Pencarian

Dendam Sejagad 4

Dendam Sejagad Legenda Kematian Shi Hun Yin Karya Khu Lung Bagian 4


akan kelihayan ilmu silat lawannya.
Sementara itu, rembulan telah muncul dari balik bukit dan
memancarkan sinar keperak-perakannya menyoroti seluruh jagad.
Tapi suasana dalam hutan di depan kuil kuno itu tetap suram dan menyeramkan,
karena di puti oleh kabut yang sangat tebal.
Pertempuran yang berlangsung antara manusia aneh bertopeng
melawan Im Yan cu sudah mencapai pada bgian yang paling
tegang, menang kalah sebentar akan ketahuan, tapi kedua orang
itupun semakin mendekati jurang pemisah antara mati dan hidup.
Sebab kepandaian silat yang dipergunakan kedua orang itu
sekarang adalah serangan-serangan yang mempergunakan hawa
murni tingkat tinggi yang paling sempurna sekali, salah bertindak berarti
jiwanya akan melayang meninggalkan raga.
Dari balik biji mata si manusia aneh bertopeng yang tajam, telah mencorong
keluar serentetan cahaya buas yang penuh kebencian.
Dia mendengus dingin, mendadak jari tangannya menyentil ke
depan, "Crit! Cring!" di tengah desingan tajam yang memekikkan 179
telinga, dalam waktu singkat ia telah mengancam enam buah jalan darah penting di
tubuh Im Yan-cu. Menyusul kemudian tubuh manusia aneh bertopeng itu segera
melambung ke udara bagaikan burung elang, tangan dan kaki
bersamaan melancarkan serangan. Dalam waktu singkat ia telah
melepaskan enam buah pukulan dan tiga buah tendangan berantai.
Serangan inipun dilakukan dengan kecepatan yang luar biasa
serta jurus serangan yang ampuh, lihay, ganas dan buas. Benar-
benar cukup mendirikan bulu kuduk orang.
Paras muka Im Yan-cu dingin bagaikan es, matanya melotot
penuh kegusaran, sambil membentak nyaring, jari tangannya yang lembut dan putih
itu digerakkan berulang kali melancarkan
beberapa kali sentilan jari.
Desingan angin tajam segera menderu-deru, dengan dahsyat
ancaman tersebut menahan serangan jari tangan si manusia aneh
berkerudung yang sedang menggulung datang.
Siapa tahu pandangan matanya mendadak menjadi kabur,
telapak tangan dan tendangan kaki manusia aneh berkerudung itu kembali
bermunculan dari empat arah delapan penjuru dengan
kecepatan bagaikan sambaran kilat, sedemikian dahsyatnya
ancaman itu sehingga sukar untuk dilukiskan dengan kata-kata.
Di tengah kurungan angin pukulan serta bayangan tendangan
lawan, sepasang telapak tangan Im Yan cu bergerak kian kemari
bagaikan kupu-kupu menghisap madu. Dalam waktu singkat dia
lancarkan pula sembilan buah pukulan dahsyat.
Hawa serangan yang maha dahsyat sgera melanda seluruh
jagad, di tengah amukan angin pukulan yang tajam tadi, dengan
enteng dan lincahnya Im Yan cu berlompatan kian kemari.
Mendadak... pada saat itulah si manusia aneh berkerundung itu
membentak keras, menyusul kemudian serangan mematikan yang
amat dahsyat berhamburan kemana-mana. Tampaklah sepasang
180 tangannya bergetar kian kemari secara aneh, setiap pukulan
dilancarkan dua serangan dahsyat segera melanda di udara.
Selain daripada itu, dalam setiap gerak serangan yang
dipergunakannya itu, hampir semuanya dilancarkan melalui suatu sudut yang aneh
sekali. Pukulan yang berantai seolah-olah
datangnya secara berbarengan pada saat yang sama. Kehebatan
dan kelihayan jurus serangannya itu, boleh dibilang tak pernah dijumpai
sebelumnya di dunia ini. Begitu serangan tersebut dilontarkan oleh manusia aneh
berkerudung tadi, udara di sekeliling tempat itu segera dliputi gelombang hawa
tekanan kian lama kian bertambah besar, daerah
seluas dua kaki serasa penuh dengan tekanan udara yang kuat.
Sementara di tengah berpusing segulung angin tajam yang
menyayat badan. Berbarengan dengan dipancarkannya serangan mematikan dari
Im Yan cu juga dilancarkan pada saat yang bersamaan.
Tampak tubuh Im Yan cu yang menyentuh tanah mendadak
melambung kembali ke udara. Kemudian secara tiba-tiba badannya menyusut
kecil di udara, sementara sepasang lengannya
dipentangkan lebar-lebar. Seluruh gaunnya yang berwarna biru
bergetar menciptakan sususan-susunan gelombang yang aneh.
Tiba-tiba.... Im Yan cu merapatkan tangannya lalu melurus ke depan. Seluruh
badannya bagaikan sebatang anak panah yang tajam, secepat kilat meluncur ke arah
manusia aneh berkerudung itu.
Pada saat ujung jari tangannya sudah mencapai enam depa dari
tubuh manusia aneh itu... mendadak sekujur tubuhnya bergetar
keras, kemudian meluncur ke bawah.
Sedetik sebelum badannya menempel tanah, secara aneh
sepasang lengannya itu dipentangkan lebar-lebar.
Suatu daya yang mengerikan pun segera terbentang di depan
mata. 181 "Sreeet! Sreeet! Sreeet!"
Serentetan cahaya tajam berkilauan memenuhi udara, lalu
terdengar manusia aneh berkerudung itu mendengus tertahan.
Menyusul kemudian berkumandang pula serentetan bunyi
pekikan aneh yang amat memilukan hati....
Dengan sekujur badan gemetar keras, manusia aneh berkerudung hitam itu mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya
dan sekejap kemudian sudah jauh meninggalkan tempat itu. Jelas di bawah serangan
aneh dari Im Yan cu, manusia aneh berkerudung
itu sudah menderita luka dalam yang tidak ringan....
Memandang sampai bayangan tubuh manusia berkerudung itu
lenyap dari pandangan mata, Im Yan cu baru menghela napas
panjang, gumamnya: "Aaai... entah siapakah manusia aneh berkerudung itu" Begitu
lihay ilmu silat yang dimilikinya dan sakti jurus serangan yang dipergunakannya,
entah dia berasal dari perguruan mana....?"
Coba kalau tidak kugunakan ilmu sakti dari perguruan: HAY JIN
CIANG (Ilmu Pukulan Unggas)... sudah pasti aku akan tewas
termakan serangan terakhir itu... yaa, ilmu pukulan Hay-jin-ciang sungguh hebat
sekali, sayang suhu cuma mewarisi satu jurus saja kepadaku."
Mendadak Im Yan cu berpaling, lalu menjerit kaget:
"Hei, dia lari ke mana?"
Yang dimaksudkan adalah Ku See-hong. Waktu itu di sekitar sana sudah tidak
nampak lagi bayangan tubuh dari anak muda tersebut, entah sejak kapan ia sudah
pergi meninggalkan tempat itu.
Im Yan cu kembali menghela napas panjang.
00d0w00 Bab 9 182 "MANUSIA she Ku ini pun betul-betul manusia aneh," demikian ia bergumam lirih,
"Sudah jelas ia terhajar telak sehingga terluka parah, kenapa bayangan tubuhnya
tahu-tahu sudah lenyap tak
berbekas" Masa ia telah berhasil melatih semacam ilmu yang tahan pukulan?"
Tiba-tiba dengan gemas dia bergumam lagi: "Lelaki she Ku itu
amat misterius sekali, aaai.... Entah mengapa, sejak bertemu muka dengannya, aku
jadi seperti tidak membenci orang lelaki lagi,
bahkan...." Bergumam sampai di situ, tanpa terasa sepasang pipinya
berubah menjadi merah dadu, apalagi di bawah timpaan sinar
mentari, dia tampak lebih cantik dan mempesonakan hati.
Kembali Im Yan cu bergumam:
"Luka dalam yang dideritanya akibat pukulan itu parah sekali,
lagipula ia seperti mempunyai hubungan dengan Bun-ji koan-su....
Kalau membiarkan seorang manusia yang cetek pengalaman macam
dia berkelana seorang diri di dalam dunia persilatan, hal ini benar-benar
berbahaya sekali. Orang persilatan kebanyakan licik dan
berhati busuk, dia... kendatipun memiliki ilmu silat lihay juga tak baik...."
Im Yan cu mendongakkan kepalanya memandang sekejap
matahari yang berada di awang-awang, tubuhnya segera bergerak
dan lenyap kembali dari depan kuil kuno yang penuh keseraman itu.
Rupanya setelah Ku See-hong kena terhajar oleh tenaga pukulan
Im Yan cu yang disalurkan manusia aneh berkerudung ke tubuhnya, lewat ilmu Too-
im-ciat-yang tersebut, hawa darah di dalam
tubuhnya segera mengalami gejolak keras yang menyebabkan ia
jatuh tak sadarkan diri. Tapi tak lama kemudian ai telah sadar kembali. Ketika itu
kentongan kelima sudah lewat, sedang Im Yan cu sedang terlibat dalam pertarungan
yang amat seru melawan manusia aneh
berkerudung itu. Diam-diam Ku See-hong menghela napas panjang.
Ia tahu entah pihak manapun yang bakal menang, kedua-duanya
183 tidak menguntungkan baginya, maka menggunakan kesempatan
baik tersebut, secara diam-diam dia lantas ngeloyor pergi dari situ.
Luka dalam yang diderita Ku See-hong kali ini sungguh teramat
parah. Hawa murni di dalam tubuhnya seakan-akan sudah kena
terhajar sampai buyar tak karuan, hawa darahnya segera mengalir terbalik,
jalannya menjadi gontai dan sempoyongan hampir roboh, namun kesadarannya belum
hilang. Suatu tekad yang besar muncul dalam hatinya dan sambil menahan sakit dia
melakukan perjalanan ke depan.
Makin jauh dia berjalan, luka parah yang dideritanya semakin
parah, terasa hawa panas di dalam dadanya menerjang ke atas,
sepasang kakinya seakan-akan sudah tidak menuruti perintahnya
lagi. Dalam keadaan begini, akhirnya dia menghela napas dan merasa
harus beristirahat sebentar, tapi ingatan tersebut justru segera membuyarkan
tekad di dalam hatinya. Walau begitu, perjalanan yang dilakukan tanpa arah tujuan itu
telah membawa dirinya menembusi beberapa buah bukit. Sekarang
dia telah berada tak jauh dari sebuah tanah perkuburan yang luas dan lebar.
Tampak kuburan itu sangat kacau balau keadaannya dan sama
sekali tak terawat. Batu nisan banyak yang hancur, gundukan tanah banyak yang
berlubang. Meski di tengah siang hari bolong, namun suasana di sekitar tempat
itu terasa seram dan mengerikan sekali.
Dengan ujung bajunya dia menyeka keringat yang membasahi
wajahnya, kemudian setelah memperhatikan sekejap pemandangan
di sekeliling tempat itu, dengan susah payah dia menyeret sepasang kakinya dan
pelan-pelan memasuki tanah pekuburan tersebut.
Sambil berjalan, tiada hentinya Ku See-hong bergumam: "Luka yang kuderita
sekarang teramat parah, mungkin masihkah ada suatu
penemuan aneh lagi yang bakal kujumpai" Aaai, lebih baik mati di tempat ini
saja." 184 Batu nisan yang berserakan dan gundukan tanah yang berjajar
mendadak menimbulkan suatu perasaan pedih dalam hatinya, diam-
diam ia berpikir seorang diri:
"Aaai... walaupun menjadi jagoan sepanjang masa, setelah mati
kerangka tubuhnya juga akan terlantar di dalam tanah pekuburan.
Orang hidup saling mengejar harta dan nama, sepanjang hari
membanting tulang bekerja keras, padahal apalah gunanya semua
perjuangannya itu bila hayat telah meninggalkan badan?"
Ingatan tadi begitu melintas dalam benaknya, semua kegagahannya serasa punah tak membekas tekad yang selama ini
mempertahankan tubuhnya, kontan membuyar, kakinya sempoyongan, hampir saja ia jatuh terjerembab ke atas tanah.
"Koak koak koak..." bunyi burung gagak menambah suramnya
suasana.... Di atas beberapa batang pohon siong tak jauh dari Ku See-hong, terbang melayang
empat lima ekor burung gagak. Ketika
mendengar pekikan burung yang menusuk telinga itu, mendadak Ku See-hong
merasakan hatinya bergetar keras.
Kejadian demi kejadian yang memedihkan hatinya di masa lalu
kembali muncul di dalam hatiya. Ia teringat kembali dengan ayah-ibunya yang mati
secara mengenaskan, dia teringat pula Bun-ji
koan-su yang sampai mati tetap membawa dendam....
Beberapa orang itu telah melimpahkan budi dan kasih sayang tak terlukiskan
dengan kata-kata kepadanya, tapi meninggalkan pula dendam berdarah yang lebih
dalam dari samudra untuk ia
selesaikan.... Terbayang sampai di situ dia baru merasa terkesiap. Diam-diam
tegurnya kepada diri sendiri:
"Ku See-hong, wahai Ku See-hong.... Nyawamu sih kecil, tapi
dendam kesumat orang tuamu harus dibalas, apalagi Bun-ji koan-su telah
mewarsikan tiga macam ilmu kepadamu. Sampai detik-detik
185 kematiannya, ia masih menitipkan harapannya yang besar
kepadamu. Betul dengan watak aneh dari ia orang tua, sampai saat
terakhirnya dia tidak meminta apa-apa kepadamu, tapi betapa
besarnya dia menitipkan harapn tersebut kepadamu, betapa
besarnya harapan dia orang tua agar kau bisa menyelesaikan
keinginannya. Apalagi kau telah bersumpah di depan jenasahnya
tapi sekarang, kau telah meremehkan nyawamu sendiri, kau
gampang berputus asa, maunya mengambil keputusan pendek...
Wahai Ku See-hong, manusia macam apakah dirimu ini...?"
Begitu ingatan tersebut berkelebat lewat di dalam benaknya,
muncul kembali semangat untuk melanjutkan hidup di dalam
hatinya, semangatnya ikut berkobar pula. Sambil mendongakkan
kepalanya ia memandang pesoan awan di angkasa, angin musim
gugur yang dingin berhembus lewat dan mengibarkan ujung
bajunya. Dalam benaknya seali muncul bayangan dari Bun-ji koan-su, telinganya
serasa mendengung kembali pesan terakhir dari
gurunya. Darah panas di dalam dadanya tiba-tiba bergelora dan
mendidih, semua kemasgulan dan kemurungan yang mengganjal
dadanya terasa menyesakkan napas, tak kuasa lagi ia mendogakkan kepalanya dan
berpekik panjang. Suara pekikannya itu nyaring seperti pekikan naga.... Tinggi,
keras menembusi awan dan menggema dalam lembah. Suaranya
memantul dan mendengung tiada hentinya. Namun di balik pekikan tadi justru
terbawa suasana sedih, pedih dan murung.
Tiba-tiba, pekikan nyaring itu terputus sampai di tengah jalan, terdengar Ku


Dendam Sejagad Legenda Kematian Shi Hun Yin Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

See-hong mendengus tertahan....
Sebagaimana diketahui, luka dalam yang diderita pemuda itu
sama sekali belum sembuh, tapi sekarang harus mengerahkan sisa tenaga yang
dimilikinya untuk berpekik panjang, hala mana
menyebabkan jalan darahnya mengalmi luka yang semakin parah,
lagi tentu saja kondisi badannya menjadi semakin buruk. Akhirnya dia tak tahan
dan muntah darah segar, kemudian tubuhnya roboh
186 ke tanah dan jatuh tak sadarkan diri. Tubuhnya tepat roboh di
samping sebuah kuburan di bawah sebatang pohon pen yang lebar.
Entah berapa lama sudah lewat mendadak Ku See-hong merasa
pipinya menjadi dingin, tubuhnya gemetar keras dan segera
tersadar kembali dari pingsannya.
Ketika ia membka kembali matanya, tampak awan hitam
menyelimuti seluruh angkasa dan menutupi cahaya sang surya, kilat menyambar-
nyambar, guntur menggelegar, ternyata hujan sedang
turun dengan derasnya.....
Sekujur badan Ku See-hong basah kuyub oleh air hujan, dengan
cepat sinar matanya dialihkan ke arah sebuah gardu bobrok lebih kurang dua kaki
dari sana. Dengan cepat badannya jumpalitan di udara dan meluncur ke arah dalam
gardu bobrok tadi. Setelah tiba di dalam gardu, Ku See-hong baru menjerit tertahan karena kaget.
"Haaah" Heran, kenapa luka parahku secra tiba-tiba bisa
membaik sendiri...?"
Pemuda itu merasa pergolakan hawa darah di dlaam dadanya
telah menjadi tenang kembali, badannya tidak terasa sakit seperti tadi.
Rupanya ia telah memperoleh warisan hawa murni dari Bun-ji
koan-su yang telah mencapai puluhan tahun hasil latihan itu. Di samping memiliki
pula ilmu Kan-kun-mi-siu-kang yang maha sakti tersebut.
Berhubung dia tidak segera mengatur pernapasan setelah
menderita luka dalam yang amat parah itu. Kemudian harus
melakukan pula perjalanan yang jauh sebelum akhirnya memaksakan diri untuk berpekik nyaring... kesemuanya ini
menyebabkan dia jatuh pingsan.
Tapi justru karena pingsan, pemuda itu malah mendapat cukup
banyak waktu untuk beristirahat. Lambat laun gejolak hawa murni di 187
dalam dadanya juga menjadi tenang kembali, kesadaran pun
berangsur pulih kembali. Demikianlah, setelah berhasil menenangkan perasaannya, Ku
See-hong baru bergumam: "Kenapa aku begini tolol, tak tahu mengatur napas untuk
mengerahkan tenaga dalam..." Tanah pekuburan ini sangat luas dan terpencil
letaknya, mungkin tiada orang yang bakal sampai ke sini, kenapa tidak kugunakan
kesempatan ini untuk menyembuhkan sisa
lukaku, kemudian sekalian memperdalam jurus Hoo-han-seng-huan
yang maha sakti itu?"
Ternyata semenjak terjadinya pertarungan sengit di depan kuil
kuno kemarin, bukan saja Ku See-hong telah menambah
pengetahuan serta pengalamannya dalam menghadapi musuh,
lagipula dia berhasil juga mendalami banyak sekali kepandaian sakti.
Semua yang berhasil diperolehnya itu membuat pikirannya
semakin terbuka untuk mendalami kepandaian silat yang dimilikinya, otomatis
menimbulkan pula semangatnya untuk memperoleh
kemajuan. Dia berharap dari ketiga gerakan jurus Hoo-han-seng-
huan tersebut dia dapat memperoleh kepandaian sakti yang lebih banyak lagi.
Dalam soal ilmu silat, maka yang menjadi kunci rahasianya
adalah pengertian tentang dasar ilmu tersebut. Bila dahsyatnya dasar tersebut
sudah dipahami maka selanjutnya segala sesuatunya pun akan lebih lancar lagi.
Ketika Bun-ji koan-su mewariskan jurus Hoo-han-seng-huan
tersebut kepadanya tempo hari, saat itu keadaannya ssudah payah sekali. Apa yang
bisa dilakukannya tak lebih hanya melakukan
gerakan secara garis besarnya saja, namun berhubung ilmu itu
mengandung makna yang lebih mendalam, maka Ku See-hong tak
lebih cuma ditinggal sekilas kenangan saja.
Menanti ia sungguh-sungguh bertarung dengan jago kelas satu
dari dunia persilatan, dan bikin kocar-kacir tak karuan, sang pemuda yang keras
hati ini baru menghimpun semua semangat dan
188 tenaganya untuk berusaha mengenang kembali semua kesan yang
telah diperolehnya itu. Untung dia memiliki kecerdasan yang tinggi serta daya
tangkap yang hebat, jadinya ia malah berhasil
memahami makna dari jurus Hoo-han-seng-huan tersebut.
Setelah itu, dia terlibat kembali dalam suatu pertarungan yang seru melawan Im
Yan cu. Dalam pertarungan ini lebih besar lagi hasil yang berhasil diraihnya.
Banyak rahasia ilmu silat yang di hari-hari biasa mungkin sulit dipecahkan,
ternyata berhasil dipahami olehnya dalam semangat dan perjuangan yang amat hebat
itu. Otomatis, pelbagai cara mempelajari ilmu silat serta pelbagai
jurus silat yang lihay pun berhasil dipecahkan.
Kemajuan pesat yang berhasil diraih dalam waktu singkat ini,
tanpa terasa menimbulkan pula daya tarik bagi Ku See-hong untuk menyelidiki
serta mendalami ilmu silatnya lebih jauh, sebab dia sadar andaikata kepandaian
silatnya tak becus, maka tanggung
jawab yang berada di atas bahunya juga sukar untuk diwujudkan.
Saat itu, dalam hati Ku See-hong telah muncul suatu harapan
yang sangat kuat, apa yang dia ingin lakukan tanpa segan-segan segera
dilaksanakan. Dengan cepat pemuda itu duduk bersila di atas meja batu dalam
gardu bobrok itu, lalu menuruti pecahan rahasia ilmu silat yang berhasil
dipahaminya, dia mulai mengerahkan hawa murninya untuk mengatur pernapasan....
Dengan dibuangnya semua pikiran dari dalam benaknya serta
pemusatan perhatiannya ke satu titik, dengan cepat pemuda itu
mendapatkan tubuhnya makin lama semakin segar.
Dalam waktu singkat Ku See-hong merasa hawa murni di dalam
tubunya makin lama semakin terhimpun menjadi satu, kemudian
muncul segulung aliran tenaga yang sangat aneh dari pusar
menerjang naik ke atas dan menyebar ke seluruh badannya. Baru
satu lingkaran hawa murninya hanya mengelilingi badan, ia sudah berada alam
keadaan lupa diri. Lewat seperminum teh kemudian, dari seluruh badan Ku See-
hong segera muncul suatu perubahan yang sangat aneh. Dari
189 sekeliling badannya tiba-tiba muncul selapis kabut yang mengelilingi seluruh
badannya. Kabut putih itu menyerupai awan putih di
angkasa yang melapisi semua badannya.
Di dalam keadaan demikian, walaupun ada hembusan angin
tajam yang menerpa badannya, gumpalan kabut putih tetap
menggumpal dan sama sekali tidak membuyar.
Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya kabut putih yang
sangat indah itu seakan-akan terhisap kembali semuanya ke dalam tubuh Ku See-
hong, menyusul kemudian diapun membuka matanya
kembali.... Memandang gundukan tanah pekuburan yang tersebar di mana-
mana serta memandang pepohonan yang bergoyang terhembus
angin, tanpa terasa pemuda itu menghela napas sedih.
Kiranya hujan telah berhenti waktu itu, awan hitam telah
membuyar dan udara pun telah kembali. Sang surya telah
tenggelam di langit barat meninggalkan bianglala senja yang sangat indah....
Senja telah menjelang, berarti malam pun segera tiba.
Bunyi jangkrik mulai melagukan irama dendam, angin pun
berhembus sepoi-sepoi menggoyangkan rumput serta dedaunan,
tanah pekuburan itu terasa makin kelabu dan sepi....
Setelah melakukan semadi untuk mengobati lukanya, gejolak
hawa darah di dalam tubuh Ku See-hong bukan saja telah menjadi tenang kembali,
lagi pula badan serta semangatnya menjadi segar kembali, hawa murni yang
terhimpun di dalam badannya terasa
penuh. Sinar matanya lebih tajam dan jelas tenaga dalamnya
kembali telah memperoleh kemajuan yang sangat pesat....
Perlu diketahui: Kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Bun-ji koan-su
sesungguh sudah tiada tandingannya lagi di dunia ini.
Dengan ilmu Tiong-giok-tay-hoat dari kalangan Buddha, secara
diam-diam ia telah menyalurkan segenap kekuatannya itu ke tubuh Ku See-hong yang
menyebabkan ia menemui ajalnya karena
190 kekeringan... hal semacam ini boleh dibilang belum pernah terjadi di dunia ini.
Betul hawa murni yang diterima Ku See-hong tidak menyeluruh,
sehingga tidak membawa tingkatan hawa murninya mencapai
tingkatan paling top seperti yang dimiliki Bun-ji koan-su... akan tetapi paling
tidak ia telah memperoleh tiga sampai empat bagian dari semua tenaga tersebut.
Walaupun tenaga tadi belum sampai menyusup semua ke dalam
nadinya dan bisa dimanfaatkan sepenuhnya, tapi dikombinasikan
dengan Kan-kun-mi-siu khikang yang diperolehnya itu membuat
setiap kali pemuda itu termakan pukulan dari luar atau selesai melakukan semedi
satu kali, hawa murni tadi lebih banyak yang
terhisap ke tubuh dan bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
Keadaan semacam ini boleh dibilang luar biasa sekali, atau
dengan perkataan lain, hal mana sesungguhnya merupakan suatu
rejeki yang amat besar bagi pemuda itu. Selama berada dalam kuil dulu, Ku See-
hong sudah terlatih memiliki keberanian yang melebihi orang lain, maka sekarang,
walaupun berada di tanah pekuburan
yang menyeramkan, diapun sama sekali tidak merasa takut.
Waktu itu, segenap pikiran dan semangatnya dikumpulkan
menjadi satu, segenap ingatan maupun pikiran yang lain terbuang jauh-jauh dari
benaknya, apa yang dipikirkan sekarang hanyalah mendalami ketiga gerakan jurus
Hoo-han-seng-huan tersebut serta berusaha untuk mengupas pelbagai jurus ilmu
sakti lainnya yang terdapat di balik jurus-jurus serangan itu....
Pada dasarnya Ku See-hong memang seorang pemuda yang
cerdas, begitu segenap pikiran dan perhatiannya dikumpulkan
menjadi satu, kembali ada banyak jurus serangan serta kunci silat lainnya yang
berhasil ditelaah olehnya, dan sekarang dia betul-betul mengerti bahwa jurus
Hoo-han-seng-huan tersebut sesungguhnya
adalah suatu kepandaian maha sakti yang tiada taranya di dunia ini.
Di balik jurus serangan itu bukan saja mengandung intisari
kepandaian yang luas dan dalam, dalam setiap gerak serangannya 191
juga mengandung unsur kekuatan tak terduga.... lagipula memiliki makna yang tak
terkirakan hebatnya. Dalam kejut dan girangnya, Ku See-hong makin terbuai dalam
pelajarannya, segenap perhatian, pikiran maupun perasaannya
hanya terpusatkan pada kepandaiannya itu, sehingga hampir saja dia melupakan
segala sesuatu lainnya....
Rembulan telah bersinar terang di ujung langit, dalam waktu
yang amat panjang ini, Ku See-hong telah berhasil memahami
serangkaian ilmu silat yang belum tentu dapat dimiliki atau dipahami oleh umat
manusia lainnya dalam jangka waktu puluhan tahun....
Waktu itu rembulan bersinar terang di
angkasa dan memancarkan cahaya keperak-perakan, pelan-pelan Ku See-hong
melangkah keluar dari dalam gardu bobrok itu mendongakkan
kepalanya dan memandang cuaca. Ia tahu, waktu itu kentongan
kedua sudah lewat. Mendadak.... Ku See-hong berdiri tegak bagaikan sebuah batu karang, semua
pikiran dan tenaganya terpusat menjadi satu, setelah itu di ringi suara bentakan
yang keras dan memekikkan telinga, sepasang
telapak tangannya diayunkan ke depan. Dari kesepuluh jari
tangannya, yang terpentang lebar terpancarlah desingan angin
tajam yang memekikkan telinga. "Sreeett! Sreeett! Sreeett!"
desingan demi desingan tajam menyambar membelah angkasa.
Dari ujung jari Ku See-hong tiba-tiba memancarkan keluar
sepuluh jalur cahaya putih yang tak berwujud, yang menyambar
dengan kecepatan luar biasa masing-masing menyerang dua batang pohon di
hadapannya. "Pleetaak... pleeetak... blaaamm... blaaamm...!" setelah bergema
suara keras itu, pohon siong yang besar dan luar biasa tingginya itu mendadak
patah menjadi dua bagian dan roboh ke bawah.
Melihat kepandaian yang dicobanya berhasil dengan sukses,
timbul semangat yang menyala-nyala dalam hatinya, sekali lagi
192 pemuda itu memutarkan membalikkan sepasang telapak tangannya,
menyusul kemudian terdengar suara bentakan keras menggelegar di angkasa. Dua
gulung tenaga pukulan tak berwujud yang maha
dahsyat, di ringi suara gemuruh yang memekikkan telinga, dua
batang pohon lagi tumbang ke tanah.
Ku See-hong semakin bersemangat, sekali lagi dia melontarkan
sepasang tangannya ke depan. Gulungan angin pukulan ibaratnya
gulungan air yang baru jebol dari bendunga, dengan kecepatan
yang luar biasa menggulung ke atas dua batang pohon lain. Di
mana angin pukulan itu berhembus lewat, kedua batang pohon itu tak lebih cuma
bergoyang pelan tanpa menunjukkan reaksi lainnya.
Mendadak Ku See-hong mendongakkan kepalanya dan memperdengarkan gelak tertawa panjang yang memekikkan telinga.
Di balik suara tertawa tersbut, terkandung luapan rasa bangga yang tak
terhingga, nampak jelas betapa girangnya perasaan anak muda itu....
Di saat gelak tertawa Ku See-hong masih berkumandang itulah...
segulung angin tajam berhembus lewat, tiba-tiba daun dan ranting pohon besar itu
berguguran ke atas tanah, menyusul kemudian
terdengar suara gemuruh yang sangat keras bergema di angkasa....
Dua batang pohon yang sangat besar itu tahu-tahu tumbang ke
atas tanah mulai sebatas pinggang, dari bekas-bekas potongan itu kelihatan bubuk
halus beterbangan kemana-mana. Rupanya isi
pohon itu sudah dibikin hancur lumat oleh pukulan tangannya.
Tiba-tiba Ku See-hong berhenti tertawa, lalu dengan wajah
sedingin es gumamnya lirih:
"Semangat, tenaga dan kekuatan merupakan tiga unsur yang
saling mempengaruhi, jika terjadi jalinan hubungan antara ketiganya akan jadilah
Huan-pu-kui-tin, tenaga pukulan berisi tampak
bagaikan tak berisi. Itulah pertanda kalau puncak kesempurnaan telah tercapai....
Huan-pu ki-tin... Huan-pu kui-tin.... Betulkah
kepandaianku telah berhasil kucapai hingga puncak kesempurnaannya?" 193 Bergumam sampai di situ, Ku See-hong merasa kegirangan
sehingga hampir saja melupakan segala-galanya, segera teriaknya keras-keras:
"...Sungguhkah kesemuanya ini" Sungguhkah kesemuanya ini"
Mengapa secepat ini aku berhasil mencapainya..." Kenapa...?"
Dengan usaha yang sangat mudah ia berhasil menggunakan apa


Dendam Sejagad Legenda Kematian Shi Hun Yin Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang berhasil dikupas dalam kepandaian itu menjadi suatu
kenyataan, lagi pula menurut keadaan yang terlihat itu, hal mana justru
merupakan gejala dari suatu keadaan yang dinamakan Huan-pu kui-tin. Dalam kejut
dan girangnya tak heran kalau dia menjadi sangsi, benarkah hal tersebut
merupakan suatu kenyataan"
Benarkah dia berbakat bagus dan memiliki kecerdasan yang luar
biasa" Dalam termenungnya itu, pelbagai pikiran cepat muncul di dalam benaknya, tapi
setelah semua alasan itu diteliti lebih lanjut, terasa olehnya bahwa semua
persoalan cukup dijadikan sebagai alasan
mengapa ia bisa mencapai kesuksesan dengan begitu cepatnya....
Tiba-tiba Ku See-hong teringat kembali dengan saat-saat
menjelang kematian Bun-ji koan-su, keadaan gurunya yang loyo dan lemas seperti
lentera kehabisan minyak itu... Mendadak satu ingatan terlintas dalam benaknya,
dengan cepat dia berpikir:
"Ketika Bun-ji koan-su dikerubuti beratus orang jago di atas
puncak bukit Soat-san, meski ia dibuat cacad dan tubuhnya terjatuh ke dalam
jurang, nyatanya ia tak sampai mati. Kemudian selama
belasan tahun lamanya diapun sanggup membunuh jago-jago lihay
yang mengunjungi kuilnya secara misterius. Dari sini terbuktilah kalau ilmu
silatnya sudah mencapai tingkatan yang luar biasa sekali.
Tapi setelah berjumpa dengan diriku, mengapa dia lantas berubah menjadi kakek
loyo yang sudah hampir mendekati ajalnya" Jangan-jangan...."
Berpikir sampai di situ, tiba-tiba Ku See-hong berseru:
"Betul...! Betul...!"
194 "Sudah pasti hawa murni suhu yang selama ini merupakan
kekuatan yang memelihara kehidupannya telah disalurkan kepadaku secara diam-
diam, kalau tidak, mengapa secepat itu aku berhasil menguasai ilmu Kan-kun Mi-
siu khikang yangmaha dahsyat itu"
Oooh suhu... wahai suhu. Mengapa tidak kau katakan hal itu
kepadaku" "Begitu besar budi kebaikan yang kau limpahkan kepadaku,
bagaimana caranya aku membalas semua budi kebaikan tersebut?"
Ku See-hong merasakan darah panas di dalam tubuhnya
bergelora keas dan mendidih, air mata tanpa terasa jatuh
bercucuran membasahi wajahnya.
Mendadak.... Mencorong sinar tajam dari balik mata Ku See-hong, dengan
tekad yang bulat dia berseru:
"Suhu! Kau bersikap begitu baik kepadaku, budi kebaikanmu
keada tecu lebih dalam dari samudra, untuk selanjutnya tecu pasti akan mengingat
selalu di dalam hati, aku pasti akan berusaha untuk membalaskan dendam sakit
hatimu, aku pun akan membalas budi
kebaikanmu." Dalam waktu singkat, kentongan ketiga kembali menjelang tiba.
Ketika Ku Se-hong teringat kembali tragedi yang menimpa Bun-ji koan-su, dia
merasa terdorong oleh emosi yyang meluap, sehingga tanpa terasa dia mendongakkan
kepalanya dan membacakan lagu
"Dendam Sejagad" yang merupakan suara hati dari Bun-ji koan-su itu.
Dendam Sejagad DENDA M kesumat membentang bagai jagad.
Bukit tinggi berhutan lebat di sisi sebuah kuil.
Sungai besar di depan kuil berombak besar.
Dendam kesumat sepanjang abad.
195 DENDA M kesumat membentang bagai jagad.
Burung gagak bersarang di rumput di kala senja.
Cinta kasih berlangsung dari muda sampai tua
Memetik kampak membuat lagu: Nadanya dendam.
Menitik air mata darah untuk siapa"
Hati pilu menanggung derita menyesal sepanjang masa.
DENDA M kesumat membentang bagai jagad.
Ji-koan pernah bebuat salah.
Menyandang golok menunggang kuda, apalagh gunanya"
Salju terbang air laut semuanya hambar.
DENDA M kesumat membentang bagai jagad.
Curah hujan membuyarkan awan.
Air mengalir akhirnya surut.
Dendam kesumat tak akan pernah luntur....
Irama lagu bernada iblis yang membetot sukma itu menjulang
tinggi ke angkasa dan terbawa angin sampai di tempat kejauhan.
Kesunyian yang mencekam dan irama lagu yang memedihkan hati
teralun di angkasa dan mendengung tiada hentinya.
Ketika selesai membawakan lagu tersebut, seluruh wajah Ku See-
hong telah basah oleh air mata. Dengan termangu-mangu dia
memandang jagad yang luas, dia ingin menemukan bayangan Bun-ji koan-su, tapi tak
dapat. Udara tampak bersih, bintang berkedip-kedip menyinari angkasa, Bun-ji koan-su
adalah sebuah bintang di ujung langit sana, meski orangnya telah tiada, namun
kenangan serta lagunya yang penuh
perasaan akan berada terus di dunia, dan Ku See-hong akan selalu membawakannya....
196 Entah sudah berapa lama Ku See-hong mengamati udara,
akhirnya sambil menghela napas sedih, dia duduk kembali di meja batu dalam gardu
dan bersemedi kembali. Sebetulnya Ku See-hong memang seorang yang gila ilmu, setelah
keberhasilannya mengupas pelbagai kepandaian sakti ia tak pernah membuang
waktunya dengan sia-sia. Dia selalu memusatkan pikiran dan perhatiannya untuk
menyelidiki kepandaian sakti. Setiap
kentongan ketiga sudah tiba diapun membawakan lagu "Dendam
Sejagad" dengan suara lantang untuk mengenang gurunya yang
telah tiada dan berdoa bagi arwah Bun-ji koan-su Him Ci-seng yang telah tiada.
Tanpa terasa, Ku See-hong sudah berdiam selama tiga hari tiga
malam di tengah tanah pekuburan yang sepi, seram, dan terpencil itu.
Latihan semedi dari Ku See-hong pun makin lama semakin
sempurna. Setiap kali duduk bersemedi, dia hampir membutuhkan
waktu selama seharian penuh. Hari-hari itu, ketika ia mulai
bersemedi di pagi hari, dalam sekejap mata, mata telah menjelang tiba kembali.
Hari itu, ketika Ku See-hong baru sadar dari semedinya, tiba-tiba ia mendengar
seseorang tertawa cekikikan, buru-buru anak muda
itu membuka matanya dan menengok ke arah mana berasalnya
suara tertawa itu. Sinar mata tajam yang menggidikkan hati
memandang keluar dari balik matanya.
Pada saat itulah, mendadak terdengar bentakan nyaring...
"Hei orang she Ku, sambutlah ini!"
"Weeess..." hembusan angin kencang meluncur tiba.
Ku See-hong segera menyaksikan ada sesosok bayangan tubuh
yang tinggi besar meluncur datang ke arahnya dengan kecepatan
luar biasa. Waktu itu Ku See-hong sudah mengenali suara siapakah itu,
sepasang alis matanya segera berkenyit tangan kanannya segera
197 disentilkan ke depan, desingan angin tajam yang memekikkan
telinga dengan dahsyatnya menghantam bayangan hitam tadi.
"Blaaamm...!" benturan keras bergema di udara.
Menyusul kemudian terdengar suara jeritan ngeri yang
memilukan hati berkumandang memenuhi angkasa, termakan oleh
angin pukulan Ku See-hong yang amat tajam tadi, bayangan hitam tersebut segera
terbabat menjadi dua bagian. Darah segar
berhembus kemana-mana dan menyiarkan bau amis yang menusuk
hidung. Ketika Ku See-hong telah melihat jelas siapa gerangan bayangan hitam itu, dengan
suara keras dan penuh kegusaran ia lantas
membentak nyaring: "Im Yan cu, kau perempuan rendah yang berhati keji, mengapa
kau pergunakan nyawa orang sebagai bahan gurauan" Kau iblis
perempuan berhati busuk, malam ini aku orang she Ku pasti akan mencabut selembar
jiwamu!" Di bawah sinar rembulan, tampaklah di atas sebuah gundukan
tanah pekuburan berdiri seorang gadis yang cantik jelita; dia bukan lain adalah
Im Yan cu. Ketika mendengar suara makin dari anak muda tersebut, Im Yan
cu segera tertawa cekikikan, katanya:
"Hei, kenapa sih kau ini" Kenapa sikapmu kepadaku selalu begitu galak" Memangnya
aku telah salah membunuh?"
Ku See-hong menjadi tertegun, sorot matanya yang tajam
dengan cepat memandang sekejap sekeliling tempat itu, tapi
dengan cepat hatinya menjadi amat terperanjat.
Pemandangan yang terbentang di depan matanya ketika itu
betul-betul seram, ngeri dan cukup mendirikan blu roma.
Ternyata di sekeliling tanah pekuburan itu tergeletak bersosok-sosok mayat yang
bergelimpangan di sana-sini, ada yang tergeletak 198
kaki di atas tanah ada pula yang terkapar di atas gundukan tanah pekuburan
keadaannya benar-benar mengerikan.
Bentuk tubuh merekapun amat seram dan luar biasa ngerinya,
ada yang kepalanya putus, ada yang anggota badannya terpapas,
ada pula yang isi perutnya berhamburan... bau amis darah tersebar dari empat
penjuru. Menyaksikan pemandangan seperti itu, diam-diam Ku See-hong
bergidik dan merasakan bulu romanya pada bangun berdiri. Sebagai pemuda yang
cerdik, dengan cepat dia mengetahui apa yang
menyebabkan kematian jago-jago persilatan itu.
Ternyata Ku See-hong sudah empat malam berdiam di dalam
komplek tanah pekuburan itu, tiap malam pada kentongan ketiga
dia selalu membawakan lagu "Dendam Sejagad" dengan keras dan
lantang, hal mana membuat para jago persilatan yang sedang
keheranan dan mencari-cari apa sebabnya lagu seram yang
membetot sukma itu tiba-tiba lenyap dari dalam kuil bobrok
tersebut, berduyun-duyun datang ke situ.
Maka di kala pada malam ke-empat suara nyanyian tersebut
bergema lagi dari tanah pekuburan tadi, berduyun-duyun kawanan jago persilatan
itu berdatangan ke sana. Begitulah, sewaktu Ku See-hong sedang bersemedi pagi tadi, tak sedikit jago
persilatan yang sedang menyelidiki asal nyanyian itu sampai di sana, salah
seorang di antaranya adalah Im Yan cu.
Padahal waktu itu Ku See-hong sedang melatih semacam ilmu
tenaga dalam tingkat tinggi, asal ia mendapat gangguan atau
serangan yang datang dari luar, maka akibatnya pemuda itu akan mengalami "jalan
api menuju neraka". Masih mendingan kalau cuma terluka parah, bisa jadi selembar
jiwanya akan turut melayang.
Pada mulanya jago-jago persilatan itu masih belum berani
mendekati Ku See-hong, kemudian setelah melihat jelas bahwa
orang itu tak lebih hanya seorang pemuda tampan, serentak
merekapun melancarkan sergapan maut ke arahnya.
199 Maka demi melindungi selembar jiwa Ku See-hong, Im Yan cu
segera melakukan pembantaian secara besar-besaran.
Waktu itu Ku See-hong sudah berada dalam keadaan lupa diri,
sekalipun langit ambruk dia juga tak akan merasa, sudah barang tentu diapun
tidak tahu kalau di sampingnya sedang berlangsung suatu pertarungan sengit yang
benar-benar mengerikan. Demikianlah, walaupun Ku See-hong merasa agak ngeri
menyaksikan kekejaman Im Yan cu dalam melangsungkan
pembantaian, namun karena dia merupakan tuan penolongnya
dalam peristiwa kali ini, maka pemuda itu buru-buru menjura
memberi hormat seraya katanya dengan lantang:
"Nona Im, aku orang she Ku merasa berterima kasih sekali atas
pertolongan yang kau berikan kepadaku sehingga aku lolos dari
bencana pada malam ini. Untuk budi kebaikan itu, di kemudian hari aku pasti akan
berusaha untuk membalasnya, selain itu akupun
minta maaf akan kekasaranku karena ketidaktahuanku tadi."
Mendadak paras muka Im Yan cu berubah menjadi dingin seperti
es, setelah mendengus dingin, katanya dengan ketus:
"Hmmm! Siapa yang kesudian menerima pembalasan budimu itu"
Huuuh... Aku membunuh orang-orang itu tak lain karena aku
berpikir demi kepentinganku sendiri."
Mendengar perkataan itu, Ku See-hong menjadi tertegun,
pikirnya: "Tabiat dari perempuan ini benar-benar aneh sekali, baru saja
berbicara dengan wajah berseri, tiba-tiba saja berubah kembali menjadi dingin
tak berperasaan...."
Berpikir sampai di situ, dia lantas berkata dengan lantang:
"Aku Ku See-hong selama hidup tak pernah menerima budi
kebaikan orang dengan begitu saja. Pokoknya barang siapa pernah melepaskan budi
kepadaku maka hal ini pasti akan kuingat selalu di dalam hati, sekalipun badan
harus hancur, suatu ketika budi itu pasti akan kubayar."
200 Im Yan cu tertawa dingin dengan nada sinis, ujarnya dengan
ketus: "Huuuh... pura-pura berlagak sok tahu budi. Hmm! Sungguh
menjemukan!" Mendengar ucapan tadi, mencorong sinar tajam dari balik mata
Ku See-hong, katanya pula dengan gusar:
"Im Yan cu, aku orang she Ku adalah seorang lelaki sejati yang bisa membedakan
mana budi dan mana dendam, apa yang
kuucapkan tak akan kuingkari untuk selamanya. Aku bukan manusia rendah yang ada
ucapan tanpa wujudnya."
Tiba-tiba Im Yan cu tertawa cekikikan, lalu katanya pula dengan suara dingin:
"Sungguh beruntung sekali aku, Im Yan cu dapat berkenalan
dengan seorang Kuncu, seorang lelaki sejati seperti kau, tapi nanti kau akan
menyesal dengan perkataanmu tadi. Nah, sekarang aku
hanya ingin memohon sesuatu kepadamu, sanggupkah kau untuk
melakukannya?" Agak terperanjat Ku See-hong setelah mendengar perkataan itu,
tapi dengan tegas dia menjawab:
"Apa permintaan nona silahkan diutarakan secara berterus
terang, asal aku orang she Ku sanggup melakukannya, pasti akan kulakukan dengan
sepenuh tenaga." Paras muka Im Yan cu dingin kaku tanpa emosi, katanya dengan
suara dingin: "Nonamu cuma menghendaki batok kepalamu itu, bersediakah
kau untuk memenggalnya dan diberikan kepadaku?"
Suaranya dingin kaku tanpa emosi dan lagi amat tegas, sama
sekali tidak dibuat-buat ini membuat Ku See-hong merasa terkesiap dan segera
terbungkam dalam seribu bahasa.
201 Dari balik sorot mata Im Yan cu segera terpancar keluar
serentetan cahaya yang sangat aneh. Diawasinya perubahan mimik wajah si anak
muda itu, kemudian ejeknya dingin:
"Bagaimana" Kau merasa menyesal" Hmm! Tadi saja, lagaknya
besar dan omongnya segede gajah."
Dari atas wajah Ku See-hong pun terpancar keluar serentetan
cahaya yang aneh sekali, katanya pelan:
"Bila nona menghendaki batok kepala ini, aku orang she Ku tidak akan menampik,
cuma akupun hendak mengajukan satu permintaan
kepadamu, dapatkah kau memberi kelonggaran waktu selama tiga
tahun kepadaku?" Bila sudah sampai waktunya nanti, batok kepalaku ini pasti akan kuserahkan
sendiri kepadamu, tapi jika kau bersikeras menghendaki batok kepalaku pada saat
ini, terpaksa aku akan persilahkan kau untuk memenggalnya sendiri."


Dendam Sejagad Legenda Kematian Shi Hun Yin Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketika selesai mengupcakan perkataan itu, dari balik mata Ku
See-hong pun terpancar keluar serentetan cahaya aneh yang
menggidikkan hati, ia menatap wajah Im Yan cu tanpa berkedip.
Im Yan cu segera tertawa ringan katanya:
"Baik, daripada membangkang lebih baik menurut saja, sekarang
juga nonamu akan memenggal batok kepalamu."
"Tunggu sebentar!" tiba-tiba Ku See-hong membentak keras,
"Aku sorang she Ku hendak mengajukan satu pertanyaan
kepadamu." Kemudian setelah berhenti sebentar terusnya lagi:
"Siapakah gurumu" Suhuku Bun-ji koan-su ada dendam sakit hati
macam apa dengan dirimu?"
Dihadapkan oelh pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Ku
See-hong itu, Im Yan cu menjadi tertegun. Ternyata dia sendiripun tidak tahu
dendam sakit hati seperti apakah yang terjalin antara gurunya dengan Bun-ji
koan-su. 202 Maka setelah tertegun beberapa saat lamanya, dengan suara
dingin dia berkata: "Nama guruku tak akan diketahui oleh orang-orang persilatan...
aku rasa kaupun tak perlu tahu, bagaimanapun juga kau toh sudah mendekati
ajalnya, buat apa kau banyak ertanya" Sedangkan
mengenasi dnedam sakti hati yang terjalin antara suhuku dengan Bun-ji koan-su,
bahkan aku sendiripun tidak tahu, dari mana aku isa menerangkannya kepadamu?"
Mendengar perkataan tersebut,
mendadak Ku See-hong mendongakkan kepalanya dan memperdengarkan gelak tertawa
panjang yang keras dan membetot sukma. Suara tertawanya itu
penuh mengandung kesedihan, kepedihan dan kekosongan...
Begitu keras dan melengkinganya suara tertawa itu, selain
membumbung jauh ke angkasa, juga menimbulkan getaran keras di
sekeliling tempat itu, membuat suasana di dalam komplek tanah
pekuburan itu menjadi lebih seram dan menggidikkan hati.
Im Yan cu sendiri pun dibuat berubah wajahnya setelah
mendengar gelak tertawa itu, diam-diam pikirnya:
"Baru beberapa hari tidak bersua dengannya, kenapa tenaga
alamnya bisa memperoleh kemajuan yang sedemikian pesatnya"
Jika dia sampai menggunakan jurus-jurus yang mematikan nanti,
sudah pasti aku harus menggunakan banyak tenaga untuk
menghadapinya...." Sementara dia masih termenung dan berpikir sampai ke situ,
mendadak suara tertawa yang keras itu berhenti sama sekali.
Suasana menjadi sepi dan hening....
Sesudah berhenti tertawa paras muka Ku See-hong berubah
menjadi dingin dan kaku tanpa emosi, sorot matanya memancarkan cahaya tajam yang
menggidikkan hati, membuat orang merasa
tercekat rasanya, kemudian dengan suara yang dingin ia berkata:
"Im Yan cu, sebagai seorang murid, sudah menjadi kewajibanmu
untuk membalaskan dendam bagi sakti hati gurumu, cuma kalau toh 203
kau sendiri juga tak tahu dari mana timbulnya perselisihan antara gurumu dengan
guruku, sudah barang tentu kau juga tak bisa
menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah di dalam
peristiwa ini. Aku orang she Ku anjurkan kepadamu, lebih baik
janganlah melakukan pembalasan dendam secara membabi buta."
"Betul aku orang she Ku pernah berhutang budi kepadamu, tapi
akupun tak ingin mati tanpa diketahui sebab musababnya, oleh
sebab itu hutang ini sudah pasti aku orang she Ku bayar kepadamu.
Jika kau berkeras kepala juga dan ingin membalas dendam saat ini, silahkan saja
andalkan kepandaianmu untuk melakukannya."
Im Yan cu mengerling sekejap dengan sepasang biji matanya
yang jeli, lalu sambil tersenyum katanya:
"Ku See-hong, kenapa sih kau marah-marah seperti lagi sewot"
Kalau kau enggan menyerahkan batok kepalamu, yaa sudahlah,
kenapa musti mengucapkan teori yang panjang lebar seperti itu?"
Ku See-hong segera merasakan hatinya bergetar keras, pikirnya:
"Perempuan ini betul-betul sangat aneh... girang, marah tak
menentu, sesungguhnya permainan busuk apa lagi yang hendak dia lakukan terhadap
diriku...?" Bagaikan segulung hembusan angin, dengan enteng Im Yan cu
melayang turun ke atas tanah, kemudian dengan langkah yang
lemah gemulai dia berjalan menghampiri Ku See-hong, sekulum
senyuman menghiasi wajahnya membuat hati orang berdebar.
"Ku See-hong," demikan dia berkata dengan merdu dan manja,
"entah mengapa, sedari berjumpa denganmu, aku selalu ingin
marah-marah saja atau ingin menghajar dirimu, kalau sudah begitu hatiku baru
terasa gembira rasanya, anggap saja kejadian tadi
seperti asap yang lenyap di angkasa, sekarang, bagaimana kalau kau temani aku
untuk bergebrak lagi beberapa jurus?"
Nadanya polos dan bersifat kekanak-kanakan, sepasang matanya
yang bulat besar juga memancarkan cahaya lembut yang penuh
dengan cinta kasih, langkah yang lembut ditambah potongan
204 badannya yang tinggi semampai, membuat orang menjadi
terpesona dibuatnya. Sejak kecil, dari dalam hati Ku See-hong telah muncul suatu
perasaan aneh, yakni membenci kaum wanita.... Senyuman Im Yan
cu yang mengandung nafsu membunuh serta perubahan wataknya
yang tak menentu, kesemuanya itu mendatangkan perasaan antipati dalam hatinya.
Maka dia lantas mendengus dingin setelah mendengar perkataan
itu, ujarnya dengan dingin:
"Im Yan cu, kau tak usah jual tampang di hadapanku, soal
berkelahi aku orang she Ku juga tidak mempunyai kegembiraan
tersebut. Budi kebaikan yang kuterima hari ini pasti akan kubalas di kemudian
hari. Nah, sekarang aku ingin mohon diri lebih dahulu."
Selesai berkata, Ku See-hong segera membalikkan badan dan
berjalan pergi dari situ. Dia benar-benar tak ingin berkumpul dengan perempuan
semacam ini. Im Yan cu mengerdipkan sepasang matanya lalu tertawa,
senyuman itu sungguh mempesona. Hati lelaki mana saja yang
bertemu dengannya sudah pasti akan terpikat dan jatuh hati.
00d0w00 Bab 10 TAPI sekarang, setelah mendengar ucapan Ku See-hong yang
dingin kaku itu dia menjadi tertegun dibuatnya, hampir saja dia mengira si anak
muda itu buta atau tak tahu perasaan.
Maka ketika dilihatnya Ku See-hong akan pergi dari situ, paras mukanya segera
berubah hebat, bentaknya:
"Berhenti kau!"
Pelan-pelan Ku See-hong membalikkan badannya, lalu mencorong sinar tajam dari balik matanya, dengan dingin dia
berkata: 205 "Nona Im, kau masih ada urusan apa lagi" Cepatlah katakan,
kalau tidak, maaf kalau aku orang she Ku tak dapat lebih lama lagi menemani
kau." -oo0dw0oo- Jilid 7 SEAKAN-AKAN menerima suatu penghinaan yang amat besar,
mendadak Im Yan cu mendengus karena mendongkol, kemudian air
matanya jatuh bercucuran membasahi wajahnya.
Tergetar keras perasaan Ku See-hong setelah menyaksikan gadis
itu mengucurkan air matanya, dia berpikir:
"Mungkin dalam hatinya terdapat suatu persoalan yang amat
memedihkan hatinya, aku sebagai seorang lelaki sejati, tidak
seharusnya bersikap demikian kepadanya sehingga membuat dia
menjadi mendongkol. Aaai... watak setiap orang sebetulnya baik
semua, cuma watak gadis ini agak aneh saja, siapa tahu kalau
keanehannya itu dipengaruhi oleh gurunya...?"
Setelah berhasil menjelaskan sendiri kesulitan orang, sikapnya pun turut berubah
menjadi lebih lembut dan halus, katanya pelan:
"Nona Im, kau mempunyai rahasia apakah yang menyulitkan
dirimu" Silahkan kau katakan, bila aku orang she Ku bisa
melakukannya pasti akan kubantu sedapat mungkin."
"Banyak urusan!" bentak Im Yan cu. "Pergi kau dari sini, makin jauh semakin
baik, hayo pergi!" Ucapan yang terakhir itu ternyata sudah mendekati setengah
menjerit, meski demikian, namun suara hatinya ketika itu justru merupakan
kebalikan dari teriakannya tadi, betapa tak inginnya dia membiarkan Ku See-hong
pergi meninggalkan tempat itu.
206 Ku See-hong yang tidak memahami perasaan perempuan dan
seluk beluknya wanita segera menghela napas panjang, gumamnya:
"Perempuan, wahai perempuan... kau memang makhluk yang
sukar untuk dihadapi."
Selesai bergumam, tubuhnya segera melayang ke tengah udara
dan di tengah desingan angin tajam, tubuh Ku See-hong yang
gagah perkasa itu sudah lenyap dari pandangan mata.
Memandang bayangan punggung Ku See-hong yang lenyap di
balik kegelapan itu, Im Yan cu yang cantik jelita bagaikan bidadari itu tak
dapat menahan luka di hatinya lagi, tak bisa dicegah diapun menangis tersedu-
sedu dengan sedihnya. Seorang gadis remaja yang baru mekar perasaan cintanya selalu
memang panas dan bergairah, ketika ia bertemu dengan seorang
lelaki yang mencekoki perasaannya, maka diapun berusaha
mengesampingkan sifat malunya untuk menunjukkan perasaan cinta yang berkobar
terhadap lawan jenis yang ditujunya itu.
Akan tetapi di kala mendapatkan sikap yag jauh di luar
kehendaknya, bahkan pihak lawan menunjukkan sikap segannya,
maka gadis itupun merasa harga dirinya tersinggung, tak hran kalau Im Yan cu
merasakan haitnya benar-benar amat pedih.
Bila seorang gadis lemah yang tak punya orang tua dan hidup
sebatang kara macam dia tidak memiliki sifat yang keras dan iman yang teguh,
biasanya dia akan mengambil keputusan pendek bila
menghadapi pukulan batin semacam ini.
00dw00 Waktu itu, kentongan kedua telah menjelang. Langit bersih dan
jagad terasa hening.... Rembulan memancarkan sinar lembutnya dari angkasa dan
menyinari jalan pegunungan yang sepi.
207 Pada saat itulah nampak sesosok bayangan manusia dengan
kecepatan luar biasa sedang berkelebat lewat. Ilmu meringankan tubuh yang
dimiliki orang ini telah mencapai pada puncak
kesempurnaan yang luar biasa.
Pada mulanya dia sendiripun tak tahu kalau dirinya memiliki ilmu meringankan
tubuh sedemikian lihaynya. Tatkala dia merasakan
kalau ilmu ginkangnya telah mencapai ke tingkatan seperti itu, maka secara
menggila diapun mengerahkannya sekuat tenaga, sebab
dengan begitu rasa sesal di dalam hatinya baru dapat
terlampiaskan. Angin berhembus lewat menggoyangkan pepohonan, bayangan
manusia itu dengan enteng dan cepat berkelebat lewat, selain suara gemerisiknya
dedaunan yang terhembus angin, di sekeliling sana amat sepi, hening dan tenang.
Dengan berlarian secepat sambaran petir itu, dalam waktu yang
singkat Ku See-hong telah melewati belasan buah puncak bukit.
Mendadak.... Dia menghentikan diri di atas tebing curam, tepat di hadapan
sebuah jeram yang luasnya delapan sembilan kaki,
lalu mendongakkan kepalanya dan menghembuskan napas panjang. Ia
merasa semua kekesalan dan kemurungan yang mengganjal dalam
dadanya selama ini dapat dilampiaskan keluar bersamaan dengan
hembusan napas itu, dadanya terasa lega sekali.
Pelan-pelan Ku See-hong berjalan ke muka dan melengok ke
dasar jeram tersebut, ternyata dalamnya mencapai dua puluhan
kaki. Air terjun tumpah ke bawah dari puncak bukit dan menumbuk di atas batu-
batu cadas di dasar jeram. Percikan air muncrat ke empat penjuru dan menimbulkan
suara 'ting tang ting' yang merdu, hembusan angin yang menggoyangkan dedaunan
menciptakan pula serangkaian perpaduan suara yang lembut dan syahdu.
Mendadak.... Serentetan jeritan ngeri yang memilukan hati lamat-
lamat berkumandang datang dari kejauhan sana.
208 Suara tersebut berkumandang secara beruntun dan merupakan
jeritan sekarat menjelang tibanya ajal, selain itu terdengar pula serentetan
suara tertawa dingin yang amat seram, keras dan
mengerikan hati. Perpaduan suara yang beraneka ragam itu
menciptakan suatu irama nada yang mengerikan di tengah
kegelapan malam itu dan cukup mendirikan bulu roma siapapun
yang mendengarnya. Perasaan Ku See-hong yang tajam dengan cepat dapat
menyadari kejadian apakah yang telah berlangsung di situ.... Suatu pembunuhan
berdarah karena luapan dendam.
Dengan tenang dia berdiri tegak di tempat semula, sementara
sepasang matanya yang memancarkan cahaya tajam pelan-pelan
menyapu sekeliling jeram itu dan memeriksa asal mulanya suara
jeritan tadi. Namun kecuali aliran air sungai serta hembusan angin yang
mendesis, suasana di sekeliling tempat itu masih tetap sepi, hening dan tak
kedengaran sedikit suara pun.
Jeritan ngeri serta gelak tertawa menyeramkan yang bergema
tadi, meski berlangsung secara beruntun, tapi oleh karena suara itu menggema
secara tiba-tiba, lagipula sekejap mata kemudian segala sesuatunya telah menjadi
tenang kembali, maka Ku See-hong
menghentikan pencariannya dan diam-diam berpikir:
"Pembunuhan berdarah semacam itu, mengapa bisa berubah
menjadi tenang kembali dalam waktu singkat" Kalau begitu ilmu
silat yang dimiliki orang itu sudah pasti lihay sekali atau mungkin korbannya
adalah orang-orang yang tak pandai berilmu silat."
Berpikir sampai di situ, Ku See-hong segera beranjak dan
melangkah pergi ke arah mana berasalnya suara itu, kemudian
melakukan pencarian dengan seksama.
Dengan menelusuri jeram tersebut ia berjalan lebih kurang
seratus kaki lebih mendadak sorot matanya menemukan sesuatu.
Di sebelah kanan jeram, dia menemukan sebuah jembatan kecil
yang terbuat dari kayu jembatan itu berdiri dari sebuah balok kayu yang
dipalangkan dari tebing seberang ke tepi tebing sebelah sini.
209 Di ujung jembatan sebelah depan sana, di balik rimbunnya
dedaunan tergantung sebuah lentera merah yang tergantung tinggi dan bergoyang
ketika terhembus angin. Ku See-hong mengerutkan dahinya, suatu pemandangan yang
mengerikan seakan-akan terlintas dalam benaknya.
Jeram yang menganga di bawahnya amat dalam, sedang
jembatan itu tergantung di atas awang-awang, meski lebarnya dua jengkal tapi
bawah jeram tersebut merupakan gulungan air dengan ombak yang dahsyat serta arus


Dendam Sejagad Legenda Kematian Shi Hun Yin Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang deras, bila seseorang tidak bernyali dia akan pusing kepalanya bila berdiri
di situ jangankan lewat, berdiripun tak berani.
Maka setelah menyaksikan bentuk jembatan itu Ku See-hong
segera tahu kalau orang yang menghuni di sana sudah pasti jago persilatan yang
mengerti ilmu silat. Dalam sekejap mata, Ku See-hong telah berjalan menuju ke
bawah tebing seberang. Ketika ia mencoba untuk memperhatikan
keadaan di sekitarnya, tampaklah di samping jembatan tersebut
terdapat sebuah hutan. Di balik hutan terdapat sebuah rumah kecil yang terbuat
dari batu, sinar lentera tampak keluar dari balik rumah tersebut.
Lentera merah yang terlihat tadi, tergantung di atas rumah batu itu. Ku See-hong
segera menghimpun tenaga dalamnya, kemudian
sambil menyingsingkan baju dia melompat ke depan dan mengintip ke dalam rumah
tadi. Paras mukanya mendadak berubah hebat, untung saja selama
berdiri di kuil kuno dulu sudah biasa terlatih untuk menghadapi hal-hal yang
menyeramkan, kalau tidak....
Kiranya di dalam rumah batu itu, di samping meja tergeletak dua sosok mayat.
Sekilas pandangan tampak kedua sosok mayat itu
memiliki perawakan tubuh yang tinggi kekar. Mereka mengenakan
baju ringkas berwarna emas dengan sebuah golok besar bergaris
emas yang memancarkan sinar tajam tersoreng di pinggangnya.
210 Batok kepala kedua orang itu sudah dibikin gepeng sehingga
paras mukanya sukar terlihat lagi.
Setelah menyaksikan dandanan dari kedua orang lelaki itu wajah Ku See-hong
segera diliputi oleh kabut hitam, pikirnya:
"Kalau dilihat dari dandanan mereka, tampaknya kedua orang itu mengenakan
dandanan dari anggota perkumpulan Kim-to-pang
yang dulu didirikan oleh kedua orang tuaku, semenjak ayah ibu mati terbunuh,
seluruh perkumpulan Kim-to-pang juga bubar tak
karuan...." Terbayang kembali kematian kedua orang tuanya yang dibunuh
orang secara mengerikan, tanpa terasa titik ar mata jatuh berlinang membasahi
wajahnya. Dengan cepat pikiran dan perasaannya juga
terjerumus dalam kepedihan yang bukan kepalang.
Cahaya lentera dalam ruangan itu masih menyoroti tubuh kedua
sosok mayat itu. Ini semua membuat tanah pebukitan yang hening dan sepi itu
terasa makin mengerikan dan menggidikkan hati.
Ku See-hong tertegun beberapa saat lamanya, kemudian
menghela napas sedih. Sepasang matanya memperhatikan kedua
sosok mayat itu sekejap, lalu sambil menelusuri undak-undakan
batu di sisi kiri rumah kecil itu, menuruti tebing tadi.
Suaana di bawah tebing amat sepi dan hening, bintang-bintang
di angkasa juga bertaburan menyiarkan cahaya yang redup, di
bawah tebing merupakan sebuah tanah persawahan yang luas, di
belakang sawah adalah bangunan rumah yang rapat menyerupai
sebuah perkampungan. Cahaya lentera tampak memancar keluar
dari antara bangunan rumah itu.
Pelbagai ingatan berkecamuk dalam benak Ku See-hong. Dia
sedang berpikir, betulkah di dalam perkampungan itu berdiam para pengikut setia
ayah ibunya yang tergabung dalam Kim-to-pang"
Benarkah mereka mengasingkan diri di sana sambil berusaha untuk melanjutkan
perjuangan perkumpulannya"
211 Makin lama Ku See-hong merasakan hatinya semakin tidak
tenang. Setelah mendengar jeritan ngeri yang bergema tadi,
kemudian menyaksikan suasana mengerikan yang terbentang di
depan mata, suatu firasat jelek tiba-tiba saja muncul dalam hatinya.
Dengan cepat dia menyeberangi tanah persawahan itu. Tampak
di sebelah kiri sana terbentang sebuah sungai yang lebarnya dua kaki. Air
mengalir dengan derasnya, sedang di sebelah kanan
tampak tanah perbukitan menjulang tinggi ke angkasa di bawah
pantulan cahaya rembulan, menciptakan suatu pemandangan yang
indah. Di depan sana berdiri sebuah bukit yang tinggi. Di kaki bukit
berdiri sebuah bangunan perkampungan, ketika berjalan makin
dekat tampaklah bangunan loteng dan gardu semakin jelas.
Di luar halaman perkampungan itu berdirilah sebuah dinding
perkampungan yang tingginya beberapa kaki, pintu gerbang yang
berwarna hitam pekat didirikan menghadap ke arah selatan.
Waktu itu pintu terbuka lebar, di atas pintu tertancap dua bilah golok emas yang
menyilang. Di bawah pancaran sinar remblan
tampak cahaya emas yang berkilauan.
Ku See-hong berhenti sebentar di depan pintu. Kemudian
mengulur tangannya untuk menepuk gelang pintu keras-keras.
Ketika gelang pintu yang terbuat dari emas itu saling beradu
terdengarlah bunyi dentingan yang amat merdu.
Tapi, suasana di dalam ruangan tetap sepi, bahkan keheningan
tersebut erbawa pula suasana yang menyeramkan. Ku See-hong
merasa hatinya makin berat, keningnya berkerut kencang, baru saja kakinya
melangkah masuk ke balik pintu, bau amis darah yang
sangat tebal dengan cepatnya menyelimuti di seluruh angkasa.
Apa yang terbentang di depan matanya hampir saja membuat
anak muda itu tertegun, benar-benar suatu pemandangan yang
amat menggidikkan hati. 212 Di dalam halaman di balik pintu gerbang bercat hitam itu
berbaringlah tiga puluhan sosok mayat. Kalau dilihat dari dandanan maupun
keadaan mereka, tak bisa disangkal lagi orang-orang itu memang berasal dari satu
rombongan dengan kedua orang lelaki
kekar yang dijumpainya tadi.
Tubuh mereka tidak dijumpai luka barang sedikitpun juga, tapi
kepalanya sudah dihajar orang sampai hancur berantakan. Mayat
mereka bergelimpangan tak karuan, agaknya sebelum dibunuh
mereka telah terlibat dalam suatu pertarungan yang sengit.
Cahaya rembulan yang lembut menyinari noda darah di atas
tanah. Cahaya lampu yang redup terpancar keluar dari balik
ruangan menambah keseraman suasana tempat itu.
Paras muka Ku See-hong berubah menjadi sangat berat, kalau
dilihat dari bekas luka di atas mayat-mayat itu, dapat diketahui bahwa
pembunuhan yang keji itu benar-benar memiliki ilmu silat yang maha dahsyat, dan
lagi sudah pasti bukan satu orang. Paling tidak ada dua atau tiga orang yang
terlibat. Dari antara jago-jago lihay dalam dunia persilatan yang pernah dijumpainya
belakangan ini, hanya Im Yan cu serta manusia aneh berkerudung itu saja yang
memiliki kepandaian sehebat itu.
Lalu siapakah orang-orang itu" Kenapa membunuh begitu banyak
orang" Apalagi orang-orang yang dibunuhnya itu seperti anggota setia dari Kim-
to-pang" Pelan-pelan Ku See-hong berjalan masuk ke dalam ruang tengah,
mendorong pintu ruangan dengan tangan kirinya....
"Kraaakkk..." suara mencicit yang tajam memecahkan keheningan yang mencekam seluruh bangunan tersebut.
Pintu ruangan telah terbuka lebar tapi di dalamnya tak nampak
sesosok bayangan manusia pun. Kembali dia menelusuri ruangan itu dengan langkah
pelan, lalu keluar lewat pintu sebelah kiri.
213 Di luar ruangan merupakan sebuah beranda, bangunan di sana
indah dan menawan. Di luar beranda nampak sebuah jalan kecil
beralaskan batu putih yang jauh menjorok ke dalam.
Tiba-tiba Ku See-hong menyaksikan pula di kedua belah sisi jalan kecil itu,
terkapar dua sosok mayat lelaki bercambang yang
memakai jubah berwarna kuning emas, golok emas yang tergantung di pinggangnya
baru tercabut separuh, tubuhnya yang tidak
ditemukan luka, cuma kepalanya yang basah oleh darah. Noda
darah itu meresap sampai jauh ke dalam tanah di tepi jalan itu.
Kembali Ku See-hong berjalan belasan langkah menelusuri jalan
itu, di sana ia temukan pula dua sosok mayat gemuk yang memakai jubah berwarna
kuning pula. Dua bilah golok emas yang berbentuk aneh mencelat jauh sekali dari
sisi mayat itu. Rambutnya penuh noda darah dan kepala merekapun hancur tak ada
wujudnya. Beberapa langkah lebih ke depan, terlihat pula sesosok mayat
dari seorang kakek berjenggot panjang serta empat orang lelaki bercambang. Tubuh
merekapun tidak dijumpai luka, tapi kepalanya penuh dengan noda darah.
Di ujung jalan kecil itu, di dalam gardu persegi enam tampak
enam tujuh sosok mayat terkapar tak karuan bentuknya, ada yang tua, ada yang
muda, ada yang kurus ada pula yang gemuk, tapi
kematian mereka mengerikan sekali.
Kendatipun Ku See-hong bernyali besar, tak urung hatinya dibikin bergidik juga
setelah menyaksikan peristiwa itu, juga bergidik oleh kelihayan ilmu silat yang
dimiliki pembunuh itu, juga bergidik oleh kekejian lawannya.
Selain daripada itu, muncul juga suatu perasaan marah dan sedih dalam hatinya,
sebab orang-orang itu mirip sekali dengan anggota Kim-to-pang yang didirikan
ayah-ibunya. Ku See-hong tidak percaya kalau di dalam halaman itu sudah
tiada seorang manusiapun, maka dia melanjutkan pemeriksaannya
ke depan. 214 Setelah melewati gardu persegi enam sampailah dia di sebuah
halaman luas. Tapi apa yang terlihat membuat darahnya mendidih, giginya digertak
kencang-kencang dan sinar matanya memancarkan pancaran cahaya yang menggidikkan
hati. Dia merasa benci, benci yang tak terkirakan. Dia mendendam
terhadap kebuasan pembunuh itu. Kekejaman orang itu benar-benar tak terlukiskan
dengan kata-kata. Ternyata di dalam halaman tersebut berserakan mayat yang
jumlahnya mencapai tiga empat puluh sosok dalam keadaan
mengerikan... ternyata pembunuh kejam itu membunuh tanpa pilih
bulu, baik anak kecil ataupun kaum wanita tak ada yang berhasil lolos dari
pembunuhan biadab itu. Perasaan Ku See-hong ketika itu penuh diliputi oleh peraaan
sedih dan marah. Dari balik sorot matanya yang tajam terpancar keluar sinar
kemarahan yang menggidikkan hati, diam-diam ia bersumpah akan
membalaskan dendam bagi kematian orang-orang itu, dia akan
menggunakan cara yang sama kejinya, sama biadabnya dan sama
buasnya untuk membalas dendam kepada pembunuh brutal itu.
Hal 19-20 robek.... Tiba-tiba muncul seorang kakek dalam keadaan terluka yang
sangat mengerikan. "Kalian pembunuh kejam yang berhati binatang sekalipun lohu
berubah menjadi setan pun tetap akan menggaet nyawa kalian,
kau... kau...!" Setelah mengucapkan kata-kata itu dengan penuh emosi, seluruh
tubuh kakek kurus itu gemetar keras dan gontai kesana kemari,
wajahnya yang menyeringai menyeramkan segera menunjukkan
kesakitan hebat, sehingga kata-kata selanjutnya tak sanggup
dilanjutkan lagi. 215 Betapa girangnya Ku See-hong menyaksikan kakek kurus itu
belum mati, dengan cepat dia melompat ke muka dan
menghampirinya. Kakek kurus itu mengira Ku See-hong hendak melancarkan
serangan mematikan ke arahnya, dengan cepat dia membentak:
"Kau manusia berhati binatang, lohu akan beradu jiwa
denganmu!" Berbicara sampai di situ dia lantas menghimpun sisa tenaga
dalam yang dimilikinya, dengan jari-jari tangan yang hitam pekat dan kurus
kering ia sambar musuhnya, jari-jari tangannya yang
direntangkan bagaikan cakar besi, ibaratnya sepuluh bilah pedang tajam langsung
mencengkeram tubuh Ku See-hong.
Terkesiap juga hati Ku See-hong menghadapi ancaman tersebut,
sebab jurus serangan yang dipergunakan kakek itu selain aneh juga cepatnya bukan
kepalang sehingga membuat orang tak tahu
bagaimana caranya menghindarkan diri.
Ia tak berani membendung ancaman tersebut dengan kekerasan,
maka dengan mengerahkan ilmu Mi-khi-biau-tiong ia berkelit ke
samping secara gesit dan aneh.
Agaknya isi perut kakek ceking itu sudah mengalami luka yang
cukup parah, batok kepalanya pun terkena sebuah pukulan yang
mematikan, kesadarannya sekarang tak lebih karena memperoleh
tunjangan hawa murninya yang sempurna, sehingga dengan
mengandalkan sehembus napas yang belum membuyar ia tetap
mempertahankan diri. Sekarang setelah serangannya gagal mencapai sasaran dan sisa
hawa murninya membuyar ia tak sanggup untuk mempertahankan
diri lagi, tubunya roboh terkapar ke atas tanah, napasnya
tersengkal-sengkal, namun sorot matanya yang belum membuyar
itu masih mengawasi wajah Ku See-hong dengan penuh kebencian.
Ku See-hong tahu bahwa kakek ini telah salah menganggap
dirinya sebagai seorang pembunuh, buru-buru serunya:
216 "Lo-pek... lo-pek, jangan marah dulu, boanpwe bukan seorang
pembunuh, melainkan seorang perawat jalan belaka."
Sementara itu, si kakek kurus itu sudah dapat melihat jelas kalau pendatang itu
adalah seorang pemuda yang tampan, apalagi setelah mendengar suara dari Ku See-
hong, dengan cepat ia tersadar
bahwa si anak muda itu bukanlah pembunuh berhati binatang
seperti apa yang diduganya semula.
Walaupun begitu, hati kecilnya merasa terkesiap sekali, sebab
dengan suatu gerakan yang begitu mudah pemuda itu telah berhasil menghindarkan
diri dari serangan mematikannya yang dahsyat itu, padahal seingatnya hanya
beberapa gelintir manusia saja dalam
dunia persilatan yang mampu melakukan hal itu.
Dengan gelisah Ku See-hong segera bertanya:
"Lopek, lopek, apakah kau hendak memberitahukan kepada
boanpwe, siapa-siapa saja pembunuh keji yang telah melakukan
pembantaian secara brutal itu?"
Sepasang mata si kakek kurus yang mulai sayu itu mendadak
menatap wajah Ku See-hong tanpa berkedip, agaknya dia sedang
berusaha untuk menemukan kembali kenangan serta ingatannya
yang sudah mulai membuyar itu.
Ku See-hong sendiripun meraa amat curiga sewaktu dilihatnya
orang kakek kurus itu hanya membungkam sambil mengawasi
wajahnya tanpa berkedip, pikiran dan prasaannya menjadi kalut
sekali, sebab dia kuatir kakek itu mati dengan begitu saja, sehingga pembunuhan
brutal ini sama sekli tak diketahui olehnya.
Dengan nada gelisah kembali Ku See-hong bertanya:
"Lopek, lopek, apakah kau masih bisa berbicara" Cepat katakan, boanpwe akan
membalaskan dendam bagi kalian."
Tiba-tiba selintas perasaan aneh menghiasi wajah si kakek kurus yang mengenaskan
itu, bibirnya bergetar dan muncullah serentetan perkataan yang amat lemah:
217 "Si... siapa... siapa namamu?"


Dendam Sejagad Legenda Kematian Shi Hun Yin Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ku See-hong merasa girang sekali ketika dilihatnya kakek itu
masih dapat berbicara, dengan cemas katanya:
"Boanpwe she Ku, bernama See-hong.... Lopek, cepat kau
katakan, siapakah pembunuh itu?"
Mimik wajah kakek kurus itu berubah semakin misterius dan
aneh, dengan suara gemetar dia berkata:
"A... apakah... apakah di atas lengan kirimu, di antara lekukan
sikutmu terdapat sebuah tahi lalat berwarna merah?"
Tak terlukiskan rasa kaget Ku See-hong sesudah mendengar
perkataan itu. Ia tak habis mengerti mengapa kakek itu bisa tahu kalau di antara
lekukan sikutmu terdapat tahi lalat berwarna merah, padahal sejak berusia dua
tahun dulu, kedua orang tuanya sudah mati terbunuh secara mengenaskan, sedangkan
dia sendiri dibesarkan oleh mak-inangnya di mana orang tua inipun meninggal dunia sewaktu
dia berusia delapan tahun.... Praktis tiada sanak
keluarganya lagi sejak waktu itu.
Tapi, dari manakah orang tua ini bisa mengetahui ciri tersebut dengan begitu
jelas" Sementara itu, tatkala si kakek kurus itu melihat rasa kaget
bercampur rasa tercengang menghiasi wajah pemuda itu, tahulah
dia bahwa dugaannya memang benar. Tiba-tiba saja dari balik sorot matanya yang
sudah mulai memudar itu muncul serentetan cahaya
yang aneh sekali. "Nak..." dia berkata gemetar, "Siapa... siapakah orang tuamu"
Dapatkah kau memberitahukan kepadaku?"
Melihat kakek itu menanyakan nama orang tuanya, secara tiba-
tiba Ku See-hong yang pintar segera menyadari sesuatu. Dia tahu si kakek kurus
beserta orang-orang yang telah tewas terbunuh itu
kemungkinan besar adalah bekas-bekas anggota perkumpulan Kim-
to-pang yang masih setia kepada orang tuanya.
218 Air mata segera jatuh bercucuran membasahi wajah Ku See-
hong, serunya dengan suara keras:
"Lopek, apakah kalian bekas anggota perkumpulan Kim-to-pang"
Boanpwe... boanpwe... ayahku bernama Ku Kiam-cong, sedang
ibuku bernama Lik-ih-li (Perempuan Berbaju Hijau) Hoangpo Yan...."
Sekujur badan kakek kurus itu gemetar semakin keras, dua titik air mata darah
jatuh bercucuran membasahi pipinya. Dengan penuh emosi dia berseru:
"Sau pangcu, kau... kau tidak membunuh bukan" Apakah lohu...
apakah lohu sedang bermimpi?"
"Lopek jangan memanggil aku sau-pangcu, aku tak sanggup
menerima panggilanmu itu," kata sang anak muda amat emosi
sekali air matanya jatuh bercucuran semakin deras.
"Lohu tak lain adalah tongcu dari ruang Sin-tong dalam
perkumpulan Kim-to-pang yang didirikan ayahmu dulu. Orang
menyebutku San-tian-han-jiau, Cakar Dingin Sambaran Kilat
Sangkoan Ik. Sungguh beruntung sekali lohu dapat bersua muka denganmu
sebelum menutup mata untuk selamanya... pangcu suami istri dapat mempunyai seorang
anak seperti kau, berada di alam bakapun
arwah mereka dapat beristirahat dengan tenang...."
"Empek Sangkoan, masih sanggupkah kau untuk mempertahankan diri?" tanya Ku See-hong dengan cemas, "Katakan dulu siapa
pembunuh keji itu" Terangkan pula segala sesuatu
alasannya." Dengan suatu gerakan yang amat cepat Ku See-hong
membangunkan tubuh San-tian-han-jiu Sangkoan Ik, sementara air matanya jatuh
bercucuran dengan amat derasnya. Ia hanya bisa
mengawasi kakek yang setia kepada perkumpulannya ini dengan
teramat sedih. Sorot mata kasih sayang memancar keluar dari balik mata Si
Cakar Dingin Sambaran Kilat Sangkoan Ik, kemudian ia berkata:
219 "Nak, musuh-musuh besarmu hampir semuanya berilmu silat
sangat lihay, cara kerjanya pun amat buas, kejam dan tidak
mengenal ampun. Setelah kau ketahui siapakah pembunuhnya
nanti, aku minta kau jangan membalas dendam secara membabi
buta. Ingatlah Pangcu hanya mempunyai kau seorang untuk
melanjutkan keturunannya, bila kau sampai mengambil tindakan
yang gegabah bagaimana pula tanggung jawabmu nanti kepada
orang tuamu di alam baka...?"
"Ketika kau baru lahir dulu, siang malam lohu selalu membopong dirimu, apalagi
lohu memang tidak mempunyai keturunan, aku telah menganggap kau sebagai anak
kandungku sendiri, itulah sebabnya aku harap kau bisa baik-baik menjaga diri...."
Ketika berbicara sampai di situ, San-tian-han-jiu merasakan
darah di dalam rongga dadanya bergolak keras, tanpa terasa
ucapannya terpotong sampai di separuh jalan dan tak sanggup
untuk melanjutkan lebih jauh....
Setelah mendengar keterangan itu, Ku See-hong juga baru tahu
apa sebabnya kakek itu bisa tahu kalau di lekukan sikutnya terdapat sebuah tahi
lalat berwarna merah, kiranya sedari ia masih bayi dulu kakek ini sudah
mempunyai hubungan yang akrab sekali dengan
dirinya. Kenyataan ini seketika menimbulkan gejolak emosi di dalam
dadanya, sambil sesenggukan menahan isak tangisnya, dia berkata:
"Empek Sangkoan, Hong-ji akan menuruti perkataanmu, Hong-ji
telah berhasi mempelajari beberapa macam ilmu sakti dari guruku Bun-ji koan-su
Him Ci-seng, aku yakin kemampuanku masih dapat
dipergunakan untuk membunuh musuh-musuh besarku itu."
Sinar mata tercengang memancar keluar dari balik mata San-tian han-jiau Sangkoan
Ik, serunya agak gemetar:
"Nak, apakah manusia berbakat setan Bun-ji koan-su Him Ci-seng masih hidup di
dunia ini?" 220 "Setelah suhu mewariskan tiga macam kepandaian sakti kepada
Hong-ji, ia telah pergi meninggalkan dunia yang fana ini," sahut pemuda itu
dengan wajah amat sedih. Tadi, ketika San-tian han-jiu mendengar pengakuan dari Ku See-
hong yang mengatakan bahwa dia adalah muridnya Bun-ji koan-su, mula-mula
dianggapnya dia sudah salah mendengar, maka
pertanyaan tersebut diulangi sekali lagi.
Tapi sekarang, setelah tahu dengan pasti bahwa Ku See-hong
memang benar-benar adalah muridnya Bun-ji koan-su, tak
terlukiskan rasa girang di dalam hatinya. Itu berarti dendam
kesumat mereka ada harapan untuk dilampiaskan.
"Nak..." seru Sangkoan Ik dengan penuh emosi, "Kau... rejekimu
sungguh amat besar, oooh... Sekalipun harus mati, lohu akan mati dengan mata
meram." Berbicara sampai di situ, suaranya makin lama makin lemah,
seluruh badannya gemetar keras menahan penderitaan yang luar
biasa, kulit mukanya mengejang keras, sementara wajahnya
berubah menjadi pucat pias seperti sesosok mayat.
"Empek Sangkoan...!" jerit Ku See-hong dengan amat sedihnya,
"Sadarlah... sadarlah dahulu, siapa-siapakah musuh besar kita"
Kau... kau belum mengatakannya."
San-tian-han-jiau berkerut kening dan pelan-pelan memejamkan
matanya, tapi ia segera membuka kembali matanya. Darah dalam
jantungnya waktu itu telah membeku dan tak sanggup untuk
mengalir ke dalam seluruh badannya lagi. Setelah termenung
beberapa waktu, dia baru dapat berbicara dengan suara parau yang sangat lemah:
"Nak, musuh besar pangcu adalah... Perkumpulan Thi-kiong-pang
serta... serta Cian-khi-pang... masih ada dalang lain yang berdiri di belakang
layar. Di kemudian hari orang itu pasti akan berhasil kau temukan....
221 Sedangkan orang-orang yang membunuh segenap sisa anggota
Kim-to-pang pada malam ini adalah... Huan-mo kiangcu dari Lam-
hay, Han-thian It-kiam (Pedang Sakti dari Han-thian) Cia Cu-kim sekalian...."
"Dendam ini menyangkut soal hubungan sakit hati guru ayahmu
de... dengan ayah dari Han-thian-it-kiam. Juga menyangkut sebuah
'benda' kepercayaan milik aliran Lam-hay-bun. Saa... sayang benda itu... telah
mereka rampas kembali. Kemungkinan besar Lam-hay
Huan-mo-kiong akan melakukan penyerbuan lagi ke daratan
Tionggoan, mereka... mereka adalah manusia-manusia yang
berbahaya, buas dan berilmu tinggi.
Besar kemungkinan mereka akan menerbitkan kembali badai
bencana di seluruh dunia persilatan.... Lohu sungguh merasa tak
punya muka untuk... untuk berjumpa muka dengan kedua orang
tuamu... aku menyesal tak mampu melindungi benda itu dengan
sebaik-baiknya...." Tapi setelah berbicara sampai di situ, di atas wajah Han-jiau santian Sangkoan
Ik yang pucat pias, tersungging sekulum senyuman yang amat lembut.
Begitulah, di ringi senyuman tadi akhirnya dia telah meninggalkan dunia yang
fana ini untuk mendapatkan ketenangan selamanya....
Dengan meninggalnya Sin-tong tongcu dari perkumpulan Kim-to-
pang ini, maka berakhir pula segenap jago lihay perkumpulan Kim-to-pang yang
masih tersisa di dunia ini.
Kenyataan semacam ini benar-benar merupakan suatu kenyataan
yang sangat tragis.... Ku See-hong, pemuda keras kepala yang mempunyai hati teguh
ini tidak menangis tapi air mata jatuh bercucuran dengan amat
derasnya membasahi seluruh wajahnya, padahal kepedihan yang
mencekam perasaannya sekarang sungguh tak terlukiskan dengan
kata-kata. 222 = (Soal benda yang dipersengketakan antara pihak Huan-mo-
kiong dari Lam-hay dengan Kim-to-pang akan diungkap di belakang cerita ini)=
Mendadak.... Dari balik mata Ku See-hong yang basah oleh air mata, terpancar keluar cahaya
yang menggidikkan hati, keningnya berkerut lalu
mendengus dingin dengan nada yang amat sinis. Tubuhnya melejit ke tengah udara
dan melayang secepat kilat, tahu-tahu dia sudah berada di luar halaman bangunan
tersebut. Di tengah keheningan malam dan di bawah cahaya rembulan
yang redup, di sebelah selatan tanah perbukitan itu tampak ada empat sosok
bayangan manusia sedang berlarian dengan kecepatan luar biasa, dalam waktu
singkat bayangan tubuh mereka sudah
lenyap dari pandangan mata.
Sekulum senyuman sinis yang menggidikkan hati segera
tersungging di ujung bibir Ku See-hong, dia percepat gerakan
tubuhnya untuk menjejar dari belakang.
Dalam waktu singkat Ku See-hong telah berhasil menyusul
keempat sosok bayangan manusia di depan itu, jaraknya tinggal
lima enam kaki belaka. Dengan suara menggeledek pemuda itu
segera membentak: "Empat saudara yang berada di depan, harap tunggu sebentar!"
Agak terkesiap keempat sosok bayangan manusia itu tatkala
mendengar suara bentakan yang menggeledek tersebut. Sementara
mereka tertegun, Ku See-hong yang berada di belakangnya telah
melepaskan sebuah pukulan dahsyat yang mengerikan menerjang
ke tengah-tengah antara keempat sosok bayangan manusia itu.
Walaupun serangan itu dilancarkan dari jarak lima kaki, tapi oleh karena tenaga
dalam yang dimiliki Ku See-hong belakangan ini telah memperoleh kemajuan yang
pesat, maka angin pukulan tersebut
bagaikan amukan ombak dahsyat di tengah samudra, menggulung
ke depan. 223 Agaknya ilmu silat yang dimiliki keempat sosok bayangan
manusia itupun tidak lemah. Tampak mereka mengegos ke samping
dengan cekatan sekali, masing-masing mempergunakan gerakan
yang aneh tapi sakti, kemudian sambil membentak, bayangan
manusia berkelebat lewat dan berbalik menerjang ke arah Ku Seehong.
Angin pukulan bayangan kaki segera memenuhi seluruh angkasa.
Berkobarlah suatu pertarungan yang amat seru di tempat itu.
Serangan gabungan yang dilakukan keempat orang ini sungguh
luar biasa sekali, angin pukulan datang berlapis, tendangan keji menderu-deru
seperti angin puyuh, semua ancaman tersebut
datang dari arah delapan penjuru dan bersama-sama tertuju ke
tubuh anak muda itu. Paras muka Ku See-hong berubah hebat sesudah menyaksikan
jurus serangan yang dipergunakan musuhnya. Bahna nafsu
membunuh segera berkobar,
sambil berpekik nyaring dia
membentak: "Kawanan tikus dari Lam-hay Huan-mo-kiong, serahkan nyawa
kalian!" Pekikan nyaring dan bentakan keras segera bergema bercampur
aduk menjadi satu.... Ku See-hong melakukan suatu gerakan busur yang bercahaya
tajam dengan tangan kanannya, kemudian tubuhnya menerjang ke
muka secara tiba-tiba, segulung desingan angin tajam yang disertai kilatan
cahaya menyerang orang yang berada di sebelah kiri itu.
Jeritan ngeri yang memilukan hati sgera berkumandang
memecahkan keheningan, tahu-tahu batok kepala orang itu sudah
terbacok hancur menjadi berkeping-keping dan tewas seketika itu juga.
Tiga orang sisanya betul-betul tahu diri, serentak mereka
perdengarkan suara pekikan yang aneh sekali, kemudian dengan
memisahkan diri ke tiga penjuru yang berbeda, seperti anjing-anjing 224
yang kena digebuk, mereka kabur terbirit-birit meninggalkan tempat itu.
Sorot mata Ku See-hong memancarkan sinar merah yang berapi-
api karena gusar, menyusul dua kali lompatan ke muka, jari
tangannya digetarkan. Lima gulung desingan cahaya putih segera memancar ke empat
penjuru. Lagi-lagi berkumandang suara jeritan ngeri yang menyayatkan
hati. Orang yang kabur menuju ke arah barat itu tahu-tahu sudah terkena serangan
dan tewas seketika. Sementara Ku See-hong melakukan pembunuhan di situ, dua
sosok bayangan manusia yang lain telah manfaatkan kesempatan
itu sebaik-baiknya untuk menyelamatkan diri. Tahu-tahu bayangan tubuh mereka
bedua sudah lenyap tak berbekas.
Senyum sinis yang mengerikan segera tersungging di ujung bibir Ku See-hong,
dengan mempergunakan suara yang dingin seperti
salju, dia berkata lantang:
"Manusia-manusia laknat dari Lam-hay Huan-mo-kiong, ingat
saja pembalasanku nanti. Ehmm... secara keji dan buas kalian telah membasmi
perkumpulan Kim-to-pang kami, membantai setiap
anggota perkumpulan kami secara keji dan brutal, tak seorang pun yang kalian
biarkan hidup. Baik... ingat saja baik-baik, suatu ketika aku pun akan
mempergunakan cara yang sama seperti apa yang
kalian lakukan hari ini untuk membantai kalian semua."
"Mulai detik ini, aku Ku See-hong bersumpah akan membunuh
habis kalian anjing-anjing keparat dari Lam-hay Huan-mo-kiong, aku akan membunuh
terus sampai semua orang-orangmu punah,
sampai istana Huan-mo-kiongmu rata dengan tanah, bila aku tidak mewujudkan
sumpah yang kuucapkan pada hari ini biar langit dan bumi mengutuk diriku...."
Selesai

Dendam Sejagad Legenda Kematian Shi Hun Yin Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengucapkan sumpahnya itu, Ku See-hong memperlihatkan sorot mata berapi-api yang penuh disertai rasa
benci dan dendam yang amat tebal dan menusuk tulang seakan-
225 akan kalau bisa dia ingin membasmi semua musuhnya yang ada di
dunia ini. Setelah berdiri termangu beberapa saat lamanya, pemuda itu
lantas menengadah dan berpekik nyaring. Suara pekikan tersebut melengking tinggi
dan memanjang di tengah udara....
Di balik suara pekikan tersebut, penuh terkandung rasa sedih dan marahnya yang
membara. Seakan-akan badai dunia persilatan yang penuh berbau anyir darah sudah
berada di ambang pintu. Berbareng dengan selesainya suara pekikan tadi, mendadak Ku
See-hong melejit ke depan dan berangkat menuju ke istana Huan-
mo-kiong di Lam-hay.... 00d-w00 Bab 11 DI TENGAH lautan Lam-hay yang amat luas, tersebar berpuluh-
puluh pulau kecil. Kepulauan tersebut telah terlepas sama sekali dengan daratan.
Huan-mo-kiong terletak di sebelah timur lautan Lam-hay di atas sebuah pulau
misterius dan menyeramkan, para nelayan di sekitar sana selalu menaruh perasaan
ngeri dan was-was terhadap pulau
itu. Oleh sebab itu belum pernah ada orang yang berani melakukan penyelidikan
terhadap keadaan pula tersebut.
Ilmu silat aliran Lam-hay sudah termasyhur dalam dunia
persilatan karena keanehan dan kesaktiannya Hun-mo-kiongcu
pemilik pulau Huan mo-to tersebut, yakni Han-thian it-kiam (Pedang Sakti Langit
Dingin) Cia Cu-kim, sudah termasyhur sekali namanya di seantero jagad.
Dulu, ayah Cia Cu-kim yang bernama Hu-hay it-kiam (Pedang
Sakti Laut Seberang) Cia Long-po pernah memimpin anak muridnya menyerbu ke
daratan Tionggoan, membantai umat persilatan dan
berusaha menanamkan pengaruh mereka di sana.
226 Waktu itu tak seorang jagoanpun dari sembilan partai besar
dunia persilatan yang sanggup membendung serbuan mereka itu.
Ketika dalam dunia persilatan bertambah gawat dan tampaknya
segera akan terjatuh ke tangan Hu-hay it-kiam Cia Long-po beserta begundalnya,
untung saja ada dalam dunia persilatan, seorang
pendekar yang berilmu tinggi... dia tak lain adalah guru Ku Kiam-cong, pedang
nomor wahid dalam dunia persilatan Thio-pek-siong.
Mereka berdua berjanji akan melangsungkan duel pedang di
dalam istana Huan-mo-kiong, untuk menentukan masa depan
berjuta-juta umat persilatan di daratan Tionggoan, serta ketentuan apakah orang-
orang dari Lam-hay Huan-mo-kiong akan berhasil
menguasai daratan Tionggoan atau tidak.
Dalam suatu pertarungan sengit yang kemudian berlangsung
dalam istana Huan-mo-kiong, antara Bu-lim-tit-it-kiam Thio Pek-siong melawan Ku-
hay-it-kiam Cia Long-po, secara mengejutkan
sekali Thio Pek-siong berhasil menangkan lawannya.
Sebagai umat persilatan yang menjunjung tinggi setiap perkataan yang diucapkan,
terpaksa Hu-hay-it-kiam Cia Long-po harus
menyerahkan pedang mestika alirannya, yaitu pedang Huan-mo-
kiam kepada Bu-lim-tit-it-kiam Thio Pek-siong serta berjanji untuk tak akan
muncul kembali dalam daratan Tionggoan.
Sejak saat itu, pedang pendek Huan-mo-kiam disimpan oleh Bu-
lim-tit-it-kiam Thio Pek-siong. Menjelang saat kematiannya, ia telah menyerahkan
pedang pendek Huan-mo-kiam itu kepada muridnya
Ku Kiam-cong (ayah dari Ku See-hong).
Sayang pada dua puluh tahun berselang perkumpulan Kim-to-
pang telah musnah di tangan orang... Sebelum meninggal dunia, Ku Kiam-cong telah
menyerahkan pedang pendek itu kepada Sin-tong
tongcunya yakni San-tian-han-jiau Sangkoan Ik.
Hu-hay-it-kiam Cia Long-po sendiri menjelang saat menghembuskan napasnya yang penghabisan, telah berpesan pula
kepada putranya Han-thian-it-kiam Cia Cu-kim,
seandainya golongan mereka memiliki kekuatan yang cukup, maka pedang
227 pendek Huan-mo-kiam tersebut harus berusaha untuk direbut
kembali. Han-thian it-kiam Cia Cu-kim, adalah seorang manusia licik dan berotak cerdas,
dia pun mempunyai ambisi yang sangat besar.
Setelah kematian ayahnya dia mulai menyusun rencana untuk
'melalap' daratan Tionggoan, serta membalas dendam bagi sakit
hati ayahnya. Maka, diapun secara diam-diam mulai menghimpun sampah-
sampah masyarakat di dalam dunia persilatan untuk berpihak
kepadanya, kemudian menjadikan Huan-mo-kiong di Lam-hay
sebagai sarang perompak. Han-thian it-kiam Cia Cu-kim yang menutup diri selama lima
puluh tahunan, benar-benar telah berhasil memiliki serangkaian ilmu silat yang
luar biasa sekali hebatnya, selain itu gembong-gembong iblis yang berhasil
dihimpun olehnya juga tak terhitung jumlahnya, hal mana membuat ambisi iblis tua
ini untuk menguasai seluruh
dunia persilatan semakin berkobar-kobar.
Sasaran pertama yang menjadi incarannya sudah barang tentu
perkumpulan Kim-to-pang yang menyimpan pedang pendek Huan-
mo-kiam. Sebab bila pedang pendek Huan-mo-kiam tersebut belum diambil
kembali, maka menurut peraturan, pihak Huan-mo-kiong yang
turun-temurun, semua anggota perguruan tersebut dilarang
menginjakkan kakinya lagi di daratan Tionggoan.
Di sinilah pangkal sebab mengapa para anggota setia dari
perkumpulan Kim-to-pang yang masih tersisa mengalami nasib yang mengenaskan
sekali. Langit berawan, ombak bergulung-gulung terhembus angin
kencang. Sebuah sampan kecil berlayar menembusi gulungan ombak,
memercikkan bunga air dan melaju ke muka. Di atas sampan itu
duduk seorang pemuda yang tampan. Sepasang matanya
228 memancarkan cahaya dingin yang menggidikkan hati, ia sedang
memandang ke tempat kejauhan, memandang setitik hitam di ujung langit situ....
Siapakah pemuda ini" Dia tak lain adalah Ku See-hong.
Cahaya matahari telah memancarkan sinarnya ke seluruh penjuru
dan memantul di atas permukaan langit. Langit nan biru, suasana nan hening,
mendatangkan perasaan nyaman bagi siapapun juga.
Segulung angin laut berhembus lewat membawa udara yang asn
dan amis. Sampan Ku See-hong dengan seelmbar layar persegi
tiganya menembusi ombak berlayar dengan tenangnya ke depan.
Gelombang laut tidaklah begitu besar, hanya angin laut
berhembus sepoi menimbulkan gulungan kecil yang satu demi satu saling
berkejaran. Sejauh mata memandang hanya lautan yang luas terbentang di
depan mata dan bersatu dengan langit
di ujung sana, mendatangkan perasaan yang lapang dan luas bagi siapapun yang
memandangnya. Kadangkala satu dua ekor burung manyar terbang merendah dan
meliuk-liuk menukik kesana kemari, mendatangkan perasaan damai di hati semua
orang.... Ku See-hong mendayung terus sampannya dengan penuh
bersemangat, setiap dayungan mmbuat perahunya meluncur ke
depan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, apalagi terhembus oleh
angin lembut, membuat lajunya sampan itu
melebihi larinya sang kuda.
Dalam waktu singkat, matahari yang indah telah melepaskan
sinar keemas-emasannya yang memabukkan, pelan-pelan menembusi air samudra yang hijau dan menyorot ke arah
kedalaman lautan. Pemandangan alam yang terbentang waktu itu begitu cantik
sehingga sukar dilukiskan dengan kata-kata, mungkin hanya orang yang berada di
tempat kejadian saja yang dapat merasakannya.
229 Lambat laun, di ujung langit kejauhan sana muncul setitik hitam yang kecil,
tampaknya pulau Huan-mo-to sudah berada di depan
mata. Pelan-pelan tapi pasti, pulau itu makin lama semakin mendekat, sekarang Ku See-
hong telah dapat menyaksikan segala sesuatu
yang berada di atas pulau tersebut. Lalu perahu pun makin lambat sementara suara
ombak yang memecah di tepian pantai semakin
terdengar jelas. Akhirnya ia mencapai tepi pantai berpasir yang lembut.
Dengan gesit Ku See-hong melompat turun ke daratan, sebuah
pantai berpasir yang berbentuk bukit kecil terbentang di depan mata. Setelah
melewati bukit berpasir itu, di atasnya baru
merupakan permukaan tanah biasa. Di atas tanah tertera selapis batu kerikil yang
lembut tampaknya batuan itu digunakan sebagai bahan untuk membendung tanah agar
tidak terjadi tanah longsor.
Dengan mengembangkan ilmu meringankan tubuhnya yang amat
sempurna, Ku See-hong berlarian di balik pepohonan yang tumbuh di tepi jalan
menuju ke ujung jalan berlapis batu, kemudian
membelok ke sebelah kanan, tiba-tiba pemandangan alam yang
terbentang di hadapannya berubah.
Pepohonan yang tumbuh di sisi jalan makin tipis dan jarang, tapi di antara sela-
sela pohon dengan pohon, tumbuh aneka rumput dan bunga yang indah. Memandang
dari kejauhan, yang terlihat hanya warna merah, kuning, hijau yang berwarna-
warni, lamat-lamat terendus pula bau harum semerbak yang memabukkan.
Waktu itu, kegelapan malam sudah mulai menyelimuti seluruh
jagad. Suatu malam yang sepi telah menjelang tiba, walaupun
rembulan belum muncul dari balik awan, namun kerlipan bintang
yang berkerlip di angkasa memancarkan cahaya yang redup, itulah sebabnya semua
pemandangan alam di sekelliling tempat itu dapat terlihat dengan jelas.
Tanpa terasa Ku See-hong telah memperlambat langkahnya, dari
balik matanya terpancar keluar sinar tajam yang menggidikkan,
230 dengan cekatan dia mengawasi sekejap sekeliling tempat itu,
ternyata pulau Huan-mo-to yang begitu luas, sama sekali tak
tampak sesosok bayangan manusiapun. Keheningan yang amat
mengerikan mencekam seluruh jagad, hanya lamat-lamat saja
kedengaran suara ombak yang memecah di tepian.
Walaupun dendam kesumat berkobar di dalam dadanya,
walaupun dia datang ke Huan-mo-kiong untuk membalas dendam,
namun perasaannya saat ini berat sekali.
Dia cukup tahu akan kemampuan orang-orang Huan-mo-kiong
yang rata-rata berilmu tinggi, dia juga tahu akan kekejaman mereka serta alat-
alat rahasia mereka yang berbahaya, kesemuanya ini
menimbulkan perasaan tidak tenang dalam hatnya, membuat
hatinya kebat-kebit tak karuan.
Berada dalam keadaan begini, dia sangat berharap bisa bersua
muka dengan seseorang, bisa terjadi pertarungan yang sengit,
daripada harus menghadapi keheningan yang mengerikan... tapi
justru lamat-lamat terkandung hawa pembunuhan yang mengerikan. Padahal sejak Ku See-hong melangkahkan kakinya ke
atas pulau Huan-mo-to, dia sudah tahu kalau keadaannya lebih
banyak mara bahayanya daripada rejeki.
Mendadak.... Ku See-hong menghentikan langkahnya dengan wajah berubah,
sorot mata aneh terpancar keluar dari balik matanya, ternyata lebih kurang dua
puluh kaki di hadapan sana terbentang sebuah hutan
bunga Tho yang amat luas, di belakang hutan tersebut muncul
bangunan-bangunan yang tinggi, megah dan kokoh.
Yang aneh adalah di sekeliling bangunan seperti bangunan
keraton itu, terpancar keluar semacam asap putih, yang mirip asap bukan asap,
kabut bukan kabut, warnanya keemas-emasan
bercampur hijau tua yang menyelimuti sekeliling bangunan.
Kabut itu menggumpal menjadi satu tanpa membuyar, hal ini
membuat orang merasa sulit untuk melihat jelas bentuk dari
bangunan itu. 231 Sementara Ku See-hong masih termenung sambil berdiri
termangu-mangu, mendadak dari balik hutan bunga tho itu
meluncur keluar sesosok bayangan putih bagaikan burung walet
menembusi ombak, dalam sekejap mata ia telah melayang turun di hadapan muka Ku
See-hong. Agak berubah paras muka Ku See-hong setelah menyaksikan
kelihayan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki bayangan putih itu.
Dengan sorot mata yang tajam bagaikan sembilu, dia awasi orang itu, tapi
keningnya segera berkerut dan wajahnya menunjukkan
setitik cahaya keheranan.
Ternyata dua kaki di hadapan Ku See-hong telah berdiri seorang gadis berbaju
putih yang berwajah cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, rambutnya yang
hitam panjang, terurai ke bawah
berkibar terhembus angin. Di bawah sepasang alis matanya yang
lentik bagaikan bulat sabit, tampak sepasang biji mata yang sayu dan memancarkan
sinar kemurungan, sedang mengawasi wajah
pemuda itu tak berkedip. Gadis cantik jelita seperti bunga ini, meski menunjukkan sikap tanpa emosi yang
kaku namun wajahnya yang cantik jelit itu
memancarkan sinar keanggunan yang suci bersih, membuat siapa
saja yang berjumpa dengannya segera menaruh kesan baik. Dengan muka dingin dan
kaku, diam-diam Ku See-hong berpikir dalam
hatinya: "Heran, mengapa di dalam istana Huan-mo-kiong yang
menyerupai sarang perampok ini bisa terdapat gadis cantik yang begini anggun"
Hmm! Kebanyakan perempuan hanya suci di luar,
padahal hatinya keji seperti seekor ular berbisa..."
Kesannya terhadap kaum wanita memang amat jelek sekali serta
memiliki sesuatu cara pandang yang picik. Betul kesannya terhadap gadis berbaju
putih ini baik, namun pandangannya yang sempit
membuat pemuda itu segera terpengaruh oleh pandangannya itu.


Dendam Sejagad Legenda Kematian Shi Hun Yin Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiba-tiba terdengar gadis berbaju putih itu berkata dengan suara yang amat
lembut: 232 "Sauhiap, kau datang dari mana" Siapa namamu" Ada urusan
apa kau datang ke istana Huan-mo-kiong?"
Ku See-hong tahu bahwa gadis itu telah mengira dirinya sebagai tamu pihak Huan-
mo-kiong. Tanpa terasa ia mendengus dingin,
dengan sorot mata memancarkan cahaya menggidikkan dan suara
sedingin salju, katanya dengan cepat:
"Aku bernama Ku See-hong, datang ke pulau Huan-mo-to ini
untuk membunuh semua manusia laknat yang bergabung dalam
istana Huan-mo-kiong ini."
Paras muka nona berbaju putih itu segera berubah hebat, sejak
dilahirkan belum pernah ia dengar ada orang berani mendatangi
pulau Huan-mo-to untuk membalas dendam, apalagi mengemukakan maksud kedatangannya secara begitu terang-
terangan. Pada mulanya ia masih mengira pemuda ini sudah gila, tapi
setelah menyaksikan wajah yang gagah dan dingin membawa hawa
pembunuhan tersebut, tanpa terasa ia tertegun juga. Setelah hening sejenak,
akhirnya gadis itu berkata lagi:
"Ku sauhiap, tahukah kau setiap anggota Huan-mo-kiong
memiliki ilmu silat yang sangat lihay dengan tindakan yang keji dan tidak
mengenal ampun" Setiap orang yang berani mendatangi pulau Huan-mo-to belum
pernah ada yang bisa pulang dalam keadaan
selamat?" Mendadak Ku See-hong mendongakkan kepalanya dan tertawa
seram: "Haaahh... haaahh... haaahh... Huan-mo-kiong tidak lebih cuma
tempat kelompok manusia-manusia rendah yang terdiri dari sampah masyarakat dunia
persilatan, setelah aku orang she Ku berani
datang kemari untuk mencari balas, tentu saja akupun tak akan
takut menghadapi segala macam tipu muslihat dari kalian semua.
Kini cepat laporkan kepada gembong iblis terkutuk Han-thian it-kiam Cia Cu-kim,
katakan kalau keturunan dari Kim-to-pangcu
233 datang kemari untuk menuntut kembali keseratus lembar nyawa
anggota kami yang dibunuhnya pada sebulan berselang!"
Nona berbaju putih itu segera berkerut kening, paras mukanya
juga turut berubah menjadi dingin seperti es, katanya:
"Guruku Han-thian it-kiam Cia Cu-kim telah berangkat ke daratan Tionggoan
semenjak dua bulan berselang, hingga kini dia belum
kembali.... Sekarang kedua kalinya kuperingatkan kepadamu,
sebelum orang-orang Huan-mo-kiong pada pulang, lebih baik cepat-cepatlah tahu
diri dan mengndurkan diri dari sini, kalau tidak kau bisa mati tanpa liang kubur
di tempat ini." Mendongkol sekali hati Ku See-hong setelah mengetahui kalau
biang keladinya tak ada di rumah, dia segera tertawa dingin:
"Kalau memang tua bangka itu tidak ada di rumah, lain kali aku orang she Ku
pasti akan mencarinya lagi untuk direnggut nyawanya, malam ini akan kumusnahkan
dahulu sarang iblisnya... bila kau tahu diri, cepatlah tinggalkan tempat ini, aku
orang she Ku mengingat kau masih memiliki watak manusia, tak akan kuusik
dirimu." Diam-diam nona berbaju putih itu menghela napas panjang,
pikirnya kemudian: "Betul-betul seorang pendekar muda yang keras kepala dan
tinggi hati, aaai... kasihan jika dia harus menemui ajalnya pula di dalam istana
Huan-mo-kiong.... Keng Cin-sin, wahai Keng Cin-sin, kau sudah penuh dengan dosa
dan menyalahi hukum Thian, apakah
kau akan membiarkan pendekar muda ini kembali terkubur di sini"
Kau tak boleh membiarkan orang ini mengorbankan pula jiwnya di tangan kaum
laknat tersebut...."
Untuk sesaat lamanya perlbagai ingatan berkecamuk dalam
benak nona berbaju putih itu. Tiba-tiba wajahnya menjadi cerah kembali, dengan
lembut katanya: "Ku Sauhiap, aku tahu kalau kau angkuh dan keras kepala,
lagipula mempunyai dendam kesumat sedalam lautan, tak nanti kau akan mundur
dengan begitu saja dari sini, cuma aku ingin bertaruh 234
dulu denganmu, bila kau sanggup mengalahkan aku dalam tiga
jurus, silahkan kau masuk ke dalam istana Huan-mo-kiong. Kalau tidak, cepatlah
mengundurkan diri dari sini, ketahuilah tindakanku berbicang-bincang denganmu
pada malam ini sudah melanggar
peraturan rumah tangga kami dan seharusnya menerima hukuman
mati..." Terkesiap hati Ku See-hong sesudah mendengar perkataan itu,
segera pikirnya: "Mungkinkah gadis ini adalah sekuntum bunga teratai putih yang benar-benar masih
suci dan belum ternoda?"
Tapi dasar wataknya memang angkuh, dengan wajah dingin
seperti es, segera katanya:
"Maksud baik nona biar aku orang she Ku terima di dalam hati
saja. Kalau memang begitu, maaf kalau aku akan berbuat lancang."
Sementara berkata, dengan suatu gerakan yang cepat seperti
sambaran kilat Ku Se-hong bergerak maju ke depan. Telapak tangan kirinya membuat
satu gerakan melingkar yang aneh sekali,
semenara tangan kanannya digetarkan keras-keras. Lima gulung
desingan angin tajam yang disertai dengan hembusan angin dahsyat dengan cepat
menyergap ke atas jalan darah penting di tubuh Leng-sin si nona berbaju putih.
Serangannya semakin ganas dan dahsyat, jurus serangannya
juga hebat sekali. Menyaksikan serangan itu, paras muka si nona berbaju putih
Keng Cin-sin segera berubah hebat, dengan cepat badannya
mengegos ke samping dan meloloskan diri dari sergapan Ku See-
hong yang cepat bagaikan sambaran petir itu, kemudian dengan
enteng sekali badannya maju ke depan. Telapak tangan yang putih dan halus itu,
kiri kanan melancarkan serangan, telapak tangan kirinya melancarkan pukulan
tenaga Yang-kang yang hebat tenaga pukulannya menderu-deru, sebaliknya telapak
tangan kanannya melancarkan sebuah jurus pukulan yang bertenaga Im-kang, lemah gemulai seakan-
akan sama sekali tak bertenaga.
235 Ku See-hong sama sekali tidak menyangka kalau gerakan
menghindar dan gerakan melancarkan serangan balasan yang
dilakukan gadis itu bisa dilakukan dengan begitu aneh dan
cepatnya. Dalam keadaan terkesiapnya, jurus serangan tangguh segera
dilancarkan berulang kali, sementara kakinya melangkah dengan
ilmu gerakan tubuh Mi-khi biau-tiong, secara aneh tapi pasti
tubuhnya melejit ke samping kanan lawannya, lalu kesepuluh jari tangannya
disentilkan bersama. Desingan angin tajam mendesing memekikkan telinga, segulung
gulungan tenaga serangan bagaikan sepuluh bilah pedang terbang berbareng
mengancam sepuluh tempat jalan darah penting di tubuh lawan.
Keng Cin-sin, si nona berbaju putih itu membentak keras,
tubuhnya bergetar indah sepasang telapak tangannya diputar
membentuk segulung tenaga pukulan yang lembut dan tiba-tiba
saja balik menggulung ke atas tubuh Ku See-hong.
Perasaan Ku Se-hong waktu itu sudah diliputi oleh perasaan
bergidik bercampur kaget, dia sudah tahu kalau nona berbaju putih ini memiliki
kepandaian silat yang maha lihay, sedikitpun tidak berada di bawah Im Yan cu,
sekalipun ada selisihnya, juga minim sekali.
Maka setelah berpikir sejenak, tubuhnya lantas melayang sejauh empat kaki
jauhnya mengikuti ke hembusan angin pukulan yang
kuat itu. Sebaliknya Keng C in-sin yang sudah bertarung dua jurus dengan Ku See-hong,
meski dia tahu kalau pemuda ini memiliki ilmu silat yang sangat lihay, namun dia
yakin kemampuan semacam itu masih belum mampu untuk menghadapi kakak
seperguruannya... Sau-kiongcu dari istana Huan-mo-kiong.
"Ku sauhiap," kata Keng Cin-sin kemudian dengan suara dingin,
"Ucapan seorang kuncu berat bagaikan bukit Thay-san, kini tinggal satu jurus
yang terakhir...." 236 Paras muka Ku See-hong juga berubah menjadi dingin dan kaku,
ucapnya pula: "Harap nona perhatikan baik-baik, di dalam serangan yang
terakhir ini akan kupergunakan sebuah jurus serangan yang
mematikan, begitu digunakan... aku sendiripun tak dapat
mengendalikannya kembali. Bila kau menganggap tidak memiliki
kemampuan untuk menghindarinya, harap segera mundur dengan
cepat...." Agak termangu-mangu Keng Cin-sin setelah mendengar ucapan
tersebut, mungkinkah dia benar-benar memiliki ilmu silat yang
begini hebatnya" Tapi ketika menyaksikan ucapan Ku See-hong yang begitu serius, dia
tak berani pula bertindak gegabah. Diam-diam ia mempersiapkan diri lalu mundur ke belakang, dia bukannya takut mati, tapi
sekarang ia belum boleh mati....
"Hati-hati!" bentak Ku See-hong dengan suara dingin.
Mendadak seapsnag lengannya diputar dan digerakkan dengan
suatu gerakan aneh, tiba-tiba saja seluruh badannya melambung ke tengah udara,
menyusul kemudian sepasang kakinya bergetar
secara aneh... seluruh tubuhnya tahu-tahu sudah melayang kembali ke atas tanah.
Pada saat ujung kakinya hampir menyentuh permukaan tanah
itulah tiba-tiba Ku See-hong menerjang ke depan... "Blaaamm...! "
di ringi kilatan cahaya tajam yang amat menyilaukan mata, suatu ledakan keras
berkumandang memecahkan keheningan.
Untung saja sebelum serangan tersebut dilancarkan, Keng Cin-sin telah memperoleh
peringatan dari Ku See-hong, tiba-tiba saja dia merasakan sekujur badannya
seakan-akan terbungkus di balik
cahaya keemas-emasan yang amat menyilaukan mata. Ia tahu jurus serangan ini
terlampau ganas... Dalam terkesiapnya dengan
mengerahkan segenap tenaga yang dimilikinya dia melompat ke
belakang. 237 Namun, baru saja badannya meninggalkan permukaan tanah,
matanya telah berkunang-kunang dan kepalanya amat pening. Dia
merasakan datangnya segulung tenaga pukulan yang aneh
membuat napasnya menjadi sesak. Dalam terkesiapnya buru-buru
dia menjejakkan kakinya ke tanah, dengan menghimpun tenaga
dalam yang ada di dalam pusar, dia percepat gerakannya untuk
Pinangan Iblis 2 Pendekar Mabuk 037 Racun Gugah Jantan Patung Emas Kaki Tunggal 15
^