Pencarian

Darah Pendekar 3

Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo Bagian 3


yang menjadi merah. Ia telah tertangkap basah sedang "mencuri" pandang. Pemuda
itupun kelihatan canggung dan dihentikannya pekerjaannya.
"Ada ...ada apakah, nona ?" dia bertanya sambil mengusap keringat dari dada dan
lehernya, menggunakan saputangan besar.
"Ah, tidak apa-apa, maaf kalau aku mengganggu pekerjaanmu, eh... saudara A-hai.
Bolehkah aku memanggilmu A-hai ?" Pek Lian melangkah, mendekat dan memandang
ramah. Pemuda itu sejenak menatap wajah itu, lalu me-nunduk dan dengan canggung seperti
orang yang malu-malu membelah lagi kayu di depannya, akan tetapi karena canggung,
gerakannya kaku dan kayu itu tidak dapat terbelah pecah.
"Tentu saja boleh, nona. Memang namaku A-hai."
"Dan namaku Pek Lian," kata dara itu tanpa menyebutkan she-nya yang untuk
sementara ini harus disembunyikan dulu.
"Pek Lian ...?" Pemuda itu mengerutkan alisnya, seolah-olah hendak mengingat-
ingat atau hendak menanamkan nama itu dalam-dalam di batinnya. "Pek Lian..., Pek Lian... !"
Pek Lian menahan senyumnya. Aneh sekali ra-sanya. Mengapa ketika namanya disebut
berulang-ulang itu hatinya terasa senang sekali "
"Engkau mengenal nama itu ?"
A-hai menggeleng kepala. "Aku hendak mengingatnya agar jangan lupa."
Kembali Pek Lian terasa sejuk nyaman. Senang sekali hatinya dan iapun berjongkok
di dekat pemuda itu yang masih mencoba - coba untuk membelah kayu akan tetapi selalu
gagal karena dia tiba-tiba menjadi canggung sekali.
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
"Begini kalau membelah kayu !" kata Pek Lian dan gadis ini miringkan tangan
kanannya, mengerahkan tenaganya dan sekali "bacok" dengan tangan miring itu pecahlah kayu
bakar di depannya menjadi dua, seperti terbacok golok yang tajam saja.
Wajah A - hai berseri. "Wah, engkau pandai se-kali, Pek Lian!"
Pek Lian semakin girang. Padahal, pemuda ini seharusnya menyebut nona. Lalu
iapun teringat bahwa ia sendiripun menyebut A - hai begitu saja, dan dalam sebutan -
sebutan ini terasa olehnya suatu keakraban yang luar biasa.
"Apa engkau tidak bisa melakukannya dengan tangan kosong, A - hai ?"
Pemuda itu menggeleng. "Mana mungkin " Dengan pisau inipun amat sukarnya."
"Dengan pisau itu memang lebih sukar dari pada dengan tangan kosong. Cobalah dan
tirulah aku, engkau tentu bisa," kata Pek Lian. "Nah, mula - mula tangan kananmu begini,
lalu kerahkan tenaga, tahan napas dan salurkan tenaga ke tanganmu, pusatkan pada bawah
tanganmu dan curahkan perhatian dan keyakinan bahwa kayu ini tentu akan pecah terbelah oleh
pukulan tanganmu yang tajam seperti golok. Mulai. Lihatlah dulu tanganku. Satu - dua -
tiga ! Krakk !" Kayu itu pecah oleh bacokan tangan Pek Lian. "Sekarang coba kaulakukan dengan
kayu di depanmu itu." Wajah pemuda itu berseri seperti seorang anak kecil memperoleh suatu permainan
baru. Diapun lalu menegangkan tangannya, dibentuk seperti bentuk tangan dara itu tadi,
kemudian diapun menahan napas dan mengerahkan tenaga. Pek Lian menekuk ibu jari pemuda
itu agak membengkok ke dalam telapak tangan, lalu mengangguk. "Sudah baik begitu, nah,
kerahkan tenaga dan dengar hitunganku. Satu..., dua... tiga...
!" Pemuda itu mengayun tangannya
dan "Krakkk!" kayu itupun pecah terbelah! A - hai tertawa gembira biarpun sambil
menyeringai karena tangannya agak nyeri rasanya.
Diam-diam Pek Lian memandang kagum. Tanpa disadari, pemuda ini sebenarnya
memiliki sin-kang yang amat kuat. Kalau saja pemuda ini dapat mempergunakannya, tentu
akan hebat sekali. Kalau begitu, pikirnya, keadaan menjadi sebaliknya ma-lah. Kalau
pikirannya sedang sadar seperti ini, jus-teru ilmu pemuda itu seperti "tidur", akan tetapi sebaliknya
kalau pikirannya kacau dan tidak sadar, ilmunya malah "bangun".
"Engkau baik sekali, Pek Lian," katanya dan sikapnya menjadi ramah.
"Engkau juga baik sekali, A-hai. Benarkah bahwa engkau sudah tidak ingat sama
sekali akan asal - usulmu ?" Pemuda itu mengerutkan alisnya yang hitam tebal itu, lalu menghela napas
panjang. Dadanya yang bidang dan kuat itu membusung ketika di menyedot napas. "Aahh, Pek
Lian, jangan bicara tentang masa laluku. Aku menjadi pusing kalau memikirkan itu. Aku tidak
mau ingat apa - apa lagi yang penting aku ingat sekarang ini bahwa engkau bernama Pek Lian dan
engkau baik sekali terhadap diriku."
Hati dara itu terasa senang sekali. Ia sendiri merasa heran. Sebagai puteri
seorang menteri, ia sudah biasa dengan kata - kata menjilat dan me-muji, dan sebagai seorang
gadis yang cantik dan lihai, banyak sudah orang memuji kecantikannya atau kelihaiannya. Akan
tetapi biasanya, puji - pujian itu membuatnya merasa muak karena ia tahu bahwa di balik pujian itu
tersembunyi maksud lain Sebaliknya, pujian pemuda ini begitu wajar dan bersih dari pada
pamrih apapun, dan terasa meng-harukan dan juga menyenangkan baginya.
"A - hai, apakah selain aku, tidak ada orang lain yang juga amat baik
kepadamu ?" Pemuda itu cemberut, lalu menggeleng kepa-lanya. "Ada sih ada, seperti losuhu di
kuil ini juga baik kepadaku. Akan tetapi kebanyakan orang amat jahat, jangankan menolong,
malah mereka itu selalu menggangguku. Semua orang jahat kepadaku, Pek Lian, akan
tetapi engkau baik... baik sekali, aku suka kepadamu."
Pek Lian tersenyum dan dalam keharuannya, otomatis jari - jari tangannya
menyentuh lengan yang berotot itu. "Kasihan engkau, A-hai "
Dalam suara Pek Lian terkandung getaran penuh belas kasihan dan agaknya hal ini
terasa dan menyentuh perasaan A - hai karena tiba-tiba saja pemuda itu menangis
sesenggukan ! Pek Lian ter-kejut, memandang pemuda yang menutupi muka dengan kedua tangannya itu
dan melihat air mata mengalir dari celah - celah jari tangan itu.
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Pek Lian memegang lengannya. "A-hai, jangan berduka, A-hai .." katanya lirih,
hampir tak dapat menahan air matanya sendiri.
Pemuda itu menggunakan tangan yang dikepal untuk menyusuri air matanya, lalu
dengan muka muram memandang wajah dara itu. "Bagaimana aku tidak akan berduka, Pek
Lian, kalau hatiku terasa berduka sekali" Aku berduka sekali aku sengsara sekali"
"Eh, apakah yang menyebabkan engkau berduka, A-hai " Apakah yang telah terjadi
maka engkau merasa begini sengsara ?" Dipandangnya wajah itu dengan penuh harap
kalau-kalau pemuda itu sekarang telah menemukan kembali ingatannya. Akan tetapi, pemuda itu
menggeleng kepala dan menarik napas panjang.
"Tidak tahu...aku tidak tahu, tahuku hanya
bahwa aku berduka dan sengsara sekali"
Pek Lian memandangi pemuda itu, dari kepaL sampai ke kaki. Biarpun dalam keadaan
kehilangan ingatannya, ternyata pemuda ini merawat dirinya dengan baik.
Rambutnya, kukunya, terawat dan bersih. Jelas bahwa dia ini bukan seorang pemuda dusun yang bodoh.
Tiba-tiba pendengaran Pek Lian menangkap suara ribut-ribut di luar kuil. Ia
khawatir kalau- kalau pemuda ini akan kumat pula, maka ia bangkit berdiri dan berkata, "A - hai,
engkau lanjutkan pekerjaanmu dan latihlah membelah kayu dengari tangan seperti tadi. Aku hendak
menemui losuhu di luar." A - hai mengangguk dan sudah mulai membe-lah - belah kayu dengan tangan seperti
yang diajarkan oleh Pek Lian tadi. Pek Lian sendiri cepat berlari ke ruangan luar di
mana ia melihat kedua orang gurunya sedang mengintai dari balik pintu dengan wajah tegang. Iapun
cepat menghampiri dan ikut mengintai.
Kiranya di luar kuil sedang terjadi sesuatu yang amat menarik, yaitu suatu
perkelahian yang aneh karena di situ nampak seorang perajurit muda dikeroyok oleh belasan orang
perajurit lain. Perajurit muda itu dikeroyok oleh teman - temannya sendiri ! Akan tetapi,
perajurit muda itu lihai bukan main. Dengan tangan kosong saja dia menghadapi pengeroyokan belasan orang
perajurit bersenjata itu dan berhasil membuat para pengeroyoknya kocar-kacir
Gerakannya cepat dan mantap, setiap tamparan tangannya membuat perajurit yang
terkena seketika roboh dan terlempar. Akan tetapi, karena pihak pengeroyok amat banyak,
roboh satu maju penggantinya, maka perajurit muda itu terkepung. Pek Lian mengerutkan
alisnya, merasa seperti sudah pernah melihat wajah perajurit muda itu.
Dikeroyok banyak orang, perajurit muda itu kelihatan semakin gembira. Dia
tersenyum dan mem-bentak, "Gentong - gentong kosong, majulah kalian semua!" Begitu pemuda itu
tersenyum dan bicara, teringatlah Pek Lian.
"Suhu ...dia itu orang yang berada di atas tiang melintang di rumah itu. Akan
tetapi, di mana tiga orang temannya yang lebih tua itu ?"
Kedua orang gurunya memperhatikan, dan pada saat itu terdengar derap kaki kuda
dan muncullah seorang berpakaian panglima diiringkan oleh dua orang laki - laki
gagah berpakaian preman yang agaknya merupakan pengawal - pengawal panglima itu. Di belakang
panglima ini nampak belasan orang perajurit berpakaian lengkap berlari-lari mengikuti larinya
kuda. Sementara itu, pertempuran itu agak menjauh, maka Pek Lian dan dua orang gurunya juga
sudah keluar dari kuil dan melihat ada sebuah gerobak tertutup yang berhenti di tepi jalan tak
jauh dari kuil itu. "Wah, wah... dia muncul juga" terdengar Kim-suipoa berbisik ketika melihat
panglima itu. Pek-bin-houw juga mengenalnya dan tentu saja Pek Lian yang sudah banyak mengenal
panglima - panglima kota raja itupun mengenal panglima berkuda itu.
Pada jaman itu, di kota raja terdapat dua orang jagoan yang memiliki ilmu
kepandaian tinggi sekali dan namanya dikenal dan ditakuti orang. Orang pertama adalah Pek-
lui-kong Tong Ciak, jagoan cebol yang jarang keluar karena selalu bekerja secara rahasia dan
menjadi panglima dari Kim - i - wi (Pasukan Baju Emas). Panglima pengawal ini selain memiliki
ilmu kepandaian yang amat tinggi karena dia mewarisi ilmu - ilmu dari Soa - hu - pai, juga mempunyai
kekuasaan yang tak terbatas besarnya di dalam lingkungan istana. Hal ini tidaklah mengherankan,
karena selain si cebol ini amat dipercaya oleh kaisar, juga dia masih sanak dengan Chao Kao,
yaitu thaikam (pembesar kebiri) kepala yang berkuasa di dalam istana dan menjadi orang
kepercayaan nomor KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
satu di dalam istana. Bahkan para selir dan keluarga kaisar sendiri menaruh hati
jerih terhadap pembesar ini. Adapun jagoan ke dua yang ditakuti orang ada-lah panglima yang kini tiba - tiba
muncul di jalan raya tak jauh dari kuil di luar kota Ki - han itu. Panglima ini adalah
seorang jenderal yang menge-palai pasukan - pasukan pilihan. Namanya sudah amat terkenal dan setiap
kali jenderal ini memim-pin pasukannya menghadapi musuh atau melakukan operasi pembersihan, maka
selalu pasti berhasil baik. Namanya adalah Jenderal Beng Tian dan melihat tubuhnya yang
tinggi besar itu saja dia sudah nampak amat gagah perkasa. Dan memang ilmu silatnya kabarnya
juga amat hebat, mendekati kesaktian yang sukar dicari tandingannya, dan ka-barnya
setingkat dengan ilmu silat si cebol Pek - lui-kong Tong Ciak. Tentu saja keduanya memiliki kelebihan, yaitu Jenderal
Beng Tian mahir ilmu perang dan menguasai banyak pasukan, sedangkan Tong Ciak
mempunyai pengaruh besar di istana, dan lebih dekat dengan kaisar.
Dua orang berpakaian preman yang selalu men-dampingi Jenderal Beng Tian adalah
pengawal-pengawal pribadinya. Bukan orang - orang lain, melainkan masih saudara
seperguruannya sendiri. Maka dapat dibayangkan betapa lihai mereka berdua itu,
hanya setingkat lebih rendah dibandingkan dengan jenderal itu sendiri. Jaranglah jenderal itu
turun tangan sendiri, karena setiap lawan yang berani melintang di depannya, cukup ditanggulangi dan
ditundukkan oleh dua orang pengawalnya yang tangguh itu.
Beng - goanswe (Jenderal Beng) kini sudah tiba di dekat tempat perajurit muda
dikeroyok itu. Dia menghentikan kudanya dan menonton dengan pandang mata tertarik. Dia


Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merasa kagum sekali kepada perajurit muda itu. Diam-diam dia merasa heran dan menduga - duga
siapa adanya orang muda yang demikian tangguh dan beraninya, menyamar sebagai seorang
perajurit dan menyusup ke dalam perkemahan bala tentaranya itu. Sungguh suatu perbuatan yang
luar biasa beraninya dan ke-gagahan yang mengagumkan sekali. Gerakan pemuda itu selain
cepat dan gesit, juga mengandung tenaga kuat dan aneh sekali. Diam - diam Beng-goanswe
mempelajari gerakan - gerakannya itu dan mengingat - ingat, akan tetapi dia tidak mengenal ilmu
silat pemuda itu. Di lain pihak, ketika perajurit muda palsu itu mengenal siapa yang muncul, diam
- diam menjadi terkejut bukan main. Tidak disangkanya sama sekali bahwa orang nomor
satu dari pasukan peme-, rintah pilihan itu muncul di situ ! Tentu saja dia mengenal
bahaya dan berusaha untuk meloloskan diri dari kepungan belasan orang perajurit yang mengeroyoknya.
Tiba - tiba pemuda itu mengeluarkan teriakan melengking nyaring, kedua lengannya membuat
gerakan memutar - mutar membentuk lingkaran - lingkaran yang saling menyambung dan para
pengeroyoknyapun berjatuhan ! Dalam satu gebrakan yang mengandung serangan
bertubi-tubi itu, sekaligus robohlah enam orang perajurit pengeroyok ! Beng - goanswe
terkejut dan mengeluarkan seruan tertahan sambil mengangkat tangan kanannya ke atas. Dua
orang sutenya, atau juga dua orang pengawal pribadinya, maklum akan isyarat ini maka keduanya
lalu berloncatan turun dari atas kuda masing - masing, berjungkir balik dan dengan
gerakan indah keduanya sudah melayang dan memotong jalan lari perajurit muda palsu itu !
Pemuda yang menyamar sebagai perajurit itu terkejut, maklum bahwa dia berhadapan
dengan dua orang lawan yang tangguh, padahal di situ masih terdapat sang
panglima dan puluhan orang perajurit, maka diapun tidak mau membuang banyak waktu lagi,
membentak nyaring dan dia su-dah menyerang dua orang pengawal panglima itu. Dan melihat
betapa dua orang pengawal itupun menghadapi si pemuda dengan tangan kosong, dapat
dimengerti bahwa tingkat kepandaian mereka-pun sudah tinggi sekali.
Sekali ini para perajurit hanya mengurung dari jauh sambil menonton. Perkelahian
yang terjadi memang hebat bukan main. Sang panglima yang masih duduk di atas kudanya
memandang dengan mata semakin kagum. Tak disangkanya sama sekali bahwa musuh yang menyamar
itu, yang masih demikian muda, mampu melayani pengeroyokan dua orang pengawalnya,
dapat membalas setiap serangan dengan serangan yang tidak kalah dahsyatnya, walaupun
lambat - laun pemuda itu nampak kewalahan juga. Panglima ini dapat mengukur bahwa andaikata
tidak dikeroyok, belum tentu su-tenya dapat menang. Kini, mengandalkan pengeroyokan
itu, dua orang pengawalnya dapat menghujani serangan dan dengan cengkeraman- cengkeraman, satu
demi satu pakaian perajurit penyamaran itu dapat dilucuti dan akhirnya nampaklah
pakaian pemuda itu KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
sendiri, yaitu pakaian yang dipakai oleh pemuda yang semalam telah bertemu
dengan Pek Lian dan dua orang gurunya di rumah kosong.
Tiba - tiba Pek - bin - houw menahan seruannya. Setelah kini melihat wajah
pemuda itu di siang hari, diapun mengenalnya. Pernah dia bertemu dengan pemuda itu, setahun
lebih yang lalu. "Ahhh...! aku ingat sekarang!" Dia berbisik kepada Kim-suipoa dan Pek Lian. "Dia
adalah Yang-ce Siauw-kokcu (Ketua Muda Lembah Sungai Yang-ce) !"
Mendengar ini, Pek Lian memandang tajam. Kiranya inilah pemimpin dari orang -
orang gagah yang bermarkas di sepanjang lembah Sungai Yang-ce, yang kini sedang
digempur oleh pasukan pemerintah itu! Para pendekar lembah Sungai Yang-ce amat terkenal karena
gagah perkasa, dan nama-mereka sejajar dengan nama para pendekar Puncak Awan Biru.
Memang kedua perkumpulan orang gagah ini sama - sama terkenal sekali sebagai orang-
orang gagah yang menentang kelaliman pemerintah. Puncak Awan Biru di Pegunungan Fu-niu--san
menjadi sarang para pendekar yang tentu saja oleh pemerintah dinamakan gerombolan penentang
pemerintah atau gerombolan pemberontak, dipimpin oleh seorang pendekar yang gagah perkasa,
yaitu Liu Pang yang terkenal dengan sebutan Liu - toako. Pek Lian dan empat orang gurunya
bergabung kepada perkumpulan pimpinan Liu Pang inilah. Adapun gerombolan lembah Sungai
Yang - ce ini dipimpin oleh seorang pendekar yang tidak kalah terkenalnya, yaitu yang bernama
Chu Siang Yu. Karena sama-sama sebagai perkumpulan pendekar atau patriot yang menentang
kelaliman pemerintahan dan membela rakyat kecil yang tertindas, maka kedua pihak ini
saling menghormat dan saling membantu. Bahkan Liu Pang yang berasal dari keluarga petani kecil
menaruh sikap hormat sekali kepada Chu Siang Yu yang masih berdarah bangsawan, bahkan terkenal
sekali karena dia adalah keturunan Jenderal Chu Tek yang pernah menggegerkan dunia
karena kegagahannya di jaman dahulu.
"Bukan main ......" kata Pek - bin - houw. "Kok-cu muda ini lihai sekali.
Gurunya lebih hebat lagi, pernah pibu (mengadu ilmu silat) secara persahabatan dengan Liu - toako."
"Ah, lalu bagaimana hasilnya, suhu ?" tanya Pek Lian, tertarik sekali mendengar
bahwa guru pemuda yang lihai ini pernah pibu melawan gurunya yang baru, ketua Puncak Awan
Biru. "Mereka pibu tangan kosong, dan kalau saja pibu itu dilakukan dengan senjata,
dengan keisti-mewaannya bermain pedang mungkin tidak akan "kalah."
"Jadi, suhu kalah ?" tanya Pek Liari kecewa.
"Begitulah, akan tetapi hal itu terjadi ketika. Liu-toako masih muda, masih sama
- sama muda dahulu, sepuluh tahun yang lalu. Sekarang tentu saja Liu-twako telah
memperoleh kemajuan yang amat hebat. Akan tetapi melihat kelihaian pemuda, itu, tentu dapat
dimengerti bahwa ilmu silat gurunya tentu jauh lebih hebat lagi."
"Suhu, ternyata di dunia ini demikian banyak-nya orang - orang yang memiliki
ilmu silat sedemi-kian tingginya." Dalam suara Pek Lian terkandung kekecewaan karena dara
ini melihat betapa ilmunya sendiri masih amatlah dangkalnya.
Dua orang pendekar itu maklum akan perasaan hati murid mereka. Mereka sendiripun
setelah secara berturut - turut mengalami pertemuan dengan begitu banyaknya
orang pandai, merasa beta-pa kepandaian sendiri masih teramat rendah. Mereka maklum bahwa Pek
Lian merasa kecewa seka-li melihat kenyataan yang menghancurkan harga diri itu. Dara
itu telah berlatih silat dengan amat tekunnya, bahkan telah belajar dari lima orang guru
dan ilmu kepandaiannya bahkan sudah melampaui tingkat masing - masing dari keempat Huang-
ho Su- hiap. Gadis itu tentu mengira bahwa ilmu silatnya sudah baik dan tidak sembarang
orang akan dapat mengalahkannya. Akan tetapi sungguh merupakan kenyataan yang amat pahit
baginya bahwa begitu ia turun gunung untuk pertama kalinya, bertualang sebagai gadis
pendekar kang - ouw setelah keluarganya hancur, ia mengalami kekalahan karena bertemu
dengan orang - orang yang memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi.
Pertama - tama, bertemu dan kalah oleh si ce-bol Pek - lui - kong Tong Ciak.
Kemudian pemuda sinting itupun memiliki kepandaian yang luar biasa lihainya. Setelah itu,
bertemu dengan keluarga Bu yang sakti, yang rata - rata memiliki kepandaian jauh lebih tinggi
dari padanya. Juga orang-orang berjubah naga itu, baru bertemu dengan yang berjubah biru saja ia
sudah kalah, belum lagi kalau harus melawan yang berjubah coklat. Kemudian muncul pemuda
Lembah Yang - ce ini, jelas pemuda ini memiliki kepandaian yang jauh lebih tinggi di atasnya.
Dan orang - orang KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Tai - bong-pai itupun lebih lihai lagi. Bertemu dengan demikian banyaknya tokoh
- tokoh yang hebat, tentu saja dara itu merasa betapa dirinya kecil dan lemah tak berarti!
Perkelahian antara kokcu lembah Sungai Yang-ce dengan dua orang pengawal
Jenderal Beng Tian itu menjadi semakin seru, akan tetapi jelaslah kini bahwa pemuda itu
terdesak hebat. Kedua pengero-yoknya itu masing-masing tidak memiliki tingkat lebih tinggi
darinya, akan tetapi mereka berdua dapat bekerja sama dengan baik sekali. Beberapa kali pemuda itu
telah terkena pukulan - pukulan dua orang pengeroyoknya. Kalau saja tenaga sinkang-nya tidak
amat kuat, tentu pukulan-pukulan dahsyat itu sudah merobohkannya. Pemuda itu terdesak
terus, main mundur sampai akhirnya pertempuran itu tiba di dekat gerobak yang berhenti, di
mana Ho Pek Lian dan kedua orang gurunya bersembunyi. Sementara itu, Pek Lian dan dua orang
gurunya hampir lupa diri saking asyiknya nonton perkelahian itu, lupa bahwa kalau mereka
bertiga itu sampai ketahuan, amat berbahayalah bagi mereka yang memang sedang dicari-cari
oleh para peraju-rit karena mereka dicurigai sebagai pembunuh para perwira itu.
Sebuah pukulan menyambar ke arah kepala pemuda dari Lembah Yang-ce itu. Pemuda
ini menangkis dan sebuah tendangan ke arah pusarnya dapat dielakkannya. Akan tetapi
karena dia terhimpit ke gerobak itu, pukulan yang mengarah lehernya dan sudah dielakkannya
masih saja mengenai pun-daknya. "Dukk!!" Keras sekali pukulan ini, membuat tubuhnya terdorong dan menabrak
gerobak sehingga gerobak itu bergoyang - goyang. Sebelum pemuda itu dapat memperbaiki
kembali sikapnya, kedua orang lawan itu dengan tenaga gabungan telah dapat menghantamnya
lagi. "Dess !!" Kini tubuh pemuda itu menabrak gerobak dengan keras dan jatuh
terlentang ke bawah gerobak. Dari mulutnya keluar darah segar, tanda bahwa dia telah menderita
luka dalam yang cukup parah. Akan tetapi dua orang lawannya tidak mau memberi ampun, masih
mendesak maju hendak mengirim pukulan susulan yang tentu akan mematikan.
Melihat ini, Ho Pek Lian dan guru - gurunya tidak dapat menahan hatinya lagi.
Mereka adalah pendekar - pendekar yang sejak lama digembleng untuk selalu mengulurkan
tangan menolong pihak lemah atau pihak yang benar, maka melihat betapa nyawa pemuda
Lembah Yang - ce itu terancam, mereka segera keluar dari balik gerobak itu dan. menyerang
dua orang pengawal yang hendak menghabiskan nyawa pemuda Lembah Yang - ce.
"Wuuut! Singgg ....!!" Pedang di tangan Pek Lian menyambar ke arah leher seorang
di antara dua lawan terdekat untuk menyelamatkan pemuda itu. Akan tetapi pengawal
itu gesit sekali, dengan sebuah loncatan menyamping dia dapat menghindarkan diri dari
sambaran pedang ke lehernya, bahkan secepat kilat tangannya sudah menyambar dari samping,
mengarah ubun - ubun kepala Pek Lian! Melihat ini, pemuda Lembah Yang-ce terkejut. Dia sendiri sudah terluka parah,
akan tetapi me-lihat bahaya mengancam nona yang mencoba me-nyelamatkannya itu, diapun
meloncat bangkit dan menangkis pukulan itii. Kembali dia terlempar, akan tetapi pukulan
pengawal itu meleset, tidak mengenai kepala Pek Lian, dan sebaliknya menyambar dan mengenai
tiang gerobak bagian belakang. "Krakkkk ....!!" Tiang itu patah dan sebagian atapnya yang belakang ambruk.
"Kurang ajar! Anak setan sialan dangkalan! !" Terdengar suara parau menyumpah -
nyumpah dari bawah atap gerobak yang patah dan runtuh itu berbareng dengan suara
jeritan serak suara wanita yang juga memaki - maki lebih kotor lagi.
"Anak haram anjing babi monyet!" maki wanita itu.
Semua orang terkejut dan dari bawah atap gerobak yang runtuh itu muncullah
sepasang laki-laki dan wanita setengah tua dengan pakaian ke-dodoran setengah telanjang
sambil memaki - maki. Keduanya berloncatan keluar sambil membetulkan celana yang kedodoran dan
diikat sekenanya saja. Kemudian, tanpa bicara apa - apa lagi pria dan wa-nita ini
menggerakkan kedua tangan mereka dengan cepat luar biasa, tanpa pilih bulu, baik Pek Lian dan kedua
orang gurunya,

Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

juga pihak pera-jurit. Dan terjadilah hal yang mengerikan sekali. Tangan pria
dan wanita itu seketika berobah kehijauan dan ketika mereka menggerakkan kedua tangan, angin
besar menyambar - nyambar seperti terjadi angin puyuh. Karena gerakan empat buah
tangan itu cepatnya sukar diikuti dengan mata, orang sebanyak itu merasa seperti mereka
masing-masing menerima pukulan, maka merekapun adu yang mengelak dan ada yang menangkis. Namun
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
akibatnya sama saja. Baik yang mengelak maupun yang menangkis, semua terkena
pukulan itu atau bersentuhan dengan tangan itu dan seketika juga mereka merasa tubuh mereka
panas seperti terbakar api, kemudian berobah dingin sampai menggigil, panas dan dingin
menyerang tubuh mereka seperti orang sakit demam. Pek Lian, dua orang gurunya, juga dua
orang pengawal lihai itu, tak terkecuali, semua menggigil dan kepanasan silih berganti. Hanya
pemuda Lembah Yang-ce, karena tadi ketika menangkis tubuhnya roboh, terbebas dari hawa beracun
yang hebat itu. Panglima itu, Jenderal Beng Tian, melihat hal ini, berobahlah wajahnya.
Dari atas kudanya dia mengirim pukulan dorongan kedua tangannya berganti - ganti. Pria dan wanita
itu terdorong mundur oleh hawa pukulan ini dan mereka berteriak kesakitan. Sementara itu, Beng
- goanswe sudah berteriak memberi peringatan kepada anak buahnya.
"Semua mundur ! Awas pukulan Im - yang Tok-ciang mereka! Sangat beracun. Mereka
adalah iblis - iblis dari Pulau Selaksa Setan !"
Sambil berkata demikian, Jenderal Beng Tian melompat turun dari atas kudanya
agar dapat ber-gerak lebih leluasa. Akan tetapi, sepasang laki perempuan itu telah meloncat
ke atas gerobak dan dari tangan mereka berhamburan pasir - pasir putih beracun ke arah sepasang
panglima dan para perajurit yang hendak mengejar. Panglima itu dan dua orang pengawalnya
saja, yang masih menggi-gil, yang dapat menghindarkan dirinya. Para pera-jurit, delapan
orang banyaknya, roboh dan menjerit - jerit, bergulingan karena pasir - pasir putih itu
mengandung racun yang mendatangkan rasa gatal - gatal dan panas. Gerobak itu telah dilarikan
secepatnya, diseret oleh dua ekor kudanya meninggalkan tempat itu.
Hampir saja gerobak itu bertabrakan dengan sebuah kereta yang juga bergerak
datang dengan cepat. Akan tetapi ternyata kakek yang mengusiri gerobak, juga seorang
laki - laki setengah tua yang mengusiri kereta itu, amat cekatan. Sambil memaki, kakek
pengemudi gerobak itu dapat menyim-pangkan gerobaknya ke kiri, demikian pula kereta itupun
menyimpang ke kiri sehingga tubrukan dapat dihindarkan. Kereta itu berhenti dan secepat kilat, tiga
orang kakek, yaitu kawan-kawan dari kokeu Lembah Yang-ce, berloncatan keluar. Mereka sudah
bersiap-siap untuk menghadapi panglima yang lihai itu. Akan tetapi tiba - tiba kedua pengawal
dari jenderal itu mengeluh kepanasan oleh racun pukulan suami isteri aneh tadi, maka pertempuran
dengan sendirinya berhenti. Tiga orang kakek itu lalu mengangkat pemuda Lembah Yang-ce,
juga Pek Lian dan dua orang gurunya ditarik naik memasuki kereta, lalu kereta itu
dilarikan secepatnya. Panglima yang masih gentar menghadapi suami isteri yang tiba - tiba saja muncul
dan seolah - olah juga menentangnya itu, apa lagi melihat dua orang pengawalnya sudah
terluka, cepat bersuit panjang memberi isyarat kepada pasukannya untuk mengejar dan menghalangi orang-
orang yang memberontak itu untuk melarikan diri.
Maklum bahwa tidaklah mudah untuk dapat melarikan kereta itu dari pengejaran
pasukan, apa lagi melihat kenyataan yang tidak menguntungkan betapa kokcu Lembah Yang -
ce telah terluka parah, bahkan tiga orang pendekar dari Puncak Awan Biru yang dapat
diharapkan bantuannya itupun telah menggigil panas dingin, maka tiga orang kakek dari
Lembah Yang-ce itu membalapkan kereta sedapat mungkin untuk mencapai hutan di depan.
Jilid IV AKAN TETAPI, ketika kereta tiba di suatu tikungan, tiba- tiba muncul seorang
pemuda bertubuh tinggi besar. Pek Lian dan dua orang gurunya yang tidak pingsan seperti
kokcu Lembah Yang - ce dan ikut mengintai keluar, mengenal pemuda ini sebagai pemuda tukang
sapu di kuil itu. "A-hai...!" teriak Pek Lian. "Harap berhentikan kereta, mungkin dia mempunyai
petunjuk penting!" Mendengar seruan nona ini, tiga orang kakek Lembah Yang-ce menghentikan kereta
itu. Kalau saja bukan Pek Lian yang berseru, tentu mereka tidak akan berhenti karena
mereka tidak mengenal pemuda tinggi besar itu, bahkan mencurigainya.
Pemuda itu dengan napas terengah - engah, agaknya ketakutan dan juga gelisah
sekali, berkata, "Cepat turun semua ! Di depan sudah ada perajurit - perajurit menjaga.
Penunggang - KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
penunggang gerobak itupun sudah dikeroyok dan terjadi pertempuran mengerikan.
Lekas turun dan mari ikut bersamaku, aku dapat menyembunyikan kalian!"
Pek Lian melihat betapa pemuda itu ketakutan. Hal ini merupakan tanda bahwa
pemuda itu justeru berada dalam keadaan normal dan tidak sedang kumat. Maka diapun lalu
turun dengan menahan rasa dingin tubuhnya, diturut oleh dua orang gurunya.
"Dia dapat dipercaya. Mari cepat!" katanya kepada tiga orang kakek Lembah Yang -
ce yang tentu saja tidak ragu - ragu lagi, karena keadaan amat mendesak. Pemuda tinggi
besar itu melihat Pek Lian menggigil, lalu memegang tangan gadis itu.
"Pek Lian, engkau sakit " Ihhhh . . . ! Tanganmu seperti salju!" Dan
digandengnya dara itu, dibawanya lari dengan hati-hati. Pek Lian menurut saja karena memang iapun
merasa pening dan larinya terhuyung. Kim - suipoa dan Pek - bin-houw saling bantu dengan
bergandeng tangan, lalu dibantu oleh dua orang kakek. Kakek ke tiga me-mondong tubuh kokcu Lembah
Yang - ce. Pemuda yang menggandeng Pek Lian itu memasuki sebuah kuil kuno yang rusak di
tepi hutan, lalu menuju ke bagian belakang. Tiba-tiba Pek Lian mengeluh, dan tubuhnya
menjadi panas sekali, kepalanya pening dan matanya berkunang - ku-nang. Hampir berbareng
dengan kedua orang suhunya, iapun terpelanting. Untung A - hai cepat menyambar dan
memondongnya. "Ah, celaka Pek Lian! Pek Lian ! Ah, badannya panas sekali ... ah, jangan-jangan
ia mati ...... !" Tiga orang kakek Lembah Yang-ce itu terheran-heran melihat sikap pemuda ini.
Mereka ma- sing - masing kini memondong seorang. Akan tetapi karena agaknya keselamatan
mereka berada di tangan pemuda itu, merekapun hanya mengikuti saja ketika pemuda itu berjalan
terus. Di kamar belakang yang amat kotor, penuh dengan rumput tinggi, pemuda itu membuka
tutup sumur bekas tempat pembuangan kotoran dari kamar mandi dan kakus! Begitu tutup sumur
dibuka, bau busuk menyerang hidung mereka. Akan tetapi, pemuda itu memberi isyarat agar
mereka semua mengikutinya memasuki lubang sumur kotor itu! Ada tangga di situ dan dengan
susah payah, yang sehat membawa dan menarik yang sakit melalui tangga sampai ke tengah -
tengah sumur. Kakek Lembah Yang-ce yang turun terakhir, tidak lupa menutupkan papan penutup
sumur kembali. Sebelum mereka tiba di dasar lubang kotoran itu, tangganya sudah habis dan di
lambung sumur terdapat sebuah lubang sebesar perut kerbau. Kini terpaksa yang sakit
tidak dipondong lagi, melainkan dibantu memasuki lubang seorang demi seorang. Kokcu Lembah Yang
- ce sudah siuman, dan dengan gerakan lemah sekali diapun merangkak, dibantu oleh seorang
kakek. Tentu saja perjalanan ini amat sukar karena empat orang dari mereka terluka dan
keracunan, walaupun yang amat parah hanya kokcu Lembah Yang-ce itu saja. Lubang sebesar perut kerbau
itu ternyata amat panjang, gelap dan licin karena becek dan basah.
Pemuda yang menjadi penunjuk jalan itu berkali - kali terpeleset dan kepalanya
terbentur dinding tanah. Pek Lian yang berada di belakangnya dan digandengnya, berkali
kali harus menjaga agar jangan sampai pemuda ini lecet atau mengeluarkan darah. Bergidik ngeri ia
kalau membayangkan betapa di tempat seperti itu, penyakit pemuda itu kambuh. Bisa
berabe benar- benar ! Maka iapun mengajak bicara pemuda itu, biarpun kepalanya pening dan
tubuhnya masih kadang - kadang dingin kadang- kadang panas.
"Hati - hati, A - hai, jalannya licin. Awas jangan jatuh dan lihat atas,
kepalamu bisa terbentur batu '"Akhirnya A - hai tertawa. "Pek Lian, engkau sendiri yang payah dan sakit,
masih memperingatkan aku. Jaga baik - baik dirimu sendiri."
Melihat sikap Pek Lian ini, empat orang tokoh Lembah Yang - ce juga merasa
heran. Memang lucu sekali, pikir mereka. Pemuda tinggi besar itu dalam keadaan sehat
dan menjadi petunjuk jalan, sedangkan gadis itu terluka pukulan sakti akan tetapi kenapa
justeru gad's itu yang terus-menerus memperingatkan pemuda itu agar berha ti - hati " Akan tetapi tentu
saja Kim - suipoa dan Pek - bin - houw tidak merasa heran, bahkan merekapun diam - diam
menyetujui sikap Pek Lian itu, karena mereka tahu babwa kalau sampai pemuda itu terbentur dan
jatuh lalu terluka, akibatnya mereka tidak berani membayangkan. Kalau pemuda itu kumat, wah, tentu
akan mengerikan sekali dan bukan mustahil kalau mereka semua mati konyol di tangan
pemuda itu ! KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Setelah merangkak - rangkak secara susah pa-yah lebih dari satu jam lamanya,
tibalah di suatu tempat dataran lapang yang dikelilingi tembok-tembok kuno yang tebal,
merupakan ruangan yang panjang dengan dinding tembok dan atasnya dari batu.
"Tempat apakah ini, A - hai ?" tanya Pek Lian. "Ruangan ini berada di bawah
tembok benteng kota Ki - han," jawab pemuda itu sambil menyalakan sebatang lilin yang
terdapat di tepi tembok. "Aku menemukannya beberapa hari yang lalu secara kebetulan saja. Aku
mengejar seekor kelinci yang memasuki lubang sumur itu dan akupun bisa sampai ke tempat
ini. Dari sini ada terowongan yang menembus keluar, ke parit - parit di luar benteng. Malam
nanti kita dapat melarikan diri melalui terowongan itu."
Empat orang tokoh Lembah Yang-ce, ketika merangkak- rangkak di belakang tadi,
sudah diberi tahu dengan bisikan-bisikan oleh Kim-suipoa dan Pek-bin-houw tentang diri
pemuda ini yang sama sekali tidak dapat ditanyai riwayatnya. Karena itu, merekapun diam saja dan
membiarkan Pe Lian saja yang bicara, karena agaknya pemuda itu kenal baik dengan Pek Lian.
Mendengar keterangan tentang tempat ini, mereka menjadi lega. Untuk sementara, agaknya
para perajurit tidak akan dapat menemukan mereka dan diam-diam merekapun berterima kasih kepada
pemuda yang dipanggil dengan nama A-hai itu. Tanpa adanya pemuda itu, dalam keadaan
luka-luka, sukarlah bagi mereka untuk dapat diselamatkan oleh tiga orang kakek Lembah Yang-
ce. A-hai lalu memanjat dinding yang kasar itu untuk menaruh lilin di dalam sebuah
lubang. Se- telah dia meletakkan lilin itu di dalam lubang, maka ruangan itu menjadi lebih
terang. Akan tetapi ketika dia turun, sebuah batu tembok terlepas, ka-kinya terpeleset dan diapun
jatuh terduduk. Pek Lian dan dua orang gurunya terkejut dan memandang dengan mata terbelalak dan
muka berobah. Akan tetapi mereka menarik napas lega ketika-melihat pemuda itu hanya
menyeringai kemalu- maluan dan bangkit kembali.
Bagaimana pemuda yang setolol ini dapat berubah menjadi demikian luar biasa
lihainya " Demikian Pek Lian berpikir sambil memandang penuh keheranan. Apakah benar-benar
dalam keadaan sadar selemah ini " Akan tetapi kenapa ketika diajarnya membelah kayu
dengan tangan kosong, pemuda ini dapat melakukannya sedemikan mudahnya " Apakah semua ini
hanya permainan sandiwara belaka "


Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Keheranan hati Pek Lian bertambah ketika pemuda itu kini mengeluarkan berbagai
macam bungkusan dari dalam saku bajunya. Kiranya dia tadi menyalakan lilin dan
menaruhnya di atas memang ada maksudnya, yaitu agar dia memperoleh cukup penerangan untuk
mengeluarkan obat-obatan dari dalam saku bajunya. Sambil membuka-buka bungkusan bermacam -
macam itu ia menunjuk kepada obat - obatan yang berupa bubuk berbagai warna dan butiran-
butiran besar kecil sambil berkata, "Ini obat untuk luka akibat senjata beracun, dan ini dapat
menyedot racun yang mengeram di dalam tubuh, dan pel kecil ini dapat diminum untuk membebaskan
darah dari keracunan, dan yang besar ini untuk membersihkan isi perut. Bubuk putih ini
kalau disedot dapat menawarkan racun yang tersedot orang melalui asap beracun, dan yang ini kalau
ditelan dapat mempercepat kembalinya tenaga murni."
Semua orang memandang bengong. Kiranya pemuda ketolol-tololan ini adalah seorang
ahli pengobatan, terutama sekali pengobatan tentang orang keracunan ! Bukan keracunan
biasa, melainkan akibat dari serangan- serangan pukulan sakti yang beracun. Biasanya,
ilmu pengobatan seperti ini hanya dimiliki oleh ahli-ahli silat tingkat tinggi atau orang -
orang yang memang ahli dalam menggunakan segala macam serangan beracun itu. Akan tetapi Pek Lian yang
cerdik itu tidak memberi komentar apa-apa. Dara ini menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada
A-hai. akan tetapi iapun maklum akan keadaan pemuda ini yang seolah-olah berada di antara
dua dunia atau dua kesadaran, yang kadang-kadang membuatnya nampak ketolol-tololan. Maka,
melihat obat- obat itu, iapun lalu berkata dengan suara yang sungguh-sungguh,
"A-hai, aku menjadi korban pukulan yang men-datangkan panas dingin, pukulan
beracun yang di-lakukan oleh iblis- iblis bertangan hijau."
"Ah ! Itu tentu pukulan kalajengking hijau !" seru A-hai dan nampak gembira.
"Kebetulan sekali, inilah dia obatnya. Lekas telan sebutir dan engkau akan sembuh, Pek
Lian!" Pek Lian tidak sangsi lagi, mengambil sebutir pel berwarna hitam dan menelannya.
Begitu ditelan, terasa olehnya hawa panas sekali dan terasa seolah-olah pel itu hancur
dalam pencernaannya dan mengeluarkan hawa panas dan pedas seperti lada. Akan tetapi,
rasa dingin KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
yang tadinya sudah membuatnya menggigil itu lenyap ! Dan ketika ia menggerahkan
sinkangnya. diputar-putar di sekitar perut dan dada, sudah tidak terasa lagi kenyerian
seperti tadi. "Dia benar! Pel ini manjur bukan main !" so-raknya. "A-hai, berilah mereka
masing-masing sebutir, merekapun menjadi korban pukulan itu tadi!" Dan dua orang guru Pek Lian
itu menerima masing-masing sebutir pel yang segera mereka telan dan seperti juga Pek Lian,
keduanya seketika menjadi sembuh dan sehat kembali! Tentu saja mereka berduapun menjadi girang
bukan main. "Wah, terima kasih, A-hai. Tak kusangka engkau sehebat ini, pandai mengobati!
Sekarang apakah engkau mempunyai obat untuk sahabat kami ini ?" Pek Lian menunjuk kepada
pemuda kokcu dari Lembah Yang-ce yang terluka lebih parah itu. "Dia juga terkena
pukulan- pukulan yang hebat sekali" Pek Lian tidak dapat melanjutkan karena di waktu ia menonton
perkelahian itu, ia melihat pemuda ini roboh oleh pukulan gabungan dari dua orang pengawal Jenderal
Beng Tian, akan tetapi ia tidak tahu jelas apa macam pukulan itu.
Melihat keraguan dara itu, kokcu dari Lembah Yang-ce lalu berkata dengan suara
lemah dan mulut menyeringai menahan nyeri, "Pukulan mereka tidak mengandung hawa beracun,
akan tetapi karena amat kuat, mematahkan dua tulang iga dan aku terluka karena tenaga
sendiri yang membalik." A-hai tidak kelihatan bingung, malah terse-nyum. "Bagus! Itu ada obatnya ! Nah,
lebih dulu telan ini untuk membebaskan darah dari keracunan, lalu yang ini untuk menguatkan
isi perut yang terguncang oleh pukulan kuat, kemudian ini ditelan untuk mempercepat kembalinya
tenaga murni. Adapun tulang patah itu, ah, mudah saja. Aku mempunyai obat param untuk itu."
Dia membuka sebuah bungkusan lain yang terisi bubuk kuning yang cukup banyak. "Ini harus
dicampur dengan putih telur, lalu diparamkan dan dibalut kuat-kuat. Dalam waktu satu dua hari
saja tulang-tulang itu akan tersambung kembali!"
Melihat hasil obat-obat itu pada diri Pek Lian dan dua orang gurunya, kokcu
Lembah Yang-ce percaya bahwa agaknya pemuda tinggi besar ini adalah seorang pandai yang
menyamar sebagai orang tolol, maka diapun tanpa ragu-ragu lagi lalu menelan obat-obat itu. Dan
memang manjurnya bukan main! Dia cepat duduk bersila setelah jalan darahnya pulih
kembali dan pernapasannya normal, untuk melakukan siulian dan menghimpun tenaga dan hawa
murni. Akan tetapi A-hai yang kebingungan.
"Wah, di tempat seperti ini, di mana mencari telur ?" Dia menoleh ke sana-sini
dan akhirnya melihat burung- burung walet beterbangan dengan cepatnya memasuki ruangan itu
dan lenyap di sebuah lubang di atas. "Ah, di sana tentu terdapat banyak telur burung. Akan
tetapi, bagaimana mencari dan mengambilnya ?"
"Jangan khawatir, aku akan mencari dan meng-ambilnya !" tiba-tiba seorang kakek
dari Lembah Yang-ce berkata dan diapun lalu memanjat dinding itu dengan mempergunakan
Ilmu Cecak Merayap sehingga kaki tangannya seperti menempel pada dinding ketika
perlahan-lahan dia terus merayap ke atas, sampai di lubang di mana burung-burung walet tadi
beterbangan. Begitu dia tiba di lubang, dan memasuki lubang gelap itu, burung-burung walet
beterbangan keluar dengan mengeluarkan bunyi panik. Kakek itu terus merayap masuk sampai tubuhnya
lenyap ke dalam lubang dan hanya nampak kedua kakinya saja. Tak lama kemudian, kakek ini
sudah keluar lagi dan meloncat turun sambil membawa dua genggam telur burung!
"Bagus ! Wah, paman sungguh lihai sekali !" A-hai memuji dengan girang ketika
dia menerima telur-telur burung itu.
"Ah, apa artinya sedikit kemampuanku itu di-bandingkan dengan kelihaian
taihiap ?" Kakek itu merendah dan menjura kepada A-hai dengan penuh kekaguman karena memang
hatinya girang dan kagum sekali melihat betapa kokcunya dapat disembuhkan secara
demikian mudahnya. "Apa " Siapa yang paman sebut taihiap " Aku " Wah, jangan bergurau, ah!" A-hai
berkata dan dengan hati- hati diapun lalu mencampur putih te-lur-telur itu dengan obat
kuning di atas permukaan batu yang sudah ditiupnya sampai bersih betul. Kemudian, dia menaburi
iga yang patah itu di atas dada kokcu Lembah Yang-ce setelah tiga orang kakek membantunya
dan membuka baju pemuda itu. Dan A-hai tanpa ragu-ragu lagi lalu merobek sabuknya
yang panjang untuk membalut dada itu. Melihat ini, diam - diam semua orang kagum sekali.
Pemuda ini, biarpun nampak tolol, ternyata selain ahli pengobatan, juga mempunyai budi yang mulia,
tanpa ragu-ragu KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
mengorbankan pakaiannya untuk menolong orang. Pandang mata Pek Lian terhadap
pemuda ini menjadi semakin kagum dan mesra.
Setelah diberi obat dan dibalut dada itu, kokcu Lembah Yang-ce, orang muda yang
berilmu tinggi itu, merasa betul betapa hawa hangat yang aneh masuk dari luar. Tahulah
dia bahwa obat itu memang mujarab sekali, maka diapun lalu menjura ke arah A-hai. "Saudara
telah melepas budi yang amat besar kepada kami. Mudah-mudahan pada saat lain kami akan
berkesempatan untuk membalasnya." A - hai hanya tersenyum dan balas menjura de-ngan canggung, tidak tahu harus
berkata apa. Me-lihat ini, Pek Lian mendekatinya. Kini semua orang telah diobati. Dua
orang gurunya, seperti juga kokcu Lembah Yang-ce itu, duduk bersila menghimpun hawa murni untuk
menyempurnakan pengobatan itu. Ia sendiri merasa sudah sembuh sama sekali,
terdorong oleh rasa girang dan juga bangga. Sungguh aneh mengapa ia berbangga atas kemampuan
pemuda tolol ini! "A-hai, sungguh mati aku merasa kagum dan heran. Baru saja mengenalmu, ternyata
engkau memiliki kepandaian mengobati orang dengan hebat ! Siapa sih gurumu dalam
ilmu ketabiban ini ?" Ia sengaja bertanya sambil lalu, dan sambil bergurau tersenyum
agar jangan sampai mengejutkan pemuda itu.
Akan tetapi, ia menjadi heran ketika melihat pemuda itu tertawa bergelak. "Ha-
ha-ha, ketabiban apa lagi " Aku bukan tabib dan tidak mengenal ilmu ketabiban sama
sekali! Aku mendapatkan obat-obat ini dengan keterangan tentang pengobatannya sebagai hadiah
karena aku membantu orang mencari kalajengking hijau. Hanya aku yang tahu tempat binatang
itu di daerah ini, maka orang itu menjadi girang dan memberi hadiah setelah aku menunjukkan
tempatnya kepadanya." "Orang apa " Siapa dia ?" tanya Pek Lian, ha-tinya tertarik, bukan kepada orang
yang diceritakan itu, melainkan mengharap kalau-kalau keterangan itu sedikitnya akan
membuka sedikit tentang pemuda aneh itu. "Wah, dia orang yang aneh, hebat bukan main dia. Ha-ha, seperti orang gila, dan
memang agaknya dia sudah gila. Bayangkan saja, kalajengking hijau itu beracun luar
biasa, baru memegang dengan tangan saja dapat meracuni orang. Dan apa yang dilakukan oleh
orang itu " Dia menelannya bulat-bulat! Ha-ha-ha !"
"Ah, tidak salah lagi. Tentu dia seorang iblis-dari Pulau Selaksa Setan ! Apakah
orangnya bertubuh gendut, gemuk bulat seperti bola, mata dan kulit tubuhnya kehijau-
hijauan ?" tanya seorang di antara tiga kakek tokoh Lembah Yang-ce.
"Benar sekali, ha-ha, dia bundar seperti bola dan kalau berjalan seperti bola
menggelinding ke sana-sini. Lucu sekali. Dan memang kulitnya hijau seperti seperti
kalajengking-kalajengking itu.
Agaknya memang dia terlalu banyak makan kalajengking." Pemuda tolol itu
kelihatan begitu gembira, akan tetapi kalau dia bicara dan tertawa dia selalu memandang wajah Pek
Lian yang memandangnya dengan kagum, walaupun dia menjawab ucapan orang lain. "Apakah
kalian sudah mengenal orang itu ?" Akhirnya dia bertanya.
"Aihh ! Dia tentu seorang tokoh dari Pulau Selaksa Setan ! Sekarang aku yakin
akan hal itu." "Apakah paman sudah mengenal iblis-iblis dari pulau terkutuk itu?" tiba-tiba Pek
Lian bertanya, hatinya tertarik sekali karena selain ia pernah mendengar serba
sedikit tentang adanya Ban-kwi-to (Pulau Selaksa Setan), juga ketika kakek dan nenek iblis yang muncul
dari dalam gerobak itu mengamuk, kepandaian mereka itu hebat bukan main dan Jenderal Beng
Tian sendiri, yang memiliki ilmu kepandaian sangat tinggi, nampak terkejut dan gentar, dan
menyebut bahwa kakek dan nenek itu adalah iblis-iblis pulau terkutuk.
Tokoh Lembah Yang-ce itu menarik napas panjang. Setelah para tokoh Lembah Yang-
ce itu me-ngenal Pek Lian sebagai puteri Menteri Ho yang; amat terkenal itu, sikap
mereka amat menghormat-nya. Kakek inipun menarik napas panjang. "Ho-siocia, kalau dibilang
mengenal mereka, saya belum pernah mendapat kesempatan untuk berkenalan dan kalau bisa
diminta, mudah-mudahan selamanya saya tidak mengenal mereka." Dia bergidik dan nampak
gentar sekali. "Akan tetapi saya mendengar banyak tentang mereka. Mereka berjumlah tujuh orang
dan menjadi majikan-majikan Pulau Selaksa Setan itu. Agar nona dan semua saudara ketahui dan
bersikap hati- KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
hati kalau tidak kebetulan bertemu muka dengan mereka, biar saya perkenalkan
keadaan mereka itu." Kakek itu lalu memberi gambaran yang jelas tentang Jit-kwi (Tujuh Iblis)
itu. Orang pertama yang menjadi tocu (majikan pulau) dari Ban-kwi-to adalah seorang yang


Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tubuhnya pendek kecil, akan tetapi mudah dikenal karena mukanya yang meruncing seperti
muka tikus. Karena mukanya seperti tikus inilah maka dia mendapat julukan Te-tok-ci (Tikus
Beracun Bumi), selain memiliki kesaktian yang luar biasa, juga wataknya licik dan kejam bukan
main. Yang menjadi orang ke dua adalah sutenya, dengan bentuk tubuh yang menjadi kebalikan
dari pada orang pertama. Orang ke dua ini bertubuh tinggi besar seperti raksasa yang
berjuluk Tiat-siang- kwi (Setan Gajah Besi) dan kabarnya raksasa ini suka makan daging manusia! Orang
yang ke tiga dan ke empat adalah sepasang wanita kembar. Mereka berdua ini memiliki keahlian
untuk pian- hwa (mengubah diri) dan mereka itu sukar dibedakan satu antara yang lain karena
bentuk tubuh dan raut wajah yang serupa benar. Orang-orang di dunia kang-ouw mengenal mereka
dengan julukan Jeng-bin Siang-kwi (Sepasang Tblis Bermuka Seribu). Adapun orang yang ke
lima adalah orang gendut bundar yang mungkin sekali adalah orang yang mencari kalajengking
hijau dan bertemu dengan taihiap eh, saudara ini. Julukannya adalah Thian-te Tok-ong (Raja
Racun Langit Bumi) dan keahliannya tentang racun amat mengerikan. Kemudian orang yang
ke enam dan ke tujuh adalah sepasang suami isteri, kakek dan nenek yang pernah kita
lihat muncul dari dalam gerobak itu. "Suami isteri tua bangka itu terkenal cabul dan tak tahu malu, akan tetapi juga
lihai bukan main, terutama ilmu pukulan mereka Im-yang Tok-kun. Kita harus berhati-hati
kalau bertemu dengan mereka itu. Untung sekali bahwa orang muda perkasa ini memperoleh obat-
obatan dari Thian-te Tok-kun sendiri. Kalau tidak, sukarlah mengobati dan kita mungkin akan
menjadi penderita cacat, kecuali kalau bisa memperoleh pengobatan dari mendiang Si Tabib
Sakti." Kakek itu mengakhiri ceritanya dan kini mengertilah Pek Lian mengapa mereka begitu
berterima kasih dan menghormat kepada A-hai yang telah menyelamatkan mereka, terutama kokcu
mereka. Ketika malam berikutnya tiba, keadaan mereka telah baik kembali, tubuh mereka
telah sehat dan segar kembali, kecuali Kwee Tiong Li, pemuda yang menjadi kokcu
(majikan lembah) Yang-ce itu. Pemuda yang pendiam dan tampan berwibawa ini, bersikap sederhana
dan jarang bicara, dan ketika mereka saling memperkenalkan diri, dia hanya memperkenalkan
namanya sebagai Kwee Tiong Li. Padahal, pemuda ini yang baru berusia duapuluh dua tahun,
adalah murid terkasih dari bengcu (pemimpin rakyat) yang terkenal itu, yaitu Chu Siang Yu,
tokoh para patriot Lembah Yang-ce yang ditakuti oleh pasukan pemerintah. Kalau yang lain-lain telah
sembuh sama sekali, hanya Kwee Tiong Li saja yang biarpun tubuhnya tidak lagi keracunan
berkat obat pemberian A-hai namun tubuhnya masih lemas dan lemah. Dia harus-banyak
beristirahat dan bersiulian (bersamadhi) untuk memulihkan tenaganya dan menghimpun hawa murni.
Menjelang tengah malam, barulah A - hai ber--kata, "Sekaranglah tiba saatnya
bagi kita untuk, keluar dari sini."
"Keluar " A-hai, bagaimana kita bisa keluar dari sini " Kembali melalui jalan
ketika kita masuk ?" tanya Pek Lian terkejut dan ngeri mengingat kembali jalan masuk yang amat
sukar itu, akan tetapi yang membuat jantungnya berdebar kalau ia teringat betapa dalam keadaan
pingsan ia dipondong oleh A-hai melalui perjalanan yang demikian sukarnya.
A-hai tersenyum dan menggeleng kepala. "Ada jalan rahasia di tempat ini dan
hanya aku yang tahu, secara kebetulan saja." Diapun lalu mengo-rek - ngorek lantai di
sudut ruangan itu dan nam-paklah sebuah tutup besi bundar yang garis te-ngahnya kira - kira setengah
meter. Ternyata di bawah tutup besi itu terdapat lubang yang hitam gelap dan kalau saja di situ
tidak ada A-hai yang sudah mengenal jalan, tentu mereka akan mempertimbangkan masak - masak
lebih dulu sebelum memasuki lubang yang menganga hitam gelap itu.
"Saudara A - hai, lubang ini akan membawa kita ke manakah ?" Kim-suipoa Tan Sun
bertanya. Sebagai seorang kang-ouw yang berpengalaman, dia selalu bersikap hati-
hati dan memasuki lubang gelap seperti itu tanpa mengetahui lebih dulu apa yang menanti
di dalam lubang itu, sungguh merupakan perbuatan yang lengah dan berbahaya.
"Kita akan tiba di luar benteng melalui lubang ini," jawab A-hai dengan sikap
sederhana, kemudian dia menoleh kepada Pek Lian. "Pek Lian, sudah siapkah engkau " Mari
kauikuti aku, KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
pegang ta-nganku dan melangkah hati-hati saja kalau merangkak, ikuti ke mana aku
pergi." A-hai sudah memasuki lubang itu dan merangkak. Biarpun dia tidak mengerti ilmu silat,
namun jelas bahwa A-hai memiliki keberanian yang besar sekali. Pek Lian adalah seorang gadis
yang sejak kecil digembleng oleh orang-orang pandai dan kini telah memiliki tingkat kepandaian
silat yang tinggi, lebih tinggi dara pada tingkat Kim-suipoa atau Pek-bin-houw, namun melihat
lubang gelap itu, iapun gentar juga. "Yakin benarkah engkau bahwa kita akan sampai di tempat yang aman, A-hai ?"
"Tentu saja, aku sudah beberapa kali menggu-nakan jalan ini. Bahkan ketika di
kota para pasu-kan mengamuk, aku mengambil jalan ini juga."
Mulailah mereka merangkak melalui lubang sempit yang gelap itu. Mereka
bergandeng tangan, A-hai di depan, lalu Pek Lian, Kim-suipoa, Pek-bin-houw, Kwee Tiong Li
yang dibantu oleh seorang kakek, dan dua orang kakek lainnya. Ketika mereka merangkak-rangkak di
tanah yang licin dan basah itu, Pek Lian berpikir dengan penuh kekaguman bahwa pada saat
itu, mereka semua yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, menganggap A-hai sebagai pimpinan
mereka ! Semua harapan dan kepercayaan dilimpahkan kepada pemuda yang nampaknya sinting
itu ! Setelah merangkak agak lama juga, tiba-tiba A-hai berhenti dan bertanya kepada
dara yang merangkak di belakangnya, "Pek Lian, apakah engkau dapat berenang ?"
"Eh, Berenang ?" Pek Lian merasa heran dan. geli juga mengapa di tempat seperti
itu, tiba- tiba saja A-hai bertanya tentang berenang. "Kalau se-dikit-sedikit sih bisa
saja." "Bagus, asal engkau tidak sampai tenggelam saja sudah baik, nanti aku yang
menarikmu." Baru mengertilah Pek Lian bahwa perjalanan ini akan melalui air! Dan pemuda itu
agaknya tidak perduli apakah yang lain-lain dapat berenang atau tidak, hanya Pek Lian
seorang yang ditanya. "Wah, aku tidak pandai berenang!" kata Pek-bin-houw Liem Tat.
"Dan akupun tidak bisa!"
"Aku juga tidak dapat berenang!"
Dua orang kakek tokoh Yang-ce dan Pek-bin-houw nampak gugup dan gelisah.
Betapapun pan-dainya mereka di daratan, kalau harus menghadap air yang dalam mereka
menjadi takut dan gelisah, maklum bahwa sekali berada di air yang dalam mereka lebih lemah dari
pada seorang anak kecil yang pandai berenang. Mereka akan mati lemas dan tenggelam.
"Jangan khawatir !" tiba-tiba terdengar Kim-suipoa berkata. "Yang tidak dapat
berenang akan dibantu oleh yang pandai berenang dan aku tidak membual kalau mengatakan
bahwa aku pandai berenang dan sanggup menyeberangkan mereka yang tidak pandai berenang
seorang demi seorang." Mereka merangkak terus dan kini terowongan itu menjadi agak lebar, akan tetapi
menjadi semakin licin dan basah. Dari atas berjatuhan air yang menetes-netes membasahi
kepala dan pakaian mereka, kemudian terowongan itu mulai menurun, terus menurun sampai
akhirnya mereka berdiri di tempat yang digenangi air. A-hai berhenti dan berkata,
"Sebaiknya semua barang yang penting dibungkus baju dan diikatkan di atas kepala agar jangan
basah." Berkata demikian, dia sendiri me-ngeluarkan bungkusan-bungkusan obat dan membuntalnya
dengan bajunya yang sudah ditanggal-kannya, kemudian mengikatkan baju itu di atas
kepalanya. Orang- orang lain juga melakukan hal ini, kecuali Pek Lian tentunya. Mana mungkin dia
menanggalkan bajunya " "Pek Lian, kalau engkau mempunyai barang yang kau tidak ingin sampai terkena
air, berikan padaku," kata A-hai dan untuk kata-kata ini, Pek Lian merasa berterima kasih
sekali. Bagaimanapun juga, agaknya A - hai adalah seorang pemuda baik hati yang teringat
akan kesukarannya menghadapi persoalan melepaskan baju ini.
"Tidak, aku tidak mempunyai apa-apa yang perlu dijaga agar tidak basah."
"Baiklah. Apa semua sudah siap ?" tanya A - hai lalu memegang tangan Pek Lian dan
berkata lagi, "Biar aku berenang lebih dulu mengantar Pek Lian. Paman yang tidak pandai
berenang boleh berpegang pada pundakku. Yang lain-lain harus bantu agar kita sekaligus dapat
menyeberang semua." Mereka lalu mengatur diri. Seorang kakek tokoh Yang-ce berpegang kepada pundak
A-hai. Pek Lian berenang di sebelah kiri A-hai yang bersikap melindunginya. Pek-bin-
houw dibantu oleh KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Kim-suipoa dan seorang kakek Yang-ce membantu temannya yang tidak pandai
berenang, Kwee Tiong Li sendiri adalah seorang ahli berenang, akan tetapi karena tenaganya
masih lemah, diapun lalu berenang di dekat A-hai dan Pek Lian agar kedua orang ini dapat membantunya
kalau perlu. "Nah, inilah perlunya belajar berenang," kata Kim- suipoa kepada temannya, Pek-
bin-houw. "Jangan karena engkau berjuluk harimau, lalu tidak pandai berenang."
"Jangankan aku yang berjuluk harimau, sedangkan dua orang saudara yang menjadi
tokoh Yang-ce inipun tidak pandai berenang !" Pek-bin-houw menjawab olok-olok
sahabatnya. Dua orang ka-kek Yang-ce itupun lalu berjanji bahwa setelah pulang mereka akan
belajar berenang di Sungai Yang-ce. A-hai melangkah terus ke depan, diikuti oleh Tiong Li dan di belakang kokcu ini
baru Pek Lian berjalan sehingga ketua lembah ini diapit oleh dua orang, sedangkan yang
lain-lain mengikuti dari belakang. Air yang tadinya sampai ke lutut itu mulai makin dalam dan
dinginnya luar biasa sekali, sampai menyusup ke dalam tulang rasanya. Dan mulai terasa arus air.
Untung bahwa arusnya tidak begitu kuat. Setelah melangkah beberapa belas langkah lagi,
mulailah air itu dalam dan mereka harus berenang. Air yang dingin itu seperti mendatangkan tenaga pada
tubuh Tiong Li sehingga dia dapat berenang tanpa dibantu, hanya dijaga saja oleh A-hai dan Pek
Lian. A-hai berenang dengan pundaknya dipegangi oleh kakek Yang-ce. Ternyata pemuda ini
pandai sekali berenang dan mempunyai tenaga yang kuat. Yang lain-lain mengikuti di belakang.
Setelah mereka berenang beberapa lamanya, paling lama sepuluh menit akan tetapi bagi mereka
yang tidak pandai berenang terasa amat menegangkan dan lama sekali, akhirnya mereka tiba di
tempat terbuka. Mereka lalu berenang ke tepi dan ternyata air itu mengalir keluar dan
bergabung pada sebatang anak sungai yang berada di luar benteng. Mereka cepat naik ke darat dan
keadaan masih amat gelap dan sunyi. Tidak segelap tadi karena mereka telah berada di
tempat terbuka dan sinar bulan membuat mereka dapat saling melihat.
Semua orang bergembira dan berterima kasih sekali kepada A-hai. Kwee Tiong Li
memegang tangan A-hai dan berkata, "Terima kasih, saudara A-hai. Tanpa adanya bantuanmu,
belum tentu aku dapat hidup sampai sekarang. Percayalah bahwa aku Kwee Tiong Li tidak akan
dapat melupakan budimu ini!"
A - hai tersenyum dan menggeleng kepala. "Se-baliknya, mungkin sebentar saja aku
sudah lupa akan namamu itu. Aku pelupa sekali dan aku masih merasa sedih mengapa aku
meniadi pelupa seperti ini." Juga tiga orang kakek Yang-ce mengucapkan terima kasih yang
diterima oleh A-hai dengan biasa saja. Sebaliknya pemuda sinting ini merasa gembira melihat
Pek Lian telah

Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sembuh sama sekali. "Pek Lian. pakaianmu basah semua, sebaiknya kalau engkau bertukar pakaian
kering, karena eng-kau bisa masuk angin kalau begitu," kata A-hai dan Pek Lian merasa terharu
sekali. Pemuda ini, biarpun sinting dan nampak ketolol-tololan, namun sungguh amat baik hati
dan amat memperhatikan dirinya. Juga yang lain-lain merasa terharu dan dari gerak-
geriknya, mereka itu semua dapat melihat betapa dengan caranya yang polos dan bo-doh, pemuda ini amat
mencinta Pek Lian! "Aku telah kehilangan semua pakaianku dalam keributan tadi. Akan tetapi jangan
khawatir, A-hai. Sebagai seorang gadis perantau, sudah terbiasa aku oleh keadaan yang
sukar, maka basahnya pakaian ini tidak akan menggangguku," jawab Pek Lian.
"Kalian tidak bisa tinggal terlalu lama di sini. Tempat ini dekat tembok
benteng, dan sewaktu-waktu akan ada pasukan meronda," kata pula A-hai.
"Kami memang harus cepat pergi dari sini," kata Kwee Tiong Li. "Dan engkau dan
kedua orang paman ini hendak ke mana, nona Ho " Kalau kalian mau, mari ikut bersama
kami menemui teman-teman kami. Kami telah berjanji akan mengadakan pertemuan setelah tempat
kami di Lembah Yang-ce diobrak-abrik pasukan."
"Memang sebaiknya demikian," kata Kim-suipoa. "Kami bertigapun harus dapat
melaporkan kepada pimpinan kami tentang keadaan para sahabat dari Lembah Yang-ce yang
mengalami musibah itu." "A-hai, engkau sendiri hendak ke manakah ?" Pek Lian bertanya.
"Aku harus kembali, pulang ke kuil. Ke mana lagi ?"
"Kalau begitu, selamat tinggal, A-hai. Jaga dirimu baik-baik," kata Pek Lian.
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
A-hai mengangguk-angguk. "Engkau yang harus menjaga dirimu baik-baik, Pek Lian.
Apakah... apakah kita tidak akan saling jumpa kembali ?" Dalam pertanyaan yang
diajukan dengan nada suara seperti anak kecil kehilangan sesuatu ini jelas nampak betapa pemuda
itu bersedih hati sehingga Pek Lian merasa terharu sekali, akan tetapi juga malu karena banyak
orang yang mendengarkan. "Biarlah lain kali aku akan singgah di kuilmu itu."
"Benarkah, Pek Lian " Benarkah engkau akan singgah " Ah, akan kutunggu
kedatanganmu !" kini suara itu demikian girang dan penuh harapan, membuat semua orang makin
terharu. Sampai lama A-hai berdiri bengong dan merasa kehilangan, memandang kepada
bayangan tujuh orang itu sampai bayangan itu lenyap ditelan kegelapan malam. Baru dia
pergi meninggalkan tempat sunyi itu.
*** Kwee Tiong Li adalah seorang kokcu (ketua lembah) yang muda akan tetapi telah
dapat meng-himpun banyak anak buahnya, yaitu para pendekar patriot yang memberontak
karena melihat kelaliman kaisar yang dirasakan amat menindas rakyat. Mereka membentuk
suatu kelompok yang bermarkas di lembah Sungai Yang-ce, dipimpin oleh Kwee Tiong Li
yang dibantu oleh tiga orang kakek yang dikenal sebagai Yang-ce Sam-lo (Tiga Kakek Gagah dari
Yang-ce). Kelompok yang dipimpin oleh Tiong Li ini hanya merupakan kelompok cabang saja
dari perkumpulan para patriot yang berpusat di sebuah bulat di Lembah Yang-ce sebelah
barat, yang merupakan pusat. Dan pusat perkumpulan para pendekar patriot ini dipimpin oleh
Chu Siang Yu, yaitu pendekar berilmu tinggi yang juga menjadi guru Tiong Li. Gerakan para
anggauta perkumpulan pendekar ini dilakukan oleh kelompok-kelompok cabang, di antaranya
yang paling aktip adalah yang dipimpin oleh Tiong Li. Sedangkan Chu Siang Yu sendiri yang
sudah lama menjadi buronan pemerintah, bersembunyi dan mengatur pasukan - pasukannya dari
tempat rahasia. Ketika tempat yang dijadikan sarang oleh Tiong Li dan anak buahnya itu diserbu
oleh pasukan pemerintah yang besar jumlahnya dan dipimpin oleh perwira-perwira pandai
pula, Tiong Li dan Yang-ce Sam-lo sedang pergi mengadakan kunjungan kepada perkumpulan
pusat, untuk berunding dan melaporkan kepada Chu Siang Yu. Maka, dapat dibayangkan betapa
marah dan berduka rasa hati Hong Li dan tiga orang pembantunya ketika mereka mendapatkan
sarang mereka telah kosong, kebanyakan dari para anak buahnya tewas dan sebagian lagi
ada yang tertawan dan hanya sebagian kecil saja yang dapat melarikan diri. Maka, dengan
hati yang berduka dan marah sekali, Tiong Li mengumpulkan sisa anak buahnya dan menyuruh
mereka bersembunyi lebih dulu. Dia sendiri bersama Yang-ce Sam-lo mengejar para
perajurit yang menyerbu sarangnya, dan di kota Ki-han dia berhasil menculik dan mem
-hal terlewat- byang terbasmi, disuruh berkumpul di sebuah tempat rahasia yang mereka tentukan,
yaitu di sebuah kuil rusak yang kosong dan yang terletak di puncak Bukit Merak Putih.
Maka kini, setelah diselamatkan oleh A - hai, mereka itu, bersama Ho Pek Lian dan dua orang
gurunya, menuju ke puncak Bukit Merak Putih di mana telah dijanjikan untuk menjadi tempat
pertemuan sisa para anak buah Lembah Yang-ce itu.
Pada keesokan harinya, menjelang senja, tiba-lah mereka di bawah puncak Bukit
Merak Putih. Mereka tidak langsung menuju ke kuil tua yang sudah nampak dari situ,
karena keadaannya amat sunyi. Tiong Li mengajak mereka bersembunyi di balik semak-semak belukar,
kemudian dia minta kepada ketiga orang Sam-lo untuk melakukan penyelidikan ke kuil, untuk
melihat apakah teman-teman mereka sudah ada yang tiba di tempat itu. Menurut perhitungan,
karena mereka sendiri terha-lang di jalan, tentu teman-teman mereka itu sudah tiba di situ,
akan tetapi mengapa keadaannya begi-tu sunyi " Yang-ce Sam-lo dengan hati-hati sekali lalu menuju ke
kuil dari tiga jurusan karena mereka berpencar. Dan mereka tiba di kuil untuk mendapatkan
kenyataan bahwa tempat itu memang kosong tidak nampak ada seorangpun, hanya ada nampak bekas-
bekas pertempuran, darah dan patahan-patahan senjata.
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Yang-ce Sam-lo terkejut sekali dan terpaksa mereka kembali ke tempat
persembunyian kokcu untuk melaporkan keadaan. Mendengar laporan itu, kokcu merasa terkejut dan
juga penasaran. Maka dia sendiri lalu pergi ke kuil, diikuti oleh mereka semua. Dan
melihat bekas-bekas pertempuran itu, hati Tiong Li meniadi bersedih sekali. Apakah teman-temannya
sudah tiba di sini dan diketahui oleh pasukan pemerintah lalu merekapun mengalami penyerbuan kedua
kalinya dan mereka semua ditawan oleh pasukan "
"Ah, seharusnya di antara kami ada yang mene-mani mereka, bukan kami tinggalkan
seperti ini ..." seorang di antara Sam-lo membanting kaki penuh penyesalan. Melihat
kesedihan terbayang pada wajah kokcu yang mereka kasihi itu, mereka bertiga merasa menyesal bukan
main. "Sudahlah, sam-wi tidak perlu menyesali diri sendiri, sebenarnya akulah......
" Tiong Li tidak melanjutkan kata-katanya karena pada saat itu telinganya menangkap suara
seperti lengkingan tinggi dari tempat jauh. Mereka semua cepat memasuki kuil,
bersembunyi sambil mengintai keluar. Akan tetapi tidak terjadi sesuatu dan agaknya suara tadi
datang dari tempat yang jauh sekali. Mereka tidak dapat menentukan suara apakah itu. Tadinya mereka
merasa khawatir bahwa itu adalah suara tanda dari pasukan yang akan datang menggempur
mereka lagi. Akan tetapi karena tidak terjadi apa-apa, merekapun lalu beristirahat di dalam
kuil rusak itu sambil makan daging kelinci panggang yang mereka tangkap di belakang kuil
Biarpun mereka dapat beristirahat tanpa gangguan namun mereka tidak dapat tidur, siap siaga
menghadapi segala kemungkinan dan kesunyian malam itu amat menegangkan hati.
Menurut kokcu, mereka akan menanti di sini sampai dua hari dua malam. Kalau
selama itu tidak ada anak buah Lembah Yang-ce yang muncul mereka baru akan meninggalkan
tempat itu. Kare-na merasa setia kawan dan satu golongan dengan para tokoh Lembah Yang-ce
ini, maka Pek Lian dan kedua orang gurunya juga mau mendampingi mereka sampai dua hari dan
setelah dua hari barulah mereka akan kembali ke tempat mereka sendiri.
Pada keesokan harinya, baru saja matahari menyinarkan cahayanya yang gemilang,
kembali mereka mendengar suara melengking tinggi itu, se-perti yang mereka dengar senja
kemarin. Mendengar suara ini, cepat mereka bertujuh masuk ke dalam kuil dan mengintai
keluar, siap sedia untuk membela diri kalau ada musuh datang. Tiong Li sendiri masih lemah, tak
mungkin dapat melawan musuh yang tangguh, maka Yang-ce Sam-lo selalu mendekatinya untuk siap
melakukan perlindungan terhadap kokcu yang mereka kasihi itu. Kembali terdengar suara
melengking tinggi itu, seperti suara suling ditiup dengan nada yang tertinggi, suara lengkingan
itu berulang-ulang, makin lama makin nyaring seolah-olah suara itu makin dekat saja dengan kuil itu.
Dan selagi mereka merasa tegang, tiba-tiba saja terdengar suara batuk-batuk, bukan batuk
karena memang sakit batuk, melainkan semacam batuk buatan seperti biasa dilakukan orang untuk
memberi isyarat kepada orang lain! Tentu saja tujuh orang itu terkejut bukan main. Suara
batuk itu terdengar seperti di belakang mereka dan ketika tujuh orang itu cepat sekali
menoleh, ternyata di belakang mereka tidak nampak seorangpun! Tentu saja mereka saling pandang dan
merasa serem, seolah-olah yang batuk tadi adalah iblis yang tidak kelihatan.
Akan tetapi perhatian mereka kembali tertuju keluar ketika Pek Lian memberi
isyarat dengan tangannya karena dara ini yang lebih dahulu meli-bat bayangan itu.
Bayangan seorang manusia yang bergerak cepat sekali menuju ke kuil itu ! Sungguh luar biasa
sekali ilmu berlari cepat orang itu, seperti terbang saja dan tahu-tahu bayangan itu telah tiba di
pekarangan kuil. Pek Lian merasa kagum bukan main. Lagi-lagi ia bertemu dengan orang sakti yang
memiliki ginkang seperti itu he-batnya. Orang itu berdiri membelakangi kuil sehingga yang
nampak hanya bagian belakang tubuhnya saja, perawakannya agak kecil dan pakaiannya serba
hitam. Setelah tiba di depan kuil dan melihat sunyi saja, orang itu termangu-mangu, kemudian
iapun berdongak lagi ke atas memandang langit yang cerah karena matahari sudah mulai memancarkan
sinarnya yang kemerahan. Kemudian! terdengar pula suara melengking yang amat nyaring itu,
yang mendirikan bulu roma karena selain nyaring dan menggetarkan jantung, juga
terdengar menyeramkan, bukan seperti suara manusia lagi.
Dan tak lama kemudian dari bawah puncak Bukit Merak Putih itu terdengar suara
geraman yang seperti meraungraung, menggetarkan jantung dari biarpun terdengar dari
jauh, akan tetapi seperti menusuk anak telinga sehingga orang-orang yang berada di dalam kuil itu
cepat mengerahkan sin-kang untuk melindungi jantung mereka, sedangkan Tiong Li yang
masih lemah KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
itu sudah menggunakan kedua tangan untuk menutupi daun telinganya. Biarpun
demikian, tetap saja tubuhnya tergetar hebat. Setelah raungan itu berhenti, terdengar pula suara
bersuit nyaring yang diikuti oleh suara anjing melolong-lolong pula ! Pek Lian teringat akan
orang-orang Tai-bong- pai. Bukankah orang-orang Tai-bong-pai yang memelihara anjing-anjing yang ganas
dan terlatih " Kalau orang-orang Tai-bong-pai datang, tentu ada urusan penting dan ia dapat
menduga bahwa suara-suara tadi tentu dikeluarkan oleh orang-orang yang sudah memiliki tingkat
ilmu kepandaian yang luar biasa tingginya. Ada terjadi apakah di dunia ini maka bermunculan
orang-orang sakti yang biasanya hanya bersembunyi mengasingkan diri di dalam guha-guha di
pegunungan dan tempat-tempat yang terpencil dan jarang bertemu dengan orang lain "


Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebentar saja setelah semua suara itu menghi-lang, nampaklah bayangan orang-
orang berkelebatan cepat dari pelbagai jurusan menuju ke kuil itu dan segera nampak
betapa pekarangan yang luas di depan kuil itu kini telah penuh dengan manusia. Ada yang
datang seorang diri, ada yang berdua, bertiga dan yang paling banyak adalah delapan
orang. Pakaian mereka bermacam-macam, akan tetapi rata-rata mereka terdiri dari orang-orang
yang aneh bentuknya, wajahnya, maupun pakaiannya. Dan dari sikap mereka, sinar mata
mereka, mudah diduga bahwa mereka itu tentu bukanlah terdiri dari orang yang baik- baik,
melainkan dari, golongan kaum sesat atau golongan hitam. Mereka semua tiba di situ dan berdiri
diam tak bergerak seperti arca, seolah-olah mereka itu sedang menanti munculnya
seseorang. Keadaan sungguh amat menyeramkan bagi tujuh orang yang bersembunyi di dalam kuil. Mereka
merasa seolah-olah menjadi saksi pertemuan para iblis, setan dan siluman ! Begitu
banyak orang berkumpul di pekarangan itu, namun tidak terdengar suara apapun, bahkan tidak
nampak gerakan apapun! Ada seperempat jam keadaan diam-diam seperti ini sehingga suasana
menjadi semakin menegangkan hati. Akhirnya, orang berpakaian serba hitam yang sejak tadi berada
di situ karena merupakan pendatang pertama, nampaknya menjadi tidak sabar. Agaknya ia sudah
bosan menunggu. Kembali ia menengadah dan terdengarlah lengkingannya yang menyeramkan
tadi, sekali ini agak panjang dan gemanya terdengar dari lereng bukit. Setelah
berhenti mengeluarkan suara lengkingan yang tidak lumrah suara manusia ini, maka terdengar ia bicara
sambil menoleh dan memandang kepada sebatang pohon siong yang tumbuh di sudut kanan depan kuil.
"Eh, Ciong tua cebol, agaknya kita kena diakali orang! Orang yang menyombongkan
diri meng-undang kita untuk menjadi pemimpin golongan kita itu agaknya sudah
ketakutan melihat kita, hi-hik ! Lebih baik kita pulang saja dari pada membuang-buang waktu!"
Pek Lian dan teman-temannya yang berada di dalam kuil menjadi terkejut ketika
mendengar suara itu. Baru mereka tahu bahwa orang berpakaian serba hitam ini
adalah seorang wanita! Mereka menduga-duga siapa gerangan wanita yang mengeluarkan suara
melengking seperti itu dan yang memiliki ginkang yang amat hebat tadi.
Kini dari balik pohon siong itu muncul seorang laki-laki yang tubuhnya pendek
cebol, akan tetapi kekar. Badannya tidak berbaju dan basah oleh keringat, penuh dengan otot-
otot besar, nampak kokoh kuat sekali. Laki-laki ini nampak kuat dan perkasa, bukan hanya
karena otot yang melingkar-lingkar di seluruh tubuh, akan tetapi juga lengan, dagu dan dadanya
ditumbuhi bulu hitam yang lebat. Melihat orang ini, seorang di antara Yang-ce Sam-lo berbisik,
"Ah, dia tentu perampok tunggal daerah selatan yang terkenal itu, she Ciong dan julukannya
Tiat-ciang (Si Tangan Besi) karena lengannya seperti baja!"
Orang she Ciong yang cebol ini terkekeh, dan suaranya parau besar. "Heh-heh,
Siauw-kwi (Iblis Cantik), jangan sembarang membuka mulut kau! Orang yang sudah mengundang
begini banyak orang tentu tidak berani main-main. Siapa tahu kalau-kalau dia itu benar
keturunan dewa pelindung kita yang sudah tiada, mendiang yang mulia Bit-bo-ong (Raja
Kelelawar)! Kalau salah omong, apa kaukira akan dapat dengan leluasa engkau menjadi Maling Cantik
lagi ?" Kim-suipoa yang mendengar ucapan ini, berbisik kaget, "Kiranya Si Maling Cantik.
Wah, bisa ramai ini!" "Akan tetapi aku mendengar dari Jai-hwa Toat-beng-kwi (Iblis Pencabut Nyawa
Pemetik Bunga) si manusia cabul itu bahwa Bit-bo-ong tidak mempunyai murid, tidak pernah
mau menurunkan ilmunya dan ... eh, kau di sini ?" Wanita itu menoleh dan memandang
kepada seorang laki-laki yang tahu-tahu muncul pula di situ Laki-laki ini usianya tentu
sudah tigapuluh tahun lebih, ganteng dan pesolek. Agaknya dia sedang melamun memandang ke bawah
puncak di KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
mana terbentang pemandangan alam yang indah. Dia nampak kaget ketika mendengar
ucapan wanita itu, maka diapun menoleh dan pipa huncwenya nampak berkilat, lalu
mulutnya bersiul nyaring mengejutkan wanita cantik yang sedang bicara ta-di. Dan kini mereka yang
berada di dalam kuil dapat melihat bahwa wanita yang disebut Iblis Cantik dan juga Maling
Cantik itu memang benar-benar memiliki wajah yang cantik manis. Wanita ini sebenarnya
berjuluk Pek-pi Siauw-kwi (Iblis Cantik Berlengan Seratus). Tangan seratus itu me-nyindirkan
kemahirannya mencuri dan mencopet dan biarpun kemahirannya mencuri dan mencopet dan kejam,
maka ia disebut Siauw-kwi. Maling Cantik itu memandang kepada pria tampan itu dengan senyum mengejek yang
mengandung penuh daya pikat, dan pria tampan yang selain kejam juga mempunyai
watak buruk yaitu suka memperkosa wanita sehingga dijuluki Pemetik Bunga itu tersenyum pula.
"Aha, kiranya engkau si maling yang cantik jelita!" Suaranya halus dan penuh rayuan. "Bukankah
tadi engkau memanggilku " Nah di sini aku, manis, kalau memang engkau merindukanku!" Biarpun
dia mengeluarkan kata- kata merayu, namun Jai-hwa-cat (Penjahat Pemerkosa Wanita)
ini tidak berani terlalu mendekati wanita itu. Dia tahu betapa lihainya si Maling Cantik.
Telah beberapa kali dia bentrok dengan wanita ini dan selalu dia mengalah dan menghindarkan diri
sehingga di antara mereka belum pernah secara sungguh-sungguh ber-tanding untuk membuktikan siapa
yang lebih kuat. "Huh, rayuanmu tidak laku bagiku! Apa engkau ingin berkelahi lagi" Hayo,
kulayani di sini, bangsat cabul!" tantang wanita itu.
"Hushh, jangan main - main kau ! Bagaimana kalau benar-benar di sini hadir
keturunan yang mulia dewa pelindung kita ?" Kini Jai - hwa - cat itu tidak bicara main-main dan
kelihatan takut- takut. Mendengar ini, wajah Maling Cantik itupun agak pucat dan dia memandang ke
arah kanan kiri dengan matanya yang tajam, dan iapun tidak berani sembarangan membuka mulut
lagi. Bit - bo - ong atau Raja Kelelawar memang amat ditakuti oleh setiap tokoh kaum
sesat yang manapun juga. Biarpun sudah lama sekali dia dikabarkan mati, namun namanya masih
ditakuti orang, sehingga Jai-hwa-cat dan Maling Cantik dua orang tokoh sesat dari
selatan, juga Tiat - ciang si cebol dari selatan pula, membicarakan namanya saja sudah merasa gentar.
Padahal, sudah bertahun - tahun dikabarkan bahwa datuk itu telah meninggal dunia. Memang,
dahulu ketika masih hidup, Bit - bo - ong merajalela di dalam dunia hitam, mengangkat
diri sendiri menjadi "maha raja" kaum sesat, berkuasa dengan menggunakan tangan besi. Siapa
saja yang berani menantangnya tentu akan tewas dalam keadaan yang amat mengerikan. Dan
karena Bit - bo - ong ini memiliki ginkang yang luar biasa hebatnya, bahkan kabarnya
mengalahkan ahli ginkang Si Tabib Sakti sendiri, maka semua orang gentar kepadanya. Datang dan
pergi seperti iblis yang pandai menghilang saja ! Padahal, Sin - yok - ong atau Tabib Sakti
juga dijuluki orang Bu - eng (Tanpa Bayangan), namun menurut kabar di dunia kang - ouw, puluhan
tahun yang lalu pernah Tabib Sakti itu bertanding ginkang dan dikalahkan oleh Raja Kelelawar,
walaupun dalam hal ilmu silat, Raja Kelelawar masih belum mampu menandingi Tabib Sakti.
Sebenarnya, bukan ginkang yang membuat Raja Kelelawar itu sedemikian cepat gerakannya melebihi Si
Tabib Sakti, melainkan alat - alat ciptaannya sendiri yang dipasangnya pada sepatunya, lalu
alat yang berupa sayap disembunyikan di dalam jubahnya sehingga dia dapat meloncat dengan bantuan
alat seperti per dalam sepatunya dan melayang dengan bantuan alat se-perti sayap di bawah
jubahnya. Pertengkaran mulut antara Jai - hwa - cat dan Maling Cantik itu terhenti, akan
tetapi tiba - tiba dari atas genteng kuil yang sudah banyak rusak itu melayang turun seorang
laki-laki yang bertubuh gemuk pendek. Biarpun dia tidak secebol Tiat-ciang, akan tetapi dia
termasuk orang yang tubuhnya pendek. "Jangan ribut di sini!" kata orang yang baru melayang turun dan kedua kakinya
sengaja menginjak tanah sampai halaman itu tergetar. "Kalau mau adu ilmu, tunggu sampai
pertemuan ini selesai !" Orang gemuk pendek itu mengayun - ayun sebatang tongkat besar pendek
yang terbuat dari baja putih. Melihat orang ini, Kim - suipoa Tan Sun berbi-sik dengan nada suara gemas,
tangannya dikepal, "Wah, si jahanam ini juga datang ?"
Tentu saja Kim - suipoa marah melihat orang ini. Orang gemuk pendek ini berjuluk
Sin - go (Buaya Sakti) dan bernama Mo Kai Ci, seorang bajak tunggal yang luar biasa
lihainya, yang KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
malang melintang di sungai - sungai besar, bahkan di pantai-pantai selatan dan
timur. Semua bajak takut kepadanya, dan menjadi buruan pemerintah yang selalu gagal menangkap
atau menewaskannya. Bahkan Kim-suipoa sendiri pernah kehilangan perahu berisi
dagangannya ketika dihadang oleh bajak ini dan dia sendiri mengalami luka - luka karena bajak ini
me-nguasai ilmu dalam air yang luar biasa sekali. Pa-ra nelayan dan pedagang yang sering
mempergunakan perahu untuk mengangkut dagangannya, selalu gelisah kalau - kalau bajak yang tak pernah
diketahui tempat tinggalnya yang tetap ini tiba-tiba muncul. Sin - go Mo Kai Ci memang
malang melintang tanpa tempat tertentu, mengacau dan membajak seenak perutnya sendiri, tanpa
memper-dulikan daerah kekuasaan para bajak lain. Pendek-nya, dia merupakan seorang tokoh bajak
tunggal yang ditakuti orang. Melihat munculnya orang ini, yang berada di dekatnya otomatis
surut beberapa langkah. Mendengar teguran orang ini, si Maling Cantik terkejut dan marah bukan main,
akan tetapi iapun mengenal orang. Kalau saja yang berani mencelanya itu orang lain, tentu
sudah dihajarnya sejak tadi. Akan tetapi ia mengenal betul siapa orang gemuk pendek bertongkat
putih yang besar pendek pula itu, maklum bahwa betapapun lihainya, melawan bajak tunggal ini
sungguh amat berbahaya. Ia tahu bahwa di kalangan liok-lim ada tiga orang yang kadang -
kadang dinamakan raja kejahatan dalam hal mencari nafkah. Mereka bertiga ini sering dinamakan
orang Sam-ok (Tiga Jahat), dan mereka mempunyai daerah kekuasaan sendiri, walaupun kadang-kadang,
maklum watak orang jahat, merekapun melakukan pelanggaran-pelanggaran wilayah.
Orang pertama dari Sam-ok ini berjuluk Tung-hai-tiauw (Rajawali Laut Timur),
seorang bajak laut yang lihai sekali, raja dari sekalian bajak laut dan mempunyai banyak
anak buah. Dia sangat kaya raya, dan kapalnya mempunyai bendera ber-gambar burung rajawali pada
dasar hitam. Adapun orang ke dua adalah Sin-go Mo Kai Ci itulah, se-orang bajak sungai
yang kadang- kadang suka me-langgar wilayah Si Rajawali Lautan Timur, akan tetapi karena dia
merupakan bajak tunggal, maka pelanggaran itu tidaklah terlalu menyolok. Orang ke tiga
adalah San - hek - houw (Harimau Gunung Hitam), yang dianggapnya sebagai raja perampok yang malang
melintang di seluruh daratan, ditakuti oleh kawanan perampok, maling, begal dan copet.
Bahkan juga si Maling Cantik dan Tiat-ciang Ciong Lek perampok selatan itu tidak berani
menentang San-hek- houw yang dianggap rajanya semua penjahat di daratan. Pendeknya, Sam - ok adalah
tiga orang "raja" yang menguasai daerah masing-masing, yaitu seorang di lautan, orang ke
dua di sungai- sungai dan orang ke tiga di daratan.
Itulah sebabnya mengapa Pek-pi Siauw-kwi atau si Maling Cantik yang biasanya
amat kejam dan memandang rendah lawan, kini tidak berani banyak lagak ketika ditegur oleh
orang ke dua dari Sam-ok. Ia sendiri termasuk orang yang berada dalam "lindungan" San-hek-


Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

houw, dan kini ia hanya melirik sana-sini, dengan pandang matanya mencari-cari untuk melihat
apakah pelindungnya itu berada di situ. Kalau di situ terdapat San-hek-houw, tentu ia
berani menentang Sin-go Mo Kai Ci, karena kalau si jahat penguasa sungai-sungai itu berani
mengganggunya, tentu pelindungnya itu akan turun tangan membantunya. Hatinya kecewa karena tidak
melihat bayangan San-hek-houw. Tidak mungkin kalau rajanya penjahat daratan itu sampai
tidak menerima undangan, sedangkan golongan yang lebih rendah tingkatnya saja
menerimanya. Mereka yang berada di dalam kuil, kini merasa tegang dan diam-diam juga merasa
gelisah sekali. Tak disangkanya bahwa di tempat ini mereka tidak bertemu dengan para
anak buah Lembah Yang - ce, bahkan melihat pertemuan antara golongan - go-longan kaum
sesat. Tentu saja mereka merasa ge-lisah melihat hadirnya begitu banyak orang pandai dari
golongan hitam itu, apa lagi hadirnya seorang di antara Sam - ok yang memiliki ilmu kepandaian
tinggi sekali. Bagaimanakah para penjahat itu kini berani terang - terangan mengadakan
pertemuan, seolah - olah mereka itu "mendapat angin" dan menjadi berani " Dan siapakah yang
mengundang mereka semua, yang katanya hendak menjadi pemimpin mereka, semacam "bengcu" di antara
golongan sesat, menjadi raja dari dunia hitam " Dahulu, puluhan tahun yang lalu, memang
terdapat raja dunia hitam, yaitu Bit - bo - ong si Raja Kelelawar, dan setelah raja itu
meninggal dunia, semua golongan menjadi terpecah - pecah kembali, terutama yang sifat pekerjaan mereka
berlainan. Mereka hidup sendiri - sendiri di daerah masing - masing dan tidak saling
mengacuhkan, bahkan tidak jarang terjadi bentrokan di antara mereka. Hal ini tentu saja melemahkan
dunia hitam sehingga mereka tidak mampu lagi menahan tentangan para pendekar atau pihak
pemerintah. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Inilah sebabnya maka muncul tokoh - tokoh yang berkuasa di dalam bidang dan
daerah masing - masing, seperti halnya ketiga Sam-ok itu.
Dan kini, pada pagi hari ini, di depan kuil kuno di puncak Bukit Merak Putih itu
berkumpul penjahat dari semua golongan, mengadakan pertemuan kembali untuk bersatu padu seperti ketika
mereka mempunyai raja dunia hitam, yaitu Raja Kelelawar dahulu. Mereka semua
datang berkumpul karena diundang oleh seseorang yang mengaku menjadi keturunan Raja
Kelelawar yang hendak memimpin mereka kembali. Benarkah demikian" Kalau memang benar,
alangkah akan gegernya dunia kang-ouw dan hal ini merupakan peristiwa yang amat hebat dan
mengancam, baik terhadap para pendekar maupun terhadap rakyat jelata dan juga
pemerintah. Kwee Tiong Li yang biarpun masih muda akan tetapi telah menjadi kokcu atau ketua
lembah, dan sebagai murid seorang yang terkenal sebagai seorang bengcu, pemimpin
para pendekar patriot, telah mempunyai pengetahuan luas sekali tentang keadaan di
dunia kang - ouw. Maka, ketika dia dalam pengintaiannya itu melihat keadaan para tokoh sesat yang
mengadakan pertemuan di situ, sejak tadi dia mengerutkan alisnya dan hatinya merasa
terguncang dan gelisah sekali. Bukan gelisah memikirkan nasib dia dan semua kawannya yang pada saat itu
berada di dalam kuil sedang di luar kuil berkumpul demikian banyak tokoh sesat yang
pandai, melainkan prihatin memikirkan keadaan dunia kalau semua orang jahat itu benar-benar
bersatu. Tentu akan terjadi kemelut di dunia persilatan, pikirnya dan teringatlah dia akan penuturan
gurunya. Menurut gurunya, di waktu dahulu pada jamannya Raja Kelelawar menjadi datuk atau raja
kaum sesat, para pendekar merasa gelisah sekali dan juga berduka mendengar akan kejahatan
yang merajalela di dunia tanpa dapat berbuat sesuatu. Sukarlah dicari pendekar yang mampu
menandingi Raja Kelelawar ! Hanya ada empat orang saja di dunia pada waktu itu yang mampu
menandingi Raja Kelelawar. Mereka berempat itu adalah kedua orang datuk, yaitu Bu-eng Sin - yok
- ong datuk selatan dan Sin-kun Bu-tek datuk utara, dan dua orang datuk sesat yaitu Cui -
beng Kui - ong pendiri Tai-bong-pai dan Kim-mo Sai - ong pendiri Soa - hu - pai. Akan tetapi,
dua orang datuk putih dan dua orang datuk hitam ini sudah terlampau tinggi kedudukan mereka
sehingga mereka tidak pernah mencampuri urusan dunia dengan turun tangan sendiri. Atau lebih
tepat lagi, dua orang datuk golongan putih itu tidak mau mencampuri urusan dunia ramai sedangkan
dua orang datuk golongan hitam tidak mengambil pusing dan tidak mau mencampuri urusan Raja
Kelelawar walaupun hal ini bukan berarti mereka tidak berani. Sebaliknya, biarpun
merajalela di dunia dengan congkaknya, namun Raja Kelelawar selalu menghindarkan bentrokan dengan
pihak empat orang datuk itu. Tentu saja karena empat orang datuk itu tidak mau mencampuri
urusannya, Raja Kelelawar malang melintang di dunia kang-ouw dengan leluasa.
Akan tetapi pada suatu hari, Raja Kelelawar melakukan suatu kesalahan besar
sekali. Tanpa disengaja dia bentrok dengan seorang pemuda perkasa dan Raja Kelelawar
membunuhnya. Barulah dia menyesal dan terkejut setengah mati ketika mendengar bahwa pemuda
itu bukan lain orang adalah putera dari Sin-kun Bu-tek, datuk golongan putih dari utara itu.
Sin-kun Bu-tek mendengar akan kematian puteranya, langsung keluar dari tempat pertapaannya,
mencari Raja Kelelawar. Setelah keduanya saling jumpa, tidak dapat dicegah lagi terjadilah
perkelahian yang amat hebat, sampai berlangsung semalam suntuk dan akhirnya, hanya karena selisih
sedikit saja tingkat kepandaian mereka, Raja Kelelawar terluka parah dan beberapa bulan
kemudian dia meninggal dunia dalam keadaan sengsara, tanpa ada seorangpun yang menjaganya.
Demikianlah yang didengar oleh Kwee Tiong Li dari suhunya, oleh karena itu,
melihat betapa kini ada orang mengundang semua tokoh penjahat dari tiga daerah kekuasaan itu,
darat, sungai dan lautan itu berkumpul di situ dan orang itu mengaku sebagai keturunan Raja
Kelelawar, tentu saja hati pendekar ini merasa gelisah sekali. Apa lagi peristiwa ini muncul pada
saat pemerintah dipimpin oleh seorang kaisar yang lalim seperti Kaisar Cin Si Hong - te !
Sementara itu, keadaan di luar kuil itu menjadi semakin menegangkan. Jai - hwa
Toat - beng - kwi dan Pek-pi Siauw-kwi tidak berani membantah ketika Sin - go Mo Kai Ci
menegur mereka dan me-lihat betapa si Maling Cantik itu kelihatan jerih kepadanya, Sin -
go Mo Kai Ci yang merasa unggul itu menjadi bangga dan diapun tertawa menyeringai lalu berkata,
"Maling cilik, apakah engkau ingin mengadu kepada rajamu, si Harimau Hitam Ompong itu " Ha - ha
- ha !" Tentu saja ucapan ini sifatnya amat mengejek. Maling Cantik disebut Maling
Cilik, dan San - hek - houw si Harimau Gunung Hitam dinamakan Harimau Hitam Ompong.
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Biarpun jerih terhadap si gendut pendek itu, namun Pek - pi Siauw - kwi bukanlah
orang penakut. Penghinaan itu, yang didengarkan oleh banyak orang, apa lagi penghinaan
terhadap pelin-dungnya, si Harimau Gunung, membuat mukanya yang cantik menjadi merah
sekali. Ia mengeluarkan suara mendengus, lalu kembali ia melengking nyaring dan tubuhnya
berkelebat cepat. Melihat gelagat ini, orang - orang lain sudah surut ke belakang. Wanita
cantik itu lalu meloncat cepat dan tangan kanannya menampar ke arah kepala Sin - go Mo Kai Ci si
Buaya Sakti. Akan tetapi sambil menyeringai dan memanggul senjata penggadanya yang berat di
atas pundak kanan, si Buaya Sakti mengangkat tangan kirinya dan dengan tangan terbuka
didorongkan tangan kirinya ke arah tubuh wanita yang sedang menerjangnya dari atas itu.
"Ihhh......!" Maling Cantik menjerit, rambut dan bajunya berkibar tersambar
angin pukulan itu dan ia sendiri terpaksa harus berjungkir balik tiga kali ke samping untuk
menghindarkan diri dari pukulan jarak jauh yang amat kuat tadi. Semua orang berseru kagum akan
kelihaian tenaga sin-kang dari Buaya Sakti dan kelincahan tubuh Maling Cantik itu. Akan tetapi,
segebrakan itu saja sudah cukup untuk dimengerti orang bahwa Maling Cantik akan kalah. Melihat ini,
terpaksa Tiat - ciang Ciong Lek dan Jai - hwa Toat - beng - kwi serentak melompat ke depan. Tak
mungkin mereka berdiam diri melihat Maling Cantik diancam oleh Buaya Sakti. Boleh jadi
mereka berdua kadang-kadang saling gempur sendiri, namun betapapun juga, mereka adalah
segolongan, yaitu golongan penjahat daratan. Kini melihat rekannya terancam oleh raja bajak sungai
tentu saja mereka tidak tinggal diam. Tiga orang tokoh sesat golongan darat ini sudah siap
sedia untuk mengeroyok Buaya Sakti yang masih nampak tenang sambil tersenyum mengejek itu.
"Ciiiittt... cuiitttt... plak-plak-plakk..." Suara ini terdengar secara tiba -
tiba di angkasa. Semua orang terkejut sekali ketika berdongak dan melihat ke angkasa. Seekor
kelelawar raksasa hi-tam, dengan panjang sayapnya tidak kurang dari satu setengah meter,
beterbangan di atas, berpu-tar-putar di atas kuil!
Semua orang yang hadir, baik yang berada di luar maupun yang bersembunyi di
dalam kuil, belum pernah ada yang bertemu dengan Raja Kelelawar. Akan tetapi mereka semua
sudah mendengar akan ciri-ciri kebesaran datuk junjungan dunia sesat itu. Menurut
keterangan yang mereka peroleh, dahulu Raja Kelelawar selalu berpakaian serba hitam dengan jubah
kebesaran yang berwarna hitam pula, jubah hitam yang kabarnya dapat menahan segala macam
senjata. Di pinggangnya terselip dua batang pisau panjang yang gagangnya berbentuk kepala
kelelawar. Pisaunya berwarna kuning keemasan dan gagangnya dihias berpuluh permata berlian
sehingga di dalam gelap atau terang, gagang itu gemerlapan dan berpijar - pijar. Sepasang
pisau panjang itu kabarnya mengandung racun yang tak dapat disembuhkan dengan sembarang obat,
kecuali obat dari Kelelawar Hitam itu sendiri atau mungkin juga hanya Si Tabib Sakti sajalah
yang tahu akan obat penawarnya. Dan ada kabar pula bahwa ke manapun Raja Kelelawar itu pergi,
selalu ada seekor kelelawar raksasa yang mengikutinya dari atas. Tentu saja berita itu ham-
pir merupakan dongeng dan mereka hanya percaya setengahnya saja. Akan tetapi, setelah kini
muncul kelelawar raksasa itu, semua orang saling pandang dan bergidik, bulu roma mereka serentak
meremang dan mulailah mereka menduga - duga dengan harap - harap cemas bahwa pengundang
mereka itu benar - benar ada hubungannya dengan mendiang Raja Kelelawar Hitam !
Hati semua tokoh dunia sesat yang berada di situ mengikuti gerakan kelelawar
yang beterbangan di atas itu. Bermacam perasaan mengaduk di hati mereka. Ada rasa
gembira karena kalau betul-betul ada keturunan Raja Kelelawar yang hebat seperti Raja Kelelawar
itu sendiri, maka berarti derajat mereka akan terangkat tinggi dan dunia hitam akan
memperoleh kejayaannya lagi. Akan tetapi juga ada semacam rasa takut, karena mereka
mendengar bahwa Raja Kelelawar berperangai aneh dan kejamnya tidak lumrah manusia lagi,
melainkan seperti setan-setan penjaga neraka!
Sin-go Mo Kai Ci, si Buaya Sakti, raja dari sekalian orang jahat yang beroperasi
di sungai - sungai, merasa betapa jantungnya berdebar kencang dan tubuhnya gemetar. Teringat
dia akan penga-lamannya sebulan yang lalu. Dia sedang berperahu di waktu malam, di Sungai
Huang-ho. Kemudian, muncul sesosok tubuh manusia yang hanya nampak sebagai bayangan hitam
di tepi sungai. Bayangan itu mengeluarkan kata - kata yang terdengar seperti bisikan di
dekat telinganya bahwa dia adalah keturunan Raja Kelelawar! Kemudian orang itu melemparkan
sesuatu yang ternyata adalah sehelai gulungan surat undangan. Lemparan dilakukan dari tepi
sungai dan yang KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
dilemparkan hanya benda yang ringan saja. Akan tetapi surat itu dapat meluncur
sedemikian cepatnya, merobek layar perahu dan menempel di tiang perahu! Ke pandaian seperti


Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu amatlah luar biasa, maka Bua-ya Sakti ini merasa yakin dan diapun datang ke puncak Merak
Putih, memenuhi undangan. Dan kini, benar saja ada seekor kelelawar raksasa be-
terbangan di tempat itu. Semua mata mengikuti gerakan kelelawar itu, Biasanya, kelelawar tidak
muncul di pagi hari se-telah matahari bersinar terang, karena kabarnya binatang itu tidak dapat
melihat di waktu siang. Akan tetapi kelelawar itu beterbangan mengitari tempat itu sambil matanya
yang mencorong ditujukan ke bawah, kepada orang-orang yang me-mandang ketakutan itu.
Kemudian binatang itu menukik ke bawah dan memasuki kelebatan daun siong yang berdiri di
ujung depan kuil, lalu mencengkeram dahan dan bergantung di tempat itu. Dahan itu melengkung
bergoyang - goyang saking beratnya kelelawar raksasa itu, telinganya yang panjang bergerak -
gerak, juga kepalanya bergerak menoleh ke kanan kiri dan kadang-kadang moncongnya
memperdengarkan suara bercicitan nyaring.
Tiba - tiba terdengar auman suara harimau ! Semua orang terkejut mendengar auman
nyaring yang tiba - tiba ini, apa lagi karena baru saja hati mereka terguncang
penuh kengerian oleh munculnya kele-lawar raksasa. Akan tetapi Sin - go Mo Kai Ci Buaya Sakti
lalu tersenyum sendiri. Kenapa dia begitu bodoh " Dia tahu bahwa itu adalah pertan-da munculnya
tokoh saingannya yang berat, yaitu San - hek - houw, raja dunia hitam di darat. Di
tidak perlu merasa takut karena dia maklum bahwa tingkat kepandaiannya seimbang dengan tingkat si
Harimau Gunung itu. Apa lagi, baru saja dia mematangkan ilmunya dengan jalan bertapa
sampai tiga bulan lamanya. Dia berdiri tenang dan meng ambil sikap seenaknya, seolah - olah dia
memandang rendah dan bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Tak lama kemudian semua orang yang sudah menoleh ke arah datangnya suara auman
harimau tadi melihat munculnya bayangan seorang pria yang tinggi besar, mendaki
puncak menuju ke arah kuil. Di belakang orang tinggi besar ini nampak sepasang harimau
kumbang berlari - lari mengikuti, jinak seperti dua ekor anjing saja, padahal dua ekor
binatang itu besar dan nampak kuat sekali. Bulunya yang berwarna hitam itu mengkilap karena peluh.
Sebentar saja, orang tinggi besar itu telah berada di tengah - tengah halaman kuil. O-rang -
orang agak menjauh melihat dua ekor harimau itu yang melangkah tenang di kanan kiri majikannya,
sepasang mata mereka mencorong dan kadang - kadang terdengar geraman lirih dari kerongkongan
mereka diikuti bibir yang ditarik naik sehingga nampak taring yang meruncing. Dua ekor
binatang itu nampak ganas dan buas, juga kuat sekali. San - hek - houw yang usianya kurang
lebih limapuluh tahun dan nampak gagah perkasa itu gelangkah mendekati Maling Cantik, Penjahat
Ca-bul dan Si Tangan Besi yang tadi sudah siap mengeroyok Buaya Sakti itu. Mereka bertiga
kelihatan pucat dan merasa ngeri berhadapan dengan raja kaum penjahat di daratan ini, karena
merekapun tahu betapa galaknya raja mereka itu.
Tiba-tiba kakek tinggi besar ini menggerakkan lengan kirinya, cepat sekali
gerakannya dan tahu-tahu terdengar suara "plakk!!" dan pipi Maling Cantik telah ditamparnya
sampai tubuh wanita itu terhuyung dan hampir terpelanting.
Pek Lian yang mengintai dari dalam, hampir saja berteriak marah menyaksikan
kebiadaban si tinggi besar ini, yang tanpa alasan tahu-tahu menampar pipi seorang wanita di
depan banyak orang. Sungguh tidak sopan dan keji sekali. Akan tetapi setelah ia teringat
bahwa mereka semua itu adalah orang - orang dari dunia hitam yang tidak beradab, maka iapun menahan
kemarahannya dan ha-nya mengintai dengan penuh perhatian.
"Kau tadi berkata apa " Berani engkau bicara yang bukan-bukan tentang beliau "
Apa lagi engkau, sedangkan aku sendiri saja tidak berani melawannya dan semua orang di
sini tidak ada yang dapat dibandingkan dengan beliau. Kepandaian kita semua tidak ada sekuku
hitamnya. Engkau berani memamerkan ginkangmu " Huh... tidak ada sepersepuluh kepandaian
beliau !" Si Maling Cantik tentu saja merasa malu dan marah sekali, akan tetapi dimarahi
oleh "rajanya* tentu saja ia tidak berani melawan, apalagi mende-ngar betapa rajanya
ini memuji-muji pengundang mereka yang mengaku keturunan Raja Kelelawar itu setinggi langit.
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Si Buaya Sakti, sebagai raja dari golongan yang beroperasi di sungai-sungai dan
merasa menjadi saingan berat dari San-hek-houw, diam - diam merasa girang dan juga
untuk mengejek saingannya, diapun mencela, "Sudahlah, kaya anak kecil saja ribut-ribut untuk
urusan sepele !" Si Harimau Gunung merasa tersinggung, matanya mendelik marah ketika dia memutar
tubuhnya memandang kepada saingannya. "Kau bilang apa " Coba katakan sekali
lagi!" Dia menantang sambil melangkah maju menghampiri.
Ditantang di depan orang banyak oleh saingan-nya, tentu saja Si Buaya Sakti
menjadi marah juga. Dia memanggul penggadanya, kakinya memasang kuda-kuda dan diapun
mengejek, "Aku bilang bahwa engkau bukan harimau melainkan kucing! Nah, kau mau apa ?"
Tentu saja San-hek-houw marah sekali dan semua orang yang hadir memandang dengan
jantung berdebar dan hati penuh ketegangan. Tentu akan hebat sekali kalau dua
"raja" ini berkelahi! Tiba - tiba San - hek - houw mengeluarkan suara mengaum dari
mulutnya, diikuti pula oleh dua ekor harimau kumbangnya itu. Tangan kanannya bergerak dan dari balik
jubahnya yang terbuat dari Pada kulit harimau itu nampak keluar dan dipegang oleh tangannya
sebatang rantai panjang yang ujungnya diberi mata tombak yang ada kaitannya di kedua ujungnya,
seperti jangkar kecil. Sin - go Mo Kai Ci si Buaya Sakti juga siap sia-ga dengan senjata tongkat pendek
besar itu tetap dipanggul di atas pundaknya, pandang matanya bersinar dan mulutnya
mengejek. Dia tidak merasa gentar menghadapi musuh bebuyutan ini. Semua orang sudah memandang dengan
hati tegang gem-bira, mengharapkan untuk dapat menyaksikan perkelahian yang bermutu
dan seru. Akan tetapi, tiba - tiba saja terdengar suara melengking tinggi seperti suara
wanita menjerit, mencicit menyakitkan gendang telinga, disambung teriakan penuh wibawa,
"Tahan ! !" Kedua orang tokoh jahat itu terkejut dan jantung mereka berdebar karena mereka
mengenal suara itu sebagai ciri khas dari suara si Raja Kelelawar seperti dikabarkan
orang dalam dongeng tentang datuk dunia hitam itu. Di dunia kang - ouw terdapat kepercayaan bahwa
suara si Raja Kelelawar itu menjadi kecil tinggi dan tajam seperti suara cicitan seekor
kelelawar karena ilmunya.
Selagi semua orang, juga kedua jagoan yang sudah berhadapan itu memandang ke
sana-sini untuk mencari suara tadi, terdengarlah suara itu melanjutkan kata- katanya yang
melengking tinggi dan penuh wibawa, "Aku menghendaki agar kalian semua menjadi satu lagi
seperti pada jaman kakekku dahulu, kenapa sekarang belum apa-apa sudah mau saling berhantam
sendiri ?" Suara mencicit ini terdengar marah dan aneh, menggetarkan jantung dan mendirikan
bulu roma kedua orang tokoh Sam - ok itu. Dan semua orang juga merasa gentar dan
bingung, karena suara itu seolah - olah datang dari segala penjuru dan sukar untuk menentukan
dari jurusan mana datangnya. Inipun merupakan satu di antara ciri khas ilmu ajaib dari si Raja
Kelelawar di jaman dahulu, yaitu ilmu sinkang tingkat tinggi yang disebut Pat - hong Sin - ciang
(Tenaga Sakti Delapan Penjuru). Menurut dongeng tentang si Raja Kelelawar, Ilmu Pat - hong Sin
- ciang ini amat ditakuti oleh orang-orang di dunia persilatan, karena ilmu ini mengandung
semacam tenaga sihir yang mujijat. Seorang lawan yang tidak memiliki sinkang yang amat kuat
akan merasa terhimpit oleh suatu tenaga sakti yang datang dari delapan penjuru sehingga
membuatnya sukar untuk dapat bergerak. Apa lagi bertemu pandang dengan sinar mata si Raja Kele-
lawar yang mencorong seperti mata burung hantu di waktu malam itu, membuat semua anggauta
tubuh terasa lemas dan kehilangan tenaga dan tentu saja lawan yang berada dalam
keadaan seperti ini akan amat mudah dirobohkan.
Ho Pek Lian dan kedua orang gurunya, juga Kwee Tiong Li dan ketiga Yang - ce Sam
- lo, saling pandang dan bergidik mendengar suara itu.
Sebagai orang - orang yang memiliki tingkat kepandaian tinggi, mereka maklum
betapa hebatnya tenaga khikang yang mendorong suara itu. Suara itu seolah - olah
dikeluarkan oleh mulut orang yang berada dekat sekali dengan mereka, akan tetapi entah di depan,
di belakang, atau di samping mereka. Selagi semua orang, baik yang bersembunyi di dalam kuil
maupun yang hadir di luar kuil, me-nengok ke sana - sini dan mencari - cari dengan pandang
mata mereka untuk menemukan orang yang bersuara tadi, terdengar lagi suara yang bernada
tinggi itu, yang ditujukan kepada si Buaya Sakti dan si Harimau Gunung.
"Hayo kalian berdua simpan kembali senjata-senjata kalian itu ! Ataukah kalian
ingin aku mem-buangnya ?" KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Sin-go Mo Kai Ci dan San-hek-houw adalah dua di antara Sam - ok yang pada waktu
itu menganggap diri mereka bertiga sebagai raja - raja dari para tokoh sesat di
dunia hitam. Kini, di depan sekian banyaknya orang, ada suara yang memerintah mereka, tentu saja kalau
mereka mentaati begitu saja, hal ini sungguh membuat mereka kehilangan muka. Akan
tetapi, hati merekapun sudah merasa jerih akan nama Raja Kelelawar yang walaupun belum pernah
mereka lihat, namun sudah mereka kenal tanda - tanda dan ciri - ciri khasnya. Maka,
keduanya merasa ragu-ragu, tangan memegang senjata masing - masing dengan kuat dan mata mereka
jelilatan mencari - cari orang yang berani mengeluarkan perintah dan memandang rendah
mereka itu. Dan tiba - tiba saja kedua orang tokoh sesat ini terbelalak memandang ke depan,
sinar mata mereka tertumbuk dengan sinar mata dingin menye-ramkan dari sesosok tubuh
yang tiba - tiba saja sudah berdiri di samping si Maling Cantik Pek - pi Siauw - kwi! Saking
Panji Sakti 12 Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam Dendam Mahesa Lanang 2
^