Pencarian

Kasus Kasus Perdana Poirot 3

Kasus Kasus Perdana Poirot Poirots Early Cases Karya Agatha Christie Bagian 3


dicurigai. "Langkah kami berikutnya adalah mengunjungi Hotel Russell Square. Mereka segera
mengenali Wu Ling dari potretnya. Kemudian kami perlihatkan foto Dyer, tapi kami
kecewa karena penjaga pintu tegas-tegas menyatakan bukan dia orang yang datang
ke hotel pada pagi naas itu. Setelah berpikir-pikir, kukeluarkan foto Lester.
Betapa terperanjatnya aku karena penjaga pintu segera mengenalinya.
"'Benar, sir,' katanya meyakinkan, 'dialah laki-laki yang masuk pada pukul 10.30
itu dan menanyakan Tuan Wu Ling. Setelah itu mereka keluar bersama.'
"Sudah mulai ada titik terang. Kemudian kami mewawancarai Charles Lester. Ia
menemui kami dengan sikap yang amat terbuka. Ia sedih mendengar kematian Wu Ling
yang begitu cepat dan siap membantu kami sebisanya. Ceritanya sebagai berikut:
Dengan perjanjian, ia datang ke hotel pukul 10.30 untuk menjemput Wu Ling. Tapi,
Wu Ling sendiri tidak menampakkan diri. Sebaliknya, pelayannyalah yang keluar
dan menjelaskan bahwa majikannya terpaksa pergi tadi serta menawarkan diri untuk
mengantar Lester ke tempat majikannya berada. Karena sama sekali tidak curiga,
Lester setuju. Lalu, pelayan Cina itu keluar mencari taksi. Mereka naik taksi
untuk beberapa lama, menuju dermaga. Mendadak, Lester berubah pikiran menjadi
tidak percaya. Dihentikannya taksi dan ia turun tanpa menghiraukan protes si
pelayan. Menurutnya, hanya itulah yang ia ketahui.
"Dengan sikap seolah-olah puas, kami mengucapkan terima kasih dan minta diri.
Segera terbukti bahwa pengakuan Lester tidak benar. Pertama, Wu Ling tidak
mempunyai pelayan, baik di kapal maupun di hotel. Kedua, sopir taksi yang
mengantarkan mereka memberikan keterangan bahwa Lester tidak meninggalkan taksi
dalam perjalanan itu. Sebaliknya, ia bersama pria berkebangsaan Cina itu pergi
ke tempat yang kurang terpuji di Limehouse, persis di jantung Chinatown. Tempat
yang dituju itu kurang lebih dikenal sebagai sarang opium kelas kambing.
Keduanya masuk - dan kira-kira satu jam kemudian laki-laki Inggris ini - yang
diidentifikasi dari fotonya - keluar seorang diri dan meminta sopir membawanya ke
stasiun bawah tanah yang terdekat.
"Reputasi Charles Lester diselidiki. Diketahui bahwa ia terjerat hutang yang
besar dan diam-diam gemar berjudi, meskipun karakternya tidak tercela. Tentu
saja Dyer tidak luput dari pengamatan. Ada kemungkinan kecil dia menyamar
sebagai orang satunya, tapi pikiran ini terbukti sama sekali tidak beralasan.
Alibinya selama hari naas itu cukup kuat. Sedangkan pemilik sarang opium tentu
saja menyangkal semua tuduhan dengan ketenangan khas Asia Timur. Katanya ia
belum pernah melihat Charles Lester. Tidak ada dua pria yang mengunjungi
tempatnya pagi itu. Pokoknya, polisi keliru karena tempat itu tidak pernah
dipakai untuk mengisap opium.
"Penyangkalan pemilik sarang opium itu, walaupun niatnya baik, tidak banyak
menolong Lester. Ia ditahan dengan tuduhan membunuh Wu Ling. Harta miliknya
diperiksa, tapi tidak ditemukan satu surat pun yang berhubungan dengan tambang
itu. Pemilik sarang opium juga dijebloskan ke dalam penjara. Tapi, penggeledahan
terhadap tempat tinggalnya tidak menghasilkan apa-apa. Tidak sebatang opium pun
ditemukan oleh polisi. "Sementara itu, Pearson gelisah sekali. Dia mondar-mandir di kamarku sambil
berkeluh-kesah. "'Anda harus menemukan ide, M. Poirot!' ia terus mendesakku. 'Anda pasti
menemukan ide, kan"'
"'Tentu saja,' jawabku hati-hati. 'Justru itulah masalahnya - karena mempunyai
terlalu banyak gagasan, malah tidak terpusat ke satu arah.'
"'Misalnya"' desaknya.
"'Misalnya - sopir taksi. Dari dia kita mendapat keterangan bahwa ia mengantar
kedua laki-laki ke sarang opium. Ini kan memberi ide. Masalahnya - betulkah tempat
itu yang dituju" Andaikan kedua laki-laki itu meninggalkan taksi di sana, masuk
ke tempat itu, lalu keluar lewat pintu lainnya untuk pergi ke tempat lain"'
"Mendengar perkataanku Pearson tersentak.
"'Mengapa Anda tidak berbuat apa-apa kecuali duduk dan berpikir" Apakah kita
tidak bisa berbuat sesuatu"'
"Orangnya sangat tidak sabaran, engkau tahu ini.
"'Monsieur,' kataku tenang dan serius, 'berlari ke sana kemari di sepanjang
jalan-jalan Limehouse yang penuh kejahatan, seperti anjing cilik yang tidak
diketahui asal-usulnya, bukanlah pekerjaan Hercule Poirot. Tenanglah. Agen-agen
saya tetap bekerja.' "Hari berikutnya ada yang harus kusampaikan kepadanya. Kedua laki-laki itu
memang melewati tempat yang bersangkutan, tapi tujuan mereka yang sebenarnya
adalah sebuah restoran kecil di dekat sungai. Orang-orang melihat keduanya masuk
ke sana dan Lester keluar seorang diri.
"Lalu - bayangkan kalau peristiwa ini terjadi padamu, Hastings. Satu gagasan tiba-
tiba menguasai Pearson! Dia tidak puas kalau kami sendiri belum pergi ke
restoran itu untuk menyelidiki. Aku memprotes, tapi dia tidak peduli. Dia
berbicara tentang penyamaran, bahkan disarankannya aku sebaiknya - aku jadi ragu-
ragu untuk memberitahumu - sebaiknya aku mencukur habis kumisku! Ya, rien que ?a!
Kukatakan bahwa idenya itu menggelikan dan tidak masuk akal. Keindahan tidak
boleh dirusak hanya untuk main-main. Selain itu, apa bedanya orang berkumis atau
tidak, kalau dia ingin mengisap opium"
"Nah, dia menyerah meskipun masih bersikeras dengan idenya itu. Sorenya dia
muncul - Mon Dieu, bukan main penampilannya! Dia memakai jas pendek dari kain
kasar yang biasa dipakai para pelaut, dagunya kotor dan tidak bercukur; bau syalnya busuk sekali,
menyengat hidung. Dan, bayangkan, Hastings, dia menyukai penampilannya yang
demikian itu. Sungguh, orang-orang Inggris gila! Diubahnya penampilanku.
Kubiarkan dia melakukannya. Bisakah orang mendebat seorang maniak" Akhirnya kami
berangkat - bagaimanapun juga, bisakah aku membiarkannya pergi sendirian, dalam
kostum samaran kekanak-kanakan itu?"
"Tentu saja tidak," aku mengiyakan.
"Selanjutnya - kami sampai di sana. Pearson berbicara dengan bahasa Inggris yang
aneh. Dia memperkenalkan diri sebagai pelaut serta berbicara tentang soal-soal
laut dan kapal yang tidak kumengerti. Ruangan itu kecil, atapnya rendah, dan
banyak orang Cina di sana. Kami makan hidangan yang rasanya aneh. Ah, Dieu, mon
estomac!" Poirot menepuk-nepuk perutnya sebelum bercerita lagi. "Kemudian,
pemilik rumah makan menghampiri kami. Seorang laki-laki Cina dengan wajah yang
dihiasi senyuman jahat. "'Anda, Tuan-tuan, tidak suka makanan di sini,' katanya. 'Tuan-tuan datang
tentunya untuk menikmati apa yang lebih Tuan-tuan senangi. Pipa isap, eh"'
"Pearson menendang kakiku keras-keras. (Dia memakai sepatu pelaut juga!). Lalu
ia berkata, 'Aku tidak keberatan, John. Antarkan kami.'
"Tuan rumah tersenyum lalu membawa kami ke gudang bawah tanah, melewati pintu
jebakan, turun beberapa langkah, naik lagi ke dalam ruangan yang penuh dipan
dengan bantalan tidur yang nyaman sekali. Kami berbaring, seorang anak laki-laki
berkebangsaan Cina melepas sepatu kami. Saat itu merupakan saat yang paling
laris di sore itu. Mereka menghidangkan pipa-pipa opium lengkap dengan pil-pil
opium yang masak. Kami pura-pura mengisap, lalu tertidur dan bermimpi. Tapi
sewaktu kami tinggal berdua, Pearson memanggilku lirih. Segera ia mulai
merangkak sepanjang lantai. Kami berhenti di belakang tirai dan memasang
telinga. Orang-orang itu tengah membicarakan Wu Ling. Kami masuk ke kamar
lainnya, tempat orang-orang sedang tidur-tiduran dan semacamnya, sampai kemudian
terdengar percakapan dua orang.
"'Bagaimana dokumen-dokumen itu"' tanya yang seorang.
"'Lester, berkas-berkas itu dibawanya,' jawab yang lain dengan bahasa Inggris
beraksen Cina yang kuat sekali. 'Dia mengatakan, simpanlah semua itu di tempat
yang aman - tempat polisi tidak melihat.'
"'Ah! Tapi dia tertangkap basah,' kata yang pertama lagi.
"'Dia bebas. Polisi tidak yakin dia berbuat itu.'
"Pembicaraan itu berlanjut. Kemudian, rupanya kedua orang itu menuju ke tempat
persembunyian kami. Tergesa-gesa kami kembali ke tempat tidur.
"'Sebaiknya kita keluar dari tempat ini,' ajak Pearson setelah beberapa menit
berlalu. 'Tempat ini tidak sehat.'
"'Anda benar, Monsieur,' aku mengiyakan. 'Kita sudah cukup lama bersandiwara.'
Kami berhasil meloloskan diri setelah membayar mahal untuk opium. Begitu keluar
dari Limehouse, Pearson menarik napas panjang.
"'Saya senang sudah keluar dari tempat itu,' katanya. 'Tapi kita telah
mendapatkan sesuatu yang dapat kita percaya.'
"'Betul sekali,' kataku setuju. 'Saya kira kita tidak akan menemui banyak
kesulitan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan - setelah penyamaran malam
ini.' "Memang sama sekali tidak ada kesulitan," Poirot tiba-tiba mengakhiri ceritanya.
Akhir cerita yang mendadak ini kedengaran luar biasa, sehingga aku menatapnya
heran. "Tapi - tapi, di mana dokumen-dokumen itu?"
"Di sakunya - tout simplement."
"Di saku siapa?"
"Pearson, parbleu!" Melihat kebingunganku, Poirot melanjutkan ceritanya dengan
lembut. "Engkau belum juga mengerti. Pearson terjerat hutang, sama dengan
Charles Lester. Seperti Charles Lester, dia juga sedang berjudi. Dan ia menyusun
rencana untuk mencuri dokumen-dokumen Wu Ling. Dijumpainya Wu Ling di
Southampton, diajaknya ke London dan dibawanya langsung ke Limehouse. Hari
berkabut, sehingga Wu Ling tidak jelas ke mana ia diajak pergi. Kukira cukup
sering Pearson mengisap opium di tempat itu. Akibatnya ia mempunyai beberapa
teman yang eksentrik. Aku kira dia tidak bermaksud membunuh Wu Ling. Gagasannya
adalah salah seorang Cina harus menyamar sebagai Wu Ling dan menerima uang dari
penjualan dokumen-dokumen itu. Sampai di sini, rencananya mulus! Tapi, bagi kaki
tangan Pearson yang orang Timur, masalahnya jauh lebih sederhana dengan membunuh
Wu Ling, lalu melemparkan mayatnya ke sungai. Tanpa berkonsultasi dengan
atasannya, mereka bertindak menurut cara mereka sendiri. Bayangkan, betapa
ketakutannya Pearson! Mungkin saja ada orang yang melihatnya bersama Wu Ling di
kereta. Pembunuhan jelas jauh berbeda dari penculikan biasa.
"Keselamatannya terletak di tangan orang Cina yang menyamar sebagai Wu Ling di
Hotel Russell Square. Kalau saja mayat Wu Ling tidak ditemukan secepat itu!
Mungkin korban sudah memberi tahu tentang janjinya dengan Charles Lester, itulah
sebabnya Lester menjemput Wu Ling di hotel. Pearson melihat hal ini sebagai cara
yang sangat tepat untuk mengalihkan kecurigaan dari dirinya. Charles Lester akan
menjadi orang terakhir yang terlihat bersama-sama Wu Ling. Orang yang menyamar
itu diperintahkannya untuk memperkenalkan diri sebagai pelayan Wu Ling, kemudian
membawa Lester secepat mungkin ke Limehouse. Di sana, mungkin sekali, Lester
ditawari minuman, yang mestinya sudah diberi obat bius. Sejam kemudian, sewaktu
keluar dari tempat itu, Lester tidak ingat jelas apa yang telah terjadi.
Sebegitu kaburnya, sehingga begitu mengetahui kematian Wu Ling, Lester hilang
nyalinya serta menyangkal bahwa ia pernah sampai ke Limehouse.
"Dengan demikian, Lester berada di tangan Pearson. Lalu, apakah Pearson puas"
Tidak - sikapku membuatnya gelisah dan diputuskannya untuk menuntaskan kasus ini
dengan memberatkan Lester. Maka, diaturnya penyamaran itu. Aku, aku hendak
ditipunya mentah-mentah. Bukankah tadi kukatakan bahwa penyamarannya kekanak-
kanakan" Eh, bien, aku pun memainkan peranku. Ia pulang dengan sukacita. Tapi,
keesokan paginya Inspektur Miller muncul di pintu rumahnya. Dokumen-dokumen itu
ditemukan di sana. Permainan selesai sudah. Dia sangat menyesal karena telah
membiarkan dirinya melakukan penyamaran bersama Hercule Poirot! Sebetulnya,
hanya ada satu kesulitan dalam perkara ini."
"Apa itu?" tanyaku penuh rasa ingin tahu.
"Meyakinkan Inspektur Miller! Bukan main makhluk itu! Keras kepala dan pandir.
Dan akhirnya dia yang menerima segala pujian!"
"Tragis," komentarku.
"Ah, aku toh mendapat gantinya. Direksi Burma Mines Ltd. lainnya menghadiahiku
saham senilai empat belas ribu pound sebagai sedikit imbalan jasa atas
pelayananku. Tidak sedikit, eh" Tapi, kalau engkau menanamkan uang, kuminta
tetaplah berpegang teguh pada orang-orang konservatif, Hastings. Berita yang
kaubaca di koran itu mungkin tidak benar. Para direktur Procupine mungkin saja
terdiri atas orang-orang macam Pearson!"
IX KERETA API PLYMOUTH EXPRESS
ALEC SIMPSON, RN, keluar dari peron dan masuk ke ruang kelas satu kereta api
Plymouth Express. Seorang kuli barang mengikutinya, mengangkat kopornya yang
berat. Kuli itu siap mengayunkan kopornya ke atas rak, tapi pelaut muda itu
mencegahnya. "Tidak usah - letakkan saja di kursi. Nanti saya naikkan sendiri. Ini ongkosnya."
"Terima kasih, Sir." Kuli barang itu pergi sambil mengantongi uang persen yang
besar. Pintu-pintu dibanting; lalu suara yang keras dan nyaring meneriakkan, "Khusus
Plymouth. Pergantian di Torquay. Lalu Plymouth." Peluit ditiup dan perlahan-
lahan kereta bergerak meninggalkan stasiun.
Letnan Simpson menempati ruangnya seorang diri. Udara Desember terasa dingin
menusuk. Dinaikkannya daun jendela. Samar-samar dia mencium bau sesuatu dan
dikerutkannya dahinya. Bukan main bau ini! Mengingatkannya pada saat-saat ia
terbaring di rumah sakit karena operasi kaki. Ya, khloroform. Benar!
Ditutupnya lagi jendela, lalu ia pindah ke kursi yang sandarannya membelakangi
mesin. Dikeluarkannya pipa dari sakunya dan disulutnya. Sejenak ia duduk tidak
bergerak sambil menatap ke luar, menembus kegelapan malam, dan mengisap pipanya.
Akhirnya ia bangkit, membuka kopornya untuk mengambil beberapa koran dan
majalah, menutup kopor itu lagi, dan berusaha mendorong kopornya ke bawah tempat
duduk - tapi sia-sia. Ada sesuatu yang menahan dorongan tangannya. Dicobanya lagi
dengan dorongan yang lebih kuat dan rasa tidak sabar. Masih juga benda itu
tertahan, hanya setengahnya saja yang bisa masuk.
"Kurang ajar, kenapa kopor ini tidak bisa masuk?" ia menggerutu. Ditariknya
kopor itu lalu ia membungkuk dan melongok ke bawah tempat duduk....
Tak lama kemudian terdengar pekikan memecah malam. Kereta berhenti dengan
enggan, karena sentakan rem tanda bahaya.
*** "Sobat," kata Poirot, "aku yakin engkau sangat tertarik pada misteri Plymouth
Express. Bacalah ini."
Kuambil surat yang ia jentikkan melintasi meja kepadaku. Isinya singkat dan
langsung pada pokok permasalahan.
Dengan hormat, Saya sangat berterima kasih apabila Anda dapat menemui saya secepat mungkin.
Hormat saya, Ebenezer Halliday Aku tidak begitu mengerti apa hubungan surat itu dengan Plymouth Express.
Kutatap Poirot dengan pandangan bertanya-tanya.
Sebagai jawaban Poirot mengambil surat kabar kemudian membacanya keras-keras,
"Satu penemuan sensasional terjadi semalam. Seorang perwira muda angkatan laut
yang sedang dalam perjalanan pulang ke Plymouth menemukan jenazah seorang wanita
di bawah tempat duduk ruang keretanya. Ditikam menembus jantung. Segera perwira
ini menarik rem tanda bahaya dan kereta berhenti. Korban, yang berumur sekitar
tiga puluh tahun dan berpakaian mewah, belum dikenali."
"Lalu ada keterangan ini, 'Mayat wanita yang ditemukan di kereta api Plymouth
telah diidentifikasi sebagai Yang Mulia Nyonya Rupert Carrington.' Sekarang
engkau mengerti, Sobat" Kalau belum, kutambahkan ini - Nyonya Rupert Carrington
dulu, sebelum menikah, dikenal dengan nama Flossie Halliday, putri Halliday,
raja baja Amerika." "Dan ia memintamu datang" Hebat!"
"Aku pernah menangani sebuah kasus kecil untuk dia - perkara pemegang surat-surat
obligasi. Lalu, waktu aku di Paris untuk kunjungan kerajaan, Mademoiselle
Flossie diperkenalkan kepadaku. Gadis yang menawan! Ramah lagi! Ini yang
mendatangkan persoalan. Hampir saja ia membuat skandal yang memalukan."
"Bagaimana itu?"
"Count de la Rochefour. Un bien mauvais sujet! Bukan orang baik-baik, begitu
istilahmu. Petualang sejati yang tahu bagaimana memikat seorang gadis romantis.
Untung ayahnya mendengar hubungan ini pada waktunya. Buru-buru dibawanya
putrinya kembali ke Amerika. Beberapa tahun kemudian, kudengar dia menikah, tapi
aku sama sekali tidak tahu tentang suaminya."
"Hmm," aku membuka suara. "Yang Mulia Rupert Carrington juga tidak lebih baik.
Uangnya dihabiskan untuk taruhan pacuan kuda. Kubayangkan dolar Halliday tua itu
mengalir tepat pada waktunya. Kuakui ia bajingan muda yang ganteng, dengan
tingkah laku yang dibuat-buat meyakinkan, padahal sama sekali tidak bermoral.
Tidak gampang menjadi pasangannya!"
"Ah, perempuan yang malang! Elle n'est pas bien tomb?e! Dia jatuh ke tangan yang
salah." "Kukira jelas sekali, bahwa uangnya dan bukan gadis itu yang menarik hatinya.
Aku yakin tak lama sesudah pernikahan, hubungan mereka sudah renggang. Akhir-
akhir ini kudengar desas-desus akan adanya perpisahan resmi."
"Si tua Halliday bukan orang tolol. Dia cukup ketat menjaga uang anaknya."
"Menurutku juga begitu. Aku tahu Yang Mulia Rupert Carrington katanya sedang


Kasus Kasus Perdana Poirot Poirots Early Cases Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kekurangan uang." "Aha! Aku jadi bertanya-tanya sendiri - "
"Engkau menduga apa?"
"Sobatku yang baik, jangan menyelaku seperti itu. Aku tahu, engkau tertarik
dengan perkara ini. Bagaimana kalau kautemani aku menemui Tuan Halliday" Ada
pangkalan taksi di sudut sana."
*** Waktu beberapa menit cukup untuk membawa kami ke rumah yang luar biasa indahnya
di Park Lane, yang disewa tokoh terkemuka Amerika ini. Kami diantar ke
perpustakaan dan segera dihampiri oleh seorang pria berbadan besar dan kuat,
dengan pandangannya yang tajam serta dagu yang runcing.
"M. Poirot?" sapa Halliday. "Saya kira saya tidak perlu mengatakan untuk apa
saya memanggil Anda. Anda sudah membaca surat kabar dan saya orang yang tidak
pernah membuang waktu. Kebetulan saya dengar Anda berada di London dan saya
ingat akan pekerjaan Anda yang memuaskan dalam perkara surat obligasi dulu. Saya
tak pernah melupakan nama orang. Saya sudah mendapat orang-orang terbaik
Scotland Yard, tapi akan saya kerahkan orang saya sendiri juga. Uang bukan
masalah. Justru saya cari uang untuk anak perempuan saya - dan sekarang dia sudah
tiada. Akan saya berikan uang saya sampai sen terakhir untuk menangkap bajingan
terkutuk itu! Anda paham" Jadi, terserah kepada Anda untuk menangani perkara
ini." Poirot membungkukkan badannya.
"Saya menerima tugas ini, Monsieur. Bahkan sangat bersedia setelah beberapa kali
saya melihat putri Anda di Paris. Nah, saya mohon Anda menjelaskan perjalanannya
ke Plymouth dan rincian lainnya yang berhubungan dengan kasus ini."
"Well," Halliday menanggapi permintaan Poirot, "pertama, bukan Plymouth yang
ditujunya. Dia pergi untuk menghadiri pesta di Avonmead Court, rumah Duchess of
Swansea. Dia berangkat dari London dengan kereta api pukul 12.14 dari Paddington
dan sampai di Bristol (di sini Flossie harus berganti kereta) pukul 14.50.
Kereta api Plymouth Express yang utama melalui Westbury, sama sekali tidak lewat
Bristol. Kereta pukul 12.14 itu langsung menuju Bristol, kemudian berhenti di
Weston, Taunton, Exeter, dan Newton Abbot. Flossie sendirian saja di ruang
kompartemennya sampai Bristol; sedangkan pelayannya di ruang kelas tiga gerbong
berikutnya." Poirot mengangguk dan Halliday melanjutkan ceritanya. "Pesta di Avonmead itu
mestinya meriah sekali, lengkap dengan dansa. Karena itu putri saya membawa
hampir semua permatanya - nilai keseluruhannya mungkin sekitar seratus ribu
dolar." "Sebentar," Poirot menyela. "Siapa yang mengurusi permata-permata itu" Putri
Anda atau si pelayan?"
"Flossie selalu mengurus permata-permatanya sendiri. Menyimpannya dalam tas
kecil berwarna biru yang terbuat dari kulit kambing yang lembut."
"Teruskan, Monsieur."
"Di Bristol, si pelayan, Jane Mason, mengemas tas rias dan gaun rias putri saya
yang dibawanya lalu menghampiri kamar tidur Flossie. Jane sangat terkejut karena
Flossie mengatakan ia tidak akan turun di Bristol, tetapi akan pergi lebih jauh
lagi. Diperintahkannya Mason menurunkan bagasi, dan menaruhnya di ruang
penitipan stasiun. Mason boleh menikmati teh di ruang minum, tapi harus menunggu
Flossie di stasiun. Ia akan kembali ke Bristol dengan kereta api bolak-balik
rute siang. Meskipun terkejut sekali, Mason melakukan apa yang diperintahkan
kepadanya. Diletakkannya bagasi di ruang penitipan, lalu ia pergi minum teh.
Satu per satu kereta bolak-balik masuk, namun majikannya tidak muncul juga.
Setelah kereta terakhir masuk, ia meninggalkan bagasi di tempat itu dan pergi ke
hotel di dekat stasiun untuk bermalam. Paginya ia membaca berita tentang tragedi
yang menimpa Flossie dan kembali ke kota dengan kereta pertama yang ada."
"Tidak adakah penjelasan sehubungan dengan perubahan mendadak rencana putri Anda
itu?" "Ada. Menurut Mason, di Bristol Flossie tidak sendirian di kamarnya. Ada seorang
laki-laki bersamanya. Saat itu, orang itu sedang berdiri, menatap ke luar
jendela yang letaknya agak jauh dari Jane Mason sehingga Mason tidak dapat
melihat wajah laki-laki itu."
"Ada gang-gang di gerbong kereta yang menghadap ke arah kamar tidur?"
"Benar." "Di sebelah mana koridor itu?"
"Di sebelah peron. Sewaktu berbicara kepada Mason, Flossie berdiri di koridor."
"Apakah Anda tidak ragu-ragu - maaf!" Poirot berdiri lalu meluruskan letak tempat
tinta yang agak miring. "Je vous demande pardon," lanjutnya sambil duduk
kembali. "Saya selalu merasa tidak enak melihat apa saja yang tidak lurus. Aneh,
kan" Tadi saya bertanya, Monsieur, apakah tidak ada keragu-raguan dalam benak
Anda bahwa pertemuan yang tidak diharapkan ini mungkin menyebabkan perubahan
rencana putri Anda secara mendadak?"
"Kelihatannya itu satu-satunya prakiraan yang masuk akal."
"Anda tidak dapat menduga siapa laki-laki itu?"
Sejenak milyuner itu ragu-ragu, lalu ia menjawab, "Tidak - saya sama sekali tidak
tahu." "Sekarang - tentang penemuan jenazah?"
"Penemunya seorang pelaut muda yang segera membunyikan tanda bahaya. Di kereta
ada seorang dokter. Diperiksanya mayat Flossie. Mula-mula Flossie dibius dengan
khloroform, kemudian ditikam. Dokter mengatakan penjelasan ini adalah pendapat
pribadinya karena Flossie sudah meninggal kira-kira empat jam. Jadi, pembunuhan
itu pasti dilakukan tidak lama setelah kereta meninggalkan Bristol - mungkin
sekali antara Bristol dan Weston, atau antara Weston dan Taunton."
"Kotak permata itu?"
"Hilang, M. Poirot."
"Satu lagi, Monsieur. Mengenai kekayaan putri Anda - siapa yang mendapatkannya
apabila ia meninggal?"
"Segera setelah menikah, Flossie membuat surat wasiat, mewariskan semua miliknya
kepada suaminya." Halliday ragu-ragu sebentar, lalu melanjutkan, "Saya perlu
memberitahu Anda, Monsieur Poirot. Saya anggap menantu saya adalah bajingan
tidak bermoral dan atas saran saya Flossie tengah berusaha berpisah dengan
suaminya secara resmi - tidak sulit. Saya mengatur uang Flossie sedemikian rupa
sehingga laki-laki itu tidak dapat menyentuhnya seumur hidup Flossie. Tapi,
walaupun keduanya telah beberapa tahun berpisah sama sekali, kerap kali Flossie
memenuhi permintaan uang suaminya, daripada ia menghadapi skandal terbuka.
Bagaimanapun juga, saya bertekad untuk mengakhiri keadaan ini. Akhirnya Flossie
setuju dan pengacara-pengacara saya sudah diinstruksikan untuk mengatur
prosedurnya." "Di mana Monsieur Carrington sekarang?"
"Di kota. Saya yakin kemarin dia berada di luar kota, tapi kembali lagi
semalam." Poirot berpikir sebentar, lalu berkata, "Saya kira cukup, Monsieur."
"Anda ingin menemui Jane Mason, pelayan itu?"
"Kalau Anda tidak berkeberatan."
Halliday membunyikan bel dan memberikan perintah singkat kepada pelayan pria
yang bertugas menerima tamu itu.
Beberapa menit berikutnya Jane Mason masuk. Seorang wanita terhormat yang
berwajah keras, tanpa emosi menghadapi tragedi ini, sebagaimana layaknya seorang
pelayan. "Saya boleh mengajukan sedikit pertanyaan" Apakah majikan Anda biasa-biasa saja
sebelum mengadakan perjalanan kemarin" Tidak gugup atau bingung?"
"Oh, tidak, Sir!"
"Tapi, di Bristol ia lain sama sekali?"
"Benar, Sir, dia menjadi resah - tegang sekali, sehingga kelihatannya Nyonya tidak
mengerti apa yang diucapkannya."
"Apa yang sebenarnya ia katakan?"
"Sejauh yang dapat saya ingat, Nyonya mengatakan, 'Mason, aku terpaksa mengubah
rencanaku. Telah terjadi sesuatu - maksudku, aku tidak jadi turun di sini. Aku
harus terus. Turunkanlah bagasi dan letakkan di tempat penyimpanan. Setelah itu
engkau boleh minum teh dan tunggulah aku di stasiun.'"
"'Menunggu di sini, Ma'am"' saya bertanya."
"'Ya, ya. Jangan meninggalkan stasiun. Aku akan kembali dengan kereta
berikutnya. Aku tak tahu waktunya. Tapi tidak akan terlalu larut.'"
"'Baik, Ma'am,' kata saya. Tidak pada tempatnya saya bertanya, meskipun saya
merasa aneh sekali."
"Tidak seperti biasanya, eh?"
"Lain sekali, Sir."
"Bagaimana pendapat Anda?"
"Well, Sir, menurut saya keputusan Nyonya ada hubungannya dengan laki-laki di
dalam kamar itu. Nyonya tidak berbicara kepadanya, tapi sesekali menoleh
kepadanya, seakan-akan bertanya apakah yang dikatakan Nyonya benar."
"Anda tidak melihat wajah laki-laki itu?"
"Tidak. Selama itu dia berdiri membelakangi saya."
"Bisakah Anda menggambarkannya?"
"Dia memakai mantel kulit anak rusa yang berwarna terang dan peci. Badannya
tinggi, ramping, sehat, dan bagian belakang kepalanya berwarna gelap."
"Anda tidak kenal dia?"
"Tidak, saya kira tidak, Sir."
"Bukan pula majikan Anda, Tuan Carrington?"
Mason nampak agak tersentak.
"Oh, saya kira bukan, Sir!"
"Tapi, Anda tidak yakin?"
"Postur tubuhnya mirip Tuan - tapi selama ini saya tidak pernah berpikir bahwa
laki-laki itu adalah Tuan. Kami jarang melihat Tuan.... Saya tidak dapat
memastikan bahwa ia bukan Tuan!"
Poirot memungut peniti dari karpet dan mengerutkan keningnya melihat benda itu.
Lalu ia berkata lagi, "Mungkinkah laki-laki itu sudah naik kereta sebelum
Bristol, sebelum Anda sampai ke kamar majikan Anda?"
Mason berpikir. "Saya kira mungkin, Sir. Kamar saya penuh sesak, sehingga saya butuh waktu
beberapa menit sebelum berhasil keluar - lalu ada kerumunan orang di peron. Ini
agak menahan saya juga. Tetapi, berarti dia cuma punya waktu satu atau dua menit
untuk berbicara kepada Nyonya. Saya kira dia lewat koridor."
"Itu lebih memungkinkan, tentu saja."
Poirot berhenti sebentar, masih dengan kening berkerut.
"Anda tahu bagaimana Nyonya berpakaian, Sir?"
"Koran-koran menjelaskan sedikit, tapi saya ingin Anda memastikannya."
"Nyonya memakai topi kecil tanpa pinggiran dari bulu serigala putih dan cadar
putih berbintik-bintik, bawahan dan mantel berhias warna biru - warna biru yang
elektrik... begitu kata orang."
"Hmm, agak mencolok."
"Memang," ujar Halliday. "Inspektur Japp berharap pakaian yang mencolok ini
membantu kita menunjukkan tempat pembunuhan terjadi. Siapa saja yang melihat
bajunya, pasti ingat."
"Persis! Terima kasih, Mademoiselle."
Pelayan itu meninggalkan ruangan.
"Well," kata Poirot buru-buru berdiri. "Hanya ini yang dapat saya lakukan di
sini - kecuali, Monsieur, saya mohon Anda menceritakan segala sesuatunya kepada
saya. Semuanya." "Sudah saya ceritakan semua."
"Anda yakin?" "Benar-benar yakin."
"Kalau begitu, tidak ada yang harus dibicarakan lagi. Saya menolak menangani
kasus ini." "Mengapa?" "Karena Anda belum berterus terang."
"Saya yakinkan Anda - "
"Tidak, ada yang Anda sembunyikan."
Hening sebentar. Kemudian Halliday mengeluarkan kertas dari sakunya dan
menyerahkannya kepada sahabatku.
"Saya kira ini yang Anda cari, Monsieur Poirot - walaupun cara Anda mengetahuinya
membuat saya kesal!"
Poirot tersenyum, membuka lipatan kertas itu. Sebuah surat yang ditulis dengan
tulisan tangan yang tipis dan miring-miring. Poirot membacanya keras-keras.
Ch?re Madame, Saya amat gembira karena akan bertemu lagi dengan Anda. Setelah menerima jawaban
surat Anda yang amat ramah, saya hampir tidak dapat bersabar lagi. Hari-hari di
Paris itu tidak pernah lepas dari ingatan saya. Sayang sekali, Anda harus
meninggalkan London besok. Bagaimanapun juga, tidak lama lagi, dan mungkin lebih
cepat dan yang Anda duga, saya akan dapat memandang wanita yang bayang-bayangnya
telah bertahta di hati saya.
Percayalah, ch?re madame, akan rasa sayang saya yang terdalam dan perasaan saya
yang tidak berubah - Armand de la Rochefour Sambil membungkuk Poirot mengembalikan surat itu kepada Halliday.
"Monsieur, saya kira Anda tidak tahu bahwa putri Anda ingin memperbaiki
hubungannya dengan Count de la Rochefour?"
"Kabar ini seperti halilintar bagi saya! Saya temukan surat ini dalam tas tangan
Flossie. Mungkin Anda tahu, Monsieur Poirot, orang yang dipanggil Count ini
adalah petualang paling brengsek."
Poirot mengiyakan. "Tapi, saya ingin tahu bagaimana Anda mengetahui adanya surat ini?"
Poirot tersenyum. "Monsieur, sebenarnya saya tidak tahu. Tapi, mengikuti jejak
dan mengenali debu sigaret saja tidaklah cukup bagi seorang detektif. Ia juga
harus seorang psikolog yang baik. Saya tahu Anda tidak menyukai dan tidak
mempercayai menantu Anda. Dia mendapat keuntungan dengan kematian putri Anda;
penggambaran si pelayan tentang laki-laki misterius itu menunjukkan kemiripan
yang cukup kuat dengannya. Walaupun demikian, Anda tidak tertarik untuk
mengikuti jejaknya! Mengapa" Pasti karena kecurigaan Anda terarah kepada orang
lain. Itulah sebabnya saya menduga Anda menyembunyikan sesuatu."
"Anda benar, Monsieur Poirot. Sebelum menemukan surat ini, saya yakin Rupert
yang bersalah. Surat ini membuat saya resah sekali."
"Benar. Count itu mengatakan, 'Tak lama lagi, dan mungkin lebih cepat dari yang
Anda duga.' Jelas dia tidak ingin Anda mencium kehadirannya kembali. Diakah yang
meninggalkan London dengan kereta pukul 12.14 dan melewati koridor ke
kompartemen tidur putri Anda" Seingat saya Count de la Rochefour juga tinggi dan
berkulit gelap?" Milyuner itu mengangguk. "Well, Monsieur, selamat siang. Saya kira Scotland Yard mempunyai daftar
permata-permata itu?"
"Ya. Inspektur Japp ada di sini. Anda ingin menemuinya?"
*** Japp adalah kawan lama kami. Disapanya Poirot dengan godaan yang akrab.
"Apa kabar, Monsieur" Tak ada perasaan tidak enak di antara kita, biarpun cara
pandang kita berbeda. Bagaimana 'sel-sel kecil otak' itu" Semakin hebat saja?"
Poirot tersenyum riang kepada Japp. "Sel-sel itu masih berfungsi, Japp yang
baik. Masih berfungsi."
"Kalau begitu, baik. Pikirkanlah pembunuhnya. Yang Mulia Rupert atau seorang
bajingan" Kami awasi semua tempat, sehingga kami akan mengetahui seandainya
permata-permata itu dijual. Pasti, siapa pun pembunuhnya, ia tidak akan
menyimpan perhiasan itu untuk mengagumi kemilaunya. Mustahil! Saya sedang
berusaha mencari tahu di mana Rupert Carrington kemarin. Kelihatannya ada
sedikit misteri. Saya sudah menyuruh orang mengawasinya."
"Langkah-langkah pencegahan yang luar biasa. Sayang, mungkin sudah terlalu
terlambat," Poirot mengemukakan pendapatnya dengan lembut.
"Selalu saja Anda senang bergurau, Monsieur Poirot. Ah, saya akan pergi ke
Paddington. Bristol, Weston, Taunton, itulah rute perjalanan saya. Sampai jumpa
lagi." "Maukah Anda menemui saya malam ini untuk mengabarkan hasilnya?"
"Tentu, kalau saya sudah kembali."
"Inspektur yang baik itu percaya pada persoalan-persoalan yang bergerak," bisik
Poirot sewaktu Japp berangkat. "Dia mengadakan perjalanan, mengukur jejak-jejak,
mengumpulkan debu dan sigaret! Sibuk sekali! Dia bekerja di balik kata-katanya!
Kalau kusebut psikologi di hadapannya, engkau tahu apa yang akan dilakukannya,
Sobat" Dia akan tersenyum! Dia akan berkata kepada dirinya sendiri, 'Kasihan,
Poirot! Dia sudah tua, sudah semakin pikun!' Japp adalah 'generasi muda yang
penuh upaya'. Dan ma foi! Mereka sibuk sekali berupaya sampai-sampai tidak
melihat bahwa hasilnya sudah kelihatan!"
"Apa yang akan kaulakukan?"
"Karena kita punya carte blanche, akan kukeluarkan uang tiga penny untuk
menelepon Ritz, tempat pangeran itu tinggal. Setelah itu, karena kedua kakiku


Kasus Kasus Perdana Poirot Poirots Early Cases Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

agak lembab dan aku sudah dua kali bersin, aku akan kembali ke kamar serta
membiarkan diriku beristirahat."
*** Tidak kulihat lagi Poirot sampai keesokan harinya ketika kudapatkan ia tengah
menyelesaikan sarapannya dengan tenang.
"Apa yang terjadi?" aku mencari tahu dengan penuh semangat.
"Tidak ada apa-apa."
"Japp?" "Aku belum melihatnya."
"Pangeran itu?"
"Ia meninggalkan Ritz kemarin dulu."
"Pada hari pembunuhan itu terjadi?"
"Ya." "Kalau begitu, selesai sudah. Jelas, Rupert Carrington!"
"Karena Pangeran de la Rochefour sudah pergi meninggalkan Ritz" Engkau terlalu
cepat menyimpulkan, Sobat."
"Bagaimanapun juga ia harus dibayang-bayangi, ditahan! Tapi, apa motifnya?"
"Permata senilai seratus ribu pound adalah motif yang sangat menarik siapa pun
juga. Pertanyaan yang menghantui pikiranku sekarang adalah mengapa membunuh
Flossie" Mengapa tidak sekadar mencuri permata-permata itu" Toh Flossie tidak
akan menuntut?" "Mengapa tidak?"
"Karena dia wanita, Sobat. Dia pernah mencintai laki-laki ini. Itulah sebabnya
dia akan menerima kehilangan permatanya tanpa membuka suara. Dan si Pangeran
adalah psikolog yang luar biasa dalam soal wanita - karena itu ia sukses - pasti
tahu benar tentang hal ini! Di pihak lain, kalau Rupert Carrington pembunuhnya,
mengapa ia mengambil permata-permata yang akan memberatkannya?"
"Untuk membingungkan."
"Mungkin engkau benar, Sobatku. Ah, ini dia Japp! Aku kenal betul ketukan
sepatunya." Inspektur Japp masuk dengan wajah berseri-seri.
"Pagi, Poirot. Baru saja kembali. Saya sudah bekerja dengan baik. Anda sendiri
bagaimana?" "Saya sudah menyusun gagasan-gagasan saya," sahut Poirot tenang.
Japp tertawa terbahak-bahak.
"Orang tua selalu demikian," Japp berkata kepadaku di sela-sela tarikan
napasnya. "Prinsip itu tidak berlaku bagi kami orang-orang muda," katanya keras-
keras. "Quel dommage?" Poirot mencari tahu.
"Anda ingin mendengar apa yang sudah saya lakukan?"
"Bolehkah saya menebak" Anda sudah menemukan pisau yang dipakai untuk membunuh,
di tepi rel kereta antara Weston dan Taunton, dan Anda sudah mewawancarai bocah
penjaja koran yang berbicara kepada Nyonya Carrington di Weston!"
Rahang Japp terkatup. "Bagaimana engkau bisa tahu" Jangan katakan kepada saya
itu kerja 'sel otak yang hebat itu'."
"Saya gembira sekali karena Anda mengakui sel-sel otakku hebat! Apakah Flossie
memberi penjaja koran itu uang satu shilling?"
"Bahkan dua belas setengah penny!" Japp telah menemukan kembali perangainya dan
menyeringai. "Dermawan sekali, orang-orang Amerika yang kaya ini!"
"Akibatnya, anak itu tidak akan lupa?"
"Persis. Tidak setiap hari ia menerima dua belas setengah penny. Flossie
memanggilnya dan membeli dua majalah. Yang satu berkulit muka seorang gadis
dalam pakaian biru. 'Itu cocok denganku,' seru Flossie. Oh, anak itu
mengingatnya dengan sempurna. Well, ini cukup buat saya. Menurut kesaksian
dokter, pembunuhan pasti dilakukan sebelum memasuki Taunton. Saya kira pembunuh
membuang pisau seketika itu juga. Saya berjalan di sepanjang rel untuk
mencarinya. Benar, pisau itu ada di sana. Di Taunton saya mencari tahu tentang
orang yang kita cari itu, tapi stasiun Taunton luas sekali sehingga tidak
mungkin orang-orang melihatnya. Mungkin saja pembunuh kembali ke London dengan
kereta berikutnya." Poirot mengiyakan. "Mungkin sekali."
"Sewaktu pulang, saya mendapat berita lain. Pembunuh telah menyalurkan permata
yang didapatnya. Jamrud yang besar digadaikan semalam - oleh salah seorang dari
komplotan itu. Menurut Anda siapa orang itu?"
"Saya tidak tahu - kecuali orang itu pendek."
Japp terpana. "Well, dalam hal ini Anda benar. Dia cukup pendek. Namanya Red
Narky." "Sapa dia?" tanyaku.
"Pencuri permata yang luar biasa cerdiknya. Tapi, dia bukan orang yang biasa
membunuh. Biasanya dia bekerja sama dengan seorang wanita, Gracie Kidd; namun
kali ini kelihatannya Gracie tidak terlibat - kecuali dia sudah berangkat ke
Belanda dengan sisa barang curian."
"Anda sudah menahan Narky?"
"Tentu. Tapi, sebenarnya laki-laki lainlah yang kami inginkan - laki-laki yang
pergi bersama Nyonya Carrington di kereta api. Jelas, dialah yang merencanakan
pembunuhan itu. Sayangnya, Narky tidak mau mengkhianati kawannya."
Kulihat mata Poirot menjadi sedemikian hijaunya.
"Saya kira," katanya lembut, "saya dapat menemukan kawan Narky itu untuk Anda."
"Salah satu gagasan kecil Anda, eh?" Japp memandang Poirot tajam-tajam. "Kadang-
kadang luar biasa juga bagaimana Anda berhasil melakukan apa yang Anda inginkan,
mengingat usia Anda dan lain-lain. Keberuntungan orang lain-lain, tentu saja."
"Mungkin, mungkin," bisik Poirot. "Hastings, topiku. Dan sikat sepatu karetku,
kalau masih hujan! Kita tidak mungkin mengacaukan pekerjaan tisane itu. Sampai
jumpa, Japp." "Semoga berhasil, Poirot."
Poirot memanggil taksi pertama yang kami temukan dan meminta sopir menuju Park
Lane. Ketika taksi berhenti di luar rumah Halliday, dengan gesit Poirot meloncat ke
luar, membayar taksi, dan membunyikan bel. Kepada penerima tamu yang membukakan
pintu, ia mengajukan permintaan dalam suara rendah, dan segera kami dibawa ke
lantai atas. Kami menuju ke lantai paling atas, lalu diantar masuk ke kamar
tidur yang kecil dan rapi.
Pandangan Poirot menjelajah sekeliling kamar, berhenti pada kopor kecil berwarna
hitam. Ia berlutut di depan kopor itu, meneliti labelnya dengan cermat, lalu
mengeluarkan gulungan kecil kabel dari sakunya.
"Tanyailah Tuan Halliday kalau-kalau ia mau menemani saya di sini," katanya
kepada penerima tamu. Penerima tamu itu meninggalkan kamar. Dengan hati-hati Poirot mengutak-atik
kunci kopor dengan tangannya yang terlatih. Dalam waktu beberapa menit kopor itu
terbuka. Dinaikkannya tutup kopor. Cepat ia menggeledah dan mengempaskan
pakaian-pakaian di dalam kopor itu ke lantai.
Terdengar suara langkah-langkah berat di tangga dan Halliday masuk.
"Apa gerangan yang Anda lakukan di sini?" tuntutnya sambil menatap tajam.
"Monsieur, saya sedang mencari ini." Poirot menarik mantel dan rok bawah
bergaris biru terang serta topi kecil tanpa pinggiran dan bulu serigala putih.
"Apa yang Anda lakukan dengan kopor saya?" Aku menoleh dan kulihat Jane Mason,
si pelayan, sudah berada di kamar.
"Tolong tutup pintu, Hastings. Terima kasih. Ya, dan berdirilah dengan punggung
bersandar di pintu. Nah, Tuan Halliday, izinkan saya memperkenalkan Anda kepada
Gracie Kidd, atau Jane Mason, yang akan segera bergabung dengan kaki tangannya,
Red Narky, di bawah pengawalan ketat Inspektur Japp."
*** Poirot melambaikan tangannya. "Masalahnya sederhana sekali." Diambilnya lagi
sebuah kaviar. "Penekanan pelayan ini tentang pakaian majikannya itulah yang mula-mula menarik
perhatianku. Mengapa ia begitu ingin agar perhatian kita tertuju pada pakaian
majikannya" Aku mempertimbangkan bahwa hanya dari pelayan itu kita mendengar
cerita tentang laki-laki misterius di kereta di Bristol. Menurut kesaksian
dokter, Nyonya Carrington mungkin sekali sudah dibunuh sebelum kereta masuk
Bristol. Kalau begitu, pelayan ini cuma kaki tangan. Dan seandainya dia kaki
tangan, dia tidak menginginkan hal ini diketahui dari kesaksiannya saja. Pakaian
yang dikenakan Nyonya Carrington biasanya mencolok. Dan pelayan tentunya tahu
apa yang akan dikenakan majikannya. Nah, kalau sesudah Bristol orang melihat
seorang wanita memakai mantel dan rok bawah warna biru terang serta topi bulu
yang kecil, dia sungguh-sungguh berani bersumpah telah melihat Nyonya
Carrington. "Aku mulai merekonstruksi. Pelayan itu menyediakan pakaian duplikat untuk
dirinya. Ia bersama kaki tangannya memberi khloroform kepada Nyonya Carrington
dan menikamnya antara London dan Bristol, mungkin dengan memanfaatkan
terowongan. Jenazahnya digulingkan ke bawah tempat duduk dan si pelayan
menggantikan tempatnya. Di Weston pelayan ini harus berusaha supaya ia dilihat
orang. Bagaimana caranya" Dari semua kemungkinan, penjual koranlah yang
dipilihnya. Dengan memberikan uang persen yang besar, pelayan itu memastikan
bahwa si penjual koran akan mengingat dirinya. Ia juga menarik perhatian penjual
koran dengan ucapannya tentang salah satu majalah. Setelah meninggalkan Weston,
ia membuang pisau ke luar jendela untuk menandai skenario tempat pembunuhan
terjadi, lalu mengganti pakaiannya atau mengancingkan mantel kulit tahan hujan
di luarnya. Dia turun di Taunton dan secepat mungkin kembali ke Bristol, tempat
kawannya - sebagaimana telah diatur - menaruhkan bagasi di tempat penitipan. Laki-
laki itu memberikan tiket, sedangkan ia sendiri kembali ke London. Si pelayan
menunggu di peron, menjalankan perannya, pergi ke hotel untuk bermalam, lalu
kembali ke kota keesokan harinya. Tepat seperti yang ia katakan.
"Ketika Japp kembali dari penyelidikannya, ia menguatkan semua kesimpulanku.
Japp juga menceritakan bahwa seorang penjahat menyalurkan permata itu. Aku tahu,
siapa pun orangnya pasti berlawanan dengan figur laki-laki yang digambarkan Jane
Mason. Pada waktu mendengar orang itu Red Narky, yang selalu bekerja sama dengan
Gracie Kidd, well, aku tahu di mana aku harus menemukan Gracie Kidd ini."
"Bagaimana dengan pangeran itu?"
"Semakin memikirkannya, semakin aku yakin dia tidak bersangkut-paut dengan
perkara ini. Laki-laki itu terlalu berhati-hati dengan nama baiknya untuk
mengambil risiko sebagai pembunuh. Ini tidak sesuai dengan karakternya."
"Well, Monsieur Poirot," kata Halliday, "saya berhutang budi kepada Anda. Cek
yang akan saya tulis sesudah makan siang ini tidak seberapa dibandingkan jasa
Anda." Poirot tersenyum dengan rendah hati, lalu berbisik kepadaku, "Japp yang baik,
dia pasti akan mendapat pujian resmi. Tapi meskipun ia sudah menangkap Gracie
Kidd, kukira - aku telah membuatnya kesal."
X KASUS KOTAK COKLAT MALAM yang mencekam. Di luar angin menderu menakutkan dan air hujan menyiram
jendela dengan kerasnya. Aku dan Poirot duduk di depan perapian. Kaki kami terjulur ke dekat nyala api
yang ceria. Sebuah meja kecil memisahkan kami. Di sebelahku ada minuman keras,
semacam tuak panas yang dimasak sedemikian rupa; sedangkan di sebelah Poirot
terhidang secangkir coklat kental berlemak, yang tidak akan pernah mau aku
meminumnya! Poirot mereguk coklat kental di cangkir keramik merah muda itu
sambil menarik napas dengan penuh kepuasan.
"Quelle belle vie!" gumamnya.
"Ya, dunia yang menyenangkan," aku mengiyakan. "Aku mempunyai pekerjaan yang
baik! Dan engkau, terkenal - "
"Ah, Hastings!" protes Poirot.
"Engkau memang terkenal. Ini benar! Kalau kurenungkan kembali garis kesuksesanmu
yang panjang, aku betul-betul takjub. Aku yakin engkau tidak mengenal apa
artinya kegagalan!" "Engkau bergurau kalau berkata begitu."
"Tidak, aku sungguh-sungguh. Pernahkah engkau gagal?"
"Berkali-kali. Sobatku, apa maksudmu" La bonne chance, keberhasilan tidak selalu
ada di pihakmu. Aku pernah dipanggil amat terlambat. Sering kali orang lain,
yang bekerja dengan tujuan yang sama, datang lebih dulu ke tempat kejadian. Dua
kali aku jatuh sakit persis pada waktu aku berada di tangga kesuksesan. Orang
pasti mengalami baik kegagalan maupun keberhasilan."
"Bukan itu yang sebenarnya kumaksud," aku menyanggah. "Maksudku, pernahkah
engkau gagal total dan meninggalkan satu kasus karena kesalahanmu sendiri?"
"Ah, aku mengerti sekarang! Engkau menanyakan kalau-kalau aku pernah bertindak
begitu tolol sehingga aku diolok-olok, begitu" Sekali, Sobat - " Pelahan-lahan
senyuman dan tampang merenung menghiasi wajahnya. "Pernah sekali aku membuat
diriku sendiri menjadi bahan tertawaan."
Tiba-tiba ia berdiri tegak.
"Lihatlah, Hastings, aku tahu engkau mencatat keberhasilan-keberhasilanku yang
tidak seberapa. Catatanmu perlu kautambah dengan satu cerita lagi. Kisah
kegagalan!" Dicondongkannya tubuhnya ke depan, lalu dimasukkannya sebuah balok ke perapian.
Setelah menyekakan tangannya pada penghapus debu yang tergantung di paku di
dekat tungku perapian, ia menyandarkan badannya dan melanjutkan ceritanya.
Kegagalan ini (kata M. Poirot) terjadi di Belgia beberapa tahun silam. Pada
waktu itu terjadi pertentangan sengit antara gereja dan pemerintah di Prancis.
M. Paul D?roulard adalah kepala polisi Prancis yang ternama saat itu. Sudah
menjadi rahasia umum bahwa jabatan menteri menantinya. Dia termasuk kelompok
antikatolik yang paling ekstrem. Dan tidak diragukan lagi bahwa dalam jalan
menuju kekuasaannya nanti, dia akan menghadapi kebencian yang luar biasa. Dalam
banyak hal, ia aneh. Meskipun tidak minum minuman keras atau mengisap obat bius,
tapi dalam hal-hal lain ia tidak terlalu baik reputasinya. Engkau tahu,
Hastings, c'?tait des femmes - toujours des femmes! Soal perempuan!
Beberapa tahun sebelumnya ia menikahi seorang perempuan muda asal Brussels yang
kaya-raya. Jelas sudah, uang itu berguna dalam kariernya karena keluarganya
sendiri tidaklah kaya, biarpun ia berhak memakai gelar M. le Baron kalau ia mau.
Pernikahan itu tidak membuahkan anak; dan istrinya meninggal dua tahun kemudian -
karena jatuh dari loteng. Di antara kekayaan yang diwariskan almarhumah istrinya
terdapat sebuah rumah di Avenue Louise, Brussels.
Di rumah itulah ia mati mendadak, bersamaan dengan mundurnya menteri yang
jabatannya akan ia duduki. Semua surat kabar memuat berita panjang lebar tentang
perjalanan kariernya. Kematiannya, yang sangat mendadak setelah makan malam,
diberitakan sebagai akibat serangan jantung.
Seperti engkau tahu, waktu itu aku termasuk dalam kesatuan detektif Belgia.
Bagiku kematian M. D?roulard tidak terlalu menarik. Seperti engkau tahu juga,
aku bon catholique. Dan kematiannya kelihatannya merupakan keuntungan bagiku.
Tiga hari kemudian, ketika aku baru saja mulai liburanku, seorang perempuan
berkerudung tebal, tapi jelas masih sangat muda, mendatangi apartemenku. Aku
segera merasa ia seorang jeune fille tout ? fait comme il faut.
"Anda Monsieur Hercule Poirot?" tanyanya dalam suara rendah yang terdengar
manis. Aku membungkukkan badan. "Dari dinas detektif?"
Lagi-lagi aku membungkuk. "Silakan duduk, Mademoiselle." Diambilnya kursi dan
disibakkannya cadar yang menutupi wajahnya. Wajahnya mempesona, meskipun penuh
air mata, dan seolah-olah dihantui kecemasan yang luar biasa.
"Monsieur," katanya. "Saya tahu Anda sekarang sedang berlibur. Karena itu Anda
bebas untuk menangani kasus pribadi. Anda mengerti, saya tidak ingin memanggil
polisi." Aku menggeleng. "Saya khawatir permintaan Anda ini tidak mungkin saya penuhi,
Mademoiselle. Meskipun sedang berlibur, saya tetap bagian dari kesatuan polisi."
Dicondongkannya badannya ke depan. "Ecoutez, Monsieur. Saya hanya menginginkan
Anda menyelidiki. Mengenai hasil penyelidikan itu, Anda bebas sepenuhnya untuk
melaporkannya kepada polisi. Kalau yang saya yakini ini memang benar, kita akan
memerlukan semua aparat hukum."
Penjelasan ini mempengaruhiku dan aku memenuhi permintaannya tanpa ribut lagi.
Wajahnya jadi agak ceria. "Terima kasih, Monsieur. Kematian M. Paul D?roulard
itulah yang saya minta Anda selidiki."
"Comment?" seruku terkejut.
"Monsieur, saya tidak tahu apa-apa - kecuali naluri kewanitaan saya, tapi saya
percaya dan yakin - bahwa M. D?roulard mati secara tidak wajar!"
"Tapi, tentunya dokter-dokter - "
"Dokter bisa saja salah. Ia begitu sehat, begitu kuat. Ah, Monsieur Poirot saya
mohon Anda menolong saya - "
Gadis yang malang itu hampir saja menjadi tak terkendali. Hampir saja dia
berlutut di depanku. Kutenangkan dia sedapat mungkin.
"Saya akan menolong Anda, Mademoiselle. Saya agak merasa yakin bahwa
kekhawatiran Anda tidak beralasan, tapi akan kita lihat. Pertama-tama saya minta
Anda menggambarkan penghuni rumah."
"Ada pelayan-pelayan, tentu saja. Jeannette, F?licie, dan Denise si juru masak.


Kasus Kasus Perdana Poirot Poirots Early Cases Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Denise sudah bekerja bertahun-tahun; yang lain cuma gadis-gadis desa yang
sederhana. Ada juga Fran?ois, tapi dia sudah terlalu tua sebagai pelayan. Lalu
ibu Monsieur D?roulard dan saya sendiri. Nama saya Virginie Mesnard. Saya sepupu
almarhumah Madame D?roulard yang miskin; dan sudah tiga tahun lebih saya ikut
mereka. Ada juga dua tamu yang menginap di sana."
"Siapa mereka?"
"M. de Saint Alard, tetangga M. D?roulard di Prancis dan seorang kawan
berkebangsaan Inggris, John Wilson."
"Mereka masih di sana sekarang?"
"Wilson, ya, tapi M. de Saint Alard pulang kemarin."
"Lalu apa rencana Anda, Mademoiselle?"
"Kalau Anda bersedia datang ke rumah dalam setengah jam lagi, saya akan membuat
alasan untuk menjelaskan kedatangan Anda. Sebaiknya saya perkenalkan Anda
sebagai wartawan. Akan saya katakan bahwa Anda datang dari Paris dan membawa
kartu pengenal dari M. de Saint Alard. Kesehatan Madame D?roulard lemah sekali
dan ia tidak akan memperhatikan hal-hal kecil."
Dengan cara demikianlah aku diterima di rumah itu. Setelah wawancara singkat
dengan ibu kepala polisi yang sudah meninggal itu - seorang wanita dengan postur
bangsawan dan luar biasa mengesankan, meskipun kesehatannya sudah rapuh - aku
bebas. Aku bertanya-tanya sendiri, Sobat (lanjut Poirot), apakah engkau dapat
membayangkan sulitnya tugasku ini" Ada laki-laki yang meninggal tiga hari yang
lalu. Seandainya ada permainan kotor pada waktu itu, satu kemungkinan saja yang
dapat diterima - keracunan! Padahal aku tidak mempunyai kesempatan untuk melihat
jenazahnya. Tidak mungkin memeriksa atau menganalisa sarana apa pun yang mungkin
dipergunakan. Tidak ada petunjuk apa pun yang dapat dijadikan bahan
pertimbangan. Apakah almarhum diracuni" Apakah ia mati secara wajar" Aku,
Hercule Poirot, harus menyimpulkannya tanpa bantuan apa pun.
Mula-mula kuwawancarai para pelayan. Dengan bantuan mereka aku meringkas
kejadian malam itu. Sup diambil sendiri oleh M. D?roulard dari mangkuk besar.
Menu berikutnya adalah lauk sayatan daging dan ayam. Akhirnya kolak buah. Semua
disiapkan di meja dan Monsieur D?roulard mengambilnya sendiri. Kopi ada dalam
teko besar. "Tidak ada apa-apa, Sobat - kalau memang mau meracuni seseorang pasti meracuni
yang lain juga!" Sesudah makan malam, Madame D?roulard masuk ke apartemennya ditemani
Mademoiselle Virginie. Ketiga laki-laki itu pindah ke kamar kerja M. D?roulard.
Di sana mereka mengobrol beberapa saat ketika tiba-tiba, tanpa tanda-tanda apa
pun, kepala polisi itu jatuh ke lantai. M. de Saint Alard bergegas ke luar dan
menyuruh Fran?ois menjemput dokter. Menurutnya, itu pasti serangan ayan. Tapi,
waktu dokter datang, pasiennya sudah tidak tertolong lagi.
John Wilson, yang kukenal lewat Mademoiselle Virginie, berumur setengah baya,
badannya besar dan tegap. Ceritanya - yang dituturkan dalam bahasa Prancis dengan
aksen Inggris yang kuat - kurang lebih sama dengan cerita para pelayan.
"Wajah M. D?roulard berubah merah sekali, lalu ia jatuh."
Tidak ada yang dapat ditemukan lagi di sana. Kemudian aku masuk ke tempat
tragedi itu terjadi, yaitu kamar kerja korban, dan minta ditinggal sendirian di
sana. Sejauh ini tidak ada yang mendukung teori Mademoiselle Mesnard. Mau tak
mau aku menyimpulkan bahwa teorinya itu hanya khayalan belaka. Jelas gadis itu
mencintai almarhum sehingga ia tidak bisa menerima peristiwa ini secara wajar.
Meskipun begitu, kuperiksa juga kamar kerja itu dengan cermat. Mungkin saja ada
jarum suntik yang dimasukkan ke kursi almarhum sedemikian rupa sehingga
mengakibatkan injeksi yang mematikan. Tusukan kecil yang diakibatkan mungkin
saja tidak terasa. Tapi tidak kutemukan tanda apa pun yang mendukung teori ini.
Dengan putus asa kuempaskan tubuhku ke kursi.
"Enfin, kutinggalkan perkara ini!" seruku keras-keras. "Tidak ada tanda di mana
pun! Semuanya wajar sekali."
Pada waktu mengucapkan kata-kata ini pandanganku tertuju pada sekotak besar
permen coklat yang terletak di atas meja di dekatku. Hatiku melonjak kegirangan.
Kotak itu mungkin tidak menunjukkan tanda apa-apa sehubungan dengan kematian M.
D?roulard, tapi paling tidak hal ini tidak wajar. Kuangkat tutup kotak itu.
Isinya penuh, belum disentuh; belum ada satu pun coklat yang hilang - tapi keadaan
ini justru membuat keanehan yang lebih menarik perhatianku. Kotak itu sendiri
berwarna merah muda, tapi tutupnya biru. Sering kali orang melihat pita biru
pada kotak merah jambu atau sebaliknya, tapi kotak dengan tutup berwarna lain -
tidak. Pasti - ?a ne se voit jamais!
Aku belum melihat bahwa penemuan sepele ini akan berguna untukku. Biarpun
begitu, kuputuskan untuk menyelidiki karena keganjilannya. Aku membunyikan bel
memanggil Fran?ois, dan menanyainya kalau-kalau almarhum tuannya gemar makan
permen. Senyum melankolis yang samar-samar terbentuk di bibirnya.
"Senang sekali, Monsieur. Tuan selalu menyediakan sekotak coklat di rumah ini.
Tuan tidak minum anggur sama sekali."
"Tapi, coklat di kotak ini belum disentuh?" Kuangkat tutup kotak untuk
menunjukkan isinya yang penuh.
"Maaf, Monsieur. Ini kotak coklat yang baru yang dibeli pada hari Tuan
meninggal. Yang lama sudah hampir habis."
"Coklat sebelumnya habis pada hari kematiannya," kataku pelan.
"Benar, Monsieur. Pagi harinya kotak itu saya dapatkan kosong dan saya buang."
"Apakah M. D?roulard makan coklat sepanjang hari?"
"Biasanya sesudah makan malam."
Aku mulai melihat titik terang.
"Fran?ois," kataku, "dapatkah kau menyimpan rahasia?"
"Kalau perlu, Monsieur."
"Bon! Kalau begitu, ketahuilah saya dari dinas polisi. Anda bisa mencari kotak
coklat sebelumnya?" Dia pergi dan beberapa menit kemudian kembali membawa sebuah benda yang tertutup
debu. Mirip kotak coklat yang kupegang, kecuali bahwa warna kotak itu biru dan
tutupnya merah jambu. Kuucapkan terima kasih kepada Fran?ois. Sekali lagi
kusarankan agar ia berhati-hati, lalu kutinggalkan rumah di Avenue Louise itu
secepatnya. Aku singgah ke rumah dokter yang merawat M. D?roulard. Berhadapan dengannya
merupakan tugas yang berat bagiku. Ia menyembunyikan dirinya di balik susunan
kata-kata ilmiah yang sulit dimengerti, tapi kukira ia tidak sungguh-sungguh
memahami kasus itu. "Peristiwa seperti itu sudah sering terjadi," katanya ketika aku agak berhasil
memperdayanya. "Kemarahan yang tiba-tiba menyerang, emosi yang meluap - setelah
terlampau banyak makan, c'est entendu - lalu dengan meluapnya rasa marah, darah
mengalir ke kepala dan pst! - begitulah!"
"Tapi, M. D?roulard tidak sedang marah."
"Tidak" Saya yakin ia sudah berdebat sengit dengan M. de Saint Alard."
"Mengapa?" "C'est ?vident!" Dokter itu mengangkat bahu. "Bukankah M. de Saint Alard adalah
penganut agama Katolik yang paling fanatik" Persahabatan keduanya rusak karena
adanya pertentangan antara gereja dan negara. Tidak sehari pun berlalu tanpa
diskusi. Bagi M. de Saint Alard, D?roulard bagaikan seorang anti-Kristus."
Keadaan ini di luar dugaan dan memberiku bahan pemikiran.
"Satu pertanyaan lagi, Dokter. Mungkinkah racun dalam dosis yang mematikan
dimasukkan ke dalam sebutir permen coklat?"
"Bisa saja," jawabnya lambat-lambat. "Asam perusi murni mungkin saja terlibat
dalam kasus ini, kalau tidak ada penguapan mungkin saja tertelan tanpa terlihat -
tapi, rasanya dugaan ini tidak mungkin. Kalau coklat yang penuh dengan morfin
atau strychnine - " Dipandangnya aku dengan muka masam. "Anda tahu, M. Poirot - satu
gigitan saja sudah cukup! Yang tidak berhati-hati akan langsung kena."
"Terima kasih, M. le Docteur."
Aku pergi. Selanjutnya kudatangi toko-toko obat, terutama yang terletak di
daerah Avenue Louise. Beruntung aku dari kepolisian. Kudapatkan informasi yang
kuinginkan tanpa banyak kesulitan. Hanya sekali aku mendengar tentang racun yang
telah dijual ke rumah korban. Beberapa tetes atropin sulfat untuk Madame
D?roulard. Atropin termasuk racun yang ganas, sehingga sejenak aku berbesar
hati. Namun, gejala-gejala keracunan atropin berkaitan erat dengan keracunan zat
lemas, yang gejalanya lain sekali dengan kasus yang tengah kupelajari. Selain
itu, resep itu sudah kadaluwarsa. Sudah bertahun-tahun kedua mata Madame
D?roulard menderita katarak.
Aku membalikkan badan dengan hati kecut ketika ahli kimia itu memanggilku lagi.
"Sebentar, M. Poirot. Saya ingat, perempuan yang membawa resep itu mengatakan
sesuatu mengenai niatnya pergi ke toko obat Inggris. Anda bisa mencoba pergi ke
sana." Kuturuti sarannya. Sekali lagi, dengan menjelaskan status resmiku, kudapatkan
informasi yang kuinginkan. Sehari sebelum kematian M. D?roulard mereka membuat
resep untuk John Wilson. Cuma tablet-tablet kecil trinitrin biasa. Aku bertanya
kalau-kalau aku boleh melihat tablet itu. Dia menunjukkannya dan jantungku
berdetak lebih keras - tablet itu terbuat dari coklat.
"Apakah ini racun?" tanyaku.
"Bukan, Monsieur."
"Dapatkah Anda menjelaskan efeknya?"
"Untuk menurunkan tekanan darah. Dan diberikan untuk beberapa jenis gangguan
jantung - kejang jantung, misalnya. Mengendurkan ketegangan urat nadi juga. Dalam
hal penyempitan pembuluh nadi - "
Kusela dia. "Ma foi! Penjelasan panjang tidak kuperlukan. Apakah obat ini
menyebabkan wajah menjadi merah?"
"Pasti." "Andaikata saya menelan sepuluh sampai dua puluh tablet kecil ini, apa yang
terjadi?" "Lebih baik jangan mencobanya," jawabnya datar.
"Walaupun begitu, Anda mengatakan obat ini bukan racun?"
"Banyak obat yang namanya bukan racun, tapi dapat membunuh seseorang," katanya
dengan nada biasa. Kutinggalkan toko obat itu dengan berbesar hati. Akhirnya, mulai ada kemajuan!
Sekarang kau tahu bahwa John Wilson mempunyai alat yang dipakai untuk membunuh -
masalahnya, apa motifnya" Dia datang ke Belgia untuk urusan bisnis dan meminta
M. D?roulard, yang tidak terlalu akrab dengannya, untuk memberikan tumpangan.
Rasanya tidak mungkin kalau kematian M. D?roulard akan menguntungkan dia. Lagi
pula, setelah mencari informasi dari Inggris, aku mendapati bahwa sudah beberapa
tahun ini ia mengidap penyakit jantung yang menyakitkan itu, yang dikenal
sebagai kejang jantung. Oleh karena itu ia berhak menyimpan tablet-tablet kecil
itu. Meskipun begitu, aku yakin ada yang membuka kotak coklat - mula-mula dia
keliru membuka kotak yang masih penuh itu - mengambil coklat terakhir dan
mengeluarkan isinya, lalu menggantikannya dengan sebanyak mungkin trinitrin.
Coklat itu besar-besar. Aku yakin dua puluh sampai tiga puluh tablet dapat
dimasukkan. Persoalannya, siapa yang melakukannya"
Ada dua tamu di rumah itu. John Wilson mempunyai alatnya. M. de Saint Alard
motifnya. Ingat, dia fanatik. Dan fanatik agama bisa jadi keterlaluan.
Mungkinkah ia mendapatkan trinitrin dari John Wilson, bagaimanapun caranya"
Pemikiran lain muncul di benakku. Ah, engkau pasti tersenyum mendengar gagasan-
gagasan kecilku! Mengapa Wilson kekurangan trinitrin" Mestinya dia membawa
persediaan cukup banyak dari Inggris. Sekali lagi aku mampir ke rumah di Avenue
Louise itu. Wilson sedang keluar. Aku menemui pelayan yang membersihkan
kamarnya, F?licie. Tanpa membuang waktu aku menanyakan kalau-kalau beberapa
waktu yang lalu Wilson kehilangan sebotol obat dari meja cuci mukanya. Gadis itu
menanggapi dengan penuh semangat. Kekhawatiranku benar. Ia, F?licie, yang
disalahkan Jelas laki-laki Inggris itu mengira si pelayan telah memecahkan botol
obatnya dan tidak ingin mengakui keteledorannya. Padahal pelayan itu tidak
pernah menyentuhnya. Tidak diragukan lagi, orang itu pasti Jeannette - yang selalu
mencampuri urusan orang lain -
Kuredakan aliran kata-katanya, lalu minta diri. Sekarang aku tahu semua hal yang
ingin kuketahui. Tinggal membuktikannya. Dan ini tidak gampang. Aku boleh yakin
bahwa M. de Saint Alard telah mengambil botol obat itu dari meja cuci muka John
Wilson, tapi untuk meyakinkan orang-orang lain aku harus menunjukkan bukti-
bukti. Padahal tidak ada apa-apa yang bisa kujadikan sebagai buku!
Tidak apa-apa. Aku sudah tahu - ini yang penting. Engkau ingat kesulitan kita
dalam kasus Styles, Hastings" Dalam perkara itu lagi-lagi aku sudah tahu - tapi
kita perlu waktu lama untuk menemukan rangkaian bukti-bukti untuk membekuk si
pembunuh. Aku minta berbicara dengan Mademoiselle Mesnard. Ia segera muncul. Kuminta
alamat M. de Saint Alard darinya. Kecemasan merayapi wajahnya.
"Mengapa Anda menginginkannya, Monsieur?"
"Mademoiselle, alamat ini perlu sekali."
Dia kelihatan ragu-ragu - gelisah.
"Dia tidak dapat memberi informasi apa-apa. Dia seorang yang pikirannya tidak
berada di dunia ini. Hampir tidak diperhatikannya apa yang terjadi di
sekelilingnya." "Mungkin, Mademoiselle. Tapi, ia sahabat lama M. D?roulard. Mungkin ada sesuatu
yang dapat diceritakannya kepada saya - peristiwa-peristiwa masa lampau, dendam-
dendam lama - kisah-kisah cinta lama."
Gadis itu menggigit bibirnya; wajahnya memerah. "Kalau begitu, baiklah - tapi - tapi
- sekarang saya yakin saya keliru. Anda baik sekali, mau memenuhi permintaan
saya, namun waktu itu saya sedang gelisah - hampir-hampir putus asa. Sekarang saya
mengerti tidak ada misteri yang harus dipecahkan. Saya minta tinggalkanlah
perkara ini, Monsieur."
Kutatap dia lekat-lekat. "Mademoiselle," kataku, "kadang-kadang anjing menjumpai kesulitan untuk mencium
bau tertentu, tapi sekali dia sudah membauinya, tak ada yang dapat membuatnya
meninggalkan penemuannya itu! Tentu saja kalau dia anjing yang baik! Saya,
Mademoiselle, Hercule Poirot, adalah seperti seekor anjing yang baik."
Tanpa berkata sepatah pun ia berlalu. Beberapa menit kemudian ia kembali dengan
alamat yang ditulis pada sehelai kertas. Kutinggalkan rumah itu. Fran?ois
menungguku di pintu. Dipandangnya aku dengan wajah was-was.
"Tidak ada kabar apa-apa, Monsieur?"
"Belum, Sobat."
"Ah! Pauvre Monsieur D?roulard!" katanya menghela napas. "Saya sependapat dengan
jalan pemikirannya. Saya tidak peduli akan pastor-pastor. Saya tidak akan
berkata begini di rumah Wanita-wanita... adalah penganut agama Katolik yang
saleh - ini baik, mungkin. Madame est tr?s pieuse - et Mademoiselle Virginie
aussie." Mademoiselle Virginie" Apakah ia 'tr?s pieuse'" Ia sangat saleh" Mengingat
wajahnya yang penuh kecemasan dan air mata seperti yang kulihat pada hari
pertama itu, aku jadi bertanya-tanya sendiri.
Sesudah mendapatkan alamat M. de Saint Alard aku tidak membuang waktu lagi. Aku
tiba di daerah tempat tinggalnya yang besar di Ardennes. Baru beberapa hari
berikutnya kutemukan dalih untuk mendapat izin masuk ke rumahnya - bagaimana
pendapatmu" - sebagai tukang pipa, Sobat! Untuk memperbaiki sedikit kebocoran gas
di kamar tidurnya. Aku berangkat membeli alat-alat sambil mengatur waktu supaya
aku dapat Sampai satu jam kemudian, saat - aku tahu - rumah itu kosong. Apa yang
kugeledah, aku sendiri hampir tidak tahu. Hanya satu benda yang kuperlukan. Aku
yakin tidak akan menemukannya. Pasti dia tidak akan mengambil risiko dengan
menyimpan benda itu. Walaupun begitu, sewaktu aku melihat lemari kecil yang dikunci di atas meja cuci
muka, aku tidak dapat mengekang godaan untuk melihat apa saja yang ada di
dalamnya. Kuncinya gampang dibuka. Almari itu penuh dengan botol-botol lama.
Dengan tangan gemetar aku mengambil botol-botol itu satu per satu. Tiba-tiba aku
berteriak. Bayangkan, aku memegang botol kecil berlabel toko obat Inggris. Pada
label tertulis: "Trinitrinne. Satu tablet bila diperlukan Tuan John Wilson."
Kukendalikan emosiku. Aku menutup almari kecil itu, menyelipkan botol ke saku,
lalu melanjutkan memperbaiki kebocoran gas! Orang kan harus pakai tata cara.
Kemudian kutinggalkan rumah besar itu dan secepat mungkin naik kereta ke negara
kelahiranku. Hari sudah larut malam ketika aku tiba di Brussels. Ketika sedang
menulis laporan yang akan kusampaikan keesokan harinya, ada pesan datang
untukku. Dari Madame D?roulard. Isinya meminta aku pergi ke rumah di Avenue
Louise saat itu juga. Fran?ois yang membukakan pintu.
Diantarnya aku masuk ke apartemen Madame D?roulard. Wanita itu duduk di kursi
besar dalam keadaan gelisah. Tidak ada tanda-tanda akan kehadiran Mademoiselle
Virginie. "M. Poirot," katanya, "saya baru saja diberi tahu bahwa Anda bukanlah orang yang
Anda perankan. Anda perwira polisi."
"Begitulah, Madame."
"Anda kemari untuk menyelidiki kematian putra saya?"
Sekali lagi aku menjawab, "Begitulah, Madame."
"Saya gembira kalau Anda memberitahukan perkembangan yang sudah Anda capai."


Kasus Kasus Perdana Poirot Poirots Early Cases Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku ragu-ragu. "Sebelumnya saya ingin tahu bagaimana Anda mengetahui semua ini, Madame."
"Dari seseorang yang sudah tidak ada di dunia ini lagi."
Kata-katanya dan cara mengucapkannya yang penuh kesedihan membuat hatiku
berdesir dingin. Aku tidak dapat berkata apa-apa.
"Oleh karena itu, Monsieur, saya mohon dengan sangat Anda menceritakan
perkembangan yang telah Anda capai dalam penyelidikan ini setepat-tepatnya."
"Madame, penyelidikan saya sudah selesai."
"Putra saya - "
"Sengaja dibunuh."
"Anda tahu siapa yang melakukannya?"
"Benar, Madame."
"Kalau begitu, siapa?"
"M. de Saint Alard."
Wanita tua itu menggeleng.
"Anda keliru. M. de Saint Alard tidak dapat melakukan kejahatan seperti ini."
"Bukti-bukti ada di tangan saya."
"Sekali lagi saya mohon Anda menceritakan semuanya."
Kali ini aku menurut. Kuceritakan setiap langkah yang membawaku pada penemuan
itu. Dia mendengarkan penuh perhatian. Pada akhir cerita, ia mengangguk.
"Ya, ya, semua seperti yang Anda katakan. Semua, kecuali satu hal. Bukan M. de
Saint Alard yang membunuh putra saya. Sayalah yang melakukannya. Ibunya
sendiri." Kupandang ia tajam-tajam. Ia mengangguk lagi dengan lembut.
"Memang saya minta Anda datang. Atas bimbingan Tuhan yang baiklah Virginie
memberitahu saya apa yang telah ia perbuat sebelum ia berangkat ke biara.
Dengarkanlah, M. Poirot! Putra saya itu jahat. Dia menuntut gereja. Hidupnya
penuh dosa yang tidak terampunkan. Diseretnya jiwa-jiwa lain, selain dirinya
sendiri. Tapi, ada yang lebih parah dari itu. Suatu pagi, ketika keluar dari
kamar, saya lihat menantu saya berdiri di ujung atas tangga. Ia tengah membaca
surat. Dengan tiba-tiba putra saya mendatanginya dari belakang. Dia mendorong
dengan cepat, dan menantu saya jatuh. Kepalanya terbentur tangga-tangga marmer.
Pada waktu diangkat, ia sudah meninggal. Putra saya seorang pembunuh. Dan cuma
saya, ibunya, yang tahu."
Sejenak ia memejamkan mata. "Monsieur, Anda tidak dapat memahami kepedihan hati
saya, keputusasaan saya. Apa yang harus saya perbuat" Melaporkannya kepada
polisi" Saya tidak sanggup memaksa diri untuk berbuat begitu. Itu kewajiban
saya, tapi badan saya lemah. Selain itu, apakah mereka akan percaya" Penglihatan
saya sudah berkurang untuk beberapa lamanya - mereka akan mengatakan bahwa saya
salah lihat. Saya tinggal diam, tapi hati nurani saya tidak tenteram. Dengan
tutup mulut, saya sendiri juga menjadi pembunuh. Kekayaan istrinya ia warisi.
Dan ia berkembang seperti pohon salam yang menghijau. Sekarang ia akan
mendapatkan kedudukan sebagai menteri. Tuntutannya kepada gereja akan bertambah
menjadi dua kali lipat. Lalu, ada Virginie. Anak yang malang, cantik, dan pada
dasarnya saleh. Virginie terpesona melihat putra saya, yang memang mempunyai
daya tarik yang khas dan luar biasa bagi wanita. Saya sadar hal itu tapi tak
mampu mencegahnya. Putra saya tidak ingin menikahi Virginie. Akhirnya, tiba
saatnya gadis itu siap menyerahkan dirinya.
"Kemudian saya melihat ada jalan terbuka bagi saya. Dia putra saya, sayalah yang
melahirkannya. Karena itu ia menjadi tanggung jawab saya. Ia telah membunuh
seorang wanita, dan sekarang ia akan membunuh jiwa yang lain! Saya masuk ke
kamar Wilson untuk mengambil botol obatnya. Sambil bergurau ia pernah mengatakan
bahwa tablet yang ada dalam botol itu bisa membunuh seseorang! Saya masuk ke
kamar kerja putra saya dan membuka kotak permen coklat yang selalu ada di atas
mejanya. Secara tidak sengaja saya buka kotak yang baru. Yang lama juga ada di
atas meja. Tinggal satu coklat di dalamnya. Ini mempermudah persoalan. Tak
seorang pun yang makan coklat kecuali putra saya dan Virginie. Gadis itu akan
saya tahan bersama saya malam itu. Dan semua berjalan seperti yang saya
rencanakan - " Madame D?roulard berhenti berbicara. Dipejamkannya kedua matanya sebentar.
"M. Poirot, saya berada di tangan Anda. Saya diberitahu bahwa akhir hidup saya
tidak akan lama lagi. Saya bersedia mempertanggungjawabkan perbuatan saya ini di
hadapan Tuhan Yang Maha Baik. Apakah saya harus mempertanggungjawabkannya di
dunia ini juga?" Aku ragu-ragu. "Tapi, botol kosong itu, Madame," kataku untuk mendapatkan lebih
banyak waktu. "Bagaimana botol itu dapat menjadi kepunyaan M. de Saint Alard?"
"Waktu ia menemui saya untuk pamit, saya selipkan botol itu ke sakunya. Saya
tidak tahu bagaimana caranya membuang benda itu. Saya lemah sekali, sehingga
tidak dapat bergerak banyak tanpa bantuan orang lain. Kalau orang menemukan
botol kosong itu di kamar saya akan timbul kecurigaan. Anda mengerti, Monsieur - "
ia menarik badannya tegak-tegak - "saya sama sekali tidak berniat melemparkan
kecurigaan kepada M. de Saint Alard! Tidak! Saya kira pelayannya akan menemukan
botol kosong itu lalu membuangnya tanpa bertanya-tanya lagi."
Aku mengangguk. "Saya mengerti, Madame."
"Lalu keputusan Anda, Monsieur?"
Suaranya tegas dan tidak bimbang. Kepalanya tetap tegak seperti semula.
Aku berdiri. "Madame," kataku, "saya mendapat kehormatan untuk mengucapkan selamat siang.
Saya sudah melakukan penyelidikan - dan ternyata gagal! Perkara ini selesai."
Sejenak Poirot berdiam diri, lalu berkata pelan-pelan, "Madame D?roulard
meninggal hanya seminggu setelah itu. Mademoiselle Virginie melewati masa
novisiatnya dan resmi menjadi biarawati. Itulah ceritanya, Hastings. Kuakui, aku
bukanlah tokoh yang baik dalam kasus ini."
"Tapi, itu bukanlah kegagalan," bantahku. "Apa lagi yang bisa kaupikirkan dalam
keadaan seperti itu?"
"Ah, sacr?, Sobat," seru Poirot yang tiba-tiba berubah bersemangat. "Tidakkah
engkau lihat" Aku betul-betul idiot! Sel-sel otakku tidak berfungsi sama sekali.
Selama itu aku sebenarnya mempunyai petunjuk."
"Petunjuk apa?"
"Kotak permen coklat itu! Apakah engkau tidak melihatnya" Apakah orang yang
penglihatannya normal akan membuat kesalahan seperti itu" Aku tahu Madame
D?roulard menderita katarak - obat tes atropin itu yang menjadikan aku tahu. Hanya
satu orang dalam rumah itu yang penglihatannya sedemikian jeleknya sehingga
tidak dapat melihat tutup kotak mana yang seharusnya dipasangkan. Kotak permen
coklat itu yang membawaku ke awal jejak. Tapi, sampai pada akhirnya aku malah
tidak merasakan kepentingannya!"
"Selain itu, psikologiku meleset. Kalau M. de Saint Alard pembunuhnya, ia tidak
akan menyimpan botol yang akan memberatkannya. Waktu menemukan botol itu ada
padanya malah membuktikan bahwa dia tidak bersalah. Dari Mademoiselle Virginie
aku tahu bahwa ia pelupa sekali. Begitulah peristiwa menyedihkan yang telah
kuceritakan kepadamu ini. Hanya kepadamu kuceritakan kisah ini. Engkau mengerti,
dalam kasus ini aku bukan tokoh yang baik. Seorang perempuan tua melakukan
pembunuhan secara amat sederhana dan cerdik, sehingga aku, Hercule Poirot,
tertipu mentah-mentah! Sapristi! Tak tahan aku memikirkannya! Lupakan saja.
Atau, tidak - ingatkanlah kapan saja menurutmu aku mulai sombong - kelihatannya
tidak, tapi mungkin saja itu terjadi."
Kusembunyikan senyumku. "Nah, Sobat, engkau harus mengatakan 'kotak permen coklat'. Setuju?"
"Setuju." "Bagaimanapun juga," kata Poirot sambil merenung, "ini pengalaman! Aku, yang
tidak diragukan lagi berotak paling cemerlang di Eropa saat ini, boleh menjadi
rendah hati!" "Kotak permen coklat," bisikku lembut.
"Apa, Sobat?" Kupandang wajah Poirot yang lugu pada waktu ia mencondongkan badannya ke depan
untuk mengetahui apa yang kukatakan. Hatiku tersentak. Berulang kali sudah aku
menderita karena dia. Dan aku, biarpun tidak mempunyai otak terbaik di Eropa,
bisa lebih rendah hati! "Tidak apa-apa," kataku berbohong. Kunyalakan pipa lagi sambil tersenyum kepada
diriku sendiri. XI RANCANGAN KAPAL SELAM SEPUCUK surat diantar oleh utusan khusus. Kegembiraan dan rasa tertarik
terbayang di kedua mata Poirot sewaktu ia membaca surat itu. Dengan singkat,
disuruhnya utusan itu pergi lalu dibalikkannya kepalanya kepadaku.
"Cepat siapkan satu tas, Sobat. Kita akan ke Sharples."
Aku beranjak begitu mendengar nama tempat terkenal di luar kota milik Lord
Alloway, Ketua Kementerian Pertahanan yang baru saja dibentuk itu. Lord Alloway
adalah anggota kabinet yang terkenal. Sebagai Sir Ralph Curtis, pimpinan sebuah
perusahaan rekayasa, beliau meninggalkan nama baik sebagai anggota Majelis
Tingkat Rendah dan kini tengah ramai dibicarakan sebagai tokoh masa depan yang
paling mungkin diminta untuk menjadi Perdana Menteri jika isu-isu yang beredar
sehubungan dengan kesehatan David MacAdam terbukti benar.
Di bawah sebuah Rolls-Royce besar menunggu. Sementara mobil meluncur dalam
kegelapan, aku menghujani Poirot dengan pertanyaan-pertanyaan.
"Apa gerangan yang mereka inginkan dari kita malam-malam begini?" tanyaku
menuntut jawab. Waktu itu sudah pukul 23.00 lewat.
Poirot menggeleng. "Sesuatu yang mendesak mestinya."
"Aku ingat," kataku lagi, "beberapa tahun yang lalu terjadi skandal yang kurang
menyenangkan tentang Ralph Curtis - dulu ia masih memakai nama itu - karena ia
dituduh memanipulasi saham. Akhirnya terbukti ia sama sekali tidak bersalah.
Mungkinkah kasus seperti itu terulang lagi?"
"Kan tidak perlu ia memanggilku tengah malam begini, Sobat."
Terpaksa aku menyetujui kata-katanya. Sisa perjalanan berlalu tanpa pembicaraan
apa pun. Begitu keluar dari London, mobil yang kuat itu melesat sehingga kami
tiba di Sharples dalam waktu kurang dari satu jam.
Dengan sikap angkuh dan berkuasa seorang pelayan laki-laki langsung mengantar
kami ke kamar kerja kecil, tempat Lord Alloway menunggu kami. Ia muncul memberi
salam - seorang laki-laki bertubuh kurus dan tinggi, yang kelihatannya benar-benar
memancarkan kekuasaan dan vitalitas.
"M. Poirot, saya senang sekali bertemu Anda. Untuk kedua kalinya pemerintah
memerlukan bantuan Anda. Saya masih ingat benar apa yang telah Anda lakukan
untuk kami selama masa perang, sewaktu Perdana Menteri diculik secara
mengherankan. Kesimpulan Anda yang sangat mengagumkan - dan kalau boleh saya
tambahkan, kearifan Anda" - menyelamatkan situasi."
Kedua mata Poirot bersinar sedikit.
"Kalau begitu, milor', apakah kali ini juga kasus yang menyangkut kearifan?"
"Paling tepat dikatakan demikian. Sir Harry dan saya - oh, biarlah saya
memperkenalkan kalian - Laksamana Sir Harry Weardale, perwira utama angkatan laut
kita - M. Poirot dan satunya - saya ingat-ingat sebentar, Kapten - "
"Hastings," aku menimpali.
"Sudah sering saya mendengar tentang Anda, M. Poirot," kata Sir Harry sambil
berjabat tangan. "Kasus kami ini masih gelap sekali. Kalau Anda dapat
memecahkannya, kami akan sangat berterima kasih kepada Anda."
Segera aku menyukai laksamana itu. Pelaut yang kasar tetapi jujur lagi ramah,
benar-benar tipe konvensional.
Poirot memandang keduanya dengan pandangan minta penjelasan dan Alloway
menceritakan permasalahannya.
"Tentunya Anda tahu bahwa semua ini sangat rahasia, M. Poirot. Kami baru saja
kehilangan sesuatu yang amat penting. Rancangan kapal selam tipe Z yang baru
telah dicuri." "Kapan itu terjadi?"
"Malam ini - belum lewat tiga jam yang lalu. Mungkin Anda bisa memahami keseriusan
bencana ini. Kejadian ini tidak boleh disebarluaskan. Ini prinsip. Saya jelaskan
faktanya sesingkat mungkin. Tamu saya akhir pekan ini adalah Laksamana - orangnya
ada di sini - istrinya, putranya, dan Nyonya Conrad, yang dikenal luas di kalangan
masyarakat London. Yang wanita pergi tidur sore-sore - kira-kira pukul 22.00;
begitu juga Leonard Weardale. Sir Harry berada di sini antara lain untuk
mendiskusikan konstruksi kapal selam tipe baru ini dengan saya. Oleh karena itu,
saya minta Fitzroy, sekretaris saya, untuk mengeluarkan rancangan-rancangan
kapal selam dari lemari besi di sudut sana untuk dipersiapkan. Begitu pula
dokumen-dokumen yang berhubungan dengan rancangan kapal selam ini. Sementara
Fitzroy melaksanakan tugasnya, saya dan Laksamana berjalan-jalan di teras;
mengisap cerutu sambil menikmati udara bulan Juni yang hangat. Selesai mengisap cerutu dan mengobrol, kami memutuskan untuk mulai bekerja. Tepat pada waktu
kami membelok di ujung teras sebelah sana, rasanya saya melihat sesosok bayangan
keluar dari jendela Prancis di sini, melewati teras dan menghilang. Bagaimanapun
juga, saya tidak terlalu memperhatikan. Saya tahu Fitzroy ada di ruangan ini dan
tidak terpikirkan kalau mungkin telah terjadi ketidakberesan. Di sinilah salah
saya. Well, kami melangkah sepanjang teras lalu masuk dari jendela persis pada
waktu Fitzroy masuk dari gang.
"'Sudah kaukeluarkan semua yang mungkin kami perlukan, Fitzroy"' tanya saya.
"'Saya kira sudah, Lord Alloway. Semua berkas ada di atas meja tulis Tuan,'
jawabnya. "Kemudian ia mengucapkan selamat malam kepada kami.
"'Tunggu sebentar,' kata saya sambil berjalan menuju meja tulis. 'Mungkin ada
yang masih saya perlukan yang belum saya sebutkan.'
"Sekilas saya teliti berkas-berkas yang ada di atas meja.
"'Engkau melupakan berkas yang paling penting, Fitzroy,' saya tegur dia.
'Rancangan kapal selam yang asli.'
"'Berkas-berkas itu ada di urutan paling atas, Lord Alloway.'
"'Tidak, tidak ada,' saya membantah sambil membalik-balik tumpukan kertas itu.
"'Tapi, baru saja saya letakkan berkas itu di sini!'
"'Sekarang tidak ada,' saya menambahkan.
"Fitzroy maju ke depan dengan wajah kebingungan. Rasanya tidak dapat dipercaya.
Kami membolak-balik kertas-kertas di meja; mencarinya di lemari besi; namun
akhirnya kami harus menyadari bahwa berkas itu hilang - dan hilang dalam waktu
hanya tiga menit, saat Fitzroy tidak berada di ruangan itu."
"Mengapa ia keluar ruangan?" tanya Poirot cepat.
"Itulah yang saya tanyakan padanya," seru Sir Harry.
"Kelihatannya," kata Lord Alloway, "persis ketika Fitzroy selesai menyusun
berkas-berkas, ia terkejut mendengar jeritan seorang wanita. Cepat-cepat ia
menuju gang. Di tangga ditemuinya pelayan wanita Nyonya Conrad yang
berkebangsaan Prancis. Gadis itu pucat sekali dan gelisah serta mengaku telah
melihat hantu - sesosok tubuh tinggi berpakaian putih-putih yang bergerak tanpa
bersuara. Fitzroy menertawakan ketakutannya lalu menasihatkan, dengan sopan,
supaya gadis itu jangan bersikap tolol. Kemudian Fitzroy kembali ke sini,
berbarengan dengan kami masuk dari jendela."
"Kelihatannya semuanya jelas," komentar Poirot bijaksana. "Satu-satunya
persoalan adalah apakah pelayan perempuan itu kaki tangan pencuri" Apakah ia
menjerit sesuai rencana dengan teman persekongkolannya yang menunggu di luar"
Atau, apakah laki-laki itu cuma bersembunyi di luar sambil mengharapkan
kesempatan datang sendiri" Bayangan yang Anda lihat, saya kira sosok laki-laki -
bukan perempuan?" "Saya tidak dapat memastikannya, M. Poirot. Itu cuma - bayangan."
Laksamana mendengus aneh, sehingga menarik perhatian kami.
"Ada yang hendak dikatakan M. l'Amiral, saya kira," kata Poirot tenang seraya
tersenyum tipis. "Anda melihat bayangan itu juga, Sir Harry?"
"Tidak," jawab yang ditanya. "Dan Lord Alloway juga tidak. Mungkin cuma cabang
pohon yang bergerak atau apa. Sesudah kami mengetahui pencurian itu, Lord
Alloway lalu menduga bahwa ia telah melihat seseorang melintas di teras.
Imajinasinya memperdaya dia. Itu saja."
"Tidak biasanya saya berimajinasi tinggi," tangkis Lord Alloway sambil tersenyum
tipis. "Omong kosong. Kita semua punya daya imajinasi. Kita semua dapat mengakui bahwa
kita telah melihat sesuatu yang sebenarnya tidak kita lihat. Saya mempunyai
pengalaman cukup lama di laut dan saya berani membandingkan mata saya dengan
mata orang darat. Waktu itu saya tengah memandang tepat ke teras. Jadi, saya
akan melihat hal yang sama seandainya ada sesuatu."
Ia benar-benar berkeras dengan pendapatnya ini. Poirot berdiri dan melangkah
cepat ke jendela. "Anda tidak berkeberatan?" tanyanya. "Persoalan ini harus kita selesaikan kalau
mungkin." Poirot keluar, menuju teras. Kami mengikutinya. Dari sakunya dikeluarkannya
senter dan dimainkannya sinar senter di sepanjang rumput yang membatasi teras.
"Di mana ia melintasi teras, milor'?" tanyanya.
"Kira-kira berlawanan arah dengan jendela."
Poirot terus memainkan senter itu selama beberapa menit, sambil berjalan
sepanjang teras, lalu kembali lagi. Dimatikannya senter dan ditegakkannya
badannya. "Sir Harry benar - dan Anda keliru, milor'," katanya tenang. "Petang tadi hujan


Kasus Kasus Perdana Poirot Poirots Early Cases Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lebat. Kalau ada orang yang melewati rumput tidak bisa tidak akan ada jejak
kaki. Tapi, tidak ada jejak kaki di sana - sama sekali tidak ada."
Pandangan Poirot beralih dari wajah laki-laki satu ke yang lain. Lord Alloway
kelihatan bingung dan tidak percaya; sedangkan laksamana itu sibuk mengucapkan
terima kasih. "Saya tahu saya tidak mungkin keliru," katanya. "Di mana pun saya mempercayai
mata saya." Dia adalah potret pelaut tua yang jujur, sehingga aku tidak dapat menahan diri
untuk tidak tersenyum. "Karena itu, pelakunya mungkin orang-orang di dalam rumah," kata Poirot lembut.
"Mari, kita masuk kembali. Nah, milor', sementara Fitzroy berbicara kepada
pelayan perempuan di tangga, mungkinkah orang lain menggunakan kesempatan untuk
masuk ke kamar kerja itu dari gang?"
Lord Alloway menggeleng. "Sangat tidak mungkin - mereka pasti melewati Fitzroy kalau begitu."
"Dan Fitzroy sendiri - Anda percaya kepadanya?"
Wajah Lord Alloway memerah.
"Sepenuhnya, M. Poirot. Saya jamin sekretaris saya. Mustahil ia terlibat dalam
cara apa pun." "Segala sesuatunya tampaknya menjadi tidak mungkin," kata Poirot sedikit keras.
"Kemungkinannya rancangan-rancangan itu melekat satu sama lain, berpasangan
seperti sayap, dan terbang jauh - comme ?a!" Ia memonyongkan mulutnya dengan
kocak. "Rasanya tidak mungkin," celetuk Lord Alloway tidak sabar. "Tapi, saya mohon
Anda tidak mencurigai Fitzroy. Pikirkanlah sebentar - seandainya ia ingin
mengambil berkas itu, kan lebih gampang baginya untuk menjiplak tanpa mengambil
risiko dengan mencurinya?"
"Di sini, milor'," kata Poirot dengan nada sependapat. "Anda mengeluarkan
perkataan yang bien juste - saya mengerti pemikiran Anda yang teratur dan metodik.
L'Angleterre pasti berbahagia mempunyai Anda."
Lord Alloway nampak agak malu mendengar luapan pujian yang tiba-tiba ini. Poirot
kembali pada persoalan yang tengah dibicarakan.
"Ruangan tempat Anda duduk sepanjang petang - "
"Ruang duduk" Ya?"
"Juga ada jendelanya yang menghadap teras, karena saya ingat kata-kata Anda
bahwa Anda keluar melaluinya. Apakah tidak mungkin seseorang keluar melalui
jendela kamar duduk ini dan masuk melaluinya juga pada waktu Fitzroy
meninggalkan kamar kerja, lalu kembali lewat jalan yang sama?"
"Tapi, kami pasti melihatnya," sanggah Laksamana.
"Tidak kalau Anda sudah membelok, dan berjalan ke arah lain."
"Fitzroy hanya beberapa menit meninggalkan kamar kerja, sama dengan waktu yang
kami perlukan untuk berjalan ke ujung lalu kembali."
"Itu tidak menjadi soal - ini kemungkinan saja - sebenarnya justru inilah satu-
satunya kemungkinan yang terjadi."
"Namun, tak seorang pun ada di kamar duduk pada waktu kami keluar," Laksamana
menjelaskan. "Mungkin mereka masuk setelah itu."
"Maksud Anda," ujar Lord Alloway pelan-pelan, "ketika Fitzroy mendengar jeritan
pelayan itu dan keluar, seseorang sudah bersembunyi di kamar duduk lalu cepat-
cepat masuk dan keluar lagi melalui jendela ini, dan meninggalkan kamar duduk
tepat ketika Fitzroy sudah masuk ke sini lagi?"
"Lagi-lagi pemikiran yang metodik," komentar Poirot seraya membungkukkan
badannya. "Anda mengungkapkan masalahnya dengan tepat."
"Mungkinkah salah seorang pelayan?"
"Atau seorang tamu. Pelayan Nyonya Conrad-lah yang berteriak histeris. Apa yang
dapat Anda jelaskan tentang Nyonya Conrad?"
Sejenak Lord Alloway menimbang-nimbang.
"Tadi saya katakan dia adalah wanita yang dikenal luas dalam masyarakat, dalam
arti ia sering mengadakan pesta-pesta besar dan pergi ke mana-mana. Tapi dari
mana sebenarnya ia berasal dan bagaimana kehidupannya pada masa lampau tidak
banyak yang mengetahuinya. Dia sering mengunjungi lingkungan diplomatik dan
kantor-kantor perwakilan asing. Dinas rahasia akan cenderung bertanya - mengapa?"
"Saya mengerti," kata M. Poirot. "Dan ia diundang ke sini akhir pekan ini - "
"Supaya - boleh kita katakan" - kita dapat mengamatinya dari jarak dekat."
"Persis. Mungkin saja ia malah balik menyerang Anda."
Lord Alloway nampak malu. Poirot melanjutkan, "Katakanlah, milor', apakah
mungkin ia mendengar tentang pembicaraan Anda dan Laksamana?"
"Memang," Lord Alloway mengakui. "Sir Harry mengatakan, 'Dan sekarang waktu
untuk kapal selam kita! Ayo mulai bekerja!' semacam itulah. Yang lain-lain sudah
meninggalkan tempat ini, tapi Nyonya Conrad kembali untuk mengambil buku."
"Saya paham," kata Poirot sungguh-sungguh. "Milor', sekarang sudah larut malam,
tapi perkara ini mendesak sekali. Saya ingin menanyai semua anggota rumah ini.
Segera, jika mungkin."
"Tentu saja bisa diusahakan," Lord Alloway menanggapi. "Payahnya, kami tidak
ingin perkara ini tersiar lebih jauh. Tentu Lady Juliet Weardale dan Leonard
termasuk perkecualian - tapi Nyonya Conrad, kalau ia tidak bersalah, bisa salah
mengerti. Mungkin dapat Anda katakan bahwa sebuah dokumen penting hilang, tanpa
merinci dokumen apa itu. Atau, terserah bagaimana caranya."
"Persis seperti yang ingin saya usulkan," Poirot menanggapi dengan wajah
berseri-seri. "Sebenarnya, ketiga orang ini tidak perlu diberitahu. Maaf
Monsieur Laksamana, para istri suka - "
"Tidak apa-apa," potong Sir Harry. "Semua perempuan membicarakan desas-desus.
Saya harap Juliet bisa lebih banyak berbicara dan mengurangi main bridge-nya.
Tapi, perempuan sekarang memang begitu. Tidak pernah bahagia kalau tidak
berdansa atau berjudi. Akan saya bangunkan Juliet dan Leonard. Setuju, Alloway?"
"Terima kasih. Saya akan memanggil pelayan Prancis itu. M. Poirot pasti ingin
bertemu dengannya. Lalu ia bisa membangunkan majikannya. Akan saya lakukan
sekarang. Sementara itu, akan saya suruh Fitzroy kemari."
*** Fitzroy adalah seorang pemuda yang kurus dan pucat, memakai kacamata yang
menggantung di hidung, dan ekspresi wajahnya dingin. Pengakuannya praktis sama
dengan yang telah diceritakan Lord Alloway kepada kami.
"Bagaimana menurut Anda pribadi, Tuan Fitzroy?"
Sebagai jawaban ia mengangkat bahu.
"Tidak diragukan lagi seseorang yang tahu duduk persoalannya menunggu kesempatan
di luar. Ia bisa melihat apa yang terjadi di dalam melalui jendela dan
menyelinap masuk pada waktu saya meninggalkan kamar kerja ini. Sayang sekali,
Lord Alloway tidak mengejarnya ketika dilihatnya orang itu pergi."
Poirot membiarkan Fitzroy dengan keyakinannya. Sebaliknya ia bertanya, "Anda
mempercayai pengakuan pelayan Prancis itu - bahwa ia melihat hantu?"
"Well, hampir tidak, M. Poirot!"
"Maksud saya - bahwa ia betul-betul berpikiran demikian?"
"Oh, tentang itu. Saya tidak bisa memastikan. Yang pasti ia kelihatan agak
bingung. Diletakkannya tangannya di kepala."
"Aha!" seru Poirot seolah telah menemukan sesuatu. "Sungguh begitu" - dia pasti
cantik." "Saya tidak memperhatikannya secara khusus," kata Fitzroy dengan tegas.
"Saya kira Anda tidak melihat majikannya?"
"Sebenarnya ya. Ia berada di balkon, di tangga teratas dan memanggil pelayannya
- 'L?onie!' Kemudian dilihatnya saya. Tentu saja ia lalu masuk lagi."
"Di lantai atas," ujar Poirot dengan dahi berkerut.
"Saya menyadari kehilangan ini sangat tidak mengenakkan bagi saya - atau lebih
tepatnya demikian, kalau saja Lord Alloway tidak secara kebetulan melihat orang
itu pergi. Bagaimanapun juga saya tidak keberatan kalau Anda mau menggeledah
kamar saya - dan diri saya."
"Anda betul-betul ingin diperiksa?"
"Pasti." Apa yang akan dikatakan Poirot sebagai jawaban aku tidak tahu. Tepat pada detik
itu Lord Alloway muncul untuk memberitahu kami bahwa kedua tamu wanita dan
Leonard Weardale telah berkumpul di ruang duduk.
Kedua perempuan itu mengenakan pakaian rumah yang pantas. Nyonya Conrad adalah
seorang wanita cantik berumur tiga puluh lima tahun, berambut keemasan, dan
cenderung untuk embonpoint. Lady Juliet Weardale pasti berumur empat puluh
tahun, tinggi dan sangat kurus, berkulit gelap, masih cantik, tangan dan kakinya
bagus, sedangkan sikapnya gelisah dan lesu. Putranya berwajah agak feminin;
kontras sekali dengan ayahnya yang kasar, jujur, serta ramah.
Poirot menyampaikan basa-basi singkat, seperti yang telah kami sepakati.
Kemudian ia menjelaskan keinginannya untuk mengetahui kalau-kalau ada yang
mendengar atau melihat sesuatu pada malam itu, yang mungkin dapat membantu kami.
Sambil menoleh kepada Nyonya Conrad, Poirot memintanya menjelaskan apa saja yang
telah diperbuatnya malam itu.
"Akan saya coba.... Saya naik ke lantai atas dan membunyikan bel untuk memanggil
pelayan saya. Karena ia tidak muncul-muncul juga, saya keluar memanggilnya. Saya
dengar ia tengah berbicara di tangga. Setelah ia menyikat rambut saya, saya
memperbolehkannya pergi - ia dalam keadaan amat tegang. Saya membaca sebentar,
lalu tidur." "Dan Anda, Lady Juliet?"
"Saya langsung naik dan tidur. Lelah sekali saya malam ini."
"Bagaimana dengan bukumu, Sayang?" tanya Nyonya Conrad seraya tersenyum manis.
"Buku?" Wajah Lady Juliet memerah.
"Ya. Pada waktu saya menyuruh L?onie pergi, kau sedang menaiki tangga. Kau baru
saja pergi ke kamar duduk untuk mengambil buku, begitu yang kaukatakan."
"OH, ya. Saya memang turun. Saya - saya lupa."
Dengan tegang Lady Juliet meremas tangannya.
"Anda mendengar jeritan pelayan Nyonya Conrad, milady?"
"Tidak-tidak." "Aneh sekali - karena saat itu mestinya Anda berada di kamar duduk."
"Saya tidak mendengar apa-apa," suara Lady Juliet terdengar lebih tegas.
Poirot beralih kepada si muda Leonard.
"Monsieur?" "Tidak melakukan apa-apa. Saya langsung naik dan tidur."
Poirot mengelus-elus dagunya.
"Wah! Saya khawatir tidak ada yang dapat membantu saya. Mesdames dan Monsieur,
saya menyesal - saya sangat menyesal telah membangunkan kalian untuk persoalan
sepele ini. Saya minta kalian memaafkan saya."
Dengan gerak tangan dan permintaan maaf Poirot menyilakan mereka keluar.
Kemudian ia kembali bersama pelayan perempuan berkebangsaan Prancis itu. Seorang
gadis cantik yang pandangannya agak liar. Alloway dan Weardale sudah keluar
bersama kedua wanita tadi.
"Nah, Mademoiselle," kata Poirot dingin, "mari kita mengatakan yang sebenarnya.
Jangan mengada-ada. Mengapa Anda menjerit di tangga?"
"Ah, Monsieur, saya melihat sosok tubuh yang tinggi - berpakaian putih-putih dari
kepala hingga kaki - "
Poirot menahannya dengan menggoyangkan jari telunjuknya penuh semangat.
"Bukankah tadi saya katakan jangan mengada-ada. Saya akan menerka. Dia mencium
Anda, kan" M. Leonard Weardale, maksud saya."
"Eh, bien, Monsieur. Bagaimanapun juga, apa arti sebuah ciuman?"
"Dalam situasi seperti itu, ciuman wajar sekali," sahut Poirot gagah. "Saya
sendiri atau Hastings - tapi katakanlah apa yang terjadi."
"Dia muncul di belakang saya lalu menangkap saya. Tentu saja saya terkejut
sehingga menjerit. Kalau saja saya sudah tahu, saya tidak akan menjerit - tapi ia
menghampiri saya seperti kucing. Kemudian datanglah M. le Secr?taire. M. Leonard
lari ke atas. Apa yang bisa saya katakan" Terutama kepada a jeune homme comme ?a
- tellement comme il faut" Mafoi, saya mengarang ada hantu."
"Semua jelas sudah," seru Poirot riang. "Lalu Anda naik ke kamar Madame, majikan
Anda. Omong-omong, yang mana kamarnya?"
"Di ujung sana, Monsieur. Sebelah sana."
"Kalau begitu persis di atas kamar kerja. Nah, Mademoiselle, saya tidak akan
menahan Anda lebih lama lagi. Dan la prochaine fois, jangan menjerit lagi."
Setelah mengantarnya keluar, Poirot masuk sambil tersenyum.
"Kasus yang menarik, bukan, Hastings" Aku mulai punya sedikit gagasan kecil. Et
vous?" "Apa yang dikerjakan Leonard Weardale di tangga" Aku tidak suka dia, Poirot. Dia
betul-betul bandot muda, terpaksa aku menyebutnya demikian."
"Aku sependapat denganmu, Sobat."
"Fitzroy kelihatannya jujur."
"Lord Alloway jelas bersikeras tentang hal itu."
"Walaupun begitu, ada sesuatu dalam tingkah lakunya - "
"Dia hampir-hampir terlalu baik, ya kan" Aku sendiri merasakan. Di pihak lain,
Nyonya Conrad jelas agak meragukan."
"Dan kamarnya persis di atas kamar kerja," kataku merenung sambil terus menatap
Poirot tajam-tajam. Ia menggeleng seraya tersenyum tipis.
"Tidak, Sobat, aku tidak percaya bahwa perempuan yang putih bersih itu akan
turun lewat cerobong asap atau dari balkon."
Selagi Poirot berbicara, pintu terbuka. Betapa terkejutnya aku! Lady Juliet
Weardale masuk. "M. Poirot," katanya sedikit terengah-engah, "dapatkah saya berbicara berdua
saja dengan Anda?" "Milady, Kapten Hastings adalah bagian diri saya. Anda bisa berbicara di
hadapannya tanpa mempedulikannya. Silakan duduk, milady."
Lady Juliet duduk sambil terus menujukan pandangannya kepada Poirot.
"Yang harus saya katakan - agak sulit. Anda menangani perkara ini. Kalau - berkas-
berkas itu dikembalikan, apakah persoalannya akan berakhir" Maksud saya,
dapatkah berkas-berkas itu dikembalikan tanpa ada pertanyaan?"
Poirot memandangnya tajam-tajam.
"Biarkan saya memahami Anda, Madame. Berkas-berkas itu akan diserahkan kepada
saya - benar begitu" Dan saya harus mengembalikannya kepada Lord Alloway, dengan
catatan ia tidak menanyakan dari mana saya mendapatkan berkas-berkas itu?"
Lady Juliet mengangguk. "Itulah yang saya maksudkan. Tetapi saya harus yakin
tidak akan ada - publisitas."
"Saya kira Lord Alloway pribadi tidak menginginkan adanya publisitas," Poirot
menjelaskan dengan wajah muram.
"Kalau begitu, Anda setuju?" serunya penuh semangat.
"Sabar sebentar, milady. Ini bergantung pada kapan Anda menyerahkan berkas-
berkas itu kepada saya."
"Segera." Poirot melirik ke atas, ke jam dinding.
"Kapan persisnya?"
"Kira-kira sepuluh menit," bisik wanita itu.
"Saya setuju, milady."
Bergegas ia keluar. Aku memonyongkan bibirku untuk mengeluarkan siulan.
"Bisakah engkau menyimpulkan situasi ini, Hastings?"
"Bridge," jawabku singkat.
"Ah, engkau ingat kata-kata ceroboh Laksamana! Bukan main ingatanmu! Hebat,
Hastings!" Kami tidak berkata-kata lagi karena Lord Alloway masuk dan memandang Poirot
dengan tatapan minta penjelasan.
"Apakah ada gagasan lebih lanjut, Poirot" Saya khawatir jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan Anda agak mengecewakan."
"Sama sekali tidak, milor'. Jawaban-jawaban itu cukup memberikan gambaran yang
gamblang. Tidak ada gunanya saya berada di sini lebih lama lagi. Karena itu,
dengan izin Anda, saya akan kembali ke London."
Lord Alloway kelihatan tercengang.
"Tetapi - tetapi, apa yang sudah Anda dapatkan" Anda tahu siapa yang mengambil
rancangan kapal selam itu?"
"Tahu, milor'. Berjanjilah - dalam hal berkas-berkas itu dikembalikan kepada Anda
secara anonim, Anda tidak akan menuntut penjelasan lebih lanjut."
Lord Alloway menatap Poirot.
"Maksud Anda, mengenai uang sebagai imbalan?"
"Tidak, milor' - dikembalikan tanpa syarat."
"Tentu saja. Ditemukannya rancangan itu sudah luar biasa," kata Lord Alloway
perlahan-lahan. Ia masih kelihatan tidak paham.
"Kalau begitu, terpaksa saya sarankan Anda untuk bersungguh-sungguh menempuh
jalan ini. Hanya Anda, Laksamana, dan sekretaris Anda yang mengetahui adanya
kehilangan ini. Hanya mereka saja yang perlu mengetahui bahwa berkas-berkas yang
hilang ini sudah kembali. Dan kalau Anda mempercayai saya untuk mendukung Anda
dalam segala hal - serahkanlah misteri ini dalam tanggung jawab saya. Anda minta
saya mengembalikan berkas-berkas itu - saya sudah memenuhinya. Anda tidak boleh


Kasus Kasus Perdana Poirot Poirots Early Cases Karya Agatha Christie di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tahu lebih banyak lagi." Poirot bangkit dan mengulurkan tangannya. "Milor', saya
senang bertemu Anda. Saya mempercayai Anda - dan pengabdian Anda kepada Inggris.
Nasib negara yang akan Anda pimpin ini berada dalam tangan Anda yang kuat dan
pasti." "M. Poirot - saya bersumpah di hadapan Anda untuk melakukan yang terbaik. Mungkin
ini suatu kesalahan, tapi mungkin juga kebaikan - yang pasti saya percaya kepada
diri saya sendiri." "Begitu pula setiap orang besar. Saya - saya juga demikian!" kata Poirot muluk-
muluk. *** Dalam beberapa menit mobil muncul di dekat pintu. Lord Alloway mengucapkan
selamat jalan dengan keramahan yang luar biasa.
"Dia orang besar, Hastings," Poirot membuka suara ketika kami mulai jauh dari
tempat itu. "Dia punya kecerdasan, akal, dan kekuatan. Dialah orang kuat yang
dibutuhkan Inggris untuk memimpin negara ini melewati masa-masa sulit untuk
membangun kembali negara ini."
"Aku siap menyetujui semua yang kaukatakan, Poirot - tapi bagaimana dengan Lady
Juliet" Haruskah ia mengembalikan berkas-berkas itu langsung kepada Lord
Alloway" Apa yang akan dikatakannya kalau ia tahu engkau sudah pulang tanpa
memberitahu dia?" "Hastings, aku punya beberapa pertanyaan untukmu. Mengapa, ketika mengatakan itu
ia tidak menyerahkan berkas-berkas tersebut langsung kepadaku?"
"Karena berkas-berkas itu belum ada di tangannya."
"Tepat. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengambil berkas-berkas itu dari
kamarnya" Atau dari persembunyian mana pun di rumah itu" Engkau tidak perlu
menjawab. Aku akan memberitahumu. Mungkin sekitar dua setengah menit! Tapi ia
minta waktu sepuluh menit. Mengapa" Jelas ia harus mendapatkan berkas-berkas itu
dari beberapa orang lainnya dan harus memberikan alasan atau berdebat dengan
mereka sebelum mereka menyerahkannya. Sekarang, siapa mereka ini" Bukan Nyonya
Conrad. Ini pasti. Justru salah seorang keluarganya. Suaminya atau anaknya. Mana
yang mungkin" Leonard Weardale mengaku langsung pergi tidur. Kita tahu
pengakuannya ini tidak benar. Andaikan ibunya memasuki kamarnya dan mendapatkan
kamar itu kosong; andaikan wanita itu turun dengan ketakutan yang tidak
terperikan - pemuda itu, putranya, bukan orang baik-baik! Dia tidak menemukan
anaknya, tapi kemudian ia mendengar anaknya mengingkari bahwa dirinya pernah
meninggalkan kamar. Ia langsung sampai pada kesimpulan bahwa putranyalah yang
mencuri. Oleh karena itu ia berbicara kepadaku.
"Tetapi, Sobat, kita tahu sesuatu yang tidak diketahui Lady Juliet. Kita tahu
Leonard muda tidak mungkin ke kamar kerja karena ia ada di tangga, sedang merayu
pelayan Prancis yang ayu itu. Walaupun ia tidak tahu akan hal ini, anaknya punya
alibi." "Kalau begitu, siapa yang sebenarnya mengambil rancangan itu" Rasanya kita sudah
mencoret semuanya - Lady Juliet, Nyonya Conrad, pelayan Prancis itu - "
"Persis. Gunakan sel-sel abu-abumu, Kawan. Jawabnya ada di hadapanmu."
Aku menggeleng dengan pikiran kosong.
"Ah, kalau saja engkau gigih! Fitzroy keluar dari kamar kerja itu;
ditinggalkannya kertas-kertas itu di meja. Beberapa menit kemudian Lord Alloway
masuk, menghampiri meja tulis dan berkas itu didapatinya hilang. Hanya ada dua
kemungkinan: Fitzroy tidak meninggalkan berkas-berkas itu di meja, tetapi
memasukkannya ke dalam sakunya - dan ini tidak masuk akal karena, seperti yang
dikatakan Lord Alloway, ia dapat menyalin kapan saja ia mau - atau berkas-berkas
itu masih di atas meja sewaktu Lord Alloway menghampirinya - kalau begini, berkas-
berkas itu masuk ke saku bajunya!"
"Lord Alloway pencurinya!" seruku tercengang. "Mengapa" Mengapa, Poirot?"
"Bukankah engkau mengingatkanku pada skandal masa lalu" Dia dinyatakan tidak
bersalah, begitu katamu. Tapi, misalkan skandal itu benar-benar terjadi" Dalam
kehidupan masyarakat Inggris, tidak boleh ada skandal. Apabila skandal itu
diungkap oleh seseorang - dia pasti akan mengucapkan selamat tinggal pada karier
politiknya. Kita anggap saja ia diperas dan harga yang diminta adalah rancangan
kapal selam itu." "Berarti ia pengkhianat keji," seruku.
"Oh, tidak, dia bukan orang seperti itu. Ia pandai dan banyak akal. Sobat,
andaikan dia menyalin rancangan itu, lalu membuat sedikit perubahan (bukankah
dia seorang insinyur yang cerdas") di setiap bagian yang mengakibatkan rancangan
itu jadi tidak berguna lagi. Diserahkannya rancangan palsu itu kepada agen lawan
- Nyonya Conrad, kukira. Tapi, agar tidak timbul kecurigaan, rancangan itu harus
seolah-olah dicuri. Ia berusaha sedapat mungkin supaya tidak ada kecurigaan yang
dijatuhkan kepada siapa pun di rumah itu, dengan berpura-pura melihat seseorang
keluar melalui jendela. Dalam persoalan ini dia menghadapi ketegaran Laksamana.
Maka, kekhawatirannya berikutnya adalah jangan sampai Fitzroy dicurigai."
"Semua ini dugaanmu saja, Poirot," kataku menolak.
"Ini psikologi, Sobat. Seseorang yang telah menyerahkan rancangan asli tidak
akan terlalu peduli akan siapa yang dicurigai. Lalu, mengapa ia sangat mendesak
agar tidak sedikit pun rincian kehilangan ini diberitakan kepada Nyonya Conrad"
Karena petang harinya ia menyerahkan rancangan yang sudah dipalsukan dan ia
tidak ingin Nyonya Conrad tahu pencurian rancangan terjadi sesudah penyerahan
itu." "Aku masih sangsi apakah engkau benar," kataku.
"Pasti. Aku berbicara kepada Alloway sebagai seorang besar kepada orang besar
lainnya - dan ia mengerti dengan baik. Lihat saja nanti."
*** Satu hal yang pasti. Pada hari Lord Alloway dilantik menjadi Perdana Menteri,
selembar cek dan foto dengan tanda tangan di belakangnya tiba. Di belakang
potret itu tertulis, "Untuk kawanku Hercule Poirot yang bijaksana - dari Alloway."
Aku yakin ide kapal selam tipe Z itu disambut dengan gembira di lingkungan
angkatan laut. Mereka mengatakan kapal selam tipe Z ini akan membawa revolusi
modernisasi peralatan perang angkatan laut. Aku juga mendengar bahwa ada suatu
kekuatan asing yang berusaha membuat peralatan yang sama, tapi gagal total.
Namun, aku tetap menganggap bahwa saat itu Poirot hanya menerka-nerka. Soalnya,
dia sering sekali berbuat demikian.
XII FLAT DI LANTAI TIGA "NGACO!" gerutu Pat.
Dahinya berkerut semakin dalam. Digerayanginya benda kecil yang terbuat dari
sutera yang disebutnya tas malam itu. Dua laki-laki muda dan seorang gadis
mengawasinya dengan hati waswas. Mereka berdiri di luar pintu flat Patricia
Garnett yang tertutup. "Percuma," kata Pat lagi. "Kuncinya tidak ada di sini. Sekarang, apa yang akan
kita perbuat?" "Apa artinya hidup tanpa kunci gerendel?" bisik Jimmy Faulkener.
Jimmy bertubuh pendek, bahunya lebar, dan matanya yang biru memancarkan kebaikan
hatinya. Dengan marah Pat menoleh kepadanya. "Jangan melucu, Jimmy. Ini serius."
"Carilah lagi, Pat," ujar Donovan Bailey. "Pasti kuncinya ada di situ."
Suara laki-laki ini terdengar malas namun menyenangkan; selaras dengan postur
tubuhnya yang kurus dan warna kulitnya yang gelap.
"Kalau saja engkau membawanya," Mildred Hope, gadis satunya, membuka suara.
"Tentu saja kunci itu kubawa," Pat menanggapi. "Aku yakin kunci itu kuberikan
kepada salah seorang dari kalian." Ditolehnya kedua pemuda itu dengan nada
menuduh. "Aku minta Donovan membawanya."
Akan tetapi tidak semudah itu dia mendapatkan kambing hitam. Donovan menyanggah
dengan tegas dan Jimmy mendukungnya.
"Aku melihat sendiri engkau memasukkan kunci itu ke dalam tasmu," kata Jimmy.
"Kalau begitu, salah seorang dari kalian menjatuhkannya sewaktu mengambil tasku.
Aku pernah sekali atau dua kali menjatuhkan tasku."
"Sekali atau dua kali!" seru Donovan. "Engkau menjatuhkan tasmu paling tidak
Geger Rimba Persilatan 1 Wanita Iblis Pencabut Nyawa Toat Beng Mo Li Karya Kho Ping Hoo Prahara Raden Klowor 2
^