Pencarian

Bujukan Gambar Lukisan 6

Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 6


kabar paisu belaka."
Cee cit tertawa dingin. "Kabar kematianku itu bukannya kabar palsu," ia menjawab
suaranya dingin juga, " Hanya setelah aku mati sepuluh tahun,
Raja Akherat sebal melihat aku, lantas dia usir aku pergi dari
neraka." Cioe Goan Yauw terkejut, ia kaget dan heran. suaranya
ketua ini menandakan dia sangat gusar dan penasaran,
sedang romannya menjadi terlebih bengis. ia menduga
tentulah selama sepuluh tahun ketua ini sangat menderita, ia
tidak tahu bahwa orang bisa hidup.
"Masih ada separuh dari saudara-saudara kita yang selalu
ingat kepada Pangcoe." katanya kemudian sambil menghela
napas, "mereka mengagumi Pangcoe untuk kegagahan dan
kebijaksanaan Pangcoe. Lantaran mendengar kabar Pangcoe
sudah menutup mata, terpaksa mereka turut Jie siong Gan,
sekarang bagaimana Pangcoe hendak bertindak aku Cioe
Goan Yauw, bersedia aku bekerja untuk Pangcoe dan partai
kita. Aku tidak menampik kematian sekalipun."
Cee- cit tertawa, "Tahukah kau bahwa Lenghoe kita telah
dicuri Jie siong Gan?" ia tanya.
"Setelah kepergian pangcoe, kami menduga lima bagian,"
sahut Gan Yauw. Sudah lama Jie siong Gan mengarah
kedudukan pangcoe, segera terlihat jelas cita-citanya itu.
Lewat setengah tahun maka tersiarlah berita dalam Rimba
persilatan di Kang lam bahwa Pangcoe telah meninggal dunia,
setelah mana dia mengumumkan mengangkat dirinya menjadi
pengganti Pangcoe, Lenghoe kita terus tidak dipakai lagi,
sebagai gantinya adalah Kim Heng Kie-leng, yaitu lencana
bendera Burung Hong mas. sekarang ini pengaruh kita
menurun setiap hari maka itu perlu Pangcoe bertindak untuk
memulihkannya." Cee Cit mengangguk. "Tapi itulah tak usah kita buru-buru," kata ia. "sekarang ini
aku ingin mencari tahu dulu dimana adanya lenghoe kita
untuk didapatkan pulang, Kau tahu sendiri bahwa tindakan
kita ini tak dapat dibocorkan, sekarang pergi kau bereskan
semua pengikutnya Jie siong Gan-"
Cioe Goan Yauw menerima perintah, dia lantas
mengundurkan diri Cee- cit lantas mengawasi Cin Houw yang terus rebah
pingsan dilantai, lantas ia mengirim totokan dengan sebelah
tangannya, Mulut orang itu bersuara, menyemprotkan darah
hitam, lantas dia mendusini.
"Pangcoe, ampun,.," kata dia lantas begitu lekas dia
membuka matanya, mengawasi ketua itu, sedang suaranya
bergemetar. "Tak sukar untukmu mengharap hidup," kata Cee-cit dingin,
"Kau mesti omong terus terang pada aku si orang tua. Dimana
adanya Jie siong Gan sekarang?"
Cin Hauw telah mati kutunya, ia mengangguk-angguk.
"Jie Pangcoe,..." katanya, Atau mendadak dia merandak.
sebab dia melihat mata Kwie Kian cioe mendelik, Dia
meneruskan dengan mengubah bahasa panggilannya, Dia
kata: "Jie siong Gan berdiam di markas besar Siauw Kosan,
barupada setengah bulan yang lalu dia meninggalkannya, dia
menuju ketimur mengikuti aliran sungai, katanya dia mau
melakukan penilikan sekalian terus pergi ke Kimleng. Apa
sebenarnya mau dilakukan Jie siong Gan, kita tidak tahu
karenanya kita berkuatir. Demikian selama yang belakangan
ini kita selalu melakukan penilikan, Kita tidak tahu di sini kita
bertemu Ceecoe." Cee Cit tertawa, suaranya itu membikin hati orang
guncang. "Biasanya Jie siong Gan tidak menyembunyikan apa juga
kepada kau, kenapa kali ini ia tidak menjelaskan maksud
perjalanannya itu?" ia tanya.
Cin Houw merasakan punggungnya dingin, ia sangat
ketakutan, Kaki dan tangannya seperti beku, ia menganggukangguk.
"Apa yang aku tahu," katanya perlahan, Jie siong Gan pergi
untuk urusan kitab ilmu silat. Yang lainnya aku tidak tahu
lagi." "Hm" Cee Cit bersuara dingin terus ia tertawa. "Aku paling
benci orang yang tidak bersemangat Cin Houw percuma kau
hidup didalam dunia, maka itu baiklah aku menyempurnakan
hidupmu" Cin Houw kaget bukan main, ia memandang ketua itu,
untuk membuka mulutnya atau ia tidak diberi kesempatan
pula, tangan ketua itu sudah menghajar padanya, maka ia
roboh dengan jeritan tertahan napasnya lantas berhenti ia
mengeluarkan darah dari mata, hidung, mulut dan telinganya.
sin-heng sioe soe mengerutkan alis menyaksikan kejadian
itu. "Saudara Kim apakah kau anggap Cee Cit telengas sekali?"
Kwie Kian cioe tanya sahabat itu. ia melihat wajahnya si
sahabat, Kim som tertawa, ia tidak menjawab. Ketika itu Cioe
Goan Yauw datang bersama orang-orangnya, untuk mereka
memberi hormat pada ketua mereka.
"Hay Ma," berkata Cee Cit. "perahumu ini mesti
disembunyikan, untuk sementara waktu, jangan kau
perlihatkan diri, Tindakan ini perlu, kesatu guna mencegah
muncul ku ini tidak sampai bocor, ke-dua guna keselamatan
kau sendiri, Tentang keperluan makan dan pakaian kau setiap
hari, jangan kuatir."
Dari sakunya, ketua ini mengeluarkan dua potong emas
dan menyodorkan kepada pembantunya itu.
Cioe Goan Yauw menyambuti seraya berkata: "Tentang itu
aku telah menginsafinya. Pangcoe, apakah Pangcoe masih
ingat pengalaman kita ketika dulu hari kita mengadakan
perlayaran penilikan kesungai tiga puluh lie dari sini dimana, di
sebelah kirinya, ada sebuah pelabuhan tersembunyi yang lebat
denganp^hon gelaga, yang banyak cabang alirannya"
Menurut aku, selainnya dapat bersembunyi disitu, tempat itu
juga boleh dijadikan markas sementara waktu."
"Ya, tempat itu bagus," sahut Cee Cit. "sekarang juga kau
pergi kesana, aku sendiri mau kembali ke Kim-leng."
"Masih ada satu hal, Pangcoe, Ketika kita keluar, kita
menggunai tiga buah perahu.
Dua yang lain itu semuanya perahu baru dan dapat laju
lebih pesat, Kalau umpama kata aku kepergok. sukar aku lolos
juga jumlah mereka lebih besar..."
Cee cit berpikir. "Kalau begitu baik aku mengantar kau sampai disana,"
katanya kemudian. Cioe Goan Yauw berlega hati, ia lantas mundur buat
bekerja, Maka juga perahunya itu lantas juga bergerak maju.
Ketika itu Kam Jiak Hoei sudah berhasil memulihkan
kesehatannya. ia bangun sambil berlompat, terus ia menarik
tangan gurunya, buat diajak pergi mencari Boe-eng Hoei
Long. "Aku mau menuntut balas" katanya manja. sang guru
mengawasi muridnya. "Jangan kesusu," katanya, perlahan "Khioe Cin Keen tinggal
disebuah pulau didalam kepulauan yang mencal-mencil dan
banyak juga pecahan sungainya, Dia pun tinggal tak
ketentuan, Dimana kau mau cari dia?"
Sang murid berdiam, mukanya merah, ia tahu ia
semberono sekali. Kim som berkata pula, tetap sabar: "Khioe Cit Keen juga
dikenal sebagai Thian-Gwa It shia, ilmu silat dia luar biasa.
Meskipun aku ada bersama Cee soepee kau ini, belum tentu
aku dapat menang diatas angin terhadapnya, Buat
menghadapi dia, kita perlu bantuannya Lie Siauwhiap. Kau
jangan tidak tahu langit tinggi dan bumi tebaljikalau kau mau
pergi juga, pergilah sendiri, aku tidak nanti tegur kau"
Muka Jiak Hoei merah pul ia merasa seperti diguyur air
dingin, Maka ia berdiri menjublak.
Cee cit berkasihan, dia tertawa, "sudah, Kim Loji, jangan
kau tegur muridmu ini," kata dia, "sekalipun aku yang sudah
menjadi tua-bangka, tidak dapat aku menyepikan sakit hatiku,
apapula muridmu yang masih sangat muda." ia menoleh
kepada bocah itu, akan meneruskan berkata: "Kam Siauwhiap.
kau hendak mencari balas terhadap Boe eng Hoei Long, aku
mempunyai satu dayanya, melainkan aku tidak tahu pasti
hasilnya nanti, maka mengenai itu lihat saja untungmu
bagaimana." Jiak Hoei lantas saja menjadi sangat girang, Tapi sebelum
dia menyahuti, ia memandang dulu kepada gurunya.. Ia
manja tapi ia menghormati dan jeri kepada guru itu, tak
perduli ia biasa diperlakukan lemah lembut.
Sang guru memandang tajam, dia kata keras: "jiwamu
telah ditolongi Cee soe-pee, kenapa kau tidak mau lekas
berlutut menghaturkan terima kasihmu?"
Jiak Hoei mengerti, ia lantas menekuk lututnya, guna
memberi hormat dan menghaturkan terima kasih, atau Cee Cit
pegang tangannya, mencegah padanya.
"Siauwhiap. aku beda dari gurumu" ia kata, "Aku paling
segan terhadap segala upacara" ia terus menoleh kepada Kim
som dan meneruskan "Untuk dapat mengalahkan Boe-eng
Hoei-long, paling perlu kita mendapatkan dulu salah satu dari
ketiga mustika yang menggemparkan Rimba persilatan itu,
yalah itu kitab ilmu silat."
Kim som mengasi lihat roman heran, "Adakah itu kitab silat
yang barusan disebutkan Cin Houw?" ia menegaskan. ia lantas
menggeleng kepala dan menambahkan "Tentang kitab itu,
warta beritanya sudah tersiar lama sekali, sudah seratus tahun
orang mencari belum pernah ada yang menemui. Didalam
Rimba persilatan banyak orang yang membicarakan dan
mengincarnya, hingga aku tidak mempercayainya. saudara
Cee, kau jadinya juga percaya itu?"
Orang yang ditanya mengangguk "Memang benar kitab itu
ada," ia berkata "Itulah kitab karyanya Thio sam Hong Cinjin
leluhur dariBoe Tong Pay dan isinya ada ilmu silat dalam dan
luar, Yang diutamakan yala h kepalan, lalu tangan terbuka,
Kitab itu diwariskan kepada muridnya yang tidak menjadi
imam, maka itu Boe Tong Pay melainkan terkenal dengan ilmu
pedangnya. Terus menerus ilmu silat dari kitab itu turun kepada orang
diluarBoe Tong Pay, maka lama-lama orang tak tahu itulah
karyanya Thio sam Hong. selang seratus lima puluh tahun
yang paling belakang, kitab jatuh ditangannya sat Cee Pit Boe
Keen si Bintang Pembunuh, Diluar keinginannya, Pit Boe Keen
telah membuka rahasianya sendiri, Hal itu sampai di
telinganya Ceng Hie Too-jin, ketua Boe Tong Pay dimasa itu,
Ceng Hie Toojin menganggap tak selayaknya kitab Boe Tong
Pay dimiliki orang luar dan bahwa itu memalukan partainya,
maka ia mengajak dua puluh tujuh muridnya mencari Pit Boe
Keen pertempuran itu berkesudahan duapuluh delapan imam
Boe Tong Pay itu mati semua, karena mana pamor partai itu
lantas ia menjadi turun."
Kim som heran. "Kenapa kau ketahui itu demikian jelas saudara Cee?" ia
tanya. "Jikalau bukan kau yang bercerita sungguh aku akan
anggap itulah obrolan belaka, Memang benar dulu hari itu
tersiar kematiannya Ceng Hie Toojin bersama duapuluh tujuh
imam lainnya, cuma orang tak tahu mereka terbinasa
ditangannya Pit Boe Koen. juga aneh kenapa Pit Boe Keen
tidak menghendaki penjelasan dulu dan dia main binasakan
imam-imam Boe Tong Pay itu...." Cee-cit bersenyum.
"Saudara mana ketahui keadaan Boe Tong Pay dijaman itu"
ia berkata, " Kebetulan itu waktu Boe Tong Pay dipengaruhi
orang-orang sesat, yang suka bekerja tak benar secara diamdiam,
karena itu sekalian saja Pit Boe Koen membereskan
mereka. Hanya semenjak itu, Pit Boe Keen juga terus
menyembunyikan diri, Kemudian lagi. kitab itu berada
ditangan Tong Beng sianseng, dan mendiang kakek guruku
yalah sahabatnya, maka itu aku mendapat tahu, setelah Tong
Beng sianseng menutup mata, tak ketahuan kitab jatuh
ditangan siapa. Menurut mendiang kakek guruku itu, Tong Beng sian seng
mati karena dibokong, kitab itu lenyap karenanya, Kitab itu
sukar, tidak sembarang orang dapat memahamkannya, hingga
aku tak percaya ada orang yang mengerti itu, inilah tentu
sebabnya kenapa orang melainkan menyimpan saja. Apakah
saudara Kim tidak menganggap demikian juga?"
Kim som mengangguk. "Saudara Cee benar," katanya, "Dengan kitab terus
disimpan, memang sulit untuk mencarijarum didalam lautan
besar." Tapi Cee cit tertawa, bahkan dia menepuk tangan.
"Sulit memang sulit tapi taklah sesulit itu" katanya, "Aku
tahu Jie siong Gan cerdik sekali, jikalau bukannya dia tahu
pasti kitab berada di Kang la m, tidak nanti, dia pergi sendiri
ke Kimleng Maka untuk mendapatkan kitab itu, mesti
mendapatkannya dari tubuhnya Jie siong Gan sendiri"
Jikalau begitu, saudara Cee, baiklah aku serahkan muridku
ini kepada kau," berkata sin-heng sioe-soe.
Sampai disitu, pembicaraan mereka dihentikan suara
gembreng yang terdengar ditengah sungai, Alis Cee Cit terlihat
meng kerat, Hay Ma Cioe Goan Yauw pun lantas datang
dengan tergesa-gesa. "Sabar" kata Cee Cit seraya mengulapkan tangan, "Aku
tahu bagaimana harus bertindak." Goan Yauw lantas
mengundurkan diri. Cee- cit memandang Kam Jiak Hoei. ia tertawa.
"Suara gembreng itu suara dari kedua perahu lainnya dari
Thian Hong Pang." ia berkata, "Kedua perahu itu dikuasai oleh
orang-orangnya Jie siong Gan. jikalau tanganmu gatal, pergi
kau mendampingi Cioe Goan Yauw, hanya diwaktu kau turun
tangan, ingat, kau jangan membikin malu pada sinheng sioesoe
Kim som" Kam Jiak Hoei bersenyum, juga Kim som. Disaat genting
seperti itu, orang berkaki satu ini masih sempat bergurau,
Tanpa membilang apa-apa, saking gembiranya Jiak Hoei lari
keluar menyusul Goan Yauw, akan berdiri disamping si Kuda
Laut, memandang kearah sungai yang tertutup kabut tebal, ia
cuma mendengar merah, yang bergoyang-goyang.
Kedua perahu itu laju sangat cepat, lekas juga keduanya
sudah datang dekat sepuluh tombak lebih.
"Kam Siauwhiap." Hay Ma memesan, "jikalau tidak sangat
terpaksa, aku minta kau j,ingan turun tangan dulu, aku kuatir


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rahasia Pangcoe nanti terbuka, Hal itu bisa menyulitkan usaha
pangcoe memperbaiki partai kami."
Jiak Hoei mengangguk, tapi ia merasa gembira dan tegang
sekali, maka tangannya meraba bandring ouw Kim Hoei-jiauw
di pundaknya. "Cioe To-coe cioe To-coe" terdengar suara memanggil dari
perahu yang kiri, Di kepala perahu itu terlihat samar-samar
tubuh satu orang lagi berdiri.
"Apakah Le To-coe disana?" Goan Yauw menyahuti, "Ada
apa cie Tocoe?" "Lo Hio-coe telah datang ketempatku." sahut orang yang
dipanggil cie Tocoe itu, ia minta cin Hiocoe datang keperahuku
untuk berbicara dengannya, "Eh, eh, di perahumu ada banyak
orang, mengapa lambat sekali lajunya?" Cioe Goan Yauw
terperanjat. Akan tetapi ia dapat akal, maka ia terus tertawa.
"Tadi malam Cin Hio-coe mengatakan tentang hari ulang
tahunnya." ia berkata, "Berhubung dengan itu sekalian
saudara lantas memberi selamat kepadanya, kita minum puas
sampai Cin Tocoe semua sinting dan sekarang semua lagi
tidur nyenyak. kalau ada titah dariPangcoe, mari aku saja
yang menyampaikannya, Tapi kalau urusan sangat penting,
silahkan cie Tocoe minta Lo Hio-coe datang sendiri ke
perahu." Perkataan yang terakhir itu diucapkan keras sekali,
supaya Cee-cit dapat dengar.
"Oh, begitu "kata Tocoe she cie itu, "Aku menyangka ada
terjadi sesuatu pada perahumu, Nanti aku minta
keputusannyalo Hiocoe." Lantas tubuh Tocoe itu melenyap
kedalam perahunya. Cioe Goan Yauw mengeluarkan keringat dingin. Telah lewat
satu babak yang berbahaya. ia lantas menitahkan anak
buahnya menggayu keras. Tidak lama, maka dari perahu kiri di-depan itu terlihat satu
tubuh lompat keperahunya si Kuda Laut, tiba dibuntut perahu,
Dialah seorang kurus dan jangkung, Hay Ma menyambut
sambil menjura seraya memperkenalkan diri "soen-kang sam
tocoe Cioe Goan Yauw menghadap Lo Hiocoe."
Orang jangkung kurus itu tidak membalas hormat aku
menyahuti dengan muka keren dia mengawasi Kam Jiak Hoei.
Hati Goan Yauw bercekat, ia kuatir rahasianya pecah.
"Lo Hiocoe," ia lekas berkata, "inilah cin Hoei keponakan
jauh dari cin Tocoe."
"Hm" hiocoe itu mengasi dengar suaranya lantas dia
bertindak maju. KamJiak Hoei tertawa dingin tangannya yang telah
diturunkan diangkat pula kepundaknya, tapi Goan Yauw
segera mencegah seraya mengulapkan tangan.
Hiocoe she Lo itu kebetulan menoleh, ia melihat tangan
tocoe itu tergoyang, sedang muka Jiak Hoei kelihatan
mendongkol, ia menjadi curiga. "cloe socoe, apakah artinya
ini?" ia tanya. Dua-dua Goan Yauw dan Jiak Hoei melengak. Mereka tidak
sangka orang menoleh secara tiba-tiba itu. Tidak dapat
mereka lantas menjawab. si jangkung kurus itu, yang bernama Lo siang, menjadi
curiga, ia memang tahu Goan Yauw menjadi tangan kanannya
Cee-cit, cuma dia tetap dikasi bekerja seperti biasa, Adalah
pesan Jie siong Gan akan tidak mengganggu orang-orang
yang masih setia kepada pangcoe, hanya untuk memasang
mata saja terhadapnya, ia sendiri bersama Cin Hiocoe menjadi
tangan kanan dan kiri ketua muda mereka, yang telah menjadi
ketua sejak lenyapnya ketua mereka, ia sebenarnya heran
Goan Yauw dan Cin Hoei tidak berdiam saja dikepala perahu
hanya mengikuti ia, maka itu ia berpaling dengan mendadak.
hingga ia dapat melihat Goan Yauw mengulapkan tangan dan
muka Jiak Hoei merah padam.
Jilid 11 : Perselisihan kakak beradik seperguruan
"Cioe Goan Yauw" ia menanya, membentak cuma sebegitu
suaranya, lantas dia berdiam, sebab diluar tahunya, orang
telah menotok punggungnya, Terus tubuhnya ditarik kedalam
perahu. Goan Yauw kaget, Kembali ia mengeluarkan keringat
dingin, Ketika itu perahunya pun sudah diapit kedua perahu
yang baru sampai itu. Kam Jiak Hoei berbisik: "Kita jalan berendeng, inilah bukan
urusan, lama-lama rahasia bakal pecah juga, Lebih baik kita
perlahankan perahu kita, supaya kita ketinggalan dan lolos.
Kabut masih tebal, dapat kita menyingkir dari mereka ini.
Dengari kita milir menuruti angin, tidak nanti mereka dapat
mengejar kita." Bocah cerdas itu lantas saja mendapat
pikirannya itu. Hay-Ma Cioe Gan Yauw menggeleng kepala.
"Daya itu tidak sempurna." dia berbisik juga, "Memang kita
bisa lolos tapi kita tetap dicurigai itulah berbahaya untuk
rahasianya Cee Pangcoe."
Toecoe ini bingung sekali. Justeru begitu, ia lantas
mendengar suara jeritan. ia menjadi kaget dan lebih bingung
pula, apapula itu waktu terlihat dua bayangan orang dari
perahu kiri berlompat ke perahunya, keduanya menanya
keras: "Cioe Tocoe, mana Lo Hiocoe?"
Sebelum Cioe Goan Yauw, sempat menjawab, Kam Jiak
Hoei sambil tertawa nyaring lompat maju memakai dua
bayangan itu, dengan bandringnya ia menyerang. Tepat
serangannya ini, dua orang itu tanpa berdaya kena terjambret,
mereka menjerit, mereka memuntahkan darah, terus tubuh
mereka terlempar kesungai
Menyusul itu dari perahu kiri dan kanan itu terlihat pedang
dan golok berkilauan terus terdengar suara yang berisik, itulah
karena sejumlah awak perahu itu pada berlari-lari untuk
berlompat kendaraan airnya si kuda laut.
Di saat yang berbahaya itu dari dalam perahu Cioe Goan
Yauw terlihat satu tubuh berlompat keluar seraya
memperdengarkan siulan nyaring. Dengan begitu dia dapat di
kenali sebagai sin-heng sioesoe Kim som yang lantas saja
turun tangan. Hanya sebentar, lantas separuhnya orang-orang dari kedua
perahu yang meluruk datang itu pada terlempar ke air dimana
jiwa mereka melayang, sebab mereka kena disampok dengan
kebutan tangan baju yang lihai dari gurunya Jiak Hoei. sejenak
itu, sisa orang-orang kedua perahu kiri dan kanan itu pada
merandek. Dari dalam perahu Goan Yauw lantas terlihat Cee Cit
muncul sambil membawa mayatnya Lo siang dia berlompat
maju terus dia berdiri dengan roman bengis mengawasi awak
kedua perahu itu, Diapun lantas tertawa nyaring, seram
terdengarnya. Segera orang-orang Pang coan itu mengenali ketua mereka
yang dikabarkan sudah mati pada sepuluh tahun yang lalu itu,
mereka kaget dan takut, hingga semuanya menjadi pucat
mukanya dan guncang hatinya.
"Anak-anak, apakah kamu masih kenali aku si orang tua?"
Cee Cit tanya setelah dia berhenti tertawa, suaranya
berpengaruh. Tidak tempo lagi, semua orang Pang coan itu pada
menekuk lututnya. Lewat sudah saat yang genting, selagi cuaca cerah, ketiga
perahu terlihat lagi menuju ketempat yang ditunjuk Cioe Goan
Yauw, untuk mereka menyembunyikan diri di sarang yang
baru untuk sementara waktu itu.
Tepat selagi matahari mulai selam di- barat, dari dalam
perahu terlihat Cee Cit muncul bersama-sama Kim som dan
Kam Jiak Hoei. Mereka mendarat, Kim som tak sudi terlihat
dalam dunia Kang ouw, dia menyerahkan Jiak Hoei pada
sahabatnya itu. Dia memberi hormat, lantas dia berangkat seorang diri. Dia
cuma berjanji akan nanti bertemu pula.
Cee Cit dan Jiak Hoei mengawasi orang sampai orang itu
tak nampak lagi, berdua mereka menuju ke kota Tong-touw
untuk masuk kedalam kota di saat seluruh kota sudah
memasang lampu. Mereka menarik perhatian orang karena
mereka tua dan muda dan ketua Pang Coan itu disamping
rambut dan kumisnya yang panjang, kakinya cuma sebelah
hingga dia mesti berjalan dengan dibantu tongkatnya.
Selagi berjalan itu, mendadak matanya Cee Cit bersinar
bagaikan kilat, itulah sebab sinar matanya itu mendadak
bentrok dengan seorang yang dandan sebagai sasterawan,
yang berjalan di sebelah depan mereka, meskipun orang itu
terlihat hanya punggungnya.
Jiak Hoei dapat melihat sikap aneh dari kawan itu, ia
melihat kedepan, ia tidak tahu siapa sasterawan itu, Tapi Kwie
Kian cioe lantas berbisik padanya: "Kau tahu siapa sasterawan
itu" Dialah Tiat-tek-coe Jie siong Gan Tak terlihat olehnya,
maka itu. Aku mau memisahkan diri dari kau nanti kita
bertemu pula dikuil Hwee sin Bio dipintu barat, disana aku
menanti kau. sekarang kau kuntitlah dia, untuk, mendapat
tahu dimana dia menaruh kaki, kau mesti lekas membawa
kabar." Habis berkata, Cee- cit nelusup ke sebuah gang didekat
situ. Kam Jiak Hoei cerdik, ia tahu apa yang ia mesti lakukan.
Habis mengangguk pada ketua Pang Coan itu, terus ia susul si
sastrawan yang tindakannya pesat, ia memernahkan diri kira
tiga tombak dari orang itu, supaya ia tak usah dicurigai.
sekarang ia jalan perlahan seperlunya, agar ia tidak sampai
ketinggalan. Diwaktu sore itu, kota Tong Touw ramai dan indah
nampaknya, orang umumnya berjalan dengan tenang, Tidak
demikian dengan itu dua orang tua dan bocah, sebab mereka
ada pikirannya masing-masing.
Jie siong Gan sering mengerutkan alis- kadang-kadang dia
memandang bengong kesebelah depan seperti ada apa-apa
yang diberati, yang menyulitkan pikirannya.
Kam Jiak Hoei sebaliknya dibikin tegang hatinya karena ia
ingat kitab ilmu silat Boe Tong Pay yang dipercaya berada
ditangan-nya ketua muda Pang coan yang sekarang menjadi
ketua itu. Selagi berjalan itu, mendadak Jie siong Gan membelok ke
samping, masuk kedalam sebuah gang kecil.
Jiak Hoei lekas menyusul ia mendapatkan gang itu rada
sepi. ia melihat tubuh jangkung dari siong Gan berlari-lari
keras seperti bayangan. Syukurlah rembulah permai, kalau
tidak, dia dapat menghilang, Rupanya siong Gan kurang
perhatian tindakan kakinya sampai kedengaran.
Jiak Hoei cerdik, Kalau ia lari menyusul, siang Gan dapat
mempergoki padanya, sebagai orang liehay, siong Gan bakal
mendapat dengar tindakannya, Karena itu, kebetulan disitu
tidak ada lain orang, ia lompat naik keatas genting, lalu dari
genting ia melanjutkan penguntitannya.
Siong Gan berlari-lari sampai dia berhenti didepan sebuah
rumah gedung, Dia mengetuk pintu, hingga gelang pintu
bersuara nyaring. Dengan cepat daun pintu terbuka. Baru pintu itu terbuka
sedikit, Siong Gan sudah nyeplos masuk.
Jiak Hoei menghampirkan rumah itu. ia menuju ke cimchee,
Disini ia mendekam, untuk memasang telinga, Kemudian ia
menggaetkan kedua kakinya dipayon, untuk membikin
kepalanya meroyot turun, guna dapat mengintai kedalam, ia
melihat sebuah ruang yang lebar dan terang kedalam mana
siong Gan masuk bersama beberapa orang lain.
Sekarang Jiak Hoei dapat melihat jelas wajahnya ketua
Thian Hong Pang itu. Dia bermuka putih dan tampan, kumis
dan jenggotnya terpecah tiga dan turun kedadanya. Dia mirip
seorang pertapaan. "Dia begini tampan dan agung, kenapa dia menjadi orang
sesat?" piker Jiak Hoei, ia kagum dan heran. "Guruku dan Cee
soe-pe bilang dia jahat, maka itu benarlah, manusia tak dapat
dilihat romannya saja.."
Jie siong Gan diapit oleh enam orang Thian Hong Pang. Dia
melihat kepada kawan kawannya itu, lantas dia berkata
dengan suaranya yang dalam: "Para tocoe, tahu kah bahwa
sekarang ini partai kita lagi terancam bahaya?"
Keenam orang itu nampak kaget, Mereka tidak mengerti,
semua lantas mengawasi ketuanya itu.
Jie siong Gan menghela napas.
"Kamu tidak tahu, inilah tak heran-" kata dia. "sebenarnya
semenjak beberapa tahun aku si orang she Jie memegang
tampuk pimpinan, aku bersyukur kepada kamu, kepada semua
saudara, Dengan bantuan sungguh-sungguh dari kamu, Thian
Hong Pang telah memperoleh kemajuan hingga kita menjadi
terpandang baik oleh kaum jalan Hitam maupun oleh
golongan jalan Putih."
Enam orang itu berbangkit untuk memberi hormat sambil
menjura. "Kami semua mengandal kepada pimpinan Pang coe yang
bijaksana," kata mereka. "Kami tidak mempunyai guna, kami
tidak sanggup menerima pujian Pang coe." siong Gan
memberi tanda agar semua orang itu berduduk pula, Lantas
dia tertawa tawar. "Sekian lama kita berada dalam ketika yang damai, tidak
heran kalau ada diantara kita yang alpa," berkata ketua ini.
"Akupun mungkin sudah kurang penilikan. Ketika aku menilik
kekota Kimleng dengan kebetulan aku mendapat dengar
halnya Kimleng Jie Pa telah hilang jiwanya dipanggang Ie Hoa
Tay..." Kali ini ketua ini mengakhiri kata-katanyaitu dengan
matanya menatap tajam kepada enam orang itu bergantian.
Mereka itu kaget hingga mereka pada menggigil.
Siong Gan tertawa dingin ketika dia melanjuti: "Dua
saudara sian" itu masuk dalam Partai kita buat banyak tahun
dan mereka sudah bekerja banyak buat kita, Mengenai
nasibnya yang malang itu, itu mungkin disebabkan perkaranya
dengan Hiong Hoei piauw Kiok. Dua saudara sian itu muridnya
Loo-cianpwce Khioe Cin Koen, mereka liehay, meskipun Yo
Eng pioe dan rombongannya liehay juga, dia orang bukanlah
tandingannya, sudah begitu, Kimleng Jie Pa pun dibantu Bokhoesiang
Koay, Maka itu dipercaya mereka terbinasa
ditangannya seorang liehay dari pihak lurus. Aku telah pergi
kerumah mereka, Disana aku diberi keterangan dua saudara
itu pergi ke Ie Hoa Tay tanpa mengajak kawan memenuhkan
tantangan turunannya Kam Tayhiap dari Liangcioe, Khioe
Locianpwee menyusul belakangan


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Besoknya pagi, ketika ditengok wakil cabang kita di
Kimleng, dua saudara Sian itu kedapatan mati mandi darah
dan Khioe Loccianpwee tak ada disitu."
Mendengar itu, keenam orang itu saling mengawasi dengan
melongo. "Masih ada lagi"Jie siong Gan meneruskan, "Aku menduga
pihak Hiong Hoei Piauw Kiok dapat menerangkan sesuatu, aku
pergi mengunjungi mereka, Yo Eng Pioe omong dengan jujur,
dia menjelaskan segala apa tetapi dia menyangkal campur
tahu perkara pembunuhan itu, cuma dia menjelaskan juga
bahwa sebelumnya peristiwa itu dia pernah melihat turunan
keluarga Kam bersama gurunya, yaitu sinheng sioe-soe Kim
som, lagi berjalan-jalan ditepi telaga HianBoe ouw, bahwa
beserta mereka itu ada Kwie-Kiam-cioe Cee cit bekas pangcoe
Thian Hong Pang." Keenam hadirin itu kaget.
"Bukankah Pangcoe membilangi Cee Cit itu sudah mati,
kenapa sekarang dia masih hidup?" satu diantaranya tanya,
Dia sangat heran. Jie siong Gan bersenyum berduka, akan tetapi matanya
bersinar luar biasa, ia mengangguk.
"Warta kematiannya Cee Cit bukan warta palsu," ia
berkata, perlahan- "Aku menduga Yo Eng pioe salah
mengenali. Lantas aku pergi sendiri kewarung teh di Hian Boe
ouw itu, Masih aku dapat melihat orang itu, Dia memang mirip
dengan Cee Cit, yaitu kakinya tinggal satu, akan tetapi
romannya, romannya sangat berbeda.
Hanya meski bagaimana juga, mestinya kedua saudara Sian
terbinasa ditangannya orang berkaki satu itu serta sinheng
sioe-soe. Anggauta kita cabang Kim-leng tidak sedikit, tetapi
terang mereka sangat alpa, sudah siang-siang mereka tidak
bersiaga, habis peristiwa pun mereka tak dapat membuat
penyelidikan bahkan mereka repot berfoya-foya saja, Maka itu
sepulangnya kemarkas, hendak aku menghukum mereka."
Kam Jiak Hoei tertawa didalam hatinya, ia ketahui baik
sekali Jie siong Gan tengah mengelabui kawan-kawannya itu.
Tak mungkin dia tak mengenali Cee Cit, Yang terang dia tak
dapat bicara terus-terang, sebab sulit untuk menjelaskan itu.
"Kalau nanti kau bertemu dengan Cee soepee." pikirnya,
"Hmm kau tentu tak ada tempat untuk menaruh mukamu"
Anak muda ini terus memasang telinga, "Dua saudara Sian
terbinasa di Ie Hoa Tay." Jie siang Gan melanjuti, "jikalau
perkaranya itu dibiarkan saja, pasti namanya partai kita bakal
tercemar, Maka itu aku lantas pergi ke sungai, niat mencari
perahu-perahu kita yang melakukan pengawasan disana.
Lantas aku menemui peristiwa yang hebat, Aku melihat
puluhan mayat mengambang dan hanyut, dan semuanya
mayat orang-orang kita yang baru tiba di sini. Aku periksa
mayat mereka itu. Me-nurut dugaanku, mereka tentulah roboh
sebagai kurban tak jauh dari Tong-tauw, Para Tocoe, kamu
tak bebas dari kesalahan sudah berlaku alpa"
Enam orang itu kaget maka mereka pucat, Mereka tak
dapat membuka mulut mereka Jie siong Gan berbangkit,
tangan bajunya dikibaskan.
"Tapi partai kita bijaksana" kata dia, tertawa tawar,
"Terutama sekarang kita lagi membutuhkan tenaga bantuan,
Aku tidak mau mengambil tindakan keras, Aku berpendapat
siapa bersalah, dia mesti bekerja keras, dia mesti berbuatjasa,
untuk menebus dosanya, sebaliknya, siapa alpa dan terus tak
dapat mendirikanjasa, dia harus dihukum dua kali lipat
sekarang lekas kamu pergi ke-sungai untuk melakukan
penilikan, buat memeriksa ada atau tidak perahu-perahu kita
yang lenyap. yang terkatung-katung ditengah sungai, atau
saudara-saudara kita yang masih hidup, Aku sendiri perlu
pergi ke-suatu tempat untuk mengurus sesuatu, nanti
sekembalinya aku langsung pergi ke Tong touw untuk
menerima laporan dari kamu."
Enam orang itu lantas bangun berdiri, yang lima segera
berangkat pergi, Tinggal yang keenam, seorang yang bermuka
kuning seperti muka tikus, kumisan, dan tubuhnya kate, Dia
menjura dan berkata: "Pang coe baru datang dari tempat
yang jauh, tentu Pangcoe lapar, maka itu nanti aku pergi
menyiapkan barang hidangan, untuk Pangcoe dahar dulu,
habis itu barulah Pangcoe berangkat pergi,"
Jie siong Gan mengangguk "Pian Tocoe," ia berkata, "kau telah turut aku dua puluh
tahun, kau dapat di-percaya, Tahukah kau kenapa aku
meninggalkan markas besar kita?"
Tocoe katai dan kurus itu berpikir.
"Pangcoe cerdik dan berpandangan jauh, apa yang
Pangcoe lakukan senantiasa luar biasa," ia menyahut, "maka
itu aku yang bodoh, tak dapat aku menerka..."
"Cobalah kau duga," siong Gan mendesak.
si katai-kurus itu menyahuti cepat: "Apa mungkin Pangcoe
telah mengetahui benar Cee Cit belum mati dan karenanya
Pangcoe mau mencari sahabat-sahabat untuk membantui?"
Siong Gan tertawa lebar. "Benar-benar kau ketahui hatiku " katanya, " Ketika dulu
hari aku mengambil tindakan terhadap Cee cit, kau bersama
Cin Houw turut mengambil bagian, meski demikian, kau cuma
dapat memade separuhnya, pada bulan yang lalu Yan Keepo
musna karena itu Yan Hong telah datang padaku, inilah
kebetulan, Aku lantas tanya dia tentang Cee Cit.
Menurut katanya, Cee cit telah dijebaknya pada sepuluh
tahun dulu, dijebloskan dalam ruang dalam tanah, hanya
selama itu dia tidak pernah memeriksa, tapi dia menduga Cee
Cit sudah mati. Aku sangsikan keterangan itu, karena itu
setiap kali aku ingat Cee cit, hatiku menjadi tidak tenteram.
Akupercaya jikalau benar Cee Cit masih hidup, satu kali dia
tentulah bakal datang mencari aku, inilah sulit, Aku merasa
aku bukanlah tandingan dia, Aku telah memikir meminta
bantuan sahabat-sahabat, aku bersangsi. Bagaimana kalau
rahasia terbuka" Pasti aku tak dapat bertemu orang. Tengah aku bingung itu
aku mendengar berita halnya tiga macam mustika diantaranya
kitab ilmu silat Lay Kang Keng Pouw, yang katanya berada di
Kang lam. siapa berhasil memiliki kitab itu dan
mempelajarinya sampai mahir, dia bakal menjadi jago tanpa
lawan umpama Cee Cit datang dia pun tak nanti dapat
berbuat apa-apa" "Apakah Pangcoe sudah dapat tahu kitab itu berada
ditangan siapa?" Jie siong Gan mengangguk. si kate dan kurus
itu nampak girang. "Bagus" dia kata nyaring, "Jikalau Pangcoe menjadi sijago
tunggal. Kau boleh menjagoi dunia Rimba Persilatan"
Ketua itu mengerutkan alis, ia mengalap tangan.
"Pian Ceng, jangan kau pegat omonganku." ia kata,
"setelah aku meninggalkan markas besar kita, benar-benar
aku telah menemui Cee Cit di telaga Hian Boe ouw, Dia
benarlah yang dibilang si orang aneh berkaki satu itu"
Tocoe she Pian itu kaget sekali.
"Inilah berbahaya" dia kata, "Kalau Cee cit datang dan
pangcoe kebetulan tidak ada, habis bagaimana?"
Siong Gan membuka matanya lebar-lebar, sinar mata itu
bengis, ketika dia berkata pula, dia tertawa dingin.
"Menurut dugaanku." demikian katanya, "Sebelum Cee Cit
dapat pulang lenghoe cula badak itu, dia pasti tak ada muka
mendatangi markas kita, Aku pula mau menduga, sekarang ini
dia muncul dikota Kim-leng dan dia membinasakan saudarasaudara
kita disungai, maksudnya tak lain tak bukan adalah
guna memancing aku datang kesini, supaya dia dapat
memaksa aku mengeluarkan lenghoe itu. Hm, dia kira aku si
orang sheJie orang macam apa" Apakah dia sangka aku dapat
terjebak olehnya?" ia berdiam sebentar lantas ia
mengeluarkan sebatang leng-chie dan menyerahkannya pada
Pian Ceng seraya berkata pula: "Selama aku belum kembali,
kau dapat mewakilkan aku mengurus segala apa disini,
terutama untuk menyelidiki dimana adanya Cee cit serta
menilik gerak-geriknya, Kau mesti berhati-hati, jangan kau
bentrok dengannya sekarang aku mau bersantap dan
beristirahat sebentar jam empat aku mau pergi, karena itu tak
usah kau menantikan aku, Kau pergilah"
Pian Ceng menjura, dengan cepat ia berlalu.
Jiak Hoei melihat semua ilu, tiba-tiba ia dapat satu pikiran:
"jikalau aku dapat mempunyai leng-chie itu, pasti aku bisa
memberikan segala perintah palsu, dengan begitu aku dapat
membikin Thian Hong Pang saling bunuh, hingga partai itu
bakal ambruk sendirinya. Dengan begitu juga aku dapat
membikin Jie siong Gan terpaksa kabur, hingga Cee soepee
mendapat keleluasaan untuk membereskannya..."
Begitu berpikir, bocah itu begitu mengambil putusan,
Lantas dia meninggalkan rumah itu, dia lari kegang kecil itu
waktu rembulan sedang guram tetapi dia masih dapat melihat
tubuhnya Pian Ceng sejarak tujuh tombak. Dla mengejar terus
seraya memanggil: "Pian Tocoe, tunggu sebentar"
Pian Ceng mendengar panggilan itu, dia heran, dia
menghentikan tindakannya, Begitu dia menoleh, dia melihat
satu bayangan lari kearahnya, Untuk bersiaga, segera dia
menghunus pedangnya. "Siapa kau?" dia menegur.
Kam Jiak Hoei memikir menyerang begitu ia datang dekat,
sebelum orang bercuriga, maka itu melihat orang waspada, ia
menukar siasat, ia berhenti berdiri setelah ia datang dekat, ia
lantas bersenyum. Pian Ceng mengawasi ia melihat orang asing sekali
baginya. "Kau siapa?" ia tanya, "Kau mempunyai urusan apa?"
Jangan curiga, Pian Tocoe," sahut Jiak Hoei, pelahan sekali,
"Aku Pek Hoei, murid baru dari Jie Pang coe. jadi Pangcce
masuk kedam rumah, aku dilarang turut aku dipesan untuk
nanti membantu tocoe." Katanya, "Karena Pangcoe hendak
mencari kitab silat Lay Kang Koen Pouw, kalau aku ikut, aku
cuma membikin Pangcoe berabeh saja, maka itu aku
diperintah turut tocoe,"
Akal ini tidak sempurna bagusnya Pian Ceng seperti
terdesak hingga dia menjadi kurang teliti.
"Ooh, Pek Laotee" katanya " Karena Pangcoe yang menitah
sukai,aku menerima bantuan kau. Mari kita berangkat sembari
jalan kita dapat beromong-omong."
"Baiklah, menyahut Jiak Hoei. Lantas keduanya berlari-lari
sampai di tembok kota, mereka lompat untuk lewatnya.
Pian Ceng tahu jalan, ia mengambil jalan motong, Dari sini
langsung mereka menuju ketepi sungai.
Rembulan muncul pula, maka pesisir menjadi terang sekali
pasir terlihat putih dan sungai berkilau seperti sisik emas.
Jiak Hoei memandang kelilingan. pesisir itu sunyi sekali, ia
pikir inilah tempat untuk ia turun tangan.
Selagi orang berpikir itu mendadak Pian Ceng mencelat
setombak jauhnya, tangannya sekalian menghunus pedangnya
terus dia tertawa dingin dan menegur: "Bocah hampir aku si
orang she Pian kena diperdayakan kau. Kalau kau muridnya
Pangcoe kenapa kau tidak dia masuk" Kau sebenarnya siapa"
Lekas omong terus terang jikalau kau mendusta, disini aku
nanti membikin tubuhmu rebah sebagai mayat" Bengis
suaranya tocoe ini Jiak Hoei pun kaget, hingga ia berpikir: "Pantas Pian Ceng
ini menjadi tangan kanannya Jie siong Gan, dia tak dapat
dipandang dari cecongornya saja, dia benar-benar cerdik
pantas sebagai tocoe kecil dia di-percayakan sebagai wakil" ia
pun cerdik, tak kecewa ia menjadi muridnya sin-neng sioe-soe.
ia tertawa nyaring dan berkata:
"Piau Tocoe, pantas Pangcoe sangat memuji kau, kau
cerdik sekali. Benar-benar akulah murid baru dari Pangcoe
jikalau kau tetap tidak maupercaya aku, kau dengar, aku
tuturkan segala apa semenjak aku turut Pangcoe datang
kemari, setelah mendengar keteranganku aku percaya, kau
tidak bakat curiga lagi."
Pian Ceng mencekal pedangnya, ia bersiap sedia. "Kau
bicaralah" katanya. Jiak Hoei masih ingat segala penuturan Siong Gan tadi
didalam rumah, ia mengulangi semua itu.
Pian Ceng menjadi bersangsi, Dia berpikir nampaknya dia
tidak mendusta, Kenapa Pangcoe larang dia turut masuk"
Kenapa" Lantas dia menanya: "Kau turut Pangcoe kerumah
Kimleng Jie Pa, kau mesti ketahui rumah mereka itu dimana
letaknya, madap keutara atau keselatan- pula didalam rumah
mereka masih ada siapa lagi?"
"Pian Tocoe, kau terlalu" kata si bocah sambil tertawa, Dia
cerdik dan tabah. "Aku memang turut Pangcoe datang kekota
Kimleng, tetapi aku tidak diajak pergi ke-rumahnya Kimleng
Jie Pa. Aku dititahkan dirumah penginapan. Mana aku tahu
rumah nya dua saudara Sian dimana dan madapnya keselatan
atau keutara" jikalau tetap kau curiga, sudahlah, percuma aku
turut kau, baik aku kembali kepada Pangcoe"
Jiak Hoei berpura ngambul, terus ia putar tubuhnya, seperti
juga ia mau pergi pulang.
Pian ceng terkejut. "Laotee tunggu" ia memanggil. "Maaf aku keliru
menyangka kau" Justeru orang berkata itu, tubuhnya Jiak Hoei mencelat,
sedang dari mulutnya terdengar suaranya: "Hm" itulah
gerakan Liong Hoei Kioe Thian atau- Naga terbang kelangit
lapis sembilan. Dengan begitu, dari atas ia menerkam tocoe
Thian Hong Pang itu. Pian ceng kaget bukan main- Dia lompat kesamping,
sedang pedangnya, yang sudah dimasuki kedalam sarungnya,
dia hunus pula, Jiak Hoei tertawa nyaring, kembali tubuhnya mencelat
tinggi, pedangnya menikam ke dada orang. Sembari berbuat
begitu, ia tertawa pula dan kata: "Pian ceng, malam ini kau
terimalah nasibmu" Pian ceng melihat gerakan orang, ia tahu bocah itu lihai,
karena mana ia menjadi terancam bahaya, Meski begitu, ia
tertawa dan kata: "Bocah, Memang aku telah melihat kau
mencurigai sekarang kecurigaanku itu berbukti kau
menghendakijiwaku" Tidak mudah jikalau kau berhasil Aku
akan menghilang dari dunia kang-ouw"
Kata-kata ini diakhiri dengan tangkisan yang diteruskan
dengan penyerangan tigakali beruntun, itulah sebab yang
pertama dan kedua kali tidak mengenakan sasarannya.
Jiak Hoei tidak takut, dia ganda tertawa. Tiga kali dia
berkelit, Paling belakang dia mengegos kekiri, dengan begitu


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangan kirinya dapat membalas menyerang dengan cepat,
mengarah rusuk kanan si tocoe.
Pian Ceng gelagapan, akan tetapi ia masih sempat
menabas, guna menghalau ancaman bahaya itu.
Jiak Hoei bermata jeli dan gesit kaki-tangannya, ia mengelit
tangan kirinya itu, sembari kelit, tangan kanannya meluncur,
lima jarinya menyamber pedang musuh, untuk dirampas.
Pian Ceng terkejut inilah ia tidak sangka, ia sampai
mengeluarkan peluh dingin, ia masih dapat membebaskan diri,
karena ia pun lincah sekali. Tapi ia telah kena di-desak, ia
lantas didesak terus. Jiak Hoei tidak sudi memberi napas pada lawannya itu.
Karena terdesak berulang-ulang, meski ia kaget dan
berkuatir, Pian Ceng toh menjadi gusar, ia mengertak giginya.
"Bocah, aku akan mengadu jiwa dengan mu" ia menjerit
Benar-benar ia menikam hebat sekali sampai ia seperti
melupai ilmu silatnya. Jiak Hoei menjadi repot, ia menduga kepada ilmu pedang
yang istimewa, ia tidak tahu orang sebenarnya sudah kalap. ia
menenangkan hati, untuk dapat melayani dengan baik. Belum
selang lama baru ia menginsafi kenekatan orang. Dengan
memperoleh ketenangan ia dapat melayani dengan baik.
Akhirnya ia tertawa nyaring memecah kesunyian sang malam.
Pian Ceng kalap. hatinya berdebaran, ia bertambah
bingung karena desakanya itu tidak juga memberi hasil, ia
menjadi kacau pikirannya mendengar tertawa lawannya itu.
selagi begitu kembali ia melihat tubuh orang mencelat.
Kali ini Jiak Hoei menggunai tipu silat nya sin-heng sioe-soe
yang dinamakan "Thian Hoo seng-sia," atau Bintang Bima
sakti Jatuh. Pian Ceng kaget dan bingung, dia gugup. Dia lantas
mengangkat pedangnya, untuk menangkis sambil menabas.
Lalu dia menjadi kaget lagi, mendadak dia merasa jeriji
tangannya nyeri, tanpa merasa cekalannya terlepas,
pedangnya mental ke udara, menyusul mana napasnya seperti
mandek. mata nya pun berkunang-kunang.
Matanya itu mesti dimeramkan, itu artinya dia menerima
binasa, Tapi dia tidak roboh dan jiwanya tidak melayang pergi,
Dia cuma merasa punggungnya ditotok beberapa kali, lantas
dia tidak mendengar apa-apa. Tidak dapat dia melawan
perasaannya ingin mendapat tahu, dia membuka kedua
matanya, Apa yang dia lihat "
Jiak Hoei berdiri didepannya dengan wajah berseri-seri.
"Bocah, kau berani menghina aku ?" dia membentak saking
mendongkol. Baru dia berkata sampai disitu, lantas dia
berhenti, Dadanya sesak, darahnya seperti mendesak.
Tubuhnya terus nyeri bagaikan digigit ular, sakitnya bukan
kepalang, Tak sanggup dia bertahan, Maka matanya mencelos
dan berputar keringatnya dijidatnya. Bagaikan ular kehabisan
tenaga, Dia roboh terkulai di-tanah. paling akhir dia menjerit
menyayatkan hati. Jiak Hoei tertawa, ia merogo kesaku orang, Untuk
mengambil len-chie. ia angkat itu. Untuk melihatnya
diterangnya rembulan benar itulah lencana terbuat dari emas,
kiri dan kanannya terukirkan masing-masing seekor burung
hong serta delapan huruf yang berarti: "siapa melanggar
perintah, Dia binasa."
Setelah memeriksa Jiak Hoei masuki leng chie ke sakunya,
Terus ia menepuk dada Pian Ceng, Atas itu lenyap rasa
nyerinya si tocoe Pang Coan akan tetapi berbareng tenaganya
pun habis. Mulutnya tak dapat mengeluarkan suara. si bocah
mengawasi sambil tertawa.
"Maafkan aku, terpaksa aku membikin kau begini," ia kata,
"Aku masih hendak mempertemukan kau dengan satu orang
dengan siapa sudah lama kau berpisah" setelah berkata Jiak
Hoei mengangkat tubuh orang, untuk dikempit, buat dibawa
lari. ooooo BAB 15 Kuil Hwee sin Kio dikota kecamatan Tong-touw terletak
dikota barat, sudah tua dan rusak kuil itu, temboknya roboh
disana sini. Disamping itu ada kebun sayur. Malam itu,
diantara sinar rembulan, terlihat seorang lari kesitu dengan
tangannya mengempit sesosok tubuh.
Dia melewati kebun sayur, dia sampai didepan kuil, terus
dia masuk kedalamnya. Gelap ruang dalam kuil itu, beda
dengan di bagian luarnya, Karena itu, orang itu mesti
mementang mata tajam-tajam untuk dapat melihat seluruh
ruang, Dia merasa tidak enak, karena bau busuk menyerang
hidungnya. Kemudian dia menjadi bingung, karena dia tidak dapat
mencari orang yang dia cari. Kuil itu kosong dari manusia, Dia
bergelisah sendirinya, sebab dia punya tugas lain,
KalauJiesiong Gan keburu pergi, gagal dia menguntit ketua
Pang Coan itu. Karena dialah KamJiak Hoei bersama orang
tawanannya, Pian Ceng, tocoe dari Thian Hong Pang.
Selagi bergelisah itu, tiba-tiba Jiak Hoei mendapat cium bau
arak yang harum, Mendadak hatinya menjadi lega, segera ia
mengangkat tindakannya, menuju kearah dari mana bau arak
itu bersiur, ia sampai diruang belakang dimana ia terus
mendengar suara menggeros. Mendengar itu, ia tertawa
dalam hatinya. " Heran orang tua ini" pikirnya, "Masa ia tidur
ditempat demak dan bau ini?"
Ia bertindak untuk melewati pintu yang samping, atau ia
lantas merasa lengannya ada yang cekal, ia tidak menjadi
kaget atau takut, sebaliknya ia tertawa dan kata: "soepee, kau
getap sekali" Terdengarlah suaranya Cee Cit. "Hm kalau orang belajar
silat tetapi telinganya tak terang dan tidurnya tak getap.
Delapan Cee Cit tidak ada artinya."
Jiak Hoei tertawa pula. "Soepee, Aku memperoleh hasil," ia berkata terus ia
tuturkan pengalamannya. "Jikalau begitu, Perlu sekarang juga kita pergi kesana" kata
sang paman. "Bagaimana dengan Pian Ceng ini?"
"Aku malas melihat dia pula," kata Cee Cit "kau totok jalan
darah matinya, kau lempar dia di belakang meja patung."
Jiak Hoei menurut, Bahkan ia bekerja cepat sekali, Maka
dilain saat terlihatlah dua tubuh lompat keluar dari dalam kuil.
Berlari-lari seperti bayangan.
Tidak terlalu lama. Tibalah dua tubuh itu dirumah yang
ditunjuk Jiak Hoei. selagi mendekati pintu, mereka justeru
mendengar suara pintu dibuka, Lekas-lekas mereka
bersembunyi ditempat gelap.
Dengan bantuan sisa rembulan, terlihat Jie siong Gan
keluar dari pintu, terus dia bertindak cepat memasuki gang
didekat situ dan melewatinya. seterusnya dia jalan terus
bukan dijalan umum hanya ditanah tegalan yang sunyi dan
sukar dilaluinya. Dia jalan ditepian sungai. Dia jalan terus.
Nyatalah dia menuju ke Kwie In Chung. Disini dia bukan
menghampirkan rumah untuk mengetuk pintu dan lompat naik
ke atasnya, d ia justeru lompat keatas sebuah pohon dimana
terus dia berdiam, Rupanya dia lagi menantikan sesuatu.
Cee Cit danJiak- Hoei berdiam dalam gombolan di tepi
sungai dari mana mereka dapat memasang mata.
Tidak lama maka terlihatlah munculnya Kwie Lam Ciauw
bersama dua kacung yang menjadi muridnya, Dia
menggendong kedua tangannya nampak dia tenang sekali,
Lalu Tiauw Hong dan Lo sia uw Hong pun nampak ditepi
sungai. Mereka semua tidak lolos dari pandangan matanya Cee Cit
dan Jiak Hoei. Jiak Hoei benci sekali pada Jie siong Gan, maka itu ia
mengeluarkan tiga batang paku samleng Kong ciam dengan
apa ia menimpuk ketua Thian Hong Pang tanpa ketua itu
dapat berbuat apa-apa, kecuali dia heran dan mendongkol dan
lantas mengangkat kaki. Setelah tinggal berduaan saja Jiak Hoei kata: "Soepee, mari
kita masuk kedalam. Jie siong Gan dibantu Boan In dan Hoet
Goat, pasti dia bakal berhasil mendapatkan kitab ilmu silat itu.
Jikalau kita tak dapat mencegahnya mungkin kita bakal jadi
pusing." Cee cit menggeleng kepala.
"Tak usah kita kesusu," katanya, "Coan in-Yan Kwie Lam
Ciauw bukan orang yang mudah dihadapkan. Mana bisaJie
siong Gan dengan gampang saja mendapatkan kitab itu" -
Tanpa ada pegangannya, tidak nanti Kwie Lam Ciauw berani
bertentangan dengan See-boenBoe Wie Kelihatannya bencana
Rimba persilatan bakal mengambil tempat di Kwie In Chung
ini." "Bagaimana begitu, soepee?", dia tanya.
"Kitab ilmu silat itu adalah kitab yang sampaipun dalam
mimpi ingin dipunyakan orang orang kaum Rimba Persilatan."
Cee Cit menjelaskan makin lama tersiarnya makin luas, pasti
itu mengundang lebih banyak orang lagi. Bahkan aku percaya,
dalam tempo sepuluh hari ini, Kwie In chung bakal jadi tempat
berkumpulnya banyak jago, Dan mungkin sekali akan datang
pula orang orang yang liehay sekali, Barangkali inilah yang
membikinJie siong Gan tidak berani bertindak sembrono,
sekalipun dia dibantu kedua bocah, Kwie Lam Ciauw ada
terlalu cerdik untuk ia memberi tahukan kedua muridnya
tentang tempat simpannya kitab itu."
Jiak Hoei berdiam. sulit ia akan mengerti pendapat paman
guru ini. ooo See-boenBoe Wie lari meninggalkan Kwie Lam Ciauw buat
segera kembali kedalam Kwie In chung, ia heran mendengar
kedatangannya Ceng shiaJie Ay serta si anak muda she Kongsoen
yang tengah-tengah jidatnya, disambungan alis ada tailalatnya
meraba ia berkata dalam hati- kecilnya:
"Kenapa Ceng shia Jie Ay mendapat tahu aku berdiam
disini " sudah duapuluh tahun, belum pernah aku berlalu dari
sini, kecuali baru kira dua tahun suka juga aku melangkah
sejauh luar kota, Hm Tentulah Kwie Lam Ciauw ingin
menyingkirkan aku, maka dia menyuruh orang mengisikinya,
supaya mereka itu datang. Kwie Lam Ciauw, demikian busuk.
Tak dapat aku memberi ampun padanya "
Dugaannya Boe Wie tidak meleset jauh, Memang Kwie Lam
Ciauw mengandung niat menyingkirkannya, Diundangnya Lie
Tiong Hoa juga berhubung dengan maksud itu. Hanya adalah
keliru kalau Lam Ciauw yang mengisiki Ceng shia Jie Ay.
Begitu memasuki pintu pekarangan, See-boen Boe Wie
sudah berpapasan dengan seorang kepercayaannya, yang
mengisiki ia beberapa kata-kata, atas mana ia menyeringai
terus ia tertawa tawar, terus ia masuk ke dalam. Masih
hatinya bimbang, sekarang ia pikirannya bagaimana ia mesti
melayani Ceng shia Jie ASy berbicara.
Selama cita-citanya belum berwujud, ia segan mencari
musuh apapula musuh yang liehay, Bagaimana kalau anak
muda she Kongsoen itu memaksa ia mengangkat senjata"
Belum memasuki ruang depan, tindakan Boe Wie mulai
menjadi perlahan. Dia bersangsi untuk bertindak terus, Begitu
dia memindahkan kaki kirinya ke ambang pintu thia, dia
sengaja tertawa lebar dan berkata:
"Bagaimana berbahagia aku si orang she Seeboen berjodoh
berkenalan dengan dua jago kenamaan dari Ceng shia,
sungguh berbahagia, sungguh berbahagia" Ketika itu,
matanya lantas dipasang tajam, Maka dia melihat dua orang
tua katai dan kurus kering yang satu memelihara kumisjenggot
seperti kumis-jenggot kambing, yang lainnya tak ada
kumis atau jenggotnya sama sekali.
Dengan duduk dikursi, kepala mereka tak sampai melewati
belakang kursi itu Di-belakang mereka berdiri si anak muda
dengan pedang dipunggungnya, Benar dia mempunyai tai lalat
diintong, ditengah jidat di mana kedua alis hampir menempel
satu dengan lain. Kedua orang tua kate itu belum berkata apa-apa tempo
Seeboen Boe Wie mengucapkan perkataannya yang terakhir
atau si anak muda sudah memperlihatkan roman gusar dan
terus membentak: "Bangsat, kau kembalikan jiwanya ayahku" seraya
pedangnya menyamber. Boe Wie mengasi dengar suara "Hm" sambil ia berkelit
berlompat tujuh kaki, ia lantas dapat mengenali orang
menyerang dengan tipu silat Ceng shia Pay yang dinamakan
Angin musim rontok menyapu daun, ia pun melihat ilmu silat
orang lihai sekali. Habis itu terdengar angin menyamber, terlihat dua
tubuhnya si orang-orang kate berlompat menyelak diantara
mereka itu berdua, sedang si orang tua dengan kumis,
jenggot kambing gunung berkata dengan gusar: "Anak Liang,
buat apa terburu tidak keruan" Kita mesti pakai aturan dulu,
baru kekerasan" Seeboen Boe Wie tahu kedua orang tua itu disamping ilmu
silatnya yang liehay juga sangat membenci kejahatan, si
kumis-jenggot kambing gunung itu bernama Kok It, dan yang
tak berkumis Ang Hie. Memang biasa nya mereka berdua tidak
pernah berpisah, nama mereka kesohor di soe-coan Barat.
siapa berani main giia terhadap mereka, itu berarti ancaman
bahaya jiwa. "Siauwhiap ini pastilah murid jiewie Loosoe" kata See-boen
Boe Wie tertawa. "Aku Seeboen Boe Wie, seumurku belum
pernah aku bermusuh dengan siapa juga, maka itu mungkin
siauwhiap ini keliru memperoleh keterangan Bolehkah aku
mendapat keterangan duduknya hal?"
Kok It mengawasi tajam pada Keng Thian cioe.
"Taruh kata Seeboen tidak menanyakan, kami ingin minta
penjelasan," kata dia dingin, " Kami si dua tua bangka yang
belum mau mampus telah melakukan perjalanan jauh dari
soecoan, maksudnya cuma ingin mengetahui peristiwa dahulu
hari itu. Memang, pemuda ini adalah murid kami, Dialah
Kongsoen Bok Liang, anaknya Kongsoen Coe Liong, yang
menjadi saudara angkat loosoe"
Seeboen Boe Wie mengasi lihat roman girang berbareng
kaget. "Apa " Dia anaknya adik-angkatku she Kongsoen itu?" kata
dia, keras, "Sungguh Thian murah hati, adik angkatku itu telah
mempunyai turunan" Lantas dia lompat maju seraya
mementang kedua tangannya, untuk merangkul.
Anak muda itu melihat cahaya merah meny amber
kepadanya, ia lompat mundur.


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bangsat tua, jangan berpura-pura baik hati " ia
mendamprat "Apakah kau sangka Kongsoen Bok Liang dapat
diperdayakan?" SeeboenBoe Wie berdiri diam, sinar matanya guram, dari
matanya itu terlihat air mengalir Agaknya dia penasaran sebab
seperti terfitnah, seorang diri dia berkata: "Apakah artinya ini
?" Kedua orang kate dari csng Shia Pay itu agak bingung
mereka saling mengawasi Mungkinkah benar Boe Wie tidak
berbuat seperti dituduh, seperti bunyinya berita di-luaran" Toh
warta membilang dia benar pembunuhnya Kongsoen Coe
Liong, kalau bukan nya dia, siapa pembunuh yang benar itu"
Kongsoen Bok Liang pun tercengang, tetapi inilah
disebabkan anggapannya lain dari anggapannya kedua
gurunya, ia heran untuk kelicikan seeboen Boe Wie, yang
dapat main sandiwara demikian mahir.
Orang mirip ular berbisa atau kala yang pendiam.
Seeboen Boe Wie memang merasakan kesulitan, ia
menyesal yang ia telah kesalahan membunuh saudara
angkatnya itu, ia lantas menangis terisak-isak.
"Kongsoen Hiantit, hebat salah paham kau terhadap aku si
orang tua." ia kata, "Aku tidak menyesal atau menggusari kau,
aku hanya menyesal karena aku telah terlambat satu tindak
hingga aku membikin seluruh keluarga sahabatku mesti hilang
jiwanya. Penjahat itu bekerja sangat pandai dan bersih Kau
tahu tiga tahun sudah aku mencari dia, aku tidak berhasil,
endusan sedikit jua tak aku dapatkan hingga aku merasa
tawar hatiku. Begitulah selama lima belas tihun aku menumpang tinggal
di Kwie In Chung ini. Benar-benar aku tidak tahu saudara Coe
Liong masih ada turunannya jikalau tidak sekalipun mesti
berjalan dengan merayap tentulah siang-siang aku sudah
pergi ke Ceng-shia..."
Kok it tetap bersikap dingin.
"Seeboen Loosoe, benar- benarkah kau tak ketahui
duduknya peristiwa?" ia tanya, Di rumahnya keluarga
Kongsoen itu orang telah dapatkan senjata rahasiamu,
diantara kurban kurban, Mengenai itu, apa kau mau bilang?"
"Ketika aku sampai disana, justeru tengah malam tanggal
dua puluh empat bulan dua belas disaatnya kawanan penjahat
kabur bubaran," ia berkata, berduka. "Aku membekaltiga
macam senjata rahasia aku telah gunai itu, semuanya lolos.
Aku mengejar sampai seratus beberapa puluh lie, aku tidak
berhasil. semua penjahat itu dapat menghilang. Ada
kemungkinan selagi aku mengejar, dirumah masih ada
penjahat yang bersembunyi lantas dia menggunai senjataku
itu, guna memindahkan bencana terhadapku.
Biarnya begitu, kenyataan ada terlebih kuat daripada
penyangkalan, maka itu jikalau jiewie loosoe serta Kongsoen
Hiantit tetap menuduh aku, sekarang aku berada disini,
terserah kepada kamu untuk membunuh aku, supaya
Kongsoen Hiantit tercapai cita-citanya menuntut balas, Tidak.
sedikit juga aku tidak penasaran."
Habis berkata airmatanya jago tua ini mengucur semakin
deras. Ceng shia Jie Ay saling mengawasi pula, Mereka bingung,
Mereka sangat cerdas dan cerdik tetapi sekarang mereka tak
dapat mengambil keputusan.
Kongsoen Bok Liang sama bersangsinya seperti kedua
gurunya. ia menjadi gusar bercampur kemenyesalan dan
kedukaan, la penasaran tidak keruan. Kedua matanya merah,
airmatanya mau mengucur turun, sekian lama ia berdiam
secara begitu, mendadak ia berseru, sambil maju ia menikam
Seeboen Boe Wie, yang ia arah jalan-darahnya auw- kiat.
Seeboen Boe Wie berdiam tanpa bergerak ia menghela
napas sambil merapatkan kedua matanya.
"Tahan" Ang Hie berseru seraya tubuhnya mencelat,
tangannya diulur untuk dengan dua jerijinya menjepit pedang
muridnya. Seeboen Boe Wie membuka matanya, ia tertawa
sedih. "Aku menyesal tidak dapat aku membersihkan diriku," ia
berkata perlahan. "Jikalau aku mati ditanganmu, hiantit, aku
tidak menyesal, hanya aku penasaran justeru si orang jahat
dapat hidup merdeka dan berbahagia, hingga karenanya
pastilah adik Coe Liong didunia baka akan tak dapat
memeramkan matanya."
Kongsoen Bok Liang menjadi tercengang, "Apakah kau tahu
siapa penjahat itu?" dia tanya, masih dia penasaran.
Seeboen Boe Wie menggoyang kepala, "jikalau aku siorang
tua tahu tidak nanti aku membuatnya hiantit mendendam
selama delapan belas tahun." sahutnya, Lalu ia meneruskan
kepada Ceng shiaJie Ay: "sudah delapan tahun aku tak
bertemu dengan Kongsoen Hiantit, itu artinya diantara kita
tidak ada perhubungan apa-apa, adalah selama aku berada di
Thay Heng san, d is ana aku dapat menerima suratnya
saudara Coe Liong yang dibawa dengan perantaraannya Lie
sam Coan, guru silat kenamaan dari Yang-kiok.
saudara Coe Liong menulis sendiri surat itu, dalam mana ia
mengatakan bahwa ia lagi terancam bahaya mati atau hidup,
maka ia minta aku segera berangkat untuk membantunya.
Ketika aku tiba keluarga Kongsoen sudah menjadi kurbannya
tangan jahat. oleh karena bunyinya surat saudara Coe Liong
tidak jelas, tak dapat aku menduga ada-apa." Dia menghela
napas, dia menambahkan: "Saudara Coe Liong menitipkan anaknya yang yatim-piatu
kepada jiewie loosoe, tentulah ia ada mengandung sesuatu
maksud, Apakah sebelum itu jiewie loosoe tidak mendengar
apa-apa?" Kedua jago Ceng shia itu menggeleng kepala.
Kongsoen Bok Liang, yang menjadi bersangsi, berkata:
"Diwaktu masih kecil aku ingat samar-samar ayahku pernah
omong tentang suatu kitab yang luar biasa yang katanya
menyebabkan kaum Rimba Persilatan mengincarnya."
Mendengar itu, Ceng shia Jie Ay agaknya tertarik hatinya,
lantas mata mereka menatap murid mereka itu, sinarnya
seperti mau menyesalkan kenapa tad-tadinya sang murid tidak
pernah menyatakan demikian kepada mereka. Murid itu
membade hati gurunya, hatinya gelisah.
"Bukannya murid tidak mau memberitahukan soehoe." ia
berkata, " Ketika itu ayahku pernah menceritakan bahwa ia
menyimpan sejilid buku luar biasa yang katanya dibela kang
hari dikuatir nanti diarah oleh orang-orang- yang
menghendak. Bagaimana halnya, murid tak tahu, tetapi itu
waktu ayahku telah memesan, siapa pun tak dapat
membocorkan hal kitab itu. Buku itu aneh, kecelakaan
keluargaku pun aneh, maka..."
"Hm" kedua guru itu mengasi dengar suaranya, atas mana
muridnya berhenti bicara. Seeboen Boe Wie tunduk
mengawasi lantai, ia seperti memikirkan sesuatu.
Tengah orang berdiam itu, dari luar terdengar suara ini:
"chungcoe datang " dan lantas terlihat Kwie Lam ciauw
bertindak masuk. Seeboen Boe Wie mengangguk kepalanya, Cepat sekali
terlihat wajahnya menjadi biasa pula, Dalam sekejap lenyaplah
kedukaannya barusan, ia mengajar kenal Lam Ciauw dengan
ketiga tetamunya itu. Habis perkenalan itu, Lam Ciauw memandang adik
seperguruannya. "Soetee," ia berkata, " matamu merah dan bengul, kau
seperti habis menangis, sebenarnya telah terjadi perkata
apakah ?" Boe Wie tidak menyembunyikan rahasia, ia menjelaskan
halnya Kongsoen Bok Liang mencari ia sebagai musuh.
Mendengar keterangan itu, Kwie La m ciauw terlihat heran,
dia sampai tercengang tetapi segera dia kata girang: "oh
kiranya Kongsoen siauwhiap adalah puteranya adik Coe Liong
sudah duapuluh satu tahun aku tidak bertemu saudara Coe
Liong itu, aku selalu memikirkan dia, sebenarnya aku
menyesal mendengar malapetaka yang menimpanya. Aku pun
menyesal kapan aku ingat kita orang kaum kang-ouw jarang
yang mati tenang. Akan tetapi Thian maha adil danpemurah,
maka aku harap mudah-mudahan siauwhiap nanti dapat
mencari musuh keluargamu itu"
Baru Lam Ciauw habis berkata itu, dia melihat kedua
muridnya datang dengan cepat, agaknya mereka mempunyai
urusan penting. "Chungcoe, Jie Tayhiap pangcoe dari Thian Hong Pang
datang mohon bertemu," berkata Boan in- "sekarang dia lagi
menantikan diruang Hoa-thian."
"Begitu?" berkata tuan rumah itu, yang terus berpaling
kepada Ceng shia Jie Ay dan berkata: "Maaf, jiewie loosoe,
aku ingin keluar sebentar, silahkan jiewie bertiga duduk dulu."
"Silahkan, chungcoe," berkata dua tetamu itu.
Lam Ciauw mengangguk, terus ia berlalu bersama dua
muridnya itu. Didalam hatinya, Seeboen Boe Wie terkejut melihat Boan In
dan Koet Goat, la berpikir keras, menduga-duga siapa sudah
membebaskan kedua kacung itu. Kalau penolongnya adalah
Kwie Lam Ciauw, urusan itu mesti ada akibatnya yang tak
enak untuknya. Seberlalunya Lam Ciauw, dia tertawa dingin
dan kata: "Kongsoen Hiantit, apakah kau lihat barusan wajah
Kwie Chungcoe berubah ketika dia mendengar penjelasanku"
Sudah lima belas tahun aku berdiam disini, maksudku untuk
membuat penyelidikan- Kalau kau tinggal disini satu tahun
saja, kau pasti akan mengetahui banyak."
Kongsoen Bok Liang berpikir, ia bimbang, Kok It tertawa,
Dia kata: Jikalau begitu kata Seeboen Loosoe baiklah, suka
kami berdiam disini untuk sementara waktu"
"Itulah yang aku harap" Boe Wie tertawa, "Dengan begitu
setiap waktu aku dapat memohon petunjuk dari jiewie loosoe,
sekarang marilah" orang she Seeboen ini mengajak ketiga
tetamunake ruang belakang.
ooo Bukit Cit Hee San, yang pun dinamakan Liap San,
pernahnya Liap San, pernahnya limapuluh lie di timur- laut
kota Kimleng, gunung itu penuh dengan pohon pekjang tuaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
tua. Disitu ada kuil Ciat Hee Sia serta bukit Ciat Hoed Gla^
dimana terdapat banyak patung Buddha ukirannya Putera
mahkota CeeBoen Hoei. Pemandangan alam disitu indah dan
menarik hati, Sekarang di permulaan musim panas, bukit
sedang permainya. Hari itu, lohor, dlatas Cian Hoed Gia tertampak seorang
muda dengan pakaian serba putih lagi berdiri menghadapi
sebuah patung, ia memperhatikan dengan tenang tetapi
perhatian tertarik. Baru kemudian, sambil menggendong
tangan, ia mengawasi kepuncak gunung.
Dalam gembiranya, ia bersenandung seorang diri Tapi
segera perhatiannya tertarik. Dijalan didepannya, ia melihat
tiga orang yang sebentar nampak dan sebentar tidak, Karena
jaraknya jauh, ketiga orang itu mirip titik-titik bayangan saja,
cepat mereka itu bergerak.
Pemuda itu adalah Lie Tiong Hoa. Dengan matanya yang
tajam, ia melihat samar-samar satu diantara ketiga orang itu
mirip Cee Cit. Karena orang berkaki satu dan menggunai
tongkat, orang sudah lantas tiba di sebelah bawahnya, Mereka
segera dikenali benar Cee Cit yang ada bersama Lin Tiang
Keng dan Kam Jiak Hoei. Bertiga mereka itu manjat kebukit karang, "Hiantee,
kakakmu membuat kau menanti lama" kata Cee Cit tertawa
riang, Dia menghampirkan, dia menjabat tangan orang,
matanya menatap tajam. Dia tertawa pula dan berkata:
"Hiantee, baru lewat tiga hari yang sangat pendek maka
kau telah menemui jodohmu yang luar biasa sungguh, kau
membuatnya kakakmu kagum"
Tiong Hoa bersenyum, Tentulah Tiang Keng sudah bicara
tentang Ban in- ia tidak mau mengatakan apa-apa. urusannya
Ban-in menyulitkan ia, karena ia masih punya urusan dengan
Cek In Nio, yang tak dapat ia lupakan, ia lantas mencekal
tangan Jiak Hoei dan menanyakan halnya ini bocah.
Jiak Hoei bersyukur untuk perhatiannya anak muda itu.
Kemudian berempat mereka berduduk di-batu karang,
untuk saling menutur. "Besok pagi aku hendak menjernihkan janji dengan Kwie
Lam Ciauw," kata Tiong Hoa. "Berhubung dengan itu, buat
kepentingannya kedua nona, mereka itu telah dipindahkan
kegunung Ciat Hee san ini. saudara Cee kau luas
pengalamanmu coba bilangi aku, bagaimana aku harus
bertindak besok" Apakah saudara bertiga mau turut aku pergi
ber sama?" "Kepergianmu ini. hiantee, tidak ada bahayanya." kata Cee
cit, " karena itu untuk sementara tak usahlah kami turut,
Hanya disana, dengan siapa juga tak dapat kau bergaul terlalu
akrab, inilah untuk mencegah kau didengkikan atau dicurigai.
Baik kau menggunai siasat menarik dan melepas. Kau berpura
memaksa mau pulang ke Kimleng, untuk mengurus rumah
tanggamu, kau janji akan datang pula lagi dua atau tiga hari.
Aku percaya dua-dua pihak bakal membaiki kau, hingga
sebagai orang ditengah, kau nanti peroleh hasilnya."
"Dari kata- katanya Jie siong Gan yang kucuri dengar
selama Tong-touw." Kata Jiak Hoei. " mestinya dia sudah
mencari keterangan di Hong Hoa sien di tepi telaga Hian Boe
ouw, pemilik warung teh itu tentunya telah melukiskan
romannya Lie soesiok. Lie soe-siok bentrok dengan Seeboen
Boe wie, dengan pergi ke Kwie in chung, bukankah soesiok
menjadi seperti mengantarkan diri kedalam mulut harimau"
Kenapa soepee justeru bilang tak ada bahayanya?"
"Memang tidak ada bahayanya" Cee Cit memastikan
tertawa, "Kedua pihak sama-sama membutuhkan sesuatu,
maka itu mereka masing-masing tidak nanti berani menambah
musuh. Rasanya mereka juga belum mempunyai pegangan
yang tentu. Tentang kitab silat itu kau jangan kuatir, Kalau itu
benar berada ditangannya Kwie Lam Ciauw aku menjaminmu"
Biar bagaimana Jiak Hoei toh tertawa, "Angin dingin, tak
dapat kita berdiam lama disini." kata Tiang Keng,
"Rumahku ada dibawah sana, marilah aku menjadi tuan
rumah menyambut kamu, Cee Pang coe, aku undang kau
untuk minum beberapa cangkir."
"Aku memang ingin melihat wajahnya iparku yang cantik
itu." kata Cee Cit tertawa. "Dengan kamu tidak berbicara


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sendiri, tidak berani aku membuka mulutku."
Mukanya Tiong Hoa menjadi merah, "Jail." katanya, seraya
ia lantas bangun, untuk berlari pergi, Lin Tiang Keng sudah
bersiap. ia lantas menyusul. Dengan tertawa nyaring, Cee Cit
menyusul juga, di ikut Jiak Hoei, Ketika itu sang rembulan
sudah muncul, jagat indah, angin bertiup perlahan.
Besoknya pagi, sang Batara surya yang mulai muncul
seperti diliputi sang kabut hingga cahayanya menjadi guram,
hingga Kwie In Chung menjadi guram juga, suasana seperti
itu membikin juga hati orang terasa berat.
Diwaktu begitu seeboen Boe Wie, yang mengenakan baju
hijau yang panjang, lagi berdiri diam dijalan besar ditepi
sungai didepan Kwie In Chung --jalan yang menuju kekota.
Dia mengangkat kepala, Membiarkan mukanya d emak
dengan hembusan kabut yang dingin nembus ketulang-tulang.
Dia seperti lagi dilanda kesulitan besar, yang belum dapat
dipecahkan. Dia tahu diri nya lagi terancam bahaya Maka itu
dia memikir untuk menyelamatkan diri saja .
Dengan pakaian demak,Boe Wie berpaling kearah jalan
besar arah kota, Dia seperti lagi menanti orang, sang kabut
mem bikin dia tak dapat melihat sejauh lima tombak tetapi dia
tetap memandang kedepan itu, kegelisahan membikin dia
menggerak-geraki kakinya dan alisnya yang tebal berkerut.
Lama dia seperti tersiksa itu, tiba-tiba alisnya terbangun
Dia melihat suatu tubuh berkelebat didalam kabut didepannya
itu. Cepat sekali tubuh itu muncul didepan nya sekali.
Orang itu berumur lebih kurang empat puluh tahun, sambil
menjura, dia berkata: "Lie Tayhiap sudah berangka kemari,
tak lagi setengah jam dia bakal tiba."
SeeboenBoe Wie memperlihatkan roman gembira.
"Apakah Lie Tayhiap ada bersama kawan atau kawankawannya?"
dia tanya. "Tidak. Lie Tayhiap menunggang kuda
seorang diri" "Begitu?" kata Boe Wie, lantas tangannya mengibas, "Kau
sudah tidak punya kerjaan lagi, pergi kau pulang"
Orang itu tunduk ia menyahuti "Ya" lantas ia berlalu.
Selagi orang itu pulang, Boe Wie bergerak maju, ia hendak
memapak tetamunya sebentar saja dia telah terbenam
didalam kabut. Ketika matahari merah mulai bercahaya kabut masih belum
dapat disirnakan semua. sebaliknya, hujan gerimis halus mend
emak kan bumi Justeru itu, tidakan larinya kuda mulai
terdengar, itulah Tiong Hoa lagi mendatangi. Tiba-tiba ia
dikejutkan pertanyaan ini.
"Lie siauwhiap. apakah sejak kita berpisah kau baik-baik
saja?" ia lantas menahan kudanya, matanya dipajang, la heran
sampai ia melihat munculnya Keng Thian Cioe Seeboen Boe
Wie dengan bajunya yang merah. Lantas saja alisnya bangun
berdiri "Apakah seeboen Loosoe mencari aku untuk urusan
dulu hari?" ia tanya, suaranya dalam.
Seeboen Boe Wie memberi hormat, "Lie Siauwhiap. kaulah
tetamu dan aku kuatir aku menyambutnya kurang hormat" dia
menyahut tertawa. "Aku bukannya itu orang yang tidak insaf
akan keadaan- Dulu hari itu pun aku telah keliru mendengar
bujukannya Yan Hong, hingga aku terpedayakan dan sudah
main gila terhadapmu, peristiwa itu membuat aku menyesal
karena itu aku minta jangan siauwhiap memandangnya
sebagai perselisihan. Pula dari Bok hoesiang Hiap telah aku mendengar tentang
kau siauwhiap mereka sangat memuji, maka itu, aku malu
sekali. Aku mendengar siauw hiap bakal datang kemari, lantas
aku menyambutmu. siauwhiap. maaf"
Tiong Hoa tidak heran atas sikap lawan lawan ini.Jadi
benarlah dugaan Cee Cit, ia bersenyum ia lompat turun dari
kuda. "Kau baik sekali, loosoen- ia kata, gembira. "Aku datang ke
Kang lam untuk menikmati keindahannya, diluar dugaan aku
bertemu dengan Yan Hong, aku tidak sangka dia membalas
kebaikan dengan kejahatan hingga telah terbit banyak salah
paham, Benar-benar aku tidak menyangka sekali dan
menyesal karenanya."
"Kau hebat, Lie siauwhiap." kata Boe Wie, " Hanya dalam
tempa beberapa hari, namamu telah menggemparkan wilayah
selatan dan Utara sungai Besar. Disini telah datang tak sedikit
orang Rimba Persilatan, mereka yang kagum terhadapmu,
juga yang gemar nama besar, oleh karena itu aku memapak
kau disini, untuk memberitahukan jangan kau kaget apabila
ada terjadi sesuatu diluar dugaan kau. Aku pun tak dapat
menyembunyikan maksudnya Kwie Chungcoe mengundang
siauwhiap datang kemari."
Habis berkata, Seeboen Boe Wie menjura, terus ia
memutar tubuhnya, buat pergi ke dalam rimba disamping
mereka. Tiong Hoa memikir hanya sejenak. lantas ia tertawa, lantas
ia lompat naik atas kudanya, guna mengaburkannya kearah
Kwie In Chung, itu waktu, cuaca mulai cerah.
Tiba-tiba disebelah depan ditepi kali, terlihat lima orang lagi
berdiri mengawasi. Tiong Hoa dapat melihat mereka itu, ia
ingat kata-katanya Boe Wie barusan, Belum ia menghentikan
kudanya, mereka itu sudah maju, terus berdiri berbaris sejarak
sepuluh tombak ia lantas menahan les kudanya.
"Apakah tuan-tuan berlima saudara-saudara dari Kwie In
chung?" mendahului menegur mereka, ia merangkap kedua
tangannya dan tertawa. "Kalau benar, tolonglah mengabarkan Kwie Chung coe
bahwa aku yang rendah, Lie Cie Tiong, datang membuat
kunjungan..." "Tutup mulut." mendadak membentak satu diantara kelima
orang iui. Dia berjenggot lebat, matanya seperti mata harimau
hidung nya seperti hidung singa, dan tubuhnya pun besar,
"Bocah tak tumbuh mata, aku nanti bikin matamu terpentang"
Dia lantas menunjuk satu kawannya seorang imam kate,
untuk meneruskan berkata: "inilah Koan-coe Biauw Ceng sioe
dari kuil Mo In Koan di gunung Tay san"
"Sungguh seorang imam yang suci" kata Tiang Haa. "Ceng
sioe" berarti suci." Mukanya Koan-koe itu, ketua kuil, menjadi
merah-padam. si mata harimau hidung singa itu menunjuk lain kawannya,
yang tubuhnya kurus tapi matanya bersinar tajam.
"Inilah Loo-enghiong Gan Tok dari Keng-ban yang bergelar
ciang-Keen-Kiam yang namanya tersohor sampai diluar lautan
"dia memperkenalkan pula, Gelaran ciang koen-kiam itu
menunjuki orang liehay ilmu pedang telapakan tangan dan
kepalannya. Jilid 12 : Pangcoe Thian Hong Pang keok
"Sudah lama aku mengagumi nama loo eng-hiong. hari ini
kita dapat bertemu, aku girang sekali"
Gan Loei terperanjat menyaksikan kegesitan si anak muda,
sampai alisnya bergerak. ia mengasi dengar suara, "Hm",
suatu tanda ia menganggap orang jumawa. Bukankah ia telah
berusia lanjut dan namanya pun kesohor, ia anggap pantaslah
kalau ia dipanggil loocianpwee, bukannya loo-enghiong.
Didalam hatinya, Tiong Hoa menertawai keangkuhan
orang-orang Rimba Persilatan berusia lanjut ini.
Sekarang si mata harimau hidung singa memperkenalkan
orang yang ke-tiga, yang jangkung- kurus, mukanya putihpucat,
usianya pertengahan. "Inilah In-tiong Kiam kek Lauw Kong ciok, murid terpandai
dari ketua Khong Tong Pay " demikian katanya.
Tiong Hoa melirik jago Khong Tong Pay itu, ia merasa
sebal, tapi ia kata: "Selamat bertemu " Terus ia mengawasi
orang yang keempat yang tubuhnya juga jangkung dan kurus,
usianya pertengahan dipunggung ada senjatanya sepasang
Pie-hiat-kwat, alat peranti menotokjalan darah. orang itu juga
berdiri tegak dengan angkuh, matanya di kasi turun sedikit.
Si orang bermata harimau berhidung singa itu menunjuk
dirinya sendiri, dia tertawa dan kata: "Aku yalah Thioe Loei
Kau tahu atau tidak?"
Tiong Hoa terkejut dalam hatinya, Benar benar ia tidak
menyangka orang ini yalah jago dari Kwan-lok yang bergelar
cin-san sin-Koen atau Kepalan sakti, ia tidak takut, ia
bersenyum. Akhirnya Thio Loei menunjuk kawannya yang keempat, ia
memperlihatkan roman bengis, terus ia menyeringai katanya:
"Inilah kenalan lama dari kau, maka itu tak perlu aku
mengajar kenal pula "
Tiong Hoa melengak, ia lantas mengawasi lagi orang itu
Kemudian ia menggeleng kepala.
"Maafkan mataku yang lamur." ia kata. "Aku tidak kenal
orang kosen ini..." Orang itu meram, sekarang ia mementang kedua matanya.
"Benarkah kau tidak kenal ?" tanyanya dingin. "Kaulah
orang agung kau pelupaan. Bukankah kita pernah bertemu
ditanjakan di Khopie-tam " Temponya baru saja lewat
beberapa hari sungguh aku tidak sangka seorang juru tulis
dengan satu kali berlompat lantas menjadi jago muda yang
menggemparkan sungai Besar bagian selatan dan utara"
Ejekan itu membikin Tiong Hoa merah pipi dan telinganya,
sekarang ia baru ingat orang itu yalah orang sebawahannya
Koay-bin Jin-Him Song Kie.
Dialah si Harimau tua dari Tiong Tiauw Ngo Mo. Maka ia
kata dingin "Aku menyangka siapa yang begini jumawa,
kiranya loo-toa dari Tiong Tiauw Ngo Mo. Aku mau tanya kau,
siapa kah yang melihat aku bekerja menjadi juru tulis?"
Pemuda ini menjadi terlebih sengit kalau ia ingat lagak dulu
hari itu dari si Hantu pertama ini.
Si Hantu menyeringai, romannya sangat bengis, Lantas dia
mengangkat tinggi tangan kanannya. Tiong Hoa menggendong tangan, ia mendongkol akan
tetapi ia dapat mengusai dirinya. Begitulah ia bersenyum.
Tiong Tiauw Ngo Mo gusar bukan main- ia angkat
tangannya hingga sebatas cundak. Mendadak dia
memperlihatkan roman guram dia kata, dingin: "Aku hendak
membiarkan jiwamu sampai kau bertemu dengan loo-tongke,
Aku mau lihat apa kau nanti bilang."
Tiba-tiba alis si anak muda berbangkit tubuhnya bergerak
maju, tangan kanannya menyapu keping gang si Hantu,
Kelihatan tegas tangannya itu mulai bergerak. lantas menyapu
bagaikan kilat. Selama di Kho-pie-tiam, Tiong Hoa telah melihat kawanan
Hantu itu liehay, ia tidak mau memandang enteng, Benar ia
bersikap acuh tak acuh akan tetapi ia selalu waspada.
Demikian ia menyapu itu. ia hanya lupa ilmu silat Kioe Yauw
seng Hoei sip-sam sie ajarannya Thian Yoe sioe bukan
sembarang ilmu silat, bahwa disamping sudah makan obatnya
jago tua itu, ia telah makan juga banyak buah piepa, semua
itu membikin kepandaiannya bertambah, begitupun tenaga
serta kegesitannya. Keng-boen it Loo Gan Loei, jago satu-satunya dari Kengboen,
terkejut melihat gerakan si anak muda, ia mengenali
itulah pukulan "Giok-tay heng yauw" atau "Sabuk kemala
melintangi pinggang" dari see Koen Loen atau Koen Loen Pay
Barat. "Ooh, kiranya dia muridnya Hok In siang-jin," pikirnya,
"pantas dia jadi begitu jumawa"
Lo-toa dari Tong-tiauw Ngo Mo melihat nyata lawan
menyerang secara tiba-tiba itu, ia lantas berkelit kekiri, sambil
berkelit ia pun menghajar dengan tangan kiri- nya. Ia kaget
melihat tangan musuh bergerak sangat cepat, maka ia tidak
melainkan menyingkirkan diri tetapi membarengi menyerang
juga. Tiong Hoa menyerang sambil menggunai pikirannya dan
memasang matanya, ia melihat perlawanan musuh itu. Maka
itu ketika serangannya gagal dan ia dihajar, sambil memutar
tangan, ia bawa itu kebawah, lalu segera ia angkat pula, untuk
dengan dua jari nya menotok lengan orang.
Gan Loei berseru tertahan melihat totokan itu, itulah satu
jurus dari ilmu silat siauw Thian Chee Cit-cap Jie sie Kiauw Na
Cioe-hoat dari Thay Kek pay, namanya "cie thian wa tee,"
atau, "Menunjuk langit, menggaris bumi."
Karena ini, ia menjadi bingung mengenai asal-usul Tiong
Hoa, hingga tak dapat ia menerka dengan jitu, orang dari
Koen Loen Pay atau Thay Kek Pay"
Tong tiauw Toa Mo kaget sekali, tak berempat untuk
berkelit, Tidak urung Ia merasai jalan darah di lengannya itu
kaku, Karena ia tahu ia sudah kena ditotok. la lantas berseru,
sambil berseru ia berlompat, untuk lari kedalam rimba dimana
ia lenyap. Tiong Hoa membiarkan musuhnya kabur, Dengan tenang ia
memutar tubuhnya, Gan Loei tertawa terbahak.
"Benar-benar. seorang gagah mestinya seorang muda" ia
berkata, "Siauwhiap. dapat kah kau memberitahukan siapa
gurumu?" Jago tua ini berlaku teliti, ia ingin ketahui dulu orang murid
siapa. Apabila penglihatannya tidak keliru, yaitu orang benar
muridnya Hok In siangjin, ia mau mencari jalan untuk mundur
teratur. "Guruku yalah seorang yang hidup menganggur." Tiong
Hoa menjawab, "Dia telah melupakan she dan namanya
sendiri, oleh karena itu aku yang muda tidak dapat
memberikan keterangan"
Thio Loei tidak puas. Dia membentak: "Perduli apa siapa
gurunya Biarlah dia merasai dulu tangan cin San Sin-Koen dari
aku si orang she Thio, baru kita bicara lebih jauh"
Dia tidak menghiraukan kekalahannya Tiong-tiauw Toa Mo,
dia berkata untuk segera menyerang. Tak percuma jago
Kwan-lok ini tersohor namanya pukulannya itu hebat sekali,
angin terasa meny amber sangat keras.
Tiong Hoa melihat itu, cepat ia berkelit, ia telah gunai
kelincahan "le hoa ciat bok" ajarannya si orang tua aneh dari
guh a pohon piepa, Tangan kanannya dikibaskan, membikin
serangan itu lewat, sebaliknya sebuah pohon didekatnya
lantas gempur secara berisik sekali. Thio Loei tidak dapat
menahan serangannya itu, maka pohon lah mewakilkan si
anak muda menyambutnya. Semua orang terkejut, tak terkecuali Thio Loei sendiri, Dia
tidak menyangka hajarannya itu gagal, hingga ia berdiam saja
melongo. Tiong Hoa tidak senang dengan perlakuan teleng as itu.


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Akulah orang yang baru mulai masuk dalam dunia kang
ouw," kata dia. "Rasanya aku belum pernah berbuat salah
terhadap kamu, karena itu aku ingin tanya, buat urusan apa
kamu memusuhi aku " Apakah kamu tidak keliru ?"
Gan Loei tertawa. "Nama besar bukan nama kosong belaka," ia kata. "Kami si
orang tua datang kemari karena mengagumi nama kau,
siauwhiap " Tiong Hoa agaknya heran. "Benarkah itu, loo-enghiong ?" la tanya, "Loo-enghiong
sudah melakoni perjalanan jauh dan sukar "
"Tentu saja itulah bukan semuanya," Gan Loei menjawab.
ia tertawa pula. "Apakah loo-enghiong datang untuk Lay Kang Koen Pouw
?" Tiong Hoa tanya pula langsung.
Kembali orang tua itu tertawa.
"Kita sama-sama tahu " katanya, "siauwhiap kebanyakan
bertanya..." Tiong Hoa menggeleng kepala, " Cita- cita ku yalah tinggal
di tanah pegunungan yang indah dan sunyi, ia berkata: "Kali
ini aku datang kemari untuk memenuhi undangannya Kwie
chungcoe, Besok juga aku mau kembali ke Kimleng, sama
sekali aku tidak pikir mencampuri urusan kitab itu."
"Benarkah siauwhiap tidak menghendaki kitab itu?" Biauw
Ceng sioe Tanya. Dari tadi koancoe dari kuil Mo In Koan itu
ber diam saja." Tiong Hoa tertawa nyaring.
"Kata-katanya satu tay tianghoe berat laksana gunung" ia
bilang nyaring juga. Kata-kata itu berat seperti tempat
pembakaran kertas berkaki tiga Aku yang rendah tak sudi
berebutan dengan dunia, perlu apa aku dengan itu macam
barang yang membawa sifat membahayakan?"
In-tiong Kiamkek Lauw Kong ciok juga berdiam sedari tadi,
sekarang baru dia campur bicara, Lebih dulu dia tertawa
dingin. "Aku kuatir kata-kata ini hanya dimulut tidak dihati"
katanya. Sejak semula Tiong Hoa sudah sebal dengan orang she
Lauw itu, sekarang ia mendengar perkataan mengejek itu, ia
menoleh dengan sorot mata bengis, Meski ia gusar, ia masih
dapat tertawa. Jikalau aku mengincar kitab itu" ia kata keras, "maka bukan
melainkan itu sebuah kitab hanya semua-semuanya tiga rupa
pusaka Rimba persilatan yang aku arah"
Empat orang itu kaget dan heran, hingga mereka
melengak. Gan Loei bahkan menyedot hawa dingin.
"Dia benar-benar sangat jumawa," pikirnya. ia heran untuk
kepolosan orang, Maka ia tanya: "siauwhiap. apa artinya
perkataan kau ini" Mungkin siauwhiap telah ketahui semua
halnya ketiga pusaka itu?"
Lie Tiong Hoa tertawa. "Loo-enghiong seharusnya kita main kartu terbuka" ia kata,
mengawasi jago tua itu, "Tidak selayaknya kita bicara untuk
saling mendustai Mari kita bicara tentang benda pertama
cangkir kemala Coei In Pwee asal Khoten Bukankah looenghiong
semua telah mendengarnya" "
Gan Loei berempat mengangguk
"Pada tiga bulan yang baru lalu." bektata si anak muda, "
cangkir kemala itu telah dicuri dari istana pangeran Tokeh oleh
Kam-liang sam To serta sam-cioe Ya-Cee Tam sia uw Go.
Ketika mereka menyingkir sampai di Kha-pie-tiam, mereka
dipegat Koay-bin Jin Him serta Tong-tiauw Ngo Mo. Keempat
orang itu mati semua akibat serangan paku Thian-long-teng
dari Koay-bin Ji Him song Kie. Dengan begitu cangkir itu telah
terjatuh kedalam tangan orang she Song itu..."
"Ooh." bersuara kesmpat orang itu Gan Loei bahkan
menambahkan: "Pantaslah romannya Tiong Tiauw Toa Mo
beda dari biasanya begitu dia melihat kau, siauwhiap."
Tiong Hoa tertawa. "Bukan melainkan itu, loo-enghiong. Mari dengar terlebih
jauh. Koay-bin Jin Him sangat bangga telah memiliki cangkir
mustika itu. dia memeriksa cangkir ditempat terbuka. Ketika
dileluarkan dari kotak-cangkir itu memperlihatkan cahaya
terang gilang-gemilang, Song Kie puas bukan main, ia lupa
lelakon cengcorang menangkap tongeret, di belakangnya ada
siburung gereja. Mendadak muncul satu orang yang tidak dikenal, yang
merampas itu dari tangannya, Perampas itu lantas melejit dan
menghilang. cuma tertampak tubuhnya yang kecil dan lincah,
yang tertawanya nyaring halus seperti kelenengan Song Kie
menjadi sangat gusar, dia lantas lompat mengejar perampas
itu." "Siauwhiap. kenapa kau ketahui ini begini terang?" Ceng
sioe tanya. "Sebab ketika itu aku yang rendah bersama, aku berada
disamping mereka hingga aku melihatnya sendiri," Tiong Hoa
menjawab. "Kepandaianku sangat rendah, maka itu song Kie
telah minta aku suka menjadi pemegang bukunya guna
mengurus surat-suratnya, itulah sebabnya kenapa barusan
Tong-tiauw Toa Mo mengatakan aku jadi juru tulis. Menurut
dugaanku, pastilah Koa^j binJin Him tak hasil mengejar
perampas itu. Dia pulang dengan berduka dan mendongkol,
hingga dia mau mencurigai aku mempunyai hubungan dengan
pera itu. Dia tidak tahu bahwa itu waktu aku sendiri telah kena
ditotok si nona, hingga aku cuma bisa mengawasi tetapi tak
dapat menggeraki kaki atau tangan serta tak dapat membuka
mulut juga. Kemudian aku yang rendah pergi mencari si
perampas atau si nona itu, Aku telah menampak kesulitan,
karena itu, aku pun menemui sesuatu yang kebetulan."
Tiong Hoa berhenti sebentar, Ketika ia bicara pula,
sikapnya sungguh-sungguh begitupun suaranya, ia kata:
"Memang cangkir kemala itu benda mustika, akan tetapi untuk
itu tuan-tuan tak menyayangi jiwa, mau juga, tuan-tuan
mendapatkannya tanpa memperdulikan tubuh hancur- lebur,
aku yang rendah menganggap pengurbanan itu tidak berharga
" "Siauwhiap bicara baru dari hal satu mustika," kata Ceng
Sioe, sikapnya mengejek, "Apakah itu yang dua lagi ?"
Didalam hati, Tiong Hoa menghela napas, Pikirnya:
Manusia itu hidup karena tamaki dia mati karena tamak juga,
itulah kata-kata yang benar" ia lantas tertawa tawar dan
menyahuti: Masih ada logam mustika Nyo-sek Kim-bo. jikalau
logam itu dibikin menjadi pedang, pedang mustika Boksshia
dan Kan-Ciang pun kalah tajamnya, Dengan memiliki pedang
mustika itu, orang dapat mengepalai Rimba persilatan dan
mempengaruhi dunia Kang ouw."
Diam-diam Tiong Hoa melihat Lauw Kong ciok kaget dan
girang, ia tertawa hatinya, ia melanjuti: " Logam itu telah
dimiliki muridnya Im san ie-soe" sayang kemudian kena
dirampas pihak Yan Kee Po. Karena sekarang ini Yan Kee Po
sudah musna, dan Hoan-Thian-Ciang ayah dan anak nya
kabur, entah benda itu dibawa kabur kemana, Im san Ie-soe
bersama muridnya tengah mencari terus."
"Tentang musnanya Yan Kee Po, aku pernah dengar,
berkata Gan Loei, hanya aku tidak mendapat tahu itulah garagaranya
mustika Ngo-sek Kim-bo itu." Tiong Hoa melanjuti.
"Benda yang lainnya, yalah yang ketiga." katanya, " itulah
kitab Lay Kang Keen Pouw tulisannya sam Hong cinjin, Tuantuan
telah ketahui, kitab itu telah didapatkan Kwie Lam ciauw,
Hanya menurut dugaanku, dia mendapatkan kitab yang palsu,
jikalau tidak. setelah memilikinya banyak tahun, dia pasti
sudah dapat memahamkan ilmu silat lihai tanpa lawan, tidak
nanti sampai sekian lama dia tak terdengar menjagoi."
Keng-boen it Loo berdiam, lalu ia menghela napas.
"Tentang kitab Lay Kang Keen Puuw itu, aku si orang tua
pun bersangsi," kata ia sejenak kemudian, "Biar bagaimana,
ketiga mustika itu mesti ada orang yang memilikinya, orang
yang tepat, sayang kalau itu terjatuh ditangan kaum sesat,
sebab itu berarti akan menambah kejahatannya, hingga bisa
menyebabkan dunia Kang-ouw bakal berlumuran darah amis,
Maka itu kita kaum lurus mesti kita mencegahnya. Coba setiap
orang berpendirian sebagai kau, siauwhiap. pastilah empat
penjuru laut tenang, tidak ada gelombangnya."
Biauw Ceng sioe campur bicara pula, "Biasanya mustika
seperti mencari pemiliknya sendiri," katanya, "Maka itu, biarlah
kita mengandal pada rejeki masing-masing Tak ada
halangannya, bukan?"
Tiong Hoa bersenyum, Gan Loei mengawasi tajam pada si
anak muda, kemudian ia kata: siauwhiap muda dan gagah,
dibelakang hari kau pasti bakal mengepalai dunia Rimba
Persilatan, Aku si orang tua, ingin aku nanti menyaksikan." ia
hening sejenak. Lalu menambahkan: "sekarang kami ingin
mendahului masuk ke Kwie in Chung, Maukah siauwhiap
menanti sebentar?" "Silahkan," sahut Tiong Hoa, yang menghela napas. ia tidak
menghiraukan semua mustika itu, maka ia anggap tak perlu ia
mencampuri diri dalam urusan mereka.
Gan Loei menambahkan : " Nanti kami memberitahukan
Kwie Lam Ciauw supaya dia keluar menyambut siauwhiap."
Selagi mereka itu memutar tubuh untuk berlalu, mendadak
Thio Loei menanya keras: "Siauwhiap. aku numpang tanya, ketika tadi kau bertahan
atas pukulan cin-san sin Keen kau menggunai ilmu silat apa ?"
Tiong Hoa tertawa. "Itulah Ie san sin-kang " sahutnya.
Thio Loei melengak. terus ia menggeleng kepala.
"Ie san sin-kang?" ia mengulangi. "Belum pernah aku si
orang she Tio mendengarnya."
Lalu bersama tiga kawannya, ia berlalu dari situ, untuk
lompat kebawah gili-gili, ketepian dimana ada tanah berpasir.
Mo-Im Keancoe Biauw Ceng sioe bersiul tajam, atas mana
dari antara pohon gelaga lantas muncul sebuah perahu kecil,
terus berempat mereka menaikinya, untuk berlayar
keseberang. Setelah mereka mendarat, perahu itu tersembunyi pula.
Ketika itu cuaca guram, angin halus, hujan gerimis halus
juga, pakaiannya si pemuda menjadi demak. Ketika ia mau
menuntun kudanya pergi ketepian, mendadak ia mendengar
tertawa nyaring yang keluar dari dalam rimba. ia terkejut
karena suara nyaring itu menggetarkan telinga, ia segera
berpaling, mengawasi kearah rimba, dimana terlihat
berkelebatannya beberapa bayangan, yang semuanya gesit.
ooooo BAB 16 Tiong Hoa tidak usah menanti lama akan melihat orang
sudah lantas datang dekat padanya, segera ia mengenali
Koay-bin Jim Him Song Kie bersama Tiong-tiauw Ngo Mo. ia
mengangkat tangan untuk memberi hormat. "Song Tongkee,
apakah kau baik-baik saja?" ia tanya tertawa.
Wajahnya si orang she Song jelek sekali, ketika ia
bersenyum, ia memperlihatkan roman tak mengasih.
"Apakah semua benar apa yang kau ucapkan barusan?" dia
tanya. Tiong Hoa tahu orang tentu telah bersembunyi lama,
hingga mereka sudah mendengar semua pembicaraan ia
mengasi lihat roman sungguh-sungguh.
"Aku seorang anak. seumurku belum pernah aku mendusta,
ia jawab, Tidak nanti aku berbicara untuk mengelabui orang"
Song Kie mengangguk. "Aku si orang tua percaya kau," katanya, Apakah malam itu
kau dapat melihat tegas romannya si wanita muda yang
merampas cangkir dari tanganku?"
Tak dapat Tiong Hoa menjawab pertanyaan itu dengan
sejujurnya, maka ia menyahuti bertentangan dengan rasahatinya:
" Wanita muda itu sangat gesit, setelah dia menotok
aku diluar tahuku, bagaikan kilat dia bertempat kepada kau,
loo-tang-kee, Loo tong-kee sangat lihai dan awas tetapi
lootongkee masih tidak dapat melihat dia, apa pula aku yang
berkepandaian masih sangat rendah."
Song Kie mengawasi sangat tajam, lalu dia tertawa
berkakak. "Bukankah dengan kata-katamu kau hendak menyindir aku
si orang tua?" katanya, "Terang sudah bahwa seorang wanita
muda saja tak sanggup aku membekuknya, kau justeru
memuji-muji kepandaianku"
"Mana aku yang rendah berani, lootong-kee." kata Tiong
Hoa cepat. "Kau telah ditotok nona itu, habis siapa kah yang
menolongi kau?" Tiong Hoa tidak menyangka orang menanya demikian,
hatinya terkesiap. akan tetapi ia cerdik, ia tertawa.
"Aku ditolongi seorang orang yang berbaju kuning dan
berkepala lanang." ia menyahut. Song Kie nampaknya heran,
dia jadi sangat ketarik hati. "Bagaimana romannya orang tua
itu?" dia tanya pula. Tiong Hoa melukiskan romannya Thian
Yoe sioe. Kalau tadi dia heran atau tertarik, sekarang Song Kie
terkejut, matanya bersinar kaget.
"Kiranya dia" katanya, Dia menatap si anak muda, ketika
dia berkata pula, dia tertawa: "Aku tidak sangka bahwa kau
didalam bencana telah memperoleh peruntungan bagus. Ada
permusuhan apakah diantara kau dan coan In Yan?"
"Dengan tidak ada alasan dia mencelakai aku." sahut Tiong
Hoa. yang menuturkan bagaimana ia dijebak dalam perangkap
rumah dalam tanah tanpa pintu atau liang keluar lainnya,
"oleh karena itu, teranglah orang cuma mau mempergunakan
tenagaku" ia tertawa pula.
Mendengar itu Tiong-tiauw Toa Mo tertawa mengejek.
"Omong besar" katanya, "Tak tahu malu"
Mendadak tubuh Tiong Hoa mencelat, tangannya meluncur.
"Plak plok" demikian suara akibatnya itu-- dua kali suara
nyaring-nyaring Dan Toa Mo kaget dan gelagapan sakit dan bingung dan
mendongkol juga, ia liehay tetapi ia tidak berdaya, Dua kali
mukanya digaplok. hingga giginya otek, kepala pusing,
matanya kabur, sedang tubuhnya terhuyung mundur dua
tindak. Song Kie menghadapi itu, dia tercengang. sungguhlah
suatu gerakan yang bagaikan kilat berkeredep. sekarang dia


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mau percaya orang benar muridnya Thian Yoe sioe. Hanya
herannya keliehayan si anak muda didapatkan dalam tempo
tiga bulan yang sangat pendek, Dia mengawasi Toa Mo dan
tertawa seraya berkata: "Dengan begini kau diajar adat agar lain kali janganlah kau
tidak memandang orang. Kenapakah kau berpandangan begini
cupat " Bukankah kita sahabat-sahabat lama dan kita kenal
baik satu dengan lain " Aku harap kau tidak menjadi kecil hati
" ia meneruskan pada Tiong Hoa, bicaranya sambil tertawa:
"Lain kali, jikalau ada perlunya, aku harap sukalah laotee
membantu aku " Kata-kata ini diakhiri dengan satu gerakan tubuh yang
berlompat pergi, diturut oleh Tiong-tauw Ngo Mo, hingga
sebentar saja mereka sudah menghilang didalam rimba.
Tiong Hoa menghela napas, Kembali ia memperoleh
pengalaman dari keanehannya orang Kang ouw, hingga ia
menjadi bertambah tawar hati, Dengan menuntun kuda-nya,
ia bertindak perlahan ketepi sungai.
Lohor diwaktu hujan baru berhenti dan diluar jendela langit
tampak mendung dan burung-burung lagi pada berbunyi,
Tiong Hoa berduduk sendirian dikamar tulis yang kecil dari
Kwie In chung, ia memandang keluar jendela, mengawasi
daun-daun hijau. Dengan duduk sendirian itu, ia dapat kesempatan untuk
melayangkan pikirannya kepada pelbagai hal, ia baru seperti
tersadar ketika Boan In dan Hoei Goat datang dengan
penampan terisi dua rupa kuwe dan air teh.
"Adik-adik yang baik, tolong kamu sampaikan terima
kasihku kepada chungcoe" ia kata tertawa.
"Baiklah," menyahut Boan In, yang bersama Hoet Goat
berdiri diam dengan hormat, Keduanya tertarik kepada ini
anak muda yang halus budi pekertinya. Mereka memandang
dengan sinar mata mereka yang berkesan baik. Tiong Hoa pun
senang dengan sikap mereka itu.
"Rupanya dalam dua bulan ini tak sedikit sahabat-sahabat
Rimba persilatan dari chungcoe yang datang berkunjung,"
katanya bersenyum, Pasti karenanya chungcoe mejadi repot
melayani hingga dia kurang dahar dan tidur."
Boan In memperlihatkan roman heran.
"Mengapa siauwhiap ketahui hati chungcoe tidak tenang?"
tanyanya. "Itulah sebab aku lihat ada yang chungcoe buat pikiran,
Gangguan dari Lay Kang Keen Pouw membuatnya chungcoe
menghadapi kesulitan."
Boan In dan kawannya berdiam, Tepat dugaan anak muda
ini. Tiong Hoa menghela napas perlahan ia kata: "Untuk
manusia adalah sulit apabila dia tidak ada keinginannya,
syukurlah diriku tawar, maka aku sekarang dapat jadi seperti
mega yang mengambang atau burung jenjang liar yang
merdeka. Besok aku akan meninggalkan tempat ini. Kamu
harus disayangi, adik-adik kecil, Aku lihat kamu berbakat baik
sekali, jikalau kamu tidak lekas mengundurkan diri, dibela
kang hari kamu tak akan luput dari nasib batu koral dan
kemala terbakar bersama-sama."
Kedua kacung itu terkejut, hingga mata mereka bersinar.
"Memang kami telah memikir untuk menyingkirkan diri,"
kata Boan In perlahan, "melainkan kami berat dengan
chungcoe yang baik sekali terhadap kami, Kami telah dirawat
dari masih kecil dan dididik,"
Tiong Hoa mengangguk. "Memang budi harus dibalas," katanya, "cuma kita pun
harus dapat membedakannya." Hati Boan in menjadi semakin
ketarik, "Pangcoe Jie siong Gan dari Thian Hong Pang berkehendak
mengambil kami menjadi muridnya, bagaimana siauwhiap
pikir?" ia tanya. "Seorang laki-laki harus dapat menempatkan diri, harus dia
pandai memilih," kata Tiong Hoa sungguh-sungguh. "Didalam
Rimba persilatan ada banyak orang yang lurus, kenapa kamu
kesudian menjadi muridnya manusia yang licik dan licin?"
Boan In dan Hoet Goat agak terperanjat lantas mereka
menjura. "Terima kasih untuk nasehat tayhiap." katanya berdua,
Lantas keduanya meminta diri, Lewat lohor barulah Boan In
muncul pula, ia kata pada Tiong Hoa bahwa ia diperintah
mengundang si anak muda menemui majikannya didalam
kamar rahasia, dan bahwa ialah yang dimestikan
pemimpinnya. Tiong Hoa tertawa. "Rupanya Chungeoe terlalu menghargakan aku," kata dia.
"sebenarnya aku tidak mengerti apa-apa." Dia berbangkit
dengan sabar. Tiba-tiba dari luar jendela terdengar suara tertawa
perlahan, yang sifatnya mengejek, Mendengar itu Tiong Hoa
mengibas cepat kearah jendela, lalu dengan tubuh tegak ia
ikut Boan In keluar. Boan In heran atas sikap dan perbuatan si anak muda,
yang mengibas tidak keruan-ruan, karena ia tidak dengar
suara tertawa itu. ia sudah berjalan srmpai diambsrg pintu, ia
mendengar satu suara tertahan di susul dengan suara
robohnya suatu barang berat.
Saking heran ia cepatkan tindakannya dan melihat keluar
jendela, ia kaget, Di bawah pohon cemara ia melihat sesosok
tubuh rebah terkulai, ia lantas melirik si anak muda,
nampaknya ia sangat kagum, sebaliknya anak muda itu
bersikap tenang sekali seperti tidak terjadi sesuatu, dia
melainkan bersenyum. "Apakah dia mati?" kacung itu tanya.
"Dia tidak mati," sahut si anak muda, "Lewat enam jam dia
bakal sadar sendiri-nya." Boan In tertawa, ia memimpin terus
melintasi taman bunga. Taman itu guram, meski begitu, Tiong Hoa -- yang
memperhatikan - melihat jalanan.
Disitu teratur menurut ilmu bintang, la diantar kesebuah
rumah yang besar, yang gelap lantaran tidak ada api
penerangannya. Didalam gelap itu, satu bayangan berkelebat
dimuka pintu, menghampirkan padanya.
Itulah Coan-in-yan Kwie Lam Cia uw. Tanpa menanti Tiong
Hoa membuka mulut, ia sudah mencekal tangan orang untuk
di tarik, buat diajak masuk dengan cepat, sedang Boan In
diberi tugas menjaga diluar pintu.
Tiong Hoa mengikut, Diruang dalam, segala apa gelap^ ia
cuma merasa bahwa ia diajak jalan sana dan jalan sini,
melintasi pelbagai tikungan atau pintu, hingga ia menjadi
berpikir: "Apakah maksudnya orang she Kwie ini" Aku toh tidak
bersahabat kekal dengannya, mengapa dia agaknya begini
menghargai aku?" Setibanya dalam sebuah kamar, Kwie Lam Ciauw
menyalakan api, maka disitu Tiong Hoa lantas melihat seluruh
ruang, lebar cuma satu tombak persegi, tidak ada
perabotannya, bahkan tanpa kursi dan meja. Lantai hitam
begitupun lelangitnya dan sekitarnya. Disana sini terdapat
banyak gelang gelangan hingga nampaknya mengacaukan
mata. Kwie Lam Ciauw beriompat tinggi, ia menjambret sebuah
gelang dilelangit. Ia menekan itu, terus ia melepaskan
tangannya, untuk turun pula, Habis itu terdengar suara
bergeresek, lalu ruang menggetar perlahan, Lagi satu getaran,
maka lantai itu bergerak turun.
Segera Tiong Hoa mendapatkan sinar terang, jalan sinarnya
tiga butir mutiara ya keng-coe sebesar telur angsa, yang
dijepitkan pada tembok, sinarnya putih.
Kwie Lam Ciauw tertawa, sambil mengurut kumis-jeng
gotnya, ia kata: "Kamar ini diperlengkapi dengan pesawat
rahasia, kecuali aku, tidak ada lain orang yang ke-tahui, tak
terkecuali soetee seeboenBoe Wie dan anak isteriku."
"Chungcoe mengajak aku kekamar rahasia ini, ada urusan
apakah yang hendak didamaikan?" Tiong Hoa tanya, inilah
pertama kali ia membuka mulutnya^ seperti juga chung-coe
itu, yang tadinya terus bungkam.
Kalau tadi dia tertawa, sekarang tuan rumah itu
memperlihatkan roman duka.
"Sebenarnya aku si orang tua terancam bahaya kematian,"
katanya, "bahkan ancaman itu sudah dekat sekali, karena itu
aku mau minta siauwhiap tolong pikirkan jalan untuk
menghindarkannya." Tiong Hoa tercengang, tapi segera ia tertawa.
"Chungeoe," katanya, "sudah lama kau hidup tersembunyi
kau tidak punya sangkutan dengan siapa juga, dari mana
datangnya itu bahaya yang dapat mencelakakan kau " Taruh
kata benar ada tetapi berdua baru saja bertemu, pergaulan
kita masih asing sekali, mana dapat chungeoe menaruh
kepercayaan begini rupa padaku " Aku kuatir bukan kebaikan
sebaliknya bencana yang dapat menimpali chungeoe"
Lam Ciauw terlihat sangat berduka, Sekian lama dia
berdiam saja. "Siauwhiap benar," katanya kemudian.
"Memang kita baru pertama kali bertemu, diantara kita
tidak ada persahabatan yang akrab, akan tetapi aku si orang
tua, aku tahu kaulah seorang ksatrya, maka aku menaruh
kepercaan besar atas dirimu. siauw-hiap. baiklah aku omong
terus-terang, Aku menyesal yang pada belasan tahun yang
lalu aku telah mendapatkan sebuah kitab Lay Kang Kean
Pouw. Baru paling belakang ini aku mengetahui kitab itu
termasuk satu diantara tiga mustika Rimba persilatan yang
sangat dlinginkan oleh setiap orang, Begitulah salah satu
tetamuku, yang menjadi seperti saudaraku, turut mengarah
itu, Bahkan ada diantara sebawahanku yang menghendaki
juga." Tiong Hoa mengasi lihat roman heran-
"Kitab Lay Kang Keen Pouw itu yala h kitab tulisannya Thio
sam Hong pendiri dari Boe Tong Pay," ia berkata, apa yang
dimuat didalam situ semua ilmu silat yang istimewa, baik
bagian dalam maupun bagian luar, siapa berhasil mempelajari
itu, dia pasti dapat menjadi jago tanpa lawan, chung coe telah
dapatkan itu sedari belasan tahun yang lalu, kenapa chungcoe
tidak mempelajarinya sampai sempurna?" Mukanya Kwie Lam
Ciauw menjadi merah, Dia tertawa terpaksa.
"Tidak heran, siauwhiap. karena kau tahu satu, tidak tahu
dua." katanya. "Memang isinya kitab istimewa tetapi buat
mempelajarinya pun sulit, Untuk itu orang mesti dapat
mengendalikan hatinya, Dia mesti lurus ke dua hawanya im
dan yang, Aku merasa mempelajari itu tak tepat, hingga aku
mau percaya aku telah mendapatkan kitab yang palsu,
sementara itu rahasiaku telah bocor, karenanya aku menjadi
sulit sekali, segala pihak mengarahnya, tidak dapat aku
menyangkalnya...." "Orang ini sangat licin-" pikir Tiong Hoa. "Kitab tulen dia
katakan kitab palsu." ia lantas tertawa dan kata: "Menurut aku
yang rendah, kitab itu mesti kitab yang tulen tidak demikian,
kenapa banyak orang yang mengarah?" ia tertawa pula dan
menambahkan- "Jikalau chungeoe suka dengar aku, baiklah besok
chungcoe mengadakan perjamuan, di situ chungcoe
mengumumkan tentang kitab itu, Bilang saja chungcoe telah
berhati tawar, karena mana kitab itu hendak dihadiahkan pada
suatu sahabat kekal, Dengan tawarnya hati, bukankah kitab
itu sudah tak perlu lagi bagi chungcoe" Hanya untuk memilih
sahabat, chungcoe kata chungcoe mendapat kesulitan, maka
itu, chungcoe ingin minta pikiran orang banyak.
Setelah kitab diserahkan pada lain orang, chungcoe sudah
berada diluar garis, dengan begitu chungcoe dapat
menyelamatkan diri Tidak demikian, benar seperti kata
chungcoe, chungcoe sendiri terancam, Kwie In Chung juga
bisa ambruk atau bubar, Bukankah bahaya mengancam dari
luar dan dalam " sayang kalau Kwie In Chung musnah
menjadi tumpukan puing"
Lam Ciauw dingin hatinya mendengar suara si anak muda
sedang sebenarnya ia ingin mengandalkan tenaga anak muda
itu mengundurkan orang-orang yang mengarah kitabnya itu,
ia tidak menyangka yang ia dinasihati untuk mundur teratur,
ia kata dalam hatinya: "Kalau aku mau menyerahkan kitab itu, siang-siang sudah
aku melakukannya. Buat apa aku menanti belasan tahun"
Buat apa aku mengharapkan bantuan kau?"
Akan tetapi ia pandai berpikir, ia menghela napas dan
mengangguk. "Jikalau sampai terpaksa, biarlah aku bertindak demikian,"
katanya, "Hanya bagaimana dengan soete seeboen Boe Wie"
Mana dia mau mengerti?"
Tiong Hoa berdiam. Lam Ciauw menjadi penasaran, tetapi ia bersenyum dan
kata: "siauwhiap. kau benarlah seorang kesatria, Mengapa aku
tidak dapat memikir seperti kau ini?"
Tiong Hoa tidak melihat bagaimana orang bekerja, ia
mendengar suara berkeresek seperti tadi, lantas kamarnya itu
bergerak naik, hingga lekas juga mereka sudah berada diluar
lagi. Boan In lantas mengajak anak muda itu kembali
kekamarnya tadi, Disini Tlong Hoa berada seorang diri pula,
Ketika itu awan tebal mulai menipis, dan angin halus bertiup
masuk. Tengah ia duduk berdiam, mendadak ia melihat satu
bayangan orang berkelebat sangat cepat diluar pintu. Dialah
seorang sasterawan usia pertengahan wajahnya tersungging
senyuman- "Tuan, apakah kau Tuan Lie?" dia bertanya. Terus dia
bertindak masuk. Tiong Hoa berbangkit, ia mengawasi tajam. "Benar," ia
menyahut. "Tuan siapa?"
Orang itu bersenyum pula.
"Aku she Jie, namaku Siong Gan," ia menjawab. Didalam
hatinya, Tiong Hoa terperanjat.
"Jadi kaulah Pangcoe dari Thian Hong Pang yang
berkenamaan di selatan dan Utara sungai Besar" katanya
tawar. "Entahlah Pangcoe niat memberikan pengajaran apa
padaku?" Kembali Jie siong Gan bersenyum.
"Aku datang untuk mendengar-dengar tentang seorang
sahabatku," ia berkata. "Katanya tuan menemani seorang
dengan kaki satu ditepi telaga Hian Boe ouw, Apakah itu benar


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

?" Tiong Hoa mengangguk. "Kebetulan saja aku bertemu orang tua berkaki satu itu
ditepi telaga itu," ia menjawab, "hanya habis itu dia lantas
pergi pula, tak tahu kemana, Dia itu sahabat Pang-coe
ataukah musuh besar ?"
Matanya Jie siong Gan bersinar, wajahnya menjadi bengis
dalam sekejap. "Kenapa kau begini menghina orang tua?" dia kata dingin,
suaranya seram, "Dimana adanya orang tua berkaki satu itu
sekarang?" Sepasang alis Tiong Hoa bangun. ia gusar.
"Apa sangkutannya orang tua berkaki satu itu dengan
aku?" ia kata keras. "Ta ruh kata aku tahu, sulit aku
memberitahukannya" Kemurkaannya Jie siong Gan lenyap dari wajahnya, alisnya
berkerut. Jikalau tuan tidak mau bicara, mana dapat aku memaksadia
kata, tertawa kering. "Hanyalah aku kuatir selanjutnya
tuan berada dalam bahaya seperti telur diujung tanduk..."
Habis berkata, jago Thian Hong Pang itu mencelat keluar
kamar dengan melompati jendela, Begitu dia keluar, begitu
Dewi Tangan Jerangkong 1 Balada Padang Pasir Karya Tong Hua Pedang Keadilan 25
^