Dendam Kesumat 1
Dendam Kesumat Pendekar Cinta Karya Tabib Gila Bagian 1
PENDEKAR CINTA JILID 1. DENDAM KESUMAT 1. Puncak Gunung Thai-San
Pemandangan gunung Thai San di musim semi sangat indah, dimana-mana akan
tercium harum bunga dan rerumputan dalam tiupan angin sepoi-sepoi. Juga tidak
ketinggalan gemericik air terjun dan sejuknya belaian angin gunung.
Di lereng-lereng gunung dan jurang bermekaran bunga-bunga liar seolah
menyambut kedatangan tamu dari jauh. Bunga-bunga di Gunung Thai San
kebanyakan tumbuh tebing-tebing terjal, maka hanya dapat dipandang dari jauh.
Hanya mereka yang memiliki ginkang yang tinggi dapat memetik dan merasakan
harum semerbaknya bunga gunung Thai San.
Setiap musim semi, gunung-gunung di sini menjadi lautan bunga persik, ada yang
warna putih, ada pula yang merah. Lembah-lembah di sini penuh ditumbuhi pohon
persik. Setiap musim semi, dilihat dari jauh, bunga-bunga persik warna merah
jambu menghias seluruh pemandangan."
Udara cerah dan jarang kabut membuat pelancong jarang melewatkan kesempatan
untuk melihat matahari terbit dari lautan awan di puncak gunung.
Di gunung Thai San ini terdapat lebih 300 puncak, 260 sungai.Dan untuk mencapai
puncak-puncak gunung itu tidaklah mudah, hanya ahli silat kelas satu yang dapat
mendaki puncak gunung Thai San.Parapemburu umumnya hanya berburu sampai di
sekitar kaki gunung, jarang yang mampu sampai ke puncak gunung.
Pagi hari, awan dan kabut tipis membubung perlahan-lahan menyelimuti seluruh
Gunung Thai San. Dilihat dari bawah gunung, puncak gunung tampak samar-samar,
kadang-kadang tertutup oleh awan, dan dilihat dari puncak gunung, tampak lautan
awan.Kadang-kadang di atas gunung kabut tebal menutup pemandangan, sedang di
bawah gunung hujan rintik-rintik; setelah kabut buyar, terhampar di depan mata
pemandangan yang indah menawan.
Jauh di atas puncak tertinggi gunung Thai San terdengar sayup-sayup suara beradu
denting logam. Ternyata suara itu berasal dari dua pasang pedang yang berkilauan
di timpa sinar matahari pagi.
Terlihat seorang pemuda tujuh belasan tahun dengan tubuh yang kekar dan kuat
sedang berlatih sejenis ilmu pedang sedang menyerang dengan sepenuh hati lawan
tandingnya - seorang tua berkisar 75 tahunan dengan rambut dan jenggot yang
sudah putih semua - melayani serangan si pemuda dengan sungguh hati. Yang
mengherankan untuk orang setua itu masih memiliki daya tahan yang kuat untuk
menahan dan membalas serangan pedang si pemuda dengan ilmu pedang yang
sama. Teknik pedang yang dipergunakan jelas merupakan salah satu ilmu pedang terhebat.
Gerakan ilmu pedang tersebut seolah-olah awan-awan yang menutupi matahari.
Sepintas ilmu pedang ini terlihat sangat dasar dan biasa-biasa saja. Namun bagi
mereka yang pernah merasakan langsung gerakan ilmu pedang ini terasa timbul
medan energi pelindung yang dapat menahan semua serangan lawan dan bahkan
dapat menjadi serangan senjata makan tuan bagi siapa saja yang berada dalam
lingkupan cahaya pedang. Si pemuda memiliki kecepatan yang mengagumkan sedangkan si orang tua memiliki
pertahanan yang sangat kokoh bak gunung Thai San yang tak tergoyahkan.
Makin lama gerakan pedang yang mereka mainkan semakin lambat, namun hawa
chi yang dipergunakan semakin besar. Kelihatannya jurus-jurus terakhir dari ilmu
pedang itu akan segera dilontarkan terbukti terkumpulnya hawa chi di ujung
pedang mereka sehingga gerakan pedang terlihat melambat. Dapat dipastikan
gabungan jurus-jurus pedang dengan chi dari tubuh mereka masing-masing menghasilkan
perpaduan jurus pedang sakti yang tak terkalahkan.
Tiba-tiba mereka saling melontarkan pedang dan mundur menjauh dengan cepat -
aneh namun nyata, pedang mereka tetap saling menyerang, ternyata dalam gerakan
terakhir ilmu pedang ini, pedang dikendalikan dengan lwekang (tenaga dalam) yang
tinggi sehingga pedang dapat mereka kendalikan sesuka hati. Kehebatan jurus
pedang yang mereka mainkan sangat mengiriskan hati.
Namun lama kelamaan jelas kelihatan si pemuda mulai keteteran mengendalikan
pedangnya dan tertekan oleh pedang si orang tua.
Trak... akhirnya pedang si pemuda patah dalam bentrokan terakhir dan terlempar
keluar dari lingkaran pedang.
"Cukup A Liong" kata si orang tua. Engkau sudah mencapai tingkat tertinggi dari
ilmu pedang kita, cuma lwekangmu perlu engkau latih lebih mendalam untuk
menyakinkan jurus terakhir dari pedang terbang supaya engkau dapat menjalankan
semua jurus pedang terbang. Rahasia ilmu pedang perguruan kita ini adalah dengan
memadukannya chi (hawa sakti) yang kau miliki dan akan menghasilkan perpaduan
yang tak terkalahkan. Lohu perkirakan asal engkau rajin bersemedi melatih
lwekangmu, tidak sampai 10 tahun ke depan, lwekang yang kau miliki sudah cukup
untuk menguasai ilmu pedang terbang perguruan kita.
"Terima kasih Suhu" kata si pemuda yang bernama Lie Kun Liong sambil berlutut.
Budi baik suhu tidak akan pernah murid lupakan. Sambil menghela nafas si orang
tua berkata "Lohu tahu engkau sudah tidak sabar lagi mencari musuh besarmu dan
membalas dendam kematian ayah bundamu yang sangat misterius". Dengan bekal
kepandaian yang sekarang engkau miliki, lohu boleh berlega hati membiarkanmu
turun gunung dan berkecimpung di dunia kang-ouw. Tidak banyak ahli silat kosen
yang dapat mengalahkanmu saat ini.
"Petuah Suhu akan selalu teecu patuhi" kata si pemuda. Memang benar teecu sudah
tidak sabar lagi mencari tahu siapa sebenarnya pembunuh yang membuat keluarga
teecu hancur. Setahu teecu waktu kejadian 12 tahun yang lalu itu, sedikitnya ada
5 orang yang berpakaian hitam dengan berkedok menutupi wajah yang menyerang
dan mengeroyok ayah dan ibu. "Lohu tahu" kata si orang tua. Kalau tidak
kebetulan lohu lewat di depan rumahmu dan mendengar suara pertempuran, mungkin
saat itu engkaupun akan mereka bunuh untuk membabat rumput sampai ke akarnya.
Namun sayang saat itu lohu sedang terluka dalam yang parah sehingga lohu tidak
yakin dapat mengalahkan mereka. Lagipula saat lohu tiba kedua orangtuamu baru
saja menghembuskan nafasnya di tangan mereka. Yang lohu perhatikan saat itu
adalah menyelamatkan dan menyembuyikanmu terlebih dahulu dari tangan kejam
mereka. "Oh ya suhu, kalau teecu boleh tahu siapa yang mampu membuat suhu terluka
parah saat itu" kata A Liong dengan rasa ingin tahu.
"Sebenarnya kau punya seorang susiok tapi susiokmu itu sejak dari dulu mempunyai
tabiat yang kurang baik sehingga sering melakukan perbuatan-perbuatan sesat dan
di benci oleh kaum persilatan. Lohu sudah berupaya agar susiokmu itu sadar atas
segala perbuatannya namun tak pernah dihiraukan, bahkan terakhir kali ia bertemu
lohu, susiokmu itu bekerjasama dengan kawan-kawannya mengeroyok lohu dan
membokong lohu secara pengecut dengan racun hingga lohu terluka parah.
Untungnya lohu berhasil meloloskan diri dari kerubutan mereka. Sebenarnya sejak
kecil lohu yang mewakili Insu mendidik dan mengajari ilmu silat susiokmu itu,
untungnya Insu sudah sejak awal melihat tabiatnya kurang baik sehingga ia
berpesan pada lohu untuk tidak mengajarinya 8 jurus terakhir ilmu pedang
terbang. Saat ini mungkin umur susiokmu berkisar 40 tahunan".
Boleh di bilang salah satu yang membuat lohu kecewa dalam hidup ini adalah tidak
mampu mengendalikan sepak terjang sute sendiri. Lohu harap jika engkau bertemu
dengan susiokmu itu, sampaikan kata-kata lohu supaya ia segera sadar atas
perbuatan jahatnya. Kalau dia tetap tidak berubah, engkau boleh melawan dan
membasminya - syukur bila engkau dapat memunahkan ilmu silatnya saja tapi kalau
keadaan terpaksa engaku boleh membasminya, demi ketenangan dunia kang-ouw.
Susiokmu bernama Tan Kin Hong, julukannya Tok-tang-lang (si belalang berbisa)
dan memiliki ilmu silat yang tinggi. Lohu rasa dengan ilmumu sekarang ini engkau
sudah mampu menandingi susiokmu, tapi satu perlu diperhatikan adalah ilmu
racunnya. Entah dari mana ia mempelajarinya, ia mempunyai keahlian meracuni
orang tanpa disadari yang bersangkutan, baik melalui makanan, minuman maupun
dari hembusan nafasnya. Semua senjatanya baik pedang, senjata rahasianya
dilumuri racun keji yang dapat membunuh secara seketika. Jadi berhati-hatilah
jika ketemu susiokmu. "Teecu akan berhati-hati suhu" kata si pemuda.
"Sebelum engkau turun gunung sebaiknya perlu lohu beritahukan sekilas keadaan
dunia persilatan sekarang ini biar engkau tidak buta akan keadaan dunia kang-
ouw. Saat ini Hong-tiang (ketua) biara Shaolin - Tiang Pek Hosiang, ketua partai Bu-
Tong - Kiang Ti Tojin , dan ketua partai Thai-San - Master The Kok Liang, serta ketua
perkumpulan Kay-Pang - Sun Lo-Kai merupakan tokoh yang paling berpengaruh di
dunia persilatan, boleh di bilang mereka adalah tokoh paling kosen dan dimalui
semua orang. Namun seperti yang engkau ketahui di antara ke empat tokoh tersebut
hanya Master The Kok Liang yang berkeluarga dan mempunyai seorang putri yaitu
teman mainmu Cin-Cin. Selain Master The Kok Liang, lohu juga berteman baik
dengan Sun Lo-Kai - Ketua Kay-Pang tapi sudah sudah belasan tahun ini lohu tidak
bertemu dengannya, disamping lohu sibuk mengajarimu ilmu, juga Sun Lo-Kai
senang berkelana ke seluruh penjuru sehingga bahkan murid-murid Kay-Pang pun
sulit menemukannya. Apabila kau mujur berjumpa dengannya, sampaikan salam dan pesan lohu supaya
dia tidak pelit ilmu. Mudah-mudahan ia mau mengajarimu sejurus dua jurus ilmu
saktinya". Sedangkan dengan Tiang Pek Hosiang dan Kiang Ti Tojin, lohu cukup
kenal dan pernah bertemu mereka tukar pikiran.
"Bagaimana dengan suhu ?" kata Lie Kun Liong, teecu yakin ilmu suhu tidak kalah
lihai dari mereka. "Huss.. jangan mengumpak suhu sendiri. Dalam dunia persilatan masih banyak
tokoh-tokoh kenamaan, hanya mereka tidak mau menonjolkan diri. Ingat pepatah
diatas langit masih ada langit".
"Baiklah besok engkau boleh pergi turun gunung, sekarang engkau boleh siap-
siap". "Baik suhu" kata Lie Kun Liong. Ia segera pergi kembali ke kamarnya dan
menyiapkan buntalan pakaian serta bekal yang dibutuhkan. Setelah itu ia pergi ke
puncak gunung Thai-San di sebelah timur dari pondok kediaman mereka untuk
menemui Cin-Cin. Mereka sudah semenjak lama berteman mulai di waktu ia baru
tiba di gunung Thai-San. Ia ingat waktu pertama kali suhu mengajaknya ke Thai-
San-Pay untuk menyambangi sahabat suhunya - ketua Thian-San-Pay Master The Kok
Liang, disana ia diajak oleh Cin Cin untuk berkenalan dengan saudara
seperguruannya. Tapi ia paling akrab dengan Cin Cin dan Tang Bun An, suheng Cin
Cin - murid pertama dari master The Kok Liang.
Mereka bertiga sering bermain, bercengkrama, berburu dan menjelajahi hutang di
gunung Thai San bersama-sama, bahkan kadangkala mereka bermalam di hutan
sambil membakar hewan hasil buruan, tidur beratapkan langit seolah-olah mereka
sedang berkelana di dunia kangouw.
Sesampainya di Thai San Pay, segera ia mencari Cin Cin dan Tang Bun An
memberitahu mereka akan kepergiannya esok hari.
"Kenapa mendadak sekali, aku mau minta ijin ke ayah agar diperbolehkan turun
gunung juga" kata Cin Cin sambil berlari masuk kedalam rumah mencari ayahnya.
Sambil tersenyum menatap kepergian Cin Cin, Tang Bun An berkata, "Engkau
beruntung Liong-heng boleh terjun ke dunia kangouw sekarang" Sedangkan menurut
suhu masih perlu waktu 1-2 tahun lagi bagi kami untuk menamatkan pelajaran.
"Moga moga kalian juga bisa turun gunung secepatnya, supaya kita bisa bersama-
sama berkelana dunia kangouw" kata Lie Kun Liong sambil tersenyum. Suhu
sebenarnya berat melepas kepergianku tapi suhu sadar cepat atau lambat aku harus
pergi dan mencari tahu siapa pembunuh keluargaku.
"Mudah-mudahan engkau berhasil membalas dendam kematian orangtuamu" kata
Tang Bun An. Oh ya, apa rencanamu begitu turun gunung "
"Aku akan kembali ke kampung halaman dulu, mencari tahu kabar dari tetangga
sekitar mengenai kejadian 12 tahun yang lalu, siapa tahu ada petunjuk yang bisa
didapatkan" Tak berapa lama kemudian Cin Cin kembali dengan wajah cemberut diiringi ayahnya
- Master The Kok Liang dan ibunya - Nyonya Hui Lan . Penampilan ketua Thian San
Pay ini sederhana dan bersahaja, berumur sekitar 50 tahunan namun masih tampak
lebih muda dari umurnya. Apabila tidak mengenal asal-usulnya, orang bisa
menyangka ia hanya susing (pelajar) pertengahan umur yang lemah. Namun di balik
penampilan yang lemah ini tersembunyi kekuatan dahysat dan tidak banyak tokoh
silat yang mampu menghadapi ilmu silatnya. Di usianya sekarang ini ia sudah
mampu menempatkan diri sebagai salah satu tokoh terbesar dan berpengaruh di Bu
Lim bahkan yang termuda di antara yang lainnya. Tiang Pek Hosiang, Kiang Ti
Tojin dan Sun Lo-Kai sudah berumur 70-80 tahunan. Di bawah kepemimpinannya ilmu
pedang perguruan Thai San Pay berkembang dengan pesat dan diakui rimba
persilatan sebagai salah satu ilmu pedang yang dahysat sejajar dengan Bu Tong
Pay. Saat ini partai Thai San memiliki kurang lebih 500 murid dengan 7 orang
murid utama yang memiliki kungfu tertinggi dan di kepalai oleh Tang Bun sebagai
murid pertama dan sudah mewarisi seluruh ilmu partai Thai San. Sedangkan Cin Cin
boleh di bilang masih kalah dari toa suhengya Tang Bun An, terutama di tenaga
lwekang. Namun apabila mereka berlatih bersama-sama, mereka berdua merupakan jelmaan
Master The Kok Liang dan nyonya Cen Hui Lan di masa muda. Sute-sute mereka
tidak mampu mengalahkan mereka walaupun di keroyok 6 orang.
Sedangkan istrinya yang bernama Chen Hui Lan merupakan pasangan yang
setimpal dengannya, selain sebagai istri, ia juga merupakan pasangan suaminya
dalam ilmu silat karena sebenarnya mereka adalah suheng-sumoy. Di waktu masih
muda keduanya sudah mengemparkan dunia persilatan dengan ilmu pedang bersatu
padunya. Kalau sang suami kelihatan gagah dan bersemangat, Nyonya Cen Hui Lan
lemah lembut dan bekas kecantikan di masa muda masih jelas terlihat. Tidak heran
kecantikan Cin Cin rupanya menurun dari orang tuanya.
"Hiantit, lohu dengar dari Cin Cin engkau mau turun gunung ?" kata Master The
Kok Liang. Apa benar "
Ya, paman suhu mengijinkan cayhe (saya) untuk menimba pengalaman di dunia
kangouw. Mulai besok aku turun gunung sekalian mohon pamit dan doa restunya
dari paman dan bibi. "Engkau harus berhati-hati A Liong" kata nyonya Cen Hui Lan, dunia kangouw
sangat kejam dan banyak tipu muslihatnya. "Apakah gurumu sudah memberitahu
keadaan dunia persilatan saat ini" kata Master The Kok Liang.
"Sudah paman" kata Lie Kun Liong. Bahkan menurut suhu paman termasuk empat
tokoh paling tersohor di dunia kangouw selain ketua Shaolin, ketua Butong dan
ketua Kaypang. "Wah gurumu pintar merendahkan diri rupanya hiantit" kata master The Kok Liang
sambil tertawa., siapa yang tidak kenal dengan Sin Kiam Bu Tek (Dewa Pedang
Tanpa Tanding) - Gan Khi Coan 30 tahun yang lalu, suhumu itu. Bahkan lohu masih
perlu belajar lagi kalau berhadapan dengan suhumu kata Master The Kok Liang
dengan serius. "Benar A Liong, bibi rasa omongan gurumu itu perlu di revisi sedikit. Yang benar
adalah 5 tokoh besar bukan empat, suhumu sudah pasti salah satu diantaranya"
kata nyonya Cen Hui Lan sambil tersenyum.
"Cin Cin setuju dengan perkataan ibu, aku pernah mencuri lihat latihan silat Gan
locianpwe (orang tua gagah) dan Liong-ko, sangat hebat dan mendebarkan hati"
kata Cin Cin sambil tertawa-tawa
"Cin Cin! Engkau tidak boleh mencuri lihat orang sedang berlatih kungfu, pantang
bagi kaum persilatan melakukannya" kata Master The Kok Liang dengan wajah
berkerut marah. "Tidak apa-apa paman, suhu sebenarnya sudah tahu kalau Cin-moy suka melihat
waktu kami berlatih. Suhu cuma berlagak pilon saja dan tidak marah" kata Lie Kun
Liong menenangkan keadaan.
"Syukur suhu A Liong tidak marah, sebenarnya mencuri lihat latihan orang
merupakan pantangan utama kaum persilatan, bahkan bisa menimbulkan
pertempuran mati hidup. Engkau tidak boleh melakukannya lagi Cin Cin" kata
master The Kok Liang masih dengan nada marah.
"Ya ayah" kata Cin Cin sambil menundukkan wajahnya. Tapi dengan sembunyi-
sembunyi meleletkan lidahnya ke arah Lie Kun Liong begitu ayahnya tidak melihat.
Lie Kun Liong tersenyum melihat kelakuan Cin Cin yang masih kekanak-kanakan itu.
Ia tahu Cin Cin memang manja dan suka bertindak sesuka hati. Ia menganggap Cin
Cin seperti adik sendiri karena ia tidak punya adik sendiri untuk disayangi.
Mereka bertiga lalu pergi ke belakang lembah di belakang partai Thai San, tempat
di mana mereka biasanya mengobrol dan bertukar pikiran.
"Liong-ko apa engkau sudah menguasai ilmu pedang terbang sehingga suhumu
memperbolehkanmu turun gunung" kata Cin Cin dengan rasa ingin tahu yang besar.
"Aku tidak heran sumoy, Liong-heng memang berbakat sekali bahkan ilmu suratnya
melebihi kita" kata Tang Bun dengan nada kagum. Menurut sunio (ibu guru wanita)
Liong-heng memiliki bakat yang sangat jarang sekali yaitu "Sekali melihat tak
terlupakan". "Engkau bergurau twako, dulu kalau bukan engkau dan Cin-moy yang memohon bibi
untuk memperbolehkan aku ikut serta belajar ilmu surat dengan kalian, mungkin
Dendam Kesumat Pendekar Cinta Karya Tabib Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
saat ini aku tidak melek huruf" kata Lie Kun Liong.
"Sekarang Liong-ko sudah menjadi pendekar yang Bun Bu Coan Cay (mahir ilmu
silat dan ilmu surat)" kata Cin Cin sambil bergurau.
"Kalian bergurau saja, bagaimana dengan kalian - siapa yang tidak kenal dengan
kehebatan gabungan ilmu pedang kalian, mungkin ilmuku tidak ada seujung jari
kalian" balas Lie Kun Liong.
"Bagaimana kalau kita coba-coba berlatih bersama" kata Cin Cin dengan semangat.
"Jangan sumoy, nanti suhu marah" kata Tang Bun buru-buru.
" Huh..penakut " cibir Cin Cin.
"Sudahlah jangan bergurau lagi" kata Lie Kun Liong. Mari kita bicara tentang
dunia persilatan. Apa saja yang kalian ketahui tolong beritahu untuk bekal
nanti. "Ketika susiok datang berkunjung tahun yang lalu, dia orang tua pernah
memberitahu bahwa untuk angkatan muda yang paling menonjol saat ini adalah
selain angkatan muda murid-murid utama partai Shaolin, Butong, Thai San, Kaypang, Hoa San Pay,
Go Bi Pay masih ada dua orang yang menjulang namanya akhir-akhir ini yaitu Bai
Mu An dengan julukan Si Pedang Kilat dan Liok In Hong dengan julukan Dewi
Pedang (Sian Li Kiam). Ilmu silat keduanya kabarnya sangat mengejutkan dan tidak
ada yang tahu berasal dari aliran mana ilmu pedang mereka" kata Cin Cin.
"Benar susiok memang suka berkelana, dia orang tua tahu benar perkembangan
dunia persilatan saat ini. Sayang susiok belum datang lagi ke sini, kalau tidak
engkau bisa menimba pengetahuan yang banyak Liong-heng" kata Tang Bun.
"Rupanya kalian masih punya susiok" kata Lie Kun Liong dengan heran. Selama
berkunjung di sini, aku tidak pernah tahu bahwa paman dan bibi masih punya
saudara seperguruan. "Engkau benar Liong-ko, waktu susiok datang setahun yang lalu engkau sedang
sibuk memperdalam ilmu pedang terbang dan selama kurang lebih 3 bulan engkau
jarang berkunjung ke sini" kata Cin Cin. Menurut ayah susiok memang jarang
datang ke sini, terakhir kali dia orang tua datang waktu aku masih bayi.
Sebenarnya sudah lama aku tahu masih punya susiok tapi karena jarang bertemu
jadi lupa. Ibu bilang ilmu silat susiok susah di ukur tingginya karena susiok
gemar sekali ilmu silat dan banyak belajar ilmu silat di luar Thai San Pay kita.
Sebenarnya yang harus menjadi ketua Thai San Pay adalah susiok sebagai murid
pertama kakek guru tapi susiok
tidak mau pusing dan harus menetap di gunung Thai San ini - dia tidak betah
makanya kakek guru menetapkan ayah sebagai penggantinya.
"Waktu berkunjung tahun kemarin susiok mengajarkan aku dan toako ilmu menutuk
jari dari negeri Taylie yang di sebut It Ci Sian. Ilmu ini sangat lihai bisa
menutuk urat nadi orang dari jarak jauh tanpa sepengetahuan yang bersangkutan.
Sampai sekarang aku cuma menguasai kulitnya saja, mungkin toako sudah menguasainya"
kata Cin Cin sambil melirik Tang Bun.
"Masih belum sesempurna susiok sumoy, tapi sudah lumayan.Yang penting adalah
lwekang harus kuat karena ilmu tutuk jari ini sangat mengandalkan tenaga dalam"
kata Tang Bun. "Selamat kalian bisa mendapatkan ilmu yang langka itu" kata Lie Kun Liong. Aku
jadi sedikit iri dengan kalian punya susiok yang maha lihai.
"Kalau engkau mau nanti aku ajari It Ci Sian" kata Cin Cin kepada Lie Kun Liong.
"Jangan-jangan, aku cuma bergurau, nanti susiokmu marah kamu sembarangan
mengajari orang ilmu yang dia ajarkan" kata Lie Kun Liong buru-buru. Wah sudah
siang, suhu pasti sudah menunggu-nunggu, aku pulang dulu yah - sampai ketemu
lagi di dunia kangouw kalau kalian sudah turun gunung.
"Liong-heng besok kami akan berkunjung ke tempatmu untuk mengantar
kepergianmu" kata Tang Bun.
"Tidak usah merepotkan, aku pergi pagi-pagi sekali - sampai ketemu lagi yah"
tampik Lie Kun Liong sambil berjalan pergi.
Cin Cin memandang kepergian Lie Kun Liong dengan termangu, ia merasa ada
sesuatu yang hilang - entah apa tapi yang jelas ia merasa sedih kehilangan teman
bermainnya. Untuk gadis usia lima belas tahun, ia tidak tahu perasaan itu adalah
benih-benih cinta. Selagi Cin Cin termenung, Tang Bun pun sedang melirik Cin Cin sembunyi-
sembunyi, didalam hatinya ia tahu Cin Cin merasa kehilangan Lie Kun Liong. Diam-
diam tanpa sepengetahuan kedua temannya ia sudah lama menaruh hati pada Cin
Cin. Diantara mereka dialah umurnya yang paling tinggi - delapan belas tahun
sehingga masalah cinta sedikit banyak ia lebih mengerti dari kedua kawannya itu.
Timbul beban berat di hatinya karena sadar punya saingan untuk merebut si pujaan
hati. Entah apa yang akan terjadi asmara segi tiga di antara mereka.
Di lihat dari penampilan, Tang Bun dan Lie Kun Liong sama-sama memiliki
kelebihan. Muka Tang Bun lebih kelaki-lakian dan sedikit kasar sedangkan Lie Kun
Liong wajahnya lebih halus sehingga terlihat lebih tampan. Dari bentuk tubuh
Tang Bun lebih kokoh dan terkesan gagah sedangkan Lie Kun Liong terkesan lemah
seperti siucai (pelajar lemah). Namun dari sorot mata, Lie Kun Liong lebih tajam
dan bersinar terang menandakan pemilik mata ini sudah menguasai ilmu lwekang
yang dalam. "Toa suheng! kenapa engkau menatapku terus, ada yang salah dengan
penampilanku" kata Cin Cin tiba-tiba sambil melihat ke a rah pakaian yang
dipakainya. "Tidak apa-apa sumoy" kata Tang Bun gelagapan.
"Mari kita pulang" ajak Tang Bun buru-buru.
Akhirnya mereka berjalan pulang dengan pikiran masing-masing.
Mereka tidak tahu harapan untuk turun gunung akan tercapai beberapa bulan
kemudian setelah Lie Kun Liong turun gunung.
2. Kembali ke kampung halaman
Bulan tiga seputar Kota Siangyang*,
Ribuan bunga, 'bak gambar sulaman.
Mana tahan, merana di musim semi,
Sudah gini, jadi penginnya minum.
Kaya miskin, panjang pendek usia,
Jengukan takdir, saat pagi buta.
'Bis seguci, tak p'duli hidup mati,
Sulit meramal, yang bakal terjadi.
Sudah mabuk, terus lupa daratan,
Tersentak kaget, cuma ada guling.
Tidak sadar diri, lupa semuanya,
Nikmatnya arak, di atas segala.
*sekitar kota Chang An sekarang
Syair buatan penyair kenamaan Li Pai ini terpampang di dinding kedai arak "Wei
An" di salah satu sudut kota Siangyang, terkenal akan ciu (arak)nya yang harum dan
memabokkan terutama arak Huangciu buatan kedai ini sangat terkenal. Boleh di
bilang pengemar arak yang mampir di kota Siangyang ini tidak akan melewatkan
kesempatan mencicipi Huangciu dari kedai ini.
Siang hari itu cerah dimana matahari bersinar lembut dan tiada awan, nampak
seorang pemuda berpakaian sederhana namun bersih mendatangi kedai arak "Wei
An" dan memilih duduk di pojokan meja dekat jendela menghadap jalanan. Ia
memesan seporsi bakmi, beberapa potong bakpau dan tentunya Huangciu buatan
kedai ini. Sambil menikmati Huangciu dan makanan yang dipesan, ia memandang jalanan
disekitarnya. Siang hari itu tidak banyak orang yang berlalu lalang begitu pula
keadaan kedai ini cuma berisi dua tiga orang tamu saja.
"Cukup sepi hari ini lopek" sapa si pemuda ke pelayan kedai.
"Ya kongcu (tuan muda), biasanya nanti mulai sore hingga malam hari pelanggan
kedai ini baru pada datang" sahut pelayan itu.
"Lopek sudah lama bekerja di sini?" tanya si pemuda.
"Sudah tigapuluh tahunan kongcu" jawab si pelayan.
"Aku (saya) baru pertama kali datang ke kota ini lopek, mau mengunjungi saudara
misan ayah yang tinggal di sebelah ujung jalan ini. Apakah lopek tahu letak
kediamanan keluarga Lie, yang menjalankan usaha toko obat ?" tanya si pemuda.
"Oh maksud kongcu adalah pemilik toko obat yang dipanggil Lie sinshe (tabib) ?"
jawab si pelayan dengan rasa kaget. Sayang sekali keluarga Lie sinshe 12 tahun
yang lalu mengalami musibah. Lie sinshe dan istrinya ditemukan tewas
mengenaskan dan anak lelakinya menghilang tak berketentuan. Menurut pelayan
keluarga itu yang kebetulan keponakan kenalan lohu - namanya A hwi, ketika
kejadian ia kebetulan sedang keluar dan baru saja hendak kembali ketika ia
melihat bayangan beberapa orang berpakaian hitam dan berkedok turun dari kereta
kuda dan menuju kediaman Lie sinshe.
Melihat gelagat kurang baik ia segera sembunyi di pojokan jalan. Tak berapa lama
kemudian ia mendengar suara orang berkelahi. Ia semakin ketakutan dan tidak
berani keluar dari tempat sembunyinya. Ia baru berani keluar setelah ia melihat
gerombolan berpakaian hitam itu keluar dan menghilang dikegelapan malam.
Dengan memberanikan diri, ia mengendap-endap mendekati kediaman Lie sinshe
dan menemukan suami istri itu telah tewas. Namun di dekat mayat Lie sinshe ia
menemukan sebaris huruf dari goresan tangan Lie sinshe sebelum meninggal.
"Apa isi tulisan tangan itu" tanya si pemuda dengan muka tegang.
"Tulisan itu cuma berisi kata Bu Tong" sahut si pelayan. Menurut pihak keamanan
kota, peristiwa itu merupakan perselisihan dunia kangouw sehingga mereka tidak
berani mengusutnya lebih lanjut dan langsung menguburkan mereka di pemakaman
di sebelah Timur pinggiran kota ini. "Apa benar mereka yang kongcu cari?" Tanya
si pelayan dengan nada menyelidik.
"Kemungkinan besar benar lopek" kata si pemuda dengan nada sedih. Aku mau
menyambangi kuburan mereka untuk memberi penghormatan terakhir, mohon
tunjukan arah ke pemakaman itu lopek" kata si pemuda.
"Silakan kongcu ambil arah ke kiri dari ujung jalan ini, lalu setelah sampai ke
pinggiran kota, belok ke kanan. Tidak jauh dari situ ada bukit dan di puncak
bukit itu kuburan mereka berada" jawab si pelayan.
"Terima kasih banyak lopek atas informasi dan petunjuknya" sahut si pemuda
sambil membayar makanan dan memberi tip yang lumayan besar buat si pelayan itu.
"Sama-sama kongcu" jawab si pelayan dengan muka berterima kasih.
Mengikuti petunjuk si pelayan tadi, si pemuda yang kita kenal sekarang sebagai
Lie Kun Liong tiba di puncak bukit dimana kuburan itu berada. Keadaan kuburan
siang hari itu sunyi dengan beberapa deretan kuburan yang masih segar dan merah.
Ia berjalan perlahan-lahan membaca tanda nama di setiap kuburan itu yang cukup
luas. Di ujung kuburan itu akhirnya ia menemukan papan nama kedua orangtuanya.
Sambil berlutut dan menumpahkan air mata kesedihan yang sudah lama ditahannya
di depan kuburan kedua orangtuanya, Lie Kun Liong berdoa bagi ketenangan jiwa
mereka dan memohon petunjuk mereka untuk dapat menangkap pembunuh
berdarah dingin itu. Di saat ia masih di landa kesedihan, tiba-tiba ia mendengar suara seruling.
Suara itu datang cukup jauh dari kuburan dan dari arah berlawanan dimana ia
datang tadi. Dengan perasaan tertarik, Lie Kun Liong berjalan mendekati suara seruling itu.
Ternyata suara seruling itu berasal dari bawah bukit sebelah Barat. Di atas batu
besar duduk bersila seorang pemuda berbaju putih sedang meniup seruling. Suara
seruling itu lembut dan merdu serta mendayu-dayu. Dengan irama lagu cinta yang
lancar, nadanya relatif panjang dan dapat dengan baik mengungkapkan seluruh
pikiran dan perasaan si peniup suling. Memberikan rasa indah yang mendalam.
Setelah selesai meniup seruling si pemuda berbaju putih lalu bangkit dan
berbalik menghadap arah datangnya Lie Kun Liong. Rupanya ia sudah tahu
kedatangan Lie Kun Liong. Wajahnya sangat tampan dan halus. Pakaian yang dikenakannya putih
bersih dan terbuat dari bahan kwalitas bagus. Ia kelihatan seperti seorang
siucai yang hendak menempuh ujian di kota raja.
"Tiupan seruling saudara sangat merdu, maaf bila aku menganggu ketenangan
saudara" kata Lie Kun Liong sambil berjalan mendekat. Aku Lie Kun Liong
kebetulan berada di kuburan di sebelah sana dan mendengar tiupan seruling
saudara. "Ah, tidak apa-apa " kata si pemuda baju putih. Aku juga kebetulan lewat dan
tertarik dengan suasana pemandangan di sini sehingga timbul keinginan untuk
meniup seruling. Nama aku Liok Han Ki. Saudara penduduk di sekitar sini "
"Di sini kampung halaman aku dan baru hari ini kembali ke sini untuk menyambangi
kuburan orang tua aku " kata Lie Kun Liong. Karena Liok-heng baru pertama kali
ke sini sebaiknya Liok-heng bermalam di penginapan dekat tengah kota. Penginapan
di sana cukup bersih dan ada restorannya sehingga tidak perlu keluar dari
penginapan untuk mencari makan.
Kalau Liok-heng suka minum arak, tidak boleh melewatkan arak buatan kedai arak
"Wei An" yang terletak di sudut kota ini.
"Terima kasih atas petunjuk Lie-heng, aku sebenarnya tidak biasa minum arak tapi
untuk secangkir dua cangkir bolehlah, apalagi kata-kata Lie-heng tentang arak
buatan kedai "We An" menarik minat aku untuk mencobanya" kata Liok Han Ki.
Sesampainya di kedai arak mereka langsung memesan dua poci arak Huangciu dan
makanan sekedarnya. "Memang enak dan harum arak ini, sudah lama aku tidak mersakan arak seharum
ini" kata Liok Han Ki sambil menuang kembali seloki arak. Maaf, kalau aku lihat
Lie-heng pasti memiliki ilmu silat yang tinggi. Kalau boleh tahu siapa guru dan
dari aliran mana perguruan Lie-heng " tanya Liok Han Ki.
"Ah cuma untuk sekedar jaga diri saja Liok-heng, aku belajar dari guru silat
biasa dan bukan dari aliran perguruan terkenal" sahut Lie Kun Liong mengelak.
Malah ilmu silat Liok-heng pasti lihai sekali sambil menatap sarung pedang yang
di sandang Liok Han Ki. Sambil tersenyum Liok Han Ki berkata, "Lie-heng terlalu merendahkan diri,
melihat sinar mata Lie-heng yang tajam aku rasa tidak sembarang jago silat dapat
mengalahkan Li-heng".
"Oh ya, Liok-heng hendak menuju kemana ?" kata Lie Kun Liong mengalihkan
perhatian. "Sejak keluar dari perguruan aku ingin sekali berkunjung ke kota raja. Sudah
lama aku dengar kemegahan Nanking yang terkenal dengan masakannya yang enak-enak
dari restoran-restoran terkenal, istana raja, serta taman danu kerajaan yang
indah" kata Liok Han Ki. Kalau Lie-heng mau kemana "
"Aku mau mengunjungi Butong-san (gunung Butong), aku dengar Butong-san
terkenal akan keindahan pemandangannya, di samping itu juga ingin sekedar
melihat kemegahan partai Butong, syukur bila bisa berkenalan dengan para
pendekar dari Butong" kata Lie Kun Liong.
"Kalau begitu arah perjalanan kita sama. Kebetulan aku juga belum pernah
mengunjungi Butong-san, kalau Lie-heng tidak keberatan, aku ingin mengadakan
perjalanan bersama Lie-heng pergi ke Butong-san" Liok Han Ki dengan
bersemangat. "Bagaimana dengan keinginan Liok-heng mengunjungi kota raja" tanya Lie Kun
Liong ragu-ragu karena ia sebenarnya ingin pergi sendiri ke Butong untuk
menyelidiki kematian orang tuanya yang gelagatnya berkaitan erat dengan Butong.
Ia tidak ingin melibatkan kawan barunya ini dalam persoalan pribadinya.
"Kunjungan ke Nanking bisa aku tunda dulu setelah menemani Liok-heng ke Butong-
san" kata Liok Han Ki dengan pasti. Lagi pula sebelum ke Nanking harus melewati
Butong-san dulu. 3. Suatu perkara aneh Perjalanan bersama Liok Han Ki cukup menyenangkan, ia rupanya sudah cukup
lama berkelana dan sudah berpengalaman sehingga Lie Kun Liong tidak sedikit
mendapatkan keuntungan dari kawan barunya ini. Sepanjang perjalanan mereka
kadang-kadang mereka terpaksa bermalam di hutan atau kelenteng rusak. Bila
menginap di hotel, Liok Han Ki selalu memesan dua kamar untuk mereka. Lie Kun
Liong pernah menyatakan keheranannya kenapa harus memesan dua kamar,
bukannya satu kamar lebih dari cukup dan dapat menghemat biaya perjalanan.
Namun Liok Han Ki mengatakan bahwa ia dari kecil sudah terbiasa mempunyai
kamar sendiri dan tidak biasa berbagi kamar. Lie Kun Liong cukup memakluminya,
ia tahu tabiat kawan barunya ini cukup keras dan manja, mungkin ia dibesarkan di
keluarga yang cukup berada sehingga suka membawa adatnya sendiri.
Dia tidak berani banyak bertanya mengenai keluarga Liok Han Ki karena ia
mempunyai kesulitan-kesulitan sendiri dan tampaknya Liok Han Ki juga merasa
bahwa Lie Kun Liong cukup tertutup mengenai latar belakangnya sehingga ia tidak
banyak tanya. Suatu hari mereka tiba di dusun kecil dan mampir di warung makan satu-satunya di
dusun itu. Warung itu cukup sederhana, hanya terdapat beberapa meja dan
makanan yang tersedia hanya bakmi dan bakpau saja. Saat itu pelanggan yang
Dendam Kesumat Pendekar Cinta Karya Tabib Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
datang hanya mereka berdua saja.
Selagi mereka menikmati makanan, masuk dua orang pria berusia pertengahan
sambil menenteng pedang dan memilih duduk di meja yang menghadap ke pintu
masuk warung. Dilihat dari penampilan mereka sepertinya memiliki ilmu silat yang cukup tangguh
terutama pria yang berpakaian abu-abu, sinar matanya cuku tajam menandakan
lwekangnya cukup tinggi. Sambil memesan makanan, mereka memandang Liok Han Ki dan Lie Kun Liong
sekejap lalu sambil menyantap makanan mereka bicara satu sama lain dengan
suara lirih. "Ke dua pemuda ini sepertinya berisi, kita harus hati-hati" kata pria berbaju
abu-abu. "Si-heng terlalu khawatir, dua bocah ini aku rasa cuma siucai yang berlagak bawa
pedang supaya tidak diganggu penjahat kacangan saja. Aku rasa mereka cuma
gentong nasi tidak perlu dipedulikan" sahut pria yang bercambang lebat.
Walaupun mereka bicara berbisik-bisik namun Lie Kun Liong dapat mendengarnya
dengan jelas. Ia tidak mau usil dan hanya tersenyum saja. Lain dengan Liok Han
Ki, rupanya ia juga dapat mendengar pembicaraan ke dua orang itu. Ia mendengus
tanda hatinya merasa tersinggung. Tapi melihat Lie Kun Liong diam saja maka
iapun tidak berbuat apa-apa hanya memandang hina ke dua orang itu.
Salama makan kedua orang itu tidak banyak bicara. Setelah puas makan mereka
lalu pergi melanjutkan perjalanan.
"Lie-heng kedua orang itu cukup mencurigakan, mari kita ikuti perjalanan mereka"
kata Liok Han Ki. "Sebaiknya kita tidak usah mencari perkara sama mereka Liok-heng. Aku lihat
kedua orang itu memiliki ilmu yang lumayan terutama pria yang berbaju abu-abu"
kata Lie Kun Liong. "Justeru itu aku curiga mereka adalah penjahat yang hendak berbuat sesuatu yang
jahat. Aku tidak akan membiarkan sesuatu yang kebentur di tanggan aku lolos"
jawab Liok Han Ki. Dengan perasaan apa boleh buat Lie Kun Liong mengerahkan ginkangnya mengikuti
kawannya mengejar kedua orang itu.
Untuk pertama kalinya ia dapat mengukur ilmu ginkang kawan barunya itu ternyata
tidak berada di bawah kepandaiannya. Entah bagaimana dengan kungfunya. Lie Kun
Liong cukup kaget karena menurut suhunya ilmu ginkang mereka teng peng touw sui
(menginjak rumput menyeberang sungai) termasuk ilmu kelas wahid, jarang yang
bisa menandinginya. Dengan bekal ginkang yang sama-sama tinggi, dengan cepat mereka mampu
mengejar ke dua orang tadi.
Ternyata kedua orang itu memang perampok dan saat ini sedang terlibat
pertempuran dengan kawanan piauwsu (pengawal barang). Para piauwsu itu terbagi
menjadi dua kelompok, kelompok yang satu maju mengeroyok ke dua orang
perampok sedangkan kelompok yang lain mengelilingi dan melindungi peti berisi
barang bawaan. Namun kelihatan jelas bahwa para piauwsu yang mengeroyok kedua orang itu
kewalahan, sudah ada sebagian besar piauwsu yang mengeroyok mati terbunuh.
Bahkan kelompok yang melindungi barang bawaan sekarang sudah ikut mengeroyok
ke dua orang itu mati-matian. Pemimpin mereka dengan pedang di tangan sudah
terluka namun masih gigih melawan ke dua perampok itu. Ilmu silat pemimpin
piauwkiok ini sebenarnya cukup tinggi dan penjahat biasa bukanlah tandingannya.
Entah sudah berapa ratus pertempuran ia alami tapi pertempuran kali ini yang
paling hebat sepanjang hidupnya. Baru kali ini ia menghadapi perampok yang
mempunyai ilmu setinggi ini. Anak buahnya merupakan jago-jago pilihan semuanya namun di
tangan ke dua perampok ini para piauwsu ini ibarat kunang-kunang dan lilin.
Jelas kelihatan ilmu mereka kalah unggul dengan perampok tersebut. Hanya tinggal
menunggu waktu sebelum kawanan piauwsu itu terbasmi habis.
Kedatangan Lie Kun Liong dan Liok Han Ki tepat pada waktunya. Sambil menyabut
pedang dari sarungnya Liok Han Ki berteriak "Perampok dari mana yang berani mati
merampas barang di tengah hari bolong". Lalu ia menyabetkan pedangnya ke arah
perampok bercambang lebat. Sambil mengelak si perampok berkata "Rupanya
bocah bau tengik tadi yang berlagak mau jadi pahlawan. Lebih baik segera pulang
ke pangkuan ibumu sebelum pedang toyamu ini menembus badanmu" Liok Han Ki
dengan murka melancarkan serangan secara beruntun. Tanpa belas kasihan ia
mencecar si perampok dengan ilmu pedang kebanggaannya.
Dengan susah payah si perampok melayani serangan Liok Han Ki.
"Bocah dari mana asalnya ini, kok ilmu pedangnya sangat lihai" kata si perampok
dalam hati. Ia menangkis sekuat tenaga jurus terakhir yang dilancarkan Liok Han
Ki. Gagang pedang ditangannya hampir terlepas dari pegangannya, telapak tangannya
terasa sakit. Dengan penuh rasa kaget si perampok melawan sekuat tenaga
serangan Liok Han Ki. Kalau si perampok yang melawan Liok Han Ki terkaget-kaget, perampok satunya lagi
yang melawan Lie Kun Liong juga tidak kalah terkejutnya. Setiap serangan pedang
Lie Kun Liong hanya dengan susah payah dapat ia punahkan. Ia yang sudah
berpengalaman puluhan tahun sekarang ketemu batunya, bahkan ilmu pedang yang
dimainkan Lie Kun Liong tidak dapat ia raba asalnya. Syukur baginya Lie Kun
Liong baru terjun ke dunia kangouw sehingga pengalaman bertempurnya masih
sedikit dan ragu-ragu untuk meneruskan serangan yang lebih mematikan, kalau
tidak sudah dari tadi si perampok berbaju abu-abu itu kalah.
Suatu saat Lie Kun Liong mengincar dan menusuk ke arah pundak kiri si perampok
namun dengan tiba tiba ujung pedangnya membentuk lingkaran dan arah yang di
tuju adalah pundak kanan si perampok. Kali ini si perampok tidak dapat berkelit
lagi, ia sudah salah mengantisipasi jurus serangan Lie Kun Liong yang awalnya
menuju ke pundak sebelah kirinya tapi mendadak di tengah jalan mengincar pundak
kanannya. Pedang yang ia pegang di tangan kanannya jatuh ke tanah dan sebelum
ia bereaksi lebih lanjut ujung pedang Lie Kun Liong sudah berada di depan
tenggorokannya. Dengan rasa jeri dan takjub terlihat jelas di wajah si perampok,
Lie Kun Liong menutuk tiam hiat (jalan darah) si perampok sehingga tidak dapat
bergerak. Lalu ia memandang pertempuran antara Liok Han Ki dengan perampok
yang lainnya juga hampir selesai. Ia kagum dengan kelihaian ilmu pedang Liok Han
Ki, kecepatan dan ketepatan jurus yang dilancarkan Liok Han Ki sangat akurat -
hanya mereka yang sudah mencapai tingkat tertinggi dari ilmu pedang yang dapat
melakukan gerakan seperti yang barusan diperagakan oleh Liok Han Ki. Suatu
ketika cukup dengan sontekan ujung pedangnya perut si perampok tertembus pedang
Liok Han Ki dan si perampok jatuh ke tanah berlumuran darah, nasibnya jauh lebih
buruk dari perampok yang melawan Lie Kun Liong. Ternyata Liok Han Ki masih
merasa marah dengan perkataan si perampok di warung makan tadi sehingga ia bertindak
cukup kejam dengan membunuh si perampok.
Para piauwsu yang masih hidup dan terluka memandang ke dua penolong mereka
dengan rasa kagum dan berterima kasih. Pemimpin piauwkiok (perusahaan
pengawal barang) sambil menjura berkata "Terima kasih atas bantuan inkong (tuan
penolong) berdua, kami dari perusahaan piauwkiok "Harimau Kemala" sangat
berutang budi pada jiwi berdua.
"Oh rupanya dari perusahaan piauwkiok paling terkenal di seluruh dunia
persilatan" kata Liok Han Ki dengan keheranan. Setahu aku jarang yang mampu dan berani
membegal barang bawaan piauwkiok "Harimau Kemala" makanya aku juga heran
dengan kungfu kedua perampok ini sangat lihai dan tidak kelihatan seperti
perampok piauwkiok biasa.
Perusahaan piauwkiok "Harimau Kemala" merupakan perusahaan pengawalan
barang terbesar dan paling terkenal, pemimpinnya adalah sute dari ketua partai
Go Bi pay - In Cinjin. Semua barang kawalan dari piauwkiok "Harimau Kemala" di
jamin sampai ke tujuan dengan selamat dan belum pernah gagal dalam melaksanakan
tugas. Di samping sute dari ketua Go Bi Pay, pemimpin perusahaan piauwkiok
"Harimau Kemala" - Liu Siu Ciang ini pandai bergaul dengan kalangan rimba hijau,
ia tidak segan-segan memberi hadiah kepada kalangan liok-lim (rimba hijau)
sehingga mereka segan dan menghormatinya. Memang ada beberapa penjahat
yang tidak tahu diri berani mencoba membegal barang kawalan piauwkiok "Harimau
Kemala" namun semuanya gagal karena para piasu yang diperkerjakan semuanya
bukan jago-jago silat biasa. Jarang sekali pemimpin utama mereka, Liu Siu Ciang
turun tangan langsung mengawal barang kawalan. Cukup dengan memandang
bendera piauwkiok yang bergambar sepasang harimau berwarna kuning keemasan,
tidak ada penjahat yang berani mati merampoknya. Anak cabang piauwkuok
"Harimau Kemala" ada di seluruh penjuru propinsi dengan jumlah piauwsu ribuan
orang. Saat ini operasional piauwkiok "Harimau Kemala" dipegang langsung oleh
putera Liu Siu Ciang yang bernama Liu Cin Hok, ia sudah mewarisi seluruh ilmu
silat sang ayah bahkan kalau sedang berkunjung ke Go Bi Pay, ia mendapat
petunjuk yang berharga dari susioknya In Cinjin sehingga ilmu silatnya maju pesat.
Sedangkan "Kalau jiwi berdua heran, kami malah lebih heran lagi karena selama piauwkiok
ini berdiri barang kawalan piauwkiok kami tidak ada yang pernah gagal atau
dibegal perampok, namun 2 bulan belakangan ini sudah ada 8 barang kawalan dari
piauwkiok kami yang dirampas orang. Siau Kongcu (tuan muda) kami sudah turun
tangan langsung menangani masalah ini" jawab pemimpin piawsu.
"Memang aneh, tapi jangan lupa sekarang kita sudah menangkap salah satu
perampok, mari kita tanyai dengan jelas" kata Liok Han Ki sambil berjalan
menghampiri si perampok yang telah tertutuk oleh Lie Kun Liong. Namun ternyata
si perampok sudah mati, di sela-sela mulutnya mengalir darah segar.
Dengan heran Lie Kun Liong memeriksa mulut si perampok, ternyata di bagian
dalam mulutnya perampok itu membawa racun yang sewaktu-waktu dapat ia gigit,
rupanya ia sadar tiada harapan lagi sehingga memutuskan nyawanya sendiri.
"Siapapun yang mendalangi ini pasti memiliki wibawa yang besar sampai anak
buahnya lebih rela mati daripada membocorkan rahasia" kata si pemimpin
piauwkiok. "Apakah baru-baru ini piauwkiok kalian mengawal barang yang sangat berharga dan
di incar kaum persilatan" tanya Liok Han Ki.
"Tidak, belakangan ini barang-barang kawalan kami kebanyakan adalah perhiasan,
emas dan harta benda pejabat pemerintahan. Tentunya tidak menarik jago-jago
kosen dunia persilatan" jawab pemimpin piauwkiok sabil berkerut kening. Bahkan
barang kawalan kami ini walaupun tidak seperti biasanya namun rasanya belum bisa
mengerakkan jago persilatan untuk merampasnya tanpa memandang muka
piauwkiok kami. "Memang apa isi barang kawalan kali ini, kalau boleh aku tahu" tanya Liok Han
Ki. "Tentu saja boleh, jiwi adalah penyelamat kami" kata pemimpin piauwkiok. Kali
ini kami mengawal persembahan pejabat sementara tihu kota kepada gubernur yang
berada di bawah keresidenan propinsi Hulam. Isinya disamping sekotak emas
berlian, juga sepasang kuda pualam yang indah dari Tibet.
"Aneh kalau begitu" kata Liok Han Ki. Mungkinkah ada orang yang ingin membalas
dendam atau persaingan dagang kepada Liu Siu Ciang ayah beranak dengan cara
membegal barang kawalan sehingga piauwkiok "Harimau Kemala" bangkrut untuk
mengganti barang-barang yang hilang"
"Kemungkinan itu ada tapi untuk membuat bangkrut piauwkiok kami bukan urusan
mudah karena sudah puluhan tahun perusahaan piauwkiok ini berjalan dan tidak
sedikit keuntungan yang kami peroleh sehingga untuk mengganti barang-barang
yang hilang selama 2 bulan ini bukan perkara yang sangat besar. Sedangkan
masalah persaingan dagang rasanya juga bukan karena selama ini perusahaan
piwakok kami tidak serakah mengambil semua barang kawalan. Bahkan sudah
menjadi kebijakan pemimpin utama untuk saling berbagi rezeki dengan perusahaan
piauwkiok lainnya. Masalahnya adalah nama baik piauwkiok kami bisa hancur" kata
pemimpin piauwkiok. "Di depan beberapa li dari sini kalian bisa sampai di kota terdekat, sekalian
kami hendak melewatinya juga, sebaiknya kita berjalan bersama-sama untuk
berjaga-jaga ada hadangan lagi di depan" kata Liok Han Ki.
"Terima kasih banyak inkong" jawab pemimpin piauwkiok dengan penuh rasa syukur.
Di dalam kota ada cabang perusahaan piauwkiok kami sehingga dapat segera
memberi kabar ke kantor utama. Ia segera memerintahkan piauwsu yang masih
sehat untuk membantu piauwsu yang terluka dan bersama dengan kedua inkong
mereka menuju kota terdekat.
Sepanjang perjalanan tiada aral melintang, pemimpin piauwkiok yang dipanggil Can
kawsu oleh anak buahnya mengucapkan teima kasih kepada Liok Han Ki dan Lie
Kun Liong serta mengundang mereka untuk menginap di cabang mereka, namun
mereka tolak. Mereka akhirnya menginap di penginapan di kota itu sebelum melanjutkan
perjalanan esok harinya. Pagi-pagi sekali selagi mereka sedang sarapan pagi di restoran hotel tersebut,
datang seorang pemuda berusia dua puluh tahunan bersama-sama dengan Can
kawsu pemimpin piauwkiok kemarin yang mereka tolong. Wajahnya cukup tampan
dan berwibawa. "Aku Liu Cin Hok mengucapkan banyak terima kasih atas pertolongan jiwi berdua
terhadap piauwkiok kami" kata pemuda itu sambil menjura dalam.
"Inkong berdua, kebetulan siau kongcu kami sedang berada di anak cabang kota ini
ketika kami tiba. Setelah mendengar musibah yang kami alami siau kongcu segera
memerintahkan kami untuk mencari inkong berdua untuk berterima kasih langsung,
syukur inkong belum pergi dari kota ini" kata Can kawsu.
"Senang bertemu Liu-heng, kami cuma kebetulan lewat saja dan tidak dapat
berpangku tangan melihat perampasan itu" kata Lie Kun Liong.
"Ya, seperti yang jiwi ketahui piauwkiok kami belakangan ini memang sedang
mengalami masalah besar. Tapi aku sudah berhasil melacak keberadaan kawanan
perampok itu, menurut hasil penyelidikan aku markas mereka ada di sekitar kota
ini. Itulah sebabnya aku berada di kota ini dari dua hari yang lalu untuk mencari
letak markas mereka" kata Liu Cin Hok. Barusan pagi ini aku mendapat konfirmasi
letak markas mereka. Liok Han Ki rupanya senang ikut campur urusan orang lain, ia menawarkan diri
untuk membantu menangkap perampok itu. Dengan senang hati Liu Cin Hok menerima
tawaran itu. Rencananya nanti malam ia akan datang lagi ke penginapan ini untuk
bersama-sama menuju markas perampok-perampok itu.
4. Pertempuran yang dahsyat
Malam turun dan semakin larut. Tampak tiga bayangan orang berkelabat bagai angin
di atas atap rumah penduduk menuju ke pinggiran kota. Tidak lama kemudian
bayangan tersebut berhenti di atas tembok gedung yang besar. Dengan berhati-hati
mereka mengamati sekelilingnya. Sambil mengerahkan ginkang masing-masing
ketiganya melompat turun ke pekarangan gedung itu.
Di tengah gedung terdapat ruangan yang masih terang benderang dan suara
percakapan sekelompok orang.
Dengan berindap-indap mereka bertiga mendekati sumber suara. Untungnya di
dekat ruangan itu terdapat pohon yang rindang sehingga memudahkan mereka
menyembunyikan diri. Di dalam ruangan itu tampak sekitar delapan orang sedang duduk di atas meja
bundar sambil makan-makan. Di ujung meja yang menghadap pintu tampak seorang
pria pertengahan umur berkisar 40 tahunan sedang berbicara.
"Majikan memerintahkan kita untuk terus menghadang dan merampas barang
kawalan piauwkiok "Harimau Kemala" kata pria itu. Aku mendapat kabar yang boleh
dipercaya bahwa dua teman kita Si-heng dan Ti-heng telah gagal menjalankan tugas
dan gugur di bunuh orang yang menolong kawanan piauwsu itu - sepasang pemuda
yang kabarnya memiliki ilmu silat yang lihai sekali. Asal mula mereka sampai
sekarang misterius, majikan menyuruh kita untuk berhati-hati bila kesampok
mereka berdua. Untuk sementara kita sebaiknya kita membagi diri hanya menjadi dua kelompok
bukan lima kelompok seperti biasanya untuk memperkuat keberhasilan kita. Aku
juga sudah mendengar siau kongcu dari piauwkiok "Harimau Kemala" sudah turun
tangan dan berada di kota ini. Bila tiba waktunya biar aku atau Ji-heng yang
menghadapinya. Mendengar pembicaran mereka dan sudah memastikan bahwa memang benar
mereka yang berada di dalam ruangan itu adalah kawanan penjahat yang selama ini
menghadang barang bawaan piauwkioknya, Liu Cin Hok tidak sabar lagi dan
membentak "Aku Liu Cin Hok sudah di sini, kalian perampok laknat jangan harap
lolos kali ini dari tanganku"
Mereka yang berada di dalam ruangan kaget sekali, dengan sebat mereka
menghadang dan mengepung Liu Cin Hok. Dengan mengembangkan seantero
kepandaiannya, Liu Cin Hok menghadapi kawanan perampok itu dengan gagah
berani.
Dendam Kesumat Pendekar Cinta Karya Tabib Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kalian mundur semua" kata pria pertengahan menyuruh mundur anak buahnya. "Ji-
heng, tolong kau hadapi siau kongcu kita ini" kata pria itu.
Dengan lagak jumawa keluar seorang pria berusia 35 tahunan dengan wajah
berkumis dan matanya tajam bagaikan elang, menghampiri Liu Cin Hok.
"Rupanya ini siau kongcu dari perusahaan piauwkiok "Harimau Kemala, lebih baik
suruh bapakmu datang ke sini menghadapi aku" katanya sambil mencemooh.
Dengan tenang Liu Cin Hok menghadapi pria yang dipanggil Ji-heng itu dan tidak
memberikan komentar apapun. Ia sadar akan menghadapi pertempuran hidup mati
dengan kawanan perampok ini dan diperlukan ketenangan serta tidak terpancing
dengan siasat yang dijalankan musuh. Ia langsung mengambil inisitif menyerang
dan ingin menyelesaikan pertempuran secepat mungkin. Kematangan jurus yang ia
lancarkan sudah mencapai taraf tertinggi, tidak malu ia sebagai orang kedua dari
perusahaan piauwkiok "Harimau Kemala" yang membawahi ribuan orang. Dari
pengalaman tempurnya selama ia membantu ayahnya menjalankan perusahaan
piauwkiok, baru kali ini ia menghadapi perlawanan yang ketat dari musuhnya.
Perampok yang di panggil dengan Ji-heng ini memiliki ilmu pedang yang cukup
mengejutkan, dengan baik ia dapat melayani semua serangan Liu Cin Hok bahkan
membalas dengan tidak kalah hebatnya. Liok Han Ki dan Lie Kun Liong yang masih
bersembunyi di atas pohon menyaksikan dengan kagum jalannya pertempuran di
bawah. Mereka mengagumi kecepatan dan keindahan ilmu pedang Go Bi Pay yang
dimainkan Liu Cin Hok. Namun mereka juga heran dan kagum akan kehebatan ilmu
pedang yang dimainkan oleh si perampok itu yang dapat mengimbangi dengan baik
semua serangan Liu Cin Hok. Mereka tidak dapat meraba dari aliran mana ilmu si
perampok itu. Jelas ia termasuk jago kosen dunia persilatan namun Liok Han Ki
yang sudah cukup berpengalaman berkecimpung di dunia persilatan belum pernah
mendengar ada jago kosen dengan ilmu pedang yang sangat lihai ini.
Khawatir Liu Cin Hok di bokong selagi bertempur, mereka berdua lalu turun
menerobos ke dalam ruangan Kedatangan mereka di sambut dengan serangan
berbagai macam pedang yang dilancarkan oleh 4 orang perampok. Rupanya pria
pertengahan yang menjadi pemimpin sudah menduga bahwa Liu Cin Hok pasti
membawa kawan-kawannya untuk membantu menghadapi mereka.
Di keroyok masing-masing oleh dua orang perampok, Liok Han Ki dan Lie Kun Liong
melayani dengan tenang sambil sekali-kali melirik pertempuran Liu Cin Hok. Ilmu
pedang yang dimainkan ke empat perampok itu berasal dari sumber yang sama
dengan perampok yang bernama Ji-heng, jelas mereka berasal dari perguruan yang
sama. Liok Han Ki melayani mereka dengan hati-hati dan mengerahkan semua
kemampuannya untuk mengalahkan mereka. Dengan jurus pedang andalannya ia
mencecar ke dua perampok itu sehingga mereka hanya bisa bertahan sekuatnya
tanpa mampu membalas. Namun tidak mudah bagi Liok Han Ki untuk merobohkan
mereka karena mereka bertahan dengan gigih, dibutuhkan puluhan jurus lagi
sebelum ia dapat menghancurkan pertahanan mereka.
Sementara itu Lie Kun Liong juga menghadapi pertarungan yang ketat dengan
lawan-lawannya. Baru kali ini ia terlibat pertempuran yang hebat sejak turun
gunung sehingga merupakan kesempatan untuk menambah jam tempurnya. Ia
mengeluarkan jurus-jurus pedang yang sering dilatihnya menghadapi mereka.
Ternyata tidak sia-sia ia berlatih dengan tekun, lawan-lawannya sangat keteteran
menghadapi ilmu pedangnya. Tidak sampai belasan jurus lagi mereka berdua pasti
kalah namun kedua perampok itu bertahan sebisanya sambil mengharapkan
bantuan dari teman-temannya.
Menyaksikan jalannya pertempuran itu, si pemimpin perampok sadar kalau dibiarkan
lebih lama merka akan mengalami kekalahan, maka ia memerintahkan tiga orang
yang tersisa untuk ikut mengeroyok Liok Han Ki sehingga Liu Cin Hok dan Liok Han
Ki masing-masing menghadapi 3 orang perampok. Keadaan sementara cukup
berimbang. Sedangkan si pemimpin perampok juga ikut terjun kedalam pertempuran
dan mengeroyok Lie Kun Liong. Ia memilih Lie Kun Liong karena ia sadar dari
ketiganya yang ilmunya paling tinggi adalah Lie Kun Liong.
Mendapat bantuan dari pemimpinnya, kedua perampok yang mengeroyok Lie Kun
Liong bernafas lega karena tekanan terhadap mereka mengendur sedikit. Lie Kun
Liong harus membagi perhatiannya terhadap serangan dari si pemimpin perampok.
Serangannya tidak boleh dianggap enteng, ia harus mengerahkan semua perhatian
utuk menghadapinya. Si pemimpin merupakan lawan paling tangguh yang pernah
dihadapi Lie Kun Liong sejak turun gunung. Tidak heran perusahaan piauwkiok
"Harimau Kemala" mengalami pembegalan sampai delapan kali tanpa perlawanan.
Ternyata para perampoknya memiliki ilmu silat yang sangat mengejutkan.
Semakin lama pertempuran semakin sengit dan semakin mendebarkan hari, semua
pihak bertarung mati-matian untuk meraih kemenangan.
Semakin lama dikeroyok oleh tiga perampok itu, Liu Cin Hok mulai terdesak dan
sekarang keadaan mulai berbalik ia hanya bisa bertahan dan sesekali melancarkan
serangan. Liok Han Ki yang menyaksikan itu sadar ia harus segera merobohkan
lawan-lawannya secepatnya dan membantu Liu Cin Hok. Ia melancarkan serangan
ke arah salah satu pengeroyoknya yang paling lemah sambil berkelit dari tujaman
pedang perampok lainnya. Kali ini serangannya cukup berhasil menggores pundak si
perampok hingga bercucuran darah dan tekanan sedikit berkurang. Dengan
semangat Liok Han Ki terus mengincar lawannya yang terluka. Ujung pedangnya
berkelabat ke sana kemari menangkis serangan lawan sambil mencari kesempatan
untuk melakukan serangan yang mematikan. Kesempatan itu datang tidak lama
kemudian ketika perampok yang terluka itu gerakannya sedikit lambat dan tidak
disia-siakan Liok Han Ki. Sambil berputar ia menyabetkan pedangkan ke arah perut
si perampok dan disusul dengan serangan kilat yang tak dapat ditangkis oleh
perampok yang terluka - ia hanya melihat kilau pedang Liok Han Ki sudah berada
di depan mata dan tahu-tahu sudah menembus tenggorokannya. Dengan
mengeluarkan suara krok krok si perampok sudah mati sebelum jatuh ke lantai.
Kedua perampok yang lain dengan meraung murka semakin memperhebat serangan
mereka namun dengan berkurangnya satu orang yang mengeroyoknya, Lik Han Ki
semakin leluasa memainkan ilmu pedangnya sampai tingkat tertingginya. Ia mulai
melancarkan serangan-serangan kilat dan kilau pedangnya berseliweran bagaikan
sinar pelangi sehabis hujan sore hari, sangat indah sekali. Tapi bagi kedua
perampok itu pedang Liok Han Ki bagaikan malaikat pencabut nyawa yang semakin
dekat mengancam mereka. Dengan gerakan yang sangat manis Liok Han Ki
menghabisi salah satu pengeroyoknya tanpa sempat dihalangi lawannya yang lain.
Kini dengan hanya tersisa satu orang, Liok Han Ki dengan cepat menghabisi
lawannya yang sudah patah semnagat bertempurnya, lalu meluncur ke arah Liu Cin
Hok untuk membantu menghalau kawan perampok itu. Kedatangannya menambah
semangat Liu Cin Hok, dengan bergabung keduanya mampu melayani keroyokan ke
tiga perampok itu. Di pertempuran antara Lie Kun Liong dan lawan-lawannya juga sudah mendekati
tahap akhir dimana salah seorang perampok sudah terluka kakinya oleh pedang Lie
Kun Liong. Mendadak si pemimpin perampok itu bersuit nyaring sambil melemparkan
semacam bola kecil ke lantai dan segera mengeluarkan asap memenuhi seluruh
ruangan. Melihat gelagat yang tidak menguntungkan pihaknya si pemimpin
perampok memberi isyarat mundur ke anak buahnya.
Lie Kun Liong, Liok Han Ki dan Liu Cin Hok mundur keluar ruangan menghindari
asap tersebut, takut asap itu mengandung racun. Setelah asap buyar, kawanan
perampok itu sudah menghilang di kegelapan malam.
"Tidak usah di kejar, siapa tahu mereka masih mempunyai kawan-kawan lainnya"
kata Liu Cin Hok. Mereka lalu memeriksa isi gedung dan di salah satu ruangan mereka menemukan
peti-peti hasil rampasan dari piauwkiok "Harimau Kemala".
"Aku mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan jiwi berdua, tanpa bantuan
kalian entah apa yang terjadi" kata Liu Cin Hok sambil menghela nafas.
"Sama-sama Liu-heng, sudah sepantasnya kita sebagai kaum persilatan saling
membantu" sahut Lie Kun Liong.
"Aku harus segera memberi kabar ke ayah bahwa kawanan perampok ini sangat lihai
supaya dapat berjaga-jaga. Mungkin kami harus mengundang teman-teman ayah
untuk menghadapi mereka" kata Liu Cin Hok.
"Aku rasa mereka sementara pasti berdiam diri dulu sambil menyusun kekuatan baru
sebelum bertindak lagi" kata Liok Han Ki. Yang mengherankan siapa orang dibalik
semua ini yang bisa mempunyai anak buah selihai itu dan memiliki ilmu silat yang
tidak kalah dengan murid-murid utama partai-partai besar. Dan apa tujuan mereka
membegal piauwkiok "Harimau Kemala" "
Setelah membereskan peti-peti yang berisi barang-barang kawalan piauwkiok
"Harimau Kemala", Liok Han Ki dan Lie Kun Liong berpisah dengan Liu Cin Hok
kembali ke penginapan mereka untuk beristirahat memulihkan tenaga.
Keesokan harinya mereka melanjutkan perjalanan mereka yang tertunda beberapa
hari. 5. Musibah di Sungai Yangtze
Suatu pagi mereka tiba di perkampungan nelayan di tepi sungai Yangtze. Sungai
Yangtze adalah sungai terpanjang di antara 7 sungai besar lainnya di Tiongkok.
Di bagian tengah dan hulu sungai terdapat tiga buah ngarai yang sangat panjang
dan merupakan daerah pemandangan yang sangat terkenal keindahannya bagi para
pelancong. "Lie-heng bagaimana kalau kita melanjutkan perjalanan dengan menyewa perahu
sehingga bisa menghemat waktu dan lebih santai" tanya Liok Han Ki.
"Boleh juga, aku memang belum pernah berkelana menyusuri sungai" sahut Lie Kun
Liong. Mereka lalu mencari tukang perahu yang mau menyewakan perahunya. Umumnya
tukang perahu menolak membawa mereka karena tujuannya terlalu jauh. Beruntung
seorang kakek tua bersedia membawa mereka dengan perahunya.
Sepanjang perjalanan dengan gembira Liok Han Ki melantunkan syair penyair
terkenal Li Pai... K'la pamitan Baidi dililiti awan lembayung pagi
Ribuan li menuju Jiangling ditempuh dalam sehari
Sepanjang tepi belum terputus pekikan suara lutung
Biduk ringan sudah melaju melewati gunung gemunung .
Lie Kun Liong bertepuk tangan memuji suara merdu Liok Han Ki dan berkata "Liok-
heng sayir yang engkau lantunkan sangat cocok dengan keadaan kita sekarang,
ternyata di samping pandai meniup seruling, Liok-heng juga pandai berpantun ria"
Sambil tertawa Liok Han Ki berkata "Jangan bergurau Lie-heng, aku juga tahu Lie-
heng juga pasti pandai ilmu surat. Bagaimana kalau Lie-heng menyumbangkan
sebuah syair buat aku dengar"
"Baiklah tapi jangan ditertawakan, pengetahuan aku masih kalah jauh sama Liok-
heng" kata Lie Kun Liong. Ia melantunkan syair buatan penyair Shi Jing...
Pohon persik muda mekar Bunganya indah mekar menyala
Anak dara jadi menantu Keluarga baru rukun bahagia
Pohon persik muda mekar Buahnya ranum padat berlimpah
Anak dara jadi menantu Rumah tangga rukun bahagia
Pohon persik muda mekar Daunnya subur hijau raya-raya
Anak dara jadi menantu Sanak keluarga ikut bahagia
Liok Han Ki bertepuk tangan dengan semangat dan berkata "Wah Lie-heng rupanya
sangat pandai dan memiliki pengetahuan yang dalam akan ilmu kesusasteraan,
kagum..kagum.." "Engkau bisa saja Liok-heng" sahut Liok Kun Liong malu. Syair ini sebenarnya aku
sering dengar dari sahabat aku sehingga cukup apal, tapi kalau di suruh
melantunkan syair yang lain aku menyerah.
"Kalau boleh tahu siapa sahabat Lie-heng itu, aku jadi ingin berkenalan" kata
Liok Han Ki ingin tahu. "Namanya Cin Cin dan teman aku sejak kecil" kata Lie Kun Liong.
"Jangan-jangan dia pujaan hati Lie-heng" kata Liok Han Ki bergurau namun
wajahnya sedikit berubah tapi Lie Kun Liong memperhatikannya.
"Cin Cin aku anggap sebagai adik sendiri, Liok-heng" kata Lie Kun Liong.
Liok Han Ki tidak mendesak lagi walaupun ia sangat penasaran akan latar belakang
Lie Kun Liong karena ia mempunyai kesulitan sendiri mengungkapkan jati dirinya.
Selama beberapa hari ke depan mereka dengan aman menyusuri sungai Yangtze.
Bila merasa bosan dengan bekal yang mereka bawa, mereka menyuruh si kakek
tukang perahu untuk menepi sebentar di kota terdekat dan memasuki restoran yang
paling besar serta memesan masakan yang enak. Setelah puas mereka kembali ke
perahu dan melanjutkan perjalanan. Untuk urusan tidur tidak mereka persoalkan
karena perahu itu cukup besar cukup untuk beristirahat buat mereka bertiga.
Suatu hari perahu mereka sedang melaju perlahan-lahan menyusuri sungai,
disebelah kanan-kiri sungai tampak pepohonan yang lebat dan rimbun. "Jiwi berdua
kita harus hati-hati di sini biasanya banyak begal air beraksi karena jauh dari
kota ata perkampungan terdekat. Tapi setahu lohu setahun yang lalu sudah
diobrak-abrik oleh seorang pendekar, namun siapa tahu masih ada sisa-sisa kawanan begal" kata
kakek tukang perahu sambil menengahkan dan mempercepat luncuran perahunya.
"Jangan khawatir lopek, kita akan hancurkan mereka bila masih berani menganggu
perahu yang lewat" kata Liok Han Ki. Memangnya siapa pendekar yang sudah
menghancurkan markas mereka tanyanya ingin tahu.
"Menurut yang lohu dengar pendekar itu sedang menyusuri daerah sungai ini dengan
perahunya seorang diri, tiba-tiba di serang kawan begal air namun ternyata
pendekar itu lihai sekali, seorang diri ia mengalahkan puluhan begal air di atas
perahunya. Orang bilang pendekar itu masih muda dan julukannya adalah Si Pedang Kilat.
"Oh dia" kata Liok Han Ki.
"Apa Liok-heng kenal dengan pendekar itu" kata Lie Kun Liong. Ia ingat pernah
mendengar julukan Si Pedang Kilat dari penuturan
Cin Cin sebelum ia turun gunung.
"Aku pernah bertemu beberapa kali tapi tidak begitu mengenalnya" kata Liok Han
Ki dengan wajah sedikit berubah merah namun tidak kentara oleh Lie Kun Liong.
"Kalau tidak salah aku pernah dengar pendekar muda yang sedang naik daun saat
ini adalah Si Pedang Kilat dan Dewi Pedang" kata Lie Kun Liong.
Liok Han Ki diam tidak menanggapi seolah tidak mendengar perkataan Lie Kun
Liong. Tiba-tiba perahu mereka terguncang keras dan terdengar bunyi krak di bawah
perahu serta di tepi kiri sungai muncul belasan begal air sambil mendayung
perahu mendekati perahu mereka. Ada sekitar 5 perahu, mereka di pimpin seorang
pria tinggi besar dengan wajah berewokan.
Ternyata mereka di serang dari dalam dan luar sungai sekaligus.
"Mereka mau menenggelamkan perahu kita" kata Liok Han Ki dengan panik. Lopek
segera menepi, biar kita lawan mereka di tepi sungai. Namun sudah terlambat
untuk menepikan perahu karena perahu-perahu perompak itu sudah dekat jaraknya.
"Liok-heng bisa berenang?" tanya Lie Kun Liong dengan gugup. Ia yang tinggal di
gunung tidak pernah belajar berenang sehingga di serang begini rupa membuatnya
rada gugup. "Tidak bisa, aku dulu pernah belajar berenang tapi tidak diteruskan" sahut Liok
Han Ki dengan gugup pula.
"Bagaimana ini" kata kakek tukang perahu sambil tetap mendayung perahunya
dengan ketakutan. "Liok-heng engkau tetap di sini melindungi tukang perahu, aku berjaga-jaga di
belakang perahu" kata Lie Kun Liong buru-buru.
Para perompak itu mulai memanah mereka bertiga. Liok Han Ki sibuk menangkis
panah-panah yang mengarah ke tubuh si kakek dan ke tubuhnya. Dengan tangkas ia
menangkap anak panah-anak panah yang mengarah ketubuhnya lalu dengan
lwekangnya ia meluncur balikkan anak panah-anak panah itu ke para perompak.
Daya luncur yang sangat kuat tidak dapat di tangkis para perompak itu, beberapa
dari mereka tertembus ujung panah dan jatuh ke sungai.
Di bagian belakang perahu Lie Kun Liong juga diserang anak panah, dengan sebat
ia menangkapi anak panah-anak panah itu dan mengincar pemimpin perompak itu.
Sambil mengerahkan lwekang di tanganya ia membidikkan anak panah ke arah
pemimpin perompak itu namun ternyata pemimpin perompak itu cukup lihai, ia
menyampok panah yang dibidikkan Lie Kun Liong dengan dayungnya tapi tidak
sepenuhnya berhasil karena daya luncur panah sangat kuat. Ia hanya berhasil
menyerongkan arah luncur panah itu ke sampingnya. Sial untuk perompak yang
berada di samping itu terkena panah sampai tembus.
Dengan terkesiap pemimpin perompak itu memberi aba-aba beberapa anak buahnya
untuk terjun ke sungai dan membantu usaha teman-teman mereka yang sudah ada
di dalam air. Ia tahu ilmu silat ke dua pemuda ini rupanya sangat lihai dan ia
merasa jeri sehingga berharap dengan menenggelamkan perahu itu mereka bisa
menang di dalam air. Strateginya cukup berhasil, sudah ada beberapa orang perompak yang berhasil
menyelam di bawah perahu si kakek dan dengan kampak yang tajam mereka mulai
berusaha melobangi dasar perahu.
Dendam Kesumat Pendekar Cinta Karya Tabib Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lie Kun Long membidik para perompak yang berada di permukaan sungai dengan
anak panah yang berhasil ia tangkap. Sudah ada beberapa orang berhasil ia bunuh
dengan anak panah. Sebagian yang lain dengan cerdik menyelam ke dalam sungai
sehingga susah bagi Lie Kun Liong untuk membidiknya.
Perahu yang mereka tumpangi mulai di guncang-guncang oleh para perompak di
bawah air dan akhirnya air mulai masuk ke dalam perahu dengan cepat.
Si kakek tukang perahu sadar sebentar lagi perahunya akan karam, lalu ia terjun
ke dalam air dan berusaha berenang ke tepi sungai.
"Liok-heng mari kita lompat ke perahu mereka, sebentar lagi perahu ini karam"
teriak Lie Kun Liong. Dengan mengembangkan ginkang, mereka melayang ke perahu para perompak dan
hinggap di bagian buritan perahu sambil memutar-mutar pedang mereka menangkis
anak panah. Lie Kun Liong melompat ke arah perahu di mana pemimpin perompak itu berada.
Dengan cepat ia melancarkan serangan ke pemimpin perompak itu. Tahu dirinya
bukan tandingan Lie Kun Liong, pemimpin perompak itu lalu terjun ke dalam sungai
di ikuti anak-buahnya. Dengan selulup di bawah air mereka sekarang berusaha
menenggelamkan perahu yang dinaiki Lie Kun Liong dan Liok Han Ki, sedangkan
perahu yang lain sudah mereka tenggelamkan untuk berjaga-jaga kedua pemuda itu
melompat ke perahu yang lain.
Liok Han Ki berusaha mendayung perahu yang ia naiki ke tepi sungai, namun karena
tidak menguasai ilmu dayung perahunya hanya bergerak maju sedikit. Bagian bawah
perahunya sekarang sudah kemasukan air sungai, dengan panik ia mencoba
mmbuang air yang masuk namun tiba-tiba perahunya terguncang hebat sehingga ia
kehilangan kesimbangan dan tejatuh ke dalam sungai.
Sambil menahan nafas ia terus melawan dengan gigih para perompak itu di dalam
air. Ada sekitar lima orang perompak mengepungya di dalam air. Ia berhasil
menusuk mati dua dari lima orang perompak itu namun salah satu perompak
berhasil memegang kakinya dan menyeretnya makin jauh ke bawah sungai.
Saking paniknya ia lupa kehabisan nafas, dengan gelagapan ia meminum air sungai.
Makin lama makin banyak air yang ia minum dan akhirnya ia tidak tahu lagi apa
yang tejadi. Di bagian atas sungai Lie Kun Liong juga sedang keras menjaga agar perahu yang
ia rebut jangan sampai dilobangi perompak namun tidak berhasil. Air dengan cepat
mulai masuk dan membuat oleng perahunya. Tiba-tiba ia mempunyai akal, ia
mencabut beberapa lembar papan yang ada di perahu itu dan melemparkannya ke
sungai lalu ia melompat ke atas papan yang ia lemparkan tadi. Bagaikan burung
bangau ia melayang dan menutulkan kakinya di atas papan itu sebagai tempat
pijakan sementara sambil melemparkan papan-papan kayu yang lain menuju ke tepi
sungai. Dengan menggunakan papan-papan sebagai batu loncatan ia berhasil
mencapai tepi sungai. Ketika ia melihat ke tengah sungai, ia tidak melihat Liok Han Ki. Dengan gugup
ia berlari sepanjang sisi sungai mencari jejak kawannya itu namun Liok Han Ki
tidak kelihatan batang hidungnya.
Saat Lie Kun Liong melompat ke tepi sungai, kawanan perompak itu tidak tahu
karena mereka berada di bawah air. Dengan bersembunyi di balik pepohonan Lie
Kun Liong menunggu kawanan perompak itu keluar dari sungai.
Tidak berapa lama kemudian, seperti yang ia harapkan kawanan perompak itu keluar
dari sungai. Jumlah meraka tinggal beberapa orang saja termasuk pemimpin
perompak serta Liok Han Ki yang pingsan kebanyakan minum air sungai.
Dengan marah Lie Kun Liong tanpa basa basi keluar dari persembunyiannya dan
langsung menyerang para perompak dengan ilmu pedangnya. Jelas mereka bukan
tandingan Lie Kun Liong, hanya dalam waktu sekejap mereka terbasmi habis dan
hanya tinggal pemimpin perompak itu yang masih bertahan sekuatnya. Tapi akhirnya
dengan sabetan pedang yang di lancarkan Lie Kun Liong bagaikan kilat tidak dapat
ia hindarkan lagi. Ia tewas dengan tubuh tertembus pedang Lie Kun Liong.
Lie Kun Liong dengan tergesa-gesa menghampiri Liok Han Ki yang terbaring
pingsan, mukanya pucat dan perutnya kembung. Ia membalikkan tubuh Liok Han Ki
untuk mengeluarkan air dari perut lalu memeriksa nafas Liok Han Ki. Tidak ada
nafas, dengan panik ia membuka mulut Liok Han Ki dan menyalurkan nafas buatan
dari mulut ke mulut, namun sesudah beberapa kali mencoba tidak berhasil. Rupanya
di perut Liok Han Ki masih ada air sungai yang belum seluruhnya keluar. Tanpa
pikir panjang Lie Kun Liong menekan-nekan perut Liok Han Ki untuk mengeluarkan
air yang tersisa, lalu menempelkan telinganya di dada Liok Han Ki untuk memeriksa
denyut jantungnya. Jantungnya berhenti berdetak, segera ia menekan ke dua
tangannya ke dada Liok Han Ki namun terhalang sesuatu yang kenyal, dengan
heran ia membuka baju Liok Han Ki dan di depan matanya terpampang dua
gumpalan buah dada yang membusung dihiasi puting kecil kemerahan - tampak
segar dan ranum bagaikan buah apel segar kemerahan dan manis rasanya.
Payudara yang membusung itu di balut oleh kulit yang putih mulus dan lapat-lapat
tercium harum aroma tubuh gadis perawan. Lie Kun Liong terbelialak menatap
gundukan buah dada yang ranumdan terawat rapi, ternyata Liok Han Ki adalah
seorang dara muda!. Selama hidupnya belum pernah ia melihat buah dada seorang gadis perawan.
Dengan hati berdebar-debar Lie Kun Liong menutup baju Liok Han Ki dan dengan
mengeraskan hati ia meneruskan kedua tangannya menekan dada Liok Han Ki
secara berkelanjutan sambil sekali kali meniupkan nafas ke mulut Liok Han Ki.
Tiba-tiba Liok Han Ki tersedak dan nafasnya mulai berjalan kembali. Lie Kun
Liong menghentikan usahanya sambil menatap wajah Liok Han Ki yang mulai berubah
warnanya dari pucat ke warna kemerahan. Dengan perlahan Liok Han Ki membuka
matanya dan melihat wajah Lie Kun Liong yang masih melongo kebingungan berlutut
di samping tubuhnya. Sambil berusaha duduk ia bertanya kepada Lie Kun Liong "Lie-heng, apa yang
terjadi, bagaimana dengan perompak-perompak tadi?" Ketika ia sedang berbicara,
sekonyong-konyong ia melihat bajunya tersingkap dan akibatnya buah dadanya
kembali tersembul keluar sebagian. Dengan menjerit lirih ia merapatkan bajunya
sambil menatap tajam Lie Kun Liong dengan kedua bola matanya yang mulai
mengeluarkan letupan-letupan kemarahan.
"Ma..aaf caa..hyee tidak sengaja, jantung dan nafas Liok-heng berhenti,
terpaksa..." kata Lie Kun Liong dengan terbata-bata tanpa menyelesaikan perkataannya.
Liok Han Ki segera ingat apa yang terjadi, terakhir kali ia berada di bawah
sungai sedang bertempur dengan kawanan perompak, ia sadar apa yang dilakukan Lie
Kun Liong adalah untuk menolongnya. Namun sebagai seorang gadis ia merasa malu
seorang pria telah menyentuh bibir dan melihat buah dadanya yang putih bersih.
Sambil terisak ia berlari menjauhi Lie Kun Liong.
Lie Kun Liong diam terpaku menatap kepergian Liok Han Ki. Ia tidak mempunyai
tenaga untuk mengejarnya, sudah terlalu banyak kejadian hari ini yang membuat
dirinya shock. Dengan tubuh lunglai ia meninggalkan tepi sungai dan melanjutkan perjalanan
seorang diri. Akhirnya ia sampai di kota dan segera mencari penginapan untuk membersihkan
badan dan berharap berjumpa Liok Han Ki di situ.
Keesokan harinya ia berkeliling kota mencari Liok Han Ki namun bayangannyapun
tak tampak, gelagatnya Liok Han Ki tidak berada di kota ini atau jangan-jangan
telah berlalu dari kota ini pikirnya.
Tergesa-gesa ia kembali ke penginapan dan meminta pelayan hotel membelikannya
seekor kuda, ia berniat melanjukan perjalanan dengan berkuda supaya lebih cepat.
6. Si Pedang Kilat Suatu ketika ia sampai di daerah pegunungan di pinggir tanah cekung wilayah
Sichuan dengan hamparan tanaman teh seperti karpet tebal berwarna hijau. Semilir
udara segar pegunungan berhembus pelan hingga daun-daun teh bergoyang
seirama. Siang itu, terik matahari sepertinya malu-malu membakar bumi karena
terhalang awan dan pepohonan. Rasa lelah dan penat karena seharian menunggang
kuda sepertinya tak terasa. Badan menjadi segar dan pikiran pun terasa lapang.
Di kebun teh itu tampak para wanita pemetik teh yang rajin sedang sibuk memetik
daun teh sambil menyanyikan lagu memetik daun teh, lagu yang mereka nyanyikan
turun temurun. Kesemua itu membentuk gambaran kehidupan petani yang indah di
Sichuan bagian barat. Terlihat serombongan anak-anak dengan baju berwarna-warni menari, berkejaran
menikmati suasana panen teh dengan mengejar kupu-kupu. Menurut legenda,
seorang petani obat pada jaman Dinasti Han Barat, Wu Lizhen yang pertama kali
menanam pohon teh di gunung ini, ia menanam 7 batang pohon itu di gunung
tersebut. Konon ketujuh pohon teh itu masih tetap subur meski telah berusia
ribuan tahun, dan setiap tahun tumbuh daun teh muda yang sempit dan panjang
serta sangat sedap rasanya. Ketujuh pohon teh itu oleh masyarakat setempat dinamakan
Teh Dewata. Di sebelah kiri kebun teh itu terdapat sebuah warung teh bagi para pelancong
yang ingin menikmati secangkir teh segar. Sambil menunggang kudanya perlahan-
lahan Lie Kun Liong menyusuri pegunungan itu melalui jalan tanjakan berbatu menuju
warung teh itu. Sambil menunggu teh yang di pesan datang, ia menyaksikan pemilik
warung yang sibuk mengolah daun teh. Dengan cara yang sangat tradisional, si
pemilik warung menggoreng daun teh di wajan dengan tangan, daun teh yang hijau
dengan cepat berubah menjadi kuning muda dan menyebarkan harum yang sedap
dan segar. Di sekitar warung teh terdapat belasan pohon ginko kuno yang tumbuh subur. Duduk
di kursi bambu, mereguk minuman teh yang sedap dan segar di bawah pohon sambil
melepas pandang ke gunung yang jauh, Lie Kun Liong bisa merasakan ketenangan
yang syahdu. Selagi menikmati teh dalam suasana alam yang indah dan tenang,
kupingnya yang tajam mendengar suara denting beradunya pedang di kejauhan.
Pada mulanya ia malas untuk mencampuri pertikaian dunia persilatan namun dari
bunyi beradunya pedang tersebut ia dapat membedakan pihak yang sedang
bertempur merupakan jago-jago kosen. Tertarik hatinya untuk melihat jalannya
pertempuran itu, segera ia mengembangkan ginkangnya ke arah suara tadi.
Ternyata di belakang perkebunan teh itu terdapat terdapat hutan bambu. Semilir
angin yang menerabas pepohonan bambu di sekitarnya mengalirkan keteduhan. Di
bawah rindangnya pepohonan bambu, seorang pemuda sedang bertanding dengan
seru melawan seorang nenek tua berusia enam puluh tahunan. Walupun
kelihatannya lemah dan tua tapi gerakan si nenek sangat lincah tidak kalah
lihainya dengan si anak muda. Pedang di tangan pemuda itu berkelabat bagaikan
kilat menyambar ke sana kemari mengincar tubuh tua si nenek. Pemuda itu berusia
sebaya dengannya, wajahnya cukup tampan dan sedikit jumawa, pakaian yang
dikenakannya terbuat dari bahan berkualitas berwana hijau muda. Gerak-geriknya
sangat sebat dan menguasai ilmu pedang yang sangat tinggi. Gerakan ilmu pedang
pemuda ini sangat mengandalkan kecepatan dan ketajaman bilah pedang. Gaya
pedang yang dimainkannya sangat tidak mengenal ampun, semua serangan
dilakukan dengan sepenuh hati seolah-olah ia menyerahkan seluruh jiwanya ke
dalam pedang, sangat mengiriskan hati. Selama berkelana di dunia persilatan
beberapa bulan ini, pemuda inilah yang menurut hasil pengamatannya memiliki ilmu
pedang yang tidak kalah dengan ilmu pedangnya.
Lie Kun Liong tidak yakin apakah ia sanggup mengalahkan ilmu pedang si pemuda
itu dengan ilmu pedang perguruannya. Entah persoalan apa yang terjadi diantara
mereka hingga melangsungkan pertempuran mati hidup di hutan bambu ini pikir Lie
Kun Liong. Ia tidak berani mencampuri sebelum jelas duduk persoalannya walaupun
ia bersimpati kepada si nenek tua yang terus bertahan dengan gigih terhadap
setiap serangan si pemuda itu. Sambil bersembunyi di balik rerimbunan pohon
bambu ia mengamati jalannya pertandingan dengan serius untuk menambah pengetahuannya.
Dengan sekilas saja ia sudah mampu mengingat setiap gerakan-gerakan yang hebat
dari kedua orang tersebut, memang gurunya sering memujinya memiliki bakat dan
ingatan yang sangat baik.
Setelah beberapa puluh jurus kemudian terlihat si nenek mulai agak keteteran
tapi ia tetap bertahan sekuatnya. Ilmu si nenek sebenarnya sangat lihai,
terbukti ia mampu melayani si pemuda ini tanpa terdesak. Kelemahan si nenek
adalah usianya, keuletannya kalah sama yang muda. Yang satu sedang dalam kondisi puncak
kemudaannya sedangkan yang lain sedang dalam kondisi menurun di usia tua.
Kedua orang itu sudah mengucurkan keringat di dahi masing-masing, tanda-tanda
kelelahan tampak di wajah keduanya. Siapapun yang menang pasti tidak mudah
diperoleh dan memerlukan pengorbanan tenaga yang banyak. Naga-naganya tidak
berapa lama lagi menang kalah dapat segera di tentukan.
Lie Kun Liong merasa serba salah, ia kasihan sama si nenek tapi ia belum tahu
masalah yang terjadi, takut terjadi kesalahpahaman.
Akhirnya ia memutuskan untuk menampakkan diri sambil berharap dengan
kedatangannya kedua orang ini berhenti berkelahi hingga ia bisa menanyakan duduk
persoalan sebenarnya. Harapan tinggal harapan, mereka yang sedang bertempur tidak berhenti sekalipun
mereka tahu kedatangan Lie Kun Liong bahkan jurus-jurus yang dimainkan semakin
ganas. Suatu ketika ujung pedang si pemuda berhasil menuai sukses mendekati tubuh
lawan serta memecah hawa chi si nenek mengakibatkan lobang darah di bagian
pundak si nenek. Dengan cepat darah mengucur keluar dan gerakan si nenek yang
lincah mulai berkurang terpengaruh oleh lukanya. Si pemuda tidak melewatkan
waktu sedetikpun, ia terus melancarkan rangkaian serangan mematikan.
Sadar akan bahaya yang dihadapinya, si nenek mengeluarkan segenap kemampuan
yang tersisa mendesak mundur si pemuda beberapa langkah sambil melemparkan
am gie (senjata rahasia) berbentuk bintang segi lima yang sangat tajam dan
terbuat dari logam. Selagi pemuda itu sibuk menangkis senjata rahasia, si nenek
melompat mundur dan melarikan diri ke arah Lie Kun Liong sambil berteriak "Anak
Kin, serang pemuda itu" dan menghilang di balik hutan bambu.
Lie Kun Liong melongo memandang belakang tubuh si nenek, mendengar kata-kata
nenek itu ia tidak mengerti. Namun belum sempat ia berbalik, terdengar siur
sambaran pedang sudah berada dekat punggungnya. Dengan mengerahkan
segenap kemampuan yang ia miliki, ia berhasil menghindarkan diri dari serangan
itu. Ternyata ia diserang oleh si pemuda yang menyangka Lie Kun Liong sebagai murid
atau cucu si nenek. "Eh nanti dulu looheng" kata Lie Kun Liong sambil sibuk menghindarkan diri dari
serangan ganas si pemuda. "Aku bukan siapa-siapa nenek itu" kata Lie Kun Liong
buru-buru. Tapi si pemuda itu tidak mau mendengarkan kata-kata Lie Kun Liong sedikitpun, ia
terus membombardir Lie Kun Liong dengan jurus-jurus mematikan. Terpaksa Lie Kun
Liong menghadapi si pemuda dengan penuh perhatian sebab kalau lengah sedikit,
tubuhnya akan bolong tertembus ujung pedang si pemuda.
Lie Kun Liong mengumpat dalam hati akan kesembronoan si pemuda itu, dengan
susah payah ia melayani si pemuda dengan tangan kosong. Tiada kesempatan
baginya untuk mencabut pedang yang berada di punggungnya. Untungnya ia sudah
sempat sedikit menyelami gaya ilmu pedang si pemuda tadi hingga sedikit banyak
ia masih bisa mengelak ke sana ke mari, lalu sambil melancarkan pukulan yang
disertai hawa lwekang, ia mencabut pedangnya untuk mempertahankan diri lebih
sempurna. Awalnya ia hanya mencoba mempertahankan diri sambil mencari kesempatan untuk
berbicara menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi namun serangan-serangan si
pemuda sangat ganas dan mematikan hingga ia sebagai pemuda yang masih
berdarah panas menjadi marah dan mulai membalas serangan si pemuda itu.
Terjadilah pertarungan yang jarang terjadi di dunia persilatan antara dua jago
pedang yang sama-sama masih muda dan bersemangat. Bagi keduanya ternyata
pertarungan ini merupakan pertarungan yang paling sengit yang pernah mereka
hadapi selama berkecimpung di dunia kangouw. Pedang yang mereka miliki sama-
sama pedang pusaka dan sudah menyatu dengan jiwa raga mereka. Saling
serangpun berlangsung dengan seru, masing-masing pihak mengeluarkan seantero
kemampuannya untuk mengalahkan lawan.
Kalau gerakan pedang si pemuda itu secepat kilat, gerakan pedang Lie Kun Liong
tidak kalah mantapnya. Kecepatan di hadapi dengan kemantapan. Sayang tidak ada
yang menyaksikan pertarungan kelas wahid ini. Suatu saat keduanya melancarkan
serangan pedang yang mengakibatkan bentrokan yang sangat keras sehingga
pedang di tangan mereka masing-masin terlontar ke atas terlepas dari pegangan
masing-masing. Dari situ dapat diketahui keduanya memiliki lwekang yang
setingkat. Sebenarnya kalau mau selagi pedangnya terlontar ke udara, Lie Kun Liong bisa
mengendalikan pedang dan untuk digunakan menyerang kembali si pemuda yang
telah kehilangan pedangnya dengan ilmu pedang terbang. Tapi ia masih sadar ini
kesempatan baik untuk menjelaskan salah paham ini.
"Harap dengarkan kata-kata aku loheng, aku tidak mengenal nenek itu sama sekali,
aku hanya kebetulan lewat di sini" kata Lie Kun Liong buru-buru takut si pemuda
Dendam Kesumat Pendekar Cinta Karya Tabib Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ia masih gelap mata dan menyerangnya membabi buta.
Pemuda itu tertegun sebentar, lalu menyadari bahwa murid ataupun cucu si nenek
itu tidak mungkin memiliki ilmu pedang yang selihai ini bahkan lebih lihai dari
si nenek. "Tapi aku dengar sendiri Hui Thian Mo Lie (Hantu permpuan terbang ke langit) itu
menyebutmu anak Kin" kata pemuda itu ragu-ragu.
"Aku juga tidak mengerti mengapa nenek itu memanggil aku begitu, mungkin dalam
keadaan terdesak ia mau melemparkan beban ke aku untuk meloloskan diri" kata Lie
Kun Liong penasaran. "Rasanya memang itu tujuannya, untung engkau menjelaskan kalau tidak aku bisa
salah membunuh orang tak bersalah" kata si pemuda seolah-olah yakin sekali Lie
Kun Liong pasti akan kalah bila pertandingan diteruskan.
Sambil tersenyum tawar Lie Kun Liong bertanya "Ada sengketa apa antara loheng
dengan nenek itu" Ia sedikit tidak suka akan kejumawaan si pemuda itu.
"Hui Thian Mo Lie itu adalah pembunuh keluarga misan aku, sudah lama aku
memburunya dan tempat ini akhirnya bisa menyandaknya. Sayang ia lolos kali ini
tapi lain kali jangan harap dia seberuntung ini" kata pemuda itu dengan lagak
sombongnya. "Maaf kalau kemunculan aku tadi menganggu rencana balas dendam loheng" kata
Lie Kun Liong "Tidak apa-apa, bukan salah loheng. Oh ya aku Bai Mu An, siapa nama loheng"
tanya pemuda yang bernama Bai Mu An itu.
"Rupanya Bai-heng yang terkenal dengan julukan si Pedang Kilat" kata Lie Kun
Liong kaget. "Tidak berani, teman-teman persilatan yang memberi julukan itu" kata Bai Mu An,
namun tidak mampu menyembunyikan rasa bangga diwajahnya.
"Nama aku Lie Kun Liong, kebetulan sedang berkelana di sekitar sini" kata Lie
Kun Liong diam-diam tertawa dalam hati melihat kejumawaan Bai Mu An.
"Lie-heng hendak kemana" tanya Bai Mu An.
"Aku mau pergi ke Nanking, sudah lama dengar akan kemegahan kota raja" jawab
Lie Kun Liong. Sebenarnya ia berharap dapat berjumpa dengan Liok Han Ki di sana
karena ia ingat akan pembicaraan mereka dulu. Entah mengapa sejak ia secara
tidak sengaja membuka penyamaran Liok Han Ki yang ternyata adalah seorang dara
bahkan melihat buah dada seorang gadis perawan untuk pertamakalinya, wajah Liok
Han Ki selalu terbayang-bayang dalam benaknya.
"Kebetulan aku juga hendak ke kota raja mencari teman" kata Bai Mu An.
"Bagaimana kalau kita berdua berjalan bersama?" tanya Bai Mu An. Ia merasa cocok
dengan Lie Kun Liong yang rendah hati.
"Boleh, kebetulan aku sendirian. Ditemani Bai-heng yang berpengalaman membuat
aku senang" jawab Lie Kun Liong.
7. Pencuri di Istana Nanking adalah ibu kota kerajaan dan dikenal sebagai pusat ilmu, kebudayaan,
kesenian sejak dahulu dan merupakan salah satu kota terpenting di Tiongkok dan
menjadi ibu kota sepuluh dinasti atau kerajaan. Juga dikenal sebagai "Ibu kota
Surga". Telah menjadi pusat kerajaan dan ekonomi bagi daerah delta sungai
Yangtze selama beratus-ratus tahun. Nanking juga adalah penghubung
pengangkutan di bagian timur Tiongkok dan kawasan muara sungai Yangtze.
Memasuki gerbang kota Nanking, Lie Kun Liong memandang sekeliling kota dengan
terkagum-kagum. Belum pernah ia melihat kota yang seramai ini dan makmur. Di
kiri kanan sepanjang jalan terdapat warung makan kecil sampai yang besar dan
penginapan-penginapan kelas satu. Tercium wangi masakan dari warung-makan
besar membuat perutnnya berontak minta diisi.
Ia mengajak Bai Mu An memasuki salah satu warung makan yang terbesar. Suasana
warung makan itu ramai sekali, para pelayan hilir mudik membawa masakan-
masakan yang membuat air liur menetes, semua masakan disajikan panas-panas
langsung dari dapur. Mereka memesan tumis sayur, burung dara goreng nanking
yang terkenal, dua botol arak dan empat mangkok nasi putih yang masih panas
mengepul. Dengan lahap mereka menyantap masakan yang dihidangkan dan ludes
dalam sekejap. Di sebelah mereka duduk sekawanan pemuda dengan pakaian yang mewah,
kelihatan mereka berasal daridari keluarga terpandang atau anak pejabat
pemerintahan. Mereka sedang membicarakan kejadian dua hari yang lalu di warung
makan ini. "Ciu-heng apa benar gadis itu cantik jelita" tanya pemuda berbaju putih kepada
kawannya yang bertubuh gendut.
"Benar toako, gadis itu baru tiba ke kota ini dan sedang makan di pojokan meja
sebelah sana sendirian sewaktu rombongan tuan muda Pai datang dan mencoba
mengoda gadis itu" jawab pemuda bertubuh gendut. Seperti yang toako ketahui,
pengawal tuan muda Pai sangat lihai tapi cukup dengan sebatang sumpitnya, gadis
itu membuat kedua pengawal Pai kongcu takluk. Kalau tidak percaya coba toako
lihat lobang bekas lemparan sumpit gadis itu di dinding sebelah sana. Memang
benar di dinding tersebut terdapat dua lobang kecil seukuran sumpit. Dengan
meleltkan lidahnya pemuda berbaju putih itu bertanya "Sungguh lihai sekali gadis
itu, apa yang terjadi kemudian ?".
"Dengan sebatang sumpitnya si gadis itu melayani kedua pengawal Pai kongcu
dengan seenaknya bahkan kedua telapak tangan pengawal itu berlobang tertembus
sumpit yang dilemparkan gadis itu lalu menembus dinding di sana. Tenaga gadis
itu hebat sekali" kata pemuda gendut itu.
"Bagaimana potongan gadis itu" tanya pemuda yang lain.
"Wajahnya cantik mempesona bagaikan putri istana, tingginya sedang dan tubuhnya
langsing, kulitnya putih dan halus, jari-jari dan alis matanya lentik sekali.
Sungguh jarang aku melihat gadis secantik itu" kata pemuda gendut itu kesengsem.
Mendengar pembicaraan para pemuda itu, Bai Mu An berkata pada Lie Kun Liong
"Rasanya yang mereka bicarakan adalah kawan yang aku lag cari, ciri-cirinya
mirip" "Siapa nama gadis yang Bai-heng hendak cari" tanya Lie Kun Liong
"Dia bernama Liok In Hong dan julukannya Sian Li Kiam (Dewi Pedang)" jawab Bai
Mu An. "Sian Li Kiam yang terkenal itu, ternyata Bai-heng kenal dengannya" kata Lie Kun
Liong. Dengan hati berdebar-debar Lie Kun Liong merasa curigai jangan-jangan
Liok Han Ki yang ia kenal merupakan penyaruan dari Liok In Hong si Dewi Pedang.
"Keluarga aku dengan keluarganya punya sedikit hubungan persahabatan tapi aku
baru-baru ini saja mengenalnya" kata Bai Mu An dengan wajah luar biasa.
Setelah urusan mengisi perut selesai, mereka lalu mencari penginapan yang bersih
untuk membersihkan badan dan memulihkan tenaga.
Di sore harinya mereka berkeliling di sekitar kota raja untuk menyerapi kabar
Sian Li Kiam namun bukan berita tentang Liok In Hong yang mereka dengar tapi
berita tentang berhasil dimasukinya gudang pusaka istana raja oleh maling yang lihai.
Kejadiannya berlangsung tadi malam. Para wie-su (perwira kerajaan) yang berjaga
tiada seorangpun yang menyadari gudang pusaka istana telah kemalingan, baru
pada keesokan harinya kejadian yang menghebohkan itu ketahuan. Semua orang
tahu bahwa istana raja di jaga sangat ketat, ibaratnya burung pun tidak leluasa
untuk terbang di atas istana apalagi manusia. Namun si maling itu berhasil
memasuki gudang pusaka dengan melewati penjagaan dari pasukan Gie-lim-kun (pasukan
penjaga istana) dan Kim-mie-wie (pasukan pengawal kerajaan bersulam emas).
Namun yang lebih mengherankan si maling tidak mengambil barang-barang
berharga seperti pedang pusaka, perhiasan emas dan berlian yang biasa di pakai
putri-putri istana. Ia hanya mengambil sebuah lukisan bergambar pemandangan
gunung di waktu musim salju. Memang lukisan itu cukup berharga karena
merupakan hadiah dari Khan Agung kerajaan Mongolia sebagai tanda persahabatan.
Dengan adanya peristiwa ini penjagaan istana semakin diperketat dan pintu
gerbang kota raja juga di jaga ketat. Setiap orang yang hendak keluar kota raja
di periksa bawaannya. "Entah siapa gerangan orang yang berani mati mencuri di istana kerajaan,
sedangkan yang dicuri hanya sebuah lukisan" kata Lie Kun Liong.
"Pasti seorang jago kosen kangouw dan memiliki peta keadaan istana yang mampu
melakukan pencurian itu" kata Bai Mu An.
"Berarti ia pasti bekerjasama dengan orang dalam untuk mendapatkan gambaran
keadaan istana, kapan waktu pergantian penjagaan, siapa yang sedang memimpin
Sumur Perut Setan 2 Pusaka Rimba Hijau Karya Tse Yung Pengasuh Setan 3
PENDEKAR CINTA JILID 1. DENDAM KESUMAT 1. Puncak Gunung Thai-San
Pemandangan gunung Thai San di musim semi sangat indah, dimana-mana akan
tercium harum bunga dan rerumputan dalam tiupan angin sepoi-sepoi. Juga tidak
ketinggalan gemericik air terjun dan sejuknya belaian angin gunung.
Di lereng-lereng gunung dan jurang bermekaran bunga-bunga liar seolah
menyambut kedatangan tamu dari jauh. Bunga-bunga di Gunung Thai San
kebanyakan tumbuh tebing-tebing terjal, maka hanya dapat dipandang dari jauh.
Hanya mereka yang memiliki ginkang yang tinggi dapat memetik dan merasakan
harum semerbaknya bunga gunung Thai San.
Setiap musim semi, gunung-gunung di sini menjadi lautan bunga persik, ada yang
warna putih, ada pula yang merah. Lembah-lembah di sini penuh ditumbuhi pohon
persik. Setiap musim semi, dilihat dari jauh, bunga-bunga persik warna merah
jambu menghias seluruh pemandangan."
Udara cerah dan jarang kabut membuat pelancong jarang melewatkan kesempatan
untuk melihat matahari terbit dari lautan awan di puncak gunung.
Di gunung Thai San ini terdapat lebih 300 puncak, 260 sungai.Dan untuk mencapai
puncak-puncak gunung itu tidaklah mudah, hanya ahli silat kelas satu yang dapat
mendaki puncak gunung Thai San.Parapemburu umumnya hanya berburu sampai di
sekitar kaki gunung, jarang yang mampu sampai ke puncak gunung.
Pagi hari, awan dan kabut tipis membubung perlahan-lahan menyelimuti seluruh
Gunung Thai San. Dilihat dari bawah gunung, puncak gunung tampak samar-samar,
kadang-kadang tertutup oleh awan, dan dilihat dari puncak gunung, tampak lautan
awan.Kadang-kadang di atas gunung kabut tebal menutup pemandangan, sedang di
bawah gunung hujan rintik-rintik; setelah kabut buyar, terhampar di depan mata
pemandangan yang indah menawan.
Jauh di atas puncak tertinggi gunung Thai San terdengar sayup-sayup suara beradu
denting logam. Ternyata suara itu berasal dari dua pasang pedang yang berkilauan
di timpa sinar matahari pagi.
Terlihat seorang pemuda tujuh belasan tahun dengan tubuh yang kekar dan kuat
sedang berlatih sejenis ilmu pedang sedang menyerang dengan sepenuh hati lawan
tandingnya - seorang tua berkisar 75 tahunan dengan rambut dan jenggot yang
sudah putih semua - melayani serangan si pemuda dengan sungguh hati. Yang
mengherankan untuk orang setua itu masih memiliki daya tahan yang kuat untuk
menahan dan membalas serangan pedang si pemuda dengan ilmu pedang yang
sama. Teknik pedang yang dipergunakan jelas merupakan salah satu ilmu pedang terhebat.
Gerakan ilmu pedang tersebut seolah-olah awan-awan yang menutupi matahari.
Sepintas ilmu pedang ini terlihat sangat dasar dan biasa-biasa saja. Namun bagi
mereka yang pernah merasakan langsung gerakan ilmu pedang ini terasa timbul
medan energi pelindung yang dapat menahan semua serangan lawan dan bahkan
dapat menjadi serangan senjata makan tuan bagi siapa saja yang berada dalam
lingkupan cahaya pedang. Si pemuda memiliki kecepatan yang mengagumkan sedangkan si orang tua memiliki
pertahanan yang sangat kokoh bak gunung Thai San yang tak tergoyahkan.
Makin lama gerakan pedang yang mereka mainkan semakin lambat, namun hawa
chi yang dipergunakan semakin besar. Kelihatannya jurus-jurus terakhir dari ilmu
pedang itu akan segera dilontarkan terbukti terkumpulnya hawa chi di ujung
pedang mereka sehingga gerakan pedang terlihat melambat. Dapat dipastikan
gabungan jurus-jurus pedang dengan chi dari tubuh mereka masing-masing menghasilkan
perpaduan jurus pedang sakti yang tak terkalahkan.
Tiba-tiba mereka saling melontarkan pedang dan mundur menjauh dengan cepat -
aneh namun nyata, pedang mereka tetap saling menyerang, ternyata dalam gerakan
terakhir ilmu pedang ini, pedang dikendalikan dengan lwekang (tenaga dalam) yang
tinggi sehingga pedang dapat mereka kendalikan sesuka hati. Kehebatan jurus
pedang yang mereka mainkan sangat mengiriskan hati.
Namun lama kelamaan jelas kelihatan si pemuda mulai keteteran mengendalikan
pedangnya dan tertekan oleh pedang si orang tua.
Trak... akhirnya pedang si pemuda patah dalam bentrokan terakhir dan terlempar
keluar dari lingkaran pedang.
"Cukup A Liong" kata si orang tua. Engkau sudah mencapai tingkat tertinggi dari
ilmu pedang kita, cuma lwekangmu perlu engkau latih lebih mendalam untuk
menyakinkan jurus terakhir dari pedang terbang supaya engkau dapat menjalankan
semua jurus pedang terbang. Rahasia ilmu pedang perguruan kita ini adalah dengan
memadukannya chi (hawa sakti) yang kau miliki dan akan menghasilkan perpaduan
yang tak terkalahkan. Lohu perkirakan asal engkau rajin bersemedi melatih
lwekangmu, tidak sampai 10 tahun ke depan, lwekang yang kau miliki sudah cukup
untuk menguasai ilmu pedang terbang perguruan kita.
"Terima kasih Suhu" kata si pemuda yang bernama Lie Kun Liong sambil berlutut.
Budi baik suhu tidak akan pernah murid lupakan. Sambil menghela nafas si orang
tua berkata "Lohu tahu engkau sudah tidak sabar lagi mencari musuh besarmu dan
membalas dendam kematian ayah bundamu yang sangat misterius". Dengan bekal
kepandaian yang sekarang engkau miliki, lohu boleh berlega hati membiarkanmu
turun gunung dan berkecimpung di dunia kang-ouw. Tidak banyak ahli silat kosen
yang dapat mengalahkanmu saat ini.
"Petuah Suhu akan selalu teecu patuhi" kata si pemuda. Memang benar teecu sudah
tidak sabar lagi mencari tahu siapa sebenarnya pembunuh yang membuat keluarga
teecu hancur. Setahu teecu waktu kejadian 12 tahun yang lalu itu, sedikitnya ada
5 orang yang berpakaian hitam dengan berkedok menutupi wajah yang menyerang
dan mengeroyok ayah dan ibu. "Lohu tahu" kata si orang tua. Kalau tidak
kebetulan lohu lewat di depan rumahmu dan mendengar suara pertempuran, mungkin
saat itu engkaupun akan mereka bunuh untuk membabat rumput sampai ke akarnya.
Namun sayang saat itu lohu sedang terluka dalam yang parah sehingga lohu tidak
yakin dapat mengalahkan mereka. Lagipula saat lohu tiba kedua orangtuamu baru
saja menghembuskan nafasnya di tangan mereka. Yang lohu perhatikan saat itu
adalah menyelamatkan dan menyembuyikanmu terlebih dahulu dari tangan kejam
mereka. "Oh ya suhu, kalau teecu boleh tahu siapa yang mampu membuat suhu terluka
parah saat itu" kata A Liong dengan rasa ingin tahu.
"Sebenarnya kau punya seorang susiok tapi susiokmu itu sejak dari dulu mempunyai
tabiat yang kurang baik sehingga sering melakukan perbuatan-perbuatan sesat dan
di benci oleh kaum persilatan. Lohu sudah berupaya agar susiokmu itu sadar atas
segala perbuatannya namun tak pernah dihiraukan, bahkan terakhir kali ia bertemu
lohu, susiokmu itu bekerjasama dengan kawan-kawannya mengeroyok lohu dan
membokong lohu secara pengecut dengan racun hingga lohu terluka parah.
Untungnya lohu berhasil meloloskan diri dari kerubutan mereka. Sebenarnya sejak
kecil lohu yang mewakili Insu mendidik dan mengajari ilmu silat susiokmu itu,
untungnya Insu sudah sejak awal melihat tabiatnya kurang baik sehingga ia
berpesan pada lohu untuk tidak mengajarinya 8 jurus terakhir ilmu pedang
terbang. Saat ini mungkin umur susiokmu berkisar 40 tahunan".
Boleh di bilang salah satu yang membuat lohu kecewa dalam hidup ini adalah tidak
mampu mengendalikan sepak terjang sute sendiri. Lohu harap jika engkau bertemu
dengan susiokmu itu, sampaikan kata-kata lohu supaya ia segera sadar atas
perbuatan jahatnya. Kalau dia tetap tidak berubah, engkau boleh melawan dan
membasminya - syukur bila engkau dapat memunahkan ilmu silatnya saja tapi kalau
keadaan terpaksa engaku boleh membasminya, demi ketenangan dunia kang-ouw.
Susiokmu bernama Tan Kin Hong, julukannya Tok-tang-lang (si belalang berbisa)
dan memiliki ilmu silat yang tinggi. Lohu rasa dengan ilmumu sekarang ini engkau
sudah mampu menandingi susiokmu, tapi satu perlu diperhatikan adalah ilmu
racunnya. Entah dari mana ia mempelajarinya, ia mempunyai keahlian meracuni
orang tanpa disadari yang bersangkutan, baik melalui makanan, minuman maupun
dari hembusan nafasnya. Semua senjatanya baik pedang, senjata rahasianya
dilumuri racun keji yang dapat membunuh secara seketika. Jadi berhati-hatilah
jika ketemu susiokmu. "Teecu akan berhati-hati suhu" kata si pemuda.
"Sebelum engkau turun gunung sebaiknya perlu lohu beritahukan sekilas keadaan
dunia persilatan sekarang ini biar engkau tidak buta akan keadaan dunia kang-
ouw. Saat ini Hong-tiang (ketua) biara Shaolin - Tiang Pek Hosiang, ketua partai Bu-
Tong - Kiang Ti Tojin , dan ketua partai Thai-San - Master The Kok Liang, serta ketua
perkumpulan Kay-Pang - Sun Lo-Kai merupakan tokoh yang paling berpengaruh di
dunia persilatan, boleh di bilang mereka adalah tokoh paling kosen dan dimalui
semua orang. Namun seperti yang engkau ketahui di antara ke empat tokoh tersebut
hanya Master The Kok Liang yang berkeluarga dan mempunyai seorang putri yaitu
teman mainmu Cin-Cin. Selain Master The Kok Liang, lohu juga berteman baik
dengan Sun Lo-Kai - Ketua Kay-Pang tapi sudah sudah belasan tahun ini lohu tidak
bertemu dengannya, disamping lohu sibuk mengajarimu ilmu, juga Sun Lo-Kai
senang berkelana ke seluruh penjuru sehingga bahkan murid-murid Kay-Pang pun
sulit menemukannya. Apabila kau mujur berjumpa dengannya, sampaikan salam dan pesan lohu supaya
dia tidak pelit ilmu. Mudah-mudahan ia mau mengajarimu sejurus dua jurus ilmu
saktinya". Sedangkan dengan Tiang Pek Hosiang dan Kiang Ti Tojin, lohu cukup
kenal dan pernah bertemu mereka tukar pikiran.
"Bagaimana dengan suhu ?" kata Lie Kun Liong, teecu yakin ilmu suhu tidak kalah
lihai dari mereka. "Huss.. jangan mengumpak suhu sendiri. Dalam dunia persilatan masih banyak
tokoh-tokoh kenamaan, hanya mereka tidak mau menonjolkan diri. Ingat pepatah
diatas langit masih ada langit".
"Baiklah besok engkau boleh pergi turun gunung, sekarang engkau boleh siap-
siap". "Baik suhu" kata Lie Kun Liong. Ia segera pergi kembali ke kamarnya dan
menyiapkan buntalan pakaian serta bekal yang dibutuhkan. Setelah itu ia pergi ke
puncak gunung Thai-San di sebelah timur dari pondok kediaman mereka untuk
menemui Cin-Cin. Mereka sudah semenjak lama berteman mulai di waktu ia baru
tiba di gunung Thai-San. Ia ingat waktu pertama kali suhu mengajaknya ke Thai-
San-Pay untuk menyambangi sahabat suhunya - ketua Thian-San-Pay Master The Kok
Liang, disana ia diajak oleh Cin Cin untuk berkenalan dengan saudara
seperguruannya. Tapi ia paling akrab dengan Cin Cin dan Tang Bun An, suheng Cin
Cin - murid pertama dari master The Kok Liang.
Mereka bertiga sering bermain, bercengkrama, berburu dan menjelajahi hutang di
gunung Thai San bersama-sama, bahkan kadangkala mereka bermalam di hutan
sambil membakar hewan hasil buruan, tidur beratapkan langit seolah-olah mereka
sedang berkelana di dunia kangouw.
Sesampainya di Thai San Pay, segera ia mencari Cin Cin dan Tang Bun An
memberitahu mereka akan kepergiannya esok hari.
"Kenapa mendadak sekali, aku mau minta ijin ke ayah agar diperbolehkan turun
gunung juga" kata Cin Cin sambil berlari masuk kedalam rumah mencari ayahnya.
Sambil tersenyum menatap kepergian Cin Cin, Tang Bun An berkata, "Engkau
beruntung Liong-heng boleh terjun ke dunia kangouw sekarang" Sedangkan menurut
suhu masih perlu waktu 1-2 tahun lagi bagi kami untuk menamatkan pelajaran.
"Moga moga kalian juga bisa turun gunung secepatnya, supaya kita bisa bersama-
sama berkelana dunia kangouw" kata Lie Kun Liong sambil tersenyum. Suhu
sebenarnya berat melepas kepergianku tapi suhu sadar cepat atau lambat aku harus
pergi dan mencari tahu siapa pembunuh keluargaku.
"Mudah-mudahan engkau berhasil membalas dendam kematian orangtuamu" kata
Tang Bun An. Oh ya, apa rencanamu begitu turun gunung "
"Aku akan kembali ke kampung halaman dulu, mencari tahu kabar dari tetangga
sekitar mengenai kejadian 12 tahun yang lalu, siapa tahu ada petunjuk yang bisa
didapatkan" Tak berapa lama kemudian Cin Cin kembali dengan wajah cemberut diiringi ayahnya
- Master The Kok Liang dan ibunya - Nyonya Hui Lan . Penampilan ketua Thian San
Pay ini sederhana dan bersahaja, berumur sekitar 50 tahunan namun masih tampak
lebih muda dari umurnya. Apabila tidak mengenal asal-usulnya, orang bisa
menyangka ia hanya susing (pelajar) pertengahan umur yang lemah. Namun di balik
penampilan yang lemah ini tersembunyi kekuatan dahysat dan tidak banyak tokoh
silat yang mampu menghadapi ilmu silatnya. Di usianya sekarang ini ia sudah
mampu menempatkan diri sebagai salah satu tokoh terbesar dan berpengaruh di Bu
Lim bahkan yang termuda di antara yang lainnya. Tiang Pek Hosiang, Kiang Ti
Tojin dan Sun Lo-Kai sudah berumur 70-80 tahunan. Di bawah kepemimpinannya ilmu
pedang perguruan Thai San Pay berkembang dengan pesat dan diakui rimba
persilatan sebagai salah satu ilmu pedang yang dahysat sejajar dengan Bu Tong
Pay. Saat ini partai Thai San memiliki kurang lebih 500 murid dengan 7 orang
murid utama yang memiliki kungfu tertinggi dan di kepalai oleh Tang Bun sebagai
murid pertama dan sudah mewarisi seluruh ilmu partai Thai San. Sedangkan Cin Cin
boleh di bilang masih kalah dari toa suhengya Tang Bun An, terutama di tenaga
lwekang. Namun apabila mereka berlatih bersama-sama, mereka berdua merupakan jelmaan
Master The Kok Liang dan nyonya Cen Hui Lan di masa muda. Sute-sute mereka
tidak mampu mengalahkan mereka walaupun di keroyok 6 orang.
Sedangkan istrinya yang bernama Chen Hui Lan merupakan pasangan yang
setimpal dengannya, selain sebagai istri, ia juga merupakan pasangan suaminya
dalam ilmu silat karena sebenarnya mereka adalah suheng-sumoy. Di waktu masih
muda keduanya sudah mengemparkan dunia persilatan dengan ilmu pedang bersatu
padunya. Kalau sang suami kelihatan gagah dan bersemangat, Nyonya Cen Hui Lan
lemah lembut dan bekas kecantikan di masa muda masih jelas terlihat. Tidak heran
kecantikan Cin Cin rupanya menurun dari orang tuanya.
"Hiantit, lohu dengar dari Cin Cin engkau mau turun gunung ?" kata Master The
Kok Liang. Apa benar "
Ya, paman suhu mengijinkan cayhe (saya) untuk menimba pengalaman di dunia
kangouw. Mulai besok aku turun gunung sekalian mohon pamit dan doa restunya
dari paman dan bibi. "Engkau harus berhati-hati A Liong" kata nyonya Cen Hui Lan, dunia kangouw
sangat kejam dan banyak tipu muslihatnya. "Apakah gurumu sudah memberitahu
keadaan dunia persilatan saat ini" kata Master The Kok Liang.
"Sudah paman" kata Lie Kun Liong. Bahkan menurut suhu paman termasuk empat
tokoh paling tersohor di dunia kangouw selain ketua Shaolin, ketua Butong dan
ketua Kaypang. "Wah gurumu pintar merendahkan diri rupanya hiantit" kata master The Kok Liang
sambil tertawa., siapa yang tidak kenal dengan Sin Kiam Bu Tek (Dewa Pedang
Tanpa Tanding) - Gan Khi Coan 30 tahun yang lalu, suhumu itu. Bahkan lohu masih
perlu belajar lagi kalau berhadapan dengan suhumu kata Master The Kok Liang
dengan serius. "Benar A Liong, bibi rasa omongan gurumu itu perlu di revisi sedikit. Yang benar
adalah 5 tokoh besar bukan empat, suhumu sudah pasti salah satu diantaranya"
kata nyonya Cen Hui Lan sambil tersenyum.
"Cin Cin setuju dengan perkataan ibu, aku pernah mencuri lihat latihan silat Gan
locianpwe (orang tua gagah) dan Liong-ko, sangat hebat dan mendebarkan hati"
kata Cin Cin sambil tertawa-tawa
"Cin Cin! Engkau tidak boleh mencuri lihat orang sedang berlatih kungfu, pantang
bagi kaum persilatan melakukannya" kata Master The Kok Liang dengan wajah
berkerut marah. "Tidak apa-apa paman, suhu sebenarnya sudah tahu kalau Cin-moy suka melihat
waktu kami berlatih. Suhu cuma berlagak pilon saja dan tidak marah" kata Lie Kun
Liong menenangkan keadaan.
"Syukur suhu A Liong tidak marah, sebenarnya mencuri lihat latihan orang
merupakan pantangan utama kaum persilatan, bahkan bisa menimbulkan
pertempuran mati hidup. Engkau tidak boleh melakukannya lagi Cin Cin" kata
master The Kok Liang masih dengan nada marah.
"Ya ayah" kata Cin Cin sambil menundukkan wajahnya. Tapi dengan sembunyi-
sembunyi meleletkan lidahnya ke arah Lie Kun Liong begitu ayahnya tidak melihat.
Lie Kun Liong tersenyum melihat kelakuan Cin Cin yang masih kekanak-kanakan itu.
Ia tahu Cin Cin memang manja dan suka bertindak sesuka hati. Ia menganggap Cin
Cin seperti adik sendiri karena ia tidak punya adik sendiri untuk disayangi.
Mereka bertiga lalu pergi ke belakang lembah di belakang partai Thai San, tempat
di mana mereka biasanya mengobrol dan bertukar pikiran.
"Liong-ko apa engkau sudah menguasai ilmu pedang terbang sehingga suhumu
memperbolehkanmu turun gunung" kata Cin Cin dengan rasa ingin tahu yang besar.
"Aku tidak heran sumoy, Liong-heng memang berbakat sekali bahkan ilmu suratnya
melebihi kita" kata Tang Bun dengan nada kagum. Menurut sunio (ibu guru wanita)
Liong-heng memiliki bakat yang sangat jarang sekali yaitu "Sekali melihat tak
terlupakan". "Engkau bergurau twako, dulu kalau bukan engkau dan Cin-moy yang memohon bibi
untuk memperbolehkan aku ikut serta belajar ilmu surat dengan kalian, mungkin
Dendam Kesumat Pendekar Cinta Karya Tabib Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
saat ini aku tidak melek huruf" kata Lie Kun Liong.
"Sekarang Liong-ko sudah menjadi pendekar yang Bun Bu Coan Cay (mahir ilmu
silat dan ilmu surat)" kata Cin Cin sambil bergurau.
"Kalian bergurau saja, bagaimana dengan kalian - siapa yang tidak kenal dengan
kehebatan gabungan ilmu pedang kalian, mungkin ilmuku tidak ada seujung jari
kalian" balas Lie Kun Liong.
"Bagaimana kalau kita coba-coba berlatih bersama" kata Cin Cin dengan semangat.
"Jangan sumoy, nanti suhu marah" kata Tang Bun buru-buru.
" Huh..penakut " cibir Cin Cin.
"Sudahlah jangan bergurau lagi" kata Lie Kun Liong. Mari kita bicara tentang
dunia persilatan. Apa saja yang kalian ketahui tolong beritahu untuk bekal
nanti. "Ketika susiok datang berkunjung tahun yang lalu, dia orang tua pernah
memberitahu bahwa untuk angkatan muda yang paling menonjol saat ini adalah
selain angkatan muda murid-murid utama partai Shaolin, Butong, Thai San, Kaypang, Hoa San Pay,
Go Bi Pay masih ada dua orang yang menjulang namanya akhir-akhir ini yaitu Bai
Mu An dengan julukan Si Pedang Kilat dan Liok In Hong dengan julukan Dewi
Pedang (Sian Li Kiam). Ilmu silat keduanya kabarnya sangat mengejutkan dan tidak
ada yang tahu berasal dari aliran mana ilmu pedang mereka" kata Cin Cin.
"Benar susiok memang suka berkelana, dia orang tua tahu benar perkembangan
dunia persilatan saat ini. Sayang susiok belum datang lagi ke sini, kalau tidak
engkau bisa menimba pengetahuan yang banyak Liong-heng" kata Tang Bun.
"Rupanya kalian masih punya susiok" kata Lie Kun Liong dengan heran. Selama
berkunjung di sini, aku tidak pernah tahu bahwa paman dan bibi masih punya
saudara seperguruan. "Engkau benar Liong-ko, waktu susiok datang setahun yang lalu engkau sedang
sibuk memperdalam ilmu pedang terbang dan selama kurang lebih 3 bulan engkau
jarang berkunjung ke sini" kata Cin Cin. Menurut ayah susiok memang jarang
datang ke sini, terakhir kali dia orang tua datang waktu aku masih bayi.
Sebenarnya sudah lama aku tahu masih punya susiok tapi karena jarang bertemu
jadi lupa. Ibu bilang ilmu silat susiok susah di ukur tingginya karena susiok
gemar sekali ilmu silat dan banyak belajar ilmu silat di luar Thai San Pay kita.
Sebenarnya yang harus menjadi ketua Thai San Pay adalah susiok sebagai murid
pertama kakek guru tapi susiok
tidak mau pusing dan harus menetap di gunung Thai San ini - dia tidak betah
makanya kakek guru menetapkan ayah sebagai penggantinya.
"Waktu berkunjung tahun kemarin susiok mengajarkan aku dan toako ilmu menutuk
jari dari negeri Taylie yang di sebut It Ci Sian. Ilmu ini sangat lihai bisa
menutuk urat nadi orang dari jarak jauh tanpa sepengetahuan yang bersangkutan.
Sampai sekarang aku cuma menguasai kulitnya saja, mungkin toako sudah menguasainya"
kata Cin Cin sambil melirik Tang Bun.
"Masih belum sesempurna susiok sumoy, tapi sudah lumayan.Yang penting adalah
lwekang harus kuat karena ilmu tutuk jari ini sangat mengandalkan tenaga dalam"
kata Tang Bun. "Selamat kalian bisa mendapatkan ilmu yang langka itu" kata Lie Kun Liong. Aku
jadi sedikit iri dengan kalian punya susiok yang maha lihai.
"Kalau engkau mau nanti aku ajari It Ci Sian" kata Cin Cin kepada Lie Kun Liong.
"Jangan-jangan, aku cuma bergurau, nanti susiokmu marah kamu sembarangan
mengajari orang ilmu yang dia ajarkan" kata Lie Kun Liong buru-buru. Wah sudah
siang, suhu pasti sudah menunggu-nunggu, aku pulang dulu yah - sampai ketemu
lagi di dunia kangouw kalau kalian sudah turun gunung.
"Liong-heng besok kami akan berkunjung ke tempatmu untuk mengantar
kepergianmu" kata Tang Bun.
"Tidak usah merepotkan, aku pergi pagi-pagi sekali - sampai ketemu lagi yah"
tampik Lie Kun Liong sambil berjalan pergi.
Cin Cin memandang kepergian Lie Kun Liong dengan termangu, ia merasa ada
sesuatu yang hilang - entah apa tapi yang jelas ia merasa sedih kehilangan teman
bermainnya. Untuk gadis usia lima belas tahun, ia tidak tahu perasaan itu adalah
benih-benih cinta. Selagi Cin Cin termenung, Tang Bun pun sedang melirik Cin Cin sembunyi-
sembunyi, didalam hatinya ia tahu Cin Cin merasa kehilangan Lie Kun Liong. Diam-
diam tanpa sepengetahuan kedua temannya ia sudah lama menaruh hati pada Cin
Cin. Diantara mereka dialah umurnya yang paling tinggi - delapan belas tahun
sehingga masalah cinta sedikit banyak ia lebih mengerti dari kedua kawannya itu.
Timbul beban berat di hatinya karena sadar punya saingan untuk merebut si pujaan
hati. Entah apa yang akan terjadi asmara segi tiga di antara mereka.
Di lihat dari penampilan, Tang Bun dan Lie Kun Liong sama-sama memiliki
kelebihan. Muka Tang Bun lebih kelaki-lakian dan sedikit kasar sedangkan Lie Kun
Liong wajahnya lebih halus sehingga terlihat lebih tampan. Dari bentuk tubuh
Tang Bun lebih kokoh dan terkesan gagah sedangkan Lie Kun Liong terkesan lemah
seperti siucai (pelajar lemah). Namun dari sorot mata, Lie Kun Liong lebih tajam
dan bersinar terang menandakan pemilik mata ini sudah menguasai ilmu lwekang
yang dalam. "Toa suheng! kenapa engkau menatapku terus, ada yang salah dengan
penampilanku" kata Cin Cin tiba-tiba sambil melihat ke a rah pakaian yang
dipakainya. "Tidak apa-apa sumoy" kata Tang Bun gelagapan.
"Mari kita pulang" ajak Tang Bun buru-buru.
Akhirnya mereka berjalan pulang dengan pikiran masing-masing.
Mereka tidak tahu harapan untuk turun gunung akan tercapai beberapa bulan
kemudian setelah Lie Kun Liong turun gunung.
2. Kembali ke kampung halaman
Bulan tiga seputar Kota Siangyang*,
Ribuan bunga, 'bak gambar sulaman.
Mana tahan, merana di musim semi,
Sudah gini, jadi penginnya minum.
Kaya miskin, panjang pendek usia,
Jengukan takdir, saat pagi buta.
'Bis seguci, tak p'duli hidup mati,
Sulit meramal, yang bakal terjadi.
Sudah mabuk, terus lupa daratan,
Tersentak kaget, cuma ada guling.
Tidak sadar diri, lupa semuanya,
Nikmatnya arak, di atas segala.
*sekitar kota Chang An sekarang
Syair buatan penyair kenamaan Li Pai ini terpampang di dinding kedai arak "Wei
An" di salah satu sudut kota Siangyang, terkenal akan ciu (arak)nya yang harum dan
memabokkan terutama arak Huangciu buatan kedai ini sangat terkenal. Boleh di
bilang pengemar arak yang mampir di kota Siangyang ini tidak akan melewatkan
kesempatan mencicipi Huangciu dari kedai ini.
Siang hari itu cerah dimana matahari bersinar lembut dan tiada awan, nampak
seorang pemuda berpakaian sederhana namun bersih mendatangi kedai arak "Wei
An" dan memilih duduk di pojokan meja dekat jendela menghadap jalanan. Ia
memesan seporsi bakmi, beberapa potong bakpau dan tentunya Huangciu buatan
kedai ini. Sambil menikmati Huangciu dan makanan yang dipesan, ia memandang jalanan
disekitarnya. Siang hari itu tidak banyak orang yang berlalu lalang begitu pula
keadaan kedai ini cuma berisi dua tiga orang tamu saja.
"Cukup sepi hari ini lopek" sapa si pemuda ke pelayan kedai.
"Ya kongcu (tuan muda), biasanya nanti mulai sore hingga malam hari pelanggan
kedai ini baru pada datang" sahut pelayan itu.
"Lopek sudah lama bekerja di sini?" tanya si pemuda.
"Sudah tigapuluh tahunan kongcu" jawab si pelayan.
"Aku (saya) baru pertama kali datang ke kota ini lopek, mau mengunjungi saudara
misan ayah yang tinggal di sebelah ujung jalan ini. Apakah lopek tahu letak
kediamanan keluarga Lie, yang menjalankan usaha toko obat ?" tanya si pemuda.
"Oh maksud kongcu adalah pemilik toko obat yang dipanggil Lie sinshe (tabib) ?"
jawab si pelayan dengan rasa kaget. Sayang sekali keluarga Lie sinshe 12 tahun
yang lalu mengalami musibah. Lie sinshe dan istrinya ditemukan tewas
mengenaskan dan anak lelakinya menghilang tak berketentuan. Menurut pelayan
keluarga itu yang kebetulan keponakan kenalan lohu - namanya A hwi, ketika
kejadian ia kebetulan sedang keluar dan baru saja hendak kembali ketika ia
melihat bayangan beberapa orang berpakaian hitam dan berkedok turun dari kereta
kuda dan menuju kediaman Lie sinshe.
Melihat gelagat kurang baik ia segera sembunyi di pojokan jalan. Tak berapa lama
kemudian ia mendengar suara orang berkelahi. Ia semakin ketakutan dan tidak
berani keluar dari tempat sembunyinya. Ia baru berani keluar setelah ia melihat
gerombolan berpakaian hitam itu keluar dan menghilang dikegelapan malam.
Dengan memberanikan diri, ia mengendap-endap mendekati kediaman Lie sinshe
dan menemukan suami istri itu telah tewas. Namun di dekat mayat Lie sinshe ia
menemukan sebaris huruf dari goresan tangan Lie sinshe sebelum meninggal.
"Apa isi tulisan tangan itu" tanya si pemuda dengan muka tegang.
"Tulisan itu cuma berisi kata Bu Tong" sahut si pelayan. Menurut pihak keamanan
kota, peristiwa itu merupakan perselisihan dunia kangouw sehingga mereka tidak
berani mengusutnya lebih lanjut dan langsung menguburkan mereka di pemakaman
di sebelah Timur pinggiran kota ini. "Apa benar mereka yang kongcu cari?" Tanya
si pelayan dengan nada menyelidik.
"Kemungkinan besar benar lopek" kata si pemuda dengan nada sedih. Aku mau
menyambangi kuburan mereka untuk memberi penghormatan terakhir, mohon
tunjukan arah ke pemakaman itu lopek" kata si pemuda.
"Silakan kongcu ambil arah ke kiri dari ujung jalan ini, lalu setelah sampai ke
pinggiran kota, belok ke kanan. Tidak jauh dari situ ada bukit dan di puncak
bukit itu kuburan mereka berada" jawab si pelayan.
"Terima kasih banyak lopek atas informasi dan petunjuknya" sahut si pemuda
sambil membayar makanan dan memberi tip yang lumayan besar buat si pelayan itu.
"Sama-sama kongcu" jawab si pelayan dengan muka berterima kasih.
Mengikuti petunjuk si pelayan tadi, si pemuda yang kita kenal sekarang sebagai
Lie Kun Liong tiba di puncak bukit dimana kuburan itu berada. Keadaan kuburan
siang hari itu sunyi dengan beberapa deretan kuburan yang masih segar dan merah.
Ia berjalan perlahan-lahan membaca tanda nama di setiap kuburan itu yang cukup
luas. Di ujung kuburan itu akhirnya ia menemukan papan nama kedua orangtuanya.
Sambil berlutut dan menumpahkan air mata kesedihan yang sudah lama ditahannya
di depan kuburan kedua orangtuanya, Lie Kun Liong berdoa bagi ketenangan jiwa
mereka dan memohon petunjuk mereka untuk dapat menangkap pembunuh
berdarah dingin itu. Di saat ia masih di landa kesedihan, tiba-tiba ia mendengar suara seruling.
Suara itu datang cukup jauh dari kuburan dan dari arah berlawanan dimana ia
datang tadi. Dengan perasaan tertarik, Lie Kun Liong berjalan mendekati suara seruling itu.
Ternyata suara seruling itu berasal dari bawah bukit sebelah Barat. Di atas batu
besar duduk bersila seorang pemuda berbaju putih sedang meniup seruling. Suara
seruling itu lembut dan merdu serta mendayu-dayu. Dengan irama lagu cinta yang
lancar, nadanya relatif panjang dan dapat dengan baik mengungkapkan seluruh
pikiran dan perasaan si peniup suling. Memberikan rasa indah yang mendalam.
Setelah selesai meniup seruling si pemuda berbaju putih lalu bangkit dan
berbalik menghadap arah datangnya Lie Kun Liong. Rupanya ia sudah tahu
kedatangan Lie Kun Liong. Wajahnya sangat tampan dan halus. Pakaian yang dikenakannya putih
bersih dan terbuat dari bahan kwalitas bagus. Ia kelihatan seperti seorang
siucai yang hendak menempuh ujian di kota raja.
"Tiupan seruling saudara sangat merdu, maaf bila aku menganggu ketenangan
saudara" kata Lie Kun Liong sambil berjalan mendekat. Aku Lie Kun Liong
kebetulan berada di kuburan di sebelah sana dan mendengar tiupan seruling
saudara. "Ah, tidak apa-apa " kata si pemuda baju putih. Aku juga kebetulan lewat dan
tertarik dengan suasana pemandangan di sini sehingga timbul keinginan untuk
meniup seruling. Nama aku Liok Han Ki. Saudara penduduk di sekitar sini "
"Di sini kampung halaman aku dan baru hari ini kembali ke sini untuk menyambangi
kuburan orang tua aku " kata Lie Kun Liong. Karena Liok-heng baru pertama kali
ke sini sebaiknya Liok-heng bermalam di penginapan dekat tengah kota. Penginapan
di sana cukup bersih dan ada restorannya sehingga tidak perlu keluar dari
penginapan untuk mencari makan.
Kalau Liok-heng suka minum arak, tidak boleh melewatkan arak buatan kedai arak
"Wei An" yang terletak di sudut kota ini.
"Terima kasih atas petunjuk Lie-heng, aku sebenarnya tidak biasa minum arak tapi
untuk secangkir dua cangkir bolehlah, apalagi kata-kata Lie-heng tentang arak
buatan kedai "We An" menarik minat aku untuk mencobanya" kata Liok Han Ki.
Sesampainya di kedai arak mereka langsung memesan dua poci arak Huangciu dan
makanan sekedarnya. "Memang enak dan harum arak ini, sudah lama aku tidak mersakan arak seharum
ini" kata Liok Han Ki sambil menuang kembali seloki arak. Maaf, kalau aku lihat
Lie-heng pasti memiliki ilmu silat yang tinggi. Kalau boleh tahu siapa guru dan
dari aliran mana perguruan Lie-heng " tanya Liok Han Ki.
"Ah cuma untuk sekedar jaga diri saja Liok-heng, aku belajar dari guru silat
biasa dan bukan dari aliran perguruan terkenal" sahut Lie Kun Liong mengelak.
Malah ilmu silat Liok-heng pasti lihai sekali sambil menatap sarung pedang yang
di sandang Liok Han Ki. Sambil tersenyum Liok Han Ki berkata, "Lie-heng terlalu merendahkan diri,
melihat sinar mata Lie-heng yang tajam aku rasa tidak sembarang jago silat dapat
mengalahkan Li-heng".
"Oh ya, Liok-heng hendak menuju kemana ?" kata Lie Kun Liong mengalihkan
perhatian. "Sejak keluar dari perguruan aku ingin sekali berkunjung ke kota raja. Sudah
lama aku dengar kemegahan Nanking yang terkenal dengan masakannya yang enak-enak
dari restoran-restoran terkenal, istana raja, serta taman danu kerajaan yang
indah" kata Liok Han Ki. Kalau Lie-heng mau kemana "
"Aku mau mengunjungi Butong-san (gunung Butong), aku dengar Butong-san
terkenal akan keindahan pemandangannya, di samping itu juga ingin sekedar
melihat kemegahan partai Butong, syukur bila bisa berkenalan dengan para
pendekar dari Butong" kata Lie Kun Liong.
"Kalau begitu arah perjalanan kita sama. Kebetulan aku juga belum pernah
mengunjungi Butong-san, kalau Lie-heng tidak keberatan, aku ingin mengadakan
perjalanan bersama Lie-heng pergi ke Butong-san" Liok Han Ki dengan
bersemangat. "Bagaimana dengan keinginan Liok-heng mengunjungi kota raja" tanya Lie Kun
Liong ragu-ragu karena ia sebenarnya ingin pergi sendiri ke Butong untuk
menyelidiki kematian orang tuanya yang gelagatnya berkaitan erat dengan Butong.
Ia tidak ingin melibatkan kawan barunya ini dalam persoalan pribadinya.
"Kunjungan ke Nanking bisa aku tunda dulu setelah menemani Liok-heng ke Butong-
san" kata Liok Han Ki dengan pasti. Lagi pula sebelum ke Nanking harus melewati
Butong-san dulu. 3. Suatu perkara aneh Perjalanan bersama Liok Han Ki cukup menyenangkan, ia rupanya sudah cukup
lama berkelana dan sudah berpengalaman sehingga Lie Kun Liong tidak sedikit
mendapatkan keuntungan dari kawan barunya ini. Sepanjang perjalanan mereka
kadang-kadang mereka terpaksa bermalam di hutan atau kelenteng rusak. Bila
menginap di hotel, Liok Han Ki selalu memesan dua kamar untuk mereka. Lie Kun
Liong pernah menyatakan keheranannya kenapa harus memesan dua kamar,
bukannya satu kamar lebih dari cukup dan dapat menghemat biaya perjalanan.
Namun Liok Han Ki mengatakan bahwa ia dari kecil sudah terbiasa mempunyai
kamar sendiri dan tidak biasa berbagi kamar. Lie Kun Liong cukup memakluminya,
ia tahu tabiat kawan barunya ini cukup keras dan manja, mungkin ia dibesarkan di
keluarga yang cukup berada sehingga suka membawa adatnya sendiri.
Dia tidak berani banyak bertanya mengenai keluarga Liok Han Ki karena ia
mempunyai kesulitan-kesulitan sendiri dan tampaknya Liok Han Ki juga merasa
bahwa Lie Kun Liong cukup tertutup mengenai latar belakangnya sehingga ia tidak
banyak tanya. Suatu hari mereka tiba di dusun kecil dan mampir di warung makan satu-satunya di
dusun itu. Warung itu cukup sederhana, hanya terdapat beberapa meja dan
makanan yang tersedia hanya bakmi dan bakpau saja. Saat itu pelanggan yang
Dendam Kesumat Pendekar Cinta Karya Tabib Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
datang hanya mereka berdua saja.
Selagi mereka menikmati makanan, masuk dua orang pria berusia pertengahan
sambil menenteng pedang dan memilih duduk di meja yang menghadap ke pintu
masuk warung. Dilihat dari penampilan mereka sepertinya memiliki ilmu silat yang cukup tangguh
terutama pria yang berpakaian abu-abu, sinar matanya cuku tajam menandakan
lwekangnya cukup tinggi. Sambil memesan makanan, mereka memandang Liok Han Ki dan Lie Kun Liong
sekejap lalu sambil menyantap makanan mereka bicara satu sama lain dengan
suara lirih. "Ke dua pemuda ini sepertinya berisi, kita harus hati-hati" kata pria berbaju
abu-abu. "Si-heng terlalu khawatir, dua bocah ini aku rasa cuma siucai yang berlagak bawa
pedang supaya tidak diganggu penjahat kacangan saja. Aku rasa mereka cuma
gentong nasi tidak perlu dipedulikan" sahut pria yang bercambang lebat.
Walaupun mereka bicara berbisik-bisik namun Lie Kun Liong dapat mendengarnya
dengan jelas. Ia tidak mau usil dan hanya tersenyum saja. Lain dengan Liok Han
Ki, rupanya ia juga dapat mendengar pembicaraan ke dua orang itu. Ia mendengus
tanda hatinya merasa tersinggung. Tapi melihat Lie Kun Liong diam saja maka
iapun tidak berbuat apa-apa hanya memandang hina ke dua orang itu.
Salama makan kedua orang itu tidak banyak bicara. Setelah puas makan mereka
lalu pergi melanjutkan perjalanan.
"Lie-heng kedua orang itu cukup mencurigakan, mari kita ikuti perjalanan mereka"
kata Liok Han Ki. "Sebaiknya kita tidak usah mencari perkara sama mereka Liok-heng. Aku lihat
kedua orang itu memiliki ilmu yang lumayan terutama pria yang berbaju abu-abu"
kata Lie Kun Liong. "Justeru itu aku curiga mereka adalah penjahat yang hendak berbuat sesuatu yang
jahat. Aku tidak akan membiarkan sesuatu yang kebentur di tanggan aku lolos"
jawab Liok Han Ki. Dengan perasaan apa boleh buat Lie Kun Liong mengerahkan ginkangnya mengikuti
kawannya mengejar kedua orang itu.
Untuk pertama kalinya ia dapat mengukur ilmu ginkang kawan barunya itu ternyata
tidak berada di bawah kepandaiannya. Entah bagaimana dengan kungfunya. Lie Kun
Liong cukup kaget karena menurut suhunya ilmu ginkang mereka teng peng touw sui
(menginjak rumput menyeberang sungai) termasuk ilmu kelas wahid, jarang yang
bisa menandinginya. Dengan bekal ginkang yang sama-sama tinggi, dengan cepat mereka mampu
mengejar ke dua orang tadi.
Ternyata kedua orang itu memang perampok dan saat ini sedang terlibat
pertempuran dengan kawanan piauwsu (pengawal barang). Para piauwsu itu terbagi
menjadi dua kelompok, kelompok yang satu maju mengeroyok ke dua orang
perampok sedangkan kelompok yang lain mengelilingi dan melindungi peti berisi
barang bawaan. Namun kelihatan jelas bahwa para piauwsu yang mengeroyok kedua orang itu
kewalahan, sudah ada sebagian besar piauwsu yang mengeroyok mati terbunuh.
Bahkan kelompok yang melindungi barang bawaan sekarang sudah ikut mengeroyok
ke dua orang itu mati-matian. Pemimpin mereka dengan pedang di tangan sudah
terluka namun masih gigih melawan ke dua perampok itu. Ilmu silat pemimpin
piauwkiok ini sebenarnya cukup tinggi dan penjahat biasa bukanlah tandingannya.
Entah sudah berapa ratus pertempuran ia alami tapi pertempuran kali ini yang
paling hebat sepanjang hidupnya. Baru kali ini ia menghadapi perampok yang
mempunyai ilmu setinggi ini. Anak buahnya merupakan jago-jago pilihan semuanya namun di
tangan ke dua perampok ini para piauwsu ini ibarat kunang-kunang dan lilin.
Jelas kelihatan ilmu mereka kalah unggul dengan perampok tersebut. Hanya tinggal
menunggu waktu sebelum kawanan piauwsu itu terbasmi habis.
Kedatangan Lie Kun Liong dan Liok Han Ki tepat pada waktunya. Sambil menyabut
pedang dari sarungnya Liok Han Ki berteriak "Perampok dari mana yang berani mati
merampas barang di tengah hari bolong". Lalu ia menyabetkan pedangnya ke arah
perampok bercambang lebat. Sambil mengelak si perampok berkata "Rupanya
bocah bau tengik tadi yang berlagak mau jadi pahlawan. Lebih baik segera pulang
ke pangkuan ibumu sebelum pedang toyamu ini menembus badanmu" Liok Han Ki
dengan murka melancarkan serangan secara beruntun. Tanpa belas kasihan ia
mencecar si perampok dengan ilmu pedang kebanggaannya.
Dengan susah payah si perampok melayani serangan Liok Han Ki.
"Bocah dari mana asalnya ini, kok ilmu pedangnya sangat lihai" kata si perampok
dalam hati. Ia menangkis sekuat tenaga jurus terakhir yang dilancarkan Liok Han
Ki. Gagang pedang ditangannya hampir terlepas dari pegangannya, telapak tangannya
terasa sakit. Dengan penuh rasa kaget si perampok melawan sekuat tenaga
serangan Liok Han Ki. Kalau si perampok yang melawan Liok Han Ki terkaget-kaget, perampok satunya lagi
yang melawan Lie Kun Liong juga tidak kalah terkejutnya. Setiap serangan pedang
Lie Kun Liong hanya dengan susah payah dapat ia punahkan. Ia yang sudah
berpengalaman puluhan tahun sekarang ketemu batunya, bahkan ilmu pedang yang
dimainkan Lie Kun Liong tidak dapat ia raba asalnya. Syukur baginya Lie Kun
Liong baru terjun ke dunia kangouw sehingga pengalaman bertempurnya masih
sedikit dan ragu-ragu untuk meneruskan serangan yang lebih mematikan, kalau
tidak sudah dari tadi si perampok berbaju abu-abu itu kalah.
Suatu saat Lie Kun Liong mengincar dan menusuk ke arah pundak kiri si perampok
namun dengan tiba tiba ujung pedangnya membentuk lingkaran dan arah yang di
tuju adalah pundak kanan si perampok. Kali ini si perampok tidak dapat berkelit
lagi, ia sudah salah mengantisipasi jurus serangan Lie Kun Liong yang awalnya
menuju ke pundak sebelah kirinya tapi mendadak di tengah jalan mengincar pundak
kanannya. Pedang yang ia pegang di tangan kanannya jatuh ke tanah dan sebelum
ia bereaksi lebih lanjut ujung pedang Lie Kun Liong sudah berada di depan
tenggorokannya. Dengan rasa jeri dan takjub terlihat jelas di wajah si perampok,
Lie Kun Liong menutuk tiam hiat (jalan darah) si perampok sehingga tidak dapat
bergerak. Lalu ia memandang pertempuran antara Liok Han Ki dengan perampok
yang lainnya juga hampir selesai. Ia kagum dengan kelihaian ilmu pedang Liok Han
Ki, kecepatan dan ketepatan jurus yang dilancarkan Liok Han Ki sangat akurat -
hanya mereka yang sudah mencapai tingkat tertinggi dari ilmu pedang yang dapat
melakukan gerakan seperti yang barusan diperagakan oleh Liok Han Ki. Suatu
ketika cukup dengan sontekan ujung pedangnya perut si perampok tertembus pedang
Liok Han Ki dan si perampok jatuh ke tanah berlumuran darah, nasibnya jauh lebih
buruk dari perampok yang melawan Lie Kun Liong. Ternyata Liok Han Ki masih
merasa marah dengan perkataan si perampok di warung makan tadi sehingga ia bertindak
cukup kejam dengan membunuh si perampok.
Para piauwsu yang masih hidup dan terluka memandang ke dua penolong mereka
dengan rasa kagum dan berterima kasih. Pemimpin piauwkiok (perusahaan
pengawal barang) sambil menjura berkata "Terima kasih atas bantuan inkong (tuan
penolong) berdua, kami dari perusahaan piauwkiok "Harimau Kemala" sangat
berutang budi pada jiwi berdua.
"Oh rupanya dari perusahaan piauwkiok paling terkenal di seluruh dunia
persilatan" kata Liok Han Ki dengan keheranan. Setahu aku jarang yang mampu dan berani
membegal barang bawaan piauwkiok "Harimau Kemala" makanya aku juga heran
dengan kungfu kedua perampok ini sangat lihai dan tidak kelihatan seperti
perampok piauwkiok biasa.
Perusahaan piauwkiok "Harimau Kemala" merupakan perusahaan pengawalan
barang terbesar dan paling terkenal, pemimpinnya adalah sute dari ketua partai
Go Bi pay - In Cinjin. Semua barang kawalan dari piauwkiok "Harimau Kemala" di
jamin sampai ke tujuan dengan selamat dan belum pernah gagal dalam melaksanakan
tugas. Di samping sute dari ketua Go Bi Pay, pemimpin perusahaan piauwkiok
"Harimau Kemala" - Liu Siu Ciang ini pandai bergaul dengan kalangan rimba hijau,
ia tidak segan-segan memberi hadiah kepada kalangan liok-lim (rimba hijau)
sehingga mereka segan dan menghormatinya. Memang ada beberapa penjahat
yang tidak tahu diri berani mencoba membegal barang kawalan piauwkiok "Harimau
Kemala" namun semuanya gagal karena para piasu yang diperkerjakan semuanya
bukan jago-jago silat biasa. Jarang sekali pemimpin utama mereka, Liu Siu Ciang
turun tangan langsung mengawal barang kawalan. Cukup dengan memandang
bendera piauwkiok yang bergambar sepasang harimau berwarna kuning keemasan,
tidak ada penjahat yang berani mati merampoknya. Anak cabang piauwkuok
"Harimau Kemala" ada di seluruh penjuru propinsi dengan jumlah piauwsu ribuan
orang. Saat ini operasional piauwkiok "Harimau Kemala" dipegang langsung oleh
putera Liu Siu Ciang yang bernama Liu Cin Hok, ia sudah mewarisi seluruh ilmu
silat sang ayah bahkan kalau sedang berkunjung ke Go Bi Pay, ia mendapat
petunjuk yang berharga dari susioknya In Cinjin sehingga ilmu silatnya maju pesat.
Sedangkan "Kalau jiwi berdua heran, kami malah lebih heran lagi karena selama piauwkiok
ini berdiri barang kawalan piauwkiok kami tidak ada yang pernah gagal atau
dibegal perampok, namun 2 bulan belakangan ini sudah ada 8 barang kawalan dari
piauwkiok kami yang dirampas orang. Siau Kongcu (tuan muda) kami sudah turun
tangan langsung menangani masalah ini" jawab pemimpin piawsu.
"Memang aneh, tapi jangan lupa sekarang kita sudah menangkap salah satu
perampok, mari kita tanyai dengan jelas" kata Liok Han Ki sambil berjalan
menghampiri si perampok yang telah tertutuk oleh Lie Kun Liong. Namun ternyata
si perampok sudah mati, di sela-sela mulutnya mengalir darah segar.
Dengan heran Lie Kun Liong memeriksa mulut si perampok, ternyata di bagian
dalam mulutnya perampok itu membawa racun yang sewaktu-waktu dapat ia gigit,
rupanya ia sadar tiada harapan lagi sehingga memutuskan nyawanya sendiri.
"Siapapun yang mendalangi ini pasti memiliki wibawa yang besar sampai anak
buahnya lebih rela mati daripada membocorkan rahasia" kata si pemimpin
piauwkiok. "Apakah baru-baru ini piauwkiok kalian mengawal barang yang sangat berharga dan
di incar kaum persilatan" tanya Liok Han Ki.
"Tidak, belakangan ini barang-barang kawalan kami kebanyakan adalah perhiasan,
emas dan harta benda pejabat pemerintahan. Tentunya tidak menarik jago-jago
kosen dunia persilatan" jawab pemimpin piauwkiok sabil berkerut kening. Bahkan
barang kawalan kami ini walaupun tidak seperti biasanya namun rasanya belum bisa
mengerakkan jago persilatan untuk merampasnya tanpa memandang muka
piauwkiok kami. "Memang apa isi barang kawalan kali ini, kalau boleh aku tahu" tanya Liok Han
Ki. "Tentu saja boleh, jiwi adalah penyelamat kami" kata pemimpin piauwkiok. Kali
ini kami mengawal persembahan pejabat sementara tihu kota kepada gubernur yang
berada di bawah keresidenan propinsi Hulam. Isinya disamping sekotak emas
berlian, juga sepasang kuda pualam yang indah dari Tibet.
"Aneh kalau begitu" kata Liok Han Ki. Mungkinkah ada orang yang ingin membalas
dendam atau persaingan dagang kepada Liu Siu Ciang ayah beranak dengan cara
membegal barang kawalan sehingga piauwkiok "Harimau Kemala" bangkrut untuk
mengganti barang-barang yang hilang"
"Kemungkinan itu ada tapi untuk membuat bangkrut piauwkiok kami bukan urusan
mudah karena sudah puluhan tahun perusahaan piauwkiok ini berjalan dan tidak
sedikit keuntungan yang kami peroleh sehingga untuk mengganti barang-barang
yang hilang selama 2 bulan ini bukan perkara yang sangat besar. Sedangkan
masalah persaingan dagang rasanya juga bukan karena selama ini perusahaan
piwakok kami tidak serakah mengambil semua barang kawalan. Bahkan sudah
menjadi kebijakan pemimpin utama untuk saling berbagi rezeki dengan perusahaan
piauwkiok lainnya. Masalahnya adalah nama baik piauwkiok kami bisa hancur" kata
pemimpin piauwkiok. "Di depan beberapa li dari sini kalian bisa sampai di kota terdekat, sekalian
kami hendak melewatinya juga, sebaiknya kita berjalan bersama-sama untuk
berjaga-jaga ada hadangan lagi di depan" kata Liok Han Ki.
"Terima kasih banyak inkong" jawab pemimpin piauwkiok dengan penuh rasa syukur.
Di dalam kota ada cabang perusahaan piauwkiok kami sehingga dapat segera
memberi kabar ke kantor utama. Ia segera memerintahkan piauwsu yang masih
sehat untuk membantu piauwsu yang terluka dan bersama dengan kedua inkong
mereka menuju kota terdekat.
Sepanjang perjalanan tiada aral melintang, pemimpin piauwkiok yang dipanggil Can
kawsu oleh anak buahnya mengucapkan teima kasih kepada Liok Han Ki dan Lie
Kun Liong serta mengundang mereka untuk menginap di cabang mereka, namun
mereka tolak. Mereka akhirnya menginap di penginapan di kota itu sebelum melanjutkan
perjalanan esok harinya. Pagi-pagi sekali selagi mereka sedang sarapan pagi di restoran hotel tersebut,
datang seorang pemuda berusia dua puluh tahunan bersama-sama dengan Can
kawsu pemimpin piauwkiok kemarin yang mereka tolong. Wajahnya cukup tampan
dan berwibawa. "Aku Liu Cin Hok mengucapkan banyak terima kasih atas pertolongan jiwi berdua
terhadap piauwkiok kami" kata pemuda itu sambil menjura dalam.
"Inkong berdua, kebetulan siau kongcu kami sedang berada di anak cabang kota ini
ketika kami tiba. Setelah mendengar musibah yang kami alami siau kongcu segera
memerintahkan kami untuk mencari inkong berdua untuk berterima kasih langsung,
syukur inkong belum pergi dari kota ini" kata Can kawsu.
"Senang bertemu Liu-heng, kami cuma kebetulan lewat saja dan tidak dapat
berpangku tangan melihat perampasan itu" kata Lie Kun Liong.
"Ya, seperti yang jiwi ketahui piauwkiok kami belakangan ini memang sedang
mengalami masalah besar. Tapi aku sudah berhasil melacak keberadaan kawanan
perampok itu, menurut hasil penyelidikan aku markas mereka ada di sekitar kota
ini. Itulah sebabnya aku berada di kota ini dari dua hari yang lalu untuk mencari
letak markas mereka" kata Liu Cin Hok. Barusan pagi ini aku mendapat konfirmasi
letak markas mereka. Liok Han Ki rupanya senang ikut campur urusan orang lain, ia menawarkan diri
untuk membantu menangkap perampok itu. Dengan senang hati Liu Cin Hok menerima
tawaran itu. Rencananya nanti malam ia akan datang lagi ke penginapan ini untuk
bersama-sama menuju markas perampok-perampok itu.
4. Pertempuran yang dahsyat
Malam turun dan semakin larut. Tampak tiga bayangan orang berkelabat bagai angin
di atas atap rumah penduduk menuju ke pinggiran kota. Tidak lama kemudian
bayangan tersebut berhenti di atas tembok gedung yang besar. Dengan berhati-hati
mereka mengamati sekelilingnya. Sambil mengerahkan ginkang masing-masing
ketiganya melompat turun ke pekarangan gedung itu.
Di tengah gedung terdapat ruangan yang masih terang benderang dan suara
percakapan sekelompok orang.
Dengan berindap-indap mereka bertiga mendekati sumber suara. Untungnya di
dekat ruangan itu terdapat pohon yang rindang sehingga memudahkan mereka
menyembunyikan diri. Di dalam ruangan itu tampak sekitar delapan orang sedang duduk di atas meja
bundar sambil makan-makan. Di ujung meja yang menghadap pintu tampak seorang
pria pertengahan umur berkisar 40 tahunan sedang berbicara.
"Majikan memerintahkan kita untuk terus menghadang dan merampas barang
kawalan piauwkiok "Harimau Kemala" kata pria itu. Aku mendapat kabar yang boleh
dipercaya bahwa dua teman kita Si-heng dan Ti-heng telah gagal menjalankan tugas
dan gugur di bunuh orang yang menolong kawanan piauwsu itu - sepasang pemuda
yang kabarnya memiliki ilmu silat yang lihai sekali. Asal mula mereka sampai
sekarang misterius, majikan menyuruh kita untuk berhati-hati bila kesampok
mereka berdua. Untuk sementara kita sebaiknya kita membagi diri hanya menjadi dua kelompok
bukan lima kelompok seperti biasanya untuk memperkuat keberhasilan kita. Aku
juga sudah mendengar siau kongcu dari piauwkiok "Harimau Kemala" sudah turun
tangan dan berada di kota ini. Bila tiba waktunya biar aku atau Ji-heng yang
menghadapinya. Mendengar pembicaran mereka dan sudah memastikan bahwa memang benar
mereka yang berada di dalam ruangan itu adalah kawanan penjahat yang selama ini
menghadang barang bawaan piauwkioknya, Liu Cin Hok tidak sabar lagi dan
membentak "Aku Liu Cin Hok sudah di sini, kalian perampok laknat jangan harap
lolos kali ini dari tanganku"
Mereka yang berada di dalam ruangan kaget sekali, dengan sebat mereka
menghadang dan mengepung Liu Cin Hok. Dengan mengembangkan seantero
kepandaiannya, Liu Cin Hok menghadapi kawanan perampok itu dengan gagah
berani.
Dendam Kesumat Pendekar Cinta Karya Tabib Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kalian mundur semua" kata pria pertengahan menyuruh mundur anak buahnya. "Ji-
heng, tolong kau hadapi siau kongcu kita ini" kata pria itu.
Dengan lagak jumawa keluar seorang pria berusia 35 tahunan dengan wajah
berkumis dan matanya tajam bagaikan elang, menghampiri Liu Cin Hok.
"Rupanya ini siau kongcu dari perusahaan piauwkiok "Harimau Kemala, lebih baik
suruh bapakmu datang ke sini menghadapi aku" katanya sambil mencemooh.
Dengan tenang Liu Cin Hok menghadapi pria yang dipanggil Ji-heng itu dan tidak
memberikan komentar apapun. Ia sadar akan menghadapi pertempuran hidup mati
dengan kawanan perampok ini dan diperlukan ketenangan serta tidak terpancing
dengan siasat yang dijalankan musuh. Ia langsung mengambil inisitif menyerang
dan ingin menyelesaikan pertempuran secepat mungkin. Kematangan jurus yang ia
lancarkan sudah mencapai taraf tertinggi, tidak malu ia sebagai orang kedua dari
perusahaan piauwkiok "Harimau Kemala" yang membawahi ribuan orang. Dari
pengalaman tempurnya selama ia membantu ayahnya menjalankan perusahaan
piauwkiok, baru kali ini ia menghadapi perlawanan yang ketat dari musuhnya.
Perampok yang di panggil dengan Ji-heng ini memiliki ilmu pedang yang cukup
mengejutkan, dengan baik ia dapat melayani semua serangan Liu Cin Hok bahkan
membalas dengan tidak kalah hebatnya. Liok Han Ki dan Lie Kun Liong yang masih
bersembunyi di atas pohon menyaksikan dengan kagum jalannya pertempuran di
bawah. Mereka mengagumi kecepatan dan keindahan ilmu pedang Go Bi Pay yang
dimainkan Liu Cin Hok. Namun mereka juga heran dan kagum akan kehebatan ilmu
pedang yang dimainkan oleh si perampok itu yang dapat mengimbangi dengan baik
semua serangan Liu Cin Hok. Mereka tidak dapat meraba dari aliran mana ilmu si
perampok itu. Jelas ia termasuk jago kosen dunia persilatan namun Liok Han Ki
yang sudah cukup berpengalaman berkecimpung di dunia persilatan belum pernah
mendengar ada jago kosen dengan ilmu pedang yang sangat lihai ini.
Khawatir Liu Cin Hok di bokong selagi bertempur, mereka berdua lalu turun
menerobos ke dalam ruangan Kedatangan mereka di sambut dengan serangan
berbagai macam pedang yang dilancarkan oleh 4 orang perampok. Rupanya pria
pertengahan yang menjadi pemimpin sudah menduga bahwa Liu Cin Hok pasti
membawa kawan-kawannya untuk membantu menghadapi mereka.
Di keroyok masing-masing oleh dua orang perampok, Liok Han Ki dan Lie Kun Liong
melayani dengan tenang sambil sekali-kali melirik pertempuran Liu Cin Hok. Ilmu
pedang yang dimainkan ke empat perampok itu berasal dari sumber yang sama
dengan perampok yang bernama Ji-heng, jelas mereka berasal dari perguruan yang
sama. Liok Han Ki melayani mereka dengan hati-hati dan mengerahkan semua
kemampuannya untuk mengalahkan mereka. Dengan jurus pedang andalannya ia
mencecar ke dua perampok itu sehingga mereka hanya bisa bertahan sekuatnya
tanpa mampu membalas. Namun tidak mudah bagi Liok Han Ki untuk merobohkan
mereka karena mereka bertahan dengan gigih, dibutuhkan puluhan jurus lagi
sebelum ia dapat menghancurkan pertahanan mereka.
Sementara itu Lie Kun Liong juga menghadapi pertarungan yang ketat dengan
lawan-lawannya. Baru kali ini ia terlibat pertempuran yang hebat sejak turun
gunung sehingga merupakan kesempatan untuk menambah jam tempurnya. Ia
mengeluarkan jurus-jurus pedang yang sering dilatihnya menghadapi mereka.
Ternyata tidak sia-sia ia berlatih dengan tekun, lawan-lawannya sangat keteteran
menghadapi ilmu pedangnya. Tidak sampai belasan jurus lagi mereka berdua pasti
kalah namun kedua perampok itu bertahan sebisanya sambil mengharapkan
bantuan dari teman-temannya.
Menyaksikan jalannya pertempuran itu, si pemimpin perampok sadar kalau dibiarkan
lebih lama merka akan mengalami kekalahan, maka ia memerintahkan tiga orang
yang tersisa untuk ikut mengeroyok Liok Han Ki sehingga Liu Cin Hok dan Liok Han
Ki masing-masing menghadapi 3 orang perampok. Keadaan sementara cukup
berimbang. Sedangkan si pemimpin perampok juga ikut terjun kedalam pertempuran
dan mengeroyok Lie Kun Liong. Ia memilih Lie Kun Liong karena ia sadar dari
ketiganya yang ilmunya paling tinggi adalah Lie Kun Liong.
Mendapat bantuan dari pemimpinnya, kedua perampok yang mengeroyok Lie Kun
Liong bernafas lega karena tekanan terhadap mereka mengendur sedikit. Lie Kun
Liong harus membagi perhatiannya terhadap serangan dari si pemimpin perampok.
Serangannya tidak boleh dianggap enteng, ia harus mengerahkan semua perhatian
utuk menghadapinya. Si pemimpin merupakan lawan paling tangguh yang pernah
dihadapi Lie Kun Liong sejak turun gunung. Tidak heran perusahaan piauwkiok
"Harimau Kemala" mengalami pembegalan sampai delapan kali tanpa perlawanan.
Ternyata para perampoknya memiliki ilmu silat yang sangat mengejutkan.
Semakin lama pertempuran semakin sengit dan semakin mendebarkan hari, semua
pihak bertarung mati-matian untuk meraih kemenangan.
Semakin lama dikeroyok oleh tiga perampok itu, Liu Cin Hok mulai terdesak dan
sekarang keadaan mulai berbalik ia hanya bisa bertahan dan sesekali melancarkan
serangan. Liok Han Ki yang menyaksikan itu sadar ia harus segera merobohkan
lawan-lawannya secepatnya dan membantu Liu Cin Hok. Ia melancarkan serangan
ke arah salah satu pengeroyoknya yang paling lemah sambil berkelit dari tujaman
pedang perampok lainnya. Kali ini serangannya cukup berhasil menggores pundak si
perampok hingga bercucuran darah dan tekanan sedikit berkurang. Dengan
semangat Liok Han Ki terus mengincar lawannya yang terluka. Ujung pedangnya
berkelabat ke sana kemari menangkis serangan lawan sambil mencari kesempatan
untuk melakukan serangan yang mematikan. Kesempatan itu datang tidak lama
kemudian ketika perampok yang terluka itu gerakannya sedikit lambat dan tidak
disia-siakan Liok Han Ki. Sambil berputar ia menyabetkan pedangkan ke arah perut
si perampok dan disusul dengan serangan kilat yang tak dapat ditangkis oleh
perampok yang terluka - ia hanya melihat kilau pedang Liok Han Ki sudah berada
di depan mata dan tahu-tahu sudah menembus tenggorokannya. Dengan
mengeluarkan suara krok krok si perampok sudah mati sebelum jatuh ke lantai.
Kedua perampok yang lain dengan meraung murka semakin memperhebat serangan
mereka namun dengan berkurangnya satu orang yang mengeroyoknya, Lik Han Ki
semakin leluasa memainkan ilmu pedangnya sampai tingkat tertingginya. Ia mulai
melancarkan serangan-serangan kilat dan kilau pedangnya berseliweran bagaikan
sinar pelangi sehabis hujan sore hari, sangat indah sekali. Tapi bagi kedua
perampok itu pedang Liok Han Ki bagaikan malaikat pencabut nyawa yang semakin
dekat mengancam mereka. Dengan gerakan yang sangat manis Liok Han Ki
menghabisi salah satu pengeroyoknya tanpa sempat dihalangi lawannya yang lain.
Kini dengan hanya tersisa satu orang, Liok Han Ki dengan cepat menghabisi
lawannya yang sudah patah semnagat bertempurnya, lalu meluncur ke arah Liu Cin
Hok untuk membantu menghalau kawan perampok itu. Kedatangannya menambah
semangat Liu Cin Hok, dengan bergabung keduanya mampu melayani keroyokan ke
tiga perampok itu. Di pertempuran antara Lie Kun Liong dan lawan-lawannya juga sudah mendekati
tahap akhir dimana salah seorang perampok sudah terluka kakinya oleh pedang Lie
Kun Liong. Mendadak si pemimpin perampok itu bersuit nyaring sambil melemparkan
semacam bola kecil ke lantai dan segera mengeluarkan asap memenuhi seluruh
ruangan. Melihat gelagat yang tidak menguntungkan pihaknya si pemimpin
perampok memberi isyarat mundur ke anak buahnya.
Lie Kun Liong, Liok Han Ki dan Liu Cin Hok mundur keluar ruangan menghindari
asap tersebut, takut asap itu mengandung racun. Setelah asap buyar, kawanan
perampok itu sudah menghilang di kegelapan malam.
"Tidak usah di kejar, siapa tahu mereka masih mempunyai kawan-kawan lainnya"
kata Liu Cin Hok. Mereka lalu memeriksa isi gedung dan di salah satu ruangan mereka menemukan
peti-peti hasil rampasan dari piauwkiok "Harimau Kemala".
"Aku mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan jiwi berdua, tanpa bantuan
kalian entah apa yang terjadi" kata Liu Cin Hok sambil menghela nafas.
"Sama-sama Liu-heng, sudah sepantasnya kita sebagai kaum persilatan saling
membantu" sahut Lie Kun Liong.
"Aku harus segera memberi kabar ke ayah bahwa kawanan perampok ini sangat lihai
supaya dapat berjaga-jaga. Mungkin kami harus mengundang teman-teman ayah
untuk menghadapi mereka" kata Liu Cin Hok.
"Aku rasa mereka sementara pasti berdiam diri dulu sambil menyusun kekuatan baru
sebelum bertindak lagi" kata Liok Han Ki. Yang mengherankan siapa orang dibalik
semua ini yang bisa mempunyai anak buah selihai itu dan memiliki ilmu silat yang
tidak kalah dengan murid-murid utama partai-partai besar. Dan apa tujuan mereka
membegal piauwkiok "Harimau Kemala" "
Setelah membereskan peti-peti yang berisi barang-barang kawalan piauwkiok
"Harimau Kemala", Liok Han Ki dan Lie Kun Liong berpisah dengan Liu Cin Hok
kembali ke penginapan mereka untuk beristirahat memulihkan tenaga.
Keesokan harinya mereka melanjutkan perjalanan mereka yang tertunda beberapa
hari. 5. Musibah di Sungai Yangtze
Suatu pagi mereka tiba di perkampungan nelayan di tepi sungai Yangtze. Sungai
Yangtze adalah sungai terpanjang di antara 7 sungai besar lainnya di Tiongkok.
Di bagian tengah dan hulu sungai terdapat tiga buah ngarai yang sangat panjang
dan merupakan daerah pemandangan yang sangat terkenal keindahannya bagi para
pelancong. "Lie-heng bagaimana kalau kita melanjutkan perjalanan dengan menyewa perahu
sehingga bisa menghemat waktu dan lebih santai" tanya Liok Han Ki.
"Boleh juga, aku memang belum pernah berkelana menyusuri sungai" sahut Lie Kun
Liong. Mereka lalu mencari tukang perahu yang mau menyewakan perahunya. Umumnya
tukang perahu menolak membawa mereka karena tujuannya terlalu jauh. Beruntung
seorang kakek tua bersedia membawa mereka dengan perahunya.
Sepanjang perjalanan dengan gembira Liok Han Ki melantunkan syair penyair
terkenal Li Pai... K'la pamitan Baidi dililiti awan lembayung pagi
Ribuan li menuju Jiangling ditempuh dalam sehari
Sepanjang tepi belum terputus pekikan suara lutung
Biduk ringan sudah melaju melewati gunung gemunung .
Lie Kun Liong bertepuk tangan memuji suara merdu Liok Han Ki dan berkata "Liok-
heng sayir yang engkau lantunkan sangat cocok dengan keadaan kita sekarang,
ternyata di samping pandai meniup seruling, Liok-heng juga pandai berpantun ria"
Sambil tertawa Liok Han Ki berkata "Jangan bergurau Lie-heng, aku juga tahu Lie-
heng juga pasti pandai ilmu surat. Bagaimana kalau Lie-heng menyumbangkan
sebuah syair buat aku dengar"
"Baiklah tapi jangan ditertawakan, pengetahuan aku masih kalah jauh sama Liok-
heng" kata Lie Kun Liong. Ia melantunkan syair buatan penyair Shi Jing...
Pohon persik muda mekar Bunganya indah mekar menyala
Anak dara jadi menantu Keluarga baru rukun bahagia
Pohon persik muda mekar Buahnya ranum padat berlimpah
Anak dara jadi menantu Rumah tangga rukun bahagia
Pohon persik muda mekar Daunnya subur hijau raya-raya
Anak dara jadi menantu Sanak keluarga ikut bahagia
Liok Han Ki bertepuk tangan dengan semangat dan berkata "Wah Lie-heng rupanya
sangat pandai dan memiliki pengetahuan yang dalam akan ilmu kesusasteraan,
kagum..kagum.." "Engkau bisa saja Liok-heng" sahut Liok Kun Liong malu. Syair ini sebenarnya aku
sering dengar dari sahabat aku sehingga cukup apal, tapi kalau di suruh
melantunkan syair yang lain aku menyerah.
"Kalau boleh tahu siapa sahabat Lie-heng itu, aku jadi ingin berkenalan" kata
Liok Han Ki ingin tahu. "Namanya Cin Cin dan teman aku sejak kecil" kata Lie Kun Liong.
"Jangan-jangan dia pujaan hati Lie-heng" kata Liok Han Ki bergurau namun
wajahnya sedikit berubah tapi Lie Kun Liong memperhatikannya.
"Cin Cin aku anggap sebagai adik sendiri, Liok-heng" kata Lie Kun Liong.
Liok Han Ki tidak mendesak lagi walaupun ia sangat penasaran akan latar belakang
Lie Kun Liong karena ia mempunyai kesulitan sendiri mengungkapkan jati dirinya.
Selama beberapa hari ke depan mereka dengan aman menyusuri sungai Yangtze.
Bila merasa bosan dengan bekal yang mereka bawa, mereka menyuruh si kakek
tukang perahu untuk menepi sebentar di kota terdekat dan memasuki restoran yang
paling besar serta memesan masakan yang enak. Setelah puas mereka kembali ke
perahu dan melanjutkan perjalanan. Untuk urusan tidur tidak mereka persoalkan
karena perahu itu cukup besar cukup untuk beristirahat buat mereka bertiga.
Suatu hari perahu mereka sedang melaju perlahan-lahan menyusuri sungai,
disebelah kanan-kiri sungai tampak pepohonan yang lebat dan rimbun. "Jiwi berdua
kita harus hati-hati di sini biasanya banyak begal air beraksi karena jauh dari
kota ata perkampungan terdekat. Tapi setahu lohu setahun yang lalu sudah
diobrak-abrik oleh seorang pendekar, namun siapa tahu masih ada sisa-sisa kawanan begal" kata
kakek tukang perahu sambil menengahkan dan mempercepat luncuran perahunya.
"Jangan khawatir lopek, kita akan hancurkan mereka bila masih berani menganggu
perahu yang lewat" kata Liok Han Ki. Memangnya siapa pendekar yang sudah
menghancurkan markas mereka tanyanya ingin tahu.
"Menurut yang lohu dengar pendekar itu sedang menyusuri daerah sungai ini dengan
perahunya seorang diri, tiba-tiba di serang kawan begal air namun ternyata
pendekar itu lihai sekali, seorang diri ia mengalahkan puluhan begal air di atas
perahunya. Orang bilang pendekar itu masih muda dan julukannya adalah Si Pedang Kilat.
"Oh dia" kata Liok Han Ki.
"Apa Liok-heng kenal dengan pendekar itu" kata Lie Kun Liong. Ia ingat pernah
mendengar julukan Si Pedang Kilat dari penuturan
Cin Cin sebelum ia turun gunung.
"Aku pernah bertemu beberapa kali tapi tidak begitu mengenalnya" kata Liok Han
Ki dengan wajah sedikit berubah merah namun tidak kentara oleh Lie Kun Liong.
"Kalau tidak salah aku pernah dengar pendekar muda yang sedang naik daun saat
ini adalah Si Pedang Kilat dan Dewi Pedang" kata Lie Kun Liong.
Liok Han Ki diam tidak menanggapi seolah tidak mendengar perkataan Lie Kun
Liong. Tiba-tiba perahu mereka terguncang keras dan terdengar bunyi krak di bawah
perahu serta di tepi kiri sungai muncul belasan begal air sambil mendayung
perahu mendekati perahu mereka. Ada sekitar 5 perahu, mereka di pimpin seorang
pria tinggi besar dengan wajah berewokan.
Ternyata mereka di serang dari dalam dan luar sungai sekaligus.
"Mereka mau menenggelamkan perahu kita" kata Liok Han Ki dengan panik. Lopek
segera menepi, biar kita lawan mereka di tepi sungai. Namun sudah terlambat
untuk menepikan perahu karena perahu-perahu perompak itu sudah dekat jaraknya.
"Liok-heng bisa berenang?" tanya Lie Kun Liong dengan gugup. Ia yang tinggal di
gunung tidak pernah belajar berenang sehingga di serang begini rupa membuatnya
rada gugup. "Tidak bisa, aku dulu pernah belajar berenang tapi tidak diteruskan" sahut Liok
Han Ki dengan gugup pula.
"Bagaimana ini" kata kakek tukang perahu sambil tetap mendayung perahunya
dengan ketakutan. "Liok-heng engkau tetap di sini melindungi tukang perahu, aku berjaga-jaga di
belakang perahu" kata Lie Kun Liong buru-buru.
Para perompak itu mulai memanah mereka bertiga. Liok Han Ki sibuk menangkis
panah-panah yang mengarah ke tubuh si kakek dan ke tubuhnya. Dengan tangkas ia
menangkap anak panah-anak panah yang mengarah ketubuhnya lalu dengan
lwekangnya ia meluncur balikkan anak panah-anak panah itu ke para perompak.
Daya luncur yang sangat kuat tidak dapat di tangkis para perompak itu, beberapa
dari mereka tertembus ujung panah dan jatuh ke sungai.
Di bagian belakang perahu Lie Kun Liong juga diserang anak panah, dengan sebat
ia menangkapi anak panah-anak panah itu dan mengincar pemimpin perompak itu.
Sambil mengerahkan lwekang di tanganya ia membidikkan anak panah ke arah
pemimpin perompak itu namun ternyata pemimpin perompak itu cukup lihai, ia
menyampok panah yang dibidikkan Lie Kun Liong dengan dayungnya tapi tidak
sepenuhnya berhasil karena daya luncur panah sangat kuat. Ia hanya berhasil
menyerongkan arah luncur panah itu ke sampingnya. Sial untuk perompak yang
berada di samping itu terkena panah sampai tembus.
Dengan terkesiap pemimpin perompak itu memberi aba-aba beberapa anak buahnya
untuk terjun ke sungai dan membantu usaha teman-teman mereka yang sudah ada
di dalam air. Ia tahu ilmu silat ke dua pemuda ini rupanya sangat lihai dan ia
merasa jeri sehingga berharap dengan menenggelamkan perahu itu mereka bisa
menang di dalam air. Strateginya cukup berhasil, sudah ada beberapa orang perompak yang berhasil
menyelam di bawah perahu si kakek dan dengan kampak yang tajam mereka mulai
berusaha melobangi dasar perahu.
Dendam Kesumat Pendekar Cinta Karya Tabib Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lie Kun Long membidik para perompak yang berada di permukaan sungai dengan
anak panah yang berhasil ia tangkap. Sudah ada beberapa orang berhasil ia bunuh
dengan anak panah. Sebagian yang lain dengan cerdik menyelam ke dalam sungai
sehingga susah bagi Lie Kun Liong untuk membidiknya.
Perahu yang mereka tumpangi mulai di guncang-guncang oleh para perompak di
bawah air dan akhirnya air mulai masuk ke dalam perahu dengan cepat.
Si kakek tukang perahu sadar sebentar lagi perahunya akan karam, lalu ia terjun
ke dalam air dan berusaha berenang ke tepi sungai.
"Liok-heng mari kita lompat ke perahu mereka, sebentar lagi perahu ini karam"
teriak Lie Kun Liong. Dengan mengembangkan ginkang, mereka melayang ke perahu para perompak dan
hinggap di bagian buritan perahu sambil memutar-mutar pedang mereka menangkis
anak panah. Lie Kun Liong melompat ke arah perahu di mana pemimpin perompak itu berada.
Dengan cepat ia melancarkan serangan ke pemimpin perompak itu. Tahu dirinya
bukan tandingan Lie Kun Liong, pemimpin perompak itu lalu terjun ke dalam sungai
di ikuti anak-buahnya. Dengan selulup di bawah air mereka sekarang berusaha
menenggelamkan perahu yang dinaiki Lie Kun Liong dan Liok Han Ki, sedangkan
perahu yang lain sudah mereka tenggelamkan untuk berjaga-jaga kedua pemuda itu
melompat ke perahu yang lain.
Liok Han Ki berusaha mendayung perahu yang ia naiki ke tepi sungai, namun karena
tidak menguasai ilmu dayung perahunya hanya bergerak maju sedikit. Bagian bawah
perahunya sekarang sudah kemasukan air sungai, dengan panik ia mencoba
mmbuang air yang masuk namun tiba-tiba perahunya terguncang hebat sehingga ia
kehilangan kesimbangan dan tejatuh ke dalam sungai.
Sambil menahan nafas ia terus melawan dengan gigih para perompak itu di dalam
air. Ada sekitar lima orang perompak mengepungya di dalam air. Ia berhasil
menusuk mati dua dari lima orang perompak itu namun salah satu perompak
berhasil memegang kakinya dan menyeretnya makin jauh ke bawah sungai.
Saking paniknya ia lupa kehabisan nafas, dengan gelagapan ia meminum air sungai.
Makin lama makin banyak air yang ia minum dan akhirnya ia tidak tahu lagi apa
yang tejadi. Di bagian atas sungai Lie Kun Liong juga sedang keras menjaga agar perahu yang
ia rebut jangan sampai dilobangi perompak namun tidak berhasil. Air dengan cepat
mulai masuk dan membuat oleng perahunya. Tiba-tiba ia mempunyai akal, ia
mencabut beberapa lembar papan yang ada di perahu itu dan melemparkannya ke
sungai lalu ia melompat ke atas papan yang ia lemparkan tadi. Bagaikan burung
bangau ia melayang dan menutulkan kakinya di atas papan itu sebagai tempat
pijakan sementara sambil melemparkan papan-papan kayu yang lain menuju ke tepi
sungai. Dengan menggunakan papan-papan sebagai batu loncatan ia berhasil
mencapai tepi sungai. Ketika ia melihat ke tengah sungai, ia tidak melihat Liok Han Ki. Dengan gugup
ia berlari sepanjang sisi sungai mencari jejak kawannya itu namun Liok Han Ki
tidak kelihatan batang hidungnya.
Saat Lie Kun Liong melompat ke tepi sungai, kawanan perompak itu tidak tahu
karena mereka berada di bawah air. Dengan bersembunyi di balik pepohonan Lie
Kun Liong menunggu kawanan perompak itu keluar dari sungai.
Tidak berapa lama kemudian, seperti yang ia harapkan kawanan perompak itu keluar
dari sungai. Jumlah meraka tinggal beberapa orang saja termasuk pemimpin
perompak serta Liok Han Ki yang pingsan kebanyakan minum air sungai.
Dengan marah Lie Kun Liong tanpa basa basi keluar dari persembunyiannya dan
langsung menyerang para perompak dengan ilmu pedangnya. Jelas mereka bukan
tandingan Lie Kun Liong, hanya dalam waktu sekejap mereka terbasmi habis dan
hanya tinggal pemimpin perompak itu yang masih bertahan sekuatnya. Tapi akhirnya
dengan sabetan pedang yang di lancarkan Lie Kun Liong bagaikan kilat tidak dapat
ia hindarkan lagi. Ia tewas dengan tubuh tertembus pedang Lie Kun Liong.
Lie Kun Liong dengan tergesa-gesa menghampiri Liok Han Ki yang terbaring
pingsan, mukanya pucat dan perutnya kembung. Ia membalikkan tubuh Liok Han Ki
untuk mengeluarkan air dari perut lalu memeriksa nafas Liok Han Ki. Tidak ada
nafas, dengan panik ia membuka mulut Liok Han Ki dan menyalurkan nafas buatan
dari mulut ke mulut, namun sesudah beberapa kali mencoba tidak berhasil. Rupanya
di perut Liok Han Ki masih ada air sungai yang belum seluruhnya keluar. Tanpa
pikir panjang Lie Kun Liong menekan-nekan perut Liok Han Ki untuk mengeluarkan
air yang tersisa, lalu menempelkan telinganya di dada Liok Han Ki untuk memeriksa
denyut jantungnya. Jantungnya berhenti berdetak, segera ia menekan ke dua
tangannya ke dada Liok Han Ki namun terhalang sesuatu yang kenyal, dengan
heran ia membuka baju Liok Han Ki dan di depan matanya terpampang dua
gumpalan buah dada yang membusung dihiasi puting kecil kemerahan - tampak
segar dan ranum bagaikan buah apel segar kemerahan dan manis rasanya.
Payudara yang membusung itu di balut oleh kulit yang putih mulus dan lapat-lapat
tercium harum aroma tubuh gadis perawan. Lie Kun Liong terbelialak menatap
gundukan buah dada yang ranumdan terawat rapi, ternyata Liok Han Ki adalah
seorang dara muda!. Selama hidupnya belum pernah ia melihat buah dada seorang gadis perawan.
Dengan hati berdebar-debar Lie Kun Liong menutup baju Liok Han Ki dan dengan
mengeraskan hati ia meneruskan kedua tangannya menekan dada Liok Han Ki
secara berkelanjutan sambil sekali kali meniupkan nafas ke mulut Liok Han Ki.
Tiba-tiba Liok Han Ki tersedak dan nafasnya mulai berjalan kembali. Lie Kun
Liong menghentikan usahanya sambil menatap wajah Liok Han Ki yang mulai berubah
warnanya dari pucat ke warna kemerahan. Dengan perlahan Liok Han Ki membuka
matanya dan melihat wajah Lie Kun Liong yang masih melongo kebingungan berlutut
di samping tubuhnya. Sambil berusaha duduk ia bertanya kepada Lie Kun Liong "Lie-heng, apa yang
terjadi, bagaimana dengan perompak-perompak tadi?" Ketika ia sedang berbicara,
sekonyong-konyong ia melihat bajunya tersingkap dan akibatnya buah dadanya
kembali tersembul keluar sebagian. Dengan menjerit lirih ia merapatkan bajunya
sambil menatap tajam Lie Kun Liong dengan kedua bola matanya yang mulai
mengeluarkan letupan-letupan kemarahan.
"Ma..aaf caa..hyee tidak sengaja, jantung dan nafas Liok-heng berhenti,
terpaksa..." kata Lie Kun Liong dengan terbata-bata tanpa menyelesaikan perkataannya.
Liok Han Ki segera ingat apa yang terjadi, terakhir kali ia berada di bawah
sungai sedang bertempur dengan kawanan perompak, ia sadar apa yang dilakukan Lie
Kun Liong adalah untuk menolongnya. Namun sebagai seorang gadis ia merasa malu
seorang pria telah menyentuh bibir dan melihat buah dadanya yang putih bersih.
Sambil terisak ia berlari menjauhi Lie Kun Liong.
Lie Kun Liong diam terpaku menatap kepergian Liok Han Ki. Ia tidak mempunyai
tenaga untuk mengejarnya, sudah terlalu banyak kejadian hari ini yang membuat
dirinya shock. Dengan tubuh lunglai ia meninggalkan tepi sungai dan melanjutkan perjalanan
seorang diri. Akhirnya ia sampai di kota dan segera mencari penginapan untuk membersihkan
badan dan berharap berjumpa Liok Han Ki di situ.
Keesokan harinya ia berkeliling kota mencari Liok Han Ki namun bayangannyapun
tak tampak, gelagatnya Liok Han Ki tidak berada di kota ini atau jangan-jangan
telah berlalu dari kota ini pikirnya.
Tergesa-gesa ia kembali ke penginapan dan meminta pelayan hotel membelikannya
seekor kuda, ia berniat melanjukan perjalanan dengan berkuda supaya lebih cepat.
6. Si Pedang Kilat Suatu ketika ia sampai di daerah pegunungan di pinggir tanah cekung wilayah
Sichuan dengan hamparan tanaman teh seperti karpet tebal berwarna hijau. Semilir
udara segar pegunungan berhembus pelan hingga daun-daun teh bergoyang
seirama. Siang itu, terik matahari sepertinya malu-malu membakar bumi karena
terhalang awan dan pepohonan. Rasa lelah dan penat karena seharian menunggang
kuda sepertinya tak terasa. Badan menjadi segar dan pikiran pun terasa lapang.
Di kebun teh itu tampak para wanita pemetik teh yang rajin sedang sibuk memetik
daun teh sambil menyanyikan lagu memetik daun teh, lagu yang mereka nyanyikan
turun temurun. Kesemua itu membentuk gambaran kehidupan petani yang indah di
Sichuan bagian barat. Terlihat serombongan anak-anak dengan baju berwarna-warni menari, berkejaran
menikmati suasana panen teh dengan mengejar kupu-kupu. Menurut legenda,
seorang petani obat pada jaman Dinasti Han Barat, Wu Lizhen yang pertama kali
menanam pohon teh di gunung ini, ia menanam 7 batang pohon itu di gunung
tersebut. Konon ketujuh pohon teh itu masih tetap subur meski telah berusia
ribuan tahun, dan setiap tahun tumbuh daun teh muda yang sempit dan panjang
serta sangat sedap rasanya. Ketujuh pohon teh itu oleh masyarakat setempat dinamakan
Teh Dewata. Di sebelah kiri kebun teh itu terdapat sebuah warung teh bagi para pelancong
yang ingin menikmati secangkir teh segar. Sambil menunggang kudanya perlahan-
lahan Lie Kun Liong menyusuri pegunungan itu melalui jalan tanjakan berbatu menuju
warung teh itu. Sambil menunggu teh yang di pesan datang, ia menyaksikan pemilik
warung yang sibuk mengolah daun teh. Dengan cara yang sangat tradisional, si
pemilik warung menggoreng daun teh di wajan dengan tangan, daun teh yang hijau
dengan cepat berubah menjadi kuning muda dan menyebarkan harum yang sedap
dan segar. Di sekitar warung teh terdapat belasan pohon ginko kuno yang tumbuh subur. Duduk
di kursi bambu, mereguk minuman teh yang sedap dan segar di bawah pohon sambil
melepas pandang ke gunung yang jauh, Lie Kun Liong bisa merasakan ketenangan
yang syahdu. Selagi menikmati teh dalam suasana alam yang indah dan tenang,
kupingnya yang tajam mendengar suara denting beradunya pedang di kejauhan.
Pada mulanya ia malas untuk mencampuri pertikaian dunia persilatan namun dari
bunyi beradunya pedang tersebut ia dapat membedakan pihak yang sedang
bertempur merupakan jago-jago kosen. Tertarik hatinya untuk melihat jalannya
pertempuran itu, segera ia mengembangkan ginkangnya ke arah suara tadi.
Ternyata di belakang perkebunan teh itu terdapat terdapat hutan bambu. Semilir
angin yang menerabas pepohonan bambu di sekitarnya mengalirkan keteduhan. Di
bawah rindangnya pepohonan bambu, seorang pemuda sedang bertanding dengan
seru melawan seorang nenek tua berusia enam puluh tahunan. Walupun
kelihatannya lemah dan tua tapi gerakan si nenek sangat lincah tidak kalah
lihainya dengan si anak muda. Pedang di tangan pemuda itu berkelabat bagaikan
kilat menyambar ke sana kemari mengincar tubuh tua si nenek. Pemuda itu berusia
sebaya dengannya, wajahnya cukup tampan dan sedikit jumawa, pakaian yang
dikenakannya terbuat dari bahan berkualitas berwana hijau muda. Gerak-geriknya
sangat sebat dan menguasai ilmu pedang yang sangat tinggi. Gerakan ilmu pedang
pemuda ini sangat mengandalkan kecepatan dan ketajaman bilah pedang. Gaya
pedang yang dimainkannya sangat tidak mengenal ampun, semua serangan
dilakukan dengan sepenuh hati seolah-olah ia menyerahkan seluruh jiwanya ke
dalam pedang, sangat mengiriskan hati. Selama berkelana di dunia persilatan
beberapa bulan ini, pemuda inilah yang menurut hasil pengamatannya memiliki ilmu
pedang yang tidak kalah dengan ilmu pedangnya.
Lie Kun Liong tidak yakin apakah ia sanggup mengalahkan ilmu pedang si pemuda
itu dengan ilmu pedang perguruannya. Entah persoalan apa yang terjadi diantara
mereka hingga melangsungkan pertempuran mati hidup di hutan bambu ini pikir Lie
Kun Liong. Ia tidak berani mencampuri sebelum jelas duduk persoalannya walaupun
ia bersimpati kepada si nenek tua yang terus bertahan dengan gigih terhadap
setiap serangan si pemuda itu. Sambil bersembunyi di balik rerimbunan pohon
bambu ia mengamati jalannya pertandingan dengan serius untuk menambah pengetahuannya.
Dengan sekilas saja ia sudah mampu mengingat setiap gerakan-gerakan yang hebat
dari kedua orang tersebut, memang gurunya sering memujinya memiliki bakat dan
ingatan yang sangat baik.
Setelah beberapa puluh jurus kemudian terlihat si nenek mulai agak keteteran
tapi ia tetap bertahan sekuatnya. Ilmu si nenek sebenarnya sangat lihai,
terbukti ia mampu melayani si pemuda ini tanpa terdesak. Kelemahan si nenek
adalah usianya, keuletannya kalah sama yang muda. Yang satu sedang dalam kondisi puncak
kemudaannya sedangkan yang lain sedang dalam kondisi menurun di usia tua.
Kedua orang itu sudah mengucurkan keringat di dahi masing-masing, tanda-tanda
kelelahan tampak di wajah keduanya. Siapapun yang menang pasti tidak mudah
diperoleh dan memerlukan pengorbanan tenaga yang banyak. Naga-naganya tidak
berapa lama lagi menang kalah dapat segera di tentukan.
Lie Kun Liong merasa serba salah, ia kasihan sama si nenek tapi ia belum tahu
masalah yang terjadi, takut terjadi kesalahpahaman.
Akhirnya ia memutuskan untuk menampakkan diri sambil berharap dengan
kedatangannya kedua orang ini berhenti berkelahi hingga ia bisa menanyakan duduk
persoalan sebenarnya. Harapan tinggal harapan, mereka yang sedang bertempur tidak berhenti sekalipun
mereka tahu kedatangan Lie Kun Liong bahkan jurus-jurus yang dimainkan semakin
ganas. Suatu ketika ujung pedang si pemuda berhasil menuai sukses mendekati tubuh
lawan serta memecah hawa chi si nenek mengakibatkan lobang darah di bagian
pundak si nenek. Dengan cepat darah mengucur keluar dan gerakan si nenek yang
lincah mulai berkurang terpengaruh oleh lukanya. Si pemuda tidak melewatkan
waktu sedetikpun, ia terus melancarkan rangkaian serangan mematikan.
Sadar akan bahaya yang dihadapinya, si nenek mengeluarkan segenap kemampuan
yang tersisa mendesak mundur si pemuda beberapa langkah sambil melemparkan
am gie (senjata rahasia) berbentuk bintang segi lima yang sangat tajam dan
terbuat dari logam. Selagi pemuda itu sibuk menangkis senjata rahasia, si nenek
melompat mundur dan melarikan diri ke arah Lie Kun Liong sambil berteriak "Anak
Kin, serang pemuda itu" dan menghilang di balik hutan bambu.
Lie Kun Liong melongo memandang belakang tubuh si nenek, mendengar kata-kata
nenek itu ia tidak mengerti. Namun belum sempat ia berbalik, terdengar siur
sambaran pedang sudah berada dekat punggungnya. Dengan mengerahkan
segenap kemampuan yang ia miliki, ia berhasil menghindarkan diri dari serangan
itu. Ternyata ia diserang oleh si pemuda yang menyangka Lie Kun Liong sebagai murid
atau cucu si nenek. "Eh nanti dulu looheng" kata Lie Kun Liong sambil sibuk menghindarkan diri dari
serangan ganas si pemuda. "Aku bukan siapa-siapa nenek itu" kata Lie Kun Liong
buru-buru. Tapi si pemuda itu tidak mau mendengarkan kata-kata Lie Kun Liong sedikitpun, ia
terus membombardir Lie Kun Liong dengan jurus-jurus mematikan. Terpaksa Lie Kun
Liong menghadapi si pemuda dengan penuh perhatian sebab kalau lengah sedikit,
tubuhnya akan bolong tertembus ujung pedang si pemuda.
Lie Kun Liong mengumpat dalam hati akan kesembronoan si pemuda itu, dengan
susah payah ia melayani si pemuda dengan tangan kosong. Tiada kesempatan
baginya untuk mencabut pedang yang berada di punggungnya. Untungnya ia sudah
sempat sedikit menyelami gaya ilmu pedang si pemuda tadi hingga sedikit banyak
ia masih bisa mengelak ke sana ke mari, lalu sambil melancarkan pukulan yang
disertai hawa lwekang, ia mencabut pedangnya untuk mempertahankan diri lebih
sempurna. Awalnya ia hanya mencoba mempertahankan diri sambil mencari kesempatan untuk
berbicara menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi namun serangan-serangan si
pemuda sangat ganas dan mematikan hingga ia sebagai pemuda yang masih
berdarah panas menjadi marah dan mulai membalas serangan si pemuda itu.
Terjadilah pertarungan yang jarang terjadi di dunia persilatan antara dua jago
pedang yang sama-sama masih muda dan bersemangat. Bagi keduanya ternyata
pertarungan ini merupakan pertarungan yang paling sengit yang pernah mereka
hadapi selama berkecimpung di dunia kangouw. Pedang yang mereka miliki sama-
sama pedang pusaka dan sudah menyatu dengan jiwa raga mereka. Saling
serangpun berlangsung dengan seru, masing-masing pihak mengeluarkan seantero
kemampuannya untuk mengalahkan lawan.
Kalau gerakan pedang si pemuda itu secepat kilat, gerakan pedang Lie Kun Liong
tidak kalah mantapnya. Kecepatan di hadapi dengan kemantapan. Sayang tidak ada
yang menyaksikan pertarungan kelas wahid ini. Suatu saat keduanya melancarkan
serangan pedang yang mengakibatkan bentrokan yang sangat keras sehingga
pedang di tangan mereka masing-masin terlontar ke atas terlepas dari pegangan
masing-masing. Dari situ dapat diketahui keduanya memiliki lwekang yang
setingkat. Sebenarnya kalau mau selagi pedangnya terlontar ke udara, Lie Kun Liong bisa
mengendalikan pedang dan untuk digunakan menyerang kembali si pemuda yang
telah kehilangan pedangnya dengan ilmu pedang terbang. Tapi ia masih sadar ini
kesempatan baik untuk menjelaskan salah paham ini.
"Harap dengarkan kata-kata aku loheng, aku tidak mengenal nenek itu sama sekali,
aku hanya kebetulan lewat di sini" kata Lie Kun Liong buru-buru takut si pemuda
Dendam Kesumat Pendekar Cinta Karya Tabib Gila di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ia masih gelap mata dan menyerangnya membabi buta.
Pemuda itu tertegun sebentar, lalu menyadari bahwa murid ataupun cucu si nenek
itu tidak mungkin memiliki ilmu pedang yang selihai ini bahkan lebih lihai dari
si nenek. "Tapi aku dengar sendiri Hui Thian Mo Lie (Hantu permpuan terbang ke langit) itu
menyebutmu anak Kin" kata pemuda itu ragu-ragu.
"Aku juga tidak mengerti mengapa nenek itu memanggil aku begitu, mungkin dalam
keadaan terdesak ia mau melemparkan beban ke aku untuk meloloskan diri" kata Lie
Kun Liong penasaran. "Rasanya memang itu tujuannya, untung engkau menjelaskan kalau tidak aku bisa
salah membunuh orang tak bersalah" kata si pemuda seolah-olah yakin sekali Lie
Kun Liong pasti akan kalah bila pertandingan diteruskan.
Sambil tersenyum tawar Lie Kun Liong bertanya "Ada sengketa apa antara loheng
dengan nenek itu" Ia sedikit tidak suka akan kejumawaan si pemuda itu.
"Hui Thian Mo Lie itu adalah pembunuh keluarga misan aku, sudah lama aku
memburunya dan tempat ini akhirnya bisa menyandaknya. Sayang ia lolos kali ini
tapi lain kali jangan harap dia seberuntung ini" kata pemuda itu dengan lagak
sombongnya. "Maaf kalau kemunculan aku tadi menganggu rencana balas dendam loheng" kata
Lie Kun Liong "Tidak apa-apa, bukan salah loheng. Oh ya aku Bai Mu An, siapa nama loheng"
tanya pemuda yang bernama Bai Mu An itu.
"Rupanya Bai-heng yang terkenal dengan julukan si Pedang Kilat" kata Lie Kun
Liong kaget. "Tidak berani, teman-teman persilatan yang memberi julukan itu" kata Bai Mu An,
namun tidak mampu menyembunyikan rasa bangga diwajahnya.
"Nama aku Lie Kun Liong, kebetulan sedang berkelana di sekitar sini" kata Lie
Kun Liong diam-diam tertawa dalam hati melihat kejumawaan Bai Mu An.
"Lie-heng hendak kemana" tanya Bai Mu An.
"Aku mau pergi ke Nanking, sudah lama dengar akan kemegahan kota raja" jawab
Lie Kun Liong. Sebenarnya ia berharap dapat berjumpa dengan Liok Han Ki di sana
karena ia ingat akan pembicaraan mereka dulu. Entah mengapa sejak ia secara
tidak sengaja membuka penyamaran Liok Han Ki yang ternyata adalah seorang dara
bahkan melihat buah dada seorang gadis perawan untuk pertamakalinya, wajah Liok
Han Ki selalu terbayang-bayang dalam benaknya.
"Kebetulan aku juga hendak ke kota raja mencari teman" kata Bai Mu An.
"Bagaimana kalau kita berdua berjalan bersama?" tanya Bai Mu An. Ia merasa cocok
dengan Lie Kun Liong yang rendah hati.
"Boleh, kebetulan aku sendirian. Ditemani Bai-heng yang berpengalaman membuat
aku senang" jawab Lie Kun Liong.
7. Pencuri di Istana Nanking adalah ibu kota kerajaan dan dikenal sebagai pusat ilmu, kebudayaan,
kesenian sejak dahulu dan merupakan salah satu kota terpenting di Tiongkok dan
menjadi ibu kota sepuluh dinasti atau kerajaan. Juga dikenal sebagai "Ibu kota
Surga". Telah menjadi pusat kerajaan dan ekonomi bagi daerah delta sungai
Yangtze selama beratus-ratus tahun. Nanking juga adalah penghubung
pengangkutan di bagian timur Tiongkok dan kawasan muara sungai Yangtze.
Memasuki gerbang kota Nanking, Lie Kun Liong memandang sekeliling kota dengan
terkagum-kagum. Belum pernah ia melihat kota yang seramai ini dan makmur. Di
kiri kanan sepanjang jalan terdapat warung makan kecil sampai yang besar dan
penginapan-penginapan kelas satu. Tercium wangi masakan dari warung-makan
besar membuat perutnnya berontak minta diisi.
Ia mengajak Bai Mu An memasuki salah satu warung makan yang terbesar. Suasana
warung makan itu ramai sekali, para pelayan hilir mudik membawa masakan-
masakan yang membuat air liur menetes, semua masakan disajikan panas-panas
langsung dari dapur. Mereka memesan tumis sayur, burung dara goreng nanking
yang terkenal, dua botol arak dan empat mangkok nasi putih yang masih panas
mengepul. Dengan lahap mereka menyantap masakan yang dihidangkan dan ludes
dalam sekejap. Di sebelah mereka duduk sekawanan pemuda dengan pakaian yang mewah,
kelihatan mereka berasal daridari keluarga terpandang atau anak pejabat
pemerintahan. Mereka sedang membicarakan kejadian dua hari yang lalu di warung
makan ini. "Ciu-heng apa benar gadis itu cantik jelita" tanya pemuda berbaju putih kepada
kawannya yang bertubuh gendut.
"Benar toako, gadis itu baru tiba ke kota ini dan sedang makan di pojokan meja
sebelah sana sendirian sewaktu rombongan tuan muda Pai datang dan mencoba
mengoda gadis itu" jawab pemuda bertubuh gendut. Seperti yang toako ketahui,
pengawal tuan muda Pai sangat lihai tapi cukup dengan sebatang sumpitnya, gadis
itu membuat kedua pengawal Pai kongcu takluk. Kalau tidak percaya coba toako
lihat lobang bekas lemparan sumpit gadis itu di dinding sebelah sana. Memang
benar di dinding tersebut terdapat dua lobang kecil seukuran sumpit. Dengan
meleltkan lidahnya pemuda berbaju putih itu bertanya "Sungguh lihai sekali gadis
itu, apa yang terjadi kemudian ?".
"Dengan sebatang sumpitnya si gadis itu melayani kedua pengawal Pai kongcu
dengan seenaknya bahkan kedua telapak tangan pengawal itu berlobang tertembus
sumpit yang dilemparkan gadis itu lalu menembus dinding di sana. Tenaga gadis
itu hebat sekali" kata pemuda gendut itu.
"Bagaimana potongan gadis itu" tanya pemuda yang lain.
"Wajahnya cantik mempesona bagaikan putri istana, tingginya sedang dan tubuhnya
langsing, kulitnya putih dan halus, jari-jari dan alis matanya lentik sekali.
Sungguh jarang aku melihat gadis secantik itu" kata pemuda gendut itu kesengsem.
Mendengar pembicaraan para pemuda itu, Bai Mu An berkata pada Lie Kun Liong
"Rasanya yang mereka bicarakan adalah kawan yang aku lag cari, ciri-cirinya
mirip" "Siapa nama gadis yang Bai-heng hendak cari" tanya Lie Kun Liong
"Dia bernama Liok In Hong dan julukannya Sian Li Kiam (Dewi Pedang)" jawab Bai
Mu An. "Sian Li Kiam yang terkenal itu, ternyata Bai-heng kenal dengannya" kata Lie Kun
Liong. Dengan hati berdebar-debar Lie Kun Liong merasa curigai jangan-jangan
Liok Han Ki yang ia kenal merupakan penyaruan dari Liok In Hong si Dewi Pedang.
"Keluarga aku dengan keluarganya punya sedikit hubungan persahabatan tapi aku
baru-baru ini saja mengenalnya" kata Bai Mu An dengan wajah luar biasa.
Setelah urusan mengisi perut selesai, mereka lalu mencari penginapan yang bersih
untuk membersihkan badan dan memulihkan tenaga.
Di sore harinya mereka berkeliling di sekitar kota raja untuk menyerapi kabar
Sian Li Kiam namun bukan berita tentang Liok In Hong yang mereka dengar tapi
berita tentang berhasil dimasukinya gudang pusaka istana raja oleh maling yang lihai.
Kejadiannya berlangsung tadi malam. Para wie-su (perwira kerajaan) yang berjaga
tiada seorangpun yang menyadari gudang pusaka istana telah kemalingan, baru
pada keesokan harinya kejadian yang menghebohkan itu ketahuan. Semua orang
tahu bahwa istana raja di jaga sangat ketat, ibaratnya burung pun tidak leluasa
untuk terbang di atas istana apalagi manusia. Namun si maling itu berhasil
memasuki gudang pusaka dengan melewati penjagaan dari pasukan Gie-lim-kun (pasukan
penjaga istana) dan Kim-mie-wie (pasukan pengawal kerajaan bersulam emas).
Namun yang lebih mengherankan si maling tidak mengambil barang-barang
berharga seperti pedang pusaka, perhiasan emas dan berlian yang biasa di pakai
putri-putri istana. Ia hanya mengambil sebuah lukisan bergambar pemandangan
gunung di waktu musim salju. Memang lukisan itu cukup berharga karena
merupakan hadiah dari Khan Agung kerajaan Mongolia sebagai tanda persahabatan.
Dengan adanya peristiwa ini penjagaan istana semakin diperketat dan pintu
gerbang kota raja juga di jaga ketat. Setiap orang yang hendak keluar kota raja
di periksa bawaannya. "Entah siapa gerangan orang yang berani mati mencuri di istana kerajaan,
sedangkan yang dicuri hanya sebuah lukisan" kata Lie Kun Liong.
"Pasti seorang jago kosen kangouw dan memiliki peta keadaan istana yang mampu
melakukan pencurian itu" kata Bai Mu An.
"Berarti ia pasti bekerjasama dengan orang dalam untuk mendapatkan gambaran
keadaan istana, kapan waktu pergantian penjagaan, siapa yang sedang memimpin
Sumur Perut Setan 2 Pusaka Rimba Hijau Karya Tse Yung Pengasuh Setan 3