Pencarian

Darah Pendekar 25

Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo Bagian 25


kepalanya dan berkata tegas, "Tidak, aku tidak mau memisahkan diri !"
Si kumis tebal melotot dengan sikap mengancam. Dia menghampiri Pek Lian dan
tangannya diulur untuk menangkap lengan dara itu. "Di sini orang tidak boleh membantah!"
katanya, Tentu saja Pek Lian tidak membiarkan tangannya ditang-kap dan ia menarik tangannya
mengelak. "Eh, engkau malah melawan ?" bentak si kumis tebal dan sekali ini dia
menggerakkan tangan ka-nan mencengkeram ke arah pundak Pek Lian de-ngan gerakan cepat dan
bertenaga kuat. Marahlah Pek Lian. Ia cepat menggeser kaki-nya yang terpincang karena
terluka itu ke samping sehingga tubuhnya miring dan ketika tangan ka-nan lawan yang luput
mencengkeram itu lewat, secepat kilat ia menangkap pergelangan tangan kanan orang itu dan sambil
mengeluarkan bentak-an nyaring ia menarik tangan itu ke belakang de-ngan gerak membanting
keras. Laki-laki berkumis tebal itu terkejut bukan main, tak dapat menghin-darkan dirinya
terangkat dan terbanting keras ke lantai ruangan.
"Brukk " dan laki - laki itu mengeluh karena tulang lengannya yang bersambung di
pundak terlepas, membuat lengan kanan itu lumpuh. Melihat ini, pemimpin pasukan
berpakaian hitam marah sekali. Tak disangkanya bahwa orang-orang yang tadinya menyerah tanpa
melawan sedikitpun itu kini setelah tiba di dalam bangunan malah memperlihatkan sikap
menentang dan melawan. Dia memberi aba - aba dan pasukannya bergerak, dibantu pasukan penjaga,
mengurung para tawan-an. Para saudagar yang ikut tertawan menjadi ke-takutan dan mereka
menjatuhkan diri berlutut de-ngan tubuh gemetar.
Akan tetapi, melihat Pek Lian kini mulai dise-rang oleh banyak orang bersenjata,
Tiong Li segera melompat, menggerakkan pedangnya dan bersama nona itu dia mengamuk. Kakek
Kam Song Ki juga tidak tinggal diam, meloncat ke depan dan mem-bantu muridnya dan
Pek Lian. Diamuk oleh tiga orang ini, pasukan berpakaian hitam itu mawut dan barisan
mereka menjadi kacau. Sementara itu, Thian Hai menyuruh puterinya berlindung di an-tara para
saudagar yang tidak melawan dan dia tahu tidak akan diserang oleh pasukan itu. Dia sendiri
lalu meloncat lenyap dari tempat itu, ber-usaha mencari musuh besarnya ke sebelah dalam bangunan.
Souw Lian Cu adalah seorang anak yang cerdik sekali. Ia mengerti maksud ayahnya
yang hendak mencari musuh besar mereka dan ia merasa aman berada di antara para
saudagar yang berlutut sam-bil menonton perkelahian. Diam - diam anak ini memperhatikan dengan
kagum betapa tiga orang teman ayahnya itu, terutama sekali kakek Kam
Song Ki, memiliki kepandaian hebat dan biarpun dikeroyok banyak orang, mereka
bert;ga dapat me-nguasai keadaan dan banyak sudah pihak pengero-yok berjatuhan. Ketika
ia melihat sebatang golok yang terlempar dari pegangan seorang pengeroyok terjatuh tidak
jauh dari tempat ia berlutut di antara para saudagar, ia lalu mengambilnya dan meng-genggam
gagang golok itu erat - erat. Lumayan, pikirnya. Golok ini dapat kupakai untuk membela diri kalau
perlu. Tiga orang gagah itu memang dapat membuat para pengeroyok mereka menjadi kacau -
balau. Terutama sekali amukan Tiong Li dan gurunya, sungguh membuat mereka tak
berdaya, apa lagi ketika pemimpin pasukan itu roboh oleh tongkat di tangan kakek Kam dan
tidak dapat bangkit kembali. Hal ini membuat para sisa anak buah pasukan pakaian hitam itu menjadi
panik. Akan tetapi pada saat itu terdengar suara aum-an harimau yang menggetarkan dan
muncullah seorang kakek tinggi besar yang berjubah kulit harimau dan tangannya
memegang senjata rantai yang ujungnya berbentuk tombak jangkar dan di belakangnya ikut
pula dua ekor harimau kumbang yang ganas dan mengaum - aum menggiriskan. Melihat ini, para
saudagar KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
menjadi ketakutan dan menyembunyikan muka di balik kedua tangan, seolah-olah
merasa khawatir kalau-kalau muka mereka akan dicakar dan diganyang harimau - ha-rimau
itu. Pek Lian dan kedua temannya terkejut dan mengenal raksasa itu yang bukan lain adalah San
- hek - houw, Si Harimau Gunung yang amat lihai dan kejam. Di antara para saudagar itu, Lian
Cu memandang kepada pendatang baru ini dan tiba-tiba saja sepasang mata anak ini mengeluar-
kan sinar mencorong penuh kemarahan. Itulah orangnya yang telah membuat lengannya
buntung ! Melihat munculnya tokoh ini, sisa pasukan dan para penjaga bangkit kembali
semangat mereka dan memperketat pengeroyokan. Sedangkan San-hek-houw ketika melihat siapa
yang muncul, menjadi marah. Dia mengenal Pek Lian dan Tiong Li, dan biarpun dia belum
tahu siapa adanya kakek ber-tongkat itu, namun dia memandang rendah dan sambil menggereng,
diapun maju diikuti oleh dua ekor harimau kumbang!
Melihat ini, kakek Kam Song Ki berseru kepada muridnya, "Tiong Li, kau hadapi
dua ekor anjing itu!" Dan dia sendiri lalu menggerakkan tongkat-nya menyambut terjangan
Si Harimau Gunung. "Trangg " Barulah San-hek-houw kaget setengah mati ketika senjatanya yang
panjang dan berat itu, begitu bertemu dengan tongkat butut, melayang dan
terpental kembali kepadanya ! Kiranya kakek ini lihai sekali, pikirnya. Diapun ce-pat memutar
rantainya dan menerjang dengan buas, tiada ubahnya seekor harimau besar mengamuk. Akan tetapi,
dia menjadi semakin kaget ketika ti-ba - tiba saja tubuh kakek di depannya itu
lenyap dan tahu - tahu ada ujung tongkat menyambar tengkuknya ! Nyaris tertotok dan Si Harimau Gu-nung
memperhebat gerakannya. Dia maklum bah-wa lawannya ini adalah seorang ahli
ginkang yang amat hebat, dan tiba - tiba dia merasa tengkuknya dingin dan bulu tengkuknya
meremang. Dia ter-ingat sekarang! Kakek ini adalah kakek yang per-nah mengajak Raja Kelelawar
bertanding dan da-lam pertandingan adu ginkang kakek ini bahkan mampu mengatasi kepandaian raja
iblis itu ! Ten-tu saja San-hek-houw menjadi gentar juga. Akan tetapi dia sudah muncul dan
sudah bertanding, tidak ada jalan lain kecuali melawan mati - matian.
Tiong Li menggunakan pedangnya menghadapi dua ekor harimau ganas itu, dan dengan
gerakan-gerakan yang amat gesit dia mengatasi kecepatan dua ekor binatang itu
sehingga tak lama kemudian, dia berhasil merobohkan dua ekor harimau itu yang roboh
berkelojotan dan mandi darah, hanya auman - auman mereka saja yang menggetarkan tempat itu akan tetapi
keduanya sudah tidak ber-bahaya lagi. Sedangkan Pek Lian masih mengamuk dikeroyok para
penjaga dan kini Tiong Li segera membantunya setelah merobohkan dua ekor hari-mau.
Melihat betapa dua ekor harimau peliharaan-nya roboh, hati San - hek - houw
semakin gentar. Karena gentar, permainan rantai di tangannya men-jadi kacau dan
kesempatan itu dipergunakan oleh kakek Kam untuk menggerakkan tongkatnya. Tong-kat butut
meluncur dan menotok dadanya. San-hek - houw mengeluarkan gerengan keras, tubuhnya terhuyung
ke belakang dan rantai itu terlepas. Se-jenak totokan ampuh itu menembus kekebalan
tu-buhnya, dan dia merasa seperti kehilangan tenaga.
Tiba-tiba saja sebatang golok menghunjam lambungnya dari samping. Si Harimau
Gunung terkejut, namun dalam keadaan tertotok itu kekebalannya lenyap dan tanpa dapat
dicegahnya lagi, golok itu menancap di lambungnya sampai dalam sekali. Dia membuat gerakan
membalik dan melihat bahwa yang menusuknya itu adalah seorang anak perempuan yang buntung
lengan kirinya ! Dia terbelalak, memandang anak itu dan sayup-sayup dia teringat kepada
anak itu dan mulutnya menyeringai, "Kau , kau !" Dia hendak menubruk, akan tetapi sebatang
tongkat meluncur dan menotok lututnya, membuat dia jatuh berlutut, lalu tergelimpang
mandi darah yang bercucuran dari lambungnya. Sementara itu, Lian Cu merasa ngeri sendiri
menyaksikan akibat dari perbuatannya. Ia melemparkan golok berdarah itu, mundur- mundur dan dengan mata terbelalak
memandang korbannya, mulutnya beberapa kali berkata lirih seperti membela diri,
"Dia membuntungi lenganku, dia membuntungi lenganku !" Anak inipun menjatuhkan diri
kembali berlutut dan menangis. Robohnya San-hek-houw ini membuat semua semangat perlawanan para anak buah
gerombolan itu lenyap sama sekali. Mereka menjadi ketakutan dan sisa gerombolan
lalu melarikan diri keluar dari dalam bangunan itu.
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Pek Lian lalu menghampiri Lian Cu yang se-dang menangis, merangkulnya dan
memandang tubuh San - hek - houw yang sudah tak bergerak lagi dan sudah tewas. "Sudahlah,
Lian Cu, engkau hanya membasmi kejahatan yang membahayakan semua orang di dunia ini."
Pada saat itu, dari dalam terdengar suara aneh, suara angin menyambar-nyambar
dan bentakan-bentakan yang menggetarkan jantung. Pek Lian segera bangkit berdiri dan
bersama Lian Cu yang digandengnya, Tiong Li dan kakek Kam ia lalu berlari ke dalam. Setibanya
di ruangan paling be-lakang, mereka berhenti dan terbelalak menyaksi-kan suatu pertandingan
yang amat hebat dan yang selamanya belum pernah mereka saksikan !
Ruangan itu mewah, akan tetapi pada saat itu, prabot - prabot ruangan telah
porak - poranda, bahkan dinding-dinding yang dicat indah itu ba-nyak yang retak-retak.
Ketika Pek Liari dan ka-wan - kawannya tiba di. ambang pintu ruangan itu, mereka merasakan
getaran - getaran aneh yang amat kuat, yang membuat mereka terpaksa melang-kah mundur lagi dan
tidak berani menonton terlalu dekat! Di situ, bagaikan dua ekor naga, nampak Souw Thian Hai
berkelahi mati - matian melawan seorang yang berpakaian serba hitam, siapa lagi kalau bukan Raja
Kelelawar! Dan agaknya mere-ka keduanya sudah kelihatan kelelahan !
Memang mereka telah bertanding cukup lama. Tadi ketika Thian Hai mencari
musuhnya di dalam bangunan, akhirnya dia menemukan musuh itu berkemas di ruangan paling
belakang. Thian Hai tersenyum mengejek melihat musuhnya itu sedang menutupkan sebuah peti. Dia
dapat menduga bah-wa tentu pusaka peninggalan keluarga Souw berada di dalam peti itu,
juga mungkin pusaka peninggalan Raja Kelelawar aseli. Dan dugaannya memang be-nar. Raja
Kelelawar sedang berkemas ketika meli-hat munculnya lawan - lawan tangguh, mengandal-kan para
pembantunya yang cukup lihai untuk menahan para lawan sehingga dia masih mempu-nyai waktu
untuk berkemas dan melarikan diri. Semenjak kalah dalam peperangan di kota raja, iblis
ini menaklukkan datuk-datuk dan memaksa para datuk seperti Tujuh Iblis Ban-kwi-to bah-kan Raja
Muda Selatan untuk menjadi pembantu-nya dan melindunginya bersembunyi.
"Ma Kim Liang, engkau tidak akan dapat lari lagi dariku!" kata Souw Thian Hai
yang tadi mempergunakan kepandaiannya sehingga masuk-nya tidak diketahui lawan. Raja
Kelelawar me- noleh dan diapun terkejut bukan main melihat bekas suhengnya di dalam ruangan
itu. Tahulah dia bahwa dia harus melawan mati-matian. De-ngan tenang diapun bangkit, percaya akan
kemam- puan sendiri. Dia bahkan tersenyum menyeringai.
"Souw Thian Hai, kebetulan sekali. Aku akan menyempurnakan perbuatanku yang
lalu, dan se-kali ini engkau tentu akan mati di tanganku."
"Hemm, kalau bukan aku, tentu engkau yang akan tewas agar arwahmu dapat menerima
perhi-tungan dan hukuman atas dosa - dosamu !"
Tanpa banyak cakap lagi, mereka lalu saling se-rang dengan dahsyatnya. Karena
masing- masing sudah tahu betapa lihainya lawan, maka begitu bergebrak keduanya sudah
mengeluarkan simpan-an masing-masing dan mengerahkan seluruh tena-ga. Terjadilah perkelahian
yang amat hebat. Pra-bot - prabot ruangan itu dilanda pukulan dan ten-dangan mereka,
menjadi porak- poranda dan pu-kulan yang mengenai dinding membuat dinding itu retak-retak atau
ambrol. Angin pukulan bersiuran, bahkan terdengar dan terasa oleh mereka yang berada di


Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

luar ruangan itu dan bentakan-ben-takan yang keluar dari dada mereka mendatangkan getaran
aneh dan amat kuat. Diam - diam Souw Thian Hai harus mengakui bahwa bekas sutenya ini tidak
boleh dibandingkan dengan ketika diha-dapinya terakhir kali. Kini sutenya itu telah
memperoleh kemajuan pesat dan terutama sekali alat yang tersembunyi di dalam sepatunya
membuat gerakannya cepat dan tak terduga - duga. Bagaima-napun juga, Thian Hai memiliki
andalan dua ma-cam ilmu rahasia keluarga Souw, yaitu Thai - kek Sin - ciang dan Thai - lek
Pek - kong - ciang, yang bagaimanapun juga, belum dapat dikuasai dengan baik oleh Ma Kim Liang. Akan
tetapi sebagai penggantinya, dia telah memiliki dan menguasai ilmu - ilmu peninggalan
Kelelawar Hitam yang hebat seperti Ilmu Pat - hong Sin - ciang (Tangan Sakti Delapan Penjuru
Angin), Kim - liong Sin-kun (Silat Sakti Naga Emas) dan terutama sekali sepa-sang pisau belatinya
yang amat tajam. Akan tetapi, maklum betapa lihainya sepasang tangan lawan, Raja Kelelawlar tidak
mau menggunakan sepasang pisau belatinya, karena penggunaan sepasang pisau ini
bahkan mengganggu kelihaian sepasang lengan-nya dan tangannya. Maka diapun melawan
dengan tangan kosong dan mengandalkan jubahnya untuk menerima pukulan lawan.
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Lebih dari seratus jurus mereka bertanding dan Raja Kelelawar sudah menerima
beberapa kali pukulan karena dia tid
***[All2Txt: Unregistered Filter ONLY Convert Part Of File! Read Help To Know
How To Register.]*** aitu sedangkan dia sendiri mengerahkan sinkang untuk menahannya. Sambil
mengeluarkan pekik dahsyat itu, Raja Kelelawar melompat ke depan, seperti seekor kelelawar
raksasa tubuhnya melayang, ju-bahnya menjadi semacam sayap dan dia telah me-nubruk ke arah kepala
Thian Hai dengan masing-masing tangan membentuk segi tiga dengan tiga jari tangannya.
Dengan dahsyat dia telah mempergunakan Ilmu Totok Sam - ci Tiam - hwe - louw untuk menyerang
ubun-ubun kepala dan tengkuk lawan dari atas !
Sam-ci Tiam - hwe - louw adalah ilmu totok yang amat hebat dan ganas dari
keluarga Souw dan Thian Hai dahulupun dilukai sampai menjadi gila oleh Ma Kim Liang
mempergunakan ilmu ini. Murid murtad ini, di antara ilmu - ilmu keluarga Souw yang lain, memang telah
mempelajari ilmu ini se-cara mendalam dan mahir. Dan dia menggabung-kan ilmu ini dengan ilmu
meloncat dari Raja Kele-lawar, maka hebatnya serangan itu bukan main !
Akan tetapi Thian Hai sudah mengenal baik ilmu keluarganya ini dan sudah tahu
akan kelihaian lawan. Agaknya lawannya sudah putus asa untuk mencapai kemenangan,
maka mengeluarkan lagi il-munya yang pernah membuatnya roboh dahulu. Agaknya bekas
sutenya ini hendak mengadu nya-wa karena serangan ini memang hebat bukan ma-in dan banyak
sekali kemungkinannya untuk me-lanjutkan dengan serangan-serangan maut lainnya.
Mengelak: tidak mungkin dan untuk menangkis, amat berbahaya karena sekali tangkisan luput, dia
akan terancam bahaya maut yang tak mungkin terelakkan lagi. Kalau sampai ubun - ubun atau
bagian kepala lain yang berbahaya terkena totokan itu, yang dilakukan dengan pengerahan tenaga
sinkang sepenuhnya, dia tentu akan tewas seketika ! Tenaga totokan Ma Kim Liang sekarang
ini jauh lebih kuat dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu, ketika merobohkannya dengan
totokan yang sama pada pelipisnya. "Haiiiiittt !" Thian Hai juga mengeluarkan pekik melengking yang membuat Pek Liari
kem-bali menutupi telinga Lian Cu, akan tetapi ia sendiri tiba- tiba merasa
lemas dan jatuh berlutut, tidak dapat menahan getaran yang melumpuhkan kakinya.
Thian Hai mengangkat kedua tangannya me-lindungi kepala dan ketika kedua tangan
lawan menotok turun, ia menyambut dengan telapak ta-ngan terbuka. Tangan kanannya
berhasil menyam-but tangan kiri lawan, akan tetapi tangan lawan ketika bertemu dengan
telapak tangan kirinya, tiba - tiba meleset dan terus menyerang ke bawah ke arah pelipisnya!
Nyaris terulang kembali pe-ristiwa beberapa tahun yang lalu. Akan tetapi Thian Hai cepat
miringkan kepalanya sehingga totokan tiga jari itu meluncur terus mengenai pundak kirinya. Pada saat
itu, Thian Hai juga sudah menggerakkan tangan kirinya yang luput menyambut tangan kanan lawan
tadi ke depan, mengerahkan tenaga dan memukul dengan Thai-lek Pek - kong - ciang.
"Tukk ! Desss !!" Totokan pada pundak Thian Hai dan hantaman dengan tangan terbuka pada dada Raja
Kelelawar itu terjadi dalam waktu bersamaan dan akibatnya, tubuh Thian Hai
berlutut sedangkan tubuh Raja Kelelawar terdorong dan terpental ke belakang lalu diapun terbanting
roboh ! Muka raja iblis itu menjadi pucat seperti mayat dan tangan kirinya menekan dadanya,
mukanya memperlihatkan rasa nyeri yang ditahan - tahan. Sebaliknya, Thian Hai merasa
betapa lengan kirinya lumpuh dan diapun merasa pundak kirinya nyeri. Dicobanya dengan tangan
kanan mengurut pundak kirinya yang ter-totok itu. Biarpun mereka sudah sama - sama
ter-luka, akan tetapi mereka saling pandang dengan sinar mata mencorong penuh kemarahan dan
kebencian. "Souw - toako !" Melihat Thian Hai juga roboh berlutut, Pek Lian tak dapat
menahan kekhawatiran hatinya dan iapun sudah meloncat dan menghampiri pendekar itu.
"Toako, engkau engkau terluka ?" tanyanya khawatir sambil menyentuh punggung pendekar itu.
Pada saat itu terdengar suara ketawa Raja Ke-lelawar. "Ha - ha - ha, suheng,
inikah pengganti isterimu " Inikah calon isterimu " Bukankah ia puteri mendiang Menteri
Ho " Ha - ha, Ho - siocia, ke sinilah engkau
!" Suara terakhir yang mengundang Pek Lian ini terdengar
aneh, mengge-tarkan dan mengandung wibawa yang demikian kuatnya sehingga seperti
dalam mimpi, Pek Lian meninggalkan Thian Hai dan menghampiri raja iblis itu !
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Melihat ini, Thian Hai terkejut sekali. "Lian-moi, minggir
! !" Dan tubuhnya yang sudah
terluka itupun dipaksanya meloncat ke de-pan dan pada saat yang tepat, dengan
tangan ka- nannya dia telah berhasil mendorong dara itu sehingga terpelanting, tepat pada
saat Raja Kelela- war melemparkan pisau belatinya ke arah dada Pek Lian. Pisau itu meluncur lewat
dan menan-cap sampai ke gagangnya, memasuki dinding se-bagai pengganti dada Pek Lian yang
tentu saja kaget setengah mati ketika tubuhnya terpelanting itu. Ia mengeluh karena ketika ia
jatuh, kakinya terhimpit, membuat luka di betisnya menjadi se-makin parah dan mengeluarkan
darah. "Souw Thian Hai keparat
!" Terdengar Raja Kelelawar memaki dan tiba-tiba nampak
sinar berkelebat dan tahu - tahu sebatang pisau belati yang sama dengan pisau
yang tadi menyam-bar Pek Lian, telah memasuki dadanya, menembus jantungnya. Ternyata raja
iblis ini yang sudah ter-luka parah oleh pukulan Thai-lek Pek-kong-ciang, merasa bahwa dia
tidak dapat hidup lagi, setelah gagal memberi pukulan terakhir kepada Thian Hai dengan jalan
mencoba membunuh dara yang di-anggapnya calon isteri bekas suhengnya itu, lalu membunuh
diri. Thian Hai bangkit berdiri menghampiri, me-mandang kepada bekas sutenya. Juga Pek
Lian terpincang - pincang menghampiri, lalu Lian Cu lari menghampiri ayahnya. Kam
Song Ki dan muridnya juga menghampiri. Semua orang memandang wajah Raja Kelelawar itu dan
Pek Lian berseru, "Haiii ! Bukankah dia ini
kaisar yang lihai itu ?"
Souw Thian Hai menarik napas panjang dan mengangguk. "Aku gagal mengejarnya
karena tertipu pula. Ketika aku mengejar Raja Kelelawar, dia memasuki istana dan
lenyap. Aku tidak mengira bahwa kaisar muda itu adalah dia! Kiranya, kaisar baru telah dibunuh
oleh komplotan mereka dan Ma Kim Liang, bekas suteku ini diangkat menjadi kaisar ! Bagaimanapun
juga, aku kagum kepadanya. Dia benar-benar telah berhasil menjadi kaisar, walaupun hanya
untuk beberapa hari! Dan ilmu kepandaiannya hebat
" Thian Hai yang teluka pundaknya oleh totokan Sam-ci Tiam-hwe-louw ini lalu
diperiksa oleh kakek Kam. Bagaimanapun juga, kakek ini adalah murid mendiang Bu - eng Sin - yok
- ong Si Raja Obat. Setelah memeriksa dan memberi obat, dia menganjurkan agar pendekar itu
beristirahat selama sehari untuk mengumpulkan hawa murni. Tubuh pendekar ini terlampau kuat
untuk sampai celaka oleh totokan tadi.
Tiong Li sendiri lalu mencari tenaga bantuan untuk menguburkan semua jenazah,
dan mengobati mereka yang luka tanpa pilih bulu. Semua orang berterima kasih dan
baru mereka melihat betapa bedanya watak pendekar dan watak kaum sesat. Pendekar tidak
mendendam dan selalu mengulur-kan tangan membantu siapa saja yang membutuh-kan bantuan,
termasuk bekas - bekas lawan ! Lian Cu menemani ayahnya yang duduk bersila di dalam sebuah kamar
kosong di bekas tempat ting-gal Raja Kelelawar. Peti terisi pusaka - pusaka peninggalan
keluarga Souw dan Raja Kelelawar berada di dekatnya.
Setelah selesai mengubur semua jenazah dan membiarkan mereka yang terluka pergi,
Tiong Li menghampiri Pek Lian. Dia memandang dengan sinar mata kagum dan penuh
keharuan. "Nona, kakimu terluka, perlu dirawat dan diobati." Dia memandang ke arah celana yang
menyembunyikan betis kanan yang terluka itu. Masih nampak darah mengering pada celana itu. Nona
yang gagah perkasa ini tadi seperti melupakan luka di kakinya dan membantu dengan
penguburan jenazah, dan ketika kakinya hendak diobati oleh kakek Kam ditolaknya.
"Ah, tidak apa - apa, hanya luka sedikit," kata Pek Lian.
"Nona, pekerjaan telah beres dan kalau kakimu tidak diobati, bisa keracunan.
Bolehkah aku mem-bantumu ?" Tidak enak juga hati Pek Lian melihat kera-mahan pemuda yang mencintanya dan
pernah di-tolak cintanya ini. Ia hanya mengangguk, lalu duduk di atas batu di bawah
pohon, melonjorkan kaki kanannya. Dengan duduk di dekat gadis itu, Kwee Tiong Li menyingsingkan
celana itu ke atas sambil minta maaf. Sikapnya amat sopan walau-pun jari - jari tangannya tidak
ragu - ragu sebagai seorang ahli, karena selain pengalaman dan kepan-daiannya sendiri dalam merawat
luka - luka, pemuda inipun memperoleh pelajaran ilmu pengo-batan yang lebih mendalam dari
gurunya. Dan ternyata luka itu tidaklah seringan yang diakui Pek Lian. Kulitnya robek
berikut daging- nya dan banyak daiah keluar. Bahkan karena di-diamkan saja, luka itu nampak agak
merah dan bengkak. Terkejutlah Pek Lian ketika tiba - tiba saja Tiong Li membungkuk dan
mengecup luka itu dengan mulutnya, mengeluarkan darah dan kotoran dari situ ! Wajah dara ini
menjadi merah KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
sekali dan kedua matanya basah melihat perbuatan pemuda itu. Sampai tiga kali
Tiong Li mengecup, setelah luka itu bersih, dia menaruh obat, lalu membalut betis itu
dengan sobekan sutera putih yang bersih.
"Aughhh !" Pek Lian merintih dan membuang muka. Ini dilakukan untuk
menyembunyikan kenyataan bahwa ia menangis, menangis saking terharu melihat
cinta kasih yang demikian nyata diperlihatkan Tiong Li terhadap dirinya.
"Nyeri sekalikah, nona ?" Tiong Li bertanya sambil membereskan balutannya,
kemudian menurunkan kembali celana menutupi betis dan sebagian paha yang berkulit putih
halus itu. Pek Lian menyusut air matanya, lalu memandang tersenyum melalui air matanya,
menggeleng kepala. "Tidak berapa nyeri, dan..... dan engkau baik sekali, terima
kasih !" Sejenak

Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka beradu pandang dan Tiong Li melihat su-atu sinar yang aneh dan mesra
dalam pandang ma-ta gadis itu. Jantungnya berdebar penuh harapan, akan tetapi dia lalu
teringat bahwa gadis ini per-nah menolak cintanya, maka ketika Pek Lian me-nundukkan muka, diapun
berpamit dan pergi. Sementara itu, Lian Cu yang tadi berjalan-jalan keluar melihat ayahnya samadhi,
kini memasuki kamar ayahnya. Melihat ayahnya sudah membuka matanya, ia menghampiri
dan memperlihatkan se-batang kayu. "Ayah, lihat ini!"
Thian Hai melihat bahwa potongan kayu itu ternyata di dalamnya adalah batangan
emas mur-ni! "Eh, dari mana kau dapatkan ini ?" tanyanya heran, membolak - balik
potongan kayu itu. "Ini adalah sebagian tandu yang rusak. Ingat tandu yang kaupikul itu, ayah "
Ketika kita me- nyelundup menjadi anak buah bajak " Tandu itu kutemukan pecah berantakan dan
tanpa sengaja aku melihat ini. Di dalam kayu yang dipakai membuat tandu itu terdapat emas
semua!" "Ahhh!" Thian Hai tahu sekarang bahwa harta karun mendiang Perdana Menteri Li Su
telah dijadikan emas murni dan disembunyikan di dalam tandu-tandu itu, dilapisi
kayu. Dan belasan buah tandu itu telah dibuang ke lautan, ke tepi lautan di antara batu -
batu karang oleh para bajak. Jadi harta karun itu berada di sana, aman, tidak ada yang tahu
kecuali dia karena semua bajak telah tewas! Mereka tidak lama tinggal di tempat itu. Pek Lian melanjutkan perjalanannya
mengunjungi ma-kam ayahnya. Kemudian ia kembali ke kota raja, membantu gurunya yang menjadi
kaisar untuk melakukan pembersihan terhadap para pengacau di daerah-daerah. Sedangkan
Tiong Li yang patah hati itu mengikuti gurunya merantau. Dan ke ma-nakah perginya Souw
Thian Hai " Pendekar ini mengajak puterinya kembali ke rumah keluarga Souw yang sudah porak
- poranda untuk dibangun kembali, sambil membawa peti terisi pusaka kelu-arganya. Ada
suatu ganjalan di hatinya kalau dia teringat Bwee Hong. Dia mencinta Bwee Hong, bukan hanya karena
dara itu telah menyelamatkan-nya dengan pengobatan, bukan hanya karena dara itu mirip
sekali dengan isterinya yang telah tewas, bukan hanya karena dara itu memang cantik jelita dan
berbudi mulia, melainkan karena ada rasa cinta di dalam hatinya. Akan tetapi, kalau dia
teringat kepada Lian Cu, timbul keraguan di dalam hatinya. Baikkah bagi Lian Cu kalau dia menikah lagi "
Souw Thian Hai masih ragu - ragu. Bagaima-napun juga, dia belum mengikat gadis
itu dengan janji perjodohan. Dan dia berkewajiban untuk menggembleng puterinya yang
sudah kehilangan sebelah lengannya.
Cerita ini berakhir sampai di sini karena untuk mengikuti perjalanan para
tokohnya membutuhkan suatu kisah dengan judul tersendiri. Kalau para pembaca budiman
ingin mengikuti kisah selanjut-nya dari A-hai atau pendekar Souw Thian Hai dengan puterinya Souw
Lian Cu, Ho Pek Lian, Kwee Tiong Li, Chu Seng Kun dengan Kwa Siok Eng, dan Chu Bwee Hong,
salahkan menunggu sampai terbitnya lanjutan kisah ini yang sedang disusun dan ditulis
oleh pengarang & pelukis muda SRIWIDJONO. Sekian dan teriring salam bahagia dari pengarang, sampai jumpa di lain cerita!
TAMAT Lereng Lawu, akhir Agustus 1978.
Pedang Awan Merah 4 Pendekar Gila 29 Syair Maut Lelaki Buntung Iblis Pulau Keramat 1
^