Pencarian

Dendam Sejagad 5

Dendam Sejagad Legenda Kematian Shi Hun Yin Karya Khu Lung Bagian 5


melompat mundur. Kendatipun gerakan yang dilakukan olehnya dilakukan cukup
cepat, dan lagi sebelum serangan dilancarkan ia telah memperoleh peringatan
dulu, namun tiga gerakan dari jurus Hoo-han-seng-huan tersebut memang terlampau
dahsyat.... Ditambah pula tenaga
dalam yang dimiliki Ku See-hong makin hari makin bertambah
pesat. Kesempurnaan tenaga dalamnya sekarang sudah berlipat
ganda bila dibandingkan sewaktu bertarung melawan Im Yan cu
tempo hari. Terdengar nona berbaju putih itu mendengus tertahan, badannya
terkena sambaran ekor tenaga serangan dari jurus Tee-cian-hun-ih (Sukma Sengsara
Neraka Mengerikan) itu, hingga badannya
mencelat sejauh empat kaki. Baju putih yang dikenakan itu sudah robek sebagian
besar sehingga kulit badan yang berwarna putih itu lamat-lamat kelihatan. Merah
padam selembar wajah Keng Cin-sin karena jengah, dengan agak cemas dia lantas
berseru, "Hati-hati dengan akal muslihat dan tipu daya mereka!"
Di tengah seruan tersebut, bayangan putih tampak berkelebat
lewat, bagaikan sukma gentayangan dia sudah menyusup masuk ke
dalam hutan bunga tho itu. Pada saat itulah, tiba-tiba dari balik hutan bunga
tho itu kembali berkumandang suara bentakan yang
keras, menyusul bergemanya suara tertawa aneh yang mengerikan.
"Sreeett... sreeett...!" dua sosok bayangan manusia, bagaikan
sukma gentayangan munculkan diri dari balik pepohonan. Kemudian dalam beberapa
kali lompatan saja telah berada di hadapan Ku See-hong. Dilihat dari ilmu
meringankan tubuh yang dimilikinya, dapat diketahui kalau ilmu silat yang mereka
miliki tidak lemah. 238 Dari balik mata Ku See-hong yang tajam segera memancarkan
sinar menggidikkan hati, disapunya sekejap pendatang itu, lalu mendengus dingin
dengan nada sinis: "Rupanya kalian dua orang manusia laknat yang berhawa sesat
ingin datang menghantar kematian. Baik, aku orang she Ku akan
menghantar dulu keberangkatan kalian...."
Ternyata dua orang yang munculkan diri itu adalah manusia aneh Im-Yang, bertubuh
aneh dan kurus kering seperti tengkorak, selain mukanya berwarna pucat keabu-
abuan, bibirnya tampak lancip
dengan tulang pipi yang sempit.
Kedua orang manusia aneh ini terbiasa bersikap bengis, buas dan tidak mengenal
ampun, sudah barang tentu mereka tidak tahan
menghadapi sikap Ku See-hong yang begitu sinisnya itu.
Salah seorang di antaranya, seorang manusia aneh berjubah
panjang warna hijau segera berteriak aneh, kemudian serunya:
"Anjing cilik, kematian sudah berada di ambang pintu masih
berani bicara takabur. Hmm! Lohu akan segera mengirimmu pulang ke rumah kakek
moyangmu...." Di tengah teriakan tadi, dia meloloskan sebuah senjata aneh
yang berwarna hitam, lalu dengan membentuk selapis cahaya busur berwarna perak
yang amat rapat, disertai desingan angin tajam
yang menderu-deru, langsung menggulung ke tubuh Ku See-hong.
Kiranya dua orang manusia aneh itu tak laian adalah Sim-tongcu yang paling
beracun dalam istana Huan-mo-kiong... Im-Yang Siang-mo (Sepasang Iblis Im Yang).
Bukan cuma bengis dan kejam saja, kedua orang inipun
termasyhur karena kebuasannya yang lebih mendekati tak kenal
perikemanusiaan. Sudah cukup lama kedua orang ini bersembunyi di balik hutan
bunga tho, mereka pun cukup mengetahui betapa lihaynya
kepandaian silat yang dimiliki Ku See-hong, maka dari itu, begitu 239
turun tangan, mereka lantas mengeluarkan senjata andalannya
yang paling beracun Sah-hi-ci (Duri Ikan Hiu).
Begitulah, sementara senjata Duri Ikan Hiu di tangan kanannya
menciptakan gelombang cahaya tajam yang berlapis-lapis, tangan kirinya juga
dipentangkan seperti cakar setan untuk menciptakan lapisan hawa tajam yang
segera menyelimuti seluruh angkasa.
Ku See-hong sudah mempunyai perhitungan yang cukup matang
di dalam hatinya, diam-diam dia berpikir:
-oo0dw0oo- Jilid 8 "JIKA ingin menghemat tenaga aku harus mempergunakan jurus
serangan paling aneh, paling dahsyat dan paling cepat untuk
membinasakan kedua orang manusia aneh ini."
Karena itu melihat datangnya ancaman tersebut, Ku See-hong
tak berani berayal, dengan cepat dia kembangkan ilmu gerakan
tubuh Mi-siu-biau-tiong untuk menghindarkan diri, kemudian dalam kesempatan
tersebut, jurus serangan yang ampuhpun segera
dilancarkan. Tampaknya Ku See-hong dengan mempergunakan kecepatan
yang mengaburkan pandangan mata berputar dan berkelebat
secepat sambaran kilat, jurus serangan dilancarkan berulang kali, kedahsyatannya
mengejutkan membikin orang menjadi tertegun
dan tak habis berpikir. Iblis aneh berbaju aneka warna itu memutar pula Duri Ikan Hiu-
nya melancarkan serangan ke atas bawah, selapis garis busur yang melingkar-
lingkar dan berlapis-lapis segera tercipta di udara
ibaratnya cahaya bianglala di angkasa, sinar tajam amat
menyilaukan mata. 240 Sementara itu telapak tangan kirinya menyusul putaran senjata
tersebut menciptakan pula bayangan busur yang berlapis-lapis,
hawa pukulan yang berat dan tajam segulung demi segulung
meluncur keluar bagaikan gulungan gelombang di tengah samudra.
Ilmu silat aliran Huan-mo-kiong di lautan Lam-hay ini memang
benar-benar luar biasa sekali, namun diapun tidak lebih hanya jago kelas dua
dalam istana Huan-mo-kiong, bisa dibayangkan betapa
dahsyatnya jago-jago kelas satu mereka.
Dalam waktu singkat, kedua orang itu sudah saling bergebrak
sebanyak belasan jurus. Hawa nafsu membunuh telah berkobar dalam benak Ku See-
hong, sambil berpekik nyaring, tubuhnya meloloskan diri dari
lingkaran tenaga pukulan lawan, dengan suatu gerakan yang sangat aneh, kemudian
secepat sambaran kilat telapak tangan kanannya
dilontarkan ke depan. Dalam melancarkan serangan ini, Ku See-hong telah menggunakan tenaga dalamnya sebesar enam bagian, kekuatan
pukulannya dahsyat seperti raksasa membelah bukit. Di tengah
hembusan angin berpusing, udara menderu-deru, pasir dan batu
kerikil beterbangan, keadaan benar-benar mengerikan sekali.
Di mana angin tajam mendesing, terdengar jeritan ngeri yang
menyayatkan hati bergema memecahkan keheningan, iblis aneh
berbaju aneka warna itu mencelat tiga kaki ke belakang dan ....
"Blaamm! " roboh terkapar di tanah lalu menemui ajalnya seketika itu juga.
Tiba-tiba berkumandang kembali suara tertawa seram yang
mengerikan, dua gulung angin pukulan yang lembut tapi kuat tahu-tahu sudah
menyergap ke punggung Ku See-hong, "Blaaam...! "
dengan disertai dentuman keras, tenaga sakti Kan-kun-mi-siu yang dilatih Ku See-
hong dalam tubuhnya telah membuyarkan tenaga
serangan itu secara otomatis, kemudian ia membalikkan badannya, dengan sorot
mata yang memancarkan kebengisan, dia lepaskan
241 kembali sebuah pukulan dahsyat ke tubuh iblis aneh berbaju merah itu.
Tampak tenaga serangan yang dilancarkan Ku See-hong itu
membawa berbagai angin desingan tajam, yang memekikkan
telinga, seperti bendungan yang jebol saja, angin pukulan dahsyat dengan
hebatnya meluncur ke depan...
Agaknya iblis aneh berbaju merah itu sama sekali tak menyangka kalau kedua buah
angin pukulan lembutnya yang sanggup
menghancurkan batuan cadas sama sekali tidak menimbulkan reaksi apa-apa meski
sudah terkena di tubuh lawan secara telak. Untuk sesaat lamanya dia sampai
berdiri termangu-mangu. Pada saat itulah, segulung tenaga pukulan yang menyesakkan
napas telah meluncur datang dan menekan dadanya berat-berat,
seketika itu juga dia merasakan kepalanya pusing sekali, darah yang mengalir di
dalam tubuhnya seperti mau meletus, sakitnya bukan kepalang.
Jeritan ngeri yang memilukan hatipun segera berkumandang
memecahkan keheningan, iblis aneh berbaju merah itu tahu-tahu
sudah tewas dengan darah kental bercucuran dari ketujuh lubang inderanya.
Saat kematian bagi Im-Yang Siang-mo meski tidak berbarengan,
namun selisih waktu di antara merekapun minim sekali.
Setelah berhasil membinasakan sepasang iblis tersebut, Ku See-
hong segera mendongakkan kepalanya sambil berpekik nyaring,
kemudian secepat kilat meluncur ke arah hutan pohon tho tersebut.
Dalam waktu singkat Ku See-hong telah menembusi beberapa
puluh batang pohon bunga tho, tiba-tiba dia merasakan dalam
hutan itu seakan-akan terdapat begitu banyak pasukan yang
mengurung sekeliling tempat itu, sehingga walaupun ia sudah
mencoba untuk menerjang ke kiri atau ke kanan, tetap gagal untuk menerjang
keluar dari hutan itu. 242 "Aduuuh celaka...! Ku See-hong segera berpekik dalam hatinya,
"Aku telah terjebak oleh permainan busuk lawan....!"
Ternyata hutan bunga tho itu merupakan pos penjagaan pertama
dari istana Huan-mo-kiong. Barisan pembingung sukma yang diatur dalam hutan
tersebut, diatur menurut barisan Ngo-heng pat-kwa-tin yang dirubah susunannya.
Bila seseorang tidak memahami ilmu
barisan, maka kendatipun ilmu silat yang dimiliki amat lihay, jangan harap bisa
keluar dari hutan bunga tho ini, sebab bila melewatinya secara sembarangan, maka
pada akhirnya toh akan terjebak pula ke dalam perangkap mereka.
Sesungguhnya Ku See-hong juga tahu kalau barisan pembingung
sukma yang berada dalam hutan bunga tho itu sangat lihay dan luar biasa, barang
siapa berani memasukinya secara sembarangan maka akhirnya akan terjerumus dalam
mara bahaya. Namun pemuda yang tinggi hati dan keras kepala ini enggan
untuk pasrah dan menyerah dengan begitu saja, maka dia mulai
menerjang ke kiri, berputar ke kanan dengan harapan bisa lolos dari kepungan
barisan lihay itu. Orang bilang, sekalipun orang pandai, suatu kala akan menjadi
menjadi pikun juga, begitu pula keadaannya Ku See-hong, dia
hanya tahu berputar kesana kemari tiada hentinya, lambat laun
kesadarannya makin kabur dan sekujur badannya sudah basah
kuyub oleh keringat. Tiba-tiba.... Ku See-hong mendengar ada orang yang tertawa seram dari sisi
tubuhnya, kemudian kedengaran orang itu berkata:
"Anjing kecil, kali ini ada kenikmatan untuk kau rasakan, bukan"
Heeehh... heeehh... heeehh... tak ubahnya seperti permainan joget
ketek (monyet saja) saja."
Dengan suatu gerakan yang cepat Ku See-hong berpaling ke arah
mana datangnya suara tersebut, namun tiada sesosok bayangan
243 manusia pun. Apa yang terlihat tak lebih hanya bunga tho yang
berlapis-lapis. Tak terlukiskan rasa geram anak muda itu dibuatnya. Dengan
gusar dia lantas membentak keras:
"Manusia laknat dari Huan-mo-kiong, mengapa tidak segera
menggelinding keluar" Apakah gunanya bermain sembunyi terus
semacam anak kura-kura saja?"
"Bajingan cilik yang bermata buta, kami toh berada di sisimu,
masa kau tidak melihatnya?" jengek orang itu dengan sinis.
Kemudian terdengar pula suara yang tajam melengking
berkumandang lagi: "Hmm... Kalau sudah tahu bermata buram macam begitu,
mengapa kau berani mendatangi pulau Huan-mo-to untuk mencari
balas" Benar-benar tak tahu diri"! Hmm... kau sudah pasti tak akan dapat lolos
dari neraka maut yang diatur oleh Huan-mo-kiong kami, sekarang akan kuberi
sedikit waktu bagimu untuk hidup. Menanti kalau kiongcu telah
kembali, kau baru akan diputuskan hukumannya. Malam ini kau telah membunuh dua orang tongcu
kami, maka kaupun jangan berharap bisa lolos dari sini dalam
keadaan hidup...." Dengan mengandalkan sepasang matanya ayang tajam, sekali
lagi Ku See-hong memeriksa keadaan di sekeliling tempat itu.
Namun ia belum berhasil menemukan sesosok bayangan manusia
pun. Dia hanya merasa orang yang berbicara itu seakan-akan sebentar berada di sebalah
timur, sebentar lagi di barat, kedudukannya tak menentu... dia kuatir secara tiba-
tiba orang tersebut melancarkan sergapan kilat kepadanya.
Sekarang, walaupun Ku See-hong merasa gusar sekali, namun ia
sudah terjebak dalam barisan pembingung sukma dalam hutan
bunga Tho itu, sekalipun akan mengumbar hawa amarahnya juga
percuma. 244 Dalam keadaan begini, diam-diam ia lantas menghimpun tenaga
dalamnya dan siap melakukan tindakan bilamana diperlukan. Dia
tahu banyak berbicara hanya memberi kesempatan baik saja bagi
lawannya untuk bertindak.
Mendadak.... Dari luar hutan sana bergema suara pekikan aneh yang
memekikkan telinga. Di balik suara pekikan tersebut terbawa suatu hawa yang
menyeramkan sekali. Pekikan tersebut telah berkumandang dari luar hutan bunga Tho, yang dengan
kecepatan luar biasa meluncur tiba, bukan hanya
panjang dan mengerikan saja suaranya, lagipula membikin hati
bergidik dan bulu kuduk pada bangun berdiri.
Dari suara pekikan lawan yang kian lama bertambah tinggi dan
melengking, Ku See-hong tahu kalau pendatang itu memiliki
kepandaian silat yang amat sempurna, tidak berada di bawah
manusia aneh berkerudung yang pernah dijumpainya. Terlintas satu dugaan bahwa
orang ini mungkin adalah sau-kiongcu dari Lam-hay Huan-mo-kiong.
Dengan kenyataan ini, anak muda tersebut makin sadar bahwa
kedatangannya ke pulau Huan-mo-to kali ini lebih banyak
bahayanya daripada selamat.
Terdengar suara meneramkan yang dingin kaku tadi kembali
berkata, "Sau kiongcu, anjing itu sudah membunuh Sim-tong tongcu
pertama, Im-Yang, dua orang tongcu... dan melanggar beberapa
buah dosa besar, mohon diberi petunjuk hukuman apakah yang
hedak dilimpahkan kepadanya?"
Dengusan dingin bergema, kemudian seseorang menjawab:
"Barangsiapa berani memasuki istana Huan-mo-kiong, semuanya
dijatuhi hukuman dengan Lima Macam Siksaan. Cuma orang ini bisa membunuh Tit-it
sintong tongcu berarti dia mengerti sedikit ilmu silat kucing kaki tiga. Kalian
sebagai tongcu sim-tong ke-dua
245

Dendam Sejagad Legenda Kematian Shi Hun Yin Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sepantasnya jika menyiksa dirinya lebih dulu agar orang ini
merasakan sedikit kelihayan ilmu silat Huan-mo-kiong sebelum
ajalnya tiba." Ku See-hong marah sekali, dia lantas menengadah dan tertawa
terbahak-bahak dengan seramnya.
Suara tertawanya keras memekikkan telinga, cukup membuat perasaan orang bergetar
keras. Kemudian setelah berhenti tertawa ia mendengus sinis,
tantangnya dengan suara keras:
"Manusia-manusia laknat yang berhati busuk, jika kalian punya
kepandaian, hayo tongolkan kepalamu dari tempat persembunyian, akan kubuktikan
sendiri, apa benar orang-orang Huan-mo-kiong
memiliki kemampuan tiga kepala enam lengan."
Untuk sesaat lamanya ketiga orang itu tetap bungkam dalam
seribu bahasa, rupanya mereka tertegun juga menyaksikan
kegagahan serta keberanian Ku See-hong. Sepanjang sejarah,
belum pernah ada orang yang begitu berani mendatangi pulau
mereka. Tak lama kemudian, terdengar seorang berkata dengan suara
yang dingin menusuk tulang:
"Orang she Ku, dengan mengandalkan ucapan yang takabur
tersebut, pun sau-kiongcu menjadi tertarik sekali untuk mencoba dahulu sampai di
manakah kelihayanmu, akan kulihat apa yang kau andalkan sehingga begitu sombong
dan takabur!" Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, kurang lebih dua
kaki di belakang pohon bunga Tho, tepat di hadapan Ku See-hong melompat keluar
tiga sosok bayangan manusia.
Orang yang berada di tengah adalah seorang pemuda berjubah
panjang warna biru yang hampir sebaya usianya dengan diri Ku
See-hong sendiri. Sebilah pedang berbentuk aneh tersoreng di
punggungnya, gagang pedang berwarna emas, kakinya bersepatu
246 indah. Ia berwajah tampan dan gagah, sekilas pandangan mirip
seorang kongcu romantis. Cuma sayang sinar matanya membawa cahaya kebuasan,
kebrutalan dan kelicikan. Orang ini tak lain adalah kiongcu muda dari istana
Huan-mo-kiong, Si Pedang Emas Cia Tiong-giok.
Di sebelah kirinya berdiri seorang manusia aneh bermuka kuda
yang mengenakan jubah berwarna putih seperti pakaian berkabung, sedang di
sebelah kanannya adalah seorang kakek kurus bermata
besar, beralis mata tebal dan berwajah seram.
Kedua orang ini tak lain adalah tongcu ruang siksa ke-dua dari istana Huan-mo-
kiong, Siang-khi tok-ci (Kakek Beracun Pembawa
Hawa Kematian) Mao Soh-sat serta Ceng-hong mi-tan (Peluru
Pembingung yang Menggetarkan Jagad) Ciu Khi-sin.
Ternyata pembagian urutan jago-jago dalam Huan-mo-kiong
terbagi menjadi lima ruang siksa (sin-tong), makin meningkat satu tingkatan
berarti penghuninya berilmu silat lebih tinggi.
Dalam perguruan Huan-mo-kiong, kedudukan Tongcu merupakan
jago-jago yang terdiri dari jago-jago kelas dua dan keals satu. Lebih ke atas
lagi adalah keempat Huhoat (pelindung) dari Kiongcu yang terbagi menjadi Panji
Merah, Biru, Hitam dan Putih. Kepandaian silat yang mereka miliki rata-rata
sangat lihay, masing-masing memiliki serangkaian ilmu rahasia yang sangat
beracun. Dari sini dapat diketahui kalau kekuatan dari orang-orang Huan-mo-kiong
sesungguhnya luar biasa sekali, jauh lebih tangguh
daripada kekuatan perkumpulan besar dalam dunia persilatan.
Kekuatan semacam ini tentu saja tak boleh dipandang rendah.
Dengan sorot mata yang tajam, Ku See-hong memandang
sekejap wajah musuh-musuhnya, diam-diam dia terkesiap juga.
Pemuda itu sadar bahwa ketiga orang musuhnya ini merupakan
jago-jago paling top dalam dunia persilatan dewasa ini.
247 Tak heran kalau umat persilatan pada jeri bila membicarakan soal kemampuan Huan-
mo-kiong. Rupanya jago-jago lihay mereka,
selain banyak, juga merupakan pilihan.
Ku See-hong yang bernyali baja dan berkeras kepala, betul hati kecilnya merasa
terkesiap, namun wajahnya masih kelihatan sangat tenang. Setelah tertawa ringan
ujarnya ketus: "Bagus sekali! Bagus sekali! Sekarang aku orang she Ku akan
menghantar kalian satu persatu pulang ke rumah nenek moyang
kalian." Bahwasanya Ku See-hong secara beruntun berhasil membinasakan dua orang tongcu mereka, peristiwa ini sudah
merupakan suatu aib yang belum pernah dialami Huan-mo-kiong
sepanjang sejarahnya, tak heran kalau mereka tidak membiarkan
musuhnya berbuat semena-mena terus menerus.
"Anjing laknat, sebelum mampus kau masih berani bicara
takabur?" bentak Kakek Beracun Pembawa Hawa Kematian Mao
Soh-sat dengan geramnya. Di tengah bentakan keras, Kakek Beracun Pembawa Hawa
Kematian ini menerjang ke depan. Sepasang telapak tangannya
didorong bersama ke muka, segulung tenaga pukulan yang amat
dahsyat bagaikan gulungan ombak samudra segera meluncur ke
depan. Ku See-hong membentak keras, dengan suara yang menggelegar
seperti guntur, sepasang telapak tangannya dirangkap menjadi satu, lalu secara
tiba-tiba dilontarkan keluar.
Dalam waktu singkat, segulung angin pukulan yang amat
kencang, bagaikan hembusan angin puyuh meluncur ke depan
menyongsong datangnya ancaman tersebut.
"Blaaam...!" ketika dua gulung angin pukulan itu saling
membentur, terjadilah ledakan yang memekikkan telinga, lalu terjadi pusaran
angin berpusing yang menyapu ke empat penjuru. Daun
248 dan ranting segera berguguran ke atas tanah, batu dan pasir
beterbangan di angkasa, keadaan yang sangat mengerikan.
Kakek Beracun Pembawa Hawa Kematian, Mao Soh-sat
merasakan sepasang bahunya bergetar keras, lalu tubuhnya mundur tiga empat
langkah dengan sempoyongan.
Sebaliknya Ku See-hong masih tetap berdiri tegak di tempat
semula. Meski begitu mukanya menjadi serius, jelas hatinya merasa amat
terperanjat. Dengan geramnya Kakek Beracun Pembawa Hawa Kematian
menjerit lengking, tiba-tiba tubuhnya menyelinap ke depan,
sepasang cakar setannya diulur dan ditarik sambil memancarkan
selapis hawa kabut berwarna hijau, lalu dengan disertai desingan angin dingin
menyergap ke tubuh Ku See-hong.
Secara tiba-tiba saja anak muda itu merasakan datangnya
sergapan hawa dingin yang menyengat badan, lalu hidungnya
megendus bau amis yang busuk dan tak sedap dirasakan, menyusul kemudian
kepalanya terasa pening dan dadanya sesak, dia lantas sadar, di balik kabut
hijau itu terdapat racun keji yang sangat hebat.
Dalam kejutnya, ia berusaha mengerahkan ilmu gerakan
tubuhnya untuk menyelinap keluar. Siapa tahu kabut hijau itu sudah mengikuti
hembusan angin pukulannya yang amat tajam itu
menyelimuti seluruh tubuhnya....
Seketika itu juga Ku See-hong merasakan napasnya menjadi
amat sesak, diam-diam ia berpekik:
"Habis sudah riwayatku kali ini"!"
Dalam keadaan beginilah, mendadak Ku See-hog merasakan
munculnya dua gulungan tenaga panas dan dingin yang aneh dari
pusar yang segera menyebar ke dalam sekujur badannya.
"Blaaamm... Blaaamm...!" letupan demi letupan bergema
memenuhi angkasa. Semua kabut beracun dan tenaga serangan
yang telah mengurung sekujur badannya itu tahu-tahu sudah lenyap tak berbekas.
249 Dalam pada itu, Kakek Beracun Pembawa Hawa Kematian Mao
Soh-sat, telah memperdengarkan suara tertawa seramnya sembari
berseru: "Bocah keparat she Ku, sekarang kau sudah terkena Ngo-tok im-
khi (Hawa Dingin Panca Bisa)-ku, selewatnya dua belas jam, dalam siksaan dan
penderitaan, kau akan muntah darah dan...."
Mendadak dia menutup mulutnya kembali sebab dijumpainya Ku
See-hong sama sekali tidak menunjukkan gejala keracunan. Tak
terlukiskan rasa terkesiap hatinya merasakan kenyataan tersebut.
Untuk sesaat dia sampai berdiri termangu belaka dengan mata
terbelalak dan melongo lebar.
Malah sau kiongcu, Si Pedang Emas Cia Tiong-giok yang berilmu
tinggi pun ikut berubah wajahnya setelah menyaksikan kenyataan itu.
Sementara mereka masih tertegun, mendadak Ku See-hong
berpekik nyaring.... Suara pekikannya tinggi menjulang ke angkasa bagaikan jeritan
naga sakti, bukan cuma keras dan nyaring, suara itu sampai
mendengung di seluruh pulau.
Berbareng dengan berkumandangnya pekikan nyaring itu,
sesosok tubuh melejit ke udara, kemudian sepasang lengannya
berputar secara aneh. Cahaya tajam yang menyilaukan mata pun
menyebar ke empat penjuru.
"Sreeet..." di antara desingan angin tajam, sekilas cahaya putih yang menyilaukan
mata telah meluncur ke muka.
Paras muka Si Kakek Beracun Pembawa Hawa Kematian Mao
Soh-sat yang sedang menyeringai seram, tiba-tiba berubah menjadi ngeri dan
ketakutan sekali. Jeritnya tertahan:
"Hoo-han-seng-huan...!"
Namun baru kata "Huan" diucapkan, jeritan ngeri yang
memilukan hati telah bergema memecahkan keheningan malam. Di
250 antara percikan darah segar yang memancar ke empat penjuru,
batok kepala Kakek Beracun Pembawa Hawa Kematian Mao Soh-sat
telah berpisah dengan tubuhnya dan terbacok hancur tak karuan
bentuknya. Kematian gembong iblis ini, benar-benar mengerikan sekali,
membuat orang merasa tak tega untuk melihatnya.
Kiongcu muda, Si Pedang Emas Cia Tiong-giok yang berada di
tepi arena segera berubah muka. Rasa ngeri dan terkesiap
menyelimuti wajahnya, namun hanya sejenak kemudian telah
lenyap tak berbekas. Kemudian dengan sorot mata buas dan
sekulum senyuman menyeringai yang seram menghiasi bibirnya, dia berkata:
"Suatu kepandaian yang amat bagus! Suatu kepandaian yang
amat bagus! Hari ini aku orang she Cia benar-benar terbuka
matanya. Heeehh... heeehh... Tolong tanya, kau berasal dari
perguruan mana?" Ku See-hong merasa girang sekali ketika tiga jurus Hoo-han-
seng-huan yang digunakannya berulang kali menunjukkan kelihayan serta
kedahsyatan yang begitu meyakinkan.
Mendengar ucapan tersebut, ia segera berkata dengan suara
dingin: "Untuk menghadapi manusia-manusia laknat berhati buas seperti
kalian, kenapa harus membicarakan soal belas kasihan" Hmmm!
Beritahu kepadamu juga tak mengapa... aku tak lain adalah murid
dari Bun-ji koan-su Him Ci-seng, yang termasyhur namanya di
seantero jagad itu."
Nama besar Bun-ji koan-su memang amat menggetarkan jagad,
jauh lebih termasyhur daripada nama orang-orang Huan-mo-to di
Lam-hay. Selain itu nama Bun-ji koan-su pun sudah banyak
diceritakan orang semenjak lima puluh tahun berselang.
Bagi Kim-kiam (Si Pedang Emas) Cia Tiong-giok, hal mana masih
belum seberapa mengejutkan hatinya, berbeda dengan Ceng-hong-
251 mi-tan Ciu Khi-seng yang berada di sampingnya... kontan saja paras mukanya berubah
menjadi pucat kehijau-hijauan saking takutnya.
Ketika Si Pedang Emas Cia Tiong-giok menyaksikan Ceng-hong
mi-tan sedemikian ketakutannya, sebagai seorang jago yang pintar, ia segera tahu
bahwa nama besar Bun-ji koan-su tentu termasyhur sekali di daratan Tionggoan.
Dengan cepat ia memberi tanda
berulang kali kepada anak buahnya itu.
Kemudian sambil tertawa terbahak-bahak, katanya:
"Selamat bertemu! Selamat bertemu! Pulau terpencil semacam
tempat ini dapat dikunjungi anak murid seorang tokoh silat
kenamaan, hal mana benar-benar merupakan kebanggaan untuk
Huan-mo-kiong kami. Hmmm! Cuma, aku orang she Cia rasa, kau
tak dapat mencari nama dengan mengandalkan nama besar dari
Bun-ji koan-su lagi."
Begitu ucapan terakhir meluncur keluar dari bibirnya, dengan
suatu gerakan yang sangat aneh, Si Pedang Emas Cia Tiong-giok
telah melayang datang, kemudian sebuah pukulan dilancarkan ke
tubuh Ku See-hong. Sepintas lalu, serangan itu dilancarkan seakan-akan sama sekali tak disertai
tenaga dalam, tapi ketika pelan-pelan mendekat sampai jarak satu depa dari Ku
See-hong, mendadak... gerakan tangannya
berubah. Secepat kilat tahu-tahu mengancam bagian atas, tengah dan bawah tubuh
Ku See-hong, di mana terdapat delapan belas
buah jalan darah kematian.
Selain gerakan serangannya yang amat ganas dan keji,
kecepatannya sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Serangan maha dahsyat itu ibaratnya sebuah jaring penangkap
ikan yang besar sekali. Dalam waktu singkat empat penjuru sudah terkurung sama
sekali, di sekitar arena muncul daya tekanan yang menyesakkan napas, beratnya
bagaikan bukit karang. 252 Ku See-hong sangat terperanjat. Dengan cepat ia pergunakan
ilmu gerakan tubuh Mi-khi biau-tiong sin-hoat untuk menghindarkan diri.
Ujung kakinya mendadak menekuk ke bawah, lalu dengan
pangkal kaki sebagai poros, secepat kilat ia berputar kencang....
"Sreeett...!" seluruh tubuhnya berputar bagaikan gerakan setan,
tahu-tahu ia sudah melejit ke samping untuk meloloskan diri.
Tiba-tiba pada saat itulah....
Ceng-hong mi-tan Ciu Khi-seng membentak keras, tangan
kanannya diayunkan ke depan, serentetan cahaya hijau yang
berkilauan secepat kilat menyambar ke muka.
"Blaaamm...!" ledakan keras berkumandang memecahkan keheningan. Selapis asap berwarna hijau dengan cepat menyelimuti seluruh tubuh
Ku See-hong. Di tengah kabut hijau yang menyelimuti angkasa, tampak tubuh
Ku See-hong pelan-pelan roboh terkulai di atas dan jatuh tak
sadarkan diri. Si Pedang Emas Cia Tiong-giok segera perdengarkan suara
tertawa liciknya yang seram dan menggetarkan sukma. Di balik
gelak tertawa itu penuh disertai rasa kekejaman dan kebuasannya yang mengerikan.
Mendadak suara tertawa terhenti.


Dendam Sejagad Legenda Kematian Shi Hun Yin Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kemudian terdengar Si Pedang Emas Cia Tiong-giok berseru
dengan nada yang mengerikan,
"Hukum mati bocah keparat ini menurut Lima Macam Siksaan!"
Baru selesai dia berkata, di balik hutan bunga tho sana melintas lewat sesosok
bayangan putih. Dari balik matanya yang jeli tampak air mata jatuh berlinang
membasahi pipinya, jelas ia sedang
bersedih hati untuk kematian pemuda pendekar yang tampan itu
oleh lima macam siksaan keji yang menakutkan itu.
253 Ceng-hong mi-tan (Peluru Pemabuk Yang Menggetarkan Jagad)
segera mengempit tubuh Ku See-hong, lalu bersama Kim-kiam Cia
Tiong-giok, melenyapkan diri di balik barisan Mi-hun-tin dalam hutan bunga tho
itu. 000dw000 Bab 12 SUATU malam yang sepi kembali menjelang tiba....
Awan hitam menyelimuti seluruh angkasa, tiada bintang, tiada
rembulan, udara berwarna kelabu yang cuma mendatangkan
keseraman dan kepedihan bagi setiap insan manusia yang ada di
sana. Tempat siksaan ke-empat yang paling keji dari Istana Huan-mo-
kiong.... 'Sumber Es Dalam Neraka', letaknya dalam sebuah sumur kuno
sedalam tiga puluh kaki, lebar lima kaki yang berada di antara tebing-tebing
curam di sisi kiri Istana Huan-mo-kiong.
Sumber air dalam sumur itu merupakan sebuah sumber yang
berasal dari dasar samudra. Airnya dingin bagaikan salju, tempat itulah
merupakan tempat siksaan terkeji dari Huan-mo-kiong yang membunuh orang tak
melihat darah. Sejak dulu sampai sekarang entah berapa puluh laksa orang yang mati kedinginan
di situ. Oleh karena air sumur itu luar biasa dinginnya, tanpa daya
mengapung, maka setiap orang yang melanggar peraturan Huan-
mo-kiong dan dijatuhi hukuman untuk menerima siksaan keempat di Sumber Salju
Dalam Neraka ini. Maka terhukum akan digantung
dengan tali dan diceburkan ke dalam sumur kuno itu.
Tak selang berapa saat kemudian sang terhukum itu akan mati
karena peredaran darahnya membeku. Tak heran kalau cara
254 membunuh semacam ini disebut sebagai suatu siksaan yang paling keji.
Tapi selama dua hari belakangan ini, 'Sumber Salju Dalam
Neraka' tersebut seakan-akan sudah kehilangan daya kemampuannya untuk membunuh orang.... Mengapa..."
Ternyata ada seorang terhukum, bukan saja tak mampus walau
sudah disiksa di tiga tempat, bahkan sekalipun sudah direndam
selama dua hari semalam dalam siksaan yang ke empat, 'Sumber
Salju Dalam Neraka', orang itu bukan saja tidak mati, malahan
semangat dan kekuatannya seperti bertambah hebat. Kata-kata
makiannya menjulang sampai ke langit. Manusia aneh itu tak lain adalah Ku See-
hong. Sementara itu, di tepi sumur berdiri seorang pemuda berbaju
biru, dia adalah sau-kiongcu dari istana Huan-mo-kiong, Si Pedang Emas Cia
Tiong-giok. Waktu itu, ia dengar kata-kata makian sedang berkumandang dari dalam
sumur itu: "Manusia-manusia laknat dari Huan-mo-kiong, sekarang kalian
boleh saja menyiksa aku orang she Ku dengan cara yang keji dan rendah seperti
itu, tapi suatu ketika, aku akan menghirup darahmu, akan kumakan hatimu, cara
kerja kalian melebihi buasnya binatang, lebih rendah dari manusia laknat manapun
juga, tapi... aku orang she Ku tak akan mati, kecuali bila kalian memotong badanku
menjadi dua bagian...."
Walaupun Ku See-hong berhasil meloloskan diri dari empat
macam siksaan yang keji, namun dia harus menahan penderitaan
dan siksaan baik fisik maupun batinnya. Oleh sebab itu, saat
tersebut ia benar-benar ingin mati saja....
Mendengar makian itu, pelbagai pikiran berkecamuk dalam benak
Si Pedang Emas Cia Tiong-giok, ia tidak habis mengerti, apa
sebabnya Ku See-hong bisa meloloskan diri dari empat macam
siksaan tersebut tanpa mati.... Atau jangan-jangan dia bukan
manusia, melainkan sukma gentayangan" Atau dewa"
255 Pada siksaan yang pertama... Huan Hiat Jian Hun (Membalikkan
Darah Membuat Cacad Sukma) adalah merupakan siksaan yang
menotok jalan darah terhukum dengan semacam kepandaian silat
yang amat beracun. Bila orang biasa tertotok jalan darahnya oleh kepandaian
tersebut, maka peredaran darahnya akan mengalir
terbalik, hal mana akan berakibat membesarnya nadi darah yang
akhirnya pecah dan mati. Tapi kenyataannya, pemuda itu sama
sekali tidak merasakan siksaan apa-apa.
Pada siksaan yang ke-dua.... Tok Coan Cui Sim (Ular Beracun
Menghancurkan Hati) merupakan siksaan yang membiarkan
terhukum digigit oleh beribu-ribu ekor ular beracun yang buas dan ganas. Tapi
kenyataannya, ular-ular beracun itu tak ada yang berani mendekatinya... semburan
bisa merekapun tidak mematikan sang
korban. Kemudian pada siksaan yang ke-tiga: Liat Hwee Kau Siau
(Digarang dan Dimasak Di Atas Jilatan Api Panas). Bila orang yang biasa digarang
dengan api, dalam waktu singkat, tubuhnya segera akan tinggal sebongkah tulang
belulang belaka. Tapi anak muda itu sudah dibakar selama dua hari dua malam, ia
masih tetap segar bugar, malahan sepasang matanya seperti bertambah tajam saja.
Kini, sudah meningkat pada siksaan yang ke-empat Tee Ih Peng
Swan (Sumber Salju Dalam Neraka), sampai detik ini siksaan telah berlangsung dua
hari semalam... tapi ia belum mati juga.
Makin berpikir, Si Pedang Emas Cia Tiong-giok merasa makin
terkesiap. Ia bersumpah akan membunuh Ku See-hong dengan cara
apapun juga, sebab dia tahu asal Ku See-hong masih bisa hidup
terus, bila suatu ketika ilmu silat Ku See-hong bertambah lihay, dia pasti akan
merupakan suatu ancaman yang serius bagi pihaknya.
Adapun siksaan yang ke-lima adalah: Coh Ih Tay Si (Duduk
Sambil Menunggu Ajal). Siksaan ini merupakan suatu penyiksaan
yang paling keji di dunia ini, sebab terhukum tidak diberi makanan maupun
minuman, dia akan dibiarkan mati kelaparan. Asal dia
manusia, tak mungkin ada yang mampu meloloskan diri dari siksaan tersebut....
256 Sejak dulu sampai sekarang, dalam Huan-mo-kiong masih
berlaku pula suatu peraturan yang lain, yakni barang siapa dapat meloloskan diri
dari keempat macam siksaan tersebut tanpa mati...
maka tanpa syarat dia akan memperoleh kebebasannya kembali.
(Tanpa harus menjalani siksaan yang ke-lima)
Namun peraturan tetap tinggal peraturan. Peraturan tak lebih
hanya suatu tata cara yang berlaku belaka....
Sekulum senyuman keji segera tersungging di atas bibir Si
Pedang Emas Cia Tiong-giok. Sambil berpaling ke arah seorang
lelaki berbaju hitam, segera perintahnya:
"Angkat dia ke atas dan kirim ke ruang siksa ke-lima. Kurung dia dan biarkan ia
mampus kelaparan. Perketat penjagaan di sekitar tempat itu, siapa berani
melanggar bunuh tanpa ampun!"
Ceng-hong mi-tan Ciu Khi-seng yang berada di sisinya, buru-buru berseru dengan
cemas: "Sau-kiongcu, ilmu silat yang dimiliki bocah keparat ini lihay sekali, lebih
baik kita habiskan sebutir peluru pemabuk sukma lebih dulu, agar ia jatuh tak
sadarkan diri." Begitu selesai berkata, Ceng-hong mi-tan Ciu Khi-seng segera
mengayunkan tangannya ke depan, serentetan cahaya hijau yang
menyilaukan mata segera menyambar ke depan.
"Blaaamm...!" ledakan keras berkumandang untuk kesekian
kalinya. Ku See-hong yang berada dalam sumur dibikin tak sadarkan diri oleh asap
pemabuk tersebut. Si Pedang Emas Cia Tiong-giok segera mendongakkan kepalanya
sambil berpekik nyaring. Suara pekikan tersebut menggema sampai di tempat
kejauhan dan mengalun tiada hentinya, menyusul
kemudian dia melejit ke udara dan melayang pergi dari situ. Sekejap kemudian
bayangan tubuhnya telah lenyap dari balik mata.
Ketika Ku See-hong sadar kembali dari pingsannya, waktu itu
fajar telah menyingsing keesokan harinya. Ia disekap dalam sebuah gua di suatu
tebing karang yang gundul.
257 Suasana dalam gua itu gelap gulita tak nampak lima jari tangan sendiri, hanya
setitik cahaya lemah yang memancar masuk lewat
celah-celah terali besi. Berada dalam gua tersebut, Ku See-hong benar-benar
terpencil. Tiada orang yang menyahuti teriakannya, tiada makanan yang pernah
dikirim ke sana... tempat itu ibaratnya sebuah neraka.
Selama enam tujuh hari lamanya ini, dia telah mengalami
pelbagai siksaan dan penderitaan yang membuatnya berubah
hingga tak berbentuk manusia lagi. Rambutnya terurai tak karuan, bajunya compang
camping tak berbentuk lagi, mukanya kotor,
seluruh badannya penuh bekas luka. Tapi sang pemuda yang keras hati ini bertekad
untuk hidup terus, dia bersumpah akan hidup lebih jauh.
Manusia buas yang berhati keji telah merajalela di dunia
persilatan, entah berapa puluh ribu nyawa umat persilatan yang memerlukan
pertolongan" Selain itu, dendam berdarah keluarganya belum dituntut balas. Atas
dorongan dari beberapa macam kekuatan inilah membuat pemuda itu bertahan terus
dan tak sampai mati bunuh diri. "Aaai..." Ku See-hong menghela napas sedih. Sekarang ia baru
menyesal kenapa tidak menuruti peringatan dari nona berbaju putih itu. Kini
keadaan telah menjadi begini.... Terbayang semua tugasnya yang belum selesai, ia
menjadi sedih hingga tanpa terasa titik air mata jatuh berlinang membasahi
pipinya.... Cahaya matahari bersinar indah jauh di luar gua, sedang Ku Seehong yang berada
di tempat kegelapan hanya bisa menghela napas sedih, tanpa terasa akhirnya ia
tertidur sambil bersandar di dinding.
Entah berapa lama sudah lewat, tiba-tiba ia dikejutkan oleh
semacam suara aneh sekali. Menyusul kemudian ia mendengar
suara langkah kaki yang ringan berkumandang dari luar terali besi itu. Ku See-
hong mengira Si Pedang Emas Cia Tiong-giok yang keji itu kembali akan mencemooh
dirinya, kontan saja dia mencaci maki lebih dulu:
258 "Binatang terkutuk yang tak berperasaan, kau adalah manusia
laknat yang berhati binatang, aku orang she Ku bersumpah tak akan mati, kau...."
"Ku sauhiap, aku yang datang. Seorang gadis lemah bernasib
malang, Keng Cin-sin," tiba-tiba serentetan suara yang gemetar tapi lembut
bergema memecahkan keheningan.
Di tengah pembicaraan tersebut, terali besi itu pelan-pelan
bergerak naik ke atas, lalu bayangan putih berkelebat lewat.
Seorang gadis cantik berbaju putih telah mengulurkan tangannya yang putih
mempersembahkan sebuah bungkusan yang amat besar.
Ku See-hong merasa amat terharu, air matanya jatuh bercucuran
membasahi pipinya, tapi ingatan lain segera melintas dalam
benaknya, ia segera berseru:
"Nona Keng, cepat tinggalkan tempat ini! Tak usah kau gubris
diriku lagi." Selama mengalami siksaan yang keji dari orang-orang Huan-mo-
kiong dalam beberapa hari ini, Ku See-hong seringkali menyaksikan sepasang mata
yang murung dan sedih diam-diam mengucurkan air
mata. Perasaan manusia yang lembut dan halus ini, segera sang
pemuda yang membenci kaum wanita itu diam-diam menaruh
perasaan simpatik terhadap nona itu, dan perasaan tersebut selama ini hanya
terpendam dalam dasar hatinya.
Sesungguhnya dia memang seorang lelaki berperasaan hangat
yang berjiwa pendekar. Dia tak ingin menyaksikan seorang yang
dikagumi dan disayanginya mengorbankan jiwa gara-gara ingin
menolong selembar jiwanya.
Tiba-tiba Keng Cin-sin menemukan serentetan sorot mata yang
sayang dan kasihan terpancar keluar dari balik mata pemuda ini, hal mana membuat
kehangatan cintanya sebagai seorang gadis segera
terlampiaskan keluar. 259 Dengan cepat ia memburu ke sisi tubuh Ku See-hong, kemudian
dengan air mata bercucuran dan nada sesenggukan katanya:
"Ku sauhiap, perempuan bernasib malang seperti aku ini tak akan memperdulikan
keselamatan jiwa sendiri. Aku hanya ingin
menyelamatkan jiwamu, sekalipun badan harus hancur, jiwa harus melayang, aku tak
akan merasa sayang. Betul kita hanya bersua
dua kali, tapi aku tahu kau adalah seorang manusia yang luar biasa, jiwamu jauh
lebih penting daripada jiwaku. Sekarang cepatlah
habiskan makanan itu lalu berganti pakaian, kemudian cepat
tinggalkan tempat ini. Tunggu sampai kau merasa bertenaga lagi baru datang untuk
membalas dendam...!"
Serangkaian perkataan itu telah menampilkan perasaan cinta
yang tersuci dari makhluk yang bernama manusia, setiap patah
katanya bernada pedih dan jujur, lagipula dari ucapan tersebut dapat ditarik
kesimpulan: betapa besarnya niat gadis ini untuk menyelamatkan jiwa umat manusia
dalam dunia ini.... Ku See-hong bukan orang bodoh, tentu saja dia dapat
memahami maksud hatinya itu, tak heran kalau ia lebih terharu lagi dibuatnya.
Perasaan pedih dalam hatinya juga makin hebat, ia
merasa nasib telah mempermainkan manusia, nasib terlalu
menyiksa umatnya. Mengapa gadis secantik itu harus turut
merasakan pula siksaan semacam itu"
Sesungguhnya Ku See-hong adalah seorang pemuda yang
romantis, kebuasan dan sikap dingin hanya sikap di luarnya saja, hal man
disebabkan terpengaruh oleh musibah yang menimpanya di
masa kecil dulu, dan kini... begitu perasaan cinta yang terpendam dalam hatinya
terungkap, maka keadaannya ibarat bendungan air
yang jebol. Dengan luapan emosi yang berkobar, dia berbisik: "Adik Sin,
kee... marilah kau, dekatlah denganku, aku ingin melihat wajahmu lebih jelas
lagi...." Ketika sorot mata mereka saling bertemu, pancaran sinar mata
yang hangat dan kepedihan dalam hatinya segera bercampur baur
260 menjadi satu, makin lama kedua orang itu makin dekat sehingga
akhirnya hampir saling berdempetan.
Pelan-pelan Ku See-hong menggerakkan sepasang tangannya
dan memegang wajahnya yang mungil dan lembut itu.
Dengan suara yang amat pedih Keng Cin-sin berbisik:
"Engkoh Hong, dulu aku tak pernah memperhatikan siapapun,
sebab aku sendiripun penuh dengan noda dan dosa, tapi sejak
berjumpa dengan kau, aku mulai berpikir, bila malaikat elmaut telah berada di
depan mata, apakah yang bisa kutinggalkan di dunia ini..."
Maka, aku bertekad akan mengorbankan selembar jiwaku, asal kau bisa hidup terus,
berjuang demi keadilan dan kebenaran serta
menyelamatkan kaum lemah dari penderitaan yang tiada


Dendam Sejagad Legenda Kematian Shi Hun Yin Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

batasnya...." "Engkoh Hong, terus terang kukatakan kepadamu, sejak bertemu
denganmu, aku merasa bahwa kau telah jatuh hati kepadamu...."
Oleh ungkapan cintanya yang polos dan tulus itu, Ku See-hong
merasa benar-benar amat terharu, ujarnya dengan nada gemetar:
"Adik Sin, kau tak berdosa, kau adalah seorang yang suci bersih, akupun sangat
mencintai dirimu, mari kita bersama-sama kabur dari pulau Huan-mo-to ini...."
"Engkoh Hong, aku tak dapat pergi..." tukas Keng Cin-sin dengan
cepat, "Bila aku menghilang maka hal mana pasti akan memancing mereka untuk
melakukan pengejaran secara besar-besaran, bukan
saja hal tersebut akan mengakibatkan pembantaian berdarah dalam dunia
persilatan, kita pun sukar untuk meloloskan diri dari
pengejaran mereka yang ketat. Suatu ketika bila jejak kita
ketahuan, maka nasib yang tragis akan menunggu kita berdua,
keadaan semacam itu sukar untuk dilukiskan dengan kata-kata...."
Air mata bercucuran membasahi wajah Ku See-hong, tiba-tiba
selanya: "Adik Sin, mari kita tinggalkan tempat ini bersama, kita mencari suatu tempat
yang terpencil dan jauh dari manusia, memendam
261 nama merahasikan asal-usul, selama hidup kita tak terjun kembali ke dalam dunia
persilatan, sepanjang masa kita hidup bersama...."
Dengan tangannya yang halus dan lembut Keng Cin-sin menutup
bibir Ku See-hong lalu katanya pedih:
"Engkoh Hong, jangan kau biarkan urusan muda-mudi
menggerogoti ambisimu yang membara, sekarang keadaan amat
mendesak. Rasanya mustahil kita dapat hidup bahagia sebagai
suami istri dalam kehidupan kali ini. Tapi perasaanku kepadamu dapat dibuktikan
kepada langit dan bumi, walaupun kita tak bisa hidup berdampingan, namun hati
dan perasaanku dapat selalu ada di sampingmu...."
"Sekarang, waktu yang tersedia sudah tak banyak lagi, cepat-
cepatlah bersiap sedia untuk melarikan diri. Kau harus tahu aku bersedia
mengorbankan diri tak lain karena ingin menyelamatkan jiwamu... kau harus selalu
menyayangi jiwamu sendiri, sebab
jiwamu sudah merupakan peleburan dari jiwa kita berdua, dengan demikian walaupun
Adik Sin-mu harus mati dengan tubuh hancur,
sukmaku akan selalu tersenyum di alam baka."
Beberapa patah katanya itu diucapkan dengan nada yang amat
memedihkan hati, tapi anehnya Thian selalu memisahkan sepasang sejoli yang
sedang dimabuk asmara ini, bahkan memisahkan mereka amat jauh, jauh sekali....
Ketika selesai mendengar perkataan itu, timbul suatu firasat jelek dalam hati Ku
See-hong, sebab kekasih yang patut dikasihani ini bisa jadi akan benar-benar
mati secara mengenaskan. Sambil menahan kesedihan yang mencekam perasaannya, Ku
See-hong berkata dengan pedih:
"Adik Sin, semoga kau bersedia untuk memanfaatkan sisa waktu
yang ada untuk berada bersamaku, sehingga di kemudian hari, bila aku berhasil
membalas dendam di bawah sinar lentera di depan
Buddha (maksudnya menjadi pendeta), akupun mempunyai setitik
kenangan manisku bersamamu."
262 Keng Cin-sin dapat memahami maksud perkataan dari Ku See-
hong itu. Ia merasa terharu sekali hingga titik air mata jatuh bercucuran
membasahi wajahnya yang putih halus.
Dengan lembut Keng Ci-sin balas memeluk pinggangnya yang
kekar dan menempelkan wajahnya di atas dadanya yang bidang,
tiba-tiba saja ia merasa dirinya seakan-akan terjerumus ke dalam samudra luas
yang tiada bertepian, ia merasa bagaikan tak berada di dunia lagi, ternyata
empat buah bibir mereka yang hangat telah saling berpadu....
Entah berapa saat kemudian, mereka baru menyelesaikan ciuman
yang hangat dan mesra itu.
Dengan air mata membasahi pipinya, Keng Cin-sin berkata sambil tertawa getir:
"Inilah nilai yang kuperoleh dari pengorbanan cinta kasihku
sepanjang hidup.... Sekarang, cepat-cepatlah kau tinggalkan tempat ini, jangan
sampai ketahuan mereka. Bila sampai dikerubuti jago lihay, kaupun tak akan lolos
dari kematian, bahkan pengorbananku inipun akan menjadi sia-sia belaka...."
Sambil berusaha keras menahan kepedihan hatinya, di sudut gua
yang gelap Ku See-hong berganti pakaian. Walaupun perutnya
waktu itu lapar sekali, namun ia tak bernafsu lagi untuk
menghabiskan hidangan tersebut.
Waktu itu, sore hari sudah menjelang tiba, sisa sang surya di
waktu senja memencarkan cahaya ke empat penjuru....
Mendadak... dari luar gua berkumandang suara pekikan nyaring
yang tajam dan memekikkan telinga, kemudian dengan suatu
gerakan cepat, tampak bayangan manusia berkelebat lewat,
tampaknya di sekitar tempat itu telah kedatangan jago-jago yang sangat banyak.
Paras muka Keng Cin-sin berubah berat, dengan suara agak
gemetar bisiknya: 263 "Aduh celaka, jejak kita sudah ketahuan, cepat kau gunakan ilmu meringankan
tubuhmu yang sempurna untuk kabur ke arah selatan, aku akan berusaha mati-matian
untuk menghadang pengejaran
mereka." Ku See-hong merasa hatinya berat sekali, bagaimanapun juga ia
tak tega membiarkan kekasih hatinya tewas di tempat itu.
Dengan suara yang memilukan hati kembali Keng Cin-sin
berseru: "Engkoh Hong, cepat lari, cepat lari! Apakah kau ingin
menyaksikan Adik Sin-mu mati dengan membawa penyesalan?"
Suaranya yang memilukan hati membuat perasaan orang menjadi
semakin kalut dan kacau tak karuan.
"Selamat berpisah kekasihku yang kucintai," ucap Ku See-hong
kemudian sambil menghela napas sedih, "Aku akan selalu
mengingat raut wajahmu dalam hati kecilku...."
Tiba-tiba Ku See-hong mendongakkan kepalanya dan berpekik
panjang, dalam pekikan tersebut penuh disertai oleh rasa benci, gusar dan dendam
yang membara. Begitu pekikan panjang itu bergema, sambil membawa hati yang
lara dan duka, Ku See-hong mempercepat langkahnya menerjang
keluar dari gua tersebut.
Pada saat itulah, segulung hembusan angin pukulan yang amat
dahsyat, dengan cepatnya menggulung tiba.
"Engkoh Hong, cepat kabur ke arah selatan, biar adik yang
menghadapinya di tempat ini!" bentakan merdu berkumandang
datang. Ternyata orang yang melancarkan serangan itu tak lain
adalah Sau-kiongcu dari istana Huan-mo-kiong Si Pedang Emas Cia Tiong-giok.
Dengan sepasang mata memancarkan cahaya buas
yang mengerikan, ia segera membentak nyaring:
"Sumoay, kau perempuan rendah yang tak tahu malu, pagar
makan tanaman! Sudah sepuluh tahun lamanya ayahku 264 mendidikmu, tapi... kau... Pun kiongcu bersumpah akan mencincang
tubuh kalian anjing laki-laki dan perempuan berdua menjadi hancur berkeping-
keping!" Untuk melindungi kekasihnya agar berhasil meloloskan diri dari pulau Huan-mo-to,
dengan nekadnya Keng Cin-sin menggerakkan
sepasang telapak tangannya melancarkan serangkaian pukulan
dahsyat yang rapat bagaikan jaringan laba-laba.
Bukan saja semua serangan itu dilancarkan dengan ganas dan
buas, bagaikan bendungan yang jebol saja, mengalir terus tiada habisnya. Setiap
jurus serangan yang digunakan hampir semuanya merupakan jurus-jurus serangan
yang tangguh, betul-betul sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Si Pedang Emas Cia Tiong-giok betul-betul naik pitam, pedang
emas di tangannya segera digetarkan keras menciptakan berpuluh-puluh titik
cahaya bintang yang tajam. Cahaya pedang menyambar seperti amukan arus sungai
yang deras, kemanapun pukulan musuh tiba, di situ pula pedangnya menyambut
secara ganas. Sementara itu, Ku See-hong telah mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna untuk melesat sejauh tiga
puluh-empat puluh kaki dari tempat semula, tapi tak tahan, ia
segera berpaling kembali.
Tiba-tiba... dua kali pekikan nyaring yang tajam dan dingin
menyeramkan berkumandang memecahkan keheningan, lalu tampak ada dua sosok bayangan manusia yang mengejar di
belakang Ku See-hng dengan kecepatan tinggi.
Melihat itu, Keng Cin-sin merasa amat terkejut, sambil
membentak keras sepasang telapak tangannya digetarkan ke depan menciptakan
selapis bayangan tangan yang menyelimuti angkasa.
Tenaga pukulan yang dahsyat bagaikan ambruknya bukit, datang
segera melanda ke tubuhnya Si Pedang Emas Cia Tiong-giok.
Setelah itu, tubuhnya melejit ke udara, sepasang telapak
tangannya dengan membawa cahaya perak yang menyilaukan mata
265 langsung meluncur ke depan dan menghadang jalan pergi kedua
orang itu. Ketika ia menyaksikan Ku See-hong masih berdiri kaku di sana, ia lantas menjerit
keras: "Engkoh Hong... cepat pergi dari situ! Di alam baka, adik Sin-mu akan selalu
mencintaimu.... Cepat lari!"
Tak terlukiskan rasa haru Ku See-hong setelah menyaksikan
Keng Cin-sin mati-matian bertarung melawan tiga orang jago lihay dengan tujuan
untuk menyelamatkan jiwanya. Tanpa terasa, titik air mata jatuh berlinang
membasahi pipinya. Ia segera menengadah dan berpekik sedih, kemudian secepat
sambaran kilat pemuda itu kabur ke arah selatan.
Dalam pada itu, segenap anggota istana Huan-mo-kiong telah
menerima tanda bahaya dan berbondong-bondong datang ke sana.
Keng Cin-sin segera mengerahkan segenap kepandaian silat yang
dimilikinya untuk menerjang ke kiri dan ke kanan, melejit, melayang dan berkelit
untuk menahan serangan gabungan dari musuh-musuhnya.
Waktu itu, sekujur badannya telah bermandikan darah segar,
peluh membasahi badannya, sementara paras mukanya berubah
menjadi pucat pias... namun ia masih bertarung mati-matian untuk menghadang jalan
pergi kawanan jago lihay itu.
Namun lama kelamaan ia mulai tak tahan. Gadis itu mulai keteter hebat dan mundur
terus tiada hentinya. Dalam pada itu, Ku See-hong dengan ilmu meringankan
tubuhnya yang sempurna telah tiba di tepi pantai laut.
Tapi pada saat itu pula Ku See-hong mendengar jeritan ngeri
yang memilukan hati berkumandang membelah angkasa. Itulah
jeritan orang sekarat menjelang kematiannya... lalu terdengar
seseorang menjerit lengking:
266 "Engkoh Hong... Adik Sin... akan... akan berangkat selangkah
lebih dulu... kau...."
Tiba-tiba jeritan itu terputus sampai di tengah jalan dan...
suasana pun pulih menjadi tenang kembali.
Ku See-hong segera merasakan badannya seperti dihantam
dengan martil yang berat sekali, hawa darah di dalam dadanya
bergolak keras dan tak ampun lagi, dia muntahkan darah segar.
Pikirannya serasa melayang tak menentu, hatinya bimbang dan
kosong.... Dari sepuluh hal yang dijumpainya di dunia ini, ada delapan
sembilan macam yang tak dapat memenuhi harapannya. Keadaan
semacam ini benar-benar memedihkan hati, memilukan hati....
Cinta kasih sayang telah berjanji di antara mereka berdua telah bersemi begitu
mendalam, sepanjang hidup ia tak akan
melupakannya lagi. Pengorbanan dari Keng Cin-sin ini merupakan suatu pengorbanan
yang amat mulia. Sifat perempuan seperti ini boleh dibilang merupakan sifat
seorang perempuan yang sejati....
Sang surya telah tenggelam di langit barat, menyusul kemudian
kegelapanpun mulai menyelimuti angkasa....
Ombak menggulung-gulung saling mengejar....
Samudra terbentang luas tak bertepian, angin barat yang
kencang berhembus menderu-deru, ombak menggulung amat
dahsyat. Sebuah sampan kecil terombang-ambing dimainkan
ombak, terbawa arus ke tempat kejauhan... mengalir tanpa arah
tujuan.... Ketika ombak memecah ke tepian sampan, segera terpecahkan
buih-buih air yang memecah ke empat penjuru, sampan kecil itu
tergoncang keras, namun seorang pemuda tampan yang ada di
ujung sampan itu masih berdiri tegak di tempat. Sepasang matanya yang jeli
menatap ke tempat kejauhan sana, memandang tanpa
berkedip. 267 Ia tampak begitu menyendiri, begitu pedih. Hati kecilnya telah menderita luka
yang parah, membuat ia tak akan melupakan
kejadian ini untuk selama-lamanya, sebab luka itu sudah membekas dalam-dalam di
hati kecilnya. Biar langit menjadi tua, air laut mongering, manusia bisa
berubah-ubah, namun cinta kasihnya kepada gadis itu tak akan
berubah walau seratus tahun, seribu tahun, selaksa tahun
sekalipun.... Biar jagad berumur panjang, biar langit berlangsung berjagad
abad, rasa dendam dalam hatinya tiada terbatas.
Ia mendendam, dendam yang sedalam-dalamnya. Ia membenci
kepada langit. Membenci kepada bumi, membenci kepada setiap
manusia laknat yang ada di dunia ini.
Mengapa nasibnya seburuk ini"
Mengapa gadis cantik selalu diberkahi umur yang pendek..."
Dia seakan-akan mendengar lagi suaranya, seolah-olah menyaksikan kembali raut wajahnya, seakan-akan mengendus pula
bau harum semerbak yang keluar dari badannya.
Darah kental serasa meleleh keluar dari hatinya, ia merasa
hatinya telah hancur luluh, hancur luluh untuk selamanya....
Ia tidak menangis, namun air matanya telah meleleh keluar
hingga mongering... dan kini hanya darah yang meleleh keluar


Dendam Sejagad Legenda Kematian Shi Hun Yin Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggantikan air mata. Kalau dibilang impian, maka peristiwa itu merupakan impian yang paling buruk.
Kalau dibilang khayalan, maka peristiwa itu merupakan khayalan yang paling
memedihkan hati. Kalau dibilang kesedihan, hal ini merupakan suatu peristiwa yang memilukan hati.
268 Kalau dibilang benci dan dendam, tiada kebencian dan dendam
kesumat yang dapat menandingi perasaan benci dan dendam yang
berkobar dalam hatinya saat ini.
Aliran udara yang berubah-ubah, kabut yang melayang tipis
seolah-olah muncul dari permukaan laut, membuat pemandangan di sekeliling tempat
itu kabur. Kabut yang menyelimuti sekeliling tempat itu makin lama semakin
menebal, membuat sekeliling
tempat tersebut berubah menjadi putih.
Kabut tebal yang muncul secara tiba-tiba ini merupakan suatu
keistimewaan dari lautan Lam-hay, tapi justru mendatangkan
banyak kemurungan dan kesulitan bagi para nelayan yang tinggal di sekitar sana.
Sampan kecil itu bagaikan perasaan dari penumpangnya,
terombang-ambing tanpa arah tujuan. Dalam sekejap mata,
bayangan sampan itu tahu-tahu sudah lenyap di balik tebalnya
kabut yang menyelimuti tempat itu.
Kegelapan malam di tepi laut terasa begitu tenang, sunyi....
Terasa pula begitu indah, penuh mengandung ilham-ilham untuk
membuat syair atau lukisan.
Bintang-bintang yang bertaburan di angkasa, memancarkan
kerlipan cahaya yang redup dan menyoroti permukaan samudra
yang luas tak bertepian. Ketika angin lembut berhembus sepoi-
sepoi, tampak riak ombak yang saling mengejar, bagaikan ular-ular perak kecil
yang sedang saling mengejar....
Indah, indah, indah, benar-benar suatu pemandangan yang
indah rupawan.... Pemandangan alam di malam ini terasa dingin dan sepi, angin
barat berhembus kencang, di langit tiada rembulan, hanya titik bintang yang
memercikkan sinar redup. 000dw000 269 Bab 13 WAKTU itu, di tepi pantai pasir yang luas, tampak seorang
pemuda yang sedang berdiri termangu-mangu sambil memandang
lautan yang tak bertepian dengan pandangan kosong. Wajahnya
tampak amat sedih, kesal dan murung, ia berdiri membungkam tak mengucapkan
sepatah katapun juga. Apa yang sedang dilihatnya"
Sudah tiga malam ia berada di situ, malam ini merupakan malam
yang ke-empat.... "Aaai..." pemuda itu memperdengarkan helaan napasnya yang
pedih. Dari helaan napasnya yang memedihkan hati, bisa kita ketahui,
bahwa perasaan anak muda itu sedang sedih sekali.... Yaa, hatinya telah menderita
luka yang begitu parahnya sehingga hampir
tercabik-cabik, hampir saja ia tak berkeyakinan lagi untuk hidup di dunia ini.
Namun, bara api dendam yang berkobar di dalam dadanya
membuat ia bertekad untuk hidup terus, selain itu bisikan merdu yang melintas
kembali dalam ingatannya membuat ia harus berani hidup lebih lanjut.
Ia berada di sana karena ia hendak mengenang kembali
wajahnya, mengenang kembali suaranya, serta mengenang kembali
kenangan manisnya yang hanya sejenak.
Tiba-tiba, bagaikan orang yang sedang mengigau ia bergumam
seorang diri: "Wahai Ku See-hong, benarkah nasibmu selama ini begitu jelek"
Setiap orang yang pernah melepaskan budi kepadaku, mengapa
Thian selalu memisahkan mereka jauh-jauh dariku" Yaa...
memisahkannya begitu jauh..." Kedua orang tuaku yang telah
melahirkan aku, guruku yang mengajarkan kepandaian kepadaku,
beratus-ratus saudara dari Kim-to-pang, dan dia... Keng Cin-sin."
270 Ketika menyebut nama Keng Cin-sin, Ku See-hong merasa
suaranya menjadi parau. Sepanjang hidupnya belum pernah ia
mencintai perempuan, tapi sekali jatuh cinta, maka perasaan
cintanya itu jauh lebih tebal daripada orang lain.
Ku See-hong termenung sebentar, tiba-tiba selintas perasaan
yakin melintas lewat di atas wajahnya, kembali dia bergumam:
"Keng Cin-sin, dia tak mungkin akan mati, aku percaya, Thian tak akan
bersikap...." Tapi serentetan jeritan ngeri serta jeritan menjelang kematian, sekali lagi
berkumandang di sisi telingannya dan memotong ucapan selanjutnya....
Lewat lama kemudian, ia baru bergumam lebih jauh:
"Adik Sin, walaupun kau telah tiada lagi, namun hatimu dan
bayangan tubuhmu selamanya akan tertera di hatiku. Aku
bersumpah akan membalas dendam, akan kuratakan Huan-mo-
kiong di Lam-hay itu dengan tanah, kemudian akan kutemukan
kerangkamu dan selama hidup akan kutemani dirimu...."
Mendadak... dari belakang tubuh Ku See-hong berkumandang
suara tertawa seram yang amat menggidikkan hati.
Dengan kening berkerut dan gerakan yang cekatan Ku See-hong
segera membalikkan tubuhnya. Sorot mata yang tajam menyeramkan terpancar keluar dari balik matanya, dengan cepat
dia berpaling ke arah mana berasalnya suara itu....
Tapi ibaratnya minyak bertemu api, mendadak api dendam yang
berkobar dalam dadanya menggelora dengan hebatnya. Giginya
digertakkan sampai berbunyi gemerutan. Sorot matanya yang tajam segera beradu
pandang dengan sinar mata buas dari lawannya....
Lebih kurang empat kaki di hadapan Ku See-hong telah berdiri
seorang pemuda tampan berbaju biru. Dia tak lain adalah sau-
kiongcu dari istana Huan-mo-kiong, Si Pedang Emas C ia Tiong-giok.
271 Di belakang pemuda itu berdiri empat orang lelaki bercambang
yang memakai baju biru, di punggung masing-masing menggembol
sebilah pedang panjang berwarna kuning emas.
Sekulum senyuman sinis yang tak sedap dipandang tersungging
di ujung bibir Kim-kiam Cia Tiong-giok, ujarnya dingin:
"Orang she Ku, hari ini kau tak akan lolos lagi dari
cengkeramanku. Ayo cepat serahkan nyawa anjingmu itu!"
Ku See-hong tahu kalau ilmu silat yang dimiliki lawannya jauh
lebih tinggi daripada kepandaian yang dimilikinya... tapi waktu itu kobaran api
benci dan dendam telah menyelimuti seluruh benaknya.
Ia tak ambil perduli terhadap semua persoalan itu. Sesudah
mendengus gusar, katanya dengan suara menggeledek:
"Orang she Cia, apakah Keng Cin-sin telah dibunuh oleh kalian
anjing-anjing laknat...?"
Kim-kiam Cia Tiong-giok segera mendongakkan kepalanya dan
tertawa seram, sahutnya sinis:
"Orang she Ku, kau benar-benar tak tahu malu, berani benar kau memikat hati
sumoayku untuk mengkhianati perguruan. Hmm,
tentunya aku pernah mendengar bukan akan peraturan dari Huan-
mo-kiong" Apa hukumannya bila berani mengkhianati perguruan"
Sekarang, aku pikir ada baiknya jika kau persiapkan dulu urusan belakangan,
kalau tidak, mungkin keadaannya tak akan sempat
lagi." Ku See-hong mendengar perkataan itu merasakan hatinya
tercekat, sekarang ia sudah percaya kalau Keng Cin-sin benar-benar telah
mengorbankan diri. Dengan peraturan Huan-mo-kiong yang
turun temurun terkenal akan keketatannya, barang siapa yang
berani melanggar peraturan, entah itu anak sendiri atau bukan, semuanya akan
dijatuhi hukuman mati. Si Pedang Emas Cia Tiong-giok tertawa dingin, dengan suara
mengerikan lalu berkata lagi:
272 "Orang she Ku, kau harus tahu, tempat suci Huan-mo-kiong tak
pernah mengijinkan orang untuk berbuat semena-mena di situ.
Sekalipun tiba di sana tanpa sengaja, juga tiada kehidupan baginya.
Tapi kau benar-benar tak tahu diri, selain memasuki daerah suci, sesumbar hendak
membalas dendam, membunuh anggota istana
kami, berani pula memikat sumoayku hingga berkhianat. Dengan
beberapa dosa yang kau langgar sekaligus, tiada ampun lagi untuk jiwa anjingmu
itu. Pihak kami juga tak akan melepaskan kau dengan begitu saja, sebelum
kucincang tubuhmu hingga hancur berkeping-keping belum puas rasanya diriku."
Dalam pada itu, secara diam-diam Ku See-hong telah
menghimpun tenaga dalamnya untuk bersiap sedia menghadapi
serangan lawan. Ketika mendengar ucapan tersebut, dengan dingin ia lantas
berkata: "Hmm! Tempat-tempat maksiat, tempat berkumpulnya sekawanan sampah masyarakat dalam dunia persilatan juga
beraninya disebut tempat suci" Huuuhh... betul-betul tak tahu malu.
Aku orang she Ku mempunyai dendam kesumat sedalam lautan
dengan kalian orang-orang Huan-mo-kiong, aku bersumpah tak
akan hidup berdampingan dengan kalian.
Sekarang, kaupun tak usah membuang waktu lagi, saat
dibukanya pintu neraka sudah tiba. Aku orang she Ku harus segera mengantarmu
agar cepat-cepat melakukan perjalanan jauh...."
"Heeehh... heeehh... heeehh... sekalipun ingin mati juga tak usah
begitu tergesa-gesa," jengek Si Pedang Emas Cia Tiong-giok sambil tertawa
dingin, "Aku ingin bertanya kepadamu, bulan berselang
ketika kau mendatangi Huan-mo-kiong kami untuk membalas
dendam, sebetulnya siapakah dari anggota istana Huan-mo-kiong
kami yang telah mengikat tali permusuhan denganmu?"
Mendengar pertanyaan itu, Ku See-hong seolah-olah menyaksikan kembali mayat-mayat tanpa kepala yang tergeletak di 273
mana-mana, dengan sorot mata berapi-api karena kobaran api
dendam ia membentak keras:
"Orang she Cia, bapakmu betul-betul bedebah tua yang tak tahu
peraturan dunia persilatan. Selama tahun berselang, ketika yaya-mu Hu-hay it-
kiam beradu pedang dengan Bu-lim ti-it-kiam dalam istana Huan-mo-kiong, kakekmu
itu telah kena dikalahkan setengah jurus dan harus menyerahkan pedang pendek
Huan-mo-kiong sebagai tanda kepercayaan. Barang siapa yang memegang pedang tersebut, ia berhak untuk
mengendalikan dan menghukum kalian orang-orang dari Huan-mo-kiong, tapi
kenyataannya bapakmu Han-tian it-kiam berambisi besar. Bulan berselang ia berani
menyerbu lagi ke daratan Tionggoan dengan membawa kawanan jago lihay, bukan saja
berani membantai orang secara brutal juga berani merampas kembali
pedang Huan-mo-kiam itu dari tangan orang-orang Kim-to-pang...."
Mendengar sampai di situ, Si Pedang Emas Cia Tiong-giok
merasa bangga bercampur gembira. Ia girang sebab ayahnya telah berhasil merebut
kembali pedang pendek Huan-mo-kiam itu.
Maka ia tertawa terbahak-bahak dengan seramnya, kemudian
menukas ucapan Ku See-hong yang belum selesai:
"Maaf, maaf. Kalau menurut ceritamu itu, tampaknya kau adalah
putranya Ku Kiam-cong, pangcu dari Kim-to-pang."
Diam-diam Ku See-hong terkejut juga menyaksikan kecermatan
Si Pedang Emas Cia Tiong-giok tersebut.
Ia sadar pertarungan yang dihadapinya malam ini merupakan
suatu pertempuran yang amat seru, kalau bukan lawannya yang
mati maka dialah yang mampus, padahal ilmu silat yang dimiliki pun tidak yakin
bisa menangkan lawannya. Itu berarti bila dia tidak berusaha mengendalikan
kobaran api gusarnya sekarang, besar
kemungkinan dia akan mati dengan membawa kecewa.
Begitu ingatan tersebut melintas lewat dalam benaknya, sikapnya menjadi tenang
kembali, katanya dengan suara dingin:
274 "Orang she Cia, dendam kesumat di antara kita berdua, aku rasa tentunya kau
sudah memahami, bukan" Dengan perbuatanmu yang
begitu keji dan rendah, sekalipun bakal mati di tanganku malam ini, tentunya kau
tak akan menyesal, bukan?"
Ketika Si Pedang Emas Cia Tiong-giok menjumpai Ku See-hong
yang gusar tiba-tiba berubah menjadi tenang... dengan cepat ia
lantas berpikir: "Orang ini memiliki semacam kepandaian sakti yang amat luar
biasa, belum tentu kami berlima sanggup untuk merobohkan
dirinya. Barusan sebetulnya aku berniat untuk mengobarkan hawa amarahnya agar
perhatiannya terpecah belah, kemudian baru
melancarkan serangan mematikan, siapa tahu ia begitu cekatan.
Tampaknya orang ini benar-benar merupakan musuh tangguh yang
belum pernah dijumpai sepanjang hidupku...."
Angin laut di musim gugur ini terasa amat dingin, membuat bulu kuduk orang pada
berdiri. -oo0dw0oo- Jilid 9 GULUNGAN ombak yang berkejaran membawa suara deruan
yang keras, suatu pertarungan berdarah yang mengerikan sebentar lagi akan
berlangsung di sana. Ku See-hong menghimpun segenap tenaga dalam yang
dimilikinya, makin dihimpun ia merasa kekuatannya makin
menghebat. Tiba-tiba.... Bentakan menggeledek yang sangat memekikkan
telinga berkumandang memecahkan keheningan, secepat kilat
tubuhnya menerjang ke muka. Dalam waktu singkat ia lancarkan
lima buah pukulan dahsyat menghantam lima orang musuhnya.
275 Cepat gerakan tubuhnya, hebat serangannya, betul-betul
mengerikan hati.... Segulung hembusan angin dahsyat, ibaratnya
amukan gelombang dahsyat di tengah samudra, dengan cepatnya
menggulung ke arah lima orang itu.
Empat orang lelaki bercambang yang menggembol pedang itu
menjerit kaget, cepat-cepat mereka terdesak mundur sejauh tiga empat langkah.
Si Pedang Emas Cia Tiong-giok tertawa dingin... tubuhnya
berputar kencang, lalu sepasang telapak tangannya disertai selapis tenaga
pukulan yang dahsyat memunahkan datangnya ancaman itu.
Pada saat yang bersamaan itulah Ku See-hong tertawa dingin,
serangan mematikan kembali dilepaskan. Kakinya berputar kencang, dengan suatu
gerakan yang sangat aneh ia mendesak ke sisi tubuh kedua orang lelaki bercambang
itu. Berbareng itu juga lima buah jari tangan kanannya direntangkan, lalu di
antara sentilan dan getarannya lima gulung angin tajam meluncur keluar dari
ujung jari tangannya itu.
Dengan cepat angin serangan tersebut menyergap jalan darah


Dendam Sejagad Legenda Kematian Shi Hun Yin Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hu-hun-hiat, Kau-mao-hiat, Hun-bun-hiat, Gi-si-hiat, dan Gi-sim-hiat di tubuh
kedua orang lelaki bercambang itu.
Si Pedang Emas Cia Tiong-giok sendiripun sama sekali tidak
berdiam diri belaka, begitu lolos dari sergapan lawan yang dahsyat, serangan
mematikan segera dilancarkan,
sepasang telapak tangannya melakukan gerakan-gerakan yang aneh dan menciptakan
desingan angin tajam yang menggidikkan hati.
Angin pukulan yang dahsyat dan tajam segera mengancam
delapan belas buah jalan darah penting di tubuh Ku See-hong.
Waktunya persis berbareng ketika Ku See-hong sedang menyergap
dua orang lelaki bercambang itu.
Pengalaman pertarungannya selama beberapa kali membuat Ku
See-hong mempunyai keyakinan yang lebih besar lagi terhadap
tenaga khikang Kan-kun-mi-siu yang dilatihnya, maka ia tidak ambil gubris
terhadap ancaman dari Cia Tiong-giok itu, malahan segenap 276
tenaganya tetap disalurkan ke depan mempertajam kelima gulung
desingan angin serangannya.
"Sreeett, sreeett, sreeett..." desingan tajam yang memekikkan
telinga secepat kilat meluncur ke depan. Dua kali jeritan ngeri yang menyayat
hati bergema memecahkan keheningan. Beberapa buah
jalan darah penting di tubuh kedua orang lelaki bercambang itu segera ditembusi
oleh kelima gulung desingan angin tajam itu
sehingga darah segar menyembur keluar sangat deras.
Bukan begitu saja, bahkan sisa tenaga serangan yang masih
besar itu telah membawa tubuh mereka terpental sejauh tiga kaki lebih dari
tempat semula.... Ketika di sebelah sana berkumandang suara jeritan, maka di
sebelah sini pun terjadi ledakan yang beruntun....
"Bluuumm! Bluuumm!"
Secara telak tubuh Ku See-hong kena dihantam oleh tenaga
serangan Cia Tiong-giok yang amat dahsyat itu. Akan tetapi dia hanya merasakan
hawa darahnya sedikit bergetar dan tubuhnya
maju dua langkah. Si Pedang Emas Cia Tiong-giok menjadi amat
terkesiap, dengan cepat ia menubruk ke muka. Kedua ujung
bajunya bagaikan dua ekor ular berbisa, menggulung dan menyapu tiada hentinya
mengancam belakang tengkuk Ku See-hong.
Serangan ini amat ganas, buas dan keji, sukar dibayangkan dengan kata-kata.
Ku See-hong sama sekali tidak menyangka kalau Cia Tiong-giok
dapat menyerang dan merubah jurus serangan dengan kecepatan
setinggi ini, tiba-tiba saja dia merasa ada segulung desingan angin tajam
menyergap di atas belakang tengkuknya.
Dengan wajah berubah hebat buru-buru ia keluarkan ilmu
gerakan tubuh Mi-khi-biau-tiong, tiba-tiba saja tubuhnya bagaikan pusaran angin
berpusing secara aneh tapi sakti berputar ke arah luar.
277 Sementara kakinya melakukan gerakan perputaran yang aneh
menuju ke luar, tubuhnya melakukan pula suatu gerakan yang sukar dilukiskan
dengan kata-kata, kemudian telapak tangan kirinya
melancarkan segulung angin pukulan yang dahsyat menghantam
tubuh Cia Tiong-giok. Betapa terperanjatnya Si Pedang Emas Cia Tiong-giok, segera ia berpikir di dalam
hati: "Ternyata ilmu silat yang sebenarnya dimiliki orang ini jauh lebih lihay dari
apa yang kubayangkan semula."
Tubuhnya lantas sedikit berjongkok, ujung bajunya dikebaskan
pelan ke arah depan melancarkan segulung angin pukulan lembek
yang berhawa dingin, rupanya dia ingin mencoba tenaga dalam
yang dimiliki lawan. "Blaaamm...!" suatu ledakan keras segera berkumandang.
Ku See-hong merasakan tubuhnya bergetar keras, desingan
angin pukulan yang maha dahsyat itupun seketika tersapu lenyap hingga tak
berbekas, menyusul kemudian segulung tenaga
dorongan yang kencang memaksanya mundur sejauh tiga empat
langkah. Begitu mengetahui kalau tenaga dalam musuhnya tidak lebih
tangguh daripada kekuatan sendiri, Si Pedang Emas Cia Tiong-giok merasa amat
girang, semangatnya berkobar kembali, sambil
membentak keras jengeknya:
"Orang she Ku, aku lihat lebih kau membalas dendam pada
penitisanmu yang akan datang saja!"
Begitu kata terakhir meluncur keluar, telapak tangan kanannya
segera melancarkan sebuah pukulan dahsyat yang dalam, bagaikan samudra,
sementara lima jari tangan kirinya direntangkan dan
melepaskan lima gulung desingan angin tajam ke depan.
Dua jurus serangan yang tangguh dilancarkan pada saat yang
hampir bersamaan, selain ganas juga hebatnya luar biasa.
278 Ku See-hong segera merasakan wajah maupun ketujuh lubang
inderanya telah terkurung di balik desingan angin jari lawan yang tajam. Tak
terlukiskan rasa terkesiap dalam haitnya, buru-buru dia gunakan ilmu gerakan
tubuhnya yang lihay, Mi-khi-biau-tiong, untuk meloloskan diri.
Seluruh badan Ku See-hong segera berubah ibaratnya segumpal
kapas, di tengah alunan angin pukulan yang menyelimuti angkasa, dari sudut yang
amat aneh, bagaikan selembar bulu saja ia
dihembus sehingga menyelinap keluar dari arena.
Menyaksikan ilmu gerakan tubuh yang sedemikian lihaynya itu, Si Pedang Emas Cia
Tiong-giok merasa seharusnya tenaga dalam yang dimiliki pihak lawan amat
sempurna, tapi mengapa tenaga
pukulannya tadi justru jauh lebih lemah daripada tenaga pukulan sendiri..."
Cia Tiong-giok sebagai seorang yang cerdik, licik, banyak tipu muslihat dan
hatinya lebih kejam daripada seekor ular berbisa, dengan cepat mengambil satu
kesimpulan: sudah pasti pihak lawan telah mempelajari banyak sekali ilmu silat
yang sakti dan luar biasa, hanya
sampai kini masih belum dapat dipergunakannya sebagaimana mestinya.... Begitu kesimpulan tersebut melintas lewat di dalam benaknya,
niatnya untuk melenyapkan Ku See-hong makin mantap, dia tak
ingin melepaskan harimau pulang ke gunung sehingga mendatangkan bencana besar di kemudian hari....
Berpikir sampai di situ, Si Pedang Emas Cia Tiong-giok segera
membentak keras, tubuhnya dengan cepat bagaikan kilat segera
mengejar ke depan. Kaki dan tangan dipergunakan bersama,
bagaikan bunga yang berguguran di musim gugur, dia kurung
seluruh tubuh Ku See-hong secara ketat.
Terkesiap juga hati Ku See-hong menyaksikan kecepatan gerak
lawannya, sementara ia masih tertegun bercampur kaget, selapis angin pukulan
yang dahsyat bagaikan gulungan ombak di samudra, 279
di bawah lapisan bayangan telapak tangan yang membukit, secara dashyat dan
bersamaan menyergap tiba.
Kesempurnaan ilmu silat yang dimiliki Si Pedang Emas Cia Tiong-giok dalam dunia
persilatan dewasa ini boleh dibilang sudah jarang yang bisa menandinginya lagi.
Coba kalau Ku See-hong tidak
berhasil memahami banyak kepandaian sakti ketika berada di tanah pekuburan,
kemudian mengalami siksaan panca istana Huan-mo-kiong yang menyebabkan
bergeraknya tenaga murni yang berada di dalam tubuh dan terhisap oleh pusaran
yang mengakibatkan tenaga dalamnya maju beberapa tingkat, niscaya ia sudah tewas
oleh serangan keji lawannya. Tiba-tiba Ku See-hong menghimpun tenaga dalamnya, kemudian
sekali lagi mempergunakan ilmu gerakan tubuh Mi-khi-biau-tiong yang maha dahsyat
tersebut. Tampak tubuhnya yang melambung di
tengah udara itu terombang-ambing mengikuti gulungan angin
serangan yang dahsyat. Seenteng selembar bulu, dia menari dan
melayang kesana kemari tiada hentinya.
Ternyata ilmu gerakan tubuh yang sangat lihay ini boleh dibilang mengandalkan
segulung hawa murni yang dihimpun dari pusar,
membuat seluruh badannya enteng bagaikan bulu. Dalam keadaan
begini, sekalipun angin pukulan yang dahsyat mengena di tubuhnya juga tak akan
menghasilkan pengaruh apa-apa.
Ilmu gerakan tubuh Mi-khi biau-tiong merupakan suatu
kepandaian sakti yang berhasil diperoleh Bun-ji koan-su setelah mempelajari isi
kitab Cang-ciong pit-kip selama banyak tahun.
Kehebatan dan kesaktiannya tentu saja sukar dilukiskan dengan
kata-kata. Tempo hari, Bun-ji koan-su pernah berkata kepada Ku See-hong,
asal ia berhasil menguasai ilmu gerakan tersebut maka untuk
menjaga diri hal mana sudah berlebihan.
Si Pedang Emas Cia Tiong-giok merasa kagetnya bukan kepalang
tatkala menyaksikan ilmu gerakan tubuh yang dipergunakan
280 pemuda ini setingkat lebih dalam dari pada ilmu gerakan tubuh yang digunakannya
tadi, segera pikirnya: "Heran, ilmu gerakan tubuh apakah ini" Belum pernah kubaca
tentang kepandaian sakti seperti ini dalam kitab pusaka ilmu silat, padahal ilmu
silat yang dimiliki ayah sangat tinggi, mengapa aku pun belum pernah mendengar
tentang soal ini dari mulutnya...?"
Berpikir sampai ke situ, mendadak Si Pedang Emas Cia Tiong-
giok teringat kembali akan sebuah ilmu sakti dari istana Huan-mo-kiong yang
sudah lama tak pernah dipergunakan: Mo-to sam-huan
(Tiga Perubahan dari Pulau Iblis).
Tanpa terasa kakinya segera membawakan langkah tujuh
bintang, bersamaan itu pula sepasang tangannya digerakkan
bersama serangan itu... seperti ada seperti tak ada, seperti nyata seperti tipuan,
kiri kanan sepasang tangannya secepat kilat
melancarkan tiga buah serangan yang amat aneh.
Dalam setiap gerakan yang dipergunakan semuanya disertai
dengan ilmu langkah yang sempurna, serangan itu datang pula dari sudut yang
aneh, beruntun datangnya dan tiada terputus.
Demikian hebatnya jurus serangan itu, boleh dibilang belum
pernah dijumpai dalam dunia persilatan dewasa ini.
Begitu ilmu Mo-to sam-huan dikeluarkan, maka hebatlah
akibatnya. Ketika Ku See-hong bergerak dengan menggunakan ilmu gerakan
tubuhnya yang sakti tadi,
ia sudah bersiap-siap hendak
menggunakan gerakan kedua dari jurus Hoo-han-seng-huan
tersebut yakni Jin-hay-hu-seng (Lautan Manusia Timbul Tenggelam) untuk melukai
musuh. Si anak muda ini baru terkesiap setelah menyaksikan Cia Tiong-
giok mengeluarkan jurus sakti tersebut untuk mendesak dirinya.
Dengan cepat hawa murni yang kuat menyelimuti seluruh dadanya, menyusul kemudian
sepasang telapak tangannya digerakkan secara aneh.
281 Di balik kilauan cahaya yang gemerlapan, disertaai segulung
hawa murni yang berat dan dalam bagaikan samudra, secara lamat-lamat menerobos
masuk ke dalam. Bentuk badan Ku See-hong saat ini telah berubah menjadi aneh
sekali, tubuhnya berada tiga depa dari permukaan tanah, dengan bentuk seperti
udang bago, di antar lengkungan dan lejitannya yang lucu... sekilas cahaya putih
secepat kilat melesat ke muka
mengancam bagian mematikan di tubuh Cia Tiong-giok.
Sewaktu masih berada dalam istana Huan-mo-kiong, Cia Tiong-
giok telah mengenali kelihayan jurus Hoo-han-seng-huan tersebut, dia baru
terperanjat bukan kepalang setelah menyaksikan sekilas cahaya putih menembusi
dinding tak berwujud yang diciptakan
berlapis-lapis itu dan secepat kilat menyergap bagian penting di tubuhnya.
Padahal Mo-to sam-huan merupakan suatu kepandaian sakti
yang dahsyat sekali pengaruhnya... dalam kenyataan serangan itu
tak mampu membendung kehebatan dari jurus Hoo-han-seg-huan
tersebut.... Dengan cepat Cia Tiong-giok menghimpun segenap tenaga
dalam yang dimilikinya sehingga tenaga serangan yang terpancar keluar lewat ilmu
Mo-to sam-huan itu menjadi sepuluh bagian lebih dahsyat. Lalu dengan gerakan
keras lawan keras, ia sambut
datangnya serangan itu. Berbareng dengan gerakan tadi, tubuhnya turut melesat ke muka
sebagai persiapan untuk menghindari luka parah yang tak
diperlukan. "Plaaakk...!" benturan keras terjadi.
Kemudian kedengaran suara dengusan tertahan mendesis di
angkasa, pusaran hawa tajam segera memancar ke delapan
penjuru. Ku See-hong segera merasakan hawa darah di dalam dadanya
bergolak keras oleh segulung tenaga dorongan yang kuat, ia
282 didesak sampai mundur sejauh lima enam langkah dari posisi
semula. Cia Tiong-giok sendiri, walaupun cukup cepat reaksinya,
tubuhnya ikut bergerak cahaya putih itu demikian cepatnya, daya pengaruh yang
terpancar pun begitu luas daya lingkupnya....
Tampak seluruh tubuhnya terpental jauh ke belakang oleh
sapuan tenaga yang membuyar itu. Sekali kuda-kudanya tergempur, badannya segera
berjumpalitan di udara dan melayang turun empat kaki jauhnya dari posisi semula.
Walaupun ia dapat melayang turun dengan manis, akan tetapi
dilihat dari paras mukanya yang pucat serta sorot matanya yang penuh dengan
kebencian, dapat diketahui bahwa kerugian yang
dideritanya cukup besar, kekalahan yang dideritanya sekarang boleh dibilang
merupakan kekalahan yang pertama kali dialaminya selama dua puluh satu tahun.
Sekuat tenaga Cia Tiong-giok segera mengendalikan luka yang
diderita kemudian sambil tertawa seram dia berkata:
"Orang she Ku, malam ini aku tak akan melepaskan kau dengan
begitu saja, heeehh... heeehh... heeehh... tentunya kau rasakan
penderitaan yang hebat dalam tubuhmu sekarang, bukan?"
Oleh tenaga pukulannya yang dahsyat itu Ku See-hong memang
merasakan hawa darahnya bergolak keras, tak enteng luka yang
dideritanya, namun dari balik matanya yang tajam segera
mencorong keluar serentetan cahaya mata yang menggidikkan hati, lalu dengan
sikap sinis menghina ia mendengus dingin:
"Hmm, jika punya ilmu, ayo tunjukkan semua, apa gunanya
mengandalkan ketajaman mulut untuk bersilat lidah?"
Si Pedang Emas Cia Tiong-giok menyeringai seram, sehingga
wajahnya tampak mengerikan sekali, lalu sambil tertawa dingin
katanya: "Mana, mana, orang she Ku,

Dendam Sejagad Legenda Kematian Shi Hun Yin Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kegagahanmu sungguh mengagumkan, kau memang seorang Kuncu sejati. Heeehh...
283 heeehh... heeehh, sekarang kau tidak menyerang lagi" Memangnya
tanganmu sudah tak menuruti suara hatimu lagi?"
Mendengar ucapannya yang sangat licik itu, diam-diam Ku See-
hong merasa terkesiap, pikirnya:
"Saat ini seluruh nadi pentingku terluka, darah dalam tubuhku
serasa membeku, bila keadaan ini sampai diketahui lawan, bisa jadi dia akan
segera melancarkan sergapan mematikan, waktu itu
niscaya keselamatanku akan terancam sekali."
Padahal Si Pedang Emas Cia Tiong-giok sendiri pun merasakan
hawa darah di dalam dadanya bergolak keras akibat dari benturan itu, tapi dasar
licik, walaupun ia tahu Ku See-hong juga menderita luka parah, namun tidak
diketahui sampai di manakah taraf luka yang dideritanya itu.
Oleh karenanya dia ingin memancing lawannya dengan ucapan
yang memanaskan hati lawan, bila luka yang diderita pihak lawan parah sekali,
maka dengan mempertaruhkan kekuatan yang
dimilikinya sekarang, ia hendak menggunakan sebuah ilmu pedang yang ganas dan
buas untuk membunuhnya. Sayang sekali Ku See-hong bukan seorang yang bodoh, sudah
barang tentu ia dapat menduga maksud keji Cia Tiong-giok, maka sambil berlagak
seakan-akan tak pernah terjadi apa-apa, ia tertawa seram.
"Sekarang juga aku orang she Ku masih sanggup untuk
membinasakan manusia laknat macam kau. Bila tidak percaya, mari kita buktikan
sekarang juga...." Menyaksikan sikap Ku See-hong yang begitu tenang menghadapi
ancaman dirinya, diam-diam Si Pedang Emas Cia Tiong-giok makin terkesiap. Ia
tidak berbicara lagi, diam-diam hawa murninya
disalurkan untuk mengobati lukanya, sementara sepasang matanya yang memancarkan
cahaya tajam mengawasi wajah Ku See-hong
tanpa berkedip. "Syukur dia terkibuli!" pekik Ku See-hong di hati kecilnya.
284 Buru-buru diapun mengatur napasnya untuk menyembuhkan luka
yang dia derita. Begitulah, dua orang itupun berdiri saling berhadapan di tepi
pantai dengan mata melotot, walaupun di luar wajahnya sikap
mereka tenang, padahal di hati kecilnya merasa begitu tegang,
begitu takut dan ngeri....
Angin laut masih berhembus amat kencang, gulungan ombak
saling berkejaran memecah di pantai, suara gemuruh yang
disertakan dalam gulungan itu memberikan suasana yang lebih
mengerikan bagi orang-orang di sekitar sana.
Udara di sekeliling tempat itu penuh diliputi hawa nafsu
membunuh yang menyeramkan, kian lama kian bertambah tebal
mengikuti berlalunya sang waktu.
Pada saat itulah ada dua sosok bayangan manusia yang sedang
pelan-pelan menghampiri belakang tubuh Ku See-hong dengan
gerakan seperti sukma gentayangan, dua bilah pedang pun pelan-
pelan telah diloloskan dari dalam sarungnya....
Sejak semula Ku See-hong telah merasakan kehadiran mereka, ia
tahu dunia ini penuh dengan kebusukan, kejahatan serta perbuatan memalukan.
Kulit wajahnya segera mengejang keras, ia paling benci dengan tindak-tanduk
semacam ini. Sayang tenaganya waktu itu
terlalu lemah, dia tak bisa berbuat banyak kepada mereka.
Sekulum senyuman dingin yang licik segera tersungging di ujung bibir Si Pedang
Emas Cia Tiong-giok, ia merasa bangga, juga amat gembira.
Tiba-tiba... terdengar dua kali bentakan nyaring bergema
memecahkan keheningan. Dua bilah pedang yang tajam disertai
dengan segulung hawa pedang yang dingin, satu dari kiri yang lain dari kanan,
langsung menusuk ke bagian mematikan di tubuh Ku
See-hong dengan kecepatan tinggi.
Terdengar bentakan yang pedih dan sedih menggelegar
memecahkan kheningan. 285 Dengan kening berkerut dan wajah dingin bagaikan salju, tiba-
tiba Ku See-hong melejit ke udara dan meluncur ke depan. Berada di tengah udara
ia berjumpalitan beberapa kali, kemudian kesepuluh jari tangannya diayunkan ke
depan... desingan angin tajam
bagaikan bendungan yang jebol segera menyambar ke muka.
Selapis gulungan tenaga serangan yang dingin bagaikan es dan
dashyat melebihi kekuatan pada umumnya itu, melanda ke depan
secepat petir dan langsung menggulung ke tubuh dua orang lelaki berbaju hitam
yang menyergapnya dari belakang itu....
Rupanya tatkala dua orang lelaki bercambang itu siap
melandakan sergapan, mendadak aliran hawa murni yang aneh di
dalam tubuhnya itu menyebar keluar, hal mana membuat hawa
darah yang bergolak keras seketika itu juga pulih kembali seperti sediakala.
Sementara itu Si Pedang Emas C ia Tiong-giok juga telah berhasil mengendalikan
pergolakan hawa darah di dalam tubuhnya... tapi
sayang ia tak sempat lagi untuk menghindarkan kedua orang anak buahnya itu dari
ancaman maut yang dilepaskan Ku See-hong.
Dua kali jeritan ngeri yang mendirikan bulu roma segera
menggema memecahkan keheningan malam... kedua orang lelaki
bercambang itu mati seketika itu juga.
Dalam pada itu, Ku See-hong yang baru saja membunuh dua
orang lawannya, tiba-tiba merasakan datangnya selapis hawa
pedang yang dingin menusuk tulang menyambar ke punggungnya
secara dahsyat. Ku See-hong tak berani bertindak ayal, kakinya segera berputar secaara aneh,
lalu sekali lagi dia berkelit ke samping dengan
gerakan tubuh Mi-khi biau-t iong yang sangat lihay itu. Pangkal kakinya menempel
tanah, sementara tubuhnya berjumpalitan secara indah.
Rupanya dalam keadaan kritis tersebut, ternyata Ku See-hong
kembali berhasil memahami suatu gerakan aneh, dan yang secara
langsung segera dipraktekkan. Hebatnya, ternyata tusukan maut
286 yang dilancarkan Si Pedang Emas Cia Tiong-giok itu segera
mengenai sasaran yang kosong.
Cia Tiong-giok tertawa seram, pedang emasnya digetarkan dan
diputar menciptakan selapis cahaya emas yang tebal. Gerakan
pedangnya secepat kilat membelah angkasa. Di antara getaran
tersebut terpancar keluar cahaya gemerlapan yang menyilaukan
mata. Selama ini Ku See-hong belum pernah bertarung melawan musuh
yang menggunakan jurus pedang. Serangan bertubi-tubi yang
dilancarkan Cia Tiong-giok dengan mengembangkan serangkaian
ilmu pedang yang buas dan mematikan itu segera membuat si anak muda itu menjadi
gugup dan kalang kabut tak karuan.
Mencorong sinar tajam dari balik mata Ku See-hong. Sambil
membentak keras, sepasang tangannya masing-masing membentuk
sebuah garis busur dan melancarkan bacokan kilat....
Ketika dua gulung tenaga pukulan yang dilepaskan semua
olehnya itu saling menumbuk menjadi satu di udara, "Ploook!" hawa serangan
segera memancar ke empat penjuru dan bersama-sama
mengurung seluruh badan C ia Tiong-giok.
Ilmu pukulan semacam ini adalah merupakan hasil ciptaan Ku
See-hong sendiri, selain sakti dan aneh, tanpa disadari tenaga pukulan yang
dihasilkannya pun satu kali lipat lebih dahsyat
daripada keadaan biasa. Cia Tiong-giok yang menyaksikan kejadian itu menjadi sangat
terperanjat, pedang emas di tangannya segera diputar menciptakan selapis cahaya
dinding yang kuat dan tebal.
Di antara desingan angin tajam yang menderu-deru, seketika itu juga segenap
tenaga serangan yang dilancarkan Ku See-hong kena dipunahkan oleh hawa pedang
tersebut. Mendadak pedang emas dalam genggaman Cia Tong-giok
digetarkan amat cepat dan dahsyat, bertitik-titik cahaya bintang bertaburan di
angkasa dan tahu-tahu melesat ke depan,
287 mengancam jalan darah Gi-hu-hiat dan cong-hiat di atas
tenggorokan Ku See-hong. Serangan tersebut meluncur dengan kecepatan tinggi, jurus
serangan yang dipakai juga sakti dan luar biasa, lagi ganas
ancamannya. Seperti bayangan setan saja, tiba-tiba Ku See-hong menyelinap
ke samping, kemudian bergerak secara aneh. Sepasang ujung
bajunya dikebaskan bersama-sama menciptakan selapis hawa
pukulan yang meluncur keluar tiada habisnya. Setelah itu, sekali lagi badannya
mengegos ke samping. Cia Tiong-giok segera menekan pedang emasnya ke bawah, lalu
dibuyarkan di belakang, langkah kakinya turut miring ke samping.
Pedang digetarkan menciptakan beribu-ribu buah jalur cahaya yang amat
menyilaukan mata. Dalam waktu singkat, selapis cahaya pedang yang dingin dan
tajam, disertai deruan angin dan guntur yang memekikkan telinga mengancam
sekujur badan Ku See-hong.
"Breeett...!" karena kurang cepat menghindarkan diri, lengan kiri Ku See-hong
sudah kena tersambar sehingga robek sepanjang dua
inci lebih, kulit badannya kontan merekah dan darah segera
bercucuran membasahi separuh bajunya.
Dengan bangga Cia Tiong-giok tertawa licik, pedang emas di
tangannya kembali diputar menciptakan cahaya perak yang
melingkar-lingkar, kemudian atas bawah meluncur bersama,
bagaikan naga sakti yang sedang menari di angkasa, angin tajam menyelimuti
seluruh udara. Untuk sesaat lamanya Ku See-hong terkurung di balik cahaya
pedang yang rapat sekali itu.
Sepasang lengannya berputar-putar mengikuti arah pedangnya
dan menciptakan sebuah aliran hawa yang menyesakkan napas,
untuk membendung jurus pedang yang ganas dan lihay itu secara
paksa. 288 Sambaran pedang emas menciptakan deruan angin yang
mmekikkan telinga, pasir hitam di tanah menggulung-gulung
terbang mengliputi udara, sedemikian dahsyatnya ancaman itu
sehingga cukup menggetarkan perasaan siapapun yang melihatnya... Cahaya pedang berputar bagakan gulungan ombak samudra, di
antara kilatan-kilatan yang menyambar kesana kemari, hampir
seluruh arena terpenuh oleh serangan lawan.
Sekali lagi Ku See-hoong menggunakan ilmu langkah Mi-khi-biau-
tiong untuk menghindarkan diri secara aneh, kemudian setelah
memusatkan tenaganya dan pikiran, jurus demi jurus serangan
dilancarkan secara berantaai. Di antara bayangan teapak tangan yang berlapis-
lapis, berhembus keluar hawa serangan yang kuat dan membuat orang sukar untuk
meneduhnya. Makin bertarung, Si Pedang Emas Cia Tiong-giok merasa semakin
terperanjat. Boleh dibilang pemuda itu merupakan satu-satunya
musuh tangguh yang pernah dijumpainya selama ini. Padahal
selamanya belum pernah ada orang yang sanggup menahan
serangan gencarnya sebanyak tigapuluh gebrakan, tapi kenyataannya sekarang, waalau dengan tangan kosong pun Ku See-
hong mampu menghadapi serangannya sebanyak duapuluh jurus
lebih. Selain daripada itu, hawa serangan yang dipancarkan lawannya
selapis demi selapis menggulung tiba tiada hentinya, makin lama kekuatan
tersebut makin kuat. Ada kalanya jurus pedangnya kena didesak sehingga sama
sekali tak cukup berkekuatan untuk
mendesak lawan. Sebagaimana diketahui, Ku See-hong telah memperoleh warisan
hawa murni dari Bun-ji koan-su, kemudian dia pun mempelajari ilmu khikang Kan-
kun-mi-siu-kang yang maha dahsyat, oleh sebab itu dia tidak kuatir kehabisan
tenaga dalam suatu pertarungan jarak
panjang, malahan makin bertarung, tenaga dalamnya makin
sempurna. 289 Di samping itu juga, diapun mempelajari jurus Hoo-han-seng-
huan yang tak bisa disangkal lagi merupakan sumber dari segala macam kepandaian
sakti... apalagi dia pun bisa menggunakan ilmu
gerakan tubuh Mi-khi biau-tiong, hal mana membuat dirinya makin tangguh.
Andaikata ia, Ku See-hong, dapat menguasai beberapa macam
kepandaian sakti yang berbeda itu sekaligus, maka kemajuan yang dicapai dalam
tenaga dalamnya tak terukur dengan kata-kata.
Tak bisa disangkal lagi, pertarungan yang sedang berlangsung
sekarang, benar-benar merupakan suatu pertarungan sengit yang
jarang terjadi di dalam dunia persilatan.
Angin menderu-deru, udara terasa dingin menyayat badan,
dalam sekejap mata Cia Tiong-giok kembali melancarkan delapanpuluh jurus lebih serangan pedangnya.
Mendadak.... Ku See-hong mendongakkan kepalanya dan berpekik nyaring,
jurus ketiga dari Hoo-han-seng-huan, yakni Tee-jian-hun-gi (Neraka Hancur, Sukma
Gentayangan) telah dilancarkan. Seketika itu juga seluruh badannya ibarat
serentetan cahaya terik matahari yang
amat menyilaukan mata, dengan suatu gerakan yang cepat
bagaikan sambaran sukma gentayangan, dia menerobos ke muka.
Tampak cahaya putih di ringi selapis hawa tajam yang menyayat
badan, langsung menyergap bagian tubuh yang mematikan di
bagian bawah badan C ia Tiong-giok.
Tampaknya Si Pedang Emas Cia Tiong-giok cukup mengenali
kedahsyatan jurus Hoo-han-seng-huan tersebut, dia ingin berkelit ke samping...
sayang keadaan terlambat. Sambil membentak keras dia
segera bertekad untuk beradu jiwa.
Jurus-jurus tangguh yang mematikan segera digunakan, dengan
kecepatan yang luar biasa tangan kirinya melepaskan beberapa
gulung desingan angin dingin yang menyayat badan, di mana
desingan tadi langsung menyergap jalan darah Thian-leng-hiat di 290
tubuh Ku See-hong. Sedangkan pedang emas di tangan kanannya
dengan menggertak berlapis-lapis hawa pedang yang tajamnya luar biasa,
menyongsong datangnya kilatan cahaya putih itu.
Di dalam anggapannya, sekalipun hawa pedang yang dilancarkan
olehnya tak sanggup membendung cahaya putih itu sehingga
terluka, namun pihak lawannya akan tewas pula dalam keadaan
yang mengerikan.

Dendam Sejagad Legenda Kematian Shi Hun Yin Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Padahal dari mana ia bisa tahu kalau daerah seluas satu kaki di sekeliling
tempat itu sudah dilapisi oleh kekuatan yang maha
dahsyat setelah Ku See-hong mengeluarkan ilmu Hoo-han-seng-
huan tersebut, sehingga akibatnya pelbagai serangan atau ancaman yang
bagaimanapun lihaynya jangan harap bisa menembusinya.
Sesungguhnya kehebatan tersebut merupakan rahasia besar...
bahwa Ku See-hong sendiri pun tak tahu akan keistimewaan
tersebut. Dia hanya tahu, asal gerakan jurus manapun dari Hoo-
han-seng-huan tersebut dipergunakan, niscaya lawannya akan mati secara
mengenaskan. Tampaknya Kim-kiam C ia Tiong-giok yang sok pintar itu segera
akan mati secara mengenaskan oleh serangan Tee-jian-hun-gi yang dilepaskan Ku
See-hong itu... Tiba-tiba.... Serentetan suara pekikan keras yang memekikkan telinga dengan
cepat meluncur tiba membelah angkasa. Suaranya melengking
seperti jeritan kuntilanak, benar-benar tak sedap didengar.
Di tengah pekikan nyaring inilah, sesosok bayangan abu-abu,
secepat kilat menerjang masuk ke balik lapisan tenaga serangan yang dahsyat dan
dingin bagaikan salju itu.
"Bluuumm... Bluuumm...!" ledakan-ledakan berkumandang secara
beruntun. Cahaya putih yang dilancarkan oleh Ku See-hong itu, mendadak
terputus di tengah jalan....
291 Di antara berkelebatnya bayangan manusuia, paras muka si anak
muda itu berubah menjadi mengerikan, rambutnya berawut-awutan
tak karuan.... Duuuk... duuuk... duuuk.... Selangkah demi selangkah dia
terdorong ke belakang, sementara mulutnya muntahkan tiga kali
darah kental. Sebaliknya, paras muka Si Pedang Emas Cia Tiong-giok pun
berubah menjadi pucat pias mengerikan. Kulit tubuhnya mengejang keras, sementara
sekujur badannya lemas sama sekali tak
bertenaga. "Oooh ayah..." bisiknya lirih, "Cepat kau... kau bunuh orang itu....
Kalau tidak... dia... dia akan menjadi bibit bencana yang besar
buat... buat kita...."
Ketika berbicara sampai di situ, dia telah jatuh terkapar di tanah tak sadarkan
diri. Rupanya pada saat itulah di sisi tubuh Cia Tiong-giok, telah
bertambah dengan seorang sastrawan berusia pertengahan yang
mengenakan jubah panjang berwarna abu-abu. Sebilah pedang
antik tersoreng di punggungnya, sedangkan perawakan tubuhnya
tinggi jangkung dan anggun. Dia mempunyai alis mata yang tebal dan mata yang
besar, gagah perkasa sekali tampangnya.
Cuma sayang sekulum senyuman licik yang mengerikan
tersungging di ujung bibirnya, dari sini bisa diketahui bahwa orang ini benar-
benar merupakan orang manusia yang amat berbahaya.
Ternyata orang ini tak lain adalah Kiong-cu angkatan ke-
tigapuluh enam dari Huan-mo-kiong yang namanya telah
menggetarkan seluruh dunia persilatan, Han-thian it-kiam Cia Cu-kim adanya.
Dengan lima jari yang dipentangkan lebar-lebar, secepat kilat
Han-thian it-kiam Cia Cu-kim menggerakkan tangannya melepaskan dua belas totokan
kilat di atas dua belas jalan darah penting di 292
tubuh Cia Tiong-giok. Rupanya dia bermaksud untuk mencegah
menjalannya luka tersebut hingga lebih parah lagi.
Dalam pada itu, Ku See-hong juga telah tahu kalau sastrawan
setengah umur ini tak lain adalah otak dari pembunuhan biadab
terhadap anggota perkumpulan Kim-to-pang, yaitu Han-thian it-kiam Cia Cu-kim,
seketika itu juga rasa dendam dan rasa benci yang
meluap-luap menyelimuti seluruh benak atau perasaannya.
Akan tetapi hawa darah yang berada di dalam dadanya sekarang
telah terhantam pukulan Cia Cu-kim yang maha dahsyat itu
sehingga bergolak keras. Penderitaan akibat mengalir membaliknya peredaran darah
dalam tubuhnya tak terlukiskan dengan kata-kata, namun
dia menggertak giginya kencang-kencang dan mengendalikan dirinya sekuat tenaga.
Sementara itu, Han-thian it-kiam Cia Cu-kim telah membalikkan
tubuhnya, dengan sorot mata yang tajam bagaikan kilat, dia
mengawasi Ku See-hong tanpa berkedip.
Sekilas rasa kaget bercampur keheranan menghiasi wajahnya,
tapi dengan cepat lenyap kembali. Sebagai gantinya, pancaran sinar buas dan
bengis menghiasi ujung bibirnya yang sinis.
"Siapakah kau" Anak murid siapa"!" bentak Han-thian it-kiam Cia Cu-kim kemudian
dengan suara dingin. "Apa sangkut pautnya
antara dirimu dengan kami Huan-mo-kiong" Dendam kesumat apa
pula yang terjalin di antara kita berdua sehingga kau bertindak kejam dengan
membunuhi anggota Huan-mo-kiong kami" Hmm,
jika kau tak mengucapkan sesuatu alasan, saat ini juga akan
kusuruh tubuhmu hancur lumat menjadi abu...!"
00d0w00 Bab 14 HAN THIAN IT KIAM Cia Cu-kim adalah seorang gembong iblis
yang amat termasyhur namanya dalam dunia persilatan. Dia kejam dan brutal, sama
sekali tidak mengenal arti perikemanusiaan,
293 selama ini diapun belum pernah mengucapkan kata-kata yang
begitu sungkan terhadap seorang angkatan muda.
Tapi sekarang, kebrutalan dan keangkuhannya banyak berkurang, hal ini dikarenakan dia telah digetarkan oleh sikap Ku See-hong yang
amat luar biasa itu, serta jurus Hoo-han-seng-huan yang baru saja digunakan itu.
Dia tahu jurus Hoo-han-seng-huan tersebut merupakan kepandaian simpanan dari Bun-ji koan-su, manusia paling kosen di dunia ini.
Itulah sebabnya ia berusaha keras untuk menahan
amarahnya. Sinar benci dan luapan rasa dendam segera terpancar keluar dari balik mata Ku
See-hong, katanya dengan dingin:
"Suhuku adalah pemimpin dunia persilatan di masa lalu, Bun-ji
koan-su Him Ci-seng. Sedangkan mengenai sumber dari dendam
kesumat itu, terus terang saja kukatakan kepadamu, jika aku masih berkemampuan
sekarang, detik ini juga akan kusuruh kau terkapar di atas genangan darah...."
Diam-diam terkesiap perasaan Han-thian it-kiam Cia Cu-kim
setelah mendengar perkataan itu, pikirnya kemudian:
"Semenjak Bun-ji koan-su menerima dua orang murid yang
kemudian mengkhianatinya, dia telah bersumpah tak akan
menerima murid lagi, bahkan sejak dua puluh tahun berselang dia telah tewas di
bukit Soat-san... mana mungkin dia menerima lagi
seorang murid semuda ini?"
Tadi, sebetulnya dia mengira Ku See-hong tak lebih hanya murid dari kedua orang
murid murtad Bun-ji koan-su, apalagi selama
tigapuluh tahun lamanya Cia Cu-kim menutup diri terus menerus
untuk melatih kepandaian silatnya, sudah barang tentu dia tidak begitu
mengetahui akan perkembangan yang terjadi dalam dunia
persilatan selama duapuluh tahun belakangan ini.
Tapi yang membuatnya amat terperanjat adalah penampilan Ku
See-hong yang begitu mendendam dan membenci kepadanya,
294 semenjak kemunculan bahkan adu ucapannya terdengar begitu
angkuh dan dingin menggidikkan hati. Hal mana menimbulkan
perasaan was-was di dalam hati kecilnya.
Setelah termenung sejenak Han-thian it-kiam Cia Cu-kim berkata lagi sambil
tertawa dingin: "Hmmm... betul-betul punya keberanian, betul-betul punya
keberanian. Tak kusangka kau berani mengucapkan kata-kata
semacam itu kepada lohu...."
Ku See-hong tahu kalau usia Han-thian it-kiam Cia Cu-kim telah mencapai
enampuluh tahunan, cuma saja dia memiliki kepandaian
untuk merawat muka sehingga tampaknya saja masih muda.
Di samping itu, dia juga menyadari akan kekejaman Cia Cu-kim
terhadap musuhnya setelah saling berhadapan muka pada malam
ini, niscaya dia tak akan berpeluk tangan belaka.
Walaupun tahu kalau kematian telah di depan mata, Ku See-hong
yang angkuh dan keras kepala itu sama sekali tak mau
menunjukkan kelemahannya untuk minta ampun. Dengan sinis dan
penuh hina Ku See-hong mendengus dingin, kemudian ujarnya:
"Kau manusia, aku pun manusia, kenapa aku tak berani mencaci-
makimu" Hmmm.... Memangnya aku harus persiapkan keberanian
lebih dahulu sebelum mengucapkan beberapa patah kata
kepadamu" Betul-betul suatu lelucon yang tidak menggelikan!"
Bagaimanapun juga, Han-thian it-kiam Cia Cu-kim harus
mengagumi akan keberanian pemuda itu. Dia lantas tertawa dingin dengan suara
yang menyeramkan, setelah itu katanya ketus:
"Malam ini kau telah membunuh empat orang anggota Huan-mo-
kiong kami. Sekarang kau ingin bertanya, hukuman apakah yang
siap kau terima?" "Mengandalkan kepandaian untuk membalas dendam merupakan
suatu perbuatan yang jujur dan terbuka, sekalipun kau sendiri yang kuhadapi, aku
orang she Ku juga tak akan menyerahkan nyawaku
295 dengan begitu saja. Hmmm... mau membunuh aku, gunakan dulu
kepandaian yang kau miliki."
Ku See-hong tahu mundur juga mati, maju dengan mengeraskan
kepala juga mati, tentu saja dia tak akan menunjukkan sikap mohon dikasihani.
Sejak dulu para enghiong lebih suka mati daripada dihina, itu
pula menjadi prinsip hidup bagi Ku See-hong.
"Bagus sekali, bagus sekali, kau memang betul-betul punya
keberanian," ujar Han-thian it-kiam Cia Cu-kim kemudian, "Lohu akan memberikan
suatu kesempatan bagimu, sekalipun menimbang
dari dosa-dosa yang kau lakukan dalam istana kami cukup untuk
menjatuhkan hukuman mati untukmu, namun asal kau sanggup
menerima tiga buah pukulan lohu tanpa mati... malam ini aku
bersedia mengampuni selembar jiwamu."
Ku See-hong menjadi girang sekali setelah mendengar tawaran
itu. Dia tak mengira kalau sikap kerasnya justru memancing
perasaan ingin menang dari gembong iblis itu malahan sikap buas dan brutalnya
jauh berkurang terhadapnya.
Ia yakin dengan kondisi badannya sekarang, di mana gejolak
hawa darah dalam dadanya telah menjadi tenang kembali, mungkin secara dipaksakan
ia masih mampu menerima tiga buah pukulan
lawan. Walaupun pelbagai pikiran berkecamuk dalam benak Ku See-
hong, namun paras mukanya masih tetap tenang dan dingin kaku
seperti es, ujarnya kemudian:
"Ucapan seorang kuncu bagaikan kuda yang kena dicambuk, bila
beruntung aku orang she Ku berhasil lolos dari kematian, tiga tahun kemudian
pasti akan kupenggal batok kepalamu itu."
Han-thian it-kiam Cia Cu-kim segera tertawa dingin tiada
hentinya. "Heeehh... heeehh... heeehh... tak usah banyak berbicara lagi,
lihat seranganku yang pertama!" bentaknya kemudian.
296 Begitu selesai berkata, sepasang telapak tangan Han-thian it-
kiam C ia Cu-kim disilangkan di depan dada, setelah itu pelan-pelan didorong ke
depan. Ku See-hong segera merasakan ada segulung angin pukulan
berhawa dingin berhembus lewat dan menimbulkan serentetan
ledakan yang memekikkan telinga.
Tiba-tiba saja hawa darah yang beredar dalam tubuhnya
mengalami suatu goncangan keras yang menggetarkan sukma,
denyutan nadinya bergetar makin kencang, tenggorokannya terasa anyir dan tak
ampun lagi... dia muntah darah segar.
Han-thian it-kiam Cia Cu-kim sendiri pun merasa terkejut sekali setelah
menyaksikan kejadian itu. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Ku See-hong
mampu untuk menerima sebuah pukulannya
yang disertai dengan tenaga sebesar lima bagian, bahkan tak
sampai tewas. Padahal menurut perkiraannya tadi, Ku See-hong
sudah pasti akan tewas dalam pukulannya yang pertama ini.
Dengan paras muka berubah hebat, Cia Cu-kim segera
Misteri Dewi Pembalasan 3 Pisau Kekasih Karya Gu Long Pendekar Guntur 4
^