Pencarian

Bujukan Gambar Lukisan 8

Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 8


dia memberi hormat kepada mereka itu.
"Aku telah membikin loosoe semua menantikan aku"
katanya tertawa, "Ada satu urusan kecil yang membuat aku si
orang she Kwie teriambat. Maaf, ia lantas merogo sakunya
untuk mengeluarkan sejilid buku tebal kira satu dim. ia
mengulapkan itu. "Ijinkanlah aku si orang she Kwie bicara tanpa sungkansungkan"
ia berkata pula. "Semua loosoe datang dari tempat
yang jauh, tak lain tak bukan cuma untuk memperoleh ini
kitab Lay Kang Koen Pouw. Aku telah mendapatkat ini sejak
belasan tahun yang lampau, sayang bakatku buruk, tak
mampu aku menginsafi intisarinya, sekarang aku telah lanjut,
karena itu aku jadi memikir janganlah karena kitab ini aku
nanti kehilangan jiwaku, Maka sekarang aku berniat
menghadiahkan ini kepada salah satu loosoe..."
Melihat kitab tersebut, matanya semua orang menjadi
bersinar, semuanya mengawasi tajam, Pasti diantaranya ada
yang hatinya sangat mengilar.
Tuan dari Kwie In Chnng itu belum menutup kata-katanya
ketika terdengar seorang tertawa nyaring lalu terus berkata:
"Kwie Sie-coe, pintoo minta sukalah kau bersabar dahulu
mengambil keputusan kau Pintoo hendak bicara"
Semua orang berpaling kepada orang yang bicara itu, yang
dari caranya menyebut diri nya pintoo teranglah sudah ada
seorang imam, Memang dia seorang penganut agama Too
Kauw, yang mukanya mirip dengan rembulan tua, kumis dan
jenggot, yang hitam dan terpecah tiga, turun kedadanya, ia
bukan lain daripada siong Pek Toojin ciangboenjin, atau ketua,
dari Boe Tong Pay. Rata-rata orang heran-
Imam itu bertindak maju dengan cepat, ringan tubuhnya,
Dia memperlihatkan roman sungguh-sungguh, hingga dia
nampak agung dan keren- Tiba ditengah orang banyak. dia
mengangguk menghunjuk hormat, habis itu barulah dia
berkata pula, perlahan: "Kitab Lay Kang Keen Pouw adalah kitab karyanya sendiri
partai kami, Couw-soe Thio sam Hong." ia berkata, suaranya
terang, "Kitab itu ditulis setelah Couwsoe menginsafi intisari
pelbagai ilmu silat, Hanyalah sayang kemudian kitab itu lenyap
tidak keruan paran, lalu selama itu kabarnya telah dimiliki oleh
orang-orang yang galak dan jahat, hingga karenanya
timbullah pelbagai perkara darah yang hebat.
Dengan begitu juga Partai kami menjadi berbuat dosa di
luar tahunya, Maka itu setiap hari kami terus memikirkan
untuk mendapat pulang kitab itu, sekarang setelah ternyata
kitab berada ditangan sie-coe, pintoo mohon dengan
kemurahan hati siecoe, sukalah Lay Kang Keen Pouw
diserahkan kepada kami, inilah akan membikin pintoo sangat
bersyukur karena cara ini pun akan mencegah pertempuran
darah terlebih jauh."
Mendengar keterangan serta permintaan itu, Kwie lam
Ciauw memperlihatkan roman tenang seperti biasa, ia hendak
mengasi dengar suaranya tapi ia didului Thian ciat sin Koen,
yang lantas membentak ketus: "selama hidupmu sekarang ini,
jangan kau harap" Jago ini tidak cuma membentak. Dengan kesebatannya
yang luar biasa, ia lompat untuk merampas kitab ditangannya
Kwie lam Ciauw Mendengar suara itu dan melihat sepak terjang orang,
siong Pek Toojin berubah air mukanya, tanpa ayal lagi, ia pun
ber-lompat, tetapi bukan merampas kitab hanya guna
menyerang perampas itu. ia mengibas untuk membikin orang
terjerunuk. Thian Ciat sin Koen tidak menghiraukan cegahan itu, sambil
berkelit, ia maju terus dengan percobaannya merampas kitab
dari tangan Kwie lam Ciauw itu, orang yang mau mendapati
kitab itu bukan melainkan siong Pek Toojin atau Thian cit sin
Koen itu, juga Thian Hong Toojin, bahkan imam ini bertindak
hebat yaitu sambil dengan tangan kiri ia bersedia menyamber
kitab, dengan tangan kanan, denganpedang mustikanya, dia
mendahului membabat kearah tangan orang yang ingin
merebut itu. Koay-binJin Him Song Kie juga telah memasang
mata, ia melihat dan mendengar,
Maka itu, mendapati sikapnya Thian Hong Toojin itu, ia
gusar, ia sudah lantas turun tangan. sambil bersiul panjang ia
lompat dengan gerakan, "Naga pulang kelaut." Dengan lantas
ia menerjang punggungnya Thian Hong dibetulanj alan-darah
bengboen. Thian Hong cinjin liehay, dia mendapat tahu adanya
serangan dari belakang itu, Apapula dengan segera ia merasa
pedang ditangan kanannya kena tertolak. Untuk membela diri,
guna melakukan perlawanan, dengan sebat ia memutar
pedangnya untuk menabas. Karena rintangannya Song Kie itu, gerakannya Thian Hong
menjadi terhalang, Dengan begitu, Thian ciat sin Koen telah
mendahului sampai pada sasarannya. Sepak terjangnya Thian ciat mengakibatkan kegaduhan,
Rombongan Boe Tong Pay lantas bergerak semua, Bahkan
siong Pek Toojin menyusul kepada Yauw Hoan. ia ini kuatir
kitab kakek gurunya itu nanti kena terampas lain orang.
Ketika itu Thian ciat sin Koen menjadi heran hingga timbul
kecurigaannya, ia mendapatkan Kwie lam Ciauw tetap tenangtenang
saja, tak perduli banyak orang sudah bergerak untuk
merampas kitab ditangannya.
Kwie lam Ciauw tapi tidak terus-terusan berdiri diam
ditempatnya itu. segera tiba saatnya tubuhnya mencelat kekiri
jauhnya sekira dua tombak.
Thian ciat sin Koen dan siong Pek Toojin tiba saling susul,
ketika mereka memandang Kwie lam Ciauw, sekarang
disisinya chung-coe itu, tuan rumah dari Kwie In Chung,
terdapat Lie Tiong Hoa, yang mempengaruhinya. Mereka
heran. Tiong Hoa bersenyum, ia menggeleng kepala.
"Aku minta jiewie jangan gusar," ia berkata hormat,
"cobalah lihat tegas-tegas, orang ini benar Kwie lam Ciauw
atau bukan?" Itu waktu, Thian Hong pun tiba, ia telah berhasil
menyingkir dari serangannya Song Kie. Maka ia turut
memandang Kwie lam Ciauw, hingga lantas ia berdiri
tercengang. Lie Tiong Hoa tidak menanti jawaban dari orang yang ia
tanya, atau dari yang lainnya, ia menyamber kekumisjenggotnya
Kwie Lam Ciauw, untuk menarik. maka copotlah
kumis-jenggot itu, hingga terlihat wajah asli dari orangnya -
seorang yang berusia lebih kurang empat puluh tahun. semua
orang melengak. Kwie Lam Ciauw palsu itu mengasi lihat roman ketakutan
sangat, Dengan si pemuda disisinya, dia tidak dapat
menyingkirkan diri Tadi pun, ketika dia berlompat, dia lantas
dirintangi pemuda itu, Mendadak mulutnya, memuntahkan
darah hitam, terus tubuhnya roboh dengan kedua matanya
mendelik. Dan begitu jatuh, melayanglah jiwanya.
Melihat keadaan orang itu, Tiong Hoa yang tadinya terus
bersikap tenang, menjadi kaget, segera dia berteriak: " Celaka
Para loosoe, lekas menyingkir dari sini " ia pun berlompatjauh
dan terus lari turun gunung semua orang heran, hingga
mereka melengak. Justeru itu dari pinggang bukit terlihat asap mengepul naik,
cepat asap itu meluluhkan, hingga mata orang sukar melihat
apa-apa. Baru sekarang mereka kaget, maka mereka pun berlomba
lari turun gunung. Mendadak terdengar suara anak-anak panah terlepas dan
menyamber-nyamber. semua anak panah itu keluar dari
tempat dimana asap mengepul-ngepul.
Habis itu terdengar juga seruan kaget dari orang banyak
itu, di antara siapa lantas ada yang berteriak dan menjerit
kesakitan, hebat masuknya kedalam telinga.
Asap itu, yang berwarna kuning, juga mengeluarkan bau
yang dapat membikin orang tumpah-tumpah. itulah tanda
bahwa asap itu tercampur racun, itu pula suatu bencana yang
lebih hebat daripada panahnya sendiri, panah dapat dikelit,
asap tidak. sebab tak dapat orang menahan napas terusterusan.
Lie Tiong Hoa berlompat naik kepohon, dari sana ia lari
lebih jauh dengan lompat turun kebawah, lalu berlari-lari
kabur, ia bergidik kapan ia ingat kejahatannya Lam ciauw itu.
Benar-benar orang she Kwie itu hendak menyapu bersih
semua tetamunya. Hebat penderitaannya banyak tetamu, Baru lari beberapa
tombak. sudah ada yang roboh karena anak panah, ada pula
yang terserang asap beracun. Mereka yang dapat menahan
napas lama dan yang lukanya ringan, lari terus turun bukit.
Hati Tiong Hoa cemas, ia tidak melihat rombongannya Song
Kie. "Mereka liehay, mereka tentu dapat lolos, hanya dari lain
bagian." ia pikir menghiburi diri Tapi tetap ia berkuatir.
Tidak lama datanglah sang angin, maka asap kena tertiup
buyar, begitupun kabut, hingga segala pepohonan tampak
nyata seperti sediakala. Tiong Hoa masih berkuatir ada sisanya asap beracun, ia
menahan napasnya, lalu ia lari naik akan mencari Song Kie
semua, Tiba dipinggang gunung, matanya yang celi dapat
melihatjepretan atau panah coe-kay-nauw yang dipasang
dalam rumpun rumput, ia menghampirkan, hingga ia dapat
melihat terlebih tegas. Jepretan itu disiapkan dengan sembilan batang anakpanah
dan digagang nya ada pipanya yang kecil, adalah pipa peranti
muat bahan asap tadi, sehelai tali halus terbuat dari otot
kerbau merupakan alat penarik panah itu, hingga dari tempat
yang jauh, panah itu dapat dibikin bekerja sendirinya, Ketika
ia mengikuti tali itu sampai diujungnya, dikaki gunung, ujung
itu ditambat pada pohon. Tali itu ditutup rumput hingga orang sukar dilihatnya, Kalau
pipa racun campur belirang disulut, keluarlah asap yang jahat
itu, apinya pun membakar putus tali itu, atas mana, melesat
dan menyamberlah semua anakpanah, semua cokat-nouw
serupa, jumlahnya tak sedikit, pantas asap luas dan
anakpanahnya banyak. "Hebat." Tiong Hoa pikir, Demikian teliti orang
merencanakan dan memasang perangkap maut itu,
Lantas anak muda ini lari terus, naik ke-puncak bukit
ditempat dimana semula mereka berdiam penglihatan pertama
membikin ia kaget sekali, ia mendapatkan tubuhnya Song Kie
rebah tak berkutik, Disamping tubuh Koay-bin Jim Him rebah
juga si Kwie lam Ciauw palsu dengan tangannya masih
menggenggam kitab palsunya,
Dalam kagetnya, Tiong Hoa berlompat ke arah Song Kie. ia
melihat kedua mata yang melek tetapi sinarnya guram, Lekas
ia merahan kedada. Untuk lega hatinya, ia merasa dada itu
masih bergerak-gerak. Karena ini ia menduga, kawan itu
roboh akibat totokan pada jalan darah, Tidak ajal lagi iamembukai baju orang untuk memeriksa tempat yang tertotok
itu. Justeru itu terlihat beberapa orang ber-lari-lari mendatangi.
Tiong Hoa kaget. cepat sekali larinya mereka itu, ia mengukir
kan rombongannya Thian Hong cinjin, Maka ia mengawasi
bersiap sedia melakukan perlawanan
Dengan cepat rombongan itu datang mendekati, Maka
lantas terlihat merekalah Tiong-tiauw Ngo Mo bersama-sama
Lo siauw Hong, cin Tiauw Heng serta Boan In dan Hoet Goat,
Hati Tiong Hoa lega banyak. Mereka itupun selamat kecuali
sam Mo. Hantu nomor tiga, yang terluka pundaknya. ia heran
juga mereka itu tak kurang suatu apa, tapi tak sempat ia
menanyakan keterangan ia perlu memeriksa lukanya Song Kie.
ia lantas berjongkok untuk mulai.
"Siauwhiap. siapa melukai tongkee kami?" Tanya Jie Mo,
bingung, "Entahlah," sahut Tiong Hoa, yang menerangkan ia pun
baru sampai dan melihat Song Kie sudah rebah tak berdaya,
Didada tak ada luka apa-apa, makatubuh Song Kie dibalik
menjadi tengkurap. Kali ini terlihat tapak jari tangan merah
diketiga jalan darah hoen-boen, kwan-goan dan cie-tong.
Diam-diam Tiong Hoa menyedot hawa dingin itulah tiga
jalan darah kematian ia membayangi pasti hebat keadaan
sejenak itu. Tentulah selagi Song Kie mau berlompat
menyingkir dia telah dibokong dengan totokan yang
membuatnya roboh dengan segera, Kalau tidak ditotok. belum
tentu dia mudah dijatuhkan Dia rupanya pingsan karena
menyedot sedikit asap. syukur dia mempunyai tenaga dalam
dia menjadi tidak lantas melayang jiwanya...
Toa Mo gusar sekali hingga dengan bengis dia berseru:
"jikalau ketahuan siapa yang melakukan penyerangan busuk
ini, akan aku bikin dia tersiksa seperti ini"
Tiong Hoa berdiam ia duduk bersila. tangannya ditaruh
diketiga jalan darah, untuk menyalurkan tenaga atau hawa
hangat sian-thian cinkhie, guna menolong kakak angkat itu,
jalan darah orang pun ditutup, supaya racunnya tak melulahan
hanya terdesak keluar. Tiong-tiauw Ngo Mo mengawasi Mereka melihat uap putih
keluar dari embun-embunan si anak muda, mereka menjadi
kagum, sebab orang bersungguh-sungguh menolongi. Mereka
juga mengagumi tenaga dalam yang mahir dari pemuda itu.
Sesudah langit cerah, terlihat matahari memancar terang,
bunga-bunga menyiarkan bau harum, burung-burung pada
berbunyi, Meski demikian, rombongannya Tiong Hoa terbenam
dalam kegelisahan Mereka masih menguatirkan
keselamatannya Koay-bin Jin Him.
Kira setengah jam, Song Kie mengasi dengar rintihan Maka
ia lantas diangkat oleh Tiong Hoa, untuk dikasi duduk, Tiong
Hoa sendiri menjadi sangat pucat.
Dengan perlahan kedua mata Koay-bin Jin Him bergerak.
terus dia memandang si anak muda, rupanya dia lantas sadar
betul, karena segera dia berkata perlahan: "Aku rasa aku
mesti mati, maka itu selagi aku masih dapat bernapas, hendak
aku memesan kau, adik. Ada apa-apa yang masih aku belum
dapat wujudkan." "Kau tidak akan mati, kakak," kata Tiong Hoa. "sebenarnya
siapa yang menyerang kau" Apakah dia Thian Hong cin-jin?"
Song Kie bersenyum sedih, ia menggeleng kepala.
"Dalam kabut tebal selagi kacau itu, tak dapat aku melihat


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tegas," dia menyahut.
"Mungkin dialah Thian Hong. Tapi lebih dulu daripada itu
aku melihat seorang musuh besar dan tangguh bersembunyi
dibelakang banyak orang." Dia berhenti, napasnya memburu.
Melihat demikian, Tiong Hoa menekan keras pada jalan-darah
beng-boen. Song Kie kaget tapi segera dia merasai tubuhnya nyaman,
lantas dia dapat pula tenaganya, Dia menatap si anak muda,
wajah nya menunjuki dia sangat bersyukur
"Dapat sahabat sebagai kau, mati pun aku tak kecewa"
kata dia, "Tapi kau telah menggunai tenaga- dalammu terlalu
banyak adik, kau bisa mendapat sakit karenanya. Biarlah aku
bicara untuk memesan kau, aku mati pun puas."
Tiong Hoa bersenyum. "Kau tidak bakal mati, kakak" katanya, " inilah aku jamin"
Song Kie tertawa sedih pula.
"Kau tidak tahu adik," katanya, totokan itu lihai luar biasa,
Darahku seperti berbalik menentang pelbagai anggota dalam
tub uh ku padaguncang. Aku pun kena sedot asap beracun,
jikalau adik menggunai terus menerus tenaga dalammu, kau
bakal tak hidup lagi tujuh hari."
Tiong Hoa tidak melayani orang bicara, ia mengganda
tertawa, Kemudian setelah memberi tanda akan Tiong-tiauw
Ngo Mo merapikan pakaian kakak itu, ia kata: "Sekarang kita
mesti berlalu dulu dari sini. Mari kita mencari rumah
penginapan Di sana baru kita bicara pula."
Tiong-tiauw Ngo Mo semua setuju maka itu, mereka
menggotong Song Kie, lantas mereka meninggalkan bukit
maut itu. Maka dilain saat, Song Kie sudah rebah pembaringan dalam
hotel, dan Tiong Hoa semua duduk didekatnya. Dari jendela
orang dapat memandang keluar dimana udara terang, jauh
diluar itu terlihat sungai dengan banyak perahu layar.
"Saudara." Tiong Hoa tanya, "tadi saudara menyebutkan
satu musuh besar dan tangguh, siapakah musuh itu?"
"Dialah seng-cioe sian win Hang sae Keen dari Hek-Liong-
Thoa di Koen-beng, In-lam," Song Kie. "Aku harap dengan
memandang persahabatan kita seperti biasa, sukalah adik
ingat pesanku ini." Matanya Koay-bin Jin Him lantas mengucurkan air.
Tiong Hoa berduka sekali.
"Kenapa saudara mengucap begini?" tanyanya.
"Karena lukaku ini. luka dalam badan, sangat sukar untuk
diobati," kata kakak angkat itu. "Ada juga obatnya yaitu
rumput Cie-cauw dan buah sian-ko tetapi itulah obat yang
selama satu abad sukar didapatkan. Lain dari itu dalam tempo
tujuh hari kemana orang hendak mencari itu" Pula setelah
makan obat itu. aku mesti beristirahat merawat diri satu tahun
lamanya, baru tenagaku bakal pulih seluruhnya."
"Kau pasti berduka, adikku tapi jangan kau pikirkan aku
Aku telah berusia lanjut, matipun aku tidak menyesal. Hanya
apa yang membikin aku tidak dapat mati meram adalah sakit
hati mendiang guruku yang aku belum bisa balaskan-" ia
mengulur tangannya yang besar, yang berbulu, ia
menambahkan perlahan, sambil menghela nepas: "Sudah
empat puluh tahun aku hidup dalam dunia Kang ouw, kedua
tanganku ini berbau amis darah."
Mendadak dia pentang kedua matanya, dia memandang
Tiong-tiauw Ngo Mo. untuk berkata:
"Inilah saat terakhir kamu dapat mengantar aku berangkat
pulang. Ah, asal aku dapat melihat isteri dan anak
perempuanku." Ia berhenti berkata, kedua matanya dirapatkan. Airmatanya
telah membasahkan bantal.
Tiong-tiauw Ngo Mo, yang biasanya bernyali besar, yang
kebanyakan bersikap dingin sekarang merah matanya, hati
mereka sangat tergerak. Tiong Hoa mengawasi keluar jendela, ia berdiam saja, ia
seperti lagi memikirkan sesuatu, Tak lama, segera ia berpaling
kepada Cin Tiauw Hong, untuk berkata: "Saudara Cin, pergilah
kau bersama saudara Lo, Boan In dan Hoet Goat ke siauw Koh
san, guna membantu Cee Loocianpwee, sekalian kau
memberitahukan bahwa aku mau pergi mengantarkan saudara
Song pulang kerumahnya. Bilanglah bahwa begitu selesai aku
akan menyusul kesana."
Song Kie membuka matanya.
"Adikku, buat apakah ?" kata dia.
Tiong Hoa cuma bersenyum, ia tidak menjawab.
Cin Tiauw Hong dan Lo siauw Hong telah memandang si
anak muda sebagai majikan mereka, mereka mentaati titah itu
dengan lantas berangkat pergi.
Boan In dan Hoat Goat berat meninggalkan Tiong Hoa, atas
mana sambil tertawa anak muda itu kata: "Masih banyak
waktu nya untuk kita bertemu pula. Didalam tempo satu
tahun, kita bakal bertemu lagi. Maka kamu tunggulah aku di
siauw Keh san " Terpaksa, dengan berlinang air mata, kedua kacung itu
berangkat mengikuti Cin Tiauw Hong berdua.
Tiong Hoa mengantari mereka sampai di luar hotel, lekas ia
kembali kedalam. "saudara, bagaimana kau rasa sekarang?" ia
tanya. "Kalau aku bicara, rasanya aku mesti menggunai banyak
tenaga" sahut Song Kie. "Aku pun merasa dadaku sakit,
sedang anggauta-anggauta dalam tubuhku mulai kendor pula,
Dengan menyalurkan tenaga-dalam, adik itulah bukan
pengobatan pokok atas diriku, sebab asal kau berhenti,
sakitku kembali. selagi kau bertambah letih, mungkin aku
sendiri akan lebih cepat lelah, maka aku kuatir mesti aku tidak
takut mati dalam tempo tujuh hari tak nanti aku tiba
dirumah." Tiong Hoa mengawasi muka orang.
"Bukankah saudara tadi menyebut Cie-tiauw dan siankoh?"
ia tanya, "Tiba-tiba Song Kie nampak kesakitan sekali, lalu dia
muntah darah, lantas napasnya mengorong. Tapi ia paksakan
menyahut meski tenaganya seperti habis.
"Sudahlah, adikku, jangan kau capekan hati," demikian
katanya, "Aku lihat baiklah sekarang juga kita berangkat. Sang
hari sudah tak banyak lagi."
"Jangan kuatir, saudara," Tiong Hoa menghibur "sekarang
aku ingat suatu barang yang dapat menolong kau. Kau
sabarlah, dalam tempo duabelas jam aku bakal kembali."
Pemuda ini ingat buah piepa, Disaat ia mau pergi keluar,
mendadak ia mendengar satu suara seram dari arah pintu:
"Eh, siluman tua, aku kira sudah sekian lama kau mati, tidak
tahunya kau masih ada di sini bergulat dengan jiwamu "
Hebat suara itu. Kalau Song Kie mendengarnya, mungkin
dia mendapat pukulan dahsyat, maka dengan sebat Tiong Hoa
menotok dadanya sang saudara, dijalan darah jie-khie hingga
Koay-bin Jin Him lantas pingsan.
Tiong-tiauw Ngo Mo sudah lantas berempat keluar sembari
membentak. Tiong Hoa turut beriompat juga, maka itu ia sempat
melihat seorang lari kearah tegalan, dikejar oleh ke-lima Hantu
yang menggunai ilmu lari "Tcrbang Atas Rumput". ia sudah
lari beberapa puluh tindak ketika mendadak ia merandek.
"Ah, celaka " ia berseru dalam hati. "Aku terjebak tipu
Memancing Harimau Ke luar Gunung "
Maka cepat luar biasa, ia lari balik. Baru ia menginjak lantai
lauw-teng, atau ia sudah melihat satu bayangan lompat masuk
kekamarnya Song Kie. ia kaget bukan main- ia cepat lompat
masuk juga, kedua tangannya digerakkanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
orang itu sudah mengangkat tangannya hendak menghajar
Song Kie tatkala ia merasakan angin menyamber padanya, ia
tahu tentu ada orang membokong, ia menjadi gusar.
Dengan lantas ia berkelit sambil memutar tubuh, habis itu
dengan sama cepatnya ia membalas menyerang.
Tubrukannya Tiong Hoa gagal, ia mesti mengagumi
kesehatan orang itu. ia tertawa dingin, ia membuang tubuh
kekiri dengan jurus "Naga gusar menggoyang ekor", Ber
bareng dengan itu, ia mengulur tangannya dengan ilmunya
yang didapat dari Cee Cit.
Orang itu kaget, sia-sia belaka serangan nya itu. Lantas ia
merasakan nyeri pada pundaknya yang kiri tercengkeram lima
buah kuku mirip cakar besi, Bahna sakit, muka nya pun pucat.
Tiong Hoa melihat orang berumur kira tiga puluh tahun,
romannya bengis dan tak mengasih.
"Kau murid siapa. Mau apa kau datang kemari ?" Tiong Hoa
tanya membentak. orang itu tak dapat meloloskan diri, dia sangat kesakitan,
keringatnya membasahkan dahinya. Tubuhnya pun
bergemetaran, Tapi dia kepala besar, dia membungkam, mata
nya mengawasi benci kepada si anak muda.
Tiong Hoa melihat ke pembaringan, Song Kie lagi rebah
diam saja, dia tak terluka, hatinya menjadi lega. Maka ia
menoleh kepada orang tawanannya, sembari tertawa ia kata:
"Kau bandel sekali. Tapi aku mempunyai daya menyuruh
kau bicara " ia lantas menotok dengan lima buah jerijinyaorang
itu kaget, napasnya jadi sesak. tubuh nya bagian dalam
terasa sakit, tetapi ia mencoba bertahan, hingga matanya
mendelik giginya dikertak, Akhirnya ia merintih.
"Baiklah, nanti aku bicara..." katanya, susah.
"Aku tidak kuatir kau tidak akan bicara" kata Tiong Hoa,
tertawa dingin, ia mengendorkan tangannya tapi tidak
melepaskanTiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang itu menghela napas. Nyerinya rupanya berkurang, ia
menatap dengan sinar matanya penasaran.
"Sahabat," katanya, "Aku hendak mengambil jiwanya si
siluman tua she Song, mengapa kau, merintangi " Kau tahu,
kau seperti membantu orang jahat berbuat jahat"
"Enak kau bicara " tertawa si anak muda.
"Apakah kau kira kau dapat sembarang mengambil jiwa nya
si siluman tua she Song" Aku tanya, kau dapat perintah dari
siapa?" "Aku mendapat perintah, aku tidak merdeka," orang itu
menjawab, "Aku rasa walaupun aku memberitahukan kepada
kau, kau juga bakal tidak dapat berbuat apa-apa, Aku
diperintah..." Mendadak dia berhenti bicara lantas napasnya berhenti
Tiong Hoa heran, segera dia mengangkat kepalanya, maka
diluar jendela ia melihat sesosok tubuh dengan potongan dan
roman seperti seekor kera, tubuhnya bagian bawah tera ling
jendela. Muka orang berbulu, sepasang matanya bersinar
seperti api marong dan mulutnya seperti tertawa seperti
bukan sangat bengis nampaknya.
ooooo BAB 19 MANUSIA mirip kera itu tertawa dengan tiba-tiba, hingga
kelihatan dua baris giginya yang putih. suara tertawa itu
seram dan dapat membikin ciut nyalinya orang penakut.
Lie Tiong Hoa melepaskan cekalannya atau si manusia kera
itu segera lenyap. ia lantas lompat keluar, akan tetapi ia tidak
melihat lagi manusia aneh itu, cuma terdengar suara angin
serta terlihat banyak layer putih ditengah sungai.
Ketika itu Tiong tiauw Ngo Mo kembali dengan laporannya
bahwa mereka gagal menyandak orang yang dikejar itu.
Tiong Hoa pun menuturkan pengalaman nya barusan, ia
tanya apa manusia kera itu bukan seng-cioe Pek Wan Hang
soe Keen- Kelima Hantu saling mengawasi, lalu Hantu yang nomor
tiga berkata: "Tongkee bermusuh dengan seng-cioe Pek Wan,
kami berlima tidak mencampur tahu. Tongkee juga tidak mau
menjelaskan apa-apa. seng-cioe Pek Wan jarang nampak
didunia Kang ouw dan orang Rimba persilatan juga sedikit
yang mengenalnya, umumnya orang mendengar nama tak
melihat muka, Aku pernah melihat dia dirumah makan Tay
Kean Lauw dikota Keen-beng, maka itu. romannya itu tak
cocok dengan penuturan dan pelukisan siauwhiap barusan,
Mungkin ada orang lain yang mencelakai tongkee secara
diam-diam itu." Tiong Hoa mengawasi Hantu itu, ia heran-
Jadi kau percaya saudara Song bukan di celakai seng-cioe
Pek Wan hanya lain orang ?" ia tegakkan-sam Mo berpikir.
"Inilah dugaanku belaka, jadi belum dapat dipastikan," dia
menyahut "Kami berlima bersama tongkee, nama kami sangat
terkenal, tidak demikian dengan Hang soe Keen yang pendiam
yang tak suka menerbitkan onar bahkan dia dikenal ramah
tamah. sebenarnya aku sangsi kalau dikatakan tongkee dan
dia bermusuh, Hanyalah harus diingat dalam banyak hal suka
terjadi sesuatu diluar sangkaan. Mengenai urusan penting
begini, tidak berani aku mengambil kepastian."
"Kalau begitu, mestinya urusan ini ada mengenai Lay Kang
Koen Pouw," berkata Tiong Hoa setelah ia berpikir, "Harus
diingat juga, siapa sangat pandai berpura-pura, dia dapat
berlaku sebagai orang jujur asli...." ia berpikir pula, hingga ia
berdiam sekian lama, Lalu ia kata: "ini manusia mirip kera
membunuh orang untuk menutup mulut mestinya urusan
bukan sembarang urusan, maka hai itu baiklah jangan kita
tanyakan dulu pada saudara Song, kuatir ia nanti terkejut atau
terlalu tertarik perhatiannya hingga darahnya buyar, hingga ia
susah ditolong lagi. Aku pun percaya pihak sana tak nanti
berhenti sampai disini saja. Maka itu aku pikir baiklah saudara
semua mengantar aku membawa saudara Song."
Kelima Hantu setuju, bahkan mereka lantas memondong
Song Kie, buat dibawa kesungai dimana mereka menyewa
sebuah perahu, dengan begitu mereka menyeberang dan
berlayar ke Kimieng sampai sepuluh lie lebih dihilirnya.
Ketika itu sudah magrib, Mereka tidak melihat orang, atau
orang-orang yang mencurigai Hai ini mengherankan Tiong Hoa
begitu pun kelima Hantu itu. selama didaiam perahu, Tiong
Hoa dapat ketika untuk berbicara dengan Tiong-tiauw Ngo Mo,
maka sekarang ia mendapat kenyataan mereka dan berlima
saudara benar ada orang-orang bangsa laki- laki, benar roman
mereka dingin tetapi hati mereka panas. Mereka she Kouw
dan nama mereka menurut runtungan Jin, Gie, Lee. Tie dan sin-
"Siauwhiap." berkata Kouw Jin, Toa Mo si Hantu nomor
satu, "Kami harap kau tidak beranggapan keliru mengenai diri
kami, janganlah mengira asal orang Rimba Hijau semuanya


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jahat dan mesti dihukum, bahwa sembarang orang dapat
membunuhnya. Berandal pun ada yang mengenal keadilan-
Kalau kami bersama tongkee mau bekerja, kami biasa mencari
tahu dulu dengan teliti orang atau keluarga yang kami hendak
jadikan kurban, Kami cuma turun tangan terhadap uang tidak
halal atau hartawan busuk. Kalau umpama kata kami melukai
orang baik-baik, itulah pasti karena kekeliruan, bukan
disengaja. Jadi kami mau percaya kami jauh lebih menang
daripada itu segala manusia palsu."
Tiong Hoa tertawa. "Biar bagaimana," ia kata, "menjadi penjahat adalah
pantangan kaum lurus dan umum tak memaafkannya dari itu,
adalah pengharapanku saudara-saudara nanti mengubah cara
hidupmu, Aku minta janganlah kata-kataku ini salah diterima."
"Tidak," berkata Toa Mo yang hatinya bergerak.
Untuk mendarat, Kouw Jin menggendong Song Kie. ia jalan
ditengah, Didepan adalah Tiong Hoa, dan dibelakang keempat
saudara angkatnya, itulah persiagaan untuk penyerangan
gelap dari musuh tak dikenal.
Tiong Hoa berjalan sambil memikirkan jalan yang dulu hari
ia ambil untuk guha rahasia dari Ay sian, ia bersangsi karena
jala nan itu sulit terutama banyak pepohonan nya.
Malam itu, meski rembulan muncul, rimba sunyi, kecuali
suara angin diantara pepohonan dan kutu-kutu. Tiong Hoa
memasang telinga dan matanya. Tengah mereka berjalan itu,
mendadak ia melihat sebuah pohon pekyang sejarak lima
tombak diatas mana, pada cabangnya, ada berkibar sehelai
bendera segi tiga, ia lantas berhenti bertindak dan mengawasi,
begitu juga kelima Hantu, yang turut dapat melihat.
Soe Mo, Hantu nomor empat, lantas maju, guna mengulur
tangannya menurunkan bendera itu. Begitu ia melihat
airmukanya berubah, ia terkejut karena berkuatir.
Tiong Hoa menghampirkan Hantu itu, maka ia dapat
melihat bendera tersebut yang bersulam sebuah tengkorak
warna putih disulam lebih jauh dengan tujuh bintang dari
benang sutera merah. "Inilah tentu lambang atau pertanda orang kaum Kang
ouw," pikir Tiong Hoa yang tidak tahu artinya bendera itu, ia
pun tidak mengerti kenapa bendera itu kedapatan di rimba
tanah pegunungan itu. Ketika ia mau minta keterangan pada Soe Mo, justeru
Hantu itu membungkam dengan roman ketakutan seperti dia
dipagut ular, mukanya meringis.
Sedang begitu Jie Mo, Hantu yang nomor dua, sudah lantas
berseru, dan sambil berseru itu, dengan dua jerijinya dia
menotok punggungnya Soe Mo beberapa kali. Tangan kanan
Soe Mo, yang tadi memegang bendera, iantas menjadi
bengkak merah. Tiong Hoa heran, ia sangat tidak mengerti. Tiba-tibaJie Mo
dengan sangat berduka. "Siauwhiap^ kita bakal mati tanpa
tempat kubur " Tiong Hoa heran bukan main. "Apa ?" ia menegaskan-
"Bendera ini adalah bendera perintah yang dinamakan cit
Chee Koe-lauw Giam ong Leng," sahut Jie Mo, "Bendera ini
sudah tiga-puluh tahun lamanya tak pernah muncul dalam
dunia Kang ouw dan munculnya berarti siapa yang melihatnya
dia mesti mati tanpa kesangsian lagi "
Tiong Hoa tetap heran, ia tidak percaya keterangan itu.
Maka ia tertawa dingin- "Benarkah demikian berbahaya ?" tanyanya, "Laginya
belum tentu bendera ini di tujukan terhadap kita siapakah
pemilik bendera ini" Kenapa dia tidak lantas memperlihatkan
dirinya?" Mengetahui si anak muda tidak percaya, Jie Mo berkata
pula: "Pemilik bendera ini adalah Cit Chee-Cioe Pouw Liok It si
Tangan Tujuh Bintang. Dia telah berumur sembilan puluh
lebih, romannya seperti seorang pelajar, ilmu silatnya lihai
sekali, tetapi tabiat nya keras dan hatinya telengas. Dia sangat
dimalui kedua pihak lurus dan sesat, Kata nya dia tinggal di
Inlam selatan akan tetapi tidak tahu dikota mana.
Dulu hari nama dia berendeng dengan namanya Pit Boe
Keen si orang Kang ouw kenamaan terjuluk bintang
pembunuh, hingga mereka dapat sebutan Pak it Lam Pouw,
artinya Pit di Utara Pouw di selatan- Bedanya di antara mereka
itu dijamannya itu, Pit Boe Keen su dari berusia lanjut, dia
baru tigapuluh lebih. Katanya Pouw Liok It itu kalau dia
membunuh orang, perbuatannya seperti tak terkentarakan
atau tak tampak. Lie Tiong Hoa tidak percaya itu. Dia kata: "Aku mau lihat
bagaimana caranya orang membunuh tak terkentarakan dan
tak tampak.." Baru si anak muda berkata demikian- atau dari sisi mereka
terdengar suara seram: "Bagus" suara itu perlahan tapi terdengar nyata, nadanya
menakuti hingga dapat membangunkan bulu roma dan
mengeluarkan keringat dingin-
Tiong Haa lantas membentak. "Buat apa main sembunyi
bagaikan iblis" Kalau benar laki-laki, mari perlihatkan diri"
Berbareng ia berlompat kearah dari mana suara datang,
adalah sebuah pohon- la lantas menyerang.
Segera terdengar suara beradunya tangan, lalu terlihat
daun-daun rontok. Menyusul itu dari kejauhan terdengar suara tertawa yang
lama, makin lama makin kurang kerasnya, itulah tanda bahwa
orang sudah pergi jauh. Tiong Hoa agak menyesal. Ketika ia balik kepada kawairkawannya,
ia melihat keempat Hantu sangat berduka, sedang
soe Mo. Hantu nomor empat, lengannya tambah bengkak dan
merah dan saking menahan nyeri, dia berdiam saja. Dia
mengeluarkan banyak keringat dan romannya berduka campur
kekuatiran "Siau-hiap. kendalikan hatimu, "Jie Mo memberi nasihat,
"Jikalau kau dapat menenangkan diri, belum tentu kita tak
dapat keluar dari tempat berbahaya ini. Tadi aku belum bicara
habis, sekarang kita baru menemui sehelai bendera. Didepan
masih ada dua lagi. setelah kita menemui bendera yang ketiga,
itu baru berarti jiwa kita hampir tak dapat ditolong lagi."
Tiong Hoa tertawa dingin, ia seperti tidak menghiraukan Jie
Mo, ia lompat kepada soe Mo, untuk menyamber tangan
orang yang sakit itu dengan tangan kirinya, buat di-pegangi,
dengan tangan kanannya ia menotok menekan jalan-darah
kinceng. Soe Mo lagi menderita, hingga ia ingin menabas kutung
lengannya itu, ketika jalan darahnya ditekan itu, ia kaget, ia
merasa sangat panas, sampai ia merintih, Hanya sejenak. rasa
nyerinya lenyap. diganti dengan rasa gatal yang sangat, ia
tidak dapat menggaruk karena itu, ia nampak lucu .
Tak lama Hantu nomor empat ini menderita nyeri dan gatal
itu, sebentar kemudian terlihat hawa hitam mengepul keluar
dari liang keringatnya, lalu itu disusul dengan bengkak
berkurang secara perlahan, ia berdiam saja, ia tahu si anak
muda lagi menolongi ia. Tentu sekali ia merasa bersyukur
hingga d idalam hatinya berjanji akan mem balas budi
sekalipun denganjiwanya. Tiong Hoa melepaskan tekanannya, dia memandang Hantu
ke-dua dan berkata: "Aku lihat Pouw Liok It bukan satu lakilaki
sejati. Dia liehay, kenapa dla tidak mau muncul
berhadapan dengan kita " Kenapa dia mengandali bendera
Giam-ong Leng yang beracun itu, melukai orang secara diamdiam
" itulah perbuatan sangat hina-dina dan tak tahu malu,
bukan perbuatan seorang enghiong. Dia membikin malu nama
Pak Pit dan Lam Pouw itu pastilah Pit Boe Keen didunia bakal
malu dan penasaran karenanya "
Selagi berkata itu, Tiong Hoa menyapu tajam dengan
sinarmatanya keempat penjuru, lalu dia menambahkan : "Pula
ada satu hal yang membikin aku tidak jelas. Kita tidak
bermusuh dengan dia, kenapa tanpa sebab dia mengganggu
kita" Teranglah dia bangsa tak dapat membedakan terang dari
gelap. dia sewenang-wenang, hingga kecewalah dia telah
berusia demikian tinggi"
Tiba tiba dari dalam rimba terdengar pula suara seram:
"Eh, bocah, meskipun dampratanmu sangat kurang ajar, toh
aku dibuatnya kagum dengan nyalimu yang besar.
Baiklah kau ketahui, urusan memang bukan disebabkan kau
hanya karena gara-gara Koay-bin Jin Him Song Kie. Tanpa
sebab dia telah membinasakan sam-cioe Yacee Tam siauw Go
yang menjadi cucu- muridku. Maka kau. jikalau kau tidak mau
membantu mereka, masih ada tempo untuk kau mengangkat
kaki dari sini, aku si orang tua tidak nanti meminta jiwamu"
Tiong Hoa telah menduga didalam rimba itu ada konconya
Pouw Liok It, sengaja ia keluar kata-katanya yang tajam itu, ia
tidak sangka, Pouw Liok It sendiri masih berada disitu, ia
lantas menjawab dengan suaranya yang dalam:
"Loocianpwee, kabaran yang tersiar ditengah jalan itu tak
dapat kau percaya habis. Cara bagaimana loocianpwee ketahui
Tam siauw Go terbinasa ditangannya Song Kie" Adakah itu
loocianpwee menyaksikannya sendiri atau hanya mendengar
kabar angin saja" Mana dapat pendengaran lantas dijadikan
kenyataan?" Dari dalam rimba itu keluarlah kata-kata dingini. "Bocah,
bagus sikapmu Mulanya kau kasar, lalu kau menghormat.
Apakah kau sangka aku si orang tua mudah diogok orang "
Aku mempunyai seorang saksinya saksi itu ada ditanganku.
Mana mungkin itulah kabar dusta belaka ?"
Tiong Hoa ragu-ragu juga mendengar Pouw Liok It
mempunyai saksi. "Loocianpwee, mengapa loocianpvvee tidak sudi
memperlihatkan diri?" ia tanya, "orang sebagai loocianpwee
kenapa mesti jeri terhadap Song Kie yang tinggal matinya saja
serta Tiong-tiauw Ngo Mo dan aku yang rendah yang
kepandaian silatnya tak berarti"
Dari dalam rimba terdengar suara tertawa yang nyaring,
sampai burung-burung pada kaget dan terbang serabutan
sambil cecowetan- Lama tertawa itu.
"Aku si orang tua mana jeri terhadap kamu ?" katanya,
habis tertawa, "Tapi inilah kebiasaanku, maka tak dapat aku
muncul didepan kamu Kalau sebentar tiga helai bendera sudah
keluar semua, itu berarti kamu tersiksa dengan ketakutan dan
penderitaan Song Kie mesti ditotok sadar agar dia turut
menderita juga, supaya dia tersiksa sampai mati Bocah, kalau
sekarang kau mengundurkan diri masih sempat, jikalau kau
tunggu sampai munculnya ketiga bendera itu, aku kuatir kau
tidak dapat berbuat apa-apa lagi untuk menolong dirimu."
Tiong Hoa tertawa menyindir.
"Menepati janji, menghormati kepercayaan itulah pokok
dasarnya seorang ksatria" ia kata. "Biarnya aku diancam
dengan kapak. tak nanti aku meninggalkan sahabatku,
perbuatan hina semacam itu, biarnya kau maafkan,
loocianpwee, tak dapat aku lakukan. Mana aku yang rendah
ada muka menemui orang-orang gagah dikolong langit ini?"
"Sungguh gagah" Pouw Liok It didalam rimba memuji.
Tiong Hoa tidak menghiraukan ia berkata pula: "Aku yang
rendah masih belum mengerti jelas, Loocianpwee mengatakan
mempunyai saksi, tetapi, siapakah saksi itu" Maukah
loocianpwee menunjuki dia" Aku yang rendah tak ingin
loocianpwee mengadakan apa yang tidak-tidak"
Pouw Liok it mengasi dengar suara yang nyaring dan dingin
sekali: "Bukan melainkan saksi manusia juga ada bukti barang
nya Tam siauw Go serta Kam-Liang sam Too berbareng
mendapat serangan paku rahasia Thian-long-teng Benar
pakunya sendiri telah orang polisi yang berpengalaman dikota
raja menyaksikan luka itu luka bekas paku dicabuti Song Kie,
tetapi rahasia tersebut. saksinya adalah orang yang buta duadua
matanya, yaitu Lo-sat Kwie Bo."
Tiong Hoa terkejut mendengar disebutnya Lo-sat KwieBo,
tanpa merasa ia mundur dua tindak. Didalam hatinya, ia kata:
pantas Lo-sat Kwie Bo lenyap dari rumah penginapan di Hoei
Ho Kauw, kiranya dia diculik orang she Pouw ini...."
Karena ini ia menjadi ingat Cek In Nio si nona cantik manis
yang ia senantiasa ingat saja, ia pun pikirkan, berupa susah
hatinya si nona mencari ibunya yang lenyap tak keruan paran
itu, Karena berpikir begini, ia lantas dapat pikirkan lain-
"Locianpwee," ia berkata, "mengapa loo-cianpwee, agaknya
kurang kecerdasan" Lo-sat Kwie Bo telah buta dua matanya,
dia bukannya melihat sendiri, cara bagaimana loocianpwee
main mempercayainya" Pula ketika peristiwa terjadi, aku yang
rendah hadir dan menyaksikannya sendiri, Ketika itu Lo-sat
KwieBo terpisah jauh seratus lie lebih ia berada didalam peti
mati rusak di dalam kuil san sin Bio di Lay-soei diluar kota
barat, Maka itu ada kemungkinan rupanya loocianpwee telah
mengompes Lo-sat KwieBo dengan siksaan hingga dia tak
tahan menderita dan terpaksa memberikan pengakuan secara
sembarangan-" "Benarkah begitu?" Pouw Liok It membentak. "kau
bicaralah lebih jelas"
Tiong Hoa tertawa mengejek.
"Malam itu aku yang rendah berada di Kho-pie-tiem, disana
hampir aku bentrok dengan Song Kie dan Tiong tiauw Ngo Mo,
Tak dapat aku menerima penggunaannya Toa Mo, Disaat aku
hendak menyerang dia mendadak datang empat bayangan
orang, larinya pesat luar biasa.
Justeru itu Toa Mo berseru: "Mereka datang" sebelum aku
mengerti apa-apa Ngo Mo sudah berlompat maju menghalangi
empat orang itu. Mereka berempat rupanya tak takut mereka
maju terus. Justeru itu, satu orang lain datang dengan tiba-tiba dua
sinar terang menyamber kepada empat orang itu. siapa dapat
menolong diri dari serangan sekonyong-konyong itu ?"
"Siapakah dia ?" Liok It tanya.
"Dialah Thian Hong cinjin dari Tay Pa san " sahut Tiong
Hoa. "Buat bicara terus terang, Song Kie beramai itu lagi
mengarah cangkir kemala Coei In Pwee, mereka sama sekali
tidak berniat membinasakan Tam siauw Go dan Kam-Liang
sam Too. Jilid 15 : Bendera Giam-ong-leng
"Melihat Thian Hong menyerang empat orang itu, Song Kie
beramai juga maju, Untuk dapat menolong, dia mendahului,
menyerang dengan paku Thian Long Teng, sama sekali dia
menggunai sembilan batang, Thian Hong liehay sekali,
sebelum paku mengenai tubuh nya, ia sudah berlompat tinggi,


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hingga loloslah dirinya, dan semua paku lewat dibawahan
kakinya. Ketika ia berlompat itu, ia sekalian mengibas kearah Tam
Siauw Go berempat, maka semua paku bertukar haluannya
dan mengenai Siauw Go dan kawan-kawannya itu, hingga
mereka roboh dan jiwanya terbang.
Song Kie terkejut, Karena itu, ia kena didului Thian Hong
cinjin, imam itu berhasil mengambil kotak warna hitam dari
tubuh Siauw Go. Song Kie lantas saja menyerang, Tepat Thian
Hong berkelit, dari sampingnya berlompat seorang nona
bertubuh kecil dan lincah, yang merampas kotak itu yang
berada dalam tangannya si imam itu, lantas dia lari
menghilang ditempat gelap.
Aku lantas menyusul nona itu. Dia lari kedalam kuil Sun
SinBio itu. Disitu Baru aku ketahui, dialah Cek In Nio, gadis
tunggal dari Lo-sat Kwie Bo, Aku sendiri, hampir aku terbinasa
ditangan nyonya itu Diluar dugaanku, aku kepergok nyonya itu, dia lantas
menyerang aku dengan pukulan angin Peklkoet Im Hong,
jikalau aku tidak segera ditolongi Nona Cek itu.."
Liok It tertawa. "Keteranganmu ini aku si orang tua percaya delapan
bagian," ia kata. "Oleh karena itu terang sudah Lo-sat Kwie Bo tidak
bersalah, aku yang rendah mohon loocianpwee
memerdekakannya," Tiong Hoa, minta.
Liok Pouw It tertawa pula seram.
"Tak demikian mudah " katanya, "Dulu hari itu Lo-sat Kwie
Bo telah memusuhkan aku si orang tua, dia hampir membikin
keluargaku habis semuanya, maka tak dapat tidak, dia mesti
disiksa sampai dia menemui ajalnya, supaya penasaranku
teriampiaskan" Tiong Hoa bingung juga, orang sukar di-kasi mengerti. Tapi
ia tidak kurang akal, ia lantas tertawa.
"Loocianpwe," katanya dingin, ^apabila perbuatan
loocianpwee ini tersiar kepada orang banyak, aku kuatir
loocianpwee mendapat malu hingga tak dapat loocianpwee
bertemu orang" "Apa kau hendak bilang"^ tanya Liok It gusar.
Tiong Hoa beriaku tenang.
"Lo-sat KwieBo sudah buta dua-dua matanya, dia juga
bercacad kedua kakinya," ia kata, "selagi loocianpwee
berkepandaian tinggi dan ternama besar, sekarang bukannya
loocianpwee menakluki dia dengan ilmu kepandaian
loocianpwee justeru menculik padanya, tidakkah perbuatan itu
membuat orang merasa penasaran sekali?"
Rimba itu sunyi. Baru selang sejenak terdengar pertanyaan-
"Menurut kau, bagaimana?"
"Menurut aku yang rendah, paling baik Lo-sat KwieBo
dimerdekakan," kata Tiong Hoa, "Dengan begitu maka nama
loocianp-wee sebagai seorang bijaksana dan mulia pasti akan
segera tersiar, sebaliknya karena Lo-sat Kwie Bo masih
mempunyai seorang anak perempuan, aku akan cari anaknya
itu, buat memberitahukan dimana adanya ibu-nya, lalu aku
yang rendah nanti menemani dia melakukan perkunjungan
kepadi loo-cianpwee. itu waktu, jikalau dengan kepandaian
loocianpwee dapat loocianpwee mengalahkan dia, urusan
tidak ada lagi, akan tetapi andaikata apa lacur loocianpwee
yang kena dikalahkan, baiklah Lo-sat KwieBo merdekakan, lalu
perkara sakit hati ini dibikin habis sampai disitu saja"
Liok Pouw It tertawa nyaring, "Baik, baik, aku turut saran
kau ini" katanya. "Akan tetapi Giam ong Leng sudah
dikeluarkan. tak dapat itu ditarik pulang, suka aku menghargai
kau karena kau sangat bersungguh-sungguh bekerja untuk
sahabat, karena kau bernyali besar sekali, Giam ong Leng
yang ke-dua dan ketiga aku biarkan saja, aku sendiri tidak
bakal turun tangan, akan tetapi disana masih ada banyak
muridku maka terserahlah kepada untung-untung kamu
sendiri" Msndengar itu, Tiong Hoa ketahui bahwa pertempuran
tetap tak dapat diluputkan maka alisnya berbangkit bangun,
Terus dia kata nyaring: "jikalau pertempuran sampai terjadi
sukar orang terluput dari kematian atau luka-luka, hal ini
haraplah loocianpwe mengetahuinya. selain dari itu, aku yang
rendah juga mohon loocianpwee memberitahukan alamat
loocianpwe." Dari dalam rimba terdengar suara dingin dari Pouw Liok It:
Didalam rimba ini sebala perangkap diatur olehku si orang tua,
maka itu soal mati atau hidup tidaklah menjadi soal lagi, kau
baikj angan buat pikiran, Kau pun harus ketahui, belum tentu
kau dapat keluar dengan selamat dari tempat ini. Tentangaia
matku, jikalau kau hendak pergi kesana, kau pergilah ke Hek
Liong Thoa di koen-beng, disana kau cari seng cioe Pek Wan
Hang soe Koen, nanti dia boleh menunjuki jalan kepada kamu,
Aku beri tempo setengah tahun-"
Lantas rimba menjadi sunyi.
Tiong Hoa percaya Pouw Liok It sudah berlalu, maka ia
menoleh kepada Ngo Mo, yang mengawasi ia dengan sinar
mata ber-syukur, ia bersenyum.
"Asal kita berlaku teliti dan waspada, mungkin tak ada
bahayanya." kata ia sabar, "Mari"
Anak muda ini lantas berjalan pula diikuti kelima kawannya.
Ketika itu sinar rembulan guram, bayangan d idalam rimba
mirip gerak-geriknya setan-setan, sedang bergerak-geraknya
daun daun mengeluarkan suara perlahan tetapi berisik,
menambah suasana suram. Tengah mereka berjalan itu, tiba-tiba mereka mendengar
pekik hantu, nyaring dan menyeramkan, datangnya bergantian
dari delapan penjuru rimba. suara itu mendebarkan, dapat
membikin hati goncang. Tiong Hoa berenam menenangkan hati, mereka berpura
tuli, mereka jalan terus dengan waspada, Mereka tidak
menggubris yang suara membangkitkan bulu roma itu
terdengar datang makin dekat, makin dekat.
Tiba-tiba dari dalam rimba terlihat menyambernya
beberapa benda hitam kecil.
"Hati- hati" Tiong Hoa berseru, memperingati. Ia lantas
menyampok. guna menghalau benda itu, yang ia duga senjata
rahasia adanya. Ketika tangan bajunya membentur barang itu,
yang terus jatuh ketanah, ia merasa menyampok benda yang
lunak-lunak keras, segera ia mengawasi.
Untuk kagetnya, ia mendapatkan bangkainya seekor
bungka laut yang panjang cuma lima dim. itulah ular paling
berbisa, siapa kena terpa gut, racunnya akan membuat orang
lantas binasa, ia menggigil sendirinya mengenali itu macam
ular. Ngo Mo juga telah menggunai senjatanya masing-masing
menangkis bokongan serupa itu, hingga banyak ular
terbinasakan,syukur mereka semua lolos dari bahaya itu.
Habis serangan gelap itu, disitu terdengar suara yang luar
biasa, yang menyeramkan, lalu kemudian, rimba dan
sekitarnya menjadi sunyi pula. Kesunyian itu merupakan
alamat bakal datangnya hujan lebat atau angin besar....
Tiong Hoa beramai maju terus, mereka memasang mata
dan telinga. Tidak lama dari arah depan terlihat bergeraknya dua sosok
tubuh mendatangi kearah mereka, Kelihatannya kedua tubuh
itu berjalan perlahan tapi tibanya lekas. Dengan lantas
keduanya berhenti, untuk berdiri mengawasi. Lantaran
keduanya berdiri membelakangi rembulan, wajah mereka tak
tampak tegas. "Saudara-saudara Tiong-tiauw, banyak baik " yang
disebelah kiri lantas menyapa. "Apakah kamu masih ingat
sahabat-sahabat lamamu ?" Jie Mo, Keuw Gie mengawasi
lantas tertawa lebar. "Kiranya kamu berdua, jiewie " kata dia. Jiewie terkenal,
siapa pun menghargai mu, siapa sangka sekarang jiewie
masuk dalam kalangan Giam ong Leng, sungguh juwie
membuat Keuw Gie menyesal sekali."
Dua orang itu tidak menyahuti, hanya dengan tajam
mereka mengawasi Tiong Hoa.
"Siauwhiap. mari kuperkenalkan " berkata Keuw Gie,
"Kedua tuan-tuan ini yalah pendekar-pendekar dari Inlam,
inilah Loo-soe Tan Hong Wan, yang digelarkan in Lie Kimkong,
dan ini Loosoe Ang Kim Tat gelar sin-cioe Tok Goat "
"Aku yang rendah merasa beruntung dengan pertemuan
ini" kata Tiong Hoa tawar, "Ada urusan apa jiewie loosoe
memegat kami ?" "Tidak apa-apa," menjawab Tan Hong Wan, "Kami
mendengar selama ini nama Siauwhiap sangat terkenal, dari
itu kami ingin kita main-main barang dua jurus "
"Aku yang rendah yalah seorang anak sekolahan-" kata
Tiong Hoa tertawa, "hanya terpaksa saja aku masuk dalam
dunia Kang ouw, sebenarnya aku tidak mempunyai kebisaan
suatu apa, melainkan beberapa sahabat yang telah menyebutnyebut
namaku, dari itu aku minta janganlah jiewie percaya
segala berita diluaran. Dapat aku menerangkan, didalam
tempo setengah tahun yang mendatang pasti aku bakal
berkunjung kepada Pouw Tongkoe, maka itu kalau itu waktu
jiewie loosoe sudi memberi pengajaran padaku temponya
masih belum terlambat."
Mendengar itu Ang Kim Tat yang berdiri disisi Tan Hong
Wan, tertawa. "Kau terlalu merendah Siauwhiap " katanya. "jikalau
Siauwhiap tidak suka memberi pengajaran padaku, aku tidak
dapat memaksa, cukup asal Siauwhiap sudi menerima satu
tangannya, Tak Perduli siapa rne nang siapa kalah, setelah ini
aku si orang she Tan akan meminta diri."
Tiong Hoa mengerti, dua orang ini lagi menjalankan titah
Giam ong Leng, tak dapat mereka mundur tanpa bertempur
dulu, maka itu ia bersenyum dan kata: "silahkan Tan Loosoe
mulai" "Maaf." berkata Hong Wan, yang lantas meluncurkan
tangannya, Tiong Hoa heran melihat orang bergerak mirip jurus
permulaan dari ilmu silatnya, yaitu Sian-thian Thay It ciang,
lekas ia menyambuti dengan tangan kanan juga, Maka kedua
tangan beradu keras nyaring suara-nya. Kesudahannya itu
tubuh Tan Hong Wan limbung, tubuh si anak muda itu
bersenyum manis. Tan Hong Wan heran melihat anak muda itu bersilat sama.
ia pun terkejut untuk ketangguhannya si anak muda, Tapi ia
tidak mau menanyakan apa-apa karena disitu bukan
tempatnya, ia lantas mundur satu tindak sembari tertawa ia
kata: "Lagi setengah tahun-aku si orang she Tan akan
menantikan Siauwhiap didalam Hek Liong Thoa"
Segera setelah ucapannya itu, Hong Wan mencelat mundur
diturut Ang Kim Tat, maka sedetik kemudian, keduanya sudah
lenyap didalam rimba disisi mereka.
Tiong Hoa dan kawan-kawannya mengawasi kemudian
anak muda ini tertawa. "Mari kita berjalan terus" katanya,
"Rasanya didepan aman semua"
Tiong-tiauw Ngo Mo menyahuti, lantas mereka berjalan
dengan cepat. Perjalanan ini benar-benar sulit, apapula itu waktu di waktu
malam, Tiong Hoa berlaku teliti mencarijalan mengingat-ingat
tempat yang ia pernah datangi itu. Bersama kawan-kawannya,
ia mesti berputar-kayun ditanah pegunungan itu. Baru setelah
fajar menyingsing, ia melihat jurang atau lembah yang mirip
dengan tempat yang ia pernah injak.
"Disini." katanya kemudian, berseru, "Mereka telah tiba
dijalanan tempat keluar dari gua. Lalu ia menambahkan- Aku
minta saudara semua menantikan disini, Aku akan pergi untuk
lekas kembali" Tiong-tiauw N go Mo mengangguk.
Tiong Hoa mengawasi keatas, untuk menimbang-nimbang
tingginya tempat serta lompatnya nanti, ia tidak menanti
lantas untuk terus bekerja. Mulanya ia menjejak tanah,
membikin tubuhnya membal naik, Itulah tipu-silat "Pengtee
ceng in," atau "Awan hijau ditanah datar."
segera tubuhnya berlompat tinggi tujuh- delapan kaki.
Untuk naik lebih jauh, dengan kaki kanannya ia menjejak paha
kirinya, ia lantas terapung empat Iima-tombak. Kali ini ia
mengulur tangannya, yang dapat bertambah panjang, maka
itu ia kena menjambret cabang pohon, hingga selanjutnya ia
dapat manjat terus, tangan dan kakinya bekerja sama.
Ketika ia menyamber rotan, mendadak rotan itu tercabut
akarnya ia kaget karena tubuhnya turun mendadak, Tapi
dalam kagetnya, segera ia menggunai Pek-houw-kang, tipu
silat Cecak Merambat. Tiong-tiauw Ngo Mo melihat kejadian itu, mereka kaget
bukan main- Kalau si anak muda jatuh terus tentulah remuk
tubuhnya, Maka legalah hati mereka mendapatkan kawan itu
dapat menolong diri. sekarang mereka jadi mengagumi Pek
Houw Kang, ilmu yang biasa dimiliki segala pencuri.
Hanya mereka masih bersangsi apa orang dapat menaiki
terus lamping jurang itu yang tinggi sekali.
Tiong Hoa sendiri tidak tahu apa yang orang pikir, ia
mengumpulkan semangatnya ia mengerahkan tenaga dikedua
tangan dan kaki, untuk dapat bertahan terus, ia naik terus
dengan cepat. Toa Mo menghela napas.
"Benarlah, gelombang yang dibelakang mendorong ombak
yang diriepan, orang tua tertukar dengan orang muda "
katanya. "Untuk kami, didalam dunia Kang ouw sudah tidak ada
tempat pula. Pantas ketika pertama kali aku masuk dalam
Rimba Hijau rasanya aku seperti terjeblos dalam lumpur.
Maka kalau sekarang aku mengubah cara hidupku, pasti
masih keburu, Biarlah, setelah Siauwhiap berhasil menolongi
tongkee, aku nanti cukur gundul rambutku, untuk menjadi
pendeta, guna hidup dikuii yang sunyi sambil membaca doa
saja guna menebus segala dosaku."
Ketika itu angin bertiup keras, kabut semakin tebal.
ooooo BAB 20 LIE TIONG HOA berhasil manjat terus. Dia jalan di tepian
tebing, terus sampai dimulut gua yang dia kenal itu. Lantas
dia masuk ke dalamnya. Baru berjalan kira dua puluh tombak,
hidungnya telah dapat mencium harumnya buah piepa. hingga
girangnya bukan kepalang, apa pula setelah maju lebih jauh,


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

matanya melihat buah itu yang berwarna kuning emas. Tapi
kapan matanya melihat cabang-cabang p^hon dan sekitar
gua, hatinya mendadak terbuka, inilah dunia yang lain
daripada yang baru dia tinggalkan.
Disini segala apa sunyi dan tenang, tak berisik dan busuk
seperti dunia Kang-ouw. Ketika dia melihat tempat duduk Ay
sian, dia teringat akan orang tua yang baik budi itu. Dia
menjadi terharu hingga ia menghela napas, Akan tetapi dia
sabar, Maka lekas-lekas dia menjambret buah p^epa, dia
memetik tiga renceng, setelah dia masuki itu kedalam
sakunya, dia pergi keluar pula dengan cepat, setibanya diluar,
dimana kabut putih semua, dia lantas bersiul nyaring, hingga
siulannya ber kumandang dilembah sekitarnya.
Tiong-tiauw Ngo Mo tengah menantikan dengan pikiran
mereka bekerja terus tatkala mereka mendengar siulan itu,
yang segera disusul dengan melayang turunnya sesosok
tubuh, Mereka tahu itulah kawan mereka, Toa Mo Kouw Jin
maju menyambut "Kau berhasil, Siauwhiap?" dia menyapa.
"Syukur, aku berhasil" sahut si anak muda, "Ketika dulu
hari aku keluar dari gua, aku tidak mengambil jalan ini, tetapi
sekarang aku perlu tempo, maka itu, kecuali aku tidak
berdiam lama didalam gua, aku pun lompat turun disini."
Ia lantas menghampirkan Song Kie, untuk terus menotok.
membuka jalan darah kakak angkat itu, hingga Koay-binJin
Him dapat lantas sadar dan membuka matanya, Mata itu
bersinar guram. Habis dia merintih, lantas dia merampula,
mukanya meringis, Suatu tanda dia menahan sakit. Rupanya
dia tetap putus asa. Tiong Hoa segera merogoh kedalam saku nya. Dengan
tangan kirinya, ia membuka mulut Song Kie, maka ia dapat
menyusupi buah piepa masuk kedalam mulut saudara yang
tengah terluka parah itu. ia memasuki satu demi satu. maka
terus ia mengancuri setangkai buah terdiri dari belasan biji,
dalam tempo yang lekas, Song Kie telah makan habis
semuanya, yang terasa lezat sekali.
Tiong Hoa mengawasi Dia melihat dari muka orang bahwa
rasa nyerinya saudara itu mulai berkurang, Habis menelan,
rintihan pun tak terdengar lagi. Dia tahu khasiat nya obat
sudah bekerja, maka terus dia lantas menguruti seluruh tubuh
kawan itu, guna menyalurkan darahnya.
Tidak lama, Song Kie sadar betul-betul, Dia merasa telah
lenyap rasa nyerinya, Dia mengawasi Tiong Hoa yang lagi
mengurutinya, Dia dapat menduga kepada pertolongan
saudara muda itu. Bukan main ia bersyukur dan terharu,
hingga air mata lantas mengucur deras.
Tiong Hoa melihat bahwa ia sudah mengurut cukup, maka
ia menghentikan bekerjanya kedua tangannya.
Song Kie lantas bergerak bangun ia lantas merasa ringan
seperti biasa kecuali tenaganya belum pulih semua, Dengan
lantas dia mencekal erat kedua tangannya Tiong Hoa saking
terharu itu, ia menangis terisak.
"Adik, budimu ini tak nanti aku lupai" ia kata, "Tak tahu aku
bagaimana harus membalasnya ... "
"Jangan berkata begini saudara Song," berkata si anak
muda. "Adalah keharusanku menolongi siapa pun yang perlu
ditolong apa pula kau, Umpama keadaan kita sebalik nya,
apakah saudara akan duduk diam saja tak menolong aku?"
sembari berkata, anak muda ini mengeluarkan satu renceng
piepa." "Saudara saudara, makanlah ini " katanya, ia membagi
belasan biji buah itu kepada keempat Hantu.
Soe Mo letih sekali, mereka pun terkena sedikit asap
beracun, setelah makan buah-buah itu, puliblah kesegaran
mereka, Tentu sekali mereka jadi sangat bersyukur Mereka
lantas mengucapkan terima kasih mereka.
Mengawasi keatas, kearah gua. Toa Mo menghela napas
dan berkata: "jikalau lain hari aku dapat kembali kemari, ingin
aku berdiam didalamnya dengan ditemani hanya kitab suci,
untuk selamanya tinggal disini,"
Hati Tiong Hoa tergerak. "Ssaudara ingat kepada sang Buddha, itu lah bagus,"
katanya. "Setelah tong kee pulih kesehatannya dan kami selesai
membantunya," kata Toa Mo, "kami berlima ingin
mengundurkan diri dari dunia Kang ouw."
Song Kie setuju, dia tertawa.
"Pikiranmu sama dengan pikiranku " katanya. "inilah
kepastian kita bersama "
Selama itu, sekian waktu sudah berlalu, maka kabut pun
mulai buyar, hingga segala apa nampak nyata, Dimata
mereka, lembah indah sekali. Tapi tak dapat mereka berlamalama
disitu, maka bertujuh mereka segera berlalu, mencari
jalan keluar, Karena Song Kie masih lemas, dia tak dapat
mengguna i ilmunya lari cepat.
Sembari berjalan Tiong Hoa tuturkan tentang urusan Giam
ong Leng. Song Kie berpikir, lalu dia berkata: "Kau memindahkan
bencana untuk Thian Hong Cinjin, itu memang bagus, hanya
berbareng aengan itu, kau sendiri terjatuh dalam lingkungan
pengaruh Giam ong Leng itu."
" Kenapa begitu?" tanya Tiong Hoa, tidak mengerti. Koaybin
Jin Him tertawa. "Inilah karena kejujuran kau, adikku." sahutnya tertawa,
"Pouw Liok It seorang sangat cerdik, ketika dia menangkap
Lo-sat Kwie Bo. itu pasti bukan dilakukan didalam rumah
penginapan hanya setelah nyonya itu dipancing keluar. Tentu
dia memancing begitu dia ketahui si nyonya berada dalam
rumah penginapan itu. Kalau dia menemui kau serta gadisnya
Losat Kwie Bo, mana dia mau melepaskan dengan begitu
saja" Setelah dia mendengar dari kau cangkir kemala terjatuh
didalam tangannya si nona, pasti dia akan menyiarkan berita
pancingan supaya si nona mencari atau menyusul ibunya itu.
Dia pasti tidak mau menyebutkan dimana dia telah mengurung
si nyonya." sembari berkata, Song Kie menatap si anak muda.
"Meski benar Pouw Liok It disebut Pak Pit Lam ouw." ia
menambahkan "dalam tenaga dalam dia tak dapat direndengi
dengan pit Boe Koen, buktinya ketika Pit Boe Koen pergi
mencari dia, dia selalu mengasi alasan lagi pergi keluar,
selamanya: dia tidak sudi menemukan walaupun usia mereka
berdua beda banyak. yaitu Pit Boe Koen sudah langsung dan
dia baru tigapuluh, kalau dia kalah tak usah dia malu. Pouw
Liok It tetap menjaga dirinya, Demikian sudah terjadi, selama
hidupnya, Pit Boe Koen belum pernah bertemu dengannya.
sebaliknya dia menghendaki kitab silatnya PitBoe Koen, tetapi
dia tak dapat jalan memilikinya...."
Tiba-tiba Song Kie berdiam ia nampak ragu-ragu.
"Ah, mengapa otakku jadi butek sekali." katanya,
"Bukankah kematiannya guruku, Tong Beng siansoe, terjadi
ditangannya?" Tapi ia menggeleng kepala, ia menambahkan "Tak mungkin
Ketika itu kitab silat lenyap bersama, Kalau dia yang
melakukan kejahatan kenapa kitab itu berada ditangannya
Kongsoen Coe Liong?"
Kata-kata yang belakangan ini seperti ditujukan kepada
dirinya sendiri, Lalu dia tertawa dan berkata pula: "Adik bakal
mengunjungi Pouw Liok lt, maka itu waktu kau pasti akan
mengetahui duduknya perkara yang benar, Dapat aku
terangkan diluar nampak Pouw Liok It lemah-lembut dan halus
budi-pekertinya, didalam dia keras dan teleng as, ambekannya
besar sekali. Dia mau menjadi jago tunggal kaum Rimba
Persilatan selama hidupnya, dia cuma jeri terhadap empat
orang." "Siapakah empat orang itu?" tanya Tiong Hoa.
"Yang satu yaitu Hok In siangjin dari see Koen Loen,
pendeta yang beribadat itu." sahut Song Kie, menerangkanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Yang satu lagi yalah Cit Yang sin-nie, pendeta wanita dari kuil
Cie Tiok Am dipulau Ban Keng di Tang Hay, laut Timur,
Bhikshuni itu kesohor untuk tenaga dalamnya Cit Yang sinkang
serta pukulan tapak tangannya Kimkong cioe In-
Orang yang ketiga yalah gurumu. Thian Yoe Sioe, yang
ilmu silatnya luar biasa, hingga mirip dengan ilmu silat kaum
sesat, Yang keempat yaitu Gouw Bie Taysoe, paman dari
ketua Siauw Lim Pay. Mungkin ada lain orang lagi tapi aku tak
tahu. Karena jeri terhadap keempat orang liehay itu, buat
sementara dia tidak berani sembarang main gila, sekarang dia
mendapat tahu kitab silat terjatuh dalam tangannya Kwie lam
Ciauw, maka itu dia bekerja.
Ada kemungkinan sekarang ini Kwie Lim Ciauw sudah
menjadi orang sebawahannya, sudah kukatakan. dia sangat
cerdik, rupanya dia menduga kau dan Cek In Nio telah
menjadi satu pasangan, maka dia mau memancing kamu.
siapa saja diantara kamu yang tertawan, pasti itu dapat dig
una i sebagi alat memaksa untuk diserahkannya cangkir
kemala Coei In Pwee itu. Bukankah kau jadi akan terjebak
olehnya, adikku ?" Mukanya Tiong Hoa bersemu merah, "Dengan Cek In Nio
itu aku cuma bertemu sebentaran, kita tidak ada pergaulan
erat, jangan kata cinta." ia berkata, "Saudara Song, kau
menduga berlebihan, Kalau Pouw Liok It juga menduga
demikian, dia pasti salah rabah" Song Kie tertawa.
"Jikalau adikku tidak percaya dugaanku, kau tunggulah
nanti" katanya. Perjalanan mereka dilanjuti, terus siang dan
malam, menuju ke shoasay selatanooo
Ditempat penyeberangan di ouwpak Barat terlihat
munculnya seorang muda tampan ditepian sungai, bajunya
hijau, dandanannya seperti pelajar. Dia mencari sebuah
perahu untuk membawanya berlayar kearah soecoanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Dialah Tiong Hoa, yang habis mengantari Song Kie dan
berdiam kira setengah bulan-lantas berangkat untuk mencari
Nona Cek In Nio. Dia menggunai kendaraan air karena dia
ingin melihat keindahan, sungai diselat Boe Kiap. Dia tidak
kesusu karena janji pertemuan di Hek Liong Thoa lama nya
setengah tahun, penyeberangan itu selat see Leng Kiap. maka
untuk tiba di Boe Kiap. dia harus melewati perjalanan
delapanpuluh lie lebih, itu waktu dipertengahan musim panas,
selagi air pasang, perahu berjalan perlahan, satu hari tiada
melebihkan duapuluh lie. Perahu mesti di tarik orang.
Berduduk seorang diri di kepala perahu Tiong Hoa
memandang kedepan kekiri dan kanan, sering dia melihat
tunggul wadas yang muncul dipermukaan air. Benar- benar
perlayaran disitu berbahaya. Atau dia duduk pasang omong
dengan juragan perahu, yang menuturkan ini dan itu
mengenai perlayaran- Juragan perahu itu yang sudah berusia limapuluh tujuh
tahun, berkepala botak dan kumisnya jarang, tangannya tak
pernah lepas dari sebatang hoencwee, pipanya yang panjang,
Dia pun mempunyai suara yang nyaring serta sepasang mata
yang tajam. Baru dua hari. dan baru melihat perjalanan tigapuluh lie.
Tiong Hoa sudah lantas bergaul erat dengan juragan itu
hingga ia ketahui orang bernama Cian sim Hoo. Dia senang
bicara dengan sianak muda, polos bicaranya, sebab dia
melihat pemuda ini seorang pelajar muda.
Tiong Hoa bermata jeli, ia menduga sam Hoo pandai silat,
akan tetapi karena orang tidak membicarakannya, ia tidak
mau menimbulkannya. Dihari ke-tiga, mendekati sore, kembali Tiong Hoa duduk
pasang omong dengan sam Hoo,
Kali ini mereka sekalian menghadapi poci arak. Baru
sekarang, karena pengaruh air kata-kata, Sam Hoo
memberitahukan bahwa dulunya ialah seorang piauwsoe,
disebabkan bertemu begal, hampir ia hilang jiwanya, maka
kemudian ia meletaki goloknya dan terus hidup sebagai
juragan perahu sampai sekarang ini.
Tiong Hoa mengasi lihat roman heran-
"Inilah aneh " katanya, "Menurut apa yang aku dengar,
untuk mengendalikan perahu disini, orang mesti bekerja
semenjak masih kecil, tetapi kau maju setengah jalan,
bagaimana kau menguasainya ?" cian Sam Hoo mengurut
kumisnya, Dia bersenyum. "Engko Lie yang kecil, kau tidak tahu" katanya riang
gembira, "Mendiang ayahku yalah seorang juragan perahu
yang pandai sejak masih kecil aku mengikuti ayahku itu dari
itu aku telah mempunyai kepandaianku. oleh karena
penghasilan ayah itu waktu bagus, aku mengambil ketika
belajar silat sampai sembilan tahun- kemudian aku bekerja
sebagai piauwsoe. Diluar dugaanku sekarang aku melanjuti
penghidupan mendiang ayahku itu.... pekerjaan piauwsoe
sungguh berbahaya" "Benarkah menjadi piauwsoe sulit sekali," Tiong Hoa tanya.
Sam Hoo tertawa pula. "Engko kecil belajar surat, tak tahu kau bahayanya dunia
Kang ouw" dia kata, "Apa pula bangsa piauwsoe, selagi
melindungi barang, hatinya terus berdebaran mendengar
angin menggoncangkan rumput saja kita rasa seperti musuh
besar datang disiang hari mata terus melotot diwaktu malam
tak dapat tidur nyenyak, jikalau kau tidak percaya coba lihat
disana" Dia menunjuk kesebuah perahu yang ketiga, dia
menyambungi: "Lihat itu orang usia pertengahan yang lagi berdiri dikepala
perahu, Dialah piauwsoe yang menyamar yang lagi mengiringi
apa yang disebut piauw gelap. Bukankah dia nampak tak
tentram hati, matanya selalu celingukan" itulah tanda hatinya
terganggu Aku bekas ciauwsoe, aku tahu baik."
Tiong Hoa memandang kepada orang yang ditunjuk itu
yang dandan sebagai seorang dagang, dia benar selalu
memperhatikan tempat lebat dengan pepohonan dikedua tepi
sungai, sedang air mukanya guram.
"Aku tidakjelas." katanya habis mengawasi orang itu "
Kenapa dia mesti mengambil jalan air" Bukankah jalan darat
lebih cepat dan orang pun dapat kabur lebih mudah" Kenapa
dia seperti mengantarkan diri kedalam perangkap?"
Sam Hoo menggeleng kepala.
"Kau tidak tahu, engko kecil." kata dia, "Diselatan barat,
jalan darat makin terganggu Disana banyak sekali rombongan
penjahat, Biasanya, sebelum kita mulai keluar dari kantor kita,
mereka sudah mendapat tahu dan bersiap menunggu,


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kebanyakan selain piauw hilang, si piauwsoe pun dapat
terbinasa atau ringannya terluka parah, begitulah banyak
piauwsoe yang menyamar, jikalau aku tidak keliru menduga
disebelah depan, diselat Tiat Koan Kiap. mungkin bakal terjadi
onar...." "Bagaimana kau ketahui itu ?" Tiong Hoa tanya. sam Hoo
tertawa tanpa menjawab. "Didalam perahu yang ke-lima ada sepasang pria dan
wanita," katanya, " mereka itu pasti bukan sembarang orang.
Kalau sebentar terjadi sesuatu, engko kecil, aku harap jangan
kau keluar, kau tidur saja dalam perahu, pasti tidak terjadi
apa-apa." Tiong Hoa mengangguk tanpa membuang suatu apa,
kedua tangannya memeluk lututnya, matanya mengawasi air
mengalir deras, sebaliknya dari memperhatikan orang-orang
yang disebutkan si juragan perahu ia ingat pengalamannya
yang telah lalu. Ketika habis mengantarkan Song Kie hingga ia menggunai
tempo senggang setengah bulan, pemuda ini ingat lukisan Yoe
san Goat Eng dan ia pernah membuat penyelidikan ia tidak
berhasil mendapatkan endusan apa-apa. ia menjadi seperti
putus asa hingga ia memikir buat tak memperdulikan lebih
jauh, sekarang ia mau mencari Cek In Nio saja. "Ah," ia
menghela napas perlahan apabila ia ingat Nona Cek, Cian sam
Hoo heran- "Entah apa yang dipikirkan pemuda ini maka ia berduka..."
pikirnya, Dia tidak dapat menerka, Maka dia tertawa dan kata.
" Engko kecil, mari kita bicara tentang rembulan permai, mari
kita minum arak kita Mari keringi cawan ini."
Hanya sekilas lalu, lenyaplah apa yang Tiong Hoa pikirkan
ia lantas bersenyum. ia menyambut meminum kering
cawannya. Terus ia dapat bicara pula sambil tertawa.
Ketika itu kendaraan air lewat dibagian sungai yang kedua
tepinya lebat dengan pepohonan, yang bayangannya
meneduhkan permukaan air, sedang suara airnya nyaring.
Lagi sedikit didepan, kedua pinggiran tinggi merupakan tebing,
diatasnya pun banyak pepohonannya, hingga bagian itu bukan
melainkan teduh bahkan gelap.
Tepat diikuti waktu, mendadak berbunyi suara terompet
keong ditepian kanan, dari arah pepohonan seperti rimba itu:
suara itu mengaung keatas, tajam terdengarnya.
Sam Hoo mendengar suara itu dengan sikapnya tenang tak
berubah, sebaliknya Tiong Hoa terperanjat terus dia
berbangkit. Melihat demikian, si juragan perahu menarik
tangan orang seraya berkata : "Engko kecil, jikalau kau takut,
kau duduk saja dikepala perahu ini, kau boleh menonton
keramaian- Atau silahkan kau masuk kedalam, disana jangan
kau berkutik." Tiong Hoa duduk pula. Ketika ia melihat kepada beberapa
puluh tukang menarik perahu, ia mendapatkan mereka
menunda pekerjaan mereka, dadung perahu dilkat kepada
pohon, lantas semuanya duduk men-deprok ditanah, tangan
mereka dipakai menutupi kepala mereka. semua tukang
perahu itu ada anak-buah perahu-perahu yang di ikat satu
dengan lain dan ditarik berbareng.
Kemudian Tiong Hoa memandang ke perahu nomor tiga, ia
mendapatkan disisisisaudagar usia pertengahan ada berdiri
dua orang petani, yang lengannya kasar, yang romannya
bengis. Segera juga dari tepian, terdengar suara orang bertanya:
"Apakah didalam perahu disana ada co congpiauw-tauw dari
Tay Saen Piauw Kiok dari Gie-ciang. Kalau benar, silahkan
congpiauw-tauw keluar, agar tak usah sampai jatuh kurbankurban
yang tak bersangkut paut"
Mendengar pertanyaan itu, si saudagar usia pertengahan
bersinar kedua matanya, terus dia tertawa lebar dan
menyahuti: "Aku co Peng Hoei, aku berdiri disini Kamujangan
melihat lain orang siapakah pemimpin kamu" Kenapa dia tidak
mau periihatkan dirinya" jikalau ada bicara, mari kita bicara
terus terang, buat apa main sembunyi-sembunyi"
Orang didarat itu berkata pula nyaring: Bagus Kim Kauw
Beng ciang tak kecewa menja satu laki-laki Tongkee kami Mo
Kim Giok bakal segera sampai Apakah tuan tidak mau
mendarat untuk kita pasang omong disini?"
Orang itu belum berhenti bicara ketika si saudagar serta
dua kawannya saling susul berlompat ke tepian, gerakan
mereka pesat lompatan mereka jauh. sebentar saja dia sudah
menaruh kaki didepan rimba.
"Nah, silahkan masuk ke dalam rimba, untuk berbicara,"
kata lagi suara didalam rimba tadi.
Co Peng Hoei bertiga saling mengawasi lantas mereka
bertindak kedalam rimba sambil mengangkat kepala, suatu
tanda mereka tidak takut.
Tatkala itu dari perahu nomor lima terlihat dua orang
berlompat kedarat, merekalah sepasang priya dan wanita,
yang masing-masing memakai tutup muka hitam dan
dipunggung tergondol dua batang tombak pendek. Gesit
lompatan mereka. Tiba di-darat, mereka lantas menyusul
masuk ke-dalam rimba. Lie Tiong Hoa bangun berdiri, dia ngoceh sendirian:
"Dikolong langit yang luas ini, tidak ada keanehan yang tidak
ada. Demikian kejadian seperti ini, belumpernah aku
melihatnya. Ah, baiklah aku pergi menyaksikan, supaya taklah
kecewa hidupku ini."
Lantas dia berjalan cepat kepinggiran perahu.
Si juragan terkejut, ia berbangkit untuk menyamber tangan
orang, ia kalah cepat, Anak muda itu terus turun dipapan
perahu, untuk mendarat. "Ah" sam Hoo mengeluh sambil
menggeleng kepala. Tiong Hoa berjalan terus memasuki rimba yang diambil
ketiga piauwsoe itu serta sepasang priya dan wanita tadi.
Rimba itu gelap tapi disitu terdengar suara orang, ia duga
itulah suara Peng Hoei bertiga, ia masih bertindak ketika
mendadak muncul seorang dari belakang sebuah pohon besar,
dia beroman bengis, tangannya menCekal golok.
"Kau siapa, tuan?" orang itu tanya, "Kalau kau pesiar
silahkan kau kembali keperahu, jangan kau lancang mengintai
kemari itu berarti kematian"
Tiong Hoa tidak menjawab, hanya tangannya meluncur, jari
tangannya menotokjalan darah thian-kie orang itu, yang lantas
roboh tanpa bersuara lagi, ia tidak menghiraukan orang itu, ia
lantas lompat naik keatas pohon. untuk maju terus belasan
tombak. akan akhirnya bersempunyi di sebuah cabang yang
lebat daunnya, untuk mengintai.
Di dalam situ ada tanah kosong belasan tombak sekitarnya,
Co Peng Hoei dan dua kawannya berdiri berendeng. Didepan
mereka terdapat lima orang.
"Kemana perginya mereka?" tanya Tiong Hoa didalam hati,
ia tidak melihat si pria dan wanita dari perahu kelima, Tentu
mereka pun menonton seperti aku ini, tanpa terlihat lain orang
Maka ia lihat kelilingan tapi tetap ia tidak berhasil
mendapatkan mereka itu. Ketika itu terdengar suara Co Peng Hoei, tak sabaran:
"Mana tongke kamu si orang she Mo" Kenapa dia masih belum
muncul" Aku si orang she Co tidak dapat menanti terlalu lama,
kami hendak kembali keperahu kami"
Satu diantara lima orang itu, yang tubuhnya kurus dan
usianya lanjut, dengan mata galak menyahuti dingin: "Co Toapiauwsoe
kau telah datang, kau sabarlah. Jikalau tidak ada
urusan lainnya, pasti tong ke kami sudah sampai disini. Aku
minta sukalah kau menanti pula sebentar jikalau toa-piauwsoe
tetap mau kembali keperahu, tak ada halangannya
persilahkan, asal kau tinggal disini siang-ang-piauw yang kau
lindungi itu" Co Peng Hoei tertawa nyaring.
"Siang-ang-piauw kami terdiri dari sepuluh butir mutiara
dan sepasang burung Wanyoh kemala, harganya mahal
seperti mahalnya sebuah kota," ia berkata, "jikalau kamu
menghendaki itu, berat untuk kami, berbahaya untuk kamu.
Kehilangan itu berarti aku si orang she Co tidak dapat
menggantinya. Sedang kamu, tak nanti kamu diampuni soe
coan congtok. Maka itu sahabat baiklah kau jangan berpikir
yang tidak-tidak" Berbareng dengan kata-kata si piauwsoe, dari dalam rimba
terdengar tertawa yang nyaring sekali, disusul munculnya
sebuah tubuh yang besar, berhenti didepannya Peng Hoei.
Dialah seorang dengan potongan muka singa dan mata
besar, pinggang lebar dan kekar, jenggotnya putih pendek
seperti barisan tombak. seluruhnya dia nampak keren. Tapi
dia merangkap kedua tangannya dan berkata:
"Aku menyesal sudah membikin Co Congpiauw-tauw
menunggu lama siang-ang piauw ini harta yang tiehoe dari
Gie-ciang peras dari rakyatnya untuk dihadiahkan kepada
congtok darisoecoan buat si congtok nanti pakai menyuap
pihak lebih atas guna dia membeli pangkat Hoantay. Aku tahu
cong-piauwtauw berhati murah, maka itu kenapa kau mau
menanggung untuk siang-ang piauw ini?"
"Mo Tongkee, kelihatannya kau tidak mengerti keadaan,"
tawar, "Aku si orang she Co membuka piauwkiok. kalau ada
permintaan tolong, tidak dapat aku tolak. Akupun tidak
memperhatikan barang apa yang mesti di-antar, aku hanya
mengantar sampai kepada alamatnya. jikalau tongkee mau
turun tangan juga, tolonglah memandang padaku, aku minta
kau turun tangan setelah nanti aku menyelesaikan tugasku,
Bukankah itu masih belum terlambat?"
Mo Kim Giok tertawa tawar juga.
"Tapi kami, kami makan mengandali gunung, kami minum
mengandali sungai, tempat kita ada batas daerahnya masingmasing"
dia berkata, jikalau aku turut kau, cong-piauw tauw,
bukankah klta jadi harus makan angin?"
Co Peng Hoei habis sabar. "Habis Mo Tongkee
menghendaki apa?" dia tanya dingin. "Sudah terang bukan?"
katanya tertawa kering, "Buat apa kita ngoceh pula tanpa
perlunya" sekarang ini kita cuma harus mengandal kepandaian
masing-masing" Piauwsoe itu berani, dia berlaku jumawa.
"Baiklah" dia menerima tantangan "Sudah lama aku si
orang she Co mendengar tentang ilmu golok Kipe-kiong sin
Too dari toongkee, yang terdiri dari delapan puluh-satu jurus,
ingin aku belajar kenal dengan itu"
Mo Kim Giok belum menjawab, atau ia sudah didului si
orang tua kurus, kate dan kecil, yang bermula bicara tadi. Dia
lompat maju seraya berkata: "Tongkee, biarlah aku Boe Goan
Pa main-main dengan sian-tian Kim-kauw yang diandalkan
orang jumawa ini" Habis berkata, terus dia merabah ke-pinggangnya, untuk
mengeluarkan serenceng gelang Kioe-coe-bo Lian-hoan-koan
hingga senjatanya itu mengasi dengar suara nyaring berisik,
itulah senjata yang tak masuk dalam hitungan senjata resmi,
terbuatnya dari emas hitam, besarnya lima dim bundar,
pinggirannya tajam sekali. Karena dipakaikan alat, gelang itu
dapat dipakai menimpuk seperti senjata rahasia.
Co Peng Hoei terperanjat mendengar nama orang, sebab ia
ketahui orang yalah jago dari Kam Liang, didaerahnya wanita
dan anak-anak pun mengetahuinya. Dalam ilmu silat, dia
mungkin lebih liehay daripada Mo Kim Giok, maka heran dia
suka meng- hamba kepada orang she Mo itu orang.
Ia lantas mengawasi tongkee itu, ia melihat sinar mata
orang jeri terhadap si orang she Boe, ia lantas menduga
duduknya hal, ia kata dalam hatinya: "Pasti Mo Kim Giok
sudah mengundang serigala masuk kedalam rumahnya,
sekarang baru dia insaf, tapi tentulah sudah kasip. dibelakang
hari dia mungkin bakal digeragoti hingga ketulang-tulangnya "
Habis berpikir itu, ia berkata keras: "Mo Tongkee karena
sikap kau ini, maka sekarang siang-ang-piauw yang aku
lindungi ini menjadi barang seperti tanpa pemiliknya, siapa
yang menang, dialah yang mendapatkannya Meski begitu, aku
masih kurang mengerti, aku ingin minta penjelasan mu. Coba
bilang, apakah Mo Tongkee yang menghendaki ini ataukah
Boe Tongkee yang ingin memilikinya sendiri " sudah banyak
tahun aku mengiringi piauw, baru kali ini aku menemui
kejadian aneh seperti ini ?"
Dua-dua Mo Kim Giok dan Boe Goan Pa terperanjat, roman
mereka berubah, ia mengerti, ia lantas tertawa dingin tak
hentinya. Pada tiga tahun dulu Boe Goan Pa menjagoi dijalan Kam-
Liang, kejahatannya tak berhitung lalu dia kena dirobohkan
seorang pendeta tua, yang telah menyateroni-nya
kesarangnya dimana dia diharuskan membubarkan
rombongannya serta mengubah cara hidupnya.
Mulanya dia memandang enteng pendeta itu, tapi ketika
mereka bertempur dalam tiga jurus senjatanya kena dibikin
terpental dan dadanya ditepuk hingga dia terluka didalam,
muntah darah dan jatuh pingsan-
Ketika dia mendusin, si pendeta sudah berlalu, Karena
malu, dia kabur ke-tempatnya Mo Kim Giok. Baru satu tahun,
hati jahatnya terbangun pula, terus dia ber-aksi lagi, Dengan
kecerdikannya, dia mengambil hatinya semua orangnya Kim
Giok. Kemudian Kim Giok melihat orang bermaksud tidak baik
tetapi sudah kasip. terpaksa ia berdaya secara diam-diam
guna menyingkirkan kawan berhati serong ini, Dalam urusan
memegat Co Peng Hoe ini Mo Kim Giok tidak setuju.
Dia takut, sebab piauw itu milik pembesar negeri, tetapi
Goan Pa mendesak. sampai ia berani mengatakan Kim Giok
pengecut dan tak pantas menjadi kepala, saking mendongkol
Kim Giok menyatakan suka bekerja tetapi Goan Pa yang
bertanggung jawab, Goan Pa akur. Maka bekerjalah mereka
sama-sama. Diam-diam, Kim Giok mengatur untuk
menyingkirkan tetamu jahat itu.
Sejenak muka Kim Giok merah mendengar ejekan Peng
Hoei, lantas dia menjadi tenang pula, bahkan dia tertawa, Dia
kata : "Di antara aku dengan saudara Boe tak ada perbedaan
apa-apa siapapun yang dapatkan ini piauw gelap. sama saja "
Lantas dia mengundurkan diri, inilah cocok dengan siasatnya,
untuk membiarkan Goan Pa yang bertanggung jawab.
Peng Hoei tahu pertempuran tak dapat dihindarkan lagi, dia
maju sambil memutar pedangnya, yang ujungnya sedikit
melengkung. Kedua kawannya terus memernahkan dikiri dan
kanan sejarak lima tombak. tubuh mereka bergerak sangat


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gesit, hingga Goan Pa terkejut melihatnya, hatinya terkesiap.
Goan Pa pun melihat sikap tak wajar dari Kim Giok. ketika
dia menoleh kepada kawan itu, nyata si kawan mundur terus
dan menghilang "Biarlah " pikirnya, mendongkol Dengan tertawa dingin dia
kata kepada Peng Hoei: orang she Co, lekas serahkan siangang-
piauw, jikalau kau tunggu aku mengeluarkan gelangku,
nanti akan tak ada orang yang hidup lagi Peng Hoei tidak
melayani bicara sebaliknya, dia maju menyerang.
Hebat tikaman itu Boe Goan Pa berkelit kekanan, niatnya
untuk terus membalas menghajar punggung orang, sambil
berkelit itu dia menggeser ke belakang lawannya. Tapi Peng
Hoei tidak mau mengasi hati, ia menduga maksud musuh, ia
mendahului menyerang pula,
untuk itu ia putar tubuhnya dengan sebat.
Goan Pa kalah desak. repot dia menangkis atau berkelit,
tak dapat dia segera memperbaiki diri. Karena itu tepaksa dia
menyabarkan diri Dia mau menerka maksudnya Peng Hoei
merangsak hebat itu. Dalam repotnya, diam-diam dia mencari
ketikanya. Peng Hoei masih menyerang terus tak hentinya ketika
mendadak Goan Pa berkelit kekanan itulah tak selayaknya.
Harusnya Goan Pa berkelit kekiri, Karena ini untuk sejenak ia
terlambat Ketika ini digunai Goan Pa secara tepat, Bankan
dengan berani orang she Boe ini meluncurkan tangannya
menyamber pedangnya si piauwsoe.
Peng Hoei tidak menyangka orang demikian bernyali besar,
sudah salah ia menerka, ia pun terperanjat saking heran,
Ketika ini lantas digunai Goan Pa. Begal itu berlompat tinggi,
untuk menyerang, kedua gelangnya berbunyi berkontrangan
sambil mengeluar kan sinar berkilauan. Yang jadi sasaran
yalah batok kepala sipiauwsoe. Bukan main kagetnya Peng
Hoei, Tak ayal lagi, ia mencelat mundur, guna mengelit diri.
"Haha-haha " tertawa Goan Pa sambil dia maju menyusul,
kembali gelangnya di kerjakan.
Berbareng dengan itu maka terdengarlah jeritan yang
dahsyat, Goan Pa terkejut lantas dia menoleh. Karena ini, tak
dapat dia meneruskan serangannya, dan tubuhnyapun turun
untuk menginjak tanah. Apa yang dia lihat membikin darahnya
bergolak dan matanya seperti mengeluarkan api, dan
tubuhnya bergemetar keras.
ooooo BAB2 BERSAMA GOAN PA ada tiga kawannya sehidup semati,
satu diantara mereka itu roboh sambil memuntahkan darah
hitam, terus dia berkoseran ditanah, mulutnya mengeluarkan
jeritan dan rintihan bagaikan kerbau disembelih.
Dua yang lain, dengan mulut ternganga dan kedua mata
terpentang mendelong dengan rupa kesakitan rupanya
mereka pun terluka - terlukakan senjata rahasia, Habis itu
mereka pun roboh lantas terkulai. "Pasti ini perbuatan Mo Kim
Giok. Goan Pa menduga, Maka dia jadi sengit sekali, dia bersakit
hati pada kawan itu. Karenanya, tak lagi ada niatnya
bertempur terus, ingin dia lari ke dalam rimba.
Co Peng Hoei melihat ketika baik untuknya, ia menyerang
dengan tiga batang pedang, yang menjadi senjata rahasianya.
Goan Pa repot, sia-sia belaka ia membela diri, sebatang
pedang melukai juga lengan kirinya, hingga dia menjadi
sangat gusar. "Co Peng Hoei" dia membentak "Hari ini kau atau aku. Kau
rasai gelangku" Lantas dia berlompat tinggi, dengan gerakannya, Naga
terbang kelangit sembilan, tangan kanannya diayun. Dengan
begitu maka delapan buah gelang kecil pada gelang nya itu
lantas melesat semua kepelbagai arah.
Peng Hoei sudah mendengar hal musuh ini lihai senjata
rahasianya itu, siang-siang ia sudah memesan dua kawannya
untuk memasang mata. Maka itu melihat serangan datang, ia
berdiri tegak. sedang kedua kawan nya berlompat
menghampirkan, hanya sambil mereka mengeluarkan
banderingnya masing masing. Bertiga mereka berdiri belakang
membelakang. Hebat gelang-gelang itu, yang menyerang nya saling susul
Kedua kawannya Peng Hoei menangkis. Dua gelang terlempar.
Berbareng dengan itu, datang dua buah gelang yang lain.
Keduanya tak dapat ditangkap bahkan dikelitpun sukar. Maka
lacur dua orang itu masing masing sebelah telinganya kena
terbabat kutung, hingga mereka berseru saking mendongkol,
Lantas darah membasahkan muka mereka.
Peng Hoei sendiri hampir tak terluput, syukur ia sabar dan
waspada, ketika serangan datang, ia menangkis dengan hatihati,
Kedua gelang terpental membentur dua yang lain yang
menyamber belakangan, hingga keduanya bentrok keras.
"Sungguh lihai" kata Peng Hoei didalam hati, ia merasai
gempuran gelang keras sekali. Baru sekarang hatinya menjadi
jerih Peng Hoei bertiga repot membela diri. Tak ada ketika
untuk balas menyerang. Tengah mereka kewalahan, hingga si piauwsoe hendak
menerima nasib saja tiba-tiba terdengar seruan dari dalam
rimba, dari mana berkelebatan belasan sinar terang seperti
bintang amar-sinar mana menyerang kepelbagai gelang, juga
kearah Boe Goan Pa sendiri, Akibatnya itu yalah beberapa kali
suara nyaring gelang-gelang jatuh ketanah.
Goan Pa kaget ia justeru lagi kegirangan, sebab ia percaya,
segera musuh-musuhnya bakal menyerah dan ia akan
mendapatkan siang-ang-piauw, untuk dibawa pulang, guna ia
terus membuat perhitungan dengan Mo Kim Giok. Ia pun telah
mentertawai Peng Hoei bertiga, yang ia lihat kelab akan
membelai diri, saking kagetnya itu, tak sempat ia menangkis,
terpaksa ia berkelit untuk terus lompat dan lari kedalam rimba,
ia rupanya jeri melihat senjata-senjata rahasia seperti bintang
itu. Tepat ketika berandal ini menaruh kaki didalam rimba,
mendadak ada orang yang memapak ia sambil berkata
sembari tertawa: "Boe Goan Pa, apakah kau masih tidak
hendak menghentikan tindakanmu?"
Suara itu tawar dan tak sedap didengarnya. Goan Pa kaget,
ia lantas mengangkat kepalanya untuk memandang, Lalu ia
menjadi bertambah kaget, Didalam rimba yang gelap itu ia
melihat satu bayangan bergumal hitam, mirip manusia tetapi
tak nampak muka dan matanya. saking kaget, ia memutar
tubuh untuk menyingkir kelain bagian, atau didepannya
kembali ia melihat sesosok tubuh bergumpal seperti yang
barusan itu, ia menjadi kaget dan heran-
Tak mungkin bayangan yang didepat itu dapat mendahului
ia. ia lantas ingat walaupun Boe-Eng Hoei Long Khioe cin Keen
dan sin-heng sioe-soe Kim Som tak nanti segesit bayangan ini.
Terpaksa ia menghentikan tindakannya.
Ketika ia melihat kebelakang, bayangan yang dibelakang ini
masih ada, Menjadi ia telah dirintangi didepan dan dibelakang,
Mau atau tidak. ia membesarkan nyali.
"Tuan-tuan," dia menegur, "kenapa kamu tidak mau
memperlihatkan wajahmu yang asli" Boe Goan Pa mempunyai
urusan, dia hendak berangkat pulang Apakah kau sangka Boe
Goan Pa takut kepada kamu?"
"Apakah itu urusan pentingmu?" tanya bayangan yang
satu, tertawa nyaring, "Bukan-kah kau menguatirkan tiga
kawanmu" bukan kah kau hendak pulang untuk mencari Mo
Kim Giok untuk membuat perhitungan" Baiklah aku jelaskan
kepada kau, ketiga kawanmu itu telah terbinasa diujung jari
tangan kami. Yang benar yalah isteri dan anakmu dibunuh Mo
Kim Giok" Boe Goan Pa kaget dan bingung mendadak dia menjadi
sangat gusar. "Mo Kim Giok" dia berteriak. matanya mendelik " Kenapa
kau membunuh isteri dan anakku" sungguh kau sangat
kejam" "Kau membalas kebaikan dengan kejahatan, maka tak
dapat kau sesalkan Mo Kim Giok" katanya, "Kau telah
membunuh banyak orang sampai tak terhitung, maka itu inilah
yang dinamakan pembalasan. Boe Goan Pa, apakah benarbenar
kau sedikit juga tak takut kepada malaikat."
Mukanya Goan Pa pucat, sinar matanya guram, ia berdiam
sekian lima baru ia dapat bicara.
"Benar seperti katamu, tuan-tuan aku memang bisa
membunuh orang," demikian ia menyahut. "Karena
perbuatanku itu, dosaku bertumpuk, Tapi..." mendadak ia
tertawa dingin, "urusan yalah urusanku, dan aku jalan
menurut caraku sendiri. Nah sampai ketemu pula," ia
mengangkat kakinya untuk berlompat pergi.
"Tahan," berseru orang tidak dikenal itu, "Kau hendak
mengangkat kaki" Tak demikian gampang" Terus kedua
tangannya menyamber kedua pundak orang.
Hebat samberan itu. Boe Goan Pa liehay tetapi tak dapat ia
berkelit. Dia kena tertepuk. di kin-ceng-hiat, pada jalan-darah
itu terasa sakit dan terhenti, kemudian menulah kelain-lain
angggaua tubuh, otot-ototnya nyeri sekali. selagi dia
bergemetaran. keringatnya keluar seperti hujan.
"Aku si orang she Boe tidak bermusuh dengan kau. jiewie,
mengapa kamu perlakukan aku begini?" dia tanya, suaranya
terputus-putus, parau. Orang itu, yang mengenakan topeng tertawa, Akan tetapi,
sebelum dia membuka mulutnya, dia didului kawannya, yang
ternyata seorang wanita, yang juga bertopeng, Wanita itu
maju kedepan, tangannya menyodorkan sehelai kertas putih.
Dia kata nyaring: "Manusia jahat, kau lihat gambar ini
siapakah ia" ini sebabnya kenapa kami menurunkan pukulan
cit Im Cioe-hoat kepadamu"
Boe Goan Pa menyambuti kertas itu, yalah gambar lukisan,
untuk diperiksa, Begitu lekas juga mukanya menjadi pucat dan
tubuhnya bergemetar pula.
"Benar-benar Boe Goan Pa harus mati" katanya menggetar
"Dulu hari itu otakku kacau, aku telah membinasakan
penolong ku, Jiewie, aku minta, sukalah kau lantas membunuh
aku..." Habis berkata itu, dia mengeluarkan air mata. Wanita itu
merampas gambar dari tangan orang, terus ia menuding.
"Kau ingin mati lantas" Tak demikian mudah" katanya
bengis " Nona mu hendak menyiksa kau supaya kau menderita
otot-ototmu, ngilu dan tulang-tulangmu rusak. supaya kau
mati perlahan, supaya penasaran nonamu lenyap"
Cepat luar biasa, si nona menutup kata-katanya, dengan
totokan dua jeriji tangan kejalan darah cengciek. Boe Goan Pa
merasakan sakit bukan main.
Dia lantas merungkut, hingga tubuhnya terlihat menjadi
ciut dan ringkas, terus dia roboh, dari mulutnya keluar rintihan
seperti jeritan kambing. Tiong Hoa dari tempatnya bersembunyi mengawasi
peristiwa itu, ia terkejut dan merasa jeri sendirinya Hingga ia
berpikir: "Itulah pukulan yang lihai sekali... jikalau aku mesti bentrok
dengan mereka, mesti aku waspada..."
Co Peng Hoei dan dua kawannya berdiri melengak. Mereka
sisa mati. Dengan hilang kaget dan takutnya mereka menjadi
girang. Disamping itu mereka pun giris, Hebat dua orang tak
dikenal itu, terutama si nona. Mereka saling mengawasi Boe
Goan Pa jahat tapi hukuman itu mungkin berlebihan.
Habis menghukum si jahat, kedua orang itu
menghampirkan Co Peng Hoei, ini piauwsoe lekas-lekas
memapak untuk memberi hormat dengan menjura dalam
seraya menghaturkan terima kasih, ia kata untuk membalas
budi, tak jeri ia pergi menginjak api.
Nona bertopeng itu tertawa merdu, "Congpiauwtauw, kau
bilang kau hendak membalas budi kami?" tanyanya. Mukanya
Peng Hoei bersemu merah. "Siapa menerima budi, dia layak membalas," katanya, "Apa
pula inilah budi jiwa."
Nona ini tertawa pula. "Mudah-mudahan kata-katamu ini berbukti " bilangnya.
"Ya. sekarang juga kami hendak memohon sesuatu
kepadamu... Cong-piauw-tauw, aku lihat, kau tentunya tak
akan dapat menerimanya dengan baik..."
Co Peng Hoei tertawa lebar.
"Aku si orang she Co diberikan gelaran paisu Kim Kauw
Beng ciang, yaitu Beng ciang Koen si gaetan emas," kata, "
walaupun demikian, aku tahu kata-kata itu berat seperti
gunung, sekali keluar berharga seperti ribuan tahil emas.
Jiewie, apa juga yang kamu minta aku tak nanti mengerut kan
alis menerimanya " Si anak muda tertawa. "Jikalau begitu kata Co Loosoe baiklah." dia berkata, "Akan
tetapi kami terpaksa, maaf kami cuma menghendaki siang-ang
piauw yang berada didalam saku laasoe " Inilah permintaan
diluar dugaan Peng Hoei, Tapi dia tertawa.
"Jikalau jiewie menghendaki barang ini, mengapa jiewie
tidak mengatakannya dari siang-siang ?" ia kata, "Kata-kataku
yalah kata-kata emas, kemudian pun tak nanti aku menyesal
maka itu janganlah jiewie kuatir-Cuma dapatkah jiewie
menuturkan tentang diri jiewie" Apabila ada keberatannya,aku
pun tidak mau memaksa..."
Habis berkata ia mercgo sakunya dan mengeluarkan satu
kotak kecil kayu cendana, yang ia terus angsurkan kepada si
anak muda. Anak muda itu menyambuti.
"Kim Kauw Beng Ciang, hari ini kami bertemu denganmu,
sungguh kau tidak mengecewakan" dia kata memuji, ia pun
merogo sakunya dan mengeluarkan sebuah bendera kecil,
sembari menunjuki itu kepada sipiauwsoe, ia menambahkan:
"Tentang kami yang rendah. Cukup loosoe melihatnya dari
bendera ini." Tiong Hoa dapat melihat tegas, ia terkejut, itulah bendera
yang sama dengan yang di dapatkan diatas pohon bendera
sulam tengkorak putih tertabur tujuh buah bintang, Dia kata
dalam hatinya, jadinya mereka ini orang-orangnya Pouw Liok
It. Mereka begini lihai, maka teranglah sudah, Liok It telah
dapat mengumpulkan orang-orang kosen. Dengan begini pun
ternyata, perjalananku ke Hek Liong Thoa penuh dengan
bahaya." "Ooi, kiranya jiewie orang-orangnya Pouw Loocianpwee,"


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkata Peng Hoei, yang mengenali bendera kecil itu. "Baiklah
perkenankanlah aku si orang she Co mengundurkan diri." ia
memutar tubuh, ia menggeraki tangan kepada kedua
kawannya, terus mereka berlalu dengan cepat.
Tetapi itu waktu maka Tiong Hoa melihat satu tubuh kecil
berlompat turun dari pohon didekat mereka, bagaikan
bayangan, tubuh itu melesat kearah si anak muda, untuk
menyamber kotak cendana kecil itu.
Anak muda ilu melihat bayangan menyamber, dia menarik
tangannya yang sebelah, dia menyerang dengan tangannya
yang lain, juga kawannya, si nona, turut menyerang.
Akan tetapi bayangan itu sebat luar biasa, tangannya
berhasil mendahului merampas kotak itu, sambil berkelit, dia
lari balik masuk kedalam rimba
Anak muda itu gusar berbareng heran, Gusar karena
kotaknya kena dirampas. Heran lantaran serangannya yang
liehay seperti tak dihiraukan perampas itu. Sambil berseru, ia
lompat mengejar, ia diturut kawannya si nona Co Peng Hoei
bertiga baru berjalan beberapa tindak tatkala mereka
mendengar suara dari kemurkaan anak muda itu, dengan
lantas mereka menoleh. Mereka menduga pada suatu kejadian, tetapi mereka cuma
menunjuki roman kaget dan heran, mereka melainkan
menyeringai lantas dengan menggeleng-geleng kepala,
mereka berjalan terus melintasi rimba pulang keperahu.
Tiong Hoa terperanjat Melihat dari tubuh orang, ia percaya
perampas itu Cek In Nio, maka juga hampir ia berseru
memanggil syukur ia dapat mengendalikan diri, ia melihat
nona itu lari ke rimba sebelah barat, ia lantas lompat turun
dari tempat sembunyinya, untuk lari menyusul, ia ketinggalan
lewat dua tanjakan, In Nio lenyap. begitu pun kedua
pengejarnya. Disini ia melihat cahaya matahari, bukit hijau, angin
bertiup, ia masgul, ia seperti kehilangan sesuatu, Tapi ia
lantas berpikir. "In Nio lari kebarat, mungkin dia pergi ke soecoan,
karena buntalanku masih ada diperahu, baik aku
kembali, nanti saja perlahan lahan aku cari dia di propinsi itu."
Maka dengan masgul ia ngeloyor kembali ketepi sungai.
Dikepala perahu, Cian sam Hoo berdiri menantikan Juragan
ini sudah lantas berkesan baik terhadap pemuda itu. Mulanya
ia kaget dan heran melihat pulangnya Peng Hoei bertiga,
roman si piauwsoe muram dan kucai, kedua kawannya lenyap
sebelah telinganya masing-masing, ia menduga tentulah piauw
sudah lenyap. Selagi begitu hatinya lega menampak si anak muda lagi
mendatangi, Ketika anak muda itu menginjak lantai perahu, ia
lantas menjabat tangan orang.
"Apakah telah terjadi?" tanyanya, Tiong Hoa
menceriterakan apa yang ia saksikan barusan.
"Oh" Giam ong Leng muncul pula?" tanya si juragan
terkejut, "Kalau begitu jalan selatan barat bakal tak aman pula
antahlah nona itu mengapa dia merampas siang-ang-piauw" ia
memusuhkan Giam ong Leng itu berarti dia tak bakal tidur
nyenyak." Toh ia tertawa, lalu dia melirik keperahu yang ke tiga
kemudian dia nampak berduka, kata-nya: "setahu bagaimana
pikirannya piauwsoe itu sekarang...Benarlah usaha
menggunakan senjata tak dapat dilanjuti."
"Co Peng Hoei menyerahkan piauwnyadengan suka sendiri,
kenapa ?" Tiong Hoa tanya. sam Hoo menghela napas.
"Engko kecil orang sekolahan. Engko tidak tahu urusan
dunia Kang ouw," katanya, "orang Kang ouw mengutamakan
balas membalas, baik budi, baik sakit hati, Peng Hoei laki-laki,
kata-katanya itu dia pegang, maka jangan kata baru piauw,
jiwa nya diminta si orang bertopeng juga pasti dia serahkan.
Hanya mengapa Peng Hoei jadi demikian berduka " Tahukah
kau engko kecil ?" ia batuk-batuk.
"Kalau seorang piauwsoe melindungi barangnya pembesar
negeri, jaminannya ya la h isteri dan anak-anaknya," berkata
sam Hoo, "begitu lekas piauw sudah sampai dengan selamat
pada alamatnya baru anak-isterinya itu dimerdekakan,
sekarang tentulah Peng Hoei lagi memikirkan kemerdekaan
anak-isterinya itu serta rumah tangganya yang bakal rudin,
Bagaimana dia dapat berdaya menolong diri dari kesulitan itu"
Menurut dugaanku sekarang pastilah Peng Hoei bakal lekaslekas
pulang ke Gieciang guna membawa lari istrinya, guna
kabur entah ke-mana, sesudah itu baru dia akan berdaya
mencari piauwnya yang hilang itu.."
Selagi juragan perahu ini bicara terlihat Peng Hoei bertiga
mendarat dan berjalan cepat kearah Gie-ciang.
"Berangkat" mendadak Sam Hoo mengasi dengar suaranya.
Maka terdengarlah tiga kali suara gembreng, disusul
dengan seruannya awak perahu, dengan begitu perahu
mereka lantas mulai ditarik pula mudik.
Tiong Hoa mengawasi air, otaknya bekerja, Lagi satu
pengalaman untuknya. Tapi segera ia membayangi pula Cek
In Nio. Maka berbayanglah keadaan selama dikuil san sin Bio
disaat si nona mengobati padanya, itu sepasang tangan yang
halus, itu harumnya tubuh si nona.
Perahu ditarik terus, tanpa merasa orang telah melintasi
dua belas puncak dari bukit Boe san. Air sungai mengalir keras
suaranya berisik, ditepian disana terdengar pekiknya kawanan
kunyuk.. Melewati Boe san, perahu menuju ke Keng-cioe. Tengah
Tiong Hoa rebah meram melek dan telinganya mendengari
arus, mendadak ia dikejutkan suaranya Cian sam Hoo. "Engko
kecil Mari, lekas Lihat pantai Yam Ie Thoa"
Tiong Hoa berlompat bangun, lekas ia pergi keluar. Dengan
begitu ia melihat sebuah tunggul karang besar berdiri
ditengah-tengah sungai, air yang lewat disitu lantas mencar,
lalu bersatu pula, arusnya deras dan berputar Arus disitu
bergelombang dan berisik suaranya. Dikedua tepi, bukit
berpuncak tinggi, sebaliknya ditepian tampak tukang ambil
kayu serta tukang pancing ikan.
Yam Ie Thoa berada di Yanwie-toei di selatan kecamatan
Hong-ciat dekat Keng-cioe, diatasan Kie Tong Kiap. Digili
utama terletak kota Pek-tee-shia dimana dulu hari Lauw Pie
wafat. Tiong Hoa mengawasi lama, hatinya tertarik.
Selewatnya pantai itu. orang tiba di pelabuan, Kendaraan
air lantas ditambatkan, orang pada mendarat, belanja di kota
Pek tee shia, antar saja membeli arak.
Ssam Hoo dan Tiong Hoa tidak turut mendarat mereka
duduk minum sambil mengawasi air sungai, sampai
kembalinya rombongan awak perahu dengan suaranya yang
berisik. "Ada apakah yang luar biasa didarat?" tanya sam Hoo
kepada salah satu tukang seret perahu itu. "Kenapa kamu
nampaknya sangat ketarik hati?"
Orang itu sudah rada sinting, dia bersenyum ketika dia
menyahuti: "Diranggon kota kedapatan seorang nona sakit
berat, dia merintih saja, agaknya dia dalam bahaya, akan
tetapi dia melarang orang mendekatinya, sedang sebenarnya
ada orang yang mau menolongi dia pergi pada tabib, pernah
ada yang datang dekat padanya tetapi dia mendorongnya
sampai orang itu mental. Karena itui orang menonton dia dari
jauh-jauh saja." Mendengar itu, mendadak Tiong Hoa ingat Cek In Nio,
selagi merampas kotak. nona itu kena diserang si anak muda,
dia tak menghiraukannya, dia berhasil dan kabur. Mungkin
itulah dia... ia menerka.
Maka ia lantas menanya: "Apakah sekarang dia masih ada
diranggon kota?" Tukang seret perahu itu mengangguk.
sam Hoo heran penumpangnya menanyakan hal nona itu,
Dia mengawasi. "Aku ingin melihat dia," kata Tiong Hoa bersenyum. Aku
melakukan perjalanan ini untuk mencari adik-misanku, maka
aku ingin mendapat bukti, dia itu adikku atau bukan. Aku
minta kau menunda sebentar keb erang kata n perahumu, aku
akan lekas pergi dan lekas kembali."
Habis berkata, tanpa menanti jawaban, Tiong Hoa pergi
mendarat. Begitu ia berada diantara pepohonan lebat, lantas
ia lari keras menurut ilmu ringan tubuh, Dcrgan begitu dapat
cepat ia tiba dikota. Langsung ia mendaki tembok. hingga ia
melihat banyak orang lagi berkerumun didekat ranggondiantara
mereka itu ada yang berulang-ulang mengatakan:
"Kasihan" Ia lantas mendesak, meminta jalan-
"Jangan dekat, siangkong" berkata seorang tua, yang
menarik tangan pemuda ini. "Nona itu kuat sekali, aku telah
kena tolak hingga terguling jatuh." Tiong Hoa melihat dahi
orang tua itu lecet dan bengkak. merah warnanya.
"Tak apa." ia kata bersenyum. "Aku tahu bagaimana harus
mendekati dia.. Baiklah, tuan-tuan semua mundur sedikit jauh,
supaya kalau terjadi pertempuran kamu tidak terluka tanpa
disengaja...." "Hati-hati, siangkong." kata si orang tua: yang baik hatinya.
Tiong Hoa mengangguk. la mengulap terima kasih, Lantas
ia bertindak masuk ke-dalam ranggon, ia lantas melihat
seorang nona lagi meringkuk dipojok tembok. dari mulutnya
terdengar rintihannya, kedua tangannya menutupi kepalanya,
dadanya bagaikan berombak.
Jilid 16 : Jumpa Cek-In-Nio lagi
Nona itu mendengar tindakan kaki orang, tanpa
mengangkat kepala, ia kata: "Masih kau tidak mau pergi"
Apakah kau hendak cari mampusmu?" suara berat, suatu bukti
dari luka parah. Hati Tiong Hoa berdenyut: potongan si nona memang
potongan In Nio, sekarang ia mendengar suara orang, ia tak
sangsi lagi. "Nona Cek" ia memanggil.
Nona itu nampak terkejut, tetapi ia tetap menutupi
kepalanya. "In Nio" Tiong Hoa memanggil pula.
Kembali nona itu terkejut, sekarang ia mengangkat
kepalanya, sinar matanya tampak tak bercahaya, Meskipun ia
letih dan kucai, kecantikannya tak sirna.
"Ooh, benarlah kau" seru Tiong Hoa. sekarang dia
mendapat kepastian- Nona itu terperanjat ia heran, Tak ia sangsi disini ia
menemui si anak muda. ia berdiam, kulit mukanya yang pucat
menjadi merah sejenak. "Ketika itu malam kita bertemu dirumah makan di Hoei Ho
KaUw.. tak berhasil aku menyusul kau, nona," ia berkata,
"karena itu untuk beberapa hari aku mencari kau disekitar
Siauw Ngo Tay san tanpa hasil hingga aku turun gunung
dengan berduka." Nona itu mengawasi, nampak ia bersyukur.
"Akutahu hatimu," katanya lemah, "Aku kuatir sekarang aku
bakal pergi kedunia baka...."
Tiong Hoa menggoyangi tangan memecat kata-kata orang
itu. "Jangan mengucap begini nona" ia kata. "Aku telah melihat
sendiri ketika di rimba Tiat Kean Kiap nona merampas kotak
kecil dari tangannya si orang bertopeng. Rupanya kau rebah
disini sekarang diserahkan serangannya mereka itu"
"Apa?" si nona tanya, kaget dan heran, "Kau berada
didalam rimba itu" Kenapa kau tidak memanggil aku?"
Tiong Hoa bersenyum duka.
"Nona lari pesat sekali, aku menyusul dengan sia-sia." ia
kata. Cek In Nio menghela napas.
"Aku mengerti," katanya, ,. Hebat pukulan orang itu
pukulan im Tok Ciang yang beracun- Kau tahu, racun sudah
tersalurkan kenadiku, maka sekalipun tabib Hoa To menjelma
pula, tak nanti dia dapat menolongi aku. Maka aku ingin minta
kau,.,." "Cukup nona" Tiong Hoa memotong, "Aku masih
mempunyai daya untuk menolong kau"
Pemuda ini menghampirkan dekat sekali, ia merogo
sakunya mengeluarkan buah piepa bekalannya.
"Lekas nona makan buah piepa ini." kata nya. "Lantas kau
duduk bersila dan menyalur kan napasmu untuk kau
mendesak racun keluar dari tubuhmu, Aku percaya, dalam
tempo yang pendek. kau akan mendapat pulang separuh
tenagamu " Nona itu heran tapi ia menurut, ia menyambut buah piepa
dan memakannya. Justeru itu Tiong Hoa mendengar tertawa dingin
dibelakangnya, ia kaget hingga ia segera berpaling. Maka ia
melihat dua orang bertopeng berdiri diluarpintu, sikapnya
bagaikan memedi, ia terkejut ia tahu siapa dua orang itu-
Tanpa sangsi lagi, tak betrayal pula, ia berseru, dua
tangannya ditolakkan keluar, kearah dua orang itu, Maka
terdengarlah satu suara keras sekali.
BAB12 ooooo DALAM KEADAAN seperti itu, selagi si nona terluka parah,
Tiong Hoa terpaksa mesti menggunai jurus Jit goat tong seng
- matahari dan rembulan sama-sama naik dari ilmu silat sianthian
Thay It Ciang, maka itu, kedua anak muda diluar pintu
itu lantas terpukul mundur kira delapan tombak.
Mereka tidak terlukakan, cuma tembok dibelakangnya
gempur, Lantas mereka lompat maju pula, keempat mata
mereka mencilak diantara topeng hitamnya.
Tiong Hoa tidak melihat maka orang tetapi sinar mata
mereka itu menandakan mereka gusar sekali, gusar
bercampur heran, inilah ia mau mengerti. Apa bedanya ia
sendiri kalau ada orang merintangi padanya secara begitu"
"Tak keruan-ruan kau mencampuri urusan kita, tuan" kata
si anak muda dingin. "Kau pun telah membokong Apakah arti
nya ini?" "Kau tahu tapi toh kau menanya tuan-" ia membalasi.
"Nona ini terluka parah akibat pukulan cu seng ciang dari
kamu berdua, jiwanya lagi terancam maut, maka itu apakah
tak dapat jikalau kamu tidak memaksa membinasakan orang?"
Pemuda itu tertawa pula. "Tak biasanya kami membunuh orang tak bersalah, ia
msnjawab, Kami tidak bermusuh dengan nona itu tetapi tanpa
sebab dia merampas barang ditangan kami Baik tuan ketahui,


Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

datangnya kami kemari untuk mencari barang kami yang
hilang itu Apakah dapat dikatakan kami berlaku kejam?"
Tiong Hoa tetap bersikap dingin. ia tertawa tawar.
"Orang saling merampas, itulah lumrah" ia kata. Beranikah
jiewie menetapkan barang itu milik kamu."
Lembah Nirmala 27 Pendekar Mabuk 030 Tandu Terbang Anak Pendekar 12
^