Pencarian

Darah Pendekar 9

Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo Bagian 9


menjauhi bangku-bang-ku itu. "Ah, terlalu lama duduk juga melelahkan pinggang, mari kita
jalan-jalan saja," kata Seng Kun dan A-hai yang sudah mengepal tinju itu dapat disabarkan. Mereka
berjalan menjauhi orang-orang itu dan berdiri di bawah pohon di sudut halaman.
"Mereka itu semua bukan orang baik-baik !" kata A-hai.
"Ssstt, perlu apa mencari keributan dengan mereka ?" Seng Kun berbisik. "Hanya
akan merugi-kan diri sendiri saja."
"Orang-orang macam itu tentu hanya akan menimbulkan kekacauan, hanya, akan
melakukan kejahatan saja."
"Saudara yang baik, apalah engkau mengenal mereka " Siapakah mereka itu dan
mengapa malam ini mereka berkumpul di tempat ini ?"
A-hai memandang kepada petani itu sejenak, lalu menggeleng kepalanya. "Aku sama
sekali tidak tahu, malah tadinya aku mengira engkau yang tahu dan mengenal mereka."
Seng Kun menggeleng kepala. "Eh, kenapa engkau menyangka bahwa aku mengenal
mereka ?" tanyanya. "Entahlah, karena engkau kelihatan begitu cerdik."
Seng Kun mengerutkan alisnya. Pemuda ini, yang kelihatan bodoh dan jujur,
ternyata memiliki pandang mata yang tajam sehingga agaknya seperti sudah menduga bahwa
dia bukanlah seorang pe-tani biasa! Begitu burukkah penyamaranku, pikir Seng Kun dengan hati
khawatir juga. Apakah orang lain juga akan menduga seperti pemuda ini " Ka-lau begitu, gagallah
penyamarannya ini. "Heii... ! Jangan ambil arakku... !!" Tiba-tiba A-hai melompat dan berlari ke
depan. Seng Kun terkejut memandang dan melihat seorang
di antara para tamu itu mengambil sebuah guci arak, membuka tutupnya dan
menuangkan arak dari guci itu ke dalam cawannya yang telah kosong.
A - hai berlari mendekat dan hendak merampas guci araknya, akan tetapi penjahat
itu tertawa dan menggerakkan kaki menendang. Sebuah tendangan yang sembarangan saja,
bukan tendangan seorang ahli silat tinggi, akan tetapi akibatnya, tubuh A-hai
terjengkang setelah terdengar suara berdebuk ka-rena perutnya tertendang.
"Ha - ha - ha ! Lihat tikus ini berguling-gulingan!!" Penjahat itu tertawa
bergelak, disusul suara ketawa teman-temannya yang sudah berdatangan. "Hayo siapa yang ingin
tambah arak ?" KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Enam orang lain yang berada di luar warung itu berda-tangan dan mereka
mengulurkan cawan- cawan kosong mereka untuk diisi oleh orang yang meme-gang guci arak.
"Itu arakku ! Jangan kalian mencuri sembarang-an saja !" A - hai sudah bangkit
lagi dan menyerbu, hendak merampas guci. Akan tetapi, beberapa buah kepalan menyambutnya
dan orang - orang itu ki-ni menjadi marah karena dimaki mencuri. A - hai lalu dihajar dan
dijadikan bulan - bulanan pukulan dan tendangan kaki mereka. Terdengar suara berdebukan dan A -
hai jatuh bangun menjadi kor-ban pukulan - pukulan keras.
Biarpun dia sedang menyamar dan tidak ber-niat untuk memancing keributan, akan
tetapi me-lihat pemuda yang amat disukanya karena diang-gap jujur dan polos, juga
bertulang bersih itu, Seng Kun tidak dapat menahan diri lagi.
"Heii, jangan pukuli orang yang tidak berdosa!" bentaknya dan sekali bergerak,
tubuhnya sudah melayang ke tempat di mana A-hai dihajar dan begitu dia menggerakkan kaki
tangannya, tu-. juh orang pengeroyok itu terlempar ke kanan kiri dan mereka mengaduh -
aduh. Seng Kun lalu me-narik bangun A-hai yang memandang kepada-nya dengan wajah berseri,
walaupun pipinya beng-kak dan matanya menghitam.
"Haa, sudah kuduga, engkau seorang yang li-hai, paman petani!" serunya.
Akan tetapi, teriakan-teriakan itu memancing munculnya para penjahat dari dalam
warung dan melihat keributan itu, mereka segera serentak me-nyerbu dan mengeroyok Seng
Kun dan A- hai. Seng Kun tentu saja menyambut mereka dan para pengeroyok segera menjadi
kaget mendapat ke-nyataan betapa petani setengah tua itu benar-be-nar amat lihai. Akan
tetapi, pemuda tukang gero-bak itu tidak merupakan lawan berat sehingga ki-ni mereka
mengeroyok Seng Kun sedangkan empat orang pertama masih menghajar A-hai yang melawan
sedapatnya sambil memaki-maki. "Kalian manusia - manusia jahat! Kalian iblis-iblis berwajah manusia!" Pemuda
ini hanya ber-gerak sembarangan saja, sama sekali tidak menu-rut gerakan ilmu silat dan
karena empat orang pe-ngeroyoknya adalah orang-orang kasar yang su-dah biasa berkelahi dan
juga semua memiliki ilmu silat, maka A-hai menjadi bulan-bulanan pukul-an. Akan tetapi
pemuda ini memiliki tubuh yang kuat sehingga biarpun sudah dipukuli jatuh ba-ngun, dia tetap terus
bangkit dan melawan lagi. Melihat pemuda itu dihajar dan dipukuli, Seng Kun yang dikeroyok oleh banyak
orang itu mem-bantu dan mencoba untuk melindunginya. Karena ini, maka dia sendiri menerima
beberapa kali pu-kulan yang cukup keras.
Ketika, melihat terjadinya keributan itu, dari tempat sembunyinya, Pek Lian dan
Bwee Hong tentu saja menjadi terkejut. Bwee Hong yang me-lihat kakaknya dikeroyok banyak
sekali orang jahat, segera meloncat maju, sedangkan Pek Lian yang melihat A - hai dipukuli
orang, juga tidak mungkin dapat berdiam diri dan gadis irupun sudah me-. lompat keluar dari tempat
persembunyiannya. Dua orang gadis ini lalu menyerbu dan mengamuk.
Para penjahat itu terkejut sekali melihat mun-culnya dua orang wanita petani
yang demikian lihainya. Mereka pun sadar bahwa petani setengah
tua dan dua orang wanita petani ini tentulah pihak musuh yang datang melakukan
penyelidikan, maka merekapun kini mengurung dan menyerang mati-matian
mempergunakan senjata mereka. Jumlah pengeroyok ada tigapuluh orang lebih dan mereka semua
rata - rata memiliki ilmu silat yang tinggi dan pengalaman berkelahi yang matang, apa lagi
mereka itu adalah penjahat - penjahat yang kejam dan sudah biasa membunuh orang.
Melihat kehebatan petani setengah tua itu, Jai-hwa Toat-beng-kwi, penjahat cabul
berusia tigapuluh lima tahun yang berwajah ganteng dan berpakaian mewah pesolek itu lalu
meloncat ke depan, begitu menerjang, dia sudah menggunakan huncwe emasnya untuk menotok ke
arah leher Seng Kun. Melihat meluncurnya sinar emas di bawah sinar lampu yang kini dibantu obor itu.
Seng Kun mak-lum bahwa penyerangnya tidak boleh disamakan dengan para pengeroyok lainnya.
Diapun cepat melangkah mundur sambil mengelak dan meng-gerakkan lengan kanan untuk
menangkis huncwe emas itu. Akan tetapi, Si Cabul sudah menarik kem-bali huncwenya dan
dengan gerakan cepat sudah menggerakkan senjata istimewa itu yang meluncur ke arah muka Seng
Kun, didahului oleh percikan api tembakau dari hunewe yang menyambar ke arah mata. Inilah
keistimewaan KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
huncwe itu! Seng Kun maklum akan bahayanya serangan kilat itu, maka diapun lalu
meniup ke depan untuk menghalau percikan api tembakau, lalu membuang diri ke belakang,
menyelinap ke bawah dan dengan gerak-an indah namun kuat, tangannya sudah menusuk perut lawan
dengan jari - jari tangan terbuka.
"Wuiiuuttt !" Tusukan tangan yang kuatnya melebihi golok itu dapat dihindarkan pula
oleh Jai-hwa Toat - beng - kwi yang diam-diam juga merasa kaget. Kiranya petani
ini benar-benar bu-kan lawan ringan ! Diapun mempercepat gerakan huncwenya dan kini mengerahkan
seluruh tenaga dan mengeluarkan semua ilmunya untuk mengha-dapi petani yang lihai itu,
dibantu pula oleh be-berapa orang penjahat yang memiliki kepandaian cukup tinggi.
Sementara itu, dua orang wanita yang pertama kali datang ke warung itu bersama
Si Cabul yang amat mirip satu sama lain, sudah mencabut pedang dan menyambut Bwee Hong
karena mereka meli-hat betapa wanita petani ini gerakannya amat si-gap dan cepat. Bwee
Hong tahu pula bahwa dua orang wanita ini cukup lihai, maka iapun sudah mencabut pedang
yang disembunyikan di balik baju, menyambut dan menyerang mereka dengan sengit.
Terjadi pula pertandingan seru di antara mereka dan dua orang wanita itu juga dibantu oleh
beberapa orang penjahat yang memperguna-kan senjata mereka untuk mengurung Bwee Hong.
Pek Lian meloncat dan hendak menolong A - hai yang masih menjadi bulan - bulan
pukulan dan ten-dangan empat orang jahat itu, akan tetapi iapun disambut oleh banyak
orang yang mengurung dan mengeroyoknya. Pek Lian membentak marah, mencabut pula pedangnya
dan mengamuklah gadis ini. Daerah yang sunyi itu kini menjadi medan per-kelahian yang amat seru. Akan
tetapi, kepandaian tiga orang pendekar muda ini agaknya terlalu kuat bagi para penjahat
itu. Terutama sekali kakak ber-adik bangsawan she Chu itu, biarpun di pihak ka-um sesat
terdapat Si Cabul dan dua orang wanita berpedang, namun tetap saja mereka itu kewalahan menghadapi
pengamukan Seng Kun dan Bwee Hong. Bagaimanapun juga, dua orang muda ini adalah keturunan
dari datuk sakti Sin - yok - ong dan mereka memiliki gerakan yang amat cepat. Juga Ho Pek
Lian merupakan seorang dara yang-gagah perkasa. Ia memiliki dasar ilmu silat tinggi yang baik,
dan selama beberapa bulan ini ia telah digembleng oleh pengalaman - pengalaman hebat,
bertemu dengan orang-orang sakti dan semua pengalaman ini membuatnya menjadi masak dan ilmunya
juga menjadi semakin mantap. Pedangnya membentuk gulungan sinar yang membuat para
pengeroyoknya kewalahan. Tiba - tiba terdengar suara mengaum seperti auman singa dan disambut oleh dua
kali auman harimau. Suara ini menggetarkan suasana yang hiruk-pikuk oleh perkelahian
di tempat itu. Semua orang tertegun dan Pek Lian segera mengerti bahwa bahaya besar muncul
karena ia tahu siapa orangnya yang datang. Mungkin orang inilah yang dinanti-nanti oleh para
penjahat itu. San- hek-houw Si Harimau Gunung telah muncul ! Juga Bwee Hong dan Seng Kun cepat
meloncat ke bela-kang dan memandang. Seorang kakek tinggi besar yang mengenakan jubah kulit harimau berdiri dengan
gagahnya, dan di belakangnya nampak dua ekor harimau kum-bang. Ketika tiba di tempat itu
tadi, San-hek- houw sudah tahu bahwa petani yang berkelahi melawan Si Cabul bersama beberapa
orang teman- nya itulah yang paling lihai di antara mereka yang dikeroyok oleh anak buahnya,
maka diapun tanpa banyak cakap lagi lalu menerjang ke depan dan menyerang Seng Kun.
Tangannya diulur ke depan dengan jari - jari tangan terbuka membentuk cakar harimau dan Seng Kun
cepat meloncat ke bela-kang untuk menghindarkan cakaran - cakaran yang amat kuat itu. Itulah
Umu Silat Houw - jiauw - kun (Ilmu Cakar Harimau) akan tetapi yang berbeda dengan ilmu silat
harimau lainnya. Gerakan orang ini amat kuat dan ganas ! Dengan hati - hati Seng Kun lalu balas
menyerang dan segera terjadi perke-lahian yang amat seru di antara mereka.
Melihat bahwa lawan yang tangguh itu kini telah dihadapi oleh San - hek - houw
yang merupa-kan tokoh yang lebih tinggi tingkatnya dari pada-nya, Si Cabul lalu
tersenyum - senyum mengham-piri Bwee Hong. "Ih, wanita petani kotor ternyata pandai juga berkelahi.
Sayang kau sudah agak tua, kalau masih muda tentu akan menjadi penghibur yang menarik !"
Sambil berkata demikian, Si Cabul sudah mencolek ke arah dada Bwee Hong.
"Plakk !" Bwee Hong menangkis dengan penge-rahan tenaga dan akibatnya, Si Cabul
itu terdorong ke belakang. Jai-hwa Toat-beng-kwi menjadi marah dan diapun menyerang
dengan KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
huncwenya, djbantu pula oleh dua orang wanita berpedang. Kini Bwee Hong
menghadapi lawan yang jauh le-bih lihai dari pada tadi. maka iapun memutar pe-dangnya dan melawan
dengan mati- matian. Akan tetapi, pada saat Seng Kun mengerahkan semua kepandaiannya untuk dapat
mengalahkan San-hek-houw yang sudah dibantu pula oleh be-berapa orang anak


Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

buahnya, tiba- tiba saja terde-ngar suara tinggi seperti suara wanita, akan tetapi suara itu
mengandung getaran khikang yang kuat. "Ha-ha-ha, apakah Harimau Gunung sudah kehilangan sebagian giginya maka
menghadapi seorang petani saja sudah kewalahan ?"
Dari dalam kegelapan malam, muncullah seorang laki - laki yang usianya kurang
lebih empat-puluh tahun, tubuhnya gendut pendek, perutnya besar seperti perut kerbau
bunting, dan tangan kanannya memanggul sebuah senjata yang kelihatan-nya sederhana saja,
yaitu sebatang toya besar se-perti alu yang terbuat dari pada baja putih. Akan tetapi, melihat
munculnya orang ini, Pek Liari ter-kejut sekali karena ia mengenal orang ini sebagai Sin - go Mo
Kai Ci. Julukannya Sin - go (Buaya Sakti), raja dari segala bajak sungai dan menjadi rekan dari
Harimau Gunung. Inilah dua di antara Sam - ok {Tiga Jahat) yang menjadi pembantu-pembantu utama
Si Raja Kelelawar ! "Buaya hina, dari pada banyak mulut, tidakkah lebih baik cepat membantuku
menundukkan mu-suh ini " Dia bukan petani biasa, tentu mata-.mata pihak musuh !" kata San-
hek-houw sambil rnen-coba untuk mendesak lawan. Namun, Seng Kun yang juga sejak tadi munculnya
Harimau Gunung ini sudah mainkan sebatang pedang, menahan se-rangannya dengan baik dan
membalas dengan se-rangan kilat yang nyaris merobek ujung jubah ha-rimaunya.
Buaya Sakti tertawa bergelak dan begitu tubuh-nya yang bundar itu bergerak, toya
putihnya sudah diputar dan diapun terjun ke dalam perkelahian itu membantu rekannya.
Melawan Harimau Gu-nung saja sudah merupakan hal yang cukup berat bagi Seng Kun. Kini ditambah
munculnya Sin - go Mo Kai Ci yang memiliki tingkat yang seimbang dengan rekannya, maka
tentu saja Seng Kun men-jadi repot sekali. Apa lagi karena corak permainan silat dan gaya
permainan senjata pendatang baru ini jauh berbeda, membuat mereka berdua itu me-rupakan kombinasi
yang sulit untuk dilawan. Biarpun Seng Kun melawan mati-matian, na-mun akhirnya sebuah hantaman toya dari
Buaya Sakti itu mengenai punggungnya dengan amat ke-rasnya. Untung bahwa Seng
Kun memiliki tenaga sinkang yang amat kuat, maka hantaman itu tidak sampai mematahkan tulang
punggungnya, hanya membuatnya terpelanting saja. Akan tetapi, banyak orang
menubruk dan meringkusnya sehingga Seng Kun tidak mampu berkutik lagi. Dia telah terta-wan !
Melihat ini, Bwee Hong menjadi marah. Akan tetapi Pek Lian yang melihat betapa
sia-sia ka- ku mereka melawan dan akhirnya mereka berdua-pun tentu akan roboh tewas atau
tertawan, cepat mendekati Bwee Hong.
"Enci Hong, mari kita lari !"
"Tapi... tapi... Kun-ko"
"Kita bicarakan nanti. Lekas, ikut aku !" Dan Pek Lian lalu menarik tangannya.
Bwee Hong adalah seorang gadis yang cukup cerdas. Biarpun ia merasa khawatir sekali akan
nasib kakaknya, akan tetapi iapun tahu apa yang dimaksudkan oleh Pek Lian. Kalau mereka berdua
selamat, setidak-nya mereka akan mampu untuk memikirkan usaha agar dapat menyelamatkan
Seng Kun. Sebaliknya, kalau mereka berdua nekat dan melawan, lalu merekapun tertawan,
habislah sudah semua harapan untuk dapat lolos !
Dua orang wanita itu meloncat dan melarikan diri dalam gelap.
"Kejarl" teriak Harimau Gunung dan Buaya Sakti dengan penasaran, dan merekapun
ikut lari mengejar. Akan tetapi, dua orang gadis itu memang dapat bergerak cepat sekali,
dan pula, kege- lapan malam menolong mereka sehingga akhirnya para pengejar itu terpaksa kembali
ke warung de-ngan tangan hampa. Setelah melibat tidak ada pihak musuh yang mengejar, kedua orang dara itu
berhenti dan Bwee Hong segera mencela Pek Lian, "Adik Lian, bagai-manakah engkau ini "
Kakakku tertawan dan eng-kau malah memaksaku melarikan diri ! Memang aku tahu bahwa kita tidak
dapat selamat KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
dan tidak dapat menolongnya, akan tetapi, melarikan diri selagi kakakku
tertawan, sungguh membuat aku merasa berduka dan malu. Apa yang akan dipikir oleh kakakku ?"
"Kakakmu tentu akan membenarkan tindakan kita ini, enci. Pihak musuh begitu
banyak dan di antaranya banyak terdapat orang lihai. Sedangkan kakakmu saja tertawan, apa
lagi kita. Belum lagi kalau sampai pimpinan mereka datang, yaitu Si Raja Kelelawar. Sungguh
habislah kita ! Sekarang kita berdua masih selamat. Apa kaukira akupun akan diam saja melihat
kakakmu dan A - hai dita-wan orang " Kita dapat membayangi mereka dan melihat keadaan
selanjutnya. Kalau memang ba-haya mengancam mereka, kita boleh turun tangan dan mengadu nyawa !"
Bwee Hong yang kebingungan karena memikir-kan kakaknya itu hanya mengangguk
dengan lesu dan selanjutnya ia akan menurut saja kepada saha-batnya ini. Biarpun
tingkat kepandaian silatnya masih lebih lihai dari pada Pek Lian, namun ha-rus diakuinya bahwa ia
kalah wibawa, dan juga kalah pengalaman. Hal ini adalah karena Pek Lian telah mewakili gurunya
untuk memimpin para pen-dekar. Pandangannya lebih luas dan ia tidak ber-tindak menurutkan
perasaan belaka, melainkan ber-tindak dengan pedntungari sebagai layaknya seorang yang berjiwa
pemimpin. Sementara itu, San-hek-houw dan Sin-go Mo Kai Ci yang memimpin pertemuan itu,
nampak tergesa - gesa membagi - bagi tugas kepada para anak buahnya, kemudian terdengar
dia berkata, "Munculnya gangguan ini merobah acara. Kita ha-rus cepat pergi meninggalkan
tempat ini. Tidak aman setelah diketahui orang lain." Pertemuan itu-pun bubaran dan dua orang yang
ditawan itu, A - hai dan Seng Kun, dibawa pergi sebagai tawan-an oleh dua orang tokoh sesat
itu, ditotok dan di be-lenggu kemudian dilempar di dalam pedati milik A - hai yang tadi
dipergunakan untuk mengangkat arak. Melihat betapa dua orang itu dibawa pergi oleh Si Harimau Gunung dan Si Buaya
Sakti, Pek Lian dan Bwee Hong lalu membayangi gerobak itu. Mereka berdua tidak berani
sembarangan turun tangan karena maklum bahwa keselamatan A-hai dan Seng Kun terancam jika
mereka dengan sembro-no melakukan penyergapan. Apa lagi karena dua orang tokoh sesat
itu masih dikawal oleh para pem-bantunya yang lihai.
Sampai beberapa hari lamanya dua orang gadis itu membayangi kereta atau gerobak
dua orang tokoh sesat yang menawan A-hai dan Seng Kun. Mereka melihat betapa kedua
orang tawanan itu diperlakukan dengan cukup baik, masih dibelenggu akan tetapi setiap
kali rombongan berhenti untuk makan, keduanya mendapatkan hidangan secukup-nya. Hal ini
melegakan hati Bwee Hong dan Pek Lian yang mendapat kenyataan bahwa agaknya para penjahat tidak
berniat membunuh dua orang tawanan itu.
Dan memang sesungguhnya demikianlah. Se-telah berhasil menawan A - hai dan Seng
Kun, Si Harimau Gunung dan Si Buaya Sakti memperhatikan Seng Kun dan melarang anak
buah mereka untuk membunuh atau melukainya. Juga A-hai yang telah dibela oleh petani itu
mendapatkan perlakuan yang cukup baik walaupun kedua orang tawanan itu selalu dibelenggu.
Hal ini adalah karena Harimau Gunung merasa curiga melihat kelihaian petani itu dan menduga
bahwa petani itu tentulah seorang tokoh pembantu yang cukup ting-gi kedudukannya dari Si Petani
Laut, seorang di antara raja-raja lautan. Ciri khas dari para tokoh bajak lautan ini adalah
pakaian mereka yang seper-ti pakaian petani, walaupun pekerjaan mereka ada-lah perampok - perampok
di lautan alias bajak - ba-jak laut! Kabarnya, Si Petani Laut berasal dari ke-luarga petani,
maka setelah menjadi seorang di antara jagoan-jagoan atau bahkan raja-raja kecil yang menguasai
lautan timur, dia tetap berpakaian petani bahkan mengharuskan para pembantunya berpakaian seperti
petani! Dan karena Si Petani Laut juga termasuk tangan kanan atau juga sekutu dari Tung-hai-
tiauw (Rajawali Lautan Timur), maka Si Harimau Gunung menduga bahwa petani yang tertawan itu
adalah seorang utusan dari ke-lompok bajak laut. Seperti kita ketahui, Sam - ok atau Si
Tiga Jahat adalah Tung - hai - tiauw Si Rajawali Lautan Timur, Sin - go Mo Kai Ci Si Bua-ya Sakti,
dan San-hek-houw Si Harimau Gunung. Merekalah yang disebut raja - raja di wilayah dan daerah
masing - masing, yaitu raja lautan, raja sungai - sungai dan raja daratan. Dua di antara mere-ka,
yaitu Si Buaya Sakti dan Si Harimau Gunung telah menakluk terhadap Raja Kelelawar. Kemu-dian
Raja Kelelawar yang merupakan datuk terting-gi di antara kaum sesat itu mengutus dua orang
pembantunya ini untuk menghubungi Si Rajawali Laut.
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Demikianlah, karena menduga bahwa Seng Kun adalah tokoh sesat lautan yang
menjadi anak buah Si Rajawali Laut, maka Harimau Gunung dan Buaya Sakti tidak mau
bertindak lancang. Bahkan mereka menganggap bahwa Seng Kun dapat men-jadi semacam sandera agar
mereka dapat dengan mudah menghubungi rekan yang kadang - kadang menjadi saingan dan
musuh itu. Harimau Gunung dan Buaya Sakti scndiripun tadinya sering kali bentrok dan
bersaing. Hanya kini setelah muncul Raja Kelelawar, mereka menjadi akur dan tidak berani bentrok,
karena sama - sama menjadi pem-bantu dari atasan mereka yang baru, yang amat mereka takuti,
yaitu Raja Kelelawar. Ketika rombongan itu tiba di tepi lautan di se-belah timur kota raja, menghadapi
Teluk Po - hai yang luas, rombongan yang mengawal kedua orang raja penjahat itu segera
menyediakan sebuah pe-rahu layar besar. Kemudian, dikawal oleh belasan orang saja. Si
Harimau Gunung dan Si Buaya Sakti membawa dua orang tawanan naik perahu yang berlayar ke arah timur
laut. Ketika itu, hari masih amat pagi akan tetapi matahari telah meninggal-kan permukaan
laut dan membakar seluruh per-mukaan air dengan cahayanya yang masih belum terlalu panas,
masih keemasan. Perahu layar besar yang membawa dua orang tawanan itu mem-bentuk
sebuah bayangan memanjang di atas per-mukaan air yang merah tembaga. Angin laut pagi
itu lembut saja, namun cukup membuat perahu itu melaju karena layar terkembang yang lebar
itu menangkap banyak angin yang mendorong pe-rahu. Sunyi sekali, karena perahu -
perahu nelayan yang terapung di sana-sini sedang tenang, me-nanti datangnya rombongan ikan yang
biasanya muncul setelah sinar matahari menjadi keperakan. Para nelayan duduk di dalam
perahu masing- ma-sing, memandang ke arah perahu besar yang lewat melaju, tidak merasa curiga
atau heran karena memang sering terdapat perahu - perahu besar lalu - lalang di perairan
itu, baik perahu - perahu pedagang maupun perahu - perahu pelancong. Merekapun tidak khawatir kalau
- kalau ada pera-hu bajak laut, karena mereka semua berada dalam "perlindungan" raja -
raja bajak laut dengan cara membayar "pajak penghasilan" setelah mereka pu-lang membawa hasil
penangkapan ikan mereka nanti. Di darat telah menanti kaki tangan para raja bajak yang akan
menentukan besar kecilnya pajak itu disesuaikan dengan hasil pekerjaan mereka semalam, atau
sehari. Dengan pembayaran pajak seperti itu, keselamatan mereka terjamin dan mereka dapat
bekerja dengan tenang. Pungutan liar semacam ini terdapat di manapun juga dan di jaman apapun juga.
Pungutan liar ini tercipta oleh kesempatan mengeduk keuntungan yang banyak dimiliki oleh
mereka yang mempunyai banyak kekuasaan, oleh mereka yang mempunyai wewenang. Dengan
kekuasaan atau wewenang yang ada pada mereka, maka terbukalah kesempatan un-tuk memeras.
Kekuasaan atau wewenang itu bisa saja timbul dari kedudukan atau dari kekuatan. Kedudukan
dan kekuatan itu dijadikan modal untuk memeras atau mencari keuntungan dengan jalan memeras.


Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Para nelayan itu tanpa mereka sadari te-lah diperas. Mereka merasa "dilindungi" oleh
para bajak, dan untuk itu mereka mau menyerahkan se-bagian dari pada hasil keringat mereka.
Dilin-dungi dari siapa " Tentu saja dari gangguan, dan biasanya, yang mengganggu adalah para
bajak itu sendiri. Berarti, kalau tidak mau menyogok, akan diganggu ! Perbuatan para bajak laut ini
tiada bedanya dengan perbuatan para pejabat yang ju-ga akan "mengganggu" dengan menggunakan
ke-kuasaan dan wewenang mereka apa bila mereka ti-dak disogok.
Pungutan liar memang akibat disalahgunakan-nya wewenang dan kekuasaan. Akan
tetapi, sumber pokoknya terletak dalam batin seseorang itu sendiri. Kedudukan tinggi
sebagai pejabat tidak mempunyai kecondongan kc arah perbuatan baik atau buruk tertentu.
Kedudukan itu diperlukan untuk mengatur orang banyak, dan untuk pekerjaan ini dia telah
menerima upah. Jadi sepenuhnya ter-gantung kepada seseorang itu sendiri, mau dijadi-kan apakah
kedudukannya itu ! Dapat saja dija-dikan modal untuk memeras, akan tetapi dapat pula dijadikan alat
untuk menertibkan dan mengatur, yang pertama adalah untuk kesenangan diri sendiri
sedangkan yang ke dua adalah untuk kesenangan orang - orang lain, atau setidaknya untuk meme-
nuhi tugas yang telah dibebankan ke atas pun-daknya dengan imbalan upah yang semestinya.
Demikian pula dengan kekuatan yang ada pada diri seseorang, dapat saja kekuatan itu dipakai
un-tuk menindas demi memenuhi kesenangan diri pribadi, dapat juga dipakai untuk melindungi
orang-orang lain dari pada ancaman kejahatan yang mengandalkan kekuatan. Jadi, sumber pokok dari
perbuatan pungutan liar itu, seperti dari pe-nyelewengan - penyelewengan hidup yang lain,
ter-letak dalam KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
batin masing-masing. Tanpa adanya kesadaran batin, segala usaha untuk
memberantas-nya hanya akan berhasil untuk sementara saja. Dengan kekerasan, mungkin saja perbuatan
sesat dapat dihentikan, akan tetapi penghentian ini ha-nya lahiriah, hanya bersifat
sementara karena bo-rok di
dalam batin itu masih belum sembuh. Kalau penjagaannya kurang ketat, maka borok
itu akan kambuh lagi dan perbuatan sesat itu akan tendang, mungkin lebih hebat dari pada
yang sudah. Seba-liknya, kalau batinnya sudah sembuh dari pada bibit penyakit itu, tanpa
pengekangan sekalipun, perbuatan sesat itu takkan muncul.
Ketika Pek Lian dan Bwee Hong melihat persi-apan para penjahat itu, Pek Lian
segera dapat men-duga bahwa dua orang tawanan itu akan dibawa pergi berlayar. Maka dengan
cepat iapun mencari perahu yang disewanya dari seorang nelayan. Ke-tika perahu besar itu
mengembangkan layar, Pek Lian dan Bwee Hong juga sudah mendayung pe-rahu dan tak lama kemudian
perahu kecil mereka pun berlayar mengikuti perahu besar. Dengan adanya banyak perahu
nelayan di sekitar tempat itu, maka tentu saja perbuatan dua orang wanita ini tidak menarik
perhatian, juga tidak dicurigai oleh para penjahat itu.
Dua orang gadis itu telah menanggalkan pe-nyamaran mereka begitu perahu kecil
mereka ber-gerak. Kini tidak perlu lagi menyamar karena mereka bukan sedang melakukan
tugas menyelidik dan membantu Seng Kun, melainkan sedang meng-hadapi para penjahat
secara langsung. Tidak perlu lagi mereka menyamar. Perahu kecil mereka me-luncur cepat
ketika mereka memasang layar. Un-tung bagi mereka bahwa Pek Lian tidak asing de-ngan pelayaran
dan Bwee Hong ternyata juga me-rupakan seorang gadis yang dapat belajar dengan cepat.
Kekuatan dalam mereka berkat latihan membuat mereka dapat bertahan terhadap gun-cangan dan
goyangan perahu mereka ketika di-permainkan oleh air laut yang mulai bergelombang.
Bersama meningginya matahari, gelombangpun se-maian membesar. Hal inilah yang membuat
mereka tertinggal oleh perahu besar di depan. Perahu be-sar itu tidak begitu payah
melawan gelombang seperti perahu kecil dua orang dara perkasa ini.
Menjelang tengah hari, mereka berdua kehi-langan perahu besar di depan! Tentu
saja mereka menjadi bingung dan biarpun mereka berusaha untuk mengejar, namun
gelombang laut yang besar itu membuat perahu mereka terombang-ambing.
"Ah, celaka perahu itu telah meninggalkan kita! Aih, bagaimana ini, adik Lian !
Bagaimana dengan Kun-koko !" Bwee Hong meratap dan hampir saja ia menangis. Bwee
Hong sama sekali bukan seorang gadis lemah. Bahkan dalam hal ilmu silat, ia masih
lebih lihai dari pada Pek Lian. Akan tetapi, ia amat sayang kepada kakaknya. Kini kakaknyalah satu-
satunya keluarga terdekat di dunia ini baginya. Ayah kandungnya, yang baru saja dijumpainya,
telah merupakan orang yang jauh dari batinnya. Bukan hanya karena sejak kecil
terpisah, melainkan juga karena ayahnya itu telah menjadi seorang pendeta di istana dan sudah tidak
mau tahu akan urusan keluarga lagi. Keluarga Bu yang mengasuh ia dan kakaknya sejak kecil,
sudah tewas. Di dunia ini ia hanya mempunyai seorang saja, yaitu Seng Kun dan sekarang kakaknya
itu dilarikan penjahat. "Tenangkan hatimu, enci Hong. Dalain keadaan seperti sekarang ini, yang penting
sekali bagi kita adalah ketenangan. Kita tidak boleh panik dan putus asa. Arah perahu
mereka menuju ke arah timur laut dan lihatlah, bukankah di depan sana itu terdapat gugusan pulau
- pulau yang nampak lapat - lapat dari sini " Tentu ke sanalah mereka menuju dan perahu
mereka lenyap karena pandang-an kita terhalang oleh gelombang. Kita menuju ke arah itu, pasti
kita akan bertemu lagi dengan mereka."
Melihat sikap Pek Lian yang tangkas dan pandang mata yang penuh semangat itu,
Bwee Hong terhibur dan merasa malu. Dirangkulnya teman-nya itu dan sejenak ia
memejamkan mata sambil bersandar pada pundak sahabatnya yang memiliki watak amat kuat itu.
Sahabatnya inipun menderita. Ayahnya juga dilarikan penjahat, akan tetapi Pek Lian masih mampu
menghibur dan membesarkan hatinya! "Maafkan aku, Lian-moi. Aku telah bersikap cengeng seperti anak kecil. Mari,
kita lanjutkan pelayaran kita. Ombak - ombak ganas ini harus kita lawan dan atasi!" Di dalam
suara dara cantik jelita ini terkandung ketabahan dan ketekadan be-sar sehingga Pek Lian
tersenyum, "Bagus ! Mari kita bekerja keras!"
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Demikianlah, kedua orang gadis itu bersitegang dengan gelombang lautan,
memperebutkan perahu dan nyawa mereka. Ombak - ombak besar itu seo-lah-olah merupakan
jangkauan tangan maut yang hendak menelan dan menghempaskan perahu, se-dangkan mereka berdua
dengan kedua tangan yang berjari kecil mungil halus itu mengerahkan tenaga untuk
menahan perahu mereka agar jangan teng-gelam ! Terjadilah proses pertarungan dan perju-angan
hidup yang mungkin sudah setua lautan itu sendiri atau setua sejarah manusia, antara
manusia dan alam ! Antara ancaman mati dan memperta-hankan hidup ! Proses yang sampai kini masih
me-landa kehidupan manusia, dan karenanya amat mengharukan. Bukankah kita inipun setiap
saat dikelilingi jangkauan tangan - tangan maut " Me-lalui penyakit, melalui
kecelakaan, melalui bencana alam" Betapa mati dan hidup ini seling - menye-ling, merupakan perpaduan
yang serasi, yang me-nguasai diri kita " Kalau kita tidak membuka ma-ta mempelajari apa
sesungguhnya kehidupan ini, apakah kita lalu hanya hidup untuk menghindarkan diri dari pada
jangkauan maut belaka dan akhirnya kita akan tercengkeram juga dan tunduk di bawah kekuasaan
maut sebelum kita tahu apa sesungguh-nya kehidupan ini " Apakah hidup ini hanya per-juangan,
kesengsaraan, kekecewaan, duka nestapa, permusuhan, segala pahit getir dengan hanya sedikit
manis sekali - kali, kemudian habislah semua itu dan mati "
Setelah terhindar dari rasa khawatir, baik ke-khawatiran akan nasib kakaknya
maupun rasa ta-kut akan gelombang yang mengancam nyawanya, mulailah terasa oleh Bwee Hong
kegairahan dan kegembiraan dalam menghadapi gelombang lautan yang mendahsyat itu.
Kegembiraan yang jarang terasa olehnya, mungkin hanya terasa oleh mereka yang tahu apa artinya
berdekatan dengan maut, apa artinya dapat menyelinap di antara jari - jari tangan maut yang
mengancam. Saking besarnya rasa gem-bira ini, Bwee Hong yang membantu Pek Lian me-
ngemudikan perahu, menjerit - jerit, suaranya dite-lan angin dan gemuruh gelombang air yang saling
timpa. "Hayo, majulah! Datanglah gelombang! Ha-ha, hayo serbulah, aku tidak takut
padamu ! Huiiii-huuu !" Perahu itu melambung tinggi lalu meluncur turun dengan kecepatan yang
membuat jantung terasa copot tertinggal di udara ! Namun Bwee Hong menjerit dan
tertawa, sehingga Pek Lian ikut pula terseret kegembiraan itu dan kedua orang dara
perkasa itupun menjerit - jerit dan ter-tawa-tawa, dan gelombang lautan itu berobah menjadi
sahabat - sahabat yang mengajak mereka bersendau-gurau!
Setengah hari lamanya dua orang dara pendekar itu berjuang melawan amukan air
laut dan tiga kali hampir saja perahu mereka terbalik. Pakaian mereka sudah basah kuyup,
basah oleh air bercam-pur keringat mereka. Wajah mereka yang cantik itu nampak berseri,
berkilau dengan cahaya kehi-dupan dan kesegaran, kemerahan dan sepasang mata mereka bersinar -
sinar, muka mereka yang berkulit halus itu kemerahan dan agak coklat ter-bakar matahari.
Setelah setengah hari lamanya bergurau, agaknya air laut menjadi jemu dan bo-san juga dan
gelombangpun tidak seganas tadi. Napas lautan yang tadinya terengah - engah itu kini menjadi tenang
dan hanya tinggal sisanya saja. Tiba-tiba Pek Lian menunjuk ke arah depan. "Lihat, itu mereka ! "
Di antara -puncak - puncak gunung ombak di kejauhan, nampak mula-mula ujung
tiang perahu layar besar dengan benderanya, kemudian nampak layarnya dan mereka berdua
hampir bersorak gi-rang mengenal bahwa memang itulah perahu yang mereka bayangi, perahu
yang membawa A - hai dan Seng Kun sebagai tawanan. Karena kini ge-lombang tidak
terlalu mengganas lagi, badai tidak mengamuk seperti tadi dan angin bertiup tenang dan
kuat, mereka lalu memasang layar besar dan perahu kecil itu melaju, seperti anak kecil
berlari-larian di atas rumput - rumput ketika mereka me-nerjang puncak - puncak gelombang, mengejar ke
depan. Matahari telah condong jauh ke barat dan cua-ca sudah mulai berkurang terangnya,
sinar perak telah berganti sinar lembayung yang lemah dan redup, seolah - olah
matahari telah mulai mengan-tuk dan siap untuk beristirahat di balik permukaan laut, seperti hendak
tenggelam di dalam lautan yang amat luas itu. Dan seperti juga di waktu mun-culnya pagi tadi,
ketika menghilang, matahari juga bergerak amat cepatnya, tenggelam sedikit demi sedikit
sampai akhirnya yang tinggal hanya sinar redup kemerahan, memancar dari balik permukaan
kaki langit di atas lautan, bola mataharinya sendiri telah tenggelam di balik ujung laut.
Dua orang gadis itu tidak merasa khawatir lagi. Biarpun kegelapan malam akan
melenyapkan pera-hu di depan dari pandang mata mereka, akan tetapi mereka percaya bahwa
perahu besar itu KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
akan me-masang lampu, atau setidaknya mereka berdua su-dah melihat bayangan
gugusan pulau- pulau di depan. Mereka merasa yakin bahwa ke sanalah perahu di depan itu menuju.
Tiba - tiba, di dalam keremangan senja, nampak cahaya lampu bermunculan di
sebelah kanan dan kiri. Perahu - perahu ini membawa penerangan yang cukup terang,
menerangi air laut di sekitarnya.

Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Eh, eh, dari mana munculnya perahu - perahu ini dan siapakah mereka ?" Pek Lian
bertanya de-ngan heran dan juga hatinya terasa tidak enak. Kini bermunculan
perahu - perahu dari kanan kiri dan melihat lampu-lampu mereka, mudah meng-hitung jumlahnya. Ada
delapan buah perahu yang muncul, semua memakai penerangan dan dari pe-rahu kecilnya, Pek
Lian dan Bwee Hong dapat me-lihat bahwa di atas setiap perahu terdapat anak buah sebanyak
sepuluh orang. Dan mereka itu bersenjata lengkap. Delapan buah perahu itu me-luncur
searah dengan perahu yang ditumpangi A - hai dan Seng Kun, seolah - olah mengawal pera-hu
penjahat itu. Dan mereka itu mungkin tidak melihat perahu kecil Pek Lian yang tidak memakai lampu.
Kurang lebih satu jam lamanya perahu - perahu itu berlayar menuju ke arah timur
laut. Tiba - tiba terdengar suara peluit ditiup berulang-ulang saling sahutan dan kedua
orang dara itu melihat betapa semua perahu itu berpencar ke kanan kiri dengan teratur,
membentuk barisan seperti hendak meng-gunting dan lampu - lampu penerangan merekapun kadang-kadang
padam kadang-kadang nampak, itupun hanya merupakan penerangan lampu hijau redup -
redup. Karena seolah - olah ditinggalkan oleh barisan perahu itu, perahu kecil Pek Lian dan
Bwee Hong kini meluncur ke depan dengan cepat-nya sendirian saja menempuh kegelapan malam.
Keadaan amat mengerikan, seolah - olah setiap saat mereka akan ditelan oleh sesuatu yang
telah meng-ancam sejak tadi. Namun, dua orang gadis itu te-lah memperoleh kembali ketabahan
mereka dengan jalan bersendau - gurau dan bercakap - cakap, seo-lah - olah mereka sedang
menikmati sebuah pela-yaran yang amat romantis dan menggembirakan. Langit amat indah. Langit di
waktu malam hanya nampak indah kalau gelap seperti itu. Bintang-bintang nampak jelas
menghias angkasa menghitam. Seperti hamparan beludru hitam yang ditaburi ratna mutu manikam yang
berkilauan. (Bersambung jilid ke XII.)
xx - ? DARAH PENDEKAR " - xx
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid XII - O - ENTAH berapa lamanya mereka berdua me-ngemudikan perahu layar mereka yang me-
luncur pesat ke depan sambil menikmati keindahan angkasa dan mendengarkan
dendang air yang ter-sayat oleh moncong perahu mereka, ketika tiba-tiba keduanya terkejut melihat
sinar terang lampu dari sebuah perahu besar yang meluncur berla-wanan arah dengan perahu
mereka. "Cepat, belokkan perahu !" teriak Pek Lian ke-pada Bwee Hong yang kebetulan
sedang menggan-tikan tugas mengemudikan perahu. Bwee Hong sudah terlatih beberapa jam
lamanya, sudah gapah, akan tetapi karena terkejut dan panik, iapun bingung dan perahunya
membelok terlampau keras. Ham-pir saja perahu itu terbalik ketika layarnya menja-di
kacau. "Dukkkkk !!" Tiba-tiba mereka merasakan gun-cangan keras dan ternyata perahu
mereka telah me-numbuk sebuah perahu lain. Kiranya di kanan kiri perahu besar yang
terang itu terdapat pula dua buah perahu kecil yang agaknya mengawal perahu besar.
Terdengar teriakan dan maki - makian dalam ba-hasa asing. Perahu besar itupun
berhenti dan ra-mailah suara orang - orang dengan bahasa asing di atas perahu besar.
Ketika Pek Lian dan Bwee Hong dapat menenangkan hati mereka yang terguncang karena perahu mereka
hampir terbalik, dengan ma-rah mereka lalu memandang ke atas, ke arah pera-hu besar dan
melihat munculnya beberapa orang di atas perahu itu, menjenguk ke bawah ke arah mereka.
Sebuah lampu sorot ditujukan kepada mereka dan perahu kecil mereka kini bermandikan ca-
haya sehingga mata kedua orang dara itu menjadi silau karenanya.
Orang - orang yang menjenguk ke bawah itu berteriak-teriak dalam bahasa asing,
agaknya ma-rah - marah dan ada pula yang tertawa - tawa, ke-mudian dua buah perahu kecil
di kanan kiri KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
perahu besar mewah itu didayung maju dengan cepat dan beberapa batang dayung
panjang mendorong - do-rong perahu dua orang dara itu, sehingga perahu itu terguncang -
guncang ke kanan kiri. "Eh, kalian ini mau apa ?" bentak Pek Lian.
Akan tetapi orang - orang asing yang rata - rata bertubuh pendek itu hanya
menjawab sambil ter-tawa - tawa dan melanjutkan usaha mereka men-dorong-dorong perahu dua
orang dara itu, agak-nya bermaksud untuk menggulingkan perahu. Sementara itu, orang - orang
yang berada di atas pera-hu besar itu tertawa-tawa dan menggerakkan tangan, nampaknya
memberi anjuran kepada para pembantu mereka yang berada di dalam dua buah perahu kecil di bawah.
Biarpun tidak mengerti bahasa mereka, Pek Lian dan Bwee Hong maklum bahwa orang
- orang ini berusaha untuk menggulingkan perahu mereka, maka tentu saja mereka
menjadi marah. "Jahanam, kalian hendak menggulingkan perahu kami ?" ben-tak Pek Lian marah.
Akan tetapi, orang - orang di atas perahu besar itu tertawa - tawa dan menuding-nuding ke
arah dua orang gadis yang marah - marah itu.
"Adik Lian, mari kita hajar mereka !" kata Bwee Hong dan sekali tangannya
bergerak, ia sudah me-nangkap sebatang dayung yang mendorong pinggir perahu dan sekali
renggut, dayung itu dapat diram-pasnya dan pemegang dayung berteriak ketika tu-buhnya terlarik
dan akhirnya dia terjungkal keluar perahu ke dalam air laut!
"Jangan di sini! Mari kita naik ke perahu besar itu saja dan menghajar pimpinan
mereka !" kata Pek Lian yang maklum bahwa kalau mereka ber-dua melawan di dalam perahu
kecil mereka, kese-lamatan mereka malah terancam. Kalau sampai pe-rahu mereka itu digulingkan,
tentu mereka akan celaka. Bwee Hong mengerti apa yang dimaksud-kan oleh kawannya, maka
iapun mengangguk dan tiba-tiba mereka berdua, menggunakan kepa-nikan para pengganggu
yang melihat seorang ka-wan mereka tercebur ke dalam lautan tadi, untuk mengenjot
tubuh dan meloncat ke atas perahu be-sar yang mewah itu.
Ketika mereka yang berada di atas perahu besar melihat berkelebatnya dua
bayangan mereka me-layang ke atas perahu besar, mereka tercengang dan terkejut sekali.
Tak mereka sangka bahwa dua orang penghuni perahu nelayan yang mereka permainkan itu
ternyata memiliki kepandaian sehe-bat itu. Mereka mengeluarkan seruan kaget, apa lagi ketika
melihat dua orang dara cantik telah berada di atas perahu besar mereka. Sejenak mereka semua
melongo. Baru sekarang mereka dapat melihat jelas betapa cantik jelitanya dua orang penghuni
perahu yang bertumbukan dengan perahu mereka tadi! Tadinya mereka mengira bahwa perahu kecil
itu hanya ditumpangi dua orang nela-yan dan mereka hendak menghukum dan mempermainkan
mereka yang berani menghadang di tengah perjalanan. Siapa kira, penghuninya adalah dua
orang dara yang demikian cantik manisnya! Maka timbullah niat buruk di dalam hati mereka
untuk mempermainkan dua orang dara cantik jeli-ta ini.
"Aha, kiranya kalian adalah dua orang dewi lautan cantik jelita yang sengaja
datang untuk menghibur kami " Ha - ha - ha !" kata seorang di antara mereka sambil- menepuk -
nepuk perutnya yang gendut. Orang ini dapat bicara dalam Bahasa Han dan dimengerti
oleh dua orang gadis itu, wa-laupun suaranya terdengar kaku dan asing. Pek Lian segera dapat
menduga bahwa ia berhadapan dengan orang - orang Jepang. Pernah ia melihat tamu - tamu Bangsa
Jepang di istana ayahnya keti-ka ayahnya masih menjadi menteri kebudayaan. Menurut
penuturan ayahnya, Bangsa Jepang adalah orang-orang pelarian dari Tiongkok dan masih seketurunan,
bahkan berkebudayaan sama, de-ngan bentuk tulisan huruf yang sama pula, meru-pakan
sekelompok suku bangsa yang telah memi-sahkan diri dari daratan Tiongkok dan tinggal di
Kepulauan Jepang di sebelah timur laut. Bangsa Jepang ini, menurut ayahnya, merupakan bangsa yang
cerdik, pandai, rajin dan orang harus berhati-hati menghadapi mereka karena mereka itu
dapat menjadi lawan yang amat berbahaya.
Dua orang laki - laki pendek, si perut gendut itu dan seorang yang mukanya
seperti kanak - kanak akan tetapi sepasang matanya mengandung penuh nafsu berahi, kini melangkah
maju dan kedua le-ngan mereka yang pendek - pendek dan nampaknya ceko itu dikembangkan
seolah - olah mereka hendak menangkap dua ekor ayam, ditonton oleh teman-teman mereka
yang sudah berkumpul di situ dan mereka semua tertawa riuh dan gembira.
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
"Nona manis, mari ke sini... mari kupeluk cium..." kata si gendut yang agaknya
merupakan satu-satunya orang di antara mereka yang dapat berbahasa Han, sedangkan teman-
temannya hanya tertawa-tawa dan berkata-kata dalam Bahasa Jepang yang tidak dimengerti
oleh kedua orang nona itu. Setelah berkata demikian si perut gendut itu menubruk ke arah
Pek Lian. Gerakannya cepat dan nampaknya si perut gendut ini kuat sekali. Temannya, yang
bermuka anak- anak itupun sudah mengeluarkan teriakan nyaring sambil menubruk kepada Bwee
Hong. Akan tetapi Pek Lian dan Bwee Hong sudah siap siaga. Pek Lian menyambut tubrukan
itu de- ngan elakan ke kiri, kemudian pada saat tubuh si perut gendut itu terdorong ke
depan karena menu-bruk tempat kosong, kakinya sudah melayang dan menyambar ke arah perut
lawan. "Ngekkk ! Aughhh... auhhh ......!" Si perut gendut itu membungkuk-bungkuk sambil
mendekap perut gendutnya dengan kedua tangan, meringis - ringis karena dia
merasa perutnya mulas seketika, begitu mulasnya sampai dia terhuyung-huyung lari ke kakus dan
terdengar suara membe-rebet dari tubuh belakangnya !
Si muka kanak - kanak yang menubruk Bwee Hong mengalami nasib lebih buruk lagi diban-
dingkan dengan si perut gendut yang menjadi mu-las perutnya sehingga isinya
menuntut keluar itu. Bwee Hong menyambut tubrukan lawannya dengan marah. Ia memiliki ginkang
yang luar biasa hebat-nya, dan si muka kanak - kanak itu tadinya sudah merasa yakin bahwa
kedua lengannya akan dapat memeluk nona yang cantik jelita itu. Akan tetapi, pada
detik terakhir, tahu - tahu tubuh nona itu hi-lang begitu saja dan sebelum dia dapat melihat di mana
adanya nona itu, tiba - tiba kaki nona itu me-nyambar dari samping dan menyambar dadanya.
"Desss !" Tendangan itu keras sekali. Tubuhnya yang pendek itu terjengkang dan
si muka kanak - kanak itu roboh dan pingsan, mukanya seperti seorang anak kecil sedang
tidur dengan nyenyak dan tenteramnya! Tentu saja peristiwa ini membuat semua orang terkejut dan sekaligus juga sadar
bahwa dua orang dara yang hendak mereka permainkan itu ternyata adalah dua orang wanita
yang memiliki kepandai-an lihai! Mereka bukan hanya terkejut, akan teta-pi juga merasa
penasaran sekali melihat dua orang teman mereka dirobohkan, dan dengan muka ber-ubah merah
cemberut, lenyap semua kegembiraan tadi, belasan orang anak buah perahu layar itu me-
ngurung Pek Lian dan Bwee Hong! Tentu saja dua orang dara perkasa itupun siap - siap untuk
menghadapi pengeroyokan. Orang - orang yang sebagian bertubuh katai itu mengurung makin ketat. Akan
tetapi pada saat itu terdengar bentakan dalam Bahasa Jepang. Bentak-an itu halus, akan
tetapi mengandung wibawa yang sedemikian hebatnya terhadap orang - orang itu karena mereka semua
terkejut seperti diserang ular dan mereka semua serentak mundur, lalu ber-diri tegak dan
memandang dengan penuh ketaatan dan kehormatan kepada seorang laki - laki yang berpakaian
indah bersikap agung, yang baru mun-cul dari dalam bilik perahu besar itu diiringkan
oleh empat orang yang pakaiannya warna - warni dan menyolok sekali. Empat orang ini bertubuh
pendek gempal dan nampaknya kokoh kuat, di pinggang mereka tergantung pedang panjang me-


Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lengkung yang ujungnya terseret di atas lantai pe-rahu !
Perahu layar besar mewah itu adalah milik la-ki - laki berusia tigapuluh lima
tahun yang baru muncul ini. Dia seorang Pangeran Jepang yang me-lakukan pelayaran menuju ke
daratan Tiongkok untuk mengunjungi kaisar dengan membawa ba-nyak barang-barang berharga
yang akan dihadiah-kan kepada kaisar. Empat orang pengawalnya ada-lah jagoan - jagoan
samurai. Ketika sang pangeran ini mendengar suara ribut - ribut di luar dan setelah dia
keluar melihat dua orang dara cantik dikurung oleh anak buah perahu, dia menjadi tertarik sekali
dan menyuruh para anak buahnya mundur. Dia sendiri memandang kepada dua orang nona cantik itu,
maklum bahwa mereka tentulah dua orang dara berbangsa Han dan melihat sikap mereka, tentulah
dua orang nona ini merupakan dua orang wanita petualang yang memiliki ilmu kepandaian
silat. Sudah banyak sang pangeran ini mendengar ten-tang ahli - ahli silat di Tiongkok, dan
tentang pen-dekar- pendekar wanita. Hatinya tertarik sekali, terutama kepada Pek Lian yang
dianggapnya me-miliki sifat kegagahan yang amat mengagumkan hatinya di samping kecantikannya. Maka,
kalau dia dapat menawan dua orang dara ini, tentu akan menjadi suatu kebanggaan baginya
kalau pulang kelak, sebagai hasil perjalanan jauh ini yang paling menyenangkan dan
mengesankan hatinya. Di KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
an-tara para selirnya, tidak terdapat seorang pendekar wanita dan betapa akan
bangga hatinya memiliki selir yang selain cantik juga berkepandaian silat tinggi seperti dua
orang dara ini. Maka, dengan senyumnya yang khas, senyum seorang Pangeran Jepang yang hanya merupakan
gerakan bibir ter-buka saja, seperti topeng tersenyum, pangeran itu melangkah maju
menghadapi Pek Lian dan Bwee Hong, lalu mengangguk dengan sikap ramah. Sebelum meninggalkan
negerinya untuk menghadap Kaisar Tiongkok, tentu saja pangeran ini lebih dulu telah mempelajari
bahasa dari negara yang hendak dikunjunginya, dan kini dia berkata dengan suara dan sikap
halus, kata- katanya teratur rapi seperti kata-kata seorang yang menguasai bahasa asing
melalui pelajaran, bukan karena praktek. "Harap nona berdua sudi memaafkan kekasar-an orang-orang kami. Akan tetapi
mereka itu menentang nona berdua karena perahu nona me-numbuk perahu kami."
"Hemm, dalam hal ini perahu siapa yang me-numbuk perahu siapa " Agar tidak
menuduh yang bukan-bukan dan sembarangan saja !" bantah Pek Lian sambil memandang kepada
laki - laki itu de-ngan penuh perhatian. Juga Bwee Hong meman-dang dengan heran. Laki-laki
itu berusia kurang lebih tigapuluh lima tahun, pakaiannya dari sutera halus dengan potongan
aneh-aneh. Wajah orang itu dapat dikatakan tampan dan berwibawa, de-ngan jenggot yang
dicukur dengan bentuk aneh pula. Rambutnya digelung ke atas dengan hiasan beberapa batang tusuk
konde kemala, akan tetapi dahi yang teramat luas itu jelas merupakan dahi buatan,
yaitu sebagian besar dari rambut di atas dahi itu dicukur sehingga dahi kelihatan ting-gi dan luas!
Diam-diam dua orang dara itu me-rasa geli dan juga heran. Laki - laki ini termasuk tinggi di antara
teman - temannya, setinggi Pek Lian, sedangkan yang lain - lain itu jauh lebih pendek.
Pangeran itu menarik napas panjang. "Kami sudah menerima laporan dan ternyata
bahwa pe-rahu nona tidak memakai lampu. Jadi, tabrakan ini jelas sekali terjadi karena
kelalaian nona." Pek Lian tidak dapat membantah. Bagaimana-pun juga, ucapan itu memang benar,
perahunya tidak mempunyai lampu penerangan sehingga kalau orang - orang ini
menabrak perahunya, mereka tidak dapat terlalu disalahkan.
"Memang perahuku tidak mempunyai penerang-an. Lalu, setelah terjadi tabrakan,
apakah sudah sepatutnya kalau anak buahmu hendak menggu-lingkan perahuku " Aturan mana
itu ?" kata Pek Lian marah. "Itupun hanya akibat dari pada tabrakan perahu, nona. Dan nona sudah merasa
betapa kesalahan berada di pihak nona karena tidak adanya lampu penerangan. Kemudian
nona malah naik ke sini dan merobohkan dua orang kami."
Pek Lian menjadi marah. Dia menegakkan ke-palanya dan memandang tajam. "Habis,
kalian mau apa ?" Pangeran itu tersenyum dan seperti tadi, Pek Lian merasa seolah -
***[All2Txt: Unregistered Filter ONLY Convert Part Of File! Read Help To Know
How To Register.]*** o-dak mengira bahwa mereka berhadapan dengan seorang pangeran Bangsa Jepang.
"Kita mengadu ilmu silat, kalau nona berdua dapat mengalahkan kami, aku berjanji
akan mem-bebaskan nona dan akan menghabiskan urusan ta-brakan perahu tadi."
"Kalau kami kalah ?" Pek kian mendesak.
Pangeran itu tersenyum. "Terpaksa nona ber-dua harus menjadi tamuku. Aku ingin
berkenalan lebih erat dengan nona berdua yang menarik ha-tiku."
"Bagus!" teriak Pek Lian marah. "Sudah kudu-ga tentu ada pamrih busuk di balik
semua ini. Majulah!" Ia menantang sambil mencabut pedang-nya. Bwee Hong juga mencabut
pedangnya dan dua orang dara itu siap menghadapi segala ke-mungkinan.
Pangeran itu tersenyum dan menoleh kepada empat orang pengawalnya, mengangguk
dan ber-kata dalam bahasanya sendiri, "Tangkap mereka ini!"
Seorang jagoan samurai yang pakaiannya war-na-warni, totol - totol dan mewah
sekali melom-pat maju ke depan menghadapi Pek Lian. jagoan ini juga memiliki dahi yang
amat lebar, bahkan seluruh permukaan kepalanya bagian atas telah dibotaki licin sehingga
dahinya seolah - olah sede-mikian lebarnya sampai di bagian belakapg kepa-lanya. Sisa rambut
bagian bawah digelung kecil dan dihias tusuk konde. Muka jagoan ini seperti monyet, akan
tetapi harus diakui bahwa gerakannya sigap dan tubuhnya yang pendek itu nampak ku-at bukan main.
Bajunya KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
rangkap empat, kedua le-ngannya dari pergelangan tangan sampai dekat siku
dibelit - belit kain keemasan, pinggangnya juga dibelit - belit kain totol - totol merah dan sebatang
pedang samurai terselip di situ. Kakinya memakai sandal yang banyak talinya.
Jagoan ini berdiri di depan Pek Lian dan de-ngan sikap kaku membungkuk seperti
pisau lipat, kemudian dia mengeluarkan seman keras dari da-lam perut, kedua tangan
bergerak dan tahu - tahu nampak sinar berkilat dan sebatang samurai telah dicabutnya dengan
kedua tangan dan dipegang-nya seperti orang memanggul cangkul. Pedang ini gagangnya dua kali
lebih panjang dari pada pe-dang biasa dan jagoan itupun memegang pedang dengan kedua tangan.
Kembali jagoan Jepang ini berteriak nyaring dan tiba - tiba dia sudah melaku-kan
penyerangan. Tubuhnya bergerak dan pedang samurai yang dipegang dengan kedua tangan itu menyambar dari
kanan ke kiri mengarah tubuh Pek Lian.
Dara ini cepat meloncat ke belakang sambil menangkis dengan pedangnya. Ia
mengerahkan tenaga sinkang karena ia ingin menguji sampai di mana besarnya tenaga lawan.
Karena tangkisan- nya itu, tak dapat dihindarkan lagi. pedangnya bertemu dengan pedang samurai
yang dibabatkan dari kanan ke kiri itu. "Trakkkk !" Pek Lian mengeluarkan seruan kaget dan meloncat ke belakang
menghindarkan babatan ke dua ke arah kakinya. Dara ini melon-cat ke papan lantai
perahu yang lebih tinggi, me-mandang kepada pedang yang tinggal gagangnya dan sepotong kecil
saja di tangannya, matanya ter-belalak. Tak disangkanya bahwa pedang samurai lawan itu
sedemikian tajam dan kuatnya sehingga sekali beradu saja pedangnya telah patah ! Akan
tetapi ia melihat bahwa biarpun pedang samurai lawan itu amat ampuh, tajam dan kuat, gerakan lawan
ini tidaklah terlalu gesit. Maka iapun membuang pedangnya dan berseru kepada Bwee Hong, "Hati
- hati, enci, jangan mengadu senjata !" Iapun lalu menerjang maju melawan jagoan yang masih
mempergunakan samurainya untuk memba-cok dan membabat itu. Pek Lian
mempergunakan kelincahannya dan memang ia jauh lebih lincah dari pada lawannya sehingga
biarpun kini ia ber- tangan kosong, namun menghadapi samurai itu ia tidak terdesak. Tubuhnya
berkelebat ke sana - sini mengelak dari sambaran sinar pedang samurai, dan iapun membalas dengan
tidak kalah hebatnya, menggunakan pukulan dan tendangan kaki.
"Buk!" Sebuah tendangan kaki kiri Pek Lian mengenai perut lawan dan jagoan ini
terpental ke belakang sambil mengeluh dan memaki. Akan te-tapi ternyata dia memiliki
kekebalan juga karena tendangan itu tidak merobohkannya, lalu dia maju lagi sambil memutar-
mutar pedang samurainya dengan ganas sehingga terpaksa Pek Lian harus menggunakan kelincahan
tubuhnya untuk berlon-catan dan mengelak ke sana - sini.
Sementara itu, Bwee Hong juga sudah diserang oleh seorang jagoan samurai lain.
Akan tetapi, ka-rena Bwee Hong sudah melihat betapa samurai-samurai itu amat tajam
dan kuatnya, dan mende-ngar peringatan Pek Lian, ia sama sekali tidak mau mengadu pedangnya,
melainkan menggunakan ke-cepatan gerakannya untuk menghindarkan setiap bacokan lawan lalu
membalas dengan cepat. Kare-na Bwee Hong memang memiliki ginkang yang amat hebat, maka
dalam beberapa kali gebrakan saja, lawannya telah terdesak hebat dan terpaksa jagoan
ke tiga lalu mengeroyoknya ! Namun Bwee Hong tidak merasa jerih dan dara ini mengamuk terus,
mengandalkan ginkangnya dan juga kece-patan gerakan pedangnya.
Diam - diam sang pangeran mengikuti jalannya pertandingan itu dengan kagum.
Melihat betapa seorang di antara jagoannya dalam belasan jurus saja terkena tendangan
kaki Pek Lian, dia terke-jut sekali. Apa lagi melihat betapa dara yang ke dua itu bahkan
memiliki kecepatan gerakan yang me-lebihi dara pertama sehingga pengeroyokan dua orang jagoannya
tidak membuat terdesak, diam-diam dia menjadi kaget, kagum dan juga girang Betapa akan
bangga hatinya kalau dia dapat ber-hasil menundukkan dua orang dara perkasa ini dan
mengangkat mereka menjadi selir - selirnya ! Selain sebagai selir yang patut dibanggakan,
juga dapat menjadi pengawal pribadinya dalam arti yang pa-ling mesra dan mendalam.
Pangeran Akiyama lalu memberi isyarat kepa-da jagoannya nomor empat, lalu
memerintahkan jagoan yang melawan Pek Lian untuk membantu dua orang temannya
yang sudah mengeroyok Bwee Hong. Kemudian dia sendiri, dengan tangan ko-song, dibantu oleh
jagoan barunya yang juga ber-tangan kosong, menerjang dan mengeroyok Pek Lian. Dan Pek
Lian terkejut! Kiranya Pangeran Jepang inipun pandai ilmu silat tangan kosong, de-
ngan pukulan - KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
pukulan tangan miring yang cukup kuat, sedangkan pembantunya, jagoan samurai itu
pandai ilmu semacam Ilmu Kim - na - jiauw, yaitu ilmu menggunakan jari - jari tangan untuk
men-cengkeram dan menangkap ! Dikeroyok dua oleh dua, orang ahli yang memiliki ilmu yang
berbeda ini, Pek Lian menjadi sibuk juga. Setelah melawan sampai belasan jurus, tahu - tahu
pergelangan ta ngan kirinya sudah dicengkeram dan ditangkan oleh jagoan pembantu pangeran itu !
Untung sekali Pek Lian bersikap waspada dan bergerak cepat. Sebelum sang pangeran yang juga lihai
itu sempat memperburuk keadaannya, kakinya sudah mela-yang ke arah bawah pusar jagoan itu
dan tangan kirinya menusuk dengan jari telunjuk ke arah mata! Diserang dengan hebat seperti
ini, jagoan sa- murai itu terkejut dan cepat membuang tubuh ke belakang dan tiba-tiba saja
pundak kanannya tertotok oleh jari tangan Pek Lian. Seketika lengan kanannya seperti lumpuh dan
cengkeramannya ter-lepas. Pada saat itu, Pangeran Akiyama telah me-nerjang lagi, akan tetapi
Pek Lian sudah terbebas dari cengkeraman sehingga ia mampu bergerak mengelak dan balas
menyerang. Si jagoan samurai hanya lumpuh sebentar saja. Dia sudah pulih kem-bali dan membantu
sang pangeran, mengeroyok Pek Lian dengan lebih ganas. Sekali ini Pek Lian benar -
benar merasa

Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kewalahan. Tingkat kepan-daian pangeran itu sendiri sudah berimbang dengan
tingkatnya, kini pangeran itu dibantu oleh jagoan samurai itu, tentu saja ia menjadi kewalahan.
Keadaan Bwee Hong tidak lebih baik dari pada temannya. Pengeroyokan tiga orang
Samurai yang kesemuanya bersenjatakan pedang samurai yang amat berbahaya, tajam dan kuat
itu sungguh mem-buat ia kewalahan. Kalau melawan satu demi satu, atau katakanlah
dikeroyok dua, ia masih sanggup untuk menang. Akan tetapi yang mengeroyoknya ada tiga orang !
Perlahan - lahan dara inipun terde-sak dan main mundur, mandi keringat seperti juga keadaan
Pek Lian. Bagaimanapun juga, seperti juga Pek Lian, Bwee Hong pantang menyerah dan
mengamuk terus sambil mengandalkan kecepatan gerakan tubuhnya.
Melihat keadaan ini, hati sang pangeran men-jadi khawatir. Dia tidak menghendaki
dua orang gadis itu terluka, apa lagi terbunuh. Dia ingin me-nundukkan dan menangkap
mereka hidup - hidup. Akan tetapi mereka berdua itu sedemikian lihai nya sehingga tentu sukar
untuk mengalahkan mereka tanpa merobohkannya. Diapun lalu memberi aba - aba dalam
bahasanya dan kini belasan orang anak buahnya datang membawa jala yang lebar. Mereka
mengurung Bwee Hong dan tiba - tiba, de-ngan cepat sekali jala atau jaring itu mereka lem-
parkan dan karena ia sendiri terancam tiga batang samurai, Bwee Hong tidak mampu menghindar la-gi dan
tahu - tahu jaring itu telah menimpa tubuh-nya ! Tentu saja dara ini terkejut dan cepat
meng-gunakan pedangnya untuk membabat tali jaring yang meringkusnya. Akan tetapi, tiba - tiba
pedang-nya bertemu dengan benda keras.
"Krakkkk !" Dan pedang itu, seperti pedang Pek Lian tadi, telah patah - patah
bertemu dengan dua batang samurai yang menangkisnya dari luar ja ring ! Dan kini tiga
orang jagoan itu menyimpan samurai mereka dan menubruk, meringkus Bwee Hong yang meronta-ronta di
dalam jaring seperti seekor ikan yang terjala. Karena tiga orang jagoan itu memang
bertenaga besar dan Bwee Hong tak dapat banyak bergerak dalam jaring, akhirnya dara ini telah
dibelenggu di dalam jaring dan tidak mampu berkutik lagi.
Melihat ini, Pek Lian marah bukan main. "Pa-ngeran busuk, lepaskan sahabatku !"
bentaknya dan iapun menyerang dengan dahsyat, memukul ke arah kepala Pangeran Jepang itu
dengan pengerah-an tenaga. Pangeran itu melihat pukulan berbahaya, maka diapun cepat
merendahkan dirinya dan mengangkat kedua lengan menangkis. Pembantu-nya, jagoan yang-
mengeroyok Pek Lian, melihat kesempatan baik. Ketika lengan Pek Lian bertemu dengan lengan
pangeran, diapun mendorong dari samping ke arah lambung gadis itu !
"Dukk!" Pangeran Akiyama terguling ketika beradu lengan dengan Pek Lian, akan
tetapi gadis ini sendiri terkena dorongan jagoan samurai itu dan terlempar ke kanan.
Malang baginya, di sebelah ka-nannya adalah tepi perahu itu dan tanpa dapat di-cegah lagi, tubuhnya
terlempar keluar. "Byuuurrrr !" Tubuh gadis itu menimpa air. Pek Lian maklum bahwa kalau
ia tertawan juga, habislah harapannya untuk menolong Bwee Hong dan juga dua orang pemuda
yang tertawan, maka iapun cepat menyelam. Ketika para anak buah pangeran itu
menggunakan lampu untuk mencari ke bawah, mereka tidak dapat menemukan gadis itu yang sudah
bersembunyi di balik perahu besar, di bagian yang gelap.
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Akan tetapi pada saat itu, nampak sinar terang dan ternyata perahu besar mewah
milik Pangeran Jepang ini telah dikepung oleh delapan buah pera[ hu yang malam tadi
pernah dilihat oleh Pek Lian. Dari permukaan air di balik perahu besar di mana ia bersembunyi,
Pek Lian dapat melihat betapa tiga orang yang bergerak sigap sekali memimpin anak buahnya dari
delapan buah perahu itu me-nyerbu ke perahu asing. Terjadi pertempuran he-bat, akan tetapi
betapapun lihainya sang pangeran dari Jepang itu bersama para jagoan samurai dan anak
buahnya, namun pihaknya kalah banyak dan para bajak itu dipimpin oleh tiga orang yang ting-kat
kepandaian silatnya tidak kalah dibandingkan dengan para samurai. Maka akhirnya sang pange-
ran yang melihat bahwa melanjutkan perlawanan tiada guna, lalu menyerukan aba - aba
kepada anak buahnya untuk menyerah ! Banyak di antara mereka yang tewas dan sisanya
dijadikan tawanan. Para bajak bersorak - sorai penuh kegembiraan ke-tika mendapat kenyataan bahwa
perahu yang mereka bajak itu adalah perahu seorang pangeran dan di dalam perahu terdapat
banyak sekali barang-barang berharga yang sedianya hendak dihadiah-kan kepada kaisar ! Benar -
benar merupakan hasil besar, mereka telah menangkap seekor kakap yang besar dan gemuk!
"Harap kalian orang - orang gagah suka dengar baik - baik !" Tiba - tiba
Pangeran Jepang itu ber-teriak sambil mengangkat kedua tangannya ke atas. "Aku adalah Pangeran
Akiyama, seorang bangsawan tinggi dari Jepang yang hendak menghadap kaisar di Kota Raja
Sian-yang! Aku adalah sahabat kai-sar, maka harap kalian jangan mengganggu kami dan suka
membebaskan kami kembali. Untuk itu, kami tidak akan lupa dan akan memberi hadiah yang besar
!" Akan tetapi, tiga orang yang memimpin pemba-jakan itu tertawa bergelak. "Ha - ha
- ha, pangeran badut! Biar kaisar sendiri yang berada di dalam pe-rahu, tetap saja
akan kami bajak !" Para bajak laut itu bersorak - sorak dan tertawa - tawa dan Sang Pa-ngeran
Jepang terpaksa membungkam dan tidak berani bicara lagi, maklum bahwa dia terjatuh ke tangan
para bajak laut yang tidak mau mengakui kedaulatan siapapun kecuali kepala mereka. Dia hanya
mengharapkan bahwa kepala bajak akan mau menerima tebusan dan tidak akan membunuh-nya. Semua
anak buahnya ditawan, dan Bwee Hong juga termasuk menjadi tawanan. Bwee Hong tidak
merasa takut akan nasib dirinya sendiri, akan tetapi ia merasa khawatir sekali ketika
melihat Pek Lian tercebur ke dalam lautan tadi. Ingin ia mena-ngisi nasib kawannya itu dan kini
setelah ia diting- galkan Pek Lian, mungkin ditinggal mati, ia merasa betapa harapannya untuk dapat
menolong kakak-nya menjadi semakin menipis. Akan tetapi, berada di tangan lawan sebagai
tawanan, ia pantang me-nangis ! ** Ketika pertempuran antara para bajak dan anak buah Pangeran Jepang terjadi, Pek
Lian masih bersembunyi di permukaan air. Dia hanya melihat para bajak berlompatan ke
atas perahu mewah setelah menempelkan perahu - perahu mereka ke-pada perahu korban, dan
perahu mewah itu ter-guncang - guncang selagi mereka bertempur. Un-tung baginya, ada
sebuah perahu sekoci kecil terle-pas dari perahu mewah dalam keributan itu dan iapun cepat
berenang dan berhasil memegang pe-rahu itu. Sementara itu, pertempuran sudah ber-henti dan
perahu mewah itu lalu ditarik oleh pera-hu - perahu bajak laut yang meninggalkan tempat itu
jauh lewat tengah malam. Pek Lian menggunakan dayung, sekuat tenaga ia mendayung dan melawan ombak untuk
mengikuti ke arah perginya perahu - perahu itu. Hari telah hampir pagi dan cuaca
mulai remang - remang ke-tika perahu - perahu para bajak itu tiba di sekelom-pok pulau - pulau
kecil yang bertebaran di tengah lautan. Perahu besar mewah yang dibajak itu, yang membawa
tawanan, diseret ke sebuah pulau ter-besar yang berada di tengah kelompok pulau - pu-lau.
Di atas beberapa pulau kecil nampak bebe-rapa orang menyambut iring - iringan perahu itu
dengan teriakan dan sorak - sorai gembira. Mereka itu tahu bahwa kawan - kawan mereka
telah ber-hasil membajak sebuah perahu mewah yang kaya.
Tidak seperti pulau - pulau kecil di sekelilingnya yang berpantai pasir dan
landai, pantai dari pulau di mana perahu bajakan itu diseret merupakan tebing karang yang tinggi. Di
tepi tebing yang curam itulah para bajak menghentikan perahu - perahu mereka. Sebuah pintu
baja terbuka dan perahu - perahu itu memasuki pintu ini ke dalam pulau. Pintu rahasia dan
agaknya perahu luar tidak akan mungkin dapat masuk karena pintu karang itu menutup jalan masuk.
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Ho Pek Lian memutar perahu sekocinya dan akhirnya ia mendapatkan sebuah tempat
pendaratan yang tersembunyi dan tidak begitu terjal. Ia menarik sekoci kecil itu
ke darat, menyembunyikannya dalam guha batu karang, dan ia sendiri lalu mendaki tebing
dengan hati - hati karena iapun maklum bahwa ia telah memasuki tempat berbahaya, sebuah pulau
yang dihuni oleh gerombolan bajak laut yang ganas.
Sementara itu, Bwee Hong yang masih berada di dalam jaring dan diikat dari luar,
tidak dapat bergerak. Selama terjadi pertempuran di atas perahu, ia hanya dapat rebah
sambil menonton saja dan ketika iapun terbawa sebagai tawanan bersama Pangeran Akiyama
dan anak buahnya, iapun hanya diam saja. Apa gunanya kalau ia berteriak memberi tahu
bahwa ia biikan anak buah pangeran itu " Yang menang itu jelas adalah gerombolan bajak laut yang
tentu lebih ganas dan kejam dari pada gerombolan anak buah pangeran itu. Ia merasa betapa
baru saja terlepas dari mulut serigala ia kini terjatuh ke mulut buaya !
Semua tawanan dibawa ke dalam sebuah ba-ngunan besar yang dibangun seperti
benteng di pulau itu. Mula - mula Sang Pangeran Jepang itu yang dihadapkan kepada
pimpinan bajak. Di atas sebuah kursi besar, di ruangan yang luas, duduklah pemimpin bajak itu yang
memandang kepada semua tawanan yang dikumpulkan di situ dengan wajah dingin. Dia adalah
seorang laki - laki yang usianya kurang lebih limapuluh tahun, pakaiannya mewah, lebih pantas
menjadi seorang bangsawan atau se-orang hartawan besar dari pada seorang kepala ba-jak. Wajahnya
juga tidak membayangkan kekejam-an atau kekerasan seperti wajah para anggauta ba-jak,
walaupun wajah itu berkulit tebal kehitaman dan segala sesuatunya pada kepala bajak ini nam-pak
tebal dan bulat! Wajahnya gemuk bulat, de-ngan mata yang lebar dan biji mata besar. Hidung-nya
juga besar dan bulat, bibirnya tebal. Akan te-tapi wajah ini bukan wajah yang buruk atau me-
nakutkan, melainkan membayangkan kemakmuran duniawi, sering nampak pada wajah orang - orang kaya
atau bangsawan tinggi yang selalu hidup da-lam kemewahan dan kesenangan. Tubuhnya
gemuk dan perutnya gendut. Begitu si gemuk ini tadi mun-cul ke dalam ruangan, semua
anggautanya memberi hormat dengan menekuk sebelah lutut. Baru setelah ia duduk di atas kursi
besar itu, semua bajak berdiri lagi, dan ada pula yang duduk. Ketika Sang Pangeran Jepang
dihadapkan, pangeran ini meng-ambil sikap angkuh.
"Engkaukah pemilik perahu itu ?" tanya si ke-pala bajak dengan suara tenang.
Pangeran Akiyama lalu menggunakan kesem-patan ini untuk memperkenalkan diri.
"Aku adalah Pangeran Akiyama, seorang bangsawan tinggi di Jepang dan masih kerabat
dari kaisar. Aku sedang melakukan perjalanan menuju ke daratan besar untuk menghadap Kaisar Cin
Si Hong-te. Ka-rena tidak tahu, kami telah melanggar wilayah tu-an, maka harap suka memberi
maaf dan untuk itu kami sanggup untuk mengganti kerugian."
Kepala bajak yang perutnya gendut itu terse-nyum, akan tetapi senyumnya penuh
ejekan. "Kaum pedagang kaya raya dan bangsawan yang tinggi kedudukannya merupakan korban
yang paling ka-mi sukai. Pangeran, tanpa kauusulkan, karena eng-kau telah terjatuh ke
tangan kami, engkau baru akan kami bebaskan kalau keluargamu dapat me-nebus dengan sejumlah
emas yang akan kami te-tapkan kemudian. Masukkan dia ke kamar tahanan dan perlakukan
dengan baik!" Empat orang anak buah bajak lalu menarik pangeran itu keluar dari ruangan.
Pangeran Akiyama bersikap tenang se-perti layaknya seorang pangeran. Bagaimanapun juga,
keluarganya takkan membiarkan dia teran-cam oleh para bajak dan tentu uang tebusan akan dikirim.


Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah pangeran itu dibawa pergi, kepala bajak itu memandang kepada sisa anak
buah sang pange-ran, lalu berkata kepada para pembantunya, "Su-ruh mereka ini bekerja
keras, kalau ada yang me-larikan diri, bunuh saja !"
Para tawanan itu lalu digusur pergi, dan di an-tara mereka itu terdapat Bwee
Hong yang masih terikat dan terbungkus jaring. "Tahan dulu, biar-kan tawanan wanita ini
tinggal di sini! Aku mau memeriksanya !" kata si kepala bajak. Anak buah-nya yang tadi sudah menyeret
wanita dalam jaring itu nampak kecewa. Biarpun berada dalam jaring, Bwee Hong masih
dapat dilihat dengan mudah dan anak buah bajak itu sudah merasa girang memper-oleh seorang
tawanan yang demikian muda dan cantiknya. Akan tetapi kini dia diperintahkan un-tuk
meninggalkan tawanan ini maka tentu saja dia kecewa.
Kini yang berada di dalam ruangan itu tinggal-lah si kepala bajak dan tiga orang
pembantunya, yaitu bajak laut lihai yang tadi memimpin penye-rangan terhadap
perahu asing itu. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
"Siapakah engkau?" tanya kepala bajak itu sambil memandang kepada wanita tawanan
itu yang rebah miring di atas lantai. Bwee Hong yang mera-sa amat terhina itu tidak
mau menjawab sama sekali. Ia sudah tertawan dari tangan orang Jepang itu ke tangan bajak
laut, dibelenggu dan terbung-kus jaring, merasa seperti seekor harimau tertang-kap, diseret dan
dilempar begitu saja di atas lantai. Ingin ia menangis karena sakit hati, maka kini ia menimpakan
kemarahan hatinya kepada kepala bajak ini. Ia sudah tertangkap, biar akan dibunuh sekalipun ia
tidak akan sudi memperlihatkan sikap lunak atau tunduk !
Melihat wanita itu diam saja, si kepala bajak mengerutkan alisnya. Dalam keadaan
terbungkus jaring dan terikat seperti itu, tentu saja Bwee Hong tidak kelihatan
terlalu cantik, bahkan sebagian da-ri mukanya tertutup rambutnya yang terlepas dari sanggul dan
riap - riapan, dan bagian yang tidak tertutup itupun masih tidak dapat nampak jelas karena
tertutup benang- benang jaring. "Kenapa engkau terbungkus jaring dan dibe-lenggu seperti seekor binatang buas ?"
kembali si kepala bajak laut bertanya. Bwee Hong makin mendongkol dan tidak mau
menjawab. Menja- wab sama saja dengan menceritakan kekalahannya.
"Apakah engkau tuli " Ataukah gagu barang-kali ?" Kepala bajak itu mulai ragu -
ragu. Semua tawanan tadi, biarpun tidak kelihatan ketakutan, setidaknya mentaatinya
dan tidak memperlihatkan sikap melawan, sadar bahwa mereka sudah kalah dan tertawan.
Agaknya tidak mungkin kalau wa-nita ini berani menentangnya dan sengaja tidak mau menjawab.
"Atau barangkali engkau tidak me-ngerti bahasa kami ?" Lalu tiba - tiba kepala bajak
itu mengajukan pertanyaan lagi dalam Bahasa Jepang ! Mendengar ini, diam - diam hati Bwee Hong
merasa geli, akan tetapi kemarahannya ti-dak mereda dan tiba - tiba iapun menjawab dengan
suara lantang. "Aku sudah tertawan, kalau mau bunuh, laksa-nakanlah. Siapa takut mati " Tak
perlu banyak cerewet lagi!" Kepala bajak itu nampak terkejut sekali mende-ngar ucapan ini. Sungguh merupakan
jawaban yang sama sekali tidak diduganya. Dan suara wa-nita ini sungguh merdu,
nyaring dan penuh sema-ngat, tidak mungkin suara seorang wanita biasa saja !
"Eh, siapakah sesungguhnya engkau " Bukan-kah engkau juga anak buah Pangeran
Jepang itu kepala bajak itu mendesak dengan penuh keingin-an tahu.
"Bukan !" jawab Bwee Hong. "Perahuku berta-brakan dengan perahunya, aku
dikeroyok dan ter-tangkap." "Ah, begitukah ?" kepala bajak itu berseru he-ran dan kagum. Tahulah dia kini
bahwa wanita itu adalah seorang wanita gagah, kalau tidak de-mikian, tak mungkin sampai
dikeroyok. "Lepas- kan !" katanya kepada tiga orang pembantunya.
Tiga orang pimpinan bajak itu lalu mengguna-kan golok untuk membikin putus tali
yang mengikat kaki tangan dan tubuh Bwee Hong. Begitu terle-pas dari ikatan, Bwee
Hong meronta dan jaring itupun jebol dan iapun meloncat keluar, berdiri tegak dengan gagahnya di
depan kepala bajak itu. "Ahhh !" Kepala bajak yang perutnya gendut itu kini memandang dengan melongo,
juga tiga orang pembantunya itu memandang kagum. Kiranya tawanan wanita itu adalah
seorang dara yang luar biasa cantik jelitanya! Biarpun pakaiannya
kusut dan rambutnya awut - awutan, mukanya kotor, namun jelas nampak betapa
cantiknya gadis ini. Seketika jantung kepala bajak itu berdebar-debar dan diapun sudah
jatuh hati kepada gadis itu. Dia sudah mempunyai seorang isteri dan beberapa orang selir, akan
tetapi begitu melihat Bwee Hong, mau rasanya dia membuang semua isteri dan selirnya itu dan menggantikan
tempat mereka dengan gadis ini! "Aihh, nona yang cantik dan gagah perkasa. Si-apakah engkau " Siapa namamu ?"
Melihat perobahan sikap itu, senyum lebar yang disertai pandang mata -penuh
gairah, hati Bwee Hong sudah menjadi penasaran dan mendongkol. Ia menduga bahwa tentu si
gendut inilah yang pernah dibicarakan oleh Pek Lian, yaitu kepala atau raja penjahat yang
menguasai lautan dan memimpin para bajak yang berjuluk Tung-hai-tiauw Si Rajawali Lautan Timur,
seorang di an- tara Sam - ok yang sedang dicari - cari oleh dua orang rekannya, yaitu Si
Harimau Gunung dan Si KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Buaya Sakti, atas perintah Raja Kelelawar! Ia ti-dak ingin berkenalan atau
memperkenalkan diri kepada segala macam raja penjahat!
"Namaku tidak ada sangkut - pautnya dengan kalian!" jawabnya kaku.
Kepala penjahat itu tidak menjadi marah meli-hat sikap ini. Malah sikap itu
nampak semakin me-narik dan gagah baginya! Setiap pendapat itu selalu diwarnai oleh perasaan
suka atau tidak suka, karenanya, pendapat itu selalu palsu adanya dan tidak dapat dijadikan
ukuran untuk menilai kea-daan sesungguhnya dari sesuatu.
"Nona, bagaimanapun juga, aku telah menye-. lamatkan nona dari pada malapetaka
hebat. Kalau tidak ada aku yang menolongmu, bukankah engkau akan celaka sebagai tawanan
pangeran asing itu ?" katanya membujuk.
"Kalian menyerbu perahu pangeran itu untuk membajak, sama sekali bukan untuk
menolongku," bantah Bwee Hong.
Makin larna, kepala bajak itu menjadi semakin
tertarik dan terpesona oleh kecantikan gadis ini.
"Kalau begitu, berilah kesempatan kepadaku untuk
dapat menolongmu, nona. Agar aku dapat mem-
buktikan bahwa aku sungguh ingin menolongmu
dan mempunyai niat baik terhadap dirimu "
"Kalau engkau beriktikad baik, berilah aku se-buah perahu kecil agar aku dapat
pergi mencari temanku yang terpisah dariku karena pengeroyok-an orang - orang Jepang
itu !" "Ah, ada lagi seorang temanmu " Apakah diapun tertawan " Seorang pemuda ataukah
sudah tua ?" "Sahabatku itu juga seorang gadis, ia terjatuh dari perahu " Bwee Hong
mulai mau bercerita karena ia mengharapkan orang - orang ini akan dapat membantunya
mencari dan menyelamatkan Pek Lian. Selain itu ia percaya bahwa kakaknya tentu sudah menjadi
tawanan pula di tempat ini dan siapa tahu ia akan dapat membujuk agar ke-pala bajak ini mau
membebaskan kakaknya pula. "Nona, Lautan Po - hai ini begini luas dan eng-kau yang tidak berpengalaman,
bagaimana dapat mencari seorang teman yang hilang hanya dengan menggunakan sebuah perahu
kecil " Jadilah tamuku yang terhormat dan aku akan membantumu men-carikan sahabatmu itu.
Akan kukerahkan semua anak buahku. Engkau tentu lelah sekali, biarlah engkau mengaso
dulu. Mari, nona, mari kuantar nona ke kamar tamu dan nona akan menikmati ke hidupan di
tempat ini." Kepala bajak itu lalu mem-bawa sendiri Bwee Hong menuju ke ruangan sebe-lah
dalam dan di situ, beberapa orang pelayan wa-nita menyambutnya. Bwee Hong diberi sebuah kamar
yang indah. Karena mengharapkan bantuan untuk menemukan kembali Pek Lian, juga karena
mengharapkan akan dapat membebaskan kakaknya yang ia kira tentu berada di tempat
ini pula seba-gai tawanan, Bwee Hong tidak menolak, walaupun ia tidak pernah kehilangan
kewaspadaannya dan tidak mau bersikap manis kepada tuan rumah yang pandang
matanya mengandung gairah itu. Bagai-manapun juga, nona ini terkesan juga oleh sikap
tuan rumah. Sama sekali tidak seperti sikap kepala bajak. Begitu halus dan sopan, dan ternyata di
se-belah dalam istana itu, keadaannya seperti dalam istana raja - raja saja. Juga para pelayan
wanita terlatih baik dan bersikap amat halus! Para anak buah bajak selama sehari semalam berpesta - pora merayakan hasil yang
amat besar di malam hari itu. Para tawanan, yaitu anak buah pangeran, dijebloskan
dalam tempat tawanan yang berada di bawah tanah. Hanya Pangeran Akiyama seorang yang
dimasukkan dalam kamar tahanan lain dan diperlakukan dengan sikap baik. Anak bu-ah pangeran ini
menjadi orang tahanan dan dipe-kerjakan secara berpencar untuk pembangunan di pulau itu.
Ho Pek Lian telah berhasil naik ke tebing dan dengan berindap - indap ia
menyelinap melalui bu-kit-bukit karang dan akhirnya ia berhasil mema-suki bangunan megah seperti
istana itu. Ia melihat betapa tempat itu terjaga ketat seolah - olah tempat itu merupakan
benteng dengan banyak bala tentaranya. Dan istana itu, yang terletak di tengah - te-ngah
kompleks bangunan benteng, sungguh megah. Aneh melihat sebuah istana dibangun di tengah-tengah
pulau kosong ini, di antara pulau-pulau kecil yang terpencil di tengah lautan.
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
Untung bagi Pek Lian bahwa para anak buah bajak sedang merayakan pesta
kemenangan dengan hasil baik itu. Para penjaga ikut pula berpesta dan biarpun mereka masih
tetap dalam tempat penja-gaan masing - masing, namun mereka juga kebagian arak dan daging
sehingga tentu saja penjagaan mereka menjadi kurang teliti dan lengah. Kesempatan inilah
yang dipergunakan oleh Pek Lian, dengan mengandalkan gerakannya yang gesit dan
ginkang-nya yang tinggi, untuk menyusup masuk ke dalam istana itu melalui pintu belakang di dekat
taman bunga batu karang. Hanya ada beberapa pohon bunga kecil yang hidup di dalam pot-pot
bunga, dengan tanah yang diambil dari daratan besar, se-dangkan hiasan lain merupakan batu-
batu karang yang dibentuk dengan nyeni, dicat dan diatur se-demikian rupa sehingga tempat itu
merupakan se-buah taman yang aneh tapi indah.
Bukan main girangnya hati Pek Lian ketika da-lam usahanya menyelidik dan mencari
Bwee Hong dalam istana yang luas ini, ia tersesat masuk ke dalam dapur! Memang
perutnya sudah terasa lapar bukan main. Kalau menurut perasaan hatinya, ingin ia menyerbu dan
merampas makanan dengan kekerasan. Akan tetapi Pek Lian bukanlah seorang gadis sebodoh
itu. Tidak, ia adalah seorang dara muda yang sudah banyak digembleng oleh keadaan, yang
membuatnya menjadi cerdas, tenang dan juga berpemandangan luas. Ia melihat tiga orang
tukang masak sedang sibuk di dapur itu dan beberapa orang pelayan hilir - mudik mengangkuti
masakan - masakan. Beberapa kali Pek Lian mene-lan ludah ketika bau masakan yang sedap
memasuki hidungnya, membuat perutnya berkeruyuk seperti ayam jago sedang berlagak. Ia
sampai terkejut sendiri dan menekan perut dengan tangan, khawa-tir kalau - kalau suara perutnya
itu akan terdengar orang dan membuatnya ketahuan. Ia hanya menan-ti kesempatan baik untuk
dapat mencuri makanan. Tiga orang koki itu sibuk masak dan kini, setelah para pelayan
yang mengangkuti masakan-masakan itu pergi, mereka bercakap-cakap.
"Huh, kalau sedang begini, kitalah yang repot!" kata seorang di antara mereka
yang matanya juling, agaknya karena bertahun - tahun bekerja di dapur dan matanya
terlalu sering terserang asap. "Setiap orang - orang merayakan pesta dan bersenang - se-nang,


Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kita sendiri yang repot di sini setengah mati. Terlambat sedikit akan didamprat!" Dengan gerak-an
tangan yang sudah terlatih baik sehingga tidak perlu lagi menggunakan mata melihat, dia
menca-cah daging, agaknya hendak membuat bakso.
"Aih, A - pek, engkau ini mengomel saja !" kata koki ke dua sambil melemparkan
sepotong daging panggang yang banyak gajihnya ke dalam mulut-nya, lalu mengunyahnya
sampai ada minyak gajih yang menetes dari ujung bibir. Melihat ini, kemba-li Pek Lian
menelan ludah dan memandang dengan mata benci kepada koki yang perutnya amat gen-dut ini. Mungkin
karena terlalu banyak makan, pikir Pek Lian iri. "Sekali ini bukan hanya karena pesta.
Untuk anak buah itu, cukup masakan seada-nya, asal sudah ada panggang daging dan arak bagi
mereka sudah cukup. Akan tetapi apakah eng-kau tidak tahu bahwa ong - ya mempunyai dua orang
tawanan istimewa ?" Ucapan ini membuat Pek Lian melupakan la-parnya dan mendengarkan penuh
perhatian. Koki ke tiga yang tubuhnya jangkung dan kurus seperti orang kurang makan,
keadaan yang amat janggal mengingat akan pekerjaannya sebagai tukang ma-sak, segera berkata,
"Tawanan pangeran itu ?" "Yang pertama adalah pangeran itu. Biarpun dia menjadi tawanan, akan tetapi dari
keluarganya diharapkan uang tebusan yang besar, maka dia harus dijamu dan
diperlakukan sebagai seorang-tamu terhormat dan berharga," jawab si gendut dengan mulut masih
bergerak- gerak mengunyah daging. "Tapi yang paling istimewa adalah tamu ke dua."
"Kaumaksudkan gadis yang cantik dan gagah itu ?" kata si juling. "Kabarnya ia
cantik sekali. Semua pelayan mengatakan bahwa belum pernah mereka melihat seorang gadis
secantik tawanan itu, Aihhh, aku jadi ingin sekali menengoknya!" Si juling itu tersenyum - senyum
dan sikapnya menjadi genit, tanda bahwa kalau temannya yang gendut itu lebih suka makan enak,
dia sendiri agaknya le-bih memperhatikan wanita cantik.
"Hushh! Apa kau sudah bosan hidup " Kau
tahu apa ?" cela si gendut yang agaknya selain
doyan makan enak juga paling tahu akan keadaan
dalam istana itu. "Ong - ya agaknya jatuh cinta
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
kepada gadis ini dan karena itulah kita sekarang ha-
rus masak semua bahan simpanan seperti mengada-
kan pesta besar. Semua ini untuk disuguhkan ke-
pada gadis itu ! Masak pauwhi, sarang burung, da-
ging capit kepiting, sup kaki biruang, hemmm... hebat deh !" Tukang masak gendut
ini mengusap air liurnya ketika menyebutkan nama masakan-masakan mewah ini dan diam-
diam Pek Lian juga menelan ludahnya. Tentu Bwee Hong yang mereka bicarakan, pikirnya.
Wah, Bwee Hong agaknya menjadi tamu terhormat dan disuguhi makanan le-zat - lezat
sedangkan ia sendiri harus bersembunyi-sembunyi setengah kelaparan !
Tiga orang koki itu kini sibuk memasak sayuran yang tadi disebutkan oleh si
gendut dan Pek Lian semakin menderita karena bau masakan itu sung-guh luar biasa sedapnya, apa
lagi bagi seorang yang sedang kelaparan seperti dirinya. Ia tahu bah-wa kalau masakan -
masakan itu sudah selesai dan siap, tentu para koki itu akan menarik tali yang agaknya
menjadi penyambung tanda rahasia bagi para pelayan bahwa masakan telah siap dan para pelayan itu
akan datang mengangkut masakan - ma-sakan tadi. Maka Pek Lian pun siap - siap. Ketika
masakan - masakan itu sudah selesai dan dipindah-kan dari tempat masak ke dalam mangkok - mang-kok
besar, tiba- tiba Pek Lian menggerakkan ta-ngannya. Terdengarlah suara gedombrangan bi-sing
sekali di lain ruangan dapur itu, di mana di-simpan mangkok piring dan panci - panci. Men-
dengar ini, para koki itu terkejut. "Wah, wah, jangan - jangan ada kucing lagi ma-suk ke sana !" kata si gendut yang
segera berlari ke tempat itu disusul oleh dua orang temannya. Pek Lian cepat meloncat
keluar dan dengan cekatan sekali ia bekerja. Tak lama kemudian ia sudah kembali ke tempat
persembunyiannya, membawa sebuah mangkok besar terisi nasi dengan lauk - pa-
uknya, yaitu pauwhi, sarang burung, capit kepiting, dan sup cakar biruang. Lezat! Ia makan
dengan lahapnya, dengan tangan saja karena dalam keada-an tergesa - gesa itu ia lupa menyambar
sumpit. Hatinya girang dan geli ketika mendengar tiga orang itu kembali ke dalam dapur sambil
mengomel, akan tetapi agaknya mereka tidak tahu bahwa masakan - masakan itu telah berkurang.
Ketika akhirnya pelayan - pelayan datang meng-angkut masakan - masakan, Pek Lian
sudah selesai mengisi perutnya dan iapun menyelinap dan mem-bayangi para pelayan yang
membawanya ke tem-pat di mana sahabatnya ditahan ! Di lain saat, Pek Lian telah
bersembunyi di atas genteng kamar Bwee Hong dan mengintai ke dalam. Dilihatnya Bwee Hong duduk
menghadapi meja, dilayani oleh dua orang pelayan wanita dan benar saja, sahabat-
nya yang cantik itu diperlakukan sebagai seorang tamu kehormatan. Akan tetapi Bwee Hong
tidak kelihatan gembira, bahkan sebaliknya, sahabatnya yang cantik itu kelihatan pucat dan agak
kurus dan menghadapi hidangan lezat itu dengan wajah ge-lisah dan duka. Karena agaknya
kurang bernafsu, maka tidak lama Bwee Hong makan, lalu ia me-nyuruh para pelayan membersihkan
meja. Tak lama kemudian, gadis itu nampak duduk termenung ditemani oleh dua orang pelayan
yang agaknya juga bertugas untuk menjaga dan mengamatinya.
Selagi Pek Lian berniat untuk meloncat masuk, tiba - tiba terdengar suara orang
dan Pek Lian me-lihat seorang laki - laki setengah tua yang pakaian-nya mewah dan
perutnya gendut, yang memasuki kamar Bwee Hong itu diikuti oleh empat orang dayang muda-muda dan
cantik-cantik. Melihat masuknya kepala bajak ini, Bwee Hong bangkit dari tempat duduknya dan
memandang dengan sinar mata bertanya-tanya dan alis berkerut. Sudah sehari semalam ia
ditahan di situ sebagai tamu terhormat dan ia masih menanti berita ten-tang Pek Lian, dan
mencari kesempatan untuk ber-tanya tentang kakaknya.
"Bagaimana kabarnya dengan usaha mencari sahabatku itu?" Bwee Hong segera
menyambut-nya dengan pertanyaan ini.
Kepala bajak yang gendut itu lalu memberi isyarat kepada para dayang dan pelayan
yang se-gera meninggalkan kamar itu dan menutupkan da-un pintunya dari luar, kemudian
mereka duduk di luar bersama dengan tiga orang pembantu utama kepala bajak itu yang
agaknya memang mengawal dan menanti di luar. Dari atas genteng Pek Lian dapat melihat
bahwa selain tiga orang itu, terdapat pula belasan orang penjaga yang agaknya siap membantu
kalau sampai pimpinan mereka membu-tuhkan tenaga mereka. Keadaan ini membuat Pek Lian menjadi
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
waspada dan tidak berani turun ta-ngan secara lancang. Iapun mengintai ke dalam
kamar dan memperhatikan pertemuan antara saha-batnya dan kepala bajak itu.
"Belum berhasil, nona. Kalau sahabatmu itu tidak mendapatkan perahu untuk
menyelamatkan diri, setelah tercebur ke dalam lautan, mana mung-kin ia dapat
diharapkan tinggal hidup " Di daerah itu terdapat banyak ikan hiunya yang ganas. Jadi, hanya ada
dua kemungkinan. Pertama, ia menemukan perahu dan berhasil menyelamatkan diri, atau ke dua,
yaaahh... nyawanya sukar tertolong"
"Ahhh...... !" Bwee Hong mengeluh sambil menutupi mula dengan kedua tangannya.
Hening sejenak, kemudian kepala bajak laut itu berkata, suaranya halus seperti
juga sikapnya, "Nona, engkau telah menjadi tamuku, dan aku akan tetap mencari sampai
anak buahku tahu di mana adanya sahabatmu itu. Akan tetapi sampai sekarang aku belum
mengenal namamu " Agaknya Bwee Hong. merasa tidak enak juga kalau tidak memperkenalkan nama,
karena memang sesungguhnya sikap kepala bajak ini amat baik se-lama ia menjadi tamu,
balikan baru sekarang kepala bajak ini datang menjenguknya.
"Namaku Chu Bwee Hong ......"
"Nona Chu, sungguh aku merasa berbahagia sekali mendapatkan kesempatan bertemu
dan ber-kenalan denganmu. Aku ingin sekali mendengar sendiri bagaimana jawabanmu
terhadap usul yang kuajukan pagi tadi. Engkau tentu telah mendengar-nya dari pelayan dan
utusanku, bukan ?" Sepasang mata yang jernih dan indah itu tiba-tiba mengeluarkan sinar berkilat
dan Bwee Hong bangkit berdiri dengan sikap marah. "Aku sudah mendengarnya dan justeru
karena itulah aku akan menjawab dan menegurmu ! Sudah kukatakan ke-marin bahwa anak buahmu
menyerang perahu Pangeran Jepang itu untuk membajak, bukan untuk menolongku! Kemudian, engkau
memperlakukan aku dengan baik, sudah kuduga bahwa tentu ada pamrih sesuatu yang
busuk. Ternyata benar, engkau hendak membujuk aku menjadi isterimu! Hemm, dengarlah.
Aku tidak sudi menerimanya dan kalau sampai besok engkau tidak berhasil mendengar ten-tang
sahabatku, aku akan pergi dari sini!"
Kepala bajak itu menarik napas panjang. "Aku dapat mengerti penolakanmu, nona.
Engkau seorang dara yang cantik jelita dan berkepandaian tinggi. Akan tetapi, engkau
belum tahu siapa ada-nya aku. Kalau engkau menjadi isteriku, nona Chu, berarti engkau akan
mendapatkan kemuliaan, ke-dudukan tinggi dan juga menjadi kaya."
Bwee Hong teringat akan kakaknya dan ia mengangkat mukanya memandang, lalu
bertanya dengan suara ketus, "Siapakah engkau ?"
"Nona Chu, dengarlah. Aku adalah raja di laut-
an sebelah selatan, aku hanya dikenal dengan sebut-
an Lam - siauw - ong (Raja Muda Selatan) dan
" "Ehh... ?" Bwee Hong memotongnya dengan kaget dan juga dengan wajah mengandung
keke-cewaan. "Jadi engkau bukan Tung-hai-tiauw ?"
Kepala bajak itu mengerutkan alisnya dan meng-geleng kepala. Hatinya kecewa pula
karena nona yang dicintanya ini ternyata mengira dia orang lain, orang yang selama ini
memang menjadi saingannya! "Bukan! Tung - hai - tiauw itu adalah seorang di antara kami, di
antara tiga raja bajak di lautan ini, dan dia kebetulan pada saat ini sedang menduduki kursi
pimpinan." Pek Lian yang ikut mendengarkan percakapan itu, juga sama kecewanya dengan Bwee
Hong. Kalau orang ini bukan Si Rajawali Lautan Timur, berarti bahwa dua orang di
antara Sam - ok itu ti-dak datang ke tempat ini, dan dengan demikian mereka telah kehilangan
jejak dari A - hai dan Seng Kun yang dibawa oleh kedua orang raja penjahat itu. Orang ini telah
memiliki kedudukan tinggi dan kuat, kalau orang ini masih merupakan pembantu saja dari
Rajawali Lautan, maka dapat dibayangkan betapa hebatnya raja penjahat itu sendiri.
Bwee Hong tidak tahu banyak tentang dunia penjahat dan ia hanya tahu sedikit -
sedikit karena mendengar cerita Pek Lian. Ia sudah men-dengar dari sahabatnya itu bahwa
Sam - ok adalah tiga raja penjahat yang kini menjadi pembantu-pembantu dari Raja
Kelelawar yang dianggap se-bagai datuknya kaum sesat. Akan tetapi mengapa kini kepala bajak ini
mengatakan bahwa Rajawali Lautan kini menduduki kursi pimpinan " Biarpun hatinya kecewa
karena merasa KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
seperti kehilangan jejak kakaknya, akan tetapi keinginan tahu membu-atnya
bertanya, "Apa maksudmu mengatakan bah-wa dia menduduki kursi pimpinan ?"
"Duduklah, nona dan agaknya engkau belum mengenal kami. Baiklah, engkau perlu
mengenal keadaanku lebih baik. Lautan di sebelah timur ini dikuasai oleh kami
bertiga dan kami masing-ma-sing mempunyai anak buah sendiri. Kami bertiga adalah Tung-hai-tiauw
yang menguasai wilayah timur, yang ke dua adalah Si Petani Lautan yang menguasai
wilayah utara, sedangkan ke tiga adalah aku sendiri yang menguasai wilayah selatan. Kami
masing-masing tidak saling melanggar wilayah dan melakukan operasi di batas wilayah masing-masing.
Tempat kami menyerang perahu Jepang itu adalah batas wilayah kami."
"Jadi kalian bertiga adalah saingan - saingan yang saling bermusuhan ?" tanya
Bwee Hong yang tertarik juga hatinya. Kepala bajak ini biarpun se-orang penjahat, namun
sikapnya bukan seperti penjahat yang kasar.


Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pada mulanya kami memang saling bermusuh-an sehingga terjatuh banyak korban di
antara kami sendiri. Lalu kami bermufakat untuk bersatu dan yang paling lihai di
antara kami berhak menduduki kursi pimpinan, menempati gedung istana lautan yang kami bangun
bersama. Nah, ternyata Rajawali Lautan yang berturut-turut menang dalam pemi-lihan dan
menjadi raja lautan. Setiap tiga tahun sekali kami mengadakan pertemuan dan mengadu ilmu.
Tiga tahun telah lewat sejak pemilihan yang lalu dan di dalam bulan ini juga, kurang beberapa
hari lagi, kami akan mengadakan lagi pertemuan. Tiga hari lagi dan aku yakin akan dapat mengalahkan
Si Rajawali Lautan karena selama ini aku telah berlatih dengan tekun. Tentu saja aku harus
dapat pula mengalahkan Petani Lautan yang memperdalam ilmunya yang hebat, yaitu ilmunya
Ban-seng-kun ( Silat Selaksa Bintang ) yang hebat. Dan engkau...... kalau engkau menerima
pinanganku, nona, engkau akan menjadi ratu lautan !"
Baik Bwee Hong maupun Pek Lian yang ikut mendengarkan, menjadi ngeri. Macam
apakah Ilmu Silat Selaksa Bintang itu " Sampai di mana kehe-batannya " Dan si gendut
ini agaknya memiliki il-mu yang tidak kalah tingginya, karena buktinya dia merasa yakin akan
dapat menangkan Petani Lautan dan juga Rajawali Lautan ! Betapa banyak-nya terdapat
orang - orang lihai di dalam dunia kaum sesat.
"Engkau akan merasa ngeri kalau menyaksikan Ilmu Silat Selaksa Bintang itu,
nona. Petani Lautan itu tidak pernah memakai baju karena tubuh atas-nya selalu penuh dengan
keringat yang keluar ba-gaikan sumbernya yang tidak pernah kering. Dia selalu membawa tempat
air ke manapun dia pergi untuk minum setiap saat. Minumnya banyak sekali, melebihi kuda
karena keringatnya luar biasa ba-nyaknya. Di dalam pertempuran, keringatnya itu
memercik - mercik keluar dan kalau tertimpa sinar matahari atau lampu, dapat menimbulkan sinar
berwarna - warni dan berkelap - kelip seperti selak-sa bintang di langit. Itulah sebabnya maka
ilmunya dinamakan, Selaksa Bintang dan gerakannya demikian cepatnya seperti bintang beralih. Siapa-
pun yang bertanding melawannya akan menjadi basah kuyup tersiram keringat-keringat itu,
apa lagi kalau keringat itu menyerang ke arah muka lawan, akan membuat mata menjadi silau dan
gerakan Petani Lautan yang cepat itu akan sukar dapat diikuti lagi."
Bwee Hong mendengarkan cerita itu dengan alis berkerut dan diam - diam ia kurang
begitu percaya akan cerita ini. Ilmu sesat macam itu tidak perlu ditakuti, pikirnya.
Yang hebat hanya luarnya saja, akan tetapi pada hakekatnya, tidak mengandung inti yang kuat dan
dalam. Akan tetapi, Pek Lian yang sudah sering menyaksikan betapa ganas dan jahatnya ilmu orang-orang
dari dunia hitam, mendengarkan dengan hati ngeri dan jijik. Betapa menjijikkan kalau
harus bertanding melawan Petani Lautan itu. Keringat orang itu akan menyiram seluruh tubuhnya,
mukanya dan ihh, betapa keras dan busuk baunya dan menjijikkan! Pek Lian bergidik.
"Akan tetapi, sehebat itu, dia masih kalah oleh Rajawali Lautan ?" Bwee Hong
bertanya, bukan hanya ingin tahu, akan tetapi juga untuk mengikat tuan ramah itu dalam
membicarakan urusan lain agar urusan "pinangan" itu tidak diulang lagi.
"Nona Chu, agaknya engkau belum tahu siapa Rajawali Lautan itu. Dia amat lihai,
dia malah orang pertama dari Sam - ok, Si Tiga Jahat di da-ratan besar. Bukan saja ilmu
silatnya yang amat tinggi, akan tetapi sepuluh buah jarinya mempunyai kuku yang kuat seperti baja,
dan juga dia mema-kai baju emas yang membuatnya kebal terhadap segala macam senjata."
KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
"Hemm, jadi dia kebal ?"
"Benar, dan kekebalan serta kuku-kuku jari tangannya itulah yang berbahaya."
"Kalau begitu, bagaimana engkau akan dapat menang menghadapinya ?"
Si gendut itu menarik napas panjang. "Entahlah, akan tetapi pokoknya, aku harus
menang dan aku telah memperdalam ilmu pedangku yang kuberi nama Hun - kin - kiam
(Pedang Pemutus Urat), mudah - mudahan aku akan dapat mengalahkan mereka berdua."
"Mudah - mudahan."
"Dan engkau menjadi ratu
" "Sudahlah, jangan bicara soal itu. Aku tidak dapat menjadi isterimu."
"Kenapa tidak dapat " Kurang apakah aku ini?"
"Pokoknya aku tidak mau, aku belum mau menikah."
"Engkau harus !"
Bwee Hong meloncat berdiri dan menegakkan kepalanya. "Eh " Siapa yang
menghaluskan " Aku tidak mau dan hendak kulihat engkau akan dapat berbuat apa terhadap diriku!"
Bwee Hong me-nantang berani. Agaknya tidak ada jalan lain baginya kecuali menggunakan
kekerasan. Kakaknya tidak berada di sini dan agaknya sukar mengharap-kan bantuan Pek Lian,
maka jalan satu-satunya hanya menantang dan menggunakan kekerasan. Menang dan bebas, atau
kalau kalah biarlah ia mati di situ dari pada harus menjadi isteri si perut gendut
ini. Lam - siauw - ong juga melompat dari tempat duduknya. Mukanya yang bulat itu
menjadi merah, matanya yang lebar itu melotot semakin lebar dan kepalanya yang bundar
itu mengangguk-angguk. "Bagus, akupun ingin sekali melihat sampai di ma-na
kelihaianmu agar dapat kupertimbangkan- apa-kah engkau memang patut menjadi ratuku." Si gendut
ini menepuk tangan dua kali dan tiga orang pembantunya yang lihai itupun bermunculan dari
pintu, berdiri dengan sikap hormat. "Nona Chu ingin memperlihatkan kepandaian-nya. Coba kalian menangkapnya dan
kalau berha-sil, ikat kaki tangannya I"
Tanpa bertanya lagi, tiga orang pembantu setia ini maklum dan dapat menduga
bahwa tentu nona ini menolak kehendak raja mereka, maka setelah memberi hormat kepada Lam -
siauw - ong, mereka lalu menghampiri Bwee Hong dan mengurungnya dengan kedudukan segi
tiga." Bwee Hong berdiri tegak dan siap untuk menghadapi pengeroyokan mereka. Bahkan ia
tidak mau membuang waktu lagi karena maklum bahwa perkelahian yang akan dihadapi ini
baginya bukan sekedar menguji kepan-daian, melainkan perjuangan untuk mencapai ke-menangan dan
untuk meloloskan diri! Begitu tiga orang lawan itu datang dekat, ia sudah menge-
luarkan teriakan melengking nyaring dan tubuhnya sudah bergerak cepat sekali mengirim serangan
kepada orang yang di depannya, sedangkan kakinya mencuat dalam tendangan kilat ke arah lawan
di sebelah kanan.Dua orang lawan itu terkejut bukan main. Ham-pir mereka tidak melihat
gerakan nona itu dan ta-hu - tahu orang yang berada di kanan itu telah ke-na tendangan pada
pahanya! Dan orang yang berada di depannya itu hanya menggulingkan tu-buh saja dapat terhindar. Dan
Bwee Hong lalu mengamuk ! Tiga orang itu berusaha untuk mengurungnya rapat, akan tetapi
mereka itu bahkan men-jadi bulan - bulanan pukulan dan tendangan Bwee Hong yang membuat
mereka jatuh bangun ! Me-lihat ini, Lain - siauw - ong memandang dengan wajah berseri - seri
dan tiada hentinya memuji. "Bagus ! Bagus ! Ginkang yang sempurna ! He-
bat ! Pantas menjadi ratuku, lebih dari pada pantas !" Dia bertepuk tangan tiga kali
dan muncul-lah lima orang pembantu lain yang dia perintahkan untuk membantu tiga
orang pertama dan menge-royok Bwee Hong.
"Keparat, curang tak tahu malu!" Bwee Hong memaki dan Pek Lian yang berada di
atas juga merasa marah sekali menyaksikan kecurangan si gendut yang main keroyok itu. Akan
tetapi ia tidak menurutkan hati, tidak mau turun tangan memban-tu sebelum melihat
kesempatan baik agar ia dan sahabatnya itu dapat lolos dari pulau yang dihuni oleh para bajak itu.
Andaikata ia turun membantu dan mereka menang sekalipun, masih amat sukar untuk dapat lolos dari
pulau itu karena para penja-hat itu tentu akan merintangi dan menghadapi mereka di laut,
sama saja dengan membunuh diri atau menyerahkan diri! Tidak, ia harus menanti saat baik.
Hanya kalau KANG ZUSI website http://kangzusi.com/
terpaksa saja, kalau melihat Bwee Hong menghadapi ancaman maut, baru ia akan
turun tangan dengan nekat, kalau perlu mati bersama dengan sahabatnya itu.
Biarpun dikeroyok delapan, namun Bwee Hong tetap mengamuk dan semua
pengeroyoknya telah merasakan pukulan atau tendangannya. Semua pe-rabot dan isi kamar menjadi
porak - poranda ketika para pengeroyok itu terlempar ke sana - sini. Akan tetapi, tiba -
tiba Lam - siauw - ong sendiri maju dan begitu dia menyerang, Bwee Hong terkejut sekali. Ternyata
raja penjahat ini benar - benar amat lihai! Bahkan melawan satu sama satu saja ia belum tentu
dapat mengalahkan si gendut ini! Maka ia menjadi penasaran dan marah sekali. Memiliki ke-pandaian
yang tinggi, namun si gendut ini masih mengerahkan anak buahnya untuk mengeroyok !
Akan tetapi Pek Lian mengerti mengapa si gen-dut itu tadi tidak maju sendiri dan
menyuruh orang-orangnya untuk mengeroyok. Tentu selain ingin menguji sampai di mana
kelihaian Bwee Hong, juga si gendut ini ingin menangkap Bwee Hong tanpa melukainya, maka dia
menggunakan tenaga banyak orang. Dan memang dugaannya ini tepat. Setelah dikeroyok sembilan
orang, maka akhirnya Larn-siauw - ong berhasil menotok pundak kiri Bwee Hong. Separuh tubuh
dara itu menjadi lumpuh dan ketika si gendut "memeluk dan meringkusnya, iapun tidak dapat
berkutik dan di lain saat dara itu telah dibelenggu kaki tangannya !
Pek Lian sudah mengepal tinju. Ia tentu akan nekat kalau melihat Bwee Hong
hendak diperkosa, akan tetapi ternyata si gendut iba, biarpun kepala bajak, bukanlah
seorang yang kasar. Dia sama se-kali tidak memperkosa, bahkan menciumpun tidak ! Agaknya, di depan
delapan orang anak buahnya, si gendut ini menahan diri dan karena itulah maka dia dihormati
sekali oleh para anak buahnya. Seti-daknya, biarpun dia kepala bajak, namun julukan-nya adalah
Raja Muda Selatan ! Setelah tubuh Bwee Hong direbahkan di atas pembaringan, kedua kaki dibelenggu,
kedua lengan diikat di belakang tubuh dan mulutnya juga diikat saputangan agar jangan
mengeluarkan teriakan atau makian, si gendut menyuruh semua anak buahnya keluar lagi. Mereka
keluar, ada yang terpincang-pincang, ada yang mengaduh memegangi perut, ada yang kepalanya
benjol- benjol dan ada yang sebelah matanya menghitam. Kini tinggallah si gendut berdua
dengan Bwee Hong dan kembali Pek Lian siap untuk menolong sahabatnya. Akan tetapi, Lam -
siauw - ong hanya mendekati pemba-ringan sambil berkata, "Nona Chu, salahmu sendirilah
sehingga terpaksa Makam Bunga Mawar 7 Pendekar Gila 32 Serikat Serigala Merah Pusaka Tuak Setan 1
^