Pencarian

Golok Maut 1

Golok Maut Karya Batara Bagian 1


Golok Maut Karya : Batara Djvu by : Orangstress di Dimhad
Convert & Editor : aaa & Lavender
Final edit & Ebook pdf oleh : Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://cerita-silat.co.cc/ http://ebook-dewikz.com
Jilid : I GIAM-TO (Golok Maut) dikenal orang pada jamannya
Lima Dinasti. Waktu itu Tiongkok Utara kacau, kerajaan Tang baru saja tumbang.
Dan ketika kekalutan serta
pertikaian masih mendominir suasana maka daerah ini
seakan neraka bagi kebanyakan orang.
Li Ko Yung, satu di antara yang bertikai waktu itu
berhasil menguasai Honan dan Shan si. Dua propinsi ini jatuh di bawah kekuasaan
laki-laki itu. Namun karena di mana-mana terjadi peperangan dan mulut tak pernah
diam untuk memaki atau mengutuk maka dua wilayah ini pun
masih tak sepenuhnya tenang.
Ho-nan, yang terletak di selatan Shan-si berbatasan
dengan Sungai Kuning. Sungai ini membelah dua wilayah itu, dari barat ke timur,
tentu saja merupakan daerah penting karena sungai itu merupakan penyeberangan
bagi banyak orang, termasuk serdadu atau pasukan dari pihak penguasa. Dan karena
orang berlalu lalang di sungai itu dan banyak di antaranya yang menyeberang
pulang-pergi maka daerah ini merupakan daerah rawan karena sering terjadi huru-
hara di situ, sering tak dapat diatasi pasukan dan timbullah pertumpahan darah,
apalagi kalau orang kang-ouw
(dunia persilatan) ikut bergerak, orang-orang berkepandaian tinggi dan sering mereka datang atau pergi seperti siluman. Dan
ketika semuanya itu ditambah dengan blok-blokan antara pendukung yang satu
dengan yang lain dalam membela junjungan masing-masing maka daerah ini termasuk
rawan dan gawat Dan hari itu kejadian itu muncul di permukaan. Mula-
mula Sungai Kuning beriak perlahan. airnya mengalir
tenang dan di dermaga pelabuhan terdapat kesibukan
penumpang, naik turunnya barang atau orang. Dan ketika matahari semakin tinggi
dan panas juga semakin menyengat, tiba-tiba dari barat sungai meluncur sebuah perahu yang ditumpangi
enam orang laki-laki. "Hei, minggir.......minggir.......!"
Bentakan atau seruan kasar itu terdengar dari dalam
perahu ini. Perahu tersebut melintas dengan cepat, tidak menyeberang melainkan
mengikuti aliran sungai, ke timur, tentu saja memotong beberapa perahu yang akan
menyeberang. Tiga perahu dari selatan ke utara hampir terbalik, penumpangnya
menjerit-jerit dan enam orang di atas perahu pertama tak perduli. Mereka seakan
raja di situ, Dan ketika perahu terus meluncur namun dari utara
muncul dua perahu kecil yang hendak ke dermaga. tiba-tiba enam orang di atas
perahu itu melotot. "He, minggir. Atau kalian kutabrak mampus!"
Dua perahu itu, yang hendak menepi ke selatan tiba-tiba gugup. Penumpangnya
adalah seorang kakek yang
mempergunakan dua buah dayung, hendak menyibak dan
perahu sudah hampir bertumbukan. Si kakek rupanya tak sanggup mengendalikan
perahunya karena air tiba-tiba
berpusar. perahu terputar dan tiba-tiba tanpa dapat dicegah lagi perahu kakek
pertama bertumbukan dengan peiahu
enam orang itu. Dan ketika suara keras mengejutkan
semuanya dan enam orang di atas perahu itu memaki dan membentak. mendadak perahu
kedua, yang berada di sebelah perahu si kakek juga menumbuk dan menghantam
dari belakang. "Dukk!" Perahu-perahu itu tak keruan. Laju perahu yang
ditumpangi enam orang Iaki2 ini otomatis berhenti, perahu mereka terputar dan
seolah dikeroyok dari dua arah. Satu
dari kakek di depan sedang yang lain dari perahu yang menumbuk terakhir itu. Dan
ketika mereka berteriak dan mengumpat caci mendadak perahu bocor!
"Hei, awas! Jahanam keparat!" enam lelaki itu mencak-mencak. Perahu mereka
miring dan sebentar kemudian
dimasuki air. Dan ketika kakek di depan terbelalak dan pucat mehhat itu mendadak
perahu enam lelaki itu terguling dan tenggelam. "Bedebah, jahanam keparat mereka ini!" enam orang di atat perahu membentak
meloncat dan tentu saja memaki-maki perahu yang menumbuk. Tiga yang pertama
meloncat di perahu si kakek, yang lain ke perahu di belakang. Dan ketika mereka
membentak dan menyambar kakek itu maka
bagai harimau buas mereka mencengkeram dan melempar
kakek itu ke sungai. "Byurrr....!" Kakek penumpang perahu ini melolong-lolong. Dengan
cepat ia timbul tenggelam di Sungai Kuning. Tak dapat berenang karena satu
tangannya patah, tadi dipuntir oleh lelaki kejam itu. Dan ketika kakek ini
menjerit dan hanyut di tengah sungai maka terdengar suara "byur-byur" tiga kali
yang membuat tiga lelaki pertama menengok, merasa aneh kenapa tiga kali
terdengar suara tercebur. Di perahu kedua itu pun tinggal seorang kakek lain.
Dan ketika mereka terbelalak dan melihat siapa yang terlempar mendadak
ketiganya, mendelong dan kaget...
"Hei, Ci-ko........!"
Namun suara mereka tak dapat menolong yang
terlempar. Yang tercebur itu adalah tiga teman mereka yang lain, yang tadi
berlompatan ke perahu di belakang. Namun begitu mereka sadar dan coba bergerak
ternyata tiga teman mereka itu telah tewas dengan leher tergorok panjang,
lukanya menganga dan darah tiba-tiba membuat air sungai merah gelap. Mengerikan
sekali. Dan ketika tiga orang itu terkejut dan menoleh ke perahu kedua maka
samar-samar, di balik gubuk perahu tampak sebuah caping, seseorang yang sedang
duduk melonjorkan kaki dengan cara santai.
"Keparat!" tiga orang itu membentak, "Tangkap dan seret dia, A-cong. Cincang!"
tiga orang itu sudah berloncatan, naik ke perahu di belakang dan meninggalkan
perahu si kakek yang sudah hanyut entah ke mana. Kakek tua itu
akhirnya pingsan dan kemungkinan maut menjemputnya,
sungai tiba-tiba menjadi deras dan tiga orang ini sudah berlompatan ke perahu
baru.. Namun ketika mereka
bergerak dan mencabut senjata sambil menyerang tiba-tiba orang di seberang
mendengar pekik tiga kali disusul
terlemparnya dua di antara tiga laki laki itu. jatuh dan terbanting di sungai
dan darah pun muncrat memenuhi
permukaan air. Orang di seberang tak tahu apa yang terjadi namun mereka mcrasa
ngeri. Dua tubuh yang terlempar itu sudah tanpa kepala lagi! Dan ketika orang
terakhir terjengkang dan terbanting di geladak maka orang melihat mukanya yang pucat dan
lengan buntung sebatas siku.
"Golok Maut.....Golok Maut...;!" orang mendengar rintihannya, menuding-nuding
namun tiba-tiba sebuah sinar berkelebat. Dan begitu sinar itu lenyap dan orang
tak tahu sinar apa gerangan, maka tubuh laki-laki ini sudah
terlempar dan tercebur pula, tanpa kepala!
"Byuurrr....!" Kejadian mengerikan ini mengguncangkan banyak
orang. Orang di tepian tak tahu bagaimana wajah si Golok Maut itu, mereka
sendiri tak melihat gerakan seseorang kecuali berkelebatnya sinar atau cahaya
itu tadi. Dan ketika mereka bengong dan menjublak dengan muka pucat maka
perahu kedua ini berputar dan......meluncur menghilang
menuju ke timur, disusul keceburnya si kakek kedua dan kakek ini berteriak-
teriak minta tolong. Dia adalah pemilik perahu yang ditinggalkan selamat itu,
hanya kakek inilah satu-satunya orang yang masih utuh jiwanya. Dan ketika perahu
yang lain berdatangan menolong dan kakek itu
menjerit seperti orang kalap maka kakek ini pingsan dan tidak dapat ditanyai
lagi, disadarkan namun dia berteriak-teriak. Agaknya orang tua itu mengalami
shock hebat, kejadian di depan mata yang begitu mengerikan membuat kakek ini terguncang
syarafnya. Dan ketika orang bertanya bagaimana wajah si Golok Maut yang tadi
menumpang perahunya itu tiba-tiba kakek ini malah terkekeh-kekeh, menjadi gila.
"Heh-heh, dia cantik. Tampan tapi cantik....!"
"Eh, mana mungkin, lopek" Cantik hanya untuk
perempuan, sedang tampan untuk laki-laki!"
"Ya-ya, itu tadi. Dia cantik, kakinya tampan..... dan, heh-heh......tangannya
seribu.....!" Orang tak dapat menanyai lagi. Kalau kakek itu sudah
bicara seperti itu jelas pikirannya terganggu. Kakek ini gila.
Dan karena omongannya sudah ngaco tak keruan dan tak
mungkin orang menanyai bagaimana bentuk atau rupa si
Golok Maut, maka hari itu Sungai Kuning digemparkan
oleh peristiwa mengerikan ini. Hanya dalam waktu singkat dan segebrak itu enam
jiwa melayang, orang ramai
membicarakan ini dan perahu yang menghilang ke timur itu sudah lenyap. Golok
Maut membawa perahu itu dan orang pun ribut, pasukan keamanan dibuat bengong dan
mereka tak dapat berbuat apa-apa. Tapi ketika orang membicarakan ini dan enam
mayat di sungai itu sudah diangkat dan
diselamatkan maka dari sudut cekungan yang lain tiba-tiba meluncur tujuh perahu
mengejar si Golok Maut. "Sst, hati-hati, awas.....!" seorang gadis berbaju hijau, yang berdiri dan
memberi isyarat di perahu terdepan
tampak menggerakkan telunjuk di depan mulutnya. Enam
perahu lain, yang ternyata teman-temannya mengangguk.
Mereka terdiri dari dua puluh satu orang terdiri dari pria dan wanita, masing-
masing perahu ditumpangi tiga orang dan setiap perahu pasti terdapat seorang
wanitanya. Jadi, di perahu itu ada tujuh wanita. rata2 gagah dan cantik, dengan
gadis berbaju hijau sebagai pemimpinnya. Dan ketika
perahu meluncur dan mengejar si Golok Maut yang sudah menghilang di depan maka
tujuh perahu ini berlomba dan masing masing mengayuh dengan sepasang dayung,
tentu saja cepat dan perahu pun seakan didorong tenaga raksasa.
Setiap perahu yang dikayuh tiga pasang lengan tampak
melesat dan melaju ke depan, masing masing tak bersuara lagi dan semua wajah
tampak tegang. Dan ketika mereka mempercepat gerakan dan arus sungai juga
membantu luncuran perahu, akhirnya tampaklah perahu si Golok
Maut itu yang terapung-apung di depan, berhenti!
"Awas. semua berpencar!"
Dua puluh orang itu mengangguk. Si Golok Maut, yang
tak kelihatan orangnya kecuali perahunya tampak menanti di depan. Hal ini
membuat orang tegang dan wajah2 itu pun tampak mengeras, tujuh wanita di atas
perahu tiba-tiba mencabut pedang dan empat belas lelaki yang lain juga mencabut
senjata. masing-masing bersiap dan jelas
memasang kewaspadaan tinggi. Dan ketika tujuh perahu iru berpencar dan kini
mereka mendekati perahu si Golok
Maut dari tujuh penjuru akhirnya perahu yang berhenti dan terombang-ambing oleh
arus yang deras itu sudah dikepung.
"Golok Maut!" si gadis berbaju hijau melengking.
"Keluar dan menyerahlah. Kau telah membunuh enam utusan Hek liong pang
(Perkumpulun Naga Hitam)!"
"Hm, siapa kalian" Kenapa membuntuti aku?" suara dari dalam perahu terdengar
dingin. tidak nampak orangnya dan orang-orang di tujuh perahu marah. Golok Maut
bersembunyi di dalam gubuk perahu itu, semuanya hanya melihat ujung sebuah
caping yang menyembul keluar,
sedikit tapi sudah memberi tahu bahwa seseorang ada di situ.
Golok Maut!! Dan ketika mereka marah mendengar
pertanyaan dibalas pertanyaan akhirnya gadis berbaju hijau ini membentak,,
"Kami dari Kim-liong-pang (Perkumpulan Naga Emas).
Keluar dan menyerahlah untuk mempertanggungjawabkan
perbuataumu!" "Hm, kau murid ke berapa dari Kim-liong Sian li (Dewi Naga Emas)?"
"Aku murid ke delapan. Keluar dan ccpatlah menyerah!"
"Hm, terlalu rendah!!" dan perahu yang tiba tiba melejit dan bergerak melampaui
perahu si gadis baju hijau
mendadak sudah terbang dan meluncur lagi di depan, tadi dihentak gedrukan kaki
dan tahu-tahu perahu naik tinggi, setombak di atas permukaan air dan melayang
melewati tujuh perahu pengepung. Dan ketika si gadis baju hijau terkejut dan teman-
temannya juga terpekik maka si Golok Maut sudah meluncur dan terbang di depan,
cepat luar biasa di atas permukaan Sungai Kuning.
"Kejar! Tangkap.....!" si gadis baju hijau marah, berteriak dan bersama dua
temannya sudah mendayung perahu.
Enam yang lain mengikuti dan diam-diam mereka itu kaget.
Bayangkan, bagai perahu siluman saja tahu-tahu perahu yang ditumpangi si Golok
Maut itu meloncat dan terbang di atas kepala mereka. Dan ketika mereka tersentak
kaget dan pucat tahu tahu Golok Maut itu telah mengemudikan
perahunya jauh di depan, sebentar kemudian menghilang dan mereka itu kelabakan.
Si gadis baju hijau berteriak-teriak agar mereka semua mengayuh lebih kuat,
keringat segera deras membanjir dan empat belas lelaki serta enam wanita bekerja
mati-matian. si gadis baju hijau sendiri menggerak-gerakkan tangannya mendorong
perahu Tapi ketika mereka kehilangan jejak dan perahu si Golok Maut tak tampak lagi maka
gadis baju hijau ini marah-marah dan kecewa.
"Keparat, kita gagal. Kalian terlalu lemah!!"
"Tidak, kita sudah berusaha, pek-ci (saudara kedelapan).
Tapi si Golok Maut yang memang terlalu lihai!"
"Goblok, bagaimana memuji musuh" Kau seharusnya
percaya diri sendiri. Kiat-lu. Golok Maut tak mungkin menang menghadapi kita
sebanyak dua puluh satu orang!"
"Sudahlah, tak perlu bertengkar. Mari kita cari lagi," dan seorang yang memisah
dan melerai pertengkaran itu
akhirnya menyadarkan si gadis baju hijau yang membalik dan meloncat lagi di atas
perahunya. tadi dia marah-marah dan memaki di perahu temannya ini. Tapi begitu
dia menginjakkan kaki dan siap menyambar dayung mendadak
seorang di antara mereka berteriak,
"He, itu dia......!" dan hegitu semua menoleh dan menengok tempat yang ditunjuk
mendadak dua puluh satu orang ini tertegun. Perahu Golok Maut, yang tadi tak
nampak dan disangka hilang tiba-tiba kelihatan di sebuah cekungan kecil, menepi.
Mereka terkejut karena jarak tak begitu jauh. Tapi begitu sadar dan si gadis
baju hijau memberi tanda tiba tiba semuanya mendayung dan menuju ke perahu si
Golok Maut itu. "Awas, hati-hati. Semua bersiap!"
Dua puluh orang itu mengangguk. Tanpa disuruh pun
mereka sudah mencekal senjata masing-masing dengan erat, perahu meluncur dari
kiri dan kanan dan sebentar
kemudian mereka sudah mengepung perahu tunggal itu,
mengelilinginya dari segala penjuru. Dan ketika si baju hijau membentak dan
melengking menyuruh Golok Maut
keluar ternyata perahu hanya bergoyang-goyang dan tak ada jawaban.
"Kita periksa!" si baju hijau meloncat berani, berkelebat dari sudah di atas
perahu tunggal itu. Tapi ketika dia memeriksa
dan membentak

Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke dalam ternyata penumpangnya tak ada. Perahu itu kosong!
"Keparat, Golok Maut mempermainkan kita!" si baju hijau meradang, mukanya merah
dan segera dia melompat ke perahu sendiri. Tapi baru kaki menginjak lantai
mendadak seorang di antara mereka kembali berseru,
"He, dia di atas pohon....!"
Semua melengak. Dua puluh pasang mata menengok
dan melihat ke tempat yang tinggi, sebatang pohon tua yang daunnya gundul. Pohon
ini meranggas dan tampak si
Golok Maut yang bercaping itu ongkang-ongkang kaki di sana, mukanya ditutupi
caping dan orang tak tahu apakah dia tua atau muda, duduk bersandar setengah
tidur. Kakinya, yang ditopang diatas kaki yang lain menunjukkan sikapnya yang santai.
Dalam ketinggian begitu rupa Golok Maut itu hanya ditahan oleh sebuah ranting
kecil, tak lebih dari jari telunjuk! Dan ketika semua bengong dan terbelalak
memandang ke atas mendadak si baju hijau berkelebat dan meloncat keluar
"Kejar! Kepung.......!"
Semua berkelebatan. Mereka telah meninggalkan perahu
masing-masing untuk menangkap si Golok Maut itu, tapi
ketika mereka tiba di sana tiba-tiba manusia misterius itu hilang.
"Tak ada!" si baju hijau tertegun. "Kemana dia" Keparat, kita dipermainkan,
Kiat-lu. Coba berpencar dan cari iblis itu!" si baju hijau bergerak, menggapai
ke arah enam temannya dan mereka berputar mengelilingi pohon, dalam radius
puluhan tombak. Dan ketika temannya yang lain
juga berpencar dan mencari mengelilingi tempat itu, maka si baju hijau tertegun
melihat Golok Maut berlenggang jauh di depan, memasuki hutan!
"He, dia di sana!" si baju hijau menuding, marah dan berlari cepat dan segera
dia terbang mengejar lawannya itu.
Enam temannya mengikuti dan segera mereka bersuitan
memberi tanda pada yang lain. Dua puluh bayangan tiba-tiba berkelebatan dari
kiri dan kanan. Dan ketika mereka memaki dan membentak bayangan itu maka si baju
hijau tiba-tiba menyambitkan jarum-jarum halus menyuruh
lawan berhenti. "Golok Maut. berhenti......wut-wut wut!" dan jarum-jarum halus yang menyambar
serta menyerang pungguug Golok Maut. tiba-tiba disusul oleh yang lain yang
menghamburkan senjata-senjata kecil, pisau atau paku
bintang dan Golok Maut mendengus. Semua senjata itu
dibiarkan mendekati punggungnya. Tapi begitu pisau dan jarum-jarum halus hampir
mengena punggung mendadak
Golok Maut ini menggerakkan lengan ke belakang dan.......
semua seujata rahasia itu membalik, dikebut serangkum tenaga dahsyat dan segera
terdengar jerit atau pekik
mengerikan. Si baju hijau tertembus seluruh wajahnya oleh semua jarum-jarumnya
sendiri, amblas memasuki kulit dan daging. Dan ketika yang lain juga roboh dan
terbanting oleh senjata-senjata rahasianya sendiri maka dua puluh satu orang itu
tumpang-tindih dan...... Golok Maut pun
melanjutkan perjalanannya dengan santai. "Keparat.....
aduh, keparat.....!"
Golok Maut tak menghiraukan. Dia melenggang dan
akhirnya lenyap di dalam hutan, capingnya ditekan dan wajah itu pun semakin
tertutup. Dan ketika dua puluh satu orang itu merintih dan mengaduh memaki-maki
tak keruan maka anak buah Kim-Liong-pang itu terlantar dan akhirnya pingsan.
Yang luka berat akhirnya meninggal, tewas,
termasuk si baju hijau yang mukanya tertembus hancur itu, penuh dengan jarum-
jarum miliknya sendiri. Dan ketika suasana menjadi mengerikan karena tubuh yang
malang-melintang itu tak ada yang mengurus, mendadak dari dalam hutan terdengar
geraman dan raung binatang buas, disusul munculnya harimau dan singa-singa yang
lapar. Entah bagaimana tiba-tiba mereka itu berlari dan seolah digebah orang dari dalam,
kebetulan menuju ke tempat kejadian ini.
Dan ketika yang hidup merintih dan melihat itu tiba-tiba harimau dan singa-singa
yang lapar ini menubruk dan
menerkam mereka, dilawan tapi anak buah Kim-Liong-
pang ini sudah luka-luka. Mereka menjerit dan berteriak ketika kuku kuku yang
tajam menancap.di tubuh mereka, mencabik dan mengoyak. Dan karena mereka sudah
dilumpuhkan oleh Golok Maut dan sebagian tak dapat
bangun lagi maka orang-orang itu pun menjadi mangsa
binatang binatang buas ini, satu persatu roboh dan terkapar mandi darah. Mereka
sudah ketakutan dari ngeri oleh
munculnya hewan-hewan buas itu di saat mereka terluka.
Dan begitu hewan-hewan ganas itu menyerang dan
merobek mereka akhirnya dua puluh satu anggauta Kim-
Liong-Pang ini tewas dan binasa, potongan kaki dan lengan tercecer di mana mana
dan pemandangan itu sungguh
mengerikan. Tubuh mereka menjadi ajang perebutan dan
makanan binatang-binatang buas itu. Dan ketika semuanya berlalu dan harimau
serta singa-singa lapar itu telah pergi
dengan mulut berlumuran darah maka dua puluh satu
orang ini habis dibunuh Golok Maut, melalui hewan-hewan buas yang tadi digiring
dan digebahnya! "Apa" Mereka semua tewas" Kau tidak salah?"
"Tidak..... benar, pangcu. Benar...Mereka itu dibunuh Golok Maut, dua puluh
anggauta Kim-liong-pang bahkan
dijadikannya santapan harimau!"
"Kau tidak keliru?"
"Tidak pangcu, tak mungkin! Aku menontonnya dari jauh dan...."
"Plak-dess!" orang itu terlempar. "Dan kau berani datang memberi laporan, Lo-si.
Kau tak membantu teman-temanmu dan menghadapi si Golok Maut itu. Keparat!"
dan Lo-si yang dihajar seorang kakek tinggi besar yang marah-marah dan gusar
memaki pelapor itu akhirnya
membuat jatuh bangun si pelapor ini, seorang laki-laki tinggi kurus yang tentu
saja pucat dan seketika mengaduh aduh. Dia berteriak dan dijadikan bulan bulanan
pukulan kakek tinggi besar itu, Hek-liong-pangcu (ketua Naga
Hitam), akhirnya terlempar dan terbanting di sudut ketika sebuah tendangan
mengenai perutnya. Namun ketika kakek tinggi besar itu berkelebat dan siap
mengayun tamparan ke kepala laki-laki ini mendadak seorang laki-laki berpakaian
longgar berseru, mencelat.
"Pangcu, tahan. Betapapun Lo-si telah berjasa.... dukk!"
dan laki2 itu yang terpental dan terdorong dua tindak akhirnya menyelamatkan
laki-laki itu, menangkis tamparan ketuanya dan Hek-liong-pangcu mendelik. Kakek
tinggi besar ini marah dan membalik. menggeram mau memaki
laki-laki berpakaian longgar itu, wakilnya. Namun ketika pembantunya itu
menunduk dan cepat memberi hormat
maka sebuah suara yang tenang dan lembut meredakan
kemarahan kakek tinggi besar ini.
"Maaf, Lo-si harus diampuni, pangcu. Tanpa dia tentu kita tak tahu kedatangan
Golok Maut. Biarlah dia mengatur napasnya dan menceritakan kembali peristiwa
itu. Kalau dia menghadapi Golok Maut tentu dia tak akan pulang
dengan selamat!" "Hm!" kakek ini sadar, mengeluarkan suara seperti harimau menggereng. "Kau
benar, Hok-sute. Biarlah dia bercerita dan kuampuni!"
"Terima kasih...!" Lo-si, laki-laki itu menjatuhkan diri berlutut. "Ampunkan
hamba, pangcu. Hamba.....hamba memang bersalah!"
"Sudahlah," laki-laki berpakaian longgar, yang disebut Hok-sute mengangkat
bangun laki-laki itu. "Kau ceritakan kembali kisah itu lebih tenang, Lo-si.
Jangan memburu dan atur napasmu. Kau berada di markas Hek-Liong-pang!"
"Baik....baik, hu-pangcu (wakil ketua).....aku.....aku akan menceritakannya
kembali!" laki-laki itu mengatur napasnya, memang tadi dia memburu dan seakan
dikejar setan. Peristiwa yang dilihatnya di depan mata itu sungguh
mengerikan, terutama anggauta-anggauta Kim-liong-pang yang tewas dijadikan
santapan harimau. Si Golok Maut
yang menggebah dan menggiring hewan-hewan buas itu
luar biasa dinginnya. Tokoh yang mengerikan itu solah tak memiliki perasaan,
beku. Enak saja membacok putus enam anggauta Hek liong-pang dan memberikan
santapan pada binatang-binatang buas itu dua puluh satu orang anggauta Kim-liong pang,
termasuk tujuh wanitanya yang rata-rata gagah dan cantik itu. Dan ketika laki-
laki ini menghapus keringat dinginnya dan menceritakan kejadian itu lagi didepan
ketuanya maka dengan sedikit lebih terang dia
dapat bercerita. mengulang dan tidak menggigil lagi
meskipun masih pucat. Peristiwa itu memang mengerikan.
Dan ketika sang ketua menggeram dan berkali-kali
menghantam permukaan meja maka Lo-si, laki-laki ini
menutup. "Demikianlah, ..hamba kembali dan lalu melaporkan peristiwa ini. pangcu. Enam
anggauta kita gagal dan tewas dibunuh Golok Maut."
"Dan dua puluh satu anggauta Kim-Liong-pang itu
belum bertemu sejenak pun dengan anggauta kita?"
"Belum, pangcu. Dua puluh satu anggauta Kim-liong-pang itu rupanya menunggu di
teluk tapi tak keburu jumpa.
Ci-ko (kakak Ci) dibunuh Golok Maut di Sungai Kuning!"
"Hm, baiklah, sekarang kau pergi. Panggil Lo Ki Peng ke mari!"
"Baik, terima kasih, pangcu," dan laki-laki ini yang muridur dan girang mendapat
ampun lalu membiarkan ketuanya berdua dengan hu pang cu, tak lama kemudian
muncul seorang pemuda dan Hek-liong-pangcu menyuruh
pemuda itu mendekat. Dan ketika tiga orang itu berada di dalam dan pintu ditutup
maka pemuda ini ditanya. "Kau berani ke Kim-liong-pang?"
"Tentu, kenapa tidak, suhu" Teecu telah mendengar tewasnya Ci-ko tapi teecu
(aku) tidak takut terhadap Golok Maut!"
"Bagus, kau pemberani, Ki Peng. Seharusnya semua anggauta seperti dirimu dan
tidak seperti Lo-si. Antarkan surat ini kepada Kim-liong-pangcu (ketua Kim-
liong-pang) dan beritahukan dia bahwa dua puluh satu anak muridnya dibunuh Golok
Maut!" kakek tinggi besar itu menyerahkan sepucuk surat, memberikan pada si
pemuda dan mereka terlibat percakapan sejenak. Hu-pangcu yang berpakaian longgar itu berkali-kali
memesan agar si pemuda berhati-hati. Dan ketika pemuda itu mengangguk dan
menyatakan tak takut maka pergilah dia mengantar surat pangcunya ke markas Kim-
liong-pang, tak seberapa jauh dari tempat itu dan Hek-liong-pangcu pun menunggu.
Ketua Kim liong-pang, Kim-liong Sian-li, adalah suci ( kakak seperguruan
perempuan ) kakek tinggi besar itu. Memang antara Hek-liong-pang dan
Kim-liong-pang ada hubungan tali persaudaraan. Tapi ketika sehari ditunggu dan Ki Peng, murid yang diutus belum
kembali juga mendadak bagai
petir di siang bolong murid itu telah kembali berupa mayat, diantar seorang
gadis baju ungu dari Kim-liong-pang yang terseok-seok dan berlepotan darah!
"Adah, ampun, susiok..... aku..... aku bertemu Golok Maut......!" gadis baju
ungu itu roboh, jatuh di depan Hek-liong-pangcu dan segera anak murid Hik-Liong-
pang geger. Mereka menjemput dan membawa gadis itu ke dalam, anak marid Kim-liong pang. Dan
ketika Hek-liong-pangcu tertegun dan berdiri menjublak maka terlihatlah bahwa di punggung gadis Kim-
liong-pang ini penuh tertancap jarum-jarum halus.
"Cepat, singkirkan dia!" kakek tinggi besar besar itu akhirnya sadar, menyuruh
membawa pergi mayat Ki Peng
dan mengurus anak murid Kim liong-pang itu. Gadis baju ungu ini ditolong tapi
terlambat. Kiranya dia kehabisan darah dan jarum halus menancapi hampir seluruh
punggungnya, itulah jarum yang khas dimiliki murid-murid perempuan Kim-liong-
pang, di samping paku bintang dan ketika Hek-liong-pangcu gagal menolong dan
gadis itu menggelinjang sedikit tiba-tiba murid Kim liong-pang ini tewas.
"Keparat. jahanam si Golok Maut itu. Bedebah!" kakek tinggi besar ini memaki-
maki, kaget dan marah serta juga menyesal tak dapat menolong anak murid Kim-
liong-pang. Gadis baju ungu itu kiranya terluka parah dan tak dapat diselamatkan lagi, tiga
jarum halus menembus punggung atasnya, mengenai jantung. Dan ketika gadis itu
tewas dan anak murid Hek-liong-pang ribut maka kakek ini
memandang wakilnya. "Bagaimana, Hok-sute, kau berani ke Kim-liong-pang?"
"Hm," laki-laki berpakaian longgar ini mengangguk, sedikit menggigil. "Tentu
saja, suheng. Agaknya memang harus aku yang pergi. Biarlah ku bawa mayat gadis
itu dan kuberitahukan pada suci!"
"Dan kau berhati-hatilah, sute. Golok Maut rupanya benar-benar telengas dan
ganas!" "Aku tahu. Aku dapat menjaga diri, suheng. Dan biar malam ini juga aku
berangkat!" "Eh, sebaiknya besok, sute. Jangan sekarang!"
"Tidak, biar sekarang saja, suheng. Aku tak takut!" dan wakil ketua Hek-liong-
pang yang sudah menyambar mayat si gadis baju ungu lalu berkelebat dan tiba-tiba
lenyap di luar. Tampaknya tak takut malam-malam begitu dia
berhadapan dengan si Golok Maut, orang akan kagum dan bakal memujinya. Tapi
kalau orang tahu bahwa laki laki ini sebenarnya justeru mempergunakan malam yang
gelap untuk menyembunyikan diri kalau bertemu Golok Maut
maka orang akan berbalik pikiran tak jadi memuji wakil ketua Hek-hong-pang itu,
dapat dilihat betapa nama Golok Maut mulai mengguncangkan hati setiap orang.
Wakil dari Perkumpulan Naga Hitam itu pun tampaknya gentar, jerih!
Dan ketika malam itu dengan berdebar kakek tinggi besar ini menanti sutenya dan
kebat kebit mengharap sutenya
kembali maka keesokannya, ketika matahari menampakkan sinarnya yang pertama
ternyata sutenya datang dengan
selamat. "Sudah, suci sudah menerima suratmu dan waspada
terhadap si Golok Maut. Aku tak menemui apa-apa,
suheng. Selamat!" "Hm!" kakek tinggi besar ini malah termangu-mangu.
"Kau selamat tapi kita diancam bahaya, sute. Pagi-pagi sebelum kau datang
seorang anak murid mengantar ini!" si ketua Hek-hong-pang melempar sepucuk
surat, merah dan muram dan laki-laki berpakaian longgar itu tertegun. Dia
menyambar dan menerima surat ini. Dan ketika surat
dibaca dan selesai dimengerti mendadak muka wakil ketua Hek-liong-pang itu
berobah. "Dari si Golok Maut!" serunya. "Kenapa dia menghendaki daftar nama-nama orang kita, suheng" Apa
maunya?" "Entahlah, aku tak mengerti, sute. Tapi malam nanti dia berjanji datang!"
Dua laki-laki itu tertegun. Hek-liong-pangcu, yang tadi menerima dan membaca
sepucuk surat jadi dibikin panas dingin dan pucat mukanya. Golok Maut berkirim
surat padanya agar menyerahkan daftar nama-nama para
anggauta perkumpulannya, tak boleh ada yang terlewat dan Golok Maut akan datang
nanti malam. Jadi, dengan berani tokoh mengerikan itu akan menyatroni mereka!
Dan ketika dua orang pimpinan Hek-liong-pang itu heran namun juga marah oleh
perintah ini maka mereka berpandangan dan
mengepal tinju. "Panggil Su-ma!"
Seseorang akhirnya datang, menghadap.
"Kau tahu berapa jumlah anggauta kita?"
"Tiga ratus orang, pangcu, belum ditambah anggauta baru."
"Hm, dan kau menyimpan daftar nama-nama orang
kita?"

Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ada, pangcu. Ini!" dan ketika laki-laki itu menyerahkan sebuah buku tebal
berisi daftar atau nama dari anggauta Hek-liong-pang maka kakek tinggi besar itu
bersinar-sinar, membuka dan mengamati dan akhirnya melempar buku itu
pada sutenya, diterima dan ditangkap. Dan ketika Su-ma disuruh pergi dan ketua
serta wakil ketua berpandangan maka kakek tinggi besar itu bertanya,
"Bagaimana pendapatmu" Apakah daftar nama-nama ini kita serahkan padanya?"
"Hm, Golok Maut terlalu sombong, suheng. Juga telah membunuh tujuh orang murid
kita. Tentu saja buku ini
tetap di sini dan Golok Maut ku hadapi!"
"bagus, cocok, sute. Aku sependapat. Memang harus kita hadapi si Golok Maut itu
dan biar kulihat tampangnya!"
"Dan tiga ratus anggauta rupanya lebih dari cukup untuk menghadapi seorang saja,
suheng. Kita harus membekuk
dan menangkap si Golok Maut itu!"
"Ya, dan suruh anak murid kita memblokir semua
tempat. Jaga dan awasi segala penjuru untuk mencegat
kedatangannya!" Hari itu Hek-liong-pang sibuk. Tiga ratus anak murid
dikerahkan, mereka segera gempar mendengar bakal
munculnya Golok Maut, di sarang mereka. Satu perbuatan berani yang dianggap
mencari mati. Tapi sementara mereka membuat parit dan jebakan-jebakan mendadak
seorang murid perempuan Kim-liong-pang muncul, langsung
dihadapkan pada ketua Hek-liong-pang.
"Ampun, ada berita, susiok (paman guru). Harap semua anggauta yang ber-she
(marga) Coa atau Ci disingkirkan.
Subo (ibu guru) menyuruh teecu ke sini setelah tadi Hok-susiok (paman Hok)
pulang!" "Apa" Kenapa?"
"Golok Maut membenci orang-orang yang ber-she Coa dan Ci. Semua manusia di dunia
yang ber-she itu akan dibunuh!" "Keparat!" dan kakek tinggi besar itu yang merinding dan berobah mukanya tiba-
tiba menghantam pinggiran meja,
hancur dan murid-murid pun menyingkir. Mereka tadi
melihat mata sang ketua yang terbelalak dan marah,
sinarnya seperti api dan kilatan cahaya tampak mengerikan di mata ketua Hek-
liong-pang itu. Dan ketika kakek ini menggeram dan menyuruh murid Kim-liong-pang
itu kembali maka kakek ini berhadapan dengan wakilnya. "Apa maksudmu dengan pesan
suci ini?" "Hm...!" laki-laki berpakaian longgar itu tak bergerak, mukanya pucat dan merah
berganti ganti. "Suci hendak maksudkan bahwa kau sementara ini diminta
bersembunyi, suheng. Karena kau ber-she Coa!!"
"Jahanam!" kakek itu menggereng. "Bedebah keparat si Golok Maut itu, sute! Tapi
apakah dia tahu aku ber-she Coa?"
"Entahlah." sang sute menggigil. "Kau telah mengubur namamu belasan tahun,
suheng. Mestinya tak ada yang
tahu dan memperdulikannya."
"Dan Golok Maut dikabarkan membenci orang orang
ber-she Coa dan Ci. Apa artinya ini" Permusuhan apa yang
menjadikan orang gila itu semakin tidak waras" Jahanam, aku tak takuti si Golok
Maut itu, sute. Malam nanti kita bersiap dan suruh semua murid mengepung!"
Kini ada ketidaknyamanan di hati dua pimpinan Hek
liong-pang itu. Golok Maut dikabarkan membenci orang-
orang bermarga Coa, juga Ci. Dan ketika malam itu ketua Hek-liong-pang mondar-
mandir dan tak dapat duduk diam maka matahari pun bergeser ke barat dan cepat
tanpa terasa tahu-tahu malam pun tiba.
"Semua bersiap. Pasang lampu-lampu di segala penjuru!"
Aba-aba ini menunjukkan kepanikan sang ketua.
Memang. siapa tak akan panik tapi juga marah mendengar Golok Maut mengancam
orang orang ber she Coa dan Ci"
Dan karena ketua Hek liong-pang kebetulan memiliki nama itu dan keganasan Golok
Maut sebentar saja sudah menggetarkan Hek-liong-pang maka sesungguhnya pesan
atau petunjuk dari ketua Kim-liong-pang, suci ketua Hek-liong-pang memang
ditujukan kepada kakek tinggi besar itu.
Sekarang mulai dapatlah diambil kesimpulan kenapa Golok Maut menghendaki daftar
nama-nama anggauta Rupanya
Golok Maut itu mau membunuh-bunuhi orang-orang ber
she Coa dan Ci. Dan ketika malam semakin gelap dan
ketika Hek-liong-pang tak dapat menikmati hidangan
malamnya maka jarum menunjuk pukul sembilan.
"Jam berapa dia datang" Beranikah dia datang?"
Pertanyaan itu menghuni benak semua orang. Hek-liong-
pangcu kini duduk di kursi ketuanya yang agung dan
megah. bersandar tapi semua syaraf bergetar sejak tadi.
Sebuah tongkat, yang ujungnyu dikaiti pedang bergerigi tampak tak jauh dari
tangannya. Itulah senjata ampuh yang dipunyai ketua Hek liong-pang ini. Dan
ketika jarum bergerak ke angka sepuluh dan akhirnya sebelas maka orang
pun mulai ragu akan ancaman si Golok Maut karena yang dinanti tak datang juga.
"Rupanya dia takut, atau suratnya itu gertak sambal belaka!"
"Hm, tak boleh kita lengah. suheng. Takut atau tidak Golok Maut pasti datang.
Biasanya orang ini selalu
menepati janji." "Tapi sekarang hampir tengah malam!"
"Benar, tapi masih belum larut. suheng. Kentongan baru dipukul sebelas kali.
Sebaiknya waspada dan berjaga jaga saja."
Ketua Hek-liong-pang itu menggeram. Wakilnya, Hok
Beng, selalu menasehatinya untuk berhati-hati. Sutenya memang benar, dialah yang
barangkali kemrungsung dan
terlampau panik. Tak dapat disalahkan, msnunggu adalah pekerjaan yang amat
menyiksa, apalagi kalau ada kaitannya dengan jiwa sendiri. Dan ketika kentongan
kembali di pukul dan jam di dinding menunjuk angka dua belas maka kakek tinggi
besar ini mulai kehilangan kesabarannya.
"Keparat, Golok Maut itu pengecut! Mau jam berapa dia datang" Jadi atau tidak
dia datang?" "Sudahlah, sabar, suheng. Aku merasa dia sebentar lagi datang...."
"Tapi sekarang tepat tengah malam!"
"Benar, tapi juga belum pagi, suheng. Masih ada dua tiga jam lagi si Golok Maut
itu datang." "Hm!" dan ketua Hek-liong-pang ini yang mengerotokkan buku-buku jarinya akhirnya memukul kursi dan mengumpat. Dia benar-
benar dicekam ketegangan.
Baru kali itu dia dibuat sedemikian panik dan gelisah.
Keparat, terkutuk si Golok Maut itu! Dan ketika ketua serta wakil ketua mulai
tak tenang dan gelisah sendirian maka anak murid Hek-liong-pang yang berjaga
malah melebihi pimpinannya.
Mereka mulai mengantuk dan hilang kewaspadaannya,
sedikit demi sedikit berangsur lengah dan itu memang tak dapat disalahkan.
Menunggu memang pekerjaan yang
membosankan. Dan ketika tepat kentongan dipukul satu
kali dan tiga ratus murid Perkumpulan Naga Hitam ini
menguap dan satu demi satu melempar tubuh untuk
melepas kantuk, mendadak terdengar jerit tiga kali dan tiga sosok tubuh
terbanting dan berdebuk di gerbang pertama.
"Aaaa.....!" Suara itu mendirikan bulu roma. Hek-liong pang, yang
telah membuat penjagaan berlapis tiba tiba dibuat gaduh.
Serentak orang bangun geragapan dan tiga puluh murid
yang berjaga di pintu paling depan sekonyong-konyong
ribut. Entah dari mana asalnya mendadak muncul seorang lelaki di tengah-tengah
mereka, mukanya tak kelihatan karena tertuiup caping lebar, tegak dan berdiri
bagai hantu di tengah murid-murid hek-liong-pang itu. Dan ketika
semua murid tertegun dan terhenyak dengan muka kaget
maka keadaan menjadi hening ketika tak ada tanya jawab di situ. Lelaki itu, yang
dapat diduga Golok Maut adanya berdiri tak bergeming. Tiga murid Hek-liong-pang
terkapar di depan kakinya, mandi darah. Leher mereka putus! Tapi begitu mereka
sadar dan laki-laki itu masih tak bergerak maka Liong-ma, murid kepala yang
menjaga di pintu ini membentak.
"Golok Maut, kenapa kau membunuh tiga murid Hek-
liong-pang" Apa maksud dan keinginanmu?"
Tak ada jawaban. "Keparat, kau Golok Maut atau bukan?"
"Hm, panggil ketuamu, anak muda. Suruh dia ke sini atau kaupun mampus seperti
tiga temanmu!" suara yang dingin kini terdengar, beku dan menyeramkan dan tiga
puluh murid Hek-liong pang bergidik. Suara itu seperti es yang dingin dan tidak
berperasaan. Suara yang hanya patut dikeluarkan oleh iblis-iblis di dalam kubur!
Tapi Liong-ma yang sadar dan membentak lagi tiba-tiba meloncat ke depan dan
menyuruh teman-temannya menyerang.
"Serang, bunuh Golok Maut ini....!" dan pemuda itu yang sudah mencabut pedang
dan menusuk serta membacok tiba-tiba bergerak dan sudah menyuruh teman-
temannya membantu. Tiga puluh murid Hek-liong-pang
bergerak dan mengikuti aba-aba kepala regunya, pedang dan tongkat berlipat atau
tombak berhamburan menuju
tubuh lelaki bercaping itu, semuanya merupakan hujan
senjata yang tak mungkin dielak atau dihindarkan lagi.
Golok Maut menjadi sasaran tunggal dari bentakan dan
teriakan. Dan ketika hujan senjata masih disambut dengan dingin oleh si Golok
Maut dan laki-laki itu tenang
menerima serangan, maka tiga puluh murid Hek-liong-pang terbelalak karena
menganggap orang ini gila, tidak bergerak dan tidak bergeming seolah siap
menerima kematian. Tapi begitu semua senjata tinggal serambut saja dan orang
tidak tahu kapan Golok Maut bergerak tiba-tiba tampak cahaya menyilaukan dan....
trang-trang-trang..... semua senjata di tangan tiga puluh anak murid Hek-liong-
pang buntung sebatas pegangannya! "Aiihhh.....!" Teriakan itu menggema dari tiga puluh buah mulut.
Anak-anak murid Hek-liong-pang tertegun, mereka ini
bengong dan muka pun pucat pias seperti kertas. Mereka itu tadi mengira bahwa
pergelangan tangan mereka yang
buntung. Senjata tahu-tahu ringan dan mereka ada yang roboh berpelantingan.
Orang tak tahu bagaimana Golok
Maut itu mengalahkan mereka. Tapi ketika semua terkejut dan sadar tiba-tiba tiga
puluh murid dari pintu kedua berhamburan keluar.
"Awas, Golok Maut datang....!" Hek-liong-pang geger.
Malam yang semula tenang mendadak ribut, kesunyian
yang mencekam sudah dicabik ketegangan dan kengerian.
Dan ketika Golok Maut masih berdiri tegak dengan caping melindungi muka maka
terdengar dengus dan suara yang
dingin itu, mengulang kembali,
"Kalian tak mau memanggil ketua kalian?"
"Keparat!" Liong-ma, kepala regu pintu atau lapis pertama membentak. "Kau tak
dapat me nemui ketua kami kalau kami masih ada di sini, Golok Maut. Kau kami
tangkap dan menyerahlah. Serbu.....!" pemuda ini kembali bergerak, sudah
menyambar senjata yang lain dan tiga
puluh murid dari pintu kedua sudah bersama mereka.
Hadimya teman-teman baru ini membuat Liong-ma besar
hati, kepala regu itu membentak dan sudah menerjang si Golok Maut. Dan ketika
tiga puluh yang lain juga
menyerang dan berteriak tumpang-tindih maka enam puluh murid Hek-liong-pang
sudah berhamburan mengayun
senjatanya ke si Golok Maut.
"Bunuh dia...."
"Serang......!"
Golok Maut mengeluarkan tawa aneh. Sekejap dia
mendongakkan muka, tampak sepasang mata semerah saga
berkilat dari balik caping yang menutupi mukanya itu. Lalu ketika pedang dan
hujan senjata yang lain kembali
berkelebatan dan menuju dirinya tiba-tiba cahaya menyilaukan itu kembali tampak dan.... murid-murid di
depan berteriak ngeri, roboh dan terjungkal dan putuslah kepala-kepala yang
bergelindingan. Tiga puluh murid di depan habis tersapu sekejap saja, senjata
mereka patah-patah dan sinar atau cahaya menyilaukan itu terus
menyambar, bergerak panjang dan satu per satu kepala pun terpenggal dari
tempatnya. Dan ketika tiga puluh murid yang kedua terkesiap dan gentar menahan
senjatanya maka Golok Maut berkelebat dan..... lenyap memasuki markas Pekumpulan
Naga Hitam. "Awas.....!" "Kejar.....!" "Golok Maut membasmi teman-teman kita......."
Dan ketika teriakan serta jerit berhamburan dan mulut tiga puluh murid yang
terakhir maka mereka melonjak dan memukul
genta tanda bahaya, tang-teng-tang-teng menyemarakkan suasana dan Hek-liong-pang pun gaduh.
Datangnya Golok Maut dan terbunuhnya tiga puluh tiga
orang murid Hek-liong-pang sungguh membuat panik.
Golok Maut itu seperti dewa kematian saja. Dan ketika pintu ketiga dan keempat
serta seterusnya terjaga dan bangun dari tidurnya maka perkumpulan Naga Hitam
ini dibuat ribut dan kalut oleh hadirnya si Golok Maut,
semuanya berhamburan keluar dan tiga ratus anak murid berteriak-teriak satu sama
lainnya. Gerbang atau pintu pertama dan kedua sudah bobol, musuh memasuki sarang
mereka dan Hek-liong-pang pun gempar. Dan ketika di
sana sini semua orang membunyikan tanda bahaya dan
Golok Maut dicari-cari maka di pinlu ke tujuh, di mana penjagaan dan perondaan
dilakukan sangat ketat maka di sini terjadi ribut-ribut arena Golok Maut sudah
menerobos ke situ. "Awas, kepung. Musuh di sini...!!"
Keadaan benar-benar geger. Golok Maut, yang diserang
dan dihujani senjata tampak berkelebatan bagai walet
menyambar. Tubuh lelaki itu demikian ringan dan enteng mengelak atau menghindari
serangan-serangan lawannya.
Tak satu pun mengenai tubuhnya dan dia seolah burung
yang berterbangan di antara puluhan murid-murid Hek-
liong-pang. Semuanya tertegun dan kaget oleh gin kang (ilmu meringankan tubuh)
yang dipertunjukkan si Golok Maut ini. menyelinap dan jarinya bergerak
merobohkan lawan-lawan yang ada di depan. Dan pintu ketiga sampai pintu ketujuh Golok Maut
ini selalu lolos menghindari hujan tombak atau pedang. berkelebatan dan terus
maju sementara murid-murid Hek-liong-pang pun roboh bagai
rumput dibabat. Dan ketika di pintu ketujuh ini dia
menghadapi murid-murid Hek liong pang yang lebih
tangguh karena mereka terdiri dari murid murid tingkat empat atau tiga maka di


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sini si Golok Maut itu agak
tertahan. dikeroyok puluhan orang tapi akhirnya sinar atau cahaya menyilaukan
itu kembali berkelebat. Sekarang
Golok Maut tak mempergunakan jari atau tangannya lagi melainkan sinar atau
cahaya menyilaukan itu, yang entah apa tapi dapat dipastikan sebuah senjata yang
ampuh, hebat dan luar biasa dan ketajamannya melebihi pisau cukur.
terbukti kepala-kepala segera bergelindingan dan jerit atau pekik ngeri disusul
tumbangnya tubuh-tubuh yang tanpa kepala. Dan ketika anak murid Hek-Liong-pang
gentar dan mereka mundur sambil berteriak teriak maka Golok Maut sudah melompat
dan memasuki pintu kedelapan, disusul
dengan pintu kesembilan dan akhirnya pintu terakhir, pintu nomor sepuluh. Dan
begitu di pintu ini bola-bola kepala sudah bergelindingan dan malang-melintang
di mana-mana maka Golok Maut sudah berhadapan dengan ketua Hek-liong-pang
sendiri, juga wakilnya. Hok Beng. Dua
pemimpin Hek liong-pang yang mendelik dan marah bukan main melihat sepak terjang
si Golok Maut itu. "Golok Maut," Hek liong-pangcu, sang ketua Hek-Liong-pang mengeluarkan bentakan
yang membuat dinding- dinding bergetar. "Apa ulasanmu membunuh-bunuhi anak murid Hek-Liong-pang" Apa
yang membuatmu begini telengas dan ganas?"
"Hm," Golok Maut, laki-laki itu menjawab dingin. "Aku selamanya tak suka
membunuh orang kalau tidak dipaksa.
Hek liong-pangcu. Kalau mereka mau baik baik mengantar aku ke sini tentu mereka
tak akan kubunuh. Mereka memulai dan mereka meminta mati."
"Keparat, kau sekarang sudah berhadapan dengan aku.
ketua Hek Liong-pang. Katakan maksudmu dan bagaimana
penanggung-jawabanmu mengenai puluhan kurban yang
menjadi keganasan tanganmu ini!"
"Hm!" Golok Maut kini mendongakkan sedikit mukanya. "Aku datang untuk meminta daftar para
anggauta. Hek-liong-pangcu. Dan sayang bahwa kau dan
anak muridmu menyambutku dengan
cara begini. Kematian mereka adalah salahnya sendiri, aku lak
bertanggung jawab untuk itu."
"Jahanam. dan untuk apa daftar para anggautaku di sini.
Apa perlumu?" "Membunuh yang ber-she Coa dan Ci. Kau sudah
menyiapkan buku itu?"
Hek Liong-pangcu menggigil. Enak saja Golok Maut ini
bicara. suaranya begitu dingin dan lenang. Seolah dia bicara kepada bawahan dan
menyuruh ketua Hek-liong-pang itu
menyerahkan daftar para anggautanya. Dan ketika kakek tinggi besar itu
membelalak dan bentakan terdengar dari
mulutnya maka kakek ini meloncat dan mencabut tongkat pedangnya.
"Golok Maut, kau bedebah dan terkutuk. Daftar ini tak akan kuberikan dan biar
kau mampus membayar hutangmu!" "Hm. boleh kutanya sebentar?" Golok Maut tenang-tenang saja, tak perduli pada
tongkat berbahaya yang bergetar di tangan ketua Hek-liong pang itu. "Apakah kau she Coa" Benarkah kau
bernama Coa Hing Kok?"
Kakek tinggi besar ini tertegun,
"Jawab, tak perlu takut, Hek-liong pangcu. Kalau benar aku akan memberikan
kematian yang mudah bagimu."
"Aargh!" kakek itu menggeram. menggedruk bumi.
"Benar aku Coa Hing Kok. Golok Maut. Tapi nama itu sudah kukubur belasan tahun
yang lalu. Kau sombong berani mengancam orang-orang she Coa.... wutt!" dan tongkat pedang yang bergerak
menuju dada si Golok Maut tahu-tahu menyambar dengan kecepatan kilat dan menusuk
diiringi bentakan menggetarkan, membuat anak murid Hek-liong pang mundur dan
beberapa di antaranya mengeluh.
Bentakan sang ketua yang penuh tenaga khikang membuat yang tak kuat serasa
rontok jantungnya. mereka itu pucat dan cepat berlindung. Tapi ketika senjata
tinggal sejengkal dari dada si Golok Maut siap dilubangi tahu-tahu lelaki
bercaping itu mengegos. perlahan saja dan tongkat pedang pun lewat di sisinya.
Begitu mudah!! Dan ketua Hek-liong-pangcu mendelik dan kaget oleh egosan ini
maka si Golok Maut menggerakkan tangannya dan.... plak, terpelantinglah kakek
itu oleh sebuah tamparan perlahan yang mendarat di pergelangannya.
"Hek-liong-pangcu, tak usah buru buru. Kalau ingin mati cepat, mudah
kululuskan!" Sang ketua Hek liong pang terkejut bukan main. Dia
sudah meloncat bangun oleh tamparan itu, berjungkir balik dan kini tegak dengan
muka merah padam. Wajah kakek
ini membesi dan gelap. Hek liong-pangcu marah tapi juga terkejut. Segebrakan itu
ia dibuat terpelanting, membuka mata kakek ini bahwa lawan benar-benar hebat.
Agaknya dia bukan tandingan! Namun karena pantang menyerah
sebelum kalah dan kakek itu mau menyerang lagi tiba-tiba wakilnya sudah
berkelebat dan menahan tangannya.
"Suheng, sabar. Agaknya lawan harus kita hadapi
berdua. Kau mundurlah dan biar aku dulu mencobanya."
Bisikan itu menyadarkan sang ketua. Hek liong-pangcu
ini menggeram dan mengangguk, mundur dan wakil ketua
Hek-liong-pang itu pun sudah maju dengan pedang di
tangan. Hok Beng, laki-laki berpakaian longgar ini telab melihat segebrakan
tadi, terkejut dan tentu saja kaget setengah mati. Tapi karena mereka berada di
sarang sendiri dan banyak jebakan-jebakan yang mereka buat maka wakil ketua Hek-
liong pang ini menindas rasa jerihnya dan
membentak. "Golok Maut, aku adalah wakil ketua Hek Liong-pang.
Kalau kau hendak membunuh ketua kami tentu saja kau
harus berhadapan dulu denganku. Bersiaplah, aku akan
mulai menyerang!" "Hm, kau Hok Beng" Sute termuda dari Kim-Hong Sian-li?"
"Benar, kau rupanya tahu. Entah bagaimana kau
menciptakan permusuhan dengan Hek-Liong-pang yang
selamanya belum pernah mengganggumu!"
"Hm, Hek-liong-pang harus kuhajar. orang she Hok.
Kalian pernah menjalin hubungan dengan Coa ongya
(pangeran Coa)." "Siapa kau?" laki-laki ini tertegun, terkejut. "Kau musuh pangeran Coa?"
Si Golok Maut tak menjawab.
"Buka capingmu, Golok Maut. Perlihatkan siapa dirimu dan apa arti kata-katamu
itu dengan semuanya ini!"
Golok Maut mendengus. "Aku membuka capingku kalau seseorang berhasil mengalahkan
aku. Mengingat dirimu she Hok dan hanya ikut-ikutan ketuamu saja sebaiknya kau
menyingkir. Aku butuh ketuamu dan daftar orang orang she Coa dan Ci"
"Keparat!" hu-pangcu ini tak sabar lagi. "Meskipun kau lihai tapi bukan berarti
kami takut, Golok Maut. Terimalah ini dan mampuslah.......sing!" pedang
menyambar. menuju tenggorokan si Golok Maut tapi sama seperti tadi tiba-tiba
Golok Maut ini mengegos. Laki-laki itu hanya menggerakkan kepalanya sedikit, miring ke kiri. Dan ketika pedang mendesing di
samping lehernya dan Golok Maut itu tak merobah kedudukan kukinya tiba tiba
tangan kanan bergerak dan....... dess.......perut Hok Beng disambar siku yang sudah dilipat,
roboh mengaduh dan wakil Hek-Liong pang itu bergulingan. Perut melilit-lilit dan
sute Coa Hing Kok itu merintih! Dan ketika dia melompat bangun namun terhuyung
sambil menahan sakit maka Golok Maut berseru agar laki laki itu mundur.
"Kau bukan lawanku. mundurlah baik baik"
"Jahanam'" lelaki ini membentak. "Kau lihai namun aku tidak takut. Golok Maut.
Kalau kau ingin membunubku
cobalah.... sing-wut" pedang kembali bergerak, menusuk dan membacoki, tapi Golok
Maut tenang tenang saja mengelak. Bhesi atau pasangan kaki lelaki bercaping itu masih saja menancap
kokoh di tanah, hanya pinggang ke atas yang bergerak menghindari semua tusukan
atau bacokan. Dan ketika pedang menyamhar nyambar tapi
luput mengenai angin maka dua jari si Golok Maut
bergerak dan.......trang.....lepaslah pedang di tangan wakil ketua Hek-liong-
pang itu yang terkena totokan lihai, tepat di pergelangannya!
"Nah," wakil ketua ini tertegun.
"Kau bukan lawanku, orang she Hok. Minggir dan turuti kata-kataku. Biar suhengmu
maju dan berhadapan dengan aku!"
Hok Beng. lelaki ini pucat pasi, Dia ternyata kalah begitu mudah, pedangnya
diruntuhkan dan kalau mau lawannya
itu dapat membunuh ia. Bukan main lihainya si Golok
Maut ini. Tapi sementara dia tertegun dan menjublak
memandang lawan, tiba tiba tujuh pisau berkesiur dan
suhengnya membentak menerjang si Golok Maut, maju
memberi aba-aba dan anak murid Hek-liong pang tersentak.
Mereka disuruh mengeroyok dan agaknya itu yang memang dapat mereka kerjakan. tak
seorang pun di antara mereka yang rupanya dapat menandingi si Golok Maut ini,
satu lawan satu. Dan ketika kakek tinggi besar itu juga
membentak pada sutenya agar mengambil senjata baru dan maju menerjang si Golok
Maut itu maka Hok Beng sadar
dan meloncat ke dinding, mencabut pedang yang tersisip di situ dan anak murid
Hek-Liong pang yang patah-patah
senjatanya juga segera mengambil senjata-senjata di sini, golok atau pedang dan
tombak yang sengaja disediakan di situ sebagai senjata darurat atau cadangan.
Dan begitu mereka menyerbu dan berteriak membantu ketuanya maka
Golok Maut sudah dikeroyok dan mendapat hujan senjata yang berhamburan dari kiri
dan kanan. "Trang-trangg!"
Orang terkejut, Golok Maut.yang mereka serang tiba tiba lenyap. Senjata mereka
beradu sendiri dan kontan anak anak murid Hek hong pang itu menjerit. Mereka
saling bertemu dengan teman sendiri dan mereka pun terpelanting.
Dan ketika mereka kaget dan terbelalak karena tak tahu di mana Golok Maut berada
mendadak Hek-liong-pangcu
(sang ketua) membentak menusuk sebuah tubuh yang
melingkar. ada di bawah dan kiranya si Golok Maut sudah mempergunakan ilmu
trenggiling, rebah dan secepat kilat menekuk tubuh di situ, melingkar, persis
trenggiling. Dan begiiu pedang membacok ke bawah dan Golok Maut
menjadi sasaran tunggal tiba-liba sebuah jari menjentik dan...... pedang di
tangan ketua Hek-liong-pang itu pun terpental.
"Cring!" Hek-liong-pangcu kaget bukan main. Golok Maut telah
menangkis serangannya dengan cara yang luar biasa, seperti kura-kura atau
trenggiling yang mengeluarkan sedikit
jarinya. Dan ketika pedang terpental dan Golok Maut
tertawa dingin, tiba tiba lelaki bercaping itu sudah
menggelindingkan tubuhnya ke kiri dan... robohlah murid murid Hek-liong-pang,
diketuk atau ditarik kakinya dan anak-anak murid Perkumpulan Naga hitam itu
berteriak-teriak. Mereka salah urat dan sebagian besar tak dapat bangun lagi.
Dari Lima puluh anak murid ternyata dua
puluh sudah dibikin tak berdaya oleh si Golok Maut, yang hanya bertangan kosong.
Dan ketika yang lain terkejut dan Hek liong pangcu marah bukan main maka kakek
ini membentak menerjang lagi, dibantu sutenya dan ketua Hek liong pang itu melepas
lagi tujuh pisau pisau kecil,
menyambar ke bawah dan Hok Beng juga membacok serta
menusuk Golok Maut yang masih bergelindingan di bawah, diserang dari dua
jurusan, kiri dan kanan. Tapi tepat tujuh pisau menyambar dan Golok Maut
mengeluarkan tawa aneh, tiba tiba lelaki bercaping itu menangkap tujuh murid Hek liong pang dan
menendang dua yang lain untuk
menerima tusukan atau bacokan si ketua Hek-liong-pang.
juga sutenya. "Crep-crep...!"
Tujuh pisau itu mendapat sasaran, bukan Golok Maut
melainkan tujuh murid hek liong pang ini. Kontan tujuh teriakan ngeri terdengar
di situ dan ditambah dua jeritan lagi, dua dari murid terakhir yang menerima
tusukan atau bacokan pemimpinnya. dan ketika ketua Hek liong pang
dan wakilnya tertegun melihat itu maka Golok Maut sudah melenting bangun dan
sembilan tubuh terkapar tak
bernyawa ditembus pisau pisau kecil itu dan serangan Hek-liong-pangcu sendiri.
"Nahh," Golok Maut berkata dingin. "Kau memhunuh anak-anak muridmu sendiri. Hek-
liong pangcu, tak ada tanggung jawab dariku,"
"Keparat!" kakek tinggi besar ini membentak. "Kau jahanam bedebah. Golok Maut.
Kau berhutang semakin banyak jiwa di sini. Kubunuh kau!" dan Hek -liong-pangcu yang kembali menerjang
dan menyuruh anak-anak murid
yang lain maju membantu, akhirnya mengeroyok pula
bersama sutenya. Hok Beng. menggerakkan tongkat
pedangnya namun si Golok Maut mengelak sana-sini,
mudah dan enteng dan ketua Hek-liong-pang itu mendelik sebesar jengkol Ketua Hek
liong-pang ini marah dan gusar bukan kepalang. Dan ketika anak muridnya maju
membantu dan puluhan orang kini mengeroyok lelaki
bercaping itu maka Golok Maut tertawa mengejek.
menggerak-gerakkan jari tangannya dan terdengarlah bunyi tang ting-tang-ting
yang nyaring. Semua senjata anak murid Hek Liong-pang terpental dan beberapa di
antaranya bahkan terlepas, tak kuat bertemu jari si Golok Maut yang menangkis. Dan ketika
Golok Maut menyuruh mereka
mundur tapi anak murid Hek-liong-pang takut kepada
ketuanya maka Golok Maut mengancam bahwa mereka
bisa tinggal nama. "Yang bukan she Coa dan Ci harap minggir, Atau kalian terpaksa ke akherat!"
Murid-murid gentar. Sebenarnya mereka sudah jerih dan pucat. Golok Maut ini
dikeroyok bersama wakil ketua dan ketua masih juga hebat. mampu bicara dan
berteriak menyentil ke sana kini. Dan ketika mereka maju mundur dan bingung oleh ancaman
itu maka Hek-liong-pangcu
membentak agar menyerang lebih hebat.
"Jangan takut, atau kalian kuhukum nanti!"
Terpaksa, karena diancam ketuanya sendiri dan Golok
Maut tetap dikepung akhirnya anak murid menjadi nekat dan menyerang lebih
sengit. Lebih takut kepada ketuanya daripada Golok Maut. Lawan belum merobohkan
pemimpin mereka dan karena itu murid murid Hek liong
pang lebih patuh kepada ketuanya Dan ketika mereka
menyerang lagi dan Golok Maut mengeluarkan tawa
dingin, tiba-tiba lelaki ini menerima hujan senjata dengan jari-jari terbuka.
tangan telanjang "Crak-crak-crakk!"
Anak murid Hek-liong-pang terkejut. Mereka tiba-tiba
ditangkapi senjatanya dicengkeram.
Dan ketika Golok Maut mengerahkan tenaga dan


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tombak atau pedang diremas hancur maka potongan-
potongan senjata ini dihamburkan ke kiri kanan disertai bentakan.
"Robohlah!" dan begitu pekik serta jerit ngeri terdengar maka anak-anak murid
Hek liong-pang roboh dan satu
persatu mereka terbanting bergulingan. pundak atau lengan serta kaki mereka
ditembus patahan senjata senjata tadi
yang terkena perut atau dadanya langsung tewas. Hek hong pangcu sendiri berseru
keras menangkis sebuah potongan pedang, mencelat dan kakek itu terbabat
tongkatnya. Dan ketika potongan pedang menyambar dan masih memburu
matanya maka kakek ini menangkis dan tangan pun terluka, sutenya sendiri di sana
bergulingan menjauh mendapat
serangan mata tombak memberebet dan pundak pun
terluka. Dan ketika dua orang itu meloncat bangun dan potongan mata tombak
menancap di pundak wakil ketua
Hek liong-pang ini maka dua orang itu menggigil dan saling pandang. ngeri.
"Suheng. lari....."
Kakek tinggi besar itu tertegun. Hok Beng. sutenya
menyuruh dia lari! Anak-murid Hek liong pang menjadi
gentar dan menjauh. mereka tinggal beberapa saja karena lebih separohnya malang-
melintang di tanah. roboh atau tewas. Tapi ketika Hok Beng berteriak lagi dan
kakek ini ragu atau marah tiba tiba dia menyuruh anak murid yang menjublak untuk
menyerang Golok Maut itu.
"Serang, bunuh dia.....!"
Namun tak ada yang bergerak
"Keparat, kalian tak mendengar perintahku" He. serang dia. anak-anak. Serang!!"
Namun murid murid Hek-liong-pang yang menggigil dan
seolah terpaku di tempatnya tiba-tiba malah lemas dan roboh sendiri-sendiri. tak
kuasa menahan lutut mereka yang gemetar dan kakek tinggi besar itu merah padam,
kaget dan marah, juga panik. Dan ketika dia menyuruh sutenya
menyerang namun sutenya juga mendelong dan malah
menyuruh dia lari akhirnya kakek tinggi besar ini
membanting kaki dan menghantam sebuah pintu.
"Brakk!" Ketua Hek-liong pang itu berkelebat. Dia memaki si
Golok Maut dan lenyap ke dalam, melalui pintu yang
dihantam pecah ini. Dan ketika Hok Beng juga menyusul dan anak murid Hek liong-
pang ribut maka mereka berhamburan keluar melarikan diri. mencontoh perbuatan ketua mereka dan pimpinan
serta wakil pimpinan Hek-liong pang itu lenyap melalui pintu rahasia. Golok Maut
tertegun tapi tiba-tiba mendengus. berkelebat dan melesat melalui pintu yang
dihantam pecah itu. Tapi ketika panah-panah beracun menyambut dari dalam dan
benda-bcnda lain seperti batu atau tombak dijepret dari dalam maka Golok Maut ini menggerakkan
kedua tangannya mendorong dan
mengebut. "Plak-des-plak!!"
Batu dan tombak atau panah hancur bertemu pukulan si
Golok Maut ini. Dengan berani dia mcnyelinap dan
melakukan pengejaran, menuruni atau menaiki jalan-jalan rahasia dengan jebakan
di sana-sini. Tak ayal ketua Hek-liong-pang dan wakilnya menjadi panik. Mereka
selalu dibuntuti dan dibayangi. pintu pintu rahasia hancur dipukui kedua tangan si
Golok Maut. Dan ketika dua orang itu
melarikan diri dan Coa Hing Kok, ketua Hek-liong-pang itu pucat dan gemetaran
maka bersama sutenya kakek tinggi besar ini naik turun melalui terowongan
terowongan rahasia. "Cepat, putar batu itu. Tutup pintu terowongan!!"
Hok Beng. sutenya, telah melakukan ini. Memutar
sebuah batu yang mengganjal di mulut sebuah pintu
rahasia, terdengarlah dentam dan dentum sebuah batu
persegi empat menutup dan langsung mengganjal terowongan bawah tanah. Tapi ketika terdengar suara "cras-
cres" dan batu atau bongkahan batu raksasa itu tembus dibocok sebuah golok
menyilaukan maka ketua Hek-liong pang ini ngeri dan jatuh bangun melanjutkan
larinya. "Ke kiri! Kita ke kiri. suheng. Langsung ke Kim liong-pang.....!"
Kakek tinggi besar itu berkeringat. Malam itu. dua jam setelah pertempuran dan
kejadian di markas Hek-liong-pang ketua Perkumpulan Naga hitam ini menyadari
bahwa lawan terlalu hebat. Golok Maut bukan tandingan dan satu-satunya jalan hanyalah
melarikan diri. Sebagai ketua dan wakil ketua tak malu malu lagi mareka
melakukan ini, buku tebal berisi daftar para anggauta dikempit di ketiak kakek
ini. Dan ketika mereka berdua melarikan diri dan berulang kali menutup
terowongan bawah tanah dengan batu-batu
besar namun semua batu atau pengganjal itu tak tahan
terhadap bacokan sebuah golok menyilaukan maka
menjelang pagi ketua dan wakil ketua Hek-liong-pang ini keluar dari ruangan
bawah tanah mandi keringat.
"Cepai. kita minta bantuan suci. sute. Kita harus.
bersembunyi!!." Hok Beng tak dapat bicara lagi. Wakil ketua Hek liong pang ini sudah menggigil
dan gemetaran sejak tadi. Kilatan sebuah golok yang melubangi alau membacok
batu-batu di dalam terowongan sungguh mengerikan. Golok Maut tetap di belakang
dan mengejar mereka. tawa dinginnya tak
pernah hilang dan mereka selalu dibayangi, Dan ketika menjelang pagi mereka
sudah keluar dari ruang bawah
tanah dan keduanya mandi keringat maka Hing Kok, ketua Hek-liong-pang itu
menguatkan tubuhnya berlari cepat, setengah menyeret sutenya.
"Ayo, cepat. sute. Kita sudah hampir di perbatasan Kim-liong-pang!"
"Augh!!" laki-laki ini mengerang. "Tomhak yang menancap di pundakku ini
mengganggu, suheng. Lengan
kiriku tak dapat digerakkan. Cabut dulu, obati aku!"
"Ah. berbahaya, sute. Golok Maut di belakang dan tahan dulu. Biarkan itu dan
kita lari!" Wakil ketua Hek-liong-pang ini mengeluh. Dia terseok-
seok mengikuti lari ketuanya. ditarik dan diseret dan akhirnya sebuah tembok
kuning tampak di kejauhan. Pagi sudah tiba dan mereka berdua habis tenaganya.
Ketegangan dan kengerian yang mencekam mereka itu sungguh
menyedot tenaga, berulang-ulang wakil ketua Hek-Liong pang ini mendesis. Kalau
tak diseret dan ditarik seperti itu tentu dia sudah roboh, kaki gemetaran tak
keruan Dan ketika mereka kian mendekati tembok Kim-hong-pang dan rasa girang mulai timbul
di hati kakek tinggi besar.
mendadak bagai iblis saja Golok Maut tampak bayangannya dengan tawanya yang dingin.
"Orang she Coa. kau mau lari ke mana?"
Hing Kok menoleh. Bagai disambar petir tiba-tiba dia
melihat lawannya itu sudah dekat di belakang caping yang hampir menutupi seluruh
muka itu tampak mendongak
sedikit. Sedikit saja tapi sudah cukup membuat kakek ini ngeri' Maka membentak
dan melempar lagi tujuh pisau
kecilnya tiba tiba ketua Hek-liong-pang itu kabur dan kini meninggalkan
wakilnya, yang sudah roboh kehabisan
tenaga. "Golok Maut. kau siluman jahanam.....!"
Tujuh pisau itu rontok. Terdengar suara tang ting ketika pisau pisau ini
mengenai tubuh si Golok Maut yang tidak menangkis atau menyampok. ha! yang tak
dilihat kakek tinggi besar itu tapi dilihat wakilnya, Hok Beng, yung sudah terjerembab. Dan
ketika Golok Maut mendengus dan lawan
melarikan diri mendadak laki-laki bercaping itu membentak dan angin pun
berkesiur di atas kepala Hek liong-pangcu.
"Coa Hing Kok, berhenti!!"
Kakek tinggi besar ini berteriak. Golok Maut tahu tahu telah berada di depannya,
tegak tak bergeming dan dia akan menabrak lawannya itu.
tentu saja kakek ini membentak dan menggerakkan
senjatanya. Tongkat pedang yang tongkatnya sudah
terpapas sedikit, menghantam dan mengemplang kepala
lawan dengan tongkatnya itu. Tapi ketika lawan menerima dan kepala dihantam
tongkat tiha-tiba tongkatnya itu
hancur dan lawan tak apa apa.
"Disss!" Hing Kok. kakek ini pucat. Golok Maut tertawa dingin dan memandangnya
dengan senyum mengejek. Kini
tampaklah sekilas lebih jelas wajah di balik caping itu.
wajah yang membuat ketua Hek-liong-pang tertegun. Tapi membentak dan berseru
lagi tiba tiba kakek itu menggerakkan pedangnya. bagian bawah dan tongkat dan
pedang itu sudah membacok leher lawan, menyambar
dengan kecepatan kilat. Tapi Golok Maut yang mengelak dan menggerakkan jari tiba
tiba menangkap dan menjepit senjata kakek itu.
"Pletak! Hing Kok mendelong. Kakek ini menjadi pucat melihat
pedangnya ditekuk menjadi dua. patah dan tentu saja tak dapat dipakai lagi. Dan
ketika Golok Maut berseru
menyambit patahan pedang maka kakek itu terjungkal
ketika pundaknya tembus terluka.
"Nah." kakek itu bergulingan merintih tak keruan.
"Serahkan daftar anggautamu, Hek-Liong pantcu. dan juga serahkan jiwamu!"
"Tidak!" kakek itu menjerit. "Kau kejam dan ganas.
Golok Maut. Kau.. breet!" buku di ketiak disambar Golok Maut, lenyap dan sudah
berpindah ke tangan laki laki
mengerikan itu. Dan ketika kakek ini melolong dan Golok Maut membuka sekejap
buku yang diambil tiba-tiba ketua Hek Liong-pang itu memanggil manggil Sucinya.
ketua Kim-hong pang. "Suci. tolong......"
Namun jeritan ini terbungkam. Golok Maut tiba tiba
berkelebat dan keluarlah Cahaya atau sinar mengerikan itu, satu kali saja namun
kepala kakek tinggi besar itu telah terpisah dan tubuhnya. Dan ketika kakek itu
roboh dan tubuh tanpa kepala ini memuncratkan darah bagai
pancuran besar maka dari balik tembok Kim long pang
berkelebatlah bayangan-bayangan yang menuju ke tempat itu. ditoleh dan Golok
Maut mendengus. Tawa dinginnya tak pernah lupa dan Hok Beng yang roboh
terbelalak menyaksikan kekejaman itu. Wakil ketua Hek-liong-pang ini dengan jelsa melihat
robohnya sang suheng, yang sudah tidak berkepala lagi. Dan ketika wakil ketua
itu mengeluh dan pingsan serta ngeri maka Golok Maut berkelebat dan lenyap
meninggalkan tempat itu. terganti oleh datangnya seorang nenek dan puluhan
wanita wanita muda dari Kim liong pang.
"Sute..,.!" Panggilan ini sudah tak terjawab. Nenek itu berkelebat dan tertegun di depan
sebuah kepala yang baru terhenti menggelinding, terbelalak dan pucat di situ.
Dan ketika murid-murid Kim liong pang, wanita-wanita muda itu juga tertegun dan
terbelalak di situ tiba-tiba nenek ini, ketua Kim-lioug-pang menjerit dan
melengking lenyap. "Golok Maut. kau siluman tak berjantung!"
Namun nenek ini tak dapat menemukan lawannya. Dia
tadi melengking-lengking dan berputaran di situ, bayangannya berkelebatan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain,
begitu cepat namun masih kalah cepat oleh menghilangnya Golok Maut. Dan ketika
nenek itu kembali dan menangis tersedu-sedu maka Kim-liong-pang geger dengan
kematian ketua Hek-liong-pang itu,
mengurus jenasahnya dan Hok Beng segera di sadarkan.
Wakil ketua Hek-liong-pang ini terkena guncangan hebat dan untuk beberapa hari
dia kejang-kejang. Memang
peristiwa itu terlampau hebat, Hek liong-pang, yang
memiliki tiga ratus anggauta ternyata tak mampu berbuat apa-apa terhadap si
Golok Maut, tokoh mengerikan itu.
Dan ketika ini masih ditambah lagi dengan berita bahwa murid-murid Hek-liong-
pang yang ber-she Coa dan Ci
akhirnya dibunuh Golok Maut berdasar Catatan yang
dibawa maka dunia kang-ouw-pun gempar dan ribut.
"Golok Maut benar-benar telengas dan ganas. Dia
membunuh-bunuhi orang ber-she Coa, dan Ci seperti
terhadap musuh bebuyutannya!"
"Benar, kabarnya dia akan membunuh orang-orang yang ber-she Coa dan Ci di dunia
ini kawan. Dunia hendak dibersihkannya dari dua nama itu!"
"Heran, persoalan apa yang membuat dta begitu" Dan siapa sesungguhnya si Golok
Maut ini?" "Siapa tahu" Kabarnya tokoh itu menyembunyikan muka di balik capingnya yang
lebar. Orang tak tahu siapa dia kecuali kelihaiannya!"
"Hm, dan orang-orang ber-she Coa atau Ci akan
bersembunyi. Golok Maut bagai hantu penyebar penyakit!"
dan ketika percakapan atau pembicaraan ini menjadi hangat dan kian santer maka
benar saja orang-orang ber-she Coa
atau Ci menyembunyikan diri. Banyak di antara mereka
yang mengubah nama namun Golok Maut tetap tahu juga.
Ketua Pek-kiok-pang dan Hwa-long, yang masing-masing
bernama Ci Hak dan Coa Hun akhirnya terbunuh. Kepala
mereka dipenggal dan banyak murid-murid yang hanya
melihat berkelebatnya sebuah cahaya menyilaukan dan
terpisahlah kepala ketua mereka itu dari tubuhnya. Dan ketika orang menjadi kian
terguncang dan nama Golok
Maut benar benar merupakan momok bagi dua nama yang
bersangkutan maka Golok Maut akhirnya dibenci tapi juga ditakuti orang bagai
sebuah sebuah penyakit ganas!
Siapa Golok Maut" Tak ada yang tahu. Dan persoalan
apa yang membuat dia memusuhi orang-orang she Coa dan Ci" Juga tak ada yang
tahu. Dan karena Golok Maut
merupakan tokoh misterius namun kelihaian dan kekejamannya amat luar biasa maka orang pun akhirnya
bersiap dan waspada terhadap tokoh yang satu itu, terutama orang-orang she Coa
dan Ci. ooooo0d0w0oooooo "Kau she Coa?" "Bukan." "Kau she Ci?" "Bukan." "He, kalau begitu siapa namamu?"


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ha-ha, aku Golok Maut, Kong lian. Dan kalau kau she Coa atau Ci maka kau akan
ku bunuh!" Dua anak muda bergurau di tengah jalan, tertawa-tawa
dan tuding-menuding. Mereka itu membawa buntalan besar di punggung, masing-
masing ejek-mengejek dan nama
Golok Maut dibuat bahan permainan. Mereka itu saling
pukul dan tampar di pundak temannya. Dan ketika siang itu mereka tiba di hutan
dan berteduh di bawah pohon
maka Keng Han, pemuda pertama duduk membanting
pantatnya. "Hai, tak usah bergurau lagi. Suhu menyuruh kita menyelidiki si Golok Maut itu
dan bukan mengolok-oloknyal"
"Ha, kau takut?"
"Siapa takut" Kita bertugas membela si teman, Su Tong.
Kalau Golok Maut itu ada di sini tentu kutangkap dia!"
"Dan kau gebuki pantatnya," Su Tong, pemuda, kedua tertawa. "Kau harus
menghajarnya seperti anak kecil dulu, Kang Han. Baru menyerahkan kepadaku untuk
kuseret menghadap suhu!!" "Hm. masa begitu" Kalau aku yang menangkapnya maka aku pula yang membawanya, Su
Tong. Kau jangan enak sendiri dan mau menonjolkan jasa!"
"Ha-ha, bukan begitu. Tapi, eh siapa itu?" Su Tong.
pemuda ini berhenti dan menoleh. Mereka tiba-tiba melihat seorang wanita muda
muncul dari dalam hutan. membawa
payung. Muncul seperti siluman dan dua pemuda ini
bengong. Mereka itu melihat seraut wajah yang cantik dan tubuh menggaiurkan,
tiba-tiba jakun mereka naik turun dan Su Tong melihat temannya melonpat bangun.
Keng Han, pemuda yang duduk tadi tiba-tiba bersinar-sinar. Dan ketika mereka tertegun dan
wanita muda yang cantik itu
melenggang dan akhirnya melewati mereka berdua maka,
seperti di sambar gunting tajam, dua pemuda ini mendapat senyum dan kerlingan
maut, tajam menyambar! -ooo0dw0ooo- Jilid : II "IH, numpang lewat, ji-wi kongcu. Permisi"
Dua pemuda itu mengangguk. Mereka serentak
menggerakkan kepala dan memasang senyum lebar-lebar.
Su Tong bahkan mengedipkan sebelah matanya, satu
balasan nakal. Namun ketika wanita cantik itu lewat dan lenyap di depan mendadak
dua anak muda ini mengkirik
dan tertegun. "Eh, hantukah dia?"
"Wah. silumankah itu?"
Keng Han dan temannya terbelalak. Mereka tiba-tiba
hampir berbareng berkelebat. ke depan. menuju tikungan di mana wanita cantik itu
lenyap. Tapi ketika mereka tiba di sini dan longak-longok mendadak di belakang
terdengar seruan lirih dan wanita itu justeru di tempat mereka semula, di bawah
pohon! "Ih, semut, kongcu. Buntalan kalian penuh semut!"
Keng Han dan temannya membalik dengan cepat.
Mereka tadi melihat wanita itu ada di depan, bagaimana kini tahu-tahu ada di
belakang dan di tempat mereka
semula" Dan berkelebat serta hampir berbareng pula
menginjakkan kakinya di tempat mereka maka dua pemuda ini tertegun melihat
wanita itu mengebut-ngebut semut di buntalan mereka.
"Maaf, batu kemalaku jatuh di sini. Terpaksa aku kembali dan melihat buntalan
kalian yang penuh semut."
Dua pemuda itu menjublak. Mereka melihat wanita
cantik itu memungut sebuah batu kemala, eutah bagaimana
memang betul jatuh di situ dan kini wanita itu
menyimpannya di balik baju. Lenggang dan gerakan
lengannya yang begitu halus memikat membuat dua
pemuda ini berdesir, mereka tadi melihat sekilas bagian dada yang bersih dan
montok, bagai bola!! Dan ketika
mereka tertegun dan bengong seperti orang tersihir maka wanita itu bangkit dan
mengibas-ngibaskan pakaiannya
sendiri, yang dirayapi semut.
"Maaf, kongcu. Sekarang aku tak mengganggu lagi!"
wanita itu tersenyum, melenggang dan cepat seperti
siluman saja tahu-tahu tubuhnya telah berada jauh di
depan, di tikungan itu. Dan ketika dua pemuda ini
mendelong dan sadar, tiba-tiba Su Tong memanggil dan
berseru mengejar. "He, tunggu, nona.....!!" Keng Han menyusul.
"Perkenalkan dulu kami berdua dan berhentilah..!"
Wanita cantik itu, yang sudah lenyap di depan tiba-tiba muncul lagi, membalik
dan hampir bertabrakan dengan Su Tong.
"Ada apa?" "Maaf....,maaf!" Su Tong agak terengah, kaget. "Kami heran melihat gerakanmu,
nona. Kau rupanya bukan wanita biasa dan lihai. Perkenalkan, aku Su Tong dan itu temanku Keng Han."
pemuda ini menjura, melirik ke atas dan wanita itu tersenyum. Sebelah matanya
balas mengerdip dan Su Tong terguncang. Itulah perbuatannya tadi! Dan ketika wanita
itu tertawa dan deretan giginya yang putih bagai mutiara diperlihatkan di situ
maka Keng Han tiba dan berhenti di sini, tertegun.
"Hi-hik, kalian ingin berkenalan" Boleh. tentu saja aku senang, ji-wi kongcu.
Kalian gagah dan cakep-cakep. Ui, aku Eng Hwa, Coa Eng Hwa!"
Su Tong tertegun. "Coa Eng Hwa" She Coa?"
"Ya, kenapakah, kongcu" Kenapa kau terkejut?"
"Tidak, tapi....ah, aku teringat Golok Maut!"
"Hm, yang membenci orang-orang she Coa dan Ci?"
"Nona tahu?" "Hi-hik, tentu saja tahu, kongcu. Justeru aku mencari si Golok Maut itu!"
"Ah. kalau begitu sama dengan kami. Kami juga mencari Golok Maut!"
"Siapa kalian?"
"Aku Su Tong......"
"Bukan, maksudku dari mana kalian dan mau apa
mencari Golok Maut. Apakah kalian berdua mempunyai
she Coa dan Ci?" "Tidak, tidak.....!! Aku she Su, nona. Sedang dia itu she Keng. Kami mencari
Golok Maut karena mendapat
perintah suhu!!" "Hm, siapa suhu ( guru ) kalian?"
"Eh," Keng Han tiba-tiba bicara. "Kenapa tidak mengajak nona ini ke tempat yang
teduh, Su Tong" ini tempat panas begini tak enak rasanya bicara. Mari kita ke bawah pohon itu dan
bercakap-cakap!!" "Ah, benar." Su Tong tertawa. "Aku lupa, nona. Maaf!"
"Hm, jangan panggil nona. Aku Eng Hwa, sebut saja namaku Eng Hwa!"
"Ha-ha, dan kau pun jangan menyebut kongcu (tuan muda ) kepada kami. Panggil
saja aku Su Tong dan dia itu Keng Han!" Su Tong gembira, mendapat sikap yang
manis dari lawan jenisnya ini dan Eng hwa tersenyum. hampir jungkir balik
perasaan pemuda itu mendapat senyum ini.
Bukan main manis dan memikatnya. Dan ketika mereka
sudah duduk di bawah pohon itu dan Eng Hwa melipat satu kakinya di atas kaki
yang lain maka segera mereka terlibat percakapan dan gembira, tak tahu sedang
berhadapan dengan seorang iblis wanita!
"Eh, kalian tadi belum menjawab siapa kalian dan dari mana. Bisakah kalian
memberi tahu murid siapa kalian
berdua ini dan dari mana berasal?"
"Guru kami Pek-lui-kong (Halilintar Putih), Eng Hwa.
Kami dari......" "Ah, tahu aku. Dari utara!" Eng Hwa memotong, tertawa. "Kalau begitu kalian
pandai Lui kong-ciang, Su Tong. Kalian tentu mewarisi Pukulan Kilat dari guru
kalian yang lihai itu!"
"Kau tahu?" Su Tong terbelalak. "Benar, Eng Hwa. Kami berdua memang mewarisi
Lui-kong-ciang!" "Dan kepandaian kalian, hm.....bolehkah kulihat?"
Su Tong gembira, meloncat bangun. Namun belum dia
mengangguk tiba-tiba .Keng Han menekan pundaknya.
"Maaf," pemuda yang satu ini berkata. "Kami tak selihai suhu. Eng Hwa. Malu
rasanya memperlihatkan kebodohan
sendiri. Kalau kami menghadapi musuh barulah kami
bergerak dan menunjukkan kepandaian kami itu."
"Ih, Keng Han rupanya malu-malu, atau barangkali dia curiga. Hi-hik, bagaimana
kalau main-main denganku saja"
Anggap aku musuh, Keng Han. Dan Su Tong atau kau
boleh maju berbareng!"
"Hm," Keng Han tertegun. melihat temannya mengangguk. "Nanti dulu, Eng Hwa. Kau bukan musuh dan tak dapat dianggap musuh.
Terus terang kami dilarang suhu untuk pamer atau menunjukkan kepandaian. Kami
masih bodoh!" "Ah," Su Tong nimbrung. "Eng Hwa hanya ingin melihat-lihat saja, Keng Han. Dan
kepada sahabat rupanya tak usah kita sungkan. Justeru aku ingin memperlihatkan
padanya dan sekalian melihat ilmu silatnya pula. Bukankah dengan bertanding
bersama kita lebih mengenal dan
mempererat persahabatan" Asal kau tidak melaporkan ini tentu suhu tak akan
marah!!" "Sudahlah," Eng Hwa tersenyum. "Keng Han rupanya takut, Su Tong. Kalau temanmu
tidak berani aku juga tidak memaksa. Barangkali Keng Han memang penakut dan tak
usah kau bertengkar dengan temanmu sendiri. Aku sudah mengenal watak kalian,
yang satu pemberani dan gagah
sementara yang lain licik dan penakut!"
"Hm!" Keng Han merah mukanya, tiba-tiba terbakar.
"Aku bukan penakut atau licik, Eng Hwa. Kalau orang mengataiku begitu tentu saja
aku harus bertindak. Baiklah, mari kita main-main dan kau lihat kepandaianku!"
"Hi-hik, pemarah!" Eng Hwa menggosok. "Apakah kata-kataku menyinggungmu, Keng
Han" Kalau begitu maaf,
aku tak bermaksud menyakitimu tapi tentu saja gembira kalau kau mau
memperlihatkan kepandaianmu. Marilah,
kita main2 dan lihat berapa jurus aku roboh!" wanita ini menyambar payungnya,
membuka dan menutup dan segera
Keng Han heran. Dia sudah meloncat bangun dan lawan
pun menghadapinya, terbelalak melihat payung yang
rupanya akan dipakai sebagai senjata. Dan ketika dia
tertegun dan mau bertanya tiba-tiba Eng Hwa mendahului,
"Aku biasa bermain-main dengan payungku ini. Tapi kalau ingin bertangan kosong
tentu saja juga boleh. Marilah, kau serang aku dan kita mulai!!"
"Tidak," Keng Han ragu. "Kau wanita, Eng Hwa. Dan sebaiknya kita memang
bertangan kosong saja. Kau yang mulai menyerang dan aku bertahan."
"Begitu" Baik!" dan payung yang tiba-tiba sudah menutup dan dikempit di ketiak,
mendadak sudah disusul dengan tamparan yang bergerak ke kepala Keng Han. cepat
dan bersiut dan Keng Han terkejut. Tanpa memberi aba-aba lagi tiba-tiba lawan
telah menyerangnya, rupanya tak mau banyak cakap dan Keng han mengelak. Tapi
ketika lima jari lawan tetap mengikutinya dan tahu-tahu sudah di dekat hidung
tiba-tiba Keng Han terkejut dan terpaksa menangkis.
tak dapat menghindar lagi.
"Plak".. Keng Han terpelanting. Tadi dalam tangkisannya,
Pemuda ini hanya mengerahkan lima bagian tenaganya
saja, maklum, dia khawatir kalau terlalu dan masih
menyangsikan lawannya itu. Tapi ketika dia terpelanting dan lengannya ngilu
serta pedas tiba tiba Keng Han kaget bukan main dan maklum bahwa dia terlalu
merendahkan lawan, Eng hwa terkekeh dan segera wanita itu
mengejarnya, berkelebat dan tusukan serta totokan bertubi-tubi mengancam di
tujuh tempat di mana dia harus
bergulingan sambil berteriak keras. Dan ketika Keng Han meloncat bangun dan Su
Tong terbelalak melihat gebrakan itu maka Keng Han merah mukanya mendengar lawan
tertawa. "Nah, baru sejurus, Keng Han. Untuk yang berikutnya harap hati-hati dan
waspada." Keng Han terguncang. Lawan telah berkelebat dan
kembali menyerangnya, kini tamparan dan kepretan
kembali menyambar, enam tujuh kali dan segera disusul totokan jari yang
bercuitan. Keng Han terkejut dan
menangkis. Dan ketika dia terpental dan selalu terhuyung oleh serangan lawan
maka Su Tong berteriak dan Keng
Han pun kaget. "Aih, lihai. Bagus sekali, lihai Awas, Keng Han, banting dirimu ke kanan!" Su
Tong berseru dengan gembira, berteriak-teriak dari luar dan segera Keng Han
kewalahan. Temannya itu seolah melihat pertandingan yang menyenangkan, berulang-ulang memuji dan bertepuk
tangan, semuanya ditujukan kepada Eng Hwa. Dan ketika Keng Han mendongkol dan
Eng Hwa berseru agar dia mengeluarkan Lui-kong-ciang maka Keng Hon mengikuti
dan sudah mainkan ilmunya ini, Pukulan Petir, sambar-
menyambar dan ledakan atau benturan pukulan sering
terjadi. Keng Han mengira dengan begini dia dapat
memperhaiki diri, bahkan mendesak lawan. Tapi ketika
Pukulan Petir disambut telapak lawan yang dingin dan
telapak yang lembut tiba-tiba seakan meredam atau
menghisap pukulannya maka Keng Han berseru kaget
dengan muka berobah. "Plak!!" Saat itu Keng Han sudah tak dapat bergerak lagi.
Pukulannya yang lurus ke depan tiba-tiba disambut telapak lawan yang halus dan
lunak itu, lembut namun dingin
bukan main. Seolah es! Dan ketika Keng Han terkejut
karena dia tak dapat menarik lepas tangannya maka tangan lawan yang lain
bergerak dan menepuk pundaknya.
"Robohlah!" Keng Han terbanting. Dengan satu keluhan pendek pemuda ini roboh
dengan muka pucat. Eng Hwa
telah mengalahkannya tak lebih dari lima belas jurus, satu hal yang membuat Keng
Han malu dan Su Tong bengong.
Pemuda kedua itu sampai melongo kenapa temannya itu
roboh begitu mudah, tak merasakan apa yang dialami Keng Han, telapak lunak namun
dingin dan dahsyat itu. Dan
ketika Keng Han menggigil meloncat bangun dan Su Tong melompat menolong temannya
maka Eng Hwa terkekeh mengejek mereka. "Aih, Lui-kong-ciang kiranya tak sedahsyat namanya.
Kalau begitu si tua bangka Pek-lui-kong tak perlu ditakuti!!"
"Eh!" Su Tong terkejut. "Kenapa kau menghina suhu, Eng Hwa" Urusan ini tak ada
sangkut pautnya dengan

Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suhu. Harap kau tidak menghina atau apa!"
"Hm!" Eng Hwa terkekeh. "Kalian tak usah melindungi si tua bangka itu, Su Tong.
Kalau kalian hanya memiliki kepandaian sebegini saja, tak dapat kalian
menghadapi si Golok Maut. Mengeroyok aku berdua pun kalian tak
mampu!" Su Tong marah. "Eng Hwa!" bentaknya. "Jaga mulutmu dan jangan sombong. Kenapa
kau bicara semakin tajam dan tidak enak didengar telinga" Apakah kau minta
kuhajar?" "Hi-hik, menghajarku" boleh, coba lakukan, Su Tong.
Dan lihat, siapa yang akan jatuh bangun......"
"Wut!" dan Su Tong yang bergerak tak dapat
mengendalikan diri tiba-tiba menerjang lawannya itu,
membentak dan Keng Han ditinggalkannya. Dengan satu
pukulan miring dia menujukan serangannya pada pundak
lawan. Tapi ketika Eng Hwa berkelit dan terkekeh mengejek maka Su Tong
terjerumus dan hampir roboh di depan,
terbawa oleh pukulannya itu dan pemuda ini marah sekali.
Mendadak rasa tertarik dan main-mainnya dengan si cantik lenyap, Su Tong marah
karena gurunya dimaki, berkali-kali wanita itu menyebutnya "si tua bangka". Dan
ketika pemuda ini berseru keras dan berjungkir balik maka Su Tong sudah mengejar
dan menyerang lawannya itu,
bertubi-tubi dan cepat dan segera Eng Hwa berlompatan.
Lincah dan ringan wanita cantik itu menghindari semua serangan lawannya. Dan
ketika Su Tong terbelalak dan
kaget serta penasaran maka Eng Hwa berseru padanya,
"Nah, coba tangkap aku, Su Tong. Dapat meraih ujung bajuku saja kunyatakan
dirimu menang!" Su Tong terbakar. Sekarang dia meluap dan marah
sekali, lawan mengejeknya di luar batas. Tapi ketika dia berkelebat dan memburu
lawan tiba-tiba lawan lenyap
mengerahkan ginkangnya, berkelebatan lebih cepat dan
pemuda ini bengong. Lawan sudah menjadi bayang-bayang yang tak dapat diikutinya
lagi, pandang matanya kabur dan Lu Tong malah terhuyung-huyung. Dan ketika
pemuda itu terkejut dan menyadari kelihaian lawan maka Eng Hwa
berhenti dan mendadak sebuah tamparan mengenai
kepalanya. "Nah, robohlah, Su Tong. Cukup hingga di sini....plak!"
Su Tong roboh, terbanting dan mengeluh dan sejenak
pemuda itu tak dapat bangun berdiri. Matanya seolah
melihat seribu kunang menari-nari, akhirnya lenyap dan pemuda itu bangkit
berdiri, terhuyung. Dan ketika dia terbelalak melihat lawan berdiri berkacak
pinggang maka Eng Hwa melepas dua kancing bajunya dan memperlihatkan bola dadanya yang membusung.
"Anak-anak, kalian harus menambah tenagaku. Kemarilah........hi-hik!!"
Su Tong terkejut. Eng Hwa tiba-tiba tanpa malu-malu
lagi melepas bajunya itu, sekejap kemudian sudah tinggal pakaian dalam yang
tipis. Pemuda ini tersentak dan
terhenyak. Tubuh yang padat menggairahkan ada di depan mata, bak patung pualam!
Dan belum dia sadar atau apa tahu-tahu wanita itu bergerak dan dia sudah dipeluk
sepasang lengan yang halus dan lembut.
"Cup!" Kecupan di bibir ini serasa membuat sukma pemuda itu
terbang. Eng hwa terkekeh dan tiba tiba memeluknya. Dan ketika Su Tong panas
dingin dan belum sadar sepenuhnya tiba-tiba si cantik itu telah mencium dan
melumat bibirnya lagi, ganas dan panas dan Su Tong tiba-tiba roboh, Entah kenapa
ciuman itu serasa membelot jiwanya, pemuda ini mau berontak tapi tak berhasil.
Dia telah dimasuki suatu pengaruh aneh ketika jari-jari lawan mengurut
bokongnya, tepat di atas tulang ekor. Dan ketika Su Tong terbelalak dan tiba-
tiba mengeluh menyambut ciuman itu maka Keng Han yang kaget serta malu
sekonyong-konyong membentak.
"Su Tong!" Namun temannya ini seolah tuli. Su Tong telah hanyut
dan tenggelam dalam ciuman lawan.
Eng Hwa si cantik dan lihai telah melumat bibirnya
bagai kuntilanak mendapat korban. menghisap dan tiba-tiba roboh. Dan ketika
keduanya bergulingan dan Su Tong
mendengus dengan mata terpejam maka Keng Han tak
tahan lagi dan melompat menerjang,
"Su Tong!" Bentakan itu kini diiringi pukulan ke punggung. Su Tong tepat terhantam dan
pemuda ini menjerit, seakan disentak dari alam bawah sadar dan pemuda itu
bergulingan. Keng Han, yang telah menyerang dan menerjang Eng Hwa tiba-
tiba mencabut pedang dan dengan senjata ini pemuda itu menusuk dan membacok.
Keng Han sadar bahwa Eng Hwa
ternyata wanita berbahaya, temannya dibuat mabok dan
entah bagaimana Su Tong tadi seolah orang terbius. Kini dengan bentakan-
bentakannya pemuda itu menusuk dan
membacok, Eng Hwa melenting bangun dan sudah
mengelak sana-sini serangan pemuda itu, terkekeh.
Pakaiannya kedodoran dan Keng Han harus sering
memalingkan muka kalau melihat bagian-bagian yang
menonjol, bagian yang tentu saja mengacaukan konsentrasinya dan segera wanita cantik itu tertawa merdu.
tiba-tiba pandangan wanita ini lebih berkilat kepada Keng Hun. Dan ketika
serangan demi serangan dikelit atau
dihindarkan saja mendadak satu ketika wanita ini
menangkis dan berseru pada lawannya itu, "Keng Han, kau lebih menarik daripada
Su Tong. Biarlah kau melayaniku dulu dan kita berdua boleh bersenang-
senang...... plak!" pedang di tangan Keng Han terpental, nyaris mengenai
muka pemuda itu sendiri dan Keng Han berteriak. Pemuda ini menyerang lagi namun
lawan kini membalas, Pukulan dingin mulai meluncur dari tangan si cantik itu dan
Eng Hwa pun terkekeh-kekeh. Gerakannya mengundang berahi
karena sering dada atau pinggulnya ditonjol-tonjolkan, waktu mengelak atau
menangkis. Dan ketika Keng Han
marah dan gusar melihat semuanya ini tiba-tiba pedangnya mencelat ketika
ditampar wanita itu. "Nah, robohlah, Keng Han. Sekarang kita berdua tak boleh berkelahi lagi!" Keng
Han membanting tubuh bergulingan, mau mengelak sebuah tepukan tapi terkena juga.
Dia ditubruk dan diterkam wanita itu. Dan ketika mereka berdua bergulingan dan
Eng Hwa mengurut bagian bokongnya tiba-tiba sama seperti Su Tong tadi pemuda ini
merasa dipengaruhi sesuatu dan tidak berdaya, dicium dan
segera pemuda itu mengeluh. Tubuh Eng Hwa menindihnya dan mereka bergantian bergulingan, si cantik itu terkekeh-kekeh.
Tapi ketika Eng Hwa menarik lepas baju pemuda itu dan menempel ketat di tubuh
Keng Han mendadak Su Tong membentak dan ganti menyerang
temannya. "Keng Han, lepaskan!"
Keng Han mengeluh. Satu pukulan Su Tong mengenai
belakang kepalanya, terpelanting dan segera dia bangkit terhuyung. Su Tong sudah
mencabut pedangnya dan kini
menyerang Eng Hwa. Dia tahu apa yang terjadi pada
temannya dan cepat dia menusuk atau membacok, memaki-
maki wanita cantik itu. Tapi ketika Eng Hwa terkekeh dan meloncat mengelak sana-
sini maka sebuah tamparan
mengenai pergelangannya, membuat pedangnya terlepas
lapi pemuda ini melempar tubuh bergulingan menyambar
pedangnya itu, lagi-lagi melompat bangun dan menyerang.
Dan ketika lawan melayani dan tertawa membalas dengnn pukulan-pukulan dingin
maka Su Tong kewalahan dan
akhirnya menggerakkan tangan kiri, mainkan Lui-kong-
ciang namun kini pukulannya dihisap sebuah telapak yang dingin namun kuat, hawa
panas dari pukulannya seolah
diredam dan dilumpuhkan oleh telapak lawannya. Dan
ketika dia terkejut dan kaget serta terbelalak maka untuk kedua kali pedangnya
mencelat ketika bertemu ketukan jari Eng Hwa, yang kini mengeluarkan suara
berdenting. Tentu saja membuat pemuda ini kelabakan dan segera pemuda itu
memanggil temannya. Keng Han terkejut dan sadar. Dan
begitu Su Tong bergulingan menyambar pedangnya lagi dan pemuda ini mencelat
menerjang maju maka wanita cantik itu akhirnya dikeroyok dan diserang habis-
habisan. "Hi-hik, bagus, anak anak muda. Sekarang kalian akan mengenal kelihaian Mao-siao
Mo-li ( Siluman Kucing )!"
Keng Han dan Su Tong terkejut. Tiba tiba mereka
terbelalak mendengar nama ini, sebuah nama yang akhirakhir ini terdengar dan
diketahui orang sebagai wanita cabul, iblis wanita yang lihai namun jarang yang
bertemu dengannya. Siapa yang bertemu biasanya langsung
dibunuh, setelah dinikmati dan disedot tenaga kelelakiannya. Maka begitu dua pemuda itu terkejut dan kaget serta marah tiba-
tiba mereka membentak dan
menerjang semakin galak, mengeroyok dari kiri kanan
namun Eng Hwa. atau Mao siao Mo-li itu berkelit sana-sini.
Gerakannya begitu mudah dan ringan. Dan ketika dua
pemuda itu mendesak namun tak berhasil maka Mao-siao
Mo-li mencabut payungnya dan berseru,
"Nah, kau roboh lebih dulu. Su Tong. Setelah itu Keng Han..... plak dess!" Su
Tong benar-benar terbanting, pedangnya terlepas dan ujung payung menotok
dadanya. Pemuda itu mengeluh dan terguliug roboh, akhirnya diam dan tak dapat berbuat
apa-apa. Tinggallah Keng Han yang kini terbelalak memandang lawannya itu.
menusuk dan membacok namun lawan berkelit sana-sini, jari menyentil dan berkali kali pedang
Keng Han terpental. Dan ketika Eng Hwa terkekeh dan menggerakkan ujung payungnya
pula maka wanita ini membentak,
"Sekarang kau, Keng Han. Robohlah ....!"
Keng Han berusaha berkelit, gagal dan payung itu pun
menotok pundaknya. Pemuda ini mengeluh bersamaan
dengan pedangnya yang terlempar, yang ditampar jari-jari lawannya. Dan ketika
dia terbanting dan tidak dapat
bergerak lagi maka Eng Hwa atau Mao-siao Mo-li itu
mengempit , payungnya di bawah ketiak dan mengibas-
ngibat bajunya yang kotor.
"Hi-hik, bagaimana, Keng Han" Kalian berdua tidak menyerah?"
"Bunuhlah!" Keng Han berteriak. "Kami sudah kalah, Mao-siao Mo-li. Kami tak
takut menerima kematian!"
"Benar," Su Tong juga berseru. "Kau boleh bunuh kami berdua, Eng Hwa. Tak kami
sangka bahwa kau adalah Mao-siao Mo-li!" "Hm, kahan tak ingin menikmati surga" Hi-hik, mati sebelum mengalami kenikmatan
adalah rugi, Su Tong. Aku ingin mengajak kalian bersenang-senang dulu sebelum
kubunuh. Atau, kalau kalian mau baik baik menuruti semua kehendakku kalian tak
akan kubunuh!" "Bunuhlah. kami tak mau berbuat cabul! Kau boleh bunuh kami, Mao-siao Mo-li. Dan
tidak usah banyak cakap lagi!" Keng Han, yang khawatir dan cemas melihat wanita
itu membuka baju tiba-tiba berdebar dan berteriak, ngeri dan takut karena dia
mendengar kecabulan wanita cantik ini. Bukan takut kepada kematian melainkan
takut menghadapi bayangan yang baginya mengerikan itu.
melayani wanita ini bermain cinta, yang konon katanya dapat melakukan hal yang
aneh-aneh dan biasanya korban juga mati dengan cara yang aneh-aneh. Semua
biasanya dibiarkan telanjang! Tapi Mao-siao Mo-li yang terkekeh dan sudah berkelebat ke
tempat pemuda ini tiba-tiba berjongkok dan mengusap pipi Keng Han, yang segera
memejamkan mata. "Hi-hik, kau pendiam tapi bersemangat, Keng Han.
Sebenarnya Su Tong lebih ramah tapi kau bagiku lebih
menarik. Lihatlah, aku siap memberimu kenangan
indah......bret!" wanita itu menarik baju atasnya, memperlihatkan bagian dadanya dan Keng Han tersirap.
Tanpa terasa ia membuka mata dan melihat itu, bola indah seputih salju. Tapi
begitu ia terkejut dan memaki
memejamkan matanya lagi tiba-tiba lawan mengurut
bokongnya dan sesuatu yang panas membuat pemuda ini
menggeliat, dirangsang nafsu berahi dan perlahan-lahan warna merah terlihat di
mukanya. Keng Han sudah lebih dulu diguncang pemandangan luar biasa yang
ditunjukkan wanita cabul ini. benda yang tak mungkin dilupakannya seumur hidup.
Buah dada yang montok dan bersih! Dan
begitu ia mengeluh dan lawan terkekeh memeluknya tiba-tiba Mao-siao Mo-li telah
mencium dan menindih tubuhnya. "Hi-hik, buka matamu, Keng Han. Lihatlah!"
Keng Han tak keruan. Antara keinginan berontak dengan nafsu yang bangkit tiba-
tiba tak seimbang. Ciuman di bibir membuatnya panas dingin dan kacau. Mao-siao
Mo-li menotok dan mengurut-urut pula jalan darah yang
membuat pemuda itu hilang kesadaran dirinya. Dan ketika Keng Han mengeluh dan
akhirnya menyambut ciuman
wanita itu dengan ganas dan buas maka Mao-siao Mo-li
tiba-tiba mengangkat bangun dan terkekeh.
"Hi-hik, lepas pakaianmu, Keng Han. Lepas!"
Keng Han seperti orang tersihir. Dia menubruk dan kini menciumi wanita itu,
menerkam dan seperti orang tidak sadar lagi. Su Tong yang melihat menjadi ngeri
dan menutup matanya. Dia tahu apa yang terjadi. Temannya
telah dilumpuhkan dan dipermainkan Mao-siao Mo-Ji.


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebentar lagi akan tiba gilirannya dan pemuda ini tiba-tiba mengeluh. Dan ketika
dua tubuh berdebuk di sana dan
Keng Han sudah melepas pakaiannya satu demi satu
mendadak terdengar suara angin berkesiur dan.....Mao-siao Mo-li terlempar.
"Lepaskan pemuda itu, Mao-siao Mo-li. Biarkan ia sendiri!!"
Mao-siao Mo-li terpekik. Dia terlempar bergulingan
ketika sebuah tenaga menariknya dari tubuh Keng Han,
kedua-duanya telanjang bulat dan wanita ini cepat
menyambar pakaiannya. Dan ketika ia meloncat bangun
dan menggigil memandang marah maka di depannya
tampak seseorang berdiri dengan sikap dingin, seseorang yang mengenakan caping
lebar dan tegak tak bergeming.
"Golok Maut.....!!".
Mao-siao Mo-li tertegun. Golok Maut. yang dikenal ciri-cirinya dengan caping
lebar dan tak pernah memperlihatkan muka kini tampak di hadapannya. Wanita
cantik itu terkejut tapi marah bukan main. tadi sejenak terkesiap dan kaget, jengah. Tapi
karena dia belum pernah bertanding dan pantang baginya takut terhadap lawan yang
betapapun lihainya tiba-tiba wanita ini mencelat dan menghantamkan kedua tangannya,
terkekeh dan tiba-tiba ia sudah
menyerang Golok Maut yang tiba-tiba hadir dan datang
sendiri mendadak membuat wanita ini gembira. Semacam
keberingasan tampak di sinar matanya. Tapi begitu Golok Maut mengelak dan
mendengus ternyata hantaman wanita
ini luput. "Wutt.....!" Mao-siao Mo-li terkejut. Pukulannya menyambar angin
kosong, membentak dan secepat kilat dia membalik, kedua kaki bergerak dan cepat
serta bergantian wanita itu
menendang lawannya. Tapi ketika Golok Maut mengegos
dan melompat serta berkelit maka semua serangan wanita itu pun mengenai angin
kosong dan luput mengenai
sasarannya. "Wut-wutt.....!"
Mao-siao Mo-li terbelalak. Tujuh tendangan nya yang
cepat dan beranting ternyata sia-sia, wanita ini melengking dan tiba-tiba
berkelebat. Dan ketika ia membentak dan mengepret
serta menampar maka Golok Maut mengeluarkan tawa dingin dan kali ini tidak mengelak, menangkis.
"Plak-dukk!" Mao-siao Mo-li menjerit. Tamparannya yang disambut
tangkisan tiba-tiba terpental. Golok Maut mengejek dan berdiri lagi, tenang.
Tadi tangkisannya telah membuat tangan wanita ini serasa retak dan Mao-siao Mo-
li kaget bukan main, sakit tapi juga marah. Tapi begitu wanita ini menjerit dan
melengking panjang tiba-tiba tubuhnya
berkelebatan dan sudah menyerang lawannya dengan
pukulan atau tamparan, dikelit dan ditangkis dan lagi-lagi wanita itu berteriak.
Lengan si Golok Maut seakan
batangan baja yang membuat lengannya kesakitan, kian
keras ia memukul kian keras pula wanita iblis ini menjerit.
Dan karena berkali-kali lawan membuatnya kesakitan dan Golok Maut hanya
mengeluarkan tawa dari hidung, tiba-tiba Mao-siao Mo-li membentak mencabut
payungnya, yang tadi disisipkan di ketiak. Dan begitu wanita itu menerjang dan marah memaki
lawannya maka Golok Maut sudah diserang bertubi-tubi oleh payung di tangan wanita iblis ini, membuka dan
menutup dan segera Su Tong
melihat pertandingan yung luar biasa. Sekarang tampaklah kelihaian wanita ini.
Su Tong melihat perbedaan yang jauh dan segera pemuda itu menarik napas panjang.
Mao-siao Mo-li betul-betul lihai dan barangkali hanya gurunya saja yang sanggup
menghadapi wanita cabul itu, dia dan Keng Han bukan apa-apa bagi wanita ini. Dan
ketika Golok Maut menggerakkan kaki dan mengelak serta menangkis dengan cepat
akhirnya Mao-siao Mo-li hilang dari pandangan
karena sudah mengerahkan ginkangnya untuk terbang di
sekeliling lawan, marah melengking-lengking dan payung berkali kali membuka atau
menutup. Dengan gerakan ini lawan biasa akan dibuat bingung,
Mao-siao Mo-li dapat melancarkan serangan dari bawah
apabila payung sedang membuka, menghalangi pandangan.
Tapi Golok Maut yang dapat mengimbangi dan melayani
lawan dengan baik ternyata tak dibuat kewalahan dan Mao siao Mo-li penasaran,
membentak dan bertubi-tubi
melakukan serangan namun tusukan atau totokan ujung
payungnya selalu kandas. Dua kali ujung payungnya
mengenai tubuh lawan namun Golok Maut tak apa-apa,
payungnya malah terpental bertemu tenaga tolak yang
timbul dari tubuh lawannya itu. Dan ketika wanita ini terkejut dan Golok Maut
berseru pendek. tiba tiba sinar menyilaukan berkelebat menyambar payung di
tangan wanita cabul ini. "Pergilah......cringg!"
Su Tong tak melihat apa-apa. Ia hanya melihat Golok
Maut menggerakkan tangan ke belakang, sinar menyilaukan itu berkelebat dan
terpekiklah Mao-siao Mo-li, yang
terhuyung mundur. Dan ketika Su Tong terbelalak dan
tertegun melihat payung di tangan Mao-siao Mo-li sudah putus menjadi dua maka
Mao siao Mo li sendiri terhenyak dan tampak pucat.
"Golok Maut, kau......kau manusia keparat!"
"Hm, pergilah. Aku tak jadi membunuhmu, Mao Sian Mo-li. Kau bukan she Coa karena
she Li!" Golok Maut, yang tenang-tenang menghadapi lawan tampak bersikap
dingin. Dia tadi lelah mengeluarkan golok mautnya dan membacok putus payung di
tangan lawan, senjata yang
hanya dilihat sebagai cahaya yang menyilaukan oleh Su Tong itu, pemuda yang
masih tak berdaya di tanah. Dan ketika Mao-siao Mo li tertegun dan teriak marah
tiba-tiba wanita ini membuang payungnya dan berkelebat pergi.
"Baiklah, aku kalah, Golok Maut. Tapi lain kali aku datang!"
"Hm!" Golok Maut tak menjawab, mengeluarkan dengus pendek dan tiba-tiba kakinya
menyepak patahan payung ke punggung Su Tong. Perlahan saja ujung payung itu
menyentuh tapi tiba-tiba Su Tong dapat bergerak. Dan
ketika Golok Maut menendang patahan yang lain dan Keng Han ganti dibebaskan dari
jauh maka Golok Maut berkelebat dan berseru pada Su Tong agar membantu
temannya. "Pergi dan menyingkirlah dari tempat ini. Mao-siao Mo-li bukan lawan kalian!"
"Eh!" Su Tong berseru. "Tunggu dulu, Golok Maut. Aku mau bicara.....!"
"Hm!" laki-laki itu berhenti, tak bergerak. "Kau mau bicara apa, anak muda"
Masih ada sesuatu yang perlu
dibicarakan?" Su Tong tertegun, menghadapi Golok Maut yang
memberikan punggungnya, tegap dan kuat. Tapi berkelebat dan tak mau diberi
punggung tiba tiba pemuda itu sudah melayang dan turun di depan tuan
penolongnya. "Aku...... aku mau mengucap terima kasih. Kau
dikabarkan ganas tapi ternyata menolong orang secara baik-baik. Bolehkah aku
tahu dan berkenalan lebih jauh
denganmu, Golok Maut?"
"Hm, hanya ini yang ingin kau bicarakan?"
Su Tong terkejut. Caping yang menyembunyikan
sebagian bcsar wajah itu tampak semakin turun, pemuda ini gagal untuk
menyaksikan wajah tuan penolongnya. Dan
karena dia bingung dan gugup untuk berkata apa tiba-tiba
Golok Maut menggerakkan tangannya dan......dia pun
terpelanting. "Minggir, kau tolonglah temanmu!"
Su Tong berteriak tertahan. Tahu-tahu dia terlempar
namun tidak cedera, Golok Maut lenyap dan pemuda. itu tak tahu ke mana. Dan
ketika Keng Han merintih dan
menyadarkan pemuda ini tiba-tiba Su Tong berkelebat dan kembali menghadapi
temannya, merah dan jengah karena
melihat Keng Han telanjang namun cepat ia sudah
menyambar pakaian pemuda itu, mengenakannya. Dan
ketika Keng Han mengeluh dan seolah baru sadar dari
sebuah mimpi buruk maka pemuda itu menggigil mencari-
cari Mao-siao Mo-li. "Mana wanita cabul itu" Dia apakan diriku?"
"Hm, sudah pergi," Su Tong agak kasihan. "Golok Maut menolong kita, Keng Han.
Kalau ia tak datang entah apa jadinya kita berdua."
"Golok Maut?" "Ya." "Mana dia?" "Pergi." "Ah!" dan Keng Han yang tertegun tapi terbelalak marah tiba-tiba mencengkeram
temannya. "Su Tong, apa kau bicara" Kita ditolong Golok Maut" Tidak kelirukah
kau?" "Tenanglah!" pemuda ini menyadari keadaan. "Kau rupanya terbius dan dilumpuhkan
kesadaranmu. Keng Han. Mao siao Mo-li benar-benar wanita keji dan tak tahu malu.
Kau telah dipermainkan dan hampir saja dibuatnya malu.
Kalau Golok Maut tak datang sungguh kita berdua bakal dihisapnya seperti
lintah!" lalu melepas pegangan temannya
pemuda ini berkata, "Kita gagal.. Kita harus kembali dan melapor pada suhu bahwa
Golok Maut tak dapat kita
selidiki. Bahkan Golok Maut telah menolong kita.
Bagaimana pendapatmu. Keng Han?"
Pemuda ini termangu. "Aku tak tahu," katanya. "Tapi sekarang kita tahu bahwa
kepandaian kita masih rendah. Su Tong. Baru menghadapi Siluman Kucing itu saja
kita tak berdaya!!" "Ya, apalagi menghadapi Golok Maut, Keng Han.
Sedang Mao-siao Mo-li yang lihai tak dapat mengalahkannya!" "Kau melihat pertandingan itu?"
"Benar." "Bagaimana dia kalah?"
"Lihat itu," Su Tong menunjuk payung yang patah dan hancur. "Golok Maut
mengeluarkan senjatanya yang luar biasa, Keng Han. Aku tak tahu apa tapi tahu-
tahu payung di tangan Mao siao Mo-li sudah putus dibabat!"
"Hm, itukah golok mautnya?"
"Mungkin saja, aku tak melihat jelas. Hanya tampak sinar menyilaukan dan tahu-
tahu Siluman Kucing itu menjerit dan payungnya putus'"
"Hm, kalau begitu kita semakin kerdil. Kita bukan apa-apa menghadapi orang macam
begini. Su Tong. Dan aku jadi bingung Golok Maut itu termasuk golongan apa!"
"Maksudmu?" "Aku bingung menentukan dia sebagai orang golongan hitam atau tidak. Kalau
golongan hitam kenapa dia
memusuhi Mao-siao Mo-li" Sedang kalau golongan putih
kenapa dia membunuh-bunuhi orang she Coa dan Ci" Apa
yang menyebabkan dia berbuat seperti itu" Latar belakang apa yang menyebabkan
dia begini?" "Mana aku tahu'" Su Tong menjawab. "Baru bertemu saja aku sudah bergidik, Keng
Han. Golok Maut ini dingin dan beku, dia mirip gunung es di kutub utara!"
"Kau bercakap-cakap dengannya?"
"Ya, sebentar. Mengucap terima kasih tapi dia pun pergi, tak mau diajak
bercakap-cakap. Golok Maut ini pendiam tapi rupanya dia berasal dari orang baik-
baik!" "Bagaimana kau tahu?"
"Dia menolong kita. Keng Han. Menyelamatkan kita dari iblis betina Mao-siao Mo-
li itu. Bukankah ini menunjuk kebaikannya?"
"Hm, belum tentu. Kalau kita she Coa dan Ci mungkin sebaliknya, Su Tong.
Betapapun kau beruntung bertemu
dengannya dan bercakap cakap, mcskipun sebentar.
Sudahlah, aku kecewa dan tak ingin meneruskan
perjalanan. Kita pulang dan melapor pada suhu!"
"Benar, kita gagal, Keng Han. Memang sebaiknya kita pulang dan melapor pada
Panji Sakti 8 Wiro Sableng 168 Mayat Kiriman Di Rumah Gadang Lembah Tiga Malaikat 24
^