Pencarian

Gema Di Ufuk Timur 7

Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana Bagian 7


dirampok oleh para penguasa balas merampok kebebasan
anak-anaknya sendiri. Berabad-abad begitu, sehingga
melahirkan adat-istiadat yang harus dipatuhi setiap orang."
"Hyang Bathara! Hamba tak pernah memperoleh
pengetahuan semacam ini." Ramud kagum.
"Di sini kalian akan mendapat kebebasan. Hanya dalam
beberapa hal kita harus mengalahkan kepentingan pribadi
supaya dapat mensatura-sakan diri dengan yang lain.
Sanggup kau?" "Hamba, Yang Tersuci," jawab keduanya.
"Kalian akan segera mendapat garapan untuk makanan
kalian sendiri. Di sini, tak ada seorang pun yang mendapat
makanan dengan tanpa meneteskan keringatnya sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kodrat mengharuskan begitu. Siapa yang malas, sebaiknya ia
tidak makan." "Hamba, Yang Tersuci. Tapi apakah kami yang bodoh ini
boleh ikut belajar pada Yang Tersuci?"
"Apa yang kaukehendaki dariku?" Rsi Ropo menatapkan
matanya yang bening. "Pengetahuan," Ramud menjawab cepat.
"Hyang Bathara! Jagat Pramudita!" Rsi menyebut sambil
berjalan mondar-mandir. "Zaman berubah cepat. Sudra pun
haus pengetahuan. Baik! Setiap orang berhak mendapatkan
pengetahuan itu. Tapi ingat-ingat! Pengetahuan bukan untuk
membodohi mereka yang tak berpengetahuan. Sebaliknya
dengan pengetahuan kalian harus menjadi sinar bagi teman-
teman kalian! Mereka selalu hidup dalam ketidaktahuan
dengan tanpa putus-putusnya. Dan jadilah mereka makhluk
yang mengibakan. Lemah!"
"Hamba, Yang Tersuci."
Seorang cantrik kemudian diperintahkan membawa mereka
ke barak para cantrik. Sejak saat itu keduanya bekerja sambil
belajar. Dengan semangat dan kegembiraan yang tak terkira-
kira mereka cepat dapat menyesuaikan diri dengan teman-
teman sepadepokan. Tidak pernah sedikit pun lupa bahwa mereka akan bertugas
berat di kemudian hari. Bukan sekadar menuntut balas bagi
kematian kedua orang tua mereka yang kelaparan. Tapi yang
lebih penting dari semua itu, membantu memberikan
penerangan bagi tanah kelahiran.
*** Kota Lateng dan Lo Pangpang makin cantik saja.
Pembangunan loji-loji di tepi jalan raya utama makin banyak
dan megah. Juga jalan-jalan makin rapi. Tidak ada lagi yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ditumbuhi rumput. Kereta dan pedati tidak pernah terganggu
oleh lumpur maupun batu. Semua jalan raya diratakan dan
diperlebar. Kerbau dilarang melewati jalan-jalan utama.
Karena bisa merusak jalan.
Bahkan khusus untuk kerbau yang akan berangkat dan
pulang ke sawah, dibuatkan jalan tersendiri.
Kesan kemakmuran negeri sepertinya benar-benar
tercermin pada wajah kota-kota di seluruh Blambangan. Inilah
perubahan yang bisa dihasilkan oleh Jaksanegara dengan
bantuan Kompeni. Dan atas permintaan Pieter Luzac,
Jaksanegara memerintahkan orang mendirikan mesjid. Pieter
Luzac sangat memperhatikan orang-orang Madura, Sidayu,
serta Pasuruan yang sedang bertugas di Blambangan. Ini
suatu pemandangan baru yang tidak pernah ada sebelumnya.
Dan kawula Blambangan harus diam. Demi persahabatan.
Demi keamanan negeri. Demi kesetiakawanan. Kesetia-
kawanan yang menghapuskan suatu kepribadian.
Bukan tanpa alasan Pieter Luzac memohon kepada
Jaksanegara agar di Pangpang dan beberapa kota lagi
dibangun mesjid. Bukan sekadar untuk kepentingan pasukan
Madura dan pasukan gabungan lainnya. Lepas dari
kepentingan itu, siasat Pieter Luzac mendapat pujian dari
anggota pasukan gabungan. Mereka menganggapnya sebagai
pimpinan yang tahu menghormati dan memperhatikan
kepentingan rohani anak buahnya.
Namun demikian Biesheuvel tetap juga menanyakan tujuan
anak buahnya itu. "Begini, Tuan..." Pieter Luzac akhirnya menjelaskan
siasatnya. "Kita pernah mendengar cerita tentang Ma San Pao,
atau Cheng Ho yang menghancurkan Majapahit. Nah, maka
Blambangan akan terpecah-pecah jika kita meniru apa yang
pernah dilakukan laksamana besar Cina itu. Bukankah dengan
begitu akan timbul saling permusuhan di antara mereka"' Kita
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan dapat menaklukkan mereka dengan mudah. Untung,
kan?" "Itu akan menimbulkan antipati orang Blambangan pada
Kompeni," Biesheuvel keberatan.
"Sebagian akan membenci kita. Itu wajar. Tapi paling tidak
mereka telah kehilangan sebagian tenaga untuk berhadapan
dengan kita. Maka dari itu, kita harus menekankan pada
Jaksanegara supaya setiap lurah dan setiap narapraja
melaksanakan rencana kita ini."
"Kau ingat kegagalan Kertawijaya?" Biesheuvel
mengerutkan dahinya. "Karena Kertawijaya bukan pribumi. Itu kesalahan Tuan
Gubernur Vos. Sekarang Tuan Gubernur Van de Burg tidak
akan melakukan kesalahan yang sama."
"Aku akan laporkan siasatmu itu. Tapi kita harus mencoba
suatu kebijakan baru. Kita perlu mendekati penduduk serta
memberi tahu mereka agar tidak terjerat muslihat Rsi Ropo.
Kita harus menugaskan orang untuk merayu mereka."
"Pengaruh Rsi Ropo begitu besar. Aku tidak begitu yakin
pada siasat Tuan itu. Tapi jika orang Blambangan telah
terbina, tentu tidak akan mendengar muslihat Ropo. Mereka
Hindu, jadi mereka taat pada brahmana. Tuan harus tahu itu."
"Tuan cepat tanggap." Biesheuvel senang akan kecerdasan
pembantunya itu. "Tapi aku takut pada pertumpahan darah.
Pertumpahan darah yang merugikan keuangan VOC. Dan kita
ingin supaya pembangkangan penduduk cepat berakhir."
Pieter Luzac terdiam. Ada benarnya pendapat pimpinannya.
"Yah..." Pieter Luzac menarik napas. "Kita memang harus melakukan banyak hal di
Blambangan ini. Aku pikir yang
utama ialah membungkam mulut Rsi Ropo. Tuan, orang ini tak
boleh kita biarkan terus-menerus mempengaruhi orang-orang
Blambangan. Dia harus dibunuh. Bagaimanapun caranya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tuan bisa mencarikan dalih?"
"Mudah saja, Tuan. Bukankah Songgon tidak pernah terusik
oleh anak buah kita" Nah, sejak sekarang harus kita masuki
dan kita perintahkan mereka membayar pajak. Termasuk
terhadap Rsi, akan dikenakan pajak. Jika dia menolak kita
hukum gantung." "Kita harus memberi tahu Jaksanegara tentang rencana ini.
Dialah yang harus mengumumkan pada orang-orang
Songgon." Biesheuvel menyetujui.
"Dengan masuknya VOC di Blambangan, tentunya kita
wajib menyumbang banyak hal pada peradaban. Lihat wanita-
wanita Blambangan. Mereka telanjang dada. Pusar pun
kadang tidak tertutup. Padahal mereka sudah/mengenal bedil
dan meriam. Mereka tidak mengindahkan segi kesantunan.
Perempuan seharusnya lebih memperhatikan kesantunan."
"Ah... di samping seorang perwira yang cerdas, Tuan juga
memperhatikan peradaban. Aku juga. Tapi aku pernah
dibantah oleh mendiang Sersan Bozgen, bahwa kita ini sok
santun, sok beradab. Merasa lebih beradab dari orang
Blambangan yang telanjang dada. Menganjurkan mereka
menutup perut dan susunya, padahal kita paling suka
menelanjangi mereka di kamar kita."
"Setan!" Pieter Luzac mengumpat. Untung sersan itu sudah
mati, pikirnya. Sesaat pikirannya melintas pada sersan itu.
Sersan yang pernah kawin dengan Repi di hadapan seorang
penghulu. Dia menceritakan bahwa orang yang
mengawinkannya itu sangat tidak suka melihat perempuan
dengan busana yang kurang lengkap. Bahkan kepada istrinya,
si penghulu memperingatkan, sebagai muslimat harus
berpakaian lebih tertutup supaya tidak membangkitkan birahi
lelaki yang bukan muhrimnya dan jangan banyak ke luar
rumah sendirian. Tapi, ulas Sersan Bozgen, ternyata orang
yang mengawinkannya itu menjadi terbeliak matanya kala
memandang tumit istrinya. Cuma tumit. Bukan cuma terbeliak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahkan menelan ludah. Bozgen memperkirakan orang itu
tentu suka meremas-remas susu yang masih kenyal di
kamarnya. Ternyata Bozgen mendengar, istri orang itu
berjumlah empat. Dan dua di antaranya masih berusia tiga
belas dan dua belas tahun. Muridnya sendiri yang belajar
mengaji padanya.... Jadi, jika demikian, ukuran kesusilaan bukan pada pakaian
tapi pada kepala manusia sendiri. Pada hati manusia, bukan
pada mulut manusia. Karena dunia penuh dengan
kemunafikan. Lelaki Blambangan setiap hari melihat dada
telanjang dan susu tergoler, tapi mereka tidak menyeret para
perempuan itu semau-mau. Sedangkan dia" Ya, Pieter Luzac
yang mengaku diri beradab ini" Juga Jaksanegara penguasa
yang penuh senyum dan kesantunan itu" Munafik!! Tiba-tiba
saja bayangan Bozgen membuat ia menggeragap. Berapa kali
ia menerima persembahan gadis dari pribumi Blambangan" Ia
lupa! Biesheuvel sendiri jadi ingat pada Rsi Ropo. Pribumi satu itu
dengan berani menuding mukanya. Bajak laut bertopeng!
Bertopeng santun! Penjahat selalu sok susila! Ternyata nilai itu
bisa dibolak-balik. Bagi orang Belanda ia dianggap pahlawan,
tapi bagi Rsi Ropo ia dianggap penjahat. Juga Kapten Tack.
Pahlawan bagi VOC, tapi penjahat di mata orang Jawa. Kedua
orang itu terbenam dalam angan masing-masing. Suasana
ruangan tempat mereka berunding menjadi sepi. Tanpa
perbincangan. Namun mereka sebenarnya sedang berkata-
kata dengan "aku" mereka masing-masing. Mungkin suasana
beginilah yang disebut terbenam dalam keakuan. Dan siapa
yang sedang terbenam dalam keakuannya, ia tidak akan
pernah bersambung dengan lingkungannya.
Sebentar-dua bentar, kemudian menjadi dua puluh bentar,
keduanya melamun. Tapi Biesheuvel lebih dulu sadar. Dan
lebih dulu menyapa. "Kita sama-sama melamun." Ia menghela napas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pieter Luzac terkejut. Ia menghapus keringat dingin yang
timbul sebesar biji-biji jagung di jidatnya. Kulitnya agak
kemerah-merahan. "Ah, Tuan... tahu-tahu Bozgen muncul bagai malaikat,"
katanya malu. Menyadari bahwa melamun adalah kesia-siaan.
"Biarlah orang itu! Yang penting sekarang kita
memberitahukan rencana kita pada Tuan Schophoff dan
Jaksanegara, agar segera dilaksanakan."
"Aku akan mengatur semua persiapannya, Tuan. Bahkan
jika perlu mengawasi langsung persiapannya."
"Hati-hati, Tuan. Blambangan telah banyak memakan
korban. Baik perwira maupun tamtama kita!"
Luzac meninggalkan ruang kerja Biesheuvel. Ia tak
mengerti mengapa orang Blambangan yang kelihatan lebih
tidak beradab itu sukar ditaklukkan" Apa dasar mereka
melawan" Apa yang menjadi dasar keberanian mereka"
Dendam" Mungkin juga.
Beberapa hari setelah itu diumumkan ke seluruh pelosok
Blambangan bahwa Patih Juru Kunci akan melakukan
anjangkarya. Patih itu akan berbicara langsung dengan
seluruh kawula, maka seluruh kawula nanti diharap
berkumpul di pendapa-pendapa kelurahan yang akan
disinggahi sang patih Blambangan.
Tentu saja berita itu merambat cepat ke mana-mana. Baru
kali ini pembesar Blambangan di zaman pemerintahan Belanda
mengadakan an-jangkarya. Tentu ada hal yang menarik. Maka
seluruh orang dikumpulkan. Di samping berjuta tanya masih
ada lagi kegiatan lain. Lurah-lurah yang sudah menerima
kabar bahwa rumahnya akan disinggahi jadi sibuk menyiapkan
hidangan, juga persembahan bagi sang patih untuk dibawa
pulang ke Pangpang. Bahkan juga sebagian menyiapkan
persembahan khusus... wanita cantik. Pendapa-pendapa
dihias. Lampu-lampu jalan ditata rapi. Jalan-jalan kampung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
harus dibersihkan dulu dari rumput-rumput. Dengan demikian
harus terkesan bahwa Blambangan telah menjadi negeri
makmur. Lebih makmur dari masa ketika diperintah Wong
Agung Wilis, musuh VOC. Pagar-pagar harus dikapur. Tidak
boleh memasang umbul-umbul supaya terkesan bahwa
sebenarnya mereka tidak siap menerima anjangkarya
mendadak. Namun seakan-akan mereka memang baik dan
patuh. Petani harus tetap bekerja di sawah. Kecuali jika
terdengar bunyi kentongan yang ditabuh bertalu-talu, maka
mereka semua harus segera meninggalkan sawahnya dan
berkumpul di pendapa kelurahan.
Tentu saja semua pamong desa menjadi sibuk. Semua
merajin-rajinkan diri. Suka atau tidak suka. Dan ada pekerjaan
berat yang harus mereka lakukan, yaitu menjaga keamanan
selama patih Blambangan berada di tempat mereka. Mereka
takut kalau-kalau Wong Agung Wilis yang sekarang ini berada
di mana-mana mendadak muncul dan membunuh sang patih,
maka mereka akan menerima hukuman.
Dan anjangkarya itu dimulai dari ujung timur Tanah
Semenanjung Blambangan. Dari satu desa ke desa lainnya.
Dalam rombongan Patih tampak juga Schophoff sebagai
perwakilan VOC. Sepanjang jalan yang mereka lalui tidak
kelihatan persiapan apa-apa. Memang jalan-jalan lebih rapi
dari biasanya. Juru Kunci dan Schophoff memuji kawula yang
dinilai telah mulai menyadari arti pembangunan negeri.
Tidak seorang pun mengelu-elukan mereka di perjalanan.
Bahkan cenderung lebih banyak yang tidak memperhatikan
bahwa sedang ada pembesar negeri lewat. Padahal mereka
dalam kawalan pasukan istimewa. Bahkan jika kawula melihat
iring-iringan itu dari kejauhan, tampaknya mereka lalu sengaja
menyimpang. Memang ada hal yang tidak disukai oleh kawula
Blambangan. Yaitu jika mereka bertemu rombongan pasukan


Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pendudukan dalam jumlah besar saja, maka kawula harus
membuang senjata atau peralatan 4 apa saja yang mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pegang sekurang-kurangnya satu depa dari jangkauan
mereka. Di samping itu harus melepas topi atau destar yang
sedang mereka pakai dan harus berlutut menyembah. Jika
tidak maka popor bedil akan menghantam mereka. Itu
sebabnya kawula lebih suka menyimpang daripada
berpapasan. Tentu saja hal itu membuat Schophoff curiga. Maka ia
memerintahkan para pengawal agar lebih berhati-hati. Ia
menganggap kawula Blambangan tidak ramah. Apalagi ketika
mereka sampai di Grajagan. Bau ikan dan udang dijemur
sangat mengganggu hidung Schophoff. Kulit kerang terserak
bercampur tanah memantulkan sinar mentari. Menyilaukan
mata. Pepohonan bakau hampir punah dibabat. Tidak pernah
seorang pun berpikir bahwa bakau-bakau itu berguna untuk
melindungi kelestarian pantai.
Pendapa kelurahan berada tak jauh dari pantai. Deburan
ombak terdengar jelas. Di kiri-kanan rumah Lurah atau biasa
dipanggil Buyut oleh orang kampung itu tumbuh beberapa
pohon nyiur dan pisang. Rumput di ladangnya tidak
dipangkas, karena memang disediakan untuk makanan kerbau
dan kambing. Asap nampak mengepul menusuk langit dari
dapur Bu Lurah. Tentu menyediakan masakan istimewa. Ada
sayur rebung, nangka muda, ada ayam bakar, dan beberapa
masakan yang terbuat dari daging kambing. Mereka tahu
bahwa mereka tak boleh menyediakan daging babi. Sebab
peraturan baru yang dikeluarkan oleh Jaksanegara
mengatakan semua pamongpraja tidak boleh makan daging
babi. Begitu rombongan yang tidak kurang dari dua puluh lima
orang itu tiba, Lurah menyambut dengan tergopoh-gopoh.
Juga semua pembantunya. Kentongan dibunyikan tiga kali-tiga
kali untuk memanggil petugas keamanan. Dan segera para
petugas yang sudah ditunjuk datang mengepung rumah itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Assalamual aikum... dan... eh... eh... selamat datang, Yang
Mulia. Selamat datang, Tuan Besar...." Lurah Enda
menyembah sambil ngelesot di lantai pendapa. Sulit bagi lurah
itu untuk mengucapkan kata-kata pembukaan. Juru Kunci
memaklumi, karena memang maklumat Jaksanegara masih
baru. Kendati begitu ia ingin menggunakan ketakutan lurah itu
untuk menanamkan wibawanya.
"Mualaikumsalam..." balas Juru Kunci. "Sudah dengar
maklumat Yang Mulia Jaksanegara?"
"Su... su... sudah, Yang Mulia."
"Nah, Tuan, semua perintah sudah dilaksanakan di sini,"
ujar Juru Kunci pada Schophoff. Dan orang itu tertawa.
Rupanya tiada hari tanpa tawa bagi Schophoff. Kemudian
mereka dipersilakan duduk. Dua puluh lima orang itu semua
duduk. Ada sebagian yang diperintahkan berjaga-jaga. Ada
yang duduk di kursi yang tersedia, ada pula yang di bangku
panjang. Beberapa saat kemudian beberapa gadis dengan
berkain model pinjungan keluar ke pendapa itu, menyuguhkan
masakan, minuman, dan senyuman. Mata para prajurit
Kompeni hitam jadi nyalang mengekor gerakan tiap gadis.
Mata Schophoff sendiri tampak berbinar. Tapi bau ikan masih
saja merajai suasana dan merupakan tikaman yang
menurunkan selera dan nafsu Schophoff. Mau tak mau rasa
mual mengaduk perutnya. Schophoff mencoba mengatasinya
dengan sering meludah. Walau itu bukan kebiasaannya,
meludah di lantai. Maka ia tetap tak makan kala semua
makan. Lurah agak kebingunan tamu agungnya tidak makan.
Seorang gadis ia perintahkan mengantarkan minuman pada
Schophoff yang duduk menyendiri. Schophoff terbahak-bahak.
Dan tak ayal lagi ia menarik tangan perawan yang
menyuguhkan minuman itu. Sebentar kemudian gadis itu telah
terduduk di pangkuan Schophoff. Tiba-tiba saja gadis itu
menjadi pucat dalam dekapan tangan besar dan berbulu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kasar. Ia tak ubahnya boneka tanpa daya di pangkuan
Schophoff. Semua orang tak berani mencegah. Juru Kunci pun tidak.
Ia cuma mengalihkan pandangnya ke tempat lain. Namun
terhenti menelan. Tiba-tiba saja bayangan Jagapati berkelebat
di depannya sambil tersenyum melecehkan.
"Lihat, Juru Kunci! Itukah persahabatan" Lihat hartamu!
Lihat wanitamu! Semua dijarah-rayah oleh sahabat kalian. Dan
kalian cuma mendapat uang yang sebenarnya cuma pinjaman!
Pinjaman! Dengar, pinjaman! Dan loji-loji megah itu" Bukan
milik kawulamu! Bukan milik orang Blambangan, tapi milik
orang yang mengaku sahabat! Dan siapa yang menelanjangi
perawan-perawanmu dan memperkosa mereka" Lihat!
Sahabat-sahabatmu. Dan jalan-jalan serta jembatan-jembatan
itu" Tidak lain hanya untuk memperlancar gerakan mereka
sendiri! Dan kau tidak pernah merasa sakit. Ha... ha... ha...
dan tampaknya kau senang. Ha... ha..."
Juru Kunci terkejut. Terngiang tawa lepas Jagapati. Itulah
sebabnya Jagapati alias Mas Rempek meninggalkan Pangpang.
Sebentar Juru Kunci melirik Schophoff. Keringat dingin keluar
di dahinya. Ia pejamkan mata agar tak melihat tingkah
Schophoff itu. Ingin ia membela, tapi, semua pamong desa
pun tak ada yang berani mencegah perbuatan Schophoff.
Beberapa bentar kemudian ia memerintahkan Lurah Enda
untuk segera mengumpulkan kawulanya.
Schophoff agak kecewa kentongan ditabuh bertalu-talu.
Arak-arakan manusia segera memasuki pelataran. Tiap
rombongan atau perorangan yang datang segera berjongkok.
Di bawah terik mentari mereka berjongkok. Lelaki dan
perempuan. Dengan destar kumuh dan dada telanjang. Sinar
mata redup, kaki masih berlumpur. Sedang yang perempuan
dengan sanggul di kepala bagian atas dan susu tergoler tanpa
penutup dada. Sebagian lagi masih membawa cangkul.
Sedang yang dari laut masih membawa jala. Segala bau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keringat menguap di bawah terik mentari. Menyatu segala
aroma yang membuat Schophoff merasa makin teraniaya.
Dengan malas ia menyingkirkan gadis yang ketakutan dari
pangkuannya. Lurah mulai memberikan pengarahan pada kawulanya.
Memperkenalkan tamunya satu-satu. Tapi para kawula itu
tetap bisu dalam jongkoknya. Tidak ingin memperhatikan
siapa-siapa. "Nah, Saudara-saudara, Yang Mulia Juru Kunci akan
berbicara langsung pada Saudara-saudara!" Kemudian Lurah
menyembah pada Juru Kunci, patih Blambangan. Seorang
yang tidak terhitung tinggi tapi berukuran sedang. Tidak
terlalu gemuk juga tidak terlalu kurus. Rambutnya tertutup
destar. Tidak terlihat apa ikal atau tidak. Kulitnya sawo
matang dan mukanya agak bopeng. Barangkali pernah sakit
cacar pada masa kecilnya. Kumis jarang-jarang, sekalipun
dipelihara. "Orang ini sangat sakti," bisik seseorang pada teman yang
berjongkok di sampingnya.
"Sakti" Menyamai Wong Agung Wilis?"
"Barangkali. Lihat... ceritanya ia pernah mati tujuh hari dan
dalam kubur mukanya dimakan rayap. Terasa nyeri-nyeri, lalu
ia bangkit kembali."
"Gila kau!" temannya mengumpat dalam bisik. Menahan
senyum. Ternyata suara Juru Kunci agak serak dan kurang enak
didengar. Sekalipun begitu, ia tetap bicara sambil memutar-
mutar wajah ke segala penjuru. Entah apa yang ia cari.
"Memamerkan mukanya yang bopeng!" bisik seorang
perempuan pada teman di sampingnya. Namun ia tak berani
memandang ke depan. Semua orang menundukkan kepala.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kendati begitu banyak perawan cantik yang mau," balas
satunya. "Ah, mata duitan saja!"
Tidak berlanjut pembicaraan mereka. Seorang Kompeni
mondar-mandir mengawasi mereka. Maka kini mereka harus
mendengar rentetan kata-kata Juru Kunci.
"Saudara-saudara, kita sekarang sudah tidak perlu lagi
berpikir tentang perang. Kita bangsa yang cinta damai. Di
bawah kebijakan Yang Mulia Jaksanegara kita bisa
membangun jalan-jalan raya dengan baik. Dan lihat
pemandangan kota, loji-loji indah berderet. Nah, untuk
membawa Blambangan menjadi negeri maju membutuhkan
pengorbanan. Membutuhkan pengertian dan bantuan
Saudara-saudara. Bangsa Belanda telah membantu kita
mengusir laskar Bali yang menjajah kita. Maka mereka juga
akan menolong kita dalam memerangi kemiskinan. Dengan
bantuan mereka negara akan mencapai tingkat kemakmuran
yang kita cita-citakan. Pendek kata akan menjadi suatu negeri
adil makmur, tata tentrem kerta raharja." Juru Kunci menarik
napas sebentar sambil melihat mereka yang berjongkok di
hadapannya. Tapi tiada perhatian mereka terhadap kata-
katanya. Menunduk. Dan tetap menunduk tanpa kata. Ia
melanjutkan lagi, "Tapi tiada kebahagiaan yang kita peroleh
dengan tanpa membayar. Kita hsrus juga membayar
kebahagiaan itu dengan kerja sama. Karena itu kami meminta
kerelaan Saudara-saudara untuk membantu kami membangun
benteng-benteng dan loji-loji. Kita juga akan membangun
kembali pengairan yang selama ini menjadi tak teratur.
Bagaimana Saudara-saudara" Setuju?"
Tiada sahutan. Tiada yang menjawab. Semua orang
menunduk. Yang petani maupun yang nelayan hanya
berunding dengan mata. Juru " Kunci mengernyitkan kening.
Menunggu beberapa bentar. Tapi tetap bisu. Tampak olehnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka dibasahi oleh peluh mereka sendiri. Laki-perempuan,
dipanggang mentari. "Kenapa kalian diam" Kami bukan Wong Agung Wilis yang
suka membunuh dan melindas. Jangan takut!" ujar Juru Kunci.
Ia ingin membandingkan pemerintahannya yang menjanjikan
kemakmuran seluruh kawula secara menyeluruh itu dengan
Wong Agung Wilis yang menghukum banyak orang. Tapi ia
sama sekali tidak menyadari bahwa kata-katanya justru
menyakiti hati kawula. Maka mulut mereka kian rapat terkunci.
Sejak ia memberikan salam, tiada seorang pun yang
menjawab. "Baiklah. Jika demikian aku ingin bertanya, siapa di antara
kalian yang sanggup membantu kami membangun negeri ini"
Bekerja di loji-loji buat sahabat-sahabat kita?"
Juga diam. Tidak seorang pun mendongakkan kepala. Juru
Kunci mulai tersinggung atas perlakuan mereka. Matanya
menyala memandang Lurah. Dan orang yang dipandangi
menunduk. Takut. Bahkan jika dilihat dari ujung destarnya,
tubuh Lurah Enda gemetar. Ya! Ia telah menjadi ketakutan
karena sikap kawulanya yang membisu itu. Takut kena marah,
takut kehilangan jabatan, takut kehilangan keenakan-
keenakan! Tapi sejauh itu kawulanya tetap diam. Seperti
sudah berjanji satu dengan lainnya.
"Kalian tidak layak kecewa terhadap pemerintahan
sekarang." Patih Blambangan itu menyabarkan diri. "Mungkin saja karena kalian
harus membayar pajak lebih banyak dari
dulu, atau melakukan pekerjaan yang lebih berat dari dulu.
Tapi lihat kemajuan yang sudah kita capai! Kalian sekarang
lebih dihargai dari dulu. Sekarang kalian boleh mengutarakan
pendapat kalian langsung di hadapan Patih. Apakah ini pernah
dilakukan oleh Wong Agung Wilis" Nah, kalian boleh
menyatakan pendapat sejauh itu tidak mengganggu
ketenteraman umum. Tidak menimbulkan keresahan dalam
tata kehidupan Blambangan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Juga tiada berjawab. Kejengkelan Juru Kunci memuncak.
"Baik jika demikian, aku menganggap kalian sudah
mengerti apa yang kami maukan. Aku menganggap kalian
bersedia dan aku akhiri pertemuan kita. Mulai besok kalian
harus mengirimkan sedikitnya sepuluh orang ke Lateng...."
"Tunggu!" tiba-tiba seorang pemuda angkat bicara. Semua
mata tertuju padanya. Tapi pemuda itu juga berjongkok
seperti lainnya. Sehingga tidak mudah dilihat, apalagi ia
bertopi lebar. "Masih kurangkah pengorbanan kami untuk
pembangunan?" tiba-tiba pemuda tadi bersuara keras.
"Hampir semua yang dikirim ke Lateng atau ke Lo Pangpang
untuk membangun benteng serta loji tidak kembali. Apakah
yang demikian harus diteruskan?"
Orang bopeng itu tampak kebingungan. Maka ia menoleh
pada Schophoff. Yang bersangkutan pun menjadi merah
mukanya. Tidak terbayang-kan bahwa akan ada pertanyaan
semacam itu. Tapi ia berjalan juga ke tempat Juru Kunci
berdiri. Dengan kaki tegap yang direnggangkan ia berka-cak
pinggang dan memandang semua orang. Mereka tertunduk
kecuali pemuda yang tadi angkat bicara.
"Mereka semua masih bekerja di sana," Schophoff
menerangkan kini. "Ada di tangsi-tangsi kami. Memang ada
sebagian yang sakit. Kami akan rawat mereka baik-baik
sebelum pulang ke keluarga masing-masing."
"Mereka akan pulang" Jadi tentang mayat-mayat di hutan-
hutan Merawan-Kumitir itu cuma kabar burung?" Kembali
pemuda bertopi lebar itu bertanya.
"Aku percaya itu kabar yang ditiupkan Mas Rempek. Jadi
apa perlunya kalian tanggapi" Mas Rempek sengaja memecah-
belah persatuan Blambangan demi kepentingan pribadinya,"
Juru Kunci yang menjawab kini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baik. Tapi ke mana semua perawan-perawan desa kami"
Adakah juga Mas Rempek" Atau Yang Mulia mencari kambing
hitam dan itu adalah Yang Mulia Rempek?"
Dada Juru Kunci berdesir. Sekejap aliran darahnya serasa
berhenti. Berani benar sudra bicara semacam itu" Tentu ini
anak buah Wong Agung Wilis. Maka tanpa sesadarnya ia
menyebut, "Ya Al ah.... Ya Rabi...." Kemudian ia menghela napas.
"Bagus. Kini jelaslah sudah bagi kami bahwa Yang Mulia
dilahirkan di tanah Blambangan, tapi dengan ketidaktahuan


Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan ketidakacuhan itu telah menjadi orang asing di tanah
yang melahirkan, membesarkan, menghidupi dan..."
"Cukup!" Juru Kunci tak dapat menahan lagi. "Selayaknya kau ditangkap karena
menghina penguasa negeri. Kau
menampik uluran tangan pemerintah yang ingin membangun
masa depan kalian bersama."
"Bersama?" Pemuda itu-itu juga yang angkat bicara.
Sedang yang lainnya makin membenamkan mukanya ke sela
kedua dengkul mereka. "Sejak Yang Mulia Jaksanegara tampil sebagai penguasa,
sebenarnya kebersamaan di Blambangan telah ambruk!
Dengan dalih kerja sama 4 penguasa negeri ini telah
menyerahkan kami ke tangan penguasa asing yang lebih
bermodd dari para Yang Mulia! Sedang para Yang Mulia
memperkaya diri dengan uang dari negeri-negeri asing itu!
Lebih dari itu Yang Mulia telah menjual semua yang terbaik di
Blambangan. Termasuk gadis-gadis!"
"Iblis!" Schophoff pun mengumpat.
Mendengar itu para pengawal mulai bergerak mendekati
sang pemuda yang berjongkok di tengah kerumunan orang
lain. Namun orang yang berjongkok paling belakang kini
berdiri dan berseru, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan lakukan itu! Pendapat pemuda itu adalah pendapat
kami bersama." Dan sehabis kata-kata itu semua orang di
baris terbelakang berdiri juga. Di kuti baris kedua, ketiga, dan
seterusnya, sampai semua orang berdiri. Dan tanpa
penghormatan lagi mereka bergandengan tangan satu dengan
lainnya- lalu meninggalkan halaman pendapa kelurahan.
Sedang pemuda itu mereka lindungi di tengah barisan orang
yang keluar. "Berhenti!!!" teriak Schophoff keras. Sejenak mereka
menghentikan langkah. Tapi tak kembali jongkok.
"Apa yang kalian kehendaki supaya kami bisa bekerja sama
lagi?" Schophoff mencoba membujuk mereka.
"Bunuh Jaksanegara dan kembalikan Yang Mulia
Sutanegara pada kami!" teriak mereka bersama. Laki-
perempuan, tua-muda, petani, dan nelayan, menyatu dalam
suara yang membahana. Itu saja yang mereka teriakkan
berulang kali. Kemudian mereka mulai beranjak meninggalkan
halaman kelurahan tanpa dapat dicegah lagi.
Lurah itu pun tidak mampu berbuat apa-apa. Di hadapan
Juru Kunci ia tak ubahnya tikus tercebur ke minyak. Menoleh
ke kiri kena marah. Ke kanan kena marah. Akibatnya ia tidak
mampu menjawab. Kenyataan menunjukkan bahwa kawula
tidak gampang menerima paksaan. Namun Juru Kunci dan
Schophoff yang segera melanjutkan perjalanan menilai,
tentunya pemuda tadi bukan sembarang sudra. Tidak ada
sudra seberani itu. Itu pengalaman pertama. Dan setiap ada yang pertama ada
juga yang kedua dan ketiga. Demikian pula pengalaman Juru
Kunci. Muncar, Grajagan, terus ke Lateng, hampir tidak
berbeda. Jawaban yang diterima adalah ketidaksukaan pada
Jaksanegara dan Belanda. Bahkan kala di pinggiran kota
Lateng pembicaranya seorang wanita muda yang sangat
cantik, Siapa saja akan menelan ludah memandang wanita itu.
Bicaranya lancar, suaranya merdu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebelum kekuatan asing masuk, negeri kita cukup maju
dibanding Mataram. Perniagaan kita lebih baik. Justru
sekarang kita menjadi susah. Kawula harus bekerja makin
keras." Gadis itu memberikan suara yang mempengaruhi
semua kawula Lateng yang kebetulan ikut hadir pada
pertemuan itu. "Lihat saja eloknya negeri kita sekarang! Kami sudah
bersusah-payah mengatur ketenteraman negeri, tapi kalian
kurang membantu dengan sepenuh hati. Kami tidak menuntut
banyak. Yang kami butuhkan adalah keikutsertaan kalian
dalam membangun negeri ini. Jangan pikirkan lagi yang lama
itu. Sebab jika kita tak beranjak dari pikiran lama itu kita tidak
akan pernah melangkah maju. Wong Agung Wilis telah
membawa kita pada pertentangan yang tiada pernah henti.
Apalagi dengan kebijakan perniagaan yang tertutup di bawah
kuasa mutlak kerajaan, maka kalian tidak akan pernah melihat
di negara kita berdiri gedung megah milik perorangan seperti
sekarang ini. Jadi jika kalian giat membangun maka
keuntungan akan kita capai beberapa tahun lagi!"
"Mungkin di antara segala pemerintahan yang pernah ada
di Bumi Blambangan ini, pemerintahan yang sekarang adalah
yang terburuk!" sahut gadis yang bukan lain adalah Mas Ayu
Prabu sendiri dengan keras. "Rupa-rupanya sudah jadi
keahlian Yang Mulia Jaksanegara dan semua bawahannya
memutarbalikkan keadaan. Bukankah masih segar dalam
ingatan kita Wong Agung Wilis melindungi kawula dari
pengisapan para narapraja atau orang-orang yang mencari
keenakan pribadi" Jika Yang Mulia mengagungkan
pembangunan sekarang ini, siapa yang merasakan hasil
pembangunan ini" Siapa" Tidak ada satu pun kawula
Blambangan menikmati loji-loji mewah itu! Sekalipun tangan
mereka, keringat mereka, bahkan uang mereka, yang
membangun gedung-gedung itu. Jadi apa artinya semua ini"
Hijau bumi kita ini memang, biru laut kita, menjanjikan
kemakmuran yang tiada berbanding. Namun selama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemerintahan di bawah nasihat atau pendapat pembohong
dan perompak, maka pemerintahan itu akan menjadi
pemerintahan yang jahat."
"Tutup mulutmu! Bibirmu terlalu mungil dan tipis untuk
berbicara sekeras itu!" Juru Kunci tersinggung.
"Tentu Yang Mulia akan tersinggung," gadis ayu itu
meneruskan. "Apalagi yang bicara cuma seorang wanita. Yang
Mulia terbiasa menghina wanita. Karenanya merasa rendah
menerima pendapat seorang wanita. Bagi Yang Mulia wanita
tak lebih seonggok daging pemuas nafsu hewani Yang Mulia.
Yang Mulia tak pernah ingat atau barangkali memang tidak
pernah tahu bahwa kebesaran Majapahit dimulai sejak
pemerintahan seorang wanita! Yang Mulia Tribuana
Tunggadewi Bathara Istri?" Wanita muda itu tertawa.
Menyakitkan bagi Juru Kunci. Ia sama sekali tidak tahu siapa
yang sedang bicara di tengah kerumunan kawula Lateng itu.
"Astaghfirul ah al adzim... sundal dari mana kau menyusup
ke tengah kawula Lateng?" Bibir Juru Kunci bergetar. "Tak
pernah ada perempuan Blambangan yang dididik seperti kau!"
"Hanya penjahat dungu yang bisa bicara seperti itu, Juru
Kunci!" Mas Ayu menghilangkan sebutan Yang Mulia. Muka
Juru Kunci kian membara. "Pikiranmu dipenuhi persundalan
sehingga mata dan telingamu tertutup oleh ketidaktahuan.
Jika patihnya semacam kau ini, lalu bagaimana pula
macamnya Jaksanegara yang sekarang ini menjadi penguasa
tertinggi di bumi Blambangan?" Tertawa mengejek.
"Diam!!!" Juru Kunci membentak.
"Penguasa tanpa pengetahuan adalah penjahat! Dan dalam
pikiran penjahat tak ada lain kecuali menipu, memaksa,
merampas, dan bersundal! Nah, aku cukup panjang bicara
tentang kebo-brokanmu. Sekarang biarkanlah aku pergi
dengan damai. Tapi aku berpesan untuk kaudengar dan juga
kausampaikan pada penguasa tertinggi bumi Blambangan ini,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kawula tidak pernah suka pada kalian! Kalian telah membunuh
begitu banyak saudara-saudara kami yang tanpa dosa."
"Kau harus ditangkap, Sundal!"
"Bila ingin selamat dan berkumpul kembali dengan
kekasihmu yang bekas istri ayahmu dan juga jadi kekasih
Biesheuvel itu, jangan mencoba menangkap seorang pun dari
kami. Perintahkan para pengawal memunggungi kami! Atau
kami membunuhmu serta Schophoff beramai-ramai, sekarang
juga!" "Apa kalian bilang?" Schophoff melompat dari duduknya.
"Jangan kaget! Kami pun dapat melakukan apa saja yang
kalian lakukan." Bersamaan habisnya kalimat itu seluruh yang
hadir bangkit berdiri. Tanpa bisa dicegah lagi. Mereka lebih
berani dari yang di Muncar, atau Grajagan, atau Sumberwa-
ngi, atau tempat lain yang sudah mereka datangi. Bahkan
semakin menjauh, suara mereka semakin menggema,
"Dirgahayu Wong Agung Wilis! Gantung Jaksanegara! Bunuh!
Bunuh!" Keringat dingin Juru Kunci keluar makin deras. Juga
Schophoff. Ketawanya lenyap. Seorang wanita dengan bibir
mungil mampu menggerakkan begitu banyak kawula. Atau
mereka semua tertarik karena kecantikannya" Ah, siapa dia"
Lurah yang ditanya hanya menerangkan bahwa wanita muda
itu sering berada di warung di sudut jalan raya Lateng. Tapi
Lurah sendiri mengaku tidak pernah kenal namanya.
Schophoff melihat dengan mata kepala sendiri, bukan cuma
di ujung timur Blambangan orang tidak menyukai
Jaksanegara, tapi juga di Jember, Lumajang, Puger,
Panarukan, Wijenan, dan daerah-daerah lain di wilayah
Blambangan. Schophoff melihat semua yang tak pernah ia
bayangkan semula. Tanpa sadar lamunan mengajak ia kembali
ke tanah airnya. Negeri di bawah air, Belanda. Beberapa puluh
tahun silam mungkin hal serupa ini juga pernah terjadi. Kala
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bangsa Belanda ingin membebaskan diri dari cengkeraman
bangsa Spanyol. Ia tidak ingat berapa tahun lalu. Tapi jelas
bahwa bangsa Belanda di bawah seorang pemimpin yang
penuh wibawa, Wilhelm van Oranye memekikkan
kebebasannya. Apakah Wong Agung Wilis sama dengan
Wilhelm van Oranye" Ia tidak tahu persis. Tapi kini ia sadar
bahwa Belanda dan ia sendiri telah menjadi Spanyol atas
Blambangan. Apakah memang kodratnya demikian" Manusia
harus menindas dan ditindas"
Tentu Schophoff tidak bisa menjawab pertanyaannya
sendiri. Sebab barangsiapa ingkar dari cita-cita kebebasannya
maka ia tidak akan menghargai kebebasan orang lain.
*** Biesheuvel menggertakkan gigi kala mendengar laporan
Schophoff tentang perjalanannya ke daerah-daerah. Hampir
semua lelaki-perempuan membenci Jaksanegara. Bahkan yang
menyakitkan hati, meminta kembalinya Sutanegara sebagai
syarat dari mereka untuk berbaik kembali dengan VOC. Atau
jika VOC menolak semua permintaan mereka, maka mereka
akan memihak pada pemerintahan Wong Agung Wilis yang
diwakili oleh Pangeran Jagapati di Derwana.
Gila! Biesheuvel merasa ditantang. Apa hebatnya Rempek"
Seorang pribumi yang telanjang dada. Ia menghitung-hitung
bulan dan tanggal. Pertengahan bulan Agustus tahun seribu
tujuh ratus tujuh puluh satu. Ia segera panggil Pieter Luzac
dan Schophoff. "Tidak bisa tidak! Kita serbu mereka! Bulan ini juga!" kata Biesheuvel penuh
keyakinan. Ia lulusan Akademi Militer di
Prancis. Mengapa kalah dengan pribumi telanjang dada"
"Siapkan pasukan kita. Kita berangkat ke Derwana!"
"Tetapi apakah tidak perlu menunggu bantuan dari
Surabaya?" Pieter Luzac menanyakan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
'Tidak! Jika mereka datang, maka mereka tinggal
memungut mayat Jagapati," jawab Biesheuvel tertawa.
Disambut tawa oleh Schophoff dan Pieter Luzac. Namun
usai tertawa, mereka harus bekerja keras menghimpun dan
mengatur siasat penyerbuan ke Derwana. Mereka sibuk
mempelajari peta. Bahkan Juru Kunci dan Jaksanegara mereka
perintahkan mencari penunjuk jalan. Sebab tanpa penunjuk
jalan, mereka akan mudah tersesat. Untuk itu tidak semua
orang menyediakan diri. Karenanya mereka menangkap
beberapa pedagang Bali yang mereka perkirakan sering
menjajakan dagangannya ke daerah itu. Demikian pula
pedagang-pedagang Madura.
Benar memang dugaan mereka. Maka Biesheuvel
memutuskan menyerbu dengan penunjuk jalan orang-orang
Bali dan Madura itu. Tapi tentu saja mereka tidak akan
menggunakan jalan semestinya. Gelombang demi gelombang
pasukan Kompeni menyusup ke hutan-hutan. Biesheuvel ingin
mengadakan penyerbuan mendadak. Dia ingin melihat
Jagapati terbirit-birit ketakutan, atau menyembah memohon
ampun dan menyembah kakinya.
Sementara itu Kopral Jarkawi bersama rombongan
menyusup dari timur-utara. Kopral yang berasal dari Madura
itu berkali-kali mengumpat karena harus menembus semak
berduri. Di Madura tidak ada hutan selebat ini. Sial betul aku
kebagian medan seperti ini. Mungkin lewat selatan tidak
segelap ini. Ah, rotan lagi. Semak lagi. Malas juga rombongan
itu menebang semak. Sudah setengah hari mereka melintasi
jalanan sial itu. Tapi sampai senja mereka belum juga sampai
di Derwana. Ah... tersesat barangkali. Mereka beristirahat
makan. Bersama seratus orang lainnya ia beristirahat.
Pimpinan rombongan orang Si-dayu berpangkat letnan. Letnan
Samirin. Kopral Gimun dari Surabaya datang padanya saat
menikmati pembagian minuman manis senja itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagaimana, Pral" Capek?"
"Bagaimana tidak capek" Di Madura tidak pernah jalan di
tempat seperti ini."
"Tapi, lihat! Letnan kita tidak tampak lelah."
"Yah. Apa ya rahasianya?"
"Oh, tidak tahu?"
"Tidak!" Jarkawi menjawab.
"Ceritanya begini. Waktu dia lahir, ia dibuang ke laut. Tapi
malah jadi besar dan perkasa."
"Masya Al ah.... Bagaimana bisa begitu?"
"Selama tiga hari dalam laut, ia merasa gatal-gatal.
Ternyata digerogoti teri (ikan kecil-kecil). Ia terkejut amat
sangat dan melompat dari laut. Nah, lihat mukanya bopeng,
kan" Itu dimakan kawanan teri di laut."
"Gila kau, Mun!" keduanya terbahak-bahak. Anak buah
mereka heran melihat kepala regu mereka terbahak-bahak.
"Mana ada anak kecil bisa hidup di laut...."
Memang ada beberapa cara orang melepas lelah.
Menghibur diri dengan lawakan, atau dengan cara lain.


Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pokoknya yang enak saja. Setelah beberapa bentar
beristirahat, mereka mendapat perintah untuk bergerak lagi,
dengan tujuan agar tidak terlambat, dan bisa mengepung
Derwana. Malam itu belum ada bedil yang meletup. Ternyata
perjalanan masih jauh. Tengah malam semua pasukan
diperintahkan istirahat. Justru saat itu anak buah Mas Ayu
Prabu bergerak untuk mengamati gerakan pasukan Belanda.
Sedang Mas Ayu Prabu sendiri bergerak ke Bayu untuk
melapor. Dengan kecepatan luar biasa kuda Mas Ayu yang
terlatih dan terbiasa melewati jalan ke Bayu melesat bagai
anak panah. Tentu mendahului gerakan pasukan Kompeni.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bagi orang Bayu, inilah yang ditunggu-tunggu. Mereka sudah
terlalu lama menyiapkan diri untuk menghancurkan VOC.
"Selamat datang, Kekasih. Dirgahayu...," Wilis menyambut
Ayu Prabu. Sementara itu Mas Ayu Tunjung menyimpan
hatinya yang bergelora melihat kehadiran Ayu Prabu kembali
di Bayu. "Dirgahayu, Yang Mulia. Dirgahayu...."
"Tentu ada yang penting, maka Yang Mulia naik?"
"Ya. Kompeni bergerak."
"Inilah yang kita tunggu." Wilis tersenyum. Ia tahu tidak
cukup waktu dua hari untuk menjangkau Derwana jika mereka
berjalan melewati rimba dan paya-paya. Bukan cuma alam
yang harus mereka hadapi. Tapi juga nyamuk dan lintah yang
akan membuat mereka ketakutan dan berlumuran darah
karena diisap oleh binatang-binatang yang menjijikkan itu.
"Undu, kau saat ini juga pergi ke Jember. Temui Yang Mulia
Ramad, sampaikan supaya menyerbu Benteng Jember. Dan
terus memulai peperangan. Kita beri pelajaran pada
Steenberger di Jember!" Wilis memerintah pada anak Sardola.
"Hamba, Yang Mulia." Dan setelah menyembah orang itu
berangkat. Gagah. Seperti ayahnya, tapi tidak bercodet di atas
alisnya. Ah, ahli meriam itu kini telah meninggal karena sakit,
atau barangkali karena tua"
Setelah itu Wilis sendiri memerintahkan semua orang Bayu
bersiap. "Saatnya telah tiba!" katanya setelah tiap kepala keluarga dikumpulkan. "Perang
membela kehormatan negeri kita telah
datang! Demi Blambangan, demi Hyang Maha Qiwa, kita
berangkat bertempur!"
"Hamba, Yang Mulia!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ambil senjata kalian masing-masing! Semua! Laki-
perempuan!" Beberapa saat ia menoleh pada Ayu Tunjung.
"Mas Ayu Tunjung akan memimpin laskar wanita!"
"Dirgahayu! Dirgahayu!" teriak mereka bersama. Dan
mereka bubar untuk mengambil senjata dan memberi tahu
anak-istri mereka. Wilis sendiri segera melangkahkan kakinya
ke rumah ibunya. Namun di ujung gang seseorang
menyapanya, "Yang Mulia...," Suara merdu setengah berbisik.
"Siapa...?" "Hamba," Mas Ayu Tunjung memberi hormat.
"Ada apa?" Wil is menghentikan langkahnya.
Mas Ayu Tunjung gugup sesaat. Menunduk. Menarik napas
panjang. "Ada apa?" ulang Wilis.
"Eh... Yang Mulia memilih hamba menjadi kepala laskar?"
"Ya, laskar wanita! Kenapa?"
"Apakah sudah tepat?"
"Bukankah selama ini kau yang memimpin mereka?"
"Iya... tapi..."
"Tapi apa?" "Tidakkah lebih tepat kalau Mas Ayu Prabu?"
Wilis terkejut. Apa sebab gadis ini bertanya seperti itu"
Tentu ada apa-apa. Tidak biasanya gadis ini menghadap.
"Yang Mulia?" Wilis menatap tajam. Beberapa bentar. Gadis
itu menunduk. Wilis tetap menatapnya tajam. Hening
beberapa saat. Ayu Tunjung melirik Wilis. Pemuda itu kini
menarik napas. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ayu Prabu bertugas di mana-mana. Ia memimpin pasukan
di Lateng dan..." "Tapi bukankah..." Suaranya berhenti di teng-gorokan. Air
mata meluncur tak tertahan. Cepat gadis itu membalikkan
tubuhnya lalu berlari. "Yang Mulia..."
Tapi suaranya tak menghentikan langkah gadis itu. Sejuta
tanya menoreh hatinya. Tapi ia merasa tak pantas mengejar
gadis itu. Ia tak mau dalam keadaan perang begini disibuki
oleh hal-hal yang tidak berarti. Ia menebak-nebak. Tentu ada
pertengkaran antara dua gadis itu. Saling iri atau saling apa
yang ia tidak tahu. Urusan wanita! Maka ia meneruskan
langkah untuk menghadap Yistyani. Mohon restu.
"Aku lihat seperti Ayu Prabu naik?" Yistyani langsung
bertanya sesudah Wilis menyembah.
"Ya. Membawa berita penting. Belanda sudah mulai
bergerak." "Ah, betapa hebatnya anak itu. Rasanya seperti tak
mengenal lelah." Hati Wilis melambung mendengar pujian untuk Ayu Prabu.
Sewajarnya Ibu memujinya, Wilis bercakap sendiri dalam hati.
Tapi tiba-tiba saja ia tidak bisa menahan hatinya. Dan ia
ceritakan apa yang pernah ia alami sehubungan dengan
kejadian yang baru saja lalu. Yistyani mesem mendengar itu.
Tapi sekaligus kasihan. Wilis seusia begini belum lagi pernah
tidur dengan wanita. Sampai-sampai ia tidak mengerti hati
wanita. Sungguh berbeda dengan Wong Agung Wilis kala
masih bernama Mas Sirna dulu. Sekilas ia mengingat masa
lalunya. Ia kemudian maju dan membelai kepala anaknya. Seperti
pada anak kecil. "Lalu... kau cinta Mas Ayu Tunjung?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
'Tidak, Bunda. Hati hamba sudah tertambat pada Mas Ayu
Prabu," jawab Wilis sederhana.
"Hyang Bathara! Jagat Pramudita!" Yistyani pura-pura
kaget. Ia sudah tahu bahwa anaknya mencintai Ayu Prabu.
Tentunya satu pilihan yang tepat. Kecantikan tanpa cela.
Tiada kukul di mukanya. Tiada bercak sedikit pun di kulitnya.
Tapi, mungkinkah terjadi" Hati Yistyani berdebar-debar. Sri
Maha Prabu Jayanegara Anumerta dari Majapahit terpaksa
dibunuh oleh Tabib Tanca karena akan mengawini saudaranya
sendiri, Sri Gayatri. "Kenapa Ibu terkejut?" Pemuda itu heran.
"Ya. Ibu memang terkejut. Karena menurut penglihatan
Ibu, Mas Ayu Tunjung juga mencintaimu, Nak. Kenapa tak
kaupilih dia?" "Ibu tidak setuju pada Mas Ayu Prabu?" Wilis berdebar,
takut ibunya tidak setuju. Dan memang Yistyani kurang setuju
jika Wilis menikahi Ayu Prabu. Kendati anak itu cantik tanpa
cela. Tapi... sekali lagi Yistyani khawatir apakah mereka bukan
satu ayah" Tentu ia tidak boleh menegangkan demikian pada
anaknya. Sebab anak itu akan menanyakan, bukankah
Erlangga juga kawin dengan saudara seayahnya" Yang
kemudian melahirkan dua anak laki-laki yang membagi dua
kerajaannya" Kini Yistyani dihadapkan pada kesulitan yang
cukup pelik. "Kenapa Ibu diam?"
"Tidak apa-apa, Anakku. Cinta adalah hak. Tiap hak harus
dibela. Seperti halnya negeri ini.
Hak kita. Karena itu kita membelanya. Cinta adalah hak
yang paling pribadi dan dalam. Ibu tidak layak melarangmu,
Nak. Tapi aku cuma kasihan pada Mas Ayu Tunjung. Dan
lihatlah Mas Ayu Prabu, seorang telik yang mungkin saja tiada
duanya di Bumi Semenanjung ini. Dan seorang telik
mempunyai kebiasaan yang sukar dipegang arahnya. Sukar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diajak memecahkan soal-soal secara bersama karena ia biasa
memecahkan soal-soalnya sendiri."
"Jagat Dewa! Benarkah itu, Ibunda?"
"Kau sendiri yang akan menilainya. Pikirkanlah dalam-
dalam. Kau bisa memilih. Ayu Prabu atau Ayu Tunjung. Yang
satu cantik, yang satu manis." Yistyani tersenyum untuk
menghilangkan kecurigaan dalam hati anaknya.
Dan pemuda itu juga tersenyum lega. Tapi setelah
meninggalkan ibunya dan pergi ke kandang kuda, pergolakan
datang lagi mengacaukan hatinya. Mengapa Ibu tampaknya
tidak setuju" Benarkah Mas Ayu Tunjung mencintainya" Jika
demikian, kenapa ia tidak berterus-terang sejak dulu"
Sekarang ia sudah menjatuhkan janji pada Ayu Prabu. Dan
bagi seorang satria janji itu dibawa mati.
Sampai di kandang kuda terpikir olehnya untuk pergi ke
rumah Ayu Prabu. Ia ingin menjajagi sekali lagi, apakah benar
ia bersedia menjadi seorang istri yang baik jika menang nanti"
Ah, bukankah Ayu Prabu bersumpah, tidak akan kawin
sebelum Blambangan kembali menjadi milik mereka. Ah, gadis
itu lebih mementingkan negerinya dari dirinya sendiri.
Mengapa Bunda menganggapnya kebiasaannya sukar
dipegang" Barangkali Bunda sudah tua sehingga tidak lagi
mampu melihat segala sesuatu dengan akalnya" Kini bersama
Utun, anak Tumpak, ia pergi ke rumah Ayu Prabu. Tapi yang
ada cuma ibunya, Tantrini.
"Dirgahayu, Bibi. Mas Ayu ada?" tanyanya setelah
menyembah. "Oh, ampun, Yang Mulia. Dia baru saja turun kembali."
"Jagat Dewa. Cepat amat."
"Dia merasa perlu melaporkan gerakan Belanda ini pada
ayahnya, Yang Mulia Wong Agung Wilis."
"Dia akan menyeberang?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hamba tidak mengerti."
Kembali sepercik kekaguman memuncrat di hatinya.
Kesungguhan hati Ayu Prabu membuatnya tidak kenal
istirahat. Maka ia pun segera mengajak Utun Ke Derwana. Ia
merasa perlu memheri semangat pada laskar yang hendak
berhadapan dengan pasukan Kompeni. " Kedua orang itu
berangkat setelah memberi tahu Baswi. Memang benar,
kehadiran Wilis sangat penting. Semula Jagalara kurang
percaya. Tapi demi melihat kawula Derwana menyambut anak
muda itu dengan hangat dan hormat, maka ia merasa ketiga
ratus anak buahnya tidak akan berarti apa-apa melawan dia.
Dengan senyum yang menawan semua orang, Wilis
menaiki titian istana Jagapati, disambut oleh Jagapati dan
Runtep serta Jagalara. Pekik-sorak membahana di sepanjang
jalan antara Indrawana sampai ke Derwana, bukti kecintaan
kawula Blambangan pada Wong Agung Wilis. Turunnya Wilis
ke Derwana dianggap pengejawantahan Wong Agung Wilis
secara pribadi. Dan mereka semua sudah tanggap. Wilis pasti
membawa perintah mahapenting maka ia turun sendiri.
"Dirgahayu Wong Agung! Dirgahayu Blambangan!"
teriakan-teriakan terus membahana sampai di gerbang istana.
Wilis membalasnya dengan lambaian tangan dan senyum yang
selalu menghias bibir tipis, di bawah kumis kecil yang mulai
kelihatan nyata. Mungkin saja anak muda itu akan berkumis
tebal seperti Wong Agung jika sudah sampai pada usia yang
mencukupi untuk itu. Kendati tampak ramah namun tidak
mengurangi kewibawaan yang membuat Runtep menjatuhkan
diri menyembah. Di kuti oleh Jagapati dan Jagalara.
"Dirgahayu!" sapa pemuda itu. Pending emasnya
berkilau ditimpa mentari yang mencuri kesempatan
menerobos masuk titian pendapa itu. "Dirgahayu!" sambut
semua orang. "Penantian kita sampai pada saat terakhir, Yang
Mulia," kata Wilis sambil berjalan ke tempat yang ditunjukkan
Jagapati. Ah, istana bekas milik Macan Putih. Megah juga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nanti jika Belanda sudah punah pasti akan dibangun lebih
kokoh lagi. Dua pasang meriam bertengger di halaman tadi
kala ia melewatinya. Jagalara dan Jagapati tentu yang
memerintahkan pemasangan itu. Terkesan menyamai pusat
pemerintahan Mataram di Jawa Tengah. Boleh saja meniru,
pikir Wilis. Asal jangan meniru kebobrokan raja-rajanya. Atau
barangkali mereka ingin menunjukkan padaku bahwa
sebenarnya mereka lebih pintar mengatur dari aku" Ya
pandangan mata mereka... Tapi biar. Yang penting bukti, kawula Blambangan lebih
mendengar aku dari mereka.
"Penantian?" Jagapati dan Jagalara mengulang berbareng.
"Ya! Apa yang kita nantikan jika bukan saat melumat VOC
dengan seluruh kecoaknya?" Wilis tertawa. "Mereka sudah
berangkat dua hari yang lalu menyetor nyawa."
Jagalara menilai betapa sombongnya anak ini. Sudah
berapa pahlawan besar gugur di tangan Kompeni" Ia mulai
tidak suka pada mimpi Wilis.
"Yang Mulia Jagapati dan Jagalara tentu kurang percaya.
Kita akan buktikan. Para Yang Mulia, jika mereka bisa naik ke
sini dengan jumlah lebih separuh dari waktu berangkat dari
Pangpang, tentu Biesheuvel adalah seorang pilihan. Kendati
begitu kita tidak boleh tetap duduk di sini. Karena siapa yang
cuma duduk diam maka ia tidak akan pernah mendapat apa-
apa. Nah, mari kita songsong mereka di luar Indrawana!"
Dengan hati berdebar Rempek memerintahkan semua
istrinya mengangkat senjata. Dan ia memerintahkan sepuluh
ribu pengawalnya menyebar ke semua penjuru. Wilis
mengatakan mereka akan mendapat serangan dari segala
penjuru. Kendati begitu, Wilis tampak tenang. Jagalara sama
sekali tidak tahu apa sebabnya. Tapi ia bertekad berperang
habis-habisan. Untuk menunjukkan kepada orang-orang
Blambangan bahwa sebenarnya ia lebih patut dihormati dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemimpin muda itu. Bagaimana bisa ia mengatakan
Biesheuvel tidak bisa menembus ke Indrawana"
Tapi Wilis memang tidak omong kosong. Masih kira-kira
berjarak seribu pai dari Indrawana dan Derwana, Biesheuvel
sudah harus kehilangan seperempat bala tentaranya dengan
damai. Aneh" Dengan tanpa letusan mesiu. Pasukan Bayu
telah memasang beribu-ribu songga (bambu runcing yang
dipasang miring untuk menjebak binatang buruan, misalnya:
babi hutan, rusa) di seputar Derwana, Indrawana, dan Bayu.
Songga yang ditempatkan sebegitu rupa dalam semak


Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sehingga sama sekali tidak nampak bagi orang-orang asing.
Akibatnya perut mereka tertembus ujung songga yang
setajam sembilu. Begitu rapat mereka memasang songga-
songga itu, sehingga barisan pertama, seperempat bagian dari
seluruh bala tentara Kompeni harus berjuang melawan
warangan (racun yang biasa dipakai untuk mencuci keris)
yang membedaki ujung-ujung songga. Dan hampir boleh
dikatakan tidak ada satu makhluk pun mampu bertahan hidup
melawan warangan orang Blambangan.
Biesheuvel terkejut mendengar laporan itu. Ia memang
berkuda di barisan paling belakang. Dengan penasaran ia
perintahkan menarik mundur mereka yang kejang-kejang
menghadap sang Pencabut Nyawa. Semula Schophoff
terbahak-bahak mendengar sesuatu yang tampaknya
mustahil. Kita bukan binatang yang tak mampu memilih jalan.
Kenapa itu bisa terjadi" Pieter Luzac juga heran. Perintah
kedua yang diterima oleh para pemimpin barisan terdepan
usahakan menghindari semak-semak. Ingin Biesheuvel
membakar saja tiap gerumbul belantara. Tapi itu hampir tidak
mungkin. Hutan daerah ini begitu lebatnya.
Perjalanan diteruskan dengan lebih perlahan dan
meninggalkan seperempat jumlah pasukan di garis belakang.
Hampir setengah hari waktu yang mereka butuhkan untuk
beringsut sejauh tiga ratus tombak saja. Biesheuvel dan para
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perwira VOC lainnya mengumpat. Ternyata Jagapati telah
siap. Mereka tidak berani menggunakan pasukan pengawal
Jaksanegara atau Juru Kunci. Takut disesatkan karena mereka
pun orang-orang pribumi Blambangan. Siapa tahu mereka
bersekongkol" Dan orang-orang Bali yang sekarang mereka
jadikan penunjuk jalan ini" Apakah mereka tidak
bersekongkol" Sengaja menyesatkan" Gila, pikir, Biesheuvel.
Jika ini benar, maka Kompeni sedang terjepit.
Tidak ada lagi laporan tertusuk songga. Tapi begitu masuk
jarak empat ratus tombak, mulai terdengar kembali jerit-jerit
menyayat, membelah kesunyian rimba. Kini hampir seluruh
barisan depan yang telah sangat lelah itu terperosok ke dalam
lubang-lubang jebakan harimau. Tapi lubang itu dibuat begitu
besar-besar dan dalam. Sedang di dasar jebakan yang
ditimbuni tanah dan rumput sehingga begitu samar itu, telah
menunggu barisan songga yang siap mengirim mereka ke
akhirat. Begitu rapi dan berlapis jebakan itu, sehingga sukar
dibedakan mana jebakan mana yang bukan. Dan begitu
anggota pasukan lapis ketiga bergerak mengerumuni teman-
teman mereka yang terpeso-rok itu, gelegar meriam laskar
Derwana yang pertama terdengar. Biesheuvel tersentak
mendengar dentuman yang membahana itu. Seperti dalam
mimpi. Dan sebelum ia tersadar, dentuman kedua, disusul
ketiga, dan selanjutnya, membuat pasukannya tercerai-berai
mencari perlindungan di balik pohon-pohon raksasa. Tidak
kurang yang terkencing-kencing ketakutan. Teriakan
menyebut nama Tuhan mereka masing-masing terdengar
memilukan. Yang tidak sempat mengelak atau berlari, hancur
berkeping-keping. Sewalang-walangl Perang selamanya ganas.
Biesheuvel, Pieter Luzac, dan Schophoff sendiri terpaksa
berlindung. Sungguh di luar dugaan. Mereka telah siap. Bahkan tahu
persis saat penyerangan yang mereka lakukan. Pasti mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
punya persekongkolan dengan orang dalam sendiri. Mungkin
masih ada di antara Kompeni sendiri yang berkhianat, seperti
Bozgen dan teman-temannya dulu" Konyol mereka itu!
Lega hati Biesheuvel. Ternyata tembakan meriam itu tak
berlanjut. Tapi hatinya panas seperti panasnya mentari di
bulan Agustus itu. Tentu saja Schophoff menyempatkan diri
mencatat kejadian sial hari itu. Tahun seribu tujuh ratus tujuh
puluh satu Masehi. Mereka telah kehilangan hampir lima ribu
anggota pasukan sebelum menembakkan sebutir pelor sekali
pun. Dengan penasaran Biesheuvel memerintahkan agar tujuh
orang Bali yang menjadi penunjuk jalan itu dihukum mati.
Mereka dianggap menyesatkan pasukan Belanda dan sengaja
memilih jalan salah agar mereka masuk jebakan orang-orang
Bayu. Jagalara dan Jagapati diberi tahu oleh Runtep supaya
memerintahkan pasukan berjalan dengan menyelinap dari satu
pohon ke pohon lain, kira-kira seribu langkah. Setelah itu
berhenti dan setelah melihat kedudukan musuh mereka
diperintahkan menembak. Sesudah penembakan meriam itu,
Wilis dan Undu segera meninggalkan Derwana. Ia merasa
yakin kali ini Biesheuvel tidak akan mampu mengalahkan
mereka. Petunjuk selanjutnya akan diberikan oleh Runtep.
Kala Jagalara bersama rombongan membuka tembakan
pertama Biesheuvel melihat kembali anak buahnya bercerai-
berai. Bersama itu ratusan orang yang tertembak langsung
rebah ke bumi. Biesheuvel memerintahkan agar membalas
tembakan musuh. Sedapat mungkin. Tapi kejutan yang
mereka alami telah menurunkan semangat tempur mereka.
Mereka tidak mungkin lagi bergerak maju. Jagalara terbahak-
bahak mengejek sambil memuaskan nafsu membunuhnya.
Sungguh ini kesempatan yang ia nantikan untuk membalas
kekalahan demi kekalahan yang ia terima sepanjang
pertempuran di Ngantang dan Malang Selatan bersama laskar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mlayakusuma. Juga pasukannya. Mereka tidak pernah berhenti
memusuhi Belanda di mana pun.
Melihat kenyataan ini Schophoff meminta Biesheuvel
mengundurkan pasukan. Meneruskan peperangan berarti
bunuh diri. Apalagi keremangan mulai turun. Warna merah
lembayung sudah menghias ufuk barat. Sedang lawan
tampaknya benar-benar menguasai medan. Sekilas Schophoff
melihat, bukan cuma lelaki yang bertempur. Wanita juga
angkat senjata. Menembakkan bedil berlaras panjang.
Dan memang apa yang dilihat sekilas oleh Schophoff itu
bukan sekadar bayang-bayang. Kaum wanita di Derwana
maupun Indrawana bukanlah sekadar penunggu dapur dan
pemo-mong anak. Mereka juga mengangkat senjata seperti
halnya Tribhuana Tungga Dewi, Sri Maha Ratu Majapahit, kala
menggilas pemberontakan Sadeng dari Blambangan. Bahkan
tidak jarang dari mereka adalah jago-jago tembak.
Biesheuvel pun merasa aneh. Orang-orang Blambangan
mampu menahan serangannya" Mampu menahan
pengetahuan perang orang Eropa" Hampir-hampir tidak
masuk akalnya. Orang-orang yang dianggapnya tidak beradab
telah memusnahkan lebih lima ribu anak buahnya dalam
waktu satu hari. Dan itu sebabnya ia memerintahkan anak
buahnya sambil menembak kembali ke Pangpang. Perintah
itulah yang ditunggu oleh anak buahnya, karena ketakutan
merajai hati mereka. Jalan balik ke Pangpang bukanlah hal yang mudah. Karena
songga dipasang bukan hanya menghadap ke luar Derwana
atau Indrawana. Tapi juga menghadap ke dua tempat yang
menjadi tujuan penggempuran itu. Tak ayal, diburu
berondongan peluru laskar Rempek, mereka banyak yang
tersesat dan terjebak oleh songga-songga. Teriakan nyeri
yang tertusuk songga membuat sebagian takut bergerak
pulang dan menyerah pada laskar Jagapati yang mengejar
mereka. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Laskar Jagapati bersorak melihat Kompeni terbirit-birit.
Jagalara mengajak mereka mengejar terus. Tapi Runtep segera mencegah. Pemuda itu
menasihatkan supaya seluruh pasukan mengurus mereka yang menyerah itu saja.
"Kenapa tidak boleh mengejar terus" Ini kesempatan menghancurkan mereka sampai
lumat." Jagalara tidak terima.
"Malam sudah mulai tiba. Kita tidak bisa membedakan mana jalan, mana jebakan.
Hamba tidak ingin semua laskar kita menjadi korban senjata kita sendiri. Hamba
percaya tidak akan lebih separuh dari mereka yang dapat kembali ke Pangpang,"
jawab Runtep. Jagalara menjadi terkesiap. Dan betul, setelah ia memeriksa tempat bekas
pertempuran dan korban dari pihak musuh, maka mau tidak mau ia memuji kecerdikan
Wilis. Hutan seputar ini penuh songga dan jebakan. Dan yang membuatnya bertanya, kenapa
sebagian songga justru menghadap ke Derwana" Ah, andaikata ia dan pasukannya
berani melakukan makar dan melarikan diri lewat hutan-hutan seputar wilayah ini,
tentu tidak akan keluar dengan selamat.
Dengan kata lain, ia tidak bisa bertempur seperti di Malang, atau Ngantang, atau
Kediri. Di mana jika pasukan sekutunya terdesak, ia bisa melarikan diri dan
mencari pengayoman baru, atau bergabung dengan laskar mana pun yang menentang
VOC. Pokoknya mereka hidup dari perang itu. Jadi sekarang pilihannya hanya satu.
Bertempur habis-habisan jika terdesak nanti. Kalau lari toh akan terperosok ke
dalam lubang jebakan atau dimakan songga orang Blambangan sendiri.
Ada sebagian korban songga yang tidak sempat diangkut oleh Biesheuvel.
Mengerikan. Perut terbelah oleh bambu runcing beracun. Sekitar lima ratus orang
Kompeni yang digiring dengan tangan di kat tali di belakang pantat mereka.
Juga leher mereka, dihubungkan satu dengan lainnya oleh tali seperti kerbau yang
digiring pulang ke kandang. Perjalanan hidup anak manusia ternyata berliku-liku.
Seperti halnya jalan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang mereka tapaki itu sendiri. Kemarin mereka masih
bersuka ria di kedai-kedai minum Lo Pangpang atau Lateng.
Bahkan tidak kurang-kurang yang masih mencolek-colek
wanita Blambangan. Tapi harini mereka digiring di bawah laras
bedil wanita-wanita telanjang dada. Tidak seorang pun berani
melirik. Sebab itu akan membuat nyawa mereka langsung
melayang. Biesheuvel tidak tahu itu, karena ia langsung kembali ke
Pangpang. Hatinya benar-benar gusar. Ia perintahkan
penjagaan kota Pangpang diperketat. Semua anak buahnya
cuma menunduk lesu. Dia berjalan mondar-mandir di
kantornya. Kepalanya mulai berdenyut-denyut. Jauh malam ia
belum kembali ke pembaringan. Demikian pula Schophoff dan
Pieter Luzac. Masih menemani pemimpin mereka. Bisu tanpa
kata. Sampai derap kuda pengawal batas kota mendebarkan
hati mereka. Dan begitu pengawal itu mengetuk pintu ia
segera keluar sambil bertanya, "Apakah mereka sudah melihat
pasukan Rempek mengejar ke Pangpang?"
Begitu gugup Biesheuvel. Pieter Luzac dan Schophoff ikut
menengok pengawal itu. "Tidak, Tuan. Seorang sersan dari Jember menghadap."
Pengawal itu sedikit menenteramkan hati Biesheuvel.
"Ada apa mereka kemari" Tidak tahu ada perang" Suruh ia
kemari!" Setelah menghormat pengawal itu pergi. Sebagai gantinya
seorang sersan berkulit putih memasuki ruangan itu. Francois.
Seorang keturunan Prancis.
"Selamat malam. Tuan." Hormat orang itu dengan bahasa
Belanda yang masih sangat kaku.
"Apa kabar?" Biesheuvel tidak sabar.
"Ampun, Tuan. Dengan terpaksa kali ini saya laporkan
bahwa benteng kita di Jember telah jatuh ke tangan orang-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang Blambangan. Mereka menyerbu dengan sangat
mendadak." "Gila!" Biesheuvel terperanjat. "Bagaimana keadaan Letnan Steenberger"
Selamatkah dia?" "Kami tidak tahu, Tuan. Mungkin saja sempat lolos...."
"Kalian tidak melindungi komandan kalian?" Mata biru
Pieter Luzac membelalak. "Kami sibuk melindungi benteng. Tembakan begitu gencar.
Mereka bersorak gegap-gempita. Menakutkan. Rupanya
pemimpin mereka seorang wanita. Kami dengar ia dipanggil
'Sayu Wiwit*. Seorang lagi pemuda dengan rambut ikal.
Begitu gembira mereka setelah kami meninggalkan benteng.
Kami sempat mengintip. Ah, teman-teman Kompeni dibantai
semau-mau. Bahkan yang menyerah sekalipun. Jalan-jalan ke
Panarukan sudah diputuskan. Juga yang ke jurusan Puger
serta Ambulu dan Lumajang. Kami sudah tak mampu lagi
melindungi pos-pos yang lebih kecil. Jumlah mereka tak
terhitung. Kendati kita menggunakan meriam, tapi semangat
mereka tidak luntur oleh jumlah korban di antara mereka.
Bahkan sempat kami dengar teriakan mereka sebelum mati,
'Dirgahayu Wong Agung Wilis! Dirgahayu Blambangan!' "
Biesheuvel lemas terduduk. Kepalanya pening. Ia
mengumpat sejadi-jadinya. Ternyata orang Blambangan lebih
siap dari Kompeni. Tanpa menjawab pada Francois, ia
meninggalkan ruangan menuju ke istananya sambil memukul-
mukul kepala. Tidak! Ia tidak percaya kalau perang ini
digerakkan oleh Rempek! Pasti ada orang lain di belakang
Rempek. Baru dua bulan pembelotan Rempek itu. Mana
mungkin menyiapkan peperangan sebegini hebat. Pusing.
Minum. Lalu tempat tidur dan... wanita...
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
XIV. MAWAR BERBISA Angin bertiup-tiup tiada. Tertahan dahan dan dedaunan.
Namun tetap saja merambat ke mana-mana. Bukan cuma ke
seluruh Blambangan, tapi juga ke Bali, Batavia, Surabaya,
bahkan juga ke Makasar, dan Bengkulu. Dan angin itu
merambat terus membawa bau mesiu. Berita kekalahan
Kompeni yang dipimpin oleh Biesheuvel itu bukan cuma
dibawa oleh burung-burung. Tapi juga oleh kaum pedagang
dan kelasi-kelasi kapal dagang.
Van de Burg di Surabaya kurang percaya mendengar berita
itu. Menurutnya peristiwa memalukan seperti itu hanya bisa
terjadi sekali sepanjang sejarah Kompeni, yaitu di zaman
Kapten Tack dijebak oleh Sunan Mas dan Untung Surapati di
Kartasura dulu. Itu pun karena terjebak. Dikhianati! Nah,
sekarang mana mungkin Kompeni bisa diundurkan cuma
dalam waktu sehari" Apalagi harus kehilangan lebih dari lima
ribu serdadu" Tapi ketidakpercayaan Burg tidak berlangsung
lama. Karena utusan Letnan Steenberger dari Jember datang
dan melapor keadaan di tempatnya bertugas. Mereka tidak
bisa minta bantuan ke Pangpang, karena jalan ke Lo Pang-
pang, terutama di daerah Panarukan, Wijenan, Candi Bang,
telah jatuh ke tangan Sayu Wiwit dan Mas Ramad
Surawidjaya. Tidak berbeda halnya dengan Van de Burg, semua anggota
Dewan Hindia dan Dewan Direktur di Batavia geleng-geleng
kepala. Bahkan Gubernur Jenderal Van der Para mengumpat
sejadi-jadinya. Ia mengancam akan memecat semua pejabat
di Jawa bagian timur itu jika tidak mampu menggulung


Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

komplotan Rempek. . Suasana kelabu makin nampak di Jawa
bagian timur karena orang-orang tertentu yang mengambil
peruntungan dari suasana perang. Rencang Warenghay,
seorang yang dilahirkan di Makasar, an telah lama diburu oleh
pihak Kompeni karena dituduh sering membajak kapal-kapal
dagang yang berhubungan dengan VOC, termasuk salah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang yang mengambil peruntungan itu. Apaagi dia
memang punya hubungan dekat dengan Agung Wilis di
Mengwi. Bahkan boleh dikatakan punya kerja sama yang erat.
Rencang bersama anak buahnya menggunakan
kesempatan itu untuk merompak Pantai Panarukan. Bahkan
kadang berani menenggelamkan kapal perang VOC yang satu-
dua berlayar di Selat Madura. Rencang Warenghay dibantu
perompak-perompak Bugis dan pelaut-pelaut Bali yang
menyamar menjadi bajak laut, mengganggu pelayaran di
sepanjang Selat Madura. Ia menjadi lebih aman karena di
sebelah selatan mendapat pangkalan di sepanjang Pantai Bali.
Sedang di utara ia menyusup di Pantai Madura. Apalagi jika ia
menyusup di pulau-pulau kecil seperti Pulau Kenari, ia bukan
saja menjadi aman, tapi juga kemungkinan besar mendapat
bantuan dari bekas pengikut Jangrana yang bersembunyi di
sana. Mereka menguasai meriam-meriam yang ditempatkan
oleh Sawunggaling. Semuanya itu membuat Rencang
Warenghay bagaikan raja yang menguasai Selat Madura.
Di perairan Semarang pun bajak laut makin mengganas.
Kebanyakan mereka berpangkalan di pulau-pulau karang
Karimunjawa. Tidak jarang mereka mengganggu kepentingan
para pedagang Cina yang memang banyak menguasai
perniagaan di kota itu, tapi juga mengganggu kepentingan
bangsa kulit putih. Dua kali mereka menyerbu Pantai
Semarang akhir-akhir ini. Tidak seperti biasanya cuma
merompak harta benda. Yang dua kali ini bahkan berani
menculik noni-noni dan nyonya-nyonya yang sedang pesiar di
pantai. Ternyata berita memang memegang peranan penting
dalam jalannya roda kehidupan di muka bumi. Karena itu
Dewan Hindia berpendapat: jika VOC ingin sepenuh-penuhnya
menguasai Nusantara, maka VOC haruslah menguasai berita
dengan sepenuh-penuhnya. Sebab dengan penguasaan atas
berita, itu mengandung arti membenamkan bangsa Nusantara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ke dalam lumpur ketidaktahuan. Dalam kedunguannya maka
bangsa-bangsa Nusantara akan merangkak-rangkak di bawah
kaki VOC, sebab pengetahuan adalah kekuatan, dan kekuatan
adalah modal. Dan VOC yang lebih bermodal, maka VOC lebih
berkuasa. Lebih berkuasa! Bahkan dari tiap raja di Jawa atau
di seluruh Nusantara sekalipun. Bukan raja memang, tapi lebih
kuasa dari raja. Wong Agung Wilis di Bali bangga mendengar kabar
mengenai peperangan itu. Ia tahu persis itu kerja anak-
anaknya. Itu sebabnya ia mengulangi pendaratan laskar Bali di
pantai selatan Blambangan yang saat ini dikuasai oleh Mas
Ayu Prabu. Ingin rasanya menjadi muda kembali dan langsung
memimpin pendaratan atau peperangan seperti dulu. Ingin
juga rasanya menghukum para pengkhianat yang menjual
bangsa dan negaranya pada kekuatan kulit putih itu. Maka
setelah mendengar pemberitaan Tha Khong Ming, ia meminta
Gusti Tangkas untuk kembali mendarat di Blambangan dengan
membawa tiga ratus laskar Bali yang setia pada Wong Agung
Wilis. Sudah berkali-kali laskar itu bertempur bersama Agung
Wilis untuk mengamankan pantai utara Bali yang sering
menjadi sasaran perompakan bajak laut Bugis.
Sebenarnyalah kabar angin lebih banyak dibawa oleh kaum
pedagang. Apalagi pedagang senjata dan mesiu yang memang
mengambil peruntungan dari perang itu. Karena itu VOC
segera mencegah setiap pedagang yang masuk Batavia
membicarakan yang mereka dengar dari pedagang-pedagang
lain tentang peristiwa di semenanjung timur pulau Jawa itu.
Juga di seluruh wilayah kekuasaan Kompeni. Mereka khawatir,
gerakan orang Blambangan itu diikuti atau ditunjang oleh raja-
raja yang saat ini tidak menyukai kehadiran VOC di Hindia.
Angin memang boleh terus bertiup, tapi VOC harus menguasai
berita. Malam itu cukup membuat Biesheuvel tidak bisa tidur.
Takut menerima amarah sang gubernur jenderal. Tapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bagaimanapun juga ia akan berkilah, bahwa Blambangan
memang tak bisa dipandang enteng. Keberanian mereka tidak
kalah dengan laskar Untung Surapati yang terkenal itu. Dalam
waktu singkat mereka membunuh begitu banyak pasukan
Kompeni. Membuat pasukan takut dan putus asa. Bahkan di
Blambangan ini pula pernah terjadi pembelotan para bintara
Kompeni kulit putih. Tujuh puluh empat orang. Ah, bukankah
itu belum pernah terjadi dalam sejarah perang Jawa" Jika
bantuan dari Surabaya tidak cepat datang hampir boleh
dipastikan ia bersama pasukannya akan hancur.
Betapa tidak" Sesudah perang ini, bukan saja petani yang
tidak mempersembahkan hasil bumi dan ternaknya. Tapi juga
para pedagang enggan melayani mereka. Warung tidak dibuka
untuk pasukan Kompeni. Jika memesan makanan selalu
dijawab habis. Juga kedai bahan mentah. Semua tidak
menjual barang dagangannya pada Kompeni. Gila mereka itu!
Tha Khong Ming gelisah juga malam itu. Ia menunggu
berita dari Ayu Prabu, apakah penda^ ratan Gusti Tangkas
yang kedua ini gagal atau berhasil. Kegagalan mereka akan
membahayakan kedudukannya di Blambangan. Mungkin saja
ia bisa diseret dan tangan serta kakinya dibelenggu, bahkan
lehernya dikalungi rantai, kemudian digiring ke Surabaya.
Betapa gilanya aku, mau melakukan pekerjaan semacam ini.
Apa sebab" Demi apa" Apakah demi uang" Atau demi
dendamnya pada VOC yang membunuh moyangnya di
Batavia" Tentu bukan cuma karena uang. Tapi karena hati
sudah mulai tertambat pada dara ayu yang tiada duanya itu.
Memang cinta membuat orang sanggup melakukan kegilaan.
Cinta pada apa saja. Itu sebabnya ia menanti sejak siang tadi
kehadiran sang pujaan hati. Ah, apakah Mas Ayu Prabu
mengerti" Tapi siang itu Mas Ayu Prabu tidak datang. Cuma beberapa
burung gelatik yang singgah di jendela rumahnya lalu lenyap
lagi. Ingin ia menangkap burung yang berwarna kelabu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan kalung hitam di lehernya, dan hiasan bayang-bayang
mata putih, berbentuk segitiga dan memanjang sampai ke
hampir belakang kepala. Ditambah lagi dengan mata hitam
bundar seperti mata Mas Ayu Prabu. Juga paruhnya yang
berwarna merah muda, seperti bibir Mas Ayu Prabu. Namun
kala ia bergerak hendak menangkap, burung itu serta-merta
terbang dengan lincahnya. Kaki burung itu juga nampak
merah muda seperti paruhnya. Sungguh melengkapi
keindahan yang tanpa cela. Sayang banyak orang-orang jail
yang dengan sumpitnya membunuh dan memusnahkan
makhluk-makhluk indah itu.
Tapi Tha Khong Ming tetap menyabarkan hatinya. Ia tetap
menyediakan hadiah dan makanan khusus buat Mas Ayu
Prabu. Untuk wanita semacam Mas Ayu Prabu tentu ia
sanggup melakukan segala perkara. Itu sebabnya sejak siang
matanya hampir tak pernah lepas dari gerbang. Tiap kali para
pengawalnya membuka gerbang, hatinya berdebar-debar.
Tapi tiap kali pula ia menjadi kecewa karena yang masuk
bukanlah Ayu Prabu. Kadang tukang rumput. Penarik pajak,
atau pembawa belanjaan. Beberapa waktu setelah senja barulah harapannya
terpenuhi. Bintang-gemintang mulai menghias malam. Mas
Ayu Prabu naik ke titian rumahnya. Dengan hati riang ia
menyambut. Gadis itu datang dengan tanpa pengawal dan
tanpa kuda. Tapi kakinya tidak berdebu. Tentu dia tidak
menempuh perjalanan jauh. Barangkali kudanya ia titipkan di
luar pagar rumahnya. Demikian pula para pengawalnya,
pastilah siap di luar tembok rumahnya.
"Selamat malam, Tuan." Gadis itu lebih dulu berkata-kata.
Tergopoh Tha Khong Ming menjemputnya. Ah, tentu gadis
ini sangat lelah. Mengatur pendaratan dan menempatkan
mereka pada persembunyian yang telah beberapa lama
dipersiapkan. Bagaimanapun juga. ia mengagumi gadis ini.
Bukan cuma kecantikannya, tapi juga kecerdasannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Selamatkah mereka semua?" cepat Tha Khong Ming
menanya, "Kita tidak sedang kerja bersama kerbau dungu Suratruna."
Ayu Prabu tersenyum sambil menuju tempat yang ditunjukkan
oleh Khong Ming. Di beranda belakang, menghadap
petamanan. Beberapa buah lampu minyak buatan Cina
menerangi tempat itu. Angin bebas menjamah mereka. Hanya
ada satu bangku panjang model Eropa di beranda itu. Meja
penuh hidangan. Makanan dan minuman. Tersungging
senyuman di bibir Ayu Prabu. Tha Khong Ming menempatkan
diri di sebelah kanan Mas Ayu.
"Terima kasih, Tuan. Bantuanmu begitu besar buat
Blambangan. Dan lebih besar lagi buat diriku."
"Ah, belum seberapa...." Mata Tha Khong Ming berbinar. Ia
melirik ke susu telanjang Ayu Prabu. Kulitnya mulus. Ia
menelan ludah. Melirik lebih ke bawah. Pusar gadis itu juga
telanjang. Hatinya berdesir. Kalung mutiara menghias leher
jenjangnya. Gelang, pending, dan binggal emas sepertinya tak
memberati langkahnya, walau melekat erat. Lebih
mendebarkan, gadis ini sepertinya tak pernah berpisah dari
keris kecil yang lebih tepat disebut cundrik, yang menempel di
bawah pusarnya. Serta senjata laras panjang yang terbungkus
kain batik yang diletakkan di sebelah kirinya.
"Malah hamba lebih banyak harus berterima kasih karena
hasil bumi orang-orang Blambangan yang mengalir ke tempat
hamba. Hamba akan terus berusaha mencarikan senjata dan
mesiu baru," lanjut Tha Kong Ming sambil menyodorkan
minuman. Anggur. Tapi dengan senyum Mas Ayu menolaknya. "Kelapa
muda...." "Bagaimana malam begini Yang Mulia mencari kelapa
muda?" Tha Khong Ming mengerutkan kening.
"Jika tak ada persiapan tak apa. Tak perlu mengada-ada."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Di negeri hamba seorang putri seperti Yang Mulia
minumnya pasti susu kambing. Tapi Yang Mulia lebih senang
kelapa muda. Apa tidak ingin mencoba susu kambing" Di
daerah Mataram sebelah barat, terutama daerah sekitar
Gunung Slamet, orang juga minum susu kambing."
Mas Ayu tersenyum. Ingin juga ia minum susu kambing
seperti kata Tha Khong Ming. Tapi sebagai kepala dinas
rahasia, ia harus bersikap hati-hati. Itu sebab ia banyak
menolak makan atau minum di tempat ini. Ia tidak ingin
pengalaman Repi terulang terhadap dirinya. Ia mengambil
kesimpulan, seorang lelaki yang memberikan perhatian terlalu
banyak pada seorang wanita pastilah ada niat yang
tersembunyi. Dan memang benar dugaan Ayu Prabu. Tha
Khong Ming menyatakan cintanya satu bulan lalu. Tapi ia tidak
mampu menjawab. Ia telah dipinang oleh junjungan Bayu,
yang juga jatuh cinta padanya.
"Blambangan bukan seputar Gunung Slamet." Ayu Prabu
memamerkan senyumannya. Senyuman yang meruntuhkan
iman semua lelaki. "Oh, betul, Yang Mulia... tapi apa jeleknya mencoba.
Mungkin berkhasiat."
"Ya.... Mungkin saja. Kelapa muda pun berkhasiat." Lagi ia tersenyum. Kini Khong
Ming menawarkan makanan sambil
menyatakan kegembiraannya atas keberhasilan pendaratan
Gusti Tangkas yang tentunya atas kecerdikan Ayu Prabu.
Gadis itu cuma mengambil pisang susu. Ia tetap mencurigai
setiap makanan. Dua ribu sembilan ratus tujuh puluhan
pasukan Kompeni di bawah pimpinan Blanke mati kena racun
orang Blambangan. Dan setiap kali melihat hidangan di atas
meja, Ayu Prabu ingat Ni Repi. Keperawanan Repi musnah
setelah ia diberi minuman dan makanan.
"Yang Mulia, apakah makanan kami tidak berkenan
sehingga tak satu pun yang dijamah?" Tha Khong Ming agak
kecewa. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku datang untuk menyatakan terima kasih, bukan untuk makan dan minum. Maafkan
aku, Tuan. Aku sedang sibuk dengan perang."
"Perang memang menyibuki semua orang Blambangan.
Tapi apakah Yang Mulia tidak berpikir untuk menghias hati dengan sebuah kisah
yang indah?" "Tiap orang menerjemahkan keindahan secara tidak sama dalam hidupnya. Ada yang
mengatakan cinta sesama suami-istri atau muda-mudi adalah sesuatu yang indah.
Tapi bukankah mengisi hidup adalah suatu keindahan yang tiada terkira-kira"
Samsara Maha Cina juga yang mengatakan bahwa panggilan hidup adalah keindahan.
Dan berbakti pada tanah kelahiran adalah salah satu panggilan hidup itu
sendiri." Tha Khong Ming menyebut dalam kejutnya.
"Yang Mulia banyak membaca?"
"Dengan tanpa membaca orang akan tetap tinggal dalam kedunguan." Ayu Prabu
bangkit berdiri. Ia hendak berpamit.
Tapi pemuda di sampingnya itu segera menangkap tangannya.
Dengan terkejut Ayu menatap mata sipit di hadapannya.
"Yang Mulia belum menjawab pinangan hamba. Yang Mulia meremehkan hamba?" Suara
Tha Khong Ming sedikit bergetar.
Tak dapat lagi menahan gejolak jiwanya. Sementara itu tangannya yang lain
menggapai pundak Ayu Prabu. Bau arak tersembur dari napasnya yang memburu.
"Apakah aku perlu mengulang" Aku sedang sibuk dengan perang. Dan jawaban baru
akan aku berikan seusai perang."
"Semua kekayaan hamba untuk Yang Mulia.... Jawab sekarang."
"Lepaskan! Jangan main-main!" Ayu Prabu meronta.
Namun tangan pemuda itu makin perkasa. Kulit pergelangan tangan kirinya terasa
pedih. Semakin berontak semakin pedih.
Pemuda ini tentu terlatih silat, pikir Ayu Prabu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kurang sabarkah hamba menunggu" Lebih dua bulan...."
"Tutup mulutmu!" Ayu Prabu mulai membentak. Sementara
bintang-gemintang semakin banyak. Para penjaga rumah
mulai mengantuk. Memang Tha Khong Ming memberikan air
pala buat mereka.

Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Itu yang menyebabkan Tha Khong Ming berani dengan
tenang melakukan tingkahnya. Tapi Ayu Prabu sudah sampai
pada puncak kemarahannya. Kendati masih mencoba
menyabarkan diri, mengingat jasa pemuda itu. Dan berulang
kali peringatan keluar dari bibirnya yang mungil.
"Aku ingin membawa Yang Mulia ke surga dewa-dewa.
Tidak hidup dalam kancah perang yang tiada habisnya. Hak
Yang Mulia, sebagai wanita cantik untuk menikmati anugerah
itu," kata Tha Khong Ming sambil mendesakkan tubuhnya,
sehingga memaksa Ayu melangkah mundur. Pelan tapi pasti ia
digiring ke dalam sebuah kamar. Kamar yang penuh perabot
dan bau-bau harum. Dan Khong Ming mulai tersenyum.
Hatinya berbunga. Kamar ini penuh ramuan obat yang
membangkitkan nafsu. Ramuan asli Tiongkok milik pendekar-
pendekar cabul. Begitu menghirup bau dupa maka Ayu akan
lupa daratan. Ayu Prabu berdesir melihat keadaan dirinya yang kian
terdesak. Kesabarannya habis. Secepat kilat ia mencabut keris
kecil yang terselip di bawah pusarnya. Dengan tiada terduga
keris itu berada di tangan kanannya dan seperti kilat
menggores punggung Tha Khong Ming dari atas ke bawah.
Baju sutera kuningnya robek. Khong Ming melompat mundur
sambil menjerit. Ayu Prabu terkejut. Ia melompat maju.
Kerisnya berlumuran darah. "Bukan begitu caranya mengais
hati wanita Blambangan!" ujar Ayu penuh kekecewaan. Keris
kecil masih digenggam sambil terus memandang Tha Khong
Ming yang kesakitan. Tiba-tiba hati Ayu bergetar. Ia ingat
kerisnya bermandi warangan. Dan tak ada satu makhluk pun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan hidup setelah tubuhnya mengidap warangan itu. Mati
pelan-pelan jika lukanya tidak lebar.
"Tuan..." Pelan-pelan Ayu Prabu maju.
"Ah, Yang Mulia, ampuni hamba... hamba benar-benar
mencintai..." "Berhentilah bicara soal cinta itu!" Ayu Prabu menjadi iba.
Air matanya meleleh dengan tanpa sadar. "Nyawamu dalam
bahaya." Muka Tha Khong Ming berubah. Kaget. Hatinya gundah
seperti bergoyangnya api pelita yang tertiup angin. Ia cepat
menuju ke tempat penyimpanan minuman. Dan minum arak
yang berwarna merah beberapa gelas. Kepalanya pusing. Tapi
sempat tersenyum memandang Ayu Prabu.
"Hamba akan tetap hidup. Seperti cinta hamba yang
abadi." Ayu Prabu tertunduk. Ia pandangi kerisnya. Sebentar ia
hapus air matanya. Tampak Tha Khong Ming makin lemah.
Menuju tempat penyimpanan senjata. Ayu terkesiap. Tha
Khong Ming akan membunuhnya. Popor senjata berlaras
panjang itu tampak terbuat dari emas. Kembali pelan-pelan
Khong Ming mendekati Ayu Prabu. Tidak. Larasnya tidak
tertuju ke dada Ayu Prabu * yang telanjang itu.
"Senjata kesayangan hamba. Bikinan Portugal. Hamba
persembahkan untuk Yang Mulia. Terimalah, sebelum hamba
mati penasaran." Tha Khong Ming berkaca-kaca kini.
Hati Mas Ayu Prabu seperti diremas-remas. Ia sarungkan
kerisnya yang masih berlumur darah. Pelan. Tanpa kata ia
terima bedil bertangkai emas itu. Tapi kini tangannya
bergetar. Sinar mata sipit di bawah alis berbentuk golok itu
kian memudar. "Jangan takut, Yang Mulia. Jangan curiga...."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ayu Prabu tahu persis. Tha Khong Ming sudah tidak
berdaya apa-apa. Tubuhnya tentu kian melemas. Racun kian
merambat ke seluruh tubuh. Kendati sudah berusaha dicegah
oleh arak. Ah, ia tidak membunuhku. Ia benar mencintaiku.
Tapi ia tak tahu bagaimana mengutarakannya. Tulus hati
pemuda ini... Ayu bergulat. Ingin ia menjatuhkan diri dalam
pelukan perkasa pemuda Cina ini, namun bayang-bayang Wilis
tiba-tiba saja muncul di angan-angan.
"Aku akan persembahkan kemenangan dan segala
kehormatan ini bagimu...," ujar pemuda itu sambil
menciumnya beberapa waktu yang lalu ketika akan berpisah.
Yah, hati Ayu Prabu terombang-ambing. Andaikata sekarang ia
menunjukkan sedikit kasih pada pemuda yang sekarat ini kan
tidak apa-apa" tanyanya dalam hati. Memang tidak apa-apa,
sudut hatinya menjawab. Ingat, dewa-dewa akan tetap
menyaksikanmu. Bagaimana kau akan menjadi permaisuri
Blambangan jika kau tidak kudus" tergagap sendiri.
Apa pun aku harus tetap keras, putusnya. Maka dengan
pelan ia menerima persembahan itu. Ya, kemudian ia bimbing
lelaki muda itu ke kamarnya. Sampai di pintu ia berkata,
"Obatilah luka Tuan. Jika tidak, tujuh hari lagi Tuan tak
akan mampu melihat sinar mentari pagi. Selamat malam,
Tuan." "Yang Mulia..." Khong Ming ternganga.
"Tugas menanti. Terima kasih atas semua kabaikanmu."
Ayu Prabu membalikkan tubuh. Tanpa bisa dicegah oleh
rintih mengiba Tha Khong Ming. Sementara penjaga gerbang
semua tertidur... *** Perjalanan pulang ke desa Sempu bukanlah hal yang
mudah. Para pengawal sudah ia perintahkan untuk
meninggalkannya. Ayu Prabu ternyata masih ingin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memanjakan hati menelaah pengalaman barunya. Betapa
kejamnya aku meninggalkan seorang yang berkajang dalam
maut. Padahal ia sangat mencintaiku. Apa saja yang kuminta
pasti dipenuhinya. Ah... Ayu Prabu berhenti lagi di sebuah
tempat tersembunyi. Ia timang bedil bertangkai emas,
pemberian Khong Ming. Tapi... busuk, kau! sendiri ia
menyumpah. Berani me-nyiasatiku! Hampir aku mengalami
seperti Repi. Dan alangkah ngerinya jika aku terpaksa kawin
sebelum perang usai. Tentu Wilis akan marah. Pertama akan
mengirim orang-orangnya untuk menghancurkan mahligai Tha
Khong Ming. Ah, mengapa takut" Khong Ming akan
mengajakku kabur dari Blambangan. Akibat kedua ini yang
sangat tidak ia inginkan. Wilis akan kehilangan
keseimbangannya sebagai pimpinan tertinggi di Blambangan.
Itu mengandung arti kehancuran seluruh Blambangan. Berarti
ia mengorbankan kepentingan yang lebih luas demi diri
sendiri. Sadar akan hal itu ia merasa tidak berdosa membunuh
Khong Ming. Biar sebesar apa pun jasanya. Karena jasa itu
berpamrih busuk. Menariknya ke pelaminan sebelum
pernikahan resmi. Ayu Prabu bangkit dan berkuda kembali.
Tapi seluruh permata yang menempel di tubuhnya menuntut
agar dia kembali dan menyerah ke pelukan Khong Ming di
pembaringan beralas sutera Cina. Drubiksa! ia mengumpat di
sela derap kaki kudanya. Sebuah hati tidak cukup dibeli
dengan permata dan uang! Tidak! Aku tidak pernah menjual
diriku! Jika ukurannya permata, Sayu Wiwit pun menerima
hadiah serupa. Menyakitkan juga rasanya menerima budi yang
ditanam oleh orang lain. Tumbuhnya cinta adalah sebuah
tuntutan nurani untuk membalasnya. Karena kodrat hidup
adalah timbal-balik. Itu sebabnya ada hukum karma.
Tapi apa salahnya ia kembali" Toh saat ini Tha Khong Ming
tidak akan mampu lagi menjamahnya. Ia sedang berjuang di
antara hidup dan mati. Ah, belum tentu. Dia tadi minum arak.
Siapa tahu arak itu memiliki khasiat penolak bisa" Nah, jika
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
demikian halnya ia akan jatuh dalam lumpur perzinahan.
Perzinahan" Atau persundalan" Ahai, Mas Ayu Prabu,
sebenarnyalah hatimu sudah jatuh dalam perzinahan.
Perzinahan bukan sebatas dalam persetubuhan semata, tapi
bisa juga dilakukan oleh hati, maupun cuma mata saja....
Drubiksa! Tidak... Ayu menutup telinganya. Ia tidak ingin
mendengar tuduhan yang timbul dari hatinya sendiri itu. Ia
lecut kudanya. Berlari, dan... berlari! Tidak! Hatiku telah
kuserahkan pada Wilis! Beberapa bentar kudanya berhenti. Meringkik dan kedua
kaki depannya terangkat naik. Membuat Mas Ayu hampir
jatuh. Naluri keprajuritannya membuat ia menarik senapan
yang terselip di bawah sanggurdi. Setelah mengisi dengan
peluru Ayu melompat turun. Dengan hati-hati ia menarik
kudanya ke pinggir jalan untuk bersembunyi. Beberapa bentar
tanpa suara dan kata. Nyamuk hutan mulai merubung. Ingin
menikmati darahnya. Tidak ada yang lewat. Tapi ia tahu
kudanya tidak pernah menipu. Cuma manusia yang pandai
menipu. Lima belas bentar, dua puluh bentar... Ayu Prabu
tetap mengamati. Tiba-tiba telinganya menangkap isak tangis
wanita. Sayup. Merintih. Wanita" Atau suara..." Tidak! Aku
tidak pernah bersua makhluk halus atau drubiksa!
Ayu Prabu mulai mengendap-endap. Mendekati asal suara.
Pelan dan waspada. Pelatuk siap ditarik. Kegelapan
menyulitkan penelitiannya. Tapi latihan telah menolong
matanya. Bahkan kunang-kunang juga merupakan lampu
bergerak pemberian Hyang Maha Dewa, bukan sekadar
penghias malam. Suara itu makin jelas. Makin dekat. Mas Ayu
tidak ragu, pasti suara wanita. Dan... Jagat Dewa! Ayu Prabu
menyebut dalam hati. Bau darah merangsang hidungnya.
Tentu wanita ini luka parah. Suaranya... tentu masih muda.
Wanita muda itu terduduk bersandar pohon besar.
"Siapa?" bisik Ayu Prabu.
Wanita itu tampak kaget mendengar sebuah suara. '
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan takut! Aku melindungimu. Tunggu!" Ayu Prabu
segera berlari seperti kijang mengambil kudanya. Setia dan
cekatan kuda itu. Tangkas. Seekor kuda jantan berwarna
hitam berbelang putih di tengah kepalanya. Cuma beberapa
bentar sudah siap di tempat perempuan muda itu.
"Mari! Cepat sebelum Belanda datang!"
Sebagai jawabnya cuma rintihan tertahan. Ayu mengerti.
Wanita itu tidak mempunyai kekuatan untuk berjalan sendiri.
Cepat ia melompat turun lagi dan dengan susah-payah ia
membimbing wanita itu. Mengandung" desisnya. Kemudian ia
menepuk punggung kudanya. Memberi isyarat agar kuda itu
berlutut. Ah, kuda itu begitu terlatih dan sabar. Rupanya
tuannya sedang menolong seorang perempuan. Sungguh
seperti sejiwa saja. Lupa sudah pada Tha Khong Ming. Dan
cepat melesat pulang ke Sempu. Cukup jauh tempatnya.
Melewati belantara gelap. Tangannya yang halus mengandung
kekuatan perkasa. Sambil menahan tubuh wanita di depannya
agar tidak jatuh, ia mengendalikan kudanya.
Kala sinar mentari mulai menguak kegelapan, menghalau
kabut dan keremangan, ia mulai memasuki desa kecil Sempu.
Di belakang rumahnya ia mengalami kembali kesulitan yang
hampir sama dengan pada saat ia menaikkan perempuan
mengandung itu. Untung kudanya sangat mengerti akan
kesusahan penunggangnya. Kembali ia dengan sabar berlutut.
Memudahkan pekerjaan Mas Ayu yang sudah sangat letih.
Perempuan itu belum diam dari merintih. Sampai di dalam
segera ia dibaringkan. Jendela segera dibuka. Keremangan
telah terusir. Mas Ayu menyembunyikan kudanya terlebih
dahulu. Sudah sangat letih ia. Pegal-pegal. Untung ada Repi
yang sering memi-ptnya. Tapi wanita itu tentu sedang ke
sungai. Maka Mas Ayu mampir di pancuran di mana Ni Repi
biasa mandi. Terkejut wanita itu melihat kehadiran Ayu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Prabu dari semak. Tahu-tahu sudah menceburkan diri dan
merangkulnya. Ia ingat kala bersua Bozgen.
"Ah, Yang Mulia..."
Tak urung dengan penuh kasih ia membantu Mas Ayu
Prabu, membersihkan daki di punggung gadis itu dengan batu.
"Ada tamu. Kita harus segera membantunya. Tamu itu
dalam kesulitan." "Siapa, Yang Mulia" Tuan Ming?"
Memerah muka Ayu Prabu. Atau pikiran Repi memang
selalu tertuju pada lelaki. Jika demikian halnya memang ia
pantas disebut perempuan gatal. Tapi bukankah semua
perempuan membutuhkan lelaki" Kenapa ia mengingkari" Ah,
benarkah aku membutuhkan Ming" Segera ia bunuh
kenangannya. Sebentar lagi pemuda kurang ajar itu akan
mati! Mati pelan-pelan oleh bisa warangan. Obat hanya bisa
menghambat saja. Tak mungkin mampu menangkalnya.
"Hush! Kau ini..."
"Semalam sudah berpuas-puas maka sekarang amat letih?"
"Ah..." "Mandi keramas untuk mengusir keletihan itu. Tentu, mana
ada lelaki membiarkan tubuh yang seperti ini berlalu damai?"
"Macam-macam." Tapi tak urung Mas Ayu mesem.
"Setelah mandi dan segar akan disambung lagi di sini?"
"Kau sudah gila barangkali!" Mas Ayu Prabu tak tahan. Ia
segera menceritakan apa yang ia alami semalam.
"Dewa Bathara! Yang Mulia membunuhnya?"
"Karena aku bukan kuda betina yang binal. Kau tahu
binatang itu selalu mogok jika mencium bau pejantan. Maka
aku tak suka kuda betina."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lalu siapa yang di rumah dan jadi tamu kita sekarang?"
"Menurut pengakuannya, ia adalah korban keganasan
lelaki." Mas Ayu Prabu menyudahi mandinya. Sambil berjalan
ia menuturkan pertemuannya dengan wanita yang mengaku
bernama Ni Kebhi. Anak kepala desa Meniran dekat Gunung
Sungkep. Dibawa dengan paksa ke Lateng untuk bekerja di
benteng. Letnan yang sudah lama tidak bersua keluarga itu
memperko-sanya. Letnan Schaar, komandan benteng itu.
Tidak cuma sekali dua. Akhirnya ia mengandung. Kandungan
yang pertama berhasil digugurkan atas perintah Schaar. Tapi
yang kedua, mungkin sudah terlambat, sehingga dukun tak
sampai hati menggugurkan. Pengguguran gagal. Sang dukun
dibunuh oleh Schaar. Juga perempuan muda itu berusaha
dibunuh di tengah hutan. Tapi Hyang Maha Dewa masih
melindungi nyawanya. Kala ia ditusuk, ia menghindar dan
terkena lengan serta bahunya. Bersamaan dengan itu ada
harimau lewat. Algojo yang diperintah Schaar takut dan lari.
Mereka cuma berani membunuh orang yang tak berdaya.
Maka selamatlah nyawa Khebi.
Sesampai di rumah keduanya terkejut. Tangis bayi
menguak pagi. Tergopoh Repi membantu persalinan itu. Mas


Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ayu tidak sempat lagi istirahat. Membantu membersihkan bayi
dari lendir dan air kawah. Kendati ia tidak pernah
melakukannya. Ia lihat bayi itu lahir sehat. Tapi kulitnya
merah. Aduh! Kulit anak ini bule, pikir Ayu Prabu.
Sedang Repi memandikan Kebhi. Jijik sebenarnya ia melihat
darah yang begitu banyak. Tapi rasa iba menghapus segala
kejijikan. Tak urung mereka berdua menjadi dukun bayi.
Dukun yang tidak berpengalaman. Keduanya menjadi geli.
Wanita yang merasakan kesakitan kala melahirkan. Bersusah
kala mengandung. Ah, celakanya jika sudah merasakan elusan
lelaki, wanita akan selalu birahi pada lakinya. Tapi Kebhi kali
ini benar-benar merasa sakit. Sakit saat selaput
keperawanannya robek oleh ulah Schaar, sakit karena terluka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
oleh pedang anak buah Schaar, terakhir sakit oleh karena
terobeknya yoni (kemaluan (rahim) atau juga berarti lambang
kesuburan bagi perempuan Ciwa) oleh anak Schaar yang ingin
keluar dan menghirup keindahan dunia. Anak laki-laki lagi!
Kebhi merasa kini, lelaki hanya pandai menyakiti. Jika ia kuat
dan tidak ada kedua wanita muda yang menolongnya itu,
tentu anak lelaki berkulit bule itu akan dicekiknya. Kendati
lahir dari rahimnya sendiri. Toh kelak akan menyakiti wanita
juga. "Biarkan dia hidup!" Ayu Prabu berkata setelah semua usai.
"Biar semua manusia dan dunia tahu bahwa Belanda lebih
kejam dari semua binatang. Harimau tidak pernah membunuh
anaknya. Tapi Schaar bukan saja hendak melenyapkan Kebhi,
wanita yang dihamilinya. Tapi juga janin yang adalah
benihnya." Semua terdiam mendengar suara ketus Ayu Prabu. Penuh
nyala api. "Harini adalah hari Respati Cemengan (kamis Wage). Hari
baik untuk kelahiran seorang lelaki. Bersama merekahnya
mentari. Biar anak ini kelak merekah seperti kembang mawar
bagi tanah yang melahirkannya. Kita beri nama Sekar!" Ayu
terkikik-kikik. *** Baik Biesheuvel maupun Van de Burg di Surabaya, menilai,
Blambangan negeri elok, penuh daya pikat tapi berbisa. Lebih
tepat mereka menamai negeri ini sebagai mawar berbisa.
Betapa tidak" Bagi perdagangan candu negeri ini bisa
mendatangkan banyak keuntungan bagi VOC. Belum lagi
kesuburan tanahnya yang jauh lebih dibanding dengan
Mataram. Mata-mata VOC pada zaman pemerintahan Wong
Agung Wilis menggambarkannya sebagai putri cantik yang
ramah. Mudah tersenyum pada siapa pun. Terbukti dengan
banyaknya kapal yang berlabuh di dermaganya. Apakah itu
kapal pedagang Portugis, Arab, Cina, Inggris, maupun Bugis.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kendati mereka selalu menindak tegas setiap kerusuhan yang
terjadi. Walau barang sepele. Namun jika dirasa
memunggungi pemerintahan Agung Wilis, maka cuma nama
saja yang dapat pulang ke negeri mereka. Sebagai contoh
pernah terjadi serombongan besar kapal-kapal Bugis
membangkang membayar bea-cukai dan menolak
meninggalkan pelabuhan karena ingin membeli barang-barang
yang mereka butuhkan untuk dijual ke luar negeri, Wong
Agung Wilis dengan tegas memerintahkan laskar laut
Blambangan untuk membantai semua yang ada di kapal-kapal
Bugis itu. Sekarang mereka tak punya lagi laskar laut. Tapi sisa-sisa
laskar laut yang tidak tertangkap Belanda pergi membawa
kapal perang mereka dan menjadi bajak laut liar. Tidak jarang
mereka bahu-membahu dengan Rencang Warenghay si Raja
Selat Madura. Dan ini memang sangat menakutkan VOC. Ada
terdengar berita, bahwa mereka telah melindungi pendaratan
laskar Bali yang mendarat atas prakarsa Mas Ayu Prabu.
Kekuatan mereka tidak kurang dari sepuluh jung perang bekas
milik kerajaan Blambangan. Di bawah pimpinan seorang
pelaut muda anak Haryo Dento, yang bernama Harya Lindu
Segara. Tidak mudah mengumpulkan kembali sisa-sisa laskar laut
yang telah menjadi liar. Karena ia tidak berpangkat laksamana
seperti ayahnya. Maka ia harus memaksa mereka dengan
beradu kekuatan dan keberanian supaya tunduk pada
kepemimpinannya. Ternyata kepemimpinan di atas lautan
bukan berdasar suka atau tidak suka, bukan pula atas
kebebasan memilih, tapi ditentukan oleh siapa yang kuat dan
menang. Atau siapa yang lebih pintar mensiasati. Tak ubahnya
pada kepemimpinan ikan-ikan buas dan besar, yang selalu
ditentukan lewat pertarungan. Inilah kehidupan bajak laut.
Lindu Segara telah membuktikan dirinya sebagai pemenang
dalam tiap pertarungan yang panjang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Itu sebabnya ia tidak sempat membantu Wong Agung Wilis
melawan Belanda. Sekaranglah waktunya. Dan itu sebabnya di
selatan Jember kemarin ia menenggelamkan dua kapal
dagang Belanda, dengan terlebih dahulu mengikat semua
palautnya di atas geladak. Dan dia pula yang membantu Mas
Ramad Surawidjaya menghancurkan pangkalan VOC di Nusa
Barong. Nusa Barong yang kaya pohon mlinjo dan telor penyu
itu kini telah menjadi daerah kekuasaan Mas Ramad. Dan
tentu saja merupakan tempat berlabuh dan mangkal bagi
Harya Lindu Segara. Di mata Mas Ramad, bagaimanapun juga,
Lindu Segara adalah seorang pembajak. Kebiasaan meraihkan
diri di atas laut akan membuatnya sukar patuh pada pimpinan.
Apalagi sekarang dia atau Blambangan tidak punya apa-apa
untuk menggaji laskar laut. Jika dalam keadaan tidak punya
tapi memaksakan memberi pada orang lain, maka jelas itu
merupakan kejahatan bagi diri sendiri. Ia akan mengada-
adakan. Mungkin saja dengan jalan merampok, atau menipu,
atau yang lebih halus dari semua itu, mencoba mengetuk
pintu hati orang lain untuk ikut menyumbang ketidakadaan-
nya. Jadi sekarang ia harus membiarkan Lindu Segara menjadi
perompak. Ketidakberdayaan membuatnya membiarkan orang
lain semau-mau berkiprah di kubangan dosa. Dan lebih dari
itu, menerima persembahan dari hasil perompakan. Lalu apa
bedanya aku dengan Raja Belanda" Tidak! Nanti jika kerajaan
Blambangan berdiri kembali, mereka harus pilih. Meneruskan
cara hidup sebagai raja laut atau tunduk pada pemerintahan
Blambangan. Sedang di Selat Madura yang lebih ramai lalu-lintasnya,
Harya Lindu Segara menempatkan adiknya. Detya Jala Rante.
Lebih muda dan berani. Kendati begitu harus berbagi
kekuasaan dengan Rencang Warenghay, bajak yang berasal
dari Bugis itu. Bahkan tidak jarang mereka bergerak bersama.
Seperti yang mereka lakukan pada saat pencegatan
gugusan kapal perang Kompeni yang membawa pasukan di
bawah pimpinan Letnan Imhoff dan Montro. Keduanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membawa tidak kurang dari tiga ribu lima ratus pasukan
gabungan Madura, Pasuruan, Probolinggo dan Surabaya serta
pasukan kulit putih sendiri. Pasukan Madura dipimpin oleh
seorang kapten yang berkulit agak hitam, berhidung mancung.
Di pinggangnya tergantung keris panjang bertangkai emas,
sekalipun di tangannya selalu tergenggam senapan berlaras
panjang dari Belanda. Di bawah hidungnya melintang sebuah
kumis kecil. Bulu matanya lentik, alisnya tebal. Rupanya
senang bersolek, karena di bawah bulu matanya diberi
bayang-bayang hitam. Mungkin ia memaksudkan supaya
berkesan bahwa ia masih keturunan Arab. Bertopi laken hitam,
yang dihiasi permata dan bulu burung merak. Memang tidak
seperti layaknya orang Madura. Itu yang membuat dia sangat
dikenal. Kapten Alap-alap. Semua orang Madura takut
padanya. Ia terkenal pernah menggantung orang yang
dituduh mata-mata Bali di muka umum. Dia tangan kanan
Panembahan Rasamala di samping juga orang kepercayaan
VOC. Dan kali ini Alap-alap tidak habis mengerti, kenapa mereka
harus melewati jalan laut" Kenapa takut dengan wanita" Ia
dengar memang peristiwa hilangnya Steenberger. Ia juga tahu
jatuhnya kota Panarukan, Wijenan, Candi Bang, Sentong, dan
sekitar Bandawasa, ke tangan Sayu Wiwit, seorang brahmani
dari sekitar Lateng yang telah membentuk diri menjadi satria.
Laporan menceritakan bahwa ia berwajah manis, berambut
ikal, dengan bulu mata lentik. Semampai dan ada tahi lalat
dekat bibir sebelah atas. Sepertinya tidak masuk akal wanita
seperti itu mampu merontokkan pertahanan Belanda.
Tapi pertanyaan Alap-alap segera terjawab kala mereka
menyusuri Pantai Panarukan. Tidak urung lima kapal perang
di gugus depan harus tenggelam karena dihujani meriam
pantai. Belum-belum Kompeni sudah kehilangan sekitar tiga
ratus lima puluh enam serdadunya. Letnan Imhoff tercenung.
Karena itu ia meminta komandan kapal yang ditumpanginya
memberi tahu di mana mereka akan didaratkan. Sekiranya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih jauh, ia menyarankan agar gugusan kapal-kapal
Kompeni berlayar agak ke tengah. Di samping menghindari
meriam tentu saja ada musuh lain yang tidak pernah dapat di
lawan. Karang. Baik terhadap ombak atau terhadap apa pun,
karang tak pernah gentar. Dan tak pernah bergeming. Jika
ada kapal yang berani menabraknya, maka tanpa ampun kapal
itu akan berakhir riwayat pelayanannya terhadap umat
manusia. Tapi nakhoda kapal bendera Belanda kurang setuju. Sebab
pandangannya yang tajam melihat titik hitam di sebelah kiri
depan. Ia memerintahkan kapal-kapal memasang meriam.
Semua kapal menunjukkan kesibukan. Meskipun nakhoda
kapal bendera itu sudah mendapat keterangan bahwa
Blambangan tidak memiliki kapal perang lagi, namun ia harus
waspada terhadap bajak laut Rencang Warenghay yang
memiliki tidak kurang dari lima jung perusak dilengkapi
dengan persenjataan baru dari Portugal dan Inggris. Selain itu
juga sudah terbetik berita tentang bajak laut baru yang juga
memiliki banyak kapal perang. Kendati kapal-kapal mereka
banyak yang tua dan senjata mereka umumnya bikinan Bali
dan Aceh, namun akan merepotkan juga jika menyerang iring-
iringan kapal Kompeni itu.
"Apa kita akan mendarat?" tanya Alap-alap pada komandan
kapal yang ditumpanginya.
"Tidak tahu, Tuan. Tapi perintah dari kapal bendera
menunjukkan isyarat supaya kami menyiapkan meriam-
meriam kami." Diam sebentar. Alap-alap memperhatikan laut biru di
sebelah kanan kapalnya. Beberapa bentar berjalan ke buritan.
Ia lihat air keriting berbuih diiris kapal. Kadang ikan lumba-
lumba muncul di sebelah kanan lambung kapal. Berenang
seiring kapal itu. Timbul-tenggelam seperti bercanda dengan
kawan-kawannya. Ah, hitam bercampur kelabu warnanya.
Sebesar-besar kuda. Angin bertiup agak keras. Untung ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memberi pengikat bagi topinya. Asyik menikmati panorama
itu, Alap-alap tak menyadari bahwa kapal-kapal itu tidak lagi
berendeng. Tapi mulai membentuk suatu barisan bersusun,
sehingga jika dilihat dari udara tak ubahnya cucut raksasa
yang sedang mengambang. Kini kapal benderanya tidak
menjadi pemimpin di tempat terdepan, tapi dilindungi oleh
dua kapal yang menjadi cucutnya. Semua kelasi kembali
tegang. Harus meninggalkan minuman atau kartu judi mereka.
Semua harus siap. Baru beberapa bentar kemudian Alap-alap
sadar. Perjalanan menuju Blambangan tidak semudah yang ia
perkirakan semula. Dan ia memerintahkan semua pasukan
yang ada bersamanya bersiap menghadapi semua
kemungkinan. Sebab titiktitik hitam yang dilihat oleh
komandan kapal bendera itu, telah menjelma menjadi
gugusan kapal. Makin lama makin jelas. Kapal bendera
menurunkan perintah agar gugusan kapal Kompeni siap
mengubah bentuk jajar mereka sesuai dengan perintah yang
akan diturunkan. Perang pastilah tak terelakkan, karena para
pengamat di tiang agung memberi laporan dari arah lambung
kanan juga terlihat titik-titik hitam mendekat.
"Gila!" teriak komandan kapal bendera. Tapi segera ia
menurunkan perintah agar semua orang berdoa. Sementara
itu kapal bendera pihak penghadang sudah memuntahkan
meriam yang pertama. Luput. Tidak ada sasaran yang kena.
Cuma jatuh di samping kiri kapal terdepan. Dan tanpa ampun
kapal bendera Kompeni menurunkan perintah agar tembakan
itu dibalas. "Berani mereka melawan Kompeni" Ha... ha... ha...," teriak para kelasi
melecehkan. Cuma sembilan jung tua. Apa artinya"
Kompeni pernah menenggelamkan tidak kurang dari seribu
tujuh ratus kapal Mataram waktu Sultan Agung menyerbu
Batavia. Kini cuma sembilan" Sedang barisan kapal Kompeni
sekarang tidak kurang dari tujuh puluh lima kapal.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun suara tawa mereka segera berhenti kala peluru
meriam yang kedua jatuh tepat di anjungan kapal terdepan.
Peluru ketiga membuat air laut di kanan lambung kapal
perang terdepan itu mem-buncah. Sekalipun terseok, kapal
Belanda itu tetap maju. Namun kapal kedua dan ketiga melaju
mendahului. Mengambil alih tugas jadi ujung tanduk. Kini
mulai berhamburan peluru masing-masing pihak. Tapi pihak
penghadang juga mulai menghamburkan cetbang. Senjata ini
sudah kuno. Tidak digunakan lagi oleh orang Eropa. Tapi
masih merepotkan gerak maju Kompeni. Dan secara tiba-tiba,
muncul begitu banyak perahu-perahu nelayan. Kepada mereka
diberi tembakan peringatan oleh kapal-kapal VOC. Tapi di
bawah lindungan tembakan kapal-kapal Detya Jala Ran-te,
ratusan kapal nelayan bergerak maju.
Dan siapa yang akan pernah menduga, bahwa perahu kecil
yang bertomang bambu di kiri-kanannya itu setelah dekat
menembakkan cetbang atau meriam berpeluru api. Gila!
Beberapa puluh kapal Kompeni menjadi panik karena layar
mereka terbakar. Bahkan api tidak mudah dipadamkan dengan
cepat, karena tembakan satu disusul oleh tembakan lainnya.
Dengan marah komandan kapal bendera memerintahkan
penembakan semua kapal nelayan yang ada. Jarak semakin
dekat. Warna bendera lawan juga nampak jelas. Berwarna
merah dengan gambar kepala serigala hitam di tengahnya.
Bendera laskar Blambangan. Juga perahu-perahu itu


Gema Di Ufuk Timur Trilogi Blambangan Buku Kedua Karya Putu Prana Darana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berbendera sama seperti kapal-kapal tua yang menyerang
gugusan kapal-kapal Kompeni. Dan setiap kali mereka
menembak, mereka meneriakkan, "Dirgahayu Blambangan!
Demi Maha Dewa hancurlah kalian perompak!"
Bahkan ketika beberapa perahu menjadi berkeping-keping
oleh meriam Kompeni, anak buah Jala Rante justru bertambah
nekat. Makin banyak jumlahnya. Makin membabi-buta.
Bagaimanapun juga mereka menghambat gerakan kapal-kapal
VOC. Sepuluh, dua puluh, dan terus masih bertambah lagi
jumlah mereka yang tenggelam. Sedang pihak Kompeni sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
empat kapal yang mulai miring terbenam air. Perahu penolong
sudah diturunkan. Namun segera didekati oleh perahu-perahu
kecil Blambangan untuk kemudian dikirim ke dasar laut.
Penjara Langit 2 Kekaisaran Rajawali Emas Pendekar 4 Alis I Karya Khu Lung Pendekar Mata Keranjang 6
^