Pencarian

Golok Maut 11

Golok Maut Karya Batara Bagian 11


halimun muncul di situ. Entah kapan datangnya kakek ini tak ada yang mengetahui.
Beng Tan dan Golok Maut tahu-tahu
merasa tangan mereka direnggangkan, diusap jari-jari yang halus namun kuat
bertenaga dan mereka tak sanggup
melawan itu. Keduanya terkejut dan seketika terlepas, terlempar dan masing-
masing daya pukul menghantam ke
depan. Tapi ketika kakek itu mengebut dan Beng Tan
maupun Golok Maut dikibas ke kanan kiri tiba-tiba dua pemuda itu sudah
terbanting dan terguling-guling di sana.
"Augh... bres-bress!" Golok Maut dan Beng Tan berseru tertahan, kaget namun
girang karena dua tangan mereka sudah terlepas satu sama lain, terlepas dari
ancaman maut atau cacad yang sama-sama bakal berakibat buruk. Golok Maut maupun
Beng Tan sesungguhnya tak akan menikmati
kemenangan itu dengan utuh, yang satu akan tewas sedang yang lain bakal menjadi
manusia invalid, karena dada Beng Tan yang terbakar dari dalam bisa
mengakibatkan sebuah paru-parunya hancur, yang tentu saja tak kalah buruk
dengan maut sendiri. Maka begitu seseorang memisah
pertandingan mereka dan adu sinkang mati hidup itu
berakhir maka Golok Maut terguling-guling sementara
Beng Tan juga terlempar dan terbanting bergulingan di sana, terluka, namun tidak
terlalu fatal. Dan ketika
keduanya meloncat bangun namun terjatuh lagi, karena
mereka terluka dan lelah kehabisan tenaga maka Golok
Maut maupun Beng Tan terkejut dan membelalakkan
matanya lebar-lebar melihat siapa yang berdiri di tengah-tengah itu.
"Sian-su...!" "Sin-jin...!" Beng Tan dan lawannya tertegun. Di situ, di tengah-
tengah mereka berdiri tegak seorang kakek berpakaian
putih. Kakek ini menarik napas dan berkali-kali menyebut nama Tuhan, wajahnya
tak kelihatan namun sepasang
cahaya mencorong dari balik kabut itu menggetarkan dua pemuda ini. Itulah
sepasang mata yang kuatnya bukan
main, penuh tenaga sakti dan getarannya sudah cukup
membuat dua pemuda ini jatuh terduduk, Dan ketika Beng Tan maupun Golok Maut
terperangah dan terkejut melihat siapa yang datang tiba-tiba hampir berbareng
keduanya menjatuhkan diri berlutut dan dua-duanya sama-sama
batuk darah. "Sian-su, maafkan kami. Dia... Golok Maut... dia mengajak bertempur mati hidup!"
"Maaf, aku... aku dihalangi lawanku ini, Sian-su. Beng Tan tak mau mundur dan
memaksa aku bertarung mati
hidup!" "Ah-ah, kalian anak-anak muda yang sama keras
kepala!" kakek itu, yang bukan lain Bu-beng Sian-su adanya berseru perlahan,
tampak sedih. "Kalian sama-sama
mempertahankan kebenaran sendiri, Golok Maut. Dan kau tak menghiraukan
nasihatku! Aih, kenapa begini, anak
baik" Tidakkah kau ingat semua wejanganku?"
Golok Maut, yang ganas dan ditakuti lawan itu tiba-tiba menangis. Entah kenapa
mendengar suara atau teguran
kakek dewa ini dia tak tahan lagi, batuk dan terhuyung mendekati kakek itu. Dan
ketika air matanya bercucuran dan Golok Maut terguling di kaki kakek itu tiba-
tiba lawan Beng Tan ini berkata,
"Sian-su, aku tak dapat melupakan peristiwa lama. Kalau kau ingin menghukumku
silahkan, bunuhlah aku dan
kuserahkan senjataku ini!"
"Hm!" Bu-beng Sian-su, kakek itu mengerutkan keping melihat Golok Maut melolos
senjatanya, memberikannya
kepadanya. "Senjata bukan untuk dipergunakan membunuh orang baik-baik, Golok
Maut. Aku datang bukan untuk
mencabut nyawamu!" "Tapi aku tak berhasil memenuhi keinginanmu. Aku gagal. Ah, kau hukumlah aku,
Sian-su. Kaubunuhlah aku agar aku terbebas dari semua derita ini!"
"Bangunlah," Beng Tan tertegun, melihat lawannya itu dibangunkan kakek ini,
disentuh kedua pundaknya.
"Nasihat , bukan berarti perintah, Golok Maut. Kalau kau tak dapat melaksanakan
nasihatku maka aku tak menyalahkanmu. Buah baik akan menghasilkan yang baik
juga, buah buruk akan menghasilkan sebaliknya. Kau
bangunlah, simpan senjatamu karena aku tak memerlukan itu!" dan ketika Golok
Maut menangis dan Beng Tan kian tertegun di sana, tak menyangka bahwa Golok Maut
kenal baik dengan kakek itu maka Bu-beng Sian-su menggapaikan lengannya
kepadanya. "Beng Tan, ke marilah," seruan itu mendebarkan pemuda ini. "Sudahkah kau
berhasil meminta sesuatu dari Si Golok Maut ini" Sudahkah kau melaksanakan
perintahku pula?" "Maaf," Beng Tan terkejut, pucat mukanya. "Aku... aku belum berhasil, Sian-su.
Aku marah dan tidak teringat permintaanmu. Aku tak suka lawanku ini!"
"Hm, suka tidak suka lahir dari perasaan emosi, Beng Tan. Kau ternyata belum
mampu mengendalikan dirimu.
Baiklah, ke marilah dan dekat-dekat kepadaku."
Beng Tan beringsut, mendekati kakek itu. Dan ketika dia roboh dan juga terguling
di kaki kakek ini, seperti Golok Maut maka Bu-beng Sian-su tiba-tiba mengebutkan
bajunya dan sebuah totokan lihai menyentuh lunak di dada pemuda ini.
"Kau nyaris terluka hebat, paru-parumu lemah sebagian.
Terimalah, dan telanlah ini, Beng Tan. Setelah itu cepat bersamadhi namun
dengarkan dulu kata-kata-ku!" dan, ketika Beng Tan terduduk dan menerima sebutir
obat dari kakek dewa itu Bu-beng Sian-su sudah membalik dan
menyentuh pula punggung Golok Maut, berkata, "Dan kau, hmm... jantungmu sedikit
terpukul, Golok Maut. Telanlah ini dua sekaligus!" kakek itu memberikan dua
butir obat, langsung ditelan Golok Maut dan pemuda itu menangis
lagi, tak berani menolak dan Bu-beng Sian-su telah
mengusap punggungnya tiga kali, melegakan pernapasannya dan Golok Maut tidak batuk-batuk lagi.
Dan ketika Beng Tan di sana terduduk dan cepat bersila, mengatur napasnya sesuai
ilmu pernapasan yang benar
maka kakek itu bertanya, lirih dan lambat-lambat namun bernada penuh teguran
kepada Si Golok Maut, "Golok Maut, masihkah terngiang segala nasihatku kepadamu" Masihkah teringat apa
yang pernah kukatakan padamu?"
"Aku ingat," Golok Maut bercucuran air mata. "Tapi dendam ini tak dapat kuhapus,
Sian-su. Kebencian terlanjur berakar di hatiku."
"Dan kau tak mau mundur?"
"Pantang bagiku menarik sumpah, Sian-su. Aku telah maju dan kepalang basah!"
"Tapi kau melanggar sumpahmu dengan Wi Hong! Hm, apa artinya ini, Golok Maut"
Dapatkah sumpahmu dipercaya?" Golok Maut tertegun, pucat pasi. "Ini ... ini... aku salah, Sian-su. Tapi
urusanku dengan Wi Hong tak sama dengan sumpahku terhadap Coa-ongya maupun Ci-
ongya. Itu lain! Aku... aku terjebak siluman betina itu!"
"Hm, kebencian membuat segala-galanya menjadi gelap.
Baiklah, aku tak bertanya lagi, Golok Maut. Kau bebas melaksanakan apa yang mau
kaukerjakan. Hukum sebab dan akibat akan selalu mengikutimu pula. Manusia
berusaha tapi Tuhan punya kuasa. Eh, ada yang kaubawa di tubuhmu, Golok Maut"
Kau masih membawa catatan
mendiang gurumu?" "Maksud Sian-su...?"
"Berikan itu pada Beng Tan, Golok Maut. Kau agaknya tak berkepentingan lagi
dengan itu." "Tapi ini punya guruku..."
"Hm, gurumu mendapatkannya dari aku, Golok Maut.
Atau kalau kau berat memberikannya silahkan pinjamkan sebentar agar dicatat
pemuda itu!" Golok Maut tertegun. Dia tampak ragu atau bimbang,
tapi ketika pandang matanya bertemu dengan sorot cahaya di batik halimun itu
tiba-tiba pemuda ini menunduk dan menekan debaran jantungnya, mengambil sesuatu
dari balik baju dan Golok Maut memberikan itu pada si kakek dewa.
Tapi ketika kakek itu tersenyum dan tak mau menerima, memanggil Beng Tan maka
pemuda baju putih ini diminta agar menerima pemberian Golok Maut.
"Aku pribadi tak memerlukannya, berikan pada Beng Tan."
Beng Tan heran. Dia sudah menerima pemberian itu dan
melihat bahwa yang diberikan ini hanyalah sebuah kertas, kecil dan tidak besar
namun dalam keadaan terlipat. Dan ketika Golok Maut menunggu dan hal itu berarti
bahwa Beng Tan hanya dipinjami saja maka Bu-beng Sian-su
mengangguk dan berseru pada pemuda itu,
"Beng Tan, benda inilah yang dulu kusuruh padamu untuk memintanya dari Golok
Maut. Tapi karena Golok Maut tak ingin memberikannya cuma-cuma karena itu
adalah milik mendiang gurunya biarlah kau buka dan salin isinya!"
Beng Tan berdebar. Dia sudah membuka dan ingin tahu
apa sebenarnya isi kertas ini, barang biasa yang tampaknya tidak terlalu
berharga. Namun ketika kertas atau surat itu dibuka dan dibaca isinya ternyata
berisi sebuah syair yang tidak dimengerti!
"Ini... apa artinya ini, Sian-su" Haruskah kutulis dan kusimpan?"
"Ya, ada sesuatu yang berharga, Beng Tan. Kau harus menyalin dan menyimpannya."
"Untuk apa?" "Untuk kepentinganmu kelak!"
"Tapi ini... ini hanya sebuah syair! Apakah perlu benar, Sian-su" Apakah betul
berharga dan patut disimpan?"
"Hm, bukan hanya sekedar disimpan, Beng Tan.
Melainkan harus dimengerti dan kelak dihayati. Kau dan semua orang
memerlukannya. Sebaiknya cepat salin itu dan kembalikan pada yang punya!"
Beng Tan terlongong-longong. Secarik kertas yang
katanya berharga ini sudah ditunggu Si Golok Maut.
Lawannya itu menanti dan tampak betapa Golok Maut
tidak sabar. Kalau bukan Sian-su sendiri yang berkata barangkali pemuda ini tak
mau percaya. Tapi karena kakek itu adalah manusia dewa amat hebat dan
kepandaiannya luar biasa tinggi maka Beng Tan mengangguk dan cepat
menyalin kalimat-kalimat di atas kertas putih itu, syair yang aneh, yang agaknya
sudah lama dibawa Golok Maut dan
dijaga secara hati-hati, terbukti kertas itu tidak lusuh atau kumal!
Bukan benang sembarang benang halus menawan di kiri kanan kalau dijaga
menimbulkan senang kalau rusak menimbulkan dendam inilah benang yang minta
perhatian! Beng Tan tertegun. Akhirnya dia selesai menyalin isi
surat itu, syair yang ganjil itu. Dan ketika Golok Maut mengulurkan lengannya
dan meminta kembali maka Beng
Tan menyerahkannya dan berseru mengerutkan kening,
"Golok Maut, peninggalan gurumu ini aneh. Aku tak mengetahui maksudnya tapi aku
sudah hafal di luar kepala!" "Hm, akupun juga begitu. Barang peninggalan guruku adalah benda keramat bagiku,
Beng Tan. Kalau bukan Sian-su yang memintanya tak mungkin kuberikan padamu!"
"Maaf, aku tahu. Tapi aku juga agaknya tak ingin mengetahui barang orang lain
kalau bukan Sian-su yang menghendakinya!"
"Sudahlah," Bu-beng Sian-su berkata tenang. "Kalian tak perlu bertikai lagi,
Beng Tan. Apa yang kuperintahkan adalah untuk kebaikan kalian sendiri. Berterima
kasihlah bahwa Golok Maut telah berkenan meminjamkan peninggalan gurunya!"
"Ya, aku lupa," Beng Tan sadar. "Terima kasih, Golok Maut.
Dan sungguh tak dapat kusembunyikan kekagumanku melihat kepandaianmu yang demikian
tinggi!" "Hm, aku tak perlu kau kagumi," Golok Maut
mendengus. "Kepandaianmu juga hebat, Beng Tan. Tak perlu memuji!" lalu, membalik
dan menghadapi Bu-beng Sian-su laki-laki bercaping ini bertanya, menahan
suaranya yang gemetar, "Apakah Sian-su hendak menahanku di sini"
Kalau tidak, bolehkah aku pergi?"
Bu-beng Sian-su menghela napas. "Golok Maut, keras sekali watakmu ini. Ah, aku
tak berani menahanmu. Kalau kau ingin pergi silahkan. Maaf kalau aku menyinggung
perasaanmu!" "Tidak," Golok Maut tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut.
"Aku bisa hidup saat ini adalah atas pertolonganmu, Sian-su. Kalaupun ada
sesuatu yang menyakitkan hatiku maka itu adalah dendamku kepada Coa-ongya dan
adiknya. Justeru aku yang minta maaf karena nasihatmu belum
dapat kulaksanakan!"
"Hm, baiklah. Pergilah, Golok Maut. Tapi sekarang kau akan menghadapi seorang
pembela yang barangkali akan menghalangi sepak terjangmu!"
"Aku tahu, tapi aku tak takut!" dan Golok Maut yang berdiri melirik Beng Tan
tiba-tiba mundur dan sekali lagi memberi hormat di depan kakek dewa itu,
melangkah pergi dan akhirnya terhuyung-huyung meninggalkan dua orang
ini. Dan ketika Beng Tan mendengar desis ditahan dan
tangis yang agak ditekan maka pemuda itu membelalakkan mata melihat Golok Maut
lenyap di sana, meninggalkan
telaga, dengan tinju terkepal!
"Golok Maut, kuharap kau menyadari kekeliruanmu ini.
Aku tak ingin bermusuhan denganmu, aku ingin
bersahabat!" Golok Maut tak menjawab. Tokoh bercaping ini sudah
lenyap di luar pulau, menyambar perahu dan sudah
meluncur ke tepian sana. Dan ketika Beng Tan tertegun dan mengerutkan keningnya
maka keluhan dan rintihan anak-anak murid Hek-yan-pang yang mulai sadar
menyentak pemuda ini. "Beng Tan, kukira cukup pertemuan kita. Kau harus menolong dan mengobati wanita-
wanita itu. Ingat dan kupaslah isi syair itu!"
Beng Tan terkejut. Bu-beng Sian-su tiba-tiba berkata
kepadanya tapi kakek dewa itu tak ada di situ, lenyap dan sudah menghilang entah
ke mana. Dan ketika Beng Tan
tersentak dan tertegun maka Swi Cu, sumoi dari Wi Hong yang sadar lebih dulu
tiba-tiba mengerang dan memaki-makinya, menyangka dia Golok Maut.
"Golok Maut, kau jahanam keparat. Bunuhlah kami
semua dan lampiaskan dendammu itu!"
Beng Tan menoleh. Dia melihat Swi Cu bangkit duduk,
memaki padanya dengan muka merah padam. Namun
ketika gadis itu melihat bahwa yang dimaki bukanlah Colok Maut tiba-tiba gadis
ini tertegun dan teringat bahwa itulah
pemuda yang bertanding dengan lawannya, jadi adalah
penolongnya. !"Ah, kau... kau siapa?"


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

-ooo0dw0ooo- Jilid : XVIII BENG TAN berkelebat. Dia sudah menghampiri gadis
ini dan berlutut di situ, memeriksa, mendapat kenyataan bahwa gadis ini masih
tergetar oleh pukulan sinkang dan kini meskipun sadar namun bukanlah berarti
sudah baik. Gadis itu berketrukan dan menggigil, memandang Beng
Tan namun Beng Tan sudah menempelkan lengan di
pundak gadis ini. Dan ketika Beng Tan berkata bahwa dia akan menolong gadis itu
dan Swi Cu diharap menerima
penyaluran sinkangnya maka gadis atau wakil ketua Hek-yan-pang ini semburat
mukanya merasa hawa hangat tubuh lelaki memasuki tubuhnya!
"Lepaskan!" Swi Cu membentak. "Kau tak perlu
melakukan itu, sobat. Biarkan aku menyembuhkan diriku sendiri dan kau tolong
yang lain!" Beng Tan tertegun. Dia melepaskan lengannya di pundak karena gadis baju hitam
itu menolak, tak suka dan sudah terhuyung bangkit berdiri, berkata akan
menyembuhkan dirinya sendiri namun Swi Cu terguling. Dan ketika Beng Tan menyambarnya dan
untuk kedua kali gadis ini merah mukanya karena dipegang lelaki maka Beng Tan
berseru padanya, "Nona, hati-hati. Aku tidak bermaksud yang lain kecuali ingin menolongmu. Kau
tergetar pukulan sinkang, harus segera ditolong atau kau bakal terluka dalam!"
"Tidak, aku dapat mengurus diriku sendiri, sobat. Kau tolonglah yang lain dan
biar aku sendiri..."
"Tapi kau..." "Tak usah banyak cakap. Kau tolong yang lain atau pergi dari sini. Hek-yan-pang
sebenarnya tak boleh dimasuki lelaki!" Beng Tan terkejut, dibentak kasar dan
gadis baju hitam itu tiba-tiba terisak. Sebenarnya Swi Cu tak
bermaksud bersikap kasar kepada penoiongnya ini tapi apa boleh buat dia harus
melakukan itu. Sentuhan Beng Tan dan sikapnya tadi yang memberikan sinkang
kepadanya sungguh membuat Swi Cu merinding. Seumur hidup belum
pernah dia disentuh pria dan baru tadi dia merasakan
hangatnya tubuh lelaki, meskipun berupa hangatnya tenaga sinkang dan Beng Tan
bermaksud menolongnya, bukan
mau kurang ajar. Tapi karena perbuatan itu sudah cukup membuat gadis ini panas
dingin dan untung saputangannya yang melindungi muka tak memperlihatkan wajahnya
yang merona merah maka Beng Tan tak tahu dan tak mengerti
kenapa gadis ini marah-marah, melotot padanya tapi cepat terisak dan menunduk,
menyesal, terhuyung menjauhi
dirinya dan Beng Tan tertegun melihat wakil ketua Hek-yan-pang itu duduk
bersila, coba mengobati dirinya sendiri dengan penyembuhan dari dalam. Dan
karena saat itu yang lain-lain juga merintih dan minta tolong pemuda ini maka
Beng Tan sadar dan cepat menolong anak-anak murid Hek-yan-pang itu, yang bangun
dan merintih tak keruan namun Beng Tan sudah membagi-bagikan pil berwarna hijau
muda untuk meringankan penderitaan wanita-wanita itu. Dan
ketika sebagian besar tertolong dan kagum memandang
Beng Tan, berterima kasih, maka terakhir barulah pemuda ini menolong Ci Fang,
yang tidak tahu apa yang terjadi.
"Kau siapa" Golok Maut?"
"Bukan. Golok Maut sudah pergi, Ci-kongcu. Kau
sekarang selamat tapi harus lebih berhati-hati lagi. Kita semua hampir saja
dibunuh tokoh itu!" "Dan in-kong (tuan penolong) ini hebat sekali. Aih, tanpa dia kita semua tentu
sudah binasa, siauw-ongya
(pangeran muda). Kita tertolong berkat kehebatan inkong ini!" seorang murid Hek-
yan-pang berseru, tak sanggup menahan kekagumannya dan Ci Fang terbelalak. Tapi
ketika dia mau bertanya namun Beng Tan tak mau ditanya tiba-tiba pemuda ini
sudah berkelebat ke arah Swi Cu, yang masih belum berdiri.
"Kalian semua tak usah membicarakan itu. Sebaiknya semua ke sini dan tolonglah
ketua kalian ini!" Semua teringat. Tiba-tiba semua murid berlompatan
mengelilingi Swi Cu, wakil ketua mereka ini tiba-tiba nampak pucat dan gemetaran
aneh. Entah kenapa Swi Cu
tiba-tiba diserang pergolakan hawa di dalam tubuhnya
sendiri. Gadis itu kacau dan tak berhasil memusatkan
konsentrasi, pengobatannya gagal dan sementara Beng Tan menolong anak-anak murid
yang lain justeru gadis ini
megap-megap. Swi Cu terkejut ketika sinkang di dalam
tubuhnya tak mau dikendalikan, terbawa oleh pikirannya yang macam-macam dan
akibatnya kalau anak-anak murid
Hek-yan-pang sudah berhasil disembuhkan dan bangun
berdiri adalah gadis ini malah batuk-batuk dan kebingungan. Dan ketika dia gelisah karena dadanya tiba-tiba sesak mendadak Swi
Cu terguling dan tepat sekali saat itu Beng Tan datang.
"Hei, dia terluka dalam!"
Anak-anak murid terkejut. Apa yang dikhawatirkan Beng Tan ternyata betul
terjadi, Swi Cu pucat mukanya dan gadis itu mengeluh. Dan karena tak ada yang
sehebat Beng Tan dan semua mata tertuju padanya maka Beng Tan berlutut dan memeriksa denyut nadi.
"Kau terluka, aliran sinkangmu kacau!"
"Ooh..!" Swi Cu menggigil. "Jangan... jangan sentuh aku, sahabat. Biarkan aku
ditolong anak-anak muridku...!"
"Tapi mereka tak sanggup. Tak ada yang memiliki
sinkang yang melebihi sinkangmu!"
"Tak apa. Mereka dapat menggabung tenaganya
bersama. Biarkan... biarkan aku...!" dan karena Swi Cu sudah menggapai dan
memanggil Kim Nio dan Kiok Bhi,
juga Jit-nio dan Liok-hoa yang ada di situ maka Beng Tan mundur dengan kening
dikerutkan, melihat empat anak
murid itu sudah berlutut dan menyalurkan sinkang di tubuh ketuanya. Memang
mereka tahu apa yang mengganjal
perasaan hu-pangcunya itu, bahwa hu-pangcu mereka kikuk dan jengah disentuh
lelaki. Dan karena sudah menjadi
pantangan bahwa Hek-yan-pang tak boleh bergaul apa-lagi bersentuhan dengan
lelaki maka Kim Nio dan kawan-kawannya ini coba menolong wakil ketuanya dan
sebentar saja keringat deras mengalir di wajah masing-masing, sudah mengerahkan
semua kekuatan mereka namun hu-pangcu
tak berkurang penderitaannya. Gabungan sinkang mereka masih kurang hebat dan Swi
Cu bahkan mengeluh, membuat anak murid yang lain kecut dan menjadi tegang.
Dan ketika Beng Tan juga mengerutkan kening karena
tanda-tanda kesembuhan tak nampak juga tiba-tiba gadis itu menggeliat dan roboh
pingsan. "Aduh!" Kim Nio dan tiga temannya terpental. Mereka tiba-tiba tertolak setelah gagal
mengobati, keempatnya terjengkang dan kaget bukan main. Tenaga mereka bertemu
semacam tenaga yang kacau di tubuh hu-pangcu itu, tak ayal kandas
setengah jalan dan jadilah mereka terpukul oleh tenaganya sendiri. Dan ketika
mereka bergulingan dan anak-anak
murid yang lain terkejut dan membelalakkan matanya maka Kim Nio meloncat bangun
dan menggigil berlutut di depan Beng Tan, merasa tak ada jalan lain.
"In-kong, tolonglah kami. Hu-pangcu terancam bahaya maut. Dia bisa tewas!"
"Tapi dia tak mau kutolong," Beng Tan pucat.
"Bagaimana ini" Aku... aku dapat memaklumi perasaan kalian, niocu. Tapi aku juga
tak enak melanggar pantangannya. Sebaiknya kalian berunding dulu dan
tentukan bagaimana sikap kalian. Siapa yang harus
bertanggung jawab kalau wakil ketua kalian ini marah!"
"Kami yang bertanggung jawab!" tiba-tiba serentak murid-murid yang lain berseru
menjatuhkan diri berlutut.
"Kami dapat menerima hal ini, in-kong. Lagi pula tanpa dirimu tentu kami semua
sudah binasa. Kau telah menghidupkan nyawa kami dari tangan Si Golok Maut.
Kini janganlah tanggung-tanggung menyelamatkan hu-
pangcu kami!" "Benar," Kim Nio girang menyambut cepat. "Lihat tanpa kusuruh semua teman-
temanku bersedia mempertanggungjawabkan kemarahan pangcu kami, in-kong. Cepat
tolonglah atau kau bunuh kami sekalian agar mati bersama pangcu!"
Beng Tan terharu. Dia tertegun melihat
kesungguhan murid-murid Hek-yan-pang ini bicara, mereka semua
bersatu dan meminta agar dia menolong gadis baju hitam itu, secepatnya. Karena
gadis itu agaknya terluka semakin parah setelah tenaga bantuan Kim Nio dan lain-
lainnya itu tertolak. Dan karena mereka kini menangis dan beberapa di antaranya
bahkan ada yang mencium kakinya agar dia
menolong wakil ketua Hek-yan-pang itu tiba-tiba Beng Tan bergerak dan sudah
menarik bangun wanita-wanita ini.
"Jangan berlutut.... jangan membuat aku kikuk. Kalian berdirilah dan aku tentu
menolong hu-pangcu kalian!" dan begitu mereka ditarik bangun dan berseru girang
maka Beng Tan sudah menyambar tubuh gadis bersaputangan hitam
ini, membawanya ke dalam dan Kim Nio berkelebat
mengiring. Semua anak murid mengikuti pemuda itu dan
Kim Nio membawa Beng Tan ke kamar yang besar, indah
dan harum, tak tahu dan tak menduga bahwa kamar itu
adalah milik Swi Cu sendiri, kamar pribadi yang tentu saja tak boleh dimasuki
sembarangan apalagi oleh lelaki! Dan ketika Beng Tan meletakkan korbannya dan
duduk bersila meletakkan tangan di pundak maka semua mata mengamati gerak-gerik
pemuda itu ketika Beng Tan mulai menyalurkan sinkangnya, berkeringat dan Beng
Tan memberikan empat pil hijau sekaligus ke mulut Swi Cu, didorong oleh air yang
cepat membuat obat tertelan. Dan ketika pemuda itu
menyalurkan hawa saktinya untuk menolong hu-pangcu
dari perkumpulan Walet Hitam ini maka setengah jam
kemudian wajah yang pucat itu mulai memerah, tak lama kemudian semakin merah
lagi dan tepat satu jam kesehatan gadis itu pulih, terbukti karena sepasang mata
itu bergerak terbuka dan Swi Cu meloncat bangun, dengan amat
cepatnya. Tapi begitu gadis itu meloncat dan melihat Beng Tan bersila tiba-tiba
dia membentak marah dan melengking tinggi, merasa bahwa sinkang pemuda itu
memasuki tubuhnya, bergerak dan menyatu seperti mahluk halus yang membuat gadis itu
meremang! "Keparat, kau kiranya kurang ajar... plak-plak-plak!" dan Beng Tan yang ditampar
serta terpelanting bergulingan tiba-tiba membuat pemuda itu membuka matanya,
sadar dan terpekik karena tadi Beng Tan setengah bersamadhi.
Dia mencurahkan segenap perhatian dan tenaganya untuk menolong ketua Hek-yan-
pang ini. Maka begitu dia
diserang dan tiga kali mendapat tamparan pulang balik tiba-tiba pemuda itu
semakin terkejut ketika gadis baju hitam itu membentak lagi dan berkelebatan
cepat menyerangnya. "Pemuda busuk, kiranya kau sama saja dengan laki-laki lain. Ah, kau telah
menyentuh tubuhku. Kau kurang ajar.
Kau harus kubunuh... des-des-dess!" dan Beng Tan yang terlempar serta terguling-
guling ditendang dan dipukul tiba-tiba meloncat bangun berteriak menahan, tak
tahunya malah dikejar dan jadilah pemuda ini berlompatan dan
mengelak sana-sini. Sinkang pemuda itu telah beralih
sebagian besar ke tubuh lawan, jadi dia sendiri kekurangan sementara lawan bagai
harimau terluka yang mendapat
tambahan darah segar, menyerang dan membuat Beng Tan
kalang kabut karena terhuyung-huyung. Maklumlah, Beng Tan seharusnya memulihkan
diri setelah pertandingannya yang hebat melawan Si Golok Maut, ditambah lagi
dengan pengerahan sinkangnya ketika menolong hu-pangcu dari
Hek-yan-pang itu. Maka begitu lawan mengejar dan
menyerang bertubi-tubi, melengking panjang pendek maka Beng Tan terbanting
ketika sebuah tendangan mengenai
bahunya. "Dess!" Pemuda ini terlempar. Swi Cu berteriak mengejar lawan, beringas dan tiba-tiba
mencabut pedang! Namun ketika
gadis itu hendak membacok dan melampiaskan keniarahannya, dengan nafsu membunuh yang sangat tiba-tiba Kim Nio dan semua
teman-temannya berlompatan,
berseru, "Pangcu, tahan...!" dan ketika dua ratus anak murid Hek-yan-pang itu menjatuhkan
diri berlutut di depan gadis ini,
menghalang di antara Beng Tan dengan sang ketua maka
Kim Nio pucat memberi tahu,
"Pangcu, jangan bunuh pemuda ini. Dia tak bersalah.
Kami... kami yang menyuruhnya agar dia menolongmu.
Kalau kau ingin menghukum maka hukumlah kami, bukan
dia!" "Benar!" Kiok Bhi, yang ada di samping wanita itu juga berseru menyambung. "Kami
yang bertanggung jawab untuk semuanya ini, hu-pangcu. Kalau kau hendak
menghukum maka kami semua menerima kenyataan. Kau
hukumlah kami, bunuhlah kami!" dan ketika yang lain-lain juga berseru serupa dan
Swi Cu tentu saja tertegun, kaget dan terkesima maka di Sana Beng Tan bangkit
berdiri terhuyung-huyung mendekap dadanya, tertawa getir.
"Hu-pangcu, peraturanmu keras sekali. Memang betul mereka itu yang menyuruhku,
tapi kalau aku tak mau tentu semuanya itu juga tak akan terjadi. Mereka tak
bersalah, yang bersalah adalah aku!"
"Tidak!" Jit-nio berteriak, tiba-tiba memotong. "Kau kami paksa, in-kong.
Kamilah yang bersalah karena kami yang memaksa. Sudahlah, kami sudah menyatakan
bertanggung jawab dan kau diam saja!" dan ketika seruan wanita itu disambut yang
lain-lain karena kenyataannya memang begitu maka Beng Tan terharu melihat
pembelaan ini, kegagahan anak-anak murid itu di mana dengan gigih mereka saling
sahut-menyahut. Rupanya gerak-gerik dan sikap pemuda ini telah menarik simpati
semua murid-murid wanita Hek-yan-pang itu, tak ada yang tak melindungi dan Beng
Tan tersenyum pahit, terharu dan mengangguk-angguk ketika suaranya sendiri
lenyap ditelan suara Jit-nio dan kawan-kawannya itu. Dan ketika dia menyeringai
pahit dan diam bersinar-sinar maka Jit-nio dan ratusan kawan-
kawannya itu sudah menghadapi Swi Cu kembali, sang
wakil ketua. "Hu-pangcu, kau telah mendengar keterangan kami.
Nah, kau hukumlah kami kalau perbuatan kami dianggap
berdosa!" Swi Cu tertegun. Gadis bersaputangan hitam ini seketika tak dapat menjawab, dia
terpaku di tempatnya seperti orang tersihir, tak berkejap dan juga tak bersuara.
Tapi ketika satu keluhan kecil terdengar dari mulutnya dan gadis itu
menyimpan pedang, hal yang menggirangkan hati semua
anak-anak murid Hek-yan-pang maka terdengar suaranya
yang menggigil tapi juga marah,
"Jit-nio, Kim Nio... kalian lancang! Kalian memalukan aku! Ah, apa yang harus
kulakukan terhadap kalian"
Mestikah kalian semua kubunuh" Keparat, kalian membuat aku malu, Jit-nio. Kalian


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lancang dan tidak tahu diri!"
"Maaf, itu semua demi keselamatanmu, pangcu. K&mi memang menyadari resikonya.
Kalau kami memang bersalah kau bunuhlah kami!"
"Dan juga kami...!"
"Kami...!" Dan ketika semua yang lain saling bersahut-sahutan di mana Swi Cu mendongkol
tapi juga marah tiba-tiba gadis ini membanting pedangnya dan berkelebat pergi,
terisak. "Kim Nio, kalian terkutuk. Kalian tak dapat kubunuh.
Ah, biarlah aku pergi dan kalian yang menjaga
perkumpulan!" "Eh!" semua murid terkejut. "Jangan, hu-pangcu.
Jangan! Kami tak mau dan kalau begitu akan keluar pula!"
dan ketika Jit-nio dan kawan-kawannya meloncat dan
mengejar gadis ini maka Beng Tan tiba-tiba terguling dan roboh di sana.
"Heii..!" beberapa anak murid yang melihat kaget. "Inkong pingsan, pangcu.
Tolong!" Swi Cu tertegun. Melihat dan mendengar teriakan itu
mendadak dia berhenti, Jit-nio dan lain-lainnya menoleh dan tampaklah oleh
mereka tubuh Beng Tan yang terguling itu. Dan ketika semua tertegun dan gadis
baju hitam ini terkejut maka Kim Nio berseru pada gadis itu agar
memeriksanya. "Barangkali dia terluka, pangcu telah menyerangnya!"
Swi Cu berdetak. Memang kemungkinan itu ada, dia tadi telah menyerang dan
menghajar pemuda ini habis-habisan, Beng Tan tak melawan dan dia menyesal juga.
Maka begitu berkelebat dan lupa akan maksudnya meninggalkan telaga, terganti
oleh kekhawatirannya melihat keadaan pemuda ini Swi Cu sudah melihat dan
memeriksa Beng Tan, terkejut karena napas pemuda itu lemah, denyut nadinya
seakan tak terasa dan paniklah Swi Cu oleh keadaan ini. Dan ketika murid-murid
yang lain juga terkejut dan cemas oleh
pingsannya Beng Tan gadis baju hitam itu segera
menyambar Beng Tan ke kamar kosong.
"Siapkan air hangat, juga arak obat!"
Semua berserabutan. Masing-masing melaksanakan
perintah dengan gugup, semua anak murid Hek-yan-pang
khawatir dan cemas. Dan ketika Swi Cu meletakkan
tangannya di punggung pemuda itu, ganti memberikan
sinkangnya maka gadis ini sudah lupa akan kemarahannya dan tidak malu-malu lagi,
memberikan pertolongan dengan cepat dan sama sekali tak tahu bahwa Beng Tan
sebenarnya pura-pura pingsan belaka. Dalam saat-saat yang kritis itu coba
menarik perhatian gadis baju hitam ini agar tidak
meninggalkan perkumpulannya, karena marah-marah dan
malu oleh perbuatan Kim Nio dan kawan-kawannya tadi.
Dan karena akal satu-satunya menarik perhatian gadis itu dengan cara begini,
pura-pura mengeluh dan roboh pingsan, dikira terluka maka Beng Tan tak dapat
menahan senyumnya ketika getaran tenaga yang hangat memasuki
tubuhnya, menembus semua jalan darahnya dan Beng Tan
geli. Dengan kepandaiannya yang tinggi pemuda ini
mampu membuat diri seolah pingsan, memperlemah
denyut nadi dan membuat muka menjadi pucat, yakni
dengan cara menahan sinkangnya di kepala. Maka ketika semua akalnya itu berhasil
dan kini gadis baju hitam itu menolongnya, menyalurkan sinkang yang memasuki
urat-urat darahnya ganti Beng Tan merasa "merinding" dan panas dingin, mau
menolak tapi tak sanggup. Ah, getaran sinkang yang disalurkan gadis itu ke
tubuhnya demikian hangat dan lembut, menyusup dan memasuki seluruh
tubuhnya sampai ke bagian syaraf-syaraf yang paling kecil, membuat Beng Tan
berdebar dan menggigil, gerakan yang tentu saja membuat detak jantungnya hidup,
berdenyut dan mulailah Swi Cu berseri-seri melihat kenyataan itu, mengira
pertolongannya berhasil dan dia semakin bersemangat
memberikan sinkangnya, hal yang justeru membuat Beng
Tan jadi gemetaran sekaligus geli! Maklumlah, debaran jantungnya dianggap
sebagai petunjuk keberhasilan gadis itu menolongnya. Dan ketika dua jam gadis
ini menyalurkan sinkangnya dan wajah Beng Tan dilihatnya
kemerah-merahan, tak tahu bahwa pemuda itu sedang
menahan gejolak hatinya yang tak keruan maka muncullah silih berganti anak-anak
murid Hek-yan-pang yang membawa air hangat atau ini-itu sesuai perintah gadis ini.
"Selesai. Besok siapkan bubur ayam!"
"Dia sudah sadar?" seorang anak murid bertanya.
"Apakah sudah sembuh, pangcu?"
"Hm, kukira sudah. Denyut jantungnya sudah berjalan cepat tapi aneh bahwa pemuda
ini belum sadar!" "Apakah kami boleh menjaganya, pangcu?"
"Tidak, biar aku di sini dan kalian di luar saja. Siapa tahu tengah malam nanti
dia perlu pertolonganku lagi!" dan ketika murid itu mengangguk dan melangkah
keluar, meninggalkan pangcunya maka Beng Tan mendengar gadis
itu menarik napas panjang dan duduk di kursi sebelah, bergumam dan Beng Tan
membuka sedikit matanya untuk
melihat betapa saputangan hitam yang dipakai menutupi muka itu penuh keringat,
basah karena gadis ini lelah menyalurkan sinkangnya. Dan ketika gadis itu
berkali-kali menarik napas dan memandang Beng Tan, yang harus
cepat menutup matanya lagi maka saputangan itu dibuka dan Swi Cu mengusap
wajahnya, telah meyakinkan diri
bahwa pemuda ini masih "tidur". Dan karena pemuda itu tampaknya memang masih
pingsan dan mungkin baru besok pagi atau siang siuman dari keadaannya ini maka Swi Cu lupa mengenakan
saputangannya itu lagi, bersandar dan gadis ini letih melepas lelahnya. Dia
sudah dua jam membuang sinkangnya, tentu saja perlu beristirahat. Dan ketika rasa lelah dan
mengantuk datang mengganggu,
sementara dia yakin bahwa Beng Tan masih pingsan maka tertidur dan terbanglah
gadis itu dalam mimpinya yang indah, tak tahu betapa Beng Tan terbengong-bengong
dan duduk mengamati wajah jelita yang bukan main cantiknya.
Wajah yang tidak ditutupi saputangan lagi. Wajah yang kemerah-merahan seperti
dewi. Dan karena wajah itu jelas terpampang dan Beng Tan kagum maka pemuda ini
terlongong-longong dan menjublak sambil mendecak
berkali-kali. Takjub! ooooo0d0w0ooooo "Hei, apa ini" Siapa kau" Eih, kau kiranya" Keparat, kau tak tahu malu... des-
des-plak!" dan suara gaduh serta bentakan-bentakan di dalam kamar yang tiba-tiba
disusul oleh teriakan dan rasa kaget mendadak sudah diiringi oleh lengking dan
jeritan marah, mengejutkan yang lain-lain karena pagi itu gadis baju hitam ini
tersentak oleh panggilan Beng Tan, yang berbisik dan mengguncang lengannya
berkali-kali. Dan ketika Swi Cu terbangun dan alangkah kagetnya gadis ini
melihat Beng Tan mencium pipinya, hal yang tak disangka maka gadis itu memekik
dan langsung meloncat bangun, menerjang dan berteriak-teriak memaki pemuda ini!
"jahanam keparat! Kau lancang. Kau tak tahu malu.
Kau... ah!" dan Swi Cu yang kalap berteriak-teriak tiba-tiba sudah membuat Beng
Tan menyadari kesalahannya,
mengeluh dan berloncatan ke kiri kanan tapi gadis itu terbang menyambar-nyambar.
Bagai walet atau srikatan
saja wakil ketua Hek-yan-pang ini menyerang Beng Tan, menggigil dan berkali-kali
menerjang pemuda itu tetapi luput, hal yang
membuat kemarahannya semakin memuncak. Dan ketika Beng Tan berseru ber kali-kali agar gadis itu menunda
serangannya, seruan yang tentu saja tak digubris maka semua anak-anak murid Hek-
yan-pang berkelebatan datang untuk akhirnya tertegun melihat
pertandingan itu, wajah sang wakil ketua yang sudah tidak tertutup saputangan
lagi! "Ah, hu-pangcu marah. Minggir!"
"Dan pemuda ini rupanya telah membuka kedok hu-
pangcu. Arh, awas, kawan-kawan. Menjauh... blar-blar-
blar!" dan tiga pukulan hu-pangcu yang meledak di sisi
kepala Beng Tan tiba-tiba membuat anak-anak murid yang lain terpelanting ke kiri
kanan, berteriak menyuruh yang lain minggir dan ributlah suasana di pagi itu.
Mereka terkejut melihat kemarahan pangcunya ini, terjangan dan serangan-
serangannya yang sengit terhadap Beng Tan,
pemuda yang semalam "pingsan" dan pagi ini tiba-tiba kelihatan sehat, segar dan
bugar! Namun ketika hu-pangcu mereka melancarkan pukulan-pukulannya dan mereka
terkejut melihat sikap beringas hu-pangcu mereka yang wajahnya membara maka
murid-murid Hek-yan-pang ini
bingung dan tak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi, menonton saja
pertandingan itu dan Beng Tan akhirnya
berkelebatan mengelak sana-sini. Pemuda ini mengeluh
karena ciumannya tadi merupakan kesalahan yang besar.
Semalam dia terguncang hebat oleh wajah yang luar biasa itu, wajah cantik yang
demikian jelita dan anggun. Dan setelah berkali-kali kekagumannya tak dapat
ditahan lagi dan wajah yang cantik itu diciumnya, lembut dan sepenuh perasaan
tiba-tiba gadis itu meloncat bangun dan kaget, marah kepadanya dan Beng Tan
menyesal. Pemuda ini tiba-tiba merasa jatuh cinta setelah semalaman mengamati wajah itu, wajah yang
tak bakal dapat dilupakannya seumur hidup. Wajah yang telah membetot sukmanya
lahir batin. Maka begitu gadis itu marah kepadanya dan Beng Tan
menyesal tiba-tiba pemuda ini terkejut melihat lawan
mencabut pedangnya. "Manusia keparat, aku akan membunuhmu!"
"Ah, tidak... jangan!" Beng Tan berseru terkejut. "Tahan, nona. Jangan naik
pitam. Aku mengaku bersalah... wut-sing!" namun pedang yang terus menyambar dan
tidak menghiraukan omongannya tiba-tiba membalik dan menusuk lagi, empat kali melakukan serangan-serangan
ganas dan pemuda ini mengelak. Yang terakhir sedikit
terlambat hingga baju pundaknya robek, memberebet. Dan ketika Beng Tan mengeluh
karena gadis itu tak mau mendengar omongannya tiba-tiba sebuah bacokan pedang
terpaksa ditangkis dan terpental.
"Plak!" Swi Cu menjerit. Gadis ini terhuyung dan marah
memaki lawan. Namun sebelum dia menggerakkan
pedangnya lagi tiba-tiba Beng Tan memutar tubuhnya dan berkelebat pergi.
"Maaf, aku menyesal, nona. Biarlah aku pergi dan redakan
kemarahanmu itu... wut-wut!" Beng Tan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, berjungkir balik dan melayang di atas
kepala anak-anak murid Hek-yan-pang dan Swi Cu tentu saja melengking. Gadis itu
membentak menyuruh anak buahnya menghadang, jarum-
jarum hitam tiba-tiba berluncuran dari tangan ketua Hek-yan-pang ini. Namun
ketika Beng Tan mengibaskan
tangannya ke belakang dan melejit serta mendorong anak-anak murid Hek-yan-pang
maka pemuda itu telah lolos dan kabur menuju telaga.
"Cegat dia, kejar!"
Kim Nio dan lain-lain terkejut. Mereka bingung dan tak tahu apa yang terjadi,
ragu mengejar namun sebuah
tempelengan tiba-tiba berturut-turut mengenai pipinya dan pipi yang lain-lain
lagi. Dan ketika Swi Cu membentak agar mereka tak usah ragu atau meleng maka apa
boleh buat wanita ini berkelebat dan mengejar, mengeluh.
"In-kong, tunggu. Jangan lari...!"
Namun Beng Tan melambaikan lengan. Pemuda ini
berkata bahwa biarlah lain kali saja mereka bertemu lagi, keadaan dirasa
memanas. Dan ketika pemuda itu berkelebat
dan sudah tiba di tepi telaga, menyambar dan mendorong sebuah perahu maka pemuda
ini meluncur dan sudah jauh di tengah-tengah sana.
"Keparat, kalian bodoh-bodoh semua. Minggir, berikan perahu yang terbaik dan
kejar pemuda itu!" Swi Cu memaki, menyambar sebuah perahu dan cepat serta tak
mau kalah dia sudah sendirian mengejar pemuda itu. Yang lain-lain tertegun di
belakang namun akhirnya mencari perahu yang lain juga, mengejar. Dan ketika
gadis baju hitam itu sudah meluncur ke tengah dan berteriak memaki-maki Beng Tan
maka pemuda itu sendiri sudah tiba di
seberang dan meloncat ke tepian.
"Nona, maaf. Kau sebaiknya kembali dan jangan kejar aku!"
"Tak bisa! Kau telah berkurang ajar, manusia keparat.
Aku harus membunuhmu atau kau membunuhku!"
Beng Tan menghela napas. Sekarang dia melihat gadis
itu sudah hampir di tepian pula, melepas jarum-jarum
hitamnya namun Beng Tan mengelak. Dan ketika jarum-
jarum itu runtuh dan Beng Tan membalik maka pemuda ini meloncat dan terbang
meninggalkan lawan. "In-kong, jangan tinggalkan hu-pangcu. Kalau kau telah membuka kedoknya maka kau
harus mengawininya...!"
Beng Tan terkejut. Seruan Kim Nio dari jauh membuat
dia tertegun, berhenti sejenak dan menoleh. Tapi begitu melihat Swi Cu telah
mendarat dan berjungkir balik
mendahului perahunya, yang masih beberapa tombak dari tepian tiba-tiba pemuda
ini mengeluh dan melanjutkan
larinya lagi, memasuki hutan.
"Benar," seruan di belakang menyambut lagi, kini suara Kiok Bhi. "Hek-yan-pang
memiliki peraturan begitu, in-
kong. Siapa yang membuka kedok kami maka dia harus
bertanggung jawab mengawini yang bersangkutan. Jangan lari!"
Beng Tan tergetar. Kali ini dia mendengar isak tangis di belakang, baru tahu
bahwa kemarahan si jelita itu kiranya oleh sebab yang lain. Dia dianggap tak
bertanggung jawab dan menghina. Dan karena sesungguhnya dia tidak
membuka kedok itu melainkan dibuka oleh pemiliknya
sendiri dan dia hanya melakukan ciuman maka Beng Tan
akhirnya memperlambat larinya dan sengaja disusul,
akhirnya berhenti sama sekali ketika gadis itu berjungkir balik melewati atas
kepalanya, membentak dan sudah
menghadang di depan, marah bukan main. Dan ketika
Beng Tan melihat betapa air mata yang. bercucuran itu tiada henti-hentinya
mengalir namun pedang sudah
berkelebat dan menusuk tenggorokannya tiba-tiba Beng Tan menggigil dan menangkap
ujung pedang. "Nona, tahan. Benarkah... benarkah semua kata-kata tadi" Hek-yan-pang memiliki
peraturan aneh yang mengharuskan setiap laki-laki mempertanggungjawabkan
perbuatannya?" "Tak usah banyak cakap. Kau kubunuh atau aku
kaubunuh, pemuda iblis. Mampuslah dan lihat pedangku....
sing-crep!" Swi Cu terkejut, melihat pedangnya tertangkap dan Beng Tan menggigil
menahan pedangnya itu. Dan
ketika dia menarik namun gagal tiba-tiba gadis ini
melakukan tendangan dari bawah dan Beng Tan
terpelanting ketika perutnya kena.
"Dess!" Pemuda itu bergulingan. Swi Cu sudah berkelebat dan
mengejar lagi, menikam dan menusuk tapi Beng Tan
mengelak tujuh kali. Dan ketika semua serangan itu luput


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan pemuda itu melompat bangun maka Beng Tan berseru
pucat menggoyang goyang lengannya.
"Nona, tahan. Aku... aku Beng Tan siap mempertanggungjawabkan perbuatanku!"
"Mempertanggung-jawabkan bagaimana" Pertanggung-
jawabanmu hanya mampus, orang she Beng. Aku tak akan
mengampuni mu lagi karena terlambat!"
"Ah, aku bukan she Beng, aku she Ju. Kau... kau
tahanlah serangan-seranganmu ini dan dengarkan aku...
plak-plak!" Beng Tan menangkis, membuat pedang
terpental tapi lawan malah menjadi kalap. Swi Cu memekik dan menggerakkan
pedangnya lagi. Dan ketika enam
tusukan kembali menyambar namun untuk yang terakhir
Beng Tan terpeleset ketika mengelak maka baju pemuda ini berlubang ketika
disambar pedang. "Cres!" Beng Tan pucat. Sedikit kulitnya robek terluka namun
dia sudah mengerahkan sinkang. Dan ketika dia
bergulingan dan meloncat bangun di sana maka Beng Tan berkata bahwa dia siap
mati kalau gadis itu benar-benar ingin membunuhnya.
"Aku memang akan membunuhmu, dan kau pasti
kubunuh!" "Baiklah, tapi dengar dulu kata-kata-ku, nona. Aku... aku mencintaimu. Semalam
aku tak dapat menahan gejolak
hatiku lagi setelah melihat wajahmu itu. Maaf, kau boleh membunuhku sekarang apa
bila kau menghendakinya...
bless!" pedang menancap, persis di dada kanan Beng Tan dan Swi Cu terpekik.
Gadis ini melepaskan pedangnya dan mundur terbelalak, melihat Beng Tan mundur-
mundur dan akhirnya roboh. Dan ketika pemuda itu berseru menanyakan namanya, sebelum terguling maka Swi Cu
menggigil dan tertegun di tempat.
"Aku... aku ingin mengetahui namamu. Untuk bekal di akherat...!"
Swi Cu terbelalak. Gadis ini melihat lawan yang roboh terguling, terkejut dan
terisak. Tapi ketika dia sadar dan berkelebat
menghampiri maka gadis ini tiba-tiba mengguguk berlutut mengguncang tubuh Beng Tan.
"Aku... aku Swi Cu. Ah, kau orang aneh, Beng Tan.
Kalau aku membunuhmu lalu bagaimana aku dapat
membalas budimu itu" Kau telah menyelamatkan aku dan
murid-murid Hek-yan-pang dari tangan Golok Maut.
Hiduplah, maafkan aku dan jangan ke akherat!"
"Hm!" sebuah suara tiba-tiba terdengar dari atas.
"Bagaimana kalau aku hidup lagi" Bukankah kau akan membunuhku pula?"
"Tidak... tidak!" gadis ini menangis. "Kau telah berkata bahwa kau akan
mempertanggungjawabkan perbuatanmu,
Beng Tan. Asal kau menepati janji dan tidak mempermainkan aku maka aku tak akan membunuhmu!"
"Tapi menyerangku, sama saja!"
"Tidak.. tidak! Aku juga tak akan menyerangmu, Beng Tan. Aku menerima cintamu.
Eh...!" gadis ini tiba-tiba tertegun, mendongak ke atas. "Rohmukah yang bicara
ini" Kau di mana?" Tubuh itu tiba-tiba bergerak. Swi Cu kaget sekali ketika Beng Tan tiba-tiba
"hidup" lagi, bangkit dan tertawa memeluknya. Dan ketika pemuda itu
memperlihatkan ketiaknya yang berlubang ditembus pedang, bukan dadanya tiba-tiba Swi Cu
mencelat dan berjengit pucat, tersentak.
"Aih, maaf, Swi Cu. Aku hanya pura-pura saja karena sesungguhnya pedangmu tadi
kukempit. Lihat, aku tak apa-apa dan kau harus menepati janji!" dan ketika Beng
Tan melompat dan menyambar lengan gadis ini, yang tentu saja mendelong dan
membuka matanya lebar-lebar tiba-tiba
Beng Tan sudah berbisik menyatakan cintanya.
"Aku mencintaimu... ah, aku jatuh cinta kepadamu.
Maaf, aku ingin mengetahui isi hatimu, Swi Cu. Aku
sengaja mencoba dan pura-pura mati!"
Swi Cu tertegun, tiba-tiba meronta. "Kau.... kau mempermainkan aku?"
"Ah, tidak!" Beng Tan cepat berseru, mencekal lagi lengan gadis ini. "Aku tak
mempermainkanmu, Swi Cu. Aku betul-betul mencintaimu dan tak sanggup berpisah
denganmu. Aku tak mau mati kalau kau menerima cintaku.
Aku ingin selalu berdua bersamamu!"
"Tapi... tapi..."
"Baiklah," Beng Tan tiba-tiba membuka bajunya, memberikan dadanya yang
telanjang. "Kau tusuk aku kalau bohong, Swi Cu. Kali ini aku tak akan
mempermainkanmu dan benar-benar menyerahkan jiwa raga!"
Swi Cu terhuyung, tiba-tiba mencabut pedang, pucat dan merah berganti-ganti.
"Beng Tan, kau... kau... ah!" dan gadis ini yang menangis dan terisak melempar
pedangnya tiba-tiba memutar tubuh dan berkelebat pergi, tersedu di sana dan
merasa malu serta jengah digoda pemuda ini.
Beng Tan telah mempermainkannya habis-habisan tapi
bukan untuk maksud menghina atau merendahkannya
melainkan semata oleh watak yang aneh dari pemuda itu.
Dan karena dia sudah berjanji tak akan menyerang apalagi membunuh pemuda itu
kalau Beng Tan "hidup" maka otomatis gadis ini tak dapat berbuat apa-apa ketika
Beng Tan menyerahkan dirinya, siap ditusuk atau dibunuh tapi Swi Cu menangis pergi.
Gadis ini merasa malu tapi juga marah serta bermacam perasaan lain yang
mengaduk-aduk hatinya. Ada marah tapi juga gemas bahwa dia sampai tak tahu akal
muslihat Beng Tan, tak melihat betapa dada
pemuda itu sama sekali tak berdarah ketika ditikam pedang, karena ternyata
dikempit dan diterima bawah ketiak. Jadi dari jauh seolah kena tapi sesungguhnya
tidak. Dan karena dia membuktikan lagi betapa lihai dan hebatnya pemuda itu,
pemuda yang telah menyatakan cintanya dan tentu saja tak mungkin ditolak, karena
sesungguhnya diam-diam dia juga tergetar dan tertarik oleh pemuda ini maka yang
dilakukan Swi Cu adalah menangis dan membanting-
banting kakinya sepanjang jalan, terus lari dan tidak menghiraukan pemuda itu
namun Beng Tan tiba-tiba berkelebat dan melayang di atas kepalanya. Dan ketika pemuda itu berjungkir
balik dan berdiri di depannya,
otomatis menghadang maka Swi Cu berhenti dan melihat
pemuda itu mengembangkan kedua lengannya, menggigil.
"Cu-moi, apakah aku salah" Kau marah" Maaf, aku tak bermaksud menyakiti hatimu,
moi-moi. Aku siap menerima hukuman kalau aku dianggap keterlaluan!" pemuda itu
menjatuhkan diri berlutut, merangkul dan memeluk kedua kakl gadis ini dan
otomatis Swi Cu tertahan, tersedu-sedu.
Namun ketika Beng Tan bangkit berdiri dan memeluknya, tak ditolak maka pemuda
itu tampak girang dengan hati sedikit berdegup.
"Cu-moi, kau sendiri janji bahwa akan menerima
cintaku. Nah, buktikan kata-katamu dan bunuhlah aku
kalau lancang!" dan, sementara gadis itu tidak mengerti apa yang dimaksud dan
membelalakkan matanya tiba-tiba Beng Tan menunduk dan mencium bibirnya.
"Ooh..!" gadis ini tersentak, menggelinjang dan meronta.
"Kau... Kau kurang ajar, Beng Tan. Kau tak tahu malu...
plak-plak!" dan Beng Tan yang ditampar dua kali dan terpelanting kaget tiba-tiba
melihat gadis itu meloncat pergi, terbang dan menangis lagi namun Beng Tan
penasaran. Dia melihat Swi Cu tidak marah meskipun menampar dan
memaki-makinya. Maka begitu meloncat bangun dan
berteriak mengejar tiba-tiba pemuda ini sudah menangkap dan menyambar lengan
orang, minta agar Swi Cu berhenti dan membunuhnya kalau tidak suka, disodok dan
gadis itu lari lagi namun Beng Tan mengejar dan menangkap lagi.
Dan ketika hal itu terjadi berulang-ulang dan gadis ini akhirnya mengguguk dan
memukul-mukul dada Beng Tan
akhirnya pemuda itu tersenyum dan lega ketika si gadis tak melepaskan dirinya
lagi, menyerah. "Beng Tan, kau... kau pemuda paling nekat. Kau tak tahu malu. Kau kurang ajar
dan tidak tahu aturan. Ah, biarlah kau bunuh aku dan kubuang rasa maluku ini!"
"Hush!" si pemuda membelai kekasihnya. "Siapa mau membunuhmu, Cu-moi" Aku
mencintaimu, dan aku girang
bahwa kau menerima cintaku. Eh, bukankah kau tak
menarik janjimu sendiri" Bukankah aku boleh membelai
dan mencium bibir-mu" Sst, jangan menangis, moi-moi.
Aku tak akan mempermainkanmu tapi terimalah cintaku
ini!" dan ketika Beng Tan menunduk dan mencium gadis itu lagi, sepenuh perasaan
dan lembut serta mesra tiba-tiba Swi Cu terguling dan malah roboh. Panas dingin
oleh ciuman pemuda itu dan Swi Cu mengeluh. Gadis ini belum pernah disentuh apalagi
dicium pria, Beng Tan telah
melakukannya dan tentu saja tiba-tiba dia lunglai. Perasaan yang membubung
membuat gadis itu naik tinggi, seakan
ke sorga. Dan ketika Beng Tan terkejut namun gembira
bahwa kekasihnya tak apa-apa, tak marah atau pun gusar
maka pemuda ini sudah menyambar lagi dan memberikan
ciuman lembut berulang-ulang, mengusap dan membelai
kekasihnya dan mengeluhlah Swi Cu oleh belaian nikmat ini. Manusia mudah ternina
bobok oleh kenikmatan yang menghuni jiwa. Maka begitu Beng Tan memberikannya dan
lembut serta mesra pemuda itu memeluk kekasihnya maka Beng Tan berhasil
menundukkan wakil ketua Hek-yan-pang ini setelah melalui perjuangan yang susah
payah, seperti seorang pemburu yang menjinakkan kuda liar!
Swi Cu tak menangis lagi. Gadis itu hanya terisak kecil dan
mengeluh atau mengerang ketika Beng Tan menciumnya. Maklumlah, setiap ciuman pemuda itu seolah listrik yang menyengat
tubuhnya. Swi Cu menggigil dan meremang panas dingin. Tapi ketika lama-lama dia
mulai biasa dan balas menyambut, hal yang membuat Beng Tan
girang bukan main maka hari itu mereka resmi merupakan calon suami isteri yang
siap menikah! "Aku ingin segera melamarmu, menjadi suamimu.
Bagaimana pendapatmu, Cu-moi?"
"Aku siap, Tan-ko. Tapi aku harus menunggu suci
(kakak seperguruan perempuan)!"
"Hm, di mana sucimu?"
"Entahlah, suci Wi Hong mencari Golok Maut. Maka aneh sekali kalau tiba-tiba
Golok Maut itu datang dan mencari-cari suciku di markas Hek-yan-pang!"
"Dan Golok Maut marah besar! Eh, apa yang kira-kira terjadi, Cu-moi" Dapatkah
kau meraba-rabanya?"
"Aku tak tahu, Golok Maut tak menjelaskannya. Tapi kalau aku bertemu suciku itu
tentu semuanya dapat kuketahui!" "Dan kau tak mau menikah kalau belum menemui
sucimu itu. Apakah bermaksud minta restu?"
"Sebagian memang begitu," wajah gadis ini memerah.
"Tapi sebagian juga tidak, Tan-ko. Aku agak tak enak kalau suci belum menikah
padahal aku sudah mendahului!"
"Oh, begitukah?"
"Ya. Kau tak senang?"
"Hm!" Beng Tan menyambar pinggang ramping ini.
"Demi kau aku dapat mengalahkan segala-galanya, Cu-moi.
Kalau kau mempunyai pikiran begitu tentu saja kuhargai.
Aku siap menunggu!" "Dan kau tak marah?"
"Eh, kenapa harus marah" Ha-ha, marah kepadamu
salah-salah kau tinggal pergi, moi-moi. Dan aku tak mau itu! Ah, tidak. Aku tak
marah!" dan ketika gadis itu tersenyum dan Beng Tan mencium maka Swi Cu
mendorong dan berkata, "Sst, sudah. Jangan terus-menerus. Kita harus kembali dan pulang!"
"Pulang?" "Ya, memangnya kita tidak kembali ke markas" Anak-anak murid tentu menunggu,
Tan-ko. Dan aku harus kembali!" "Tapi aku harus membayangi Golok Maut," Beng Tan tiba-tiba
khawatir. "Dapatkah kau meninggalkan perkumpulanmu, moi-moi" Kita berdua pergi dan bersama-sama!"
Swi Cu mengerutkan kening. "Markas menjadi kosong,"
katanya tak enak. "Bagaimana ini, Tan-ko?"
"Ah, Kim Nio dan lain-lain itu dapat menjaga
perkumpulan, Cu-moi. Mereka cukup lihai dan hebat.
Apalagi kalau semua maju berbareng!"
"Tapi nyatanya tak dapat menahan Golok Maut, juga dirimu!"
"Ah, itu lain, moi-moi. Orang seperti Golok Maut atau aku memang masih bukan
tandingan mereka. Tapi betapapun mereka cukup tangguh kalau menghadapi orang-orang lainnya, jago-jago
kelas satu!" "Hm, sebaiknya kupikirkan dulu. Baiklah, nanti saja kita ulang dan mari pulang
sebelum mereka menunggu terlalu lama!"
"Dan kau dapat beralasan mencari sucimu!" Beng Tan tiba-tiba berkata, seolah
mendapat jalan keluar. "Dengan mencari sucimu maka kepergianmu semakin kuat,
moi-moi. Golok Maut hendak membunuh sucimu dan kita berdua
hendak mencari sucimu itu!"
"Baiklah, mari, Tan-ko. Aku pikir boleh juga begitu dan kita kembali!" dan
ketika gadis itu mengangguk dan rupanya mendapat alasan yang tepat maka anak-
anak murid Hek-yan-pang girang bukan main melihat wakil
ketuanya ini kembali dengan selamat, bahkan bersama Beng Tan dan keduanya yang
sudah saling bergandengan tangan itu segera memberi tahu anak-anak murid yang
hadir bahwa dua orang itu sudah "damai". Beng Tan tersenyum-senyum sementara Swi Cu
agak merah mukanya ketika
melepaskan diri, malu tapi semua murid sudah menjatuhkan diri berlutut menyambut hu-pangcunya ini, yang juga boleh disebut


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketua karena saat itu memang yang menjadi pemimpin adalah gadis baju hitam ini.
Dan ketika Swi Cu berkata bahwa dia harus meninggalkan perkumpulan karena ancaman Golok Maut dirasa
membahayakan jiwa ketua, Wi Hong, maka gadis ini
menutup dengan gerakan lengan.
"Aku hendak mewakilkan pekerjaan kepada dua di
antara kalian, yakni Kiok Bhi dan Kim Nio. Selama aku tak ada di sini maka
mereka itulah yang memimpin Hek-yan-pang. Kalian jaga baik-baik dan hati-hati!"
"Dan in-kong ini..." seseorang tampil bicara. "Apakah akan bersamamu, pangcu" Ia
mempertanggungjawabkan perbuatannya?" "Ya," Beng Tan menjawab, mendahului sambil tertawa.
"Aku datang karena aku jatuh cinta pada hu-pangcumu, Liok-hoa. Aku
mempertanggungjawabkan perbuatanku dan
sesungguhnya aku tak dapat sendiri tanpa Swi Cu di
sampingku!" "Hm!" Swi Cu semburat. "Beng
Tan-ko telah menyelamatkan kita semua, Liok-hoa. Dan dia akan
menolongku pula mencari suci Wi Hong. Apa yang
menjadi peraturan partai dipenuhi pemuda ini. Beng Tan-ko akan menjadi calon
suamiku!" "Dan hu-pangcu akan menikah!"
"Itu nanti dulu, aku harus minta restu suci Wi Hong dan menyelamatkannya dari
ancaman Golok Maut. Kalau tidak maka calon suamiku ini berjanji untuk setia
menunggu!" "Benar," Beng Tan kembali bicara. "Kami tak dapat bersenang-senang kalau ketua
kalian belum ditemukan, Liok-hoa. Aku memenuhi permintaan hu-pangcumu bahwa
kami baru menikah setelah sucinya didapat, dalam keadaan selamat!"
"Ah, terima kasih. Kalau begitu kami menghaturkan selamat ata? perjodohan ji-wi
(anda berdua)!" dan ketika yang lain mengangguk dan Liok-hoa sudah membenturkan
dahinya berseri-seri maka yang lain mengikuti dan semua mengharap kebahagiaan
direngkuh pasangan muda ini,
disambut Beng Tan yang tersenyum-senyum melirik
kekasihnya tapi Swi Gu melengos. Kalau saja tak ada
banyak orang di situ mungkin gadis ini akan mencubit Beng Tan. Pemuda itu
tertawa menggodanya. Tapi ketika mereka akan pergi dan siap berangkat tiba-tiba
seorang murid memberi tahu bahwa Ci Fang, pemuda yang dititipkan di situ hilang.
"Pemuda itu tak ada?"
"Benar, lenyap, pangcu. Dan kami kehilangan sebuah perahu! Apakah kami harus
mencarinya?" Swi Cu mengerutkan kening, ganti memandang Beng
Tan. "Bagaimana pendapatmu?"
"Lho, kenapa bertanya ke sini" Dia tawananmu, Cu-moi, titipan sucimu. Kalau mau
dicari tentu saja dapat, terserah kau!"
"Tapi aku tak senang padanya, pemuda itu ceriwis!"
"Kalau begitu tak usah dicari, biarkan saja."
"Tapi aku khawatir ditegur dan dimarahi suciku!
Keparat, kenapa pemuda itu macam-macam" Memangnya
dia mengira bisa hidup enak di luar?"
"Sudahlah, mungkin Ci-kongcu itu merasa tak aman lagi di sini, Cu-moi. Dia
ketakutan setelah Golok Maut datang.
Kupikir biarkan saja dan kita cari sambil lalu. Kalau di tengah jalan ketemu
berarti untung, tapi kalau tidak maka mencari sucimu adalah lebih penting. Kita
harus menyelamatkannya dari buruan Golok Maut!"
"Baiklah, aku menurut, Tan-ko. Aku menyerahkannya padamu dan memang agaknya
hanya kau yang dapat menghadapi laki-laki yang ganas itu. Golok Maut sungguh keji. Kalau ada apa-apa
dengan suciku tentu aku tak mau diam!"
"Hm, tak perlu meradang dulu. Marilah kita pergi dan segera berangkat!" dan
begitu menyendal dan mengangkat lengan kekasihnya tiba-tiba Beng Tan berkelebat
dan meninggalkan pulau. Dan begitu Swi Cu mengerahkan
ginkangnya dan mengikuti kekasihnya maka anak-anak
murid Hek-yan-pang bersinar-sinar gembira karena mereka bakal mendapatkan
seorang pelindung yang gagah dan
lihai, setanding Golok Maut!
ooooo0d0w0ooooo Di sebuah tempat yang sunyi. Seorang pemuda berjalan
terhuyung-huyung sambil memeras bajunya yang kuyup.
Berkali-kali pemuda ini mengeluh dan mengumpat-umpat
nama seseorang, mengepal-ngepalkan tinju dan tiga kali dia tersandung
jatuh, bangun dan melanjutkan lagi perjalanannya meninggalkan pulau kecil di sebuah telaga.
Dan ketika dia cukup jauh dan terseok serta melangkah dengan berat akhirnya pada
hari ketiga pemuda ini tiba di sebuah hutan kecil, roboh dan tertelungkup di
situ. Mulutnya yang menyebut-nyebut nama seseorang dan
memaki-maki tapi merintih akhirnya didengar tiga sosok bayangan yang berkelebat
melihat pemuda itu, yang terguling dan rupanya kelelahan. Dan ketika tiga bayangan itu berkelebat
mendekati dan mereka mendengar keluhan atau rintihan pemuda ini maka ketiganya
tertegun mendengar nada-nada geram.
"Golok Maut, kau jahanam keparat. Awas kau, aku akan membunuhmu kalau aku bisa!"
lalu, mendesis mengurut-urut tangannya yang sakit, mungkin keselio, pemuda ini
bicara lagi, "Dan aku tak akan memberimu ampun kalau tertangkap. Sekali kau
jatuh di tanganku maka kau akan kuhukum picis!"
Sampai di sini pemuda itu mengaduh. Dia tak tahan
ketika kepalanya terasa pusing hebat, bumi rasanya berputar dan ia pun terguling
lagi. Namun ketika tiga bayangan berkelebat dan tiga wanita gagah yang cantik-
cantik berdiri di depannya mendadak pemuda ini tertegun dan berkejap-kejap.
"Hei!" serunya. "Kalian siapa" Dewi-dewi kahyangan?"
Tiga wanita itu mendengus. Seorang di antaranya tiba-
tiba bergerak menangkap dan menyambar leher baju
pemuda ini. Dan ketika pemuda itu menjerit karena lehernya serasa dijepit tanggem baja maka
wanita itu, cantik dan berbaju kuning bertanya, "Kau siapa dan kenapa menyebut-
nyebut nama Si Golok Maut. Di mana orang itu dan apa yang
terjadi padamu!" "Aku... aku, aduh! Lepaskan dulu tanganmu dan jangan kurang ajar begini. He, aku
Ci-kongcu, putera Ci-ongya.
Awas kau kalau berani kurang ajar!"
Wanita itu terkejut. "Ci-kongcu?"
"Ya, kau tidak segera melepaskan tangan mu?"
Wanita ini mundur. Dia melepaskan jepitannya tapi Ci
Fang, pemuda itu, tiba-tiba roboh kembali. Dia sudah tak kuat berdiri sendiri
karena lelah dan capainya. Kiranya dia adalah pemuda yang melarikan diri dari
perkumpulan Hek-yan-pang. Dan ketika pemuda itu mengeluh namun wanita kedua yang
berbaju ungu cepat menolong dan memberinya air minum maka Ci Fang dapat berdiri setelah ditotok sana-sini pula, mendapatkan
tenaganya sebagian. "Kami juga musuh Si Golok Maut. Kongcu tak perlu takut. Kami orang-orang Kim-
liong-pang," wanita itu berkata, bantu menahan punggung pemuda ini dan Ci Fang
terbelalak. Dia marah tapi tiba-tiba tersenyum mendengar kata-kata wanita itu,
yang kiranya murid atau orang-orang Kim-liong-pang. Dan
karena Kim-liong-pang sudah didengarnya sebagai perkumpulan yang juga memusuhi
Golok Maut, karena Coa Hing Kok ketua Hek-liong-pang
dibunuh tokoh bercaping itu maka Ci Fang berseri-seri dan melupakan rasa
sakitnya. "Aih, kalau begitu kalian dari Kim-liong-pang" Bagus, ayahku kenal baik dengan
Kim-liong Sian-li, ketua Kim-liong-pang. Kalau begitu kalian bantu aku agar
Golok Maut ini dapat dibunuh!"
"Kongcu dari mana" Kenapa bisa di tempat ini?"
"Hm, Golok Maut baru saja mengamuk, niocu (nona).
Aku berada di markas Hek-yan-pang ketika laki-laki itu tiba. Aku melarikan diri,
tiba di sini dan kehabisan tenaga, Tolong kalian antar aku pulang dan ayahku
nanti akan memberi kalian emas dan uang!"
"Kami tak butuh emas dan uang. Kami butuh Si Golok Maut itu!"
"Tapi ketua kalian tak dapat menandingi Si Golok Maut!
Masa kalian dapat mengalahkannya?"
"Hm!" wanita baju ungu itu merah mukanya. "Kami barangkali memang tak dapat
menandingi Golok Maut, kongcu. Tapi dendam kami tak dapat dihapus. Kami akan mencari Golok Maut itu
meskipun kami harus mampus!"
"Bagus, kalau begitu kalian pembera-ni, ha-ha! Eh, siapa namamu, niocu" Bo-
lehkah aku mengenai kalian bertiga?"
"Aku Biao Lin, itu Bwee-hi dan Pwee Giok!"
"Ah, terima kasih. Dan kalian cantik-cantik! Hm, kalian mau ke mana, Biao Lin"
Bagaimana menemukan aku di
sini?" mata pemuda itu bersinar-sinar, kagum memandangi tiga wanita cantik ini
dan Biao Lin merah mukanya. Putera Ci-ongya yang tidak segan-segan memandanginya
tanpa sungkan itu membuat dia jengah, kikuk dan sedikit gugup.
Tapi ketika dia menenangkan degup jantungnya dan mata nakal pemuda itu
disambutnya dingin maka wanita ini
berkata, "Kami mencari Golok Maut, kebetulan mendengar kongcu menyebut-nyebut
nama laki-laki itu. Kalau kongcu ingin pulang maaf kami tak dapat mengantar,
karena kami ingin menemukan dan segera mencari laki-laki itu. Kongcu tentu tidak
takut kalau pulang sendiri, bukan" Nah, permisi, kongcu. Kami akan segera ke
markas Hek-yan-pang!"
"He!" Ci Fang terkejut. "Tunggu, Biao Lin. Golok Maut sudah tak ada di sana!"
"Kami akan membuktikannya!" dan Ci Fang yang ditinggal dan melihat Biao Lin
berkelebat mengajak kedua temannya akhirnya tinggal melongo dan marah, bermaksud
mau menggoda tapi tiga murid-murid Kim-liong-pang itu tahu gelagat, tak mau
melayaninya dan pemuda ini
menggigit jari. Dan ketika dia mengumpat dan mencaci-
maki, kembali sendiri, mendadak sebuah bayangan baru
berkelebat di depannya dan terkekeh.
"Hi-hik, kenapa marah, Ci-kongcu" Tak dilayani mereka tak apa, ada aku di sini!"
bau harum menyambar, langsung muncul wanita cantik
lain dan Ci Fang tertegun. Wanita itu cantik melebihi tiga anak-anak murid Kim-
liong-pang tadi dan gagah berdiri dengan sanggulnya yang tinggi. Di bawah
ketiaknya terkempit sebuah payung hitam, memandangnya berseri-
seri dan Ci Fang tergetar melihat bentuk tubuh wanita ini.
Dia montok dan menggairahkan, baju di bagian dadanya
tersembul seakan tak sanggup menahan sepasang bukit di balik baju tipis itu,
baju menerawang yang membuat mata Ci Fang silau. Maklumlah, wanita ini genit dan
sikapnya menantang! Dan ketika Ci Fang tertegun dan wanita itu menarik
payungnya, membuka dan memasangnya di atas
kepala, dengan gaya dan kaki diangkat sebelah maka wanita itu terkekeh,
memperdengarkan kembali suaranya yang
merdu. "Hi-hik, apa yang kau lihat, kongcu" Bukankah kau kecewa tak ditemani wanita-
wanita itu tadi" Huh, mereka sombong, tak perlu dicari. Sebaiknya kau dengan aku
dan kuantar pulang!"
"Kau... kau siapa?"
"Aku Eng Hwa, Li Eng Hwa!"
"Dan kau juga memusuhi Golok Maut?"
"Hi-hik, aku berkali-kali bertemu dengannya, kongcu.
Dan aku tak pernah menjadi korban. Golok Maut itu selalu pergi kalau melihat
aku, lari ketakutan!"
"Ah, kau mengada-ada," Ci Fang tak percaya, tentu saja geli. "Di markas Hek-yan-
pang sana Golok Maut dikeroyok ratusan orang, Eng Hwa. Dan tak satu pun menang.
Kalau tak ada pemuda gagah bernama Beng Tan itu tentu
semuanya tewas dibabat Si Golok Maut!"
"Beng Tan?" wanita ini terkejut. "Pemuda baju putih itu?"
"Ya, kau tahu?" Ci Fang ganti terkejut.
"Ah, hi-hik!" Eng Hwa kini tertawa, kekehnya lepas.
"Aku juga baik pemuda itu, Ci-kongcu. Dan untuk ini baru kuakui kelihaiannya.
Kami berdua setanding, dan Golok Maut memang bakal terbirit-birit bertemu pemuda
itu!" "Hm, kau siapa sebenarnya?" Ci Fang bersinar-sinar.
"Benarkah kau dapat mengalahkan Si Golok Maut?"
"Kau tak percaya?" wanita ini terbelalak, payung pun tiba-tiba
dilipat. "Lihat, aku akan menunjukkan kepandaianku, kongcu. Jangan
berkedip dan lihat seperberapa detik daun-daun di atas pohon itu kubabat...
wut!" wanita ini meloncat, cepat dan luar biasa dan tahu-tahu dia telah
beterbangan mengelilingi pohon. Ci Fang tak sanggup lagi mengamati gerakan
wanita itu setelah berseliweran di udara, matanya kabur. Tapi ketika wanita itu berdiri lagi di
sebelahnya dan membuka payung, maka Ci Fang tertegun melihat daun-daun hijau dan
kuning yang rontok berhamburan di sekeliling mereka berdua, tak lebih dari
sebuah tiupan napas! "Hebat!" pemuda ini terkejut. "Kau lihai, Eng Hwa. Dan sekarang rupanya baru
kupercaya. Aih, kau dapat menjadi pelindungku. Ayah dapat membayarmu mahal kalau
kau bekerja di gedungku!"
"Hi-hik, aku tak butuh uang," wanita itu tertawa. "Aku orang baik-baik, kongcu.
Kalau ingin menolong selamanya tanpa pamrih. Marilah, kau akan pulang, bukan"
Kau ingin kembali ke istana ayahmu?"
"Benar, dan kau mau mengantar?"
"Kalau kau suka."
"Ah, aku tentu saja suka! Seribu kali suka! Ha-ha, aku senang mendapat pelindung
macammu ini, Eng Hwa. Dan
aku berharap kau dapat menangkap Si Golok Maut itu. Dia mengancam
keluargaku, ayahku. Aku ingin kau membekuknya dan ayah dapat memberikan kedudukan
tinggi padamu di istana!"
"Hm, aku tak suka kedudukan, aku tak suka uang. Kalau aku menolong orang-lain
maka semuanya kulakukan tanpa pamrih, kongcu. Marilah kita berangkat dan kuantar
kau pulang!" Ci Fang gembira. Wanita ini melipat payungnya dan


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melenggang, lenggangnya begitu aduhai hingga pinggul
bulat yang seperti pot bunga itu menari-nari. Ci Fang terbelalak tapi dia girang
bukan main, Dan ketika wanita itu mengajak dan pemuda ini mengikuti maka Ci Fang
memuji dan berkata bahwa wanita itu bukan main lihainya, juga cantik, melebihi
dewi. "Hi-hik, kau bisa saja memujiku, kongcu. Jangan main-main dengan pujian."
"Ha-ha, aku bicara sebenarnya. Kau memang cantik dan lihai, Eng Hwa. Sungguh
bahagia kalau aku dapat selalu berdekatan denganmu!"
"Kongcu suka?" "Tentu saja! Laki-laki mana tak suka berdekatan dan berkumpul dengan wanita
cantik, Eng Hwa" Dan kau
gagah, rendah hati. Ah, dan kau tak tamak pula akan uang dan kedudukan!"
"Hi-hik, aku selamanya memang menjauhi dua hal itu, Aih, uang dan kedudukan
dapat membuat manusia mabok,
kongcu. Aku pantang berdekatan dengan itu kecuali
terpaksa!" Ci Fang tertawa. Si cantik sudah melenggang dan
memuji bahwa dia tampan pula, tampan dan pemberani.
Dan ketika wanita itu kagum bahwa dia berani memaki-
maki Golok Maut, dan rupanya juga sudah bertemu dan
berhadapan dengan tokoh yang mengerikan itu maka Eng
Hwa melepas lirikannya, tajam menyambar.
"Aku sudah mendengar bahwa kau baru saja di tempat perkumpulan Walet Hitam itu,
dan kau lolos dari tangan Si Golok Maut. Aih, kau beruntung, kongcu, dan sungguh
pemberani. Bukti bahwa kau dapat melarikan diri dari
perkumpulan Walet Hitam itu saja sudah menunjukkan
keberanianmu yang besar. Kau pantas dikagumi siapapun!"
"Tapi aku bodoh, tak pandai silat!"
"Hm, aneh bahwa kau tak bisa silat, kongcu. Bukankah sebagai putera seorang
pangeran kau dapat mencari dan menemukan guru yang baik?"
"Dulu aku tak mau, tapi sekarang aku menyadari betapa perlunya belajar ilmu
silat itu!" "Kongcu mau kuajari?"
"Ah, kau mau menjadi guruku?"
"Hi-hik, bukan guru, kongcu, melainkan sahabat. Aku tak berani menganggapmu
sebagai murid!" "Kalau begitu aku semakin senang. Kau ajarilah aku ilmu silat!" dan ketika Eng
Hwa terkekeh dan mengangguk sambil berjalan maka di tengah perjalanan mulailah
wanita ini memberikan dasar-dasar ilmu silat,
sebentar-sebentar berhenti dan Ci Fang girang karena setiap kali memberi pelajaran ilmu silat
tentu kedua lengan mereka bersentuhan.
Eng Hwa melepas lirikan-lirikannya yang manis dan
sentuhan-sentuhan atau pegang di antara mereka semakin sering, kalau wanita itu
harus memberi contoh sebuah kuda-kuda atau gerakan tangan. Dan ketika semuanya
itu ditambah sikap Ci Fang sendiri yang tidak segan-segan meremas atau menggenggam
lengan orang, remasan atau
genggaman yang penuh nafsu, karena Eng Hwa sering
menunduk membiarkan bagian dadanya terlihat jelas maka
satu jam saja Ci Fang tiba-tiba sudah memeluk dan berani mencium si cantik itu.
"Eng Hwa, aku merasa jatuh cinta kepadamu. Ah, kau cantik dan memikat. Aku ingin
kau menjadi kekasihku!"
"Ih!" Eng Hwa pura-pura mengelak, terkejut. "Jangan begitu, kongcu. Kau putera
seorang pangeran!" "Tak apa." pemuda ini sudah mulai terbakar. "Aku dapat minta kepada ayah untuk
mengambilmu sebagai isteriku, Eng Hwa. Aku akan memanjakanmu dan hidup
senang di istana!" "Tapi...." "Tak ada tapi. Aku mencintaimu, Eng Hwa. Kau
terimalah aku dan ah... betapa cantiknya kau!" dan Ci Fang yang menyambar dan
sudah memeluk wanita ini,
menciumnya, tiba-tiba disambut tak kalah panas dan kekeh aneh yang keluar dari
mulut si cantik. "Aih, perlahan, kongcu. Jangan terburu-buru....!"
"Aku tak tahan. Kau begitu menggemaskan!" dan ketika Eng Hwa terguling dan
pemuda ini sudah menindihnya
dengan dengus tertahan tiba-tiba Eng Hwa menyambut dan sudah membuka bajunya
sendiri. Sebentar kemudian dua
orang ini sudah bergulingan di atas rumput, saling pagut dan cium seolah lintah,
lekat tak mau dipisah lagi. Dan karena Ci Fang tak tahu bahwa yang dihadapi kali
ini adalah Mao-siao Mo-li Li Eng Hwa yang amat cabul maka tentu saja sikapnya itu
disambut hangat dan dua orang ini seolah tumbu ketemu tutup, cocok dan klop
karena Ci Fang sendiri sesungguhnya bukan pemuda baik-baik. Pemuda itu terpaksa
"dibuang" ayahnya karena suatu hal, yakni mengganggu selir ayahnya termuda dan
kepergok berduaan di kamar, padahal selir ayahnya itu adalah selir yang paling
disayang, ibu tiri pemuda ini namun usia Ci Fang justeru lebih tua tiga tahun.
Selir ayahnya itu baru berusia tujuh belas dan Ci Fang berani mengganggunya,
merayu dan terjadilah hubungan gelap di antara keduanya. Dan karena selir itu lebih suka
kepada Ci Fang daripada ayahnya yang sudah tua maka keduanya terlibat hubungan
intim namun akhirnya ketahuan. Sang ayah marah-marah dan selir itu nyaris
dibunuh. Ci Fang membela dan terjadilah cekcok antara ayah dan anak, yang hampir
saja berakibat Ci Fang dibunuh. Tapi ketika sang paman muncul dan Coa-ongya
melerai akhirnya Ci Fang diminta meninggalkan istana
dengan dalih dilindungi keselamatannya dari ancaman
Golok Maut, yang sudah mengincar istana dan beberapa
hari yang lalu sudah mencari dua keluarga ini.
"Kau tak perlu emosi. Kalau kau masih menyayang
selirmu itu dan Ci Fang mengganggu sebaiknya anakmu ini yang diminta pergi. Biar
dia ke suatu tempat dan sementara ini menjauh. Betapapun anak itu adalah darah
dagingmu sendiri." "Tapi dia pemuda keparat. Dia bercumbu dengan Lan Hong!"
"Sudahlah, di saat seperti ini jangan kita bertengkar sendiri, Ci-te (adik Ci).
Ingat Golok Maut mengancam
kehidupan kita dan tak boleh kita cakar-cakaran, apalagi antara dirimu dengan
anakmu itu, ayah dan anak. Kalau kau rela melepas Lan Hong biarkan dia bersama
Ci Fang. Tapi kalau kau masih mengingini Lan Hong biarlah
puteramu yang pergi dan aku akan mencarikan penggantinya di Hek-yan-pang!"
"Hek-yan-pang?"
"Ya, perkumpulan wanita-wanita cantik itu, Ci-te.
Kukira dengan nama kita di sini Hek-yan-pang tak berani
menolak permintaan kita. Dengan alasan Golok Maut
mengancam kehidupan istana barangkali ketua perkumpulan Walet Hitam itu akan menerima Ci Fang."
"Jadi..?" "Benar. Kau tahu maksudku, bukan" Nah, biarkan
puteramu di sana, Ci-te. Dan Ci Fang akan memilih sesuka hatinya kembang-kembang
cantik di sana, syukur kalau
ketua atau wakil ketua Hek-yan-pang menyukai anakmu!"
-ooo0dw0ooo- Jilid : XIX "HA-HA!" Ci-ongya tertawa bergelak. "Kau cerdik, Coa-ko. Kau pintar! Alh, betul
sekali. Kenapa tidak kuusir anakku itu ke lain tempat" Baiklah, dengan pergi ke
Hek-yan-pang maka Ci Fang akan mendapatkan penggantinya,
Coa-ko. Dia tak akan menggangguku lagi dan Lan Hong
tetap di sini!" "Atau kalau kau tak sayang selirmu itu lebih baik bunuh dia, babat sumber
penyakitnya!" "Tidak, aku menyayangnya, Coa-ko Aku masih
menghendaki Lan Hong. Dia sumber cinta dan kehangatan bagiku!"
"Hm, kalau begitu terserah. Anakmu itu segera
diberangkatkan dan tulis surat kepada ketua Hek-yan-pang itu."
"Baik!" dan begitu Ci-ongya menurut nasihat kakaknya dan menulis sebuah surat
maka tak lama kemudian dia
sudah memanggil orang kepercayaannya untuk membawa
Ci Fang keluar dari Istana, menuju Hek-yan-pang berdalih mencari perlindungan
anaknya itu dari ancaman Golok
Maut, yang telah datang dan menyatroni istana. Dan
karena hal ini sudah diceritakan di depan dan Ci Fang sendiri tak berani
membantah karena pamannya menegur
dan mengecam perbuatannya maka pemuda itu menurut
meskipun diam-diam tak dapat melupakan ibu tirinya itu, Lan Hong yang molek dan
yang semalam baru saja tidur
bersamanya, memadu cinta dan kalau bukan pamannya
yang memisah barangkali pemuda ini akan berontak.
Terhadap pamannya she Coa itu Ci Fang agak takut, dia menaruh segan dan hormat.
Dan ketika dia dibawa ke Hek-yan-pang dan sudah mendengar bahwa di dalam
perkumpulan itu banyak wanita-wanita yang akan
menghiburnya, kalau dia dapat masuk dan berkenalan
maka pemuda ini berharap seperti apa yang diam-diam
diinginkan. Tapi celaka, di awal perjumpaannya ternyata anak-anak murid Hek yan-
pang bersikap ketus. Mereka
rata-rata galak dan sang ketua ataupun wakil ketuanya tak ramah. Dan ketika dia
dikurung dan berhari-hari di situ mendapat kenyataan bahwa Impiannya buyar maka
Ci Fang kecewa dan sepanjang hari menggerutu dan
mengumpat. Sampai akhirnya datang Golok Maut untuk
kedua kalinya itu, marah-marah mencari Wi Hong namun
tak jumpa, dikeroyok murid-murid Hek-yan-pang namun
tak ada yang dapat menandingi. Dan ketika Golok Maut
malah teringat padanya dan hampir dia terbunuh kalau
tidak muncul pemuda baju putih yang gagah perkasa itu maka Ci Fang akhirnya
melarikan diri setelah Golok Maut pergi, mempergunakan kesempatan selagi anak-
anak murid Hek-yan-pang slbuk, menyaksikan pertandingan antara
Beng Tan dengan Swi Cu. Dan ketika semua sedang
terpusat di sini dan Ci Fang menyelinap diam-diam maka pemuda itu sudah
mengambil sebuah perahu dan kabur,
meninggalkan Hek-yan-pang!
Tapi pemuda ini mengeluh. Sebagai putera seorang
pangeran yang tak pernah melakukan pekerjaan berat
ataupun latihan fisik maka dia merasa tersiksa ketika melarikan diri
meninggalkan perkumpulan para wanita itu.
Dia jatuh bangun ketika harus menerabas hutan,
melampaui semak dan duri dan sebentar saja bajunya
koyak-koyak, Dulu dia datang di atas tandu, dipikul. Kini tiba-tiba saja harus
mempergunakan kedua kakinya untuk kabur, tak ayal menjadi demikian tersiksa dan
pemuda ini mengeluh serta mengumpat caci, akhirnya roboh dan
memaki-maki Golok Maut pula hingga didengar tiga anak murid Kim-liong-pang, yang
heran melihat seorang pemuda lemah bisa bermusuhan dengan Golok Maut, tokoh yang
lihai! Tapi begitu melihat Ci Fang mulai menunjukkan
tanda-tanda kepemogorannya dan pemuda ini berkesan
pemuda hldung belang yang ingin mengganggu mereka
maka Ci Fang ditinggal dan tiga murid cantik Kim-liong-pang itu pergi, tiba-tiba
muncul Siluman Kucing Li Eng Hwa ini, yang tidak memperkenalkan julukannya
kecuali namanya saja. Dan karena Siluman Kucing itu adalah
wanita cabul dan sekali lihat dia tahu macam apa adanya pemuda itu maka Ci Fang
terjebak dan terhanyut dalam
sikap dan gerak-geriknya yang memikat, segera saja
menjadi "makanan" Siluman Kucing ini dan Ci Fang mabok. Pemuda itu tak tahu
bahwa diam-diam dirinya akan diperalat wanita cabul itu, yang kini sudah menjadi
kekasihnya. Dan ketika mereka berdua bersenang-senang dan sepanjang jalan Ci
Fang mendapat servis dan pelajaran cinta yang bukan main hebatnya maka pemuda
ini tenggelam dan segera bertekuk lutut di depan si cantik itu.
"Aih, aku tak dapat lagi berpisah denganmu, Eng Hwa.
Aku ingin sehidup semati denganmu. Aku ingin minta ayah memberikan apa saja yang
dia punyai, harta benda dan
kedudukannya!" "Hi-hik, sudah kubilang aku tak butuh kedudukan!" Eng Hwa tertawa. "Aku hanya
butuh dirimu, Ci Fang. Aku butuh cinta dan kehangatan dirimu. Kaupun pemuda
satu-satunya yang tak dapat membuat aku berpisah. Aku ingin sehidup semati pula
denganmu!" "Dan kau cantik sekali, menggairahkan!" Ci Fang memeluk, mencium kekasihnya ini.
"Kau memiliki permainan cinta yang tinggi di samping kepandaian silatmu yang hebat itu, Eng
Hwa. Ah, aku ingin memperkenalkan dirimu kepada ayah dan berkata bahwa kau lebih
hebat daripada Lan Hong!" "Lan Hong?" wanita ini mengerutkan alisnya, tiba-tiba tak senang. "Siapa dia, Ci
Fang" Kekasihmu?"
"Ah, tidak!" Ci Fang terkejut, merasa kelepasan omong.
"Dia selir ayahku, Eng Hwa. Dan ayah berkali-kali memuji selirnya itu setinggi
langit. Aku jadl cemburu!"
"Hm, dan dia pasti cantik!"
"Memang cantik, tapi tidak secantik dan sehebat dirimu!"
"Hi-hik, kau bohong. Kau pasti pernah ada apa-apa dengan selir ayahmu ini, Ci
Fang. Kalau tidak tak perlu kau cemburu!"
"Ah, tidak. Sungguh! Aku tak ada apa-apa dengan selir ayahku itu. Bukankah ia
ibu tiriku sendiri" He, jangan pergi...!"
Ci Fang tiba-tiba terkejut, melihat Eng Hwa berkelebat lenyap. "Jangan
tinggalkan aku, Eng Hwa Sungguh mati aku tak ada apa-apa dengan selir ayahku
itu. Kembalilah!" pemuda ini mengejar, melihat Eng Hwa sudah terbang di kejauhan sana dan pemuda
itu berteriak-teriak. Ci Fang sekarang sudah memiliki dasar-dasar ilmu silat
meskipun sedikit, dapat mengejar tapi Eng Hwa mendengus di sana.
Siluman Kucing ini pura-pura marah dan cemburu, dikejar dan akhirnya dia
memperlambat larinya. Dan ketika Ci
Fang mampu mengejar namun terhuyung dan roboh di
depannya maka pemuda itu menggigil memeluk kedua
kakinya, gemetar. "Eng Hwa, jangan marah. Jangan pergi! Kenapa kau meninggalkan aku" Apa salahku"
Kau cemburu" Ah, sungguh mati tak ada apa-apa antara diriku dengan selir ayahku itu, Eng Hwa. Aku
hanya mencintaimu dan bukan
mencintai yang lainnya!"
"Kau bohong!" wanita ini membentak, pura-pura marah.
"Aku menangkap pandang mata dan sikapmu yang
mencurigakan, Ci Fang. Aku tak percaya bahwa kau tak
ada apa-apa dengan si cantik itu!
"Ah, dia ibu tiriku, selir ayahku. Masa aku gila bermain-main dengannya, Eng
Hwa" Aku tak ada apa-apa
dengannya, kalau tidak percaya boleh buktikan nanti dan kau bunuh aku kalau
bohong!" Ci Fang nekat, merayu dan berdusta di depan kekasihnya dan Siluman
Kucing terkecoh. Wanita yang berpengalaman ini percaya juga oleh sikap dan omongan itu,
melihat Ci Fang bangkit berdiri dan memeluknya, gemetar. Dan ketika ciuman


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pemuda itu membuatnya terbakar dan Ci Fang sekarang sudah pandai pula meraba bagian-bagian
tertentu tubuh wanita yang
dapat menimbulkan rangsangan tinggi maka Siluman
Kucing ini terkekeh dan berkata, menggeliat,
"Baiklah, aku percaya, Ci Fang. Tapi sekali kau bohong maka bukan kau yang
kubunuh melainkan si Lan Hong
itu!" "Boleh, kau boleh buktikan kata-kataku, Eng Hwa. Dan sekarang kita berdamai
lagi!" pemuda ini merasa mendapat rejeki besar, kekasihnya sudah tidak marah dan
Eng Hwa balas menyambut ketika ciumannya mendarat bertubi-tubi.
Dan ketika wanita itu mengerang dan Ci Fang hafal apa arti erangan ini maka
pemuda itu sudah menggulingkan
kekasihnya dan bercumbu serta mendengus-dengus bermain cinta.
"Eng Hwa, kau tak boleh meninggalkan aku. Kalau kau pergi biarlah aku mati bunuh
diri!" "Ih, tidak. Aku tak akan meninggalkanmu, Ci Fang. Asal kau tidak bohong dan
dusta kepadaku!" "Aku tidak bohong, aku tidak dusta ....!" dan ketika pemuda menggumuli
kekasihnya dan Eng Hwa alias
Siluman Kucing ini kewalahan maka nafsu dan berahi
kembali mengotori jiwa mereka, bergelimang dalam nafsu-nafsu rendah tapi Ci Fang
tak perduli. Pemuda ini sudah mabok dan jatuh betul ke dalam pelukan kekasihnya.
Dan ketika dua jam kemudian mereka melepaskan diri dan Ci Fang lega berseri-seri
maka Siluman Kucing itu tertawa melompat bangun.
"Ci Fang, kau semakin pandai. Aih, kau pintar
membangkitkan nafsuku!"
"Hm, kau yang mengajariku, Eng Hwa. Kau yang pandai mendidikku!"
"Hi-hik, dan aku semakin sayang padamu. Ih, kita dapat menjadi pasangan yang
cocok, Ci Fang. Aku bahagia
mendapatkan dirimu!"
"Bukan hanya diriku, kedudukan dan harta benda
ayahku dapat pula kuberikan padamu, Eng Hwa. Aku akan membuatmu senang selama
tujuh turunan!" "Benar?" "Tentu saja benar. Mari..!" dan Ci Fang yang tertawa menyambar kekasihnya lalu
mengajak Eng Hwa ke kota yang terdekat, di sana menemui penguasa dan minta ini-itu membuktikan kepada Eng
Hwa. Siluman Kucing ini disuguhi apa saja yang disuka, pakaian-pakaian indah dan emas atau perhiasan-
perhiasan mahal yang biasa dikenakan wanita,
anting-anting atau gelang yang rata-rata bertaburkan permata. Dan karena Ci Fang adalah putera pangeran berpengaruh di
istana dan penguasa setempat
tentu saja tergopoh-gopoh menyambut maka hujan hadiah membanjiri Siluman Kucing
itu, yang katanya tak suka
harta benda tapi nyatanya lahap menerima!
"Aku tak ingin apa-apa untuk diriku sendiri. Aku hanya ingin menyenangkan
kekasihku. Nah, beri apa saja yang dia suka, Bun-taijin (pembesar Bun). Boleh
diperhitungkan kalau mesti kubayar!"
"Ah, mana aku berani" Ayahmu memberiku kedudukan ini, kongcu. Tanpa dia tentu
aku tak dapat seperti sekarang.
Sudahlah, apa saja akan kuberikan dan jiwi (kalian berdua) boleh ambil apa yang
disuka!" "Di sini ada seperangkat mangkok piring dari dinasti Ming?"
"Ah, tak ada, siocia. Tapi dapat kucari kalau kau menghendaki!"
"Ya, aku kepingin. Mangkok piring itu indah dan aku ingin memiliki!"
Ci Fang tertawa. Bun-taijin tergopoh-gopoh mencarikan itu, tentu saja tak dapat
sehari dan pasangan ini terpaksa menginap. Dan ketika Bun-siocia (nona Bun)
diminta ayahnya untuk melayani kedua tamunya ini maka Eng Hwa menggoda Ci Fang, tertawa,
melempar lirikan penuh nafsu.
"Ci Fang, Bun-siocia ini cantik sekali. Aih, tak salah kalau kau tiba-tiba jatuh
cinta!" "Ah," Ci Fang terkejut, tertawa. "Kau ada-ada, Eng Hwa. Sudah kubilang bahwa aku
hanya mencintaimu. Lihat, semua pengaruh ayahku dapat kau nikmati di sini!"
"Tapi aku masih kurang puas. Dapatkah kau suruh gadis itu mendekat?"
"Untuk apa?" Ci Fang tertegun. "Jangan main-main, Eng Hwa. Kau jangan coba-coba
menguji cintaku dengan menyodorkan gadis lain!"
"Hi-hik, aku tak menguji. Tapi entah kenapa aku tiba-tiba ingin melihat kau
bermain cinta dengan Bun-siocia itu!"
"Eng Hwa...!" "Sudahlah, jangan kau marah," dan ketika Ci Fang terbelalak dan berseru menegur
temannya maka Bun-siocia di sana merah padam dan tiba-tiba terisak, lari memutar
tubuhnya dan melaporlah dia akan segala pembicaraan
tamunya itu. Tapi ketika ayahnya tertawa dan berkata
bahwa dua tamunya main-main maka gadis ini melotot.
"Ayah tidak mengusir tamu-tamu macam begitu" Ayah membiarkan saja aku terhina?"
"Hush, tak ada yang menghinamu. Bun She. Ci-kongcu dan kekasihnya itu hanya
menggodamu saja. Bukankah kau tahu bahwa wanita itu adalah calon isteri Ci-
kongcu" Kalau dia malah berkata seperti itu maka adalah keberuntungan besar
bagimu karena mungkin kelak kau dapat menjadi
isterinya pula, mengangkat naik derajat ayahmu!"
"Menjadi isterinya" Selir maksud ayah?"
"Ah, kaum bangsawan sudah biasa beristeri lebih dari satu. Bun She. Hal itu
biasa-biasa saja dan wajar. Apalagi
untuk pemuda macam Ci-kongcu itu. Ayahnya seorang
pangeran, dan lagi amat berpengaruh dan berkuasa di
Istana!" "Tapi aku tak suka pemuda macam begitu, Matanya
berminyak kalau melihat gadis cantik!"
"Ha-ha, kau tak tahu diuntung, She-ji (anak She).
Seharusnya kau berterima kasih dan malah membuat
ayahmu repot. Sudahlah, aku harus minta maaf karena kau meninggalkan tamu!" dan
ketika Bun-taijin bergegas menemui tamunya dan minta maaf atas kelakuan sang
puteri maka Ci Fang tersenyum dan agak berdebar
memandang kekasihnya itu.
"Tak apa, kekasihku ini main-main. Dia mengujiku untuk melihat apakah aku tak
tergerak melihat gadis lain."
"Hi-hik, tergerak pun tak apa, Ci Fang. Kau putera bangsawan yang dapat
beristeri lebih dari satu!"
"Tidak! Kau... ah, kau membingungkan!" dan ketika pemuda itu bingung memandang
temannya sementara Bun-kong-cu atau putera Bun-taijin muncul menggantikan
adiknya maka Siluman Kucing ini bersinar-sinar memandang seorang pemuda tampan yang lemah lembut
sikapnya. "Maaf, ini puteraku Bun Cek, kongcu. Karena adiknya malu menampakkan diri
biarlah puteraku ini menggantikan adiknya. Barangkali kongcu atau siocia perlu
tambah arak lagi!" "Boleh," Eng Hwa tersenyum. "Dan kuharap puteramu ikut minum, taijin. Lalu
biarlah kami bertiga bercakap-cakap."
"Ha-ha, siocia ingin ditemani puteraku" Eh!" pembesar itu menoleh pada
puteranya, bangkit berdiri. "Kau dengar
sendiri kata-kata Li-siocla (nona Li), Bun Cek. Mereka berdua ingin ditemani
dirimu dan ayahmu yang tua di sini tak diperlukan. Baik-baiklah menemani tamu
dan jangan bikin mereka kecewa!" pembesar itu sudah berdiri, berseri-seri
memandang puteranya dan pergi ke belakang. dia
sudah tanggap akan kata-kata wanita itu, tak menduga akan yang jelek dan
menganggap bahwa anak-anak muda minta
ditemani yang muda pula. Maka ketika puternya
mengangguk dan agak merah menerima permintaan itu,
karena yang dihadapi adalah putera seorang pangeran dan kekasihnya maka pemuda
ini mendekat dan tersipu malu.
"Aku tak bisa apa-apa. Harap Ci-kongcu dan siocia tidak mentertawakan aku."
"Hi-hik, kau pemalu tapi lembut, Bun-kongcu. Ke
marilah dan mendekat bersama Kami." lalu melirik dan mengedip pada Ci Fang
wanita ini berbisik, "Eh, bagaimana pendapatmu tentang pemuda ini, Ci Fang"
Tidak tampan dan haluskah dia" "Apa maksudmu?" Ci Fang mengerutkan keningnya.
"Kau naksir?" "Hi-hik, aku ingin mencobanya, Ci Fang, mencari
selingan sebagai hiburan segar!"
"Maksudmu?" "Sst, jangan melotot! Yang kucinta hanya dirimu! Aku bermaksud mengajak pemuda
ini main-main denganku sementara kau dengan adiknya tadi, Bun-siocia!"
Ci Fang belum paham, agak tertegun.
"Kau tak menangkap" Bodoh, bercinta sambil menyelang-nyeling begini amatlah asyik, Ci Fang. Aku
ingin melatihmu bertukar pasangan!"
"Apa?" "Jangan marah, dengar dulu! Kau boleh main-main
dengan gadis Bun-taijin tadi sementara aku dengan
kakaknya ini. Bukankah kau suka" Kita dapat sekamar, Ci Fang. Saling menonton
dan memperhatikan yang lain. Kau tentu bakal tertarik!"
Ci Fang terkejut. "Kau gila?" katanya. "Kau tidak waras?"
"Sst, tak usah marah-marah kalau kau tak setuju, Ci Fang. Toh aku mengajakmu
bersikap adil. Kalau kau main-main dengan gadis itu maka aku dengan kakaknya.
Tapi kalau kau tak suka maka aku tentu saja tak akan memaksa!"
Ci Fang terbelalak. Dia melihat kekasihnya ini tertawa, ditanya Bun-kongcu apa
yang mereka bicarakan tadi.
Maklumlah, Siluman Kucing ini mengerahkan ilmunya
mengirim suara hingga hanya bibirnya saja yang tampak bergerak-gerak. Bun Cek
tak mendengar dan pemuda itu
heran. Tapi melihat wanita ini tertawa dan mengangkat cawan araknya tiba-tiba
wanita itu berkata, "Kami tak bicara apa-apa, Bun-kongcu, selain membicarakan dirimu yang lemah lembut ini. Mari... mari minum dan agaknya
semakin riang kalau adikmu
perempuan juga ada di sini!" Mao-siao Moli sudah memberikan araknya, diam-dlam
menjentikkan bubukan obat dan Ci Fang apalagi Bun Cek tak melihat gerakan itu.
Pemuda ini sudah menerima dan minum. Dan ketika di
sana Ci Fang masih tertegun dan berdebar oleh penawaran kekasihnya yang aneh
namun berani maka pemuda ini
merah mukanya teringat bayangan puteri Bun-taijin tadl, seorang gadis cantik
yang memang tak dapat disangkal
sebenarnya cukup menggetarkan hatinya. Kalau saja di situ tak ada kekasihnya ini
barangkali sebagai pemuda
pemogoran dia akan mendekati gadis itu, merayu dan
membujuknya sebagai biasa dia main-main dengan selir
ayahnya yang cantik, karena pemuda ini memang pada
dasarnya bukanlah pemuda baik-baik. Maka begitu Eng
Hwa mengerling sekali lagi dan wanita itu bertanya kenapa dia terbelalak maka
pemuda ini berkata, agak tergetar,
"Aku teringat penawaranmu tadi. Kau aneh dan luar biasa. Eh! Benarkah kau ingin
mengajakku seperti itu, Eng Hwa" Kau tidak cemburu dan marah kalau aku main-main
dengan puteri Bun-taijin tadi?"
"Hi-hik, sekedar selingan dan hiburan segar tentu saja tak perlu aku marah
padamu, Ci Fang. Lagi pula yang
mengusulkan ini adalah aku! Kenapa marah dan cemburu"
Asal cinta kita berdua hanya untukmu dan untukku tak ada marah atau cemburu, Ci
Fang. Kita hanya main-main dan sekedar mencari kesenangan, sebagai selingan!"
"Tapi puteri Bun-taijin tadi marah-marah! Dapatkah kita membujuknya?"
"Hi-hik, Itu soal mudah. Yang penting katakan dulu kau setuju atau tidak dengan
rencanaku ini. Kalau kau juga tidak cemburu dan marah melihat aku bermain cinta
dengan Bun-kongcu itu maka aku akan menundukkan
puteri Bun-taijin itu semudah orang membalikkan tangan!"
"Baiklah, aku setuju!" Ci Fang tiba-tiba bersemangat, berseri-seri. "Kalau ini
hanya bersifat main-main dan sekedar hiburan bagi kita berdua maka aku tak perlu
cemburu atau marah melihat kau bermain cinta dengan
pemuda itu, Eng Hwa. Toh kaupun juga akan melihat aku bermain cinta dengan
adiknya!" "Hi-hik, kalau begitu beres!" dan ketika Siluman Kucing ini menepuk pundak Bun
Cek dan menyuruh pemuda itu
memanggil adiknya maka Ci Fang terheran melihat pemuda itu terhuyung dan tiba-
tiba roboh ketika berdiri!
"Hei, jangan gemetar. Aku hanya meminta kau
memanggil adikmu, Bun-kongcu. Temani kami berdua agar lebih gembira!"
"Benar," Ci Fang mendapat isyarat kekasihnya. "Suruh adikmu ke mari. Bun Cek.
Katakan bahwa kami berdua
ingin minta maaf!" Bun Cek, yang merah dan berkeringat mukanya tiba-tiba menggigil. Pemuda ini
melotot memandang Eng Hwa,
sikapnya tiba-tiba menjadi aneh. Seolah mau menyergap dan menubruk wanita itu.
Ci Fang sebagai laki-laki tentu saja menjadi terkejut dan heran karena dia tahu
itulah tanda-tanda menyerangnya sebuah nafsu berahi, membakar putera Bun-taijin
ini namun Bun Cek agaknya masih takut-takut, karena di situ ada Ci Fang dan
pemuda itu adalah tamu ayahnya. Tapi ketika tamu wanitanya minta agar
adiknya dibawa ke situ, menemani mereka maka aneh dan penurut sekali pemuda ini
mengangguk, berdiri dan terhuyung-huyung memasuki ruangan dalam dan tak lama
kemudian gadis puteri Bun-taijin itupun keluar, bersama kakaknya. Dan begitu dua
orang ini muncul dan Bun She terbelalak memandang mereka maka Ci Fang bangkit
berdiri karena sudah mendapat perintah kekasihnya, yang tahu bahwa gadis itu
lebih tak senang kepada dirinya.
"Bun-siocia, marilah. Kami memanggilmu
untuk meminta maaf. Tadi temanku itu main-main. Mari temani kami bersama kakakmu!"
lalu sementara gadis itu tertegun dan agak ragu namun malu maka Bun Cek sudah
mendorong adiknya itu, berkata serak,
"She-moi (adik She), Ci-kongcu dan temannya ingin minta maaf. Majulah dan sambut
mereka!" Gadis itu tak dapat menolak. Tadi kakaknya berkata agar dia keluar, menerima
permintaan maaf kedua tamunya dan hal ini tak diduga. Bun She adalah gadis yang
polos dan belum banyak pengalaman. Dia jadi terkejut dan tak dapat menolak


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketika kakaknya menyatakan maksud tamunya.
Dan karena hal itu adalah baik dan mau tak mau dia harus keluar maka dia jadi
tersipu ketika Ci Fang sudah tertawa membungkuk di depannya, minta maaf dan
sudilah gadis itu menemani mereka minum arak. Bun She terkejut karena dengan halus Ci-kongcu
itu sudah memegang lengannya,
begitu berani namun sopan. Dan karena kakaknya juga
sudah mendorong dan membantu tamunya maka duduklah
gadis ini menemani Ci Fang, agak ragu melayani Eng Hwa dan hal ini malah justeru
kebetulan. Siluman Kucing itu dapat lebih berdekatan dengan sang kakak. Bun Cek.
Dan karena semuanya sudah diatur dan wanita cabul ini
menjentikkan bubuk-bubuk perangsang di cawan gadis itu maka seperti Bun Cek
tiba-tiba gadis ini merasa pusing dan naik gejolak birahinya.
"Aku tak ingin apa-apa, kecuali kelembutan dan
kehangatan sikapmu. Aih, kenapa kau memegangi
kepalamu. Bun She" Kau pening?" begitu Ci Fang pura-pura bertanya, tentu saja
tahu apa yang terjadi dan diam-diam girang bukan main. "Kalau pening marilah,
biar kuantar ke kamarmu!" dan, sementara gadis itu terhuyung dan Bun Cek juga
mengalami hal yang sama, bahkan lebih hebat lagi karena dia lebih dulu
dipengaruhi obat perangsang maka Mao-siao Mo-li Li Eng Hwa tertawa
mencekal lengannya, berkata,
"Dan kau tampaknya gelisah, Bun-kongcu. Marilah
kuantar ke kamarmu kalau kaupun merasa pusing."
Selanjutnya dua kakak beradik ini tak tahu apa yang
terjadi. Mereka antara sadar dan tidak ketika dibawa ke
kamar. Bun Cek menunjukkan kamarnya dan kebetulan
sang adik juga menunjuk kamar itu. Ci Fang sudah girang memapah gadis ini, mulai
berani memegang-megang dan
akhirnya mencium! Dan ketika sang gadis terkejut namun merasa tak berdaya,
mengeluh dan memejamkan mata
maka Eng Hwa Siluman Kucing sudah lebih dulu menutup
mulut Bun Cek dengan ciuman panas.
"Bun-kongcu, kita perlu beristirahat sejenak di kamar.
Marilah, kulepas bajumu biar tidak gerah!"
Pemuda itu tak tahu dan tak menyadari apa yang terjadi.
Eng Hwa telah menutup mulutnya dengan ciuman bertubi-
tubi, dia tersentak tapi segera menyambut. Dan karena tubuhnya sudah dibakar
nafsu berahi dan pengaruh arak membuat kesadaran pemuda ini lenyap maka Eng Hwa
minta ditubruk ketika berada di dalam kamar.
"Hi-hik, kejar aku, Bun-kongcu. Ayo tangkap dan ke marilah!" lalu berseru pada
Ci Fang agar pemuda itu melakukan hal yang sama dan melihat hebatnya pengaruh
arak wanita ibiis itu berkata, "Dan kau jangan tergesa-gesa, Ci Fang. Permainkan
dulu gadis itu dan suruh melakukan apa saja!"
Ci Fang terbelalak. Dia melihat mata Bun-kongcu yang
terpejam, dibuka namun ditutup lagi ketika mengejar Eng Hwa. Pemuda itu tak
malu-malu lagi ketika dilepas
pakaiannya di dalam kamar, ditonton dan terkekeh-
kekehlah Eng Hwa oleh permainan baru itu. Dan karena itu memang mengasyikkan dan
Ci Fang terbakar maka pemuda
ini mengangguk dan ingin melihat reaksinya pada puteri Bun, yang terengah-engah
dan memejamkan mata. "Dan kau," katanya mencoba, tertawa dan gemetar.
"Lepas bajumu dan perlihatkan tubuhmu yang indah. Bun She. Lalu ke sini dan
peluklah aku!" Gadis itu menurut. Bun She telah melakukan apa yang
diperintahkan pemuda ini, melepas bajunya dan akhirnya satu persatu dilempar ke
lantai. Ci Fang menyaksikan
sesuatu yang membuat darahnya benar-benar berdesir. Dan ketika gadis itu
menubruk dan memeluk dirinya, mengeluh dan mengerang tak keruan maka pemuda ini
tak kuat dan tertawa bergelak, menerkam dan menyambut korbannya
ini. "Eng Hwa, benar katamu. Gadis ini sudah berada di bawah kekuasaanku!"
"Hi-hik, dan bersenang-senanglah, Ci Fang. Sekarang kau merasakan betapa
nikmatnya bertukar pasangan!"
Siluman Kucing geli, melihat Ci Fang meremas puteri Bun-taijin itu sementara dia
sendiri sudah ditubruk Bun-kongcu, menyambut dan menerima. Dan ketika dua orang
itu mempermainkan putera-puteri Bun-taijin ini dan Bun-
kongcu serta adiknya dikuasai pengaruh arak maka kakak beradik itu terjebak
perbuatan iblis yang amat memalukan, disuruh ini itu dan keduanya menurut saja.
Bun She yang tadinya pemalu tiba-tiba menjadi liar, gadis ini dikendalikan hawa
arak dan obat perangsang yang dilolohkan Siluman Kucing sungguh kelewat takaran.
Iblis wanita itu terkekeh-kekeh ketika melihat Ci Fang kewalahan menyambut gadis
itu. Dan ketika permainan itu dilanjutkan dan semalam suntuk mereka tenggelam
dalam perbuatan keji maka
keesokannya terdengar jerit dan tangis yang mengejutkan seisi rumah.
Bun She akhirnya sadar, pengaruh arak lenyap dan
bukan main kaget serta malunya gadis itu melihat keadaan dirinya yang telanjang
bulat. Di sisinya tidur lelap Ci-kongcu itu, juga telanjang, memeluk dirinya.
Dan ketika tak jauh dari situ juga tampak Siluman Kucing dipeluk
kakaknya yang juga tak mengenakan sehelai kain pun maka
gadis ini berteriak bagai disambar petir, teringat apa yang terjadi.
"Oh, tidak... tidak! Kalian keji!" dan ketika gadis itu melompat bangun dan
menyambar pakaiannya, menangis
dan tersedu-sedu maka Ci Fang terkejut dan Eng Hwa
Siluman Kucing juga meloncat bangun, kaget dan sadar
oleh teriakan puteri Bun-taijin itu dan segeralah gadis itu memanggil-manggil
ibunya. Bun-taijin keluar dan isterinya juga terkejut, melihat keadaan di dalam
kamar. Tapi ketika Ci Fang menyambar pakaiannya dan Siluman Kucing juga
menubruk ke depan tiba-tiba gadis itu telah ditotoknya.
"Kau jangan menjerit-jerit, jangan membuat gaduh.
Berhenti dan diamlah!" lalu, ketika Bun Cek terkejut dan kaget melihat
keadaannya sendiri maka Eng Hwa sudah
mengancam pembesar itu. "Apa yang kalian lihat anggap tak ada. Aku dan Ci Fang hanya ingin bersenang-
senang saja. Siapa melawan akan kubunuh!" dan menusukkan dua jarinya ke tembok
yang seketika berlubang maka Bun taijin tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut
menghadap Ci Fang, yang dianggap paling dihormati karena di belakang pemuda itu
berdiri ayahnya, pangeran Ci.
"Kongcu, bagaimana.... bagaimana ini" Apakah....
apakah semalam kalian... kalian melakukan itu?"
Ci Fang belum biasa, agak gugup.
"Tak perlu cemas." Siluman Kucing tiba-tiba membantu, melepas ketegangan Ci
Fang. "Ci-kongcu tertarik pada puterimu, taijin. Dan terus terang mencintainya.
Semalam dia meminta pendapatku apakah boleh berkasih-kasihan
dengannya. Dan karena dia seorang pangeran muda dan
sudah jamak bagi lelaki untuk bersenang-senang dengan wanita pllihannya maka aku
tak cemburu tapi memilih puteramu pula, agar adil. Puterimu tak perlu takut karena Ci Fang akan
mempertanggung-jawabkan perbuatannya.
Dia akan diambil sebagai isteri kedua!"
"Ah, benarkah... benarkah, kongcu?"
"Hm, benar!" Ci Fang akhirnya mendapatkan kembali ketenangannya, mengangguk.
"Semalam aku tertarik pada puterimu, taijin. Dan aku mencintainya. Biarlah dia
kuambil sebagai calon isteriku dan tak usah ribut-ribut!" lalu menyuruh Eng Hwa
membebaskan totokannya Ci Fang
berkata pada gadis ini, "Kau, tak usah takut. Bun She. Apa yang kulakukan
semalam adalah sebagai tanda cintaku
kepadamu. Eng Hwa tak cemburu kalau aku mendapatkan
dirimu pula. Marilah, kita ke dalam dan jangan buat kedua orang tuamu kaget!"
dan bersikap tenang sementara Eng Hwa diam-diam berbisik agar tuan rumah dan
isterinya masuk kembali maka Bun She tertegun tapi menurut, diberi air minum tapi dengan
lihai Siluman Kucing itu menjentikkan bubuk perangsangnya. Dan karena bubuk ini cepat bekerjanya dan
gadis itu terhuyung maka keributan pagi itu selesai dan Bun-taijin membiarkan
puterinya dibimbing Ci-kongcu, sudah mendapat janji pemuda itu
bahwa puterinya akan diambil isteri. Hal ini melegakan pembesar
itu dan semakin bebaslah Ci Fang mempermainkan korbannya. Dan ketika Bun Cek di sana
terbelalak dan tertegun memandang semuanya maka untuk tidak membuat kaget
beriebihan pemuda ini dibawa ke
kamar yang lain. "Kau," Siluman Kucing ini tersenyum. "Semalam hebat sekali tenagamu, Bun-kongcu.
Kau benar-benar seekor harimau muda yang penuh semangat. Marilah, kita
bersenang-senang di tempat lain dan biar adikmu
bersenang-senang dengan Ci Fang!"
"Dia... dia tak marah" Ci-kongcu tak membunuhku?"
"Hi-hik, dia tunduk kepadaku, Bun-kong cu. Akulah yang minta semua ini dan tak
perlu kau khawatir. Ke marilah, kita masuk ke kamar di sebelah itu dan tutup pintunya!"
Pemuda ini bengong. Dia melihat Ci Fang mengangguk
sambil tersenyum, menyuruh dia mengikuti Siluman
Kucing itu dan masuklah putera Ci-ongya itu bersama
adiknya. Dan karena kejadian itu seperti mimpi dan hampir pemuda ini tak percaya
maka Siluman Kucing terpaksa
menarik dirinya ke kamar di sebelah.
"Tak perlu bengong, aku dan Ci Fang sudah saling berjanji untuk menikmati
kesenangan ini, Bun-kongcu.
Bersenang-senang dan bermain cinta lagi!"
Pemuda itu sadar. Dirinya sudah ditarik ke dalam dan
Siluman Kucing menciumnya. Dan ketika wanita itu
terkekeh dan menyuruh bajunya dilepas pemuda ini
menggigil. "Ci-kongcu... Ci-kongcu benar-benar tak marah?"
"Hi-hik, bodoh! Kalau dia marah maka kau sudah
dibunuhnya, Bun-kongcu. Marilah dan jangan takut lagi!"
Mao-siao Mo-li memeluk pemuda itu, mencium dan segera membuka bajunya sendiri.
Dan ketika gerakan itu merangsang pemuda ini dan membangkitkan nafsunya
maka Bun Cek sudah terhanyut dan roboh di pelukan Si
iblis cantik, kembali bermain cinta dan pagi yang ribut itu sudah diselesaikan
baik-baik. Di kamar yang lain adiknya dicumbu dan dirayu Ci Fang. Putera Ci-
ongya itu telah lihai dan menemukan ketenangannya kembali. Dan ketika dua
pasangan ini sudah saling mengerjai korbannya masing-
masing dan hampir seminggu mereka menina-bobok dua
kakak beradik itu maka kebosanan akhirnya tiba di diri
wanita cabul ini, yang pada dasarnya memang tak pernah mengenal puas.
"Aku mulai jemu, aku ingin meninggalkan tempat ini."
"Heh?" Ci Fang terkejut. "Kau mau pergi?"
"Ya, apakah kau tak bosan, Ci Fang" Kau tak ingin mencari yang lainnya dan
bersenang-senang berganti
pasangan?" "Tapi aku terlanjur jatuh cinta pada puteri Bun-taijin itu!
Eh, masa harus buru-buru, Eng Hwa?"
"Hi-hik, kau mau mengeloni gadis cengeng itu" Terserah, aku pribadi sudah bosan
pada Bun-kongcu itu, Ci Fang.
Aku ingin mencari yang lain dan bersenang-senang di
tempat lain!" "Kalau begitu aku turut. Aku ikut kau!"
"Tapi kau bilang jatuh cinta pada puteri Bun-taijin itu!"
"Ah, dibanding kau cintaku masih terlalu kecil, Eng Hwa. Aku selalu ingin ikut
kau karena kau mempunyai selera yang membakar. Kau memiliki arak perangsang itu!"
"Hi-hik, kau ingin?"
"Kalau kau mau memberikannya, Eng Hwa. Tapi
barangkali kau tak percaya!"
"Benar, kalau kau mendapat arak ini salah-salah kau benar melupakan aku. Tidak,
aku tak ingin memberikannya kepadamu, Ci Fang. Kalau kau perlu bilang saja dan
kuberi sedikit. Ini untuk keperluan kita berdua kalau mencari korban baru!"
"Dan kau mau pergi...!"
"Benar, kau mau ikut?"
"Tentu, aku ikut dirimu, Eng Hwa. Kita sudah berjanji bahwa cinta kita hanya
untuk kita masing-masing!"
"Bagus, kalau begitu aku masih sayang padamu, Ci Fang. Hi-hik, ayo kita pergi!"
dan begitu Siluman Kucing ini tertawa menyambar temannya maka Ci Fang tersenyum
Kemelut Di Karang Galuh 3 Pendekar Rajawali Sakti 129 Pulau Kematian Pendekar Pemetik Harpa 4
^