Pencarian

Golok Kelembutan 5

Golok Kelembutan Wen Rou Yi Dao Karya Tjan Id Bagian 5


simpatinya. Dia tahu beberapa orang yang kini berjalan bersama di tengah jalan raya ini
merupakan jago-jago sangat tangguh, siapa pun di antara mereka, asal
menggerakkan sebuah jari tangannya saja, pasti akan menimbulkan gelombang besar
dalam dunia persilatan, manusia semacam ini apa mau menerima rasa simpati orang"
Walaupun sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang membutuhkan rasa simpati
dari orang lain. Bagi seorang lelaki sejati yang hidup dalam dunia persilatan, mereka lebih suka
mengucurkan darah ketimbang melelehkan air mata, sejarah pedih yang ada dalam
sepenggal kehidupan masa lalunya ibarat luka yang menyayat di tubuh hingga
merasuk ke tulang. Dalam keheningan malam yang sunyi, hanya bisa dirasakan
kepedihannya seorang diri, tapi mereka tak nanti memohon simpati orang lain.
Jika kau memperlihatkan rasa simpatimu kepadanya, itu berarti kau memandang
rendah dirinya. Seorang lelaki sejati mungkin akan merentangkan tangannya untuk memeluk dan
menyambut kau untuk minum arak bersama, membunuh musuh bersama, dengan penuh
kehangatan mengajak kau mengayun tinju menyambut datangnya hembusan angin topan,
memutar golok menghancurkan impian indah, tapi mereka tak akan membiarkan kau
menyampaikan rasa simpati.
Hanya si lemah, si pecundang yang suka menerima simpati orang lain.
Rasa simpati Ong Siau-sik hanya muncul di dasar hatinya yang paling dalam, dia
tahu apa yang mesti diperbuatnya, mengubah rasa simpati menjadi sebuah kenangan.
Sementara rasa ingin tahu memang merupakan ciri khas seorang anak muda.
Pemuda mana yang tak punya rasa ingin tahu"
Sementara semua orang masih termenung dengan perasaan masing-masing, mendadak So
Bong-seng menghentikan langkahnya.
Ternyata mereka telah tiba di suatu tempat... Kim-hong-si-yu-lau!
Begitu melihat bangunan itu, tak tahan Ong Siau-sik segera berseru, "Itu sih
bukan loteng, tapi sebuah pagoda!"
"Tempat manakah ini?" tanya So Bong-seng sambil tertawa.
"Sebuah bukit" "Bukit apa?"
"Bukit Thian-swan-san," jawab Ong Siau-sik setelah berpikir sejenak.
"Di atas bukit sumber langit ini terdapat tempat terkenal apa saja?"
Kali ini Ong Siau-sik tak perlu berpikir lagi, segera jawabnya, "Tentu saja
terdapat pagoda Giok-hong-tha yang tersohor di seantero jagad serta mata air
nomor wahid di bawah pagoda itu."
"Kali ini kau keliru besar!" kata So Bong-seng sambil tertawa, "ketika
perkumpulan Kim-hong-si-yu-lau mendirikan partai dan markasnya, kalau tidak
dibangun di tempat seperti ini, tempat mana lagi yang jauh lebih pantas?"
Ong Siau-sik agak melengak, sahutnya kemudian, "Benar juga perkataanmu!"
"Bukan hanya nomor satu di kolong langit," tiba-tiba Pek Jau-hui menyela.
Berkilat sepasang mata So Bong-seng sesudah mendengar perkataan itu, sekujur
badannya nampak agak bergetar, tegurnya kemudian, "Apa maksud perkataanmu itu?"
"Kalau cuma ingin menjadi kekuatan paling berpengaruh di kotaraja, bahkan
menjadi perkumpulan nomor satu di kolong langit, perkumpulan Kim-hong-si-yu-lau
sudah mampu melakukannya sejak dulu," Pek Jau-hui berpaling ke arah Ong Siau-
sik, kemudian tanyanya, "Kau pernah mendengar cerita seputar pagoda mestika yang
ada di bukit Thian-swan-san?"
"Pernah," sahut Ong Siau-sik, "konon dulunya tempat ini adalah sebuah telaga,
banyak orang bercocok tanam di tanah ini, setiap menjelang musim panas, dari
tengah telaga akan memancar keluar mata air yang menyemburkan air setinggi
ratusan kaki, karena itu semua orang menyebut tempat ini sebagai mata samudra."
Pek Jau-hui memandang sekejap pemandangan sekeliling tempat itu, lalu katanya,
"Tapi sekarang, tempat ini sudah berubah menjadi sebuah tempat dengan
pemandangan alam yang sangat indah."
"Konon ada seorang pembesar setempat yang kemudian berniat meratakan mata
samudra itu, dia perintahkan orang untuk menggali tanah membongkar batu cadas,
namun sudah lima tahun mereka bekerja, mata samudra belum berhasil juga
diratakan. Setelah itu datang tujuh orang, mereka adalah tujuh saudara angkat,
sang Lotoa pun berkata, 'Biar kami yang menyelesaikan persoalan ini.', kemudian
dia kerahkan tujuh puluh ribu orang untuk bekerja di situ, dia membangun sebuah
tanah perbukitan batu di puncak utara mata samudra dengan menggunakan jutaan
mantau." "Benar, di antara ketujuh bersaudara itu, Lotoa mereka yang bermarga Li
merupakan seorang pemimpin yang bernyali, setelah dia mengusulkan begitu, maka
saudara yang lain pun segera mendukung usulannya. Saudara kedua Tauw-ji bertugas
memasak baja menjadi cairan, Kiong-sam memerintahkan orang menuang cairan baja
itu ke atas bukit mantau, Hong-si pandai ilmu perkayuan, dia bertugas mengukur
kekuatan air tanah., Che-lak pandai mengatur keuangan, untuk membiayai proyek
besar ini dibutuhkan dana besar, dialah yang bertanggung jawab mencari sokongan
dan sumbangan, Siang-jit bertugas mengurusi segala transportasi peralatan,
selama tiga bulan mereka bekerja siang malam. Dan otak arsitek yang merencanakan
proyek besar ini adalah Liu-ngo, selama ini Liu-ngo merupakan pembantu paling
andal dari Li-lotoa."
"Benar, selanjutnya mereka menuang cairan bnja itu di atas bukit mantau dan
menggugurkannya ke bawah bukit sehingga persis menyumbat mata samudra, karena
mata air tersumbat, tanah di sekelilingnya pun mengering dan berubah jadi sawah,
sawah menghasilkan padi, dari padi berubahlah jadi beras yang wangi lagi pulen."
"Kedengarannya macam cerita dongeng saja," komentar So Bong-seng.
"Dulunya aku pun menganggap cerita itu hanya isapan jempol, tapi kemudian aku
dengar dari cerita para Cianpwe, katanya tujuh bersaudara itu tak lain adalah
cikal bakal pendiri perkumpulan kolong langit Thiari-he-pang. Jadi aku pikir,
mungkin saja cerita itu merupakan sebuah kejadian yang nyata."
Pek Jau-hui manggut-manggut, katanya, "Tampaknya cerita dongeng hanya merupakan
sebuah impian, impian adalah satu langkah lebih awal dari khayalan, bila sebuah
khayalan diwujudkan menjadi kenyataan, maka khayalan itu akan muncul sebagai
sebuah karya dan kejadian seperti ini bukannya tak mungkin terjadi."
Sorot matanya dialihkan untuk memandang sekejap bangunan pagoda tujuh tingkat
itu, kemudian lanjutnya, "Seperti pendirian perkumpulan Kim-hong-si-yu-lau,
sebetulnya merupakan saru kejadian yang tak mungkin bisa diwujudkan."
"Dan kebetulan kita sekarang berada di tengah kejadian yang kau katakan tak
mungkin bisa diwujudkan itu," sambung Ong Siau-sik dengan sorot mata seterang
lampu lentera. "Cuma sayang kau sudah ketinggalan satu hal dalam ceritamu itu."
"Seingatku, semua yang kuketahui sudah kuceritakan," sahut Ong Siau-sik setelah
berpikir. "Ini disebabkan kau belum pernah mendengar sebelumnya," kata Pek Jau-hui, "di
dalam kolam mata air di bawah pagoda Giok-hong-tha masih terdapat sebuah pagoda
lagi, pagoda itu hanya separuh yang muncul di permukaan air, orang menyebutnya
Tin-hay-tha atau pagoda penenang samudra."
"Apa" Di bawah pagoda masih ada pagoda" Pagoda di dalam air?"
"Coba kau tengok ke arah sana, bukankah lamat-lamat masih terlihat," kata Pek
Jau-hui sambil menuding ke arah depan.
Mengikuti arah yang ditunjuk, Ong Siau-sik berpaling, benar juga terlihat sebuah
pagoda berwarna putih yang runcing, atasnya mencuat keluar dari permukaan air.
"Kau jangan memandang enteng separuh pagoda itu," ujar Pek Jau-hui lebih jauh,
"orang menyebutnya 'mata batu pene?nang samudra', dikarenakan setiap permukaan
air naik maka pagoda itupun ikut naik, setiap permukaan air turun maka pagoda
itupun ikut turun. Konon di bawahnya terdapat seekor naga emas yang menjaga
benteng itu. Oleh karena masuk keluarnya air terkendali maka air yang mengalir
keluar dari mata air itu tak pernah bisa menenggelamkan kotaraja."
"Hahaha, benar-benar cerita dongeng yang menarik" Ong Siau-sik tertawa tergelak.
"Cerita dongengnya bukan cuma sampai di situ, konon setelah permukaan air
menyusut, di situ hanya tertinggal sebuah mata air kecil yang menyemburkan air
bersih, air itu bening bagai mutiara, manis bagai madu, orang menyebutnya Thian
Swan, mata air langit. Suatu saat ada seorang kaisar yang tertarik dengan cerita
mata air itu sempat menginap selama beberapa hari di sana, ketika mendengar
cerita tentang naga emas yang menjaga kota air, dia pun memerintahkan tiga puluh
ribu orang pekerja untuk menyumbat mata air itu dan kemudian menggali ke bawah.
Konon para pekerja berhasil menggali keluar sebuah pagoda batu setinggi tujuh
tingkat, ketika sang kaisar memeriksa dinding pagoda itu, ditemukan ada dua bait
syair terukir di sana, syair itu berbunyi, 'Di bawah mata air langit ada sebuah
mata air, pagoda menampilkan wujud, kekuasaan pun ambruk', membaca syair itu Sri
baginda terperanjat, lekas dia memerintahkan orang untuk menutup kembali bekas
galian itu dan membiarkan air tetap menggenangi pagoda agar kerajaaannya tidak
ikut ambruk." Bicara sampai di situ, sorot matanya segera dialihkan ke wajah So Bong-seng,
tanyanya, "Kau mendirikan Kim-hong-si-yu-lau di atas bukit Thian-swan-san,
sebenarnya dikarenakan mata air kemala itu atau demi pagoda batu, atau mungkin
dikarenakan bait syair yang tertera di bawah pagoda itu?"
So Bong-seng sama sekali tidak memperlihatkan perubahan apa pun, sorot matanya
masih sedingin salju. Senyuman yang selalu menghiasi wajahnya semenjak mengangkat saudara tadi, kini
secara tiba-tiba berubah jadi dingin membeku lagi.
Mendadak Ong Siau-sik merasakan hatinya ikut membeku.
Dipandang oleh sorot mata sedingin ini, dia merasa tubuhnya seolah terkubur
dalam longsoran salju. Setelah termenung sejenak, cepat pemuda itu menimbrung, "Aku lihat Kim-hong-si-
yu-lau bukan dibangun di tengah air, peduli amat dalam air ada naga atau ada
pagoda, aku rasa justru bangunan loteng persegi empat itulah baru merupakan
tempat yang utama." "Kenapa?" tanya Pek Jau-hui.
"Coba kau lihat, warna keempat bangunan loteng itu kuning, hijau, merah dan
putih, seandainya ada musuh datang menyerang, sudah pasti mereka tak akan bisa
memastikan di-manakah letak markas besar yang sebenarnya, padahal di balik
setiap bangunan loteng itu justru sudah dilengkapi dengan berbagai alat
jebakan!" "Kalian semua keliru besar," mendadak So Bong-seng berkata, "akulah Kim-hong-si-
yu-lau, Kimhong-si-yu-lau adalah aku! Kim-hong-si-yu-lau hidup dalam hatiku,
hidup dalam hati setiap anggota, tak seorang pun sanggup memusnahkannya, orang
lain hanya tahu apa yang pernah ia lakukan, tapi tak akan tahu apa yang hendak
dilakukan." Kemudian ia berjalan lebih dulu meninggalkan tempat itu, lalu ajaknya, "Ayo,
kita beristirahat dulu di loteng merah."
Loteng merah dibangun sangat megah dan mewah, tiang bangunan terbuat dari batu
kemala, tampaknya tempat ini memang khusus disiapkan untuk menerima tamu,
menjamu tamu dan mengadakan perjamuan kehormatan.
Lalu apa kegunaan ketiga bangunan loteng yang lain"
(bersambung jilid 2) 21. Bersedia Di saat Pek Jau-hui masih memikirkan persoalan itu, mendadak ia merasa Ong Siau-
sik secara diam-diam sedang menarik ujung bajunya dari belakang.
Terpaksa dia pun memperlambat langkahnya.
Dengan suara setengah berbisik Ong Siau-sik berkata, "Aku merasa berterima kasih
karena tadi kau telah melakukan penambahan dalam cerita dongengku."
Pek Jau-hui tertawa. "Aku selamanya paling suka ada orang tahu berterima kasih, aku memang orang yang
gila hormat." "Aku bicara serius. Pernah kau dengar, dari dulu hingga sekarang, banyak pejabat
setia justru berakhir dalam kondisi yang mengenaskan?"
Pek Jau-hui berpikir sejenak, lalu sahutnya sambil tertawa, "Ini disebabkan para
pejabat setia itu kelewat polos, kelewat jujur, biasanya tak suka mendengar
nasehat orang, bahkan ada kalanya senang menampar mulut orang yang suka memberi
nasehat kepadanya, tapi aku"
Memangnya aku mirip dengan orang yang jujur dan polos?"
"Kau memang tidak mirip," Ong Siau-sik menghela napas, "aku rasa selain kelewat
polos dan jujur, para pejabat setia percaya diri, mereka anggap bicara pakai
aturan sudah dapat menyelesaikan segala urusan, padahal tak ada manusia di dunia
ini yang senang ditunjuk kesalahannya di hadapan orang lain, memangnya dianggap
kalau bicara blak-blakan lantas semua uang mau menerimanya" Kalau seseorang
tidak mempertimbangkan hal semacam ini, sering akibatnya menjadi runyam.
" Pek Jau-hui terbungkam tanpa menjawab.
Kembali Ong Siau-sik berkata, "Ada satu cerita lagi, dulu cho-cho berulang kali
menyerang sebuah kota, tapi tak pernah berhasil merebutnya, ketika kegagalan
demi kegagalan dialaminya, ia pun berniat menarik mundur pasukannya, ketika
berjalan mondar-mandir sambil berpikir itulah dia berseru, sayap ayam, sayap
ayam!'. Anak buahnya kebingungan karena tak paham apa yang dimaksud, kemudian
ada seorang yang merasa pintar berkata, 'Mari kita bebenah, perdana menteri
memerintahkan untuk menarik pasukan, rekannya pun bertanya kenapa ia
berkesimpulan begitu" Si pintar menjawab, sayap ayam adalah bagian yang paling
hambar, maksudnya dibuang sayang, ini berarti niatnya untuk mundur sudah bulat.
Merasa perkataannya masuk akal maka semua orang bersiap untuk mundur. Ketika
Cho-cho mengetahui kejadian ini, ia menjadi terperanjat, dia pikir, kenapa si
pintar bisa membaca jalan pikirannya."
Berbicara sampai di situ Ong Siau-sik berhenti sejenak, lalu tanyanya lagi,
"Menurut dugaanmu, apa yang dilakukan Cho-Cho terhadap orang pintar itu?"
"Membunuhnya!" jawab Pek Jau-hui tanpa berkedip. "Menurut pendapatmu, benarkah
tindakan yang dilakukan Cho-cho?"
"Tidak bagus, tapi tindakan yang tepat. Ketika dua pasukan sedang berhadapan di
medan laga, sebelum jenderal menurunkan perintah, orang pintar yang berlagak
pintar hanya akan menggoyahkan pikiran pasukan, menurunkan semangat tempur dan
menggoncangkan rasa percaya diri. Sudah tentu orang semacam ini harus dibunuh."
Ong Siau-sik menghela napas panjang.
"Jika kau adalah seorang yang amat cerdas, tapi tak mampu mengendalikan diri
hingga memperlihatkan kecerdasannya, dan akibat perbuatan itu justru mengundang
datangnya bencana kematian, apakah hal semacam ini tidak terlalu sayang?"
Pek Jau-hui memiringkan wajahnya mengerling ke arah Ong Siau-sik sekejap, lalu
serunya, "Apa yang barusan kau katakan bukan cerita dongeng tapi sejarah."
"Sesungguhnya bukan hanya cerita sejarah saja, tapi juga serupa peringatan.
Kalau sejarah hanya menceritakan kembali apa yang pernah terjadi dulu, sedang
peringatan lebih mempertegas agar orang jangan meniru cara yang pernah dilakukan
orang dulu." "Kau bukan sedang membicarakan sejarah, tapi sedang membicarakan aku," tukas Pek
Jau-hui sambil menggendong tangan memandang ke angkasa, ia menarik napas
panjang, "Aku sangat memahami maksudmu, tapi ... aku tetap akan menjadi diriku
sendiri." Pada saat itulah terlihat seseorang berjalan masuk ke dalam ruang loteng merah.
Orang itu masih muda dan tampan, di atas jidatnya terlihat sebuah tahi lalat
hitam yang besar, tingkah lakunya lembut, sopan dan sangat terpelajar, perawakan
tubuhnya tinggi kurus, jauh lebih tinggi dari orang kebanyakan.
Sambil tersenyum dia manggut-manggut, tampaknya sedang menyapa Pek Jau-hui dan
Ong Siau-sik. Baik Ong Siau-sik maupun Pek Jau-hui sama sekali tidak kenal siapakah orang itu.
Dengan sikap yang sangat menghormat orang itu masuk sambll menjinjing dua jilid
buku yang sangat tebal, kemudian dilaporkan ke hadapan So Bong-seng.
Dengan cepat So Bong-seng menyambut buku itu, lalu membnlok balik beberapa
halaman dan keningnya pun berkerut.
Tak ada yang tahu apa yang telah dilihatnya dan apa yang lelah dibaca dari buku
itu. Kecuali So Bong-seng dan orang itu, siapa pun tidak tahu kenapa sebelum memasuki
ruang utama loteng merah itu, So Bong-seng berhenti dulu di atas anak tangga dan
membolak-balik beberapa halaman buku besar itu.
Apakah selanjutnya So Bong-seng akan mempelajari dulu Isi kitab itu kemudian
baru melanjutkan pekerjaannya"
Dalam pada itu Mo Pak-sin berkata secara tiba-tiba, "Saudara berdua, dia adalah
Yo-congkoan, Yo Bu-shia."
"Pek-tayhiap, Ong-siauhiap," pemuda itu segera menjura. "Darimana kau tahu kalau
aku dari marga Pek?" tanya Ong Siau-sik.
"Ya, darimana kau bisa tahu kalau aku bermarga Ong?" sambung Pek Jau-hui.
"Ah, kalian berdua memang senang bergurau," seru Yo Bu-shia tersenyum, kepada
Ong Siau-sik terusnya, "Kau adalah Ong-siauhiap". Kemudian sambil berpaling ke
arah Pek Jau-hui terusnya,
"Dan kaulah Pek-tayhiap."
"Kita belum pernah berjumpa," sela Pek Jau-hui.
"Tapi kami mempunyai semua bahan, keterangan serta kasus yang pernah kalian
berdua lakukan," sambung So Bong-Seng tiba-tiba.
Dia serahkan salah satu kitab tebal itu ke tangan Yo Bu-shia.


Golok Kelembutan Wen Rou Yi Dao Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan suara lantang Yo Bu-shia segera membaca, "Pek Jau-hui, dua puluh delapan
tahun, berwatak angkuh lagi juma-wa, senang menggendong tangan sambil memandang
angkasa, jejak tidak menentu, kalau turun tangan selalu telengas dan tidak
membiarkan musuhnya hidup, di bawah puting susu kirinya terdapat sebuah bisul
daging, besarnya lebih kurang sekuku jari
"Hmmm, rupanya ada orang senang mengintip orang lain sedang mandi!" sindir Pek
Jau-hui sambil tertawa dingin.
So Bong-seng tidak menanggapi, dia hanya berdiri tanpa reaksi.
Terdengar Yo Bu-shia membaca lebih lanjut, "... pernah memakai nama samaran Pek
Yu-bong dan menyanyi di kebun Sim-cun-wan kota Lok-yang, memakai nama samaran
Pek Ing-yang, bekerja sebagai piausu di perusahaan ekspedisi Kim-hoa-piau-kiok,
memakai nama samaran Pek Yu-kin, menjadi penulis dan pelukis di kota-kota besar,
memakai nama samaran Pek Ko-tang, berhasil merebut juara pertama dalam
pertandingan silat di kota Sam-siang wilayah tiga sungai besar Mendengar sampai
di situ, timbul perasaan kagum dan hormat di wajah Ong Siau-sik.
Semakin banyak nama samaran yang digunakan Pek Jau-hui, semakin mencerminkan
betapa sengsara dan menderitanya masa lalu pemuda itu, juga mencerminkan betapa
tersiksanya dia karena tak pernah orang mengagumi kebolehannya.
Dalam pada itu paras muka Pek Jau-hui makin lama berubah semakin hebat.
Ia menarik napas dalam-dalam, sepasang tangannya diletakkan di belakang
punggung, tapi baru sebentar sudah bergeser ke samping kaki, kemudian dimasukkan
lagi ke dalam saku. Semua kejadian sebenarnya hanya dia seorang yang tahu.
Kecuali dia sendiri, tak mungkin di kolong langit ada orang kedua yang
mengetahui rahasia ini. Tapi kini, bukan saja pihak lawan mengetahui dengan mhgnl jelas bahkan seakan
jauh lebih jelas daripada dia pribadi, malah semua sudah tercatat di dalam buku
catatan besar. Yo Bu-shia membacakan lagi, "... pernah mengalami masa jaya ketika berusia dua
puluh tiga tahun dan dua puluh enam tahun, ketika berusia dua puluh tiga tahun,
dengan memakai nama samaran Pek Beng melakukan pembantaian terhadap enam belas
orang panglima bangsa Kim di tebing Boan-liong-po, oleh kalangan militer ia
disebut Naga sakti dari luar angkasa dan pernah memimpin tiga puluh laksa
prajurit, tapi tak lama kemudian ia buron karena dicari pihak militer.
Kemudian pada usia dua puluh enam tahun........."
Pek Jau-hui mulai terbatuk-batuk ringan, ia nampak mulai jengah dan kelabakan
sendiri, persis seperti semut di atas kuali panas.
"Kemudian pernah menjadi sasaran yang diincar perkumpulan Lak-hun-poan-tong,
hampir saja dia diangkat menjadi Tongcu untuk tiga belas kantor
cabang ............."
Mendadak So Bong-seng menukas, "Coba dibacakan saja kehebatan kungfu serta asal
usulnya." "Baik. Asal usul perguruan Pek Jau-hui tidak jelas, perguruan tidak tercatat,
orangtua tak jelas, istri tak ada, senjata tak menentu."
Sekulum senyuman kembali menghiasi wajah Pek Jau-hui.
Terdengar Yo Bu-shia membacakan lagi, "Ilmu silat andalannya mirip ilmu andalan
Lui Cian, ilmu jari Sin-sin-ci dari Lui-bun-ngo-hou-jiang, salah satu aliran Bi-
lek-tong dari wilayah Kinglain. Cuma kalau Lui Cian menggunakan ibu jari maka
Pek Jau-hui menggunakan jari tengah, ilmu jarinya pun sedikit berbeda, ada orang
bilang dia telah melebur semua jurus ilmu pedang yang dimiliki tujuh jago pedang
kenamaan di dalam ilmu jarinya............."
"Cukup," mendadak Pek Jau-hui berseru.
So Bong-seng segera mengangguk.
Yo Bu-shia pun seketika berhenti membaca.
Sesudah membasahi bibirnya dengan air ludah, Pek Jau-hui baru bertanya, "Ada
berapa orang dalam Kim-hong-si-yu-lau yang pernah membaca buku catatan itu?"
"Termasuk aku ada tiga orang!" jawab So Bong-seng tetap dingin, namun lamat-
lamat terlihat jidatnya mulai dibasahi keringat.
"Bagus," Pek Jau-hui menarik napas panjang, "aku berharap tak akan ada orang
keempat yang mendengarnya."
"Baik." Tampaknya Pek Jau-hui merasa agak lega, dia segera menghembuskan napas panjang.
"Benar-benar mengerikan," bisik Ong Siau-sik, "baru saja kita berkenalan di
tengah jalan, semua bahan dan keterangan tentang identitas kita sudah tercatat
di dalam buku." "Oleh sebab itu akulah yang diutus datang ke Po-pan-bun untuk melindungi
pertemuan di loteng Sam-hap-lau, dan bukan Yo-congkoan," sambung Mo Pak-sin
sambil tertawa. "Kau keliru," tiba-tiba So Bong-seng berkata kepada Ong Siau-sik sambil tertawa.
"Aku salah bicara?"
"Bukan cuma dia, bahkan semua keterangan dan identitasmu pun sudah tercatat di
dalam buku." Ketika ia memberi tanda, Yo Bu-shia pun mulai membaca, "Ong Siau-sik, ahli waris
Thian-gi Kisu. Menurut penyelidikan besar kemungkinan Thian-gi Kisu adalah ............"
Ketika ia memberi tanda, Yo Bu-shia pun mulai membaca, "Ong Siau-sik, ahli waris
Thian-gi Kisu. Menurut penyelidikan besar kemungkinan Thian-gi Kisu adalah ............"
"Bagian yang ini jangan dibaca!" hampir serentak So Bong-seng, dan Ong Siau-sik
berteriak. Yo Bu-shia segera menghentikan pembacaannya.
Setelah menghembuskan napas panjang, So Bong-seng berkata lagi, "Baca lebih
lanjut!" "Senjata andalan Ong Siau-sik adalah sebilah pedang. Gagang pedangnya bengkok
setengah lingkaran bulan. Tak disangkal pedang itu pasti pedang sakti Wan-liu-
kiam yang sejajar namanya dengan golok merah 'Ang-siu' milik So-kongcu, golok
iblis 'Put-ing milik Lui Sun serta pedang sakti
'Hiat-ho' milik Pui Ing-gan."
"Ah, rupanya pedang Wan-liu-kiam! Sangat sesuai dengan syairnya, 'Hiat-ho-ang-
siu, Put-ing-wan-liu" (baju merah sungai darah, tidak sepantasnya ditahan)!"
kata Pek Jau-hui sambil berseru tertahan.
Ong Siau-sik mengangkat bahu.
Setelah berhenti sejenak, Yo Bu-shia baru melanjutkan pembacaannya, "Ong Siau-
sik sensitip dan penuh perasaan, sejak berusia tujuh tahun sudah mulai
berpacaran, hingga usianya yang kedua puluh tiga, ia sudah lima belas kali putus
cinta, setiap kali selalu dia sendiri yang mulai bercinta, tapi akhirnya hanya
kesedihan dan kehampaan yang diperoleh."
"Waduuh ...." jerit Ong Siau-sik.
"Kenapa?" tanya Pek Jau-hui sambil menyengir mengejek.
"Masa urusan macam begini pun dicatat di buku" Aku .......... "
"Apa salahnya" Kau mulai berpacaran pada usia tujuh tlhun, hingga usia dua puluh
tiga tahun putus cinta sebanyak lima belas kali, berarti setiap tahun tak sampai
satu kali, belum terhitung banyak."
"Tapi.......... ini................"
Terdengar Yo Bu-shia membaca lagi, "Ong Siau-sik gemar berteman, ia tak pernah
membedakan mana kaya mana miskin, suka mencampuri urusan orang, tapi bila
berkelahi melawan orang yang tak pandai bersilat, ia tak pernah mengandalkan
kungfunya untuk mencelakai lawan, maka ia pernah dihajar habis-habisan oleh
tujuh orang bandit muda hingga mesti melarikan diri, kejadian ini.........."
"Tolong ............. tolong jangan dilanjutkan, boleh?" mendadak Ong Siau-sik
berseru kepada So Bong-seng.
"Minta tolong apa?" tanya So Bong-seng sambil mengerling ke arahnya sekejap.
"Semua itu adalah urusan pribadiku, boleh tidak, jangan dilanjutkan
pembacaannya?" "Boleh." Yo Bu-shia segera menghentikan pembacaannya sambil memberi tanda, empat orang
segera muncul, dua orang membawa kain pembungkus buku yang tebal dan dua orang
berjaga-jaga di sampingnya, kemudian serentak mereka berjalan menuju ke loteng
berwarna putih. Apakah loteng berwarna putih itu merupakan tempat untuk menyimpan bahan serta
catatan berharga, seperti halnya loteng penyimpan kitab dalam kuil Siau-lim-si"
Sambil tersenyum So Bong-seng menjelaskan, "Semua arsip catatanku merupakan
hasil karya Yo Bu-shia, sebetulnya bahan mengenai kalian berdua masih belum
cukup lengkap." Tampaknya dia merasa amat bangga dan puas terhadap cara kerja anak buahnya ini.
"Aku mengerti sekarang," gumam Ong Siau-sik, "terhadap dua orang tak ternama
macam kami pun kalian berhasil membuat catatan secermat itu, apalagi terhadap
Lui Sun musuh tangguh kalian, bahan keterangannya tentu sudah teramat banyak."
"Lagi-lagi kau keliru besar."
"Keliru?" anak muda itu tertawa getir, "kelihatannya pikiranku memang agak
terganggu hari ini, masa segalanya keliru?"
"Kami memiliki tujuh puluh tiga bundel catatan mengenai Lui Sun, tapi setelah
diperiksa Yo Bu-shia, hanya sekitar empat bundel yang sedikit bisa dipercaya
keterangannya, dari keempat bundel itupun masih terdapat banyak bahan yang
mencurigakan, kemungkinan besar Lui Sun sengaja menyebarkan berita salah itu
untuk mengelabui orang."
Kembali sorot mata kagum dan memuji memancar keluar dari mata So Bong-seng,
terusnya, "Yo Bu-shia punya julukan Tong-siu-bu-khi (bocah ajaib yang sukar
dibohongi), ketajaman mata serta kemampuannya untuk menganalisa sesuatu mungkin
masih jauh di bawah kemampuan Ti Hui-keng, tapi dalam ketelitiannya mengumpulkan
bahan keterangan serta kesabarannya mencari keterangan jelas jauh di atas
kemampuan Ti Hui-keng."
Yo Bu-shia sama sekali tidak sombong karena itu, tapi dia pun tidak merendah,
hanya ujarnya lirih, "Kongcu, Su-tayhu sudah datang, luka di kakimu............"
"Suruh dia menunggu sebentar," kata So Bong-seng. Tampaknya wibawa dan kekuasaan
Locu Kim-hong-si-yu-lau ini bukan saja dapat mengundang tabib kerajaan untuk
mengobati penyakitnya, bahkan bisa menyuruh tabib kenamaan itu menunggunya.
Dengan kening berkerut So Bong-seng menghela napas panjang, katanya lagi,
"Sewaktu di loteng Sam-hap-lau tadi, berulang kali Ti Hui-keng memanfaatkan
kesempatan sewaktu menundukkan kepala untuk memeriksa luka di kakiku, jika dia
menganggap ada kesempatan untuk digunakan, Lui Sun pasti sudah melompat turun
dari atap rumah dan menantangku bertarung, sayang ketika dia memeriksa luka di
kakiku, dijumpai lukanya tidak separah apa yang diinginkan, aaai ......... Wo
Hu-cu dan Te Hoa telah menolong aku, tapi mereka..........."
Bicara sampai di sini, suaranya jadi sesenggukan, untuk sesaat tak mampu
dilanjutkan lagi. Tiba-tiba Ong Siau-sik menyela, "Toako, dari luka di kakimu sudah mengucur
banyak darah, kau seharusnya istirahat sejenak."
"Ada satu hal, aku tak memberitahu kalian karena kalian berdua belum memanggil
aku Toako, tapi sekarang, setelah kalian memanggilku begitu, aku pun perlu
memberitahukan kepada kalian."
Ong Siau-sik dan Pek Jau-hui segera pasang telinga untuk mendengarkan dengan
seksama. "Pui Siau Hou-ya yang berbincang denganku tadi adalah orang yang menunjang Kim-
hong-si-yu-lau selama ini, tapi orang ini tak boleh dipandang enteng, sebab
setiap perkataannya cukup berbobot di kalangan pembesar kerajaan, kedudukannya
dalam dunia persilatan pun sangat terhormat."
"Kenapa?" tanya Ong Siau-sik tak tahan.
"Alasannya kelewat banyak, salah satu di antaranya adalah dia mempunyai seorang
ayah yang hebat." "Jangan-jangan ayahnya adalah Pek Jau-hui berseru tertahan.
So Bong-seng membenarkan.
"Siapa?" tanya Ong Siau-sik tak habis mengerti.
"Masa kau tidak memperhatikan apa yang dikatakan saudara Yo tadi, Pedang sakti
sungai darah berada di tangan Pui Ing-gan?"
"Jadi ayahnya adalah..."
"Betul, ayahnya adalah Pui Ing-gan, jagoan hebat yang sudah diakui sebagai
pendekar besar dalam dunia persilatan sejak tiga puluh tahun lalu."
"Hmm, kalau sudah mempunyai ayah sehebat itu, yang jadi anaknya masih
menguatirkan apa," jengek Pek Jau-hui "ambil tertawa dingin.
"Pui Siau Hou-ya sendiri pun terhitung seorang lelaki berbakat yang sangat
hebat. Ayahnya Pui Ing-gan tak berminat menjabat sebagai pembesar negara, untuk
menghormati jasanya, pihak kerajaan menganugerahkan gelar Ongya atau raja muda
kepadanya. Tapi selama ini dia anggap pangkat bagaikan sampah, dia lebih suka
mengandalkan pedang berkelana ke empat penjuru.
Akan tetapi Pui Ing-gan juga tahu, bila ingin berhasil dalam suatu pekerjaan
besar, maka dia harus meminjam kekuatan pemerintah, maka Siau Hou-ya pun menjadi
orang paling dekat dengan Baginda Raja. Padahal Pui Ing-gan sendiri belum tentu
sanggup berbuat seperti apa yang berhasil dicapai anaknya."
Pek Jau-hui berpikir sebentar, kemudian baru berkata, "Benar juga perkataanmu
itu. Orang itu masih muda tapi berhasil mencapai jenjang karier yang luar biasa,
manusia semacam ini memang tak boleh dipandang remeh."
"Ada satu hal kau belum pernah menyampaikan kepada kami," mendadak Ong Siau-sik
menyela lagi. "Oya?" So Bong-seng agak melengak.
"Bukankah tadi kau mengatakan akan menyerahkan sebuah tugas kepada kami?"
"Haah, benar," So Bong-seng tertawa, "sebetulnya bukan satu tugas, tapi dua
tugas, seorang satu tugas."
"Tugas macam apakah itu?"
"Kau ingin tahu?"
"Sekarang kami sudah bersaudara, aku tak ingin menumpang makan secara gratis."
"Bagus. Menurut pandanganmu, mungkinkah Lui Sun akan membatalkan janjinya untuk
bertemu pada pertemuan tiga hari mendatang?"
"Asal menguntungkan, Lui Sun pasti datang."
"Tapi akulah yang mengajukan tawaran untuk pertemuan ini."
"Bila posisi ini tidak menguntungkan bagi pihak Kim-hong-si-yu-lau, tak nanti
kau ajukan penawaran semacam itu."
"Kalau memang tidak menguntungkan bagi pihak perkumpulan Lak-hun-poan-tong,
menurut kau apa yang akan dilakukan Lui Sun?"
"Dia tak akan memenuhi undangan."
"Tapi dia adalah seorang jago tersohor, seorang pemimpin perkumpulan besar, mana
mungkin dia tak hadir dalam pertemuan semacam ini?"
"Dia pasti akan berusaha mencari alasan, bahkan pasti akan memperketat penjagaan
di sekelilingnya." "Kali ini ucapanmu tepat sekali, salah satu alasan yang digunakan pasti
menyangkut soal putrinya."
"Putrinya?" "Satu bulan lagi putrinya akan menjadi biniku," kata So Bong-seng hambar, "aku
percaya kalian pasti pernah mendengar tentang kawin perdamaian bukan?"
"Jadi kau setuju dengan perkawinan semacam ini?"
"Aku setuju." "Dan kau bersedia?"
"Aku bersedia." So Bong-seng mengangguk, "sebetulnya perkawinan ini sudah
dirembuk ayahku semenjak delapan belas tahun berselang."
Setelah berhenti sejenak, terusnya, "Delapan belas tahun lalu, perkumpulan Lak-
hun-poan-tong sudah menancapkan kaki di kotaraja, bahkan kian hari pengaruh
perkumpulan ini makin meluas dan kuat. Waktu itu ayahku baru saja mendirikan
Kim-hong Si yu lau, jangan lagi memperluas pengaruh, markas besar kami belum
didirikan, waktu itu perkumpulan kami hanya sebuah organisasi kecil di bawah
bayang-bayang perkumpulan Lak-hun poan-tong. Saat itulah Lui Sun sempat bertemu
aku satu kali dan dia pun menetapkan tali perkawinan ini."
So Bong-seng menghela napas panjang, terusnya, "Dua puluh sembilan hari lagi
adalah hari perkawinanku."
"Kau menyesal?" sindir Pek Jau-hui sambil tertawa dingin.
"Aku tak ingin menyesal."
"Bila kau kuatir menjadi bahan pembicaraan orang di kemudian hari, cari saja
sebuah alasan untuk membatalkan perkawinan ini."
"Aku tak ingin membatalkan perkawinan ini." "Kenapa?"
"Karena aku mencintainya!"
ooOOoo 22. Nama dan jabatan Tatkala seseorang menyatakan kesulitannya adalah masalah cinta, maka ada banyak
perkataan yang tak perlu dibicarakan lagi.
Alasannya sudah lebih dari cukup.
Tapi ketika So Bong-seng yang menyinggung soal cinta, paras muka Ong Siau-sik
serta Pek Jau-hui segera menampilkan perasaan tercengang.
Manusia angkuh, dingin, serius, seorang pemimpin yang memegang kekuasaan besar
tiba-tiba berbicara soal cinta, kejadian ini sungguh aneh dan di luar dugaan
siapa pun.

Golok Kelembutan Wen Rou Yi Dao Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Padahal banyak orang lupa, seorang pemimpin pun tetap manusia biasa, bukan dewa,
mungkin saja mereka berdiri di tempat yang tinggi, semakin jarang orang
memahaminya, dia merasa semakin kesepian. Biasanya gunung yang tinggi, anginnya
pasti lebih dingin. Seorang pemimpin pun butuh teman, butuh orang dekat, dia pun
butuh cinta. Maka ketika So Bong-seng mengungkap perasaannya, mimik muka maupun sorot matanya
tak beda jauh dengan mimik muka serta sorot mata muda-mudi yang sedang dimabuk
cinta. Selama manusia masih mengerti akan pacaran, hal ini sudah merupakan sebuah
kebahagiaan, terlepas adakah orang yang mau membalas cintanya.
Pek Jau-hui sadar kalau ia sudah kelev/at banyak bertanya, maka lekas serunya
sambil berdehem, "Ooh, ini .......... makanya aku rasa ........."
So Bong-seng tersenyum, selanya, "Oleh sebab itu aku merasa perlu untuk
menyelesaikan dulu pertikaian antara Kim-Hong-si-yu-lau dan perkumpulan Lak-hun-
poan-tong sebelum berlangsungnya perkawinanku dengan nona Lui."
Begitu nona Lui dinikahi, maka kedua organisasi besar ini akan
berbosanan .............. urusan dengan besan memang gampang untuk diselesaikan,
tapi juga paling susah diselesaikan, sebab sekali sudah menjadi besan, maka
hubungan perbesanan mesti lebih ditonjolkan, banyak persoalan malah semakin
susah diselesaikan secara baik.
Apalagi di dalam perkawinan perdamaian ini, apakah So Bong-seng yang bakal
tergaet atau nona Lui yang justru digaet, baik So Bong-seng maupun Lui Sun sama-
sama tak punya pegangan. "Aku dengar nona Lui sudah berangkat dari kota Hangciu menuju kemari," ujar So
Bong-seng lagi sambil menerawang jauh ke depan sana, "bahkan sudah tiba di
kotaraja, entah seka?rang dia masih gemar bernyanyi sambil memetik harpa atau
tidak?" Tak ada yang bisa memberi tanggapan atas perkataannya itu.
Untung So Bong-seng segera mengalihkan pokok pembi?caraan ke soal lain, katanya
lagi, "Oleh sebab itu kita harus menciptakan satu kondisi yang lebih matang,
kita paksa Lui Sun mau tak mau harus maju ke meja perundingan dan tak bisa tidak
harus berunding." Sorot matanya mendadak berubah aneh, terusnya, "Sekalipun hasil perundingan itu
gagal, kita harus sudah siap untuk bertempur mati-matian."
Kemudian dengan sepatah demi sepatah tambahnya, "Bertempur hingga titik darah
penghabisan tampaknya merupakan kondisi yang tak bisa dihindari, baik oleh Kim-
hong-si-yu-lau maupun perkumpulan Lak-hun-poan-tong."
Bagaimana akhir dari peristiwa ini" Tak seorang pun tahu, tapi bisa dipastikan
perjalanannya pasti amat menakutkan.
Setiap akhir yang harus dilalui dengan air mata dan darah, sebagus dan
sesempurna apa pun akhir kejadian itu, seberuntung apa pun akhir pertarungan
itu, bagi si pemenang maupun si pecundang sama-sama akan merasakan kesedihan
yang luar biasa. Selama perselisihan Kim-hong-si-yu-lau dengan perkum?pulan Lak-hun-poan-tong belum diselesaikan, darah yang mengalir tetap akan banyak, orang yang mati
pun tetap akan membukit, daripada urusan berlarut-larut, penyelesaian secara
cepat memang merupakan jalan keluar yang paling tepat.
Kendatipun perkawinan damai juga merupakan cara lain dari sebuah pertempuran.
Lui Sun berharap dengan menggunakan perkawinan da?mai itu, dia dapat
menggoyahkan semangat tempur So Bong-seng.
Apa mau dikata justru So Bong-seng tak bisa menerima tawaran itu, karena mau tak
mau dia mesti berlawanan dengan Lui Sun, akan tetapi ia justru mencintai
putrinya. Nasib seakan sudah mengikat mereka berdua, membuat mereka timbul tenggelam,
membiarkan mereka meronta, mengerang, membiarkan mereka terbelenggu jadi satu,
sementara sepasang mata dinginnya menanti dan menyaksikan bunga api yang
diletupkan oleh pertarungan mereka berdua.
"Toako, apakah Kim-hong-si-yu-lau benar-benar tak bisa hidup berdampingan secara
damai dengan perkumpulan Lak-hun-poan-tong?" dengan amat serius Ong Siau-sik
bertanya. "Jika persoalan ini hanya merupakan urusan pribadi antara aku dengan Lui Sun,
urusan tak akan serumit ini untuk diselesaikan tapi masalahnya menyangkut
seluruh anggota, kendatipun kami ingin sekali menghapuskan permusuhan untuk
hidup damai, belum tentu orang-orang kita bisa menerima kenyataan Ini."
Semakin banyak orang yang terlibat, biasanya persoalan memang makin rumit.
Urusan perorangan memang gampang penyelesaiannya, tapi begitu menyangkut urusan
parlai, organisasi, perkumpulan, bangsa atau negara, maka persoalan jadi makin
sulit dan rumit, bukan dengan satu dua patah kata urusan lantas beres.
Dalam hal ini Ong Siau-sik mengerti sekali.
Maka setelah termenung sejenak, katanya, "Aku sudah cukup mengenali sepak
terjang perkumpulan Lak-hun-poan-tong di luar, bila aku ingin membantu Kim-hong-
si-yu-lau, sebenarnya hal inipun lumrah."
"Keliru," So Bong-seng menggeleng.
"Apanya yang keliru?"
"Jadi orang jangan kelewat mempersoalkan nama bersih atau tidak, memakai aturan
atau tidak, banyak persoalan dalam dunia persilatan yang nampaknya bernama
bersih padahal hatinya tak bersih, beraturan ketat namun enggan melaksanakannya.
Apalagi kalau sudah menyangkut sebuah perkumpulan yang amat besar, mustahil di
satu bagian benar semua, di lain bagian salah semua, juga mustahil dalam satu
perkumpulan besar, seluruh anggotanya terdiri dari orang baik dan tak ada orang
jahatnya, jika kau ingin membantu sahabat, lakukan saja tanpa mempersoalkan
tetek-bengek secara terperinci, sebab belum tentu apa yang kau lakukan itu
merupakan tindakan yang bersih dan lurus, sebab jika kalian adalah sahabat
sejati maka kau tak akan mempedulikan kesemuanya itu, kalau ingin membantu ya
bantu, tak usah peduli cengli atau tidak!"
"Tidak bisa," seru Ong Siau-sik cepat, "bila perbuatan yang dilakukan teman
adalah perbuatan yang biadab serta melanggar norma susila, bukankah aku pun jadi
salah seorang penjahat yang melakukan hal yang sama" Jika apa yang dilakukan
adalah perbuatan seorang pendekar, membela keadilan dan kebenaran, sekalipun dia
adalah musuhku, tetap aku akan membantunya."
"Kalau aku tidak begitu," tukas Pek Jau-hui, "siapa membantu aku, aku akan
membantunya, siapa baik kepadaku, aku pun akan baik terhadapnya."
Dalam pada itu So Bong-seng sudah berkata kepada Ong Siau-sik dengan suara
dingin, "Bila kau tetap bersikeras dengan prinsipmu, aku tak akan memaksa,
silakan meninggalkan tempat ini, selama berada dalam wilayah kekuasaan Kim-hong-
si-yu-lau, tak akan ada seorang manusia pun yang akan menghalangi kepergianmu."
"Tapi kau harus ingat," Pek Jau-hui menambahkan, "setelah terjadinya peristiwa
hari ini, pihak perkumpulan Lak-hun-poan-tong telah menganggap kita sebagai
musuh besarnya." "Siapa bilang aku mau pergi?"
"Kalau kau memang tak akan pergi, buat apa kau banyak bicara yang tak keruan?"
"Aku hanya ingin penjelasan yang pasti."
"Apa lagi yang kau anggap belum jelas?" tanya So Bong-seng.
"Soal duit." So Bong-seng melengak, agaknya pertanyaan ini jauh di luar dugaannya.
"Hahaha, aku tidak menyangka," seru Pek Jau-hui pula sambil tertawa tergelak.
"Kau tidak menyangka apa?"
"Manusia macam kau pun bisa menaruh perhatian soal tahil perak,"
"Keliru besar!" "Apanya yang keliru?"
"Aku hanya ingin tahu sumber keuangan dari Kim-hong-si-yu-lau. Setahuku, sumber
keuangan perkumpulan Lak-hun-puan-tong berasal dari perjudian, pelacuran,
perampokan, pembegalan serta segala bentuk kejahatan lainnya, jika sumber
keuangan dari Kim-hong-si-yu-lau pun sama seperti itu, kenapa aku mesti
membantunya?" Hawa amarah seketika muncul di wajah Su Bu-kui, tangannya yang menggenggam golok
nampak mengejang keras hingga otot-ototnya menonjol keluar.
"Bu-shia!" tiba-tiba So Bong-seng memanggil.
"Siap!" sahut Yo Bu-shia.
"Ajak masuk Bu-kui dan suruh Su-tayhu mengobati dulu lukanya, dia kelewat banyak
mengeluarkan darah."
"Baik!" sahut Yo Bu-shia cepat, dia paham maksud ketuanya.
Sesudah menurunkan perintah, So Bong-seng baru berpaling ke arah Ong Siau-sik
dan Pek Jau-hui seraya berkata, "Kalian ikut aku!" Sambil berkata ia beranjak
menuju bangunan loteng berwarna putih.
Ternyata di setiap ruang tingkat bangunan loteng itu ter?dapat hasil karya yang
berbeda, sifat karya yang tersimpan pun berbeda satu dengan lainnya.
Kecuali lantai dasar yang digunakan untuk mengadakan pertemuan atau rapat, pada
lantai dua digunakan sebagai perpustakaan, tampaknya Kim-hong-si-yu-lau sangat
menganjurkan anggotanya banyak membaca buku, lantai tiga digunakan untuk
jaringan komunikasi burung merpati, semua surat yang dikirim maupun diterima
pihak Kim-hong-si-yu-lau berasal dari tempat ini. Lantai empat digunakan untuk
menyimpan berkas dan keterangan tentang ilmu silat berbagai aliran dan partai
dalam dunia persilatan, bahan keterangan yang berhasil dikumpulkan Kim-hong-si-
yu-lau dalam hal ini luar biasa banyak dan luasnya, bahkan bisa menimbulkan
pengaruh besar bagi perkembangan ilmu silat di dunia.
Mereka langsung menuju ke ruangan lantai lima.
Di dalam ruangan itu terdapat berbagai buku catatan, ada buku piutang, ada surat
perjanjian dan surat menyurat lainnya.
Asal melakukan perdagangan, maka surat perjanjian, surat nota dan piutang
merupakan bagian yang paling penting, dan kelihatannya perkumpulan ini sangat
memperhatikan masalah itu.
Buktinya ada tiga puluh dua orang yang khusus bekerja di situ.
Biarpun banyak yang bekerja di situ, namun suasana amat santai, hening dan
tenang. Tempat setenang ini tampaknya tidak dibutuhkan pengawalan, tapi benarkah tak ada
penjaga di situ" Ong Siau-sik dan Pek Jau-hui tahu, tempat yang semakin tak nampak penjagaan,
justru semakin menakutkan.
Pada ruang lantai lima ternyata bukan ruangan yang digunakan untuk menyimpan
bahan keterangan tentang pribadi seseorang, lalu disimpan dimanakah arsip itu"
Di lantai enam" Atau lantai tujuh"
Dunia macam apa pula lantai berikut"
Sekarang semua orang dapat melihat bahwa bangunan loteng ini merupakan markas
besar Kimhong-si-yu-lau, tempat inilah jantung semua kegiatan perkumpulan,
tempat inilah sumber pemasukan bagi partai, sumber dana bagi kehidupan orang
banyak. Bahkan siapa pun dapat melihat bahwa Kim-hong-si-yu-Iau sebenarnya merupakan
sebuah organisasi dengan sistim yang ketat dan teratur.
Sekali lagi Pek Jau-hui menghela napas panjang.
"Kau tidak seharusnya mengajak kami mendatangi tempat Ini," katanya.
"Kenapa?" "Sebab tempat ini merupakan pusat kegiatan Kim-hong-si-yu-lau, tempat ini
merupakan markas besar perkumpulan dan merupakan tempat yang amat sensitip,
lebih banyak yang mengetahui tempat ini semakin tidak menguntungkan bagi
ke?amanan kalian." "Tapi kau bukan orang luar," tukas So Bong-seng hambar.
"Andaikata kami menolak masuk partai, atau mungkin kita malah saling bermusuhan,
bukankah kita segera akan saling berhadapan sebagai musuh dan orang luar?"
"Kalian tak nanti berbuat begitu," sahut So Bong-seng hambar, kemudian seraya
berpaling menatap kedua orang itu, tegasnya, "Mungkinkah kalian berbuat
demikian?" Tidak menunggu jawaban dari kedua orang pemuda itu, kembali ia menjawab sendiri,
"Kalian tak usah menjawab pertanyaan ini, sebab aku tidak butuh jawaban itu."
Persoalan semacam ini hanya bisa ditampilkan dengan sebuah tindakan, bukan
mendengar suatu jawaban, sebab ucapan yang lebih enak didengar bisa diucapkan
siapa pun di dunia ini, tapi benarkah ucapan itu muncul dari lubuk hati yang
jujur" lintahlah! Dia menarik napas panjang, kemudian dengan nada lambat ujarnya, "Aku sengaja
mengajak kalian kemari karena Sam-te ingin mengetahui sumber pemasukan kita."
Bicara sampai di sini kembali ia terbatuk hebat, sedemikian hebatnya hingga
memberi kesan tenggorokannya sudah terluka hebat dan darah bercucuran keluar.
"Ketika seseorang mengira dia sudah memahami sesuatu, seringkah justru dia tidak
terlalu paham. Kim-hong-si-yu-lau bukan didirikan dalam sehari atau semalam, dengan hanya
melihat sepintas, mana mungkin kalian bisa memahami segalanya?" kembali ia
berkata. Setelah mengatur napasnya yang agak tersengkal gara-gara batuk tadi, dia berkata
lagi, "Dulu banyak orang mengira mereka sudah cukup memahami Kim-hong-si-yu-lau,
tapi akibatnya kalau bukan tewas tentu mereka mengalami kegagalan, atau akhirnya
bergabung dengan Kim-hong-si-yu-lau dan menjadi salah satu anggotanya."
Ia tertawa ewa kemudian melanjutkan pula, "Padahal bukan hanya itu saja
persoalannya, begini keadaan Kim-hong-si-yu-lau begitu juga keadaan perkumpulan
Lak-hun-poan-tong, tak ada orang berani menganggap kekuasaannya amat kuat, tak
ada yang berani memandang enteng kekuatan lawan-nya."
"Akan kuingat selalu perkataan itu," seru Pek Jau-hui kemudian, "aku pasti akan
mengingatnya terus."
Ong Siau-sik sendiri hanya merasa amat terharu, sedemikian terharunya sehingga
tak sepatah kata pun yang mampu diucapkan.
Hanya gara-gara sepatah kata pernyataannya ternyata So Bong-seng telah mengajak
mereka naik ke loteng tingkat lima dan mengunjungi pusat kekuasaan Kim-hong-si-
yu-lau. Satu pelajaran berhasil ditarik olehnya dari kejadian itu, berada di hadapan
manusia macam So Bong-seng, lebih baik jangan banyak bicara, khususnya
menyinggung masalah yang sama sekali tak berguna. Sebab sepasang matanya yang
sudah terasah oleh penyakit parahnya seolah-olah mampu menembus perasaan orang.
Mendadak Ong Siau-sik merasa bahwa rasa kagum saja masih belum cukup untuk
menghargai kemampuan So Bong-Seng, rasa kagum hanya melambangkan semacam rasa
hormat. Yang lebih cocok untuk manusia kosen ini adalah ... mengidolakan kehebatannya.
Sambil menuding kotak laci yang tersusun rapi dalam ruangan itu, So Bong-seng
berkata lagi, "Di dalam laci itulah tersimpan semua catatan tentang sumber ekonomi perkumpulan
kita, data itu dikelola oleh satu tim ekonomi yang khusus aku bentuk untuk
menanganinya, di antaranya meliputi perdagangan garam, ransum, pegadaian,
pengawalan barang, peralatan besi, ternak, perjalanan dan lain sebagainya.
Sementara perusahaan kami memproduksi peralatan senjata untuk ketentaraan,
seperti panah, senjata rahasia, mesiu, senjata genggam, tombak dan sebagainya.
Selain itu kami pun mempunyai tukang besi, tukang bambu, tukang rotan, tukan
batu, tukang tenun, tukang galangan kapal dab lainnya yang setiap saat bisa
dikirim untuk mengerjakan proyek besar. Tadi kalian sudah menyaksikan pasukan
angin topan pimpinan To Lam-sin bukan"
Pasukan itu adalah salah satu dari kekuatan kami."
Setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya, "Selain usaha yang sudah kusebut
tadi, kami pun menjadi pelindung bagi tujuh ratus lima puluh dua perusahaan
ekspedisi yang tersebar di utara maupun selatan sungai besar, tujuh puluh tiga
cabang kekuatan yang ada di jalan air pun punya hubungan erat dengan kami.
Sementara dalam kota besar kami punya usaha jual beli, punya toko arak, warung
makan, kami pun memiliki banyak anggota yang menjalankan perdagangan eceran
maupun partai, di luar kota kami punya sawah dan kebun, kami pun menanam daun
murbei untuk ternak ulat sutera, selain itu seringkah pihak kerajaan mengundang
kami untuk melaksanakan tugas yang tak leluasa mereka lakukan sendiri, untuk
penggunaan kekuatan dari Kim-hong-si-yu-lau, seringkah kami memperoleh imbalan
yang lumayan." "Tapi bukan menindas rakyat membela pejabat korup bukan?" sela Pek Jau-hui tiba-
tiba. Agak berubah paras muka So Bong-seng, tegasnya dengan nada dingin, "Perbuatan
semacam ini bukan saja Kim-hong-si-yu-lau tak bakal melakukan, bahkan
perkumpulan Lak-hun-poan-tong pun tak akan melakukannya. Kami hanya bekerja
untuk kepentingan orang banyak, tidak untuk kepentingan pribadi. Apalagi pihak
kerajaan sudah memelihara banyak kuku garuda. Untuk pekerjaan semacam itu jelas
mereka akan menggunakan kekuatan sendiri untuk melakukannya, tak nanti pihak
kerajaan mau percaya kepada orang luar."
Kemudian sambil berpaling ke arah Ong Siau-sik lanjutnya, "Jika kau ingin
mengetahui lebih banyak lagi, akan kuperlihat-kan buku catatan yang menyangkut
kerja sama kami dengan pihak pasukan kerajaan dalam usaha menumpas perampok dan
kaum pemberontak..."
"Tidak perlu!" "Ooh............?"
"Selama ini aku enggan bergabung dengan aliran mana pun karena aku kuatir sumber
keuangan mereka tidak beres, aku pun tak mau bergabung dengan perguruan atau


Golok Kelembutan Wen Rou Yi Dao Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perkumpulan mana pun karena aku tak ingin menjadi kuku garuda yang menindas
rakyat jelata, tapi sekarang aku sudah mengetahui jelas sumber ekonomi Kim-hong-
si-yu-lau bahkan tahu pula prinsip perjuangannya, maka dengan ini aku pun ingin
memberi pernyataan bahwa aku siap berjuang dengan taruhan nyawa sekalipun."
"Perkataanmu kolewat serius," kata So Bong-seng sambil tersenyum, ".selama ini
Kim-hong-si-yu-lau selalu memegang prin-?lp, kuini selalu memilah mana yang
boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh, karena itu dalam sumber pemasukan
ekonomi, keuangan kami sedikit lebih di bawah perkumpulan Lak-hun-poon-tong." Ia
berhenti sejenak untuk mengurut dadanya yang sakit, "Tapi dalam hal kebersihan,
kujamin Kim-hong-si-yu-lau jauh lebih unggul dari siapa pun.''
"Inilah nilai yang tak dapat dibeli dengan harga berapa pun!"
"Hahaha, tepat sekali! Nilai ini tak bisa dibeli dengan harga berapa pun," seru
So Bong-seng sambil tertawa terbahak-bahak, setelah berhenti sejenak, tiba-tiba
tanyanya kepada Pek Jau-hui,
"Bagaimana dengan kau?"
"Aku?" "Losam sudah selesai bertanya, bagaimana dengan kau?" "Aku tak punya pertanyaan
yang akan diajukan." "Berarti kau punya permintaan?" tanya So Bong-seng sambil
menatapnya tajam. "Aku hanya meminta sebuah nama jabatan." "Nama jabatan apa?" "Wakil Locu!"
Begitu perkataan itu diucapkan, semua yang hadir dalam ruangan jadi terperanjat.
Bukan cuma Mo Pak-sin yang kaget dibuatnya, bahkan semua pengurus pembukuan yang
ada dalam ruangan pun serentak menghentikan pekerjaan mereka dan bersama-sama
mendongakkan kepala memandang ke arah Pek Jau-hui.
Seorang pemuda yang baru pertama kali masuk ke ruang loteng ternyata berani
memberi pernyataan kalau ingin menjadi wakil ketua Kim-hong-si-yu-lau, tindakan
ini bukan saja kelewat memandang rendah semua yang hadir, pada hakikatnya benar-
benar sebuah permintaan yang tak tahu diri.
Apakah Pek Jau-hui tidak merasa kalau perbuatannya itu kelewat takabur"
Seseorang yang kelewat takabur jelas bukan satu perbuatan yang baik.
Apalagi bagi seorang pemuda macam dia.
Anehnya, banyak orang menganggap takabur merupakan satu tindakan yang indah,
satu tindakan untuk meningkatkan harga diri sendiri.
Tapi saat itu paras muka Pek Jau-hui sama sekali tidak menampilkan sikap
takabur, dia seakan menganggap tindakannya itu wajar.
Sikap maupun paras mukanya sama persis seperti sikapnya sebelum mengucapkan
perkataan itu, tetap santai dan tenang.
ooOOoo 23. Gerakan penyapu guntur
Paras muka semua orang yang hadir berubah hebat.
Kalikan Ong Siau-sik sendiri pun menganggap permintaan yang diajukan Pek Jau-hui
sedikit kelewatan. Ncimtin So Bong-seng tidak menganggap begitu, dia tetap bersikap wajar, tanpa
perubahan apa pun. "Haik," katanya tiba-tiba, "kau ingin jadi apa, akan kupenuhi keinginanmu itu,
cuma kau harus memilih jabatan yang kau anggap sanggup melakukannya."
Kemudian dengan nada setengah menyindir, tambahnya, "Terlalu banyak orang di
dunia ini yang tergila-gila dengan nama kosong, tapi kenyataan tidak memiliki
kemampuan itu, liaallnya tetap nihil."
"Apa salahnya kau beri kesempatan kepadaku untuk menjabatnya," seru Pek jau-hui
dingin, "aku yakin pasti dapat melaksanakan tugas itu dengan baik."
Mendadak So Bong-seng menotok beberapa buah jalan darah penting di tubuhnya,
paras mukanya nampak pucat, otot-otot hijau mengejang keras, selang beberapa
saat kemudian ia baru berkata,
"Aaai, sekujur tubuhku dipenuhi berbagai penyakit."
"Kenapa tidak diobati sakitmu itu?" tanya Ong Siau-sik penuh kekuatiran.
"Kalau ada waktu cukup, tentu akan kuobati penyakitku ini."
"Paling tidak kau harus menjaga diri baik-baik. Kendatipun Kim-hong-si-yu-lau
sangat penting artinya, namun tanpa kau,
berarti tiada Kim-hong-si-yu-lau." So Bong-seng tertawa.
"Tahukah kau, kini aku menganggap cara pengobatan macam apa yang paling
mujarab?" tanyanya. Ong Siau-sik menggeleng.
"Menganggap diriku sehat, tak berpenyakit," ujar So Bong-seng lagi, kemudian
kembali ia tertawa, tertawa getir.
Setelah termenung sesaat, ujarnya lagi, "Sejak bergabung dengan Kim-hong-si-yu-
lau, untuk pertama kalinya kalian ingin turun tangan darimana?" Pertanyaan ini
diajukan dengan wajah serius.
Jelas pertanyaan ini merupakan sebuah pertanyaan yang serius.
Kendatipun kini telah bergabung dengan sebuah organisasi besar, bukan berarti
kerjanya setiap hari hanya bertarung dan membunuh, paling tidak mesti tahu duduk
persoalan lebih dulu, apalagi dalam partai pun terdapat susunan pengurus,
seperti halnya dengan sebuah pemerintahan, di bawah Kaisar tentu ada perdana
menteri, di bawahnya ada para pejabat tinggi dan seterusnya, masing-masing harus
tahu apa jabatannya dan apa pula fungsinya.
Tidak heran jika So Bong-seng pun mengajukan pertanyaan seperti ini.
Pek Jau-hui segera menjawab, "Aku ingin mulai dari loteng putih ini, ingin
kuketahui data apa saja yang tersedia di sini, sistim kerja dan hubungannya
sampai kemana saja" Orang ini memang besar ambisinya, segala sesuatu ingin dilakukan secermat
mungkin. "Kalau aku ingin mulai bekerja dari lingkungan luar," kata Ong Siau-sik pula,
"walaupun Kim-hong-si-yu-lau mendapat pengakuan dari pihak kerajaan, dihormati
perguruan dan partai besar lainnya, namun kurang mengakar di hati para jago
dunia persilatan, akar yang tertanam di hati mereka tidak sekokoh apa yang
ditanamkan perkumpulan Lak-hun-poan-tong. Mungkin hal ini disebabkan
perkembangan Kim-hong-si-yu-lau yang kelewat tepat belakangan ini, karena itu
aku ingin berkarya di tempat luar, ingin kulakukan sedikit bakti sosial di dalam
masyarakat sehingga sedikit dem< sedikit tertanam rasa simpati mereka terhadap
perkumpulan kita." Pemuda ini memang selalu pandai bergaul dengan rakyat kalangan bawah, selain itu
dia pun bersih, tidak berambisi dan lurus pikirannya, beda sekali jika
dibandingkan Pek Jau-hui.
Bagi Pek Jau-hui, dia lebih suka memusatkan tenaga dan pikirannya untuk dimulai
dari atas, selain hemat waktu juga langsung turun tangan dari hal-hal yang
paling penting, dia anggap dengan mengoptimalkan cara kerja di pusat, maka
tindakannya ini akan memperkuat posisi So Bong-seng dalam memperluas
pengaruhnya. Sementara Ong Siau-sik lebih suka bekerja di lapangan, dia harus menguasai dulu
situasi di sekitar sana, mengenali ciri khas setiap daerah, kemudian perlahan-
lahan membenahi struktur keanggotaan, dengan akar yang kuat, pondasi yang kokoh,
Kim-hong-si-yu-lau baru bisa berdiri setegar bukit Thay-san.
Dua pendapat yang berbeda mencerminkan juga watak serta kebiasaan mereka yang
berbeda. Tentu saja So Bong-seng pun mempunyai pandangan serta cara berpikir yang beda,
namun dia sangat menikmati pandangan kedua orang saudara angkatnya ini, dia
berpendapat, justru karena pandangan mereka yang berbeda maka mereka bertiga
boru bisa berkumpul jadi satu.
Suatu persahabatan tidak harus dimulai dari watak yang sama, selama mereka
mempunyai kesenangan yang sama dan ada jodoh, ini sudah lebih dari cukup sebagai
alasan untuk menjalin satu persahabatan.
"Kalian boleh mulai bekerja menurut sistim dan cara yang kalian pilih," kata So
Bong-seng kemudian, "cuma kalian mesti melaksanakan dulu dua hal."
"Memaksa Lui Sun agar mau tak mau harus datang berunding?" tanya Pek Jau-hui.
So Bong-seng punya kebiasaan hanya mengajukan pertanyaan, dia tak pernah
menjawab pertanyaan itu, maka kembali tanyanya, "Menurut kalian, cara apa yang
bisa digunakan sehingga mau tak mau Lui Sun harus datang dalam perundingan ini?"
"Andaikata orang kepercayaannya satu per satu tewas sehingga dia terpaksa harus
menunjang partainya seorang diri, tidak ingin berunding pun rasanya sulit bagi
Lui Sun untuk tetap bertahan hidup," kata Pek Jau-hui.
"Sekalipun ingin berunding, dia juga sudah kehilangan kekuatannya untuk tawar
menawar," Ong Siau-sik menambahkan.
"Tepat sekali perkataan kalian, oleh sebab itu kita harus menghadapi tiga
orang," ujar So Bong-seng.
"Menghadapi tiga orang?" tanya Ong Siau-sik. "Benar, menghadapi tiga orang."
"Mana mungkin tiga orang" Bukan hanya dua orang?" sela Pek Jau-hui.
"Sebab aku telah mengundang seseorang yang lain untuk pergi menghadapi orang
itu, seorang yang amat menarik." "Seseorang yang menarik?"
"Paling tidak dia akan menarik perhatian kita semua," So Bong-seng membenarkan
sambil tertawa, dan ia tidak melanjutkan kembali kata-katanya.
"Siapa saja ketiga orang tokoh perkumpulan Lak-hun-Poan-tong yang harus kita
hadapi?" kembali Pek Jau-hui berunya
"Beberapa orang pejabat penting dalam perkumpulan Lak-hunpoan-tong hampir
semuanya dipegang orang dari marga Lui, seperti misalnya Lui Moay, Lui Heng, Lui
Kun." Setelah berhenti sejenak, sepatah demi sepatah ia menambahkan, "Aku menginginkan
kahan pergi menghadapi Lui Heng dan Lui Kun."
"Bagaimana dengan Lui Moay?"
"Aku sudah menyuruh seseorang untuk menghadapinya."
"Kenapa kita tidak menghadapi Ti Hui-keng?"
"Karena Ti Hui-keng adalah seorang jagoan yang paling susah dihadapi, dalam
keadaan dan situasi seperti ini, kita tidak seharusnya melakukan tindakan yang
tidak yakin bisa berhasil," So Bong-seng menerangkan, "tatkala kita sedang
berencana untuk membunuh tokoh perkumpulan Lak-hun-poan-tong, aku yakin pihak
mereka pun sedang merencanakan hal yang serupa terhadap kita. Jika jago-jago
kita sampai terbunuh, sudah pasti hal ini akan mempengaruhi reputasi serta
semangat juang kita, di samping memperlemah posisi tawar menawar kita dalam
perundingan nanti. Oleh sebab itu kita harus menggoyahkan rasa percaya diri Lui
Sun, dan jangan sampai rasa percaya kita yang goyah."
Setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya, "Lagi pula, seandainya suatu ketika
nanti perkumpulan Lak-hun-poan-tong benar-benar ambruk di tangan kita, Lui Sun
pasti akan datang menyerbu untuk mengadu jiwa. Dalam keadaan seperti ini, aku
rasa hanya Ti Hui-keng yang bisa diandalkan untuk menenangkan situasi, asal dia
bersedia berunding dengan kita, segala sesuatunya pasti akan beres."
"Oleh sebab itu kita harus membiarkan dia tetap hidup?"
"Bila dia hidup, kedua belah pihak sama-sama diuntungkan, bila dia mati, kedua
belah pihak sama-sama rugi."
Mendengar sampai di sini, tak tahan lagi Pek Jau-hui meng?hela napas panjang,
pujinya, "Ternyata Ti Hui-keng benar-benar seorang manusia luar biasa."
Bila seseorang dihormati baik oleh orang sendiri maupun musuh, dan kedua belah
pihak sama-sama berpendapat kalau dia sangat dibutuhkan, tentu saja kejadian
seperti ini merupakan satu kejadian yang luar biasa.
Bila seseorang dapat berbuat sejauh ini, boleh dibilang dia sudah terhitung
seorang tokoh yang luar biasa.
"Bagaimana dengan Lui Tong-thian?" tanya Pek Jau-hui lagi, "dia adalah Tongcu
kedua dari perkumpulan Lak-hun-poan-tong, bila kita bunuh orang ini, cukupkah
untuk menggetarkan sungai telaga?"
"Lui Tong-thian adalah seorang manusia yang amat menakutkan," kata So Bong-seng
dengan wajah serius, "bila kita tidak memiliki keyakinan yang besar, lebih baik
jangan mengusik dia."
Kemudian setelah berhenti sejenak, terusnya dengan wajah bersungguh-sungguh,
"Dulu anak buahku bukan hanya empat malaikat sakti saja, di antaranya terdapat
juga satu malaikat hebat yang sanggup mempergunakan tiga ratus tujuh belas
lembar jaring lembut laba-laba sakti dari bukit Lui-san, dalam sekali serangan
ia bisa melepaskan seratus dua puluh tiga butir mutiara pembunuh, aku rasa
kalian pasti pernah mendengar akan hal ini bukan?"
"Nama besar Siangkoan Yu-hun sudah amat termashur di kolong langit jauh sebelum
aku terjun ke dunia persilatan, tentu saja aku pernah mendengar namanya," kata
Pek Jau-hui. So Bong-seng menghela napas panjang.
"Ai, seandainya dia masih hidup sampai sekarang, entah betapa tersohornya dia."
Kemudian setelah berhenti sejenak, tambahnya, "Orang semacam dialah yang tak
pernah mau percaya akan hai ini, dia sengaja mengusik Lui Tong-thian, akibatnya
ia terjebak dalam barisan bambu dan berikut tujuh ratus empat puluh tujuh batang
Siang-hui-tiok-tin yang dipersiapkan Lui Tong-thian, ia tewas secara
mengenaskan." "Apa" Tumbuhan bambu pun ikut terbinasa?" seru Ong Siau-sik.
"Hasil serangan yang dilancarkan dengan ilmu pukulan Ngo-lui-thian-sim-ciang
(ilmu pukulan lima guntur inti langit) tak jauh berbeda dengan kerusakan akibat
sambaran geledek, dimana petir menyambar, semua kehidupan akan musnah," So Bong-
seng menerangkan, "tapi ada satu pengecualian, yaitu ketika orang-orang
perkumpulan Biau-jiu-tong dari kota Lokyang datang merebut lahan di kotaraja,
waktu itu Toa-lui-sin (malaikat geledek) Hui Ban-lui sempat menyerang Lui Tong-
thian dengan ilmu pukulan lima guntur menyambar puncak bukitnya, dalam
pertarungan itu Hui Ban-lui kena satu pukulan dahsyat tapi tak mati, dia
berhasil kabur dengan membawa luka dalam yang cukup parah."
Ia menarik napas panjang, kemudian terusnya, "Tapi sejak peristiwa itu, Hui Ban-
lui tak pernah berani menginjakkan kakinya lagi di wilayah kotaraja, sama sekali
tak berani mengincar wilayah sini."
"Wah, sungguh lihai!" puji Ong Siau-sik.
"Aku malah ingin sekali bertemu dengan orang ini," sambung Pek Jau-hui dengan
nada dingin. "Kau tak usah terburu napsu, pasti akan kau peroleh kesempatan itu," kata So
Bong-seng dengan suara berat, "sekalipun kau tidak pergi mencarinya, aku yakin
dia pasti akan datang kemari mencarimu."
"Lalu siapa yang dikirim untuk menghadapi Lui Kun" Dan siapa yang menghadapi Lui
Heng?" tanya Ong Siau-sik kemudian.
"Mereka semua bersarang dalam markas perkumpulan Lak-hun-poan-tong, bagaimana
cara kita menghadapinya?" tanya Pek Jau-hui pula.
"Yang dimaksud menghadapi itu apa" Membunuh" Meng?hajar" Melukai" Atau memberi
pelajaran?" "Dan kapan kita harus berangkat" Mulai turun tangan dimana" Siapa lagi yang
ikut" Kita harus bekerja sama atau bekerja sendiri-sendiri?"
"Kalian tak perlu terburu-buru, aku jadi bingung untuk menjawabnya," So Bong-
seng tertawa, "sekarang yang harus dilakukan adalah ganti pakaian kalian yang basah, periksa
kamar tidur kalian, lalu pergi makan, minum arak dan berunding. Yo Bu-shia akan
menjelaskan bagaimana kalian harus menghadapi lawan, bagaimana pun malam ini
kita harus bersantai dulu, urusan lain biar dilakukan besok saja."
ooOOoo Menjelang fajar. Saat itu mereka berada di loteng putih lantai enam, kedua orang pemuda itu masih
asyik membaca data dan bahan keterangan mengenai Lui Kun dan Lui Heng.
Yo Bu-shia duduk menemani di samping, mengawasi tumpukan data yang tertata rapi
di dinding sekeliling ruangan, ia nampak amat puas.
Data yang ada di tempat itu memang jauh lebih berharga daripada emas permata.
Mengawasi dua orang pemuda di hadapannya yang se?tiang memusatkan perhatian
membaca data yang tersedia, ia tidak bermaksud mengganggu atau mengusik
konsentrasi mereka. Dia tahu, mereka butuh bahan dan data itu untuk mempersiapkan satu peristiwa
besar yang mungkin akan menggemparkan seluruh kotaraja. Jika data tidak akurat,
besar kemungkinan mereka akan memperoleh kesimpulan yang salah.
Padahal terkadang ada hal-hal yang tak boleh keliru, sebab sedikit kekeliruan
sama artinya dengan sebuah kematian.
Maka ia berharap mereka berdua bisa membaca dengan seksama, mengingat dengan
baik dan menganalisa secara tepat.
Akhirnya Ong Siau-sik dan Pek Jau-hui selesai juga membaca dan menyerahkan
kembali semua bahan data itu ke tangan Yo Bu-shia.
Kendatipun data sudah tak ada di tangan, namun mereka sudah memindahkannya ke
dalam ingatan. "Dalam beberapa hari ini, kita bersiap-siap menghadapi perkumpulan Lak-hun-poan-
tong, para jago perkumpulan Lak-hun-poan-tong pun sedang mempersiapkan diri
untuk menghadapi kita,"
ujar Yo Bu-shia, "selama ini, pihak perkumpulan Lak-hun-poan-tong selalu
mengirim jago-jago tangguhnya untuk mengawasi setiap gerak-gerik yang terjadi
dalam loteng kami, sementara kami pun selalu mengutus jagoan untuk
mengantisipasinya, jadi keadaan selalu berimbang, hingga siapa pun tak berani
sembarangan bergerak."


Golok Kelembutan Wen Rou Yi Dao Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Oleh karena itu kami yang harus melakukan penyerang?an," sela Pek Jau-hui.
"Kalian adalah bala bantuan tangguh bagi Kim-hong-si-yu-lau, sementara pihak
perkumpulan Lak-hun-poan-tong belum berhasil meraba identitas kalian berdua,
berarti dalam waktu singkat sulit bagi mereka untuk mengirim jagoan tangguh yang
paling cocok untuk menghadapi kalian berdua
............" "Aku dengar istri Lui Sun yang dulu, Bong-huan-thian-lo, si" impian jagad Kwan
Siau-te adalah adik kandung Kwan Jit, ketua perkumpulan Mi-thian-jit-seng (tujuh
rasul pembius langit), jika sampai kawanan jago dari Mi-thian-jit-seng
berdatangan membantu perkumpulan Lak-hun-poan-tong, bukankah ke?kuatan lawan
jadi bertambah tangguh?" kata Pek Jau-hui.
"Tidak mungkin," sahut Yo Bu-shia tegas, "perkumpulan Mi-thian-jit-seng
bermusuhan dengan perkumpulan Lak-hun-poan-tong, gara-gara mencurigai Lui Sun
telah mencelakai adiknya, Kwan Jit bersumpah ingin menumpas perkumpulan Lak-hun-
poan-tong. Jadi menurut dugaanku, kecuali dalam perkumpulan Mi-thian-jit-seng
sudah terjadi perubahan yang amat besar, kalau tidak, dapat dipastikan
perkumpulan Mi-thian-jit-seng tak bakalan membantu mereka. Jadi dalam hal ini
kau tak usah kuatir."
"Terkadang musuh atau sahabat dalam dunia persilatan tak bisa dianalisa dengan
cara begitu," gumam Pek Jau-hui. "Mungkin berlaku untuk orang lain, tapi tidak untuk Kwan Jit. Ketika Kwan Jit
sudah membenci seseorang, tak nanti dia akan melupakan hal itu."
"Semoga saja apa yang kau katakan benar. Lalu dengan cara apa kita harus
menghadapi Lui Kun dan Lui Heng?"
"Hari ini Lui Kun sudah dibikin pecah nyalinya oleh ketua kami, batinnya pasti
sangat terpukul, sebagai orang yang besar gengsinya, dia tak nanti akan berdiam
diri, aku yakin ia pasti sedang berusaha untuk mendapatkan kembali harga
dirinya." Lelaki semacam ini, biasanya selagi batinnya terpukul maka dia hanya bisa
melampiaskan kejengkelannya dengan menga niaya kaum wanita, Lui Kun adalah
contohnya. Dalam keadaan begini, Lui Kun pasti akan mengunjungi sarang pelacuran Khi-hong-
wan. Di tempat ini sering terdapat bocah perempuan berusia tiga-empat belas tahun
yang diculik untuk diperjual belikan, orang-orang berkocek tebal biasanya memang
paling senang memerawani gadis bau kencur.
Perlu diketahui, sarang pelacuran ini berada di bawah perlindungan perkumpulan
Lak-hun-poan-tong, Lui Kun sebagai penanggung jawabnya, otomatis dia pun menjadi
'tamu kehormatan' di situ.
Di saat-saat luar biasa semacam ini, Lui Sun selalu mel?rang keras anak buahnya
keluyuran di tempat luar, apalagi mengunjungi sarang pelacuran, tapi biasanya
Lui Kun tetap akan mengeluyur pergi.
Dia berani berbuat begitu lantaran menganggap saudara-saudaranya, Lui Tong-
thian, Lui Moay dan Lui Heng pasti akan menunjangnya sehingga biarpun melanggar
peraturan, tak nanti dia dijatuhi hukuman berat.
Di samping itu Lui Kun memang harus mengunjungi tempat itu untuk melampiaskan
kejengkelannya. Bagi Lui Kun, kecuali berlatih silat, kegemaran lain yang paling utama adalah
main perempuan, yang lebih celaka lagi adalah kecuali melampiaskan napsu
bejadnya atas gadis-gadis bau kencur, pada hakikatnya dia tak sanggup
memperlihatkan kejantanannya di hadapan perempuan dewasa.
Oleh karena itu dia mengunjungi rumah pelacuran itu.
Yo Bu-shia meminta Pek Jau-hui untuk menunggunya di situ.
Begitu mengetahui manusia macam apakah Lui Kun itu, kontan Ong Siau-sik berseru,
"Aku juga ikut ke sana!"
"Kau tak boleh ikut," Yo Bu-shia menggeleng. "Kau anggap kepandaian silatku tak
mampu menandinginya?"
"Bukan, bukan begitu, malah kungfu Lui Heng jauh di atas kepandaian Lui Kun"
"Lantas kenapa aku tak boleh ikut membunuh bedebah itu?"
"Sebab kalau kau yang berangkat, maka dia pasti mampus, padahal aku tak ingin
membunuhnya, menawannya hidup-hidup jauh lebih berharga, selain itu, menurut
penelitianku, kau belum pernah mengunjungi rumah pelacuran, jadi sebetulnya kau
tak cocok melaksanakan tugas ini, bukankah begitu?"
"Benar," terpaksa Ong Siau-sik harus mengakui.
"Targetmu adalah Lui Heng! Dia adalah seorang jagoan yang amat sulit untuk
dihadapi." Lui Heng tersohor karena emosinya yang tinggi, dia gampang marah dan mata gelap,
orang persilatan selalu bilang, barang siapa berani memancing api amarah Lui
Heng, sama artinya dengan membakar tubuh sendiri.
"Aku justru berharap kau bisa membuat Lui Heng naik pitam!" setelah berhenti
sejenak, lanjutnya, "aku lihat kungfu yang dimiliki orang ini seakan kekurangan sesuatu."
"Sesuatu apa?" "Titik kelemahan," jawab Yo Bu-shia serius, "setiap orang pasti memiliki titik
kelemahan, tapi tidak untuk Lui Heng. Maka aku menganjurkan gunakanlah serangan
yang lebih ganas untuk mencecarnya, asal kau bisa menghancurkan harga diri serta
rasa percaya dirinya, secara otomatis yang lain akan mncul sebagai kelemahan."
"Seandainya aku justru terlibas oleh api amarahnya?" "Ya, apa boleh buat, kalau
berani bermain api, kau mesti hati hati sendiri, jangan sampai badanmu ikut
terbakar." "Bagaimana caraku bertemu Lui Heng?"
"Tak usah dicari, dia pasti akan datang sendiri mencarimu, gara-gara kejadian
kemarin sore, dia masih mendongkol setengah mati, untuk melampiaskan rasa
jengkelnya dia pasti akan mencari satu dua orang musuh untuk dibunuhnya."
"Lui Kun main cewek, Lui Heng membunuh orang, tampaknya kau begitu yakin?"
"Sangat yakin. Alasan pertama karena hasil analisaku berbicara begitu, alasan
kedua karena orang-orang kita di perkumpulan Lak-hun-poan-tong sudah memasukkan
laporannya." Setelah berhenti sejenak, lanjutnya, "Kunci paling rawan dalam perencanaan ini
terletak pada langkah paling akhir, kalian harus berkumpul di Sam-hap-lau di
pagi hari dan bekerja di tengah hari."
Bicara sampai di situ, pelan-pelan ia menambahkan, "Operasi kita kali ini
disebut sebagai gerakan penyapu guntur!!"
ooOOoo 24. Manusia dalam jaring Operasi gerakan penyapu guntur telah dimulai.
Ketika mereka berdua sedang berjalan meninggalkan Kim-hong-si-yu-lau, Su Bu-kui
telah menghalangi jalan pergi mereka.
Su Bu-kui masih kelihatan begitu ganteng dan gagah, tubuhnya tegak lurus
bagaikan sebatang tombak.
Jika Yo Bu-shia berdiri berjajar dengan Su Bu-kui, maka akan terlihat jelas
kalau kedua orang ini merupakan dua manusia yang berbeda.
Luka yang diderita Su Bu-kui sudah dibubuhi obat, dia pun sudah berganti dengan
satu stel baju baru, kebugarannya jauh lebih bagus dibandingkan kemarin,
kelihatan kalau ilmu pengobatan yang dimiliki tabib istana memang lain daripada
yang lain. "Kongcu ingin berjumpa dengan kau," ujar Su Bu-kui kepada Pek Jau-hui sembari
menuding ke arah loteng warna hijau.
Pek Jau-hui manggut-manggut, ia melirik Ong Siau-sik sekejap.
"Tunggulah aku sejenak," meski kata-kata itu tak pernah diucapkan Pek Jau-hui,
namun sudah terpancar jelas melalui sorot matanya dan Ong Siau-sik sudah
mendengar dengan amat jelas.
Maka dengan langkah cepat Pek Jau-hui berjalan menuju ke bangunan loteng
berwarna hijau. Entah berapa lama sudah lewat, sementara Ong Siau-sik masih menikmati kupu-kupu
yang beterbangan di antara aneka bunga, tiba-tiba bahunya ditepuk orang.
Ong Siau-sik segera tersadar kembali dari lamunannya, ki?nl lo baru tahu kalau
Pek Jau-hui telah berada di sampingnya.
"Tahukah kau, baru saja kau bersikap teledor, memusatkan perhatianmu pada kupu-
kupu itu, jika aku adalah musuhmu, se?karang kau sudah mati," tegur Pek Jau-hui
dengan nada dingin. "Aku tidak tahu,"sahut Ong Siau-sik tertawa, "tapi andai kata harus mati pun apa
salahnya kalau aku menikmati dulu keindahan sang kupu-kupu?"
Untuk sesaat Pek Jau-hui jadi melongo, dia tak tahu bagai?mana harus menjawab
perkataan itu. "Apalagi aku pun yakin, kau tak nanti akan membunuhku," tambah pemuda itu.
"Toako mengundangmu naik ke atas," ujar Pek Jau-hui kemudian.
"Baik," ia langsung mengayunkan langkah menuju ke ba?ngunan loteng berwarna
hijau. Sambil menggendong tangan memandang angkasa, Pek Jau-hui menunggu kedatangan
rekannya. Ketika akhirnya Ong Siau-sik muncul, dia hanya menarik napas panjang, kemudian
tanpa mengucapkan sepatah kata pun mereka melakukan perjalanan.
Dalam operasi gerakan penyapu guntur yang dilaksanakan saat ini, Pek Jau-hui
pergi menghadapi Lui Kun, sementara target Ong Siau-sik adalah Lui Heng.
Sementara seseorang yang belum diketahui namanya pergi membereskan Lui Moay.
Secara terperinci sama sekali tak diketahui Pek Jau-hui maupun Ong Siau-sik.
Bahkan Pek Jau-hui tidak tahu dengan cara apa Ong Siau-sik akan melenyapkan Lui
Heng. Sebaliknya Ong Siau-sik pun tidak tahu dengan cara apa Pek Jau-hui
meng?hadapi Lui Kun, mereka hanya mengetahui satu hal.
Begitu tugas selesai dilaksanakan, mereka harus segera berangkat menuju loteng
Sam-hap-lau. Bagaimanakah perasaanmu ketika kau tahu bahwa tugas berat yang sedang kau
jalankan saat itu melibatkan satu kejadian besar yang bisa menimbulkan
pergolakan dahsyat dalam dunia persilatan"
Ong Siau-sik merasa amat gembira, dia merasa tugas ini menarik dan mengasyikkan.
Targetnya kali ini adalah Lui Heng. Bagi orang persilatan, mencari gara-gara
terhadap Lui Heng sama halnya dengan menjejalkan kepala sendiri ke dalam mulut
singa, atau menyumbat lubang dubur sendiri dengan mercon besar, sama sekali tak
ada peluang untuk hidup. Tapi Ong Siau-sik justru merasa amat gembira, saking gembiranya dia sampai ingin
bersorak. Sebaliknya Pek Jau-hui hanya termenung sambil memandang ke angkasa, dia tahu
suatu saat pasti akan berjumpa de?ngan keadaan ini, dia memang sudah lama
menunggu datangnya hari seperti ini.
Sudah lama sekali dia membuat persiapan, mempersiapkan diri untuk menyongsong
datangnya saat ini. Sama seperti pemuda lain yang tak mau gagal menemukan pemimpin bijak, mereka
hanya bisa berlatih dan berlatih terus, agar suatu saat bisa digunakan untuk
melakukan satu pekerjaan yang menggemparkan.
Mengenai berhasil atau tidaknya operasi ini, mereka tak ambil peduli. Bagaimana
kalau berhasil, bagaimana pula jika gagal, kebanyakan orang enggan untuk
berpikir lebih jauh. ooOOoo Menjelang fajar menyingsing, Pek Jau-hui telah tiba di rumah pelacuran Khi-hong-
wan. Dengan menelusuri dinding pagar yang tinggi, ia menyelinap masuk ke halaman
dalam, kemudian setelah memastikan arah yang dituju, ia berangkat menuju ke
ruangan di sebuah bangunan berlantai tiga yang menghadap utara.
Rumah pelacuran Khi-hong-wan adalah pusat keramaian di malam hari, tak heran
menjelang fajar seperti saat ini, kebanyakan orang masih terlelap dalam alam
impian, walau ada yang sudah tenaga dari tidurnya, namun kebanyakan matanya
masih mengantuk, tentu saja tak ada yang bisa melihat gerakan tubuh Pek Jau-hui
yang cepat bagaikan asap itu.
Ketika ia menyelinap ke depan kamar, dilihatnya lentera masih bersinar terang
dalam ruangan itu, jelas lampu itu belum pernah dipadamkan sejak semalam.
Perlahan-lahan dia membasahi kertas jendela, kemudian membuat lubang kecil yang
bisa digunakan untuk mengintip ke dalam.
Benar saja, di sana terlihat ada dua pasang sepatu yang tergeletak di bawah
ranjang, kelambu dibiarkan setengah terbuka, seorang lelaki telanjang dada
sedang tidur sambil mendeng?kur keras.
Di samping lelaki itu berbaring seorang gadis berambut panjang, yang terlihat
hanya bahunya yang putih, halus dan lembut, sama sekali tak terlihat raut
mukanya. Keadaan ranjang itu awut-awutan tak keruan, seakan belum lama berselang telah
terjadi pertempuran dahsyat di tempat itu.
Tentu saja Pek Jau-hui mengerti pertempuran seperti apa yang telah terjadi di
situ. Dengan sangat hati-hati Pek Jau-hui mendorong pintu kamar itu, ternyata pintu
tidak terkunci, dengan satu gerakan cepat dia menyelinap masuk kedalam,
merapatkan kembali pintunya, bahkan kali ini dia sengaja mengunci pintu itu.
Kemudian perlahan-lahan dia bangkit berdiri dan menarik napas dalam-dalam.
Memandang si nona yang kurus kecil dan tergeletak tak berdaya itu, hawa amarah
seketika menggelora dalam dadanya, ia segera melompat ke depan pembaringan,
menyingkap selimut yang menutupi tubuh lelaki itu dan tangan yang lain langsung
mencekik tengkuk Lui Kun.
Ketika selimut yang berwarna merah darah itu tersingkap, muncullah tiga sosok
tubuh yang berbeda, si nona tergeletak dalam keadaan telanjang bulat, tubuhnya
putih dan mulus, Lui Kun mengenakan celana pendek berbaring di sampingnya,
sementara di sisi lain ternyata masih ada seseorang lagi.
Seorang manusia kerdil. Seorang manusia kerdil dengan sepasang mata yang buas menyeramkan.
Perawakan tubuh orang itu jauh lebih kerdil daripada manusia cebol biasa,
tangannya menggenggam sebilah pisau belati, ketika Pek Jau-hui menyingkap
selimut itulah, mendadak ia melepaskan tujuh kali tusukan secara keji dan
telengas. Pek Jau-hui menyingkap selimut itu dengan lengan kanannya, ketujuh tusukan maut
itu ternyata hampir semuanya dituju?kan ke arah lengan kanan Pek Jau-hui.
Tak sempat mematahkan semua serangan yang mengancam, terpaksa Pek Jau-hui
menarik kembali tangannya sambil menghindar.
Begitu dia menarik kembali tangannya, ketujuh buah serangan maut itu segera
diarahkan ke seluruh tubuhnya. Sekali lagi terpaksa Pek Jau-hui mundur ke
belakang. Tapi ketika ia mundur sekali lagi, mendadak dilihatnya ruang kamar itu
sudah hilang dari hadapannya.
Kamar tetap sebuah kamar, kenapa secara tiba-tiba bisa hi?lang"
Dimana benda itu berada" Sudah pasti di bawah langit dan di atas bumi, biar
bangunan kamar itu dibangun di atas air pun semestinya di bawah langit dan di
atasnya air. Semua kamar tentu ada atap ada lantai, mau atap genteng, atap bambu atau lantai
baru, lantai ubin, yang jelas tentu ada atap, ada lantai.
Tapi sekarang, atap kamar itu mendadak hilang tak berbekas.
Sebetulnya bukan lenyap, tapi dari atas telah muncul se?buah jaring yang amat
besar, jaring besar itu hampir mengurung seluruh atap bangunan rumah itu.
Lantai pun kini hilang lenyap, sebagai gantinya muncul sebuah jaring besar yang
bergerak naik ke atas, menjaring seluruh tubuh Pek Jau-hui.
Sekarang Pek Jau-hui mau bergerak ke atas atau turun ke bawah, tubuhnya tetap
berada dalam jaring itu, sebuah jaring yang membungkus seluruh bumi.
Bila ingin mundur ke belakang, berusaha menuju pintu untuk menerobos keluar pun
sudah tak sempat, apalagi dia pun tahu kalau di depan pintu pasti sudah
disiapkan alat perangkap yang jauh lebih lihai.
Kemana pun dia berusaha menghindar, jika jaring langit dan bumi telah menyatu,
maka dia akan menjadi ikan dalam jaring, sulit untuk melarikan diri lagi.
Pada saat itulah satu ingatan melintas dalam benak Pek Jau-hui.
Sebenarnya jaring ini sudah dipersiapkan perkumpulan Lak-hun-poan-tong sejak
awal, atau Kimhong-si-yu-lau yang telah menyiapkannya"
Dia tidak mundur, tidak menghindar, tidak berkelit, tidak meronta ....
Dia justru merangsek maju ke depan.
Sekali lompat dia menerjang masuk ke balik kelambu.
Biasanya tempat yang paling berbahaya, justru merupakan tempat yang paling aman.
Biarpun seluruh ruang kamar telah berubah menjadi selembar jala yang besar, akan
tetapi ranjang masih tetap sebagai ranjang.
Ia putuskan untuk merangsek maju dan naik ke atas ranjang.
Baru saja tubuhnya tiba di depan ranjang, sepasang martil bintang kejora milik
Lui Kun sudah dilontarkan ke mukanya menyongsong datangnya serangan itu.
Martil itu menghantam ke arah wajah dengan disertai de?raan angin, sementara
martil yang mengancam kakinya menyambar tiba justru tanpa menimbulkan suara,
tapi Pek Jau-hui sadar bahwa gempuran ini justru merupakan ancaman yang paling
menakutkan. Pada saat itulah mendadak si cebol yang berada di balik selimut telah


Golok Kelembutan Wen Rou Yi Dao Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melontarkan tubuh gadis kecil itu ke arah depan, menyongsong datangnya terkaman
Pek Jau-hui. Waktu itu Pek Jau-hui dengan jari telunjuk dan jari tengahnya berhasil
menggunting rantai yang mengikat senjata martil hingga putus jadi dua, namun
ketika melihat gadis itu dilempar ke hadapannya, mau tak mau dengan kening
berkerut dia sambut tubuh gadis itu.
Nona kecil itu berada dalam keadaan telanjang bulat, bergetar hati Pek Jau-hui
begitu tangannya menyentuh tubuhnya yang halus lembut itu.
Tiba-tiba gadis itu gemetar keras, sementara Pek Jau-hui merasa agak kelabakan,
tahu-tahu ada sembilan titik cahaya bintang melesat datang dengan kecepatan
tinggi. Padahal gadis itu dalam keadaan bugil, darimana munculnya serangan senjata
rahasia itu" Ternyata datang dari rambutnya, ketika badannya gemetar tadi, si nona
mengebaskan rambutnya yang hitam pekat, sembilan titik cahaya bintang segera
melesat ke muka mengancam sembilan jalan darah penting di tubuh pemuda itu.
Inilah ilmu senjata rahasia Liat-bun-hui-seng (sembilan bintang penghancur
gerbang) yang sudah lama punah dari du?nia persilatan.
Lekas lengan baju Pek Jau-hui menggulung ke muka, ke?sembilan buah titik cahaya
bintang itu seketika tergulung semua ke dalam bajunya.
Tanpa membuang waktu, tangan kirinya segera disentil ke depan, kini ia
melancarkan serangan tanpa belas kasihan.
Sentilan itu langsung menghajar ke atas kening gadis muda itu.
Dengan cekatan si nona berjumpalitan ke tengah udara, begitu lolos dari ancaman,
ia melayang turun lagi ke atas ranjang, serunya sambil tertawa melengking,
"Lihat kehebatan nonamu!"
Belum habis suara tawanya berkumandang, tiba-tiba paras mukanya berubah hebat,
tubuhnya sudah jatuh telentang di atas ranjang.
Melihat kejadian ini, Lui Kun serta manusia cebol itu jadi terkesiap.
Rupanya sentilan yang dilancarkan Pek Jau-hui tadi kenda?tipun gagal mengenai
tubuh Lui Kiau, Tongcu keenam dari perkumpulan Lak-hun-poan-tong, namun tenaga
sentilan itu sempat juga menyambar di jalan darah Bi-sim-hiat di alis mata?nya,
padahal waktu itu Lui Kiau masih gembira karena berhasil mengelabui lawan, belum
sempat ia menghindar, tahu-tahu jidatnya terasa panas, tak ampun dia pun segera
jatuh tak sadarkan diri. Akan tetapi Pek Jau-hui sendiri pun sudah terperangkap ke dalam jaring.
Bagaimana nasib sang ikan yang masuk dalam jaring"
Bagaimana nasib hewan yang masuk dalam perangkap"
Bagaimana pula nasib Pek Jau-hui yang masuk ke dalam jaring dan terperangkap"
Pek Jau-hui sama sekali tidak meronta, dia hanya berdiri di dalam jaring dengan
tenang. Ketika tangannya menyentuh jaring itu, ia segera tahu jaring ini terbuat dari
bahan yang ulet, kendatipun dia punya senjata mestika atau tenaga raksasa juga
jangan harap bisa memutuskan jaring itu.
Tentu saja terkecuali ada yang membuka tombol rahasianya, kalau tidak, sulit
baginya untuk lolos dari cengkeraman musuh.
Oleh karena itu dia hanya berdiri tenang, berdiri sambil mengawasi gerak-gerik
musuh. Biarpun jaring itu sudah menutup sekeliling tempat itu, bukan berarti dia sudah
kalah, sekalipun dianggap kalah, bukan berarti dia sudah mati.
Sekarang Pek Jau-hui hanya memikirkan satu hal. Dari?mana orang-orang
perkumpulan Lak-hunpoan-tong bisa tahu kalau dia akan datang menyergap Lui Kun"
Bila kondisi semacam ini bukan hasil rancangan Kim-hong-si-yu-lau, asal dia bisa
kembali dalam keadaan hidup, dia pasti akan memberitahu kepada So Bong-seng
bahwa kekuatan perkumpulan Lak-hun-poan-tong tak boleh dipandang ringan.
Sorot mata Pek Jau-hui yang terjebak dalam jaring bagaikan mata liar seekor
serigala, begitu terjebak dalam perangkap, ia sadar bahwa dirinya sudah tak
punya harapan lagi, tapi dia tetap menanti dengan sabar, dia akan menyergap dan
membu?nuh orang yang berusaha membunuhnya.
Sorot mata buas dan liar semacam ini kontan membuat Lui Kun yang bernyali besar
pun merasakan hatinya bergidik.
Untung serigala buas itu sudah masuk perangkap.
Seandainya suatu ketika dia harus terjebak bersama dalam keadaan seperti ini,
jelas kejadian itu jauh lebih menakutkan daripada kematian.
Berpikir sampai di situ, Lui Kun nyaris bersin berulang kali saking ngerinya.
Sementara itu si cebol sambil mengertak giginya hingga menimbulkan suara gesekan
tajam, serunya, "Congtongcu kami sudah memperhitungkan kalau kalian pasti akan
datang mengusik Ngo-tongcu, maka kami menyiapkan jebakan yang paling hebat di
sini sambil menunggu kau masuk perangkap, mana rekanmu yang bermarga Ong"
Memangnya dia tak berani kemari"
Takut mampus?" Pek Jau-hui tidak menjawab, pikirnya, "Dari perkataannya itu, tampaknya kondisi
Ong Siau-sik jauh lebih aman
Sementara dia masih termenung, terdengar Lui Kun berkata kepada si cebol, "To
Pa-tin, baru saja kau diangkat menjadi Tongcu kedua belas, kini sudah
menunjukkan prestasi kerja yang luar biasa, hebat, hebat, sungguh hebat!"
Seorang manusia cebol macam begitu ternyata punya nama keren, To Pa-tin, diam-
diam Pek Jau-hui tertawa geli.
Tampak To Pa-tin berseru, "Keberhasilanku juga berkat dukungan dari Ngo-ko!"
"Hahaha, barang siapa punya kepandaian, suatu saat dia pasti akan kelihatan juga
kehebatannya," seru Lui Kun sambil tertawa tergelak, kemudian menuding Pek Jau-hui yang
terjebak dalam jaring, terusnya, "Menurut kau, lebih baik orang ini dikukus,
ditanak atau digoreng saja?"
"Bagaimana pun dia toh sudah terjatuh ke tangan Ngo-tongcu, kau senang berbuat
apa, lakukan saja menurut keinginanmu!" sahut To Pa-tin sambil tertawa lirih.
"Sampai kapan Congtongcu dan Toatongcu baru tiba di sini?" tanya Lui Kun lagi.
"Menurut laporan, hari ini So Bong-seng akan mengajak keempat malaikat bengisnya
untuk menyerang markas besar kita, jadi untuk sementara mereka akan berjaga di
sana sambil mempersiapkan diri untuk membuat pusing para penyerang."
"Hahaha, bagus, bagus sekali," Lui Kun mendongakkan kepalanya dan tertawa
tergelak, "akan kulihat si telur busuk So masih bisa bertingkah sampai kapan!"
Kemudian kepada To Pa-tin pesannya, "Perintahkan para pemanah yang bersembunyi
di luar untuk memanah bajingan ini hingga mampus!"
"Baik!" Tampak dia berjalan menuju ke depan pintu dan mengucapkan sesuatu, disusul
kemudian terdengar suara langkah kaki yang ramai berkumandang datang.
Tampaknya jagoan yang sudah dipersiapkan perkumpulan Lak-hun-poan-tong di
sekeliling tempat itu mencapai lima enam puluhan orang, bahkan di antaranya
paling tidak melibatkan empat orang Tongcu, dari sini dapat diketahui kalau
mereka sudah bertekad untuk berhasil dalam jebakan ini.
Lui Kun berpaling dan memandang Pek Jau-hui beberapa kejap, lalu katanya lagi
dengan nada bangga, "Akan kulihat apakah kau bisa terbang ke langit" Hahaha,
hari ini Toaya pasti akan menghukummu habis-habisan!"
Pek Jau-hui tetap tak bersuara, dia membungkam dalam seribu basa.
Waktu itu ada dua orang berjalan masuk ke dalam ruangan.
To Pa-tin segera berseru kepada kedua orang itu, "Sampaikan perintahku,
tinggalkan dua puluh orang pemanah di sini, suruh mereka memanah orang ini
sampai mampus." "Apakah sudah boleh dimulai?" tanya seorang di antaranya.
"Sudah boleh, aku ingin menonton monyet yang kena panah ........... hahaha
terdengar orang itu membentak nyaring, dua puluhan orang pemanah segera
berlarian masuk, ada yang berdiri, ada yang setengah berjongkok, anak panah
semuanya diarahkan ke tubuh Pek Jau-hui.
Kembali To Pa-tin tertawa terkekeh-kekeh, ejeknya, "He, monyet busuk, sebelum
mampus apakah kau akan meninggalkan pesan terakhir?"
"Benar," jawab Pek Jau-hui.
"Kalau ada pesan, cepat katakan, jika tidak, begitu panah dilepaskan, mau bicara
pun sudah tak sempat lagi."
"Pergilah mampus!" kata Pek Jau-hui sambil menarik napas panjang.
Baru selesai ia berkata, To Pa-tin benar-benar sudah mampus.
Ia mati dihajar dua puluh batang panah, enam puluh batang mata panah menancap
semua di atas tubuhnya. ooOOoo 25. Kesepian dan ketidak-adilan
Sebetulnya perawakan tubuh To Pa-tin itu kurus cebol, tapi secara tiba-tiba
'membengkak' sangat besar.
Tatkala seseorang sedang merasa gembira, di saat merasa amat bangga, sering kali
tubuhnya pun akan 'membengkak', tentu saja membengkak dalam perasaan saja, hanya
dapat dirasakan dalam hati dan bukan terwujud dalam kenyataan.
Tapi membengkaknya tubuh To Pa-tin saat ini benar-benar membengkak besar,
disebabkan badannya yang kurus cebol itu telah ditembus enam puluh batang anak
panah. Bayangkan saja, jika tubuh seseorang dihajar oleh begitu banyak anak panah,
badan siapa yang tak akan membengkak"
Oleh sebab itu tubuh To Pa-tin sama sekali tak roboh ke tanah, karena batang
panah telah menahannya, bahkan menahan mayatnya hingga tak menyentuh bumi.
Sepasang mata Lui Kun terbelalak semakin lebar.
Bersamaan waktunya, jaring yang semula sudah mengikat kencang tahu-tahu
mengendor kembali, Pek Jau-hui melompat keluar dari balik jaring, langsung
menerjang ke arahnya. Lekas Lui Kun menggunakan Giok-coa-huan-sin (ular kemala membalik tubuh) untuk
mengegos ke samping, lalu melejit dengan jurus Hek-hau-kian-wi (harimau hitam
menggulung ekor), melesat ke depan dengan jurus Ui-liong-coan-sin (naga kuning
membalik tubuh) dan akhirnya melejit dengan jurus Hi-ya-liong-bun (ikan
melompati pintu naga). Sekaligus dia menggunakan empat macam gerakan yang
berbeda untuk meloloskan diri.
Sementara menghindar, sepasang tangannya dengan jurus To-coan-im-yang (memutar-
balikkan Im-yang), sepasang kaki?nya dengan gerakan Liong-bun-sam-ci-long (pintu
naga diterjang ombak tiga kali) melancarkan serangan sambil membuka jalan untuk
melarikan diri, tampaknya ia memutuskan untuk kabur lebih dulu sebelum melakukan
tindakan lain. Serangkaian tendangan berantai Liong-bun-sam-ci-long ini kelihatannya seperti
menyerang dengan keras lawan keras, padahal yang benar ia sedang berusaha kabur,
asal musuh merangsek maju, maka ketiga tendangannya itu akan berubah jadi
tendangan yang mematikan.
Dengan mengandalkan satu jurus tiga gerakan ini, Lui Kun pernah sekaligus
membantai lima orang dan melukai empat orang jago lihai dalam waktu yang
bersamaan. Apalagi saat ini dia tidak berniat melukai musuhnya, tapi lebih mengutamakan
keselamatan diri sendiri.
Asal bisa lolos dari serangan balik lawan, dia dapat segera mundur ke atas
ranjang, asal tiba di atas ranjang, maka dia pun bisa segera menggerakkan semua
tombol alat rahasianya dan melarikan diri dengan menyusup masuk ke ruang rahasia
bawah tanah. Kaki kirinya yang melepaskan tendangan dalam waktu singkat sudah tiba di hadapan
Pek Jau-hui, tampaknya serangan itu segera akan mengenai
sasarannya ............. Mendadak, entah apa sebabnya tahu-tahu kakinya jadi lemas.
Ternyata Pek Jau-hui telah menyentilkan jari tengahnya menotok jalan darah
penting di kakinya, begitu kena sodok, kontan kaki itu jadi lemas dan seolah
terlepas dengan tubuhnya.
Tapi Lui Kun masih memiliki kaki kanan.
Kaki kanannya tinggal setengah inci lagi segera akan menghajar dada Pek Jau-hui,
tapi jari tengah pemuda itu justru pada saat dan posisi yang paling pas telah
menotok jalan darah di kakinya, tak ampun kaki kanan Lui Kun pun jadi lemas,
seolah sudah cacad saja, sama sekali tak ada gunanya lagi.
Oleh karena kedua kakinya sudah tak dapat digunakan lagi, otomatis Lui Kun tak
sanggup melancarkan tendangan yang ketiga.
Akan tetapi Pek Jau-hui justru masih terus melakukan totokan jari yang ketiga,
totokan itu langsung menghajar jalan darah Tiong-ki-hiat di tubuh lawan.
Seketika itu juga Lui Kun merasa sekujur badannya jadi lemas, sama seperti
sepasang kakinya, lemas dan sama sekali tak bertenaga.
Menyusul kemudian ia mendengar Pek Jau-hui berkata kepada Tio Thiat-leng, Tongcu
kesembilan yang baru saja dijabatnya, "Si Say-sin, terima kasih atas bantuanmu."
Sebenarnya Lui Kun sudah lemas tak bertenaga, tapi begitu mendengar nama "Si
Say-sin", dia benar-benar jadi runtuh.
Lemas, tidak hanya seluruh badannya kehilangan tenaga sehingga anggota tubuhnya
sama sekali tak mampu bergerak, tapi runtuh menyangkut kejiwaannya, kini seluruh
pikiran dan perasaannya telah hancur luluh.
Sekarang dia sudah digelandang keluar, sambil mengertak gigi menahan amarah
teriaknya, "Tio Thiat-leng, kau manusia rendah, kau jahanam, kau ....... kau
bedebah!" "Betul, Tio Thiat-leng memang seorang manusia rendah, jahanam dan bedebah!"
jawab Si Say-sin dengan nada berat.
Lui Kun sadar, kini Tio Thiat-leng sudah terbongkar iden?titas sesungguhnya, dia
pasti akan membunuhnya untuk melenyapkan saksi, karena itu teriaknya lagi dengan
penuh perasaan dendam, "Kau telah mengkhianati perkumpulan Lak-hun-poan-tong,
kau telah menjual Lui-congtongcu, kau bukan manusia!"
"Tio Thiat-leng memang bukan manusia!" kembali Si Say-sin menjawab, "dia telah
mengkhianati perkumpulan Lak-hun-poan-tong, menyia-nyiakan harapan dan bimbingan
Lui Sun, tapi sayang, aku bukan Tio Thiat-leng, aku adalah Si Say-sin."
Setelah berhenti sejenak, sambil mendongakkan kepala dia melanjutkan, "Si Say-
sin adalah orang So-kongcu, tentu saja dia harus setia kepada Kim-hong-si-yu-
lau!" Kini Lui Kun benar-benar putus asa.
"Tak heran kalau kau bisa memberi kabar kepadaku, minta aku berhati-hati,"
katanya, "bahkan kau pun bisa meramalkan kalau dalam dua hari ini orang-orang
Kim-hong-si-yu-lau bakal datang membunuhku, ternyata kau memang mengaturku agar
masuk perangkap, kau memang berniat mempecundangi diriku."
"Kalau tidak berbuat begitu, mana mungkin aku bisa kau percaya" Bagaimana
mungkin kau bisa menugaskan diriku untuk berjaga di sini" Seandainya kau tidak
melakukan persiapan secara hati-hati, mana mungkin Lui Sun akan mengijinkan
diri?mu datang berbuat cabul di tempat ini?"
"Bagus, bagus sekali," Lui Kun semakin mendongkol, "ternyata So Bong-seng memang
hebat, hanya mengandalkan Si Say-sin seorang pun aku sudah dibuat tertipu habis-
habisan." "Membuat aku pun ikut tertipu," sambung Pek Jau-hui tiba-tiba.
"Oya?" Si Say-sin menyahut.
"Ternyata orang yang benar-benar sedang melaksanakan tugas adalah kau, bukan
aku. Aku hanya bertanggung jawab untuk datang masuk perangkap, kaulah peran
utama dalam pelaksanaan tugas ini."
"Ada dua hal kau harus mengerti," ujar Si Say-sin dengan suara berat.
"Katakan!" "Pertama, tanpa kau, mustahil aku bisa turun tangan, maka perananku saat ini
hanya peran pembantu," ujar Si Say-sin dengan suara berat, "kedua, bila So-
kongcu menggunakan seseorang yang baru dikenalnya sehari untuk mendampingi tugas
seorang anak buahnya yang sudah berbakti selama banyak tahun kepadanya, bahkan
membiarkan dia memikul tugas berat ini seorang diri, bukankah hal ini sama
artinya dengan dia telah menganggapmu melebihi seorang anak buah setianya yang
sudah lama ikut bersamanya?"
Mimik muka Pek Jau-hui saat ini mirip dengan mimik seseorang yang baru pertama
kali berjumpa dengan Si Say-sin, kesannya, Si Say-sin adalah seorang jago
berhati telengas dan menghalalkan secara cara untuk mencapai tujuan, tapi
sekarang ia baru sadar, dalam banyak hal Si Say-sin selalu berpegang teguh pada
prinsip, dia adalah seorang yang tak pernah mau bergeser dari prinsip serta
pandangan hidupnya. Prinsip serta pandangan hidupnya adalah setia kepada So Bong-seng.
"Ah, ternyata masih tetap ada .........." Pek Jau-hui manggut-manggut.
"Masih ada apa?" tanya Si Say-sin keheranan. Pek Jau-hui tertawa lebar.
"Ternyata Tiong dan Gi masih tetap ada dalam dunia persilatan."
"Bila kita yakin kalau itu ada, dia pun ada, bila kau yakin itu tak ada, paling
tidak perasaanmu akan jauh lebih tersiksa."
"Entah bagaimana pula dengan orang ini?" ujar Pek Jau-hui kemudian sambil
melirik sekejap ke arah Lui Kun yang tergeletak lemas di lantai, "apakah dia
memiliki perasaan Tiong dan Ci?"
"Seorang lelaki sejati boleh mati tak sudi dihina, mau bunuh cepatlah bunuh!"
seru Lui Kun gusar. "Kau ingin mampus?" tanya Si Say-sin dengan wajah sangat serius.
Lui Kun agak melengak, dia seakan tidak tahu kalau dirinya masih punya


Golok Kelembutan Wen Rou Yi Dao Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesempatan untuk memilih.
Terdengar Si Say-sin berkata lagi dengan nada seakan merasa sayang, "Kalau dia
benar-benar ingin mati, aku pun tak bisa berbuat apa-apa lagi"
"Sungguh sayang," Pek Jau-hui turut menghela napas panjang, "padahal kalau bisa
hidup terus sungguh menyenangkan, sekarang usianya paling baru dua puluhan
tahun, jika tak mati, paling tidak masih bisa hidup empat puluh tahun lagi,
berarti masih cukup waktu untuk menikmati...."
"Ai," Si Say-sin menggeleng sambil menghela napas pula, "cukup bicara dari
jumlah bini dan gundiknya, paling tidak masih cukup untuk dinikmati tiga puluhan
orang lelaki, sementara harta kekayaannya paling sedikit dapat membuat makmur
enam puluhan orang, tapi dia sendiri............
percuma punya kemampuan hebat, akhirnya hanya bisa berbaring kedinginan dalam
gundukan tanah liat."
"Ya, apa boleh buat, kalau dia sendiri yang ingin mati, siapa pula yang bisa
memaksanya untuk tetap hidup?"
Beberapa kali Lui Kun seperti mau berbicara, tapi akhirnya dia urungkan niatnya
itu. Sementara peluh sebesar kacang kedelai sudah jatuh bercucuran membasahi jidat
maupun seluruh tubuhnya. Dia tidak tahu kalau dirinya ternyata bisa lolos dari kematian, begitu ia
menjumpai dirinya masih punya kesempatan untuk tetap hidup, seluruh keberanian
serta jiwa nekat yang diperlihatkannya tadi, kini hilang lenyap tak berbekas,
sekarang dia malah merasakan tubuhnya betul-betul lemas, bukan perasaan runtuh,
melainkan perasaan ngeri bercampur seram. Sekarang dia mulai takut, takut mati!
Takut memang sebuah perasaan yang aneh, begitu mulai merasa ketakutan maka makin
lama perasaan takut yang menyerang semakin menghebat.
Dia sudah menggigit bibirnya hingga berdarah, tapi deretan gigi bagian atasnya
masih menggigit kencang bibir bagian bawah, ia membiarkan dua deret giginya
saling beradu hingga berbunyi gemerutuk.
Tak tahan Si Say-sin berkata, "Kelihatannya kita tak usah menunggu lagi, kalau
toh dia masih ingin tetap setia sampai mati, terpaksa kita harus segera turun
tangan." "Lebih baik kau saja yang bertindak sebagai algojo," tampik Pek Jau-hui.
"Ya, mengingat dulu kami pernah menjadi rekan kerja, terpaksa akan kubiarkan dia
mati secara utuh, sebisanya jangan sampai membuat ia tersiksa hebat menjelang
ajalnya Akhirnya Lui Kun tak sanggup menghadapi teror batin semacam itu, dia
menjerit keras, "Tunggu sebentar!"
Dua orang itu segera menghentikan gerakan, saling berpandangan dan tertawa.
Tampaknya Lui Kun sudah berada dalam posisi yang paling menentukan dalam
kehidupannya, dengan bibir gemetar akhirnya dia mengambil keputusan, tanyanya
dengan suara keras, "Jika aku ingin hidup terus, apa imbalannya?"
"Setiap orang tentu harus membayar dengan suatu nilai jika ingin hidup terus,"
kata Si Say-sin serius, "ada orang yang mesti membayar agak mahal, tapi ada juga
hanya membayar ringan, tapi terlepas berat atau tidaknya imbalan yang harus kau
bayar, kami tetap punya cara untuk membuat kau tak akan menyesal, percaya
tidak?" "Aku percaya!" hujan peluh benar-benar telah membasahi sekujur badan Lui Kun.
"Bagaimana dengan dua puluh orang ini" Mereka tak akan menjadi masalah bukan?"
tiba-tiba Pek Jau-hui bertanya.
"Mereka semua adalah orang kepercayaanku, sama seperti aku adalah orang
kepercayaan So-kongcu. Jika seseorang sudah tak percaya lagi dengan orang
kepercayaannya, hal ini sama artinya dengan dia sudah tak percaya lagi pada diri
sendiri." Dia berpaling dan tanyanya lagi kepada pemuda itu, "Apakah kau yakin Lui Kiau
benar-benar sudah jatuh pingsan?"
Bloon Cari Jodoh 24 Pendekar Cambuk Naga 11 Istana Langit Perak Patung Emas Kaki Tunggal 4
^