Darah Pendekar 4
Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo Bagian 4
kagetnya, hampir saja senjata di tangan mereka itu terlepas karena tangan mereka tiba - tiba
gemetar keras. Yang memiliki mata dingin menyeramkan itu bertubuh tinggi kurus dengan jubah dan
pakaian hitam mengkilat dari sutera halus. Inilah gambar si Raja Kelelawar se-perti yang
pernah mereka dengar dari dongeng ! Pek - pi Siauw - kwi sendiri menjadi kaget setengah mati. Ia terkenal memiliki
ginkang yang hebat, akan tetapi kini ia sama sekali tidak mengetahui akan kedatangan iblis
ini, yang tahu - tahu berada di sampingnya, seolah - olah kemunculannya itu menggunakan ilmu iblis dan
pandai menghilang saja. Iblis berpakaian hitam ini berdiri dekat sekali di sampingnya,
antara ia dan Jai- hwa Toat-beng-kwi si cabul pesolek. Tadi ia mengira bahwa yang berdiri dekat
sekali dengannya itu adalah si cabul, demikian pula dengan Jai - hwa - cat itu, yang mengira
bahwa yang berdiri di dekatnya adalah si Maling Cantik. Maka, setelah kini keduanya mengetahui bahwa
si iblis itu yang datang dan berada dekat dengan mereka, keduanya mundur ketakutan dan cepat-cepat
menjauh dengan jantung berdebar dan muka pucat.
Dari dalam kuil, tujuh orang pendekar itu me-mandang dengan penuh perhatian dan
mereka semua merasa betapa darah mereka berjalan ken-cang, jantung mereka berdebar
keras. Dari tempat mereka bersembunyi, mereka dapat melihat jelas. Iblis itu memang mirip
gambaran tentang si raja iblis itu, pergi datang tanpa suara seperti pandai menghilang,
saking tinggi ginkangnya. Mereka bertujuh sejak tadi selalu memperhatikan keadaan di luar
kuil, namun merekapun tidak melihat da-tangnya Raja Kelelawar itu, tahu - tahu tokoh itu
sudah muncul di situ. Sementara itu, melihat ke kiri, ke arah Pek-pi Siauw-kwi yang mundur-
mundur ketakutan, iblis berpakaian hitam itu tertawa. Suara ketawanya juga bernada tinggi, seperti
suara ketawa wanita lalu terdengar suaranya yang berwibawa, meme-rintah, "Anak manis, ke
sinilah engkau!" Tangan-nya menggapai ke arah maling wanita yang memang berwajah cantik manis
itu. Pek - pi Siauw - kwi adalah seorang wanita to-koh kaum sesat yang sudah lama
malang melintang di dunia kejahatan sebagai maling tunggal dan ia tidak pernah takut
terhadap siapapun juga. Akan tetapi sekali ini, seperti seorang anak kecil melihat sesuatu yang
menakutkan, ia mundur-mundur dan menggeleng - geleng kepala sebagai tanda bahwa ia tidak mau
mendekati iblis itu, matanya terbelalak dan mukanya agak pucat.
Menghadapi penolakan si Maling Cantik, iblis itu mengerutkan alis dan sinar
matanya berkilat, lalu dia menggerakkan lengannya ke arah wanita itu dan biarpun kakinya
tidak kelihatan melangkah, tahu - tahu dia telah berada dekat wanita itu. Pek-pi Siauw - kwi
mencoba untuk mengelak dan me-. loncat untuk menghindarkan diri. Akan tetapi, tiba - tiba saja
ia merasa ada tenaga aneh meng-himpitnya dari semua penjuru, yang membuatnya sukar untuk
bergerak. Ketika matanya yang keta-kutan itu memandang dan bentrok dengan sinar mata iblis itu,
tenaganya mendadak menjadi lemas dan tubuhnya terkulai. Di lain saat tubuhnya sudah
dirangkul oleh si iblis yang menggunakan jari - jari tangannya untuk menggerayangi tubuh yang gempal
padat itu tanpa si Maling Cantik dapat mencegah sama sekali. Ia hanya menangis ketakutan
setengah mati. "Ha - ha, engkau boleh juga..., engkau tidak merusak tubuhmu.... hemm, manis!"
Si iblis mencium kulit yang putih itu dan si Maling Cantik menggigil, seluruh bulu
tubuhnya meremang. Tiat-ciang Ciong Lek, perampok tunggal yang tubuhnya kekar dan tidak berbaju itu
merasa panas isi perutnya melihat betapa rekannya dihina seperti itu. Tadinya dia
sendiripun merasa takut dan jerih terhadap si iblis, akan tetapi melihat betapa rekannya mengalami
penghinaan, hatinya KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
terbakar dan sesaat dia lupa akan rasa takutnya. Dia mengeluarkan suara
menggeram dan bagaikan seekor singa menerkam, dia sudah menggerakkan golok besarnya dan
meloncat terus membacokkan golok besarnya itu ke arah punggung iblis yang masih menggerayangi
dan menciumi si Maling Cantik itu. Si iblis itu diam saja dan agaknya tidak melihat
serangan ini, sedikitpun tidak mengelak atau menangkis, masih menciumi kulit leher yang lunak
itu. Semua orang yang melihat serangan ini menahan napas.
"Singgg...... dukkk !!"
Jilid V BACOKAN golok yang berdesing itu tepat mengenai punggung yang tertutup mantel
hitam, membacok dengan kuat sekali, akan tetapi golok itu mental dan mantel itu
sedikitpun tidak robek, apa lagi punggungnya. Agaknya terasapun tidak oleh si iblis itu. Tentu saja
semua orang, termasuk mereka yang bersembunyi di dalam kuil, terkejut, kagum dan gentar
sekali menyaksikan kehebatan iblis itu. Kiranya, iblis inipun menggunakan mantel pusaka yang
menurut dongeng memang kebal terhadap segala macam senjata. Kembali terbukti ciri khas dari si
Raja Kelelawar ! Setelah bacokan itu mental, barulah iblis itu menoleh dan melepaskan tubuh
Maling Cantik yang tadi dipeluknya. Wanita cantik itu terhuyung dan kedua kakinya masih terasa
lemas, akan tetapi semangatnya pulih kembali setelah ia dilepaskan dan ia hanya dapat
memandang jerih. Kini Tiat-ciang Ciong Lek yang berdiri seperti terpesona memandang iblis itu dan dia
bergidik melihat be-tapa sepasang mata yang mencorong itu dingin sekali terasa menusuk
jantungnya. Biarpun iblis itu tidak membuka mulutnya, akan tetapi terdengar ada suara siulan dari
bibirnya. Siulan ini dijawab oleh suara mencicit dan kelepak sayap. Ternyata binatang kelelawar
raksasa yang tadi bergantung di dahan pohon, sudah terbang ke atas lalu menu-kik ke bawah, ke arah
si perampok tunggal Ciong Lek! Perampok ini tentu saja cepat menggerak-kan goloknya untuk
melakukan perlawanan, akan tetapi tiba - tiba saja dia tidak mampu bergerak goloknya masih
diangkatnya tinggi - tinggi dan tu-buhnya seperti mendadak menjadi kaku. Kelela-war raksasa
itu meluncur dan menyambar. "Plokk !" Kelelawar itu menerkam ke arah leher si perampok tunggal, mencengkeram
leher itu se-bentar dan ketika binatang ini terbang lagi, nampak darah menyembur
keluar dari urat nadi leher yang putus tergigit dan terhisap oleh kelelawar itu ! Si perampok tunggal
Tiat - ciang Ciong Lek terbela-lak, lalu terdengar lehernya mengeluarkan pekik mengerikan dan
tubuhnya terguling dan roboh atas tanah, berkelojotan sebentar lalu terdiam ka-rena darahnya habis,
sebagian terhisap kelelawar itu dan sebagian lagi membanjir keluar. Semua orang memandang
dengan mata terbelalak dan muka pucat.
Kembali si iblis mengeluarkan suara ketawa yang menyeramkan, ketawanya mencicit
seperti bunyi kelelawar atau bunyi tikus - tikus bercanda. "Masih ada lagi yang
meragukan kemampuanku dan ingin melawanku ?" terdengar dia bertanya sambil memandang ke sekeliling.
Tidak ada yang berani menjawab biarpun yang hadir adalah tokoh-tokoh dunia hitam
yang biasanya sewenang-wenang dan tidak mengenal takut. Agaknya, nama Raja Kelelawar
sudah sedemikian besar pengaruhnya, ditambah kekejaman iblis ini yang mengaku sebagai
keturunan Raja Kelelawar, juga kelihaiannya membuat semua orang maklum bahwa mereka
berhadapan dengan orang yang pandai sekali.
Sin - go Mo Kai Ci si Buaya Sakti dan San - hek-houw si Harimau Gunung adalah
dua di antara Sam - ok yang dianggap merajai para anggauta liok - lim di bidang masing
- masing. Selama ini, mereka bertigalah yang berdaulat penuh dan dita-kuti semua penjahat,
balikan kalau di antara penjahat timbul pertikaian, mereka inilah yang dianggap berhak untuk
mengadili dan menjatuhkan keputus-an. Kini muncul si iblis yang mengerikan, dan tentu saja
kalau iblis ini hendak mengangkat diri sendiri menjadi datuk kaum sesat, hal ini sama dengan
merendahkan nama Sam-ok sebagai raja-raja kaum sesat. Akan tetapi, mereka berdua adalah
orang - orang yang berilmu tinggi dan yang dapat melihat bahwa iblis yang baru muncul ini
memang hebat bukan main. Si Buaya Sakti dan si Harimau Gunung yang tadi hampir saja berhantam
sendiri kini KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
saling pandang dan dari pandang mata ini mereka sudah bersepakat untuk bersama -
sama menghadapi pendatang baru yang mengancam ke-dudukan mereka ini.
San-hek-houw lalu melangkah maju dan ran-tai yang ujungnya bertombak itu telah
diiilitkan- nya di pinggang. Dia membungkuk sebagai tanda penghormatan, lalu berkata,
suaranya lantang agar terdengar oleh semua tokoh yang hadir.
"Kami semua tentu saja mengenal nama mendi-ang yang mulia Bit - bo - ong dan
menganggap be-liau sebagai datuk atau raja kami yang kami mu-liakan. Akan
tetapi, terus terang saja, kami semua belum pernah mendengar akan adanya murid atau keturunan beliau,
dan bukan sekali - kali kami berani menentang keturunan beliau. Hanya kami mohon petunjuk
apakah benar bahwa locianpwe adalah keturunan beliau. Kalau memang benar demikian dan kalau
memang benar bahwa di antara kami semua tidak ada yang dapat mengatasi kepandaian
locianpwe, tentu saja kami semua akan tunduk dan dengan suka hati mengangkat locianpwe sebagai
keturunan beliau dan menjadi raja baru kami."
Semua orang mengeluarkan suara menggumam menyatakan persetujuan mereka. Si iblis
hitam ter-tawa. Wajah yang nampak angker itu tidak bergerak kulitnya, tanda
bahwa di luar kulit muka itu dia memakai topeng tipis sehingga mudah diduga bahwa wajah yang
menyeramkan ini bukanlah wajah yang sesungguhnya yang berada di balik topeng tipis.
"Ha - ha - ha, omonganmu memang benar, San-hek - houw. Dan untung engkau
berpendapat demikian, karena kalau tidak, tentu ketiga Sam - ok akan kubunuh
lebih dulu. Aku tahu bahwa Tung-hai-tiauw si Rajawali, Sin - go Mo Kai Ci si Bua-ya Sakti, dan
engkau sendiri San - hek - houw si Harimau Gunung, merupakan Sam - ok, tiga se-rangkai yang merajai
bidang masing-masing di Pegunungan, sungai - sungai, dan lautan. Karena kalian
memandang kepadaku maka akupun suka mengangkat kalian meniadi pembantu - pembantu-ku Dan untuk
membuktikan bahwa aku adalah keturunan dari Bit-bo-ong, biarlah kalian berdua maju
menandingiku. Dengar baik-baik. Kalau dalam sepuluh jurus aku tidak mampu mengalahkan kalian berdua,
biarlah aku menarik kembali omonganku dan aku tidak akan mencampuri dunia kalian. Akan
tetapi kalau aku menang, siapapun yang berani membantah akan kubunuh. Mengerti " Nah, kalian
majulah ! Jangan takut, aku tidak akan Membunuh calon pembantu - pembantuku !"
Ucapan ini sungguh tekebur bukan main. Sam-ok terkenal memiliki ilmu kepandaian
tinggi, dan sekarang, dua orang di antara mereka ditantang oleh si iblis untuk
dikalahkannya dalam waktu sepuluh jurus saja! Si Buaya Sakti dan si Harimau Gunung juga saling
pandang dan muka mereka menjadi merah karena merasa marah dan penasar-an sekali. Iblis ini
sungguh sombong, dan lebih dari itu, kalau sampai mereka berdua yang menge-royok seorang sampai
kalah dalam sepuluh jurus sungguh hal ini akan membuat mereka merasa ma-lu sekali.
"Baiklah, locianpwe. Kami mohon petunjuk un-tuk meyakinkan hati kami semua!"
kata si Hari-mau Gunung yang sudah melolos rantai dari ping-gangnya sedangkan si Buaya
Sakti juga sudah me-langkah maju dengan melintangkan senjata tong-kat bajanya di depan
dada. "Bagus, majulah. Aku akan memberi kesempat-an kepada kalian untuk masing -
masing menyerang-ku selama lima jurus, baru kemudian aku mem-balas, dan kalau kalian
dapat bertahan sampai tiga jurus saja sudah boleh dibilang bagus!" kata si iblis itu
dan ini menambah kesombongannya.
Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Lihat serangan !" Si Buaya Sakti berteriak ma-rah. Biasanya, dalam dunia hitam
tidak berlaku segala macam aturan sopan santun, bahkan biasa-nya mereka itu melakukan
serangan secara meng-gelap, maka bentakan si Buaya Sakti ini merupa-kan suatu keanehan.
Hal ini menunjukkan bahwa biarpun dia marah, pada hakekatnya si Buaya Sakti ini merasa
jerih sekali maka dia mengeluarkan se-ruan yang di kalangan persilatan, terutama di kalangan
para pendekar, sudah menjadi lajim, yaitu sebelum menyerang, memberi peringatan lebih dulu
kepada yang diserang, sebagai tanda kegagahan.
Senjata tongkat pendek besar dari baja putih itu amat berat dan kini digerakkan
dengan cepat sekali, membuktikan besarnya tenaga si Buaya Sakti itu. Tongkatnya menjadi
sinar putih yang besar menyambar ke arah kepala si iblis berpakaian hi-tam, dan tangan kiri
si Buaya Sakti masih menyu-sulkan cengkeraman ke arah pusar. Serangan pertama ini sungguh
merupakan serangan dahsyat sekali dan dapat mendatangkan maut.
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
San-hek-houw si Harimau Gunung lebih cerdik. Melihat rekannya sudah menyerang,
dia menggunakan kesempatan ini untuk menggerakkan rantainya dan nampak sinar
bergulung - gulung ketika rantainya itu membuat serangan dari kanan ke kiri, dari bawah
menyerang kaki lalu terus membubung ke atas, merupakan serangan sinar berpusing yang berbahaya dan
sukar sekali dielakkan lawan ! "Satu jurus !" Terdengar suara melengking dari si iblis hitam, akan tetapi hanya
suaranya saja yang terdengar oleh dua orang lawan dan oleh semua orang itu, karena dua
orang lawan itu telah kehi-langan orangnya! Kiranya, dengan menggunakan ginkang yang sukar dapat
diikuti oleh mata saking cepatnya, begitu serangan menyambar, tubuh si iblis itu telah
mencelat ke atas sehingga serangan rantai itu tidak mengenai sasaran bahkan kehilang-an sasaran
dan tahu - tahu kaki si iblis itu telah berada di ujung tongkat baja putih yang tadi
dipergunakan oleh Buaya Sakti
untuk menghantam kepa-lanya ! Memang sukar dapat dipercaya kalau tidak dilihat
sendiri betapa orang yang kepalanya dise-rang, tahu - tahu sudah berada di atas dan berdiri di
atas tongkat yang tadi menghantam ke arah kepala itu. Ketika si Buaya Sakti hendak menggerakkan
tongkatnya, tiba - tiba saja tongkat yang diinjak kaki iblis itu menjadi berat dan hampir
saja dia tidak kuat menahan lagi. Akan tetapi ti-ba-tiba iblis hitam itu telah meloncat turun lagi
sambil tersenyum. Dua orang itu merasa penasaran sekali dan mereka lalu menubruk maju lagi dengan
serangan berganda yang lebih dahsyat lagi. Kini rantai itu mengeluarkan suara
meledak - ledak dan menghan-tam dari atas dengan lecutan yang membuat ujung-nya berbentuk tombak
berkait itu menyambar-nyambar ke arah kepala si iblis hitam, sementara itu, tongkat
pendek yang berat itupun sudah me-nyodok ke arah perut.
"Dua jurus !" kembali terdengar si iblis hitam berseru dan sekali ini dia tidak
mendemonstrasikan kelincahan gerakannya melainkan ketangkasan ke-dua tangannya.
Tangan kirinya bergerak ke atas dan tangan kanan bergerak ke bawah dan dengan tepat
sekali kedua tangan terbuka itu telah menangkis dua senjata itu. "Plakk! Plaakkk!"
Dua orang raja para penjahat itu berseru kaget karena mereka merasa betapa
tangan mereka menjadi panas dan nyeri sekali, sedangkan sebelah lengan yang memegang
senjata terasa seperti lumpuh. Akan tetapi hal ini hanya sebentar saja dan lenyap setelah si
iblis itu menarik kembali tangannya sambil tertawa dan dia sudah siap lagi menghadapi serangan
kedua orang itu. Dua orang itu kini menggunakan kecepatan, memutar-mutar senjata mereka menjadi
bentuk sinar bergulung - gulung lalu keduanya menyerang dengan cepat. Dan kembali si
iblis memperlihatkan bahwa gerakannya jauh lebih cepat dari pada kedua senjata itu,
tubuhnya lenyap berkelebatan seolah - olah dia dapat menyusup di antara gulungan sinar kedua
senjata itu sambil terus menghitung jurus - jurus penyerangan lawan sampai lima kali dan kedua
senjata itu tidak pernah dapat menyentuh ujung bajunya sekalipun!
Setelah lewat lima jurus, tiba - tiba iblis hitam itu tertawa melengking
disambung suaranya yang terwibawa, "Awas terhadap seranganku!" Dan tiba - tiba saja dua orang raja
penjahat itu menjadi bingung dan silau karena tubuh hitam itu berkelebat sedemikian cepatnya
sehingga mereka tidak tahu ke mana arah penyerangan lawan aneh ini.
"Jurus pertama!" kata raja iblis itu dan dua orang lawannya menggerakkan senjata
mereka untuk menangkis dan melindungi diri. Akan tetapi tiba - tiba saja tangan yang
memegang senjata terasa lumpuh dan mereka melihat sepasang mata, yang mencorong penuh wibawa,
membuat mereka menjadi lemas seketika dan iblis hitam itu hanya sekali menggerakkan
kaki, akan tetapi kaki itu su-dah dua kali menendang dan tubuh kedua orang itu terlempar sampai
tiga tombak ke belakang dan terbanting keras! Untung bahwa si iblis tidak mempergunakan tenaga
sinkang ketika menendang sehingga dua orang itu tidak terluka parah, hanya babak bundas saja
karena terbanting tadi. Mereka bangkit berdiri, hampir tidak percaya kalau tidak
mengalami sendiri. Mereka telah dirobohkan dalam satu jurus saja ! Akan tetapi mereka bukanlah
orang-orang bodoh dan mereka sudah yakin kini bahwa orang berpakaian hitam di depan mereka itu
memang memiliki ilmu kepandaian, yang muji-jat sekali dan sudah selayaknya kalau
menjadi raja mereka semua. Maka mereka berdua lalu menjatuhkan diri berlutut, menghadap iblis hitam
itu! Melihat perbuatan dua orang yang selama ini mereka anggap sebagai raja, tentu saja para
tokoh liok-hm yang hadir di situ terkejut bukan main dan satu demi satu merekapun lalu
menjatuhkan diri KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
berlutut, termasuk si Maling Cantik Pek-pi Siauw-kwi dan si penjahat cabul Jai-
hwa Toat-beng-kwi ! "Ha-ha-ha-ha ! Bagus sekali kalau kalian sudah mengakui aku sebagai raja
kalian ! Jangan khawatir, seperti yang telah dilakukan oleh kakek-ku dahulu, aku akan memimpin
kalian dan dunia hitam kita akan menjadi jaya kembali!" Mendengar ini, semua penjahat yang
berkumpul di situ bersorak gembira. Iblis hitam itu mengangkat le-ngan kanannya ke atas dan suara
berisik mereka itu tiba - tiba sirap dan berhenti sama. sekali. "Dan aku tetap melanjutkan
julukan kakekku, yaitu Bit-bo - ong dan kalian semua harus menyebut ong - ya kepadaku!"
Kembali mereka bersorak dan ketika ada yang berteriak, "Hidup ong-ya...!" maka
mereka semua juga ikut berteriak-teriak. Akan tetapi kembali Raja Kelelawar itu
mengangkat tangan kanannya ke atas dan semua orang terdiam kembali. Dengan muka kelihatan marah
Raja Kelelawar atau Bit - bo - ong itu menoleh ke arah kuil dan terdengar suaranya
yang melengking tinggi."Siapa berani tidak berlutut kepadaku" Kalian yang berada di dalam kuil,
tidak lekas keluar ?" Raja Kelelawar lalu menggerakkan tangannya sambil melangkah mendekati kuil,
kedua tangannya mendorong dan terdengar suara keras ketika sebagian dari dinding kuil
tua itu ambruk menge-luarkan suara gemuruh dan debu mengebul ke atas! Tentu saja Pek kian dan
enam orang lainnya ter-kejut bukan main. Kiranya iblis itu telah mengeta-hui bahwa di dalam
kuil ada orangnya dan kalau tadi iblis itu tidak turun tangan adalah karena mengira bahwa
mereka juga anggauta dunia hitam. Setelah semua orang berlutut dan hanya mereka yang
bersembunyi itu saja yang tidak, agaknya barulah iblis itu tahu dan menegur.
Tentu saja tujuh orang yang bersembunyi di dalam menjadi terkejut dan karena
mereka tahu bahwa tempat persembunyian mereka telah diketahui orang, maka terpaksa
mereka lalu keluar dari pintu kuil, apa lagi karena sebagian tembok dan atap telah ambruk
dan tadi terpaksa mereka harus berloncatan menghindar dan kini mereka semua keluar.
Kwee Tiong Li yang biarpun masih lemah dari belum pulih kembali tenaganya,
merasa bahwa dialah yang menjadi pemimpin dan bertanggung jawab, cepat maju dan memberi
hormat kepada Bit - bo - ong atau Raja Kelelawar. "Harap locian-pwe sudi memafkan kami
yang tidak sengaja hendak mengintai. Kami hanya kebetulan berada di dalam kuil, lama
sebelum locianpwe dan para saudara datang berkumpul di luar kuil."
Sepasang mata Raja Kelelawar yang mencorong itu menyapu tujuh orang yang keluar
dari dalam kuil, alisnya berkerut dan jelas bahwa dia merasa tidak senang hatinya.
"Kenapa kalian bersembunyi dan tidak keluar ?" bentaknya.
"Maaf, locianpwe, kami merasa sebagai orang luar maka kami tidak berani
mengganggu" "Siapakah kalian ?"
"Kami...... kami hanya pelancong-pelancong yang kemalaman di sini
" Pemuda itu tidak mau memperkenalkan diri mereka.
"Dia itu Kim - suipoa !" Tiba-tiba berteriak seorang, di antara para penjahat
yang mengenal pendekar tua itu. "Dan itu dia Pek-bin-houw !" teriak seorang lain.
Mendengar disebutnya dua nama ini, tiba - tiba Raja Kelelawar tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha, kiranya hanya kaum pemberontak hina " Kalian sudah mengintai kami, harus mampus
semua!" Dan diapun lalu mendorongkan tangannya yang sakti ke arah Kwee Tiong Li! Pemuda
ini terkejut. Dia masih belum memperoleh kembali tenaganya dan sedapat mungkin dia meloncat ke
kiri untuk menghindarkan diri. Akan tetapi tetap saja angin pukulan itu menyambar dan
diapun terguling dan jatuh terduduk di bawah pohon depan kuil. Sambil tertawa Raja Kelelawar
melangkah dan hendak memukul, akan tetapi pada saat itu, Yang - ce Sam - lo tentu saja sudah meloncat
ke depan dan menyerangnya untuk menolong ketua rnereka.
"Dessss... !!" Raja Kelelawar mengibaskan tangannya menyambut mereka dan tiga
orang Yang - ce Sam - lo yang lihai itupun terlempar dan terbanting jatuh
semua ! "Manusia iblis!" Tiba - tiba Pek Lian sudah menerjang dengan pedangnya.
"Cringg......!" Pedang itu disampok oleh tangan Raja Kelelawar dan terlepas dari
pegangan Pek Lian, dan sebelum Pek Lian mampu mengelak, pergelangan tangan kanannya telah
dipegang oleh tangan kanan Raja Kelelawar ! Melihat ini, Kim-suipoa dan Pek - bin - houw
segera menerjang KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
ma-ju untuk menolong, akan tetapi Raja Kelelawar menggerakkan kakinya dan dua
orang itupun terlempar dan terbanting jauh !
"Heh-heh-heh, ternyata engkau cantik sekali lebih cantik dan manis dibandingkan
Maling Cantik. Ha-ha-ha, dan engkau masih perawan. Bagus...
!" Pek Lian yang dipegang pergelangan tangan kanannya meronta dan hendak memukul
dengan tangan kirinya, akan tetapi ketika dia bertemu pandang dengan iblis itu,
tiba - tiba kepalanya terasa pening dan tenaganya menjadi lemas dan habislah semangat
melawannya. Iblis itu menariknya dan agaknya hendak mencium, akan tetapi pada saat itu terdengar
suara ketawa perlahan dan lembut dari dalam kuil. Mendengar suara ketawa halus yang
mengandung getaran sampai terasa oleh jan-tungnya itu, Raja Kelelawar terkejut dan mengangkat muka
memandang. Tiba-tiba dari dalam kuil muncul seorang kakek berjenggot putih yang memegang
sebatang tongkat butut. Orang tua ini mengangkat tangan kirinya ke atas dan berkata
kepada Raja Kelelawar, "Heh - heh - heh, nama Raja Kelelawar terlalu besar dan gagah untuk dirusak oleh
perlakuan ren-dah terhadap seorang nona muda. Raja Kelelawar, kalau memang engkau gagah,
lepaskan nona muda itu !" Raja Kelelawar sejenak meragu dan dia me-mandang penuh perhatian. Seorang kakek
tua yang sederhana saja, dengan jubah seperti pertapa dan tubuhnya agak kecil, akan
tetapi ketika bertemu pandang mata dengan kakek itu, Bit - bo - ong baru ini terkejut melihat
Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sepasang mata tua itu berkilat - kilat sebagai pertanda bahwa kakek itu bukan orang
sembarangan. Dan kakek itu
memang cerdik, menantangnya untuk melepaskan gadis itu sebagai orang gagah
sehingga kalau tidak dilepas-kannya, sama saja mengakui bahwa dia bukan orang gagah! Maka
didorongnya Pek Lian sehingga gadis itu terjengkang, hampir menimpa tubuh Tiong Li yang masih
rebah di atas tanah.Kakek itu lalu berkata kepada Pek Lian, "Nona,
lekas bantu dia dan menjauhlah dari sini
" Pek Lian, dibantu oleh Yang-ce Sam-lo dan juga oleh dua orang gurunya yang sudah
datang Mendekat, lalu memapah Tiong Li menjauhi Raja Kelelawar yang kini sama sekali
tidak lagi memperdulikan mereka, melainkan menghadapi kakek bertongkat itu dengan sinar
mata tajam. Dia tahu bahwa kakek ini adalah orang yang pandai sekali dan dia dapat menduga
bahwa sekali ini dia akan menghadapi lawan yang amat tangguh. Dia sama sekali tidak merasa
gentar. Tidak ada apapun di dunia ini yang dapat membuatnya merasa takut. Akan tetapi, di depan
semua tokoh sesat di mana baru saja dia diangkat sebagai raja - di - raja, dia harus dapat
cepat menundukkan orang ini yang dianggap sebagai musuh pertama yang melintang di jalan. Kalau
tidak, hal itu tentu akan menurunkan martabatnya yang telah terangkat tinggi sejak kemunculannya
tadi. "Orang tua, dengarlah baik - baik. Kalau engkau bisa menandingi ilmuku, maka
tujuh orang itu akan kubebaskan. Kalau engkau tidak mampu, mereka semua dan engkau juga akan
kubunuh di sini!" Suara yang melengking tinggi itu terdengar mengerikan sekali.
Mendengar ini, Tiong Li, Pek Lian dan lima orang tua terkejut bukan main. Mereka
kini dapat menduga bahwa suara batuk - batuk yang pernah mereka dengar tanpa melihat
orangnya, tentulah kakek bertongkat ini yang melakukannya, untuk memberi peringatan kepada
mereka akan bahaya yang mengancam dari para orang sesat yang berkumpul di luar kuil.
Akan tetapi kakek itu nampak tenang - te?an saja bahkan lalu terkekeh, kelihatan
girang sekali "Heh - heh, benarkah begitu " Ah, terima kasih terima kasih ! Akan
tetapi, kalau engkau meman benar keturunan Raja Kelelawar, ilmu yang mana kah yang harus kutandingi "
Sejak muda suda' kudengar bahwa Raja Kelelawar memiliki beberap ilmu simpanan yang
diandalkan, yaitu antara lain Ilmu Bu - eng Hwee - teng (Loncat Terbang Tanp Bayangan) yang
merupakan ginkang yang ama hebat, Ilmu Kim - liong Sin - kun (Silat Sakti Nag Emas) yang merupakan
ilmu silat yang amat ting gi mutunya, dan Ilmu Pat - hong Sin - ciang (Ta ngan Sakti Delapan
Penjuru) yang merupakan ga bungan sinkang dan sihir! Yang manakah di anta ranya yang harus
kuhadapi " Kalau harus mengha dapi semuanya, wah, wah, terus terang saja ak yang tua ini
tidak akan mampu menandinginya ! KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Mendengar ucapan itu, Raja Kelelawar meras bangga dan girang sekali karena
ucapan itu mengandung pujian- pujian terhadap ilmu - ilmunya yang didengarkan oleh sekian
banyaknya oran sehingga derajatnya makin menaik. Akan tetapi diapun sadar bahwa kakek
bertongkat yang tela mengenal ilmu - ilmu simpanan dari perguruannya ini jelas adalah seorang
yang amat lihai. Dia harus berhati - hati. Orang selihai ini tidak boleh dihadapi! dengan
sembrono. Kalau sampai dia
dikalahkan di depan semua anak buahnya, tentu namanya akan runtuh. Dan diapun
tidak mempunyai permus -hal terlewat- uandang dengan hati diliputi ketegangan, terutama sekali Pek Lian dan kawan-
kawannya yang mengerti bahwa nyawa mereka seolah - olah tergantung kepada kakek
bertongkat itu! "Hemmm kalau aku harus melayani ilmumu Pat-hong Sin-ciang, tentu saja aku akan
kalah karena aku sudah tua dan sudah puluhan tahun tak pernah berkelahi. Kalau
melawan Kim- liong Sin-kun, biarpun aku tidak akan kalah akan tetapi akupun sukar untuk bisa
menang. Maka biarlahaku akan mencoba ilmu kesaktian Raja Kelelawar yang pertama tadi, yaitu
Bu-eng Hwee- teng yang kabarnya hebat sekali itu."
Semua orang, terutama sekali Tiong Li dan ka-wan- kawannya, terkejut bukan main
mendengar ucapan kakek itu. Bahkan di antara para tokoh sesat yang hadir di
situ, ada yang tertawa ce-kikikan. "Kek-kek-kek ! Tua bangka ini sudah bosan hidup !" Jai-hwa Toat-beng-kwi
terkekeh dan mengejek. "Hi-hik, biar melawankupun takkan menang apa lagi mengadu ginkang melawan ong-
ya," kata Pek-pi Siauw-kwi si Maling Cantik.
Kaum sesat adalah orang - orang yang tidak memperdulikan kesopanan dan tidak
menghirau-kan peraturan, maka biarpun mereka itu amat ta-kut dan takluk terhadap
Bit - bo - ong si Raja Kelelawar, namun tetap saja mereka itu bersikap sembarangan dan
tidak memakai aturan. Dan Pek-pi Siauw - kwi si Maling Cantik sudah menyebut-nya ong - ya,
sebutan untuk raja, pangeran atau juga biasanya untuk menyebut "raja" di antara mereka.
Sebutan yang sifatnya menjilat, bukan penghormatan dan penjilatan mengandung rasa takut.
Memang pilihan kakek itu amat menggelikan di samping mengejutkan. Hanya orang
yang miring otaknya sajalah yang untuk mengadu ilmu mela-wan Raja Kelelawar memilih
adu ilmu ginkang. Sama saja dengan bunuh diri, seperti ular mencari penggebuk. Seluruh
dunia sudah mendengar bahwa di antara sekian banyak ilmunya yang mujijat, il-mu meringankan
tubuh inilah justeru yang sangat diandalkan dan dibanggakan oleh mendiang Raja Kelelawar tua
dahulu dan ilmu itu telah meng-angkat namanya setinggi langit. Dunia kang - ouw menganggap
bahwa sukar dicari orang yang akan mampu menandingi Bu - eng Hwee - teng, ilmu "terbang"
dari raja datuk kaum sesat itu. Sebaliknya, ilmunya yang lain, ilmu silatnya dan ilmu
sinkangnya, masih dapat ditandingi oleh para tokoh kang-ouw yang sakti. Dan sekarang, kakek itu memilih
ilmu yang hebat itu untuk menandinginya. Gilakah kakek ini " Ataukah memang disengaja untuk
menguji kebenaran pengakuan iblis hitam itu bahwa dia benar - benar keturunan mendiang
manusia iblis Raja Kelelawar " Si iblis itu sendiri juga merasa amat heran dan terkejut. Dia memandang bimbang.
Benarkah ka-kek ini ingin menghadapi ilmu ginkangnya yang tak pernah bertemu tanding
itu " Semenjak dia mempelajari ilmu warisan dari Baja Kelelawar, justeru ilmu itulah yang
dipelajarinya secara sem-
purna karena dia tahu bahwa ilmu ginkang Bu-eng Hwee - teng itu sukar dicari
bandingannya di dunia persilatan. Apakah kakek ini sudah putus asa ataukah gila, ataukah justeru
orang ini malah merasa yakin akan dapat mengatasi ilmu itu " Sia-pakah orang ini " Dia harus
waspada karena pilihan yang aneh ini menimbulkan kecurigaan dan mungkin saja mengandung sesuatu
di dalamnya. Bagaimanapun juga, dia amat percaya akan kemampuannya sendiri dalam
hal ginkang dan selama ini belum pernah ada orang yang mampu menandingi ilmunya.
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Kakek itu sendiri, seorang kakek sederhana saja, agaknya maklum bahwa lawannya
merasa bimbang atau memandang rendah dan semua orang men-tertawakan dirinya, maka
diapun tertawa sambil mengangkat muka memandang ke langit.
"Ha - ha - ha - ha ! Kenapa kalian semua heran! mendengar aku ingin menghadapi
Bu - eng Hwee-teng, ilmu yang amat tersohor dari mendiang Raja Kelelawar... eh, yang lama
itu " Dengarlah kalian semua, aku sejak kecil pertama kali mempelajari ilmu silat
adalah tentang ginkang ini. Sebelum belajar silat yang lain aku lebih dulu belajar ilmu
meringankan tubuh! Ini penting sekali, karena aku dapat berlari cepat dan kalau kalah berkelahi, aku
dapat mengandalkan ginkang ini untuk melari-kan diri dan aman ! Ha - ha - ha !"
Semua orang tertawa, mentertawakan kakek pikun yang mereka anggap sudah t;dak
waras otak-nya ini. Melihat suasana yang tadinya begitu ter-pengaruh oleh kehadirannya
sehingga semua orang nampak serius dan takut kini menjadi hambar oleh suara ketawa mereka
karena ulah kakek ini, Raja Kelelawar menjadi marah. Dengan angkuh dia berkata, "Kakek
pikun, menghadapi ilmuku Bu-eng Hwee - teng, engkau tidak usah memenangkan, asal dapat melayaninya
saja cukuplah sudah. Kalau dapat menandingi saja, engkau boleh membawa pergi tujuh
orang itu." "Heh - heh, benarkah itu " Heii, dengarlah semua saudara golongan hitam!
Pemimpin baru kalian sudah berjanji dan biarpun golongan hitam, janji seorang pemimpin selalu
harus dipegang teguh sebagai lambang kekuasaannya, karena hanya anjing rendah sajalah yang
menjilat ludahnya sendiri yang sudah dikeluarkan. Terima kasih, marilah kita mulai. Eh,
bagaimana aku harus menandingi ginkang Bu - eng Hwee - teng yang amat hebat itu ?"
Dengan suara yang tetap bernada tinggi, iblis berpakaian serba hitamitu berkata,
"Ginkang mem-punyai dua manfaat, yaitu untuk berlari cepat dan untuk bergerak cepat dalam
perkelahian. Nah, kita pertandingkan keduanya. Pertama - tama, kita berlumba menaruh dua buah
batu ini ke atas puncak bukit di depan sana. Siapa yang kembali ke sini lebih dulu, dia
menang." "Batu - batu ini ?" Kakek itu menudingkan tongkatnya kepada dua buah batu
sebesar perut kerbau yang berada di dekat tempat itu, di depan kuil. "Wah, tentu berat
sekali." "Orang yang berani menandingi Bu - eng Hwee-teng tentu tidak sukar membawa batu
itu!" Tiba-tiba terdengar suara seorang di antara para tokoh kaum sesat itu.
Kakek itu mengangguk - angguk. "Biarlah, biar kucoba tenaga tubuhku yang sudah
rapuh ini. Baik, aku setuju. Dan bagaimana dengan pertandingan ke dua " Ingat, aku
tidak menantangmu untuk berkelahi!"
"Tidak perlu berkelahi. Untuk pertandingan ke dua, kita masing-masing memakai
sebatang daun pada lubang kancing baju dan kita saling berlumba mengambil daun itu dari
tubuh lawan. Siapa yang kalah dulu dia kalah."
"Heh-heh-heh, bagus sekali permainan itu. Aku setuju ! Hayo kita mulai saja
sekarang!" kata kakek bertongkat butut itu sambil mengangguk-angguk setuju.
Tanpa banyak cakap lagi iblis hitam itu lalu menghampiri dua buah batu. dan
sengaja dia memilih batu yang lebih besar dan sekali kaki kirinya bergerak menendang, batu
sebesar perut kerbau itu seperti sebuah bola karet yang ringan saja me-lambung ke atas dan
diterima oleh tangan kirinya yang menyangganya di atas pundak kiri. Begitu mudahnya!
"Bersiaplah membawa batumu !" katanya kepada kakek itu di bawah tepuk sorak para
tokoh kaum sesat yang memuji kehebatan tenaga si iblis hitam itu, walaupun banyak di
antara mereka yang akan sanggup melakukan hal seperti itu.
Kakek itu memandang dengan mata terbelalak, seperti orang terkejut. "Wah, aku
yang tua mana sanggup menggunakan tanganku yang sudah lemah ini untuk mengangkat batu
sebesar itu " Biar kuminta tolong tongkatku. Hei, tongkat tua, tolonglah aku sekali ini!"
Dan tongkatnya itu lalu ditu- sukkan ke arah batu yang sebuah lagi dan "crokkk !" seperti sumpit menusuk ta-hu
saja, tongkat itu amblas memasuki batu itu dan ketika diangkatnya, maka kini kakek itu
memanggul tongkat yang ujungnya sudah menusuk batu! Tentu saja semua orang melongo
menyaksikan ini dan diam - diam si iblis hitam juga terkejut. Kiranya kakek ini memiliki tenaga
dalam yang demikian kuatnya sehingga disalurkan melalui tongkat, dapat membuat tongkat itu
menusuk batu seperti menusuk benda lunak saja. Karena tidak mau kalah membuat kesan, diapun
mengeluarkan suara mendengus dari hidungnya, lalu tiba - tiba saja batu yang disangga tangan
kiri itu KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
dilontarkannya ke atas dan ketika batu itu meluncur turun ke arah kepalanya,
Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
iblis hitam ini menggunakan tangan kiri yang jari - jarinya diluruskan dan dibuka.
"Crokkk!" Tangan itu amblas memasuki batu sampai dekat siku ! Tentu saja semua
orang ber-sorak memuji. Kalau kakek itu menusuk batu dengan tongkat, sekarang si iblis
hitam yang menjadi pemimpin mereka itu menusuk batu dengan tangan Degitu saja seolah - olah
tangan itu telah berobah menjadi golok tajam runcing dan batu itu berobah lunak sekali!
"Kakek yang nekat, mari kita mulai. Ingat, kita berlumba meletakkan batu ini di
puncak bukit sana itu, lalu kembali ke sini. Kuhitung sampai tiga. Satu... dua... tiga!" Dau
orang hanya melihat dua bayangan berkelebat dan tahu-tahu dua orang itu lenyap dari tempat mereka
berdiri seperti dua setan yang menghilang saja! Tentu saja semua orang terkejut dan melihat
betapa orang - orang yang memiliki kepandaian tertinggi di antara mereka seperti si Buaya Sakti
dan si Ha-rimau Gunung memandang ke satu arah, mereka-pun ikut-ikut memandang dan dapat
dibayang-kan betapa kagum rasa hati mereka melihat di titik hitam "terbang" menuju ke puncak
bukit di depan ! Kehebatan ilmu ginkang dari Raja Kelelawar telah menjadi semacam dongeng, karena
Raja Ke-lelawar telah meninggal dunia puluhan tahun yang lalu. Dan sekarang muncul
seorang keturunan yang menguasai semua ilmu - ilmunya, termasuk ilmu ginkang luar biasa
itu. Memang jarang ada orang yang sanggup menandingi ginkang dari Raja Kelelawar, karena
kalau para ahli yang lain hanya mengandalkan kemampuan tubuh latihan dan kekuatan dalam, Raja
Kelelawar mempunyai rahasia-rahasia yang tidak diketahui orang lain. Ada alat-alat rahasia
yang dipakainya, yang membantunya dapat berlari seperti terbang dan bergerak amat lincahnya. Alat
- alat rahasia itu sebagian tersem-bunyi di dalam jubahnya, dan juga di sepatunya yang membuat
kakinya seperti menginjak pegas yang dapat membuatnya memantul.
Iblis berpakaian hitam itu dapat menduga akan kelihaian kakek yang menantangnya
maka diapun mengerahkan seluruh kemampuannya sehingga tubuhnya bagaikan terbang saja.
Dia terkejut melihat betapa kadang - kadang ada bayangan berkelebat di dekatnya, dan
tahulah dia bahwa kakek itu benar - benar amat luar biasa, dapat menyamai kecepatan
gerakannya. Dan dia menjadi semakin penasaran dan terheran - heran ketika dia meletakkan batu besar
itu di puncak bukit, diapun melihat batu yang tadi dibawa oleh kakek itu telah berada di
situ ! Maka diapun tidak mau menengok lagi ke sana - sini, melainkan "tancap gas" dan ngebut, secepat
mungkin dia terbang menuruni puncak bukit! Ketika dia tiba di situ, terdengar sorak-sorai
dan tepuk tangan para "anak buahnya" menyambutnya. Baja Kelelawar menjadi girang sekali dan
merasa menang, akan tetapi dia mendengar suara terkekeh dan ternyata kakek itupun sudah berada
di situ, agaknya bersamaan waktunya dengan dia ! Jantung Baja Kelelawar terasa berdebar
dan perutnya panas. Dia merasa ditantang benar-benar ! Jelaslah bahwa biarpun kakek ini tidak
dapat dikatakan menang atau mendahuluinya, akan tetapi setidaknya dapat menyamainya !
"Bagus, sekarang pertandingan ke dua kita mu-lai," katanya dengan suaranya yang
melengking tinggi. "Pertandingan pertama masih belum dapat menentukan siapa
menang siapa kalah !" Berkata demikian, sekali menggerakkan tubuhnya, si iblis hitam telah
lenyap dari situ dan sebelum semua orang hilang Kagetnya, tubuhnya sudah melayang turun dari atas
pohon dan tangannya membawa dua tangkai daun. Dia memberikan setangkai kepada kakek, itu
dan memasukkan yang setangkai lagi ke lubang kancing bajunya.
Kakek itupun sambil tersenyum dan terkekeh memasukkan tangkai daun ke lubang
kancingnya, lalu menghadapi Raja Kelelawar sambil berkata, "Bu - eng Hwee - teng
memang hebat bukan main ! Akan tetapi hendaknya diingat bahwa kita tidak sedang
berkelahi, melainkan mempergunakan kecepatan gerakan untuk saling merampas daun, Maka, kita berdua
cukup mengerti banwa tidak dipergunakan pukulan dan tangkisan dalam lumba ini,
melainkan hanya usaha merampas daun dan pengelakan untuk menyelamatkan daun, jadi sepenuhnya
menggunakan kecepatan gerakan. Begitu, bukan ?"
Si iblis hitam mengangguk. "Begitulah, dan mari kita mulai!" Berkata demikian,
tiba-tiba iblis hitam sudah menggerakkan tangannya, cepat sekali, menyambar ke arah dada
kakek itu. "Eeiiiittt, luput !" Si kakek sudah mengelak de-ngan kecepatan yang tak terduga-
duga sehingga tubuhnya seperti menghilang saja. Selanjutnya, semua orang melihat
betapa tubuh dua orang itu benar - benar lenyap bentuknya, yang nampak ha-nya bayangan
berkelebatan sedemikian cepatnya sehingga sukar untuk dapat diikuti dengan pandang mata!
Bahkan para KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
tokoh kaum sesat yang sudah tinggi ilmunya menjadi pening dan silau mpnyaksikan
gerakan dua tubuh itu dan kadang-kadang bayangan itu seperti menjadi satu, kadang-kadang
saling kejar akan tetapi tidak dapat dibe-dakan siapa yang dikejar dan siapa yang mengejar. Bukan
main hebatnya permainan kejar - kejaran saling memperebutkan daun ini sehingga seperempat jam
lewat sudah, dan semua orang memandang dengan penuh ketegangan. Dua orang yang sedang
berlumba itu sendiripun menjadi kagum bukan main karena sampai sekian lamanya, belum juga
mereka mampu merampas daun. Iblis sakti itu mengeluarkan suara melengking nyaring karena
penasaran. Sungguh di luar dugaannya bahwa dia akan bertemu dengan seorang kakek yang mampu
menandinginya! Dan kakek ini keluar pada saat dia memperkenalkan diri kepada
dunia lagi! Tiba - tiba kakek itu mengeluarkan seruan kaget karena kini tangan yang
mencengkeram ke arah daun itu membalik ke arah lehernya dengan totokan maut! Akan tetapi, kakek
ini memang sudah bersiap-siap, maklum akan curang dan kotornya watak seorang dari dunia
hitam. Cenat dia mengelak dan pada saat itu, daun di lubang kancingnya telah kena dirampas! Si
iblis hitam meloncat ke belakang dan mengangkat tinggi-tinggi daun itu di atas kepalanya.
"Hemm, daunmu telah dapat kuambil!" katanya dan semua tokoh sesat bersorak
menyambut kemenangan ini. Akan tetapi tanpa dilihat siapa-pun, kakek itu membuka tangannya
dan melihat sebuah kancing hitam di telapak tangan kakek itu. Raja Kelelawar terbelalak.
Itulah kancingnya, kancing jubahnya! Kalau kancing jubahnya saja dapat diambil kakek itu, apa lagi
daunnya. Senga- ja kakek itu tidak mau mengambilnya dan sengaja kakek itu mengalah! Iblis hitam
itu adalah seorang yang tingkatnya sudah tinggi sekali, maka diapun maklum bahwa lawan
telah mengalah dan memberi muka terang kepadanya. Hal ini berarti bahwa biarpun kakek itu lihai
dan mampu meng-atasinya, namun kakek itu tidak berniat buruk dari hanya ingin
menyelamatkan tujuh orang
itu saja Maka diapun lalu membuang daun itu dan berka-ta, suaranya melengking
nyaring. "Sudahlah ! Betapapun juga, ilmu kepandaian mu hebat dan sudah lebih dari cukup
untuk membiarkan engkau membawa pergi tujuh orang itu !" Semua tokoh sesat merasa
heran karena tadinya mereka mengira bahwa Raja Kelelawar tentu akan membunuh kakek itu
bersama tujuh orang lainnya Akan tetapi tidak ada seorangpun di antara mereka yang berani
membantah. Kakek itupun membungkuk - bungkuk dan tertawa. "Ahh, ternyata Raja Kelelawar
seperti hidup kembali! Kebesarannya sungguh hebat, sesuai dengan perbuatannya dan
kegagahannya. Terima kasih, sobat!" Kakek itupun menghampiri Pek Lian dan teman - temannya,
lalu berkata. "Orang telah bersikap lunak kepada kita, tidak lekas pergi mau tunggu apa
lagi ?" Tujuh orang itu tidak menjawab hanya melangkah pergi meninggalkan tempat itu.
Ketika kakek itu hendak pergi juga, tiba-tiba Raja Kelelawar bertanya, suaranya
melengking, membuat Pek Lian dan kawan - kawannya terkejut dan merekapun menghentikan langkah dan
menengok, siap menghadapi segala kemungkinan. Hal macam apa saja dapat dilakukan oleh
orang - orang dari dunia hitam! Akan tetapi, ternyata Raja Kelelawar itu hanya bertanya kepada kakek itu dengan
suara mengandung geram, "Kakek, siapakah engkau sebenarnya ?"
Kakek itu mencoret - coret tanah dengan ujung tongkat bututnya dan menarik napas
panjang ber-ulang - ulang sebelum menjawab. "Aihh, belasan tahun hidup aman
tenteram penuh damai di puncak gunung, siapa kira hari ini terpaksa terjun ke dalam kekeruhan
dunia. Dan tidak nyana sama sekali bahwa mendiang Raja Kelelawar benar-benar telah mempunyai
seorang pewaris sepertimu ini. Sungguh mengagumkan. Terus terang saja, selama hidupku,
baru sekali ini aku mengalami bertemu tanding yang membuatku kewalahan dalam ilmu ginkang.
Padahal, aku mengira bahwa aku telah mewarisi semua kemampuan mendiang guruku yang terkenal,
dengan julukan Bu - eng Sin - yok-ong (Si Raja Tabib Sakti Tanpa Bayangan)." Kakek itu
menarik napas panjang lagi dan memandang kagum kepada iblis berpakaian hitam itu.
Semua orang terkejut mendengar ucapan kakek itu. Nama Si Raja Tabib Sakti amat
terkenal, seperti tokoh dongeng yang sama terkenalnya dengan nama Raja Kelelawar, di jaman
dahulu. Juga Pek Lian dan kawan-kawannya memandang heran. Mereka teringat akan keluarga
Bu, keturunan dari Raja Tabib Sakti pula, keturunan murid pertama manusia sakti itu.
Juga mereka pernah bertemu dengan murid - murid ketua iblis berambut riap-riapan yang
jubahnya bergambar naga, sebagai keturunan murid ke dua si Raja Tabib Sakti. Jadi inikah murid, ke
tiga Raja Tabib KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Sakti yang dikabarkan mewarisi ginkang dari manusia sakti itu " Pantas
ginkangnya demikian hebatnya ! Timbul dalam hati Ho Pek Lian untuk mence-ritakan semua yang telah dialaminya di
rumah ke-luarga Bu, tentang perebutan kitab pusaka pening-galan Raja Tabib Sakti, maka
iapun melanjutkan langkahnya diikuti oleh kawan-kawannya mening-galkan tempat itu.
"Heh - heh - heh, selamat tinggal, Raja Kelelawar, atau engkau hendak
mempergunakan julukan lain ?" kata kakek itu kepada si iblis hitam.
"Tidak ! Aku tetap memakai nama Bit - bo - ong si Baja Kelelawar untuk
melanjutkan nama besar dari nenek moyangku dan mempersatukan semua sahabat di dunia kang - ouw
dan liok - lim." "Bagus, Raja Kelelawar, selamat tinggal dan sampai jumpa pula."
'Selamat jalan, dan dalam perjumpaan lain kali, bagaimanapun juga aku tidak akan
melepaskan engkau begitu saja!" kata si Raja Kelelawar dengan sikap angkuh untuk
meyakinkan hati para pengikutnya bahwa dia "lebih unggul" dari pada kakek itu, walaupun di
dalam hatinya dia mengakui bahwa ginkangnya masih setingkat kalah oleh kakek itu.
Setelah kakek itu pergi pula mengikuti rom-bongan Pek Lian, si Raja Kelelawar
lalu melanjut- kan pertemuannya dengan para tokoh sesat. Dengan suaranya yang melengking tinggi
dan penuh wibawa dia lalu berkata kepada dua di antara Sam - ok yang hadir, yaitu Sin - go
Mo Kai Ci dan San - hek - houw, "Kalian berdua telah datang dan menyambutku. Itu bagus sekali
dan biarlah kalian menjadi pembantu - pembantuku di bidang masing-masing. Akan tetapi
mengapa Tung - hai - tiauw tidak muncul di sini ?"
Setelah berkata demikian, iblis hitam itu me-mandang ke sekeliling, seolah -
olah hendak mencari orang pertama dari Sam - ok itu di sekitar tempat itu. Suasana menjadi
tegang dan semua orang memandang kepada iblis itu dengan rasa takut, khawatir kalau - kalau
raja mereka itu marah. Akhirnya San - hek - houw memberanikan diri menjawab, "Ong - ya, kami semua
tidak tahu mengapa dia tidak muncul, mungkin saja terhalang sesuatu."
"Selidiki tentang dia!" kata raja datuk sesat itu. "Kalau dia memang sengaja
tidak memenuhi panggilanku, kalian berdua bunuh dia dan bawa kepalanya di depanku ! Akan tetapi
kalau memang terhalang sesuatu, bantu dia, kemudian ajak dia bersama - sama menghadap
padaku." "Akan tetapi, ong - ya, kalau kami sudah bertemu dengan Tung - hai - tiauw, ke
Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
manakah kami harus pergi untuk dapat menghadapmu ?" tanya Sin - go Mo Kai Ci.
"Datang saja ke kuil ini!" jawab sang raja sing-kat. "Akan ada wakilku di
manapun kalian kehendaki untuk menghadapku. Tandanya adalah kele-lawar itu. Di mana ada
kelelawar itu, maka di situ akan terdapat seorang wakilku. Dan kalau kalian ingin langsung
menghadapku, dapat kalian
pergi ke kota raja."
"Kota raja......?" Tentu saja dua orang raja kecil kaum sesat itu terkejut
sekali. Tentu saja mereka terkejut karena kota raja merupakan tempat terakhir yang ingin mereka
kunjungi, tempat yang amat berbahaya karena di kota raja terdapat petugas - petugas keamanan yang
berilmu tinggi dan merupakan tempat paling tidak aman bagi penjahat - penjahat yang
menjadi tokoh besar dan mudah dikenal orang.
"Ya, di kota raja. Di belakang istana kaisar terdapat sebuah kuil kecil.
Datanglah ke sana, katakan kepada hwesio penjaga kuil bahwa kalian ingin menghadapku, dan kalau aku
kebetulan berada di kota raja, aku akan datang. Seandainya aku tidak sedang berada di
sana, dapat kalian meninggalkan pesan kepada hwesio di situ."
"Tapi, ong-ya..." San-hek-houw berkata.
"Jangan bantah! Tidak ada orang yang berani menggangguku di sana! Cukup, aku
hendak pergi sekarang." Akan tetapi dia tidak melangkah pergi, melain-kan memandang ke sekeliling,
kepada mereka semua. "Tidak tahukah kalian bagaimana caranya menyambut dan mengantar kepergian
Raja Kelelawar, pemimpin besar kalian ?""
Semua orang terkejut dan dua orang raja kecil kaum sesat itu lalu membungkuk
dengan dalam, tidak berani memandang. Semua orang mengikuti gerakan mereka. Terdengar
suara melengking tinggi yang dibalas oleh lengking suara kelelawar besar yang tadi
bergantung pada KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
pohon, lalu terasa oleh mereka angin menyambar. Kemudian sunyi. Setelah beberapa
lamanya dan mereka mengangkat muka, ternyata iblis berpakaian hitam itu telah lenyap
dari tempat itu ! Maka kini meledaklah suara berisik di antara mereka, membicarakan pemimpin
mereka itu. Dan rata - rata mereka merasa gembira sekali karena kalau keturunan Raja
Kelelawar ini seperti pada jamannya dahulu, maka dunia hitam akan bangkit dan menjadi jaya! Para
pendekar tidak akan sem-barangan berani menindas mereka, bahkan peme-rintahpun akan bersikap
lunak. Dan dua orang "raja kecil" yang tadinya hampir saja saling serang itu kini hanya
dapat saling pandang, merasa seo-lah - olah ada kekuasaan lain yang mengamati mereka dan merekapun
tidak berani berkutik. Mereka merasa seperti seekor harimau yang dicabuti ca-karnya, tidak
berani lagi merajalela memperlihat-kan kekuasaan. Betapapun juga, mereka tidak merasa
menyesal karena mereka maklum bahwa dengan munculnya seorang datuk besar seperti Raja Kelelawar
itu, kedudukan mereka malah lebih terjamin. Apa lagi sebagai pembantu - pembantu raja
datuk itu ! Kemunculan kakek yang mengaku sebagai murid Raja Tabib Sakti saja tentu sudah
membuat mereka semua ketakutan dan mungkin saja celaka di tangan orang sakti itu kalau
saja di situ tidak ada Raja Kelelawar! Maka mereka me-rasa terlindung dan Si Buaya Sakti tiba-tiba
ber-teriak, "Hidup Bit-bo-ong pemimpin kita !" Dan semua orangpun lalu menyambutnya dengan
sorakan yang sama sampai berkali - kali sebelum mereka bubar dengan kacau seperti biasa
menjadi watak mereka yang tak pernah dapat tertib.
*** Tujuh orang itu menuruni bukit bersama kakek yang masih berjalan tertatih -
tatih dibantu tong-katnya. Tidak ada seorangpun di antara mereka yang mengeluarkan kata-kata
ketika mereka menuruni bukit itu, meninggalkan kuil kuno yang kini menjadi tempat mengerikan.
Mereka semua merasa seolah - olah mata Raja Kelelawar mengikuti mereka sehingga membuat hati
terasa tegang dan tidak enak. Akhirnya, kesunyian yang amat mencekam itu dipecahkan
oleh si kakek sakti yang terkekeh. "Heh - heh - heh, sejak dahulu nama Raja Kele-lawar selalu mendatangkan perasaan
menyeramkan. Sudah lama meninggalkan dunia, tahu-tahu kini muncul lagi dan aku
berani bertaruh bahwa Raja Kelelawar yang sekarang ini tidak kalah lihainya oleh Raja
Kelelawar yang tua dan yang sudah tidak ada lagi itu. Sungguh berbahaya!" Kakek itu berhenti
melangkah dan tujuh orang itupun Menghentikan langkah mereka. Kini mereka telah tiba di kaki
bukit, sudah jauh dari kuil itu. Melihat kakek itu duduk di tepi jalan kecil, di atas akar pohon
yang menonjol keluar dari permukaan bumi, tujuh orang itu saling pandang lalu merekapun semua duduk
menghadapi kakek itu. Bagaimanapun juga, kakek ini telah menyelamatkan nyawa mere-ka dari
ancaman tangan maut Raja Kelelawar. Mereka maklum bahwa mereka semua sudah pasti akan
mati kalau tidak ada kakek itu. Baru Raja Kelelawar sendiri saja sudah demikian lihainya
sedangkan ketua Lembah Yang - ce, Kwee Tiong Li, masih dalam keadaan lemah, walaupun sean-dainya
dia dalam keadaan sehat sekalipun dia bu-kanlah lawan Raja Kelelawar. Selain merasa ber-
hutang budi dan nyawa, juga mereka semua ingin bicara dengan kakek ini, menceritakan pertemuan
mereka dengan keluarga Bu yang kemudian meli-hat keluarga Bu tertimpa malapetaka
sedangkan keluarga itu masih ada hubungan dekat dengan ka-kek ini, masih sekeluarga
perguruan. Juga, mereka maklum bahwa kakek ini adalah seorang sakti yang menentang kejahatan dan
kelaliman, maka ada ba-iknya kalau mereka "mendekati" orang sakti ini agar kelak dapat
membantu mereka menentang kelaliman kaisar dan kaki tangannya.
Tanpa menanti kakek itu mengeluarkan suara Kwee Tiong Li lalu mewakili teman -
temannya memperkenalkan diri sambil memberi hormat, "Lo-cianpwe, setelah menerima budi
pertolongan locian-pwe sehingga kami semua masih dapat hidup sam-pai saat ini,
perkenankanlah kami memperkenal-kan diri kepada locianpwe."
Kakek itu mengangkat tangannya ke atas sambil tertawa. "Heh-heh, jangan kecewa,
aku sudah mengenalmu, orang muda. Engkau adalah ketua Lembah Yang-ce, memimpin para
pendekar yang sedang melawan kekuasaan kaisar dan namamu Kwee Tiong Li, engkau murid dari
pendekar Chu pemimpin besar para pemberontak, bukan ?"
Tiong Li mengangguk dan memandang kagum. Kakek itu tidak perduli lalu menoleh
kepada tiga orang kakek pembantunya. "Dan kalian ini yang disebut Yang-ce Sam-lo,
pembantu ketua Lembah Yang - ce." KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
"Locianpwe sungguh berpengetahuan luas dan berpemandangan tajam," puji seorang
di antara Yang - ce Sam - lo.
Kembali kakek itu tertawa, ketawanya polos. "Heh - heh, orang yang tahu bukan
merupakan hal yang patut dibanggakan. Kalau sudah mendengar dari orang lain, tentu saja
tahu, apa sih hebatnya " Aku mendengar nama para pimpinan Lembah Yang - ce dari anak buah
Lembah Yang - ce sendiri." Mendengar ini, giranglah hati Tiong Li. "Ah, kiranya locianpwe yang telah
menolong para saudara kami pula " Di manakah mereka sekarang, locianpwe ?"
"Tidak jauh dari sini, di sebuah pondok tua kosong di dalam hutan kecil.
Terpaksa kusembunyi-kan di situ karena aku tahu betapa bahayanya kalau mereka berkumpul
di dalam kuil itu lalu bertemu dengan para tokoh sesat yang mengadakan pertemuan. Akan tetapi
harap kalian maafkan aku. Orang-orang Lembah Yang-ce itu agaknya sudah terbiasa dengan
kekerasan dan selalu mencurigai orang. Mereka tidak percaya kepadaku dan terpaksa aku harus
menotok roboh mereka dan membawa mereka turun bukit ke hutan itu. Maaf !"
"Ah, kami yang sepatutnya minta maaf kepada locianpwe bahwa para saudara kami
itu mencurigai maksud baik locianpwe."
"Dan nona ini siapakah " Juga dua orang sauda-ra yang gagah ini " Apakah juga
tokoh - tokoh Lembah Yang - ce ?" tanya kakek itu sambil me-mandang kepada Pek Lian dan
dua orang gurunya dengan penuh perhatian, terutama sekali kepada Pek Lian kakek itu
memandang dengan sinar mata tajam penuh selidik.
Tiong Li lalu memperkenalkan Pek Lian dan dua orang gurunya sebagai rekan -
rekan patriot yang menentang kelaliman kaisar. "Nona Ho Pek Lian ini adalah puteri
dari Menteri Ho Ki Liong yang telah ditangkap oleh kaisar dan yang namanya menggemparkan seluruh
dunia orang gagah itu." Kakek itu mengerutkan alisnya. "Aku pernah mendengar akan nama besar menteri
kebudayaan itu. Bukankah kabarnya beliau itu menentang pembakaran kitab - kitab
Guru Besar Khong Cu yang dilakukan oleh kaki tangan kaisar " Apa yang terjadi dengan dia "
Mengapa seorang pejabat tinggi yang demikian baiknya malah ditangkap oleh kaisar ?"
Tiong Li memandang kepada Kim-suipoa dan berkata, "Kiranya Tan - lo - enghiong
yang dapat berceritera lebih jelas mengenai hal itu, atau nona Ho sendiri."
Ho Pek Lian lalu menceritakan tentang keadaan ayahnya, betapa ayahnya menentang
keputusan kaisar yang dianggapnya keterlaluan dan merusak kebudayaan itu, yaitu
menentang pembakaran kitab - kitab yang dianggapnya sebagai kitab - kitab kesusasteraan
dan kitab - kitab yang menjadi pe-gangan seluruh rakyat tentang cara hidup tata su-sila mereka.
Pada waktu itu, biarpun pelajaran dari Nabi Khong - cu masih belum dianggap sebagai suatu agama
dan Nabi Khong - cu sendiri disebut sebagai seorang Guru Besar, namun pelajarannya banyak
dianut oleh rakyat sebagai pedoman hidup mereka. Setelah Pek Lian selesai bercerita tentang
ayahnya yang ditangkap oleh kaisar, tentu saja karena hasutan - hasutan pembesar - pembesar
lalim dan penjilat, Kim - suipoa dan Pek-bin-houw juga menceritakan tentang kelaliman
kaisar, bukan hanya memaksa rakyat bekerja sampai mati untuk membangun Tembok Besar sehingga yang
jatuh menjadi korban sampai ratusan ribu orang, akan tetapi juga pemerintahan tangan
besi yang dijalankan kaisar untuk menekan rakyat, dan semua perbuatan kaisar yang membuat
para pendekar diamdiam menentangnya dan menyusun kekuatan untuk memberontak.
Mendengar semua itu, kakek ini menarik napas panjang. "Siancai... siancai...
siancai... ! Dunia takkan pernah aman, manusia takkan pernah hidup dalam damai selama masih
terjadi ke-kerasan- kekerasan. Sudah menjadi penyakit umum bahwa penguasa
mempergunakan tangan besi terhadap rakyat, dibantu oleh semua kaki tangannya, dengan seribu
satu macam alasan, katanya demi kebaikan kehidupan rakyat. Mengapa para penguasa tidak
sadar bahwa rakyat hanya akan menentang karena tidak puas melihat kelaliman mereka"
Biasanya, kaisar tidak tahu bagaimana macam para pembantunya yang selalu bertindak sewenang - wenang,
memeras dan korup, sama sekali tidak ada ingatan untuk memperbaiki kehidupan rakyat
melainkan hanya berlumba untuk mengumpulkan kekayaan bagi dirinya dan keluarganya sendiri saja.
Mengapa kaisar sejak dahulu sampai sekarang tidak mau menyadari bahwa dia dikelilingi
oleh orang-orang yang sifatnya penjilat ke atas dan menindas ke bawah " Aihh, kapankah ada kaisar
seperti Bu Ong KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
yang akan memerintah dengan adil dan bijaksana " Seorang kaisar sepatutnya
menggunakan tangani besi terhadap bawahannya, terhadap semua kaki tangannya agar semua
pejabat menjadi pejabat yang bijaksana dan baik. Bukan mempergunakan tangan besi terhadap
rakyat! Salahnya, hampir semua kaisar tidak menya-dari bahwa dia dibantu oleh iblis - iblis yang
ko-rup, yang memeras rakyat akan tetapi selalu mem-buat pelaporan yang baik - baik saja
kepada kaisar. Kapankah ada kaisar yang menyelinap di antara rakyat dan menyelidiki sendiri
kehidupan rakyat, menyelidiki sendiri cara kerja para pembantunya " Aih, agaknya untuk itu, Thian
harus
Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menciptakan manusia - manusia yang khas."
"Locianpwe benar sekali," kata Kim - suipoa sambil menarik napas panjang. "Sang
Bijaksana mengajarkan bahwa sebelum mengatur orang lain, harus lebih dulu dapat mengatur
diri sendiri. Se-orang ayah takkan mungkin dapat mendidik anak-anaknya kalau dia sendiri tidak
terdidik, karena dia menjadi contoh dari pada anak-anaknya. Seorang pembesar harus mencuci
bersih kedua tangannya sendiri terlebih dahulu sebelum dia ingin melihat anak buahnya
bersih. Kalau penguasa yang di atas korup, mana mungkin bawahannya jujur dart tidak korup "
Akan tetapi, kalau atasannya bersih, tentu dia akan berani bertindak terhadap bawahannya yang
kotor." Pek-bin-houw menarik napas panjang. "Siancai..., alangkah akan senangnya kalau
keadaan pemerintahan dapat seperti itu. Sayang, kaum atas-an hanya menuntut agar
bawahannya bersih, dan hal ini sama sekali tidak mungkin selama dia sendiri masih kotor. Bawahan
mencontoh atasan, dan pula, atasan yang kotor mana akan ditaati oleh bawahannya " Sungguh
sayang...!" "Munculnya Raja Kelelawar menandakan bahwa kaum sesat kini bangkit dan menjadi
semakin kuat. Kalau hal ini ditambah lagi dengan kela-liman kaisar dan kaki
tangannya, sungguh amat mengerikan kalau dibayangkan bagaimana akan jadinya dengan nasib rakyat
jelata," kata kakek itu sambil menarik napas panjang penuh penyesalan. Keadaan seperti itu
tentu akan memaksa orang-orang seperti dia yang tadinya sudah mengasingkan diri dan hidup
tenteram dan penuh damai, akan terpaksa terjun ke dunia ramai.
Kalau kita memperhatikan percakapan mereka, sungguh banyak terdapat pelajaran
yang dapat di-ambil berdasarkan kenyataan hidup. Memang tak dapat dipungkiri
kebenaran pribahasa yang me-ngatakan bahwa "guru kencing berdiri, murid ken-cing berlari". Kebaikan
seorang guru belum tentu dapat ditauladani muridnya dengan mudah, namun keburukan seorang
guru akan dapat diikutinya de-ngan amat cepatnya. Guru dalam hal ini dapat di-perluas
menjadi orang tua atau juga kepala suatu kelompok atau seorang pemimpin. Betapapun ke-rasnya
seorang ayah melarang anaknya berjudi, kalau dia sendiri seorang penjudi, maka dia tidak akan
berhasil. Betapapun kerasnya seorang atas-an melarang bawahannya agar tidak korupsi, kalau
dia sendiri tukang korup maka usahanya akan sia-sia. Bawahan selalu condong mencontoh
atasan, seperti murid condong mencontoh guru dan anak mencontoh orang tua. Menekan anak, atau
murid, atau bawahan untuk meniadi baik, tanpa si orang tua, guru atau atasan lebih dulu
membereskan dirinya, tidak akan ada gunanya !
Namun, kekuasaan selalu digandeng oleh kesewenang- wenangan. Orang tua, atau
guru, atau pemimpin yang merasa berkuasa, selalu membenarkan dirinya sendiri. Orang
tua bilang, berjudi untuk dia tidak apa - apa, akan tetapi tidak boleh untuk anak - anak.
Guru mengatakan, tidak sopan sedikit untuk guru tidak mengapa, akan tetapi tidak boleh untuk
murid. Atasan bilang, penyalahgunaan wewenang untuk atasan adalah wajar, tapi tidak boleh untuk
bawahan ! Seorang kaisar merupakan batang sebuah pohon. Kalau batang itu sehat, ca-bang ranting
dan daunnya juga tentu sehat. Akan tetapi kalau batangnya sakit, jangan mengharapkan
cabangnya, rantingnya dan daun - daunnya akan tumbuh sehat.
"Locianpwe, belum lama ini kami bertiga telah berjumpa dengan murid keponakan
locianpwe." Akhirnya Ho Pek Lian berkata kepada kakek itu setelah percakapan
mereka mengenai keadaan negara karena kelaliman kaisar itu mereda.
Kakek itu memandang kepadanya. "Murid ke-ponakan " Yang mana ?"
"Namanya Bu Kek Siang," Pek Lian memberi keterangan.
"Bu Kek Siang " Ah, dia itu putera Bu - suheng ! Sudah puluhan tahun aku tidak
bertemu dengan dia," kata kakek itu, tersenyum dan wajahnya men-jadi berseri. "Di antara
murid suhu, Bu - suhenglah murid yang boleh dibanggakan mendiang suhu."
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
"Memang, beliau adalah seorang pendekar yang amat hebat dan budiman, seorang
ahli pengobatan yang dalam menolong manusia tidak memandang bulu, sungguh sayang,
seorang pendekar sedemikian hebatnya harus tewas dalam keadaan yang amat menyedihkan,"
kata pula Pek Lian. Kakek itu tidak nampak terkejut, hanya nam-pak alisnya yang sudah putih itu
berkerut seben-tar. "Kek Siang" Tewas?" Hanya itulah tanyanya dan Pek Lian lalu
menceritakan semua peristiwa yang terjadi di rumah keluarga Bu itu. Kakek itu menarik napas panjang
mendengar betapa murid keponakannya itu bersama isterinya tewas di waktu mengobati puteri
tokoh iblis Tai - bong - pai, dan yang membuat dia merasa menyesal adalah bahwa kedua orang
murid keponakannya itu tewas di ta-ngan murid - murid keponakan lain, yaitu murid-
murid dari ji - suhengnya (kakak seperguruan ke dua).
"Hayaaaa...!" Dia mengeluh. "Jadi ji-suheng masih hidup malah mendirikan
Perkumpulan Baju Naga. Sungguh luar biasa, sudah tua masih bersemangat! Ji - suheng itu amat
lihai, memiliki ilmu silat yang paling hebat di antara kami ber-tiga. Heran, dia bukan orang
jahat, kenapa murid- muridnya begitu kejam, tega membunuh Bu Kek Siang yang masih saudara seperguruan
" Mungkinkah ji-suheng tua-tua telah berobah ?"
Tujuh orang itu tentu saja tidak berani me-nanggapi urusan perguruan orang, apa
lagi karena mereka merasa bahwa mereka berada di tingkat yang jauh lebih rendah.
Kakek itu menarik napas panjang lagi. "Kedua orang anaknya itu... apakah mereka terluka parah ?"
"Bu Bwee Hong tidak terluka, akan tetapi ka-taknya, Bu Seng Kun, terluka parah.
Untunglah bahwa mereka adalah ahli - ahli pengobatan yang pandai sekali sehingga agaknya
tidak perlu dikhawatirkan keadaannya, locianpwe," kata Pek Lian.
"Sudahlah, lain hari akan kujenguk mereka. Se-karang mari kutunjukkan kepada
kalian di mana kusembunyikan orang-orang Lembah Yang-ce itu."
Kakek itu bangkit dan melangkah dibantu tong-katnya, nampaknya seenaknya saja
akan tetapi tujuh orang itu terpaksa harus mengerahkan tenaga Snkang mereka untuk
mengikutinya! Bahkan Tiong Li yang masih belum pulih seluruh tenaganya, digandeng oleh dua
orang pembantunya dan mereka bertujuh itu harus berlari - larian agar ti-dak sampai
tertinggal oleh kakek sakti itu. Ketika mereka tiba di sebuah hutan kecil, kakek itu memasuki
hutan dan tak lama kemudian mereka telah tiba di depan sebuah pondok tua. Kakek itu me-mandang ke
arah sebuah gerobak yang berhenti tak jauh dari pondok. Kuda penarik gerobak nam-pak sedang
makan rumput dengan tenangnya, tak jauh dari gerobak itu. Ketika Pek Lian dan ka-wan -
kawannya melihat gerobak itu, mereka terke-jut bukan main. Jantung mereka berdebar tegang
dan wajah mereka agak pucat oleh rasa khawatir. Dan gerobak itu bergoyang - goyang
mengeluarkan bunyi berkereyotan karena memang gerobak tua. Pada saat itu, Pek Lian menoleh dan
saling pandang dengan Tiong Li. Mendadak, keduanya me-nunduk dengan muka merah karena malu dan
je-ngah. Kembali mereka dihadapkan dengan keca-bulan yang tidak tahu malu dari kakek dan
nenek iblis pemilik gerobak! Kakek sakti itupun tidak lama memandang kepada gerobak yang bergoyang - goyang
itu, lalu dia melangkah memasuki pondok diikuti oleh tujuh orang pendekar. Akan
tetapi, begitu masuk pondok kakek bertongkat itu berseru perlahan, "Siancai... ke mana mereka ?"
Tiong Li dan tiga orang Yang - ce Sam - lo me-mandang kepada kakek itu dengan
sinar mata pe-nuh pertanyaan. Hati mereka berempat menjadi tegang dan khawatir sekali.
Kalau para anak buah mereka itu bertemu musuh dalam keadaan tertotok, tentu tidak akan ada
seorangpun di antara mereka yang dapat lolos dan selamat. Akan tetapi, kalau bertemu musuh
dan dibunuh, lalu ke mana perginya mayat - mayat mereka " Apakah mereka ditemukan oleh
pasukan pemerintah yang menawan mereka semua " Akan tetapi, pasukan pemerintah biasanya
tidak bersikap demikian lunaknya dan tentu langsung membunuh orang - orang Lembah Yang
- ce, walaupun pada saat itu pemerintah membutuhkan banyak tenaga orang - orang
hukuman untuk membangun tembok besar. "Ah, siapa lagi kalau bukan perbuatan dua orang itu ?" tiba - tiba kakek itu
berkata dan dia- pun sudah berjalan keluar dari dalam pondok, diikuti oleh tujuh orang itu,
menghampiri gerobak yang masih bergoyang - goyang. Kakek itu tidak berani lancang menuduh orang,
akan tetapi KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
karena di tempat itu tidak terdapat lain orang kecuali pemilik gerobak yang
berada di dalam kendaraan itu, diapun menghampiri untuk bertanya.
"Sobat - sobat pemilik gerobak, keluarlah, aku ingin bertanya!" kakek itu
berkata dengan suara yang bernada halus. Tujuh orang pendekar itu me-mandang dengan khawatir.
Tidak ada jawaban, bahkan gerobak itu makin keras guncangannya dan kini terdengar suara
cekikikan genit diiringi suara ketawa parau. Jelas suara laki - laki dan wanita ! Kakek sakti
itu mengangkat alisnya dan kembali dia bertanya.
"Maaf, sobat - sobat yang berada di dalam gero-bak. Apakah ada yang melihat
orang - orang yang tadinya mengaso di dalam pondok itu " Ke ma_ kah perginya mereka " Apa yang
telah terjadi de-ngan mereka ?" Pertanyaan ini diajukan oleh ka-kek sakti karena dia
maklum bahwa menurut per-hitungannya, pada saat itulah orang-orang Lem-bah Yang - ce itu baru
akan dapat pulih dari totok-annya. Jadi tidak mungkin kalau dapat terbebas sebelumnya. Akan
tetapi tidak terdengar jawaban dari dalam gerobak dan sendau - gurau di dalam gerobak itu
malah lebih seru dan ramai! "Locianpwe, yang berada di dalam adalah dua orang tokoh terakhir dari Ban - kui
- to (Pulau Selaksa Setan)..." tiba - tiba Kim - suipoa membisiki kakek sakti itu. Kakek itu
mengerutkan alisnya. Akan tetapi sebelum kakek itu menjawab atau melakukan sesuatu, tiba - tiba
terdengar suara ke-ras dan gerobak itu bergoyang - goyang keras, lalu terdengar suara
gedebugan seperti orang berkelahi disusul maki - makian dan tiba - tiba daun pintu gerobak itu
jebol dan terlepas dari kaitannya, disu-sul terlemparnya sesosok tubuh setengah telanjang seorang
kakek yang begitu terlempar dari atas ge-robak lalu berjungkir balik dan bangkit berdiri
te-rus lari. "Mau lari ke mana kau!" terdengar bentakan dan dari dalam gerobak meloncat
seorang nenek yang pakaiannya juga tidak karu - karuan, agaknya dikenakan secara tergesa
- gesa dan celananya ma-sih kedodoran. Nenek ini tidak memperdulikan semua orang yang
berada di situ, langsung saja mengejar kakek tadi sambil memaki - maki ! Sekejap mata saja
sepasang iblis itu telah lenyap. Tentu saja melihat ini, Ho Pek Lian menundukkan mukanya dan merasa
jengah sekali. Sepasang iblis tua bangka itu benar - benar keterlaluan sekali !
Tujuh orang pendekar itu tadi hanya memandang dengan bengong, tidak tahu harus
berbuat apa, sedangkan kakek sakti hanya menggeleng kepala menyaksikan kelakuan sepasang
iblis itu. "Siancai, kiranya Ban - kui - to sampai sekarang masih dihuni iblis - iblis
seperti itu. Kalau mereka itu sudah berkeliaran di tempat ramai, hal itupun menjadi tanda - tanda
bahwa dunia akan menjadi semakin tidak aman. Ahhh, mana mungkin orang dapat menikmati keheningan
lagi melihat munculnya orang - orang seperti Raja Kelelawar dan penghuni Pulau
Selaksa Setan itu ?"
Mereka mendekati gerobak dan longak - longok mengintai ke dalam. Akan tetapi
tidak nampak ada seorangpun manusia di situ, kecuali benda-benda aneh yang mereka duga
tentulah barang-barang berbahaya milik sepasang iblis itu. Mereka tidak mengganggu milik
orang,
Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melainkan menanti di dalam hutan itu sampai kembalinya sepasang iblis yang tadi
lari berkejaran seperti gila itu. Akan tetapi sampai lama sekali, belum juga nampak ada tanda-
tandanya nenek dan kakek itu kembali. Tak lama kemudian, dari dalam hutan mereka melihat banyak orang lewat dan mereka
mengenal tokoh - tokoh sesat yang tadi hadir dalam pertemu-an mereka menghadap
pimpinan baru mereka, si Raja Kelelawar. Mereka tetap tinggal di dalam hutan dan tidak
memperlihatkan diri. Akan tetapi ketika tiba-tiba terdapat serombongan orang menyusup keluar
dari balik semak - semak belukar di dalam hutan, tidak jauh dari tempat mereka berada, tujuh orang
pendekar itu terkejut dan diam-diam merekapun mempersiapkan diri menghadapi segala
kemungkinan sambil memandang kepada rombongan orang itu. Mereka itu tadi tidak nampak hadir dalam
pertemuan para tokoh sesat. Mereka berjumlah delapan orang dengan pakaian sutera hitam.
Kesemuanya adalah wanita yang sudah setengah tua, antara empatpuluh sampai empatpu-luh lima
tahun usianya. Rata - rata bersikap gagah dan gerakannya gesit, dan selain pakaian
sutera hitam yang ringkas, juga di sanggul rambut mereka terhias tusuk konde dari batu giok.
Selagi Pek Lian dan kawan-kawannya memperhatikan, tiba-tiba dari lain jurusan muncul pula rombongan
empat orang pria yang memakai seragam putih-putih. Di punggung masing - masing terdapat
sepasang pedang panjang dan sikap mereka juga gagah sekali, sedangkan usia mereka kurang lebih
empatpuluh KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
tahun. Rombongan empat orang seragam putih inipun tadi tidak kelihatan di antara
kaum sesat yang berkumpul di depan pondok di atas bukit. Maka merekapun menduga bahwa
agaknya, selain para tokoh sesat yang hadir, kiranya banyak juga terdapat tamu tak diundang yang
secara diam - diam berdatangan ke tempat itu secara sembunyi-sembunyi. Ketika kedua rombongan,
yaitu delapan orang wanita berpakaian hitam - hitam dan empat orang pria berpakaian
putih - putih itu berpapasan di dalam hutan, kedua pihak nampak kaget.
"Ah, mereka berempat itu adalah pendekar-pen-dekar Thian - kiam - pang
( Perkumpulan Pedang Langit) yang terkenal itu!" bisik Kwee Tiong Li. Sebagai ketua Lembah
Yang - ce, tentu saja dia sudah banyak mengenal atau mendengar tentang perkumpulan - perkumpulan
pendekar lainnya. "Perkumpulan macam apakah itu ?" Pek Lian berbisik, ingin tahu.
"Itu adalah perkumpulan pendekar pedang yang terkenal gagah perkasa. Kalau di
daerah untuk daerah utara, nama Thian - kiam - pang amat ter-kenal, ilmu pedang mereka
hebat." Kini muncul pula rombongan para tosu Bu-tong - pai, terdiri dari lima orang
tosu. Kedua rombongan terdahulu segera menyingkir, pergi ke jurusan - jurusan yang
berlainan. Juga para tosu Bu - tong - pai itu menyingkir. Mereka adalah tokoh - tokoh dari dunia
putih, akan tetapi karena mereka semua datang ke daerah itu sebagai pengintai dan tidak saling
berhubungan, maka mereka-pun saling menghindar, tidak ingin berjumpa karena kalau mereka
berkumpul, berarti mereka tidak dapat bergerak secara sembunyi - sembunyi lagi.
Kakek itu makin tertarik dan diapun melangkah keluar dari hutan kecil itu,
diikuti oleh Tiong Li, Pek Lian dan teman - teman mereka. Dan ter-nyata banyak bermunculan
rombongan - rombongan dan tokoh - tokoh persilatan dari kaum bersih atau dari mereka yang
tidak memasukkan dirinya ke dalam kaum bersih maupun kaum sesat, yang ingin berdiri
bebas. Melihat betapa banyak orang itu baru mereka ketahui sekarang kehadirannya, diam - diam
Ho Pek Lian merasa kagum dan dapat menduga bahwa mereka itu adalah orang - orang yang
berkepandaian hebat."Siancai... !" Kakek ahli ginkang yang sakti itu berkata setelah melihat betapa
banyaknya para pendekar bermunculan setelah pertemuan para tokoh sesat itu
bubar, "Agaknya kemunculan keturunan Raja Kelelawar benar-benar membuat dunia persilatan menjadi
geger! Bukankah demikian, sobat yang berada di balik semak - semak itu ?" Kalimat
terakhir ini ditujukan ke arah semak - semak yang berada di sebelah kiri, beberapa meter jauhnya dari
tempat mereka berdiri. Tentu saja tujuh orang pendekar yang mendengar kalimat ini menjadi
terheran - heran kemudian terkejut ketika tiba-tiba melihat tiga orang hwesio muncul dari balik
semak-semak itu sambil (mengangkat kedua tangan memberi hormat dengan wajah mereka yang alim dan
ramah. "Omitohud..., lo-sicu sungguh bermata tajam bukan main !" seorang di antara
mereka memuji. Melihat seorang di antara tiga hwesio berusia kurang lebih enampuluh
tahun ini, yang dahinya terhias bekas luka memanjang, Pek-bin-houw Liem Tat cepat maju memberi
hormat. "Ah, kiranya Ta Beng losuhu yang berada di sini. Tidak kami kira bahwa para
tokoh Siauw- lim - pai juga hadir di tempat ini! Terimalah hormat saya, losuhu."
Hwesio itu sejenak memandang wajah Pek-bin-
houw yang putih, mengingat-ingat, lalu menepuk
dahinya dan balas menjura. "Omitohud...
bukankah Si Harimau Putih yang berada di sini
" Bagaimana kabarnya, sicu " Pinceng mendengar berita bahwa sicu dan kawan-
kawan mengadakan gerakan di Lembah Yang-ce sekarang, meninggalkan Huang-ho.
Benarkah ?" Pek - bin - houw Liem Tat lalu memperkenalkan hwesio itu kepada teman -
temannya. Hwesio itu berjuluk Ta Beng Hwesio, seorang tokoh Siauw-lim - pai, merupakan
tokoh ke dua dalam urutan tingkat di Siauw - lim - pai, seorang hwesio yang berilmu tinggi.
"Sicu tentu mencari para pendekar Lembah Yang - ce, bukan ?" Tiba - tiba hwesio
itu bertanya. "Karena itulah pinceng bertiga sengaja menanti di sini." Lalu Ta Beng
Hwesio menceritakan bahwa dia dan dua orang sutenya itulah yang membebas-kan totokan
para anak buah Lembah Yang - ce itu. "Pinceng melihat munculnya kakek dan nenek iblis dari
Ban - kui - to, maka pinceng merasa khawatir melihat mereka itu dalam keadaan tertotok. Kami
membebaskan mereka dan menyarankan agar mereka menjauhi tempat itu dan menanti cu - wi (an-
da sekalian) sebagai pimpinan mereka di dalam dusun di sebelah utara sana."
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Mendengar keterangan ini, bukan main girang-nya hati Kwee Tiong Li dan tiga
orang pembantu-nya. Cepat dia maju dan memberi hormat. "Sung-guh besar budi
pertolongan losuhu terhadap kawan-kawan kami. Saya menghaturkan banyak terima kasih." Ketika hwesio
itu mendengar bahwa pemuda yang perkasa ini adalah ketua muda dari Lembah Yang - ce,
murid dari pendekar Chu Siang Yu, wajahnya berseri girang.
"Ah, kiranya sicu adalah murid Chu - taihiap. Sudah lama sekali pinceng tidak
berjumpa de- ngan dia. Bagaimana kabarnya ?"
"Suhu dalam keadaan baik saja, akan tetapi per-kumpulan kami di Lembah Yang - ce
mengalami pukulan hebat dari pasukan pemerintah."
Tiga orang hwesio itu mengangguk - angguk karena mereka sudah mendengar akan
berita buruk itu dari para anak buah Lembah Yang - ce yang mereka bebaskan dari
totokan. Mereka lalu berpisah dan kakek sakti bersama tujuh orang pendekar itu menuju ke dusun yang
ditunjuk oleh para hwesio Siauw - lim - pai.
*** "Maafkan pertanyaan saya, locianpwe. Akan tetapi setelah menerima budi
pertolongan locian-pwe, kami ingin sekali mengenal nama locianpwe yang mulia. Sudikah
locianpwe memberitahukan kami ?" Pertanyaan yang diajukan oleh Pek Lian ini melegakan hati
enam orang lainnya karena mereka semuapun ingin sekali mendengar lebih banyak dari kakek
sakti ini, hanya karena kakek itu lebih sering berdiam diri seperti orang melamun, mereka merasa
ragu - ragu dan tidak enak hati untuk bertanya, hanya mengharapkan kakek itu akan memberitahukan
sendiri. Akan tetapi, kini Pek Lian yang mungkin sebagai seorang dara yang lincah lebih
berani dalam hal bertanya seperti itu, te-lah mewakili keinginan hati mereka, maka kini mereka
semua memandang kepada kakek sakti itu dengan penuh perhatian.
Kakek itu menarik napas panjang. "Hemm, sudah puluhan tahun aku ingin
menyembunyikan diri agar namaku tidak disebut - sebut orang. Siapa tahu, gara - gara Raja
kelelawar kedua tanganku menjadi kotor, berlepotan dengan urusan dunia. Datuk - datuk sesat,
seperti setan - setan yang keluar dari neraka, telah bermunculan. Biarlah aku menceritakan
keadaanku, apa lagi karena kalian telah berkenalan dan menjadi sahabat dari keluarga Bu."
Kakek itu mulai bercerita sambil berjalan. Tu-juh orang pendekar mendengarkan
dengan penuh perhatian. Gurunya, mendiang Bu - eng Sin - yok-ong atau Raja Tabib Sakti
Tanpa Bayangan mem-punyai tiga orang murid. Murid pertama adalah ayah dari Bu Kek
Siang dan murid pertama ini me-warisi ilmu pengobatan dan tenaga sinkang yang amat kuat sehingga
bagaimanapun juga, dengan kekuatan sinkang itu, dia dapat dikatakan paling
unggul di antara tiga orang murid, sesuai de-ngan kedudukannya sebagai murid tertua. Murid ke dua
adalah seorang yang berasal dari selatan bernama Ouwyang Kwan Ek, yang mewarisi ilmu pukulan
sehingga murid ini memiliki ilmu silat yang amat hebat gerakan - gerakannya. Sedangkan
orang ke tiga yang menjadi murid termuda dan yang mewarisi ilmu ginkang adalah kakek
bertongkat itu yang bernama Kam Song Ki. Semenjak matinya Raja Tabib Sakti, tiga orang murid ini
terpencar dan saling berpisah. Ayah Bu Kek Siang yang bernama Bu Cian itu tinggal di utara.
Ouw-yang Kwan Ek yang berasal dari selatan itu kem-bali ke dunia selatan dan tidak pernah
terdengar beritanya, sedangkan Kam Song Ki yang memang hidup sendirian saja dan suka merantau, tidak
diketahui di mana tempat tinggalnya yang tetap. Tentu saja di samping mewarisi keahlian -
keahlian itu, masing - masing juga mewarisi ilmu silat yang tinggi, ilmu pengobatan dan ilmu
ginkang serta tenaga sinkang. Hanya saja, masing - masing telah mewarisi keistimewaan yang
diberikan oleh guru mereka disesuaikan dengan bakat masing - masing pula.
"Aku suka merantau, dan aku tidak suka ber-urusan dengan dunia, seperti juga
halnya dengan twa - suheng almarhum. Bahkan ji - suhengpun bi-asanya tidak pernah mau
merisaukan urusan dunia sesuai dengan pesan suhu yang tidak ingin murid-muridnya
mengandalkan kepandaian untuk melakukan kekerasan dan bermusuhan dengan orang lain. Maka,
sungguh mengherankan sekali kalau kini ji-suheng selain masih hidup, malah juga
mendirikan perkumpulan Liong-i-pang (Perkumpulan Jubah Naga) itu, bahkan telah membunuh murid
keponakannya sendiri hanya untuk memperebutkan kitab pusaka." Dia menarik napas panjang dengan penuh
penyesalan. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Mendengar penuturan singkat itu, tujuh orang pendekar ini menjadi kagum. Kakek
ini murid seorang yang kesaktiannya terkenal seperti dewa, dan memiliki ilmu kepandaian
yang sukar diukur tingginya. Namun sikapnya demikian sederhana, tidak ingin namanya dikenal orang,
bahkan tidak ingin mempergunakan kepandaiannya untuk bermusuhan dengan orang lain.
Dengan kagum Tiong Li lalu memberi hormat. "Penuturan Kam-locianpwe membuka mata
kami bahwa makin banyak gandumnya, makin menunduklah tangkainya, makin dalam
airnya, makin tenang dan diam. Akan tetapi, kalau para locianpwe seperti Kam-locianpwe
tidak mempergunakan kepandaian untuk membendung datuk-datuk hitam yang berkepandaian
tinggi, tentu akan lebih parah dan celakalah kehidupan rakyat jelata, dilanda oleh
kejahatan mereka." "Itulah yang menyebalkan !"' kata Kam Song Ki sambil menggurat - guratkan ujung
tongkatnya di atas tanah di depannya. "Kemunculan iblis-iblis seperti Raja
Kelelawar itu mau tidak mau menyeret pula orang-orang tua yang sudah mendekati lubang kubur seperti aku
ini untuk ikut pula meramaikan dunia dengan pertentangan-pertentangan antara manusia !" Setelah
berkata demikian, kakek itu mempercepat langkahnya sehingga semua orang bergegas
Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengejarnya dan sikap ini seperti menjadi tanda bahwa dia tidak ingin bicara lagi tentang
dirinya. Ketika akhirnya mereka tiba di dusun itu, hari telah sore dan keadaan dusun yang
agak sunyi itu membuat mereka merasa heran. Bahkan beberapa orang kanak-kanak yang tadinya
bermain- main di pekarangan rumah, ketika melihat munculnya delapan orang ini, dengan
wajah ketakutan mereka melarikan diri memasuki rumah mereka, rumah pondok miskin. Beberapa orang
dewasa yang kebetulan berada di luar rumah juga cepat - cepat memasuki rumah dan
menutupkan daun pintu rumah mereka. Jelaslah bahwa penduduk di dusun itu dicekam rasa ketakutan
melihat orang asing memasuki dusun mereka. Hal ini hanya berarti bahwa tentu telah terjadi
sesuatu yang hebat. Mereka terus memasuki dusun itu dan ketika mereka tiba di tengah dusun,
tiba - tiba saja bermunculan puluhan orang penduduk dusun itu, kesemuanya pria dan mereka membawa
alat - alat senjata seadanya, mengurung dengan sikap mengancam.
Melihat ini, kakek itu tenang - tenang saja, akan tetapi Kwee Tiong Li segera
mengangkat tangan ke atas dan berkata dengan suara berwibawa, "Saudara-saudara hendaknya
jangan salah menyangka orang ! Kami bukanlah orang-orang jahat dan kami datang untuk mencari
teman- teman kami yang kemarin dulu datang ke tempat ini. Jumlah mereka kurang lebih
ada limapuluh orang " Dari para pengepung itu majulah seorang laki-laki berusia lebih dari empatpuluh
tahun. Suaranya agak parau ketika dia berkata, "Mereka semua telah mati! Semua telah
mati!" Tentu saja delapan orang itu terkejut, terutama sekali Tiong Li. "Mati "
Kenapa " Siapa membunuh mereka dan mengapa ?"
"Malam tadi di sini terjadi pertempuran hebat, antara pasukan pemerintah yang
menyergap orang-orang yang agaknya bersembunyi di dusun kami. Kami semua ketakutan, takut
terbawa - bawa dan memang ada belasan orang muda di dusun kami yang ikut pula terbunuh
karena disangka menyembunyikan mereka. Kami semua bersembunyi ketakutan. Akhirnya,
semua orang itu tewas, juga puluhan orang perajurit tewas. Sejak pagi tadi kami penduduk
dusun bertugas untuk mengubur semua mayat itu. Mengerikan ! Lebih dari seratus mayat terpaksa
dikubur dalam beberapa lubang besar saja, di luar dusun."
xx - ? DARAH PENDEKAR " - xx
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid VI - O - MENDENGAR penuturan ini, pucatlah wajah Tiong Li dan Yang-ce Sam-lo. Juga Pek
Lian dan dua orang gurunya terkejut sekali. Bagai-manapun juga, yang terbunuh semua
sampai terbasmi habis itu adalah para anggauta pemberontak Lembah Yang-ce, jadi masih rekan-
rekan mereka sendiri. Pimpinan mereka, Liu Pang, adalah juga pemberontak Lembah Yang - ce
yang untuk sementara ini membangun pusat perkumpulan di Puncak Awan Biru.
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
"Siapa lagi kalau bukan Jenderal Beng Tian dan dua orang pengawalnya itu yang
memimpin penyerbuan ?" kata Pek Lian dengan gemas.
Kwee Tiong Li mengepal tinjunya, sepasang
matanya merah dan mukanya pucat. "Habis sudah
kawan-kawanku.....! Dengan susah payah guruku membimbing mereka, melatih mereka,
dan akhirnya, mereka hancur di bawah pimpinanku! Ahhh" Pemuda itu menutupi muka
dengan kedua tangannya, merasa berduka dan menyesal bukan main.
Melihat keadaan ketua mereka ini, Yang-ce Sam-lo menghibur. "Harap kokcu jangan
terlalu menyalahkan dan menyesalkan diri sendiri. Semua ini adalah resiko perjuangan
menentang kelaliman dan kematian saudara- saudara kita terjadi di luar kemampuan kita
untuk mencegahnya," kata seorang di antara mereka. "Seandainya kita berada di sini
sekalipun, kalau dikepung oleh pasukan besar yang dipimpin jenderal itu, apa yang akan dapat kita
lakukan untuk menyelamatkan kita semua " Memang, lebih dari limaratus orang anggauta kita
gugur sebagai pejuang - pejuang gagah perkasa yang menentang ketidakadilan, akan tetapi pihak
tentara pemerintah juga banyak yang tewas di tangan kita. Setidaknya, setiap anggauta
kita tentu sedikitnya merobohkan dua orang, sehingga kalau dihitung-hitung, kita masih
tidak rugi." Akan tetapi hiburan-hiburan tiga orang pembantunya itu tidak melenyapkan
kedukaan hati Kwee Tiong Li yang kehilangan semua anak buah-nya. Dia memukulkan tinju kanannya
ke atas telapak tangan kirinya dengan keras sehingga ter-dengar suara nyaring.
"Bagaimanapun juga aku
tidak mau berhenti sampai di sini saja ! Aku harus menuntut balas. Harap Sam-lo
kembali ke lembah dan menyampaikan laporan kepada suhu. Aku sendiri akan mencari jalan
untuk membalas dendam ini !" Tiga orang pembantunya hendak membantah karena perbuatan itu tentu saja amat
berbahaya bagi keselamatan pemuda itu. "Sam-lo, ini adalah keputusanku sebagai
ketua lembah!" katanya de-ngan tegas dan tiga orang itu tentu saja tidak dapat membantah lagi.
Ho Pek Lian melihat betapa pemuda yang biasanya bersikap lembut itu kini nam-pak keras,
bersemangat dan penuh wibawa sehing-ga hatinya merasa tergetar. Pemuda ini merupa-kan seorang
jantan yang gagah perkasa, memba-yangkan kepribadian seorang pemimpin yang he-bat, membuat
hati Pek Lian menjadi kagum sekali.
"Siancai..., saat kematian merupakan rahasia yang tak pernah terbuka oleh
manusia. Siapa sangka aku bermaksud menolong mereka, tidak tahunya karena perbuatanku, malah
mereka mengalami pembasmian di sini" kata kakek Kam dengan suara menyesal. Mendengar
ini, Kwee Tiong Li cepat menghadapi kakek itu.
"Harap locianpwe jangan beranggapan demiki-an karena locianpwe sama sekali tidak
bersalah dalam hal ini."
"Aku tahu, orang muda... akan tetapi membuat hatiku terasa tidak enak......"
tiba-tiba kakek itu berhenti dan cepat menoleh ke belakang. Pada saat itu terdengar bunyi
terompet bersahut-sahutan, diiringi sorak - sorai para perajurit dan ternyata dusun itu
telah dikepung! Mendengar ini, para penghuni berlari - larian kembali ke rumah masing-masing dan
yang tertinggal di dusun itu, di luar rumah, hanya tinggal delapan orang itu saja.
Semua penghuni dusun telah bersembunyi ! Delapan orang itu, yang merasa sudah terkepung, tidak
mau ikut bersembunyi karena mereka maklum bahwa bersembunyi di dusun kecil itu tidak ada
artinya malah - malah akan mencelakakan semua penghuni dusun. Maka, sambil menanti,
mereka semua mencabut senjata, siap untuk melawan.
Dengan teriakan yang berisik sekali, bermunculanlah pasukan itu dari segenap
penjuru dan mereka segera diserbu dan dikeroyok. Pek Lian telah mencabut pedangnya, Kim -
suipoa Tan Sun mengeluarkan senjata suipoanya sedang-kan Pek - bin - houw juga sudah
melintangkan pi-kulan bajanya. Begitu para perajurit menyerbu, mereka bertiga mengamuk bagaikan
harimau - ha-rimau kelaparan. Sementara itu, Kwee Tiong Li, biarpun tenaganya belum pulih
seluruhnya, juga sudah mengamuk dan menggerakkan pedangnya dengan dahsyat. Tiga orang Yang - ce Sam -
lo juga sudah menyambut pengeroyokan musuh de-ngan senjata golok tipis mereka. Tujuh
orang pen- dekar itu mengamuk dengan penuh semangat, terutama sekali Tiong Li dan Yang - ce
Sam-lo yang seolah - olah memperoleh kesempatan un-tuk membalas dendam atas terbasminya
seluruh kawan mereka itu. Empat orang ini merobohkan banyak sekali perajurit. Adapun
kakek Kam Song KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Ki sendiri hanya melindungi dirinya, menggerak-kan tongkatnya untuk merobohkan
semua orang yang menyerangnya, akan tetapi jelaslah bahwa kakek ini merobohkan orang tanpa
bermaksud membunuh. Biarpun demikian, tidak ada perajurit yang dapat mendekatinya karena
belum juga dekat mereka itu sudah roboh berpelantingan.
Akan tetapi, tiba - tiba muncul dua orang berpakaian preman yang menjadi
pengawal pribadi, juga sute - sute dari Jenderal Beng Tian yang amat lihai itu! Bukan
hanya kedua orang pengawal ini saja, melainkan juga belasan orang perwira yang memiliki gerakan -
gerakan gesit sekali, tanda bahwa mereka adalah orang - orang yang pandai ilmu silat.
Pengepungan semakin ketat, pengeroyokan semakin rapat dan dengan munculnya dua orang pengawal
bersama para perwira itu, delapan orang yang dikeroyok menjadi kewalahan juga. Betapapun
juga, mereka terus mengamuk dengan hebatnya dan sudah puluhan orang banyaknya roboh, tewas atau
terluka sehingga mayat - mayat mulai bertumpuk dan berserakan, suara orang - orang
mengaduh dan mengerang kesakitan amat mengerikan.
Sore semakin gelap. Satu jam lebih mereka mengamuk, akan tetapi jumlah para
perajurit amat banyaknya. Ada ratusan orang! Dan akhirnya, apa yang mereka khawatirkanpun
tibalah dengan munculnya Jenderal Beng Tian sendiri! Tadinya, dua orang pengawal pribadi
jenderal itu masih me-nemukan kesulitan ketika mereka dihadang dan dibendung oleh tongkat
butut kakek Kam, membuat mereka terheran - heran, penasaran dan juga marah karena ternyata
tongkat itu membuat mereka tidak mampu banyak bergerak. Akan tetapi sebaliknya kakek Kam
yang tidak ingin membunuh, tidak mudah pula merobohkan dua orang pengawal lihai ini seperti
yang dilakukannya kepada para pera-jurit. Sedangkan tujuh orang pendekar itu dikero-
yok oleh belasan orang perwira yang dibantu oleh puluhan orang perajurit pula. Sampai berdesakan
dan sukar sekali untuk bergerak dalam pengepung-an yang ketat itu. Dan kini, jenderal itu
sendiri muncul. Tadinya, panglima ini tidak ikut memim-pin anak buahnya. Bukankah menurut
penyelidik, yang berada di dusun itu hanya delapan orang pim-pinan pemberontak " Cukup diwakilkan
kepada dua orang pengawal atau sutenya saja, para perwi-ra dan pasukan. Akan tetapi, dia
memperoleh beri- ta yang mengejutkan bahwa di antara delapan orang itu terdapat seorang kakek
yang amat sakti yang membuat kedua orang sutenya tidak berdaya Tentu saja dia menjadi terkejut
sekali dan jenderal itupun bergegas menuju ke medan pertempuran. Pada saat dia tiba di
tempat, itu, dia masih sempat melihat betapa dua orang sutenya mengeroyok seorang lawan yang
tidak nampak bayangannya ! Seolah - olah dua orang sutenya itu mengeroyok setan saja. Tahulah dia bahwa
lawan dua orang pembantunya itu adalah seorang ahli ginkang yang amat luar biasa.
Sambil mengeluarkan bentakan nyaring, jenderal itu lalu menyerbu dan dua orang
sutenya girang bukan main melihat munculnya jenderal yang selain menjadi atasan, juga
menjadi suheng mereka itu. Dan pukulan yang dilancarkan jenderal itu terhadap kakek Kam membuat
kakek itu mengeluarkan seman kaget. Namun, gerakan kakek itu terlampau cepat sehingga
empat serangan yang merupakan rangkaian susul-menyusul dari jenderal itu semua hanya mengenai
tempat kosong saja. Dia menduga-duga siapa gerangan orang ini dan diam-diam terkejut
bukan main. Kalau pihak pemberontak terdapat orang - orang selihai ini, sungguh amat
berbahaya, pikirnya. Bersama dua orang sutenya, dia mengeroyok. Namun tetap saja mereka bertiga
menjadi kewalahan karena jauh kalah cepat gerakan mereka. Kadang-kadang kakek itu
seperti lenyap saja dan tahu - tahu muncul di atas mereka, di belakang mereka atau di kanan kiri.
Dan ma-lampun tibalah. Para perajurit memasang obor sehingga keadaan di situ semakin
menyeramkan. Betapapun lihainya, tujuh orang pendekar yang dikeroyok oleh banyak sekali lawan
yang tiada habisnya dan tak kunjung berkurang itu, menjadi repot. Mereka kelelahan,
Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mandi peluh setelah mengamuk selama hampir dua jam lamanya! Dan akhirnya, tak dapat
tertolong lagi, Pek- bin-houw roboh terkena tusukan tombak seorang perwira dari belakang. Tombak itu
menancap di punggung dan tembus ke dadanya, darah muncrat dan dia berteriak seperti harimau
terluka, membalik dan senjata pikulannya menghantam kepala penyerang-nya sampai pecah.
Kemudian dia menubruk ke kiri, merobohkan seorang perajurit, akan tetapi dia sendiripun
roboh karena sebatang golok membuat lehernya hampir putus, disabetkan oleh perwira lain.
Robohlah Pek - bin - houw Liem Tat sebagai seorang pendekar dan patriot. Melihat ini, Kim-suipoa
berteriak marah dan menyerang dengan nekat, menubruk ke arah perwira yang membacok golok tadi.
Perwira itu KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
menangkis, akan tetapi go-loknya terpental oleh hantaman suipoa dan ke-pala
perwira itupun remuk terkena pukulan suipoa baja. Akan tetapi, pada saat yang sama, dua ba--
tang pedang menembus lambung dan dada Kim-suipoa
***[All2Txt: Unregistered Filter ONLY Convert Part Of File! Read Help To Know
How To Register.]*** Tg Li dan kakek yang masih dikeroyok tiga oleh Jenderal Beng Tian bersama dua
orang sutenya itu. Tiong Li dan Pek Lian masih mengamuk dan keduanya maklum bahwa nyawa merekapun
tidak akan tertolong lagi. "Nona Ho, selamat berpisah di sini !" kata Tiong Li
sambil memutar pedangnya. Pek Lian terharu sekali, akan tetapi juga bangkit semangatnya melihat pemuda
yang gagah perkasa itu! "Selamat berpisah, saudara Kwee. Akan tetapi aku tidak mau mati
sebelum membasmi anjing - anjing ini sebanyak mungkin !"
Keduanya mengamuk lagi penuh semangat. Kakek Kam mendengarkan semua ini dan
hatinya tergerak. Kalau dia menghendaki, tentu dia sudah dapat membunuh tiga
orang lawannya. Akan tetapi dia tidak tega untuk membunuh. Kalau dia mau melarikan diripun tidak
sukar baginya, akan tetapi dia merasa kasihan kepada dua orang muda itu. Diam - diam dia merasa
kagum sekali melihat, gerak-gerik Tiong Li dan Pek Lian. Terutama pemuda itu sungguh membuat
hatinya yang tua merasa terharu. Seorang pemuda gagah perkasa yang penuh setia kawan! Sungguh
seorang eng-hiong (pendekar) sejati! Dan melihat betapa Pek Lian terhuyung oleh pukulan
rayung lawan yang mengenai punggungnya, cepat dia menggerakkan kakinya dan tahu-tahu tiga
orang pengeroyoknya sudah kehilangan kakek itu yang kini telah menyambar tubuh Pek
Lian sebelum dara itu terguling ro-boh. Dipanggulnya tubuh Pek Lian dan diapun berseru kepada
Tiong Li, "Kwee - sicu, mari kita pergi !'"
Memang mudah saja bagi kakek sakti yang me-miliki ginkang istimewa itu untuk
mengatakan de-mikian, bahkan mudah pula baginya untuk me-loloskah diri dari
kepungan ketat dan penge-royokan itu, akan tetapi amat sukarlah bagi Tiong Li untuk
melaksanakannya. Pula, dia
telah dibakar kemarahan meluap - luap dan sudah diambilnya keputusan untuk
mengamuk sampai mati, membela kematian tiga orang pembantunya dan juga dua orang guru Pek Lian
itu. Melihat betapa pemuda itu mengamuk makin hebat dan seperti tidak memperdulikan
ajakannya, kakek itu berseru lagi, "Orang muda, perlu apa mengorbankan nyawa dengan konyol " Ingat, kelak engkau
harus membuat perhitungan dan membalas semua dendam. Kalau mati sekarang, siapa yang
akan membalas dendam kelak ?" Ucapan ini sengaja dikeluarkan hanya untuk membakar
semangat pemuda itu agar mau meloloskan diri, bukan ucapan yang keluar dari lubuk
hatinya. Mendengar ini, Tiong Li menjadi sadar. Semua anak buahnya, berikut tiga orang
pembantunya yang setia, telah gugur. Hanya tinggal dia seorang diri. Kalau dia
gugur pula, lalu siapa yang akan membalas semua ini." Siapa yang akan melanjutkan perjuangan,
membantu para pendekar lain, membantu gurunya " Dia tidak boleh sekedar menurutkan perasaan
hati duka dan marah. Akan tetapi, bagaimana dia dapat meloloskan diri dari kepungan begini
banyak musuh " Sambil memutar, pedang mengamuk, Tiong Li mencari jalan keluar, namun, sia - sia
belaka. Seorang lawan dirobohkan, dua orang menggantikannya. Dua orang dirobohkan, empat
orang yang maju. Pedangnya sudah berlumur darah, pakaiannya juga berlepotan darah,
darah lawan dan darahnya sendiri. Tubuhnya sudah lelah sekali dan agaknya gerakannya itu
hanya dikendalikan oleh semangatnya yang berkobar - kobar. Seolah - olah kesehatannya
yang baru berkembang baik dan belum pulih benar itu kini menjadi sembuh sama sekali dengan
adanya pertempuran mati - matian ini.
Sementara itu kakek Kam Song Ki melihat kesukaran yang dialami pemuda itu. Dia
sendiri masih dikepung ketat, bahkan kini Jenderal Beng Tian dan dua orang pengawalnya
meneriakkan perintah agar para perwira juga ikut mengepung kakek yang luar biasa lihainya
itu. Kakek Kam masih memondong tubuh Pek Lian dan tubuhnya berkelebatan ke sana-sini dan tahu-
tahu dia sudah mendekati Tiong Li. Caranya amat menggiriskan hati para pengeroyoknya
karena tubuhnya itu berloncatan atau lebih tepat lagi "beterbangan" melayang-layang, meloncat di
antara pundak dan kepala para pengeroyok, kadang - kadang menginjak pundak dan kepala, bahkan
menginjak KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
ujung senjata, ba-gaikan seekor burung walet saja tubuh itu kini tahu - tahu
sudah mendekati Tiong Li dan menyam-bar tangan pemuda itu.
"Pegang erat-erat tanganku dan ikuti gerakan ku. Kau menurut saja, jangan
melawan! Dengarkan petunjuk- petunjukku baik-baik. Kalau perlu pejamkan mata, jangan
bergerak menurut kemauan sendiri, tapi turuti aku dengan membuta, Ini pelajaran ilmu langkah
ajaib yang dapat melolos-kan dirimu dari kepungan!"
"Baik... locianpwe !" Tiong Li menjawab.
Maka mulailah pemuda itu menurutkan tenaga tarikan, betotan, maupun dorongan
tangan kakek itu, mengatur langkahnya sesuai dengan tenaga kakek itu, ke kiri, kanan,
ke depan, ke samping, ke belakang, kadang - kadang meloncat rendah dan meloncat tinggi, cepat
sekali gerakan itu dan amat aneh, akan tetapi hebatnya, gerakan - gerakan itu membuat
dia terbebas dari semua serangan dan kepungan tanpa mengelak satu demi satu seperti yang
dilakukannya sendiri tadi. Dia tidak tahu bahwa dia telah dibawa oleh kakek sakti itu mela-
kukan Ilmu Ban-seng- po Lian-hoan (Langkah Selaksa Bintang Berantai). Langkah-langkah ini menurut
garis-garis perbintangan dan langkahlangkahnya teratur sedemikian rupa, penuh rahasia
sehingga seolah- olah semua gerakan itu telah mendahului datangnya hujan serangan. Melihat ini,
seorang di antara pengawal atau sute dari Jenderal Beng Tian menjadi marah sekali! Sambil
berseru keras dia menyerang dahsyat ke arah kepala Tiong Li. Pemuda ini terkejut, maklum bahwa dia
tidak akan mungkin dapat menyelamatkan diri, akan tetapi dia memejamkan matanya dan dengan
membuta dia menurutkan tenaga kakek yang me-ngendalikannya. Dia menggeliat dan meloncat
ke depan malah! Tentu saja hatinya terasa ngeri sekali. Dipukul demikian dahsyat mengapa
malah meloncat ke depan " Akan tetapi sungguh aneh, karena dia meloncat ke depan ini, dia malah
terhindar dari pukulan dahsyat yang ternyata telah datang kecuali tentu saja ke depan, karena
si pemukul sama sekali tidak pernah menduga bahwa orang yang dipukul itu malah melangkah maju!
Inilah hebatnya Ban - seng - po Lian - hoan itu. Ilmu ini memungkinkan segala gerakan
kaki dan tubuh dalam menghadapi pengeroyokan lawan lawannya yang tangguh.
"Plak ! Plakk !" tangan kakek itu menampar dan dua orang pengawal itu terhuyung
ke belakang dengan muka pucat ketika mereka menangkis.
"Pemberontak hina !" Terdengar Jenderal Beng Tian membentak dan pedang
panjangnya menyambar. Tiong Li sudah berhasil merampas sebatang tombak yang dibetotnya dari
tangan seorang pera-jurit yang menyerangnya dan menggunakan tom bak itu untuk menangkis
pedang yang menyambar ke arah kakek Kam.
"Trakkkk..... !" Tombak itu patah menjadi dua dan Tiong Li merasakan tangannya
sampai ke pangkal lengannya seperti lumpuh ! Dia terke-jut setengah mati, akan tetapi
pada saat itu, Jen- deral Beng Tian juga terhuyung ke belakang kare-na ketika pedangnya bertemu
dengan tombak di tangan pemuda itu, secepat kilat kakek Kam telah berhasil mendorong punggungnya
dan dia merasa betapa hawa yang dingin sekali menyusup ke dalam tubuhnya, membuat dia
terhuyung dan cepat - cepat jenderal ini yang tidak mau menderita luka parah segera
mengatur pernapasan seperti yang dilaku-kan oleh dua orang sutenya pula. Melihat betapa tiga orang
tertangguh itu menghentikan penye-rangan, kakek Kam melihat kesempatan yang baik sekali.
"Kwee - sicu, cepat rampas kuda !"
Tiong Li yang sejak tadi secara membuta sudah menurut perintah kakek ini,
sekarang membuka mata dan melihat seorang perwira menunggang ku-da tak jauh dari situ,
diapun meloncat mendekati. Perwira itu menyambutnya dengan bacokan golok, akan tetapi
Tiong Li mengelak ke kiri dan me-nyambar lengan perwira itu, menariknya keraskeras ke
bawah. Pada saat tubuh perwira itu ter-pelanting ke bawah, Tiong Li meloncat ke atas punggung
kuda! Dan pada saat itu pula, seorang lain telah terlempar dari atas punggung kudanya, tak jauh
di sebelah depan Tiong Li, dan tubuh Pek Lian melayang ke atas punggung kuda.
"Naiki kuda itu dan larilah kalian I" terdengar kakek Kam berseru. Akan tetapi
karena Pek Lian menderita luka-luka dan merasa lelah sekali, dara ini tidak dapat mengatur
tubuhnya dan ia hinggap di atas kuda itu dalam keadaan terbalik! Akan tetapi sebelum ia
terpelanting jatuh, tubuhnya sudah disambar lagi oleh kakek Kam yang tadi merobohkan empat orang
perajurit, lalu kakek itupun mem-balapkan kuda, diikuti oleh Tiong Li.
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
"Hayo, jangan tidur, anak nakal!" Kakek itu mengguncang-guncang tubuh Pek Lian.
"Engkau seorang gadis gagah perkasa, masa baru begini saja sudah turun semangat "
Bangunlah, dan naiki kuda ini, larikan secepatnya, aku melindungi dari belakang !" Kembali dia
mengguncang. "Mengertikah kau ?"
Mendengar kata - kata ini dan karena guncangan- guncangan itu, apa lagi ketika
tengkuknya di-totok dua kali oleh jari si kakek sakti, Pek Lian membuka matanya lebar -
Pedang Tanpa Perasaan 8 Pendekar Hina Kelana 14 Kembalinya Siluman Harimau Kumbang Hantu Seribu Tangan 3
kagetnya, hampir saja senjata di tangan mereka itu terlepas karena tangan mereka tiba - tiba
gemetar keras. Yang memiliki mata dingin menyeramkan itu bertubuh tinggi kurus dengan jubah dan
pakaian hitam mengkilat dari sutera halus. Inilah gambar si Raja Kelelawar se-perti yang
pernah mereka dengar dari dongeng ! Pek - pi Siauw - kwi sendiri menjadi kaget setengah mati. Ia terkenal memiliki
ginkang yang hebat, akan tetapi kini ia sama sekali tidak mengetahui akan kedatangan iblis
ini, yang tahu - tahu berada di sampingnya, seolah - olah kemunculannya itu menggunakan ilmu iblis dan
pandai menghilang saja. Iblis berpakaian hitam ini berdiri dekat sekali di sampingnya,
antara ia dan Jai- hwa Toat-beng-kwi si cabul pesolek. Tadi ia mengira bahwa yang berdiri dekat
sekali dengannya itu adalah si cabul, demikian pula dengan Jai - hwa - cat itu, yang mengira
bahwa yang berdiri di dekatnya adalah si Maling Cantik. Maka, setelah kini keduanya mengetahui bahwa
si iblis itu yang datang dan berada dekat dengan mereka, keduanya mundur ketakutan dan cepat-cepat
menjauh dengan jantung berdebar dan muka pucat.
Dari dalam kuil, tujuh orang pendekar itu me-mandang dengan penuh perhatian dan
mereka semua merasa betapa darah mereka berjalan ken-cang, jantung mereka berdebar
keras. Dari tempat mereka bersembunyi, mereka dapat melihat jelas. Iblis itu memang mirip
gambaran tentang si raja iblis itu, pergi datang tanpa suara seperti pandai menghilang,
saking tinggi ginkangnya. Mereka bertujuh sejak tadi selalu memperhatikan keadaan di luar
kuil, namun merekapun tidak melihat da-tangnya Raja Kelelawar itu, tahu - tahu tokoh itu
sudah muncul di situ. Sementara itu, melihat ke kiri, ke arah Pek-pi Siauw-kwi yang mundur-
mundur ketakutan, iblis berpakaian hitam itu tertawa. Suara ketawanya juga bernada tinggi, seperti
suara ketawa wanita lalu terdengar suaranya yang berwibawa, meme-rintah, "Anak manis, ke
sinilah engkau!" Tangan-nya menggapai ke arah maling wanita yang memang berwajah cantik manis
itu. Pek - pi Siauw - kwi adalah seorang wanita to-koh kaum sesat yang sudah lama
malang melintang di dunia kejahatan sebagai maling tunggal dan ia tidak pernah takut
terhadap siapapun juga. Akan tetapi sekali ini, seperti seorang anak kecil melihat sesuatu yang
menakutkan, ia mundur-mundur dan menggeleng - geleng kepala sebagai tanda bahwa ia tidak mau
mendekati iblis itu, matanya terbelalak dan mukanya agak pucat.
Menghadapi penolakan si Maling Cantik, iblis itu mengerutkan alis dan sinar
matanya berkilat, lalu dia menggerakkan lengannya ke arah wanita itu dan biarpun kakinya
tidak kelihatan melangkah, tahu - tahu dia telah berada dekat wanita itu. Pek-pi Siauw - kwi
mencoba untuk mengelak dan me-. loncat untuk menghindarkan diri. Akan tetapi, tiba - tiba saja
ia merasa ada tenaga aneh meng-himpitnya dari semua penjuru, yang membuatnya sukar untuk
bergerak. Ketika matanya yang keta-kutan itu memandang dan bentrok dengan sinar mata iblis itu,
tenaganya mendadak menjadi lemas dan tubuhnya terkulai. Di lain saat tubuhnya sudah
dirangkul oleh si iblis yang menggunakan jari - jari tangannya untuk menggerayangi tubuh yang gempal
padat itu tanpa si Maling Cantik dapat mencegah sama sekali. Ia hanya menangis ketakutan
setengah mati. "Ha - ha, engkau boleh juga..., engkau tidak merusak tubuhmu.... hemm, manis!"
Si iblis mencium kulit yang putih itu dan si Maling Cantik menggigil, seluruh bulu
tubuhnya meremang. Tiat-ciang Ciong Lek, perampok tunggal yang tubuhnya kekar dan tidak berbaju itu
merasa panas isi perutnya melihat betapa rekannya dihina seperti itu. Tadinya dia
sendiripun merasa takut dan jerih terhadap si iblis, akan tetapi melihat betapa rekannya mengalami
penghinaan, hatinya KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
terbakar dan sesaat dia lupa akan rasa takutnya. Dia mengeluarkan suara
menggeram dan bagaikan seekor singa menerkam, dia sudah menggerakkan golok besarnya dan
meloncat terus membacokkan golok besarnya itu ke arah punggung iblis yang masih menggerayangi
dan menciumi si Maling Cantik itu. Si iblis itu diam saja dan agaknya tidak melihat
serangan ini, sedikitpun tidak mengelak atau menangkis, masih menciumi kulit leher yang lunak
itu. Semua orang yang melihat serangan ini menahan napas.
"Singgg...... dukkk !!"
Jilid V BACOKAN golok yang berdesing itu tepat mengenai punggung yang tertutup mantel
hitam, membacok dengan kuat sekali, akan tetapi golok itu mental dan mantel itu
sedikitpun tidak robek, apa lagi punggungnya. Agaknya terasapun tidak oleh si iblis itu. Tentu saja
semua orang, termasuk mereka yang bersembunyi di dalam kuil, terkejut, kagum dan gentar
sekali menyaksikan kehebatan iblis itu. Kiranya, iblis inipun menggunakan mantel pusaka yang
menurut dongeng memang kebal terhadap segala macam senjata. Kembali terbukti ciri khas dari si
Raja Kelelawar ! Setelah bacokan itu mental, barulah iblis itu menoleh dan melepaskan tubuh
Maling Cantik yang tadi dipeluknya. Wanita cantik itu terhuyung dan kedua kakinya masih terasa
lemas, akan tetapi semangatnya pulih kembali setelah ia dilepaskan dan ia hanya dapat
memandang jerih. Kini Tiat-ciang Ciong Lek yang berdiri seperti terpesona memandang iblis itu dan dia
bergidik melihat be-tapa sepasang mata yang mencorong itu dingin sekali terasa menusuk
jantungnya. Biarpun iblis itu tidak membuka mulutnya, akan tetapi terdengar ada suara siulan dari
bibirnya. Siulan ini dijawab oleh suara mencicit dan kelepak sayap. Ternyata binatang kelelawar
raksasa yang tadi bergantung di dahan pohon, sudah terbang ke atas lalu menu-kik ke bawah, ke arah
si perampok tunggal Ciong Lek! Perampok ini tentu saja cepat menggerak-kan goloknya untuk
melakukan perlawanan, akan tetapi tiba - tiba saja dia tidak mampu bergerak goloknya masih
diangkatnya tinggi - tinggi dan tu-buhnya seperti mendadak menjadi kaku. Kelela-war raksasa
itu meluncur dan menyambar. "Plokk !" Kelelawar itu menerkam ke arah leher si perampok tunggal, mencengkeram
leher itu se-bentar dan ketika binatang ini terbang lagi, nampak darah menyembur
keluar dari urat nadi leher yang putus tergigit dan terhisap oleh kelelawar itu ! Si perampok tunggal
Tiat - ciang Ciong Lek terbela-lak, lalu terdengar lehernya mengeluarkan pekik mengerikan dan
tubuhnya terguling dan roboh atas tanah, berkelojotan sebentar lalu terdiam ka-rena darahnya habis,
sebagian terhisap kelelawar itu dan sebagian lagi membanjir keluar. Semua orang memandang
dengan mata terbelalak dan muka pucat.
Kembali si iblis mengeluarkan suara ketawa yang menyeramkan, ketawanya mencicit
seperti bunyi kelelawar atau bunyi tikus - tikus bercanda. "Masih ada lagi yang
meragukan kemampuanku dan ingin melawanku ?" terdengar dia bertanya sambil memandang ke sekeliling.
Tidak ada yang berani menjawab biarpun yang hadir adalah tokoh-tokoh dunia hitam
yang biasanya sewenang-wenang dan tidak mengenal takut. Agaknya, nama Raja Kelelawar
sudah sedemikian besar pengaruhnya, ditambah kekejaman iblis ini yang mengaku sebagai
keturunan Raja Kelelawar, juga kelihaiannya membuat semua orang maklum bahwa mereka
berhadapan dengan orang yang pandai sekali.
Sin - go Mo Kai Ci si Buaya Sakti dan San - hek-houw si Harimau Gunung adalah
dua di antara Sam - ok yang dianggap merajai para anggauta liok - lim di bidang masing
- masing. Selama ini, mereka bertigalah yang berdaulat penuh dan dita-kuti semua penjahat,
balikan kalau di antara penjahat timbul pertikaian, mereka inilah yang dianggap berhak untuk
mengadili dan menjatuhkan keputus-an. Kini muncul si iblis yang mengerikan, dan tentu saja
kalau iblis ini hendak mengangkat diri sendiri menjadi datuk kaum sesat, hal ini sama dengan
merendahkan nama Sam-ok sebagai raja-raja kaum sesat. Akan tetapi, mereka berdua adalah
orang - orang yang berilmu tinggi dan yang dapat melihat bahwa iblis yang baru muncul ini
memang hebat bukan main. Si Buaya Sakti dan si Harimau Gunung yang tadi hampir saja berhantam
sendiri kini KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
saling pandang dan dari pandang mata ini mereka sudah bersepakat untuk bersama -
sama menghadapi pendatang baru yang mengancam ke-dudukan mereka ini.
San-hek-houw lalu melangkah maju dan ran-tai yang ujungnya bertombak itu telah
diiilitkan- nya di pinggang. Dia membungkuk sebagai tanda penghormatan, lalu berkata,
suaranya lantang agar terdengar oleh semua tokoh yang hadir.
"Kami semua tentu saja mengenal nama mendi-ang yang mulia Bit - bo - ong dan
menganggap be-liau sebagai datuk atau raja kami yang kami mu-liakan. Akan
tetapi, terus terang saja, kami semua belum pernah mendengar akan adanya murid atau keturunan beliau,
dan bukan sekali - kali kami berani menentang keturunan beliau. Hanya kami mohon petunjuk
apakah benar bahwa locianpwe adalah keturunan beliau. Kalau memang benar demikian dan kalau
memang benar bahwa di antara kami semua tidak ada yang dapat mengatasi kepandaian
locianpwe, tentu saja kami semua akan tunduk dan dengan suka hati mengangkat locianpwe sebagai
keturunan beliau dan menjadi raja baru kami."
Semua orang mengeluarkan suara menggumam menyatakan persetujuan mereka. Si iblis
hitam ter-tawa. Wajah yang nampak angker itu tidak bergerak kulitnya, tanda
bahwa di luar kulit muka itu dia memakai topeng tipis sehingga mudah diduga bahwa wajah yang
menyeramkan ini bukanlah wajah yang sesungguhnya yang berada di balik topeng tipis.
"Ha - ha - ha, omonganmu memang benar, San-hek - houw. Dan untung engkau
berpendapat demikian, karena kalau tidak, tentu ketiga Sam - ok akan kubunuh
lebih dulu. Aku tahu bahwa Tung-hai-tiauw si Rajawali, Sin - go Mo Kai Ci si Bua-ya Sakti, dan
engkau sendiri San - hek - houw si Harimau Gunung, merupakan Sam - ok, tiga se-rangkai yang merajai
bidang masing-masing di Pegunungan, sungai - sungai, dan lautan. Karena kalian
memandang kepadaku maka akupun suka mengangkat kalian meniadi pembantu - pembantu-ku Dan untuk
membuktikan bahwa aku adalah keturunan dari Bit-bo-ong, biarlah kalian berdua maju
menandingiku. Dengar baik-baik. Kalau dalam sepuluh jurus aku tidak mampu mengalahkan kalian berdua,
biarlah aku menarik kembali omonganku dan aku tidak akan mencampuri dunia kalian. Akan
tetapi kalau aku menang, siapapun yang berani membantah akan kubunuh. Mengerti " Nah, kalian
majulah ! Jangan takut, aku tidak akan Membunuh calon pembantu - pembantuku !"
Ucapan ini sungguh tekebur bukan main. Sam-ok terkenal memiliki ilmu kepandaian
tinggi, dan sekarang, dua orang di antara mereka ditantang oleh si iblis untuk
dikalahkannya dalam waktu sepuluh jurus saja! Si Buaya Sakti dan si Harimau Gunung juga saling
pandang dan muka mereka menjadi merah karena merasa marah dan penasar-an sekali. Iblis ini
sungguh sombong, dan lebih dari itu, kalau sampai mereka berdua yang menge-royok seorang sampai
kalah dalam sepuluh jurus sungguh hal ini akan membuat mereka merasa ma-lu sekali.
"Baiklah, locianpwe. Kami mohon petunjuk un-tuk meyakinkan hati kami semua!"
kata si Hari-mau Gunung yang sudah melolos rantai dari ping-gangnya sedangkan si Buaya
Sakti juga sudah me-langkah maju dengan melintangkan senjata tong-kat bajanya di depan
dada. "Bagus, majulah. Aku akan memberi kesempat-an kepada kalian untuk masing -
masing menyerang-ku selama lima jurus, baru kemudian aku mem-balas, dan kalau kalian
dapat bertahan sampai tiga jurus saja sudah boleh dibilang bagus!" kata si iblis itu
dan ini menambah kesombongannya.
Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Lihat serangan !" Si Buaya Sakti berteriak ma-rah. Biasanya, dalam dunia hitam
tidak berlaku segala macam aturan sopan santun, bahkan biasa-nya mereka itu melakukan
serangan secara meng-gelap, maka bentakan si Buaya Sakti ini merupa-kan suatu keanehan.
Hal ini menunjukkan bahwa biarpun dia marah, pada hakekatnya si Buaya Sakti ini merasa
jerih sekali maka dia mengeluarkan se-ruan yang di kalangan persilatan, terutama di kalangan
para pendekar, sudah menjadi lajim, yaitu sebelum menyerang, memberi peringatan lebih dulu
kepada yang diserang, sebagai tanda kegagahan.
Senjata tongkat pendek besar dari baja putih itu amat berat dan kini digerakkan
dengan cepat sekali, membuktikan besarnya tenaga si Buaya Sakti itu. Tongkatnya menjadi
sinar putih yang besar menyambar ke arah kepala si iblis berpakaian hi-tam, dan tangan kiri
si Buaya Sakti masih menyu-sulkan cengkeraman ke arah pusar. Serangan pertama ini sungguh
merupakan serangan dahsyat sekali dan dapat mendatangkan maut.
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
San-hek-houw si Harimau Gunung lebih cerdik. Melihat rekannya sudah menyerang,
dia menggunakan kesempatan ini untuk menggerakkan rantainya dan nampak sinar
bergulung - gulung ketika rantainya itu membuat serangan dari kanan ke kiri, dari bawah
menyerang kaki lalu terus membubung ke atas, merupakan serangan sinar berpusing yang berbahaya dan
sukar sekali dielakkan lawan ! "Satu jurus !" Terdengar suara melengking dari si iblis hitam, akan tetapi hanya
suaranya saja yang terdengar oleh dua orang lawan dan oleh semua orang itu, karena dua
orang lawan itu telah kehi-langan orangnya! Kiranya, dengan menggunakan ginkang yang sukar dapat
diikuti oleh mata saking cepatnya, begitu serangan menyambar, tubuh si iblis itu telah
mencelat ke atas sehingga serangan rantai itu tidak mengenai sasaran bahkan kehilang-an sasaran
dan tahu - tahu kaki si iblis itu telah berada di ujung tongkat baja putih yang tadi
dipergunakan oleh Buaya Sakti
untuk menghantam kepa-lanya ! Memang sukar dapat dipercaya kalau tidak dilihat
sendiri betapa orang yang kepalanya dise-rang, tahu - tahu sudah berada di atas dan berdiri di
atas tongkat yang tadi menghantam ke arah kepala itu. Ketika si Buaya Sakti hendak menggerakkan
tongkatnya, tiba - tiba saja tongkat yang diinjak kaki iblis itu menjadi berat dan hampir
saja dia tidak kuat menahan lagi. Akan tetapi ti-ba-tiba iblis hitam itu telah meloncat turun lagi
sambil tersenyum. Dua orang itu merasa penasaran sekali dan mereka lalu menubruk maju lagi dengan
serangan berganda yang lebih dahsyat lagi. Kini rantai itu mengeluarkan suara
meledak - ledak dan menghan-tam dari atas dengan lecutan yang membuat ujung-nya berbentuk tombak
berkait itu menyambar-nyambar ke arah kepala si iblis hitam, sementara itu, tongkat
pendek yang berat itupun sudah me-nyodok ke arah perut.
"Dua jurus !" kembali terdengar si iblis hitam berseru dan sekali ini dia tidak
mendemonstrasikan kelincahan gerakannya melainkan ketangkasan ke-dua tangannya.
Tangan kirinya bergerak ke atas dan tangan kanan bergerak ke bawah dan dengan tepat
sekali kedua tangan terbuka itu telah menangkis dua senjata itu. "Plakk! Plaakkk!"
Dua orang raja para penjahat itu berseru kaget karena mereka merasa betapa
tangan mereka menjadi panas dan nyeri sekali, sedangkan sebelah lengan yang memegang
senjata terasa seperti lumpuh. Akan tetapi hal ini hanya sebentar saja dan lenyap setelah si
iblis itu menarik kembali tangannya sambil tertawa dan dia sudah siap lagi menghadapi serangan
kedua orang itu. Dua orang itu kini menggunakan kecepatan, memutar-mutar senjata mereka menjadi
bentuk sinar bergulung - gulung lalu keduanya menyerang dengan cepat. Dan kembali si
iblis memperlihatkan bahwa gerakannya jauh lebih cepat dari pada kedua senjata itu,
tubuhnya lenyap berkelebatan seolah - olah dia dapat menyusup di antara gulungan sinar kedua
senjata itu sambil terus menghitung jurus - jurus penyerangan lawan sampai lima kali dan kedua
senjata itu tidak pernah dapat menyentuh ujung bajunya sekalipun!
Setelah lewat lima jurus, tiba - tiba iblis hitam itu tertawa melengking
disambung suaranya yang terwibawa, "Awas terhadap seranganku!" Dan tiba - tiba saja dua orang raja
penjahat itu menjadi bingung dan silau karena tubuh hitam itu berkelebat sedemikian cepatnya
sehingga mereka tidak tahu ke mana arah penyerangan lawan aneh ini.
"Jurus pertama!" kata raja iblis itu dan dua orang lawannya menggerakkan senjata
mereka untuk menangkis dan melindungi diri. Akan tetapi tiba - tiba saja tangan yang
memegang senjata terasa lumpuh dan mereka melihat sepasang mata, yang mencorong penuh wibawa,
membuat mereka menjadi lemas seketika dan iblis hitam itu hanya sekali menggerakkan
kaki, akan tetapi kaki itu su-dah dua kali menendang dan tubuh kedua orang itu terlempar sampai
tiga tombak ke belakang dan terbanting keras! Untung bahwa si iblis tidak mempergunakan tenaga
sinkang ketika menendang sehingga dua orang itu tidak terluka parah, hanya babak bundas saja
karena terbanting tadi. Mereka bangkit berdiri, hampir tidak percaya kalau tidak
mengalami sendiri. Mereka telah dirobohkan dalam satu jurus saja ! Akan tetapi mereka bukanlah
orang-orang bodoh dan mereka sudah yakin kini bahwa orang berpakaian hitam di depan mereka itu
memang memiliki ilmu kepandaian, yang muji-jat sekali dan sudah selayaknya kalau
menjadi raja mereka semua. Maka mereka berdua lalu menjatuhkan diri berlutut, menghadap iblis hitam
itu! Melihat perbuatan dua orang yang selama ini mereka anggap sebagai raja, tentu saja para
tokoh liok-hm yang hadir di situ terkejut bukan main dan satu demi satu merekapun lalu
menjatuhkan diri KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
berlutut, termasuk si Maling Cantik Pek-pi Siauw-kwi dan si penjahat cabul Jai-
hwa Toat-beng-kwi ! "Ha-ha-ha-ha ! Bagus sekali kalau kalian sudah mengakui aku sebagai raja
kalian ! Jangan khawatir, seperti yang telah dilakukan oleh kakek-ku dahulu, aku akan memimpin
kalian dan dunia hitam kita akan menjadi jaya kembali!" Mendengar ini, semua penjahat yang
berkumpul di situ bersorak gembira. Iblis hitam itu mengangkat le-ngan kanannya ke atas dan suara
berisik mereka itu tiba - tiba sirap dan berhenti sama. sekali. "Dan aku tetap melanjutkan
julukan kakekku, yaitu Bit-bo - ong dan kalian semua harus menyebut ong - ya kepadaku!"
Kembali mereka bersorak dan ketika ada yang berteriak, "Hidup ong-ya...!" maka
mereka semua juga ikut berteriak-teriak. Akan tetapi kembali Raja Kelelawar itu
mengangkat tangan kanannya ke atas dan semua orang terdiam kembali. Dengan muka kelihatan marah
Raja Kelelawar atau Bit - bo - ong itu menoleh ke arah kuil dan terdengar suaranya
yang melengking tinggi."Siapa berani tidak berlutut kepadaku" Kalian yang berada di dalam kuil,
tidak lekas keluar ?" Raja Kelelawar lalu menggerakkan tangannya sambil melangkah mendekati kuil,
kedua tangannya mendorong dan terdengar suara keras ketika sebagian dari dinding kuil
tua itu ambruk menge-luarkan suara gemuruh dan debu mengebul ke atas! Tentu saja Pek kian dan
enam orang lainnya ter-kejut bukan main. Kiranya iblis itu telah mengeta-hui bahwa di dalam
kuil ada orangnya dan kalau tadi iblis itu tidak turun tangan adalah karena mengira bahwa
mereka juga anggauta dunia hitam. Setelah semua orang berlutut dan hanya mereka yang
bersembunyi itu saja yang tidak, agaknya barulah iblis itu tahu dan menegur.
Tentu saja tujuh orang yang bersembunyi di dalam menjadi terkejut dan karena
mereka tahu bahwa tempat persembunyian mereka telah diketahui orang, maka terpaksa
mereka lalu keluar dari pintu kuil, apa lagi karena sebagian tembok dan atap telah ambruk
dan tadi terpaksa mereka harus berloncatan menghindar dan kini mereka semua keluar.
Kwee Tiong Li yang biarpun masih lemah dari belum pulih kembali tenaganya,
merasa bahwa dialah yang menjadi pemimpin dan bertanggung jawab, cepat maju dan memberi
hormat kepada Bit - bo - ong atau Raja Kelelawar. "Harap locian-pwe sudi memafkan kami
yang tidak sengaja hendak mengintai. Kami hanya kebetulan berada di dalam kuil, lama
sebelum locianpwe dan para saudara datang berkumpul di luar kuil."
Sepasang mata Raja Kelelawar yang mencorong itu menyapu tujuh orang yang keluar
dari dalam kuil, alisnya berkerut dan jelas bahwa dia merasa tidak senang hatinya.
"Kenapa kalian bersembunyi dan tidak keluar ?" bentaknya.
"Maaf, locianpwe, kami merasa sebagai orang luar maka kami tidak berani
mengganggu" "Siapakah kalian ?"
"Kami...... kami hanya pelancong-pelancong yang kemalaman di sini
" Pemuda itu tidak mau memperkenalkan diri mereka.
"Dia itu Kim - suipoa !" Tiba-tiba berteriak seorang, di antara para penjahat
yang mengenal pendekar tua itu. "Dan itu dia Pek-bin-houw !" teriak seorang lain.
Mendengar disebutnya dua nama ini, tiba - tiba Raja Kelelawar tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha, kiranya hanya kaum pemberontak hina " Kalian sudah mengintai kami, harus mampus
semua!" Dan diapun lalu mendorongkan tangannya yang sakti ke arah Kwee Tiong Li! Pemuda
ini terkejut. Dia masih belum memperoleh kembali tenaganya dan sedapat mungkin dia meloncat ke
kiri untuk menghindarkan diri. Akan tetapi tetap saja angin pukulan itu menyambar dan
diapun terguling dan jatuh terduduk di bawah pohon depan kuil. Sambil tertawa Raja Kelelawar
melangkah dan hendak memukul, akan tetapi pada saat itu, Yang - ce Sam - lo tentu saja sudah meloncat
ke depan dan menyerangnya untuk menolong ketua rnereka.
"Dessss... !!" Raja Kelelawar mengibaskan tangannya menyambut mereka dan tiga
orang Yang - ce Sam - lo yang lihai itupun terlempar dan terbanting jatuh
semua ! "Manusia iblis!" Tiba - tiba Pek Lian sudah menerjang dengan pedangnya.
"Cringg......!" Pedang itu disampok oleh tangan Raja Kelelawar dan terlepas dari
pegangan Pek Lian, dan sebelum Pek Lian mampu mengelak, pergelangan tangan kanannya telah
dipegang oleh tangan kanan Raja Kelelawar ! Melihat ini, Kim-suipoa dan Pek - bin - houw
segera menerjang KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
ma-ju untuk menolong, akan tetapi Raja Kelelawar menggerakkan kakinya dan dua
orang itupun terlempar dan terbanting jauh !
"Heh-heh-heh, ternyata engkau cantik sekali lebih cantik dan manis dibandingkan
Maling Cantik. Ha-ha-ha, dan engkau masih perawan. Bagus...
!" Pek Lian yang dipegang pergelangan tangan kanannya meronta dan hendak memukul
dengan tangan kirinya, akan tetapi ketika dia bertemu pandang dengan iblis itu,
tiba - tiba kepalanya terasa pening dan tenaganya menjadi lemas dan habislah semangat
melawannya. Iblis itu menariknya dan agaknya hendak mencium, akan tetapi pada saat itu terdengar
suara ketawa perlahan dan lembut dari dalam kuil. Mendengar suara ketawa halus yang
mengandung getaran sampai terasa oleh jan-tungnya itu, Raja Kelelawar terkejut dan mengangkat muka
memandang. Tiba-tiba dari dalam kuil muncul seorang kakek berjenggot putih yang memegang
sebatang tongkat butut. Orang tua ini mengangkat tangan kirinya ke atas dan berkata
kepada Raja Kelelawar, "Heh - heh - heh, nama Raja Kelelawar terlalu besar dan gagah untuk dirusak oleh
perlakuan ren-dah terhadap seorang nona muda. Raja Kelelawar, kalau memang engkau gagah,
lepaskan nona muda itu !" Raja Kelelawar sejenak meragu dan dia me-mandang penuh perhatian. Seorang kakek
tua yang sederhana saja, dengan jubah seperti pertapa dan tubuhnya agak kecil, akan
tetapi ketika bertemu pandang mata dengan kakek itu, Bit - bo - ong baru ini terkejut melihat
Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sepasang mata tua itu berkilat - kilat sebagai pertanda bahwa kakek itu bukan orang
sembarangan. Dan kakek itu
memang cerdik, menantangnya untuk melepaskan gadis itu sebagai orang gagah
sehingga kalau tidak dilepas-kannya, sama saja mengakui bahwa dia bukan orang gagah! Maka
didorongnya Pek Lian sehingga gadis itu terjengkang, hampir menimpa tubuh Tiong Li yang masih
rebah di atas tanah.Kakek itu lalu berkata kepada Pek Lian, "Nona,
lekas bantu dia dan menjauhlah dari sini
" Pek Lian, dibantu oleh Yang-ce Sam-lo dan juga oleh dua orang gurunya yang sudah
datang Mendekat, lalu memapah Tiong Li menjauhi Raja Kelelawar yang kini sama sekali
tidak lagi memperdulikan mereka, melainkan menghadapi kakek bertongkat itu dengan sinar
mata tajam. Dia tahu bahwa kakek ini adalah orang yang pandai sekali dan dia dapat menduga
bahwa sekali ini dia akan menghadapi lawan yang amat tangguh. Dia sama sekali tidak merasa
gentar. Tidak ada apapun di dunia ini yang dapat membuatnya merasa takut. Akan tetapi, di depan
semua tokoh sesat di mana baru saja dia diangkat sebagai raja - di - raja, dia harus dapat
cepat menundukkan orang ini yang dianggap sebagai musuh pertama yang melintang di jalan. Kalau
tidak, hal itu tentu akan menurunkan martabatnya yang telah terangkat tinggi sejak kemunculannya
tadi. "Orang tua, dengarlah baik - baik. Kalau engkau bisa menandingi ilmuku, maka
tujuh orang itu akan kubebaskan. Kalau engkau tidak mampu, mereka semua dan engkau juga akan
kubunuh di sini!" Suara yang melengking tinggi itu terdengar mengerikan sekali.
Mendengar ini, Tiong Li, Pek Lian dan lima orang tua terkejut bukan main. Mereka
kini dapat menduga bahwa suara batuk - batuk yang pernah mereka dengar tanpa melihat
orangnya, tentulah kakek bertongkat ini yang melakukannya, untuk memberi peringatan kepada
mereka akan bahaya yang mengancam dari para orang sesat yang berkumpul di luar kuil.
Akan tetapi kakek itu nampak tenang - te?an saja bahkan lalu terkekeh, kelihatan
girang sekali "Heh - heh, benarkah begitu " Ah, terima kasih terima kasih ! Akan
tetapi, kalau engkau meman benar keturunan Raja Kelelawar, ilmu yang mana kah yang harus kutandingi "
Sejak muda suda' kudengar bahwa Raja Kelelawar memiliki beberap ilmu simpanan yang
diandalkan, yaitu antara lain Ilmu Bu - eng Hwee - teng (Loncat Terbang Tanp Bayangan) yang
merupakan ginkang yang ama hebat, Ilmu Kim - liong Sin - kun (Silat Sakti Nag Emas) yang merupakan
ilmu silat yang amat ting gi mutunya, dan Ilmu Pat - hong Sin - ciang (Ta ngan Sakti Delapan
Penjuru) yang merupakan ga bungan sinkang dan sihir! Yang manakah di anta ranya yang harus
kuhadapi " Kalau harus mengha dapi semuanya, wah, wah, terus terang saja ak yang tua ini
tidak akan mampu menandinginya ! KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Mendengar ucapan itu, Raja Kelelawar meras bangga dan girang sekali karena
ucapan itu mengandung pujian- pujian terhadap ilmu - ilmunya yang didengarkan oleh sekian
banyaknya oran sehingga derajatnya makin menaik. Akan tetapi diapun sadar bahwa kakek
bertongkat yang tela mengenal ilmu - ilmu simpanan dari perguruannya ini jelas adalah seorang
yang amat lihai. Dia harus berhati - hati. Orang selihai ini tidak boleh dihadapi! dengan
sembrono. Kalau sampai dia
dikalahkan di depan semua anak buahnya, tentu namanya akan runtuh. Dan diapun
tidak mempunyai permus -hal terlewat- uandang dengan hati diliputi ketegangan, terutama sekali Pek Lian dan kawan-
kawannya yang mengerti bahwa nyawa mereka seolah - olah tergantung kepada kakek
bertongkat itu! "Hemmm kalau aku harus melayani ilmumu Pat-hong Sin-ciang, tentu saja aku akan
kalah karena aku sudah tua dan sudah puluhan tahun tak pernah berkelahi. Kalau
melawan Kim- liong Sin-kun, biarpun aku tidak akan kalah akan tetapi akupun sukar untuk bisa
menang. Maka biarlahaku akan mencoba ilmu kesaktian Raja Kelelawar yang pertama tadi, yaitu
Bu-eng Hwee- teng yang kabarnya hebat sekali itu."
Semua orang, terutama sekali Tiong Li dan ka-wan- kawannya, terkejut bukan main
mendengar ucapan kakek itu. Bahkan di antara para tokoh sesat yang hadir di
situ, ada yang tertawa ce-kikikan. "Kek-kek-kek ! Tua bangka ini sudah bosan hidup !" Jai-hwa Toat-beng-kwi
terkekeh dan mengejek. "Hi-hik, biar melawankupun takkan menang apa lagi mengadu ginkang melawan ong-
ya," kata Pek-pi Siauw-kwi si Maling Cantik.
Kaum sesat adalah orang - orang yang tidak memperdulikan kesopanan dan tidak
menghirau-kan peraturan, maka biarpun mereka itu amat ta-kut dan takluk terhadap
Bit - bo - ong si Raja Kelelawar, namun tetap saja mereka itu bersikap sembarangan dan
tidak memakai aturan. Dan Pek-pi Siauw - kwi si Maling Cantik sudah menyebut-nya ong - ya,
sebutan untuk raja, pangeran atau juga biasanya untuk menyebut "raja" di antara mereka.
Sebutan yang sifatnya menjilat, bukan penghormatan dan penjilatan mengandung rasa takut.
Memang pilihan kakek itu amat menggelikan di samping mengejutkan. Hanya orang
yang miring otaknya sajalah yang untuk mengadu ilmu mela-wan Raja Kelelawar memilih
adu ilmu ginkang. Sama saja dengan bunuh diri, seperti ular mencari penggebuk. Seluruh
dunia sudah mendengar bahwa di antara sekian banyak ilmunya yang mujijat, il-mu meringankan
tubuh inilah justeru yang sangat diandalkan dan dibanggakan oleh mendiang Raja Kelelawar tua
dahulu dan ilmu itu telah meng-angkat namanya setinggi langit. Dunia kang - ouw menganggap
bahwa sukar dicari orang yang akan mampu menandingi Bu - eng Hwee - teng, ilmu "terbang"
dari raja datuk kaum sesat itu. Sebaliknya, ilmunya yang lain, ilmu silatnya dan ilmu
sinkangnya, masih dapat ditandingi oleh para tokoh kang-ouw yang sakti. Dan sekarang, kakek itu memilih
ilmu yang hebat itu untuk menandinginya. Gilakah kakek ini " Ataukah memang disengaja untuk
menguji kebenaran pengakuan iblis hitam itu bahwa dia benar - benar keturunan mendiang
manusia iblis Raja Kelelawar " Si iblis itu sendiri juga merasa amat heran dan terkejut. Dia memandang bimbang.
Benarkah ka-kek ini ingin menghadapi ilmu ginkangnya yang tak pernah bertemu tanding
itu " Semenjak dia mempelajari ilmu warisan dari Baja Kelelawar, justeru ilmu itulah yang
dipelajarinya secara sem-
purna karena dia tahu bahwa ilmu ginkang Bu-eng Hwee - teng itu sukar dicari
bandingannya di dunia persilatan. Apakah kakek ini sudah putus asa ataukah gila, ataukah justeru
orang ini malah merasa yakin akan dapat mengatasi ilmu itu " Sia-pakah orang ini " Dia harus
waspada karena pilihan yang aneh ini menimbulkan kecurigaan dan mungkin saja mengandung sesuatu
di dalamnya. Bagaimanapun juga, dia amat percaya akan kemampuannya sendiri dalam
hal ginkang dan selama ini belum pernah ada orang yang mampu menandingi ilmunya.
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Kakek itu sendiri, seorang kakek sederhana saja, agaknya maklum bahwa lawannya
merasa bimbang atau memandang rendah dan semua orang men-tertawakan dirinya, maka
diapun tertawa sambil mengangkat muka memandang ke langit.
"Ha - ha - ha - ha ! Kenapa kalian semua heran! mendengar aku ingin menghadapi
Bu - eng Hwee-teng, ilmu yang amat tersohor dari mendiang Raja Kelelawar... eh, yang lama
itu " Dengarlah kalian semua, aku sejak kecil pertama kali mempelajari ilmu silat
adalah tentang ginkang ini. Sebelum belajar silat yang lain aku lebih dulu belajar ilmu
meringankan tubuh! Ini penting sekali, karena aku dapat berlari cepat dan kalau kalah berkelahi, aku
dapat mengandalkan ginkang ini untuk melari-kan diri dan aman ! Ha - ha - ha !"
Semua orang tertawa, mentertawakan kakek pikun yang mereka anggap sudah t;dak
waras otak-nya ini. Melihat suasana yang tadinya begitu ter-pengaruh oleh kehadirannya
sehingga semua orang nampak serius dan takut kini menjadi hambar oleh suara ketawa mereka
karena ulah kakek ini, Raja Kelelawar menjadi marah. Dengan angkuh dia berkata, "Kakek
pikun, menghadapi ilmuku Bu-eng Hwee - teng, engkau tidak usah memenangkan, asal dapat melayaninya
saja cukuplah sudah. Kalau dapat menandingi saja, engkau boleh membawa pergi tujuh
orang itu." "Heh - heh, benarkah itu " Heii, dengarlah semua saudara golongan hitam!
Pemimpin baru kalian sudah berjanji dan biarpun golongan hitam, janji seorang pemimpin selalu
harus dipegang teguh sebagai lambang kekuasaannya, karena hanya anjing rendah sajalah yang
menjilat ludahnya sendiri yang sudah dikeluarkan. Terima kasih, marilah kita mulai. Eh,
bagaimana aku harus menandingi ginkang Bu - eng Hwee - teng yang amat hebat itu ?"
Dengan suara yang tetap bernada tinggi, iblis berpakaian serba hitamitu berkata,
"Ginkang mem-punyai dua manfaat, yaitu untuk berlari cepat dan untuk bergerak cepat dalam
perkelahian. Nah, kita pertandingkan keduanya. Pertama - tama, kita berlumba menaruh dua buah
batu ini ke atas puncak bukit di depan sana. Siapa yang kembali ke sini lebih dulu, dia
menang." "Batu - batu ini ?" Kakek itu menudingkan tongkatnya kepada dua buah batu
sebesar perut kerbau yang berada di dekat tempat itu, di depan kuil. "Wah, tentu berat
sekali." "Orang yang berani menandingi Bu - eng Hwee-teng tentu tidak sukar membawa batu
itu!" Tiba-tiba terdengar suara seorang di antara para tokoh kaum sesat itu.
Kakek itu mengangguk - angguk. "Biarlah, biar kucoba tenaga tubuhku yang sudah
rapuh ini. Baik, aku setuju. Dan bagaimana dengan pertandingan ke dua " Ingat, aku
tidak menantangmu untuk berkelahi!"
"Tidak perlu berkelahi. Untuk pertandingan ke dua, kita masing-masing memakai
sebatang daun pada lubang kancing baju dan kita saling berlumba mengambil daun itu dari
tubuh lawan. Siapa yang kalah dulu dia kalah."
"Heh-heh-heh, bagus sekali permainan itu. Aku setuju ! Hayo kita mulai saja
sekarang!" kata kakek bertongkat butut itu sambil mengangguk-angguk setuju.
Tanpa banyak cakap lagi iblis hitam itu lalu menghampiri dua buah batu. dan
sengaja dia memilih batu yang lebih besar dan sekali kaki kirinya bergerak menendang, batu
sebesar perut kerbau itu seperti sebuah bola karet yang ringan saja me-lambung ke atas dan
diterima oleh tangan kirinya yang menyangganya di atas pundak kiri. Begitu mudahnya!
"Bersiaplah membawa batumu !" katanya kepada kakek itu di bawah tepuk sorak para
tokoh kaum sesat yang memuji kehebatan tenaga si iblis hitam itu, walaupun banyak di
antara mereka yang akan sanggup melakukan hal seperti itu.
Kakek itu memandang dengan mata terbelalak, seperti orang terkejut. "Wah, aku
yang tua mana sanggup menggunakan tanganku yang sudah lemah ini untuk mengangkat batu
sebesar itu " Biar kuminta tolong tongkatku. Hei, tongkat tua, tolonglah aku sekali ini!"
Dan tongkatnya itu lalu ditu- sukkan ke arah batu yang sebuah lagi dan "crokkk !" seperti sumpit menusuk ta-hu
saja, tongkat itu amblas memasuki batu itu dan ketika diangkatnya, maka kini kakek itu
memanggul tongkat yang ujungnya sudah menusuk batu! Tentu saja semua orang melongo
menyaksikan ini dan diam - diam si iblis hitam juga terkejut. Kiranya kakek ini memiliki tenaga
dalam yang demikian kuatnya sehingga disalurkan melalui tongkat, dapat membuat tongkat itu
menusuk batu seperti menusuk benda lunak saja. Karena tidak mau kalah membuat kesan, diapun
mengeluarkan suara mendengus dari hidungnya, lalu tiba - tiba saja batu yang disangga tangan
kiri itu KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
dilontarkannya ke atas dan ketika batu itu meluncur turun ke arah kepalanya,
Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
iblis hitam ini menggunakan tangan kiri yang jari - jarinya diluruskan dan dibuka.
"Crokkk!" Tangan itu amblas memasuki batu sampai dekat siku ! Tentu saja semua
orang ber-sorak memuji. Kalau kakek itu menusuk batu dengan tongkat, sekarang si iblis
hitam yang menjadi pemimpin mereka itu menusuk batu dengan tangan Degitu saja seolah - olah
tangan itu telah berobah menjadi golok tajam runcing dan batu itu berobah lunak sekali!
"Kakek yang nekat, mari kita mulai. Ingat, kita berlumba meletakkan batu ini di
puncak bukit sana itu, lalu kembali ke sini. Kuhitung sampai tiga. Satu... dua... tiga!" Dau
orang hanya melihat dua bayangan berkelebat dan tahu-tahu dua orang itu lenyap dari tempat mereka
berdiri seperti dua setan yang menghilang saja! Tentu saja semua orang terkejut dan melihat
betapa orang - orang yang memiliki kepandaian tertinggi di antara mereka seperti si Buaya Sakti
dan si Ha-rimau Gunung memandang ke satu arah, mereka-pun ikut-ikut memandang dan dapat
dibayang-kan betapa kagum rasa hati mereka melihat di titik hitam "terbang" menuju ke puncak
bukit di depan ! Kehebatan ilmu ginkang dari Raja Kelelawar telah menjadi semacam dongeng, karena
Raja Ke-lelawar telah meninggal dunia puluhan tahun yang lalu. Dan sekarang muncul
seorang keturunan yang menguasai semua ilmu - ilmunya, termasuk ilmu ginkang luar biasa
itu. Memang jarang ada orang yang sanggup menandingi ginkang dari Raja Kelelawar, karena
kalau para ahli yang lain hanya mengandalkan kemampuan tubuh latihan dan kekuatan dalam, Raja
Kelelawar mempunyai rahasia-rahasia yang tidak diketahui orang lain. Ada alat-alat rahasia
yang dipakainya, yang membantunya dapat berlari seperti terbang dan bergerak amat lincahnya. Alat
- alat rahasia itu sebagian tersem-bunyi di dalam jubahnya, dan juga di sepatunya yang membuat
kakinya seperti menginjak pegas yang dapat membuatnya memantul.
Iblis berpakaian hitam itu dapat menduga akan kelihaian kakek yang menantangnya
maka diapun mengerahkan seluruh kemampuannya sehingga tubuhnya bagaikan terbang saja.
Dia terkejut melihat betapa kadang - kadang ada bayangan berkelebat di dekatnya, dan
tahulah dia bahwa kakek itu benar - benar amat luar biasa, dapat menyamai kecepatan
gerakannya. Dan dia menjadi semakin penasaran dan terheran - heran ketika dia meletakkan batu besar
itu di puncak bukit, diapun melihat batu yang tadi dibawa oleh kakek itu telah berada di
situ ! Maka diapun tidak mau menengok lagi ke sana - sini, melainkan "tancap gas" dan ngebut, secepat
mungkin dia terbang menuruni puncak bukit! Ketika dia tiba di situ, terdengar sorak-sorai
dan tepuk tangan para "anak buahnya" menyambutnya. Baja Kelelawar menjadi girang sekali dan
merasa menang, akan tetapi dia mendengar suara terkekeh dan ternyata kakek itupun sudah berada
di situ, agaknya bersamaan waktunya dengan dia ! Jantung Baja Kelelawar terasa berdebar
dan perutnya panas. Dia merasa ditantang benar-benar ! Jelaslah bahwa biarpun kakek ini tidak
dapat dikatakan menang atau mendahuluinya, akan tetapi setidaknya dapat menyamainya !
"Bagus, sekarang pertandingan ke dua kita mu-lai," katanya dengan suaranya yang
melengking tinggi. "Pertandingan pertama masih belum dapat menentukan siapa
menang siapa kalah !" Berkata demikian, sekali menggerakkan tubuhnya, si iblis hitam telah
lenyap dari situ dan sebelum semua orang hilang Kagetnya, tubuhnya sudah melayang turun dari atas
pohon dan tangannya membawa dua tangkai daun. Dia memberikan setangkai kepada kakek, itu
dan memasukkan yang setangkai lagi ke lubang kancing bajunya.
Kakek itupun sambil tersenyum dan terkekeh memasukkan tangkai daun ke lubang
kancingnya, lalu menghadapi Raja Kelelawar sambil berkata, "Bu - eng Hwee - teng
memang hebat bukan main ! Akan tetapi hendaknya diingat bahwa kita tidak sedang
berkelahi, melainkan mempergunakan kecepatan gerakan untuk saling merampas daun, Maka, kita berdua
cukup mengerti banwa tidak dipergunakan pukulan dan tangkisan dalam lumba ini,
melainkan hanya usaha merampas daun dan pengelakan untuk menyelamatkan daun, jadi sepenuhnya
menggunakan kecepatan gerakan. Begitu, bukan ?"
Si iblis hitam mengangguk. "Begitulah, dan mari kita mulai!" Berkata demikian,
tiba-tiba iblis hitam sudah menggerakkan tangannya, cepat sekali, menyambar ke arah dada
kakek itu. "Eeiiiittt, luput !" Si kakek sudah mengelak de-ngan kecepatan yang tak terduga-
duga sehingga tubuhnya seperti menghilang saja. Selanjutnya, semua orang melihat
betapa tubuh dua orang itu benar - benar lenyap bentuknya, yang nampak ha-nya bayangan
berkelebatan sedemikian cepatnya sehingga sukar untuk dapat diikuti dengan pandang mata!
Bahkan para KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
tokoh kaum sesat yang sudah tinggi ilmunya menjadi pening dan silau mpnyaksikan
gerakan dua tubuh itu dan kadang-kadang bayangan itu seperti menjadi satu, kadang-kadang
saling kejar akan tetapi tidak dapat dibe-dakan siapa yang dikejar dan siapa yang mengejar. Bukan
main hebatnya permainan kejar - kejaran saling memperebutkan daun ini sehingga seperempat jam
lewat sudah, dan semua orang memandang dengan penuh ketegangan. Dua orang yang sedang
berlumba itu sendiripun menjadi kagum bukan main karena sampai sekian lamanya, belum juga
mereka mampu merampas daun. Iblis sakti itu mengeluarkan suara melengking nyaring karena
penasaran. Sungguh di luar dugaannya bahwa dia akan bertemu dengan seorang kakek yang mampu
menandinginya! Dan kakek ini keluar pada saat dia memperkenalkan diri kepada
dunia lagi! Tiba - tiba kakek itu mengeluarkan seruan kaget karena kini tangan yang
mencengkeram ke arah daun itu membalik ke arah lehernya dengan totokan maut! Akan tetapi, kakek
ini memang sudah bersiap-siap, maklum akan curang dan kotornya watak seorang dari dunia
hitam. Cenat dia mengelak dan pada saat itu, daun di lubang kancingnya telah kena dirampas! Si
iblis hitam meloncat ke belakang dan mengangkat tinggi-tinggi daun itu di atas kepalanya.
"Hemm, daunmu telah dapat kuambil!" katanya dan semua tokoh sesat bersorak
menyambut kemenangan ini. Akan tetapi tanpa dilihat siapa-pun, kakek itu membuka tangannya
dan melihat sebuah kancing hitam di telapak tangan kakek itu. Raja Kelelawar terbelalak.
Itulah kancingnya, kancing jubahnya! Kalau kancing jubahnya saja dapat diambil kakek itu, apa lagi
daunnya. Senga- ja kakek itu tidak mau mengambilnya dan sengaja kakek itu mengalah! Iblis hitam
itu adalah seorang yang tingkatnya sudah tinggi sekali, maka diapun maklum bahwa lawan
telah mengalah dan memberi muka terang kepadanya. Hal ini berarti bahwa biarpun kakek itu lihai
dan mampu meng-atasinya, namun kakek itu tidak berniat buruk dari hanya ingin
menyelamatkan tujuh orang
itu saja Maka diapun lalu membuang daun itu dan berka-ta, suaranya melengking
nyaring. "Sudahlah ! Betapapun juga, ilmu kepandaian mu hebat dan sudah lebih dari cukup
untuk membiarkan engkau membawa pergi tujuh orang itu !" Semua tokoh sesat merasa
heran karena tadinya mereka mengira bahwa Raja Kelelawar tentu akan membunuh kakek itu
bersama tujuh orang lainnya Akan tetapi tidak ada seorangpun di antara mereka yang berani
membantah. Kakek itupun membungkuk - bungkuk dan tertawa. "Ahh, ternyata Raja Kelelawar
seperti hidup kembali! Kebesarannya sungguh hebat, sesuai dengan perbuatannya dan
kegagahannya. Terima kasih, sobat!" Kakek itupun menghampiri Pek Lian dan teman - temannya,
lalu berkata. "Orang telah bersikap lunak kepada kita, tidak lekas pergi mau tunggu apa
lagi ?" Tujuh orang itu tidak menjawab hanya melangkah pergi meninggalkan tempat itu.
Ketika kakek itu hendak pergi juga, tiba-tiba Raja Kelelawar bertanya, suaranya
melengking, membuat Pek Lian dan kawan - kawannya terkejut dan merekapun menghentikan langkah dan
menengok, siap menghadapi segala kemungkinan. Hal macam apa saja dapat dilakukan oleh
orang - orang dari dunia hitam! Akan tetapi, ternyata Raja Kelelawar itu hanya bertanya kepada kakek itu dengan
suara mengandung geram, "Kakek, siapakah engkau sebenarnya ?"
Kakek itu mencoret - coret tanah dengan ujung tongkat bututnya dan menarik napas
panjang ber-ulang - ulang sebelum menjawab. "Aihh, belasan tahun hidup aman
tenteram penuh damai di puncak gunung, siapa kira hari ini terpaksa terjun ke dalam kekeruhan
dunia. Dan tidak nyana sama sekali bahwa mendiang Raja Kelelawar benar-benar telah mempunyai
seorang pewaris sepertimu ini. Sungguh mengagumkan. Terus terang saja, selama hidupku,
baru sekali ini aku mengalami bertemu tanding yang membuatku kewalahan dalam ilmu ginkang.
Padahal, aku mengira bahwa aku telah mewarisi semua kemampuan mendiang guruku yang terkenal,
dengan julukan Bu - eng Sin - yok-ong (Si Raja Tabib Sakti Tanpa Bayangan)." Kakek itu
menarik napas panjang lagi dan memandang kagum kepada iblis berpakaian hitam itu.
Semua orang terkejut mendengar ucapan kakek itu. Nama Si Raja Tabib Sakti amat
terkenal, seperti tokoh dongeng yang sama terkenalnya dengan nama Raja Kelelawar, di jaman
dahulu. Juga Pek Lian dan kawan-kawannya memandang heran. Mereka teringat akan keluarga
Bu, keturunan dari Raja Tabib Sakti pula, keturunan murid pertama manusia sakti itu.
Juga mereka pernah bertemu dengan murid - murid ketua iblis berambut riap-riapan yang
jubahnya bergambar naga, sebagai keturunan murid ke dua si Raja Tabib Sakti. Jadi inikah murid, ke
tiga Raja Tabib KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Sakti yang dikabarkan mewarisi ginkang dari manusia sakti itu " Pantas
ginkangnya demikian hebatnya ! Timbul dalam hati Ho Pek Lian untuk mence-ritakan semua yang telah dialaminya di
rumah ke-luarga Bu, tentang perebutan kitab pusaka pening-galan Raja Tabib Sakti, maka
iapun melanjutkan langkahnya diikuti oleh kawan-kawannya mening-galkan tempat itu.
"Heh - heh - heh, selamat tinggal, Raja Kelelawar, atau engkau hendak
mempergunakan julukan lain ?" kata kakek itu kepada si iblis hitam.
"Tidak ! Aku tetap memakai nama Bit - bo - ong si Baja Kelelawar untuk
melanjutkan nama besar dari nenek moyangku dan mempersatukan semua sahabat di dunia kang - ouw
dan liok - lim." "Bagus, Raja Kelelawar, selamat tinggal dan sampai jumpa pula."
'Selamat jalan, dan dalam perjumpaan lain kali, bagaimanapun juga aku tidak akan
melepaskan engkau begitu saja!" kata si Raja Kelelawar dengan sikap angkuh untuk
meyakinkan hati para pengikutnya bahwa dia "lebih unggul" dari pada kakek itu, walaupun di
dalam hatinya dia mengakui bahwa ginkangnya masih setingkat kalah oleh kakek itu.
Setelah kakek itu pergi pula mengikuti rom-bongan Pek Lian, si Raja Kelelawar
lalu melanjut- kan pertemuannya dengan para tokoh sesat. Dengan suaranya yang melengking tinggi
dan penuh wibawa dia lalu berkata kepada dua di antara Sam - ok yang hadir, yaitu Sin - go
Mo Kai Ci dan San - hek - houw, "Kalian berdua telah datang dan menyambutku. Itu bagus sekali
dan biarlah kalian menjadi pembantu - pembantuku di bidang masing-masing. Akan tetapi
mengapa Tung - hai - tiauw tidak muncul di sini ?"
Setelah berkata demikian, iblis hitam itu me-mandang ke sekeliling, seolah -
olah hendak mencari orang pertama dari Sam - ok itu di sekitar tempat itu. Suasana menjadi
tegang dan semua orang memandang kepada iblis itu dengan rasa takut, khawatir kalau - kalau
raja mereka itu marah. Akhirnya San - hek - houw memberanikan diri menjawab, "Ong - ya, kami semua
tidak tahu mengapa dia tidak muncul, mungkin saja terhalang sesuatu."
"Selidiki tentang dia!" kata raja datuk sesat itu. "Kalau dia memang sengaja
tidak memenuhi panggilanku, kalian berdua bunuh dia dan bawa kepalanya di depanku ! Akan tetapi
kalau memang terhalang sesuatu, bantu dia, kemudian ajak dia bersama - sama menghadap
padaku." "Akan tetapi, ong - ya, kalau kami sudah bertemu dengan Tung - hai - tiauw, ke
Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
manakah kami harus pergi untuk dapat menghadapmu ?" tanya Sin - go Mo Kai Ci.
"Datang saja ke kuil ini!" jawab sang raja sing-kat. "Akan ada wakilku di
manapun kalian kehendaki untuk menghadapku. Tandanya adalah kele-lawar itu. Di mana ada
kelelawar itu, maka di situ akan terdapat seorang wakilku. Dan kalau kalian ingin langsung
menghadapku, dapat kalian
pergi ke kota raja."
"Kota raja......?" Tentu saja dua orang raja kecil kaum sesat itu terkejut
sekali. Tentu saja mereka terkejut karena kota raja merupakan tempat terakhir yang ingin mereka
kunjungi, tempat yang amat berbahaya karena di kota raja terdapat petugas - petugas keamanan yang
berilmu tinggi dan merupakan tempat paling tidak aman bagi penjahat - penjahat yang
menjadi tokoh besar dan mudah dikenal orang.
"Ya, di kota raja. Di belakang istana kaisar terdapat sebuah kuil kecil.
Datanglah ke sana, katakan kepada hwesio penjaga kuil bahwa kalian ingin menghadapku, dan kalau aku
kebetulan berada di kota raja, aku akan datang. Seandainya aku tidak sedang berada di
sana, dapat kalian meninggalkan pesan kepada hwesio di situ."
"Tapi, ong-ya..." San-hek-houw berkata.
"Jangan bantah! Tidak ada orang yang berani menggangguku di sana! Cukup, aku
hendak pergi sekarang." Akan tetapi dia tidak melangkah pergi, melain-kan memandang ke sekeliling,
kepada mereka semua. "Tidak tahukah kalian bagaimana caranya menyambut dan mengantar kepergian
Raja Kelelawar, pemimpin besar kalian ?""
Semua orang terkejut dan dua orang raja kecil kaum sesat itu lalu membungkuk
dengan dalam, tidak berani memandang. Semua orang mengikuti gerakan mereka. Terdengar
suara melengking tinggi yang dibalas oleh lengking suara kelelawar besar yang tadi
bergantung pada KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
pohon, lalu terasa oleh mereka angin menyambar. Kemudian sunyi. Setelah beberapa
lamanya dan mereka mengangkat muka, ternyata iblis berpakaian hitam itu telah lenyap
dari tempat itu ! Maka kini meledaklah suara berisik di antara mereka, membicarakan pemimpin
mereka itu. Dan rata - rata mereka merasa gembira sekali karena kalau keturunan Raja
Kelelawar ini seperti pada jamannya dahulu, maka dunia hitam akan bangkit dan menjadi jaya! Para
pendekar tidak akan sem-barangan berani menindas mereka, bahkan peme-rintahpun akan bersikap
lunak. Dan dua orang "raja kecil" yang tadinya hampir saja saling serang itu kini hanya
dapat saling pandang, merasa seo-lah - olah ada kekuasaan lain yang mengamati mereka dan merekapun
tidak berani berkutik. Mereka merasa seperti seekor harimau yang dicabuti ca-karnya, tidak
berani lagi merajalela memperlihat-kan kekuasaan. Betapapun juga, mereka tidak merasa
menyesal karena mereka maklum bahwa dengan munculnya seorang datuk besar seperti Raja Kelelawar
itu, kedudukan mereka malah lebih terjamin. Apa lagi sebagai pembantu - pembantu raja
datuk itu ! Kemunculan kakek yang mengaku sebagai murid Raja Tabib Sakti saja tentu sudah
membuat mereka semua ketakutan dan mungkin saja celaka di tangan orang sakti itu kalau
saja di situ tidak ada Raja Kelelawar! Maka mereka me-rasa terlindung dan Si Buaya Sakti tiba-tiba
ber-teriak, "Hidup Bit-bo-ong pemimpin kita !" Dan semua orangpun lalu menyambutnya dengan
sorakan yang sama sampai berkali - kali sebelum mereka bubar dengan kacau seperti biasa
menjadi watak mereka yang tak pernah dapat tertib.
*** Tujuh orang itu menuruni bukit bersama kakek yang masih berjalan tertatih -
tatih dibantu tong-katnya. Tidak ada seorangpun di antara mereka yang mengeluarkan kata-kata
ketika mereka menuruni bukit itu, meninggalkan kuil kuno yang kini menjadi tempat mengerikan.
Mereka semua merasa seolah - olah mata Raja Kelelawar mengikuti mereka sehingga membuat hati
terasa tegang dan tidak enak. Akhirnya, kesunyian yang amat mencekam itu dipecahkan
oleh si kakek sakti yang terkekeh. "Heh - heh - heh, sejak dahulu nama Raja Kele-lawar selalu mendatangkan perasaan
menyeramkan. Sudah lama meninggalkan dunia, tahu-tahu kini muncul lagi dan aku
berani bertaruh bahwa Raja Kelelawar yang sekarang ini tidak kalah lihainya oleh Raja
Kelelawar yang tua dan yang sudah tidak ada lagi itu. Sungguh berbahaya!" Kakek itu berhenti
melangkah dan tujuh orang itupun Menghentikan langkah mereka. Kini mereka telah tiba di kaki
bukit, sudah jauh dari kuil itu. Melihat kakek itu duduk di tepi jalan kecil, di atas akar pohon
yang menonjol keluar dari permukaan bumi, tujuh orang itu saling pandang lalu merekapun semua duduk
menghadapi kakek itu. Bagaimanapun juga, kakek ini telah menyelamatkan nyawa mere-ka dari
ancaman tangan maut Raja Kelelawar. Mereka maklum bahwa mereka semua sudah pasti akan
mati kalau tidak ada kakek itu. Baru Raja Kelelawar sendiri saja sudah demikian lihainya
sedangkan ketua Lembah Yang - ce, Kwee Tiong Li, masih dalam keadaan lemah, walaupun sean-dainya
dia dalam keadaan sehat sekalipun dia bu-kanlah lawan Raja Kelelawar. Selain merasa ber-
hutang budi dan nyawa, juga mereka semua ingin bicara dengan kakek ini, menceritakan pertemuan
mereka dengan keluarga Bu yang kemudian meli-hat keluarga Bu tertimpa malapetaka
sedangkan keluarga itu masih ada hubungan dekat dengan ka-kek ini, masih sekeluarga
perguruan. Juga, mereka maklum bahwa kakek ini adalah seorang sakti yang menentang kejahatan dan
kelaliman, maka ada ba-iknya kalau mereka "mendekati" orang sakti ini agar kelak dapat
membantu mereka menentang kelaliman kaisar dan kaki tangannya.
Tanpa menanti kakek itu mengeluarkan suara Kwee Tiong Li lalu mewakili teman -
temannya memperkenalkan diri sambil memberi hormat, "Lo-cianpwe, setelah menerima budi
pertolongan locian-pwe sehingga kami semua masih dapat hidup sam-pai saat ini,
perkenankanlah kami memperkenal-kan diri kepada locianpwe."
Kakek itu mengangkat tangannya ke atas sambil tertawa. "Heh-heh, jangan kecewa,
aku sudah mengenalmu, orang muda. Engkau adalah ketua Lembah Yang-ce, memimpin para
pendekar yang sedang melawan kekuasaan kaisar dan namamu Kwee Tiong Li, engkau murid dari
pendekar Chu pemimpin besar para pemberontak, bukan ?"
Tiong Li mengangguk dan memandang kagum. Kakek itu tidak perduli lalu menoleh
kepada tiga orang kakek pembantunya. "Dan kalian ini yang disebut Yang-ce Sam-lo,
pembantu ketua Lembah Yang - ce." KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
"Locianpwe sungguh berpengetahuan luas dan berpemandangan tajam," puji seorang
di antara Yang - ce Sam - lo.
Kembali kakek itu tertawa, ketawanya polos. "Heh - heh, orang yang tahu bukan
merupakan hal yang patut dibanggakan. Kalau sudah mendengar dari orang lain, tentu saja
tahu, apa sih hebatnya " Aku mendengar nama para pimpinan Lembah Yang - ce dari anak buah
Lembah Yang - ce sendiri." Mendengar ini, giranglah hati Tiong Li. "Ah, kiranya locianpwe yang telah
menolong para saudara kami pula " Di manakah mereka sekarang, locianpwe ?"
"Tidak jauh dari sini, di sebuah pondok tua kosong di dalam hutan kecil.
Terpaksa kusembunyi-kan di situ karena aku tahu betapa bahayanya kalau mereka berkumpul
di dalam kuil itu lalu bertemu dengan para tokoh sesat yang mengadakan pertemuan. Akan tetapi
harap kalian maafkan aku. Orang-orang Lembah Yang-ce itu agaknya sudah terbiasa dengan
kekerasan dan selalu mencurigai orang. Mereka tidak percaya kepadaku dan terpaksa aku harus
menotok roboh mereka dan membawa mereka turun bukit ke hutan itu. Maaf !"
"Ah, kami yang sepatutnya minta maaf kepada locianpwe bahwa para saudara kami
itu mencurigai maksud baik locianpwe."
"Dan nona ini siapakah " Juga dua orang sauda-ra yang gagah ini " Apakah juga
tokoh - tokoh Lembah Yang - ce ?" tanya kakek itu sambil me-mandang kepada Pek Lian dan
dua orang gurunya dengan penuh perhatian, terutama sekali kepada Pek Lian kakek itu
memandang dengan sinar mata tajam penuh selidik.
Tiong Li lalu memperkenalkan Pek Lian dan dua orang gurunya sebagai rekan -
rekan patriot yang menentang kelaliman kaisar. "Nona Ho Pek Lian ini adalah puteri
dari Menteri Ho Ki Liong yang telah ditangkap oleh kaisar dan yang namanya menggemparkan seluruh
dunia orang gagah itu." Kakek itu mengerutkan alisnya. "Aku pernah mendengar akan nama besar menteri
kebudayaan itu. Bukankah kabarnya beliau itu menentang pembakaran kitab - kitab
Guru Besar Khong Cu yang dilakukan oleh kaki tangan kaisar " Apa yang terjadi dengan dia "
Mengapa seorang pejabat tinggi yang demikian baiknya malah ditangkap oleh kaisar ?"
Tiong Li memandang kepada Kim-suipoa dan berkata, "Kiranya Tan - lo - enghiong
yang dapat berceritera lebih jelas mengenai hal itu, atau nona Ho sendiri."
Ho Pek Lian lalu menceritakan tentang keadaan ayahnya, betapa ayahnya menentang
keputusan kaisar yang dianggapnya keterlaluan dan merusak kebudayaan itu, yaitu
menentang pembakaran kitab - kitab yang dianggapnya sebagai kitab - kitab kesusasteraan
dan kitab - kitab yang menjadi pe-gangan seluruh rakyat tentang cara hidup tata su-sila mereka.
Pada waktu itu, biarpun pelajaran dari Nabi Khong - cu masih belum dianggap sebagai suatu agama
dan Nabi Khong - cu sendiri disebut sebagai seorang Guru Besar, namun pelajarannya banyak
dianut oleh rakyat sebagai pedoman hidup mereka. Setelah Pek Lian selesai bercerita tentang
ayahnya yang ditangkap oleh kaisar, tentu saja karena hasutan - hasutan pembesar - pembesar
lalim dan penjilat, Kim - suipoa dan Pek-bin-houw juga menceritakan tentang kelaliman
kaisar, bukan hanya memaksa rakyat bekerja sampai mati untuk membangun Tembok Besar sehingga yang
jatuh menjadi korban sampai ratusan ribu orang, akan tetapi juga pemerintahan tangan
besi yang dijalankan kaisar untuk menekan rakyat, dan semua perbuatan kaisar yang membuat
para pendekar diamdiam menentangnya dan menyusun kekuatan untuk memberontak.
Mendengar semua itu, kakek ini menarik napas panjang. "Siancai... siancai...
siancai... ! Dunia takkan pernah aman, manusia takkan pernah hidup dalam damai selama masih
terjadi ke-kerasan- kekerasan. Sudah menjadi penyakit umum bahwa penguasa
mempergunakan tangan besi terhadap rakyat, dibantu oleh semua kaki tangannya, dengan seribu
satu macam alasan, katanya demi kebaikan kehidupan rakyat. Mengapa para penguasa tidak
sadar bahwa rakyat hanya akan menentang karena tidak puas melihat kelaliman mereka"
Biasanya, kaisar tidak tahu bagaimana macam para pembantunya yang selalu bertindak sewenang - wenang,
memeras dan korup, sama sekali tidak ada ingatan untuk memperbaiki kehidupan rakyat
melainkan hanya berlumba untuk mengumpulkan kekayaan bagi dirinya dan keluarganya sendiri saja.
Mengapa kaisar sejak dahulu sampai sekarang tidak mau menyadari bahwa dia dikelilingi
oleh orang-orang yang sifatnya penjilat ke atas dan menindas ke bawah " Aihh, kapankah ada kaisar
seperti Bu Ong KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
yang akan memerintah dengan adil dan bijaksana " Seorang kaisar sepatutnya
menggunakan tangani besi terhadap bawahannya, terhadap semua kaki tangannya agar semua
pejabat menjadi pejabat yang bijaksana dan baik. Bukan mempergunakan tangan besi terhadap
rakyat! Salahnya, hampir semua kaisar tidak menya-dari bahwa dia dibantu oleh iblis - iblis yang
ko-rup, yang memeras rakyat akan tetapi selalu mem-buat pelaporan yang baik - baik saja
kepada kaisar. Kapankah ada kaisar yang menyelinap di antara rakyat dan menyelidiki sendiri
kehidupan rakyat, menyelidiki sendiri cara kerja para pembantunya " Aih, agaknya untuk itu, Thian
harus
Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menciptakan manusia - manusia yang khas."
"Locianpwe benar sekali," kata Kim - suipoa sambil menarik napas panjang. "Sang
Bijaksana mengajarkan bahwa sebelum mengatur orang lain, harus lebih dulu dapat mengatur
diri sendiri. Se-orang ayah takkan mungkin dapat mendidik anak-anaknya kalau dia sendiri tidak
terdidik, karena dia menjadi contoh dari pada anak-anaknya. Seorang pembesar harus mencuci
bersih kedua tangannya sendiri terlebih dahulu sebelum dia ingin melihat anak buahnya
bersih. Kalau penguasa yang di atas korup, mana mungkin bawahannya jujur dart tidak korup "
Akan tetapi, kalau atasannya bersih, tentu dia akan berani bertindak terhadap bawahannya yang
kotor." Pek-bin-houw menarik napas panjang. "Siancai..., alangkah akan senangnya kalau
keadaan pemerintahan dapat seperti itu. Sayang, kaum atas-an hanya menuntut agar
bawahannya bersih, dan hal ini sama sekali tidak mungkin selama dia sendiri masih kotor. Bawahan
mencontoh atasan, dan pula, atasan yang kotor mana akan ditaati oleh bawahannya " Sungguh
sayang...!" "Munculnya Raja Kelelawar menandakan bahwa kaum sesat kini bangkit dan menjadi
semakin kuat. Kalau hal ini ditambah lagi dengan kela-liman kaisar dan kaki
tangannya, sungguh amat mengerikan kalau dibayangkan bagaimana akan jadinya dengan nasib rakyat
jelata," kata kakek itu sambil menarik napas panjang penuh penyesalan. Keadaan seperti itu
tentu akan memaksa orang-orang seperti dia yang tadinya sudah mengasingkan diri dan hidup
tenteram dan penuh damai, akan terpaksa terjun ke dunia ramai.
Kalau kita memperhatikan percakapan mereka, sungguh banyak terdapat pelajaran
yang dapat di-ambil berdasarkan kenyataan hidup. Memang tak dapat dipungkiri
kebenaran pribahasa yang me-ngatakan bahwa "guru kencing berdiri, murid ken-cing berlari". Kebaikan
seorang guru belum tentu dapat ditauladani muridnya dengan mudah, namun keburukan seorang
guru akan dapat diikutinya de-ngan amat cepatnya. Guru dalam hal ini dapat di-perluas
menjadi orang tua atau juga kepala suatu kelompok atau seorang pemimpin. Betapapun ke-rasnya
seorang ayah melarang anaknya berjudi, kalau dia sendiri seorang penjudi, maka dia tidak akan
berhasil. Betapapun kerasnya seorang atas-an melarang bawahannya agar tidak korupsi, kalau
dia sendiri tukang korup maka usahanya akan sia-sia. Bawahan selalu condong mencontoh
atasan, seperti murid condong mencontoh guru dan anak mencontoh orang tua. Menekan anak, atau
murid, atau bawahan untuk meniadi baik, tanpa si orang tua, guru atau atasan lebih dulu
membereskan dirinya, tidak akan ada gunanya !
Namun, kekuasaan selalu digandeng oleh kesewenang- wenangan. Orang tua, atau
guru, atau pemimpin yang merasa berkuasa, selalu membenarkan dirinya sendiri. Orang
tua bilang, berjudi untuk dia tidak apa - apa, akan tetapi tidak boleh untuk anak - anak.
Guru mengatakan, tidak sopan sedikit untuk guru tidak mengapa, akan tetapi tidak boleh untuk
murid. Atasan bilang, penyalahgunaan wewenang untuk atasan adalah wajar, tapi tidak boleh untuk
bawahan ! Seorang kaisar merupakan batang sebuah pohon. Kalau batang itu sehat, ca-bang ranting
dan daunnya juga tentu sehat. Akan tetapi kalau batangnya sakit, jangan mengharapkan
cabangnya, rantingnya dan daun - daunnya akan tumbuh sehat.
"Locianpwe, belum lama ini kami bertiga telah berjumpa dengan murid keponakan
locianpwe." Akhirnya Ho Pek Lian berkata kepada kakek itu setelah percakapan
mereka mengenai keadaan negara karena kelaliman kaisar itu mereda.
Kakek itu memandang kepadanya. "Murid ke-ponakan " Yang mana ?"
"Namanya Bu Kek Siang," Pek Lian memberi keterangan.
"Bu Kek Siang " Ah, dia itu putera Bu - suheng ! Sudah puluhan tahun aku tidak
bertemu dengan dia," kata kakek itu, tersenyum dan wajahnya men-jadi berseri. "Di antara
murid suhu, Bu - suhenglah murid yang boleh dibanggakan mendiang suhu."
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
"Memang, beliau adalah seorang pendekar yang amat hebat dan budiman, seorang
ahli pengobatan yang dalam menolong manusia tidak memandang bulu, sungguh sayang,
seorang pendekar sedemikian hebatnya harus tewas dalam keadaan yang amat menyedihkan,"
kata pula Pek Lian. Kakek itu tidak nampak terkejut, hanya nam-pak alisnya yang sudah putih itu
berkerut seben-tar. "Kek Siang" Tewas?" Hanya itulah tanyanya dan Pek Lian lalu
menceritakan semua peristiwa yang terjadi di rumah keluarga Bu itu. Kakek itu menarik napas panjang
mendengar betapa murid keponakannya itu bersama isterinya tewas di waktu mengobati puteri
tokoh iblis Tai - bong - pai, dan yang membuat dia merasa menyesal adalah bahwa kedua orang
murid keponakannya itu tewas di ta-ngan murid - murid keponakan lain, yaitu murid-
murid dari ji - suhengnya (kakak seperguruan ke dua).
"Hayaaaa...!" Dia mengeluh. "Jadi ji-suheng masih hidup malah mendirikan
Perkumpulan Baju Naga. Sungguh luar biasa, sudah tua masih bersemangat! Ji - suheng itu amat
lihai, memiliki ilmu silat yang paling hebat di antara kami ber-tiga. Heran, dia bukan orang
jahat, kenapa murid- muridnya begitu kejam, tega membunuh Bu Kek Siang yang masih saudara seperguruan
" Mungkinkah ji-suheng tua-tua telah berobah ?"
Tujuh orang itu tentu saja tidak berani me-nanggapi urusan perguruan orang, apa
lagi karena mereka merasa bahwa mereka berada di tingkat yang jauh lebih rendah.
Kakek itu menarik napas panjang lagi. "Kedua orang anaknya itu... apakah mereka terluka parah ?"
"Bu Bwee Hong tidak terluka, akan tetapi ka-taknya, Bu Seng Kun, terluka parah.
Untunglah bahwa mereka adalah ahli - ahli pengobatan yang pandai sekali sehingga agaknya
tidak perlu dikhawatirkan keadaannya, locianpwe," kata Pek Lian.
"Sudahlah, lain hari akan kujenguk mereka. Se-karang mari kutunjukkan kepada
kalian di mana kusembunyikan orang-orang Lembah Yang-ce itu."
Kakek itu bangkit dan melangkah dibantu tong-katnya, nampaknya seenaknya saja
akan tetapi tujuh orang itu terpaksa harus mengerahkan tenaga Snkang mereka untuk
mengikutinya! Bahkan Tiong Li yang masih belum pulih seluruh tenaganya, digandeng oleh dua
orang pembantunya dan mereka bertujuh itu harus berlari - larian agar ti-dak sampai
tertinggal oleh kakek sakti itu. Ketika mereka tiba di sebuah hutan kecil, kakek itu memasuki
hutan dan tak lama kemudian mereka telah tiba di depan sebuah pondok tua. Kakek itu me-mandang ke
arah sebuah gerobak yang berhenti tak jauh dari pondok. Kuda penarik gerobak nam-pak sedang
makan rumput dengan tenangnya, tak jauh dari gerobak itu. Ketika Pek Lian dan ka-wan -
kawannya melihat gerobak itu, mereka terke-jut bukan main. Jantung mereka berdebar tegang
dan wajah mereka agak pucat oleh rasa khawatir. Dan gerobak itu bergoyang - goyang
mengeluarkan bunyi berkereyotan karena memang gerobak tua. Pada saat itu, Pek Lian menoleh dan
saling pandang dengan Tiong Li. Mendadak, keduanya me-nunduk dengan muka merah karena malu dan
je-ngah. Kembali mereka dihadapkan dengan keca-bulan yang tidak tahu malu dari kakek dan
nenek iblis pemilik gerobak! Kakek sakti itupun tidak lama memandang kepada gerobak yang bergoyang - goyang
itu, lalu dia melangkah memasuki pondok diikuti oleh tujuh orang pendekar. Akan
tetapi, begitu masuk pondok kakek bertongkat itu berseru perlahan, "Siancai... ke mana mereka ?"
Tiong Li dan tiga orang Yang - ce Sam - lo me-mandang kepada kakek itu dengan
sinar mata pe-nuh pertanyaan. Hati mereka berempat menjadi tegang dan khawatir sekali.
Kalau para anak buah mereka itu bertemu musuh dalam keadaan tertotok, tentu tidak akan ada
seorangpun di antara mereka yang dapat lolos dan selamat. Akan tetapi, kalau bertemu musuh
dan dibunuh, lalu ke mana perginya mayat - mayat mereka " Apakah mereka ditemukan oleh
pasukan pemerintah yang menawan mereka semua " Akan tetapi, pasukan pemerintah biasanya
tidak bersikap demikian lunaknya dan tentu langsung membunuh orang - orang Lembah Yang
- ce, walaupun pada saat itu pemerintah membutuhkan banyak tenaga orang - orang
hukuman untuk membangun tembok besar. "Ah, siapa lagi kalau bukan perbuatan dua orang itu ?" tiba - tiba kakek itu
berkata dan dia- pun sudah berjalan keluar dari dalam pondok, diikuti oleh tujuh orang itu,
menghampiri gerobak yang masih bergoyang - goyang. Kakek itu tidak berani lancang menuduh orang,
akan tetapi KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
karena di tempat itu tidak terdapat lain orang kecuali pemilik gerobak yang
berada di dalam kendaraan itu, diapun menghampiri untuk bertanya.
"Sobat - sobat pemilik gerobak, keluarlah, aku ingin bertanya!" kakek itu
berkata dengan suara yang bernada halus. Tujuh orang pendekar itu me-mandang dengan khawatir.
Tidak ada jawaban, bahkan gerobak itu makin keras guncangannya dan kini terdengar suara
cekikikan genit diiringi suara ketawa parau. Jelas suara laki - laki dan wanita ! Kakek sakti
itu mengangkat alisnya dan kembali dia bertanya.
"Maaf, sobat - sobat yang berada di dalam gero-bak. Apakah ada yang melihat
orang - orang yang tadinya mengaso di dalam pondok itu " Ke ma_ kah perginya mereka " Apa yang
telah terjadi de-ngan mereka ?" Pertanyaan ini diajukan oleh ka-kek sakti karena dia
maklum bahwa menurut per-hitungannya, pada saat itulah orang-orang Lem-bah Yang - ce itu baru
akan dapat pulih dari totok-annya. Jadi tidak mungkin kalau dapat terbebas sebelumnya. Akan
tetapi tidak terdengar jawaban dari dalam gerobak dan sendau - gurau di dalam gerobak itu
malah lebih seru dan ramai! "Locianpwe, yang berada di dalam adalah dua orang tokoh terakhir dari Ban - kui
- to (Pulau Selaksa Setan)..." tiba - tiba Kim - suipoa membisiki kakek sakti itu. Kakek itu
mengerutkan alisnya. Akan tetapi sebelum kakek itu menjawab atau melakukan sesuatu, tiba - tiba
terdengar suara ke-ras dan gerobak itu bergoyang - goyang keras, lalu terdengar suara
gedebugan seperti orang berkelahi disusul maki - makian dan tiba - tiba daun pintu gerobak itu
jebol dan terlepas dari kaitannya, disu-sul terlemparnya sesosok tubuh setengah telanjang seorang
kakek yang begitu terlempar dari atas ge-robak lalu berjungkir balik dan bangkit berdiri
te-rus lari. "Mau lari ke mana kau!" terdengar bentakan dan dari dalam gerobak meloncat
seorang nenek yang pakaiannya juga tidak karu - karuan, agaknya dikenakan secara tergesa
- gesa dan celananya ma-sih kedodoran. Nenek ini tidak memperdulikan semua orang yang
berada di situ, langsung saja mengejar kakek tadi sambil memaki - maki ! Sekejap mata saja
sepasang iblis itu telah lenyap. Tentu saja melihat ini, Ho Pek Lian menundukkan mukanya dan merasa
jengah sekali. Sepasang iblis tua bangka itu benar - benar keterlaluan sekali !
Tujuh orang pendekar itu tadi hanya memandang dengan bengong, tidak tahu harus
berbuat apa, sedangkan kakek sakti hanya menggeleng kepala menyaksikan kelakuan sepasang
iblis itu. "Siancai, kiranya Ban - kui - to sampai sekarang masih dihuni iblis - iblis
seperti itu. Kalau mereka itu sudah berkeliaran di tempat ramai, hal itupun menjadi tanda - tanda
bahwa dunia akan menjadi semakin tidak aman. Ahhh, mana mungkin orang dapat menikmati keheningan
lagi melihat munculnya orang - orang seperti Raja Kelelawar dan penghuni Pulau
Selaksa Setan itu ?"
Mereka mendekati gerobak dan longak - longok mengintai ke dalam. Akan tetapi
tidak nampak ada seorangpun manusia di situ, kecuali benda-benda aneh yang mereka duga
tentulah barang-barang berbahaya milik sepasang iblis itu. Mereka tidak mengganggu milik
orang,
Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melainkan menanti di dalam hutan itu sampai kembalinya sepasang iblis yang tadi
lari berkejaran seperti gila itu. Akan tetapi sampai lama sekali, belum juga nampak ada tanda-
tandanya nenek dan kakek itu kembali. Tak lama kemudian, dari dalam hutan mereka melihat banyak orang lewat dan mereka
mengenal tokoh - tokoh sesat yang tadi hadir dalam pertemu-an mereka menghadap
pimpinan baru mereka, si Raja Kelelawar. Mereka tetap tinggal di dalam hutan dan tidak
memperlihatkan diri. Akan tetapi ketika tiba-tiba terdapat serombongan orang menyusup keluar
dari balik semak - semak belukar di dalam hutan, tidak jauh dari tempat mereka berada, tujuh orang
pendekar itu terkejut dan diam-diam merekapun mempersiapkan diri menghadapi segala
kemungkinan sambil memandang kepada rombongan orang itu. Mereka itu tadi tidak nampak hadir dalam
pertemuan para tokoh sesat. Mereka berjumlah delapan orang dengan pakaian sutera hitam.
Kesemuanya adalah wanita yang sudah setengah tua, antara empatpuluh sampai empatpu-luh lima
tahun usianya. Rata - rata bersikap gagah dan gerakannya gesit, dan selain pakaian
sutera hitam yang ringkas, juga di sanggul rambut mereka terhias tusuk konde dari batu giok.
Selagi Pek Lian dan kawan-kawannya memperhatikan, tiba-tiba dari lain jurusan muncul pula rombongan
empat orang pria yang memakai seragam putih-putih. Di punggung masing - masing terdapat
sepasang pedang panjang dan sikap mereka juga gagah sekali, sedangkan usia mereka kurang lebih
empatpuluh KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
tahun. Rombongan empat orang seragam putih inipun tadi tidak kelihatan di antara
kaum sesat yang berkumpul di depan pondok di atas bukit. Maka merekapun menduga bahwa
agaknya, selain para tokoh sesat yang hadir, kiranya banyak juga terdapat tamu tak diundang yang
secara diam - diam berdatangan ke tempat itu secara sembunyi-sembunyi. Ketika kedua rombongan,
yaitu delapan orang wanita berpakaian hitam - hitam dan empat orang pria berpakaian
putih - putih itu berpapasan di dalam hutan, kedua pihak nampak kaget.
"Ah, mereka berempat itu adalah pendekar-pen-dekar Thian - kiam - pang
( Perkumpulan Pedang Langit) yang terkenal itu!" bisik Kwee Tiong Li. Sebagai ketua Lembah
Yang - ce, tentu saja dia sudah banyak mengenal atau mendengar tentang perkumpulan - perkumpulan
pendekar lainnya. "Perkumpulan macam apakah itu ?" Pek Lian berbisik, ingin tahu.
"Itu adalah perkumpulan pendekar pedang yang terkenal gagah perkasa. Kalau di
daerah untuk daerah utara, nama Thian - kiam - pang amat ter-kenal, ilmu pedang mereka
hebat." Kini muncul pula rombongan para tosu Bu-tong - pai, terdiri dari lima orang
tosu. Kedua rombongan terdahulu segera menyingkir, pergi ke jurusan - jurusan yang
berlainan. Juga para tosu Bu - tong - pai itu menyingkir. Mereka adalah tokoh - tokoh dari dunia
putih, akan tetapi karena mereka semua datang ke daerah itu sebagai pengintai dan tidak saling
berhubungan, maka mereka-pun saling menghindar, tidak ingin berjumpa karena kalau mereka
berkumpul, berarti mereka tidak dapat bergerak secara sembunyi - sembunyi lagi.
Kakek itu makin tertarik dan diapun melangkah keluar dari hutan kecil itu,
diikuti oleh Tiong Li, Pek Lian dan teman - teman mereka. Dan ter-nyata banyak bermunculan
rombongan - rombongan dan tokoh - tokoh persilatan dari kaum bersih atau dari mereka yang
tidak memasukkan dirinya ke dalam kaum bersih maupun kaum sesat, yang ingin berdiri
bebas. Melihat betapa banyak orang itu baru mereka ketahui sekarang kehadirannya, diam - diam
Ho Pek Lian merasa kagum dan dapat menduga bahwa mereka itu adalah orang - orang yang
berkepandaian hebat."Siancai... !" Kakek ahli ginkang yang sakti itu berkata setelah melihat betapa
banyaknya para pendekar bermunculan setelah pertemuan para tokoh sesat itu
bubar, "Agaknya kemunculan keturunan Raja Kelelawar benar-benar membuat dunia persilatan menjadi
geger! Bukankah demikian, sobat yang berada di balik semak - semak itu ?" Kalimat
terakhir ini ditujukan ke arah semak - semak yang berada di sebelah kiri, beberapa meter jauhnya dari
tempat mereka berdiri. Tentu saja tujuh orang pendekar yang mendengar kalimat ini menjadi
terheran - heran kemudian terkejut ketika tiba-tiba melihat tiga orang hwesio muncul dari balik
semak-semak itu sambil (mengangkat kedua tangan memberi hormat dengan wajah mereka yang alim dan
ramah. "Omitohud..., lo-sicu sungguh bermata tajam bukan main !" seorang di antara
mereka memuji. Melihat seorang di antara tiga hwesio berusia kurang lebih enampuluh
tahun ini, yang dahinya terhias bekas luka memanjang, Pek-bin-houw Liem Tat cepat maju memberi
hormat. "Ah, kiranya Ta Beng losuhu yang berada di sini. Tidak kami kira bahwa para
tokoh Siauw- lim - pai juga hadir di tempat ini! Terimalah hormat saya, losuhu."
Hwesio itu sejenak memandang wajah Pek-bin-
houw yang putih, mengingat-ingat, lalu menepuk
dahinya dan balas menjura. "Omitohud...
bukankah Si Harimau Putih yang berada di sini
" Bagaimana kabarnya, sicu " Pinceng mendengar berita bahwa sicu dan kawan-
kawan mengadakan gerakan di Lembah Yang-ce sekarang, meninggalkan Huang-ho.
Benarkah ?" Pek - bin - houw Liem Tat lalu memperkenalkan hwesio itu kepada teman -
temannya. Hwesio itu berjuluk Ta Beng Hwesio, seorang tokoh Siauw-lim - pai, merupakan
tokoh ke dua dalam urutan tingkat di Siauw - lim - pai, seorang hwesio yang berilmu tinggi.
"Sicu tentu mencari para pendekar Lembah Yang - ce, bukan ?" Tiba - tiba hwesio
itu bertanya. "Karena itulah pinceng bertiga sengaja menanti di sini." Lalu Ta Beng
Hwesio menceritakan bahwa dia dan dua orang sutenya itulah yang membebas-kan totokan
para anak buah Lembah Yang - ce itu. "Pinceng melihat munculnya kakek dan nenek iblis dari
Ban - kui - to, maka pinceng merasa khawatir melihat mereka itu dalam keadaan tertotok. Kami
membebaskan mereka dan menyarankan agar mereka menjauhi tempat itu dan menanti cu - wi (an-
da sekalian) sebagai pimpinan mereka di dalam dusun di sebelah utara sana."
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Mendengar keterangan ini, bukan main girang-nya hati Kwee Tiong Li dan tiga
orang pembantu-nya. Cepat dia maju dan memberi hormat. "Sung-guh besar budi
pertolongan losuhu terhadap kawan-kawan kami. Saya menghaturkan banyak terima kasih." Ketika hwesio
itu mendengar bahwa pemuda yang perkasa ini adalah ketua muda dari Lembah Yang - ce,
murid dari pendekar Chu Siang Yu, wajahnya berseri girang.
"Ah, kiranya sicu adalah murid Chu - taihiap. Sudah lama sekali pinceng tidak
berjumpa de- ngan dia. Bagaimana kabarnya ?"
"Suhu dalam keadaan baik saja, akan tetapi per-kumpulan kami di Lembah Yang - ce
mengalami pukulan hebat dari pasukan pemerintah."
Tiga orang hwesio itu mengangguk - angguk karena mereka sudah mendengar akan
berita buruk itu dari para anak buah Lembah Yang - ce yang mereka bebaskan dari
totokan. Mereka lalu berpisah dan kakek sakti bersama tujuh orang pendekar itu menuju ke dusun yang
ditunjuk oleh para hwesio Siauw - lim - pai.
*** "Maafkan pertanyaan saya, locianpwe. Akan tetapi setelah menerima budi
pertolongan locian-pwe, kami ingin sekali mengenal nama locianpwe yang mulia. Sudikah
locianpwe memberitahukan kami ?" Pertanyaan yang diajukan oleh Pek Lian ini melegakan hati
enam orang lainnya karena mereka semuapun ingin sekali mendengar lebih banyak dari kakek
sakti ini, hanya karena kakek itu lebih sering berdiam diri seperti orang melamun, mereka merasa
ragu - ragu dan tidak enak hati untuk bertanya, hanya mengharapkan kakek itu akan memberitahukan
sendiri. Akan tetapi, kini Pek Lian yang mungkin sebagai seorang dara yang lincah lebih
berani dalam hal bertanya seperti itu, te-lah mewakili keinginan hati mereka, maka kini mereka
semua memandang kepada kakek sakti itu dengan penuh perhatian.
Kakek itu menarik napas panjang. "Hemm, sudah puluhan tahun aku ingin
menyembunyikan diri agar namaku tidak disebut - sebut orang. Siapa tahu, gara - gara Raja
kelelawar kedua tanganku menjadi kotor, berlepotan dengan urusan dunia. Datuk - datuk sesat,
seperti setan - setan yang keluar dari neraka, telah bermunculan. Biarlah aku menceritakan
keadaanku, apa lagi karena kalian telah berkenalan dan menjadi sahabat dari keluarga Bu."
Kakek itu mulai bercerita sambil berjalan. Tu-juh orang pendekar mendengarkan
dengan penuh perhatian. Gurunya, mendiang Bu - eng Sin - yok-ong atau Raja Tabib Sakti
Tanpa Bayangan mem-punyai tiga orang murid. Murid pertama adalah ayah dari Bu Kek
Siang dan murid pertama ini me-warisi ilmu pengobatan dan tenaga sinkang yang amat kuat sehingga
bagaimanapun juga, dengan kekuatan sinkang itu, dia dapat dikatakan paling
unggul di antara tiga orang murid, sesuai de-ngan kedudukannya sebagai murid tertua. Murid ke dua
adalah seorang yang berasal dari selatan bernama Ouwyang Kwan Ek, yang mewarisi ilmu pukulan
sehingga murid ini memiliki ilmu silat yang amat hebat gerakan - gerakannya. Sedangkan
orang ke tiga yang menjadi murid termuda dan yang mewarisi ilmu ginkang adalah kakek
bertongkat itu yang bernama Kam Song Ki. Semenjak matinya Raja Tabib Sakti, tiga orang murid ini
terpencar dan saling berpisah. Ayah Bu Kek Siang yang bernama Bu Cian itu tinggal di utara.
Ouw-yang Kwan Ek yang berasal dari selatan itu kem-bali ke dunia selatan dan tidak pernah
terdengar beritanya, sedangkan Kam Song Ki yang memang hidup sendirian saja dan suka merantau, tidak
diketahui di mana tempat tinggalnya yang tetap. Tentu saja di samping mewarisi keahlian -
keahlian itu, masing - masing juga mewarisi ilmu silat yang tinggi, ilmu pengobatan dan ilmu
ginkang serta tenaga sinkang. Hanya saja, masing - masing telah mewarisi keistimewaan yang
diberikan oleh guru mereka disesuaikan dengan bakat masing - masing pula.
"Aku suka merantau, dan aku tidak suka ber-urusan dengan dunia, seperti juga
halnya dengan twa - suheng almarhum. Bahkan ji - suhengpun bi-asanya tidak pernah mau
merisaukan urusan dunia sesuai dengan pesan suhu yang tidak ingin murid-muridnya
mengandalkan kepandaian untuk melakukan kekerasan dan bermusuhan dengan orang lain. Maka,
sungguh mengherankan sekali kalau kini ji-suheng selain masih hidup, malah juga
mendirikan perkumpulan Liong-i-pang (Perkumpulan Jubah Naga) itu, bahkan telah membunuh murid
keponakannya sendiri hanya untuk memperebutkan kitab pusaka." Dia menarik napas panjang dengan penuh
penyesalan. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Mendengar penuturan singkat itu, tujuh orang pendekar ini menjadi kagum. Kakek
ini murid seorang yang kesaktiannya terkenal seperti dewa, dan memiliki ilmu kepandaian
yang sukar diukur tingginya. Namun sikapnya demikian sederhana, tidak ingin namanya dikenal orang,
bahkan tidak ingin mempergunakan kepandaiannya untuk bermusuhan dengan orang lain.
Dengan kagum Tiong Li lalu memberi hormat. "Penuturan Kam-locianpwe membuka mata
kami bahwa makin banyak gandumnya, makin menunduklah tangkainya, makin dalam
airnya, makin tenang dan diam. Akan tetapi, kalau para locianpwe seperti Kam-locianpwe
tidak mempergunakan kepandaian untuk membendung datuk-datuk hitam yang berkepandaian
tinggi, tentu akan lebih parah dan celakalah kehidupan rakyat jelata, dilanda oleh
kejahatan mereka." "Itulah yang menyebalkan !"' kata Kam Song Ki sambil menggurat - guratkan ujung
tongkatnya di atas tanah di depannya. "Kemunculan iblis-iblis seperti Raja
Kelelawar itu mau tidak mau menyeret pula orang-orang tua yang sudah mendekati lubang kubur seperti aku
ini untuk ikut pula meramaikan dunia dengan pertentangan-pertentangan antara manusia !" Setelah
berkata demikian, kakek itu mempercepat langkahnya sehingga semua orang bergegas
Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengejarnya dan sikap ini seperti menjadi tanda bahwa dia tidak ingin bicara lagi tentang
dirinya. Ketika akhirnya mereka tiba di dusun itu, hari telah sore dan keadaan dusun yang
agak sunyi itu membuat mereka merasa heran. Bahkan beberapa orang kanak-kanak yang tadinya
bermain- main di pekarangan rumah, ketika melihat munculnya delapan orang ini, dengan
wajah ketakutan mereka melarikan diri memasuki rumah mereka, rumah pondok miskin. Beberapa orang
dewasa yang kebetulan berada di luar rumah juga cepat - cepat memasuki rumah dan
menutupkan daun pintu rumah mereka. Jelaslah bahwa penduduk di dusun itu dicekam rasa ketakutan
melihat orang asing memasuki dusun mereka. Hal ini hanya berarti bahwa tentu telah terjadi
sesuatu yang hebat. Mereka terus memasuki dusun itu dan ketika mereka tiba di tengah dusun,
tiba - tiba saja bermunculan puluhan orang penduduk dusun itu, kesemuanya pria dan mereka membawa
alat - alat senjata seadanya, mengurung dengan sikap mengancam.
Melihat ini, kakek itu tenang - tenang saja, akan tetapi Kwee Tiong Li segera
mengangkat tangan ke atas dan berkata dengan suara berwibawa, "Saudara-saudara hendaknya
jangan salah menyangka orang ! Kami bukanlah orang-orang jahat dan kami datang untuk mencari
teman- teman kami yang kemarin dulu datang ke tempat ini. Jumlah mereka kurang lebih
ada limapuluh orang " Dari para pengepung itu majulah seorang laki-laki berusia lebih dari empatpuluh
tahun. Suaranya agak parau ketika dia berkata, "Mereka semua telah mati! Semua telah
mati!" Tentu saja delapan orang itu terkejut, terutama sekali Tiong Li. "Mati "
Kenapa " Siapa membunuh mereka dan mengapa ?"
"Malam tadi di sini terjadi pertempuran hebat, antara pasukan pemerintah yang
menyergap orang-orang yang agaknya bersembunyi di dusun kami. Kami semua ketakutan, takut
terbawa - bawa dan memang ada belasan orang muda di dusun kami yang ikut pula terbunuh
karena disangka menyembunyikan mereka. Kami semua bersembunyi ketakutan. Akhirnya,
semua orang itu tewas, juga puluhan orang perajurit tewas. Sejak pagi tadi kami penduduk
dusun bertugas untuk mengubur semua mayat itu. Mengerikan ! Lebih dari seratus mayat terpaksa
dikubur dalam beberapa lubang besar saja, di luar dusun."
xx - ? DARAH PENDEKAR " - xx
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid VI - O - MENDENGAR penuturan ini, pucatlah wajah Tiong Li dan Yang-ce Sam-lo. Juga Pek
Lian dan dua orang gurunya terkejut sekali. Bagai-manapun juga, yang terbunuh semua
sampai terbasmi habis itu adalah para anggauta pemberontak Lembah Yang-ce, jadi masih rekan-
rekan mereka sendiri. Pimpinan mereka, Liu Pang, adalah juga pemberontak Lembah Yang - ce
yang untuk sementara ini membangun pusat perkumpulan di Puncak Awan Biru.
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
"Siapa lagi kalau bukan Jenderal Beng Tian dan dua orang pengawalnya itu yang
memimpin penyerbuan ?" kata Pek Lian dengan gemas.
Kwee Tiong Li mengepal tinjunya, sepasang
matanya merah dan mukanya pucat. "Habis sudah
kawan-kawanku.....! Dengan susah payah guruku membimbing mereka, melatih mereka,
dan akhirnya, mereka hancur di bawah pimpinanku! Ahhh" Pemuda itu menutupi muka
dengan kedua tangannya, merasa berduka dan menyesal bukan main.
Melihat keadaan ketua mereka ini, Yang-ce Sam-lo menghibur. "Harap kokcu jangan
terlalu menyalahkan dan menyesalkan diri sendiri. Semua ini adalah resiko perjuangan
menentang kelaliman dan kematian saudara- saudara kita terjadi di luar kemampuan kita
untuk mencegahnya," kata seorang di antara mereka. "Seandainya kita berada di sini
sekalipun, kalau dikepung oleh pasukan besar yang dipimpin jenderal itu, apa yang akan dapat kita
lakukan untuk menyelamatkan kita semua " Memang, lebih dari limaratus orang anggauta kita
gugur sebagai pejuang - pejuang gagah perkasa yang menentang ketidakadilan, akan tetapi pihak
tentara pemerintah juga banyak yang tewas di tangan kita. Setidaknya, setiap anggauta
kita tentu sedikitnya merobohkan dua orang, sehingga kalau dihitung-hitung, kita masih
tidak rugi." Akan tetapi hiburan-hiburan tiga orang pembantunya itu tidak melenyapkan
kedukaan hati Kwee Tiong Li yang kehilangan semua anak buah-nya. Dia memukulkan tinju kanannya
ke atas telapak tangan kirinya dengan keras sehingga ter-dengar suara nyaring.
"Bagaimanapun juga aku
tidak mau berhenti sampai di sini saja ! Aku harus menuntut balas. Harap Sam-lo
kembali ke lembah dan menyampaikan laporan kepada suhu. Aku sendiri akan mencari jalan
untuk membalas dendam ini !" Tiga orang pembantunya hendak membantah karena perbuatan itu tentu saja amat
berbahaya bagi keselamatan pemuda itu. "Sam-lo, ini adalah keputusanku sebagai
ketua lembah!" katanya de-ngan tegas dan tiga orang itu tentu saja tidak dapat membantah lagi.
Ho Pek Lian melihat betapa pemuda yang biasanya bersikap lembut itu kini nam-pak keras,
bersemangat dan penuh wibawa sehing-ga hatinya merasa tergetar. Pemuda ini merupa-kan seorang
jantan yang gagah perkasa, memba-yangkan kepribadian seorang pemimpin yang he-bat, membuat
hati Pek Lian menjadi kagum sekali.
"Siancai..., saat kematian merupakan rahasia yang tak pernah terbuka oleh
manusia. Siapa sangka aku bermaksud menolong mereka, tidak tahunya karena perbuatanku, malah
mereka mengalami pembasmian di sini" kata kakek Kam dengan suara menyesal. Mendengar
ini, Kwee Tiong Li cepat menghadapi kakek itu.
"Harap locianpwe jangan beranggapan demiki-an karena locianpwe sama sekali tidak
bersalah dalam hal ini."
"Aku tahu, orang muda... akan tetapi membuat hatiku terasa tidak enak......"
tiba-tiba kakek itu berhenti dan cepat menoleh ke belakang. Pada saat itu terdengar bunyi
terompet bersahut-sahutan, diiringi sorak - sorai para perajurit dan ternyata dusun itu
telah dikepung! Mendengar ini, para penghuni berlari - larian kembali ke rumah masing-masing dan
yang tertinggal di dusun itu, di luar rumah, hanya tinggal delapan orang itu saja.
Semua penghuni dusun telah bersembunyi ! Delapan orang itu, yang merasa sudah terkepung, tidak
mau ikut bersembunyi karena mereka maklum bahwa bersembunyi di dusun kecil itu tidak ada
artinya malah - malah akan mencelakakan semua penghuni dusun. Maka, sambil menanti,
mereka semua mencabut senjata, siap untuk melawan.
Dengan teriakan yang berisik sekali, bermunculanlah pasukan itu dari segenap
penjuru dan mereka segera diserbu dan dikeroyok. Pek Lian telah mencabut pedangnya, Kim -
suipoa Tan Sun mengeluarkan senjata suipoanya sedang-kan Pek - bin - houw juga sudah
melintangkan pi-kulan bajanya. Begitu para perajurit menyerbu, mereka bertiga mengamuk bagaikan
harimau - ha-rimau kelaparan. Sementara itu, Kwee Tiong Li, biarpun tenaganya belum pulih
seluruhnya, juga sudah mengamuk dan menggerakkan pedangnya dengan dahsyat. Tiga orang Yang - ce Sam -
lo juga sudah menyambut pengeroyokan musuh de-ngan senjata golok tipis mereka. Tujuh
orang pen- dekar itu mengamuk dengan penuh semangat, terutama sekali Tiong Li dan Yang - ce
Sam-lo yang seolah - olah memperoleh kesempatan un-tuk membalas dendam atas terbasminya
seluruh kawan mereka itu. Empat orang ini merobohkan banyak sekali perajurit. Adapun
kakek Kam Song KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Ki sendiri hanya melindungi dirinya, menggerak-kan tongkatnya untuk merobohkan
semua orang yang menyerangnya, akan tetapi jelaslah bahwa kakek ini merobohkan orang tanpa
bermaksud membunuh. Biarpun demikian, tidak ada perajurit yang dapat mendekatinya karena
belum juga dekat mereka itu sudah roboh berpelantingan.
Akan tetapi, tiba - tiba muncul dua orang berpakaian preman yang menjadi
pengawal pribadi, juga sute - sute dari Jenderal Beng Tian yang amat lihai itu! Bukan
hanya kedua orang pengawal ini saja, melainkan juga belasan orang perwira yang memiliki gerakan -
gerakan gesit sekali, tanda bahwa mereka adalah orang - orang yang pandai ilmu silat.
Pengepungan semakin ketat, pengeroyokan semakin rapat dan dengan munculnya dua orang pengawal
bersama para perwira itu, delapan orang yang dikeroyok menjadi kewalahan juga. Betapapun
juga, mereka terus mengamuk dengan hebatnya dan sudah puluhan orang banyaknya roboh, tewas atau
terluka sehingga mayat - mayat mulai bertumpuk dan berserakan, suara orang - orang
mengaduh dan mengerang kesakitan amat mengerikan.
Sore semakin gelap. Satu jam lebih mereka mengamuk, akan tetapi jumlah para
perajurit amat banyaknya. Ada ratusan orang! Dan akhirnya, apa yang mereka khawatirkanpun
tibalah dengan munculnya Jenderal Beng Tian sendiri! Tadinya, dua orang pengawal pribadi
jenderal itu masih me-nemukan kesulitan ketika mereka dihadang dan dibendung oleh tongkat
butut kakek Kam, membuat mereka terheran - heran, penasaran dan juga marah karena ternyata
tongkat itu membuat mereka tidak mampu banyak bergerak. Akan tetapi sebaliknya kakek Kam
yang tidak ingin membunuh, tidak mudah pula merobohkan dua orang pengawal lihai ini seperti
yang dilakukannya kepada para pera-jurit. Sedangkan tujuh orang pendekar itu dikero-
yok oleh belasan orang perwira yang dibantu oleh puluhan orang perajurit pula. Sampai berdesakan
dan sukar sekali untuk bergerak dalam pengepung-an yang ketat itu. Dan kini, jenderal itu
sendiri muncul. Tadinya, panglima ini tidak ikut memim-pin anak buahnya. Bukankah menurut
penyelidik, yang berada di dusun itu hanya delapan orang pim-pinan pemberontak " Cukup diwakilkan
kepada dua orang pengawal atau sutenya saja, para perwi-ra dan pasukan. Akan tetapi, dia
memperoleh beri- ta yang mengejutkan bahwa di antara delapan orang itu terdapat seorang kakek
yang amat sakti yang membuat kedua orang sutenya tidak berdaya Tentu saja dia menjadi terkejut
sekali dan jenderal itupun bergegas menuju ke medan pertempuran. Pada saat dia tiba di
tempat, itu, dia masih sempat melihat betapa dua orang sutenya mengeroyok seorang lawan yang
tidak nampak bayangannya ! Seolah - olah dua orang sutenya itu mengeroyok setan saja. Tahulah dia bahwa
lawan dua orang pembantunya itu adalah seorang ahli ginkang yang amat luar biasa.
Sambil mengeluarkan bentakan nyaring, jenderal itu lalu menyerbu dan dua orang
sutenya girang bukan main melihat munculnya jenderal yang selain menjadi atasan, juga
menjadi suheng mereka itu. Dan pukulan yang dilancarkan jenderal itu terhadap kakek Kam membuat
kakek itu mengeluarkan seman kaget. Namun, gerakan kakek itu terlampau cepat sehingga
empat serangan yang merupakan rangkaian susul-menyusul dari jenderal itu semua hanya mengenai
tempat kosong saja. Dia menduga-duga siapa gerangan orang ini dan diam-diam terkejut
bukan main. Kalau pihak pemberontak terdapat orang - orang selihai ini, sungguh amat
berbahaya, pikirnya. Bersama dua orang sutenya, dia mengeroyok. Namun tetap saja mereka bertiga
menjadi kewalahan karena jauh kalah cepat gerakan mereka. Kadang-kadang kakek itu
seperti lenyap saja dan tahu - tahu muncul di atas mereka, di belakang mereka atau di kanan kiri.
Dan ma-lampun tibalah. Para perajurit memasang obor sehingga keadaan di situ semakin
menyeramkan. Betapapun lihainya, tujuh orang pendekar yang dikeroyok oleh banyak sekali lawan
yang tiada habisnya dan tak kunjung berkurang itu, menjadi repot. Mereka kelelahan,
Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mandi peluh setelah mengamuk selama hampir dua jam lamanya! Dan akhirnya, tak dapat
tertolong lagi, Pek- bin-houw roboh terkena tusukan tombak seorang perwira dari belakang. Tombak itu
menancap di punggung dan tembus ke dadanya, darah muncrat dan dia berteriak seperti harimau
terluka, membalik dan senjata pikulannya menghantam kepala penyerang-nya sampai pecah.
Kemudian dia menubruk ke kiri, merobohkan seorang perajurit, akan tetapi dia sendiripun
roboh karena sebatang golok membuat lehernya hampir putus, disabetkan oleh perwira lain.
Robohlah Pek - bin - houw Liem Tat sebagai seorang pendekar dan patriot. Melihat ini, Kim-suipoa
berteriak marah dan menyerang dengan nekat, menubruk ke arah perwira yang membacok golok tadi.
Perwira itu KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
menangkis, akan tetapi go-loknya terpental oleh hantaman suipoa dan ke-pala
perwira itupun remuk terkena pukulan suipoa baja. Akan tetapi, pada saat yang sama, dua ba--
tang pedang menembus lambung dan dada Kim-suipoa
***[All2Txt: Unregistered Filter ONLY Convert Part Of File! Read Help To Know
How To Register.]*** Tg Li dan kakek yang masih dikeroyok tiga oleh Jenderal Beng Tian bersama dua
orang sutenya itu. Tiong Li dan Pek Lian masih mengamuk dan keduanya maklum bahwa nyawa merekapun
tidak akan tertolong lagi. "Nona Ho, selamat berpisah di sini !" kata Tiong Li
sambil memutar pedangnya. Pek Lian terharu sekali, akan tetapi juga bangkit semangatnya melihat pemuda
yang gagah perkasa itu! "Selamat berpisah, saudara Kwee. Akan tetapi aku tidak mau mati
sebelum membasmi anjing - anjing ini sebanyak mungkin !"
Keduanya mengamuk lagi penuh semangat. Kakek Kam mendengarkan semua ini dan
hatinya tergerak. Kalau dia menghendaki, tentu dia sudah dapat membunuh tiga
orang lawannya. Akan tetapi dia tidak tega untuk membunuh. Kalau dia mau melarikan diripun tidak
sukar baginya, akan tetapi dia merasa kasihan kepada dua orang muda itu. Diam - diam dia merasa
kagum sekali melihat, gerak-gerik Tiong Li dan Pek Lian. Terutama pemuda itu sungguh membuat
hatinya yang tua merasa terharu. Seorang pemuda gagah perkasa yang penuh setia kawan! Sungguh
seorang eng-hiong (pendekar) sejati! Dan melihat betapa Pek Lian terhuyung oleh pukulan
rayung lawan yang mengenai punggungnya, cepat dia menggerakkan kakinya dan tahu-tahu tiga
orang pengeroyoknya sudah kehilangan kakek itu yang kini telah menyambar tubuh Pek
Lian sebelum dara itu terguling ro-boh. Dipanggulnya tubuh Pek Lian dan diapun berseru kepada
Tiong Li, "Kwee - sicu, mari kita pergi !'"
Memang mudah saja bagi kakek sakti yang me-miliki ginkang istimewa itu untuk
mengatakan de-mikian, bahkan mudah pula baginya untuk me-loloskah diri dari
kepungan ketat dan penge-royokan itu, akan tetapi amat sukarlah bagi Tiong Li untuk
melaksanakannya. Pula, dia
telah dibakar kemarahan meluap - luap dan sudah diambilnya keputusan untuk
mengamuk sampai mati, membela kematian tiga orang pembantunya dan juga dua orang guru Pek Lian
itu. Melihat betapa pemuda itu mengamuk makin hebat dan seperti tidak memperdulikan
ajakannya, kakek itu berseru lagi, "Orang muda, perlu apa mengorbankan nyawa dengan konyol " Ingat, kelak engkau
harus membuat perhitungan dan membalas semua dendam. Kalau mati sekarang, siapa yang
akan membalas dendam kelak ?" Ucapan ini sengaja dikeluarkan hanya untuk membakar
semangat pemuda itu agar mau meloloskan diri, bukan ucapan yang keluar dari lubuk
hatinya. Mendengar ini, Tiong Li menjadi sadar. Semua anak buahnya, berikut tiga orang
pembantunya yang setia, telah gugur. Hanya tinggal dia seorang diri. Kalau dia
gugur pula, lalu siapa yang akan membalas semua ini." Siapa yang akan melanjutkan perjuangan,
membantu para pendekar lain, membantu gurunya " Dia tidak boleh sekedar menurutkan perasaan
hati duka dan marah. Akan tetapi, bagaimana dia dapat meloloskan diri dari kepungan begini
banyak musuh " Sambil memutar, pedang mengamuk, Tiong Li mencari jalan keluar, namun, sia - sia
belaka. Seorang lawan dirobohkan, dua orang menggantikannya. Dua orang dirobohkan, empat
orang yang maju. Pedangnya sudah berlumur darah, pakaiannya juga berlepotan darah,
darah lawan dan darahnya sendiri. Tubuhnya sudah lelah sekali dan agaknya gerakannya itu
hanya dikendalikan oleh semangatnya yang berkobar - kobar. Seolah - olah kesehatannya
yang baru berkembang baik dan belum pulih benar itu kini menjadi sembuh sama sekali dengan
adanya pertempuran mati - matian ini.
Sementara itu kakek Kam Song Ki melihat kesukaran yang dialami pemuda itu. Dia
sendiri masih dikepung ketat, bahkan kini Jenderal Beng Tian dan dua orang pengawalnya
meneriakkan perintah agar para perwira juga ikut mengepung kakek yang luar biasa lihainya
itu. Kakek Kam masih memondong tubuh Pek Lian dan tubuhnya berkelebatan ke sana-sini dan tahu-
tahu dia sudah mendekati Tiong Li. Caranya amat menggiriskan hati para pengeroyoknya
karena tubuhnya itu berloncatan atau lebih tepat lagi "beterbangan" melayang-layang, meloncat di
antara pundak dan kepala para pengeroyok, kadang - kadang menginjak pundak dan kepala, bahkan
menginjak KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
ujung senjata, ba-gaikan seekor burung walet saja tubuh itu kini tahu - tahu
sudah mendekati Tiong Li dan menyam-bar tangan pemuda itu.
"Pegang erat-erat tanganku dan ikuti gerakan ku. Kau menurut saja, jangan
melawan! Dengarkan petunjuk- petunjukku baik-baik. Kalau perlu pejamkan mata, jangan
bergerak menurut kemauan sendiri, tapi turuti aku dengan membuta, Ini pelajaran ilmu langkah
ajaib yang dapat melolos-kan dirimu dari kepungan!"
"Baik... locianpwe !" Tiong Li menjawab.
Maka mulailah pemuda itu menurutkan tenaga tarikan, betotan, maupun dorongan
tangan kakek itu, mengatur langkahnya sesuai dengan tenaga kakek itu, ke kiri, kanan,
ke depan, ke samping, ke belakang, kadang - kadang meloncat rendah dan meloncat tinggi, cepat
sekali gerakan itu dan amat aneh, akan tetapi hebatnya, gerakan - gerakan itu membuat
dia terbebas dari semua serangan dan kepungan tanpa mengelak satu demi satu seperti yang
dilakukannya sendiri tadi. Dia tidak tahu bahwa dia telah dibawa oleh kakek sakti itu mela-
kukan Ilmu Ban-seng- po Lian-hoan (Langkah Selaksa Bintang Berantai). Langkah-langkah ini menurut
garis-garis perbintangan dan langkahlangkahnya teratur sedemikian rupa, penuh rahasia
sehingga seolah- olah semua gerakan itu telah mendahului datangnya hujan serangan. Melihat ini,
seorang di antara pengawal atau sute dari Jenderal Beng Tian menjadi marah sekali! Sambil
berseru keras dia menyerang dahsyat ke arah kepala Tiong Li. Pemuda ini terkejut, maklum bahwa dia
tidak akan mungkin dapat menyelamatkan diri, akan tetapi dia memejamkan matanya dan dengan
membuta dia menurutkan tenaga kakek yang me-ngendalikannya. Dia menggeliat dan meloncat
ke depan malah! Tentu saja hatinya terasa ngeri sekali. Dipukul demikian dahsyat mengapa
malah meloncat ke depan " Akan tetapi sungguh aneh, karena dia meloncat ke depan ini, dia malah
terhindar dari pukulan dahsyat yang ternyata telah datang kecuali tentu saja ke depan, karena
si pemukul sama sekali tidak pernah menduga bahwa orang yang dipukul itu malah melangkah maju!
Inilah hebatnya Ban - seng - po Lian - hoan itu. Ilmu ini memungkinkan segala gerakan
kaki dan tubuh dalam menghadapi pengeroyokan lawan lawannya yang tangguh.
"Plak ! Plakk !" tangan kakek itu menampar dan dua orang pengawal itu terhuyung
ke belakang dengan muka pucat ketika mereka menangkis.
"Pemberontak hina !" Terdengar Jenderal Beng Tian membentak dan pedang
panjangnya menyambar. Tiong Li sudah berhasil merampas sebatang tombak yang dibetotnya dari
tangan seorang pera-jurit yang menyerangnya dan menggunakan tom bak itu untuk menangkis
pedang yang menyambar ke arah kakek Kam.
"Trakkkk..... !" Tombak itu patah menjadi dua dan Tiong Li merasakan tangannya
sampai ke pangkal lengannya seperti lumpuh ! Dia terke-jut setengah mati, akan tetapi
pada saat itu, Jen- deral Beng Tian juga terhuyung ke belakang kare-na ketika pedangnya bertemu
dengan tombak di tangan pemuda itu, secepat kilat kakek Kam telah berhasil mendorong punggungnya
dan dia merasa betapa hawa yang dingin sekali menyusup ke dalam tubuhnya, membuat dia
terhuyung dan cepat - cepat jenderal ini yang tidak mau menderita luka parah segera
mengatur pernapasan seperti yang dilaku-kan oleh dua orang sutenya pula. Melihat betapa tiga orang
tertangguh itu menghentikan penye-rangan, kakek Kam melihat kesempatan yang baik sekali.
"Kwee - sicu, cepat rampas kuda !"
Tiong Li yang sejak tadi secara membuta sudah menurut perintah kakek ini,
sekarang membuka mata dan melihat seorang perwira menunggang ku-da tak jauh dari situ,
diapun meloncat mendekati. Perwira itu menyambutnya dengan bacokan golok, akan tetapi
Tiong Li mengelak ke kiri dan me-nyambar lengan perwira itu, menariknya keraskeras ke
bawah. Pada saat tubuh perwira itu ter-pelanting ke bawah, Tiong Li meloncat ke atas punggung
kuda! Dan pada saat itu pula, seorang lain telah terlempar dari atas punggung kudanya, tak jauh
di sebelah depan Tiong Li, dan tubuh Pek Lian melayang ke atas punggung kuda.
"Naiki kuda itu dan larilah kalian I" terdengar kakek Kam berseru. Akan tetapi
karena Pek Lian menderita luka-luka dan merasa lelah sekali, dara ini tidak dapat mengatur
tubuhnya dan ia hinggap di atas kuda itu dalam keadaan terbalik! Akan tetapi sebelum ia
terpelanting jatuh, tubuhnya sudah disambar lagi oleh kakek Kam yang tadi merobohkan empat orang
perajurit, lalu kakek itupun mem-balapkan kuda, diikuti oleh Tiong Li.
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
"Hayo, jangan tidur, anak nakal!" Kakek itu mengguncang-guncang tubuh Pek Lian.
"Engkau seorang gadis gagah perkasa, masa baru begini saja sudah turun semangat "
Bangunlah, dan naiki kuda ini, larikan secepatnya, aku melindungi dari belakang !" Kembali dia
mengguncang. "Mengertikah kau ?"
Mendengar kata - kata ini dan karena guncangan- guncangan itu, apa lagi ketika
tengkuknya di-totok dua kali oleh jari si kakek sakti, Pek Lian membuka matanya lebar -
Pedang Tanpa Perasaan 8 Pendekar Hina Kelana 14 Kembalinya Siluman Harimau Kumbang Hantu Seribu Tangan 3