangat bersyukur." Habis berkata, si anak muda mengawasi tajam, Ia
mendapatkan orang tetap meram dan berdiam parasnya tetap
dingin bagaikan es. ia jadi mendongkol berbareng bingung. "
Kenapa orang bersikap dingin begini?" pikirnya.
Tiba-tiba anak muda ini terperanjat ia merasa pundaknya
teraba oleh tangan yang berbulu.
ooooo BAB 12 DALAM kagetnya, Tiong Hoa menyamber kebelakang. ia
kena menangkap tangan yang berbulu itu, Dengan cepat ia
menoleh, ia mendapatkan seekor kera muda warna putih,
Binatang itu kena terpencet, dia kesakitan dan berbunyi tak
hentinya, air matanya keluar meleleh.
Atas itu kedua kera di sisi si orang tua mengasi dengar
suaranya. Tiong Hoa lantas memikir, mungkin kera kecil ini anaknya
kedua kera itu, dan ini tidak jahat, maka ia lekas
mengendorkan cekalannya, Kera itu berhenti berbunyi, dia
mengawasi anak muda kita, romannya jeri.
Sekonyong-konyong Tiong Hoa mendengar suara dingin
dibelakangnya lagi: "Jikalau kau ganggu sehelai saja bulunya keraku, jangan
kau harap dapat keluar dari guha ini."
Tiong Hoa terkejut dengan lekas ia menoleh, sekarang ia
dapat melihat kedua mata terpentang dari si orang tua,
sinarnya tajam. Orang tua itu mengawasi ia tidak membuat si anak muda
gusar, ia lantas menanya: "Apakah kau tak puas ditegur aku si
orang tua?" Sebenarnya Tiong Hoa mendongkol juga orang tua itu ia
hormati dan ia tanya dengan manis, dia main bungkam, atau
tiba-tiba dia mengancam, ia mau menjawab bahwa ia bukan
cuma gusar tetapi kata-kata yang keluar ialah, "Maaf
loocianpwee diri apakah aku yang muda yang turun tangan
terlebih dulu?" "Hm." bersuara orang tua itu matanya mencilak. "tak
perduli siapa yang turun mangan terlebih dulu tapi nyatanya
kaulah yang memencet tangannya keraku itu."
Tiong Hoa tak dapat mengusai diri lagi maka ia kata sengit.
"Di kolong langit ini belum pernah aku menemui orang tak
bicara pantas seperti kau, loojinkee. Kalau begini tak tepat kau
dinamakan orang pertapaan"
Matanya si orang tua berhenti bergerak. Dia melengak,
Lantas dia tertawa terbahak-bahak.
Jikalau aku si orang tua kenal kepantasan, tidak nanti
sekarang aku berada didalam ini guna dimana tidak ada langit
dan matahari," sahutnya. "Disini aku telah bercokol lamanya
duapuluh tahun-" Mendadak airmuka nya berubah menjadi keren, Dia tanya,
"Jikalau aku si orang tua bukan orang pertapaan, habis kau
orang macam apa?" Tiong Hoa melengak sebentar, lantai sepasang alisnya
terbangun- "Akufah seorang muda dan tak terpelajar, aku bukan orang
yang berarti," ia menyahut "Adalah kau, kau jumawa sekali,
kau tidak kenal hormati kau gampang marah Adakah kau
orang pertapaan sejati" sudab dua puluh tahun kau bercokol
disini untuk memelihara diri, nyata hatinya sia-sia belaka"
Tiong Hoa menduga orang mestinya murka besar, diamdiam
ia bersiap untuk sesuatu serangan, akan tetapi diluar
dugaannya, sinar matanya orang tua itu lantas berubah
menjadi sabar, alisnya pun meng kerut, Ketika dia berkata
dengan perlahan. "Tidak salah" ujarnya. "Memang selama dua puluh tahun
aku membersihkan diri, aku masih belum memperoleh
ketenangan. Kau menerka benar, anak muda." dia lantas
tersudut, ia kata pula: "Belum pernah aku bertemu dengan
kau yang begini tidak kenal adat-istiadat. Mengenai
pertanyaanmu barusan, dapat aku menerangkan disini cuma
ada satu jalanan, tetapi tanpa petunjukku si orang tua,
seumur mu tak nanti kau dapat mencarinya" Kecuali kau
dapat terbang Karena kau tidak tahu aturan, aku malas
membuka mulut lagi."
Dia berdiam, kedua matanya dirapatkan seperti semula.
Tiong Hoa berdiri menjublak. "Aneh orang tua ini,
Bagaimana ia dikatakan tidak tahu aturan sedang tadi dua kali
ia memberi hormat dan menanya dengan halus" Adalah si
orang tua yang tak melihat dan tak menggubrisnya.
Ketika itu, entah kapan dia berjaannya, si kera kecil sudah
berada diantara kedua kera besar, dia akrab sekali dengan
kedua kera itu sebaliknya si kera besar, lantaran Di orang tua
bersikap kaku itu, terlihat menggaruk-garuk tak hentinya.
Tidak lama, lantas terlihat kera dikiri si orang tua meng g
era k- seraki kedua tangannya matanyapun memain, ia heran,
ia mengawasi saja, tapi tak lama, ia dapat membade maksud
orang ia diberi petunjuk untuk berlutut di depan orang tua itu,
guna minta ditunjukijalan keluar.
"Tidak." ia kata dalam hatinya, ia menggoyang-goyangi
tangan kepada kera itu, selaku penolakannya.
Kera itu berjingkrak. dia agaknya bingung.
Tiong Hoa mengawasi, pikirannya bekerja, Lantas ia ingat,
kalau jalanan benar ada dan si orang tua mengetahuinya, si
kera mesti ketahui juga, Lalu ia mendapat pikiran, Maka lekaslekas
ia menggapai pada kera itu.
si kera menjawab pula dengan kedua tangannya, Maka itu
lucu akan menyaksikan manusia dan binatang berbicara satu
dengan lain seperti orang bicara dengan orang gagu. Lama
mereka bergerak saling ganti, baru kemudian si kera mengerti
maksudnya si anak muda. Dengan mulut monyong, dengan ke
dua tangannya, dia menunjuk ke belakang orang tua itu.
"Hm, tidak salah" kata Tiong Hoa dalam bati, Nyata
dugaannya jitu. Jadi si orang tua yalah penghalang jalan
keluar itu oleh karena ini, ia lantas berpikir pula, mencari akal
untuk dapat molos, selang sekian lama, ia tertawa sendirinya,
ia terus kata: "Orang tua, percuma andaikata kau bercokol disini sampai
seratus tahun Tak nanti kau insaf bahwa kosong itu ialah
paras dan paras itu kosong."
Jilid 9 : Heboh tiga macam mustika
Si orang tua membuka matanya perlahan-lahan, dengan
sinarnya yang tajam, dia mengawasi lalu dengan dingin dia
berkata: "Bocah cilik, sungguh besar nyalimu berani menghina
aku si orang tua. jikalau aku turuti tabiatku dua puluh tahun
yang lampau, pasti aku telah hajar mampus padamu...." ia
baru mengucap begitu, atau dia menambahkan,
"Ah, kau mana tahu hatiku si orang tua" sungguh didalam
gunung tidak ada tahun dan saban bulan, didalam gua tidak
ada penanggalan, jikalau aku hitung dengan jeriji tanganku,
Duapuluh tahun sudah lewati Memang, asal aku si tua dapat
memecahkan kesulitan didalam dadaku, tidak nanti aku
menyekap diriku dalam gua ini."
Suara orang tua ini bernada sedih, kembali dia menghela
napas. Dia agaknya menyesal mendongkol dan penasaran
untuk pertapaannya selama duapuluh tahun itu.
Tiong Hoa mengawasi, ia merasa terharu, "Entah apakah
kesulitannya itu?" pikirnya. Kenapa dia suka bercokol saja
disini?" Lalu ia kata: "Loojinkee asal kau suka tunjuki jalan
keluar pada aku yang muda, mungkin aku dapat membantu
pikiran pada kau untuk menjawab kesulitanmu itu, Nanti aku
kembali kemari guna membukai belengguan mu ini.."
"Hem, enak kau bicara" berkata orang tua, "Itu, jalan ke
luar itu ada dibelakangku ini. Tapi tanpa kesulitanku itu dapat
dipecahkan tak dapat aku berkisar dari tempat dudukku ini
Aku sendiri tak dapat aku melanggar sumpahku, maka itu
baiklah kau ke luar dari mana tadi kau datang disana kau cari
jalan lain" Habis berkata dia merampula seperti tadi.


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiong Hoa menjadi bingung cula hatinya bergelisah. Dalam
keadaan begini ia memikir secara pendek. ia angkat tangan
kirinya kedepan dadanya, untuk menjaga, ia meluncurkan
tangan kanannya, sembari berseru, ia menolak ke arah si
orang tual berbareng dengan itu, tubuhnya pun maju
Dalam tempo hanya sedetik, lengan kiri orang tua itu sudah
lantas kena dicekal, untuk ditarik kesamping, orang tua itu
mau di bikin berkisar dari tempatnya bercokol.
Akan tetapi ketika Ttong Hoa sudah mencekal tangan
orang, ia terkejut tidak terkira, ia merasa kena pegang lengan
yang keras bagaikan besi, lengan yang licin sekali, ketika ia
menarik. tangannya meleset dan lepas, telapakannya itu
terasa sakit. Diluar kehendaknya, ia berseru dalam hati, ia
lantas berpikir: "Semenjak dalam guanya Yan Loei aku sadar dan dapat
memahami Kioe Yauw seng Hoei sip-sam sie, tanganku
menjadi kuat sekali, mungkin aku dapat memencet hancur
emas dan batu, kenapa sekarang aku mendapatkan lengan
orang tua ini mirip besi dan baja" Kalau begitu, dia benar
liehay luar biasa." Si orang tua tetap bercokol saja, tubuhnya tidak bergerak.
matanya tidak dibuka, ia seperti tidak tahu bahwa orang
mencekal tangannya dan dibetotnya. Tapi tak gampang Tiong
Hoa putus harapan ia sekarang menolak dada orang.
Pemuda ini ingin keluar dari tempat buntu itu, bisa
dimengerti kalau tenaganya terkerahkan semuanya.
Tiba-tiba si orang tua mementang matanya, yang bersinar
seperti kilat, terus dia mengibas dengan tangan bajunya.
Tiong Hoa lagi menolak dengan sekuat tenaganya. atas
kibasan itu, ia terpaksa mundur. Kembali ia menjadi heran dan
kaget. hingga parasnya berubah. sambil bertahan ia berpikir,
ketika ia terus kena tertolak, akhirnya ia menjadi berkuatir,
sebenarnya ia sudah menginsafi kenyataan, kelunakan dapat
mengalahkan kekerasan, toh ia tak lantas berhasil
mempertahankan diri, ia berpikir keras sekali, ia pikirkan pula"
Kioe Yauw seng Hoei sip-sam sie.
Tiba-tiba anak muda ini menyimpan tenaga perlawanannya.
ia tidak bertahan terlebih jauh. Justeru ia tidak melawan,
justeru berhenti tenaga menolak siorang tua. Dengan begitu,
ia dapat berdiri diam tanpa mundur lagi, ia menjadi laga
hatinya dan girang, Tapi ia tidak berdiam saja.
Perlahan-lahan ia mengerahkan pula tenaganya, Dengan
tangan kiri ia menolak dengan jurus "Pouteie hoa-ie dari Kioe
Yauw seng Hoei sip-sam sie, dengan tangan kanan ia menolak
dengan jurua "It-goan-thay-kek dari sian-thian Tay it ciang,
itulah dua tenaga keras dan lunak berbareng, tenaga im dan
yang yang saling bantu hingga tenaganya menjadi besar
berlipat ganda. Orang tua ini mengasi lihat roman girang dengan
mendadak rambut dan kumis seperti pada bangun berdiri
Tolakan si anak muda membikin "tubuhnya" itu bergeming lalu
bergoyang-goyang. Atas itu dia tertawa berkakakan, sekonyong-konyong
tubuhnya mencelat naik hingga ke langit guha, bersembunyi
diantara cabang cabang dan daun daun yang lebat dari pohon
piepa berwarna kuning emas itu.
Lie Tiong Hoa heran. ia pun melihat di- belakang tempat
duduk si orang tua ada tembok batu gunung yang berpeta
punggungnya orang tua itu. hanya tembok itu tetap rapat tak
ada selah-selahnya seperti selah-selah pintu, tapi karena ia
tidak lantas menghentikan tolakannya. mendadak ia
mendengar suara nyaring sekali, itulah disebabkan
tolakkannya mengenai tembok itu, yang terus gempur, hingga
sekarang disitu terlihat sebuah lobang guha kira-kira dua
tembok panjangnya. Pula dari lobang itu lantas memancar sinar terangnya dunia
yang bebas, yang untuk sejenak membuat mata si anak muda
silau, sinar itu membikin guha yang gelap menjadi terang
bagaikan diudara terbuka.
Menyusul pecahnya tembok itu, maka siorang tua sudah
berlompat turun, tepat di- depan si anak muda, Dia berdiri
sebatas dada orang. Dia tertawa bergelak.
"Sungguh aku tidak menyangka kau memiliki ini tenaga
besar luar biasa" katanya. Tak lagi dia bersikap garang atau
dingin seperti tadi. "Apakah barusan kau bukan menggunai
Poutee hoa ie dan It-goan thay-kek?"
Tiong Hoa mengawasi orang tua itu, ia heran berlipat
heran, ia mementang matanya lebar-lebar. ia mendapat
kenyataan bahwa si orang tua, kecuali ilmunya tinggi tak
terbatas, juga matanya tajam, pengetahuannya sangat luas,
Dalam sekejab saja dia mendapat tahu ilmu silat orang, Tapi
ia jujur, ia lantas mengangguk.
"Tadi aku masih bersangsi sekali, menyaksikan bahwa dua
rupa tenaga itu dapat keluar dari tubuhnya satu orang,"
berkata pula si orang tua, Aku si orang tua telah mengenai
banyak orang, akan tetapi apabila aku bukannya melihat
dengan mataku sendiri, haha. --tidak nanti aku mempercayai
kepandaian kau ini. syukur ada kau maka sekaraog aku dapat
memecahkan kesulitanku yang telah terbenam duapuluh
tahun itu, segera juga aku si orang tua akan mengajak ketiga
keraku ini berangkat pulang ke gunungku di Tanah Barat,"
Tiong Hoa tetap heran. Duapuluh tahun orang terbenam
kesulitannya, duapuluh tahun dia menyiksa diri bertapa, dan
sekarang, dengan dua jurus saja kesulitannya itu telah dapat
dipecahkan" ia terus menatap orang itu.
"Loocianpwee," ia tanya hormat, "Apakah aku yang muda
boleh mendapat tahu nama atau gelaran yang mulia dari
loociaopwee" sebenarnya apakah itu kesulitan loocianpwee"
sudikah loocianpwee memberitahukan semua itu?"
Si orang tua katai dan kurus tertawa, Dia agaknya girang
luar biasa. Namaku si orang tua, kaum Rimba persilatan di Tionggoan
tak ada yang tahu." dia menyahut, "Sebaliknya di Barat, setiap
keluarga akan mengetahuinya. Umumnya orang menyebut aku
Ay sian. Ay katai dan sian dewa, Perihal kesulitanku itu, itulah
urusan yang ada sangkut pautnya dengan rahasia
perguruanku. baiklah kau menduga-duga sendiri saja."
Dia tertawa pula dia menambahkan: "sekarang aku ingin
mengajari kau ilmu silat Ie Hoa Ciap Bok, artinya,
Memindahkan bunga menyambung pohon, itulah ilmu yang
aku dapatkan tanpa sengaja selama aku berdiam duapuluh
tahun disini, kefaedahannya besar sekali, umpama kata
dengan itu, kau dapat meminjam tombaknya seorang untuk
menusuk tembus tamengnya orang itu sendiri Dengan itu aku
hendak membalas budi mu sudah memecahkan kesulitanku
ini." Inilah Tiong Hoa tidak sangka, ia menjadi girang sekali,
sebagai seorang yang mengenal aturan, ia lantas mau
menjura guna menghaturkan terima kasih, Atau mendadak ia
tercegah, tertolak oleh suatu tenaga yang besar, ia pun
mendengar suaranya Ay sian si Dewa Katai: "tak usah pakai
banyak segala adat-peradatan sekarang aku ajari kau teorinya
untuk kau apakah habis itu kau boleh bercokol di sini selama
dua jam kau pasti akan menginsafinya. orang dengan bakat
dan kecerdasan sebagai kau itu tidak sulit untuk
memahamkan dan menguasainya. Lalu tanpa menanti ketika
ia membacai pelajaran itu.
Tiong Hoa menggunai kecerdasannya untuk mengingatingat.
Si orang tua menunjuk pohon piepa dan kata, "Itulah
pohon yang langka, siapa makan buahnya, tubuhnya tidak
bakal mempan racun atau bisa tenaga dalamnya bakal
bertambah, jikalau seorang biasa memakan itu didalam tempo
tiga tahun dia tidak batal dihinggapi penyakit. Kau ingat baik
baik jalan ketempatku ini dibelakang hari buah ini bakal ada
paedabnya yang besar untuk-mu."
Habis berkata itu tanpa menanti seperti tadi ia
menggoyangi tubuh hingga menjadi lebih ringkas, sekonyongkonyong
ia lompat molos diliang yang digempur anak muda itu
hingga dalam sekejapan saja dia sudah menghilang pergi.
Melihat berlalunya si orang tua, ketiga kera berbunyi
berlsik, lalu merekapun tak ayal lagi lari molos diliang itu.
Berbareng dengan lenyapnya ketiga kera serta majikannya
itu, Tiong Hoa merasa angin menyerbu masuk kedala ui gua
itu, hingga angin itu seperti bernyanyi didalam guha, suaranya
merdu terdengarnya ... Tiong Hoa merasa ia bagaikan
bermimpi "Benar benar aneh" ia ngelamun, "Kenapa dari Tanah Barat
dia datang ke Kanglam ini" Kenapa dia menyiksa diri didalam
gua" Kenapa selama duapuluh tahun tak dapat dia
memecahkan kesulitannya itu" Kenapa dia terkurung disini"
Tembok dibela kang nya itu mesti buatan lain orang" Kenapa
dia bercokol tak bergerak" Ah" Bingung anak muda ini.
"Jangan-jangan seumurku juga tak dapat aku memecahkan
teka-teki ini..." katanya kemudian. Matanya lantas bentrok
dengan buah piepa, lantas ia mengulur tangannya, memetik
sembilan biji, untuk ia terus makan. Habis itu ia duduk
bercokol, untuk memusatkan pikirannya guna menghapa1
pesannya Ay sian, atau warisan ilmu Ie Hoa Ciap Bok itu.
Benar seperti kataaya si Dewa-kate, dalam tempo dua jam,
ia lantas ingat ajaran itu, ia lantas paham hingga ia menjadi
girang sekati, ketika ia berbangkit, ia menyambar pula belasan
buah piepa, untuk dimasuki ka dalam sakunya. Baru setelah
itu. ia merayap keluar dari pintu istimewa itu.
segera setelah berada diluar, Tiong Hoa mendapatkan
dirinya diantaranya puncak bukit, ia menoleh kesekitarnya, ia
melihat pepohonan yang hijau-hijau, yang daunnya lebat.
Angin meniup, niup mendatangkan rasa dingin- ia
memperhatikan, lantaran ia bersiul nyaring dan panjang,
hingga ia mendengar kumandangnya ditengah lembah,
inijusteru membikin dadanya menjadi lapang.
Lagi sekali ia memperhatikan sekitarnya, baru ia memutar
tubuh, untuk berjalan turun.
Tatkala akhirnya Tiong Hoa tiba dikota Kimleng, itu waktu
sudah waktunya lampu dipasang terang-terang, hingga kota
itu menjadi bercahaya dan ramai seperti biasanya. orang
mundar-mandir kereta- kereta berlalu lintas. ia nelusup
diantara orang banyak untuk pulang ke Thian siang Kie di
Koe-lauw Barat. Pelayan menyambut dengan hormat, sembari tertawa ia
kata: "Nona Phang. sudah berangkat tadi tengah hari ke
Utara, ia memesan kalau kongcu pulang untuk membilangi
kongcu bahwa ia menuju ke Tok-Iok, ia memujikan kongcu."
Tiong Hoa melengak, Tahulah ia si nona mendongkol karena
tak pulangnya itu. "Bagaimana roman si nona ketika ia pergi?"
ia tanya. Sepasang matanya merah dan bengul, rupanya ia habis
menangis." sahutnya.
Tiong Hoa berdiam, masgul dan menyesal ia merasa
kasihan terhadap Lee Hoen yang mencintai padanya.
"Apakah ada lain orang yang mencari aku?" ia tanya pula.
pelayan itu menggeleng kepalanya.
Sampai disitu, dengan tindakan cepat, Tiong Hoa pergi
pula, untuk menuju ke cin Hoay Hoo.
Malam ini terang dan Jernih, si puteri Malam indah Aogin
bertiup perlahan. Selagi mendekati Hoe cau Bio, Tiong Hoa mendapatkan
jalanan ramai, suara orang berisik ditambah dengan riuhnya
suara tambur la tidak menghiraukan itu bahkan ia terus lari
hingga ia berada ditepi sungai di mana banyak perahu milir
dan mudik. Disini ia bingung juga tidak tahu di mana
tempatnya Ban In, ia cuma mendengar disebutnya In Hong
Wan- Terpaksa ia menanya orang, orang yang ditanya itu
tertawa, Dia menyangka kepada si pemogoran, Tapi orang itu
membilangi juga. jalan lempang kesana sampai digang ke tiga,
itulah rumah nomor dua disebelab timur"
Mukanya si anak muda merah. ia membuang terima kasih,
lantas ia berjalan pergi kearah yang ditunjuki itu. setibanya ia
terus bertindak masuk. Segera ia berpapasan dengan si
pelayan cilik, yang ia lihat romannya berduka, pelayan itu
mengenali ia, dia terlihat kaget, lantas dia memutar tubuh dan
lari menjerit-jerit. "Ada setan. Ada setan." Tiong Hoa heran-
"Apakah artinya ini?" ia tanya dirinya sendiri ia bertindak
terus Di pekarangan dalam, di cim hee, ia melihat Wan Nio
lagi berdiri dengan pelayannya bersembunyi di-belakaogoya
Nona itu kaget, "Lie Kongcu." tanyanya melengak, "Benarkah kau belum
mati?" Tiong Hoa tetap heran.
"Bukankah aku masih hidup?" ia membalik "Apa artinya
ini?" Nona itu menjadi bingung.
"Tiauw Eng yang jahat yang mengatakannya." katanya,
"Encie Ban-in mendengar kau mati, dia kaget dan menangis
hingga lupa" lupa orang, karena itu, diam-diam dia menelan
racun-..." Tiong Hoa kaget sekali. "Dimana dia sekarang?" ia tanya cepat,
Matanya Wan Nio basah, ia lantas menangis.
"Setelah aku tahu dia makan racun, aku lantas memanggil
tabib." ia kata. Sekarang ia sudah sadar, Tapi tabib bilang,
lantaran racunnya hebat, ia cuma akan dapat hidup beberapa
hari lagi.... Tiong Hoa berdiam.
"Mari." katanya, menarik tangannya Nona Ue.
Bersama-sama mereka pergi kekamar Ban in- Nona itu
rebah tak berdaya, kedua tangannya tersingkap dari
selimutnya, rambutnya kusut, mukanya sangat pucat, kedua
matanya tertutup rapat, Dipinggir pembaringan ada seorang
wanita tua, yang romannya berduka, Dia berbangkit memberi
hormat ketika Tiong Hoa masuk bersama Wan Nio.
"Encie Ban in" Wan Nio mendekati dan memanggil "Lie
Kongcu tidak mati, ia telah kembali."
Tiong Hoa lantas mencekal tangan orang. "Ban in-" katanya
halus. "Kau kenapa?"
Nona itu membuka matanya perlahan-lahan. Melihat si
anak muda, matanya yang guram bersinar dengan mendadak.
"Tidak apa aku mati," kata dia perlahan. "Asal kongcoe
selamat, mati pun aku meram."
Tiong Hoa terharu, hingga ia mengalirkan airmata. Dalam
kedukaannya itu, ia ingat buah piepa dan pembilangannya Ay
sian bahwa buah itu dapat memunahkan racun- segera ia
mendapat harapan.

Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jangan takut, Ban-in." katanya hampir berseru, "Kau dapat
ditolong." ia lantas merogo sakunya, mengeluarkan buahnya.
Makan ini." katanya pula, lalu ia masuki buah itu ke dalam
mulut si nona, ia menyuapi terus, sebuah demi sebuah.
Ban-in makan buah itu, buah yang benar-benar manjur.
Habis makan buah itu, ia berdiam, matanya dirapatkan,
Agaknya ia letih sekali, Tidak lama terlihat mukanya yang
pucat berubah menjadi dadu, Lantas ia tidur pulas.
Hati Tiong Hoa lega, itulah alamat baik. "Mana saudara
Lin?" kemudian ia tanya Wan Nio.
"Dia gusar kepada Tiauw Eng, karena berita celakanya itu,"
sahut si nona "Tiauw Eng juga jumawa sekali, Dia lantas
menyerang. Tiauw Eng kalah, ia kabur, Tapi dia pun terluka
lengannya maka sekarang dia lagi tidur di kamarku..."
"Mari." Tiong Hoa mengajak, ia menarik pula tangannya si
nona. Wan Nio mengikut. bahkan lantas ia berjalan di muka.
Di dalam kamar Lin tiang-keng kedapatan lagi berduduk di
pembaringan. Melihat si anak muda dia tertawa, Dia lantas
kata, "Barusan budak memberitahukan aku kau sudah pulang
dan lagi menolongi Nona Ban in, aku girang sekali, Dialah
nona yang baik sekali yang tak segan mengurbankan dirinya."
Mukanya Tiong Hoa merah. "Bagaimana dengan lukamu,
saudara Lin?" dia tanya.
Tiang Keng tertawa. "Luka ini tak berarti" sahutnya "Bangsat she Tiauw itu telah
aku hajar hingga dia muntah darah. Dia tentu bakal rebah
beberapa hari di pembaringan." ia nampak puas, kemudian ia
tanya: "sebenarnya apa yang sudah terjadi dengan kau
saudara Lie?" Tiong Hoa tuturkan bagaimana ia mengejar Tiauw Eng
dengan sia-sia, sampai ia terbokong dan masuk ke guanya Ay
sian. Habis mendengar itu Tiang Keng tertawa.
"Kalau bukan liciknya si bangsat she Tiauw, mana dapat
kau bertemu dengan orang lihay itu?" katanya. "tak beruntung
adalah aku yang tidak menemukan sesuatu."
Tiong Hoa bersenyum, tapi mendadak terlihat terkejut
mendadak tubuhnya mencelat keluar jendela.
Tiang Keng dan Wan Nio kaget, mereka melengak. Justeru
itu dari luar jendela mereka mendengar jeritan yang
mengerikan, tak lama, Tiong Hoa sudah lompat masuk pula,
sebelah tangannya menenteng satu orang. yang ia gabruki
dimuka mereka. "Apakah kau disuruh si bangsat she Tiauw" dia tanya
bengis, "Mau apa kau datang kemari" Dimana bangsat she
Tiauw itu" Lekas bicara"
Matanya orang itu mencilak diam-diam. Tiong Hoa tidak
gusar, sebaliknya ia tertawa.
"Aku tidak sangka kaulah satu laki-laki" katanya, "Asal kau
dapat bertahan terus akan aku merdekakan kau" dengan lima
jarinya ia lantas menotok punggung orang.
Bukan main kagetnya orang itu, tubuhnya lantas meng
kerat dan menggigil ia merasakan sangat sakit, Lima jeriji si
anak muda bagaikan gaetan besi nancap didaging, terus
terasa seperti menusuk-nusuk sakitnya tak terkirakan.
Mukanya menjadi pucat dan meringis. Mau atau tidak, dia
merintih. "Nanti aku bicara..." katanya suaranya menggetar dan
terputus-putus. Tiong Hoa bersenyum ewah, ia menarik pula tangannya.
"Aku kira kau bertubuh besi dan baja." katanya, Kiranya
kaulah si kepala harimau ekor ular, Lekas bicara."
Orang itu mengasi lihat sinar mata penasaran, ia paksakan
diri tertawa ketika ia berkata. "sekarang ini Tiauw Eng berada
di Kwie In Chung di Liok-hap timur lagi merawat lukanya, Aku
Coei Cang Hok. aku diperintah dia datang kemari untuk
menyampaikan kabar kepada Lin Loosoe yang diundang dua
hari lagi harus datang kedusun itu guna membereskan
perhitungan, inilah perkataan ku, kau percaya atau tidak.
terserah kepada kau, Aku telah dibokong tinggal kau suka,
kau hendak bunuh atau bagaimana, Asal aku masih hidup,
dimana kita bertemu, d is ana kita membuat perhitungan."
Tiong Hoa mengasi lihat roman bengis, tangan kanannya
digeraki, ia panas hati untuk kepala besar orang ini.
Tiba-tiba sinarmata Keng Hok berubah darigusar, dia
menjadi ketakutan sekali. Terang dia menyesal sudah omong
besar itu. "Saudara Lie, ampuni dia," Tjang Keng berkata, "segala
tikus tak dapat mengotorkan tanganmu"
Tiong Hoa batal menghajar tetapi kakinya menyontek
tulang bwee-kiong orang itu seraya ia membentak "Pergilah
Kau bebas tapi tidak dari hukuman hidup,"
Tubuhnya Keng Hok terangkat dan terlempar keluar
jendela, hingga dia menjerit keras, Dia terbanting,
sebagaimana suara robohnya kedengaran Dia merasa sakit
sekali, hingga dia merintih Dengan paksakan diri dia merayap
bangun, untuk berlalu dengan tindakan berat.
"Cukuplah dupakan ini," kata Tiang Keng. "Untuk tiga tahun
tak nanti dia dapat menggunai lagi tenaganya."
Tiong Hoa memandang tajam kepada sahabatnya, yang
matanya liehay, Memang ia telah membikin Keng Hoa, Tiang
Keng bersenyum dan berkata. "Akulah murid Boe Tong Pay,
biasanya aku berpandangan tinggi, tetapi melihat kau,
saudara Lie, aku tidak berarti..."
"Jangan merendah, saudara Lin-" kata si anak muda "Kau
membuat aku malu...."
Tiang Keng dongak. lalu la menggeleng kepala dan berkata
perlahan "Aku tidak sangka bahwa Coan in-yan Kwie Lam
Ciauw juga bergaul dengan orang Rimba Hijau golongan
buruk. Pernah aku bertemu dengannya, aku menyangka dia
seorang gagah sejati, siapa tahu, diluar dia nampak mulia,
hatinya sebenarnya licik.
Dengan keterangannya Coat Keng Hok ini tak aku bersangsi
lagi." ia hening sejenak. ia menambahkan "Saudara Lie,
kenapa aku mencegah kau membinasakan orang tadi" Kalau
sebentar dia pulang, dia pasti menemui ajalnya. Aku tidak
percaya dia datang untuk menyampaikan tantangan,
sebenarnya dia hendak melakukan penyerangan gelap.
lantaran aku pergoki dan membekuknya, dia berikan
pengakuannya itu. Kwie Lam Ciauw jahat, dia tentu tak suka
orang ketahui kejahatannya itu. Mana bisa Keng Hok diberi
ampun?" Tiong Hoa orang hijau tak kenal ia pada Kwie Lam Ciauw,
ia bersenyum, ia kata dalam hatinya: "Kembali pengalamanku
tentang orang Kang ouw sungguh hebat" Tiauw Eng dan Keng
Hok jahat, siapa tahu ada yang terlebih jahat pula, ini Kwie
Lam Ciauw tentulah segolong dengan Yan Loei."
Tiang Keng melihat orang berdiam, ia hendak berkata pula
ketika ia ingat suatu apa, ia lantas menepuk pahanya dan
kata: "Ah, kita berada dalam bahaya, Kwie Lam Cia uw tentu
membunuh Coei Keng Hok. habis itu, dia pasti akan mengirim
orang ke mari guna membinasakan kita, guna menutup mulut
kita semua, tak usah sampai besok malam, algojo-algojonya
itu pasti akan sudah sampai di sini."
Wan Nio kaget hingga mukanya menjadi pucat, Nona ini
takut. Tiong Hoa pun melihat sinar mata jeri dari Tiang Keng, ia
justeru menjadi gusar. Tanpa merasa ia menanya: "Apakah Kwie Lim ciauw ada
sedemikian lihai hingga dia dapat membandingkan diri dengan
KimlengJie Pa, Im San Siang Koa^ danBoe-eng Moei Long
Khoe cin Koen?" Mendengar itu, Lin Tiang Keng kaget, Pantas orang ramai
berceritera Kim leng Jie Pa kedapatan mampus di Ie Hoa Tay
dengan kepala dan tubuhnya terpisah, kiranya mereka
mampus di tangan kau saudara Lie" katanya.
Tiong Hoa melengak, la menyesal sudah keterlepasan kata.
"Jangan salah mengerti saudara Lin," ia kata, "Mana
sanggup aku berbuat demikian-itulah perbuatannya ketiga
sahabatku, Sekarang ini dua sahabatku lagi mengejar Boe-eng
Hoei Long, sudah dua malam mereka belum kembali Aku
berkuatir juga buat mereka.." Tiang Keng menyaksikan katakata
orang. "Jangan kuatir, saudara Lie," katanya tertawa, "Aku cuma
mempercayai keterangan kau lain tidak."
Biar bagaimana, hati Tiong Hoa tidak tenang, Disaat ia
hendak berkata pula, ia melihat seorang muncul didepan
pintu, Itulah Ban in yang cantik, yang sekarang sinar matanya
bercahaya penuh rasa syukur, Nona itu bertindak masuk untuk
terus menjura kepada Si anak muda seraya berkata manis: "Kengcoe, aku
menghaturkan banyak-banyak terima kasih atas
pertolonganmu kepada jiwaku.." Tiong Hoa bingung.
"Tapi, nona, itulah kejadian yang disebabkan olehku."
katanya, "Aku justeru menyesal sudah menyerempet-rempet
kau." ia tidak dapat meneruskan, ia cuma melongo mengawasi
si nona. "Sudah sudah" Tiang Keng menyela sambil tertawa, "Asal
saudara Lie tidak menyia-nyiakan Ban In. tak usahlah kau
mengucap terima kasih.." Mukanya si anak muda merah, ia
likat sekali Habis itu, Ban in tertawa, begitu manis, hingga hati Tiong
Hoa tergiur. Wan Nio lantas menarik tangan Ban In, untuk diajak duduk
bersama, buat menanyakan kesehatannya.
"Saudara Lin, bagaimana kau rasa lukamu?" tanya Tiong
Hoa habis berdiam sekian lama, sedang kedua nona itu bicara
terus dengan asyik. Lukaku tidak parah, cuma aku masih kurang leluasa
menggeraki tanganku," sahut Tiang-keng- "Mungkin lagi
setengah atau satu hari, aku akan sudah sembuh betul." Tiong
Hoa mengangguk. Sementara itu selagi bicara, Ban-in mengawasi si anak
muda, ia melihat pinggang orang sedikit munjul, ia lantas
tanya kenapa itu. Tiong Hoa tunduk akan melihat, tiba-tiba ia ingat sisa buah
piepa yang ia bekal, ia lantas tertawa sendirinya.
"Ah, aku lupa" katanya, ia lantas mengeluarkan buahnya
itu. ia kata. "Saudara Lin, Mungkin ini akan menolong lukamu"
ia lantas memberikan tiga biji, Yang dua ia berikan Ban-in dan
Wan Nio seorang sebiji. Tiang Keng lantas makan buah ini, yang rasanya manis dan
lezat. Wan Nio tertawa dan kata, "tadi aku berjalan bersama kau,
Lie Kengcu, Aku mendapat cium bau harum, tak tahu itulah
buah ini. Aku tadinya menyangka ...."
"Kau menyangka Lie Kengcoe membekal pupur dan yancie
untuk Ban in" kata Tiang Keng tertawa.
Tiong Hoa dan Ban In saling melirik. keduanya bersenyum.
"Ah, sekarang sudah malam." kata Tiang- Keng kemudian
"Aku sudah ngantuk dan ingin tidur, saudara Lie, silahkan kau
kembali ke kamarmu."
Tiong Hoa melengak. Ia berdiam, inilah sulit, tapi ia lantas
merasa bajunya ada yang narik, ketika ia berpaling, ia melihat
Ban In mengawasi padanya. Maka terpaksa ia mengajak nona
itu mengundurkan diri. Diluar. Berdua mereka berdiri di Cim chee. Rembulan
permai sekali. Angin bersilir halus menyiarkan bunga, Lama
mereka menggadangi si Puteri Malam, baru kemudian mereka
masuk ke kamar. Begitu sang pagi datang, Lin Tiang Keng sudah keluar dari
kamarnya, Lengannya sudah sembuh betul, ia mengasi uang
pada nyonya rumah, untuk menebus Ban In dan Wan Nio. Ia
memberikan kertas berharga seharga enam puluh ribu tahil
perak. Ketika Tiong Hoa habis berdandan keluar dari kamar, ia
melihat Tiang Keng dengan wajah gembira, dan sahabat itu,
sembari ter tawa, berkata padanya: "Saudara Lie, mari kita
pindah. Aku telah membeli sebuah rumah dipintu cip-poo dan
telah diperlengkapi juga, Mari kita tinggal bersama, Rumah itu
terdiri dari tiga undakan-"
Tiong Hoa heran, ia ingin menampik seraya menghaturkan
terima kasihnya, sebelum ia buka bicara, terlihat nyonya
rumah lagi menghampirkan, dia lantas berkata: "Tuan-tuan,
diluar ada empat tetamu, katanya mereka menerima titahnya
Kwie Chung-coe untuk menemui tuan-tuan berdua, Mereka
membawa sebuah keranjang." Tiang Keng mengerutkan alis.
"Suruh mereka masuk." ia berkata, Ketika nyonva itu sudah
pergi, ia berpaling pada Tiang Hoa dan sembari tertawa,
berkata: "Apa aku bilang, Aku cuma tidak menyangka
kejadiannya begini cepat."
Sepasang alisnya Tiang Hoa terbangun ia nampak gusar.
segera juga muncul empat orang dengan tubuh besar dan
kekar, yang membekal golok.
Yang jalan dimuka beralis gompiok dan sepasang matanya
sangat tajam, melihat pelipisnya, dia mesti mengerti ilmu
tenaga- dalam baik sekali. Dia lantas memberi hormat dan
berkata sambil tertawa: Aku yang rendah Lor siauw Hong, aku
di utus Kwie Chung coe untuk menemui kedua tuan- Aku pun
telah membawa dua rupa bingkisan, melihat mana pastilah
tuan-luan akan mengerti maksudnya kongcoe kami," Habis
berkata, ia menggapai kepada tiga kawannya.
Seorong maju dengan sebuah keranjang bambu, untuk
diserahkan pada Lin Tiang Keng. Belum lagi membuka tutup
keranjang itu. Tiang Keng sudah mencium bau amisnya darah
hingga ia terkejut setelah ia membuka ia melihat dua
kepalanya Tiauw Eng dan Coei Keng Hok, mata mereka itu
mencilak mulutnya terbuka, memperlihatkan gigi mereka,
Roman mereka itu menakuti.
Lie Tiong Hoa giris hati, Untuknya pemandangan itu tak
biasa. Tapi ia mengawasi Lo siauw Hong dan kata: "sungguh
Kwie chungcu seorang budiman Tolong Lo Loo-soe
menyampaikan hormat dan terima kasih kami"
Lo siauw Hong mengangguk. la kata, "Nanti aku
sampaikan. Hanya tadi malam di waktu menghukum Goei
Keng Hok. Lle Tay-hiap ada sedikit keterlaluan"
Tidak senang Tiong Hoa mendengar itu, "Apakah Lo losoe
mau menuntut balas untuk Keng Hok?" ia tanya. Alisnya siauw
Hong bangun. "Benar, Hendak aku menuntut balas untuk adik
seperguruanku, sahutnya. Tiang Keng lantas maju setindak.


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lo Loosoe." katanya, "Aku si orang she Lin tidak mau
menghalang-halangi kau menuntut balas untuk adik
seperguruanmu itu. Aku cuma mau menanya, adakah Kwie
Chungcu mengetahui sepak terjangmu ini?"
Matanya Siauw Hong memain, agaknya dia terkejut, Tapi
dia tertawa dingin- "Tentang itu tak usah la h Kwie Chungcu campur tahu."
katanya, Kalau aku kalah, lantas aku tak akan rewel lagi."
Tiang Keng tertawa. Telah lama aku mendengar tentang ilmu golok Poen Loei
Too-hoat kau, Lo Loosoe," katanya, "Kau telah
menggemparkan dunia Kang ouw, cuma aku minta janganlah
kau memandang enteng kepada ini adik angkatku."
Lo siauw Hong tidak puas, hendak ia menegor orang she
Lin itu, atau mendadak ia merasa angin bersiur diatasan
kepalanya, ketika ia berpaling dengan cepat, ia melihat Lie
Tiong Hoa sudah berada di cim chee lagi berdiri dengan empat
buah golok mengkilap di tangannya, mukanya bersenyum
manis, ia lantas merabah ke punggungnya terus ia berdiri
menjublak. mukanya pucat, ia mendapat kenyataan, goloknya
tinggal sarungnya saja. juga ketiga kawannya pun kaget,
Mereka juga kehilangan golok mereka.
Dari kaget, mereka itu bertiga menjadi gusar. maka mereka
lari kepada Tiong Hoa, untuk menerjang. Tapi mereka tidak
berhasil mengepung, bahkan mereka terhuyung mundur,
tangan mereka semua memegangi kedua belah ^ici mereka
masing-masmg mata mereka terbuka.
Ketika tadi mereka menerjang, muka mereka lantai mengisi
dengar suara Plak-plok nyaring
Lin Tiang Keng heran bukan main, ia melihat muka mereka
itu merah dan bengap. sebagai akibat gaplokannya Lie Tiong
Hoa, Anehnya adalah si anak muda bergerak sebagai kilat dan
lompatannya tinggi, sedang tiga orang itu pasti bukan
sembarang orang. "Tuan, kau mata cara menbokong, apakah ini caranya satu
enghiong?" Lo siauw Hong membentak. Dia kaget tetali dia
gusar. Tiong Hoa mengawasi orang she Lo itu, ia tanya
bersenyum: "Seorang yang belajar silat, telinganya tak terang,
matanya tak tajam, maka dia sama juga tak belajar silat Aku
yang rendah berdiri dekat sekali dengan Lo Loosoe, tetapi aku
mengambil senjata kamu seperti aku merogo sakuku, apakah
artinya itu" Diandaikan aku hendak merampas jiwa-mu, Lo
Loosoe, tidakkah itu sama gampangnya seperti aku membalik
telapakan tangan-ku" Tapi aku yang rendah tidak mau berlaku
keterlaluan Maka itu suka aku memberi nasehat untuk Loosoe
beramai pulang saja, jangan kamu bersikap begini garang."
Lo siauw Hong melihat mata orang tajam seperti anakpanah
menikam, ia bergidik sendirinya. Didalam hatinya, ia
kata: "Orang ini masih sangat muda tetapi dia sudah sangat
lienay, terang dia tak dapat dibuat permainan. Baiklah aku
mencari tempo, untuk dibelakang hari aku membalas
kepadanya. Lalu ia bingung apa ia mesti bilang, untuk dapat
mengundurkan diri, mundur dengan diam saja berarti malu
besar. segera ia juga mendapat jalan, ia membentak: "Jangan
kau terlalu menghina. Aku Lo siauw Hong, aku bukan orang
sembarang silahkan tunjuki kepandaianmu supaya aku puas."
Tiong Hoa tidak menjawab hanya ia mencelat tinggi, terus
ia menggeraki tangannya, atas mana keempat batang golok
nancap di papan payon, terus bergoyang-goyang tak hentinya,
tubuhnya sendiri cepat turun pula, untuk berdiri didepan orang
she Lo itu. Lo siauw Hong terperanjat. Baru ia melihat orang
berkelebat silau orang itu sudah menghadapi padanya, tanpa
merasa, ia menjadi jeri sendirinya.
"Bagaimana sekarang. Lo Loosoe?" Tiong Hoa tanya,
sikapnya dingin, "Bilanglah, aku yang rendah senantiasa akan
mengiringi kau." Hanya bersangsi sejenak. siauw Hong
menjawab. "Dengan Hek Eng ciang-tek ingin aku mencoba kekuatan
tangan tuan" ia kata.
Lin Tiang Keng terkejut mendengar tantangan itu. ia tahu
Hek Eng ciang-lek, atau tenaga Garuda Hitam, lihai sekali,
tangan itu dapat meremukkan batu bata ada racun nya juga,
racun mirip pasir yang berada di telapakan tangan.
Siapa terkena racun itu, tangannya bakat menjadi busuk.
dan kalau racun sampai di jantung, melayanglah jiwa dari
kurban, pelajaran itu meminta tempo tiga tahun, baru terlatih
sempurna, sebaliknya kalau gagal, tangan kita sendiri bakal
bercacad dan racun akan makan jantung sendiri.
Siauw Hong pandai ilmu silat itu, mestinya dia lihai, tidak
bisa lain, ia melirik untuk menasehati kawannya waspada.
Tiong Hoa bersenyum, ia seperti tidak memandangnya
sungguh-sungguh. "Baiklah." katanya bersenyum kepada siauw Hong.
"sebelum sampai di sungai Hong Hoo. kau tentu belum puas."
"Hm." siauw Hong menjawab, Terus ia mengerahkan
tenaganya ditangannya, siap untuk mengadu kekuatan.
Sinar matahari memancar ke muka Tiong Hoa, hingga
nampak mukanya yang tampan dan terang.
Suasana lantas menjadi tegang sekali.
Tiga kawannya siauw Hong mundur ke depan jendela,
matanya mengawasi ke gelanggang. Masih mereka
memegangi pipi mereka, Lin Tiang Keng bersiap dipinggiran.
Ban In dan Wan Nio berdiam didalam kamar, mengawasi
darijendela, tangan mereka keringatan, hati mereka
berdebaran, lebih-lebih nona Ho dadanya sampai guncang.
Lie Tiong Hoa mengawasi mata orang, tanpa andalan, tidak
nanti Siauw Hong berani menantang mengadu tangan. ia
melihat tangan orang menjadi hitam gelap. hingga surup
dengan nama ilmu silatnya, Hek Eng atau Garuda Hitam.
Diam-diam ia memikir bagaimana harus bertindak. Diamdiam
juga ia melirik kepada Ban In bertiga, kepada ketiga
musuh lainnya. Begitu ke dua pihak sudah siap. mendadak Lo siauw Hong
berseru nyaring, membarengi gerakkan kedua tangannya.
Tiong Hoa mendengar dan melihat, Dengan sebat ia
menggeser tubuhnya kekanan, sembari menggeser, ia
mengeluarkan tangan kirinya, untuk dipakai mengibas ke kiri.
Siauw Hong melihat gerakan orang, dia tertawa dan dia
kata d idalam hatinya itu "Kau cari mampus, ya?" Dia
menyerang terus, tapi tiba-tiba dia terkejut, serangannya ini
tertolak kekanan, lalu dia mendengar jeritan hebat dari tiga
kawannya yang berada di samping kanannya itu. Mereka itu
roboh bagaikan tembok ambruk. Dalam kagetnya ia berpaling.
Lantas, dia kaget di susun kaget.
Tiga kawan itu roboh mandi darah, rusuk mereka pada
patah, Bahkan jendela di belakang mereka turut roboh dan
pasir kapurnya gempar. Dia kaget dan bingung, hingga dia
mau menduga lawannya pandai ilmu sesat.
"Celakalah jikalau aku melayani terus." pikirnya, lantas ia
memberi hormat dan berkata, "Aku si orang she Lo tidak
dapat melawan kau, tuan, Maka itu selama aku masih hidup
aku harap nanti dapat bertemu pula dengan kau," Habis
berkata ia memutar tubuhnya terus ia lompat untuk naik
keatas genteng. "Turun," Tiong Hoa membentak seraya sebelah tangannya
diulur, sedang kakinya menjejak tanah hingga tubuhnya
melesat menyusul tangannya itu mulur tiga kaki. Pundak
Siauw Hong kena dijambret lantas dia tertarik balik turun ke
tanah. orang sbe Lo itu kesakitan hingga ia mengeluarkan
keringat dingin. "Orang she Lie, benarkah kau begini kejam?"
Dia tanya, membentak. Tiong Hoa tertawa dingin.
"Jikalau aku hendak mengambil jiwamu mudah sekali,"
sahutnya, "tak nanti aku menunggu sampai sekarang ini. Aku
menghendaki begitu kau datang, begitu kau pergi." ia
melepaskan cekalannya, ia menunjuk ketiga kurbannya,
Siauw Hoog tunduk. la bertindak kepada mayat tiga
kawannya, ia membukai ikat pinggang mereka itu, untuk
mengikat tubuh mereka satu pada lain, setelah itu ia
mengangkatnya, untuk dipanggul, buat terus di bawa berjalan
keluar. Pecundang ini baru berjalan dua tindak, maka dari atas
genting terdengar suara membentak yang seram ini: "Lo
siauw Hong berhenti"
Suara itu tidak keras, tetapi menusuk telinga. siauw Hong
berhenti lantas, mukanya menjadi pucat, tubuhnya terus
menggigil Menyusul suara itu muncullah orangnya serta dua
kawannya, Yang satu didepan, yang dua dibelakang. Mereka
semua beroman aneh, sebab tubuhnya kurus- kering dan
mukanya bengis dan dingin, Yang didepan mengenakan baju
panjang merah. matanya tajam, usia nya lima puluh lebih,
kepalanya mirip kepala mencak. matanya mirip mata tikus,
dan kumis jenggotnya yalah kumis jenggot kambing gunung.
Muka tikusnya itu bersinar bagaikan kilat, Dua yang
dibelakang yalah Im Kee siang Koay dari Bok boe, ketika
mereka ini berdua mengenali Tiong Hoa, mereka terkejut. Air
mukanya lantas berubah tanpa membilang apa-apa keduanya
lompat pula naik kegenting, Untuk segera menghilang.
Si orang tua baju merah heran melihat dua kawan itu kabur
tidak keruan, tetapi dia tidak menghiraukan bahkan dengan
satu lompatan, dia sampai dihadapan sipemuda she Lie, untuk
menanya dengan dingin, "Apakah Bok-hoe siang Koay kenal
kau?" tajam suaranya, tak sedap terdengarnya.
Tiong Hoa tahu kenapa Im Kee siang Koay mengangkat
kaki, Mereka itu jeri terhadapnya, ia mendelu melihat orang
tua ini bersikap sangat jumawa dan galak, Meski tidak
menjawab hanya menanya, perlahan "siapa kau" kenapa kau
begini kurang ajar dihadapanku?"
Orang tua itu tertawa aneh, ia pun tidak menjawab, hanya
mendadak sebelah tangannya meluncur menyamber dada
orang, karena dia kurus-kering, tangannya mirip Ceker ayam.
Tiong Hoa terbangun alisnya, tubuhnya mencelat kekiri
Si orang tua tidak berhenti karena kegagalannya itu.
Tubuhnya mencelat maju, tangannya meluncur pula, lima
jarinya terbuka. Si anak muda terperanjat juga menyaksikan kegesitan
orang itu. ia berkelit pula, ia memasang mata, ia tidak mau
membalas. Sepasang mata si orang tua berkeredep. Lagi-lagi dia
mencelat, Ketika tangannya menyamber kembali, sekarang
bukan lagi dengan sebelah tangan hanya dua-duanya. Bisa di
mengerti bahwa dia bergerak terlebih hebat pula. samberan
itu memperdengarkan suara anginnya.
Tiong Hoa menjadi gusar, ia berkelit seraya memutar
tubuh, Dengan begitu ia tak usah pergi jauh. sembari berputar
itu, ia angkat kedua tangannya, lalu sambil berbalik ia
menghajar, dari atas menekan ke bawah, itulah gempuran
Guntur. Tangan mereka bentrok. nyaring suaranya.
si orang tua kaget, kedua tangannya tertindih, kedua
tangan itu terasa nyeri sekali, selagi tertindih itu, ia menarik
turun, Begitu bebas, ia mengawasi, kaget dan heran
romannya. Tubuh Tiong Hoa mumbul sedikit, lalu turun pula ia tertawa
dingin dan kata: "Di waktu siang benderang ini segala hantu
pun muncul, jikalau aku bukan takut membikin dunia kaget,
maka tiga mayat itu yalah contoh mu," ia menunjuk mayat
bermandikan darah dipunggung Lo siauw Hong.
"Hm" orang tua itu bersuara, ia masih tidak takut, ia
merogo sakunya, mengeluarkan sebuah peles yang terisi obat
bubuk, peles mana ia lemparkan pada Lo siauw Hong.
Orang sbe Lo itu menyambuti, tanpa mengatakan apa-apa,
ia peluruhi isinya, yalah obat bubuk itu, ditubuh ketiga mayat,
ia tidak usah menanti lama akan menyaksikan semua mayat
itu menjadi air kuning. Habis itu Siauw Hong menghampirkan
orang tua itu, untuk berbisik.
"Ayoo susiok." katanya, "baiklah soesiok cari lain tempat
bekerja, Tak nanti mereka ini dapat lolos"
"Hm" orang itu bersuara lagi, Lantas tangannya
menjambret Siauw Hong, terus tubuhnya berlompat, ia
rupanya mau mengajak pergi keponakan murid itu, yang
memanggil ia soesiok, atau paman guru.
Tiang Hoa tertawa, tangannya meluncur menyambar.
Orang tua itu liehay, dia menyingkir tapi bukan buat
menyingkir terus, justeru dia disamber. dia terus jumpalitan
hingga dia lewat diatas kepala si anak muda, hingga dilain
saat dia berada dibelakang orang. Disinilah, dengan sepuluh
jarinya yang tajam, dia menyambak punggung orang.
Lie Tiong Hoa mendapatkan samberannya tak memberi
hasil. Disamping terperanjat, ia juga heran, tetapi ia mengerti
keadaan. Ia dapat menerka. Maka itu, sebelum ia me mutar tubuh, ia
berlompat maju dua tindak setelah itu barulah ia berbalik
dengan cepat sembari berbalik, ia menyerang. ia menduga
orang mestinya menyusuli menyerang padanya.
si orang tua sudah menyusul dan menyerang, akan tetapi
melihat orang melesat ke depan, dia tahu penyerangannya
bakal gagal, justeru musuh membalas menyerang, dia
berlompat mundur. Dia tidak mau melawan terus. selagi
mundur, dia mengawasi tajam.
"Kau murid siapa?" dia tanya, "Pantas kau galak sekali,
kiranya kau benar-benar mempunyai dua macam kepandaian
yang lihai." "Bukan hanya dua macam." Tiong Hoa menjawab sengaja
berlaku jumawa, ia benci sekali kegalakan dan
kejumawaannya orang tua ini dan kawan-kawannya yang
berani datang menyateroni saling susul itu, Habis berkata ia
maju melompat ketinggi. Ruang di mana mereka berada tinggi tiga tombak. hampir
kepala si anak muda membentur wuwungan, atau mendadak
ia turun pula, dengan tubuhnya jumpalitan, hingga kepalanya
ada dibawah dan kedua kakinya di atas.
sembari turun itu ia mengulur kedua tangannya, untuk
membalas menyerang. si orang tua berbaju merah kaget, ia mengangkat kedua
tangannya untuk menangkis. Kembali ia menjadi kaget. Kedua
tangannya itu tergempur hebat sampai dadanya pun terasa


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sesak. tidak ayal lagi ia lompat keluar, untuk kabur diatas
genting. "Kemana kau hendak kabur?" Tiong Hoa membentak.
tubuhnya melesat seperti anakpanah, mengejar orang tua itu,
tangannya pun diluncurkan-
"Bret." begitu satu suara nyaring, lantas di tangan si anak
muda terlihat cuilan baju yang tertiup-tiup angin.
Sebaliknya. punggung si orang tua menjadi kelihatan,
karena bajunya robek. Dia gusar bukan main, hingga mukanya
merah-padam, hingga dia berteriak kuat: "Binatang cilik, aku
Keng thian eioe see-boenBoe Wie, aku sumpah tidak mau
hidup bersama dengan kau" Habis itu dia tentunya menyingkir
terus, kearab tembok kota, guna melewatinya
Lie Tiong Hoa masih memegangi juiran baju orang itu yang
terus tertiup angin halus, ia berdiam. hatinya berpikir, sedang
air telaga Hian Boa ouw memain diantara kepermaian si puteri
Malam... ooooo BAB 13 MASIH sekian lama Tiong Hoa memandangi air telaga, baru
ia menghela napas dan berjalan pulang, sedangjuiran bajunya
Keng-thian-cioesoe-boen Boe Wie, si Penunjang Langit, ia
lemparkan ke permukaan air.
Ketika ia baru sampai diundakan kedua, disana ia dipapaki
Lo siauw Hong yang lari tergesa-gesa kepadanya, lalu menjura
dan berkata cepat: "Lo siauw Hong insaf akan kekeliruannya,
maka itu ingin ia membuang tempat yang gelap buat pergi ke
tempat yang terang, bersedia ia mengikuti Lie tayhiap sebagai
menteri yang tidak berhati dua, Aku minta tayhiap suka
menerima aku." Tiong Hoa bingung. "Mana dapat, Mana dapat," ia kata, "Lo Loosoe, akulah satu
anak sekolah yang baru saja menginjak dunia Kang ouw, yang
pelajarannya cetek sekali, Kalau loosoe ingin merubah
penghidupan, itulah bagus sekali, mari kita menjadi sahabat
supaya sembarang waktu dapat aku memohon petunjuk mu."
Siauw Hong bengong, ia hilang pengharapannya.
Ketika itu Lin Tiang Keng pun menyusul dia tertawa dan
kata: "saudara Lie, jangan tampik Lo Loosoe. Baru saja Lo
Loosoe bilang padaku bahwa dijaman ini, ilmu silat saudara
sukar tandingannya, karena itu dia bersedia membantu
saudara, Dia menganjuri saudara mengangkat diri, Baiklah
saudara jangan bikin Lo Loosoe putus asa. Aku sendiri suka
turut membantu kau." Tiong Hoa melengak, inilah ia tidak
sangka. "Saudara akulah seorang biasa saja, katanya perlahan. Aku
ini tak dapat tempat dirumahku,aku pun sudah keliru
membunuh orang, dari itu aku jadi hidup merantau. Sama
sekali tak ada cita citaku buat mengangkat diri. Cita- Cita ku
yalah hidup aman dan damai.
Aku pun jeri mengingat pelbagai kepalsuan dalam dunia
Kang ouw, Aku pikir buat hidup menyendiri Kalau suka,
saudara Lin, mari kita memilih tempat sunyi, guna menungkuli
hari-hari mendatang kita. Tidakkah itu lebih membahagiakan?"
Tiang Keng mengawasi paham dia tertawa.
"Kau masih muda, saudara, kau pun baru menginjak dunia
Kang ouw, tapi kau sudah memikir untuk mengundurkan diri,
aku rasa taklah kehendakmu itu mudah diwujudkannya." dia
kata. "Kau tidak menginsafi bahwa dengan sendirinya kau sudah
menjadi bulan-bulanan kaum sungai Telaga. sekarang ini,
taruh kata kau menyembunyikan diri, kau pasti bakal dicari
orang, hingga kau nanti duduk dan berdiri tak tenteram, tidur
tak tenang." Tiong Hoa memandang kawan itu, ia heran. "Kenapa
begitu, saudara Lin?"
"Didalam kalangan Rimba Persilatan, warta warta sangat
cepat beredarnya, Bukankah saudara sudah mengundurkan
Mao san siang Kiam" Bukankah saudara sudah menggempur
hatinya Mao Eng" Kau juga telah membikin jeri Bok- boe siang
Koay. Dan barusan, Keng-thian-cioesee-boen Boo Wie mesti
menyingkir dari hadapanmu.
Mereka itu semua orang-orang kenamaan golongan jalan
Hitam, segera mereka akan menyiarkan berita. Akibatnya itu
yalah kau pasti dibenci golongan mereka, sedang kalangan
lurus pasti akan menghormat dan memuji. Ketahui saudara,
meski kau jemu dunia Kang-ouw, tak mudah kau menyingkir
daripadanya." Tiong Hoa berdiam, dia melengak.
"Lo Loosoe ini sudah lama hidup dalam dunia Kang-ouw."
Tiang- Keng kata pula, "Ia cerdas dan luas pengetahuannya,
ia jauh lebih menang daripada aku, maka itu dengan saudara
memperoleh bantuan Lo Lo soe, pasti kau bakal lekas
mengangkat namamu." Tiong Hoa bimbang, ia ketarik tetapi bersangsi. "Tentang
ini baiklah dibicarakan pula nanti." akhirnya ia kata.
Tiang- Keng berlega hati, itu berarti si anak muda sudah
doyong ke pihaknya, siauw Hong pun girang, hingga tanpa
merasa selanjutnya ia menjadi seperti hambanya pemuda she
Lie itu" ooo Besoknya Tiong Hoa sudah lantas pindah kerumah yang
baru dibeli Tiang Keng untuk mereka tinggal bersama, tapi ia
tidak terlalu gembira. Ia terus ingat Cee Cit, saudara angkat
itu. Kwie Kian cioe dan sin-heng sioe-soe, yang mengejar Boe
eng Hoei Long guna menolongi Kam Jiak Hoei, masih tetap tak
kembali, dan dari mereka tidak ada kabar apa-apa, Demikian
ia berdiri di tepi pengempang dimana ada dipelihara ikan mas,
memandang ikan-ikan itu yang asyik memain dengan
pikirannya bekerja keras.
Selagi ngelamun itu, ia ingat juga gambar lukisan Yoe san
Goat Eng dan menduga-duga siapa itu orang yang telah
mendahului ia membelinya. Memikiri lukisan itu, ia menjadi
masgul. Tak dapat ia menerka pembeli itu orang macam apa. Letih
ia memikirkannya, maka ia membayangi pula Cek In Nio yang
membikin semangatnya melayang-Iayang, Yan Hee si boto
yang lincah, juga Phang Lee Hoen yang harus dikasihani. Di
depan matanya sekarang ada Ban In yang ayu.
Akhirnya, ia sekarang telah menjadi orang Kang ouw asli.
Tengah anak muda ini menimbang-nimbang pikirannya itu,
Tiang Keng dan siauw Hong terlihat mendatangi dengan
cepat. orang she Lin itu sudah lantas berkata: "Hari ini telah
dua kali aku pergi ke Thian siang Kie, disana tak ada kabar
bahwa Cee Locianpwee sudah kembali."
Tiong Hoa masgul, alisnya berkerut. "saudara Cee ternama
di Kang lam, dialah ketua sebuah Partai, kata-katanya pasti
dapat dipercaya," ia kata, maka itu dengan dia belum juga
kembali, aku kuatir ia kena dicurangi Boe- eng Hoei Long,
Atau mungkin dia telah pulang ke markasnya untuk
membereskan dulu partainya, saudara Lo tahu-kah kau
sarangnya Boe-eng Hoei Loo" Aku berniat pergi kesana."
Siauw Hoog menggeleng kepala.
"Khioe Cin Koen mendapatkan julukannya Boe-eng Hoei
Long itu bukan di sebabkan melulu ilmu ringan tubuhnya yang
mahir juga karena tak tentu tempat kediamannya itu." ia
berkata, "Bahkan kedua muridnya Kimleng Jie Pa, tak tahu
juga dia bersarang dimana. Demikianlah maka dia juga
dinamakan Thian Gwa It shia, si sesat nomor satu dari luar
langit." Jangan berduka, saudara Lie legakan hatimu." Tiang Keng
menghibur "Cee Locianpwee dan sin heng sioe soe sama-sama
ternama. mereka sama-cama liehay, biarnya Boe-eng Hoei
Long liehay akal- muslihatnya. tidak nanti dia dapat berbuat
apa-apa terhadap mereka itu. Mungkin sekali mereka sudah
berhasil menolongi Kam Jiak Hoei. Besok hari perjanjian
dengan Kwie Lam Ciauw, berhubung dengan itu, bersama
saudara Lo aku telah memikir suatu daya, Kami anggap tidak
tepat saudara yang baru mendapat nama memperoleh banyak
musuh, bahkan sebaliknya, maka itu baiklah saudara
menggunai dia. Aku percaya, dengan kecerdikan kau, saudara
Lie, kau dapat mempermainkan padanya."
Tiong Hoa mengawasi siauw Hong, ia ber senyum.
"Saudara Lo." ia tanya, "tolong kau beri tahukan aku
bagaimana perhubungan diantara Kwie Lam Ciauw dengan
Tiat-tek coe Jie siong-cin ketua muda dari Thian Hong pang
serta Loo Liang-sin Pek liang dari Tong-teng san?"
Siauw Hong bersikap hormat ketika ia menjawab: "Kwie
Lam Ciauw itu seorang manusia paisu yang berpura-pura
menjadi orang lurus, kelihatannya dia tak sesat bahkan gagah
lagi budiman, dia mirip seorang kesatria, sebenarnya dia
mengandung cita-cita yang besar, Demikianlah, maka
perhubungannya dengan Thian Hong Pang dan Tong-teng san
juga bagus diluar saja."
Tiong Hoa mengangguk, ia tidak bilang suatu apa,
pembicaraan mereka berhenti dengan munculnya seorang
bujang, yang bicara dengan Lo siauw Hong, katanya ada
datang seorang tetamu she Cian yang mohon bertemu.
Mendengar she tetamunya itu, siauw Hong terkejut, tetapi
ia lekas berkata: "Kau undang dia masuk."
Bujang itu mundur pula, tak lama ia kembali sembari
memimpin tetamunya, seorang yang tubuhnya besar, yang
mengenakan seragam sulam yang singsat. Siauw Hong
bertindak cepat menyambut, dia tertawa nyaring.
"Saudara Cian," katanya gembira, "Apakah kau datang
sedang menjalankan titah" Mari siauwtee ajar kau kenal
dengan kedua tayhiap." Dia pun menjabat tangan orang untuk
dipegang erat-erat. Orang she Cian itu, Tiauw Hong namanya, menjadi soe-tee
atau adik seperguruan dari ciangbunjin atau ketua, dari partai
Hoay Yang Pang, tentang dia barusan Siauw Hong
memberitahukannya selintasan, dari itu Tiong Hoa diam-diam
memperhatikannya. Bersama Lin Kiang Keng, ia diperkenalkan
pada orang. Segera setelah berkenalan itu, Cian Tiauw Hong kata pada
Lo siauw Hong. "Saudara Lo ingin kumemberitahu padamu
perihal sikapnya Keng-chian-cioesee-boen Boe Wie, ketika dia
pulang ke Kwie In Chung, dia lantas membeber halnya kau
telah berkhianat sebab kau memisahkan diri, dia kata dia
hendak paling dulu membinasakan kau. Karena ini. Kwie
Chungcoe jadi berebut omong dengannya, Kwie Chungcu
membelai kau yang dikatakan berbudi bahwa tanpa sebab
tidak nanti kau menjauhkan diri Kwie Chungcu mengusulkan
memberi ketika kepada kau untuk memberi penjelasan supaya
dapat diketahui siapa benar dan siapa salah, habis mana
barulah keputusan dapat diambil. Tapi see-boen Boe Wie tetap
tidak puas. Dia telah menitahkan secara rahasia kepada orang
kepercayaannya untuk membunuh kau secara menggelap.
oleh karena itu, saudara aku datang kemari untuk memberi
kisikan. Tentang sikap saudara mesti ada sebabnya, karena itu
apakah kau suka memberi keterangan padaku?"
Lo Siauw Hong tertawa, dengan terus-terang ia tuturkan
peristiwa kemarin yang membuatnya mengambil sikapnya ini,
ia kata ia tidak memikir untuk memusuhkan San boen Boe Wie
atau Kwie Lam ciauw. Mendengar itu, cian Tiauw Hong menjadi mendongkol
sekali. "Ooh kalau begitu pastaslah sekarang ini See boen Boe Wie
giat mengumpulkan kaki tangan-" katanya keras, "teranglah
dia hendak menentang Kwie chungcu. Pantas dia beriaku
kejam dalam hal menyingkirkan kawan-kawan yang tidak dia
sukai lagi." Tiong Hoa nampak heran- ia campur bicara, katanya: "Kwie
chungcu itu tidak bentrok dengan siapa juga, dia hidup
menyendiri di kampungnya, kenapa See-boen Boe Wie hendak
menumpasnya" Apakah ganjalan diantara mereka itu berdua?"
Cian Tiauw Hong berdiam, kelihatannya dia bersangsi. akan
tetapi toh, selang sesaat, dia kata sungguh-sungguh: "coanin-
Yan Kwie Lam ciauw mengundurkan diri dalam usia masih
muda, sebabnya itu yalah satu kesulitan- Diluar nampak dia
hidup damai dengan siapa juga, tetapi sebenarnya, dalam
dirinya, dia mengandung cita-cita besar. Adalah kemudian,
karena merasa ilmu silatnya masih tidak dapat menyampai
lain-lain orang kenamaan, pada limabetas tahun dulu dia
menyimpan goloknya, dia mengundurkan diri, Keputusannya
itu dia telah umumkan-"
"Lalu, Seboen Boe Wie itu mengandung maksud apa?"
Tiong Hoa tanya. Cian Tiauw Hong bersenyum.
"Tentang Seboen Boe Wie ini, sedikit sekali orang yang
mengetahuinya," ia menjawab, "Aku sendiri, aku mendapat
tahu itu secara kebetulan saudara Lo. sekalipun masih gelap.
Kwie Lam Ciauw berdua Seboen Boe Wie berasal satu rumah
perguruan, biasanya mereka hidup rukun seperti saudarasaudara
kandung, akan tetapi selama yang belakangan ini,
mereka menjadi sebagai air dengan api."
"Tentang dendaman diantara mereka, samar-samar aku
telah melihatnya," berkata Lo siauw Hong, "cuma tentang
sebabnya aku masih belum tahu, Apakah sebab itu?" Cian
Tiauw Hong tertawa, ia memandang ketiga tuan rumahnya.
"Saudara-saudara, apakah saudara-saudara ketahui bahwa
sekarang ini Rimba Persilatan lagi menghebohkan tiga macam
mustika?" ia tanya, "Di antara tiga itu dua sudah muncul.
Maka kaumjalan Hitam danjalan putih, semua mengilar ingin
mendapatkannya, Kedua mustika itu sudah menggemparkan
dunia Kang ouw. Apakah benar saudara-saudara belum
pernah mendengar itu?"
Lo siauw Hong memperlihatkan roman heran. ia lantas
menanyai "Apakah itu bukannya cangkir Koibeo Liauw-giok
Coei In Pwee kepunyaan Pangeran Tokeh di kota raja yang
telah di curi Kamliang sam-to?"
Cian Tiauw Hong mengangguk Mendengar di sebut kota
raja, hati Tiong Hoa berdebar sendirinya, ia menjadi ingat
soalnya dan karenanya ia mesti kabur, hingga sekarang ia
menjadi seorang buronan Cian Tiauw Hong berkata,
menerangkan. "Cangkir kemala Coei In Pwee itu milik negara dan sudah
banyak tahun tersimpan didalam gudang istana, kemudian
pangeran Tokeh berjasa dimedan perang, dia dihadiahkan
cangkir mustika itu. Pada suatu hari, tengah pangeran itu buat


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

main mustikanya ia terlihat salah seorang sie-wie, pahlawan
yang mendampinginya, kemudian sie-wie itu membocorkan
hingga kaum Rimba Persilatan lantas ramai membicarakannya,
sebenarnya mulanya cangkir itu menjadi kepunyaan it piauw
sian seng, seorang berilmu dari dinasti yang telah lampau.
Anehnya cangkir yalah di dasarnya ada dua butir
mutiaranya, sebuah merah, sebuah lagi putih, yang merah itu
di namakan Ya-beng coe, artinya mutiara malam bercahaya,
harganya itu seumpama harganya sebuah kota. Untuk kita
kaum Rimba Persilatan, ya-beng-coe itu masih belum berharga
seberapa, Yang putih bernama Teng-sin-coe. mutiara
menetapkan semangat, inilah yang penting dan paling
dihargakan-Kalau cangkir itu di isikan arak yang di campuri
obat-obatan, arak obat itu dapat memunahkan pelbagai
macam racun, asal saja racun belum membikin isi perut
busuk, sebentar saja orang bebas dari keracunan.
Yang penting kalau cangkir itu diisi macam macam obat,
terus obat itu diseduh dengan arak Pekslian tincioe untuk
diminum orang yang mengerti silat. siapa belajar sitat, penting
kalau kedua nadinya yang dinamakan jin dan tok dapat
teraturkan sempurna, dan itu akan tercapai apabila orang
minum arak obat asal cawan mustika itu."
Jilid 10 : Cee-cit membersihkan Thian Hong Pang
Lin Tiang Keng dan Lo Siauw Hong sangat tertarik hatinya.
Tiauw Hong bercerita sambil memandang orang-orang
dihadapannya, ia mendapat kenyataan Lie Tiong Hoa seperti
memikirkan sesuatu, ia heran, ia melanjuti keterangannya.
"Setelah dunia Kang-ouw menjadi gempar, lantas banyak
orang Rimba persilatan yang datang ke kota raja, untuk dapat
mencuri cangkir mustika itu. Diluar dugaan orang, kemudian
cangkir itu dapat dicuri oleh sam Cioe Ya-Cee Tam Siauw Go
serta tiga penjahat dari Kam-liang, yang disebut Kam-liang
sam-to. Orang-orang polisi menjadi repot dan lantas bekerja untuk
mencari kawanan pencuri iin, Lantas terjadi hal yang
menggemparkan. Dijalan umum didekat Khopie-uan telah
didapatkan mayatnya Kang Lam sam To dan Tam Siauw Go.
Tam Siauw Go itu kecuali julukannya sao Cioe Ya-cee,
"Memedi Bertangan Tiga, dikenal juga sebagai Tan-Lam it
Kwie, yaitu Hantu tunggal dari In-lam selatan. Menurut
pemeriksaan, mereka terbinasakan senjata rahasia yang
beracun. Cangkir coei in Pwee itu tak kedapatan pada tubuh
mereka itu dan sampai sekarang sia-sia saja orang
mencarinya." "Apakah orang Rimba persilatan juga tidak mengetahui
siapa perampas cangkir itu" Tiang Keng tanya, "Bukankah
senjata rahasia itu bisa digunakan sebagai perantara untuk
mengetahui pemiliknya?"
Tiauw Hong mengawasi, ia bersenyum "Perampas itu
pastilah telah memikirkannya." ia kata, "Mana dia mau
menggunai senjata rahasia miliknya sendiri?" Mukanya Tiang
Keng merah karena jengah inilah ia tidak pikir. "Benda kedua
itu yalah kitab ilmu silat" Cian Tiauw Hong melanjuti ceritanya.
"Apa sebenarnya kitab silat itu, orang tidak ada yang tahu,
tak tahu juga namanya, orang melainkan ramai
memperbincangkannya. orang cuma tahu," ia menambahkan,
"siapa dapat kitab itu dan berhasil memahamkan-nya, dia
bakal menjadi jago nomor satu. Katanya kitab itu telah di
dapatkan Kwie Lam Ciauw, dan dia menyimpannya sudah lima
tahun, pada dua tahun yang lalu, see-boen Boe Wie mendapat
tahu hal itu, Boe Wie lantas minta untuk mempelajarinya
bersama tapi ditolak Kwie Lam Ciauw, Karena ini maka seeboen
Boe Wie menjadi berubah pikirannya..."
Tiang Keng dan Siauw Hong heran, "Kalau Kwie Lam Ciauw
telah mendapat kitab ilmu silat itu selama lima tahun," kata si
orang she Lo, yang mengerutkan alisnya, "Pasti ia sudah
berhasil mempelajari itu dan pasti ia dapat melawan see-boen
Boe Wie, akan tetapi kenyataannya ia selalu mengalah, inilah
heran-.." "Bicara memang mudah" kata Tiauw Hong dingin- "Kitab itu
luar biasa isinya, sulit untuk dibaca mengerti, Ketika Kwie Lam
Ciauw memilih pelajaran yang gampang-gampang saja, ia
merasa dadanya sesak. tenaganya menjadi hilang, maka itu
untuk mempelajarinya, ia membutuhkan cangkir coei in Pwee
dari Kothen itu. oleh karena ini ia telah menugaskan secara
rahasia kepada anaknya untuk mencari cangkir mustika itu,
See-boen Boe Wie juga mengirim orang-orangnya mencari
dengan berpencaran demikian maka selama yang belakangan
ini Kwie in chung menjadi terancam bahaya." Tiauw Hong
tertawa meringis, agaknya dia bersusah hati.
"Aku mengetahui terlalu banyak." dia menambahkan
perlahan, "maka itu dua-dua Kwie Lam Ciauw dan See-boen
Boe Wie berniat menyingkirkan aku..."
Tiong Hoa tetap berdiam dengan matanya terus mengawasi
air pengempang, melainkan telinganya mendengari dengan
perhatian Lagi-lagi ia mendapat kenyataan dari sulit dan
berbahaya penghidupan dalam dunia Kang ouw dimana segala
apa sukar diterka, tanpa merasa, ia menghela napas, tengah
ia hendak mengangkat kepala, buat melihat keatas, mendadak
matanya melihat sesuatu, hingga ia tercengang. itulah
pemandangan dimuka air, yang berombak sebentar, lalu
menjadi tenang pula tapi dimuka air itu tampak bayangan
muka orang. Disamping empang itu ada sebuah pohon yanglioe yang
daunnya lebat, pohon itu bergoyang tertiup angin, waktu
cabang dan daun nya bergerak, hingga seperti tersingkap^ di
belakang daun lebat itu terlihat seraut maka. Semua itu
terbayang nyata di permukaan air, Tiong Hoa melihat itu, ia
tercengang sebentar lantas ia tertawa dan kata: "Aku pun
baru saja mendapatkan suatu barang yang luar biasa, saudara
bertiga baiklah menunggu sebentar, nanti aku pergi ambil,
Barang itu tak kalah berharganya dengan ketiga mustika yang
menghebohkan kaum rimba persilatan itu."
Habis berkata anak muda ini lantas masuki kedalam, tapi
tak lama ia pergi, mendadak terdengar tertawanya yang
nyaring di atas genting rumah di susul dengan jeritan keras
yang menyayatkan hati. Tiang Keng bertiga Siauw-Hong dan Tiauw Hong terkejut,
Lantas mereka melihat dengan melayang turunnya Tiong Hoa.
Dari tiga orang jatuh itu dua sudah mati karena mereka tak
berkutik lagi, Orang yang ketiga masih dapat merayap bangun
untuk menyingkirkan diri, akan tetapi baru dua tindak dia
sudah roboh pula. Tiauw Hong yang nampaknya heran sekarang menjadi
kaget, terus dia menjadi gusar, Mukanya merah matanya
mendelik. Dia lantas lompat kepada orang yang roboh itu, dia
menjambak sambil menanya bengis, "siapa suruh kau datang
kemari?" Orang itu pucat mukanya dan matanya suram, ia
mengeluarkan napas dan mengucapkah perlahan. "Kwie Lan
Ciauw..." Habis itu berhentilah napasnya. Parasnya Tiauw
Hong menjadi pucat. "Kwie Lam Ciauw, oh, kau lihai sekali..." katanya seorang
diri, tiba-tiba dia menghamparkan Tiong Hoa, untuk pay koei
sambil berkata: "Cin Tiauw Hong suka bersama-sama Lo
Siauw Hong berlindung di bawah perintah kau, Lie Tayhiap.
Kau dapat memerintah kami sesuka kau, tidak nanti kami
menampik" Dengan repot Tiong Hoa memimpin orang bangun-
"Jangan mengatakan begitu, saudara Cian," ia kata
bersenyum. "Kita baru bertemu tapi biarlah kita menjadi
seperti sahabat-sahabat lama, Berat kata-katamu ini"
Cian Tiauw Hong memandang tajam, dia berkata sungguhsungguh:
"Ketika Kwie Lam Ciauw mendapat kenyataan
saudara Lo pergi dan tak juga kembali, dia menyuruh aku
datang kemari mengundang kau, Lie Tayhiap, Aku diharuskan
dapat mengundang kau datang ke Kwie In Chung, Rupanya
dia pun tidak percaya aku, maka dia mengirim orang untuk
mengintai aku, syukur tayhiap dapat mempergoki mereka ini
bertiga jikalau tidak. apabila aku pulang, pastilah aku akan
mati tanpa tempat kuburku"
"Habis bagaima sekarang?" tanya Tiong Hoa, "Apa saudara
mau pulang untuk membawa kabar?"
Tiauw Hong berdiri tegak kedua tangannya dikasi turun.
"Ya, sekarang juga aku akan segera kembali," dia kata,
"Besok setelah tayhiap tiba di Kwie In chung, baru aku akan
mencari jalan untuk mengundurkan diri "Siauwtee suka turut
saudara pulang." kata Siauw Hong.
Tiong Hoa berpikir, "begitupun baik," katanya, "dengan
begitu Kwie Lam Ciauw menjadi tak curiga, Entahlah besok.
jikalau akupergi kesana, berbahaya atau tidak..."
"Kwie Lam Ciauw membutuhkan tenaga tayhiap." kata
Tiauw Hong, "andaikata dia hendak mencelakai tidak nanti itu
dilakukan sekarang, tentulah dia menanti sampai tayhiap
sudah membikin Seeboen Boe Wie tak berdaya lagi, Tetapi
Kwie Lam Ciauw sangat licik, dia tak terkentarakan gusar dan
girangnya karena itu baik tayhiap waspada."
Tiong Hoa mengangguk. "Terima kasih" ia kata, bersenyum. "Aku minta tuan-tuan
menyahut namaku saja, jangan memanggil tayhiap-tayhiap
tak hentinya. sebutan itu dapat merenggangkan keakraban
kita." Dua orang itu mau memandang si anak muda sebagai
majikannya, tak ingin mereka mengubah panggilan maka itu
mereka berdiam saja. Tiong Hoa mengawasi ia melihat orang
bersungguh-sungguh. "Tuan-tuan, apakah kamu melihat Mo in Kim-Kiam Yan
Hong di dalam Kwie In Chung," ia tanya kemudian.
Tiauw Hong mengangguk. "Tapi kemarin dia telah berangkat ke Tong Teng san ke
tempatnya Loo-Liong sin Pek Liang," ia memberi keterangan
"Ah, tahulah Tiauw Hong Tayhiap tentu bermusuh dengannya,
kalau tidak. tidak nanti dia dapat membujuki Kim leng Jie Pa
menyaterukan tayhiap. oleh karena Kwie Lam Tiauw tidak
suka membantu dan sebaliknya dia mengundang tayhiap. Yan
Hong menjadi gusar dan lantas pergi tanpa pamitan lagi."
Habis mengucap begitu, bersama-sama Lo Siauw Hong,
Tiauw Hong memberi hormat lantas mereka memutar tubuh,
untuk pergi dengan cepat.
Tapi Siauw Hong mendadak kembali dan kata pada Tiong
Hoa, "Tayhiap bersama saudara Lin tinggal disini, inilah tidak
sempurna, sepak terjangnya Seeboen Boe Wie harus di
perhatikan Menurut aku baiklah tayhiap mencari lain tempat
lebih aman-" setelah itu dia pergi pula.
Tiong Hoa mengawasi orang menghilang. Kembali ia
merasakan perbedaan sikapnya Tiauw Hong dan Siauw Hong
luar biasa, Di kota raja, baik kawan dan orang dalam
rumahnya, tak menghormati ia tetap disini kedua orang kosen
itu sangat menghormati kepadanya, sikap mereka membikin ia
berpikir justeru ia masih muda, memang tepat kalau ia
mengangkat nama, inilah ketikanya yang baik. Buat apa
merantau kalau ia tetap tak berbuat apa apa"
Mau atau tidak ia terlibat penghidupan kaum Kang ouw,
atau Rimba Persilatan, Hanyalah karena berpikir begini,
kembali pikirannya menjadi kusut, hingga ia mesti berpikir
keras. Tiang Keng melihat orang berdiam saja, dia tidak mau
mengganggu ia percaya kawan ini lagi memikirkan sesuatu
Tiang Hoa tentu berdiam terus kalau ia tak disadarkan
suara Ban-in dan Wan Nio, yang memanggil mereka dari
jendela, ia lantas menoleh kepada Tiang Keng dan bersenyum,
terus keduanya masuk kedalam.
ooo Dusun Kwie In chung terletak diluar kota Liok-hanterpisahnya
empat puluh lie dari tembak kota, duduknya
diantara cagak tiga sungai, sedang dibelakangnya yalah
gunung, itulah sebuah dusun besar dan bagus keletakannya.
Dilihat dari romannya, pantas tempat itu menjadi tempat
peristirahatan atau untuk hidup menyendiri. Air yang jernih
dan pepohonan yang hijau mengurungnya. Didepan
pekarangan luar terdapat semacam rimba pohon tho.
Lohor itu d idalam rimba pohon tho terlihat seorang tua
bersama dua kacungnya. Dialah seorang yang jidatnya tinggi
kumisnya hitam hidungnya yang mancung sedikit bengkok.
dan kedua biji matanya bersinar sangat tajam.
Dia lagi berdiri tenang dengan kedua tangannya digendong,
dia mengawasi kedepan, Bajunya yang panjang dan warnanya
putih memain diantara sampokannya sang angin. Kedua
kacungnya yang nampak lincah mesti mengerti ilmu silat
seperti dia. Kemudian mereka bertiga jalan sampai ditepi kali, jalanan
disitu kecil dan berliku-liku, Ke sungai mereka memandang
layar-layar putih, sinar matanya orang itu guram.
Belum terlalu lama maka terlihatlah datangnya seorang
bertubuh kecil dan kurus yang pakaiannya singsat, Dia
menghampir kan orang itu lalu berdiri dibelakangnya dan
memanggil "Cung coe"
orang tua itu memutar tubuhnya dengan perlahan.
"Ada apa?" ia menanya.
orang kurus itu bersikap hormat, ia menyahuti sabar: "cian
Tiauw Hong dan Lo Siauw Hoog sudah kembali, Mereka
sekarang berada diluar rimba untuk bertemu dengan
chungcoe." Orang tua itu yalah Kwie Lam Ciauw, pemilik dari dusun
Kwie ie Chung itu. Dia agaknya heran hingga dia mengasi
dengar suara "oh" Dia tercengang tetapi itu tak kentara pada
wajahnya, terus dia kata " lekas suruh mereka datang ke mari
" Orang kurus itu memutar badannya atau majikannya tanya
padanya. "Dimana ada nya Seeboen Loosoe sekarang?"
"Dia sedang main catur bersama Hoat sian siansoe dan
Thian Leng sie." Kwie Lam Ciauw mengawasi orang berlalu. Kalau tadi ia
nampak berduka, sekelebatan wajahnya tersungging
senyuman dengan perlahan terdengar dia bersenandung.
Tak lama maka Tiauw Hong dan Siauw Hong muncul, selagi
orang mendekati, ia memapak mereka, sembari tertawa
nyaring ia kata: "Banyak capai, tuan-tuan Apakah pemuda she
Lie itu dapat diundang?" Cian Tiauw Hong menjura.
"Lie tayhiap berjanji akan datang besok." sahutnya.


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagus. Bagus." Lama Ciauw tertawa pula tapi d idalam
hatinya, dia mendongkol, dia Jelas, inilah sebab dia
mendengar Tiauw Hong memanggil orang dengan sebutan
tay-hiap. yang berarti orang gagah yang mulia, itulah
panggilan sangat menghormat dan memuja, terus ia berdiam,
tidak ia menanyakan halnya Siauw Hong dan orang she cian
ini yang agaknya lambat kembalinya, pada wajah nya tidak
tertampak apa yang ia pikir, Hanya
kemudian ia menghela napas.
"Apakah kamu tahu kenapa aku si orang tua mengundang
Lie tayhiap?" ia tanya, la mengubah panggilan si anak muda
she Lie dengan tayhiap yang ia tak puas mendengarnya itu."
"Apakah chungcu mengundangnya untuk dia dipakai
melayani See-boen Boe Wie?" Tiauw Hong menanya, suaranya
menyatakan dia mendongkol.
Kwie Lam Ciauw mengangguk perlahan, "sudah bertahuntahun
kau membantu aku si orang tua kau tahu baik hatiku,
"ia menjawab, "maka itu kalau nanti Lie Tayhiap datang, aku
minta sukalah kamu melayaninya baik-baik,"
Alisnya Tiauw Hong terbangun, dia menyahuti, suaranya
dalam: "Tak usahlah chungcoe pesan lagi, Kami tahu
bagaimana harus melayaninya, Cumalah harus dijaga halnya
dia gampang terancam terbinasakan dengan terbokong, Aku
pun minta chungcoe bersiaga."
Kwie Lam Ciauw nampak terperanjat "Apa artinya
perkataan kau ini?" dia tanya.
Cian Tiauw Hong lantas kasih keterangan halnya See-boen
Boe Wie mengirim orang orangnya buat membunuh dia,
bahwa kemarin ini hampir saja Lo Siauw Hong terbinasa
ditangannya jago tua itu, ia ceritakan bagaimana mereka
ditolongi tayhiap she Lie itu.
Peristiwa itu merupakan kenyataan, hanya Tiauw Hong
menuturkannya demikian rupa, hingga terbayang Kwie Lam
ciauw sendiri turut teramcam bahaya setiap waktu.
Kwie Lam ciauw bergidik, lalu dengan menyeringai dan
keras ia kata: "Jikalau aku si tua tidak membunuh kau, aku
bersumpah tidak mau menjadi orang.." Baru kali ini majikan
dari Kwie In Chung ini mengentarakan rasa hatinya.
Justeru itu dari atas sebuah pohon digili-gili sungai terlihat
melayang turunnya satu tubuh yang berbaju merah, yang
gerakannya gerakan Tay-peng-tiau-cie atau Burung garuda
membuka sayap. Dengan cepat orang itu sampai didepannya
Kwie Lam Ciauw. Begitu orang berlompat turun, Kwie Lam Ciauw bertiga
telah melihatnya, maka itu, chungcoe itu sudah lantas
menutup mulutnya. Tapi selekasnya orang berada didepannya,
dia bersenyum dan menyambut dengan pertanyaannya:
"Bukankah soetee lagi main catur dengan Hoat sian siansoe"
Kenapa soetee mempunyai kegembiraan untuk datang kesini?"
Keng-Thiang-Cioecoe-boen Boe Wie tidak menjawab tuan
rumah yang menjadi soe-heng, atau kakak seperguruannya, ia
hanya mengawasi bengis kepada Cian Tiauw Hong dua Lo
Siauw Hong, sinar matanya, sinar mata pembunuhan.
Lantas juga terdengar suaranya yang seram: "Manusia
tukang mengadu" orang, bagaimana kamu masih ada muka
untuk balik kembali?" Kata-kata itu dibarengi menyambarnya
tangannya kepada Lo siauw Hong.
"Hm," Kwie Laui Ciauw bersuara seraya tangan kanannya
mengibas kelengannya penyerang yang bengis itu.
Seeboen Boe Wie menarik tangannya sambil berkelit
kesamping. "soe-heng, apakah artinya ini?" dia tanya keras,
matanya menatap. "Tidak apa-apa, soetee," kata Lam Ciauw tertawa, "Aku
cuma kuatir orang lain nanti jail mulut mengatakan kakakmu
ini membiarkan adik seperguruannya sewenang-wenang
membunuh orang sebawahannya, jikalau itu sampai tersiar,
cara bagaimana kakakmu ini nanti bertemu orang?"
Mendengar keterangan iiu, secboenBoe Wie tertawa
terbahak bahak. "Binatang ini manusia tukang merenggangkan orang"
katanya nyaring, "tidak ada artinya untuk membunuh dia itu
pun tidak memalukan Siauwtee mewakilkan kau menjalankan
aturan, soeheng, mana dapat orang nanti mengatakan kau
membiarkan atau menganjurkan aku?" Kwie Lam Ciauw tetap
berlaku sabar dan tenang.
"Urusan belum lagi terang, mana bisa kita lancang
melakukan pembunuhan?" ia kata. Adik seperguruan itu
tertawa dingin. "soeheng." dia kata, " kau tidak percaya Siauwtee, maka
Siauwtee kuatir kau nanti mati tanpa ada tempat kubur
untukmu" Hebat kata-kata itu hingga Kwie Lam Ciauw melengak, ia
gusar tetapi ia dapat mengendalikan diri
"Hm. Hm." terdengar suara d ih id ung nya, ia lantas kata:
"Mereka in^ telah turut aku buat banyak tahun, aku
perlakukan mereka baik sekali, cara bagaimana mereka dapat
berkhianat padaku" jikalau tuduhan terhadap mereka benar,
kenapa mereka berani pulang kemari" Tidak. tidak nanti
mereka bernyali demikian besar."
Seeboen Boe Wie tertawa dingin, "Manusia itu, hatinya
terpisah dengan perutnya." katanya tajam, "siapakah dapat
melihat hatinya itu" Didalam dunia ini banyak sekali orang
yang membalas kebaikan dengan kejahatan jikalau soeheng
tidakpercaya soetee, aku kuatir dibela kang hari soeheng nanti
menyesal sesudah kasip."
"Perkataan kau ini benar, soetee jangan kata diantara
sahabat-sahabat, sekalipun saudara kandung sendiri, masih
ada yang tak dapat dipercaya sepenuhnya. Kakakmu ini
mengambil sikap memperlakukan semua orang sebagai
kesatria, biarlah dunia mensia-siakan aku, asal aku tidak
mensia-siakan orang banyak Yang lainnya semualah kata kata
tak artinya." Seeboen Boe Wie ketahui kakak seperguruan ini
mengatakan dia yang licik akan tetapi dia tidak dapat
menyatakan kurang senangnya, maka itu dia melainkan bisa
mendongkol hingga mukanya menjadi merah dan matanya
seperti mau berlompat saking menahan hati, Dengan bengis
dia menatap bergantian Tiauw Hong dan siauw Hong,
Kedua orang she Cian dan she Lo itu tidak takut, bahkan
dalam hatinya mereka tertawa hanya diam-diam mereka
bersiaga kalau-kalau orang nanti menyerang mereka. Seeboen
Boe Wie dapat juga mengendalikan diri, maka itu kemudian
dia menjadi sabar, air mukanya tak sebengis tadi, Dia tertawa
tawar dan kata: "Baik, baiklah. Kelihatan nya burung yang terbang sudah
lewat habis dan panah harus disimpan, selanjutnya tentu
soeheng tak membutuhkan Siauwtee lagi, maka itu soetee
meminta diri buat selama lamanya" Kwie Lam Ciauw mengurut
kumisnya, Dia tertawa lebar.
"Soetee mengapa soetee berpikir terlalu hanyut?" ujarnya,
" Kakakmu ini telah menerima bantuanmu banyak sekali maka
juga Kwie Ie Chung ini dapat dibangun seperti ini budimu itu
kakakmu akan ingat sekali, Kenapa soetee begini mudah
bicara tentang perpisahan" Cian Loosoe dan Lo Loosoe tolong
kamu minta Seeboen soetee suka berdiam terus bersama kita"
Cian Tiauw Hong lantas menjura pada Seeboen Boe Wie.
"Sebenarnya juga Kwio in chung tak dapat dipisahkan dari
Seeboen Tayhiap" ia berkata, juga mengenai urusan dengan
Thian Hong pang dan Tong Teng san, chungcu kami sangat
mengandal pada tayhiap. Tanpa tayhiap tidakkah rencana kita
itu bakal menjadi seperti busah saja" tentang diri kami berdua
si orang she Cian dan she Lo," ia menambahkan "kami pasti
ingat budinya Chungcu yang besar laksana gunung. maka itu
mana dapat budi dibalas dengan kejahatan" Aku minta
sukalah tayhiap tidak mendengarkan kata di luaran-"
Seboen Boe Wie berdiam saja, ia cuma tertawa mengejek.
Ketika itu satu peg awai dusun datang dengan cepat,
menghampirkan Seeboen Boe Wie. untuk melaporkan- "Diluar
ada datang dua tetamu tua yang bertubuh kecil dan katai
bersama seorang muda yang membawa pedang, mereka itu
mohon bertemu dengan tayhiap."
Seeboen Boe Wie mengerutkan alis.
"Kenapa penjaga tepian sungai membiarkan mereka lewat
sebelum mereka melaporkan dan meminta perkenan?" ia
tanya. "Mereka itu melintasi sungai dengan berjalan diatas air
dengan kepandaiannya teng-peng tou-soei," sahut pekerja itu.
"Katanya mereka itu liehay sekali hingga penjaga tepian tidak
berani menghalang-halangi mereka?"
Matanya Boe Wie bersinar bengis, terang dia mendongkol
sekali, "Segala manusia tak berguna." katanya sengit. "Mereka
memberitahukan nama mereka atau tidak?"
Pegawai itu berdiri tegak seraya menurunkan kedua
tangannya. "Kedua orang tua itu menyebut dirinya Ceng shia siang Ay,"
sahutnya. Seeboen Boe Wie berdiam dia mengoceh sendirinya: "Aku
tidak kenal Ceng shia siang Ay, ada urusan apa mereka
mencari aku?" Terus dia mengawasi Kwie Lam Ciauw.
Ketika itu Kwie Chungcoe sambil menggendong tangan lagi
memandang ke arah gunung, sikapnya sangat tenang
mengenai urusan Ceng shia siang Ay itu ia seperti tidak
mendengarnya. Menampak demikian, Boe Wie tertawa dingin.
"Dan siapa si anak muda yang membawa bawa pedang?" ia
tanya pula sipegawai atau chung-teng.
"Kong-sen-.." kata Boe Wie sendirian agaknya dia terkejut,
Lantas matanya mendelong air mukanya guram, Kemudian dia
tanya: "Bagaimana romannya pemuda itu" Apakah ada
sesuatu yang luar biasa?" Chungteng itu berpikir.
"Tidak, kecuali dijidatnya, diantara kedua alisnya, ada tailalatnya
warna merah, sahutnya sesaat kemudian.
Seeboen Boe Wie kaget, kedua kakinya lantas menjejak
tanah, hingga tubuhnya mencelat tinggi, hingga sebentar saja
dia sudah lari belasan tombak jauhnya. Cian Tiauw Hong
memberi tanda kepada si chungteng yang lantas
mengundurkan diri Kwie Lam Ciauw memutar tubuhnya dengan perlahan,
dengan dingin dia kata: "Ceng shia siang Ay bangsa lurus, tak
nanti mereka datang tanpa sebab, sedang anak muda she
Kongsoen itu pastilah turunan dari kurban darah berbau amis
dari see- boen Boe Wie."
"Benar-benar rupanya Kwie In Chung bakal tak dapat
tenang dan damai lagi..."
"Apakah chungcoe tidak dapat berdiam diri, menonton
disamping dengan berpeluk tangan saja?" Lo Siauw Hong
tanya. Chungcoe itu menggoyang kepala, "Mana dapat aku si
orang tua membiarkan orang mengatakan aku tak bijaksana
dan tak berbudi?" sahutnya masgul. Dan ia menghela napas,
tanpa mengucap sepatah kata lagi, dia pun berlompat, untuk
lari pulang. Lo Siauw Hong tertawa dingin.
"Pandai sekali Kwie Lam Ciauw bersandiwara," katanya
sebal, "sebenarnya dia licik dan licin sekali, dia melebihkan
See- boen Boo Wie. Mari, kita menonton keramaian-" Cian
Tiauw Hong menurut, maka berdua mereka lagi kedepan-
Tak lama dari kepergian Tiauw Hong berdua, dari dalam
rimba dekat situ terlihat munculnya seorang yang berdandan
sebagai seorang sastrawan, mukanya putih, alisnya bagus,
kumis dan jenggotnya terpecah tiga.
Halus sekali gerak geriknya dia. Dia berjalan sampai
ditempat berdiamnya Lam Ciauw beramai, lantas dia berhenti,
Lantas terdengar dia berkata-kata seorang diri, "Kwie Lam
Ciauw, kau hendak menelan Thian Hong Pang, itulah pikiran
gila itu berarti kau cari jalan mampusmu sendiri. Apakah kau
kira aku Tiat-tet-cee Jie-siong-gan orang yang dapat dibuat
permainan?" Habis berkata begitu, mendadak dia lari balik kedalam
rimba untuk keluar pula sambil menenteng masing-masing
seorang bocah ditiap tangannya, ia meletaki mereka itu di
tanah diatas rumput lantas ia menotok tubuh mereka.
Kedua bocah itu menggeraki kaki tangan mereka, lantas
mereka berdiam pula. Jie siong Gan mengawasi.
"Hm" katanya perlahan "Mereka ditotok hingga jalan darah
mereka tersalurkan tak benar. ia mengulur tangan kanannya
untuk menotok pula dua kali bergantian, dijalan darah lekslok
dan thian-kie. Kali ini lekas kedua bocah membuka matanya dengan ayalayalan,
ketika mereka bergerak, mereka berlumpat untuk
bangun berdiri segera mereka melihat orang yang berdiri
dihadapan mereka yang beroman dan berdandan seperti
sastrawan. Jie siong Gan mengawasi ia bersenyum.
"Kamu murid siapa?" ia tanya, " Kenapa kamu kena orang
totok disini?" Kedua bocah dapat menduga siapa yang telah menolong i
mereka, mereka berlutut untuk menghaturkan terima kasih
kepada ini sasterawan tua. Jie siong Gan mengangkat bangun
pada mereka itu. "Kami murid-muridnya Kwie Chungcu," ia berkata, "Aku
Boan In dan dia Hoet Goat."
Jie siong Gan bersenyum. "Nama yang bagus" dia memuji.
"Tadi kami diajak chungcoe datang ke-tepi kali ini," Boan In
berkata pula, "lantas kami disuruh mengundurkan diri, kami
masuk kedalam rimba itu. Mendadak kami melihat satu
bayangan merah berkelebat, belum kami tahu apa-apa, kami
telah di totok bayangan itu. jikalau tayhiap tidak menolong,
entah bagaimana jadinya dengan kami."
Bocah itu berkata keras, suatu tanda dia mendongkol
Alisnya pun terbangun. Alis Hoet Goat terbangun juga, dia mendongkol seperti
kawannya itu. Jadi kamu tak sempat melihat sekalipun
bayangan orang itu?" Berdua mereka mengangguk.
"Kecuali Seeboen soesiok. tidak ada lain orang yang
mengenakan baju merah" kata Boan in penasaran.
"Apakah kamu maksudkan Keng-Thian-Cioe Seeboen Boe
Wie?" Tanya Jie siong Gan terkejut, "jikalau kata-katamu ini
dikeluarkan oleh orang lain, sungguh tak dapat dipercayai.
Tapi kamulah yang bicara, kamu tentu tidak menduga, Turut


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dugaanku, tentulah mereka dua saudara seperguruan telah
tidak akur lagi satu dengan lain." Boan In mengangguk
"Memang Seeboen soesiok dan chungcoe telah saling
mencurigai," katanya, "Sekarang ini semakin nyata nampak
ada perselisihan diantara berdua." "Apakah sebabnya itu?"
"Tak lebih tak kurang karena urusan kitab ilmu silat" Hoet
Goat nyeletuk. Boan In mengedipi mata pada kawannya itu
yang lantas membungkam. Jie siong Gan melihat sikapnya bocah itu, ia berpura-pura
tidak mendapat tahu. Dalam hati ia girang sekali, Pikirnya:
"Hm.. Aku memperoleh endusan Tak kecewa perjalananku
ini." Melihat kedua bocah itu cerdik, ketua muda Thian Hong
Pang sudah lantas memikir daya untuk mengakalinya. ia perlu
tahu di mana kitab silat itu disimpan, ia dongak memandang
langit, lalu ia menghela napas.
"Dua saudara bentrok, itulah hebat dan menyedihkan,"
katanya perlahan romannya berduka, "Rupanya saat
ambrukoya Kwie in Chung sudah tak jauh.lagi sungguh
sayang..." ia melirik kedua bocah, roman siapa berduka, ia
menambahkan: "sayang kamu berbakat baik, kamu mirip
mutiara mustika dibuang ketempat gelap. jikalau nanti api
sudah merembet ke gunung maka batu dan kemala akan
terbakar bersama tanpa perbedaan sungguh sayang...."
Kembali ia menarik napas berulang-ulang.
Tengah mereka berbicara ini maka dalam rumpun ditepian
muncul satu kepala orang dengan rambut panjang dan kusut,
sepasang matanya yang celong bersinar biru bengis, mukanya
dengan menyeringai mengawasiJie siong Gan. Hanya sebentar
kepala itu di tarik pulang pula hingga tak nampak lagi.
Kedua bocah sementara itu tertarik hatinya sebab Siong
Gan bersimpati kepada mereka, Boan In menjura.
"Siapa kau tayhiap?" dia tanya. "Dapatkah aku menanya
she dan nama tayhiap yang mulia?"
"Aku Jie siong Gan- Pangeoe dari Thian Hong Pang."
Boan In terkejut, lantas ia tarik tangannya Hoet Goat,
untuk diajak berlutut ber-sama.
"Eh. eh, kamu bikin apa ini?" dia tanya. Boa n i n
mengangguk. "Kami mohon supaya kami diterima sebagai murid, supaya
kami dapat melihat pula langit dan matahari" kata dia.
Jie siong Gan lantas memimpin bangun, ia mengerutkan
alis tetapi ia tertawa. "Sekarang ini belum tiba waktunya," kata ia. "Buat
sementara baiklah aku terima kamu sebagai calon, sekarang
lekas kamu memberitahukan Kwie Chungcoe, bilang bahwa
aku Jie siong Gan mohon bertemu dengannya."
Kedua bocah itu girang sekali, Mereka mengucap terima
kasih, lantas mereka berlalu sambil berlari-lari.
Jie siong Gan mengawasi, matanya mengasi lihat sinar
pembunuhan, mulutnya bersenyum tawar, Agaknya ia puas
sekaliJusteru itu, mendadak ia merasa pahanya seperti digigit
nyamuk tapi nyeri, hingga ia menjadi kaget, ialah orang Kang
ouw liehay, ia mengerti bahwa ia telah terbokong orang, maka
dengan sekonyong-konyong ia mencelat dengan lompatan it
ho cin ie, atau Burung jenjang menggibriki bulu, ia lompat
tinggi dan jauh, untuk segera menyerang gembolan pohon
didepannya, hingga gombolan itu ambruk dan tanahnya
menerbangkan debu. Tapi ia tidak melihat ada orang disitu, ia berdiri menjublak.
matanya melongo, mulut nya menganga, ia heran sekali, ia
penasaran jangat ialah ketua sebuah partai, tak senang ia
dipermainkan orang. Dalam sengitnya, ketua Pang coan ini berlompat maju pula,
akan mengulangi serangannya pada lain gombolan
didepannya. la menduga musuh gelap masih bersembunyi
didekat situ, sebab ia tidak melihat orang muncul atau lari, la
menyerang hebat dengan kedua tangannya. Lagi sekali
gombolan ambruk dan debu mengepul Dua ekor balang
lompat terbang saking kaget,
"Ah" ia mengasi dengar suaranya, ia terbengong pula,
herannya bukan buatan, Lalu matanya bersinar guram,
Keluarlah suaranya yang perlahan- "Mungkinkah dia?"
Mendadak ia ingat kepada Kwie-kiam-cioe Cee-cu,
ketuanya, Tanpa merasa ia menggigil sendirinya.
"Ah, tak mungkin- katanya sejenak kemudian "Dialah
seorang dengan sebelah kaki, meski dia sangat gesit, tidak
nanti dia tak terlihat olehku"
Ia masih berdiam dan matanya mencari-cari kesekitarnya.
sunyi diseputarnya itu, Achirnya ia lari kearah perginya kedua
bocah, sampai ia tak nampak lagi.
Begitu disitu sudah tidak ada lain orang, dari bawah gili-gili
terlihat lompat munculnya seorang bocah umur lima atau
enam belas tahun, yang mukanya hitam, sembari tertawa
nyaring, dia berkata: "Cee soepee, mari, keluar"
Kembali lompat muncul seorang lain yang usianya lanjut,
rambutnya panjang. tangannya mencekal tongkat yang
membantu kakinya yang tinggal sebelah, dan ketika dia
menaruh kaki, tongkatnya itu terus menunjang tubuhnya.
Lantas dia tertawa dan kata: "Eh, kunyuk. nyalimu besar
sekali sedikit saja kau kurang gesit, kau bisa mampus d iba
wah hajaran Pekskhong-ciang. jikalau kau sampai terluka,
bagaimana aku dapat bertemu dengan gurumu si mahasiswa
melarat?" Bocah itu bersenyum, Dialah Kam Jiak Hoei muridnya sinbeng
sioe-soo Kim som dan si orang tua yalah Cee Cit.
Khioe Cin Keen mendapatjulukannya Boe eng Hoei Long si
serigala Tanpa Bayangan lantaran ringannya tubuh, hingga dia
dapat lari pesat luar biasa, akan tetapi dia kabur dengan
membawa tubuh Jiak Hoei. Biar bagaimana dia tercandak sinbeng
sioe-soe Kim som si pelajar Lari Cepat.
Dia lari mengikuti sungai, setelah limapuluh lie, Kim som
berada dibelakangnya tak ada lima tombak, di belakang si
orang she Kim kira belasan tombak menyusul Cee Cit si kaki
satu. Dengan lantas Khioe cin Koen mendapat tahu bahwa orang
dapat meny andak padanya, dia lantas menotokJiak Hoei lalu
sambil berseru, dia melemparkan tubuh bocah itu kearah
sungai, dia sendiri kabur terus bagai kilat.
Sinheng sioe-soe tidak menyangka orang berbuat
sedemikian kejam. Dia menghentikan larinya dengan tiba-tiba.
Dia melihat tubuh muridnya lagi terlempar ke sungai, tubuh itu
tak menggeraki tangan atau kakinya.
Dia tahu apa artinya itu, pasti Jiak Hoei telah ditotok hingga
menjadi tidak berdaya, Dia kaget dan berkuatir hingga dia
mengasi dengar seruannya, Tiada harapan untuknya dapat
menolongi muridnya itu. Tiba-tiba terlihat sesosok tubuh bagaikan melayang
menyamber kearah Jiak Hoei. itulah tubuhnya Cee Cit, yang
berkaki satu, Mengenali sahabat itu, Kim som menghela
napas, ia tahu Cee Cit membenci kejahatan seperti dia
membenci musuhnya, tetapi belum pernah ia mendengar
orang suka berkurban jiwa untuk lain orang. sekarang ia
menyaksikan bukti kenyataan.
Kejadian berjalan sangat cepat, Tinggal lagi tiga tombak
tubuh KamJiak Hoei bakal tercemplung keair, cee Cit sampai
dan tubuh nya kena d is amber dengan tangan dapat mulur
dari Kwie Kian cioe, sedang kakinya penolong ini lekas juga
turun menginjak wadas di depannya.
Jiak Hoei disamber rambutnya untuk segera dikasi turun,
Kim som lantas lompat menyusul.
Setelah diperiksa Jiak Hoei kedapatan melainkan pingsan,
Dibawah terangnya si Puteri Malam, dia terlihat ditotok Khioe
cin Koen pada iga kirinya dijalan darah hoen-hoe dimana
masih ada bekasnya tapak totokan biru.
Cee Cit kaget sambil menghela napas dia kata. "Benarbenar
Khioe Cin Koen sangat telengas, syukur dia tengah
kesusu, totokan nya meleset lima bagian jikalau tidak entah
apa kejadiannya dengan anak ini".."
Lantas dia bekerja menotok dan menguruti untuk menolong
bocah itu ooooooo BAB 14 KIM SOM terharu dan berterima kasih kepada Kwie Kian
cioe, Dia ini telah mengeluarkan kepandaian dan tenaga
dalamnya untuk memunahkan totokannya Khie Cin Koen,
itulah totokan yang hebat yang tidak sembarang orang dapat
membebaskannya. Meskipun akhirnyaJiak Hoei mendusin, ia
lemah sekali, ia menyender kepada gurunya.
Mereka berada diatas batu wadas lebar persegi tak lima
tombak. sungguh kebetulan wadas itu berada ditengah sungai
dibetulan situ. Kalau tidak pasti tubuh Jiak Hoei terlempar
keair dan hanyut karenanya, Atau kalau dia terlempar
kewadas itu akan hancurlah, tubuhnya itu..
Cee Cit ketua dari Thian Hong Pang, ia pandai berenang,
akan tetapi sekarang dengan kakinya tinggal satu, ia tak dapat
berbuat banyak. Maka itu ia terpaksa duduk bercokol diwadas
itu akan menantikan sang siang, di waktu mana tentulah akan
ada perahu-perahu yang berlalu lintas.
Syukurlah air tak banjir hingga mereka tak usah kuatir nanti
terbawa hanyut sambil menung kuli lewatnya sang waktu Kim
som dan sahabatnya memasang omong tentang pelbagai
peristiwa dalam dunia Kang ouw atau Rimba Persilatan.
Dua jam mereka menanti, barulah sang fajar mulai
menyingsing, diarah timur terlihat samar samar sinar putih,
Matanya Cee Cit sangat jeli, didalam kabut ia melihat petaan
dari sebuah perahu besar lagi mendatangi melawan sang air.
Tidak ayal lagi, ia mengasi dengar siulan yang nyaring dan
lama. Dari arah perahu itu lantas terdengar suara serupa, atas
mana Cee-cit mengasi dengar pula siulannya, dua kali lama,
satu kali cepat, Kim som menduga kawannya ini mengenali perahu itu
perahu Thian Hong pang, maka dia memberi isyaratnya itu.
Benar saja, perahu besar itu lantas menghampirkan
perlahan-lahan, hingga kemudian nampak dikepala perahu
berdiri seorang yang bertubuh besar dan kekar, malah lantas
terdengar juga pertanyaannya: "Siapa itu diatas wadas dan
dari cabang mana" Lekas beritahu"
Cee- cit mengawasi orang itu, baru dia menjawab dengan
pertanyaannya: "Yang di atas perahu itu apa bukannya soenkang
Hoei-to Hay-ma Cioe Goan Yauw?"
Orang itu mengenali suara yang menanya, dia terkejut
Ketika itu perahunya sudah mendatangi tinggal kira empat
kaki dari wadas, Dia lantas lompat kewadas dimana dia
melihat Kwie Kian cioe lagi berdiri tegak bagaikan patung
malaikat Kie Lcng, rambut dan kumisnya tertiup angin, benar
ia telah berubah romannya, kakinya tetap tinggal satu.
"Cee Pang coe?" ia berkata, " sepuluh tahun sudah kita
berpisah, syukur Pang coe sehat-walafiat seperti sediakala
Pangeoe membikin Hay-Ma Cioe Goan Yauw sangat kangen
kepadamu...." Orang masih hendak bicara terus tetapi cee cit mengangkat
tangannya. "Apakah diatas perahu itu semua orang kepercayaanmu?"
ia tanya keras suaranya sangat berpengaruh.
Cioe Goan Yauw menggoyangkan kepala terus ia berbisik:
"Masih ada cin Houw dan yang lainnya..."
Mendengar disebutnya nama cin Houw, matanya Cee cit
bersinar dan mulutnya memperdengarkan suara. "Hm"
Perahu telah sampai kira dua tombak dari wadas, lantas
berhenti. Ketika itu kabut makin tebal hingga sukar orang melihat
satu pada lain. "Hay-Ma, ada apa?" begitu terdengar pertanyaan dari atas
perahu, Nyaring suara itu.
"Ada orang anggauta kita..." sahut Cie Goan Yauw
menyahuti, Cee cit sudah menjejak wadas dan tongkatnya
menekan keras dengan begitu tubuhnya segera mencelat kearah
perahu. Cin Houw sudah biasa dengan kabut, dia dapat melihat
orang berlompat datang bahkan dia lantas mengenali, maka
dia menjadi kaget sekali. Sambil berkelit dengan mendak dia
lompat mundur satu tombak.
"Cin Houw, apakah kau masih kenal aku?" tanya Cee cit,
yang menginjak perahu di dekat orang.
Cin Houw kaget sampai ia tak dapat menjawab, tubuhnya
pun lemas, jidatnya mengalirkan keringat. Dari dalam perahu terdengar,suara berisik belasan orang
lantas muncul. Rupanya mereka mendengar suara tak nyata
hingga mereka menjadi bercuriga.
Ketika itu dari wadas terdengar seruan, lantas terlihat dua
bayangan lompat ke-perahu. Bahkan yang satunya, yalah Kim
som, sudah lantas turun tangan hingga beberapa orang kena
ditotok roboh. "Semua berdiam" Cioe Goan Yauw berseru "Pangcoe disini"
Cin Houw terus berdiam. terus ia berada dalam ketakutan,
ia jeri terhadap ketua ini, karena didalam Pang Coan, atau
Thian Hong Pang, ia termasuk pengikut atau orang
kepercayaannya Hoe pangcoe Jie siong Gan, terhadap Cee Cit,
ia menurut dimulut, menentang dihati, ia berani berbuat
begitu karena ia mengandal pada ketua mudanya itu.
Beberapa kali ia mau dihukum Jie siong Gan selalu
melindunginya. sekarang ia menghadapi ketua tanpa ketua
mudanya, maka tahulah ia bahwa ia bagian mati, saking takut
tetapi ingin hidup, ia memikir untuk kabur saja. ia tidak
bersangsi mengambil keputusannya maka berbareng dengan
seruannya Cioe Goan Yauw, ia menggeraki tubuh nya untuk
terjun kesungai. Justeru orang berlompat, justeru Cee cit
berseru. Cin Houw menjerit saking sakit, lantas dia tak sadarkan diri,
Dia tak dapat lolos dari lima jari tangan yang lichay dari Cee
Cit, yang mengulur lengannya dengan ilmu nya Hoei Wan cioe
alias si Kera Terbang. Segera Cioe Goan Yauw mengundang Cee Cit masuk
kedalam perahu. Kim som turut sambil memondong muridnya,
yang ia terus suruh duduk bersemedhi, guna menyalurkan
napasnya. "Apakah kambratnya Jie siong Gan dapat
dibereskan?" Cee Cit tanya Goan Yauw.


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hay Ma si Kuda Laut mengangguk. kemudian ia mengawasi
ketuanya itu, agaknya ia tidak yakin.
"Pangcoe," ia tanya, "katanya kau telah menutup mata
ditanah perbatasan pada sepuluh tahun yang lalu, jadi itulah
Playboy Dari Nanking 5 Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung Rahasia Lenyapnya Mayat Mahesa 1
^