Golok Maut 8
Golok Maut Karya Batara Bagian 8
tiba-tiba enam wajah di balik sapu tangan itu memerah, mereka jengah dan tersipu
oleh pemandangan ini. Dan ketika sebuah tusukan kembali
mengenai punggung Si Golok Maut tapi laki-laki bercaping itu tak apa-apa maka
baju punggungnya robek lagi
memperlihatkan punggung yang putih bersih.
"Bret!" Enam wajah kembali semburat. Hu-pangcu dari
perkumpulan Walet Hitam itupun memerah wajahnya,
jantung berdegup keras tapi Golok Maut tentu saja tak tahu.
Laki-laki ini terus mengelak sana-sini sambil menangkis atau menampar. Tapi
ketika dari luar keroyokan
menyambar sinar empat sinar emas berturut-turut disertai dengus perlahan tiba-
tiba laki-laki ini mencabut senjatanya dan sebuah sinar memanjang menangkis
sinar-sinar emas itu, cepat dan luar biasa.
"Mundurlah... cring-crangg!"
Enam murid utama dan sang wakil ketua terpelanting.
Tiba-tiba pedang mereka dibabat sinar putih panjang itu, yang sudah memapas
runtuh sinar-sinar emas yang bukan
lain senjata jarum adanya, terus bergerak dan menyambar pedang mereka, yang
tiba-tiba terasa ringan karena sudah kutung menjadi dua. Dan ketika mereka
terkejut dan berseru tertahan maka Golok Maut berkelebat dan tahu-
tahu sudah menodong wakil ketua Hek-yan-pang, dengan
senjatanya yang mengerikan, golok yang mengeluarkan
hawa dingin! "Hek-yan-pangcu (ketua Hek-yan-pang), keluarlah. Atau aku membunuh wakilmu!"
"Wut!" sesosok bayangan bergerak bagai iblis. "Aku di sini, Golok Maut. Lepaskan
pembantuku atau kau mampus... des-dess!" Golok Maut terlempar, jatuh terguling-guling oleh sebuah
tendangan kilat dan berdirilah di situ seorang wanita berpakaian merah yang juga
menutupi mukanya dengan sapu tangan merah. Dingin
menyeramkan! Dan ketika semua murid berseru tertahan
dan anggauta Hek-yan-pang itu menjatuhkan diri berlutut maka terdengarlah seruan
di sana-sini yang menyebut nama pemimpin itu.
"Pangcu..!" Tertegunlah Golok Maut. Ketua Hek-yan-pang, yang
kiranya merupakan seorang wanita tinggi semampai
tampak tegak di depannya. Wanita itu berapi-api
memandangnya dari balik sepasang lubang yang tidak
begitu lebar, lubang di balik sapu tangan itu. Dan ketika Golok Maut tertegun
dan hu-pangcu yang tadi diancamnya sudah ditolong sang ketua maka wanita
berpakaian serba merah ini membentak, dingin menyeramkan,
"Golok Maut, aku sudah di sini. Sekarang cabut
golokmu itu dan perlihatkan kepandaianmu kepadaku!"
Golok Maut tak berkedip. Dia sudah menyimpan
senjatanya ketika ketua Hek-yan-pang ini muncul, datang
dan menendangnya. Tapi melihat lawan tak mencabut
senjata diapun menggeleng, tiba-tiba membungkuk.
"Hek-yan-pangcu, sebenarnya tak ada permusuhan
pribadi di antara diriku dengan perkumpulanmu. Aku
datang hanya ingin mencari putera Ci-ongya, harap
memaklumi ini dan biarlah aku meminta maaf!"
"Enak kau bicara!" suara dingin melengking itu jelas marah. "Kau sudah membuat
onar, Golok Maut, dan juga memamerkan kepandaianmu itu. Aku sudah di sini, kau
harus melayaniku atau kau terbunuh!"
"Hm, aku hanya mencari orang she Ci itu, bukan
dirimu..." "Tapi kau memasuki wilayah Hek-yan-pang. Cerewet, kau sudah merobohkan sumoiku,
Golok Maut. Sekarang harus mengalahkan aku atau kau mampus... wirr!" rambut di atas kepala tiba-tiba
bergerak, terurai memanjang dn tahu-tahu sudah menyambar Golok Maut, meledak dan
murid-murid Hek-yan-pang yang berada paling depan tiba-tiba terjungkal. Mereka
itu menjerit menutupi lubang
telinga mereka, ledakan rambut itu seakan petir! Dan ketika Golok Maut mengelak
namun rambut kembali menyambar
mendadak tubuh ketua Hek-yan-pang itu berkelebatan
melepas serangan-serangannya.
"Golok Maut, kau melayani aku atau mampus!"
Golok Maut terkejut. Apa boleh buat dia menggerakkan
kakinya dan mengelak serangan-serangan ini, kian lama kian cepat dan rambut yang
menyambar-nyambar itu meledak kian keras juga. Anak-anak murid Hek-yan-pang akhirnya menjauh, mengeluh
dan disuruh mundur oleh wanita bersapu tangan hitam, yang ternyata juga sumoi atau adik seperguruan ketua Hek-yan-pang itu. Dan
ketika rambut menyambar-nyambar namun Golok Maut berhasil
mengelak atau menampar dari samping maka pertemuan
atau tangkisan itu mengeluarkan kilat bercahaya.
"Tar-tarr!" Golok Maut terkejut. Lawan berkelebatan lebih cepat
dan pukulan-pukulan uap merah juga menyambar. Wanita
itu melengking-lengking dan hawa panas menyertai ledakan rambut atau pukulan-
pukulan ini. Dan ketika Golok Maut menangkis tapi dia terhuyung maka sebuah
lecutan rambut akhirnya membakar baju pundaknya.
"Blarr!" Golok Maut bergulingan. Itulah pukulan dahsyat dan
segera matanya terbelalak, teringat Ang-in-kang atau
Pukulan Awan Merah. Dan ketika berseru keras dan
menyebut nama pukulan itu maka lawan terbelalak tapi
tertawa mengejek, membenarkan kata-katanya dan ketua
Hek-yan-pang itu sudah menyambar-nyambar lagi. Kini
Golok Maut terdesak namun masih dapat bertahan, terus mundur-mundur dan lawan
akhirnya melengking tinggi,
ketua Hek-yan-pang ini marah karena Golok Maut belum
dapat dirobohkannya juga. Dan ketika Golok Maut
terdesak di satu sudut dan menerima ledakan rambut maka pukulan Ang-in-kang juga
menyambar dan mengenai tubuhnya. "Plak-dess!" Golok Maut mengeluh. Sebenarnya dia lebih banyak
mengelak tak mau membalas, pukulan-pukulan lawan
memang berbahaya namun dia dapat bertahan, meskipun
terdesak. Tapi ketika lawan menyabet dengan rambutnya dan pukulan Ang-in-kang
menyambar tak kenal ampun apa boleh buat tiba-tiba dia membentak keras mencabut
senjatanya, ketika serangan itu datang lagi.
"Cring-tass!" Ketua Hek-yan-pang terpekik. Rambutnya tiba-tiba
terpapas, kutung ujungnya. Dan ketika dia bergulingan meloncat bangun dan
memekik menyerang lagi ternyata
rambutnya itu selalu dihadang sinar berkeredep di tangan Si Golok Maut, yang
terpaksa mencabut senjatanya karena
lawan juga mempergunakan senjata, meskipun rambut dan tampaknya
sebagai benda tidak berbahaya, yang sesungguhnya justeru amat berbahaya kalau dipergunakan oleh orang-orang pandai
macam ketua Hek-yan-pang ini, yang mampu mengisi tenaga saktinya ke dalam rambut
hingga benda lemas itu dapat berobah kuat dan kaku seperti baja, merupakan
kawat-kawat berbahaya yang bukan main ampuhnya kalau menyengat tubuh, atau
mencolok mata misalnya, yang bisa mengakibatkan kebutaan. Dan ketika lawan melengking-lengking
karena dihadang golok maut di tangan laki-laki bercaping ini akhirnya ketua Hek-
yan-pang itu tak dapat menyerang karena takut rambutnya gundul!
"Golok Maut, kau licik. Kau mengandalkan senjata ampuh!"
"Hm, yang licik adalah kau, pangcu. Kau mempergunakan senjata menghadapi orang yang bertangan kosong."
"Tapi kau tamu tak diundang, kau pengacau!"
"Hm, menunggu undangan Hek-yan-pang taklah mungkin, pangcu. Aku datang hanya sekedar meminta
putera Ci-ongya itu."
"Keparat, kau pandai berdebat!" dan ketua Hek-yan-pang yang marah ini akhirnya
membentak mencabut senjatanya, sebuah pedang hitam dan dia coba mengadu
pedangnya dengan golok di tangan lawan. Tapi ketika pedangnya
buntung dan putus terbabat maka wanita ini gentar dan
memaki-maki, kaget memandang golok berkeredep di
tangan Si Golok Maut itu.
"Bedebah! Manusia tengik!" dan wanita ini yang terpaksa tak berani mengadu
senjatanya lagi lalu berkelebatan
mengelilingi lawan dengan serangan-serangannya, sayang sekali selalu dihadang
sinar putih yang berkeredep
menyilaukan mata, akhirnya menarik serangan- serangannya itu dan tentu saja membuat ketua Hek-yan-
pang ini sewot. Golok Maut hanya menghalau atau
menangkis serangan-serangannya, berkata bahwa dia tak ingin membalas karena
sekali membalas tentu ketua Hek-yan-pang itu roboh, kata-kata yang membuat
wanita baju merah ini marah bukan kepalang. Dan ketika dia
membentak dan menantang lawan untuk membuktikannya
tiba-tiba Si Golok Maut mengangguk dan berkata "baik", sudah merobah gerak
senjatanya dan tiba-tiba sinar yang bergulung-gulung naik turun di depan ketua
Hek-yan-pang ini. Dan ketika sinar itu pecah dan menukik menuju tubuh si wanita
baju merah ini tiba-tiba delapan belas mata golok menyambar kepala wanita ini.
"Hei...bret!" Semua orang terkejut. Serangan Golok Maut ternyata
merobek sapu tangan ketua Hek-yan-pang, menguaknya
lebar dan tampaklah seraut wajah cantik yang saat itu merah padam melempar tubuh
bergulingan, kaget dan terpekik dan Golok Maut tertegun. Dia sebenarnya tak
bermaksud membuka sapu tangan merah itu, membuka
kedok. Tapi karena lawan menangkis dan bingung
menghindar ke sana-sini maka sapu tangan itu terbuka dan tampaklah wajah cantik
luar biasa dari ketua Hek-yan-pang ini, yang tak diduga Golok Maut karena ketua
Hek-yan-pang itu masih muda dan luar biasa cantiknya, padahal sikap dan kata-
katanya demikian dingin dan menyeramkan,
seolah membayangkan wanita iblis yang berhati beku.
Maka, begitu lawan bergulingan melempar tubuh sementara sapu tangan itu sudah
terbuka memperlihatkan wajah
pemiliknya tiba-tiba laki-laki bercaping ini bengong dan malah menjublak!
"Bunuh dia, tangkap!"
Bentakan atau seruan itu akhirnya menyadarkan Si
Golok Maut. Murid-murid Hek-yan-pang, yang baru
pertama kali itu melihat wajah ketuanya dan bengong tiba-tiba bangkit berdiri,
menyerang dan sudah berhamburan menyerang Golok Maut. Jit-nio dan Liok-hoa sudah
membentak bersama sang wakil ketua, yang juga kaget dan terkesiap karena wajah
ketuanya ditelanjangi. Hal itu merupakan pantangan besar bagi ketuanya, kecuali
laki-laki yang membuka kedok itu berani bertanggung jawab dengan mengawininya,
hal yang tentu merupakan urusan besar bagi kedua belah pihak, baik ketuanya atau
sucinya (kakak seperguruan) itu maupun pihak yang membuka kedok.
Maka begitu Golok Maut telah merobek sapu tangan
sucinya sementara sucinya di sana berteriak menyuruh
semuanya menyerang maka wanita bersapu tangan hitam
ini menyerang dan sudah membentak maju, diam-diam
tergetar karena di saat bengongnya tadi Golok Maut terlihat lebih jelas, gagah
dan tampan, usianya sekitar tiga puluhan tahun dan berdebar serta kencanglah
hati sang wakil ketua Hek-yan-pang itu. Namun ketika dia dan murid-murid Hek-
yan-pang menyerang dan membentak Si Golok Maut ini
tiba-tiba entah kenapa laki-laki bercaping itu mengeluh dan berkelebat
meninggalkan mereka. "Aku tak mau bertempur, aku tak mau bertanding.
Sudahlah, kalau kalian tak mau menyerahkan bocah she Ci itu biarlah kutitipkan
dulu dan lain kali kuambil!" dan pergi meninggalkan musuh-musuhnya Si Golok Maut
ini sudah menyimpan senjatanya dan menggerakkan kedua lengan ke depan, mendorong dan
mengibas anak-anak murid Hek-yan-pang dan terpekik serta kagetlah semua murid-
murid wanita itu. Mereka terpelanting dan terlempar oleh
dorongan Si Golok Maut, tersibak dan Golok Maut itu
sudah berkelebat keluar dan pergi meninggalkan mereka.
Tapi ketika Golok Maut menuju telaga dan siap
menumpangi perahunya lagi mendadak ketua Hek-yan-
pang berjungkir balik dan sudah berdiri gemetar di
depannya, membentak dengan suara menggigil,
"Golok Maut, berhenti dulu. Tak biasa kau melepaskan korban dengan cara seperti
ini!" Golok Maut tertegun. Tiba-tiba dia memejamkan mata
melihat wajah luar biasa cantik itu, tergetar dan seakan diguncang-guncang. Baru
kali ini selama hidup dia melihat wajah begitu jelita, cantik menawan dan
anggun, seperti dewi kahyangan. Atau, ah., tidak, lebih dari itu. Seperti ratu
di antara segala bidadari! Dan ketika Golok Maut berhenti dan apa boleh buat
menahan maksudnya dan membuka
mata kembali maka dilihatnya wajah yang jelita itu
menangis, bercucuran air mata.
"Golok Maut, jawab pertanyaanku. Sudah menjadi
larangan di sini bahwa seorang ketua pantang dibuka sapu tangannya oleh laki-
laki. Dan kau telah membuka sapu
tanganku, berarti harus melanjutkan dengan membunuhku.
Kenapa kau lari dan meninggalkan tempat ini" Bukankah kau mencari putera Ci-
ongya" Nah, dia ada padaku, Golok Maut, akan kuserahkan tapi bunuh dulu diriku!"
Golok Maut terkejut, mundur, tiba-tiba menggigil.
"Pangcu, aku... aku menitipkan dulu bocah she Ci itu. Aku sudah tahu bahwa dia
di sini. Tapi... tapi entahlah, aku ingin pergi dan mencari korbanku yang lain
dulu. Bocah itu kutitipkan dan biar di sini dulu..."
"Aku membolehkan kau pergi, tapi kau harus
membunuhku!" "Ah, aku tak ingin membunuhmu. Kita pribadi tidak bermusuhan!"
"Tapi sekarang kita bermusuhan. Kau telah melanggar pantangan seorang ketua!"
"Apa maksudmu?"
"Kau harus membunuh atau mengawininya!" wanita bersapu tangan hitam, sumoi atau
adik seperguruan ketua Hek-yan-pang ini tiba-tiba membentak, berkelebat ke
depan. "Suciku tak boleh ditinggalkan begitu saja, Golok Maut.
Telah menjadi peraturan di sini bahwa laki-laki yang
membuka kedok ketua harus mengawininya. Atau, kau
membunuhnya dan baru boleh pergi!"
Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa?" Golok Maut berseru tertahan. "Mengawininya"
Menikahinya?" "Benar, dan boleh kau pergi, Golok Maut, atau kau membunuhnya dulu dan membasmi
kami semua, seperti apa yang telah biasa kaulakukan!"
"Tidak, aku... aku tak dapat melakukan itu. Aku tak dapat membunuh atau membasmi
kalian!" "Kalau begitu nikahi ketua kami, atau kami akan
menyerangmu mati-matian dan kau atau kami yang mati!"
Golok Maut tertegun. Tiba-tiba dia merasa berada di
persimpangan jalan, berdiri bengong dan tidak berkedip.
Anak-anak murid Walet Hitam sudah berdiri pula di situ, mengepung setengah
lingkaran dan bisik-bisik terdengar di sana-sini. Golok Maut ditawari kawin,
jodoh yang tidak tanggung-tanggung, ketua Hek-yan-pang yang cantik jelita dan
gagah serta lihai! Tapi ketika Golok Maut menggeleng
dan menghela napas tiba-tiba laki-laki bercaping ini
menjawab, gemetar, "Hu-pangcu, maaf. Urusan ini tak dapat kujawab dengan pasti. Aku datang bukan
untuk mencari jodoh melainkan mencari orang-orang she Ci atau Coa. Pantangan ini
tak kuketahui, maafkan dan biar aku pergi!"
"Apa" Kau berani menolak" Kalau begitu bunuhlah
kami, Golok Maut, dan biar aku mati lebih dulu membela ketuaku!" dan hu-pangcu
dari perkumpulan Walet Hitam yang terhina serta marah ini tiba-tiba membentak
dan menerjang Golok Maut, ketuanya ditolak begitu saja dan tentu saja dia marah.
Ketua Hek-yan-pang yang menggigil di sana mengeluh, menggigit bibirnya dan tiba-
tiba iapun membentak. Dan ketika anak murid yang lain juga disuruh menyerang dan
Golok Maut diperintahkan bunuh maka
berhamburanlah dua ratus wanita-wanita muda dari
perkumpulan Walet Hitam ini, gusar dan marah menyerang Si Golok Maut karena
ketua mereka diabaikan, mereka
merasa tersinggung dan terhina. Tapi ketika semuanya
menerjang maju dan menyerang dengan sengit tiba-tiba
Golok Maut berjungkir balik mengeluarkan senjatanya itu, membabat dan menghalau
semua senjata yang menyerang,
yang tentu saja patah-patah dan kutung bertemu goloknya yang ampuh, terdorong
mundur dan semua berteriak kaget, termasuk ketua Hek-yan-pang itu, si bidadari
baju merah. Dan ketika semua terdorong dan mundur oleh senjatanya tiba-tiba Golok Maut sudah
melayang dan hinggap di atas perahunya.
"Maaf, pangcu, lain kali kita bertemu lagi!"
Golok Maut meluncur. Laki-laki bercaping ini sudah
menggerakkan perahunya dengan cepat sekali, terbang dan meninggalkan pulau
dengan cara yang amat luar biasa. Dan ketika semua orang tertegun tapi ketua
Hek-yan-pang berseru marah tiba-tiba wanita baju merah ini menyambar perahu lain dan
mengejar, diikuti yang lain-lain tapi Golok Maut sudah keburu mendarat. Laki-
laki yang amat lihai itu sudah berkelebat meninggalkan perahunya di pantai. Dan
ketika semua orang tertegun dan lagi-lagi menjublak tiba-tiba ketua Hek-yan-pang
ini menangis dan berkelebat
lenyap. "Swi Cu, kau menjaga perkumpulan. Aku akan mencari dan mengadu jiwa dengan Si
Golok Maut!" Dan begitu wanita baju merah ini mengerahkan
kepandaiannya berkelebat menghilang maka Swi Cu pun,
sang adik sekaligus wakil ketua Walet Hitam menjublak, berteriak memanggil
sucinya namun sang suci atau ketua sudah lenyap di kejauhan sana. Anak-anak
murid menjadi ribut tapi akhirnya dibentak wanita bersapu tangan hitam ini. Dan
ketika gadis atau wanita itu menyuruh murid-murid Hek-yan-pang menunggu
sementara ia mengejar ketuanya namun gagal akhirnya gadis atau wanita ini
menangis tersedu-sedu. "Kita kembali, pangcu telah memerintahkan kita
menjaga pulau!" dan kembali dengan air mata bercucuran akhirnya wanita bersapu
tangan hitam itu membiarkan
sucinya mengejar Si Golok Maut.
ooooo0de0wi0oooooo "Celaka, sial Bagaimana bisa terjadi seperti ini" Ah, kenapa aku tak keruan
rasanya" Oh, ampun ibu, ampun
cici.. aku terpaksa menunda kematian bocah she Ci itu!"
Golok Maut terhuyung-huyung, seluruh tubuh basah kuyup dan kakipun menggigil.
Entah mengapa sejak dia melihat wajah di balik sapu tangan itu tiba-tiba
ingatannya kepada wajah ketua Hek-yan-pang ini tak dapat dilupakan. Wajah
yang begitu cantik luar biasa dan amat mempesona, anggun dan angkuh namun
justeru ini daya tariknya. Dia seakan dihipnotis dan Golok Maut terhuyung-
huyung. Baru kali ini selama hidup dia merasa gemetaran begitu, dan baru kali
ini pula dia menunda kematian seorang manusia ber-she Ci, putera Ci-ongya lagi,
pangeran yang amat dibenci dan
menimbulkan dendam kesumat, pembunuhan-pembunuhan
yang dia lakukan itu dan Golok Maut mengeluh. Dan
ketika laki-laki itu jatuh terduduk dan menangis menitikkan air mata tiba-tiba
dia terkejut ketika terdengar bentakan di belakangnya.
"Golok Maut, bayar hinaan ini... wut-singg!!" dan ketua Hek-yan-pang yang datang
dengan air mata bercucuran
kiranya telah menemukan dirinya dan mengejar sampai ke situ, langsung menyerang
dan pedang di tangan wanita
cantik ini mendesing. Golok Maut mengelak dan kaget,
diserang lagi dan bengong terlongong-longong. Tapi ketika pundaknya terbabat dan
Golok Maut terkejut tiba-tiba laki-laki ini sadar dan melompat jauh ke belakang,
mengeluh. "Pangcu, maaf. Jangan kejar-kejar aku!"
"Keparat, aku tak akan mengejar-ngejarmu kalau kau sudah membunuhku, Golok Maut.
Nah, bunuhlah aku atau kau kubunuh!" Golok Maut berlompatan. Dia mengeluh dan mengelak
sana-sini, menjauh namun lawan selalu mengejar. Ke
manapun dia menghindar ke situlah pedang menyambar
dirinya. Dan ketika satu bacokan lagi mengenai pangkal lengannya dan robek
berdarah maka untuk pertama kali
lawan terkejut. "Bret!" Golok Maut tak mengerahkan sinkang. Pangkal
lengannya dibiarkan terluka dan ketua Hek-yan-pang itu
tertegun. Tapi membentak dan melengking lagi akhirnya wanita cantik luar biasa
itu melanjutkan serangannya, mempergunakan rambutnya pula dan menjeletar-
jeletarlah senjata luar biasa ini. Wanita itu penasaran karena Golok Maut belum
juga dapat dirobohkannya, padahal laki-laki itu hanya mengelak dan belum sekali
pun membalas. Dua luka di tubuh Golok Maut cukup merupakan bukti. Dan ketika
Golok Maut terhuyung mundur-mundur mendadak pedang
menyambar leher namun secepat kilat menyontek ke atas menusuk dahi.
"Aih... brett!"
Caping itu terlempar. Tiba-tiba Golok Maut terbuka
wajahnya, tampak seluruh wajah tokoh yang biasanya
menutupi muka ini, gagah dan tampan namun penuh kerut-kerut kepedihan. Baru kali
ini Golok Maut ditelanjangi mukanya! Namun ketika wanita cantik itu tertegun dan
berseru kagum, seruan yang begitu saja meluncur dari
mulutnya mendadak Golok Maut sudah melempar tubuh
bergulingan dan menyambar capingnya lagi, mengenakannya secepat kilat.
"Pangcu, kita seri. Akupun pantang memperlihatkan mukaku kalau bukan atas
kehendakku sendiri.. wut!" dan Golok Maut yang berjungkir balik meninggalkan
lawan tiba-tiba berkelebat dan membuat ketua Hek-yan-pang itu bengong, termangu dan
tertegun oleh wajah yang tampan gagah tadi namun tiba-tiba sang bidadari ini
membentak nyaring, mengejar dan memaki Golok Maut itu. Dan ketika ke manapun
Golok Maut pergi ke situ pula wanita cantik ini mengikuti maka Golok Maut
menjadi bingung dan baru untuk pertama kali merasa marah namun juga iba, aneh!
"Pangcu, biarkan aku sendiri. Jangan kejar-kejar aku!"
"Tidak, ke manapun kau pergi ke situ pula aku mencari, Golok Maut. Atau kau
membunuhku dan bayar hinaan
ini!" "Ooh..!" dan Golok Maut yang bingung namun juga gemas tiba-tiba memasuki hutan
dan bersembunyi di sini, berkelebat dan mengerahkan kepandaiannya dan hilang
sejenak. Tapi karena tak mungkin terus-menerus bersembunyi di hutan dan lawan ternyata menunggu tiba-tiba ketua Hek-yan-pang
itu sudah mencegatnya di luar hutan, di seberang!
"Golok Maut, kau tak dapat bersembunyi!"
Golok Maut mengeluh. Sebenarnya dia ingin lari jauh-
jauh, tapi ketika sudah jauh dan dapat bersembunyi
mendadak saja dia ingin menampakkan diri dan melihat
wanita cantik itu, entah kenapa hatinya berdebar kencang melihat wajah yang
mempesona ini, ingin rasanya
berdekatan dan tidak bermusuhan. Tapi ketika teringat betapa gara-gara wajah
cantik dia pernah tertipu maka Golok Maut mengeraskan hati dan bersikap dingin,
anehnya memanas lagi dan ingin melihat si juwita.
Akibatnya muncul dan menghilang lagi, begitu berkali-kali hingga ketua Hek-yan-
pang itu juga marah, gemas. Dan
ketika seminggu terjadi kejar-kejaran ini dan Golok Maut tampaknya juga ragu
untuk benar-benar meninggalkan
lawannya, hal yang sebenarnya dapat dilakukan, mendadak menghadang seorang laki-
laki gundul berkulit dua warna, kepala hitam sedang leher ke bawah kuning
bersih. "Hei, berhenti. Aku mencari Golok Maut dan kau
agaknya orangnya!" Golok Maut terkejut. Di belakang ketua Hek-yan-pang
itu melengking-lengking, menyebut namanya. Dan ketika dia tertegun dan dihadang
si gundul ini, yang tidak dikenal
tiba-tiba berkelebatan beberapa bayangan dan muncullah di situ dua kakek India
itu, Mindra dan Sudra! "Ha-ha, benar, sobat. Dia Si Golok Maut!"
"Dan kita tangkap dia, cincang beramai-ramai!"
Golok Maut tersentak. Di belakang dan kiri kanan dua
kakek lihai ini muncul Bhok-kongcu dan si Kucing Liar, Mao-siao Mo-li. Dan
ketika dua orang itu juga tertawa dan terkekeh maka Bhok-kongcu kagum melihat
tubuh indah si ketua Hek-yan-pang, yang waktu itu cepat memakai sapu tangannya
lagi dan menyembunyikan diri.
"Heh-heh, siapa niocu ini" Dari mana?"
Ketua Hek-yan-pang itu mendengus. Dia tentu saja tak
menghiraukan pertanyaan Bhok-kongcu, yang ceriwis dan kurang ajar. Perhatiannya
tertuju pada Si Golok Maut
karena itulah lawannya. Maka begitu dia juga terkejut dan tertegun melihat
orang-orang ini, musuh-musuh lama
Golok Maut maka Golok Maut berhenti dan yang pertama
mencegatnya adalah si gundul itu, yang bukan lain adalah Tiat-kak, si Kaki Besi,
pembantu Coa-ongya! "Heh-heh, kau kiranya Si Golok Maut" Bagus, aku lama mencari-carimu, Golok Maut.
Kalau begitu tak usah kita banyak cakap dan terimalah ini... wut-wirr!" si Kaki
Besi tiba-tiba berpuntir, kakinya bergerak dan tahu-tahu sebuah tendangan
melingkar menghantam Golok Maut. Laki-laki
gundul itu tak banyak cakap lagi dan benar-benar
menyerang Golok Maut. Tapi ketika Golok Maut mengelak dan tertegun melihat si
gundul ini, yang belum dikenal, maka dia menangkis dan menggerakkan tangannya.
"Duk-plak!" Si gundul terpekik. Tiba-tiba dia tergetar dan terdorong, tendangannya tadi
bertemu tangkisan yang kuat dan hampir
dia terpelanting, padahal gajah pun tak akan sanggup
mendorongnya! Maka begitu dia terpekik namun sudah
kembali menyerang tiba-tiba orang kepercayaan Coa-ongya ini bergerak dan kedua
kakinya naik turun menyambar
Golok Maut, cepat dan luar biasa dan Golok Maut terkejut.
Si gundul yang baru pertama kali ini bertemu dengannya ternyata memiliki kaki
yang istimewa dan tendangan
bertubi-tubi, cepat dan kuat dan tiba-tiba kaki yng naik turun itu mengenai
pinggangnya, Golok Maut terhuyung
dan hampir terjungkal. Dan ketika dia membentak dan
tentu saja marah maka dia membalas dan pukulan Kim-
kong-ciang menyambut serta menerima tendangan bertubi-tubi itu, lawan terpekik
dan kali ini si Kaki Besi
terpelanting. Kakinya tadi disambar dan didorong jatuh, dia terguiing-guling.
Namun ketika si gundul ini meloncat bangun dan membentak lawan ternyata dua
kakek India itu, Mindra dan Sudra sudah menyerang Golok Maut,
mencabut senjata masing-masing dan meledaklah cambuk
baja di tangan Sudra. Dan ketika Mindra juga mengeluarkan nenggalanya dan maju menyerang maka
Golok Maut sudah dikeroyok pula oleh Siluman Kucing,
yang menggerakkan payungnya.
"Hi-hik, bagus, Mindra. Bunuh dan robohkan Si Golok Maut ini!"
Golok Maut terbelalak. Kelicikan ini sudah diduganya, terutama Siluman Kucing
dan Bhok-kongcu, yang masih
bersinar-sinar dan kagum memandang ketua Hek-yan-pang, yang belum bergerak dan
diamati dari samping. Mata
kurang ajar dari si Hidung Belang Bhok-kongcu ini melahap bebas, nikmat dan
tampaknya laki-laki muda itu kagum
benar, tertarik. Maklumlah, tubuh aduhai dari wanita baju merah ini tampaknya
sudah menjanjikan segalanya bagi
Bhok-kongcu itu. Tapi ketika dia cengar-cengir dan
temannya di sana sudah menyerang Golok Maut
sekonyong-konyong Siluman Kucing itu membentaknya
dan menyodokkan ujung payung ke pinggangnya.
"Orang she Bhok, ayo bantu kami. Jangan mendelong memandang si cantik. Kubunuh
kau nanti!" "Ha-ha!" Bhok-kongcu terbahak. "Jangan cemburu, Eng Hwa. Laki-laki bebas
menikmati wajah cantik di manapun!"
"Tapi dia mengenakan sapu tangan, bagaimana kau tahu cantik atau tidak?"
"Ha-ha, mataku cukup terlatih, Mo-li, sekali lihat luarnya aku sudah tahu bagian
dalamnya, ha-ha!" Mata berkilat dari ketua Hek-yan-pang itu tiba-tiba
berapi. Orang she Bhok ini sudah mencabut ikat-
pinggangnya menyerang Si Golok Maut ketika tiba-tiba dia membentak, mencabut
pedangnya dan menyerang si
Hidung Belang ini, yang tentu saja kaget dan berseru keras.
Dan ketika dia menangkis namun ikat-pinggang putus
dibabat tiba-tiba Bhok-kongcu ini melempar tubuh
berjungkir melihat keganasan pedang.
"Tutup mulutmu... sing-bret-dess!" dan Bhok-kongcu yang kaget serta memekik
tinggi tiba-tiba menyadari bahwa wanita yang dihinanya itu bukan sembarang
wanita, segera mendapat serangan bertubi-tubi dan Siluman Kucing
Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terkejut. Bhok-kongcu memang pemuda pemogoran,
ceriwis dan kurang ajar. Tapi melihat temannya diserang cepat dan pedang itu
menusuk atau membacok maka
wanita berpayung ini tiba-tiba marah dan meloncat
meninggalkan Golok Maut. "Hei, berhenti... cring-trang!" pedang bertemu payung, terpental dan Siluman
Kucing terpekik. Payungnya mental sementara
pedang lawan berdesing menyambar tenggorokannya, cepat dan ganas dan hampir saja
mencoblos, kalau dia tidak bergulingan melempar tubuh.
Dan ketika Siluman Kucing meloncat bangun dan marah
serta melengking tinggi tiba-tiba dia menyerang lawannya ini dan ketua Hek-yan-
pang dikeroyok dua, karena Bhok-kongcu juga marah!
"Hei-hei...! Apa-apaan kalian itu. Jangan berkelahi, kita semua adalah orang-
orang yang memusuhi Golok Maut.
Kembali, bantu kami!" Sudra, yang meledak-ledakkan cambuknya
berteriak-teriak, Golok Maut mencabut goloknya dan sinar putih yang berkeredepan panjang itu menyambut, tentu saja dia
menarik serangannya dan saudaranyapun memaki-maki. Mereka sudah mengenai
betul keampuhan golok itu, golok yang akan memapas
buntung setiap senjata yang betapapun tajamnya, tak
mungkin menang dan mereka harus melempar tubuh
menyelamatkan diri kalau sinar golok itu terus menyambar, tak mau celaka dan dua
kakek India ini jungkir balik.
Namun ketika dua orang itu tak menggubris seruannya dan masih terus menyerang
Hek-yan-pangcu maka Sudra
meledakkan cambuknya ke bahu Siluman Kucing.
"Tar-aduh!" Mao-siao Mo-li terpekik. Kakek India itu membuatnya
kesakitan dan dia memaki-maki, meloncat bangun namun
cambuk si kakek juga menjeletar di bahu Bhok-kongcu,
menyambar pula ke ketua Walet Hitam itu namun wanita
baju merah ini menangkis, cambuk terpental dan kakek itu kaget, pedang di tangan
wanita baju merah itu ternyata hebat sekali, sanggup menahan cambuknya. Dan
ketika Mao-siao Mo-li meloncat bangun sementara Bhok-kongcu
terguling-guling memaki marah maka di sana Tiat-kak si Kaki Besi mengeluh ketika
Golok Maut menabas kakinya.
"Cret!" Jari si gundul itu nyaris putus. Kuku jarinya yang terkena dan berteriaklah si
gundul itu melempar tubuh, tiba-tiba menggereng dan mencabut senjatanya, gading
gajah berwarna hitam, aneh. Dan ketika dia menubruk dan
menyerang lagi maka nenggala di tangan Mindra
membantu dirinya dan menyambar-nyambar Golok Maut,
sayang sekali harus ditarik cepat kalau Golok Maut
menangkis, tak mau kutung dan mengumpatlah semuanya.
Golok Maut memang berbahaya sekali. Dan ketika
pertandingan berjalan lagi sementara Sudra mengancam
Bhok-kongcu dan Siluman Kucing untuk tidak menyerang
ketua Hek-yan-pang maka dua orang itu melompat dan
menyerang Golok Maut, tak tahunya wanita baju merah ini mengejar Bhok-kongcu,
membentak dan menyerang si
Hidung Belang ini, Hi-ngok. Dan ketika Bhok-kongcu
terpaksa menangkis namun selalu terpental maka Siluman Kucing menjadi marah dan
menyerang ketua Hek-yan-pang itu.
"Hei, lihat, tua bangka. Wanita ini menyerang temanku!"
Sudra melotot. Dia marah melihat itu, mau membentak
tapi Golok Maut menyerang dirinya, tertawa mengejek.
Dan ketika apa boleh buat dia terpaksa mengelak dan
memaki-maki maka Golok Maut seolah dibantu ketua
Walet Hitam itu. "Hek-yan-pangcu, terima
kasih. Mereka memang sepantasnya kau hajar!"
"Ah, kau ketua Hek-yan-pang?" Bhok kongcu terkejut, baru mengerti ini. "Kau
membantu Golok Maut" Keparat, Hek-yan-pang biasanya tak berdekatan dengan laki-
laki, siluman betina. Tak nyana kalau kau jatuh hati dan
agaknya tergila gila pada Golok Maut..."
"Sing-dess!" Bhok-kongcu menghentikan kata-katanya, bermaksud mengejek tapi tak
tahunya gerakan pedang yang marah hampir saja membabat lehernya. Dia harus
bergulingan melempar tubuh ketika wanita baju merah itu melengking tinggi,
menggerakkan pedangnya dua kali dan hampir saja si Hidung Belang celaka, pucat
dan ngeri dan segera mendengar jawaban bahwa lawan tidak membantu
Golok Maut, melainkan semata ingin menghajarnya karena omongannya yang kotor dan
tidak tahu malu. Dan ketika ketua Hek-yan-pang ini juga memaki Golok Maut karena
orang bisa salah duga maka Siluman Kucing memekik dan marah menyerang wanita
baju merah ini. "Keparat, membantu ataukah tidak kami tak tahu betul, Hek-yan-pangcu. Kalau kau
memusuhi temanku maka kau
adalah juga musuhku... siut-trak!" payung menyambar, menusuk dari samping namun
pedang menangkis. Siluman
Kucing tergetar dan terdorong mundur. Dan ketika Bhok-kongcu marah-marah dan
menggeram maju maka laki-laki
ini berkata bahwa dia ingin menelanjangi lawannya itu, merobek sapu tangannya
dan melihat wajah di balik kedok, menyerang dan justeru membuat kemarahan wanita
baju merah ini tak terkendalikan lagi. Dan ketika di sana Golok Maut bertanding
menghadapi tiga orang lawannya maka di sini ketua Hek-yan-pang itu juga mendesak
dan menyerang dua orang lawannya, yang cepat keteter.
"Cring-bret!" Golok Maut tersenyum. Dia melihat ketua Hek-yan-pang
itu membabat ikat-pinggang Bhok-kongcu, meneruskan
gerakannya dan pemuda hidung belang itu terpekik. Bhok-kongcu melempar tubuh
bergulingan ketika pedang
mengejar, untung ditangkis Mao-siao Mo-li dan Bhok-
kongcu selamat, dapat melompat bangun. Dan ketika dua orang itu mengeroyok lagi
namun agaknya jalannya pertandingan dikuasai ketua Hek-yan-pang ini maka di sana Golok Maut juga
mengendalikan keadaan dan jalannya
pertandingan di bawah kekuasaan tokoh bercaping ini.
"Cring-crat!" Golok Maut beraksi. Nenggala di tangan Mindra terluka, ujungnya buntung dan
kakek India ini memaki-maki. Dan ketika dia menggerakkan tangan kirinya
melakukan pukulan Hwi-seng-ciang (pukulan Bintang Api) maka
meledaklah sinar merah menyambar Golok Maut.
"Dess!" Kakek itu terguncang. Golok Maut menolak dengan
tangan kirinya dan kakek itu mengeluh, terdorong dan
terhuyung mundur. Dan ketika Sudra juga menggerakkan
cambuknya namun meledak ditampar Golok Maut maka
dua orang itu mendelik dan mengumpat-umpat.
"Keparat, bedebah jahanam! Kita menyerang di kiri kanan, Sudra. Biar si gundul
ini di depan!" "Hei..!" si gundul, Tiat-kak adanya, terkejut. "Kalian di depan, kakek-kakek
busuk. Aku di belakang atau di
samping!" "Hm, kakimu lihai mendupak. Kau di depan saja,
gundul. Dan agaknya kalau aku tidak salah duga kau
adalah si Kaki Besi Tiat-kak, pembantu Coa-ongya.
Benarkah?" "Ha-ha, benar!" Tiat-kak merasa terkenal. "Aku memang pembantu Coa-ongya, kakek
busuk. Kalian berdua siapakah kenapa memusuhi Golok Maut ini?"
"Kami Sudra dan Mindra, dari Thian-tok."
"Ah, si Tak Tahu Aturan dari India" Ha-ha, aku sudah mendengar nama kalian,
Mindra, dan juga kenapa kalian
diusir dari negerimu, karena tak suka kepada kalian, ha-ha!"
dan si Kaki Besi yang tertawa dan mengejek dua kakek itu tiba-tiba berteriak
keras ketika Golok Maut menyambar, berkilat matanya dan tiba-tiba nafsu membunuh
memancar ganas. Golok Maut baru tahu bahwa si gundul ini kiranya antek Coa-ongya, kaki
tangannya. Maka begitu dia membentak
dan golok berkeredep menyilaukan mata tiba-tiba tokoh bercaping ini sudah
mengejar si Kaki Besi. "Crat-dess!" Tiat-kak terguiing-guling. Dia terkejut melihat kemarahan Golok Maut, yang tiba-tiba begitu beringas dan benci memandangnya.
Golok Maut yang tadi masih agak
lunak sekonyong-konyong berobah bengis, dagu itu
mengeras dan wajahnya membesi! Dan ketika si gundul
berteriak bergulingan sementara lawan mengejar tiba-tiba golok kembali menyambar
dan apa boleh buat gading di
tangannya menangkis. "Crat!" gading itu tinggal separoh! Si Kaki Besi berteriak dan menjerit
bergulingan menjauh, Golok Maut berkelebat dan mengeluarkan geraman benci, sinar
matanya berbahaya sekali dan tentu saja si gundul ini ngeri. Dan ketika dia
bergulingan menjauh namun Golok Maut mengejar maka
laki-laki ini berteriak pada Mindra dan Sudra agar
menolongnya, atau mereka bakal kehilangan kawan kalau dia terbunuh.
"Hei, bantu aku. Tolong!"
Mindra dan Sudra bergerak. Memang mereka tak akan
membiarkan Golok Maut membunuh si gundul itu, yang
betapapun merupakan teman seperjuangan, sama-sama
menghadapi Si Golok Maut yang lihai. Maka begitu mereka membentak dan keduanya
sudah menggerakkan cambuk
dan nenggala maka dari belakang Si Golok Maut ini
mendapat serangan berbahaya.
-ooo0dw0ooo- Jilid : XIII "MINGGIR, atau kau mampus... sing-plak!" Golok Maut membalik, terpaksa menangkis
serangan dua orang itu dan cambuk maupun nenggala putus terbabat, semakin pendek saja namun si Kaki
Besi dapat meloncat bangun di sana. Laki-laki gundul ini mengeluarkan keringat
dingin dan memaki-maki Golok Maut, gading di tangannya
gemetar menggigil namun pembantu Coa-ongya ini tak
berani cuap-cuap lagi. Dia sudah ditolong dan diselamatkan dua kakek India itu,
melihat mereka berjungkir balik dan berteriak panjang
ketika senjata di tangan bertemu Golok Maut, tentu saja terpapas namun mereka sudah
melayang turun mengumpat caci, Mindra bahkan menggeram-geram. Dan ketika mereka menyerang lagi dan si Kaki Besi diminta maju
membantu maka dengan agak
gentar si gundul ini maju mendampingi dua kakek India itu.
"Awas, jangan dekat-dekat. Serang saja dari belakang biar kami berdua di depan!"
Si Kaki Besi girang. Mindra berseru padanya agar
menyerang di belakang, jadi enak dan lebih selamat. Si gundul ini mengangguk dan
sudah melakukan perintah itu, Mindra dan saudaranya di depan. Tapi ketika Golok
Maut menggeram dan menyatakan ingin membunuh si gundul itu maka Tiat-kak
meremang. "Boleh, di belakangpun aku tak takut, Kaki Besi. Coa-ongya dan para pembantunya
memang sudah biasa berbuat
curang. Hati-hati, betapapun kau adalah orang pertama yang pasti kubunuh!"
"Hargh, jangan dengarkan itu! Kami berdua di sini, Kaki Besi. Asal kau baik-baik
bekerja sama tentu tak mungkin ancaman itu terlaksana. Serang saja, jangan
takut!" Sudra kali ini menggereng, mem-bentak Golok Maut namun kini Golok Maut
mulai membiarkan serangan-serangan dua
kakek itu mengenai tubuhnya. Mindra maupun Sudra
terkejut ketika nenggala atau cambuk mereka terpental mengenai tubuh lawannya
itu, tertolak oleh sin-kang yang dahsyat dan mereka tertegun. Dan
sementara mereka terbelalak dan menjublak oleh kekebalan Golok Maut
yang ditunjukkan maka laki-laki bercaping itu sering
membalik dan menyambar si Kaki Besi, senjata di
tangannya berkeredep berkali-kali dan tak terhitung
banyaknya seruan kaget si gundul itu karena golok yang menyilaukan itu tahu-tahu
hampir saja mengenai tubuhnya.
Kalau tidak membabat leher ya menusuk dada, semuanya serba cepat dan serba kilat. Dan ketika si
gundul itu mengeluarkan keringat
dingin dan pucat serta gentar maka satu kilatan panjang membuat laki-laki ini berteriak ketika
Golok Maut membiarkan cambuk
dan nenggala menyambar tubuhnya.
"Cret-des-plakk!"
Golok Maut terhuyung dua langkah. Sinar golok di
tangannya membeset pundak si Kaki Besi dan laki-laki
gundul itu berteriak ngeri. Dia melempar tubuh bergulingan namun sinar golok
masih menyerempetnya juga, hanya
beberapa senti dari leher! Dan ketika Golok Maut terkena ledakan cambuk maupun
tusukan nenggala di mana dua
serangan itu membuat serangannya terhadap si gundul jadi kurang tepat maka si
gundul itu memaki-maki dua
kawannya yang dianggap tak becus melindungi dirinya.
"Keparat, kalian bodoh, Mindra. Tolol. Aih, kalau tak bisa melindungi kawan
bilang saja!" Dua kakek itu merah mukanya. Sebenarnya kalau Golok
Maut tidak mengerahkan sinkangnya dan kebal menerima
serangan-serangan senjata mereka tentu Golok Maut itu sudah roboh. Mereka
penasaran dan marah oleh makian
ini. Maka ketika kembali mereka menyerang dan si Kaki Besi mundur-mundur menjauh
maka Golok Maut tertawa mengejek si gundul itu. "Hm, kau antek Coa-ongya. Kau pasti kubunuh dulu, Kaki Besi. Lihat saja!"
Si Kaki Besi semakin pucat. Di sana Mao-siao Mo-li dan Bhok-kongcu masih serang-
Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyerang dengan ketua Hek-yan-pang itu. Mereka memaki-maki sementara ketua Hek-
yan-pang membentak atau melengking. Dan ketika di sini Golok Maut mengeluarkan
ancamannya hingga si Kaki
Besi pucat maka permainan laki-laki ini menjadi kacau dan Tiat-kaknya atau Kaki
Besi tak dapat digunakan, mati kutu menghadapi ketajaman golok di tangan laki-
laki bercaping itu dan sesumbar si gundul ini menjadi tong kosong yang nyaring
bunyinya, ketika dengan sombong dan pongah dia dulu berkata pada Coa-ongya untuk
menangkap dan membunuh Si Golok Maut, yang ternyata demikian lihai
dan luar biasa. Dan ketika si gundul ini mulai mundur-mundur dan setiap
kelebatan golok selalu dijauhi dengan amat takutnya maka Mindra dan Sudra
membentak-bentak dan marah kepada temannya ini.
"Heh, kalau niat bertempur jangan mundur-mundur
seperti itu, gundul. Kalau kau tak tahan lebih baik lari saja. pergi!"
"Ya, berlindung di balik pakaian ibumu, gundul. Jangan perlihatkan
kepengecutanmu itu di sini!" Sudra juga geram,
memaki si gundul ini dan Tiat-kak marah. Kalau saja Golok Maut tidak demikian
lihai mungkin dia akan meninggalkan lawannya sejenak untuk menyerang dua kakek
India itu, akhirnya membalas dan memaki-maki pula dua orang
temannya itu, yang juga tak dapat merobohkan Golok Maut dan senjata mereka
dikatakan tumpul, selalu terpental dan membuat dua kakek itu melotot. Dan ketika
percekcokan mulai terjadi di antara tiga orang ini sementara di sana ketua
Walet Hitam masih menyambar-nyambar menghadapi Bhok-kongcu dan Mao-siao Mo-li tiba-tiba
terdengar jerit kesakitan ketika tubuh Bhok-kongcu
terlempar, terkena tusukan pedang.
"Aduh..!" Si Hidung Belang itu bergulingan. Ketua Hek-yan-pang
kiranya telah melakukan gerak tipu istimewa, menusuk
namun tiba-tiba ujung pedang mencuat ke atas, menuju
tenggorokan Si Hidung Belang itu. Dan karena gerak tipu ini di luar dugaan dan
Hi-ngok Bhok-kongcu tak mampu
mengelak maka pedang wanita cantik itu mengenai
tenggorokannya dan Bhok-kongcu menggelepar, mengejutkan temannya dan Mao-siao Mo-li pucat. Siluman Kucing ini membentak dan
payung di tangannya bergerak tiga kali. Namun sebelum dia melakukan gerak tipu
berbahaya sekonyong-konyong
lawan mendahului dan pukulan Ang-in-kang atau Awan Merah menyambar dari
tangan kiri ketua Hek-yan-pang itu.
"Dess'" Mao-siao Mo-li menjerit. Wanita ini terlempar dan si
cantik itu mengejar, pedang di tangannya berkelebat dan memekiklah Siluman
Kucing itu ketika lehernya disambar, mengelak namun pangkal lengannya kena,
sobek dan muncratlah darah dari luka di tubuh wanita cabul ini. Dan
ketika Mao-siao Mo-li bergulingan namun lawan mengejar tiba-tiba dengan marah
dia menggerakkan payungnya.
"Cring-brett!" Payung itu patah. Kainnya sobek dan Mao-siao Mo-li
pucat melihat pedang bergerak terus melalui celah-celah ruji payungnya,
menyambar dan terlukalah tenggorokan wanita itu. Jadi dua luka menghiasi tubuh
wanita ini. Dan ketika sebuah tendangan membuat Siluman Kucing itu mencelat
dan wanita ini mengeluh maka Bhok-kongcu di sana sudah bangun terhuyung dan
melarikan diri. "Lari..! Lain kali kita bertemu lagi, Siluman Kucing. Biar kita tebus kekalahan
ini di lain kesempatan!"
Mao-siao Mo-li menangis. Dia kesakitan oleh dua luka di tubuhnya, payungnya
sudah dibuang dan wanita itupun
buru-buru mengikuti temannya, bergulingan melompat
bangun dan terhuyung mengejar Bhok-kongcu. Temannya
terseok dan cepat dia menyusul, memaki si Hidung Belang dan juga ketua Hek-yan-
pang itu, yang mau mengejar tapi tiba-tiba diteriaki Golok Maut agar membiarkan
dua orang itu pergi, tak usah dibunuh. Dan ketika ketua Hek-yan-pang ini
tertegun dan tidak mengejar maka di sana Golok Maut juga hampir menyelesaikan
pertandingan. Sudra dan Mindra akhirnya penggeram berkali-kali
setelah senjata mereka tak mampu lagi melukai Golok
Maut, yang melindungi dirinya dengan sinkang yang amat luar biasa, kebal dan tak
satu kali pun cambuk atau
nenggala di tangan mereka berhasil merobohkan lawan
yang amat hebat ini. Dan ketika berkali-kali cambuk
ataupun nenggala mental bertemu Golok Maut maka Golok Maut sendiri sudah
mendesak si Kaki Besi dan laki-laki gundul ini pucat, mau melarikan diri namun
golok di tangan Golok Maut mengelilingi dirinya. Golok itu sudah
menyambar-nyambar dan mengurung laki-laki ini hingga si Kaki Besi ngeri, tak
dapat keluar lagi dan nekatlah si gundul itu ketika Golok Maut tak memberinya
jalan keluar. Dan ketika cambuk maupun nenggala kembali mental menghantam tubuh tokoh bercaping ini maka satu bentakan tinggi mengiringi sebuah
gerakan kilat dari sinar golok yang menuju dada si gundul.
"Tiat-kak, kau mampus!"
Si gundul berteriak. Dia menggerakkan sisa gadingnya
namun senjata itu putus, begitu cepat dan sinar putih yang menyilaukan mata itu
terus menyambar. Dan ketika si
gundul menjerit dan dadanya berlubang tahu-tahu sinar menyilaukan itu menyontek
ke atas dan... putuslah kepala si gundul.
"Crat!" Kejadian ini mengerikan sekali. Tiat-kak roboh terbanting tanpa kepala lagi, kepalanya menggelinding dan berlumuran darah,
tubuhnya ambruk dan tertawalah Golok Maut dengan suaranya yang aneh. Golok yang
berlumuran darah mengering dengan cepat, dihisap oleh senjata yang mengerikan
ini. Dan ketika Sudra dan Mindra terkejut di sana tiba-tiba dua orang itu
mengeluh dan... memutar tubuh melarikan diri, gentar.
"Golok Maut, kau kejam. Biarlah lain kali kita bertemu lagi... wut-wut!"
keduanya berjungkir balik, melayang turun di atas keledainya yang ditambat di
sebuah pohon dan terbanglah mereka meninggalkan Golok Maut, lari setelah melihat terpenggalnya
kepala si gundul. Dan ketika dua orang itu sipat-kuping dan Golok Maut menyimpan
goloknya, yang lenyap di belakang punggung maka Hek-
yan-pangcu yang terbelalak melihat kebencian yang kini menghilang lagi di balik
wajah di bawah caping itu.
"Golok Maut, kau benar-benar telengas. Kau keji!"
"Hm, aku memang akan bersikap seperti ini terhadap pembantu-pembantu Coa-ongya.
Maaf, kau sudah tidak akan memusuhi aku lagi bukan, nona" Kita dapat
bersahabat dan kau tidak mengejar-ngejarku seperti
seminggu ini?" "Srat!" mata yang berbinar itu tiba-tiba menyala lagi.
"Justeru ini yang kutunggu, Golok Maut. Aku tak ingin menyerangmu bersama orang-
orang busuk itu. Aku ingin
menghadapimu sendirian, kau atau aku yang mati!"
"Tapi aku tak ingin bermusuhan, aku lelah..."
"Sama saja. Kita juga baru menghadapi musuh-musuh kita, Golok Maut. Sekarang
jangan banyak cakap dan terimalah seranganku... singg!" dan pedang yang menyambar bergerak lagi tahu-tahu menusuk dan menikam tenggorokan Golok Maut,
tak mau sudah Golok Maut mengeluh. Menghadapi ketua Hek-yan-pang ini dia merasa lemah, entah kenapa
hatinya tak dapat mengeras dan ada kecenderungan untuk selalu bersikap lunak.
Maka begitu dia mengelak namun pedang mengejar lagi tiba-tiba tangan kiri si
cantik itu bergerak dari samplng melepas pukulan Awan Merah.
"Dess!" Golok Maut terbanting. Dia mengeluh menggigit bibir,
bergulingan menjauh namun lawan mengejar lagi,
melakukan tusukan dan tikaman bertubi-tubi. Dan ketika dia mengelak namun pedang
sudah mengurung di sekeliling dirinya maka Golok Maut terkena sebuah tusukan dan
pangkal lengannya luka. "Brett... ih!" Seruan lirih itu terdengar dari mulut ketua Hek-yan-pang ini. Pedangnya berhasil
menusuk dan melukai dan Golok Maut meringis, padahal dihajar cambuk maupun
nenggala jelas Golok Maut itu tak apa-apa, kebal dilindungi
sinkangnya. Maka begitu Golok Maut terluka dan ini
menunjukkan Golok Maut mengalah, hal yang membuat
ketua Hek-yan-pang itu merah mukanya, maka wanita baju merah ini melengking malu
menyuruh Golok Maut mencabut goloknya. "Golok Maut, cabut senjatamu. Jangan mengalah
kepadaku!" "Aku tak dapat..." Golok Maut bergulingan mengeluh.
"Aku tak dapat menghadapimu, pangcu. Lebih baik
kaubunuh aku atau biarkan aku pergi!"
"Tak mungkin!" dan sang ketua Hek-yan-pang yang marah tapi juga gemas akhirnya
melengking dan tak perduli lagi, menyerang bertubi-tubi dan Golok Maut dikejar.
Laki-laki ini bergulingan dan mengelak sana-sini, mendapat dua tiga tusukan lagi
dan terluka serta tergoreslah tubuhnya.
Dan ketika darah mulai mengucur sementara golok maut
tetap tak dicabutnya dari punggung akhirnya Golok Maut berseru agar si nona
mengalah dulu. "Aku rela menyerahkan nyawaku, tapi jangan sekarang.
Biarkan aku membunuh musuh-musuhku dulu!"
"Keparat, akupun adalah musuhmu, Golok Maut. Kalau kau ingin membunuh musuhmu
maka aku adalah musuhmu!" "Ah, tidak. Musuhku adalah orang-orang she Coa dan Ci, nona. Dan yang amat
kubenci adalah Coa-ongya dan
Ci-ongya. Beri kesempatan padaku untuk membunuh dua
musuh besarku itu dulu... sing-bret!" Golok Maut terkena lagi, berhasil meloncat
bangun namun pundak kirinya
tergores. Laki-laki itu terhuyung dan mengeluh. Dan ketika lawan tampak tak
perduli dan menyerangnya lagi tiba-tiba laki-laki ini membuka dadanya dan
berseru menggigil, "Baik, kalau begitu tusuklah dadaku, pangcu. Tapi dendamku terhadap orang-orang
she Coa dan Ci tolong kau balaskan.,!"
Wanita baju merah ini terkejut. Saat itu memang dia
sedang menusuk Golok Maut, pedang meluncur cepat
menuju dada. Tapi begitu Golok Maut tak mengelak dan
membiarkan dadanya terbuka tiba-tiba wanita ini menjerit keras dan pangcu dari
Hek-yan-pang itu sebisa-bisanya merobah tusukan pedang ke arah kiri.
"Cret!" Golok Maut roboh. Dadanya terluka, tergores, untung
tidak tertusuk namun dagu yang kena gerakan pedang
tergurat panjang, mengucurkan darah dan mengeluhlah
laki-laki bercaping ini. Dan ketika dia terjatuh sementara ketua Walet Hitam itu
tertegun dan menjublak di sana, menggigil, maka Golok Maut bertanya kenapa gadis
atau wanita itu tidak membunuhnya.
"Aku siap mati, dan kaupun menghendaki nyawaku.
Kenapa arah pedangmu kaurobah, nona" Bukankah kau tak sabar dan ingin segera
membunuhku" Nah, angkat
pedangmu itu kembali, tusuk dan tikam sekali lagi!"
Ketua Hek-yan-pang itu tiba-tiba menangis. "Kau... kau laki-laki jahanam, Golok
Maut. Aku tak mau membunuh
orang yang tidak melawan!"
"Hm, aku memang tak dapat melawanmu..." Golok Maut tertawa getir. "Aku tak dapat
mengangkat senjata terhadapmu, nona. Kau bunuhlah aku dan tusukkan
pedangmu itu!" "Tidak, kau... kau harus melawan. Atau... atau..."
"Atau apalagi" Hatiku lemah menghadapimu, nona.
Percuma kau memaksa dan cepat bunuh saja aku!"
"Tidak... kau, ah!" dan sang ketua Hek-yan-pang yang tiba-tiba mengangkat
pedangnya tapi dimasukkan lagi ke dalam sarung mendadak menangis pergi dan
memaki-maki Golok Maut, aneh bahwa tidak menyerang lagi padahal
selama tujuh hari ini dia selalu mengejar-ngejar laki-laki itu.
Golok Maut mau dibunuh tapi begitu menyerah tiba-tiba tak dapat dilakukannya,
menangis dan sudah lenyap di
sana. Dan ketika Golok Maut tertegun dan bengong
sendirian maka diapun berseru memanggil dan terhuyung meloncat bangun, mengejar
tapi tiba-tiba roboh. Entah kenapa Golok Maut sendiri merasa kehabisan tenaga,
memanggil lagi namun bayangan sang bidadari
dari Hek-yan-pang itu lenyap. Dan ketika Golok Maut termangu dan bengong di tempat
maka laki-laki inipun mengeluh dan menggigit bibirnya, membiarkan dagunya
berdarah tapi tiba-tiba dia menyambar kepala si Kaki Besi, memasukkannya dalam buntalan dan sinar yang anehpun
tampak di matanya. Dan ketika dia menggerakkan kakinya dan gontai menyebut-
nyebut nama ketua Walet Hitam itu maka Golok Maut menuju ke kota raja.
ooooo0de0wi0oooooo "Nah, kita terpaksa berhenti di sini, Keng Han. Kita kehilangan jejak mereka!"
Su Tong, murid Pek-lui-kong yang membuntuti dua enci adik Bhi Li dan Bhi Pui
kehilangan jejak, memasuki hutan namun mereka hanya
berputaran saja. Hutan itu tidak sebegitu besar namun banyak pohon-pohon gelap
menaunginya, rimbun dan di
beberapa tempat berkesan menyeramkan, dingin. Dan
ketika Keng Han, temannya, juga putus asa dan terpaksa berhenti maka dua pemuda
yang pernah ditolong Golok
Maut ini mendesah, khawatir.
"Ke mana mereka" Ada di mana?"
"Ah, siapa tahu" Akupun sama seperti dirimu, Su Tong.
Kita sama-sama kehilangan jejak setelah memasuki hutan ini, padahal mereka baru
saja kita kuntit dari kedai arak itu!"
"Benar, dan aku cemas. Hmm... aku gelisah memikirkan Bhi Li, Keng Han. Dan kau
tentu cemas memikirkan kakaknya. Setan, ke mana mereka itu" Apakah terbang dan mampu menghilang seperti
Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
siluman?" "Ah, tak mungkin. Kepandaian mereka dan kita
setingkat, tak berselisih jauh. Kalau mereka menghilang tentu ada apa-apa yang
tidak kita ketahui."
"Dan itu dimulai dari mulut hutan ini. Eh, tidakkah sesuatu kau rasakan, Keng
Han" Aku merasa tengkukku
dingin, seperti ditiup seseorang!"
"Ah!" Keng Han merindjng. "Kau membuat bulu tengkukku meremang, Su Tong. Aku
juga merasa seperti yang kau rasakan!" "Kau juga merasa ditiup seseorang?"
"Ya, dan... heii, ikat kepalaku terbang!" Su Tong tiba-tiba berteriak, menjerit
dan melonjak dan ikat kepala atau ikat rambutnya terbang, lepas dari kepalanya
dan Keng Han terkejut melihat itu. Cepat dan seperti diambil setan saja tahu-tahu ikat rambut
temannya itu menghilang, masuk ke dalam hutan, lenyap di balik sebatang pohon di
depan mereka. Dan, ketika Su Tong berkelebat dan mengejar ikat rambutnya ini mendadak
Keng Han ganti berseru kaget
karena ikat-pinggangnya lepas dan celananya melorot ke bawah!
"Heii..! Ikat-pinggangku, Su Tong. Celanaku terbuka!"
Su Tong menoleh. Kaget dan terkejut tiba-tiba Su Tong tertawa bergelak, geli
karena temannya tiba-tiba hampir telanjang, celananya melorot dan tinggal celana
dalamnya saja. Namun ketika Keng Han membentak dan marah
kepada temannya maka pemuda itu menghentikan
tawanya. "Maaf, aku merasa geli, Keng Han. Kau tampak lucu."
"Lucu hidungmu!" Keng Han marah. "Tempat ini tak wajar, Su Tong. Aku merasa ada
seseorang yang mempermainkan kita!"
"Hm, benar. Atau siluman barangkali!" Su Tong mulai sadar, celingukan ke sana ke
mari dan Keng Han mengajaknya keluar hutan. Pemuda itu mulai merasa
bahwa ada sesuatu yang menyeramkan di hutan ini. Tapi ketika Su Tong menolak dan
justeru ingin menyelidiki
semuanya itu tiba-tiba terdengar tawa aneh bergema di seputar mereka, tak tahu
dari mana asalnya. "Ha-ha, kalian anak-anak pemberani, bocah. Mengagumkan. Hei, mendekatlah ke mari, aku berada di
pohon besar ini!" Keng Han dan temannya terkejut. Mereka mendengar
ledakan dan dari balik pohon besar itu muncul semacam asap berwarna-warni, biru
hijau dan ungu serta kuning jingga. Dua pemuda itu membentak dan meloncat ke
pohon ini, Keng Han di kiri sedang Su Tong di kanan. Tapi ketika tak ada siapa-
siapa di situ dan tentu saja dua pemuda ini meremang maka suara itu terdengar
kembali, dekat di atas kepala mereka.
"Heh, aku di sini!" lalu, ketika dua pemuda itu terlonjak dan kaget bukan main
tahu-tahu berkesiur angin dingin dan... Keng Han serta temannya sudah terangkat
naik ke atas pohon, tanpa dapat dicegah lagi.
"Bluk-bluk!" Dua anak muda itu sudah terjatuh ke sebuah tempat
semacam guha di atas pohon. Keng Han dan temannya
berteriak, merasa ditarik hantu atau apa. Maklumlah,
mereka tak tahu bagaimana semuanya itu terjadi dan tahu-tahu tubuh mereka sudah
berada di atas pohon, yang amat besar dan tinggi dan mereka sudah berada di
semacam terowongan lebar, dingin menyeramkan dan gelap.
Layaknya seperti terowongan yang dipakai seekor naga
bertapa! Dan ketika dua anak muda itu berseru kaget dan tentu saja berdiri bulu
romanya maka di dalam terowongan atau guha di atas pohon besar itu muncul
sepercik sinar api. "Byar!" Semuanya dapat terlihat. Tiba-tiba Su Tong dan Keng
Han melihat dua tubuh meringkuk tak berdaya, ah-uh-ah-uh dan Keng Han serta
temannya tersentak, mengenai
itulah Bhi Li dan kakaknya, Bhi Pui! Dan ketika mereka terbelalak dan berseru
keras tahu-tahu berkelebat sesosok bayangan dan.., duduklah di situ seorang
kakek gimbal-gimbal yang rambutnya riap-riapan, tertawa seperti ringkik kuda.
"Heh, ini kekasih kalian, anak-anak" Mereka yang kalian cari?"
Su Tong dan Keng Han tiba-tiba melotot marah. Mereka
melihat Bhi Li dan kakaknya terikat, mulut ditutup saputangan hitam dan mereka
itu ah-uh-ah-uh. Bukan main
marahnya dua pemuda ini. Maka begitu Keng Han
membentak keras dan Su Tong juga berseru marah tiba-tiba
dua pemuda itu sudah melakukan lompatan panjang dan
menyerang kakek ini. "Plak-dess!" Keng Han dan Su Tong terlempar. Mereka bagai
menghantam segumpal kapas, amblas dan "kapas" itu tiba-tiba melembung, menolak
balik pukulan mereka dan terpentallah dua pemuda itu sambil berteriak keras. Dan ketika mereka terguling-
guling namun dapat meloncat
bangun lagi maka Keng Han mencabut senjatanya dan
menyerang kakek itu lagi.
"Su Tong, awas. Kakek ini lihai!"
"Ya, hati-hati, Keng Han. Rupanya ini kakek siluman!"
Su Tong juga bergulingan meloncat bangun, marah memaki kakek itu dan bersama
Keng Han dia menyerang lagi.
Namun ketika kakek itu mengebut dan mereka roboh
terpelanting maka kakek gimbal-gimbal itu terbahak dan membentak mereka,
"Heh, berhenti, anak-anak. Jangan menyerang atau kalian kuhajar!"
"Keparat!" Keng Han berteriak gusar. "Kau siap kauhajar, kakek siluman. Bebaskan
dua temanku itu atau kau terus kami serang!"
"Hm, anak-anak yang keras kepala!" dan si kakek yang tertawa menggerakkan dua
jarinya tiba-tiba menyambut
bacokan pedang Keng Han, dijepit dan ditangkap dan Keng Han kaget sekali karena
pedangnya tak dapat lepas.
Dibetot atau di-tarik sama saja, dua jari kakek itu menjepit bagaikan tanggem.
Dan ketika Keng Han pucat dan si
kakek tertawa maka saat itu Su Tong datang dengan
pukulan Lui-kong-ciang, pukulan Petir. "Des-dess!"
Keng Han berteriak pucat. Si kakek menerima pukulan
Su Tong tapi dengan amat luar biasa tiba-tiba memberikannya kepadanya, lewat badan pedang. Jadi
begitu diterima tiba-tiba kakek ini langsung mengoper lewat getaran sinkang, ke
badan pedang yang dijepit dua jarinya.
Dan karena saat itu Keng Han sedang berkutat dan operan pukulan ini tentu saja
tidak disangka maka sama saja dia yang menerima pukulan temannya dan Keng Han
terlempar. "Bress!" Keng Han mengeluh terguling-guling. Pedangnya sudah
dirampas si kakek dan Su Tong ternyata juga mengeluarkan seruan keras,
pukulannya tadi amblas di tubuh si kakek dan tiba-tiba si kakek mendorong. Dan
karena kakek ini ternyata luar biasa dan Su Tong mencelos kaget maka si kakek mendorong dan
terpentallah pemuda itu mengikuti temannya.
"Bress!" Su Tong dan Keng Han sama-sama mengeluh. Mereka
berdua merasa sesak napasnya namun sudah melompat
bangun lagi, nekat, berani dan melotot memandang kakek itu. Bhi Li dan kakaknya
di sana ah-uh-ah-uh, Keng Han teringat dan sadar. Maka ketika Su Tong menerjang
lagi sementara si kakek berkeredep matanya tiba-tiba Keng Han meloncat ke tempat
dua enci adik ini dan merenggut sapu tangan
hitam yang menyumbat mulut mereka, membebaskannya. "Nona, bangun dan bantu kami. Kakek ini amat lihai!"
"Benar, dan, ah... terima kasih saudara Keng Han.
Kakek ini memang keparat dan mau mengganggu kami!"
Bhi Pui membentak, langsung meloncat bangun dan
adiknya juga berteriak. Mereka sekarang sudah bebas dan
Bhi Li mencabut pedangnya, mengikuti sang enci. Dan
ketika di sana Su Tong menjerit dan terlempar lagi maka Keng Han menerjang maju
dan Bhi Li serta kakaknya
menubruk pula. "Sing-plak-dess!"
Si kakek terbahak menyeramkan. Dia menyambut semua
serangan itu, tidak mengelak atau menangkis, menerimanya dengan tubuhnya. Tapi
ketika pedang melengkung bengkok dan pukulan Keng Han lagi-lagi bertemu tenaga
lembut yang menghisap pukulannya maka tiga muda-mudi ini
terjengkang dan Keng Han roboh terjerembab. "Bres-bress!"
Semua kaget dan pucat. Bhi Li dan kakaknya berseru
tertahan melihat pedang yang bengkok, tidak perduli dan sudah menyerang lagi.
Dan ketika Keng Han juga meloncat bangun dan terhuyung memaki kakek itu maka Su
Tong juga bergerak dan sudah menyuruh teman-temannya
mengeroyok, ngeri namun tidak takut dan kakek itu tertawa bergelak. Kegagahan
dan keberanian muda-mudi ini
membuatnya kagum, mau tak mau memuji juga. Dan
ketika empat orang itu menerjang kembali dan Bhi Li
maupun Bhi Pui mempergunakan pedang bengkok mereka
maka kakek ini berseru dan tiba-tiba lenyap.
"Heh, kalian tak dapat mengalahkan aku!"
Keng Han dan tiga temannya terkejut. Seperti siluman
saja kakek itu tiba-tiba menghilang, semua serangan
otomatis gagal dan pedang di tangan Bhi Pui berdenting bertemu dengan pedang di
tangan adiknya, dua-dua sama berseru keras. Dan ketika Keng Han maupun Su Tong
juga terkejut berhantam sendiri tiba-tiba serangkum pukulan dingin menyambar
mereka. "Robohlah!" Keng Han dan Su Tong terpekik. Tiba-tiba mereka
terpelanting, kepala rasanya ditarik dan satu sama lain mendorong. Tapi ketika
sebuah tendangan mengenai kaki mereka dan, otomatis keduanya terpelanting maka
disana Bhi Li dan kakaknya juga menjerit dan pedang merekapun terlepas.
"Ting-tang!" Semuanya tiba-tiba roboh. Keng Han tahu-tahu sudah
tertotok, tengkuknya kaku dan tak dapat menoleh, lucu!
Dan ketika yang lain juga tertotok dan ada yang roboh dengan satu kaki terlipat
di belakang, yakni yang dialami Su Tong maka muncullah kakek itu lagi dan dia
terbahak-bahak memandang empat muda-mudi ini.
"Ha-ha, lucu, anak-anak. Hebat. Sekarang aku dapat memiliki dua pejantan dan dua
betina yang dapat menyempurnakan ilmuku!"
Kakek itu berkelebat, mengangkat Su Tong yang
menungging dan dengan mata bersinar-sinar kakek ini
meraba paha. Su Tong diurut dan pemuda itu berteriak, lututnya tiba-tiba
berbunyi dan yang lain meremang.
Mereka seakan merasakan patahnya sebuah tulang, pucat dan Su Tong memaki-maki.
Namun ketika kakek itu tersenyum dan menepuk pantat si pemuda tiba-tiba Su Tong berjengit dan tulang
kakinya yang terkilir sudah diperbaiki kembali, seakan berada di bengkel
reparasi. "Ha-ha, tulangmu kuat, anak muda. Mampu bertahan di wajan berminyak!"
"Keparat!" Su Tong memaki, tak mengerti. "Mau kau apakan kami ini, kakek
siluman" Siapa kau?"
"Hm, ha-ha... aku adalah Lam-ciat (Hantu Selatan).
Kalian akan menjadi penyempurna ilmuku dan kebetulan
datang dua pasang. Ha-ha, nanti malam bulan purnama,
anak-anak. Kalian harus melakukan tarian bersama untuk menghisap kekuatan Dewi
Bulan. Setelah itu, ha-ha...
kalian minum anggur pengantin dan menjadi murid-
muridku!" Su Tong dan Keng Han ngeri. Mereka terbelalak
mendengar nama ini, Lam-ciat, si Hantu Selatan. Tapi
mendengar bahwa mereka akan disuruh menari dan
menikmati anggur pengantin segala mereka menjadi tak
mengerti dan Su Tong memaki, bertanya,
"Heh, apa itu hubungannya tarian dengan bulan
purnama, kakek busuk" Dan apakah kau Lam-ciat yang
dulu menghilang sejak dikejar-kejar pasukan Li Ko Yung?"
"Eih, kau tahu" Ha-ha, benar, bocah. Pengetahuanmu rupanya luas. Ah, kau pintar,
cerdas. Waktu itu aku terpaksa melarikan diri karena diuber-uber seribu pasukan.
Tapi kini aku akan membalas mereka, lihat, aku
memiliki Hoan-eng-sut (Menukar Bayangan)..!" dan si kakek yang terbahak
mengebutkan lengan tiba-tiba lenyap dan tidak lagi berada di depan Su Tong,
beralih dan tahu-tahu sudah di dekat Keng Han. Lalu ketika kakek itu
berseru lagi dan lenyap berpindah ke Bhi Li maka berturut-turut kakek ini lenyap
dan muncul di lain tempat, begitu berkali-kali
tanpa menggerakkan kakinya. Keng Han dan lain-lain hanya melihat baju kakek itu berkibar, seolah meniup. Dan ketika
bayangan si kakek lenyap karena
berganti tempat maka Keng Han terkejut dan membelalakkan matanya. "Seperti sihir, berbau ilmu hitam..!"
"Ha-ha, benar. Cocok! Memang cocok, anak muda.
Ilmuku ini memang berbau sihir dan karena itu kusebut
Hoan-eng-sut, Sihir Penukar Bayangan. Orang melihat
tubuhku di sana tapi sebenarnya tetap di sini!"
"Apa?" "Benar, lihat!" dan si kakek yang mendemonstrasikan Hoan-eng-sutnya lalu tiba-
tiba kembali menghilang dan tampak di tempat Bhi Li, tertawa di sana dan siapa
pun melihat bahwa kakek itu memang di tempat Bhi Li. Tapi ketika Keng Han
berteriak karena rambut kepalanya dicabut maka tampaklah dua bayangan kakek ini
yang berada di
Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tempat Keng Han pula. "Ha-ha, lihat, anak-anak. Kalian tak tahu di mana sebenarnya aku!"
Bhi Li dan lain-lain kaget. Sekarang mereka melihat dua bayangan si kakek iblis,
satu di tempat Bhi Li sedang yang lain di tempat Keng Han. Dan ketika kakek itu
bertepuk tangan dan tertawa bergelak maka tampaklah pula
bayangannya yang lain di tempat Su Tong dan Bhi Pui!
"Ilmu iblis!" Keng Han berseru. "Kau ada di mana-mana, kakek siluman. Ilmu-mu
benar-benar ilmu iblis dan kami tak tahu di mana sebenarnya dirimu yang asli!"
"Ha-ha, inilah! Ini hebatnya Hoan-eng-sut yang kumiliki, bocah. Dan sekali aku
mempergunakannya maka musuh
pun tak tahu di mana sebenarnya aku!"
Keng Han dan lain-lain tertegun. Memang setelah kakek ini mendemonstrasikan
kepandaiannya menukar bayangan
itu maka sukar bagi siapapun untuk mendeteksi kakek ini, tampaknya di situ tapi
di sini ternyata juga ada. Tampaknya di sini tapi di situ juga ada. Dan ketika
mereka bingung di manakah sejatinya kakek itu maka Hantu Selatan ini
meledakkan kedua tangannya dan hilanglah Hoan-eng-sut itu.
"Plak!" Keng Han dan lain-lain terbelalak. Sekarang kakek ini ada di tengah, berdiri
dengan tawanya yang menyeramkan dan Keng Han maupun lain-lainnya merinding.
Mereka merasa seram dan juga ngeri. Kakek ini benar-benar iblis, tak lumrah manusia
biasa! Dan ketika semua tertegun dan pucat memandang kakek itu maka Lam-ciat
atau Hantu Selatan ini berkata, "Nah, kalian lihat. Untuk sebegini saja kalian sudah kagum, padahal aku belum
sempurna memiliki ilmu itu.
Kalau aku sempurna maka aku dapat melakukan yang jauh lebih hebat lagi, anak-
anak. Misalnya merobah wajahku menjadi apa saja, beralih rupa. Dan sekali aku
dapat melakukan ini maka wajah kaisar pun dapat kutiru, ha-ha!"
Keng Han ngeri. Kalau kakek ini benar-benar sudah
mahir dan dapat menukar serta merobah bentuk wajahnya maka Hoan-eng-sut benar-
benar merupakan ilmu yang
mengerikan. Dengan itu kakek ini dapat menipu siapa saja, menyelamatkan diri di
mana saja dan tak akan ada yang dapat menandinginya. Golok Maut sendiri
barangkali tak akan menang! Dan ketika empat muda-mudi itu terbelalak dan tak
dapat bicara maka Hantu Selatan ini berkata lagi,
"Nah, hebat, bukan" Kalian sudah melihatnya, anak-anak. Dan untuk menyempurnakan
ilmuku ini aku memerlukan bantuan kalian."
"Apa yang mau kaulakukan?"
"Menyuruh kalian menari, dan minum anggur pengantin!" "Keparat, apa itu anggur pengantin, kakek busuk" Apa arti kata-katamu ini?"
"Ha-ha, artinya kalian melakukan hubungan suami isteri di depan mataku, anak-
anak, di bawah sinar keemasan
Dewi Bulan. Siapa yang melakukan itu di bawah naungan Dewi Bulan akan mendapat
kekuatan Kim-kang (Tenaga
Emas) di tubuhnya, berkah dari Dewi Bulan. Dan kekuatan inilah yang kubutuhkan!"
"Tidak!" Bhi Li dan kakaknya tiba-tiba menjerit hampir berbareng. "Terkutuk kau,
kakek busuk. Terkutuk dan keparat jahanam kau!"
"Ha-ha, kau galak dan keras," Hantu Selatan tiba-tiba menowel dagu Bhi Pui. "Kau
pasti paling galak bermain cinta, anak manis. Dan tenaga Kim-kang yang akan kau
sedot dari Dewi Bulan tentu paling besar. Ha-ha, kalian perawan dan jejaka-
jejaka tulen, sungguh aku beruntung!"
Bhi Pui dan adiknya pucat bukan main. Tiba-tiba
sekarang mereka mengerti kenapa selama ini mereka masih didiamkan saja, tidak
diapa-apakan. Kiranya kakek ini menunggu pemuda lain yang akan dipasangkan pada
mereka, disuruh menari dan menarik kekuatan Tenaga
Emas dari sinar bulan purnama, sebuah kepercayaan sesat yang tentu saja tidak
aneh kalau dipunyai orang-orang macam Hantu Selatan ini, yang memang tergolong
kakek iblis. Dan ketika kakek itu berkata bahwa mereka tidak sekedar menari melainkan
disuruh melakukan perbuatan
terkutuk bersama Keng Han dan Su Tong, di bawah Dewi
Bulan di depan rnata kakek itu maka Bhi Pui dan adiknya mengutuk dan memaki-maki
tak keruan, menangis. Tentu
saja malu dan marah sementara Keng Han dan Su Tong
tertegun di sana. Mereka bengong dan menjublak, muka
tentu saja ikut merah, bahkan Keng Han sudah seperti
kepiting direbus dan pemuda itu malu. Tapi ketika kakek itu tertawa-tawa dan Bhi
Pui serta adiknya menangis di sana
tiba-tiba Keng Han membentak dan menghibur dua enci
adik itu, "Lam-ciat, kau bedebah keparat. Kami tak akan sudi melakukan apa yang
kauinginkan. Bunuhlah kami!" lalu berkata pada enci adik itu Keng Han berseru,
"Bhi Pui, jangan takut. Kita dapat menolak dan menentang
keinginannya. Tabahlah, aku juga tak sudi melaksanakan niat kakek ini!"
"Benar," Su Tong berseru, menggigil. "Jangan menangis, Bhi Li. Kita dapat
bertahan dan menolak keinginan kakek ini. Kalau dia memaksa biarlah kita
dibunuhnya!" "Ha-ha," kakek itu tertawa. "Kalian tak tahu siapa aku, anak-anak. Sekali aku
memutuskan maka dewa pun tak
dapat menolak. Kalian lihat saja nanti!" dan ketika kakek itu berkelebat dan
hilang dari situ maka Keng Han masih melihat dua enci adik itu menangis,
tersedu-sedu dan Bhi Pui maupun adiknya tampak ngeri sekali. Mereka tak
berani melirik dua pemuda itu sementara Keng Han dan Su Tong saling pandang,
masing-masing mempunyai isyarat
dan malampun akhirnya tiba. Dan ketika kakek itu muncul dan berkelebat kembali
maka di tangan kakek ini terdapat sebotol anggur pengantin yang dimaksudkan.
"Ha-ha..!" Keng Han dan lainnya pucat. "Kalian lihat, anak-anak.
Dewi Bulan sudah akan memberikan kekuatannya dan kalian harus bersiap!"
"Jahanam!" Su Tong kali ini berteriak. "Kau bunuhlah kami, Lam-ciat. Kami tak
sudi melakukan apa yang kauperintahkan!" "Hm, kau menjadi pengantin pertama!" kakek itu terkekeh, tak memperdulikan
kemarahan Su Tong. "Aku telah membawa pakaian khusus untukmu, bocah. Pakai dan
kenakan ini!" seperangkat pakaian ,emas diberikan pada Su
Tong, diludahi dan tentu saja pemuda itu tak mau
mengenakannya. Diapun tak dapat mengenakan karena
dalam keadaan tertotok. Dan ketika kakek itu sadar namun tertawa bergelak tiba-
tiba dia sudah melempar pakaian putih ke arah Bhi Pui dan Bhi Li sementara Keng
Han diberi pakaian pengantin merah.
"Ha-ha, agaknya kalian harus dipaksa!" kakek itu berseru, melihat semua membuang
muka dan Bhi Li maupun kakaknya menangis semakin deras. Mereka seakan menghadapi orang gila
menuruti kakek ini, mengutuk dan memaki-maki. Namun ketika si kakek menggerakkan
tangan dan terdengar suara memberebet maka Bhi Pui
sudah ditelanjangi lebih dulu dan gadis itu menjerit, melihat kakek ini
mengenakan pakaian pengantin kepadanya,
dengan paksa! "Oh, tidak... tidak...!" Namun semuanya itu sia-sia. Lam-ciat telah menelanjangi
dan mengenakan pakaian itu pada Bhi Pui. Di sana Su Tong membuang muka sementara
Keng Han mendelik, memaki dan menyumpah-nyumpah
dan terdengar gerengan yang membuat pemuda ini marah
bukan main. Bhi Pui adalah gadis yang dicintanya, kini gadis itu ditelanjangi
orang dan dengan seenaknya Hantu Selatan ini mengganti pakaian gadis itu dengan
pakaian pengantin. Hampir pecah biji mata Keng Han oleh kejadian ini, bukan oleh
keindahan atau kehebatan tubuh Bhi Pui melainkan oleh kemarahan yang membuat isi
dadanya menggelegak. Kalau saja dia tak ditotok dan bebas tentu sudah diterjangnya kakek
itu, kalau perlu ditumbuk dan biar kepalanya pecah! Namun ketika si kakek
terkekeh tak perduli dan Bhi Pui nyaris pingsan maka Bhi Li mendapat gilirannya
dan gadis baju biru ini berteriak.
"Tidak... jangan..!"
Namun itupun sia-sia. Teriakan atau pun jeritan Bhi Li tak digubris, si kakek
menelanjangi gadis itu dan
dikenakanlah pakaian pengantin ke tubuh Bhi Li, yang
telanjang dan dibuat bugil oleh si Hantu Selatan. Dan ketika di sana Keng Han
ganti melengos sementara Su Tong yang melihat dan terbelalak lebar maka pemuda
itu memaki-maki dan menggeram bagai seekor singa haus darah.
"Lam-ciat, kubunuh kau. Terkutuk!"
"Ha-ha, tak perlu marah. Kaupun mendapat giliran!" dan ketika benar saja kakek
ini berkelebat dan menelanjangi Su Tong maka Bhi Pui dan adiknya membuang muka
di sana, tersedu-sedu, mengguguk tak mau melihat Su Tong yang
ditelanjangi dan Keng Han menahan napas. Sekarang tiga temannya sudah
ditelanjangi dan Su Tong hampir tercekik napasnya, dibuat bugil di depan dua
gadis cantik yang sudah lebih dulu mendapat perlakuan itu, kekurang-ajaran Lam-
ciat. Dan ketika Su Tong selesai dan Keng Han
mendapat gilirannya maka Keng Han hanya mengeluh
ketika dibelejeti. "Lam-ciat, kau kakek gila yang tidak waras. Ah, jahanam kau, terkutuk!"
Lam-ciat tertawa-tawa. Kakek ini tidak canggung atau
malu melihat korban-korbannya yang ditelanjangi, mengenakan pakaian mereka dan jadilah dua pasang
muda-mudi itu sebagai pengantin. Keng Han dengan
pakaian merah sedang Su Tong kuning keemasan,
gagah dan tampan-tampan namun tentu saja dua orang
muda itu muak. Di depan Bhi Li dan kakaknya
tubuh mereka ditelanjangi. Ah, tak tahu harus ditaruh di mana muka ini kelak.
Namun karena dua gadis itu juga
ditelanjangi di depan mata mereka dan keadaan mereka
sama akhirnya si Hantu Selatan yang terkutuk ini
membawa mereka keluar. Keng Han terbelalak. Di luar ternyata sudah tersedia
semacam panggung kecil, terbuat dari papan-papan kasar namun kuat. Kakek itu
terkekeh dan sudah meloncat ke
sini. Dan ketika empat muda-mudi itu diseret dan dilempar ke sini maka Lam-ciat
membebaskan totokan Keng Han
dan lain-lain namun memencet sebuah jalan darah di
punggung. "Nah, kalian berdiri. Hayo, pilih pasangan masing-masing!"
Su Tong membentak. Pemuda ini paling marah dan
gusar, menerjang dan tiba-tiba menghantam. Tapi begitu dia mengerahkan tenaga
dan menyerang tiba-tiba dia roboh dan menjerit sendiri, lunglai.
"Aduh..!" Kiranya Keng Han dan lain-lain juga sudah seperti itu.
Tadi begitu mereka dibebaskan tiba-tiba mereka mau
menyerang, tak tahunya tenaga serasa dilolosi dan ada sesuatu yang hilang di
belakang punggung. Bagian itu
adalah bagian yang dipencet Lam-ciat, Hantu Selatan
melakukan totokan lihai dan kiranya mereka kehilangan sinkang! Dan ketika semua
terhuyung dan roboh bagai kain basah maka Lam-ciat terbahak-bahak menyambar
anggur di sebelah kirinya.
"Ha-ha, kalian harus menghemat tenaga. Eh, jangan marah-marah, anak-anak.
Siapkan tenaga kalian untuk
pertunjukan nanti. Dewi Bulan mulai melihat kalian di Sana, lihat!" kakek itu
menuding. "Bukankah cahayanya yang keemasan memberi kekuatan pada kalian" Nah,
minum ini untuk penenang pikiran, anak-anak. Dan setelah itu kalian tunduk
kepadaku!" Lam-ciat menyambar Su Tong, memaksa pemuda itu membuka mulutnya dan
anggur pengantin pun sudah dicekokkan ke dalam perut
pemuda ini. Su Tong mau meronta namun tak berdaya,
anggur lenyap memasuki mulutnya dan akhirnya Keng Han serta yang lain-lain
mendapat giliran. Dan ketika mereka juga tak dapat menolak karena kakek itu
sudah menguasai mereka maka anggur pun memasuki mulut tanpa dapat
dicegah, diiring tangis dan makian Bhi Li enci adik.
"Lam-ciat, kubunuh kau. Jahanam terkutuk, kubunuh kau..!"
Lam-ciat tertawa-tawa. Kakek ini tak menghiraukan
segala maki dan kutuk, anak-anak
muda itu sudah dibuatnya tak berdaya. Dan ketika dia mulai mengambil alat-alat tetabuhan dan
sinar keemasan dari bulan purnama mulai jatuh ke bumi maka kakek itu mengajak
empat muda-mudi itu menari.
"Hayo, Dewi Bulan mulai menjenguk kita. Bangkitlah, kita menari..!"
Bhi Pui dan adiknya menangis tak keruan. Bhi Pui
hampir pingsan dan berkali-kali mengeluh. Tapi ketika anggur memasuki perutnya
dan hawa yang aneh naik ke
kepala tiba-tiba gadis ini merasa pusing, muntah tapi tidak ada muntahan. Di
sana Keng Han dan Su Tong juga begitu, mereka merasa pusing dan tiba-tiba
mengantuk. Dan ketika genderang atau alat tetabuhan dibunyikan Lam-ciat dan
suara bising ini mengganggu kantuk tiba-tiba Bhi Pui mulai bangkit berdiri dan
terhuyung mendekati Lam-ciat, disusul adiknya.
"Ha-ha, bagus, anak-anak manis. Ke sinilah..!"
Keng Han dan Su Tong terbelalak. Mereka mulai
terbawa ke suatu tempat yang aneh, lamat-lamat sinar bulan menjadi kian
keemasan, bukan main indahnya. Dan ketika hawa yang hangat naik ke atas kepala
dan perlahan tetapi pasti kesadaran dua pemuda ini terampas anggur pengantin
maka Keng Han tersenyum melihat Bhi Li kakak beradik
mulai menari! "Ha-ha, bagus sekali, Su Tong. Tarian mereka indah!"
"Benar," Su Tong tertawa, tiba-tiba mendengus. "Dan mereka kian cantik, Keiig
Han. Ah, aku ingin menari
bersama Bhi Li!" "Dan aku Bhi Pui..!"
Dan begitu dua pemuda ini tertawa terhuyung-huyung
tiba-tiba mereka sudah menghampiri Bhi Li dan Bhi Pui, Keng Han langsung menuju
gadis baju merah ini sedang Su Tong ke Bhi Li yang berbaju biru, tersembul di
balik pakaian pengantin putih dan masing-masing sudah tertawa-tawa. Muka keduanya
merah seperti terbakar sementara Bhi Li dan kakaknya mengeluh dan memejamkan
mata, mengikuti irama tetabuhan dan menarilah empat
orang muda itu. Dan ketika Lam-ciat tertawa bergelak dan
memukul tambur dengan irama cepat dan panas maka
kakek itu berseru agar mereka menari lebih cepat.
"Hayo, goyang pinggul kalian. Goyang...."
Empat muda-mudi itu meliak-liuk. Mereka menggoyang-
goyang pinggul sementara Bhi Li dan kakaknya juga
menggerak-gerakkan dada. Tarian erotis mulai mereka
Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lakukan, kian lama kian cepat dan juga panas. Dan ketika Lam-ciat terbahak-bahak
dan mengulang-ulang seruannya maka Keng Han maupun Su Tong sudah memasuki dunia
yang baru, meremas dan akhirnya memeluk dua enci adik itu, tak sadar akan apa
yang dilakukan karena semuanya terpengaruh anggur pengantin. Anggur itu adalah anggur perangsang di mana dengan keji
kakek itu memberikannya pada dua pasangan muda-mudi ini untuk melaksanakan
pestanya, memuja Dewi Bulan dan kakek itupun akhirnya menari, melepas genderang
maupun tamburnya tapi Keng
Han dan Su Tong seolah masih mendengar bunyi musik
yang panas itu. Dan ketika Bhi Li melenggang-lenggok
cepat sementara Su Tong sudah mendekap dan memeluk
ketat gadis ini tiba-tiba Su Tong mendengus menciumi
wajah gadis itu. "Bhi Li, kau cantik. Aku mencintaimu..."
"Hm, kaupun cantik, Bhi Pui. Akupun mencintaimu!"
Keng Han di sana juga sudah memeluk Bhi Pui, mendekap dan menciumi gadis itu dan
Bhi Pui mengeluh panjang pendek. Gadis ini membawa jari-jari tangan Keng Han ke sekujur tubuhnya,
mendesah dan mendengus-dengus seolah orang kepanasan. Dan ketika Keng Han
menuruti semuanya itu dan Lam-ciat di sana berkemak-kemik sambil tersenyum-senyum tiba-
tiba terdengar perintah agar dua muda-mudi itu membuka pakaian mereka.
"Dewi Bulan sudah di atas kepala kita. Semua membuka pakaiannya dan tengadah!"
Keng Han dan lain-lain bersicepat mengikuti perintah
ini. Mereka memang seakan kepanasan dan tak mampu lagi menahan diri, pakaian
yang menutup seolah mengganggu
dan empat muda-mudi itu sudah melaksanakan perintah
Lam-ciat, kakek ini menengadahkan tangannya menerima
cahaya bulan. Saat itu dengan amat mentakjubkan sekali Dewi Bulan seolah-olah
muncul, turun dari langit dan
terbentuklah bayangan dewi jelita yang hinggap di telapak kakek ini. Dan ketika
kakek ini menjatuhkan diri berlutut sementara Keng Han dan lain-lain juga
diperintahkan berlutut maka tak kuat menahan nafsu lagi dua muda-mudi itu roboh terguling,
mendengar seruan dan teriakan Lam-ciat,
"Dewi, puncak acara akan kami mulai. Lihatlah..!" dan ketika kakek itu membuang
kembang dan menaburkan bubuk warna-warni maka Keng Han di sana sudah
bergulingan bersama Bhi Pui, bergumul dan rupanya yang dimaksud sebagai "puncak
acara" oleh kakek iblis ini adalah hubungan cinta dua pasangan itu. Su Tong
sudah menubruk Bhi Li dan pemuda inipun memeluk dan
mendengus-dengus, Bhi Li menerima dan semua tak tahu
apa yang terjadi. Keempatnya tak sadar akan pengaruh
anggur, sungguh keji kakek itu. Dan ketika Lam-ciat
tertawa-tawa dan berjingkrak sambil menonton pertunjukan itu, yang hanya patut
dilakukan oleh orang tidak waras dan kakek iblis macam Hantu Selatan ini maka
dua pasangan itu tenggelam dalam nafsu berahi mereka, dua jam penuh dan Lam-ciat
selalu memberi anggur baru bila salah satu dilihat kecapaian, loyo dan bangkit
lagi begitu diberi anggur baru. Kakek ini menunggu sampai bulan condong ke
barat. Dan ketika tengah malam mulai lewat empat muda-mudi
itu kelelahan dan terengah-engah akhirnya kakek ini
meloncat dan memberi obat tidur.
"Bagus, tugas kalian selesai, anak-anak. Sekarang tidurlah dan besok kita
memasuki acara baru!"
Keng Han dan lain-lain bagai kerbau dicocok. Mereka
menurut saja dan menerima pil itu, obat tidur. Dan ketika mereka mengeluh dan
roboh dengan kantuk yang berat tiba-tiba semuanya kembali terguling dan... tidur
dengan pulas. Keng Han dan Su Tong tak tahu apa yang terjadi.
Mereka tiba-tiba terkejut ketika terdengar bentakan dan lengking penuh
kemarahan. Bhi Pui, yang pagi itu sadar lebih dulu tiba-tiba membuka matanya.
Gadis baju merah ini mula-mula terbelalak, melihat langit yang hijau di atas dan
tubuh tiba-tiba terasa kedinginan, kaget dan lapat-lapat dia seakan baru
melewati mimpi buruk. Semalam seolah dia bermimpi melakukan sesuatu dengan Keng
Han, perbuatan yang membuat mukanya merah dan mata pun membeliak.
Mimpi yang buruk itu membuat gadis ini ngeri. Dan ketika tubuhnya terasa kian
dingin dan alangkah kagetnya ketika ia sadar bahwa ia sama sekali tidak
berpakaian, pakaiannya menumpuk di sana, tiba-tiba gadis ini terpekik melihat
tubuh Keng Han yang juga sama sekali tidak berpakaian di sampingnya.
"Aihhh,.!" Teriakan atau jerit itu menggugah Bhi Li. Sang adik
terkejut dan otomatis membuka mata, Bhi Li juga merasa tubuhnya dingin
dan alangkah kagetnya ia ketika melihat bahwa ia tertidur di atas panggung, tidak
berpakaian, telanjang bulat dan Su Tong juga ada di
dekatnya dengan keadaan yang sama, telanjang bulat! Dan ketika encinya berteriak
dan sang encipun dilihatnya bugil seperti dirinya tiba-tiba encinya itu
melengking menyambar pakaian, mengumpat dan mengutuk Keng Han dan
bangunlah pemuda itu. Keng Han terkejut karena lamat-
lamat ia pun seakan baru melewati mimpi buruk,
melakukan sesuatu dengan Bhi Pui. Dan ketika gadis itu menjerit dan membentak
penuh kemarahan tiba-tiba gadis baju merah ini menghantam Keng Han lupa pada
Lam-ciat, karena ia baru sadar.
"Keng Han, kau jahanam terkutuk. Aih, kau menodai aku... des-plak!" dan Keng Han
yang mencelat dan terbanting terguling-guling tiba-tiba sudah dikejar dan
diserang lagi, dipukul dan ditendang dan pemuda ini
terperanjat. Keng Han belum sadar sepenuhnya dan baru mengucek mata, tidak
tahunya Bhi Pui menyerang dan
mengantam lagi, bukan sedang bermimpi. Dan ketika ia
mencelat dan terguling-guling lagi maka di sana Su Tong juga mendapat bentakan
dan serangan Bhi Li, si gadis baju biru!
"Su Tong, kaupun jahanam keparat. Aih, kubunuh kau...
des-dess!" dan Su Tong yang juga terlempar dan berteriak kaget tiba-tiba dikejar
dan diserang lagi, mengelak namun terlambat dan mengamuklah dua enci adik itu.
Mereka tak menyadari perbuatan Hantu Selatan karena saat itu yang ada iaiah dua
pemuda ini, dan merekalah yang langsung terlibat, menodai mereka. Maka begitu
Bhi Li dan Bhi Pui mengamuk dengan serangan-serangan mereka mengeluhlah
dua pemuda murid Pek-lui-kong ini, jatuh bangun dihajar dan Su Tong tak dapat
membalas. Dia sudah menyambar
pakaiannya dan Keng Han di sana juga baru menyadari
kalau tubuhnya telanjang bulat, sibuk mencari pakaian dan sambil lari sana comot
sini dia mengenakan pakaiannya itu, serba tergesa-gesa, seadanya. Tak tahu
betapa bajunya terbalik dan celananya pun baru masuk sebelah, jadi kaki yang
lain di luar, lucu, tapi juga menyedihkan! Dan ketika Keng Han berteriak sana-
sini sementara temannya juga
berkaok-kaok dengan bingung tiba-tiba Bhi Li dan
kakaknya mencabut pedang.
"Keng Han, kau akan kubunuh. Ah, kau pasti kubunuh!"
"Benar," Bhi Li juga melotot, membentak dan melengking-lengking. "Kaupun akan
kubunuh, Su Tong. Tubuhmu akan ku-cincang menjadi bakso... sing-bret!" dua pedang itu rnengenai
sasaran, jatuh membacok di pundak Keng Han sementara Su Tong sudah melempar
tubuh bergulingan, terlambat juga dan bajunya sobek. Dan ketika pemuda itu jatuh di
bawah sementara Keng Han diteriaki agar melempar tubuh ke bawah maka Keng Han
pun membanting diri bergulingan berdebuk di bawah panggung.
"Bhi Pui, tahan. Nanti dulu, aku tidak bersalah..!"
"Benar," Su Tong juga berteriak. "Aku juga tidak bersalah, Bhi Li. Aku melakukan
itu dengan tidak sadar!"
"Tidak sadar hidungmu! Kalian berdua menodai kami dengan sengaja, Su Tong. Kau
dan Keng Han sama-sama jahanam terkutuk. Mampuslah, tak usah banyak bicara...
sing-bret!" dan pedang yang lagi-lagi mengenai dua pemuda itu membuat Keng Han
dan temannya menjadi kelabakan
sudah terpaksa melempar tubuh bergulingan lagi untuk
menjauh, berteriak-teriak namun tidak dihiraukan. Keng Han bingung dan Su Tong
juga pucat. Pagi yang sudah
diawali dengan ribut-ribut hebai itu membuat otak
keduanya kacau, tak dapat berpikir jernih. Namun ketika sesosok bayangan
berkelebat dan Lam-ciat muncul di situ maka kakek iblis ini berseru,
"Heh, apa yang kalian lakukan" Pengantin baru tak boleh serang-menyerang, anak-
anak. Tahan dan robohlah... plak!"
dan pedang Bhi Li maupun kakaknya yang ditampar lepas tiba-tiba mencelat dari
tangan kedua gadis itu, mereka terpelanting dan roboh mengaduh. Tangan Bhi Li
tiba-tiba bengkak! Dan ketika dua gadis itu terkejut dan
membelalakkan matanya tiba-tiba mereka sadar dan
teringat kakek iblis ini.
"Ah, dia... dia yang melakukan semuanya ini, enci"
Kita... kita salah?"
Bhi Pui pucat. Setelah kakek ini muncul dan
segala ingatan kembali dengan baik maka Bhi Pui pun ingat akan kejadian semula. Bahwa
mereka dicekoki anggur pengantin dan anggur itulah yang telah membuat tubuhnya
panas dingin, diamuk nafsu berahi dan Keng Han maupun Su
Tong juga begitu. Kakek ini memang hendak "menikahkan"
mereka, dengan cara yang amat kasar dan biadab. Dan
teringat betapa segalanya itu telah dilakukan di depan kakek ini, jadi kakek ini
menonton dan mereka dijadikan
pertunjukan menarik tiba-tiba Bhi Pui menjerit dan
menyambar pedangnya lagi, menusuk.
"Lam-ciat, kau siluman jahanam..!"
Kakek itu menyeringai. Melihat serangan ini tentu saja dia tertawa, tadi pedang
si gadis sudah dipukul mencelat.
Maka begitu menyerang lagi dan menusuk dadanya tiba-
tiba kakek ini membentak dan pedang pun ditangkis patah.
"Bocah, jangan kurang ajar. Mundurlah ...
pletak!" pedang menjadi tiga potong. patah ditangkis si kakek dan terlepaslah pedang itu
dari tangan Bhi Pui, yang
terpelanting dan terguling-guling. Dan ketika kakek itu berkelebat dan dua
jarinya bergerak maka Bhi Pui
mengeluh ketika ia roboh tertotok.
"Bluk!" Terbantinglah gadis itu di sudut. Bhi Pui akhirnya
menangis dan tidak berdaya lagi, Lam-ciat tertawa-tawa namun Keng Han dan Su
Tong tiba-tiba bergerak. Mereka marah dan sadar setelah melihat kakek ini pula,
membentak menyerang kakek itu dan Bhi Li juga berteriak. Gadis ini marah melihat
robohnya kakaknya, perbuatan Lam-ciat dan bersama Keng Han dan Su Tong tiba-tiba
gadis itu menerjang si kakek, menyambar pedangnya. Dan ketika
tiga muda-mudi itu bergerak dan Bhi Li menangis meminta maaf pada Su Tong maka
Su Tong terharu namun sudah
menghantam si kakek iblis.
"Tak apa, kita semua menjadi korban kakek ini, Bhi Li.
Mari kita bunuh dan serang dia... des-dess!" tiga serangan anak muda itu
mendarat di tubuh Lam-ciat, diterima
namun mereka semua terpental. Hantu Selatan ini tertawa bergelak dan tentu saja
ia tidak takut dikeroyok, sudah menerima serangan-serangan lagi dan pedang di
tangan Bhi Li berkelebatan menyambar-nyambar untuk menusuk atau
membacok kakek itu. Tapi karena Lam-ciat adalah kakek yang amat lihai dan
betapapun juga kakek ini bukanlah
tandingan mereka maka tak sampai sepuluh jurus kemudian pedang di tangan Bhi Li
terlepas, diketuk kakek itu dan robohlah Bhi Li ketika lawan menotoknya. Dan
ketika gadis itu terbanting dan mengeluh di Sana maka berturut-turut pukulan Su Tong
dan Keng Han juga dimentahkan
kakek ini, keduanya tertarik ke depan dan si kakek pun menggerakkan kakinya,
menendang dua pemuda itu, yang
terlempar dan terbanting roboh. Dan ketika ketiganya tak dapat bangkit lagi
karena mengaduh-aduh di sana maka
Lam-ciat terbahak-bahak mengejek mereka.
"Ha-ha, kalian bukan tandinganku, anak-anak. Kalau saja kalian bukan pemuda-
pemuda yang menyenangkan tentu kalian kubunuh! Heh, kalian berempat telah mendapat berkah dari Dewi
Bulan. Tubuh kalian telah bersinar-sinar memiliki Kim-kang. Sekarang kalian
berempat masuki tong itu dan berikan Tenaga Emas itu kepadaku, ha-ha...!"
Lam-ciat menggerakkan tangan, tubuh empat muda-
mudi itu terangkat naik dan tahu-tahu mereka sudah
tercebur di sebuah tong besar. Tong ini terbuat dari kayu dengan bagian bawahnya
terbuat dari plat baja yang tebal, terisi air setengah penuh dan kontan mereka
mandi bersama, jebar-jebur dan basah kuyup semua, memaki-
maki, tak tahu apa yang akan dilakukan kakek itu namun kini mereka berkumpul
menjadi satu. Keng Han berhadapan dengan Bhi Pui, hampir beradu muka. Dan
ketika di sebelah kirinya Su Tong juga berhadapan dengan Bhi Li dan dua orang
itu juga nyaris beradu hidung maka Bhi Pui menangis pucat gemetar meminta maaf.
"Aku... aku... maafkan aku, Keng Han. Aku telah
bersalah memukulmu...!"
"Sudahlah," Keng Han merah mukanya, mencoba melengos namun malah bertemu dengan
Bhi Li. "Kita semua menjadi permainan kakek ini, Bhi Pui. Lam-ciat
ternyata seorang kakek gila!"
"Dan kaumaafkan aku, Su Tong. Aku.. aku juga telah memukulmu!" Bhi Li me-nunduk,
ganti bicara. "Sudahlah," Su Tong juga merah mukanya. "Keng Han benar, Bhi Li. Kita semua
menjadi korban dan aku tak tahu apa yang hendak dilakukan kakek itu sekarang!"
"Hm, benar," Keng Han pucat. "Lam-ciat rupanya hendak merebus kita, Bhi Li. Dia
membuat api!" Semua terbelalak. Bhi Li dan kakaknya melihat betapa
Lam-ciat tertawa-tawa, menggoyang-goyang tong itu hingga mereka di dalam
terguncang, menambah air lagi dan
terendamlah mereka sebatas leher. Sedikit lagi mereka bisa kelelap! Dan ketika
si kakek tertawa dan meloncat
melempar-lempar kayu kering maka Keng Han berteriak
menanya kakek itu, marah dan kaget juga ngeri!
"Kakek iblis, apa yang hendak kaulakukan kepada kami"
Kalau hendak membunuh kenapa tidak segera membunuh"
Hei, kami tidak takut mati, kakek siluman. Bunuhlah dan jangan lakukan kami
seperti ini!" "Heh-heh, kalian tidak kubunuh, justeru menikmati mandi surga. Siapa akan
membunuh kalian, anak-anak"
Aku hendak merebus kalian dengan reramuan mujijat. Aku ingin mengeluarkan Kim-
kang yang kalian sedot dari Dewi Bulan untuk kuminum!"
"Kau gila! Kami tidak memiliki Tenaga Emas itu!"
"Ha-ha, kalian berempat sudah bersinar-sinar, bocah.
Tubuh kalian sudah mengandung Kim-kang. Diamlah,
jangan banyak mulut lagi. Kalian tak akan kepanasan
biarpun di air yang mendidih!" kakek ini mengeluarkan sebakul rempah-rempah,
menuangkannya pada tong besar
itu dan mulailah api di bawah menyala. Segala macam
rumput dan dedaunan berhamburan di air setengah penuh yang merendam empat muda-
mudi itu, Keng Han menyumpah-nyumpah sementara Su Tong juga memaki-
maki. Mereka tersedak dan batuk-batuk. Bhi Li menjerit karena dari tuangan
Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rempah-rempah ini ternyata bercampur pula segala macam binatang menjijikkan
seperti kecoa dan tikus, juga kelabang atau beberapa jenis binatang lain yang
sudah kering, memang sudah mati dan agaknya diawetkan kakek itu tapi tentu saja
membuat gadis seperti Bhi Li menjerit. Bhi Pui juga berteriak dan mengambanglah
segala macam binatang kering itu di sekeliling tubuh mereka, mengerikan tapri
juga menjijikkan. Dan ketika Bhi Li
hampir pingsan sementara encinya juga tersedu-sedu maka Lam-ciat di luar sudah
tertawa-tawa membesarkan api.
"Heh, jangan menangis, anak-anak manis. Semua
binatang itu sudah mati dan tak akan menggigit. Kalian tenanglah, aku akan mulai
merebus kalian!" Keng Han terbelalak. Api yang mulai membesar
membuat tong itu menjadi hangat, kian hangat dan
akhirnya panas. Dan ketika kakek itu menambah kayu
bakar dan api menjilat-jilat di pantat tong besar ini maka Bhi Li dan kakaknya
akhirnya pingsan. "Keng Han, kita tidak kepanasan!"
Keng Han mengangguk. Dia merasa heran ketika api
semakin membesar namun mereka tidak kepanasan. Air di dalam tong mulai mendidih
dan tiba-tiba keluarlah semacam air kekuningan . dari tubuh mereka, berkelutuk dan tidak bersenyawa
dengan air yang direbus. Su Tong melihat itu dan tertegun. Dan ketika Lam-ciat
berseru girang dan terbahak-bahak melihat air emas ini, Kim-kang yang
dikeluarkan dari tubuh empat anak muda itu maka si kakek berjingkrak dan menari-
nari. "Ha-ha, lihat, anak-anak. Kim-kang yang kalian terima dari Dewi Bulan sekarang
sudah keluar. Lihatlah, semakin banyak akan semakin kental!"
Keng Han menjublak. Memang behar, air keemasan ini
mulai banyak mengalir. Tapi semakin banyak keluar dari tubuh mereka tiba-tiba
mereka juga merasa kehilangan
sesuatu, sumber tenaga yang membuat Keng Han terkejut dan melebarkan matanya.
Dan ketika Su Tong mengeluh
karena tenaganya serasa disedot keluar dan menjadi air keemasan itu maka pemuda
ini menggigil dan berseru,
"Keng Han, kita akan mati. Air mendidih ini memang tidak akan membunuh kita,
tapi cairan keemasan yang
keluar dari tubuh kita akan menyedot semua tenaga. yang kita punyai!"
-ooo0dw0ooo- Jilid : XIV KENG HAN pucat. Memang benar, air keemasan yang
mulai keluar dari tubuh mereka itu dapat membunuh
mereka, lama-lama habis tenaga mereka dan tentu saja ini berbahaya. Namun karena
mereka tak berdaya dan Keng
Han mengeluh maka pemuda ini menjawab,
"Benar, tapi kita tak dapat berbuat apa-apa, Su Tong.
Kakek iblis itu keji sekali. Kita tak dapat keluar dan Bhi Li serta kakaknya
pingsan." "Hm, apa itu?" Su Tong tiba-tiba menoleh, menunjuk pada sesuatu dan Keng Han
tertegun. Di luar hutan berindap sesosok bayangan dan lapat-lapat mereka
mengenal bentuk bayangan itu, seorang laki-laki gagah yang sudah tua, berjenggot
dan rambutnya digelung ke atas, diikat saputangan biru dan Keng Han terbelalak.
Dan ketika bayangan itu semakln dekat dan mereka berdua yang
kebetulan berada di tempat yang tinggi karena terendam di dalam tong besar maka
hampir berteriak Su Tong mengeluarkan seruan tertahan,
"Suhu..." Su Tong terlonjak girang. Keng Han juga hampir
berteriak saking girangnya, setelah mengenal dan yakin betul siapa kiranya orang
tua gagah itu, bukan lain guru mereka, Pek-lui-kong, si kakek Halilintar! Dan
begitu mereka berteriak menyebut nama itu dan Lam-ciat di
bawah api mendengar seruan ini mendadak Pek-lui-kong, laki-laki gagah dari utara
itu sudah mengangguk dan berkelebat datang, menghantam Hantu Selatan.
"Lam-ciat, bebaskan dua orang muridku!"
Lam-ciat terkejut. Saat itu air Kim-kang yang
dikeluarkan dua anak muda ini sudah semakin banyak saja, kental dan kakek itu
berseri-seri, mempersiapkan mangkok dan siap menciduk air Kim-kang ini, air gaib
yang diperas dari tubuh dua pemuda itu, setelah semalam diberkahi
Dewi Bulan, dalam pesta gila-gilaan yang hanya dapat
dilakukan orang-orang macam kakek ini. Maka begitu
bentakan itu disertai berkelebatnya sebuah bayangan dan pukulan panas menyambar
dari belakang maka kakek ini
terkejut dan berteriak memutar tubuhnya.
"Hei... dukk!" Lam-ciat mencelat. Dia tak tahu bahwa yang datang
adalah Pek-lui-kong, jago dari utara yang menjadi guru dari anak-anak muda yang
direbusnya itu. Maka ketika pukulan panas menyambar tubuhnya dan ditangkis
dengan cara tergesa-gesa kontan kakek ini terpelanting dan roboh
bergulingan. "Haiyaa...!" Lam-ciat melompat bangun, marah metnandang lawan namun saat itu Pek-lui-kong mengibas lengan. Tong besar di
sebelah kirinya terkena dorongan angin kuat, miring dan akhirnya terguling. Dan
ketika segala isinya tumpah dan dua pemuda itu terloncat bersama Bhi Li dan
kakaknya maka Pek-lui-kong tertegun melihat keadaan muridnya itu.
"Suhu, kami.. kami dipermainkan kakek iblis ini. Tolong kau bunuh dia dan
bebaskan kami berempat!"
"Hm, siapa gadis-gadis itu, Su Tong" Bagaimana kalian berada di tempat celaka
ini?" "Panjang ceritanya, suhu. Nanti saja kami beritahukan.
Awas...!" Su Tong berteriak, melihat Lam-ciat menyerang dari belakang namun jago
tua ini tahu. Dengan cepat ia membalik dan menangkis pukulan itu. Dan ketika
Pek-lui-ciang atau Tangan Haiilintar bertemu pukulan Lam-ciat tiba-tiba kakek
itu berteriak keras dan lengan bajunya terbakar.
"Dess-haihhh...!"
Lam-ciat bergulingan. Kakek ini terpaksa melempar
tubuh karena Tangan Halilintar yang bertemu pukulannya itu hebat bukan main, dia
mencelat dan pukulan lawan
itupun masih terus menyambar ke belakang, menghantam
pohon dan robohlah pohon itu dengan suaranya yang hiruk-pikuk, hangus tumbang
dan hampir saja menimpa Lam-
ciat! Dan ketika kakek itu mengumpat caci dan bergulingan meloncat bangun maka
Pek-lui-kong berkelebat ke arah
murid-muridnya dan menotok membebaskan mereka.
"Kalian urus gadis-gadis itu. Rupanya mereka pingsan oleh kelelahan dan
kengerian yang sangat!"
Su Tong dan Keng Han sudah bergerak tanpa diulang
lagi. Masing-masing sudah menuju ke arah kekasihnya, Su Tong menyadarkan Bhi Li
sedang Keng Han menolong Bhi
Pui. Dan ketika dua enci adik itu sadar dan membuka mata mereka maka hampir
berbareng keduanya berteriak
menanyakan Lam-ciat. "Jahanam si kakek iblis itu. Mana Hantu Selatan!"
"Tenang," Su Tong mencekal, menenangkan Bhi Li.
"Kita ditolong suhu, Bhi Li. Lihat dan saksikan itu betapa si kakek jahanam
didesak suhu!" Bhi Li tertegun. Di sana ternyata sudah bertempur
seorang kakek gagah dengan si Hantu Selatan itu,
pukulannya meledak-ledak dan enci adik ini terbelalak.
Lam-ciat telah menyerang kakek itu dan pertempuran hebat terjadi, Lam-ciat
memaki-maki namun kakek gagah itu
benar-benar hebat. Kedua tangannya yang bergerak silih berganti ternyata
mendesak Lam-ciat, mengeluarkan sinar putih dan meledaklah suara petir disertai
kilatan api. Dan ketika Lam-ciat harus mengelak sana-Eini sementara
pukulan-pukulan petir itu terus menyambar dan mengejar kakek ini akhirnya baju
pundak si Hantu , Selatan terbakar dan kakek ibiis itu bergulingan melempar
tubuh. "Aduh... des-dess!"
Bhi Li tertegun. Akhirnya gadis ini menjadi kagum dan berbisiklah Su Tong bahwa
itulah pukulan Petir yang
dipunyai gurunya, kini dipakai menghajar Lam-ciat dan tentu saja jauh lebih
hebat daripada Su Tong sendiri. Pek-lui-kong adalah penciptanya dan kini Puk-
lui-ciang atau Tangan Petir dikeluarkan tokohnya, tentu saja hebat.
Bhi Li kagum. Dan ketika pertandingan berjalan lagi dan Pek-lui-kong atau kakek
gagah itu mendesak Lam-ciat
akhirnya kakek iblis ini mengeluarkan Hoan-eng-sut, ilmu andalannya.
"Bedebah, kau tak dapat mengalahkan aku, Pek-lui-kong.
Lihat, ilmu pukulan-pukulan Petirmu tak berdaya... wush-klap!" Hantu Selatan
menghilang, mempergunakan Hoan-eng-sutnya atau Ilmu Penukar Bayangan itu, lenyap
dan lawan tentu saja terkejut. Dan ketika Pek-lui-ciang atau pukulan Petir
menghantam tempat kosong dan meledak
menghajar pohon-pohon atau tanah di belakang Lam-ciat akhirnya Lam-ciat tertawa-
tawa di balik ilmu silumannya itu.
"Ha-ha, lihat, Lui-kong. Aku tak dapat dipukul!"
Lui-kong atau si Raja Petir ini terbelalak. Lawan tiba-tiba memang menghilang
dan tentu saja semua pukulannya
mengenai tempat kosong, tokoh utara itu terkejut. Dan ketika bayangan lawan
suatu ketika tampak di depan tapi tawa aneh terdengar di belakangnya maka sebuah
pukulan ttba-tiba menghantam pundaknya.
"Dess!" Jago tua itu terpelanting. Untuk pertama kalinya dia
terpukul, Lam-ciat tertawa-tawa lagi dan memperlihatkan dirinya, di samping
kanan jago utara ini. Namun ketika dipukul dia menghilang sementara dari sebelah
kiri berkesiur angin tamparan maka Lui-kong atau Raja Petir itu terpelanting atau
terbanting roboh. "Des-plak!" Kakek gagah itu mengeluh. Akhirnya dia menghantam
bayangan Lam-ciat yang terlihat di mana-mana, tak tahu bahwa bayangan itu
sebenarnya Hanya jadi-jadian saja.
Lam-ciat yang sesungguhnya entah di mana karena Hoan-
eng-cut memang dapat merobah seseorang menjadi banyak,
yang sejati bersembunyi di balik yang palsu dan tentu saja Pek-lui-kong bingung.
Dan ketika pukulan demi pukulan selalu mengenai tempat kosong sementara lawan
membalas dan mulai melepas pukulan-pukulan jarak jauh akhirnya jago tua ini
pucat terhuyung jatuh bangun, tak dapat
membalas karena lawan yang asli tak diketahui di mana sebenarnya, hanya bertemu
bayangan-bayangan semu dl
mana tiba-tiba dari tempat-tempat tertentu menyambar
angin pukulan Lam-ciat, sibuk dan jatuh trangunlah
pendekar itu. Dan ketika suhunya terdesak dan Lam-ciat ganti mempermainkan
gurunya maka Su Tong pucat
sementara Keng Han juga berobah mukanya.
"Celaka, suhu terdesak, Su Tong. Kita harus maju membantu!"
"Benar, kakek iblis itu hebat, Keng Han. Yang membuat suhu bingung adalah
Penukar Bayangannya itu. Lam-ciat mempergunakan Hoan-eng-sut!"
"Kita bergerak, bantu suhu!" dan Keng Han yang tidak banyak bicara lagi
membentak ke depan tiba-tiba sudah membantu gurunya dan Su Tong pun ikut
bergerak ke depan, mencabut pedangnya dan tangan kiri melepas
pukulan Petir. Dan ketika Keng Han juga melakukan hal yang sama dan dua pemuda
itu sudah membantu gurunya
maka Pek-lui-kong malu dan merah mukanya.
"Keparat, malu aku dibantu kalian, Keng Han. Kalau kakek ini tidak benar-benar
luar biasa dengan ilmu hitamnya tentu kalian kutendang keluar!"
"Maaf, Lam-ciat mempergunakan Hoan-eng-sutnya,
suhu. Kalau tidak dikeroyok barangkali dia tak akan
roboh!" "Benar," Su Tong di sana menyambung. "Ilmunya ini ilmu siluman, suhu. Tak usah
malu karena diapun curang...
haitt!" dan Su Tong yang membentak dengan pedang di tangan kanan sementara
pukulan Petir di tangan kiri tiba-tiba melihat bayangan lawan, tepat di sebelah
kirinya dan dibacoklah bayangan itu. Tapi ketika pedangnya menembus kosong dan
pukulan pun serasa mengenai mahluk halus,
lenyap dan amblas begitu saja tiba-tiba pemuda ini
terlempar ketika sebuah hembusan angin menyambar
tengkuknya. "Ha-ha, aku di sini, bocah. Lihat.....des-dess!"
Su Tong terbanting bergulingan. Memang dia tahu
bahwa Hoan-eng-sut memang
hebat, ilmu Penukar Bayangan ini dapat membuat pemiliknya berpindah-pindah tempat tanpa diketahui di
mana sebenarnya. Lam-ciat bisa muncul di sana-sini tapi sebagian besar semu,
bukan sejatinya dan tentu saja menghadapi ilmu berbau hitam begini Su Tong kewalahan.
Dan ketika dia melompat bangun sementara Keng Han di sana juga berteriak ketika tertiup pukulan Lam-ciat
maka hanya guru mereka sendiri yang
dapat bertahan menerima pukulan lawan, mengerahkan sinkangnya dan dengan sinkangnya ini Pek-
lui-kong tak terpelanting, setelah menancapkan kaki kuat-kuat di atas tanah. Dan
ketika guru dan murid menjadi permainan Hoan-eng-sut di mana Lam-ciat akhirnya
membentak dan memperkuat daya ilmunya itu maka
seratus atau seribu bayangan Hantu Selatan sekonyong-
konyong tampak di mana-mana hingga dua pemuda itu
Titisan Dewi Iblis 2 Siluman Ular Putih 04 Pedang Kelelawar Putih Istana Lima Bidadari 1
tiba-tiba enam wajah di balik sapu tangan itu memerah, mereka jengah dan tersipu
oleh pemandangan ini. Dan ketika sebuah tusukan kembali
mengenai punggung Si Golok Maut tapi laki-laki bercaping itu tak apa-apa maka
baju punggungnya robek lagi
memperlihatkan punggung yang putih bersih.
"Bret!" Enam wajah kembali semburat. Hu-pangcu dari
perkumpulan Walet Hitam itupun memerah wajahnya,
jantung berdegup keras tapi Golok Maut tentu saja tak tahu.
Laki-laki ini terus mengelak sana-sini sambil menangkis atau menampar. Tapi
ketika dari luar keroyokan
menyambar sinar empat sinar emas berturut-turut disertai dengus perlahan tiba-
tiba laki-laki ini mencabut senjatanya dan sebuah sinar memanjang menangkis
sinar-sinar emas itu, cepat dan luar biasa.
"Mundurlah... cring-crangg!"
Enam murid utama dan sang wakil ketua terpelanting.
Tiba-tiba pedang mereka dibabat sinar putih panjang itu, yang sudah memapas
runtuh sinar-sinar emas yang bukan
lain senjata jarum adanya, terus bergerak dan menyambar pedang mereka, yang
tiba-tiba terasa ringan karena sudah kutung menjadi dua. Dan ketika mereka
terkejut dan berseru tertahan maka Golok Maut berkelebat dan tahu-
tahu sudah menodong wakil ketua Hek-yan-pang, dengan
senjatanya yang mengerikan, golok yang mengeluarkan
hawa dingin! "Hek-yan-pangcu (ketua Hek-yan-pang), keluarlah. Atau aku membunuh wakilmu!"
"Wut!" sesosok bayangan bergerak bagai iblis. "Aku di sini, Golok Maut. Lepaskan
pembantuku atau kau mampus... des-dess!" Golok Maut terlempar, jatuh terguling-guling oleh sebuah
tendangan kilat dan berdirilah di situ seorang wanita berpakaian merah yang juga
menutupi mukanya dengan sapu tangan merah. Dingin
menyeramkan! Dan ketika semua murid berseru tertahan
dan anggauta Hek-yan-pang itu menjatuhkan diri berlutut maka terdengarlah seruan
di sana-sini yang menyebut nama pemimpin itu.
"Pangcu..!" Tertegunlah Golok Maut. Ketua Hek-yan-pang, yang
kiranya merupakan seorang wanita tinggi semampai
tampak tegak di depannya. Wanita itu berapi-api
memandangnya dari balik sepasang lubang yang tidak
begitu lebar, lubang di balik sapu tangan itu. Dan ketika Golok Maut tertegun
dan hu-pangcu yang tadi diancamnya sudah ditolong sang ketua maka wanita
berpakaian serba merah ini membentak, dingin menyeramkan,
"Golok Maut, aku sudah di sini. Sekarang cabut
golokmu itu dan perlihatkan kepandaianmu kepadaku!"
Golok Maut tak berkedip. Dia sudah menyimpan
senjatanya ketika ketua Hek-yan-pang ini muncul, datang
dan menendangnya. Tapi melihat lawan tak mencabut
senjata diapun menggeleng, tiba-tiba membungkuk.
"Hek-yan-pangcu, sebenarnya tak ada permusuhan
pribadi di antara diriku dengan perkumpulanmu. Aku
datang hanya ingin mencari putera Ci-ongya, harap
memaklumi ini dan biarlah aku meminta maaf!"
"Enak kau bicara!" suara dingin melengking itu jelas marah. "Kau sudah membuat
onar, Golok Maut, dan juga memamerkan kepandaianmu itu. Aku sudah di sini, kau
harus melayaniku atau kau terbunuh!"
"Hm, aku hanya mencari orang she Ci itu, bukan
dirimu..." "Tapi kau memasuki wilayah Hek-yan-pang. Cerewet, kau sudah merobohkan sumoiku,
Golok Maut. Sekarang harus mengalahkan aku atau kau mampus... wirr!" rambut di atas kepala tiba-tiba
bergerak, terurai memanjang dn tahu-tahu sudah menyambar Golok Maut, meledak dan
murid-murid Hek-yan-pang yang berada paling depan tiba-tiba terjungkal. Mereka
itu menjerit menutupi lubang
telinga mereka, ledakan rambut itu seakan petir! Dan ketika Golok Maut mengelak
namun rambut kembali menyambar
mendadak tubuh ketua Hek-yan-pang itu berkelebatan
melepas serangan-serangannya.
"Golok Maut, kau melayani aku atau mampus!"
Golok Maut terkejut. Apa boleh buat dia menggerakkan
kakinya dan mengelak serangan-serangan ini, kian lama kian cepat dan rambut yang
menyambar-nyambar itu meledak kian keras juga. Anak-anak murid Hek-yan-pang akhirnya menjauh, mengeluh
dan disuruh mundur oleh wanita bersapu tangan hitam, yang ternyata juga sumoi atau adik seperguruan ketua Hek-yan-pang itu. Dan
ketika rambut menyambar-nyambar namun Golok Maut berhasil
mengelak atau menampar dari samping maka pertemuan
atau tangkisan itu mengeluarkan kilat bercahaya.
"Tar-tarr!" Golok Maut terkejut. Lawan berkelebatan lebih cepat
dan pukulan-pukulan uap merah juga menyambar. Wanita
itu melengking-lengking dan hawa panas menyertai ledakan rambut atau pukulan-
pukulan ini. Dan ketika Golok Maut menangkis tapi dia terhuyung maka sebuah
lecutan rambut akhirnya membakar baju pundaknya.
"Blarr!" Golok Maut bergulingan. Itulah pukulan dahsyat dan
segera matanya terbelalak, teringat Ang-in-kang atau
Pukulan Awan Merah. Dan ketika berseru keras dan
menyebut nama pukulan itu maka lawan terbelalak tapi
tertawa mengejek, membenarkan kata-katanya dan ketua
Hek-yan-pang itu sudah menyambar-nyambar lagi. Kini
Golok Maut terdesak namun masih dapat bertahan, terus mundur-mundur dan lawan
akhirnya melengking tinggi,
ketua Hek-yan-pang ini marah karena Golok Maut belum
dapat dirobohkannya juga. Dan ketika Golok Maut
terdesak di satu sudut dan menerima ledakan rambut maka pukulan Ang-in-kang juga
menyambar dan mengenai tubuhnya. "Plak-dess!" Golok Maut mengeluh. Sebenarnya dia lebih banyak
mengelak tak mau membalas, pukulan-pukulan lawan
memang berbahaya namun dia dapat bertahan, meskipun
terdesak. Tapi ketika lawan menyabet dengan rambutnya dan pukulan Ang-in-kang
menyambar tak kenal ampun apa boleh buat tiba-tiba dia membentak keras mencabut
senjatanya, ketika serangan itu datang lagi.
"Cring-tass!" Ketua Hek-yan-pang terpekik. Rambutnya tiba-tiba
terpapas, kutung ujungnya. Dan ketika dia bergulingan meloncat bangun dan
memekik menyerang lagi ternyata
rambutnya itu selalu dihadang sinar berkeredep di tangan Si Golok Maut, yang
terpaksa mencabut senjatanya karena
lawan juga mempergunakan senjata, meskipun rambut dan tampaknya
sebagai benda tidak berbahaya, yang sesungguhnya justeru amat berbahaya kalau dipergunakan oleh orang-orang pandai
macam ketua Hek-yan-pang ini, yang mampu mengisi tenaga saktinya ke dalam rambut
hingga benda lemas itu dapat berobah kuat dan kaku seperti baja, merupakan
kawat-kawat berbahaya yang bukan main ampuhnya kalau menyengat tubuh, atau
mencolok mata misalnya, yang bisa mengakibatkan kebutaan. Dan ketika lawan melengking-lengking
karena dihadang golok maut di tangan laki-laki bercaping ini akhirnya ketua Hek-
yan-pang itu tak dapat menyerang karena takut rambutnya gundul!
"Golok Maut, kau licik. Kau mengandalkan senjata ampuh!"
"Hm, yang licik adalah kau, pangcu. Kau mempergunakan senjata menghadapi orang yang bertangan kosong."
"Tapi kau tamu tak diundang, kau pengacau!"
"Hm, menunggu undangan Hek-yan-pang taklah mungkin, pangcu. Aku datang hanya sekedar meminta
putera Ci-ongya itu."
"Keparat, kau pandai berdebat!" dan ketua Hek-yan-pang yang marah ini akhirnya
membentak mencabut senjatanya, sebuah pedang hitam dan dia coba mengadu
pedangnya dengan golok di tangan lawan. Tapi ketika pedangnya
buntung dan putus terbabat maka wanita ini gentar dan
memaki-maki, kaget memandang golok berkeredep di
tangan Si Golok Maut itu.
"Bedebah! Manusia tengik!" dan wanita ini yang terpaksa tak berani mengadu
senjatanya lagi lalu berkelebatan
mengelilingi lawan dengan serangan-serangannya, sayang sekali selalu dihadang
sinar putih yang berkeredep
menyilaukan mata, akhirnya menarik serangan- serangannya itu dan tentu saja membuat ketua Hek-yan-
pang ini sewot. Golok Maut hanya menghalau atau
menangkis serangan-serangannya, berkata bahwa dia tak ingin membalas karena
sekali membalas tentu ketua Hek-yan-pang itu roboh, kata-kata yang membuat
wanita baju merah ini marah bukan kepalang. Dan ketika dia
membentak dan menantang lawan untuk membuktikannya
tiba-tiba Si Golok Maut mengangguk dan berkata "baik", sudah merobah gerak
senjatanya dan tiba-tiba sinar yang bergulung-gulung naik turun di depan ketua
Hek-yan-pang ini. Dan ketika sinar itu pecah dan menukik menuju tubuh si wanita
baju merah ini tiba-tiba delapan belas mata golok menyambar kepala wanita ini.
"Hei...bret!" Semua orang terkejut. Serangan Golok Maut ternyata
merobek sapu tangan ketua Hek-yan-pang, menguaknya
lebar dan tampaklah seraut wajah cantik yang saat itu merah padam melempar tubuh
bergulingan, kaget dan terpekik dan Golok Maut tertegun. Dia sebenarnya tak
bermaksud membuka sapu tangan merah itu, membuka
kedok. Tapi karena lawan menangkis dan bingung
menghindar ke sana-sini maka sapu tangan itu terbuka dan tampaklah wajah cantik
luar biasa dari ketua Hek-yan-pang ini, yang tak diduga Golok Maut karena ketua
Hek-yan-pang itu masih muda dan luar biasa cantiknya, padahal sikap dan kata-
katanya demikian dingin dan menyeramkan,
seolah membayangkan wanita iblis yang berhati beku.
Maka, begitu lawan bergulingan melempar tubuh sementara sapu tangan itu sudah
terbuka memperlihatkan wajah
pemiliknya tiba-tiba laki-laki bercaping ini bengong dan malah menjublak!
"Bunuh dia, tangkap!"
Bentakan atau seruan itu akhirnya menyadarkan Si
Golok Maut. Murid-murid Hek-yan-pang, yang baru
pertama kali itu melihat wajah ketuanya dan bengong tiba-tiba bangkit berdiri,
menyerang dan sudah berhamburan menyerang Golok Maut. Jit-nio dan Liok-hoa sudah
membentak bersama sang wakil ketua, yang juga kaget dan terkesiap karena wajah
ketuanya ditelanjangi. Hal itu merupakan pantangan besar bagi ketuanya, kecuali
laki-laki yang membuka kedok itu berani bertanggung jawab dengan mengawininya,
hal yang tentu merupakan urusan besar bagi kedua belah pihak, baik ketuanya atau
sucinya (kakak seperguruan) itu maupun pihak yang membuka kedok.
Maka begitu Golok Maut telah merobek sapu tangan
sucinya sementara sucinya di sana berteriak menyuruh
semuanya menyerang maka wanita bersapu tangan hitam
ini menyerang dan sudah membentak maju, diam-diam
tergetar karena di saat bengongnya tadi Golok Maut terlihat lebih jelas, gagah
dan tampan, usianya sekitar tiga puluhan tahun dan berdebar serta kencanglah
hati sang wakil ketua Hek-yan-pang itu. Namun ketika dia dan murid-murid Hek-
yan-pang menyerang dan membentak Si Golok Maut ini
tiba-tiba entah kenapa laki-laki bercaping itu mengeluh dan berkelebat
meninggalkan mereka. "Aku tak mau bertempur, aku tak mau bertanding.
Sudahlah, kalau kalian tak mau menyerahkan bocah she Ci itu biarlah kutitipkan
dulu dan lain kali kuambil!" dan pergi meninggalkan musuh-musuhnya Si Golok Maut
ini sudah menyimpan senjatanya dan menggerakkan kedua lengan ke depan, mendorong dan
mengibas anak-anak murid Hek-yan-pang dan terpekik serta kagetlah semua murid-
murid wanita itu. Mereka terpelanting dan terlempar oleh
dorongan Si Golok Maut, tersibak dan Golok Maut itu
sudah berkelebat keluar dan pergi meninggalkan mereka.
Tapi ketika Golok Maut menuju telaga dan siap
menumpangi perahunya lagi mendadak ketua Hek-yan-
pang berjungkir balik dan sudah berdiri gemetar di
depannya, membentak dengan suara menggigil,
"Golok Maut, berhenti dulu. Tak biasa kau melepaskan korban dengan cara seperti
ini!" Golok Maut tertegun. Tiba-tiba dia memejamkan mata
melihat wajah luar biasa cantik itu, tergetar dan seakan diguncang-guncang. Baru
kali ini selama hidup dia melihat wajah begitu jelita, cantik menawan dan
anggun, seperti dewi kahyangan. Atau, ah., tidak, lebih dari itu. Seperti ratu
di antara segala bidadari! Dan ketika Golok Maut berhenti dan apa boleh buat
menahan maksudnya dan membuka
mata kembali maka dilihatnya wajah yang jelita itu
menangis, bercucuran air mata.
"Golok Maut, jawab pertanyaanku. Sudah menjadi
larangan di sini bahwa seorang ketua pantang dibuka sapu tangannya oleh laki-
laki. Dan kau telah membuka sapu
tanganku, berarti harus melanjutkan dengan membunuhku.
Kenapa kau lari dan meninggalkan tempat ini" Bukankah kau mencari putera Ci-
ongya" Nah, dia ada padaku, Golok Maut, akan kuserahkan tapi bunuh dulu diriku!"
Golok Maut terkejut, mundur, tiba-tiba menggigil.
"Pangcu, aku... aku menitipkan dulu bocah she Ci itu. Aku sudah tahu bahwa dia
di sini. Tapi... tapi entahlah, aku ingin pergi dan mencari korbanku yang lain
dulu. Bocah itu kutitipkan dan biar di sini dulu..."
"Aku membolehkan kau pergi, tapi kau harus
membunuhku!" "Ah, aku tak ingin membunuhmu. Kita pribadi tidak bermusuhan!"
"Tapi sekarang kita bermusuhan. Kau telah melanggar pantangan seorang ketua!"
"Apa maksudmu?"
"Kau harus membunuh atau mengawininya!" wanita bersapu tangan hitam, sumoi atau
adik seperguruan ketua Hek-yan-pang ini tiba-tiba membentak, berkelebat ke
depan. "Suciku tak boleh ditinggalkan begitu saja, Golok Maut.
Telah menjadi peraturan di sini bahwa laki-laki yang
membuka kedok ketua harus mengawininya. Atau, kau
membunuhnya dan baru boleh pergi!"
Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa?" Golok Maut berseru tertahan. "Mengawininya"
Menikahinya?" "Benar, dan boleh kau pergi, Golok Maut, atau kau membunuhnya dulu dan membasmi
kami semua, seperti apa yang telah biasa kaulakukan!"
"Tidak, aku... aku tak dapat melakukan itu. Aku tak dapat membunuh atau membasmi
kalian!" "Kalau begitu nikahi ketua kami, atau kami akan
menyerangmu mati-matian dan kau atau kami yang mati!"
Golok Maut tertegun. Tiba-tiba dia merasa berada di
persimpangan jalan, berdiri bengong dan tidak berkedip.
Anak-anak murid Walet Hitam sudah berdiri pula di situ, mengepung setengah
lingkaran dan bisik-bisik terdengar di sana-sini. Golok Maut ditawari kawin,
jodoh yang tidak tanggung-tanggung, ketua Hek-yan-pang yang cantik jelita dan
gagah serta lihai! Tapi ketika Golok Maut menggeleng
dan menghela napas tiba-tiba laki-laki bercaping ini
menjawab, gemetar, "Hu-pangcu, maaf. Urusan ini tak dapat kujawab dengan pasti. Aku datang bukan
untuk mencari jodoh melainkan mencari orang-orang she Ci atau Coa. Pantangan ini
tak kuketahui, maafkan dan biar aku pergi!"
"Apa" Kau berani menolak" Kalau begitu bunuhlah
kami, Golok Maut, dan biar aku mati lebih dulu membela ketuaku!" dan hu-pangcu
dari perkumpulan Walet Hitam yang terhina serta marah ini tiba-tiba membentak
dan menerjang Golok Maut, ketuanya ditolak begitu saja dan tentu saja dia marah.
Ketua Hek-yan-pang yang menggigil di sana mengeluh, menggigit bibirnya dan tiba-
tiba iapun membentak. Dan ketika anak murid yang lain juga disuruh menyerang dan
Golok Maut diperintahkan bunuh maka
berhamburanlah dua ratus wanita-wanita muda dari
perkumpulan Walet Hitam ini, gusar dan marah menyerang Si Golok Maut karena
ketua mereka diabaikan, mereka
merasa tersinggung dan terhina. Tapi ketika semuanya
menerjang maju dan menyerang dengan sengit tiba-tiba
Golok Maut berjungkir balik mengeluarkan senjatanya itu, membabat dan menghalau
semua senjata yang menyerang,
yang tentu saja patah-patah dan kutung bertemu goloknya yang ampuh, terdorong
mundur dan semua berteriak kaget, termasuk ketua Hek-yan-pang itu, si bidadari
baju merah. Dan ketika semua terdorong dan mundur oleh senjatanya tiba-tiba Golok Maut sudah
melayang dan hinggap di atas perahunya.
"Maaf, pangcu, lain kali kita bertemu lagi!"
Golok Maut meluncur. Laki-laki bercaping ini sudah
menggerakkan perahunya dengan cepat sekali, terbang dan meninggalkan pulau
dengan cara yang amat luar biasa. Dan ketika semua orang tertegun tapi ketua
Hek-yan-pang berseru marah tiba-tiba wanita baju merah ini menyambar perahu lain dan
mengejar, diikuti yang lain-lain tapi Golok Maut sudah keburu mendarat. Laki-
laki yang amat lihai itu sudah berkelebat meninggalkan perahunya di pantai. Dan
ketika semua orang tertegun dan lagi-lagi menjublak tiba-tiba ketua Hek-yan-pang
ini menangis dan berkelebat
lenyap. "Swi Cu, kau menjaga perkumpulan. Aku akan mencari dan mengadu jiwa dengan Si
Golok Maut!" Dan begitu wanita baju merah ini mengerahkan
kepandaiannya berkelebat menghilang maka Swi Cu pun,
sang adik sekaligus wakil ketua Walet Hitam menjublak, berteriak memanggil
sucinya namun sang suci atau ketua sudah lenyap di kejauhan sana. Anak-anak
murid menjadi ribut tapi akhirnya dibentak wanita bersapu tangan hitam ini. Dan
ketika gadis atau wanita itu menyuruh murid-murid Hek-yan-pang menunggu
sementara ia mengejar ketuanya namun gagal akhirnya gadis atau wanita ini
menangis tersedu-sedu. "Kita kembali, pangcu telah memerintahkan kita
menjaga pulau!" dan kembali dengan air mata bercucuran akhirnya wanita bersapu
tangan hitam itu membiarkan
sucinya mengejar Si Golok Maut.
ooooo0de0wi0oooooo "Celaka, sial Bagaimana bisa terjadi seperti ini" Ah, kenapa aku tak keruan
rasanya" Oh, ampun ibu, ampun
cici.. aku terpaksa menunda kematian bocah she Ci itu!"
Golok Maut terhuyung-huyung, seluruh tubuh basah kuyup dan kakipun menggigil.
Entah mengapa sejak dia melihat wajah di balik sapu tangan itu tiba-tiba
ingatannya kepada wajah ketua Hek-yan-pang ini tak dapat dilupakan. Wajah
yang begitu cantik luar biasa dan amat mempesona, anggun dan angkuh namun
justeru ini daya tariknya. Dia seakan dihipnotis dan Golok Maut terhuyung-
huyung. Baru kali ini selama hidup dia merasa gemetaran begitu, dan baru kali
ini pula dia menunda kematian seorang manusia ber-she Ci, putera Ci-ongya lagi,
pangeran yang amat dibenci dan
menimbulkan dendam kesumat, pembunuhan-pembunuhan
yang dia lakukan itu dan Golok Maut mengeluh. Dan
ketika laki-laki itu jatuh terduduk dan menangis menitikkan air mata tiba-tiba
dia terkejut ketika terdengar bentakan di belakangnya.
"Golok Maut, bayar hinaan ini... wut-singg!!" dan ketua Hek-yan-pang yang datang
dengan air mata bercucuran
kiranya telah menemukan dirinya dan mengejar sampai ke situ, langsung menyerang
dan pedang di tangan wanita
cantik ini mendesing. Golok Maut mengelak dan kaget,
diserang lagi dan bengong terlongong-longong. Tapi ketika pundaknya terbabat dan
Golok Maut terkejut tiba-tiba laki-laki ini sadar dan melompat jauh ke belakang,
mengeluh. "Pangcu, maaf. Jangan kejar-kejar aku!"
"Keparat, aku tak akan mengejar-ngejarmu kalau kau sudah membunuhku, Golok Maut.
Nah, bunuhlah aku atau kau kubunuh!" Golok Maut berlompatan. Dia mengeluh dan mengelak
sana-sini, menjauh namun lawan selalu mengejar. Ke
manapun dia menghindar ke situlah pedang menyambar
dirinya. Dan ketika satu bacokan lagi mengenai pangkal lengannya dan robek
berdarah maka untuk pertama kali
lawan terkejut. "Bret!" Golok Maut tak mengerahkan sinkang. Pangkal
lengannya dibiarkan terluka dan ketua Hek-yan-pang itu
tertegun. Tapi membentak dan melengking lagi akhirnya wanita cantik luar biasa
itu melanjutkan serangannya, mempergunakan rambutnya pula dan menjeletar-
jeletarlah senjata luar biasa ini. Wanita itu penasaran karena Golok Maut belum
juga dapat dirobohkannya, padahal laki-laki itu hanya mengelak dan belum sekali
pun membalas. Dua luka di tubuh Golok Maut cukup merupakan bukti. Dan ketika
Golok Maut terhuyung mundur-mundur mendadak pedang
menyambar leher namun secepat kilat menyontek ke atas menusuk dahi.
"Aih... brett!"
Caping itu terlempar. Tiba-tiba Golok Maut terbuka
wajahnya, tampak seluruh wajah tokoh yang biasanya
menutupi muka ini, gagah dan tampan namun penuh kerut-kerut kepedihan. Baru kali
ini Golok Maut ditelanjangi mukanya! Namun ketika wanita cantik itu tertegun dan
berseru kagum, seruan yang begitu saja meluncur dari
mulutnya mendadak Golok Maut sudah melempar tubuh
bergulingan dan menyambar capingnya lagi, mengenakannya secepat kilat.
"Pangcu, kita seri. Akupun pantang memperlihatkan mukaku kalau bukan atas
kehendakku sendiri.. wut!" dan Golok Maut yang berjungkir balik meninggalkan
lawan tiba-tiba berkelebat dan membuat ketua Hek-yan-pang itu bengong, termangu dan
tertegun oleh wajah yang tampan gagah tadi namun tiba-tiba sang bidadari ini
membentak nyaring, mengejar dan memaki Golok Maut itu. Dan ketika ke manapun
Golok Maut pergi ke situ pula wanita cantik ini mengikuti maka Golok Maut
menjadi bingung dan baru untuk pertama kali merasa marah namun juga iba, aneh!
"Pangcu, biarkan aku sendiri. Jangan kejar-kejar aku!"
"Tidak, ke manapun kau pergi ke situ pula aku mencari, Golok Maut. Atau kau
membunuhku dan bayar hinaan
ini!" "Ooh..!" dan Golok Maut yang bingung namun juga gemas tiba-tiba memasuki hutan
dan bersembunyi di sini, berkelebat dan mengerahkan kepandaiannya dan hilang
sejenak. Tapi karena tak mungkin terus-menerus bersembunyi di hutan dan lawan ternyata menunggu tiba-tiba ketua Hek-yan-pang
itu sudah mencegatnya di luar hutan, di seberang!
"Golok Maut, kau tak dapat bersembunyi!"
Golok Maut mengeluh. Sebenarnya dia ingin lari jauh-
jauh, tapi ketika sudah jauh dan dapat bersembunyi
mendadak saja dia ingin menampakkan diri dan melihat
wanita cantik itu, entah kenapa hatinya berdebar kencang melihat wajah yang
mempesona ini, ingin rasanya
berdekatan dan tidak bermusuhan. Tapi ketika teringat betapa gara-gara wajah
cantik dia pernah tertipu maka Golok Maut mengeraskan hati dan bersikap dingin,
anehnya memanas lagi dan ingin melihat si juwita.
Akibatnya muncul dan menghilang lagi, begitu berkali-kali hingga ketua Hek-yan-
pang itu juga marah, gemas. Dan
ketika seminggu terjadi kejar-kejaran ini dan Golok Maut tampaknya juga ragu
untuk benar-benar meninggalkan
lawannya, hal yang sebenarnya dapat dilakukan, mendadak menghadang seorang laki-
laki gundul berkulit dua warna, kepala hitam sedang leher ke bawah kuning
bersih. "Hei, berhenti. Aku mencari Golok Maut dan kau
agaknya orangnya!" Golok Maut terkejut. Di belakang ketua Hek-yan-pang
itu melengking-lengking, menyebut namanya. Dan ketika dia tertegun dan dihadang
si gundul ini, yang tidak dikenal
tiba-tiba berkelebatan beberapa bayangan dan muncullah di situ dua kakek India
itu, Mindra dan Sudra! "Ha-ha, benar, sobat. Dia Si Golok Maut!"
"Dan kita tangkap dia, cincang beramai-ramai!"
Golok Maut tersentak. Di belakang dan kiri kanan dua
kakek lihai ini muncul Bhok-kongcu dan si Kucing Liar, Mao-siao Mo-li. Dan
ketika dua orang itu juga tertawa dan terkekeh maka Bhok-kongcu kagum melihat
tubuh indah si ketua Hek-yan-pang, yang waktu itu cepat memakai sapu tangannya
lagi dan menyembunyikan diri.
"Heh-heh, siapa niocu ini" Dari mana?"
Ketua Hek-yan-pang itu mendengus. Dia tentu saja tak
menghiraukan pertanyaan Bhok-kongcu, yang ceriwis dan kurang ajar. Perhatiannya
tertuju pada Si Golok Maut
karena itulah lawannya. Maka begitu dia juga terkejut dan tertegun melihat
orang-orang ini, musuh-musuh lama
Golok Maut maka Golok Maut berhenti dan yang pertama
mencegatnya adalah si gundul itu, yang bukan lain adalah Tiat-kak, si Kaki Besi,
pembantu Coa-ongya! "Heh-heh, kau kiranya Si Golok Maut" Bagus, aku lama mencari-carimu, Golok Maut.
Kalau begitu tak usah kita banyak cakap dan terimalah ini... wut-wirr!" si Kaki
Besi tiba-tiba berpuntir, kakinya bergerak dan tahu-tahu sebuah tendangan
melingkar menghantam Golok Maut. Laki-laki
gundul itu tak banyak cakap lagi dan benar-benar
menyerang Golok Maut. Tapi ketika Golok Maut mengelak dan tertegun melihat si
gundul ini, yang belum dikenal, maka dia menangkis dan menggerakkan tangannya.
"Duk-plak!" Si gundul terpekik. Tiba-tiba dia tergetar dan terdorong, tendangannya tadi
bertemu tangkisan yang kuat dan hampir
dia terpelanting, padahal gajah pun tak akan sanggup
mendorongnya! Maka begitu dia terpekik namun sudah
kembali menyerang tiba-tiba orang kepercayaan Coa-ongya ini bergerak dan kedua
kakinya naik turun menyambar
Golok Maut, cepat dan luar biasa dan Golok Maut terkejut.
Si gundul yang baru pertama kali ini bertemu dengannya ternyata memiliki kaki
yang istimewa dan tendangan
bertubi-tubi, cepat dan kuat dan tiba-tiba kaki yng naik turun itu mengenai
pinggangnya, Golok Maut terhuyung
dan hampir terjungkal. Dan ketika dia membentak dan
tentu saja marah maka dia membalas dan pukulan Kim-
kong-ciang menyambut serta menerima tendangan bertubi-tubi itu, lawan terpekik
dan kali ini si Kaki Besi
terpelanting. Kakinya tadi disambar dan didorong jatuh, dia terguiing-guling.
Namun ketika si gundul ini meloncat bangun dan membentak lawan ternyata dua
kakek India itu, Mindra dan Sudra sudah menyerang Golok Maut,
mencabut senjata masing-masing dan meledaklah cambuk
baja di tangan Sudra. Dan ketika Mindra juga mengeluarkan nenggalanya dan maju menyerang maka
Golok Maut sudah dikeroyok pula oleh Siluman Kucing,
yang menggerakkan payungnya.
"Hi-hik, bagus, Mindra. Bunuh dan robohkan Si Golok Maut ini!"
Golok Maut terbelalak. Kelicikan ini sudah diduganya, terutama Siluman Kucing
dan Bhok-kongcu, yang masih
bersinar-sinar dan kagum memandang ketua Hek-yan-pang, yang belum bergerak dan
diamati dari samping. Mata
kurang ajar dari si Hidung Belang Bhok-kongcu ini melahap bebas, nikmat dan
tampaknya laki-laki muda itu kagum
benar, tertarik. Maklumlah, tubuh aduhai dari wanita baju merah ini tampaknya
sudah menjanjikan segalanya bagi
Bhok-kongcu itu. Tapi ketika dia cengar-cengir dan
temannya di sana sudah menyerang Golok Maut
sekonyong-konyong Siluman Kucing itu membentaknya
dan menyodokkan ujung payung ke pinggangnya.
"Orang she Bhok, ayo bantu kami. Jangan mendelong memandang si cantik. Kubunuh
kau nanti!" "Ha-ha!" Bhok-kongcu terbahak. "Jangan cemburu, Eng Hwa. Laki-laki bebas
menikmati wajah cantik di manapun!"
"Tapi dia mengenakan sapu tangan, bagaimana kau tahu cantik atau tidak?"
"Ha-ha, mataku cukup terlatih, Mo-li, sekali lihat luarnya aku sudah tahu bagian
dalamnya, ha-ha!" Mata berkilat dari ketua Hek-yan-pang itu tiba-tiba
berapi. Orang she Bhok ini sudah mencabut ikat-
pinggangnya menyerang Si Golok Maut ketika tiba-tiba dia membentak, mencabut
pedangnya dan menyerang si
Hidung Belang ini, yang tentu saja kaget dan berseru keras.
Dan ketika dia menangkis namun ikat-pinggang putus
dibabat tiba-tiba Bhok-kongcu ini melempar tubuh
berjungkir melihat keganasan pedang.
"Tutup mulutmu... sing-bret-dess!" dan Bhok-kongcu yang kaget serta memekik
tinggi tiba-tiba menyadari bahwa wanita yang dihinanya itu bukan sembarang
wanita, segera mendapat serangan bertubi-tubi dan Siluman Kucing
Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terkejut. Bhok-kongcu memang pemuda pemogoran,
ceriwis dan kurang ajar. Tapi melihat temannya diserang cepat dan pedang itu
menusuk atau membacok maka
wanita berpayung ini tiba-tiba marah dan meloncat
meninggalkan Golok Maut. "Hei, berhenti... cring-trang!" pedang bertemu payung, terpental dan Siluman
Kucing terpekik. Payungnya mental sementara
pedang lawan berdesing menyambar tenggorokannya, cepat dan ganas dan hampir saja
mencoblos, kalau dia tidak bergulingan melempar tubuh.
Dan ketika Siluman Kucing meloncat bangun dan marah
serta melengking tinggi tiba-tiba dia menyerang lawannya ini dan ketua Hek-yan-
pang dikeroyok dua, karena Bhok-kongcu juga marah!
"Hei-hei...! Apa-apaan kalian itu. Jangan berkelahi, kita semua adalah orang-
orang yang memusuhi Golok Maut.
Kembali, bantu kami!" Sudra, yang meledak-ledakkan cambuknya
berteriak-teriak, Golok Maut mencabut goloknya dan sinar putih yang berkeredepan panjang itu menyambut, tentu saja dia
menarik serangannya dan saudaranyapun memaki-maki. Mereka sudah mengenai
betul keampuhan golok itu, golok yang akan memapas
buntung setiap senjata yang betapapun tajamnya, tak
mungkin menang dan mereka harus melempar tubuh
menyelamatkan diri kalau sinar golok itu terus menyambar, tak mau celaka dan dua
kakek India ini jungkir balik.
Namun ketika dua orang itu tak menggubris seruannya dan masih terus menyerang
Hek-yan-pangcu maka Sudra
meledakkan cambuknya ke bahu Siluman Kucing.
"Tar-aduh!" Mao-siao Mo-li terpekik. Kakek India itu membuatnya
kesakitan dan dia memaki-maki, meloncat bangun namun
cambuk si kakek juga menjeletar di bahu Bhok-kongcu,
menyambar pula ke ketua Walet Hitam itu namun wanita
baju merah ini menangkis, cambuk terpental dan kakek itu kaget, pedang di tangan
wanita baju merah itu ternyata hebat sekali, sanggup menahan cambuknya. Dan
ketika Mao-siao Mo-li meloncat bangun sementara Bhok-kongcu
terguling-guling memaki marah maka di sana Tiat-kak si Kaki Besi mengeluh ketika
Golok Maut menabas kakinya.
"Cret!" Jari si gundul itu nyaris putus. Kuku jarinya yang terkena dan berteriaklah si
gundul itu melempar tubuh, tiba-tiba menggereng dan mencabut senjatanya, gading
gajah berwarna hitam, aneh. Dan ketika dia menubruk dan
menyerang lagi maka nenggala di tangan Mindra
membantu dirinya dan menyambar-nyambar Golok Maut,
sayang sekali harus ditarik cepat kalau Golok Maut
menangkis, tak mau kutung dan mengumpatlah semuanya.
Golok Maut memang berbahaya sekali. Dan ketika
pertandingan berjalan lagi sementara Sudra mengancam
Bhok-kongcu dan Siluman Kucing untuk tidak menyerang
ketua Hek-yan-pang maka dua orang itu melompat dan
menyerang Golok Maut, tak tahunya wanita baju merah ini mengejar Bhok-kongcu,
membentak dan menyerang si
Hidung Belang ini, Hi-ngok. Dan ketika Bhok-kongcu
terpaksa menangkis namun selalu terpental maka Siluman Kucing menjadi marah dan
menyerang ketua Hek-yan-pang itu.
"Hei, lihat, tua bangka. Wanita ini menyerang temanku!"
Sudra melotot. Dia marah melihat itu, mau membentak
tapi Golok Maut menyerang dirinya, tertawa mengejek.
Dan ketika apa boleh buat dia terpaksa mengelak dan
memaki-maki maka Golok Maut seolah dibantu ketua
Walet Hitam itu. "Hek-yan-pangcu, terima
kasih. Mereka memang sepantasnya kau hajar!"
"Ah, kau ketua Hek-yan-pang?" Bhok kongcu terkejut, baru mengerti ini. "Kau
membantu Golok Maut" Keparat, Hek-yan-pang biasanya tak berdekatan dengan laki-
laki, siluman betina. Tak nyana kalau kau jatuh hati dan
agaknya tergila gila pada Golok Maut..."
"Sing-dess!" Bhok-kongcu menghentikan kata-katanya, bermaksud mengejek tapi tak
tahunya gerakan pedang yang marah hampir saja membabat lehernya. Dia harus
bergulingan melempar tubuh ketika wanita baju merah itu melengking tinggi,
menggerakkan pedangnya dua kali dan hampir saja si Hidung Belang celaka, pucat
dan ngeri dan segera mendengar jawaban bahwa lawan tidak membantu
Golok Maut, melainkan semata ingin menghajarnya karena omongannya yang kotor dan
tidak tahu malu. Dan ketika ketua Hek-yan-pang ini juga memaki Golok Maut karena
orang bisa salah duga maka Siluman Kucing memekik dan marah menyerang wanita
baju merah ini. "Keparat, membantu ataukah tidak kami tak tahu betul, Hek-yan-pangcu. Kalau kau
memusuhi temanku maka kau
adalah juga musuhku... siut-trak!" payung menyambar, menusuk dari samping namun
pedang menangkis. Siluman
Kucing tergetar dan terdorong mundur. Dan ketika Bhok-kongcu marah-marah dan
menggeram maju maka laki-laki
ini berkata bahwa dia ingin menelanjangi lawannya itu, merobek sapu tangannya
dan melihat wajah di balik kedok, menyerang dan justeru membuat kemarahan wanita
baju merah ini tak terkendalikan lagi. Dan ketika di sana Golok Maut bertanding
menghadapi tiga orang lawannya maka di sini ketua Hek-yan-pang itu juga mendesak
dan menyerang dua orang lawannya, yang cepat keteter.
"Cring-bret!" Golok Maut tersenyum. Dia melihat ketua Hek-yan-pang
itu membabat ikat-pinggang Bhok-kongcu, meneruskan
gerakannya dan pemuda hidung belang itu terpekik. Bhok-kongcu melempar tubuh
bergulingan ketika pedang
mengejar, untung ditangkis Mao-siao Mo-li dan Bhok-
kongcu selamat, dapat melompat bangun. Dan ketika dua orang itu mengeroyok lagi
namun agaknya jalannya pertandingan dikuasai ketua Hek-yan-pang ini maka di sana Golok Maut juga
mengendalikan keadaan dan jalannya
pertandingan di bawah kekuasaan tokoh bercaping ini.
"Cring-crat!" Golok Maut beraksi. Nenggala di tangan Mindra terluka, ujungnya buntung dan
kakek India ini memaki-maki. Dan ketika dia menggerakkan tangan kirinya
melakukan pukulan Hwi-seng-ciang (pukulan Bintang Api) maka
meledaklah sinar merah menyambar Golok Maut.
"Dess!" Kakek itu terguncang. Golok Maut menolak dengan
tangan kirinya dan kakek itu mengeluh, terdorong dan
terhuyung mundur. Dan ketika Sudra juga menggerakkan
cambuknya namun meledak ditampar Golok Maut maka
dua orang itu mendelik dan mengumpat-umpat.
"Keparat, bedebah jahanam! Kita menyerang di kiri kanan, Sudra. Biar si gundul
ini di depan!" "Hei..!" si gundul, Tiat-kak adanya, terkejut. "Kalian di depan, kakek-kakek
busuk. Aku di belakang atau di
samping!" "Hm, kakimu lihai mendupak. Kau di depan saja,
gundul. Dan agaknya kalau aku tidak salah duga kau
adalah si Kaki Besi Tiat-kak, pembantu Coa-ongya.
Benarkah?" "Ha-ha, benar!" Tiat-kak merasa terkenal. "Aku memang pembantu Coa-ongya, kakek
busuk. Kalian berdua siapakah kenapa memusuhi Golok Maut ini?"
"Kami Sudra dan Mindra, dari Thian-tok."
"Ah, si Tak Tahu Aturan dari India" Ha-ha, aku sudah mendengar nama kalian,
Mindra, dan juga kenapa kalian
diusir dari negerimu, karena tak suka kepada kalian, ha-ha!"
dan si Kaki Besi yang tertawa dan mengejek dua kakek itu tiba-tiba berteriak
keras ketika Golok Maut menyambar, berkilat matanya dan tiba-tiba nafsu membunuh
memancar ganas. Golok Maut baru tahu bahwa si gundul ini kiranya antek Coa-ongya, kaki
tangannya. Maka begitu dia membentak
dan golok berkeredep menyilaukan mata tiba-tiba tokoh bercaping ini sudah
mengejar si Kaki Besi. "Crat-dess!" Tiat-kak terguiing-guling. Dia terkejut melihat kemarahan Golok Maut, yang tiba-tiba begitu beringas dan benci memandangnya.
Golok Maut yang tadi masih agak
lunak sekonyong-konyong berobah bengis, dagu itu
mengeras dan wajahnya membesi! Dan ketika si gundul
berteriak bergulingan sementara lawan mengejar tiba-tiba golok kembali menyambar
dan apa boleh buat gading di
tangannya menangkis. "Crat!" gading itu tinggal separoh! Si Kaki Besi berteriak dan menjerit
bergulingan menjauh, Golok Maut berkelebat dan mengeluarkan geraman benci, sinar
matanya berbahaya sekali dan tentu saja si gundul ini ngeri. Dan ketika dia
bergulingan menjauh namun Golok Maut mengejar maka
laki-laki ini berteriak pada Mindra dan Sudra agar
menolongnya, atau mereka bakal kehilangan kawan kalau dia terbunuh.
"Hei, bantu aku. Tolong!"
Mindra dan Sudra bergerak. Memang mereka tak akan
membiarkan Golok Maut membunuh si gundul itu, yang
betapapun merupakan teman seperjuangan, sama-sama
menghadapi Si Golok Maut yang lihai. Maka begitu mereka membentak dan keduanya
sudah menggerakkan cambuk
dan nenggala maka dari belakang Si Golok Maut ini
mendapat serangan berbahaya.
-ooo0dw0ooo- Jilid : XIII "MINGGIR, atau kau mampus... sing-plak!" Golok Maut membalik, terpaksa menangkis
serangan dua orang itu dan cambuk maupun nenggala putus terbabat, semakin pendek saja namun si Kaki
Besi dapat meloncat bangun di sana. Laki-laki gundul ini mengeluarkan keringat
dingin dan memaki-maki Golok Maut, gading di tangannya
gemetar menggigil namun pembantu Coa-ongya ini tak
berani cuap-cuap lagi. Dia sudah ditolong dan diselamatkan dua kakek India itu,
melihat mereka berjungkir balik dan berteriak panjang
ketika senjata di tangan bertemu Golok Maut, tentu saja terpapas namun mereka sudah
melayang turun mengumpat caci, Mindra bahkan menggeram-geram. Dan ketika mereka menyerang lagi dan si Kaki Besi diminta maju
membantu maka dengan agak
gentar si gundul ini maju mendampingi dua kakek India itu.
"Awas, jangan dekat-dekat. Serang saja dari belakang biar kami berdua di depan!"
Si Kaki Besi girang. Mindra berseru padanya agar
menyerang di belakang, jadi enak dan lebih selamat. Si gundul ini mengangguk dan
sudah melakukan perintah itu, Mindra dan saudaranya di depan. Tapi ketika Golok
Maut menggeram dan menyatakan ingin membunuh si gundul itu maka Tiat-kak
meremang. "Boleh, di belakangpun aku tak takut, Kaki Besi. Coa-ongya dan para pembantunya
memang sudah biasa berbuat
curang. Hati-hati, betapapun kau adalah orang pertama yang pasti kubunuh!"
"Hargh, jangan dengarkan itu! Kami berdua di sini, Kaki Besi. Asal kau baik-baik
bekerja sama tentu tak mungkin ancaman itu terlaksana. Serang saja, jangan
takut!" Sudra kali ini menggereng, mem-bentak Golok Maut namun kini Golok Maut
mulai membiarkan serangan-serangan dua
kakek itu mengenai tubuhnya. Mindra maupun Sudra
terkejut ketika nenggala atau cambuk mereka terpental mengenai tubuh lawannya
itu, tertolak oleh sin-kang yang dahsyat dan mereka tertegun. Dan
sementara mereka terbelalak dan menjublak oleh kekebalan Golok Maut
yang ditunjukkan maka laki-laki bercaping itu sering
membalik dan menyambar si Kaki Besi, senjata di
tangannya berkeredep berkali-kali dan tak terhitung
banyaknya seruan kaget si gundul itu karena golok yang menyilaukan itu tahu-tahu
hampir saja mengenai tubuhnya.
Kalau tidak membabat leher ya menusuk dada, semuanya serba cepat dan serba kilat. Dan ketika si
gundul itu mengeluarkan keringat
dingin dan pucat serta gentar maka satu kilatan panjang membuat laki-laki ini berteriak ketika
Golok Maut membiarkan cambuk
dan nenggala menyambar tubuhnya.
"Cret-des-plakk!"
Golok Maut terhuyung dua langkah. Sinar golok di
tangannya membeset pundak si Kaki Besi dan laki-laki
gundul itu berteriak ngeri. Dia melempar tubuh bergulingan namun sinar golok
masih menyerempetnya juga, hanya
beberapa senti dari leher! Dan ketika Golok Maut terkena ledakan cambuk maupun
tusukan nenggala di mana dua
serangan itu membuat serangannya terhadap si gundul jadi kurang tepat maka si
gundul itu memaki-maki dua
kawannya yang dianggap tak becus melindungi dirinya.
"Keparat, kalian bodoh, Mindra. Tolol. Aih, kalau tak bisa melindungi kawan
bilang saja!" Dua kakek itu merah mukanya. Sebenarnya kalau Golok
Maut tidak mengerahkan sinkangnya dan kebal menerima
serangan-serangan senjata mereka tentu Golok Maut itu sudah roboh. Mereka
penasaran dan marah oleh makian
ini. Maka ketika kembali mereka menyerang dan si Kaki Besi mundur-mundur menjauh
maka Golok Maut tertawa mengejek si gundul itu. "Hm, kau antek Coa-ongya. Kau pasti kubunuh dulu, Kaki Besi. Lihat saja!"
Si Kaki Besi semakin pucat. Di sana Mao-siao Mo-li dan Bhok-kongcu masih serang-
Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyerang dengan ketua Hek-yan-pang itu. Mereka memaki-maki sementara ketua Hek-
yan-pang membentak atau melengking. Dan ketika di sini Golok Maut mengeluarkan
ancamannya hingga si Kaki
Besi pucat maka permainan laki-laki ini menjadi kacau dan Tiat-kaknya atau Kaki
Besi tak dapat digunakan, mati kutu menghadapi ketajaman golok di tangan laki-
laki bercaping itu dan sesumbar si gundul ini menjadi tong kosong yang nyaring
bunyinya, ketika dengan sombong dan pongah dia dulu berkata pada Coa-ongya untuk
menangkap dan membunuh Si Golok Maut, yang ternyata demikian lihai
dan luar biasa. Dan ketika si gundul ini mulai mundur-mundur dan setiap
kelebatan golok selalu dijauhi dengan amat takutnya maka Mindra dan Sudra
membentak-bentak dan marah kepada temannya ini.
"Heh, kalau niat bertempur jangan mundur-mundur
seperti itu, gundul. Kalau kau tak tahan lebih baik lari saja. pergi!"
"Ya, berlindung di balik pakaian ibumu, gundul. Jangan perlihatkan
kepengecutanmu itu di sini!" Sudra juga geram,
memaki si gundul ini dan Tiat-kak marah. Kalau saja Golok Maut tidak demikian
lihai mungkin dia akan meninggalkan lawannya sejenak untuk menyerang dua kakek
India itu, akhirnya membalas dan memaki-maki pula dua orang
temannya itu, yang juga tak dapat merobohkan Golok Maut dan senjata mereka
dikatakan tumpul, selalu terpental dan membuat dua kakek itu melotot. Dan ketika
percekcokan mulai terjadi di antara tiga orang ini sementara di sana ketua
Walet Hitam masih menyambar-nyambar menghadapi Bhok-kongcu dan Mao-siao Mo-li tiba-tiba
terdengar jerit kesakitan ketika tubuh Bhok-kongcu
terlempar, terkena tusukan pedang.
"Aduh..!" Si Hidung Belang itu bergulingan. Ketua Hek-yan-pang
kiranya telah melakukan gerak tipu istimewa, menusuk
namun tiba-tiba ujung pedang mencuat ke atas, menuju
tenggorokan Si Hidung Belang itu. Dan karena gerak tipu ini di luar dugaan dan
Hi-ngok Bhok-kongcu tak mampu
mengelak maka pedang wanita cantik itu mengenai
tenggorokannya dan Bhok-kongcu menggelepar, mengejutkan temannya dan Mao-siao Mo-li pucat. Siluman Kucing ini membentak dan
payung di tangannya bergerak tiga kali. Namun sebelum dia melakukan gerak tipu
berbahaya sekonyong-konyong
lawan mendahului dan pukulan Ang-in-kang atau Awan Merah menyambar dari
tangan kiri ketua Hek-yan-pang itu.
"Dess'" Mao-siao Mo-li menjerit. Wanita ini terlempar dan si
cantik itu mengejar, pedang di tangannya berkelebat dan memekiklah Siluman
Kucing itu ketika lehernya disambar, mengelak namun pangkal lengannya kena,
sobek dan muncratlah darah dari luka di tubuh wanita cabul ini. Dan
ketika Mao-siao Mo-li bergulingan namun lawan mengejar tiba-tiba dengan marah
dia menggerakkan payungnya.
"Cring-brett!" Payung itu patah. Kainnya sobek dan Mao-siao Mo-li
pucat melihat pedang bergerak terus melalui celah-celah ruji payungnya,
menyambar dan terlukalah tenggorokan wanita itu. Jadi dua luka menghiasi tubuh
wanita ini. Dan ketika sebuah tendangan membuat Siluman Kucing itu mencelat
dan wanita ini mengeluh maka Bhok-kongcu di sana sudah bangun terhuyung dan
melarikan diri. "Lari..! Lain kali kita bertemu lagi, Siluman Kucing. Biar kita tebus kekalahan
ini di lain kesempatan!"
Mao-siao Mo-li menangis. Dia kesakitan oleh dua luka di tubuhnya, payungnya
sudah dibuang dan wanita itupun
buru-buru mengikuti temannya, bergulingan melompat
bangun dan terhuyung mengejar Bhok-kongcu. Temannya
terseok dan cepat dia menyusul, memaki si Hidung Belang dan juga ketua Hek-yan-
pang itu, yang mau mengejar tapi tiba-tiba diteriaki Golok Maut agar membiarkan
dua orang itu pergi, tak usah dibunuh. Dan ketika ketua Hek-yan-pang ini
tertegun dan tidak mengejar maka di sana Golok Maut juga hampir menyelesaikan
pertandingan. Sudra dan Mindra akhirnya penggeram berkali-kali
setelah senjata mereka tak mampu lagi melukai Golok
Maut, yang melindungi dirinya dengan sinkang yang amat luar biasa, kebal dan tak
satu kali pun cambuk atau
nenggala di tangan mereka berhasil merobohkan lawan
yang amat hebat ini. Dan ketika berkali-kali cambuk
ataupun nenggala mental bertemu Golok Maut maka Golok Maut sendiri sudah
mendesak si Kaki Besi dan laki-laki gundul ini pucat, mau melarikan diri namun
golok di tangan Golok Maut mengelilingi dirinya. Golok itu sudah
menyambar-nyambar dan mengurung laki-laki ini hingga si Kaki Besi ngeri, tak
dapat keluar lagi dan nekatlah si gundul itu ketika Golok Maut tak memberinya
jalan keluar. Dan ketika cambuk maupun nenggala kembali mental menghantam tubuh tokoh bercaping ini maka satu bentakan tinggi mengiringi sebuah
gerakan kilat dari sinar golok yang menuju dada si gundul.
"Tiat-kak, kau mampus!"
Si gundul berteriak. Dia menggerakkan sisa gadingnya
namun senjata itu putus, begitu cepat dan sinar putih yang menyilaukan mata itu
terus menyambar. Dan ketika si
gundul menjerit dan dadanya berlubang tahu-tahu sinar menyilaukan itu menyontek
ke atas dan... putuslah kepala si gundul.
"Crat!" Kejadian ini mengerikan sekali. Tiat-kak roboh terbanting tanpa kepala lagi, kepalanya menggelinding dan berlumuran darah,
tubuhnya ambruk dan tertawalah Golok Maut dengan suaranya yang aneh. Golok yang
berlumuran darah mengering dengan cepat, dihisap oleh senjata yang mengerikan
ini. Dan ketika Sudra dan Mindra terkejut di sana tiba-tiba dua orang itu
mengeluh dan... memutar tubuh melarikan diri, gentar.
"Golok Maut, kau kejam. Biarlah lain kali kita bertemu lagi... wut-wut!"
keduanya berjungkir balik, melayang turun di atas keledainya yang ditambat di
sebuah pohon dan terbanglah mereka meninggalkan Golok Maut, lari setelah melihat terpenggalnya
kepala si gundul. Dan ketika dua orang itu sipat-kuping dan Golok Maut menyimpan
goloknya, yang lenyap di belakang punggung maka Hek-
yan-pangcu yang terbelalak melihat kebencian yang kini menghilang lagi di balik
wajah di bawah caping itu.
"Golok Maut, kau benar-benar telengas. Kau keji!"
"Hm, aku memang akan bersikap seperti ini terhadap pembantu-pembantu Coa-ongya.
Maaf, kau sudah tidak akan memusuhi aku lagi bukan, nona" Kita dapat
bersahabat dan kau tidak mengejar-ngejarku seperti
seminggu ini?" "Srat!" mata yang berbinar itu tiba-tiba menyala lagi.
"Justeru ini yang kutunggu, Golok Maut. Aku tak ingin menyerangmu bersama orang-
orang busuk itu. Aku ingin
menghadapimu sendirian, kau atau aku yang mati!"
"Tapi aku tak ingin bermusuhan, aku lelah..."
"Sama saja. Kita juga baru menghadapi musuh-musuh kita, Golok Maut. Sekarang
jangan banyak cakap dan terimalah seranganku... singg!" dan pedang yang menyambar bergerak lagi tahu-tahu menusuk dan menikam tenggorokan Golok Maut,
tak mau sudah Golok Maut mengeluh. Menghadapi ketua Hek-yan-pang ini dia merasa lemah, entah kenapa
hatinya tak dapat mengeras dan ada kecenderungan untuk selalu bersikap lunak.
Maka begitu dia mengelak namun pedang mengejar lagi tiba-tiba tangan kiri si
cantik itu bergerak dari samplng melepas pukulan Awan Merah.
"Dess!" Golok Maut terbanting. Dia mengeluh menggigit bibir,
bergulingan menjauh namun lawan mengejar lagi,
melakukan tusukan dan tikaman bertubi-tubi. Dan ketika dia mengelak namun pedang
sudah mengurung di sekeliling dirinya maka Golok Maut terkena sebuah tusukan dan
pangkal lengannya luka. "Brett... ih!" Seruan lirih itu terdengar dari mulut ketua Hek-yan-pang ini. Pedangnya berhasil
menusuk dan melukai dan Golok Maut meringis, padahal dihajar cambuk maupun
nenggala jelas Golok Maut itu tak apa-apa, kebal dilindungi
sinkangnya. Maka begitu Golok Maut terluka dan ini
menunjukkan Golok Maut mengalah, hal yang membuat
ketua Hek-yan-pang itu merah mukanya, maka wanita baju merah ini melengking malu
menyuruh Golok Maut mencabut goloknya. "Golok Maut, cabut senjatamu. Jangan mengalah
kepadaku!" "Aku tak dapat..." Golok Maut bergulingan mengeluh.
"Aku tak dapat menghadapimu, pangcu. Lebih baik
kaubunuh aku atau biarkan aku pergi!"
"Tak mungkin!" dan sang ketua Hek-yan-pang yang marah tapi juga gemas akhirnya
melengking dan tak perduli lagi, menyerang bertubi-tubi dan Golok Maut dikejar.
Laki-laki ini bergulingan dan mengelak sana-sini, mendapat dua tiga tusukan lagi
dan terluka serta tergoreslah tubuhnya.
Dan ketika darah mulai mengucur sementara golok maut
tetap tak dicabutnya dari punggung akhirnya Golok Maut berseru agar si nona
mengalah dulu. "Aku rela menyerahkan nyawaku, tapi jangan sekarang.
Biarkan aku membunuh musuh-musuhku dulu!"
"Keparat, akupun adalah musuhmu, Golok Maut. Kalau kau ingin membunuh musuhmu
maka aku adalah musuhmu!" "Ah, tidak. Musuhku adalah orang-orang she Coa dan Ci, nona. Dan yang amat
kubenci adalah Coa-ongya dan
Ci-ongya. Beri kesempatan padaku untuk membunuh dua
musuh besarku itu dulu... sing-bret!" Golok Maut terkena lagi, berhasil meloncat
bangun namun pundak kirinya
tergores. Laki-laki itu terhuyung dan mengeluh. Dan ketika lawan tampak tak
perduli dan menyerangnya lagi tiba-tiba laki-laki ini membuka dadanya dan
berseru menggigil, "Baik, kalau begitu tusuklah dadaku, pangcu. Tapi dendamku terhadap orang-orang
she Coa dan Ci tolong kau balaskan.,!"
Wanita baju merah ini terkejut. Saat itu memang dia
sedang menusuk Golok Maut, pedang meluncur cepat
menuju dada. Tapi begitu Golok Maut tak mengelak dan
membiarkan dadanya terbuka tiba-tiba wanita ini menjerit keras dan pangcu dari
Hek-yan-pang itu sebisa-bisanya merobah tusukan pedang ke arah kiri.
"Cret!" Golok Maut roboh. Dadanya terluka, tergores, untung
tidak tertusuk namun dagu yang kena gerakan pedang
tergurat panjang, mengucurkan darah dan mengeluhlah
laki-laki bercaping ini. Dan ketika dia terjatuh sementara ketua Walet Hitam itu
tertegun dan menjublak di sana, menggigil, maka Golok Maut bertanya kenapa gadis
atau wanita itu tidak membunuhnya.
"Aku siap mati, dan kaupun menghendaki nyawaku.
Kenapa arah pedangmu kaurobah, nona" Bukankah kau tak sabar dan ingin segera
membunuhku" Nah, angkat
pedangmu itu kembali, tusuk dan tikam sekali lagi!"
Ketua Hek-yan-pang itu tiba-tiba menangis. "Kau... kau laki-laki jahanam, Golok
Maut. Aku tak mau membunuh
orang yang tidak melawan!"
"Hm, aku memang tak dapat melawanmu..." Golok Maut tertawa getir. "Aku tak dapat
mengangkat senjata terhadapmu, nona. Kau bunuhlah aku dan tusukkan
pedangmu itu!" "Tidak, kau... kau harus melawan. Atau... atau..."
"Atau apalagi" Hatiku lemah menghadapimu, nona.
Percuma kau memaksa dan cepat bunuh saja aku!"
"Tidak... kau, ah!" dan sang ketua Hek-yan-pang yang tiba-tiba mengangkat
pedangnya tapi dimasukkan lagi ke dalam sarung mendadak menangis pergi dan
memaki-maki Golok Maut, aneh bahwa tidak menyerang lagi padahal
selama tujuh hari ini dia selalu mengejar-ngejar laki-laki itu.
Golok Maut mau dibunuh tapi begitu menyerah tiba-tiba tak dapat dilakukannya,
menangis dan sudah lenyap di
sana. Dan ketika Golok Maut tertegun dan bengong
sendirian maka diapun berseru memanggil dan terhuyung meloncat bangun, mengejar
tapi tiba-tiba roboh. Entah kenapa Golok Maut sendiri merasa kehabisan tenaga,
memanggil lagi namun bayangan sang bidadari
dari Hek-yan-pang itu lenyap. Dan ketika Golok Maut termangu dan bengong di tempat
maka laki-laki inipun mengeluh dan menggigit bibirnya, membiarkan dagunya
berdarah tapi tiba-tiba dia menyambar kepala si Kaki Besi, memasukkannya dalam buntalan dan sinar yang anehpun
tampak di matanya. Dan ketika dia menggerakkan kakinya dan gontai menyebut-
nyebut nama ketua Walet Hitam itu maka Golok Maut menuju ke kota raja.
ooooo0de0wi0oooooo "Nah, kita terpaksa berhenti di sini, Keng Han. Kita kehilangan jejak mereka!"
Su Tong, murid Pek-lui-kong yang membuntuti dua enci adik Bhi Li dan Bhi Pui
kehilangan jejak, memasuki hutan namun mereka hanya
berputaran saja. Hutan itu tidak sebegitu besar namun banyak pohon-pohon gelap
menaunginya, rimbun dan di
beberapa tempat berkesan menyeramkan, dingin. Dan
ketika Keng Han, temannya, juga putus asa dan terpaksa berhenti maka dua pemuda
yang pernah ditolong Golok
Maut ini mendesah, khawatir.
"Ke mana mereka" Ada di mana?"
"Ah, siapa tahu" Akupun sama seperti dirimu, Su Tong.
Kita sama-sama kehilangan jejak setelah memasuki hutan ini, padahal mereka baru
saja kita kuntit dari kedai arak itu!"
"Benar, dan aku cemas. Hmm... aku gelisah memikirkan Bhi Li, Keng Han. Dan kau
tentu cemas memikirkan kakaknya. Setan, ke mana mereka itu" Apakah terbang dan mampu menghilang seperti
Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
siluman?" "Ah, tak mungkin. Kepandaian mereka dan kita
setingkat, tak berselisih jauh. Kalau mereka menghilang tentu ada apa-apa yang
tidak kita ketahui."
"Dan itu dimulai dari mulut hutan ini. Eh, tidakkah sesuatu kau rasakan, Keng
Han" Aku merasa tengkukku
dingin, seperti ditiup seseorang!"
"Ah!" Keng Han merindjng. "Kau membuat bulu tengkukku meremang, Su Tong. Aku
juga merasa seperti yang kau rasakan!" "Kau juga merasa ditiup seseorang?"
"Ya, dan... heii, ikat kepalaku terbang!" Su Tong tiba-tiba berteriak, menjerit
dan melonjak dan ikat kepala atau ikat rambutnya terbang, lepas dari kepalanya
dan Keng Han terkejut melihat itu. Cepat dan seperti diambil setan saja tahu-tahu ikat rambut
temannya itu menghilang, masuk ke dalam hutan, lenyap di balik sebatang pohon di
depan mereka. Dan, ketika Su Tong berkelebat dan mengejar ikat rambutnya ini mendadak
Keng Han ganti berseru kaget
karena ikat-pinggangnya lepas dan celananya melorot ke bawah!
"Heii..! Ikat-pinggangku, Su Tong. Celanaku terbuka!"
Su Tong menoleh. Kaget dan terkejut tiba-tiba Su Tong tertawa bergelak, geli
karena temannya tiba-tiba hampir telanjang, celananya melorot dan tinggal celana
dalamnya saja. Namun ketika Keng Han membentak dan marah
kepada temannya maka pemuda itu menghentikan
tawanya. "Maaf, aku merasa geli, Keng Han. Kau tampak lucu."
"Lucu hidungmu!" Keng Han marah. "Tempat ini tak wajar, Su Tong. Aku merasa ada
seseorang yang mempermainkan kita!"
"Hm, benar. Atau siluman barangkali!" Su Tong mulai sadar, celingukan ke sana ke
mari dan Keng Han mengajaknya keluar hutan. Pemuda itu mulai merasa
bahwa ada sesuatu yang menyeramkan di hutan ini. Tapi ketika Su Tong menolak dan
justeru ingin menyelidiki
semuanya itu tiba-tiba terdengar tawa aneh bergema di seputar mereka, tak tahu
dari mana asalnya. "Ha-ha, kalian anak-anak pemberani, bocah. Mengagumkan. Hei, mendekatlah ke mari, aku berada di
pohon besar ini!" Keng Han dan temannya terkejut. Mereka mendengar
ledakan dan dari balik pohon besar itu muncul semacam asap berwarna-warni, biru
hijau dan ungu serta kuning jingga. Dua pemuda itu membentak dan meloncat ke
pohon ini, Keng Han di kiri sedang Su Tong di kanan. Tapi ketika tak ada siapa-
siapa di situ dan tentu saja dua pemuda ini meremang maka suara itu terdengar
kembali, dekat di atas kepala mereka.
"Heh, aku di sini!" lalu, ketika dua pemuda itu terlonjak dan kaget bukan main
tahu-tahu berkesiur angin dingin dan... Keng Han serta temannya sudah terangkat
naik ke atas pohon, tanpa dapat dicegah lagi.
"Bluk-bluk!" Dua anak muda itu sudah terjatuh ke sebuah tempat
semacam guha di atas pohon. Keng Han dan temannya
berteriak, merasa ditarik hantu atau apa. Maklumlah,
mereka tak tahu bagaimana semuanya itu terjadi dan tahu-tahu tubuh mereka sudah
berada di atas pohon, yang amat besar dan tinggi dan mereka sudah berada di
semacam terowongan lebar, dingin menyeramkan dan gelap.
Layaknya seperti terowongan yang dipakai seekor naga
bertapa! Dan ketika dua anak muda itu berseru kaget dan tentu saja berdiri bulu
romanya maka di dalam terowongan atau guha di atas pohon besar itu muncul
sepercik sinar api. "Byar!" Semuanya dapat terlihat. Tiba-tiba Su Tong dan Keng
Han melihat dua tubuh meringkuk tak berdaya, ah-uh-ah-uh dan Keng Han serta
temannya tersentak, mengenai
itulah Bhi Li dan kakaknya, Bhi Pui! Dan ketika mereka terbelalak dan berseru
keras tahu-tahu berkelebat sesosok bayangan dan.., duduklah di situ seorang
kakek gimbal-gimbal yang rambutnya riap-riapan, tertawa seperti ringkik kuda.
"Heh, ini kekasih kalian, anak-anak" Mereka yang kalian cari?"
Su Tong dan Keng Han tiba-tiba melotot marah. Mereka
melihat Bhi Li dan kakaknya terikat, mulut ditutup saputangan hitam dan mereka
itu ah-uh-ah-uh. Bukan main
marahnya dua pemuda ini. Maka begitu Keng Han
membentak keras dan Su Tong juga berseru marah tiba-tiba
dua pemuda itu sudah melakukan lompatan panjang dan
menyerang kakek ini. "Plak-dess!" Keng Han dan Su Tong terlempar. Mereka bagai
menghantam segumpal kapas, amblas dan "kapas" itu tiba-tiba melembung, menolak
balik pukulan mereka dan terpentallah dua pemuda itu sambil berteriak keras. Dan ketika mereka terguling-
guling namun dapat meloncat
bangun lagi maka Keng Han mencabut senjatanya dan
menyerang kakek itu lagi.
"Su Tong, awas. Kakek ini lihai!"
"Ya, hati-hati, Keng Han. Rupanya ini kakek siluman!"
Su Tong juga bergulingan meloncat bangun, marah memaki kakek itu dan bersama
Keng Han dia menyerang lagi.
Namun ketika kakek itu mengebut dan mereka roboh
terpelanting maka kakek gimbal-gimbal itu terbahak dan membentak mereka,
"Heh, berhenti, anak-anak. Jangan menyerang atau kalian kuhajar!"
"Keparat!" Keng Han berteriak gusar. "Kau siap kauhajar, kakek siluman. Bebaskan
dua temanku itu atau kau terus kami serang!"
"Hm, anak-anak yang keras kepala!" dan si kakek yang tertawa menggerakkan dua
jarinya tiba-tiba menyambut
bacokan pedang Keng Han, dijepit dan ditangkap dan Keng Han kaget sekali karena
pedangnya tak dapat lepas.
Dibetot atau di-tarik sama saja, dua jari kakek itu menjepit bagaikan tanggem.
Dan ketika Keng Han pucat dan si
kakek tertawa maka saat itu Su Tong datang dengan
pukulan Lui-kong-ciang, pukulan Petir. "Des-dess!"
Keng Han berteriak pucat. Si kakek menerima pukulan
Su Tong tapi dengan amat luar biasa tiba-tiba memberikannya kepadanya, lewat badan pedang. Jadi
begitu diterima tiba-tiba kakek ini langsung mengoper lewat getaran sinkang, ke
badan pedang yang dijepit dua jarinya.
Dan karena saat itu Keng Han sedang berkutat dan operan pukulan ini tentu saja
tidak disangka maka sama saja dia yang menerima pukulan temannya dan Keng Han
terlempar. "Bress!" Keng Han mengeluh terguling-guling. Pedangnya sudah
dirampas si kakek dan Su Tong ternyata juga mengeluarkan seruan keras,
pukulannya tadi amblas di tubuh si kakek dan tiba-tiba si kakek mendorong. Dan
karena kakek ini ternyata luar biasa dan Su Tong mencelos kaget maka si kakek mendorong dan
terpentallah pemuda itu mengikuti temannya.
"Bress!" Su Tong dan Keng Han sama-sama mengeluh. Mereka
berdua merasa sesak napasnya namun sudah melompat
bangun lagi, nekat, berani dan melotot memandang kakek itu. Bhi Li dan kakaknya
di sana ah-uh-ah-uh, Keng Han teringat dan sadar. Maka ketika Su Tong menerjang
lagi sementara si kakek berkeredep matanya tiba-tiba Keng Han meloncat ke tempat
dua enci adik ini dan merenggut sapu tangan
hitam yang menyumbat mulut mereka, membebaskannya. "Nona, bangun dan bantu kami. Kakek ini amat lihai!"
"Benar, dan, ah... terima kasih saudara Keng Han.
Kakek ini memang keparat dan mau mengganggu kami!"
Bhi Pui membentak, langsung meloncat bangun dan
adiknya juga berteriak. Mereka sekarang sudah bebas dan
Bhi Li mencabut pedangnya, mengikuti sang enci. Dan
ketika di sana Su Tong menjerit dan terlempar lagi maka Keng Han menerjang maju
dan Bhi Li serta kakaknya
menubruk pula. "Sing-plak-dess!"
Si kakek terbahak menyeramkan. Dia menyambut semua
serangan itu, tidak mengelak atau menangkis, menerimanya dengan tubuhnya. Tapi
ketika pedang melengkung bengkok dan pukulan Keng Han lagi-lagi bertemu tenaga
lembut yang menghisap pukulannya maka tiga muda-mudi ini
terjengkang dan Keng Han roboh terjerembab. "Bres-bress!"
Semua kaget dan pucat. Bhi Li dan kakaknya berseru
tertahan melihat pedang yang bengkok, tidak perduli dan sudah menyerang lagi.
Dan ketika Keng Han juga meloncat bangun dan terhuyung memaki kakek itu maka Su
Tong juga bergerak dan sudah menyuruh teman-temannya
mengeroyok, ngeri namun tidak takut dan kakek itu tertawa bergelak. Kegagahan
dan keberanian muda-mudi ini
membuatnya kagum, mau tak mau memuji juga. Dan
ketika empat orang itu menerjang kembali dan Bhi Li
maupun Bhi Pui mempergunakan pedang bengkok mereka
maka kakek ini berseru dan tiba-tiba lenyap.
"Heh, kalian tak dapat mengalahkan aku!"
Keng Han dan tiga temannya terkejut. Seperti siluman
saja kakek itu tiba-tiba menghilang, semua serangan
otomatis gagal dan pedang di tangan Bhi Pui berdenting bertemu dengan pedang di
tangan adiknya, dua-dua sama berseru keras. Dan ketika Keng Han maupun Su Tong
juga terkejut berhantam sendiri tiba-tiba serangkum pukulan dingin menyambar
mereka. "Robohlah!" Keng Han dan Su Tong terpekik. Tiba-tiba mereka
terpelanting, kepala rasanya ditarik dan satu sama lain mendorong. Tapi ketika
sebuah tendangan mengenai kaki mereka dan, otomatis keduanya terpelanting maka
disana Bhi Li dan kakaknya juga menjerit dan pedang merekapun terlepas.
"Ting-tang!" Semuanya tiba-tiba roboh. Keng Han tahu-tahu sudah
tertotok, tengkuknya kaku dan tak dapat menoleh, lucu!
Dan ketika yang lain juga tertotok dan ada yang roboh dengan satu kaki terlipat
di belakang, yakni yang dialami Su Tong maka muncullah kakek itu lagi dan dia
terbahak-bahak memandang empat muda-mudi ini.
"Ha-ha, lucu, anak-anak. Hebat. Sekarang aku dapat memiliki dua pejantan dan dua
betina yang dapat menyempurnakan ilmuku!"
Kakek itu berkelebat, mengangkat Su Tong yang
menungging dan dengan mata bersinar-sinar kakek ini
meraba paha. Su Tong diurut dan pemuda itu berteriak, lututnya tiba-tiba
berbunyi dan yang lain meremang.
Mereka seakan merasakan patahnya sebuah tulang, pucat dan Su Tong memaki-maki.
Namun ketika kakek itu tersenyum dan menepuk pantat si pemuda tiba-tiba Su Tong berjengit dan tulang
kakinya yang terkilir sudah diperbaiki kembali, seakan berada di bengkel
reparasi. "Ha-ha, tulangmu kuat, anak muda. Mampu bertahan di wajan berminyak!"
"Keparat!" Su Tong memaki, tak mengerti. "Mau kau apakan kami ini, kakek
siluman" Siapa kau?"
"Hm, ha-ha... aku adalah Lam-ciat (Hantu Selatan).
Kalian akan menjadi penyempurna ilmuku dan kebetulan
datang dua pasang. Ha-ha, nanti malam bulan purnama,
anak-anak. Kalian harus melakukan tarian bersama untuk menghisap kekuatan Dewi
Bulan. Setelah itu, ha-ha...
kalian minum anggur pengantin dan menjadi murid-
muridku!" Su Tong dan Keng Han ngeri. Mereka terbelalak
mendengar nama ini, Lam-ciat, si Hantu Selatan. Tapi
mendengar bahwa mereka akan disuruh menari dan
menikmati anggur pengantin segala mereka menjadi tak
mengerti dan Su Tong memaki, bertanya,
"Heh, apa itu hubungannya tarian dengan bulan
purnama, kakek busuk" Dan apakah kau Lam-ciat yang
dulu menghilang sejak dikejar-kejar pasukan Li Ko Yung?"
"Eih, kau tahu" Ha-ha, benar, bocah. Pengetahuanmu rupanya luas. Ah, kau pintar,
cerdas. Waktu itu aku terpaksa melarikan diri karena diuber-uber seribu pasukan.
Tapi kini aku akan membalas mereka, lihat, aku
memiliki Hoan-eng-sut (Menukar Bayangan)..!" dan si kakek yang terbahak
mengebutkan lengan tiba-tiba lenyap dan tidak lagi berada di depan Su Tong,
beralih dan tahu-tahu sudah di dekat Keng Han. Lalu ketika kakek itu
berseru lagi dan lenyap berpindah ke Bhi Li maka berturut-turut kakek ini lenyap
dan muncul di lain tempat, begitu berkali-kali
tanpa menggerakkan kakinya. Keng Han dan lain-lain hanya melihat baju kakek itu berkibar, seolah meniup. Dan ketika
bayangan si kakek lenyap karena
berganti tempat maka Keng Han terkejut dan membelalakkan matanya. "Seperti sihir, berbau ilmu hitam..!"
"Ha-ha, benar. Cocok! Memang cocok, anak muda.
Ilmuku ini memang berbau sihir dan karena itu kusebut
Hoan-eng-sut, Sihir Penukar Bayangan. Orang melihat
tubuhku di sana tapi sebenarnya tetap di sini!"
"Apa?" "Benar, lihat!" dan si kakek yang mendemonstrasikan Hoan-eng-sutnya lalu tiba-
tiba kembali menghilang dan tampak di tempat Bhi Li, tertawa di sana dan siapa
pun melihat bahwa kakek itu memang di tempat Bhi Li. Tapi ketika Keng Han
berteriak karena rambut kepalanya dicabut maka tampaklah dua bayangan kakek ini
yang berada di
Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tempat Keng Han pula. "Ha-ha, lihat, anak-anak. Kalian tak tahu di mana sebenarnya aku!"
Bhi Li dan lain-lain kaget. Sekarang mereka melihat dua bayangan si kakek iblis,
satu di tempat Bhi Li sedang yang lain di tempat Keng Han. Dan ketika kakek itu
bertepuk tangan dan tertawa bergelak maka tampaklah pula
bayangannya yang lain di tempat Su Tong dan Bhi Pui!
"Ilmu iblis!" Keng Han berseru. "Kau ada di mana-mana, kakek siluman. Ilmu-mu
benar-benar ilmu iblis dan kami tak tahu di mana sebenarnya dirimu yang asli!"
"Ha-ha, inilah! Ini hebatnya Hoan-eng-sut yang kumiliki, bocah. Dan sekali aku
mempergunakannya maka musuh
pun tak tahu di mana sebenarnya aku!"
Keng Han dan lain-lain tertegun. Memang setelah kakek ini mendemonstrasikan
kepandaiannya menukar bayangan
itu maka sukar bagi siapapun untuk mendeteksi kakek ini, tampaknya di situ tapi
di sini ternyata juga ada. Tampaknya di sini tapi di situ juga ada. Dan ketika
mereka bingung di manakah sejatinya kakek itu maka Hantu Selatan ini
meledakkan kedua tangannya dan hilanglah Hoan-eng-sut itu.
"Plak!" Keng Han dan lain-lain terbelalak. Sekarang kakek ini ada di tengah, berdiri
dengan tawanya yang menyeramkan dan Keng Han maupun lain-lainnya merinding.
Mereka merasa seram dan juga ngeri. Kakek ini benar-benar iblis, tak lumrah manusia
biasa! Dan ketika semua tertegun dan pucat memandang kakek itu maka Lam-ciat
atau Hantu Selatan ini berkata, "Nah, kalian lihat. Untuk sebegini saja kalian sudah kagum, padahal aku belum
sempurna memiliki ilmu itu.
Kalau aku sempurna maka aku dapat melakukan yang jauh lebih hebat lagi, anak-
anak. Misalnya merobah wajahku menjadi apa saja, beralih rupa. Dan sekali aku
dapat melakukan ini maka wajah kaisar pun dapat kutiru, ha-ha!"
Keng Han ngeri. Kalau kakek ini benar-benar sudah
mahir dan dapat menukar serta merobah bentuk wajahnya maka Hoan-eng-sut benar-
benar merupakan ilmu yang
mengerikan. Dengan itu kakek ini dapat menipu siapa saja, menyelamatkan diri di
mana saja dan tak akan ada yang dapat menandinginya. Golok Maut sendiri
barangkali tak akan menang! Dan ketika empat muda-mudi itu terbelalak dan tak
dapat bicara maka Hantu Selatan ini berkata lagi,
"Nah, hebat, bukan" Kalian sudah melihatnya, anak-anak. Dan untuk menyempurnakan
ilmuku ini aku memerlukan bantuan kalian."
"Apa yang mau kaulakukan?"
"Menyuruh kalian menari, dan minum anggur pengantin!" "Keparat, apa itu anggur pengantin, kakek busuk" Apa arti kata-katamu ini?"
"Ha-ha, artinya kalian melakukan hubungan suami isteri di depan mataku, anak-
anak, di bawah sinar keemasan
Dewi Bulan. Siapa yang melakukan itu di bawah naungan Dewi Bulan akan mendapat
kekuatan Kim-kang (Tenaga
Emas) di tubuhnya, berkah dari Dewi Bulan. Dan kekuatan inilah yang kubutuhkan!"
"Tidak!" Bhi Li dan kakaknya tiba-tiba menjerit hampir berbareng. "Terkutuk kau,
kakek busuk. Terkutuk dan keparat jahanam kau!"
"Ha-ha, kau galak dan keras," Hantu Selatan tiba-tiba menowel dagu Bhi Pui. "Kau
pasti paling galak bermain cinta, anak manis. Dan tenaga Kim-kang yang akan kau
sedot dari Dewi Bulan tentu paling besar. Ha-ha, kalian perawan dan jejaka-
jejaka tulen, sungguh aku beruntung!"
Bhi Pui dan adiknya pucat bukan main. Tiba-tiba
sekarang mereka mengerti kenapa selama ini mereka masih didiamkan saja, tidak
diapa-apakan. Kiranya kakek ini menunggu pemuda lain yang akan dipasangkan pada
mereka, disuruh menari dan menarik kekuatan Tenaga
Emas dari sinar bulan purnama, sebuah kepercayaan sesat yang tentu saja tidak
aneh kalau dipunyai orang-orang macam Hantu Selatan ini, yang memang tergolong
kakek iblis. Dan ketika kakek itu berkata bahwa mereka tidak sekedar menari melainkan
disuruh melakukan perbuatan
terkutuk bersama Keng Han dan Su Tong, di bawah Dewi
Bulan di depan rnata kakek itu maka Bhi Pui dan adiknya mengutuk dan memaki-maki
tak keruan, menangis. Tentu
saja malu dan marah sementara Keng Han dan Su Tong
tertegun di sana. Mereka bengong dan menjublak, muka
tentu saja ikut merah, bahkan Keng Han sudah seperti
kepiting direbus dan pemuda itu malu. Tapi ketika kakek itu tertawa-tawa dan Bhi
Pui serta adiknya menangis di sana
tiba-tiba Keng Han membentak dan menghibur dua enci
adik itu, "Lam-ciat, kau bedebah keparat. Kami tak akan sudi melakukan apa yang
kauinginkan. Bunuhlah kami!" lalu berkata pada enci adik itu Keng Han berseru,
"Bhi Pui, jangan takut. Kita dapat menolak dan menentang
keinginannya. Tabahlah, aku juga tak sudi melaksanakan niat kakek ini!"
"Benar," Su Tong berseru, menggigil. "Jangan menangis, Bhi Li. Kita dapat
bertahan dan menolak keinginan kakek ini. Kalau dia memaksa biarlah kita
dibunuhnya!" "Ha-ha," kakek itu tertawa. "Kalian tak tahu siapa aku, anak-anak. Sekali aku
memutuskan maka dewa pun tak
dapat menolak. Kalian lihat saja nanti!" dan ketika kakek itu berkelebat dan
hilang dari situ maka Keng Han masih melihat dua enci adik itu menangis,
tersedu-sedu dan Bhi Pui maupun adiknya tampak ngeri sekali. Mereka tak
berani melirik dua pemuda itu sementara Keng Han dan Su Tong saling pandang,
masing-masing mempunyai isyarat
dan malampun akhirnya tiba. Dan ketika kakek itu muncul dan berkelebat kembali
maka di tangan kakek ini terdapat sebotol anggur pengantin yang dimaksudkan.
"Ha-ha..!" Keng Han dan lainnya pucat. "Kalian lihat, anak-anak.
Dewi Bulan sudah akan memberikan kekuatannya dan kalian harus bersiap!"
"Jahanam!" Su Tong kali ini berteriak. "Kau bunuhlah kami, Lam-ciat. Kami tak
sudi melakukan apa yang kauperintahkan!" "Hm, kau menjadi pengantin pertama!" kakek itu terkekeh, tak memperdulikan
kemarahan Su Tong. "Aku telah membawa pakaian khusus untukmu, bocah. Pakai dan
kenakan ini!" seperangkat pakaian ,emas diberikan pada Su
Tong, diludahi dan tentu saja pemuda itu tak mau
mengenakannya. Diapun tak dapat mengenakan karena
dalam keadaan tertotok. Dan ketika kakek itu sadar namun tertawa bergelak tiba-
tiba dia sudah melempar pakaian putih ke arah Bhi Pui dan Bhi Li sementara Keng
Han diberi pakaian pengantin merah.
"Ha-ha, agaknya kalian harus dipaksa!" kakek itu berseru, melihat semua membuang
muka dan Bhi Li maupun kakaknya menangis semakin deras. Mereka seakan menghadapi orang gila
menuruti kakek ini, mengutuk dan memaki-maki. Namun ketika si kakek menggerakkan
tangan dan terdengar suara memberebet maka Bhi Pui
sudah ditelanjangi lebih dulu dan gadis itu menjerit, melihat kakek ini
mengenakan pakaian pengantin kepadanya,
dengan paksa! "Oh, tidak... tidak...!" Namun semuanya itu sia-sia. Lam-ciat telah menelanjangi
dan mengenakan pakaian itu pada Bhi Pui. Di sana Su Tong membuang muka sementara
Keng Han mendelik, memaki dan menyumpah-nyumpah
dan terdengar gerengan yang membuat pemuda ini marah
bukan main. Bhi Pui adalah gadis yang dicintanya, kini gadis itu ditelanjangi
orang dan dengan seenaknya Hantu Selatan ini mengganti pakaian gadis itu dengan
pakaian pengantin. Hampir pecah biji mata Keng Han oleh kejadian ini, bukan oleh
keindahan atau kehebatan tubuh Bhi Pui melainkan oleh kemarahan yang membuat isi
dadanya menggelegak. Kalau saja dia tak ditotok dan bebas tentu sudah diterjangnya kakek
itu, kalau perlu ditumbuk dan biar kepalanya pecah! Namun ketika si kakek
terkekeh tak perduli dan Bhi Pui nyaris pingsan maka Bhi Li mendapat gilirannya
dan gadis baju biru ini berteriak.
"Tidak... jangan..!"
Namun itupun sia-sia. Teriakan atau pun jeritan Bhi Li tak digubris, si kakek
menelanjangi gadis itu dan
dikenakanlah pakaian pengantin ke tubuh Bhi Li, yang
telanjang dan dibuat bugil oleh si Hantu Selatan. Dan ketika di sana Keng Han
ganti melengos sementara Su Tong yang melihat dan terbelalak lebar maka pemuda
itu memaki-maki dan menggeram bagai seekor singa haus darah.
"Lam-ciat, kubunuh kau. Terkutuk!"
"Ha-ha, tak perlu marah. Kaupun mendapat giliran!" dan ketika benar saja kakek
ini berkelebat dan menelanjangi Su Tong maka Bhi Pui dan adiknya membuang muka
di sana, tersedu-sedu, mengguguk tak mau melihat Su Tong yang
ditelanjangi dan Keng Han menahan napas. Sekarang tiga temannya sudah
ditelanjangi dan Su Tong hampir tercekik napasnya, dibuat bugil di depan dua
gadis cantik yang sudah lebih dulu mendapat perlakuan itu, kekurang-ajaran Lam-
ciat. Dan ketika Su Tong selesai dan Keng Han
mendapat gilirannya maka Keng Han hanya mengeluh
ketika dibelejeti. "Lam-ciat, kau kakek gila yang tidak waras. Ah, jahanam kau, terkutuk!"
Lam-ciat tertawa-tawa. Kakek ini tidak canggung atau
malu melihat korban-korbannya yang ditelanjangi, mengenakan pakaian mereka dan jadilah dua pasang
muda-mudi itu sebagai pengantin. Keng Han dengan
pakaian merah sedang Su Tong kuning keemasan,
gagah dan tampan-tampan namun tentu saja dua orang
muda itu muak. Di depan Bhi Li dan kakaknya
tubuh mereka ditelanjangi. Ah, tak tahu harus ditaruh di mana muka ini kelak.
Namun karena dua gadis itu juga
ditelanjangi di depan mata mereka dan keadaan mereka
sama akhirnya si Hantu Selatan yang terkutuk ini
membawa mereka keluar. Keng Han terbelalak. Di luar ternyata sudah tersedia
semacam panggung kecil, terbuat dari papan-papan kasar namun kuat. Kakek itu
terkekeh dan sudah meloncat ke
sini. Dan ketika empat muda-mudi itu diseret dan dilempar ke sini maka Lam-ciat
membebaskan totokan Keng Han
dan lain-lain namun memencet sebuah jalan darah di
punggung. "Nah, kalian berdiri. Hayo, pilih pasangan masing-masing!"
Su Tong membentak. Pemuda ini paling marah dan
gusar, menerjang dan tiba-tiba menghantam. Tapi begitu dia mengerahkan tenaga
dan menyerang tiba-tiba dia roboh dan menjerit sendiri, lunglai.
"Aduh..!" Kiranya Keng Han dan lain-lain juga sudah seperti itu.
Tadi begitu mereka dibebaskan tiba-tiba mereka mau
menyerang, tak tahunya tenaga serasa dilolosi dan ada sesuatu yang hilang di
belakang punggung. Bagian itu
adalah bagian yang dipencet Lam-ciat, Hantu Selatan
melakukan totokan lihai dan kiranya mereka kehilangan sinkang! Dan ketika semua
terhuyung dan roboh bagai kain basah maka Lam-ciat terbahak-bahak menyambar
anggur di sebelah kirinya.
"Ha-ha, kalian harus menghemat tenaga. Eh, jangan marah-marah, anak-anak.
Siapkan tenaga kalian untuk
pertunjukan nanti. Dewi Bulan mulai melihat kalian di Sana, lihat!" kakek itu
menuding. "Bukankah cahayanya yang keemasan memberi kekuatan pada kalian" Nah,
minum ini untuk penenang pikiran, anak-anak. Dan setelah itu kalian tunduk
kepadaku!" Lam-ciat menyambar Su Tong, memaksa pemuda itu membuka mulutnya dan
anggur pengantin pun sudah dicekokkan ke dalam perut
pemuda ini. Su Tong mau meronta namun tak berdaya,
anggur lenyap memasuki mulutnya dan akhirnya Keng Han serta yang lain-lain
mendapat giliran. Dan ketika mereka juga tak dapat menolak karena kakek itu
sudah menguasai mereka maka anggur pun memasuki mulut tanpa dapat
dicegah, diiring tangis dan makian Bhi Li enci adik.
"Lam-ciat, kubunuh kau. Jahanam terkutuk, kubunuh kau..!"
Lam-ciat tertawa-tawa. Kakek ini tak menghiraukan
segala maki dan kutuk, anak-anak
muda itu sudah dibuatnya tak berdaya. Dan ketika dia mulai mengambil alat-alat tetabuhan dan
sinar keemasan dari bulan purnama mulai jatuh ke bumi maka kakek itu mengajak
empat muda-mudi itu menari.
"Hayo, Dewi Bulan mulai menjenguk kita. Bangkitlah, kita menari..!"
Bhi Pui dan adiknya menangis tak keruan. Bhi Pui
hampir pingsan dan berkali-kali mengeluh. Tapi ketika anggur memasuki perutnya
dan hawa yang aneh naik ke
kepala tiba-tiba gadis ini merasa pusing, muntah tapi tidak ada muntahan. Di
sana Keng Han dan Su Tong juga begitu, mereka merasa pusing dan tiba-tiba
mengantuk. Dan ketika genderang atau alat tetabuhan dibunyikan Lam-ciat dan
suara bising ini mengganggu kantuk tiba-tiba Bhi Pui mulai bangkit berdiri dan
terhuyung mendekati Lam-ciat, disusul adiknya.
"Ha-ha, bagus, anak-anak manis. Ke sinilah..!"
Keng Han dan Su Tong terbelalak. Mereka mulai
terbawa ke suatu tempat yang aneh, lamat-lamat sinar bulan menjadi kian
keemasan, bukan main indahnya. Dan ketika hawa yang hangat naik ke atas kepala
dan perlahan tetapi pasti kesadaran dua pemuda ini terampas anggur pengantin
maka Keng Han tersenyum melihat Bhi Li kakak beradik
mulai menari! "Ha-ha, bagus sekali, Su Tong. Tarian mereka indah!"
"Benar," Su Tong tertawa, tiba-tiba mendengus. "Dan mereka kian cantik, Keiig
Han. Ah, aku ingin menari
bersama Bhi Li!" "Dan aku Bhi Pui..!"
Dan begitu dua pemuda ini tertawa terhuyung-huyung
tiba-tiba mereka sudah menghampiri Bhi Li dan Bhi Pui, Keng Han langsung menuju
gadis baju merah ini sedang Su Tong ke Bhi Li yang berbaju biru, tersembul di
balik pakaian pengantin putih dan masing-masing sudah tertawa-tawa. Muka keduanya
merah seperti terbakar sementara Bhi Li dan kakaknya mengeluh dan memejamkan
mata, mengikuti irama tetabuhan dan menarilah empat
orang muda itu. Dan ketika Lam-ciat tertawa bergelak dan
memukul tambur dengan irama cepat dan panas maka
kakek itu berseru agar mereka menari lebih cepat.
"Hayo, goyang pinggul kalian. Goyang...."
Empat muda-mudi itu meliak-liuk. Mereka menggoyang-
goyang pinggul sementara Bhi Li dan kakaknya juga
menggerak-gerakkan dada. Tarian erotis mulai mereka
Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lakukan, kian lama kian cepat dan juga panas. Dan ketika Lam-ciat terbahak-bahak
dan mengulang-ulang seruannya maka Keng Han maupun Su Tong sudah memasuki dunia
yang baru, meremas dan akhirnya memeluk dua enci adik itu, tak sadar akan apa
yang dilakukan karena semuanya terpengaruh anggur pengantin. Anggur itu adalah anggur perangsang di mana dengan keji
kakek itu memberikannya pada dua pasangan muda-mudi ini untuk melaksanakan
pestanya, memuja Dewi Bulan dan kakek itupun akhirnya menari, melepas genderang
maupun tamburnya tapi Keng
Han dan Su Tong seolah masih mendengar bunyi musik
yang panas itu. Dan ketika Bhi Li melenggang-lenggok
cepat sementara Su Tong sudah mendekap dan memeluk
ketat gadis ini tiba-tiba Su Tong mendengus menciumi
wajah gadis itu. "Bhi Li, kau cantik. Aku mencintaimu..."
"Hm, kaupun cantik, Bhi Pui. Akupun mencintaimu!"
Keng Han di sana juga sudah memeluk Bhi Pui, mendekap dan menciumi gadis itu dan
Bhi Pui mengeluh panjang pendek. Gadis ini membawa jari-jari tangan Keng Han ke sekujur tubuhnya,
mendesah dan mendengus-dengus seolah orang kepanasan. Dan ketika Keng Han
menuruti semuanya itu dan Lam-ciat di sana berkemak-kemik sambil tersenyum-senyum tiba-
tiba terdengar perintah agar dua muda-mudi itu membuka pakaian mereka.
"Dewi Bulan sudah di atas kepala kita. Semua membuka pakaiannya dan tengadah!"
Keng Han dan lain-lain bersicepat mengikuti perintah
ini. Mereka memang seakan kepanasan dan tak mampu lagi menahan diri, pakaian
yang menutup seolah mengganggu
dan empat muda-mudi itu sudah melaksanakan perintah
Lam-ciat, kakek ini menengadahkan tangannya menerima
cahaya bulan. Saat itu dengan amat mentakjubkan sekali Dewi Bulan seolah-olah
muncul, turun dari langit dan
terbentuklah bayangan dewi jelita yang hinggap di telapak kakek ini. Dan ketika
kakek ini menjatuhkan diri berlutut sementara Keng Han dan lain-lain juga
diperintahkan berlutut maka tak kuat menahan nafsu lagi dua muda-mudi itu roboh terguling,
mendengar seruan dan teriakan Lam-ciat,
"Dewi, puncak acara akan kami mulai. Lihatlah..!" dan ketika kakek itu membuang
kembang dan menaburkan bubuk warna-warni maka Keng Han di sana sudah
bergulingan bersama Bhi Pui, bergumul dan rupanya yang dimaksud sebagai "puncak
acara" oleh kakek iblis ini adalah hubungan cinta dua pasangan itu. Su Tong
sudah menubruk Bhi Li dan pemuda inipun memeluk dan
mendengus-dengus, Bhi Li menerima dan semua tak tahu
apa yang terjadi. Keempatnya tak sadar akan pengaruh
anggur, sungguh keji kakek itu. Dan ketika Lam-ciat
tertawa-tawa dan berjingkrak sambil menonton pertunjukan itu, yang hanya patut
dilakukan oleh orang tidak waras dan kakek iblis macam Hantu Selatan ini maka
dua pasangan itu tenggelam dalam nafsu berahi mereka, dua jam penuh dan Lam-ciat
selalu memberi anggur baru bila salah satu dilihat kecapaian, loyo dan bangkit
lagi begitu diberi anggur baru. Kakek ini menunggu sampai bulan condong ke
barat. Dan ketika tengah malam mulai lewat empat muda-mudi
itu kelelahan dan terengah-engah akhirnya kakek ini
meloncat dan memberi obat tidur.
"Bagus, tugas kalian selesai, anak-anak. Sekarang tidurlah dan besok kita
memasuki acara baru!"
Keng Han dan lain-lain bagai kerbau dicocok. Mereka
menurut saja dan menerima pil itu, obat tidur. Dan ketika mereka mengeluh dan
roboh dengan kantuk yang berat tiba-tiba semuanya kembali terguling dan... tidur
dengan pulas. Keng Han dan Su Tong tak tahu apa yang terjadi.
Mereka tiba-tiba terkejut ketika terdengar bentakan dan lengking penuh
kemarahan. Bhi Pui, yang pagi itu sadar lebih dulu tiba-tiba membuka matanya.
Gadis baju merah ini mula-mula terbelalak, melihat langit yang hijau di atas dan
tubuh tiba-tiba terasa kedinginan, kaget dan lapat-lapat dia seakan baru
melewati mimpi buruk. Semalam seolah dia bermimpi melakukan sesuatu dengan Keng
Han, perbuatan yang membuat mukanya merah dan mata pun membeliak.
Mimpi yang buruk itu membuat gadis ini ngeri. Dan ketika tubuhnya terasa kian
dingin dan alangkah kagetnya ketika ia sadar bahwa ia sama sekali tidak
berpakaian, pakaiannya menumpuk di sana, tiba-tiba gadis ini terpekik melihat
tubuh Keng Han yang juga sama sekali tidak berpakaian di sampingnya.
"Aihhh,.!" Teriakan atau jerit itu menggugah Bhi Li. Sang adik
terkejut dan otomatis membuka mata, Bhi Li juga merasa tubuhnya dingin
dan alangkah kagetnya ia ketika melihat bahwa ia tertidur di atas panggung, tidak
berpakaian, telanjang bulat dan Su Tong juga ada di
dekatnya dengan keadaan yang sama, telanjang bulat! Dan ketika encinya berteriak
dan sang encipun dilihatnya bugil seperti dirinya tiba-tiba encinya itu
melengking menyambar pakaian, mengumpat dan mengutuk Keng Han dan
bangunlah pemuda itu. Keng Han terkejut karena lamat-
lamat ia pun seakan baru melewati mimpi buruk,
melakukan sesuatu dengan Bhi Pui. Dan ketika gadis itu menjerit dan membentak
penuh kemarahan tiba-tiba gadis baju merah ini menghantam Keng Han lupa pada
Lam-ciat, karena ia baru sadar.
"Keng Han, kau jahanam terkutuk. Aih, kau menodai aku... des-plak!" dan Keng Han
yang mencelat dan terbanting terguling-guling tiba-tiba sudah dikejar dan
diserang lagi, dipukul dan ditendang dan pemuda ini
terperanjat. Keng Han belum sadar sepenuhnya dan baru mengucek mata, tidak
tahunya Bhi Pui menyerang dan
mengantam lagi, bukan sedang bermimpi. Dan ketika ia
mencelat dan terguling-guling lagi maka di sana Su Tong juga mendapat bentakan
dan serangan Bhi Li, si gadis baju biru!
"Su Tong, kaupun jahanam keparat. Aih, kubunuh kau...
des-dess!" dan Su Tong yang juga terlempar dan berteriak kaget tiba-tiba dikejar
dan diserang lagi, mengelak namun terlambat dan mengamuklah dua enci adik itu.
Mereka tak menyadari perbuatan Hantu Selatan karena saat itu yang ada iaiah dua
pemuda ini, dan merekalah yang langsung terlibat, menodai mereka. Maka begitu
Bhi Li dan Bhi Pui mengamuk dengan serangan-serangan mereka mengeluhlah
dua pemuda murid Pek-lui-kong ini, jatuh bangun dihajar dan Su Tong tak dapat
membalas. Dia sudah menyambar
pakaiannya dan Keng Han di sana juga baru menyadari
kalau tubuhnya telanjang bulat, sibuk mencari pakaian dan sambil lari sana comot
sini dia mengenakan pakaiannya itu, serba tergesa-gesa, seadanya. Tak tahu
betapa bajunya terbalik dan celananya pun baru masuk sebelah, jadi kaki yang
lain di luar, lucu, tapi juga menyedihkan! Dan ketika Keng Han berteriak sana-
sini sementara temannya juga
berkaok-kaok dengan bingung tiba-tiba Bhi Li dan
kakaknya mencabut pedang.
"Keng Han, kau akan kubunuh. Ah, kau pasti kubunuh!"
"Benar," Bhi Li juga melotot, membentak dan melengking-lengking. "Kaupun akan
kubunuh, Su Tong. Tubuhmu akan ku-cincang menjadi bakso... sing-bret!" dua pedang itu rnengenai
sasaran, jatuh membacok di pundak Keng Han sementara Su Tong sudah melempar
tubuh bergulingan, terlambat juga dan bajunya sobek. Dan ketika pemuda itu jatuh di
bawah sementara Keng Han diteriaki agar melempar tubuh ke bawah maka Keng Han
pun membanting diri bergulingan berdebuk di bawah panggung.
"Bhi Pui, tahan. Nanti dulu, aku tidak bersalah..!"
"Benar," Su Tong juga berteriak. "Aku juga tidak bersalah, Bhi Li. Aku melakukan
itu dengan tidak sadar!"
"Tidak sadar hidungmu! Kalian berdua menodai kami dengan sengaja, Su Tong. Kau
dan Keng Han sama-sama jahanam terkutuk. Mampuslah, tak usah banyak bicara...
sing-bret!" dan pedang yang lagi-lagi mengenai dua pemuda itu membuat Keng Han
dan temannya menjadi kelabakan
sudah terpaksa melempar tubuh bergulingan lagi untuk
menjauh, berteriak-teriak namun tidak dihiraukan. Keng Han bingung dan Su Tong
juga pucat. Pagi yang sudah
diawali dengan ribut-ribut hebai itu membuat otak
keduanya kacau, tak dapat berpikir jernih. Namun ketika sesosok bayangan
berkelebat dan Lam-ciat muncul di situ maka kakek iblis ini berseru,
"Heh, apa yang kalian lakukan" Pengantin baru tak boleh serang-menyerang, anak-
anak. Tahan dan robohlah... plak!"
dan pedang Bhi Li maupun kakaknya yang ditampar lepas tiba-tiba mencelat dari
tangan kedua gadis itu, mereka terpelanting dan roboh mengaduh. Tangan Bhi Li
tiba-tiba bengkak! Dan ketika dua gadis itu terkejut dan
membelalakkan matanya tiba-tiba mereka sadar dan
teringat kakek iblis ini.
"Ah, dia... dia yang melakukan semuanya ini, enci"
Kita... kita salah?"
Bhi Pui pucat. Setelah kakek ini muncul dan
segala ingatan kembali dengan baik maka Bhi Pui pun ingat akan kejadian semula. Bahwa
mereka dicekoki anggur pengantin dan anggur itulah yang telah membuat tubuhnya
panas dingin, diamuk nafsu berahi dan Keng Han maupun Su
Tong juga begitu. Kakek ini memang hendak "menikahkan"
mereka, dengan cara yang amat kasar dan biadab. Dan
teringat betapa segalanya itu telah dilakukan di depan kakek ini, jadi kakek ini
menonton dan mereka dijadikan
pertunjukan menarik tiba-tiba Bhi Pui menjerit dan
menyambar pedangnya lagi, menusuk.
"Lam-ciat, kau siluman jahanam..!"
Kakek itu menyeringai. Melihat serangan ini tentu saja dia tertawa, tadi pedang
si gadis sudah dipukul mencelat.
Maka begitu menyerang lagi dan menusuk dadanya tiba-
tiba kakek ini membentak dan pedang pun ditangkis patah.
"Bocah, jangan kurang ajar. Mundurlah ...
pletak!" pedang menjadi tiga potong. patah ditangkis si kakek dan terlepaslah pedang itu
dari tangan Bhi Pui, yang
terpelanting dan terguling-guling. Dan ketika kakek itu berkelebat dan dua
jarinya bergerak maka Bhi Pui
mengeluh ketika ia roboh tertotok.
"Bluk!" Terbantinglah gadis itu di sudut. Bhi Pui akhirnya
menangis dan tidak berdaya lagi, Lam-ciat tertawa-tawa namun Keng Han dan Su
Tong tiba-tiba bergerak. Mereka marah dan sadar setelah melihat kakek ini pula,
membentak menyerang kakek itu dan Bhi Li juga berteriak. Gadis ini marah melihat
robohnya kakaknya, perbuatan Lam-ciat dan bersama Keng Han dan Su Tong tiba-tiba
gadis itu menerjang si kakek, menyambar pedangnya. Dan ketika
tiga muda-mudi itu bergerak dan Bhi Li menangis meminta maaf pada Su Tong maka
Su Tong terharu namun sudah
menghantam si kakek iblis.
"Tak apa, kita semua menjadi korban kakek ini, Bhi Li.
Mari kita bunuh dan serang dia... des-dess!" tiga serangan anak muda itu
mendarat di tubuh Lam-ciat, diterima
namun mereka semua terpental. Hantu Selatan ini tertawa bergelak dan tentu saja
ia tidak takut dikeroyok, sudah menerima serangan-serangan lagi dan pedang di
tangan Bhi Li berkelebatan menyambar-nyambar untuk menusuk atau
membacok kakek itu. Tapi karena Lam-ciat adalah kakek yang amat lihai dan
betapapun juga kakek ini bukanlah
tandingan mereka maka tak sampai sepuluh jurus kemudian pedang di tangan Bhi Li
terlepas, diketuk kakek itu dan robohlah Bhi Li ketika lawan menotoknya. Dan
ketika gadis itu terbanting dan mengeluh di Sana maka berturut-turut pukulan Su Tong
dan Keng Han juga dimentahkan
kakek ini, keduanya tertarik ke depan dan si kakek pun menggerakkan kakinya,
menendang dua pemuda itu, yang
terlempar dan terbanting roboh. Dan ketika ketiganya tak dapat bangkit lagi
karena mengaduh-aduh di sana maka
Lam-ciat terbahak-bahak mengejek mereka.
"Ha-ha, kalian bukan tandinganku, anak-anak. Kalau saja kalian bukan pemuda-
pemuda yang menyenangkan tentu kalian kubunuh! Heh, kalian berempat telah mendapat berkah dari Dewi
Bulan. Tubuh kalian telah bersinar-sinar memiliki Kim-kang. Sekarang kalian
berempat masuki tong itu dan berikan Tenaga Emas itu kepadaku, ha-ha...!"
Lam-ciat menggerakkan tangan, tubuh empat muda-
mudi itu terangkat naik dan tahu-tahu mereka sudah
tercebur di sebuah tong besar. Tong ini terbuat dari kayu dengan bagian bawahnya
terbuat dari plat baja yang tebal, terisi air setengah penuh dan kontan mereka
mandi bersama, jebar-jebur dan basah kuyup semua, memaki-
maki, tak tahu apa yang akan dilakukan kakek itu namun kini mereka berkumpul
menjadi satu. Keng Han berhadapan dengan Bhi Pui, hampir beradu muka. Dan
ketika di sebelah kirinya Su Tong juga berhadapan dengan Bhi Li dan dua orang
itu juga nyaris beradu hidung maka Bhi Pui menangis pucat gemetar meminta maaf.
"Aku... aku... maafkan aku, Keng Han. Aku telah
bersalah memukulmu...!"
"Sudahlah," Keng Han merah mukanya, mencoba melengos namun malah bertemu dengan
Bhi Li. "Kita semua menjadi permainan kakek ini, Bhi Pui. Lam-ciat
ternyata seorang kakek gila!"
"Dan kaumaafkan aku, Su Tong. Aku.. aku juga telah memukulmu!" Bhi Li me-nunduk,
ganti bicara. "Sudahlah," Su Tong juga merah mukanya. "Keng Han benar, Bhi Li. Kita semua
menjadi korban dan aku tak tahu apa yang hendak dilakukan kakek itu sekarang!"
"Hm, benar," Keng Han pucat. "Lam-ciat rupanya hendak merebus kita, Bhi Li. Dia
membuat api!" Semua terbelalak. Bhi Li dan kakaknya melihat betapa
Lam-ciat tertawa-tawa, menggoyang-goyang tong itu hingga mereka di dalam
terguncang, menambah air lagi dan
terendamlah mereka sebatas leher. Sedikit lagi mereka bisa kelelap! Dan ketika
si kakek tertawa dan meloncat
melempar-lempar kayu kering maka Keng Han berteriak
menanya kakek itu, marah dan kaget juga ngeri!
"Kakek iblis, apa yang hendak kaulakukan kepada kami"
Kalau hendak membunuh kenapa tidak segera membunuh"
Hei, kami tidak takut mati, kakek siluman. Bunuhlah dan jangan lakukan kami
seperti ini!" "Heh-heh, kalian tidak kubunuh, justeru menikmati mandi surga. Siapa akan
membunuh kalian, anak-anak"
Aku hendak merebus kalian dengan reramuan mujijat. Aku ingin mengeluarkan Kim-
kang yang kalian sedot dari Dewi Bulan untuk kuminum!"
"Kau gila! Kami tidak memiliki Tenaga Emas itu!"
"Ha-ha, kalian berempat sudah bersinar-sinar, bocah.
Tubuh kalian sudah mengandung Kim-kang. Diamlah,
jangan banyak mulut lagi. Kalian tak akan kepanasan
biarpun di air yang mendidih!" kakek ini mengeluarkan sebakul rempah-rempah,
menuangkannya pada tong besar
itu dan mulailah api di bawah menyala. Segala macam
rumput dan dedaunan berhamburan di air setengah penuh yang merendam empat muda-
mudi itu, Keng Han menyumpah-nyumpah sementara Su Tong juga memaki-
maki. Mereka tersedak dan batuk-batuk. Bhi Li menjerit karena dari tuangan
Golok Maut Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rempah-rempah ini ternyata bercampur pula segala macam binatang menjijikkan
seperti kecoa dan tikus, juga kelabang atau beberapa jenis binatang lain yang
sudah kering, memang sudah mati dan agaknya diawetkan kakek itu tapi tentu saja
membuat gadis seperti Bhi Li menjerit. Bhi Pui juga berteriak dan mengambanglah
segala macam binatang kering itu di sekeliling tubuh mereka, mengerikan tapri
juga menjijikkan. Dan ketika Bhi Li
hampir pingsan sementara encinya juga tersedu-sedu maka Lam-ciat di luar sudah
tertawa-tawa membesarkan api.
"Heh, jangan menangis, anak-anak manis. Semua
binatang itu sudah mati dan tak akan menggigit. Kalian tenanglah, aku akan mulai
merebus kalian!" Keng Han terbelalak. Api yang mulai membesar
membuat tong itu menjadi hangat, kian hangat dan
akhirnya panas. Dan ketika kakek itu menambah kayu
bakar dan api menjilat-jilat di pantat tong besar ini maka Bhi Li dan kakaknya
akhirnya pingsan. "Keng Han, kita tidak kepanasan!"
Keng Han mengangguk. Dia merasa heran ketika api
semakin membesar namun mereka tidak kepanasan. Air di dalam tong mulai mendidih
dan tiba-tiba keluarlah semacam air kekuningan . dari tubuh mereka, berkelutuk dan tidak bersenyawa
dengan air yang direbus. Su Tong melihat itu dan tertegun. Dan ketika Lam-ciat
berseru girang dan terbahak-bahak melihat air emas ini, Kim-kang yang
dikeluarkan dari tubuh empat anak muda itu maka si kakek berjingkrak dan menari-
nari. "Ha-ha, lihat, anak-anak. Kim-kang yang kalian terima dari Dewi Bulan sekarang
sudah keluar. Lihatlah, semakin banyak akan semakin kental!"
Keng Han menjublak. Memang behar, air keemasan ini
mulai banyak mengalir. Tapi semakin banyak keluar dari tubuh mereka tiba-tiba
mereka juga merasa kehilangan
sesuatu, sumber tenaga yang membuat Keng Han terkejut dan melebarkan matanya.
Dan ketika Su Tong mengeluh
karena tenaganya serasa disedot keluar dan menjadi air keemasan itu maka pemuda
ini menggigil dan berseru,
"Keng Han, kita akan mati. Air mendidih ini memang tidak akan membunuh kita,
tapi cairan keemasan yang
keluar dari tubuh kita akan menyedot semua tenaga. yang kita punyai!"
-ooo0dw0ooo- Jilid : XIV KENG HAN pucat. Memang benar, air keemasan yang
mulai keluar dari tubuh mereka itu dapat membunuh
mereka, lama-lama habis tenaga mereka dan tentu saja ini berbahaya. Namun karena
mereka tak berdaya dan Keng
Han mengeluh maka pemuda ini menjawab,
"Benar, tapi kita tak dapat berbuat apa-apa, Su Tong.
Kakek iblis itu keji sekali. Kita tak dapat keluar dan Bhi Li serta kakaknya
pingsan." "Hm, apa itu?" Su Tong tiba-tiba menoleh, menunjuk pada sesuatu dan Keng Han
tertegun. Di luar hutan berindap sesosok bayangan dan lapat-lapat mereka
mengenal bentuk bayangan itu, seorang laki-laki gagah yang sudah tua, berjenggot
dan rambutnya digelung ke atas, diikat saputangan biru dan Keng Han terbelalak.
Dan ketika bayangan itu semakln dekat dan mereka berdua yang
kebetulan berada di tempat yang tinggi karena terendam di dalam tong besar maka
hampir berteriak Su Tong mengeluarkan seruan tertahan,
"Suhu..." Su Tong terlonjak girang. Keng Han juga hampir
berteriak saking girangnya, setelah mengenal dan yakin betul siapa kiranya orang
tua gagah itu, bukan lain guru mereka, Pek-lui-kong, si kakek Halilintar! Dan
begitu mereka berteriak menyebut nama itu dan Lam-ciat di
bawah api mendengar seruan ini mendadak Pek-lui-kong, laki-laki gagah dari utara
itu sudah mengangguk dan berkelebat datang, menghantam Hantu Selatan.
"Lam-ciat, bebaskan dua orang muridku!"
Lam-ciat terkejut. Saat itu air Kim-kang yang
dikeluarkan dua anak muda ini sudah semakin banyak saja, kental dan kakek itu
berseri-seri, mempersiapkan mangkok dan siap menciduk air Kim-kang ini, air gaib
yang diperas dari tubuh dua pemuda itu, setelah semalam diberkahi
Dewi Bulan, dalam pesta gila-gilaan yang hanya dapat
dilakukan orang-orang macam kakek ini. Maka begitu
bentakan itu disertai berkelebatnya sebuah bayangan dan pukulan panas menyambar
dari belakang maka kakek ini
terkejut dan berteriak memutar tubuhnya.
"Hei... dukk!" Lam-ciat mencelat. Dia tak tahu bahwa yang datang
adalah Pek-lui-kong, jago dari utara yang menjadi guru dari anak-anak muda yang
direbusnya itu. Maka ketika pukulan panas menyambar tubuhnya dan ditangkis
dengan cara tergesa-gesa kontan kakek ini terpelanting dan roboh
bergulingan. "Haiyaa...!" Lam-ciat melompat bangun, marah metnandang lawan namun saat itu Pek-lui-kong mengibas lengan. Tong besar di
sebelah kirinya terkena dorongan angin kuat, miring dan akhirnya terguling. Dan
ketika segala isinya tumpah dan dua pemuda itu terloncat bersama Bhi Li dan
kakaknya maka Pek-lui-kong tertegun melihat keadaan muridnya itu.
"Suhu, kami.. kami dipermainkan kakek iblis ini. Tolong kau bunuh dia dan
bebaskan kami berempat!"
"Hm, siapa gadis-gadis itu, Su Tong" Bagaimana kalian berada di tempat celaka
ini?" "Panjang ceritanya, suhu. Nanti saja kami beritahukan.
Awas...!" Su Tong berteriak, melihat Lam-ciat menyerang dari belakang namun jago
tua ini tahu. Dengan cepat ia membalik dan menangkis pukulan itu. Dan ketika
Pek-lui-ciang atau Tangan Haiilintar bertemu pukulan Lam-ciat tiba-tiba kakek
itu berteriak keras dan lengan bajunya terbakar.
"Dess-haihhh...!"
Lam-ciat bergulingan. Kakek ini terpaksa melempar
tubuh karena Tangan Halilintar yang bertemu pukulannya itu hebat bukan main, dia
mencelat dan pukulan lawan
itupun masih terus menyambar ke belakang, menghantam
pohon dan robohlah pohon itu dengan suaranya yang hiruk-pikuk, hangus tumbang
dan hampir saja menimpa Lam-
ciat! Dan ketika kakek itu mengumpat caci dan bergulingan meloncat bangun maka
Pek-lui-kong berkelebat ke arah
murid-muridnya dan menotok membebaskan mereka.
"Kalian urus gadis-gadis itu. Rupanya mereka pingsan oleh kelelahan dan
kengerian yang sangat!"
Su Tong dan Keng Han sudah bergerak tanpa diulang
lagi. Masing-masing sudah menuju ke arah kekasihnya, Su Tong menyadarkan Bhi Li
sedang Keng Han menolong Bhi
Pui. Dan ketika dua enci adik itu sadar dan membuka mata mereka maka hampir
berbareng keduanya berteriak
menanyakan Lam-ciat. "Jahanam si kakek iblis itu. Mana Hantu Selatan!"
"Tenang," Su Tong mencekal, menenangkan Bhi Li.
"Kita ditolong suhu, Bhi Li. Lihat dan saksikan itu betapa si kakek jahanam
didesak suhu!" Bhi Li tertegun. Di sana ternyata sudah bertempur
seorang kakek gagah dengan si Hantu Selatan itu,
pukulannya meledak-ledak dan enci adik ini terbelalak.
Lam-ciat telah menyerang kakek itu dan pertempuran hebat terjadi, Lam-ciat
memaki-maki namun kakek gagah itu
benar-benar hebat. Kedua tangannya yang bergerak silih berganti ternyata
mendesak Lam-ciat, mengeluarkan sinar putih dan meledaklah suara petir disertai
kilatan api. Dan ketika Lam-ciat harus mengelak sana-Eini sementara
pukulan-pukulan petir itu terus menyambar dan mengejar kakek ini akhirnya baju
pundak si Hantu , Selatan terbakar dan kakek ibiis itu bergulingan melempar
tubuh. "Aduh... des-dess!"
Bhi Li tertegun. Akhirnya gadis ini menjadi kagum dan berbisiklah Su Tong bahwa
itulah pukulan Petir yang
dipunyai gurunya, kini dipakai menghajar Lam-ciat dan tentu saja jauh lebih
hebat daripada Su Tong sendiri. Pek-lui-kong adalah penciptanya dan kini Puk-
lui-ciang atau Tangan Petir dikeluarkan tokohnya, tentu saja hebat.
Bhi Li kagum. Dan ketika pertandingan berjalan lagi dan Pek-lui-kong atau kakek
gagah itu mendesak Lam-ciat
akhirnya kakek iblis ini mengeluarkan Hoan-eng-sut, ilmu andalannya.
"Bedebah, kau tak dapat mengalahkan aku, Pek-lui-kong.
Lihat, ilmu pukulan-pukulan Petirmu tak berdaya... wush-klap!" Hantu Selatan
menghilang, mempergunakan Hoan-eng-sutnya atau Ilmu Penukar Bayangan itu, lenyap
dan lawan tentu saja terkejut. Dan ketika Pek-lui-ciang atau pukulan Petir
menghantam tempat kosong dan meledak
menghajar pohon-pohon atau tanah di belakang Lam-ciat akhirnya Lam-ciat tertawa-
tawa di balik ilmu silumannya itu.
"Ha-ha, lihat, Lui-kong. Aku tak dapat dipukul!"
Lui-kong atau si Raja Petir ini terbelalak. Lawan tiba-tiba memang menghilang
dan tentu saja semua pukulannya
mengenai tempat kosong, tokoh utara itu terkejut. Dan ketika bayangan lawan
suatu ketika tampak di depan tapi tawa aneh terdengar di belakangnya maka sebuah
pukulan ttba-tiba menghantam pundaknya.
"Dess!" Jago tua itu terpelanting. Untuk pertama kalinya dia
terpukul, Lam-ciat tertawa-tawa lagi dan memperlihatkan dirinya, di samping
kanan jago utara ini. Namun ketika dipukul dia menghilang sementara dari sebelah
kiri berkesiur angin tamparan maka Lui-kong atau Raja Petir itu terpelanting atau
terbanting roboh. "Des-plak!" Kakek gagah itu mengeluh. Akhirnya dia menghantam
bayangan Lam-ciat yang terlihat di mana-mana, tak tahu bahwa bayangan itu
sebenarnya Hanya jadi-jadian saja.
Lam-ciat yang sesungguhnya entah di mana karena Hoan-
eng-cut memang dapat merobah seseorang menjadi banyak,
yang sejati bersembunyi di balik yang palsu dan tentu saja Pek-lui-kong bingung.
Dan ketika pukulan demi pukulan selalu mengenai tempat kosong sementara lawan
membalas dan mulai melepas pukulan-pukulan jarak jauh akhirnya jago tua ini
pucat terhuyung jatuh bangun, tak dapat
membalas karena lawan yang asli tak diketahui di mana sebenarnya, hanya bertemu
bayangan-bayangan semu dl
mana tiba-tiba dari tempat-tempat tertentu menyambar
angin pukulan Lam-ciat, sibuk dan jatuh trangunlah
pendekar itu. Dan ketika suhunya terdesak dan Lam-ciat ganti mempermainkan
gurunya maka Su Tong pucat
sementara Keng Han juga berobah mukanya.
"Celaka, suhu terdesak, Su Tong. Kita harus maju membantu!"
"Benar, kakek iblis itu hebat, Keng Han. Yang membuat suhu bingung adalah
Penukar Bayangannya itu. Lam-ciat mempergunakan Hoan-eng-sut!"
"Kita bergerak, bantu suhu!" dan Keng Han yang tidak banyak bicara lagi
membentak ke depan tiba-tiba sudah membantu gurunya dan Su Tong pun ikut
bergerak ke depan, mencabut pedangnya dan tangan kiri melepas
pukulan Petir. Dan ketika Keng Han juga melakukan hal yang sama dan dua pemuda
itu sudah membantu gurunya
maka Pek-lui-kong malu dan merah mukanya.
"Keparat, malu aku dibantu kalian, Keng Han. Kalau kakek ini tidak benar-benar
luar biasa dengan ilmu hitamnya tentu kalian kutendang keluar!"
"Maaf, Lam-ciat mempergunakan Hoan-eng-sutnya,
suhu. Kalau tidak dikeroyok barangkali dia tak akan
roboh!" "Benar," Su Tong di sana menyambung. "Ilmunya ini ilmu siluman, suhu. Tak usah
malu karena diapun curang...
haitt!" dan Su Tong yang membentak dengan pedang di tangan kanan sementara
pukulan Petir di tangan kiri tiba-tiba melihat bayangan lawan, tepat di sebelah
kirinya dan dibacoklah bayangan itu. Tapi ketika pedangnya menembus kosong dan
pukulan pun serasa mengenai mahluk halus,
lenyap dan amblas begitu saja tiba-tiba pemuda ini
terlempar ketika sebuah hembusan angin menyambar
tengkuknya. "Ha-ha, aku di sini, bocah. Lihat.....des-dess!"
Su Tong terbanting bergulingan. Memang dia tahu
bahwa Hoan-eng-sut memang
hebat, ilmu Penukar Bayangan ini dapat membuat pemiliknya berpindah-pindah tempat tanpa diketahui di
mana sebenarnya. Lam-ciat bisa muncul di sana-sini tapi sebagian besar semu,
bukan sejatinya dan tentu saja menghadapi ilmu berbau hitam begini Su Tong kewalahan.
Dan ketika dia melompat bangun sementara Keng Han di sana juga berteriak ketika tertiup pukulan Lam-ciat
maka hanya guru mereka sendiri yang
dapat bertahan menerima pukulan lawan, mengerahkan sinkangnya dan dengan sinkangnya ini Pek-
lui-kong tak terpelanting, setelah menancapkan kaki kuat-kuat di atas tanah. Dan
ketika guru dan murid menjadi permainan Hoan-eng-sut di mana Lam-ciat akhirnya
membentak dan memperkuat daya ilmunya itu maka
seratus atau seribu bayangan Hantu Selatan sekonyong-
konyong tampak di mana-mana hingga dua pemuda itu
Titisan Dewi Iblis 2 Siluman Ular Putih 04 Pedang Kelelawar Putih Istana Lima Bidadari 1