Pencarian

Golok Maut 16

Golok Maut Karya Batara Bagian 16


membuat orang merasa heran dan
tercengang, karena Golok Maut sebenarnya terluka dan
tidak dalam kondisi sehat. Wajahnya yang mulai kehitaman tampak menunjukkan
bahwa racun memang mulai bekerja,
tak diperduiikan dan turunlah pemuda itu melewati bagian-bagian yang terjal,
sering terpeleset namun Golok Maut memang betul-betul tokoh yang hebat.
Berpegangan dan menancapkan goloknya di tempat-tempat tertentu sering dia selamat. Dan ketika
musuh berteriak-teriak di luar sana dan pemuda ini merayap ke bawah akhirnya
tebing yang dituruni susah payah itu berhasil dilampaui.
Golok Maut sudah di bawah. Muka yang beringas dan
wajah yang kehitaman sungguh membuat tampangnya
semakin menyeramkan. Pemuda ini mendesis dan
mengepalkan tinjunya. Dan ketika dia mulai menyelinap dan terhuyung keluar
lembah maka yang pertama-tama
dicari adalah si Kedok Hitam itu.
Orang tak tahu siapa laki-laki ini namun Golok Maut
tahu. Geraman dan kepalan tinjunya itu sudah menunjukkan betapa yakin dan percayanya pemuda ini
pada lawan yang menghantamnya dengan pukulan Kim-
kong-ciang itu. Di dunia ini tak ada orang lain yang
memiliki pukulan itu kecuali dia dan lawan yang amat
dibencinya, musuh yang dicari-carinya dan selalu menyembunyikan diri namun yang agaknya kali ini akan
membuka kartu, berkedok di balik saputangan hitam
namun Golok Maut sudah dapat menduga siapa lawannya
itu. Musuh yang dicari-cari! Namun ketika dia terhuyung berindap-indap dan
dengan hati-hati serta tidak bersikap tolol dia selalu waspada terhadap
banyaknya pasukan yang ada di situ maka Golok Maut tak mudah menemukan orang
yang dicarinya ini. Ada beberapa hal yang membuat Golok Maut bertindak
seperti itu, menentang bahaya. Tak takut mati dan siap mengadu jiwa. Pertama
adalah karena tak mungkin lagi dia mencari Sian-su setelah empat hari terkepung
musuh, hal vang mengakibatkan racun semakin masuk ke dalam
tubuhnya dan tak mungkin diobati iagi. Kedua adalah
karena dia ingin menyelamatkan kekasihnya. Atau lebih tepat, menyelamatkan anak
di kandungan Wi Hong karena kelak anak itulah yang diharap meneruskan cita-
citanya, perjuangannya. Golok Maut telah bertekad bahwa hari ini adalah hari
yang sebesar-besarnya dia membunuh musuh.
Ajal sudah dekat dan pemuncuian Mo-bin-lo yang
menuntut perbuatannya tak dapat dihindari lagi. Selamat dari Lembah Iblis tak
mungkin selamat dari racun yang
sudah memenuhi tubuhnya. lnilah yang membuat Golok
Maut mata gelap dan bersumpah untuk menghadapi
musuh-musuhnya. Daripada dia mati di terowongan bawah anah lebih baik dia mati
di luar. Di situ setidak-tidaknya dia akan membunuh ratusan orang, paling tidak
puluhan. Orang orang yang akan dibabat karena mereka itu adalah antek Coa-ongya, karena
tentu atas suruhan pangeran itulah pasukan besar ini berangkat. Dan karena
Mindra dan kawan-kawannya ternyata benar ada di situ dan ini
merupakan petunjuk bahwa dugaannya tidak meleset maka Golok
Maut ingin melampiaskan dendam dan kebenciannya di hari terakhir itu.
Di sudah tak mungkin hidup iebih lama lagi. Musuh
terlalu banyak dan tak mungkin sendirian saja dia
menghadapi lima ribu orang, betapapu hebatnya dia,
betapapun saktinya. Dan karena racun sudah memasuki
tubuhnya dan pertemuan dengan Sian-su juga tak mungkin dapat diharapkan lagi
maka yang ada di hati Si Golok Maut ini adalah tekad membunuh, mati bersama
musuh! "Aku akan menghabiskan seberapa saja musuh-musuh yang dapat kubabat. Tapi yang
paling kuingini adalah si Kedok Hitam dan Mo-ko serta tiga temannya itu!"
Tekad ini sudah dicanangkan. Golok Maut tak perduli
lagi pada keseiamatan dirinya dan dia merasa bebaa karena Wi Hong telah
dijebaknya di terowongan bawah tanah.
Kekasihnya itu akan selamat dan untuk sementara waktu Wi Hong tak akan dapat
keluar. Dia dapat bebas bergerak dan semua sepak terjangnya tak mungkin akan
dihalangi iagi. Bersama Wi Hong sungguh repot baginya. Dia harus melindungi
kekasihnya itu di samping melindungi dirinya sendiri, hal yang terlampau berat
baginya. Maka ketika hari itu dia muncui di atas tebing dan kini turun ke bawah
maka yang dicari Golok Maut adaiah si Kedok Hitam itu.
Namun hal ini sulit. Di sekeliling lembah yang banyak ditemui adalah ribuan
orang-orang itu. Pasukan inilah yang paling
hiruk-pikuk mencaci-maki namanya. Mereka
berteriak-teriak dan memanggil dirinya, berlarian dan menjaga sekeliling lembah
dengan ketat. Dan ketika dia menyelinap dan terhuyung mencari sana-sini akhirnya
yang ditemukan adalah si kakek iblis Hek-mo-ko!
"Kalian jangan berteriak-teriak, salah-salah dia malah menyembunyikan diri!
Kalian diam saja, bergerak di tempat dan kepung dengan rapat. Kaiau dia muncul,
nah, beri tahu padaku. Biar aku yang menghadapinya!"
Golok Maut mendesis. Kakek itu bicara dengan
sombong di depan perajurit-perajurit itu dengan mengatakan dialah yang akan menghajar dan membunuh
Golok Maut. Perajurit hanya diminta mengepung dan
jangan ribut-ribut. Golok Maut nanti takut dan salah-salah menyembunyikan diri,
hal yang membuat pemuda ini
bergetar keras dengan mata berapi-api. Dan ketika Hek-mo-ko melompat pergi dan
kebetulan berkelebat ke kiri, mau memasuki hutan kecii tiba-tiba Golok Maut
bergerak dan sudah berjungkir baiik di atas kepala si kakek berkulit hitam itu.
"Mo-ko, aku di sini!"
Hek-mo-ko kaget bukan main. Dia baru saja sesumbar
bahwa kalau Golok Maut muncul biarlah dia yang
menghadapi. Para perajurit diminta menonton dan dialah yang akan menghajar Si
Golok Maut itu. Maka begitu
orang yang dibicarakan datang dan muncui membentaknya tiba-tiba kakek ini
seperti ketemu hahtu. "Haiyaa... eitt, plak-dess!"
Hek-mo-ko mencelat. Kaget dan terkejut oieh munculnya Golok Maut tiba-tiba kakek
ini tak dapat berbuat banyak.
Golok Maut menggerakkan goloknya yang mengerikan itu
dan kakek ini melempar tubuh bergulingan. Tapi ketika bahu pundaknya masih
tersampok juga dan darah memuncrat dengan deras tiba-tiba kakek ini bergulingan menjauh dan berteriak-
teriak. "Heii... dia di sini! Golok Maut di sini!"
Gegerlah perajurit yang dekat dengan si kakek iblis ini.
Mereka baru saja disuruh diam dan mengepung tempat itu, tak tahunya Golok Maut
muncul dan sudah menyerang si
kakek hitam. Dan ketika Mo-ko bergulingan berkaok-kaok dan mereka tentu saja
terkejut dan marah maka mereka
berteriak dan berhamburan menolong kakek itu. Tapi begitu Golok Maut berkelebat
dan mengayun senjatanya tiba-tiba sebelas tubuh telah roboh terpotong menjadi
dua. "Ke marilah, dan aku akan mengantar kalian ke
akherat.... eras-crass!"
Para perajurit menjadi gentar. Mereka berteriak tertahan dan surut mundur, yang
ada di depan tiba-tiba tak berani maju lagi dan yang ada di belakang justeru
memutar tubuhnya, berteriak dan menyuruh teman yang lain maju, lucu! Dan karena mereka
tak ada yang menyerang dan Mo-ko berkaok-kaok serte berteriak sendirian maka
terhadap kakek inilah Si Golok Maut menggerakkan senjatanya.
"Sekarang kau, Mo-ko. Kau harus mampus menyusul
saudaramu.... crat-aduh!" Mo-ko kembali berteriak, baru saja melompat bangun
tahu-tahu sudah dikejar dan tak
dapat menangkis. Ngeri dia menangkis golok yang
berkeredep seperti perak itu. Dan ketika kakek ini kembali bergulingan dan
berkaok-kaok maka pasukan berteriak-teriak memanggil temannya, yang ada di empat
penjuru segera menoleh dan mereka berserabutan datang. Mo-ko
dikejar dan terus menerima tikaman-tikaman berbahaya,
tongkat sudah dicabut tapi putus dibabat golok yang iuar biasa tajam itu. Dan
ketika satu dua perajurit mencoba maju namun selalu terbabat roboh, terjengkang
putus dan darah membanjir di mana-mana maka orangpun pucat
sementara Mo-ko sendiri menjadi ngeri dan gentar.
"Bantu aku. Bodoh kalian. Bantu aku!"
Namun siapa yang berani membantu" Gerakan Si Golok
Maut yang selalu menyambar-nyambar dan merobohkan
siapa saja yang datang mendekat cukup membuat nyali
orang-orang itu kuncup. Mereka meiihat betapa hebatnya Si Golok Maut ini dan
gerakan-gerakannya yang gemetar
namun masih berbahaya cukup membuat orang-orang itu
mengerti bahwa tokoh ini masih terlampau berbahaya,
biarpun katanya terluka dan lemah. Dan ketika mereka
mundur dan terus mundur sementara Mo-ko dikejar dan
didesak Si Golok Maut akhirnya satu jeritan tinggi
meluncur dari kakek ini ketika tangannya terbabat putus.
"Augh...!" Raungan itu bagai srigala terluka. Mo-ko terlempar dan roboh terguiing-guling,
darah menyembur dari lukanya dan pucatlah kakek itu karena Golok Maut masih
mengejar juga. Dan ketika dia mengeluh dan meiihat sinar putih menukik menyambar dadanya
tiba-tiba kakek ini lupa dan menggerakkan tangan satunya.
"Crass!" Tangan itu putus. Seperti membabat agar-agar saja tahu-tahu Golok Penghisap
Darah sudah menyentuh tangan
kakek itu, bergerak luar biasa cepat dan terlemparlah kutungan tangan yang penuh
darah. Mo-ko lupa dan ngeri serta ketakutan hebat, menangkis dan tentu saja dia
terpapas kutung. Dan ketika kakek itu berteriak sementara orang-orang yang ada
di. situ menonton dengan jantung
terkesiap maka Golok Maut berkelebat dan mengeluarkan satu bentakan dingin. .
"Sekarang kau roboh!"
Mo-ko tak dapat menghindar. Sekarang semuanya sudah
terlambat dan jalan lari untuknya juga sudah tak ada lagi.
Dengan kedua tangan yang buntung tentu saja kakek ini tak dapat berbuat apa-apa.
Dengan tubuh sehat saja dia masih bukan tandingan lawan, apalagi sekarang. Maka
begitu Golok Maut berkelebat dan Mo-ko membelalakkan mata
tahu-tahu sinar putih menyambar dan... kepala kakek iblis ini terpenggal dari
tubuhnya. "Bluk!" Tubuh itu mandi darah. Tubuh itu sudah tidak berkepala lagi dan darah segar
menyemprot bagai pancuran. Mo-ko roboh binasa dan tewas seketika. Kakek iblis
itu tak sempat iagi berteriak dan gaduhlah pasukan meiihat robohnya
kakek ini. Dan ketika mereka ribut-ribut dan terbelalak oleh kejadian itu maka
Golok Maut membalik dan.... menerjang mereka.
"Sekarang kalian, mampuslah!"
Tujuh tubuh terjengkang tak sempat mengelak. Mereka
itu adalah orang-orang yang terlambat memutar tubuhnya.
Golok Maut teiah mengayunkan senjatanya dan tujuh
kepala menggelinding hampir bersamaan. Dan ketika
mereka roboh sementara yang lain menjerit lintang-pukang maka Golok Maut
mendesis dan berkelebatan di antara
orang-orang ini, menggerakkan senjatanya dan satu per satu kepala orang-orang
itu dibabat terlepas, roboh dan
menggelinding menyusul kepala tujuh orang pertama ini, juga kepala Mo-ko yang
masih mendelik dan bergoyang-goyang di sana. Mengerikan! Dan ketika puluhan
orang menjadi korban sementara pasukan menjadi panik dan
gentar maka Golok Maut menggeram-geram dan memanggil-manggil nama si Kedok Hitam.
"Panggil dia itu ke mari. Suruh berhadapan dengan aku.
Atau kalian semua binasa dan tempat ini akan kujadikan lembah bangkai!"
Semua pucat. Mereka akhirnya tunggang-langgang
karena Golok Maut benar-benar masih mengerikan dengan senjatanya itu. Meskipun
gemetar dan terhuyung-huyung namun bagi mereka yang termasuk orang-orang lemah
para perajurit ini bukaniah tandingannya. Dan ketika seratus kepala
menggelinding seperti kelereng-kelereng kecil yang berlumuran darah maka dari
arah timur terdengar bentakan dan seruan.
"Golok Maut, hentikan sepak terjangmu. Ini aku
datang!" Sesosok bayangan hitam berkelebat. Golok Maut
bersinar-sinar dan lima tubuh kembali dipisahkan kepalanya, roboh dan ditendang mayatnya. Dan ketika
bayangan itu berkelebat cepat dan sudah tiba di depannya maka dari kiri dan
kanan juga muncul Mindra dan kawan-kawannya.
"Keparat, Mo-ko telah dibunuh!"
Golok Maut tertawa aneh. Tiba-tiba pemuda bercaping
ini bergoyang-goyang ketika meiihat kedatangan musuhnya itu. Mindra dan kawan-
kawan dipandang dengan mata
berapi dan boia mata itu seakan terbakar. Tapi ketika berhenti pada si Kedok
Hitam ini di mana laki-laki atau tokoh misterius itu tertegun oleh kematian Mo-
ko maka Golok Maut berseru, serak dan menyeramkan.
"Manusia hina, bukalah kedokmu. Aku tahu siapa kau!"
"Hm!" si Kedok Hitam, yang sadar dan hilang kagetnya tiba-tiba tersenyum dingin,
baias memandang Si Golok Maut ini. Laiu ketika dua mata beradu dan masing-masing meiihat dendam dan
kemarahan di pihak yang lain maka
Kedok Hitam mendengus. "Golok Maut, akupun tahu siapa sesungguhnya dirimu. Hm,
kau membunuh-bunuhi marga
she Coa dan Ci. Kau bersikap telengas pula kepada kerabat istana. Kau tak tahu


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diri, pemberontak dan pantas sebagai putera bekas seorang pemberontak! Nah, aku
di sini dan akulah sekarang yang akan menghabisi jiwa-mu!"
"Ha-ha, kau sanggup" Majulah, dan buka kedokmu kalau kau jantan, Kedok Hitam.
Jangan bersembunyi dan perlihatkan dirimu di depan semua orang! Hayo, kutantang kau dan akupun akan
membuang capingku ini!" Golok Maut bergerak, membuka capingnya dan tampaklah
wajah seorang laki-laki gagah berusia sekitar tiga-puluh enam tahun.
Wajah yang tampan namun dingin kini diperiihatkan untuk pertama kali dan mungkin terakhir kalinya di depan umum.
Golok Maut tak takut-takut
menyembunyikan dirinya dan terlihatlah siapa kiranya
tokoh yang selama ini ditakuti orang itu. Dan ketika caping itu dibuang dan
Golok Maut menantang agar lawan
membuka kedoknya maka Kedok Hitam terbelalak dan
mundur selangkah. "Benar... hm, benar kiranya kau ini!" desisan atau kata-kata perlahan itu
terdengar dari mulut si Kedok Hitam.
Golok Maut menantangnya untuk memperlihatkan wajah
masing-masing namun nampaknya laki-iaki ini ragu. Kedok Hitam mengerutkan kening
dan tertawa. Dan ketika dia
menggeleng dan tersenyum dingin maka dia berkata,
"Golok Maut, kau gagah. Tapi aku, ah ... biarlah aku begini. Bukankah kau tahu
siapa aku" Ha-ha, tanpa
membuka kedok pun kau sudah mengenal aku, Golok
Maut, dan ini tak perlu diperpanjang lagi. Nab, kau
menyerahiah baik-baik dan kutangkap atau aku akan
membunuhmu dan kepalamu kugantung di kota raja!"
"Kau jahanam busuk, pengecut!" dan Golok Maut yang berkelebat dengan penuh
kebencian tiba-tiba menusuk dan menikam tenggorokan lawan, dikeiit dan menyerang
lagi namun lawan menghindar dengan mudah. Dan ketika
Golok Maut akhirnya membentak dan melengking-iengking maka pemuda itu sudah
menyerang lawannya bertubi-tubi, cepat dan ganas namun si Kedok Hitam selaiu
menghindar. Namun ketika sebuah tendangan mencuat dari kaki kin
Golok Maut tiba-tiba lawan terlempar dan terbanting.
"Dess!" Si Kedok Hitam mendesis. Dia ternyata kalah cepat dan tendangan itu membuatnya
terguling-guling. Tapi ketika Golok Maut mengejar dan menusuknya lagi tiba-tiba
dia sudah menyelamatkan diri dengan cara melempar tubuh ke kanan, menjauh dan
kaki pun balas menendang. Hal ini tak diduga dan ganti Si Golok Maut
terpelanting. Dan ketika lawan meloncat bangun dan para perajurit bersorak maka
Mindra dan Sudra maupun kakek Yalu tertegun.
Mereka heran melihat keluarbiasaan Si Golok Maut itu.
Tapi mereka merasa lebih heran dan terkejut lagi karena Kedok Hitam seolah tahu
ke mana golok akan menyambar.
Dan ketika Kedok Hitam tertawa dan mencabut sebatang
golok yang berkilat kebiruan maka Giam-to-hoat, Silat Golok Maut sudah dilakukan
laki-laki itu dan bertandinglah keduanya dengan hebat. Bacok-membacok namun
Kedok Hitam berhati-hati dengan senjatanya itu, tak berani keras lawan keras karena
golok di tangannya ternyata kalah
ampuh, terpapas dan untuk selanjutnya laki-iaki ini
melayani lawan dengan cara berkelebatan ke sana ke mari, terbang dan berputaran
dan Golok Maut pun mengikuti
gerakan lawan. Dan ketika keduanya sudah melakukan
serangan-serangan cepat dan golok di tangan keduanya
bergulung naik turun maka tampak dua cahaya putih dan biru berseliweran saling
cengkeram. "Crang-bret!" Golok Maut terhuyung. Lawan terbabat ujung goloknya
lagi namun dia kalah tenaga, terdorong dan tergetar tiga langkah. Namun ketika
Golok Maut maju lagi dan menyerang lawannya maka dua cahaya biru dan putih itu sudah menari-nari lagi di
udara. "Crik-crangg!" Golok Maut melepas hantaman tangan kiri. Lawan
terkejut dan mengelak ke kanan namun pukulan itu
mendarat juga, menghantam namun sesuatu di baiik baju si Kedok Hitam rupanya
melindungi laki-laki ini. Golok Maut terbelalak karena lawan ternyata mengenakan
baju besi, dua kali membabat lagi namun bacokannya tak berhasil
sepenuhnya. Lawan hanya terdorong dan baju pundaknya
robek, memperiihatkan semacam benda mengkilap yang
bukan lain baju besi yang melindungi lawannya itu. Dan ketika lawan terbahak dan
maju membalas tiba-tiba Golok Maut mendapat pukulan Kim-kong-ciang.
"Dess!" Golok Maut terpental. Sekarang musuh bersorak-sorai
dan gegap-gempitalah tempat itu karena Kedok Hitam
mendesak lawannya. Golok Maut memang berkali-kali
terhuyung kalau terlibat pertemuan tenaga, bukan pertemuan senjata karena dengan iicik dan cerdik si Kedok Hitam itu seialu
mengelak kalau dua golok hendak beradu.
Dan karena lawan berputaran semakin cepat sementara
pukulan-pukulan Kim-kong-ciang menyelinap atau bersembunyi di antara jurus-jurus Ciam-to-hoat akhirnya
Golok Maut yang memang sudah luka-luka dan keracunan
mulai keteter, dua tiga kali menerima pukulan lawan dan setiap kali kena tentu
dia menggigit bibir. Ada sesuatu yang menyakitkan di situ, yakni ilmu pukulan
yang digunakan lawan, Kim-kong-ciang itu. Dan ketika lawan tertawa-tawa
sementara Golok Maut harus menahan dua rasa sakit
sekaligus, satu di hati sedang yang lain di badan maka dia memutar golok di
tangannya dengan cepat sekali.
"Orang she Coa, kau jahanam busuk. Kau pencuri dan maling rendah!"
"Ha-ha, tak perlu berkaok-kaok, Golok Maut. Sekarang riwayatmu akan tamat dan
tak perlu kau berteriak-teriak!"
"Aku akan membunuhmu. Aku... ah!" dan Golok Maut yang marah membentak gusar
tiba-tiba melakukan gerak
tipu yang disebut Golok Siluman Menyelam Di Air Laut, memecah ujung goloknya
menjadi belasan dan lawan
tampak berseru keras karena gerakan golok sukar diikuti.
Tapi ketika dia juga melengking tinggi dan melakukan
serangan yang sama, membentak dan menggetarkan
goloknya maka apa boleh buat senjata di tangannya harus menangkis senjata di
tangan lawannya itu. "Cranggg...!" Bunga api berpijar menyilaukan mata Golok Maut
terpental tapi lawan juga melempar tubuh bergulingan.
Golok di tangannya putus dan nyaris saja Golok Penghisap Darah di tangan Si
Golok Maut itu membelah jarinya.
Golok di tangan mereka berdua bertemu tapi golok di
tangan Si Golok Maut memang amat luar biasa tajamnya, membelah dan langsung
menyambar jari-jari lawan yang
memegang golok. Senjata di tangan si Kedok Hitam itu
terbelah dari atas ke bawah, persis seperti sapu lidi yang dibelah pisau cukur.
Dan ketika golok terus menyambar
sementara golok di tangannya sendiri sudah terbelah dan menganga seperti daun
dibelah pisau maka si Kedok Hitam melempar tubuh bergulingan namun kakinya
bergerak dari bawah menendang selangkangan lawan, meleset dan
mengenai paha namun itu cukup membuat Golok Maut
terdorong mundur. Golok Maut tak dapat mendesak lagi
karena lawan melempar tubuh bergulingan. Tapi ketika
lawan meloncat bangun dan terbelalak memandangnya,
marah dan gusar tiba-tiba laki-laki ini membentak dan mengeluarkan senjata
lainnya, sebuah trisula dan dengan senjata ini dia menerjang maju. Kedok Hitam
mainkan senjata trisulanya ini dan ternyata dia adalah laki-laki yang pandai mainkan
senjata apa pun. Kiranya Kedok Hitam
adalah seorang yang mahir mainkan delapanbelas macam
jenis senjata, karena gerakan trisula itu segera berobah-robah seperti pedang
atau tombak, juga menukik atau
menyambar seperti elang rajawali dalam permainan ganas.
Tapi ketika semua gerakan-gerakan dasarnya selalu
bertumpu pada gaya serangan golok dan trisula itu juga membabat atau menusuk
tiada ubahnya golok tajam maka
si Kedok Hitam ini ternyata tak dapat meninggalkan ilmu silat Giam-to-hoat, dua
tiga kali menangkis dari samping dan setiap kali tangkisan tentu disertai
pukulan tangan kirinya. Pukulan bersinar emas selalu mengejutkan Golok Maut
karena dia pasti tergetar, kacau dan terdorong karena untuk mengadu pukulan
begini jelas sinkangnya kalah kuat.
Tenaganya sudah susut banyak dan dia melulu mengandalkan kehebatan Golok Penghisap Darah itu. Dan ketika berkali-kali
pukulan Kim-kong-ciang mengganggu dirinya karena lawan yang tahu kelemahannya
selalu ingin mengadu tenaga bukannya senjata maka Golok Maut
mendesis-desis mengutuk lawannya itu.
"Pangeran keparat, kau licik dan curang. Kau benar-benar jahanam!"
"Ha-ha, boleh maki sepuas-puasmu, Sin Hauw. Tapi aku tak akan mengadu senjata
dan tetap akan mengajakmu
mengadu tenaga. Awas, terima pukulan ini dan kau
robohlah.... dess!" si Kedok Hitam mempergunakan kesempatan, menangkis golok
dari samping dan secepat kilat dia melepas Kim-kong-ciangnya itu. Golok Maut tak dapat mengelak kecuali
menggerakkan tangannya pula,
melepas dan menerima pukulan. Dan ketika dua Kim-kong-ciang bertemu di udara
tapi Golok Maut terlempar maka pemuda ini terguling-guling dan seorang perajurit
yang rupanya hendak mencari nama tiba-tiba bergerak menusuk Si Golok Maut.
"Awas!" -ooo0dw0ooo- Jilid : XXVII GOLOK MAUT menunjukkan kehebatannya.
Dalam keadaan terdesak dan bergulingan seperti itu lalu tiba-tiba diserang
seorang musuh yang licik tiba-tiba pemuda ini bergerak luar biasa cepatnya.
Golok di tangannya itu melejit dua kali dan terdengarlah pekikan ngeri ketika perajurit
yang menyerang itu dibabat
senjatanya. Dan ketika sinar putih itu masih menyambar dari kiri ke kanan tiba-
tiba perajurit itu sudah roboh terjengkang karena pinggangnya putus dibabat
Golok Maut. "Crass!" Pemandangan ini mendirikan bulu roma. Golok Maut
dalam keadaan seperti itupun ternyata masih dapat
membunuh. Orang yang menyerangnya kebetulan orang biasa dan
tentu saja perajurit itu mencari penyakit.
Si Kedok Hitam sudah membentak dan memperingatkan
perajurit itu, terlambat dan perajurit yang mau mencari nama ini justeru menjadi
korban. Tewas dengan keadaan begitu mengerikan.
Dan ketika Golok Maut meloncat bangun dan semua
mata terbelalak ngeri memandang pemuda ini maka Kedok Hitam berkelebat dan
mengutuk musuhnya itu, memaki
dan mengumpat tak keruan dari trisula di tangannya
bergerak maju mundur bagai patukan rajawali, ditangkis dan dikelit tapi tangan
kiri menyambar. Dan ketika Kim-kong-ciang atau Pukulan Sinar Emas
mengganggu dan mendesak Golok Maut maka Golok Maut
keteter dan lagi-lagi terdesak, terhuyung dan mengelak sana-sini karena beradu
pukulan sangat berbahaya baginya.
Dia ingin mengadu senjata karena itulah kelebihannya.
Dengan Golok Penghisap Darah dia akan mampu meraih
kemenangan. Tapi ketika lawan tak pernah mengadu
senjata dan selalu ingin mengadu tenaga maka Golok Maut yang sudah lemas ini
semakin lemas keadaannya, terkuras dan empat lima kali pukulan lawan tak dapat
dielak, terhuyung namun golok di tangannya itu masih mampu
membuat lawan berhati-hati.
Golok itu memang luar biasa karena setiap sentuhan
berarti maut, siapa pun tahu ini dan Kedok Hitam itu tak berani mendekat. Dan
ketika dia selalu mengganggu dengan pukulan-pukulan Kim-kong-ciangnya sementara
Golok Maut terhuyung dan berkali-kali terdorong mundur
akhirnya satu pukulan telak mengenai tengkuk pemuda ini.
"Dess!" Golok Maut terpelanting. Sejenak pemuda itu mengeluh
dan merasa matanya gelap. Dalam keadaan seperti itu pun ia tak lupa memutar
golok melindungi diri, bangkit
terhuyung dan menghadapi lawan yang kembali mengejarnya. Dan ketika sebuah pukulan kembali mendarat dan Golok Maut
terjengkang maka perajurit bersorak dan minta agar pemuda itu segera dibunuh.
"Habisi dia! Rampas golok mautnya itu!"
Si Kedok Hitam bersinar-sinar. Sesungguhnya dia
merasa gemas dan marah juga melihat kehebatan lawannya ini. Golok Maut dapat
bertahan padahal sesungguhnya
luka-luka, terhuyung dan jelas kehabisan tenaga tapi entah semangat dari mana
membuat lawannya itu tangguh benar.
Kalau orang lain, tentu sejak tadi roboh dan tak dapat melawan lagi. Tapi Golok
Maut ini memang luar biasa. Dihantam dan didesak dengan pukulan-pukulan Kim-
kong- ciang masih juga dia dapat bertahan, tubuhnya kuat benar meskipun sudah te
banting berkali-kali. Tanda sin-kang di tubuh lawannya ini memang luar biasa dan
melindungi tuannya dengan ba-ik. Tapi karena Golok Maut mulai
kehabis-an tenaga dan hanya berkat tekad serta semangatnya yang membaja saja yang membuat dia


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mampu menerima segala ma-cam pukulan maka si Kedok
Hitam mulai mengincar golok di tangan lawannya itu,
mendengar teriakan dan sorakan para per-wira yang juga mengharapkan senjata di
tangan Si Golok Maut dirampas.
Agaknya hanya dengan dirampasnya senjata itu sa-ja lawan yang tangguh ini dapat
diroboh-kan. Kedok Hitam mulai mengincar senjata itu dan pukulan-pukulan Kim
kong-ciangnya kini mulai licik diarahkan ke ber bagai tubuh pemuda itu, atas
bawah dan kiri kanan. Dan ketika lawan bing ng menghadapi pukulan-pukulan Kim-
kong-ciangnya sementara trisula di tangan te-tap menusuk atau menikam
ke bagian-ba-gian yang berbahaya akhirnya satu saat trisula itu menyambar mata
"Cret!" Golok Maut lambat mengelak. Keningnya tergores dan
tampak benar betapa pemuda ini sudah kehabisan tenaga.
Gerakannya lemah dan Golok Maut mulai batuk-batuk.
Tak ada yang tahu betapa diam-diam dada pemuda ini
serasa terbakar. Racun di tubuh sudah mulai mendekati jantung dan
pengerahan tenaga berlebih-lebihan membuat Golok Maut menerima akibat buruk.
Racun yang naik ke atas semakin cepat bergerak, mukanya sudah kehitaman dan
orang mengira itulah akibat kemarahan yang sangat. Tak tahu bahwa sebenarnya Si Golok
Maut ini menghadapi serangan luar dalam. Dari luar oleh serangan dan pukulan-
pukulan si Kedok Hitam itu sedang dari dalam oleh serangan racun yang semakin
ganas. Pemuda ini terhuyung-huyung karena dia merasakan
sakit di sekujur tubuhnya. Maka ketika trisula menusuk mata dan gerakannya
lamban dalam berkelit maka
keningnya terluka dan saat itu pukulan kiri lawan
menghantam dadanya, dikelit tapi juga kalah cepat dan dia terbanting. Dan ketika
Golok Maut merintih dan pandangan matanya gelap tiba-tiba lawan tertawa bergelak dan menusuk perutnya
dengan satu ayunan tubuh seperti lompatan seekor harimau jalang.
"Ha-ha, sekarang kau roboh, Sin Hauw Aku akan dapat tenang menikmati tidur dan
makanku sepanjang hari!"
Golok Maut nanar. Dalam keadaan seperti itu dia sudah tak mampu berbuat banyak.
Pandang matanya gelap dan
berkunang-kunang. Tapi begitu lawan menubruk dirinya
dan menikam dari atas ke bawah tiba-tiba dia menggerakkan goloknya tapi celaka sekali lawan menjentikkan sesuatu dan siku kanannya tiba-tiba kesemutan. Tak ada orang tahu bahwa saat itu dengan licik Kedok
Hitam melepas sebuah kerikil hitam, tepat menotok jalan darah di siku lawannya
dan tertegunlah Golok Maut oleh kecurangan ini. Tapi karena lawan sudah bergerak
dan golok tak dapat diangkat tiba-tiba trisula itu bergerak ke bawah dan senjata di
tangannya dicongkel. "Lepas!" Golok Maut terkejut. Saat itu dia sudah berobah
mukanya karena siku yang terkena totokan kerikil hitam tak dapat digerakkan.
Sebenarnya, kalau saja sinkangnya masih kuat tak mungkin lawan dapat melumpuhkan
dirinya. Tapi saat itu lain, dia kehabisan tenaga dan racun yang naik ke atas
juga bergerak semakin cepat. Apa yang seharusnya tak terjadi tahu-tahu terjadi.
Dan ketika Golok Maut mengeluh dan tertikam
pundaknya maka Golok Penghisap Darah mencelat dari
tangannya disontek trisula si Kedok Hitam, terbang dan meluncur di tangan laki-
laki itu dan Kedok Hitam tertawa bergelak.
Semua orang melihat betapa golok yang ampuh itu telah berpindah tangan, Kedok
Hitam telah menangkapnya dan
Golok Maut terhuyung menerima sebuah tendangan. Dan
ketika perajurit bersorak karena itu sebuah kemenangan bagi si Kedok Hitam maka
laki-laki ini melompat dan
membabat Si Golok Maut, dengan Golok Penghisap Darah
itu. "Ha-ha, sekarang kau mampus, Sin Hauw. Inilah saat ajalmu dan terima
kemenanganku!" Golok Maut terbelalak. Dia tak bersenjata lagi dan kini lawan berkelebat dengan
senjata miliknya itu. Golok
Penghisap Darah berkelebat menyilaukan mata dan Golok Maut berkelit. Namun
karena tubuhnya lemah dan
tenaganya habis maka golok masih menyambar juga dan....
daging pundaknya sompal. "Crat!" Pasukan bersorak gemuruh. Golok Maut terbanting dan
mengeluh kesakitan, disambar lagi dan terbabatlah bahu sebelahnya oleh sambaran
golok yang amat cepat. Dan
ketika dia terguling sementara darah mengucur dan pasukan bersorak-sorai maka
tiga empat kali golok berkelebatan lagi, menyambar dan memapas tubuh pemuda ini
dan berturut-turut pinggang dan paha Golok Maut terkuak lebar.
Golok Penghisap Darah itu menikmati tubuh tuannya
sendiri dan gemuruhlah pasukan oleh pemandangan ini.
Mereka meli-hat Si Golok Maut yang amat ditakuti i-tu kini mandi darah, jatuh
bangun dan a-khirnya satu babatan
membuat lengan pemuda itu buntung. Dan ketika si Kedok Hitam terbahak gembira
sementara Min-dra dan Sudra
terbelalak ngeri oleh pemandangan itu maka golok
menyambar kaki dan putuslah kedua kaki Si Golok Maut!
"Crak-craakk!" Golok Maut roboh mandi darah. Akhirnya pemuda yang
kehilangan kaki dan sebelah lengannya itu terguling tanpa dapat melawan lagi.
Darah bergelimang menerima
tubuhnya yang terbanting tak berujud lagi. Tokoh yang gagah ini tiba-tiba saja
sudah menjadi pendek dan buntung.
Entah hidup atau mati! Dan ketika tubuh yang mandi
darah itu ditendang si Kedok Hitam maka akhirnya laki-laki ini terbahak-bahak
mempermainkan lawan. Tubuh Si
Golok Maut dibuat seperti bola, ditendang dan berdebuk lagi disana untuk
ditendang lagi, begitu berturut-turut.
Para perajurit mula-mula tersentak oleh kejadian ini.
Tubuh yang sudah tidak berdaya itu ternyata masih
mendapat siksaan demikian kejam karena berulang kali
ditendang dan ditendang, berdebuk dan akhirnya Kedok
Hitam membabat buntung lagi lengan yang tinggal sebelah dari Si Golok Maut itu.
Perbuatan ini membuat jantung semua orang berdetak.
Betapapun, orang menjadi terguncang oleh perbuatan
yang tidak berperikemanusiaan ini.
Golok Maut yang rupanya sudah tewas masih juga
dibantai dengan cara begitu keji. Sungguh si Kedok Hitam bukan manusia yang
berperasaan. Tapi ketika laki-laki itu membentak
agar pasukan bersorak dan memuji perbuatannya akhirnya ribuan orang itu terkejut dan
bersorak juga, mula-mula masih tertegun oleh perbuatan yang dinilai biadab ini.
Maklumlah, Si Golok Maut sudah tinggal sepotong daging gundukan besar. Betapapun
kejamnya tokoh bercaping itu tapi perbuatan si Kedok
Hitam ini dianggap lebih kejam lagi. Dan ketika laki-laki itu menendang tubuh Si
Golok Maut yang mencelat ke jurang maka muncullah bentakan mengejutkan yang
suaranya menggelegar menghantam dinding tebing.
"Kedok Hitam, hentikan perbuatanmu!"
Sesosok bayangan putih berkelebat. Para perajurit yang tadi bersorak tiba-tiba
berhenti, kaget dan yang dekat dengan suara bentakan itu terpelanting roboh oleh
getaran suara yang demikian dahsyat. Suara atau bentakan itu
seperti dentuman gunung berapi yang sedang murka, atau teriakan seratus ekor
gajah yang membuat tanah yang
mereka pijak berderak. Mindra dan temannya sendiri terpeleset dan jatuh
dengan kaget. Bukan main dahsyatnya bentakan itu. Dan ketika bayangan putih ini
berkelebat dan tahu-tahu sudah di depan si Kedok Hitam maka banyak orang
tertegun pucat karena itulah Beng Tan, pemuda yang sudah diketahui
sebagai orang kepercayaan kaisar!
"Kau keji! Kau tak berjantung!" Beng Tan mengulangi bentakannya yang dahsyat.
"Kau tak berperikemanusiaan dan jahat sekali, Kedok Hitam. Kau membunuh orang
yang sebenarnya sudah tidak berdaya. Kau pengecut, licik. Kau melanggar perintah
kaisar!" Kedok Hitam, yang terkejut dan juga kaget oleh
munculnya pemuda ini tampak mengerutkan kening dan
mundur setindak. Dia rupanya tak menyangka pemuda ini akan datang di Lembah
Iblis, disaat dia menghajar Golok Maut dan menghukum lawannya dengan keji.
Memang apa yang dia lakukan tadi adalah sebagai pelampiasan dendam yang membakar hatinya.
Orang tak tahu kenapa laki-laki ini mampu melakukan kekejaman yang jauh melebihi
kekejaman Golok Maut sendiri. Selama hidupnya, Golok
Maut belum pernah mencincang musuh yang sudah
menjadi mayat! Si Kedok Hitam ini dinilai kelewatan dan Beng Tan kini
menghadapinya, membentak dan muka
pemuda itu merah padam penuh rasa marah yang besar.
Tapi ketika Kedok Hitam rupanya sudah berhasil
menguasai dirinya lagi dan laki-laki itu tertawa mengejek maka Kedok Hitam,
tokoh misterius yang hanya dikenal
sebagai orang kepercayaan Coa-ongya itu mendengus.
"Beng Tan, kau mau apa marah-marah disini" Kau mau membela Golok Maut yang
membunuh-bunuhi orang seenaknya itu?" "Kau tancang! Kau mendahului perintah kaisar! Sri baginda tak menghendaki Golok
Maut dibunuh. Kita hanya dimintanya menangkap karena aku ingin menghukum Si
Golok Maut. dengan hukum negara, bukan hukum
perorangan!" "Hm, kau tahu apa tentang hukum negara dan
perorangan" Golok Maut ini jelas manusia yang berbahaya, Beng Tan. Dan dia telah
membunuh ratusan orang kita!
Lihat mayat-mayat yang bergelimpangan itu, lihat dan ingat mayat-mayat yang
roboh terkapar di istana beberapa waktu yang lalu pula! Apakah hukuman ini tidak
cukup untuknya" Apakah kau hendak membantu dan membela orang yang
telah dianggap pemberontak dan pengacau istana?"
"Baik, kalau begitu kutanya kau. Apakah kau melakukan semuanya ini sudah atas
petunjuk sri baginda" Apakah kau membawa pasukan sebanyak ini sudah atas
persetujuan sri baginda" Dan kau... he!" Beng Tan tiba-tiba membentak seorang
panglima tinggi tegap bermuka merah. "Kau pergi meninggalkan istana tanpa ijin
kaisar, Gwe-goanswe. Kau membawa pasukan sedemikian banyak hanya atas suruhan
Coa-ongya. Kau tidak bertanya kepada kaisar dan berbuat melanggar hukum. Kau tak
hormat pada junjunganmu. Kau perwira
keparat! Sri baginda menghendaki aku menangkapmu dan menyuruh pulang semua orang disini,
dan menangkap si Kedok Hitam ini!"
"Apa?" Kedok Hitam terkejut, marah. "Kau bicara apa, bocah" Menangkap dan
membawa aku" Ha-ha, kau
melantur. Dan Gwe-goanswe tak bersalah. Dia telah
mendapat ijin dan mandat penuh dari sri baginda kaisar.
inilah buktinya!" Kedok Hitam mengebut sebuah bendera, ditariknya keluar dari
saku baju dan Gwe-goanswe
mengangguk-angguk. Dia tadinya pucat tapi kini berseri-seri melihat bendera itu. itulah tanda dari
kaisar bahwa dia telah mendapat persetujuan. Tapi ketika Beng Tan membentak
marah dan mengebutkan sebuah benderanya pula maka disitu terdapat dua buah
bendera bergambar naga, bendera atau tanda dari kaisar bahwa pemegangnya adalah
orang yang mendapat titah langsung. "Kau penipu. Kau mencuri sembarangan. Akulah yang menerima bendera ini dan
bendera ditanganmu adalah
palsu!" Beng Tan marah besar, menunjukkan benderanya pada semua orang dan semua
orang terbelalak. Di tangan dua orang itu sama-sama terdapat sebuah
bendera kuning yang ditengahnya terdapat gambar seekor naga dalam sulaman benang
emas. Mereka yang ada di depan tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut karena pembawa bendera sama halnya
kaisar sendiri yang sedang diwakili.
Dan ketika Kedok Hitam tampak terkejut dan membelalakkan matanya tiba-tiba orang ini tertawa aneh dan berseru,
"Bocah, kaulah yang membawa bendera palsu. Tak
mungkin sri baginda mengutus dua orang yang sama untuk sebuah urusan yang sama!
Heh, aku tak percaya. Sebaiknya setiap orang boleh memeriksa bendera kita siapa
yang asli dan palsu. Tunjukkan benderamu itu pada Gwe-goanswe
dan biar kuberikan pula benderaku ini pada Gwe-goanswe...
wut!" si Kedok Hitam melempar benderanya pada panglima bermuka
merah itu, ditangkap dan Gwe-goanswe mengangguk-angguk. Dia melihat bahwa ini adalah benar, menggapai dan
beberapa perwira pembantunya juga mendekat dan siap
memeriksa bendera itu, siapa yang benar dan salah. Dan ketika Beng Tan dengan
marah, juga melempar benderanya dan menyuruh orang-orang itu memeriksa maka
dengan cermat setelah mencium bendera dan menjatuhkan sebelah kaki sebagai tanda hormat
Gwe-goanswe dan kawan-kawan memeriksa. Tapi apa yang mereka katakan" Justeru
bendera di tangan si Kedok Hitam itulah yang sah adanya!
"Maaf, Ju-siauwhiap (pendekar muda Ju) barangkali salah ambil. Bendera ini
memang asli tapi tidak sah.
Bendera di tangan si Kedok Hitam inilah yang sah adanya!"
"Apa?" Beng Tan berkelebat, menyambar dua bendera itu. "Kalian bilang benderaku


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

palsu" Kalian menganggap aku mencuri bendera dan kini menakut-nakuti kalian
dengan nama kaisar" Keparat, jaga mulutmu, Gwe-
goanswe. Aku mendapatkan ini langsung dari sri baginda sendiri!"
"Ha-ha, tak perlu marah-marah!" si Kedok Hitam berseru. "Kalau Gwe-goanswe
bohong biarlah yang lain ikut memeriksa, anak muda. Jangan-jangan kau menyangka
Gwe-goanswe ini komplotanku."
"Tapi aku membawa bendera asli. Aku tidak bohong!"
"Ha, asli boleh jadi asli. Tapi asli yang tidak sah juga terdapat. Tanya Gwe-
goanswe apa perbedaan itu!"
Beng Tan marah, tahu-tahu sudah mencengkeram
panglima muka merah ini. "Goanswe, jangan sampai kukatakan bahwa karena rasa
takutmu terhadap si Kedok Hitam maka kau menjadi anteknya. Nah, katakan padaku
apa perbedaan dua bendera itu. Berikan buktinya!"
Gwe-goanswe menggigil, pucat pasi. "Siauw-hiap, harap lepaskan tanganmu. Aku tak
dapat bicara kalau kau cekik!"
Beng Tan gemas, melepaskan cengkeramannya dan
mendorong mundur panglima itu. "Katakan!"
Panglima ini gemetar. "Dua bendera ini sama-sama asli,"
katanya. "Tapi... tapi milik siauwhiap tidak sah!"
"Kenapa begitu?"
"Sebab.... sebab milik siauw-hiap tidak ada cap atau tanda tangan sri baginda!"
"Heh?" "Benar, siauwhiap. Lihatlah!" dan panglima itu yang ketakutan menunjukkan
perbedaannya lalu memperlihatkan pada Beng Tan apa yang dimaksud. Benar saja
bahwa bendera yang dimiliki si Kedok Hitam ada tanda atau cap kaisar sementara yang
dimiliki pemuda ini tidak ada.
Bendera itu memang betul dari kaisar tapi barangkali
kaisar lupa memberikan capnya, padahal cap itu akan
merupakan bukti kuat bahwa pemegangnya adalah orang
yang benar-benar mewakili kaisar. Bendera di tangan Beng Tan ternyata absah, tak
dapat diakui. Dan karena bendera si Kedok Hitam memang mempunyai cap atau tanda
itu maka justeru bendera si Kedok Hitam inilah yang benar-benar sah adanya!
Beng Tan tertegun. "Ha-ha, bagaimana, bocah" Kau sekarang tahu?"
Beng Tan merah padam. Tiba-tiba dia teringat ketika
kaisar memberikan bendera itu. Jelas diingatnya bahwa bendera itu benar-benar
diterimanya dari kaisar, bukan barang curian. Dan kaisar, kenapa tidak
memberikan tanda capnya" Lupa" Ah, tak mungkin. Ada sesuatu yang rupanya memang
disengaja dan Beng Tan bersinar-sinar matanya.
Aneh bahwa Kedok Hitam yang belum banyak dikenal
ini tiba-tiba saja mendapat kepercayaan begitu besar.
Padahal dia, yang jelas dan terang sebagai pembantu kaisar
yang terpercaya tiba-tiba saja mendapatkan kekuasaan yang
"tidak sempurna" adanya. Ada apakah ini" Permainan dibalik tangan" Beng Tan
tiba-tiba membalik, naik pitam.
"Kedok Hitam, kau mencurigakan. Katakan padaku
bagaimana kau bisa mendapatkan bendera ini. Atau aku
akan membekukmu dan terpaksa membawamu kepada sri
baginda untuk kumintai tanggung jawab!"
Kedok Hitam terkejut. "Kau gila" Kau mau memberontak?" "Jangan gunakan dalih itu di sini, Kedok Hitam. Aku selamanya membantu sri
baginda dan tak pernah melanggar perintahnya. Katakan padaku darimana kau
dapatkan bendera itu atau aku terpaksa menangkapmu!"
"Aku mendapatkannya dari Coa-ongya!"
"Dimana?" "Di kota raja, tentu saja!"
"Kapan?" Kedok Hitam tertegun. "Dua hari yang lalu..." suaranya agak ragu-ragu.
"Bohong!" Beng Tan membentak. "Dua hari yang lalu Coa-ongya tak ada di kota
raja, Kedok Hitam. Kau jelas berdusta dan menipu. Kau menyerahlah atau buka
kedokmu dan perlihatkan siapa dirimu sebenarnya!"
"Beng Tan!" Kedok Hitam tiba-tiba menghardik. "Tutup mulutmu dan jangan lancang.
Aku tak dapat memenuhi permintaanmu yang bersifat paksa. Kalau kau mau
menangkap aku justeru keliru. Akulah yang akan
menangkapmu dan membawamu pada sri baginda
bagaimana kau bisa mendapatkan bendera itu. Kau tentu mencurinya!"
"Keparat! Kau rupanya menyembunyikan rahasia dan tak berani membuka kedokmu.
Biarlah kulihat siapa kau dan mari bertanding untuk melihat siapa yang licik!"
dan Beng Tan yang bergerak luar biasa cepat menyerang
lawannya tiba-tiba telah melakukan pukulan jarak jauh menghantam. laki-laki ini,
melepas Pek-lui-ciang atau Tangan Kilat dan Kedok Hitam terkejut. Dan ketika dia
mengelak namun Beng Tan terus memburu dan mengejarnya tiba-tiba apa boleh buat dia menangkis dan mengerahkan Kim-kong-
ciangnya. "Dukk!" Kedok Hitam terpental. Dahsyat dan marah tapi juga
kaget Beng Tan sudah menyerangnya bertubi-tubi.
Beng Tan kaget karena tentu saja dia mengenal ilmu
pukulan itu. Kim-kong-ciang adalah ilmu yang dipunyai Golok Maut. Bagaimana bisa
dimiliki si Kedok Hitam"
Maka ketika Beng Tan berteriak keras dan sudah melepas pukulan sambil
berkelebatan menyambar-nyambar maka
Kedok Hitam tak dapat membalas kecuali harus menangkis saja, tiga empat kali dan
selalu dia terpental. Nyata bahwa sinkang yang dimiliki pemuda baju putih itu
lebih kuat dari pada dirinya sendiri dan tentu saja Kedok Hitam terkejut.
Dia juga marah dan memaki-maki pemuda ini agar
menghentikan pukulannya, atau dia akan mengerahkan
semua orang yang ada disitu untuk menyerang dan
membunuh pemuda ini, kalau Beng Tan tak mau
mendengar kata-katanya. Tapi ketika Beng Tan malah mempercepat serangannya
dan pemuda itu sudah lenyap bagai burung rajawali yang beterbangan disekeliling
lawan maka Kedok Hitam tak
dapat berbuat banyak kecuali menangkis terus.
"Duk-dukk!" Kedok Hitam menjadi gusar. Beng Tan benar-benar tak
mau menghentikan serangannya dan kini pukulan-pukulan pemuda itu bahkan mencecar
kian cepat. Pek-lui-ciang atau Pukulan Kilat menyambar naik turun bagai petir
bersahut-sahutan. Kemarahan Beng Tan tak dapat diredam lagi. Dan ketika Kedok Hitam harus
menangkis sana-sini sementara dia
terus terhuyung dan terdorong mundur akhirnya laki-laki ini berteriak agar Gwe-
goanswe dan pasukannya maju
membantu. "Jangan ndomblong saja. Maju dan serang pemuda ini!"
dan menoleh serta mengelak sebuah serangan lain si Kedok Hitam melotot pada
Mindra, berseru, "Kau! Kenapa bengong dan terlongong saja disitu, Mindra" Hayo
serang dan bantu aku atau kalian kuhajar dan jangan tanya dosa!"
Mindra dan temannya terkejut. Mereka memang
bengong dan terlongong memandang pertempuran itu.
Sudah tahu kelihaian Beng Tan dan mereka merasa jerih.
Bagaimana mereka berani maju kalau sebenarnya bukan
tandingan pemuda ini" Maka begitu mendengar bentakan si Kedok Hitam dan mereka
juga sudah merasakan kelihaian laki-laki ini maka Mindra dan Sudra bingung
karena baik Beng Tan maupun Kedok Hitam sama-sama mereka takuti,
sama-sama lihai dan mereka bukan lawannya. Dan ketika disana Gwe-goanswe juga
tampak ragu dan maju mundur
maka Beng Tan membentak pada mereka.
"Siapa berani maju dia akan kuhajar. Jangan macam-macam, mundur dan biarkan aku
menyelesaikan masalahku dengan lawanku ini!"
"Keparat!" Kedok Hitam marah. "Kau harus menghentikan seranganmu, Beng Tan, kalau kau menghendaki orang-orang itu tak menyerangmu. Berhenti, dan jangan seperti setan
kelaparan!" "Aku akan berhenti kalau kau memperlihatkan dirimu Buka dan buang kedokmu!"
"Kau main paksa" Keparat, kubunuh kau, Beng Tan.
Jangan kira aku takut.... singg!" dan Golok Penghisap Darah yang dicabut serta
dipergunakan laki-laki ini
mendadak berkelebat dan menyambar tangan Beng Tan,
memapak dan menerima pukulan pemuda itu dan
terkejutlah Beng Tan karena lawan sudah mempergunakan senjata.
Kalau senjata itu senjata biasa tentu dia tak akan takut, dengan sinkangnya
sanggup menerima dan menghancurkan
lawan. Tapi karena yang dipegang Kedok Hitam adalah
golok maut dan Golok Penghisap Darah itu bukanlah golok sembarang golok terpaksa
Beng Tan menarik serangannya dan lawan kini tiba-tiba membalas, mengejar dan
menusuknya cepat dengan jurus-jurus Giam-to-hoat.
Silat Golok Maut diperlihatkan dan Beng Tan kaget
untuk kedua kali. Tadi Kim-kong-ciang dan sekarang Giam-to-hoat. Bukan main, si
Kedok Hitam ini sungguh misterius! Dan ketika Beng Tan mengelak namun golok
mengejar dan mengikuti larinya tiba-tiba rambutnya
terbabat dan ikat kepala pemuda ini putus.
"Bret!" Beng Tan membelalakkan mata. Rambutnya berhamburan dan segumpal yang terbabat itu sudah dibabat lawannya lagi hingga
menjadi potongan kecil-kecil. Kedok Hitam tertawa bergelak dan kini lawannya itu
tiba-tiba didesaknya. Beng Tan harus banyak menghindar karena tak mungkin dia
menangkis golok seampuh itu. Dan ketika dia terus terdesak dan lawan mainkan
goloknya demikian ganas dan beringas akhirnya apa boleh buat Beng Tan mencabut Pedang Mataharinya dan
secepat kilat menangkis Golok
Penghisap Darah yang menusuk ulu hatinya.
"Crangg!" Golok terpental. Nyata dari adu tenaga ini bahwa dalam hal sinkang Beng Tan
memang lebih kuat. Golok bertemu pedang dan Pek-jit-kiam atau Pedang di tangan
pemuda itu mampu menolak senjata lawan. Pedang Matahari menerbitkan sinar yang putih terang ketika bertemu dengan Golok Penghisap Darah,
yang tiba-tiba mengeluarkan sinar kemerahan yang mengejutkan mata. Namun karena
sinkang si Kedok Hitam kalah kuat dan golok terpental maka Beng Tan menggeram
dan kini berhasil memperbaiki dirinya, menyerang dan membalas lawannya itu.
"Jangan takabur. Akupun mempunyai senjata andalanku, Kedok Hitam. Dan pedang ini adalah milikku sendiri, bukan seperti
Golok Maut yang kau rampas dari tangan pemiliknya!"
Kedok Hitam menyumpah-serapah. Akhirnya pertandingan berjalan kembali dan pedang maupun golok bertemu berulang-ulang.
Suara crang-cring-crang-cring memekakkan telinga dan cahaya atau sinar putih dan
merah berbaur menjadi satu, kian lama kian tebal dan akhirnya dua orang yang
sedang bertanding ini tak dapat diketahui bayangannya lagi. Masing-masing lenyap
dan terbungkus dua sinar itu, hal yang membuat Gwe-goanswe dan lain-lain tentu
saja tak dapat membantu! Dan ketika Kedok Hitam mengumpat caci sementara
golok di tangan laki-laki itu rupanya sering terpental dan kalah kuat maka
sedikit tetapi pasti pemuda baju putih ini kembali mendesak lawan, membuat lawan
gusar dan marah bukan kepalang dan kembali berteriak agar orang-orang disekitarnya maju
membantu. Gwe-goanswe diumpat habis-habisan namun dengan
bingung panglima itu berkata bahwa dia tak dapat
menyerang. Dia tak tahu mana bayangan Beng Tan dan
mana bayangan si Kedok Hitam, yang lain mengangguk
dan mengiyakan pendapat yang sama. Dan karena hal itu dapat diterima laki-laki
ini sementara Pek-Jit-kiam terus mendesak dan menekan Golok Penghisap Darah
akhirnya kepada Mindra dan dua temannya laki-laki itu melengking.
"He, kau! Masa kalian Juga tak dapat membedakan
kami, Mindra" Bukankah kalian berkepandaian tinggi dan tidak goblok seperti Gwe-
goanswe dan lain-lainnya itu"
Maju, atau kalian bakal menerima hukuman dariku!"
Mindra terbelalak. Memang dibanding Gwe-goanswe
dan pasukannya tentu saja mereka sebagai orang-orang
yang berkepandaian tinggi dapat membedakan mana
bayangan Beng Tan dan mana bayangan si Kedok Hitam.
Meskipun buram namun orang seperti kakek lihai ini dapat melihat jelas.
Diantara gulungan cahaya dua senjata itu Mindra masih dapat membedakan mana Beng
Tan mana Kedok Hitam, karena dua orang ini mengenakan pakaian yang berbeda
pula. Beng Tan dengan baju putihnya yang bersih
sementara lawan dengan kedok hitamnya yang menutupi
muka. Mindra dan kawan-kawannya dapat mengikuti jalannya
pertandingan, meskipun mata mereka lama-lama berkunang juga karena Beng Tan
akhirnya menambah kecepatan
hingga tubuhnya menyambar-nyambar bagai seekor naga
menari, atau burung beterbangan yang luar biasa cepatnya.
Dan ketika Kedok Hitam mulai mengancam mereka bahwa
mereka akan mendapat hukuman kalau tidak cepat
membantu akhirnya Mindra menggigit bibir dan saling
pandang dengan temannya. "Bagaimana" Kita maju?"
"Tak ada lain jalan. Kedok Hitam jauh lebih ganas daripada pemuda itu. Sebaiknya
kita turuti permintaannya dan biarlah kita dihajar Beng Tan!"
"Benar," Yalu si kakek tinggi besar juga mengangguk.


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dihajar pemuda ini masih mending daripada dihajar si Kedok Hitam, Mindra. Lebih
baik kita maju dan turuti
permintaannya!" "Kalau begitu marilah... wut!" dan Mindra yang sudah menggerakkan nenggalanya
menusuk kedepan tiba-tiba
membentak dan berseru keras menyerang Beng Tan, disusul dua temannya yang lain
dan berturut-turut Sudra meledakkan cambuknya sementara kakek tinggi besar
Yalucang mencabut rodanya, menderu dan sudah menghantam dahsyat pemuda baju putih ini. Dan ketika
Beng Tan mengelak dan tentu saja marah maka pemuda itu menghardik orang-orang
ini, "Jangan mengeroyok, atau aku akan menghajar kalian!"
"Ha-ha, pilih saja, Mindra. Dihajar bocah ini atau menerima hukuman dariku.
Kalau kalian baik-baik, tentu akan terus menyerang dan membantu aku. Tapi kalau
kalian berbalik sikap, hmm... contoh Si Golok Maut itu akan menimpa diri
kalian!" Mindra jelas lebih ngeri kepada si Kedok Hitam ini.
Lawan telah mengancam dan mereka tak berani main-
main. Ancaman Kedok Hitam itu jauh lebih menyeramkan
daripada Beng Tan. Pemuda ini lebih lembut dan lunak
menghadapi lawan, tidak seperti si Kedok Hitam yang sadis
dan kejam itu. Maka ketika mereka bergerak dan
menyerang Beng Tan, tak perduli bentakan pemuda itu
maka Kedok Hitam terbahak mengejek lawannya.
"Ha-ha, mereka lebih takut kepadaku, Beng Tan, tak takut kepadamu. Bagus, itu
benar dan aku akan merobohkanmu!" Beng Tan marah. Dikeroyok dan diserang empat orang
lawannya tiba-tiba pemuda itu melengking memutar
pedangnya. Pek-jit-kiam menyambar dan berobah menjadi kilatan cahaya putih
ketika bergerak dari kiri ke kanan. Lalu ketika pedang itu melejit ke atas dan
dari atas menukik turun ke bawah maka nenggala dan cambuk serta roda di tangan
Mindra dan kawan-kawannya terbabat putus.
"Crik-crik-cringgg...!"
Mindra dan kawan-kawan berteriak keras. Mereka kaget
karena Beng Tan tiba-tiba bersikap keras, mengeluarkan semua kelihaiannya dan
tapi dengan cepat serta luar biasa pemuda itu menyambut senjata mereka.
Tidak tanggung-tanggung, tiga senjata sekaligus dan
mereka tak sempat menarik atau menghindari babatan
pedang itu. Pek-jit-kiam bergerak dengan jurus yang indah dan amat luar biasa
dan tahu-tahu roda serta nenggala dan juga cambuk putus disambar, maklumlah,
Pek-jit-kiam setingkat dengan Golok Maut karena kedua senjata itu
sama-sama senjata ampuh. Ketajamannya berimbang dan selama ini tak ada senjata yang dapat mengalahkan
ketajaman atau keampuhan Golok Maut maupun Pedang Matahari. Keduanya sama-
sama hebat dan hanya dua senjata yang setanding itulah yang dapat menghadapi
yang lainnya. Senjata-senjata biasa akan termakan dan tentu saja cambuk atau
nenggala dan roda bukan tandingan pedang di tangan pemuda itu. Dan
ketika pedang bergerak dan cambuk serta nenggala atau roda di tangan Yalucang
putus bagai agar-agar disambar pisau tajam maka tiga orang kakek itu bergulingan
melempar tubuh ketika pedang di tangan Beng Tan masih meneruskan gerakannya.
"Cet-cet!" Tiga kakek itu mengeluh. Pundak mereka sedikit tersayat dan dalam satu gebrakan
itu saja mereka sudah dibuat
tunggang-langgang oleh pemuda baju putih ini.
Mindra dan temannya pucat dan mereka terbelalak
memandang pemuda itu. Dan ketika mereka meloncat
bangun dan gentar serta ngeri melihat pedang di tangan pemuda itu maka Kedok
Hitam terkejut melihat segebrakan saja pembantu-pembantunya itu jungkir balik,
kini mendelong tak berani maju!
"Hei, maju lagi. Jangan takut!"
Mindra ragu. Sebenarnya sejak pertama mereka
mengenal kelihaian pemuda baju putih ini ada rasa segan dan takut di hati. Kalau
saja Beng Tan seganas Golok Maut atau sekejam si Kedok Hitam tentu mereka tak
berani menyerang. Tapi Kedok Hitam mengancam mereka, marah
dan menyuruh mereka maju lagi. Dan karena Beng Tan
betapapun memang lebih lunak daripada Kedok Hitam
akhirnya apa boleh buat mereka bertiga maju lagi, dengan senjata buntung di
tangan dan Kedok Hitam terbahak-bahak.
Laki-laki itu geli disamping merasa puas, melihat Beng Tan melotot dan gusar
memandang tiga kakek itu, yang
dinilai tak tahu diri. Tapi begitu mereka bergerak dan Mindra kini bahkan
melepas Hwi-seng-ciang untuk
membantu senjatanya maka yang lain-lain juga melakukan
hal yang sama dan kakek tinggi besar Yalucang
menyemburkan apinya lewat ilmu Hwee-kang.
"Phuppp...'" Tiupan itu dahsyat bagi orang biasa. Beng Tan diserang tiga pukulan dan api yang
menyembur dari mulut si kakek tinggi besar, membentak dan memutar pedangnya
serta menggerakkan tangan kirinya pula. Dan ketika pemuda itu melepas Pek lui-ciang
yang menyambut serta menangkis
Hwi-seng-ciang atau semburan api dari ketiga lawannya maka tiga orang kakek itu
terpelanting dan roboh menjerit.
"Aduh.... des-des-dess!"
Kedok Hitam terbelalak. Dia melihat tiga pembantunya itu terguling-guling dan mengeluh panjang pendek.
Beng Tan gemas melepas Pek-lui-ciangnya dan pukulan tadi dikerahkan dengan
sinkang tiga perempat bagian, membentur yang lain
dan menghantam yang lainnya lagi. Dan karena pemuda ini
mempergunakan daya tolak pukulan untuk menambah atau
mendorong ..kekuatannya sendiri maka tentu saja tiga
orang kakek itu terguling-guling, tak dapat menahan dan mereka merasa dadanya
sesak. Kakek Yalu bahkan terbatuk dan tiupan mulutnya tadi
membalik dan memasuki rongga hidungnya, sesak napas
dan terbanting disana, kaku dengan sebagian tiupan apinya mengenai muka sendiri,
gosong! Dan ketika kakek itu
merintih tak keruan dan cepat menyelamatkan diri menjauh maka Beng Tan menyerang
dan mendesak lagi lawannya
yang berkedok ini. "Sekarang kita berdua lagi, tak ada yang membantumu!"
Kedok Hitam pucat. Dia benar-benar membuktikan
kelihaian Beng Tan dan golok di tangannya kembali
terpental ketika bertemu pedang. Bunga api berpijar dan laki-laki ini terhuyung
karena dia memang kalah kuat. Dan ketika Beng Tan mendesak dan terus menekannya
dengan serangan bertubi-tubi akhirnya Pek-lui-ciang pemuda ini menyambar dan mengenai
lawannya. "Dess!" Kedok Hitam terbanting. Dia marah dan kaget berteriak keras karena untuk
kesekian kalinya dia didesak pemuda ini. Beng Tan benar-benar lihai dan luar
biasa. Tapi ketika pemuda itu mengejar dan satu tikaman pedang menuju
lehernya maka Kedok Hitam membentak dan... menimpukkan golok mautnya keleher pemuda itu pula.
Satu serangan yang hendak mengadu jiwa!
"Aiihhhh....!" Beng Tan mengeluarkan pekikan panjang. Jarak sudah
demikian dekat dan golok yang ditimpukkan lawannya itu juga tak diduga. Kalau
dia meneruskan serangannya tentu lawan roboh binasa tapi dia juga tak selamat
menerima timpukan luar biasa itu.
Golok maut terbang luar biasa cepat dan hanya ada satu jalan untuk menyelamatkan
diri, yakni menarik seranganya untuk menangkis golok terbang ini. Dan karena
Beng Tan tak ingin celaka dan tentu saja tak mau terbunuh tiba-tiba pemuda ini
memutar tikaman pedangnya untuk menangkis
sekaligus menghantam golok maut itu.
"Tranggg!" benturan luar biasa yang memercikkan bunga api warna-warni ini
menyilaukan mata semua orang.
Pedang Matahari sudah menyambut dan menghantam
Golok Penghisap Darah. Golok itu meledak namun
anehnya tidak runtuh ke tanah, karena sudah melekat dan menjadi satu dengan
pedang Pek-jit-kiam. Dan ketika Beng
Tan tertegun dan teringat akan daya tarik masing-masing senjata itu yang saling
menyedot kalau sudah bertemu
tenaga sebanding tiba-tiba saja si Kedok Hitam meloncat bangun dan melarikan
diri. "Hei, kalian. Tangkap pemuda itu, bunuh!"
Gwe-goanswe terkejut. Panglima bermuka merah yang
kini sudah dapat melihat jalannya pertandingan lagi tiba-tiba melihat si Kedok
Hitam melarikan diri. Beng Tan masih bengong disana tapi mendadak melepas
golok maut yang melekat bagai besi sembrani di tubuh
pedang Pek-jit-kiam. Disentak dan ditarik oleh tenaga yang tidak berlawanan
ternyata golok ini mudah dicabut. Beng Tan
memasukkannya ke pinggang dan terbelalak memandang lawan yang melarikan diri.
Dia belum tahu siapa si Kedok Hitam itu dan melihat
mukanya. Tokoh itu harus dibekuk karena dia ingin tahu, penasaran! Dan ketika
Beng Tan tiba-tiba mendengar aba-aba dan bentakan Gwe-goanswe sekonyong-konyong
dia sudah. diserang dan pasukan besar itu menerjangnya.
"Ju-siauwhiap (pendekar muda Ju), menyerahlah!"
Beng Tan marah. Gwe-goanswe tiba-tiba sudah
menusuknya dan para perwira pembantu dari panglima ini juga sudah ikut bergerak.
Mereka terpaksa karena ketakutan terhadap si Kedok Hitam itu. Hm, tokoh ini
agaknya amat berpengaruh, Beng Tan marah. Dan ketika pasukan
bergerak dan Gwe-goanswe serta yang lain-lainnya juga menerjang maka Beng Tan
berkelebat dan menyimpan pedangnya untuk mendorong atau memukul roboh orang-
orang itu, karena tentu saja dia tak bermaksud membunuh, apalagi dengan senjata.
"Minggir! Kalian minggir....!"
Gwe-goanswe dan para pembantunya terpelanting.
Menghadapi pukulan Beng Tan tentu saja mereka tak
sanggup. Pemuda itu terlalu lihai bagi mereka. Dan ketika mereka bergulingan dan
berteriak-teriak tiba-tiba pasukan panah sudah menyerang pemuda ini.
"Sing-sing-sing!"
Beng Tan mengebut. Dia geram dan marah pada orang-
orang ini yang demikian mudah dibentak si Kedok Hitam, berkelebat dan tahu-tahu
sudah mengejar si Kedok Hitam itu, yang dilihatnya menyusup dan menyelinap di
balik ribuan orang yang bergerak menyerangnya.
Dan ketika Beng Tan dihalang-halangi dan tentu saja
pemuda itu marah bukan main maka Beng Tan mengamuk
dan mendorong-dorong pasukan yang ada di depannya,
menyibak dan memukul mundur mereka dengan kedua
pukulannya yang dahsyat. Beng Tan menahan diri untuk
tidak sampai membunuh. Pukulan Pek-lui-ciangnya itu
menimbulkan hawa panas dan orang-orang yang kena
dorongannya berteriak ngeri. Mereka seperti terbakar dan kulit melepuh, tentu
saja bergulingan mengaduh-aduh. Dan ketika kesempatan itu dipergunakan pemuda
ini untuk mengejar si Kedok Hitam maka lawannya itu terkejut dan melempar-lemparkan tombak
atau lembing agar pemuda itu terhalang larinya. .
"Tahan pemuda itu. Hadang larinya, jangan sampai kesini. Bodoh!"
Kedok Hitam memaki-maki. Rupanya dia panik dan
khawatir juga kalau Beng Tan berhasil mendekatinya.
Mindra dan dua temannya entah kemana karena tiga
kakek itu juga tiba-tiba menghilang. Mereka rupanya lebih baik menyembunyikan
diri daripada diperintah si Kedok Hitam itu, tokoh yang menakutkan. Tapi ketika
Beng Tan juga membentak dan terus meroboh-robohkan pasukan,
yang menjerit dan berteriak merasa hawa panas Pek-lui-ciangnya maka perlahan
tetapi pasti pemuda ini mendekati lawan, yang kian gugup.
"Kedok Hitam, kau harus memperlihatkan dirimu dulu.
Baru aku berhenti!" "Keparat!" Kedok Hitam menyambar sebatang anak panah, melayangkannya dengan
cepat sekali ke arah Beng Tan. "Kau mampuslah, Beng Tan. Dan jangan harap itu!"
Beng Tan menyampok. Dia bersinar-sinar dan marah
sekali karena Kedok Hitam akhirnya menyambar apa saja, menimpukkannya kepada
dirinya tapi selama itu dia
berhasil menolak. Panah atau tombak selalu dikebut runtuh dan Kedok Hitam
rupanya kalap, gentar dan ngeri tapi juga marah kepada pemuda itu, akhirnya
melempar-lemparkan para perajurit dan Beng Tan tentu saja terkejut.
Para perajurit ini tak dapat disampok runtuh seperti
kalau dia menyampok senjata-senjata tajam, panah atau tombak yang dipukulnya
runtuh itu, runtuh dan patah-patah. Dan ketika Beng Tan marah dan lemparan
perajurit itu dikelit atau ditamparnya perlahan akhirnya Beng Tan menjejakkan
tubuhnya ke atas dan dari atas pemuda ini tiba-tiba sudah bergerak secepat
burung menotol kepala-kepala para perajurit untuk mendekati lawannya. Satu
kepandaian ginkang atau ilmu meringankan tubuh yang
tentu saja membuat para perajurit kagum, tercengang!
"Kau tak dapat lepas dariku. Menyerahlah, dan
berhenti!" Kedok Hitam terkejut. Dia melihat Beng Tan yang
terbang di atas kepala para perajurit untuk mendekatinya.
Gerakannya begitu luar biasa dan ringan, lari di atas kepala
demikian banyak orang seperti kucing yang lari di atas genteng, demikian cepat
dan enteng! Dan ketika pemuda itu sudah dekat dengannya dan
Kedok Hitam hilang kagetnya tiba-tiba lelaki ini
menyambar dua orang perajurit untuk dilempar ke arah
pemuda itu dan diri sendiri sudah berjungkir balik di atas kepala perajurit yang
lain untuk terbang dan.... lari lewat udara, persis seperti perbuatan lawannya
itu. "Gentong-gentong kosong semua. Bodoh!"
Perajurit ternganga. Yang diinjak kepalanya tentu saja mengaduh-aduh. Tidak
seperti Beng Tan yang hampir tak mengerahkan tenaganya pada injakan yang kuat
adalah sebaliknya si Kedok Hitam itu melakukan "tempelengan"
dengan satu kakinya yang lain.


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kalau kaki kanan meluncur dan terbang ke kepala
perajurit yang di depan maka perajurit yang dibelakang ini diberi "hadiah"
sepakan kecil, kecil bagi si Kedok Hitam itu tapi cukup besar bagi para
perajurit biasa ini. Sepakan si Kedok Hitam seperti sepakan seekor kuda yang
marah, menendang dan membuat mereka mengaduh-aduh. Setelah
kepala dipakai untuk tempat meloncat ternyata tubuh juga disakiti. Itulah
perbedaan si Kedok Hitam!
Dan ketika Kedok Hitam melarikan diri dan tadi
menahan Beng Tan sejenak dengan lemparan dua orang
perajurit maka Beng Tan mengumpat karena harus
menangkap dan menerima dua tubuh ini untuk akhirnya
ganti dilempar ke tanah. "Pengecut! Licik, curang!"
Beng Tan mengejar lagi. Pasukan yang ada disitu
akhirnya melihat dua orang ini terbang di atas kepala para perajurit. Kedok
Hitam mencaci-maki dan menendangi
kepala perajurit-perajurit yang diinjak kepalanya sementara Beng Tan hanya
mempergunakan kepala para perajurit itu sekedar sebagai batu loncatan. Akhirnya
para perajurit yang melihat dua orang ini siap di depan mata tiba-tiba sudah
menjatuhkan diri semua, tak mau memasang kepala dan
membungkuk melindungi bagian itu.
Sialnya punggung mereka kini menjadi penggantinya
karena dengan posisi seperti itu mereka seperti tengkurap memberikan punggung.
Bagian inilah yang dipergunakan
Kedok Hitam dan Beng Tan untuk berlarian, tiada ubahnya orang berloncat-loncatan
atau berlarian di punggung seekor ikan
lumba-lumba. Lucu, tapi juga
menyedihkan. Maklumlah, Kedok Hitam yang semakin gelisah dan marah melihat ulah para
perajurit itu tiba-tiba menginjak keras, beberapa diantaranya patah punggungnya
dan menjerit! Mereka itu roboh dan Beng Tan tentu saja tak dapat
mempergunakan perajurit ini, berkelebat dan turun serta mempergunakan perajurit
lainnya yang ada, kembali
mengejar dan dua orang itu akhirnya tiba di ujung.
Kedok Hitam berteriak dan tiba-tiba melepas huito-huito (golok terbang) kecil
sebelum turun dari punggung perajurit terakhir, membalik dan melepaskan itu ke
arah Beng Tan yang sudah dekat. Dan ketika Beng Tan berhenti untuk
menangkis hujan golok terbang ini maka lawannya lari lagi dan kini menuju hutan
di depan. "Ah, keparat. Terkutuk!"
Beng Tan marah. Lawan benar-benar licik dan keji,
beberapa kali melakukan serangan gelap tapi untung dia berhasil menghalau itu
semua. Kedok Hitam benar-benar pengecut dan kini hendak menghilang di hutan itu,
hal yang tentu saja tak akan dibiarkan Beng Tan. Dan ketika Beng Tan membentak
dan mengejar lagi maka dua orang ini
sudah jauh meninggalkan pasukan dan masing-masing
seolah dahulu-mendahului mendekati hutan.
Beng Tan melepas Pek-lui-ciangnya dan lawan terguling, bangkit dan lari lagi
sambil memaki-maki. Dan ketika dua tiga kali pukulan Beng Tan berhasil
menghambat lari lawan akhirnya Beng Tan mengerahkan ilmunya berjungkir balik dan
tahu-tahu sudah melewati kepala lawan yang siap di mulut hutan.
"Kedok Hitam, berhenti kataku. Perlihatkan dirimu!"
Kedok Hitam pucat. Tiba-tiba jalan larinya sudah
dihadang, Beng Tan berjungkir balik melayang turun di mulut hutan, persis di
depannya. Dan ketika dia marah dan beringas tiba-tiba lelaki ini menggeram
melepas Kim-kong-ciangnya.
"Dess!" Beng Tan menangkis. Dia mengerahkan Pek-lui-ciang
dan lawan mencelat setombak, jatuh bangun dan rupanya kehabisan tenaga disana.
Kedok Hitam memang mulai payah karena Beng Tan terlampau lihai baginya. Pemuda itu juga memiliki napas
yang panjang dan tenaga yang kuat, dia kalah fisik, di samping kalah kepandaian.
Namun ketika laki-laki ini membentak dan meloncat
bangun lagi maka dia menyerang dan mencabut trisulanya, karena golok sudah
dirampas Beng Tan. Lalu menggeram
dan memaki-maki laki-laki ini sudah melampiaskan
gusarnya. "Beng Tan, kau jahanam keparat. Kau pemuda yang
suka campur urusan orang lain!"
"Hm, tidak begitu. Kalau kau bertindak dalam kebenaran tentu aku tak akan
mencampuri semuanya ini, Kedok
Hitam. Dan engkau membunuh Si Golok Maut dengan cara
yang diluar kemanusiaan. Kau tunjukkan mukamu dan
baru aku tak akan mendesak!"
"Kau berani bicara seperti itu" Kau selalu ingin memaksa dan menekan orang"
Mampuslah, dan aku tak mau bicara
lagi... dess!" dan pukulan Kim-kong-ciang yang kembali menyambar dan menghantam
Beng Tan lagi-lagi ditangkis dan Kedok Hitam mencelat, mengeluh dan memaki-maki
lagi namun dia dapat meloncat bangun, menyerang dan
pukulannya kembali bergerak disusul senjata trisula di tangan kanannya itu.
Kedok Hitam lalu mengeluarkan semua kepandaiannya
lagi namun dia tetap bukan lawan pemuda ini. Beng Tan menghadapi pukulan-
pukulannya dengan Pek-lui-ciang,
yang selalu membuat laki-laki ini tergetar dan terpental mundur. Dan ketika
Kedok Hitam tetap keras kepala dan nekat tak mau berhenti akhirnya tusukan
trisula yang kalap dan mulai ngawur ditangkis Beng Tan dengan Pek-jit-kiamnya.
Pemuda ini mencabut pedang dan ingin segera
menyelesaikan pertandingan. Setelah Golok Penghisap
Darah tak ada di tangan lawannya itu maka keganasan
lawan dapat diredam. Si Golok Maut pun juga hebat kalau sudah memegang Golok
Penghisap Darah Itu, selebihnya
biasa. Maka ketika lawan memekik dan menusuk serta
menggerakkan tangan kirinya tiba-tiba Beng Tan mencabut Pek-jit-kiam dan begitu
sinar putih berkelebat tahu-tahu lawan berteriak karena trisula ditangannya
mencelat, putus terbabat. Lalu ketika Kim-kong-ciang kembali bertemu Pek-lui-
ciang maka Kedok Hitam pun roboh sementara dengan cepat dan gemas Beng Tan sudah
menyambar dan merenggut kedok di muka lawannya itu.
"Brett!" Sebuah wajah tampak. Kedok Hitam tak dapat
menyembunyikan diri lagi tapi laki-laki itu melempar tubuh bergulingan. Dia
marah dan memaki Beng Tan dengan
nada meluap-luap. Beng Tan yang hendak memaki dan balas membentak
lawan sekonyong-konyong tertegun. Lawan sudah me-
lompat bangun dan kini berdiri menggigil di depannya, menuding-nuding. Dan
ketika Beng Tan terkejut dan
membelalakkan mata maka lawannya itu, si Kedok Hitam
yang sudah tidak berkedok lagi membentak,
"Beng Tan, kau ingin tahu siapa aku" Kau mau
mengenal" Nah, lihatlah. Siapa aku dan apakah kau masih berani kurang ajar!"
Beng Tan terkejut dengan muka berubah. Pemuda ini
tiba-tiba menjadi pucat dan tak dapat bicara. Kedok Hitam telah memperlihatkan
diri namun justeru pemuda ini
terbungkam. Apa yang dilihat sungguh mengagetkan.
Kedok Hitam ternyata adalah.....
"Ah...!" Beng Tan mundur dan menggigil."Kau....
kau....?" pemuda ini tak dapat melanjutkan bicaranya, saking kagetnya.
"Ya, aku, Beng Tan. Kau sekarang mau apa" Kau mau membunuhku" Bunuhlah, aku
tidak takut!" Beng Tan berkejap gemetar. Tiba-tiba dia surut dan surut saja kebelakang. Apa
yang dilihat memang sungguh tak
disangkanya. Lawan adalah tokoh tak diduga, orang yang ternyata sudah dikenal!
Tapi ketika pemuda ini ditantang dan Beng Tan mengeluh menggoyang tangan
akhirnya pemuda ini merasa bingung.
"Aku, ah... aku... aku tak mungkin membunuhmu. Kau..
ah...!" pemuda ini bengong saja, tak dapat berbuat apa-apa dan Kedok Hitam
tertawa mengejek. Dia menantang pemuda itu untuk membunuhnya tapi
Beng Tan terlongong-longong saja di depan. Pemuda itu pucat, mau bicara banyak
tapi tenggorokan rupanya kering, alhasil hanya ah-oh-ah-oh saja dan saat itu
terdengarlah jeritan dan bayangan dua orang wanita.
Bayangan hitam dan merah berkelebat, berteriak dan
memanggil-manggil Beng Tan dan Golok Maut, yang sudah terlempar ke jurang. Dan
ketika Beng Tan terkejut karena itulah suara kekasihnya dan Wi Hong, maka Kedok
Hitam menyambar tutup kepalanya lagi dan berseru,
"Beng Tan, aku pergi kalau kau tak dapat membunuhku.
Nah, terima kasih dan mudah-mudahan kita kelak dapat
bertemu dalam suasana yang lebih baik. Budimu tak akan kulupakan!"
Beng Tan mendelong. Wi Hong dan Swi Cu berteriak-
teriak memanggil namanya sementara lawan sudah lenyap.
Kedok Hitam meninggalkan dirinya dalam pikiran kalut
dan gundah. Beng Tan dibuat kacau. Tapi ketika dua
wanita itu berkelebat datang sementara Beng Tan masih termangu-mangu maka Wi
Hong, gadis atau wanita baju
merah itu melengking, "Beng Tan, mana Golok Maut" Mana dia?"
Beng Tan terkejut. Akhirnya dia sadar dan melihat
betapa gadis atau ketua Hek-yan-pang ini mangar-mangar.
Pipinya seperti terbakar dan gadis itu memandangnya
marah. Swi Cu juga bertanya dan Beng Tan merasa ditodong
dua ujung pedang yang tajam. Kekasihnya itu rupanya
mencurigainya bertempur dengan Golok Maut, membunuhnya, atau mungkin menangkapnya dan memberikannya kgpada pasukan kerajaan. Tapi ketika Beng Tan menggeleng lemah dan
menoleh ke kiri maka dia berkata, "Golok Maut tak ada disini, dia tidak bersamaku. Kita sama sekali belum
bertanding.. .." "Kalau begitu dimana dia?" Wi Hong membentak. "Kau tentu tahu, Beng Tan, dan
jangan bohong!" "Dia.... dia dirobohkan si Kedok Hitam."
"Dimana!" "Jatuh ke jurang. .." Beng Tan tak berani memberitahukan keadaan Golok Maut yang begitu
menyedihkan. "Aku... aku hanya tahu itu, terlambat datang...."
"Dan kau ikut membantu pasukan!" Wi Hong tiba-tiba melengking. "Kau jahanam
keparat, Beng Tan. Kau tak dapat menunggu sampai dia sembuh dulu dan baru
bertanding. Kau antek kerajaan!" dan Wi Hong yang memekik serta menusukkan
pedangnya tiba-tiba berteriak kalap dan sudah menyerang pemuda itu, dikelit dan
Beng Tan tentu saja terkejut.
Dia dituduh membantu pasukan, merobohkan dan
membunuh Si Golok Maut itu. Dan ketika Beng Tan
terkejut berteriak kaget maka pemuda ini berseru berulang-ulang bahwa gadis itu
salah sangka. "Aku tidak menyerang pemuda itu. .Aku baru datang!"
"Tapi kau mempunyai andil dalam mencelakakan
kekasihku, Beng Tan. Kau jahanam keparat dan kubunuh
kau!" "Hei, tidak! Aku....ah!" dan Beng Tan yang sibuk mengelak sana-sini akhirnya
menjadi sasaran hujan serangan, menyampok dan berkelit dan Wi Hong memaki-
maki pemuda ini. Gadis itu menangis ter-sedu-sedu sementara Swi Cu yang menonton dengan muka
pucat tak dapat berbuat banyak.
Gadis ini ditinggalkan dalam perjalanan oleh kekasihnya itu dan Wi Hong yang
pingsan diterowongan bawah tanah
akhirnya siuman, sadar dan mencari jalan lagi dan akhirnya mau tak mau gadis ini
menuju mulut terowongan di luar guha, tempat dimana dia keluar dan mencari buah-
buahan untuk Si Golok Maut, tak tahu kalau ditipu dan
ditinggalkan kekasihnya itu dan dia ditinggal sendirian, hal yang membuat Wi
Hong jatuh bangun dan menangis. tak
keruan berteriak memanggil-manggil kekasihnya itu.
Dan ketika Wi Hong pingsan namun sadar kembali
maka apa boleh buat gadis ini keluar melalui petunjuk Golok Maut dan ingin
mencari kekasihnya disana, melihat ribuan pasukan sudah keluar dari Lembah Iblis
dan gadis ini tak melihat kekasihnya disitu, mungkin dibawa orang pandai dan Wi
Hong teringat si Kedok Hitam itu dan
orang-orang seperti Mindra dan Sudra, juga kakek tinggi besar Yalucang.
Dan sementara Wi Hong mencari-cari dan ingin
menemukan Golok Maut maka muncullah Swi Cu yang
bercucuran keringat menyusul Beng Tan. Suci dan su-moi bertemu dan Swi Cu
menubruk sucinya itu, mengguguk. Wi Hong sendiri juga menangis tak keruan namun
wanita yang hampir pulih tenaganya setelah pingsan di terowongan itu dapat
bertanya banyak. Swi Cu ditanya apakah dia bertemu Golok Maut
sementara Swi Cu sendiri justeru bertanya apakah sucinya itu bertemu Beng Tan,
masing-masing menanyakan kekasihnya dan masing-masing sama-sama menggelengkan
kepala pula. Memang mereka tak tahu dan tentu saja keduanya
cemas. Swi Cu cepat mengajak sucinya pergi dan di hutan itulah mereka melihat
Beng Tan. Bayangan si Kedok Hitam tak tertangkap karena orang itu sudah
melarikan diri. Mereka heran melihat Beng Tan sendirian. Tapi ketika Wi Hong curiga dan
menganggap Golok Maut ada bersama
pemuda ini maka Beng Tan menjadi sasaran kemarahan
dan pemuda itu diserang! Namun Beng Tan bukanlah tandingan Wi Hong Pemuda
ini terlalu lihai untuk gadis itu. Karena ketika pemuda itu berkelit dan
mengelak serta menampar sana-sini akhirnya Wi Hong terhuyung-huyung dan menjerit
memaki-maki pemuda itu, menerima satu tamparan lagi dan mencelatlah pedang ditangan gadis
itu. Dan ketika Wi Hong mengguguk dan roboh terpelanting maka Beng Tan
berkelebat menolong gadis itu. "Maaf, harap percaya padaku bahwa aku belum bertemu kekasihmu itu, Wi Hong.
Golok Maut bertanding dan
dirobohkan si Kedok Hitam.. Kekasihmu itu. dikeroyok
ribuan orang roboh dan jatuh ke jurang."


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dan kau!" Wi Hong mengipatkan tangannya. "Jangan sentuh aku Beng Tan. Kau tentu
tahu bagaimana nasib Golok Maut dan pasti kau membantu pasukan!"
"Aku tidak membantu, bahkan bertempur!" Beng Tan merah mukanya. "Aku justeru
menolong Si Golok Maut, Wi Hong. Tetapi terlambat'" Beng Tan lalu menceritakan
peristiwanya, didengar dengan marah tapi Wi Hong
akhirnya percaya. Sebelumnya Swi Cu sudah memberi tahu bahwa Beng
Tan kaget sekali ketika akhirnya tahu bahwa pasukan kota
raja menuju Lembah Iblis. Dulu saja pemuda ini sudah
pernah menolak balatentara sebesar ini meluruk Lembah Iblis. Dia tak mau dan
biarlah sendirian saja menangkap Golok Maut, sesuai perintah kaisar. Tapi ketika
hal itu terjadi juga dan Kedok Hitam membawa pasukan
memerintahkan Gwe-goanswe maka Beng Tan menyusul
dan marah-marah, bahkan meninggalkan Swi Cu dibelakang. "Kau tanya saja sumoimu itu. Aku berangkat tergesa-gesa karena mengkhawatirkan
kekasihmu. Golok Maut terluka, tak dapat cepat sembuh. Kalau di saat seperti itu dia diserang dan
diserbu demikian banyak orang tentu dia
celaka Maka aku meninggalkan Swi Cu dan mengejar ke
tempat ini tapi masih terlambat juga!" Beng Tan menyesal, memukul dahinya dan
tampak betapa kekecewaan dan
kemarahan besar melanda pemuda ini.
Beng Tan tak berani menceritakan betapa Golok Maut
disiksa dengan keji oleh si Kedok Hitam itu. Betapa
pemuda yang menggegerkan dunia kang-ouw dengan
kebenciannya terhadap orang-orang she Coa dan Ci dirajam seperti anjing. Golok
Maut dikutungi dan keempat kaki tangannya putus, tak mungkin dapat hidup lagi
dalam keadaan seperti itu. Sungguh Golok Maut mengalami nasib yang amat mengerikan,
disamping menyedihkan. Dan
ketika Wi Hong bercucuran air mata dan mengepal tinjunya tiba-tiba dia melihat
Golok Penghisap Darah yang
disisipkan di punggung pemuda ini.
"Kau"!" Wi Hong terkejut. "Kau mendapatkan dari mana itu, Beng Tan" Dan kau
bilang bahwa kau sama sekali
belum bertemu dengannya?"
Beng Tan terkejut, sadar. "Jangan marah," dia buru-buru berkata. "Golok ini
kurampas dari si Kedok Hitam. Orang
itulah yang melukai kekasihmu tapi Golok Penghisap
Darah dapat kuambil. Kau bawalah, aku tak bohong."
Wi Hong pucat pasi. Melihat golok tidak bersama
tuannya lagi tahulah gadis ini apa yang terjadi. Golok itu tak pernah berpisah
dari kekasihnya. Kalau sampai golok berada di tangan orang lain tentulah sesuatu
yang hebat benar-benar telah terjadi. Wi Hong menjerit dan
menyambar golok itu. Dan ketika dengan menggigil dan
pucat gadis ini bertanya dimana jurang yang katanya
menerima tubuh Golok Maut maka Beng Tan tergetar
menuding, "Disana!" Wi Hong melengking. Tiba-tiba gadis ini telah berkelebat dan menuju ke arah yang
ditunjuk. Swi Cu tertegun dan berteriak memanggil kekasihnya. Tapi ketika Wi
Hong tak memperdulikan dan terbang bagai setan haus darah maka Swi Cu berkelebat
dan menangis menyusul sucinya.
"Tunggu, aku juga ikut!"
Swi Cu terbang mengerahkan ginkang. Kalau sudah
begini Beng Tan pun tak dapat tinggal diam lagi, pemuda itu juga berkelebat dan
menyusul kekasihnya ini. Dan
ketika mereka terbang dan menuju jurang di mana Golok Maut terjatuh maka Wi Hong
meraung-raung dan menuruni jurang dengan cepat, tak perduli pada bahaya dan tiga kali gadis ini
jatuh terpeleset. Jurang itu dalam dan di tengahnya terdapat kabut. Untung, Beng
Tan yang melindungi dan selalu tak jauh dari gadis ini selalu
bertindak cepat. Wi Hong juga mempergunakan golok ditangannya itu
untuk menyelamatkan diri dan bergelantungan. Mereka
bertiga terus ke bawah dan ke bawah, semakin ke bawah
semakin gelap dan kabut di tengah jurang membuat
pandangan tertutup. Dalam keadaan seperti ini kalau mereka tidak berhati-
hati tentu siapapun bakal terlempar dan jatuh ke bawah.
Beng Tan tak tahu berapa jauh mereka memasuki
kedalaman jurang itu. Tapi ketika di dasar jurang kabut tak ada lagi dan samar-
samar tetapi jelas tampak sesosok tubuh menggeletak dengan keadaan mandi darah
maka Wi Hong menjerit dan langsung terjun ke bawah.
"Sin Hauw....!"
Lengkingan itu mendirikan bulu roma. Wi Hong sudah
terjun dan langsung mengenal tubuh yang buntung itu.
Gadis ini menjerit dan menangis meraung-raung bagai
harimau kehilangan anaknya. Kemarahan dan kekagetannya tak dapat dicegah lagi. Juga kengeriannya.
Dan ketika gadis itu menjerit dan menubruk tubuh yang tinggal seonggok daging
dan kepala yang berlumuran darah itu maka Wi Hong roboh pingsan dan tak sadarkan
diri! "Dia pingsan. Mari cepat kita tolong!"
Swi Cu membelalakkan matanya dengan muka ngeri.
Golok Maut, pemuda yang gagah tampan itu ternyata
sekarang sudah menjadi mayat yang begitu mengerikan.
Tubuh itu sudah demikian pendek tanpa lengan tanpa kaki, buntung, mandi darah
dan tidak berujud lagi. Ah, orang yang membunuh Si Golok Maut ini sungguh kejam!
Dan ketika Swi Cu terhuyung dan hampir muntah oleh rasa jijik maka Beng Tan
menyambar tangannya dan berseru agar
cepat menolong Wi Hong. "Kita harus menolong gadis ini, dan menemukan Sian-su. Mencari Sian-su!"
Swi Cu menutupi muka dan terhuyung roboh. Gadis ini
tak kuat menyaksikan pemandangan itu dan Beng Tan
terpaksa menolong Wi Hong sendirian. Pemuda itu
terguncang hebat oleh kematian Golok Maut, setelah tadi terguncang oleh siapa
adanya si Kedok Hitam. Dan ketika pemuda itu menyadarkan dan menotok Wi Hong
maka gadis ini menjerit dan menangis tersedu-sedu teringat apa yang dilihat.
-ooo0dw0ooo- Jilid : XXVIII "BIARKAN aku.... biarkan aku. Mana Sin Hauw....!"
Beng Tan menyambar lengan si gadis. Wi Hong menjadi
kalap dan gadis itu melompat begitu saja sambil menjerit histeris. Yang diingat
pertama kali begitu sadar adalah kekasihnya, pemuda yang sudah menjadi mayat
itu. Buntung, seperti anjing! Namun ketika Beng Tan mencekal dan menyambar lengan
gadis ini maka Wi Hong meronta-ronta dan membentak melepaskan dirinya.
"Kalau kau menahan berarti kau mau kurang ajar
denganku. Lepaskan.... plak-plak!" Beng Tan mendapat tamparan dua kali, malah
dihadiahi makian dan tendangan segala. Terpaksa pemuda itu melepaskan lawannya
dan larilah Wi Hong menubruk jenasah itu. Gadis atau ketua Hek-yan-pang ini menjerit
dan tersedu-sedu menciumi
tubuh penuh darah itu, tak jijik atau ngeri dan bahkan memeluk mayat Si Golok
Maut penuh kesedihan. Tangis
dan raung yang keluar dari mulutnya sungguh menikam-
nikam ulu hati. Beng Tan sampai tak tahan dan bercucuran air mata pula, apalagi
kekasihnya, Swi Cu, yang sudah sejak tadi tersedu-sedu dan menutupi muka dengan
pucat. Gadis ini adalah sumoi Wi Hong dan tentu saja melihat dan
menyaksikan kedukaan sucinya itu Swi Cu tak kuat. Gadis ini mengeluh dan
akhirnya mencengkeram lengan Beng
Tan. Si pemuda hanya mendelong dengan air mata
kebingungan, juga haru dan marah. Namun ketika Wi
Hong sadar dan meloncat bangun, bagai singa betina haus darah maka gadis ini
meloncat mencengkeram Beng Tan.
"Siapa yang membunuhnya! Apakah betul si Kedok
Hitam!" "Hm," Beng Tan mengangguk, tak dapat berbuat lain.
"Kedok Hitam memang pembunuhnya, Wi Hong. Dan aku menyesal sekali kenapa
terlambat datang." "Dan siapa manusia keparat itu" Kau mengenalnya"
Siapa binatang terkutuk itu?"
"Aku tak mengenal, pertemuanku juga baru sekilas...."
dan belum Beng Tan menyelesaikan kata-katanya, yang
tentu saja bohong maka Wi Hong memekik dan
menyambar ke belakang, berkelebat dan sudah membawa
lari mayat kekasihnya ke atas. Cepat dan luar biasa seolah melupakan duka atau
lelahnya gadis ini keluar dari jurang dengan beban di pundak. Swi Cu sampai
kaget dan Beng Tan sendiri berteriak tertahan melihat perbuatan itu. Jurang yang tinggi kini
dinaiki dengan cepat dengan membawa
sebuah mayat pula, meskipun mayat yang sudah buntung
dan tidak berujud sebagai manusia yang utuh. Namun
ketika dua orang itu berteriak dan melompat kaget maka Wi Hong sudah naik dengan
cepat dan Golok Penghisap Darah yang dipakai untuk menancap-nancapkan kaki sudah
berada di atas, luar biasa cepatnya.
"Aku akan mencari jahanam terkutuk itu. Aku akan mengadu jiwa. Aku akan
membunuh!" "Tidak!" Beng Tan berjungkir balik keluar jurang. "Kau tak dapat mencarinya
sekarang, Wi Hong. Kau lelah, kau
sedang terguncang. Tunggu dulu dan biar kita rawat jenasah Si Golok Maut itu!"
"Jangan menghalangi!" Wi Hong sudah membentak, terkejar. "Jangan macam-macam di
depanku, Beng Tan. Atau aku akan membunuhmu atau kau membunuhku!"
"Ah, kau salah paham. Aku bermaksud baik.... singg!"
namun golok yang maju menyambar lehernya tiba-tiba
sudah bergerak tanpa ampun, menerjang dan pemuda
itupun segera berkelebatan ke sana-sini karena Wi Hong menyerangnya. Beng Tan
menghalangi dan gadis baju
merah itu tentu saja marah. Dan ketika Beng Tan berteriak-teriak dan empat kali
nyaris terbacok golok maka Swi Cu muncul di atas dan gadis itu menjerit melihat
kekalapan sucinya. "Berhenti.... berhenti! Jangan menyerang...!"
Namun Wi Hong semakin beringas. Melihat sumoinya
hendak membela pemuda baju putih itu mendadak gadis ini melengking dan menyerang
sumoinya itu pula. Swi Cu
dibabat dan gadis baju hitam itu menjerit seraya melempar tubuh bergulingan.
Sucinya sudah kesurupan dan Wi Hong memaki sumoinya itu yang dikata menghina
dirinya, yang sudah tidak memiliki pelindung dan beda dengan sumoinya Itu yang
masih memiliki kekasih. Kebencian dan
kemarahan bertumpuk-tumpuk yang membakar ketua Hek-
yan-pang ini membuat Wi Hong mata gelap. Dia tak
perduli lagi apakah yang diserang itu sumoinya atau Beng Tan. Kedua-duanya
dianggap musuh dan Swi Cu tentu saja mengeluh melihat tanda sucinya yang
beringas ini. Wi Hong sudah bukan lagi gadis yang normal melainkan
seperti kuntilanak haus darah. Dua kali Swi Cu terbabat dan gadis baju hitam itu
menjerit pada Beng Tan. Dan
ketika Beng Tan terbelalak dan apa boleh buat harus
mencabut Pek-jit-kiamnya, Pedang Matahari itu maka
Golok Penghisap Darah terpental dan terlepas dari tangan Wi Hong ketika beradu
sama keras dengan pemuda yang
memiliki kelebihan sinkang ini, menendang dan Wi
Hongpun mencelat terguling-guling. Beng Tan tak
menunggu waktu lagi dan ditotoklah gadis baju merah itu.
Dan ketika Wi Hong mengeluh dan pingsan dilanda
dendam maka Swi Cu mengguguk menubruk kekasihnya
itu sementara Beng Tan menyimpan kembali pedangnya
dan memungut Golok Penghisap Darah.
"Berbahaya, tak kenal ampun. Hm, kau berhentilah menangis, Swi Cu. Jangan buat
aku menjadi semakin bingung saja. Kita tolong sucimu ini, dan kita kubur mayat Si Golok Maut."
Swi Cu masih saja tersedu-sedu. Gadis ini sedih dan
ngeri melihat keadaan sucinya. Sucinya itu tak berpikiran normal lagi dan
siapapun rupanya mau dibunuh. Ah, takut dia. Tapi ketika kekasihnya mengajak
bangkit berdiri dan mayat Si Golok Maut memang harus dikubur maka dengan
menggigil dan muka ngeri gadis ini membantu Beng Tan, sering menutupi muka
karena bentuk mayat itu sungguh tak kuat dipandang. Swi Cu hampir muntah-muntah.
Namun ketika semuanya selesai dan Golok Maut sudah dikubur
maka Wi Hong disadarkan dan gadis baju hitam inilah yang menolong sucinya.
"Mana Golok Maut, mana suamiku!"
Swi Cu tertegun. "Golok Maut tewas, suci. Suami atau kekasihmu itu tak ada
lagi..." "Aku tahu!" Wi Hong membentak, mata bersinar-sinar, liar. "Aku bertanya di mana
mayatnya, Swi Cu. Di mana kalian sembunyikan!"
"Aku tak menyembunyikan, kami menguburnya...."
"Di mana!" "Itu...." Dan begitu Swi Cu menunjuk tiba-tiba Wi Hong
melengking perlahan dan berkelebat ke makam yang baru itu, baru sekarang dilihat
karena tadi berada di belakangnya. Gadis baju merah ini menjerit lirih dan
menangis tersedu-sedu. Dia baru saja sadar, Swi Cu
menyadarkannya. Tapi begitu ingat dan membentak
panjang, di sela-sela tangisnya, mendadak gadis ini bergerak dan makam yang
masih baru serta gembur itu digali dengan cepat!
"Heii..!" Swi Cu dan Beng Tan berseru kaget. "Jangan gila, suci. Kami baru saja
menguburnya!" "Aku tak perduli. Mayat suamiku tak boleh dikubur di sini, tak boleh dikubur
orang lain. Akulah yang berhak, aku yang
akan menguburkannya!"
dan ketika sebentar kemudian mayat itu sudah terlihat dan disambar naik,
membuat Beng Tan dan Swi Cu terbelalak maka Wi Hong
sudah tertawa dan menangis mirip kuntilanak yang sedang gila.
"Hi-hik, heh-heh.... kau akan kutidurkan di tempat lain, Hauw-ko (kanda Hauw),
kubawa ke tempat lain. Marilah, kita pergi dan biarkan dua manusia yang lagi
berasyik-masyuk ini melihat kita bercumbu di tempat lain!" dan Wi Hong yang
berkelebat serta membawa mayat itu tiba-tiba memutar tubuhnya dan terbang
meninggalkan Swi Cu berdua. Beng Tan dan kekasihnya ini kaget dan mereka
berdua sampai tak dapat bicara, menjublak. Tapi ketika mereka sadar dan


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berteriak keras tiba-tiba Beng Tan dan kekasihnya ini sudah berkelebat mengejar.
"Heii...!" Beng Tan berseru pucat. "Jangan dibawa ke mana-mana mayat itu, Wi
Hong. Biarkan dia beristirahat di slni dan kau tinggalkanlah!"
"Benar!" Swi Cu juga menjerit, berseru pada sucinya itu.
"Jangan dibawa ke mana-mana mayat itu, suci. Berhenti dan serahkan kepada kami!"
"Tidak, aku yang lebih berhak!" dan Wi Hong yang tancap gas sambil terkekeh-
kekeh akhirnya membuat Swi Cu gemetar dan melihat bahwa sucinya itu benar-benar
sudah tidak waras lagi. Mayat Golok Maut yang buntung dibawa terbang dan
berlepotan tanah, juga darah, darah yang tentu saja sudah mengering. Namun
ketika dia mengeluh dan Beng Tan berjungkir balik mengerahkan
ginkangnya tiba-tiba sudah menghadang dan turun di depan ketua Hek-yan-pang ini,
membentak, "Berhenti.... dess!" dan Wi Hong yang menumbuk serta menabrak pemuda itu dengan
keras akhirnya terbanting dan memaki-maki Beng Tan akibat tabrakan yang keras
itu, tak dapat diiiindarkan lagi dan gadis atau ketua Hek-yan-pang ini menjerit
dan mengaduh kesakitan. Dia terlempar dan terguling-guling namun hebatnya mayat
yang ada di pundaknya itu masih saja dicekal erat. Nyata, Wi. Hong tak mau kehilangan mayat
ini, mayat suaminya, kekasih
tercinta! Dan ketika gadis itu bergulingan meloncat bangun dan Swi Cu berkelebat
serta menggigil di samping
kekasihnya maka gadis baju hitam ini menjerit, serak,
"Suci, jangan gila, Jangan dibawa ke mana-mana mayat itu. Serahkan kepada kami,
biar dikubur di sini saja!"
"Tidak, hi-hik! Aku akan mempertahankan mayat
suamiku ini, Swi Cu. Kalian tak boleh merebutnya karena dia suamiku. Mampuslah,
atau aku kalian bunuh!" Wi Hong menerjang, terkekeh dan tertawa-tawa namun Beng
Tan cepat melindungi kekasihnya. Swi Cu ditarik ke
belakang dan pukulan lawan ditangkis. Wi Hong terpental dan terpelanting namun
mayat itu masih juga tidak jatuh.
Gadis ini terkekeh-kekeh dan malah menciumi mayat itu, menerjang dan menyerang
lagi dan Beng Tan sendiri
sampai mengkirik melihat kejadian ini. Wi Hong benar-
benar tidak waras, gila! Namun ketika dia mengelak sana-sini dan akhirnya satu
pukulan membuat lawannya itu
terlempar, terbanting, maka Wi Hong meraung-raung dan gadis itu menggigit
lengannya sendiri. "Beng Tan, kau bunuhlah aku. Antar aku agar menyusul arwah Si Golok Maut. Atau
aku akan memecahkan kepalaku sendiri dan kalian kubur kami dalam satu lubang!"
"Heii!" Beng Tan membentak. "Jangan gila, Wi Hong.
Tahan.... dess!" dan Wi Hong yang roboh terpelanting dan kini melepaskan mayat
setelah tadi menghantam ubun-ubunnya sendiri mendadak menangis menggerung-gerung
dan Beng Tan menotoknya lumpuh. Gadis atau ketua Hek-
yan-pang itu menjerit-jerit dan Swi Cu tersedu mengguguk tak tahan lagi,
melompat dan menangis memeluk sucinya Itu. Dan ketika Wi Hong terkekeh dan
meludah ke sana ke mari maka Swi Cu berkata agar mayat itu diserahkan saja
kepada sucinya ini. "Dia mungkin akan menguburnya ke tempat lain.
Biarlah.... biarlah.... kita serahkan saja dan tak usah kita campuri lagi...!"
"Hm," Beng Tan pucat, ngeri. "Kau yakin tak akan ada apa-apa dengan sucimu ini,
Cu-moi" Dia tak akan
melakukan hal-hal yang dapat membahayakan dirinya
sendiri" Dia sedang mengandung, dan pukulan ini
terlampau berat baginya!"
"Aku tak tahu lagi apa yang harus kulakukan. Kalau suci sudah menghendaki begitu
tak dapat kita mencegahnya
lagi, Tan-ko. Salah-salah dia akan bunuh diri seperti kata-katanya tadi. Tidak,
tidak. Biarkan ia pergi karena mungkin mayat itu akan dikuburnya di tempat
lain!" Dan Beng Tan yang tak dapat bicara apa-apa lagi dan
menurut kata-kata kekasihnya lalu membebaskan Wi Hong dan seketika gadis baju
merah itu tertawa berseri-seri.
"Swi Cu, kau baik. Kau, ah.... kau baik dan cantik sekali!" dan Wi Hong yang
terkekeh melompat bangun lalu mencium sumoinya itu dan berkelebat menyambar
mayat di atas tanah, terbang dan pergi meninggalkan dua orang itu sambil
tertawa-tawa mengerikan namun mendadak baru
beberapa langkah berhenti lagi, membalik dan sudah
berkelebat ke arah Beng Tan. Dan ketika Beng Tan terkejut dan tak tahu apa yang
mau dikehendaki ketua Hek-yan-pang ini tiba-tiba Wi Hong membentak agar dia
menyerahkan Golok Penghisap Darah itu, milik Si Golok Maut.
"Serahkan golok itu dan aku tak akan mengganggu lagi.
Barang milik suamiku tak boleh dipegang orang lain!"
Beng Tan mundur. Dia terkejut dan berobah oleh kata-
kata ini, sejenak berkerut-kerut dan berpikir bagaimana baiknya. Tapi ketika Swi
Cu menangis dan berkata padanya bahwa biarlah golok itu diserahkan sucinya,
hitung-hitung sebagai pelindung diri bagi sucinya itu maka Beng Tan menarik
napas dalam dan apa boleh buat menyerahkan
golok itu, Golok Penghisap Darah. Dan begitu Wi Hong
menerima dan terkekeh, mengelebatkan golok di depan
mukanya maka gadis itu sudah terbang dan meninggalkan mereka, benar-benar tak
kembali lagi. "Hi-hik, terima kasih, Swi Cu. Dua kali kau melepas kebaikan padaku. Baiklah,
lain kali akan kubalas dan
selamat tinggal!" Swi Cu dan Beng Tan menjublak membelalakkan mata.
Swi Cu sendiri tak henti-hentinya menangis sampai sucinya itu lenyap di bawah,
tapi begitu sucinya lenyap dan tidak kelihatan lagi, entah ke mana maka gadis
ini mengguguk dan menubruk kekasihnya.
"Aku mungkin tak akan melihat suci lagi. Kita mungkin lama tak akan bertemu
lagi. Ah, perasaanku tersayat-sayat, koko. Sungguh kejam dan keji benar orang
yang membunuh Golok Maut itu!"
"Hm, sudahlah," Beng Tan menekan guncangan hatinya yang berkali-kali. "Aku tak
dapat berbuat apa-apa dalam masalah ini, Cu-moi. Aku menyesal dan juga mengutuk
kekejian itu. Tapi, ah... Golok Maut juga kejam!"
"Tapi dia membunuh karena dendam! Aku sudah mulai mendengar sebagian kisahnya
dari suci Wi Hong!" "Hm, benar. Dan persoalan ini rumit. Dendam dapat menciptakan manusia baik-baik
seperti iblis! Sudahlah, aku sendiri sedang terguncang oleh semua kejadian ini,
Cu-moi. Kita pergi dan cari Sian-su!"
"Benar," Swi Cu tiba-tiba menarik lepas tubuhnya, tertegun. "Berkali-kali kau
menyebut nama ini, Tan-ko.
Siapa orang yang kau maksud itu" Gurumu?"
"Hm, bagiku begitu. Tapi bagi Sian-su tak sepenuhnya.
Orang yang kumaksud memang benar kakek dewa yang
pernah kuceritakan padamu itu, Cu-moi. Dialah Sian-su, Bu-beng Sian-su yang
terhormat!" "Dan kau tak kembali ke istana" Tak ke kota raja?"
"Ah, aku tertipu," Beng Tan tersenyum pahit. "Untuk apa ke sana lagi, Cu-moi"
Semuanya ini cukup. Kita tak perlu ke sana dan mari mencari guruku itu. Ada
sesuatu yang hendak kutanyakan!"
"Apa?" "Ini..." Beng Tan mengeluarkan sepucuk lipatan surat.
"Aku heran bahwa di saku baju Si Golok Maut itupun ada surat seperti ini."
Swi Cu mengerutkan kening. Dia heran melihat Beng
Tan mengeluarkan sebuah surat yang dilipat baik-baik itu, dibuka dan membaca
isinya. Dan ketika Beng Tan merogoh dan mengeluarkan benda yang sama dari saku
yang lain maka Swi Cu tertegun membelalakkan mata
"Syair! Syair yang mirip dan sama! Eh apa artinya itu, Tan-ko" Rahasia apa yang
terkandung di tulisan-tulisan ini?"
"Aku tak tahu, tapi Sian-su bilang bahwa ada sesuatu yang amat berharga di situ.
Aku disuruh mencari, tak dapat.
Sudah berusaha kutemukan tapi sampai saat inipun otakku rasanya bebal. Hm, Sian-
su adalah kakek dewa yang amat mengagumkan, Cu-moi. Apa yang dia berikan tak
pernah kosong, pasti selalu ada isinya. Marilah, kita berangkat dan temui kakek itu!"
"Nanti dulu!" Swi Cu menahan, melihat Beng Tan sudah menyambar lengannya untuk
diajak pergi. "Katakan dulu kepadaku ke mana kita pergi, Tan-ko. Dan bagaimana
selanjutnya urusan kita sendiri!"
"Maksudmu?" "Hubungan kita ini," Swi Cu merah mukanya, terisak.
"Aku ingin tahu bagaimana kau mewujudkan cita-cita kita, koko. Apa yang
kaulakukan setelah ini!"
"Ah, aku akan menikahimu!" Beng Tan tertegun, memeluk kekasihnya. "Urusan kita
sudah selesai, Cu-moi. Golok Maut telah tewas dan tak ada ikatanku lagi dengan sri baginda kaisar. Aku
akan membawamu kepada Sian-su dan sekaligus minta restunya!"
"Kalau begitu di mana kakek itu tinggal?"
"Di Lembah Malaikat. Marilah, aku tak akan melupakan janjiku tapi kita temui
dulu kakek itu!" dan Beng Tan yang mengecup serta mencium kekasihnya lalu
membuat Swi Cu lega dan girang, bahagia tapi sayang kebahagiaannya itu terganggu
oleh urusan sucinya. Di sana sucinya menderita sementara dia di sini mendapatkan
kebahagiaannya. Ah, betapa beda keberuntungan mereka. Tapi begitu Beng Tan
membawanya pergi dan berkelebat meninggalkan tempat
itu maka Swi Cu pun termenung-menung antara senang dan susah!
ooooo0de0wi0ooooo "Berhenti, ini Lembah Malaikat," Swi Cu mendengar kekasihnya
bicara setelah dua malam melakukan perjalanan. Letih dan penat diajak kekasihnya berputar-putar di tempat yang
penuh Jurang dan lembah akhirnya Beng Tan menghentikan larinya dan mengusap
keringat. Swi Cu sendiri setengah bersandar dan agak mengantuk di pundak kekasihnya tadi.
Dua malam ini dia diaduk bermacam perasaan yang silih berganti, haru dan duka serta entah perasaan macam
apa lagi yang bergalut semuanya, menjadi satu dan berbaur seperti benang ruwet.
Tapi begitu Beng Tan berhenti dan mendorong tubuhnya dengan halus, menyadarkan
kekasihnya maka Swi Cu tertegun mendengar kicau burung yang merdu di atas pohon-
pohon yang rindang. Monyet dan segala jenis blnatang-binatang kecil
tiba-tiba bermunculan. Kelinci dan katak tiba-tiba berlompatan, datang dan menghampiri Beng Tan dengan
berani. Alangkah herannya dia! Tapi ketika Beng Tan
tersenyum dan mengambil pisang atau kacang di dalam
buntalannya maka monyet dan kelinci datang berebut.
"Ah," gadis ini berseru tertahan. "Jadi ini kiranya kenapa di luar dusun tadi
kau membeli pisang dan semuanya itu, koko" Kau hendak memberi makan mereka?"
"Ya," Beng Tan tersenyum gembira. "Semua binatang di sini tak takut-takut kepada
manusia, Cu-moi. Sian-su telah melatih mereka dengan memberinya makan setiap
hari." "Dan kaupun agaknya dikenal!"
"Benar, aku juga sering memberi makan mereka seperti Sian-su, setiap hari. Dan
Itu Pek-kauw!" Beng Tan tiba-tiba menuding, melihat seekor kera putih muncul
dari balik pohon dan kera itu bercecowetan menghampiri Beng Tan.
Larinya yang cepat dan sebentar kemudian sudah melompat di pundak pemuda ini
membuat Swi Cu tiba-tiba tercengang, heran dan kagum dan tiba-tiba dia terkekeh ketika monyet putih ini
merogoh semua saku Beng Tan.
Pek-kauw, monyet itu, rupanya mencari sesuatu dan Beng Tan tertawa mengeluarkan
sebungkus kembang gula, permen. Dan ketika bungkusan itu direbut dan Pek-kauw sudah cecowetan membuka
isinya maka monyet ini berjingkrak-jingkrak di kepala Beng Tan!
"Hi-hik," Swi Cu tiba-tiba tak dapat menahan geli, lenyap kemurungannya. "Kera
ini lucu sekali, koko. Dia manja dan rupanya paling akrab denganmu!"
"Benar," Beng Tan juga tertawa. "Pek-kauw paling berani dan kurang ajar pula,
Cu-moi. Tapi dia tak pernah
menyakiti aku. Lihat, kesukaannya adalah kembang gula
itu sementara teman-temannya yang lain adalah pisang atau kacang!"
Swi Cu terkekeh-kekeh. Gembira dan geli melihat
tingkah si monyet yang lucu, tiba-tiba diapun ingin
bercanda. Dia minta agar Beng Tan memberikan monyet
putih itu. Tapi ketika Pek-kauw bercecowetan dan meloncat turun, lari
bersembunyi di balik pohon besar tadi maka Beng Tan tertawa memberi tahu bahwa
binatang itu ingin menikmati kembang gulanya dulu, mungkin takut direbut yang
lain. "Ha-ha, belum mau. Tapi lihatlah, kenari dan burung-burung kutilang itu
mendekatimu, Cu-moi. Berikan
makanan ini kepada mereka dan bersikaplah sebagai
seorang sahabat!" Swi Cu terkejut. Tujuh ekor burung beterbangan di
mukanya dan berkicau saling sahut. Mereka melihat pisang dan makanan berbiji
yang ada di tangannya, pemberian
Beng Tan. Dan ketika dia terbelalak dan melebarkan
matanya tiba-tiba lima ekor kenari dan sepasang kutilang menyerbu dirinya,
berkicau mematuk makanan di tangannya itu dan hinggap di sana-sini, tak takut-takut!
"Ha-ha, itulah mereka, Cu-moi. Bersenang-senanglah.
Bergembiralah!" Swi Cu terkekeh. Akhirnya dia menangkap satu di antara lima ekor burung kenari
itu, burung berwarna kuning.
Burung ini jinak dan mandah saja ditangkap. Tadi dia
mengepak-ngepakkan sayapnya dan juga ekor, lucu. Swi Cu gemas dan lupalah gadis
itu akan persoalannya dua hari yang lalu, mencium dan menangkap yang lain lagi
dan tak lama kemudian gadis ini sudah terkekeh-kekeh melupakan maksud
kedatangannya pula ke situ, bermain dan
bergembira bersama penghuni lembah dan Beng Tanpun
juga terbawa oleh suasana yang penuh riang ini. Kelinci dan monyet serta katak
adalah teman-temannya sejak dulu.
Mereka itu sahabat-sahabat penghuni Lembah Malaikat.
Dua muda-mudi ini tiba-tiba bergembira dan Beng Tan pun lupa akan maksud
kedatangannya di situ. Tapi ketika dua jam mereka bermain-main dan monyet atau
kelinci disuruh menari-nari oleh Beng Tan, ditonton dan membuat Swi Cu terkekeh-
kekeh maka terdengarlah sapaan lembut dan
tiupan angin yang halus menerpa mereka.
"Beng Tan, kau main-main di sini" Kau tidak di istana lagi?"
Beng Tan dan Swi Cu terkejut. Mereka menengok dan
terpekiklah Swi Cu melihat apa yang dilihat. Seorang
kakek, entah dari mana munculnya tahu-tahu telah berada di dekat mereka di bawah
pohon besar di mana tadi Pek-kauw menyembunyikan diri. Kakek itu berdiri namun
kakinya tidak menginjak tanah, seolah melayang, atau
mengambang. Dan ketika Swi Cu terkejut dan pucat karena wajah itu tak kelihatan
jelas seolah tertutup halimun atau kabut tebal maka Beng Tan yang ada di sisinya
sudah berseru nyaring menyebut kakek itu, menjatuhkan diri
berlutut. "Sian-su....!" Swi Cu terguncang. Mendadak iapun roboh berlutut dan
tak dapat menahan diri lagi, gemetar. Perasaannya tergetar dan entah kenapa
tiba-tiba ia menggigil. Kakek itu seolah bukan manusia saja melainkan siluman,


Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

atau mungkin roh halus, hantu! Tapi ketika Beng Tan menjatuhkan diri dan
menyebut nama kakek itu, sebagai Sian-su, maka sadarlah Swi Cu bahwa inilah
kiranya kakek yang dicari-cari
kekasihnya itu. Sian-su, atau Bu-beng Sian-su, kakek amat hebat yang katanya
maha sakti hingga dapat terbang ke langit atau masuk ke dalam bumi.
Berkepandaian demikian tinggi hingga tak dapat diukur lagi. Itulah kakek yang menjadi guru kekasihnya,
datang dan muncul seperti
siluman saja! Tapi ketika dua orang itu menjatuhkan diri berlutut dan Swi Cu
gemetar tak berani mengangkat
mukanya mendadak Bu-beng Sian-su, kakek itu, bergerak dan sudah membangunkan
mereka. "Bangunlah!" tawa lembut itu menyejukkan hati, sudah disertai usapan ke wajah.
"Bangkit dan berdirilah kalian, anak-anak. Tak perlu berlutut!"
Beng Tan dan Swi Cu merasakan sesuatu yang
menggetarkan. Mereka tiba-tiba merasa betapa wajah yang diusap menjadi dingin
dan segar, begitu segar dan dingin hingga segala kepenatan tiba-tiba lenyap. Swi
Cu yang merasa paling lelah mendadak tak merasakan lagi
kelelahannya itu, sirna dan lenyap oleh usapan si kakek.
Begitu mengherankannya! Dan ketika ia berdiri dan melirik Beng Tan, aneh bin
Pedang Penakluk Iblis 4 Pendekar Rajawali Sakti 60 Badai Di Lembah Tangkar Kitab 1000 Pengobatan 2
^