Bujukan Gambar Lukisan 7
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 7
terdengar suara saling bentak.
Tiong Hoa berlompat keluar, ia lantas melihat Jie siong Gan
lagi berhadapan dengan seorang yang bertubuh tinggi besar
dan kekar, sedang dibawah pohon cemara, roboh seorang
diatas salju, ia ingat itulah orang yang tadi ia robohkan ketika
ia mau pergi menemui Kwie Lam Ciauw.
Orang tinggi besar itu kata keras: "Jie siong Gan, kau juga
salah satu tetamu dari Kwie In chung ini, kenapa kau melukai
muridku si orang tua?" Sambil menanya itu sebelah tangannya
menyamber jago Thian Hong Pang pada jalan darah cengciok.
Dia bergerak sangat cepat.
Tubuhnya Jie Siong Gan mencelat, berkelit hingga lima
kaki. Dia tidak menangkis atau membalas menyerang. Dia
hanya tertawa. "Sayang kau menjadi adik seperguruan dari ketua Khong
Tong Pay," katanya, nadanya mengejek, "Kecewalah kau
menjadi Kim-Hong-kiam Kee Pek see yang berkenamaan
dalam dunia Rimba Persilatan- Kau periksalah biar teliti untuk
dapat kenyataan apa benar dia telah terlukakan aku si orang
Jie." Tiong Hoa tertawa dalam hatinya, jadinya Kee Pek see itu
menyangka Siong Gan-sejenak itu ia mendapat satu pikiran:
jikalau dia sampai tersadar, pasti aku bakal jadi musuhnya
pihak Khong Tong Pay. Maka itu, sebelum orang melihat
padanya, diam-diam ia menjemput sepotong batu kecil, terus
ia menimpuk pada kurbannya itu tadi. Atas serangannya itu,
tubuh orang berkutik, lalu berdiam, ia menduga tentulah
orang sudah mati. Kee Pek see masih saja gusar, Dia kata pula keras:
"Barusan aku melihat sendiri kaulah yang meletaki tubuh
muridku ini jikalau bukan kau yang melakukan, habis
siapakah.." "Ketika aku keluar dari kamar itu, aku melihat muridmu itu
rebah dibawah pohon-" kata Siong Gan. "Aku berhati baik, aku
me lihat padanya siapa tahu perbuatan baikku itu menerbitkan
ini salah paham. Muridmu itu belum mati kenapa kau tidak
mau sadar kan dia untuk tanyakan keterangannya ?"
Jikalau bukan kau yang melakukan, kenapa tadi kau tidak
mau sadarkan dulu dia dan baru kau tanya ?"
Kee Pek see kata sengit, "Maka terang kau yang
melukainya" Jie Siong Gan gusar bukan main, tetapi karena ia
mempunyai urusan lain, ia menahan sabar seberapa bisa.
"Baiklah " katanya, tertawa dingin, "Nanti aku tolong
sadarkan muridmu, jikalau dia bilang bukannya aku yang
meluka kan dia, aku mau lihat kemana kau nanti taruh muka
yang tebal kulitnya " Koe Pek see berlompat menghampirkan.
Ketika Jie siong Gan merabah nadi orang itu, ia berdiam,
matanya mendelong, mulutnya terbuka.
"Celaka" kata ia dalam hati, "Tadi tubuhnya masih hangat
dan napasnya nasih berjalan, kenapa sekejap saja dia sudah
binasa" Ah, mesti ada orang yang diam-diam memfitnah aku" Maka
ia lantas menoleh ke arah kamar Hoa-hian dari Lie Tiong Hoa.
Selagi memandang kearah kamar utu, Siong Gan
mendengar ketawa seram dibelakangnya terus ia merasakan
samberan angin dingin kearah kepalanya, ia liehay, ia dapat
mem-bade itu, maka itu ia melemparkan tubuh orang kearah
angin, ia sendiri mencelat ke- atas. Dua gerakan itu,
melemparkan orang dan menjejak tanah, ia lakukan dengan
ber bareng. Koe Pek see melihat orang menghindarkan diri dengan itu
cara telengas, ia membatalkan serangannya, ia berkelit dari
tubuh muridnya, Tapi tidak berhenti sampai disitu.
Begitu tubuh muridnya lewat, ia melompat pula untuk
menghampirkan orang yang menyingkirkan diri itu.
Jie Siong Gan mengangkat tangan kanan-nya, dibawa
kepundak kirinya maka itu di lain saat dalam sekejab,
tangannya itu sudah bertambah dengan seruling besinya yang
hitam mengkilap. yang bersinar karena taburannya delapan
bintang perak. "Kee Pek see, jangan kau terlalu menghina orang" dia
menegur bengis, "Kita tidak bermusuh, bukan" Buat apa tanpa
sebab aku membinasakan muridmu" Buat apa aku berlaku
begini hina dan kejam" Cobalah kau pikir baik-baik"
Kee Pek see tidak menghiraukan kata-kata itu. Di dalam
Khong Tong Pay dialah yang tabiatnya paling keras, Melihat
orang mengeluarkan senjata, dia menjadi semakin panas.
Dia menggeraki tangannya, lantas terdengar satu suara
nyereset nyaring, terus terlihat benda berkilau kuning emas,
lalu terlihat mencekal Kim Liong Kiam ialah pedang emasnya
yang membikin ia mendapatjulukannya itu Kim Liong Kiam si
pedang mas. "Jie siong Gan" dia berseru "Biarnya kau berlidah bunga
teratai, sulit kau membikin aku si orang tua percaya kau satu
laki-laki, dia mesti berani berbuat berani bertangung jawab,
maka itu kecewa kau menjadi ketua sebuah partai karena
kelakuan pengecutku ini sudah lama kau tersohor untuk ilmu
silatmu Hoei seng Pat Tek. namamu ter-mashur di selatan dan
Utara sungai Besar, maka malam ini ingin aku belajar kenal
dengan serulingmu itu"
Bagus itu waktu sang rembulan telah keluar dari alingan
megg hingga cahayanya menjadi terang dan permai sekali.
segala apa menjadi tampak nyata, Begitulah sebelum ke dua
pihak bergebrak, disana terlihat munculnya beberapa orang,
yang terus saja berdiri berbaris dekat mereka berdua.
Mereka itu yalah Ceng Shia Jie Ay, Kong soen Bok Liang,
Seeboen Boe Wie. Boan In bersama Hoet Goat, Lo Siauw
Hong, Ciaw Tiauw Hong serta lima orang yang belum dikenal,
yang satu diantaranya beroman paling menyolok mata.
Sebab dia bermuka panjang seperti labu, alisnya naik
seperti tergantung, batang hidungnya tinggi, bibir nya tipis,
sedang wajahnya mirip tertawa mirip bukan, Adalah matanya
yang tajam dan bengis hingga dapatlah diduga, kecuali lihai,
mestinya dia telengas.."
Diantara sinar si puteri Malam nampak nyata wajahnyaJie
Siong Gan, dan Koe Pek See. Yang satu gusar yang lain
mendongkol karena penasaran keduanya mengasi lihat
semangat melakukan pembunuhan.
Sebelum bergerak kedua pihak jalan memutar untuk samasama
memasang mata, buat siap sedia, untuk menyerang
atau menangkis, Tinggal siapa saja yang lebih cepat turun
tangan, Tindakan kaki mereka membekas dalam, Setelah tiga
idaran, Jie Siong Gan berseru tubuhnya maju, serulingnya
bergerak. ia mendahului menyerang, menotok kejalan darah
Thian-kie dari Koe Pek See.
Karena dikasi bergerak, delapan bintang perak pada
seruling itu berkeredepan menyilaukan- Dengan sendirinya
sinar itu dapat mengaburkan mata lawan.
Koe Pek See dapat mengenali serangan itu, yalah jurus
Sian-jin-boen Mouw. atau Dewa menanya jalanan, maka
tahulah ia orang cuma mengancam. ia menghentikan
tindakannya, ia berdiri diam dengan pedang siap sedia.
Jie Siong Gan maju terus, setelah datang dekat hampir
setengah kaki, pedangnya bersinar pula.
"Ah, benar hebat ilmusilatnya " pikir Koe Pek see. Karena
ini, ia menggeraki pedangnya, untuk menyerbu seruling
lawan.Jie siong Gan tidak menyingkirkan senjata nya, dari itu
kedua senjata menjadi beradu dengan menerbitkan suara
yang nyaring. Koe Pek see mengeluarkan ilmu menempel menyusuli
bentrokan senjata itu, ia menarik kesamping.
Jie siong Gan terperanjat. Tubuhnya terhuyung kena
tertarik. Lekas-lekas ia menancap kaki, tangan kanannya pun
dikasiturun, ia bergerak dengan huruf Menggempur, untuk
melepaskan tempelam hingga pedang lawan tertarik ke
samping. Bentrokan pertama ini membikin kedua pihak menginsyafi
ketangguhan masing-masing, senjata mereka terus nempel,
Tak berhasil Jie siong Gan dengan usahanya meloloskan
pedangnya dari tempelan lawan.
Koe Pek see bertahan terus, Dengan begitu kedua pihak
terus sama-sama mengerahkan tenaga mereka, Karena itu,
keduanya menjadi lekas letih. Keringat membasahkan jidat
mereka, sedang dari embun-embunan mereka tampak
mengkedusnya semacam uap putih, Keduanya sama-sama
berdiri tegak. Tempelan itu tak berjalan lama, setelah mengukur tenaga,
keduanya saling berseru, Akibatnya itu yalah tempelan
terlepas, ke duanya terhuyung mundur beberapa tindak.
napas mereka bekerja keras.
Menyaksikan kejadian itu, diantara para penonton
terdengar satu suara tertawa yang tajam, disusul dengan ini
kata-kata dingin: "Bertempur secara demikian, meskipun
orang bertempur sampai besok siang, pasti tak akan ada
kesudahannya siapa lebih tinggi dan siapa lebih rendah, Ada
apakah yang bagus dipandang" sudahlah, aku si orang she
Lee mau pergi tidur saja."
Tanpa merasa, dua-dua Jie siong Gan dan Kee Pek see
melirik kearah dari mana ejekan itu datang, Maka mereka
dapat melihat orang tadi yang romannya luar biasa itu.
Menampak roman orang, Kee Pek see heran, ia terperanjat.
"Ah, kenapa dia pun datang kemari?" tanya dia dalam hatinya.
Jie siong Gan sebaliknya tidak kenal orang itu, dia menjadi
tidak senang. "Bagus atau jelek, ada apa sangkutannya dengan kau?" dia
membentak. "Aku si orang she Jie juga tidak minta kau
menjadi wasit, jikalau kau mau tidur, pergilah kau mabur dan
menggoler, tidak ada orang yang mencegah padamu."
Orang itu tidak berjalanpergi, mendengar teguran, matanya
bersinar, lalu dia tertawa nyaring. Dia kata keras: "Aku ini,
seumur- ku ada tabiatnya yang aneh. Kalau orang usir aku,
aku justeru tidak sudi pergi sebaliknya kalau kau menahan,
kau minta aku jangan pergi, akujusteru lantas ngeloyor pergi"
Selagi berkata begitu, tahu - tahu tubuhnya telah mencelat
maju, hingga dia jadi berdiri didekat ketua Pang coan itu
sejauh lima kaki. Kee Pek see lantas mundur dari gelanggang.
Sekarang Jie siong Gan dapat menduga orang liehay, ia
menyaksikan tindakan kaki orang itu serta kegesitannya, Tapi
ia tidak mau menunjuki j eri hatinya, bahkan dengan
bersenyum ewah, ia lantas menyerang dengan seruling
besinya. Karena ia berlaku bengis, bisa dimengerti hebatnya
serangannya ini. Orang itu tak bergeming, dari mulutnya terdengar
bentakan- "Hm" Tak terlihat tangannya bergerak. tetapi
serulingnya ketua Thian Hong Pang itu terpukul mental
sendirinya, hampir terlepas, sedang pemiliknya pun mundur
setengah tindak mundur diluar kehendaknya sendiri.
Mukanya Jie Siong Gan menjadi berubah, inilah diluar
dugaannya, sekarang ia mendapat bukti kenyataan liehaynya
orang. "Dengan kepandaian begini kau hendak menjagoi
diperairan di Kang lam," kata orang itu tertawa tawar,
"Nampaknya Kang lam sudah tidak ada lelakinya" Mukanya
Siong Gan menjadi pucat, ia malu dan mendongkol berbareng.
"Dengan ilmumu yang sesat, tuan, tak dapat kau membikin
aku takluk" ia kata, ia tertawa terbahak-bahak. Bukan karena
girang hanya saking murka. orang itu kelihatan melengak,
lantas dia tertawa. "Begini saja," katanya. "Aku tidak akan menggunai ilmuku
yang kau katakan sesat, kau boleh serang aku sesukamu, baik
dengan tangan terbuka dengan seruling atau dengan tinjumu,
Seperti biasanya sifatku, aku akan mengalah tiga jurus kepada
siapa juga, begitupun terhadap kau. selama tiga jurus kau
menyerang aku, aku tidak akan membalas, tetapi dijurus
keempat hati-hatilah kau, aku akan mengambil dua jeriji manis
dan kelingking dari tangan kananmujikalau kau dapat lolos
darijurusku, maka aku akan tarik pulang kata-kataku barusan
mengenai Thian Hong Pang, dihadapan orang banyak ini aku
akan menghaturkan maaf secara begini bukankah kau akan
takluk di mulut dan dihatimu?"
Semua orang heran, sedang Jie Siong Gan berdebaran
hatinya, itulah kata-kata hebat, Tanpa bukti, tidak nanti orang
mementang mulut demikian besar Maka, siapakah orang ini"
Kenapa dia tidak dikenal"
"Tuan, kau bicara terlalu besar kau tidak tahu malu," kata
Siong Gan- Dia menjadi sabar tetapi suaranya dalam, "Biarnya
aku bodoh tidaklah nanti didalam empat jurus aku
membiarkan dua jeriji tanganku di ambil orang-" orang itu
kembali tertawa. "Jikalau kau tidak percaya, mari coba " katanya tawar.
Selagi orang menyahuti Jie siong Gan sudah pikirkan tiga
macam jurus yang ia harus gunakan merobohkan si jumawa
itu, ia memikir untuk tidak memberi ketika pada orang itu,
Lalu ia kata: "Tuan kau mau menang sendiri saja sekarang
aku tanya kau, jikalau aku berhasil didalam tiga jurus itu,
bagaimana dengan kau ?"
Matanya orang itu bercahaya tajam, Dia tertawa.
"Jikalau kau dapat melukakan aku, segera aku
mengundurkan diri dari dunia kang ouw " kata dia nyaring,
"Didalam Rimba persilatan hitung saja sudah tak ada lagi aku
Thian Ciat sin Keen Lee Yauw HoanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Jie siong Gan kaget mendengar disebutnya nama itu yang
ia pernah dengar dan ketahui baik, orang pun menjadi hantu
kepala diantara hantu hantu dari Tionggoan
Punggungnya lantas mengeluarkan keringat dingin. Dengan
sangat terpaksa ia bersenyum hingga senyumannya jadi
sangat tawar. "Baiklah." serunya, seraya terus berlompat maju, untuk
menyerang, Dengan seruling nya ia menotok kearah muka.
Thian ciat Sin Koen mengenali jurus itu yaitu jurus Bintang
dingin menubruk rembulan ia juga merasai anginnya seruling
mendahului menyamber, ia tidak mau berdiam saja seperti
tadi, ia pun tidak menangkis, hanya berkelit secara luar biasa
sekali, ia bertindak kekiri, terus tubuhnya melesat kebelakang
penyerangnya itu, ia gesit bagaikan kilat berkeredap.
Siong Gan terperanjat ia melihat bayangan berkelebat, atau
musuh lenyap dari hadapannya.
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jurus yang pertama" ia mendengar suara lawan
dibelakang nya, dekat ditelinganya, hingga telinganya itu
menggetar Tanpa merasa, ia mengeluarkan keringat, ia segera
mendak, sambil memutar tubuh, ia menyerang kebelakang, ia
dapat menduga orang berada dibetulan mana karena
mendengar suara orang itu, ia menyerang dengan luar biasa
cepat, ia menduga ia bakal berhasil.
Kesudahannya kembali musuh tak terlihat dibela kang nya.
Ketika itu ia melirik sekelebatan para seeboen Boe Wie
beramai, ia melihat orang menuniuki roman kaget, maka ia
turut menjadi kaget karenanya.
"Jurus yang kedua "begitu ia mendengar suaranya Thian
ciat sin Koen, Kembali suara itu terdengar dekat ditelinganya,
Kali ini ia bukan mendak berkelit seperti tadi untuk sekalian
menyerang, ia justeru berlompat tinggi seraya memutar diri,
baru dari atas ia menyerang turun.
Ia menyerang setelah berjumpalitan dengan tipu silat Naga
membalik tubuh, serulingnya itu bersinar bagaikan bintangbintang
berkeredapan. Inilah jurus yang ketiga, Kali ini Jie siong Gan sudah
mengerahkan seluruh tenaganya, untuk membikin ia menjadi
gesit dan kuat istimewa, Gesit supaya ia berhasil menyerang
dan kuat agar ia bisa menghajar ringsak pada musuhnya itu
serangannya ini sesuai dengan ketelengasannya, ia tidak
menyayangi bahwa orang bakal mati.
Thian ciat sin-Koen lihai luar biasa. ia seperti telah
membade hati orang, ia rupanya mengerti, jurus ketiga bakal
jadi jurus yang mematikan. Maka ia menggunai otaknya dan
bekerja lantas menuruti pikirannya itu.
Begitulah selagi orang berlompatjumpalitan itu, bukan ia
menanti serangan seperti dua kali yang bermula ia justeru
menjejak tanah untuk mengapungi diri, guna menyusul
musuhnya itu hingga ia dapat membayangi sejarak dua dim.
Lagi-lagi Jie siong Gan kaget tidak terkira, ia sudah memikir
matang untuk menghajar ringsak lawannya, siapa tahu begitu
ia menoleh, ia tidak melihat lawannya itu. Dalam kagetnya itu
segera berkelebat niatnya menyelamatkan diri, ia baru berpikir
atau ia mendengar tertawa dingin serta kata-kata ini:
"Kau terlebih telengas daripada aku. Kau tak dapat
diampuni" Belum lagi Siong Gan sempat berdaya, mendadak ia
merasa serulingnya kena di tarik orang hingga terlepas dari
cekalannya menyusul mana ia merasakan jeriji tangan nya
sakit begitu sakit sampai ia roboh ke tanah, ia tidak pingsan,
ia dapat berlompat bangun.
Ketika ia melihat tangannya dua jerijinya--jari manis dan
kelingking-- sudah terkutungkan dan seluruh telapakan tangan
nya itu mandi darah Tatkala ia mengangkat kepalanya melihat
kedepannya, Thian ciat sin-Koen berdiri terpisah dua tombak
berdiri dengan mengawasi dengan dingin
Ketua Thian Hong Pang ini menjadi malu gusar dan
menyesal dan bingung juga, ia menyesaikan diri lantaran ingin
ketahui hal nya Cee Cit, ia sudah masuk ke Hoa-hian mencari
Lie Tiong Hoa. Tidak demikian tidak nanti ia jadi bentrok
dengan pemuda she Lie itu.
Seharusnya, ia pikir, ia mengikat persahabatan dengan dia
itu, Coba ia tidak mencari Tiong Hoa, tidak nanti ia
menghadapi Lee Yauw Hoan yang lihai ini, hingga ia kena di
perhina dan memalukan itu sampai ia lupa mengurus lukanya
Thian ciat sin-Koen mengawasi terus dia tertawa dingin.
"Bagaimana kau masih mempunyai muka berdiam terus
disini?" dia tanya. Siong Gan berdongak mukanya merah,
saking mendongkol dan malu.
"Menang atau kalah adalah hal umum dalam peperangan"
ia kata. ia menyeringai. "Untuk sakit hati jeriji buntung ini
dalam tempo lima tahun pasti aku akan menuntut balas. Tidak
dapat aku berlalu dari sini sekarang, aku masih mempunyai
urusan yang belum terselesaikan. Kau dan aku sama-sama
menjadi tetamu dari Kwie In Chung, mana dapat kau menjadi
wakil tuan rumah mengusir aku"
"Terserah kepada kau Terserah kepada kau" Lee Yauw
Hoan tertawa lebar, "Oleh karena kau masih menpunyai muka
untuk berdiam disini mana dapat aku mengaco belo mengusir
tetamu," Ia berhenti sejenak tidak lagi ia tertawa pula, tetapi
ia menambahkan kata-katanya, suaranya keras, romannya
bengis: "Sekarang aku beritahu padamu, jikalau kau masih
bermimpi hendak mendapatkan Lay Kang Koen Pouw, maka
itu berarti, untuk tubuhmu tak ada lagi tempat menguburnya
jikalau bukan untuk kitab itu, tidak nanti aku turun pula dari
gunung Lu Liang san "
Mendengar itu maka Ceng shia Jie Ay, yang semenjak tadi
nonton saja dengan mulut bungkam, lantas campur bicara,
Kata Kok It: "Dengan begitu jadinya Lee Loosoe memandang
kitab itu sebagai juga barang yang sudah berada didalam
sakumu " Thian ciat sin-Koen menoleh dengan ayal-ayalan, ia
melirikjago Ceng shia Pay itu.
"Tidak salah " sahutnya sabar, " Walau pun aku si orang
she tidak mengulur tanganku mengambilnya, pastilah Kwie
Lam Ciauw bakal menyerahkannya dengan kedua tangannya
disodorkan " Kok It tertawa.
"Langit itu ada angin dan awannya yang tak dapat diterka,
loosoe " katanya, "Aku harap Lee Loosoe tidaklah mengharap
secara demikian sungguh-sungguh"
Ang Hie tertawa tawar. "Salah yalah Kwie Lam Ciauw" kata ia, turut bicara, "Dia
sudah mengundang serigala datang kedalam rumahnya"
Alisnya Yauw Hoan mengkerut naik, matanya bersorot
tajam, Hanya sebentar ia nampak tenang pula, ia tertawa
secara Jenaka, ia menggoyang-goyang kepalanya.
"Jangan kamu kira kamu Ceng shia Jie Ay telah ternama
besar sekali" ia kata sabar, juga kamu, tak nanti kamu dapat
melawan aku si orang she selama sepuluh jurus"
Sepasang alisnya Kok It mengkerut, "Tak perduli kami
berhasil atau tidak." ia kata, "akan tetapi menurut dugaanku si
orang she Kok. kitab itu tidak nanti kau sanggup
mendapatkannya." Thian ciat sin Koen kelihatan heran, Alasan apa yang
membuat kau beranggapan begini?" dia tanya, Kok It
bersenyum. "Tidak dapat aku memberikan keterangan" sahutnya, "Aku
cuma mendapat alamat bahwa kau tak bakal mendapatkan
itu." Habis berkata, jago Ceng shia ini berpaling melirik Seeboen
Boe Wie. Keng Thian Cioe terperanjat hatinya berdenyut, "Apa
maksudnya maka jago Ceng shia itu melirik kepadanya."
Thian ciat sin Koen menyaksikan itu ia heran hingga ia
menerka-nerka, Tapi ia tidak takut, ia percaya dirinya.
"Kalau Kwie Lam Ciauw iklas menghaturkan kitab itu
dengan kedua tangannya, bagaimana?" ia tanya tertawa.
Matanya Kok It mencilak. "Apakah kau maksudkan untuk bertaruh?" ia tanya.
Yauw Hoan mengangguk. Ang Hie lantas berkata: "jikalau kau berhasil mendapatkan
kitab itu maka mulai sekarang kami Ceng shia Jie Ay tidak
bakal muncul pula dalam dunia Kang-ouw. sebaik nya kau,
dalam tempo sepuluh tahun, tidak dapat kau mencelakai
orang." Thian ciat sin Koen tertawa lebar, "Baik. Beginilah kata-kata
kita yang masuk hitungan," dia menerima baik.
Matanya See-boen Boe Wie memain tak tentu perannya,
syukur orang lain tak melihatnya.
Ketika itu Jie siong Gan sudah membalut tangannya, Dia
menghampirkan Koe Pek see, untuk berkata: "Koe Loosoe,
segala apa mesti dibikin terang, orang yang membinasakan
muridmu itu yalah lain orang. Ketika tadi aku keluar dari
Hoan-hian, aku mendapatkan muridmu sudah rebah di bawah
pohon, dan tempo aku memeriksa dia, tubuhnya masih
hangat. Adalah barusan, tak tahu apa sebabnya, dia telah
meninggal dunia." Kee Pek see mengawasi tajam, "jadi kau mau artikan,
selagi kita berselisih mulut, ada orang yang membokongnya?"
dia menegasi. Siong Gan mengangguk. "Tidak bisa lain daripada itu,"
sahutnya, Kim Liong Kiam si pedang Naga Emas lantas
berpaling kearah kamar Hoa-hian. "Siapakah yang menempati
kamar itu?" dia tanya.
"Seorang muda she Lie." Siong Gan jawab tawar.
"Hm" bersuara Koe Pek see, yang tubuhnya terus mencelat
sampai didepan jendela kamar itu, untuk terus melongok
kedalam kamar, ia melihat seorang lagi rebah dengan
berselimut. ia heran, ia mengawasi dengan melongo.
orang banyak lantas menghampirkan.
"Koe Loosoe, kau keliru menduga orang." berkata Kok It.
"jikalau orang membinasakan muridmu itu, tentulah dia sudah
bersiap sedia untuk menjaga diri, mustahil dia enak enakan
tidur nyenyak" Jilid 13 : Bertemu kembali dengan Koay bin-Jin Him
"Tak perduli dia atau bukan" kata Pek see tertawa dingin,
"Kita bertempur, kita membikin banyak berisik, kenapa dia
tetap tidur nyenyak" pastilah ini mencurigai" Ia lompat masuk
kedalam kamar, tangannya diulur untuk menyamber selimut.
Mendadak selimut itu, bagaikan sebuah tembok baja, terbang
memapaki orang she-Koe itu.
Pek see kaget, inilah ia tidak sangka, Terpaksa ia lompat
mundur, kedua tangannya dipakai mengibas, hingga selimut
itu jatuh ketanah, ia merasakan benda lunak itu menjadi keras
sekali dan berat, Tentu sekali ia menjadi bertambah heran.
Segera juga Kim Liong Kiam melihat di depannya berdiri
seorang muda yang tampan yang mengenakan pakaian putih
yang mengawasi ia dengan roman gusar, ia melengak ketika
sinar matanya bentrok s inarmata pemuda itu. ia merasakan
suatu pengaruh luar biasa.
"Jikalau kamu mau berkelahi kamu dapat berkelahi dengan
sepuas kamu" kata pemuda itu, suaranya berat. "Kenapa kau
mengganggu aku yang lagi tidur " Apakah mesti ada orang
luar yang menonton untuk menyaksikan kejelekanmu ?"
Bukan main gusarnya Koe Pek see, Tak dapat dia
mengendalikan diri lagi. "Aku si orang tua mau tanya kau
kenapa kau membunuh muridku ?" dia tanya membentak.
"Kau siapa ?" tanya Tiong Hoa, si anak muda, sambil
tertawa dingin. "Siapa itu muridmu" Apakah kau lihat dengan
matamu sendiri orang membinasakan muridmu itu" Ataukah
orang lain yang melihatnya?"
Pertanyaan nyerocos itu membikin bungkam Koe Pek see
tak perduli dialah seorang Kang ouw ulung, Dia sampai
menganga saja dan lantas menoleh keluar jendela mengawasi
Jie siong Gan. Ketua Thian Hong Pang itu lantas berkata cepat: "Koe
Loosoe janganlah kau melimpahkan kesalahan kepada lain
orang. Aku si orang she Jie tidak mengatakan Lie siauwhiap
yang membunuh muridmu itu. Tadi kau tanya di daLam kamar
ini siapa penghuninya, aku menjawab dengan sebenar
benarnya saja, sebagai ketua sebuah partai mana dapat aku
lancang menuduh orang?"
Kata-kata itu beralasan Koe Pek see menjadi bingung.
Tiong Hoa maju satu tindak. la memandang bengis pada
orang she Koe itu. "Kenapa kau lancang masuk kedalam kamar orang?" dia
menegur, "Kenapa kau berniat mengangkat selimutku"
Apakah maksud mu yang sebenarnya?"
Pek see demikian terdesak. dari melongo dia menjadi
gusar, hingga rambut dan kumisnya seperti pada bangun
berdiri. Dia berdiri tegak. Menampak demikian Kok It
berlompat masuk kedalam kamar.
"Inilah salah mengerti," ia berkata, tertawa, "siauwhiap
harap kau tak memandangnya secara sungguh-sungguh. Dan
kau, Koe Loosoe, cukup asal kau mengatakannya bahwa kau
berbuat lancang tanpa disengaja."
Mendengar itu sikapnya Tiong Hoa menjadi tenang pula.
Justeru itu diluar kamar terdengar suaranya Kongsoen Bok
Liang yang sambil menghela napas seorang diri: "Eh,
mengapa see-boen Loosoe pergi secara diam-diam?"
Belum berhenti suaranya anak muda itu. Thian ciat sin-
Koen sudah berteriak keras: "Bsgus bocah she seeboen
Bagaimana berani kau menghina aku si orang tua?" sembari
berteriak. dia berlompat lari.
Kok It bersama Koe Pek see menoleh ke luar jendela
dengan bantuan sinar rembulan mereka melihat tubuhnya Lee
Yauw Hoan berlari keras lalu menghilang diatas genting
didepan taman. Menyusul Thian ciat sin-Koen, beberapa tubuh lainnya pun
turut pergi. Menyaksikan demikian, Pek see berpaling pada Tiong Hoa
dan berkata: "Aku nyesal telah mengganggu siauwhiap, maaf.
Biarlah lain kali kita bertemu pula" Kata-kata itu diakhiri
dengan tubuhnya lompat keluar dari dalam kamar."
Dengan kepergian mereka itu maka disitu tinggal Ceng shia
Jie Ay bersama Kongsoen Bok Liang, begitupun Boan In dan
Hoet Goat serta Cian Tiauw Hong, Lo siauw Hong dan Lie
Tiong Hoa sendiri, Ceng shia Jie Ay mau mengajak muridnya
pergi tapi Tiauw Hong mencegah.
"Jangan pergi, loocianpwee, pergi pun percuma," kata
orang she Cian itu Kok It heran.
"Kau mengatakan begini apakah kau melihat sesuatu yang
aneh?" dia tanya. "Silahkan loocianpwee beramai masuk ke dalam, nanti aku
memberikan keterangannya," kata Tiauw Hong.
Ceng shia Jie Ay menurut, maka mereka semua masuk
kedalam kamar. Tiauw Hong mengawasi orang.
"Dari semua tetamu tidak ada seorang yang mengetahui,"
ia berkata, "dari dua- ratus lebih orangnya Kwie chungcoe,
satu pun tidak ada lagi kecuali kami beberapa gelintir yang
menemani semua tetamu disini. Jiewie, tahu kah kamu apa
sebabnya itu?" Kok It semua mengawasi. Ia menggeleng kepala.
"Aku tidak dapat menduga," ia menyahut-"Mungkinkah
pada ini ada rahasia apa-apa?"
Cian Tiauw Heng mengangguk " Warta tentang Lay Kang
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Koen Pouw tersiar luar biasa cepatnya," ia berkata, "Itulah
diluar sangkaannya Kwie Chungcoe, Kwie Chungcoe tidak
menghendaki rumahnya ini termusnah, maka itu dia telah
mengambil tindakannya, sebenarnya tidak ada orang yang
mengetahui Kwie Chungcoe telah berhasil memiliki kitab ilmu
silat itu, hanya kemudian, tak tahu bagaimana jalannya, seeboenBoe
Wie mengetahui juga, setelah itu berulang kaliBoe
Wie minta chungcoe mengeluarkan kitabnya, untuk mereka
berdua memahamkannya bersama, akan tetapi chung coe
menyangkal bahwa ia memiliki itu.
Karena penolakan itu, seeboen Boe Wie lantas mengambil
tindakan keras, Dia menawan isteri, gundik dan anaknya
chungcoe, dia kurung mereka disuatu tempat lantas dia
memaksa chungcoe menebusnya dengan kitab itu. Meskipun
demikian Kwie Chung-masih saja menyangkal itulah kejadian
satu tahun yang lalu. Kedua saudara seperguruan itu, soeheng
dan soetee, menjadi seperti api dan air yang berdiri
berhadapan, masing-masing terus menggunai kecerdikannya."
"Mengapa kemarin ini kau tidak menjelaskan ini?" Tiong
Hoa tanya. Tiauw Hong tertawa.
"Aku pun baru saja mendengarnya dari Hoet Goat." ia
menjawab. Tanpa merasa, Tiong Hoa menoleh kepada kacung itu.
Cian Tiauw Hong melanjuti keterangan-nya: "Kwie
chungeoe telah memohon dengan pelbagai cara supaya
Seeboen Boo Wie merdekakan isteri, gundik dan anaknya itu,
See boen Boe Wie terus menolak. Dia tetap menghendaki
kemerdekaan mereka itu di-tebus dengan kiiab silat itu.
Tentang itu Boan In mendengarnya beberapa kali. Mereka
berdua mempunyai kepandaian silat yang berimbang, karena
itu mereka masing-masing tidak dapat saling mengalahkan
Kwie chungeoe tidak berani menyuruh orang mencari tahu
dimana isteri dan anak nya itu disembunyikan sebenarnya
kami curiga tetapi dia bilang isteri gundik dan anaknya itu
tengah melancong..."
Cerita ini menarik hati, semua orang mendengari dengan
perhatian- "Baru pada setengah tahun yang lalu, Kwie chungeoe
mengambil keputusannya." Tiauw Hong menerangkan lebih
jauh. "Dia menitahkan tiga orang kepercayaannya pergi
berpencaran ke Lu Liang San mengundang Thian ciat Sin
Koen. Tentu sekali ia bertindak secara diam-diam. Sulit untuk
pergi ke Lu Liang San mencari orang kosen itu.
Gunung itu berada d idaLam propinsi Shoa-say bagian
barat daya, jauhnya seribu beberapa ratus lie. sedang orang
yang dicari itu tidak ketahuan tempat tinggalnya. Selama
beberapa bulan, ketiga pesuruh itu tidak ada kabar ceritanya.
"Mulanya Seeboen Boe Wie tidak bercuriga, Kecurigaannya
timbul setelah sekian lama ia tidak melihat ketiga orang
kepercayaan Kwie chungeoe itu. Apa mau, pada lima hari
yang lalu, salah seorang pesuruh kembali dari perjalanannya.
Dia kena di tangkap Seeboen Boe Wie, dia dipaksa
membuka mulutnya, Dengan begitu seeboen Boe Wie jadi
tahu Thian Ciat sin-Koen lagi diundang untuk menghadapi dia.
Tapi pesuruh itu tidak berhasil mencari Thian Ciat sin-Koen.
Karena ini saking mendongkolnya seeboen Boe Wie
menggunai siasat buruk. Diam-diam dia membocorkan rahasia bahwa Lay Kang
Koen Pouw berada ditangannya Kwie Lam Ciauw dilain pihak.
dia sendiri mengundang pembantu-pembantu kosen.
"Ketika Kwie chungeoe mendapat tahu tindakannya
seeboen Boe Wie itu, dia tahu bahaya sudah mengancam
hebat, maka itu kebetulan ada Lie siauwhiap. dia menitahkan
aku mengundang siauwhiap datang kemari. Dia mau minta
bantuan siauwhiap menghadapi seeboen Boe Wie, saudara
seperguruan yang dianggapjahat itu, sementara itu diluar
dugaan, tadi magrib Thian ciat sin-Koen datang secara tibatiba."
"Didalam suratnya Kwie chungeoe untuk Thian ciat sin-
Koen tidak ada diberitahukan halnya kitab ilmu silat itu. Hal ini
di gunai sebagai ketika oleh seeboen Boe Wie. Dia menemui
Thian ciat sin-Koen dan mengadu- biru, Dia meng gosok-
^osok, Dengan lantas Thian CiatJin-Koen menjadi gusar. Atas
itu Kwie chungeoe memberikan keterangannya begini:
"Kitab itu sangat sulit dipelajarkan, ia sudah gunai tempo
lebih daripada sepuluh tahun, ia masih belum mengerti apaapa,
karena itu ia mengundang Thian ciat sin-Koen yang ia
bahasakan leo cianpwee, untuk mempelajari bersama. Hanya
kata ia pula, sekarang telah berkumpul demikian banyak jago
Rimba persilatan yang mengarah kitab itu. dari itu ia minta
sukalah Thian ciat sin-Koen mengundurkan mereka itu dulu."
"Thian ciat sin-Koen dapat dikasi mengerti, ia janji
memberikan bantuannya. Kwie Chungeoe sendiri masih ingin
mengangkangi kitab itu, maka itu ia telah menyuruh Boan In
mengundang Lie siauwhiap kekamar rahasianya untuk
berdamai, ia tetap hendak minta bantuan siauwhiap.
Dilain pihak dengan diam-diam ia telah mengatur
persediaan dibukit kecil dibela kang Kwie In chung ini, Kesana
ia hendak mengundang semua orang, dengan perangkapnya
ia hendak membereskan semua jago Rimba persilatan yang
menjadi tetamu-tetamunya itu.
Tentang pembicaraannya Kwie Chungcoe dengan Lie
siauwhiap bagaimana jalannya dan bagaimana kesudahannya,
aku tidak mendapat tahu." Demikian Cian Tiauw Hong
mengakhiri keterangannya.
Ceng shia Jie Ay mengawasi Tiong Hoa, Mereka seperti
mau minta keterangan. Tiong Hoa tertawa.
"Aku yang rendah telah memberitahukan bahwa hatiku
tawar dan besok aku hendakpulang ke Kim-leng." ia berkata,
"maka itu aku bilang aku tidak mau campur urusan ini"
"Kitab Lay Kang Koen Pouw itu." berkata Boa In, yang
campur bicara dengan tiba-tiba, "sebenarnya didapat Kwie
Chung coe dari tangannya ayah Kongsoen siauwhiap...."
Kongsoen Bok Liang terkejut hingga ia lompat kedepan
kacung itu "Benarkah itu?" ia menegaskan. Kedua jago Ceng shia pun
heran, Boan-in memandang anak muda itu, ia berkata: "seeboenBoe
Wie itu bersahabat kekal dengan ayah siauwhiap.
merekalah sahabat-sahabat dari banyak tahun, see-boenBoe
Wie ketahui ayah siauwhiap mempunyai kitab silat itu, dia
lantas bersekongkol dengan Kwie Chungcoe dan menyuruh
chung coe menggunai akal busuk mendapatkannya.
Bagaimana sepak terjang mereka lebih
jauh, aku tidak mendapat tahu, hanya dapatakujelaskan,
yang membinasakan keluarga siauhiap bukannya seeboen Boe
Wie hanya Kwie Chungeoe."
Semua orang menjadi heran hingga mereka tercengang
siapa tahu urusan ada demikian ruwet. KongsoenBok Liang
menjadi demikian gusar ia berkata nyaring: jahanam she
Kwie, Kwie, jikalau aku tidak dapat membunuh kau, aku
sumpah tidak sudi menjadi orang"
Disinarnya si Puteri Malam, terlihat anak muda ini
mengucurkan airmata berlinang-linang, ia nampak pucat dan
muram bergantian. ooooo BAB 17
SEMUA orang berdiam, wajah mereka guram.
Lie Tiong Hoa memandang jauh ke luar jendela, pikirannya
bekerja. Kemudian Kok It, yang alisnya meng kerut berkata:
"sekarang sudah terang seeboen Boe Wie tidak melakukan
pembunuhan itu tapi kenapa dia agaknya ragu-ragu" Kenapa
dia seperti jeri" Asal dia membuka mulutnya, bukankah urusan
lantas menjadi terang?" Tiong Hoa menoleh, ia lantas tertawa.
"Menurut aku yang muda, duduknya haltakada demikian
sederhana seperti dituturkan Boan-in," ia berkata, "Turut
dugaanku yalah: Ayahnya Kongsoen siauwhiap mempunyai
kitab ilmu silat itu, hal itu diketahui seeboen Boe Wie dan Kwie
Lam ciauw berdua. Mereka ini, meskipun mereka menjadi
saudara-saudara seperguruan ada mengandung pikirannya
masing-masing, Tegasnya mereka hendak memiliki sendiri,
maka itu, mereka bekerja sendiri-sendiri pula. Rupanya Kwie
Lam ciauw terlebih licik, disaat seeboen Boe Wie mau turun
tangan, dia mendahului dan dia berhasil. Maka itu kitab itu
berada didalam tangannya." ia mengawasi Kok It dan tertawa,
ia menambahkan. "Benar seperti kata loocianpwee, Thian ciat sin-Koen pasti
tak akan mendapatkan kitab itu, sedangJie siong Gan semua,
mereka terancam bahaya maut. sekarang ini seeboen Boe Wie
serta Kwie Lam Ciauw pastilah sudah terbang menghilang..."
Kok lt dan yang lainnya heran, sekarang mereka
mengawasi anak muda itu. "Atas dasar apa laotee
mengatakan begini." Ang Hie tanya.
Tiong Hoa mengawasi Kongsoen Bok Liang, ia sangat
berduka, menyesal nasib nya pemuda itu, ia menghela napas.
baru ia berkata: "Aku yang muda melainkan menduga-duga
karena melihat jalannya urusan, Mungkin besok Kwie Lam
Ciauw bakal muncul pula, maka besok kita bakal ketahui
sedikitnya sebagian duduknya hal...
Orang tetap mengawasi pemuda itu, Mereka menjadi
terlebih heran, Kenapa pemuda ini bicara bertentangan satu
dengan lain" Barusan dikatakan Lim Ciauw sudah terbang
pergi, sekarang dia bilang orang bakal kembali besok pagi....
Bagaimana itu" Lebih-lebih Kongsoen Bok Liang, dia sampai
menatap dengan mendelong.
Lie Tiong Hoa bersenyum, Didalam hati kecilnya ia berkata:
"Nyatalah ada sejumlah orang yang nasibnya lebih
menyedihkan daripada aku.... Ada pula mereka yang demikian
sekekar hingga mereka terbinasa karenanya. Karena ini
haruslah aku berhati-hati."
Pikiran Kongsoen Bok Liang agaknya kacau, selagi berduka
sangat itu, mendadak dia berlompat keluar jendela. Kejadian
itu mengagetkan kedua gurunya, Tapi, belum sempat guru itu
bertidak, tubuh Tiong Hoa sudah mencelat, hingga dilain saat
dia sudah kembali bersama pemuda itu.
Herannya Ceng shiaJie Ay bukan main. Mereka seperti tak
dapat melihat gerakan anak muda itu.
"saudara Kongsoen, sabar." berkata Tiong Hoa bersenyum
"Kau harus ketahui. siapa kurang sabar, dia dapat
menggagalkan urusan besar, sia-sia belaka kalau sekarang
kau paksa mencari seeboen Boe Wie dan Kwie Lam ciauw,
bahkan itu berbahaya. Apakah saudara hendak membikin
arwah ayahmu di dunia baka menjadi tak dapat meram?"
Kongsoen Bok Liang melengak. Benarlah nasihat itu.
punggungnya lantas mengeluarkan keringat, Tetapi ia masih
ruwet pikirannya, maka ia berdiam saja.
Tengah mereka berdiam, mendadak Lie Tiong Hoa menoleh
kejendela seraya menanyai "Loosoe siapa itu diluar" Kenapa
loosoe tak sudi masuk kemari untuk kita memasang omong?"
Pertanyaan itu mendapat jawaban tertawa nyaring dari luar
jendela, lalu terdengar pujian ini: "Laotee, sungguh kau
cerdik, sungguh lihai ilmu silatmu, sungguh tajam mata mu"
Boleh dibilang belum berhenti suara itu maka terlihatlah
enam sosok tubuh ber-lompat masuk dengan saling-susul,
cepatnya luar biasa. Begitu mereka sudah menaruh kaki dan
berdiri tegak. terlihatnya Koay-bin Jin Him Song Kie bersama
Tiong-tiauw Ngo Mo, sedang si Manusia Biruang terus
menatap si anak muda sambil dia tersenyum. Toa Mo berada
paling belakang, dia nampak jengah.
Tiong Hoa memberi hormat dengan merangkap kedua
tangannya kepada mereka itu. "Loocianpwee," katanya
tertawa, semenjak perpisahan ditepi sungai, aku yang muda
senantiasa memikirkan kau" Terus ia menjura dalam2.
Ceng shia Jie Ay heran, Mereka tidak mengerti kenapa si
anak muda bersahabat dengan rombongan manusia yang tak
dapat dibuat permainan ini. Song Kie tertawa berkakak.
"Kata-kata yang bagus Kata-kata yang bagus" ia berkata
nyaring. "Tidak kusangka laote, setelah berpisahan di Kho-pietiam,
hari ini kau telah menjadi si pemuda gagah yang
menggemparkan sungai Tiang Kang". Habis memuji, kembali
ia tertawa bergelak. Kali ini suaranya Song Kie suara yang setulusnya hati, tidak
ada nadanya menghina atau mengejek. inilah hal yang langka,
tapi dari sini terbukti bagaimana dia menghargai si anak
muda, Rupanya mereka berdua sangat berjodoh. Tiong Hoa
berdiam saja, ia melainkan bersenyum.
Kemudian Song Kie menegur Ceng shia Jie Ay: Jiewie
loosoe. banyak baik?" "Baik" menjawab Ang Hie singkat.
"Apanya yang tidak baik?" sahut Kok It, matanya mencilak.
"Dapat pakai hangat, dapat makan kenyang Hanya kasihan,
letihlah sang kedua dengkul" Tiong Hoa bersenyum, sedang
Song Kie tertawa pula. Hanya habis tertawa, Koaybin Jin Him berkata sungguhsungguh:
"Di Kwie In chung bagian timur ini telah dagang
banyak orang Kang ouw, semua datang untuk kitab Lay Kang
Koen Pouw, Demikian aku si orang tua, aku pun turut datang
kemari Hanyalah aku heran ketika aku melihat wajahnya Kwie
Lam Ciauw, aku menjadi curiga, Dengan lantas aku membuat
penyelidikan. Benar seperti katamu Lie Laotee.
Kwie Lam Ciauw dengan membawa kitab nya sudah pergi
terbang sedari siang-siang.
Kok It heran hingga dia bertempat menyamber tangannya
orang she song itu. "Hai, siluman tua dari mana kau ketahui ini?" dia tanya
nyaring, matanya mendelik, Dia nampak gelisah. Song Kie
tertawa dingin. "Sungguh aku tidak sangka jago dari Ceng shia pun
mengharapi kitab itu melebihkan hebatnya kami bangsa Rimba
Persilatan" dia kata sebelumnya menyahuti. Kok It jengah
perlahan-lahan ia melepaskan cekalannya.
"Siluman tua jangan bertingkah" ia kata keras, "Apakah itu
Lay Kang Koen Pouw" Kami si dua tua b angka tak mau
mampus tak menghiraukan itu" "Harap saja kata-katamu ini
benar" Song Kie mengejek pula. Tiong Hoa kuatir nanti terbit
salah mengerti, ia menyelak disama tengah. "Song
Loocianpwee mari aku yang muda mengajar kenal kepada
kamu ia berkata tertawa. Song Kie heran- hingga ia
mengawasi si anak muda. Tiong Hoa bersikap tenang, ia mendekati Kongsoen Bok
Liang untuk berkata: "inilah Kongsoen siauwhiap murid yang
gagah dari kedua loocianpwe Kok dan Ang. ia sekarang lagi
mendendam sakit hati untuk darahnya seluruh keluarganya
semua anggota keluarga Kongsoen telah terbinasakan seebocn
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Boe Wie dan Kwie Lam Ciauw berdua. Pula kitab Lay
Kang Koen Pouw itu milik asal dari mendiang ayahnya
Kongsoen siauwhiap ini."
Song Kie heran hingga matanya mencilak sinar matanya itu
menjadi berpengaruh sekali.
Tiong Hoa melihat itu ia tahu si Manusia Biruang hendak
menanyakan sesuatu, ia mendahului.
"Locianpwee, aku harap sukalah kau mewujudkan citacitanya
Kongsoen siauwhiap ini" demikian selanya, "Tentang
ilmu silat itu yang telah berpindah-pindah tangan hingga dia
seperti tidak ada pemiliknya biarlah dia nanti jatuh kepada
siapa yang berjodoh."
Mendengar itu, Song Kie nampak ramai wajahnya.
"Laotee." katanya menukar haluan bicara, " bukankah kau
hendak menanya kenapa aku si tua menduga Kwie Lam Ciauw
sudah kabur dari rumahnya ini" sebenarnya magrib tadi aku
bertemu dengannya di gedungnya bagian timur itu. Kita telah
berbicara beberapa patah kata, lantas dia meminta diri
Mendengar suaranya, melihat gerak-geriknya, dia tak miripmiripnya
seorang chungcoe, karena itu aku menjadi curiga
dan lantas menguntit dia. Dia pergi memasuki sebuah rumah
yang besar, gelap dan sunyi, Disitu aku menyembunyikan diri
diatas sebuah pohon, Ketika kemudian aku memikir untuk
turut masuk kedalam rumah itu, aku melihat sesosok tubuh
berkelebat di belakang rumah itu, terus lenyap.
Rembulan terang dan mataku pun masih awas, aku melihat
potongan tubuhnya seperti potongan tubuh Kwie Lam Ciauw,
Yang luar biasa yalah kegesitannya, Kalau dia benar Kwie Lam
Ciauw, kepandaiannya telah menyampaikan puncaknya
pemahiran, dia mungkin tanpa lawan lagi. Kalau begitu,
mengapa dia seperti bernyali kecil?"
Tiong Hoa tidak menjadi heran, bahkan dia tertawa. "
Itulah hal yang siang-siang telah menjadi terkaanku." katanya.
Kok It mengerutkan alis. "Kalau begitu, mengapa siauwhiap tidak memberitahukan
aku si orang tua?" ia tanya. "Sekarang Kwie Lam Ciauw dan
seeboen Boe Wie jadi dapat lolos." Tiong Hoa agaknya
menyesal "Tetapi, loosoe," kata dia, "akupun telah memikir itu
barusan saja selagi aku merebahkan diri, sekarang kita masih
terbenam dalam kegelapan, kita baiklah jangan terlalu banyak
menduga-duga." Dia lantas mengawasi Boan in dan Hoet Goat dan
menanya: "Kamu biasa mengikuti chungeoe kamu, tahukah
kamu keadaan rumah besar itu ?"
"Tidak." sahut Boan in- "Rumah itu menjadi tempatnya
chungeoe berlatih ilmu silat, biasanya kami dilarang masuk
kesitu, Yang dapat masuk melainkan seeboen Boe Wie
seorang." Tiong Hoa bersenyum ewah.
"Biasanya seeboen Boe Wie sangat licin, dia toh kena
dikelabui Kwie Lam Ciauw " katanya. Mendengar itu, semua
orang heran. Justeru itu dari luar jendela terdengar tantangan : "Lie Cie
Tiong," bocah, kau keluarlah "
Tiong Hoa terperanjat tapi segera tubuhnya mencelat,
berlompat keluar, ia lantas disusul sekalian kawannya itu.
Diluar, dipekarangan taman terlihat belasan orang, orang
yang mengasi dengar suara kasar itu yalah seorang imam tua
dengan jidat jantuk dan hidung bengkok. yang menggondol
sepasang pedang, Diantaranya terdapat juga Biauw Ceng sioe
koan-coe dari Mi In Kean, serta In Tiong Kiam-kek Lauw Kong
Ciok. Pemuda itu tidak gusar, sebaliknya sambil merangkap
kedua tangannya ia memberi hormat dan menanya sembari
tertawa: "Apalah cinjin yang memanggil aku yang rendah?"
Hormat sekali sikapnya itu.
"Tidak salah" sahut imam itu kaku.
"Aku memang mencari kau" Dia mengawasi tajam,
romannya bengis. Tiong Hoa heran- ia tidak kenal imam ini, ia belum pernah
bertemu dengannya, Dari mana datangnya permusuhan"
"Ada urusan apakah cinjin mencari aku yang rcndah?"
tanya ia pula, hormatnya tak kurang.
Imam itu mengasi dengar tertawa tawar, ia sebenarnya
mau berkata, tapi ia segera disela oleh Tiong-tiauw Jie Mo,
Hantu nomor dua dari Tiong-tiauw, yang sedari tadi ber diri
diam dibelakangnya Song Kie, Sembari tertawa dingin, Hantu
itu kata: "Thian Hong Toojin yang bermuka tebal, di Tay Pa San,
boleh kau menjagoi, tetapi setelah sampai di Kang Lam ini, tak
dapat kau bawa tingkah polah itu Disini tak ada orang yang
tak ingin membikin kau mampus Buat apa kau masih
periihatkan cecongormu tidak keruan macam?"
Mukanya imam itu menjadi pucat pias dan merah-padam,
Bukan main gusarnya dia. Dia mengawasi tajam, Dia lantas
mendapat lihat dibelakangnya Lie Tiong Hoa yang dia kenal
sebagai Lie Cie Tiong ada Song Kie bersama Tiong-tiauw Ngo
Mo serta Ceng ShiaJie Ay sekalian-
Diam-diam ia terperanjat dalam hatinya, ia tahu mereka ini
orang-orang yang tak dapat dipandang tak mata. Toh dia
tidak takut. Dia mengandalkan sepasang pedangnya yang dia
baru peroleh, sedang dibela kang nya, masih ada tulang
punggungnya. "Siapa itu yang mementang mulut?" dia tanya, " Kenapa
kau tidak berani mengasi lihat mukamu?"
Tiong-tiauw Jie Mo bertindak maju, ia memperlihatkan
roman bengis. " Hidung kerbau, kenapa matamu tidak panjang?" dia
mengejek, "Kami Tiong-tiauw Ngo Mo Kapannya kami takut
terhadap kau" Thian Hong cinjin juga bersikap dingin, acuh tak acuh.
"Sama juga" katanya, "Aku Thian Hong cinjin, aku pernah
jeri terhadap siapakah?"
Tiong Hoa melihat suasana menjadi tegang.
"Tuan-tuan sabar," ia berkata tertawa, "Aku tidak tahu buat
urusan apa Thian Hong Cinjin mencari aku yang rendah?"
Imam itu membentak: "Aku mau tanya apa kah benar
muridku, Tiauw-sie siang Hong dari Kee-leng, kau yang
membunuhnya?" Ditanya begitu, Tiong Hoa menjadi mendongkol.
"Benar," sahutnya dingin, .Benar aku yang rendah yang
membunuh mereka Akan tetapi cinjin, pernahkah kau
menanya sebab nya dua saudara Tiauw itu sampai menerima
kebinasaannya . " Imam itu gusar sekali. "orang sudah mati, mau apa ditanya lagi." katanya sengit,
"Membunuh orang membayar jiwa, siapa berhutang
membayar uang. Apakah kau tidak tahu keharusan itu?"
"Lie siauwhiap." Tiong Tiauw Jie Mo menyelak. "hidung
kerbau ini paling tidak kenal aturan, buat apa kau layani dia
mengaco belo" Baiklah aku mewakilkan kau mengajar adat
padanya" Sepasang matanya Thian Hong cinjin seperti menyala
mengawasi Hantu nomor dua itu. "Dapatkah kau mengajar
adat padaku?" dia tanya tertawa, dingin tertawanya.
Jie Mo pun tertawa dingin, sembari tertawa tangannya
menghunus goloknya, golok Bian-too yang bersinar biru, yang
ia terus ulapkan. "Hidung kerbau, kau juga hunuslah senjata
mur ia menantang, Thian Hong Toojin tertawa mengejek secara luar biasa. Dia
menjawab dingini "sekali aku menghunus sepasang pedangku
maka kepalamu segera akan berpisah dari tubuhmu Akan
tetapi Cinjin kamu suka berbuat baik, suka dia menggunai
tangan kosong melayani beberapa jurusmu"
Tiong Tiauw Jie Mo tidak dapat menahan ^abar lagi, ia
lancas menggeraki goloknya bersiap untuk menyerang.
Justeru itu dua bayangan berkelebat lompat kepada
mereka berdua, segera ternyata merekalah Thian ciat sin-
Koen Lee Yauw Hoan dan Kim-Liong-Kiam Koe Pek see.
Dengan mukanya yang lonjong seperti labu Thian ciat sin
Koen tertawa dan menanya: "Disini kamu berdua hendak
mengadujiwa, buat apakah itu?"
"Siapa menghendaki kau usilan" kata Toa Mo dingin, Dia
berdiri dibelakangnya Song Kie. "Kau berdiri disamping.
jangan bergerak jangan bersuara Tak dapatkah kau menonton
dengan berdiam saja dengan tenang?"
Thian Ciat sin Koen gusar sekali. mendadak dia mengulur
sebelah tangannya meny amber hantu nomor satu itu. Bukan
main sebat gerakannya itu. Tapi baru tangannya itu terulur
setengah jalan, dia melihat ada sebuah tangan lain yang
menyamber kearahnya kejalan darah thian-kie dirusuk kirinya.
Dia kaget melihat serangan itu yang seperti kilat, Terpaksa
dia membatalkan serangannya, dia mengegos kesamping
sedang tangannya diputar untuk dipakai menangkis.
Dengan tak dapat dicegah lagi, ke dua tangan bentrok
keras, lalu kedua pihak sama-sama mundur beberapa tindak.
Thlan ciat sin-Koen berseru tertahan saking mendongkolnya.
Ketika ia mengawasi bengis ia melihat penyerangnya itu yalah
seorang tua yang romannya sangat jelek. yang rambutnya
kaku. "Siluman tua, siapa kau?" ia membentak bengis, ^Aku
Thian Ciat sin-Koen, aku tidak membunuh sebala kurcaci"
"Koay-bin Jin Him," demikian orang tua itu tertawa
bergelak. "Kenapa kau tidak mau mengambil kaca untuk berkaca?"
dia balik menanya, "Bukankah kita sama-sama" Lebih baik kita
bicara dari hal ilmu silat yang yang aneh tetapi jangan dari
rupa yang buruk Bukan-kah kita Tiong- goan Jie Koay?" oleh
karena serangannya Song Kie, batalJie Mo menempur imam
jumawa itu. Mendengar demikian, Tiong Hoa menjadi mendapat tahu
bahwa Tiong goan Jie Koay, atau "Dua siluman dari Tiong
goan" yalah Song Kie dan Thian ciat sin Koen, belum kenal
satu pada lain, jadi julukan mereka itu melainkan diberikan
oleh orang luar, mereka sendiri asing satu pada lainTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Jadi kaulah Keay-bin Jin Him Song Kie?" tanya Thian ciat,
"Kita berdua terkenal sebagai Tiong goan Jie Koay, kita belum
pernah bertemu selama beberapa puluh tahun, baru malam ini
ada ketikanya sudah lama aku dengar kau tersohor buat
tanganmu Thian Long Ciang dan pakumu Thian Long Teng,
yang dapat ditimpukkan berbareng dengan dua tangan maka
itu aku si orang she Lee hendak aku menggunai tangan Thian
ciat sin-ciang menyambut kau beberapa jurus. Marilah kita
bikin meski benar nama kita kesohor berbareng sebagai Tiong
goan Jie Koay, tetapi kepandaian kita tak turut berendeng"
Song Kie tertawa tawar. "Thian ciat sin-ciang kau itu ada namanya saja, tidak ada
bukti kenyataannya" ia kata, "jikalau kau hendak
mempertontonkan keburukanmu itu, kenapa tidak dapat?"
Luar biasa suasana waktu itu. Mulanya Thian Hong cinjin
hendak meminta jiwanya Lie Tiong Hoa, lalu Tiong-tiaun Jie
Mo menyelak untuk menempur imam itu atau hendak
menempur Song Kie si Manusia beruang bermuka Aneh.
selagi begitu maka Ceng shia Toa Ay, si Katai tertua dari
Ceng shia, yaitu Kok It, dengan dingin menegur Thian ciat sin
Koen: "Lee Loosoe, kau masih belum berhasil mendapatkan
Lay Kang Koen Pouw. Dapatkah kau merusak membatalkan
sendiri pertaruhan kita?"
Ditegur begitu Thian ciat melengak. cuma sebentar, dengan
biji mata memain dia tertawa dan kata: " Kata- katanya
seorang ksatrya berarti kehormatan Mana dapat aku
melanggar kata-kataku sendiri bahwa dalam sepuluh tahun
aku tak melukai orang " Kita disini bukan melakukan
pertempuran yang biasa, yang meminta luka-luka atau jiwa,
kita hanya main-main untuk berlatih saja, Kita main-main
hanya untuk saling towel"
Kok It tertawa dingin. "Akan tetapi kau harus ingat pepatah bahwa kalau dua
hantu bertempur salah satu mesti terluka Kalau song Loosoe
yang menang, soalnya tidak ada, akan tetapi bagaimana
andaikata kau kena melukai song Loosoe, apa kau mau bilang
?" Thian ciat sin-Koen berdiam.
Jikalau begitu," kata dia tertawa pada Song Kie,
"pertandingan kita ini harus ditunda sampai aku si orang she
Lee sudah berhasil mendapatkan kitab Lay Kang Koen Pouw"
"Terserah." kata Song Kie, tertawa tawar. "Aku si orang she
Song, sembarang waktu aku bersedia untuk menanti
pengajaranmu, Aku lihat sudah pasti kau bakal menyekap diri
sepuluh tahun d idaLam gunung Lu Liang San, dari itu baiklah
kau tak usah menyia nyiakan pikiranmu."
Thian ciat tidak menyahuti, ia cuma mengganda tertawa
dingin. sampai disitu, Kok It menanya pula.
"Lee Loosoe," katanya, "apakah kau berhasil menyusul
Seeboen Boe Wie?" Ditanya begitu, Thian ciat menoleh, dia mengawasi bengis,
Terang dia mendongkol. Lalu dia kata: "Kok Loosoe, apa
periunya kau usil aku si orang she Lee" Seeboen Boe Wie itu
bangsa isi buruk, dia tidak nanti lolos dari tanganku."
"Omong besar, tak tahu malu," tiba-tiba Ang Hie datang
menyelak, ia bertindak maju, "Seeboen Boe Wie menyingkir
dari sisimu, kau toh tidak ketahui, Dengan telinga tuli dan
mata lamur, bagaimana kau masih berani menyebut dirimu
jago yang lihai" Baiklah kau turut buah pikirannya Song
Loosoe, yang menasehatimu, yaitu kau pulang ke Lu Liang
San, guna menyekap dirimu. agar kau tidak usah
mempertontonkan keburukanmu"
Thian ciat Sin Koen gusar hingga tubuhnya bergemetar,
muka labunya seperti menjadi bertambah lonjong, kulit
mukanya pun menjadi seperti hijau.
Jangan sebut-sebut aku" katanya dingin, "Apakah kamu,
apakah pihak ceng Shia pun tidak serupa saja?"
Kok It tertawa berlenggak.
"Kami berdua si setan tua yang kate" kata dia, "kami mana
dapat melayani Lee Loosoe lebih daripada sepuluh jurus"
Mana dapat kami dapat nama besar berendeng dengan nama
Loosoe, Thian ciat sin Keen yang kesohor d idaLam dan diluar
lautan?" Lee Yauw Hoan merasai dadanya mau meledak, kedua
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
matanya pun mendelik. Song Kie melihat kemarahan orang, ia menambahkan
minyak kepada bara marong. Katanya: "Diluar langit ada
langit, disamping orang ada orang, maka itu orang janganlah
suka berebutan, jangan suka ber-jumawa Maka juga orang
budiman mempunyai kebiasaannya, setiap hari dia memeriksa
dirinya tiga kali, agar dia tak sampai mendapat malu
sendirinya" Tak dapat Thian ciat sin Keen mengendalikan diri lagi.
"Ceng shia Jie Ay" dia berseru sambil menuding, "jikalau
aku si orang she Lee berhasil mendapatkan Lay Kang Keen
Pouw, didaLam tempo tiga hari akan aku bikin tulangtulangmu
hancur- lebur menjadi abu Atau kalau tidak, maka
nanti sepuluh tahun yang akan datang, aku akan bikin gunung
Ceng shia san kamu menjadi tanah yang hangus"
Ceng shia Jie Ay berlaku tenang, "Selama hidup kita ini,
jangan kau harap" kata mereka, tertawa tawar.
Thian ciat menuding Song Kie. "Kaupun masuk hitungan"
katanya sengit. orang yang dituding itu tertawa lebar,
"Sembarang waktu senang aku menantikan" sahutnya lebar.
Thian ciat sin Keen mengawasi tajam kepada semua orang
didepannya itu, lantas tanpa membilang apa-apa- lagi, dia
ber-lompat untuk berlau dari situ, orang melihat bagaimana
pesat tubuhnya bergerak, sebentar saja dia lenyap
daripandangan mata, Hal yang mengagumkan yalah ketika
didapat kenyataan tanah dimana imam itu menaruh kaki,
sudah melesak dalam, bertapak kaki-nya.
Tiong Hoa menghela napas menyaksikan romannya Thian
ciat ketika dia itu mau berlalu, didaLam hatinya ia kata:
"Seumur- ku belum pernah aku melihat sinarmata demikian
tajam dan bengis, Aku kuatir di-belakang hari Rimba persilatan
bakal mengalami pengorbanan yang mengerikan, hingga tidak
ada lagi hari-hari yang aman."
Tengah anak muda ini berpikir itu, hingga ia bagaikan
ngelamun, sekonyong-konyong ia mendengar seruan: "Laotee,
awas" Mendadak itu dua sinar seperti sinarnya rantai menyamber
dari belakang si anak muda, meny amber kepunggungnya.
Tiong Hoa mendengar seruan itu, ia lantas menduga
kepada Thian Hong cinjin yang hendak mencari balas untuk
kebinasaan murid nya. Dila in pihak ia telah menduga
sepasang pedangnya si imam mesti pedang mustika, yang
tajam luar biasa. Maka itu, tidak menangkis, bahkan tanpa
menoleh, ia berkelit dengan mencelat kedepan, Hobat
untuknya, hingga ia terkejut, pedang seperti mengikuti
padanya, maka segera terdengar suara cita pecah- robek
karena bajunya dibetulan pinggang belakang telah kesamber
ujung pedang itu. Tiong Hoa merasakan punggungnya nyeri dan perih sebab
ujung pedang telah menggores kulitnya hingga darahnya
mengucur. Baru saja pemuda ini lolos dari bahaya maut itu atau ia
merasa pedang menikam pula ia melihat sinar berkelebat
berkilau kuning emas, ia menjadi kaget sekali sebab ia baru
saja menaruh kaki. Tepat disaat berbahaya itu, Song Kie berlompat dengan
serangannya kepada Thian Hong Cinjin si imam yang
membokong anak muda itu. oleh karena imam itu ada di
depannya ia dia terpaksa menghajar punggung, Dia juga tidak
menyerang dengan tangan kosong, dia menerbangkan
sembilan biji paku rahasianya paku Thian- long-terg yang lihai.
Thian Hong mendapat tahu datangnya serangan itu, ia
mesti membela dirinya. Mung kin serangannya berhasil
terhadap Tiong Hoa, tetapi ia sendiri mesti roboh jadi korban.
Maka tanpa bersangsipula ia berlompat berkelit kesamping,
sambil membalik tubuh, ia menangkis dengan sepasang
pedangnya. Dengan begitu terdengarlah suara tingtong
berulang kali, lantas semua paku runtuh ke tanah. Habis paku
maka tubuh Song Kie turun ketanah. Thian Hong mengawasi
mukanya merah padam saking gusar.
"Song Kie" dia membentak. "Kapannya kau menjadi
pelindung manusia hina ini?"
Koay-bin Jin Him tidak menjadi gusar, sebaliknya ia tertawa
geli, ia mengawasi si imam dengan roman Jenaka.
Tiong Hoa melihat sikapnya Song Kie dan Thian Hong,
tahulah ia bahwa Keay-binJin Him telah menolong padanya, ia
menjadi bersyukur sekali, Tengah ia mengawasi sahabat itu. si
imam balik memandang ia secara bengis tetapi puas.
"Sungguh tidak tahu malu...." pikirnya terhadap si imam.
Meski demikian, ia tidak mau menegur imam itu. ia bisa
mengerti kesayangannya seorang guru terhadap muridnya. ia
sendiri umpamanya, mungkin berbuat demikian karena
terpaksa. Song Kie dan lainnya heran melihat sikap nya si anak muda
yang demikian sabar, Keay bin Jin Him sampai menatap
dengan mata dibuka lebar.
Lo siauw Hong lantas menghampirkan si anak muda, ia
mengeluarkan sebungkus obat bubuk, guna mengobati
lukanya anak muda itu. Sementara itu, sebelum ia diobati, Tiong Hoa, merasai
lukanya panas seperti kesulut api, sakitnya pun luar biasa
seperti ada ribuan semut atau belatung yang mengusik tak
hentinya, hampir tak dapat ia menahan nya. syukurnya itu
terjadi hanya di batas yang luka saja, ia mengerutkan alis
saking heran- Thian Hong cinjin mengawasi pemuda itu, ia tertawa dingin
dan kata: "Anak muda ketahui olehmu, ujung pedang cinjin
kamu ada racunnya yang hebat sifatnya, maka itu kau
sabarlah, kau bakal menderita selama tujuh hari"
Tiong Hoa melengak, inilah ia tak sangka. sudah pedang
mustika, dipakainya racun pula Pedang itu pasti bukan dipakai
untuk dirinya sendiri, hanya untuk semua orang asal yang
menentang asal yang imam benci
"Thian Hong, hidung kerbau" Song Kie membentak, "Kau
begini kejam hak apa kau mempunyai untuk menjadi pemilik
sepasang pedang mustika itu?" si imam tertawa.
"Pedang mustika dapat memilih pemiliknya sendiri," dia
bilang. pikirlah tentang cinjin kamu ini. jikalau cinjin kamu
tidak lihai ilmu pedangnya, mana dapat ini sepasang pedang
mustika Wan Yo Kiam memilih dia sebagai tuannya"
Thian Hong belum sempat menutup mulut nya, atau Tong
Tiauw Ngo Mo sudah berlompat maju mengurung dia, dan
ketika ke lima Hantu berseru, dengan serentak mereka
menyerang padanya. Hebat kelima saudara angkat ini, tapi pun hebat si imam.
Biasanya, jikalau dikepung Ngo Mo, sukar orang lolos dalam
tempo lima jurus, si imam lihai, dia dapat bertahan-
Ketika Tiong Hoa menoleh kepada Ceng shia Jie Ay, ia
heran- Beda daripada Ngo Mo, yang membuatnya bersyukur,
dua jago tua ini agaknya mengambil sikap menonton Maka ia
berpikir Bagaimana harus membedakan lurus dan sesat" orang
lurus banyak yang terlalu menyayangi diri, hingga mereka
seperti cuma menyapui salju didepan rumah nya tetapi tak
menghiraukan es diatas genteng lain orang.
Mereka ini pun, kalau bukan urusan Kengsoen Bok Liang
dan kitab ilmu silat itu. tidak nanti mereka bentrok dengan
Thian ciat sin Keen ..."
Ketika itu Thian Hong cinjin telah mengurung dirinya
dengan sepasang pedangnya, ia bersilat dengan tipu silat
Giok-tay-wie-yauw, atau ikat pinggang melibat pinggang,
pedang yang kiri berada didepan dadanya, pedang yang
kanan berputaran. Dengan perlahan tetapi lama ia mengasi
dengar: "Hm Dimatanya ahli, tegas terlihat lihainya imam ini."
Ngo Mo lihai tetapi mereka terhalang pedang lawan vang
tajam Mereka takut membuat senjata mereka beradu dengan
pedang mustika itu. Segera datang saatnya Thian Hong cinjin memperlihatkan
kelihaiannya. Tiba-tiba Ngo Mo merasakan senjata mereka tertempel,
dapat ditarik kearah mana pedang lawan bergerak. Mereka
kaget, lantas mereka menarik, untuk meloloskannya.
Thian Hong tertawa, tangannya bergerak luar biasa, Ketika
pedangnya berkelebat semua senjatanya N go Mo terpental
terlepas dari cekalan mereka masing-masing.
ooooo BAB2 SONG KIE melihat jalannya pertempuran, Dengan
mempunyai pedang mustika, Thian Hong mirip harimau yang
tumbuh sayap. Keay-binJin Him merasa sulit untuk Tiong-tauw
Ngo Mo merebut kemenangan, tapi ia mau menyangka,
sedikitnya mereka bakal dapat menahan selama tig apuluh
jurus. Maka adalah mengejutkan, mereka itu telah terkalahkan
dalam waktu demikian pendek. Mau ia menolongi tetapi tak
dapat, tak akan keburu lagi.
Disaat Tiong-tiauw Ngo Mo terancam maut itu, mendadak
beberapa puluh benda kecil warni hitam dan putih meluruk
kearah pedang si imam, bunyinya nyaring, Ada antara biji-biji
itu yang menyamber ke batang pedang. Ngo Mo melihat itu,
dengan cepat mereka berlompat keluar kalanganTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Thian Hong cinjin telah tak keluar setindak juga dari
gunung Tay Pa san- sebab nya yala h ia telah beruntung
mendapatkan sepasang pedang Wan Yoh Kiam serta sejilid
kitab ilmu silat. Maka ia mengeram diri untuk memahamkan
isinya kitab itu, guna melatih pedangnya.
Kapan tiba waktunya ia merasa ia telah mendapat
kemajuan, lantas ia mendengar warna perihal ketiga mustika
itu, ia menjadi ketarik, ia ingin turun gunung untuk menguji
pedang dan ilmu pedang Wanyoh Im yang Kiam-hoat, untuk
menjagoi, ia anggap malam ini yala h malam untuk ia
mengangkat namanya. Bukankah telah berkumpul demikian
banyak jago" ia girang dapat mengalahkan Tiong-tiauw Ngo
Mo, kepala siapa ia ingin kutungkan dari batang lehernya, tapi
justeru ia bergirang, datanglah senjata rahasia yang membikin
pedangnya terhalang dan Ngo Mo lolos.
"Manusia hina-dina siapa menggunai senjata rahasia ?" dia
berteriak mendongkol. Baru berhenti suaranya yang bengis itu lalu Boan in dan
Hoet Goat muncul di depannya. Kedua kacung itu berlompat
seraya memperlihatkan tangannya yang memegangi dua raup
biji catur putih dan hitam.
Boan-in tertawa mengawasi lihat dua baris giginya yang
putih, dia kata: "Kami tidak puas menyaksikan lagakmu maka
itu kami menimpuk dengan ini biji-biji catur yang sudah tidak
terpakai " Dia ulapkan biji-biji caturnya itu, dia menambahkan-
"Kau cuma mengandalkan sepasang pedangmu yang dapat
memutuskan rambut, apakah artinya itu " Apakah dengan itu
pantas kau mengagulkan dirimu " Malam ini yang hadir disini
semuanya akhli akhli silat pedang Rimba Persilatan,
umpamanya kedua loo-cianpwee dari Ceng shia Pay,
merekalah ahli-ahli pedang yang llehay, begitupun Loo
cianpwe Kee Pek see dari Khong Tong Pay yang tersohor
sebagai Kim Liong Kiam Di sini ada orang yang kau nanti tak
sanggup lawan coba kau tukar pedangmu dengan pedang
biasa, pasti kau tidak dapat bertingkah begini rupa"
Thian Hong mendongkol tetapi dia tertawa lebar.
"Bocah, liehay mulutmu" dia membentak "Dijaman ini
apakah pedang mustika cuma ini sepasang pedang Wanyoh
Imyang Kiam kepunyaanku" Masih ada banyak pedang lainnya
yang tak kalah dengan Kan ciang dan Bokshia siapa tidak
puas, asal dia sanggup melayani cinjin kamu dua puluh jurus,
maka aku akan buang cita-citaku untuk menjadi ahli pedang
nomor satu dikolong langit ini"
Mendengar itu, semua orang merasa tidak puas, tak
terkecuali ceng Shia Jia Ay, darah mereka sampai seperti
bergolak, Sebab di-jaman itu, yang termasuk tiga partai
terbesar ahli pedang yalah ceng Shia Pay. Tiam chung Pay dan
Khong Tong Pay, sedang ceng Shia Pay menganggap dirinya
kaum lurus, Kedua si Kate tua ini hendak maju tetapi mereka
didahului Song Kie. "Hidung kerbau" Koay-bin Jin Him menegur, "seumurku aku
si orang she Song, belum pernah aku menemui manusia yang
terlebih hina dia daripada kau, sangat tidak tahu malu, yang
jumawa tak kemanBukankah duluhari kan sudan bertekuk
lutut di iepan Hok In Siangjin digunung Koen Loen San Barat,
dimana sambil menangis meng-gerung gerung kau mengakui
kedosaanmu serta berjanji untuk berbuat baik, untuk
mencucikan diri. Ketika itu kau telah mengangkat sumpah yang berat
Dengan begitu barulah kau diberi ampun, Lelakonmu itu
menjadi buah cerita dan buah tertawaan kaum Kang ouw
Rasanya belum lama maka sekarang, setahu dari mana kau
dapat mencuri sepasang pedangmu, sekarang kau berani
banyak lagak Hm Apakah kau kira kau orang besar" Tidak
Dimataku kau tetap si bocah yang berlutut didepan Hok In
siang itu yang menangis minta-minta ampun"
Perkataannya Koay-bin Jin Him membuat orang banyak
tertawa ramai. Mukanya Thian Hong cinjin menjadi merah padam, Dia
mendongkol dan gusar tak terkira. Dia telah dibeber
rahasianya di muka banyak orang, hingga dia menjadi sangat
malu. Tapi dia tidak kekurangan kata-kata.
"Siapa mau berbuat besar, dia tidak pikirkan urusan kecil."
katanya nyaring nadanya dingin. "Bukankah raja muda Kauw
Cian dan Njouw Coe sih pernah terhina meminta berkali
orang" Bukankah kau sendiri sasterawan tidak keruan?"
"Hm Hm "Song Kie mengasi dengar ejekannya.
Kok It pun berkata: "Thian Hong cinjin, malam ini bukan
malaman kau dapat ngeberanyol" sekarang aku si orang tua
mau tanya kau Kau datang ke Kwie In Chung ini. apakah
maksudmu?" Thian Hong mencoba menyabarkan diri.
"Cinjin kamu mau bicara terus-terang" dia menyahut "Kali
ini cinjin kamu turun gunung dengan maksud mencoba
sepasang pedangnya ini, untuk menemui ahli-ahli pedang
dikolong langit ini Maksud lainnya yalah guna merampas kitab
Lay Kang Keen Pouw, sebagaimana maksud kamu semua Aku
tidak menjadi kecuali"
Terus dia mengawasi tajam kepada Tiong Hoa dan
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menambahkan- "Maksudku yang ketiga yalah membalaskan
sakit hatinya muridku"
Ketika itu rembulan sedang menyinari terang pada jagat,
tetapi Tiong Hoa tidak mengicipi itu, ia hanya berdiam sambilmatanya
dirapatkan seperti orang lagi bersamedhi.
Seperti juga tak dapat menghiraukan segala kegaduhan itu.
Hal yang sebenarnya yalah ia lagi menderita akibat pedangnya
si imam yang mendatangkan rasa panas dan sakit yang
menyiksa itu. Karena ia merasa pasti ia terganggu racunnya
pedang itu, maka ia memusatkan perhatiannya, ia
mengerahkan tenaga dalamnya untuk mengusir keluar racun
itu. Didalam tubuh manusia ada dua hawa thay-im dan
siauwyang, Dengan siauw Yang, Tiong Hoa menutupjalan
darahnya, dan dengan thay-im, ia mengusir sang racun, maka
itu, darah hitam lantas keluar dari punggungnya, Dalam tempo
sebentar ia dapat mengurangkan penderitaannya itu dengan
begitu hatinya menjadi tenteram dan tetap. Justeru itu
mendengar Thian Hong lagi mengoceh itu, ia membuka
matanya, ia mengawasi maka sinar matanya beradu dengan
sinar mata si imam. Thian Hong terkejut menyaksikan sinar mata orang
demikian berpengaruh. Dia pun heran menyaksikan orang tak
roboh karena racun pedangnya, Dia berpikir: "Kenapa tenaga
dalamnya begini kuat" Racunku cuma dapat memperpanjang
umur orang tujuh hari, orang pun lantas lenyap tenaga
dalamnya hingga dia menjadi seperti orang biasa kenapa dia
ini...." Dan ia mengawasi terus saking herannya.
Tiong Hoa mengawasi sekian lama, lalu ia kata dengan
sabar: " cinjin hendak membalaskan sakit hati muridmu,
barusan aku telah terkena pedangmu satu kali, aku rasa itulah
sudah cukup untuk melampiaskan hatimu. Tetapi cinjin
membokong aku dan pedangmu dipakaikan racun, itulah
perbuatan hina yang mendatangkan rasa jemu semua orang
gagah sudah begitu sekarang cinjin masih omong besar sekali
sungguh aku yang rendah merasa malu untukmu."
Mukanya Thian Hong menjadi merah saking jengah, Diamdiam
ia mengagumi kebesaran hati anak muda ini. Disamping
itu ia pun membenci orang ini karena ia merasa dihinakan
dihadapan banyak orang ini.
Berbareng ia juga benci sangat Koay-bin Jin Him yang katakatanya
sangat menusuk hatinya, semua perasaannya itu ia
campur menjadi satu, diakhirnya kemarahannya la h yang
memperoleh kemenangan. "Setiap orang, dia gagah atau lemah, mesti ada pelbagai
pengalaman yang menyenangi dan yang tidak. yang hebat
atau yang ringan. Demikian juga Thian Hong cinjin, Memang dulu hari itu dia
pernah berlutut didepan Hok In siangjin, buat mengakui
kesalahannya dan menyatakan kemeny esala nny a, lalu dia
bersumpah untuk bertobat peristiwa itu diketahui oleh orang
orang golongan tua, diantaranya Song Kie.
Meski begitu, sebabnya yang utama, dan duduknya hal,
tidak ada yang ketahuijelas, Hanya mulut yang berlebihan
yang membikin peristiwa jadi berlebihan juga. ini pula yang
membikin dia menjadi berkeingin an keras memberi ajaran,
atau menyingkirkan orang-orang yang dia tak sukai itu.
Maka dia merasa beruntung sekali waktu dengan cara
kebetulan dia mendapatkan sepasang pedang Wanyoh Imyang
Kiam itu buatan ahli pedang Bong siang coe darijaman
Nao Tay serta sejilid kitab ilmu pedang.
Segera dia menutup diri selama sepuluh tahun, guna
memaklumkan kitab itu, buat mempelajari ilmu pedangnya,
Demikian sesudah merasa cukup pandai, dia meninggal kan
gunung Tay Pa san, buat mencoba menjagoi.
Ketika dia mencari murid-muridnya, Kee-leng ie Kauw, dia
mendengar halnya ketiga benda mustika, dari itu sekalian saja
dia mencari mustika itu. sebenarnya Thian Hong cinjin baik sifatnya, dia bukannya
orang terlalu jahat cuma karena kecelakaan muridnya. hatinya
menjadi panas, Kesabaran Tiong Hoa membuat dia sadar, tapi
disamping itu, dia terbenam dalam sakit hati danpenasaran
dan perasaannya yang belakangan ini membikin dia tak dapat menguasai diri
lagi. "Kau adalah calon arwah didalam kuburan. tak usah kau
banyak ngoceh lagi" kata dia dingin, "sebelumjiwamu
melayang mari aku membuka matamu, supaya kau bisa
saksikan ilmu pedang cinjin kamu ilmu pedang yang nomor
satu atau bukan dikolong langit ini"
Habis berkata ia memandang tajam kepada Kim Liong-
Kiam Kee Pek see dari Khong Tong Pay.
Mendengar itu, Lie Tiong Hoa menarik napas perlahan, lalu
matanya mengawasi sekalian hadirin. selama itu ia juga masih
belum melih atJie siong Gan. Maka ia menggapai kepada Lo
sia uw Hong dan Cian Tiauw Hong untuk membisiki mereka.
Kedua orang itu mengangguk. terus keduanya berlari pergi.
Song Kie mendekati si anak muda yang ia kuatir lukanya
berbahaya. ia menanya banyak.
"Tidak apa." sahut Tiong Hoa singkat,
Kee Pek see memperhatikan Thian Hong Cinjin, ia melihat
sinar mata imam itu sinar pembunuhan ia mengerutkan alis, ia
ber-sangsi sejenak. Tapi lekas juga ia tertawa dan kata
nyaring: "Bagaimana beruntung aku si orang she Kee dapat
mengenal ahli pedang nomor satu dikolong langit ini. ia terus
meng geraki tangannya, hingga segera juga terdengar satu
suara nyereset dibarengi sinar berkilauan itulah pedang Kim
Liong Kiam yang ia telah hunus, setelah itu dengan sikap
dingin ia mengawasi si imam. Thian Hong cinjin juga sudah
memegang sepasang pedangnya.
Tiba-tiba In-tiong Kiam-kek Lauw Keng ciok mendekati
gelanggang, dia kata pada Kee Pek see: "soe-siok. biarlah teecoe
yang maju lebih dulu, untuk mencoba dia"
Pek see hendak mencegah keponakan murid itu, siapa
tahu, habis mengucapkan kata katanya itu, Kong ciok sudah
lantas memasuki gelanggang untuk terus menyerang pada
Thian Hong cinjin, Maka berkilaulah pedangnya.
si imam seperti acuh tak acuh terhadap serangan itu, Dia
bersikap tenang, bahkan jumawa, seperti biasa, Dia cuma
mengasi dengar ejekan: "HHm" Tatkala serangan tiba, dia
menggeser sedikit kakinya ke kiri, lalu sebelah pedangnya
dipakai menyambut dengan tebasan dari bawah keatas.
Menyusul itu terdengarlah jeritan menyayatkan dari
penyerangnya, yang tubuhnya roboh seperti mandi darah,
karena lengan kanannya terbabat kutungi sedang kelima jeriji
tangan nya masih mencekali keras pedangnya itu. Para hadirin
terkejut, mereka saling mengawasi dengan melongo.
Thian Hong cinjin tertawa.
"Ilmu pedang Khong Tong Pay tidak memberi bukti
kenyataan-" kata dia, "Maka itu sukarlah untuk dia manjat
ketinggi, pedang kiriku ini tidak dipakaikan racun, lekas kamu
menolong i menutupjalan darahnya, supaya dengan begitu
dapatlah jiwa dia di-tolong."
Dengan tangan kiri memegangi luka di lengan kanannya
itu, Lauw Kong ciok berlompat bangun- Dengan muka pucat
seperti kertas, tapi dengan mata sangat membenci dia
mengawasi musuhnya itu, kemudian dia berlompat pula, naik
keatas genting, untuk pergi menghilang.
Ceng shia Jie Ay diam-diam mengakui ilmu pedangnya
Thian Hong cinjin benar liehay, itulah tabasan "Liauw in tok
goat" atau "Membiak mega menampa rembulan," yang cepat
dan lincah sekali. Begitu sederhana tapi sebat si imam berkelit,
begitu cepat dia menabas Pasti sekali, dengan begitu, si
penyerang tidak diberikan ketika untuk menolong diri segera
juga kee Pek see maju, tak perduli ia rada jeri, Tadinya ia
menyangka, meskipun Thian Hong cinjin liehay, ia sanggup
melayani dua- ratus jurus, tidak tahunya orang liehay sekali,
sudah kepalang tanggung, ia tak dapat mundur lagi.
Demikian ia berseru seraya terus menyerang dengan jurus
Kim Liong Kiam-hoat, ilmusilat Kim Liong Kiam, yang
dinamakan "Tok liong coet hiat." atau "Naga berbisa keluar
dari kedung." Dengan bercahaya berkilauan ujung pedangnya
meluncur kejalan darah kie boen didada kiri musuh.
Kalau si orang she Kee telah memahamkan ilmu pedang
Khong Tong Pay itu selama lima puluh tahun, Thian Hong
cinjin melatih ilmu pedangnya cuma selama sepuluh tahun
tetapi ia telah berlatih luar biasa sungguh-sungguh, sedang
matanya sangat tajam, hingga ia pandai melihat gerakan
lawan- Demikianlah ia menginsafi bahayanya serangan Pek see.
Tapi ia tidak takut, malah ia menyambutnya sambil tertawa, ia
menggeraki pedangnya yang kanan, ia bukan menangkis atau
menabas seperti ia melayani Lauw Keng Ciok tadi, hanya ia
memapaki untuk menampa Kee Pek see lihai, serangannya itu diberikuti gertakan,
pedangnya dari mengincar ke kiri diteruskan kekanan, Tapi
Thian Hong melihatnya, imam ini telah menduga, maka dia
juga menggeraki pedang kirinya, hingga kali ini kedua pedang
bentrok hingga nyaring. Pek see terkejut Kesudahannya bentrokan itu hebat, untuk
menyerang pula, ia menarik pedangnya. Apa mau, tak dapat
ia mencapai maksudnya itu. pedangnya seperti nempel keras
dengan pedang lawan- Menyusuli itu, pedang kanan dari Thian Hong cinjin sudah
bergerakpula, sudah lantas menabas.
Tidak dapat dibayangkan kagetnya Koe Pek see
semangatnya seperti terbang pergi, ia terancam bahaya
lengan kutung seperti keponakannya tadi. Karena ia tidak
dapa^ menarik pulang pedangnya terpaksa, ia melepaskan
cekalannya, tubuhnya dilenggakkan untuk berlompat meluncur
mundur Itulah satu-satunya jalan untuk ia menolong jiwanya.
Thian Hong cinjin bersenyum, ia meng g era ki tangan
kirinya dengan begitu pedang nya Pek see lantas terlempar
kearah orang she Koe itu. "sambut" ia berkata.
Pek see menyambut pedangnya, mukanya suram.
"Tiga tahun kemudian aku si orang she Kee akan
berkunjung ke Tay Pa san untuk menerima pengajaran" ia
berkata, Terus ia berlompat kearah taman, untuk pergi
menghilang diatas genteng, sebelum ia pergi jauh ia masih
mendengar suara nyaring dari si imam yang berseru: "Tak
usah Koe Loosoe datang berkunjung nanti setengah tahun lagi
pintoo akan datang sendiri ke Khong Tong San-
Atas itu ia menjawab: "Baiklah."
Tiong Hoa menghela napas sendirinya.
"Dalam hanya sekejap,jugojago Khong Tong Pay itu
mengalami keruntuhan, yang satu terlukakan, yang lain
terkalahkan, ia tanya dirinya sendiri, bagaimana ia harus
berbuat. Dengan mangan kosong melayani pedang mustika
itu, sungguh pegangannya tak ada. Tapi tak maju, itulah tak
dapat... "Seharusnya Ceng Shia Jie Ay yang maju," pikirnya pula,
Kecuali mereka yang lainnya sudah jeri, Koay-bin Jin Him,
seperti aku tak dapat maju dengan tangan kosong." Tanpa
merasa ia menoleh kepada kedua jago tua yang kate dari
Ceng Shia San itu. Si Putri Malam, yang belum mau berkisar kebarat,
menerangi mukanya ke dua si Kate. Terlihat nyata daging
dimuka mereka bergerak-gerak dan mata mereka bersorot
tajam. "Apa juga yang kamu pikir, sekarang tak dapat kamu
mundur lagi," pikir Tiong Hoa. "Jikalau tidak, kosong belaka
nama besar kamu..." Ceng Shia Jie Ay tak berdiam lama, Sebat luar biasa
mereka telah meraba h kepinggang mereka hingga sejenak
saja masing-masing telah mencekal sebatang pedang warna
hitam. Lalu Kok It terdengar tertawa lama dan berkata: "Kami
kedua tua-bangka kate sudah tidak meng g una i pedang kami
selama tiga-puluh tahun, malam ini kami mengecualikannya,
untuk memberi ketika kepada keduanya untuk belajar kenal
dengan ahli pedang nomor satu dikolong langit Secara begini
taklah kami membuat pedang kami kecewa"
Pedang mereka itu pedang lunak, waktu dikeluarkan
keduanya memain seperti tubuh ular, akan tetapi kapan kedua
jago itu mengerahkan tenaganya, keduanya lantas lempengkaku
seperti pedang yang kebanyakan- Thian Hong cinjin
melihat itu, dia terperanjat sebagaimana air- muka nya banyak
berubah. Ceng Shia Jie Ay tidak menanti lagi, Begitu Kok It berhenti
bicara, begitu ia dan saudaranya beriompat maju untuk
menyerang, masing-masing kerusuk kiri dan kanan dari Thian
Hong. Imam itu tidak berani berlaku jumawa seperti tadi dia
menghadapi Kong ciok dan Pek see. Dia juga melihat, kedua
jago ini tidak lantas menggunai ilmu silat Ceng shia Pay. Dari
itu dia duga orang rupanya sudah memikir daya untuk
menghadapinya. Dengan lantas dia mencelat mundur tiga kaki, sepasang
pedangnya dibuka kekiri dan kanan dengan jurus "Coebohoen-
hoei." atau Anak dan biang terbang berpencaran-^
Dengan begitu juga ia menghalau serangan ke kiri dan
kanannya itu. Ceng shia Jie Ay tertawa. Tubuh mereka bergerak pula,
merangsak. Berbareng dengan itu, pedang mereka turut
bergerak. mengulangi serangan mereka. Keduanya bergerak
dengan sangat cepat. Thian Hong membela dirinya dengan bergerak tak kalah
hebatnya, Karena dia di kepung berdua, dia seperti dikurung
pedang, Untung baginya, kedua jago Ceng shia itu tidak
berani mengadu senjata, dengan begitu dia cuma seperti
dikacau pelbagai ancaman ujung pedang kedua lawan itu.
Tentu sekali karena itu, dia tidak dapat lantas menang diatas
angin seperti tadi. Pertempuran berjalan sangat cepat, sebentar saja tig
apuluh jurus sudah lewat.
Selama itu tetap Jie Ay mengambil sikap mengurung,
merangsak renggang, renggang merangsak. Mereka
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyegani pedang mustika lawan meskipun pedang sendiri
bukan sembarang pedang. Lama-lama Thian Hong cinjin tertawa nyaring Mendadak
terlihat tubuhnya lompat berapung. Dengan begitu dia jadi
dapat melakukan penyerangan membalas menyerang dari atas
turun kebawah. Dia bergerak dengan gerakan Nao Mo sin
Hoat yaitu gerakannya lima macam binatang bersayap.
Ceng shia Jie Ay terperanjat. Keduanya lantas berlompat
mundur, Tak dapat mereka melanjuti siasatnya main
mengurung lawan itu, guna menantikan ketika atau lowongan,
untuk turun tangan benar-benar merobohkan orang jumawa
itu. Thian Hong hendak merangsak tatkala ia merasai tolakan
angin, hingga ia terkejut,
Lekas-lekas ia mundur, Meski begitu, ia terdesak sampai
setombak lebih, ia melihat satu bayangan mencelat ke
arahnya, ringan sekali bayangan itu turun dihadapannya.
Lantas ia menjadi sangat heran hingga ia mengawasi dengan
mendelong. Lie Tiong Hoa berdiri didepannya Lie Tiong Hoa, yang ia
sangka bakal terbinasa akibat racun pedangnya, yang ia tahu
sangat lihai. Hatinya menjadi bergetar.
"Kenapa tenaga- dalam dia tak termusnah?" dia tanya
dirinya sendiri Tegas sekali nampak keheranannya pada
wajahnya, Tiong Hoa dapat menerka hati orang, "Apakah
tootiang heran karena melihat aku belum juga mati?" ia tanya,
tersenyum manis, "jangan kata baru tujuh hari, mesti sampai
tujuh tahun lagi, aku yang rendah, percaya aku masih akan
tetap hidup dikolong langit ini" ia bersenyum pula.
Tapi ketika senyumannya yang manis itu lenyap. itu di ganti
dengan wajah sungguh-sungguh dan kata-katanya cun berat:
"Sekarang baiklah kita tak bicara dari hal tak ada perlunya
Malam ini tootiang telah memperlihatkan dirimu, dalam sedetik
saja tootiang telah mengangkat tinggi namamu, akan tetapi
baiklah tootiang mendapat tahu maksud kami datang kemari,
ke Kwie In chung ini. Kami bukan hendak memperebuti
kedudukan sebagai ahli pedang nomor satu dikolong langit ini,
kami hanya datang buat kitab ilmu silat Lay Kang Keen Pouw.
Maka itu baiklah tootiang menanti sampai urusan kitab ini
selesai, selanjutnya, terserah kepada tootiang Pula hendak
aku memberi-tahukan, sebenarnya untuk tootiang menjadi ahli
pedang nomor satu dikolong langit ini. sulit terwujudnya "
Thian Hong cinjin melengak. Tapi cuma sebentar, ia lantas
tertawa tawar. "Kau tidak mati, itulah untung bagus nasibmu," ia kata,
"oleh karena dua jiwa cuma diganti satu jiwa, permusuhan
masih belum selesai Lagi pula, jangan kau girang tidak keruan
Baiklah akupun membeli keterangan kepadamu, Maksudnya
cinjin- kamu datang kemari bukan melainkan untuk urusan
merebut kedudukan serta pembalasan-sakit hati tetapi
sekalian juga guna mendapatkan kitab ilmu silat yang kau
sebutkan itu. Untuk itu, aku hendak mengandal pada ilmu pedangku
Loosoe sekalian, andaikata kamu merasa tenaga kamu tidak
cukup, aku persilahkan kamu lekas mundur sendiri dari Kwie
In Cung, jangan kamu campur dalam urusan ini ."
Imam ini belum menutup rapat mulutnya atau Tiong Hoa
sudah membentak bagaikan guntur: "Tutup mulutmu " Lalu si
anak muda meneruskan : "Tootiang, kau terlalu tercebur Aku
yang rendah, yang tidak tahu tenaga sendiri, ingin aku belajar
kenal dengan ilmu pedangmu yang menjagoi di kolong langit
ini " Thian Hong cinjin tertawa, Dia menganggcp anak muda ini
terlalu jumawa. "Dengan kepandaianmu ini kau berani banyak lagak.
sungguh nyalimu besar" dia kata menghina, "Melihat nyalimu
yang besar melebihkan nyali lain orang itu, baik, kau majulah
Aku janji, cinjin kamu tidak bakal merampas jiwamu. hanya
lain kali, apabila kau bertemu pula denganku, itulah urusan
lain." Tiong Hoa tidak menjawab lagi kata-kata orang, ia tidak
mau melayani bicara, melain kan romannya keren, ia lantas
menghampirkan sebuah pohon yanglioe, ia mematahkan
cabangnya sepanjang tujuh kaki, lalu dengan membawa itu ia
bertindak sabar kedepan si imam, untuk berdiri tegak terpisah
kira satu tombak. Ketika itu Ceng shia Jie Ay sudah berdiri dipinggiran, diluar
kalangan, Hati mereka tidak keruan rasa. Mereka menyesal
dan malu dan mendongkol juga. Mereka ingat tadi, waktu
Tiong Hoa terancam bahaya mereka berdiri menonton saja.
Sebaliknya barusan, selagi mereka menghadapi bahaya,
Tiong Hoa sudah turun tangan, hingga nama baik mereka
dapat dilindungi. Karena menolongi mereka, si anak muda
mesti menghadapi imam yang liehay itu. selama itu, terus
mereka memperhatikan orang, maka mereka menjadi heran
bahkan terkejut melihat orang mengambil cabang yanglioe.
Didalam hati mereka kata : "Ah, anak muda ini. Dia terlalu
percaya dirinya sendiri. Tak perduli bagaimana tangguh
tenaga dalam seorang tak dapat cabang pohon dipakai
melawan senjata tajam, apapula pedang mustika...."
Karena ini, mereka mengawasi dengan per hatian yang
lebih-lebih Mereka memikir kalau anak muda itu terancam
bahaya pula, mesti mereka turun tangan menolongi.
Thian Hong cinjin sebaliknya menyedot hawa dingin,
Melihat si anak muda memilih cabang yanglioe, tahulah ia
bahwa orang sebenarnya liehay sekali, Maka dengan mata
tajam ia mengawasi anak muda itu, untuk melihat bagaimana
orang mulai bersilat. Jilid 14 : Song Kie terluka
Selagi mematahkan cabang yanglioe itu, hati Tiong Hoa
bukannya tidak bekerja, Kembali ia ingat perjalanannya, Pikirnya: "Akulah-seorang
pelajar, lantaran terpaksa aku buron, aku sampai masuk dunia
Kang-ouw. selama beberapa bulan ini, aku mesti mengenal
pelbagai macam sifat manusia, maka itu, haruslah aku lekas
mengundurkan diri. Tak ada perlunya aku berebut nama, pepatah pun
membilang, pohon besar mengundang angin, dan kedudukan
tinggi itu lah ancaman bencana, Tapi sekarang aku dipaksa
keadaan, tak dapat aku tidak turun tangan. Thian Hong cinjin
terlalu galak. jikalau dia dibiarkan saja, dia bakal
mendatangkan ancaman bahaya bagi Rimba Persilatan..."
Dengan matanya yang tajam, Tiong Hoa melihat air muka
si imam, yang heran atau kaget, Dapat ia menduga hati
orang, Maka dari itu, ia bersenyum, ia angkat cabang
yanglioenya, ia pandang itu lantas ia kata:
"Aku yang muda berkepandaian sangat rendah, sulit untuk
aku dipadu dengan tootiang yang bagaikan cahaya
bulanpurnama yang indah permai, maka juga sekarang ini aku
maju hanya untuk mohon diberikan pelajaran, walaupun
demikian, aku minta sukalah tootiang jangan memandang
terlalu enteng cabang yanglioe ini.. sebab cabang ini
sebenarnya lebih kuat daripada sepasang pedang tootiang.
Tootiang lihat pada cabang ini terdapat seratus tujuh puluh
tiga helai daunnya yang masih muda muda jikalau dalam
sepuluh jurus tootiang dapat membabat atau meruntuhkannya
semua, maka aku yang rendah, suka aku menyerah kalah,
sebaliknya adakah tootiang sudi jikalau urusan malam ini
disudahi sampai disini saja?"
Hebat kata-kata itu lunak tapi keras, hingga hati si imam
bercekat, ia juga tak mengerti, kenapa hanya dengan satu kali
melihat si anak muda sudah lantas dapat
menyebutkanjumlahnya daun muda itu.
Hal itu pun membuat heran pada Ceng shia Jie Ay semua.
Hebat pula sikap tenang dan ramah tamah Tiong Hoa itu
terhadap Thian Hong cinjin-Imam ini kena terpengaruhi
karenanya, Tapi sudah terlanjur, tidak dapat ia bersikap lunak.
Maka itu sambil mengawasi si anak muda dengan mata
mendelik, ia kata dingin:
"Siapa tidak mendaki gunung Tay san, tak tahu dia
tingginya gunung itu siapa tidak melihat lautan, tak tahu dia
dalam nya Cinjin kamu memiliki ilmu silat pedang yang tak
ada dasarnya, cara bagaimana kau berani banyak lagak
didepanku" Mari, mari, mari Aku beri ketika padamu untuk
menyerang terlebih dulu!"
Biar bagaimana, nada imam ini tak seangkuh tadi.
Tiong Hoa berlaku sabar. Dia tertawa.
"Baiklah, terima kasih" katanya, Lantas dia menggeraki
cabang yanglioenya dari kiri kekanan, daLam j urus, "B urung
ke-podang menanya pohon yanglioe."
Ringan gerakannya itu tetapi sebatnya luar biasa,
sasarannya adalah jalan darah kie-toen di-buah susu kanan.
Itulah suatu jurus dari ilmusilat Koen Loen san Barat, jurus
yang umum, akan tetapi digunai si anak muda, lantas saja
menjadi berubah sifatnya, Cabang yang lunak itu mendadak
menjadi kaku, sampai terdengar suara anginnya yang keras.
Matanya Thian Hong tidak dapat dicela, ia melihat gerakan
yang lunak. yang terus berubah menjadi keras itu, yang
tadinya perlahan lantas mendadak menjadi cepat. Teranglah
sudah, tenaga sianthian, tenaga asal, telah disalurkan kepada
cabang itu, ia kaget hingga ia lantas mundur tiga kaki,
sembari mundur ia menyabet pergi-pulang dua kali dengan
jurusnya "Kawanan ular- naga menjungkirbalikkan
gelombang". Hebat babatan itu, karena ia ingin membabat
habis daun atau cabang yanglioe itu.
Kelihatannya sederhana, tetapi sebenarnya cepat luar biasa
Tiong Hoa menyingkirkan cabangnya dari serangan berulangulang
itu, setelah mana ia mengulangi menyerang pula, kali ini
kepada jalan darah khie-hay di bawahan perut.
Thian Hong mundur sambil menyedot hawa dingin, dengan
begitu perutnya pun dibikin kosong, sebenarnya dia menabas
untuk terus merangsak. siapa tahu, gagal percobaannya itu,
hingga ia menjadi kalah angin-
Sampai itu waktu, si Puteri Malam sudah turun kebarat,
maka itu, lenyaplah kepermaiannya. sang malam menjadi
suram, Bintang-bintang pun mulai berkurang, sebaliknya,
malam yang sunyi menjadi berisik, Angin bertiup keras dan
guntur berbunyi saling susul.
Selama itu, delapan jurus sudah berjalan, Thian Hong
belum dapat ketika untuk membalas, Kecuali tiga jurus dalam
mana dia mengalah, selanjutnya dia senantiasa didului si anak
muda, hingga dia cuma dapat menangkis atau bertahan. Kalau
toh dia dapat menabas atau menikam, itu hanya susulan
belaka, itulah serangan yang diteruskan membela diri.
Cabang yanglioe bergerak tak hentinya, membikin orang
repot membela diri terus menerus, hingga sulit si imam
mencoba memperbaiki diri.
Segera datang saatnya Thian Hong melakukan
penyerangan membalas, Dengan kesebatan luar biasa ia
memaksa merebut tempo, terus ia menyerang dengan
jurusnya yang di namakan Cie thian watee, atau Menunjuk
langit, menggaris bumi."
Tiong Hoa tertawa, Tiba tiba ia mendahului lagi. Cabang
yanglioe diluncurkan kepundak kiri si imam, itulah gerakan
sangat luar biasa, tidak saja Thian Hong heran, juga sekalian
penonton, Mereka menganggap itulah gerakan tidak ada
perlunya, lantaran tidak ada gunanya. Thian Hong tapinya
berpikir: Tak perduli bagaimana anehnya jurusmu, tidak nanti
kau lolos dari jurusku Guntur bertubi tubi dan Burung Wanyo
Terbang Berpasangan "
Dan dengan tenaga dikerahkan, ia menabas kearah cabang
yanglioe itu. "Inilah jurus yang ke-sembilan " Tiong Hoa berseru,
Dengan sebat ia menarik pulang cabang yanglioenya, atas
mana tubuh si imam terjerunuk kedepan disebabkan dia
menyerang hebat sekali. Thian Hong terkejut, ia mencoba menahan tubuhnya,
Dengan begitu, ia pun mencoba menarik pulangi pedangnya,
yang telah meluncur terus, inilah saat yang berbahaya,
pedangnya itu seperti nempel dan tertarik lawan, Kalau ia
lepaskan cekalannya, artinya ia mengurbankan pedangnya itu,
dengan mudah ia dapat membela diri.
Tapi tak suka ia kehilangan pedang mustika yang ia sayang
itu, yang menjadi seperti jiwanya, Tanpa pedang itu tak dapat
ia mengangkat nama, ia lantas mengerahkan tenaganya di
lengannya itu. Tiong Hoa menggunai saatnya yang baik, Gerakannya
barusan memang cuma buat membikin si imam terpancing
hingga terjerunuk. Begitu selagi orang terhuyung ke-depan- ia
membarengi. Kapan tangan kanan nya ditarik, maka tangan
kiri mendadak meluncur, terulur lebih panjang daripada
biasanya, ia mengguna Hoei Wan cioe. Tangan si Kera
Terbang, Tangan itu mendadak tambah panjang, dengan lima
jerijinya, pundak kanan si imam lantas disamber.
Thian Hong kaget, ia melihat tangan lawan menjadi
panjang luar biasa itu, Guncang hatinya itu merugikannya, ia
gugup dan menjadi kehilang kesebatannya. Lebih-lebih ia
kaget waktu ia mendengar suara pedangnya jatuh dengan
berisik. Tanpa bersangsi lagi, ia menjejak tanah untuk
berlompat pergi. Akan tetapi ia telah terlambat jalan
darahnya, ceng-kin-hiat, telah terbentur tangan lawannya.
Tidak ampun lagi ia merasa tubuhnya kaku dan kepalanya
pusing, Ketika ia menaruh kakinya ditanah, sepasang
pedangnya sudah berada ditangannya si anak muda. Dengan
wajah bersenyum, Tiong Hoa bertindak perlahan-menghampiri
imam itu. "Tootiang," ia berkata, "kau telah terpengaruhkan cabang
yanglioe ini maka kau menjadi kena didahului aku, ilmu
pedang kau sudah mahir hanya sayang kau belum
menyempurnakannya, hingga pedang dan tubuhmu aku
maksudkan hatimu belum menjadi satu, bersatu padu. Coba
kau tak mudah terpengaruh hingga hatimu menjadi tak
bimbang lagi, kau tentu telah menjadi ahli pedang nomor satu
dikolong langit ini. Maka itu sekarang masih terlalu pagi untuk
mengatakannya" Mukanya Thian Hong menjadi merah, lalu berubah menjadi
pucat, ia malu bukan main. ia juga menyesal dan berduka
sangat, syukur suramnya sang malam membikin perubaan
airmukanya itu tak nampak nyata.
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tootiang." berkata pula Tiong Hoa setelah berdiam
sejenak "kita telah berjanji jikalau daun yanglioe ini rontok. itu
artinya aku yang rendah yang kalah, maka itu sekarang,
silahkan tootiang menghitung daun ini, benar atau tidak
jumlahnya tetap seratus tujuh puluh tiga lembar"
Sembari berkata begitu, ia mengangsurkan senjatanya
yang istimewa itu. Thian Hong menjadi serba salah menyambuti salah, tidak
menyambuti salah juga. Ketika ia memandang si anak muda,
ia melihat sinar mata orang yang sangat berpengaruh ia malu
bukan main, sekonyong-konyong ia melengak dan tertawa.
"Tuan. benarlah apa yang kau kata." ia bilang, "Memang
untuk sejenak hatiku telah kena dibikin menjadi lemah, hingga
tak ingin aku melukai kau. hingga kesudahan nya kaulah yang
merebut kemenangan, sebenarnya pintoo tidak mau mengakui
yang ilmu silatku kalah daripada kau Baiklah, kejadian hari ini
boleh dibikin habis, akan tetapi nanti mudah-mudahan kita
berjodoh bertemu pula"
Habis berkata mendadak si imam bergerak, tangan kirinya
menyerang disusul segera dengan samberan tangan
kanannya. Tiong Hoa tidak menyangka orang membokong padanya, ia
melepaskan cabang yanglioenya, ia berkelit kesamping,
tangan kanannya diajukan, untuk menangkis.
Kedua tangan lantas beradu Tiong Hoa merasa tangan
kirinya itu kaku. Justeru itu, sepasang pedang ditangannya
terampas pulang si imam, siapa sebaliknya mengeluarkan
suara tertahan, sebab tubuhnya terhuyung beberapa tindak.
Cuma sedetik imam itu mengawasi dengan roman gusar,
lantas dia berlompat pergi, untuk menghilang ditempat gelap.
Tiong Hoa berdiam, lalu ia menghela napas, dengan
menyesal ia berjalan perlahan masuk kedalam kamar.
Angin malam itu dingin, pepohonan bergerak-gerak.
Ceng shia Jie Ay melihat Tiong Hoa lewat disisinya tanpa
menanya atau berpaling, mereka mengerti tentulah anak
muda itu tidak puas karena mereka tidak membantu padanya.
Mereka menjadi tidak enak hati untuk turut bertindak masuk.
Koay-bin Jin Him bersama Tiong-tiauw Kgo Mo, juga Boanin
dan Hoet Goat, mengikuti anak muda itu.
ooooo BAB 18 CUACA fajar mendatangi, hawa udara tetapi dingin. itulah
karena angin pagi tak mau berhenti bertiup. Diufuk timur,
cahaya putih mulai tampak. tanda bahwa sang Batara surya
bakal lekas muncul. diwaktu itu, Tiong Hoa masih memasang
omong dengan Tiong-tiauw Ngo Mo dan lainnya.
Kedua kacung, Boan-in dan Hoet Goat, berdiri menantikan
ditepi pembaringan. Tiba-tiba terdengar suara sesuatu yang jatuh atau turun
diluar jendela, sepasang alisnya Tiong Hoa segera bangun
berdiri "siapa diluar?" ia menegur.
"Aku. Cin Tiauw Hong" menjawab satu suara. Lalu
membarengi itu orangnya berlompat masuk dijendela diturut
Lo siauw Hong. Tiong Hoa heran, Tak disangka orang kembali demikian
cepat, Untuk mengundang Cee Cit beramai, mestinya mereka
ini menggunai tempo sedikitnya enam jam pergi dan
pulang.Maka ia mengawasi dengan melongo.
Cin Tiauw Hong berdiri tegak dengan ke dua tangan
diturunkan lurus. "Kami berdua baru pergi sampai diluar dusun sepuluh lie,
lantas kami mendapatkan Cee Loocianpwee beserta Kam
siauwhiap lagi bertempur mati-matian melawan Jie slong Gan
dan seeboe Boe Wie, ia berkata, memberi keterangan Kam
siauwhiap kalah dibanding seeboen Boe Wie, syukur ia di
bantu secara diam-diam oleh Cee Loocian-pwee. Meski
demikian, orang she seeboen itu dapat juga meloloskan diri.."
"Bagaimana dengan Jie slong Gan?" si anak muda tanya.
"Jie kena dibekuk Cee Loocianpwee. Loocianpwee
membilangi bahwa ia hendak pergi ke siauw Koh san untuk
mengurus partainya dan Kam siauwhiap turut pada nya, Maka
itu, mereka menuju ke Po-yang-selagi mau berpisahan, Cee
Loocianpwee memesan kata-kata untuk disampaikan kepada
siauwhiap, katanya menurut seeboen Boe Wie, kitab yang
berada ditangannya Kwie lam Ciauw adalah kitab yang palsu,
sedang mengenai yang tulen, Lim ciauw sudah mulai mengerti
sedikit-dikit. Umum nya soal masih samar-samar.
Seeboen Boe Wie itu katanya meninggalkan Kwie in chung
guna mencari kitab yang asli. Akhir nya Cee Loocianpwee
memesan untuk siauw hiap menyusul kegunung siauw Koh
san." Tiong Hoa berdiam, ia berpikir, Kemudian ia mengawasi
Song Kie. "Datangku kemari bukan untuk kitab." ia berkata, " karena
ada urusan Cee Loo-cianpwse itu, sekarang juga aku meminta
diri, untuk segera pergi ke siauw Koh san, guna membantu
saudara Cee itu" ia lantas berbangkit.
Jangan kesusu, laotee." kata Song Kie tertawa, "Song Kie
masih mengharap bantuan mu untuk mencari kitab ilmu silat
itu, untuk mendapat kepastian kitab masih berada disini atau
tidak. Kita pun perlu menyelidiki Kwie lam Ciauw telah pergi ke
mana, Bukankah sang pagi pun bakal segera tiba?"
Tiong Hoa bersangsi, ia ingat budinya orang she Song ini,
sudah selayaknya ia membantunya. ia bimbang, tapi akhirnya
ia menanya juga: "Song Loocianpwee, ada satu hal yang aku
si orang muda masih belum jelas, pantaskah atau tidak bila
aku menanyakannya?" Koay-binJin Him mengurut jeng gotnya.
"Laotee," dia berkata, tertawa, "kaulah muridnya
Loocianpwee Thian Yoe sioe, dengan kita ada bersamaan
derajat untukku, sudah suatu kehormatan maka itu, jangan
kau membahasakan loocianpwee padaku. Baiklah kau
memanggil kakak atau saudara saja, Kita cocok satu dengan
lain, diantara kita ada soal apakah yang tak dapat
dibicarakannya" Lekas bicara, tidak nanti aku menegur atau
menyalahkan kau" "Kakak Song, adikmu ingin bicara tentang minat kau," kata
Tiong Hoa, mengawasi "Kakak mencari cangkir kemala Coei In
Pwee, sekarang kakakpun ingin sangat mendapatkan kitab
silat Lay Kang Keen pouw, Kakak apakah tidak ketahui, loba
atau tamak. itu tak baik akibatnya?"
Ditanya begitu, Song Kie mengasi lihat roman guram,
tandanya dia berduka, Lantas dia menghela napas.
"Sebenarnya urusanku bukanlah urusan yang tak dapat
diberitahukan lain orang." dia berkata, "sebetulnya akulah
seorang jujur tetapi pelbagai peristiwa membuatnya namaku
menjadi buruk. hingga aku disebut seorang kepala penjahat.
Hal itu sangat melukai hatiku, Kepada siapa aku dapat
membeber kesulitanku itu" Pula, siapakah yang nanti suka
menahui atau memaafkannya" Laotee, tahukah kau, kakakmu
ini murid siapa?" Tiong Hoa menggeleng kepala. Memang- nya ia tidak tahu.
Song Kie tertawa duka. "Bukan saja orang Rimba persilatan tidak mengetahui,
sekalipun semua saudara angkatku yang selalu mengikuti aku
tidak tahu juga." berkata ia. ia menunjuk kepada ke lima
Hantu dari Tiong-tiauw, ia berhenti sebentar, baru ia
menambahkan: "sebenarnya kakakmu ini adalah murid Tong
Beng sianseng pemilik terakhir dan Lay Kang Keen Pouw itu.."
Tiong Hoa benar-benar heran, Mengenai ketiga benda
mustika itu. ia telah mendapat tahu dari Cee Cit terutama
halnya Ngo-sek Kim-bo. tetapi karena ia tidak suka terlibat
karenanya, ia bersikap tawar, ia hanya tidak menyangka
gurunya Koay-binJin Him itu.
"Jikalau begitu, katanya ilmu silat kakak jadi didapatkan
dari kitab itu?" Song Kie menggeleng kemala, ia masgul.
"Isinya Lay Kang Keen Pouw adalah intisari atau pokoknya
ilmu silat pelbagai partai, ia menerangkan bukan saja isi itu
sulit dimengerti juga dipelajarinya tak dapat dilakukan oleh
sembarang orang. Maka itu meskipun kakakmu ini muridnya
guruku itu, ilmu silatku berasal dari siauw Lim sie. Ketika itu
aku baru berumur tiga belas tahun.."
Terlihat nyata Song Kie sangat berduka dan penasaran.
"Sebenarnya mendiang guruku mau mengajari aku isi Lay
Kang Keen Pouw lagi tiga tahun, ia menambahkan selama tiga
tahun itu mendiang guruku itu telah pergi mencari cangkir
kemala Coei in Pwee.."
Tiong Hoa diam mendengari. ia tahu tentang cangkir
kemala itu dan bahwa Tong Beng sianseng mencarinya.
"Untuk mempelajari ilmu silat," Song Kie berkata pula,
"orang perlu dapat menyalurkan kedua nadinya, jim dan tok.
Tanpa penyaluran itu kesempurnaan atau kemahiran nya
dapat terbatas. Aku mempunyai bakat yang baik, apa yang
kurang adalah yang di namakan tenaga sian-thian karena
mana, perlu itu diperkuat dulu dengan tenaga liouw-thian.
Tenaga itu diantaranya bisa di dapat dengan bantuannya
cangkir mustika Coei in Pwee itu. Mungkin laotee pernah
dengar tentang cangkir kemala tersebut. Kalau sembilan
macam obat beserta arak Pek lian Tin-cioe direndam dalam
cangkir itu selama seratus hari, lalu orang minum arak obat itu
mudah dia meyakinkan ilmu silatnya. itulah sebabnya
mendiang guruku ingin hebat dulu mendapatkan itu cangkir
mustika... Tapi, setiap guruku pulang selalu ia bertangan kosong,
hingga dia menjadi sangat masgul, Meski demikian itu tak
pernah aku ini diberitahukan. Kemudian datanglah suatu hari
yang naas, Aku tidur diguha bagian belakang. Hari itu kira jam
tujuh pagi, ketika aku pergi kebagian depan, aku
mendapatkan guruku sudah menutup mata, aku kaget dan
heran, Aku menjadi bercuriga. Maka aku periksa tubuh
guruku. Ternyata dipunggungnya ada tapak tangan yang merah.
Kemudian lagi aku mendapat kenyataan, kitab silatnya itu
lenyap. Teranglah bahwa guruku telah mati dibokong dan
kitab nya dirampas. Biarpun sangat berduka, menyesal dan
penasaran, aku lantas mengurus dulu jenazah guruku itu,
selesai itu, aku bersumpah bahwa aku akan cari musuh
mendiang guruku itu, guna menuntut balas, guna merebut pulang
kitab ilmu silat itu. Demikianlah, selama belasan tahun, aku masuk dalam
dunia Kang-ouw, aku bercampuran dengan segala macam
orang, orang jahat tak terkecuali hingga aku kecipratan
karenanya. sampai sebegitu jauh aku belum berhasil mencari
musuh guruku serta kitabnya itu, belum juga sampai sekarang
ini, hingga usiaku sudah lanjut, hingga aku bakal lekas
berangkat menyusul mendiang guruku d ia lam baka.
Kelihatannya ihtiarku ini bakal gagal..."
Jago ini jadi sangat berduka hingga ia menangis
menggerung airmatanya mengucur deras.
Maka sekarang dapatlah dimengerti Keay-bin Jin Him
bahwa sebenarnya bukan seorang manusia busuk. bahwa
suasana di-sekitarnya yang membikin ia bertabiat luar biasa
itu, hingga sepak terjangnya pun mirip dengan sepak terjang
bangsa sesat. Tiong Hoa menghela napas, Begitulah nasib manusia. ia
sendiri juga lagi berada dalam ujian penghidupan. Kejahatan
dan kebaikan itu dekat satu dengan lain, seperti lurus dan
sesat hingga tinggal orang bertindak saja keliru atau tidak
"Kakak, jangan kau berduka," ia menghibur kemudian "Biar
bagaimana, pasti bakal datang harinya yang rahasia yang
terpendam itu akan terbuka, Adikmu ini bodoh tapi sukaku
berjanji, selama aku masih hidup. nanti aku bantu kakak
hingga usahamu ke-sampaian"
Song Kie mengangkat kalanya, memandang kawan ini. ia
terlihat heran dan girang menjadi satu.
"Jikalau adikku suka membantu aku, aku tidak kuatir lagi"
katanya. Ruang Hoan-hian itu terang, tetapi diluar kabut tetap
tinggal, pepohonan didalam hutan seperti ketutupan. Matahari
sudah keluar tetapi sinarnya belum merata.
Tengah orang berdiam, seorang chungteng batang masuk
sembari memberi hormat dan tertawa, dia berkata: "Di ruang
Cip-eng-thia telah disajikan barang santapan untuk para
tetamu, silahkan loosoe semua bersantap d is ana, Lagi
satujam, Kwie Cung coe akan menantikan dibukit digunung
belakang untuk melakukan pertemuan, sekalian d is ana Cung
coe hendak menghadiahkan Lay Kang Keen Pouw kepada
salah seorang tetamu. segala hal lainnya mengenai urusan itu
aku tidak tahu." ia memberi hormat pula terus ia
mengundurkan diri. Tiong Hoa menoleh kepada Cin Tiauw
Hong dan bersenyum. Toa Mo mendongkol, dia kata sambil tertawa dingin: "Biar
bagaimana, kita mesti lihat duduknya hal sampai nanti kita
pergi kesana" Tiong Hoa menurut, maka dalam satu rombongan, mereka
keluar dari kamar Hoa hian.
ooo Diatas bukit kecil telah berkumpul banyak orang jumlahnya
seratus lebih, Merekalah para tetamu yang dianggap sebagai
akhli-akhli silat dari pelbagai golongan sesat dan lurus,
Diantara mereka itu ada yang berbisik satu dengan lain.
Tatkala itu kabut telah mulai bayar dan matahari mulai
muncul. Ketika itu terdengar seorang berkata: " Kata nya Kwie lam
Ciang sudah menantikan kita disini, kenapa dia masih belum
tampak" HmJangan-jangan disini ada satu rahasianya"
Thian ciat sin Keen serta Thian Hong cinjin ada beserta
diantara orang banyak itu, mereka nampak tak tenang.
Song Kie menyapu kepada orang banyak. ia melihat Ceng
shia Jie Ay bersama Kong soen Bok Liong berdiri jauh,
berkumpul sambil memasang omong, Roman mereka
begitupun yang lainnya cemas, Melainkan Lie Tiong Hoa
seorang yang tenang-tenang saja. seperti yang tak memikir
apa juga. "Kwie lam Ciauw datang" mendadak seorang berkata keras.
Semua orang lantas berpaling, Memang teriihat disana Kwie
Lam Ciauw lagi berlari-lari mendaki bukit kecil itu. oleh karena
dia beriari cepat, dengan cepat juga dia telah tiba diantara
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekalian tetamunya, Dia memandang semua tetamu, lantas
Pedang Asmara 9 Wiro Sableng 005 Neraka Lembah Tengkorak Pemberontakan Taipeng 3
terdengar suara saling bentak.
Tiong Hoa berlompat keluar, ia lantas melihat Jie siong Gan
lagi berhadapan dengan seorang yang bertubuh tinggi besar
dan kekar, sedang dibawah pohon cemara, roboh seorang
diatas salju, ia ingat itulah orang yang tadi ia robohkan ketika
ia mau pergi menemui Kwie Lam Ciauw.
Orang tinggi besar itu kata keras: "Jie siong Gan, kau juga
salah satu tetamu dari Kwie In chung ini, kenapa kau melukai
muridku si orang tua?" Sambil menanya itu sebelah tangannya
menyamber jago Thian Hong Pang pada jalan darah cengciok.
Dia bergerak sangat cepat.
Tubuhnya Jie Siong Gan mencelat, berkelit hingga lima
kaki. Dia tidak menangkis atau membalas menyerang. Dia
hanya tertawa. "Sayang kau menjadi adik seperguruan dari ketua Khong
Tong Pay," katanya, nadanya mengejek, "Kecewalah kau
menjadi Kim-Hong-kiam Kee Pek see yang berkenamaan
dalam dunia Rimba Persilatan- Kau periksalah biar teliti untuk
dapat kenyataan apa benar dia telah terlukakan aku si orang
Jie." Tiong Hoa tertawa dalam hatinya, jadinya Kee Pek see itu
menyangka Siong Gan-sejenak itu ia mendapat satu pikiran:
jikalau dia sampai tersadar, pasti aku bakal jadi musuhnya
pihak Khong Tong Pay. Maka itu, sebelum orang melihat
padanya, diam-diam ia menjemput sepotong batu kecil, terus
ia menimpuk pada kurbannya itu tadi. Atas serangannya itu,
tubuh orang berkutik, lalu berdiam, ia menduga tentulah
orang sudah mati. Kee Pek see masih saja gusar, Dia kata pula keras:
"Barusan aku melihat sendiri kaulah yang meletaki tubuh
muridku ini jikalau bukan kau yang melakukan, habis
siapakah.." "Ketika aku keluar dari kamar itu, aku melihat muridmu itu
rebah dibawah pohon-" kata Siong Gan. "Aku berhati baik, aku
me lihat padanya siapa tahu perbuatan baikku itu menerbitkan
ini salah paham. Muridmu itu belum mati kenapa kau tidak
mau sadar kan dia untuk tanyakan keterangannya ?"
Jikalau bukan kau yang melakukan, kenapa tadi kau tidak
mau sadarkan dulu dia dan baru kau tanya ?"
Kee Pek see kata sengit, "Maka terang kau yang
melukainya" Jie Siong Gan gusar bukan main, tetapi karena ia
mempunyai urusan lain, ia menahan sabar seberapa bisa.
"Baiklah " katanya, tertawa dingin, "Nanti aku tolong
sadarkan muridmu, jikalau dia bilang bukannya aku yang
meluka kan dia, aku mau lihat kemana kau nanti taruh muka
yang tebal kulitnya " Koe Pek see berlompat menghampirkan.
Ketika Jie siong Gan merabah nadi orang itu, ia berdiam,
matanya mendelong, mulutnya terbuka.
"Celaka" kata ia dalam hati, "Tadi tubuhnya masih hangat
dan napasnya nasih berjalan, kenapa sekejap saja dia sudah
binasa" Ah, mesti ada orang yang diam-diam memfitnah aku" Maka
ia lantas menoleh ke arah kamar Hoa-hian dari Lie Tiong Hoa.
Selagi memandang kearah kamar utu, Siong Gan
mendengar ketawa seram dibelakangnya terus ia merasakan
samberan angin dingin kearah kepalanya, ia liehay, ia dapat
mem-bade itu, maka itu ia melemparkan tubuh orang kearah
angin, ia sendiri mencelat ke- atas. Dua gerakan itu,
melemparkan orang dan menjejak tanah, ia lakukan dengan
ber bareng. Koe Pek see melihat orang menghindarkan diri dengan itu
cara telengas, ia membatalkan serangannya, ia berkelit dari
tubuh muridnya, Tapi tidak berhenti sampai disitu.
Begitu tubuh muridnya lewat, ia melompat pula untuk
menghampirkan orang yang menyingkirkan diri itu.
Jie Siong Gan mengangkat tangan kanan-nya, dibawa
kepundak kirinya maka itu di lain saat dalam sekejab,
tangannya itu sudah bertambah dengan seruling besinya yang
hitam mengkilap. yang bersinar karena taburannya delapan
bintang perak. "Kee Pek see, jangan kau terlalu menghina orang" dia
menegur bengis, "Kita tidak bermusuh, bukan" Buat apa tanpa
sebab aku membinasakan muridmu" Buat apa aku berlaku
begini hina dan kejam" Cobalah kau pikir baik-baik"
Kee Pek see tidak menghiraukan kata-kata itu. Di dalam
Khong Tong Pay dialah yang tabiatnya paling keras, Melihat
orang mengeluarkan senjata, dia menjadi semakin panas.
Dia menggeraki tangannya, lantas terdengar satu suara
nyereset nyaring, terus terlihat benda berkilau kuning emas,
lalu terlihat mencekal Kim Liong Kiam ialah pedang emasnya
yang membikin ia mendapatjulukannya itu Kim Liong Kiam si
pedang mas. "Jie siong Gan" dia berseru "Biarnya kau berlidah bunga
teratai, sulit kau membikin aku si orang tua percaya kau satu
laki-laki, dia mesti berani berbuat berani bertangung jawab,
maka itu kecewa kau menjadi ketua sebuah partai karena
kelakuan pengecutku ini sudah lama kau tersohor untuk ilmu
silatmu Hoei seng Pat Tek. namamu ter-mashur di selatan dan
Utara sungai Besar, maka malam ini ingin aku belajar kenal
dengan serulingmu itu"
Bagus itu waktu sang rembulan telah keluar dari alingan
megg hingga cahayanya menjadi terang dan permai sekali.
segala apa menjadi tampak nyata, Begitulah sebelum ke dua
pihak bergebrak, disana terlihat munculnya beberapa orang,
yang terus saja berdiri berbaris dekat mereka berdua.
Mereka itu yalah Ceng Shia Jie Ay, Kong soen Bok Liang,
Seeboen Boe Wie. Boan In bersama Hoet Goat, Lo Siauw
Hong, Ciaw Tiauw Hong serta lima orang yang belum dikenal,
yang satu diantaranya beroman paling menyolok mata.
Sebab dia bermuka panjang seperti labu, alisnya naik
seperti tergantung, batang hidungnya tinggi, bibir nya tipis,
sedang wajahnya mirip tertawa mirip bukan, Adalah matanya
yang tajam dan bengis hingga dapatlah diduga, kecuali lihai,
mestinya dia telengas.."
Diantara sinar si puteri Malam nampak nyata wajahnyaJie
Siong Gan, dan Koe Pek See. Yang satu gusar yang lain
mendongkol karena penasaran keduanya mengasi lihat
semangat melakukan pembunuhan.
Sebelum bergerak kedua pihak jalan memutar untuk samasama
memasang mata, buat siap sedia, untuk menyerang
atau menangkis, Tinggal siapa saja yang lebih cepat turun
tangan, Tindakan kaki mereka membekas dalam, Setelah tiga
idaran, Jie Siong Gan berseru tubuhnya maju, serulingnya
bergerak. ia mendahului menyerang, menotok kejalan darah
Thian-kie dari Koe Pek See.
Karena dikasi bergerak, delapan bintang perak pada
seruling itu berkeredepan menyilaukan- Dengan sendirinya
sinar itu dapat mengaburkan mata lawan.
Koe Pek See dapat mengenali serangan itu, yalah jurus
Sian-jin-boen Mouw. atau Dewa menanya jalanan, maka
tahulah ia orang cuma mengancam. ia menghentikan
tindakannya, ia berdiri diam dengan pedang siap sedia.
Jie Siong Gan maju terus, setelah datang dekat hampir
setengah kaki, pedangnya bersinar pula.
"Ah, benar hebat ilmusilatnya " pikir Koe Pek see. Karena
ini, ia menggeraki pedangnya, untuk menyerbu seruling
lawan.Jie siong Gan tidak menyingkirkan senjata nya, dari itu
kedua senjata menjadi beradu dengan menerbitkan suara
yang nyaring. Koe Pek see mengeluarkan ilmu menempel menyusuli
bentrokan senjata itu, ia menarik kesamping.
Jie siong Gan terperanjat. Tubuhnya terhuyung kena
tertarik. Lekas-lekas ia menancap kaki, tangan kanannya pun
dikasiturun, ia bergerak dengan huruf Menggempur, untuk
melepaskan tempelam hingga pedang lawan tertarik ke
samping. Bentrokan pertama ini membikin kedua pihak menginsyafi
ketangguhan masing-masing, senjata mereka terus nempel,
Tak berhasil Jie siong Gan dengan usahanya meloloskan
pedangnya dari tempelan lawan.
Koe Pek see bertahan terus, Dengan begitu kedua pihak
terus sama-sama mengerahkan tenaga mereka, Karena itu,
keduanya menjadi lekas letih. Keringat membasahkan jidat
mereka, sedang dari embun-embunan mereka tampak
mengkedusnya semacam uap putih, Keduanya sama-sama
berdiri tegak. Tempelan itu tak berjalan lama, setelah mengukur tenaga,
keduanya saling berseru, Akibatnya itu yalah tempelan
terlepas, ke duanya terhuyung mundur beberapa tindak.
napas mereka bekerja keras.
Menyaksikan kejadian itu, diantara para penonton
terdengar satu suara tertawa yang tajam, disusul dengan ini
kata-kata dingin: "Bertempur secara demikian, meskipun
orang bertempur sampai besok siang, pasti tak akan ada
kesudahannya siapa lebih tinggi dan siapa lebih rendah, Ada
apakah yang bagus dipandang" sudahlah, aku si orang she
Lee mau pergi tidur saja."
Tanpa merasa, dua-dua Jie siong Gan dan Kee Pek see
melirik kearah dari mana ejekan itu datang, Maka mereka
dapat melihat orang tadi yang romannya luar biasa itu.
Menampak roman orang, Kee Pek see heran, ia terperanjat.
"Ah, kenapa dia pun datang kemari?" tanya dia dalam hatinya.
Jie siong Gan sebaliknya tidak kenal orang itu, dia menjadi
tidak senang. "Bagus atau jelek, ada apa sangkutannya dengan kau?" dia
membentak. "Aku si orang she Jie juga tidak minta kau
menjadi wasit, jikalau kau mau tidur, pergilah kau mabur dan
menggoler, tidak ada orang yang mencegah padamu."
Orang itu tidak berjalanpergi, mendengar teguran, matanya
bersinar, lalu dia tertawa nyaring. Dia kata keras: "Aku ini,
seumur- ku ada tabiatnya yang aneh. Kalau orang usir aku,
aku justeru tidak sudi pergi sebaliknya kalau kau menahan,
kau minta aku jangan pergi, akujusteru lantas ngeloyor pergi"
Selagi berkata begitu, tahu - tahu tubuhnya telah mencelat
maju, hingga dia jadi berdiri didekat ketua Pang coan itu
sejauh lima kaki. Kee Pek see lantas mundur dari gelanggang.
Sekarang Jie siong Gan dapat menduga orang liehay, ia
menyaksikan tindakan kaki orang itu serta kegesitannya, Tapi
ia tidak mau menunjuki j eri hatinya, bahkan dengan
bersenyum ewah, ia lantas menyerang dengan seruling
besinya. Karena ia berlaku bengis, bisa dimengerti hebatnya
serangannya ini. Orang itu tak bergeming, dari mulutnya terdengar
bentakan- "Hm" Tak terlihat tangannya bergerak. tetapi
serulingnya ketua Thian Hong Pang itu terpukul mental
sendirinya, hampir terlepas, sedang pemiliknya pun mundur
setengah tindak mundur diluar kehendaknya sendiri.
Mukanya Jie Siong Gan menjadi berubah, inilah diluar
dugaannya, sekarang ia mendapat bukti kenyataan liehaynya
orang. "Dengan kepandaian begini kau hendak menjagoi
diperairan di Kang lam," kata orang itu tertawa tawar,
"Nampaknya Kang lam sudah tidak ada lelakinya" Mukanya
Siong Gan menjadi pucat, ia malu dan mendongkol berbareng.
"Dengan ilmumu yang sesat, tuan, tak dapat kau membikin
aku takluk" ia kata, ia tertawa terbahak-bahak. Bukan karena
girang hanya saking murka. orang itu kelihatan melengak,
lantas dia tertawa. "Begini saja," katanya. "Aku tidak akan menggunai ilmuku
yang kau katakan sesat, kau boleh serang aku sesukamu, baik
dengan tangan terbuka dengan seruling atau dengan tinjumu,
Seperti biasanya sifatku, aku akan mengalah tiga jurus kepada
siapa juga, begitupun terhadap kau. selama tiga jurus kau
menyerang aku, aku tidak akan membalas, tetapi dijurus
keempat hati-hatilah kau, aku akan mengambil dua jeriji manis
dan kelingking dari tangan kananmujikalau kau dapat lolos
darijurusku, maka aku akan tarik pulang kata-kataku barusan
mengenai Thian Hong Pang, dihadapan orang banyak ini aku
akan menghaturkan maaf secara begini bukankah kau akan
takluk di mulut dan dihatimu?"
Semua orang heran, sedang Jie Siong Gan berdebaran
hatinya, itulah kata-kata hebat, Tanpa bukti, tidak nanti orang
mementang mulut demikian besar Maka, siapakah orang ini"
Kenapa dia tidak dikenal"
"Tuan, kau bicara terlalu besar kau tidak tahu malu," kata
Siong Gan- Dia menjadi sabar tetapi suaranya dalam, "Biarnya
aku bodoh tidaklah nanti didalam empat jurus aku
membiarkan dua jeriji tanganku di ambil orang-" orang itu
kembali tertawa. "Jikalau kau tidak percaya, mari coba " katanya tawar.
Selagi orang menyahuti Jie siong Gan sudah pikirkan tiga
macam jurus yang ia harus gunakan merobohkan si jumawa
itu, ia memikir untuk tidak memberi ketika pada orang itu,
Lalu ia kata: "Tuan kau mau menang sendiri saja sekarang
aku tanya kau, jikalau aku berhasil didalam tiga jurus itu,
bagaimana dengan kau ?"
Matanya orang itu bercahaya tajam, Dia tertawa.
"Jikalau kau dapat melukakan aku, segera aku
mengundurkan diri dari dunia kang ouw " kata dia nyaring,
"Didalam Rimba persilatan hitung saja sudah tak ada lagi aku
Thian Ciat sin Keen Lee Yauw HoanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Jie siong Gan kaget mendengar disebutnya nama itu yang
ia pernah dengar dan ketahui baik, orang pun menjadi hantu
kepala diantara hantu hantu dari Tionggoan
Punggungnya lantas mengeluarkan keringat dingin. Dengan
sangat terpaksa ia bersenyum hingga senyumannya jadi
sangat tawar. "Baiklah." serunya, seraya terus berlompat maju, untuk
menyerang, Dengan seruling nya ia menotok kearah muka.
Thian ciat Sin Koen mengenali jurus itu yaitu jurus Bintang
dingin menubruk rembulan ia juga merasai anginnya seruling
mendahului menyamber, ia tidak mau berdiam saja seperti
tadi, ia pun tidak menangkis, hanya berkelit secara luar biasa
sekali, ia bertindak kekiri, terus tubuhnya melesat kebelakang
penyerangnya itu, ia gesit bagaikan kilat berkeredap.
Siong Gan terperanjat ia melihat bayangan berkelebat, atau
musuh lenyap dari hadapannya.
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jurus yang pertama" ia mendengar suara lawan
dibelakang nya, dekat ditelinganya, hingga telinganya itu
menggetar Tanpa merasa, ia mengeluarkan keringat, ia segera
mendak, sambil memutar tubuh, ia menyerang kebelakang, ia
dapat menduga orang berada dibetulan mana karena
mendengar suara orang itu, ia menyerang dengan luar biasa
cepat, ia menduga ia bakal berhasil.
Kesudahannya kembali musuh tak terlihat dibela kang nya.
Ketika itu ia melirik sekelebatan para seeboen Boe Wie
beramai, ia melihat orang menuniuki roman kaget, maka ia
turut menjadi kaget karenanya.
"Jurus yang kedua "begitu ia mendengar suaranya Thian
ciat sin Koen, Kembali suara itu terdengar dekat ditelinganya,
Kali ini ia bukan mendak berkelit seperti tadi untuk sekalian
menyerang, ia justeru berlompat tinggi seraya memutar diri,
baru dari atas ia menyerang turun.
Ia menyerang setelah berjumpalitan dengan tipu silat Naga
membalik tubuh, serulingnya itu bersinar bagaikan bintangbintang
berkeredapan. Inilah jurus yang ketiga, Kali ini Jie siong Gan sudah
mengerahkan seluruh tenaganya, untuk membikin ia menjadi
gesit dan kuat istimewa, Gesit supaya ia berhasil menyerang
dan kuat agar ia bisa menghajar ringsak pada musuhnya itu
serangannya ini sesuai dengan ketelengasannya, ia tidak
menyayangi bahwa orang bakal mati.
Thian ciat sin-Koen lihai luar biasa. ia seperti telah
membade hati orang, ia rupanya mengerti, jurus ketiga bakal
jadi jurus yang mematikan. Maka ia menggunai otaknya dan
bekerja lantas menuruti pikirannya itu.
Begitulah selagi orang berlompatjumpalitan itu, bukan ia
menanti serangan seperti dua kali yang bermula ia justeru
menjejak tanah untuk mengapungi diri, guna menyusul
musuhnya itu hingga ia dapat membayangi sejarak dua dim.
Lagi-lagi Jie siong Gan kaget tidak terkira, ia sudah memikir
matang untuk menghajar ringsak lawannya, siapa tahu begitu
ia menoleh, ia tidak melihat lawannya itu. Dalam kagetnya itu
segera berkelebat niatnya menyelamatkan diri, ia baru berpikir
atau ia mendengar tertawa dingin serta kata-kata ini:
"Kau terlebih telengas daripada aku. Kau tak dapat
diampuni" Belum lagi Siong Gan sempat berdaya, mendadak ia
merasa serulingnya kena di tarik orang hingga terlepas dari
cekalannya menyusul mana ia merasakan jeriji tangan nya
sakit begitu sakit sampai ia roboh ke tanah, ia tidak pingsan,
ia dapat berlompat bangun.
Ketika ia melihat tangannya dua jerijinya--jari manis dan
kelingking-- sudah terkutungkan dan seluruh telapakan tangan
nya itu mandi darah Tatkala ia mengangkat kepalanya melihat
kedepannya, Thian ciat sin-Koen berdiri terpisah dua tombak
berdiri dengan mengawasi dengan dingin
Ketua Thian Hong Pang ini menjadi malu gusar dan
menyesal dan bingung juga, ia menyesaikan diri lantaran ingin
ketahui hal nya Cee Cit, ia sudah masuk ke Hoa-hian mencari
Lie Tiong Hoa. Tidak demikian tidak nanti ia jadi bentrok
dengan pemuda she Lie itu.
Seharusnya, ia pikir, ia mengikat persahabatan dengan dia
itu, Coba ia tidak mencari Tiong Hoa, tidak nanti ia
menghadapi Lee Yauw Hoan yang lihai ini, hingga ia kena di
perhina dan memalukan itu sampai ia lupa mengurus lukanya
Thian ciat sin-Koen mengawasi terus dia tertawa dingin.
"Bagaimana kau masih mempunyai muka berdiam terus
disini?" dia tanya. Siong Gan berdongak mukanya merah,
saking mendongkol dan malu.
"Menang atau kalah adalah hal umum dalam peperangan"
ia kata. ia menyeringai. "Untuk sakit hati jeriji buntung ini
dalam tempo lima tahun pasti aku akan menuntut balas. Tidak
dapat aku berlalu dari sini sekarang, aku masih mempunyai
urusan yang belum terselesaikan. Kau dan aku sama-sama
menjadi tetamu dari Kwie In Chung, mana dapat kau menjadi
wakil tuan rumah mengusir aku"
"Terserah kepada kau Terserah kepada kau" Lee Yauw
Hoan tertawa lebar, "Oleh karena kau masih menpunyai muka
untuk berdiam disini mana dapat aku mengaco belo mengusir
tetamu," Ia berhenti sejenak tidak lagi ia tertawa pula, tetapi
ia menambahkan kata-katanya, suaranya keras, romannya
bengis: "Sekarang aku beritahu padamu, jikalau kau masih
bermimpi hendak mendapatkan Lay Kang Koen Pouw, maka
itu berarti, untuk tubuhmu tak ada lagi tempat menguburnya
jikalau bukan untuk kitab itu, tidak nanti aku turun pula dari
gunung Lu Liang san "
Mendengar itu maka Ceng shia Jie Ay, yang semenjak tadi
nonton saja dengan mulut bungkam, lantas campur bicara,
Kata Kok It: "Dengan begitu jadinya Lee Loosoe memandang
kitab itu sebagai juga barang yang sudah berada didalam
sakumu " Thian ciat sin-Koen menoleh dengan ayal-ayalan, ia
melirikjago Ceng shia Pay itu.
"Tidak salah " sahutnya sabar, " Walau pun aku si orang
she tidak mengulur tanganku mengambilnya, pastilah Kwie
Lam Ciauw bakal menyerahkannya dengan kedua tangannya
disodorkan " Kok It tertawa.
"Langit itu ada angin dan awannya yang tak dapat diterka,
loosoe " katanya, "Aku harap Lee Loosoe tidaklah mengharap
secara demikian sungguh-sungguh"
Ang Hie tertawa tawar. "Salah yalah Kwie Lam Ciauw" kata ia, turut bicara, "Dia
sudah mengundang serigala datang kedalam rumahnya"
Alisnya Yauw Hoan mengkerut naik, matanya bersorot
tajam, Hanya sebentar ia nampak tenang pula, ia tertawa
secara Jenaka, ia menggoyang-goyang kepalanya.
"Jangan kamu kira kamu Ceng shia Jie Ay telah ternama
besar sekali" ia kata sabar, juga kamu, tak nanti kamu dapat
melawan aku si orang she selama sepuluh jurus"
Sepasang alisnya Kok It mengkerut, "Tak perduli kami
berhasil atau tidak." ia kata, "akan tetapi menurut dugaanku si
orang she Kok. kitab itu tidak nanti kau sanggup
mendapatkannya." Thian ciat sin Koen kelihatan heran, Alasan apa yang
membuat kau beranggapan begini?" dia tanya, Kok It
bersenyum. "Tidak dapat aku memberikan keterangan" sahutnya, "Aku
cuma mendapat alamat bahwa kau tak bakal mendapatkan
itu." Habis berkata, jago Ceng shia ini berpaling melirik Seeboen
Boe Wie. Keng Thian Cioe terperanjat hatinya berdenyut, "Apa
maksudnya maka jago Ceng shia itu melirik kepadanya."
Thian ciat sin Koen menyaksikan itu ia heran hingga ia
menerka-nerka, Tapi ia tidak takut, ia percaya dirinya.
"Kalau Kwie Lam Ciauw iklas menghaturkan kitab itu
dengan kedua tangannya, bagaimana?" ia tanya tertawa.
Matanya Kok It mencilak. "Apakah kau maksudkan untuk bertaruh?" ia tanya.
Yauw Hoan mengangguk. Ang Hie lantas berkata: "jikalau kau berhasil mendapatkan
kitab itu maka mulai sekarang kami Ceng shia Jie Ay tidak
bakal muncul pula dalam dunia Kang-ouw. sebaik nya kau,
dalam tempo sepuluh tahun, tidak dapat kau mencelakai
orang." Thian ciat sin Koen tertawa lebar, "Baik. Beginilah kata-kata
kita yang masuk hitungan," dia menerima baik.
Matanya See-boen Boe Wie memain tak tentu perannya,
syukur orang lain tak melihatnya.
Ketika itu Jie siong Gan sudah membalut tangannya, Dia
menghampirkan Koe Pek see, untuk berkata: "Koe Loosoe,
segala apa mesti dibikin terang, orang yang membinasakan
muridmu itu yalah lain orang. Ketika tadi aku keluar dari
Hoan-hian, aku mendapatkan muridmu sudah rebah di bawah
pohon, dan tempo aku memeriksa dia, tubuhnya masih
hangat. Adalah barusan, tak tahu apa sebabnya, dia telah
meninggal dunia." Kee Pek see mengawasi tajam, "jadi kau mau artikan,
selagi kita berselisih mulut, ada orang yang membokongnya?"
dia menegasi. Siong Gan mengangguk. "Tidak bisa lain daripada itu,"
sahutnya, Kim Liong Kiam si pedang Naga Emas lantas
berpaling kearah kamar Hoa-hian. "Siapakah yang menempati
kamar itu?" dia tanya.
"Seorang muda she Lie." Siong Gan jawab tawar.
"Hm" bersuara Koe Pek see, yang tubuhnya terus mencelat
sampai didepan jendela kamar itu, untuk terus melongok
kedalam kamar, ia melihat seorang lagi rebah dengan
berselimut. ia heran, ia mengawasi dengan melongo.
orang banyak lantas menghampirkan.
"Koe Loosoe, kau keliru menduga orang." berkata Kok It.
"jikalau orang membinasakan muridmu itu, tentulah dia sudah
bersiap sedia untuk menjaga diri, mustahil dia enak enakan
tidur nyenyak" Jilid 13 : Bertemu kembali dengan Koay bin-Jin Him
"Tak perduli dia atau bukan" kata Pek see tertawa dingin,
"Kita bertempur, kita membikin banyak berisik, kenapa dia
tetap tidur nyenyak" pastilah ini mencurigai" Ia lompat masuk
kedalam kamar, tangannya diulur untuk menyamber selimut.
Mendadak selimut itu, bagaikan sebuah tembok baja, terbang
memapaki orang she-Koe itu.
Pek see kaget, inilah ia tidak sangka, Terpaksa ia lompat
mundur, kedua tangannya dipakai mengibas, hingga selimut
itu jatuh ketanah, ia merasakan benda lunak itu menjadi keras
sekali dan berat, Tentu sekali ia menjadi bertambah heran.
Segera juga Kim Liong Kiam melihat di depannya berdiri
seorang muda yang tampan yang mengenakan pakaian putih
yang mengawasi ia dengan roman gusar, ia melengak ketika
sinar matanya bentrok s inarmata pemuda itu. ia merasakan
suatu pengaruh luar biasa.
"Jikalau kamu mau berkelahi kamu dapat berkelahi dengan
sepuas kamu" kata pemuda itu, suaranya berat. "Kenapa kau
mengganggu aku yang lagi tidur " Apakah mesti ada orang
luar yang menonton untuk menyaksikan kejelekanmu ?"
Bukan main gusarnya Koe Pek see, Tak dapat dia
mengendalikan diri lagi. "Aku si orang tua mau tanya kau
kenapa kau membunuh muridku ?" dia tanya membentak.
"Kau siapa ?" tanya Tiong Hoa, si anak muda, sambil
tertawa dingin. "Siapa itu muridmu" Apakah kau lihat dengan
matamu sendiri orang membinasakan muridmu itu" Ataukah
orang lain yang melihatnya?"
Pertanyaan nyerocos itu membikin bungkam Koe Pek see
tak perduli dialah seorang Kang ouw ulung, Dia sampai
menganga saja dan lantas menoleh keluar jendela mengawasi
Jie siong Gan. Ketua Thian Hong Pang itu lantas berkata cepat: "Koe
Loosoe janganlah kau melimpahkan kesalahan kepada lain
orang. Aku si orang she Jie tidak mengatakan Lie siauwhiap
yang membunuh muridmu itu. Tadi kau tanya di daLam kamar
ini siapa penghuninya, aku menjawab dengan sebenar
benarnya saja, sebagai ketua sebuah partai mana dapat aku
lancang menuduh orang?"
Kata-kata itu beralasan Koe Pek see menjadi bingung.
Tiong Hoa maju satu tindak. la memandang bengis pada
orang she Koe itu. "Kenapa kau lancang masuk kedalam kamar orang?" dia
menegur, "Kenapa kau berniat mengangkat selimutku"
Apakah maksud mu yang sebenarnya?"
Pek see demikian terdesak. dari melongo dia menjadi
gusar, hingga rambut dan kumisnya seperti pada bangun
berdiri. Dia berdiri tegak. Menampak demikian Kok It
berlompat masuk kedalam kamar.
"Inilah salah mengerti," ia berkata, tertawa, "siauwhiap
harap kau tak memandangnya secara sungguh-sungguh. Dan
kau, Koe Loosoe, cukup asal kau mengatakannya bahwa kau
berbuat lancang tanpa disengaja."
Mendengar itu sikapnya Tiong Hoa menjadi tenang pula.
Justeru itu diluar kamar terdengar suaranya Kongsoen Bok
Liang yang sambil menghela napas seorang diri: "Eh,
mengapa see-boen Loosoe pergi secara diam-diam?"
Belum berhenti suaranya anak muda itu. Thian ciat sin-
Koen sudah berteriak keras: "Bsgus bocah she seeboen
Bagaimana berani kau menghina aku si orang tua?" sembari
berteriak. dia berlompat lari.
Kok It bersama Koe Pek see menoleh ke luar jendela
dengan bantuan sinar rembulan mereka melihat tubuhnya Lee
Yauw Hoan berlari keras lalu menghilang diatas genting
didepan taman. Menyusul Thian ciat sin-Koen, beberapa tubuh lainnya pun
turut pergi. Menyaksikan demikian, Pek see berpaling pada Tiong Hoa
dan berkata: "Aku nyesal telah mengganggu siauwhiap, maaf.
Biarlah lain kali kita bertemu pula" Kata-kata itu diakhiri
dengan tubuhnya lompat keluar dari dalam kamar."
Dengan kepergian mereka itu maka disitu tinggal Ceng shia
Jie Ay bersama Kongsoen Bok Liang, begitupun Boan In dan
Hoet Goat serta Cian Tiauw Hong, Lo siauw Hong dan Lie
Tiong Hoa sendiri, Ceng shia Jie Ay mau mengajak muridnya
pergi tapi Tiauw Hong mencegah.
"Jangan pergi, loocianpwee, pergi pun percuma," kata
orang she Cian itu Kok It heran.
"Kau mengatakan begini apakah kau melihat sesuatu yang
aneh?" dia tanya. "Silahkan loocianpwee beramai masuk ke dalam, nanti aku
memberikan keterangannya," kata Tiauw Hong.
Ceng shia Jie Ay menurut, maka mereka semua masuk
kedalam kamar. Tiauw Hong mengawasi orang.
"Dari semua tetamu tidak ada seorang yang mengetahui,"
ia berkata, "dari dua- ratus lebih orangnya Kwie chungcoe,
satu pun tidak ada lagi kecuali kami beberapa gelintir yang
menemani semua tetamu disini. Jiewie, tahu kah kamu apa
sebabnya itu?" Kok It semua mengawasi. Ia menggeleng kepala.
"Aku tidak dapat menduga," ia menyahut-"Mungkinkah
pada ini ada rahasia apa-apa?"
Cian Tiauw Heng mengangguk " Warta tentang Lay Kang
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Koen Pouw tersiar luar biasa cepatnya," ia berkata, "Itulah
diluar sangkaannya Kwie Chungcoe, Kwie Chungcoe tidak
menghendaki rumahnya ini termusnah, maka itu dia telah
mengambil tindakannya, sebenarnya tidak ada orang yang
mengetahui Kwie Chungcoe telah berhasil memiliki kitab ilmu
silat itu, hanya kemudian, tak tahu bagaimana jalannya, seeboenBoe
Wie mengetahui juga, setelah itu berulang kaliBoe
Wie minta chungcoe mengeluarkan kitabnya, untuk mereka
berdua memahamkannya bersama, akan tetapi chung coe
menyangkal bahwa ia memiliki itu.
Karena penolakan itu, seeboen Boe Wie lantas mengambil
tindakan keras, Dia menawan isteri, gundik dan anaknya
chungcoe, dia kurung mereka disuatu tempat lantas dia
memaksa chungcoe menebusnya dengan kitab itu. Meskipun
demikian Kwie Chung-masih saja menyangkal itulah kejadian
satu tahun yang lalu. Kedua saudara seperguruan itu, soeheng
dan soetee, menjadi seperti api dan air yang berdiri
berhadapan, masing-masing terus menggunai kecerdikannya."
"Mengapa kemarin ini kau tidak menjelaskan ini?" Tiong
Hoa tanya. Tiauw Hong tertawa.
"Aku pun baru saja mendengarnya dari Hoet Goat." ia
menjawab. Tanpa merasa, Tiong Hoa menoleh kepada kacung itu.
Cian Tiauw Hong melanjuti keterangan-nya: "Kwie
chungeoe telah memohon dengan pelbagai cara supaya
Seeboen Boo Wie merdekakan isteri, gundik dan anaknya itu,
See boen Boe Wie terus menolak. Dia tetap menghendaki
kemerdekaan mereka itu di-tebus dengan kiiab silat itu.
Tentang itu Boan In mendengarnya beberapa kali. Mereka
berdua mempunyai kepandaian silat yang berimbang, karena
itu mereka masing-masing tidak dapat saling mengalahkan
Kwie chungeoe tidak berani menyuruh orang mencari tahu
dimana isteri dan anak nya itu disembunyikan sebenarnya
kami curiga tetapi dia bilang isteri gundik dan anaknya itu
tengah melancong..."
Cerita ini menarik hati, semua orang mendengari dengan
perhatian- "Baru pada setengah tahun yang lalu, Kwie chungeoe
mengambil keputusannya." Tiauw Hong menerangkan lebih
jauh. "Dia menitahkan tiga orang kepercayaannya pergi
berpencaran ke Lu Liang San mengundang Thian ciat Sin
Koen. Tentu sekali ia bertindak secara diam-diam. Sulit untuk
pergi ke Lu Liang San mencari orang kosen itu.
Gunung itu berada d idaLam propinsi Shoa-say bagian
barat daya, jauhnya seribu beberapa ratus lie. sedang orang
yang dicari itu tidak ketahuan tempat tinggalnya. Selama
beberapa bulan, ketiga pesuruh itu tidak ada kabar ceritanya.
"Mulanya Seeboen Boe Wie tidak bercuriga, Kecurigaannya
timbul setelah sekian lama ia tidak melihat ketiga orang
kepercayaan Kwie chungeoe itu. Apa mau, pada lima hari
yang lalu, salah seorang pesuruh kembali dari perjalanannya.
Dia kena di tangkap Seeboen Boe Wie, dia dipaksa
membuka mulutnya, Dengan begitu seeboen Boe Wie jadi
tahu Thian Ciat sin-Koen lagi diundang untuk menghadapi dia.
Tapi pesuruh itu tidak berhasil mencari Thian Ciat sin-Koen.
Karena ini saking mendongkolnya seeboen Boe Wie
menggunai siasat buruk. Diam-diam dia membocorkan rahasia bahwa Lay Kang
Koen Pouw berada ditangannya Kwie Lam Ciauw dilain pihak.
dia sendiri mengundang pembantu-pembantu kosen.
"Ketika Kwie chungeoe mendapat tahu tindakannya
seeboen Boe Wie itu, dia tahu bahaya sudah mengancam
hebat, maka itu kebetulan ada Lie siauwhiap. dia menitahkan
aku mengundang siauwhiap datang kemari. Dia mau minta
bantuan siauwhiap menghadapi seeboen Boe Wie, saudara
seperguruan yang dianggapjahat itu, sementara itu diluar
dugaan, tadi magrib Thian ciat sin-Koen datang secara tibatiba."
"Didalam suratnya Kwie chungeoe untuk Thian ciat sin-
Koen tidak ada diberitahukan halnya kitab ilmu silat itu. Hal ini
di gunai sebagai ketika oleh seeboen Boe Wie. Dia menemui
Thian ciat sin-Koen dan mengadu- biru, Dia meng gosok-
^osok, Dengan lantas Thian CiatJin-Koen menjadi gusar. Atas
itu Kwie chungeoe memberikan keterangannya begini:
"Kitab itu sangat sulit dipelajarkan, ia sudah gunai tempo
lebih daripada sepuluh tahun, ia masih belum mengerti apaapa,
karena itu ia mengundang Thian ciat sin-Koen yang ia
bahasakan leo cianpwee, untuk mempelajari bersama. Hanya
kata ia pula, sekarang telah berkumpul demikian banyak jago
Rimba persilatan yang mengarah kitab itu. dari itu ia minta
sukalah Thian ciat sin-Koen mengundurkan mereka itu dulu."
"Thian ciat sin-Koen dapat dikasi mengerti, ia janji
memberikan bantuannya. Kwie Chungeoe sendiri masih ingin
mengangkangi kitab itu, maka itu ia telah menyuruh Boan In
mengundang Lie siauwhiap kekamar rahasianya untuk
berdamai, ia tetap hendak minta bantuan siauwhiap.
Dilain pihak dengan diam-diam ia telah mengatur
persediaan dibukit kecil dibela kang Kwie In chung ini, Kesana
ia hendak mengundang semua orang, dengan perangkapnya
ia hendak membereskan semua jago Rimba persilatan yang
menjadi tetamu-tetamunya itu.
Tentang pembicaraannya Kwie Chungcoe dengan Lie
siauwhiap bagaimana jalannya dan bagaimana kesudahannya,
aku tidak mendapat tahu." Demikian Cian Tiauw Hong
mengakhiri keterangannya.
Ceng shia Jie Ay mengawasi Tiong Hoa, Mereka seperti
mau minta keterangan. Tiong Hoa tertawa.
"Aku yang rendah telah memberitahukan bahwa hatiku
tawar dan besok aku hendakpulang ke Kim-leng." ia berkata,
"maka itu aku bilang aku tidak mau campur urusan ini"
"Kitab Lay Kang Koen Pouw itu." berkata Boa In, yang
campur bicara dengan tiba-tiba, "sebenarnya didapat Kwie
Chung coe dari tangannya ayah Kongsoen siauwhiap...."
Kongsoen Bok Liang terkejut hingga ia lompat kedepan
kacung itu "Benarkah itu?" ia menegaskan. Kedua jago Ceng shia pun
heran, Boan-in memandang anak muda itu, ia berkata: "seeboenBoe
Wie itu bersahabat kekal dengan ayah siauwhiap.
merekalah sahabat-sahabat dari banyak tahun, see-boenBoe
Wie ketahui ayah siauwhiap mempunyai kitab silat itu, dia
lantas bersekongkol dengan Kwie Chungcoe dan menyuruh
chung coe menggunai akal busuk mendapatkannya.
Bagaimana sepak terjang mereka lebih
jauh, aku tidak mendapat tahu, hanya dapatakujelaskan,
yang membinasakan keluarga siauhiap bukannya seeboen Boe
Wie hanya Kwie Chungeoe."
Semua orang menjadi heran hingga mereka tercengang
siapa tahu urusan ada demikian ruwet. KongsoenBok Liang
menjadi demikian gusar ia berkata nyaring: jahanam she
Kwie, Kwie, jikalau aku tidak dapat membunuh kau, aku
sumpah tidak sudi menjadi orang"
Disinarnya si Puteri Malam, terlihat anak muda ini
mengucurkan airmata berlinang-linang, ia nampak pucat dan
muram bergantian. ooooo BAB 17
SEMUA orang berdiam, wajah mereka guram.
Lie Tiong Hoa memandang jauh ke luar jendela, pikirannya
bekerja. Kemudian Kok It, yang alisnya meng kerut berkata:
"sekarang sudah terang seeboen Boe Wie tidak melakukan
pembunuhan itu tapi kenapa dia agaknya ragu-ragu" Kenapa
dia seperti jeri" Asal dia membuka mulutnya, bukankah urusan
lantas menjadi terang?" Tiong Hoa menoleh, ia lantas tertawa.
"Menurut aku yang muda, duduknya haltakada demikian
sederhana seperti dituturkan Boan-in," ia berkata, "Turut
dugaanku yalah: Ayahnya Kongsoen siauwhiap mempunyai
kitab ilmu silat itu, hal itu diketahui seeboen Boe Wie dan Kwie
Lam ciauw berdua. Mereka ini, meskipun mereka menjadi
saudara-saudara seperguruan ada mengandung pikirannya
masing-masing, Tegasnya mereka hendak memiliki sendiri,
maka itu, mereka bekerja sendiri-sendiri pula. Rupanya Kwie
Lam ciauw terlebih licik, disaat seeboen Boe Wie mau turun
tangan, dia mendahului dan dia berhasil. Maka itu kitab itu
berada didalam tangannya." ia mengawasi Kok It dan tertawa,
ia menambahkan. "Benar seperti kata loocianpwee, Thian ciat sin-Koen pasti
tak akan mendapatkan kitab itu, sedangJie siong Gan semua,
mereka terancam bahaya maut. sekarang ini seeboen Boe Wie
serta Kwie Lam Ciauw pastilah sudah terbang menghilang..."
Kok lt dan yang lainnya heran, sekarang mereka
mengawasi anak muda itu. "Atas dasar apa laotee
mengatakan begini." Ang Hie tanya.
Tiong Hoa mengawasi Kongsoen Bok Liang, ia sangat
berduka, menyesal nasib nya pemuda itu, ia menghela napas.
baru ia berkata: "Aku yang muda melainkan menduga-duga
karena melihat jalannya urusan, Mungkin besok Kwie Lam
Ciauw bakal muncul pula, maka besok kita bakal ketahui
sedikitnya sebagian duduknya hal...
Orang tetap mengawasi pemuda itu, Mereka menjadi
terlebih heran, Kenapa pemuda ini bicara bertentangan satu
dengan lain" Barusan dikatakan Lim Ciauw sudah terbang
pergi, sekarang dia bilang orang bakal kembali besok pagi....
Bagaimana itu" Lebih-lebih Kongsoen Bok Liang, dia sampai
menatap dengan mendelong.
Lie Tiong Hoa bersenyum, Didalam hati kecilnya ia berkata:
"Nyatalah ada sejumlah orang yang nasibnya lebih
menyedihkan daripada aku.... Ada pula mereka yang demikian
sekekar hingga mereka terbinasa karenanya. Karena ini
haruslah aku berhati-hati."
Pikiran Kongsoen Bok Liang agaknya kacau, selagi berduka
sangat itu, mendadak dia berlompat keluar jendela. Kejadian
itu mengagetkan kedua gurunya, Tapi, belum sempat guru itu
bertidak, tubuh Tiong Hoa sudah mencelat, hingga dilain saat
dia sudah kembali bersama pemuda itu.
Herannya Ceng shiaJie Ay bukan main. Mereka seperti tak
dapat melihat gerakan anak muda itu.
"saudara Kongsoen, sabar." berkata Tiong Hoa bersenyum
"Kau harus ketahui. siapa kurang sabar, dia dapat
menggagalkan urusan besar, sia-sia belaka kalau sekarang
kau paksa mencari seeboen Boe Wie dan Kwie Lam ciauw,
bahkan itu berbahaya. Apakah saudara hendak membikin
arwah ayahmu di dunia baka menjadi tak dapat meram?"
Kongsoen Bok Liang melengak. Benarlah nasihat itu.
punggungnya lantas mengeluarkan keringat, Tetapi ia masih
ruwet pikirannya, maka ia berdiam saja.
Tengah mereka berdiam, mendadak Lie Tiong Hoa menoleh
kejendela seraya menanyai "Loosoe siapa itu diluar" Kenapa
loosoe tak sudi masuk kemari untuk kita memasang omong?"
Pertanyaan itu mendapat jawaban tertawa nyaring dari luar
jendela, lalu terdengar pujian ini: "Laotee, sungguh kau
cerdik, sungguh lihai ilmu silatmu, sungguh tajam mata mu"
Boleh dibilang belum berhenti suara itu maka terlihatlah
enam sosok tubuh ber-lompat masuk dengan saling-susul,
cepatnya luar biasa. Begitu mereka sudah menaruh kaki dan
berdiri tegak. terlihatnya Koay-bin Jin Him Song Kie bersama
Tiong-tiauw Ngo Mo, sedang si Manusia Biruang terus
menatap si anak muda sambil dia tersenyum. Toa Mo berada
paling belakang, dia nampak jengah.
Tiong Hoa memberi hormat dengan merangkap kedua
tangannya kepada mereka itu. "Loocianpwee," katanya
tertawa, semenjak perpisahan ditepi sungai, aku yang muda
senantiasa memikirkan kau" Terus ia menjura dalam2.
Ceng shia Jie Ay heran, Mereka tidak mengerti kenapa si
anak muda bersahabat dengan rombongan manusia yang tak
dapat dibuat permainan ini. Song Kie tertawa berkakak.
"Kata-kata yang bagus Kata-kata yang bagus" ia berkata
nyaring. "Tidak kusangka laote, setelah berpisahan di Kho-pietiam,
hari ini kau telah menjadi si pemuda gagah yang
menggemparkan sungai Tiang Kang". Habis memuji, kembali
ia tertawa bergelak. Kali ini suaranya Song Kie suara yang setulusnya hati, tidak
ada nadanya menghina atau mengejek. inilah hal yang langka,
tapi dari sini terbukti bagaimana dia menghargai si anak
muda, Rupanya mereka berdua sangat berjodoh. Tiong Hoa
berdiam saja, ia melainkan bersenyum.
Kemudian Song Kie menegur Ceng shia Jie Ay: Jiewie
loosoe. banyak baik?" "Baik" menjawab Ang Hie singkat.
"Apanya yang tidak baik?" sahut Kok It, matanya mencilak.
"Dapat pakai hangat, dapat makan kenyang Hanya kasihan,
letihlah sang kedua dengkul" Tiong Hoa bersenyum, sedang
Song Kie tertawa pula. Hanya habis tertawa, Koaybin Jin Him berkata sungguhsungguh:
"Di Kwie In chung bagian timur ini telah dagang
banyak orang Kang ouw, semua datang untuk kitab Lay Kang
Koen Pouw, Demikian aku si orang tua, aku pun turut datang
kemari Hanyalah aku heran ketika aku melihat wajahnya Kwie
Lam Ciauw, aku menjadi curiga, Dengan lantas aku membuat
penyelidikan. Benar seperti katamu Lie Laotee.
Kwie Lam Ciauw dengan membawa kitab nya sudah pergi
terbang sedari siang-siang.
Kok It heran hingga dia bertempat menyamber tangannya
orang she song itu. "Hai, siluman tua dari mana kau ketahui ini?" dia tanya
nyaring, matanya mendelik, Dia nampak gelisah. Song Kie
tertawa dingin. "Sungguh aku tidak sangka jago dari Ceng shia pun
mengharapi kitab itu melebihkan hebatnya kami bangsa Rimba
Persilatan" dia kata sebelumnya menyahuti. Kok It jengah
perlahan-lahan ia melepaskan cekalannya.
"Siluman tua jangan bertingkah" ia kata keras, "Apakah itu
Lay Kang Koen Pouw" Kami si dua tua b angka tak mau
mampus tak menghiraukan itu" "Harap saja kata-katamu ini
benar" Song Kie mengejek pula. Tiong Hoa kuatir nanti terbit
salah mengerti, ia menyelak disama tengah. "Song
Loocianpwee mari aku yang muda mengajar kenal kepada
kamu ia berkata tertawa. Song Kie heran- hingga ia
mengawasi si anak muda. Tiong Hoa bersikap tenang, ia mendekati Kongsoen Bok
Liang untuk berkata: "inilah Kongsoen siauwhiap murid yang
gagah dari kedua loocianpwe Kok dan Ang. ia sekarang lagi
mendendam sakit hati untuk darahnya seluruh keluarganya
semua anggota keluarga Kongsoen telah terbinasakan seebocn
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Boe Wie dan Kwie Lam Ciauw berdua. Pula kitab Lay
Kang Koen Pouw itu milik asal dari mendiang ayahnya
Kongsoen siauwhiap ini."
Song Kie heran hingga matanya mencilak sinar matanya itu
menjadi berpengaruh sekali.
Tiong Hoa melihat itu ia tahu si Manusia Biruang hendak
menanyakan sesuatu, ia mendahului.
"Locianpwee, aku harap sukalah kau mewujudkan citacitanya
Kongsoen siauwhiap ini" demikian selanya, "Tentang
ilmu silat itu yang telah berpindah-pindah tangan hingga dia
seperti tidak ada pemiliknya biarlah dia nanti jatuh kepada
siapa yang berjodoh."
Mendengar itu, Song Kie nampak ramai wajahnya.
"Laotee." katanya menukar haluan bicara, " bukankah kau
hendak menanya kenapa aku si tua menduga Kwie Lam Ciauw
sudah kabur dari rumahnya ini" sebenarnya magrib tadi aku
bertemu dengannya di gedungnya bagian timur itu. Kita telah
berbicara beberapa patah kata, lantas dia meminta diri
Mendengar suaranya, melihat gerak-geriknya, dia tak miripmiripnya
seorang chungcoe, karena itu aku menjadi curiga
dan lantas menguntit dia. Dia pergi memasuki sebuah rumah
yang besar, gelap dan sunyi, Disitu aku menyembunyikan diri
diatas sebuah pohon, Ketika kemudian aku memikir untuk
turut masuk kedalam rumah itu, aku melihat sesosok tubuh
berkelebat di belakang rumah itu, terus lenyap.
Rembulan terang dan mataku pun masih awas, aku melihat
potongan tubuhnya seperti potongan tubuh Kwie Lam Ciauw,
Yang luar biasa yalah kegesitannya, Kalau dia benar Kwie Lam
Ciauw, kepandaiannya telah menyampaikan puncaknya
pemahiran, dia mungkin tanpa lawan lagi. Kalau begitu,
mengapa dia seperti bernyali kecil?"
Tiong Hoa tidak menjadi heran, bahkan dia tertawa. "
Itulah hal yang siang-siang telah menjadi terkaanku." katanya.
Kok It mengerutkan alis. "Kalau begitu, mengapa siauwhiap tidak memberitahukan
aku si orang tua?" ia tanya. "Sekarang Kwie Lam Ciauw dan
seeboen Boe Wie jadi dapat lolos." Tiong Hoa agaknya
menyesal "Tetapi, loosoe," kata dia, "akupun telah memikir itu
barusan saja selagi aku merebahkan diri, sekarang kita masih
terbenam dalam kegelapan, kita baiklah jangan terlalu banyak
menduga-duga." Dia lantas mengawasi Boan in dan Hoet Goat dan
menanya: "Kamu biasa mengikuti chungeoe kamu, tahukah
kamu keadaan rumah besar itu ?"
"Tidak." sahut Boan in- "Rumah itu menjadi tempatnya
chungeoe berlatih ilmu silat, biasanya kami dilarang masuk
kesitu, Yang dapat masuk melainkan seeboen Boe Wie
seorang." Tiong Hoa bersenyum ewah.
"Biasanya seeboen Boe Wie sangat licin, dia toh kena
dikelabui Kwie Lam Ciauw " katanya. Mendengar itu, semua
orang heran. Justeru itu dari luar jendela terdengar tantangan : "Lie Cie
Tiong," bocah, kau keluarlah "
Tiong Hoa terperanjat tapi segera tubuhnya mencelat,
berlompat keluar, ia lantas disusul sekalian kawannya itu.
Diluar, dipekarangan taman terlihat belasan orang, orang
yang mengasi dengar suara kasar itu yalah seorang imam tua
dengan jidat jantuk dan hidung bengkok. yang menggondol
sepasang pedang, Diantaranya terdapat juga Biauw Ceng sioe
koan-coe dari Mi In Kean, serta In Tiong Kiam-kek Lauw Kong
Ciok. Pemuda itu tidak gusar, sebaliknya sambil merangkap
kedua tangannya ia memberi hormat dan menanya sembari
tertawa: "Apalah cinjin yang memanggil aku yang rendah?"
Hormat sekali sikapnya itu.
"Tidak salah" sahut imam itu kaku.
"Aku memang mencari kau" Dia mengawasi tajam,
romannya bengis. Tiong Hoa heran- ia tidak kenal imam ini, ia belum pernah
bertemu dengannya, Dari mana datangnya permusuhan"
"Ada urusan apakah cinjin mencari aku yang rcndah?"
tanya ia pula, hormatnya tak kurang.
Imam itu mengasi dengar tertawa tawar, ia sebenarnya
mau berkata, tapi ia segera disela oleh Tiong-tiauw Jie Mo,
Hantu nomor dua dari Tiong-tiauw, yang sedari tadi ber diri
diam dibelakangnya Song Kie, Sembari tertawa dingin, Hantu
itu kata: "Thian Hong Toojin yang bermuka tebal, di Tay Pa San,
boleh kau menjagoi, tetapi setelah sampai di Kang Lam ini, tak
dapat kau bawa tingkah polah itu Disini tak ada orang yang
tak ingin membikin kau mampus Buat apa kau masih
periihatkan cecongormu tidak keruan macam?"
Mukanya imam itu menjadi pucat pias dan merah-padam,
Bukan main gusarnya dia. Dia mengawasi tajam, Dia lantas
mendapat lihat dibelakangnya Lie Tiong Hoa yang dia kenal
sebagai Lie Cie Tiong ada Song Kie bersama Tiong-tiauw Ngo
Mo serta Ceng ShiaJie Ay sekalian-
Diam-diam ia terperanjat dalam hatinya, ia tahu mereka ini
orang-orang yang tak dapat dipandang tak mata. Toh dia
tidak takut. Dia mengandalkan sepasang pedangnya yang dia
baru peroleh, sedang dibela kang nya, masih ada tulang
punggungnya. "Siapa itu yang mementang mulut?" dia tanya, " Kenapa
kau tidak berani mengasi lihat mukamu?"
Tiong-tiauw Jie Mo bertindak maju, ia memperlihatkan
roman bengis. " Hidung kerbau, kenapa matamu tidak panjang?" dia
mengejek, "Kami Tiong-tiauw Ngo Mo Kapannya kami takut
terhadap kau" Thian Hong cinjin juga bersikap dingin, acuh tak acuh.
"Sama juga" katanya, "Aku Thian Hong cinjin, aku pernah
jeri terhadap siapakah?"
Tiong Hoa melihat suasana menjadi tegang.
"Tuan-tuan sabar," ia berkata tertawa, "Aku tidak tahu buat
urusan apa Thian Hong Cinjin mencari aku yang rendah?"
Imam itu membentak: "Aku mau tanya apa kah benar
muridku, Tiauw-sie siang Hong dari Kee-leng, kau yang
membunuhnya?" Ditanya begitu, Tiong Hoa menjadi mendongkol.
"Benar," sahutnya dingin, .Benar aku yang rendah yang
membunuh mereka Akan tetapi cinjin, pernahkah kau
menanya sebab nya dua saudara Tiauw itu sampai menerima
kebinasaannya . " Imam itu gusar sekali. "orang sudah mati, mau apa ditanya lagi." katanya sengit,
"Membunuh orang membayar jiwa, siapa berhutang
membayar uang. Apakah kau tidak tahu keharusan itu?"
"Lie siauwhiap." Tiong Tiauw Jie Mo menyelak. "hidung
kerbau ini paling tidak kenal aturan, buat apa kau layani dia
mengaco belo" Baiklah aku mewakilkan kau mengajar adat
padanya" Sepasang matanya Thian Hong cinjin seperti menyala
mengawasi Hantu nomor dua itu. "Dapatkah kau mengajar
adat padaku?" dia tanya tertawa, dingin tertawanya.
Jie Mo pun tertawa dingin, sembari tertawa tangannya
menghunus goloknya, golok Bian-too yang bersinar biru, yang
ia terus ulapkan. "Hidung kerbau, kau juga hunuslah senjata
mur ia menantang, Thian Hong Toojin tertawa mengejek secara luar biasa. Dia
menjawab dingini "sekali aku menghunus sepasang pedangku
maka kepalamu segera akan berpisah dari tubuhmu Akan
tetapi Cinjin kamu suka berbuat baik, suka dia menggunai
tangan kosong melayani beberapa jurusmu"
Tiong Tiauw Jie Mo tidak dapat menahan ^abar lagi, ia
lancas menggeraki goloknya bersiap untuk menyerang.
Justeru itu dua bayangan berkelebat lompat kepada
mereka berdua, segera ternyata merekalah Thian ciat sin-
Koen Lee Yauw Hoan dan Kim-Liong-Kiam Koe Pek see.
Dengan mukanya yang lonjong seperti labu Thian ciat sin
Koen tertawa dan menanya: "Disini kamu berdua hendak
mengadujiwa, buat apakah itu?"
"Siapa menghendaki kau usilan" kata Toa Mo dingin, Dia
berdiri dibelakangnya Song Kie. "Kau berdiri disamping.
jangan bergerak jangan bersuara Tak dapatkah kau menonton
dengan berdiam saja dengan tenang?"
Thian Ciat sin Koen gusar sekali. mendadak dia mengulur
sebelah tangannya meny amber hantu nomor satu itu. Bukan
main sebat gerakannya itu. Tapi baru tangannya itu terulur
setengah jalan, dia melihat ada sebuah tangan lain yang
menyamber kearahnya kejalan darah thian-kie dirusuk kirinya.
Dia kaget melihat serangan itu yang seperti kilat, Terpaksa
dia membatalkan serangannya, dia mengegos kesamping
sedang tangannya diputar untuk dipakai menangkis.
Dengan tak dapat dicegah lagi, ke dua tangan bentrok
keras, lalu kedua pihak sama-sama mundur beberapa tindak.
Thlan ciat sin-Koen berseru tertahan saking mendongkolnya.
Ketika ia mengawasi bengis ia melihat penyerangnya itu yalah
seorang tua yang romannya sangat jelek. yang rambutnya
kaku. "Siluman tua, siapa kau?" ia membentak bengis, ^Aku
Thian Ciat sin-Koen, aku tidak membunuh sebala kurcaci"
"Koay-bin Jin Him," demikian orang tua itu tertawa
bergelak. "Kenapa kau tidak mau mengambil kaca untuk berkaca?"
dia balik menanya, "Bukankah kita sama-sama" Lebih baik kita
bicara dari hal ilmu silat yang yang aneh tetapi jangan dari
rupa yang buruk Bukan-kah kita Tiong- goan Jie Koay?" oleh
karena serangannya Song Kie, batalJie Mo menempur imam
jumawa itu. Mendengar demikian, Tiong Hoa menjadi mendapat tahu
bahwa Tiong goan Jie Koay, atau "Dua siluman dari Tiong
goan" yalah Song Kie dan Thian ciat sin Koen, belum kenal
satu pada lain, jadi julukan mereka itu melainkan diberikan
oleh orang luar, mereka sendiri asing satu pada lainTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Jadi kaulah Keay-bin Jin Him Song Kie?" tanya Thian ciat,
"Kita berdua terkenal sebagai Tiong goan Jie Koay, kita belum
pernah bertemu selama beberapa puluh tahun, baru malam ini
ada ketikanya sudah lama aku dengar kau tersohor buat
tanganmu Thian Long Ciang dan pakumu Thian Long Teng,
yang dapat ditimpukkan berbareng dengan dua tangan maka
itu aku si orang she Lee hendak aku menggunai tangan Thian
ciat sin-ciang menyambut kau beberapa jurus. Marilah kita
bikin meski benar nama kita kesohor berbareng sebagai Tiong
goan Jie Koay, tetapi kepandaian kita tak turut berendeng"
Song Kie tertawa tawar. "Thian ciat sin-ciang kau itu ada namanya saja, tidak ada
bukti kenyataannya" ia kata, "jikalau kau hendak
mempertontonkan keburukanmu itu, kenapa tidak dapat?"
Luar biasa suasana waktu itu. Mulanya Thian Hong cinjin
hendak meminta jiwanya Lie Tiong Hoa, lalu Tiong-tiaun Jie
Mo menyelak untuk menempur imam itu atau hendak
menempur Song Kie si Manusia beruang bermuka Aneh.
selagi begitu maka Ceng shia Toa Ay, si Katai tertua dari
Ceng shia, yaitu Kok It, dengan dingin menegur Thian ciat sin
Koen: "Lee Loosoe, kau masih belum berhasil mendapatkan
Lay Kang Koen Pouw. Dapatkah kau merusak membatalkan
sendiri pertaruhan kita?"
Ditegur begitu Thian ciat melengak. cuma sebentar, dengan
biji mata memain dia tertawa dan kata: " Kata- katanya
seorang ksatrya berarti kehormatan Mana dapat aku
melanggar kata-kataku sendiri bahwa dalam sepuluh tahun
aku tak melukai orang " Kita disini bukan melakukan
pertempuran yang biasa, yang meminta luka-luka atau jiwa,
kita hanya main-main untuk berlatih saja, Kita main-main
hanya untuk saling towel"
Kok It tertawa dingin. "Akan tetapi kau harus ingat pepatah bahwa kalau dua
hantu bertempur salah satu mesti terluka Kalau song Loosoe
yang menang, soalnya tidak ada, akan tetapi bagaimana
andaikata kau kena melukai song Loosoe, apa kau mau bilang
?" Thian ciat sin-Koen berdiam.
Jikalau begitu," kata dia tertawa pada Song Kie,
"pertandingan kita ini harus ditunda sampai aku si orang she
Lee sudah berhasil mendapatkan kitab Lay Kang Koen Pouw"
"Terserah." kata Song Kie, tertawa tawar. "Aku si orang she
Song, sembarang waktu aku bersedia untuk menanti
pengajaranmu, Aku lihat sudah pasti kau bakal menyekap diri
sepuluh tahun d idaLam gunung Lu Liang San, dari itu baiklah
kau tak usah menyia nyiakan pikiranmu."
Thian ciat tidak menyahuti, ia cuma mengganda tertawa
dingin. sampai disitu, Kok It menanya pula.
"Lee Loosoe," katanya, "apakah kau berhasil menyusul
Seeboen Boe Wie?" Ditanya begitu, Thian ciat menoleh, dia mengawasi bengis,
Terang dia mendongkol. Lalu dia kata: "Kok Loosoe, apa
periunya kau usil aku si orang she Lee" Seeboen Boe Wie itu
bangsa isi buruk, dia tidak nanti lolos dari tanganku."
"Omong besar, tak tahu malu," tiba-tiba Ang Hie datang
menyelak, ia bertindak maju, "Seeboen Boe Wie menyingkir
dari sisimu, kau toh tidak ketahui, Dengan telinga tuli dan
mata lamur, bagaimana kau masih berani menyebut dirimu
jago yang lihai" Baiklah kau turut buah pikirannya Song
Loosoe, yang menasehatimu, yaitu kau pulang ke Lu Liang
San, guna menyekap dirimu. agar kau tidak usah
mempertontonkan keburukanmu"
Thian ciat Sin Koen gusar hingga tubuhnya bergemetar,
muka labunya seperti menjadi bertambah lonjong, kulit
mukanya pun menjadi seperti hijau.
Jangan sebut-sebut aku" katanya dingin, "Apakah kamu,
apakah pihak ceng Shia pun tidak serupa saja?"
Kok It tertawa berlenggak.
"Kami berdua si setan tua yang kate" kata dia, "kami mana
dapat melayani Lee Loosoe lebih daripada sepuluh jurus"
Mana dapat kami dapat nama besar berendeng dengan nama
Loosoe, Thian ciat sin Keen yang kesohor d idaLam dan diluar
lautan?" Lee Yauw Hoan merasai dadanya mau meledak, kedua
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
matanya pun mendelik. Song Kie melihat kemarahan orang, ia menambahkan
minyak kepada bara marong. Katanya: "Diluar langit ada
langit, disamping orang ada orang, maka itu orang janganlah
suka berebutan, jangan suka ber-jumawa Maka juga orang
budiman mempunyai kebiasaannya, setiap hari dia memeriksa
dirinya tiga kali, agar dia tak sampai mendapat malu
sendirinya" Tak dapat Thian ciat sin Keen mengendalikan diri lagi.
"Ceng shia Jie Ay" dia berseru sambil menuding, "jikalau
aku si orang she Lee berhasil mendapatkan Lay Kang Keen
Pouw, didaLam tempo tiga hari akan aku bikin tulangtulangmu
hancur- lebur menjadi abu Atau kalau tidak, maka
nanti sepuluh tahun yang akan datang, aku akan bikin gunung
Ceng shia san kamu menjadi tanah yang hangus"
Ceng shia Jie Ay berlaku tenang, "Selama hidup kita ini,
jangan kau harap" kata mereka, tertawa tawar.
Thian ciat menuding Song Kie. "Kaupun masuk hitungan"
katanya sengit. orang yang dituding itu tertawa lebar,
"Sembarang waktu senang aku menantikan" sahutnya lebar.
Thian ciat sin Keen mengawasi tajam kepada semua orang
didepannya itu, lantas tanpa membilang apa-apa- lagi, dia
ber-lompat untuk berlau dari situ, orang melihat bagaimana
pesat tubuhnya bergerak, sebentar saja dia lenyap
daripandangan mata, Hal yang mengagumkan yalah ketika
didapat kenyataan tanah dimana imam itu menaruh kaki,
sudah melesak dalam, bertapak kaki-nya.
Tiong Hoa menghela napas menyaksikan romannya Thian
ciat ketika dia itu mau berlalu, didaLam hatinya ia kata:
"Seumur- ku belum pernah aku melihat sinarmata demikian
tajam dan bengis, Aku kuatir di-belakang hari Rimba persilatan
bakal mengalami pengorbanan yang mengerikan, hingga tidak
ada lagi hari-hari yang aman."
Tengah anak muda ini berpikir itu, hingga ia bagaikan
ngelamun, sekonyong-konyong ia mendengar seruan: "Laotee,
awas" Mendadak itu dua sinar seperti sinarnya rantai menyamber
dari belakang si anak muda, meny amber kepunggungnya.
Tiong Hoa mendengar seruan itu, ia lantas menduga
kepada Thian Hong cinjin yang hendak mencari balas untuk
kebinasaan murid nya. Dila in pihak ia telah menduga
sepasang pedangnya si imam mesti pedang mustika, yang
tajam luar biasa. Maka itu, tidak menangkis, bahkan tanpa
menoleh, ia berkelit dengan mencelat kedepan, Hobat
untuknya, hingga ia terkejut, pedang seperti mengikuti
padanya, maka segera terdengar suara cita pecah- robek
karena bajunya dibetulan pinggang belakang telah kesamber
ujung pedang itu. Tiong Hoa merasakan punggungnya nyeri dan perih sebab
ujung pedang telah menggores kulitnya hingga darahnya
mengucur. Baru saja pemuda ini lolos dari bahaya maut itu atau ia
merasa pedang menikam pula ia melihat sinar berkelebat
berkilau kuning emas, ia menjadi kaget sekali sebab ia baru
saja menaruh kaki. Tepat disaat berbahaya itu, Song Kie berlompat dengan
serangannya kepada Thian Hong Cinjin si imam yang
membokong anak muda itu. oleh karena imam itu ada di
depannya ia dia terpaksa menghajar punggung, Dia juga tidak
menyerang dengan tangan kosong, dia menerbangkan
sembilan biji paku rahasianya paku Thian- long-terg yang lihai.
Thian Hong mendapat tahu datangnya serangan itu, ia
mesti membela dirinya. Mung kin serangannya berhasil
terhadap Tiong Hoa, tetapi ia sendiri mesti roboh jadi korban.
Maka tanpa bersangsipula ia berlompat berkelit kesamping,
sambil membalik tubuh, ia menangkis dengan sepasang
pedangnya. Dengan begitu terdengarlah suara tingtong
berulang kali, lantas semua paku runtuh ke tanah. Habis paku
maka tubuh Song Kie turun ketanah. Thian Hong mengawasi
mukanya merah padam saking gusar.
"Song Kie" dia membentak. "Kapannya kau menjadi
pelindung manusia hina ini?"
Koay-bin Jin Him tidak menjadi gusar, sebaliknya ia tertawa
geli, ia mengawasi si imam dengan roman Jenaka.
Tiong Hoa melihat sikapnya Song Kie dan Thian Hong,
tahulah ia bahwa Keay-binJin Him telah menolong padanya, ia
menjadi bersyukur sekali, Tengah ia mengawasi sahabat itu. si
imam balik memandang ia secara bengis tetapi puas.
"Sungguh tidak tahu malu...." pikirnya terhadap si imam.
Meski demikian, ia tidak mau menegur imam itu. ia bisa
mengerti kesayangannya seorang guru terhadap muridnya. ia
sendiri umpamanya, mungkin berbuat demikian karena
terpaksa. Song Kie dan lainnya heran melihat sikap nya si anak muda
yang demikian sabar, Keay bin Jin Him sampai menatap
dengan mata dibuka lebar.
Lo siauw Hong lantas menghampirkan si anak muda, ia
mengeluarkan sebungkus obat bubuk, guna mengobati
lukanya anak muda itu. Sementara itu, sebelum ia diobati, Tiong Hoa, merasai
lukanya panas seperti kesulut api, sakitnya pun luar biasa
seperti ada ribuan semut atau belatung yang mengusik tak
hentinya, hampir tak dapat ia menahan nya. syukurnya itu
terjadi hanya di batas yang luka saja, ia mengerutkan alis
saking heran- Thian Hong cinjin mengawasi pemuda itu, ia tertawa dingin
dan kata: "Anak muda ketahui olehmu, ujung pedang cinjin
kamu ada racunnya yang hebat sifatnya, maka itu kau
sabarlah, kau bakal menderita selama tujuh hari"
Tiong Hoa melengak, inilah ia tak sangka. sudah pedang
mustika, dipakainya racun pula Pedang itu pasti bukan dipakai
untuk dirinya sendiri, hanya untuk semua orang asal yang
menentang asal yang imam benci
"Thian Hong, hidung kerbau" Song Kie membentak, "Kau
begini kejam hak apa kau mempunyai untuk menjadi pemilik
sepasang pedang mustika itu?" si imam tertawa.
"Pedang mustika dapat memilih pemiliknya sendiri," dia
bilang. pikirlah tentang cinjin kamu ini. jikalau cinjin kamu
tidak lihai ilmu pedangnya, mana dapat ini sepasang pedang
mustika Wan Yo Kiam memilih dia sebagai tuannya"
Thian Hong belum sempat menutup mulut nya, atau Tong
Tiauw Ngo Mo sudah berlompat maju mengurung dia, dan
ketika ke lima Hantu berseru, dengan serentak mereka
menyerang padanya. Hebat kelima saudara angkat ini, tapi pun hebat si imam.
Biasanya, jikalau dikepung Ngo Mo, sukar orang lolos dalam
tempo lima jurus, si imam lihai, dia dapat bertahan-
Ketika Tiong Hoa menoleh kepada Ceng shia Jie Ay, ia
heran- Beda daripada Ngo Mo, yang membuatnya bersyukur,
dua jago tua ini agaknya mengambil sikap menonton Maka ia
berpikir Bagaimana harus membedakan lurus dan sesat" orang
lurus banyak yang terlalu menyayangi diri, hingga mereka
seperti cuma menyapui salju didepan rumah nya tetapi tak
menghiraukan es diatas genteng lain orang.
Mereka ini pun, kalau bukan urusan Kengsoen Bok Liang
dan kitab ilmu silat itu. tidak nanti mereka bentrok dengan
Thian ciat sin Keen ..."
Ketika itu Thian Hong cinjin telah mengurung dirinya
dengan sepasang pedangnya, ia bersilat dengan tipu silat
Giok-tay-wie-yauw, atau ikat pinggang melibat pinggang,
pedang yang kiri berada didepan dadanya, pedang yang
kanan berputaran. Dengan perlahan tetapi lama ia mengasi
dengar: "Hm Dimatanya ahli, tegas terlihat lihainya imam ini."
Ngo Mo lihai tetapi mereka terhalang pedang lawan vang
tajam Mereka takut membuat senjata mereka beradu dengan
pedang mustika itu. Segera datang saatnya Thian Hong cinjin memperlihatkan
kelihaiannya. Tiba-tiba Ngo Mo merasakan senjata mereka tertempel,
dapat ditarik kearah mana pedang lawan bergerak. Mereka
kaget, lantas mereka menarik, untuk meloloskannya.
Thian Hong tertawa, tangannya bergerak luar biasa, Ketika
pedangnya berkelebat semua senjatanya N go Mo terpental
terlepas dari cekalan mereka masing-masing.
ooooo BAB2 SONG KIE melihat jalannya pertempuran, Dengan
mempunyai pedang mustika, Thian Hong mirip harimau yang
tumbuh sayap. Keay-binJin Him merasa sulit untuk Tiong-tauw
Ngo Mo merebut kemenangan, tapi ia mau menyangka,
sedikitnya mereka bakal dapat menahan selama tig apuluh
jurus. Maka adalah mengejutkan, mereka itu telah terkalahkan
dalam waktu demikian pendek. Mau ia menolongi tetapi tak
dapat, tak akan keburu lagi.
Disaat Tiong-tiauw Ngo Mo terancam maut itu, mendadak
beberapa puluh benda kecil warni hitam dan putih meluruk
kearah pedang si imam, bunyinya nyaring, Ada antara biji-biji
itu yang menyamber ke batang pedang. Ngo Mo melihat itu,
dengan cepat mereka berlompat keluar kalanganTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Thian Hong cinjin telah tak keluar setindak juga dari
gunung Tay Pa san- sebab nya yala h ia telah beruntung
mendapatkan sepasang pedang Wan Yoh Kiam serta sejilid
kitab ilmu silat. Maka ia mengeram diri untuk memahamkan
isinya kitab itu, guna melatih pedangnya.
Kapan tiba waktunya ia merasa ia telah mendapat
kemajuan, lantas ia mendengar warna perihal ketiga mustika
itu, ia menjadi ketarik, ia ingin turun gunung untuk menguji
pedang dan ilmu pedang Wanyoh Im yang Kiam-hoat, untuk
menjagoi, ia anggap malam ini yala h malam untuk ia
mengangkat namanya. Bukankah telah berkumpul demikian
banyak jago" ia girang dapat mengalahkan Tiong-tiauw Ngo
Mo, kepala siapa ia ingin kutungkan dari batang lehernya, tapi
justeru ia bergirang, datanglah senjata rahasia yang membikin
pedangnya terhalang dan Ngo Mo lolos.
"Manusia hina-dina siapa menggunai senjata rahasia ?" dia
berteriak mendongkol. Baru berhenti suaranya yang bengis itu lalu Boan in dan
Hoet Goat muncul di depannya. Kedua kacung itu berlompat
seraya memperlihatkan tangannya yang memegangi dua raup
biji catur putih dan hitam.
Boan-in tertawa mengawasi lihat dua baris giginya yang
putih, dia kata: "Kami tidak puas menyaksikan lagakmu maka
itu kami menimpuk dengan ini biji-biji catur yang sudah tidak
terpakai " Dia ulapkan biji-biji caturnya itu, dia menambahkan-
"Kau cuma mengandalkan sepasang pedangmu yang dapat
memutuskan rambut, apakah artinya itu " Apakah dengan itu
pantas kau mengagulkan dirimu " Malam ini yang hadir disini
semuanya akhli akhli silat pedang Rimba Persilatan,
umpamanya kedua loo-cianpwee dari Ceng shia Pay,
merekalah ahli-ahli pedang yang llehay, begitupun Loo
cianpwe Kee Pek see dari Khong Tong Pay yang tersohor
sebagai Kim Liong Kiam Di sini ada orang yang kau nanti tak
sanggup lawan coba kau tukar pedangmu dengan pedang
biasa, pasti kau tidak dapat bertingkah begini rupa"
Thian Hong mendongkol tetapi dia tertawa lebar.
"Bocah, liehay mulutmu" dia membentak "Dijaman ini
apakah pedang mustika cuma ini sepasang pedang Wanyoh
Imyang Kiam kepunyaanku" Masih ada banyak pedang lainnya
yang tak kalah dengan Kan ciang dan Bokshia siapa tidak
puas, asal dia sanggup melayani cinjin kamu dua puluh jurus,
maka aku akan buang cita-citaku untuk menjadi ahli pedang
nomor satu dikolong langit ini"
Mendengar itu, semua orang merasa tidak puas, tak
terkecuali ceng Shia Jia Ay, darah mereka sampai seperti
bergolak, Sebab di-jaman itu, yang termasuk tiga partai
terbesar ahli pedang yalah ceng Shia Pay. Tiam chung Pay dan
Khong Tong Pay, sedang ceng Shia Pay menganggap dirinya
kaum lurus, Kedua si Kate tua ini hendak maju tetapi mereka
didahului Song Kie. "Hidung kerbau" Koay-bin Jin Him menegur, "seumurku aku
si orang she Song, belum pernah aku menemui manusia yang
terlebih hina dia daripada kau, sangat tidak tahu malu, yang
jumawa tak kemanBukankah duluhari kan sudan bertekuk
lutut di iepan Hok In Siangjin digunung Koen Loen San Barat,
dimana sambil menangis meng-gerung gerung kau mengakui
kedosaanmu serta berjanji untuk berbuat baik, untuk
mencucikan diri. Ketika itu kau telah mengangkat sumpah yang berat
Dengan begitu barulah kau diberi ampun, Lelakonmu itu
menjadi buah cerita dan buah tertawaan kaum Kang ouw
Rasanya belum lama maka sekarang, setahu dari mana kau
dapat mencuri sepasang pedangmu, sekarang kau berani
banyak lagak Hm Apakah kau kira kau orang besar" Tidak
Dimataku kau tetap si bocah yang berlutut didepan Hok In
siang itu yang menangis minta-minta ampun"
Perkataannya Koay-bin Jin Him membuat orang banyak
tertawa ramai. Mukanya Thian Hong cinjin menjadi merah padam, Dia
mendongkol dan gusar tak terkira. Dia telah dibeber
rahasianya di muka banyak orang, hingga dia menjadi sangat
malu. Tapi dia tidak kekurangan kata-kata.
"Siapa mau berbuat besar, dia tidak pikirkan urusan kecil."
katanya nyaring nadanya dingin. "Bukankah raja muda Kauw
Cian dan Njouw Coe sih pernah terhina meminta berkali
orang" Bukankah kau sendiri sasterawan tidak keruan?"
"Hm Hm "Song Kie mengasi dengar ejekannya.
Kok It pun berkata: "Thian Hong cinjin, malam ini bukan
malaman kau dapat ngeberanyol" sekarang aku si orang tua
mau tanya kau Kau datang ke Kwie In Chung ini. apakah
maksudmu?" Thian Hong mencoba menyabarkan diri.
"Cinjin kamu mau bicara terus-terang" dia menyahut "Kali
ini cinjin kamu turun gunung dengan maksud mencoba
sepasang pedangnya ini, untuk menemui ahli-ahli pedang
dikolong langit ini Maksud lainnya yalah guna merampas kitab
Lay Kang Keen Pouw, sebagaimana maksud kamu semua Aku
tidak menjadi kecuali"
Terus dia mengawasi tajam kepada Tiong Hoa dan
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menambahkan- "Maksudku yang ketiga yalah membalaskan
sakit hatinya muridku"
Ketika itu rembulan sedang menyinari terang pada jagat,
tetapi Tiong Hoa tidak mengicipi itu, ia hanya berdiam sambilmatanya
dirapatkan seperti orang lagi bersamedhi.
Seperti juga tak dapat menghiraukan segala kegaduhan itu.
Hal yang sebenarnya yalah ia lagi menderita akibat pedangnya
si imam yang mendatangkan rasa panas dan sakit yang
menyiksa itu. Karena ia merasa pasti ia terganggu racunnya
pedang itu, maka ia memusatkan perhatiannya, ia
mengerahkan tenaga dalamnya untuk mengusir keluar racun
itu. Didalam tubuh manusia ada dua hawa thay-im dan
siauwyang, Dengan siauw Yang, Tiong Hoa menutupjalan
darahnya, dan dengan thay-im, ia mengusir sang racun, maka
itu, darah hitam lantas keluar dari punggungnya, Dalam tempo
sebentar ia dapat mengurangkan penderitaannya itu dengan
begitu hatinya menjadi tenteram dan tetap. Justeru itu
mendengar Thian Hong lagi mengoceh itu, ia membuka
matanya, ia mengawasi maka sinar matanya beradu dengan
sinar mata si imam. Thian Hong terkejut menyaksikan sinar mata orang
demikian berpengaruh. Dia pun heran menyaksikan orang tak
roboh karena racun pedangnya, Dia berpikir: "Kenapa tenaga
dalamnya begini kuat" Racunku cuma dapat memperpanjang
umur orang tujuh hari, orang pun lantas lenyap tenaga
dalamnya hingga dia menjadi seperti orang biasa kenapa dia
ini...." Dan ia mengawasi terus saking herannya.
Tiong Hoa mengawasi sekian lama, lalu ia kata dengan
sabar: " cinjin hendak membalaskan sakit hati muridmu,
barusan aku telah terkena pedangmu satu kali, aku rasa itulah
sudah cukup untuk melampiaskan hatimu. Tetapi cinjin
membokong aku dan pedangmu dipakaikan racun, itulah
perbuatan hina yang mendatangkan rasa jemu semua orang
gagah sudah begitu sekarang cinjin masih omong besar sekali
sungguh aku yang rendah merasa malu untukmu."
Mukanya Thian Hong menjadi merah saking jengah, Diamdiam
ia mengagumi kebesaran hati anak muda ini. Disamping
itu ia pun membenci orang ini karena ia merasa dihinakan
dihadapan banyak orang ini.
Berbareng ia juga benci sangat Koay-bin Jin Him yang katakatanya
sangat menusuk hatinya, semua perasaannya itu ia
campur menjadi satu, diakhirnya kemarahannya la h yang
memperoleh kemenangan. "Setiap orang, dia gagah atau lemah, mesti ada pelbagai
pengalaman yang menyenangi dan yang tidak. yang hebat
atau yang ringan. Demikian juga Thian Hong cinjin, Memang dulu hari itu dia
pernah berlutut didepan Hok In siangjin, buat mengakui
kesalahannya dan menyatakan kemeny esala nny a, lalu dia
bersumpah untuk bertobat peristiwa itu diketahui oleh orang
orang golongan tua, diantaranya Song Kie.
Meski begitu, sebabnya yang utama, dan duduknya hal,
tidak ada yang ketahuijelas, Hanya mulut yang berlebihan
yang membikin peristiwa jadi berlebihan juga. ini pula yang
membikin dia menjadi berkeingin an keras memberi ajaran,
atau menyingkirkan orang-orang yang dia tak sukai itu.
Maka dia merasa beruntung sekali waktu dengan cara
kebetulan dia mendapatkan sepasang pedang Wanyoh Imyang
Kiam itu buatan ahli pedang Bong siang coe darijaman
Nao Tay serta sejilid kitab ilmu pedang.
Segera dia menutup diri selama sepuluh tahun, guna
memaklumkan kitab itu, buat mempelajari ilmu pedangnya,
Demikian sesudah merasa cukup pandai, dia meninggal kan
gunung Tay Pa san, buat mencoba menjagoi.
Ketika dia mencari murid-muridnya, Kee-leng ie Kauw, dia
mendengar halnya ketiga benda mustika, dari itu sekalian saja
dia mencari mustika itu. sebenarnya Thian Hong cinjin baik sifatnya, dia bukannya
orang terlalu jahat cuma karena kecelakaan muridnya. hatinya
menjadi panas, Kesabaran Tiong Hoa membuat dia sadar, tapi
disamping itu, dia terbenam dalam sakit hati danpenasaran
dan perasaannya yang belakangan ini membikin dia tak dapat menguasai diri
lagi. "Kau adalah calon arwah didalam kuburan. tak usah kau
banyak ngoceh lagi" kata dia dingin, "sebelumjiwamu
melayang mari aku membuka matamu, supaya kau bisa
saksikan ilmu pedang cinjin kamu ilmu pedang yang nomor
satu atau bukan dikolong langit ini"
Habis berkata ia memandang tajam kepada Kim Liong-
Kiam Kee Pek see dari Khong Tong Pay.
Mendengar itu, Lie Tiong Hoa menarik napas perlahan, lalu
matanya mengawasi sekalian hadirin. selama itu ia juga masih
belum melih atJie siong Gan. Maka ia menggapai kepada Lo
sia uw Hong dan Cian Tiauw Hong untuk membisiki mereka.
Kedua orang itu mengangguk. terus keduanya berlari pergi.
Song Kie mendekati si anak muda yang ia kuatir lukanya
berbahaya. ia menanya banyak.
"Tidak apa." sahut Tiong Hoa singkat,
Kee Pek see memperhatikan Thian Hong Cinjin, ia melihat
sinar mata imam itu sinar pembunuhan ia mengerutkan alis, ia
ber-sangsi sejenak. Tapi lekas juga ia tertawa dan kata
nyaring: "Bagaimana beruntung aku si orang she Kee dapat
mengenal ahli pedang nomor satu dikolong langit ini. ia terus
meng geraki tangannya, hingga segera juga terdengar satu
suara nyereset dibarengi sinar berkilauan itulah pedang Kim
Liong Kiam yang ia telah hunus, setelah itu dengan sikap
dingin ia mengawasi si imam. Thian Hong cinjin juga sudah
memegang sepasang pedangnya.
Tiba-tiba In-tiong Kiam-kek Lauw Keng ciok mendekati
gelanggang, dia kata pada Kee Pek see: "soe-siok. biarlah teecoe
yang maju lebih dulu, untuk mencoba dia"
Pek see hendak mencegah keponakan murid itu, siapa
tahu, habis mengucapkan kata katanya itu, Kong ciok sudah
lantas memasuki gelanggang untuk terus menyerang pada
Thian Hong cinjin, Maka berkilaulah pedangnya.
si imam seperti acuh tak acuh terhadap serangan itu, Dia
bersikap tenang, bahkan jumawa, seperti biasa, Dia cuma
mengasi dengar ejekan: "HHm" Tatkala serangan tiba, dia
menggeser sedikit kakinya ke kiri, lalu sebelah pedangnya
dipakai menyambut dengan tebasan dari bawah keatas.
Menyusul itu terdengarlah jeritan menyayatkan dari
penyerangnya, yang tubuhnya roboh seperti mandi darah,
karena lengan kanannya terbabat kutungi sedang kelima jeriji
tangan nya masih mencekali keras pedangnya itu. Para hadirin
terkejut, mereka saling mengawasi dengan melongo.
Thian Hong cinjin tertawa.
"Ilmu pedang Khong Tong Pay tidak memberi bukti
kenyataan-" kata dia, "Maka itu sukarlah untuk dia manjat
ketinggi, pedang kiriku ini tidak dipakaikan racun, lekas kamu
menolong i menutupjalan darahnya, supaya dengan begitu
dapatlah jiwa dia di-tolong."
Dengan tangan kiri memegangi luka di lengan kanannya
itu, Lauw Kong ciok berlompat bangun- Dengan muka pucat
seperti kertas, tapi dengan mata sangat membenci dia
mengawasi musuhnya itu, kemudian dia berlompat pula, naik
keatas genting, untuk pergi menghilang.
Ceng shia Jie Ay diam-diam mengakui ilmu pedangnya
Thian Hong cinjin benar liehay, itulah tabasan "Liauw in tok
goat" atau "Membiak mega menampa rembulan," yang cepat
dan lincah sekali. Begitu sederhana tapi sebat si imam berkelit,
begitu cepat dia menabas Pasti sekali, dengan begitu, si
penyerang tidak diberikan ketika untuk menolong diri segera
juga kee Pek see maju, tak perduli ia rada jeri, Tadinya ia
menyangka, meskipun Thian Hong cinjin liehay, ia sanggup
melayani dua- ratus jurus, tidak tahunya orang liehay sekali,
sudah kepalang tanggung, ia tak dapat mundur lagi.
Demikian ia berseru seraya terus menyerang dengan jurus
Kim Liong Kiam-hoat, ilmusilat Kim Liong Kiam, yang
dinamakan "Tok liong coet hiat." atau "Naga berbisa keluar
dari kedung." Dengan bercahaya berkilauan ujung pedangnya
meluncur kejalan darah kie boen didada kiri musuh.
Kalau si orang she Kee telah memahamkan ilmu pedang
Khong Tong Pay itu selama lima puluh tahun, Thian Hong
cinjin melatih ilmu pedangnya cuma selama sepuluh tahun
tetapi ia telah berlatih luar biasa sungguh-sungguh, sedang
matanya sangat tajam, hingga ia pandai melihat gerakan
lawan- Demikianlah ia menginsafi bahayanya serangan Pek see.
Tapi ia tidak takut, malah ia menyambutnya sambil tertawa, ia
menggeraki pedangnya yang kanan, ia bukan menangkis atau
menabas seperti ia melayani Lauw Keng Ciok tadi, hanya ia
memapaki untuk menampa Kee Pek see lihai, serangannya itu diberikuti gertakan,
pedangnya dari mengincar ke kiri diteruskan kekanan, Tapi
Thian Hong melihatnya, imam ini telah menduga, maka dia
juga menggeraki pedang kirinya, hingga kali ini kedua pedang
bentrok hingga nyaring. Pek see terkejut Kesudahannya bentrokan itu hebat, untuk
menyerang pula, ia menarik pedangnya. Apa mau, tak dapat
ia mencapai maksudnya itu. pedangnya seperti nempel keras
dengan pedang lawan- Menyusuli itu, pedang kanan dari Thian Hong cinjin sudah
bergerakpula, sudah lantas menabas.
Tidak dapat dibayangkan kagetnya Koe Pek see
semangatnya seperti terbang pergi, ia terancam bahaya
lengan kutung seperti keponakannya tadi. Karena ia tidak
dapa^ menarik pulang pedangnya terpaksa, ia melepaskan
cekalannya, tubuhnya dilenggakkan untuk berlompat meluncur
mundur Itulah satu-satunya jalan untuk ia menolong jiwanya.
Thian Hong cinjin bersenyum, ia meng g era ki tangan
kirinya dengan begitu pedang nya Pek see lantas terlempar
kearah orang she Koe itu. "sambut" ia berkata.
Pek see menyambut pedangnya, mukanya suram.
"Tiga tahun kemudian aku si orang she Kee akan
berkunjung ke Tay Pa san untuk menerima pengajaran" ia
berkata, Terus ia berlompat kearah taman, untuk pergi
menghilang diatas genteng, sebelum ia pergi jauh ia masih
mendengar suara nyaring dari si imam yang berseru: "Tak
usah Koe Loosoe datang berkunjung nanti setengah tahun lagi
pintoo akan datang sendiri ke Khong Tong San-
Atas itu ia menjawab: "Baiklah."
Tiong Hoa menghela napas sendirinya.
"Dalam hanya sekejap,jugojago Khong Tong Pay itu
mengalami keruntuhan, yang satu terlukakan, yang lain
terkalahkan, ia tanya dirinya sendiri, bagaimana ia harus
berbuat. Dengan mangan kosong melayani pedang mustika
itu, sungguh pegangannya tak ada. Tapi tak maju, itulah tak
dapat... "Seharusnya Ceng Shia Jie Ay yang maju," pikirnya pula,
Kecuali mereka yang lainnya sudah jeri, Koay-bin Jin Him,
seperti aku tak dapat maju dengan tangan kosong." Tanpa
merasa ia menoleh kepada kedua jago tua yang kate dari
Ceng Shia San itu. Si Putri Malam, yang belum mau berkisar kebarat,
menerangi mukanya ke dua si Kate. Terlihat nyata daging
dimuka mereka bergerak-gerak dan mata mereka bersorot
tajam. "Apa juga yang kamu pikir, sekarang tak dapat kamu
mundur lagi," pikir Tiong Hoa. "Jikalau tidak, kosong belaka
nama besar kamu..." Ceng Shia Jie Ay tak berdiam lama, Sebat luar biasa
mereka telah meraba h kepinggang mereka hingga sejenak
saja masing-masing telah mencekal sebatang pedang warna
hitam. Lalu Kok It terdengar tertawa lama dan berkata: "Kami
kedua tua-bangka kate sudah tidak meng g una i pedang kami
selama tiga-puluh tahun, malam ini kami mengecualikannya,
untuk memberi ketika kepada keduanya untuk belajar kenal
dengan ahli pedang nomor satu dikolong langit Secara begini
taklah kami membuat pedang kami kecewa"
Pedang mereka itu pedang lunak, waktu dikeluarkan
keduanya memain seperti tubuh ular, akan tetapi kapan kedua
jago itu mengerahkan tenaganya, keduanya lantas lempengkaku
seperti pedang yang kebanyakan- Thian Hong cinjin
melihat itu, dia terperanjat sebagaimana air- muka nya banyak
berubah. Ceng Shia Jie Ay tidak menanti lagi, Begitu Kok It berhenti
bicara, begitu ia dan saudaranya beriompat maju untuk
menyerang, masing-masing kerusuk kiri dan kanan dari Thian
Hong. Imam itu tidak berani berlaku jumawa seperti tadi dia
menghadapi Kong ciok dan Pek see. Dia juga melihat, kedua
jago ini tidak lantas menggunai ilmu silat Ceng shia Pay. Dari
itu dia duga orang rupanya sudah memikir daya untuk
menghadapinya. Dengan lantas dia mencelat mundur tiga kaki, sepasang
pedangnya dibuka kekiri dan kanan dengan jurus "Coebohoen-
hoei." atau Anak dan biang terbang berpencaran-^
Dengan begitu juga ia menghalau serangan ke kiri dan
kanannya itu. Ceng shia Jie Ay tertawa. Tubuh mereka bergerak pula,
merangsak. Berbareng dengan itu, pedang mereka turut
bergerak. mengulangi serangan mereka. Keduanya bergerak
dengan sangat cepat. Thian Hong membela dirinya dengan bergerak tak kalah
hebatnya, Karena dia di kepung berdua, dia seperti dikurung
pedang, Untung baginya, kedua jago Ceng shia itu tidak
berani mengadu senjata, dengan begitu dia cuma seperti
dikacau pelbagai ancaman ujung pedang kedua lawan itu.
Tentu sekali karena itu, dia tidak dapat lantas menang diatas
angin seperti tadi. Pertempuran berjalan sangat cepat, sebentar saja tig
apuluh jurus sudah lewat.
Selama itu tetap Jie Ay mengambil sikap mengurung,
merangsak renggang, renggang merangsak. Mereka
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyegani pedang mustika lawan meskipun pedang sendiri
bukan sembarang pedang. Lama-lama Thian Hong cinjin tertawa nyaring Mendadak
terlihat tubuhnya lompat berapung. Dengan begitu dia jadi
dapat melakukan penyerangan membalas menyerang dari atas
turun kebawah. Dia bergerak dengan gerakan Nao Mo sin
Hoat yaitu gerakannya lima macam binatang bersayap.
Ceng shia Jie Ay terperanjat. Keduanya lantas berlompat
mundur, Tak dapat mereka melanjuti siasatnya main
mengurung lawan itu, guna menantikan ketika atau lowongan,
untuk turun tangan benar-benar merobohkan orang jumawa
itu. Thian Hong hendak merangsak tatkala ia merasai tolakan
angin, hingga ia terkejut,
Lekas-lekas ia mundur, Meski begitu, ia terdesak sampai
setombak lebih, ia melihat satu bayangan mencelat ke
arahnya, ringan sekali bayangan itu turun dihadapannya.
Lantas ia menjadi sangat heran hingga ia mengawasi dengan
mendelong. Lie Tiong Hoa berdiri didepannya Lie Tiong Hoa, yang ia
sangka bakal terbinasa akibat racun pedangnya, yang ia tahu
sangat lihai. Hatinya menjadi bergetar.
"Kenapa tenaga- dalam dia tak termusnah?" dia tanya
dirinya sendiri Tegas sekali nampak keheranannya pada
wajahnya, Tiong Hoa dapat menerka hati orang, "Apakah
tootiang heran karena melihat aku belum juga mati?" ia tanya,
tersenyum manis, "jangan kata baru tujuh hari, mesti sampai
tujuh tahun lagi, aku yang rendah, percaya aku masih akan
tetap hidup dikolong langit ini" ia bersenyum pula.
Tapi ketika senyumannya yang manis itu lenyap. itu di ganti
dengan wajah sungguh-sungguh dan kata-katanya cun berat:
"Sekarang baiklah kita tak bicara dari hal tak ada perlunya
Malam ini tootiang telah memperlihatkan dirimu, dalam sedetik
saja tootiang telah mengangkat tinggi namamu, akan tetapi
baiklah tootiang mendapat tahu maksud kami datang kemari,
ke Kwie In chung ini. Kami bukan hendak memperebuti
kedudukan sebagai ahli pedang nomor satu dikolong langit ini,
kami hanya datang buat kitab ilmu silat Lay Kang Keen Pouw.
Maka itu baiklah tootiang menanti sampai urusan kitab ini
selesai, selanjutnya, terserah kepada tootiang Pula hendak
aku memberi-tahukan, sebenarnya untuk tootiang menjadi ahli
pedang nomor satu dikolong langit ini. sulit terwujudnya "
Thian Hong cinjin melengak. Tapi cuma sebentar, ia lantas
tertawa tawar. "Kau tidak mati, itulah untung bagus nasibmu," ia kata,
"oleh karena dua jiwa cuma diganti satu jiwa, permusuhan
masih belum selesai Lagi pula, jangan kau girang tidak keruan
Baiklah akupun membeli keterangan kepadamu, Maksudnya
cinjin- kamu datang kemari bukan melainkan untuk urusan
merebut kedudukan serta pembalasan-sakit hati tetapi
sekalian juga guna mendapatkan kitab ilmu silat yang kau
sebutkan itu. Untuk itu, aku hendak mengandal pada ilmu pedangku
Loosoe sekalian, andaikata kamu merasa tenaga kamu tidak
cukup, aku persilahkan kamu lekas mundur sendiri dari Kwie
In Cung, jangan kamu campur dalam urusan ini ."
Imam ini belum menutup rapat mulutnya atau Tiong Hoa
sudah membentak bagaikan guntur: "Tutup mulutmu " Lalu si
anak muda meneruskan : "Tootiang, kau terlalu tercebur Aku
yang rendah, yang tidak tahu tenaga sendiri, ingin aku belajar
kenal dengan ilmu pedangmu yang menjagoi di kolong langit
ini " Thian Hong cinjin tertawa, Dia menganggcp anak muda ini
terlalu jumawa. "Dengan kepandaianmu ini kau berani banyak lagak.
sungguh nyalimu besar" dia kata menghina, "Melihat nyalimu
yang besar melebihkan nyali lain orang itu, baik, kau majulah
Aku janji, cinjin kamu tidak bakal merampas jiwamu. hanya
lain kali, apabila kau bertemu pula denganku, itulah urusan
lain." Tiong Hoa tidak menjawab lagi kata-kata orang, ia tidak
mau melayani bicara, melain kan romannya keren, ia lantas
menghampirkan sebuah pohon yanglioe, ia mematahkan
cabangnya sepanjang tujuh kaki, lalu dengan membawa itu ia
bertindak sabar kedepan si imam, untuk berdiri tegak terpisah
kira satu tombak. Ketika itu Ceng shia Jie Ay sudah berdiri dipinggiran, diluar
kalangan, Hati mereka tidak keruan rasa. Mereka menyesal
dan malu dan mendongkol juga. Mereka ingat tadi, waktu
Tiong Hoa terancam bahaya mereka berdiri menonton saja.
Sebaliknya barusan, selagi mereka menghadapi bahaya,
Tiong Hoa sudah turun tangan, hingga nama baik mereka
dapat dilindungi. Karena menolongi mereka, si anak muda
mesti menghadapi imam yang liehay itu. selama itu, terus
mereka memperhatikan orang, maka mereka menjadi heran
bahkan terkejut melihat orang mengambil cabang yanglioe.
Didalam hati mereka kata : "Ah, anak muda ini. Dia terlalu
percaya dirinya sendiri. Tak perduli bagaimana tangguh
tenaga dalam seorang tak dapat cabang pohon dipakai
melawan senjata tajam, apapula pedang mustika...."
Karena ini, mereka mengawasi dengan per hatian yang
lebih-lebih Mereka memikir kalau anak muda itu terancam
bahaya pula, mesti mereka turun tangan menolongi.
Thian Hong cinjin sebaliknya menyedot hawa dingin,
Melihat si anak muda memilih cabang yanglioe, tahulah ia
bahwa orang sebenarnya liehay sekali, Maka dengan mata
tajam ia mengawasi anak muda itu, untuk melihat bagaimana
orang mulai bersilat. Jilid 14 : Song Kie terluka
Selagi mematahkan cabang yanglioe itu, hati Tiong Hoa
bukannya tidak bekerja, Kembali ia ingat perjalanannya, Pikirnya: "Akulah-seorang
pelajar, lantaran terpaksa aku buron, aku sampai masuk dunia
Kang-ouw. selama beberapa bulan ini, aku mesti mengenal
pelbagai macam sifat manusia, maka itu, haruslah aku lekas
mengundurkan diri. Tak ada perlunya aku berebut nama, pepatah pun
membilang, pohon besar mengundang angin, dan kedudukan
tinggi itu lah ancaman bencana, Tapi sekarang aku dipaksa
keadaan, tak dapat aku tidak turun tangan. Thian Hong cinjin
terlalu galak. jikalau dia dibiarkan saja, dia bakal
mendatangkan ancaman bahaya bagi Rimba Persilatan..."
Dengan matanya yang tajam, Tiong Hoa melihat air muka
si imam, yang heran atau kaget, Dapat ia menduga hati
orang, Maka dari itu, ia bersenyum, ia angkat cabang
yanglioenya, ia pandang itu lantas ia kata:
"Aku yang muda berkepandaian sangat rendah, sulit untuk
aku dipadu dengan tootiang yang bagaikan cahaya
bulanpurnama yang indah permai, maka juga sekarang ini aku
maju hanya untuk mohon diberikan pelajaran, walaupun
demikian, aku minta sukalah tootiang jangan memandang
terlalu enteng cabang yanglioe ini.. sebab cabang ini
sebenarnya lebih kuat daripada sepasang pedang tootiang.
Tootiang lihat pada cabang ini terdapat seratus tujuh puluh
tiga helai daunnya yang masih muda muda jikalau dalam
sepuluh jurus tootiang dapat membabat atau meruntuhkannya
semua, maka aku yang rendah, suka aku menyerah kalah,
sebaliknya adakah tootiang sudi jikalau urusan malam ini
disudahi sampai disini saja?"
Hebat kata-kata itu lunak tapi keras, hingga hati si imam
bercekat, ia juga tak mengerti, kenapa hanya dengan satu kali
melihat si anak muda sudah lantas dapat
menyebutkanjumlahnya daun muda itu.
Hal itu pun membuat heran pada Ceng shia Jie Ay semua.
Hebat pula sikap tenang dan ramah tamah Tiong Hoa itu
terhadap Thian Hong cinjin-Imam ini kena terpengaruhi
karenanya, Tapi sudah terlanjur, tidak dapat ia bersikap lunak.
Maka itu sambil mengawasi si anak muda dengan mata
mendelik, ia kata dingin:
"Siapa tidak mendaki gunung Tay san, tak tahu dia
tingginya gunung itu siapa tidak melihat lautan, tak tahu dia
dalam nya Cinjin kamu memiliki ilmu silat pedang yang tak
ada dasarnya, cara bagaimana kau berani banyak lagak
didepanku" Mari, mari, mari Aku beri ketika padamu untuk
menyerang terlebih dulu!"
Biar bagaimana, nada imam ini tak seangkuh tadi.
Tiong Hoa berlaku sabar. Dia tertawa.
"Baiklah, terima kasih" katanya, Lantas dia menggeraki
cabang yanglioenya dari kiri kekanan, daLam j urus, "B urung
ke-podang menanya pohon yanglioe."
Ringan gerakannya itu tetapi sebatnya luar biasa,
sasarannya adalah jalan darah kie-toen di-buah susu kanan.
Itulah suatu jurus dari ilmusilat Koen Loen san Barat, jurus
yang umum, akan tetapi digunai si anak muda, lantas saja
menjadi berubah sifatnya, Cabang yang lunak itu mendadak
menjadi kaku, sampai terdengar suara anginnya yang keras.
Matanya Thian Hong tidak dapat dicela, ia melihat gerakan
yang lunak. yang terus berubah menjadi keras itu, yang
tadinya perlahan lantas mendadak menjadi cepat. Teranglah
sudah, tenaga sianthian, tenaga asal, telah disalurkan kepada
cabang itu, ia kaget hingga ia lantas mundur tiga kaki,
sembari mundur ia menyabet pergi-pulang dua kali dengan
jurusnya "Kawanan ular- naga menjungkirbalikkan
gelombang". Hebat babatan itu, karena ia ingin membabat
habis daun atau cabang yanglioe itu.
Kelihatannya sederhana, tetapi sebenarnya cepat luar biasa
Tiong Hoa menyingkirkan cabangnya dari serangan berulangulang
itu, setelah mana ia mengulangi menyerang pula, kali ini
kepada jalan darah khie-hay di bawahan perut.
Thian Hong mundur sambil menyedot hawa dingin, dengan
begitu perutnya pun dibikin kosong, sebenarnya dia menabas
untuk terus merangsak. siapa tahu, gagal percobaannya itu,
hingga ia menjadi kalah angin-
Sampai itu waktu, si Puteri Malam sudah turun kebarat,
maka itu, lenyaplah kepermaiannya. sang malam menjadi
suram, Bintang-bintang pun mulai berkurang, sebaliknya,
malam yang sunyi menjadi berisik, Angin bertiup keras dan
guntur berbunyi saling susul.
Selama itu, delapan jurus sudah berjalan, Thian Hong
belum dapat ketika untuk membalas, Kecuali tiga jurus dalam
mana dia mengalah, selanjutnya dia senantiasa didului si anak
muda, hingga dia cuma dapat menangkis atau bertahan. Kalau
toh dia dapat menabas atau menikam, itu hanya susulan
belaka, itulah serangan yang diteruskan membela diri.
Cabang yanglioe bergerak tak hentinya, membikin orang
repot membela diri terus menerus, hingga sulit si imam
mencoba memperbaiki diri.
Segera datang saatnya Thian Hong melakukan
penyerangan membalas, Dengan kesebatan luar biasa ia
memaksa merebut tempo, terus ia menyerang dengan
jurusnya yang di namakan Cie thian watee, atau Menunjuk
langit, menggaris bumi."
Tiong Hoa tertawa, Tiba tiba ia mendahului lagi. Cabang
yanglioe diluncurkan kepundak kiri si imam, itulah gerakan
sangat luar biasa, tidak saja Thian Hong heran, juga sekalian
penonton, Mereka menganggap itulah gerakan tidak ada
perlunya, lantaran tidak ada gunanya. Thian Hong tapinya
berpikir: Tak perduli bagaimana anehnya jurusmu, tidak nanti
kau lolos dari jurusku Guntur bertubi tubi dan Burung Wanyo
Terbang Berpasangan "
Dan dengan tenaga dikerahkan, ia menabas kearah cabang
yanglioe itu. "Inilah jurus yang ke-sembilan " Tiong Hoa berseru,
Dengan sebat ia menarik pulang cabang yanglioenya, atas
mana tubuh si imam terjerunuk kedepan disebabkan dia
menyerang hebat sekali. Thian Hong terkejut, ia mencoba menahan tubuhnya,
Dengan begitu, ia pun mencoba menarik pulangi pedangnya,
yang telah meluncur terus, inilah saat yang berbahaya,
pedangnya itu seperti nempel dan tertarik lawan, Kalau ia
lepaskan cekalannya, artinya ia mengurbankan pedangnya itu,
dengan mudah ia dapat membela diri.
Tapi tak suka ia kehilangan pedang mustika yang ia sayang
itu, yang menjadi seperti jiwanya, Tanpa pedang itu tak dapat
ia mengangkat nama, ia lantas mengerahkan tenaganya di
lengannya itu. Tiong Hoa menggunai saatnya yang baik, Gerakannya
barusan memang cuma buat membikin si imam terpancing
hingga terjerunuk. Begitu selagi orang terhuyung ke-depan- ia
membarengi. Kapan tangan kanan nya ditarik, maka tangan
kiri mendadak meluncur, terulur lebih panjang daripada
biasanya, ia mengguna Hoei Wan cioe. Tangan si Kera
Terbang, Tangan itu mendadak tambah panjang, dengan lima
jerijinya, pundak kanan si imam lantas disamber.
Thian Hong kaget, ia melihat tangan lawan menjadi
panjang luar biasa itu, Guncang hatinya itu merugikannya, ia
gugup dan menjadi kehilang kesebatannya. Lebih-lebih ia
kaget waktu ia mendengar suara pedangnya jatuh dengan
berisik. Tanpa bersangsi lagi, ia menjejak tanah untuk
berlompat pergi. Akan tetapi ia telah terlambat jalan
darahnya, ceng-kin-hiat, telah terbentur tangan lawannya.
Tidak ampun lagi ia merasa tubuhnya kaku dan kepalanya
pusing, Ketika ia menaruh kakinya ditanah, sepasang
pedangnya sudah berada ditangannya si anak muda. Dengan
wajah bersenyum, Tiong Hoa bertindak perlahan-menghampiri
imam itu. "Tootiang," ia berkata, "kau telah terpengaruhkan cabang
yanglioe ini maka kau menjadi kena didahului aku, ilmu
pedang kau sudah mahir hanya sayang kau belum
menyempurnakannya, hingga pedang dan tubuhmu aku
maksudkan hatimu belum menjadi satu, bersatu padu. Coba
kau tak mudah terpengaruh hingga hatimu menjadi tak
bimbang lagi, kau tentu telah menjadi ahli pedang nomor satu
dikolong langit ini. Maka itu sekarang masih terlalu pagi untuk
mengatakannya" Mukanya Thian Hong menjadi merah, lalu berubah menjadi
pucat, ia malu bukan main. ia juga menyesal dan berduka
sangat, syukur suramnya sang malam membikin perubaan
airmukanya itu tak nampak nyata.
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tootiang." berkata pula Tiong Hoa setelah berdiam
sejenak "kita telah berjanji jikalau daun yanglioe ini rontok. itu
artinya aku yang rendah yang kalah, maka itu sekarang,
silahkan tootiang menghitung daun ini, benar atau tidak
jumlahnya tetap seratus tujuh puluh tiga lembar"
Sembari berkata begitu, ia mengangsurkan senjatanya
yang istimewa itu. Thian Hong menjadi serba salah menyambuti salah, tidak
menyambuti salah juga. Ketika ia memandang si anak muda,
ia melihat sinar mata orang yang sangat berpengaruh ia malu
bukan main, sekonyong-konyong ia melengak dan tertawa.
"Tuan. benarlah apa yang kau kata." ia bilang, "Memang
untuk sejenak hatiku telah kena dibikin menjadi lemah, hingga
tak ingin aku melukai kau. hingga kesudahan nya kaulah yang
merebut kemenangan, sebenarnya pintoo tidak mau mengakui
yang ilmu silatku kalah daripada kau Baiklah, kejadian hari ini
boleh dibikin habis, akan tetapi nanti mudah-mudahan kita
berjodoh bertemu pula"
Habis berkata mendadak si imam bergerak, tangan kirinya
menyerang disusul segera dengan samberan tangan
kanannya. Tiong Hoa tidak menyangka orang membokong padanya, ia
melepaskan cabang yanglioenya, ia berkelit kesamping,
tangan kanannya diajukan, untuk menangkis.
Kedua tangan lantas beradu Tiong Hoa merasa tangan
kirinya itu kaku. Justeru itu, sepasang pedang ditangannya
terampas pulang si imam, siapa sebaliknya mengeluarkan
suara tertahan, sebab tubuhnya terhuyung beberapa tindak.
Cuma sedetik imam itu mengawasi dengan roman gusar,
lantas dia berlompat pergi, untuk menghilang ditempat gelap.
Tiong Hoa berdiam, lalu ia menghela napas, dengan
menyesal ia berjalan perlahan masuk kedalam kamar.
Angin malam itu dingin, pepohonan bergerak-gerak.
Ceng shia Jie Ay melihat Tiong Hoa lewat disisinya tanpa
menanya atau berpaling, mereka mengerti tentulah anak
muda itu tidak puas karena mereka tidak membantu padanya.
Mereka menjadi tidak enak hati untuk turut bertindak masuk.
Koay-bin Jin Him bersama Tiong-tiauw Kgo Mo, juga Boanin
dan Hoet Goat, mengikuti anak muda itu.
ooooo BAB 18 CUACA fajar mendatangi, hawa udara tetapi dingin. itulah
karena angin pagi tak mau berhenti bertiup. Diufuk timur,
cahaya putih mulai tampak. tanda bahwa sang Batara surya
bakal lekas muncul. diwaktu itu, Tiong Hoa masih memasang
omong dengan Tiong-tiauw Ngo Mo dan lainnya.
Kedua kacung, Boan-in dan Hoet Goat, berdiri menantikan
ditepi pembaringan. Tiba-tiba terdengar suara sesuatu yang jatuh atau turun
diluar jendela, sepasang alisnya Tiong Hoa segera bangun
berdiri "siapa diluar?" ia menegur.
"Aku. Cin Tiauw Hong" menjawab satu suara. Lalu
membarengi itu orangnya berlompat masuk dijendela diturut
Lo siauw Hong. Tiong Hoa heran, Tak disangka orang kembali demikian
cepat, Untuk mengundang Cee Cit beramai, mestinya mereka
ini menggunai tempo sedikitnya enam jam pergi dan
pulang.Maka ia mengawasi dengan melongo.
Cin Tiauw Hong berdiri tegak dengan ke dua tangan
diturunkan lurus. "Kami berdua baru pergi sampai diluar dusun sepuluh lie,
lantas kami mendapatkan Cee Loocianpwee beserta Kam
siauwhiap lagi bertempur mati-matian melawan Jie slong Gan
dan seeboe Boe Wie, ia berkata, memberi keterangan Kam
siauwhiap kalah dibanding seeboen Boe Wie, syukur ia di
bantu secara diam-diam oleh Cee Loocian-pwee. Meski
demikian, orang she seeboen itu dapat juga meloloskan diri.."
"Bagaimana dengan Jie slong Gan?" si anak muda tanya.
"Jie kena dibekuk Cee Loocianpwee. Loocianpwee
membilangi bahwa ia hendak pergi ke siauw Koh san untuk
mengurus partainya dan Kam siauwhiap turut pada nya, Maka
itu, mereka menuju ke Po-yang-selagi mau berpisahan, Cee
Loocianpwee memesan kata-kata untuk disampaikan kepada
siauwhiap, katanya menurut seeboen Boe Wie, kitab yang
berada ditangannya Kwie lam Ciauw adalah kitab yang palsu,
sedang mengenai yang tulen, Lim ciauw sudah mulai mengerti
sedikit-dikit. Umum nya soal masih samar-samar.
Seeboen Boe Wie itu katanya meninggalkan Kwie in chung
guna mencari kitab yang asli. Akhir nya Cee Loocianpwee
memesan untuk siauw hiap menyusul kegunung siauw Koh
san." Tiong Hoa berdiam, ia berpikir, Kemudian ia mengawasi
Song Kie. "Datangku kemari bukan untuk kitab." ia berkata, " karena
ada urusan Cee Loo-cianpwse itu, sekarang juga aku meminta
diri, untuk segera pergi ke siauw Koh san, guna membantu
saudara Cee itu" ia lantas berbangkit.
Jangan kesusu, laotee." kata Song Kie tertawa, "Song Kie
masih mengharap bantuan mu untuk mencari kitab ilmu silat
itu, untuk mendapat kepastian kitab masih berada disini atau
tidak. Kita pun perlu menyelidiki Kwie lam Ciauw telah pergi ke
mana, Bukankah sang pagi pun bakal segera tiba?"
Tiong Hoa bersangsi, ia ingat budinya orang she Song ini,
sudah selayaknya ia membantunya. ia bimbang, tapi akhirnya
ia menanya juga: "Song Loocianpwee, ada satu hal yang aku
si orang muda masih belum jelas, pantaskah atau tidak bila
aku menanyakannya?" Koay-binJin Him mengurut jeng gotnya.
"Laotee," dia berkata, tertawa, "kaulah muridnya
Loocianpwee Thian Yoe sioe, dengan kita ada bersamaan
derajat untukku, sudah suatu kehormatan maka itu, jangan
kau membahasakan loocianpwee padaku. Baiklah kau
memanggil kakak atau saudara saja, Kita cocok satu dengan
lain, diantara kita ada soal apakah yang tak dapat
dibicarakannya" Lekas bicara, tidak nanti aku menegur atau
menyalahkan kau" "Kakak Song, adikmu ingin bicara tentang minat kau," kata
Tiong Hoa, mengawasi "Kakak mencari cangkir kemala Coei In
Pwee, sekarang kakakpun ingin sangat mendapatkan kitab
silat Lay Kang Keen pouw, Kakak apakah tidak ketahui, loba
atau tamak. itu tak baik akibatnya?"
Ditanya begitu, Song Kie mengasi lihat roman guram,
tandanya dia berduka, Lantas dia menghela napas.
"Sebenarnya urusanku bukanlah urusan yang tak dapat
diberitahukan lain orang." dia berkata, "sebetulnya akulah
seorang jujur tetapi pelbagai peristiwa membuatnya namaku
menjadi buruk. hingga aku disebut seorang kepala penjahat.
Hal itu sangat melukai hatiku, Kepada siapa aku dapat
membeber kesulitanku itu" Pula, siapakah yang nanti suka
menahui atau memaafkannya" Laotee, tahukah kau, kakakmu
ini murid siapa?" Tiong Hoa menggeleng kepala. Memang- nya ia tidak tahu.
Song Kie tertawa duka. "Bukan saja orang Rimba persilatan tidak mengetahui,
sekalipun semua saudara angkatku yang selalu mengikuti aku
tidak tahu juga." berkata ia. ia menunjuk kepada ke lima
Hantu dari Tiong-tiauw, ia berhenti sebentar, baru ia
menambahkan: "sebenarnya kakakmu ini adalah murid Tong
Beng sianseng pemilik terakhir dan Lay Kang Keen Pouw itu.."
Tiong Hoa benar-benar heran, Mengenai ketiga benda
mustika itu. ia telah mendapat tahu dari Cee Cit terutama
halnya Ngo-sek Kim-bo. tetapi karena ia tidak suka terlibat
karenanya, ia bersikap tawar, ia hanya tidak menyangka
gurunya Koay-binJin Him itu.
"Jikalau begitu, katanya ilmu silat kakak jadi didapatkan
dari kitab itu?" Song Kie menggeleng kemala, ia masgul.
"Isinya Lay Kang Keen Pouw adalah intisari atau pokoknya
ilmu silat pelbagai partai, ia menerangkan bukan saja isi itu
sulit dimengerti juga dipelajarinya tak dapat dilakukan oleh
sembarang orang. Maka itu meskipun kakakmu ini muridnya
guruku itu, ilmu silatku berasal dari siauw Lim sie. Ketika itu
aku baru berumur tiga belas tahun.."
Terlihat nyata Song Kie sangat berduka dan penasaran.
"Sebenarnya mendiang guruku mau mengajari aku isi Lay
Kang Keen Pouw lagi tiga tahun, ia menambahkan selama tiga
tahun itu mendiang guruku itu telah pergi mencari cangkir
kemala Coei in Pwee.."
Tiong Hoa diam mendengari. ia tahu tentang cangkir
kemala itu dan bahwa Tong Beng sianseng mencarinya.
"Untuk mempelajari ilmu silat," Song Kie berkata pula,
"orang perlu dapat menyalurkan kedua nadinya, jim dan tok.
Tanpa penyaluran itu kesempurnaan atau kemahiran nya
dapat terbatas. Aku mempunyai bakat yang baik, apa yang
kurang adalah yang di namakan tenaga sian-thian karena
mana, perlu itu diperkuat dulu dengan tenaga liouw-thian.
Tenaga itu diantaranya bisa di dapat dengan bantuannya
cangkir mustika Coei in Pwee itu. Mungkin laotee pernah
dengar tentang cangkir kemala tersebut. Kalau sembilan
macam obat beserta arak Pek lian Tin-cioe direndam dalam
cangkir itu selama seratus hari, lalu orang minum arak obat itu
mudah dia meyakinkan ilmu silatnya. itulah sebabnya
mendiang guruku ingin hebat dulu mendapatkan itu cangkir
mustika... Tapi, setiap guruku pulang selalu ia bertangan kosong,
hingga dia menjadi sangat masgul, Meski demikian itu tak
pernah aku ini diberitahukan. Kemudian datanglah suatu hari
yang naas, Aku tidur diguha bagian belakang. Hari itu kira jam
tujuh pagi, ketika aku pergi kebagian depan, aku
mendapatkan guruku sudah menutup mata, aku kaget dan
heran, Aku menjadi bercuriga. Maka aku periksa tubuh
guruku. Ternyata dipunggungnya ada tapak tangan yang merah.
Kemudian lagi aku mendapat kenyataan, kitab silatnya itu
lenyap. Teranglah bahwa guruku telah mati dibokong dan
kitab nya dirampas. Biarpun sangat berduka, menyesal dan
penasaran, aku lantas mengurus dulu jenazah guruku itu,
selesai itu, aku bersumpah bahwa aku akan cari musuh
mendiang guruku itu, guna menuntut balas, guna merebut pulang
kitab ilmu silat itu. Demikianlah, selama belasan tahun, aku masuk dalam
dunia Kang-ouw, aku bercampuran dengan segala macam
orang, orang jahat tak terkecuali hingga aku kecipratan
karenanya. sampai sebegitu jauh aku belum berhasil mencari
musuh guruku serta kitabnya itu, belum juga sampai sekarang
ini, hingga usiaku sudah lanjut, hingga aku bakal lekas
berangkat menyusul mendiang guruku d ia lam baka.
Kelihatannya ihtiarku ini bakal gagal..."
Jago ini jadi sangat berduka hingga ia menangis
menggerung airmatanya mengucur deras.
Maka sekarang dapatlah dimengerti Keay-bin Jin Him
bahwa sebenarnya bukan seorang manusia busuk. bahwa
suasana di-sekitarnya yang membikin ia bertabiat luar biasa
itu, hingga sepak terjangnya pun mirip dengan sepak terjang
bangsa sesat. Tiong Hoa menghela napas, Begitulah nasib manusia. ia
sendiri juga lagi berada dalam ujian penghidupan. Kejahatan
dan kebaikan itu dekat satu dengan lain, seperti lurus dan
sesat hingga tinggal orang bertindak saja keliru atau tidak
"Kakak, jangan kau berduka," ia menghibur kemudian "Biar
bagaimana, pasti bakal datang harinya yang rahasia yang
terpendam itu akan terbuka, Adikmu ini bodoh tapi sukaku
berjanji, selama aku masih hidup. nanti aku bantu kakak
hingga usahamu ke-sampaian"
Song Kie mengangkat kalanya, memandang kawan ini. ia
terlihat heran dan girang menjadi satu.
"Jikalau adikku suka membantu aku, aku tidak kuatir lagi"
katanya. Ruang Hoan-hian itu terang, tetapi diluar kabut tetap
tinggal, pepohonan didalam hutan seperti ketutupan. Matahari
sudah keluar tetapi sinarnya belum merata.
Tengah orang berdiam, seorang chungteng batang masuk
sembari memberi hormat dan tertawa, dia berkata: "Di ruang
Cip-eng-thia telah disajikan barang santapan untuk para
tetamu, silahkan loosoe semua bersantap d is ana, Lagi
satujam, Kwie Cung coe akan menantikan dibukit digunung
belakang untuk melakukan pertemuan, sekalian d is ana Cung
coe hendak menghadiahkan Lay Kang Keen Pouw kepada
salah seorang tetamu. segala hal lainnya mengenai urusan itu
aku tidak tahu." ia memberi hormat pula terus ia
mengundurkan diri. Tiong Hoa menoleh kepada Cin Tiauw
Hong dan bersenyum. Toa Mo mendongkol, dia kata sambil tertawa dingin: "Biar
bagaimana, kita mesti lihat duduknya hal sampai nanti kita
pergi kesana" Tiong Hoa menurut, maka dalam satu rombongan, mereka
keluar dari kamar Hoa hian.
ooo Diatas bukit kecil telah berkumpul banyak orang jumlahnya
seratus lebih, Merekalah para tetamu yang dianggap sebagai
akhli-akhli silat dari pelbagai golongan sesat dan lurus,
Diantara mereka itu ada yang berbisik satu dengan lain.
Tatkala itu kabut telah mulai bayar dan matahari mulai
muncul. Ketika itu terdengar seorang berkata: " Kata nya Kwie lam
Ciang sudah menantikan kita disini, kenapa dia masih belum
tampak" HmJangan-jangan disini ada satu rahasianya"
Thian ciat sin Keen serta Thian Hong cinjin ada beserta
diantara orang banyak itu, mereka nampak tak tenang.
Song Kie menyapu kepada orang banyak. ia melihat Ceng
shia Jie Ay bersama Kong soen Bok Liong berdiri jauh,
berkumpul sambil memasang omong, Roman mereka
begitupun yang lainnya cemas, Melainkan Lie Tiong Hoa
seorang yang tenang-tenang saja. seperti yang tak memikir
apa juga. "Kwie lam Ciauw datang" mendadak seorang berkata keras.
Semua orang lantas berpaling, Memang teriihat disana Kwie
Lam Ciauw lagi berlari-lari mendaki bukit kecil itu. oleh karena
dia beriari cepat, dengan cepat juga dia telah tiba diantara
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekalian tetamunya, Dia memandang semua tetamu, lantas
Pedang Asmara 9 Wiro Sableng 005 Neraka Lembah Tengkorak Pemberontakan Taipeng 3