Pencarian

Gema Di Ufuk Timur 5

Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana Bagian 5


'Tidak ada...." "Kau berbohong" Kau telah bunuh Asuna, begitu kau lihat istrinya yang cantik dan
molek. Dan untuk apa" Cuma penghias dan penunggu taman" Tidak! Untuk pemuas hawa
nafsumu serta untuk menyuap bule-bule itu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ampun, Yang Mulia." Wajahnya makin pucat. Bibirnya
komat-kamit gemetar mendengar itu.
"Seharusnya matamu dicongkel sebelah!"
"Ampun, Yang Mulia...," Jaksanegara menyembah lagi
sambil mencium kaki Wilis. Keringat dingin keluar membasahi
tubuhnya. Wilis tersenyum dan tidak turun dari kudanya.
"Karena matamu pembuat kejahatan bagi dirimu sendiri!"
"Ampun... ampun... ampun...."
"Mas Rempek, pulanglah beserta seluruh pengawalmu!
Tinggalkan dia sendirian!"
"Hamba, Yang Mulia." Rempek seperti terbebas dari
himpitan gunung. Segera ia dan seluruh pengawalnya pergi.
"Jangan menoleh lagi! Dan jangan berhenti sebelum
sampai di Pakis. Ingat, pengawalku ada di mana-mana!"
"Hamba, Yang Mulia." Rempek tidak berani menoleh lagi.
"Nah..." Wilis memandang lagi pada Jaksanegara. "Kau kini harus pulang sendiri.
Pengawal! Ambil kerisnya, ikat
tangannya, dan telanjangi dia!"
"Ampun, Yang Mulia..." Tapi tak dapat berontak. Mengiba-
iba saja. "Barangsiapa mempermalukan, ia sendiri akan mendapat
malu, barangsiapa menyakiti, ia sendiri akan disakiti!"
"Ampun, Yang Mulia..."
"Mulai sekarang kau harus belajar menghormati orang lain.
Brahmana dihormati karena pikiran dan pendapatnya, satria
dihormati karena dia yang membela dan mengamankan
negeri, sudra dihormati karena ia yang mengadakan pangan
bagi semua orang. Nah, semua harus dihormati, karena
semua orang memiliki kelebihannya masing-masing!
Mengerti?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hamba, Yang Mulia."
"Selamat malam, Jaksanegara, maafkan aku tak bisa mengantarmu ke rumah. Cukup
nyamuk-nyamuk saja. Mereka akan menjadi teman setia. Mereka akan mengantarmu ke
rumah. Tapi ingat pesanku, jangan minta tolong pada siapa pun jika kau mau tetap
hidup sampai tua. Prajuritku ada di mana-mana. Di seluruh bumi Blambangan!"
"Hamba, Yang Mulia."
Wilis pergi setelah memerintahkan pengawalnya menaikkan Jaksanegara yang telah
ditelanjangi itu ke punggung kudanya.
Dan benar, ketika Jaksanegara mulai menyentuhkan tumit ke perut kudanya, nyamuk
mulai menyerbu. Seperti kegelapan yang turun, mereka menerpa dan mulai mengisap
darah. Dan membuat Jaksanegara ketakutan dan melarikan kudanya tanpa bisa
dikendalikan. Padahal tangan Jaksanegara dalam ikatan. Ia mengumpat sejadi-
jadinya. Namun beberapa pai sebelum masuk Lo Pangpang Jaksanegara tidak lagi
mampu menahan kelelahannya. Jatuhlah ia dari punggung kudanya.
Berguling-guling di tanah. Dalam keadaan telanjang bulat.
Kegelapan telah merajai suasana. Sungguh aniaya yang belum pernah terbayangkan
sebelumnya. Ah... jika kelak ada kesempatan, ingin ia menghukum picis (hukuman
dengan jalan mengikat terhukum pada tiang dan men-reh-noreh tubuh terhukum
dengan pisau dan menciprati lukanya dengan air campuran garam dan asam) pemuda
sialan tadi. Walau dengan sakit dan letih ia berusahabangun kembali.
Ah, kudanya tak mau kembali menjemputnya. Tapi nyamuk gila itu justru yang
kembali. Apa daya. Ia tak mampu mengusir mereka. Kini pikirannya tertuju pada
jalan yang akan ia tempuh untuk masuk rumahnya di tengah kota Lo Pangpang. Walau
hari sudah malam tapi setidaknya ia harus melewati dua gardu penjagaan. Jika
para penjaga ada, pasti akan mengenalnya. Malu. Lewat perkampungan kecil saja
melintas ke kiri. Tapi ia juga khawatir dipergoki anjing yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuat penduduk akan menengok dan melihatnya berjalan
kaki sambil telanjang. Apa boleh buat. Ia lebih baik lewat
perkampungan kecil daripada diketahui oleh serdadu-serdadu
yang mungkin saja dengan berani akan menertawakannya.
Ah, bukan cuma nyamuk yang menganiayanya. Tapi juga
anjing tak mau diajak berdamai.
Aniaya masih saja berlanjut sampai di gerbang rumahnya.
Pengawal gerbang rumahnya hampir-hampir tidak percaya
bahwa ia adalah Jaksanegara. Bahkan sempat dihardik.
Untung saja anjing-anjing sialan itu datang lagi dan membuat
para pengawal gerbang rumahnya bubar. Kini istrinya sendiri
hampir-hampir juga tidak percaya. Namun begitu mengenal
suaranya maka sang istri dengan gemetaran membuka ikatan
di tangannya. Suatu kejadian yang tak akan terlupakan sepanjang
hidupnya. Karena setelahnya untuk beberapa minggu
Jaksanegara tak berani tampil di muka umum. Juga tak berani
menceritakan hal yang dialaminya itu pada siapa saja. Dan ia
berpesan pada Mas Rempek yang datang keesokan harinya
supaya tidak menceritakan pada siapa saja. Dan Rempek juga
dimintanya untuk menjadi wakilnya dalam melaksanakan
tugas sehari-hari. Untuk itu Mas Rempek harus tinggal di
Pangpang supaya tidak terlalu sukar jika ada panggilan
sewaktu-waktu dari Biesheuvel. Rempek menyanggupi tapi ia
minta sepuluh pengawalnya diizinkan berjaga di gerbang dan
dekat tempat tidurnya. "Yang Mulia tidak percaya?" tanya Jaksanegara.
"Setidaknya untuk memberi ketenteraman pada istri
hamba." "Baiklah." Jaksanegara yang telah mencukur kumisnya yang
sebelah lagi menyerah. Sebab jika ia kecewa terhadap
pengawal Rempek, maka ia juga kecewa pada pengawalnya
sendiri yang takut pada anjing. Tapi perlakuan Wilis sungguh-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sungguh menyakitkan. Suara tawanya, pandangan matanya,
ah, semuanya... Namun sudah tidak bisa dibantah lagi, sepan-jang-panjang
jalan raya masih lebih panjang lidah manusia. Pengawal
rumahnya tidak bisa tidak menceritakan apa yang mereka lihat
pada teman-temannya. Dan suara bahak berkepanjangan di
asrama mereka. Itu menarik perhatian teman lainnya, untuk
kemudian sampai juga ke telinga perwiranya. Dan para
perwira jadi teringat kejadian semacam itu juga menimpa
Beglendeen. Maka tidak aneh jika akhirnya berita itu sampai
juga ke telinga Biesheuvel. Itu sebabnya ia bersama Pieter
Luzac segera bertandang ke istana Jaksanegara suatu sore.
Mas Rempek menyambutnya di pendapa. Biesheuvel heran
masih ada pembesar Blambangan yang telanjang dada. Berarti
belum Islam. Maka tidak heran jika tidak berani menindak Rsi
Ropo. Termasuk Jaksanegara. Karena pembantu dekatnya
masih berigama Ciwa yang dinilainya memiliki sifat keras dan
suka menentang. Tapi Rempek mempersilakan terus naik ke
taman. Jaksanegara menanti mereka di sana. Dan
Jaksanegara minta maaf karena tidak bisa menjemput sendiri
di pendapa karena sedang tidak enak badan. Namun demikian
Biesheuvel sudah mengerti apa yang dimaksud dengan kata
tidak enak badan. Memang mempunyai beberapa makna. Bisa
berarti sakit. Bisa berarti malas. Dan bisa juga bermakna
sedang tidak enak hati. Melewati samping rumah kayu ulin yang besar. Biesheuvel
melirik atapnya. Sirap. Bunga mawar melati menyuguhkan bau
tersendiri, membuat rombongan senang melewati tempat itu.
Angin senja mendayu mengirim berita, purnama akan tiba dan
merajai alam. Burung-burung pada kembali ke dahan di mana
ia biasa tidur. Sebagai gantinya kelelawar bersiap berangkat
mencari makan. Ternyata kehidupan tidak pernah istirahat
siang dan malam. "Selamat sore, Yang Mulia...," Biesheuvel mendahului.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Selamat sore. Silakan duduk." Jaksanegara mempersilakan
kemudian mempersilakan seorang selirnya menyiapkan
minuman dan suguhan lainnya. Dengan bisikan ia memesan
supaya diberikan yang istimewa. Artinya supaya dicampur
dengan sedikit candu. Sejauh itu ia masih sedikit kecewa pada
Mas Rempek yang belum mau minum apa pun yang
dihidangkan padanya. Sebenarnya bukan tak mau. Tapi
memang ada pesan dari Rsi Ropo lewat seorang pengawalnya
supaya tidak makan sehidangan dengan Jaksanegara. Dan kini
satria dari Pakis itu menjadi pendengar.
"Kami telah mendengar kejadian menyedihkan atas diri
Yang Mulia itu. Sama dengan yang menimpa Beglendeen,
perwira kami." Jaksanegara terkejut mendengar itu. Ia
menjadi malu tak berdaya menghadapi cuma tiga orang, yang
tahu bahwa ia harus pulang dengan telanjang bulat. Ia
terdiam menahan malu. Apalagi kumisnya yang masih belum
tumbuh sesubur biasanya membuatnya tidak bisa menipu.
"Apakah juga dilakukan oleh Wong Agung Wilis?" '
"Yah... barangkali hantunya.... Ya... barangkali hantu."
"Hantu?" Biesheuvel dan Pieter Luzac mengulang
berbareng. Mereka teringat cerita semacam -itu di negeri
mereka juga ada. Dalam cerita Snow White ada seorang putri
yang sudah mati hidup kembali. Di sini juga Wilis yang
dikabarkan sudah mati hidup lagi, bahkan bisa mengganggu
ketenteraman umum. "Ya, Tuan. Mana ada manusia bisa hidup lagi. Agaknya
mustahil jika Wong Agung Wilis mampu hadir di Blambangan
kembali. Apalagi melihat caranya memperlakukan orang.
Mencurigakan." "Coba, kami ingin dengar ceritanya!" Biesheuvel tertarik.
Dan mulailah Jaksanegara menceritakan semua yang ia
alami. Tanpa ada yang ia kurangi sedikit pun. Setelah
mendengar itu Pieter Luzac berkesimpulan bahwa orang yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencegat Jaksanegara itu memang orang yang menguasai
medan dan memiliki kemampuan bergerak sangat tinggi. Tak
mustahil jika punya hubungan dengan Rsi Ropo. Apalagi
Jaksanegara dianggap tidak lagi menghargai brahmana. Maka
mereka membuktikan bahwa , hukum karma itu memang
benar-benar ada dan wajib dipercayai. Tentu bukan hantu.
"Jika demikian, pada hari yang telah dijanjikan untuk
menemui Rsi Ropo itu, Yang Mulia baiknya datang. Bawa
serdadu kami untuk mengepung desa itu dan kita tangkap
dia," Biesheuvel mengeluarkan pendapat.
Jaksanegara terkejut mendengar itu. Kembali ia berdebar.
Maka ia tak menjawab. Bahkan tertunduk.
"Kenapa, Yang Mulia takut?" Biesheuvel memperhatikan
wajah Jaksanegara yang kembali menjadi pucat.
"Tidak... tidak, Tuan, hamba malu...."
"Penangkapan terhadap dirinya adalah bukti kesungguh-
sungguhan kita pada VOC. Belum tertutup kemungkinan Yang
Mulia memangku jabatan adipati Blambangan. Kami dengar
Gubernur Vos akan diganti. Kami akan laporkan bhwa
Kertawijaya tidak becus kerja dan tidak disukai oleh orang
Blambangan. Betul, kan?"
"Oh... terima kasih, Tuan. Tapi bagaimana pendapat Yang
Mulia?" Jaksanegara menoleh pada Rempek. Sambil menarik
napas panjang Rempek mengutarakan pendapatnya.
"Memang benar kawula Blambangan tak suka diperintah
oleh orang asing," tegas Rempek jujur. Namun itu
mengejutkan Biesheuvel. Bukankah dengan kata lain itu
penegasan bahwa mereka tidak senang Belanda juga"
"Tentang penangkapan Yang Tersuci Rsi Ropo, sebaiknya
dipikir masak-masak. Seperti hamba katakan beberapa waktu
silam, Rsi tidak pernah mengajarkan apa-apa kecuali
bagaimana menciptakan kedamaian di atas keadilan yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sesungguh-sungguhnya. Supaya setiap orang menerima apa
yang memang menjadi haknya."
"Tetapi...," Biesheuvel menyahut. Ia tahu ke mana tujuan
kata-kata Rempek. "Keadilan bukan hanya berarti menuntut
dan menuntut hak saja. Mereka harus menyadari bahwa
manusia juga dituntut oleh kewajiban. Itu baru adil yang
sesungguhnya." "Benar sekali, Tuan. Tapi apa yang aku lihat, yang diterima
kawula Blambangan saat ini, lebih banyak "harus" dan
"jangan", daripada menerima hak yang semestinya. Itu
sebabnya timbul kekacauan, perampokan, dan
kemiskinan____" "Kami tak mau dengar semacam itu lagi!" Biesheuvel
tersinggung. Apalagi dinilainya Rempek kurang santun dalam
menyampaikan pendapatnya. Tapi Rempek juga tersinggung
dan pelan-pelan ia menggeser kerisnya supaya lebih mudah
jika ia memerlukannya. Jaksanegara yang melihat gelagat itu
segera menengahi. "Eh... begini, Tuan. Maafkan kami. Jika memang demikian
kami akan undang beliau ke sini. Nah, kita akan
menangkapnya di sini. Nah, Yang Mulia, ini tentu di luar
tanggung jawab Yang Mulia, tapi tanggung jawab kami
sendiri. Bila perlu Yang Mulia tidak perlu ikut."
Rempek mengerutkan gigi sambil memandang tajam pada
Biesheuvel. Ingin rasanya ia mencekik leher manusia satu ini.
Namun ingat lagi pesan Rsi Ropo, "Sekalipun kamu sudah
bersenjata dan merasa laskarmu kuat, jika belum diperintah
orang yang mengirim senjata itu, jangan kau bertindak
sendiri. Bisa merugikan seluruh Blambangan. Karena yang
mengendalikan kawula Blambangan bukan kamu, tapi Wilis.
Ingat-ingat ini. Tunggu perintah Wilis."
Biesheuvel juga mulai tidak suka melihat mata Rempek
seperti itu. Juga Pieter Luzac. Ia tidak pernah lupa betapa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang gagah berani dan namanya masyhur dibantai di alun-
alun Kartasura. Di Blambangan yang kelihatannya tanpa daya
ini sudah memakan berapa perwira" Ia ingat sahabatnya
Blanke, Kapten Reyks, semua tewas di tangan Wilis. Belum
lagi lebih dari lima ribu pasukan tewas waktu perang dengan
Wong Agung itu. Orang seperti Rempek tidak boleh dipercaya.
Dan ia dengar bahwa Rempek masih berani mengibarkan
Umbul-umbul Jingga di Pakis.
Sementara itu minuman terus disuguhkan. Dan malam
mulai tiba. Kala Jaksanegara menawarkan pada Biesheuvel
serta Luzac untuk bermalam di tamansarinya, Rempek
meninggalkan tempat setelah lebih dulu berbisik pada
Jaksanegara. "Kenapa pulang?"
"Ah... kangen." Rempek tersenyum.


Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Di sini juga ada."
"Istri sendiri lebih bebas, Yang Mulia. Dan sudah berapa
malam hamba tidak pulang. Dia kan juga rindu."
"Baiklah. Tapi esok pagi supaya sudah datang di sini. Biar
Tuan Biesheuvel tidak curiga."
Rempek segera menyelinap dalam kegelapan. Tanpa
pengawal ia pacu kudanya cepat-cepat. Ia harus beri tahu Rsi
Ropo. Harus! Jangan sampai ada korban seperti Sutanegara
lagi. Tidak ia tak rela jika hal itu terjadi pada Rsi Ropo. Ia
langsung menuju ke barat, ke Songgon untuk menemui Rsi
Ropo. Tidak ke Pakis untuk menjumpai istrinya. Ia sudah hafal
benar jalan setapak yang merupakan jalan pintas menuju ke
Songgon. Kudanya seperti terbang. Namun rasanya masih tetap
kurang cepat. Jarak tinggal seribu depa barangkali, tapi
rasanya masih amat jauh. Kegelapan dan kesenyapan
membuat keseakanan yang tidak sama dengan kenyataan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apalagi kelelawar yang sering kali menyambar di depan
hidungnya bukan cuma menimbulkan keseakanan. Namun
juga membuat bulu romanya berdiri. Dan sedikit pergumulan
terjadi dalam hatinya. Mungkinkah aku tersesat" Tidak!
Keraguan membuatnya menghentikan langkah kuda. Justru
saat itu terdengar derap kuda menyusulnya.
"Selamat malam, Yang Mulia. Apa kabar?"
"Oh, sembah untuk Yang Mulia," jawab Rempek sambil
masih duduk di atas kudanya. Walau belum melihat jelas siapa
yang menyapanya, namun suaranya hampir-hampir ia tak
akan pernah lupa. . . "Malam adalah larangan bagi siapa pun
memasuki Songgon. Lupakah itu, Yang Mulia" Hamba sendiri
tidak bisa memasukinya."
Wajah orang itu tetap tidak jelas, karena malam begitu
pekat. Bulan yang sore tadi memancar tiba-tiba tertutup
mendung. Ucapan orang itu mengejutkannya. Betul tidak
seorang pun bisa masuk Songgon malam begini.
"Ada persoalan penting" Barangkali Jaksanegara sakit hati"
Dan akan membalas dendam pada Rsi Ropo" Ada rencana
menangkap Rsi?" "Hyang Bathara!" Rempek menyebut. Orang itu pun sudah
tahu" Apakah ia menguping pembicaraan Jaksanegara dengan
para tamunya" "Kenapa Yang Mulia terkejut?"
"Dari mana Yang Mulia tahu semuanya itu?"
"Jaksanegara merasa bahwa di belakangnya ada Kompeni.
Tapi ia diperlakukan secara tidak santun oleh orang yang
justru saat ini nama dan suaranya bergema di setiap hati
kawula Blambangan. Lebih sakit lagi karena saat itu ia sedang
kecewa serta baru saja melakukan hal tak senonoh atas
orang-orang Songgon."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jagat Bathara!" Lagi sebuah kekaguman terukir di hati
Rempek. Ia melirik, tidak ada pengawal. Tapi remang-remang
Rempek melihat senjata-senjata terselip di bawah sanggurdi.
Selalu siap setiap saat. "Benarkah itu?" Wilis bertanya.
"Tidak akan ditangkap di Songgon. Tapi akan diundang ke
rumah Jaksanegara. Namun direncanakan terus ditahan."
"Hamba kira Yang Tersuci sudah mengetahui hal ini.Beliau
akan penuhi undangan itu."
"Hyang Bathara! Tidak mungkin! Itu akan membahayakan
Rsi." "Mengapa Yang Mulia merisaukannya?"
"Hamba tak menghendaki korban seperti yang dialami oleh
Yang Mulia Sutanegara lagi."
"Baik. Hamba akan sampaikan hal ini pada Rsi besok pagi-
pagi benar, begitu kami memperoleh kelonggaran untuk
masuk desa itu. Sekarang sebaiknya Yang Mulia pulang."
"Tapi..." "Siapa pun akan mendapat kesukaran masuk desa itu pada
malam hari. Karena itu tidak ada tetapi!" Wilis menegaskan.
"Nah, selamat malam, Yang Mulia. Percayalah pada hamba."
Kuda di depan Rempek berputar untuk kemudian menghilang
dalam gelap. Beberapa bentar Rempek terma-ngu-mangu.
Ah... mereka orang-orang terlatih. Jika tidak ada
pengkhianatan, mustahil bisa dikalahkan oleh Kompeni.
Kembali seekor kelelawar menyadarkan lamunannya.
Berbeda dengan Rempek yang terus pulang ke rumahnya
dan esoknya pagi-pagi benar berangkat ke rumah
Jaksanegara, maka Mas Sratdadi yang baru saja bersua
dengan Rempek itu melarikan kudanya ke desa Sempu. Ia
harus memberikan perintah baru pada Mas Ayu. Desa itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terletak di r selatan kota Pangpang, tapi juga di utara kota
Lateng. Memang tidak melalui jalan raya. Namun ia sudah
sangat terbiasa. Dan malam baginya adalah sahabat. Apalagi
mendung tertapis angin. Bintang mulai menampakkan diri.
Sebenarnya musim sudah menginjak awal kemarau. Tapi
mendung masih sering memayungi Blambangan walau
hampir-hampir tidak pernah menurunkan hujan. Cuma lewat
rupanya. Itu membawa kegerahan amat sangat bagi tiap
orang. Apalagi bagi Belanda.
Jurang demi jurang, belukar demi belukar telah ia lampaui.
Kini dengan tanpa ragu ia menerobos hutan lebat untuk
sampai di belakang rumah adiknya. Tentu Mas Ayu sedang
sendirian. Sayu Wiwit sudah di Jember. Ia mempersiapkan
laskar di sana. Bersama Ramad Surawijaya. Sekali lagi
kebiasaan memudahkan segala-galanya. Oleh karena
kebiasaan pula ia tidak terlalu sukar mencapai belakang rumah
adiknya. Mas Ayu sendiri sudah siaga. Semua lontar yang ia pelajari
segera disembunyikan di dalam bumbung kecil. Sebab jika ia
sedang tidak melakukan kegiatan apa-apa maka ia mengisi
waktunya dengan membaca lontar.
"Ayu...,"' suara berbisik di balik jendela kamarnya.
"Oh... Kandakah itu?"
"Ya... inilah aku."
Jendela kamar segera terbuka dan Sratdadi segera
melompat masuk. Berpelukan sebentar. Lalu keduanya duduk.
"Dirgahayu. Ada yang penting, Kanda?"
"Ayu... aku akan menyerah."
"Kanda"!" Mas Ayu Prabu terkejut. Bangkit berdiri sambil
menatap tajam pada kakaknya..
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan terkejut. Duduklah dengan tenang!" Sratdadi
menjelaskan. "Mereka akan menangkap Rsi Ropo. Jika Rsi
Ropo melakukan perlawanan sekarang, maka kukira belum
waktunya. Kita belum sepenuhnya siap. Jika kita bertempur,
kita akan melakukan pertempuran semesta. Jadi perang lebih
besar dari Yang Mulia Ramanda pernah lakukan. Sementara
kita membangun laskar yang besar dan kuat dengan membuat
nama Ramanda bergema di seluruh bumi kelahiran kita ini.
Jika Untung Surapati membunuh Kapten Tack dan Ramanda
memusnahkan Blanke serta Kapten Reyks, maka kita harus
mampu membunuh Biesheuvel si Mayor itu. Kita bunuh semua
opsir Kompeni dengan semua begundalnya!"
"Tapi bagaimana itu bisa terjadi" Kanda seorang menteri
mukha akan menyerah" Yang mengatur seluruh jalannya
peperangan akan menyerah?"
Sratdadi tertawa. Berdiri dan berjalan ke jendela.
"Ternyata kau juga masih dungu. Sebagai Rsi Ropo aku
menyerah. Sementara itu kau harus mempergunakan Repi
agar menekan suaminya. Ia harus membebaskan Rsi Ropo. Di
samping itu kau segera panggil Ramad untuk menggantikanku
sebagai Wong Agung Wilis. Jika Bozgen gagal, maka Wilis
harus bertindak. Sementara Bozgen harus memberi laporan di
mana Rsi berada," Sratdadi menerangkan pelan-pelan di
telinga adiknya. Kini Mas Ayu tersenyum. Menyenyumi diri
sendiri. Kalah cerdik dari kakaknya.
Malam itu juga ia panggil Tunggul, seorang anak buahnya.
Tunggul tinggal di dusun Sempu itu. Ia menurunkan perintah
agar Tunggul pergi ke Jember menjumpai kakaknya. Tunggul
tidak boleh istirahat. Ia hanya boleh ganti kuda esok pagi jika
telah sampai di Pakis. Di sebelah timur pasar Pakis ada
seorang penjual kuda. Orang itu bernama Ingas dan adiknya
bernama Indreng. Dia akan menyediakan kuda yang masih
segar bagi keperluan Tunggul mencapai Jember. Dan setelah
itu di desa Sambi, ia akan dicegat oleh tukang pandai besi,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang juga akan menyediakan seekor kuda baginya. Sekali lagi
di Sambi pun ia tidak boleh istirahat. Dengan begitu ia akan
sampai di perguruan atau padepokan Sayu Wiwit sebelum
mentari terbenam. Tentu ini membutuhkan kekuatan luar
biasa dari Tunggul. Sehari semalam ia harus terus-menerus di
atas punggung kuda. Dengan tiga kali berganti kuda, maka
diharapkan ia akan dapat tetap berkuda dengan kecepatan
tinggi. Tentu saja kuda yang terpilih.
Setelah menurunkan perintah pada Tunggul, Mas Ayu juga
menurunkan perintah pada Mbok Suruh untuk memanggil Repi
besok pagi-pagi benar. Perempuan setengah tua itu
diperintahkan menjual sayur ke loji di Pangpang, di mana Repi
tinggal bersama Bozgen. Ia sudah terbiasa melakukan tugas
semacam itu. Dan Mas Ayu menunggu Ni Repi di sebuah kedai
dekat pasar. Tentu saja Repi memenuhi panggilan itu setelah
suaminya pergi ke tangsi.
Begitu sampai di kedai yang dimaksud, Repi terus saja
masuk ke kamar tidur. Di mana sudah menunggu Ayu Prabu.
"Dirgahayu, Repi," Ayu Prabu menyapa dalam bisikan.
Repi membalas sambil menyembah.
"Kau nampak makin cantik saja. Ah, Bozgen tentu makin
sayang," Ayu Prabu menggoda,
"Yang Mulia ini bisa-bisa saja." Repi juga senyum. Tapi
tetap berbisik-bisik. "Yang Mulia juga makin cantik. Rupanya
juga sudah ada yang melamar____"
Keduanya terkikik-kikik setelah Mas Ayu mencubit
pantatnya. Namun setelahnya Mas Ayu segera
memberitahukan apa yang ia kehendaki dari Repi, setelah
menyampaikan penghargaan dan terima kasih atas pengiriman
senjata dari Bozgen beberapa minggu lalu. Mas Ayu Prabu
menceritakan apa yang bakal terjadi atas Rsi Ropo dan karena
itu Repi harus bertindak menolongnya. Jika usaha Bozgen
dengan jalan damai nanti gagal, maka Wilis sendiri yang akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyerbu benteng. Tentunya bukan hanya mengambil Rsi
Ropo, tapi juga akan membinasakan semua yang ada di dalam
benteng itu. "Hamba kira Bozgen akan mau melakukannya, Yang Mulia.
Karena ia sendiri bilang pada hamba bahwa sangat
dikecewakan oleh Biesheuvel. Bahkan ia menyatakan ingin
bergabung dengan Mengwi. Blambangan ibarat neraka,
katanya. Belum pernah terjadi ada kematian secara damai di
Blambangan ini. Sebanyak tujuh puluh empat bintara
mengajukan permohonan berhenti jika mereka tidak cepat-
cepat dikembalikan ke Surabaya"
"Suamimu yang bilang seperti itu?"
"Ya. Ia ingin membawa hamba ke Bali."
"Jika demikian aku segera akan mengirim berita ke Bali.
Tapi jika kalian akan menyelundup sebaiknya jangan
berangkat bersama-sama. Kau tinggal dulu bersamaku, dan
setelah itu aku mengirim kamu ke Mengwi."
"Hamba akan taat pada perintah Yang Mulia."
"Terangkan semua ini pada suamimu. Dan segeralah kirim
berita jika ada perkembangan baru."
"Hamba, Yang Mulia. Suami hamba sangat kecewa atas
hukuman yang dijatuhkan pada ayah hamba."
"Nah, jika demikian, sampaikan salam Wong Agung Wilis
pada suamimu. Hati-hatilah. Segera pulang!"
"Hamba, Yang Mulia "
Pekerjaan bertambah lagi. Menghubungkan Bozgen dengan
ayahnya. Mungkin bukan hanya Bozgen yang akan melakukan
pembelotan. Mungkin saja, tujuh puluh empat perwira itu juga
akan merencanakan pembelotan jika permohonan mereka
tidak segera dikabulkan. Itu bukan hal yang mustahil jika
berkembang menjadi pemberontakan. Karena memang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka terlatih untuk itu. Kompeni memang dilatih untuk
menjadi perompak yang menjarah dan menjarah terus. Bukan
percuma mereka datang dari jauh. Berkedok pedagang dari
seberang benua dengan mengarungi samudra. Dan bajak laut
membiasakan diri untuk lebih banyak menggunakan bedil
daripada kata-kata dalam menyatakan pendapatnya.
Itu sebabnya ia segera juga memberikan laporan ke
Benteng Bayu di Raung. Bahkan ia merasa perlu
memerintahkan penghubung lainnya untuk memberi tahu
Panji Rana yang sekarang telah digelari nama Jagalara.
Supaya dengan demikian semua pasukan yang di Derwana
dan Indrawana diperintahkan siaga menghadapi segala
kemungkinan. Keadaan bisa berkembang ke arah yang tak
terduga. Semua yang dilaporkan Ayu Prabu memancing Raung
mempersiapkan cadangan makanan dan prajurit lebih dari
yang sudah-sudah. Dan dengan tambahan peluru serta
senjata-senjata baru yang dikirim oleh Ayu Prabu, maka
latihan pun dapat dilaksanakan lebih sering dan lebih baik.
Yistyani menasihatkan agar semua orang mempersiapkan diri
dengan lebih matang. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
X. BUKAN HANYA MIMPI Bulan Jita atau Jistya merupakan bulan ketiga musim
kemarau yang berlaku di Blambangan dan Bali atau Jawa pada
umumnya. Udara gerah melanda mana-mana walau kadang
masih disertai angin. Di Samudra Kidul ombak setinggi-tinggi
bukit. Ya, bulan itu bagi penanggalan Belanda adalah bulan
Juni. Nelayan di pantai selatan harus menghitung dengan
sungguh-sungguh jika hendak melaut. Namun justru keadaan
yang demikian buruknya merupakan kesempatan bagus bagi
anak buah Wong Agung Wilis yang atas persetujuan Cokorda
Dewa Agung Mengwi mendaratkan bantuan pangan untuk
pasukan Sratdadi yang bermukim di sekitar Bukit Srawet,
Blambangan Selatan. Pantai Muncar dan Grajagan merupakan
daerah aman, karena di seputar pantai itu, hutan amat lebat,


Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penuh dengan binatang buas. Patroli Kompeni saat-saat
terakhir ini jarang sekali karena mereka makin takut. Sekali
ketika serombongan serigala lapar berpapasan dengan tiga
orang patroli Kompeni dan pasukan gabungan. Dan ternyata
tidak seperti biasanya. Rombongan anjing-anjing hutan
menyerang dengan garang. Dua orang di antara ketiganya
tidak mampu melepaskan diri dari keroyokan. Walaupun
beberapa mati karena babatan pedang namun akhirnya
rombongan serigala itu mampu mencabik-cabik dan
membunuh dua orang itu. Yang seorang sempat
menyelamatkan diri dengan naik ke atas sebuah pohon.
Dengan gemetar ia menyaksikan temannya dirobek-robek
oleh serigala yang tidak mengenal ampun itu. Bajunya basah
oleh keringat dingin. Bahkan juga terkencing-kencing.
Celananya basah ketika serombongan serigala mendekati
pohon tempatnya menempel di cabang. Ia merangkul erat-
erat, sambil menempelkan seluruh tubuhnya pada cabang itu.
"Iblis! Pergi kalian!" ia berteriak di hutan sunyi itu.
Suaranya dipantulkan oleh pohon-pohon, menimbulkan gema.
Ia juga menahan rasa dahaga semalam-malaman. Serigala-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
serigala itu sudah pergi sejak sore. Entah ke mana. Tapi ia tak
berani turun. Aniaya ditanggungnya semalam-malaman.
Dengan rela ia harus mempersembahkan darahnya diisap
nyamuk-nyamuk hutan. Semalaman ia cuma mengumpat. Tak
berani mengusir nyamuk-nyamuk itu. Takut jatuh dan menjadi
mangsa serigala lapar. Setelah fajar menyingsing ia
memberanikan diri turun. Pantatnya basah dan bau. Ah,
sialnya ternyata ia mencret. Ketakutan membuatnya
terkencing-kencing dan terberak-berak. Untung tak seorang
pun melihatnya. Jika ia selamat, ia pasti bercerita pada teman-
temannya bahwa ia mampu membunuh semua serigala itu,
sedang kedua temannya tersesat entah ke mana. Ia berjalan
pulang setelah memungut senjatanya sendiri dengan harapan
di jalan menemukan sebuah sungai agar bisa mandi dan
mencuci celana bau itu. Tapi itu menjadikannya ikut-ikutan
mengajukan permohonan pulang ke Surabaya.
Cokorda Dewa Agung telah menerima laporan dari Agung
Wilis bahwa ada kawanan Belanda yang akan membelot ke
Bali. Mereka diharapkan oleh Wong Agung yang mengirimkan
pesannya lewat Mas Ayu Prabu supaya Bozgen juga
merampas kapal-kapal Belanda yang kini bersandar di
Pelabuhan Sumberwangi. Dewa Agung kagum setengah mati
terhadap rencana Wilis. Kendati ia melihat Wilis mulai nampak
tua. Rambutnya sudah banyak beruban. Tapi bekas luka yang
menggores kening dan bahunya seolah bukti tertulis akan
keperkasaannya di masa silam. Sorot matanya masih bersinar
penuh wibawa. Memang pantas ia menjadi kepala pemerintah.
Sepercik penyesalan memuncrat di lubuk hatinya karena ia
sendiri telah ikut punya andil menenggelamkan Blambangan.
Maka kini ingin rasanya ia memanjakan kehendak Wong
Agung Wilis yang dianggapnya sebagai manusia yang mampu
mengalahkan mati. Kegagalan pendaratan oleh Gusti Tangkas
ia nilai bukan kesalahan Wong Agung.
Tapi karena memang para pelaksana yang kurang memiliki
kemampuan dan keberanian.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kini Cokorda Dewa Agung menyetujui mengirimkan
beberapa telik sandi (pasukan rahasia) untuk membantu
gerakan Bozgen dan kawan-kawannya. Lebih dari itu akan
membantu gerakan Ramad Surawijaya. Anak muda yang
pernah mendahuluinya menggempur Puger dan beberapa
benteng kecil VOC sesaat sebelum Wong Agung Wilis memulai
peperangannya melawan Belanda. Ah... anak itu ternyata
memiliki keberanian dan kecerdikan melebihi semua saudara-
saudaranya. Apa yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah memberikan
dorongan agar mereka tidak kenal lelah mempersembahkan
karya dan darmanya bagi tanah kelahiran tercinta. Jika perlu
sampai titik darah penghabisan. Ia sendiri ingin menyeberang
untuk langsung memimpin peperangan. Tapi berulang kali ia
mengurungkan niatnya, karena paru kanannya sering terasa
sakit jika ia melakukan gerakan yang membutuhkan tenaga
berat. Bahkan jika ia menarik napas panjang pun terasa nyeri.
Ia tidak pernah mengeluh memang. Jika istrinya bertanya
tentang nyeri di pinggang dan dadanya sebelah kanan, maka
ia cuma katakan sedang lelah.
"Tidak apa-apa... Ratih. Mungkin keseleo dan lelah."
"Jika demikian, mari kupijit, Yang Mulia." Wanita cantik itu rajin memijit
dengan jari-jarinya yang runcing seperti duri.
Kendati pun ia setiap malam disibuki oleh tangis anaknya
minta susu. Dan hampir setiap malam juga Ratih secara
tersembunyi melarangnya pergi bertempur.
"Lihat eloknya anak kita."
"Kelak gagah perkasa...," Wilis menambahi.
"Seorang perlu berlatih untuk menjadi perkasa. Perlu
belajar dan mengisap banyak pengetahuan untuk menjadi
bijak. Tapi jika Yang Mulia meninggalkannya, siapa yang
hendak melatih" Di seluruh Mengwi tidak akan ada seorang
guru dan pelatih yang menyamai Yang Mulia."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah... jangan seperti itu."
Dan malam itu ia pergunakan untuk membaca surat
anaknya, Mas Ayu Prabu. Ramanda Yang Mulia, Sembab dari semua kawula bersama dengan lontar ini.
Sebesar-besar rasa terima kasih atas usaha Ramanda
membantu senjata, beras, dan beberapa laskar sandi yang
telah mendarat baik di Muncar maupun di Grajagan. Hamba
percaya bahwa itu akan menambah bukan cuma semangat,
tapi juga kekuatan kami."
Sampai di sini Wong Agung menghela napas panjang lagi.
Dada sebelah kanannya kembali terasa nyeri. Ah, aku sudah
sampai di batas akhir, gumamnya begitu terasa dadanya sakit.
Beberapa saat lagi mentari akan benar-benar tenggelam.
"Ada apa, Yang Mulia?" Ratih memperhatikan suaminya.
"Jangan terlalu banyak pikir. Lihat, badan Yang Mulia makin
kurus akhir-akhir ini."
Sebagai jawabannya adalah sebuah senyuman.
"Kami akan berperang" kata lontar itu lagi. "Maka biarlah sekalipun Ramanda
tidak bersama kami, tapi Ramanda
tetaplah mentari kami. Dan saatnya kami akan
mempersembahkan kemenangan ini pada Ramanda."
Tiada sadar air mata meleleh di pipi yang sudah dihiasi
kemerut. Namun cepat dihapusnya. Satria tidak boleh
menangis. Ayu Prabu menceritakan perkembangan terakhir,
bahwa kakaknya telah ditahan oleh Belanda. Sampai di situ
matanya tampak berapi-api. Menarik perhatian Ratih untuk
mendekat dan ikut membaca. Ayu kemudian menceritakan
rencana Mas Ramad untuk menyerbu Benteng g Pangpang
guna membebaskan Mas Sratdadi. Sebagai akhir kata, Mas
Ayu memohon doa dan mantra Lokananta yang dikirim dari
seberang laut. Katanya, "Doa orang yang benar-benar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membela keadilan jika diucapkan dengan sepenuh hati maka
hamba percaya semuanya akan terkabul. Sekalipun segala
ketentuan ada di tangan Hyang Maha Dewa. Hyang Maha
Ciwa!" "Yah, kita harus berdoa," Ratih yang mengeluarkan kata-
kata menanggapi lontar anak tirinya itu. Dan Wilis segera
masuk ke alam darana (alam konsentrasi) Ia bersemadi,
sekalipun pada awalnya terusik oleh bayang-bayang saat ia
masih muda dulu. Merangkak di rerumputan bersama
laskarnya untuk menggempur musuh. Terngiang bunyi letusan
dan dentuman. Lebih-lebih gemerincingnya pedang beradu.
Begitu kira-kira yang sedang dialami anaknya saat ini. Dan
tentu Tantrini, istrinya, sudah sejak awal masuk pura di
Gunung Raung sana, dengan tanpa menghiraukan hawa
dingin, membacakan Lokananta untuk anak-anaknya. Namun
Wilis segera mengebaskan bayang-bayang itu. Ia masuk alam
darana dalam yoganya. Karena ia memang seorang yogi yang
sempurna, sekalipun, ia juga seorang satria.
Dalam pada itu Rsi Ropo sudah berada di rumah
Jaksanegara. Ia, sengaja memenuhi undangan patih
Blambangan itu. Dan ia tidak terkejut sama sekali ketika
masuk di ruang tengah sudah menunggu Biesheuvel, Pieter
Luzac, Schophoff dan juga Adipati Kertawijaya di samping
Jaksanegara dan Rempek. Ia tersenyum memandang semua-
mua. "Dirgahayu...,?" ia membuka pada mereka.
"Maafkan hamba, Yang Tersuci, kami berkumpul untuk
memohon beberapa keterangan dari Yang Tersuci."
"Ha... ha... ha... ha..." Rsi Ropo tertawa. Dan secara latah Schophoff ikut
terbahak-bahak sehingga semua orang
menoleh padanya. Tapi ia tidak menjadi risi. Bahkan
menumpangkan telapak tangannya pada paha dan
menggoyang-goyangkan sambil senyum. Rsi melirik padanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Senyum melihat hidung dan mulutnya yang besar. Namun
segera memandang kembali pada Jaksanegara.
"Aku hendak diperiksa. Bukan dimohon keterangan. Yang
Mulia mulai belajar menghaluskan kata-kata, ha... ha... ha..."
Rsi kelihatannya mengejek Jaksanegara di depan umum.
Jaksanegara tergagap dan menunduk. Sementara itu
Rempek diam sambil memperhatikan semua yang hadir. Ah,
Rsi sudah tahu ia akan ditangkap dan diperiksa, pikirnya. Kini
ia ingin lihat bagaimana Rsi menjawab pertanyaan di depan
bule-bule itu. Melihat kenyataan itu Kertawijaya sebagai adipati langsung
mengambil alih. Ia berusaha menyesuaikan diri dengan
istiadat Blambangan, dengan memanggil Rsi Ropo sebagai
"Yang Tersuci".
"Jadi Yang Tersuci adalah Rsi Ropo?"
"Benar, Yang Mulia Patih Surabaya." Rsi sengaja
mengucapkan itu supaya mereka tahu bahwa sebenarnya ia
tidak suka diperiksa oleh Kertawijaya.
"Dulu betul, Yang Tersuci. Tapi sekarang hamba ditunjuk
oleh Gubernur sebagai penguasa Blambangan." Diam
sebentar. Tapi Rsi juga diam sambil menatapnya tajam-tajam.
Mata itu membuat Rempek makin curiga.
"Kami bukan ingin memeriksa Yang Tersuci. Tapi ingin
memohon petunjuk bagaimana caranya mengatasi persoalan
yang ruwet di seluruh bumi Blambangan."
"Blambangan memiliki ketatanegaraan tersendiri. Tidak
sama dengan Batavia, tidak sama dengan Surabaya."
"Tapi Blambangan sekarang berada di bawah kekuasaan
VOC. Tidak berbeda dengan Surabaya dan daerah Nusantara
lainnya. Maka harus menggunakan hukum-hukum dan
ketatanegaraan yang dipakai di daerah-daerah kekuasaan
Kompeni." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika demikian tidak seharusnya ditanyakan Npada hamba.
Hamba orang Blambangan yang tidak mungkin cocok dengan peradaban Surabaya dan
Belanda. Jika kalian katakan harus, maka hamba akan berhenti sampai di sini saja
menjawab semua pertanyaan. Karena hamba seorang C^iwa, bagaimana harus
mengajarkan sesuatu yang bukan milik hamba" Kita hanya bisa cocok jika Yang
Mulia menyesuaikan diri dengan adat-istiadat Blambangan. Dengan ketatanegaraan
yang telah berlaku turun-temurun...."
"Yang Tersuci! Itu kata lain Yang Tersuci tidak mengakui kekuasaan VOC. Juga
tidak mengakui kekuasaan kami di Blambangan."
"Yang Mulia sendiri telah mengatakannya. Dan itu benar.
Karena memang kawula Blambangan tidak suka menganut tata negara orang lain. Yang
Mulia perlu tahu bahwa di bumi Blambangan ini tak pernah ada seorang brahmana
menyembah pada seorang adipati. Setiap paksaan mengundang ketidaksukaan. Dan
jika hamba tidak suka maka kawula Blambangan juga tidak akan suka pada Yang
Mulia." "Setan!" Kertawijaya tidak dapat lagi menahan marah.
"Rsi telah mempengaruhi kawula Blambangan dengan ilmu iblis! Mereka mau
bertindak semau-mau. Tanpa mengenal hukum dan peraturan."
Rsi tertawa ramah. Tapi terdengar menyakitkan.
"Apakah bukan sebaliknya" Maling hidup di atas kekayaan dan keringat orang
lain." "Kau sendiri mengakali kawula untuk menghidupimu! Kau tidak pernah bekerja!"
Kertawijaya semakin garang.
Tangannya mengepal dan mengeluarkan keringat. Ingin rasanya memuntir leher Rsi
Ropo yang menjengkelkannya.
Matanya memancarkan api kemarahan. Tapi tidak seperti bawahannya, Rsi Ropo tidak
menunduk. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hidup adalah timbal-balik. Aku telah mempersembahkan
pada mereka apa yang mereka butuhkan. Yaitu pendapat dan
pikiran. Juga pengetahuan. Mereka membantu apa yang aku
butuhkan!" Ropo tidak berhamba lagi. Ini lebih mengagumkan
Rempek yang tetap diam. "Apa yang salah" Kau..."
Telunjuknya menuding muka Kertawijaya. "Apa yang kau
kerjakan buat mereka" Kau membutuhkan upeti. Tapi tidak
dapat memberikan apa pun kepada Blambangan kecuali kata-
kata 'harus' dan 'jangan'!"
"Tutup mulutmu!" Kertawijaya benar-benar bangkit. Hampir
saja ia mencabut kerisnya. Tapi Biesheuvel segera mencegah.
Rempek sendiri sudah berdiri. Ia makin kagum pada Rsi Ropo.
Matanya kini nyalang menatap Kertawijaya. Ia pun siap
mencabut kerisnya. Ropo senyum. 4 Matanya melirik semua
orang. Tenang. "Tuan Rsi, kami bukan ingin cari perkara...," kini Biesheuvel bicara dalam
Blambangan. "Kami ingin semua soal dibicarakan
dengan baik. Kami ingin tahu kenapa orang Blambangan tak
mau bayar pajak. Bukankah kami melindungi mereka" Mereka
tak mau memberikan imbalan. Tidak seperti ajaran Tuan. Atau
memang Tuan ajarkan mereka memberontak?" Suatu
pertanyaan yang menyudutkan Rsi Ropo. Tapi Ropo tetap saja
menjawab dengan tersenyum.
"Orang Blambangan menyambut kedatangan kalian dengan
ramah. Dan memberikan apa saja yang kalian minta. Tapi
beberapa waktu kemudian tampak juga belang kalian. Kalian
mulai menjarah apa saja milik kawula. Bukan cuma harta, tapi
juga wanita kami. Hati yang bersih telah kalian lukai dengan
ulah kalian sendiri. Lebih dari semua itu, kalian telah
menandai awal pemerintahan kalian dengan pembunuhan
beribu-ribu kawula Blambangan dengan jalan mempekerjakan


Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka di benteng-benteng, loji-loji, tanpa memberi mereka
sesuap nasi pun! Ternyata kami menilai kalian telah
merencanakan pembunuhan berkala atas kawula Blambangan!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena itu jika ini tidak Tuan perbaiki, maka jangan salahkan
seandainya suatu ketika mereka menyatakan sikap mereka
dalam menuntut kembali haknya. Mereka tidak akan pernah
berontak. Tidak! Tapi menyatakan sikap untuk menuntut
kembali hak yang memang adalah milik mereka. Kalian telah
merampasnya!" "Tuan Rsi berkhotbah terlalu panjang!" Biesheuvel juga
tersinggung. "Mereka telah malas bekerja membangun
benteng yang sebenarnya adalah kepentingan keamanan
kalian sendiri maka..."
"Sempurna sudah kejahatan kalian!" potong Rsi Ropo.
"Bajak laut yang santun. Memaksakan orang bersopan-sopan.
Tapi di balik topeng ini kerongkongan kalian haus darah. Atau
barangkali kalian tidak pernah sadar bahwa uang di kantung
kalian itu berlumuran darah" Setiap uang kalian di mana pun
kalian berada, berlumuran darah kawula Blambangan, Jawa,
dan daerah-daerah lain di seluruh bumi Nusantara ini. Darah
kawula!" "Bangsat! Ternyata kau memang harus digantung!"
Biesheuvel tidak tahan lagi. Belum pernah ia mendapat
perlakuan semacam itu dari seorang pribumi. Di mana pun ia
pernah bertugas. "Beglendeen! Bozgen! Seret orang ini! Masukkan
penahanan!" Bersamaan dengan itu dari setiap kamar
Jaksanegara muncul beberapa serdadu yang bersenjata
lengkap. "Inilah kalian!" Rsi masih memperdengarkan suaranya.
"Kalian hanya mampu membunuh orang-orang tak berdaya!
Ha... ha... ha... ha..."
Sejak saat itu Rsi Ropo menjadi penghuni Benteng
Pangpang. Ia tidak boleh keluar ke mana pun kecuali mandi di
kamar yang-sudah disediakan. Tidak seorang pun boleh
menjenguknya. Tapi bukan berarti Ropo buta sama sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan keadaan di luar. Karena Bozgen hampir tiap dua jam
sekali menjenguknya. Bozgen mendengar semua jawaban
yang ia berikan kepada Biesheuvel maupun Kertawijaya. Tidak
seperti Jaksanegara yang ketakutan dan minta-minta ampun.
Maka itu menarik hatinya. Orang itu yakin dirinya benar, maka
tak perlu ada yang ditakuti.
"Kami mengusahakan pembebasan Tuan," kata Beglendeen
dan Bozgen yang menjumpainya di sel.
"Terima kasih!" desis Rsi Ropo. Ah, masih ada di antara
bule-bule itu yang berhati mulia, pikirnya. Dan waktu
senggang dipergunakannya untuk melakukan yoga semadi.
Maka ia tidak terpengaruh oleh keadaan seputarnya.
Sementara itu Beglendeen dan Bozgen menghadap
Biesheuvel. Di meja tulisnya Biesheuvel sedang membaca
buku-buku. Ada di antara buku-buku itu yang menceritakan
tentang perjuangan Wilhelm van Oranye yang membebaskan
Nederland dari Spanyol. Ada juga buku yang menceritakan
perjalanan Vasco de Gama. Dan masih ada beberapa lagi.
Tiba-tiba saja kedua orang itu sudah berdiri di hadapannya
dan memberi hormat. "Silakan duduk, Letnan, Sersan." Ia mengerutkan kening.
Ia perintahkan kedua gadis pengipas-nya pergi. Ia tahu persis
keduanya sedang ada urusan penting. Karena akhir-akhir ini
tujuh puluh empat bintara memohon dipulangkan. Tentu
mereka akan menanyakan permohonan itu.
"Kami sedang mempelajari permohonan itu. Dan
mempertimbangkannya. Selain minta pengganti dari
Surabaya," Biesheuvel mendahului.
"Terima kasih, Tuan. Tapi kali ini kami ingin membicarakan
hal lain," Beglendeen menyampaikan pendapatnya.
"Apa lagi?" "Soal penahanan Rsi Ropo."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kenapa dengan bangsat itu" Penghasut memang harus
mendapat ganjarannya."
"Tuan bicara dan memandang suatu masalah cuma dari
sudut kita sendiri. Kepentingan kita sendiri. Tapi tidak pernah
berpikir dari sudut manusia. Kita adalah sebagian dari
manusia. Mengapa kita harus terlalu menyimpang dari
kemanusiaan?" "Letnan mau jadi malaikat" Aku peringatkan, Tuan dibayar
oleh Kompeni. Oleh VOC. Bukan oleh perasaan kemanusiaan!"
ujar Biesheuvel sambil bangkit berdiri. "Jika kita tidak
paksakan kehendak kita pada mereka, pribumi-pribumi itu,
mana mungkin mereka menyerahkannya dengan rela?"
"Pada mulanya kami suka menjadi hamba VOC. Tapi
setelah kami melihat kenyataan bahwa di laci kami suatu
ketika uang meneteskan darah seperti kata Rsi Ropo itu, maka
kami menyadari keadaan kami. Kami telah menerima dusta
dari perwakilan VOC di Nederland yang menawari kami
pekerjaan ini. Mereka mendustai putra-putra Nederland yang
dikirim kemari untuk dibantai sebagai perompak. Kapten Tack
adalah pahlawan di mata VOC, tapi penjahat di mata orang-
orang pribumi. Sekali lagi kami termakan dusta!"
"Dusta" Jadi Letnan dan Sersan dan tujuh puluh empat
bintara ini merasa ditipu oleh VOC?" Biesheuvel geleng kepala.
Memandang tempat kosong. Dan kembali duduk.
"Ya," tegas mereka berdua.
Dan disambung oleh Bozgen,
"Alkitab yang kita anut melarang dusta! Juga melarang
membunuh! Tapi bangsa Belanda yang Kristen telah
menginjak-injak firman Tuhan sendiri!"
"Sersan selalu menghubungkan segala sesuatu dengan
Injil. Apakah dengan hidup bersama wanita kafir itu Sersan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak melanggar larangan Al ah" Sersan sendiri hidup dalam
perzinahan!" "Mereka hanya belum kenal dengan Al ah. Tapi jika saatnya
tiba mereka juga akan kenal Al ah, dan jika kita menilai
tabiatnya, ia tidak lebih buruk dari kita yang katanya
mengenal Al ah! Bahkan Alkitab katakan akan tiba saatnya
mereka menginjili kita. Karena hakikatnya memang mereka
lebih tulus dari kita. Dan jika soalnya perzinahan, maka
sebenarnya semua pejabat Kompeni suka berzinah. Jika tidak
di sini, di Mataram. Jika tidak maka akan melakukannya di
daerah lain. Nah, apakah kalau kami menyatu dalam kasih -
bukan lagi dua, tapi menyatu! - apakah itu masih
digolongkan berzinah" Menyatu dalam ahta kasih dan cita
karsa." "Semua orang sudah pandai berkhotbah!" Biesheuvel
mendengus. "Sekarang apa kehendak Tuan?"
"Bebaskan Ropo!"
"Bebaskan" Dari mana datangnya pikiran segoblok itu?"
"Tuan tidak merasakan apa yang kami rasakan. Sudah tiga
malam Benteng Pangpang dikepung barisan anjing yang
mengerikan. Menyalak dan melolong, menakutkan sekali.
Semua orang tak berani keluar benteng malam hari."
"Gobloook!" Biesheuvel berdiri. "Dengan anjing bisa takut!
Orang-orang Belanda gagah perkasa. Mengarungi lautan
begitu luas. Tidak takut gelombang besar, sekarang takut
anjing!" Berkali-kali ia pukulkan tinjunya pada telapak
tangannya sendiri, sambil mondar-mandir di depan kedua
anak buahnya itu. "Tidak boleh jadi!" katanya kemudian. "Ropo akan
diasingkan juga! Atau jika perlu kita hukum gantung di depan
seluruh orang Blambangan. Supaya tiap orang Blambangan
tahu bahwa penguasa atau pemerintah lebih tinggi dari
seorang paderi!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Terkutuklah tiap orang yang berani membunuh paderi!"
Bozgen berdiri. "Perlu Tuan ketahui, kami sudah
menyampaikan pendapat kami. Tuan telah menolak maka
sikap kami akan Tuan ketahui sejak sekarang kami cuma akan
melaksanakan tugas. Tapi bukan bertanggung jawab." Kedua
orang itu membalikkan badan.
Biesheuvel memandangi punggung kedua anak buahnya.
Ada sedikit kecurigaan. Maka ia segera merundingkan hal itu
dengan Pieter Luzac serta Schophoff. Sebagai hasil
perundingan itu, Schophoff menyiagakan seluruh pasukan
Madura dan Surabaya secara diam-diam. Pieter Luzac
mendapat tugas mengamati tingkah laku mereka dan mencari
sebab kejenuhan mereka bertugas di Blambangan ini.
Biesheuvel tidak merasakan apa yang dirasakan
Beglendeen. Pengalaman pahit di kedai minum beberapa
waktu silam merupakan pelajaran berharga baginya. Dan
menjadi suatu titik tolak bagi jalan hidupnya. Karena sejak itu
ia merenungi diri sendiri. Bayang-bayang orang yang mengaku
dirinya sebagai Wilis selalu hadir dalam mimpinya.
Menyebabkannya sering mengigau. Apa salahku" Beglendeen
bertanya pada diri sendiri. Setelah ia meniti masa lalunya
maka semua seperti tergambar jelas. Apa yang dikerjakannya
di negeri yang jauh ini" Memburu gaji tinggi sebagai pegawai
VOC. Di samping itu akan mendapat julukan pelaut ulung,
pahlawan niaga di negerinya jika pulang nanti. Betapa bahagia
masa tua dengan uang tabungan dari VOC. Tidak pernah ia
bayangkan bahwa ia harus membunuh sekian banyak pribumi
tanpa dosa. Bahkan hampir saja ia membunuh anak kecil
hanya karena ingus. Pakaian dan senjata yang ada padanya telah membuat ia
berubah sama sekali. Mengubah cara berpikir serta tingkah
lakunya. Demikianpun tanda-tanda pangkat. Dengan benda-
benda atau perlengkapannya Beglendeen merasa bahwa ingin
menguasai, ingin dihormati, ingin diiakan apa saja yang ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maui. Dan sejak pertemuannya dengan Wilis, ia sadar akan
keberadaannya sebagai manusia. Ia juga bisa menjadi lemah
tanpa daya. Bisa juga diperhinakan. Bahkan teman-temannya
sangat memperhatikan perubahan sikap Beglendeen itu.
Teman-temannya, baik para bintara ataupun tamtama,
sering tidak memberinya kesempatan menyendiri. Sebab
setiap kali ia ingat wajah Wilis tentu ia akan menggeragap dan
napasnya tersengal-sengal, jidatnya mengeluarkan keringat
dingin. Mata pemuda itu, ah, senyumnya... Ya, bagaimana jika
anakmu sendiri yang beringus seperti itu, apakah kau juga
akan membunuhnya" Dan jika pertanyaan itu sudah timbul
maka tidak jarang ia meremas-remas kepalanya sendiri.
Bagaimana jika istrimu sendiri diseret dan diperkosa macam
perempuan pribumi itu" Ahai, Beglendeen kau telah
menyetujui perbuatan itu. Setidaknya kau tidak pernah
mencegahnya. Ya! Tapi mereka jahat! Mereka membunuh Kapten Blanke,
Kapten Reyks di Benteng Banyu
Alit! Benar, Beglendeen. Mereka melakukan itu semata-
mata karena membela hak mereka sendiri. Tapi kau" Dengan
kakimu sendiri telah kau injak hak orang lain. Itukah bangsa
beradab" Kembali Beglendeen menggeragap. Bozgen yang
kebetulan di dekatnya mengguncang bahunya.
"Ada apa, Letnan" Sakit?"
"Tidak!" Beglendeen tersipu.
"Atau Letnan sudah rindu Nederland?"
"Iya... betul katamu. Hem... aku akan minta berhenti dari
tugas VOC ini begitu kontrakku habis tahun depan."
"Tahun depan?" "Ya. Bulan Desember tahun depan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Masih lama. Satu tahun tujuh bulan lagi. Dalam waktu
sekian lama banyak hal yang masih mungkin bisa terjadi di
Blambangan ini. Hamba sendiri ingin segera berhenti. Tapi
mungkin tidak pulang ke Nederland. Tapi ingin tinggal di
negeri yang bukan jajahan VOC. Tapi merdeka. Ingin
kebebasan. Beberapa teman yang juga sudah jenuh di
Blambangan ini mengajukan permohonan pindah."
Beglendeen pun merasa perlu segera mengajukan
permohonan yang sama seperti mereka. Ia harus segera
menyingkir dari bumi Blambangan. Penyakit menggeragapnya
agak berkurang ketika suatu hari ia diberi tahu rencana
Bozgen untuk menyeberang ke Bali. Demikian pula beberapa
bintara. Diam-diam mereka kecewa karena Biesheuvel
mencabut hak atau tunjangan plesir mereka. Dengan alasan
tidak ada pemasukan dari Blambangan. Karenanya para
penjabat VOC perlu berhemat.
Beglendeen memutuskan menyetujui rencana itu setelah ia
menyaksikan pemeriksaan terhadap Rsi Ropo. Dengan berani
pemuda itu menuding Biesheuvel dan mengatakan bahwa tiap
uang VOC berlumuran darah. Yang ada di laci, di saku, di
tempat-tempat penabungan uang, semua berdarah! Darah
kawula Blambangan dan orang-orang Nusantara lainnya!
Jadi uang yang kukirim pada keluargaku, untuk
membahagiakan anak-istriku, adalah uang hasil pembunuhan"
Hasil pemerasan" Lebih dari itu hasil pencurian dan
perampokan! Semua uang yang didapat dari pemungutan
upeti dengan paksa, pada hakikatnya adalah perampokan.
Mereka tidak berdaya mempertahankan hak mereka sendiri.
Maka dengan menangis mereka menyerahkannya.
Tidak! Tidak! Aku tidak boleh terus-menerus hidup di atas
darah orang-orang yang kelaparan. Kelaparan di bumi yang
subur ini. Bumi yang melahirkan mereka sendiri. Rsi itu masih
muda, tapi mampu mencelikkan matanya. Hilang rasa sakit
hati pada Wilis. Sebagai gantinya ia mengasihi Rsi Ropo.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berani tapi tidak punya senjata. Yang dimiliki pemuda itu
tentunya kebenaran dan kata-kata. Huh... uangku, uangku...
Yah, anak-istriku, ampuni aku, yang telah mengirimi kalian
uang berlumur darah.... Apalagi ketika Rsi muda itu berkata,
"Sempurna sudah kejahatan kalian!" Ah, VOC adalah penjahat yang sempurna!
Termasuk diriku. Hari itu adalah hari yang sudah mereka tentukan. Mereka
telah mengadakan pembicaraan berulang-ulang. Semua sudah
diatur serapi mungkin. Pembagian tugas pun sudah diatur.
Bahkan dua hari lalu Inhorff dan Verberg, keduanya
berpangkat sersan, sudah berangkat untuk mengatur
pendaratan dan menghadap Wilis. Dengan perahu nelayan


Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang ditunjuk oleh Mas Ayu Prabu mereka telah berhasil
sampai di tempat tujuan. Dan kini...
"Yacob, kau berangkat ke Sumberwangi. Kamu bertugas
merampas lima kapal yang bersandar di sana. Tujuh puluh
dua orang ini bergerak lima-lima. Aku berikan surat cuti pada
kalian," Beglendeen memberi petunjuk. "Sesudah melewati
Lateng, kalian akan dijemput oleh pasukan Bali yang
menyamar sebagai nelayan. Setelah merampas lima kapal itu,
kalian bergerak ke Bali. Tinggalkan satu kapal menunggu
kami." "Baik, Tuan." "Sementara itu aku dan Bozgen akan melepaskan Rsi Ropo.
Karena dengan demikian perjalanan kalian akan terjamin."
Sesudah itu Beglendeen segera membuatkan surat untuk
teman-temannya. Karena ia komandan regu, ia punya kuasa
untuk menandatangani surat-surat jalan. Dan mulailah
gelombang demi gelombang mereka berangkat ke tempat
yang telah diperintahkan oleh Beglendeen. Sementara itu
Bozgen pulang ke loji untuk mempersiapkan istrinya.
Tapi apa yang ia dapati di rumah" Lojinya telah kosong.
Istrinya tiada. Ia cari di kamar, di dapur, di halaman, di mana-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mana tidak ada. Dengan lunglai ia kembali ke kamar. Hatinya
penuh tanda tanya. Apakah ia lari dariku" Tidak mungkin,
bapa-ibunya ada di pembuangan. Menari lagi" Itu pun tak
mungkin, karena ia sudah lama tidak latihan. Kemudian ia
ingat tadi malam ketika mereka bersanding di pembaringan.
Perempuan itu berkata, bahwa ia akan berangkat dulu ke
Mengwi. Menunggu di sana. Jika nanti kapal merapat di
pelabuhan Buleleng, maka ia akan mengalungkan bunga untuk
Bozgen, suaminya tercinta.
Ah, dia sudah berangkat" Kenapa ia tidak bilang terus-
terang bahwa hari ini akan berangkat" Apa ia sudah tahu
bahwa hari ini teman-temannya bergerak. Padahal rencananya
ia sendiri baru akan bergerak membebaskan Rsi Ropo setelah
beberapa saat mentari terbenam. Ia diperkenalkan oleh
istrinya dengan seorang jelita bernama Mas Ayu Prabu. Dan
gadis jelita itu memperkenalkannya dengan seorang bernama
Wilis. Dan Beglendeen menjadi sangat takut kala berhadapan
dengan orang itu. Ia ingat kejadian di kedai beberapa waktu
silam. Takut akan keselamatan jiwanya, juga disebabkan oleh
banyak kekecewaan terhadap Biesheuvel, maka Beglendeen
menyatakan diri ikut dalam gerakan pembelotan itu.
Kegelisahan memenuhi pikiran Bozgen. Bukan takut gagal
dalam pembelotannya. Tapi ia resah akan nasib istrinya. Ia
khawatir barangkali perempuan muda itu mengandung, maka
sangat bahaya menempuh perjalanan sulit seperti sekarang
ini. Dan setelah menyadari bahwa istrinya benar-benar sudah
berangkat maka tidak ada jalan lain kecuali berlutut dan
berdoa, di hadapan Bapanya... Tuhan pencipta langit dan
bumi. Ia serahkan semua yang bakal terjadi. Ia ingat istrinya
suka sekali ia berdoa. Dan sudah ia coba mengajarkan pada
istrinya itu bagaimana caranya mengenal Al ah yang hidup.
Meskipun demikian karena istrinya melihat dengan mata
kepala sendiri, bahkan merasakan bagaimana J. Vos, juga
Colmond memperlakukan orang-orang Blambangan, maka
tidak mudah bagi wanita itu untuk menerima kekristenan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam hidupnya. Bozgen sedih melihat kenyataan ini. Tidak
kurang-kurang orang Kristen yang menjadi penyebab
persoalan, bukan pemecah persoalan. Karena kasih sudah
tiada lagi di hati mereka.
Malam itu adalah yang keempat. Sebagaimana malam-
malam sebelumnya, setiap mentari sudah ditelan mulut bumi,
maka gerombolan anjing mulai muncul. Mengepung benteng
di mana Rsi Ropo mendekam. Bagi orang Blambangan hari itu
adalah bulan Jita tanggal tua, maka bulan tak kunjung
muncul. Bintang memang membantu menerangi alam. Namun
tetap saja tak mampu menembus dedaunan, atau semak
belukar. Lampu-lampu minyak hanya menyorotkan warna
merah bercampur kuning. Tidak mampu menerangi jangkauan
yang lebih dari lima depa. Tapi kali ini suara salak anjing lebih
riuh dari biasanya. Sambung-menyambung seperti tak putus-
putus. Semua penghuni Pangpang ketakutan. Orang-orang
Blam-bangan asli segera menyiapkan perapian untuk
membakar kemenyan. Pintu-pintu semua tertutup rapat.
Pangpang benar-benar bagai kota mati.
Bapa Anti tidak berani keluar rumah. Sekalipun malam ini
ada panggilan dari Jaksanegara. Ia menyuruh anak lelakinya
untuk menghadap. Ia tinggal bersama istrinya yang termuda.
Baru tujuh tahun ini tinggal di rumah Bapa Anti. Mendengar
lolong anjing yang tiada henti hati Bapa Anti yang sudah tua
menjadi amat berdebar. Ia mendekati pembaringan istrinya.
"Kakang tampaknya takut?" bisik Rani ketika suaminya naik
ke pembaringan. "Anjing-anjing sialan itu.... Bahkan kini dekat sekali dengan
rumah kita." Rani bangkit. Ia coba mengintip ke pendapa. Berjingkat
menuju pintu. Bapa Anti memegang tangannya sambil
mengikuti berjingkat. "Ke mana?" bisik lelaki itu sambil
mendekatkan mulutnya ke telinga Rani.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rani tidak menjawab. Ia coba membuka pintu sedikit.
Untuk mengintip. Dan... tiga ekor anjing hitam duduk di
pendapa sambil menyalak dan melolong. Cepat ia tutup
kembali. Kemudian menarik napas dalam-dalam.
"Ya, Al ah... kenapa Tuan Jaksanegara berani menangkap
Rsi Ropo?" perempuan yang sebenarnya Cina itu ikut takut.
Dewa-dewa orang Blambangan marah kini, pikirnya.
Bapa Anti makin takut. Seketika itu juga encok di
boyok(pinggang bagian belakang) juga kakinya, kambuh.
Jenggot dan rambutnya nampak kian putih. Ia dipapah oleh
istrinya ke pembaringan. "Sudah kau simpan gaji dari Tuan Biesheuvel kemarin?"
tanya Bapa Anti dalam bisik. Istrinya mengangguk. Memang ia
menyimpan dalam bambu tiang rumahnya. Wanita muda itu
senang sekali ketika menerima uang begitu banyak. Tak
mungkin kawula akan memiliki sebanyak itu. Untung juga jadi
istri Bapa Anti sekalipun sudah tua. Kini Bapa Anti
melambaikan tangan agar dia berbaring di sampingnya. Rani
merasakan pipi Bapa Anti lebih dingin dari biasanya jika
sedang mencium. Tapi napas Bapa Anti tetap saja
mendengus-dengus seperti kerbau jantan.
Bersamaan dengan itu jendelanya diketuk orang dari luar.
Rani yang bangkit dan menempelkan telinga ke jendela.
"Siapa?" bisiknya.
"Aku tidak perlu kamu. Tapi Bapa Anti." Orang di balik
jendela menjawab. Juga perlahan. Rupanya tidak ingin ribut-
ribut. Tapi bersamaan dengan itu sebuah pisau menembus
tepat di atas susu Rani yang juga menempel di jendela.
Sebagai peringatan agar Rani tidak menjawab lagi. Wanita
muda itu menjadi gemetar. Seluruh persendiannya seperti
copot. Tanpa sadar ia terduduk. Sementara itu bibir Bapa Anti
kian menjadi ungu. Lidahnya kelu. Suara yang memanggilnya
berulang mantap. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan tunggu kami masuk. Keluarlah lewat jendela ini.
Jika tidak..." Suara itu berhenti. "Atau kubakar rumah ini?"
"Ba... bab... bab... baik... aku akan keluar." Bapa Anti
mengalah. "Asal jangan ganggu Rani!" Ia masih sempat
menambahi. "Drubiksa! Wariskan anak itu pada anakmu! Tua bangka
tidak tahu diri! Ayo cepat!"
Bapa Anti kian tidak kuat jalan mendengar itu. Ia akan
dibunuh. Ia berusaha menyeret kakinya ke jendela. Tapi
rasanya lama sekali. "Cepat, Bapa Anti. Atau aku suruh anjing-anjing itu masuk
dan menggerogoti dagingmu pelan-pelan sebelum rumah ini
kubakar. Atau biar kulit istrimu dicabik-cabik ..."
"Jangan... jangan... aku mau keluar... ah...." Bapa Anti
kehilangan pertimbangan. Memang siapa yang kehilangan
keberanian maka ia juga kehilangan semangat. Dan siapa
kehilangan semangat maka habislah pertimbangannya.
Sementara Rani mulai terisak.
"Jangan mengeluarkan suara apa pun!"
Akhirnya Bapa Anti sampai juga di jendela. Ia buka
perlahan-lahan. Namun begitu terbuka badannya seperti
tersedot keluar. Tangannya ditarik dengan keras sehingga ia
terlompat. "Sekali lagi, Rani, jika kau ingin selamat, jangan beranjak
dari kamarmu. Sebab anjing juga akan menjagamu di jendela
ini sampai esok pagi. Jangan berteriak. Sia-sia. Anak tirimu,
Juru Kunci, sedang berpesta di rumah Jaksanegara!"
Kemudian suara itu hilang bersama langkah menjauh. Rani
benar-benar tak berani bangkit. Apalagi ketika beberapa
bentar kemudian terdengar salak anjing tepat di bawah
jendela kamarnya. Ia merangkak ke pembaringan. Berusaha
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
naik. Dan menutup telinga dengan telapak tangannya. Tapi
suara itu tetap saja menerobos tiap celah jarinya. Ia pingsan.
Ketakutan membuat orang Pangpang tidak keluar ketika
mendengar kentongan dipukul bertalu-talu sebagai tanda ada
rumah terbakar. Rumah mewah milik Lie Pang Khong
terbakar. Kentongan tiada henti berbunyi. Terdengar juga oleh
penghuni benteng. Beglendeen memerintahkan orang-
orangnya untuk bergerak memadamkan kebakaran.
"Semua ke sana!" teriak Beglendeen.
Dan para prajurit berlarian membawa alat-alat yang dapat
dipakai untuk menolong kebakaran. Bukan cuma benteng itu,
tapi juga yang di tangsi-tangsi banyak yang berlarian ke
rumah Lie. Justru saat itu anjing-anjing mengejar mereka. Membuat
mereka makin panik. Ada juga yang berani membunuh anjing-
anjing itu. Namun seperti hantu saja, anjing-anjing itu
jumlahnya makin banyak. Kekalutan memudahkan Mas Ramad
Surawijaya bersama empat anak buahnya masuk ke Benteng
Pangpang. Seorang di antara mereka tampak memikul
manusia di pundaknya. Semua berjalan lancar karena Bozgen sudah menunggu
mereka di gerbang belakang seperti yang telah mereka
rundingkan. Rsi Ropo juga sudah di situ. Sudah tidak
berpakaian brahmana lagi. Kemudian dengan cepat orang
yang dipanggul dan dalam keadaan pingsan itu diturunkan
dan diganti pakaiannya dengan pakaian brahmana. Setelahnya
cepat-cepat dipanggul lagi dan dibawa ke sel dimana Rsi Ropo
seharusnya ditahan. Orang itu ditidurkan menghadap tembok.
Gerakan mereka memang sangat cepat. Dan Rsi Ropo sudah
kabur sewaktu Bozgen mengunci kembali gerbang belakang
yang seharusnya cuma dibuka bila benteng itu terbakar.
Dengan berdebar Bozgen melaporkan pekerjaannya pada
Beglendeen, yang menyambutnya. Mau-tak mau ia memang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kagum terhadap Wilis. Apalagi sampai saat itu ia belum
mendengar sebuah letusan pun. Padahal ia sadar betul di tiap
semak ada anak buah Wilis. Yang setiap saat siap
memuntahkan pelurunya. Semua tangsi dan benteng sudah
dikepung. Dan yang aneh lagi anjing-anjing itu. Bagaimana
mungkin anjing yang jumlahnya begitu banyak bisa
dikendalikan seperti halnya manusia"
Seperti tidak sabar rasanya Bozgen dan Beglendeen
menunggu penggantian penjagaan. Sersan Bozgen sebagai
komandan jaga malam itu akan diganti oleh Sersan Fische.
Sementara orang sibuk menolong memadamkan api di rumah
Lie Pang Khong. Tepat pada jamnya Sersan Fische datang
juga. Timbang terima di bawah pengawasan Beglendeen pun
terjadi. Dan pemeriksaan kamar tahanan dilakukan cuma dari
luar sel. Rsi Ropo masih tertidur menghadap tembok.
"Lihat dia masih bernapas! Berarti ia masih hidup," Bozgen bergurau. Dadanya
memang tampak bergerak naik-turun,
tanda masih bernapas. Dan, "Dengar dengkurnya! Seperti
orang menggergaji, kan?"
"Yah..." Sambil pergi Fische tertawa.
Bozgen dan Beglendeen berpamitan pada Fische akan
menengok anak buahnya yang sedang memadamkan
kebakaran serta sepuluh anggota regunya. Baik-baik jaga
tahanan! begitu pesan Beglendeen. Namun begitu di luar
benteng dua ekor kuda sudah menunggu. Dan tanpa ayal lagi
mereka kabur ke Sumberwangi.
Tapi begitu mereka keluar dari perbatasan kota Lo
Pangpang, terdengar sebuah letusan. Dan kemudian disusul
oleh letusan lainnya. Keduanya tidak berhenti. Mereka
memacu kudanya makin cepat menjauhi Lo Pangpang. Cuma
mereka menduga-duga apakah yang telah terjadi"
Dan tembakan itu memang datang dari rumah
Jaksanegara. Malam itu di rumah Jaksanegara sedang ramai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang berpesta. Mereka merayakan kemenangan dari
pendapat yang membuktikan bahwa sekalipun menangkap
seorang brahmana Juga tidak apa-apa. Tawa riuh dan tuak
serta minuman dari Eropa dicampur menjadi satu. Wanita
cantik menjadi penghangat malam gembira itu.
Namun kegembiraan mereka tidak berlangsung sampai
tengah malam. Karena beberapa bentar setelah pesta dimulai
di gerbang muncul dua orang membawa sebuah kotak besar.
"Kami mengirimkan pesanan Yang Mulia Jaksanegara."
"Apa ini?" tanya penjaga gerbang yang kebetulan orang
Surabaya. "Tidak tahu, Tuan. Dan perintah Yang Mulia kami hanya
diperkenankan mengantar sampai di gerbang ini. Barangkali
ini kenang-kenangan yang akan dipersembahkan pada Tuan
Besar Bies..." "Gila perintah macam itu! Kami juga memikul barang ini?"
"Tidak tahu. Permisi, kami pergi, Tuan." Keduanya berbalik.
Sambil menggerutu dua di antara lima pengawal itu
menggerutu. "Setan! Beratnya!"
Sampai di dalam ia repot menghadap Jaksanegara. Orang
itu seperti tidak membutuhkan kotak yang dipikulnya. Tapi ia
beranikan diri menghadap Jaksanegara yang sedang
mendampingi Schophoff dan Kertawijaya.
"Siapa kamu menghadap tanpa dipanggil?"


Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kertawijaya menanya. Karena ia tahu prajurit itu orang
Surabaya. "Hamba prajurit tamtama," prajurit yang bermata lebar
menjawab. "Ada apa?" "Ini, Yang Mulia, pesanan Yang Mulia Jaksanegara...."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa itu?" Jaksanegara terkejut. "Aku tidak pesan apa-apa dari siapa pun."
"Kata pengirimnya... Yang Mulia pesan dan akan
dihadiahkan pada Tuan Besar...." Mata orang itu melirik
Schophoff. Tapi tidak meneruskan ucapannya. Takut
menyinggung karena hadiah bukan untuk dia. Jaksanegara
segera berdiri. Dan memerintahkan agar kotakbesar itu
diangkat mendekat. Kedua pengawal itu mengeluh lagi. Dalam
bisik mereka berkata-kata satu dengan lainnya. "Ngangkat
lagi!" "Salahnya kamu jadi prajurit!"
"Terpaksa, Cak. Kalau tidak mana sudi...." Dan mau tak
mau mereka mengangkat lagi sampai di depan Jaksanegara.
Belum lagi ia melangkah pergi perintah membuka kotak itu
datang dari mulut Jaksanegara. Kotak sebesar peti mati itu
tidak sukar untuk dibuka. Karena memang ada pintunya,
seperti almari pakaian. Ternyata isi almari itu adalah manusia.
Semua terpekik dalam kejutnya. Apalagi Schophoff dan Pieter
Luzac. Mayat Lie Pang Khong yang rumahnya sedang
terbakar. Tidak setetes pun darah mengalir dari tubuh mayat
itu. Schophoff mengumpat sejadi-jadinya. Marah luar biasa.
Lalu. "Tangkap orang yang membawa peti ini ke sini! Cepat!
Gila! Kurang ajar!" Seribu umpatan keluar dari mulutnya.
Pieter Luzac cepat membubarkan pesta dan memerintahkan
pengawalnya untuk siap mengejar musuhnya. Tapi bersamaan
dengan itu serombongan anjing menyerbu masuk. Semua
orang menjadi panik. "Gila!" Sekali lagi Schophoff menyatakan kejengkelannya.
"Bunuh semua anjing-anjing ini!" Ia menembak ke atas.
Dengan pedangnya ia bunuh tiap anjing yang mendekat
padanya. Sementara itu Kertawijaya juga menghunus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kerisnya, tapi ia naik ke atas meja. Tahu begitu beberapa
anjing malah mengerubung dibawah mejanya. Ia berteriak-
teriak pada penjaga supaya memberinya sebuah tombak.
"Najis! Najis! Pergi!" ia mengumpat pada anjing-anjing itu.
Namun tidak digubris. Dengan kerisnya ia menusuk seekor,
tapi beberapa ekor lainnya mulai menggigit ujung kainnya.
Pieter Luzac marah bukan kepalang. Orang Blambangan
menghinanya. Mereka dihadapkan cuma dengan anjing. Ia
membunuh anjing-anjing. Sebagian orang lain ada yang
menemukan akal. Menyiram anjing-anjing itu dengan air. Dan
berhasil. Anjing-anjing itu terbirit-birit. Walau sambil menyalak
dan meninggalkan bangkai teman-teman mereka. Begitu
anjing-anjing itu keluar Pieter Luzac dengan para pengawalnya
menyerbu keluar. Schophoff pun tak kalah garang. Dengan
pengawal berkudanya ia mencoba menghubungi tangsi-tangsi.
Dan ia lebih dahulu mampir di kediaman Biesheuvel.
Orang itu sendiri baru saja pulang dari melihat kebakaran.
Di gerbang ia berpapasan dengan Schophoff. Mereka sama-
sama akan masuk. "Selamat malam, Tuan."
"Selamat malam. Barangkali Lie Pang Khong ikut terbakar."
Biesheuvel menarik napas panjang sambil turun dari kudanya.
"Tidak, Tuan," Schophoff menerangkan. "Ia diculik dan sengaja dibunuh. Mayatnya
dikirim ke pesta kami di rumah
Jaksanegara." "Setan! Ini bukan sekadar kekacauan biasa. Tapi unjuk
kekuatan." Biesheuvel menggertakkan gigi karena jengkel.
Keduanya berjalan sedang pengawal siap menunggu
perintah di depan pintu. Mereka berbaris dengan senjata siap
di tangan. "Pengantar mayat itu belum tertangkap. Mereka pesan
bahwa itu hadiah buat kami." Schophoff menyampaikan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan perasaan geram. Tidak lagi dapat tertawa
sebagaimana biasanya. "Gila! Benar-benar mereka menantang perang!" katanya
sambil membuka pintu kamarnya. Tapi betapa terkejutnya
ketika ia masuk semua perkakas acak-acakan. Bergesa ia
memeriksa kamar. Gadis-gadis pengipas semua tidak ada di
ruang tamu. Ia buka kamar tidurnya... Biesheuvel berteriak
kaget! Seorang perempuan muda Cina diikat di tempat
tidurnya. Anak Lie Pang Khong di sini" Gadis ini biasa
dipanggil Lie Mei Hwa. Teriakannya menarik perhatian
pengawalnya. Tapi tidak berani mendekat karena tidak ada
panggilan. Schophoff yang berani mendekat. Ia , juga tidak
kurang-kurang kagetnya. Seorang gadis muda dengan rambut
panjang dan hitam yang dikepang dua, terikat kaki dan
tangannya. Mulutnya disumbat kain.
Muka Schophoff benar-benar merah seperti bara. Tiba-tiba
ia maju dan membuka sumbat mulut gadis itu. Dan betapa
terkejut kala melihat di kain sutra yang dipakai menyumbat
mulut gadis itu terdapat sebuah tulisan dalam bahasa Belanda.
"Persembahan buat Tuan Biesheuvel."
Segera Schophoff menunjukkan surat itu pada Biesheuvel.
"Gila! Mereka menulis dalam Belanda."
"Tentu ada orang kita yang terlibat. Atau kita wajib
mencurigai orang Blambangan yang bisa berbahasa Belanda."
"Jika demikian, ambil Bapa Anti!" perintah Biesheuvel.
Sementara di luar anjing-anjing juga mengepung rumah
Biesheuvel dan terus menggonggong. Schophoff paling
jengkel mendengar itu. Namun para pengawalnya tetap ia
perintahkan untuk mengambil Bapa Anti. Siapa tahu ia yang
menulis surat itu. Sedang Biesheuvel marah pada pengawal
rumahnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Gila kalian. Bagaimana kalian tidak tahu ada orang masuk ke sini?" tegurnya.
"Sungguh, tidak tahu, Tuan. Dan kami tidak bisa dengar apa-apa. Suara anjing-
anjing itu...," jawab kepala regu penjaga rumah itu.
"Goblok! Tidur saja!" Biesheuvel balik lagi ke kamarnya. Ia lepaskan Lie Mei Hwa
dari ikatan. "Siapa yang membawa kamu" Kapan kamu dibawa"
Kenapa kamu tidak teriak?" serentetan pertanyaan ia lontarkan. Namun gadis Cina
itu tidak menjawab. Ia menangis dan mengeluarkan kata-kata yang tidak dimengerti
maknanya oleh Biesheuvel maupun Schophoff. Tak bisa berbahasa Belanda maupun
Blambangan rupanya. "Hai, kau bisa bercakap bahasa Blambangan" Juga bahasa Belanda?" Schophoff yang
bertanya kini. Tapi gadis itu hanya memandangnya sambil menangis. Beberapa saat
kemudian menggelengkan kepala sambil melihat sekelilingnya. Rupanya baru
menyadari keadaan. "Jika demikian, periksa seluruh Lo Pangpang. Panggil semua perwira dan bintara!"
Seorang pengawal meniup sangkakala. Segera disambung oleh sangkakala di benteng
dan tangsi-tangsi. Maka semua perwira segera mengapelkan anak buahnya. Sebab
sangkakala itu berarti akan diadakan pemeriksaan mendadak. Kala itu mereka
segera melapor pada Pieter Luzac bahwa ada beberapa orang bintara yang tidak ada
karena mereka cuti. Surat cuti ditandatangani oleh Beglendeen.
"Ke mana Beglendeen?"
"Tidak tahu, Tuan," jawab Schophoff pada Biesheuvel.
Biesheuvel mengerutkan dahi. Ia ingat beberapa bintara minta dipulangkan.
Sekarang mereka semua tiada. Justru
dalam keadaan panik. Mereka bersekongkol dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemberontak! Bersekutu dengan orang-orang Blambangan
yang menentang VOC. Biesheuvel pusing memikirkan kenapa
menjadi begitu. Semua orang menjadi takut mati. Seolah
Blambangan ini negeri hantu yang membunuh semua orang.
Ia terduduk. Sementara di kamarnya seorang gadis Cina
sedang menangis. Ia sendiri mengipas-ngipas. Tidak ada lagi
gadis pengipas, karena diculik orang. Sedang anjing-anjing itu
tidak berhenti menyalak. Dan bunyi tembakan kini makin seru.
Berarti ada kemungkinan hari ini ada usaha pembebasan Rsi
Ropo. Maka ia perintahkan Pieter Luzac melihat apakah Rsi itu
masih ada dalam selnya. Pieter menjawab bahwa ia baru saja
menengok orang itu. Dan masih lelap tertidur.
"Gila dalam keadaan hiruk-pikuk begini ia tertidur" Coba
lihat sekali lagi, apakah ia tidak mati!" Begitu habis kata-
katanya, pasukan yang diperintahkannya mengambil Bapa Anti
tiba dengan membawa perempuan muda.
"Aku perintahkan kalian mengambil Bapa Anti! Bukan
wanita!" "Ampun, Tuan. Bapa Anti tidak ada dan perempuan ini
bungkam saja. Barangkali memang dia menyembunyikannya.
Maka kami bawa orang ini."
Perempuan muda itu didorong-dorong ke hadapan
Biesheuvel. Bengong dan gemetar. Tidak berani bicara apa-
apa kecuali bilang, "Tidak tahu." Cuma dua kata itu saja.
Sebab dalam angan wanita itu masih tergambar moncong
anjing-anjing di sekitar rumahnya. Dan suara ancaman yang
tidak pernah ia lihat siapa yang mengatakan.
Akhirnya Biesheuvel memerintahkan wanita itu ditahan
lebih dulu. Dimasukkan kamar yang dulu pernah ditempati
salah seorang gadis pengipas. Biesheuvel tidak sempat
memperhatikan kesegaran tubuh atau kemontokan susunya.
Apalagi setelah beberapa bentar kemudian Pieter Luzac
datang dengan membawa laporan bahwa Ropo tidak ada.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yang tertidur di sana ternyata Bapa Anti dengan berpakaian
seperti Rsi Ropo. "Setan! Bagaimana orang itu bisa lolos" Bagaimana pula
Anti bisa menggantikannya" Periksa komandan jaganya Luzac!
Dan... Tuan Schophoff, beri tahukan pelarian ini ke seluruh
Blambangan. Dan kirimkan juga berita ke Surabaya
secepatnya!" Perintah terus mengalir dari mulut Biesheuvel.
Semua pasukan gabungan jadi sibuk. Untuk sementara
pasukan garnisun digantikan dengan orang-orang Madura dan
Sidayu. Orang-orang kulit putih diistirahatkan. Dan sebagian
disebar untuk mengadakan pengejaran. Ada yang ke jurusan
Surabaya melalui darat dan sebahagian mengejar ke
Sumberwangi lewat Lateng.
Namun semua tidak berjalan semudah yang diimpikan.
Sebagian besar tertahan di tangsi dan benteng sebab begitu
keluar dari tempat mereka disambut oleh tembakan.
Kegelapan membuat mereka tidak tahu di mana musuh
bersembunyi sambil menembak. Bahkan di Benteng Pangpang
mulai jatuh korban. Seorang yang bertugas memegang
pembukuan benteng tewas ketika sedang berusaha
merangkak untuk membawa buku laporan ke kediaman
Biesheuvel. Meskipun begitu, Pieter Luzac masih mampu menembus
kepungan dan dengan sepuluh orang pengawal ia mengejar
mereka yang kejurusan Lateng. Kemudian sepuluh orang
berkuda lagi menyusulnya ke jurusan Lateng. Tidak gampang
memang. Mereka harus membayar dengan tiga nyawa ketika
mulai keluar dari tapal batas kota Lo Pangpang.
Beglendeen dan Bozgen tidak tahu bahwa rumah Lie Pang
Khong sudah musnah sama sekali dilanda api. Dalam pikiran
mereka hanya melihat sebuah kapal yang sedang menunggu
mereka setelah dirampas oleh teman-temannya. Mereka tidak
tahu bahwa teman-teman mereka cuma mampu merampas
tiga kapal. Di kapal keempat dan kelima mereka mendapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perlawanan. Sehingga membuat laskar Bali yang menyamar
sebagai nelayan dan mengelilingi kapal itu menjadi tidak
sabar. Mereka ikut naik ke geladak kapal perang Belanda itu.
Pertempuran sengit terjadi di^atas kedua kapal yang terakhir
itu. Tiga lainnya sudah bertolak ke Buleleng setelah
sebelumnya terjadi pembantaian atas beberapa awak kapal
oleh para pembelot dan laskar Bali yang naik ke geladak.
Komandan Benteng Lateng, Letnan Schaar segera
mendapat laporan dari awak kapal yang berhasil meloloskan
diri. Karena itu segera mengirimkan bala bantuan untuk
mencegah terampasnya dua kapal itu. Setelah itu
pertempuran menjadi tidak imbang. Laskar Bali di kapal
keempat melihat ini merupakan gelagat yang tidak
menguntungkan. Sebagian dari mereka nekat merampas
meriam dan menembak ke arah kapal kelima. Dua tiga kali
tembakan kearah kapal yang:'tidak bergerak itu, tentu tidak
mungkin terhindarkan. Semua yang bertempur menjadi amat
terkejut. Apalagi setelah beberapa bentar kemudian di atas geladak
kapal keempat berkobar api. Semua layar terbakar. Ternyata
laskar Bali yang melihat beberapa bintara pembelot mulai
kehilangan semangat tempur, bahkan sudah ada yang angkat
tangan, menjadi marah. Mereka mengambil ke-putusan untuk
membakar kapal setelah itu melompat ke laut. Berenang ke
perahu-perahu kecil yang memang sejak tadi menunggu.
Sebagian pasukan pembelot juga berbuat hal seperti itu. Nasib
kedua kapal itu sudah bisa ditentukan karena air juga sudah
mulai masuk ke kapal kelima.
Kedatangan Bozgen dan Beglendeen disambut dengan
tembakan. Mereka bergulingan di pantai. Melihat api berkobar
di laut keduanya sadar bahwa bahaya sedang mengancam.
Maka mereka berlari menuju perkampungan nelayan. Baru
mereka sadar kenapa selewat mereka dari Lateng tidak ada
yang menjemput. Rupanya sudah tercium oleh Letnan Schaar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi sebelum mereka sampai di perkampungan sebuah peluru
menyambar tepat di dada Bozgen. Pemuda itu terbanting.
Beglendeen bertindak cepat. Segera ia gendong pemuda itu
dan dibawa terus berlari. Ternyata para nelayan
membantunya. Cepat-cepat membawa ke sebuah perahu
layar. Dan nelayan itu mendorong kapalnya ke laut serta
mengembangkan layarnya. Bozgen membuka matanya. Beglendeen mengusap luka di
dada Bozgen. Berkali ia mengerang. Seluruh tubuhnya lemah.
Darahnya terkuras. "Berdoalah, agar Tuhan memberimu kekuatan,"
Beglendeen menasihati. "Terima kasih, Tuan. Tapi... rasanya aku tak akan sampai."
"Kuatkan hatimu. Ni Ayu Repi menunggu di Buleleng."
Di bawah sinar bintang tampak mata Bozgen mengerjap.


Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi sebejtitar kemudian mengatup lagi. Dahinya berkerut.
Rahangnya menegang. Menahan sakit. Menghela napas
panjang sebentar. Berkata lirih,
"Tuan... jika aku tak melihatnya lagi, salamku buat dia. Aku
mencintainya sampai akhir. Dan aku cinta negeri ini, yang
memberiku makan, kesukaan dan..."
"Bozgen..." Beglendeen mengguncang-guncangkan tubuh
Bozgen. "Repi menunggumu dan menyiapkan karangan
bunga____" Tidak menjawab lagi. Beglendeen menengadah ke langit.
Bintang-bintang mengerjap. Puluhan juta bintang di atas laut
itu, tidak dapat mengganti temannya yang selalu bergurau
bersama. Ah, karangan bunga, rupanya perlambang kematian.
Seluruh yang masih di atas kapal tidak ada yang selamat.
Panah laskar Bali siap mengirim mereka ke keberakhiran.
Batas dari hidup yang diulur oleh siapa pun. Bukan cuma itu,
ternyata di antara perahu nelayan yang tidak mencurigakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu ada yang menembakkan kanon dan panah api. Itu
sebabnya Letnan Schaar memerintahkan menembaki perahu-
perahu nelayan itu dengan kanon. Dan tanpa sengaja perahu
Beglendeen tersasar peluru kanon. Lumatlah Beglendeen
bersama nelayan yang menolongnya. Benar juga, Repi tidak
akan pernah bertemu dengan kekasihnya. Tiap orang yang
turun dari kapal Belanda itu, diperhatikannya. Berlari ke sana
kemari, tapi pemuda itu tidak ada. Ketika ia tanyakan
jawabnya tidak tahu, atau masih di belakang, atau...
barangkali masih... masih sedang bertempur.
Dada Ni Ayu Prabu yang berdiri di samping Ni Repi berdesir
mendengar itu. Apalagi kapal yang sekarang masuk ke
pelabuhan Buleleng ini cuma tiga. Berarti yang lain terhadang
oleh pertempuram Atau bahkan bisa juga tenggelam bersama
seluruh orang yang berada di atasnya. Berarti ada
pertempuran. Lalu bagaimana nasib Sratdadi" Nasib Mas
Ramad" Ah, jika demikian ia tak boleh berlama-lama tinggal di
Bali ini. Jika perlu malam ini juga harus balik ke Blambangan.
Tapi Wong Agung Wilis mencegah. Pastilah belum aman dan
pantai dijaga dengan ketat. Wong Agung khawatir tiap kapal
nelayan akan digeledah. Tidak lazim wanita nelayan ikut
melaut. Karena itu akan mencurigakan pihak Kompeni dan
bisa membahayakan diri Ni Ayu.
Sambutan begitu meriah. Orang-orang Mengwi menari-nari
merayakan pembelotan beberapa bintara Kompeni itu. Kendati
cuma sekitar lima belas yang selamat. Tapi tiga kapal perang
yang mereka bawa itu" Berapa harganya" Di atas semua itu
Wong Agung Wilis-lah yang menerima sanjungan. Dan hati Ni
Ayu Ratih semakin berbunga. Kendati Wilis sendiri sebenarnya
merasa malu. Ayu Prabu-lah yang seharusnya menerima
sanjungan ini, katanya pada Ratih. Namun Mas Ayu Prabu
tidak mempersoalkannya. Ia lebih sibuk menghibur Repi yang
gagal mengalungkan bunga untuk kekasihnya, Bozgen.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Air mata Repi tidak henti mengalir. Isaknya ditelan ombak
yang menghantam pantai. Ia pandangi merpati-merpati laut
yang berkeliling mencari makanan. Demikian pula camar yang
berkeliling di angkasa biru. Namun mulutnya tetap membisu.
Ia pandang kebiruan yang berbuih-buih putih di hadapannya.
Duduk di atas karang. Mas Ayu memeluknya erat. Kau masih
cantik, Repi. Masih panjang jalan setapak yang harus kita
hadapi. Masih banyak onak membentang. Sabar dan sadarlah
kau, Repi. Diam. Menangis. Diam.
Kala fajar menyingsing, tembakan sudah berhenti di
Pangpang. Tidak ada pihak yang menembak. Menurut
Jaksanegara kejadian seperti tadi malam itu bukan kebiasaan
orang Hindu. Mereka tidak pernah bertempur malam hari,
katanya pada Biesheuvel. Tapi orang itu tak menggubris. Ia
sangat kecewa atas kejadian itu. Bukan karena harus
memuntahkan peluru dan bertempur. Namun ia juga
menghadapi pembelotan. Barangkali ini yang pertama
dilakukan oleh orang-orang Kompeni. Belum pernah terjadi
pada perang-perang sebelumnya. Zaman Untung yang pernah
membunuh Kapten Tack itu pun tidak terjadi. Walau memang
ada perlawanan dari Suzane yang mencintai Untung. Ini aib
yang bisa berakibat buruk pada dirinya. Tentu ia akan dimintai
pertanggungjawaban oleh Dewan Hindia di Batavia. Dengan
lima kapal hilang! Ini membuat kepalanya pening.
Ia perintahkan anak buahnya membersihkan bangkai-
bangkai dari kota Pangpang. Baik bangkai anjing maupun
mayat-mayat manusia. Bahkan juga bangkai kuda. Semua
mati karena kebrutalan perang. Setelah itu ia sendiri pergi ke
benteng untuk melihat Bapa Anti. Ia pasti berkomplot dengan
penjahat dan sengaja menyediakan diri sebagai ganti Rsi
Ropo. Beberapa pengawal menghadapkan Bapa Anti di kantor
benteng. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak sangka jika kau berani mengkhianati Kompeni!"
Biesheuvel memulai. "Kau lepaskan Rsi Ropo dan menggantikannya?"
"Tidak, Tuan... hamba tidak tahu apa... apa____"
"Tidak tahu apa-apa" Bagaimana bisa kau sampai kemari?"
"Hamba tidak tahu!"
"Lagi tidak tahu?" Biesheuvel bangkit dengan muka merah.
Kepada pengawal ia perintahkan memukul Bapa Anti. Dan popor bedil membuatnya
tersungkur. "Ikat dia dan bawa ke rumahku. Biar dia tahu bagaimana cara aku membuka
mulutnya," perintah Biesheuvel pada seorang pengawal. Bapa Anti ditempatkan di
ruang terpisah dari istrinya. Biesheuvel bertekad membongkar
persekongkolan ini. Tidak mungkin ada orang bisa meloloskan diri dari penjara
dengan begitu saja. Kini Biesheuvel sendiri memeriksa istri Bapa Anti. Kepada juru masak ia
perintahkan untuk memberi makan pada kedua wanita muda di kamar masing-masing.
Mereka diperintahkan mandi. Kepada Lie Mei Hwa dipergunakan bahasa isyarat.
Selesai mandi dan makan baru Biesheuvel memasuki kamar Rani. Rani terkejut. Tapi
Biesheuvel menenangkannya dalam bahasa Blambangan.
"Jangan takut. Aku bermaksud baik!" Biesheuvel mulai senyum. Mungkin saja
dibikin-bikin, la duduk di kursi dekat ranjang yang tersedia. Bersih ruangan
itu. Matanya menelusuri tiap lekuk tubuh wanita itu. Kulitnya kuning bersih
membungkus tubuh padat. Kemban hitam membungkus susu montok. Matanya agak
sipit.- "Kau anak Bapa Anti?"
Perempuan itu menggeleng.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan takut. Bicaralah! Jika bukan anaknya, lalu
apanya?" "Istrinya...." Wanita itu tertunduk.
"Istrinya" Oh... maaf. Bapa Anti adalah sahabat yang aku
hormati. Maafkan kami membiarkan kamu dalam ketakutan.
Seharusnya kami menolongmu segera." Biesheuvel maju
sambil menjabat tangan Rani dan menciumnya. Rani terkejut.
"Kami sekarang ingin menolong Bapa Anti. Tapi tentu kami
membutuhkan beberapa keterangan. Bisa kamu menolong
kami" Jangan takut, aku melindungi kamu."
Wanita itu memandangnya tajam-tajam. Matanya
mengundang pesona tersendiri. Bola matanya hitam seperti
alisnya. Setelah bertimbang sebentar wanita itu mengangguk.
"Terima kasih. Jika demikian kita akan bicara baik-baik.
Duduklah di kursi itu! Aku akan ambil minuman istimewa
untuk persahabatan kita."
Rani melakukan apa yang diperintahkan Biesheuvel. Duduk
di kursi kayu. Matanya mulai berani memperhatikan isi
ruangan. Semua bagus. Tidak pernah ia mimpi akan masuk ruangan semewah itu.
Biesheuvel masuk lagi dengan dua buah gelas. Ia perhatikan
tangan Biesheuvel banyak ditumbuhi bulu-bulu kuning kasar
waktu menyerahkan gelas. "Minumlah. Ini untuk menyegarkan badan!" Biesheuvel
sendiri minum di gelas yang satu, Rani ragu. Ia menjawab
baru saja makan dan minum. Biesheuvel tidak memaksa. ;
"Apa yang sebenarnya terjadi tadi malam?"
Diawali oleh keraguan ia menceritakan semua yang
diingatnya. Dan ia masih sangat takut karena anjing-anjing itu
begitu galak. Dan gerakan orang-orang itu begitu cepat,
sampai-sampai ia tidak dapat melihat orangnya. Ia dengar
semua ancaman namun tidak tahu siapa yang bicara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Biesheuvel tercenung di tempat duduknya buat sesaat.
Kemudian ia mencatat. Sebagai pelengkap dari laporan yang
akan dikirimnya ke Surabaya dan Batavia. Setelah mencatat
sebentar Biesheuvel berdiri dan berjalan ke belakang Rani.
Tiba-tiba saja ia berhenti, tepat di belakang Rani. Ia
mengulurkan kedua tangannya ke bahu Rani yang telanjang
itu. Sambil katanya, "Apakah bisa dipercaya ucapan ini" Tidak bohong?"
Perempuan itu terkejut. Tapi tak berani mengebaskan
tangan yang kasar itu. Ia mengangguk sebagai jawaban. Ia
menggeliat perlahan menahan geli kala Biesheuvel mengelus
bahu dan punggungnya. "Jangan, Tuan...."
"Baiklah!" Biesheuvel meninggalkan bahu itu dan kembali
duduk di kursi yang berhadapan dengan perempuan itu.
"Semoga kamu senang tinggal di sini. Tapi jangan kamu
keluar ruangan ini untuk sementara waktu. Kamar mandi
sudah tersedia di sudut kamar, bukan" Nah, sampai ketemu
lagi." Kini Biesheuvel mendatangi kamar Bapa Anti. Ia lepaskan
ikatan orang tua itu. "Maafkan saya telah berlaku kasar, Bapa Anti," katanya.
"Aku perlu menolong kamu dan keluargamu. Istrimu tentu
juga dibawa kabur. Karena kami telah mendatangi rumahmu
ternyata tidak ada di rumah."
"Yah... Tuhan... Al ah!" Bapa Anti menyebut. "Istriku!"
"Jangan gelisah. Kami akan menolongmu mencari istrimu
itu. Tapi tolonglah ceritakan dulu bagaimana kau bisa masuk
ke sel Rsi Ropo." Bapa Anti pun menceritakan bagaimana sebuah tangan
menariknya dengan keras dari jendela. Membuat ia terjatuh.
Sebuah benda mengenai tengkuknya. Sehingga ia tidak sadar.
Tahu-tahu sudah berada dalam penjara. Dan itu sesuai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan keterangan Pieter Luzac yang melaporkan bahwa Bapa
Anti tidak sadarkan diri waktu pertama kali ia periksa di sel.
Kini hati Biesheuvel menjadi iba pada Bapa Anti. Orang yang
pernah berjasa pada Kompeni itu. Ia tahu Bapa Anti tidak
salah. Tapi bagaimana mungkin mereka masuk ke benteng
dan mengambil Rsi Ropo" Kini pada
Bapa Anti la perintahkan melepas pakaian Rsi Ropo.
Sutera kuning itu perlu dijadikan bukti dalam menyusun
laporan. Sekaligus membantah pendapat J. Vos bahwa mereka
tak berusaha menangkap Rsi Ropo yang dianggap penghasut
kawula Blambangan itu. Tapi begitu memeriksa jubah sutera
kuning itu ia menjadi sangat terkejut. Ada tulisan di balik
jubah itu. Ia tunjukkan pada Bapa Anti. Bapa Anti menjadi
pucat demi membaca tulisan dalam bahasa Blambangan itu.
"Aku, Wong Agung Wilis, datang mengambil orang suci dan
tidak bersalah. Dan ingat-ingatlah, aku sudah datang. Aku
akan mengambil kembali hakku dari tangan orang-orang bule.
Dan akan menghukum semua pengkhianat bangsaku. Mereka
akan dipicis di muka umum. Bersiaplah!"
Bapa Anti jadi gemetar. Tiba-tiba saja keringat dingin
keluar dari jidatnya. Sebesar biji-biji jagung. Pandangan
matanya menjadi kabur. Napasnya tersengal-sengal.
Biesheuvel kaget. Ia panggil seorang pengawal untuk
membantu menidurkannya di ranjang. Segera Biesheuvel
menjemput Rani di kamarnya.
"Kami telah menemukan Bapa Anti, tapi..."
"Tapi kenapa, Tuan?"
"Keadaannya mengkhawatirkan." Biesheuvel menggandeng
tangan wanita itu. Bahkan sebelah tangannya disampirkan di
bahu. Mereka bergesa ke kamar Bapa Anti. "Dia sakit!"
katanya kemudian. "Mereka berusaha membunuhnya. Tapi
kami telah merampas Bapa Anti dari tangan mereka."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, Tuhan Al ah...," wanita itu menyebut.
Bapa Anti melihat istrinya datang dalam gandengan
Biesheuvel makin kaget. Tampaknya mereka sudah akrab.
Cemburu membuat denyut jantungnya melonjak. Membuatnya
terkulai sama sekali. Napas kian sesak. Akhirnya putus sama
sekali. Rani menjerit. Dalam laporannya ke Batavia dan
Surabaya, Biesheuvel menuliskan bahwa kejadian itu pada
awal Juni tahun seribu tujuh ratus tujuh puluh satu tahun
Masehi. Tiraikasih Website http://kangzusi. com/
XI. NYANYIAN SURGA Dalam laporan yang dibacakan di depan sidang darurat Dewan Hindia, Biesheuvel
menulis bahwa pembelotan yang dilakukan oleh serombongan bintara itu adalah
karena mereka sudah jenuh bertugas di daerah Blambangan. Daerah yang sebenarnya
sangat subur dan kaya. Banyaknya kematian orang-orang Belanda pada masa
pemerintahan Colmond yang singkat telah membuat orang takut bertugas di
Blambangan. "Memang, tulis Biesheuvel selanjutnya, kem atian-kematian mereka itu kami anggap
aneh. Para pahlawan tidak mati
dalam peperangan. Sepertinya digerogoti hantu satu per satu,
dan tanpa ampun mereka mati konyol. Itu sebabnya banyak
orang menjuluki daerah ini adalah negeri hantu.
Sebenarnyalah kami sudah mengirim permohonan mereka ke
Surabaya. Tapi Tuan Gubernur J. Vos tidak pernah
menjawabnya. Kami tahu Surabaya sedang dalam kesibukan
amat sangat. Jadi kami tidak mendesaknya. Tapi kami mohon
maaf jika ternyata kebijakan kami yang diilhami oleh kebijakan
Tuan Gubernur telah membuahkan pembelotan yang
memakan korban jiwa. Karena justru saat itu waktunya
bersamaan dengan usaha pemberontakan pribumi yang
dipimpin Rsi Ropo. Tapi dengan tanpa kebijakan dari
Surabaya, artinya kami terpaksa tidak melapor lebih dulu
bahwa kami berhasil memadamkan pemberontakan yang
cukup membahayakan kedudukan VOC di daerah
Semenanjung." Banyak orang yang mendengar laporan itu mengangguk-
angguk. Mereka memuji kecerdasan Biesheuvel yang telah
mampu memadamkan pemberontakan dalam waktu singkat.
Sebaliknya mereka saling bertanya, kenapa J. Vos lamban
menurunkan keputusan. Apalagi setelah membaca laporan


Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang bahagian akhir. Meskipun demikian kami tetap harus waspada dan akan
mengeluarkan banyak biaya. Karena ternyatalah sebenarnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang Blambangan tidak membenci VOC seperti yang diakui
sendiri oleh pemimpin mereka, Rsi Ropo. Tapi orang-orang
Blambangan sangat tidak suka diperintah oleh Kertawijaya.
Mungkin sekali disebabkan oleh hal-hal yang kecil. Namun
layak untuk diperhatikan. Misalnya larangan memelihara dan
menyembelih babi, ternyata menyakiti hati orang-orang
Blambangan. "Sebenarnya pihak kami telah mengajukan usul yang
ditandatangani Tuan Schophoff dan
Tuan Pieter Luzac supaya bekas patih Lo Pangpang, Tuan
Jaksanegara, diangkat menjadi penguasa Blambangan. Karena
menurut penilaian kami orang tersebut bisa bekerja sama
dengan Kompeni. Tapi rupanya hal tersebut tidak berkenan di
hati Tuan Gubernur J. Vos. Tentu kami tidak pernah
menyalahkan' kebijakan beliau. Yang pasti itu bukan kebijakan
yang salah, tapi Jzarena beliau tidak berada di lapangan
sehari-hari." "Sungguh sayang jika kita tidak mengelola dengan baik
daerah yang berlembah hijau, bergunung biru, dan masih
banyak daya yang akan dapat menambah perbendaharaan
VOC." Dewan Hindia merasa perlu mempertimbangkan laporan
Biesheuvel. Oleh karena itu mereka segera mengadakan rapat
dan menyampaikan situasi Blambangan pada Gubernur
Jenderal. Walaupun mungkin saja bukan dikarenakan laporan
Biesheuvel, tapi sejarah mencatat, awal Juli Gubernur Jenderal
menurunkan perintah penggantian Gubernur Jawa Bagian
Timur. J.Vos diganti Robert Van de Burg.
Orang ini lebih muda. Lebih tinggi dan tegap. Dalam
mengambil keputusan lebih tegas. Gerakannya lebih lincah.
Kendatipun mereka sama-sama memelihara kumis di bawah
hidungnya yang mancung. Mata mereka sama-sama biru.
Namun Burg nampak lebih cekung. Giginya nampak lebih
putih dan rapi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yang tidak mengenakkan bagi Vos, kedatangan Van de
Burg sepertinya tergesa-gesa. Akibatnya ia tidak sempat
beranjangkarya ke daerah-daerah. Berpamitan merupakan
alasan yang paling baik dalam beranjangkarya itu. Tentu
sambil menyelam minum air. Berpamitan sambil minta tanda
mata atau kenang-kenangan. Seperti para pejabat VOC
lainnya, jika mereka cuti tentu akan membawa banyak
kenang-kenangan ke negerinya. Dan jadilah mereka kaya.
Kekayaan dari kenang-kenangan yang bukan diserahkan
dengan suka rela. Tapi diminta, untuk memberikan kenang-
kenangan dan sangu. Jika ia tidak sempat cuti, maka istrinya
akan membawa barang kenang-kenangan itu dengan ongkos
dari para bupati. Itu sudah jadi semacam keharusan yang
tidak tertulis, bahwa jika para pejabat VOC cuti dan pulang ke
negerinya maka mereka akan diberi ongkos perjalanan oleh
pejabat-pejabat pribumi. Mereka tidak perlu berpikir dari mana
para pejabat pribumi itu mendapatkannya. Itu urusan mereka.
Bukannya mereka tidak tahu bahwa penguasa pribumi
memaksa kawulanya untuk memberikan persembahan
tambahan bagi pejabat VOC yang cuti tadi. Dan itu sering-
sering tidak dipercaya oleh kawula. Akibatnya
ketidaksenangan terjadi. "Ternyata ada Belanda hitam yang lebih jahat dari si bule
sendiri!" begitu antara lain umpatan yang keluar dari sebagian
besar kawula. Dan biasanya para pejabat bermanis-manis
pada kawula seolah mereka dewa dari langit.
Namun kali ini J. Vos ketiban sial. Surat perintah Gubernur
Jenderal harus dikerjakan secepatnya. Serah-terima jabatan
dilakukan di Batavia. Itu sebabnya cuma sebagian kecil saja
adipati yang sempat mempersembahkan kenang-kenangan.
Sangat kecewa sebenarnya. Namun apa daya. Tidak ada
kuasa yang lebih besar di bumi jajahan ini kecuali kuasa
Gubenur Jenderal. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segera setelah timbang-terima Burg berangkat ke
Surabaya. Pesta perkenalan dan ramah-tamah segera juga
diadakan di kediaman Gubernur. Penyambutan memang
meriah. Satu-satu para pejabat bersalaman dengan sang
Gubernur. Setelah acara ramah-tamah maka Biesheuvel
sebagai pejabat VOC di Blambangan memperoleh kesempatan
untuk bertatap muka. "Apa usul Tuan untuk kemajuan Blambangan?" Burg
bertanya. "Blambangan selalu panas. Kawula sewaktu-waktu siap
bergolak jika Kertawijaya tidak segera diganti. Mereka tidak
suka diperintah oleh orang yang bukan orang Blambangan."
"Jadi Kertawijaya harus diganti?"
"Jika Tuan berkenan...."
"Kami akan perhatikan dengan baik daerah Blambangan.
Tapi bersabarlah barang sebulan dua. Kami akan atur supaya
tidak ada kesan bahwa kita menilainya tidak becus. Ingat,
Kertawijaya adalah orang Surabaya. Mereka juga berdarah
panas. Nah, perlu ada kebijakan supaya tidak memancing
pemberontakan orang Surabaya yang pernah menguras
pembiayaan VOC. Bahkan kami dengar karena perang
melawan Surabaya, VOC sekarang punya utang pada
pemerintah Nederland. Baru dengar" Dan kita mendapat tugas
memulihkan keuangan VOC itu."
"Baik. Hamba mengerti apa yang Tuan garis-kan."
"Jika terjadi sesuatu di Blambangan, cepat saja Tuan kirim
berita. Kami akan segera menangani dengan sebaik-baiknya.
Kami sangat tertarik atas laporan Tuan, bahwasanya
Blambangan sebenarnya daerah kaya." Orang itu kemudian
tertawa sambil memegang gelas minumannya. Biesheuvel juga
tertawa. Puas. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu keceriaan juga melanda orang-orang Bayu.
Banyak orang tidak tahu bahwa di lereng gunung itu terdapat
suatu lembah hijau yang subur dan ada juga Benteng Bayu
yang kokoh. Lebih dari itu ada pemerintahan yang
mengendalikan jalannya roda pemerintahan di hampir seluruh
wilayah Blambangan. Wilis sebagai junjungan yang mereka
sembah. Kali itu juga sedang mengadakan pertemuan dengan
para menterinya. Yang paling nampak ceria Mas Ayu Prabu. Ia telah
melaporkan jalannya pertempuran kecil dan pembelotan
pasukan Kompeni sendiri. Semua orang tua mengaguminya.
"Belum pernah kami dengar sebelumnya," ujar Baswi yang
sudah gemetaran karena tua. Temannya Sardola dan Tumpak
sudah mati musim hujan lalu. Yistyani sendiri sudah sakit-
sakitan. Terutama jika musim dingin dan angin. Tulang-tulang
dan bekas lukanya terasa sangat nyeri. Tapi demi mendengar
hasil kerja Mas Ayu Prabu ia rasanya mendapat kekuatan
baru. . "Hamba mengucapkan selamat," ujar Wilis. "Terutama
untuk Yang Mulia Mas Sratdadi. Tidak semua orang berani
melakukan hal seperti itu."
Mas Sratdadi tertawa. Bukan bangga. Tapi ramah.
"Siapa pun yang mendapat kesempatan seperti itu akan
berani melakukannya. Apalagi jika kita selalu mengingat
ajaran Yang Mulia Ramanda Wong Agung Wilis, keberanian
salah satu syarat untuk menang. Hamba tak mungkin dapat
mem-porakporandakan Pangpang jika tidak ada Mas Puger."
Semua orang mencarinya. Tapi tak ada. Pemuda itu sudah
kembali ke Jember. Semua orang tak tahu apa sebab dia tidak
hadir. Tapi Mas Ayu tersenyum memandang semua orang
mencari-cari kakaknya. Karena ia yang paling tahu hati
kakaknya itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baik. Yang Mulia Ramad tidak ada. Tapi selamatkah beliau?"
"Anak itu seperti dewa saja. Setelah membakar rumah Lie, ia membebaskan hamba.
Sementara hamba mengawal Lie Pang Khong, ia sudah masuk rumah Biesheuvel.
Setelah ayam mulai berkokok ia menghilang. Sementara hamba kembali ke Songgon
untuk kemudian naik kemari."
"Luar biasa," desis semuanya. Yistyani juga tidak kurang-kurang kagumnya.
Demikian pun Baswi. Ternyata pengalaman anak itu telah membuatnya mempunyai
nilai tersendiri. "Bagaimana cara kita menghubunginya?" tanya Yistyani.
"Mas Ayu Prabu akan melakukannya."
"Baik. Sekarang apa yang harus kita lakukan" Kita tidak boleh berhenti sebelum
semua wilayah Blambangan kembali ke tangan kita."
"Yah. Itu suatu keharusan. Dan sebagai menteri mukha, hamba ingin melibatkan
semua orang Blambangan untuk bergerak melawan VOC."
"Kita telah pernah gagal. Sutanegara dan Wangsengsari jadi korban," Wilis agak
keberatan. Ia menghendaki
penyerangan saja dari pada mengulur waktu.
"Penyerangan belum tentu menghasilkan suatu
kemenangan. Jika kita kalah maka kita akan kehilangan daerah-daerah yang
sekarang menjadi wilayah kita. Banyak bekel yang tidak mempersembahkan upeti
pada Belanda tapi pada kita."
"Jadi, bagaimana?"
Sratdadi menoleh pada adiknya. Sambil menjelaskan bahwa yang diutarakan Mas Ayu
nanti al alah hasil perundingan antara Mas Ayu Prabu dengan Wong Agung Wilis di
Mengwi serta telah disetujui oleh Mas Ramad dan Sratdadi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yang Mulia bertemu dengan Wong Agung?" Wilis terlonjak
dari duduknya. Yistyani dan yang lain pun tidak kalah
kagetnya, "Benar," Mas Ayu menegaskan. Kemudian ia menjelaskan
perjalanannya mempersiapkan pembelotan beberapa puluh
bintara Kompeni itu. Kemudian Wong Agung Wilis menyatakan
keinginannya untuk menyeberang. Tapi baik Mas Ayu Prabu
maupun istri mudanya, Ni Ayu Ratih, keberatan. Sebab Wong
Agung nampak kurus dan tua. Lagi pula menurut keterangan
istrinya, Wong Agung sering sakit. Tidak seperti masa
mudanya. "Luar biasa kau...," Yistyani memuji gadis itu. Tapi
keinginannya untuk bersua dengan Wong Agung kian
membara. Bagaimanapun juga tiap berita mengenai diri Wong
Agung Wilis merupakan nyanyian surga bagi Yistyani dan
Tantrini. Demikian pula bagi tiap pemujanya.
"Jadi Wong Agung Wilis sudah setuju Mas Rempek kita
angkat menjadi Pratanda Mukha (kepala pemerintahan) yang
berkedudukan di Derwana?" Wilis memandang Mas Ayu tajam-
tajam. "Benar, Yang Mulia. Karena beliau tidak ingin serangan
Belanda mengarah langsung ke Bayu."
"Dewa Bathara!" tiap orang menyebut. Kagum terhadap
kecerdikan Wong Agung Wilis.
"Selain itu, tentu kita perlu menyelamatkan Songgon
sebagai sumber padi kita yang paling subur," Wilis menimpali.
"Jadi bukan tanpa pertimbangan kita mengangkat Mas
Rempek menjadi seorang pratanda mukha seperti yang
diusulkan Yang Mulia Sratdadi serta Mas Ayu Prabu. Hamba
setuju. Tapi masalahnya sekarang bisakah Mas Rempek kita
ajak berperang melawan Belanda?"
"Bisa!" Sratdadi menjawab cepat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hamba senang mendengar kerja para Yang Mulia. Kendati
masih muda, tapi cukup merepotkan VOC. Hamba percaya,
jika ini bisa kita pertahankan, tidak mustahil VOC akan berhasil
kita enyahkan," Baswi memperdengarkan pendapatnya. "Tapi
jangan lupa, Mas Rempek sekarang ini adalah punggawa VOC
juga. Maka, andai betul dia sudah memihak kita, tentu
Biesheuvel tidak akan membiarkan dia menjadi kepala
pemerintah tandingan. Hamba percaya, kita tidak akan
membiarkannya bertempur sendiri. Apalagi di Indrawarna
sekarang berbaris laskar Jagalara yang pasti akan melawan
jika Kompeni datang. Tapi kita" Apakah kita sudah siap betul?"
"Persiapan sudah lama kita lakukan," jawab Wilis.
"Betul. Tapi ingat, yang kita harapkan dalam peperangan
adalah pemenangan. Bukan kekalahan. Untuk menang harus
ada persiapan sematang-matangnya. Bukan cuma persiapan
senjata saja. Tapi juga pikiran, cadangan makanan, siasat...."
"Kekuatan kita sekarang pasti lebih besar daripada waktu
Ramanda Wong Agung Wilis berperang dulu," Mas Ayu Prabu
menerangkan. "Kita punya pasukan di Jember, yang siap
memukul Letnan Steenberger yang dipimpin oleh Sayu Wiwit
dan Lebok Samirana. Dia seorang Madura yang membenci
Belanda. Dia juga mempunyai senjata yang cukup. Lebih dari
itu seorang pelaut Bugis yang bersahabat dengan Ramanda
Agung Wilis menjanjikan membantu kita di laut. Pelaut itu
bernama Rencang Waranghay. Jadi, tidak ada alasan kita
untuk takut." "Baiklah... hamba setuju. Bagaimana dengan cadangan
makanan" Apakah cukup?"
Mas Ayu Tunjung menjawab pertanyaan itu. Puaslah semua
orang mendengar laporannya bahwa dia sudah
mempersiapkan cadangan di banyak tempat. Jika Bayu
terpukul dan kita mundur ke Srawet, tentu kita punya
cadangan makanan di sana. Di dekat Songgon pun ada.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gadis ini pun ternyata bukan cuma memiliki wajah yang
memikat. Tapi juga kecerdasan yang cukup. Sratdadi adalah
orang yang paling mengaguminya. Pertemuan memutuskan
supaya Mas xAyu ataupun Sratdadi melaksanakan rencananya.
Dan pertemuan bubar. Semua orang segera menuju ke
pesanggrahan masing-masing. Kecuali Mas Sratdadi. Ia ingin
segera meninggalkan Bayu. Kenapa" Tentu ia sendiri yang
tahu. Tapi Mas Ayu Tunjung berdebar demi melihat kuda
Sratdadi melintas cepat meninggalkan perkubuan. Tentu
pemuda itu menyimpan kekecewaan. Karena sampai kemarin
waktu bersua dengan Ayu Tunjung, ia belum memperoleh
jawaban. Ah, Mas Ayu Tunjung merenung sambil berjalan
pulang. Tantrini sendiri pernah mengutarakan maksud
anaknya itu. Dan ia belum memberikan kata putus.
Apa sebab" Mas Ayu merasa berada di simpang jalan. Ia
melihat betapa tulus cinta Sratdadi. Tapi di lain pihak ia telah
menambatkan hatinya pada Wilis. Pada malamnya ia berdoa
lebih lama dari biasanya. Berdoa untuk Mas Sratdadi. Ya,


Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hyang Maha Durga, janganlah hatinya sampai putus. Sebab
jika seorang menteri mukha sampai putus asa, maka
hancurlah peperangan yang dipimpinnya. Tapi begitu turun
dari pura ia terkejut mendengar suara berbisik-bisik. Suara
lelaki dan perempuan. Ia jadi curiga.
Cepat ia menyelinap. Ia pura-pura duduk merenung
menatap rembulan. Ia tahu jelas bahwa yang duduk berduaan
di atas batu dekat pura itu adalah Wilis dan Mas Ayu Prabu.
Udara gunung tidak mempengaruhi kulit mereka. Kehangatan
hati mengalahkan dinginnya malam.
"Kau mengagumkan sekali, Ayu. Ah, andai sekuntum bunga
rasanya aku ingin memetikmu dan kupersembahkan pada
ibunda," Wilis menyatakan perasaan hatinya. Sudah lama ia
menunggu saat seperti itu. Ia dan Mas Ayu Prabu sama-sama
terlalu sibuk. Diam sesaat. Suara jangkrik merupakan musik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tersendiri yang menjadi penghias malam. Angin membelai
rambut kedua muda itu. "Yang Mulia..."
"Tentu kau terkejut. Tapi sudah sejak lama aku
bertimbang, Ni Ayu. Dan aku tidak dapat lagi memungkiri
kodratku sebagai lelaki yang membutuhkan wanita. Bukan
Pendekar Pendekar Negeri Tayli 13 Candika Dewi Penyebar Maut I V Darah Ksatria 1
^